id
stringlengths 36
36
| url
stringlengths 46
109
| text
stringlengths 5k
1.51M
|
---|---|---|
411c9c5e-32b7-4f18-b303-19d4a04afd77 | https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/download/76385/36721 |
## JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA : JKKI
VOLUME 11 No. 03 September 2023 Halaman 24 - 34
Andi Febryan Ramadhani 1 *, Yodi Mahendradhata 2 , Tiara Marthias 3 1* 2 3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan,
Universitas Gadjah Mada
Email: [email protected]
Tanggal Submisi: 19 Juli 2022; Tanggal Penerimaan: 30 September 2022
HEALTH SYSTEM RESILIENCE OF NON-COMMUNICABLE DISEASE
SERVICE DELIVERY AGAINST COVID-19 PANDEMIC IN PUBLIC HEALTH CENTER OF
SLEMAN REGENCY
Artikel Penelitian
## RAPID ASSESSMENT: RESILIENSI SISTEM PELAYANAN PENYAKIT
TIDAK MENULAR TERHADAP PANDEMI COVID-19
## DI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN
## ABSTRAK
Pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap terganggunya sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, termasuk pelayanan penyakit tidak menular. Studi ini mengeksplorasi dampak pandemi Covid-19 terhadap pelayanan kesehatan penyakit tidak menular dan respon sistem di Puskesmas dalam menghadapinya. Studi ini merupakan studi kualitatif dengan desain kajian cepat. Informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang terdiri dari 4 orang dari Dinas Kesehatan, 4 orang Kepala Puskesmas dan 4 orang pengelola program penyakit tidak menular. Hasil penelitian menunjukkan pandemi Covid-19 menyebabkan pelaksanaan Posbindu/Posyandu Lansia, kunjungan rumah dihentikan sementara dan jumlah kunjungan pasien menurun. Faktor penyebab terganggunya pelayanan PTM antara lain kebijakan PPKM, ketakutan masyarakat dan kader, refocussing anggaran, penambahan beban kerja pada SDMK PTM dan minimnya inovasi. Respon yang muncul antara lain mengurangi jam kerja dan pelayanan, memisahkan alur pelayanan pasien, bekerjasama dengan promkes untuk mengajak masyarakat kembali kontrol, merangkaikan kegiatan screening PTM sekaligus dengan screening Covid-19,vaksinasi dan penimbangan balita serta memaksimalkan pendataan pasien melalui program kerjasama tersebut, mengikuti workshop manajemen PTM dan mengaktifkan kembali Posbindu institusi saat kasus sudah melandai. Beberapa Puskesmas menerapkan telekonsultasi dan mengajak pasien kontrol kembali melalui grup Whatsapp.
Kata Kunci: Covid-19, Resiliensi, Pelayanan Kesehatan, Penyakit Tidak Menular, Puskesmas
## ABSTRACT
The Covid-19 pandemic has affected the disruption of the health service system in Indonesia, including health services for non-communicable disease. This study explores the impact of the Covid-19 pandemic on health services for non- communicable diseases and the response of the public health center system in dealing with it. This study is a qualitative study with a rapid assessment design. The informants in this study were 12 people consisting of 4 employees from the Public Health Office, 4 Heads of Public Health Centers and 4 non-communicable disease program managers. The results showed that the Covid-19 pandemic caused the implementation of Posbindu/Posyandu for the Elderly, home visits were temporarily suspended and the number of patient visits decreased. Factors causing disruption of NCDs services include PPKM policies, fear of the community and cadres, budget refocusing, increased workload on NCds HR and lack of innovation. Responses that emerged included reducing working and services time, separating patient service flows, collaborating with health promotions to invite the community back in control, combining NCDs screening activities as well as Covid-19 screening, vaccination and weighing under five and maximizing patient data collection through the collaboration program, following NCDs management workshops and reactivate the institution’s Posbindu when the case has slowed down. Several Puskesmas implemented teleconsultation and invited patients to return for control by WA groups.
Keywords: Covid-19, Resilience, Service Delivery, Non-Communicable Disease, Public Health Center
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 11, No. 03 September 2023 24 •
## PENDAHULUAN
Pandemi menyebabkan gangguan layanan kesehatan berupa penutupan hampir 76% posyandu dan 7% puskesmas serta penangguhan lebih dari 41% kunjungan rumah (1). Salah satu yang terganggu adalah pelayanan untuk Penyakit Tidak Menular. 53% negara melaporkan disrupsi sebagian dan seluruhnya terkait pengobatan hipertensi, 49% terkait pengobatan dan komplikasi diabetes, serta 42% untuk pengobatan kanker (2). Di level nasional, hanya 2 dari 52 kabupaten yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM ≥ 80% pada populasi usia ≥ 15 Tahun dan hanya 70 dari 103 kabupaten/kota yang melakukan Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM ≥ 80% di Puskesmas (3).Di Kabupaten Sleman, terjadi penurunan capaian layanan kesehatan PTM sesuai standar pada masa pandemi Covid-19 (4- 6). Berbagai upaya kesehatan masyarakat dalam rangka meminimalisir dampak Covid-19 telah dilakukan, salah satunya melalui vaksinasi. Sepanjang fase vaksinasi, level PPKM di Kabupaten Sleman berubah-ubah dan pelaksanaan program yang sebelumnya mandek baru masif dijalankan kembali pada akhir Oktober 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa pada masa PPKM level 4 dan 3 (Juli- Oktober 2021), pelaksanaan program masih mengalami gangguan sehingga belum mampu berjalan optimal. Studi ini melihat bagaimana resiliensi sistem pelayanan PTM terhadap pandemi Covid-19 di Puskesmas Kabupaten Sleman. Tujuan studi ini adalah menjelaskan dampak pandemi Covid-19 terhadap pelayanan PTM di Puskesmas dan mendeskripsikan respon sistem terhadapnya. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan basis data untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan esensial saat menghadapi krisis kesehatan.
## METODE
Studi ini merupakan studi kualitatif dengan desain rapid assessment. Studi ini dilakukan di Dinas Kesehatan dan 4 Puskesmas di Kabupaten Sleman yang dipilih berdasarkan kriteria jumlah kasus Covid-19 dan kondisi ekonomi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas yang diobservasi antara lain Puskesmas Ngemplak I, Puskesmas Tempel II, Puskesmas Depok III, dan Puskesmas Seyegan. Studi ini dilakukan pada Januari- Februari 2022 sedangkan periode waktu yang diobservasi adalah Juli-Oktober 2021 yaitu saat PPKM Kabupaten Sleman berada pada level 4 dan 3. Informan dalam studi ini berjumlah 12 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling , terdiri dari 4 orang informan dari Dinas Kesehatan yaitu Kepala Subbagian Perencanaan dan Evaluasi, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa (2 periode), Kepala Seksi Survailans dan Imunisasi, 4 orang Kepala Puskesmas dan 4 orang programmer PTM di Puskesmas.
Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan telaah dokumen. Analisis data pada studi ini menggunakan teknik content analysis. Studi ini telah mendapatkan izin etik dari Komite Etik FKKMK UGM dengan No: KE/FK/0063/EC/ 2022 dan persetujuan dari informan.
## HASIL
1. Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pelayanan PTM di Puskesmas Kabupaten Sleman
a. Kegiatan Luar Gedung Terganggu Dari hasil Studi, seluruh informan menyatakan bahwa saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 pada Juli-Agustus 2022 yang menyebabkan kebijakan PPKM level 4 diberlakukan di Kabupaten Sleman, kegiatan pelayanan PTM luar gedung seperti Posbindu, Posyandu lansia dan kunjungan rumah dihentikan sementara. Studi ini juga menemukan bahwa baik di Puskesmas dengan kasus Covid-19 tinggi maupun rendah terjadi gangguan yang serupa pada pelayanan luar gedung.
b. Motivasi Penyandang PTM dan kader menurun - Kunjungan Pasien Menurun Berbeda dengan pelayanan luar gedung yang dihentikan sementara, pelayanan PTM di dalam gedung masih dapat berjalan dengan memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Namun tetap saja jumlah kunjungan pasien yang datang ke Puskesmas menurun drastis. Menurunnya jumlah kunjungan pasien ke Puskesmas sangat dipengaruhi oleh ketakutan masyarakat akan tertular virus Covid-19 dan stigma negatif akan sengaja dicovidkan oleh nakes. Studi ini juga menemukan bahwa saat lonjakan kasus Covid-19 terjadi, banyak masyarakat yang memilih untuk tidak mengambil obat secara langsung di Puskesmas melainkan membeli langsung di warung dan apotek.
- Pasien Terkendala Biaya Operasional Faktor ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap menurunnya motivasi untuk mengakses pelayanan PTM di Puskesmas Depok III dan Seyegan. Di Puskesmas Depok III, terdapat kasus pasien DM menghentikan pengobatan secara sepihak dan tidak mengakses pengobatan lanjutan yang sudah berulang kali disarankan oleh pihak Puskesmas karena terkendala biaya operasional. Kasus berbeda terjadi di Puskesmas Seyegan dimana pasien PTM tidak bisa datang kontrol ke Puskesmas karena alat transportasi yang biasa ia kendarai harus digunakan oleh anaknya untuk bekerja sejak pandemi Covid-19 melanda. Sedangkan di Puskesmas Ngemplak
## RESILIENSI SISTEM PELAYANAN PENYAKIT TIDAK MENULAR: Andi, dkk
## RESILIENSI SISTEM PELAYANAN PENYAKIT TIDAK MENULAR: Andi, dkk
I dan Tempel II, tidak ditemukan kasus yang berkaitan dengan ekonomi.
## - Kader Takut Melakukan Pelayanan Ketakutan tertular virus Covid-19 juga
dialami oleh kader kesehatan selaku pelaksana pelayanan. Hal ini semakin problematik karena usia kader kesehatan juga rata-rata sudah mendekati lanjut usia sehingga rentan terinfeksi Covid-19.
c. Terjadi Fluktuasi Angka Capaian PTM Terganggunya pelaksanaan program PTM baik di luar maupun dalam gedung berdampak pada fluktuasi angka capaian SPM baik untuk pelayanan hipertensi, diabetes mellitus maupun usia produktif di Puskesmas. Namun saat PPKM diturunkan ke level 3 tepatnya pada September- Oktober 2021, sebagian besar capaian pelayanan naik karena beberapa Posbindu sudah mulai aktif kembali, kunjungan pasien ke Puskesmas meningkat dan adanya inovasi-inovasi pelayanan.
## d. Puskesmas Tutup Karena SDM Banyak Terinfeksi Covid-19
Kondisi khusus terjadi di Puskesmas Ngemplak I. Banyaknya tenaga kesehatan yang terinfeksi virus Covid-19 saat itu menyebabkan Puskesmas terpaksa ditutup dan dialihkan ke Pustu. Dengan jumlah personel yang terbatas, para tenaga kesehatan tetap berusaha memberikan pelayanan kesehatan sesuai kemampuan.
e. Pendataan PTM Terganggu
Saat lonjakan kasus covid-19 terjadi pada Juli-Agustus 2021, seluruh kegiatan Posbindu dihentikan sementara untuk mencegah laju penularan virus. Hal tersebut menyebabkan pendataan untuk pasien PTM baru di semua Puskesmas khususnya yang bersumber dari screening Posbindu menjadi terganggu. Untuk pendataan dan penginputan yang berasal dari layanan dalam gedung tetap bisa dilakukan seperti biasa secara real time setiap ada pasien yang berkunjung ke Puskesmas. Kendati demikian, pendataan untuk layanan dalam gedung bukannya tidak mengalami gangguan. Menurunnya jumlah kunjungan pasien PTM yang datang untuk kontrol juga akhirnya berpengaruh pada angka capaian SPM PTM. Kondisi tersebut juga dialami oleh faskes jejaring sehingga berpengaruh pada data yang dilaporkan ke Puskesmas. Hal ini diperparah dengan masih adanya masalah klasik terkait belum maksimalnya pelaporan data dari faskes jejaring dan beragamnya aplikasi yang digunakan untuk menginput data pasien di tiap Puskesmas
f. Terjadi Pergeseran Prioritas Program
- Adanya refocussing anggaran PTM Salah satu implikasi dari pergeseran prioritas program di masa pandemi adalah
adanya pengalihan anggaran. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh infoman menyatakan pembiayaan untuk program pelayanan kesehatan PTM di masa pandemi Covid-19 mengalami pengurangan karena adanya refocussing anggaran untuk penanggulangan Covid-19 baik APBD, BOK maupun SOP. Kendati benar terjadi refocussing anggaran APBD dan BOK saat lonjakan kasus Covid-19, sebagian besar informan menyatakan bahwa hal tersebut bukanlah faktor utama terganggunya pelayanan kesehatan PTM karena saat itu pemerintah juga mengeluarkan kebijakan PPKM yang menyebabkan kegiatan- kegiatan yang melibatkan banyak orang harus dihentikan sementara. Namun, menurut keterangan informan di Puskesmas Tempel II, refocussing anggaran membuat kegiatan penyuluhan dan screening PTM di dusun-dusun berkurang. Dari hasil telaah dokumen monev kegiatan program PTM di Puskesmas Tempel II diperoleh data bahwa kegiatan pertemuan monev kader pemantau obat Hipertensi dan pertemuan validasi data Posbindu tidak terealisasi sesuai jadwal yang direncanakan karena anggaran SOP sempat mengalami refocussing. Refocussing anggaran PTM juga berdampak pada dihapuskannya kegiatan pengembangan SDM seperti pelatihan, workshop dan bimtek.
- SDM PTM dilibatkan dalam penanganan Pandemi Covid-19
Seluruh informan mengakui bahwa saat pandemi Covid-19 melanda, programmer PTM memperoleh beban kerja tambahan antara lain menjadi petugas swab, tracer, mengurusi rujukan dan memantau kondisi pasien. Kendati demikian, sebagian programmer PTM menyatakan bahwa beban kerja tambahan ini sama sekali tidak mengganggu tanggungjawab utama mereka karena saat terjadi lonjakan kasus, banyak kegiatan PTM yang tidak bisa dilaksanakan terutama yang sifatnya melibatkan orang banyak sehingga waktu dan tenaga mereka bisa dialihkan untuk membantu mengurusi pasien Covid-19. Hal yang berbeda disampaikan oleh programmer PTM Puskesmas Tempel II yang menyatakan dengan adanya beban kerja tambahan tersebut membuat fokusnya dalam bekerja menjadi sering terbagi. Programmer PTM Puskesmas Depok III juga menambahkan bahwa keterlibatan SDM PTM dalam penanganan pandemi Covid-19 menyebabkan item screening PTM dikurangi. Dampak Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kinerja SDM Kesehatan di Puskesmas melainkan tenaga penunjang lain seperti
kader-kader kesehatan. Kebijakan PPKM membuat kader-kader kesehatan tidak dapat melaksanakan tupoksi mulai dari deteksi dini hingga pemantauan minum obat.
g. Farmalkes dan Kepemimpinan Tidak Terdampak. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh pandemi Covid-19 terhadap pengadaan, ketersediaan dan kecukupan obat- obatan PTM di Puskesmas. saat lonjakan kasus Covid-19 terjadi, banyak masyarakat yang memilih untuk tidak mengambil obat secara langsung di Puskesmas melainkan membeli sendiri langsung di warung dan apotek. Sama halnya dengan obat- obatan PTM, penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pandemi Covid-19 terhadap pengadaan, ketersediaan dan kecukupan alat kesehatan penunjang PTM di Puskesmas baik untuk keperluan screening maupun pemeriksaan rutin. Minimnya kunjungan pasien ke Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan rutin menyebabkan stok obat- obatan dan alat kesehatan penunjang PTM di Puskesmas menumpuk. Seluruh informan menyatakan bahwa tidak ada pengaruh pandemi Covid-19 terhadap rotasi-rotasi kepemimpinan baik di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas. Pergantian kepemimpinan baik di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas dinilai sebagai hal yang lumrah terjadi dan dipengaruhi beberapa faktor seperti selesainya masa jabatan, pensiun, mendapatkan promosi serta alasan politis.
2. Keberadaan dan Pelaksanaan Program Kesehatan Darurat. Seluruh informan menyatakan bahwa sudah ada skema kesiapsiagaan untuk bencana baik bencana alam maupun KLB di Puskesmas namun skema kedaruratan untuk wabah berskala besar seperti pandemi memang belum ada.
3. Respon Sistem Pelayanan PTM di Puskesmas Kabupaten Sleman terhadap Pandemi Covid-19
a. Perubahan Mekanisme Pelayanan Sebagai respon terhadap pandemi Covid, Puskesmas melakukan perubahan mekanisme pelayanan pasien diantaranya mengurangi jam kerja dan jam pelayanan. Selain itu, seluruh informan menyatakan bahwa selain memperketat protokol kesehatan, Puskesmas juga melakukan pemisahan alur pelayanan untuk pasien tanpa gejala di Poli Umum dan pasien suspect di Poli ISPA. Penelitian ini juga menemukan bahwa terjadi perubahan pada jadwal pengambilan obat rutin pasien PTM dimana yang biasanya diresepkan per dua minggu diganti menjadi sekali sebulan agar pasien tidak perlu sering ke Puskesmas.
b. Screening PTM sekaligus vaksinasi, screening Covid-19, dan program KIA Secara umum, inovasi yang dilakukan Puskesmas untuk
ketahanan pelayanan PTM adalah merangkaikan kegiatan screening PTM dengan program- program lainnya antara lain vaksinasi, screening Covid-19 dan program KIA. Sebagai contoh, Puskemas Ngemplak I melakukan vaksinasi sekaligus screening PTM di puskesmas, desa dan Posbindu. Puskesmas Seyegan dan Depok III juga melaksanakan upaya serupa. Puskesmas Depok III juga pernah melaksanakan vaksinasi sekaligus screening PTM di level kampus namun dinilai tidak begitu efektif karena jumlah sasaran yang banyak dan tidak semua merupakan warga di wilayah kerja Puskesmas. Kegiatan tersebut juga dinilai rumit karena melibatkan banyak pihak. Sedangkan di Puskesmas Tempel II, meskipun sempat melaksanakan vaksinasi massal sekaligus screening PTM di awal tahun 2021, namun tidak berlanjut karena SDM Kesehatan yang ada tidak mampu mengimbangi jumlah sasaran yang banyak. Puskesmas Tempel II dan Depok III juga menjalankan s c r e e n i n g PTM sekaligus dengan screening Covid-19. Sedangkan Puskesmas Seyegan berinovasi dengan merangkaikan salah satu kegiatan program gizi yaitu penimbangan balita untuk melakukan screening PTM pada pendamping balitanya. Seluruh informan juga menyatakan bahwa saat PPKM sudah turun ke level 3 dan jumlah kasus sudah mulai berkurang, kegiatan Posbindu mulai dijalankan lagi di dusun.
c. Menerapkan Layanan Telemedicine Penelitian ini menunjukkan diantara semua Puskesmas yang diobservasi, ada 2 Puskesmas yang menyediakan layanan telemedicine berupa telekonsultasi dengan dokter via telepon yaitu Puskesmas Ngemplak I dan Seyegan. Meskipun dinilai cukup membantu, pemanfaatan telemedicine ini bukannya tanpa kendala. Di Puskesmas Seyegan, keluhan pasien yang bersifat fisik dan seharusnya menerima pemeriksaan lanjutan secara langsung tetap tidak dapat dilakukan. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak I, jumlah warga yang menggunakan layanan telemedicine masih sangat sedikit karena usia penyandang PTM yang mayoritas lansia dan adanya faktor kegagapan teknologi. Kendala serupa dihadapi oleh Puskesmas Tempel II. Kendati memanfaatkan grup Whatsapp dengan para penyandang PTM untuk mengingatkan jadwal kontrol, namun cara tersebut dinilai tidak efektif karena tidak mampu menjangkau pasien yang sudah lansia dan tidak memiliki smartphone. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan belum memberikan instruksi mengikat tentang kewajiban menggunakan telemedicine sehingga dalam penggunaannya di lapangan
dikembalikan pada kebijakan masing- masing Puskesmas.
d. Memaksimalkan Pendataan dari Program Kerjasama, Kader dan Faskes Jejaring Masalah kacaunya pendataan pasien akibat kegiatan deteksi dini yang menurun sedikit terbantu dengan dilakukannya kegiatan vaksinasi dan screening Covid yang dirangkaikan dengan screening PTM. Namun upaya tersebut tetap menyisakan kendala tersendiri. Dari hasil telaah dokumen laporan capaian SPM PTM Puskesmas Depok III tahun 2021, diperoleh informasi bahwa Puskesmas kesulitan menjaring data pasien PTM dari kegiatan vaksinasi karena banyak sasaran yang tidak berdomisili di wilayah kerja Puskesmas. Selain dari kerjasama program, Puskesmas Tempel II, Depok III dan Seyegan juga berupaya memperoleh data pasien dari kader dan faskes jejaring namun hasilnya tetap tidak optimal karena pasien yang berkunjung ke faskes jejaring juga menurun.
## e. Memberdayakan Dokter Internship dan Freshgraduate serta Kader Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa hanya Puskesmas Ngemplak I dan Seyegan yang memberi respon khusus dalam hal manajemen SDM. Puskesmas Ngemplak I memberdayakan tenaga dokter dari program internship dan kader kesehatan dalam kegiatan vaksinasi yang dirangkaikan dengan Posbindu PTM. Sedangkan Puskesmas Seyegan memberdayakan tenaga dokter freshgraduate untuk membantu pelayanan telekonsultasi pasien PTM via telepon. Seluruh informan juga menyatakan bahwa tidak ada penambahan personel SDM untuk mengelola program PTM di Puskesmas.
f. Tidak ada dukungan finansial
## dari lembaga donor manapun.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa tidak ada respon khusus yang diberikan dalam hal pembiayaan untuk pelayanan kesehatan PTM. Seluruh informan menyatakan bahwa tidak ada dukungan anggaran dari lembaga donor baik lokal, nasional maupun internasional untuk menunjang pelaksanaan program kesehatan PTM di Puskesmas selama lonjakan kasus Covid-19 pada Juli-Oktober 2021. Informan juga menyatakan bahwa pasca lonjakan kasus Covid-19 pada Juli- Oktober 2021, anggaran program PTM yang sebelumnya dipangkas, dikembalikan lagi sehingga membuat pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas justru kewalahan menghabiskannya dalam jangka waktu yang singkat.
g. Tidak ada respon khusus untuk Kefarmasian dan Alat Kesehatan Secara
umum, lonjakan kasus Covid-19 tidak berdampak pada terganggunya pengadaan, ketersediaan maupun kecukupan obat-obatan penunjang PTM sehingga tidak ada respon khusus yang diberikan dalam hal kefarmasian. Lonjakan kasus Covid-19 juga tidak berdampak pada terganggunya pengadaan, ketersediaan maupun ketersediaan alat kesehatan penunjang PTM di Puskesmas. Hanya saja dalam masa pandemi Covid-19, Puskesmas Depok III memperoleh bantuan berupa Alat Pelindung Diri (APD) dan alat pemeriksaan PTM seperti tensi dan alat periksa gula darah. Bantuan alat kesehatan tersebut diperoleh dari donasi maupun hasil kerjasama dengan lembaga eksternal.
4. Pengaruh Faktor Kepemimpinan terhadap Respon Sistem Layanan PTM
a. Kepemimpinan Kasie PTM Dinkes Mengenai sosok Ex-Kasie PTM dan Keswa Dinkes Sleman, informan menilai bahwa kinerja beliau secara normatif cukup baik dan beliau memiliki pengetahuan keilmuan yang komprehensif terkait PTM karena latar belakang beliau sebagai dokter profesional yang juga membuka praktik swasta. Namun, informan juga memberi penilaian secara khusus bahwa sosok Ex- Kasie PTM dan Keswa Dinkes Sleman fokus pada sekedar menjalankan tupoksi dan memberi motivasi pada tim saja. Sebagai regulator, sosok Ex-Kasie PTM dan Keswa Dinkes Sleman dinilai kurang dalam hal perencanaan, pengorganisiran dan kemampuan manajerial terkait pelayanan kesehatan PTM di Puskesmas. Sedangkan mengenai Kasie PTM dan Keswa Dinkes Sleman saat ini, informan menilai bahwa beliau merupakan sosok yang progresif dan kaya akan inovasi. Dalam memimpin tim, sosok Kasie PTM dan Keswa Dinkes Sleman saat ini memiliki kemampuan mengorganisir yang ulet dan militansi yang tinggi sehingga berimplikasi positif pada kinerja tim yang lebih gigih. Pada bulan Oktober, Kasie PTM dan Keswa Dinkes Sleman merangkul kampus-kampus agar mengadakan Posbindu institusi untuk membantu Puskesmas. Selain itu beliau juga berupaya membenahi manajemen Puskesmas dengan melaksanakan workshop manajemen PTM.
b. Kepemimpinan Kepala Puskesmas dan Programmer PTM. Programmer Puskesmas Ngemplak I dinilailebih cenderung menyukai pekerjaaan yang bersentuhan langsung dengan teknis pelayanan. Sedangkan untuk kemampuan pemetaan, analisa masalah dan penyusunan strategi untuk pencapaian program, sebagai seorang programmer , beliau dinilai masih kurang. Manajemen pelayanan PTM di Puskesmas Ngemplak I saat pandemi sangat dipengaruhi oleh keputusan-keputusan cepat dan inovatif
dari sosok Kepala Puskesmasnya. Kemampuan memimpin Kepala Puskesmas Ngemplak I yang responsif dan ulet mendorong lahirnya berbagai inovasi untuk mempertahankan pelayanan PTM. Inovasi tersebut antara lain merangkaikan kegiatan vaksinasi dengan screening PTM serta menyediakan layanan telekonsultasi dengan dokter via telepon untuk para penyandang PTM. Kepala Puskesmas Tempel II dinilai kurang berkomitmen dan proaktif dalam memberi pengarahan dan menggenjot penyelenggaraan pelayanan kesehatan penyakit tidak menular yang lebih inovatif di tengah situasi Pandemi Covid-19. Sedangkan programmer PTM di Puskesmas Tempel II dinilai memiliki ritme kerja yang lamban dan tidak progresif. Adapun inovasi yang dilakukan adalah screening Covid sekaligus screening PTM (hanya hipertensi dan DM saja), Puskesmas Tempel II juga memaksimalkan komunikasi dengan pasien PTM via WhatsApp grup. Keterampilan memimpin yang kurang proaktif dan inovatif baik dari Kepala Puskesmas maupun programmer PTM di Puskesmas Tempel II membuat kurangnya inovasi yang lahir untuk mempertahankan pelayanan PTM. Meskipun memiliki banyak pengalaman, Kepala Puskesmas Depok III dinilai pasif dan tidak progresif dalam mengarahkan dan memantau pelaksanaan program. Kepala Puskesmas Depok III juga dinilai tidak memiliki penguasaan program yang mendetail melainkan hanya menyerahkan segala sesuatu terkait pelaksanaan program pada penanggungjawab program. Sedangkan untuk programmer PTM Puskesmas Depok III, informan menilai bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan manajerial yang baik, militan dan ulet. Ketahanan pelayanan kesehatan di Puskesmas Depok III sangat dipengaruhi oleh keterampilan manajerial yang baik dari programmer PTMnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya upaya- upaya yang dilakukan antara lain merangkaikan kegiatan screening PTM dengan vaksinasi dan screening Covid dan mengaktifkan kembali Posbindu institusi saat kasus Covid-19 sudah menurun. Kepala Puskesmas Seyegan dinilai memiliki standar kinerja yang tinggi dan penguasaan program yang baik. Hal ini dibuktikan dari bagaimana ia memikirkan strategi-strategi untuk pencapaian program dan memperhatikan hal-hal apa saja yang dibutuhkan dalam teknis pelaksanaan. Sedangkan untuk programmer PTM di Puskesmas Seyegan dinilai sebagai sosok yang kaya akan pengalaman dan terobosan. Ketahanan pelayanan PTM di Puskesmas Seyegan sangat dipengaruhi oleh keterampilan memimpin dari Kepala Puskesmasnya. Karakter personal yang ulet dan responsif mampu mendorong
lahirnya berbagai inovasi seperti melakukan screening PTM pada pendamping balita dan peserta vaksinasi serta memberdayakan dokter yang baru lulus untuk konseling pasien PTM via telepon saat lonjakan kasus Covid-19 terjadi. Padahal Puskesmas Seyegan memiliki tantangan karakteristik wilayahnya sendiri yang bercorak rural, tidak memiliki pusat perbelanjaan, kampus maupun lembaga strategis lain yang dapat diberdayakan untuk ketahanan program.
5. Koordinasi untuk Ketahanan Pelayanan Kesehatan PTM di Puskesmas Kab. Sleman pada Masa Pandemi Covid-19 Salah satu koordinasi antar program yang dibangun di internal Puskesmas untuk mempertahankan pelayanan kesehatan PTM adalah bekerjasama dengan bagian promosi kesehatan untuk mengajak penyandang PTM untuk kembali kontrol ke Puskesmas dan menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, programmer PTM di Puskesmas Ngemplak I, Seyegan dan Depok III juga membangun kerjasama dengan programmer vaksinasi dan prolanis untuk sekaligus dapat melakukan screening dan edukasi PTM lagi. Koordinasi lainnya dibangun pula oleh programmer PTM di Puskesmas Seyegan dengan programmer gizi anak. Screening PTM dilakukan kepada pendamping balita yang membawa anaknya menimbang ke Puskesmas. Di Puskesmas Ngemplak I, pelaksanaan screening PTM yang dirangkaikan dengan vaksinasi melibatkan tokoh masyarakat mulai dari perangkat desa, kelurahan, kecamatan, hingga perusahaan. Dari kerjasama tersebut kebutuhan terhadap konsumsi, bantuan relawan, APD, wifi hingga laptop dapat terpenuhi. Koordinasi serupa dilakukan oleh Puskesmas Seyegan. Sedangkan Puskesmas Depok III bekerjasama dengan LSM bernama Humanity & Inclusion dan memperoleh dukungan APD untuk pelaksanaan Posbindu yang lebih aman di beberapa Padukuhan.
## PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian diketahui bahwa seluruh Puskesmas yang diobservasi tetap menyediakan pelayanan PTM di dalam gedung dengan memperhatikan prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) antara lain mengurangi jam kerja dan pelayanan, menerapkan triase/skrining, mengubah alur pelayanan, menyediakan 2 Poli yaitu Poli Umum dan Poli ISPA serta mengetatkan prokes. Hal tersebut juga sama dengan yang dilakukan di Puskesmas Ranotana Weru dan Puskesmas Teling Atas yaitu Puskesmas melakukan pengurangan jam pelayanan, membuka 2 jenis Poli yaitu Poli Umum dan Poli ISPA serta menerapkan proses skrining (7) Pada pertengahan 2021, masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas tidak hanya memiliki kepentingan untuk
berobat dan kontrol melainkan juga datang untuk menerima vaksinasi. Oleh karena itu, Puskesmas perlu mengantisipasi terjadinya kerumunan yang disebabkan oleh antrean pengunjung. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Puskesmas II Denpasar Barat dengan melakukan inovasi berupa membuka pendaftaran secara online bagi pengunjung puskesmas. Pendaftaran secara online dilakukan melalui aplikasi WhatsApp dengan dua kategori yaitu pendaftaran untuk pelayanan di poli dan pendaftaran untuk vaksinasi (8) Pemantauan faktor risiko PTM seperti pengecekan gula darah dan pengukuran tekanan darah sebenarnya tetap dapat dilakukan juga melalui janji temu atau penjadwalan khusus untuk pelayanan tersebut (9) Pada masa pandemi penyesuaian pelayanan kefarmasian perlu dilakukan agar para penyandang PTM tetap bisa mengonsumsi obat secara rutin tanpa harus sering datang ke Puskesmas. Bagi peserta JKN, peresepan obat dengan mekanisme dua bulan sekali selama masa pencegahan Covid-19 telah diperbolehkan melalui diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 14 Tahun 2020. Sebelum pandemi pengambilan obat dilaksanakan setiap satu bulan sekali sedangkan pada saat pandemi dilakukan dua bulan sekali. Pengambilan obat dapat diwakilkan oleh keluarga peserta PRB dengan syarat membawa salinan resep yang telah diberikan sebelumnya. Sedangkan untuk pengantaran obat dapat bekerjasama dengan pihak ketiga melalui jasa pengantaran, dengan ketentuan jasa pengantaran wajib menjamin keamanan dan mutu, menjaga kerahasiaan pasien, memastikan obat dan BMHP sampai pada tujuan dan mendokumentasikan serah terima obat dan BMHP (10) Dalam mendukung penyandang PTM untuk melakukan perawatan diri secara mandiri di rumah, Puskesmas perlu memfasilitasi beberapa hal. Puskesmas Temanggung, ahli gizi dan promotor kesehatan memberi penyuluhan tentang gizi dan faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi maupun DM. Sedangkan penyuluhan terkait aktivitas fisik dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan kerja dan olahraga. Puskesmas juga memfasilitasi peserta Prolanis untuk melakukan aktivitas fisik di rumah dengan membagikan video senam melalui grup WhatsApp (10). Pihak berwenang harus mempertimbangkan untuk memberlakukan berbagai tingkat pembatasan dengan memetakan insiden dan kasus aktif Covid- 19, seperti dengan menetapkan zona merah, kuning, dan hijau (12). Kebijakan PPKM mikro di level RT/RW sebenarnya membuka peluang agar pelayanan kesehatan esensial tidak harus berhenti 100%. Hal ini dikarenakan dalam PPKM berbasis mikro, terdapat sistem zonasi berdasarkan jumlah kasus konfirmasi Covid-19 yang ada pada setiap RT selama 7 hari terakhir. Meskipun demikian, penyelenggaraan pelayanan kesehatan seperti Posbindu misalnya, tetap harus dilakukan atas rekomendasi atau persetujuan Dinas Kesehatan setempat (9) Penelitian ini menemukan bahwa meskipun ada variasi jumlah kasus
Covid- 19 di tiap wilayah kerja Puskesmas namun dampak yang ditimbulkan pada pelayanan kesehatan PTM sama saja di semua Puskesmas terutama untuk kegiatan luar gedung. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberlakuan PPKM mikro dengan sistem zonasi belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kontinuitas pelayanan kesehatan di masa pandemi Covid-19. Puskesmas perlu melakukan koordinasi dengan Satuan Gugus Tugas PPKM Mikro di tiap wilayah untuk mempertimbangkan dan menyepakati kemungkinan terselenggaranya kegiatan pelayanan kesehatan berdasarkan kondisi riil di lapangan.
Sebelum pandemi melanda, pemerintah sebenarnya telah mendorong pemanfaatan teknologi dalam bidang kesehatan melalui PMK No. 20 tahun 2019 tentang pelaksanaan pelayanan Telemedicine antar fasyankes. Namun pada masa pandemi Covid-19 barulah pemanfaatan telemedicine menjadi lebih populer karena dianggap efektif meminimalisir pelayanan tatap muka. di antara negara-negara yang melaporkan gangguan layanan akibat pandemi, secara global 58% negara saat ini telah menggunakan telemedicine (melalui telepon atau sarana online) untuk menggantikan konsultasi langsung. Sedangkan di negara berpenghasilan rendah penggunaannya mencapai 42% (2). Hubungan dokter dan pasien yang dibangun melalui layanan video virtual di Amerika Serikat secara umum efektif dalam mengontrol hipertensi selama akses terhadap pelayanan primer mengalami disrupsi akibat pandemi. Kepuasan pasien terhadap layanan virtual ini juga tinggi (14). Puskesmas II Denpasar Barat memberikan konsultasi secara online melalui WhatsApp maupun aplikasi yang dimiliki oleh BPJS kesehatan. Selain itu, Puskesmas juga melakukan upaya promosi kesehatan yang berbasis online seperti mengadakan seminar atau penyuluhan secara online melalui media berupa WhatsApp, instagram, facebook dan zoom (8). Pada konteks wabah dan pelayanan yang berbeda, kegiatan homecare terbukti efektif menjadi salah satu kunci ketahanan program. Saat wabah Ebola terjadi di Monrovia, demi keberlanjutan pelayanan ibu, beberapa tenaga kesehatan dan bidan tradisional terlatih kadang-kadang memberikan pelayanan langsung di rumah pasien (15). Pelaksanan Posbindu PTM di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon yang sebelum pandemi dilakukan di Balai Pertemuan Kampung (Baperkam), saat pandemi diubah dengan mengunjungi rumah peserta. Setiap RW memiliki jadwal tersendiri yang dimulai pada tanggal enam setiap bulannya. Sosialisasi pelaksanaan homevisit dilakukan dengan memberikan pengumuman sehari sebelum pelaksanaan (H-1) melalui pengeras suara (16) Namun, pelayanan homevisit ini bukannya tanpa kendala. Kegiatan homevisit di Puskesmas Temanggung menghadapi kendala kurangnya SDM untuk melaksanakan kunjungan ke rumah-rumah serta rumah peserta yang cukup jauh (11).
Penelitian ini juga menemukan adanya pengaruh kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak Covid-19 di wilayah
kerja Puskesmas Depok III dan Seyegan dengan motivasi mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan. Pasien dengan status sosial ekonomi rendah memiliki kunjungan tambahan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien dengan status sosial ekonomi tinggi di bawah model Kapitasi (17). Untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan, puskesmas perlu menjalankan program puskesmas keliling agar masyarakat miskin tidak menghadapi hambatan finansial seperti biaya transportasi (18).
Dalam situasi krisis kesehatan, kerjasama lintas program dan lintas sektor sangat dibutuhkan untuk efisiensi pelaksanaan program karena pada situasi tersebut banyak keterbatasan yang dihadapi baik dari segi anggaran, SDM, dan perangkat penunjang lainnya. Saat wabah Ebola terjadi, klinik swasta merupakan alternatif penting untuk pelayanan publik dan perawatan di rumah (15). Sebanyak 233 orang (28,5%) penyandang PTM di Srikakulam, India menggunakan fasilitas telemedicine dan meminta saran melalui telepon dari dokter (swasta) (19).
Penelitian ini menemukan bahwa seluruh Puskesmas di Kabupaten Sleman belum memiliki program darurat kesehatan yang memuat perencanaan kesiapsiagaan dan respon terhadap wabah. Tidak adanya skema kesiapsiagaan terhadap bencana non alam berskala besar seperti pandemi ini membuat dampak yang ditimbulkan menjadi lebih besar. Penguatan sistem surveilans, penyusunan rencana kontijensi, serta pengembangan program kesehatan darurat meliputi manajemen obat esensial, kit kesehatan, alat pelindung diri, manajemen SDMK untuk menghadapi situasi darurat kesehatan merupakan suatu langkah penting agar sistem kesehatan bisa lebih siap menghadapi guncangan. Fleksibilitas pelaksanaan program-program prioritas dalam situasi darurat juga perlu diatur agar setiap program terutama yang bersifat esensial tetap dapat berjalan stabil.
Penelitian ini menemukan bahwa selain faktor ketakutan akan tertular virus, sebagian masyarakat juga mengurungkan niat untuk mengakses pelayanan kesehatan PTM karena terpengaruh oleh stigma negatif akan sengaja dicovidkan jika berkunjung ke Puskesmas. Menyikapi kondisi ini, diperlukan komunikasi risiko yang baik sebagai upaya penanggulangan krisis kesehatan. Komunikasi risiko bertujuan agar Masyarakat yang berisiko memahami dan mengadopsi perilaku yang benar, juga agar pihak berwenang dan para ahli dapat mendengarkan dan menangani kekhawatiran serta kebutuhan masyarakat secara relevan dan terpercaya (16). Puskesmas perlu bekerjasama dengan bagian promosi kesehatan untuk mengkampanyekan dampak yang ditimbulkan jika penyandang PTM mengalami loss to follow up.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pada masa pandemi, terjadi refocussing anggaran PTM di Puskesmas Kabupaten Sleman. Kondisi tersebut serupa
dengan yang dilakukan Puskesmas II Denpasar Barat dalam pengelolaan keuangan yaitu melakukan refocusing dana untuk memfokuskan anggaran pelayanan kesehatan esensial yang ada untuk penanggulangan Covid-19 (8). Refocussing anggaran tentu akan menjadi kendala saat Puskesmas ingin melakukan inovasi pelayanan untuk kesinambungan program. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada donor yang diperoleh dari lembaga lain baik nasional maupun internasional untuk menunjang pelaksanaan pelayanan PTM di Puskesmas. Padahal kegiatan sosialisasi, Puskesmas Keliling, homevisit, telemedicine , serta pelatihan dan insentif untuk nakes dan kader membutuhkan dukungan anggaran yang memadai. Organisasi internasional, filantropi dan pelaku industri melalui CSR- nya harus terlibat untuk membantu negara-negara yang menghadapi krisis keuangan (13). Salah satu alasan paling umum untuk menghentikan atau mengurangi layanan PTM adalah kurangnya staf karena sebagian atau seluruh petugas kesehatan telah dipindahkan untuk mendukung layanan Covid-19 (2). Penelitian ini menghasilkan temuan serupa bahwa SDMK PTM di seluruh puskesmas Kabupaten Sleman yang diobservasi memperoleh beban kerja tambahan dengan ikut terlibat dalam penanganan Covid-19 antara lain menjadi vaksinator, petugas swab, tracer, mengurusi rujukan dan memantau kondisi pasien Covid. Merespon keterbatasan jumlah SDM ini, Puskesmas perlu merekrut SDM tambahan baik dari kalangan relawan medis maupun mahasiswa sehingga programmer PTM bisa lebih fokus merancang dan melaksanakan inovasi pelayanan. Upaya tersebut sudah coba diterapkan di Puskesmas II Denpasar Barat yaitu dengan membentuk jadwal bagi setiap petugas agar tidak terjadi tumpang tindih dan menambah tenaga kesehatan yang berasal dari mahasiswa magang untuk membantu proses pelayanan vaksinasi di puskesmas dan di luar gedung (8). Perekrutan relawan ini tentunya membutuhkan skema insentif dan perlindungan diri yang memadai. Selain programmer PTM, partisipasi kader kesehatan menjadi sangat penting untuk kontinuitas program. Terdapat hubungan signifikan antara dukungan kader berupa ajakan, pemberitahuan jadwal, mengingatkan jadwal, serta keaktifan kader dalam pelayanan terhadap partisipasi lansia pada program Posbindu PTM di desa Srumbung (21). Kader kesehatan perlu dibekali dengan pelatihan terkait edukasi faktor risiko PTM, tata cara melakukan skrining PTM dan pelaporan kegiatan berbasis digital agar memiliki kemandirian saat bertugas di lapangan.
## KESIMPULAN
Pandemi Covid-19 menyebabkan pelaksanaan Posbindu/ Posyandu Lansia dan kunjungan rumah dihentikan sementara sedangkan kegiatan dalam gedung masih dapat berjalan namun jumlah kunjungan pasien menurun. Faktor yang menyebabkan terganggunya pelayanan PTM
antara lain kebijakan PPKM, ketakutan masyarakat, refocussing anggaran, beban kerja tambahan pada SDMK, belum maksimalnya pemanfaatan telemedicine dan pelaksanaan homevisit , beberapa Kepala Puskesmas dan programmer PTM tidak progresif dan inovatif, serta belum maksimalnya pelaporan dari faskes jejaring.
Respon sistem pelayanan PTM antara lain mengurangi jam pelayanan, memisahkan alur pelayanan pasien, bekerjasama dengan bagian promkes untuk mengajak masyarakat kembali kontrol, merangkaikan kegiatan screening PTM sekaligus dengan screening Covid-19, vaksinasi dan kegiatan penimbangan balita serta memaksimalkan pendataan pasien melalui program kerjasama tersebut, mengikuti workshop manajemen PTM dan mengaktifkan kembali Posbindu institusi. Beberapa Puskesmas menerapkan telekonsultasi dan mengajak pasien kontrol melalui grup Whatsapp.
## SARAN
Untuk Kementerian Kesehatan : Membuat juknis kesiapsiagaan dan respon bencana non alam untuk konteks wabah di Puskesmas dengan mempertimbangkan kesinambungan dan fleksibilitas pelaksanaan program-program kesehatan esensial termasuk PTM; Meningkatkan kesiapsiagaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam negeri terutama dalam kondisi darurat.
Untuk Dinas Kesehatan : Memperketat pengawasan terhadap pelayanan kesehatan esensial dalam masa darurat jika menerapkan sistem zonasi; Penguatan pelayanan kesehatan PTM melalui telemedicine, Membina dan mengawasi integrasi pelayanan PTM di Puskesmas dan faskes jejaring termasuk persoalan pelaporan data; Memastikan kecukupan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan inovasi pelayanan dalam kondisi darurat.
Untuk Puskesmas : Penguatan pelayanan kesehatan PTM melalui telemedicine; mengembangkan layanan jemput bola seperti Puskesmas keliling/ homevisit untuk kelompok penyandang PTM yang rentan seperti lansia, disabilitas, penyandang multimorbiditas, dan masyarakat miskin; membuat grup dengan penyandang PTM agar lebih mudah dalam memberikan update informasi; melihat dan memaksimalkan peluang kerjasama lintas program dan lintas sektor (perangkat daerah, lembaga filantropi, LSM, instansi pendidikan, organisasi keprofesian, perusahaan, dan institusi potensial lainnya) untuk efisiensi dan kontinuitas program; mendorong peningkatan kapasitas dan kualitas kader kesehatan melalui skema pelatihan dan pemberian insentif. Perlu penelitian lanjutan yang lebih mendalam terkait disrupsi yang terjadi pada setiap subsistem layanan PTM dan kendala yang dihadapi baik dari internal maupun eksternal Puskesmas dalam mewujudkan kesinambungan layanan di masa pandemi.
## DAFTAR PUSTAKA
(1) Ministry of Health RI and UNICEF (2020) ‘Report of Rapid Health Assessment:
Essential Health Services During the Covid-19 Pandemic in Indonesia’, (July),
pp. 1–8. Available at: https://www.unicef.org/ indonesia/medi a/5361/file/Report of rapid essential health service assessment.pdf.
(2) World Health Organization (2020) ‘Final Results Rapid Assessment of Service Delivery for Noncommunicable Diseases (NCDs) during the Covid-19 Pandemic’, World Health Organization, p. 5.
(3) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Laporan Kinerja Tahun 2020. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
(4) Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2019
(5) Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2020
(6) Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2021
(7) Pangoempia, S., Korompis, G. and Rumayar, A. (2021) ‘Analisis Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Ranotana Weru dan Puskesmas Teling Atas Kota Manado’, Jurnal KESMAS, 10(1), pp. 40–49.
(8) Made, N. et al. (2022) ‘Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Esensial di Puskesmas II Denpasar Barat pada Masa Pandemi Covid-19’, Arc. Com. Health, 9(1), pp. 50–66.
(9) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Panduan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Direktorat Pencegahan D a n Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
(10) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Petunjuk Teknis Pelayanan Puskesmas Pada Masa Pandemi Covid-19. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
(11) Maulidati, L. and Maharani, C. (2021) ‘Evaluasi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas Temanggung’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 10(2), pp. 233– 243.
Available at https://doi.
org/10.14710/jkm.v10i2.3280 0 . (12) Yadav, U.N. et al. (2020) ‘A Syndemic
Perspective on the Management of Noncommunicable Diseases Amid the Covid-19 Pandemic in Low- and Middle Income Countries’, Frontiers in Public Health,
8. Available at: https://doi.org/10.3389/ fpubh.2020.0050 8 .
(13) Taylor, P. et al. (2022) ‘Effective Access to Care in a Crisis Period: Hypertension Control
During the Covid-19 Pandemic by Telemedicine’, Mayo Clinic Proceedings: Innovations, Quality & Outcomes, 6(1), pp. 19–26. Available at: https://doi.org/10.1016/j. mayocpiqo.202 1.11.006 .
(14) Gizelis, T.I. et al. (2017) ‘Maternal Health Care in the Time of Ebola: A Mixed Method Exploration of the Impact of the Epidemic on Delivery Services in Monrovia’, World Development, 98, pp. 169–178. Available at: https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2017.
04.027 .
(15) Gizelis, T.I. et al. (2017) ‘Maternal Health Care in the Time of Ebola: A Mixed Method Exploration of the Impact of the Epidemic on Delivery Services in Monrovia’, World Development, 98, pp. 169–178. Available
at: https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2017.
04.027 .
(16) Nurfikri, A., Supriadi and Aufa, B. Al (2020)
‘Evaluasi Pelayanan Posbindu Penyakit Tidak Menular di Wilayah Kerja Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon Pada Era Pandemi Covid-19’, Jurnal Administrasi Bisnis Terapan, 3(1), pp. 15–20. Dahrouge, S. et al. (2013) ‘Delivery of Primary Health Care to Persons Who Are Cocio-Economically Disadvantaged: Does the Organizational Delivery Model Matter?’, BMC Health Services Research, 13(1), p. 517. Available at: https://doi.org/10.1186/1472-6963- 13- 517 .
(17) Restuni, F. (2020) Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas di Indonesia (Analisis Data Indonesia Family Life Survey 2014), Skripsi.
(18) Gummidi, Balaji, John, O. and Jha, V.J. (2017) ‘Continuum of Care for Noncommunicable Diseases during Covid-19
(19) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2021). Pedoman Komunikasi Risiko untuk Penanggulangan Krisis Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
(20) Oktaviani, Y. and Wahyono, B. (2022) ‘Partisipasi Lansia pada Program Posbindu PTM dalam Masa Pandemi Covid-19’, Higeia Journal of Public Health Research and Development, 6(1), pp. 72–83.
|
e5725131-5f04-4ce7-b191-f7e5f8ad9ecc | https://journals.ums.ac.id/index.php/KLS/article/download/99/95 | Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
## HAK ASASI MANUSIA DALAM SASTRA LISAN MASYARAKAT BUGIS
(PERSPEKTIF HERMENUTIKA)
## Amaluddin
Program Studi Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia/Daerah FKIP UMPAR Jln. Jend. Ahmad Yani Km. 6, Telpon. (0421) 25524, faks. 22757 Parepare, Sul-Sel [email protected]
## ABSTRACT
Oral Literature of Bugis Society is the culture heritage in Bugis society. As a cultural heritage, Oral Literature of Bugis Society used as a medium of artistic expression to convey a variety of things about life of Bugis people, including the very fundamental humanity messages of the importance of human rights uphold- ing. Oral Literature of Bugis also serves as a popular entertainment medium for society. The focus in this study is the use of diction in Oral Literature of Bugis Society. This study is qualitative research using hermeneutical theory design. Based on this research, many found the use of diction such as asipakataung ê ng, adele’, sipakatau, assicocok ê ng na asal ê wang ê ng, a lêbbirêng, assimêllêrêng/siakkamas ê ang which has a very deep meaning to represent the life of the Bugis society.
Key words: Oral Literature of Bugis Society, Human Rights, diction, and the theory of hermeneutics.
## ABSTRAK
Sastra Lisan Masyarakat Bugis adalah warisan budaya dalam masyarakat Bugis. Sebagai warisan budaya, Sastra Lisan Masyarakat Bugis digunakan sebagai me- dia ekspresi seni untuk menyampaikan berbagai hal tentang kehidupan manusia Bugis, termasuk pesan-pesan kemanusian yang sangat fundamental tentang pentingnya penegakan hak asasi manusia. Sastra Lisan Bugis juga berfungsi sebagai media hiburan rakyat. Fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan diksi dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan ancangan teori hermeneutika. Berdasarkan hasil penelitian, banyak ditemukan penggunaan diksi asipakataung ê ng, adele’, sipakatau, assicocok ê ng na asal ê wang ê ng, a lêbbirêng, assimêllêrêng/siakkamas ê ang yang memiliki makna yang sangat dalam untuk merepresentasikan kehidupan masyarakat Bugis.
Kata Kunci : Sastra Lisan Masyarakat Bugis, Hak Asasi Manusia, diksi, dan teori hermeneutika.
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
## 1. Pendahuluan
Era post-modern telah menyadarkan manusia tentang pentingnya hal-hal yang bersifat non-material sebagai kebutuhan yang sangat mendasar lebih dari kebutuhan materi. Dalam perspektif ini, menurut Amaluddin (2009:2; 2010:52) Nyanyian Rakyat Bugis (selanjutnya disingkat NRB) sebagai salah satu Sastra Lisan Masyarakat Bugis (selanjutnya disingkat SLMB) atau tradisi lisan nyanyian rakyat bugis (TLNRB) yang telah menjadi warisan budaya Bugis yang kaya dengan nilai- nilai dan ajaran-ajaran dalam kehidupan manusia serta memiliki pesan-pesan universal, yang dapat menjadi salah satu alternatif yang dijadikan sebagai “pedoman” hidup manusia di tengah-tengah “kekeringan dan kehausan” manusia terhadap eksistensi manusia di muka bumi sebagai khalifah. Oleh sebab itu, warisan budaya SLMB perlu di-reaktualisasi, di- refungsionalisasi, dan di-reinterpretasi serta diikuti dengan upaya pemertahanan yang berkelanjutan. Hal tersebut sangat penting agar hubungan manusia yang satu dengan yang lain tetap terjalin harmonis dan hak-hak fundamen- tal kemanusia yang sangat penting dapat ditegakkan kembali ditengah-tengah pelang- garan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang sering terjadi di seluruh belahan dunia ini. Hakikatnya, menurut Said (1998:1) yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah bagaiman mengutamakan hubungan yang harmonis antara sesama ma- nusia dengan pencipta, lingkungan, dan kehidupan sosial.
Haryono (2005:28-29 dalam Amaluddin, 2010:iii) mengatakan bahwa ilmuwan sosial, mencatat setidaknya ada lima alasan pentingnya gugatan terhadap modernisme. Pertama, modernisme dinilai gagal mewujudkan per- baikan-perbaikan ke masa depan, yaitu kehi- dupan yang lebih baik (lebih manusiawi dan menjunjung tinggi HAM) sebagaimana diharapkan oleh masyarakat dunia. Kedua, ilmu pengetahuan modern tidak mampu
melepaskan kesewenang-wenangan dan penyelewengan otoritas keilmuan demi kepentingan kekuasaan. Ketiga, terdapat banyak kontradiksi antara teori dan fakta dalam perkembangan ilmu modern . Keempat, keyakinan ilmu pengetahuan modern untuk memecahkan segala persoalan manusia, ternyata keliru dengan munculnya berbagai patologi sosial. Kelima, ilmu-ilmu modern kurang memperhatikan dimensi-dimensi mistis dan metafisik manusia karena terlalu menekankan atribut fisik individu.
Disadari atau tidak, kita telah masuk dalam perangkap modernisme yang merasuki seluruh aspek kehidupan kita, di mana narasi-narasi agung ( grand narratives ) seperti rasionalitas, individualitas, kapitalisme, positivisme, menjadi bingkai yang kokoh dalam peradaban kita. Semua narasi di atas melegitimasi proyek- proyek pencerahan, seperti kebebasan, kema- juan, atau emansipasi. Pada intinya, sederetan narasi ini ingin mempertegas posisi manusia sebagai subjek dan rasio sebagai pusat.
Dunia modern telah gagal mengantar manusia kepada kebahagiaan yang se sungguhnya. Menurut Amaluddin (1995:122) dunia tersebut telah menciptakan kekeringan hubungan sosial antara individu-individu dalam kehidupan manusia. bahkan Berger dan Kellner (1992:164) mengatakan bahwa manusia yang hidup di dalam masyarakat mod- ern dijangkiti oleh krisis identitas secara permanen. Dalam pandangan Durkheim, krisis modernitas mengakibatkan putusnya ikatan- ikatan sosial tradisional yang diakibatkan oleh industrialisasi, pencerahan, perilaku hedonisme dan indi-vidualisme yang di sana sini sering tidak menghiraukan hak-hak fundamental kemanusiaan yaitu HAM. Ia mempertahankan suatu pandangan sosial radikal tentang perilaku manusia sebagai sesuatu yang dibentuk oleh kultur dan struktur sosial (Beilharz, 2005:101- 103). Krisis modernitas yang paling menonjol dewasa ini dan akan menjadi semakin tajam mengawal kehidupan manusia modern pada
Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
masa depan adalah “individualitas”, sehingga peringatan Fay (2002:1) dalam filsafat kontemporernya “ you have to be one to know one ” anda harus menjadi seseorang untuk me- ngetahui seseorang, rupanya akan ditinggalkan dan yang dianut adalah pendapat Popeye (Fay, 2002:37) bahwa “saya adalah saya, Anda adalah Anda” atau dalam kata-kata abadi Popeye, “aku adalah aku dan itulah aku”.
Penganut aliran post-modernism, misalnya Berger dan Kellner (1992:163) serta Poole (1993:x) mengatakan bahwa masyarakat mo- dern dewasa ini sedang dilanda suatu penyakit moral dengan citranya yang menonjol berupa rasionalitas ilmiah teknologis yang mengutama- kan efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan. Bahkan, Poole mempertegas bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang sakit, karena di satu pihak masyarakat modern membutuhkan moralitas, tetapi di lain pihak membuatnya mustahil. Bertindak rasional dalam pengertiannya yang dominan bagi kapitalis adalah mengejar keuntungan sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Rasionalisasi yang intrinsik pada teknologi modern ini telah menum- pang pada kegiatan maupun pada kesadaran individu sebagai pengendalian dan pembatasan yang merupakan sumber frustrasi. Awuy (1995:22) menyatakan bahwa romantisisme, ilmu pengetahuan, industrialisasi, maupun rasionalisme yang merupakan semangat mo- dernisasi, ternyata tidaklah membuat kehidupan itu lebih baik, melainkan sebaliknya. Kehidupan menjadi korup dan serba termanipulasi. Di sinilah pentingnya mengetengahkan kembali sebuah warisan budaya SLMB yang sangat kaya dengan pesan-pesan khidupan untuk mem- pertahankan eskistensi kehidupan manusia yang berkemanusiaan dan menjunjung tinggi tegaknya HAM dalam berbagai sisi kehidupan manusia.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka salah fokus dalam penelitian terhadap teks SLMB adalah pemilihan kata (diksi) yang digunakan dalam SLMB untuk mere presentasikan hak-hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan- nya adalah untuk mengungkapkan pesan-pesan universal tentang HAM yang terkandung dalam teks SLMB melalaui pemaknaan yang men- dalam terhadap penggunaan diksi. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi- kan sumbangan pemikiran yang berharga dan memberi wawasan baru terhadap kajian teori SLMB dengan menggunakan teori eklektik hermeneutika sebagai perspektif teori baru dalam mengkaji muatan budaya dalam masya- rakat, khususnya dalam masyarakat Bugis. Orientasi teoretisnya menggunakan ancangan hermeneutika sebagai teori utama ( grand theory ) dalam memaknai Sastra Lisan Masya- rakat Bugis (SLMB) sebagai sebuah fenomena budaya lokal yang syarat dengan nilai-nilai atau pesan-pesan universal dalam kehidupan ma- syarakat Bugis. Dari ancangan tersebut, maka berimplikasi pada penggunaan hermeneutika sebagai alat analisis data dengan mengikuti langkah-langkah model operasional lingkaran hermeneutika (lihat tabel).
## 2. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yang lebih menekankan pada makna, Data penelitian ini berupa teks SLMB dalam bahasa Bugis. Data tersebut ditranskripsikan/transliterasi oleh peneliti (dapat berupa kata, baris/larik, kalimat, paragraf, dan wacana) dan selanjutnya diterjemahkan untuk membantu memudahkan peneliti dalam analisis data (interpretasi). Selain data tersebut di atas, data lainnya bersumber dari hasil penelitian dan tulisan para ilmuwan tentang budaya dan sastra Bugis, dan hasil wawancara mendalam dengan para pendukung budaya dan sastra Bugis. Sumber data peneliti- an ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah SLMB yang bersumber dari NRB , sedangkan data sekunder adalah hasil penelitian dan tulisan ilmuwan tentang budaya dan sastra Bugis serta hasil wawancara dengan tokoh masyarakat atau sesepuh pendukung budaya dan sastra Bugis.
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menerapkan model lingkaran hermeneutika, penafsir melalui tiga level interpretasi sesuai pendapat Ricouer (2002; 2006). Pertama, melalui level semantik , yaitu memandang teks SLMB sebagai wahana utama mengkaji pemaknaan yang terdapat dalam SLMB. Oleh sebab itu, kajian terhadap pemaknaan diksi yang terdapat dalam teks SLMB sangat penting. Kedua, level refleksif , yaitu menempatkan hermeneutika pada level metodologis/epistemologis melalui proses ulang-alik (bolak-balik) antara pemahaman teks dengan pemahaman penafsir dengan menggunakan pendekatan etik dan emik , dan ketiga level eksistensial merupakan level paling kompleks, yaitu memaparkan hakikat dari pemahaman terhadap SLMB sebagai sebuah teks budaya yang memiliki makna yang sangat hakiki/dalam ( deep meaning ), terutama nilai/pesan hak asasi manusia yang terdapat dalam teks SLMB.
Pendekatan etik dan emik dalam peneliti-
an ini, sejalan dengan pandangan antropolog seperti Robert Lawless yang dikutip Saifuddin (2005:89-90) mengatakan bahwa penelitian budaya tidak terlepas dari pendekatan etik , di mana sudut pandang penulis (penafsir) menjadi sangat dominan tentang sesuatu fenomena yang di amati. Namun, untuk menghindari subjektivitas yang tinggi terhadap penafsiran fenomena, penelitian ini, juga menggunakan pendekatan emik, yaitu menggali makna sedalam-dalamnya dengan mengacu kepada pandangan warga masya- rakat sebagai pemilik budaya lokal, dalam hal ini SLMB sebagai sebuah fenomena budaya dalam masyarakat Bugis.
Berdasarkan tiga level interpretasi di atas, maka pemahaman terhadap hakikat SLMB akan lebih ajek, terarah, dan men-dalam. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai alur kerja penafsiran dengan menggunakan model lingkaran hermeneutika, maka di bawah ini dikemukakan bagan pedoman operasional yang mendukung model teoretis.
Level Semantik Level Refleksif Level Eksistensial Langkah I Langkah II Langkah III a. Melakukan pembacaan secara menyeluruh terhadap teks yang
dipandu oleh indikator penelitian.
b. Melakukan pembacaan secara mendalam terhadap teks terseleksi sesuai indikator/aspek penelitian untuk menangkap makna/ pemahaman awal yang muncul dari pembacaan tersebut.
c. Melakukan deskripsi data terpilih, eksplorasi makna secara terus-menerus, dan eksplanasi terhadap pemahaman yang muncul dari pembacaan teks tersebut.
a. Melakukan pembacaan secara berulang-ulang (bolak-balik) terhadap “teks” dan hasil deskripsi, eksplorasi, dan eksplanasi yang telah dilakukan dalam paparan analisis dengan bantuan pendekatan etik dan emik. b. Membaca kembali hasil paparan tersebut secara berulang-ulang, untuk menemukan pemahaman yang komprehensif dari sudut pandang yang luas dan berupaya menghasilkan pemaknaan dan pemahaman yang objektif. Namun, tidak tertutup kemungkinan subjektif.
a. Menetapkan suatu pemaknaan/ pemahaman yang final terhadap “teks” (baik diksi/ pilihan kata, frasa, kalimat, paragraf, maupun wacana) dari hasil elaborasi yang mendalam
(kritis-interpretatif). Dengan langkah ini, akan diperoleh pemaknaan/
pemahaman yang bersifat
produktif dan rekonstruktif sebagai makna terdalam ( deep meaning ) dari teks, bukan upaya reproduksi.
Tabel 1. Pedoman Operasional Model Lingkaran Hermeneutika (Amaluddin, 2009:49)
Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
## 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan metode penelitian dengan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini dikemukan hasil penelitian dan pembahasan senagai berikut:
## 3.1 Menghargai dan Menjunjung Tinggi
Hak-hak Fundamental Kemanusiaan
(Asipakataungêng), yaitu Hak untuk Hidup (Tuo) dan Mendapatkan Per- lindungan (allinrungêng)
Salah satu hak asasi manusia yang paling fundamental di dunia ini adalah hak untuk hidup dan mendapatkan penghargaan terhadap harkat dan martabat sebagai manusia serta perlindungan dari rasa aman dalam menjalan- kan aktivitas hidupnya sehari-hari. Begitu fundamentalnya, sehingga menjadi salah satu isi dari Deklarasi Hak Asasi Manusia Univer- sal (selanjutnya disingkat DUHAM) PBB Pasal 3. Masyarakat Bugis sangat menghargai hak fundamental tersebut, sebagai salah satu wujud penegakan budaya siri’ dan pêsse. Peng- hargaan terhadap hak-hak fundamental tersebut menjadi kunci utama bagi terwujudnya masyarakat madani ( civil society ) yang diimpikan bagi seluruh masyarakat dunia, tak terkecuali masyarakat Bugis yang memiliki sifat kasih sayang dan cinta antar-sesama manusia dalam masyarakat Bugis sebagai bentuk persaudaraan dan persahabatan yang sangat erat , yang disebut budaya assimêllêrêng dan siakkamasêang. Masyarakat madani adalah masyarakat yang tumbuh di dalamnya sifat-sifat assimêllêrêng dan siakkamasêang antara satu dengan yang lain, karena salah satu indikator masyarakat madani adalah kemampuan warga masyarakatnya bersikap dan bertingkah laku beradab. Intisari dari keberadaban menurut Saryono (2006:179) adalah kemampuan men- junjung tinggi perikemanusiaan, menghargai harkat dan martabat manusia, menghormati kehidupan, dan menjaga kondisi manusiawi.
Dalam masyarakat Bugis jika ada orang menghilangkan nyawa orang lain, maka
taruhannya pun adalah nyawa. Perbuatan saling membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain termasuk perbuatan yang hina dalam perspektif orang Bugis, kecuali alasan penegakan siri’ dan pêsse. Hal tersebut dapat dilihat dalam teks Sastra Lisan Masyarakat Bugis (SLMB) Elong Sipulureng Lino di bawah ini.
(1) Iyaro teppaja musappa, sabbara’ mappesonae, mamase na malabo. Kampong makkalitutee na silinrungi padanna ri pancaji ri lino. Takki siwunu-wunu Pakkarajai tau we ri Asipakataungêng.
## Terjemahan
Yang tak pernah berhenti kau cari, yang sabar dan tawakal, pemurah atau dermawan, kampung yang menyayangi dan melindungi sesama makhluk bumi, tak saling membunuh dan senantiasa saling menghormati sesamanya.
Teks (1) sastra lisan di atas yang meng- gunakan diksi asipakataung ê ng, mengandung makna yang sangat dalam dengan muatan pesan kemanusiaan untuk menggambarkan secara tegas bahwa sesungguhnya yang paling diutamakan dalam kehidupan ini adalah bagaimana semua manusia saling menghargai ( sipakatau ), lebih khusus manusia Bugis senantiasa menumbuhkan sikap saling menyayangi sesama makhluk bumi dan tidak saling membunuh satu sama lain. Bahkan, pandangan masyarakat Bugis menganggap membunuh orang lain sama saja dengan membunuh diri sendiri karena kita bersumber dari asal yang sama ( poleriseddiassalêng ). Oleh sebab itu, sebagai bentuk penghargaan terhadap hak fundamental kemanusiaan ( asipakataung ê ng ) , maka manusia perlu bersikap positif terhadap sesamanya. Menurut (Magnis-Suseno dalam Tuhuleley, 2003:12), manusia tidak terhadang oleh kepicikan
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
primordialisme suku, bangsa, agama, etnik, warna kulit, dan anti terhadap kekerasan.
Setiap manusia mempunyai hak untuk hidup dan dihormati tanpa memandang pangkat dan kedudukan ataupun strata sosial yang melekat pada dirinya. Jika makhluk bumi saling menyayangi, maka Tuhan akan menurunkan berkah dan rahmat bagi segenap penjuru negeri yang kita huni, sehingga semua tanaman akan tumbuh subur dan melimpah ruah hasil panen dan binatang peliharaan yang ada dalam negeri itu akan berkembang biak jika kita saling menghormati dan menyayangi. Hal tersebut di atas pernah dipesankan Kajaolalido kepada Arumpone (Raja Bone) bahwa sebagai berikut:
(2) “He Arumpone, issengngi manneng, engka dua tandrana seddi kampong makanja, seddiarung mangkau ma- lempu’, macca, na siamasei padanna tau rilaleng kampongnge”
Artinya: Hai Arumpone, ketahuilah bahwa ada dua tandanya suatu negeri akan mengalami kejayaan pertama, apabila seorang Arummangkau (Sebutan Raja) jujur dan pandai, kedua kalau masyarakat dalam satu negeri rukun dan damai tanpa ada persengketaan”.
Salah satu teks SLMB yang memuat secara rinci tentang pentingnya kebersamaan yang diwujudkan dalam perilaku saling membantu dan memberikan perlindungan seperti maksud dari pesan Bugis yang sangat terkenal:
(3.) Malilu’ sipakainge’ rebba sipatettong, mali siparappe’,
Terjemahan Jika lupa salinglah mengingatkan, kalau rebah salinglah mendirikan, dan kalau hanyut salinglah menyelamatkan.
Pesan teks SLMB (3) tersebut disampai- kan kepada manusia Bugis agar senantiasa berpegang erat pada tali persaudaraan antara satu dengan yang lain. Perhatikan teks SLMB Elong di bawah ini yang menyiratkan pesan kemanusiaan ( asipakatauengêng ) sebagai berikut.
(4) Tapada porenrengen-ngi risabu’ tekko ede naparewa tenung. Man- cengeng renritta teppedding nagoliga jemma ri saliweng Ada purata ri toddok singkerru’ temmalere teppedding talukka. Hai Arumpone samparaja tellarakmu mamminasa e ri tennga padang Mali’ si parappe rebba si patokkong malilu si pa- kainge’. Taroki ada temmate mabaru temmalusu mapaccing lise’na Mabonngona ritu jemma tea e matturungeng ri attanna Bojo.
## Terjemahan
Mari kita sama-sama berpegang pada tali pengikat bajak perkakas tenun. Tumpuan dinding kita tak dapat dijamah/ kuasai orang dari luar. Kata mufakat yang disetujui simpul tak akan longgar tak akan terbuka. Hai Arumpone tali yang tak terurai bercita-cita di tengah Padang, hanyut saling mendamparkan jatuh saling menegakkan lupa saling mengingatkan. Simpan kata sebelum mati baru tak kenal kusut bersih isinya. Mengapa bodoh masyarakat tidak mau bersatu di sebelah selatan Bojo.
Teks (4) di atas menganjurkan kepada segenap masyarakat Bugis mengeratkan tali persaudaraan antara sesama. Persaudaraan yang kokoh tidak akan mudah digoyah oleh musuh ataupun orang bermaksud jahat terhadap negeri yang dihuni bersama. Eratnya persaudaraan disimbolkan dengan kuatnya tali
Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
pengikat baja perkakas tenun yang digunakan untuk menguntai benang sutra. Jika tali baja itu tetap terikat kuat, maka untaian benang sutra yang ditarik dari kepompong takkan muda putus walaupun benang sutra itu sangat kecil dan halus. Sebaliknya, jika tali pengikat itu putus, maka pedati tempat berputar dan melilitkan benang sutra itu akan kusut dan terputus. Makna yang dapat ditarik lebih dalam dari teks (4) di atas adalah persatuan yang kokoh menjadi modal paling berharga dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negeri untuk mencapai kemakmuran sebuah negeri. Dengan demikian, kita sebagai bangsa yang besar tidak boleh berberai-berai karena kita akan menjadi bangsa yang lemah yang tidak dapat berdaulat.
## 3.2 Menegakkan Keadilan (Adele’) secara Merata tanpa Pandang Bulu
Setiap manusia berhak untuk memper- oleh rasa keadilan ( adele’ ), tak terkecuali manusia Bugis. Oleh sebab itu, keadilan harus ditegakkan (Amaluddin, 2009:191; 2010:57). Jadi keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja. Menurut Bertens (2000:87) keadilan mengikat semua orang, sehingga kita semua berkewajiban menegakkannya. Rasa keadilan sangat didambakan oleh masyarakat dalam suatu negeri di mana mereka berpijak menjalankan tugas-tugas dan misi kehidupan di dunia, baik itu keadilan hukum, ekonomi, politik, budaya, maupun keadilan ekonomi. Setiap manusia mempunyai hak-hak untuk mendapatkan keadilan tersebut di atas (DUHAM Pasal 7 dan 22). Namun kenyataan- nya, terkadang keadilan sering menjadi barang mewah yang sangat sulit didapatkan oleh masyarakat, utama masyarakat pada strata sosial yang lebih rendah (dalam masyarakat Bugis disebut tau peddi’ ) . Kenyataannya, rasa keadilan dan hak-hak tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan ( tomapparenta ) ataupun mereka yang mempunyai kedudukan yang terhormat
dalam masyarakat ataupun dalam pemerintah- an. Padahal, rasa keadilan ( adele’ ) menurut DUHAM PBB pasal 7 harus ditegakkan tanpa diskriminasi karena merupakan hak bagi semua orang tanpa memandang kedudukan dan martabat yang bersangkutan. Penegakan keadilan sudah menjadi tugas bagi pelaksana pemerintahan ( tomapparenta ) atau dalam masyarakat Bugis pada masa lalu disebut Arung “raja” atau parewa kampong. Raja yang tidak berlaku adil dalam masyarakat Bugis akan hilang martabatnya ( matunai birittana Arungnge ) dan tidak akan ditaati perintahnya sebagai raja oleh rakyat. Berikut ini disajikan dalam teks SLMB di bawah ini tentang pentingnya penegakan keadilan, berikut.
(5) Teyawa’ nalurêng Cakko lebu bulu ammo Aja’ tatakkalupa Pole riem- penna rituppu bulu’ matanre, nasaba’ decêng isappaede. Narilolongêng Tenri senge’ ro matanre Sagala rimunriye adele’ napapole.
## Terjemahan
Aku tidak mau dimuat kalau engkau sampai di bawah, jangan lupa (terlena) Engkau turun dari gunung yang tinggi didaki untuk mencari kebaikan, barulah di dapatkan. Tidak disenangi yang tinggi, kebaikan dari belakang mendatangkan keadilan.
Kutipan data SLMB (5) mengungkap kan ekspresi masyarakat Bugis bahwa salah satu sumber kebaikan adalah penegakan keadilan. Kebaikan itu diperoleh dengan susah payah ibarat mendaki gunung yang tinggi dan salah satu pangkal dari kebaikan itu yakni pada saat seorang raja/pemimpin tomapparenta bisa menegakkan keadilan di tengah-tengah rakyat yang dipimpinnya. Penegakan keadilan adele’ dianggap tepat jika pemegang kebijakan ( tomapparenta ) dapat menetapkan nrette bicara (keputusan hukum secara tepat atau
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
kepastian hukum) kepada setiap orang tanpa pandang bulu dan hal tersebut harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Dengan demikian, setiap orang yang melakukan kesalahan maka hukumlah sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Menurut Enre (1981:3; 1992:6), bahwa penegakan keadilan oleh tomapparenta dapat juga bermakna pemberian kebijakan dalam asalang têmmakkulle ri-addampêngêng, naddampêngêngngi, iare’ga na-salang maka ri-addampêngêng, na-teasa maddam- pêngêngngi. Hal ini berarti bahwa setiap kesalahan yang dapat diampuni oleh tomap- parenta, maka ampunilah, tetapi janganlah mengampuni kesalahan yang tidak patut diampuni. Sikap tomapparenta seperti ini akan meningkatkan martabat seorang raja atau kepercayaan dari rakyat yang dipimpinnya. Apabila raja atau pemegang kebijakan dalam suatu negeri tidak lagi didengar ucapannya karena sikap ketidakadilannya ( de’na adele’ ) dalam memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, maka akan menyebabkan sebuah negeri itu tidak berjalan secara normal. Oleh sebab itu, penegakan rasa keadilan kepada setiap orang inang tau (sebutan bagi setiap orang tanpa pandang bulu) dalam masyarakat Bugis akan menjadi pemicu jalannya suatu pemerintahan yang berwibawa di tengah- tengah rakyat.
## 3.3 Pentingnya Saling Menghormati (Sipakatau) dan Menghargai Sesama Manusia
Hidup ini menjadi indah jika semua penduduk bumi, tanpa memandang suku, bangsa, agama, ideologi, warna kulit, bahasa, dan sebagainya, saling menghormati dan menghargai serta menjunjung tinggi nilai-nilai fundamental kemanusiaan, dan membuang jauh-jauh sifat-sifat individualisme dan egoisme. Kemajemukan latar belakang dari setiap or- ang, mengharuskan manusia belajar untuk menghargai dan menerima perbedaan- perbedaan yang muncul dari setiap orang.
Alangkah indahnya jika setiap perbedaan yang ada di sekitar kita, disikapi dengan arif dan bijaksana, sehingga muncul rasa saling menghormati dan menghargai antara sesama makhluk ciptaan Tuhan. Tidak boleh ada yang merasa lebih baik dari orang lain dan harus membuang jauh paham yang mengatakan bahwa suku A lebih baik dari suku B, bangsa A lebih baik dari bangsa B, bahasa A lebih baik dari B, dan seterusnya, karena dengan paham ini dapat memunculkan sifat-sifat angkuh dan sombong sebab merasa diri lebih baik dari segalanya. Apabila muncul paham ini, maka dapat dipastikan sangat sulit melahirkan perilaku saling menghormati dan menghargai, yang dapat menciptakan kehidupan yang harmonis di tengah-tengah kemajemukan dan perbedaan-perbedaan antara satu dengan yang lain.
Begitu pentingnya saling menghormati dan menghargai antara sesama manusia dalam lingkungan multikultural, multietnis, multiagama, multibahasa, dan sebagainya, maka perlu ditanamkan/dipersiapkan hal tersebut sejak dini kepada anak-anak didik pada setiap satuan pendidikan (Yaqin, 2005:xix; Sunarto, dkk, 2004:62). Mereka sebaiknya belajar menghargai perbedaan yang ada dalam lingkungan sekolah, sehingga kelak ia mudah menghormati dan menghargai orang-orang yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, mereka tidak risih duduk berdampingan dengan teman-temannya yang berbeda agama, suku, bahasa, latar belakang budaya, strata sosial dan sebagainya (sejalan dengan DUHAM pasal 2). Perbedaan-perbedaan itu, justru menjadi rahmat dan kekayaan yang tak ternilai harganya karena antara satu anak didik dengan anak didik yang lain saling menghormati dan menghargai. Kondisi yang tercipta dalam lingkungan sekolah seperti itu, akan melahirkan sifat saling menyayangi dan mencintai di kalangan mereka dan biasanya, mereka menjadi tahu betapa pentingnya menghormati dan menghargai sesama manusia.
Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
Pentingnya saling menghormati dan menghargai antara sesama manusia, khususnya dalam masyarakat Bugis dapat dilihat dari filosofi masyarakat Bugis (sejalan dengan DUHAM PBB pasal 5) dalam membangun kebersamaan hidup secara harmonis, yang disebut sipakatau. Inti dari sipakatu adalah menempatkan manusia itu pada posisi yang terhormat tanpa sedikit pun merendahkan martabat dan kedudukannya sebagai makhluk terhormat. Manusia Bugis yang telah meng- implementasi-kan pandangan tersebut dalam realitas kehidupannya sehari-hari, maka ia akan menjadi warga masyarakat Bugis yang sangat menghargai dan menghormati setiap orang yang ada di sekitarnya, menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang tanpa melihat siapa orang tersebut. Penghargaan dan penghormatan yang tinggi antara sesama manusia dalam masyarakat Bugis menjadi kekuatan untuk menciptakan kehidupan bersama yang tenteram dan aman. Hanya saja, filosofi yang dapat menjadi perekat dalam kehidupan bersama, nampaknya sudah mulai “terganggu” dengan situasi kehidupan yang modern sekarang ini. Oleh sebab itu, solusi yang baik untuk menumbuhkan kembali filosofi sipakatau di era kekinian, yaitu melalui satuan-satuan pendidikan agar fondasi filosofi itu dapat ditanamkan kembali dalam setiap pribadi anak didik.
Sikap saling menghormati dan menghargai antara sesama manusia, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang bukan hanya ada dalam realitas kehidupan manusia Bugis, sebagai salah satu filosofi kehidupan mereka, namun hal tersebut dapat juga ditemui dalam teks SLMB sebagai media ekspresi manusia Bugis, berikut.
(6) Iyaro teppaja musappa,
‘ Yang tak pernah berhenti kau cari,
Sabbara’ mappesonae,
‘ yang sabar‘dan tawakkal’ mamase namalabo ‘pemurah atau dermawan’
## Kampong makkalitutee
‘kampung yang menyayangi’ padanna ri pancaji ri lino ‘sesama makhluk bumi’ Takki siwunu-wunu, ‘ tak saling membunuh dan’ ( alla ) Pakkarajai tau we.‘ saling menghormati sesama manusia’ Nasaba’ alabbirenna ‘sebab manusia memiliki martabat yang tinggi’
Berdasarkan kutipan teks data (6) mendeskripsikan tentang keinginan seorang manusia Bugis dalam realitas kehidupannya agar dapat bertemu dengan sosok-sosok manusia yang sangat didambakan atau dicita- citakan. Sosok yang dicari adalah manusia yang sabar, tawakal, dermawan, saling menyayangi sesama makhluk bumi, tidak suka membunuh, dan saling menghormati sesamanya. Mungkin sosok yang paripurna seperti disebutkan di atas sangat sulit ditemukan dalam satu pribadi yang menyatu dalam diri manusia Bugis, namun telah dipaparkan dalam syair Elong. Hal tersebut menunjukkan bahwa alam pikiran manusia Bugis sudah memiliki keinginan untuk mewujudkan pribadi seperti disebut dalam SLMB.
## 3.4 Menjaga dan Memelihara Keten- teraman/Ketenangan Assicocokêng
na Asalê-wangêng atau Hidup dalam Interaksi dengan Sesama Manusia Ketenteraman/ketenangan dalam ke hidupan assicocok ê ng na asal ê wang ê ng merupakan suatu modus keselarasan dalam kehidupan manusia. Kehidupan yang tenteram/ tenang, menjadi kebutuhan setiap orang di manapun ia berada. Kebahagiaan hidup yang sejati tidak lain adalah terwujudnya lingkungan kehidupan yang tenang/tenteram. Dalam praktik kehidupan, ketenangan/ketenteraman dapat diejawantahkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ketenangan/ketenteraman
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
dalam rumah tangga dan dalam membina hubungan pergaulan antara sesama makhluk ciptaan Allah.
Pada dasarnya, setiap orang mendamba- kan terwujudnya kehidupan yang tenteram dan damai. Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang senang jika kehidupan di sekitarnya mengalami kekacauan. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan kehidupan yang tenang maka setiap orang berkewajiban menjaga dan memelihara suasana kehidupan tersebut. Artinya, untuk mewujudkan hal itu, maka haruslah dimulai dari diri sendiri sebagai bagian dari masyarakat untuk ikut menciptakan suasana kehidupan yang didambakan itu.
Salah satu perilaku manusia yang baik untuk menciptakan suasana kehidupan yang tenang dalam masyarakat adalah mengedepan- kan sifat saling menghargai atau dalam budaya masyarakat Bugis disebut sipakatau. Sifat ini merupakan perekat antara satu orang dengan orang yang lain dalam menjalin hubungan interaksi yang dapat mewujudkan keharmonis- an hidup. Sifat ini, juga akan mencegah setiap orang untuk “mengandung” sifat-sifat tidak terpuji seperti iri, dengki, benci dan sebagainya. Berikut ini disajikan kutipan teks SLMB Elong yang sejalan dengan DUHAM Pasal 20, sebagai upaya untuk menciptakan suasana kehidupan yang tenang/tenteram. Perhatikan teks di bawah ini.
(7) Iya rimula malle’na colli’na pariyae golla maneng muwa. Aja’ mappa- mulasiko siya salunna panasae man- caji parinya na de’ga assicocokêng.
## Terjemahan
Waktu pertama akrab pucuk daun peria terasa gula semua. Jangan engkau mulai lagi biji nangka menjadi peria dan tidak ada kecocokan/keharmonisan.
Kutipan data SLMB (7) di atas bermakna seruan kepada setiap orang dalam
masyarakat Bugis agar tetap memelihara keharmonisan hidup yang telah terjalin kokoh dalam pergaulan hidup mereka. Keakraban yang telah dibina di antara mereka menyebab- kan rasa pahit (daun periyah) itu terasa manis bagaikan gula. Hal ini bermakna, jika keharmonisan itu membingkai dalam kehidup- an kita, maka semua persolan atau kesulitan yang terjadi dalam masyarakat dapat diatasi bersama-sama. Tidak ada persoalan yang akan berlarut-larut tanpa ada penyelesaian secara baik karena berat sama dijinjing, ringan sama dipikul. Keharmonisan yang terbina akan mendekatkan satu orang dengan orang yang lain dalam masyarakat, sehingga tumbuh rasa persaudaraan yang senasib dan sepenanggung- an. Perhatikan kutipan SLMB Elong di bawah ini.
(8) Pariya loronno mai ri yawa tellongêtta tapada mapai’. Buwajae ri salo’e sillêlung tessirapi’ ri masagalae. Iko solangi alemu ana’macenning-ngekko muwanre pariya. Engkaki’ menguju melle’ cakko tapatudaggi.
## Terjemahan
Peria menjalarlah kemari di bawah jendela, kita sama-sama pahit. Buaya di sungai berkejaran tidak saling menyakiti antara sesamanya. Kamu yang merusak dirimu kau anak yang manis lalu makan peria. Adakah rencana datang berdiri lalu dipersilakan duduk.
Kutipan data SLMB (8) men deskripsi- kan persahabatan yang akrab dilandasi rasa saling menyayangi, tolong-menolong dalam kesusahan, kesediaan memberi dan menerima, serta kebersamaan dalam suka dan duka yang disimbolkan dengan pernyataan “kita sama- sama pahit”. Inilah hakikat dari persaudaraan yang ditandai dengan saling memahami satu dengan yang lain, sehingga tidak akan muncul kekacauan di antara mereka.
Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
## 3.5 Menjaga dan Mempertahankan
Kehormatan atau Martabat Alêbbirêng Diri dan Keluarga Menjaga dan mempertahankan alêb- birêng kehormatan diri/martabat diri dan keluarga dalam masyarakat Bugis merupakan kewajiban bersama, baik laki-laki maupun perempuan. Khusus untuk kehormatan keluarga dalam menegakkan siri’ biasanya ditugaskan kepada laki-laki tampil sebagai pembela mempertahankan harga diri keluarga jika ada pihak yang mencoba melecehkan atau menghina suatu keluarga dalam masyarakat Bugis. Dalam membela kehormatan ( alêbbirêng) keluarga, maka laki-laki Bugis kadang-kadang tidak memikirkan efek dari tindakan pembelaan tersebut.
Perhatikan kutipan teks SLMB
Makkacaping di bawah ini.
(9) ..., kega alusu’ nyawana, kegaro lapandang barang, kega pandang
agaga, kega pandang doi’, tega najaga najaga paccing na alêbbirêng alena, yanaritu madeceng.
Terjemahan ..., siapa yang baik hati, siapa yang pandang barang, siapa yang pandang harta, siapa pandang uang dan siapa yang menjaga atau memelihara kehormatan keluarga dan menjaga diri, itulah terbaik.
Teks (9) Lamuhamma Têllu Benena mendeskripsikan sikap seorang suami yang ingin menguji istrinya, apakah istrinya tetap memelihara kehormatan keluarga walaupun ia ditinggalkan pergi oleh suaminya. Dalam pandangan masyarakat Bugis, istri yang baik selalu menjaga kehormatan diri ( alêbbirêng ) baik ketika istrinya berada di rumah maupun ketika suami meninggalkan rumah. Oleh sebab itu, salah satu wujud dari kesetiaan dari seorang istri ketika ia mampu memelihara dengan sungguh-sungguh kehormatan dirinya ( alêbbi-
rêng ) yang tak dapat dinilai dengan materi. Dalam perspektif masyarakat Bugis, wanita dan laki-laki yang malêbbi (terhormat) dapat dilihat dari tutur kata dan perbuatannya yang selalu terpuji. Lebih dari sikap tersebut, mereka selalu berupaya untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang melanggar ajaran agama maupun aturan adat yang berlaku dalam masyarakat Bugis. Wanita seperti digambar- kan di atas dideskripsikan dengan ungkapan bahasa Bugis makkunrainna makkunraiye atau makkunrai manini.
Disadari bahwa, era kemajuan di abad modern saat ini menjadi tantangan besar untuk tetap menempatkan alêbbirêng menge- jawantah dalam segala sisi kehidupan para generasi muda Bugis. Malah ada kekhawatiran alêbbirêng justru dianggap sebagai peng- halang kemajuan modernisasi, sehingga kehormatan diri dan keluarga tidak lagi diposisikan di atas segala-galanya.
## 3.6 Bentuk Assimêllêrêng atau Siakkama-
sêang antar Sesama Manusia
Diksi assimêllêrêng atau siakkama-
s ê ang merupakan perwujudan/simbol kasih sayang dan cinta antar-sesama manusia dalam masyarakat Bugis sebagai bentuk persaudara- an dan persahabatan yang sangat erat . Penggunaan diksi tersebut dalam SLMB dimaksudkan sebagai media perekat atau pemersatu dalam kehidupan masyarakat Bugis, baik dalam lingkungan keluarga yang lebih dekat misalnya kepada orang tua, saudara, sepupu, kemanakan, maupun dengan orang lain terutama tetangga dalam satu kampung maupun tetangga lain kampung, termasuk di dalamnya dengan orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. Untuk mendeskripsikan maksud dari bentuk assimêllêrêng atau siakkama-s ê ang, sebagai pandangan dan perilaku yang luhur dari manusia Bugis, biasanya dideskripsikan dengan Elong , yang menggunakan simbol- simbol yang menyiratkan maksud yang sangat dalam. Perhatikan teks di bawah ini.
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
(10) ...Lemo na kasumba to rilau bali sipuppureng. Maupona mappakkuling dimeng. Teppadatona rimula, mallebba assimêllêrêng, sibawa assicocokêng.
Terjemahan ... Kesumba orang Timur menjadi lawan yang berkepanjangan. Walau berulang cinta tidak akan sama waktu pertama berkasih sayang dan bercinta karena kecocokan.
Berdasarkan data (10) di atas, maka untuk mendeskripsikan assimêllêrêng atau siakkama-s ê ang, maka teks Elong tersebut menggunakan kalimat Tekku tampu’ lemo... yang berarti “Tak ku kandung jeruk...” adalah suatu pernyataan yang mengandung makna “tidak mengandung kebencian “ atau tak ada rasa benci maupun dendam dalam lubuk hati manusia Bugis kepada sesama makhluk ciptaan Allah SWT. Pemilihan kata lemo kasumba (jeruk yang sangat kecut) dalam teks di atas, dimaksudkan untuk menggambarkan perilaku manusia Bugis yang memiliki sifat buruk dan jahat terhadap sesama manusia, sehingga harus dijauhkan dari perilaku tersebut. Oleh sebab itu, manusia Bugis tidak boleh mattampu’ lemo (mengandung jeruk), karena perilaku itu tidak sesuai dengan jati diri manusia Bugis yang sesungguhnya.
Wujud assimêllêrêng atau siakkama -s ê ang sebagai dipertegas dengan pernyataan sikap yang sangat dijunjung tinggi sejak dahulu dalam masyarakat Bugis, dengan kalimat Idi’ massêlêssurêng ma-neng-ngi’ ri lino lettu’ esso ri monri . Artinya, kita semua merupakan saudara di dunia dan akhirat, sehingga hidup ini harus dilandasi oleh rasa sayang dan cinta antara satu dengan yang lain tanpa membedakan suku, warna kulit, strata sosial, dan paham ke-
agamaan yang melekat pada diri seseorang. Pernyataan klasik tersebut, sesungguhnya menggambarkan watak budaya dari masya- rakat Bugis yang sangat fundamental dalam rangka “merawat” pesan-pesan kemanusiaan jauh sebelum digulirkan pentingnya perhargaan terhadap hak asasi manusia secara universal.
## 4. Simpulan dan Saran
Berdasarkan data terpilih hasil penelitian SLMB (Amaluddin, 2009: 544-597) dan pembahasan di atas, ditemukan pengguna- an diksi asipakataung ê ng, adele’, sipakatau, assicocok ê ng na asal ê wang ê ng, a lêbbirêng, assimêllêrêng atau siakka- mas ê ang yang sangat banyak digunakan untuk menggambar- kan/ merepre-sentasi-kan sisi kehidupan manusia Bugis yang sangat substansial dan fundamental dalam kehidupan manusia dewasa ini. Hal tersebut, berkaitan dengan pesan-pesan kemanusia yaitu pentingnya penegakan Hak Asasi Manusia dalam masyarakat Bugis dan masyarakat penghuni bumi secara keseluruhan. Pemilihan kata yang digunakan dalam SLMB, memiliki makna yang sangat dalam dan dapat “digali” dengan model analisis (lingkaran herme- neutika).
Berdasarkan pembahasan dan kesimpul- an di atas, ditemukan pesan-pesan universal yang terdapat dalam SLMB. Sebagai penulis, saran yang sangat penting disampaikan kepada semua penghuni planet bumi ini, siapapun dia, jabatan/pekerjaan/profesi apapun yang dia emban, maka pesan-pesan tersebut seharusnya dapat diejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Muatan makna yang terkandung dalam SLMB dapat menggerak- kan lahirnya jiwa-jiwa kemanusiaan yang akan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sebagai hak yang paling fundamental dalam kehidupan manusia.
## Hak Asasi Manusia dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis ... (Amaluddin)
## DAFTAR RUJUKAN
Amaluddin. 2005. Kajian Metafora Pesan Orang dahulu dalam Ungkapan ( Pappaseng Toriolota dalam Werekkada ) pada Masyarakat Bugis. Jurnal Ilmiah Penddikan Bahasa dan Seni (PINISI) Vol. 10 No.2: halaman 122-135,
——————. 2009. Nyanyian Rakyat Bugis, Kajian Bentuk, Fungsi, Nilai, dan Strategi Pelestariannya . Disertasi UM (Tidak Diterbitkan).
——————. 2010. Pesan Universal dalam Sastra Lisan Masyarakat Bugis . Tulung
Agung: Cahaya Abadi.
Awuy, T.F. 1995. Wacana Tragedi dan Dekonstruksi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit CV Jentera Wacana Publika.
Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial: Obsevasi Kritis terhadap Filosof Terkemuka. Diterjemahkan oleh Sigit Jatmiko. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Berger, P.L.,Berger, B., Kellner, H. Pikiran Kembara: Modernisasi dan Kesadaran Manusia.
Terjemahan oleh A. Widyartaya. 1992. Yogyakarta: Kanisius.
Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia.
Enre, Ambo dkk. 1981. Sastra Lisan Bugis . Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Enre, Ambo. 1992. Beberapa Nilai Sosial Budaya dalam Ungkapan dan Sastra Bugis. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 1(3): halaman 1 – 32.
Fay, Brian. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Diterjemahkan oleh M. Muhith. 2002.
Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Poole, Ross. 1993. Moralitas dan Modernitas: di Bawah Bayang-Bayang Nihilisme. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ricouer, Paul. 2002. The Interpretation Theory, Filsafat Wacana Membela Makna dalam Anatomi Bahasa. Yogyakarta :IRCiSoD.
Ricouer, Paul. Hermeneutika Ilmu Sosial. Terjemahan oleh Muhammad Syukuri 2006. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Said, Mashadi. 1998. Konsep Jati-Diri Manusia Bugis dalam Lontara’: sebuah Telaah Filsafi tentang Kebijaksanaan Bugis). Disertasi tidak diterbitkan. Malang. Program Pascasarja IKIP- Malang.
Saifuddin, Ahmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer : suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Penerbit Prenada Media.
Saryono, Djoko. 2006. Pergumulan Estetika Sastra di Indonesia. Malang: Pustaka Kayutangan.
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 11-24
Suratno, Pardi dan Astiyanto, Henniy. 2004. Gusti Ora Sare: 65 Mutiara Nilai Kearifan Budaya Jawa. Yogyakarta:Penerbit Adiwacana.
Tuhuleley, Said dkk. 2003. Masa Depan Kemanusiaan. Yogyakarta: Jendela.
|
649fa47b-b636-4101-bd38-e7da5a8a43c5 | https://journal.untar.ac.id/index.php/baktimas/article/download/12518/8054 |
## MOTIVASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT KULIAH BAGI SISWA SMA BINAAN ASAK SATHORA DI MASA PANDEMI COVID-19
Rorlen Rorlen 1 , Miharni Tjokrosaputro 2 , Henny Henny 3 dan Jonnardi Jonnardi 4
1 Jurusan Manajemen, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: [email protected]
2 Jurusan Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: [email protected]
3 Jurusan Manajemen, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: [email protected]
4 Jurusan Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: [email protected]
## ABSTRACT
The Covid-19 pandemic caused many of less fortunate students to lose their motivation to continue their education to the university since there are many families being affected by the pandemic. Some of the reasons are time and financial limitations. This is due to the fact that many of those students have to help their parents to earn money. Therefore, this community engagement is aimed to increase the motivation of those less fortunate high school students from ASAK to continue their study to the university in hope for the better future. Methods that used in this programme was debriefing material extension method and motivation to increase the interest of high school students of ASAK Kembangan in area of West Jakarta. The programme was conducted via Zoom on Wednesday, March 17, 2020. The motivational briefing event was attended by 14 high school students and 2 students assisted by ASAK Sathora.. This community engagement begins with provisioning counselling and motivation, and finished with question and answer. Output of this programme will be an article. According to the students, the result of the questionnaire can be very beneficial for them to help self-improvise, develop their mindset and thus will be very eager to participate in the future event.
Keywords: Motivation, Interest, University
## ABSTRAK
Pandemi Covid-19 membuat banyak siswa yang kurang mampu tidak termotivasi untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang perguruan tinggi. Banyak keluarga siswa yang terdampak pandemi Covid-19 ini. Adapun beberapa alasan yang mereka kemukakan adalah keterbatasan waktu dan biaya. Hal ini dikarenakan banyak diantara para siswa tersebut yang harus membantu orang tuanya untuk mencari penghasilan. Oleh karenanya, program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi para siswa kurang mampu SMA binaan ASAK untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi agar mereka bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik. Target luaran yang akan dicapai adalah artikel publikasi. Metode yang dipakai dalam kegiatan ini adalah metode penyuluhan materi pembekalan dan motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi anak SMA binaan ASAK Sathora di daerah Kembangan, Jakarta Barat. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan secara telekonferensi melalui Zoom pada hari Rabu, tanggal 17 Maret 2020. Acara pembekalan motivasi diikuti oleh 14 orang siswa SMA dan 2 mahasiswa binaan ASAK Sathora. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dimulai dari penyuluhan pembekalan dan motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi anak SMA binaan ASAK kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Adapun hasil pengukuran dengan kuestioner atas kegiatan pemberian motivasi ini menurut para siswa dapat sangat mendorong mereka untuk mengembangkan diri, berpola pikir berkembang dan sangat tertarik untuk ambil bagian pada acara yang akan diadakan oleh tim Untar pada kesempatan yang akan datang.
Kata Kunci: Motivasi, Minat, Kuliah
## 1. PENDAHULUAN
## 1.1 Analisis Situasi
Beberapa dekade terakhir, pendidikan tinggi berperan penting untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi seseorang. Pendidikan seseorang di perguruan tinggi memampukan seseorang untuk berkompetisi dengan menciptakan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan (Sadeghzadeh et al., 2015).
Lebih jauh, pendidikan di perguruan tinggi diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Bagi anak dari keluarga kurang mampu, kesempatan untuk meraih pendidikan di perguruan
ISSN 2620-7710 (Versi Cetak)
tinggi menjadi hal yang sulit diraih. Selain itu, ketidakmampuan menempuh pendidikan di perguruan tinggi dapat menimbulkan ketidaksetaraan dalam mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik. Hal ini diakibatkan oleh karena mahalnya pendidikan di perguruan tinggi. Penelitian dari Gregg et al. (2016) menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga mampu dapat berpenghasilan lebih banyak sepanjang hidup dibandingkan rekan-rekan mereka dari keluarga yang kurang mampu, dengan tingkat ketidaksetaraan kesempatan yang tinggi. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka pendidikan di perguruan tinggi diperlukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan daya saing anak-anak kurang mampu tersebut, sehingga mereka bisa mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah.
Selain itu, peran potensial pendidikan tinggi adalah untuk meningkatkan mobilitas sosial, mengikis perbedaan sosial-ekonomi dalam akses dan keluaran dari universitas, serta menambah kontribusi baru pada pencapaian universitas untuk mengikis perbedaan berdasarkan latar belakang keluarga, dan bagaimana hasil dari gelar yang dicapai bisa bervariasi berdasarkan pendapatan orang tua (Crawford et al., 2016).
Masalah yang dihadapi oleh mitra PKM adalah motivasi anak-anak SMA binaan ASAK untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Menurut Vallerand (1992) salah satu konsep terpenting dalam pendidikan adalah motivasi. Lebih jauh lagi, motivasi adalah konsep yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor, tetapi secara umum dapat dirangkum menjadi dua, yaitu motivasi ekstrinsik atau intrinsik. Pengaruh motivasi secara ekstrinsik mengacu pada faktor- faktor eksternal dan pengaruh motivasi secara intrinsik mengacu pada faktor-faktor internal yang berkaitan dengan individu. Motivator internal yaitu kebutuhan intrinsik yang memuaskan seseorang, sedangkan motivator eksternal dianggap sebagai faktor lingkungan yang memotivasi seseorang (Bassy, 2002).
Adapun motivasi awal untuk melanjutkan ke perguruan tinggi biasanya berasal dari orang tua dan SMA asal (Schmidt, 2014). Selain itu, pengalaman dari orang lain yang dipercaya memiliki pengalaman tentang universitas dapat mempermudah siswa dalam mempersiapkan diri untuk meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (York-Anderson & Bowman, 1991).
Dari beberapa studi, diperoleh hasil bahwa selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor pendorong motivasi siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu beasiswa. Penelitian dari Saenz & Barrera (2007) menemukan bahwa faktor biaya kuliah sangat menjadi perhatian bagi anak yang kurang mampu, karena mereka sulit mendapatkan beasiswa dan mereka harus bekerja paruh waktu atau bekerja secara penuh untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Meskipun demikian, anak-anak kurang mampu memiliki kesadaran bahwa pendidikan di perguruan tinggi dapat meningkatkan potensi pendapatan mereka di kemudian hari.
Meskipun demikian, banyak diantara para siswa yang kurang mampu tersebut tidak termotivasi untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang perguruan tinggi. Berbagai alasan yang mereka kemukakan, diantaranya adalah keterbatasan waktu dan biaya. Hal ini dikarenakan banyak diantara para siswa tersebut yang harus membantu orang tuanya untuk mencari nafkah.
ASAK adalah kepanjangan dari Ayo Sekolah Ayo Kuliah. Awal mula program Ayo Sekolah lahir dari seorang umat Paroki Bojong Indah, Santo Thomas Rasul (Sathora) yaitu Bapak Justinus Yanto Jayadi Wibisono. Beliau terinspirasi World Vision yang dengan caranya membantu anak-anak yang putus sekolah. Pada bulan Juli 2007 lahirlah secara resmi program Ayo Sekolah bekerja sama
dengan Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE). Sejumlah 60 anak menerima santunan dari program Ayo Sekolah Sathora saat diluncurkannya program ini yang bertepatan dengan tahun ajaran baru.
Semula dana bantuan PSE bersumber dari 25% kolekte Misa setiap bulan, kini Pengurus/Tim ASAK harus bekerja berbasis data. Selain merapikan data administratif dan mencari penyantun, tim ASAK melakukan kunjungan ke rumah calon anak santun. Sungguh menggembirakan, meskipun hanya dari mulut ke mulut, dalam waktu seminggu, kebutuhan 60 penyantun dapat terpenuhi.
Gerakan kemanusiaan ini terus berjalan. Di tahun ketiga, cakupan ditingkatkan. Tidak hanya sampai sekolah SMA, tetapi sampai kuliah. Dari Paroki Sathora, Pak Yanto diminta untuk mempresentasikannya di 8 paroki yang ada di Dekenat Jakarta Barat. Mulai dari Santo Thomas Rasul ke Paroki Maria Kusuma Karmel Meruya, dan terus bergulir ke paroki-paroki lain di KAJ. Paroki Fransiskus Asisi Tebet merupakan paroki ke 30 yang menerapkan program ASAK pada tanggal 16 Februari 2014 lalu.
Program gerakan ASAK cepat berkembang karena aksi kemanusiaan ini ditunjang oleh dukungan kuat dari hirarki Gereja. Tanggal 14 Februari 2011, program ini dipresentasikan pada pertemuan para imam se-KAJ dan mendapat dukungan penuh dari Uskup KAJ. Bahkan setiap peluncuran gerakan ASAK di Paroki selalu dihadiri oleh Uskup atau salah satu staf Kuria: Vikjen, Vikep, Sekretaris, Ekonom, dan Ketua/Wakil Komisi PSE KAJ.
Saat ini sudah ada 55 paroki di KAJ yang menjalankan program Ayo Sekolah. Di KAJ, program Ayo Sekolah sudah menyantuni 4.920 anak. Sedangkan program Ayo Kuliah menyantuni 719 anak dan 35 anak di seminari. Maka jumlah total anak santun program Ayo Sekolah Ayo Kuliah (ASAK) adalah 5.674 anak dengan 3.211 orang penyantun, dengan jumlah alumni sebanyak 1.800 orang. Adapun mitra dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah anak- anak SMA kurang mampu binaan ASAK paroki Santo Thomas Rasul, Kembangan, Jakarta Barat. Pada Gambar 1 dapat dilihat kondisi rumah beberapa penerima bantuan dari ASAK pada saat dilakukan wawancara awal, dimana gambar tersebut memperlihatkan bahwa penerima bantuan ASAK betul-betul membutuhkan bantuan untuk kelangsungan studi anak-anak mereka.
## Gambar 1
Foto Kondisi Rumah Penerima Bantuan ASAK
ISSN 2620-7710 (Versi Cetak)
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka pengabdian kepada masyarakat yang diusulkan adalah pemberian pembekalan motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi siswa SMA binaan ASAK Sathora di daerah Kembangan, Jakbar.
## 1.2 Permasalahan Mitra
Terdapat dua masalah pokok yang menjadi permasalahan dari mitra pengabdian kepada masyarakat, dalam hal ini ASAK Sathora. Masalah yang pertama adalah bagaimana menumbuhkan semangat dan motivasi untuk para siswa SMA binaan ASAK paroki Santo Thomas Rasul untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, mengingat mereka memiliki keterbatasan biaya, bahkan sekarang mereka bersekolah pun dengan pembiayaan dari donatur ASAK. Kebanyakan dari anak-anak binaan ASAK merasa bahwa mereka tidak perlu melanjutkan ke perguruan tinggi karena keterbatasan biaya dan mereka lebih baik langsung terjun ke dunia kerja sebagai lulusan. Hal ini menimbulkan kecemasan pada pihak ASAK, karena salah satu tujuan ASAK adalah pengentasan kemiskinan dari sisi penyediaan pendidikan bagi anak kurang mampu.
Berbagai cara telah dilakukan oleh para relawan ASAK untuk menumbuhkan semangat anak-anak binaan ASAK tersebut agar memiliki kemauan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Pemberian pengarahan untuk menumbuhkan motivasi ini dibutuhkan oleh anak-anak binaan ASAK tersebut, agar mereka tertarik untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, sebagai salah satu upaya untuk dapat keluar dari jeratan kemiskinan akibat kurangnya pendidikan yang layak.
Adapun masalah yang kedua adalah bagaimana seluk beluk kehidupan maahasiswa di perguruan tinggi. Hal ini mengarahkan para siswa SMA tersebut tentang gambaran yang tepat kehidupan di dunia perguruan tinggi. Secara khusus, kami akan memperkenalkan seluk beluk kehidupan mahasiswa di dunia perguruan tinggi khususnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) secara lebih detil, mengingat fakultas ekonomi dan bisnis adalah fakultas yang memiliki lulusan yang banyak dibutuhkan dunia kerja.
## 1.3 Solusi Mitra
Berdasarkan analisis situasi pada pendahuluan, maka solusi yang ditawarkan pada kegiatan PKM ini adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi siswa SMA binaan ASAK Sathora untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi.
Pemberian motivasi untuk meningkatkan minat kuliah di bidang ekonomi untuk siswa SMA binaan ASAK di daerah Kembangan, Jakbar akan disampaikan oleh tim PKM FEB secara bergantian yang disertai dengan tanya jawab dengan siswa-siswa yang menjadi peserta. Berbagai topik dikemukakan agar siswa-siswa memperoleh gambaran tentang perguruan tinggi beserta seluk beluk kehidupan di perguruan tinggi. Selain itu, siswa SMA tersebut akan diberi penjelasan tentang berbagai jurusan di universitas sesuai peminatan mereka, terutama tentang fakultas ekonomi dan bisnis.
## 2. METODE PELAKSANAAN PKM
Metode yang dipakai dalam Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini adalah metode penyuluhan motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi siswa SMA binaan ASAK di daerah Kembangan, Jakarta Barat. Hal ini digunakan untuk memberikan motivasi untuk tetap mau maju selama masa pandemi Covid-19 bagi siswa SMA tersebut beserta tips kehidupan di perguruan tinggi.
Materi yang akan diberikan dalam Pengabdian Kepada Masyarakat di siswa SMA binaan ASAK Sathora di daerah Kembangan terdiri dari:
## 1. Motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi siswa SMA
2. Tips agar dapat lebih sukses di perguruan tinggi
Tahapan metode pelatihan dalam pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat tersebut terdiri dari:
1. Penyuluhan motivasi untuk meningkatkan minat kuliah bagi siswa SMA binaan ASAK
## 2. Tanya jawab
Kegiatan ini akan dilakukan pada tanggal 17 Maret 2021 selama satu hari yang dimulai dengan acara pembukaan, pembagian materi, penjelasan isi materi, sharing dan tanya jawab .
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini didukung penuh oleh perguruan tinggi Universitas Tarumanagara melalui dana yang diberikan kepada tim pengusul PKM. Tim pengusul adalah tim yang telah memperoleh sertifikasi dosen, sehingga setiap semester pasti akan melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satunya adalah kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM). Kegiatan PKM yang telah dilakukan tim pengusul selama tujuh tahun terakhir adalah kegiatan yang sesuai dengan spesialisasi bidangnya yaitu Pemasaran, Akuntansi Keuangan, Perpajakan, Manajemen Keuangan, Penganggaran, Matematika Ekonomi, dan Audit.
Pembagian tugas tim dalam persiapan, pelaksanaan dan pelaporan hasil kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dapat dilihat pada Tabel 1.
## Tabel 1
## Tugas Tim Pelaksana PKM
NO TIM PELAKSANA PKM TUGAS 1 Dr. Miharni Tjokrosaputro, SE, MM a. Menyusun proposal PKM b. Membuat persiapan untuk pelaksanaan PKM c. Melaksanakan kegiatan PKM d. Menghadiri Monev PKM yang diselenggarakan oleh LPPM 2 Henny, SE, MSi, Ak, CA, BKP a. Menyusun proposal PKM b. Melaksanakan kegiatan PKM c. Menghadiri Monev PKM yang diselenggarakan oleh LPPM d. Menyusun laporan keuangan PKM 3 Rorlen, SE, MM a. Melaksanakan kegiatan PKM b. Menyusun laporan kemajuan PKM c. Menyusun laporan akhir PKM 4 Dr. Jonnardi, SE, MM, CA, CPA a. Menyusun laporan kemajuan PKM b. Menyusun laporan akhir PKM c. Presentasi seminar 5 a. Gisella Cindy (NIM: 115180047) b. Irenia Binardi Wijaya (NIM: 115180055) c. Membuat artikel hasil kegiatan PKM d. Membuat poster hasil kegiatan PKM untuk kegiatan Research Week 2021
Tahapan kegiatan Pembekalan dan Motivasi Untuk Meningkatkan Minat Kuliah Bagi Anak SMA Kurang Mampu Binaan ASAK di Daerah Kembangan Jakarta Barat ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap pelaporan. Gambaran secara rinci untuk masing-masing tahapan akan diuraikan dalam paparan berikut ini:
ISSN 2620-7710 (Versi Cetak)
## Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai pada bulan Februari 2020, dimana tim penulis mengawali kegiatan persiapan kegiatan PKM dengan penyusunan proposal dan melakukan identifikasi masalah pada mitra. Untuk itu, penulis menghubungi pihak ASAK Santo Thomas Rasul dan melakukan wawancara untuk menemukan kebutuhan mitra.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dan setelah proses identifikasi masalah selesai, maka masalah dirumuskan dalam proposal PKM. Setelah itu, proposal kegiatan tersebut disampaikan kepada pihak mitra dengan judul kegiatan “Pembekalan dan Motivasi Untuk Meningkatkan Minat Kuliah Bagi Anak SMA Kurang Mampu Binaan ASAK di Daerah Kembangan Jakarta Barat”. Beberapa hari kemudian penulis mendapatkan surat pernyataan kesediaan yang ditandatangani oleh Ketua ASAK Santo Thomas Rasul, yaitu Ibu Agnes Widyanti sebagai mitra PKM.
Penyusunan materi pelatihan yang akan diberikan kepada para peserta pelatihan dibuat sejak bulan Mei 2020. Materi pelatihan yang disusun terdiri dari beberapa topik, antara lain:
a. Perkenalan
b. Motivasi
c. Growth Mindset vs Fixed Mindset
d. Perbedaan SMA dan Kuliah
e. Jurusan-jurusan di Universitas.
f. Penutup.
Dikarenakan pada bulan Mei 2020 sudah terjadi pandemi Covid-19, maka penulis berdiskusi kembali dengan ketua ASAK tentang kemungkinan dilanjutkannya kegiatan PKM ini melalui teleconference dengan aplikasi Zoom. Adapun tim dari ASAK menyetujui hal ini.
Untuk mematangkan rencana kegiatan ini, pada tanggal 2 Juli 2020 telah dilakukan secara teleconference antara tim PKM dan pengurus ASAK. Adapun fotonya dapat dilihat pada Gambar 2.
## Gambar 2
Foto pada Saat Rapat Secara Teleconference Tanggal 16 Maret 2021
## Tahap Pelaksanaan
Pemberian materi PKM kepada mitra PKM telah dilakukan 1 hari sebelum kegiatan dilangsungkan. Adapun acara berlangsung pada tanggal 17 Maret 2021 pada pukul 17.00 – 18.30 melalui Zoom. Dari 14 peserta yang mendaftar, semuanya hadir. Selain itu, ada 2 orang pengurus ASAK Santo Thomas Rasul yang ikut ambil bagian dalam acara tersebut. Dokumentasi kegiatan dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun susunan acara pada saat berlangsungnya kegiatan dapat dilihat pada Tabel 2.
## Tabel 2
## Susunan Acara Kegiatan Pemberian Motivasi Kuliah Anak ASAK
Waktu Materi 17.00 – 17.10 - Pembukaan oleh ibu Lanny (Ketua ASAK) dan Doa oleh ibu Cecilia (Pengurus ASAK untuk SMA) 17.10 – 17.20 - Perkenalan dari tim PKM FEB Untar 17.20 – 18.00 - Penyampaian Materi 18.00 – 18.20 - Sharing dari tim PKM FEB Untar 18.20 – 18.30 - Tanya Jawab
Acara berjalan lancar, dan anak-anak menanggapi dengan antusias dengan beberapa pertanyaan.
## Tahap Pelaporan
Kegiatan pembuatan laporan dibuat setelah kegiatan PKM pemberian motivasi berkuliah selesai dilakukan.
Sedangkan evaluasi hasil kegiatan ini dapat dilihat dari meningkatnya daya juang anak-anak binaan ASAK, perubahan pada pola pikir serta jumlah anak-anak binaan ASAK yang melanjutkan studi ke jenjang perkuliahan juga meningkat. Dengan adanya peningkatan kearah positif inilah diharapkan sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan PKM kami.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan PKM telah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 17 Maret 2020, melalui aplikasi Zoom. Acara pembekalan motivasi diikuti oleh 14 orang siswa SMA dan 2 mahasiswa binaan ASAK Sathora.
Pemberian materi PKM kepada mitra PKM telah dilakukan 1 hari sebelum kegiatan dilangsungkan. Adapun acara berlangsung pada tanggal 17 Maret 2021 pada pukul 17.00 – 18.30 melalui Zoom. Dari 14 peserta yang mendaftar, semuanya hadir. Selain itu, ada 2 orang pengurus ASAK Santo Thomas Rasul yang ikut ambil bagian dalam acara tersebut.
Pada saat pembukaan, ibu Lanny selaku ketua ASAK Sathora untuk anak SMA menyampaikan beberapa kendala yang terjadi karena masa pandemi ini, diantaranya adalah:
- Peserta pembekalan ini hanya 14 anak karena banyak peserta yang mengundurkan diri terkait pandemi Covid-19 ini.
- Ada himbauan dari ASAK KAJ agar anak ASAK yang akan mengajukan perkuliahan pada tahun ini sebaiknya mengambil kelas online.
Acara berjalan lancar, dan anak-anak menanggapi dengan antusias dengan beberapa pertanyaan. Adapun beberapa pertanyaan tersebut seperti:
ISSN 2620-7710 (Versi Cetak)
- Bagaimana dengan kondisi pembelajaran sekarang selama pandemic dengan system luring?
- Apakah tidak ada program beasiswa untuk anak-anak binaan ASAK?
Dikarenakan anak-anak binaan ASAK mayoritas adalah mereka yang keterbatasan dana untuk melanjutkan kuliah, maka anak-anak sangat mengharapkan adanya program beasiswa yang bisa membantu mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Lanny selaku ketua ASAK Santhora.
Evaluasi atas hasil PKM dilakukan melalui kuesioner yang dibagikan kepada peserta PKM melalui google form atas materi yang diberikan. Adapun hasil evaluasi kegiatan PKM yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.
## Tabel 3
## Hasil Pengukuran Kegiatan PKM Pemberian Motivasi Kuliah Anak ASAK
Pertanyaan Jawaban terbanyak Prosentase 1 Asal Sekolah: SMA Swasta 76,2% 2 Kelas 12 95,2% 3 Sudah menerima bantuan dana dari ASAK selama: > 3 tahun 100% 4 Penyampaian materi: Sangat baik 90,5% 5 Materi Seminar: Sangat berguna 95,2% 6 Menurut anda, apakah pola pikir / mindset perlu dibangun? Sangat perlu 100% 7 Apakah pola pikir berkembang / growth mindset bisa anda terapkan dalam kehidupan sehari2? Sangat bisa 66,7% 8 Apakah materi online seminar ini memotivasi anda untuk mendorong anda untuk mengembangkan diri ? Sangat memotivasi 71,4% 9 Mana yang lebih baik, Pola pikir berkembang atau Fixed mindset Pola pikir berkembang 100% 10 Jika diadakan acara yang lain oleh tim Untar, Apakah anda tertarik untuk ikut ambil bagian pada acara tersebut? Ya 90,5%
## Gambar 3
Foto pada Saat Kegiatan PKM Tanggal 17 Maret 2021
## 4. KESIMPULAN DAN SARAN
Masukan dan saran yang dapat diberikan sebagai bahan perbaikan, antara lain:
- Pemberian motivasi bagi anak ASAK penting dilakukan untuk anak ASAK karena daya juang sebagian anak ASAK relatif rendah.
- Pelaksanaan kegiatan PKM sebaiknya dilaksanakan di awal semester, sehingga para siswa memiliki waktu lebih banyak.
- Kegiatan terlalu singkat, dan secara online membuat para siswa tidak bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada acara ini karena satu dan lain hal.
- Diadakan pelatihan tentang pemilihan jurusan di universitas dan tips sukses dalam study dan karir.
- Universitas Tarumanagara memberikan beasiswa khusus bagi anak binaan ASAK, mengingat ada beberapa anak ASAK yang tertarik untuk studi di Universitas Tarumanagara tetapi terkendala biaya.
Ucapan Terima Kasih ( Acknowledgement )
Tim pelaksana PKM mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Tarumanagara yang telah memberikan kontribusi dana kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat dan para pengurus ASAK serta siswa SMA binaan ASAK Sathora yang terlibat dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.
## REFERENSI
Crawford, C., Gregg, P., Macmillan, L., Vignoles, A., & Wyness, G. (2016). Higher education, career opportunities, and intergenerational inequality. Oxford Review of Economic Policy , 32 (4), 553-575.
Gregg, P., Macmillan, L., & Vittori, C. (2015). Nonlinear Estimation of Lifetime Intergenerational Economic Mobility and the Role of Education. Department of Quantitative Social Science Working Paper. 15-03, University College London .
Sadeghzadeh, A., Nassiriyar, M., Haghshenas, M., & Shahbazi, R. (2015). Higher education job satisfaction and relevance to workforce [J]. Journal of Education , 2.
Saenz, V. & Barrera, D. (2007). What we can learn from UCLA's "First in My Family" data? Retention in Higher Education, 21 (9), 1-3.
Schmidt, H. (2014). Motivations for going to university: A qualitative study and class project. Collected Essays on Learning and Teaching , 7 (2), 106-111.
|
04bd8630-8b70-4fac-b6f5-c32120b78580 | https://jim.usk.ac.id/CES/article/download/20819/10134 |
## PEMODELAN MIKRO DINDING BATA TERKEKANG MENGGUNAKAN APLIKASI ANSYS 2021 R2
Mina Shafira 1 Adrian Ulza 2 Mahlil 3 Nora Abdullah 4
1 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111, Indonesia
2 Peneliti, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center, Banda Aceh 23111, Indonesia 3,4 Dosen, Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111, Indonesia. *corresponding author, email : [email protected]
## Abstract
The wall structure in a house building, usually use redbrick as a material that work as a resistant against earthquake. It works with in-plane direction. This requires the brick wall to be equipped with horizontal elements (tie- beams) and vertical elements (tie-columns). In house walls construction, reinforcing elements built after the brickwork is finish, it is known as Confined Masonry Wall (CMW). This research uses a modeling method with Simplified Micro Modeling (SMM) and a macro model using ANSYS 2021 R2 application. The modeling was carried out as many as 2 variations of bare frame, 2 variations of CMW SMM, and 2 variations of CMW macro models. The results show that the pushover curve of bare frame can achieve convergence, but the model using CPT215 concrete elements is better than SOLID185 which only describes the elastic curve. The models CMW SMM, which used a link as a mortar modification, shows convergent results, but the resulting pushover curve only describes the elastic and brick walls apart from the portal. The macro modeling shows convergent results with an inelastic pushover curve, however torque occurs in the modeling that does not use boundary conditions.
Keywords: confined masonry wall, simplified micro modeling, in-plane load, pushover, ANSYS 2021 R2
## Abstrak
Struktur dinding dalam bangunan rumah, biasanya menggunakan bata sebagai material, berfungsi sebagai penahan beban gempa yang bekerja searah bidang (in-plane). Hal ini mengharuskan konstruksi dilengkapi dengan elemen horizontal (tie-beams) dan elemen vertikal (tie-columns). Elemen penguat dikerjakan setelah pemasangan bata selesai. Sehingga struktur dinding tersebut dianggap sebagai dinding bata terkekang, ataupun Confined Masonry Wall (CMW). Penelitian ini menggunakan metode pemodelan dengan pendekatan mikro model sederhana, ataupun Simplified Micro Modeling (SMM) dan makro model dengan bantuan aplikasi ANSYS 2021 R2. Pemodelan dilakukan sebanyak 2 variasi portal beton bertulang, 2 variasi CMW SMM, dan 2 variasi CMW makro model. Hasil yang diperoleh menunjukkan kurva pushover portal beton bertulang dapat mencapai konvergensi namun model yang menggunakan elemen beton CPT215 lebih baik daripada SOLID185 yang hanya menggambarkan kurva elastik. CMW SMM yang menggunakan link sebagai modifikasi mortar menunjukkan hasil konvergen, namun kurva pushover yang dihasilkan hanya menggambarkan elastik dan dinding bata terlepas dari portal. Pemodelan makro model menunjukkan hasil yang konvergen dengan kurva pushover yang inelastik, namun terjadi torsi pada pemodelan yang tidak menggunakan boundary condition.
Kata kunci: dinding bata terkekang, mikro model sederhana, beban searah bidang, pushover, ANSYS 2021 R2
## 1. Pendahuluan
Pulau Sumatra merupakan suatu wilayah yang berada pada zona rawan bencana. Hal ini salah satunya dikarenakan pulau ini merupakan bagian dari Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak dan berinterkasi pada titik pertemuan Lempeng Indo-Australia yang membentuk suatu palung [1]. Aktivitas Lempeng Indo-Australia dan Eurasia pada zona subduksi sering menimbulkan gempa. Hal ini menjadikan Pulau Sumatra dianggap sebagai salah satu wilayah tektonik aktif di dunia [2]. Menurut [1], peristiwa gempa besar banyak menyebabkan korban jiwa berjatuhan, rusaknya bangunan rumah, gedung, dan infrastruktur lainnya. Pada tahun 2016, gempa
dengan kekuatan magnitudo 6,5 mengguncang Pidie Jaya yang mengakibatkan keruntuhan pada bangunan dan infrastruktur. Berdasarkan hasil survey, salah satu kerusakan yang terjadi dari 3000 perumahan merupakan rumah dengan jenis konstruksi dinding bata terkekang. Kerusakan yang terjadi meliputi kerusakan searah bidang dinding (in plane failure) dan keluar bidang dinding (out-of-plane) [3] . Dalam pembangunan dinding rumah, elemen penguat dikerjakan setelah pemasangan bata selesai. Sehingga komponen struktur dianggap sebagai dinding bata terkekang, ataupun Confined Masonry Wall (CMW). Struktur CMW terlihat serupa dengan sistem rangka struktur beton bertulang dengan dinding pengisi (reinforced concrete frame with masory infill
wall). Namun dalam pengerjaannya struktur beton bertulang dengan dinding pengisi dilakukan dengan pengerjaan struktur pengikat terlebih dahulu kemudian dilakukan pengisian dinding bata [4]. Studi eksperimental yang dilakukan oleh [5] menunjukkan peningkatan kuat geser diagonal yang lebih baik untuk struktur CMW dibandingkan dengan rangka beton bertulang dengan dinding sebagai pengisi. Tergantung daripada skala evaluasi dan akurasi yang dibutuhkan, pemodelan pasangan dinding dapat dimodelkan dengan tiga strategi utama: pemodelan mikrosecara detail, ataupun Detailed Micro Modeling (DMM), pemodelan mikro sederhana, ataupun Simplified Micro Modeling (SMM), dan pemodelan secara makro ataupun macro modeling [6] . Kerumitan pendekatan analisis berbasis DMM, menjadi salah satu alasan pengembangan teknik pemodelan dengan SMM. Berbeda dengan pemodelan secara makro, di mana panel dinding pengisi diidealisasikan oleh elemen tunggal [7], pada SMM, batu bata dimodelkan sebagai blok padat elemen hingga (solid finite element) , mortar dimodelkan sebagai pegas nonlinear (nonlinear spring element) , dan lekatan antara bata dengan mortar dimodelkan sebagai elemen kontak (contact element) [8] .
Dengan pertimbangan batasan sumber daya, pendekatan SMM dipilih sebagai prosedur pemodelan panel dinding, dan pemodelan akan dilakukan dengan aplikasi ANSYS workbench 2021 R2. Pemodelan akan dievaluasi dengan pembebanan monotonik (nonlinear static pushover) , berupa kurva kapasitas untuk mengevaluasi hubungan gaya terhadap perpindahan pada model yang ditinjau. Analisis akan berfokus untuk melakukan investigasi kinerja panel dinding pada searah bidang (in-plane) . Dalam studi ini akan dievaluasi panel dinding ukuran 3:3 dengan ketebalan dinding 10 cm dengan merujuk pada karakteristik bangunan hunian di Aceh. Agar material dinding bata memiliki karakteristik lokal, properti material dinding bata merah ditentukan dengan merujuk penelitian [9].
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana respon CMW dan portal beton bertulang terhadap pembebanan pushover searah bidang dinding melalui pendekatan SMM menggunakan aplikasi ANSYS 2021 R2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon CMW dan portal beton bertulang terhadap pembebanan pushover searah bidang dinding melalui pendekatan SMM menggunakan aplikasi ANSYS 2021 R2 berupa kurva kapasitas. Manfaat
dari penelitian ini ialah untuk melihat lebih detail respon CMW dan portal beton bertulang tipikal dinding rumah di Aceh pada saat terjadinya gempa. Diharapkan dengan penelitian ini respon CMW dan portal beton bertulang akibat pembebanan pushover searah bidang dinding dapat diketahui. Pemodelan ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk ke depannya jika diperlukan assesmen sehingga dapat diketahui area kerusakan pada dinding rumah dan dapat dicarikan solusi perkuatannya.
## 2. Metodologi Penelitian
## 2.1 Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian yang digunakan adalah CMW dan portal beton bertulang ukuran 3:3 dengan ketebalan dinding 10 cm. Pada penelitian ini, dinding dimodelkan menggunakan berbagai jenis elemen yang ada pada aplikasi ANSYS 2021 R2 untuk mereproduksi struktur dinding bata. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data dari penelitian terdahulu. Data sekunder adalah data yang telah tersedia atau telah diolah sehingga siap untuk digunakan sebagai data pendukung pada penelitian.
## 2.2 Pemodelan Material
Struktur dinding dalam bangunan rumah, biasanya menggunakan bata sebagai material, berfungsi sebagai penahan beban gempa yang bekerja searah bidang (in-plane) . Hal ini mengharuskan konstruksi dinding bata dilengkapi dengan elemen horizontal (tie-beams ) dan elemen vertikal (tie-columns) pada keempat sisinya. Kedua elemen ini mampu meningkatkan stabilitas pada dinding ketika diberikan beban gempa secara lateral [4]. Elemen pengekang berupa kolom dan balok pengikat akan melindungi dinding bata dari kehancuran total yang diakibatkan oleh gempa bumi. Elemen-elemen ini mampu menahan beban gravitasi dan dapat meningkatkan stabilitas bangunan. Pada struktur CMW, tulangan akan dipusatkan pada elemen horizontal dan vertikal [10].
## 2.2.1 Beton
Pemodelan beton menurut [11] beton bertulang menitikberatkan pada satu konsep dasar yang disebut under-reinforced . Pemodelan ini direkomendasikan untuk perilaku lentur yang lebih baik. Tujuannya adalah ketika penampang dibebani melampaui batas elastiknya, tulangan dalam zona tegangan tarik akan luluh sebelum
beton berada dalam zona tegangan tekan mencapai regangan nominal (𝜀 𝑐 ) .
Gambar 1. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Beton
Modulus elastisitas beton 𝐸 𝑐 ditentukan menurut (SNI 2847:2019) (MPa):
𝐸 𝑐 = 4700√𝑓′ 𝑐 (2-1)
Keterangan:
𝑓′ 𝑐 = kuat tekan beton Regangan maksimum beton 𝜀 0 ditentukan menurut Hognestad (1951):
𝜀 0 = 2𝑓′ 𝑐 𝐸 𝑐 (2-2)
Berdasarkan penelitian terdahulu [8]
pemodelan beton
menggunakan elemen SOLID185 yang merupakan database dari ANSYS 2021 R2. Dalam penelitian ini akan digunkan elemen CPT215. Hal ini dikarenakan model CPT215 sudah digunakan pada penelitian dan studi terbaru yang dilakukan oleh [12] [13]. Pemodelan menunjukkan hasil yang bagus dan sudah mendekati hasil eksperimental.
## 2.2.2 Baja Tulangan
Berdasarkan SNI 2052:2017, baja tulangan beton merupakan baja karbon atau baja paduan yang berbentuk batang berpenampang bundar. Baja yang digunakan untuk penulangan beton memiliki permukaan polos (BjTP) atau sirip/ulir (BjTS). Baja tulangan polos memiliki penampang bundar dengan permukaan rata sedangkan baja tulangan sirip memiliki sirip melintang dan memanjang untuk meningkatkan daya lekat serta mampu menahan gerakan membujur. Beberapa model hubungan gaya- regangan telah diusulkan pada penelitian- penelitian sebelumnya, salah satu yang sudah cukup termutakhirkan adalah berdasarkan [14].
## Gambar 2. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Baja Tulangan
Kurva hubungan gaya-regangan pada Gambar 5 dapat diperoleh dengan ketentuan sebagai berikut:
𝑓 = 𝑓 𝑦 + (𝑓 𝑢 − 𝑓 𝑦 )√1 − (𝜀 − 𝜀 𝑠𝑢 ) 2 (𝜀 𝑠𝑢 − 𝜀 𝑠ℎ ) 2 (2-3)
𝜀 𝑦 = 𝑓 𝑦 𝐸 𝑠 (2-4)
Keterangan: 𝑓 𝑦
= tegangan leleh (kN);
𝑓 𝑢 = tegangan ultimit (kN); 𝜀 = regangan; 𝜀 𝑦 = regangan leleh;
𝜀 𝑠𝑢 = regangan ultimit; 𝜀 𝑠ℎ = regangan hardening ; dan 𝐸 𝑠 = modulus elastisitas baja
• Tulangan utama balok dan kolom: 4Ø12
• Tulangan sengkang balok dan kolom: Ø6- 150
• Tulangan utama sloof: 4Ø16
• Tulangan sengkang sloof: Ø10-100
2.2.3 Bata
Ketahanan beban lateral CMW bergantung pada kekuatan batu bata yang digunakan. Dinding dengan batu bata mutu tinggi atau solid mempunyai kakuatan yang besar [10]. Untuk menggambarkan perilaku mekanis batu bata biasanya dilakukan uji tekan sederhana. Sedangkan untuk mendapat karakteristik yang lengkap, dilakukan pengujian dengan mempertimbangkan arah yang berbeda. Hasil pengujian akan memperoleh kurva tegangan- regangan batu bata. Batu bata dengan ukuran tipikal bata di Aceh yaitu 20 cm x 10 cm x 5 cm.
## 2.2.4 Mortar
Untuk menggambarkan perilaku mekanik mortar, dapat dilakukan tes yang berbeda. Pertama, uji tekan sederhana menggunakan benda uji kubik atau silender. Hasil pengujian ini akan
memperoleh kurva tegangan-regangan mortar dan karakteristik kuat tekan. Untuk menentukan kuat tarik mortar, dapat dilakukan uji kuat tarik uniaksial, uji tarik belah, dan kuat tarik lentur [8]. Terdapat 2 jenis mortar, yaitu mortar yang dimodifikasi menjadi link dengan diameter 10 mm dan mortar yang tidak dimodifikasi dengan tebal 9 mm.
## 2.3 Pemodelan Struktur
2.3.1 Pemodelan portal beton bertulang
Pemodelan portal beton bertulang dilakukan sebanyak 2 variasi
• Portal A dimodelkan menggunakan elemen SOLID185 sebagai material beton, beban pushover diberikan pada permukaan balok, mengatur auto time stepping pada ANSYS
sebagai program controlled, dan pengaturan contact region mengikuti program ANSYS menggunakan tipe bonded.
• Portal E dimodelkan menggunakan elemen CPT215 sebagai material beton, beban pushover diberikan pada permukaan balok,
pengaturan auto time stepping pada ANSYS diatur sebagai program controlled, dan pengaturan contact region mengikuti program ANSYS menggunakan tipe bonded.
## 2.3.2 Pemodelan dinding bata terkekang
Dinding bata terkekang ataupun Confined Masonry Wall (CMW) dirancang agar mampu menahan beban gempa. Dalam pengerjaannya, dinding dibangun terlebih dahulu. Jika pasangan bata sudah memiliki ikatan yang memadai, kemudian di sekelilingnya dipasang kerangka beton bertulang atau elemen pengikat, sehingga komponen struktur dianggap sebagai CMW [4] [15].
## Gambar 3. Dinding Bata Terkekang
Pemodelan CMW dilakukan dengan pendekatan SMM dan pendekatan makro . Pemodelan mikro yang disederhankan artinya, batu bata dimodelkan sebagai blok padat elemen
hingga (solid finite element) , mortar dimodelkan sebagai elemen joint (joint element) [8] .
## Gambar 4. Pemodelan SMM
Pemodelan makro model dilakukan dengan menganggap pasangan bata sebagai elemen yang homogen sehingga hanya dapat menggambarkan perilaku umum dan tidak dapat menggambarkan semua mekanisme kegagalan [8].
## Gambar 5. Pemodelan Makro
• CMW SMM A
Pemodelan CMW SMM A menggunakan mortar yang dimodifikasi menjadi link. Beban pushover diberikan pada permukaan balok, dan pengaturan auto time stepping pada ANSYS diatur sebagai program controlled . Contact region hanya diberikan pada pertemuan antar beton dengan beton menggunakan tipe bonded. Diberikan boundary condition berupa displacement arah z.
• CMW SMM B
Pemodelan CMW SMM B merupakan pemodelan tanpa memodifikasi material mortar dan mortar dengan arah vertikal- horizontal tidak menyatu, beban pushover diberikan pada permukaan bearing pad ,
pengaturan auto time stepping pada ANSYS diatur sebagai program controlled, dan pengaturan contact region mengikuti program ANSYS menggunakan tipe bonded.
• CMW Makro A
Pemodelan CMW Makro A menggunakan pasangan bata dengan ukuran 290 cm x 290 cm x 10 cm. Beban pushover
diberikan pada permukaan bearing pad , dan pengaturan auto time stepping pada ANSYS diatur sebagai program controlled , dan pengaturan contact region mengikuti program ANSYS menggunakan tipe bonded.
• CMW Makro B
Pemodelan CMW Makro B merupakan pemodelan yang dimodifikasi berdasarkan CMW Makro A. Namun pada pemodelan ini beban pushover diberikan pada permukaan balok, pengaturan contact region diberikan pada pertemuan beton dengan beton dan mortar dengan beton menggunakan tipe bonded. Model ini juga diberikan boundary condition berupa displacement arah z.
## 2.4 Pembebanan
Beban-dorong “ pushover ” merupakan suatu prosedur analisis statis menggunakan pendekatan teknik simplifikasi analisis nonlinear untuk memperkirakan deformasi inelastik sistem struktur. Struktur diberikan beban pushover dalam arah lateral. Pembebanan pada analisis pushover diperbesar secara bertahap hingga target deformasi tertentu atau konvergensi perhitungan numerik tidak dapat dicapai [16]. Dalam ekperimental pembebanan pushover biasa disebut sebagai pembebanan lateral statik secara monotonik.
Pada penelitian ini, pembebanan yang dimasukkan dalam perangkat lunak ANSYS 2021 R2 merupakan beban yang ditinjau dalam perencanaan struktur. Pembebanan pushover yang diberikan searah bidang dinding melalui kontrol perpindahan yaitu sebesar 180 mm pada permukaan balok untuk portal beton bertulang dan 30 mm untuk CMW.
## 2.5 Analisis Data
Pemodelan yang sudah diberikan pembebanan selanjutnya akan di run pada aplikasi ANSYS 2021 R2. Aplikasi ini merupakan perangkat lunak yang kuat untuk masalah kompleks. ANSYS memiliki sistem yang dapat dimodelkan, mendesain, menganalisis, dan mensimulasikan suatu struktur. Analisis dari aplikasi ANSYS ini ialah, perilaku perpindahan, kurva histerisis, kurva pushover , grafik tekan pada sumbu x, y, dan xy, grafik tegangan utama, grafik gaya aksial pada kontak vertikal dan horizontal, grafik gaya aksial pada pegas vertikal dan
horizontal, grafik gaya gesekan pada kontak vertikal dan horizontal, grafik gaya transversal pada pegas vertikal dan horizontal, grafik situasi kontak pada vertikal dan horizontal, grafik gaya aksial pada batang tulangan dinding, diagram vektor untuk tegangan utama di dinding dan analisis lainnya [8]. Beberapa elemen pemodelan pada aplikasi ANSYS 2021 R2 ialah elemen microplane, elemen solid (solid finite elements) , dan elemen kontak (contact elements). Hasil dari running akan dianalisis datanya sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, analisis data yang dilakukan ialah terkait perilaku portal beton bertulang dan CMW. Jika simulasi yang dilakukan gagal untuk menyelesaikan sepenuhnya, maka simulasi dianggap tidak konvergen.
## 2.5.1 Perilaku dinding bata terkekang
Penelitian ini akan mengevaluasi respon struktur CMW akibat pembebanan pushover searah bidang dinding melalui pendekatan SMM. Hasil pembebanan akan menggambarkan kurva hubungan gaya dan deformasi untuk pemodelan numerikal CMW.
## 2.5.2 Perilaku portal beton bertulang
Penelitian ini akan mengevaluasi respon struktur portal beton bertulang akibat pembebanan pushover searah bidang dinding melalui pendekatan SMM. Hasil pembebanan akan menggambarkan kurva hubungan gaya dan deformasi untuk pemodelan numerikal portal beton bertulang.
## 3. Hasil dan Pembahasan
## 3.1 Pemodelan Portal Beton Bertulang
Perbandingan kurva pushover
## Gambar 6. Kurva Perbandingan Hubungan Perpindahan-Gaya Portal
Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat bahwa hubungan perpindahan-gaya pada portal A menunjukkan kurva elastik sedangkan portal B, menunjukkan hubungan gaya-perpindahan
0 10 20 30 40 0 50 100 150 200 Ga y a (kN) Perpindahan (mm) Portal A Portal B
inelastik. Hal ini membuktikan bahwa pemodelan beton menggunakan elemen CPT215 lebih baik dibandingkan elemen SOLID185.
## 3.2 Pemodelan Dinding Bata Terkekang
## 3.2.1 CMW SMM
Perbandingan kurva pushover
## Gambar 7. Kurva Perbandingan Hubungan Perpindahan-Gaya SMM
Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat bahwa CMW SMM A menunjukkan kurva elastik sedangkan CMW SMM B menunjukkan kurva inelastik. Dapat dilihat pula bahwa kurva CMW SMM B menunjukkan nilai gaya yang besar namun perpindahannya sangat kecil. CMW SMM A dapat mencapai konvergensi, namun dinding bata terlepas dari portal beton bertulang. Sedangkan CMW SMM B gagal untuk mencapai konvergensi.
## 3.2.2 CMW Makro
Perbandingan kurva pushover
## Gambar 8. Kurva Perbandingan Hubungan Perpindahan-Gaya Makro Model
Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat bahwa kurva CMW Makro A gagal mencapai konvergensi. Pemodelan ini juga terjadi torsi pada arah z dan bearing pad menjadi pecah. Berdasarkan hasil pemodelan CMW Makro A, peneliti memodifikasi model dengan menghilangkan bearing pad dan memberikan boundary condition pada arah z untuk menghindari adanya torsi. Setelah dilakukan run program hasil
yang diperoleh ialah CMW Makro B dapat mencapai konvergensi namun terdapat indikasi bahwa pemodelan ini eror karena hasil yang diperoleh sangat kaku.
3.3 Perbandingan Kurva Pushover Portal dan CMW
## 3.3.1 Portal-CMW SMM
## Gambar 9. Kurva Perbandingan Pushover Portal- CMW SMM
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa, adanya pengaruh dinding bata terhadap kekuatan struktur portal. Namun kedua model CMW SMM diatas tidak menunjukkan hasil yang konvergen.
## 3.3.2 Portal-CMW makro model
## Gambar 10. Kurva Perbandingan Pushover Portal- CMW Makro Model
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa, adanya pengaruh dinding bata terhadap kekuatan struktur portal.
## 4. Kesimpulan dan Saran
## 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pemodelan pada pembahasan di atas, maka diperoleh beberapa kesimpulan tentang pemodelan dinding bata terkekang menggunakan aplikasi ANSYS 2021
0 20 40 60 80 0 10 20 30 40 Gay a (kN) Perpindahan (mm) CMW SMM A CMW SMM B 0 100 200 300 400 500 600 0 5 10 15 20 25 30 35 Ga y a (kN) Perpindahan (mm) CMW Makro A CMW Makro B 0 20 40 60 80 0 50 100 150 200 Ga y a (kN) Perpindahan (mm) CMW SMM A CMW SMM B Portal 0 100 200 300 400 500 600 0 50 100 150 200 Ga y a (kN) Perpindahan (mm) CMW Makro A CMW Makro B Portal
R2, kesimpulan yang dapat diambil ialah Struktur yang menggunakan dinding, kekuatannya lebih besar daripada portal beton bertulang saja.
## 4.2 Saran
Saran penelitian selanjutnya ialah mencari lebih banyak literatur terkait program ANSYS, Sebaiknya pemodelan dilakukan menggunakan data uji eksperimental agar dapat dilakukan perbandingan atau validasi, dan Menggunakan jenis elemen selain yang sudah digunakan dalam penelitian ini.
## Daftar Pustaka
[1] P. S. G. N. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia, Bandung: Kementrian PUPR, 2017.
[2] R. McCaffrey, "The Tectonic Framework of the Sumatran Subduction Zone," Annual Review of Earth and Planetary Sciences, pp. 345-366, 2009.
[3] Y. Idris, P. Cummins, I. Rusydy, U. Muksin, Syamsidik, M. Habibie and E. Meilianda, "Post- Earthquake Damage Assessment After The 6.5 mw Earthquake on December, 7th 2016 in Pidie Jaya, Indonesia," Journal of Earthquake Engineering, pp. 1-18, 2019.
[4] R. Meli, S. Brzev, M. Astroza, T. Boen, F. Crisafulli, J. Dai, M. Farsi, T. Hart, A. Mebarki, A. S. Moghadam, D. Quiun, M. Tomazevic and L. Yamin, Seismic Design Guide for Low-Rise Confined Masonry Buildings, Oakland, California: Earthquake Engineering Research Institute, 2011.
[5] F. Rivai and M. Teguh, "Uji Geser Diagonal pada Dinding Pasangan Batako-Kait berdasarkan Standar ASTM E519-02-2002," Universitas Islam Indonesia, 2018.
[6] P. Lourenco, Computational Strategy for Masonry Structures, Netherlands: Delft University Press, 1996.
[7] M. Fardis, RC Frame Under Earthquake Loading, London: Thomas Telford, 1996.
[8] J. Barraza, Numerical Model for Nonlinear Analysis of Masonry Walls, Chile: Rheinisch Westfälische Technische Hochschule Aachen, 2012.
[9] M. Sari, Perilaku Lateral Siklik Portal Beton Bertulang Berisi Dinding Bata Merah, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2017.
[10] S. Brzev, Earthquake-Resistant Confined Masonry Construction, Burnaby, BC, Canada: National Information Center of Earthquake Engineering, 2007.
[11] E. Hognestad, A Study Of Combined Bending And Axial Load in Reinforced Concrete Members, Urbana: University of Illinois, 1951.
[12] C. Chalioris, M. Favvata and C. Karayannis, "Reinforced Concrete Beam–Column Joints with Crossed Inclined," Earthquake engineering and structural dynamics, pp. 881-897, 2008.
[13] I. Zreid and M. Kaliske, "A Gradient Enhanced Plasticity–Damage Microplane Model for Concrete," Computational Mechanics, pp. 1239- 1257, 2018.
[14] R. Park and T. Paulay, Reinforced Concrete Structures, New Zealand: A Wiley-Interscience Publication, 1973.
[15] A. Lang, F. Crisafulli and G. Torrisi, "Overview and Assessment of Analysis Techniques for Confined Masonry Buildings," in Proceedings of the 10th National Conference on Earthquake Engineering , Anchorage, Alaska, 2014.
[16] A. Ulza, Teori Dan Praktik Evaluasi Struktur Beton Bertulang Berbasis Desain Kinerja, Yogyakarta: Deepublish, 2021.
[17] Sunarjo, M. Gunawan and S. Pribadi, Gempa Bumi Edisi Populer, Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012.
[18] A. Inc, ANSYS Workbench Documentation, USA: ANSYS, Inc, 2005.
[19] N. Ravichandran, D. Losanno and F. Parisi, "Comparative Assessment of Finite Element Macro-Modelling Approaches for Seismic Analysis of Non-Engineered Masonry Constructions," Bulletin of Earthquake
Engineering, 2021.
|
44e98b95-6cda-4619-88cf-5949175fd87d | https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPSU/article/download/74746/28238 |
## INTOLERANSI AGAMA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT MINORITAS DI KOTA CILEGON-BANTEN
Iis Munawaroh 1 , Wahid Abdul Kudus 2
Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Serang, Indonesia 1, 2
E-mail : [email protected] 1 , [email protected] 2
## Abstrak
Artikel ini berisi tentang multikulturalisme yang ada di kota cilegon tidak berjalan dengan baik karena adanya diskriminasi yang menyebabkan perjuangan hak agama Kristen yang merupakan minoritas di kota cilegon karena adanya diskriminasi dari kaum mayoritas di kota cilegon yang beragama Islam. Maka dari itu banyak faktor yang melatar belakangi rasa intoleransi yang seharusnya tidak terjadi di Indinesia karena menentang UUD 1945. Intoleransi ini terlihat dari adanya penolakan pembangunan Greja Kristen yang merupakan tempat ibadah yang seharusnya ada di setiap daerah karena merupakan salah satu dari pencerminan UUD 1945. Kasus ini juga akan membedah konflik ini dengan menggunakan teori politik identitas tepatnya teori Hak Minoritas dalam masyarakat multicultural yang dikemukakan oleh Will Kymlicka. Maka dari itu banyak faktor yang menjadi rasa penasaran penulis mengenai intolernsi dan perjuangan hak minoritas Agama Kristen di Kota Cilegon.
Kata kunci: intoleransi beragama, perjuangan hak, minoritas
## Abstract
This article is about multiculturalism in the city of Cilegon which is not going well because of discrimination which has led to the struggle for the rights of Christians who are a minority in the city of Cilegon due to discrimination from the majority in the city of Cilegon who are Muslim. Therefore, there are many factors behind the sense of intolerance that should not occur in Indonesia because it opposes the 1945 Constitution. This intolerance can be seen from the rejection of the construction of a Christian Church which is a place of worship that should exist in every region because it is one of the reflections of the 1945 Constitution. The case It will also dissect this conflict by using the theory of identity politics, specifically the theory of Minority Rights in a multicultural society put forward by Will Kymlicka. Therefore, there are many factors that make the writer curious about intolerance and the struggle for the rights of the Christian religious minority in Cilegon City.
## Keywords: religious intolerance, struggle for rights, minorities
## PENDAHULUAN
Imperatif pentingnya agama dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di kehidupan selanjutnya. Agama berperan sebagai pedoman, penanda, pegangan dan pedoman dalam menghadapi kehidupan di era globalisasi yang penuh ketidakpastian.
Agama memainkan peran yang
sangat penting dalam konstruksi identitas nasional suatu negara karena mampu menciptakan kohesi sosial yang mendukung pembentukan identitas nasional melalui simbol, ritual, norma, dan jaringan global. Agama memiliki beberapa fungsi penting dalam kehidupan manusia, misalnya: ajaran agama menghidupkan kembali nilai-nilai luhur moralitas, dan juga berfungsi sebagai aturan perilaku umat beriman dalam kehidupan sehari-hari, yang mempengaruhi pembentukan agama. perilaku manusia sehari-hari.
Selain kebutuhan material dan spiritual, kebutuhan sarana dan prasarana ibadah juga tidak kalah pentingnya yaitu tempat ibadah yang layak dan layak sebagai tempat ibadah serta toleransi yang baik dengan masyarakat setempat agar terhindar dari kritikan. atau kritik Menghina agama lain dengan alasan apapun. Oleh karena itu, harus ada sikap moderat dalam beragama.
Netralitas beragama adalah semacam koeksistensi yang rukun, saling menghormati, perhatian dan toleransi, dan tanpa perselisihan karena perbedaan, sehingga masyarakat yang kita tempati dapat mencapai kerukunan beragama.
Multikulturalisme antar umat beragama yakni salah satu ciri bangsa Indonesia, namun perbedaan lain seperti ras dan etnis merupakan bagian dari masyarakat Indonesia itu sendiri dan sudah ada sebelum terbentuknya bangsa Indonesia.
Ada banyak agama di negara ini, termasuk Indonesia. Indonesia adalah negara dengan berbagai suku, budaya dan agama. Di Indonesia sendiri, 85% penduduknya beragama Islam, namun Indonesia membiarkan warganya bebas
memilih agamanya karena Indonesia adalah negara majemuk.
Agama mereka kebanyakan umat Islam tidak mau membangun tempat ibadah atau berbenturan dengan agama lain, salah satunya adalah tumbuhnya ibadah Kristen, sehingga ada minoritas dalam pertarungan ini. Ternyata tidak ada apa-apa. Karena mengambil tempat di tanah Cintangkil. Kabupaten, Kota Cilegon, Provinsi Banten.
Pada masa konflik di Desa Zhitangji, Kotapraja Cilegon, sebagian besar umat Islam di Desa Zhitangji tidak mau mengembangkan kepercayaan Kristen. Menurut data tahun 2013, Kota Cilegon memiliki jumlah penduduk sebesar 335.913 jiwa, dimana 97,64% beragama Islam, dibandingkan dengan 36% pemeluk agama lain di Kecamatan 2 Cilegon.
Data BPS tahun 2019 menunjukkan ada 382 masjid dan 287 mushola di Kota Cilegon yang tidak terdaftar sebagai gereja, biara, atau biara. Padahal, populasi non- Muslim pada tahun yang sama setidaknya 6.740 orang Kristen, 1.743 Katolik, 215 Hindu, 215 Buddha, dan 7 Konghucu. Setiap orang membutuhkan tempat untuk beribadah.
Tercatat HKBP Maranatha Cilegon telah mendapata 4 kali penolakan izin bangun gereja sejak 2006 sementara Gereja Baptis Indonesia Cilegon sudah 5 kali ditolak izin bangunya sejak 1995 dan mengalami 10 kali upaya penutupan paksa dan penyegelan, bahkan ada upaya pembongkaran paksa seng yang menutupi lokasi HKBP Maranatha Cilegon.
Pancasila yakni sebuah dasar negara Indonesia, sebagai dasar faslafah hukum negara yang berisikan pada sila pertama dan kelima, yaitu (1. Ketuhanan Yang Maha Esa dan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Tentu saja, karna mayoritas orang Indonesia memiliki keyakinan agama yang berbeda, mereka didorong untuk menunaikan kewajiban agamanya, yaitu beribadah.
Dalam melaksanakan peraturan bersama menteri agama no. 9 dan menteri dalam negeri no. 8 tahun 2006, peran FKUB ini sangat penting dalam menjaga kerukunan serta selalu berusaha
e-Journal Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha Jurusan Sejarah, Sosiologi dan Perpustakaan (Volume 5 Nomor 3 Tahun 2023)
melaksanakan apa yang tertua dalam peraturan tersebut. Dalam
hal pembangunan ini, banyaknya masyarakat- masyarakat yang terganggu serta merasa resah dengan adannya tempat ibadah Kristen di kota cilegon.
Kontroversi atas layanan keagamaan yang belum terselesaikan atau masalah hak minoritas yang berasal dari oposisi mayoritas terhadap kerukunan umat beragama tidak bisa di pecahkan dari peran pentingnya sebagai wadah kerukunan umat beragama. Komunitas Muslim Cilegon
menentangnya karena bisa mengganggu aktivitas Islam di sana. Oleh karena itu umat Kristiani harus pergi ke kota Serang untuk beribadah setiap minggu, karena di kota Cilegon tidak ada gereja.
Sehingga setiap minggu umat kristiani harus pergi ke kota Serang untuk beribadah karena tidak adanya gereja di kota Cilegon. Proses pembangunan gereja yang diusahakan oleh umat kristiani mendapat penolakan akibat "belum memenuhi izin". padahal laporan setara institutpada tahun 2010 juga menunjukan bahwa otoritas setempat belum memberi kempatan pembangunan gereja akibat tidak ada persetujuan warga padahal terdapat sekitar 6000 warga kristen dan 1000 warga katolik disana. Belum lagi masih ada nasib 400 warga hindu dan buddha yang tinggal disana.
HKBP Maranatha Cilegon telah empat kali ditolak izin perencanaan gerejanya sejak 2006, sedangkan Gereja Baptis Indonesia Cilegon telah ditolak izin perencanaan sebanyak lima kali sejak 1995, yang memaksa penutupan dan penyegelan 10 perusahaan.
Hal ini membuat kota Cilegon beberapa kali tercatat menjadi kota toleransi terendah secara institut2015- 2021). tapi baru- baru ini ada kabar baik bagi umat kristiani di Kota Cilegon dari Menteri Agama Republik Indonesia Menag Yaqut mendorong pembangunan gereja di kota Cilegon bahkan menegur wali kota Cilegon Menaq jika izin tidak kunjung selesai Menag akan membereskan langsung perizinannya.
Menteri Agama akan segera menerbitkan izin tersebut. Namun sayangnya, baru-baru ini muncul kasus penolakan pembangunan gereja, dan kali ini Wali Kota Cilegon juga menandatangani kesepakatan dengan pemerintah kota untuk melarang pembangunan gereja dengan meneriakkan "Takbir". Staf Khusus Menteri Agama Nuruzzaman menanggapi peristiwa Celegon melanggar UUD
Administrasi Negara.
Maka dari itu kami sebagai penulis ingin membedah secara mendalam lagi terkait apa saja alasan umat beragama dikota cilegon, dan hak-hak kaum minoritas yang bukan beragama Islam yang tidak diperbolehkan untuk membangun
tempat ibadahnya dikarenakan alasan dapat mengganggu umat Muslim? Apakah hanya itu saja yang menjadi alasan tidak diperbolehkan nya pembangunan tempat beribadah selain tempat beribadah agama Islam?. Dan penulis juga ingin membedah bagaimana peran FKUB dalam mengatasi terjadinya konflik beragama.
## METODE
Metode Penelitian Pada dasarnya metode penelitian merupakan suatu cara bagimana seorang peneliti dapat menyusun karya ilmiah dengan baik, dimana metode penelitian dapat menganalisis sebuah data dan informasi serta menyusun penelitian sesuai dengan topik penelitian. Maka dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif unggul dalam membangun dan membangun realitas sosial dan makna budaya dengan berfokus pada peristiwa interaktif. Metode pencarian perpustakaan dan percakapan media sosial digunakan untuk mendapatkan bahan penelitian. Data yang diperoleh melalui proses ini kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Analisis kualitatif deskriptif mengacu pada data yang diambil dari subjek yang diteliti dan mengungkapkan peristiwa yang
e-Journal Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha Jurusan Sejarah, Sosiologi dan Perpustakaan (Volume 5 Nomor 3 Tahun 2023)
melingkupi subjek dalam bentuk kata atau kalimat.
Menurut Bogdan dan Biglen (dalam Moleong, 2009:248) mengatakan bahwa analisis data kualitatif merupakan suatu upaya yang dilakukan peneliti untuk mengolah data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang bisa diolah, mensintesiskan, mencari, dan menemukan pola yang penting dari apa yang dipelajari dan diceritakan kepada orang lain. penyusun Jika demikian, di mana penulis mencari Gereja Cilegon? Lokasi dan tempat tersebut dipilih karena adanya situasi konflik antar umat beragama di Kota Cilegon, khususnya perebutan hak beribadah umat Kristiani dan penolakan umat Islam untuk mendukung pembangunan gereja di Kota Cilegon.
Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis permasalahan tersebut melalui metode analisis atau metode kualitatif deskriptif dalam hasil dan pembahasan. Pendekatan ini memecahkan masalah dan kemudian menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada sebuah negara pasti memiliki kaum mayoritas dan kaum minoritas. Mayoritas adalah sekelompok orang yang memerintah suatu negara atau wilayah dan berbagi identitas agama, etnis, sosial dan budaya. Sedangkan minoritas adalah individu atau kelompok yang jumlahnya lebih sedikit dari mayoritas, karena minoritas lebih sedikit dari mayoritas, karena mayoritas selalu mendiskriminasi atau terkadang mengalahkan minoritas, padahal minoritas memiliki hak dengan mayoritas. . Secara khusus, ketika kita berbicara tentang hak minoritas, seperti kebebasan sosial, politik dan agama, ini adalah hak asasi manusia yang tersirat atau tidak dapat dicabut. Pasal 27, 28, 29, 30 dan 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui perlindungan hak asasi manusia dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terkait hak minoritas, kebebasan beragama sudah dijalankan dengan baik,
namun masih ada konflik antara minoritas dan mayoritas, misalnya di Sintangkil, Banten,
Kabupaten Cilegon. Saat membangun tempat ibadah, khususnya gereja, bagi non muslim akan menimbulkan konflik, sebagian besar masyarakat merasa tidak nyaman membangun tempat ibadah di sekitarnya.
Menurut Kymlicka (1995), hak seorang individu sangat berhubungan dengan hak sebuah kelompok ketika hak sebuah kelompok itu tidak dapat dipenuhi maka hak individu nya juga tidak akan terpenuhi, seperti ketika hak kaum minoritas agama Kristen tidak terpenuhi untuk beribadah maka hak setiap individu nya juga tidak akan terpenuhi untuk melaksanakan ibadahnya, sehingga hak kaum minoritas harus diperjuangkan.
Dalam hal ini dapat dikatakan hak minoritas tidak dihormati, karena jika minoritas non muslim Cilegon menunaikan kewajibannya maka tidak akan dibangun tempat ibadah di Cilegon. Saya jatuh cinta Jika Anda melangkah lebih jauh, Anda akan mencapai kota Cilegon. Jika Anda ingin mengakhiri aliran sesat, seranglah. Prasangka adalah sesuatu yang tidak ingin diremehkan oleh siapa pun karena prasangka adalah sikap yang menunjukkan prasangka yang tidak diinginkan atau tidak pantas terhadap suatu kelompok atau individu. Intoleransi dapat berupa kebencian ras, etnis atau bahkan agama.
Kefanatikan adalah perilaku negatif di bawah penyederhanaan palsu dari "prasangka". Sebagai prasangka dibagi menjadi tiga bagian; (1) komponen kognitif meliputi stereotip “outgroup underestimation”; (2) komponen emosional ekstrim yang melibatkan keengganan atau keengganan terhadap orang asing; (3) komponen perilaku negatif yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, bahkan orientasi sosial dan politik.
Dalam hal ini, intoleransi sebagian umat Islam di Kota Cilegon mengekspresikan permusuhan mereka terhadap keragaman, karena mayoritas, yaitu umat Islam, menolak minoritas Kristen yang mencoba mendirikan tempat ibadah. Karena pada dasarnya dalam UUD
e-Journal Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha Jurusan Sejarah, Sosiologi dan Perpustakaan (Volume 5 Nomor 3 Tahun 2023)
1945 saja menganjurkan setiap warga negara bebas memilih agamanya dan menjalankan kewajiban beragamanya dan salah satunya yaitu mendirikan tempat ibadah, karena tempat ibadah merupakan tempat dimana seluruh umat yang menganut agama tertentu berkumpul karena di yakini memiliki nilai atau pahala lebih jika beribadah di tempat ibadah.
Begitu pula umat Kristen di Cilegon, mereka seharusnya memiliki hak yang sama dalam menunaikan kewajiban mereka untuk beribadah di Rumah Ibadah mereka yaitu Greja dimana seharusnya juga mereka leluasa untuk beribadah setiap waktu dimana mereka tidak memiliki cukup waktu untuk beribadah ke Greja yang bertempat di Kota Serang walaupun difasilitasi dalam hal transportasi namun, hanya dihari-hari tertentu seperti hari Minggu.
Pembangunan rumah ibadah bagi non muslim di kota cilegon sudah menjadi hal yang kontroversial di berbagai masyarakat. Walaupun hal ini menjadi hal polemik bagi masyarakat, akan tetapi dari pihak kementerian agama kota cilegon mengatakan, kebebasan beragama merupakan hak setiap masyarakat, namun ia mengatakan bawha fasilitas keagamaan pun merupakan tanggung jawab negara. “justru negara itu harus memfasilitasi umat beragama ”, ujar Mahmudi selaku dari pihakt kementerian agama kota Cilegon.
Agar penduduk setempat tidak menghalangi pembangunannya, aturan pembangunan tempat suci non-Muslim harus diubah. Pengabaian atau penolakan terhadap gereja ini merupakan kisah yang berulang. Untuk berbagai alasan, mis. tidak mengikuti aturan tanpa izin. Kebanyakan orang menggunakannya secara teratur untuk membenarkan perilaku yang tidak dapat ditoleransi.
Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006, kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
saling menghormati,
menghargai
kesetaraan dalam
pengamalan ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945.
Dalam peraturan di atas, daerah cilegon memiliki suatu organisasi yang bernama FKUB (forum kerukunan Umat beragama). peran FKUB dalam organisasi yaitu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai menjaga pentingnya kerukunan yang ada. Pada peran yang telah dilakukan FKUB kota cilegon dalam penutupan rumah ibadah sudah efektif dan baik, karna selama permasalahan ini tidak ada pihak yang dirugikan dan dapat diselesaikan.
Dalam melaksanakan peraturan bersama menteri agama no. 9 dan menteri dalam negeri no. 8 tahun 2006, peran FKUB ini sangat penting dalam menjaga kerukunan serta selalu berusaha melaksanakan apa yang tertua dalam peraturan tersebut.
Dalam hal pembangunan ini, banyaknya masyarakat- masyarakat yang terganggu serta merasa resah dengan adannya tempat ibadah Kristen di kota cilegon.
Banyak pihak yang mengkhawatirkan perkembangan ini dan mengkhawatirkan keberadaan sekte-sekte Kristen di Ci legon . Ada banyak persoalan di balik marjinalisasi mayoritas warga Cilegon. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat antara umat Islam dan Kristen di Kota Cilegon. Padahal, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kasus ini dan beberapa faktor yang membuat umat Kristiani bisa menuntut haknya. Padahal, negara secara hukum menjamin ibadah lokal, termasuk ibadah Kristen. Namun, masalah unik muncul di C ilego n. Apa masalahnya dan bagaimana posisi negara (Dewan Kota Cilegon) untuk menyelesaikannya? Oleh karena itu, pertanyaan yang diajukan lebih didasarkan pada konteks sejarah yang terjadi di Kota Cilegon. Jika Cilegon pernah didiami pada masa penjajahan Belanda. Ini benar-benar membuat marah orang-orang di Cilegon. Itu sebabnya Romo Banten menulis surat wasiat yang melarang pembangunan rumah ibadah umat Kristiani di Kota Cilegon.
SK Gubernur jabar, karena saat itu masih menjadi bagian dari Provinsi Jabar. Tetapi, dikarenakan Cilegon sufah memisahkan diri dari Jabar, beberapa kelompok lokal masih menyebut mediasi sebagai alasan penolakan mereka.
Masalah ini berlangsung lama dan tidak menyebabkan para pengikut khususnya umat Kristiani meninggalkan kota Cilegon. Penduduk muslim di kota Cilegon telah mengadakan lebih dari selusin protes sejak tahun 1995 menyerukan umat Kristen untuk menutup gereja mereka.
## SIMPULAN DAN SARAN
Pada artikel ini dapat disimpulkan bahwa pada kasus konflik
penolakan pembangunan gereja di Kelurahan Citangkil Kota Cilegon ini memang benar adanya, hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya sikap tidak suka antara kaum mayoritas yaitu agama Islam dengan kaum minoritas yaitu agama Kristen, sehingga ketika ingin dibangun tempat ibadah agama Kristen ini tidak diperbolehkan oleh kaum mayoritas.
Menurut hasil wawancara dengan sebagian kecil umat Kristiani, hal ini juga terjadi dan menimbulkan konflik ketika mayoritas umat Islam lebih memilih Islam daripada agama lain. Kaum minoritas masih mengalami diskriminasi di Kota Cilegon meski terjadi konflik yang melanggar UUD 1945, yang mengecualikan agama sipil.
## DAFTAR PUSTAKA
Aji, Ahmad Mukri. 2014. Identifikasi
Potensi Konflik Pra dan Pasca Pendirian Rumah Ibadah Di Indonesia Dan Upaya Untuk Mengatasinya (Studi Kasus Di Kota Dan Kabupaten Bogor) . Jurnal Ilmu Syariah. Vol. 2 No. 1
Halaman 1-16
Balai Litbang Agama Jakarta. 2015.
Konflik Dan Penyelesaian
Pendirian Rumah Ibad at. Jakarta:
## Kemenag Litbang
Fahmi. 2017. "Penolakan Masyarakat Kota Cilegon Terhadap Rumah Ibadah Umat Kristiani" . Diakses pada 20 Januari 2023
Hartani, Mallia Dan Nulhakim, S. Akhmad. 2020. Analisis Konflik Antar Umat
Beragama Di Aceh Singkil. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik. Volume 2, Nomor 2, Halaman 93- 99.
Hikmawan, M. D. (2017). Pluralisme Demokrasi Politik di Indonesia.
Journal of Governance . volume jurnal 2 (2), halaman 223–247. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.3 1506/jogv2i2.2678 Hikmawan, M. D. (2020). Consensual Democracy: A Challenge for Differentiated Citizenship. In International Journal of Innovation, Creativity and Change.
www.ijicc.net (Volume. 11, Issue 2).
www.ijicc.net JL. 2020. “Kemenag Kota Cilegon Izinkan Pendirian Gereja Asalkan Sesuai Aturan”. Diakses pada 24 Januari 2023
Jamaludin, A. Nasrullah. 2018. Konflik Dan Integrasi Pendirian Rumah Ibadah Di Kota Bekasi. Jurnal Socio-Politica . Volume 8, Nomor 2,
Halaman 227-238
Kymlicka, W. (1995). Multicultural
Citizenship A Liberal Theory of Minority Rights. Oxford University Press. Inggris Kymlicka, W. (2011). Multicultural
Odysseys: Navigating the New International Politics of Diversity .
Oxford University Press. Inggris
e-Journal Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha Jurusan Sejarah, Sosiologi dan Perpustakaan (Volume 5 Nomor 3 Tahun 2023)
Melekpolitik.com. 2019 . "Miris! Minoritas Masih Sulit Mendirikan Tempat Ibadah". Diakses pada tanggal 24 Januari 2023
Moleong, J. Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Lori. 2019 . “Selama Setahun, Intoleransi di Indonesia Sudah Mencapai 31 Kasus, sangat Mengkhawatirkan!”.
Diakses pada 24 Januari 2023
Riana, Fiski dan Dewi Nurita. 2020.
“Rumah Ibadah Belenggu Mayoritas” . Diakses pada 21 Februari 2023
Riswanda, M., Hikmawan, D., Ramadhan, G., & Nurrohman, B. (2020). Making sense of the politics of recognition: Indicators of religious tolerance in Banten, Indonesia. International Journal of Engineering Research and
Technology . Volume 13 (11).
Rizal. 2018. “FKUB: Sebaiknya Tak Ada Gereja di Cilegon Demi Jaga Kerukunan”. Diakses pada 25 Februari 2023.
Simamora, A. R., Hamid, A., & Hikmawan,
M. D. (2019). Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Tangerang Selatan. International Journal of Demos. volume 1(1). halaman 19 –37. http://hk-publishing.id/ijd-demos
www.uii.ac.id. 2020. Perlindungan Hak- Hak Minoritas dan Kebebasan
Beragama Tak Boleh Dikompromikan . Diakses pada 26 Februari 2023.
|
2448fead-400a-401b-ae8d-5fa76e84bb9d | https://journal.untar.ac.id/index.php/baktimas/article/download/25850/15549 | Pengembangan Imajinasi dan Bakat Anak Melalui Media Lukis Kanvas Pada Topi Bucket
Fivanda.
PENGEMBANGAN IMAJINASI DAN BAKAT ANAK MELALUI MEDIA LUKIS KANVAS PADA TOPI BUCKET
Fivanda 1
1 Program Studi Desain Interior, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: [email protected]
## ABSTRACT
In 2023, the Covid-19 pandemic is still a polemic and affects the development of education, including in Indonesia. Offline learning activities have been implemented, but they are still not fully back to normal. Some activities, creativity and talent, interest outside of school lessons are still very limited. The age of 5-12 years is an age that still requires orientation, attitude, and learning that can stimulate the imagination and basic talents of children. Creativity in drawing provides freedom of imagination to develop feelings and skills that become a medium for children to play while learning more fun and interesting. The PKM team held another canvas painting workshop for Rumah Pagi Bahagia Foundation foster children in Bintaro, South Tangerang and intended for foster children aged 5-12 years. With painting media on bucket hats made of canvas and acrylic paint. The PKM team continuously collaborates with Rumah Pagi Bahagia Foundation partners. The workshop activity uses qualitative exploratory methods to get ideas for image reference ideas that are carried out offline. The activity began by providing material for introducing tools and types of canvas materials to be painted and providing examples of painting motifs on bucket hats. This workshop process is also supported by the preparation of video tutorial guides from the PKM team. One of the results of this painting workshop activity on a bucket hat is the development of children's creativity which can be seen from the results of different images according to the creations with the interests and desires of each foster child's imagination to paint the picture they like. Through this workshop activity, it is hoped that foster children can produce imaginative works of art for the development of children's creativity after the pandemic through different and unique media.
Keywords : art, creativity, imagination, painting, talent
## ABSTRAK
Pada tahun 2023 pandemi Covid-19 masih menjadi polemik dan mempengaruhi perkembangan pendidikan termasuk di Indonesia. Kegiatan pembelajaran luring sudah diberlakukan, namun masih belum sepenuhnya kembali normal. Beberapa kegiatan kreativitas dan bakat minat di luar pelajaran di sekolah masih sangat terbatas. Usia 5-12 tahun merupakan usia yang masih membutuhkan orientasi sikap dan belajar yang dapat merangsang imajinasi dan bakat dasar anak. Kreativitas menggambar memberikan kebebasan imajinasi untuk mengembangkan perasaan dan keterampilan yang menjadi media anak untuk bermain sambil belajar yang lebih menyenangkan dan menarik. Tim PKM mengadakan kembali pelatihan melukis di atas kanvas untuk anak asuh Yayasan Rumah Pagi Bahagia di Bintaro, Tangerang Selatan dan ditujukan bagi anak asuh yang berusia 5-12 tahun. Dengan media seni lukis pada topi bucke t berbahan kanvas dan cat akrilik. Tim PKM secara berkelanjutan melakukan kerjasama dengan mitra Yayasan Rumah Pagi Bahagia. Kegiatan pelatihan menggunakan metode eksploratif kualitatif untuk mendapatkan ide gagasan referensi gambar yang dilakukan secara luring. Kegiatan diawali dengan memberikan materi pengenalan alat dan jenis bahan kanvas yang akan dilukis serta memberikan contoh motif lukisan pada topi bucket. Proses pelatihan ini juga didukung dengan penyusunan panduan video tutorial dari tim PKM. Hasil dari kegiatan pelatihan melukis di atas topi bucket ini salah satunya adalah pengembangan kreativitas anak yang terlihat dari hasil gambar yang berbeda-beda sesuai dengan kreasi dengan minat dan keinginan dari masing-masing imajinasi anak asuh untuk melukis gambar yang disukai. Melalui kegiatan pelatihan ini diharapkan anak asuh dapat menghasilkan karya-karya seni imajinatif untuk pengembangan kreativitas anak pasca pandemi melalui media yang berbeda dan unik. Kata kunci : imajinasi, kreativitas, lukis, seni, bakat
## 1. PENDAHULUAN
Pada tahun 2023 pandemi Covid-19 masih menjadi polemik dan sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan khususnya di Indonesia. Kegiatan pembelajaran luring sudah diberlakukan 100 persen namun, situasi saat ini masih belum sepenuhnya kembali normal. Bagi anak-anak tingkat Sekolah Dasar (SD) belum dapat sepenuhnya beraktivitas seperti sebelum pandemi. Beberapa kegiatan kreativitas dan bakat minat diluar pelajaran di sekolah masih sangat terbatas. Pada usia 5-12 tahun anak-anak memiliki karakteristik yang unik, rasa ingin tahu yang sangat tinggi, menyukai hal-hal yang spontanitas serta bersifat aktif dan energik. Hambatan dan
tantangan untuk pengembangan bakat dan kreativitas anak pasca pandemi masih terus diupayakan. Seluruh permasalahan diatas yang disebabkan kebijakan dan situasi yang diakibatkan pandemi Covid-19 membuat masyarakat harus mencari sebuah solusi atas permasalahan usaha untuk melanjutkan kehidupannya. Masa pasca pandemi merupakan waktu yang tepat dalam melatih, dan menumbuhkan kembali bakat serta kreativitas pada anak-anak terutama tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (Mukti, 2021). Tim PKM sebelumnya telah bekerjasama dengan mitra Yayasan Rumah Pagi Bahagia di Bintaro dalam pelaksanaannya telah melakukan pelatihan dalam kegiatan PKM seperti dalam memberikan pelatihan dasar merajut, kegiatan pelatihan merajut amigurumi yang menghasilkan produk souvenir replika makanan (Fivanda, 2021), dan pelatihan melukis pada tas kanvas (Fivanda, 2022). Melukis di atas berbagai jenis kain lebih santai dan tidak memerlukan keahlian atau bakat yang besar. Kain jenis apa saja sebenarnya bisa menjadi media lukis dengan berbagai teknik, seperti kaos (Garnadi, 2017).
Pada tahun 2023 ini, kembali melanjutkan kerjasama dengan mitra melalui pelatihan melukis pada topi bucket sebagai pengembangan media seni lukis pada anak dikarenakan rasa antusias dari anak-anak untuk terus menggambar dan melukis. Kreativitas menggambar memberikan kebebasan untuk mengembangkan perasaan dan keterampilan saat anak melakukan kegiatan menggambar. Menggambar menjadi media anak untuk bermain sambil belajar yang lebih menyenangkan dan menarik. Tingkat Sekolah Dasar merupakan usia yang masih membutuhkan orientasi sikap dan belajar yang dapat merangsang potensi dan bakat dasar anak. Dengan media seni lukis akrilik dan topi bucket dari kanvas Tim PKM secara berkelanjutan melakukan kerjasama dalam bidang pengembangan seni dan kreativitas dengan mitra Yayasan Rumah Pagi Bahagia Bintaro. Melihat dinamika perkembangan yang menyeluruh saat ini merupakan waktu yang tepat dalam melatih, membangun dan menumbuhkan kreativitas dengan pembekalan merangsang potensi anak terutama anak usia dini (Huda, 2020). Peserta anak asuh mendapatkan ruang dengan mencurahkan imajinasi lewat gambar dan secara visual dapat berimajinasi bagi anak-anak (Putra, 2020).
## Gambar 1
Program Sekolah Pandu Merdeka (sumber : rumahpagi.org, 2023)
Profil dari Mitra PKM “Yayasan Rumah Pagi Bahagia” di Bintaro, Tangerang Selatan pada kegiatan ini merupakan sebuah Yayasan Lembaga Sosial Pendidikan Yatim Dhuafa dan Lingkungan Hidup yang didirikan sejak tahun 2006. Yang terus berkembang dan hingga saat ini sudah memiliki lebih dari 30 orang anak asuh berlokasi di Bintaro, Tangerang Selatan. Salah satu program yang menarik perhatian tim PKM yaitu program pendidikan Sekolah Pandu Merdeka. Sekolah Pandu Merdeka adalah sekolah non formal bebas biaya untuk yatim, dhuafa dan disabilitas usia 5-14 tahun yang mengedepankan adab, kebahagiaan belajar, kepedulian (rumahpagi.org, 2023). Untuk berkontribusi dalam pengembangan pendidikan peningkatan
Pengembangan Imajinasi dan Bakat Anak Melalui Media Lukis Kanvas Pada Topi Bucket
kreativitas maka, tim PKM bekerjasama untuk mendukung program sekolah pandu merdeka melalui belajar seni dan desain. Tujuan dari kegiatan PKM ini memiliki anak asuh yang mendapatkan pendidikan penunjang minat, bakat dan kreativitas. Pelatihan ini diharapkan dapat terus terlaksana dan menghasilkan karya-karya seni untuk pengembangan kreativitas anak pasca pandemi.
Tim PKM dalam menganalisis permasalahan dan mencari solusi dari kegiatan PKM dilakukan dengan analisis SWOT seperti yang dihasilkan pada Tabel 1 di bawah ini.
## Tabel 1
## Faktor SWOT mitra PKM
Strength (Kekuatan) 1. Lokasi mitra strategis dan mudah diakses 2. Mempunyai program pendidikan Sekolah Pandu Merdeka: mempelajari seni dan wirausaha yang mendukung kegiatan dari tim PKM FSRD Untar 3. Berpotensi untuk pengembangan pembelajaran dan ketrampilan bagi anak asuh 4. Menambah relasi dan kerjasama antara tim pengajar dan tim PKM FSRD Untar 5. Mitra dalam status berkembang sehingga kedepannya akan lebih banyak potensi kegiatan PKM dari sektor seni dan desain. Weakness (Kelemahan) 1. Kurangnya SDM dan tenaga pengajar dalam pengembangan ketrampilan bagi anak-anak asuh. 2. Fasilitas yang belum memadai untuk anak asuh dapat belajar dengan tekun dan cermat. Opportunity (keuntungan) 1. Pengembangan bakat dan kreativitas anak usia 5-14 tahun. 2. Pengembangan kemampuan keterampilan seni dan desain. 3. Anak yatim/piatu/yatim piatu/pra sejahtera dapat memiliki akses untuk mengasah bakatnya. Threat (Ancaman) 1. Perkembangan teknologi membuat berkurangnya minat belajar anak terutama dalam kegiatan ‘art and craft’. 2. Cara berpikir ‘out of the box’ pada anak-anak mulai berkurang
Keberhasilan dari kedua kegiatan tersebut memberikan kesempatan kepada tim PKM untuk kembali bekerjasama dengan mitra kembali. Pelatihan kembali dilakukan dengan media seni yang berbeda. Dalam “Pengembangan Kreativitas Anak melalui Kegiatan Melukis diatas Kanvas di Masa Pandemi” (Fivanda, 2022). Berlatar belakang bahwa hambatan dan tantangan masih dirasakan berkaitan dengan peningkatan bakat serta kreativitas anak pada masa pandemi. Berdasarkan permasalahan yang ada dari kegiatan pelatihan ini merupakan solusi sederhana untuk menstimulasi anak usia 5-12 tahun dalam pengembangan bakat dan kreativitas. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi anak-anak bermain gadget di tengah pandemi. Ketergantungan pada teknologi membuat keterampilan motorik dan sikap ekspresif menjadi lebih berkurang. Dengan terasahnya kreativitas anak-anak, anak juga akan lebih peka dan meningkatkan rasa penasaran sehingga dapat berpikir out of the box . Pelatihan melukis pada topi bucket bertujuan untuk meningkatkan serta mengasah kembali bakat dan kreativitas serta melatih keterampilan seni lukis dengan alat kuas dan cat untuk kanvas. Panduan melukis yang akan dibagikan melalui video tutorial yang sudah disusun oleh tim PKM sehingga dapat digunakan anak asuh maupun tenaga pengajarnya. Kegiatan PKM melukis pada topi bucket membuat anak-anak lebih memahami dan memperdalam mengenai penempatan objek, bentuk, serta warna yang dipilih untuk mewarnai. Tentunya hal ini dapat melatih kemampuan anak untuk menemukan solusi ketika dihadapkan pada suatu pemecahan masalah dan dengan meningkatnya kreativitas maka, stress akan berkurang pada anak-anak (Handayani, 2021).
## 2. METODE PELAKSANAAN PKM
Pelatihan menggambar di atas topi bucket akan menggunakan metode eksploratif kualitatif untuk mendapatkan ide gagasan referensi untuk mendapatkan gambar yang unik dan kreatif. Kegiatan pelatihan dimulai dengan penyampaian materi presentasi terkait dengan pengenalan alat, bahan dan memberikan referensi berbentuk gambar yang menstimulasi kreativitas dengan presentasi powerpoint serta tutorial melalui video praktik pelatihan melukis diatas topi bucket yang diproduksi oleh tim PKM. Tahap pelaksanaan PKM terdiri dari 2 tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
Tahap persiapan akan dimulai dengan komunikasi dan diskusi antara tim PKM dan mitra. Investigasi dan wawancara tentang masalah mitra. Berkolaborasi dan mendapatkan persetujuan dari mitra. Menyediakan solusi untuk masalah mitra. Pengajuan proposal dan yang diselesaikan dalam tahap proposal diterima. Kemudian dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan atau implementasi kegiatan. Dilakukan melalui diskusi antar tim PKM, pembagian tugas tim disesuaikan dengan bidang keahlian. Membuat penyusunan rencana kerja dan ditargetkan peserta anak asuh usia 5 hingga 12 tahun berjumlah 25 peserta. Tim PKM membuat presentasi pengenalan alat, bahan dan referensi gambar untuk anak-anak serta panduan materi video tutorial. Proses distribusi bahan, alat dan panduan dilakukan setelah video tutorial (pembelajaran) selesai disusun. Keseluruhan alur proses pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dapat dilihat pada Gambar 2.
## Gambar 2
Diagram alur pelaksanaan
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan PKM pada 25 orang anak asuh yang berusia 5-12 tahun dari Yayasan Rumah Pagi Bahagia Bintaro dilakukan secara luring. Dengan menggunakan kuas, cat akrilik dan juga palet untuk tempat mencampur warna cat. Dengan tema-tema dari kartun atau gambar acuan yang digemari anak-anak saat ini. Terdapat 2 kegiatan utama yang dilakukan pada PKM pelatihan melukis pada topi bucket. Pada tahap persiapan, kegiatan diawali dengan diberikan pemahaman dasar-dasar melukis dan pengenalan alat melukis sudah disampaikan pada pelatihan PKM sebelumnya kepada anak asuh, sehingga langsung masuk ke tahap penjelasan bagaimana metode menggambar sketsa pada topi bucket seperti gambar tokoh kartun yang digemari. Dimulai dengan memilih tokoh kartun tersebut dan kemudian melakukan gambar sketsa menggambar dengan menggunakan sketsa pensil pada media topi bucket tersebut. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan atau implementasi, dilakukan kegiatan pelatihan melukis dan mewarnai dengan cat akrilik pada topi bucket, yang juga dilengkapi dengan pengantar dari video tutorial yang sudah disusun oleh tim PKM, alat dan bahan sudah dipersiapkan tim PKM. Melukis dengan memberikan warna pada gambar sketsa yang sudah dikerjakan terlebih dahulu pada topi bucket.
Topi bucket yang didistribusikan ke mitra memiliki 2 warna dan reversible jadi pesertanya bisa memilih mau melukis pada permukaan topi warna hitam dan putih seperti pada Gambar 3.
## Gambar 3
Peralatan dan perlengkapan melukis topi bucket
Beberapa tahapan penting dalam melukis topi bucket pada anak usia 5-12 tahun, seperti terlihat pada Tabel 1.
## Tabel 1
Tahapan dalam melukis topi bucket Tahap 1 Memilih bahan topi bucket bahan kanvas sehingga mudah dilukis dengan cat akrilik. Tahap 2 Persiapkan cat akrilik yang mudah dicuci dan aman bagi anak-anak. Tahap 3 Mencari ide gambar seperti memilih tokoh kartun yang disenangi. Tahap 4 Sketsa gambar tokoh katun yang menjadi inspirasi. Pensil dan kertas digunakan sebagai alat bantu. Tahap 5 Menyiapkan campuran cat akrilik dan air. Mulai melakukan kegiatan melukis pada topi bucket.
Pelatihan ini juga didukung dengan video pelatihan melukis topi bucket yang telah disusun oleh tim PKM. Tim PKM ingin menyalurkan kemampuannya dalam berbagi ilmu dan pengalaman dengan kegiatan melukis pada topi kanvas. Diharapkan dengan peserta dari anak asuh Yayasan Rumah Pagi Bahagia Bintaro dapat mengembangkan imajinasi serta mengasah keterampilan menggambar serta melukis. Pada usia sekolah imajinasi anak berada dalam tahapan dimana anak dapat mengingat secara visual dan menuangkannya dalam gambar. Untuk membantu dalam pengembangan imajinasi diperlukan kegiatan salah satunya dengan melukis. Melukis menjadi kegiatan stimulus yang bisa meningkatkan kemampuan berimajinasi dengan kreativitas.
Anak-anak dapat mencari terlebih dahulu referensi gambar yang disukai. Dapat menggunakan tokoh kartun, flora dan fauna sebagai gambar sketsa. Eksplorasi ide dan gagasan ini dapat dibantu dnegan menggunakan media digital seperti handphone atau laptop . Selain itu Tim PKM juga memberikan kebebasan kepada anak asuh untuk mencari sendiri ide gagasan referensi melalui imajinasi mereka tanpa menggunakan bantuan media digital dengan menciptakan karakter atau motif tertentu sesuai dengan imajinasi mereka melalui gambar-gambar sketsa di kertas. Setelah itu gambar referensi yang akan digunakan dapat digambar menggunakan pensil dan sketsa digambar manual menggunakan tangan bebas seperti terlihat pada Gambar 4.
## Gambar 4
## Sketsa tokoh kartun pada topi bucket
Setelah sketsa digambar pada topi bucket , peserta dari mitra dapat mulai mencampur warna dengan kuas pada palet. Pemilihan dan pencampuran warna juga merupakan kegiatan yang mampu menstimulasi pengembangan kreativitas anak asuh yang memungkinkan untuk menghasilkan karya lukisan yang berbeda, unik dan kreatif pada topi bucket . Beberapa peserta menyukai tokoh kartun yang sedang marak saat ini seperti terlihat pada Gambar 5.
## Gambar 5
Kegiatan melukis topi bucket
## Gambar 6. Hasil pelatihan melukis topi bucket
Kegiatan PKM secara luring ini menambah semangat peserta karena dapat berinteraksi satu sama lain dan tim pengajar dari tim PKM juga antusias ikut melukis. Salah satu dari pesertanya sangat antusias yaitu anak asuh berusia 9-10 tahun. Anak tersebut sampai menggambar sesuai tokoh kartun yang sedang digemari anak-anak seusianya dan menggunakan referensi dengan membawa boneka dari tokoh kartun tersebut untuk digambar. Pola bentuk garis, lingkaran, kotak dan segitiga juga ikut digambar untuk mendukung hasil melukis pada topi bucket yang terlihat pada Gambar 6. Pelatihan melukis merupakan kegiatan seni visual yang dapat dilakukan secara bebas sehingga menghasilkan karya yang orisinalitas dan kreatif (Dewi, 2019). Hasil dari pelatihan melukis di atas topi bucket ini dapat dibawa pulang dan digunakan sebagai topi sehari-hari sehingga anak-anak sangat senang.
## 4. KESIMPULAN
Sebagai upaya dalam melanjutkan kerjasama kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dengan mitra Yayasan Rumah Pagi Bahagia Bintaro dalam kegiatan pelatihan melukis pada anak usia 5-12 tahun. Anak usia 5-12 tahun merupakan usia masih terus belajar terutama dalam mengembangkan bakat dan kreativitasnya. Kegiatan pelatihan melukis topi bucket sebagai pengembangan media seni lukis pada anak pasca pandemi. Tujuan dari kegiatan PKM ini
memupuk keinginan berkreasi dan meningkatkan kreativitas anak asuh Yayasan Rumah Pagi Bahagia. Kegiatan dengan metode eksploratif kualitatif ini dilaksanakan secara luring dengan didukung video tutorial yang sudah disusun oleh tim PKM. Anak-anak dapat berkreasi dengan minat dan keinginan untuk melukis gambar yang disukai. Sebelum kegiatan anak-anak belum dapat berimajinasi dengan produk yang akan digambar dan dilukis. Setelah mengikuti rangkaian dari kegiatan PKM ini akhirnya anak-anak memahami cara untuk mendapatkan dan mengembangkan imajinasi serta kreativitasnya. Hasil dari kegiatan pelatihan melukis di atas topi bucket ini salah satunya adalah pengembangan kreativitas anak yang terlihat dari hasil gambar yang berbeda-beda sesuai dengan kreasi dengan minat dan keinginan dari masing-masing imajinasi anak asuh untuk melukis gambar yang disukai. Pelatihan ini diharapkan dapat terus terlaksana dan menghasilkan karya-karya seni untuk pengembangan kreativitas anak pasca pandemi. Berbagai kalangan dapat mencoba kegiatan ini dan memberikan pengalaman tersendiri. Melukis atau menggambar bisa dikerjakan pada berbagai media. Anak-anak asuh Yayasan Rumah Pagi Bahagia Bintaro sangat senang mengikuti kegiatan dan menginginkan terus adanya kegiatan melukis dengan media yang berbeda untuk pengembangan kreativitas dan imajinasi.
Ucapan Terima Kasih ( Acknowledgement )
Kepada seluruh pimpinan dan pengelola dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara atas kerjasamanya. Salah satu mentor dari Yayasan Rumah Pagi Bahagia, Bapak Deni Ganjar Nugraha, S.Sn dari Yayasan Rumah Pagi Bahagia Bintaro.
## REFERENSI
Dewi, H.I., Zulfitria. (2019). Pelatihan Visual Art Untuk Stimulus Kreativitas Anak-Anak Sekolah Dasar di Rangkapan Jaya Baru Pancoran Mas Kota Depok. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ . Jakarta: 24 September 2019. 1-5. Fivanda, F. (2021). Pelatihan Dasar Merajut untuk Anak Asuh Yayasan Rumah Pagi Bahagia di Bintaro. Prosiding Seri Seminar Nasional (SERINA III) Universitas Tarumanagara . Jakarta: 02 Desember 2021. 1205-1211.
Fivanda, F. (2022). Peningkatan Ketrampilan Kriya Melalui Pelatihan Amigurumi Bagi Generasi Milenial. Prosiding Seri Seminar Nasional Universitas Tarumanagara (SERINA IV) . Jakarta: 20 April 2022. 845-852.
Fivanda, F. (2022). Pengembangan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Melukis Diatas Kanvas di Masa Pandemi. Jurnal Serina Abdimas , 1 (1). 354-361.
Garnadi, Y.M. (2017). Melukis di Atas Media Tekstil . Penerbit Gramedia.
Handayani, R.T. (2021, Juni 06). 7 Manfaat Menggambar untuk Anak. Salah Satunya
Meningkatkan Imajinasi. Diakses dari https://bangka.sonora.id/read/502728252/7-manfaat-menggambar-untuk-anak-salah-satunya- meningkatkan-imajinasi?page=all.
Huda, K., Munastiwi, E. (2020). Strategi Orang Tua Dalam Mengembangkan Bakat dan Kreativitas di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Glasser , 4 (2). 80-87. Munthe, R. T. J., Rahadi. D. R. (2021). Inovasi dan Kreatifitas UMKM di Masa Pandemi (Studi Kasus di Kabupaten Bekasi). Jurnal Magisma, IX (1). 44-52.
Mukti, C.V., Rosita, D., Sakinah, A., Apriyanti, D. (2021). Upaya Peningkatan Kreativitas Anak Pada Masa Pandemi Covid-19 Dengan Pelatihan Seni Lukis. Jurnal DEDIKASI , 1 (2). 443-448.
Putra, I.W.D., Yanthi, N.N.S., (2020). Melukis Masker (Bekreasi Dalam Pandemi). Jurnal SEGARA WIDYA , 8(2). 127-133.
Pengembangan Imajinasi dan Bakat Anak Melalui Media Lukis Kanvas Pada Topi Bucket
Rizkan. (2021, November 20). Asah Kreativitas, Anak-anak Diajarkan Lukis Pakai Pouch . Diakses
dari https://www.detakbanten.com/pendidikan/asah-kreativitas-anak-anak-diajarkan-lukis-pakai-p ouch.
|
67295a38-9666-4233-b842-66bbcbadea26 | https://journal.stfsp.ac.id/index.php/media/article/download/37/35 |
## MEDIA
## Jurnal Filsafat dan Teologi
## Konsep Tuhan dan Agama menurut Alfred North Whitehead
Agustinus Nicolaus Yokit a, 1
a Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng
1 [email protected]
## ABSTRACT :
This article discusses the concept of God and religion according to Alfred North Whitehead's process philosophy. The main issue is how to describe Whitehead's concept of God and its implications for religious life. Whitehead's critique of scientific materialism is an entry point to understand the characteristics of his thought. This criticism leads to Whitehead's cosmology in which each actual entity is in the process of becoming. God is not excluded from this cosmological scheme. In this way of thinking, God is the source of eternal objects or values. God experiences every actual event that occurs in the temporal world. Thus, God can be understood from two perspective: the former refers to a cosmological frame, while the latter refers to religious experience. In Whitehead's language, God has two distinct natures, a primordial nature and an consequent nature. From the perspective of religious life, Whitehead's concept of God seems to put more emphasis on the divine immanence.
## ABSTRAK :
Artikel ini membahas konsep Tuhan dan agama menurut filsafat proses Alfred North Whitehead. Masalah utama adalah bagaimana menggambarkan konsep Whitehead tentang Tuhan dan implikasinya bagi kehidupan beragama. Kritik Whitehead terhadap materialisme ilmiah menjadi pintu masuk untuk memahami karakteristik pemikirannya. Kritik ini mengarah pada kosmologi Whitehead di mana setiap entitas aktual dalam proses menjadi. Tuhan tidak dikecualikan dari skema kosmologis ini. Dalam cara berpikir ini, Tuhan dipahami sebagai sumber dari objek abadi atau nilai. Tuhan mengalami setiap peristiwa aktual yang terjadi di dunia temporal. Jadi, Tuhan bisa dipahami menurut dua perspektif: yang pertama mengacu pada bingkai kosmologis, sedangkan yang kedua pada pengalaman religius. Dalam bahasa Whitehead, Tuhan memiliki dua kodrat yang berbeda, kodrat primordial dan kodrat akhiri. Dari perspektif kehidupan beragama, konsep Whitehead tentang Tuhan tampaknya lebih menekankan pada imanensi.
## Copyright © 2021, Author
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
## Pendahuluan
Cara berpikir para filsuf yang logis, kritis, koheren dan sistematis merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari. Mengapa menarik? Karena di dalam perkembangan peradaban manusia, para filsuf mampu hadir sekaligus memberi pengaruh yang besar melalui konsep-konsep filosofisnya. Pemikiran para filsuf sesungguhnya dilandasi oleh
## A R T I C L E I N F O
Article History: Submitted: 27 July 2021 Revised: 20 August 2021 Accepted: 24 August 2021
Keywords: Process, Scientific Materialism, Actual Entities, Jesus Christ, God, Dwi- polar Nature of God, Religion
Kata-kata Kunci : Proses, Materialisme Ilmiah, Satuan-satuan Aktual, Yesus Kristus, Tuhan, Dua kutub hakikat
Tuhan, Agama.
DOI: https://doi.org/10.53396/media. v3i2.37
prinsip dasar dari filsafat sebagai disiplin ilmiah. Sebagai disiplin ilmiah, filsafat bertugas untuk membantu kita memahami implikasi-implikasi dari segala gejala yang setiap hari membanjiri kita, agar kita dapat menilainya, mengritiknya, menemukan jarak dan dapat mengambil sikap terhadapnya. 1
Salah satu filsuf yang memberi pengaruh pada perkembangan dunia ialah Alfred North Whitehead (1861-1947). Kosmologi Whitehead yang melihat realitas sebagai “proses” , sungguh menarik untuk didalami. Penjelasan tentang tentang realitas, termasuk tentang Tuhan dan agama, dari perspektif filosofis hendak dihadirkan dalam tulisan ini. Pertanyaan sentral yang dikemukakan di sini, yaitu: Apa konsep Tuhan dan Agama menurut Whitehead?
Whitehead termasuk filsuf yang menekankan pentingnya pengalaman atas realitas sebagai titik tolak berfilsafat. 2 Ia tampil di tengah gelombang penolakan terhadap metafisika oleh para filsuf atomisme logis di Inggris pada awal abad ke-20. Agaknya penolakan tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kekeliruan memahami hakikat metafisika. Menurut Whitehead, suatu sistem filsafat tidak pernah dapat disangkal ( refuted ), melainkan hanya dilepaskan ( abandoned ). 3 Inkosistensi sering terjadi dalam suatu skema metafisika, dan karena membutuhkan perubahan, bukan penyangkalan. Ia berpendapat bahwa metafisika merupakan upaya untuk merumuskan suatu sistem dari pemikiran- pemikiran umum yang bersifat koheren, logis dan pasti, atas dasar mana setiap unsur pengalaman dapat diterangkan maknanya. 4
Pandangan Whitehead itu menjadi perspektif untuk memahami filsafat proses atau filsafat organisme. Filsafat proses Whitehead mengatakan bahwa segala sesuatu selalu berada dalam proses-menjadi ( the process of becoming ). D alam proses itu konsep “Tuhan” dibutuhkan.
Tujuan tulisan ini ialah merekonstruksi pemikiran Whitehead tentang Tuhan dan agama, dan memperlihatkan bahwa pemikirannya bisa relevan untuk memahami pengalaman-pengalaman ketuhanan dan beragama dewasa ini. Dalam rangka itu, pertanyaan pokok yang disebut di atas diuraikan menjadi tiga pertanyaan turunan berikut ini: Siapa itu Whitehead? Apa pandangan Whitehead tentang Tuhan dan agama? Bagaimana menilai konsep Whitehead tentang Tuhan dan agama?
Elaborasi tulisan ini menggunakan metode deskripsi-analisis. Dengan metode deskripsi, diuraikan latar belakang hidup, konteks pemikiran Whitehead, serta pandangannya tentang konsep Tuhan dan agama. Sedangkan metode analisa digunakan untuk menganalisa konsep Tuhan dan agama Whitehead dengan tentunya mengemukakan argumen-argumennya yang menjadi batasan dan arti dari Tuhan dan agama secara filosofis.
## Riwayat Hidup dan Pemikiran Whitehead
Alfred North Whitehead merupakan filsuf abad ke-20, yang melihat pengalaman tentang realitas sebagai titik tolak berfilsafat. Whitehead memulai karirnya sebagai
1 Paul Richard Renwarin, “Filsafat, Teologi dan Pemajuan Budaya,” Media (Jurnal Filsafat dan Teologi) 1 , no. 1
(September 2020), 7.
2 Johanis Ohoitimur, “Pengantar Berfilsafat” (Pineleng: Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, 2018 /2017), 39.
3 Alfred North Whitehead, Process and Reality: An Essay in Cosmology , David Ray Griffin and Donald W. Sherburne (New York: The Free Press, 1978), 6.
4 Whitehead, 3.
matematikawan. Ia lahir di Ramsgate, Kent, Inggris pada 15 Februari 1861. Ia dibesarkan dalam keluarga guru dan pendeta Gereja Anglikan. Ayahnya, Alfred Whitehead, adalah seorang pendeta Anglikan. 5 Ibunya, Sarah Buckmaster, adalah putri seorang penjahit militer yang makmur. Whitehead hidup pada masa yang penuh gejolak dengan gagasan-gagasan revolusioner yang menciptakan paradigma-paradigma baru dan mengubah sejarah. Perkembangan hidupnya sebagian besar dibentuk oleh kepribadian ayahnya yang disiplin dan berprinsip. Pada tahun 1890 ia menikah dengan Evelyn Wade Willoughby, dan dikaruniai tiga orang anak. Tahun 1910 Whitehead pindah ke University College, London, untuk mengajar di sana. Pada usia 63 tahun, ia diundang oleh Harvard University untuk mengajar filsafat. Di universitas ini ia sangat produktif menghasilkan banyak tulisan filsafat.
Karya tulis Whitehead dibagi dalam tiga periode. 6 Periode pertama antara tahun 1891 sampai 1913, dengan berfokus pada dunia matematika dan logika. Periode kedua berlangsung di London, tahun 1914 sampai 1923, dengan berfokus pada ilmu alam. 7 Periode ketiga ialah periode Harvard, di mana pemikiran metafisiknya mulai berkembang. Tahun 1925, ia menerbitkan buku Science and the Modern World , yang mengawali pemikiran filsafat spekulatifnya. Tahun 1926, ia menerbitkan buku yang berjudul Religion in the Making . Tahun 1929, terbitlah buku yang berjudul Process and Reality, an Essay in Cosmology , sebuah karya terbesar Whitehead yang melahirkan filsafat organisme. Karya terakhirnya Essay in Science and Philosophy diterbitkan tahun 1946 sebelum ia meninggal pada tahun 1947.
## Pemikiran Filosofis Whitehead
Pengembangan konsep dan karakter filsafat Whitehead dipengaruhi oleh para filsuf seperti Plato, Aristoteles, Rene Descartes, John Locke, David Hume, dan Immanuel Kant. Metode yang digunakan oleh Whitehead ialah menerima, kemudian mengkritisi pemikiran para filsuf lain. Dengan cara itu, ia menemukan konsep-konsep kunci filsafatnya, seperti satuan-satuan aktual ( actual entities ), objek-objek abadi ( eternal objects ), Tuhan ( God ), prehensi ( prehension ), dan kreativitas ( creativity ). Selain itu, Whitehead juga memperkenalkan gagasan dasar filosofisnya tentang realitas yang disebut filsafat proses ( process philosophy ). Dalam pemikiran “proses”, realitas bukanlah sesuatu yang statis atau mandek, tetapi terus bergerak dan berubah dalam proses-menjadi. Realitas bukanlah suatu “substansi” yang bersifat independen, berdiri pada dirinya, dan terpisah dari substansi yang lain, seperti dipahami oleh Aristoteles dan Descartes. 8 Menurut Whitehead, “satuan -satuan aktual” merupakan konsep yang t epat untuk menjelaskan suatu realitas. Satuan-satuan aktual adalah unsur-unsur nyata yang terakhir, paling riil, dan secara fundamental membentuk alam semesta. Satuan-satuan aktual merupakan kenyataan dasar yang membentuk segala sesuatu yang ada. Oleh karenanya setiap penjelasan tentang realitas harus didasarkan pada satuan aktual. Dengan kata lain, setiap penjelasan tentang kenyataan
5 Alfred North Whitehead, Essays in Science and Philosophy (New York: Philosophical Library, 1947), 7 . 6 Sudarminta, Filsafat Proses: Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 21 – 23. 7 Johanis Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika: Cara Baru Memahami Filsafat Spekulatif Thomas Aquinas dan Alfred North Whitehead (Jakarta: Obor, 2006), 15.
8 Johanis Ohoitimur, God and the World: A Study in the Dialogue between Whiteheadianism and Contemporary Thomism (Jakarta: Cahaya Pineleng, 2014). 31.
bertitik tolak pada keterangan mengenai suatu satuan aktual. Di luar satuan aktual, tidak ada suatu pun yang ada. 9 Setiap satuan aktual merupakan suatu proses organis yang aktif dan bergiat untuk mewujudkan diri. Setiap satuan aktual berada dalam keterjalinan antara satu dengan yang lain. Keterjalinan itu disebut oleh Whitehead sebagai prehensi ( prehension ). 10 Ada dua macam prehensi, yaitu prehensi positif ( feeling ) dan prehensi negatif. Prehensi positif merupakan proses inklusi, sedangkan prehensi negatif merupakan proses eksklusi. Inklusi dan eksklusi terjadi berdasarkan kerangka relevansi unsur-unsur dari lingkungan bagi pembentukan diri satuan aktual yang bersangkutan. Segalanya yang relevan bagi proses pembentukan diri itu diambil (diinklusikan), sedangkan yang tidak relevan untuk pembentukan tersebut, akan ditolak (dieksklusikan). 11 Dalam hubungan dengan proses yang dipahami oleh Whitehead, terdapat dua jenis proses, yaitu proses mikroskopis dan proses makroskopis.
Proses mikroskopis atau proses subjektifikasi, yakni proses menjadi satu satuan aktual, atau proses konkresi ( concrescence ), suatu proses pertumbuhan bersama menjadi satu kesatuan baru dari banyak unsur yang berasal dari masa lalu. 12 Sedangkan proses makroskopis, atau proses objektifikasi adalah suatu proses perubahan ( transition ) dari satuan aktual yang sudah mencapai “kepenuhan adanya” ( satisfaction ) kepada proses menjadi ( becoming ) datum bagi munculnya satuan aktual yang baru. 13 Setiap satuan aktual yang sudah mencapai satisfaction , walaupun proses menjadi dirinya sendiri sudah selesai (mati), secara objektif dapat menjadi sumber daya yang memengaruhi proses kehidupan yang baru. Dengan begitu, kematian dari setiap satuan aktual dapat menjadi unsur yang memengaruhi setiap proses konkresi dari satuan aktual yang baru. Dalam arti ini, satuan aktual tersebut mencapai apa yang disebut Whitehead sebagai objective immortality . 14 Imortalitas objektif berarti, satuan- satuan aktual yang masih dalam “proses menjadi” ( becoming of process ), mengambil atau memanfaatkan yang sudah mencapai satisfaction sebagai unsur yang ikut membentuk dirinya. Proses inilah yang kemudian menggambarkan setiap proses evolusi dari seluruh alam semesta. Proses tersebut berlangsung dalam pengalaman kelahiran dan kematian yang terus berkesinambungan. 15
## Konsep Tuhan dan Agama menurut Whitehead
Kritik Whitehead atas materialisme ilmiah ( scientific materialism ) menghasilkan kosmologi baru di mana alam dunia dilihat dalam keterjalinan antara satu dengan yang lain,
9 Sudarminta, Filsafat Proses , 36.
10 Kata “ prehension ” merupakan kata yang dibuat sendiri oleh Whitehead, dengan menghapus prefix “ap - ” dari kata “ apprehension ” yang berarti mengerti dengan akal budi. Prehension berasal dari akar kata bahasa Latin “ prehendere ” yang berarti memegang, mengambil, mencengkeram, atau menangkap. Bdk. Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika , 124.
11 Sudarminta, Filsafat Proses , 43.
12 Whitehead, Process and Reality , 210.
13 Ohoitimur, God and the World , 48.
14 Whitehead, Process and Reality , 215.
15 Kematian dalam konteks Whitehead dipahami sebagai pemberian diri ( self-giving ). Pemberian diri itu tidak sia-sia atau lenyap, karena dengan demikian satuan-satuan aktual yang mengalami proses makroskopis mengalami imortalitas objektif, yaitu mencapai kehadiran permanen dalam subjek prehensi. Lih. Paulina Kuntag, “Kosmologi Alfred North Whitehead dan Relevansinya,” Melangkah dengan Akal Budi, Karsa, dan Karya , ed. oleh Barnabas Ohoiwutun (Yogyakarta: Kanisius, 2020), 30-31.
bersifat aktif dan dinamis. 16 Realitas sesungguhnya adalah proses. Proses berarti setiap satuan aktual selalu berada di dalam keadaan becoming atau dalam proses-menjadi. Dengan pola pikir ini, Whitehead selanjutnya menjelaskan Tuhan.
Konsep Tuhan Whitehead mengalami perkembangan. Dalam buku Science and the Modern World (1925), Tuhan dipahami sebagai prinsip limitasi yang memberi batas kepada perwujudan nilai-nilai dan posibilitas. Tuhan merupakan prinsip limitasi terakhir yang memberikan pembatasan pada aktualitas. Tuhan berfungsi sebagai prinsip konkresi ( principle of concretion ), yang menata posibilitas-posibilitas yang ada sehingga memungkinkannya efektif dalam proses menjadi suatu satuan aktual. Eksistensi-Nya merupakan irasionalitas terakhir. Karena tidak ada penjelasan yang dapat diberikan tentang limitasi tersebut yang bersumber dari hakikat-Nya. Tuhan bukanlah realitas konkret, tetapi Dia menjadi dasar bagi setiap aktualitas konkret. Hakikat-Nya tidak dapat dijelaskan, karena hakikat itu justru menjadi dasar rasionalitas. 17
Selanjutnya dalam Religion in the Making (1926), Tuhan dipahami sebagai satuan aktual non-temporal. Tuhan merupakan salah satu elemen formatif bagi setiap satuan aktual. Whitehead menjelaskan, “Satuan yang aktual tetapi non -temporal berperan sebagai jalan yang melaluinya Kreativitas yang tak-dibatasi diubah menjadi suatu kebebasan yang terbatas. Satuan aktual non- temporal itulah yang oleh kaum beragama disebut Tuhan.” 18
Definisi di atas perlu dimengerti dalam konteks pandangan pluralistik Whitehead mengenai realitas di mana Tuhan merupakan salah satu dari elemen formatif dunia aktual. Penjelasan terkait hubungan Tuhan dengan dua elemen formatif lainnya (Kreativitas dan entitas-entitas ideal) akan merujuk pada pandangan bahwa Tuhan merupakan sumber keteraturan. Whitehead mengerti bahwa dua elemen formatif lainnya tidak akan dapat berfungsi sebagaimana mestinya apabila terlepas dari Tuhan. Jadi, tanpa Tuhan, tidak akan ada dunia ciptaan (kosmos). 19 Dapat dimengerti bahwa Tuhan merupakan prinsip harmoni ( the principle of harmony ) atau prinsip tata nilai yang ketika dikecualikan akan menghilangkan eksistensi riil dari dunia aktual. Di sini peran Tuhan yang paling fundamental, yaitu memberikan dan mempertahankan nilai-nilai demi keteraturan dalam dunia temporal. Tuhan bukan hanya sebagai realitas yang abstrak dan berada di luar kemungkinan perubahan secara temporal, tetapi juga sebagai aktualitas yang berada dalam durasi perubahan wa ktu. “Sebagai yang non - temporal”, hakikat Tuhan merupakan sintesis dari semua forma yang condong ke arah aktualisasi melalui proses konkresi. Sedangkan sebagai “yang aktual”, Tuhan merangkum totalitas alam semesta dalam hakikat -Nya. 20 Kesempurnaan Tuhan terletak pada hakikat-Nya yang selalu stabil dan tidak disentuh oleh perubahan. Sementara imanensi-Nya tidak lain dari kehadiran yang konsisten dalam proses kreatif setiap satuan aktual.
Dalam buku Process and Reality (1929), paham Tuhan dalam dua buku sebelumnya dikembangkan. Tuhan memiliki hakikat ganda, yaitu hakikat awali ( primordial nature ) dan
16 Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika , 115.
17 Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika , 138. Lihat juga Alfred North Whitehead, Science and the Modern World (New York: Pelican Menor Books, 1985), 221-222.
18 Alfred North Whitehead, Religion in the Making (New York: The Free Press, 1974), 88.
19 Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika , 143.
20 Ohoitimur, 145.
hakikat akhiri ( consequent nature ). Dengan kata lain, hakikat Tuhan bersifat dwipolar . 21 Hakikat awali atau primordial berarti Tuhan merupakan komunitas dari segala yang ideal, sebagai prinsip yang membatasi, dan mengarahkan aktivitas konkresi. 22 Tuhan sebagai perwujudan asali kreativitas, sekaligus merupakan prinsip dasar konkresi. 23 Dengan kata lain, dalam hakikat awali-Nya, Tuhan dilihat di dalam abstraksi lepas dari interaksi-Nya dengan satuan-satuan aktual di dalam dunia nyata.
Hakikat akhiri Tuhan menunjuk kepada hakikat Tuhan sebagai satuan aktual yang mengalami dan merasakan semua peristiwa dalam realitas alam maupun manusia. Tuhan berprehensi dengan semua satuan aktual dan semua satuan aktual mengalami kedekatan Tuhan. Whitehead menggambarkan Tuhan sebagai the great companion – the fellow- sufferer who understands (sahabat karib, sesama penderita yang dapat mengerti). 24 Tuhan yang turut merasakan pengalaman-pengalaman dari semua satuan aktual dalam dunia. Artinya, Tuhan secara simpatik menjalin relasi internal (berprehensi) dengan apa saja yang terjadi pada satuan-satuan aktual. 25 Hakikat akhiri dari Tuhan merujuk pada apa yang disebut Whitehead sebagai Tuhan sang sahabat ( God the companion ) yang membiarkan diri- Nya dialami oleh setiap satuan aktual. Dengan cara ini, Tuhan berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan sebaliknya manusia pun merasakan gerak hati Tuhan. 26 Dalam konteks inilah hakikat akhiri dari Tuhan dipahami sebagai cinta Tuhan bagi dunia.
Konsep Whitehead tentang Tuhan mempunyai implikasi pada paham tentang agama. Agama dalam hubungan dengan Tuhan berkembang melalui tiga tahap, yaitu agama adalah transisi dari “Tuhan Kekosongan” menjadi “Tuhan Sang Musuh” dan dari “Tuhan Sang Musuh” menjadi “Tuhan Sang Sahabat”. 27 Ohoitimur menguraikan bahwa Tuhan kekosongan ( God the void ) bisa ditafsirkan secara berbeda-beda, yaitu pengalaman khaos tanpa Tuhan sebagai prinsip ketertiban, tetapi juga pengalaman di mana seseorang merasa hidupnya hampa, ditinggalkan, diabaikan, tidak didengarkan doanya. Pada pengalaman yang terakhir ini, Tuhan dianggap tidak hadir, atau paling tidak Dia diam. 28 Itulah pengalaman eksistensial dalam kesendirian. Tuhan “sang Musuh” ( God the enemy ) merupakan konsep bahwa Tuhan itu menakutkan dan selalu bisa menghukum, tetapi juga bisa mengganjari dengan kebaikan. Inilah konsep yang dikenal pada banyak agama suku; Tuhan sebagai kekuatan yang melampaui alam. Di sini, Tuhan lebih sering dipahami dan dialami sebagai kekuatan menakutkan yang dapat mencelakakan manusia sewaktu-waktu. 29 Whitehead menulis , “Tingkah laku dianggap benar apabila membuat para dewa melindungi kita; dan tingkah laku adalah salah apabila membangkitkan kemarahan para dewa yang
21 Whitehead, Process and Reality , 342.
22 Whitehead, 225.
23 Sudarminta, Filsafat Proses , 39-40.
24 Johanis Ohoitimur, “Teisme Dialektik: Sintesis Whiteheadianisme dan Eksistensialisme,” dalam Pergulatan Etika
Indonesia (Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019), 22. Lihat juga Whitehead, Process and Reality , 351. 25 Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika , 152.
26 Johanis Ohoitimur, “Metafisika Penderitaan Salib,” dalam Mysterium Crucis Mysterium Paschale: Permenungan atas Tri Hari Suci (Yogyakarta: Kanisius, 2020).
27 Alfred North Whitehead, Mencari Tuhan Sepanjang Zaman (Dari Agama Kesukuan hingga Agama Universal), terj. Alois A. Nugroho (Bandung: Mizan, 2009).
28 Ohoitimur, “Metafisika Penderitaan Salib , ” 18.
29 Whitehead, Mencari Tuhan Sepanjang Zaman , 31-32.
menghancurkan hidup kita. Agama semacam itu merupakan suatu cabang diplomasi”. 30 Tuhan “sang Sahabat” ( God the companion ) adalah Tuhan yang dialami seorang person dalam kesendiriannya sebagai sahabat karib. Tuhan sang Sahabat ialah konsep yang paling matang atau dewasa dalam evolusi agama- agama. Inilah konsep Tuhan yang bersifat “dwi - kutub” ( bipolar nature of God ) dalam filsafat proses. 31
Selanjutnya, Whitehead melihat bahwa agama telah kehilangan genggaman atau pengaruhnya atas dunia. 32 Permasalahan utamanya terletak pada stagnansi dalam kehidupan beragama dan ketidaksesuaian gambaran Tuhan tradisional dengan gambaran manusia modern. Alternatif untuk memahami Tuhan dikembangkan oleh Charles Hartshorne dalam panenteisme. Panenteisme ialah paham yang melihat realitas sebagai bagian dari keberadaan Tuhan. Paham ini berbeda dengan panteisme yang menyamakan Tuhan dengan seluruh realitas. 33 Panenteisme berarti Tuhan alam segalanya, dan sekaligus segalanya dalam Tuhan. Paham dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada panteisme maupun teisme klasik. Panteisme menekankan imanensi, sedangkan teisme klasik memiliki gambaran Tuhan yang transenden dan melampaui alam semesta.
Pembahasan terkait konsep Tuhan dan agama yang ditawarkan oleh Whitehead akhirnya mengarah pada Tuhan yang mampu hadir di dalam imanensi-Nya. Artinya, Tuhan yang menurut consequent nature menjadi “muara” atau “tumpahan” semua pengalaman ( feeling ) dari semua yang ada ( actual entities ). 34 Tuhan dipandang sebagai Sahabat karib yang kepada siapa seluruh ciptaan mencurahkan hatinya. Tuhan sebagai Sahabat turut hadir dan membiarkan diri-Nya dialami oleh setiap pengada. Tuhan yang hadir dan membiarkan diri tersebut hanya dapat dialami oleh manusia dalam imanensi-Nya. 35 Konsep Tuhan Sang Sahabat ini kemudian menjadi dasar untuk dapat memahami solidaritas Tuhan bagi manusia dan dunia. Tuhan yang menerima semua pengalaman dari setiap entitas aktual di dalam hakikat awali-Nya, sungguh hadir dalam dunia dengan segala keutuhan-Nya. 36
Bagaimana konsep agama Whitehead dibaca dalam perspektif iman kristiani? Yesus Kristus menjadi inspirator terakhir bagi Whitehead sebagai model Tuhan dalam agama. Tuhan sebagai sang sahabat yang membiarkan diri-Nya dialami oleh setiap pengada. Tuhan turut mengalami segala kemalangan dan penderitaan yang dialami oleh manusia di dalam dunia. Di tengah pergumulan agama pada zaman modern itu, Whitehead memperlihatkan inti dari permasalahannya, yaitu penyingkapan agama-agama atas masalah praktis dan nyata yang perlu dikaji dan dievaluasi berdasarkan pengalaman-pengalaman konkret. Pada tahap ini Whitehead menantang agama agar mampu memberikan penjelasan yang masuk akal atas pengalaman konkret yang dialami oleh manusia.
Whitehead sebagai seorang Kristen Anglikan yang taat, akhirnya melihat bahwa konsep Tuhan dalam hakikat akhiri terwujud di dalam pribadi Yesus. Wujud paling nyata dari gambaran Tuhan sebagai the great companion, the fellow – suffer who understands
30 Ohoitimur, “Metafisika Penderitaan Salib , ” 18. 31 Whitehead, Mencari Tuhan Sepanjang Zaman , 32.
32 Sudarminta, Filsafat Proses , 85. Lihat juga Whitehead, Religion in the Making , 43.
33 Lorens Bagus, “Panenteisme,” dala m Kamus Filsafat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996).
34 Whitehead, Mencari Tuhan Sepanjang Zaman , 32.
35 Whitehead, Process and Reality , 351.
36 Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika , 78 .
adalah Yesus di atas kayu salib. Ohoitimur menguraikan bahwa penderitaan salib Yesus merupakan ungkapan paling konkret bahwa Dia sebagai sahabat sejati. Yesus adalah sahabat sejati karena rela memberikan nyawa-Nya bagi manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya. 37 Penderitaan Yesus di salib menjadi simbol solidaritas surgawi, tanda kasih Allah yang melampaui segala keterbatasan. Dia yang kasih-Nya tidak terbatas datang dan tinggal di antara kita, menyertai kita bahkan di dalam penderitaan. Whitehead menulis,
Kerajaan Surga ada di antara kita hari ini….Kehadirannya merupakan penyelenggaraan khusus bagi satuan-satuan peristiwa partikular. Apa yang terjadi dalam dunia ditransformasi ke dalam realitas surga, dan realitas surga turun kembali ke dalam dunia. Dalam relasi timbal-balik ini, cinta dalam dunia terangkat menjadi cinta dalam surga, dan mengalir kembali ke dalam dunia. 38
Dalam arti itu, dapat dipahami bahwa Tuhan adalah sahabat sejati, sesama penderita yang mau mengerti. Di sini kita dapat memahami l ebih lanjut arti “Kerajaan surga ada bersama kita hari ini…[yakni] kasih Allah kepada dunia”. Itulah gambaran nyata dari solidaritas Allah bagi dunia. Allah yang selalu siap untuk solider dengan dunia walaupun pada dasarnya dunia sendiri tidak selalu mengenal dan menerima Dia (bdk. Yoh. 1:11). 39 Tuhan sebagai sesama penderita itu dapat memahami setiap curahan hati manusia. Dia memahami pergumulan dan perjuangan, kepahitan dan kegetiran yang dialami oleh manusia dalam kesendiriannya. Jadi, perkataan Tuhan beserta kita dapat dipahami dalam Tuhan yang rela menderita demi manusia. Itulah penderitaan salib Yesus. Penderitaan yang diterima oleh Tuhan sebagai bentuk solidaritas Tuhan dalam penderitaan dan kemalangan yang dialami manusia.
## Menilai Konsep Tuhan dan Agama Whitehead
Apa persisnya relevansi dari konsep Tuhan Whitehead dalam kehidupan beriman, terlebih ketika orang beriman mengalami pergumulan dan kemalangan? Bagaimana paham Whitehead mengenai agama dapat dinilai?
Konsep Tuhan yang ditawarkan oleh Whitehead berusaha memberi keseimbangan antara transendensi dan imanensi. Namun dari perspektif pengalaman beragama, tampaknya paham Whitehead lebih menekankan sifat imanen, ketimbang sifat transenden. Cara pandang Whitehead atas Tuhan sungguh memiliki implikasi langsung terhadap cara hidup orang beragama. Karena pemahaman ketuhanan dalam konteks Whitehead memiliki hubungan atau keterkaitan dengan agama serta perkembangannya. Whitehead memandang Tuhan bukanlah sebagai Tuhan yang “ jauh di sana ” sebagai raja absolut, melainkan dekat dan ada “di sini” bersama manusia bahkan rela menderita bersama dengan manusia. Tuhan tidak hadir sebagai seorang moralis yang siap menghakimi. Ia hadir dalam kasih-Nya yang menggerakkan hati manusia. Tuhan menjadi sumber cita-cita diri ( subjective aims ) dengan menawarkan dan menumbuhkan rasa terpikat akan ideal ( the lure of idealis ) yang masih harus diwujudkan oleh entitas-entitas individual sendiri. 40
37 Ohoitimur, 19.
38 Ohoitimur, God and the World , 78.
39 Ohoitimur, “Metafisika Penderitaan Salib , ” 19.
40 Sudarminta, Filsafat Proses , 87-88.
Paham bahwa Tuhan begitu dekat dengan manusia menjadi tantangan mendasar bagi paham teisme klasik yang cenderung menekankan kemahakuasaan Tuhan (dalam transendensi-Nya). Model-model pemahaman tentang Tuhan dalam tradisi kristiani Abad Pertengahan dan masa modern seperti model monarkhial, deistis, dialogal dan model pelaku tindakan mengandung baik problem filosofis, teologis maupun ekologis yang baru. 41 Alasannya, karena masing-masing model tersebut tidak mampu menjelaskan pengalaman ketuhanan secara menyeluruh ( holistic ). Model-model ini sering terjebak dalam permasalahan seperti melihat Tuhan terlampau jauh dan berkuasa dalam transendensi-Nya (monarkhial) dan menggambarkan Tuhan secara impersonal atau juga memicu hidupnya paham antroposentrisme yang melihat alam secara impersonal. 42 Tuhan juga dipandang sebagai penyebab segala kejahatan dan penderitaan yang terjadi di dunia. Bahkan lebih parah lagi, paham Deisme yang justru “mengistirahatkan” Tuhan dalam seluruh proses kreatif alam semesta. Paham ini dapat mengantar pada penyangkalan akan eksistensi Tuhan (ateisme).
Terkait problem ini, Whitehead menawarkan model pemahaman “proses” sebagai alternatif untuk memahami Tuhan. Whitehead dan Hartshorne menegaskan bahwa relevansi dari konsep Tuhan dalam agama bagi manusia modern ialah Tuhan yang hadir secara dinamis dalam hakikat awali yang bersifat non-temporal (abadi) dan di dalam hakikat akhiri- Nya yang bersifat temporal (menyejarah). Model inilah yang dibutuhkan di dalam agama. Tujuannya agar agama tidak lagi menggambarkan Tuhan sebagai raja yang otoriter, melainkan Tuhan yang hadir dalam kasih-Nya yang menggerakkan hati manusia untuk menanggapi tawaran-Nya menuju ke arah yang benar. Atas dasar inilah, agama harusnya menjadi sumber visi dan motor perjuangan dalam peradaban manusia. Agama juga harus menjadi pemberi rasa damai sekaligus mampu menjadikan penganutnya berani menghadapi realitas ketakberdayaan dalam kehidupannya. Agama perlu mengarahkan penganutnya agar mampu mengalami proses penentuan diri sebagai orang beragama. Proses penentuan diri itu hanya dapat terjadi di dalam kesendirian manusia di tengah komunitas ( solitariness in the community ). 43 Kesendirian yang dimaksudkan ialah sikap berani dari individu untuk mengambil sikap personal sebagai inti dari hidu p beragama. Kata “kesendirian” diterjemahkan dari bahasa Inggris solitariness , yang tentu berbeda dengan kata “kesepian” ( loneliness ). Dalam kesendirian menghadapi “Dia Yang Sendiri”, manusia mengambil jarak dari pengaruh sosial dan keluar dari kungkungan “wacana” dan penjara “kebiasaan”. Dalam kesendirian menghadapi Dia Yang Sendiri, manusia dapat mencermati dan menimbang- nimbang cara pandang dan kebiasaan komunitarian, baik itu suku, kelas, bahkan umat tempat dia menjadi anggota. Dengan demikian hakikat agama terletak pada hubungan personal antara manusia dengan Yang dalam Kesendirian. Di dalam hubungan tersebut, manusia kemudian memberi makna pada Kitab Suci, ajaran iman, dogma, peraturan- peraturan moral dan ritus dalam agama. Yang dalam Kesendirian atau Dia Yang Sendiri itu dibahasakan oleh Whitehead sebagai Tuhan. 44 Di dalam kesendirian inilah setiap penganut dapat menentukan diri seturut cita-cita diri dalam bingkai perkembangan. Proses pengembangan tersebut dipahami sebagai keterarahan lebih pada cinta dan semangat untuk
41 Budi Susanto, Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 130-136.
42 Susanto, 131 .
43 Whitehead, Science and the Modern World , 92.
44 Whitehead, Religion in the Making , 39.
menemukan arti visi agamanya. 45 Visi itu mengarahkan hidup penganut agama untuk menjadi penggerak dalam mencapai kebahagiaan sejati serta mampu memberikan pengalaman damai bagi sesamanya.
Di dalam proses tersebut, agama berperan sebagai pembawa damai. Tanpa kedamaian batin atau rasa damai yang mendalam, manusia mengalami kemunduran dalam hidupnya. Rasa damai yang mendalam memberi ketenangan batin oleh karena secara intuitif manusia menangkap kebaikan dan keberhasilan di balik kesementaraannya. 46 Rasa damai yang bersumber pada agama muncul dari keyakinan bahwa Tuhan merupakan ukuran keselarasan dunia ( the measure of the aesthetic consistency of the world ). 47 Agama memberi jawaban positif atas masalah apakah kehidupan kita di dunia ini bisa diberi makna yang langgeng. Jawaban tersebut terletak dalam pemahaman tentang Tuhan sebagai Penebus dan Penyelamat. Tuhan yang “hadir” dan bahkan ikut menderita bersama dengan manusia ketika manusia mengalami pergumulan dan penderitaan di dalam kehidupannya. Dengan berdasar pada paham ini, agama dapat membantu proses peradaban dan perkembangan manusia serta alam ciptaan untuk berjalan secara sustainable .
Sumbangan Whitehead melalui pemikirannya tentang kodrat akhiri Tuhan terlihat dalam penekanan pada imanensi Tuhan. Tuhan dialami dekat dan akrab, dan Ia juga ikut berproses dalam realitas kehidupan alam dan manusia. Tuhan hadir di dalam dunia dan turut mengalami semua perubahan yang terjadi dalam dunia. Dunia tidak dapat berkembang dan bertumbuh di luar Tuhan. Karena Tuhan menjadi sumber segala potensialitas dan nilai bagi manusia. Manusia sebagai kumpulan satuan-satuan aktual, tidak dapat terpisah dari satuan aktual yang lain, entah itu hewan, tumbuhan atau bahkan benda mati. Keterjalinan tersebut tidak lain dari hubungan prehensif yang merupakan hakikat realitas. Oleh karena itu, manusia tidak dapat dipahami dengan baik dan utuh bila terlepas dari Tuhan, sesama dan lingkungan. Dalam konteks ini manusia memiliki kewajiban untuk merawat atau menjaga lingkungan.
## Kesimpulan
Sebagai filsuf abad ke-20, Whitehead mengkritisi pemikiran para filsuf sebelumnya. Ia mengkritik dan menawarkan pemikiran filosofisnya sebagai sumbangan bagi perkembangan peradaban manusia. Whitehead berangkat dari kritik terhadap paham materialisme ilmiah dan menawarkan pemikiran “proses”. Kosmologi “proses” menjadi jalan masuk untuk memahami Tuhan. Tanpa konsep Tuhan, berbagai pengalaman tentang manusia dan alam tidak dapat dijelaskan. Konsep Whitehead tentang Tuhan mengalami perkembangan di dalam tiga karya besarnya. Ia akhirnya tiba pada Tuhan yang berhakikat ganda. Tuhan yang memiliki hakikat awali dan hakikat akhiri. Dua hakikat tersebut memiliki hubungan dengan agama di dalam perkembangannya di tengah dunia. Menghadapi kemerosotan pengaruh agama di tengah dunia, Whitehead dan Hartshorne menawarkan paham panenteisme sebagai alternatif. Paham panenteisme tampaknya memberikan penekanan kepada keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan manusia. Sedangkan
45 Sudarminta, Filsafat Proses , 92.
46 Alfred North Whitehead, Adventures of Ideas (New York: The Free Press, 1967), 367.
47 Sudarminta, Filsafat Proses , 93.
dalam perspektif filsafat spekulatif, peranan Tuhan sebagai sumber nilai dan potensialitas ideal lebih diutamakan. Dalam bahasa teologis, kodrat akhiri Tuhan menyatakan cinta Tuhan bagi dunia. Karena cinta itu, Tuhan hadir dalam dunia dan turut mengalami setiap titik pengalaman manusia. Tuhan dekat dengan manusia, dan mengalami setiap dinamika kehidupan manusia, termasuk penderitaan dan kemalangannya.
Demikian dapat disimpulkan bahwa konsep Tuhan menurut Whitehead mengandung hakikat Tuhan yang bercorak dwi-polar atau dua kutub, awali dan akhiri. Hakikat awali merupakan kebutuhan metafisik dalam memahami realitas sebagai proses yang terus menerus. Sedangkan hakikat akhiri menyatakan kepentingan alam dan manusia yang membutuhkan fondasi dalam proses. Apa yang dalam bahasa teologis dikatakan mengenai datangnya Kerajaan Surga dan Tuhan yang menyelenggarakan kehidupan alam semesta dibahasakan Whitehead sebagai Tuhan sang sahabat yang mengerti dan rela menderita bagi manusia. Nuansa ungkapan Whitehead tentu saja bercorak kristiani. Tetapi maksud Whitehead, di situlah peranan agama untuk membuka pintu kesadaran kepada pengalaman soliter tentang ketuhanan.
## Daftar Kepustakaan
Bagus, Lorens. “Panenteisme.” Dalam Kamus Filsafat . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Kuntag, Paulina. “Kosmologi Alfred North Whitehead dan Relevansinya.” Dalam Melangkah dengan Akal Budi, Karsa, dan Karya , ed. oleh Barnabas Ohoiwutun Yogyakarta: Kanisius, 2020. 19-38.
Ohoitimur, Johanis. God and the World: A Study in the Dialogue between Whiteheadianism and Contemporary Thomism . Jakarta: Cahaya Pineleng, 2014.
———. “Metafisika Penderitaan Salib.” Dalam Mysterium Crucis Mysterium Paschale: Permenungan atas Tri Hari Suci . Yogyakarta: Kanisius, 2020. 51-94
——— . Metafisika sebagai Hermeneutika: Cara Baru Memahami Filsafat Spekulatif Thomas Aquinas dan Alfred North Whitehead . Jakarta: Obor, 2006. ———. “Pengantar Berfilsafat.” Pineleng: Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pinelen g, 2018
2017.
———. “Teisme Dialektik: Sintesis Whiteheadianisme dan Eksistensialisme.” Dalam Pergulatan Etika Indonesia . Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019. 21-42.
Renwarin, Paul Richard. “Filsafat, Teologi dan Pemajuan Budaya.” Media (Jurnal Filsafat dan Teologi) 1, No. 1 (September 2020): 1-22.
Sudarminta, J. Filsafat Proses: Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead . Yogyakarta: Kanisius, 1991.
Susanto, Budi. Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern . Yogyakarta: Kanisius, 1994. Whitehead, Alfred North. Adventures of Ideas . New York: The Free Press, 1967.
——— . Essays in Science and Philosophy . New York: Philosophical Library, 1947.
——— . Mencari Tuhan Sepanjang Zaman (Dari Agama Kesukuan hingga Agama Universal) . Terjemahan Alois A. Nugroho. Bandung: Mizan, 2009. ——— . Process and Reality: An Essay in Cosmology . David Ray Griffin and Donald W.
Sherburne. New York: The Free Press, 1978.
——— . Religion in the Making . New York: The Free Press, 1974.
——— . Science and the Modern World . New York: Pelican Menor Books, 1985.
|
7aeb518b-b8cd-4f51-beb4-420bfb9f9920 | https://journal.unindra.ac.id/index.php/hortatori/article/download/2494/1703 |
## Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
## Artikel Penelitian
## Hortatori
Tindak Tutur Ilokusi pada Cerpen Arti Persahabatan Karya Tafassahu
Lathifatus Saidah 1*)
Sri Utami 2)
Universitas Dr. Soetomo Surabaya 1, 2
*) Penulis korespondin: Jl. Semolowaru No.84, Menur Pumpungan, Kec. Sukolilo, Surabaya, Jawa timur, 60118, Indonesia Posel: [email protected]
Abstrak: Karya sastra diciptakan untuk dinikmati oleh masyarakat oleh karna itu cerpen ini juga termasuk dalam karya sastra yang sering dinikmati oleh masyarakat maupun. Artikel ini berisi tentang analisis ilokusi pada cerpen Arti Persahabatan karya Tafassahu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data klasifikasi tindak tutur ilokusi terhadap cerpen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi dalam cerpen Arti Persahabatan karya Tafassahu dan mengetahui data klasifikasi tindak tutur dalam cerpen Arti Persahabatan karya Tafassahu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang didapat berasal dari cerpen Arti Persahabatan karya Tafassahu. Penelitian ini memfokuskan pada klasifikasi tindak tutur ilokusi pada sebuah cerpen. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian adalah teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 data yang diantaranya ialah tindak tutur ilokusi deklaratif, tindak tutur ilokusi direktif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur representatif, dan tindak tutur komisif.
Kata Kunci: Tindak Tutur; Ilokusi; Cerpen
## Illocutionary Speech Act in the Short Story “The Meaningof Friends” by Tafassahu
Abstract: Literary works are created to be enjoyed by the public, therefore this short story is also included in the literary works which are often enjoyed by the public as well. This article contains an illocutionary analysis of the short story Arti Persahabatan by Tafassahu. This research aims to obtain data on the classification of illocutionary speech acts in the short story. This research aims to classify illocutionary speech acts in the short story Arti Persahabatan by Tafassahu and to find out data on the classification of speech acts in the short story Arti Persahabatan by Tafassahu. This study used descriptive qualitative method. The data obtained comes from the short story Arti Persahabatan by Tafassahu. This research focuses on the classification of illocutionary speech acts in a short story. The data collection techniques used in the research are library techniques, listening techniques and note- taking techniques. The results of the research show that there are 11 pieces of data, including declarative illocutionary speech acts, directive illocutionary speech acts, expressive speech acts, representative speech acts, and commissive speech acts.
Keywords: Speech Acts; Illocutionary; Short story
Proses artikel: Dikirim: 22-12-2023; Direvisi: 13-06-2024; Diterima: 23-06-2024; Diterbitkan: 30-06-2024 Gaya sitasi (MLA edisi ke-7): Saidah, Lathifatus, and Sri Utami . “ Tindak Tutur Ilokusi pada Cerpen Arti Persahabatan Karya Tafassahu .” Hortatori: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 8.1 (2024): 118 – 123. Print/Online . Pemegang Hak Cipta: Lathifatus Saidah, Sri Utami . Publikasi Utama: Hortatori: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (2024) .
Proses ini berada di bawah lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
## Pendahuluan
Memahami sebuah karya sastra berarti seseorang harus bisa memaknai terlebih dahulu karya sastra tersebut. Cara memaknainya sendiri dengan melakukan sebuah penelitian yang menganalisis unsur-unsur yang ada
pada karya sastra tersebut. Pentingnya karya sastra dalam perkembangan di Indonesia adalah menjadi hal utama dilihat pada era sekarang perkembangan karya sastra sangat meningkat, baik itu di kalangan anak muda maupun orang tua.
Lahirnya sebuah karya sastra adalah untuk dinikmati sendiri atau dinikmati publik. Terdapat banyak jenis karya sastra yang dilahirkan di Indonesia seperti puisi, pantun, roman, novel, dongeng, cerpen, dan lain-lainnya. Jenis-jenis tersebut merupakan karya sastra yang populer pada era sekarang. Sastra dibagi menjadi dua bagian yaitu prosa dan puisi. Prosa merupakan sebuah karya sastra yang tidak terikat sedangkan puisi merupakan sebuah karya sastra yang memiliki ikatan dengan kaidah ataupun aturan tertentu. Contoh sastra prosa diantaranya adalah novel, cerpen, dan drama sedangkan contoh sastra puisi diantaranya adalah puisi, pantun, dan juga syair.
Karya sastra berupa cerita pendek (cerpen) yang berbentuk karya sastra modern, sangat banyak dijumpai di zaman sekarang pada media-media massa atau dalam bentuk buku berupa kumpulan cerpen. Menurut (Noviyanti et al.) cerpen adalah jenis prosa naratif fiktif atau fiksi yang ditulis secara singkat dan padat dan menceritakan atau menggambarkan kisah suatu tokoh bersama dengan konflik dan akhirnya. Cerpen merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai karya kreatif, cerpen harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia dan dengan daya kreativitas pula cerpen diciptakan. Cerpen mampu menjadi wadah penyampaian ide maupun gagasan yang dipikirkan oleh pengarang.
Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan karya sastra novel. Cerpen ini biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian saja. Terdapat banyak unsur pembangun dalam sebuah cerpen baik itu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun cerpen tersebut dari dalam sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar cerpen tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya tersebut. Pemilihan cerpen sebagai objek kajian didasarkan pada beberapa alasan diantaranya karena cerpen merupakan tugas mata kuliah fiksi. Dari aspek bentuk, cerpen memiliki ciri khas dibandingkan dengan novelet, novel, maupun roman. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra prosa yang lain yaitu novelet, novel, dan atau roman, cerpen memiliki bentuk yang paling pendek. Pada penelitian yang dilakukan akan ditampilkan beberapa hasil pembahasan analisis cerpen mahasiswa yang mengkaji cerpennya dari unsur intrinsik.
Tindak tutur atau komunikasi adalah proses berbicara yang terjadi antara penutur dan mitra tutur. (Rahmasari and Utomo) menyatakan bahwa tindak tutur menunjukkan kemampuan berbahasa penutur dengan tujuan menunjukkan atau mengkomunikasikan arti dan tafsir ujaran penutur kepada orang lain. Selain itu, tindak tutur selalu ada dalam komunikasi. Menurut (Maharani and Utomo) mengenali tindak ilokusi lebih susah bila dibanding dengan tindak lokusi, karena pengidentifikasian tindak ilokusi wajib memikirkan penutur serta mitra tuturnya, kapan serta di mana tuturan terjalin, dan saluran apa yang digunakan. Oleh karena itu, tindak ilokusi merupakan bagian berarti dalam menguasai tindak tutur.
Penelitian ini bertujuan memenuhi tugas mata kuliah pragmatik. Cerpen yang dianalisis diperoleh dari https://www.gramedia.com/best-seller/cerpen-persahabatan/. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hasil penelitian tindak tutur ilokusi dengan 5 klasifikasi yaitu deklaratif, direktif, komisif, ekspresif, dan representatif. Adapun penelitian yang relevan dengan topik yang sama dengan penulisan ini, antara lain 1) artikel yang diterbitkan oleh : Jurnal Ilmiah SARASVATI tentang tindak tutur ilokusi dalam film pendek yang dilakukan oleh (Ariyadi et al.) yang berjudul ” Analisis Tindak Tututr Ilokusi dalam Film Pendek Nanti Kita Cerita Hari Ini The Series Eps. 1 Pada Kanal Youtube Toyotaindonesia”. Tujuan dari penelitian tersebut ialah mendeskripsikan, menganalisis dan menjelaskan maksut tindak tutur ilokusi dalam Film Pendek Nanti Kita Cerita Hari Ini The Series Eps. 1 Pada Kanal Youtube Toyotaindonesia”. Persamaan penelitian ini pada masalah yang akan diteliti, kajian metode dan sudut pandang yang diambil yakni tindak tutur ilokusi. Adapun perbedaan yang terdapat dalam penelitian terdahulu yakni objek yang diambil oleh peneliti terdahulu ialah film pendek sedangkan peneliti menggunakan objek cerpen. 2) selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Fitriah and Fitriani) yaitu dengan judul “ Analisis Tindak Tutur Dalam Novel Marwah Di Ujung Bara Karya R.H. Fitriadi”. Penelitian ini diterbit oleh Master Bahasa. Penelitian ini membahas tentan tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi. Adapun perbedaan yang terdapat dalam penelitian terdahulu ialah konsep fokus yang ingin dibahas dalam rumusan malasalah ini. Objek yang digunakan juga berbeda dengan penelitian terdahulu.
## Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif. Menurut peneliti kualitatif membutuhkan kealamian (Bajari) untuk memahami sepenuhnya sebuah situasi atau pengalaman, seorang peneliti harus mengunjungi sebuah komunitas secara menyeluruh seolah-olah menjadi "senjata utama" untuk "menyembunyikan" identitas seorang peneliti. Penelitian kemudian melakukan analisis dan interpretasi data yang ada. Artikel kualitatif ialah bahwa artikel tersebut mendeskripsikan suatu keadaan dengan apa adanya tanpa menggunakan angka-angka. Menurut (Moleong) artikel kualitatif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.
Penelitian ini menerapkan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan dan membahas tindak tutur ilokusi dalam cerpen Arti Persahabatan oleh Tafassahu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif karena tidak dapat diukur dengan angka. Metode kualitatif deskriptif (Moleong) mengumpulkan data dalam bentuk kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Setelah menganalisis dan menafsirkan data yang ada, metode kualitatif penelitian ini memberikan deskripsi objektif dan sistematis tentang masalah penelitian.
Data dapat didefinisikan sebagai referensi informasi yang akan dipilih untuk analisis (Saputri). Oleh karena itu, kualitas dan ketelitian data yang dikumpulkan bergantung pada ketepatan pemilihan, yang diatur oleh pemahaman konsep atau teori kuat. Data penelitian ini terdiri dari kata-kata, frasa, kalimat, wacana, dan paragraf yang berbicara tentang nilai-nilai pendidikan. Salah satu sumber data yang digunakan oleh peneliti disebut sebagai sumber data. Dengan penjabaran berikut, sumber data primer dan sekunder dapat digunakan dalam penelitian ini:
1. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data utama untuk penelitian ini. Kutipan dari buku https://www.gramedia.com/best-seller/cerpen-persahabatan/. adalah sumber utama. Cerpen ini menggambarkan arti sahabat yang tidak memilih-milih teman
2. Data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan informasi kepada peneliti. Termasuk dalam penelitian ini adalah literatur baru yang berkaitan dengan subjek penelitian.
Metode atau alat penelitian dikenal sebagai instrumen penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah alat utama karena peneliti sendiri yang membuat kerangka berpikir sebelum melakukan tindakan penyelidikan. Peneliti adalah bagian penting dari penelitian kualitatif ini. Tujuan utama penelitian adalah pengumpulan data (Ansasmito et al.). Jadi instrumen penelitian akan digunakan untuk mengolah data penelitian ini
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pustaka, simak, dan catat. Menurut (Aulia et al.), metode didefinisikan sebagai "teknik" sumber daya yang digunakan. Jika didefinisikan sebagai konkretisasi metode abstrak yang "bentuk"nya ditemukan oleh alat tertentu yang dapat digunakan, teknik lebih jelas dan nyata. Ketiga teknik di atas dijelaskan di sini:
1. peneliti mencatat keseluruhan informasi tentang feminisme dan nilai-nilai pendidikan dalam Teknik pustaka
Pada teknik ini peneliti menggunakan sumber-sumber tertulis. Teknik ini digunakan agar peneliti mendapatkan berbagai referensi yang dibutuhkan.
2. Teknik catat
Teknik simak atau baca dilakukan dengan membaca kritis atau berulang-ulang cerpen Arti Persahabatan. untuk mempelajari perjuangan perempuan, dan nilai-nilai pendidikan dalam cerpen Arti Persahabatan.
3. Teknik simak
Teknik ini digunakan sebagai pengganti merekam data atau ketika perekam tidak dapat dilakukan karena alasan tertentu. Dalam metode catat, setelah peneliti membaca dan memahami isi buku tersebut, cerpen.
Untuk menganalisis data penelitian, prosedur berikut digunakan: 1) Pertama, peneliti harus membaca novel Guru Aini berulang kali untuk memahami isi secara keseluruhan. 2) Untuk memahami struktur dan peran perempuan dalam novel, serta nilai-nilai pendidikan, seperti nilai pendidikan religi, moral, dan sosial, pembaca harus membacanya berulang kali. menggunakan sosiologi dalam karya sastra.
Untuk mengecek keabsahan data peneliti melakukan triangulasi waktu, waktu sering memengaruhi kekuatan data yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, pengujian kekuatan data yang dapat dipercaya dapat dilakukan dengan menggunakan melakukan observasi, wawancara, atau metode lain dalam berbagai situasi
atau waktu. Jika hasil uji menunjukkan bahwa data tidak konsisten, uji ulang harus dilakukan berulang kali sampai data Sugiyono dapat dipastikan (Alfansyur and Mariyani).
## Hasil dan Diskusi
Setelah dilakukan analisis tindak tutur ilokusi yang terkandung dalam cerpen terdapat data-data yang sudah diperoleh. Data yang pertama yaitu tindak tutur deklaratif sebanyak 2 data, direktif sebanyak 3 data, ekspresif sebanyak 3, representatif sebanyak 2 data, dan komisif sebanyak 1 data. Tindak tutur ilokusi bertujuan untuk mempengaruhi lawan bicara. Saat berbicara dengan pembicara. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang diberitahukan oleh orang yang berbicara, yang biasanya terdiri dari peringatan, sambutan, dan janji. Dalam cerpen Arti Persahabatan karya Tafassahu, tindak tutur ilokusi memiliki lima makna: tindak tutur deklaratif, tindak tutur ilokusi direktif, tindak tutur ilokusi ekspresif, tindak tutur ilokusi represif, dan tindak tutur ilokusi komisif. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa arti dari tindak tutur ilokusi:
## Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif
Data 3 Penutur: “Kalo begitu coba nanti sore aku pengen ke rumahnya lagi”
Dari data di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi deklaratif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi deklaratif karena bermaksud memutuskan sesuatu. Yang dimaksud oleh tuturan tersebut ialah ia akan mengunjungi rumah sahabatnya untuk melihat keadaan sahabatnya tersebut.
Data 9 Penutur: “Soal sekolah dan biaya apapun, kamu ngga’ usah khawatir biar saya yang menanggungnya”. Dari data kutipan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi deklaratif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi deklaratif karena bermaksud memutuskan sesuatu. Yang dimaksud oleh tuturan tersebut ialah ia akan menanggung biaya sekolah sahabatnya tersebut.
## Tindak tutur ilokusi Direktif
Data 1 Penutur: “Kok Ika ngga’ pernah keliatan? Kemana ya, biasanya dia selalu masuk sekolah”.
Data di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi direktif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi direktif karena memiliki kekuatan dan efek karena tuturan ini memiliki dan menggunakan kuasa. Yang dimaksud oleh tuturan tersebut ialah menanyakan keberadaan sahabatnya karena lama tidak masuk sekolah.
## Data 6
Penutur: “Mama, aku ingin mencari Ika, biarkan dia bisa melanjutkan sekolahnya lagi”
Kutipan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi direktif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi direktif karena memiliki kekuatan dan efek karena tuturan ini memiliki dan menggunakan kuasa. Yang dimaksud oleh tuturan tersebut ialah keinginannya mencari sahabatnya yang tidak ada kabar dan ingin sahabatnya kembali sekolah lagi.
## Data 10
Penutur: “Baiklah bila Riska dan Bapak Ibu menghendaki dan memberikan kesempatan itu pada saya, saya sangat bersyukur dan banyak mengucapkan terima kasih atas kebaikan Riska dan keluarga”
Kutipan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi direktif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi direktif karena memiliki kekuatan dan efek karena tuturan ini memiliki dan menggunakan kuasa. Yang dimaksud oleh tuturan tersebut ialah rasa terimakasih terhadap sabatnya yang membantunya untuk bisa kembali bersekolah.
## Tindak tutur ilokusi ekspresif
Data 2 Penutur: “Mungkin sakit”
Data di atas menunjukkan bahwa termasuk dalam tindak tutur ilokusi ekspresif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi ekspresif karena yang dihasilkan oleh penutur berkaitan dengan sikap serta tingkah laku. Yang dimaksud oleh penutur menjawab rasa penasaran penutur lain.
Data 4
## Penutur: “Ada apa mba”
Kutipan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi ekspresif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi ekspresif karena yang dihasilkan oleh penutur berkaitan dengan sikap serta tingkah laku. Yang dimaksud penutur ia menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh penutur lainnya.
## Data 11
Penutur: “Terima kasih banyak Pak, Buk, kami tidak bisa lagi harus memberikan imbalan seperti apa, karena hanya petani biasa”
Data di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi ekspresif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi ekspresif karena yang dihasilkan oleh penutur berkaitan dengan sikap serta tingkah laku. Yang dimaksud penutur berterimakasih atas segala bantuan yang diberikan keluarga Riska kepada sahabatnya.
## Data Tindak Tutur Ilokusi Represif
Data 5 Penutur: “Saya mau mencari teman saya , Ika namanya”,
Dari data di atas merupakan dalam tindak tutur ilokusi represif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi represif karena ia menjelaskan atau memberikan pendapat bahwa dia sedang mencari sahabatnya yang bernama Ika.
## Data 8
Penutur: “Ika, kedatanganku sama keluarga ingin mengajakmu kembali bersekolah sekaligus ikut kami ke Jakarta lagi”,
Kutipan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi represif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi represif karena ia menjelaskan kedatangan penutur dengan keluarga bertujuan untuk mengajak Ika kembali ke Jakarta dan melanjutkan sekolahnya.
## Tindak tutur ilokusi komisif
Data 7 Penutur: “Baiklah kalo itu keinginanmu, mari bergegas dan segera mencari alamat Ika dahulu”,
Dari data di atas menunjukkan bahwa termasuk dalam tindak tutur ilokusi komisif, tuturan yang disampaikan penutur termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif karena ia menunjukkan bahwa ia menyetujui keinginan penutur untuk mencari alamat rumah sahabatnya itu.
## Simpulan
Berdasarkan data sebelumnya, beberapa tindak tutur ilokusi ditemukan dalam cerpen “Arti Sahabat” karya Tafassahu. Dalam cerpen “Arti Sahabat”, tindak tutur ilokusi terdiri dari berbagai jenis, termasuk deklaratif, direktif, ekspresif, represif dan komisif. 1) terdapat 2 data ilokusi deklaratif yang termasuk dalam memutuskan sesuatu, 2) tidak tutur ilokusi direktif terdapat 3 data yang termasuk dalam ciri-ciri tindak tutur ilokusi direktif yakni memiliki kekuatan dan efek karena tuturan, 3) memiliki 3 data tindak tutur ilokusi ekspresif yang tindak tutur ini memiliki ekspresi karena yang dihasilkan oleh penutur berkaitan dengan sikap serta tingkah laku penutur lain, 4) tindak tutur represif terdapat 2 data yakni kalimat yang menjelaskan suatu kejadian dan yang terakhir 5) tindak tutur komisif tindak tutur ini memiliki maksud menunjukkan sikap bahwa iya menyetujui tuturan penutur lainnya.
Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat memperluas pengetahuan pembaca tentang kajian tindak tutur ilokusi dalam sebuah cerpen. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti lainnya untuk menganalisis tindak tutur ilokusi dalam cerpen yang akan mereka pelajari.
## Ucapan Terima Kasih
Terimakasih saya ucapkan kepada teman-teman saya yang juga melakukan penelitian serupa untuk memenuhi tugas mata kuliah ini. Tak lupa kepada orang tua saya yang sangat mendukung terlaksananya tugas yang saya kerjakan dengan memberikan informasi seputar artikel sebagai rujukan pada penelitian ini.
## Daftar Rujukan
Alfansyur, Andarusni, and Mariyani Mariyani. "Seni mengelola data: Penerapan triangulasi teknik, sumber dan waktu pada penelitian pendidikan sosial." Historis: Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah 5.2 (2020): 146-150.
Ansasmito. "Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Guru Aini Karya Andrea Hirata dan Relevansinya Dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA." Jurnal Pendidikan Edutama (2020). Ariyadi, Ade Dufadhol, Mahatma Krishna HP, and Asep Purwo Yudi Utomo. "Analisis Tindak Tutur Ilokusi Film Pendek “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini The Series Eps 01” Pada Kanal Youtube Toyotaindonesia." Sarasvati 3.2 (2021): 215-227.
Aulia, Tyas Nur, and Masduki Asbari. "Bahaya Digital Fatigue pada Kesehatan Mental: Analisis Singkat Perspektif Rhenald Kasali." Literaksi: Jurnal Manajemen Pendidikan 1.01 (2023): 30-33. Bajari, Atwar. Metode Penelitian Komunikasi . simbiosa rekatama media, 2015.
Fitriah, Farrah, and Siti Sarah Fitriani. "Analisis Tindak Tutur dalam Novel Marwah di Ujung Bara Karya RH Fitriadi." Master Bahasa 5.1 (2017): 51-62.
Maharani, Annisa Tetty, and Asep Purwo Yudi Utomo. "Analisis Tindak Tutur Lokusi dalam Akun Twitter Fiersa Besari." Metafora: Jurnal Pembelajaran Bahasa Dan Sastra 6.1 (2020): 86-101. Noviyanti, Dewi, et al. "Meningkatan Daya Pemahaman Melalui Media Cerita Pendek Siswa Kelas VIII SMP Alam Karawang." Proceedings Universitas Pamulang 1.2 (2020).
Rahmasari, Lana, and Asep Purwo Yudi Utomo. "Analisis Tindak Tutur Ilokusi pada Vlog Jangan Lupa Senyum Part 1 di Kanal Youtube Fiersa Besari." ESTETIK: Jurnal Bahasa Indonesia 4.1 (2021): 1- 16.
|
d979769d-abe1-42a5-b85f-a08e3a11815d | https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAMS/article/download/30193/11298 |
## Journal of Agromedicine and Medical Sciences
. 2022. 8(2): 68-71
JOURNAL OF AGROMEDICINE AND MEDICAL SCIENCES (AMS) ISSN: 2460-9048 (Print), ISSN: 2714-5654 (Electronic)
Available online at http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAMS
## Pendahuluan
Cerebral venous sinus thrombosis (CVT) adalah salah satu gangguan serebrovaskular berupa venous thromboembolism (VTE) yang mengancam jiwa (Bousser & Crassard, 2012). CVT merupakan salah satu penyebab stroke dengan insidensi sekitar 1,32 per 100.000 penduduk atau 0,5-1% dari semua insiden stroke yang terjadi setiap tahunnya (Behrouzi & Punter, 2018;
Coutinho et al. , 2012). Manifestasi klinis CVT sangat bervariasi bergantung pada vena atau sinus yang terlibat. Kejang adalah gejala CVT pada 12-31,9 % pasien (Kalita et al. , 2012). Faktor risiko yang terkait dengan CVT berbeda dari faktor risiko vaskular arteri biasa. Faktor risiko CVT dapat dikelompokkan menjadi dua: (1) faktor risiko sementara, termasuk penggunaan obat- obatan dengan efek protrombotik, kehamilan, atau infeksi sistem saraf pusat, sinus paranasal, telinga, dan mastoid, (2)
## Laporan Kasus: Perbaikan Gejala pada Trombosis Sinus Vena Serebral
## Symptoms Improvement of Cerebral Venous Sinus Thrombosis: A Case Report
Komang Yunita Wiryaning Putri 1,3*) , Azham Purwandhono 1,3 , Novan Krisno Adji 2,3 , Muhammad Yuda Nugraha 3 , Salsabilla Maula Zalfa El Hamzah 3
1 Department of Neurology, Soebandi Regional Hospital, Jember, Indonesia
2 Department of Neurosurgery, Soebandi Regional Hospital, Jember, Indonesia
3 Faculty of Medicine, University of Jember, Jember, Indonesia
## Article Info
Article History:
Received: February 16, 2022 Accepted: April 16, 2022 Published: June 26, 2022
*) Corresponding author: E-mail: [email protected]
## How to cite this article:
Putri, K.Y.W., Purwandhono, A., Adji,
N.K., Nugraha, M.Y., El Hamzah, S.M.Z. (2022). Symptoms Improvement of Cerebral Venous Sinus Thrombosis: A Case Report. Journal of Agromedicine and Medical Sciences , 8(2), 68-71. https://doi.org/10.19184/ams.v8i2.3019 3
## Abstrak
Cerebral venous sinus thrombosis (CVT) adalah salah satu penyebab stroke yang jarang terjadi dan mengancam jiwa, dengan tingkat kejadian sekitar 0,5-1% dari semua insidensi stroke. Berbagai presentasi klinis, faktor risiko, dan temuan hasil pencitraan dari penyakit ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dini dan pengobatan CVT. Kami menyajikan kasus seorang perempuan 34 tahun yang datang di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan onset kejang tonik-klonik umum dengan sakit kepala progresif di daerah oksipitotemporal. Berdasarkan computed tomography (CT) scan kepala, terdapat area hiperdens multipel dan infark vena serebri pada lobus parietal posterior kiri. Berdasar hasil evaluasi D-dimer, terjadi peningkatan kadar D-dimer (>10.000 ng/mL). Pasien diterapi dengan terapi utama heparin. Pasien dipulangkan setelah 15 hari dirawat di rumah sakit, tanpa gejala sisa.
Kata Kunci: CVT, heparin, stroke
## Abstract
Cerebral venous sinus thrombosis (CVT) is a rare cause of stroke, a life-threatening disorder that occurs in approximately 0,5-1% of all stroke incidents. Various clinical presentations, risk factors, and neuroimaging findings of this disease may cause a delay in the early diagnosis and treatment of CVT. We discuss a case of a 34-year-old female who was admitted to the emergency room (ER) with the onset of a generalized tonic- clonic seizure with a progressive headache in the occipitotemporal region. Based on head CT, there was multiple hyperdense and cerebral venous infarction in the posterior left parietal lobe. D-dimer evaluation, there was an increasing level of D-dimer (>10.000 ng/mL). The patient was treated with the primary therapy heparin. After 15 days of being hospitalized, the patient was discharged without any sequelae.
Keywords : CVT, heparin, stroke
faktor risiko permanen, termasuk kondisi medis protrombotik umum, kecenderungan genetik, atau keganasan (Behrouzi & Punter, 2018; Ulivi et al., 2020).
Variasi manifestasi klinis, faktor risiko, dan temuan neuroimaging penyakit ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis dini dan pengobatan CVT. Diagnosis CVT yang tertunda mungkin menjadi penyebab berkembangnya komplikasi serius lainnya. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman terkait anatomi dan patofisiologi dalam mendeteksi dan mengelola CVT.
## Studi Kasus
Seorang perempuan 34 tahun dibawa ke IGD dengan kejang tipe generalized tonic clonic . Kejang berlangsung kurang dari 5 menit, setelah itu pasien mengalami kelemahan di keempat ekstremitas. Dari hasil anamnesis didapatkan sebelumnya pasien mengalami sakit kepala progresif sejak satu minggu yang lalu. Sakit kepala di daerah oksipitotemporal dan memburuk dari waktu ke waktu. Pasien sempat mengalami muntah sebelum dibawa ke IGD. Berdasarkan anamnesis riwayat penyakit dahulu, pasien diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) yang tidak terkontrol dan hipertensi setelah persalinan spontan sekitar 16 bulan yang lalu.
Hasil pemeriksaan fisik di IGD didapatkan keadaan umum pasien lemah dengan skor Glasgow Coma Scale E3M5V5. Dari hasil pemeriksaan tanda vital tekanan darah 140/87 mmHg sedangkan tanda vital lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan neurologi didapatkan pupil isokor dan rangsang cahaya positif bilateral. Tidak didapatkan kaku kuduk. Kekuatan otot tidak dapat dinilai namun tidak ditemukan tanda lateralisasi pada kedua lengan ataupun tungkai. Sensasi rangsang sensorik tidak dapat dievaluasi.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap,
serum elektrolit, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan glukosa plasma darah acak (GDA) didapatkan hiperglikemia (371 mg/dL). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi menggunakan axial computed tomography (CT) scan menunjukkan area hiperdens multipel dan infark vena serebri pada lobus parietal posterior kiri (Gambar 1). Untuk memastikan penyebab perdarahan, pasien direncanakan untuk dilakukan CT angiografi. Sebagai tatalaksana awal, pasien diterapi dengan obat anti kejang (fenitoin) dan obat anti diabetes.
Pada hari kedua rawat inap, kesadaran pasien membaik, compos mentis , tetapi masih mengalami kejang tonik selama tiga kali dengan durasi kurang dari lima menit. Berdasarkan evaluasi ulang fungsi motorik didapatkan hemiparese kanan dan penurunan tonus otot. Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan CT angiografi untuk mencari penyebab perdarahan. Hasil CT angiografi kepala menunjukkan temuan adanya infark vena serebral di lobus parietal kiri posterior dan trombus di sinus sagitalis superior, sebagai tanda terjadinya CVT. Kemudian pasien direncanakan pemeriksaan D-dimer untuk mengevaluasi fungsi koagulasi pasien.
Pada hari ketiga perawatan, pasien masih mengalami kejang dan tingkat kesadaran menurun (GCS E1M1V2). Berdasarkan evaluasi D-dimer, terjadi peningkatan kadar D-dimer (>10.000 ng/mL). Kemudian pasien diterapi unfractioned heparin (UFH) dengan dosis 80 IU/ kg IV bolus dilanjutkan dengan pump heparin dosis 18 IU/kg/jam. Sebelum pemberian heparin, pasien diperiksa kadar INR untuk mengevaluasi apakah ada risiko perdarahan selama perawatan. Tingkat INR pasien dalam batas normal dan tidak ada risiko perdarahan.
Setelah pemberian terapi heparin, keadaan umum pasien terus meningkat (GCS E4M6V5). Tidak ada kejang hingga hari kedelapan rawat inap. Pada hari kesembilan, pasien mengalami kejang dengan waktu kurang dari satu menit, tetapi pasien
Gambar 1. CT scan kepala tanpa kontras didapatkan adanya perdarahan (area hyperdense ) multipel di lobus parietal posterior kiri
kemudian sadar kembali. Kejang berulang selama tiga hari berikutnya tanpa penurunan kondisi umum. Kemudian pada hari ke-13 dicoba diberikan antikoagulan oral warfarin 2 mg. Pasien kemudian dievaluasi untuk tes fungsi homeostasis, dan tidak ada risiko perdarahan. Pasien dipulangkan setelah 15 hari dirawat di rumah sakit. Pasien menerima obat anti kejang oral dan warfarin untuk dikonsumsi di rumah
## Pembahasan
Diagnosis CVT dapat dibuat dengan mempertimbangkan manifestasi klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang neuroimaging dan pemeriksaan laboratorium. Mengingat manifestasi klinis yang bervariasi dan gejala yang unik, dokter harus memiliki kecurigaan terhadap kondisi langka dan berpotensi mengancam jiwa ini. Berdasarkan studi epidemiologi, CVT harus dicurigai pada pasien stroke yang diderita oleh anak-anak dan dewasa muda (Behrouzi & Punter, 2018; Ulivi et al ., 2020), juga pada pasien dengan faktor risiko trombosis vena serebral, seperti wanita postpartum , mereka dengan trombofilia genetik atau didapat, dan saat ini juga sering dijumpai pada pasien dengan COVID-19 (Cavalcanti et al ., 2020).
Pada 30% kasus, CVT muncul secara akut dan gejalanya muncul dalam waktu kurang dari 48 jam. Pada 50% kasus, penyakit ini muncul secara sub-akut dan gejalanya muncul antara 48 jam dan 30 hari. Bentuk kronis sesuai dengan 20% kasus, dan gejalanya berkembang selama lebih dari 30 hari hingga 6 bulan (Luo et al. , 2018). Manifestasi klinis CVT seringkali bervariasi, tergantung pada lokasi dan luasnya trombosis. Secara anatomis, vena intrakranial mengandung 70% dari volume darah serebral yang terdiri atas vena sinus dura dan vena serebral dalam-superfisial. Manifestasi klinis yang paling umum berupa sakit kepala, yang muncul pada hampir 90% pasien CVT dengan tipikal menyeluruh dan progresif. Nyeri kepala terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial akibat dari trombosis pada sinus vena besar seperti sinus sagital. Gejala visual seperti diplopia dan papilledema juga dapat menyertai nyeri kepala (Coutinho, 2015). Kelemahan kekuatan motorik berupa monoparesis atau hemiparesis terjadi akibat trombosis sistem vena dalam. Selain itu kejang termasuk gejala utama CVT pada 12-31,9% pasien. Kejang terjadi akibat adanya lesi hemoragik pada area supratentorial, sinus sagital superior atau trombosis vena kortikal. Dalam sebuah studi prospektif besar, 39,3% pasien dengan CVT mengalami kejang (Kalita et al ., 2012). Risiko kejang secara signifikan lebih tinggi pada CVT dibandingkan dengan stroke hemoragik atau iskemik. Kejang pada CVT umumnya disebabkan oleh lesi hemoragik meskipun mekanismenya belum sepenuhnya dipahami (Conrad et al ., 2013).
Terdapat berbagai macam pemeriksaan penunjang untuk mengidentifikasi adanya CVT, diantaranya adalah digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance imaging (MRI) ditambah magnetic resonance venography maupun CT scan dengan CT venografi. Namun demikian, CT dan CVT lebih sering digunakan karena sarana tersebut sudah banyak tersedia di berbagai rumah sakit dan lebih mudah dikerjakan pada instalasi gawat darurat (Behrouzi & Punter, 2018; Ferro et al ., 2017). Evaluasi kondisi faktor protrombotik sangat disarankan terutama untuk mengukur kadar D-dimer pasien (Meng et al ., 2014).
Kasus ini mendukung beberapa teori yang dipahami terkait dengan CVT. Pasien datang ke IGD dengan onset kejang baru. Pasien juga mengeluh sakit kepala yang memburuk. Selain itu, CT scan kepala potongan aksial menunjukkan area hiperdens multipel di lobus parietal posterior kiri yang mengindikasikan perdarahan yang awalnya diduga akibat ruptur AVM namun CT angiografi kepala menunjukkan infark vena serebral di lobus parietal kiri posterior, dan evaluasi D-dimer menunjukkan peningkatan kadar D-dimer, yaitu >10.000 ng/mL, yang merupakan suatu faktor prediktif terhadap CVT (Mahale et al ., 2016).
Pembentukan trombus pada vena terdiri dari fibrin dan sel darah merah sehingga disebut “red thrombi”. Hal ini akan berpengaruh pada terapi. Trombosis vena diterapi dengan antikoagulan yang targetnya adalah protein pada kaskade koagulasi, sedangkan untuk mencegah pertumbuhan dari trombus arteri, terapinya adalah antiplatelet (Mackman, 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya, heparin direkomendasikan sebagai obat pilihan dalam merawat pasien dewasa dengan CVT akut (Misra et al. , 2012). Bukti terkait penggunaan antikoagulan oral hingga saat ini masih terbatas namun terbukti aman dan cukup efisien sehingga juga dianjurkan untuk menggunakan antikoagulan oral selama 3- 12 bulan untuk mencegah CVT berulang dan kejadian tromboemboli vena (VTE) lainnya (Bose et al., 2021; Wasay et al ., 2019). Selama perawatan di rumah sakit, pasien mendapatkan fenitoin dan heparin intravena yang dilanjutkan dengan menggunakan fenitoin oral dan warfarin oral saat pasien dipulangkan. Tidak didapatkan keluhan kejang dan nyeri kepala saat pasien kontrol di pelayanan rawat jalan.
Pada studi jangka panjang terhadap 161 pasien CVT dalam periode 1987-2013 didapatkan keluaran klinis fungsional yang baik (84%), meskipun gejala residual seperti kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan, depresi masih cukup sering ditemukan. Penggunaan obat antitrombotik seperti antikoagulan dan aspirin dapat menurunkan risiko terjadinya kekambuhan (Hiltunen et al. , 2016).
## Kesimpulan
Diagnosis CVT seringkali tertunda karena variasi gejala dan faktor risiko sehingga dapat berkembang menjadi komplikasi serius. Pentingnya memahami riwayat perjalanan klinis pasien dan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk mendiagnosis CVT. Pemberian antikoagulan cukup aman dan rasional meskipun didapatkan adanya perdarahan intrakranial.
## Deklarasi konflik kepentingan
Tidak ada konflik kepentingan dalam penulisan laporan kasus ini.
## Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Kedokteran Universitas Jember dan RSD dr. Soebandi Jember.
Konsep dan desain penelitian disusun oleh Komang Yunita Wiryaning Putri. Azham Purwandono dan Novan Krisno Adji berkontribusi dalam merevisi manuskrip. Pengumpulan data dan penyusunan manuskrip dilakukan oleh Muhammad Yuda Nugraha dan Salsabila Maula El Hamzah.
## Daftar Pustaka
Behrouzi, R., & Punter, M. (2018). Diagnosis and management of cerebral venous thrombosis. Clinical Medicine (London,
England) , 18 (1), 75 – 79. https://doi.org/10.7861/clinmedicine.18-1-75
Bose, G., Graveline, J., Yogendrakumar, V., Shorr, R., Fergusson,
D. A., Le Gal, G., … Dowlatshahi, D. (2021). Direct oral anticoagulants in treatment of cerebral venous thrombosis: a systematic review. BMJ Open , 11 (2), e040212. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2020-040212
Bousser, M.-G., & Crassard, I. (2012). Cerebral venous thrombosis, pregnancy and oral contraceptives.
Thrombosis Research , 130 Suppl 1 , S19-22. https://doi.org/10.1016/j.thromres.2012.08.264
Cavalcanti, D. D., Raz, E., Shapiro, M., Dehkharghani, S., Yaghi, S., Lillemoe, K., … Nelson, P. K. (2020). Cerebral Venous Thrombosis Associated with COVID-19. AJNR. American
Journal of Neuroradiology , 41 (8), 1370 – 1376.
https://doi.org/10.3174/ajnr.A6644
Conrad, J., Pawlowski, M., Dogan, M., Kovac, S., Ritter, M. A., & Evers, S. (2013). Seizures after cerebrovascular events: risk factors and clinical features. Seizure , 22 (4), 275 – 282. https://doi.org/10.1016/j.seizure.2013.01.014
Coutinho, J M. (2015). Cerebral venous thrombosis. Journal of Thrombosis and Haemostasis : JTH , 13 Suppl 1 , S238-44. https://doi.org/10.1111/jth.12945
Coutinho, J.M., Zuurbier, S. M., Aramideh, M., & Stam, J. (2012). The incidence of cerebral venous thrombosis: a cross- sectional study. Stroke , 43 (12), 3375 – 3377. https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.112.671453
Ferro, J. M., Bousser, M.-G., Canhão, P., Coutinho, J. M., Crassard, I., Dentali, F., … Stam, J. (2017). European Stroke Organization guideline for the diagnosis and treatment of cerebral venous thrombosis - endorsed by the European Academy of Neurology. European Journal of Neurology , 24 (10), 1203 – 1213. https://doi.org/10.1111/ene.13381
Hiltunen, S., Putaala, J., Haapaniemi, E., & Tatlisumak, T. (2016). Long-term outcome after cerebral venous thrombosis: analysis of functional and vocational outcome, residual symptoms, and adverse events in 161 patients. Journal of Neurology , 263 (3), 477 – 484.
https://doi.org/10.1007/s00415-015-7996-9
Kalita, J., Chandra, S., & Misra, U. K. (2012). Significance of seizure in cerebral venous sinus thrombosis. Seizure , 21 (8), 639 – 642. https://doi.org/10.1016/j.seizure.2012.07.005
Luo, Y., Tian, X., & Wang, X. (2018). Diagnosis and Treatment of Cerebral Venous Thrombosis: A Review. Frontiers in Aging
Neuroscience , 10 .
https://doi.org/10.3389/fnagi.2018.00002
Mackman, N. (2012). New insights into the mechanisms of venous thrombosis. The Journal of Clinical Investigation , 122 (7), 2331 – 2336. https://doi.org/10.1172/JCI60229
Mahale, R., Mehta, A., John, A. A., Buddaraju, K., Shankar, A. K., Javali, M., & Srinivasa, R. (2016). Acute seizures in cerebral venous sinus thrombosis: What predicts it? Epilepsy Research , 123 , 1 – 5.
https://doi.org/10.1016/j.eplepsyres.2016.01.011
Meng, R., Wang, X., Hussain, M., Dornbos, D. 3rd, Meng, L., Liu, Y., … Ji, X. (2014). Evaluatio n of plasma D-dimer plus fibrinogen in predicting acute CVST. International Journal of Stroke : Official Journal of the International Stroke Society , 9 (2), 166 – 173. https://doi.org/10.1111/ijs.12034
Misra, U. K., Kalita, J., Chandra, S., Kumar, B., & Bansal, V. (2012).
Low molecular weight heparin versus unfractionated heparin in cerebral venous sinus thrombosis: a randomized controlled trial. European Journal of
Neurology , 19 (7), 1030 – 1036.
https://doi.org/10.1111/j.1468-1331.2012.03690.x
Ulivi, L., Squitieri, M., Cohen, H., Cowley, P., & Werring, D. J.
(2020). Cerebral venous thrombosis: a practical guide.
Practical Neurology , 20 (5), 356 LP – 367.
https://doi.org/10.1136/practneurol-2019-002415
Wasay, M., Khan, M., Rajput, H. M., Farooq, S., Memon, M. I., AlRukn, S. A., … Awan, S. (2019). New Oral Anticoagulants versus Warfarin for Cerebral Venous Thrombosis: A Multi- Center, Observational Study. Journal of Stroke , 21 (2), 220 –
223. https://doi.org/10.5853/jos.2019.00150
|
670d906c-38bb-4358-8893-07c46efd4859 | http://siakad.univamedan.ac.id/ojs/index.php/JMPM/article/download/437/338 |
## FARABI Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
## Analisis Poisson Ridge Regression (PRR) pada Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Lalu Lintas di Sumatera Utara
Tri Lutfiah Wardah 1 , Riri Syafitri Lubis 2 , Rima Aprilia 3
1,2,3 Matematika, FST, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan-Indonesia 20155 Email: [email protected]
## ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas menjadi kejadian yang rentan di jalan dan tak terduga, tak ada kesengajaan dimana kendaraan terlibat dengan pengguna jalan lain maupun tidak, dan berakibat pada harta benda hingga manusia. Penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah Faktor Kesalahan Manusia; Faktor Jalan; Faktor Kendaraan; dan Faktor Lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kecelakaan lalu lintas di Sumatera Utara dengan menggunakan metode Poisson Ridge Regression (PRR). Terdapat keterkaitan pada faktor yang menyebabkan kecelakaan terjadi dengan banyaknya kecelakaan yang terjadi dapat dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Penelitian ini menggunakan analisis Poisson Ridge Regression (PRR) untuk menunjukan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Poisson Ridge Regression adalah metode modifikasi dari metode ridge yang bertujuan untuk mengatasi multikolinieritas pada Regresi Poisson . Hasil penelitian ini menghasilkan satu variabel yang kurang berpengaruh (berpengaruh negatif) terhadap kecelakaan lalu lintas yaitu faktor jalan, dan tiga variabel yang berpengaruh (berpengaruh positif) yaitu faktor perilaku pengemudi, kecelakaan pada waktu gelap, dan faktor kendaraan.
Kata kunci: Kecelakaan lalu lintas, Multikolinieritas, Regresi Poisson , Regresi Ridge, Poisson Ridge Regression.
## ABSTRACT
Traffic accidents are a vulnerable and unpredictable occurrence on the road, there is no intentional where the vehicle is involved with other road users or not, and results in property to humans. The cause of traffic accidents is the Human Error Factor; Road Factor; Vehicle Factors; and Environmental Factors. This study aims to determine the factors that influence traffic accidents in North Sumatra by using the Poisson Ridge Regression (PRR) method. There is a relationship between the factors that cause accidents to occur with the number of accidents that occur can be analyzed using regression analysis. This study uses Poisson Ridge Regression (PRR) analysis to show the relationship between the dependent variable and the independent variable. Poisson Ridge Regression is a modified method of the ridge method which aims to overcome multicollinearity in Poisson Regression. The results of this study there is one variable that has a less influential (negative effect) on traffic accidents, namely road factors, and three variables that have an effect (positive influence) namely driver behavior factors, accidents at dark, and vehicle factors.
Keywords: Traffic accident, Multicollinearity, Poisson Regression, Ridge Regression, Poisson Ridge Regression
## A. Pendahuluan
Provinsi Sumatera Utara termasuk dalam provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, data dari Sensus Penduduk Tahun 2020 (SP2020), penduduk Sumatera Utara pada bulan September 2020 terdapat 14,80 juta jiwa. Jumlah penduduk Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Hasil Sensus
Penduduk Tahun 2020 (SP2020) dibandingkan dengan Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP2010) dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
mengalami penambahan sebanyak 1,82 juta jiwa atau rata-rata sebanyak 181,72 ribu setiap tahun (Badan Pusat Statistik,2020). Kepadatan penduduk yang cukup tinggi mengakibatkan Sumatera Utara memiliki permasalahan, salah satunya adalah permasalahan dalam transportasi. Salah satu permasalahan yang terdapat dalaam transportasi adalah kecelakaan lalu lintas.
Lalu lintas termasuk media komunikasi masyarakat yang berperan melancarkan pembangunan.
Tujuan
dibangunnya angkutan darat yaitu terciptanya sistem yang tertib juga aman. Sistem yang dimaksud adalah angka kecelakaan lalu lintas. Dimana ketika angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi semakin kecil, maka sistem angkutan lebih baik (Badan Pusat Statistik, 2018). Kecelakaan lalu lintas menjadi kejadian yang rentan di jalan dan tak terduga, tak ada kesengajaan dimana kendaraan terlibat dengan pengguna jalan lain maupun tidak, dan berakibat pada harta benda hingga manusia. Pasal 93 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 ayat 1 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas, mengartikan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu kejadian yang terjadi di jalan raya, tidak diisangka, disengaja, melibatkan kendaraandengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas dantaranya seperti korban mati, luka berat,luka ringan dan dihitung tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari pasca kecelakaan. Berikut data bedasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara untuk jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Sumatera Utara:
Tabel 1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Sumatera Utara Tahun Jumlah Kecelakaan 2016 6276 2017 5308 2018 5990 2019 6580 2020 6083
## Sumber : Polda Sumatera Utara Direktorat Lalu Lintas
Dapat dilihat dari data yang didapat bahwa kasus kecelakaan lalu lintas mengalami penurunan sebanyak 497 kasus. Penurunan kasus kecelakaan disebabkan oleh masa pendemi Covid-19. Dalam siaran pers Adira Insurance bahwa masa pandemi jumlah kasus kecelakaan pada tahun 2020 menurun, tetapi
masih dikatakan relatif tinggi ketika dibandingkan dengan volume kendaraan dijalan raya (Detikcom, 2021). Kecelakaan lalu lintas termasuk ke dalam ketegori sepuluh pemicu kematian di seluruh penjuru dunia dan menjadi penyebab kematin ketigas terbersar di Indonesia dengan peringkat pertama yaitu penyakit jantung dan tuberculosis menurut WHO dalam Dewi (2018). Penyebab dari terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat faktor yaitu, faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor lingkungan menurut Warpani dalam Dewi, (2018). Pada penelitian ini menggunakan variabel perilaku pengemudi, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor pada lingkungan pada waktu gelap. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Sumatera Utara yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penanggulangan dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
Regresi Poisson termasuk jenis regresi standar dalam pemodelan data berbentuk cacah ( count ) (Danardono,2015). Pada regresi Poisson terdapat asumsi, yaitu ketika variabel yang ada di dalamnya tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas. Regresi poisson yang menjelaskan hubungan variabel respon dimana variabel respon berdistribusi poisson dengan variabel bebas Pada regresi Poisson terdapat asumsi, yaitu ketika variabel yang ada di dalamnya tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas. Jika pada regresi terdapat multikolinieritas maka salah satu asumsi klasik tidak terpenuhi sehingga koefisien regresi tidak minimum. Kemudian masalah mulitkolinieritas yang terjadi pada regresi Poisson akan diatasi menggunakan Poisson Ridge Regression (PRR). Poisson Ridge Regression (PRR) merupakan analisis yang dikembangkan Mansson & Shukur (2011) dimana Mansson & Shukur mengadopsi dan modifikasi metode regresi ridge untuk mengatasi masalah multikolinieritas, yang diperkenalkan oleh Hoerl & Kennard (1970).
Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan keadaan dimana hubungan/korelasi linier dari variabel bebas dan variabel bebas yang tidak orthogonal. Bersifat orthogonal adalah dimana variabel bebas yang mempunyai nilai berkisar diantara sama dengan nnol (Wasilaine, 2014). Multikolinieritas adalah hampir sempurnanya hubungan diantara hampir semua variabel bebas. Multikolinieritas dapat
diketahui menggunakan nilai VIF ( Variance Inflation Factor ), ketika nilai VIF<10 maka tidak terjadinya multikolinieritas pada model regresi, tetpi jika nilai VIF>10 atau VIF=10 model regresi mengalami multikilinieritas. Untuk mengehatahui multikolinieritas dapat diketahui juga dengan nilai Tolerance , yaitu jika niali Tolerance > 0,10 maka model regresi mengalami multikolinieritas dan ketika nilai Tolerance < 0,10 maka model regresi tidak mengalami multikolineritas. Multikolinieritas dengan cara sebagai berikut :
( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) − − − − = − − − − = − − − − = − − − − = − − − − = − − − − = 2 4 4 2 3 3 4 4 3 3 34 2 4 4 2 2 2 4 4 2 2 24 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 23 2 4 4 2 1 1 4 4 1 1 14 2 3 3 2 1 1 3 3 1 1 13 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 12 X X X X X X X X r X X X X X X X X r X X X X X X X X r X X X X X X X X r X X X X X X X X r X X X X X X X X r i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i 2 1 1 ) , ( R X X diag VIF − = =
Uji multikolinieritas dapat juga dihitung dengan cara mencari
Dimana 2 R adalah koefisien determinasi VIF TOL 1 =
## Poisson Ridge Regression (PRR)
Regresi Poisson termasuk jenis regresi standar dalam pemodelan data berbentuk cacah (count). Pada regresi Poisson terdapat asumsi, yaitu ketika variabel yang ada di dalamnya tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas. Regresi poisson yang menjelaskan
hubungan variabel respon dimana variabel respon berdistribusi poisson dengan variabel bebas. Dimana persamaan yang dapat digunakan untuk distribusi poisson dengan meggunakan persamaan. Penaksiran yang digunakan pada parameter regresi poisson mengguakan Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Mansson & Shukur (2011)
mengadopsi dan memodifikasi metode ridge regression, yang diperkenalkan oleh Hoerl & Kennard (1970), pada data cacah untuk mengatasi multikolinieritas. Model ini dinamakan Poisson Ridge Regression (PRR).
Penurunan metode PRR dilakukan dengan menggunakan Prinsip bahwa metode maximum likehood memperkirakan nilai minimum Wieghted Sum of Square Error (WSSE) (Mansson & Shukur, 2011). Dengan menggubakan metode lagrange, estimasi parameter model PRR adalah: ( ) − + = ML Z T T AX X AX X cI B 1 ML B Z =
Dimana :
B = nilai estimasi parameter PRR cI = Nilai ketetapan bias
=
kn n n k k k X X X X X X X X X X X X
X 2 1 3 23 13 2 22 12 1 21 11 1 1 1 1 T X = Matriks transpose dari X
A = matriks penimbang varian, yaitu matrik diagonal ukuran nxn yang elemen diagonalnya adalah ( ) ˆ exp( ) i i m x =
## Regresi Poisson
Regresi Poisson adalah salah satu pemakaian dari GLM (Generalisasi Model Linier), GLM sendiri adalah pengembangan model dari regresi umum yang berdistribusi di dalam keluarga eksponensial dan modelnya adalah fungsi dari nilai harapannya. Pada model regressi Poisson, link function yang biasa digunakan adalah
log yaitu ( ) i i = ln sehinga fungsi hubungan untuk model regresi Poisson mempunyai model umum seperti yang ada di bawah ini:
( ) = + = = p j ij j T i i x x 1 0 ln 0 1 1 2 2 exp( ) exp( ... ) T i i i i k ik x x x x = = + + + +
## Uji Kecocokan (Kolmogorov-Smirnov)
Uji kecocokan merupakan sebuah uji dimana pengujian data yang kesesuaian dalam sebaran nilai sampel yang telah diobservasi pada distribusi tertentu. Uji kecocokan ini dilakukan kepada dua fungsi yang tersebar secara kumulatif yang mana sebaran kumulatif ini di hipotesiskan dan diamati. Dapat diambil contoh suatu sampel acak dari fungsi sebaran (X) yang belum diketahui dan akan dipastikan akankan dapat disimpulkan dengan ( ) ( ) X F x 0 =
dimana semua x dengan ( ) X F 0 yaitu fungsi distribusi kumulatif yang dihipotesiskan (Ginting, 2020).
## Regresi Ridge
Regresi ridge dipubikasikan oleh Hoer dan R.W Kennard pada tahun 1962 (Maulana, dkk, 2016). Regresi ridge adalah salah satu alat dalam pengatasan adanya multikolinieritas yang merupakan metode kuadrat terkecil termodifikasi. Dimna regresi ridge berprinsip menambahkan suatu konstanta yang bernilai lebih kecil dari diagonal utama pada matriks X X T (Wulandari,2020). Terdapat penambahan tetapan bias c . Dilakukannya modifikasi melalui penambahan tetapan bias c pada diagonal matriks yang dapat mempengaruhi besarnya koefisien penduga ridge dan penduga yang akan dihasilkan adalah penduga yang bias. Ada beberapa cara untuk mencari nilai ketetapan bias c salah satunya adalah dengan Muniz & Kibria (2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Masson & Shukkur (2011) menyarankan menggunakan Muniz & Kibria (2009) yang
dianggap paling kuat untuk mengatasi multikolinieritas. Dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
= i m median c 1 dimana : ^ 2 ^ 2 = i m ^ 2 adalah residual mean square error
## B. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam penelitian ini data skunder diperoleh dari hasil statistik kecelakaan lalu lintas yang dihasilkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Sumatera Utara.
## 2. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti adalah kecelakaan lalu lintas di tahun 2020.
Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan dua variabel yaitu, variabel terikat (respon) dan variabel bebas (prediktor) sebagai berikut:
a. Variabel terikat (respon)
Y = banyak kejadian kecelakaan yang terjadi di Sumatera Utara
b. Variabel bebas (prediktor)
1 X = Perilaku Pengemudi
2 X = Faktor Jalan
= Kecelakaan Pada Waktu Gelap
(18.00-06.00)
4 X = Faktor Kendaraan
## Prosedur Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian guna tercapainya tujuan penelitian antara lain:
1. Melakukan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat data yang berdistribusi Poisson dengan bentuan SPPS.
2. Menghitung nilai estimasi regresi poisson
3. Melakukan uji multikolinieritas dengan melihat nilai VIF dan Tolerance untuk melihat korelasi antara variabel
4. Mencari estimasi parameter regresi ridge
5. Menghitung estimasi parameter model PRR estimasi parameter model PRR dapat dicari dengan persamaan model Poisson Ridge Regression (PRR) dengan bantuan dari software R.
## C. Hasil dan Pembahasan
Hasil Uji Kolmogorov Smirnov Uji Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk menentukan data jumlah kasus kecelakaan lalu lintas di Sumatera Utara pada tahun 2020 pada 28 kota berdistribusi Poisson atau tidak. Perhitungan dibantu dengan menggunakan Software SPSS dan didapatkan hasil dari Uji Kolmogorov Smirnov.
Tabel 2 Uji Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-
## Smirnov Test
Unstandardized Residual N 28 Normal Parameters a,b Mean ,0000000 Std. Deviation 19,59534484 Most Extreme Differences Absolute ,188 Positive ,188 Negative -,084 Test Statistic ,188 Asymp. Sig. (2-tailed) ,013 c Berdasarkan hasil output yang diperoleh nilai Asymp.sig = 0,13 jika dibandingkan dengan 05 . 0 = . Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel terikat adalah berasal dari populasi yang berdistribusi Poisson .
## Regresi Poisson
Hasil pendugaan parameter untuk model regresi poisson dapat dilihat pada Tabel 1 hasil ini diperoleh menggunakan Software R.
Tabel 3 Estimasi Parameter Regresi Poisson Variabel Estimasi Parameter Standard Eror Intercept 3,92757 0,03710 1 X 0,01050 0,00037 2 X -0,01398 0,00088 3 X 0,00066 0,00012 4 X 0,01469 0,00085
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh model regresi Poisson pada penelitian ini. Kemudian pada uji mulitkolinieritas dilakukan dengan melihat nilai VIF pada variabel predictor pada penelitian ini.
Tabel 4 Uji Multiolinieritas
Variabel 1 X 2 X 3 X 4 X
VIF 4,313 11,018 3,486 10,046
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh hasil bahwa terjadi multikolinieritas antar variabel predictor dalam penelitian ini.
Dapat dilihat pada variabel 2 X dan 3 X nilai VIF > 10.
## Regresi Ridge
Salah satu cara untuk mengatasi multikolinieritas adalah dengan regresi ridge . Pada penelitian ini regresi ridge berfungsi untuk mengatasi multikolinieritas yang terjadi pada regresi Poisson dengan cara menentukan nilai estimasi parameter ridge (c) dan kemudian nilai estimasi parameter ridge akan dihitung dengan menggunakan formulasi estimasi parameter model Poisson Ridge Regression . Dengan menggunakan persamaan regresi ridge dan dengan bantuan software R didapatkan nilai c = 0,287.
## Poisson Ridge Regresssion
Berdasarkan Tabel 2 di atas telah didapatkan estimasi parameter dari regresi Poisson dan telah didapatkan juga nilai c dari regresi ridge yaitu 0,287. Estimasi parameter PRR dapat dengan bantuan
software R , maka dapat dicari menggunakan persamaan sebagai berikut:
Variabel Estimasi Parameter Perilaku pengemudi 0,01051 Faktor Jalan -0,04007 Kecelakaan pada waktu gelap 0,00067 Faktor Kendaraan 0,01472 Estimasi yang dihasilkan Poisson Ridge Regression mengalami sedikit perubahan jika dilihat dengan regresi Poisson sebelumnya. Dapat dilihat dari nilai estimasi di atas bahwa dari ke empat variabel bebas hanya satu yang bernilai negatif sedangkan tiga parameter lainnya bernilai positif. Faktor jalan memberikan pengaruh negatif pada banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi, yang artinya faktor jalan adalah faktor tidak terlalu berpengaruh signifikan dalam kejadian kecelakaan lalu lintas.
Pada faktor perilaku pengemudi memberikan pengaruh positif terhadap kecelakaan lalu lintas yang terjadi, yang dimana semakin tinggi angka perilaku pengemudi maka akan semakin banyak kecelakaan yang terjadi.
Pada kecelakaan pada waktu gelap memberikan pengaruh poisitif, yang berarti jika angka kecelakaan pada jam ini semakin tinggi maka angka terjadinya kecelakaan pada jam ini akan semakin banyak yang terjadi.
Pada faktor kendaraan memberikan pengaruh positif, yang berarti jika pada faktor ini semakin tinggi maka akan semakin banyak kecelakaan yang terjadi.
## D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini menggunakan regresi ridge dalam regresi Poisson atau yang disebut dengan metode Poisson Ridge Regression mengubah
nilai estimasi parameter yang terdapat multikolinieritas di dalamnya. Dari keempat variabel bebas yaitu faktor perilaku pengemudi, faktor jalan, kecelakaan pada waktu gelap dan faktor kendaraan menghasilkan satu variabel yang memberikan pengaruh negatif atau faktor yang kurang memberikan pengaruh pada kecelakaan lalu lintas yaitu, faktor jalan yang berarti jika semakin banyak variabel bebas yang bernilai negatif maka semakin sedikit kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Tiga lainnya berpengaruh positif atau faktor yang paling berpengaruh pada kecelakaan lalu lintas yaitu, faktor perilaku pengemudi, kecelakaan terjadi pada waktu gelap dan faktor kendaraan, yang berarti variabel tersebut berpartisipasi dalam meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
## 2. Saran
Peneliti menyadari masih banyak keterbatasan dalam melakukan penelitian ini. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan
memperhitungkan dengan faktor letak geografis.
## E. Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. (2021, Januari 21). Berita Resmi Hasil Sensus Penduduk 2020 . Dipetik Februari 01, 2021, dari https://sumut.bps.go.id/ .
BPS RI. (2018). Statistik Transportasi Darat . Jakarta: DharmaPutra.
Danardono. (2015). Analisis Longitudinal. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Detikcom. (2021, Maret 31). Kecelakaan Saat Pandemi Turun, tapi Masih Tinggi. Dipetik Desember 28, 2021, dari https://oto.detik.com/berita/d-5514939/.
Dewi, Nym Cista Striratna. 2018. ”Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kecelakaan Lalu Lintas Di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Regresi Nonparametrik Spline Truncated”.
Skripsi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Ginting, Empersadanta. (2018) . ”Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Demam Berdarah Dengue Dengan Menggunakan Regresi Poisson dan
Regresi Binomial Negatif”. Skripsi Medan: Universitas Sumatera Utara.
Hoerl, A. E., dan Kennard, R. W. (1970). Ridge Regression : Bias Estimation For Nonorthogonal Problems. Technometrics, 12(1):55-67.
Mansson, K., dan Shukur, G. (2011). A Poisson Ridge Regression Estimator. Economic Modeling, 28(4): 1475-1481.
T. L. Wasilaine, M. W. (2014). Model Regresi Ridge Untuk Mengatasi Model Regresi
LInier Berganda Yang Mengandung
Muktikolinieritas. Jurnal Barakeng, 8,
No.1, 31-37.
Wulandari. (2020). Pemodelan Poisson Ridge
Regression (PRR) Pada Banyak Kematian Bayi Di Jawa Tengah.
Indonesian Journal of Statistics anad Its Applications, 4 No 2.
|
23b4950b-ff9d-4f11-9c36-af8beec8b7a8 | https://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/download/358/352 |
## CITRA PESONA KOTA SURAKARTA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN DESTINASI WISATA TERKAIT OBYEK WISATA YANG ADA
## Eny Krisnawati
## Abstrak
Citra suatu kota sangat menarik untuk diteliti, terutama kaitannya dengan keberadaan obyek wisata yang ada , di mana wisata, budaya, tradisi dan monumen erat kaitannya dengan estetika, di samping estetika yang terkandung di dalam visual monumen tersebut, citra akan menentukan arah kemajuan, termasuk di dalamnya sektor pariwisata. Permasalahan estetika kota, monumen dan citra pesona pariwisata belum banyak dikaji, hal ini mengingat perencanaan dan pengelolaan daya tarik wisata alam, sosial budaya maupun objek wisata minat khusus harus berdasarkan pada kebijakan rencana pembangunan nasional maupun regional. Jika kedua kebijakan rencana tersebut belum tersusun, tim perencana pengembangan daya tarik wisata harus mampu mengasumsikan rencana kebijakan yang sesuai dengan area yang bersangkutan.Tujuan dari penelitian ini adalah:a) Mengetahui kondisi fasilitas, sarana prasarana Wisata kota Surakarta b) Mengkaji usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam mempersiapkan Surakarta menjadi Destinasi, c). Memetakan potensi wisata kota Surakarta. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pemerintah Kota Surakarta , Penyusunan ini didasarkan pada permasalahan yang dirumuskan sebelumnya beserta tujuan yang akan dicapai. Adapun prosedur penelitian yang dimaksud :a) Mengurus perijinan.b) Menyiapkan perlengkapan penelitian. c) Menyusun protokol penelitian dengan merencanakan jadwal pelaksanaan serta mengembangkan pedoman pengumpulan dananya. d) Mengumpulkan data di lokasi dengan melakukan wawancara, observasi, dananalisa dokumen e) Menelaah masalah yang dianggap penting guna menentukan strategi pengumpulan data berikutnya serta mempersiapkan analisis awal. Untuk selanjutnya data mendapatkan data yang lebih memfokus, untuk menghasilka data yang sudah terkumpul selanjutnya merumuskankesimpulan akhir sebagai temuan penelitian.
## Kata kunci: Citra, pariwisata, destinasi kota
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Surakarta Dalam Upaya Mewujudkan Destinasi Wisata Terkait Obyek Wisata Yang Ada diharapkan dapat memberikan ciri ataupun warna kota yang lebih beragam dan mempunyai nilai estetik dan keunikan tersendiri. Keunikan dan estetika kota sebagai penyeimbang terhadap ruang
terbangun yang diperlukan untuk kepentingan kegiatan penduduk suatu kota. Karena pada dasarnya ibarat pisau bermata dua, disatu sisi kota harus mampu menampung segala aspirasi dan keperluan warga kota dengan penggunaan lahan-lahan kota secara efisien dengan penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang
memadai, namun di sisi lain kota selalu dihadapkan pada permasalahan keseimbangan lingkungan binaan, apabila pengaturan lahan-lahan terbuka, terutama yang memiliki nilai ekonomis tinggi, tidak dilakukan secara bijaksana. Solo atau Surakarta bisa dikatakan berhasil dalam menerapkan city branding. Perbedaan yang mendasar pada penerapan city branding di Kota Surakarta dengan kota lainnya adalah terdapat sinergi antara city branding dengan program pemerintah. Walikota Surakarta juga memaparkan program untuk pariwisata mencapai tahap penataan manajemen produk dan pencitraan kota. Pemerintah secara berkesinambungan melakukan revitalisasi dan secara rutin mengadakan cultural event untuk menunjang pariwisata Kota Surakarta dan mendirikan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) serta Tourism Information Center . Surakarta telah menjadi pionir dalam pariwisata Indonesia dengan adanya railbus dan bus bertingkat yang diresmikan pada 20 Februari 2011.
Bukti keberhasilan pemerintah dalam penerapan pencitraan kota dapat dilihat melalui penghargaan yang diperoleh Surakarta dalam sektor pariwisata, diantaranya Indonesian Meeting, Incentive, Conference and Exhibition ( MICE) Award 2009 untuk kategori Kepala Daerah Terbaik 2009 mengungguli Yogyakarta dan Makasar, Indonesia Tourism Award 2010, serta adanya peningkatan jumlah
kunjungan wisata. Dalam ruang media online, Kepala Dinas Pariwisata Kota Solo memaparkan p ada jumlah wisatawan domestik maupun jumlah wisatawan mancanegara mengalami pening- katan. Upaya pencitraan Kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan
Jawa, diwujudkan dengan dirintisnya Surakarta sebagai pusat pengkajian dan pengembangan keris kota Surakarta juga mencitrakan kotanya sebagai kota yang mempesona,
terbukti dengan diresmikannya kota ini sebagai " City of Charm ." guna mewujudkan Kota Surakarta sebagai ‘ The Spirit of Java’ citra pesona kota Surakarta dalam upaya mewujudkan destinasi wisata terkait obyek wisata yang ada terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu : a) Mengetahui kondisi fasilitas, sarana prasarana wisata MICE kota Surakarta b) Mengkaji usaha-usaha yang dilakukan pemerintah kota Surakarta dalam mempersiapkan Surakarta menjadi destinasi MICE , c). Memetakan potensi wisata MICE Kota Surakarta. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada peme-rintah Kota Surakarta, mengenai: Potensi Surakarta untuk di- kembangkan menjadi kawasan MICE dengan memanfaatkan
sarana prasarana yang ada yang menjadi daya tarik wisatawan baik nusantara maupun mancanagara. Destinasi dan kebudayaan yang menjadi unggulan kota Surakarta pembangunan dan pengembangan sarana prasarana yang menunjang agar Kota Surakarta menjadi destinasi MICE. Daya tarik wisata sejatinya merupakan kata lain dari obyek wisata namun sesuai peraturan pemerintah Indonesia tahun 2009 kata obyek wisata sudah tidak relevan lagi untuk menyebutkan suatu daerah tujuan wisatawan maka digunakanlah kata “daya tarik wisata” maka untuk mengetahui apa arti dan makna dari daya tarik wisata di bawah ini adalah beberapa definisi / pengertian mengenai daya tarik wisata menurut beberapa ahli :
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun
2009, Daya tarik wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan.
Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui selama perjalanan (misalnya daerah transit). Suatu tempat pasti memiliki batas- batas tertentu, baik secara aktual maupun hukum. Destinasi dapat dibagi menjadi destination area yang oleh WTO didefinisikan sebagai : “ Part of destination. A homogeneous tourism region or a group of local government administrative regions ” (WTO in Ricardson dan Fluker, 2004: 48). Dalam mendiskusikan destinasi pariwisata, kita juga harus mempertimbangkan istilah region yang didefinisikan sebagai: 1 ) A grouping of countries, usually in a common geographic area 2) An area within a country, usually a tourism destination area Menurut Kusudianto (1996 : 49). Destinasi pariwisata dapat digolongkan/dikelompokkan berda- sarkan ciri-ciri destinasi tersebut, yaitu sebagai berikut : 1) Destinasi Sumber Daya Alam, seperti iklim, pantai, hutan. 2) Destinasi Sumber Daya Budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater, dan masyarakat lokal. 3) Fasilitas Rekreasi, seperti taman hiburan. 4) Event seperti Kesenian Bali, Pesta Danau Toba, pasar malam. 5) Aktivitas Spesifik, seperti Kasino di Genting Highland Malaysia, Wisata
Belanja di Hong Kong. 6) Daya tarik
psikologis, seperti petualangan, perjalanan romantis, keterpencilan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
berdasarkan hasil studi beberapa pihak, urutan penting sifat/ciri dari destinasi menurut wisatawan adalah sebagai berikut : 1) masyarakat yang ramah dan hangat, akomodasi yang nyaman, pemandangan yang indah, harga/tarif yang layak, dan adat istiadat kehidupan masyarakat. 2) pemandangan alam yang indah, sikap ramah penduduk lokal, akomodasi yang layak, istirahat dan santai, serta tarif penerbangan. 3) pemandangan alam yang indah, masyarakat yang ramah dan hormat, akomodasi baik dan modern, tidak mahal untuk dikunjungi, stabilitas politik negara yang dikunjungi. 4) Dirjen Pariwisata (1993) dari terpenting ke kurang penting, pemandangan alam yang indah, kehidupan alam yang indah, kebudayaan masyarakat tradisional,
kerajinan dan kesenian, serta pantai.(Sumber : diadaptasi dari Kusudianto, 1996 : 20).
Menurut Nyoman S. Pendit dalam bukunya “ Ilmu Pariwisata ” tahun 1994 mendefiniskan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa daya tarik wisata adalah
segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan dan nilai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah tertentu. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan kunjungan wisatawan, daya Tarik Wisata juga mempunyai sifat yang dimiliki oleh suatu obyek berupa keunikan, keaslian, kelangkaan, lain dari pada yang lain memiliki sifat yang menumbuhkan semangat dan nilai bagi wisatawan” ( budpar ), hal
ini juga mengakibatkan daya tarik wisata yang khususnya dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu.
## 2. DESTINASI PARIWISATA TERKAIT UNSUR: DAYA TARIK WISATA
Dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata terdiri atas :
a. Daya tarik wisata ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam, flora dan fauna.
b. Daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan komplek hiburan.
c. Daya tarik wisata minat khusus, seperti : berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah dan lain-lain.
Daya tarik wisata menurut Direktoral Jendral Pemerintahan di bagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Daya Tarik Wisata Alam
Daya tarik wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budi daya. Potensi wisata alam dapat dibagi menjadi 4 kawasan yaitu : 1) Flora fauna 2) Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya eksistem pantai dan ekosistem hutan bakau 3) Gejala alam,misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan danau 4) Budidaya sumber daya alam, misalnya sawah, perkebunan, peternakan, usaha perikanan b Daya Tarik Wisata Sosial Budaya Daya tarik wisata sosial budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai onjek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan dan kerajinan.
c Daya Tarik Wisata Minat Khusus
Daya tarik wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian. Contohnya: berburu mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dll. Adapun unsur-unsur yang berpengaruh pengembangan produk pariwisata dan bobot masing-masing unsur adalah sebagai berikut :
a Daya tarik wisata adalah Unsur terkuat dalam sistem pariwista. Dibanding dengan unsur-unsur lain pembentuk produk pariwisata, daya tarik wisata merupakan pull factor bagi wisatawan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan me- ngunjungi suatu destinasi pariwisata. b Aksesibilitas merupakan salah satu unsur utama dalam produk karena mendorong
pasar potensial menjadi pasar nyata.
Aksesibilitas mencakup transpor-
tasi masuk ke negara, inter dan intra region (daerah) serta di dalam kawasan, dan kemudahan memperoleh informasi tentang destinasi.
c Fasilitas wisata ; pada unsur ini penting pembentuk produk pariwisata setelah aksesibilitas adalah fasilitas wisata, yang berperan menunjang kemudahan dan kenyamanan wisatwan, seperti; ketersediaan sarana akomodasi, prasarana wisata dalam radius tertentu dan sarana wisata pendukung lainnya. d Lingkungan dan Masyarakat;
Untuk lingkungan yang terjada, terpelihara dan sikap atau persepsi masyarakat terhadap pengembangan pariwisata adalah salah satu unsur yang menentukan keberhasilan suatu pengembangan pariwisata disamping indikator tingkat kesejahteraan. e Potensi Pasar yang dimaksud mencakup pasar wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Untuk pasar wisatawan nusantara, utamanya diarahkan berdasarkan jumlah
penduduk di radius tertentu.
f Keberhasilan pengembangan di- tentukan pula oleh persaingan antar daya tarik wisata sejenis.
Kota Surakarta untuk dijadikan sebuah destinasi, sudah sesuai dengan konsep destination audit , yang meliputi daya tarik, kekuatan destinasi, dan jangkauan wisatawan. Ketiga faktor ini adalah sesuai dengan target audiens yang ingin dicapai, yaitu wisatawan, baik asing maupun nusantara dengan segala fasilitas yang ada dapat menikmati pariwisata di Surakarta. Branding destinasi wisata (destination branding) didefinisikan sebagai nama, simbol, logo, word mark
atau gambaran lainnya yang dapat mengidentifikasi dan mem-bedakan sebuah destinasi, selebihnya menjanjikan sebuah pengalaman wisata yang dapat diingat karena keunikan yang dimiliki oleh sebuah destinasi yang juga berfungsi dalam memperkuat ingatan kenangan yang mengesankan dari sebuah pengalaman destinasi
(Ritchie, Ritchie; 1998). Definisi konsep branding destinasi wisata kota Surakarta menunjukkan bahwa adanya kesesuaian, dimana Surakarta memiliki keunikan sebagai pusat peradaban jawa yang berbasis seni dan kultur. Kekayaan yang dimiliki di dalamnya seperti seni, budaya, kuliner dan wisata belanja memberikan pengalaman wisata yang menarik karena merupakan potensi khas kota Surakarta tidak dimiliki oleh kota-kota lainnya. Adapun tujuan (objective) branding destinasi kota Surakarta adalah (1) Keterbukaan akses yang lebih luas bagi wisatawan, (2) Perkembangan wisatawan yang signifikan setiap tahunnya (5-10%) untuk meng- hadirkan multiplier effect bagi sektor perdangangan dan industri pariwisata, (3) Keanekaragaman objek dan atraksi wisata yang dapat mendukung lama tinggal wisatawan, (4) Efisiensi sumber daya bagi pengembangan kepariwisataan (anggaran, SDM dan sumberdaya lainnya). 3. STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA KOTA
## YANG BERKELANJUTAN
Pariwisata apapun jenis dan namanya, hendaknya dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan ber- kelanjutan. Menurut United Nation (2005) prinsip-prinsip tersebut adalah
satu kesatuan prinsip yang harus dipahami dan dilaksanakan secara holistik agar pembangunan pariwisata dapat berkesinambungan termasuk untuk pengembangan kota sebagai daya tarik wisata ataupun pengembangan kota wisata. Prinsip- prinsip tersebut adalah :
a. Prinsip pertama adalah pem- bangunan wisata kota mestinya dapat dibangun dengan melibatkan masyarakat lokal, mestinya visi pembangunan pariwisata dirancang berdasarkan ide masyarakat lokal dan untuk kesejahteraan masya- rakat lokal pula. b. Prinsip kedua adalah pembangunan wisata kota mestinya menciptakan keseim- bangan antara kebutuhan wisatawan dan masyarakat. Kepentingan pemberdayaan eko- nomi masyarakat adalah tujuan yang didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas destinasi pariwisata. c. Prinsip ketiga adalah pem- bangunan wisata kota mestinya melibatkan para pemangku kepentingan, dan melibatkan lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. d. Prinsip kempat adalah, pem-
bangunan wisata kota mestinya memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam sekala kecil, dan menengah.
e. Prinsip kelima adalah, pem- bangunan wisata kota mestinya dikondisikan untuk tujuan membangkitkan bisnis lainnya “multiflier efek” baik secara langsung maupun tidak langsung dalam masyarakat.
f. Prinsip keenam adalah pem- bangunan wisata kota mestinya adanya kerjasama antara
masyarakat lokal sebagai kreator atraksi wisata dengan para operator penjual paket wisata, sehingga perlu dibangun hubungan kerjasama yang saling me- nguntungkan. Menjaga keseim- bangan antara kebutuhan wisatawan dan orang-orang dari semua masyarakat sangatlah penting untuk diketahui. g. Prinsip ketujuh adalah, pem- bangunan wisata kota mestinya mampu menjamin keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang akan datang. h. Prinsip kedelapan adalah pem- bangunan wisata kota mestinya bertumbuh dalam prinsip optimalisasi bukan pada exploitasi. i. Prinsip kesembilan pembangunan wisata kota mestinya ada monitoring dan evaluasi secara periodik untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pem- bagunan berkelanjutan. Pem- bangunan pariwisata berkelanjutan j. Prinsip kesepuluh adalah pembangunan wisata kota mestinya dalam keterbukaan terhadap penggunaan sumber daya manusia. k. Prinsip kesebelas adalah pembangunan wisata kota mestinya melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata sehingga dapat dipastikan. l. Prinsip keduabelas adalah pembangunan wisata kota mestinya terwujudnya tiga kualitas yakni pariwisata harus mampu mewujudkan kualitas hidup ” quality of life ” masyarakat lokal,
pada sisi yang lainnya pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha ” quality of opportunity”.
## 4. KOTA SEBAGAI ATRAKSI WISATA
Surakarta yang lebih dikenal dengan sebutan Kota Solo atau Sala memiliki ragam objek wisata yang menarik. Tidak semata di wilayah kota, beberapa wilayah sekitarnya pun memiliki objek wisata menarik lainnya yang dapat dijadikan sebagai tujuan wisata. Salah satu kota terbesar di Jawa Tengah ini cukup terkenal dengan Kraton Surakarta, Bengawan Solo dan Pasar Klewer.
Tempat Wisata Solo dan sekitarnya menawarkan wisata budaya, kuliner, objek wisata alam dan beberapa lokasi bersejarah.
Wisata sejarah dan pendidikan menjadi salah satu daya tarik terbesar dari kota ini. Sebagai salah satu kota yang berusia cukup tua, kota ini menyimpan beragam bukti sejarah dari kerajaan Mataram.
Beberapa tempat wisata sejarah lain seperti :
Candi Sukuh
Candi Cetho
Museum manusia Purba yang ada di Sangiran Sragen
Museum Batik Kuno Danar Hadi
Museum Pers Tempat Wisata Alam di Solo
Sungai Bengawan Solo
Air terjun Grojogan Sewu
Kebun Teh Kemuning
Air Terjun Parang Ijo
Pegunungan Tawang Mangu
Gunung Kemukus Yang ada di Sragen
Waduk Gajah Mungkur
SSB (Solo Selo Borobudur)
Sondokoro
Taman Balekambang . Taman yang terletak di belakang Stadion Manahan Solo ini menawarkan suasana yang sejuk karena kita duduk ditemani rindangnya pepehonan dan terdapat juga kolam ikan dan kandang rusa. untuk dapat menikmati taman ini pengunjung tidak dikenakan biaya alias gratis, tapi pada saat event-event tertentu akan dikenakan biaya masuk
Tempat Wisata Belanja di Solo :
Solo Square (Mal di Solo)
Pasar Tradisional Klewer – Tempat beli batik murah
Pasar Triwindu (Pasar Barang Antik)
Kampung Batik Laweyan
Pasar Klitikhan Notoharjo.
Gambar-1 Suasana Eksotik Salah Satu wisata alam air terjun Grojokan sewu
Gambar-2
Suasana Eksotik Salah Satu wasata alam kebun teh kemuning
Pasar Keris dan Cenderamata Alun-Alun Utara Kraton Solo. Untuk kuliner di Solo kita bisa mencoba makanan khas kota tersebut yaitu : a) Nasi Timlo b) HIK (Semacam warung angkringan di Jogja) c) Tengkleng d) Serabi Notosuman (walaupun sudah banyak cabang di luar kota)
e) Nasi Liwet yang berada di sepanjang Jl Slamet Riyadi
f) Sate buntel (daging kambing cincang yang dilapisi usus sapi / lemak dan dibakar)
g) Sate kere (Sate yang terbuat dari tempe gembos)
h) Susu Sapi Murni
5. PERAN DAN
## FUNGSI RENCANA TATA RUANG
RTRW Kota Surakarta memberi peran dan fungsi bagi arah dan bentuk tata ruang, melalui pengaturan-
pengaturan ruang kota, sebagai berikut: a. Terencananya struktur peman- faatan ruang Kota Surakarta,
yang memberi arah pada keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan kota dalam jangka panjang.
b. Tersusunnya kejelasan batas- batas wilayah administrasi Kota Surakarta, baik pada bagian wilayah kota, maupun baas wilayah yang berkaitan dengan wilayah kabupaten di sekitarnya.
c. Terciptanya rumusan kebijak- sanaan pemanfaatan ruang Kota
Surakarta dengan memperhatikan kebijaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Jawa Tengah yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat. d. Terwujudnya rencana struktur dan strategi pengembangan Kota Surakarta, yang disusun serta ditetapkan untuk menjaga konsistensi perkembangan kota secara internal, serta sebagai dasar bagi penyusunan program- program pembangunan kota lintas sektoral dan daerah dalam jangka panjang, didalam batas wilayah administratif Kota Surakarta. Secara rinci pada dasarnya setiap bagian wilayah yang ada di masing Satuan Wilayah Pem- bangunan (SWP) Kota Surakarta, telah ditentukan bentuk dan arah perkembangannya, dengan didukung oleh semua aturan dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan, yang ditetapkan melalui Peraturan Walikota Kota Surakarta, meliputi ketentuan dalam pengembangan dan pembangunan, sebagai berikut :
a. Kebijaksanaan pengembangan Kota Surakarta yang mencakup penentuan tujuan pengembangan kota, fungsi kota, strategi dasar pengembangan sektor-sektor dan bidang pembangunan, kepen- dudukan, intensifikasi dan ekstensifikasi pemanfaatan ruang kota, dan pengembangan fasilitas maupun utilitas kota.
b. Rencana pemanfaatan ruang Kota
Surakarta, mencakup arahan pemanfaatan ruang kota yang menggambarkan lokasi dan intensitas setiap penggunaan, baik untuk kegiatan dengan fungsi primer maupun sekunder, yang ada di dalam kota, sampai Tahun 2033. c. Rencana struktur tingkat pelayanan Kota Surakarta, mencakup arahan tata jenjang fungsi-fngsi pelayanan di dalam kota, yang merupakan
rumusan tentang pusat-pusat pelayanan kegiatan kota berdasarkan jenis, intensitas, kapasitas, dan lokasi perencanaan.
d. Rencana sistem transportasi Kota Surakarta, yang memuat arahan garis besar tentang pola jaringan pergerakan arteri dan kolektor, baik fungsi promer maupun sekunder, termasuk jaringan jalan kereta api yang ada di dalam wilayah kota.
e. Rencana sistem jaringan utilitas Kota Surakarta, yang memuat arahan utama tentang pola jaringan utilitas dengan fungsi primer dan sekunder, meliputi jaringan air bersih, telekomunikasi, kelistrikan, air limbah, dan drainase kota.
f. Rencana pengembangan peman- faatan air baku bagi Kota Surakarta, memuat arahan pengBengawan Sololaan peman- faatan air permukaan, air tanah dalam, dan air tanah dangkaluntuk kepentingan pelayanan kota.
g. Indikasi unit pelayanan Kota Surakarta, sebagai arahan mengenai pembagian unit-unit pelayanan kota, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan penduduk kota. h. Rencana pengembangan peman-
faatan air baku bagi Kota Surakarta, memuat dan air tanah dangkal untuk kepentingan pelayanan kota.
## 6. LATAR BELAKANG SEJARAH DAN BUDAYA
Surakarta dikenal sebagai kota yang tidak pernah tidur, selalu ada sesuatu yang menarik yang dapat temukan di Kota Surakarta. Surakarta (Solo) telah dikenal sebagai daerah tujuan wisata yang biasa didatangi oleh wisatawan dari
kota-kota besar. Selain me- nyungguhkan pemandangan kota dan Karaton Kasunanan, Solo juga menawarkan wisata-wisata alam disekitarnya, antara lain Tawangmangu di timur Kota Surakarta dan kawasan wisata Sungai Bengawan Solo di barat
Kota Surakarta. Di Solo juga terdapat sebuah museum batik yang terlengkap di Indonesia yaitu House of Danar Hadi.
Surakarta merupakan kota penuh nuansa sejarah dan budaya, memilki tradisi Jawa yang dibanggakan dan tetap dilestarikan oleh masyakatnya. Beberapa fasilitas akomodasi tersedia di Kota Surakarta. Hotel bertaraf internasional yang terletak ditengah kota. Sebagai Kota Batik, pada dasarnya motif batik Surakarta memiliki ciri pengolahan yang khas yaitu warna kecoklatan (sogan) yang mengisi ruang bebas warna, berbeda dari gaya Yogya yang ruang bebas warnanya lebih cerah. Pusat perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung Batik Laweyan.
Surakarta dikenal sebagai kota yang memiliki keanekaragaman budaya. Surakarta terkenal pula akan masyarakat yang ramah, hal itu ditandai dengan berkumpulnya kebudayaan dari masyarakat pendatang yang berasal dari berbagai daerah, tetapi tidak menjadi kendala untuk tetap berinteraksi satu dengan yang lainnya. lebih spesial lagi karena Surakarta memiliki kebudayan yang masih kental yaitu adanya Karaton yang masih berdiri kokoh higgga sekarang, hal ini juga menjadi kebanggaan tersendiri dengan
seringnya masyarakat dari berbagai negara yang datang dan mengunjungi tempat pariwisata di kota Surakarta.
Kota Surakarta yang sering dikenal dengan nama Solo mempunyai program kerja yang baru saja dilaksanakan oleh pemerintah Kota Surakarta yaitu Bus Batik Solo Trans, Solo Batik Karnival, dan sistem penyeberangan jalan yang baru-baru ini adalah kereta api wisata Surakarta menuju Wonogiri,. Sedangkan tiap tahunnya Karaton Surakarta mengadakan acara “Garebeg-Grebeg” yang diadakan
pada malam 1 suro dan “Sekaten”, hal ini menjadi acara favorit bagi masyarakat yang selalu dinantikan.
Akhir-akhir ini pemerintah kota Surakarta sedang berusaha mengenalkan kembali kebudayaan jawa seperti wayang, gamelan kepada nasional bahkan internasional dan mengenalkan kembali kepada anak-
anak tentang permainan daerah yang dulu dimainkan.
Melalui proses yang panjang, Pemerintah daerah di kawasan Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten), atau sekarang populer dengan sebutan Solo Raya menyadari perlunya sebuah brand yang dapat dijadikan sebagai identitas bagi kotanya. Branding kota dengan tujuan promosi untuk mengenalkan sebuah kota kepada masyarakat umum baik dalam atau luar negeri, cukup marak akhir- akhir ini.
Pemerintah di kawasan Subosukowonosraten akhirnya me- nyadari akan pentingnya brand bagi wilayahnya, seperti daerah atau
Gambar-3 Keraton Kasunanan sebagai wisata budaya sejarah
Gambar-4
Pura Mangkunegaran sebagai wisata budaya sejarah Gambar-5
Baik Solo Carnival merupakan
obyek wisata budaya dan seni
Gambar-6
Tari tradisional Bedoyo merupakan
obyek wisata seni budaya
negara lain. Dengan slogan baru ini, pemerintah daerah di wilayah Subosukowonwsraten menawarkan keunikan wilayah, meliputi: a. Kekayaan peninggalan warisan budaya b. Kekhasan karakter masyarakat, terutama kehangatan dan keramahan c. Kekuatan tradisi perdagangan dan industri yang tangguh. Kebijakan mengenai identitas
baru, dengan slogan “Solo, The Spirit of Java ”, tebentuk berdasar kesepakatan bersama antara ketujuh kepala daerah untuk menciptakan sinergi antar daerah. Brand baru Kota Surakarta sebenarnya sudah mulai disosialisasikan sejak bulan Agustus 2003, sebagai langkah awal,
diadakan kontes untuk memberikan slogan. Ada 3 slogan pemenang yaitu :
Solo the Heart of Java, Solo the Heartbeat of Java dan Solo the Spirit of Java. Slogan “Solo, The Spirit of Java ”, dipilih untuk menggambarkan
keterikatan ini. The Spirit of Java
mencerminkan kedalaman makna akan akar budaya, seni dan sejarah Kota Surakarta-Surakarta, sehingga kota ini berhak meng klaim kotanya sebagai “Jiwanya Jawa”.
## 7. POTENSI WISATA DAN BUDAYA KOTA SURAKARTA
Banyak wisata Sejarah dan Budaya yang bisa dinikmati dan dijelajahi. Berwisata dan menambah wawasan Sejarah, bisa berkunjung ke Museum Radya Pustaka, Museum Karaton Surakarta dan Puro Mangkunegaran, atau menikmati ragam kuliner masakan khas Solo seperti Nasi Timlo, Mie Thoprak, Sate Kere, Cabuk Rambak, Intip ataupun Srabi
. Salah satu pusat kuliner yang dikembangkan dikenal dengan nama Galaaabo (Gladag Langen Bogan) berada di sebelah timur bundaran Gladag, tepatnya di Jalan Mayor Sunaryo berdekatan dengan Beteng Trade Center (BTC), dan Pusat Grosir Solo (PGS). Hanya buka di malam hari dan di lokasi ini akan bisa ditemukan makanan khas Solo.
Untuk mendapatkan oleh-oleh dari Kota Surakarta seperti Batik dan cinderamata ataupun barang-barang
Gambar-8
Salah Satu Model Kuliner Khas Kota Surakarta Adalah Makanan dan Minuman yang disajikan Sederhana (HIK)
Gambar-7 Suasana Eksotik Salah Satu Sudut
Kota Surakarta di Malam Hari Pusat Kuliner Gladag Langen Bogan (Galabo)
khas tradisional bisa berkunjung ke Pasar Klewer, Beteng Trade Center (BTC), Pusat Grosir Solo (PGS), Pasar Klithikan, Ngarsopura, dan beberapa pusat belanja yang lain.
8. Surakarta sebagai Kota MICE Daya tarik dan potensi pariwisata yang dimiliki Kota Surakarta sangat beragam. Masing- masing atraksi memungkinkan para pengunjung atau wisatawan untuk melakukan beragam aktivitas yang berhubungan dengan seni, budaya, pengetahuan, belanja, makanan, batik dan sebagainya. Banyak hal yang dapat kita temui khususnya bidang sosial-budaya, sejarah dan kesenian.
Keterjangkauan Kota Surakarta juga sangat mendukung bidang kepariwisataan. Alat-alat transportasi khas seperti kereta tengah kota
‘ Steam Loco Jaladara’, bus tingkat wisata Werkudara serta Batik Solo Trans menjadi alternatif wisatawan untuk menjangkau keunikan, kekhasan, dan keindahan pariwisata
Kota Surakarta.
Di sektor pariwisata, Solo kini dijadikan destinasi wisata Meeting, Incentive, Conference and Exhibition (MICE). Perkembangan wisata MICE sebagai salah satu subsektor dari industri perjalanan dan pariwisata, didasari oleh pergeseran wisata konvensional ke arah wisata minat khusus ( special interest tourism ). Selain aktivitas wisata yang berbasiskan alam, dalam dekade ini pelaku pariwisata di dunia mulai melirik aktivitas MICE sebagai peluang yang cukup besar dan menghasilkan efek pengganda yang luar biasa. Tidak dapat kita pungkiri bahwa sektor pariwisata telah membantu masyarakat dalam
meningkatkan perekonomian bersama. Pariwisata sebagai suatu industri dianggap memiliki pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi sendiri. Beberapa waktu lalu, Solo kerap menjadi tuan rumah event bertaraf nasional maupun internasional. Salah satu agenda MICE yang baru saja berlangsung adalah Musyawarah Nasional Asosiation of the Indonesian
Tour & Travel Agency (MUNAS
ASITA X). ASITA merupakan aliansi nirlaba kewirausahaan perjalanan Indonesia yang diakui secara hukum. Surakarta merupakan kota penuh nuansa sejarah dan budaya, memilki tradisi Jawa yang dibanggakan masyakatnya. Sebuah tempat yang menarik wisatawan dengan beragam atraksi warisan budaya Jawa kuno. Bisa dinikmati berbagai sajian wisata yang mengagumkan di sini. Dari menjelajahi kota sambil melihat Karaton, mengunjungi pasar tadisional, berbelanja batik dan kerajinan yang berkualitas, melihat atraksi tarian tradisional khas Kota Surakarta yang penuh keagungan,
wayang kulit, kuliner yang lezat, dan tentunya berkomunikasi langsung dengan masyarakatnya yang ramah.
Kota Surakarta atau disebut juga Surakarta adalah kota kuno yang dibangun Paku Buwana II. Riwayat kota ini tidak bisa lepas dari sejarah Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang merupakan penerus Kerajaan Mataram Islam. Bila dipersandingkan dengan Yogyakarta maka tampak seolah adanya
“emulasi” dan “kontes” kultural antara Surakarta dan Yogyakarta. Tidaklah mengherankan kemudian melahirkan apa yang dikenal sebagai
"gaya Surakarta" dan "gaya
Yogyakarta" baik itu dalam busana, tarian, wayang, pengolahan batik, gamelan, dan bentuk budaya lainnya.
Batik Keris dan Batik Danarhadi. Penduduk Solo memang bangga dengan batik, bahkan label
Kota Surakarta selain 'Solo, The Spirit of Java' juga dikenal julukan “The City of Batik” . Hal ini bisa terlihat selain batik Keris dan Danarhadi pusat belanja batik tersebar selain pusat di pasar klewer, Pesat glosir Solo (PGS), Beteng Trade Cetre (BTC) juga ada kampung- kamping batik seperti kampung batik Laweyan, Kauman, Pasr kliwon. Biasanya wisatawan yang berlibur ke Jogja juga akan singgah di Solo, atau sebaliknya.
## 9. KESIMPULAN
Berdasarkan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka dapat
dipaparkan kesimpulan sebagai berikut : Proses perumusan konsep didasari dengan latar belakang kota Surakarta yang dijadikan pusat dari pengembangan pariwisata Solo Raya karena memiliki potensi yang ada sesuai dengan konsep branding sebagai sebuah destinasi wisata (destination audit) meliputi ke- ragaman atraksi, kekuatan untuk disandingkan dengan destinasi lainnya, dan jangkauan wisatawan. Perumusan konsep dilakukan oleh berbagai pihak dimulai dari organisasi pemerintah, badan eksekutif dan legislatif, tokoh seni dan budaya, serta stakeholder pariwisata. Namun media sendiri yang berkedudukan sebagai pembentuk opini tidak dilibatkan di sini karena media dianggap sebagai channel dari pihak eksternal yang berguna dalam penyampaian informasi mengenai berbagai kegiatan dalam proses branding . Objektif dari branding kota Surakarta masih bergantung tujuan marketing dibandingkan tujuan komunikasi. Selain itu, target audiens kota Surakarta didasarkan aspek geografis saja, sedangkan dalam proses
branding, penentuan target audiens, setidaknya harus didasarkan pada aspek psikografis, karena berkaitan dengan minat dan ketertarikan target audiens terhadap konsep wisata kota Surakarta sebagai kota budaya, sehingga akan memudahkan dalam penyerapan pesan branding.
Perencanaan strategis dalam jangka panjang penting dilakukan oleh sebuah kota sebagai dasar untuk melakukan segala kegiatan branding. Strategi tersebut, diimplementasikan melalui sebuah manajemen yaitu manajemen produk, manajemen brand, dan manajemen servis. Gambar-9 Klewer merupakan conto lokasi wisata belanja selain batik danar
Hadi maupun batik keris Gambar-10 Suasana wisata belanja di kampung
Batik Laweyan
Implementasi strategi branding kota Surakarta melibatkan NTO (National Tourism Organization) dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta dengan berbagai stakeholder Internal pariwisata yaitu ASITA, PHRI, HPI, dan BPPIS. Dalam prosesnya, NTO mengikut sertakan para stakeholder pada setiap kegiatan promosi yang terdiri dari kegiatan direct marketing dan indirect marketing. Penetapan tolak ukur keberhasilan kegiatan branding kota Surakarta masih belum sesuai dengan faktor-faktor penentu keberhasilan branding sebuah destinasi yang lebih menekankan pada komunikasi brand untuk selanjutnya dipahami oleh berbagai stakeholder dan target audiens. Dalam membranding sebuah destinasi akan terlibat melalui berbagai aspek, dimana faktor ini sewaktu-waktu akan menghambat dalam proses branding. Aspek Natural diatasi dengan perjanjian dalam MoU yang ditandatangani oleh masing-masing walikota dalam kerjasama promosi terhadap keunikan masing-masing destinasi. Aspek politik yang merujuk pada isu kerusuhan diatasi hal ini,dilakukan kirab budaya oleh walikota Surakarta dalam rangka menciptakan image kota Surakarta yang aman dan nyaman. Kendala lain dari aspek ekonomis adalah budgeting yang dinilai sangat kecil, dilakukan pendekatan untuk menumbuhkan sense of belonging pada stakeholder
eksternal, dimana melalui perasaan tersebut akan menekan budgeting yang harus dikeluarkan. Manusia menjadi salah satu aspek, dimana akan mempengaruhi dalam perencanaan branding karena ber- tindak sebagai pembuat keputusan. Hal ini dianggap sebagai perubahan selera masyarakat, dan untuk mengatasinya, Surakarta mem- fasilitasinya dalam hal ini melalui wisata belanja dengan produk-produk tradisional sehingga
menarik
wisatawan seperti batik dan souvenir.
## 10. DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A . 1991. Managing Brand Equity: Capitalising on the Value of a Brand Name, London: the Free Press Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Prenada Media Group.
Cultures and Markets. Kogan Page
Business BooksDreyfuss,Henry.1972. Symbol Sourcebook : An Authoritative Guide toInternational Graphic Symbols. McGraw-Hill Inc. Gelder, Sicco Van. 2005. Global Brand Strategy : Unlocking Brand Potential Across Countries, Gregory, Anne. 2010. Planning and Managing Public Relations Campaigns : A Strategic Approach . Kogan Page Publisher. Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, dan Positioning . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Kerzner, Harold. 2001. Strategic Planning for Project Management Using a Project Management Maturity Model. WileyKotler Philip & Keller Kevin Lane, 2009, Manajemen Pemasaran, edisi ketiga belas, Jakarta: Erlangga.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktisiset Komunikasi. Jakarta : Kencana.Lesly, Philip. 1991. Lesly's Handbook of Public Relations And Communications. Australia : Prentice Hall.McNally, David. Speak, Karl D. 2004. Be Your Own Brand. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakarya. Sadat, Andi M. 2009. Brand Belief :
Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan, Jakarta : Salemba Empat.
Chaerani, R.Y. (2011). Pengaruh
City Branding Terhadap City Image (Studi Pencitraan Kota Solo : „The Spirit of Java ’). Laporan Penelitian. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Antara, M. (2009). Pengembangan Museum Budaya Terpadu Sebagai Daya Tarik Wisata Kota Surabaya . Makalah tidak dipublikasikan.
Ardika, I W. (2003). Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Refleksi dan Harapan di Tengah Perkembangan Global. Program Studi Magiste r (S2): (Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana) Biodata Penulis : Eny Krisnawati , alumnus S-1 Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta (1988), S-2 Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta (2006), dan Staf pengajar Program
Studi Arsitektur Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (1992 – sekarang).
|
cff355d3-561f-4c35-93da-0234bf20f46c | https://journal.umg.ac.id/index.php/matriks/article/download/558/465 | Volume XVI No.2, Maret 2016, p 55-67
## PERANCANGAN ALAT BANTU FASILITAS KERJA OPERATOR LAS DENGAN PRINSIP ERGONOMI DAN KONSEP VALUE ENGINEERING
## ( “Studi Kasus :UD. Sumber Anyar” )
Oleh : Ahmad Irwanto Program Teknik Industri – Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Gresik
## Abstrak
Industri Pompa Air merupakan salah satu industri yang sedang berkembang di Indonesia. Pada UD. Sumber Anyar, aktivitas pengelasan dilakukan terhadap benda kerja las yaitu berupa kipas sirip (baling-baling) dengan menggunakan mesin las listrik. Setiap operator melakukan aktivitas pengelasan dengan fasilitas bantu yang ada sejajar dengan lantai, sehingga mengharuskan operator cenderung menghasilkan posisi duduk jongkok, punggung membungkuk, mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis, yang mengakibatkan ketidaknyamanan kerja(kelelahan). Keadaan ini beresiko menimbulkan kelelahan dan cidera kerja. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi fasilitas kerja pengelasan, posisi postur tubuh pekerja, ketidaknyamanan operator mengenai keluhan dan harapan operator untuk sikap kerja melalui analisis kuesioner nordic body map dan wawancara, yang kemudian hasilnya diterjemahkan menjadi konsep perancangan alat bantu pengelasan, yaitu berupa meja dudukan benda kerja kipas sirip. Tahapan kedua adalah memunculkan alternatif- alternatif alat bantu. Tahapan ketiga adalah melakukan analisis terhadap alternatif- alternatif alat bantu yang muncul. Tahapan keempat dilakukan analisa biaya dan perhitungan value dengan menggunakan nilai performansi diperoleh dari hasil tahapan ketiga. Dan tahapan kelima akan dipersentasikan alternatif terbaik yang terpilih dengan nilai (value) tertinggi yaitu 1,16 , serta akan disajikan laporan lengkap hasil evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain alat bantu pengelasan dan memperbaiki postur pekerja operator saat melakukan aktivitas pengelasan melalui konsep Value Engineering(VE), dengan penerapan prinsip ergonomi terutama dalam hal penentuan dimensi ukuran-ukurannya yang akan mengaplikasikan data anhtropometri yang relevan. Perancangan alat bantu ini dapat dinyatakan bahwa terdapat perbaikan postur kerja operator pada saat melakukan aktivitas pengelasan, sehingga operator berada dalam kondisi yang aman .
Kata Kunci: Perancangan Alat Bantu Pengelasan, Ergonomi-Anthropometri, Value Engineering, Fast Diagram, AHP-Expert Choice
## 1. Pendahuluan
Bengkel UD.Sumber Anyar merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelasan dan perakitan pompa air. Bengkel ini berlokasi di Jl.Raya Pasar Glagah, Lamongan No.34. Bengkel UD. Sumber Anyar menghasilkanbeberapa produk, salah satunya adalah Kipas Sirip yang digunakan untuk kipas pada pompa sentrifugal.
Pada proses produksi pembuatan part danaksesoris, teridentifikasi bahwa fasilitas
kerjaoperator kurang memperhatikan prinsip- prinsipergonomi terutama pada bagian pengelasan. Padabagian pengelasan, operator bekerja dalam posisikerja yang tidak benar, yang menyebabkan posisikerja yang terbentuk adalah duduk jongkok dengan punggung membungkuk.Kondisi kerja dimana punggung dan leheroperator selalu membungkuk mengindikasikanbahwa fasilitas kerja yang ada bersifat tidakergonomis.
Fasilitas kerja yang tidak sesuai menyebabkanposisi kerja menjadi tidak
nyaman. Perbaikanposisi kerja dan perancangan fasilitas kerja sertaalat bantu dalam proses produksi merupakansalah satu solusi untuk menyelesaikanpermasalahan diatas.Dengan adanya alat bantu pengelasan yang dirancang secara khusus; maka posisi kerja operator akan dirubah yaitu dari posisi kerja duduk/jongkok menjadi berdiri. Sebuah posisi kerja natural yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan oleh operator yang melaksanakan pengelasan. Evaluasi dan pertimbangan ergonomis dalam perancangan alat bantu ini ditunjukkan melalui aplikasi konsep value engineering dan prinsip ergonomi(data antropometri) yang relevan dan untuk perancangan alat bantu yang diperlukan operator di stasiun kerja pengelasan.
## 2. Metodologi Penelitian
a. Tahap Survey awal
Survey awal dilakukan untuk mengetahui pengelasanpembuatan kipas sentrifugal pompa air serta fasilitas apa saja yangdigunakan.
b. Identifikasi Masalah Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yangmenyebabkan ketidaknyamanan operator pada saatbekerja, yaitu pada stasiun kerja yang tidak ergonomis.
c. Analisa Postur Kerja dan Alat Bantu Adapun analisa yang diperlukan dalam
penelitian ini antara lain :
1. Postur kerja
2. Alat bantu awal
3. Keluhan dan harapan operator
4. Desain alat bantu rencana
Setelah analisa dilakukan maka perlu perbaikan padaposisi kerja operator agar dapat bekerjadengan posisikerja yang benar yang sesuaidengan prinsip-prinsipergonomis.
d. Tahap Analisa Anthropometri
Analisa berikutnya yaitu anthropometri ukuran tubuhoperator pengelasan, dengan jumlah operator las yang ada di bengkel jumlahnya tidak memenuhi maka digunakan
data anthropometri masyarakat orang indonesia sebagai dasarperancanganfasilitas kerja.
e. Tahap Perancangan
Perancangan dibuat sesuai dengan kebutuhan darifasilitas kerja yang dirancang yaitu fasilitas kerjayang dimensinya sesuai dengan prinsip-prinsipergonomis, melalui penerapan Five Phase Job Plane yang merupakan pengaplikasian dari langkah-langkah rekayasa nilai ( Value Engineering ) .
## 3. Pengolahan Data Dan Pembahasan
Metode Pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan mengunakan metode riset lapangan yang mana data yang diperoleh peneliti dengan melihat langsung yang sebenarnya terjadi dilapangan.Langkah awal sebelum dilakukan perancangan alat bantu adalah mengidentifikasi fasilitas kerja yang menyebabkan kondisi dari posisi tubuh para pekerja tidak ergonomis.
Gambar 1. Posisi Kerja dan Fasilitas Bantu Awal
Volume XVI No.2, Maret 2016, p 55-67
doi: 10.30587/matrik v16i2.xxx
Setelah menyebarkan kuisoner kepada seluruh operator yang berjumlah 3 orang pada bagianpengelasan, dapat terlihat beberapa keluhan yangsering dialami oleh operator pengelasan. Hasilrekapitulasi perhitungan kuisioner Nordic Body map dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Keluhan Segmen Tubuh Pekerja NO SEGMEN TUBUH OPERATOR KE JUMLAH
PRESENTASE OPERATOR YANG MENGELUH 1 2 3 1 Telapak kaki 3 100% 2 Lutut 2 66,70% 3 Pinggang 3 100% 4 Punggung 1 33,30%
Dari rekapitulasi kuisoner diatas dapat dilihat bahwajumlah keluhan terbesar terdapat pada bagianpinggang dan telapak kaki yaitu sebesar 100%, kemudian pada bagian lututsebesar 66,70% dan terakhir pada bagian punggung sebesar 33,30%.Berdasarkan hasil kuisionerdiatas dapat dilihat penyebab keluhan tersebut sebagaiberikut:
a. Keluhan pada pinggang dan punggung dikarenakanpunggung
dalam posisimembungkuk akibatsering menunduk pada saat proses pengelasan.
b. Keluhan pada telapak kakidan lutut disebabkan oleh posisi duduk jongkok pada saat melakukan prosespengelasan karena beban tubuh bertumpuh pada keadaan yang kurang seimbang.
Pada tahap selanjutnya, di gunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan mengunakan metode Five Phase Job Plant yang merupakan pengaplikasian dari langkah-langkah Rekayasa Nilai .
## Tahap Informasi
Berdasarkan pada gambar 4.1 dan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan maka pokok permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kinerja operator dengan melakukan modifikasi posisi dan tata cara kerja yang benar melalui pendekatan prinsip ergonomi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung terhadap 3 operator las sebagai responden yang telah dipilih. Berdasarkan posisi postur tubuh pekerja dan hasil wawancara didapatkan keluhan dan harapan dari para operator. Untuk memudahkan dan lebih jelasnya mengenai keluhan dan harapan dari para operator dapat di lihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Tabel Keluhan dan Harapan Operator
Tabel 2 menjelaskan tentang keluhan- keluhan yang terjadi pada operator pada saat melakukan pengelasan. Berdasarkan tabel 2
No Keluhan Harapan Operator Kebutuhan operator Desain alat 1 Nyeri pada bagian telapak kaki, lutut, pinggang, dan punggung
Operator menginginkan alat bantu meja dudukan yang lebih tinggi sehingga posisi postur tubuh dalam bekerja tidak jongkok dan dapat meningkatkan kenyamanan kerja Alat bantu las yang mengurangi nyeri pada bagian telapak kaki, lutut, pinggang, dan punggung Alat dibuat dengan menambahkan meja sehingga posisi postur tubuh dalam bekerja dilakukan dengan berdiri yang disesuaikan dengan anthropometri yang dilengkapi dengan klem penjepit
Operator menginginkan benda yang dilas tidak harus dipegang sehingga tetap berada pada posisi yang terkunci Alat bantu las dengan menggunakan sistem pengunci yang lebih baik 2 Proses pengelasan pada dua bidang kampuh benda kerja Operator menginginkan alat bantu las yang lebih mudah pada saat melakukan proses pengelasan terhadap dua bidang kampuh benda kerja
Alat bantu las dengan dengan proses pengelasan dua kampuh secara kontinyu Ada penempatan meja putar yang mekanismenya kontinyu
maka didesain meja yang berfungsi untuk memudahkan operator untuk melakukan aktivitas pengelasan, sehingga operator bisa dengan aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas pengelasan dan mengurangi keluhan kerja . Berdasarkan harapan dan kebutuhan operator yang ditampilkan pada tabel 2, maka dikembangkan sejumlah ide maupun alternatif pemecahan masalah. Ide maupun alternatif- alternatif yang dikembangkan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan mewakili konsep mekanisme perancangan alat bantu dudukan benda kerja kipas sirip yang baru.
Untuk selanjutnya dilakukan penyebaran kuisioner untuk mendapatkan kriteria awal pada penentuan desain alat bantu. Hasilnya berupa data yang masih mentah karena belum merupakan keinginan atau kebutuhan pemakai alat, dimana kriteria tersebut diperoleh dari kuisoner para pekerja. Tabel 3 menunjukkan kriteria- kriteria produk menurut keinginan pekerja las.
Tabel 3. Kriteria Produk Menurut Keinginan Pekerja Las
Kemudian penggunaan ukuran dimensi Anthrpometri pada alat digunakan sebagai penyempurna dalam pembuatan desain
alternatif alat , agar dapat memenuhi keinginan dari fungsi alat yang akan dicapai peneliti. Dimana perancangan alat sangat berkaitan dengan aktifitas pemakainya dan data yang dibutuhkan guna pencapaian kebutuhan tersebut ialah data ukuran dimensi tubuh anthropometri para pekerja, sehubungan dengan data populasi sampel yang terpilih untuk data pengukuran tidak mencukupi, maka peneliti menggunakan Data Anthropometri orang indonesia yang terakhir diperbarui pada tahun 2010. Tabel Anthropometri orang indonesia selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Dimana dalam pembuatan alat bantu dikatakan berhubungan dengan data anthropometri tersebut. Data anthropometri yang digunakan dalam perancangan alat bantu ialah :
1. Lebar Bahu
2. Tinggi Mata Berdiri
3. Tinggi Siku Berdiri
4. Panjang Lengan ke Samping Kanan
5. Jangkauan Tangan ke Depan
Berdasarkan penentuan data anthropometri, maka alat bantu las dirancangmelalui data anthropometri yang ditampilkan. Perancangan alat bantu fasilitas dibutuhkan perhitungan persentil dari data yang telah ditentukan. Persentil yang digunakan adalah persentil ke-5 dan ke-50. Nilai persentil 50 adalah sama dengan nilai rata-rata ( mean ) dari data anthropometri yang dihitung. Nilai persentil ke-5 dan ke-50 data lebar bahu, tinggi mata berdiri, tinggi siku berdiri, panjang lengan ke samping kanandan jangkauan tangan ke depan, sebagai berikut :
No Keteria Definisi 1. Kemampuan (mengunci benda kerja) Kemampuan alat untu memposisikan serta menahan benda kerja dengan stabil pada bagian-bagian yang memerlukan penyetelan/pengelasan. 2. Kemudahan
( spare part )
Spare Part tersedia banyak dijumpai sehingga mudah untuk mendapatkanya. 3. Kehandalan
Rasa percaya atau kepercayaan konsumen terhadap suatu produk (kwalitas atau daya tahan produk tersebut). 4. Kenyamanan (Saat
Pengoperasian) Memberikan kenyamanan, dimensi alat bantu disesuaikan dengan mempertimbangkan faktor teknis dan prinsip ergonomi. 5. Multi guna / Fleksibel
Fungsi pada posisi kerja, operator tidak perlu berubah (bergerak-pindah) pada saat penyetelan sekaligus proses pengelasan komponen-
komponen(rangkaian benda kerja).
Volume XVI No.2, Maret 2016, p 55-67
doi: 10.30587/matrik v16i2.xxx
## Tabel 4. Perhitungan Ukuran Dimensi dan Persentil Data Anthropometri Pada Perancangan Alat
No Spesifikasi Pada Alat Dimensi Tubuh yang digunakan Perse ntil Ukuran (cm) Tujuan 1 Diameter meja putar Lebar bahu 50 th 42 cm Untuk menentukan panjang diameter
meja 2 Tinggi alat Bantu Tinggi mata berdiri 50 th 151,4 cm Untuk menentukan tinggi alat bantu keseluruhan
3 Tinggi meja putar dari lantai Tinggi siku berdiri 5 th 93 cm Untuk menyesuaikan posisi postur tubuh pekerja pada saat melakukan pengelasan
4 Lebar rangkaian penjepit dari titik tengah Panjang lengan tangan ke samping kanan
5 th 47,7 cm Untuk menentukan panjang lengan
statis
5 Lebar kaki meja
Jangkauan tangan ke depan 50 th 81 cm
Untuk menyesuaikan jarak alat bantu las terhadap postur tubuh pekerja
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui setiap spesifikasi alat bantu pengelasan memiliki ukuran yang disesuaikan terhadap bagiannya masing-masing, sehingga setiap bagian alat bantu pengelasan digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan yang ada.
## Tahap Kreatif
Pada tahap kereatif ini peneliti membuat Diagram FAST yang disusun berdasarkan heraki fungsi, fungsi tingkat tinggi diletakkan sebelah kiri sedangkan fungsi tingkat rendah diletakkan disebelah kanan. Penysunan fungsi– fungsi dalam diagram FAST dilakukan dengan mengunakan dua buah pernyataan yaitu : mengapa (how) dan bagaiman (why).
## How Why
## Alat Bantu Pengelasan
Gambar 2. Diagram FAST Alat Bantu Pengelasan
Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan survey mengunakan kuinsioner yang di sebarkan kepada responden yang telah di pilih dalam penentuan tingkat kriteria produk . Adapun yang bertindak sebagai responden adalah:
1. Pemilik Usaha = 1 orang
2. Karyawan = 6 orang
3. Operator Las = 3 orang
Total =10 orang
Mengenai responden yang terdapat di tempat kerja penelitian, sebagaimana yang telah disebutkan pada rincian tabel di atas, bahwasanya Pemilik Usaha sekaligus menjadi kepala bengkel dan Karyawan (selain operator las) ialah objek responden yang telah ditentukan dengan kemampuan tingkat pemahaman dan berpengalaman yang cukup mengenai klasifikasi ketrampilan yang sama atau mendekati nilai rata-rata terhadap para ahli di bidang pengelasan dan perancangan alat yang dimaksud. Hal ini bertujuan agar hasil penilaian yang dihasilkan selanjutnya, dapat mewakili kondisi yang sebenarnya.
Kemudian untuk pengisian kuisioner pada bagian tingkat kepentingan, responden diminta memberikan skala nilai kriteria– kriteria sesuai dengan tingkat kepentingan. Skala nilai kriteria yang digunakan adalah 1/9 dengan penjelasan masing-masing skala. Berdasarkan
Meminimalka n Pergerakan Tubuh
Memperbai ki Postur tubuh Pekerja las Menyesuaik anTubuh
Pada Posisi Ideal
Mengelas Menahan Kestabilan benda kerja Menggunak an Meja yang berputar Mengunci Benda Kerja Mengurangi Kelelahan Memutar Benda Kerja pada bidang sisi yang lain
hasil penilaian responden melalui kuisioner yang di edarkan untuk menentukan tingkat kepentingan, didapat urutan perolehan tingkat kepentingan dari kriteria yang akan dipakai dalam perhitungan matrik kelayakan pada alternatif awal dan alternatif pilihan. Adapun urutan peoritas tingkat kepentingan tersebut adalah:
1. Kemampuan (mengunci benda kerja)
2. Kenyamanan
3. Multi guna / Fleksibel
4. Kehandalan
5. Kemudahan spare part Sesudah urutan
prioritas tingkat kepentingan didapat, tahap selanjutnya ialah memunculkan beberapa alternatif berdasarkan dari penelitian alternatif awal dan berbagai macam pertimbangan. Adapun alternatif yang di munculkan antara lain :
Tabel 5. Alternatif-alternatif Pilihan Alat Bantu
No Desain Alternatif Keterangan alternatif 1 I (Awal) Alat Bantu sederhana berupa besi siku yang diletakkan pada lantai sebagai tumpuan benda kerja , penggaris siku
dan plat besi kecil sebagai penjepit komponen 2 II Bentuk kaki meja berdimensi rangka kubus Meja putar berbentuk persegi
Rangkaian pengunci benda kerja menyatu dengan meja putar Lengan penyangga rangkaian, bertumpu pada tepi meja putar 3 III Bentuk kaki meja berupa jari- jari berdimensi lingkaran menyatu dengan poros penyangga utama Meja putar berbentuk lingkaran Rangkaian pengunci benda kerja bertumpu pada lengan pembantu yang mengait pada poros penyangga utama Poros penyangga utama berbentuk adjustable
4
IV Bentuk kaki meja berdimensi kubus dengan poros penyangga berada di atasnya
Meja putar berbentuk lingkaran Rangkaian pengunci benda kerja di lengkapi dengan poros statis yang bertumpu pada diameter tengah meja putar Poros penyangga utama berbentuk adjustable
## Tahap Analisa
Setelah melalui tahap kreatif, selanjutnya dilakukan Tahap Analisa atau tahap evaluasi. Tahap Analisa ini dilakukan dengan berberapa analisa antara lain: (1) Analisa keuntungan dan kerugian pada alternative. (2) Perhitungan penilaian keteria yang dibangun dengan matrik kelayakan (3) Analisa pembobotan pada kriteria (4) Perhitungan performansi dengan matrik evaluasi terhadap alternatif yang terpilih.
Tahap permulaan dari tahap ini adalah melakukan analisa keuntungan dan kerugian pada alternatif-alternatif yang dijelaskan pada tahap kreatif. Analisa keuntungan dan kerugian untuk tiap-tiap alternatif alat bantu pengelasan dijelaskan pada tabel analisa berikut ini :
## Tabel 6. Analisa Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan Kerugian Alternatif I (Awal)
Komponen mudah di dapat
Harga murah
Faktor kenyamanan dalam pengoperasianya kurang
Kemampuan pencekam benda pengelasan tidak maksimal Waktu pengelasan tangan kiri digunakan untuk memegang benda kerja
Alternatif II
Komponen mudah di dapat
Mudah diperbaiki
Dalam Pengelasan operator tidak berpindah-pindah tempat
Biaya pembuatan lebih mahal
Rangkaian penahan benda kerja ikut berputar dengan meja.
Kaki penyangga meja terlalu besar
Sulit di bawa (dipindah) Alternatif III
Volume XVI No.2, Maret 2016, p 55-67
doi: 10.30587/matrik v16i2.xxx
Komponen mudah di dapat
Dalam Pengelasan operator tidak berpindah-pindah tempat
Tinggi rendah alat bisa diatur (adjustable)
Kemampuan sistem pengunci benda lebih efektif (rangkaian sistem pengunci tidak ikut
berputar)
Tersedia tempat untuk menaruh komponen lain
Biaya pembuatan lebih mahal Sulit dibawa (dipindah) Alternatif IV Dalam Pengelasan operator tidak berpindah-pindah tempat
Dalam Pengelasan operator tidak berpindah-pindah tempat
Tinggi rendah alat bisa diatur (adjustable) Komponen sukar didapat
Kemampuan sistem
pengunci benda kurang efektif (rangkaian sistem pengunci bertumpu pada tengah diameter meja ) Biaya pembuatan lebih mahal
Sulit dibawa (dipindah)
Selanjutnya dilakukan perhitungan matrik kelayakan. Tujuan dilakukanya matrik ke;layakan adalah untuk menyeleksi alternatif- alternatif yang diambil agar memenuhi tujuan yang diinginkan. Dan memberikan nilai untuk menentukan urutan rangking tingkat kelayakan pada tiap-tiap altenatif dari kriteria-kriteria yang ada. Dalam penelitian ini penilaian melalui penyebaran kuisioner dilakukan terhadap 10 responden yang sama yang sudah berpengalaman. Sedangkan kriteria-kriteria penilaian dari alat bantu pengelasan adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan (mengunci benda kerja)
2. Kenyamanan
3. Multi guna / Fleksibel
4. Kehandalan
5. Kemudahan spare part
Hasil penilaian matrik kelayakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Pada tahap berikutnya dilakukan analisa terhadap beberapa alternatif terpilih yang diambil berdasarkan urutan rangking terbaik yang telah dihasilkan pada matrik kelayakan yaitu matrik evaluasi.
Pada matrik evaluasi akandiambil sebanyak tiga alternatif dan di tambah dengan alternatif awal yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada matrik evaluasi ini akandigunakan sebanyak lima kriteria sebagai bahan pertimbangan didalam memberikan penilaian. Untuk selanjutnya hasil yang di dapat akan digunakan pada perhitungan tahap selanjutnya, yaitu tahap perhitungan performansi. Kelima kriteria tersebut berdasarkan kuisoner yang telah di edarkan diawal sebagai berikut :
1. Kemampuan (mengunci benda kerja)
2. Kenyamanan
3. Multi guna / Fleksibel
4. Kehandalan
5. Kemudahan spare part
Cara penilaian yang dilakukan pada matrik evaluasi ini dengan kriteria yang diambil terhadap alternatif yang dipilih adalah sebagia berikut :
## Tabel 7. Hasil Akhir Matrik Kelayakan
Sangat baik (5) Baik (4) Cukup baik (3) Kurang baik (2) Sangat kurang baik (1)
## Penilaian dilakukan keempat alternatif yang
Alternat
if Kriteria 1 2 3 4 5 Tot al Rangki ng I 4 4 3 5 5 3 5 2 8 2 266 4 II 7 7 8 1 7 2 6 4 7 8 372 2 III 8 7 8 2 7 9 7 3 7 5 396 1 IV 7 4 7 9 6 3 6 8 6 7 351 3
dipilih dengan mengunakan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini penilaian melalui penyebaran kuisioner dilakukan terhadap 10 responden yang sama yang sudah berpengalaman. Adapun hasil dari perhitungan matrik evaluasi terdapat pada tabel di bawah ini:
Tabel 8. Hasil Penilaian Matrik Evaluasi
N o Alternatif Kriteria Kemamp uan (mengun ci benda kerja) Keny aman an Multi Guna /Flek sibel Kehand alan (tahan lama) Kemu dahan spear pate
1 2 3 4 5
1 I (Awal) 15 13 14 20 42
2 II 44 43 38 31 28 3 III 40 44 37 36 27 4 IV 39 33 35 39 23
Setelah dilakukan penilaian matrik evaluasi maka dilakukan pembobotan terhadap kriteria. Perhitungan pada pembobotan kriteria diperlukan sebelum menghitung performansi untuk tiap-tiap kriteria dengan mengunakan metode perbandingan berpasangan berdasarkan pada” Analiytic Hierarchy Proses” (AHP) dari tingkat kepentingan. Matrik berpasangan dilakukan untuk menormalisasikan pembobotan dengan jalan membagi setiap enteri dengan jumlah kolom yang bersangkutan tiap kriteria, selanjutnya menentukan beberapa baik nilai konsistensi dari data yang ada. Dengan ketentuan bilamana besar rasio inconsistency yang dapat dikatakan memenuhi data konsisten ialah < 0,1 (kurang dari pada 0,1).
Perhitungan bobot dari data kuisioner perbandingan berpasangan untuk alternatif pilihan dan kriteria setiap alternatif menggunakan Software Expert Choise 11 for windows. Adapun contoh perhitungan menggunakan Software Expert Choise 11
untuk penentuan bobot adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Skor kuisioner Perbandingan Berpasangan
Dari hasil kuisioner di atas yang telah diisi oleh responden, data lalu dimasukkan dalam software expert choice, sebagai berikut
KRIT ERIA PEM BILA NG RESPONDEN KRITER
IA PEMBA GI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kema mpuan 4 2 4 2 2 1 2 5 2 1 Kenyama nan Kema mpuan 4 5 6 4 3 5 4 5 5 3 Multi Guna/fle ksibel Kema mpuan 7 4 6 6 2 3 1 5 6 6 Kehandal an Kema mpuan 8 2 7 6 5 3 7 7 8 9 Kemudah an spare part Kenya manan 3 4 4 2 5 3 4 5 1 1 Multi Guna/fle ksibel Kenya manan 4 3 4 7 5 5 5 5 3 8 Kehandal an Kenya manan 6 5 6 2 5 5 2 5 4 4 Kemudah an spare part
Multi Guna/f leksibe l 4 2 2 5 4 3 4 1 1 5 Kehandal an Multi
Guna/f leksibe l 2 6 7 6 1 1 5 7 6 6 Kemudah an spare part
Kehan dalan 2 3 4 3 2 2 3 2 1 3 Kemudah an spare part
Model Name: chek
Priorities with respect to: Combined Goal: Tingkat Kepentingan Kriteria Kehandalan ,106 Kemampuan ,339 Kemudahan ,080 Kenyamanan ,287 Multi Guna ,189
Inconsistency = 0,02 with 0 missing judgments.
Page 1 of 1 24/01/2015 20:40:55
## Gambar 3. Tampilan Software Setelah Data Dimasukkan
Dan untuk selanjutnya pilih assessment – calculate
Gambar 4. Cara Menghitung Dengan Memilih
## A ssessment – Calculate
Kemudian dari hasil calculation Software Expert Choice di atas, didapat hasil perhitungan dalam bentuk diagram sebagai berikut :
Gambar 5. Hasil Calculation Dengan Tampilan Diagram
Gambar 6. Hasil Akhir Calculation Software
Expert Choice
Dari hasil running software expert choice diatas, didapat kesimpulan untuk kriteria kemampuan menempati urutan pertama dengan nilai 0,339 . Selanjutnya adalah kriteria kenyamanan dengan nilai 0,287 , kriteria multi guna dengan nilai 0,189 , kriteria kehandalan dengan nilai 0,106 dan kriteria kemudahan dengan nilai 0,080.
Dengan besar rasio inconsistensy adalah 0,02 kurang dari pada 0,1. Maka hasil penilaian
berdasarkan kuisioner tersebut sudah memenuhi syarat atau bisa dikatakan konsisten.
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai performansi untuk tiap alternatifyang terpilih, perhitungan performansi dilakukan dengan mengalikannilai bobot pada tiap-tiap kriteria dengan nilai yang didapat dari hasil akhir evaluasi matriks.
Berikut ini tabel hasil perhitungan nilai performansi untuk alternatif-alternatif alat bantu terpilih dan alternatif awal sebagai berikut :
## Tabel 10. Hasil Perhitungan Performansi
Alter natif Kritria evaluasi Pn Rang king Kem amp uan Keny ama nan Multi guna / Fleksi bel Keha ndala n Kemu dahan spare part Bobot tiap kriteria 0,339 0,287 0,189 0,106 0,08 I (awa l) 15 13 14 20 42 27,076 4 II 44 43 38 31 28 39,965 2 III 40 44 42 36 38 40,982 1 IV 39 33 35 39 23 35,281 3
Pada tabel 4.12 diatas menjelaskan penilaian pada alternatif 3 menempati urutan pertama berdasarkan rangking hasil perhitungan performansi terbesar dari alternatif-alternatif yang lain. Sehingga dapat dipertimbangkan untuk ditindak lanjuti sebagai alternatif terpilih dalam pengembangan alternatif perbaikan alat bantu pengelasan pada tahap penentuan nilai ( value ) selanjutnya. Untuk perumusanperolehan nilai alternatif terpilih, dan alternatif yang lain dalam perhitungan performansi diatas, selengkapnya ditampilkan pada lampiran perhitungan performansi.
Model Name: chek
Graphical Assessment
Kemampuan Compare the relative importance with respect to: Goal: Tingkat Kep Kenyamanan
KemampuanKenyamanan Multi Guna Kehandalan Kemudahan Kemampuan 1,58626 2,02905 2,75006 3,2931 Kenyamanan 2,24216 2,56122 3,36676 Multi Guna 1,90513 3,49571 Kehandalan 1,25345
Kemudahan Incon: 0,02 Page 1 of 1 24/01/2015 20:37:22 Ahmad Irwanto Ahmad Irwanto
## Tahap Pengembangan
Pada tahap pengembangan ini akan dilakukan 2 perhitungan yaitu analisa biaya dan perhitungan Value dengan mengunakan nilai performansi yang diperoleh dari hasil analisa dengan mengunakan matrik evaluasi.
Dalam perhitungan biaya ini akan dijelaskan mengenai biaya komponen dari alternatif yang terpilih. Perhitungan biaya dilakukan pada 3 alternatif dan 1 alternatif awal. Komponen biaya yang dipertimbangkan meliputi : biaya material atau bahan, biaya pendukung yang dikeluarkan dalam pembuatan, biaya pembuatan yang dikeluarkan dalam proses pembuatan alternatif juga termasuk tenaga kerja yang terlibat. Biaya pembelian dari setiap alternatif terpilih dan alternatif awal adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Biaya Pembuatan Tiap Alternatif Pada
## Alat Bantu
Berdasarkan hasil analisa pada tahap sebelumnya diperoleh performansi dari biaya pembuatan alat bantu pengelasan, maka nilai tersebut akan dibandingkan sehingga diperoleh suatu nilai ( value ) sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan alternatif. Perhitungan nilai akan ditentukan dengan mengunakan :
Rumus =
Dimana : V = Nilai (value) P = Performansi C = Biaya
makaalternatif terpilih dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
V = Pn x ( Co / Po ) Cn Vn = n x Pn Cn Perhitungan nilai Value Alternatif I (Awal) Vn = 4134,67 x 16,93 = 0,99
70.000
## Perhitungan nilai Value Alternatif II
Vn = 4134,67 x 39,965 = 1,05 158.000
## Perhitungan nilai Value Alternatif III
Vn = 4134,67 x 40,982 = 1,16 146.000
## Perhitungan nilai Value Alternatif IV
Vn = 4134,67 x 35,281
= 0,95
153.000
Dengan mengunakan perumusan diatas, maka dapat diperoleh nilai untuk alternatif terpilih, dan alternatif yang lain.
## Tahap Presentasi
Tahap akhir dari 5 tahap rencana kerja adalah tahap presentasi yang merupakan tahap yang menjelaskan dari alternatif yang terbaik yang dipilih dari perhitungan nilai performansi pada masing-masing alat bantu dapat diperoleh nilai
NO BIAYA ALTERNATIF Alternatif Biaya (Rp) 1. I Rp 70.000 2. II Rp 158.000 3. III Rp 146.000 4. IV Rp 136.000
6 2 7 5 4 8 9 3 10 1
(value) yang dapat menentukan alat bantu terbaik yang akan dipresentasikan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai ( value ), maka dapat diketahui selisih nilai dari ke tiga alternatif terpilih dengan alternatif awal. Bahwasanya pada alternatif III (tiga) memiliki nilai ( value ) lebih tinggi dari alternatif awal dan alternatif yang lain. Hal ini di jelaskan selengkapnya pada tabel 4.14 sebagai berikut :
Tabel 12 Perhitungan Nilai Alternatif Pn Biaya Vn I (Awal) 16,93 Rp 70.000 0,99 II 39,965 Rp 164.000 1,05 III 40,982 Rp 146.000 1,16 IV 35,281 Rp 136.000 0,95
Dengan demikian, maka pada tahap presentasi ini alternatif yang dipilih dan menjadi alternatif yang akan dipresentasikan pada alat bantu pengelasan adalah Alternatif III dengan value tertinggi yaitu 1,16 .
Gambar 7. Desai Alat Bantu Pengelasan (Alternatif terpilih)
Keterangan :
1. Kaki Meja
2. Poros Penyangga (penyangga utama)
3. Meja Putar
4. Lengan Statis
5. Lengan Dinamis
6. Lengan Dinamis Pembantu
7. Poros Pengunci Utama
8. Poros pengunci Pembantu
9. Mulut Cekam
10. Tool Box
Analisis posisi postur tubuh pekerja baru yaitu analisis posisi postur tubuh kerja saat operator melakukan pengelasan menggunakan alat bantupengelasan yang baru. Posisi postur tubuh pekerja pada saat menggunakan alat bantu las rancangan dapat disesuaikan dengan kenyamanan operator karena sifat alat diposisikan sesuai kebutuhan.Adanya alat bantu akan menyebabkan berubahnya posisi maupun tata cara (metode) kerja yang harus dilakukan oleh operator. Dengan memberikan pelatihan dan sosialisasi penggunaan peralatan bantu, maka diharapkan operator akan bisa memahami dan menerima tata cara kerja yang baru yang lebih ergonomis dan produktif.Seberapa jauh kondisi kerja yang baru mampu memberikan perubahan tata cara kerja dan perbaikan kerja yang mampu dihasilkan di stasiun kerja pengelasan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 13Perbandingan Kondisi Kerja Sebelum dan Sesudah Menggunakan Alat Bantu (Stasiun Kerja
Proses Pengelasan) PARAMETER SEBELUM SESUDAH Aktivitas kerja Aktivitas kerja mengukur, memposisikan, menekan serta menahan dilakukan berulang kali (aktivitas tidak produktif) Aktivitas-Aktivitas kerja tersebut bisa digabung jadi satu dengan bantuan alat bantu (meringankan beban kerja) Material Handling Aktivitas kerja manual dengan menggunakan peralatan yang kurang Menggunakanan peralatan yang lebih efektif (tidak lagi duduk jongkok dan
memadai membungkuk) Kualitas Hasil Kerja Kurang presisi, kurang variasi , dan hasil pengelasan kurang baik Lebih presisi, menambah variasi, hasil pengelasan lebih baik Kenyamana n Pekerja sering mengalami keluhan rasa nyeri pada segmen tubuh Keluhan kelelahan otot dan rasa nyeri pekerja pada saat sebelum dan sesudah melakukan aktivitas pengelasan berkurang. Ergonomis Alat bantu kurang memperhatika n ukuran antropometri Ukuran pada alat bantu tepat secara teknis dan sesuai dengan antropometri
Berdasarkan analisis yang dihasilkan diperoleh hasil bahwa posisi postur tubuh pekerja operator saat melakukan pengelasan dengan menggunakan alat bantu yang dirancang dapat mengurangi resiko keluhan rasa nyeri dibeberapa segmen tubuh karena rancangan alat merubah posisi postur tubuh pekerja yang semula duduk jongkok menjadi berdiri.
Rancangan fasilitas alat bantupengelasan digunakan untuk memudahkan proses pengelasan terhadap bidang kampuh las tanpa harus membalik benda kerja, dengan posisi berdiri. Berdasarkan prinsip ergonomi dinyatakan posisi kerja operator berada dalam kondisi yang aman. Berdasarkan aktivitas pengelasan yang dilakukan, berpotensi menimbulkan resiko keluhan. Sedangkan setelah dilakukan perancangan alat bantupengelasan, dapat mengurangi terjadinya resiko keluhan, karena alat bantu yang dirancang merubah posisi yang semula duduk jongkok dengan punggung membungkuk dirubah menjadi posisi kerja berdiri.
## KESIMPULAN
1. Berdasarkan dari penelitian alternatif awal dan berbagai macam pertimbangan, maka didapatkan tiga alternatif baru yang memiliki keunggulan dan kekurangan pada masing-masing alternatif. Disamping Value lebih tinggi dari alternatif yang lain, alternatuif ke 3 (tiga) mempunyai beberapa keunggulan dalam segi keergonomisnya, yaitu :
a. Mudah dalam pengoperasianya.
b. Dilengkapi dengan meja yang bisa berputar, untuk mempermudah kerja operator pada saat melakukan pengelasan sehingga operator tidak perlu berpindah memutar untuk mengelas sisi yang lain pada benda kerja .
c. Rangkaian pengunci benda kerja bertumpu pada lengan pembantu yang mengait pada poros penyangga utama sehingga efektif dalam mengurangi resiko pencekaman benda kerja yang tidak stabil.
d. Poros penyangga utama berbentuk adjustable yang bisa dinaik turunkan sesuai kebutuhan tinggi operator.
2. Dari hasil penentuan nilai, maka ditentukan alternatif terpilih untuk rancang bangun alat bantu pengelasan ini yaitu alternatif yang ketiga (III), karena memiliki nilai (value) paling tinggi dari alternatif-alternatif yang lain dengan nilai (value) 1,16. Adapun perincian nilai (value) pada masing-masing alternatif sebagai berikut :
## SARAN
Hasil analisadan pembahasan dari aplikasi rekayasa nilai dapat diimplementasikan secara optimal maka perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain:
1. Dianjurkan pada tahap ide untuk memunculkan feature desain, bekeja dengan tim ahli untuk membuat desain yang lebih bersifat modern dengan penambahan aplikasi otomatisasi.
2. Perancangan yang sudah ada, sebaiknya dilakukan pengembangan lagi guna fungsi alat bantu bisa mencakup banyak permasalahan tidak hanya seputar pekerjaan pengelasan saja.
3. Penelitian lebih lanjut dalam hal rancangan dapat diarahkan mengenai penjepitan
Volume XVI No.2, Maret 2016, p 55-67
klemmassa dan untuk sistem penjepitan benda kerja yang lebih sederhana.
## DAFTAR PUSTAKA
Barness, Ralph M. Motion and Time Study: Design and Measurement of Work . New York :
John Wiley & Sons, 1980.
Bridger, R.S. Introduction to Ergonomics . New
York : McGraw-Hill Inc., 1995.
Dell’Isola, Alphonse. 1975. Value Engineering in the Construction Industry . Penerbit Van Nostrand Company New York.
Daulika, S., 2010, Perancangan Alat Bantu
Pengelasan Perancangan Alat Bantu Pengelasan Deployment (Studi Kasus : PT. ALSTOM Power Energy Systems Indonesia). Surabaya : Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Industri ITS.
Heller, Edward. D. 1980.” Value Management : Value Engineering and Cost Reduction” . Addison Wesley Publishing Co.
Fariborz, Tayyari dan J.L. Smith. Occupational Ergonomics : Principles and Applications. London : Chapman & Hall, 1982.
Priyanto, J. Iwan 2008, Perancangan Alat
Pengaduk Adonan Kue Terang Bulan Yang Ergonomis Dengan Pendekatan Metode Rekayasa Nilai (Studi Kasus : UKM P.Muchtar). Gresik : Tugas Akhir
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri UMG.
Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya . Edisi ke 2. Guna widya.
Surabaya.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health . Maryland. Aspen Publishers, Insc :
Maryland, Gaithersburg.
Rachman. 2008, Analisis Perbandingan Keluhan
Pengayuh Becak Menggunakan Kuisioner Nordic. Universitas Gunadarma.Tangerang.
Suma ‟ mur, P. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja . Cetakan 13. Haji Masagung: Jakarta.
Suparno. 2008, Perancangan Fasilitas Meja Bor
Berdasarkan Antropometri Operator
Dengan Analisis Biomekanika dan Metode
Reba (Studi Kasus : UD.Intim Baru). Surakarta.
Sutalaksana, Iftikhar, Zulkifhli. Teknik Tata Cara Kerja, Bandung : Penerbit ITB, 1982. Tarwaka, Solichul, Sudiajeng.L. Ergonomi untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas , Uniba Presss, Surakarta, 2004. Ulrich, K.T., dan Eppinger, S.D., 2001, Perancangan Dan Pengembangan Produk.
Jakarta: Salemba Teknika.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Edisi Pertama, Penerbit
: PT. Gunawidya, Surabaya.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2000, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu Teknik Analisis untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta : PT. Gunawidya.
Wignjosoebroto, Sritomo. Sri Gunani Partiwi dan Achmad Hanafi. Modifikasi Rancangan
Mesin Perontok Padi dengan Pendekatan Ergonomi-Antropometri. Proseding Seminar Nasional Ergonomi – Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI) dan Fakultas Teknologi Pertanian UGM,
Tanggal 13 September 2003.
|
5ab46256-2999-4361-bfdc-3f677915046d | https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/widyadari/article/download/1398/1070 | Widyadari DOI: 10.5281/zenodo.5574452 Vol. 22 No. 2 (Oktober 2021) e-ISSN : 2613-9308 p-ISSN : 1907-3232 Hlm. 562 - 571
## PEMBERDAYAAN BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA BALI TERHADAP PENYULUH BAHASA BALI
Ida Ayu Iran Adhiti 1* , Gede Sidi Artajaya 2 , Ida Ayu Pristina Pidada 3
Universitas PGRI Mahadewa Indonesia 1 , Universitas PGRI Mahadewa Indonesia 2 , Universitas Bali Dwipa 3 [email protected]
## ABSTRACT
In relation of development, preservation, and developments of Balinese language, literature, and script, the Bali Provincial Culture Services appoints Balinese language instructor contract workers who have competence in the fields of Balinese language, literature, and script. It is intended that people who live in Pakraman village able to understand Balinese languages, literatures, and scripts are properly and correctly. As extension workers, we need personnel who are in accordance with the fields of languages, literatures, and Balinese scripts. Extension workers assigned to Badung Regency are used as samples for languages, literatures, and literacy empowerment because extension workers face complex situations and conditions. The academic team as resource persons provided an in-depth understanding of Balinese language, literatures, and scripts according to their competence as extension workers.
## Keywords: Empowerment, Balinese Language
## ABSTRAK
Terkait dengan pembinaan, pengembangan, serta pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Bali maka Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mengangkat tenaga kontrak penyuluh bahasa Bali yang memiliki kompetensi bidang ilmu bahasa, sastra, dan aksara Bali. Hal ini bertujuan agar masyarakat yang berdomisili di desa pakraman mampu memahami tentang bahasa, sastra, dan aksara Bali dengan baik dan benar. Sebagai tenaga penyuluh diperlukan tenaga yang sesuai dengan bidang bahasa, sastra, dan aksara Bali. Tenaga penyuluh yang bertugas di Kabupaten Badung digunakan sebagai sampel untuk pemberdayaan bahasa, sastra, dan aksara karena penyuluh menghadapi situasi dan kondisi yang kompleks. Tim akademisi sebagai narasumber memberikan pemahaman yang mendalam mengenai bahasa, sastra, dan aksara Bali sesuai dengan kompetensi mereka sebagai tenaga penyuluh.
## Kata kunci: Pemberdayaan, Bahasa Bali
## PENDAHULUAN
Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki sistem serta kaidah-kaidah yang ada (Chaer 2014:4; Verhaar, 1984:3; Sudaryanto, 1986:24). Di
samping itu, bahasa juga merupakan alat kebudayaan baik di bidang sastra, politik, ilmu pengetahuan, maupun pembangunan (Samsuri, 1985:24;
Greenberg, 1963:61; Tarigan, 1986:2).
Oleh karena itu bahasa perlu dibina, dilestarikan, dan dipelihara dengan baik
oleh masyarakat pendukungnya (Bagus.ed, 1975:117)
Bahasa daerah, seperti bahasa Bali merupakan bahasa yang khas, karena memiliki aksara tersendiri. Sebagai sarana komunikasi mulai terdesak oleh bahasa Indonesia dan bahasa asing. Menurut fungsi dan kedudukannya bahasa daerah (bahasa Bali) merupakan lambang kebanggan daerah, lambang identitas daerah, dan alat perhubungan di dalam keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, bahasa Bali sesungguhnya bagian dari kebudayaan Bali yang tetap hidup dan berkembang di Bali (Sulaga, 1996:32). Tergerusnya bahasa daerah (Bali) tersebut ada beberapa upaya penyelamatan dilakukan oleh Pemerintah Daerah, seperti mewajibkan hari berbahasa Bali, lomba nyastra , kongres bahasa Bali dan sebagainya. Terkait dengan hal tersebut, maka peneliti mengkaji tentang pemberdayaan bahasa, sastra, dan aksara Bali terhadap penyuluh bahasa Bali. Hal ini dilakukan dengan melakukan pembinaan terhadap penyuluh bahasa Bali agar dapat memberdayakan bahasa, sastra, dan aksara Bali agar mampu disosialisasikan
kepada masyarakat di desa pakraman masing-masing.
Permendagri nomor: 40/2007 pada Bab II pasal 2 menyatakan bahwa Kepala Daerah bertugas melaksanakan pelestarian dan pengembangan bahasa daerah sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk kosakata. Kepala daerah memberikan fasilitasi untuk pelestarian dan pengembangan bahasa negara dan bahasa daerah. Selanjutnya, pada Perda nomor: 3/1992 dikatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib melakukan upaya pelestarian, pembinaan, dan pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali serta membentuk Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Provinsi Bali bertugas membantu
Gubernur yang dapat merumuskan dan melaksanakan kebijakan dalam pelestarian, pembinaan, dan
pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali.
Kewajiban pembinaan bahasa Bali seharusnya dilakukan oleh stake holder yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Derah. Pembinaan bahasa Bali dikuatkan oleh Undang-Undang dan berbagai peraturan yakni:
1. UU Republik Indonesia No 24
Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara Dan Lagu Kebangsaan 2. Permendagri No 4 Tahun 2007
tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah
3. Perda No 3 Tahun 1992 Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali
4. Surat Keputusan Gubernur Bali No 179 tahun 1995 dan Peraturan Gubernur Bali Tahun 2013.
Bertolak dari Permendagri dan Perda tersebut maka Kepala Daerah perlu menyikapi
tentang
pembinaan,
pengembangan, dan pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Bali. Dinas Pendidikan Provinsi Bali mengangkat tenaga penyuluh bahasa Bali untuk memberikan penyuluhan tentang pemberdayaan bahasa Bali terutama di Kabupaten Badung. Hal ini tentu bertujuan agar seluruh masyarakat yang berdomisili di desa pekraman mampu memahami tentang bahasa, sastra, dan aksara Bali dengan baik dan benar. Di samping itu, diharapkan pula penyuluh mampu memberikan keterampilan tentang bahasa Bali baik kegiatan berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Pemberdayaan bahasa, sastra, dan aksara Bali terhadap penyuluh bahasa Bali yang bertugas di Kabupaten Badung
dipilih sebagai sampel penelitian mengingat keberadaan masyarakat Badung sangat kompleks. Masyarakat pendukung bahasa Bali di Kabupaten Badung dipengaruhi oleh perkembangan pariwisata dan budaya. Di samping itu penggunaan bahasa Bali di Kabupaten Badung memiliki dialek yang tidak baku, kalau dikaji dari kaidah-kaidah bahasa dibandingkan dengan kabupaten lain (Ananda, 1986; Depdikbud, 1995; Gautama, 2005; Panitia Penyusun Kamus, 1978).
## METODE PENELITIAN
Sebagai langkah awal pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan metode observasi di lokasi penelitian. Metode observasi digunakan untuk melakukan pengamatan di lokasi penelitian, agar memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai fenomena yang sedang diamati (Muhadjir, 1996:180; Mahsun, 2007: 92). Metode wawancara dilakukan dengan cara menanyakan sesuatu kepada informan serta tanya jawab dan tatap muka dengan informan (Danandjaya, 1994:102; Ayatrohaedi, 1979: 33). Metode ini dapat dijabarkan menjadi metode simak dan metode cakap (band dengan Sudaryanto, 1988: 2-9; Mahsun, 2007: 92-96). Bungin
(2008) menyebut dengan istilah observasi untuk metode simak dan wawancara untuk istilah metode cakap (cakap semuka). Peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap beberapa penyuluh yang bertugas di Kabupaten Badung.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder (Samarin, 1988: 55-70; Suryati, 2012: 61). Sumber data primer diperoleh dari sejumlah penyuluh bahasa Bali yang bertugas di Kabupaten Badung. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari laporan penyuluh dalam bentuk laporan yang disampaikan setiap bulan ke Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Di samping itu dilengkapi dengan kajian yang ditulis dari beberapa pakar yang mengkaji tentang pembinaan, pengembangan, dan pelestarian bahasa Bali. Kajian data disajikan deskriptif analitis (Sudaryanto, 1986:13-30; Djajasudarma, 1993:58; dan Mahsun, 2007:120-122), yakni mendeskripsikan materi yang diberikan kepada tim penyuluh bahasa Bali di Kabupaten Badung.Penyajian materi tersebut berupa pembekalan terhadap tim
penyuluh
sehingga
mampu memberdayakan bahasa, sastra, dan
aksara Bali yang disosialisasikan kepada masyarakat di tempat mereka bertugas.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa permasalahan yang perlu dibahas pada kajian ini adalah tentang pemberdayaan bahasa Bali terhadap penyuluh bahasa Bali di Kabupaten Badung, dengan tujuan untuk dapat mendeskripsikan tentang pemberdayaan bahasa Bali, terutama di Kabupaten Badung . Pemberdayaan bahasa Bali terhadap penyuluh bahasa Bali dipilih Kabupaten Badung sebagai sampel penelitian mengingat keberadaan masyarakat Badung sangat kompleks. Masyarakat pendukung bahasa Bali di Kabupaten Badung dipengaruhi oleh perkembangan pariwisata dan budaya. Materi tentang pemberdayaan bahasa Bali diberikan oleh tenaga akademis sesuai dengan bidang ilmunya. Selanjutnya, para tenaga penyuluh diharapkan agar mampu membina masyarakat di tempat mereka bertugas. Dinas Pendidikan Provinsi Bali bertugas untuk menempatkan tenaga penyuluh di beberapa desa di Kabupaten Badung. Sedangkan, Dinas Pendidikan Kabupaten Badung bertugas memantau dan mengevaluasi tenaga penyuluh
tersebut serta dibina oleh Kepala Desa dan Kepala Dusun masing-masing. Pembinaan perberdayaan terhadap penyuluh bahasa Bali bertujuan menanamkan kepada masyarakat terhadap keberadaan bahasa Bali agar: (1) Memperkuat jati diri masyarakat Bali; (2) Mencegah kepunahan bahasa, aksara, dan sastra Bali; (3) Sebagai upaya untuk membina dan
mengembangkan bahasa, aksara, dan sastra Bali; (4) Memfasilitasi masyarakat dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Bali; dan (5) Memotivasi masyarakat untuk bersama- sama melakukan upaya tersebut. Selanjutnya, konteks bahasa dan berbahasa ibu sesungguhnya bermakna (1) Pelestarian Bahasa Ibu dan (2) Sebagai Sumber Pembentukan Karakter. Penggunaan bahasa Bali dapat dikatakan sangat memprihatinkan. Banyak kalangan khawatir karena generasi muda lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dan mempelajari bahasa asing jika dibandingkan dengan bahasa Bali. Alasannya, karena bahasa Bali tidak dapat digunakan untuk mencari uang. Di samping itu eksistensi bahasa Bali menjadi keluhan masyarakat mengenai kerumitan pemakaiannya, karena adanya variasi secara geografis dan stratifikasi
sosial ( anggah-ungguhing basa ). Bahasa Bali merupakan penyangga budaya, adat, dan agama Hindu. Untuk itu masyarakat perlu dibina dan diberikan penyuluhan secara berkelanjutan agar masyarakat memahami betapa pentingnya pelestarian bahasa Bali (Suryati, dkk, 2016:51-52). Penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai anggah-ungguhing basa difokuskan adanya pembagian bahasa Bali sesuai dengan tingkat-tingkatan berbahasa. (Bagus, 1975; Narayana, 1979).
Penggunaan bahasa Bali dapat dikatakan mulai tergerus oleh bahasa Indonesia dan bahasa asing. Generasi muda lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dan mempelajari bahasa asing. Di samping itu eksistensi bahasa Bali menjadi keluhan masyarakat mengenai kerumitan pemakaiannya, terutama terkait dengan stratifikasi sosial ( anggah-ungguhing basa ). Penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar diharapkan sesuai dengan anggah-ungguhing basa. Kabupaten Badung perlu mendapat pembinaan pemberdayaan bahasa Bali yang lebih intensif, mengingat keberadaan penduduk yang sangat kompleks.
Bahasa daerah, seperti bahasa Bali merupakan bahasa yang khas karena memiliki aksara tersendiri. Sebagai sarana komunikasi mulai terdesak oleh bahasa Indonesia dan bahasa asing. Menurut fungsi dan kedudukannya bahasa daerah (bahasa Bali) merupakan lambang kebanggan daerah, lambang identitas daerah, dan alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu bahasa Bali sesungguhnya bagian dari kebudayaan Bali yang tetap hidup dan berkembang di Bali (Sulaga, 1996: 32). Tergerusnya bahasa daerah (Bali) tersebut ada beberapa upaya penyelamatan dilakukan oleh Pemerintah Daerah seperti mewajibkan hari berbahasa Bali, lomba nyastra , kongres bahasa Bali dan sebagainya. Terkait dengan hal tersebut maka peneliti melakukan pembinaan terhadap penyuluh bahasa Bali agar dapat memberdayakan bahasa, sastra, dan aksara Bali yang disosialisasikan kepada masyarakat di desa pakraman masing- masing.
Permendagri No 40/2007 pada Bab II pasal 2 dinyatakan bahwa Kepala Daerah bertugas melaksanakan pelestarian dan pengembangan bahasa daerah sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk
kosakata. Kepala daerah memberikan fasilitasi untuk pelestarian dan pengembangan bahasa negara dan bahasa daerah. Selanjutnya Perda No 3/1992 dikatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib melakukan upaya
pelestarian, pembinaan,
dan pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali serta membentuk Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan sastra Bali. Pemerintah Daerah Provinsi Bali bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dalam pelestarian, pembinaan, dan pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali.
Bertolak dari Permendagri dan Perda tersebut maka Kepala Daerah perlu menyikapi tentang pembinaan, pengembangan, dan pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Bali. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mengangkat tenaga penyuluh bahasa Bali untuk memberikan penyuluhan tentang pemberdayaan bahasa Bali terutama di Kabupaten Badung. Hal ini tentu bertujuan seluruh masyarakat yang berdomisili di desa pekraman mampu memahami tentang bahasa, sastra, dan aksara Bali dengan baik dan benar. Sebagai pelaksanaan kebijakan
Pemerintah Daerah Provinsi Bali mengangkat tenaga penyuluh bahasa
Bali berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penyuluh Bahasa Bali. Penyuluh Bahasa Bali diharapkan mampu memberdayakan bahasa Bali terhadap desa Pekraman yang dibina dalam melestarikan, membina, dan mengembangkan bahasa Bali terutama di Kabupaten Badung. Pelestarian yang dimaksud adalah upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa Bali melalui penelitian,
pembinaan, dan
pengajaran.
Pengembangan yang dimaksud adalah upaya memodernkan bahasa Bali melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan, dan pembakuan sistem bahasa. Sedangkan pembinaan yang dimaksud adalah upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa Bali di semua jenis dan jenjang pendidikan, pemasyarakatan bahasa, keteladanan, dan sikap positif. Tenaga penyuluh bahasa Bali sebagai tenaga kontrak diangkat oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali berkorabolasi dengan tenaga akademis dari beberapa Perguruan Tinggi serta dikawal oleh beberapa staf ahli yang berkompeten di bidang bahasa, sastra, dan aksara Bali. Dinas Kebudayaan menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada kegiatan pembinaan tersebut.
Berdasarkan solusi yang ditawarkan pada uraian di atas yakni Dinas Kebudayaan Propinsi Bali mengangkat tenaga kontrak sebagai penyuluh bahasa, sastra, dan aksara Bali di seluruh kabupaten. Peneliti memilih tempat penelitian di
Kabupaten Badung mengingat situasi dan kondisi yang berbeda dibandingkan dengan kabupaten lain. Pembekalan terhadap penyuluh bahasa Bali yang bertugas di Kabupaten Badung diharapkan agar mampu meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahasa Bali berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Bali.
Berbahasa Bali yang baik dan benar, pemahaman tentang sastra dan aksara Bali merupakan target pemberdayaan bagi penyuluh bahasa Bali. Materi yang diberikan pada pemberdayaan bahasa adalah anggah-ungguhing atau tingkat- tingkatan berbahasa terutama pada kegiatan berbicara, mengingat bahasa Bali adalah bahasa yang dipelajari, dibina, dikembangkan, dan dilestarikan oleh masyarakat Bali. Pembinaan tentang pemahaman kosakata merupakan materi yang disajikan terutama menyangkut tentang anggah- ungguhing kruna bahasa Bali. Kruna
yang dimaksudkan adalah 1) Kruna Alus , terdiri dari (1) Kruna Alus Mider ; (2) Kruna Alus Madia ; (3) Kruna Alus Singgih; dan Kruna Alus Sor . 2) Kruna Nenten Alus, terdiri dari (1) Kruna Mider ; (2) Kruna Andap ; (3) dan Kruna Kasar. Selanjutnya materi tentang sastra Bali, yakni sastra yang diciptakan menggunakan bahasa Bali. Karya sastra tersebut mengandung unsur estetik. Bentuk karya sastra terdiri atas Sastra Bali Purwa, yakni: Parwa , Babad , Satua , Paribasa , Kakawin , Kidung ,
Geguritan , dan Gegendingan, dan Sastra Bali Anyar, yakni: Puisi, Cerpen, Novel, dan Drama. Materi tentang aksara ditekankan pada :1) Aksara Bali, yakni Aksara Suara dan Aksara Wianjana ; 2) Pengangge Aksara ; dan 3) Wangun Gantungan miwah Gempelan . Pasang Aksara Bali dipaparkan tentang Nyurat
Kruna , yakni 1) Kruna Lingga ; 2) Kruna Tiron , dan 3) Kruna Dwipurwa.
## SIMPULAN
Permendagri No 40/2007 pada Bab II pasal 2 dinyatakan bahwa Kepala Daerah bertugas melaksanakan pelestarian dan pengembangan bahasa daerah sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk kosakata. Kepala daerah memberikan
fasilitasi untuk pelestarian dan pengembangan bahasa negara dan bahasa daerah. Selanjutnya Perda No 3/1992 dikatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib melakukan upaya
pelestarian, pembinaan,
dan pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali serta membentuk Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan sastra Bali. Pemerintah Daerah Provinsi Bali bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dalam pelestarian, pembinaan, dan pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali. Pengangkatan tenaga penyuluh bahasa Bali merupakan solusi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan anggaran yang tersedia. Tenaga akademisi sebagai narasumber bertugas memberikan pembinaan tentang bahasa, sastra, dan aksara Bali terhadap tenaga penyuluh.
Tenaga penyuluh bahasa Bali sebagai tenaga kontrak diangkat oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali berkorabolasi dengan tenaga akademis dari beberapa Perguruan Tinggi serta didampingi oleh beberapa staf ahli yang berkompeten di bidang bahasa, sastra, dan aksara Bali. Dinas Kebudayaan menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada kegiatan.
Materi yang disajikan kepada penyuluh menyangkut pemahaman dan pendalaman terhadap bahasa, sastra, dan aksara Bali. Tim akademisi sebagai narasumber pada kegiatan pembinaan terhadap penyuluh bahasa Bali. Dengan demikian pembinaan tersebut diharapkan penyuluh mampu memberdayakan materi tentang bahasa, sastra, dan aksara Bali di desa tempat mereka bertugas.
## SARAN
Pemerintah Daerah Propinsi Bali diharapkan secara rutin mengangkat penyuluh bahasa Bali sebagai tenaga kontrak sesuai anggaran yang tersedia. Hal ini bertujuan untuk pelestarian bahasa dan budaya Bali sehingga masyarakat bangga terhadap keberadaan bahasa, sastra, dan aksara Bali serta budaya Bali yang tersohor di manca negara.
Tim akademisi secara profesional sebagai narasumber memberikan
pembinaan terhadap penyuluh agar
mampu
mensosialisasi dan mengaplikasikan bidang ilmunya di masyarakat tempat mereka bertugas. Penyuluh diarahkan oleh tim akademisi untuk mampu mengikuti program desa di tempat mereka bertugas. Di samping itu, tenaga penyuluh mengamati situasi dan
kondisi desa pakraman tempat mereka bertugas. Setelah mengetahui keadaan desa yang dibina, maka penyuluh membuat program sesuai dengan yang diinginkan desa pakraman tersebut. Penyuluh berkonsultasi dengan aparat desa sehingga program yang dikerjakan sesuai dengan anggaran desa yang tersedia.
## DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi: Sebuah Pengantar . Jakarta: Pusat Pembinaa dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ananda Kusuma, Sri Reshi. 1986.
Kamus Bahasa Bali . Denpasar: CV Kayumas Agung.
Bagus, I Gusti Ngurah ed. 1975.
Masalah Pembakuan Bahasa Bali. Balai Penelitian Bahasa. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum . Jakarta; Rineka Cipta.
Danandjaya, James. 1994. Foklor
Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: PT Temrit.
Djajasudarma, T Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian . Bandung: Eresco.
Depdikbud. 1995. Tata Bahasa Baku Bahasa Bali . Denpasar: Depdikbud. Dinas Kebudayaan Prov Bali. 2002. Pedoman Pasang Aksara Bali. Denpasar: Disbud Tk I Prov Bali.
Greenberg, J.H.1963 Intoduction, Universals of language X . Cambrige: Mass.
Gautama, Budha Wayan.2005. Tata Sukerta Basa Bali . Gianyar: CV
Kayumas Agung.
Mashun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Teniknya. Jakarta: PT aja
Grafindo Persada Muhajir. Noeng H 1996. Metodelogi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Kosada Karya. Panitia Penyusun Kamus Bali Indonesia. 1978. Kamus Bali- Indonesia .Denpasar: Dinas Pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
Samsuri. 1985. Analisis Bahasa. Jakarta:
Erlangga
Samarin,William J. 1988. Ilmu Bahasa
Lapangan . Terjemahan J.S.Badudu. ILDEP: Yogyakarta. Kanisius
Sudaryanto, 1986. Metode Linguistik . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sulaga dkk, 1996. Tata Bahasa Baku
Bahasa Bal i. Denpasar: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Bali.
Suryati, Ni Made. 2012. “Variasi Fonologis Dan Leksikal Bahasa Lio Di Flores, Nusa Tenggara Timur: Kajian Dialek Geografi” (Disertasi). Denpasar: Program Doktor; Program Studi Linguistik; Program Pascasarjana Universitas Udayana. Suwija. Dkk. 2018. Kamus Anggah-
Ungguh Kruna Bali-Indonesia dan
Indonesia-Bali . Denpasar: Pelawa
Sari. Verhaar, J.W.M 1984. Pengantar
Linguistik . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
|
d4bbd515-6c28-4969-9eb7-0348fe3d03f8 | https://jurnal.unigal.ac.id/mimbaragribisnis/article/download/73/70 | Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2017. 3(1): 29-39
## KAJIAN DISTRIBUSI RASKIN DI KABUPATEN SUMEDANG
## LIES SULISTYOWATI
Departemen Sosial-Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]
## ANDRIAN NUR RAMADHAN
Departemen Sosial-Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran E-mail : [email protected]
## Abstrak
Raskin merupakan salah satu program pemerintah Indonesia yang telah dilaksanakan sejak tahun 2002, yang ditujukan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya sering target lima tepat tidak tercapai atau kurang efektif dan efisien. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas dan efisiensi distribusi Raskin hingga sampai ke rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) Program Raskin di Jatinangor dan Kecamatan Buahdua. Desain penelitian yang digunakan kuantitatif dengan teknik survei deskriptif. Tehnik pengambilan sampel secara Two- stage-Cluster random sampling, dengan 82 penerima raskin. Hasil kajian menyimpulkan bahwa secara umum penilaian RTS-PM terhadap efektivitas distribusi Raskin cukup efektif (rata-rata terbobot 2,94). Sedangkan per indikator: dari segi ketepatan sasaran 2,29 (tidak tepat), ketepatan jumlah 1,96 (tidak tepat), ketepatan harga 3,65 (tepat), ketepatan waktu 3,80 (tepat), dan ketepatan kualitas 3,05 (cukup tepat). Tingkat efisiensi distribusi Raskin 0,025, maka distribusi Raskin di Kabupaten Sumedang dapat dikatakan efisien. Jika dikomparatifkan, maka pelaksanaan raskin di Kecamatan Jatinangor lebih efektif dan efisien dibanding di Kecamatan Buahdua.
Kata Kunci: Efektivitas, Efisiensi, Distribusi Raskin
## Abstract
Raskin is one of the Indonesian government programs that have been implemented since 2002, aimed at reducing the burden of expenditure of poor households as a form of support to improve the food security of society. However, in practice often the target of five right is not reached or less effective and efficient. This study aimed to analyze the effectiveness and efficiency of the distribution of Raskin to get to the target beneficiary households (RTS- PM) Raskin in Jatinangor and Buahdua District. The design study is quantitative descriptive survey techniques. Sampling techniques Two--stage random cluster sampling, with 82 recipients Raskin. The results of the study concluded that overall assessment of the effectiveness of RTS-PM Raskin distribution is effective (a weighted average of 2.94). While per indicator: in terms of targeting accuracy of 2.29 (not exact), the accuracy of the amount of 1.96 (not exact), the accuracy of the price 3.65 (right), timeliness of 3.80 (right) and accuracy of quality 3.05 (quite rightly). Raskin distribution efficiency level of 0.025, then the distribution of Raskin in Sumedang can be said to be efficient. If compared beetwen JatinangorDistrict and Buahdua District, then the implementation of Raskin in District Jatinangor more effectively and efficiently than in the District Buahdua. Keywords: Effectiveness, Efficiency, Raskin Distribution
## LIES SULISTYOWATI, ANDRIAN NUR RAMADHAN
## PENDAHULUAN
Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar kelima di dunia. Lokasi kajian di Kabupaten Sumedang dengan kecamatan terpilih adalah Kecamatan dan 95% penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan utama, rata-rata konsumsi beras yang tinggi mencapai 102 kg/kapita/tahun (BPS dalam Bulog,
2015a). Permintaan beras yang terus meningkat, sedangkan penawaran berfluktuasi, sehingga mengakibatkan harga beras cenderung tinggi. Harga beras yang tinggi sering tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Data BPS Jawa Barat (2016), menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan September 2015 sebesar 4.485.654 orang (9,57 persen). Kelompok masyarakat miskin memiliki kemampuan
paling lemah dalam mengakses kebutuhan pangan, sekalipun produksi beras Jawa Barat surplus. Kajian SMERU (Mawardi, 2012) terhadap pelaksanaan program Raskin menunjukkan bahwa efektivitas program masih relatif lemah. Hal ini ditandai oleh sosialisasi dan transparansi yang kurang memadai; target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras yang kurang tepat; biaya pengelolaan program yang tinggi; pelaksanaan pemantauan yang belum
optimal; dan mekanisme pengaduan yang kurang berfungsi.
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu sentra penghasil beras di Jawa Barat yang terkenal dengan Beras Sumedang, yang produksinya selalu surplus. Namun ironisnya, Sumedang berada di urutan tiga besar, jumlah rumah tangga miskin penerima manfaat raskin (Arrisandi, 2012). Dengan jumlah RTS- PM yang cukup tinggi, maka dituntut pula pelaksanaan distribusi Raskin yang efektif dan efisien. Hal tersebut pula yang melandasi peneliti, untuk mengkaji:
1) Bagaimana sistem distribusi Raskin di
Kabupaten Sumedang ?
2) Bagaimana tingkat efektivitas dan tingkat efisiensi distribusi Raskin di Kabupaten Sumedang?
## TINJAUAN PUSTAKA
## Ketahanan Pangan dan Kemiskinan
Di Indonesia menurut Undang- undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Masyarakat miskin, yang kekurangan daya beli, merupakan golongan yang paling tidak tahan pangan.
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2017. 3(1): 29-39
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan (Faturochman dan Molo, 1994). Sedangkan menurut Ellis (1999), kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial dan politik.
Secara sosial, kemiskinan diartikan kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan
kesempatan
meningkatkan produktivitas. (Effendi,
1993). Berdasarkan Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras, secara khusus menginstruksikan Perum Bulog untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan yang penyediaannya mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri. Beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan yang bertujuan untuk membantu meringankan beban keluarga miskin tersebut yaitu beras untuk keluarga miskin atau sering disingkat dengan Raskin.
Menurut Syaifullah (2007),
perlindungan kepada petani padi merupakan salah satu tujuan dari
kebijakan perberasan selama ini. Sebagai produsen, petani dilindungai dengan menggunakan instrumen kebijakan penetapan harga dasar gabah, yang sekarang berubah menjadi harga pembelian pemerintah (HPP). Di sisi lain, petani juga sebagai konsumen, sehingga untuk meningkatkan ketahanan pangannya, digunakan program Raskin.
Efektivitas dan Efisiensi Distribusi
## Raskin
Menurut Drucker dalam Roem
(2011), efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar. Menurut Pedoman Umum Raskin (Bulog, 2015a), terdapat enam indikator yang mempengaruhi efektivitas penyaluran program Raskin, yaitu: a). Tepat Sasaran; b). Tepat Jumlah (10-15 kg/RTM/bulan selama 12 bulan), c). Tepat Harga (Rp 1.600/kg netto di Titik Distribusi), d). Tepat Waktu, e). Tepat Kualitas, dan f). Tepat Administrasi. Efisiensi seringkali dikaitkan dengan kinerja suatu organisasi karena efisiensi mencerminkan perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Menurut Mankiw (2006),
effisiensi adalah kondisi pengalokasian sumberdaya yang memaksimalkan surplus keseluruhan yang diterima
## LIES SULISTYOWATI, ANDRIAN NUR RAMADHAN
seluruh anggota masyarakat. Sedangkan terkait distribusi, Downey dan Erickson (1992), mengemukakan bahwa efisiensi distribusi/pemasaran dinyatakan sebagai produk dari produsen menuju ke pasar sasaran melalui saluran distribusi yang pendek sehingga terjadi penghematan biaya dan waktu.
## METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan tehnik survey (Sugiyono, 2012). Metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel, sosiologis maupun
psikologis (Kerlinger dalam Sugiyono,
1997).
Teknik pengambilan sampel melalui Two-stage Cluster random
sampling, dan terpilih Desa Cilayung
Kecamatan Jatinangor (42 RTM) dan
Desa Karangbungur Kecamatan Buahdua
(40 RTM). Sumber data pendukung diperoleh dari informan sebanyak 14 orang (Perum Bulog 5 orang, pelaksana distribusidi tingkat daerah 7 orang, dan kepala desa 2 orang).
## Rancangan Analisis Data
Tingkat efektivitas dianalisis dengan menggunakan perhitungan rata- rata terbobot yang bersumber dari kuesioner skala Likert (Durianto, dkk., 2003), dan selanjutnya menentukan rentang skala: sangat efektif, efektif, cukup efektif, kurang efektif dan sangat kurang efektif.
Adapun cara memperoleh frekuensi relatif (FR) ialah:
Soekartawi (2002), menjelaskan bahwa efesiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, atau dapat dirumuskan:
Kriteria : a. Ed ≥ 1 berarti pendistribusian Raskin tidak effisien b. Ed < 1 berarti pendistribusian Raskin effisien
(Soekartawi, 2002)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil kajian memperlihatkan karakteristik responden sebagai berikut: mayoritas masih berusia produktif (78%), tingkat pendidikan rendah (69,5% SD), sebagian besar sebagai buruh tani dan tidak bekerja (55,1%), dengan tingkat
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2017. 3(1): 29-39
pendapatan di bawah UMK Kabupaten Sumedang tahun 2016 sebesar Rp 2.275.715 (96,3%), dengan tanggungan keluarga mayoritas 1-3 orang (73,2%). Berdasarkan kondisi sosial-ekonomi tersebut, maka mayoritas RTS-PM ini layak menerima raskin.
Menurut Rahmat (2010), kebutuhan beras secara nasional dipengaruhi secara positif oleh penduduk dan dipengaruhi secara negatif oleh konsumsi makanan jadi/makanan lain. Dengan demikian, total kebutuhan beras secara nasional cenderung meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan konsumsi makanan lain/jadi yang dapat menjadi barang substitusi dari beras. Banyak sumber karbohidrat lain seperti singkong, ubi jalar, jagung dan lainnya, sehingga sebetulnya masyarakat tidak harus tergantung pada beras.
Distribusi Raskin di Kabupaten
## Sumedang
Penyaluran Raskin diawali dengan proses pengajuan Surat
Permintaan
Alokasi (SPA) yang diajukan dari pemerintah
Kabupaten Sumedang,
sedangkan wewenang distribusi Raskin untuk wilayah Kabupaten Sumedang,
berada dalam tanggung jawab Bulog Subdivre Bandung. Proses distribusi dari gudang persediaan disalurkan langsung oleh Satgas/Satker Raskin terkait ke kantor Desa Cilayung dan Desa Karangbungur. CV. Jaya Prima Logistik bekerja sama dengan CV. Adi Jaya untuk mengakomodasi proses distribusi Raskin hingga ke RTS-PM. Biaya distribusi yang dibebankan dalam satu kali penyaluran untuk Kecamatan Jatinangor sebesar Rp 45/kg, dan untuk Kecamatan Buahdua Rp. 63/kg, yang digunakan untuk upah supir angkutan, buruh bongkar muat dan bahan bakar truk angkutan. Kemudian, sebagai biaya koordinasi dan biaya tenaga bongkar muat di desa terdapat biaya sebesar Rp 50.000 dalam satu kali distribusi. Penyaluran Raskin ke Kecamatan Jatinangor dan Buahdua cukup baik secara administratif, kelengkapan berkas yang tersedia antara lain, Berita Acara Serah Terima (BAST), Berita Acara Bongkar Muat, Tanda Terima Pembayaran Beras Raskin dan Surat Pengantar Jalan, terlihat lengkap. Alur distribusi raskin secara skematis dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Distribusi Raskin dari Gudang Bulog sampai Rumah Tangga Sasaran (RTM). (Sumber: http://www.bulog.co.id)
## Efektivitas Distribusi Raskin
Tabel 1 memperlihatkan bahwa penilaian responden terhadap tepat sasaran dan tepat jumlah, sangat rendah, yakni: 2.29 dan 1.96. Hal ini berdasarkan fakta bahwa tidak semua masyarakat miskin terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM), sebaliknya ada nama yang masih terdaftar di DPM, padahal sebenarnya sudah tidak masuk kriteria miskin karena data yang dipakai data lama. Untuk menghindari kecemburuan sosial, maka Forum Musyawarah Desa (Mudes) menyepakati penyaluran Raskin secara merata, dengan jumlah 7-8 kg/kk. Berkurangnya jumlah raskin juga disebabkan oleh adanya penyusutan
selama proses distribusi dari gudang sampai ke titik bagi di desa (2-3 kg/karung).
Indikator tepat kualitas menurut responden cukup tepat, artinya kualitas raskin cukup sesuai dengan yang diharapkan. Ketentuan kualitas Raskin dalam Pedoman Umum (Pedum) Raskin (Bulog, 2015a), Raskin yang berkualitas harus memiliki kadar air maksimal sebesar 14%, derajat sosoh minimal sebesar 90%, butir patah maksimal sebesar 20%, dan butir menir maksimal sebesar 2%. Standar kualitas seperti itu tidak begitu dipermasalahkan oleh responden, karena yang penting tidak
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2017. 3(1): 29-39
berwarna kuning, tidak bau dan tidak banyak kutu.
Selanjutnya indikator tepat harga dan tepat waktu, mayoritas responden setuju, dengan penilaian rata-rata : 3,65 dan 3,80. Pedum Raskin (Bulog, 2015a) mengatur harga pembelian Raskin adalah Rp 1.600/kg netto di Titik Distribusi (TD). Dengan HPP beras yang diberlakukan mulai tahun 2015 sebesar Rp 7.300/kg
maka pemerintah
mensubsidi untuk program Raskin sebesar Rp 5.700/kg. Meskipun pada kenyataannya RTS-PM membayar lebih mahal, yakni Rp 2.000/kg di Kecamatan Jatinangor, dan Rp 2.200/kg di kecamatan Buahdua; namun menurut mereka masih layak (tepat harga), dan sangat menolong bagi kehidupan keluarga. (karena harga di pasaran Rp 7.500-8.000/kg.
## Tabel 1. Sikap Responden terhadap Indikator 5 Tepat dalam Distribusi Raskin
Indikator 5 Tepat Kec. Jatinangor Kec. Buah Dua Kab. Sumedang Frek % Frek % Frek % 1).Tepat sasaran 2.38 2.2 2.29 Sangat tepat (5) 0 0.0 0 0 0 0.0 Tepat (4) 8 19.0 4 10 12 14.6 Netral (3) 2 4.8 2 5 4 4.9 Tidak tepat (2) 32 76.2 32 80 64 78.0 Sangat tidak tepat (1) 0 0.0 2 5 2 2.4 2). Tepat Jumlah 2.07 1.85 1.96 Sangat tepat (5) 0 0.0 0 0 0 0.0 Tepat (4) 2 4.8 1 2.5 3 3.7 Netral (3) 1 2.4 2 5 3 3.7 Tidak tepat (2) 38 90.5 27 67.5 65 79.3 Sangat tidak tepat (1) 1 2.4 10 25 11 13.4 3). Tepat Harga 3.8 3.5 3.65 Sangat tepat (5) 2 4.8 0 0 2 2.4 Tepat (4) 32 76.2 23 57.5 55 67.1 Netral (3) 6 14.3 14 35 20 24.4 Tidak tepat (2) 2 4.8 3 7.5 5 6.1 Sangat tidak tepat (1) 0 0.0 0 0 0 0.0 4).Tepat Waktu 4 3.6 3.8 Sangat tepat (5) 3 7.1 2 5 5 6.1 Tepat (4) 37 88.1 28 70 65 79.3 Netral (3) 1 2.4 6 15 7 8.5 Tidak tepat (2) 1 2.4 2 5 3 3.7 Sangat tidak tepat (1) 0 0.0 0 0 0 0.0 5).Tepat Kualitas 3.11 2.9 3.05 Sangat tepat (5) 0 0.0 0 0 0 0.0 Tepat (4) 18 42.9 13 32.5 31 37.8 Netral (3) 11 26.2 13 32.5 24 29.3 Tidak tepat (2) 13 31.0 11 27.5 24 29.3 Sangat tidak tepat (1) 0 0.0 3 7.5 3 3.7 Efektivitas rata-rata 2.94
## LIES SULISTYOWATI, ANDRIAN NUR RAMADHAN
Untuk indikator tepat waktu, sikap
RTS-PM mayoritas (73,(%) setuju apabila distribusi raskin dikatakan tepat waktu. Waktu pendistribusian yang diatur dalam Pedoman Umum (Pedum) Raskin, haruslah dilaksanakan setiap bulan. Dan menurut responden penerima Raskin menyatakan bahwa pembagian Raskin dilaksanakan setiap bulan, meskipun tidak terjadi pada tanggal yang sama setiap bulannya; kadang awal, kadang pertengahan, dan kadang akhir bulan.
Kajian yang sejalan dengan kondisi ini dilakukan oleh Hery, dkk. (2013), yang menyimpulkan bahwa efektivitas pengelolaan program beras untuk keluarga miskin (Raskin) belum secara optimal dicapai, sementara tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya
RTM sebagai penerima manfaat program Raskin masih berada pada kategori
”sedang” atau men engah. Terdapat
perbedaan tingkat kesejahteraan RTM antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program Raskin, di mana tingkat kesejahteraan RTM penerima manfaat program Raskin jauh lebih baik/tinggi dibanding tingkat kesejahteraan RTM sebelum memperoleh manfaat dari program Raskin,
## Efisiensi Distribusi Raskin
Hasil analisis tingkat efisiensi distribusi Raskin diperoleh angka sebesar 0,02 untuk Kecamatan Jatinangor dan 0,03 untuk Kecamatan Buahdua, maka dikatakan penyaluran Raskin di Kecamatan Jatinangor dan Kecamatan Buah dua Kabupaten Sumedang sudah efisien. Namun jika dibandingkan, maka effisiensi penyaluran raskin di Kecamatan Jatinangor relatif lebih efisien dibanding di Kecamatan Buahdua (Tabel
2).
## Tabel 2. Efisiensi Distribusi Raskin di Kecamatan Jatinangor dan Kecamatan Buahdua
Kabupaten Sumedang Keterangan Kec. Jatinangor Kec . Buahdua Jumlah RTS-PM (rumah tangga) 1.634 2.171 Total Pagu Raskin (Kg) 11.010 32.565 Harga Jual Raskin/kg (Rp) 2.000 2.200 Total Penjualan Raskin (Rp) 22.020.000 71.643.000 Total Biaya Distribusi (Rp) 545.450 2.101.595 Efisiensi Distribusi 0,02 0,03
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2017. 3(1): 29-39
Hasil kajian ini, tidak sejalan dengan temuan Sandjaja (2014), yang menyimpulkan bahwa penyaluran Raskin belum efektif karena hanya mampu memenuhi 3 indikator 6T. Penyaluran Raskin telah tepat sasaran menurut garis kemiskinan BPS dan Sayogyo. Rata-rata harga yang dibebankan kepada penerima Raskin adalah Rp 1.785/kg. Jumlah Raskin yang diterima RTS-PM Raskin di Kecamatan Piyungan rata-rata adalah 12,4 kg. Kualitas Raskin masih kurang baik, dengan rata-rata frekuensi pembagian 11,8 bulan. Ketepatan
administrasi cukup baik. Penyaluran Raskin belum efisien karena terdapat biaya tambahan penyaluran Raskin di Kecamatan Piyungan.
## PENUTUP
1) Distribusi Raskin di Kabupaten
Sumedang sudah mengacu pada
Pedum Raskin (Bulog, 2015a),
diawali proses pengajuan Surat Permintaan Alokasi (SPA) dari pemerintah Kabupaten Sumedang ke pihak Bulog Subdivre Bandung.
Raskin yang berasal dari Gudang Bulog Subdivre Bandung langsung didistribusikan ke kantor Desa
sasaran sebagai titik distribusi.
2) Secara keseluruhan penilaian RTS-
PM terhadap efektivitas distribusi Raskin cukup efektif. Sedangkan per indikator: dari ketepatan sasaran dan jumlah, tidak tepat; ketepatan kualitas, cukup tepat; sedangkan aspek harga dan waktu, dinilai tepat. Tingkat efisiensi distribusi Raskin menghasilkan angka 0,045 (Ed<1), maka distribusi Raskin di Kabupaten Sumedang dapat dikatakan efisien. Jika dikomparatifkan, maka pelaksanaan raskin di Kecamatan Jatinangor lebih efektif dan efisien dibanding di Kecamatan Buahdua.
Berdasarkan uraian di atas, maka rekomendasi kebijakan yang dapat diajukan adalah:
1) Pemerintah agar selalu memperbarui data jumlah dan lokasi penduduk miskin agar raskin bisa tepat sasaran. Monitoring dan evaluasi perlu terus diintensifkan agar menjamin penerima raskin menerima sesuai Pedum.
2) Bulog agar meningkatkan kuantitas serta kualitas sarana dan prasarana yang dimiliki, seperti menambah armada angkutan dan rehabilitasi serta perawatan gudang.
3) Kepada masyarakat dituntut secara aktif turut memonitor dan
## LIES SULISTYOWATI, ANDRIAN NUR RAMADHAN
melaporkan jika ada penyimpangan pelaksanaan raskin di lapangan.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Padjadjaran yang telah memberikan pendanaan melalui Program-Academic Leadership
Grant (ALG), sehingga kajian ini dapat
dilaksanakan.
## DAFTAR PUSTAKA
Agus Syaifullah. 2007. Peran Bulog dalam Kebijakan Perberasan Nasional.<http://www.bulog.co.id/ data/doc/20070321aPapBulBer.pdf
> (22 April 2015)
Arrisandi, Dwi Fitriah. 2012. Efektivitas Distribusi Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) (Suatu Kasus di RW 07/Dusun Cisaladah, Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat) (Skripsi). Universitas Padjadjaran. Bandung. Badan Pusat Statistik. 2015. Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVIII, 2 Januari 2015. BPS. Jakarta.
Bulog. 2014b. Alokasi Pagu Raskin di
Kabupaten Sumedang Tahun 2014. Bulog Subdivre Bandung. Bandung. Bulog. 2015a. Pedoman Umum Raskin.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Indonesia.
Downey, W., D., dan S. P., Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta
Durianto, D., Sugiarto, A.W. Widjaja dan Supratikno, H. 2003. Invasi Pasar
dengan Iklan yang Efektif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Effendi, Tadjuddin Noer. 1993. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja danKemiskinan. PT Tiara Wacana. Yogyakarta.
Ellis, Frank (1999). Rural Livelihood
Diversity in Developing Countries: Evidence and policy Implications. Journal Natural Resources Perspective. Number 40. April 1999. Fatorochman & Marcelino Molo (1994).
Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Daerah Yogyakarta.
Jurnal Populasi 5 (1), tahun 1994. ISSN.0853.0262. Heri Risal Bungkaes, J. H. Posumah, Burhanuddin Kiyai (2013). Hubungan Efektivitas Pengelolaan Program Raskin dengan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Mamahan Kecamatan Gemeh Kabupaten
Kepulauan Talaud.Journal ACTA DIURNA, edisi April 2013.
Mankiw, N.Gregory. 2006. Principles of
Economics. Penerbit Salemba 4. Jakarta.
Mawardi, Sulton. 2012. Tinjauan Efektivitas Pelaksanaan Raskin dalam Mencapai Enam Tepat. Melalui<http://www.smeru.or.id/re port/workpaper/raskin/raskinmenca paienamtepat.pdf> [8 April 2015] Rahmat Syahdjoni Putra (2010).
Perubahan Kebijakan Perberasan Indonesia Dari Monopoli Bulog Ke Mekanisme Pasar Dan Kaitannya Terhadap Pendapatan Petani : Suatu Pendekatan Persamaan Simultan.<http://www.bulog.co.id/ data/doc/20070410Kajian_Ilmiah- abstrak_Rahmat_Sahjoni.pdf> (20 Mei 2015)
Roem, Moch. 2011. Ruang Sinergitas Sebagai Alat Kontrol Terhadap Program Raskin (Tesis).
Repository Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Soekartawi. 2002. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Jakarta. Rajawali Press. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. Sony Sandjaja, 2014. Effektivitas dan Effisiensi Penyaluran Raskin di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul. UGM-Yogyakarta
|
8b819fde-f212-4d0f-826a-871f4a6b82b3 | http://journal.al-matani.com/index.php/jkip/article/download/878/533 |
## JKIP : Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan
Volume 4 No 2 Tahun 2024 Halaman 537 - 561
Analysis Of Cohesion And Coherence In The Wax Novel "That Light Makes My Life Dark" By Sanniyah Putri Salsabila Said And Its Implications For Class VIII Indonesian Language Learning At SMP Negeri 11 Medan
Analisis Kohesi Dan Koherensi Pada Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap” Karya Sanniyah Putri Salsabila Said Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 11 Medan
Anisa Berti Tua Ambarita 1 , Sarma Panggabean 2 , Elza L.L. Saragih 3 1,2,3 Universitas HKBP Nommensen Medan
Email: [email protected]
*Corresponding Author
Received : 02 April 2024, Revised : 15 May 2024, Accepted : 23 May 2024
## ABSTRACT
This research aims to describe the markers of cohesion and coherence in the novel Lilin "Light That Makes My Life Dark" by Sanniyah Putri Salsabila Said and its implications for Class VIII Language Learning at SMP Negeri 11 Medan. This research use desciptive qualitative approach. Data collection was carried out using library techniques and note-taking techniques. Based on the results of this research, it shows that there are markers of cohesion and coherence in the novel "The Bright Candle Makes My Life Dark by Sanniyah Putri Salsabila Said". First, cohesion is divided into two, namely lexical cohesion and grammatical cohesion. In this study, lexical cohesion was found in 45 data. Of the 45 data, there are 5 synonyms, 13 antonyms, 6 hyponyms, 9 repetitions and 12 collocations. Grammatical cohesion was found in 42 data. From the 42 data, there are 25 pronouns, 3 substitutions, 4 ellipsis and 10 conjunctions. Second, coherence was found in 50 data that described coherence. There are 7 cause- effect relationships, 4 cause-effect relationships, 4 reason-action relationships, 4 background-conclusion, 3 conditions-results, 6 comparisons, 4 applicative, 5 additive, 3 identification, 3 generic-specific, 3 specific-generic , and 4 argumentative. The results of this research provide an important contribution in understanding and applying cohesion and coherence, especially students' writing skills in Indonesian language learning for Class VIII SMP.
Keywords: Cohesion, Coherence, Implication
## 1. Pendahuluan
Kohesi dapat diartikan sebagai kesatuan dan keterkaitan antara unsur-unsur dalam sebuah wacana. Unsur-unsur tersebut harus saling terhubung dan memiliki hubungan yang terpadu sehingga dapat dengan mudah dipahami. Kohesi lebih menekankan pada hubungan antara kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf yang membentuk kesatuan yang utuh dan berkesinambungan. Meskipun kalimat-kalimat tersebut memiliki bentuk yang berbeda, namun mereka tetap membentuk kohesi yang kuat. Selain itu, kohesi juga mencakup keserasian hubungan dalam hal bentuk, sehingga tercipta pemahaman yang jelas dan koheren antara unsur-unsur dalam wacana tersebut (Nurkholifah et al., 2021).
Kohesi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi leksikal berkaitan dengan hubungan antara kata-kata dalam sebuah wacana, seperti sinonim, antonim, hiponim, repetisi, dan kolokasi. Sementara itu, kohesi gramatikal berkaitan dengan hubungan antara unsur-unsur gramatikal dalam sebuah wacana, seperti penggunaan pronomina, substitusi, ellipsis, dan konjungsi. Penanda kohesi digunakan sebagai alat untuk menciptakan keselarasan dan kepaduan informasi dalam wacana, seperti yang dapat ditemukan dalam novel atau bacaan. Sedangkan, penanda koherensi digunakan untuk menjaga
hubungan antara kalimat-kalimat sehingga keseluruhan makna memiliki arti yang utuh dan jelas.
Koherensi mengacu pada hubungan antara kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf sehingga membentuk kesatuan makna yang utuh dan luas. Koherensi lebih menekankan pada hubungan makna antara kalimat-kalimat yang membentuk paragraf, yang harus memiliki keterkaitan makna yang berkelanjutan secara menyeluruh sehingga menciptakan kekoherensian. Koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batin anatara bagian yang satu dengan yang lain dalam suatu paragraph. Keberadaan unsur koherensi sebenarnya tidak pada satuan teks semata, melainkan juga kemampuan pembaca atau pendengar. Kridaklaksana (Tarigan 2008), (dalam Darmawati, 2021) penanda dalam hubungan koherensi dalam wacana yaitu hubungan sebab-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan alas an-sebab, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-kesimpulan, hubungan kelonggaran-hasil, hubungan syarat hasil, hubungan perbandingan, hubungan parafrasis, hubungan amplikatif, hubungan aditif waktu, hubungan aditif nonwaktu, hubungan identifikasi, hubungan generic-spesifik, dan hubungan ibarat.
Dalam mengkaji sebuah novel, penting untuk tidak hanya memahami makna kata- katanya, tetapi juga memiliki pengetahuan tentang keserasian dan kepaduan dalam teks. Menganalisis kohesi dan koherensi dalam sebuah novel dapat memberikan pengalaman yang berbeda bagi pembaca dan peneliti. Selain itu, analisis ini juga memungkinkan pembaca untuk melihat sejauh mana keselarasan makna dan kekokohan struktur yang terdapat dalam novel tersebut. Pemahaman tentang kohesi dan koherensi sangat penting dalam memahami dan menginterpretasikan teks, khususnya novel. Kohesi merujuk pada hubungan gramatikal dan leksikal yang menghubungkan elemen-elemen dalam teks, sedangkan koherensi merujuk pada hubungan makna yang membuat teks menjadi utuh dan bermakna. Dalam konteks novel, kohesi dan koherensi memainkan peran penting dalam membangun alur cerita dan karakter, serta mempengaruhi bagaimana pembaca memahami dan menafsirkan cerita.
Novel Lilin, Terang itu Membuat Hidupku Gelap karya Saniyyah Putri Salsabila Said yang pertama di tahun 2020 merupakan salah satu bagian dari karya sastra dan telah dibaca 20 juta kali di wattpad. Novel ini bercerita tentang seorang tokoh remaja perempuan bernama Alena berusia tujuh belas tahun yang terkenal sebagai siswa berprestasi di sekolah. Alena juga selalu memperoleh juara satu di semua lomba yang diikutinya. Novel ini memiliki kelebihan dari segi alur cerita yang runtut sehingga pembaca ingin membaca novel ini sampai halaman akhir serta perwatakan tokoh yang mudah dipahami serta digambarkan secara jelas meskipun memiliki konflik batin pada tokoh utama pada novel.
Materi pelajaran Bahasa Indonesia mencakup dua jenis, yaitu materi yang bersifat pengetahuan dan materi yang bersifat keterampilan. Dalam keterampilan, terdapat empat macam, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Baik materi pengetahuan maupun keterampilan memiliki poin-poin penting yang berbeda. Dalam praktiknya, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep kohesi dan koherensi. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam memahami dan menginterpretasikan teks, serta menghambat perkembangan keterampilan menulis mereka. Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis kohesi dan koherensi dalam novel dan melihat bagaimana konsep ini dapat di integrasikan ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
## 2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif digunakan karena data penelitian dijelaskan dengan mengamati realitas yang sebenarnya dalam bentuk tulisan, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara objektif untuk kemudian dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata, kalimat, dan bahasa agar dapat dipahami dengan baik.
Moleong 2017 (D. P. dkk. Lestari, 2021) metode kulitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari individu dan perilaku yang dapat diamati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai kohesi dan koherensi dalam novel "Lilin: Terang Itu Membuat Hidupku Gelap" karya Saniyyah Putri Salsabila Said, serta implikasinya terhadap pembelajaran teks ulasan di kelas VIII SMP Negeri 11 Medan.
## 3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian adalah usaha yang dilakukan untuk menggambarkan hasil dari pengelolaan data-data dalam penelitian yang akan di peroleh berdasarkan adanya proses yang dilakukan terhadap hasil analisis yang telah dilakukan yaitu Analisis Kohesi dan Koherensi Pada Novel Lilin "Terang Itu Membuat Hidupku Gelap" Karya Sanniyah Putri Salsabila Said Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VIII SMP Negeri 11 Medan. Hasil penelitian dari pengolahan data yang sudah dilakukan sebagai berikut:
## 1. Data kohesi leksikal dan gramatikal pada Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap”
Dalam penelitian ini, ditemukan sebanyak 45 data yang menggambarkan kohesi leksikal dalam novel "Lilin: Terang Itu Membuat Hidupku Gelap". Dari 45 data tersebut, terdapat 5 sinonim, 13 antonim, 6 hiponim, 9 repetisi, dan 12 kolokasi. Selain itu, juga ditemukan sebanyak 42 data yang menggambarkan kohesi gramatikal, dengan rincian 25 pronomina, 3 substitusi, 4 elipsis, dan 10 konjungsi.
Data koherensi pada Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap”
Dalam penelitian ini, ditemukan total 50 data yang menggambarkan koherensi dalam novel "Lilin: Terang Itu Membuat Hidupku Gelap". Dari 50 data tersebut, terdapat 7 hubungan sebab-akibat, 4 hubungan akibat-sebab, 4 hubungan alasan-tindakan, 4 latar-simpulan, 3 syarat-hasil, 6 perbandingan, 4 amplikatif, 5 aditif, 3 identifikasi, 3 generik-spesifik, 3 spesifik- generik, dan 4 argumentatif. Hasil analisis data koherensi dalam novel tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
## 2. Implikasi Kohesi dan Koherensi Novel Lilin “terang Itu Membuat Hidupku Gelap” Karya Sanniyah Putri Salsabilah Said Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VIII SMP Negeri 11 Medan
Dalam penelitian yang dilakukan mengenai novel "Lilin: Terang Itu Membuat Hidupku Gelap" karya Saniyyah Putri Salsabila Said dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII SMP Negeri 11 Medan, hasil pengolahan data menunjukkan adanya analisis kohesi dan koherensi dalam novel tersebut.
Analisis kohesi dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antar kalimat dan paragraf dalam novel ini. Hal ini meliputi penggunaan referensi kata, penggunaan kata penghubung, serta penggunaan struktur kalimat yang kohesif. Hasil analisis menunjukkan bahwa novel ini memiliki kohesi yang kuat, sehingga memudahkan pembaca untuk mengikuti alur cerita dengan baik.
Selain itu, dilakukan pula analisis koherensi untuk melihat bagaimana keseluruhan cerita dalam novel ini terhubung dan memiliki alur yang logis. Hasil analisis menunjukkan bahwa novel ini memiliki koherensi yang baik, dengan adanya pengembangan karakter yang konsisten, alur cerita yang terstruktur, dan tema yang terhubung dengan baik.
Implikasi dari hasil penelitian ini terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VIII adalah bahwa novel ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang kohesi dan koherensi dalam penulisan. Siswa dapat belajar tentang penggunaan kata penghubung, pengembangan karakter yang konsisten,
serta penggunaan struktur kalimat yang kohesif. Hal ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan menulis mereka dengan lebih terstruktur dan terhubung dengan baik.
Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dan mengaplikasikan analisis kohesi dan koherensi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VIII.
## Pembahasan
A. Kohesi Leksikal dan Kohesi Gramatikal Dalam Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap”
1. Kohesi Leksikal Dalam Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap”
Lestari 2019 (dalam Isninadia et al., 2023) Kohesi leksikal adalah adanya hubungan leksikal antara bagian-bagian dalam wacana yang menciptakan keserasian struktur secara kohesif. Dalam kohesi leksikal yang ditemukan ada sinonim, antonimi, hiponimi, repetisi dan kolokasi.
a. Sinonimi
Sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Data 1
Alena menunduk, "Tapi Alena gak pernah dikasih kue sekalipun sama mama dan papa, mama cuma marahin Alena tiap kali minta kue, dan juga bunda selalu ngasih Alena kue kecil". (Halaman 8) Data 2 Tumben muka lo kusut? Pasti Om Dimas masih sama seperti dulu ya? Caca memerhatikan mimik wajah sabatnya itu. (Halaman 13) Data 3 Cowok itu hanya diam membisu tak menanggapi ocehan Alena. (Halaman182) Data 4 Mama semakin menyesal, Mama bukan ibu yang baik, selama ini mama gak pernah ngurusin kamu. (Halaman 352) Data 5
Mata Alena sudah berat Pa, Papa iklhas ya. Alena mau bobo , mau tidur panjang, jangan dibangunin. (Halaman 371)
Data di atas (1) terdapat kata yang bersinonimi yaitu kata "mama" dan "bunda". Kata "mama" dan "bunda" memiliki makna yang sama yaitu sebutan untuk ibu.
Data di atas (2) ditemukan kata yang bersinonimi yaitu kata "muka" dan "wajah". Kata "muka" dan "wajah" memiliki makna yang sama yaitu bagian depan kepala manusia yang mencakup mata, hidung, pipi, hidung, mulut dan pipi.
Data di atas (3) terdapat kata yang bersinonimi yaitu kata diam dan membisu. Kata diam dan membisu memiliki makna yang sama yaitu keadaan ketika seseorang tidak berbicara atau tidak mengeluarkan suara.
Data di atas (4) terdapat kata bersinonimi yaitu kata mama dan ibu . Kata mama dan ibu memiliki makna yang sama yaitu merujuk pada seroang wanita yang menjadi ibu.
Data di atas (5) terdapat kata yang bersinonimi yaitu kata bobo dan tidur. Kata bobo dan tidur memiliki makna yang sama yaitu keadaan ketika seseorang beristirahat dan tidak sadar selama beberapa waktu.
b. Antonimi
Antonimi adalah unsur kata yang memiliki makna yang berlawanan, kebalikan, pertentangan, dan kontras antara yang satu dengan yang lainnya.
Data 6
Dia Alena Nabila Patriawan, seorang gadis biasa yang memiliki banyak kesedihan , mungkin kebahagiaan yang dirasakannya bisa dihitung jari. (Halaman 8) Data 7 Papanya itu selalu bersikap kejam terhadap Alena. Berbeda jika bersama Nayla, maka Dimas bersikap ramah seperti seorang ayah pada umumnya. (Halaman 9) Data 8
Melihat Alena, Dimas merasa aneh saat gadis itu hanya diam , biasanya Alena akan heboh dioahi hari tiap tahun. (Halaman 11) Data 9 "Gue berdoa secepatnya hari itu datang, Ca". Aamiin makanya senyum dong, masih pagi jangan cemberut , nanti Devan gak suka lagi sama Lo. (Halaman 13) Data 10
Alena melihat rumahnya sepi, tak ada lagi kakek dan nenek nya disini, ruang tamu tempat perdebatan juga sudah kosong. (Hal 25) Data 11
Karena sedari kecil Alena tidak pernah diberikan sesuatu yang terkesan mewah . Alena sudah menanamkan dipikirannya untuk hidup sederhana saja. (Halaman 28) Data 12 "Aku kira Alena akan bahagia jika ditinggal bersama kamu, nyatanya dia malah menderita ". (Halaman 92) Data 13 Cepat atau lambat kamu pasti akan memutuskannya Devan, jadi papai beri saran putuskan gadis itu sekarang jika tidak ingin seorang yang berharga dihidup kamu sedih. (Halaman 118)
Data 14
Cinta aku untuk kamu sudah lenyap saat tau aku dalam bahaya saat itu, jadi aku mau nyari orang yang bisa membuat aku aman . (Halaman 218) Data 15
Devan itu seperti magnet selalu menarik Alena ingin mendekat meskipun ingin menjauh . (Halaman 286) Data 16 "Papa hentikan Alena itu manusia bukan binatang ". (Halaman 297)
Data 17
Alena mundur sedikit melihat respon Sonya. Mamanya sedikit maju dan langsung mencengkram erat bahu Alena hingga gadis itu meringis. (Halaman 306) Data 18
Hidup dan mati hanya Tuhan yang tahu bagaimana takdirnya setelah ini. (Halaman 340)
Data di atas (6) terdapat yang memiliki makna kata berlawanan yaitu kata kesedihan dan kebahagiaan. Kata kesedihan lebih merujuk pada perasaan yang tidak menyenangkan atau sedih sedangkan kata kebahagiaan merujuk pada perasaan yang menyenangkan atau gembira.
Data di atas (7) terdapat yang memiliki makna kata berlawanan yaitu kata kejam dan ramah. Kata kejam merujuk pada sikap atau tindakan yang kejam dan tidak berperasaan sedangkan kata ramah merujuk pada sikap atau tindakan yang hangat, baik dan bersahabat.
Data di atas (8) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata diam dan heboh. Kata diam merujuk pada keadaan ketika tidak ada suara atau keheningan sedangkan kata heboh merujuk pada keadaan ketika ada kegaduhan, kegembiraan, atau keramaian.
Data di atas (9) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata senyum dan cemberut. Kata senyum merujuk pada ekspresi wajah yang menunjukkan kegembiraan atau kebaikan hati sedangkan kata cemberut merujuk pada ekspresi wajah yang ketidakpuasan atau kemarahan.
Data di atas (10) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata kakek dan nenek. Kata kakek merujuk pada ayah dari orang tua kita sedangkan kata nenek merujuk pada ibu dari orang tua kita.
Data di atas (11) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata mewah dan sederhana. Kata mewah merujuk pada sesuatu yang mahal atau mewah sedangkan sederhana merujuk pada kesederhanaan atau tidak berlebihan.
Data di atas (12) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata bahagia dan menderita. Kata bahagia merujuk pada pada perasaan kegembiraan atau kebahagiaan sedangkan menderita merujuk pada kondisi atau pengalaman penderitaan.
Data di atas (13) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata cepat dan lambat. Kata cepat merujuk pada kecepatan atau waktu yang singkat sedangkan lambat merujuk pada kecepatan yang rendah atau waktu yang lama.
Data di atas (14) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata bahaya dan aman. Kata bahaya merujuk pada keadaan atau situasi yang membahayakan sedangkan kata aman merujuk pada situasi yang bebas dari ancaman atau tidak berbahaya.
Data di atas (15) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata mendekat dan menjauh. Kata mendekat merujuk pada gerakan atau tindakan menuju sesuatu atau seseorang dengan jarak yang lebih dekat sedangkan menjauh merujuk pada gerakan atau tindakan menjauhi sesuatu atau seseorang dengan jarak yang lebih jauh.
Data di atas (16) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu kata manusia dan binatang. Kata manusia merujuk pada makhluk hidup yang memiliki pikiran yang rasional dan kegiatan yang kompleks sedangkan binatang merujuk pada makhluk hidup yang bukan manusia.
Data di atas (17) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu mundur dan maju. Kata mundur merujuk pada pergerakan ke belakang atau menjauh sedangkan maju merujuk pada gerakan ke depan atau mendekati.
Data di atas (18) terdapat yang memiliki makna kata yang berlawanan yaitu hidup dan mati. Kata hidup merujuk pada keadaan atau kondisi tanda-tanda kehidupan sedangkan mati merujuk pada keadaan atau kondisi tanpa tanda-tanda kehidupan.
## c. Hiponimi
Hiponimi ialah adanya hubungan kata atau kalimat yang bersifat generik terhadap kata atau kalimat yang lebih spesifik.
Data 19 Semua murid SMK Pelita Makassar bertepuk tangan atas prestasi kegiatannya, nama mereka bertiga sudah dikenal sebagai murid berprestasi . (Halaman 15) Data 20 " Kita seperti jarum dan benang gak akan terpisahkan, aku tau dimana pun kamu berada, sama seperti gembok dan kuncinya ". (Halaman 38) Data 21 Kita sebagai dokter wajib menjaga kepercayaan pasien , memberikan kesempatan pasien agar dapat berinteraksi atau menyelesaikan masalah pribadi lainnya dulu. (Halaman 54) Data 22 Jangan jadi anak muda yang manja , kita adalah generasi penerus bangsa yang harus mengharumkan dan menjadikan negara kita yang maju dan disegani diseluruh dunia, hormatilah mereka yang kehilangan nyawa demi kemerdekaan negara kita. (Halaman 245) Data 23
Sebuah cairan kental berwarna merah kembali keluar dari hidung Alena, dia mimisan diwaktu yang tidak tepat. (Halaman 310) Data 24 " Uang dan kekayaan tidak selamanya berarti dan di atas segala-galanya. Manusia baru sadar saat posisi mereka terjatuh. Saat mereka jaya, Allah pun dilupakan, padahal yang memberikan semua kenikmatan itu adalah Yang Maha Kuasa". (Halaman 346)
Data di atas (19) terdapat kata atau kalimat yang memiliki makna dari yang umum hingga ke khusus. Pada kalimat semua murid SMK Pelita Makassar bertepuk tangan atas prestasi kegiatannya merupakan makna umum karena menggambarkan tindakan umum yang dilakukan oleh semua murid di sekolah tersebut. Mereka memberikan tepuk tangan sebagai bentuk penghargaan atau apresiasi yang di capai dalam kegiatan tertentu sedangkan nama mereka bertiga sudah dikenal sebagai murid berprestasi merupakan makna khusus karena merujuk pada ketiga murid tertentu yang di kenakan sebagai murid yang memiliki prestasi.
Data di atas (20) terdapat kata atau kalimat yang memiliki makna dari yang umum ke khusus. Pada awal kalimat yaitu kita seperti jarum dan benang gak akan terpisahkan merupakan makna yang umum karena pernyataan ini dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan yang kuat dan tak terpisahkan antara dua orang atau kelompok sedangkan aku tau dimana pun kamu berada, sama seperti gembok dan kuncinya merupakan makna khusus karena pernyataan ini menggambarkan bahwa seseorang tahu bahwa dimana pun orang lain berada, mirip dengan hubungan antara gembok dan kuncinya dimana kunci dapat membuka gembok dimanapun gembok berada.
Data di atas (21) terdapat kata yang memiliki makna dari yang umum hingga ke khusus. Kalimat kita sebagai dokter wajib menjaga kepercayaan pasien merupakan makna umum karena menggambarkan tanggung jawab umum yang miliki dokter untuk menjaga kepercayaan pasien, sedangkan memberikan kesempatan pada pasien agar dapat berinteraksi atau menyelesaikan masalah pribadi lainnya dulu merupakan makna khusus karena merujuk pada tindakan khusus yang dilakukan dokter untuk memberikan kesempatan pada pasien untuk berinteraksi atau menyelesaikan masalah pribadi sebelum memulai konsultasi ataupun melakukan perawatan medis.
Data di atas (22) terdapat kata yang memiliki makna dari yang umum hingga ke khusus. Kita adalah generasi penerus bangsa yang harus mengharumkan dan menjadikan negara kita yang maju dan disegani di seluruh dunia merupakan makna umum karena menggambarkan pandangan umum tentang peran dan tanggung jawab generasi muda dalam memajukan negara mereka sendiri, sedangkan hormatilah mereka yang kehilangan nyawa demi kemerdekaan negara kita merupakan makna khusus merujuk pada tindakan spesifik untuk menghormati dan menghargai mereka yang telah mengorbankan nyawa dalam perjuangan untuk kemerdekaan negara.
Data di atas (23) terdapat kata atau kalimat yang memiliki makna dari yang umum hingga ke khusus. Kalimat sebuah cairan kental kembali keluar dari hidung Alena merupakan makna yang umum karena pernyataan ini menggambarkan gejala atau kejadian fisik yang terjadi pada Alena, sedangkan dia mimisan diwaktu yang tidak telat merupakan makna khusus karena menunjukkan bahwa mimisan tersebut terjadi pada waktu yang tidak diharapkan.
Data di atas (24) terdapat kata yang memiliki makna dari yang umum hingga ke khusus. Kalimat uang dan kekayaan tidak selamanya di atas segala-galanya merupakan makna umum karena pernyataan ini menekankan bahwa ada hal lain yang lebih berarti dari pada harta ataupun kekayaan, sedangkan kalimat manusia baru sadar saat posisi mereka terjatuh. Saat mereka jaya Allah pun dilupakan padahal yang memberikan kenikmatan itu semua adalah yang maha kuasa merupakan makna khusus karena merujuk pada pengalaman spesifik di mana manusia sering sekali menyadari nilai yang sebenarnya saat mereka mengalami kejatuhan atau kesulitan.
## a. Repetisi
Repetisi merupakan pengulangan bentuk kata yang sama dan mengacu pada makna yang sama dalam wacana.
Data 25 Padahal anak itu selalu membuatnya bangga di bidang akademik maupun non akademik. Anak itu tidak bersalah dalam hal ini, tapi hatinya masih belum tersentuh untuk memperlakukan seperti Nayla anak dari wanita yang dicintainya. (Halaman 7) Data 26 "Duduk dulu, Bunda kamu belum selesai bicara," "Hadiah yang bunda kasih sudah sempat kamu lihat?" Alena mengangguk, "Sudah tapi Alena minta maaf, Alena gak bisa menerima itu Bunda, Alena lebih suka memakai motor daripada mobil ke sekolah." (Halaman 12) Data 27 Kini, mereka sampai dilapangan upacara dengan tepat waktu. Upacara telah dimulai, semua murid SMK PELITA mengikuti upacara dengan tenang ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan. Senyum Alena mengembang saat melirik seorang tengah menjadi pemimpin upacara saat itu. (Halaman 14) Data 28 "Lagi pula setahu gue, cewek kalau bilang nggak apa-apa itu tandanya dia lagi kenapa- kenapa ". (Halaman 40) Data 29 "Lah lo bilang mau gue apa, terus itu gue udah jawab malah ditolak, gimana sih? Kan nggak ada bantahan," cerocos Devan. "Apa tadi, gue dengar lo nangis karena gak dikasih kue? (Halaman 41) Data 30 Gak usah mikirin mereka Alena, lo fokus aja sama apa yang buat lo bahagia, lo perlu nunjukin apalagi ke mereka ? Sampai lo punya sejuta piala? Lo buat mereka bangga aja mereka gak pernah ngehargain Lo, jadi anak gak usah buang-buang waktu, mereka akan menyesal dengan sendirinya kok. (Halaman 111) Data 31 " Papi tau papi salah dan papi menyesal Devan, tapi papi hanya mau kamu bersikap seperti dulu , jagoan kecil papi ." (Halaman 118) Data 32 "Kalau kamu lupa hari ini adalah hari kita keempat tahun, bukannya merayakan hari jadi, aku malah merayakan hari perpisahan di tahun keempat ini. (Halaman 219) Data 33 " Iya ." "Papa gak sayang sama Alena? " Iya ." "Sedikit pun?" " Iya ." "Sampai kapan pun?" " Iya ." (Halaman 303)
Data di atas (25) di temukan repetisi atau pengulangan kembali pada kata yang sama. Pada data tersebut pengulangan kembali pada kata yang sama yaitu kata anak. Kata anak di ulang tiga kali, kata tersebut memberikan penekanan yang kuat pada makna dan perasaan yang ingin disampaikan.
Data di atas (26) ditemukan pengulangan kosa kata yang sama yaitu pada kata Alena. Kata Alena diulang empat kali. Kata yang di ulang digunakan untuk memberikan penekanan pada nama karakter dalam percakapan dan memperjelas siapa yang sedang berbicara atau menjadi fokus pembicaraan.
Data di atas (27) terdapat pengulangan kata pada data diatas yaitu kata upacara. Kata upacara di ulang empat kali pada data tersebut. Pengulangan yang telah terjadi digunakan untuk memberikan penekanan pada kata-kata tersebut dan memperkuat makna yang ingin disampaikan.
Data di atas (28) ditemukan kata yang sudah diulang, kata yang diulang posisi nya sama. Kata yang diulang yaitu kata apa-apa dan kenapa-kenapa. Pengulangan pada kata tersebut menggambarkan ketidakpastian, kebingungan, atau pertanyaan yang mungkin ada dalam pikiran seseorang. Hal ini dapat memperkuat pesan yang ingin disampaikan pada kalimat tersebut.
Data di atas (29) adanya pengulangan kembali pada kata gue. Pada data tersebut kata gue diulang sebanyak tiga kali. Tujuan dari pengulangan kata gue yaitu digunakan untuk memberikan penekanan pada orang yang sedang berbicara atau sebagai bentuk pengungkapan identitas diri.
Data di atas (30) di temukan pengulangan kata sebanyak 5 kali yaitu pada kata mereka. Pengulangan kata "mereka" terjadi dari kalimat pertama hingga kalimat kelima. Pengulangan ini bertujuan untuk memberikan penekanan pada orang atau kelompok yang sedang dibicarakan
Data di atas (31) di dapati pengulangan kata kembali pada data 31 yaitu kata papi, di ulang sebanyak lima kali. Tujuan dari pengulangan kata papi yaitu digunakan untuk memberikan penekanan atau ungkapan kasih sayang terhadap seorang anak.
Data di atas (32) ditemukan contoh pengulangan repetisi yaitu pada kata hari, yang di ulang sebanyak empat kali. Maksud dari pengulangan kata hari yaitu digunakan untuk memberikan penekanan pada konsep waktu yang sudah terjadi pada hari itu.
Data di atas (33) pada data di atas ditemukan pengulangan kata iya sebanyak empat kali. Kata iya digunakan pada kalimat tersebut bertujuan untuk memberikan penekanan atau konfirmasi terhadap pertanyaan yang sedang diajukan.
## b. Kolokasi
Kolokasi adalah persandingan kata-kata yang berbeda dalam sebuah lingkungan. Unsur yang digunakan secara berdampingan atau berasal dari lingkungan yang sama.
Data 34
" Aku tidak mencintai ibunya , maka anak itu tidak berhak mendapatkan kasih sayang dariku !". (Halaman 21) Data 35
Devan yang cukup tinggi dapat melihat ternyata disana ada perayaan ulang tahun , terbukti adanya hiasan berupa balon dan kue yang tersusun tiga tingkat . (Halaman 31)
Data 36 "Mas sadar biarpun kamu tidak mencintai Sonya, Alena tetap putri kandung kamu , tidak ada yang bisa menyangkal fakta bahwa dia darah daging kamu , Mas." (Halaman 45) Data 37 Tiba-tiba Caca menatap langit berubah menjadi gelap , tak lama kemudian satu demi satu titik air jatuh di langit kota Makassar . (Halaman 102) Data 38 " Lo mau ngomong apapun terserah Tiara, gue gak akan peduli sama omongan lo.
(Halaman 137) Data 39 Devan akhirnya limbung dan pingsan (Halaman 150) Data 40 Wanita itu sangat hancur , dia tidak bisa bangkit , jika saja Devan tidak berusaha menghibur sang ibu, mungkin wanita itu seperti mayat hidup. (Halaman 180) Data 41
Kini, Alena tengah berjalan di koridor sekolah sambil memegang beberapa buku paket yang sangat tebal, apalagi dia sudah lapar dan merasa haus karena tidak sempat sarapan pagi. (Halaman 225) Data 42 Dia masih saja mencambuk Alena, mulai dari tangan, betis, bahkan bagian punggung pun tanpa sisa. (Halaman 297) Data 43 Dimas dan Dinda menoleh melihat nur yang membuka pintu. (Halaman 299) Data 44 "Dia sudah di bawa ke pihak keamanan hotel, saya sudah menghubungi pihak berwajib. (Halaman 343) Data 45
Sementara Dimas sudah menangis, dia tahu jika Alena sudah tidak ada, putrinya sudah pergi . (Halaman 372)
Data di atas (34) bisa dilihat terdapat hubungan antara kalimat aku tidak mencintai ibunya dengan kalimat maka anak itu tidak berhak mendapatkan kasih sayang dariku. Kedua kalimat itu saking berhubungan dalam lingkungan yang sama untuk membantu kepadusn dalam kalimat tersebut.
Data di atas (35) ditemukan hubungan kalimat pertama dengan kalimat kedua yaitu perayaan ulang tahun dengan kalimat adanya hiasan berupa balon, dan kue yang tersusun tiga tingkat. Kalimat itu sesuai disandingkan untuk mendukung kesatuan kalimat itu sendiri.
Data di atas (36) menunjukkan adanya hubungan antara kalimat "putri kandung kamu" dengan kalimat "dia darah daging kamu". Kalimat pertama dan kalimat kedua memiliki hubungan yang erat dalam konteks yang sama, yang membantu menyatukan makna dalam kalimat tersebut.
Data di atas (37) di temukan hubungan kalimat pertama langit berubah menjadi gelap dengan kalimat kedua yaitu satu demi satu titik air jatuh di langit kota Makassar. Kalimat tersebut saling berhubungan yang menandakan bahwa air hujan akan turun dari langit secara bertahap di langit menyebabkan kondisi menjadi gelap.
Data di atas (38) menunjukkan adanya hubungan antara kata "terserah" dengan kata "gak akan peduli". Hubungan antara kedua kata tersebut adalah memberikan kebebasan kepada orang lain. Kedua kata tersebut saling terkait dalam konteks yang sama, yang membantu menyatukan makna dalam kalimat tersebut.
Data di atas (39) adanya hubungan kata yang di temukan pada kata limbung dan pingsan, yang artinya bahwa kedua kata ini menggambarkan keadaan seseorang yang kehilangan kesadaran atau tidak sadarkan diri. Kedua kata ini digunakan untuk membantu keselarasan pada kalimat tersebut.
Data di atas (40) ditemukan kalimat yang saling berhubungan yaitu pada kalimat wanita itu sangat hancur dengan kalimat dia tidak bisa bangkit. Kalimat ini sangat berhubungan karena keduanya menggambarkan kondisi yang sangat sulit atau kesulitan yang di alami oleh seorang wanita. Kalimat ini digunakan untuk membantu kesatuan dalam kalimat tersebut.
Data di atas (41) menunjukkan adanya hubungan antara kata "lapar" dan "haus" dalam kalimat tersebut. Hubungan antara kedua kata tersebut adalah keinginan untuk makan dan minum. Kedua kata ini saling terkait dalam konteks yang sama, yang membantu menyatukan makna dalam kalimat tersebut.
Data di atas (42) di temukan kata yang saling berhubungan yaitu tangan, betis, bahkan bagian punggung. Hubgan pada kata itu merupakan bahwa ketiganya merujuk pada bagian- bagian tubuh manusia. Ketiga kata itu di sandingkan pada kalimat tersebut untuk mendukung kesatuan pada kalimat tersebut.
Data di atas (43) di temukan hubungan antara kata menoleh dengan kata melihat pada kalimat tersebut. Keduanya berkaitan dengan tindakan mengarahkan pandangan atau
perhatian ke suatu arah ataupun objek. Kedua kata ini digunakan dalam kalimat untuk mendukung kepaduan kalimat itu sendiri.
Data di atas (44) di temukan hubungan antara kata pihak keamanan dan pihak berwajib, kedua kata ini saling berhubungan karena keduanya berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban dalam suatu lingkungan. Kata tersebut digunakan untuk membantu suatu keutuhan sebuah kalimat tersebut.
Data di atas (45) di temukan kalimat yang saling berhubungan yaitu Alena sudah tidak ada dan putrinya sudah pergi. Kalimat ini saling berhubungan karena menggambarkan bahwa putri seseorang telah pergi. Kalimat ini digunakan untuk membantu kepaduan pada kalimat tersebut.
## 2. Kohesi Gramatikal Dalam Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap”
Lestari 2019 (dalam Isninadia et al., 2023) Kohesi gramatikal adalah adanya keterkaitan antara bagian-bagian wacana secara gramatikal, yang berarti bentuk-bentuk kohesi gramatikal tersebut dinyatakan melalaui tata bahasa yang berupa pronominal, substitusi, ellipsis, dan konjungsi.
a. Pronominal
Pronominal adalah kata atau frasa yang digunakan sebagai pengganti kata benda (orang, tempat) dalam sebuah kalimat.
1. Persona Data 46 Aku gak benci kamu Nay, aku cuman ingin sekali saja ada diposisi kamu. (Halaman 13) Data 47 Kamu yang bawa aku kesini? Tanya Alena. (Halaman 17) Data 48 Senyumnya kalau cuma kita berdua aja. (Halaman 31) Data 49 Beruntung sekali anda memiliki putri seperti Alena yang membuat bangga orang tua. (Halaman 34) Data 50 Saya tidak sudi mengakui kamu sebagai putri saya! (Hal aman 35) Data 51 Lo, buat mereka bangga aja mereka ga pernah ngehargain Lo. (Halaman 111)
## Data 52
Alena, saya tidak kalah cantik dari dia , saya yakin Devan akan mencintai saya. (Halaman 156)
Data di atas (46) terdapat pronominal persona (kata ganti diri) pada kata aku. Data tersebut termasuk ke dalam bagian persona pertama
Data di atas (47) ditemukan pronomina persona kedua atau kata ganti orang yaitu pada kata kamu. Kata kamu digunakan untuk merujuk pada orang kedua atau lawan bicara.
Data di atas (48) ditemukan kata ganti orang kedua atau persona kedua yaitu kata kita. Kata kita merujuk pada diri sendiri atau pada orang lain ataupun kelompok yang termasuk dalam lingkup pembicaraan.
Data di atas (49) ditemukan persona kedua pada kata anda. Yang merujuk pada ganbaran atau karakteristik yang dimiliki oleh seseorang.
Data di atas (50) terdapat kata saya sebagai persona pertama atau kata ganti orang. Kata saya merujuk pada diri sendiri atau orang yang sedang berbicara.
Data di atas (51) ditemukan kata mereka yang termasuk pada persona ketiga. Kata mereka lebih merujuk pada lebih dari satu orang atau kelompok orang.
Data di atas (52) di temukan persona ketiga yaitu pada kata dia. Kata dia merujuk kepada orang ketiga tunggal, baik laki-laki maupun perempuan.
## 2. Demonstratif
Demonstratif ialah kata atau frasa yang digunakan untuk menunjukkan atau merujuk pada suatu objek atau lokasi tertentu dalam konteks pembicaraan.
Data 53
Gadis itu bernyanyi untuk dirinya sendiri dengan suara yang bergetar menahan isakan. (Halaman 6) Data 54
Dia mencari celah melihat siapa yang berada disana . (Halaman 32) Data 55
Mungkin kamu kenal kok sama dia, dia juga dalam perjalanan menuju sini juga, Lo. (Halaman 81)
## Data 56
Gapapa kali ini lo menolak pemberian gue, toh loh juga udah pernah minum pemberian gue kok. (Halaman 108)
Data di atas (53) terdapat kata demonstratif atau petunjuk yaitu pada kata itu. Kata itu pada kalimat ini bertujuan untuk membantu dalam menjaga kejelasan serta kekompakan saat berkomunikasi.
Data di atas (54) ditemukan kata petunjuk yaitu pada kata disana. Kata ini digunakan untuk memberi penunjukan terhadap suatu lokasi yang sedang menjadi fokus pembicaraan.
Data di atas (55) adanya kata petunjuk yang di temukan yaitu pada kata sini. Pada kata ini merujuk pada tempat yang dekat yang sedang di bicarakan oleh pembicara saat komunikasi.
Data di atas (56) ditemukan pronominal demonstratif yaitu pada kata ini. Kata tersebut merujuk pada suatu objek atau hal yang sedang menjadi fokus pembicaraan.
## 3. Empunya
Empunya adalah sebuah kata yang digunakan untuk merujuk kepada pemilik sutau objek yan dituju. Kata ini digunakan untuk menunjukkan kepemilikan atau hubungan pemilik terhadap suatu objek atau hal yang dimiliki.
Data 57
Didorong seperti itu membuat Alena akhirnya melangkah ke depan, ikut begabung dengan kedua murid lainnya. Mereka bertiga berdiri berdampingan, menunggu kepala sekolah memberikan ucapan selamat dan piala penghargaan lengkap dengan sertifikat. (Halaman 15) Data 58
Alena mengangguk dan mulai mengerjakan tugas nya . Tiba-tiba bunyi kursi di dekat Devan mengalihkan perhatiannya. (Halaman 55)
Data 59 Devan mengepalkan kedua tanggan nya dengan mata memerah.(Halaman 163) Data 60
Di atas kursi roda, Alena terharu medengar semua orang bernyayi lagu selamat ulang tahun untuk nya . (Halaman 363)
Data di atas (57) di temukan pronominal empunya pada kata mereka. Digunakan untuk menunjukkan kepemilikan atau hubungan pemilik terhadap suatu objek atau hal yang dimiliki oleh sekelompok orang.
Data di atas (58) kata nya yang terdapat pada kalimat pertama merujuk pada kata pertama yaitu Alena yaitu kata yang sudah di sebutkan pada kalimat sebelumnya bahwa kata tersebut ditujukan kepada kata Alena.
Data di atas (59) kata nya telah ditemukan pada kalimat pertama yang terakhir mengacu pada kata pertama yaitu berawal dari kata Devan. Pada kata nya telah ialah kata yang sudah di sebutkan sebelumnya bahwa kata tersebut ditujukan kepada kata Devan.
Data di atas (60) di temukan kata nya sebagai pronomina empunya pada kalimat kedua, yang sebelumnya kata itu sudah di sebutkan yang di tujukan pada kalimat pertama.
## 4. Penanya
Penanya adalah bentuk kata atau kalimat yang mengacu pada orang yang melakukan tindakan bertanya.
Data 61 "Apa salah Alena, Pa? Kenapa Alena harus menerima semua ini? (Halaman 35) Data 62 Siapa yang nganterin kamu? (Halaman 46) Data 63 Salah apa? Dokter Abdul menoleh pada lelaki yang berjalan disebelah nya. (Halaman 53) Data 64 "Lah, siapa juga yang nganggap Lo teman? (Halaman 64) Data di atas (61,62,63,64) telah ditemukan kalimat penanya yaitu yang digunakan untuk menanyakan atau merujuk kepada orang atau hal yang belum diketahui ataupun belum jelas dalam konteks percakapan yang ada pada teks.
## 5. Penghubung
Penghubung merupakan digunakan untuk menghubungkan kata atau frasa, atau klausa dalam sebuah kalimat. Tujuan dari kata penghubung ialah untuk membangun hubungan antra bagian-bagian kalimat sehingga ada keterkaitan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain.
Data 65
Devan mendongak dan cukup terkejut melihat siapa yang datang , Tiara teman sekelasnya yang cukup mengganggu. (Halaman 82) Data 66 Sementara Alena yang ditanya Caca masih melamun membuat Caca juga ikut merasakan apa yang sepupunya itu. (Halaman 172) Data 67
Gadis itu merasa tidak enak dengan keberadaan Nur di rumah ini, seolah ada bahaya yang mengintai dirinya, begitu pula dengan Nur, dia tidak menyukai anak menantunya tinggal disini. (Halaman 222)
Data di atas ( 65) di temukan kata penghubung pada data di atas yaitu kata yang terdapat pada kalimat pertama. Kata digunakan bertujuan untuk menghubungkan dua klausa atau frasa yang saling terkait secara makna.
Data di atas (66) ditemukan kata penghubung pada data di atas yaitu kata yang. Digunakannya kata penghubung pada data di atas untuk membangun sebuah kesatuan dalam teks tersebut.
Data di atas (67) di temukan kata penghubung pada data di atas degan kata yang. Kata yang digunakan pada teks tersebut untuk membantu kesempurnaan pada sebuah teks, adanya hubungan antara kalimat pertama dengan kalimat berikutnya.
## 6. Tak Tentu
Tak tentu yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak pasti atau tidak ditentukan dengan jelas.
Data 68
Alhasil, mereka jadi memilih untuk duduk bersama pasangan masing-masing . (Halaman 55) Data 69 Devan menyeringai, lalu membisikkan sesuatu telinga Alena. (Halaman 272) Data 70
Devan mempunyai alasan mengapa dia mengajak Alena quality time selama seminggu karena ada sesuatu yang mungkin setelah itu dia dan Alena akan semakin menjauh. (Halaman 274)
Data di atas (68) ditemukan pronominal tak tak tentu pada data di atas yaitu pada kata lalu. Kata lalu merujuk kepada objek atau tidak ditentukan dengan jelas keberadaannya ataupun dibicarakan tetap tidak dengan memiliki sebuah informasi yang jelas.
Data di atas (70) ditemukan pronominal tak tentu pada yaitu pada kata sesuatu. Kata sesuatu digunakan merujuk pada hal yang tidak spesifik atau tidak ditentukan dengan jelas.
## b. Substitusi
Substitusi adalah penggantian suatu unsur lainnya untuk mengganti unsur supaya memperoleh unsur pembeda dan menjelaskan unsur tertentu.
Data 71
Dinda dan Nayla merasa bersalah karena sikap Dimas yang terang-terangan menolak Alena untuk ikut dengan mereka , Alena tersenyum sangat tipis menatap papanya yang pergi. (Halaman 26) Data 72 Antoni dan Rani ikut menghampiri cucunya, mereka bersyukur Alena ada di sini dan muncul memperkenalkan dirinya di depan semua orang. (Halaman 34) Data 73
Alena dan Ara sudah sampai diseberang jalan sambil menunggu ice cream nya. Setelah selesai mereka mengambil ice cream itu dan hendak menyeberang jalan. (Halaman 348) Data di atas (71) menunjukkan adanya kata "mereka" yang berfungsi sebagai pengganti dalam kalimat sebelumnya. Penggantian kata tersebut mengacu pada frasa "Dinda dan Nayla" yang terdapat dalam kalimat pertama.
Data di atas (72) menunjukkan bahwa kata "mereka" digunakan sebagai pengganti dalam data tersebut. Penggunaan kata tersebut ditujukan kepada frasa "Antoni dan Rani" yang terletak pada kalimat pertama.
Data di atas (73) menunjukkan penggunaan kata "mereka" pada kalimat kedua dalam data tersebut. Penggantian kata tersebut mengacu pada frasa "Alena dan Araa" yang terdapat dalam kalimat pertama.
## c. Elipsis
Elipsis ialah penghilangan unsur bahasa yang seharusnya ada tetapi tidak diucapkan ataupun dituliskan dalam sebuah kata ataupun kalimat.
Data 74
"Devan kamu gak....." Ucapan Alena terhenti ketika penutup matanya terbuka dan mulutnya menganga lebar melihat apa yang ada dihadapannya. (Halaman 28) Data 75
"Pa, Alena butuh uang, kalau papa gak kasih uang ke aku, gimana sama....." (Halaman 124) Data 76 "Alena keluar." Devan mulai emosi karena Alena yang tidak mau menyerah. "Aku min....." (Halaman 184) Data 77 "Tapi...." "Aku mau tidur, kamu bisa keluar," ucap Devan berbaring membelakangi Alena. (Halaman 186) Data di atas (74) menunjukkan bahwa pada kalimat pertama terdapat bagian kata-kata yang dilepaskan atau dihilangkan. Bagian yang dihilangkan ditandai dengan lambang ".....". Dari ucapan tersebut, terdapat hal yang ingin diucapkan oleh pembicara namun tidak sempat diungkapkan secara lengkap.
Data di atas (75) ditemukan pada kalimat kedua penghilangan unsur yang seharusnya ada tetapi tidak diucapkan yaitu pada kata "gimana sama....." Penghilangan unsur tersebut terdapat pada lambang "....." Dari kalimat tersebut ada yang sesuatu yang ingi do ucapkan tetap terjadi penghilangan unsur.
Data di atas (76) ditemukan adanya penghilangan unsur pada data tersebut yaitu pada kalimat ketiga yaitu "aku min....." Terdapat ada kata-kata yang tidak dilanjutkan ataupun tidak diucapkan tetap, kata yang tidak di ucapkan tersebut terdapat lambang "....."
Data di atas (77) Terdapat penghilangan unsur bahasa yang seharusnya ada tetapi tidak diucapkan pada data tersebut yaitu pada kalimat pertama "tetapi....."dari kata ini ada sesuatu yang ingin di ucapkan tetapi tidak jadi diucapkan.
## d. Konjungsi
Konjungsi adalah hubungan yang mengindikasikan bagaimana sebuah kalimat atau klausa duhubungkan dengan kalimat ataupun klausa lain. Konjungsi juga merupakan unsur penyambung, konjungsi digunakan untuk menyambung unsur satu dengan unsur yang lain.
1. Konjungsi Adversatif (namun, tetapi) Data 78
Cukup. Dia sedang tidak mau memikirkan itu. Namun diam-diam, pikiran Dimas bersekutu untuk menyinggung keinginannya. (Halaman 45) Data 79 Setelah sarapan Alena bersiap-siap untuk berangkat. Tetapi , dia melirik Nayla meminta uang pada Dimas. (Halaman 197)
Data di atas (78) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung adversatif yang ditandai dengan kata "namun". Kata tersebut berfungsi sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.
Data di atas (79) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi adversatif yang ditandai dengan kata "tetapi". Kata tersebut memiliki fungsi dalam menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua.
## 2. Konjungasi Kausal (sebab, karena) Data 80
Dimas menatap kepergian dokter abdul dan dokter muda tadi dengan tatapan heran. Sebab melihat gestue dokter abdul yang berbisik kepada anak tersebut, jelas begitu membingungkan. (Halaman 52)
Data 81 "Ini semua karena kalian yang selalu mendesak kami memiliki anak, dari awal pssernikahan saya dan Dimas, kami berdua sepakat tidak mau punya anak. (Halaman 90)
Data di atas (80) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi kausal yang ditandai dengan kata "sebab". Kata tersebut berfungsi sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.
Data di atas (81) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi kausal yang ditandai dengan kata "karena". Kata tersebut berfungsi sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.
## 3. Konjungsi Korelatif (apalagi, demikian) Data 82
Bima yang sedang diinterogasi caca melihat rara menangsi, dia tidak tega melihat ibu dari sahabatnya itu terlihat sedih, apalagi dia tahu masalah apa yang sedang dihadapi reni. (Halaman 165)
Data di atas (82) bisa di lihat adanya kata sambung konjungsi korelatif yang di tandai dengan kata apalagi. Pada kata tersebut hanya berfungsi sebagai kata penghubung antara kalimat kedua dengan kalimat ke tiga.
4. Konjungsi Subordinatif (meskipun, kalau)
Data 83
Terserah, lagian sekarang aku berusaha cinta sama tiara, selama ini aku sadar kalau kita berdua lebih cocok, dibanding aku sama kamu. (Halaman 193) Data 84
Kamu bukan bagian saya, lebih baik kamu pergi ke rumah mama kamu itu pun kalau dia menerima kamu. (Halaman 303) Data 85
Aku yakin, aku pasti bisa dapatin apa yang aku mau. Aku tunggu keputusan kamu dan aku pastikan Alena akan hancur. Meskipun nanti Lo dan papa Lo berhasil dengan rencana kalian, sampai kapan pun gue gak bakalan cinta sama Lo. (Halaman 178)
Data di atas (83) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi subordinatif yang ditandai dengan kata "kalau". Kata tersebut berfungsi sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.terdapat kata sambung konjungsi subordinatif yang ditanda dengan kata kalau.
Data di atas (84) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi subordinatif, yaitu pada kata "kalau". Kata tersebut berfungsi sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.di temukan adanya kata sambung konjungsi subordinatif yaitu pada kata kalau.
Data di atas (85) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi subordinatif, yaitu pada kata "meskipun". Kata tersebut digunakan untuk menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua.
## 5. Konjungsi Temporal (sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian) Data 86
Balasan Alena membuat Devan tersenyum mengacak rambut Alena. Kemudian , ia turun membuka pintu mobil. (Halaman 27) Data 87 Sementara Bima dan Devan belum sadar akibat pukulan anak buah Wina di lehernya. Tak lama kemudian , Devan mengerjapkan matanya dan merasakan sakit di lehernya. (Halaman 158) Data di atas (86) menunjukkan adanya penggunaan kata sambung konjungsi temporal yang ditandai dengan kata "kemudian". Kata tersebut berfungsi sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.
Data di atas (87) memiliki kesamaan dengan data (86) dalam hal penggunaan kata sambung konjungsi temporal "kemudian". Kata tersebut digunakan sebagai penghubung antara kalimat pertama dan kalimat kedua.
## B. Koherensi Dalam Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap”
Tarigan (2008), dalam (R. F. Lestari, 2019) Koherensi adalah kepaduan makna dalam suatu wacana. Keselarasan ini terwujud dalam sebuah paragraf ketika kalimat-kalimat yang membentuk paragraf tersebut terjadi secara logis dan gramatikal, serta saling terkait untuk mendukung gagasan utama. Keberadaan koherensi sangat penting untuk membangun hubungan batin antara bagian-bagian dalam paragraf. Berikut beberapa hubungan yang ditemukan dalam koherensi pada novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap” Karya Sanniyah Putri Salsabilah Said:
1. Hubungan Sebab-Akibat
Hubungan sebab-akibat merupakan hubungan yang kalimat pertamanya menyatakan sebab. Kemudian kalimat berikutnya berupa akibat.
Data 88 Alena harus hemat, Alena gak mau beban papa bertambah hanya karena apa yang Alena miliki. Nanti papa semakin sibuk mencari nafkah dan gak punya waktu . (Halaman 12)
Data 89 Karena sedari kecil Alena tidak pernah diberikan sesuatu yang terkesan mewah. Alena sudah menanamkan di pikirannya untuk hidup sederhana saja . (Halaman 28) Data 90 Aku tidak pernah mencintai ibunya , maka anak itu tidak berhak mendapatkan kasih sayang. (Halaman 21) Data 91
Alena sudah tidak tahan, dia kabur dan meninggalkan mereka di sana . Nayla beringsut ketakutan dan memeluk Dinda akibat bentakan Dimas. (Halaman 36)
Data 92 Karena ada acara yang cukup panjang, maka pihak sekolah membubarkan muridnya lebih awal. (Halaman 66) Data 93 Baiklah karena jam pelajaran kita sudah hampir habis, maka ibu akan menutup pertemuan kita hari ini dan dilanjutkan minggu depan, sampai jumpa selamat beristirahat. (Halaman 105)
Data 94 Karena lo adalah orang spesial bagi gue. Gue berharap apapun yang gue lakukan bisa membuat lo lupa sama dia . (Halaman 285)
Data di atas (88) kalimat pertama menyatakan sebab yaitu karena Alena harus hemat dia tidak ingin beban papanya bertambah. Pada kalimat kedua merupakan akibat yang menyatakan nanti papa semakin sibuk mencari nafkah.
Data di atas (89) pads kalimat pertama menyatakan sebab yaitu karena sedei kecil Alena tidak pernah diberikan sesuatu yang terkesan mewah, maka yang menjadi akibatnya terdapat pada kalimat kedua menanamkan untuk hidup sederhana.
Data di atas (90) data di atas yang menjadi sebab terdapat pada kalimat pertama yang menyatakan bahwa tidak pernah mencintai, maka yang menjadi akibat dari data di atas yaitu maka anak itu tidak berhak mendapatkan kasih sayang.
Data di atas (91) kalimat pertama menyatakan sebab yaitu Alena sudah tidak tahan. Lalu yang menjadi akibat nya terelak pada kalimat kedua yaitu dia kabur dan meninggalkan mereka disana.
Data di atas (92) pada pertama menyatakan sebab yaitu karena ada acara yang cukup panjang. Akibat yang terdapat pada data di atas yaitu maka pihak sekolah membubarkan muridnya yang terletak pada kalimat kedua.
Data di atas (93) pada kalimat pertama menyatakan sebab yaitu karena jam pelajaran sudah habis. Yang menjadi akibatnya terletak pada kalimat kedua yaitu maka ibu Kana menutup pertemuan kita dan dilanjutkan minggu depan.
Data di atas (94) bagian sebab yang terdapat pada kalimat pertama yaitu karena lo adalah orang spesial. Lalu yang menjadi akibat dari data tersebut terletak pada kalimat kedua yaitu berharap apapun yang gue lakukan membuat lo lupa sama dia.
## 2. Hubungan Akibat-Sebab
Hubungan akibat-sebab merupakan hubungan yang kalimat pertamnya menyatakan akibat. Kemudian kalimat berikunya menyatakan sebab.
Data 95
Alena menyadari mengapa Dimas saat itu hanya memberikan lilin dan alat pemantik , itu karena Alena memang tidak berhak mendapat kasih sayang sama seperti Nayla. (Halaman 9) Data 96 Dinda berlari di lorong rumah sakit karena mendapat info dari Bi Mina yang diberi tahu oleh Pak Tarno jika semalam Alena pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. (Halaman 50) Data 97
Alena tidak semangat berangkat ke sekolah karena kejadian semalam ditambah Devan tidak membalas pesannya. (Halaman 136) Data 98 Papa menyesal , kenapa tidak dari dulu papa memberikan kasih sayang seorang ayah, gengsi papa terlalu besar . (Halaman 380)
Data di atas (95) Kalimat pertama merupakan akibat yaitu Dimas hanya memberikan lilin dan alat pemantik. Kemudian kalimat kedua merupakan sebab yaitu Alena memang berhak tidak mendapat kasih sayang.
Data di atas (96) yang menjadi akibat dari data di atas yaitu Dinda berlari dilorong rumah sakit. Kemudian yang menjadi sebab nya yaitu karena mendapat info dari Bi Mina yang diberitahu oleh pak Tarno jika semalam Alena pingsan.
Data di atas (97) akibat yang terdapat pada data di atas yaitu Alena tidak semangat berangkat sekolah lalu yang menjadi sebab nya yaitu karena kejadian semalam ditambah Devan tidak membalas pesannya.
Data di atas (98) akibat nya terletak pada kata pertama yaitu papa menyesal. Kemudian sebab nya dilanjut pad skata pertama tersebut yaitu tidak dari dulu papa memberikan kasih sayang seorang ayah, gengsi papa terlalu besar.
## 3. Hubungan Alasan-Tindakan
Hubungan alasan-tindakan ialah hubungan yang dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan alasan bentuk tindakan yang dinyatakan pada kalimat.
Data 99
Malas berdebat dengan Alena yang pasti akan menemukan alasan untuk menyanggah. Devan akhirnya mengalah . (Halaman 18) Data 100
Balasan Alena membuat Devan tersenyum mengacak rambut Alena. Kemudian, ia turun membuka pintu mobil . Devan mengulurkan tangannya untuk Alena untuk membantu Alena keluar. (Halaman 27) Data 101 Alena mihat Caca yang ketakutan pun merasa kasihan, sehingga dirinya lah yang maju dan mengakui kalau dia yang membuat Nayla jatuh . (Halaman 258) Data 102
Caca sudah masuk dan melihat keluarga besarnya sudah ada di dalam, begitupun dengan Dinda, Nayla, dan juga Nur. Namun Caca masih mencari keberadaan Dimas tapi nihil . (Halaman 336)
Data di atas (99) yang menyatak alasan terdapat pada kalimat pertama yaitu malas berdebat dengan Alena. Kemudian yang menjadi tindakan terdapat pada kalimat kedua yaitu Devan akhirnya mengalah.
Data di atas (100) Alena membuat Devan tersenyum mengacak rambut Alena bagian ini merupakan alasan yang terdapat pada kalimat pertama. Kemudian ia membuka pintu mobil merupakan bagian tindakan yang terdapat pada kalimat kedua.
Data di atas (101) bagian alasan terdapat pada kalimat pertama yaitu Alena yang melihat Caca pun marasa ketakutan. Bagian tindakan terdapat pada kalimat kedua yaitu sehingga dirinya lah yang maju kalau dia yang membuat Nayla jatuh.
Data di atas (102) alasan terdapat pada kalimat Caca sudah masuk dan melihat keluarga besarnya sudah ada di dalam. Kemudahan bagian tindakan terdapat pada kalimat namun Caca mencari keberadaan Dimas tapi masih nihil.
## 4. Hubungan Latar-Simpulan
Hubungan latar-simpulan merupakan hubungan yang pertama menyatakan latar dan kalimat kedua menyatakan kesimpulan.
Data 103 Alena hanyalah kelelahan dan juga sepertinya dia banyak pikiran, jadi saya sarankan untuk dirawat selama dua hari kedepan. (Halaman 51) Data 104
Reni begitu marah melihat sang putra berbicara tidak sopan , dia tahu mantan suaminya sudah menghancurkan rumah tangga mereka . Namun berdamai dengan masa lalu itu lebih indah dibanding terus menaruh dendam karena hal tersebut justru semakin melukai diri sendiri . (Halaman 75) Data 105
Sudah tiga puluh menit Alena mencari jawaban pada tugasnya ini tapi belum juga, begitulah jika kita mengerjakan siklus akuntansi, kita harus teliti mengerjakan setiap transaksi, jika salah satu transaksi yang kamu edit salah akun, maka sampai tahap akhir semuanya akan salah . (Halaman 199) Data 106 Alena jangan tinggalin papa! Teriak Dimas masih histeris melihat putri yang pernah dianggapnya mati , kini sudah pergi meninggalkannya dengan nyata. Putri yang selalu dilukainya. Dimas menyalahkan diri tidak bisa melihat wajah Alena terakhir kalinya, ini adalah hukuman paling berat . (Halaman 273)
Data di atas (103) pada kalimat pertama merupakan pertanyaan yaitu latar. Lalu yang menjadi simpulan yaitu terletak pada kalimat kedua yang ditandai dengan kalimat jadi saya sarankan untuk dirawat selama dua hari kedepan. Kalimat ini menyatakan kalimat simpulan karena pertanyaan pada kalimat pertama lalu ada simpulan pada kalimat berikutnya.
Data di atas (104) kalimat pertama merupakan pernyataan. Lalu simpulan pada data di atas terletak pada kalimat kedua yang menyatakan Nami berdamai dengan masa lalu lebih Indang dibanding terus menaruh dendam. Dikatakan sebagai simpulan karena dinyatakan dengan salah satu kalimat simpulan atas pertanyaan pada kalimat lainnya.
Data di atas (105) pertanyaan pada kalimat pertama merupakan bagian latar yaitu sudah tiga puluh menit Alena mencari jawaban. Yang menjadi kesimpulan terdayoads kalimat begitulah ketika kita mengerjakan siklus akuntansi, kita harus teliti mengerjakan setiap transaksi, jika salah satu transaksi yang kamu edit salah akun, maka sampai tahap akhir semuanya akan salah.
Data di atas (106) Pertanyaan pada kalimat di atas merupakan bagian latar. Bagian kesimpulan pada data di atas ialah Dimas menyalahkan diri sendiri tidak bisa melihat wajah Alena terakhir kalinya, ini adalah hukuman paling berat.
## 5. Hubungan Syarat-Hasil
Hubungan syarat-hasil yaitu hubungan yang salah satu bagiannya menjawab pertanyaan ataupun sebuah syarat dari sebuah kalimat yang dinyatakan. Koherensi dinyatakan dengan salah satu kalimat menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat lainnya.
Data 107
Cepat atau lambat kamu akan memutuskannya Devan, jadi papi beri saran putuskan gadis itu sekarang jika tidak ingin seseorang yang berharga di hidup kamu sedih. Langkah Devan terhenti. " Sampai kapan pun saya tidak akan memutuskannya!! " (Halaman 18) Data 108 Lalu kemana anak itu? Kamu tuh harusnya menjaga dia Dimas meskipun kamu membenci anak itu , kalau seperti ini bagaimana? Kita bisa dikatakan orang tua tidak berguna diluaran sana . (Halaman 152) Data 109 Saya sudah mengatakan kepada anda maksud saya, saya hanya ingin putra anda dan putri saya bertunangan , lalu saya akan kembali berinvestasi di perusahaan ibu sehingga perusahaan ini tidak akan terancam bangkrut . (Halaman 155)
Data di atas (107) dari data di atas bagian syarat adalah putuskan gadis itu sekarang. Yang menjadi bagian hasilnya yaitu jika tidak ingin seseorang yang berharga di hidup kamu sedih.
Data di atas (108) terdapat bagian syarat yang terletak pada kalimat kedua yaitu kamu tuh harusnya menjaga dia Dimas. Yang menjadi hasilnya yaitu pada kalimat ke tiga kita bisa dikatakan orang tua tidak berguna diluaran sana.
Data di atas (109) dari data di atas bagian syarat yaitu saya hanya ingin putra anda dan putri saya bertunangan, lalu saya akan berinvestasi ke perusahaan ibu. Bagian hasil adalah sehingga perusahaan ini tidak akan terancam bangkrut.
## 6. Hubungan Pebandingan
Hubungan perbandingan adalah hubungan yang dinyatakan pada kalimat pertama dibandingan dengan kalimat selanjutnya.
Data 110
Nayla juga sudah remaja tapi kamu selalu memberikannya surprise setiap tahun, dan kepada alena kamu tidak mau. (Halaman 7) Data 111
Papanya itu selalu bersikap kejam pada Alena. Berbeda jika bersama Nayla, maka Dimas ramah seperti seorang ayah pada umumnya. (Halaman 9) Data 112
Ternyata mama lebih kejam dari yang Alena pikir, Alena sakit tapi Alena dipaksa pulang sama papa, Alena butuh kalian tapi kalian tidak butu Alena. (Halaman 62) Data 113
Coba bandingkan mana yang lebih buruk aku atau kamu? Kamu sudah berani menamparnya hanya karena kamu marah dan mengungkapkan identitasnya. (Halaman 92) Data 114
Mentang-mentang pintar jadi remehin Caca, Ingat yah Alena gue itu gak bodoh cuman otak gue tertunda pintar, abisnya otak gue digigit kuntilanak pas dalam kandungan. (Halaman 199) Data 115
Emang benerkan? Kakak itu haus kasih sayang sama papa dan mama, makanya kakak iri sama aku yang dari kecil sudah disayang penuh cinta dari papa , kakak itu seperti pengemis menyedihkan. (Halaman 288)
Data di atas (110) hubungan perbandingan ditunjukkan dengan adanya kata tapi pada kalimat tersebut yaitu Nayla juga sudah remaja tapi kamu selalu memberikannya surprise setiap tahun, dan kepada alena kamu tidak mau. Adanya perbandingan antara Nyla dengan Alena antara orang tua atau ayah mereka.
Data di atas (111) terlihat adanya perbandingan pada kalimat tersebut bahwa papanya selalu bersikap kejam pada Alena. Berbeda dengan Nayla maka Dimas ramah seperti seorang ayah pada umumnya.
Data di atas (112) dari data di atas terlihat adanya perbandingan pada kalimat tersebut yang menyatakan bahwa mama lebih kejam dari yang Alena pikir.
Data di atas (113) dari kalimat di atas terlihat bahwa adanya perbandingan dari kalimat pertama yaitu coba bandingkan yang lebih buruk aku atau kamu.
Data di atas (114) dari kalimat tersebut dapat dilihat adanya perbandingan yaitu pada kalimat pertama mentang-mentang pintar jadi remehin Caca.
Data di atas (115) dapat dilihat adanya perbandingan pada kalimat di atas yaitu Kaka itu haus kasih sayang sama papa dan mama, makanya Kaka iri sama aku yang dari kecil sudah disayang penuh cinta dari papa.
## 7. Hubungan Amplikatif
Hubungan amplikatif merupakan hubungan yang menyatakan penegasan yaitu gagasan pada kalimat pertama di pertegas oleh gagasan kalimat selanjtnya.
Data 116
Di sekolah ini, Alena memang di kenal sebagai siswi yang berprestasi. Gadis itu selalu meraih juara satu di setiap cabang lomba yang diikutinya. Bahkan prestasi Alena ini sudah dikenal diberbagai kalangan, Alena pernah di undang salah satu stasiun TV lokal karena pernah menjuarai lomba di luar negeri, pernah juga masuk di Pojok Bintang, sebuah harian berita Makassar. (Halaman 15)
Data 117
Alena melihat rumahnya sudah sepi , tak ada lagi kakek dan neneknya di sini, ruang tamu tempat perdebatan juga sudah kosong . Itu tandanya perdebatan sudah usai. (Halaman 25) Data 118 Karena tidak merasa enak badan dan tidak fokus dalam belajar, Alena memutuskan untuk ke UKS seperti saran Bu Ningsih. (Halaman 140) Data 119
Tubuh Alena semakin kurus , sehelai rambutpun sudah tidak ada lagi yang tumbuh dikepalanya . (Halaman 325)
Data di atas (116) hubungan amplikatif dapat di lihat dari kalimat pertama, kedua, dan ketiga. Di sekolah ini, Alena dikenal sebagai siswi yang berprestasi. Gadis itu selalu meraih juara satu distiap cabang lomba yang diikutinya. Bahkan prestasi Alena ini sudah dikenal di berbagai kalangan. Teks tersebut menunjukkan adanya gagasan pada kalimat pertama di pertegas oleh kalimat selanjutnya.
Data di atas (117) hubungan amplikatif dari data di atas dapat dilihat dari kalimat pertama dengan kalimat kedua yaitu Alena melihat rumahnya sudah sepi, tak ada lagi kakek dsn neneknya di sini, ruang tamu tempat perdebatan juga sudah kosong. Data tersebut menunjukkan adanya penegasan pada kalimat pertama dengan kalimat kedua.
Data di atas (118) adanya penegasan antara kalimat pertama dengan kalimat selanjutnya sehingga menunjukkan adanya hubungan amplikatif.
Data di atas (119) kalimat tersebut dapa di lihat adanya hubungan antara kalimat pertama dengan selanjutnya yang, kalimat pertama dipertegas oleh kalimat kedua.
## 8. Hubungan Aditif
Hubungan aditif adalah hubungan yang bersangkutan denganwaktu, baik yang merupakan simultan maupu berurutan.
Data 120 "Mas , berapa banyak lagi waktu yang kamu butuhkan untuk menerima Alena? Usinya sudah 17 tahun sebentar lagi menjadi dewasa . (Halaman 45) Data 121 Bi Mina yang semalam dibangunkan paksa oleh Pak Tarno untu ikut menemaninya mengantarkan Alena ke rumah sakit hanya tertunduk. (Halaman 50)
## Data 122
Hujannya tidak akan pernah berhenti nak, sekarang sudah memasuki musim hujan jadi kami membutuhkan ini, sebentar lagi pukul 7 hanya ada 30 menit lagi sebelum gerbang sekolahnya ditutup. (Halaman 95) Data 123 Pagi hari , Dimas mengerjapkan mata dan meringis pelan. (Hal 213) Data 124
Tujuh belas tahun Len, lo udah umur segitu tapi hasilnya masih sama gak ada yang berubah. (Halaman 260)
Data di atas (120) ditemukan kalimat Usinya sudah 17 tahun sebentar lagi menjadi dewasa. Yang menandakan bahwa terdapat hubungan aditif temporal karena kalimat tersebut menunjukkan adanya hubungan waktu.
Data di atas (121) di temukan kata yang mengandung hubungan aditif yaitu semalam. Kata semalam menandakan adanya hubungan aditif yang menunjukkan waktu pada kalimat di atas.
Data di atas (122) terdapat kalimat yang menunjukkan hubungan aditif yaitu sebentar lagi pukul 7 hanya ada 30 menit lagi. Kalimat ini menunjukkan adanya hubungan aditif yang bersangkutan dengan waktu.
Data di atas (123) terdapat hubungan aditif pada kalimat di atas yaitu pagi hari. Yang menunjukkan adanya hubungan waktu dari kata pertama memperjelas ke kata selanjutnya.
Data di atas (124) terdapat kalimat hungan aditif temporal yang bersangkutan dengan waktu terdapat pada kalimat pertama yaitu tujuh belas tahun Len.
## 9. Hubungan Identifikasi
Hubungan identifikasi merupakan hubungan yang dinyatakan dengan gagasan pada kalimat pertama dan diidentifikasi pada kalimat berikutnya.
Data 125
Natasha, sahabat Alena sekaligus sepupu dari papanya , hanya Natasha yang menjadi sahabat dekatnya . (Halaman13) Data 126 Dia kalah, dia sudah kehilangan segalanya , dia tidak mau jika Devan harus bertunangan dengan gadis yang tidak dicintainya . (Halaman 181) Data 127 Caca tidak peduli lagi dengan traumanya, dia harus menemui om nya itu dan menanyakan keberadaan Alena. (Halaman 311)
Data di atas (125) terdapat penjelasan siapa Natasha bagi Alena yaitu Natasha merupakan sepupu sekaligus sahabat Alena.
Data (126) terdapat penjelasan antara kalimat pertama dengan kalimat selanjutnya yaitu kata dia.
Data di atas (127) terdapat penjelasan dari kalimat pertama dengan kalimat selanjutnya yaitu Caca yang tidak peduli lagi, dia harus menemui om nya itu.
## 10. Hubungan Generik-Spesifik
Hubungan generic-spesifik yaitu hubungan yang dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan agagsan umum atau luas. Kalimat berikutnya menyatakan khusus atau sempit. Data 128
Kini, Alena telah sampai di sekolah tercintanya yaitu SMK PELITA di kota Makassar tempat tinggal. (Halaman 13) Data 129 Jadi seperti di soal ini , sudah ada nilai nominal , tanggal terbit , tanggal jatuh tempo , dan bunganya , kamu tinggal cari nilai jatuh temponya. (Halaman 104) Data 130 Setelah pelajaran terakhir selesai, kini bel berbunyi menandakan semua murid SMK Pelita Makassar sudah boleh kembali merimah masing-masing. (Halaman 110) Data di atas (128) hubungan generik di sebutkan pada kata sekolah kemudian kalimat selanjutnya menjelaskan hubungan spesifik yaitu SMK PELITA di kota Makassar.
Data di atas (129) hubungan generik pada data ini yaitu kata soal selanjutnya hubungan spesifik yaitu nilai nominal, tanggal terbit, tanggal jatuh tempo, dan bunganya yang bagian ini dijelaskan pada soal tersebut.
Data di atas (130) ditemukan hubungan generik yaitu pelajaran. Kemudian hubungan spesifik yaitu murid.
## 11. Hubungan Spesifik-Generik
Hubungan spesifik-generik merupakan hubungan yang dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan khusus atau sempit, sedangkan generik kalimat berikutnya menyatakan gagasan umum atau luas.
Data 131 Dari kejauhan mereka melihat beberapa orang menggunakan almamater merah , hijau , kuning dan merah tua. (Halaman 65) Data 132 Alena adalah murid idaman semua laki-laki disekolahnya , selain cantik dan baik, Alena adalah siswi terpintar dan prestasi yang selalu membanggakan nama sekolah. (Halaman 84) Data 133
Pelajaran pertama yang mereka pelajari yaitu akuntasi keuangan. Salah satu produktif yang dibawakan Bu Ningsih guru yang terkenal galak tapi cantik. (Halaman 103) Data di atas (131) di temukan hubungan spesifik pada data di atas mereka lalu bagian hubungan generik yaitu orang.
Data di atas (132) terdapat hubungan spesifik yaitu Alena adalah murid idaman. Kemudia yang menjadi hubungan generik di sekolahnya.
Data di atas (133) adanya hubungan spesifik yaitu mereka lalu terdapat hubungan generik yaitu guru.
## 12. Argumentatif
Argumentatif (alasan), yaitu kalimat kedua menyatakan argument bagi pendapat yang dinyatakan kalimat pertama.
## Data 134
Itu teguran dari Tuhan supaya kamu sadar karena telah mengabaikan anak yang harusnya kamu jaga, kamu sayangi, kamu cintai bukan malah menyakitinya. (Halaman 90)
## Data 135
Meskipun kamu sudah merawat saya semalam, jangan berpikir kalau saya akan berterima kasih, sebenarnya saya tidak sudi dirawat sama kamu, tapi karena kami yang berinisiatif sih gapapa, itung-itung balas budi numpang di rumah ini. (Halaman 220)
## Data 136
Saya mencoba ikhlas menerima kenyataan itu, tapi tidak bisa! Bu Sonya tega meninggalkan kami tanpa betanggung jawab! Saya gila, saya depresi, berkali-kali saya menculik Alena dan hendak membunuhnya tapi bayangan anak saya selalu muncul, dia tidak ingin saya membunuh temannya, dia tidak ingin tangan saya membunuh orang! Tapi hati saya tidak puas jika saya tidak melukai mereka metaka berdua walaupun hanya sedikit. (Halaman 350)
## Data 137
Kisah kita ini aku namakan Lilin, mengapa? Aku ingin memberikan cahaya agar kita bisa melihat kebahagiaan bukannya kegelapan yang melukai kamu. Lilin itu tidak akan pernah padam sampai batanganya habis terbakar oleh api. Jika padam, akulah yang akan menyalakannya kembali agar sinar kehidupan kita terus menyala sampai kapan pun. (Halaman 384)
Data di atas (134) adanya pernyataan argumen pada data di atas yaitu mulai dari kalimat pertama hingga akhir.
Data di atas (135) data tersebut menjelaskan adanya argumen ataupun pendapat yang di ucapkan oleh si tokoh yang ada pada novel tersebut.
Data di atas (136) terdapat sebuah pendapat dari teks tersebut yang memberikan argumen bahwa mencoba ikhlas menerima kenyataan tetapi tidak bisa.
Data di atas (137) adanya argumsen yang di berikan tokoh tersebut. Yang mengatakan bahwa lilin itu tidak akan pernah padam sampais batanganya habis terbakar oleh api.
C. Implikasi Kohesi dan Koherensi Pada Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap” Karya Sanniyah Putri Salsabilah Said Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII
## SMP Negeri 11 Medan
Sesuai dengan pembelajaran bahasa Indonesia siswa mempelajari beberapa aspek penting seperti kaidah tata bahasa, keterampilan membaca dan menulis, memahami teks, serta pengenalan berbagai jenis teks, seperti cerpen, novel, laporan, puisi, dan sebagainya.
Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap” Karya Sanniyah Putri Salsabilah Said yang di implikasikan ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII SMP di semester genap. Pembelajaran bahasa Indonesia yang di implikasikan mengarah kepada keterampilan menulis siswa. Siswa belajar mengenali dan menggunakan tanda kohesi, seperti penggunaan tanda penghubung, penggunaan sinonim, antonimi dan sebagainya. Selain itu, siswa juga diajarkan bagaimana membangun koherensi antara kalimat-kalimat dalam paragraf atau teks secara keseluruhan.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP, terutama dalam mengembangkan keterampilan menulis siswa. Fokus pembelajaran akan difokuskan pada pemahaman tentang kohesi dan koherensi dalam bahasa. Kohesi dan koherensi memiliki berbagai jenis yang berbeda, sehingga siswa dapat membedakan dan mengaplikasikan jenis kohesi dan koherensi yang sesuai dalam penulisan mereka. Sehingga siswa dapat meningkatkan keterampilan menulisnya sesuai dengan jenis kohesi seperti sisnonimi, antonimi, konjungsi, dan lain sebagainya. Kemudian dapat meningkatkan keterampilan menulisnya pada bagian jenis koherensi untuk membangun kepaduan makna dalam wacana.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pembacaan dan pencarian yang dilakukan oleh peneliti pada novel "Lilin: Terang Itu Membuat Hidupku Gelap" karya Sanniyah Putri Salsabilah Said. Peneliti menemukan banyak data yang mengandung jenis kohesi dan koherensi, yang kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Diharapkan bahwa penelitian ini dapat membantu guru dalam mengajar bahasa Indonesia, terutama dalam mengembangkan keterampilan menulis siswa terkait dengan jenis kohesi dan koherensi.
## 4. Penutup
Berdasarkan hasil data yang sudah ditemukan, penelitian ini memiliki implikasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII SMP Negeri 11 Medan. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama dalam megembangkan keterampilan menulis siswa. Siswa juga dapat diajarkan membangun kohesi dan koherensi antara kalimat-kalimat dan paragraf atau teks secara keseluruhan. Novel Lilin “Terang Itu Membuat Hidupku Gelap” Karya Sanniyah Putri Salsabilah Said relevan untuk dibaca oleh semua kalangan yang bercerita tentang seorang remaja perempuan tokoh yang bernama Alena yang dikenal sebagai siswi berprestasi di sekolahnya. Walaupun keberhasilannya tidak pernah dihargai oleh orang tuanya. Selain penulis berhasil menciptakan alur cerita yang logis novel ini juga mendapatkan respon yang cukup positif dari pembaca.
## References
Darmawati. (2021). Analisis Kohesi dan Koherensi Karangan Mahasiswa Informatika Kelas 1D Universitas Cokroaminoto Palopo. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, Dan Sastra , 7 (1), 295–306. https://doi.org/10.30605/onoma.v7i1.1183
Fatimatulfarida, F., & Dwi Turistiani, T. (2023). Kohesi Dan Koherensi Dalam Teks Cerita Sejarah Karya Siswa Kelas Xii Sma Negeri 20 Surabaya. Transformatika: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya , 7 (2), 243. https://doi.org/10.31002/transformatika.v7i2.7740. Hutagalung, H. G., & Hasibuan, R. (2022). Analisis Kohesi dan Koherensi pada Novel Rindu Karya Tere Liye. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(4), 4576-4599.
Isninadia, D., Karyadi, T., Waruwu, Y., Siallagan, L., Basataka, J., Silaban, E. M., Dana, I. P.,
Zahra, K., & Nasution, K. Z. (2023). “Terbang” Karya Ayu Utami . 6 (1), 28. Kohesi, A., Koheresi, D. A. N., Dalam, W., Linggar, A., & Astutik, S. (2021). Analisis kohesi dan koheresi wacana dalam berita kriminal . 1 (01), 110–133.
Lestari, D. P. dkk. (2021). Kohesi Dan Koherensi Dalam Cerita Anak Baazilun Yafqidu Sanamuhu. Allahjah , 4 (1), 58–66.
Lestari, R. F. (2019). Kohesi dan Koherensi Paragraf dalam Karangan Narasi Mahasiswa Teknik Angkatan 2017 Universitas PGRI Banyuwangi. KREDO : Jurnal Ilmiah Bahasa Dan Sastra , 3 (1), 73–82. https://doi.org/10.24176/kredo.v3i1.3924
Meliuna, T., Surastina, & Wicaksono, A. (2022). Kajian Unsur Intrinsik Dalam Novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia (Suatu Tinjauan Struktural Semiotik). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Bandar Lampung , 4 (2),
1–14. https://www.stkippgribl.ac.id/eskripsi/index.php/warahan/article/view/364.
Nirwana, N., & Ratna, R. (2023). Analisis Kohesi dan Koherensi dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqt. Transformatika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 7(1), 52-61.
Nurkholifah, A., Supriadi, O., & Mujtaba, S. (2021). Analisis Kohesi dan Koherensi pada Isu Nasional di Media Online Kompas.com dan Jawapos.com Edisi April 2021. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan , 3 (6), 4309–4319. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i6.1279 Rohmah, K. R., Wulandari, R. S., Ponorogo, I., & Ponorogo, S. P. (2023). KARYA NUGROHO NOTOSUSANTO . 3 (April), 28–38.
Rosita, I., & Syahadah, D. (2022). Referensi Endofora Dalam Sebuah Cerpen “ Aku Cinta Ummi Karena Allah ” Karya Jenny . 1 (1).
Rumengan, C., Pandean, M. L., & Palit, A. T. (2021). Analisis Kohesi dan Koherensi Dalam Novel “Ayahku (Bukan) Pembohong” Karya Tere Liye. Jurnal Elektronik Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi, 16
Sahri, A. (2022). Analisis Wacana Kritis Tokoh Utama Dalam Cerita Pendek “Air” Karya Djenar Maesa Ayu. Jurnal Reksa Bastra , 2 (1), 59–66.
Suryadi, I., Suhartono, S., & Utomo, P. (2020). Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Teks Ulasan Siswa Kelas Viii Smp Negeri 17 Kota Bengkulu. Jurnal Ilmiah KORPUS , 4 (2), 185–195. https://doi.org/10.33369/jik.v4i2.8334
SUSETIA, R. R. A. (2023). Kohesi Dan Koherensi Wacana Novel Orang-Orang Biasa Karya Andrea Hirata (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Jakarta).
Wati, I. I., Mulyati, S. M., & Khotimah, K. K. (2021). Kohesi Dan Koherensi Dalam Novel Kkn Di Desa Penari Karya Simpleman Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sma. Jubindo: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia , 5 (3), 123–131. https://doi.org/10.32938/jbi.v5i3.612
|
8727a253-6fc3-4a6b-ba04-3fa7543c0ed4 | https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jhsj/article/download/9878/2739 | SURVEI PERKEMBANGAN PEMBINAAN CABANG OLAHRAGA SEPAK BOLA TIM PS PADU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO
## SURVEY FOR THE DEVELOPMENT OF SOCCER BRANCHES PS PADU TEAM, BONGOMEME DISTRICT GORONTALO DISTRICT
Risna Podungge, Abdul Wahab A. S. Amura
Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo Kontak penulis: [email protected].
## ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mensurvei perkembangan pembinaan cabang olahraga sepak bola tim PS Padu, Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi, kemudian keabsahan data menggunakan triangulasi atau gabungan. Objek penelitian ini menggunakan responden penelitian yaitu pelatih, pemain, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah setempat.
Kata Kunci: survei; pembinaan sepak bola
## ABSTRACT
The purpose of this study was to survey the development of the PS Padu team soccer coaching, Bongomeme District, Gorontalo Regency. This research is a qualitative research with the method of observation, interviews, documentation, then the validity of the data using triangulation or a combination. The object of this study used research respondents, namely coaches, players, community leaders, traditional leaders, and local government.
Keywords: survey; football coaching
## Pendahuluan
Perkembangan sepak bola di Kabupaten Gorontalo khususnya di Kecamatan Bongomeme sudah ada sejak pada tahun 1973, masyarakat dan para pemain mulai memikirkan hal yang baru yakni dengan mendirikan sebuah club karena dengan adanya peningkatan jumlah peminat cabang olahraga sepak bola. Hal ini di karenakan dari kedua Desa yakni Desa Pangada’a dan Desa Dulamayo lebih banyak menyumbangkan pemain sehingganya mereka menamakan tim Ps Padu di dalamnya merupakan para pemain yang di perpadukan dari Desa Pangada’a dan Desa Dulamayo. Pada dasarnya, peran pemerintah dalam sektor olahraga terutama sepak bola mulai dperhatikan pada masa orde lama (Aji, 2016).
Berkembang atau tidaknya olahraga sepak bola tergantung bagaiman sepak bola menjadi sumber keuntungan (Haryadi et al., 2017). Pembinaan olahragawan sedini mungkin melalui pencarian dan pemantauan bakat, pembibitan, pendidikan dan pelatihan olahraga prestasi yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi secara lebih efektif serta peningkatan kualitas organisasi olahraga baik tingkat pusat maupun daerah (Nugraha et al., 2019) khusunya tim Ps Padu tergantung penerapan menejemen organsasi untuk pembinaan di suatu club, dalam usaha pembinaan prestasi olahraga sepakbola, diperlukan unsur pendukung yang sangat vital. Salah satu unsur tersebut adalah pelatih yang berpendidikan (Dio, 2018).
Pelatih yang berpendidikan adalah pelatih yang memahami dengan baik masalah- masalah yang menyangkut kepelatihan, sebuah klub akan mempunyai peluang yang jauh lebih besar untuk berhasil dan berprestasi dari pada klub yang tidak menggunakan pelatih yang tidak mempunyai dasar dalam ilmu kepelatihan (Jamalong, 2014) (Mylsidayu & Kurniawan, 2015) (Nurkadri, 2017). Pelatihan yang di berikan pada setiap pemain lebih mengarah kedalam proses kedisiplinan, itu merupakan hal yang utama dalam proses pembinaan para pemain tim Ps Padu.
Pembinaan cabang olahraga sepak bola yang sekarang ini lebih di perhatikan oleh pihak pemerintah hal ini di buktikan dengan program 4 tahunan yang akan di laksanakan oleh pihak pemerintah yakni memaksimalkan SSB (Sekolah Sepak Bola) (Handoko et al., 2019), ini disampaikan oleh Bapak Aswad Dako A.Md selaku Kepala desa dulamayo dan sekaligus ketua koni Kecamatan Bongomeme yang rencanya akan memulai tahap awal pada bulan Desember mendatang. Banyaknya dukungan yang datang dari pihak pemerintah dan para pengurus menejemen serta dukungan yang datang dari pihak masyarakat dan terlebih khusus dari orang tua para pemain, ini memberikan hal yang postif bagi tim Ps Padu, perkembangan para pemain mulai muncul, selain itu sarana dan prasarana sudah mulai lebih baik dari pada yang sebelumnya. Para pemain juga sudah mulai lagi bersemangat dalam melaksanakan latihan yang setiap rutin dalam seminggu di lakukan sebanyak 3 hingga 4 kali pertemuan dan itu membawa hasil yang positif bagi para pemain Ps Padu yang ada di Kecamatan Bongomeme.
Perkembangan pembinaan sepak bola tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme sudah ada, ini dibuktikan dengan lahirnya bibit-bibit para pemain, dan adanya pemain Ps Padu yang sudah di cabut langsung oleh official Persidago yang sampai sekarang ini sudah rutin berlatih dengan tim Persidago. Adapun nama-nama yang sekarang ini sudah terkaper dalam tim persidago antara lain Fahril Makoya, Riski Malipi, Wawan Jafar, Aripin Gubali. Disisi lain
perkembangan sarana dan prasarana sudah ada terutama pada pembinaan cabang olahraga sepak bola yang dulunya masih tidak tertata dengan dengan baik dan adanya dukungan dari luar yakni dari pihak pemerintah dan masyarakat yang mendukung serta mensuport penuh.
## Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan di Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dengan responden penelitian yaitu pelatih, pemain, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah setempat. Instrumen pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, kemudian keabsahan data menggunakan triangulasi atau gabungan.
## Hasil
## Deskripsi Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang berjudul “Survei Perkembangan Pembinaan Cabang Olahraga Sepak Bola Pada Tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo” dilaksanakan selama waktu yang dibutuhkan. Tahap awal penelitian dilakukan secara umum. Peneliti mengumpulkan data dan informasi sebanyak mungkin yang berkaitan dengan olahraga sepak bola. Penelitian ini dilakukan secara lisan yang berupa wawancara dengan 5 responden, pertama mewawancarai Bapak Aswad Dako, A.Md selaku pemertintah kepala Desa Dulamayo Kecamatan Bongomeme, Bapak Rahim Yusuf selaku tokoh adat, Aripin Gubali selaku Pemain Ps Padu, Haris Malik selaku Pelatih sepak bola tim Ps Padu, Irwan Samuda selaku tokoh masyarakat.
## Olahraga Sepak Bola
Menurut Bapak Rahim Yusuf selaku tokoh adat mengatakan bahwa sepak bola masuk di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo tidak diketahui pasti kapan masuknya hanya saja pada tahun 1970 sudah ada dan mulai dimainkan. Sementara menurut Bapak Aswad Dako, A.Md selaku kepala Desa Dulamayo mengemukakan olahraga sepak bola masuk di Kecamatan Bongomeme pada tahun 1980-an. Dan menurut beliau juga sepak bola adalah olahraga merakyat yang dimainkan secara individu dan kelompok dengan menggunakan semua anggota tubuh yang lebih khusus adalah menggunakan kaki dan juga memerlukan lapangan yang luas dan mempunyai gawang sebagai tempat untuk memasukan bola. Permainan ini di mainkan oleh dua tim dan tiap tim terdiri dari 11 orang pemain yang masing-masing mempunyai posisi tersendiri.salah satu tim atau regu dinyatakan menang jika berhasil memasukan bola ke dalam gawang tim lawan.
## Perkembangan
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo sepak bola memiliki perkembangan yang tingkat peminat yang cukup besar, di Kecamatan Bongomeme peneliti menemukan ada beberapa lapangan yang diisi oleh setiap pemain, akan tetapi lapangan memiliki jumlah pemain yang melebihi jumlah pemain sepak bola itu sendiri ada di desa Dulamayo tempat latihan Ps Padu. Sekian banyaknya jumlah peminat olahraga sepak bola membuat para pemain harus bergantian untuk bermain dilapangan.
Terjadinya peningkatan pemain di karenakan para pemain dari desa lain yang ikut serta dalam permainan. Dari peningkatan pemaian yang ada sehinggnya masyarakat setempat memberikan saran untuk mendirikan sebuah tim degan mengabungkan kedua Desa, karena dari kedua Desa ini lebih banyak menyumbangkan pemain seinggnya mereka menamakan tim Ps Padu. Jadi awalnya tim Ps Padu(Pangada’a,Dulamayo) berdiri karena ada kesepakatan dari pihak luar dan dari para pemain serta dukungan dari pemerintah setempat meskipun sarana dan prasarana yang ada belum cukup memadai.
Dari segi sarana dan prasarana peneliti melihat lapangan yang digunakan oleh para pemain sudah termasuk standar seperti lapangan sepak bola yang digunakan pada umumnya. Standar yang dimaksud disini adalah lapangan yang sudah bisa digunakan dalam pertandingan.
Bapak Aswat Dako,A.Md juga mengatakan rencananya kedepan akan memperkenakan tim sepak bola Ps Padu di Kecamatan Bongomeme keajang kompotisi yang bergengsi. Olahraga sepak bola khususnya tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme harus dikembangkan guna untuk mendapatkan prestasi demi mengangkat nama baik kecamatan dan terlebih khusus untuk para pemain. Dan pihak pemerintah juga sedang dalam persiapan 4 tahun regenerasi demi memaksimalkan SBB di bawah naungan menejemen yang ada sekarang.
## Hambatan
Pelatih Ps Padu Haris Malik juga mengatakan bahwa hambatan tim Ps Padu yang dikelolahnya selain saran dan prasarana juga sangat terkendala dalam hal pendanaan club. Pendanaan yang kurang di perhatikan oleh pihak pemerintah setempat ini dapat mempengaruhi prestasi yang akan dicapai oleh tim dan menejemen yang masih timpang siur yang belum di ketahui pasti ke mana arah dan tujuan menejemen persepak bolaan khususnya tim Ps Padu. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, dukungan dari pemerintah sudah ada dan mampu memberikan dukungan terkait dengan lebih memperhatikan sarana dan prasaran yang masih kurang.
## Responden
Setiap cabang olahraga pasti sangat membutuhkan perhatian khusus dari pihak pemerintah, yang menabur harapan lebih agar olahraga yang ada di Kecamatan Bongomeme itu sendiri akan berkembang dari yang sebelumnya. Mencangkup hasil analisis peneliitan bahwa pemerintah disini merupakan wadah utama untuk terlaksankannya kegiatan olahraga sepak bola, peran pemerintah dalam partisipasi olahraga sepak bola khususnya tim Ps Padu sangat dibutuhkan club itu sendiri, guna dalam mengembangkan/melestarikan sepak bola yang ada di Kecamatan Bongomeme.
Adapun penuturan Bapak Irwan Samuda selaku tokoh masyarakat Kecamatan Bongomeme terkait dengan olahraga sepak bola terutama dengan adanya tim Ps Padu ini memberikan hasil yang positif bagi masyarakat setempat, terbukti dengan adanya dukungan- dukungan dari setiap warga masyarakat dan bukan hanya dari masyarakat kaula muda melainkan juga dengan kaula tua yang ikut serta dalam mendukung olahraga sepak bola khususnya tim Ps Padu yang ada di Kecamatan Bongomeme. Beliau juga mengatakan ketika tim Ps Padu melakukan pertandingan atau uji coba dengan tim yang dari luar Kecamatan Bongomeme,
masyarakat setempat sangat mengantusias untuk mensuport atau mendukung penuh tim Ps Padu meskipun dengan sarana dan prasarana yang belum cukup memadai, dan menejemen club yang masih tidak di ketahui pasti tujuan utama dari struktur organisasi, hal ini tidak menjadi sebuah alasan untuk tidak mendukung sepak yang ada di Kecamatan Bongomeme khususnya tim Ps Padu. Beliau juga memberikan harapan lebih dengan adanya tim Ps padu ini mampu membawa tim sepak bola yang ada di Kecamatan Bongomeme bisa kejenjang yang lebih tinggi.
Pendapat yang lain juga datang dari bapak Haris Malik sebagai pelatih Ps Padu mengatakan bahwa perkembangan olahraga sepak bola pada tim sangat baik dan tim ini dibentuk pada tahun 1973. Ini di buktkan hasil pretasi yang di raih pada tahun 1975 yang menjuarai rayon Batudaa akan tetapi pada saat itu tim Ps padu belum tertata dan terakomodir dengan baik, pada tahun 1980-an tim Ps Padu sudah mulai rutin ikut dalam pertandingan sepak bola. dengan hadirnya olahraga sepak bola ini selain kegiatan keseharian juga mempunyai manfaat lainya seperti menyehatkan anggota tubuh jasmani maupun rohani.
Permainan sepak bola juga mengadung nilai-nilai sosial. Dan proses pembinaan para pemain Ps Padu lebih difokuskan pada tahap pembentukan mental di setiap individu,dari waktu latihan yang di berikan pada tin Ps Padu dalam seminggu 3 hingga 4 kali latihan. Dalam proses pembinaan lain yang di berikan lebih mengarah pada kedisiplianan, dari proses pembinaan cabang olahraga sepak bola yang di terapkan di tim Ps Padu melahirkan bibit-bibit para pemain sehingga ada beberapa para pemain yang di panggil langsung oleh official Persidago dan langsung ikut latihan bersama tim Persidago, adapun nama-nama yang di panggil oleh official Persidago adalah Fahril Makoya, Riski Malipi, Wawan Jafar, Aripin Gubali.
Haris Malik mengatakan apabila pemain di dapat hanya menggunakan kaus oblong sekalipun menggunakan sepatu beliau tidak akan memasukan pemain tersebut dalam latihan. Sementara disisi lain semangat yang ada di seluruh pemain tim Ps Padu harus di apresiasi karena dilihat segi sarana dan prasarana yang ada belum cukup memadai mereka tetap sangat bersamangat. Beliau juga sebagai pelatih utama tim Ps Padu sangat berharap pemerintah setempat agar bisa mendukung penuh cabang olahraga yang ada di Kecamatan Bongomeme khususnya dengan adanya tim Ps Padu agar bisa berkembang dan dapat membawa hasil yang positif bagi Kecamatan Bongomeme. Adapun Tujuan dari pihak pelatih dengan dibentuknya tim Ps Padu agar dapat membawa prestasi.
Menurut Aripin Gubali selaku pemain tim Ps Padu olahraga sepak bola ini adalah olahraga yang merakyat, hampir di seluruh desa maupun kecamatan mengetahui olahraga tersebut, dan yang menjadi faktor utama yang mendorong beliau untuk ikut bergabung dengan tim Ps Padu yakni selain hobi dan juga ingin membawa prestasi bagi individu maupun secara tim, dan juga saling bersaing memperlihatkan kemampuan yang di miliki. Akan tetapi beliau juga menuturkan bahwa tim Ps Padu ini mempunyai hambatan dalam sarana dan prasaran, tetapi hal ini tidak menghilangkan semangat beliau untuk tetap berkarir dalam sepak bola. Tetapi dengan adanya menejemen yang sudah memperhatikan club, sarana dan prasaran sudah mulai memadai dari saranan dan prasarana yang sebelumnya.
Faktor Pendukung
Faktor pendukung mempunyai peran penting disetiap cabang olahraga. Dilihat dari faktor pendukung yang ada dari cabang olahraga sepak bola faktor yang paling utama yakni meliputi faktor dalam segi pendanaan. Pendanaan sangat diperlukan dalam cabang olahraga terutama cabang olahraga sepak bola.
## Pendanaan
Penuturan Bapak Haris Malik selaku pelatih tim Ps Padu Mengatakan bahwa sumber dana untuk pencapaian terselenggaranya olahraga sepak bola dan terbentuknya tim Ps Padu berasal dari swadaya masyarakat dan para offsial tim sedangakan para pemain tidak di bebankan, pemain hanya fokus pada pertadingan yang akan di mainkan nanti. Masyarakat dan para offisial bekerja sama dalam hal pengadaan dana, ini dilakukan sebagai faktor utama untuk menunjang sarana dan prasarana yang masih kurang dalam tim Ps Padu.
Menurut salah seorang warga masyarakat setempat, masyarakat tidak merasa keberatan dengan dimintai iuran akan tetapi masyarakat sangat antusias dan mendukung penuh cabang olahraga sepak bola khususnya tim Ps Padu demi untuk mengembangkan olahraga sepak bola pada tim Ps Padu yang ada di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo.
## Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana olahraga sepak bola yang ada pada tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme yang sudah cukup memadai, ini menjadi salah satu upaya pemertintah dan para menejemen club untuk lebih meningkatan semangat para pemain ataupun para peminatnya itu sendri. Sarana dan prasarana sendiri merupakan faktor pendukung yang harus dijalankan secara efektif dalam menjalankan manajemen dalam sepak bola (Dadi Dartija, 2013).
Oleh karena itu cabang olahraga sepak bola tetap menjadi unggulan apalagi dengan adanya tim Ps Pada yang di harapkan akan mampu memberikan hasil yang positif bagi Kecamatan Bongomeme. Dan olahraga sepak bola sudah menjadi olahraga unggulan sehingga potensi yang dimiliki oleh para pemain tim Ps Padu menjadikan olahraga sepak bola sebagai wadah untuk mengembangkan bakat (Prawira & Tribinuka, 2016).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Haris Malik menyampaikan terkait dengan sarana dan prasarana yang ada pada tim Ps Padu masih kurang memadai. Yang menjadi faktor utama terkendalanya dalam menunjang perkembangan tim Ps Padu adalah sarana dan prasaran, ini merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah tim dan juga salah satu unsur utama demi mengembangkan tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme. akan tetapi pihak dan pemerintah sudah berusaha yang terbaik untuk meningkatkan sarana dan prasarana hal ini dibuktikan dengan adanya perehapan lapangan Ps Padu.
## Pembahasan
Adapun hasil penelitian yang telah diperoleh terkait dengan perkembangan pembinaan cabang olahraga sepak bola pada tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme, dimana tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme sudah ada perkembangan karena hal didukung oleh pihak pemerintah dan mendapatkan respon yang positif dari pihak masyarakat setempat, di tambah lagi sarana dan prasarana yang sudah memadai sehingga menambah semangat para pemain untuk mengasah
potensi yang mereka miliki. Faktor pendukung pembinaan cabang olahraga sepak bola pada tim Ps Padu yang ada di Kecamatan Bongomeme, karena adanya dukungan dari masyarakat dan kemauan dari para pemain tersendri untuk mengembangkan tim Ps Padu sehingga dapat membawa prestasi di tingkat Kecamatan maupun sampai di tingkat Kabupaten dan mampu mengasilkan pemain yang berkualitas.
Dukungan dari berbagai pihan dapat memotivasi pemain untuk dapat memperoleh prestasi yang maskimal (Bruno, 2017) (Hadjarati & Haryanto, 2020). Selain itu, peran dari pelatih juga dapat menambah potensi untuk berprestasi dalam sepak bola (Ruslan & Sangadji, 2021). Maka untuk aspek dukungan tersebut haruslah dilakukan dengan sepenuh hati, sebagai tambahan dalam pengoptimalan prestasi.
Selain faktor pendukung terdapat juga faktor pengahambat yakni diantaranya sarana dan prasaran yang belum semuanya fasilitas memadai akan tetapi dengan adanya menejemen olaharaga sudah meminimalisir sarana dan prasarana yang masih kurang memadai pada tim Ps Padu.
## Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang perkembangan pembinaan cabang olahraga sepak bola pada tim Ps Padu di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dapat disimpulkan bahwa dengan adanya tim Ps Padu memiliki perkembangan dari segi peminatnya maupun pada tim itu sendiri. Hal ini dilihat dari segi apresiasi masyarakat dan para pemerintah setempat yang mendukung penuh demi perkembangannya tim Ps Padu, dari segi sarana dan prasarana sudah mulai memadai dan ini menjadi salah satu faktor berkembanganya potensi dan bakat serta prestasi para pemain tim Ps Padu yang ada di Kecamatan Bongomeme.
## Referensi
Aji, R. B. (2016). Sepak Bola dan Eksistensi Bangsa Dalam Olimpiade Masa Orde Lama (1945- 1966). MOZAIK HUMANIORA .
Bruno, L. (2017). Hubungan Dukungan Orang Tua Siswa Dengan Motivasi Siswa Dalam Mengikuti Sekolah Sepak Bola (Ssb. Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang . Dadi Dartija. (2013). Pendataan, Pemetaan Sarana Dan Prasarana Olahraga Pendidikan Di Kabupaten Aceh Selatan Dari Tahun 2002 Sampai Dengan 2012. Visipena Journal . https://doi.org/10.46244/visipena.v4i1.115
Dio, R. (2018). Gaya Kepemimpinan Pelatih Dalam Penerapan Sistem Pengendalian Manajemen Dalam Klub Bintang Timur Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya . Hadjarati, H., & Haryanto, A. I. (2020). Motivasi Untuk Hasil Pembelajaran Senam Lantai.
Multilateral Jurnal Pendidikan Jasmani Dan Olahraga . https://doi.org/10.20527/multilateral.v19i2.8646
Handoko, J., Sugihartono, T., & Sutisyana, A. (2019). Analisis Program Latihan Sepak Bola Grass Root Dan Implementasinya Pada Sekolah Sepak Bola (SSB) Kabupaten Kepahiang. KINESTETIK . https://doi.org/10.33369/jk.v3i2.8995
Haryadi, W. M., Pratidina, G., & Seran, M. Y. (2017). Studi Manajemen Pembinaan Olahraga Sepak Bola Di Klub Persatuan Sepak Bola Kota Bogor Oleh Kantor Pemuda Dan Olahraga Kota Bogor. JURNAL GOVERNANSI . https://doi.org/10.30997/jgs.v2i1.208
Jamalong, A. (2014). Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Secara Dini Melalui Pusat Pembinaan Dan Latihan Pelajar (PPLP) Dan Pusat Pembinaan Dan Latihan Mahasiswa (PPLM). Jurnal Pendidikan Olahraga .
Mylsidayu, A., & Kurniawan, F. (2015). Ilmu kepelatihan dasar. Bandung: Alfabeta .
Nugraha, U., Mardian, R., & Hardinata, R. (2019). Evaluasi Program Manajemen Klub Sepakbola Kota Jambi. Cerdas Sifa . Nurkadri, N. (2017). Perencanaan Latihan. JURNAL PRESTASI . https://doi.org/10.24114/jp.v1i2.8059
Prawira, R. R. Z., & Tribinuka, T. (2016). Pembinaan Pemain Muda Melalui Akademi Sepak Bola. Jurnal Sains Dan Seni ITS .
Ruslan, R., & Sangadji, F. (2021). Zig-Zag Running Exercises For Ball Drill Skills. Jambura Journal of Sports Coaching , 3 (1).
|
5d4d1e4b-f89e-4d1e-9723-c78fa90b21df | https://online-journal.unja.ac.id/jaku/article/download/8448/6222 |
## PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DAN PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN LQ 45
## DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2015-2017
THE INFLUENCE OF CAPITAL STRUCTURE, COMPANY GROWTH, AND PROFITABILITY ON CORPORATE VALUE IN LQ 45 COMPANIES IN INDONESIA STOCK EXCHANGE IN 2015-2017
Wawan Anggara 1) , H. Mukhzarudfa 2) , Tona Aurora L 3)
1) Alumni Magister Ilmu Akuntansi Pascasarjana Universitas Jambi Tahun 2019
2,3) Dosen Pembimbing
## ABSTRACT
This study aimed to determine the significance of the influence of capital structure, firm growth, and profitability on firm value. The population in this study were all companies included in the LQ 45 index registered in Indonesia Stock Exchange in 2015 - 2017. Sampling was carried out using purposive sampling method, whereas the sample was chosen using certain considerations according to the criteria set. Data analysis in this study used panel data analysis with the help of Eviews. The results of this study indicated that the capital structure and the firm growth did not affect the firm value, while profitability had a positive and significant effect on firm value. The results of this study also showed that capital structure, firm growth, and profitability simultaneously affected to the firm value.
Keywords: Firm value, capital structure, firm growth, and profitability.
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk dalam indeks LQ 45 yang terdaftar di Bura Efek Indonesia tahun 2015 - 2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih dengan menggunakan pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan bantuan Eviews. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur modal dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kata kunci: Nilai perusahaan, struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas.
## 1. PENDAHULUAN
## 1.1. Latar Belakang
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang. Dengan demikan, penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya: keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan investasi, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten. (Kusumajaya, 2011).
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada di atas target struktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan.Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Teori trade-off memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan nilai perusahaan dengan asumsi keuntungan pajak masih lebih besar dari biaya tekanan financial dan biaya keagenan. Penelitian Susanti dan Restiana (2018), Andika et.al (2018) dan Antwi (2012) yang membuktikan bahwa struktur modal berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Sebaliknya dalam penelitian yang dilakukan oleh Paminto et.al (2016) menunjukkan bahwa struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian oleh Sudiani dan Wiksuana (2018) dan Hadiwijaya et.al (2016), membuktikan bahwa struktur modal tidak berpengaruh pada nilai perusahaan.
Pertumbuhan perusahaan merupakan faktor lain yang mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan yang tumbuh cepat juga menikmati keuntungan dari citra positif yang diperoleh, akan tetapi perusahaan harus ekstra hati-hati, karena kesuksesan yang diperoleh menyebabkan perusahaan menjadi rentan terhadap adanya isu negatif. Pertumbuhan cepat juga memaksa sumber daya manusia yang dimiliki untuk secara optimal memberikan kontribusinya. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali, maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pada pengendalian biaya. (Kusumajaya, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Fajaria dan Isnalita (2018) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan yang tinggi mampu meningkatkan nilai perusahaan. Sebaliknya dalam penelitian yang dilakukan oleh Paminto et.al (2016) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sementara itu dalam penelitian yang
dilakukan oleh Purwohandoko (2017) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Faktor lain yang mempengaruhi nilai perusahaan yaitu profitabilitas. Menurut Heryetti dan Ekayati (2012), profitabilitas merupakan elemen penting bagi perusahaan yang berorientasi pada laba. Semakin tinggi tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan, sehingga untuk meningkatkan nilai perusahaan, perusahaan harus meningkatkan kinerjanya. Penelitian Fajaria dan Isnalita (2018) mengungkapkan bahwa profitabilitas yang tinggi mampu meningkatkan nilai perusahaan karena profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Penelitian Fajaria dan Isnalita didukung oleh penelitian Andika et.al (2018), Cheriyta et.al (2017), Tahu dan Susilo (2017), Purwohandoko (2017), Sucuahi dan Cambarihan (2016), Paminto et.al (2016), Sabirin et.al (2016), dan Putu et.al (2014) yang mengungkapkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
## 1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini:
1. Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
2. Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
3. Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
4. Apakah struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
## 1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan.
2. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh
pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan. 3. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.
4. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara bersama-sama terhadap nilai perusahaan.
2. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA
## PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
## 2.1.1 Nilai Perusahaan
Nilai diciptakan ketika perusahaan memberikan return kepada para investornya melebihi biaya modal. Nilai untuk investor perusahaan dapat dicapai hanya dengan menyumbangkan nilai kepada customers (Sudana, 2008: 221) . Salah satu paradigma baru yang berkembang dalam manajemen untuk menghadapi lingkungan bisnis global, kompetitif, dan turbulen adalah dengan customer value strategy (Mulyadi, 2007: 40). Paradigma customer value strategy memandang bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan value terbaik bagi customer merupakan faktor penentu keberhasilan perusahaan untuk bertahan hidup dan bertumbuh dalam lingkungan bisnis global yang kompetitif dan turbulen ini (Mulyadi 2007: 40).
Nilai perusahaan dapat direfleksikan melalui tiga cara, yaitu melalui nilai buku, nilai likuidasi ataupun nilai pasar saham (Husnan dan Pudjiastuti, 2006: 64). Bernard (2003) menyebutkan tiga ukuran dari kinerja perusahaan yang dapat dipakai untuk melihat nilai perusahaan yaitu tobins Q, market to book ratio dan price flow ratio. Nilai dari perusahaan bergantung tidak hanya pada kemampuan menghasilkan arus kas, tetapi juga bergantung pada karakteristik operasional dan keuangan dari perusahaan yang diambil alih.
## 2.1.2 Struktur Modal
Struktur modal merupakan masalah yang penting bagi perusahaan karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi finansial perusahaan, terutama dengan adanya hutang yang sangat besar akan memberikan beban kepada perusahaan. Struktur modal menurut Sartono (2010) merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Sementara itu menurut Sudana (2011:143) struktur modal ( capital structure ) berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri.
Struktur modal menurut Fahmi (2011:106) didefinisikan sebagai gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjang ( long-term liabilities ) dan modal sendiri ( shareholder’s equity ) yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan. Jadi struktur modal merupakan gabungan sumber dana perusahaan yang bersumber dari utang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan sebagai sumber pembiayaan perusahaan.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan proporsi keuangan antara utang jangka pendek, utang jangka panjang dan modal sendiri yang
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan.
## 2.1.3 Pertumbuhan Perusahaan
Menurut Setiawan dan Suryono (2015), pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan dengan pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Swardika (2017) apabila dilihat dari sisi investor, pertumbuhan perusahaan yang baik diharapkan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih banyak atas investasi yang dilakukan. Investor yang memperoleh informasi mengenai pertumbuhan perusahaan yang diindikasikan melalui peningkatan total aktiva dari suatu perusahaan akan mendapat respon baik dari pasar, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan harga saham ataupun mencerminkan nilai perusahaan yang meningkat.
Pertumbuhan Perusahaan menunjukkan sejauh mana kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan mengembangkan salah satu dari pertumbuhan aset perusahaan. Fahmi (2014) menyatakan bahwa rasio pertumbuhan adalah rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisinya di industri dan perkembangan ekonomi secara umum. Jika manajemen perusahaan dapat memanfaatkan aset perusahaan secara optimal, itu akan meningkatkan laba perusahaan. Semakin efisien penggunaan aset perusahaan, semakin rendah biaya yang diperlukan untuk mendanai operasi aset. Semakin efektif penggunaan aset perusahaan, semakin rendah kemungkinan aset tidak digunakan. Aset yang tidak digunakan dapat dijual, sehingga perusahaan akan menerima dana tambahan. Dalam menilai pertumbuhan perusahaan dapat menggunakan perhitungan Total Asset Growth (TAG). Total aset menunjukkan proyeksi pertumbuhan potensi pertumbuhan perusahaan antara tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.
## 2.1.4 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Sartono (2010), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannnya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Para investor tetap tertarik terhadap profitabilitas perusahaan karena profitabilitas mungkin merupakan satu-satunya indikator yang paling baik mengenai kesehatan keuangan perusahaan.
Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasi. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan atau menjanjikan keuntungan dimasa mendatang maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham
perusahaan tersebut. Hal itu tentu saja akan mendorong harga saham naik menjadi lebih tinggi. Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan (Novianto, 2016).
## 2.2 Kerangka Pemikiran
Menurut Syardiana et al (2015) Struktur modal terkait dengan harga saham. Aturan struktur finansial konservatif menghendaki agar perusahaan tidak mempunyai hutang yang lebih besar daripada jumlah modal sendiri, dalam keadaan bagaimanapun. Debt Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh modal sendiri yang digunakan sebagai pembayaran hutang. Semakin tinggi hutang (DER) maka resiko yang ditanggung juga besar. Hal ini akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian ini pernah pula dilakukan oleh Rosje dan Astuti (2003) yang dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa Debt Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV).
Perusahaan yang menghadapi kesempatan pertumbuhan yang rendah, maka rasio hutang berhubungan secara positif dengan nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menghadapi kesempatan pertumbuhan yang tinggi, maka rasio hutang berhubungan secara negatif dengan nilai perusahaan.
Oleh karena itu, pengaruh hutang terhadap nilai perusahaan sangat tergantung pada keberadaan kesempatan pertumbuhan. Pertambahan perubahan total aktiva periode penelitian ini mempengaruhi harga perlembar saham terhadap ekuitas perlembar saham di kalangan investor (Saputri Dewi dkk, 2014).
Rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Dalam penelitian iniprofitabilitas diukur dengan return on equity merupakan rasio yang sangat penting bagi pemilik perusahaan ( the common stockholder ), karena rasio ini menunjukkan tingkat kembalian yang dihasilkan oleh manajemen dari modalyang disediakan oleh pemilik perusahaan. Semakin tinggi nilai profit yang didapat maka akan semakin tinggi nilai perusahaan. Karena profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat. (Mardiyati U, dkk, 2012; Mahatma Dewi AS dan Wirajaya A.2013).
Untuk membantu dalam memahami peran variabel yang mempengaruhi Nilai Perusahaan, maka diperlukan suatu kerangka pemikiran dan model penelitian sebagai berikut:
## Gambar 1. Model Kerangka pemikiran
## 2.3 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian emperik yang telah dilakukan sebelumnya, maka hipotesis untuk penelitian ini sebagai berikut: H 1 : Struktur Modal berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
H 2 : Pertumbuhan
Perusahaan
berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
H 3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan
H 4 : Struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara
bersama-sama berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan
## 3. METODOLOGI PENELITIAN
## 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif bersifat hubungan causal explanatory yang bertujuan mengetahui pola hubungan kausal antara variabel independen dan variabel dependen. Penggunaan metode causal explanatory sesuai dengan tujuan penelitian yaitu melakukan pengujian hipotesa yang menguji hubungan dan pengaruh diantara variabel yang diteliti. Pemilihan jenis penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui apakah struktur kepemilikan dan struktur pengelolaan berpengaruh terhadap manajemen laba riil.
Struktur modal (X1) x x Pertumbuhan perusahaan (X2) Profitabilitas (X3) Perusahaa n p Nilai Perusahaan (Y)
## 3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk dalam indeks LQ 45 yang terdaftar di Bura Efek Indonesia tahun 2015 - 2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling yaitu sampel dipilih dengan menggunakan pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Proses purposive sampling dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Proses Purposive Sampling Penelitian
No Purposive Sampling Jumlah 1 Perusahaan LQ-45 di BEI 45 2 Dikurangi Perusahaan yang tidak konsisten bergabung di LQ-45 berturut- turut selama periode 2015 - 2017. (10) 3 Dikurangi perusahaan keuangan (5) Jumlah 30
## 3.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini antara lain yaitu:
1. Variabel Bebas ( Independent Variable ) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Struktur Modal (X1) Pertumbuhan Perusahaan
(X2) dan Profitabilitas (X3).
2. Variabel Terikat ( Dependent Variable) Variabel terikat yang akan diteliti adalah Nilai Perusahaan (Y).
Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Definisi/Konsep Variabel Indikator pengukuran Skala Pengukuran Nilai Perusahaan (Y) Sama dengan nilai pasar saham ditambah pasar hutang (Kusumajaya, 2011) Price to Book Value (PBV) Rasio Struktur Modal (X 1 ) Perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Robert, 1997) Debt to Equity Ratio (DER) Rasio Pertumbuhan Perusahaan (X 2 ) Dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau penurunan volume usaha (Helfert, 1997) Perubahan total aktiva. Rasio Profitabilitas (X3) Kemampuan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Syamsuddin, 2007) Return On Equity (ROE) Rasio
## 3.4 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan analisis data panel untuk menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan sebelumnya. Data panel adalah data yang memiliki jumlah cross section dan jumlah time series . Persamaan regresi dengan analisis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Y = α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + e Dimana: Y = Nilai Perusahaan α = Konstanta β 1 = Koefisien regresi dari Struktur Modal X 1 = Struktur Modal β 2 = Koefisien regresi dari Pertumbuhan Perusahaan X 2 = Pertumbuhan Perusahaan β 3 = Koefisien regresi dari Profitabilitas X 3 = Profitabilitas e = Faktor Kesalahan
## 3.4.1 Pemilihan Metode Estimasi Analisis Data Panel
Analisis data panel dilakukan menggunakan tiga pendekatan untuk mengestimasi, antara lain dengan metode common effect, fixed effect dan random effect. Oleh karena itu perlu melakukan pengujian untuk menentukan mana diantara ketiga pendekatan tersebut yang paling sesuai dengan data yang digunakan.
1) Pengujian Antara Metode Common Effect atau Metode Fixed Effect
Pengujian model terbaik antara menggunakan metode common effect atau dengan menggunakan metode individual effect ( yang diawali oleh model fixed effect ) menggunakan redundant fixed effect test terlebih dahulu membuat hipotesis:
: α1 = α2 = α3 =….= αi, Common Effect : α1 ≠ α2 ≠ α3 ≠….≠ αi, Individual Effect
Pengambilan keputusan apakah H 0 atau H a yang diterima yaitu dengan membandingkan hasil
F hitung dengan F tabel . F tabel dicari pada α tertentu untuk m numerator df dan (n-k) dominator df. Jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H 0 ditolak sehingga H 0 diterima artinya model yang digunakan adalah individual effect ( fixed effect ). Sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F tabel maka H 0 diterima sehingga H a ditolak yang artinya model yang digunakan adalah common effect . 2) Pengujian Antara Metode Fixed Effect atau Metode Random Effect
Pengambilan keputusan apakah menggunakan fixed effect atau random effect dilakukan dengan menggunakan haustman test . Dilihat dengan menggunakan nilai probability ( p-value ) sehingga keputusan pemilihan kedua model tersebut akan dapat ditentukan secara statistik. Sebelum melakukan pengujian yang pertama kita membuat hipotesis dulu:
H 0 : Ada gangguan antar individu ( random effect )
H a : Tidak ada gangguan antar individu ( fixed effect )
Pengambilan keputusan didasarkan pada membandingkan hasil haussman test ini, dimana jika p-value lebih kecil 0,05, maka H 0 ditolak dan H a diterima, berarti analisis yang digunakan yaitu metode fixed effect . Sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05, maka H 0 diterima dan H a ditolak, berarti analisis yang digunakan yaitu dengan metode random effect .
3) Pengujian Antara Metode Common Effect atau Metode Random Effect
Pengambilan keputusan apakah menggunakan common effect atau random effect dilakukan dengan menggunakan langrange multiplier (LM) test . Dilihat dengan menggunakan nilai probability ( p- value ) sehingga keputusan pemilihan kedua model tersebut akan dapat ditentukan secara statistik. Sebelum melakukan pengujian yang pertama kita membuat hipotesis dulu:
H 0 : Menerima penggunaan metode common effect
H a : Menerima penggunaan metode random effect
Pengambilan keputusan didasarkan pada membandingkan hasil LM-Test , dimana jika p-value lebih kecil 0,05, maka H 0 ditolak dan H a diterima, berarti analisis yang digunakan yaitu metode random effect . Sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05, maka H 0 diterima dan H a ditolak, berarti
analisis yang digunakan yaitu dengan metode common effect .
## 3.4.2 Pengujian Hipotesis
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen mempunyaipengaruh terhadap variabel dependen. Metode pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dilakukan pengujian secara parsial dan pengujian secara simultan serta analisis koefisien derteminasi (R 2 ). Pengujian hipotesis tersebut sebagai berikut:
1) Uji Statistik t
Uji t dipergunakan untuk mengukur secara parsial pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t hitung dengan t tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika t hitung ≤ t tabel , atau – t hitung ≥ -t tabel , maka H0 diterima.
Jika t hitung > t tabel , atau –t hitung < -t tabel , maka Ha diterima.
2) Uji Statistik F Uji F dipergunakan untuk mengukur secara simultan pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat (Y). Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F hitung dengan F table dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika F hitung ≤ F tabel , maka H0 diterima Jika F hitung > F tabel , maka Ha diterima 3) Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam penelitian ini digunakan nilai Adjusted R 2 . Nilai Adjusted R 2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Pemilihan Model Analisis Data Panel
Pemilihan model analisis data panel yang digunakan akan mempengaruhi hasil estimasi yang dilakukan dalam penelitian. Untuk menentukan hasil analisis data panel terbaik pada penelitian ini, maka terlebih dahulu dilakukan pemilihan model yang sesuai dengan data penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemilihan Antara Model Common Effect atau Model Fixed Effect
Pemilihan model estimasi common effect dan fixed effect dilakukan dengan menggunakan redundant fixed effect test dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Redundant Fixed Effect Test Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 3.418256 (29,57) 0.0000 Cross-section Chi-square 90.687069 29 0.0000
## Sumber: Hasil pengolahan data, 2019
Berdasarkan tabel 3 di atas didapatkan nilai Probability Cross-section F = 0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti H 0 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian pada model data panel terdapat gangguan individu atau dengan kata lain bahwa analisis sebaiknya menggunakan model fixed effect daripada model common effect .
2. Pemilihan Antara Model Random Effect atau Model Fixed Effect
Pengambilan keputusan apakah menggunakan model fixed effect atau menggunakan model random effect dilakukan dengan menggunakan haussman test . Hasil pengujian haussman test adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Haussman Test Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 2.933504 3 0.4020 Sumber: Hasil pengolahan data, 2019
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa p-value yaitu 0,4020 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti H 0 diterima dan H a ditolak, yang berarti asumsi penerimaan model fixed effect ditolak dan menerima asumsi penggunaan model random effect .
3. Pemilihan Antara Model Common Effect atau Model Random Effect Berdasarkan hasil pemilihan
model sebelumnya, menunjukkan bahwa hasil redundant fixed effect test menunjukkan bahwa model yang
sebaiknya digunakan adalah model fixed effect , sedangkan berdasarkan hasil haussman test menunjukkan bahwa model analisis yang sebaiknya digunakan adalah model random effect . Oleh karena itu, diperlukan pemilihan model antara common effect dengan random effect , model mana dari kedua model tersebut yang lebih tepat digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan model estimasi common effect dan random effect dilakukan dengan menggunakan langrange multiplier test dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Langrange Multiplier Test
Test Hypothesis Cross-section Time Both Breusch-Pagan 15.95942 1.474788 17.43421 (0.0001) (0.2246) (0.0000) Sumber: Hasil pengolahan data, 2019
Berdasarkan tabel 5 di atas didapatkan nilai probability Breusch Pagan (Both) sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti H 0 ditolak dan Ha diterima, dengan demikian bahwa analisis yang digunakan sebaiknya adalah model random effect dan menolak penggunaan model analisis common effect.
4.1.2. Analisis Data Panel dengan Metode Random
## Effect
Hasil analisis data panel dengan model estimasi random effect digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Data Panel Menggunakan Model Random Effect
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.085893 1.365796 -2.259409 0.0264 DER 0.594057 0.578995 1.026015 0.3078 PERTUMBUHAN -0.001304 0.010758 -0.121174 0.9038 ROE 0.380815 0.071875 5.298286 0.0000 R-squared 0.783013 Mean dependent var 3.376303 Adjusted R-squared 0.775443 S.D. dependent var 8.045590 S.E. of regression 3.812598 Sum squared resid 1250.088 F-statistic 103.4454 Durbin-Watson stat 2.190210
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber: Hasil pengolahan data, 2019
Berdasarkan tabel 6 di atas, dari koefisien regresi dibentuk persamaan regresi sebagai berikut:
PBV = -3,085893 + 0,594057 DER - 0,001304 PERTUMBUHAN + 0,380815 ROE
Berdasarkan tabel di atas dapat dirumuskan hal- hal sebagai berikut:
1. Nilai konstan (c) = -3,085893, berarti bahwa pada saat struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas sama dengan 0, maka nilai perusahaan bernilai negatif sebesar 3,085893 satuan.
2. Koefisien regresi variabel struktur modal bernilai positif sebesar 0,594057, hal ini memperlihatkan bahwa apabila struktur modal perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017 meningkat sebesar 1 satuan, maka akan terjadi peningkatan nilai perusahaan sebesar 0,594057 satuan pada saat variabel yang lain diasumsikan konstan.
3. Koefisien regresi variabel pertumbuhan perusahaan bernilai negatif sebesar 0,001304, hal ini memperlihatkan bahwa apabila pertumbuhan perusahaan pada perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017 meningkat sebesar 1%, maka akan terjadi penurunan nilai perusahaan sebesar 0,001304 satuan pada saat variabel yang lain diasumsikan konstan.
4. Koefisien regresi variabel profitabilitas bernilai positif sebesar 0,380815, hal ini memperlihatkan bahwa apabila nilai profitabilitas perusahaan LQ- 45 di BEI tahun 2015 - 2017 meningkat sebesar 1%, maka akan terjadi peningkatan nilai perusahaan sebesar 0,380815 satuan pada saat variabel yang lain diasumsikan konstan.
## 4.1.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat signifikansi pengaruh struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara parsial dan simultan terhadap nilai perusahaan. Pengujian hipotesis simultan dilakukan dengan menggunakan uji F. Sedangkan pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t. Hasil pengujian hipotesis secara simultan dan secara parsial yaitu sebagai berikut:
1. Hasil Uji t (Uji Parsial)
Nilai t hitung merupakan nilai yang didapat dengan membandingkan koefisien regresi tiap variabel dengan standar error dari koefisien regresi tersebut. Kriteria keputusan dilihat nilai probabilitas dari setiap koefisien regresi masing-masing variabel independen. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 6 di atas.
a. Pengujian pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan
Pada variabel struktur modal, nilai t hitung sebesar 1,026015, sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan df = N - k = 90 – 3 = 87 sebesar 1,987, t hitung < t tabel , yang berarti bahwa H 0 diterima dan dan H a ditolak, dengan demikian struktur modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017.
b. Pengujian pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan
Pada variabel pertumbuhan perusahaan, nilai t hitung sebesar 0,121174, sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan df = N - k = 90 – 3 = 87 sebesar 1,987, t hitung < t tabel , yang berarti bahwa H 0 diterima dan dan H a ditolak, dengan demikian pertumbuhan perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017.
c. Pengujian pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan
Pada variabel profitabilitas, nilai t hitung sebesar 5,298286, sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan df = N - k = 90 – 3 = 87 sebesar 1,987, t hitung > t tabel , yang berarti bahwa H 0 ditolak dan dan H a diterima, dengan demikian profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ- 45 di BEI tahun 2015 - 2017.
2. Hasil Uji F (Uji Simultan)
Hasil uji F yang dilakukan untuk melihat pengaruh struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara bersama-sama terhadap nilai perusahaan digambarkan dalam tabel 6. Dari tabel 6 di atas didapat nilai F hitung sebesar 103,4454, sedangkan F tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,666, hal ini berarti bahwa H 0 ditolak dan dan H a diterima. Ini menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan.
3. Koefisien Determinasi
Besarnya pengaruh struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi ( adjusted R 2 ) dalam tabel 6 di atas. Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa besarnya koefisien determinasi ( Adjusted R 2 ) yaitu sebesar 0,775443. Besarnya pengaruh yaitu 0,775443 x 100% = 77,5443%, dan sisanya sebesar 22,4557%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian.
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017. Hal ini dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian struktur modal bukan merupakan prediktor yang baik untuk menjelaskan nilai perusahaan. Perkembangan nilai perusahaan tidak mempengaruhi penilaian investor terhadap perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudiani dan Wiksuana (2018) yang mengungkapkan bahwa struktur modal perusahaan tidak bepengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hadiwijaya et.al (2016 yang juga mengungkapkan bahwa struktur modal tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sementara itu hasil penelitian ini membantah penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Restiana (2018) yang justru mengungkapkan bahwa struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini juga membantah penelitian yang dilakukan oleh Paminto et.al (2016) yang mengungkapkan bahwa struktur modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Struktur modal adalah rasio antara total utang dengan modal perusahaan. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan total utang (jangka pendek atau jangka panjang) lebih besar bila dibandingkan dengan modal perusahaan, sehingga dapat berdampak pada beban perusahaan kepada eksternal atau kreditur. Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan proporsi besarnya total hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Hutang yang semakin besar menyebabkan beban perusahaan menjadi besar karena beban biaya hutang yang harus ditanggung. Semakin besar hutang akan menyebabkan prioritas perusahaan untuk membayar dividen akan semakin kecil karena keuntungan perusahaan berkurang dengan adanya biaya hutang perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan dari struktur modal terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa perkembangan kebijakan struktur modal yang dilakukan oleh perusahaan tidak mempengaruhi penilaian investor terhadap kinerja perusahaan. Hal ini bisa dilihat pada perusahaan dengan nilai DER yang tinggi seperti PT. Jasa Marga (Persero) pada tahun 2017 sebesar 4,31 tetapi nilai PBV-nya di bawah rata-rata sebesar 2,53. Namun pada saat nilai DER rendah seperti terjadi pada PT. Indocement Tunggal Perkasa sebesar 0,15, nilai PBV-nya juga rendah. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa nilai DER yang tinggi tidak menjamin adanya penilaian yang baik dari investor, begitupun nilai DER
yang rendah tidak membuat perusahaan mendapat penilaian yang positif dari investor. Oleh karena itu, tinggi rendahnya DER yang merupakan tolok ukur kebijakan struktur hutang perusahaan tidak memberikan dampak yang cukup besar pada penilaian investor mengenai kinerja perusahaan.
4.2.2 Pengaruh Pertumbuhan
Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017
Hasil penelitian ini memperlihatkan tidak adanya pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian, pertumbuhan perusahaan bukan merupakan prediktor yang baik untuk menjelaskan nilai perusahaan, artinya bahwa adanya perkembangan nilai aset perusahaan pada setiap tahunnya belum tentu mampu meningkatkan nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwohandoko (2017) yang mengungkapkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Sementara itu, penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Paminto et.al (2016) yang mengungkapkan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Penelitian ini membantah hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fajaria dan Isnalita (2018 yang mengungkapkan bahwa pertumbuhan perusahaan memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi menunjukkan bahwa manajemen perusahaan adalah memperluas bisnisnya atau memiliki produktivitas yang tinggi. Perusahaan yang melakukan produksi skala besar biasanya dapat memperoleh manfaat besar juga. Ini bisa menjadi sinyal positif bagi investor untuk berinvestasi, sehingga permintaan saham akan tinggi. Ini dapat mengarah pada nilai perusahaan yang lebih tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya dampak yang cukup besar dari pertumbuhan perusahaan terhadap penilaian investor terhadap kinerja perusahaan. Peningkatan jumlah aset perusahaan yang menjadi tolok ukur pertumbuhan perusahaan tidak mejadi jaminan bahwa perusahaan mendapat penilaian yang positif dari investor. Hal ini bisa dilihat pada perusahaan dengan pertumbuhan aset yang sangat tinggi seperti pada PT. Waskita Karya (Persero) dengan nilai pertumbuhan pada tahun 2015 sebesar 141,66%, namun nilai PBV-nya hanya sebesar 2,34. Sementara itu, perusahaan dengan pertumbuhan yang negatif seperti terjadi pada PT. Vale Indonesia pada tahun 2016 (-10,88%), nilai PBV-nya juga cenderung rendah sebesar 1,18. Begitupun pada PT. Indofood Sukses
Makmur pada tahun 2016 dengan nilai pertumbuhan negatif (-10,52%), nilai PBV-nya juga cenderung rendah sebesar 1,55. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingginya rendahnya pertumbuhan perusahaan tidak memberikan jaminan bahwa perusahaan tersebut akan mendapat penilaian yang positif dari investor.
Pertumbuhan aset yang menjadi tolok ukur pertumbuhan perusahaan tidak menjadi jaminan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang positif. Aset merupakan total modal yang dimiliki yang terdiri dari modal sendiri yang diwakili dengan sejumlah lembar saham, dan modal yang berasal dari luar perusahaan dalam bentuk hutang jangka panjang dan jangka pendek. Apabila pertumbuhan perusahaan itu dikarenakan adanya peningkatan modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan, besar kemungkinan perusahaan tersebut akan mendapat respon positif dari investor. Namun dalam kenyataannya, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan jumlah aset yang besar, peningkatan justru terjadi dari peningkatan jumlah hutang perusahaan. Peningkatan jumlah liabilitas tentunya akan menjadi beban bagi perusahaan sehingga perusahaan harus membayar beban tersebut dari laba yang diperoleh pada setiap tahunnya. Kondisi ini mengakibatkan semakin kecilnya kebijakan pembagian dividen bagi pemilik modal sehingga akan menurunkan respon investor di pasar bursa terhadap saham perusahaan.
4.2.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017 Hasil penelitian ini telah dibuktikan bahwa secara parsial profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini diperlihatkan oleh hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian bahwa profitabilitas mampu menjadi prediktor yang baik dalam menjelaskan nilai perusahaan yang berarti bahwa semakin tinggi proporsi laba terhadap jumlah ekuitas mampu meningkatkan nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fajaria dan Isnalita yang mengungkapkan bahwa profitabilitas yang tinggi meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu et.al (2014), Sabirin et.al (2016), Sucuahi dan Cambarihan (2016), Paminto et.al (2016), Cheryta et.al (2017), Tahu dan Susilo (2017), dan Sudiani dan Wiksuana (2018) yang mengungkapkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar profitabilitas perusahaan maka perusahaan tersebut akan mendapat respon positif dari investor sehingga nilai perusahaan mengalami peningkatan. Kondisi ini bisa dilihat dari perusahaan dengan nilai profitabilitas yang tinggi seperti PT. Matahari Department Store sebesar 160,99%, nilai PBV-nya juga
tergolong tinggi sebesar 46,43. Kondisi tersebut juga terlihat pada PT. Unilever Indonesia pada tahun 2016 dan 2017 dengan profitabilitas sebesar 135,85% dan 135,40%, nilai PBV-nya juga tinggi sebesar 46,67 dan 82,44. Sebaliknya pada perusahaan dengan profitabilitas rendah dengan nilai negatif seperti terjadi pada PT. Vale Indonesia 2017 dengan profitabilitas sebesar -0,87%, nilai PBV-nya juga cenderung rendah sebesar 1,17. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingginya rendahnya profitabilitas perusahaan sangat menentukan nilai perusahaan yang ditunjukkan oleh tinggi rendahnya nilai PBV.
Profitabilitas adalah rasio dari efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur dengan return on equity (ROE) (Sartono, 2010). Return on equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian ekuitas pemegang saham. ROE merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dari ekuitas.Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik.
Brigham (2001) menjelaskan bahwa profitabilitas merupakan determinan utama sebagai pertimbangan pembayaran deviden. Semakin tinggi profitabilitas menunjukkan semakin baik manajemen dalam menjalankan operasi perusahaan. Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi biasanya akan membagikan deviden yang tinggi pula. Myron Gordon dan John Lintner (1959) dalam Brigham (2001), menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran deviden yang tinggi, karena investor menganggap bahwa resiko deviden tidak sebesar kenaikan biaya modal, sehingga investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk deviden daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal.
4.2.4 Pengaruh Struktur Modal, Pertumbuhan Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017
Hasil penelitian ini telah dibuktikan bahwa secara bersama-sama struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini diperlihatkan oleh hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian bahwa secara bersama-sama, struktur modal, pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas mampu menjelaskan dengan baik nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa perkembangan struktur modal yang diikuti oleh pertumbuhan perusahaan dan peningkatan profitabilitas akan memberikan efek yang positif dalam meningkatkan nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
Kebijakan struktur modal yang dilakukan oleh perusahaan tidak bisa berdiri sendiri dalam mempengaruhi nilai perusahaan. Kebijakan struktur modal yang lebih bergantung pada pendanaan yang
berasal dari luar perusahaan akan menjadi beban bagi perusahaan. Kebijakan tersebut akan membuat perusahaan mengurangi pembagian dividen karena digunakan untuk membayar beban untuk kebutuhan pendanaan perusahaan. Pada sisi lain, perusahaan dengan struktur modal yang kuat akan memberikan jaminan bahwa perusahaan tersebut mampu menjalankan kegiatan operasionalnya dengan baik sehingga akan menghasilkan tingkat keuntungan yang besar. Oleh sebab itu, kebijakan struktur modal yang dilakukan harus diiringi dengan peningkatan jumlah laba yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga kebijakan struktur modal memberikan efek yang signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Pertumbuhan perusahaan yang diukur menggunakan perkembangan aset perusahaan tidak menjamin bahwa perusahaan dalam kondisi yang baik. Perusahaan dengan jumlah aset yang tinggi, namun aset tersebut didominasi oleh tingkat liabilitas yang tinggi membuat perusahaan rentan terhadap likuidasi karena tidak mampu menjamin hutang yang dimilikinya dengan permodalan yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang tumbuh dikarenakan kebijakan struktur modal perusahaan yang mengutamakan peningkatan hutang perusahaan dibandingkan dengan peningkatan jumlah modal sendiri tentunya akan memberikan efek yang negatif terhadap kinerja perusahaan. Sebaliknya jika pertumbuhan perusahaan itu dipengaruhi oleh peningkatan jumlah ekuitas perusahaan, maka kondisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu berjalan dengan baik dan berhasil menghasilkan laba yang cukup besar sehingga menambah nilai modal sendiri perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini jelas bahwa kebijakan struktur modal harus mengutamakan pada sumber pendanaan yang berasal dari modal sendiri dan mengurangi jumlah liabilitas perusahaan. Peningkatan aset perusahaan dikarenakan adanya penambahan jumlah modal sendiri menunjukkan bahwa perusahaan tumbuh secara sehat dalam arti pertumbuhan perusahaan tersebut tidak diiringi oleh peningkatan jumlah beban perusahaan. Perusahaan yang tumbuh baik tanpa dibebani oleh hutang yang besar yang harus dibayar setiap tahunnya akan mampu menghasilkan tingkat laba yang positif. Pergerakan struktur modal yang efektif yang berfokus pada modal sendiri akan membuat perusahaan tumbuh secara psotif tanpa dibebani hutang, dan perusahaan tersebut akan mencapai tingkat profitabilitas yang tinggi. Ketiga kondisi tersebut yang saling menunjang satu sama lain akan memberikan efek nilai perusahaan.
## 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang berarti bahwa secara bersama-
sama struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas mampu menjelaskan dengan baik nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
2. Struktur modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
3. Pertumbuhan perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
4. Profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini sebagaimana diuraikan di atas, maka peneliti menyumbangkan saran sebagai berikut:
1. Perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017 supaya meningkatkan profitabilitas perusahaan dengan melakukan efisiensi operasional perusahaan sehingga diharapkan akan berdampak pada penilaian yang positif dari investor dan akan meningkatkan harga saham di bursa efek.
2. Perusahaan LQ-45 di BEI tahun 2015 - 2017 supaya mengurangi ketergantungan permodalan perusahaan pada hutang sehingga kegiatan operasional benar- benar berasal dari modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya supaya melakukan penelitian dengan subjek penelitian yang lebih besar dan lebih beragam misalnya dengan menggunakan perusahaan manufaktur atau seluruh perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia.
4. Bagi peneliti selanjutnya supaya menggunakan periode penelitian yang lebih panjang dan menambahkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi nilai perusahaan seperti tata kelola perusahaan, pengungkapan informasi dalam laporan keuangan, struktur kepemilikan saham, faktor- faktor makro ekonomi dan lain sebagainya.
## DAFA R REFERENSI
Andhika S. D. K., Rizky Dwi P., Hasan, M., dan Fadah,
I. 2018. Capital Structure, Profitability, and Firm Values. International Journal of Scientific & Technology Research Volume 7, Issue 12, December 2018.
Antwi, S., Mills, E.F.E.A., dan Zhao, X. 2012. Capital Structure and Firm Value: Empirical Evidence from Ghana. International Journal of Business and Social Science Vol. 3 No. 22 [Special Issue – November 2012].
Bernard, B., S, H, Jang dan W Kim. (2003 ), “Does Corporate Governance affect Firm Value? Evidence from Korea” , http://papers. ssrn.com. Cheryta, A.M., Moeljadi, dan Indrawati, N.K. 2017. The Effect of Leverage, Profitability, Information Asymmetry, Firm Size on Cash Holding and Firm Value of Manufacturing Firms Listed at Indonesian Stock Exchange. International Journal of Research in Business Studies and Management Volume 4, Issue 4, 2017, PP 21-31 ISSN 2394- 5923 (Print) & ISSN 2394-5931 (Online) http://dx.doi.org/10.22259/ijrbsm.0404004 .
Dewi Putu Yunita Saputri, Gede Adi Yuniarta, Ananta Wikrama Tungga Atmadja, 2014, Pengaruh Strukur Modal, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Pada Nilai Perusahaan , E-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi S1, Volume 2 No: 1
Fahmi , Irham. 2011. Analisa Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.
Fahmi, Irham. 2014. Corporate Financial Management and Capital Markets . Issue 1. Jakarta: Publisher Partners Media Discourse.
Fajaria, A.Z dan Isnalita. 2018. The Effect of Profitability, Liquidity, Leverage and Firm Growth of Firm Value with its Dividend Policy as a Moderating Variable. International Journal of Managerial Studies and Research (IJMSR) Volume 6, Issue 10, October 2018, PP 55-69 ISSN 2349-0330 (Print) & ISSN 2349-0349 (Online) http://dx.doi.org/10.20431/2349-0349.0610005.
Hadiwijaya, T., Lahindah, L., dan Pratiwi, I.R. 2016. Effect of Capital Structure and Corporate Governance on Firm Value (Study of Listed Banking Companies in Indonesia Stock Exchange). Journal of Accounting and Business Studies Vol. 1, No. 1, September 2016.
Hartono, Jogiyanto, (2009), Teori Portofollio dan Analisis Investasi , Edisi kelima, Yogyakarta: BPFE.
Haryetty dan Ririn Araji Ekayanti, 2012, Pengaruh Profitabilitas, Investment Opportunity Set dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Deviden Pada perusahaan LQ-45 Yang Terdaftar Di BEI ,Jurnal Ekonomi Vol, 20 No,3 Universitas Riau Kampus Bina Wydia.
Husnan Suad dan Enny Pudjiastuti, 2006 , Dasar-dasar manajemen keuangan , Edisi ke-5, penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Jogiyanto, Hartono, 2009, Teori Portofolio Dan Analisis Investasi , Yogyakarta: BPFE.
Kusumajaya, Dewa Kadek Oka, 2011, Pengaruh Struktur Modal Dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia , Tesis S2, Universitas Udayana,
(online), (www.google.com).
Mulyadi, 2007, Activity-Based Costing System.edisi keenam, cetakan kedua. BPFE, Yogyakarta.
Novianto Nico Hwrnando, 2016 , Pengaruh Profitabilitas dan Pertumbuhan Manajemen, Volume 52, No. 11, Universitas Tarumanagara.
Paminto, A., Setyadi, D dan Sinaga, J. 2016. The Effect of Capital Structure, Firm Growth and Dividend Policy on Profitability and Firm Value of the Oil Palm Plantation Companies in Indonesia. European Journal of Business and Management www.iiste.org ISSN 2222-1905 (Paper) ISSN 2222-2839 (Online Vol.8, No.33, 2016.
Purwohandoko. 2017. The Influence of Firm’s Size,
Growth, and Profitability on Firm Value with Capital Structure as the Mediator: A Study on the Agricultural Firms Listed in the Indonesian Stock Exchange. International Journal of Economics and Finance; Vol. 9, No. 8; 2017 https://doi.org/10.5539/ijef.v9n8p103.
Putu, N.N.G.M., Moeljadi, Djumahir, dan Djazuli, A. 2014. Factors Affecting Firms Value of Indonesia Public Manufacturing Firms. International Journal of Business and Management Invention ISSN (Online): 2319 – 8028, ISSN (Print): 2319 – 801X www.ijbmi.org Volume 3 Issue 2ǁ February. 2014ǁ PP.35-44.
Sabrin, Sarita, B., Takdir. S.D., dan Sujono. 2016. The Effect of Profitability on Firm Value in Manufacturing Company at Indonesia Stock Exchange. The International Journal of Engineering and Science (IJES) Volume 5 Issue 10 Pages PP 81-89 ISSN (e): 2319 – 1813 ISSN (p): 2319 – 1805.
Setiawan Feri dan Bambang Suryono, 2015, Pengaruh Pertumbuhan
Perusahaan,Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Terhadap Opini Audit Going Concern, Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Vol, 4 No,3, STIESIA Surabaya.
Sucuahi, W dan Cambarihan, J.M. 2016. Influence of Profitability to the Firm Value of Diversified Companies in the Philippines. Accounting and Finance Research Vol. 5, No. 2; 2016 http://dx.doi.org/10.5430/afr.v5n2p149.
Sudana, 2008, ”Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Struktur Modal dan Profitabilitas Pada Nilai Perusahaan, Tesis,Kadek Apriada, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, hlm 221, Universitas Udayana Denpasar Tahun 2013.
Sudiani, N.K.A., Wiksuana I G.B. 2018. Capital Structure, Investment Opportunity Set, Dividend Policy and Profitability as a Firm Value Determinants. RJOAS, 9(81), September 2018 https://doi.org/10.18551/rjoas.2018-09.30.
Susanti, N., & Restiana, N. G. 2018. What’s the best factor to determining firm value? Jurnal Keuangan dan Perbankan, 22 (2), 301-309. https://doi.org/10.26905/jkdp.v22i2.1529.
Swardika I Nyoman Agus, 2017, Pengaruh Leverage, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Properti, E-Jurnal Manajemen Unud, Vol, 6, No, 3, Universitas Udayana Bali. Tahu, G.P dan Susilo, D.D.B. 2017. Effect of Liquidity, Leverage and profitability to The Firm Value (Dividend Policy as Moderating Variable) in Manufacturing Company of Indonesia Stock Exchange. Research Journal of Finance and Accounting www.iiste.org ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN 2222-2847 (Online) Vol.8, No.18, 2017.
|
2eabad08-d62c-4232-a0e0-cc6fc417db42 | https://ejurnaladhkdr.com/index.php/jik/article/download/106/89 |
## ANALISIS PERILAKU PENCEGAHAN CHILD SEXUAL ABUSE OLEH ORANG TUA PADA ANAK USIA SEKOLAH (Analysis Of Child Sexual Abuse Prevention Behavior By Parents In School Age Children)
Nian Afrian Nuari
STIKES Karya Husada Kediri Email: [email protected]
## ABSTRACT
Child abuse is part of the kind of violence that is characterized by any properties of hurting or harassing of sexual. Child sexual abuse is not only a negative impact on the micro level only (individual and family), but it also could have an impact on the process of social development in the future will come. Preventive child sexual abuse in school age children is not optimal due to several factors. The aim of research to analyze factors associated with child abuse prevention behavior of school-age children (6-8 years). The research design is correlational design with cross sectional approach. The population is all mothers in SDN Kawedusan 1 Kediri much as 73 mothers with a sample of 22 respondents taken by purposive sampling technique. The result showed mostly maternal age 20-35 years old, high school educated, have jobs as the private sector, knowledge of early sexual education categories of good and positive maternal attitude towards the prevention of child sexual abuse in school-age children. Based on the analysis of Spearmean rho test obtained child sexual abuse prevention behaviors in school-age children have a correlation with the mother's age factor (p = 0.021), maternal education (p = 0.028), mother's occupation (p = 0.036), knowledge mothers about early sexual education (p = 0.002) and attitude of mothers in the prevention of child sexual abuse behavior (p = 0.001). Based on these results it is expected that the capital increase knowledge about sexual education early in order to carry out the role in sex education so that preventive measures implemented in the environment of child sexual abuse.
Keywords: analysis, mother, behavior, child, sexual, abuse
## PENDAHULUAN
Dewasa ini sering kita temui adanya peristiwa kekerasan seksual pada anak yang dapat dilihat dari berbagai media baik majalah, koran, televisi maupun media informasi lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa kejahatan seksual sudah melanda dunia anak yang sebenarnya masih harus dilindungi. Dalam kontek kesehatan reproduksi maka peristiwa ini termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Hal ini akan menganggu perkembangan anak untuk masa-masa perkembangan selanjutnya. Oleh karenanya kejadian demikian sangat
tidak diharapkan oleh siapapun khususnya ibu.
Pengertian kekerasan seksual pada anak mengacu pada kegiatan melibatkan anak dalam kegiatan seksual, sementara anak tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan. Aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau anak lain, bertujuan untuk mendapatkan kepuasan bagi pelaku. Kegiatan ini, yang termasuk didalamnya adalah prostitusi atau pornografi, pemaksaan melihat kegiatan seksual, memperlihatkan kemaluan untuk tujuan kepuasan dan stimulasi seksual,
perabaan, dan pemaksaan terhadap anak (IDAI, 2014).
Berdasarkan data Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM, korban child sexual abuse lebih banyak menimpa anak yang belum sekolah, anak yang sedang duduk di taman kanak-kanak dan sekolah dasar (Viciawati, 2008). Penyebab tingginya angka kejadian sexual abuse adalah anak memiliki beberapa karakter yang seringkali membuat pelaku bisa lebih mudah memperdayai. Briggs dan Hawkins sebagaimana dikutip (Viciawati, 2008) mengungkapkan penyebabnya adalah anak yang polos mempercayai semua orang dewasa, anak usia belia tidak mampu mendeteksi motivasi yang dimiliki orang dewasa, anak diajarkan untuk menuruti orang dewasa, secara alamiah anak memiliki rasa ingin tahu mengenai tubuhnya dan anak diasingkan dari informasi yang berkaitan dengan seksualitasnya. Hasil studi pendahuluan terhadap 10 anak didapatkan informasi yang pernah mengalami child sexual abuse sebanyak 1 anak (10%) dan masih ada kemungkinan lain yang mengalami child sexual abuse akan tetapi belum terbuka untuk mengatakan kejadian tersebut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan banyak aduan kekerasan pada anak pada tahun 2010, dari 171 kasus pengaduan yang masuk, 67,8% terkait dengan kasus kekerasan. Diantara kasus kekerasan tersebut yang paling banyak adalah kasus kekerasan seksual yaitu 45,7% (53 kasus). Tahun 2011 ada 156 kekerasan seksual khususnya sodomi pada anak dari anak yang menjadi korban. Kekerasan seksual, berdasarkan tempat terjadinya kebanyakan terjadi di rumah (48,7%), tempat umum (6,1%), sekolah (4,6%), tempat kerja (3,0%), dan tempat lainnya seperti motel, hotel, dan lain-lain (37,6%) (IDAI, 2014).
Dampak negatif child sexual abuse secara langsung adalah pada korban child sexual abuse itu sendiri. Efek negatif
dalam jangka waktu panjang adalah seperti dikemukakan Brierre dan Runtz (dalam Viciawati, 2008) bahwa rasa cemas, rasa takut dan depresi yang sebelumnya disebut sebagai gejala jangka pendek cenderung menjadi kronis dan menetap menjadi gejala jangka panjang. Kondisi psikologis anak child sexual abuse tentu akan mempengaruhi perannya di masyarakat. Child sexual abuse tidak hanya memberikan dampak negatif pada level mikro saja (individu dan keluarga), tetapi juga bisa berdampak pada proses pembangunan sosial di masa yang akan datang (Viciawati, 2008).
Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Romantika (2014) di Kabupaten Wonogiri ditemukan beberapa faktor utama penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yaitu kurangnya pendidikan agama yang kuat pada anak kurangnya perhatian orang tua karena ditinggal merantau serta kurangnya kepedulian masyarakat dalam bertetangga.
Faktor lain yang turut berperan yaitu kurangnya pendidikan seks pada anak sesuai usia, kemiskinan dan pengangguran, pergaulan bebas dan gaya hidup, hilangnya karakter dan budaya bangsa, serta globalisasi informasi (IT).
Ibu sebagai orang terdekat dengan anak mempunyai peran yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Mengingat hal tersebut maka anak membutuhkan perlindungan dari orang yang lebih dewasa terutama ibunya. Ibu harus memberikan pendidikan seksualitas terhadap anaknya sejak dini (Viciawati,
2008). Tugas ibu adalah memastikan anak mengetahui terhadap alat kelamin, kemudian memastikan anak segera melapor kepada ibu jika mendapat gangguan atau pelecehan fisik maupun verbal dari orang lain yang mengajaknya berinteraksi (Pratama, 2014). Ibu perlu memahami perilaku pencegahan child sexual abuse pada anak agar anak terhindar dari child sexual abuse. Berdasarkan latar belakang diatas maka
peneliti ingin menganalisis faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan child sexual abuse oleh orang tua pada anak usia sekolah
## METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah desain korelasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebagian ibu yang memiliki ank usia sekolah (usai 6-8 tahun) di SDN Kawedusan 1 Kabupaten Kediri sebanyak 22 responden yang diambil dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Analisis data dilakukan dengan uji statistik
Spearmean Rho
dengan signifikansi 0,05 (Notoatmodjo, S. 2010)
## HASIL PENELITIAN
DATA UMUM Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Ibu Tabel 1.Distribusi Respoden Berdasarkan Usia Ibu di SDN Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Umur Ibu f % 1 < 20 Tahun 0 0,0 2 20-35 Tahun 12 54,5 3 > 35 Tahun 10 45,5 Total 22 100 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sebagian besar responden berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 12
responden (54,5%)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu Tabel 2. Distribusi Respoden Berdasarkan Pendidikan Ibu di SDN Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Pendidikan Ibu f % 1 Tidak Sekolah 0 0,0 2 SD 4 18,2 3 SMP 6 27,3 4 SMA 8 36,4 5 Sarjana 4 18,2 Total 22 100 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hampir setengah responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 8 responden (36,4%) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Tabel 3. Distribusi Respoden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di SDN Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Pekerjaan Ibu f % 1 Tidak Bekerja 6 27,3 2 Swasta 12 54,5 3 PNS 4 18,2 Total 22 100 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sebagian besar responden berkerja di sektor swasta yaitu sebanyak 12 responden (54,5%)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Tentang Pendidikan seksual dini Tabel 4. Distribusi Respoden Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang Pendidikan Seksual Dini pada Anak Usia 6-8 Tahun di SDN Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Pengetahuan f % 1 Kurang 6 27,3 2 Cukup 7 31,8 3 Baik 9 40,9 Total 22 100 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hampir setengah responden memiliki pengetahuan tentang pendidikan seksual dini dengan kategori baik yaitu 9 responden (40,9%)
Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Terhadap Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun Tabel 5. Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun di SDN Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Sikap f % 1 Positif 15 68,1 2 Negatif 7 31,9 Total 22 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sebagian besar responden sikap pencegahan child sexual abuse termasuk kategori positif yaitu 15 responden (68,1%) Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun Tabel 6. Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun di SDN Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Perilaku f % 1 Kurang 8 36,4 2 Cukup 3 13,6 3 Baik 11 50,0 Total 22 100 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui setengah responden memiliki perilaku pencegahan child sexual abuse termasuk kategori baik yaitu 11 responden (50%)
Data Khusus Analisis Hubungan Karakteristik Responden, Pengetahuan Ibu, Sikap Ibu dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun Tabel 7. Analisis Hubungan Karakteristik
Responden, Pengetahuan Ibu,
Sikap Ibu dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun di SDN
Kawedusan I Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri No. Hubungan Perilaku Pencegahan child sexual abuse P value Kesimpulan Uji statistik 1 Usia Ibu Uji Spearmean Rho 0,021 Ada hubungan 2 Pendidikan Ibu Uji Spearmean Rho 0,028 Ada hubungan 3 Pekerjaan Ibu Uji Spearmean Rho 0,036 Ada hubungan 4 Pengetahuan Ibu Uji Spearmean Rho 0,002 Ada hubungan 5 Sikap Ibu Uji Spearmean Rho 0,001 Ada hubungan
Berdasarkan tabel 10. diketahui bahwa perilaku pencegahan child sexual abuse berhubungan dengan faktor karakteristik responden yaitu usia anak, jenis kelamin anak, usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pendapatan keluarga. Selain itu berdasarkan analisis dengan uji statistik Spearmean rho didapatkan hubungan antara pengetahuan ibu dan sikap ibu dengan perilaku pencegahan child sexual abuse .
## PEMBAHASAN
Pada bagian ini diuraikan dari hasil penelitian
analisis factor yang berhubungan dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun di SDN Kawedusan 1 Desa Kawedusan Kecamatan
Plosoklaten Kabupaten Kediri.
1. Identifikasi Hubungan Usia Ibu dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia
Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 12 responden (54,5%). Berdasarkan hasil uji spearmean rho didapatkan hubungan antara usia ibu dengan perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia Sekolah . Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan fisik dan psikologis. Pada kelompok umur 20-35 tahun termasuk dalam kategori dewasa sehingga tingkat psikologis taraf berpikir sudah semakin matang, dengan demikian kemampuan untuk menerima dan memahami apa yang diperoleh terutama tentang pendidikan seksual dini sudah lebih baik. Rentang usia 26-35 tahun adalah usia dewasa awal, dimana Friedman (2010) menyatakan bahwa seseorang yang berada dalam rentang usia 26-35 tahun dianggap sebagai pembuat keputusan.
Hal ini sesuai dengan penelitian Santi et al (2014) bahwa Penelitian yang dilakukan terhadap 369 responden di Kecamatan Sukajadi
Pekanbaru didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa responden terbanyak berada pada rentang usia 26-35 tahun. Seseorang dalam rentang usia 26-35 tahun lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosialnya yang mempengaruhi penerimaan informasi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan orang tua tentang kesehatan seksual pada anak usia 7-12 tahun.
2. Identifikasi Hubungan Pendidikan
Ibu Dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia Sekolah
Berdasarkan hasil
penelitian diketahui hampir setengah responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 8 responden (36,4%) yang merupakan kelompok pendidikan menengah. Pada kelompok pendidikan menengah
pengetahuan seseorang juga lebih banyak dibanding yang berpendidikan dasar, karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi, dan akhirnya makin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Berdasarkan hasil uji spearmean rho didapatkan hubungan antara pendidikan ibu dengan perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung terpajan dengan sumber informasi (Mubarak, 2007), namun seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media seperti media massa dan elektronik, maka pengetahuannya dapat meningkat. Pengetahuan orang tua yang cukup tentang kesehatan seksual pada anak usia sekolah bisa dikarenakan banyaknya paparan informasi yang didapatkan oleh orang tua dari berbagai media massa dan elektronik terutama
tentang kekerasan seksual pada anak. Pengetahuan yang baik mempunyai peran dalam membentuk perilaku ibu dalam pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia Sekolah.
3. Identifikasi Hubungan Pekerjaan Ibu
Dengan Perilaku Pencegahan Child
Sexual Abuse pada Anak Usia
Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui sebagian besar responden berkerja di sektor swasta yaitu sebanyak 12 responden (54,5%). Faktor lain yang berpengaruh terhadap pengetahuan adalah pekerjaan. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan swasta menjadikan seseorang bergaul dengan banyak orang yang memiliki berbagai macam latar belakang, sehingga mereka saling berbagi pengetahuan dan pengalaman salah satunya pengetahuan tentang pendidikan seksual dini. Hal ini yang menyebabkan pengetahuan mereka baik.
Berdasarkan hasil uji spearmean rho didapatkan hubungan antara pendidikan ibu dengan perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun. Orang tua yang bekerja memang memiliki sedikit interaksi dengan anak- anaknya karena lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, namun bukan berarti orang tua tidak memberikan pengetahuan tentang kesehatan seksual pada anak usia 6-8 tahun. Pengetahuan tentang kesehatan seksual pada anak usia 6-8 tahun bisa diberikan orang tua pada saat keluarga sedang berkumpul bersama di rumah (Santi et all, 2014). Pekerjaan responden sebagian besar adalah swasta. Pekerjaan swasta selalu menjalankan aktifitas di luar rumah sehingga dapat melihat berbagai perilaku di masyarakat termasuk perilaku sexual abuse, dengan demikian dapat memilih mana perilaku yang baik
untuk mencegah terjadinya sexual abuse pada anaknya
4. Identifikasi Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Pendidikan Seksual Dini
Dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia
Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat hampir setengah responden memiliki pengetahuan tentang pendidikan seksual dini dengan kategori baik yaitu 9 responden (40,9%). Pengetahuan
merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi (Mubarak, dkk, 2007).
Menurut Sunaryo (2009) faktor yang mempengaruhi perilaku meliputi faktor genetik atau faktor endogen (jenis ras, jenis kelamin, sifat fisik, sifat kepribadian, bakat pembawaan, inteligensi) dan faktor eksogen atau faktor dari luar individu (faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi, kebudayaan) dan faktor lain (susunan saraf pusat, persepsi dan emosi). Pengetahuan orang tua yang tentang kesehatan seksual pada anak usia 6-8 tahun dalam penelitian ini kemungkinan diperoleh orang tua melalui media massa dan elektronik.
Hasil penelitian didapatkan hampir setengah responden memiliki pengetahuan tentang pendidikan seksual dini dengan kategori baik. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, pendidikan, pekerjaan dan informasi.
Informasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang pendidikan seksual dini. Adanya
informasi tentang pendidikan seksual dini menyebabkan pengetahuan
tentang pendidikan seksual dini menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil uji spearmean rho didapatkan hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Tresnariyas (2013) yang menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan kekerasan seksual pada anak.
5. Identifikasi Hubungan Sikap Ibu Dengan Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian diatas dilihat sebagian besar responden sikap pencegahan child sexual abuse termasuk kategori positif yaitu 15 responden (68,1%)
Menurut Suliha (2011) perilaku adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan, yang dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang. Sedangkan menurut Notoatmojo (2010) menjelaskan bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Hasil penelitian didapatkan setengah responden memiliki perilaku pencegahan child sexual abuse termasuk kategori baik.
Berdasarkan hasil uji spearmean rho didapatkan hubungan antara sikap ibu dengan perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse pada Anak Usia 6-8 Tahun. Sikap positif yang dimiliki oleh orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak kemungkinan disebabkan oleh
pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa terbentuknya perilaku baru yaitu sikap
dimulai dari domain kognitif, yang berarti subjek atau individu mengetahui terlebih dahulu stimulus berupa materi atau objek sehingga menimbulkan pengetahuan yang baru pada individu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden yang mempunyai sikap yang positif dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan seksual pada anak usia 6-8 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yeimo (2014) tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua tentang kekerasan fisik pada anak di Papua, yang menunjukkan semakin baik dan positif tingkat pengetahuan serta sikap orang tua, maka makin baik pula perilaku orang tua dalam mencegah terjadinya kekerasan pada anak ( p value = 0,000).
## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Hasil penelitian didapatkan usia ibu sebagian besar 20-35 tahun,
berpendidikan SMA, mempunyai pekerjaan sebagai swasta, pengetahuan tentang pendidikan seksual dini kategori baik dan sikap ibu positif terhadap pencegahan child sexual abuse pada anak usia 6-8 tahun.
2. Perilaku pencegahan child sexual abuse pada anak usia 6-8 tahun mempunyai hubungan dengan faktor usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu dan sikap ibu dalam melakukan perilaku pencegahan child sexual abuse
## Saran
1. Bagi Masyarakat
Disarankan agar masyarakat dapat mengembangkan pendidikan seks dini melalaui berbagai kegiatan di masyarakat baik dengan bekerja sama tenaga kesehatan sebagai narasumber guna pencegahan child sexual abuse.
2. Bagi Ibu Disarankan agar ibu meningkatkan pengetahuan tentang pendidikan seksual dini agar dapat melaksanakan peran dalam pendidikan seks sehingga terlaksana tindakan pencegahan child sexual abuse
dilingkungan keluarganya.
## DAFTAR PUSTAKA
Friedman,
M. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori dan praktik edisi 5 . Jakarta: EGC.
IDAI. 2014. Mengajari Kewaspadaan Kekerasan Seksual Pada Anak .
Diperoleh pada tanggal 13 Agustus 2014 dari http://idai.or.id/public- articles
Mubarak, dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan .
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku . Jakarta: Rineka Cipta.
Pratama, Rayhan. 2014. Memutus Mata Rantai Anak Sebagai Korban Pelecehan Seksual . [email protected]. Diakses tanggal 13 Nopember
2015
Romantika, P. 2014. Upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak oleh pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) di Kabupaten Wonogiri . Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Fakultas
Syari’ah dan Hukum. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 dari http://digilib.uin suka.ac.id
Santi, Fisnawati dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang
Kesehatan Seksual Pada Anak Usia 7-12 Tahun Dengan Sikap Orang Tua Dalam Pencegahan
Kekerasan Seksual. Universitas Riau. Diakses pada tanggal 7 Desember 2014 dari http:// digilib.unri.ac.id
Suliha, U. dkk. 2011. Pendidikan
Kesehatan dalam Keperawatan . Jakarta : EGC. Sunaryo. 2009. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Tresnariyas, G. 2013. Gambaran pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak di Kelurahan Kebon Jayanti Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung . Universitas Padjajaran. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 dari http://pustaka.unpad.ac.id Viciawati, Sari. 2008. Pendidikan Seksualitas untuk Anak Melalui Pemasaran Sosial Sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Child Sexual Abuse (Penelitian Tindakan terhadap Sepuluh Orang Tua yang Memiliki Anak pada Usia Taman Kanak-kanak sampai dengan Kelas Empat Sekolah Dasar). Jakarta : Universitas Indonesia
Yeimo, N. (2014). Pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua tentang kekerasan fisik pada anak di Papua . Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah 2014. Diakses pada tanggal 24 Januari 2015 dari http://download.portalgaruda.org/a rticle . php
|
6495c0a9-09d2-43a5-b218-627cff4f08dc | http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation/article/download/2339/531 | Jurnal Teologi Cultivation Vol. 7, No. 2, Desember 2023, pp. 76 - 95 pISSN: 2581-0499, eISSN: 2581-0510 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation
Kesetaraan Gender Berbasis Kejadian 1:26-27; 2:18: Upaya Rekontruksi Konseptual Kedudukan Laki-laki dan Perempuan di Tengah-tengah Gereja
Eka Agustina Ambarita 1 , Iwan Setiawan Tarigan 2 , Berton Bostang H. Silaban 3
1,2,3 Institut Agama Kristen Negeri Tarutung
[email protected] , [email protected], [email protected]
## Abstract:
The purpose of this research is to describe gender equality based on Genesis 1:26-27; 2:18 and to reconstruct the conceptual position of men and women in the center of the church. The research method of this paper is a qualitative method with a library research approach. This research is explored using the principles of hermeneutics, exegesis and exposition in describing gender equality based on Genesis 1:26-27; 2:18 and reconstruct the conceptual position of men and women in the center of the church. The research was carried out by observing various literary texts according to the topics discussed in the research, then compiling them in a holistic, comprehensive and coherent manner. From the results of hermeneutic studies, exegesis and exposition of Genesis 1:26-27; 2:18, the paradigm which considers that women are lower than men when examined more deeply, turns out that this assumption is refuted, because the Bible teaches the principle of gender equality. Men and women are equal before God as creator. So that no one is looking for a way to determine the truth on their own. They are different to complement each other in order to realize the perfect humanity as God wills. The inequality of men and women is a view that contradicts the message of equality between men and women in Genesis 1:26-27 and 2:18.
Keywords: equality; gender; reconstruction; conceptual; position
## Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesetaraan gender berbasis Kejadian 1:26-27; 2:18 dan untuk merekontruksi konseptual kedudukan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah gereja. Metode penelitian tulisan ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan Studi Kepustakaan (Library Research). Penelitian ini digali menggunakan prinsip-prinsip ilmu hermeneutik, eksegese dan eksposisi dalam mendeskripsikan kesetaraan gender berbasis Kejadian 1:26-27; 2:18 dan merekontruksi konseptual kedudukan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah gereja. Penelitian dilakukan dengan observasi terhadap berbagai teks literatur sesuai dengan topik pembahasan dalam penelitian, kemudian menyusun secara holistik, komprehensif dan koheren. Dari hasil studi hermeneutik, eksegese dan eksposisi Kejadian 1:26-27; 2:18, paradigma yang menganggap bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki ketika ditelusuri lebih dalam, ternyata anggapan tersebut terbantahkan, karena Alkitab mengajarkan prinsip kesetaraan gender. Laki-laki maupun perempuan adalah setara di hadapan Tuhan sebagai pencipta. Sehingga tidak lagi seorang pun mencari jalan untuk menentukan kebenarannya sendiri-sendiri. Mereka berbeda untuk saling melengkapi demi mewujudkan kemanusiaan yang sempurna sebagaimana yang Allah kehendaki. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan adalah pandangan yang bertentangan dengan pesan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Kejadian 1:26-27 dan 2:18.
Kata kunci: kesetaraan; gender; rekontruksi; konseptual; kedudukan
## PENDAHULUAN
Salah satu isu yang terus menerus menjadi perdebatan antara laki-laki dan perempuan adalah konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, atau kesetaraan gender. Arti istilah kesetaraan gender menitikberatkan pada masalah perbedaan budaya dan status perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dan Gereja. Sebab, peluang
perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan lainnya, baik kegiatan ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, pendidikan, dan administrasi, masih relatif sedikit dibandingkan laki-laki. Secara sosial, pembatasan tersebut bersumber dari serangkaian nilai dan norma sosial yang membatasi ruang gerak perempuan dibandingkan laki-laki. 1
Salah satu sumber mengutip pandangan tokoh tertentu, seperti Johannes Calvin. Menurutnya, karena perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, maka mereka mempunyai kesempatan kedua untuk menentukan perannya di masyarakat, terutama dalam hal kepemimpinan publik. Thomas Aquinas yang mengatakan bahwa perempuan diciptakan dari laki-laki yang tidak sempurna; Immanuel Kant berpendapat bahwa perempuan memiliki emosi seperti kekuatan, kecantikan, cinta, dan kelembutan, namun tidak memiliki kualitas mental yang berhubungan dengan aspek kognitif sehingga tidak dapat menentukan perilaku yang pantas. 2 Secara sosiokultural, sebagian besar masyarakat memberikan hak yang tidak setara kepada perempuan karena berbagai alasan, dan disparitas ini sering terjadi dalam dunia keagamaan. Misalnya, ada gereja di lokasi tersebut yang tidak memperbolehkan perempuan menduduki posisi pelayanan. Hal ini mempengaruhi munculnya gerakan-gerakan perempuan yang memperjuangkan identitas, kekuasaan, dan keadilannya. 3 Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa perempuan tidak mempunyai hak untuk mengambil peran umum dalam masyarakat, termasuk kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan opini. 4
Jadi jelas permasalahan yang dihadapi laki-laki dan perempuan bukanlah hal baru. Karena permasalahan ini terjadi setelah laki-laki jatuh ke dalam dosa seperti yang digambarkan dalam kitab Kejadian, dan permasalahan tersebut terlihat dalam banyak hal yang mengancam perempuan. Beberapa pernyataan di atas menjadi alasan mengapa dianggap merugikan perempuan. Oleh karena itu, sekitar tahun 1900-an, konsep feminisme muncul sebagai respon atas perempuan terhadap budaya patriarki, sebagai upaya mereka untuk melepaskan diri dari penindasan yang dialami akibat budaya
1 H. Hanafi, “Teologi Penciptaan Perempuan: Rekonstruksi Penafsiran Menuju Kesetaraan Gender,” Buana Gender: Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. 1, No.2 (2016), 143-163.
2 A. Murfi, “Isu Gender: Sejarah Dan Perkembangannya , ” Jurnal Islamia, Vol. 3, No. 5 (2010), 267.
3 Bobby Kurnia Putrawan, “Perempuan Dan Kepemimpinan Gereja: Suatu Dialog Perspektif Hermeneutika Feminis,” Kurios: Jurnal Teolodi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol. 6, No. 1 (2020), 115.
4 Yunardi Kristian Zega, “Perpektif Alkitab tentang Kesetaraan Gender Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen,” Didache: Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 (2021), 160-174.
patriarki. 5 Meluasnya gerakan feminisme memungkinkan perempuan memberontak terhadap norma dan sistem budaya yang dianggap merugikan kehidupan mereka seperti hak untuk hidup, bekerja, dan setara. 6
Gereja adalah komunitas yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang Allah untuk melayani dunia dan mewartakan karya besarNya. Di sini, persekutuan orang-orang pilihan dan panggilan Allah berlaku bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus, termasuk orang dewasa, anak-anak, laki-laki dan perempuan. 7 Secara khusus, kajian ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama terpanggil untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun mereka berada, termasuk di dalam gereja. 8
## METODE PENELITIAN
Penyajian tulisan ini akan diadakan penyelidikan khusus dalam Kejadian 1:26-27; 2:18 dengan ayat-ayat lain yang berkaitan erat dengan nats Alkitab tersebut. Dalam rangka mencari jawaban atau permasalahan yang telah dipaparkan dengan menggunakan metode penulisan kualitatif 9 yakni pendekatan studi kepustakaan ( library research ), yang merupakan studi biblika khususnya Perjanjian Lama. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan memaparkan tafsiran Kejadian 1:26-17; 2:18 dan upaya rekontruksi konseptual kedudukan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah gereja. Penelitian ini dilakukan dengan observasi terhadap berbagai teks literatur sesuai dengan topik pembahasan dalam penelitian, kemudian menyusun secara holistik, komprehensif dan koheren. Selanjutnya dari hasil penelitian akan diperoleh hasil yang disebut dengan temuan kajian dan menghasilkan upaya rekontruksi konseptual kedudukan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah gereja. Dalam penelitian harus dibaca berulang-ulang,
5 Rahayu, “Tinjauan Teologis Terhadap Budaya Patriarkat Di Indonesia,” 119.
6 Paulus Dimas Prabowo, Ni Putu Sumarmi, Riska Verdiana, “Perempuan Di Hadapan Laki-laki: Sebuah Perbandingan Sebelum Dan Sesudah Kejatuhan Manusia Berdasarkan Kejadian 1-3,” Shalom: Jurnal Teologi Kristen , Vol. 2, No. 1 (2022), 42.
7 O. E. Ch. Wuwungan, Bina Warga Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 65.
8 Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab, Peran, Partisipasi & Perjuangannya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), xiii.
9 Dalam penelitian kualitatif membutuhkan data atau informasi, memiliki langkah-langkah unik dalam analisis data dan bersumber dari strategi penelitian yang berbeda-beda. Lih. John W. Creswell, Research Design “Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif Dan Campuran” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), 245.
dipahami dan mengambil pesan atau nilai penting dari setiap teks Alkitab yang diteliti sebagai pedoman hidup bagi orang Kristen.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Tafsiran Ayat Per Ayat
1. Manusia Segambar dan Serupa dengan Allah (Kej. 1:26-27)
Kejadian 1:26-27 dalam versi Lembaga Alkitab Indonesia mencatat bahwa Allah menjadikan manusia baik laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa-Nya. Teks Ibrani untuk klausa “menurut gambar dan rupa Kita” adalah וּנ ֵמ ְּל ַצ ְּב וּנ ֵתוּמ ְּד ִּכ ( betsalmenû kidmûtenû ) yang berarti “dalam gambar menurut keserupaan Kita.” Menurut teks asli, tidak ada kata penghubung ו ( we ) atau “dan” diantara kedua kata itu seperti yang diterjemahkan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Maka, penekanannya adalah pada kata ‘gambar’ yang dalam bahasa Ibraninya adalah םֶל ֶצ ( tselem ). Kata ini bisa memiliki arti gambar, model, atau patung. 10
Alkitab tidaklah secara gamblang menjelaskan makna dari gambar Allah, 11 walaupun memang ada yang meyakini gambar Allah yang dimaksudkan mengacu kepada laki-laki ataupun perempuan. 12 Kata laki-laki dan perempuan yang dipakai dalam kitab Kejadian unik karena tidak sama dengan pemakaian pada konteks Timur dekat Kuno. Ketika penciptaan manusia, pemakaian kata laki-laki dan perempuan dalam Kejadian 1:27, hanyalah memberi petunjuk perbedaan laki-laki dan perempuan berkaitan dengan jenis kelamin serta tidak memperlihatkan hubungan antara keduanya secara hirarki, superior dan inferior. Tetapi kemudian ketika memakai istilah שׁי ִּא ( ish ) untuk laki-laki dan ה ּׁ֔ש ִּא ( isha ) untuk perempuan, nampak menunjukkan hubungan keduanya dalam konteks gender. Istilah ini menunjuk pada kualitas kesetaraan, dimana laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda. Bahkan ketika laki-laki menyapa perempuan, ia
10 William L. Holladay, A Concise Hebrew And Aramaic Lexicon Of The Old Testament (Leiden: Brill, 2000), 306.
11 Beberapa penafsir Alkitab beranggapan bahwa jika manusia berubah maka citra Allah pun ikut berubah, karena mereka mencampur adukkan gambar Allah dengan manusia. Sedangkan Alkitab menuliskan mengenai asal mula diciptakannya manusia adalah menurut gambar Allah dan kudus. Setelah mereka jatuh ke dalam dosa pun mereka masih disebut sebagai manusia, dan tidak dijelaskan bahwa gambar Allah itu rusak. Lih. John F. Kilner, “Humanity In God’s Image: Is The Image Really Damaged?,” Journal Evangelical Theology Society, Vol. 53, No. 3 (2010), 617.
12 Biasanya pandangan ini melihat bahwa laki-laki dan perempuan sebagai gambaran kejamakan Allah yang mengacu kepada kata “kita” yang disematkan pada Allah sebagai pencipta di dalam penciptaan. Ada juga yang menyatakan bahwa Karl Barth dan Emile Brunner dalam tulisan dogmatikannya, memahaminya dalam katagori yang disebut Ontological View .
mengatakan bahwa perempuan merupakan “tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Artinya perempuan bukanlah makhluk kelas dua yang terpisah dan berbeda kualitasnya dari laki-laki, bukan pula bersifat inferior, sebaliknya sekualitas dan juga sejajar. Menarik penjelasan Von Rad, berkenaan gambar Allah dengan mengacu kepada konteks Timur dekat Kuno. Diungkapkan bahwa pemakaian istilah ֶםל ֶצ ( tselem ) dalam tradisi para raja dalam konteks politik masa tersebut, adalah sebagai penanda atau simbol kehadirannya. Dengan demikian untuk menyatakan kekuasaan seorang raja atas satu daerah, tanpa harus mereka menghadirkan diri, dibuat simbol dalam bentuk patung yang menjadi representasinya. Mereka ditempatkan di dunia sebagai wakil Allah untuk berkuasa serta ditugaskan menaklukkan dan mengolah bumi yang menjadi kekuasaan Allah. 13
Brown mengungkapkan bahwa kata ini banyak digunakan dalam Perjanjian Lama untuk merujuk pada sesuatu yang diukir, misalnya patung pemujaan berhala (Am. 5:26; 1 Sam. 6:5; 2 Raj. 11:18, 2 Taw. 23:17; Yeh. 16:17). 14 Menurut Grudem, tselem mengacu pada objek yang mirip dengan sesuatu yang lain dan sering digunakan untuk mewakilinya. 15 Dengan kata lain manusia merupakan suatu representasi Allah. 16
Pernyataan ini diperkuat oleh Lempp, yang mengatakan bahwa bahwa dalam konteks sosial Timur dekat Kuno, kata tselem dapat dimaksudkan sebagai bentuk fisik yang mewakili kehadiran penguasa atau reinterpretasi kehadiran seorang raja di suatu wilayah. 17 Artinya, manusia sebagai gambar Allah memiliki makna bahwa manusia merupakan wakil Allah di bumi yang diwarisi otoritas oleh-Nya untuk menguasai ciptaan. Lebih lanjut, Karris berpendapat bahwa untuk mengetahui ciptaan manusia seperti apa, perlu dipahami terlebih dahulu apa arti kata “gambar”. Di dunia kuno, “gambar” mengacu pada patung raja yang dikirim oleh kerajaan untuk menjadi wakil mereka. Kalau benar dalam kitab Kejadian, berarti ciptaan menurut gambar Allah, laki- laki dan perempuan adalah wakil Allah di muka bumi. Hal ini ditegaskan dalam
13 Dalam pandangan Von Rad, Genesis OTL (Philadelphia: Westmister, 1960), 59 pada tafsir Kitab Kejadian dan juga Walther Eichrodt, The Old Testament Theology Vol. 2 (Philadelphia: Wesminster, 1960), 122-34 memberikan penjelasan bahwa rasio, kekekalan, perasaan moral seperti pandangan Subtantive View bukanlah gambar Allah yang dimaksudkan.
14 Francis Brown, The Brown Driver Briggs Hebrew And English Lexicon (Oxford: Clarendon, 1907), 853.
15 Wayne Grudem, Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1994), 442.
16 Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah , 18.
17 Walter Lempp, Tafsiran Perjanjian Lama Kejadian 1:1-4:26 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 14.
ungkapan, “Manusia diberi kekuasaan di bumi.” Sebagaimana Allah memerintah di surga, manusia juga memerintah di bumi sebagai wakil Allah dalam kebenaran dan kekudusan sejati (Efesus 4:24). 18
Menurut Wenham, kata bara menekankan "kebebasan dan otoritas seniman", dan W. H. Schmid mengatakan bahwa kata bara "meluaskan ciptaan Allah dan tidak sulit karena Allah begitu bebas dan tak terbatas di alamnya." 19 Bagi Atkinson, kata bara berarti Allah menciptakan sesuatu yang baru, tidak menggunakan apa pun sebagai bahan aslinya. Dia menciptakannya dari ketiadaan (ex-nihilo). 20 Kata penciptaan (bara) berarti menciptakan sesuatu yang baru dari ketiadaan dan menjadi ada dengan cara yang benar- benar berbeda dari yang lain. Kata ini digunakan untuk menggambarkan suatu pekerjaan yang hanya dilakukan oleh Allah. Manusia tidak bersifat ilahi melalui penciptaan. Manusia diciptakan di bawah Allah dan bergantung pada-Nya (lih. Mazmur 8:6). 21 Jadi tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, jelaslah bahwa laki-laki dan perempuan tidak diciptakan dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata lain, perempuan tidak diciptakan dari laki-laki. Keduanya diciptakan dari debu, segambar dengan Allah (Kejadian 1:27), dan mempunyai tugas yang sama yaitu memerintah dan menguasai bumi. 22 Dari sudut pandang Tuhan, laki-laki dan perempuan adalah setara. Mereka diberkati oleh Tuhan (Kejadian 1:8) dan terhubung dengan Tuhan (Kejadian 3:9, 13, 16-19). Hasilnya, laki-laki dan perempuan dalam Kejadian 1-2 adalah setara baik secara personal, sosial dan spiritual. Laki-laki dan perempuan adalah mahkota ciptaan; mereka diciptakan untuk memerintah. Dalam Kejadian 1:26 dan 2:7, terdapat keputusan pasti dan pekerjaan Allah yang jelas sebelum penciptaan laki-laki dan perempuan. Manusia diciptakan untuk mengasihi. Manusia diciptakan untuk berhubungan dan saling melengkapi dalam kasih. Kejadian 1:27 menunjukkan bahwa
18 Tinis Vivid Laia & Thobias A. Messakh, “Kesetaraan Laki-laki Dan Perempuan Menurut Kejadian 1:26-27 Dan 2:18-23 Serta Implikasinya Dalam Masyarakat Dan Gereja Nias”, Didache: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, Vol. 1, No. 1 (2019), 45.
19 G. Wenham, Genesis 1-15 (World Biblical Commentary: Word Books, 1987), 14.
20 David Atkinson, Kejadian Mendukung Bertumbuhnya Sains Modern: Kejadian 1-11 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996), 19.
21 Yune Sun Park, Tafsiran Kitab Kejadian (Jawa Timur: Departemen Literature YPPII, 2002), 6.
22 Kata memerintah (הדר) digunakan 22 kali dalam Perjanjian Lama (Maz. 110:2; Yes. 14:2, 6), sedangkan kata menaklukan (שׁבכ) dipakai 15 kali dalam Perjanjian Lama dan berimplikasi “menundukkan dengan paksaan atau kekerasan” (2Taw. 28:10; Neh. 5:5; Yer. 34:11, 16). Lebih jauh bisa dilihat di Oswalt , TWOT , Vol. 1, 430.
manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan, masing-masing menganggap yang lain tidak sempurna, mereka setara di hadapan Allah. 23
## 2. Manusia Berkuasa Atas Alam Ciptaan (Kej. 1:26-27)
Dalam Kej. 1:27 dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan serupa dengan gambar Allah dalam konteks yang terkait dengan perintah Allah untuk menguasai alam ciptaan. Secara jelas pada akhir ayat 27 disebutkan: “laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka.” Laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hal mewakili Allah di bumi. Brodie mengatakan bahwa relasi laki-laki dan perempuan dalam Kejadian 1 ini adalah saling melengkapi dalam sifat dan relasinya. 24 Artinya manusia baik laki-laki maupun perempuan harus “menggembalakan” alam semesta ini serta menjaganya dari segala kerusakan. 25 Pernyataan ini didukung oleh Benyamini, yang mengemukakan bahwa manusia sebagai gambar-rupa Allah menunjukkan bahwa manusia merupakan God’s active agent , yang berarti manusia itu seperti mandor yang mengontrol dan mendominasi hewan dan seluruh alam. 26 Jadi, arti utama dari "menurut gambar dalam keserupaan-Nya" jika dikaitkan dengan posisi manusia adalah sebagai wakil Allah di bumi ini. Kejadian 1:27 mencatat bahwa yang Allah ciptakan menurut gambar-Nya tidak hanya manusia laki-laki tetapi juga manusia perempuan. Hal ini berarti laki-laki dan perempuan sama-sama serupa dengan gambar Allah. Tidak ada perbedaan dalam status dan posisi, karena keduanya diberi mandat dan diberkati oleh Tuhan. Jadi posisi perempuan terhadap laki-laki adalah setara dengan laki-laki yaitu sebagai wakil Allah yang merepresentasikan kemuliaan-Nya di bumi ini.
Manusia sebagai penyandang gambar Allah, memiliki relasi khusus dengan Allah. Jika dilihat pada teks, mereka diberikan tanggungjawab secara bersama bukan hanya untuk prokreasi dan juga berkuasa atas alam (Kej.1:28). Sedangkan bagaimana peran dan fungsinya didalam menjalankan akan tanggungjawab ini, memang tidaklah dijelaskan lebih lanjut secara rinci didalam kitab Kejadian. Brueggemann menjelaskan bahwa penciptaan manusia dalam gambar Allah menuntut ‘ freedom with ’ dan ‘ authority
23 William Dyrnes, Tema-tema Teologi dalam Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2001), 63-65.
24 Thomas L. Brodie, Genesis As Dialogue: A Literary, Historical and Theological Commentary (New York: Oxford University Press, 2001), 127.
25 Grecetinovitria Merliana Butar-butar, “Relasi Dan Eksistensi Laki-Laki Dan Perempuan Sebagai Gambar Allah Menurut Kejadian 1:26-28,” Jurnal Teologi: Cultivation, Vol. 2, No. 2 (2018), 8.
26 Izhak Benyamini, A Critical Theology Of Genesis: The Non-Absolute God (Macmillan: Palgrave, 2016), 14.
over ’ terhadap ciptaan lainnya, sehingga status gambar Allah merupakan mandat kekuasaan dan tanggung jawab, yang menggambarkan kreatifitas penggunaan kekuasaan. 27 Jadi frase gambar Allah di sini juga bersifat fungsional yaitu untuk berkuasa. Manusia sebagai gambar Allah juga menunjukkan bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya dan dengan demikian memiliki tanggungjawab kepada Allah atas pengelolaan dan pemanfaatan ciptaan. 28
Anthony A. Hoekema mengatakan bahwa “gambar rupa” menunjukkan manusia sebagai manifestasi Allah, hidup berdampingan dengan Bapa, Putra dan Roh Kudus. Manusia itu seperti Allah karena ia adalah pribadi yang individual dan bertanggung jawab. Manusia dapat menerima Firman Allah dan mempunyai tanggung jawab kepadaNya sebagai Pencipta dan Penguasa. 29 Sedangkan yang dimaksud dengan manusia adalah gambaran dan rupa Allah, J. Moltmann mengatakan bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah di bumi yang dihubungkan dengan tiga hubungan yang fundamental: sebagai wakil Allah, yang memerintah atas namaNya. Ia lebih besar dari semua makhluk hidup di bumi; Sebagai rekan sekerja Allah yang dapat berbicara denganNya dan menanggapi Firman-Nya; Untuk menunjukkan kemuliaan Allah di bumi ini. 30
Buku Wycliffe memuat gambar (Selem) dan rupa kita (demüt). Walaupun kedua sinonim ini mempunyai arti yang berbeda, namun nampaknya keduanya tidak mempunyai aspek Allah yang berbeda. Jelas bahwa manusia mempunyai kekuasaan yang lebih besar. Karena Allah menciptakan manusia tanpa mengalami kematian dan menjadikan mereka menurut gambar-Nya yang unik dan abadi. Manusia diciptakan untuk mencapai, menghubungkan dan menjalin hubungan dengan Penciptanya. Sebaliknya, Allah menghendaki manusia untuk menanggapi dan bertanggung jawab kepadaNya. “Manusia mempunyai hak untuk memilih, dan mereka harus menjadi wakil dan penatalayanan Allah di bumi, melakukan kehendak Allah dan memenuhi kehendak Sang Pencipta.” 31
27 Walter Brueggeman, Genesis Interpretation: A Bible Commentary For Teaching and Preaching (Atlanta: Jhon Knox Press, 1982), 31.
28 Walter C. J. Kaiser, Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama (Malang: SAAT, 2003), 17-18.
29 Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah , 19.
30 Samuel J. Schultz, Pengantar Perjanjian Lama Taurat dan Sejarah (Malang: Gandum Mas, 1964), 9.
31 Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary : Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 1 Perjanjian Lama : Kejadian-Ester , 29.
3. Perempuan Sebagai Penolong (Kej. 2:18)
Ketika muncul kata penolong ( ֶר ֖ז ֵע) yang sepadan dengan dia (וֹ ְְּּֽדֶג ְּנכ), dalam konteks Ibrani, oleh kelompok tradisional memiliki implikasi subordinasi. Alasannya, menjadi penolong bisa disimpulkan bersifat “submissive assistance,” dimana seorang yang menerima pertolongan memiliki otoritas atas yang memberikan pertolongan. 32
Sebaliknya kelompok egaliter berpendapat bahwa pandangan ini dianggap fatal jika dipegang, dengan alasan beberapa teks PL memakai ֶר ֖ז ֵע sebagai pihak atau sekutu yang lebih kuat yang dibutuhkan pada saat tertentu. Umpamanya bisa saja ֶר ֖ז ֵע ini dikaitkan dengan Tuhan, raja, sekutu atau tentara yang lebih kuat. (Kel. 18:4; Ul. 33:7, 26, 29; Maz. 20:2; 33:20; 70:5; 115:9-11; 121:1-2; 124:8; 146:5; Hos. 13:9). Memang ada argumen untuk Allah bahwa menolong manusia maka Dia turun dan menjadi subordinasi, tetapi kritik dari kaum egaliter hal tersebut seharusnya dipahami sebagai usaha dalam konteks mengakomodasi. Memahami hal ini sebagai subordinasi, nampaknya sulit diterima. 33
Penolong yang diciptakan Allah, yaitu perempuan, merupakan bagian yang sah dari manusia dan tidak dapat dipisahkan darinya. Kata membangun (bana) menekankan kata berikutnya, ezer kenegdo (penolong yang sepadan – Kej. 2:18), yang menekankan bahwa Allah menciptakan penolong yang kuat yang menopang kehidupan. 34 Siapa "penolong yangsepadan" itu? Keadaan ini digambarkan dengan kata ‘perempuan’ (isysyah) yang berasal dari kata isy yang berarti laki-laki, suami, manusia, yaitu orang yang penuh sifat-sifat kemanusiaan. Oleh karena itu, isysyah adalah isy versi perempuan dan memiliki nilai kemanusiaan yang sama dengan rekan laki-lakinya. 35 Penekanan kata isysyah sebagai pribadi sangat tepat untuk menjelaskan bahwa perempuan ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Permainan kata yang bunyinya mirip dalam teks ini menekankan pengakuan laki-laki dan perempuan sebagai pasangan. Berbeda dengan ayat di Kejadian 1:28 yang menggunakan kata zakar (jantan) dan neqevah (perempuan)
32 Bruce Ware, (2004, 4) “Summaries of the Egalitarian and Complementarian Positions on the Role of Women in the Home and in Christian Ministry” ; online atwww.cbmw.org/resources/articles/positionsummaries.pdf. Compare Raymond C. Ortlund Jr., “Male- Female Equality and Male Headship,” in Recovering Biblical Manhood and Womanhood , 104. Diakses tanggal 30 April 2023, pukul 20.07 WIB.
33 Raymond C. Ortlund Jr., “Male-Female Equality and Male Headship,” in Recovering Biblical Manhood and Womanhood, 104.
34 Firman Panjaitan, “Biarlah Perempuan Yang Menentukan: Tinjauan Teologi Seksualitas Terhadap Rahim Perempuan Berdasarkan Kejadian 2:21-25”, MELO: Jurnal Studi Agama-Agama, Vol 1, No 2 (2021), 83-84.
35 J. A. Telnoni, Kejadian Pasal 1-11 “ Seri Tafsir Alkitab Kontekstual-Oikumenis”, 107.
karena kedua kata ini berarti gender (kelamin), kata isysyah dan isy paling tepat menggambarkan seksualitas manusia. Lebih mudah dipahami jika dibandingkan isysyah dan isy dengan kata bahasa Inggris women (kependekan dari wife of man ). 36
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa perempuan ( isysyah ) adalah seorang penolong yang sepadan sehingga kedudukannya berada disamping bukan di bawah laki-laki. Jika kata 'penolong' diteliti, perempuan mempunyai status dan kedudukan yang jauh lebih baik dibandingkan laki-laki karena mereka adalah penolong (lebih berkuasa). Namun kata ini “dilemahkan” dengan menyisipkan kata “ekuivalen (sepadan)” sehingga menghasilkan kata “penolong yang sepadan”. 37
## 4. Perempuan adalah Penolong yang Sepadan (Kej. 2:18)
Dengan pemahaman yang mendalam tentang konsep manusia, penulis Kejadian menulis bahwa hewanlah yang pertama kali dilihat. Allah akhirnya menciptakan (membangun) Hawa dari tulang rusuk Adam dan mengirimkannya kepada Adam. Ada pepatah lama yang mengatakan: “Allah tidak mengambil tulang dari manik-maniknya atau dari kakinya Adam agar dia dapat memerintah, tetapi dari bawah lengannya agar dia bisa melindunginya, dari dekat hatinya agar dia bisa menyayangi”. 38 Matthew Henry mendeskripsikannya sebagai berikut: “Betapa Allah mencintai kesendiriannya: Tidak baik jika manusia sendirian. Ada dunia malaikat di atas dan dunia jahat di bawah, tapi kalaupun ada orang di tengah, tidak ada yang bisa diajak bersama dengan siapa pun yang memiliki karakter dan kekuatan yang sama, jadi bisa dibilang manusialah satu-satunya. Nah, Dia yang menciptakan manusia, siapa yang mengenal manusia dan apa yang disukainya, berarti Dia lebih mengetahui daripada manusia itu sendiri. “Tidak baik apabila ia terus menerus seorang diri”. 39
Untuk pertama kalinya Allah menilai “tidak baik” pada ciptaan-Nya, padahal pada seluruh kisah penciptaan Tuhan selalu menilai bahwa semua ciptaan-Nya baik (1:4, 10, 12, 18, 21, 25) dan sungguh amat baik (1:31). TUHAN Allah berinisiatif untuk menjadikan penolong bagi Adam, yang sepadan dengannya untuk memperbaiki masalah
36 Terezija Snežna Večko, “The Biblical Law about Woman: Assistance, Obstacle, or Dependent on Interpretation?,” Unity and Dialogue, Vol. 76, No. 1 (2021), 175-202.
37 “The Myth of the Creation of Woman in Genesis 2: 18–23 and Its Possible Translations-the Consequences for Christian Anthropology,” Studia Religiologica: Zeszyty Naukowe Uniwersytetu Jagiellońskiego, Vol. 47, No. 2 (2014), 77-88.
38 James Strong, The Broadman: Bible Commentary Volume 1 Revised General Articles Genesis- Exodus (Nashville: Brodmands Press, 1973), 128.
39 Matthew Henry, Tafsiran Kitab Kejadian (Surabaya: Momentum, 2014), 55.
Jurnal Teologi Cultivation Vol. 7, No. 2, Desember 2023, pp. 76 - 95 pISSN: 2581-0499, eISSN: 2581-0510 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation
tersebut (Kej. 2:18). Frase “penolong yang sepadan” 40 dalam bahasa Ibrani adalah רֶז ֵע וֹד ְּגֶנ ְּכ ( ezer kenegdo ) yang artinya “seorang penolong seperti di hadapannya.” Frase ini terdiri dari kata רֶז ֵע ( ezer ) dan דֶגֶנ ( neged ). 41 Brown mengatakan bahwa kata ezer dapat berarti sebagai help atau pertolongan, succour atau pertolongan di saat susah, dan one who helps atau seseorang yang menolong. 42 Holladay menambahkan, arti kata ezer bisa juga berarti support atau dukungan/sokongan. 43 Kejadian 2:18 mengatakan Hawa sebagai penolong sepadan bagi Adam. Yang menarik, Allah juga disebut sebagai penolong (ēzer ) bagi umat-Nya (Kel. 18:4; Maz. 10:14; 118-7). Status dan peran penolong bukan dalam pengertian inferior atau subordinasi untuk orang yang memberikan pertolongan. 44
Kata ezer bukanlah istilah yang merendahkan, karena Tuhan sendiri juga disebut dengan istilah yang sama (Kel. 18:4; Ul. 33:7, 26, 29; Maz. 20:2; 33:20; 70:5; 89:19; 115:9-11; 121:1-2; 124:8; 146:5; Hos. 13:9). Davidson memperjelas arti kata ezer atau penolong bukan menunjukkan posisi subordinasi, melainkan merujuk pada seseorang yang dapat membantu melakukan apa yang tidak dapat dilakukan. 45 Dengan kata lain kata ezer berarti penolong yang posisinya sejajar dan bukan di bawah kekuasaan laki- laki. Trible mengatakan bahwa kata ezer perlu dipasangkan dengan kata neged yang berarti “di hadapannya” agar bisa berfungsi sebagai penolong dan kata neged yang digabungkan dengan kata ezer berkonotasi sebuah kesetaraan. 46 Scanzoni dan Hardesty juga memberikan gagasan bahwa penolong adalah “ indispensable companion ” atau
40 Dalam hal ini, Alkitab Versi King James menggunakan kata-kata yang benar: Kata yang digunakan dalam teks dan kamus Ibrani adalah גדנ ( neged ), dari kata גדנ ( nagad ), yang artinya berlawanan. Dalam praktiknya, hal ini berarti perempuan dapat memikul tanggung jawab laki-laki, dan pendamping yang tepat adalah pendamping yang seimbang dan egaliter. Lih. James Strong, The Exhaustive Concordance Of The Bible Dictionaries Of The Hebrew and Greek Words (St. Louis, MO: MacDonald Publishing Company, 1973), 76.
41 Istilah sepadan dalam bahasa Ibrani neged , artinya apa yang di depan mata, atau cocok/sesuai. Lih. Francis Brown, The New Brown Driver Briggs Gesenius Hebrew and English Lexicon. (Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, 1979), 617.
42 Brown, The Brown Driver Briggs Hebrew And English Lexicon , 740.
43 William L. Holladay, A Concise Hebrew And Aramaic Lexicon Of The Old Testament (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans Publishing Company, 2000), 270.
44 Bill T. Arnold, Genesis (United State of America: Cambridge University Press, 2009), 60. Posisi Hawa sebagai penolong menunjukan kesetaraan dirinya dengan Adam sehingga tidak ada hierarki antara keduanya. Lihat Miguel A. De La Torre, Belief A Theological Commentary on The Bible: Genesis (Louisville: Westminister John Knox Press, 2011), 32.
45 Richard M. Davidson, The Bible Supports the Ordinary/Commissioning of Women as Pastors and Local Church Elders (Berrien Springs, MI: Andrew University Press, 2010), 12.
46 Phyllis Trible, “Depatriarchalizing in Biblical Interpretation,” in The Jewish Woman: New Perspectives (New York: Schocken, 1976), 222–223.
rekan yang sangat diperlukan yaitu sebuah hubungan timbal balik yang sangat dibutuhkan dan harus ada. 47
Terjemahan kata “ezer” dalam Septuaginta LXX menggunakan kedua arti tersebut dalam konteksnya. LXX menggunakan 45 kata Ibrani yang berbeda (Yehezkiel 12:14, b. 3:9) Kata ini memaksudkan menolong "mereka yang tidak membutuhkan pertolongan". Kata “pertolongan” sering digunakan, dan di sini sekali lagi, pertolongan adalah suatu kekuatan yang disebut kekuatan militer yang perkasa (Yesaya 30:5) atau tingkat yang lebih tinggi (Mazmur 121:1). Kata “dzar” artinya penolong, "Tolong selamatkan dari bahaya" “Selamatkan dari kematian”. Tanda ini diberikan kepada perempuan yang menyelamatkan atau membebaskan laki-laki dari kesendiriannya dalam Kejadian 2. 48
Dengan melihat penjabaran kata ezer kenegdo dan mengaitkannya dengan relasi perempuan dengan laki-laki, perempuan dengan posisi sebagai penolong yang sepadan memiliki kesejajaran terhadap posisi laki-laki. Sebab, kata ezer yang disatukan dengan kata neged atau penolong yang sepadan, yang diberikan kepada perempuan tidak mengandung unsur inferioritas. Jadi posisi perempuan terhadap laki-laki adalah sebagai mitra yang sejajar. 49
Konteks ayat ini memperjelas bahwa Allah melihat kehidupan manusia tidak baik seorang diri. Maka Allah bekerja untuk mengatasi masalah ini dengan menjadikannya penolong yang sepadan baginya. Namun sebelum itu, Allah terlebih dahulu menciptakan hewan dan membawanya kepada Adam dan memberi mereka nama. Ini menunjukkan pekerjaan dimana Allah memutuskan bantuan yang cocok untuk Adam. Namun yang terjadi, Adam tidak melihat adanya penolong yang sepadan di antara binatang-binatang tersebut. 50
Eksposisi Kejadian 1:26-27; 2:18
1. Laki-Laki dan Perempuan Adalah Mitra Sejajar (Kej. 1:26)
Laki-laki diciptakan lebih dahulu dari perempuan tidaklah berimplikasi lebih rendah. Tidak ada pemahaman superioritas ataupun inferioritas diantara keduanya.
47 Letha dan Nancy Hardesty Scanzoni, All Were Meant To Be (Waco: Word, 1974), 26.
48 Victor Hamilton, The New International Commentary on the Old Testament The Book of Genesis Chapter 1-17 , (Grand Rapids, Michigan: William B. Erdmands Publishing Company, 1990), 176. 49 Jusni H. Saragih, dkk, “Allah Sebagai Parsonduk: Perempuan Pemimpin Dalam Konteks Gereja Kristen Protestan Simalungun Dan Masyarakat Simalungun”, Jurnal Abdiel, Vol. 3, No. 2 (2019), 56.
50 Emmanuel Gerrit Singgih, Dunia Yang Bermakna Kumpulan Karangan Tafsiran Perjanjian Lama (Jakarta: Persetia, 1999), 122.
Jurnal Teologi Cultivation Vol. 7, No. 2, Desember 2023, pp. 76 - 95 pISSN: 2581-0499, eISSN: 2581-0510 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation
Kalaupun perempuan diciptakan, bukanlah sesuatu yang tak direncanakan karena kebutuhan hadirnya penolong. Keduanya menyandang gambar Allah, merupakan kesatuan dan diberikan tugas bersama dalam menguasai bumi dan juga melakukan prokreasi (Kej.1:28). Kejatuhan tidaklah merubah tatanan dimana perempuan menjadi subordinasi dari laki-laki. Kalaupun terjadi bias gender, karena tafsir budaya tertentu. Meskipun keduanya setara tetapi jangan ditafsirkan secara dangkal dengan menjadikan kesamaan baik peran ataupun kreatifitasnya dalam segala hal.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan dalam hal ini, tanpa harus bersaing, yang penting jangan sampai terjadi diskriminasi gender. Jika dikaitkan dengan prinsip kultur, adakalanya prinsip Alkitab kadang ada hal yang tidak sendirinya langsung cocok untuk diterapkan. Butuh bersikap hati-hati khususnya ketika menerapkan suatu prinsip kebenaran, apalagi jika itu berkenaan dengan perombakan sistem sosial. Alasannya, karena untuk menghindari adanya hal-hal yang lebih buruk bisa terjadi.
Umpamanya Paulus seakan mengakui realitas perbudakan (Ef. 6:5-8) tetapi pada sisi lainnya memperingatkan agar para tuan berbuat baik kepada budak mereka (Ef. 6:9). Sejarah mencatat benar kekristenan yang menghilangkan perbudakan, tetapi dibutuhkan ribuan tahun dalam memupuk kesadaran untuk mencapainya. Dengan berkembangnya kesempatan dalam bekerja, pendidikan, pelayanan diharapkan masyarakat bisa terbuka kesadarannya akan pentingnya partisipasi kaum perempuan di dalamnya.
## 2. Manusia Memiliki Relasi Dengan Sesama (Kej. 1:27)
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan Allah untuk memberikan kepuasan kepada manusia dan memenuhi kebutuhan dasar. Oleh karena itu, Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27). Manusia diciptakan untuk berhubungan dan saling melengkapi dalam cinta. Mereka setara di hadapan Allah. Pernikahan merupakan tatanan pertama dan satu-satunya yang diperkenalkan Allah kepada manusia dimana dua insan (laki-laki dan perempuan) menjadi satu tubuh. Abraham dipanggil untuk meninggalkan kenyamanan keluarga dan negaranya untuk menjadi berkat bagi banyak orang (Kejadian 12:1-3). Musa dipanggil untuk hidup dekat dengan Allah untuk menjadi berkat bagi bangsa Israel (Keluaran 24:2). Imam besar masuk ke Ruang Mahakudus hanya untuk kepentingan orang banyak (Imamat 16:17-19).
Jurnal Teologi Cultivation Vol. 7, No. 2, Desember 2023, pp. 76 - 95 pISSN: 2581-0499, eISSN: 2581-0510 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation
Gambar Allah adalah bersifat fungsional, dan alasan manusia ditempatkan di bumi ini adalah untuk menunjukkan kerajaan Allah atas ciptaan dengan menaklukkan dan memerintah bumi (Kejadian 28). Manusia mempunyai hubungan istimewa dengan Allah, penguasa tertinggi bumi, dan kewajiban mewakili Yang Maha Kuasa dalam mengendalikan alam. Memelihara alam berarti hidup sesuai dengan alam sebelum kejatuhan, dan tidak ada alasan bagi keserakahan manusia untuk merendahkan alam (Kejadian 1-2). Mengelola lingkungan melibatkan pembelajaran, pengamatan dan penerapan hukum-hukumnya. Manusia akan menggunakan kekuatannya, namun ia akan dibatasi oleh apa yang diterimanya dari Penciptanya, dan segala upayanya harus membawa kesejahteraan bagi semua orang, bukan hanya orang lain.
## 3. Allah Telah Merencanakan Kedudukan Laki-laki dan Perempuan (Kej. 2:18)
Dalam Kejadian 2:18 yang berbunyi “TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Dijelaskan bahwa Adam, manusia pertama yang diciptakan, membutuhkan pertolongan yang memadai. Ayat 19-20 mengatakan bahwa Tuhan memberi Adam kuasa untuk memberi nama semua binatang. Adam menyebutkan semua nama mereka dan mengaku tidak mengetahui bantuan yang tepat untuknya. Pengakuan Adam menunjukkan ketidakpuasannya karena tidak memiliki hewan yang membuatnya bahagia. Kelemahan-kelemahan ini adalah kelemahan sifat dan karakter yang bersifat hewani. Adam mempunyai hak asasi manusia dan sifat binatang yang lebih tinggi. 51
Menurut Martha M. Wospakrik, dalam hubungan tersebut terdapat kesetaraan kekuasaan dan martabat. Perbedaan jenis kelamin di antara keduanya bukanlah faktor utama yang menghilangkan diskriminasi di antara keduanya. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa saling mendukung, saling melengkapi dan saling menolong dalam tujuan mulia ini. Sebagai “Imago Dei”, laki-laki dan perempuan adalah sepadan (Kejadian 2:22-23). Berdasarkan kesepadanan tersebut maka mereka dapat mempunyai relasi yang setara, harmonis dan seimbang karena mempunyai kuasa yang sama dengan citra Allah. 52 Ayat 21-25 mengatakan bahwa Allah menciptakan penolong seperti Adam.
51 Matthew Henry, Kitab Kejadian, 58-59.
52 Martha M. Wospakrik, “Gender Dalam Perspektif Agama Kristen,” Jurnal Dunamis, Vol 2. No. 12 (2013), 20-21.
Sosok penolong tersebut adalah perempuan. Perempuan mempunyai hak untuk menjadi penolong seperti halnya laki-laki, mereka setara dengan laki-laki dalam menjalankan tanggung jawab bersama, memberikan kasih sayang dan pengertian serta berkontribusi terhadap pemenuhan rencana Allah. 53 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perempuan diberdayakan untuk bertindak sebagai penasihat profesional bagi laki-laki. 54
## Upaya Rekontruksi Konseptual Kedudukan Laki-laki dan Perempuan
1. Meningkatkan Peran Perempuan
Untuk menghilangkan kesenjangan dan mencapai kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan harus dioptimalkan. Peran perempuan harus ditingkatkan melalui upaya peningkatan hak-hak perempuan, mendidik, membuka wawasan, mengembangkan pengetahuan kritisnya sehingga secara bertahap dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan paradigma lama. Oleh karena itu, perlu adanya strategi untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan perempuan. Strategi peningkatan kekuatan perempuan di gereja, didasarkan pada analisis bahwa akar permasalahan perempuan adalah rendahnya kualitas sumber daya perempuan, sehingga tidak mampu bersaing dengan laki-laki di gereja dan masyarakat. G. Singgih mengatakan tugas gereja saat ini adalah menciptakan struktur gereja dimana perempuan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 55
Gagasan ini konsisten dengan penekanan Banawiratman pada perubahan sistem dan struktur. Menurut Banawiratman, dalam situasi seperti ini, bukan masyarakat yang berjuang, melainkan sistem dan struktur. Patriarki mendominasi gereja dan masyarakat. Inilah yang perlu diperbaiki dan diubah. Sebaliknya, perubahan dalam struktur gereja harus dimulai dengan kemampuan perempuan untuk mengevaluasi dan mengkritik apa yang masih terjadi di gereja dalam hal doktrin, struktur kepemimpinan, dan sistem manajemen. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan peran dan partisipasi perempuan dalam gereja dan menjadikannya sebagai prioritas.
53 Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary : Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 1 Perjanjian Lama : Kejadian-Ester , 33.
54 Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri: Suatu Upaya Berdogmatika Kontekstual Di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 169.
55 Emanuel Gerrit Singgih, Berteologi Dalam Konteks Pemikiran-pemikiran Mengenai Kontekstualisasi Teologi Di Indonesia (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000), 219.
2. Mengangkat Tema-tema Tentang Kesetaraan Gender untuk Bahan Pengajaran bagi Anak Sekolah Minggu
Meskipun ada kemajuan dalam kesetaraan gender di sana-sini, banyak perempuan dan laki-laki yang terus mengalami diskriminasi. Sebab, masih banyak anggota masyarakat, termasuk anggota gereja, yang belum sepenuhnya memahami kesetaraan gender. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya masyarakat mengubah cara berpikirnya yang lama. Selain itu, budaya patriarki masih mengakar kuat di masyarakat. Perbaikan saat ini harus dilakukan segera dan menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan cepat dan sedini mungkin, misalnya melalui sekolah minggu. Untuk meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan gender, perlu mempersiapkan generasi penerus yaitu anak-anak dengan mulai meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan gender sejak masa kanak-kanak. Pendidikan dan pengajaran merupakan landasan kehidupan manusia. Masyarakat mendapatkan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan dirinya.
Oleh karena itu, pada bagian ini tema-tema kesetaraan gender dapat diperkenalkan ke dalam kurikulum pendidikan anak, dalam hal ini pelayanan anak sekolah minggu. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran kesetaraan gender pada anak sejak dini agar dapat bertahan hingga dewasa. Mengajar anak di Sekolah Minggu dapat meletakkan landasan yang kuat untuk membangun dan mengembangkan karakter dan perilaku mereka di masa depan. Nanti, ketika mereka sudah dewasa, mereka akan melihat diri sendiri dan lingkungan sekitar melalui lensa non-seksis.
3. Memanfaatkan Kejadian 1:26-27; 2:18 Sebagai Sarana Reflektif Tentang Kesetaraan Gender
Secara umum, bagi umat Kristiani, Alkitab adalah pedoman iman untuk menyelesaikan banyak masalah. Meski dicatat dan disusun oleh manusia, ada perasaan bahwa Allah juga hadir dalam kesimpulan akhir Alkitab. Percaya bahwa Allah juga sedang bekerja, para pembaca Alkitab saat ini telah menemukan bahwa begitulah cara setiap orang (dan gereja) menafsirkan peristiwa kehidupan nyata. Teks Kejadian 1:26-27; Pasal 2 ayat 18 merupakan salah satu kisah alkitabiah yang akan menjadi dasar untuk merenungkan apa yang telah dilakukan Allah dalam kehidupan manusia mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapanNya. Perempuan mengakui sebagai pasangan yang diberikan Allah dan membangun relasi yang egaliter.
## KESIMPULAN
Sebagaimana tercantum dalam Kejadian 1:26-27, laki-laki dan perempuan diciptakan Allah sebagai manusia yang berbeda, namun mereka sama sebagai manusia dan tetap setara dalam kodratnya. Kebenaran yang harus dipercaya bahwa tidak ada lagi tembok pemisah antara laki-laki dan perempuan. Kejadian 2:18, perempuan diciptakan untuk menolong laki-laki. Menjadi penolong bukan berarti lebih rendah dari orang yang ditolong. Sebab kata penolong digunakan juga untuk Allah sebagai penolong. Tercipta dengan kesetaraan, bukan soal siapa yang rendah dan siapa yang diagungkan, tapi untuk saling melengkapi sebagai umat yang peduli terhadap segala ciptaan Allah. Kejadian 1:26-27 dan 2:18 dikatakan sebagai dasar penghormatan yang lebih tinggi terhadap laki- laki dan perempuan dihargai lebih rendah, namun hal ini merupakan suatu interpretasi yang salah atau keliru. Gereja harus mengajarkan kepada anggotanya pesan Firman Tuhan bahwa umat Kristiani, khususnya laki-laki dan perempuan, harus menghormati satu sama lain. Ia diciptakan sebagai manusia untuk saling melengkapi dan mengimbangi guna menciptakan manusia sempurna sesuai kehendak Tuhan Sang Pencipta. Ada upaya yang harus dilakukan dalam rekontruksi konseptual kedudukan laki-laki dan perempuan. Pertama, memperluas peran perempuan; perempuan harus diberdayakan. Kerja perempuan harus ditingkatkan melalui upaya peningkatan hak-hak perempuan, mendidik, membuka wawasan, mengembangkan pengetahuan kritisnya sehingga secara bertahap dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan lama.
Kedua, topik kesetaraan gender ditambahkan ke dalam buku pelajaran Sekolah Minggu. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran kesetaraan gender pada anak sejak dini agar dapat bertahan hingga dewasa. Ketiga, Kejadian 1:26-27; 2:18 Sebagai sarana reflektif tentang kesetaraan gender; teks Kejadian 1:26-27; Pasal 2 ayat 18 merupakan salah satu cerita Alkitab yang dapat menjadi dasar reflektif untuk mengetahui apa yang dilakukan Allah dalam kehidupan manusia mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan dihadapanNya. Perempuan mengakui sebagai pasangan yang diberikan Allah dan membangun relasi yang egaliter.
## DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J. L. Ch. Manusia Dan Sesamanya Dalam Dunia. Jakarta: Gunung Mulia. 2003.
Alkitab Indonesia Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 2019.
Arnold, Bill T. Genesis. United State of America: Cambridge University Press. 2009.
Asian Women’s Resource Centre for Culture and Theology, Membaca Alkitab Dengan Mata Baru, Tafsir Feminis Kritis Untuk Pembebasan Dan Transformasi . Yogyakarta: AWRC dan BPP PERUATI. 2013.
Audirsch, Jeffrey G. “Book Review: Discovering Genesis: Content, Interpretation, Reception,” Biblical Theology Bulletin: Journal of Bible and Culture, Vol. 48, No. 1 (2018), 41-42.
Bacon, Francis. “Marriage and Single Life”, Journal Islamia Republika, Vol. 4, No. 1 (2009), 12.
Barclay, William. dalam Veritas, Jurnal Teologia dan Pelayanan , Vol. 4, No. 2 (2003), 266.
Benyamini, Izhak. A Critical Theology Of Genesis: The Non-Absolute God. Macmillan: Palgrave. 2016.
Biblia Hebraica Stuttgartensia. Funfte, verbesserte Auflage. 1997.
Brodie, Thomas L. Genesis As Dialogue: A Literary, Historical and Theological Commentary. New York: Oxford University Press. 2001.
Brown, Francis. The Brown Driver Briggs Hebrew And English Lexicon. Oxford: Clarendon. 1907.
Brueggeman Walter, Genesis Interpretation: A Bible Commentary For Teaching and Preaching. Atlanta: Jhon Knox Press. 1982.
Butar-butar, Grecetinovitria Merliana. “Relasi Dan Eksistensi Laki-Laki Dan Perempuan Sebagai Gambar Allah Menurut Kejadian 1:26-28,” Jurnal Teologi: Cultivation, Vol. 2, No. 2 (2018), 8.
Davidson, Richard M. The Bible Supports the Ordinary/Commissioning of Women as Pastors and Local Church Elders. Berrien Springs, MI: Andrew University Press. 2010.
Djannah, F. Teori dan Kosep Gender . Dialog Interaktif antar Tokoh Agama dan Masyarakat (Sosial-Budaya) Provinsi Sumatera Utara - Medan. 2006.
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri: Suatu Upaya Berdogmatika Kontekstual Di Indonesia . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2015.
Fee, Gordon D. & Douglas Stuart. Hermeneutik Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat. Malang: Gandum Mas. 2000.
Hamilton, Victor. The New International Commentary on the Old Testament The Book of Genesis Chapter 1-17 . Grand Rapids, Michigan: William B. Erdmands Publishing Company. 1990.
Jurnal Teologi Cultivation Vol. 7, No. 2, Desember 2023, pp. 76 - 95 pISSN: 2581-0499, eISSN: 2581-0510 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation
Hanafi, H. “Teologi Penciptaan Perempuan: Rekonstruksi Penafsiran Menuju Kesetaraan Gender,” Buana Gender: Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. 1, No. 2 (2016), 143-163.
Hayes, Jhon H. & Carl R. Holladay. Pedoman Penafsiran Alkitab . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010.
Henry, Matthew. Tafsiran Kitab Kejadian . Surabaya: Momentum. 2014.
Hindarto, Teguh. “Zaqar Dan Neqebah (Laki-Laki Dan Perempuan) Sebagai Penanda Keberlangsungan Reproduksi Manusia Di Bumi Dan Mandat Mengelola Bumi Seisinya,” Buletin IJI, Vol. 4, No.1 (2016), 4.
Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. Surabaya: Momentum. 2012.
Kilner, John F. “Humanity In God’s Image: Is The Image Really Damaged?,” Journal Evangelical Theology Society, Vol. 53, No. 3 (2010), 617.
Laia, Tinis Vivid & Thobias A. Messakh. “Kesetaraan laki-Laki Dan Perempuan Menurut Kejadian 1:26-27 Dan 2:18-23 Serta Implikasinya Dalam Masyarakat Dan Gereja Nias,” Didache: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen , Vol. 1, No. 1 (2019), 39.
Natar, Asnath Niwa. Ketika Perempuan Berteologi. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.
2012.
Pasang, Agustina & Ronald Samuel Wuisan. “Makna Kata Sepadan Dalam Kejadian 2:18 Sebagai Pedoman Bagi Relasi Suami Istri Dalam Keluarga Kristen,” Jurnal Efata: Jurnal Teologi dan Pelayanan, Vol. 9, No. 1 (2022), 23.
Pratt, Richard L. He Gave Us Stories (Ia Berikan Kita Kisah-Nya): Panduan bagi Siswa Alkitab untuk Menafsirkan Narasi Perjanjian Lama . Surabaya: Momentum. 2016.
Rahayu, Eka Kristining. “Tinjauan Teologis Terhadap Budaya Patriarkat Di Indonesia”.
Pengarah: Jurnal Teologi Kristen, Vol. 1, No. 2 (2019), 118.
Reinhard, Anchenbach. Kamus Ibrani-Indonesia. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2012.
Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab, Peran, Partisipasi & Perjuangannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2012.
Reuther, Rosemary Radford. Women and Redemption: A Theological History , 2nd ed. Minneapolis: Fortress Press. 2012.
Ruether, Rosemary Radford. Sexism and God-Talk: Toward a Feminist Theology. Boston: Beacon Press. 1993.
Saragih, Jusni H. dkk, “Allah Sebagai Parsonduk: Perempuan Pemimpin Dalam Konteks Gereja Kristen Protestan Simalungun Dan Masyarakat Simalungun”, Jurnal Abdiel, Vol. 3, No. 2 (2019), 56.
Jurnal Teologi Cultivation Vol. 7, No. 2, Desember 2023, pp. 76 - 95 pISSN: 2581-0499, eISSN: 2581-0510 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation
Scanzoni, Letha dan Nancy Hardesty. All Were Meant To Be. Waco: Word. 1974.
Schultz, Samuel J. Pengantar Perjanjian Lama Taurat dan Sejarah. Malang: Gandum Mas. 1964.
Sharma, Arvind. Perempuan Dalam Agama-agama Dunia. Jakarta: Ditpertais Depag RI- CIDA- McGill Project. 2002.
Singgih, Emmanuel Gerrit. Dunia Yang Bermakna Kumpulan Karangan Tafsiran Perjanjian Lama. Jakarta: Persetia. 1999.
Sitompul, A. A. & Ulrich Beyer. Metode Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2012.
Stuart, Douglas. Eksegesis Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas. 2004.
Sualang, Farel Yosua. Samgar Setia Budhi dan Jani, “Repetisi Tindakan Allah atas Penciptaan Perempuan Menurut Kejadian 2:18-22”, Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH), Vol. 3, No. 2 (2021), 108.
Sugioyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D . Bandung: IKAPI. 2013.
Sutanto, Hasan. Hermeneutik Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara. 1991.
Tanasyah, Yusak. Perempuan Yang Dipakai Tuhan. Jakarta: YWAM Publising Indonesia. 2006.
Telnoni, J. A. Kejadian Pasal 1-11 “Seri Tafsir Alkitab Kontekstual-Oikumenis”. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2017.
Torre, Miguel A. De La. Belief A Theological Commentary on The Bible: Genesis. Louisville: Westminister John Knox Press. 2011.
Tucker, Ruth A. & Walter L. Liefield. Daughter of the Church. Grand Rapids: Zondervan Publishing House. 1987.
Wenham, G. Genesis 1-15. World Biblical Commentary: Word Books. 987.
Wuwungan, O. E. Ch. Bina Warga Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1995.
Zamzam, Firdaus dan Fakhry. Aplikasi Metodologi Penelitian . Yogyakarta: CV Budi Utama. 2018.
Zega, Yunardi Kristian. “Perpektif Alkitab tentang Kesetaraan Gender Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen,” Didache: Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 (2021), 160-174.
|
79e0055c-5636-4140-bea7-464da3218022 | https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/download/1079/604 |
## ORIGINAL ARTICLES
Analisis Heat Strain Pada Pekerja Pembangunan Kapal PT. IKI (Persero) Makassar
Heat Strain Analysis in PT. IKI (Persero) Makassar Shipbuilding Workers
Nadia Nadia 1 *, Nasruddin Syam 1 , Rahman Rahman 1
1 Fakultas Kesehatan Masyrakat, Universitas Muslim Indonesia
DOI: 10.35816/jiskh.v12i2.1079 Received: Received: 20-07-2023/ Accepted: 07-09-2023/ Published: 31-12-2023 ©The Authors 2023. This is an open-access article under the CC BY 4.0 license
## ABSTRACT
Heat strain is the body's physiological response to heat stress received by a person. This research is a type of quantitative research with a cross-sectional study approach. The sampling technique in this study was random sampling with a total sample of 80 respondents. They are collecting data using questionnaires and interviews. Methods of data analysis using univariate and bivariate analysis with Chi-square test at 95% confidence level (p=0.05). The results showed a significant relationship between drinking water consumption and the heat strain factor (p=0.001); there was no relationship between the length of work and the heat strain factor (p=0.455) for workers in the production division at PT. IKI (Persero) 2023. It can be concluded that there is a relationship between the variable consumption of drinking water and the heat strain factor, and there is no relationship between the length of work and the heat strain factor in workers in the production division of PT. IKI (Persero). Suggested: There is a need for special attention from the agency on the importance of controlling heat stress to reduce the risk of occupational diseases in production workers at PT. IKI (Persero).
Keywords : drinking water consumption; heat strain; working time
## ABSTRAK
Heat strain adalah respon fisiologis tubuh terhadap tekanan panas yang diterima oleh seseorang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional study . Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling dengan jumlah sampel 80 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Metode analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (p=0,05). Hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan bermakna antara konsumsi air minum dengan faktor heat strain yaitu (p=0,001), tidak ada hubungan lama kerja denan heat strain yaitu (p=0,455) pada pekerja bagian divisi produksi di PT. IKI (Persero) Tahun 2023. Dapat disimpulkan terdapat hubungan antara variabel komsumsi air minuum dengan heat strain dan tidak terdapat hubungan lama kerja dengan heat strain pada pekerja divisi produksi PT. IKI (Persero). Disarankan bahwa perlu adanya perhatian khusus dari pihak instansi terkait pentingnya pengendalian tekanan panas untuk mengurangi risiko penyakit akibat kerja pada pekerja bagian produksi di PT. IKI (Persero). Kata Kunci: heat strain, komsumsi air minum, lama kerja
*) Corresponding Author Nama : Nadia Email : [email protected] Afiliasi : Fakultas Kesehatan Masyrakat, Universitas Muslim Indonesia
## Pendahuluan
Menurut International Labour Organization (ILO), hampir semua pekerja mengalami masalah kesehatan akibat kerja, kecelakaan kerja, atau kematian akibat kerja. Kurang lebih 2,4 juta pekerja (86,3%) mengalami masalah kesehatan, dan 380.000 pekerja (13,7%) mengalami heat strain. Di indonesia angka kejadian heat strain juga tinggi, diketahui dari penelitian di industri kerupuk informal terdapat 56 (70,8%) pekerja dari 79 pekerja yang diteliti mengalami heat strain . Penelitian lain juga dilakukan di Madiun pada tahun 2021, pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa ada (73,9%) pengaruh usia dan (58%) nutrisi pekerja dengan kejadian heat strain pada pekerja pembuat brem di desa Kaliabu Madiun[1]. Menurut Occupational Safety and Health Service (OSHS), paparan panas menyebabkan perubahan fisiologis tubuh. Respon yang disebut heat strain bertujuan untuk mengurangi panas yang diterima tubuh, mengurangi penyakit, produktivitas, dan kematian. Paparan panas dapat bersumber dari iklim kerja dan non-iklim dari metabolisme tubuh, pakaian kerja, dan tingkat aklimatitasi pekerja. Beberapa faktor tersebut akan memunculkan gejala dan tanda pada tubuh pekerja meliputi keringat yang berlebihan, temperatur meningkat, denyut nadi dan aliran darah meningkat [2].
Berdasarkan data dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA)(2014), centers for disease control and prevention pada tahun 2012 sampai 2013 terdapat banyak kasus pada pekerja yang terpapar panas. Dalam 13 kasus terdapat pekerja meninggal, 7 kasus dimana pekerja mengalami gejala heat strain dengan beban kerja sedang dan berat. Iklim kerja panas dapat menyebabkan respons fisiologis seperti peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah dan juga penurunan berat badan [3]. Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas terutama bagi tenaga kerja yang terpapar oleh panas yang tinggi sehingga banyak mengeluarkan keringat. Sebagai pengganti cairan yang hilang, kebutuhan air dan garam perlu mendapat perhatian. Dalam lingkungan kerja yang panas diperlukan ≥2,8 liter/hari, sedangkan untuk pekerjaan dengan suhu lingkungan tidak panas membutuhkan air dianjurkan sekurang-kurangnya 1,9 liter/hari. Air tersebut sebaiknya diberikan dalam jumlah kecil tapi frekuensinya lebih sering yaitu 1 jam minum 2 kali, dengan interval 20- 30 menit, dengan suhu optimum air adalah 10˚C−21˚C [4].
Lama kerja adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Lama kerja dapat dilihat sebagai menit- menit dari jam kerja/hari pekerja terpajan risiko. Lama kerja juga dapat dilihat sebagai pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya. Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara yang paling buruk keseimbangan antara jam kerja dengan kehidupan (14,3%), setelah Turki dan Korea Selatan yang masing-masing mencapai 23,3% dari 22,6% [5]. Pada penelitian [2] menunjukkan bahwa konsumsi air minum memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian heat strain pada pekerja pembuat kerupuk di Kelurahan Giri Kabupaten Banyuwangi. Menurut observasi awal dan wawancara yang dilakukan peneliti, wawancara terhadap Manager K3LH diketahui bahwa pengukuran suhu lingkungan kerja pernah dilakukan selama kegiatan produksi berlangsung. Data hasil pengukuran iklim kerja awal yang dilakukan pada bagian lambung dan bengkel diperoleh suhu 22,5ºC, bagian sarana bengkel listrik 23ºC, bengkel listrik 23,5˚C, bengkel pipa 28ºC dan bagian mekanik 25ºC. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Analisis Heat strain Pada Pekerja Pembangunan Kapal PT.IKI (Persero) Makassar. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan pekerja dan efisiensi produksi di PT. IKI (Persero) Makassar dengan memberikan wawasan mendalam tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan beban termal pada lingkungan kerja pembangunan kapal.
## Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian Cross Sectional Study yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang menentukan hubungan heat strain dengan pekerja PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) makassar. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dengan jumlah sampel 80 responden. Data diolah menggunakan aplikasi SPSS disajikan dalam bentuk tabel dilengkapi dengan narasi atau penjelasan. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar Tahun 2023. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner, observasi dan wawancara kepada pekerja. Metode analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (p=0,05).
## Hasil
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Pada Pekerja Bagian Produksi di PT. IKI (Persero) Makassar Tahun 2023
Karakteristik n % Kategori Umur 27-34 35-39 40-44 45-51 22 20 17 21 27,5 25,2 21,4 26,4 Bagian Kerja Bengkel Listrik Bengkel Mekanik Bengkel Pipa Bengkel Platershop Pabrikasi 24 16 32 85 30,0 16,3 22,5 31,3 Total 133 100
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa umur pekerja pada divisi produksi yang paling banyak yaitu sebanyak 22 (27,5%) responden dan yang paling sedikit yaitu sebanyak 17 (21,4%) responden. Jumlah karekteristik bagian kerja menunjukkan bahwa bagian pekerja pada divisi produksi yang paling banyak yaitu pada bengkel pipa sebanyak 25 (31,3%) responden dan yang paling sedikit yaitu pada bengkel listrik sebanyak 17 (21,3%) responden.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Komsumsi Air Minum, Lama Kerja dengan Heat Strain Pada Pekerja Bagian Produksi di PT. IKI (Persero) Makassar Tahun 2023 Variabel yang diteliti Kategori n % Komsumsi Air Minum Tidak Memenuhi Standar 59 73,8 Memenuhi Standar 21 26,2 Lama Kerja Lama Tidak Normal Lama Normal 10 70 12,5 87,5 Heat strain Tingkat Bahaya Tingkat Alarm Tingkat Aman 15 45 20 18,8 56,3 25,0 Total 133 100
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan konsumsi air minum yang paling banyak 59 (73,8%) responden tidak memenuhi standar dan 21 (26,3%) responden
tidak memenuhi standar. Lama kerja menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan aklimatisasi yang paling banyak 70 (87,5%) responden waktu kerja normal dan 10 (12,5%) responden waktu kerja tidak normal. Heat strain menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan heat strain yang paling banyak yaitu 3 (3,8%) responden pada Tingkat Bahaya, 53 (66,3%) responden pada Tingkat Alarm, 24 (30,0%) responden pada Tingkat Aman.
Tabel 3. Distribusi Bivariat Responden Berdasarkan Komsumsi Air Minum, Lama Kerja dengan Heat Strain Pada Pekerja Bagian Produksi di PT. IKI (Persero) Makassar Tahun 2023
Variabel Heat Strain P- Value Tingkat Bahaya Tingkat Alarm Tingkat Aman Total n % n % n % n % Komsumsi Air Minum TMS MS 10 5 16,9 23,8 40 5 67,8 23,8 9 11 15,9 52,4 59 21 100 100 0,001 Total 15 18,8 45 56,3 20 25,0 80 100 Lama Kerja Lama Tidak Normal Lama Normal 2 13 20,0 18,6 4 41 40,0 58,6 4 16 40,0 22,9 10 70 100 100 0,455 Total 20 25,0 45 56,3 3 3,0 80 100
Berdasarkan tabel 3 dari 59 responden dengan konsumsi air minum yang tidak memenuhi standar, 10 (16,9%) responden memiliki konsumsi air minum tingkat bahaya. Sedangkan, dari 21 responden dengan konsumsi air minum yang memenuhi standar, 5 (23,8%) responden yang memiliki konsumsi air minum tingkat bahaya. lama kerja 10 responden dengan lama kerja yang memiliki waktu kerja tidak normal, 2 (20,0%) responden memiliki waktu kerja tidak normal tingkat bahaya. Sedangkan, dari 70 responden dengan lama kerja yang memiliki waktu kerja normal, 13 (18,6%) responden yang memiliki waktu kerja normal tingkat bahaya.
## Pembahasan
Peneliti mengungkapkan bahwa ada hubungan antara konsumsi air minum dengan heat strain dan tidak ada hubungan antara lama kerja dengan heat strain . Air merupakan salah satu senyawa yang essensial, air di dalam tubuh membentuk sekitar 50-60% dari total berat badan [6]. Manfaat air di dalam tubuh adalah mengangkut nutrisi dan oksigen ke dalam sel-sel tubuh, mengatur suhu tubuh, membantu proses pencernaan, pelumas dalam pergerakan sendi dan tempat produksi energi. Kurangnya konsumsi cairan yang menyebabkan dehidrasi, dapat berbahaya bagi kesehatan serta membuat beban kerja tubuh menjadi lebih berat [7]. Pekerjaan ditempat panas harus diperhatikan secara khusus kebutuhan air dan garam sebagai pengganti cairan untuk penguapan. Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas terutama bagi tenaga kerja yang terpapar oleh panas yang tinggi sehingga banyak mengeluarkan keringat. Apabila air yang keluar dari tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi air yang cukup maka sel-sel tubuh akan kehilangan air, kehilangan air inilah yang menyebabkan dehidrasi [8].
Terhentinya keringat merupakan gejala heat strain yang berat. Ketika keringat berhenti, suhu inti tubuh akan naik dengan cepat dan apabila suhu inti tubuh mencapai 41ºC atau lebih tinggi maka heat stroke dapat terjadi[9]. Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas terutama bagi tenaga kerja yang terpapar oleh panas yang tinggi sehingga banyak
mengeluarkan keringat. Sebagai pengganti cairan yang hilang, kebutuhan air dan garam perlu mendapat perhatian [10] . Dalam lingkungan kerja yang panas diperlukan ≥2,8 liter/hari, sedangkan untuk pekerjaan dengan suhu lingkungan tidak panas membutuhkan air dianjurkan sekurang- kurangnya 1,9 liter/hari. Air tersebut sebaiknya diberikan dalam jumlah kecil tapi frekuensinya lebih sering yaitu 1 jam minum 2 kali, dengan interval 20- 30 menit, dengan suhu optimum air adalah 10˚C - 21˚ [4]. Pengelasan berada di luar ruangan yang mudah terpapar suhu panas. Tekanan panas dapat memberikan pengaruh pada tubuh berupa sinyal seperti banyaknya keringat yang keluar, rasa haus dan panas, serta ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan. Kebanyakan pekerja yang bekerja di lingkungan panas hanya minum air putih saat merasa haus saja, akan tetapi hal ini tidak dianjurkan [11].
Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat strain. Heat strain adalah respon terhadap beban panas baik itu eksternal maupun internal yang dialami seseorang, dimana tubuh berusaha untuk menghilangkan panas ke lingkungan untuk memelihara kestabilan suhu tubuh [12]. Heat strain adalah respon fisiologis tubuh terhadap tekanan panas yang diterima oleh seseorang. Respon fisiologis tersebut bertujuan untuk menghilangkan kelebihan panas di dalam tubuh [13]. Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p value lebih kecil dari 0,05 (0,001<0,05) sehingga Ha diterima dan H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi air minum dengan faktor regangan panas pada responden PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar. Hal tersebut, dikarenakan pekerja mengonsumsi air minum dalam jumlah yang kurang pada saat bekerja. Pada proses pengelasan, suhu lingkungan mengalami peningkatan, suhu lingkungan yang panas mengakibatkan pekerja mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak sehingga tubuh mengalami kekurangan cairan, untuk mengganti cairan yang hilang dari tubuh pekerja maka akan mengalami dehidrasi, dehidrasi yang dialami pekerja akan meningkatkan suhu inti tubuh pekerja, sehingga pekerja mengalami regangan panas.
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh[14] tentang Kenyamanan Termal dan Faktor Individu yang Mempengaruhi Kejadian Heat Strain Pada Pekerja Labelling Canning yang menunjukkan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh antara konsumsi air dengan heat strain. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian [15]yang menunjukkan bahwa hasil uji statistik menggunakan chi square yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara konsumsi air minum dengan kejadian heat strain pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Pasar Minggu tahun 2022 [15]. Produktivitas seseorang mulai menurun sesudah 4 jam bekerja, keadaan ini dipengaruhi oleh menurunnya kadar gula yang ada dalam darah[16]. Perlu adanya istirahat dan waktu makan yang bertujuan untuk meningkatkan kembali semangat dan konsentrasi diri. Lama kerja merupakan waktu seseorang berada di tempat kerja dan melakukan pekerjaannya dalam satu hari kerja. Secara normal lama kerja yang diperkenankan kepada setiap pekerja yaitu tidak lebih dari 8 jam perhari [17]. Padahal dengan bekerja lebih dari 8 jam sehari sangat memungkinkan pekerja mengalami keluhan muskuloskeletal karena lama seseorang bekerja yang baik tidak lebih dari 8 jam sehari [18].
Lama kerja merupakan waktu yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan atau bekerja dalam sehari. Dimana waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan dalam efisiensi efektivitas dan produktivitas kerja seseorang[19]. Risiko seseorang untuk mengalami dampak akibat paparan tekanan panas dipengaruhi oleh beberapa penyakit kronis yang diderita seperti diabetes melitus dan hipertensi. Kondisi tersebut mengurangi kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan perubahan suhu lingkungan yang terjadi Beberapa perubahan metabolik tersebut dapat menurunkan kemampuan toleransi tubuh terhadap panas[20]. Hipertensi ditandai dengan terjadinya elevasi resistensi perifer dan disertai dengan berbagai perubahan sirkulasi perifer. Perubahan tersebut
dapat menyebabkan gangguan dalam pengendalian aliran darah pada kulit dan berakibat pada melemahnya regulasi suhu inti tubuh [21].
Lamanya seorang bekerja dengan baik dalam 10 jam Sisanya (14-18jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain. Suatu pekerjaan yang biasa saja, yaitu tidak terlalu ringan ataupun berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Selain itu usia pekerja dan masa kerja pekerja juga ikut mempengaruhi keadaan kelelahan yang dirasakan. Pada usia tua, penglihatan sudah mulai tidak stabil untuk melihat benda yang ada disekitar atau membutuhkan ketelitian yang lebih daripada usia yang masih muda [22]. Jam kerja yang diperpanjang akan mempengaruhi efektivitas, efisiensi, kualitas dan kuantitas produk, serta yang signifikan produktivitas pekerja [23]. Jumlah waktu yang berlebihan akan berdampak pada munculnya gangguan kesehatan dan kelelahan, Pekerjaan yang membutuhkan fokus dan ketelitian dapat menimbulkan nyeri dan tegang pada area mata apabila dilakukan lebih dari 3 jam [24].
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh [25] menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama kerja dengan regangan panas pada pekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka akan semakin banyak pula dia akan terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut[25]. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Zulhanda, et al., (2021) tentang Gejala Heat Strain pada Pekerja Pembuat Tahu di Kawasan Kamboja Palembang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan ejala heat strain pada pekerja pembuat tahu. Meskipun tidak berhubungan, secara statistik diketahui bahwa terdapat 86,7% pekerja yang mengalami gejala heat strain dengan lama kerja >4 jam/hari. Hal ini menunjukkan bahwa apabila variabel lama kerja tidak segera diintervensi, variabel ini akan menjadi faktor risiko sebagai akibat dari pajanan kumuliatif.
## Simpulan dan Saran
Dapat disimpulkan bahwa variabel yang berhubungan adalah konsumsi air minum. Diharapkan kepada perusahaan untuk lebih memperhatikan ruangan, dengan cara ruangan diberi pendingin ruangan berupa kipas dan exhaust fan, serta menyediakan air minum dibengkel dan dikapal yang sulit mendapatkan air minum. Disarankan pula, untuk membawa air minum dari rumah agar konsumsi air minum pada saat bekerja dapat terpenuhi.
## Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada instansi dan pekerja divisi produksi PT. IKI (Persero) Makasassar sebagai sampel dan lokasi penelitian yang telah membantu dalam proses penelitian hingga pengambilan data dan memberikan informasi terkait objek penelitian.
## Daftar Pustaka
[1] R. M. Kusumawati and Listiana, “Jurnal Ilmiah Kesehatan 2022 Jurnal Ilmiah Kesehatan 2022,” J. Ilm. Kesehat. , vol. 21, no. 1, pp. 14 – 19, 2022.
[2] F. E. Prastyawati, “Tekanan panas, faktor pekerja dan beban kerja dengan kejadian heat strain pada pekerja pembuat kerupuk (studi di industri kerupuk kelurahan giri kabupaten banyuwangi),” Skripsi , p. 128, 2018.
[3] A. Amir, Ikhram Hardi S, and M. Sididi, “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Heat Strain Pada Pekerja Divisi Produksi PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Kota Makassar,” Wind. Public Heal. J. , vol. 1, no. 6, pp. 785 – 796, 2021, doi: 10.33096/woph.v1i6.228.
[4] Fatahya and F. A. Abidin, "Higeia Journal of Public Health," Higeia J. Public Heal. Res. Dev. , vol. 1, no. 3, pp. 625 – 634, 2017.
[5] U. Utami, S. R. Karimuna, and N. Jufri, “Hubungan lama kerja, sikap kerja dan beban kerja dengan muskuloskeletal disorders (MSDs),” Jimkesmas , vol. 2, no. 6, pp. 1 – 11, 2017.
[6] M. Maftuh, T. Haryanti, and S. A. Johar, “Pengaruh Iklim Kerja Panas Terhadap Kelelahan Kerja pada Operator Steam di PT. XYZ Boyolali,” J. Penelit. dan Pengemb. Kesehat. Masy. Indones. , vol. 2, no. 2, pp. 141 – 147, 2021, doi: 10.15294/jppkmi.v2i2.52432.
[7] W. T. Utama, “Pajanan Panas dengan Status Hidrasi Pekerja Hot Exposure to Worker ’ s Hydration Status,” vol. 3, no. November, pp. 258– 271, 2019.
[8] B. Dryler, D. Pt, A. Wahyuni, and E. Kurniawati, “Hubungan Iklim Kerja Panas Terhadap Dehidrasi Pada Pekerja Di,” vol. 1, no. 1, pp. 28– 34, 2020.
[9] S. Rogerson et al. , "Influence of age , geographical region , and work unit on heat strain symptoms : a cross -sectional survey of electrical utility workers," J. Occup. Environ. Hyg. , vol. 0, no. 0, pp. 1 – 8, 2020, doi: 10.1080/15459624.2020.1834112.
[10] D. Irwan, “Hubungan Lokasi Air Minum Dengan Intake Cairan Pada Pekerja Terpapar Suhu Panas,” J. Public Heal. Res. Community Heal. Dev. , vol. 2, no. 2, p. 105, 2019, doi: 10.20473/jphrecode.v2i2.12515.
[11] M. F. Karesya and D. H. Ramdhan, “Analisis Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan ( Heat Stress ) Pada Pekerja Proyek Konstruksi Pembangunan Prasarana Light Rail Transit ( Lrt ) Jabodebek Depo,” PREPOTIF J. Kesehat. Masy. , vol. 6, no. 2, pp. 1328 – 1335, 2022.
[12] L. Li et al. , "Heat Strain Evaluation of Power Grid Outdoor Workers Based on a Human Bioheat Model," Int. J. Environ. Res. Public Health , vol. 19, no. 13, 2022, doi: 10.3390/ijerph19137843.
[13] A. Karim, R. Munir, Z. Rasyidi, S. Hayati, and Y. Pratiwi, “Hubungan suhu lingkungan dengan tekanan darah pada pekerja bagian pengolahan di pks pt. mitra bumi kecamatan bukit sembilan kabupaten kampar pada tahun 2021 1),” Collab. Med. J. , vol. 4, no. 2, pp. 69 – 78, 2021.
[14] A. N. Fadhila, I. Santiasih, and M. Disrinama, “Mempengaruhi Kejadian Heat Strain Pada Pekerja Labelling Canning,” J. Envirotek , vol. 13, no. 1, pp. 60 – 65, 2021.
[15] H. K. Rachim, “Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Heat Strain pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Pasar Minggu,” J. Pustaka Med. (Pusat Akses Kaji. Medis dan Kesehat. Masyarakat) , vol. 2, no. 1, pp. 1 – 6, 2023.
[16] L. Eka, . D., and A. T. DN, “Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kelelahan Tenaga Kerja,” Gema Lingkung. Kesehat. , vol. 17, no. 2, pp. 100 – 104, 2019, doi: 10.36568/kesling.v17i2.1061.
[17] R. Ulfa et al. , “Administrasi Kebijakan Kesehatan , Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Muslim Indonesia,” vol. 4, no. 2, pp. 179– 186, 2023.
[18] D. Zulhanda et al. , “Gejala Heat Strain pada Pekerja Pembuat Tahu di Kawasan Kamboja Kota Palembang,” vol. 20, no. 2, pp. 120– 127, 2021.
[19] A. D. Flouris et al. , "Articles Workers' health and productivity under occupational heat strain : a systematic review and meta-analysis," Lancet Planet. Heal. , vol. 2, no. 12, pp. e521 – e531, 2018, doi: 10.1016/S2542-5196(18)30237-7.
[20] S. W. Handayani, S. Hernawati, and F. W. Ningtyias, "The Influence of Age and Nutritional Status on Heat Strains Incident on Workers of Brem Making in Kaliabu Village, Madiun," Heal. Notions , vol. 5, no. 2, pp. 55 – 58, 2021, doi: 10.33846/hn50204.
[21] R. L. Hartanindya and D. H. Ramdhan, “Analisis Hubungan Indeks Tekanan Panas Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Di Proyek Konstruksi Light Rail Transit (Lrt) Jabodebek Depo Jatimulya,” PREPOTIF J. Kesehat. Masy. , vol. 6, no. 1, pp. 486 – 494, 2022, doi: 10.31004/prepotif.v6i1.3629.
[22] H. T. Panas et al. , “ Kerja Dengan Kejadian Heat Strain ,” vol. 1, no. 1, pp. 116– 130, 2022.
[23] H. H. S. Naskah et al. , “Naskah Penulis Akses Publik Efek ketegangan panas pada fungsi kognitif di antara sampel penambang,”
pp. 1– 23, 2023, doi:
10.1016/j.apergo.2022.103743.Efek.
[24] B. M. Varghese, A. Hansen, P. Bi, and D. Pisaniello, "Are workers at risk of occupational injuries due to heat exposure? A comprehensive literature review," Saf. Sci. , vol. 110, no. March, pp. 380 – 392, 2018, doi: 10.1016/j.ssci.2018.04.027.
[25] D. W. Nofianti and H. Koesyanto, “Masa Kerja, Beban Kerja, Konsumsi Air Minum dan Status Kesehatan dengan Regangan Panas pada Pekerja Area Kerja,” Higeia J. Public Heal. Res. Dev. , vol. 3, no. 4, pp. 524 – 533, 2019.
|
74fa0b72-59b2-4183-9f0f-fe74db6b2bca | https://journal.uhamka.ac.id/index.php/arkesmas/article/download/10000/3548 | Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Penerapan Gizi Seimbang Pada Masa Pandemi Covid 19
Factors Related to the Implementation of Balanced Nutrition During the Covid 19 Pandemic
Dini Afriani (1) , Mona Yulianti (2)
(1) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas IlmuKesehatan Universitas Sebelas April, Indonesia
(2) Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sebelas April, Indonesia
Korespondensi Penulis : Dini Afriani, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sebelas April, Indonesia
Email: [email protected]
## ABSTRAK
Pandemi Covid-19 di tahun 2021 masih sangat mempengaruhi status gizi balita. Prevalensi masalah gizi pada balita masih perlu mendapat perhatian. Tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan gizi seimbang. Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Cross Sectional Study atau penelitian dengan satu kali pengumpulan data, data mengenai variabel independen atau risiko dan variabel yang mempengaruhi atau variabel yang dihasilkan. Populasi sampel penelitian adalah 272 balita dengan sampel 41 ibu yang memiliki balita. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik probability sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan penerapan gizi seimbang p-value 0,018, terdapat hubungan sikap ibu dengan penerapan gizi seimbang p-value 0,031,terdapat hubungan tindakan ibu dan penerapan gizi seimbang p value 0,021.
Kata Kunci: Gizi Seimbang, Balita, Ibu Balita, Covid 19
## ABSTRACT
The Covid-19 pandemic in 2021 still greatly affects the nutritional status of toddlers. The prevalence of nutritional problems in toddlers still needs attention. The aim is to analyze the factors related to the application of balanced nutrition. Type of research uses a quantitative method with a Cross Sectional Study design or research with one-time data collection, data on independent variables or risks and influencing variables or resulting variables. The sample population for the study was 272 toddlers with a sample of 41 mothers who had toddlers. The sampling technique used is probability sampling technique. The results showed that there was a relationship between mother's knowledge and implementation of balanced nutrition p-value 0.018, there was a relationship between mother's attitude and implementation of balanced nutrition p-value 0.031, there was a relationship between mother's actions and implementation of balanced nutrition p-value 0.021.
Keywords: Balanced Nutrition, Toddlers, Mothers Toddlers, Covid 19
## PENDAHULUAN
Prevalensi masalah gizi anak balita masih di atas batas kesehatan masyarakat, di Indonesia masalah status gizi masih perlu di monitoring (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Balita atau anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun sampai lima tahun atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan (Kementerian Kesehatan RI Jakarta, 2019). Status gizi yang baik dapat dicapai apabila balita mengonsumsi makanan dengan kandungan energi dan zat gizi sesuai kebutuhannya. Menjaga kondisi gizi pada balita sangat penting apalagi di masa pandemi global covid-19 seperti sekarang (Fatma Lestari, 2020).
Daya tahan adalah pencegahan agar tidak tertular virus COVID-19. Beberapa hal dapat meningkatkan imunitas melalui konsumsi makanan bergizi sangat membuat membangun sistem imun yang kuat untuk melindungi dari infeksi virus, sekaligus memberikan kesehatan bagi tubuh.
Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2018, di Indonesia prevalensi status gizi balita dengan gizi buruk yaitu 3,9%, dan gizi kurang 13,8%. Prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita bersifat fluktuatif. Di Jawa Barat prevalensi status gizi balita pada tahun 2018 dengan gizi buruk yaitu 2,6%, dan gizi kurang 10,6% (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara yang telah peneliti lakukan pada tanggal 17 April 2021 dengan salah satu petugas puskesmas Sagalaherang, saudari Anis mengatakan pada masa pandemi COVID-19 seperti sekarang banyak orangtua yang khawatir jika harus datang ke posyandu sehingga status gizi anak tidak terdeteksi secara menyeluruh seperti tahun-tahun sebelum terjadinya pandemic (Dinas Kesehatan Subang, 2020).
## SUBYEK DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Cross Sectional Study. Desain ini biasa di kenal penelitian dengan pengambilan data satu waktu, data
yang menyangkut variabel risiko dan variabel akibat yang di kumpulkan dalam waktu bersamaan (Syahrum & Salim, 2012).
Metode penelitian kuantitatif yaitu metode dengan berlandaskan filsafat positivisme, berfungsi untuk melakukan penelitian pada sampel khas, teknik pengumpulan data ini bersifat kuantitatif atau statistik bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan sebelum penelitian.
Populasi yaitu keseluruhan sampel penelitian atau variabel terkait yang akan diteliti (Ngatno, 2015). Populasi yang saat diuji adalah ibu yang mempunyai balita di Posyandu
Desa Leles Kecamatan
Sagalaherang Subang pada tahun 2021 yang terdiri dari 5 posyandu, yaitu Posyandu Dahlia 1 (45 orang), Posyandu Dahlia 2 (32 orang), Posyandu Dahlia 3 (53 orang), Posyandu Dahlia 4 (49 orang) dan Posyandu Dahlia 5 (93 0rang). Jadi populasi ibu yang mempunyai balita di Desa Leles yaitu sebanyak 272 balita.
Untuk menentukan ukuran sampel dengan populasi lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25% sebagai berikut. Maka sampel dalam penelitian ini dapat dihitung ׃ Menentukan besarnya sampel 15% dari jumlah populasi, sehingga jumlah anggota sampel = 15% x 272 orang = 40,8 orang, dibulatkan menjadi 41 orang. Analisis Data terdiri dari Analisa univariat dilakukan terhadap variabel hasil penelitian (Sugiyono, 2019).
Dalam penelitian ini analisa menggunakan distribusi dan persentase tiap variabel yang diteliti Analisa univariat pada penelitian ini berfungsi untuk menjelaksan seluruh variabel penelitian, sedangkan analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang menjadi hipotesis akan berkorelasi Analisis ini juga dilakukan untuk mencari tahu korelasi antara variabel independent yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dengan variabel dependent yaitu penerapan gizi seimbang dengan memakai uji statistik Chi-square dan memakai system aplikasi di komputer dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 (Nursalam, 2017).
19 ~ Dini Afriani, Mona Yulianti Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Penerapan Gizi Seimbang…
## HASIL
Pada penelitian analisa bivariat ini menyajikan variabel yang berhubungan dengan penerapan gizi seimbang pada balita di masa pandemi Covid-19.
## Tabel 1. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Penerapan Gizi Seimbang pada Balita
Pengeta huan Ibu Penerapan Gizi Seimbang pada Balita Total p- value Kurang Cukup Baik n % n % n % N %
Baik 0 0 3 10,7 25 89,3 28 100 0,031 Cukup 0 0 6 46,2 7 53,8 13 100 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 0 0 9 22 32 78 41 100
Pada uraian tabel 1 pada hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dari 13 responden dengan pengetahuan ibu yang cukup, ada 6 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang cukup (46,2%) dan 7 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (53,8%). Selanjutnya terdapat 28 responden dengan pengetahuan ibu yang baik dengan 3 balita memiliki perilaku penerapan gizi seimbang yang cukup (10,7%) dan 25 balita memiliki perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (89,3%). Sehingga dapat disimpulkan hasil yang lebih dominan yaitu pengetahuan ibu yang baik dapat meningkatkan perilaku penerapan gizi seimbang pada balita yaitu sebesar 89,3%.
Pengetahuan ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita dengan memakai Uji Statistik Chi Square dimana tingkat derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan α = 0,05 didapatkan p value 0,018, nilai p < 0,05 sehingga hipotesis alternatif diterima atau dengan kata lain secara statistik ternyata terbukti adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan.
## Tabel 2. Hubungan Sikap Ibu dengan Penerapan Gizi Seimbang pada Balita
Sikap Ibu Penerapan Gizi Seimbang pada Balita Total p- value Kurang Cukup Baik n % n % n % N %
Baik 0 0 5 14,7 29 85,3 34 100 0,031 Cukup 0 0 4 57,1 3 42,9 7 100 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 0 0 9 22 32 78 41 100
Pada uraian tabel 2 hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa 7 responden dengan sikap ibu yang cukup maka ada 4 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang cukup (57,1%) dan 3 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (42,9%). Dari 34 responden dengan sikap ibu yang baik maka ada 5 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang cukup (14,7%) dan 29 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (85,3%). Daimbil kesimpulan sikap ibu yang baik dapat meningkatkan perilaku penerapan gizi seimbang pada balita yaitu sebesar 85,3%. Sikap ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita berdasarkan Uji Statistik Chi Square dengan tingkat derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan α = 0,05 didapatkan p value 0,031, nilai p < 0,05 sehingga hipotesis alternatif diterima atau dengan kata lain secara statistik ternyata terbukti adanya hubungan yang signifikan antara sikap ibu.
## Tabel 3. Hubungan Tindakan Ibu dengan Penerapan Gizi Seimbang pada Balita
Tindaka n Ibu Penerapan Gizi Seimbang pada Balita Total p- value Kurang Cukup Baik n % n % n % N % Baik 0 0 2 8,3 22 91,7 24 100 0,031 Cukup 0 0 7 41,2 10 58,8 27 100 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 0 0 9 22 32 78 41 100
Pada uraian tabel 3 hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dari 17 responden dengan tindakan ibu yang cukup maka ada 7 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang cukup (41,2%) dan 10 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (58,8%). Dan dari 24 responden dengan tindakan ibu yang baik maka ada 2 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang cukup (8,3%) dan 22 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (91,7%). Hasil dominan tindakan ibu yang baik dapat meningkatkan perilaku penerapan gizi seimbang pada balita yaitu sebesar 91,7%. Tindakan ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita dengan menggunakan Uji Statistik Chi Square dimana tingkat derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan α = 0,05 didapatkan p value 0,021, nilai p <
0,05 sehingga hipotesis alternatif diterima.
## DISKUSI
1. Hubungan Pengetahuan ibu dengan Penerapan Gizi Seimbang
Hasil penelitian ini berkolerasi dengan penelitian Dessy (2017) yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ibu dalam Pemberian
Makanan dengan Status Gizi yang menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dalam pemberian MPASI dengan status gizi (Adriyanti, 2017).
Minimnnya pengetahuan mengenai gizi akan menyebabkan berkurangnya daya untuk menerapkan informasi dalam beraktifitas sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi (Pramesthi Widya Hapsari et al ., 2018). Pengetahuan ibu yang baik dapat mengingkatkan penerapan gizi seimbang pada balita, dan pengetahuan yang cukup atau kurang juga dapat mempengaruhi penerapan gizi seimbang pada balita karena terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita di Desa Leles Subang tahun 2021.
## 2. Hubungan Sikap ibu dengan Penerapan Gizi Seimbang
Hal ini berkolerasi dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Dessy Andriyanti dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Makanan yang menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dalam pemberian makanan dengan status gizi balita di Lingkungan VII Desa Bagan Deli Belawan tahun 2017 (Adriyanti, 2017). Dalam penelitian ini, terdapat 7 responden dengan sikap ibu yang cukup dan4 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang cukup (57,1%) serta 3 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (42,9%). Selanjutnya 34 responden dengan sikap ibu yang baik dan ada 5 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang cukup (14,7%) serta 29 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (85,3%). Diambil kesimpulan sikap ibu yang baik dapat meningkatkan perilaku penerapan gizi seimbang pada balita yaitu sebesar 85,3%. Sikap ibu yang baik dapat mengingkatkan
penerapan gizi seimbang pada balita, dan sikap yang cukup atau kurang juga dapat mempengaruhi penerapan gizi seimbang pada balita karena terdapat hubungan antara sikap ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita di Desa Leles Subang tahun 2021.
3. Hubungan Tindakan ibu dengan
## Penerapan Gizi Seimbang
Hal ini berkolerasi dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Dessy Andriyanti dalam penelitiannya dengan judul Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Makanan yang menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan tindakan ibu (Adriyanti, 2017).
Terdapat 17 responden dengan tindakan ibu yang cukup dan 7 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang cukup (41,2%) serta 10 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (58,8%). Selanjutnya, terdapat 24 responden dengan tindakan ibu yang baik dan ada 2 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang cukup (8,3%) serta 22 balita dengan perilaku penerapan gizi seimbang yang baik (91,7%). Hasil dominan tindakan ibu yang baik dapat meningkatkan perilaku penerapan gizi seimbang pada balita yaitu sebesar 91,7%. Tindakan ibu yang baik dapat mengingkatkan penerapan gizi seimbang pada balita, dan tindakan ibu yang cukup atau kurang juga dapat mempengaruhi penerapan gizi seimbang pada balita karena terdapat hubungan antara tindakan ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita di Desa Leles Subang tahun 2021.
## KESIMPULAN
Semua variabel pada penelitian ini berkolerasi dengan penerapan gizi seimbang pada balita. Variabel pengetahuan ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita dengan menggunakan uji statistik Chi Square dimana α = 0,05 didapatkan p value 0,018, nilai p < 0,05. Adapun pada variabel sikap ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita didapatkan p value 0,031, nilai < 0,05 dan pada variabel tindakan ibu dengan penerapan gizi seimbang pada balita didapatkan p value 0,021, nilai p< 0,05.
21 ~ Dini Afriani, Mona Yulianti Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Penerapan Gizi Seimbang…
## DAFTAR PUSTAKA
Adriyanti, D. (2017). Hubungan Pengetahuan,
Sikap, dan tindakan Ibu dalam
Pemberian Makanan dengan Status Gizi. Repositori Institusi Universitas Sumetera
Utara . https://repositori.usu.ac.id/handle/123456 789/4969
Dinas Kesehatan Subang. (2020). Gizi Balita Masa Pandemi. Dinas Kesehatan Subang .
Syahrum & Salim. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif . Citapustaka Medika. Fatma Lestari, et. al. (2020). Pengalaman Indonesia dalam menangani wabah Covid 19 . Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2018). Prevalensi masalah gizi. Masalah Gizi Di Indonesia .
Kementerian Kesehatan RI Jakarta. (2019).
Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita . Kementerian Kesehatan RI. Ngatno. (2015). Buku Ajar Metodologi Penelitian Bisnis . CV INDOPRINTING. Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Kesehatan . Salemba Medika.
Pramesthi Widya Hapsari, Helda Khusun, & Judhiastuty Februhartanty. (2018). Pesan
Gizi Seimbang pada Buku Ajar .
SEAMEO RECFON. Riskesdas. (2018). Prevalensi Status Gizi Balita . https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/ umum/20181102/0328464/potret-sehat- indonesia-riskesdas-2018/ Sugiyono. (2019). Metode Penelitian
Pendidikan : (Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi, R&D dan Penelitian
Pendidikan) . Alfabeta.
|
fca560fc-55e7-4090-90cd-d5ac33b5af5a | https://journal.unimal.ac.id/emabis/article/download/477/338 |
## PENGARUH HARGA DAN KEGIATAN PROMOSI TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA PT. CAHAYA ELECTRIC DI TANGERANG
## Udin Ahidin
Program Sudi Menejemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Email Corespondent : [email protected]
Abstract: This study aims to determine the effect of prices and promotional activities on Consumer satisfaction at PT. Cahaya Electric in Tangerang. The method used is explanatory research with analytical techniques using statistical analysis with regression testing, correlation, determination and hypothesis testing. The results of this study have a significant effect on consumer satisfaction by 43.9%, the hypothesis test obtained t count> t table or (8.580> 1.986). Promotional activities significantly influence Consumer satisfaction by 45.1%, the hypothesis test obtained t count> t table or (8.603> 1.986). Price and promotion activities simultaneously have a significant effect on customer satisfaction by 54.9%, the hypothesis test is obtained F count> F table or (56,651> 2,700).
Keywords : Price, Promotion Activities, Consumer Satisfaction.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga dan kegiatan promosi terhadap kepuasan Konsumen pada PT. Cahaya Electric di Tangerang. Metode yang digunakan adalah explanatory research dengan teknik analisis menggunakan analisis statistik dengan pengujian regresi, korelasi, determinasi dan uji hipotesis. Hasil penelitian ini harga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen sebesar 43,9%, uji hipotesis diperoleh t hitung > t tabel atau (8,580 > 1,986). Kegiatan promosi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen sebesar 45,1%, uji hipotesis diperoleh t hitung > t tabel atau (8,603 > 1,986). Harga dan kegiatan promosi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen sebesar 54,9%, uji hipotesis diperoleh F hitung > F tabel atau (56,651 > 2,700).
Keywords : Harga, Kegiatan Promosi, Kepuasan Konsumen.
E-MABIS: JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 21, Nomor 1, APRIL 2020 P-ISSN : 1412-968X E-ISSN : 2598-9405
## PENDAHULUAN
Perkembangan industri 4.0 di Indonesia semakin pesat, membuat persaingan diantara para pelaku usaha juga semakin ketat. Di lain sisi, dengan adanya pasar global mempermudah penjualan segala produk, di lain keadaan tersebut menimbulkan persaingan yang semakin ketat dan keras, dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih membuat kesadaran bagi produsen untuk dapat memanfaatkan peluang bisnis yang potensial bagi perusahaan.
Memasarkan dan mengembangkan bisnis electrical memiliki tantangan yang berat dan tingkat persaingan yang tinggi dibandingkan dengan bisnis lainnya. Mayoritas produk harus impor dan menjadikan harga dan biaya promosi produk menjadi hal yang sangat penting, agar dapat diterima oleh industri di Indonesia.
Dalam era industri modern, sistem kontrol proses industri biasanya merujuk pada otomatisasi sistem kontrol yang digunakan. Sistem kontrol industri dimana peranan manusia masih amat dominan, misalnya dalam merespon besaran-besaran proses yang diukur oleh sistem kontrol tersebut. Manajemen PT. Cahaya Electric ingin memanfaatkan dan memperkuat kedua variabel diatas guna membawa adanya perbedaan diantara produk- produk yang ada beredar dipasaran dan sejenis yang dapat membawa perubahan pangsa pasar lebih besar.
Menurut Kotler dan Amstrong (2017) dalam Jasmani (2019) “Kepuasan pelanggan adalah pengalaman yang didasarkan pada pengalaman tentang penilaian yang dibuat oleh pelanggan mengenai sejauh mana ekspetasinya terhadap produk maupun jasa yang dapat diwujudkan”. Penilaian tersebut didasarkan pada evaluasi dari persepsi pelanggan yang berkaitan dengan pengalaman pembelian atau value yang dimiliknya yang memfasilitasi pencapaian tujuan pelanggan
Usaha untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mempunyai strategi pemasaran untuk produknya, salah satunya adalah dengan penentuan harga (price) yang mampu bersaing dengan kompetitor juga memperhatikan biaya promosi agar sesuai dengan segmentasi pasar perusahaan.
Harga menurut Tjiptono (2007) merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atas penggunaan suatu barang dan jasa. Sudut pandang konsumen mengatakan
harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan sebagai rasio antara manfaat yang dirasakan dengan harga.
Kotler dan Armstrong (2012:76) mengemukakan pengertian promosi adalah (promotion means activities that communicate the merits of the product and persuade targe customers to buy it). Artinya promosi merupakan kegiatan yang mengkomunikasikan manfaat dari sebuah produk dan membujuk target konsumen untuk membeli produk tersebut.
Dalam Udang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang mengatur tentang kepabeanan menyebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya dibidang perekonomian termasuk bentuk bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan international. Yang dijelaskan kembali pada bab III tentang tarif dan nilai pabean pasal 12 mengenai barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi- tingginya 40 persen dari nilai pabean untuk penghitungan bea masuk.
Perusahaan yang bergerak pada sektor industri manufaktur diarahkan pada penggunaan barang produk yang dipasarkan. Dalam jangka pendek memperkuat kemitraan antara industri manufaktur guna memenuhi kebutuhan suku cadang untuk perakitan. Sedangkan jangka panjang adalah mendorong penggunaan pada industri dalam negeri untuk menggunakan produk ini.
Didalam kegiatan impor, PT. Cahaya Electric telah memiliki persyaratan yang wajib dimiliki oleh importir seperti NIB (Nomor Induk Bersama) yang diperuntukan bagi izin usaha impor yang dikeluarkan pemerintah.
PT. Cahaya Electric sebagai salah satu distributor resmi produk IDEC IZUMI ASIA PTE LTD yang dikenal dengan merek IDEC dari Jepang dan merupakan salah satu perusahaan besar didunia yang mensuplai sparepart electrical untuk kebutuhan mesin industri di Indonesia. Dengan kualitas produk yang baik tidak hanya mampu menciptakan image yang secara substansi juga dapat menciptakan nilai bagi perusahaan namun juga memiliki implikasi pada terciptanya pelanggan yang setia.
Sejak didirikan pada November 1945, IDEC telah mengejar “Penciptaan Lingkungan
yang Optimal untuk Manusia dan Mesin,” dan telah mengembangkan produk dan teknologi paling maju serta menghemat energi dan memastikan keselamatan berdasarkan filosofi "Hemat & Keselamatan" kami. Tantangan kami untuk memimpin masa depan otomatisasi tidak akan pernah berhenti. Dengan memanfaatkan teknologi kami, akumulasi pengetahuan, dan sumber daya manusia yang kuat, akan berusaha untuk menjadi mitra terbaik bagi pelanggan kami di seluruh dunia.
Seiring dengan inovasi penggunaan produk dan perbaikan fungsi, serta hadirnya produk baru yang selama ini biasa dipakai untuk Industri, saat ini semua konsumen mulai mengalihkan kepada penggunaan produk lain sejenis yang memiliki spesifikasi dan fungsi yang sama bahkan bisa didapatkan dengan mudah dan harga yang lebih murah.
Dalam dunia bisnis, marketing atau pemasaran merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan. Sejalan dengan berkembangnya teknologi yang ada saat ini, strategi dalam melakukan pemasaran pun juga mulai berubah ke arah yang lebih modern. Jika dulu hanya menggunakan media promosi seperti surat kabar, majalah, radio, ataupun televisi, kini pemasaran sudah dilakukan dengan teknologi internet, atau yang kemudian dikenal dengan istilah digital marketing Manfaat digital marketing adalah dapat menghemat biaya promosi, strategi promosi menggunakan media internet memang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan cara-cara konvensional seperti brosur, baliho, atau membuat iklan di radio dan televisi. Oleh sebab itu yang baru memulai bisnis dan ingin bisnis bisa cepat dikenal banyak orang, sebaiknya pilihlah strategi digital marketing untuk melakukan promosi (Pranoto, Jasmani, I Nyoman Marayasa, 2019).
Strategi penetapan harga merupakan unsur dari marketing mix. Harga dianggap sebagai salah satu faktor yang menentukan bagi perusahaan tapi strategi harga bukanlah merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi berbagai persoalan dalam perusahaan, namun setiap
perusahaan
hendaknya mempertimbangkan secara matang setiap keputusan dalam masalah harga.
Kesalahan dalam mmenetapkan harga akan mempengaruhi volume penjualan perusahaan. Apabila harga yang ditetapkan terlalu tinggi maka akan terjadi kemungkinan penurunan pendapatan karena konsumen akan mencari produk yang lebih murah harganya.
Penetapan harga yang terlalu rendah dan tidak sesuai dengan nilai produk tersebut akan menimbulkan keraguan terhadap perusahaan.
Persaingan dalam sebuah bisnis dapat membuat industri dan pasar lebih atraktif bagi perusahaan yang terlibat dalam persaingan tersebut. Tingginya intensitas rivalitas dengan adanya ancaman pendatang baru maupun barang substitusi serta posisi tawar yang tinggi dari buyer ataupun kandidat buyer akan menyebabkan satu sama lain berusaha untuk memiliki komparasi dalam mengadopsi metode persaingan termasuk penetapan harga dalam upaya untuk tampil sebagai leader. Menurut Suparyanto dan Rosad (2015:141), pengertian harga adalah jumlah sesuatu yang memiliki nilai pada umumnya berupa uang yang harus dikorbankan untuk mendapatkan suatu produk”.
Demikian halnya dengan promosi tentang informasi produk yang tepat dapat disampaikan kepada pelanggan dengan baik akan membangun image untuk membeli serta dapat menjadi penghalang bagi masuknya pesaing. Kondisi yang terjadi saat ini produk PT. Cahaya Electric di Tangerang belum sepenuhnya dapat dikenal luas oleh kalangan Industri di mana pasar yang sebenarnya sangat terbuka namun belum maksimal dimanfaatkan oleh perusahaan dalam penyebaran produknya.
Elemen pemasaran termasuk didalamnya harga serta promosi yang tepat akan mendorong dan meningkatkan volume penjualan, pasar persaingan produk PT. Cahaya Electric tetap berpedoman pada harga yang kompetitif sebagai bagian dari ekuitas merek yang dimilikinya serta biaya Promosi yang baik karena PT. Cahaya Electric sejak awal memperkenalkan produk dengan menjawab kebutuhan, fungsi dan kegunaan yang pelanggan inginkan , masalah ini tidak akan mempengaruhi pola pembelian pelanggannya dan tetap dapat mempertahankan pangsa pasarnya
Menurut Bashu Swastha (2010:125) berpendapat “Penetapan harga adalah sejumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan melihat manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk harga yang sama untuk semua pembeli”.
Menurut Freddy Rangkutu (2009:205)
Biaya promosi adalah “Biaya pemasaran atau penjualan yang meliputi seluruh biaya yang diperoleh untuk menjamin pelayanan konsumen dan menyampaikan produk jadi atau jasa ke tangan konsumen”.
Kondisi riil atas harga dan biaya promosi yang diberikan oleh perusahaan saat ini dari hasil pra-riset yang penulis lakukan telah di temukan beberapa masalah seperti yang tampilkan pada tabel di atas, memperlihatkan bahwa masih banyaknya harga produk yang kurang bersaing di pasaran dan biaya promosi yang tidak tepat sasaran. Hal tersebut dapat mengakibatkan pelanggan beralih kepada produk lain dan menurunnya volume penjualan, dan itu artinya mengurangi profit yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Banyaknya variabel yang memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan pemasaran perusahaan seperti yang dipaparkan dalam pada latar belakang dan permasalahan yang timbul serta pendapat ahli tersebut, maka penulis tertarik melakukan kegiatan penelitian dengan judul : “Pengaruh Harga dan Kegiatan Promosi Terhadap Kepuasan Konsumen di PT. Cahaya Electric di Tangerang”.
## TINJAUAN PUSTAKA
1. Harga
Harga merupakan satu-satunya dari unsur
bauran pemasaran yang bisa mendatangkan pendapatan bagi perusahaan. Harga sifatnya fleksibel dimana setiap saat dapat berubah dengan sendirinya. Harga merupakan label yang ada dalam sebuah produk yang harus dibayar agar bisa mendapatkan produk / jasa. Harga merupakan faktor yang berpengeraruh signifikan pada keputusan pembelian. Pelanggan sering melakukan perbandingan harga produk sebelum melakukan pembelian.
Harga merupakan pemilihan yang dilakukan perusahaan terhadap tingkat harga umum yang berlaku untuk produk tertentu, relatif terhadap harga para pesaing, Tjiptono (2016:320).
## 2. Promosi
Menuurut Kotler dan Keller (2017:263) berpendapat “Promosi merupakan ramuan khusus dari iklan pribadi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan dan pemasarannya”. Sedangkan Babin (2017:26) “Promosi merupakan fungsi komunikasi dari perusahaan yang bertanggung jawab menginformasikan dan membujuk/mengajak pembeli”. Lain halnya dengan Tjiptono (2017:229) “Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang
pembelian produk dengan segera dan meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan”.
3. Kepuasan Konsumen
Pentingnya kepuasan pelanggan berkaitan dengan persaingan yang makin ketat, serta tingkat kerugian dan keuntungan perusahaan. Khusus alasan yang terakhir, keuntungan, memang tidak selalu ditentukan oleh faktor kepuasan pelanggan, tetapi juga oleh kepercayaan dan kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk dan perusahaan. Bebarapa faktor itu jelas saling mempengaruhi karena di tengah ketatnya persaingan, kesetiaan pelanggan menjadi hal yang sangat sulit dipertahankan. Menurut Yazid (2016:58)
mengemukakan bahwa “Kepuasan pelanggan adalah ketiadaan perbedaan antara harapan yang dimiliki dan unjuk kerja yang senyatanya diterima. Apabila harapan tinggi, sementara unjukkerjanya biasa-biasa saja, kepuasan tidak akan tercapai (sangat mungkin pelanggan akan merasa kecewa. Sebaliknya, apabila unjukkerja melebihi dari yang diharapkan, kepuasan meningkat”
## METODE PENELITIAN
## 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 85 responden PT. Cahaya Electric di Tangerang
## 2. Sampel
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah samplel jenuh, dimana semua anggota populasi dijasikan sebagai sampel. Dengan demikian sampel dalam penelitian ini berjumlah 85 responden.
3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah asosiatif, dimana tujuannya adalah untuk mengetahui mencari keterhubungan antara variabel
4. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data digunakan uji instrumen, uji asumsi klasik, regresi, koefisien determinasi dan uji hipotesis.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## 1. Analisis Deskriptif
Pada pengujian ini digunakan untuk mengetahui skor minimum dan maksimum, mean score dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Adapun hasilnya sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Descriptive Statistics
Descriptive Statistics N Minimu m Maximu m Mea n Std. Deviati on Harga (X1) 9 6 32 48 38.3 5 3.904 Kegiatan Promosi (X2) 9 6 30 45 38.3 5 3.624 Kepuasa n Konsum en (Y) 9 6 32 46 39.1 3 3.648 Valid N (listwise) 9 6 Harga diperoleh varians minimum sebesar 32 dan varians maximum 48 dengan mean score sebesar 3,83 dengan standar deviasi
3,904.
Kegiatan promosi diperoleh varians minimum sebesar 30 dan varians maximum 45 dengan mean score sebesar 3,83 dengan standar deviasi 3,624. Kepuasan Konsumen diperoleh varians minimum sebesar 32 dan varians maximum 46 dengan mean score sebesar 3,91 dengan standar deviasi 3,648.
2. Analisis Verifikatif.
Pada analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun hasil pengujian sebagai berikut:
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Uji regresi ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan variabel dependen jika variabel independen mengalami perubahan. Adapun hasil pengujiannya sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Coefficients a
Model Unstandardiz ed
Coefficients Standardiz ed
Coefficien ts t
Sig . B Std. Error Beta 1 (Consta nt) 8.29 6 2.915 2.84 6 .00 5 Harga (X1) .386 .081 .413 4.73 5 .00 0
Kegiata n Promosi (X2) .418 .088 .415 4.76 4 .00 0
a. Dependent Variable: Kepuasan Konsumen (Y)
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh persamaan regresi Y = 8,296 + 0,386X1 + 0,418X2. Dari persamaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 8,296 diartikan jika harga dan kegiatan promosi tidak ada, maka telah terdapat nilai kepuasan Konsumen sebesar 8,296 point.
2) Koefisien regresi harga sebesar 0,386, angka ini positif artinya setiap ada peningkatan harga sebesar 0,386 maka kepuasan Konsumen juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,386 point.
3) Koefisien regresi kegiatan promosi sebesar 0,418, angka ini positif artinya setiap ada peningkatan kegiatan promosi sebesar 0,418 maka kepuasan Konsumen juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,418 point.
## b. Analisis Koefisien Korelasi
Analisis koefisien korelasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkt kekuatan hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Adapun hasil pengujian sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengujian Koefisien Korelasi Harga Terhadap Kepuasan Konsumen.
Correlations b Harga (X1) Kepuasan Konsumen (Y) Harga (X1) Pearson Correlation 1 .663 ** Sig. (2- tailed) .000 Kepuasan Konsumen (Y) Pearson Correlation .663 ** 1 Sig. (2- tailed) .000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2- tailed). b. Listwise N=96
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi sebesar 0,663 artinya harga memiliki hubungan yang kuat terhadap
kepuasan Konsumen.
Tabel 4. Hasil Pengujian Koefisien Korelasi
Kegiatan promosi Terhadap
Kepuasan
Konsumen.
Correlations b Kegiatan promosi (X2) Kepuasan Konsumen (Y) Kegiatan Promosi (X2) Pearson Correlation 1 .664 ** Sig. (2- tailed) .000 Kepuasan Konsumen (Y) Pearson Correlation .664 ** 1 Sig. (2- tailed) .000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2- tailed). b. Listwise N=96
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi sebesar 0,664 artinya kegiatan promosi memiliki hubungan yang kuat terhadap kepuasan Konsumen.
Tabel 5. Hasil Pengujian Koefisien Korelasi Harga dan Kegiatan promosi secara simultan Terhadap Kepuasan Konsumen.
Model Summary Model R R Square
Adjusted R
Square
Std.
Error of the Estimate 1 .741 a .549 .540 2.476
a. Predictors: (Constant), Kegiatan promosi (X2), Harga (X1)
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi sebesar 0,748 artinya harga dan kegiatan promosi secara simultan memiliki hubungan yang kuat terhadap kepuasan Konsumen.
## c. Analisis Koefisien Determinasi
Analisis koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui besarnya persentase pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Adapun hasil pengujian sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Harga Terhadap Kepuasan Konsumen.
## Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .663 a .439 .433 2.747
a. Predictors: (Constant), Harga (X1)
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai determinasi sebesar 0,439 artinya harga memiliki kontribusi pengaruh sebesar 43,9% terhadap kepuasan Konsumen.
Tabel 7. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Kegiatan promosi Terhadap Kepuasan Konsumen. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .664 a .441 .435 2.743 a. Predictors: (Constant), Kegiatan promosi (X2) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai determinasi sebesar 0,441 artinya kegiatan promosi memiliki kontribusi pengaruh sebesar 45,1% terhadap kepuasan Konsumen. Tabel 8. Hasil Pengujian Koefisien
Determinasi Harga dan Kegiatan promosi
Terhadap Kepuasan Konsumen. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .741 a .549 .540 2.476
a. Predictors: (Constant), Kegiatan promosi (X2),
Harga (X1)
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai determinasi sebesar 0,549 artinya harga dan kegiatan promosi secara simultan memiliki kontribusi pengaruh sebesar 54,9% terhadap kepuasan Konsumen, sedangkan sisanya sebesar 45,1% dipengaruhi faktor lain.
d. Uji Hipotesis
## Uji hipotesis Parsial (Uji t)
Pengujian hipotesis dengan uji t digunakan untuk mengetahui hipotesis parsial mana yang diterima.
Hipotesis pertama: Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga terhadap kepuasan Konsumen.
Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Harga Terhadap Kepuasan Konsumen. Coefficients a
Model
Unstandardiz ed Coefficients Standardiz ed Coefficien ts t Sig
. B Std. Error Beta 1 (Consta nt) 15.37 1 2.783 5.52 4 .00 0 Harga (X1) .619 .072 .663 8.58 0 .00 0
a. Dependent Variable: Kepuasan Konsumen (Y)
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,580 > 1,986), dengan demikian hipotesis pertama yang diajukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atara harga terhadap kepuasan Konsumen diterima.
Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Kegiatan promosi Terhadap Kepuasan Konsumen.
Coefficients a Model Unstandardiz ed Coefficients Standardiz ed Coefficien ts t Sig . B Std. Error Beta 1 (Consta nt) 13.50 1 2.992 4.51 3 .00 0 Kegiata n Promosi (X2) .668 .078 .664 8.60 3 .00 0
a. Dependent Variable: Kepuasan Konsumen (Y)
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,603 > 1,986), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atara kegiatan promosi terhadap kepuasan Konsumen diterima.
## Uji Hipotesis Simultan (Uji F)
Pengujian hipotesis dengan uji F digunakan untuk mengetahui hipotesis simultan yang mana yang diterima.
Hipotesis ketiga Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga dan kegiatan promosi terhadap kepuasan Konsumen.
Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis Harga dan Kegiatan promosi Terhadap Kepuasan
Konsumen. ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regressio n 694.470 2 347.23 5 56.65 1 .000 b Residual 570.030 9 3 6.129 Total 1264.50 0 9 5
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai F hitung > F tabel atau (56,651 > 2,700), dengan demikian hipotesis ketiga yang diajukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atara harga dan kegiatan promosi terhadap kepuasan Konsumen diterima.
## PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Pengaruh Harga Terhadap Kepuasan Konsumen
Harga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen dengan korelasi sebesar 0,663 atau memiliki hubungan yang kuat dengan kontribusi pengaruh sebesar 43,9%. Pengujian hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,580 > 1,986). Dengan demikian hipotesis pertama yang diajukan bahwa terdapat berpengaruh signifikan antara harga terhadap kepuasan Konsumen diterima.
2. Pengaruh Kegiatan promosi Terhadap Kepuasan Konsumen
Kegiatan promosi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen dengan korelasi sebesar 0,664 atau memiliki hubungan yang kuat dengan kontribusi pengaruh sebesar 45,1%. Pengujian hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,603 > 1,986). Dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa terdapat berpengaruh signifikan antara kegiatan promosi terhadap kepuasan Konsumen diterima.
3. Pengaruh Harga dan Kegiatan promosi Terhadap Kepuasan Konsumen
Harga dan kegiatan promosi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen dengan diperoleh persamaan regresi Y = 8,296 + 0,386X1 + 0,418X2, nilai korelasi sebesar 0,748 atau memiliki hubungan yang kuat dengan kontribusi pengaruh sebesar 54,9% sedangkan sisanya sebesar 45,1% dipengaruhi faktor lain. Pengujian hipotesis diperoleh nilai F hitung > F
tabel atau (56,651 > 2,700). Dengan demikian hipotesis ketiga yang diajukan bahwa terdapat berpengaruh signifikan antara harga dan kegiatan promosi terhadap kepuasan Konsumen diterima.
## PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Harga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen dengan kontribusi pengaruh sebesar 43,9%. Uji hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,580
> 1,986).
b. Kegiatan promosi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen dengan kontribusi pengaruh sebesar 45,1%. Uji hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,603 > 1,986).
c. Harga dan kegiatan promosi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Konsumen dengan kontribusi pengaruh sebesar 54,9% sedangkan sisanya sebesar 45,1% dipengaruhi faktor lain. Uji hipotesis diperoleh nilai F hitung > F tabel atau (56,651 > 2,700).
2. Saran
a. Perusahaan harus mampu menentukan strategi harga yang bersaing guna menjaring pelanggan.
b. Perusahaan harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai salah satu cara
mengoptimalkan peromosinya. c. Kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan memberdayakan karyawan dengan bersama-sama perusahaan meningkatkan pendekatan yang baik pada konsumen agar menjadi konsumen yang loyal.
## REFERENSI
A Sobarna, S Hambali, S Sutiswo, D Sunarsi. (2020). The influence learning used ABC run exercise on the sprint capabilities. Jurnal Konseling dan Pendidikan 8 (2), 67-71
A Sudarsono, D Sunarsi. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Varian Produk Terhadap Keputusan Pembelian Pada Laboratorium Klinik Kimia Farma-Bintaro. Value: Jurnal Manajemen dan Akuntansi 15 (1), 16-26
Ahidin, U. (2018). Membangun Kepuasan Nasabah Melalui Kualitas Pelayanan Pada Nasabah Pinjaman Pt Bpr Prima Kredit Mandiri Cabang Ciputat Kota Tangerang Selatan. Jurnal Pemasaran Kompetitif, 1(2).
Algifari. (2015). “ Analisis Regresi untuk Bisnis dan Ekonomi” . Yogyakarta: BPFE. Arikunto, Suharsimi (2014). “ Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek” . Jakarta: Rineka Cipta. D Sunarsi. (2014). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pendidik.
Universitas Pamulang
Fandy Tjiptono (2017), Serivce Quality and Satisfiation . Jakarta: Edisi tiga. Andi. Griffin R.W., & Ronald, J.E. (2003). Dasar-Dasar Pemasaran . Jakarta: Raja Gumilar, I., Sunarsi, D. (2020). Comparison of financial performance in banking with high car and low car (Study of banks approved in the kompas 100 index for the period 2013-2017). International Journal of Psychosocial Rehabilitation. Volume 24 - Issue 7 Handoko (2016) Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia . Yogyakarta: Hurriyati, Ratih. 2015. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Alfabeta, Bandung. Imam Ghozali (2017). “ Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Edisi Kelima. Semarang: Badan Penerbit Undip. Istijanto (2014) “ Riset Sumber Daya Manusia”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Jasmani, J. (2019). Pengaruh Promosi Dan Pengembangan Produk Terhadap Peningkatan Hasil Penjualan. Jurnal Semarak, 1(3).
Jasmani, J., Maduningtias, L., & Irmal, I. (2019). Pelatihan Dan Penguasaan Digital Marketing Dalam Meningkatkan Pendapatan Para Remaja Di Lingkungan Benda Timur IV. Jurnal Pengabdian Dharma Laksana, 2(1), 65-68.
Keller dan Amstrong (2017) “Prinsip-prinsip Pemasaran”. Edisi Kedua Belas”. Jilid Satu. Jakarta: Erlangga.
Kevin Keller dan Amstrong (2017) Prinsip-prinsip Pemasaran , Edisi Kedua Belas, Jilid Satu, Jakarta: Erlangga.
Kotler & Keller (2016) “Manajemen Pemasaran” . PT. Macaman Jaya Cemerlang. Jakarta. Kotler (2016) “Manajemen Pemasaran” . Edisi Keempat belas, Jakarta: PT. Indeks. Lupiyadi, Rambat (2016) Manajemen Pemasaran Jasa edisi 2 , Jakarta : Salemba Empat.
Maddinsyah, A., Sunarsi, D., Hermawati, R., Pranoto. (2020). Analysis of location selection effect on the user decision that influcence the success of the service business of micro, small and medium enterprise (MSME) in bandung timur region. International Journal of Advanced Science and Technology. Vol. 29 No. 06
Mani, J. (2017). Pengaruh Persepsi Merek Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus Pada PT. Bisma Narendra Di Jakarta). Jurnal Mandiri, 1(2), 187-206.
Philip Kotler (2017) Manajemen Pemasaran, Edisi Keempat Belas, Jakarta: PT. Indeks. Pranoto, P., Jasmani, J., & Marayasa, I. N. (2019). Pelatihan Digital Marketing Untuk Peningkatan Perekonomian Anggota Karang Taruna Al Barkah Di Kampung Cicayur-Tangerang. Jurnal Pengabdian Dharma Laksana, 1(2), 250-258.
Purwanti, P., Sarwani, S., & Sunarsi, D. (2020). Pengaruh Inovasi Produk Dan Brand Awareness Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Pt. Unilever Indonesia. Inovasi, 7(1), 24-31.
Rao, Purba, (2012). “ Measuring Consumer Perceptions Through Factor Analysis” , The Asian. Rivai Veithzal (2015) Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rivai Veithzal (2015) Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan . Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.
Santoso, Singgih (2015). “ Menguasai Statistik Multivariat” . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sarwani, S., Herawati, A., & Listyawati, L. (2017). Analisis Perbandingan Kepuasan Nasabah Bank Syariah Dengan Bank Umum Konvensional Di Surabaya.
Sedarmayanti (2016) Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Cetakan Kelima, Bandung: PT Refika Aditama. Siagian, S (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Bumi Aksara. Sinamo, J. (2011). Delapan Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut Sudjana (2014) “ Metode Statistika” , Bandung: Tarsido. Sugiyono (2017), “ Metode Penelitian Administrasi : dilengkapi dengan Metode R & D”. Bandung: Alfabeta.
Suhartanto (2014). “ Metode Riset Pemasaran” . Bandung: Alfabeta
|
2c0f34dd-0f0e-438d-9da8-9af05059927f | http://stakterunabhakti.ac.id/e-journal/index.php/teruna/article/download/130/79 | ERROR: type should be string, got "https://stakterunabhakti.ac.id/e-journal/index.php/teruna Vol. 5, No. 1, Agustus 2022 (48-63)\n\n## Barometer Kepribadian Kepemimpinan Guru Agama Kristen di Era Disrupsi\n\n## Jannes Eduard Sirait Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia Jakarta\nCorrespondence email: [email protected]\nAbstract: The purpose of this study is to analyze, find and set a barometer for the leadership of Christian religious teachers in Indonesia. The main problem in the study: Christian religion teachers do not understand the barometer of Christian religion teachers' leadership and do not realize that they are leaders. There is a tendency that Christian religious teachers only understand themselves as teachers and educators. The next problem is that there is no specific theory regarding the barometer of Christian religious teacher leadership. So, the novelty of this research is the discovery and establishment of a new theory about the barometer of the leadership of Christian religious teachers in Indonesia. This research is qualitative research that produces narrative data in the form of written words. Observations were made on the literature and other sources of information. The data collection method was observation and discussion with several Christian religious teachers. Then ask for responses from experts and compare them with the opinions of experts in the literature. Then do an in-depth analysis to find answers to research problems. The conclusion of the study is that the teacher leadership barometer includes: having the capacity to lead, being able to analyze situations, having authority, being able to control oneself, and being humble, wise, and chivalrous. Able to communicate, negotiate and have integrity.\nKeywords: Christian leadership; Christian religion teacher; personality barometer\nAbstrak : Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis, menemukan dan menetapkan barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia. Masalah utama dalam penelitian: guru agama Kristen tidak mengerti barometer kepemimpinan guru agama Kristen dan tidak menyadari bahwa mereka adalah pemimpin. Kecenderungan yang ada bahwa guru agama Kristen hanya memahami dirinya sebagai guru dan pemberi pengajaran. Masalah berikutnya adalah belum ada teori secara khusus mengenai barometer kepemimpinan guru agama Kristen. Maka, kebaruan penelitian ini ialah ditemukan dan ditetapkannya suatu teori baru tentang barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data naratif berupa kata-kata tertulis. Pengamatan dilakukan pada literatur dan sumber informasi lainnya. Metode pengumpulan data adalah observasi dan diskusi dengan beberapa guru agama Kristen. Kemudian meminta tanggapan dari para pakar dan membandingkannya dengan pendapat para pakar dalam literatur. Kemudian melakukan analisis mendalam hingga menemukan jawaban terhadap permasalahan penelitian. Kesimpulan penelitian bahwa bahwa borometer kepemimpinan guru mencakup: memiliki kapasitas memimpin, mampu meganalisa situasi, memiliki wibawa, mampu mengendalikan diri, rendah hati, bijaksana dan kesatria. Mampu berkomunikasi, melakukan negosiasi dan berintegritas.\nKata kunci: barometer kepribadian; guru agama Kristen; kepemimpinan Kristen\nDOI: https://doi.org/10.47131/jtb.v5i1.130 Copyright @2022; Authors\n\n## Pendahuluan\nHal pertama dan utama yang harus dipahami bahwa guru adalah seorang pemimpin. Namun, terdapat kekeliruan pemahaman dan ketidaksadaran dari para guru bahwa dirinya adalah pemimpin. Kecenderungan yang muncul bahwa kebanyakan para guru agama Kristen hanya memahami dirinya sebatas pengajar dan atau pemberi materi pelajaran. Pada hal, mereka adalah pemimpin sejati dan dalam segenap aktivitasnya perlu menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan dengan baik. Guru agama Kristen dalam kegiantannya perlu mempengaruhi orang-orang yang berinteraksi dengannya di lingku- ngan sekolah, seperti kepala sekolah, peserta didik, sejawat dan masyarakat. Yakob Tomatala mengatakan: Kepemimpinan adalah suatu ilmu sekaligus seni yang berkaitan dengan seni bekerja. 1 Berkaca dari pandangan ini, maka pada hakikatnya guru agama Kristen adalah pemimpin yang menjalankan prinsip-prinsip kepemimpinan. Oleh karena itu, perlu segera menyadari dan memikirkan upaya yang dapat dilakukan untuk mening- katkan kapasitas kepemimpinan. Kepemimpinan melekat erat pada diri guru sebagai pendidik dan pengajar.\nFenomena guru agama Kristen dalam kepemimpinan berdasarkan observasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa guru agama Kristen belum memahami kepemimpinan dengan baik. Mereka cenderung memahami dirinya sebatas guru yang mengajar di sekolah. Berdasarkan survei pra-penelitian yang dilakukan pada bulan Januari – April 2022. Peneliti meminta tanggapan kepada 50 orang guru agama Kristen dan calon guru agama Kristen dengan menggunakan Google Forms. Melalui angket tanggapan tersebut diperoleh data: 60% atau 30 orang mengatakan tidak memahami barometer kepemimpinan guru agama Kristen. Terdapat 20% atau 10 orang mengatakan kurang memahami barometer kepemimpinan guru agama Kristen. Jumlah yang masih ragu-ragu adalah 12% atau 6 orang dan terdapat 4 orang atau 8% menjawab tidak tahu. Kecenderungan data yang diperoleh bahwa guru agama Kristen belum memahami secara utuh kepemimpinan dan barome- ternya. Kondisi berikutnya adalah sulitnya menemukan teori mengenai barometer kepe- mimpinan guru agama Kristen di Indoonesia.\nInilah yang menjadi alasan utama bagi penulis untuk meriset barometer kepemim- pinan. Kemudian menyadarkan bahwa guru agama Kristen adalah pemimpin. Urgensitas penelitian ini juga adalah menemukan dan menetapkan patokan atau barometer dalam mengukur kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia. Rendahnya pemahaman para guru tentang kepemimpinan, karena tidak mendapat pengetahuan yang utuh dan memadai kerika masih berada di bangku kuliah. Sehingga memiliki pemahaman yang minim tentang teori kepemimpinan. Setelah menyelesaikan studi ilmu pendidikan agama Kristen, mereka juga jarang atau tidak pernah mengikuti berbagai bentuk seminar dan lokakarya kepemimpinan. Pada hal, setiap hari selalu bersentuhan dengan kepemimpinan, namun mereka tidak menyadarinya. Oleh karena itu, guru agama Kristen perlu pencerahan agar menyadari dan berupaya memperbesar kapasitas diri dalam kepemimpinan. Pendidik wajib mempunyai kecakapan aptitude dan non aptitude serta kemampuan berkreasi. 2 Jika tidak, pasti berakibat buruk dan mengalami krisis kepemimpinan. Salsabeila mengatakan:\n1 Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2020), 138 2 Jannes Eduard Sirait, “Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi Guru Agama Kristen Di Indonesia,” DIDAKTIKOS: Jurnal Pendidikan Agama Kristen 4 , no. 2 (2021).\nSecara faktual, munculnya kepemimpinan yang buruk dalam diri seseorang, timbul karena kesalahan dirinya sendiri. 3\nMengukur kepemimpinan guru agama Kristen harus menggunakan alat ukur yang tepat. Sehingga peningkatan kemampuan kepemimpinan bagi guru agama Kristen harus terukur dan disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, kapasitas kepemimpina tersebut dapat diukur apabila ada patokan (indikator) atau barometernya. Barometer kepemimpi- nan guru agama Kristen tersebut menjadi ukuran dan dibutuhkan pada saat melakukan tugas. Hal ini menekankan bahwa kepemimpinan guru agama Kristen menjadi terukur ketika berkomunikasi dengan peserta didik, kepala sekolah, sejawat, pemerintah dan masyarakat luas. Barometer kepemimpinan guru agama Kristen yang ditemukan melalui riset dan ditetapkan tersebut, menjadi alat ukur atau patokan bagi guru agama Kristen. Elemen pendukung dalam kepemimpinan guru agama Kristen adalah keseriusan menca- pai visi dengan misi yang akurat dan kerja keras, tekun, penuh pengabdian serta memiliki disiplin diri yang tinggi.\nMenurut teori, kepemimpinan terdiri dari beragam pola dan bentuk serta pemimpin harus pribadi yang terlatih serta terikat dengan kepemimpinannya. Prinsip ini dapat menjadikan guru agama Kristen yang efektif. Bennie E. Goodwin mengatakan: pemimpin yang efektif adalah mereka yang terlatih. 4 Oleh karena itu, guru sebagai pemimpin harus lahir dari proses pembelajaran dan pelatihan. Hal ini menyatakan bahwa guru agama Kristen perlu berlatih dalam melakukan kepemimpinan. Sehingg mampu memajukan lembaga tempat bekerja dengan baik. Salsabiela mengatakan: Lembaga membutuhkan orang yang mampu memimpin dengan baik untuk membuat organisasi bertahan dan berkembang. 5 Pemimpin adalah orang yang mampu merekrut dan mempengaruhi anggota baru untuk mengikuti teladannya dan membimbing mereka di sepanjang jalan saat melatih mereka untuk melakukan segala yang dilakukan. 6\nKepemimpinan sebagai ilmu dan seni, maka harus memiliki teori. Demikian halnya dengan barometer kepemimpinan, harus memiliki teori yang yang kuat. Teori barometer kepemimpinan guru agama Kristen mendasarkan dirinya pada firman Tuhan. Firman Tuhan yang dimaksudkan adalah perkataan Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci orang Kristen, yaitu Alkitab. Alkitab menegaskan bahwa kepemimpinan selalu datang dari dalam diri seseorang yang bersedia menjawab panggilan Tuhan, yaitu memenuhi rencana dan kehendak-Nya. Sebab kepemimpinan yang alkitabiah selalu bertujuan membangun tubuh Kristus dan kemuliaan nama-Nya. Kepemimpinan yang berorientasi pada tujuan, tetapi juga harus mencapai kepuasan \"kehendak\" dalam tugas pelayanan. Oleh karena itu, guru agama Kristen perlu memiliki kemampuan, keterampilan dan pengetahuan teknis kepe- mimpinan tetapi juga harus memiliki kebijaksanaan dan kepekaan terhadap realitas tran- senden. 7\n3 Salsabiela, Memimpin Itu Ada Seninya (Jakarta: C-Klik Media, 2021), 2. 4 John Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kritiani, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2019), 460.\n5 Salsabiela, Memimpin Itu Ada Seninya , 3. 6 Myron Rush, Pemimpin Baru (Jakarta: Immanuel, 2019), 19–20.\n7 Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kritiani, 459.\nKepemimpinan merupakan kompetensi yang dipunyai oleh individu agar mampu memberi motivasi sikap hati orang-orang yang dipimpin. 8 Kompetensi guru pada esensi- nya menekankan pada kecerdasan dan kebisaan dalam mengeksekusi tanggung jawab kerja yang diberikan. 9 Alkitab adalah dasar dan sumber inspirasi serta barometer kepemim- pinan guru agama Kristen. Kepemimpinannya bukan lahir dari tuntutan dan tekanan dari masyarakat atau keadaan, keinginan atau ambisi pribadi. Tetapi kepemimpinan tersebut lahir dari gagasan dan kehendak Allah sendiri. Namun, persoalan utamanya adalah apakah guru agama Kristen ingin belajar mengembangkan diri menjadi pemimpin? Apakah dirnya berniat mengaktualisasikan potensi kepemimpinan? Sebab jika potensi kepemimpinan tidak dikembangkan, maka potensi itu segera lumpuh, kerdil dan mati. 10 Tanpa melalui proses pembelajaran, pengembangan dan aktualisasi maka semua potensi kemepimpinan yang ada hanya untuk dibawa mati.\nPengembangan potensi kepemimpinan guru bukalah sesuat hal yang mudah dila- kukan, Namun proses tersebut dapat digambarkan seperti proses belajar dari seorang balita yang belajar berjalan, membutuhkan bimbingan dari orang tua, pengasuh, atau orang lain di sekitarnya hingga akhirnya dapat berdiri, berjalan dan melangkah dengan tegap. Sama halnya dengan proses pengembangan kemampuan kepemimpinan bagi guru, dimana seorang guru agama Kristen mesti rela belajar seperti bayi yang mulai belajar berjalan, dari merangkak, berdiri, jatuh, bangun dan akhirnya dapat berdiri serta berjalan dengan tegap. Harefa mengatakan: misalkan saja dalam hal berbicara di depan umum, dengan risiko malu, namun seiring dengan waktu mendapati diri mereka fasih berbicara setelah sekian lamanya. 11 Kepemimpinan adalah keinginan belajar untuk mandiri sehingga dapat melakukan yang diinginkankan sendiri.\nGuru agama Kristen sebagai pendidik dan pemimpin harus memiliki moralitas dan karakter yang kuat. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan nilai moral guru sebagai pemimpin. 12 Memiliki fondasi keilmuan yang kokoh dan mampu terlebih dahulu menye- lesaikan urusan pribadinya, baru menyelesaikan urusan lainnya. Kepemimpinan berkaitan erat dengan kapasitas, bakat, inisiatif dengan wibawa dan kebijaksanaan. Oleh karena itu, guru agama Kristen harus memiliki kecerdasan dalam mengambil keputusan, mampu memecahkan masalah, akurat dalam mengambil keputusan dan unggul dalam mencari solusi. Kemampuan guru sebagai pemimpin dapat diukur dengan barometer yang ditetap- kan. Perlu belajar, selangkah demi selangkah dan dari waktu ke waktu dalam. Memenuhi barometer yang ditentukan dan mampu mengimplementasikan dalam tugasnya sebagai pendidik dan pemimpin.\n8 Giofany Junetri and Yesaya Adhi Widjaya, “Kepemimpinan Guru Kristen: Sebuah Tinjauan Etika Kristen,” BIA’: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen Kontekstual 3, no. 2 (2020): 198–213, https://doi.org/10.34307/b.v3i2.149.\n9 Jannes Eduard Sirait, “Analisis Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Keberhasilan Pembelajaran Di Sekolah Dasar Bethel Tanjung Priok Jakarta Utara,” Diegesis : Jurnal Teologi 6, no. 1 (February 27, 2021): 49–69, https://doi.org/10.46933/DGS.VOL6I149-69.\n10 Andrias Harefa, Berguru Pada Matahari Meningkatkan Jiwa Kepemimpinan Dalam Diri Anda (Jakarta: Gramedia, 2020), xxiii.\n11 Harefa, xxii.\n12 Rita Rosita and Tatang Muhtar, “Urgensi Pendidikan Karakter: Tantangan Moralitas Dalam Dinamika Kehidupan Di Era Revolusi Industri 4.0,” Jurnal Basicedu 6, no. 4 (2022): 6051-60\nPerlu memahami bahwa pada setiap tahapan pengembangan kapasitas diri dalam kepemimpinan, membutuhkan berbagai krisis, kesulitan dan tantangan berat untuk membentuk karakter kepemimpinan sejati. Sebagai pemimpin harus menampilkan perso- nal branding yang mampu membangun citra diri menjadi pemimpin yang handal. Jiwa kepemimpinan melekat pada dirinya dengan seni mempengaruhi dan keterampilan khusus. Hal tersebut dapat terpenuhi apabila terdapat keseriusan guru agama Kristen dalam mengembangkan dan memperbesar kapasitas diri. Kemampuan tersebut membuat brand value guru agama Kristen terbentuk dan selalu diingat, selalu melakukannya dengan tepat, konsisten, dan bertanggung jawab. Agar dapat mengukur kapasitas kepemimpinan guru agama Kristen perlu ditetapkan barometernya.\n\n## Metode\nMasalah penelitian terfokus pada barometer kepemimpinan guru agama Kristen. Hal tersebut didapatkan melalui observasi terhadap guru agama Kristen. Kemudian meminta tanggapan para ahli dan melakukan perbandingan dengan berbagai literatur. Selanjutnya, melakukan analisis dan berdialog dengan rekan kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan menggunakan pendekatan filosofis teologis. Artinya, doktrin-doktrin Kristen yang dikaitkan dengan barometer kepemimpinan guru agama Kristen, baik dari Alkitab sendiri maupun dari pendapat para ahli, kemudian diberikan interpretasi filosofis yang logis. Dengan kata lain, mencari nilai-nilai tujuan dari subjektivitas doktrin Kristen. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari sumber-sumber pustaka yang relevan dengan topik penelitian. Sumber data yang digunakan, meliputi: Pertama, sumber data primer, yaitu Alkitab. Kedua, sumber data sekunder mencakup dukumen- dukumen, termasuk buku, jurnal, majalah, surat kabar, internet, dan sumber informasi lainnya\n\n## Hasil dan Pembahasan\nBarometer atau patokan kepemimpinan guru agama Kristen adalah firman Tuhan. Role model kepemimpinan bagi guru agama Kristen adalah kepemimpinan Yesus Kristus yang diimani oleh guru Kristen sejati. Pemimpin harus memimpin dengan visi, misi yang tepat, ulet, rajin, mengabdi dan melayani, disiplin serta mampu menempatkan diri sebagai panutan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan maka ditemukan beberapa barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia yang terdiri dari: kapasitas kepemim- pinan, kemampuan melakukan analisis situasi, memiliki wibawa memimpin, mampu mengendalikan diri, rendah hati, bijaksana dan kesatria. Selanjutnya, memiliki kemam- puan berkomunikasi, negosiasi dan berintegritas\n\n## Memiliki Kapasitas Kepemimpinan\nKapasitas kepemimpinan guru agama Kristen ini mencakup keluasan pemahaman yang dimilikinya tentang ilmu kepemimpinan, keluasan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan menerapkan fungsi-fungsi manajemen. Kapasitas memimpin guru agama Kristen juga diukur dari kesediaannya memimpin dan spritualitas yang dimilikinya.\n\n## Memahami ilmu kepemimpinan\nSemua guru agama Kristen bisa menjadi pemimpin. Namun, tidak semua semua orang mengetahui caranya. Guru agama Kristen harus memiliki pengetahuan dalam ilmu kepe-\nmimpinan. Kepemimpinan memiliki fungsi komunikator, konsultatif, partisipatif, delegasi, dan pengendalian. Kepemimpinan bukan berarti memimpin orang untuk sesat. Guru agama Kristen harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang semua fungsi kepemimpinan, sebab tanpa pengetahuan tersebut maka tidak mungkin mampu menjalankan kepemimpinan dengan baik. Pada dasarnya seluruh kemampuan dalam ilmu kepemimpinan dibutuhkan dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dan pendidik. Oleh karena itu, guru harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sebagai fondasi dalam kepemimpinan. Memahami dan mengenal jenis-jenis dan teori kepemimpinan secara baik sehingga dapat mempraktekkannya.\n\n## Memiliki kemampuan manajemen\nGuru agama Kristen perlu memiliki wawasan luas tentang manajemen. Manajemen dan kepemimpinan adalah dua hal yang saling berkaitan. 13 Pengalaman dalam dua hal tersebut menjadi insting di masa depan. 14 Sebagai pendidik dan pemimpin harus memiliki kemampuan untuk melihat seluruh unit kerja dalam sekolah dengan persepsi dan pende- katan yang holistik. Fungsi utama guru sebagai pemimpin adalah merencanakan, melaksa- nakan, menyusun kegiatan, menjadi tenaga ahli, dan mewakili untuk ke luar. Selain itu juga harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan dan kompetensi. Oleh karena itu, guru agama Kristen harus memahami fungsi-fungsi manajemen secara baik. Dengan demikian, peran guru agama Kristen sebagai pemimpin dalam kepemimpinan mencakup tanggung jawab, perilaku, atau pencapaian kinerja yang diharapkan karena jabatan guru yang dipegangnya. Karena itu, guru harus memahami unsur-unsur manajemen dan mam- pu menerapkannya dengan sempurna.\n\n## Memiliki hati memimpin\nGuru agama Kristen harus memiliki hati untuk memimpin dan menjadi pemimpin, dan dalam memimpin juga harus dengan hati yang iklas. Guru sebagai pemimpin dalam kepemimpinannya harus mampu memimpin dengan sepenuh hati. Hal ini ditandai dengan kriteria guru sebagai pemimpin yang tidak bersikap egois. Tetapi memiliki kepri- badian yang bertanggung jawab, melayani dan mampu bekerja sama, memiliki loyalitas, berpikir logis, dan memberikan dukungan.\n\n## Spritualitas yang baik\nEsensi spritualitas adalah tujuan, nilai, hati atau perasan, dan hubungan. Kepemimpinan guru agama Kristen dari sudut pandang spiritual meliputi pengintegrasian unsur-unsur spritualitas ke dalam budaya kerjanya. Hal tersebut selalu tampak pada penyataan ren- cana, kehendak, dan relasinya dengan Allah. Spritualitas yang baik bertujuan untuk pemba-ngunan dirinya sendiri, peserta didik, sejawat dan seluruh masyarakat yang bersinggungan dengan dirinya serta membawa kemuliaan bagi Allah. Hal ini menjadi bukti bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh guru tersebut merupakan gagasan yang berasal dari kehendak Allah sendiri. Oleh karena itu, guru agama Kristen di Indonesia harus memiliki kondisi spritualitas yang baik berdasarkan firman Tuhan.\n13 Agus B Lay, Manajemen Pelayanan (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2021), 3. 14 Sondang P Siagian, Teori & Praktek Kepemimpinan (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), 76.\n\n## Mampu Melakukan Analisis Kekuatan\nBarometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia dapat diukur dari kemam- puannya melakukan tahapan-tahapan awal yang dibutuhkan secara akurat sebelum melakukan perangkaian sebuah kegiatan. Hal ini dimaksudkan supaya keseluruhan kegia- tan memiliki fondasi yang kuat dan dapat berdaya guna. Hal ini senada dengan firman Tuhan: Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyele- saikan pekerjaannya itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatna, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya (Luk. 14:30).\n\n## Melakukan Manajemen Waktu\nKemampuan dalam manajemen time adalah kemampuan menata kelola hidup sebagai upaya mewujudkan tujuan dengan memisahkan berbagai-bagai kegiatan yang tidak berkontribusi optimal sebab menyita banyak waktu. 15 Guru agama Kristen harus mampu melakukan manajemen waktu. Manajemen waktu merupakan bagian dari analisis kekua- tan. Manajemen waktu berkaitan dengan penentuan bagian-bagian pekerjaan yang penting dan yang paling penting. Ada banyak kegiatan yang perlu tetapi pada dasarnya bukan terpenting. Yesus sendiri melakukan penataan waktu dalam segala pekerjaannya. Ini perlu sekali untuk diperhatikan oleh guru agama Kristen dalam segala aktivitasnya demi efektivitas. Sehingga dirinya mampu menjadi pendidik dan pemimpin yang kreatif, inovatif dengan produktivitas yang tinggi.\n\n## Melakukan analisis SWOT\nPemimpin harus mampu melakukan analisis SWOT (strength, weakness, opportunities, threat). Metode pemecahan masalah sangat baik menggunakan pola SWOT analysis. 16 Atau raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertibangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? (Luk. 14:31). Cara berpikir yang berorientasi pada pemecahan masalah menuntut kemampuan analitik, mulai dari identifikasi hakikat masalah yang dihadapi, pengumpulan dan penelaahan informasi yang diperlukan. 17\nGuru agama Kristen sebagai pemimpin harus mampu melakukan pengukuran terhadap kelemahan dan kekuatan diri. Analisis berbagai alternative pemecahan masalah yang mungkin ditempuh, penentuan pemecahan masalah sehingga pelaksanaannya benar- benar membawa organisasi kepada pemecahan secara tuntas dan dapat dipertanggung jawabkan. Artinya, guru agama Kristen harus mampu melakukan analisa situasi. Dengan demikian dapat mengadakan kegiatan yang sifatnya analysis evaluatif dengan tujuan menghitung segala kekuatan dan kelemahan. Menggunakan dan memaksi-\n15 Kusnul Ika Sandra, “Manajemen Waktu, Efikasi-Diri Dan Prokrastinasi,” Persona: Jurnal Psikologi Indonesia 2, no. 3 (2013): 219.\n16 H Suwatno , Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Organisasi Publik Dan Bisnis ( Jakarta: Bumi Aksara, 2019), 206\n17 Siagian, Teori & Praktek Kepemimpinan , 87.\nmalkan segala kesempatan yang memungkinkan segala persoalan dapat diselesaikan dengan baik melalui threat.\n\n## Pemimpin Cerdik dan Tulus\nPemimpin itu harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Mat. 10:16). Guru agama Kristen itu harus tanggap dan jeli melihat situasi. Sebab maju dan mundurnya sebuah lembaga berada di tangan pemimpin. Artinya, bahwa perkembangan sekolah tempat guru agama Kristen mengabdi tidak terlepas dari andilnya. Hal yang dapat diimplementasikan adalah perlunya kewasapadaan yang tinggi. Guru agama Kristen harus memiliki kemampuan mendapatkan berbagai kete- rangan dengan sebanyak mungkin informasi berkaitan dengan berbagai isu seputar peker- jaan. Memberi pengaruh positif kepada atasannya, sejawat dan peserta didiknya guna mem-bantu dirinya mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, guru agama Kristen dalam tugas dan tanggung jawabnya harus mempersiapkan diri dan berjalan bersama menuju kemenangan dengan cerdik serta penuh ketulusan.\n\n## Memiliki strategi pertahanan diri\nStrategi pertahanan diri bagi guru agama Kristen sebagai pendidik dan pemimpin pada hakikatnya berkaitan dengan upaya mengambil pelataran dari pengalaman dan mengon- sepkannya ke dalam suatu bentuk yang lebih sederhana. Kemudian membuat generalisasi dari konsep tersebut, sehingga didapat poin-poin umum yang bisa diterapkan kembali pada kondisi lain, baik dalam konteks yang sama ataupun berbeda. Guru agama Kristen harus banyak belajar dari pengalaman-pengalamannya dan menggunakannya ketika menghadapi ancaman dalam kepemimpinan. Strategi pertahanan diri bagi kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia, berkaitan dengan: kepemilikian kekayaan informasi, mampu memberdayakan, memiliki persiapan dan kemampuan bergerak cepat dalam tugas. Mampu memastikan bahwa keinginan stakeholder selaras dengan arah gerak kepe- mimpinannya. Guru agama Kristen adalah pengantar, pelopor, memberi petunjuk, pendidik, pemberi bimbingan dan penyuluhan, serta penggerak semua pihak di sekeliling- nya. Guru agama Kristen harus memiliki pertahanan diri yang kuat sebagai pemimpin dan pendidik.\n\n## Memiliki Wibawa Memimpin\nGuru agama Kristen adalah memiliki wibawa untuk memimpin. Sebab dirinya tidak berjalan sendiri tetapi bekerja dengan kepala sekolah, sejawat dan mampu memberikan arahan kepada peserta didiknya serta keteladanan bagi masyarakat luas. Wibawa itu datang dari Tuhan, namun perlu menyatakan dan mengasahnya. Kemampuan memberi- kan arahan dapat membuat diri guru menjadi maksimal dalam tugas yang sedang diem- bannya. Wibawa tersebut membuat dirinya berwibawa, sehingga dihormati oleh rekan dan siswanya serta masyarakat yang mengenalnya.\n\n## Mampu bekerja dengan team\nBarometer bagi kepemimpinan guru agama Kristen dapat dilihat dari kemampuannya bekerjasama dengan tim kerja di sekolah dan di luar sekolah. Artinya, guru agama Kristen harus mampu bekerja dengan baik bersama kepala sekolah, rekan kerja dan peserta didik\ndi sekolah. Guru juga harus mampu bekerja sama dengan sejawat dan masyarakat di luar sekolah. Pemimpin tidak baik kalau hanya mampu bekerja secara sendirian tetapi menjadi hebat kalau dirinya mampu menggerakkan dan memberdayakan team secara bersinergi. Karena dengan cara demikian, maka guru lebih mampu memikirkan dan melakukan lebih banyak pekerjaan serta hasil yang diperoleh apabila ditopang oleh kelompok kerjanya. Guru agama Kristen dalam kepemimpinan perlu berupaya memberi kesempatan kepada rekan kerja atau siapapun untuk berpikir kreatif dan memberikan respon dengan tang- gapan positif bagi dirinya sendiri sebagai pendidik dan pemimpin. Guru yang hebat adalah individu yang mampu bekerjasama dengan rekan kerjanya dan sejawatnya serta seluruh tim kerja di sekolah, termasuk peserta didik.\n\n## Melihat semua dari sudut pandang Allah\nGuru agama Kristen di Indonesia harus mampu melihat seluruh kepemimpinan dari sudut pandang Allah. Kepemimpinan itu adalah anugerah yang harus dilakukan dalam pang- gilan pelayanan pendidikan. Guru agama Kristen harus memahami bahwa dirinya adalah orang yang dipanggil Tuhan untuk melakukan misinya. Sehingga ketika kepala sekolah, sejawat dan peserta didik serta masyarakat melihat semua dari sudut pandang manusia tetapi guru sebaliknya. Gambaran yang paling baik untuk hal ini dapat dilihat dari kisah kehidupan Daud dan Saul ketika kedua pemimpin besar ini ingin mearih simpati dari pengikutnya. Saul melakukan kesalahan besar dan berusaha untuk membunuh Daud, namun tidak pernah mampu melakukannya. Di sisi lain, Daud memiliki kesempatan besar dan sangat mampu menghancurkan atau membunuh Saul. Ketika Abisai memberikan nasihat dan kepada Daud untuk segera memusnahkan Saul, maka, Daud menolaknya dan memberi nasihat kepada Abisai supaya jangan memusnahkan Saul sekalipun telah melakukan kesalahan besar. Tetapi kata Daud kepada Abisai: “Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman? (1 Sam. 26:9). Daud memadang pribadi Saul dari sudut pandang Allah sehingga tidak melukai dan tidak menilai orang lain secara berlebihan. Guru agama Kristen harus memahami prinsip Allah dan memandang segala hal dari sudut pandang- Nya. Ada banyak persoalan dalam kepemimpian, namun sebagai pemimpin harus bijaksana dan mampu melihat semua keadaan untuk menajamkan kepemimpinan.\n\n## Mendengar atasan, sejawat dan peserta didik\nPemimpin yang baik harus bersedia mendengarkan pendapat bawahannya atau pribadi- pribadi yang berada disekelilingya dan bekerja sebagai team. 18 Tuhan menciptakan satu mulut dan dua telinga supaya lebih banyak untuk mendengar daripa da berbicara. Pada waktu-waktu tertentu, pemimpin harus menjadi pendengar yang baik. Siagian mengata- kan: Kesemuanya ini berarti bahwa seorang pemimpin perlu melatih diri menjadi pen- dengar yang baik. 19 Guru agama Kristen harus mampu mendengarkan semua pihak, memi- liki hikmat dan hati yang bijak. Memiliki banyak informasi, nasihat dan penasihat. Firman Tuhan: Jikalau tidak ada pemimpin, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak,\n18 Dale Carnegie, Pemimpin Dalam Diri Anda (Jakarta: Mitra Utama, 2020), 44. 19 Siagian, Teori & Praktek Kepemimpinan , 107.\nkeselamatan ada (Ams. 11:14). Walaupun demikian, pemimpin harus mampu memilih dan mengambil keputusan yang bijaksana serta mananggung resiko dari keputusannya.\n\n## Mampu Mengendalikan Diri\nKematangan kepemimpinan bagi guru agama Kristen dapat dilihat dari kemampuan untuk mengendalikan diri. Barometer atau patokan kepemimpinan ini menekankan kemampuan guru dalam mengendalikan diri secara totalitas. Mampu menjaga kesehatan fisik, menjaga kestabilan emosi, perkataan dan jujur. Memiliki rasa humor yang sehat, nyali yang tinggi dan ketulusan hati.\n\n## Menjaga kesehatan fisik\nGuru agama Kristen wajib menjaga kesehatan fisiknya. Kehadiran dirinya dalam kepemim- pinan pendidikan adalah melayani dan bukan dilayani. Pemimpin itu harus sehat dan bugar sebab kehadirannya adalah melayani orang-orang yang dipimpinnya. Kalimat hik- mat kuno mengatakan: mensano in corporesano, artinya pada tubuh yang sehat ditemukan jiwa yang sehat. Karena itu, dibutuhkan jasmani yang sehat supaya keseluruhan kepemim- pinan berjalan sesuai atau sejalan dengan prinsip hidup Yesus Kristus. Datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani (Mat. 20:28). Guru agama Kristen harus mampu men- jaga kesehatan dan tidak boleh menjadi beban dalam melakukan tugas. Maka, salah satu ukuran atau barometer yang dapat ditetapkan bagi kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia adalah kemampuan dalam menjaga kesehatan fisiknya.\n\n## Memiliki emosi stabil\nTugas dan tanggung jawab kepemimpinan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Guru agama Kristen pasti berhadapan dengan berbagai perilaku manusia dan beragam tugas serta persiapan dalam kegiatan proses belajar mengajar. Maka, guru membutuhkan kemapanan dalam mengatur emosi diri. Swatno mengatakan: Perilaku yang berkaitan dengan kompe- tensi ini, antara lain: tidak impulsive, mencegah usaha keterlibatan yang tidak layak, dan tetap tenang dalam situasi yang tegang. 20 Artinya, guru agama Kristen harus memiliki kon- disi emosi yang baik. Sehingga, perlu mendapat perhatian yang serius demi kesuksesan diri dalam kepemimpinannya.\nSemangat guru agama Kristen dalam kepemimpinan sangat perlu tetapi sema- ngat tersebut harus dikendalikan dan terkendali. Sebab, jika emosi guru tidak terkendali, maka dapat berdampak buruk dan membuat dirinya bekerja tanpa mengenal istirahat. Karena itu, perlu pengendalian emosi yang baik. Guru agama Kristen juga dapat dipastikan bahwa dirinya bukanlah seorang pemarah tetapi peramah. Sabda Tuhan: Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik (Yak. 3:17). Guru yang tidak ramah sulit dan tidak ada keinginan mendengar curahan hati atau keluhan. 21 Barometer ini dapat dijadikan sebagai patokan dalam mengukur derajat kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia.\n20 Suwatno, Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Organisasi Publik Dan Bisnis , 41–42. 21 Nasib Tua Lumban Gaol and Andrianus Nababan, “Kepemimpinan Guru Pendidikan Agama Kristen,”\nKelola: Jurnal Manajemen Pendidikan 6, no. 1 (2019): 89–96, https://doi.org/10.24246/j.jk.2019.v6.i1.p89-96.\n\n## Memiliki humor yang sehat\nSeorang pemimpin yang flamboyan dan menyenangkan perlu mempunyai selera humor yang baik dan sehat. Humor yang bersih dan sehat dapat meredakan ketegangan dan mengobati keadaan yang sulit. Guru agama Kristen di Indonesia tidak hanya memupuk pikiran (kognitif) semata-mata, melainkan juga hal-hal yang menyenangkan. Guru aga- ma Kristen tidak mungkin dapat memimpin peserta didiknya sampai jauh melangkah tan- pa sukacita Tuhan dan yang mengikutinya, yaitu rasa humor. Humor memberikan ketaja- man, keaslian dan kefasihan dalam pengendalian diri. Baik buruknya humor guru dapat dilihat dari kondisi, apakah guru mampu mengendalikan humor itu atau humor tersebut mengendalikan guru. Ruang kemampuan tersebut terlihat dari kepemilikan rasa humor yang sehat. Rasa humor yang mendidik dan mampu mengembangkan wawasan berpikir demi kebaikan. Zig Ziglar mengatakan: rasa humor dapat memegang peran penting dalam kesehatan fisik dan emosional kita. 22 Pemimpin harus memiliki rasa percaya diri yang baik sebab jika tidak, maka dipastikan dapat menghilangkan efektivitas diri yang baik.\n\n## Memiliki nyali tinggi\nNyali adalah keberanian. 23 Guru agama Kristen di Indonesia wajib mengetahui kemam- puan yang dimiliki secara akurat. Kemampuan tersebut memungkinkan dirinya untuk bisa bermain dan memimpin dengan kekuatannya. Hal itu memunculkan keberanian dan kemantapan melangkah serta keberanian menghadapi rsiko. Husaini Usman mengatakan: Memiliki keberanian yang tinggi, yaitu mengambil resiko dengan penuh perhitungan. 24 Pemimpin yang mempunyai nyali dan rasa percaya diri dapat menerima tugas yang sulit. 25 Guru agama Kristen harus memiliki nyali dan keberanian mengambil keputusan. Jika berpandangan positip terhadap diri sendiri dan bertindak seolah-olah hal itu mungkin, maka perlu melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapainya. Guru agama Kristen harus menjadi pribadi yang berani dan bertanggung jawab serta memperlihatkan kepedulian yang tinggi terhadap semua yang disekelilingnya. Memiliki karakter yang kuat dengan kematangan dan mentalitas yang kokoh serta bernyali tinggi.\n\n## Rendah Hati, Bijaksana, dan Kesatria\nBarometer kepemimpinan guru agama Kristen terlihat dari kerendahan hatinya, kebijak- sanaan hidup dan rasa kesatrianya. Sebagai pemimpin, harus seorang yang tegas namun rendah hati, bijaksana dan berpendirian kuat serta mampu mengatasi persoalan priba- dinya.\n\n## Memiliki hati melayani\nGuru agama Kristen adalah hamba Tuhan, gereja dan umat-Nya. Guru agama Kristen harus menyadari konsep kepemimpinan Yesus Kristus dengan hati yang tetap melayani. Artinya, bahwa guru agama Kristen harus memiliki jiwa dan sikap rendah hati\n22 Zig Ziglar, Prestasi Puncak (Jakarta: Binarupa Aksara, 2020), 27. 23 Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gitamedia Press, 2020), 556. 24 Husaini Usman, Kepemimpinan Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2020), 2004. 25 Kaswan, 45 Soft Skills Kepemimpinan Praktik Untuk Meraih Keunggulan Personal Dan Profesional (Bandung: Pustaka Setia, 2019), 11.\ndan senang mengabdi. 26 Melakukan semuanya untuk menyenangkan dan memuliakan Tuhan. Sabda Tuhan: Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kol. 3:23). Pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang menghamba. Dia tidak pernah pilih kasih, tetapi belajar untuk menerima semuanya. 27 Kepemimpinan sedemikian tidak lepas dari kemurnian motivasi. Karena itu, guru agama Kristen perlu memastikan kemurnian motivasinya. Motivasi adalah amunisi untuk merangsang orang untuk mengikuti, terlibat dan melakukan kegiatan tertentu. 28 Motivasi yang selalu didukung oleh tekad untuk memilih mengabdi dengan setia dan menghamba kepada Yesus Kristus Tuhan.\n\n## Memiliki Keteladanan\nGuru agama Kristen termasuk bagian kepemimpinan spiritual. Mampu memberi keteladanan dengan menunjukkan cara hidup yang benar. 29 Kepemimpinan yang berbasis pada iman atas nama Tuhan Allah. Kepemimpinan yang terilhami oleh perilaku etis Tuhan dalam memimpin umat-Nya. Keteladanan sangat penting karena orang di sekeliling guru agama Kristen menggunakan kriteria yang sangat sederhana, tetapi mempunyai makna yang mendalam, yaitu keteladanan yang terlihat dari semua tindakannya dan bukan dari yang dikatakannya. 30 Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakukmu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu (1Tim. 4:12). Keteladanan menjadi barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia. Oleh sebab itu, guru agama Kristen harus mampu memproyeksikan seluruh kepribadian yang baik termasuk kesetiaan dan kecintaan pada sekolah. Efektifitas kepemimpinan guru dapat menjadi lebih besar lagi apabila keteladanan pribadinya tidak hanya tercermin dalam kehidupan organisasional.\n\n## Kesatria dan Mampu Membimbing\nGuru agama Kristen mesti menjadi pemimpin yang mempu membimbing dengan kesatria tetapi santun dan ramah. Pemimpin yang mampu memberi daya kekuatan dan daya dukung untuk memperkuat sikap langkah semua orang. Mampu memberi pembimbingan dan dorongan atau motivasi dengan kebebasan. 31 Mampu menjadi panutan, cerdas dan berperilaku baik. 32 Guru agama Kristen sebagai pemimpin harus berani mengatakan yang benar dan tetap memandang kepada kehendak Tuhan. Sabda Tuhan: Jika ya, hendaklah kamu katakana ya, jika tidak hendaklah kamu katakana tidak, supaya kamu jangan kena\n26 Arozatulo Telaumbanua, “Profil Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Pemimpin Yang Melayai,” Jurnal Teruna Bhakti 3, no. 1 (2020): 48, https://doi.org/10.47131/jtb.v3i1.54.\n27 David Hocking, Rahasia Keberhasilan Seorang Pemimpin (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), 133. 28 Muhammad Johan et al., “Kepemimpinan Karismatik Dalam Perspektif Karyawan UMKM: Dari Motivasi Intrinsik Hingga Tacit Knowledge Sharing,” Edumaspul: Jurnal Pendidikan 5, no. 1 (2021): 598–613. 29 Desi Sianipar, “Kepemimpinan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) Di Era Industri 4.0,” 2018, 173.\n30 Siagian, Teori & Praktek Kepemimpinan , 105.\n31 M. Sorby Sutikno, Pemimpin Dan Kepemimpinan (Lombok: Holistica, 2019), 161. 32 Ipiana Ipiana and Reni Triposa, “Kajian Teologis Terhadap Peran Guru Agama Kristen Sebagai Pembimbing Dalam Meningkatkan Karakter Peserta Didik,” Jurnal Antusias 6, no. 2 (2021): 121–34.\nhukuman (Yak. 5:12b). Mengindari sifat langsung percaya terhadap berita yang belum terang kebenarannya. Karena itu, pemimpin tidak boleh tipis telinga tetapi harus memastikan berita dan kebenaran informasi yang timbul secara akurat. Pemimpin juga harus mampu membimbing orang lain menuju yang terbaik. Kalaupun ada yang kedapa- tan melakukan pelanggaran, maka harus memimpin orang itu, sambil menjaga diri, supaya jangan terkena pencobaan (Gal. 6:1).\n\n## Menyelesaikan Persoalan Pribadi\nSalah satu barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia dapat dilihat dari kemampuan guru untuk mengatasi persoalan pribadinya. Sebagai pendidik harus memiliki kemampuan problem solving serta mengerti menerapkan polanya dalam mengatasi persoalan hidupnya. Problem solving ini merupakan langkah dan upaya untuk mengatasi persoalan yang timbul pada pribadi guru. Kemampuan mengembangkan ide, mengubah masalah menjadi peluang. 33 Harus menjadi pribadi yang mampu mengenali masalah, yaitu: berkemampuan untuk memilah dan mencari sumber penyebab masa-lah. Mampu menemukan solusi-solusi dengan pendekatan atau langkah-langkah yang terukur. Guru agama Kristen dapat mengikuti pola-pola yang diteladankan oleh Yesus Kristus. Sebagai pemimpin, Yesus Kristus menggunakan pola kebijaksanaan dengan hikmat dan tanpa pembalasan. Mencari sumber masalahnya, kemudian menyelesaikan dengan hikmat serta kasih yang lemah lembut. Guru agama Kristen harus terlebih dahulu mampu menyele- saikan persoalan pribadinya sebelum menyelesaikan persoalan-persoa-lan dalam pekerjaan yang lebih besar.\n\n## Mampu Berkomunikasi, Negosiasi dan Berintegritas\nBarometer kepemimpinan guru agama Kristen mencakup kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi serta memiliki integritas diri yang baik. Kemampuan tersebut membuatnya menjadi seorang yang cakap memimpin dan membawa kedamaian lewat negosiasinya. Keteladanan hidup terlihat melalui integritas sehingga mampu menjadi penyampai berita kebenaran.\n\n## Piawai berkomunikasi\nKemampuan berkomunikasi berkaitan dengan kredibilitas pemimpin. Kepemimpinan dan kepiawaian berkomunikasi adalah saling melengkapi dan bagaikan dua tepi mata yang tidak mungkin dapat terpisahkan. 34 Kegagalan berkomunikasi dapat merobohkan fondasi yang kuat. Kemampuan berkomunikasi berbeda dengan kemampuan bersilat lidah. Guru agama Kristen harus mampu membangun komunikasi yang efektif, keahlian yang wajib dimiliki pemimpin Kristen. Ada banyak orang yang memiliki ide-ide cemerlang dan brilian tetapi sulit mengkomunikasikannya. Oleh karena itu, perlu membangun diri dalam berkomunikasi yang efektif.\n33 Hendrie Joudi Palar et al., “Keterampilan Kepemimpinan Perguruan Tinggi Pada Abad 21,” Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan 10, no. 1 (2021): 130–36.\n34 S Teguh Wiyono and others, “Pengaruh Public Speaking Pemimpin Terhadap Kinerja Awak Kapal,” Majalah Ilmiah Bahari Jogja 19, no. 2 (2021): 88–99.\nSutikno mengatakan: Keterampilan berkomunikasi menjadi pembeda pemimpin efektif dan tidak efektif. 35 Guru agama Kristen harus memiliki public speaking yang bagus sebab berbicara dapat mengubah dunia. 36 Melalui kemampuan berkomunikasi, pemimpin dapat menjalin kerjasama dan memberi motivasi kepada semua pihak. Mendapatkan partisipasi dari pengikutnya dan memberikan arahan dalam peraihan tujuan bersama. 37 Komunikasi dapat menjadi efektif apabila jeli melihat suasana atau aura lawan bicara dan situasi di daerah sekitar. Kepiawaian berkomunikasi dapat dipakai sebagai wahana bagi orang lain untuk menyalurkan pandangan brilliannya sekaligus memperkaya ide-ide yang sudah kita punya. Tetapi, dalam komunikasi jangan sampai melupakan hal-hal yang berkaitan dengan kearifan atau budaya dari partner bicara kita\n\n## Mampu Bernegosiasi\nNegosiasi adalah melakukan perundingan dengan prinsip saling menguntungkan, yaitu: ancangan untuk memimpin atau manarik orang lain untuk maksud yang ditentukan. 38 Guru agama Kristen harus mampu menjadi negosiator yang baik. Kunci keberhasilan negosiasi adalah komunikasi yang efkitf dari kedua belah pihak. 39 Sehingga menghasilkan kesepakatan dan sama-sama diuntungkan (negosiasi integratif). 40 Konflik tidak bisa dihindari, sebab konflik ada dimana-mana. Sutikno mengatakan: Di mana ada interaksi, di situ ada konflik. 41 Maka, diperlukan metode mengelola konflik yang elegan, yaitu melalui kemampuan negosiasi. Negosiasi bertujuan untuk mengatasi atau menyesuaikan perbe- daan guna memperoleh sesuatu dari pihak lain untuk menyelesaikan sengketa atau perse- lisihan pendapat, untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima kedua belak pihak dalam melakukan transaksi. Proses kunci kepemimpinan adalah membangun hubungan. Negosiasi dapat menciptakan hubungan harmonis dan saling menguntungkan. Hubungan harmonis dapat dibangun oleh seorang pemimpin melalui pemahaman dan penghar- gaannya terhadap semua orang.\n\n## Memiliki Integritas Baik\nIntegritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tidak tergoyahkan dalam menjunjung nilai-nilai luhur dan keyakinan. Orang berintegritas adalah orang yang ucapannya sesuai dengan perbuatannya dan perilakunya mencerminkan nilai-nilai luhur yang dianutnya. 42 Integritas merupakan bagian penting dalam diri guru agama Kristen. Sebab dengan integritas maka dapat mampu mempengaruhi orang disekelilingnya. 43 Menghormati komitmen, dapat diandalkan, dikenal sebagai orang yang melakukan hal-hal yang benar, dengan alasan yang benar dan pada waktu yang tepat. Integritas merupakan fondasi utama\n35 Sutikno, Pemimpin Dan Kepemimpinan , 123. 36 Hairunnisa Hairunnisa et al., “THE PUBLIC SPEAKING TRAINING ACTIVITIES FOR PROFESSION OF PSYCHOLOGY,” MALLOMO: Journal of Community Service 1, no. 2 (2021): 73–77. 37 Salsabiela, Memimpin Itu Ada Seninya, 51.\n38 Farco Siswiyanto Raharjo, Personal Branding (Yogyakarta: Quadrant, 2020), 104. 39 Usman, Kepemimpinan Efektif , 204. 40 Fitri Susanti, Cecep Safa’atul Barkah, and Nurillah Novel, “ANALISIS PROSES NEGOSIASI BIAYA PENEBANGAN TANAM TUMBUH DALAM RANGKA PEMBANGUNAN JARINGAN LISTRIK PT HALUAN BERSAMA,” Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi 23, no. 1 (2021): 103–9.\n41 Sutikno, Pemimpin Dan Kepemimpinan , 127.\n42 Kaswan, 45 Soft Skills Kepemimpinan Praktik Untuk Meraih Keunggulan Personal Dan Profesional , 39.\n43 Antoni Ludfi Arifin and M Takrim, “Integritas Dan Kepemimpinan Milenial: Kasus Pada HR Leader,” Anterior Jurnal 20, no. 3 (2021): 87–96.\nuntuk membangun komunikasi yang efektif. Menggambarkan kesesuaian antara kelakuan dengan yang dikatakan. 44 Terdapat tekad bulat, keutuhan dan kejujuran. 45 Membuatnya layak dipercaya, mulai dari hal terkecil sampai hal besar. Menrapkan firman Tuhan yang berbunyi: Engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar (Mat. 25:21).\n\n## Kesimpulan\nGuru agama Kristen perlu memiliki keterampilan teknis kepemimpinan namun harus memiliki kebijaksanaan dan kepekaan terhadap realitas transenden. Alkitab adalah dasar, sumber inspirasi dan patokan kepemimpinan guru agama Kristen. Guru agama Kristen harus terhormat dengan kehidupan moral yang baik dan luhur. Toeri dan barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia yang dtetapkan, terdiri dari: memiliki kapasitas dalam kepemimpinan; mampu melakukan analisis kekuatan; memiliki wibawa; mampu mengendalikan diri; rendah hati, bijaksana dan kesatria; dan mampu berkomu- nikasi, melakukan negosiasi serta memiliki integritas yang baik. Kebaruan atau novelty dari penelitian ini adalah ditemukan dan ditetapkannya suatu teori serta bentuk borometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia. Penelitian tentang kriteria atau barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia pada hakikatnya memiliki cakupan atau area yang sangat luas dan masih relevan untuk diteliti. Sehubungan dengan itu, maka penulis merekomendasikan dan mendorong para pemerhati kepemimpinan, guru, pendidik, praktisi pendidikan dan para peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai barometer kepemimpinan guru agama Kristen di Indonesia. Lagi pula penelitian mengenai topik ini masih sangat minim dilakukan.\n\n## Referensi\nArifin, Antoni Ludfi, and M Takrim. “Integritas Dan Kepemimpinan Milenial: Kasus Pada HR Leader.” Anterior Jurnal 20, no. 3 (2021): 87–96. Carnegie, Dale. Pemimpin Dalam Diri Anda . Jakarta: Mitra Utama, 2020.\nHairunnisa, Hairunnisa, Irsalinda Wesa Nurrahim, Ahmad Naufal Rifaldi, Muhammad Naufal Al-Hadad, and others. “THE PUBLIC SPEAKING TRAINING ACTIVITIES FOR PROFESSION OF PSYCHOLOGY.” MALLOMO: Journal of Community Service 1, no. 2 (2021): 73–77.\nHarefa, Andrias. Berguru Pada Matahari Meningkatkan Jiwa Kepemimpinan DalamDiri Anda . Jakarta: Gramedia, 2020.\nHocking, David. Rahasia Keberhasilan Seorang Pemimpin . Yogyakarta: Andi Offset,2001.\nIpiana, Ipiana, and Reni Triposa. “Kajian Teologis Terhadap Peran Guru Agama Kristen Sebagai Pembimbing Dalam Meningkatkan Karakter Peserta Didik.” Jurnal Antusias 6, no. 2 (2021): 121–34.\nJohan, Muhammad, Gusti Nyoman Budiadnyana, Admiral Admiral, Masduki Asbari, and Dewiana Novitasari. “Kepemimpinan Karismatik Dalam Perspektif Karyawan UMKM: Dari Motivasi Intrinsik Hingga Tacit Knowledge Sharing.” Edumaspul: Jurnal Pendidikan 5, no. 1 (2021): 598–613.\n44 Sutikno, Pemimpin Dan Kepemimpinan , 122.\n45 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), 384\nJunetri, Giofany, and Yesaya Adhi Widjaya. “Kepemimpinan Guru Kristen: Sebuah Tinjauan Etika Kristen.” BIA’: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen Kontekstual 3, no. 2 (2020): 198–213. https://doi.org/10.34307/b.v3i2.149. Kaswan. 45 Soft Skills Kepemimpinan Praktik Untuk Meraih Keunggulan PersonalDan Profesional . Bandung: Pustaka Setia, 2019.\nLay, Agus B. Manajemen Pelayanan . Yogyakarta: PBMR ANDI, 2021.\nLumban Gaol, Nasib Tua, and Andrianus Nababan. “Kepemimpinan Guru PendidikanAgama Kristen.” Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan 6, no. 1 (2019): 89– 96. https://doi.org/10.24246/j.jk.2019.v6.i1.p89-96.\nPalar, Hendrie Joudi, Deitje A Katuuk, Viktory N J Rotty, and Jeffry S J\nLengkong.“Keterampilan Kepemimpinan Perguruan Tinggi Pada Abad 21.” Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan 10, no. 1 (2021): 130–36.\nPena, Tim Prima. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Gitamedia Press, 2020.\nPoerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka,2010. Raharjo, Farco Siswiyanto. Personal Branding . Yogyakarta: Quadrant, 2020. Rosita, Rita, and Tatang Muhtar. “Urgensi Pendidikan Karakter: Tantangan Moralitas Dalam Dinamika Kehidupan Di Era Revolusi Industri 4.0.” Jurnal Basicedu 6, no. 4 (2022): 6051–60.\nRush, Myron. Pemimpin Baru . Jakarta: Immanuel, 2019.\nSalsabiela. Memimpin Itu Ada Seninya . Jakarta: C-Klik Media, 2021. Sandra, Kusnul Ika. “Manajemen Waktu, Efikasi-Diri Dan Prokrastinasi.” Persona: Jurnal Psikologi Indonesia 2, no. 3 (2013): 219. Siagian, Sondang P. Teori & Praktek Kepemimpinan . Jakarta: Rineka Cipta, 2015. Sianipar, Desi. “Kepemimpinan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) Di Era Industri 4.0,” 2018, 173.\nSirait, Jannes Eduard. “Analisis Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Keberhasilan Pembelajaran Di Sekolah Dasar Bethel Tanjung Priok Jakarta Utara.” Diegesis : Jurnal Teologi 6, no. 1 (February 27, 2021): 49–69. https://doi.org/10.46933/DGS.VOL6I149-\n69.\n———. “Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi Guru Agama Kristen Di Indonesia.” DIDAKTIKOS: Jurnal Pendidikan Agama Kristen 4, no. 2 (2021). Stott, John. Isu- Isu Global Menantang Kepemimpinan Kritiani, Jakarta: YayasanKomunikasi Bina Kasih/OMF, 2019.\nSusanti, Fitri, Cecep Safa’atul Barkah, and Nurillah Novel. “ANALISIS PROSES NEGOSIASI BIAYA PENEBANGAN TANAM TUMBUH DALAM RANGKA PEMBANGUNAN JARINGAN LISTRIK PT HALUAN BERSAMA.” Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi 23, no. 1 (2021): 103–9. Sutikno, M. Sorby. Pemimpin Dan Kepemimpinan . Lombok: Holistica, 2019. Suwatno, H. Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Organisasi Publik Dan Bisnis . Jakarta: Bumi Aksara, 2019.\nTelaumbanua, Arozatulo. “Profil Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Pemimpin Yang Melayai.” Jurnal Teruna Bhakti 3, no. 1 (2020): 48. https://doi.org/10.47131/jtb.v3i1.54.\nTomatala, Yakob. Kepemimpinan Yang Dinamis . Jakarta: YT Leadership Foundation,2020.\nUsman, Husaini. Kepemimpinan Efektif . Jakarta: Bumi Aksara, 2020.\nWiyono, S Teguh, and others. “Pengaruh Public Speaking Pemimpin Terhadap KinerjaAwak Kapal.” Majalah Ilmiah Bahari Jogja 19, no. 2 (2021): 88–99.\nZiglar, Zig. Prestasi Puncak . Jakarta: Binarupa Aksara, 2020.\n" |
8f11871b-e14b-4fce-9c95-eb4732d31de7 | https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID/article/download/9307/8400 | Variasi Morfologi dan Kandungan Beta Karoten pada Beberapa Klon Ubi Kayu Genotip Ubi Kuning Hasil Radiasi Tunas In Vitro
Morphological Variation and Beta Carotene Contents of Several Clones of Ubi Kuning Cassava Genotype Derived from Irradiated Shoot in vitro
Nurhamidar Rahman *) , Supatmi, Hani Fitriani, N Sri Hartati Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Bogor * E-mail: [email protected]
## ABSTRACT
In line with the increase in cassava production and the development of nutrient-rich cassava in order to support national food diversification and biofortification programs, the selection of selected varieties of cassava varieties, which are superior in nutrients especially rich in beta carotene is very necessary. Beta carotene is an important source of antioxidants to scavange free radicals and is a provitamin A precusor to form vitamin A. The development of superior cassava riching in beta carotene can be done through the mutation approach with gamma irradiation. The observation of changes in morphological characters and levels of beta carotene from irradiated cassava need to be done to get the superior beta carotene cassava clone candidates, which could be developed in the future. This experiment was conducted at the Biotechnology Research Center, LIPI. The sample used in this study originated from in vitro shoots from several Ubi Kuning clones resulting from 10 Gy radiation, which were then transferred to the field. Observations of morphological characters and levels of beta carotene of Ubi Kuning were carried out in the third generation, which was harvested at the age of 10 months. The morphological analysis of irradiated Ubi Kuning showed that there was a difference in the intensity of tuber color between some of irradiated Ubi Kuning clones compared to the control. The determination of beta carotene levels based on the standard beta carotene curve found that the highest content of beta carotene was found in the UK Rad 3.4 clone with beta carotene content of 0.252 µg / mL compared to the control (0.219 µg / mL). The lowest beta carotene content was obtained in UK Rad 3.3 (0.048 µg / mL), followed by UK Rad 3.2 (0.221 µg / mL) and UK Rad 4.1 (0.120 µg / mL). This shows that the irradiated Ubi Kuning at dosage of 10 Gy caused variations in the intensity of tuber colors and the content of beta carotene from the cassava.
Keywords: Ubi Kuning, beta carotene, Gamma light irradiation .
## PENDAHULUAN
Ubi kayu merupakan tanaman pangan non beras yang memiliki kandungan gizi yang baik diantaranya karbohidrat sebesar 34.7 gram/100g dan protein 1.2 gram/100g (Soetanto, 2008). Beberapa jenis ubi kayu yang mengandung beta karoten yaitu Ubi Kuning, Menti, Adira 1 dan Mentega 2 (Hartati et al ., 2014; Rahman, 2013). Beta karoten merupakan provitamin A yang dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh yang berfungsi mencegah penyakit mata karena kekurangan vitamin A (Krisno & Agustine, 2012). Beta karoten dimanfaatkan untuk berbagai fungsi metabolisme pada manusia (Hartati et al. , 2012). Ubi kayu dengan daging kuning diindikasikan sebagai sumber provitamin A. Provitamin A (prekursor vitamin A) berperan sebagai antioksidan yang melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas (American Accreditation Health Care
Commission, 2011). Reproduksi tanaman secara klonal akan menghasilkan generasi yang selalu identik dengan induknya, karena gen-gen tidak mengalami pemisahan dan perpaduan bebas seperti pada reproduksi seksual. Oleh karena itu, keragaman genetik pada tanaman ubi kayu terutama yang kaya beta karoten sangat rendah. Hal ini menunjukkan adanya peluang yang cukup besar untuk para petani dan pengusaha dalam perbanyakan bibit ubi kayu kaya beta karoten.
Pengembangan ubi kayu unggul kaya beta karoten dapat dilakukan melalui pemuliaan mutasi buatan. Induksi mutasi secara fisik dan kimiawi merupakan suatu metode yang sangat baik digunakan untuk pengembangan varietas tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Sinar gamma adalah salah satu mutagen fisik yang sering digunakan dalam mutagenesis tanaman. Radiasi dapat menyebabkan
terjadinya perubahan dalam komposisi basa dan berperan langsung dalam proses mutasi gen, seperti substitusi, penambahan atau hilangnya basa dalam molekul DNA (Devi & Sastra, 2006). Beberapa penelitian mengenai ubi kayu yang diradiasi menunjukkan hasil kandidat mutan yang menguntungkan diantaranya kandidat mutan yang memiliki daya hasil tinggi pada jenis ubi kayu Jame- jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, and Adira-4
(Maharani et al. , 2015). Lestari et al. (2019) juga melaporkan bahwa ubi kayu jenis Malang yang diradiasi pada dosis 30 Gy menyebabkan terjadinya perubahan morfologi batang dan daun meskipun tingkat produktivitas umbinya menurun. Namun demikian, belum banyak dilaporkan mengenai perubahan morfologi dan kandungan beta karoten dari ubi kayu jenis Ubi Kuning setelah diradiasi. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi morfologi dan kandungan beta karoten dari Ubi Kuning hasil radiasi tunas in vitro pada dosis 10 Gy.
METODE
Identifikasi Morfologi Tanaman Hasil Radiasi Lima nomor asesi Ubi Kuning yang berasal dari hasil radiasi tunas in vitro dengan dosis10 Gy yaitu UK rad 1, UK rad 2, UK rad 3, UK rad 4 dan UK rad 5 diamati perubahan morfologi tanamannya setelah ditransfer di lapang. Pengamatan morfologi dilakukan pada daun dan batang. Karakter morfologi yang diamati adalah warna batang, warna daun, warna pucuk, tipe tanaman, warna petiol, jumlah cabang dan tipe batang utama berdasarkan deskripsi dari Fukuda et al. (2010). Lima nomor asesi tersebut kemudian diperbanyak secara stek hingga generasi ketiga dengan masing-masing asesi ada 5 stek klon dengan jumlah total 25 klon Ubi Kuning hasil radiasi 10 Gy dan 5 klon Ubi Kuning kontrol. Dari beberapa klon tersebut 5 klon Ubi Kuning hasil radiasi 10 Gy (UK rad 3.1, UK rad 3.2, UK rad 3.3, UK rad 3.4 dan UK rad 4.1) yang menghasilkan umbi pada generasi ketiga dan kontrol diamati karakter morfologi umbi dan kandungan beta karotennya setelah dipanen pada usia 10 bulan. Pengamatan berupa bentuk umbi, warna kulit luar umbi, warna lapisan korteks, warna daging umbi, lekukan umbi, permukaan kulit umbi. Visual warna umbi juga diamati pada umbi segar dan dengan mencelupkan umbi yang telah dipotong horizontal selama 2 menit di air mendidih.
Analisis kandungan beta karoten Pembuatan pati Ubi Kuning hasil radiasi Umbi segar dari 5 klon Ubi Kuning hasil radiasi 10 Gy (UK rad 3.1, UK rad 3.2, UK rad 3.3, UK rad 3.4 dan UK rad 4.1) dibuat pati untuk diuji lebih lanjut kandungan beta karotennya. Pertama umbi kayu dikupas dan dicuci hingga bersih. Umbi yang telah
dikupas kemudian dihaluskan hingga menjadi bubur umbi. Bubur umbi kemudian ditambahkan air dan dan diremas-remas. Bubur umbi kemudian disaring dengan kain saring hingga didapat dua fraksi, yaitu suspensi hasil penyaringan dan ampasnya. Suspensi kemudian diendapkan selama 12 jam. Endapan pati diambil kemudian dikeringkan hingga kadar airnya berkurang.
Ekstraksi beta karoten pada sampel pati Ubi Kuning hasil radiasi Ekstraksi beta karoten pada sampel dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi bertingkat (Sanusi & Adebiyi, 2009) yang sudah dimodifikasi dan dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Dalam satu siklus ekstraksi terdapat 3 tahapan ekstraksi dan dari setiap tahapan ekstraksi diperoleh fraksi heksan yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode spektrofotmetri. Pengujian kandungan beta karoten dilakukan dengan menimbang sampel pati umbi 0.6 g yang kemudian ditambahkan metanol 99,8% 6 ml. Sampel dihomogenkan dengan vortex selama 20 detik. Kemudian sampel ditambahkan heksan 99% sebanyak 3 ml lalu didinginkan dalam es batu selama 10 menit. Sampel yang telah didinginkan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm hingga terbentuk dua fraksi, yaitu fraksi heksan dan fraksi metanol. Fraksi metanol dan sampel ditambahkan heksan 99% sebanyak 1 ml. Kemudian dihomogenkan dengan vortex selama 20 detik dan didinginkan lagi selama 10 menit didalam es batu dan disentrifus lagi dengan kecepatan 5000 rpm. Akan didapat dua fraksi yaitu fraksi metanol dengan sampel dan fraksi heksan 2. Fraksi metanol dengan sampel ini akan menghasilkan dua fraksi bila diektrak lagi, yaitu fraksi etanol dengan sampel dan fraksi heksan 3. Hasil dari fraksi heksan setelah proses ekstraksi dikoleksi dan digunakan untuk dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer uv – vis untuk mengetahui kandungan beta karoten.
## Larutan standar beta karoten
Pembuatan larutan induk karoten 100 µg/mL dilakukan dengan menimbang 0,01 g beta karoten yang kemudian dilarutkan dengan heksana 10 ml. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu kocok hingga larutan homogen. Dari larutan induk beta karoten tersebut kemudian diambil 20 mL lalu dilarutkan dengan heksana hingga tanda batas pada labu ukur 100 mL. Dari larutan tersebut dibuat larutan standar kerja beta karoten dengan konsentrasi 0 µg/mL ; 0,5 µg/mL ; 1 µg/mL ; 1,5 µg/mL ; 2 µg/mL ; 2,5 µg/mL dan 3 µg/mL, larutkan dengan heksan.
## Analisa sampel dengan spektrofotometri
Sampel kemudian diuji dengan membandingkan sampel dengan larutan standar analisis kandungan beta karoten. Pengukuran kadar beta karoten ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 453 nm. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Data sampel hasil spektrofotometer kemudian dimasukan dalam persamaan regresi larutan standar untuk mengetahui kandungan beta karoten dari sampel tersebut dalam µg/ml.
## μg/mL
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Morfologi Tanaman Ubi Kuning Hasil Radiasi Morfologi klon-klon Ubi Kuning hasil radiasi yang ditanam memiliki perbedaan karakter baik tegakan tanaman (Tabel 1) maupun umbinya (Tabel 2) jika dibandingkan dengan tanaman kontrolnya. Hal ini diduga pengaruh iradiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy mampu menyebabkan terjadinya kerusakan pada jaringan tanaman dan atau mutasi pada tingkat selnya sehingga terjadi perubahan morfologi tanaman maupun umbinya pada beberapa klon yang diradiasi. Menurut Soeranto (2003), abnormalitas pada populasi yang diradiasi menunjukkan terjadinya perubahan besar pada tingkat genom, kromosom dan DNA, sehingga proses fisiologi di dalam sel yang dikendalikan
secara genetik menjadi tidak normal. Perbedaan morfologi tersebut terdapat pada karakter seperti warna petiol, jumlah cabang, tipe batang utama, warna kulit luar umbi, dan pemukaan kulit umbi. Lebih lanjut, warna batang muda dan tipe tanaman dari Ubi Kuning hasil radiasi memiliki warna yang sama dengan tanaman kontrolnya yaitu masing-masing hijau muda dan bercabang. Namun demikian, dari jumlah cabangnya ubi kayu yang diradiasi memiliki cabang lebih sedikit sekitar 1-2 cabang dibanding kontrol sebanyak 3 cabang. Selain itu, batang utama yang tumbuh lebih banyak sekitar lebih dari 4 batang utama daripada tanaman kontrolnya sekitar 1-2 batang utama (Gambar 1A). Warna petiol pada tanaman yang diradiasi bervariasi mulai dari hijau kemerahan, hijau dengan kemerahan dekat batang atau daun yang berbeda dengan tanaman kontrolnya yaitu merah sepanjang tangkai daun (Gambar 1B). Respon tanaman terhadap perlakuan iradiasi sinar gamma bersifat individual, namun secara gambaran umum pada beberapa parameter menunjukkan terjadinya perubahan (Widiastuti et al. ., 2010).
Gambar 1. Identifikasi morfologi tanaman Ubi Kuning hasil radiasi 10 Gy. (A) Penampakan keseluruhan tanaman ubi kayu, UK Rad 3 (1,2), UK Rad 4 (3), Kontrol (4); (B) Penampakan variasi daun klon UK Rad 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 (No: 1,2,3,4), UK Rad 4.1 (No. 5), Kontrol (No. 6); (C) Penampakan variasi batang klon UK Rad 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 (No: 1,2,3,4), UK Rad 4.1 (No. 5), Kontrol (No. 6) ; (D) Penampakan variasi warna daging umbi segar dari klon UK Rad 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 (No: 1,2,3,4), UK Rad 4.1 (No. 5), Kontrol (No. 6); (E) Penampakan warna umbi setelah direbus dari klon UK Rad 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 (No: 1,2,3,4), UK Rad 4.1 (No. 5), Kontrol (No. 6)
## 76 Variasi Morfologi dan Kandungan Beta … (Rahman, dkk)
## Tabel 1. Karakter morfologi tanaman Ubi Kuning yang di radiasi sinar gamma 10 Gy di lapang umur 10 bulan
Klon Warna batang Warna daun Warna pucuk Tipe tanaman Warna petiol Jumlah cabang Tipe batang utama Muda tua muda Tua UK Rad1 Hijau muda coklat coklat Hijau tua coklat bercabang Merah kehijauan 1 4 bagian UK Rad2 Hijau muda coklat coklat Hijau tua coklat bercabang Hijau dengan kemerahan dekat batang 2 4 bagian UK Rad3 Hijau muda Abu- abu Ungu muda Hijau tua Ungu muda bercabang Merah kehijauan 2 > 4 UK Rad4 Hijau muda coklat coklat Hijau tua coklat bercabang Hijau dengan kemerahan dekat daun 2 4 bagian UK Rad5 Hijau muda coklat coklat Hijau tua coklat bercabang Hijau dengan kemerahan dekat daun 2 2 bagian UK K1 Hijau muda coklat Hijau keung uan Hijau tua Coklat tua bercabang Merah sepanjang tangkai daun 2 2 bagian UK K2 Hijau muda coklat coklat Hijau tua coklat Bercabang Merah sepanjang tangkai daun 3 1 bagian UK K3 Hijau muda coklat Ungu Hijau tua coklat bercabang Merah sepanjang tangkai daun 3 1 bagian UK K4 Hijau muda coklat coklat Hijau tua coklat bercabang Merah sepanjang tangkai daun 3 2 bagian- UK K5 Hijau muda Coklat Ungu muda Hijau tua Ungu muda bercabang Merah sepanjang tangkai daun 2 2 bagian
Keterangan: pengamatan karakter morfologi tanaman ini dilakukan pada lima asesi Ubi Kuning hasil radiasi sebelum diperbanyak steknya menjadi beberapa klon sampai tiga generasi
Selain itu, karakter morfologi umbi, Ubi Kuning hasil radiasi terlihat berbeda dengan kontrol terutama dari intensitas warna umbinya (Tabel 2 dan Gambar 1). Secara umum, umbi Ubi Kuning memiliki warna kuning yang lebih terang. Daging umbinya berwarna kuning terang, warna kulit luar berwarna cokelat terang. Di bagian tengah daging umbi terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat. Antara kulit dalam dan daging umbi terdapat lapisan kambium (Arnata, 2009). Pada penelitian ini, beberapa klon umbi ubi Kuning hasil radiasi in
vitro 10 Gy memiliki intensitas warna umbi yang berbeda dibandingkan dengan kontrol. Ubi Kuning klon 1 memiliki warna kuning yang tidak begitu terang dibanding dengan kontrol. Ubi Kuning klon 2 memiliki warna kuning yang memudar dibanding dengan kontrol. Sedangkan ubi kuning klon 3 memiliki warna kuning keputihan dibanding dengan kontrol dan ubi kuning klon 4 memiliki warna kuning memudar dibanding dengan kontrol (Gambar 1). Perbedaan morfologi umbi juga dapat
diamati ketika ubi kayu telah dicelupkan pada air panas selama 2 menit. Semakin kuning warna ubi kayu Kuning maka kandungan beta karotennya juga semakin tinggi dan sebaliknya. Dengan demikian, ubi kayu Kuning hasil radiasi memiliki intensitas warna yang lebih pudar dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena pengaruh dari radiasi. Radiasi dapat menyebabkan mutasi dan meningkatkan variasi genetik. Sel yang dapat bertahan hidup dengan baik sesudah penyinaran akan mengalami beberapa perubahan secara fisiologis atau genetik. Perubahan ini dapat menghasilkan tanaman yang unggul dari sebelumnya. Keberhasilan mutasi dapat diamati melalui perubahan morfologi, anatomi, maupun pada tingkat DNA (Harahap, 2005). Teknologi perbanyakan tanaman melalui induksi iradiasi dengan sinar
gamma diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik pada tanaman ubi kayu yang tidak memungkinkan dengan persilangan. Uji Kandungan Beta Karoten Beta karoten merupakan komponen yang paling penting dalam makanan yang berwarna jingga. Beta karoten terdiri atas dua grup retinil, yang di dalam mukosa usus kecil akan dipecah oleh enzim beta karoten dioksigenase menjadi retinol, yaitu sebuah bentuk aktif dari vitamin A. karoten dapat disimpan dalam bentuk provitamin A dan akan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan (Astawan, 2008). Pada penelitian ini, penentuan kadar beta karoten dilakukan pada beberapa klon sampel Ubi Kuning hasil radiasi in vitro 10 Gy. Sampel yang digunakan diberi kode yaitu; UK Rad 4.1 ; UK Rad 3.1; UK Rad 3.2 ; UK Rad
3.3 ; UK Rad 3.4; UK Kontrol 1. Tabel 2. Karakter morfologi umbi Ubi Kuning yang di radiasi sinar gamma 10 Gy setelah dipanen umur 10 bulan Klon Bentuk umbi Warna kulit luar umbi Warna lapisan korteks Warna daging Lekukan umbi Permukaan kulit umbi UK Rad1 Kerucut silindris Coklat terang krem Kuning Tidak ada Bersisik dan halus UK Rad2 gelondong Coklat terang krem Kuning Tidak ada Bersisik dan halus UK Rad3 Kerucut silindris Coklat terang krem kuning Tidak ada Bersisik dan halus UK Rad4 Kerucut silindris Coklat terang krem Kuning Tidak ada Bersisik dan halus UK Rad5 Kerucut silindris Coklat terang krem Kuning Tidak ada Bersisik dan halus UK K1 Kerucut silindris Coklat gelap krem Kuning Tidak ada Bersisik dan kasar UK K2 Kerucut silindris Coklat gelap krem Kuning Tidak ada Bersisik dan kasar UK K3 Kerucut silindris Coklat gelap krem Kuning Tidak ada Bersisik dan kasar UK K4 Kerucut silindris Coklat gelap krem Kuning Tidak ada Bersisik dan kasar UK K5 Kerucut silindris Coklat gelap krem Kuning Tidak ada Bersisik dan kasar Keterangan: pengamatan karakter morfologi umbi ini dilakukan pada lima asesi Ubi Kuning hasil radiasi sebelum diperbanyak steknya menjadi beberapa klon sampai tiga generasi Dalam penelitian ini dilakukan percobaan 3 panjang gelombang untuk menentukan pada panjang gelombang mana yang maksimal diserap oleh beta karoten. Pengukuran tersebut dilakukan pada panjang gelombang 400 nm, 453 nm dan 500 nm. Dari hasil yang didapat maka serapan beta karoten yang maksimum yaitu pada panjang gelombang 453 nm. Hal ini bersesuaian dengan Octaviani et al. (2014)
yang menyatakan bahwa pada panjang gelombang tersebut merupakan serapan panjang gelombang maksimum untuk penetapan kadar beta karoten pada cabai. Berdasarkan data hasil pengukuran (data tidak ditampilkan) diperoleh persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi larutan beta karoten standar dengan serapan yaitu Y= 0.0146x + 0.0023 dengan regresi
## 78 Variasi Morfologi dan Kandungan Beta … (Rahman, dkk)
R² = 0.980 dimana Y adalah serapan dan X adalah konsentrasi dalam μg/mL (Gambar 2).
Setelah dibandingkan dengan koefisien korelasi (r) tabel = 0,959 dengan taraf kepercayaan 99% ternyata r hitung > r tabel yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi larutan beta karoten standar dengan serapan sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar beta karoten dalam sampel. Hal ini dapat dilihat dari grafik kurva baku beta karoten standar yang berbentuk garis lurus.
Gambar 2. Kurva hubungan antara konsentrasi larutan beta karoten standar dengan serapan yang diukur pada panjang gelombang 453 nm.
Gambar 3. Kandungan beta karoten dari pati klon Ubi Kuning hasil radiasi tunas in vitro 10 Gy. Keterangan: Garis bar menunjukkan standar deviasi dari rata-rata hasil pengukuran beta karoten yang dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan pengukuran secara teknis dengan spektrofotometri.
Dari hasil penetapan kadar beta karoten sampel berdasarkan kurva standar beta karoten didapatkan bahwa bahwa kandungan beta karoten yang tertinggi terdapat pada sampel UK Rad 3.4 dengan kandungan beta karoten sebesar 0,252 µg/mL dibandingkan dengan kontrol 0,219 µg/mL. Sampel yang mempunyai kandungan beta karoten paling sedikit yaitu
sampel UK Rad 3.3 yaitu sebesar 0,048 µg/mL, UK Rad 3,2 sebesar 0,221 µg/mL dan UK Rad 4.1 sebesar 0.120 µg/mL.
Hal ini menunjukkan bahwa ubi Kuning hasil radiasi 10 Gy menyebabkan terjadinya variasi kandungan beta karoten dari ubi kayu tersebut. Menariknya, klon ubi Kuning Rad 3.4 memiliki kandungan beta karoten yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan beberapa klon lain menunjukkan adanya perubahan kandungan beta karoten yang lebih rendah dari kontrol. Hal ini bersesuaian dengan hasil pengamatan morfologi warna daging umbi dari beberapa klon ubi kayu. Tingginya kadar beta karoten pada Ubi Kuning radiasi dari klon 3.4 diduga mempunyai derajat kekuningan yang lebih pekat dibanding klon lainnya. Hasil ini dimungkinkan ada kaitannya langsung dengan derajat kekuningan pada Ubi Kuning dengan kadar beta karoten, semakin kuning warna umbinya maka semakin tinggi kadar beta karoten. Hal ini bersesuaian dengan Moorthy et al. (1990) yang meneliti variasi 21 klon ubi kayu yang memiliki intensitas warna daging umbi dari kekuningan sampai kuning dan melaporkan bahwa semakin kuning warna dari daging umbi ubi kayu, semakin tinggi kandungan beta karotennya.
## KESIMPULAN
Kandungan beta karoten tertinggi terdapat pada klon Ubi Kuning 3.4 dibandingkan dengan klon lainnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan secara morfologi pada umbi pada beberapa klon yang yang intensitas warna kuningnya lebih besar dibanding dengan kontrol. Perlakukan radiasi sinar gamma pada tunas in vitro pada beberapa Ubi Kuning dengan dosis 10 GY menyebabkan terjadinya variasi morfologi tanaman dari Ubi Kuning hasil radiasi baik dari segi batang, daun, umbi dan intensitas warna umbi serta penurunan maupun peningkatan kandungan beta karoten umbi yang berkisar dari 0,12 µg/mL sampai dengan 0,252 µg/mL dibandingkan dengan kontrol (0,219 µg/mL). DAFTAR PUSTAKA American Accreditation Health Care Commission, 2011, Vitamin A Vitamin C, U.S. National Library of Medicine & National Institutes of Health, Bethesda. Astawan M. 2008. Khasiat warna-warni makanan. Gramedia Pustaka Utama. Devi L & Sastra, DR. 2006. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Kultur in vitro Tanaman Jahe. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia . 8( 1): 7-14. Harahap F. 2005 . Induksi Variasi Genetik Tanaman Manggis ( Garcinia mangostana ) dengan Radiasi Sinar Gamma.
Disertasi. ITB. Bogor. Hartati S, Fitriani H, Supatmi S &
Sudarmonowati E. 2012. Karakter Umbi &
Nutrisi Tujuh Genotip Ubi Kayu ( Manihot esculenta ). Agricola , 2 (2), 101-110. Hartati NS, Fitriani H, Fathoni A, Hartati, Rahman N, Wahyuni & Sudarmonowati E. 2014. Budidaya Ubi Kayu Tinggi Beta Karoten dan 63 Prospek Pemanfaatannya. Seminar Nasional Hasil Penelitian Unggulan Bidang Pangan Nabati . Cibinong. LIPI. Krisno MA & VV Agustine. 2012. Ubi Jalar Jingga atau Merah ( Ipomea trifida ) Sumber Beta-Karoten Mempengaruhi Fungsi Mata. https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012 /06/28/ubi-jalar-jingga-atau-merah- ipomoea-trifida-suber-brta-karoten- mempengaruhi-fungsi-mata/. (diakses 17 Oktober 2019) Lestari T, Mustikarini, ED, Apriyadi, R, &
Anwar S. 2019. Early stability test of mutant candidates of Bangka local cassava, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity . 20 (1): 337-342. Maharani S, Khumaida N, Syukur M & Ardie SW. 2015. Radiosensitivitas dan Keragaman Ubi Kayu ( Manihot esculenta
Crantz) Hasil Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy) . 43 (2):111-117. Moorthy SN, Jos JS, Nair RB & Sreekumari MT. 1990. Variability of β-carotene Content in Cassava Germplasm. Food
Chemistry . 36 (3):233-236. Octaviani T, Any G & Susanti H. 2014.
Penetapan Kadar β-Karoten Pada Beberapa Jenis Cabe (Genus Capsium ) Dengan Metode Spektrofotometri Tampak. Jurnal Pharmaciana , 4 (2): 101-109. Rahman N. 2013. Daya Hidup dan Pertumbuhan Kultur In Vitro Ubi Kayu ( Manihot esculanta ) Genotip Ubi Kuning Hasil Radiasi. Prosiding Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-obatan,Pangan dan Lingkungan Untuk Kesehatan . 1 (4):409-
414.
Sanusi RA & Adebiyi AE.2009. Beta carotene content of commonly consumed foods and soups in Nigeria. Pakistan Journal of
Nutrition 8 (9):1512-1516. Soeranto H. 2003. Peran Iptek Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung Industri Pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta.
## 80 Variasi Morfologi dan Kandungan Beta … (Rahman, dkk)
Soetanto E. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Yogyakarta: Kanisius. Widiastuti A, Sobir & Suhartanto MR. 2010. Analisis Keragaman Manggis ( Garcinia mangostana ) Diiradiasi dengan Sinar Gamma Berdasarkan Karakteristik Morfologi dan Anatomi.
Nusantara
Bioscience . 2 :23-33.
|
5f2e4bd8-d372-4406-a2e9-4e9eafecafda | http://journal.wima.ac.id/index.php/JTPG/article/download/1492/1385 |
## KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK PADA BERBAGAI PROPORSI TAPIOKA DAN TEPUNG KACANG HIJAU
## (Physicochemical and organoleptic characteristics cracker of various proportions in tapioca and mung bean)
Gracia Francisca Linardi a* , Indah Kuswardani a , Erni Setijawati a
a Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Indonesia
* Penulis korespondensi Email: [email protected]
## ABSTRACT
Crackers is a popular food in Indonesia. Public appetite for eating crackers continues to increase, so diversification of crackers need to be develop with diversification crackers from mung bean.The purpose of this research is to determine the effect of the proportion between tapioca and mung bean flour on physicochemical and organoleptic properties of mung bean cracker and get the best treatment combination. The materials for mung bean cracker is tapioca and mung bean flour. The different proportion of tapioca and mung bean flour can be affect physicochemical and organoleptic properties of cracker. The design of the study is a single randomized group design, spesifically proportion of tapioca and mung bean flour which consists of six levels and was repeated four times, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, and 4:6. The results showed significantly affect the water content of raw and fried crackers, expansion volume, oil absorbtion, fracture, crispness, and organoleptic (taste, color, crispness). The higher proportion of mung bean flour, the lower the moisture content of raw crackers, expansion volume, oil absorption, crispness, and the higher hardness, water content of fried crackers. The best treatment based on organoleptic properties is crackers with proportion of tapioca : mung bean flour at 8:2 (T 8 H 2 ).
Keywords : cracker, mung bean flour, tapioca
## ABSTRAK
Kerupuk merupakan makanan populer di Indonesia. Selera masyarakat dalam mengkonsumsi kerupuk terus meningkat sehingga diversifikasi pada kerupuk perlu dikembangkan dengan diversifikasi kerupuk dari kacang hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi tapioka dan tepung kacang hijau terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik kerupuk kacang hijau serta mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik. Bahan pembuatan kerupuk kacang hijau adalah tapioka dan tepung kacang hijau. Perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau diduga akan mempengaruhi sifat fisikokimia maupun organoleptik kerupuk. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAK faktor tunggal, yaitu proporsi tapioka dan tepung kacang hijau yang terdiri atas enam level perlakuan yang diulang sebanyak empat kali, yaitu 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, dan 4:6. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh nyata terhadap kadar air kerupuk mentah dan goreng, volume pengembangan, daya serap minyak, daya patah, kerenyahan serta sifat sensoris kerupuk (rasa, warna, kerenyahan). Semakin tinggi proporsi tepung kacang hijau, semakin rendah kadar air kerupuk mentah, volume pengembangan, daya serap minyak, kerenyahan, dan semakin tinggi daya patah, kadar air kerupuk goreng. Perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah kerupuk dengan proporsi tapioka : tepung kacang hijau sebesar 8:2 (T 8 H 2 ).
Kata kunci : kerupuk, tepung kacang hijau, tapioka
## PENDAHULUAN
Kerupuk merupakan makanan kecil yang sangat populer di Indonesia. Pati yang sesuai dalam pembuatan kerupuk adalah yang memiliki fraksi amilopektin tinggi, daya serap air tinggi, dan daya serap minyak rendah, agar dapat menghasilkan struktur porus yang seragam dan tekstur yang renyah. Maka dari itu, digunakan tapioka sebagai bahan dalam pembuatan kerupuk karena fraksi amilopektinnya yang dominan (>80%) (Harris, 2001).
Kacang hijau merupakan hasil pertanian kacang-kacangan terbesar kedua di Indonesia. Dalam
usaha untuk
meningkatkan penggunaan kacang hijau perlu dilakukan diversifikasi terhadap olahan kacang hijau menjadi kerupuk kacang hijau. Pada penelitian kerupuk ini akan dilakukan substitusi tapioka dengan tepung kacang hijau. Beberapa alasan penggunaan kacang hijau antara lain kandungan gizinya yang baik (22 g protein, 1,2 g lemak, 62,9 g karbohidrat), memiliki daya cerna yang baik, dan kandungan pati tinggi (58,56%).
Untuk menghasilkan kerupuk dengan kandungan gizi yang baik, porsi tepung kacang hijau banding tapioka diharapkan semaksimal mungkin, tetapi bila tepung kacang hijau ditambahkan terlalu banyak, kadar protein dan serat juga semakin banyak yang dapat menurunkan volume pengembangan karena terjadi perbedaan sifat viskoelastisitas matriks kerupuk dan adanya kemampuan crosslinking antara pati dan protein sehingga matriks kerupuk mentah menjadi lebih rapat dan sukar mengembang saat digoreng. Serat juga mengakibatkan kerapatan pada adonan kerupuk meningkat dan penyerapan air untuk terjadinya gelatinisasi pati menjadi terhambat. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dicari proporsi yang sesuai untuk menghasilkan kerupuk kacang hijau dengan karakteristik yang diterima oleh konsumen dan menghasilkan sifat fisikokimia dan organoleptik yang baik.
## BAHAN DAN METODE
## Bahan
Bahan yang digunakan adalah tapioka, tepung kacang hijau, air minum dalam kemasan, bawang putih, garam, gula pasir, minyak goreng, dan baking powder double acting . Untuk analisis digunakan akuades, kertas saring, tablet Kjeldahl (Merck), batu didih, H 2 SO 4 95-97% p.a. (Merck), NaOH p.a. (Mallinckrodt), NaOH teknis (Brataco), bubuk Zn, HCl 37% (Merck), indikator MR-MB, indikator PP (Ferak), kertas lakmus merah, H 2 C 2 O 4 .2H 2 O (RiedeldeHaen), dan jewawut.
## Alat
Alat yang digunakan adalah cetakan logam (D= 5 cm; l= 25 cm), timbangan digital, pisau, baskom, gelas ukur, kompor, dandang, nampan, kuas, refrigerator , tray , cabinet dryer , deep fryer , dan sutil. Untuk analisis digunakan botol timbang, oven, eksikator, timbangan analitis, texture analyzer “XT Plus”, seperangkat alat destruksi dan distilasi, labu Kjeldahl, erlenmeyer, statif dan buret, gelas beker, labu takar, pipet tetes, pipet volume, bulb, pengaduk kaca, corong, sendok tanduk, Vibrator Tyler , dan plastik PP.
## Pembuatan Kerupuk Kacang Hijau
Tepung kacang hijau, tapioka, baking powder , dan bawang putih dicampur kemudian ditambahkan gula, garam, dan air yang sudah dipanaskan ±95°C dan dicampur hingga homogen. Adonan kemudian dicetak dalam cetakan setengah lingkaran (D= 5 cm; l= 25 cm) dan dikukus ±100ºC selama 30 menit. Gelondong kemudian didinginkan dalam refrigerator bersuhu ±10ºC selama ±18 jam. Setelah itu gelondong diiris dengan ketebalan 2±0,2mm dan dikeringkan dalam cabinet dryer pada suhu 50ºC-60ºC selama 4 jam.
Parameter dan Prosedur Pengujian Kadar Air
Pengujian dilakukan dengan metode oleh Sudarmadji (1997), dengan berat sampel sebesar 1 g.
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Journal of Food Technology and Nutrition Vol 12 (2): 101-106, 2013.
Pengujian Volume Pengembangan Volume pengembangan diukur menggunakan jewawut. Rumus yang digunakan:
Keterangan: Vg = Volume kerupuk goreng Vm =Volume kerupuk mentah
## Pengujian Daya Serap Minyak
Kerupuk diukur berat keringnya sebelum (W 1 ) dan sesudah digoreng (W 2 ) pada suhu 180°C. Rumus yang digunakan:
Pengujian Texture Analyzer
Pengujian tekstur dilakukan dengan alat texture analyzer dengan ball probe seri SMS P/0,25 S. Test mode : compression ; pre-test speed : 1,0 mm/s; test speed : 1,0 mm/s; post-test speed : 5,0 mm/s; target mode : distance : 3 mm; trigger type : auto ( force : 10 g); tare mode : auto.
## Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik meliputi warna, kerenyahan, dan rasa dengan metode skoring (kisaran nilai 1 hingga 7). Jumlah panelis sebanyak 80 orang panelis tidak terlatih dari mahasiswa FTP, UKWMS.
## Pengujian Pembobotan
Bobot ditentukan berdasar pengujian organoleptik dengan uji ranking.
## Pengujian Protein Makro-Kjeldahl
Pengujian dilakukan menurut Sudarmadji dkk. (1996), dengan berat sampel sebesar 1,5 gram.
## Analisis Statistik
Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAK satu faktor, yaitu proporsi tapioka dan tepung kacang hijau dengan enam level perlakuan (T 9 H 1 , T 8 H 2 , T 7 H 3 , T 6 H 4 , T 5 H 5 dan T 4 H 6 ) dan diulang sebanyak
empat kali. T 10 H 0 digunakan sebagai pembanding untuk pengujian objektif.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pengujian Kadar Air Mentah dan Goreng, Volume Pengembangan Perlaku an Kadar Air Volume Pengembanga n (%) Mentah (%) Goreng (%) T 10 H 0 T 9 H 1 T 8 H 2 T 7 H 3 T 6 H 4 T 5 H 5 T 4 H 6 9,60 e ±0,33 9,07 d ±0,29 8,86 cd ±0,21 8,67 bcd ±0,41 8,53 bc ±0,52 8,26 ab ±0,65 8,06 a ±0,29
1,85 a ±0,43 2,11 ab ±0,35 2,43 b ±0,20 2,49 bcd ±0,33 2,89 de ±0,13 2,95 e ±0,20 3,06 e ±0,25 479,15 g ±17,83 444,15 f ±21,42
382,44 e ±17,21 322,54 d ±31,38 279,67 c ±16,96 231,12 b ±6,95
198,35 a ±6,20 Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau berpengaruh nyata terhadap kadar air kerupuk kacang hijau mentah. Peningkatan proporsi tepung kacang hijau menyebabkan penurunan kadar air yang disebabkan oleh adanya matriks pati-protein yang dapat menahan penguapan air selama proses pengeringan. Sehingga banyak air yang tertahan dalam bahan dan tidak terukur sebagai kadar air (Utomo, 2008).
Adanya kompetisi pengikatan air antara pati, protein, dan serat juga akan mengganggu kecukupan gelatinisasi pati sehingga air yang masuk ke dalam granula pati kurang dan kadar air menjadi rendah. Selain itu tingginya proporsi tepung kacang hijau menyebabkan kadar amilopektin adonan semakin rendah sehingga air yang dilepaskan selama pengeringan semakin besar dan kadar air kerupuk semakin rendah (Soewandi, 2012).
Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kerupuk kacang hijau goreng. Kadar air kerupuk goreng yang dihasilkan berkisar antara 1,85% hingga 3,06%. Seiring dengan meningkatnya proporsi tepung kacang hijau, kadar air kerupuk kacang hijau goreng juga mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya penggorengan (180°C) menyebabkan denaturasi protein pada adonan. Ikatan
hidrogen pada matriks pati-protein akan rusak sehingga air yang sebelumnya tertahan dalam kerupuk mentah dapat terbebas dan kadar air kerupuk menjadi semakin meningkat.
Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan kerupuk. Seiring dengan menurunnya proporsi tepung kacang hijau, volume pengembangan meningkat karena kerupuk memiliki kadar amilopektin yang tinggi yang dapat memerangkap air dan membentuk rongga/bersifat porous, sehingga kerupuk akan memiliki volume pengembangan paling tinggi.
Tingginya kadar protein akan menurunkan
pengembangan yang disebabkan adanya sifat viskoelastisitas dan crosslinking antara pati dan protein sehingga kerupuk menjadi rapat dan sukar mengembang saat digoreng. Menurut Soekarto (1997), kadar air kerupuk mentah yang tinggi menyebabkan volume pengembangan mengecil. Hal ini berkebalikan dengan data yang didapatkan. Namun kadar air kerupuk mentah masih sesuai dengan standar SNI (12%) atau berada pada kisaran kadar air intermediate , yaitu 7,6% - 11%.
Tabel 2. Pengujian Daya Serap Minyak,
Tekstur Perlakuan Kadar Air Tekstur Daya Patah (N) Kerenyahan (mm) T 10 H 0 T 9 H 1 T 8 H 2 T 7 H 3 T 6 H 4 T 5 H 5 T 4 H 6
8,58 e ±0,40 7,90 d ±0,29
7,07 c ±0,53 6,83 c ±0,59 6,34 b ±0,45
5,95 ab ±0,56 5,58 a ±0,49 4,14 a ±0,73 6,23 ab ±2,34
6,61 abc ±2,38
8,19 bcd ±0,92 9,33 cd ±1,15 9,91 d ±2,66 10,81 d ±1,60 2,99 c ±0,57 2,54 c ±0,67 1,82 b ±0,32 1,59 b ±0,14 1,57 b ±0,08 1,41 b ±0,25
0,67 a ±0,14 Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau memberikan pengaruh nyata terhadap daya serap minyak kerupuk kacang hijau. Daya serap minyak kerupuk kacang hijau semakin
besar seiring dengan bertambahnya volume pengembangan
kerupuk. Semakin besar volume pengembangan kerupuk, maka rongga udara yang terbentuk akibat pelepasan air
dan desakan gas (uap dan karbon dioksida) selama penggorengan menjadi lebih banyak dan minyak yang terperangkap juga lebih banyak. Kadar air kerupuk mentah yang semakin tinggi membuat daya serap minyak juga semakin meningkat karena akan semakin banyak jumlah air yang teruap selama penggorengan sehingga semakin banyak juga minyak yang terabsorb.
Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau berpengaruh nyata terhadap daya patah kerupuk. Seiring dengan berkurangnya proporsi tepung kacang hijau, daya patah kerupuk semakin kecil. Seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan volume pengembangan yang menyebabkan penurunan ketebalan lapisan molekul pati yang mengelilingi sel udara pada struktur kerupuk sehingga daya untuk mematahkan kerupuk semakin kecil.
Kandungan protein yang tinggi dapat meningkatkan daya patah kerupuk karena protein merupakan ikatan peptida yang kuat dan membutuhkan energi yang besar untuk mematahkannya. Gelatinisasi pati yang kurang sempurna juga menyebabkan pori kerupuk kecil dan padat selama penggorengan. Hal ini menyebabkan daya patah meningkat.
Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau memberikan pengaruh nyata terhadap kerenyahan kerupuk kacang hijau. Seiring dengan meningkatnya proporsi tepung kacang hijau maka nilai kerenyahan makin kecil, berarti kerupuk semakin tidak renyah atau keras. Hal ini dikarenakan daya pengembangan kerupuk yang semakin rendah sehingga pori yang terbentuk semakin kecil dan rapat dan jarak linier yang dibutuhkan kerupuk goreng hingga patah semakin kecil.
Berdasar uji ANOVA, perbedaan proporsi tapioka dan tepung kacang hijau berpengaruh nyata terhadap warna, kerenyahan, dan rasa kerupuk kacang hijau. Hasil uji kesukaan terhadap warna berkisar antara 2,49 - 5,39, kerenyahan
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Journal of Food Technology and Nutrition Vol 12 (2): 101-106, 2013.
berkisar 4,01 - 5,66 dan rasa berkisar 3,50 - 5,13 seperti yang tertera pada Tabel 3.
Panelis paling menyukai kerupuk dengan perlakuan T 8 H 2 untuk parameter warna serta kerenyahan karena memiliki warna yang bagus dan volume pengembangan
yang besar yang menyebabkan kerupuk lebih renyah. Sedangkan untuk rasa perlakuan T 7 H 3 paling disukai karena tepung kacang hijau dapat meningkatkan cita rasa kerupuk menjadi lebih gurih. Hal ini disebabkan kacang hijau banyak mengandung protein yang dapat memberikan rasa gurih.
Kerupuk dengan perlakuan T 4 H 6 paling tidak disukai dalam semua parameter. Hal ini dikarenakan T 4 H 6 memiliki warna gelap yang muncul dari reaksi Maillard akibat penggorengan. Selain itu, perlakuan T 4 H 6 memiliki proporsi kacang hijau yang besar sehingga menyebabkan tekstur kerupuk menjadi keras dan rasa langu.
Tabel 3. Data Pengujian Organoleptik Tingkat Kesukaan Perlakuan Warna Kerenyahan Rasa T 9 H 1 T 8 H 2 T 7 H 3 T 6 H 4 T 5 H 5 T 4 H 6 5,06 cd ±1,86 5,39 d ±1,19 5,18 cd ±1,08
4,95 c ±1,24
3,36 b ±1,27 2,49 a ±0,97 5,39 bc ±1,36
5,66 c ±0,98 5,58 c ±1,02
5,09 b ±1,13
4,10 a ±1,48 4,01 a ±1,64 4,81 c ±1,40 5,08 c ±1,24 5,13 c ±1,07 4,74 bc ±1,20 4,34 b ±1,46 3,50 a ±1,58 Bobot variabel yang didapatkan dari uji ranking yaitu warna 0,61, kerenyahan 0,72, rasa 0,67. Dari hasil uji pembobotan, kerupuk kacang hijau dengan perlakuan T 8 H 2 memiliki nilai total tertinggi. Namun tidak berbeda nyata dengan T 9 H 1 dan T 7 H 3 . Sehingga dapat disimpulkan penggunaan tepung kacang hijau dan tapioka sebagai bahan baku kerupuk kacang hijau dapat meningkatkan organoleptik dan karakteristik kerupuk namun hingga batas perlakuan T 7 H 3 . Kerupuk T 8 H 2 memiliki nilai kesukaan kerenyahan 5,66 (suka), rasa 5,08 (agak suka), dan warna 5,39 (agak suka). Kerupuk T 7 H 3 dapat dijadikan alternatif parameter terbaik bila juga ditinjau dari hasil analisis objektifnya.
Kandungan protein tepung kacang hijau adalah 22,15% (Adawiyah, 2010), sedangkan tapioka sebesar 0,50% (Direktorat Gizi Dep. Kes. RI, 1996). Secara teoritis kadar protein kerupuk kacang hijau mentah dengan perlakuan T 8 H 2 adalah 4,83%. Hasil pengukuran T 8 H 2 dengan Kjeldahl sebesar 4,28%. Kerupuk yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan terbaik yaitu perlakuan T 9 H 1 memiliki kadar protein teoritis sebesar 2,67% dan perlakuan T 7 H 3 sebesar 7%. Kerupuk dengan proporsi T 7 H 3 termasuk dalam kerupuk berprotein karena kadar proteinnya dapat mencapai > 5% (SII 0272-1980).
## KESIMPULAN
Proporsi tapioka dan tepung kacang hijau berpengaruh nyata terhadap kadar air kerupuk mentah dan matang, volume pengembangan kerupuk, daya patah, kerenyahan, daya serap minyak, dan sifat sensoris kerupuk kacang hijau yang meliputi warna, rasa, dan kerenyahan kerupuk. Perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah kerupuk dengan proporsi tapioka : tepung kacang hijau sebesar 8 : 2.
## DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D.R. 2010. Laporan Hasil Uji Proksimat Tepung Gasol Kacang Hijau. Laporan Penelitian. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. DeGarmo, E.P., W.G. Sullivan, dan J.A. Bontadelli. 1993. Engineering
Economy. New York: Macmillans Publishing Company.
Departemen Kesehatan R.I. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka untuk Pengemas Lempuk.
http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2001/ 99.pdf Mohamed, S., N. Abdullah, dan M.K. Muthu. 1988. Physical Properties of Keropok (Fried Crisps) in Relation to the Amylopectin Content of the Starch Flours. J. Sci. Food Agri. 49:369-377. (10 November 2012).
Muchtadi, D. 1992. Petunjuk Laboratorium Metoda Kimia, Biokimia, dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Institus Pertanian Bogor, Bogor.
Soewandi, B.M. 2012. Pengaruh Proporsi Tapioka dan Tepung Beras Merah terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Kerupuk Beras Merah. Skripsi S-1. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya. Surabaya.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.
1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Soekarto, S.T. 1997. Perbandingan
Pengaruh Kadar Air Krupuk Mentah pada Penggorengan dengan Minyak dan dengan Oven Gelombang Mikro, Prosiding Seminar Tek. Pangan, Bogor, IPB, 458-470.
Utomo, D. 2008. Fortifikasi Tortilla dengan Memanfaatkan Jangkrik ( Gryllus sp. ) dalam Rangka Perbaikan Gizi Masyarakat. Primordia. 4(1):23-38.
|
82e95189-076e-41c3-857b-71c8ece30d1e | https://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/download/3318/991 | Abstrak— ITS-Sat merupakan jenis satelit piko yang saat ini sedang dikembangkan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember. ITS-Sat membutuhkan suatu protokol komunikasi yang mengatur tata cara komunikasi satelit. Protokol AX.25 merupakan protokol komunikasi yang digunakan dalam sistem komunikasi ITS-Sat. Protokol ini berada pada layer data link dalam model OSI Layer. Protokol ini dapat membangun dan memutuskan link serta melakukan pengiriman data. Protokol AX.25 menggabungkan data-data field menjadi suatu frame. Makalah ini mengimplementasikan protokol AX.25 ke dalam modul PAD (Packet Assembler Dissassembler). Protokol AX.25 diimplementasikan ke dalam mikrokontroler yang merupakan otak dari modul PAD dengan menggunakan bahasa pemograman. Modul PAD berfungsi untuk mengkapsulasi data tiap field menjadi sebuah frame AX.25 sebelum dikirim dan kemudian frame AX.25 yang diterima dienkapsulasi kembali menjadi data field. Modul PAD yang dibuat dapat mengirim dan menerima data teks sebanyak 500 karakter. Hasil pengujian menunjukan bahwa modul PAD yang dibuat mampu melakukan komunikasi antar modul PAD dengan baik .
Kata Kunci— ITS-Sat, Modul PAD, Protokol AX.25, data-link
## I. PENDAHULUAN
Teknologi satelit adalah salah satu teknologi yang perkembangannya sangat pesat. Institut Teknologi Sepuluh Nopember merupakan salah satu perguruan tinggi yang merencanakan untuk mengembangkan ITS-Sat secara mandiri. ITS-Sat yang akan dikembangkan dapat mengirim citra maupun data telemetri. Data dalam hal ini harus memiliki bentuk khusus untuk dapat ditransmisikan. Salah satu metodenya adalah mengubah data ke dalam bentuk paket radio. Salah satu protokol yang mengatur paket radio adalah AX.25. Protokol AX.25 yang merupakan protokol komunikasi berada pada layer 2 dalam model OSI Layer sehingga protokol ini dapat membangun dan memutuskan link serta dapat melakukan pengiriman data. Protokol AX.25 dapat melakukan komunikasi half-duplex maupun full-duplex dengan baik. Pada protokol AX.25 setiap frame mengandung alamat penerima dan pengirim, sehingga mampu bekerja dengan baik untuk koneksi langsung antar perangkat, dan juga memungkinkan untuk melakukan koneksi lebih dari satu perangkat[1].
Protokol AX.25 ini diimplementasikan ke dalam sebuah mikrokontroler dengan menggunakan bahasa pemograman bahasa C. Mikrokontoler merupakan otak dari modul PAD ( Packet Assembler Disassembler ) untuk mengirim dan menerima data. Data yang diterima berupa data
teks yang diinputkan oleh keyboard dan pada penerima dan ditampilkan pada LCD. Data yang dilewatkan oleh protokol AX.25 berupa frame .
Raharjo dalam tugas akhirnya [2] telah merancang modul PAD AX.25 untuk sistem komunikasi nano dengan menggunakan sistem mikrokontroler 1280 yang terdiri dari 2 modul yaitu modul rangkaian mikrokontroler Atmega 128 dan modul rangkaian sistem minimum mikrokontroler Atmega128. Sistem dengan desain 2 modul ini tidak sesuai untuk aplikasi pada satelit piko karena ukuran relatif besar. Oleh sebab itu tugas akhir ini bertujuan merancang modul PAD dengan ukuran relatif lebih kecil.
Makalah ini melaporkan mengenai desain dan implementasi protokol AX.25 ke dalam modul PAD untuk sistem komunikasi ITS-Sat. Bab II menjelaskan mengenai model dan struktur dari protokol AX.25 sebagai landasan untuk perancangan modul PAD. Tahapan perancangan dan implementasi termasuk didalamnya perancangan perangkat keras dan perancangan perangkat lunak dari modul PAD dipaparkan pada Bab III, sedangkan hasil pengujian dan pengukuran perangkat serta kesimpulan dilaporkan pada Bab IV dan Bab V.
## II. PROTOKOL AX.25
A. Model AX.25
Amateur X.25 atau yang dikenal dengan protokol AX.25 adalah protokol layer data link dalam OSI Layer Reference. Sebagai protokol yang bekerja pada layer data link protokol AX.25 bertanggungjawab untuk membangun dan memutuskan link , serta melakukan transfer informasi. Protokol AX.25 dapat dimodelkan sebagai berikut[1] :
Layer Function(s) Data Link (2) Segmenter Management Data Link Data Link
Link Multiplexer Physical (1)
Physical
Silicon/Radio
Gambar. 1. Model AX.25
Protokol AX.25 berbeda dengan protokol layer 2 pada umumnya karena pada protokol AX.25 tidak terdapat perbedaan kelas antar perangkat yang terhubung tidak seperti
## Rancang Bangun Modul PAD ( Packet Assembler Dissassembler ) Menggunakan AX.25 pada Sistem Komunikasi ITS-SAT
Pasang Arung Padang, Eko Setijadi, dan Gamantyo Hendrantoro Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
e-mail : [email protected]
ko dia
B.
fra kec dar fra pen ber
Gam
Gam
## Str
Fie sua 01
Fie dan ter kar Inf sta Fie dig Fie lay Fie sis dik FC yan ber ber fra
pro ker
l layer 2 lainn anggap setara d
Struktur F Protokol ame . Dan tiap f cil ( field ). Seti ri jumlah byte ame yang dike ngawas atau s rnomor atau U
Flag Add 8 Bits 112 B mbar. 2. Konstruk Flag Addr 8 Bits 112/2
Bits
mbar. 3. Konstruk
ruktur frame A
Field Flag eld flag berfun atu frame . Fi 111110 atau 7E
Field Address eld addres s di n pengirim ser rdiri dari 6 ok rakter alfanum
formation Inter asiun sekunder
Control Field eld ini berfu gunakan.
PID Field eld PID ( Prot yer 3 yang digu
Info Field eld ini digunak i hubungan ke kirimkan.
## FCS Field
CS ( Frame Ch ng dikalkulasik rdasarkan field rfungsi untuk ame saat melalu
## III. PERA
Perancang otokol AX.25 t ras dan peranc
IK POMITS V
nya. Pada pro dan dapat mem
Frame AX.25 AX.25 meng frame tersusun iap field memp e . Dalam prot enal, yaitu fram supervisory fra
Unnumbered fra
dress Control 2/224 Bits 8/16 Bit ksi Frame U dan S[ ress Control 224 s 8/16 Bits
ksi Frame Informat
AX.25 terdiri da
ngsi untuk me eld ini memi E hexa.
s igunakan untuk rta reapeter . Fi ktet callsign y merik ASCII ( rchange ), dan atau Secondar d ungsi untuk m
tocol Identifie unakan dalam f
kan untuk men e sisi lainnya.
heck Sequence kan oleh peng d alamat, kont menegetahui
ui pengiriman. ANCANGAN
gan modul terdiri 2 tahap angan perangk
otokol AX.25 k mulai pengirima girimkan data n dari bagian-b punyai fungsi k tokol AX.25 t me informasi ( ame ( frame S) ame ( frame U) l Info
ts N*8 Bits
[1] PID Info 8
Bits N*8 Bits tion[1] ari : enentukan awa liki pola bit k menyatakan ield ini terdiri d yang merupak ( American Sta 1 oktet berisi ry Station Ident
menentukan t
er ) ini mengid frame .
nyampaikan in Field ini beris
e ) merupakan girim dan pene trol, PID, dan kerusakan ya
DAN IMPLEM PAD dengan , yaitu : peranc kat lunak.
kedua ujung l an frame sendir
a dalam ben bagian yang le khusus dan terd terdapat tiga t ( frame I), fra dan frame tid ).
FCS Flag 16 Bits 8 Bits
FCS Flag 16 Bits 8 Bits al dan akhir d yang unik ya
alamat peneri dari 7 oktet, ya kan susunan d andard Code f i nomor penge tifier (SSID).
ipe frame ya
dentifikasi mo
nformasi dari s si data yang ak bilangan 16 rima suatu fra n Informasi. F ang terjadi pa MENTASI n menggunak cangan perang
link ri. ntuk bih diri tipe ame dak g s dari aitu ima ang dari for enal ang odel
satu kan bit ame FSC ada kan gkat
A. P P dimensi yang di keyboar juga me dan kon
Gambar. 4
Perangk sebagai Ard Arduino
4kB d mempu 5,3 cm untuk d
Gambar.
## LCD
Dalam p ukuran arduino mempu namun
Gambar.
## Keyb
Keyboa sebagai modul P
P sebagai
Key
## Perancangan P
Perangkat kera i 10cm x10cm ibutuhkan untu rd, dan LCD. enggunakan pe nektor.
4. Blok diagram si
kat keras yang berikut :
duino mega
o mega memp digunakan se unyai ukuran b m, serta memp diterapkan pada
5. Arduino mega
## D
pemilihan LCD dari LCD un o. LCD yang unyai ukuran y dapat menamp
6. LCD 2 x16 kara
board ard yang digun perangkat yan PAD.
Pada perancan alat bantu dal
yboard Perangkat Kera
as satelit piko m x 10cm dan b uk perancangan
Namun selain erangkat tamba istem PAD digunakan dal punyai kapasita ebagai bootlo board dengan punyai berat 3 a sistem komun D dalam peran ntuk menyesu g digunakan yang lebih ke pilkan data yan
akter
nakan dalam p ng memasukk ngan ini keybo lam proses pen
Arduino Mega LCD as o ITS-Sat dide berat 1 kg. Per n ini adalah ar n itu pada pera ahan seperti la am perancanga as memori 128 oader[3]. Ard panjang 9,7 c 35 gram. Sehi nikasi satelit pi ncangan ini me uaikan ukuran dalam peran cil yaitu 2 x ng dilewatkan. perancangan i kan data pada
oard dan LCD ngujian untuk m
a Nu
esain dengan angkat keras rduino mega, ancangan ini aptop, kabel, an ini adalah 8kB, dimana duino mega m dan lebar ingga cukup iko ITS-Sat.
emperhatikan dari board ncangan ini
16 karakter ini berfungsi perancangan
D digunakan memasukkan
ull Modem
dan menampilkan data. Perangkat-perangkat yang disebutkan sebelumnya kemudian dirangkaikan. Dan dengan menggunakan alat bantu laptop program protokol AX.25 yang dirancang kemudian diimplementasikan ke dalam mikrokontroler.
## B. Perancangan Perangkat Lunak
Pada perancangan ini menggunakan software dari arduino untuk pembuatan program dan mengimplementasikan ke dalam mikrokontroler. Pada perancangan perangkat lunak ini mampu membaca data teks dari keyboard dan ditampilkan pada LCD, serta mampu untuk meng kapsulasi data setiap field menjadi suatu frame AX.25. Perangkat lunak ini juga dirancang untuk dapat meng enkapsulasi frame AX.25 yang diterima dan kemudian ditampilkan pada LCD.
Perancangan ini meliputi perancangan program proses memulai hubungan komunikasi dan pengiriman informasi.
a. Memulai hubungan komunikasi
Proses ini terdiri dari frame SABME ( Set Asynchronous Balance Mode Extended ) yang berfungsi untuk meminta hubungan komunikasi. Dan frame UA ( Unnumbered Acknowledge ) berfungsi memberikan ackowledge atas penerimaan frame SABME.
Gambar. 7. Tampilan program memulai hubungan
Untuk memulai komunikasi frame SABME dikirim dan timer pada mikrokntroler mulai menghitung untuk menunggu jawaban berupa frame UA. Apabila sampai timer berhenti menghitung belum menerima frame UA, maka pengirim akan mengirim ulang frame SABME. Frame SABME diatur dengan parameter sebagai berikut :
Field address dimasukkan secara manual melalui keyboard berisi alamat dan SSID dari stasiun tujuan, stasiun pengirim, dan stasiun repeater yang dimasukkan melalui keyboard .
Field Control bernilai hexa 7F berfungsi untuk mengirimkan perintah SABME.
Field PID diberi hexa F0 karena hanya menggunakan layer 2.
Field Info diset kosong atau diisi nilai spasi (20 hexa).
Field FCS bernilai hexa FFFF.
Untuk frame UA diatur dengan parameter sebagai berikut : Field address berisi alamat amatir stasiun tujuan, alamat amatir dari stasiun pengirim dan alamat amatir dari repeater yang dimasukkan melalui keyboard .
Field Control bernilai hexa 73 untuk mengirimkan perintah UA.
Field PID bernilai hexa F0 karena hanya menggunakan layer 2.
Field Info diset kosong atau diisi nilai spasi (20 hexa).
Field FCS diset hexa FFFF.
b. Pengiriman informasi
Pada perancangan ini perangkat lunak dirancang untuk dapat mengirim dan menerima frame yang beriisi informasi. Frame informasi diatur dengan parameter sebagai berikut : Field address dimasukkan secara manual melalui keyboard berisi alamat dan SSID dari stasiun tujuan, stasiun pengirim, dan reapeter .
Field Control bernilai hexa 02 untuk menginformasikan bahwa data yang dikirim merupakan data dengan urutan 1.
Field PID bernilai hexa F0 karena hanya menggunakan layer 2.
Field Info diisi dengan informasi yang dikirimkan.
Field FCS diset hexa FFFF.
Gambar. 8.Tampilan program tiap field pada frame informasi
## IV. PENGUJIAN DAN ANALISA
A. Pengujian Kapsulasi Data
Pengujian kapsulasi data dilakukan untuk mengetahui kemampuan fungsi assembler dari modul PAD. Pada bagian ini data masukan melalui keyboard dan ditampilkan pada
LCD, namun sebelumnya data diolah terlebih dahulu oleh mikrokontroler dengan program kapsulasi , dan kemudian ditampilkan pada serial monitor untuk melihat hasil kapsulasi dari masing-masing field .
Gambar. 9. Blok diagram pengujian kapsulasi
Pada pengujian ini data dari setiap field pada frame yang akan di kapsulasi diatur sebagai berikut :
Alamat receiver diisi “its”
SSID dari receiver diisi “0”
Alamat transmitter diisi “itb”
SSID dari transmitter diisi “0”
Alamat repeater diisi “ugm”
SSID dari repeater diisi “1”
Control diberi nilai 02 hexa
PID diberi nilai F0 hexa
Field informasi ( message ) diisi dengan kalimat “uji kapsulasi”.
FCS diberi nilai hexa FFFF.
Data dari tiap field yang telah dimasukkan kemudian digabung menjadi satu frame . Frame hasil kapsulasi dapat dilihat pada serial monitor . Frame yang ada pada serial monitor kemudian disimpan dalam bentuk file dengan ekstensi .txt. Sehingga dapat mudah dalam pembacaan. Gambar 10 menujukan bahwa data masing-masing field berhasil di kapsulasi menjadi sebuah frame AX.25.
Gambar. 10. Hasil kapsulasi frame
## B. Pengujian Handshaking
Pada bagian ini kedua modul PAD tetap dihubungkan dengan kabel, namun pada pengujian ini pin TX dan RX yang ada pada masing-masing modul digunakan. Karena akan terjadi kirim mengirim frame . Modul pengirim akan mengirimkan frame SABME ( Set Asynchronous Balance Mode ) untuk meminta hubungan komunikasi. Penerima akan menerima frame SABME dan kemudian akan mengirimkan frame UA ( Unnumbered Acknowledge ) sebagai jawaban atas penerimaan frame SABME.
Frame SABME yang dikirim oleh modul penerima diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
Alamat receiver diisi “its”
SSID dari receiver diisi “0”
Alamat transmitter diisi “itb”
SSID dari transmitter diisi “0”
Alamat repeater diisi “ugm”
SSID dari repeater diisi “1”
Control bernilai hexa 7F
PID diset F0.
Field Informasi diset kosong atau diisi spasi.
Field FCS diset kosong atau diisi nilai hexa FFFF.
Sedangkan frame UA diatur dengan parameter sebagai berikut:
Alamat receiver diisi “its”
SSID dari receiver diisi “0”
Alamat transmitter diisi “itb”
SSID dari transmitter diisi “0”
Alamat repeater diisi “ugm”
SSID dari repeater diisi “1”
Control bernilai hexa 73
PID diset F0.
Field Informasi diset kosong atau diisi spasi.
Field FCS diset kosong atau diisi nilai hexa FFFF. Berdasarkan hasil frame yang ditampilkan oleh serial monitor seperti yang ditunjukkan pada gambar 11 dan 12, dapat disimpulkan bahwa proses handshaking antar modul telah berhasil.
Gambar. 11. Hasil frame SABME
Gambar. 12. Hasil Frame UA
## C. Pengujian Fungsi Assembler Dissassembler
Pada pengujian ini modul pengirim berfungsi meng kapsulasi data masing-masing field menjadi frame sedangkan modul penerima berfungsi memecah frame menjadi field dan ditampilkan pada LCD.
Gambar. 13. Blok diagram pengujian
Program Kapsulasi Keyboard Serial Monitor LCD
LCD PAD Keyboar d PAD Serial Monitor Rx (IF) Tx Rx Tx LCD
me Pa
den dit “0” pad Gam Gam
Pa
SS inf tiap uku dit sed ber inf pen pad
Data field erupakan data da pengujian in Alamat re
SSID dari
Alamat tra
SSID dari
Alamat re
SSID dari
Control di
PID diber
Field info koneksi”.
FCS diber
Gambar 1
ngan SSID “0 tampilkan pada ” yang diterim da gambar 15. mbar. 14. Tampila mbar. 15. Tampila da gambar 16 SID “1” yang formasi yang d p baris karen uran 16x2 sep tampilkan seca dangkan baris rlangsung teru formasi ditam nuh ditampilka da gambar 18.
d yang ditamp masukan key ni struktur fram eceiver diisi “it i receiver diisi ansmitter diisi i transmitter di epeater diisi “u i repeater diisi iberi nilai 02 h
ri nilai F0 hexa ormasi ( messa ri nilai FFFF h
14 merupakan 0” yang diteri a LCD. Alamat ma kemudian d an alamat receiver an alamat tansmitte menunjukan g ditampilkan diterima ditamp na modul PAD perti pada gam ara otomatis bar pertama sebe us menerus mpilkan. Hasil an oleh serial m
pilkan pada L yboard pada
me diatur sebag ts” “0” “itb” iisi “0” ugm” “1” hexa a age ) diisi den
exa.
tampilan alam ima oleh mod
t transmitter “i ditampilkan pa dan SSID pada pe er dan SSID yang
alamat repeate pada LCD pilkan beruruta
D menggunak mbar 17. Sete ris kedua naik elumnya dihap hingga semua frame yang monitor seperti
LCD di peneri modul pengir gai berikut : gan kalimat “ mat receiver “i dul penerima d itb” dengan SS ada LCD, sepe
enerima diterima er “ugm” deng penerima. Fi an per 16 karak kan LCD deng elah baris ked ke baris pertam
pus. Hal ini ak a isi dari fi diterima sec i yang ditujukk
ima im. “uji its” dan SID erti gan ield
kter gan dua ma, kan ield cara kan
Gambar. Gambar. Gambar.
P pengirim karakter sehingg berbeda pembac P dengan Assemb dengan mahasis telekom sedang pada m informa melihat melihat Penguji G dilakuk 9600 y gambar pembac berband pengirim mengala penerim
16. Tampilan alam 17. Tampilan field 18. Tampilan struk Pada pengujia man, dengan r. Field inform ga terjadi vari a-beda bertuju caan. Pada pengujian parameter y bler-Dissassem kalimat “ apa swa jurusan munikasi multim melakukan pr modul packet a asi sebesar 500 t kehandalan t kesalahan da ian ini dilakuka Gambar 19 kan sebanyak 1 ang diatur pad r 19 dapat dil caan karakter ding terbalik ap m dan penerim ami kesalahan ma.
mat repeater berser d informasi pada p ktur frame pada se
an ini dilaku jumlah field masi dibentuk asi karakter. P uan untuk mel
n ini struktur f yang sama d bler , hanya s a kabar. disin teknik elektr media fakultas roses pengujia assembler dissa 0 karakter. pen dari modul p alam pembaca an di lab 306 j menunjukkan 10 kali dengan da modul pen lihat tidak ada dalam pros pabila baud ra ma berbeda. Sem n pembacaan
rta SSID pada pen enerima erial monitor
ukan sebanya informasi se dengan beber Pengiriman ka ihat karakter
frame yang di dengan pengu saja field info ni pasang aru ro program s teknologi indu n pengiriman f assembler, den ngujian ini dila pad yang dib an karakter y jurusan teknik n hasil peng n menggunaka ngirim dan pen a terjadi kesal ses pengirima ate yang diatur mua karakter y saat diterima
nerima
ak 10 kali banyak 500 rapa kalimat arakter yang salah dalam ikirim diatur ujian fungsi formasi diisi ung padang studi teknik ustri. saat ini frame ax.25 ngan jumlah akukan untuk uat, dengan ang dikirim.
elektro ”. gujian yang an baud rate nerima. Dari lahan dalam an. Hal ini r pada modul yang dikirim oleh modul
Gambar. 19. Hasil pengiriman sebanyak 10 kali
## D. Diskusi
Perancangan dan implementasi protokol AX.25 ke dalam modul PAD untuk sistem komunikasi ITS-Sat dilakukan dengan menggunakan mikrokontroller berupa modul Ardino Mega. Perancangan modul PAD dimulai dengan membuat blok diagram dan flow chart. Blok diagram digunakan untuk merangkaikan modul arduino mega dengan peripheral tambahan sehingga membentuk suatu sistem PAD yang dapat memasukkan dan menampilkan data, sedangkan flowchart yang digambar dibuat dalam bentuk program dengan software Arduino yang menggunakan bahasa C. Program yang selesai dibuat kemudian diimplementasikan ke dalam modul PAD.
Pengujian modul PAD terdiri dari pengujian kapsulasi data, pengujian handshaking , dan pengujian fungsi assembler- dissassembler . Modul PAD yang dibuat telah teruji dapat membentuk suatu frame serta melakukan pengiriman informasi antar modul PAD. Modul PAD dapat mengirim frame dengan jumlah informasi sebanyak 500 karakter tanpa kesalahan saat kedua modul diatur dengan baud rate 9600 bps. Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa modul PAD mampu melakukan pengiriman data serta memiliki ukuran yang relatif kecil sehingga memenuhi kriteria untuk diimplementasikan pada satelit piko ITS-Sat.
## V. KESIMPULAN
Modul PAD menggunakan protokol AX.25 yang telah dibuat dapat digunakan pada sistem komunikasi ITS-Sat untuk meng kapsulasi dan enkapsulasi data. Modul PAD dapat mengirimkan informasi sebanyak 500 karakter dengan baik tanpa adanya kesalahan penerimaan data pada penerima.
Dengan ukuran yang relatif kecil serta kemampuan pengiriman data, modul PAD dapat diimplementasikan pada sistem komunikasi satelit piko ITS-Sat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim penelitian strategis nasional 2012 Kemdikbud “Pengembangan stasiun bumi untuk komunikasi data, citra dan video dengan satelit LEO VHF/UHF/S- band menuju kemandirian teknologi satelit” yang telah memberikan dukungan finansial.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Beech, William A., Nielsen, Douglas E., Taylor, Jack., “AX.25 Link Acces Protocol v2.2”, TAPR. 1997.
[2] Raharjo, Dicky Rismawan, “ Rancang Bangun Modul PAD (Packet Assembler Disassembler) Untuk Stasiun
Bumi Portabel Dengan Menggunakan Protokol Ax.25
Pada Komunikasi Satelit Iinusat-1 ” Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, 2012.
[3] “Arduino mega” : http://arduino.cc/en/Main/arduino BoardMega
|
9777021a-9f04-451d-8a9d-7a17b9aed595 | https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib/article/download/4885/3019 |
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
## Penerapan Metode SMARTER Pada Penentuan Media Literasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
Paramadina Mulya Majid 1* , St Hajrah Mansyur 2 , Harlinda L 1
1 Ilmu Komputer, Teknik Informatika, Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Indonesia
2 Ilmu Komputer, Sistem Informasi, Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Indonesia Email: 1,* [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] Email Penulis Korespondensi: [email protected]
Abstrak− Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan bagian dari masyarakat yang harus diberdayakan, baik dari keterbatasan fisik maupun mentalnya. Dalam kegiatan pembelajaran khususnya bagi ABK membutuhkan alat bantu media pembelajaran. Terdapat 4 jenis ABK yaitu Tunarungu, Tunanetra, Tunagrahita dan Tunadaksa. Ada banyak media pembelajaran yang dapat digunakan untuk dapat meningkatkan potensi siswa ABK pada Sekolah Luar Biasa (SLB), tetapi pihak sekolah kurang mengetahui media literasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi media pembelajaran bagi siswa ABK berbasis website dengan mempertimbangkan ketiga aspek kriteria yaitu asesmen akademik, asesmen non-akademik, dan asesmen perkembangan. Metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank (SMARTER). Pembobotan pada metode SMARTER menggunakan rumus Rank Order Centroid (ROC). Hasil penentuan media literasi pembelajaran ABK menggunakan metode SMARTER dari 52 siswa ABK diperoleh rekomendasi media yang dapat diberikan oleh siswa berdasarkan tingkat keparahan yang ditentukan berdasarkan range nilai akhir. Sedangkan berdasarkan hasil penilaian kuisioner kepada 14 orang responden yang terdiri dari 1 kepala sekolah dan 13 orang guru, menunjukkan hasil pengujian sistem dengan metode blackbox testing diperoleh data untuk aspek interface sebanyak 88%, kinerja aplikasi 91%, database 90%, fungsi yang hilang/rusak 46% dan inisialisasi 94%. Sehingga, rata-rata keseluruhan aplikasi dihasilkan indeks sebesar 82% yang termasuk dalam kriteria baik.
Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus; Media Pembelajaran; Rank Order Centroid; SMARTER; Website
Abstract− Children with Special Needs (ABK) are part of society that must be empowered, both from their physical and mental limitations. In learning activities, especially for abk, they need learning media tools. There are 4 types of abk, namely Deaf, Visually Impaired, Deaf and Deaf. There are many learning media that can be used to increase the potential of abk students at SLB, but the school does not know the learning literacy media that suits the needs of students. This study aims to provide recommendations for learning media for website-based ABK students by considering three aspects of the criteria, namely academic assessment, non-academic assessment, and developmental assessment. The method used in decision making is the Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank (SMARTER). Weighting in the SMARTER method uses the Rank Order Centroid (ROC) formula. The results of determining abk learning literacy media using the SMARTER method from 52 ABK students obtained media recommendations that can be given by students based on the severity level determined based on the final grade range. Meanwhile, based on the results of the questionnaire assessment to 14 respondents consisting of 1 principal and 13 teachers, it showed that the results of testing the system with the blackbox testing method obtained data for interface aspects as much as 88%, application performance 91%, database 90%, missing / damaged functions 46% and initialization 94%. Thus, the overall average application produced an index of 82% which is included in the good criteria.
Keywords : Special Needs Child; Learning Media; Rank Order Centroid; SMARTER; Website
## 1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses timbal-balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian diri dari semua potensi manusia dari moral, intelektual, jasmani dan untuk kepribadian individu dalam kegunaan kemasyarakatannya yang diarahkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut untuk tujuan hidupnya [1]. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menjamin setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama, salah satunya memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan belajar yang sama seperti anak normal pada umumnya.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan bagian dari masyarakat yang harus dibebaskan dan diberdayakan baik dari keterbatasan fisik maupun mentalnya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus Pasal 4 anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita dan Tunadaksa. Dalam kegiatan pembelajaran khususnya bagi ABK membutuhkan alat bantu media pembelajaran. Sehingga, media literasi pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan pretensi belajar siswa.
Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan sekolah luar biasa yang berada di Kota Makassar dan memiliki jumlah siswa disabilitas tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 52 orang. Berdasarkan hasil diskusi bersama kepala sekolah dan salah satu guru SLB Makassar, beliau mengungkapkan bahwa terdapat siswa ABK yang terbagi menjadi beberapa jenis yaitu Tunarungu, Tunanetra, Tunagrahita dan Tunadaksa. Untuk siswa tunarungu terdapat 10 orang, tunanetra sebanyak 3 orang, tunagrahita sebanyak 28 orang dan tunadaksa sebanyak 6 orang. Dalam penentuan tingkat keparahan siswa ABK, pihak sekolah menentukan berdasarkan tiga aspek penilaian yaitu asesmen akademik terdiri atas kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Asesmen non-
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
akademik yang berkaitan dengan jenis hambatan/kelainan yang disandangnya baik itu dari faktor lingkungan, factor dari dalam diri sendiri dan interaksi antara kedua faktor. Asesmen perkembangan terkait dengan kemampuan intelektual, emosi, perilaku, komunikasi dan kelainan fisik [2][3].
Ada banyak media pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan potensi siswa ABK pada SLB, tetapi pihak sekolah kurang mengetahui media literasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Adapun media literasi pembelajaran dikelompokkan menjadi 3 yaitu media pembelajaran audio (menyalurkan pesan melalui suara), visual (menyalurkan pesan ke dalam bentuk gambar) dan audio visual (menyalurkan pesan melalui suara dan gambar) [4].
Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank (SMARTER) merupakan metode untuk melakukan pembobotan multi kriteria. Perhitungan bobot dilakukan dengan teknik Rank Order Centroid (ROC) agar jarak setiap kriteria akan terjaga konsistensinya [5]. Beberapa penelitian terkait SMARTER diantaranya penelitian [6] menghasilkan keputusan yang tepat dalam memilih guru mana yang sesuai dengan kriteria maupun subkriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak sekolah. Penelitian [7] menghasilkan rekomendasi homestay terbaik untuk setiap user dengan hasil yang berbeda-beda dikarenakan pemberian prioritas disesuaikan dengan keinginan user. Begitupun pada penelitian [8] menghasilkan saran smartphone android sesuai kebutuhan bernilai akurasi 90% berdasarkan perbandingan keputusan manual dan keputusan perhitungan pada sistem pendukung keputusan pemilihan smarphone android dengan urutan nilai tertinggi. Sehingga, metode SMARTER dapat digunakan sebagai metode dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan dengan mempertimbangkan bobot, kriteria, subkriteria serta menentukan hasil penentuan media literasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus.
Dengan memperhatikan hal tersebut, maka penulis menerapkan metode SMARTER pada penentuan Media literasi pembelajaran ABK berbasis web yang dapat membantu guru dalam merekomendasikan media pembelajaran yang cocok digunakan oleh ABK dalam proses peningkatan kemampuan sesuai dengan kriteria masing-masing.
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
## 2.1 Tahapan Penelitian
Adapun empat tahapan dalam pengambilan keputusan yang saling terhubung dan berurut [9].
Gambar 1. Tahapan Pengambilan Keputusan
a. Intelegensi, dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk mempersepsikan sebuah informasi dan mempertahankannya sebagai pengetahuan yang diterapkan.
b. Desain, meliputi penemuan atau mengembangkan dan menganalisis tindakan yang mungkin untuk dilakukan. hal ini meliputi pemahaman terhadap masalah dan menguji solusi yang layak.
c. Pemilihan, tahap ini dilakukan untuk menentukan sebuah pilihan dari berbagai aspek pencarian, evaluasi dan penyelesaian yang dibuat sesuai dengan model yang telah dirancang.
d. Implementasi, diterapkan pada teknologi untuk menggambarkan interaksi unsur-unsur dalam bahasa pemrograman.
Berikut tahapan penelitian yang peneliti gunakan yang terdiri atas 4 tahapan dalam pengambilan keputusan, diantaranya:
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
Gambar 1 . Bagan Alir Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini berisikan alur kegiatan penelitian yang akan dilakukan pada Gambar 1, dimulai dari fase inteligensi yang terdiri identifikasi masalah, perumusan masalah dan tujuan penelitian, studi literatur dan pengumpulan data terkait data siswa berdasarkan kriteria masing-masing dari Anak Bekebutuhan Khusus (ABK). Selanjutnya fase desain dengan menentukan alternatif yaitu media literasi pembelajaran (Audio, Visual dan Audio Visual), menentukan kriteria (Asesmen Akademik, Asesmen Non-Akademik dan Asesmen Perkembangan) beserta subkriterianya dan menentukan metode yang akan digunakan. Kemudian fase pilihan yaitu memberikan nilai preferensi oleh pengambil keputusan menggunakan metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank (SMARTER). Tahap yang terakhir yaitu fase implementasi yaitu pengimplementasian aplikasi penentuan media literasi pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), jika aplikasi tersebut diterima maka website akan diimplementasikan di SLB dan jika tidak maka akan kembali ke fase intelegensi. Kemudian dilakukan proses pembuatan laporan skripsi sehingga menghasilkan keluaran skripsi dan artikel ilmiah.
## 2.2 SMARTER (Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank)
Metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank merupakan pengembangan metode dari yang sebelumnya, Simple Multi Attribute Rating Technique (SMART) [10]. Metode SMARTER adalah metode pengambilan keputusan multi-kriteria yang diusulkan oleh Edwards dan Beron pada tahun 1994. Setiap kriteria memiliki kepentingannya masing-masing dibandingkan dengan kriteria lainnya. [11]. Perbedaan antara metode SMART dan SMARTER adalah bobotnya. Dalam metode SMART dan SMARTER, bobot diberikan langsung oleh pengambil keputusan. Namun, bila setiap bobot yang diberikan harus secara akurat mencerminkan jarak dan prioritas setiap standar, proses pembobotan dianggap tidak proporsional. Untuk mengatasi masalah tersebut, metode SMARTER menggunakan rumus pembobotan Rank Order Centroid (ROC) [12].
Pada Metode SMARTER, bobot dihitung dengan menggunakan rumus pembobotan ROC. Pembobotan ROC ini didasarkan pada tingkat kepentingan atau prioritas dari kriteria. Adapun tahap-tahap penyelesaian masalah menggunakan SMARTER ( Simple Multi-Attribute Rating Technique Exploiting Rank ) dibawah ini[13][14]: 1. Mengidentifikasi masalah
2. Menentukan kriteria dan subkriteria
3. Menentukan prioritas masing-masing kriteria dan subkriteria
4. Menghitung nilai bobot kriteria dan subkriteria menggunakan rumus ROC.
w = ( 1 𝑘 ) ∑ ( 1 𝑖 ) 𝑘 𝑖=𝑘 (1)
Keterangan: w : nilai dari hasil pembobotan kriteria k : jumlah kriteria
i : niali alternatif
5. Menghitung nilai utility pada masing-masing kriteria, yaitu dengan menggunakan rumus berikut ini:
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
u i (a) = 100% × ( 𝐶𝑖 − 𝐶𝑚𝑖𝑛 𝐶𝑚𝑎𝑥 − 𝐶𝑚𝑖𝑛 ) (2)
Keterangan: u i (a) : nilai utility kriteria ke-i pada kriteria ke-i c i : nilai kriteria ke-i c min : nilai kriteria terkecil c max : nilai kriteria terbesar
6. Menghitung nilai akhir setiap kriteria, yaitu dengan menggunakan rumus berikut ini:
U n = ∑ W𝑘𝑈𝑛(𝑋𝑛) 𝐾 𝑘−1 (3)
Keterangan: U n : nilai akhir masing-masing kriteria W k : nilai bobot dari kriteria ke-k U n (x n ) : nilai utility dari kriteria ke-k untuk alternatif ke-h
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini menghasilkan sebuah aplikasi penentuan media literasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus berbasis web menggunakan metode SMARTER. Aplikasi ini telah diterapkan di SLB guna membantu pihak sekolah yang terdiri atas kepala sekolah dan guru dalam merekomendasikan media literasi pembelajaran yang cocok untuk masing-masing kriteria dari anak berkebutuhan khusus.
## 3.1.1 Data Penelitian
Data penelitian yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu data kriteria dan data alternatif siswa yang akan diberikan rekomendasi media pembelajaran terbaik berdasarkan nilai akhir dari proses perhitungan SMARTER. Adapun penjelasan hasil analisis dari data kriteria dan alternatif dapat ditunjukkan pada uraian dibawah ini:
a. Data Kriteria
Data kriteria pada penelitian ini digunakan sebagai tolak ukur dalam mendapatkan hasil pengambilan keputusan dalam menentukan media pembelajaran terbaik sesuai dengan kriteria dari ABK. Adapun kriteria dapat ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
## Tabel 1. Data Kriteria
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa jumlah kriteria yang digunakan untuk perekomendasian media pembelajaran untuk setiap alternatif siswa ABK yaitu sebanyak 3 kriteria yaitu Asesmen Akademik (C1), Asesmen Non-Akademik (C2) dan Asesmen Perkembangan (C3).
b. Data Alternatif
Data alternatif pada penelitian ini digunakan sebagai siswa yang akan diberikan rekomendasi media pembelajaran terbaik sesuai dengan jenis ABK masing-masing. Adapun alternatif dapat ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Data Alternatif Kode Alternatif C1 C2 C3 A1 Herdiansyah Membaca Faktor Lingkungan Komunikasi A2 Muh Farid Membaca Faktor Lingkungan Perilaku A3 Andi Muh Qadri Berhitung Faktor Lingkungan Intelektual A4 Atika Menulis Interaksi faktor lingkungan dan Komunikasi Faktor dalam diri sendiri A5 Mohammad Al Hadi Menulis Faktor dalam diri sendiri Emosi A6 Muh Rizky Berhitung Interaksi faktor lingkungan dan Emosi Faktor dalam diri sendiri A7 Muhammad Fadil Berhitung Faktor dalam diri sendiri Komunikasi A8 Na’ila Khairmah Berhitung Faktor dalam diri sendiri Intelektual A9 Siti Nur Hijrah Membaca Faktor Lingkungan Emosi A10 Yusuf Payung Menulis Faktor dalam diri sendiri Intelektual Kode Kriteria C1 Asesmen Akademik C2 Asesmen Non-Akademik C3 Asesmen Perkembangan
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
Kode Alternatif C1 C2 C3 A11 Sitti Nurjannah Membaca Faktor Lingkungan Kelainan fisik A12 Suci Rahmati Menulis Interaksi faktor lingkungan dan Emosi Faktor dalam diri sendiri A13 Andi Muh Randa Menulis Faktor Lingkungan Kelainan fisik A14 Aufa Afhdal Membaca Faktor Lingkungan Kelainan fisik
Tabel 2 merupakan perwakilan dari 52 alternatif yang ada. Alternatif tersebut merupakan data siswa yang berada di kelas 1 tingkat SMA di SLB. Kode A1-A2 merupakan siswa ABK kelas 10 dengan jenis Tunarungu, A3-A12 merupakan siswa ABK kelas 10 dengan jenis Tunagrahita, dan kode A13-A14 merupakan siswa ABK kelas 10 dengan jenis Tunadaksa.
## 3.1.2 Perancangan Sistem
Adapun use case dan class diagram dapat dilihat pada gambar dibawah ini: a. Use case berjalan
Gambar 2 . Use case berjalan
Pada Gambar 2 merupakan tampilan use case berjalan yang terdiri atas 2 aktor yaitu:
1) Guru. Untuk melakukan proses pembelajaran di SLB, guru memasuki ruang kelas kemudian memberikan materi pembelajaran kepada siswa. Guru biasanya melatih kemampuan siswa setelah memberikan materi pembelajaran dengan memberikan tugas. Dari tugas tersebut nantinya akan diberikan nilai sesuai dengan tingkat pemahaman siswa terkait materi yang telah diberikan oleh guru.
2) Siswa. Untuk melakukan proses pembelajaran di SLB, siswa harus memasuki ruang kelas terlebih dahulu kemudian siswa mendapatkan materi pembelajaran oleh guru. Siswa akan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru untuk mengukur tingkat pemahaman dan akan mendapatkan nilai sesuai dengan pemahaman yang telah didapatkan.
b. Use case usulan
Pada gambar 3 merupakan use case diagram sistem yang terdiri atas 2 aktor yaitu admin dan user yang terdiri atas kepala sekolah dan guru. Admin/operator sekolah melakukan login karena semua aktivitas harus melalui akses pada menu login. Admin menginputkan data kriteria, subkriteria dan alternatif. User /pihak sekolah
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
melakukan login kemudian memberikan penilaian tiap alternatif. Admin melakukan perhitungan SMARTER. Admin dan user dapat melihat data hasil akhir perhitungan. Admin dapat meninput/menambahkan data user .
c. Class diagram
## Gambar 4. Class Diagram
Pada gambar 10 merupakan class diagram yang digunakan pada penelitian ini. Terdiri atas 5 class diantaranya class admin dan user , kriteria, subkriteria, alternatif, dan data penilaian.
## 3.1.3 Penerapan SMARTER
Pada tahap ini dilakukan proses penerapan SMARTER untuk mendapatkan hasil pengambilan keputusan dalam perekomendasian media pembelajaran terbaik untuk ABK.
a. Mengidentifikasi masalah
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa masalah yang terjadi yaitu pihak SLB kesulitan dalam menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan jenis ABK (tunarungu, tunanetra, tunagrahita dan tunadaksa).
b. Menentukan kriteria dan subkriteria
Pada tahap ini dilakukan proses penentuan kriteria dan subkriteria yang dapat ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Data Kriteria dan Subkriteria
c. Menentukan prioritas masing-masing kriteria dan subkriteria Prioritas dari masing-masing kriteria dan subkriteria dapat ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4. Data Kriteria dan Subkriteria
Kode
Kriteria Subkriteria C1 Asesmen Akademik Membaca Menulis Berhitung C2 Asesmen Non-Akademik Faktor Lingkungan Faktor Diri Sendiri Interaksi antara Faktor Lingkungan dan Faktor diri sendiri C3 Asesmen Perkembangan Intelektual Emosi Perilaku Komunkasi Kelainan Fisik Kode Kriteria Prioritas Subkriteria Prioritas C1 Asesmen Akademik 1 Membaca Menulis Berhitung 1 2 3 C2 Asesmen Non- Akademik 2 Faktor Lingkungan Faktor Diri Sendiri 1 2 3
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
d. Menghitung nilai bobot kriteria dan bobot subkriteria menggunakan rumus ROC
Pada tahap ini dihitung nilai bobot dari masing-masing kriteria dan subkriteria yang telah dihasilkan pada Tabel
Tabel 5. Data Kriteria dan Subkriteria
Kode Kriteria Prioritas Rumus ROC
w = ( 𝟏 𝒌 ) ∑ ( 𝟏 𝒊 ) 𝒌 𝒊=𝒌 Bobot
C1 Asesmen Akademik 1 w = (1+ 1 2 + 1 3 )
3 0,61 C2
Asesmen Non-Akademik
2
w = (0+ 1 2 + 1 3 ) 3 0,28 C3 Asesmen Perkembangan 3
w = (0+0+ 1 3 ) 3 0,11
## Tabel 6. Data Kriteria dan Subkriteria
Setelah memperoleh hasil pembobotan kriteria dan subkriteria diatas maka dilakukan normalisasi terhadap nilai kriteria setiap alternatif yang terdapat pada tabel 2.
Tabel 7. Hasil Normalisasi Nilai Kriteria Setiap Alternatif
Kode Alternatif C1 C2 C3 A1 Herdiansyah 0,61 0,61 0,09
Kode Kriteria Prioritas Subkriteria Prioritas Interaksi antara Faktor Lingkungan dan Faktor diri sendiri C3 Asesmen Perkembangan 3 Intelektual Emosi Perilaku Komunkasi Kelainan Fisik 1 2 3 4 5
Kode Kriteria Subkriteria Prioritas Rumus ROC w = ( 𝟏 𝒌 ) ∑ ( 𝟏 𝒊 ) 𝒌 𝒊=𝒌
Bobot
C1 Asesmen Akademik Membaca Menulis Berhitung 1 2 3 w = (1+ 1 2 + 1 3 ) 3 w = (0+ 1 2 + 1 3 ) 3 w = (0+0+ 1 3 ) 3 0,61 0,28 0,11 C2 Asesmen Non- Akademik Faktor Lingkungan Faktor Diri Sendiri Interaksi antara Faktor Lingkungan dan Faktor diri sendiri 1 2 3 w = (1+ 1 2 + 1 3 ) 3 w = (0+ 1 2 + 1 3 ) 3 w = (0+0+ 1 3 ) 3 0,61 0,28 0,11 C3 Asesmen Perkembangan Intelektual Emosi Perilaku Komunkasi Kelainan Fisik 1 2 3
4 5 w = (1+ 1 2 + 1 3 + 1 4 + 1 5 ) 5 w = (1+ 1 2 + 1 3 + 1 4 + 1 5 ) 5 w = (1+ 1 2 + 1 3 + 1 4 + 1 5 ) 5 w = (1+ 1 2 + 1 3 + 1 4 + 1 5 ) 5 w = (1+ 1 2 + 1 3 + 1 4 + 1 5 ) 5 0,46 0,26 0,16 0,09 0,04
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
Kode Alternatif C1 C2 C3 A2 Muh Farid 0,61 0,61 0,16 A3 Andi Muh Qadri 0,11 0,61 0,46 A4 Atika 0,28 0,11 0,09 A5 Mohammad Al Hadi 0,28 0,28 0,26 A6 Muh Rizky 0,11 0,11 0,26 A7 Muhammad Fadil 0,11 0,28 0,09 A8 Na’ila Khairmah 0,11 0,28 0,46 A9 Siti Nur Hijrah 0,61 0,61 0,26 A10 Yusuf Payung 0,28 0,28 0,46 A11 Sitti Nurjannah 0,61 0,61 0,04 A12 Suci Rahmati 0,28 0,11 0,26 A13 Andi Muh Randa 0,28 0,61 0,04 A14 Aufa Afhdal 0,61 0,61 0,04 e. Menghitung nilai utility pada masing-masing kriteria Pada tahap ini dihitung nilai utility dari masing-masing kriteria menggunakan persamaan (2):
1) Nilai kriteria asesmen akademik
A1,1 = 100% × ( 0,61 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 1
A2,2 = 100% × ( 0,61 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 1
A3,3 = 100% × ( 0,11 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 0
A4,4 = 100% × ( 0,28 − 0,11
0,61 − 0,11 ) = 0,34
A5,5 = 100% × ( 0,28 − 0,11
0,61 − 0,11 ) = 0,34
A6,6 = 100% × ( 0,11 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 0
A7,7 = 100% × ( 0,11 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 0
A8,8 = 100% × ( 0,11 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 0
A9,9 = 100% × ( 0,61 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 1
A10,10 = 100% × ( 0,28 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 0,34
A11,11 = 100% × ( 0,61 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 1
A12,12 = 100% × ( 0,28 − 0,11
0,61 − 0,11 ) = 0,34
A13,13 = 100% × ( 0,28 − 0,11
0,61 − 0,11 ) = 0,34
A14,14 = 100% × ( 0,61 − 0,11 0,61 − 0,11 ) = 1
Pada tahap perhitungan nilai utility kriteria yang selanjutnya dilakukan proses yang sama seperti diatas. Sehingga hasil akhir untuk nilai utility pada masing-masing kriteria dapat ditampilkan seperti tabel dibawah ini:
Tabel 8. Hasil Normalisasi Nilai Kriteria Setiap Alternatif
f. Menghitung nilai akhir setiap kriteria Kode Alternatif
C1 C2 C3 A1 Herdiansyah 1 1 0,12 A2 Muh Farid 1 1 0,28 A3 Andi Muh Qadri 0 1 0,99 A4 Atika 0,34 0 0,12 A5 Mohammad Al Hadi 0,34 0,34 0,52 A6 Muh Rizky 0 0 0,52 A7 Muhammad Fadil 0 0,34 0,12 A8 Na’ila Khairmah 0 0,34 0,99 A9 Siti Nur Hijrah 1 1 0,52 A10 Yusuf Payung 0,34 0,34 0,99 A11 Sitti Nurjannah 1 1 0 A12 Suci Rahmati 0,34 0 0,52 A13 Andi Muh Randa 0,34 1 0 A14 Aufa Afhdal 1 1 0
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
Untuk menentukan tingkat keparahan dari masing-masing siswa ABK maka akan diperoleh range yang telah disepakati oleh pihak sekolah dibawah ini:
Tabel 9. Range nilai penentuan tingkat keparahan ABK
Pada tahap ini nilai akhir dihitung pada setiap kriteria yang dimiliki oleh masing-masing alternatif menggunakan persamaan (3).
1) Nilai akhir kriteria asesmen akademik
A1,1 = 0,61 × 1 = 0,61 A2,2 = 0,61 × 1 = 0,61 A3,3 = 0,61 × 0 = 0 A4,4 = 0,61 × 0,34 = 0,21 A5,5 = 0,61 × 0,34 = 0,21 A6,6 = 0,61 × 0 = 0 A7,7 = 0,61 × 0 = 0 A8,8 = 0,61 × 0 = 0 A9,9 = 0,61 × 1 = 0,61 A10,10 = 0,61 × 0,34 = 0,21 A11,11 = 0,61 × 1 = 0,61 A12,12 = 0,61 × 0,34 = 0,21 A13,13 = 0,61 × 0,34 = 0,21 A14,14 = 0,61 × 1 = 0,61
Pada tahap perhitungan nilai akhir kriteria yang selanjutnya dilakukan proses yang sama seperti diatas. Sehingga hasil untuk nilai akhir pada masing-masing kriteria dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 9. Hasil Normalisasi Nilai Kriteria Setiap Alternatif
Sehingga dapat ditentukan media pembelajaran yang efektif untuk ABK sesuai dengan tingkat keparahan sebagai berikut:
Tabel 10. Solusi/Penanganan tiap tingkat keparahan ABK
## 3.1.4 Pengujian Sistem
Pengujian sistem dilakukan menggunakan blackbox testing . Pengujian blackbox merupakan pengujian perangkat lunak dari segi spesifikasi fungsional tanpa menguji desain dan kode program untuk mengetahui apakah fungsi, masukan dan keluaran dari perangkat lunak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan [15]. Blackbox testing
Range Tingkat Keparahan ≥60 Ringan 40 - <59 Sedang <40 Berat Kode Alternatif C1 C2 C3 Nilai Akhir Persentase Tingkat Keparahan A1 Herdiansyah 0,61 0,28 0,01 0,90 90% Ringan A2 Muh Farid 0,61 0,28 0,03 0,92 92% Ringan A3 Andi Muh Qadri 0 0,28 0,11 0,39 39% Berat A4 Atika 0,21 0 0,01 0,22 22% Berat A5 Mohammad Al Hadi 0,21 0,09 0,06 0,36 36% Berat A6 Muh Rizky 0 0 0,06 0,06 6% Berat A7 Muhammad Fadil 0 0,09 0,01 0,11 11% Berat A8 Na’ila Khairmah 0 0,09 0,11 0,20 20% Berat A9 Siti Nur Hijrah 0,61 0,28 0,06 0,95 95% Ringan A10 Yusuf Payung 0,21 0,09 0,11 0,41 41% Sedang A11 Sitti Nurjannah 0,61 0,28 0 0,89 89% Ringan A12 Suci Rahmati 0,21 0 0,06 0,26 26% Berat A13 Andi Muh Randa 0,21 0,28 0 0,48 48% Sedang A14 Aufa Afhdal 0,61 0,28 0 0,89 89% Berat Solusi/Penanganan Tunadaksa Tunarungu Tunanetra Tunagrahita Media Pembelajaran Audio Ringan Ringan Berat Ringan Media Pembelajaran Visual Sedang Berat Sedang Sedang Media Pembelajaran Audio Visual Berat Sedang Ringan Berat
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
digunakan untuk mendeteksi beberapa permasalahan seperti kekeliruan pada interface , kinerja aplikasi, database , fungsi yang hilang/rusak dan terminasi [16].
Dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Skala Likert digunakan untuk meneliti moral seseorang atau kelompok. Kompetensi yang akan diukur dijabarkan menjadi beberapa indikator yang digunakan untuk menyusun sebuah instrumen yang berupa pertanyaan maupun pernyataan [17]. Dari rekapitulasi hasil kuisioner 14 responden yang terdiri atas 1 kepala sekolah dan 13 orang guru menunjukkan hasil perhitungan menggunakan skala likert memperoleh rata-rata dari segi interface (antarmuka) aplikasi dihasilkan angka sebesar 4,4 dengan indeks 88% yang termasuk dalam kriteria penilaian sangat baik. Rata-rata hasil dari segi kinerja aplikasi dihasilkan angka sebesar 4,5 dengan indeks 91% yang termasuk dalam kriteria penilaian sangat baik. Rata-rata hasil dari segi database dihasilkan angka sebesar 4,5 dengan indeks 90% yang termasuk dalam kriteria penilaian sangat baik. Rata-rata hasil dari segi fungsi yang hilang/rusak dihasilkan angka sebesar 2,31 dengan indeks 46% kurang baik. Rata-rata hasil dari segi inisialisasi/terminasi dihasilkan angka sebesar 4,7 dengan indeks 94% yang termasuk dalam kriteria penilaian sangat baik. Maka dari itu, nilai rata-rata hasil keseluruhan aplikasi penentuan media literasi pembelajaran ABK dihasilkan sebesar 4,1 dengan indeks 82% yang termasuk dalam kriteria penilaian baik.
## 4. KESIMPULAN
Pada penelitian ini metode SMARTER diterapkan dalam pemberian rekomendasi media pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan perolehan nilai akhir. Pada proses penerapan metode SMARTER pembobotan atribut kriteria menggunakan rumus Rank Order Centroid (ROC) sehingga nilai bobot yang diperoleh bersifat objektif. Hasil penerapan metode SMARTER yang dilakukan memberikan output sesuai dengan nilai akhir untuk menentukan tingkat keparahan dari siswa ABK kemudian memberikan solusi/penanganan berupa media pembelajaran sesuai dengan tingkat keparahan siswa ABK. Berdasarkan hasil perhitungan dari 14 alternatif, untuk kode A1-A2 dengan jenis tunarungu kategori ringan dapat diberikan media pembelajaran audio dikarenakan mereka masih bisa menerima pembelajaran dengan menggunakan alat bantu pendengaran. Untuk kode A3-A12 dengan jenis tunagrahita kategori berat maka media pembelajaran yang efektif digunakan yaitu media pembelajaran audio visual, untuk kategori sedang maka media pembelajaran yang efektif digunakan yaitu media pembelajaran visual sedangkan untuk kategori ringan maka media pembelajaran yang efektif digunakan yaitu media pembelajaran audio. Untuk kode A13-A14 dengan jenis tunadaksa kategori sedang dapat diberikan media pembelajaran visual dan kategori berat dapat diberikan media pembelajaran audio visual. Adapun Hasil pengujian sistem dengan metode blackbox testing diperoleh data untuk aspek interface sebanyak 88%, kinerja aplikasi 91%, database 90%, fungsi yang hilang/rusak 46% dan inisialisasi 94%. Sehingga, rata-rata keseluruhan aplikasi dihasilkan indeks sebesar 82% yang termasuk dalam kriteria baik.
## REFERENCES
[1] Ahmadi, Ruslam. 2014. Pengantar pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA
[2] Syarifah,
Mushlihatun. 2020. Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus ,
https://www.msyarifah.my.id/identifikasi-dan-asesmen-anak-berkebutuhan-khusus/, diakses pada 23 Juni 2022
[3] Marlina. 2015. Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Pendekatan Psikoedukasional Edisi Revisi . Padang: UNP Press Padang
[4] Mais, Asrorul. 2016. Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus . Jember: Pustaka Abadi
[5] Sianturi, Friska. 2020. “Analisis Metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank (Smarter) Pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Smartphone Android Di Toko Shine Cellular Mega Bekasi Hypermall”. 1(1): 1-9
[6] Luhat, Silvester Alfa Steven. 2019. Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Guru Pada Sekolah Luar Biasa Pembina Provinsi Menggunakan Metode Smarter Berbasis Website [skripsi]. Samarinda (ID): Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Widya Cipta Dharma.
[7] Himmah, Alfiyatul. 2017. Sistem Infromasi Rekomendasi Homestay menggunakan metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Ranks (SMARTER) [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember
[8] Sianturi, Friska. 2020. Analisis Metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank (SMARTER) Pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Smartphone Android Di Toko Shine Cellular Mega Bekasi Hypermall [skripsi]. Bekasi (ID): Universitas Pelita Bangsa
[9] E. J. E. Aronson, dan T. P. L. Turban, Decision Support Systems and Intelligent Systems . Pearson Education, 2005.
[10] Saleh, Alfa. 2017. “Penerapan Metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Rank Dalam Sistem Pendukung Keputusan Rekrutmen Asisten Laboratorium Komputer” dalam Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi. 8(1):1-10
[11] D. P. Utomo and B. Purba, “Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Tenaga Kependidikan (TENDIK) Dengan Menggunakan Metode SMARTER,” J. Komtika (Komputasi dan Inform., vol. 5, no. 2, pp. 140–152, 2021, doi: 10.31603/komtika.v5i2.5619.
[12] A. W. Siti Monalisa, “Implementasi Metode Smarter Untuk Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Lahan Kelapa Sawit Pada Pt. Eka Dura Indonesia,” vol. 7, no. 2, pp. 133–138, 2021.
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA
ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v6i4.4885
[13] J. Rahmad, V. Sihombing, and M. Masrizal, “Implementasi Metode SMARTER Untuk Rekomendasi Penerima Bantuan Raskin Masa Covid 19,” J. Media Inform. Budidarma, vol. 5, no. 2, p. 549, 2021, doi: 10.30865/mib.v5i2.2914.
[14] A. Y. C. Wiranwan Galeh Pradhana, “Sistem Pendukung Keputusan Diskon Asuransi Dengan Metode Smarter,” J. Teknol. Dan Sist. Inf. Bisnis, vol. 3, no. 2, pp. 431–441, 2021, doi: 10.47233/jteksis.v3i2.299.
[15] W. N. Cholifah, S. M. Sagita, and S. Knowledge, “Pengujian Black Box Testing Pada Aplikasi Action & Strategy Berbasis Android,” vol. 3, no. 2, pp. 206–210, 2018.
[16] M. S. Mustaqbal, R. F. Firdaus, and H. Rahmadi, “(Studi Kasus : AplikasiPrediksi Kelulusan SNMPTN ),” vol. I, no. 3, pp. 31–36, 2015.
[17] P. P. A. Fransiska, Mawardi. “Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap Disiplin Menggunakan Skala Likert Dalam Pembelajaran Tematik Kelas IV SD” dalam Jurnal Pendidikan Dasar. 5(1):13-29
|
ebd39b17-ee8d-46f3-8fce-01daf107060a | https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al-qadau/article/download/5665/4930 |
## Peranan Hakim Pengadilan Agama dalam Penerapan Hukum Islam di Indonesia
Religious Courts Jury role in Islamic law implementation in Indonesia
Nur Aisyah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Email: [email protected]
Info Artikel Abstract Diterima 05 Februari 2018 Revisi I 19 Maret 2018 Revisi II 16 April 2018 Disetujui 23 Mei 2018
Peradilan Agama adalah suatu daya upaya yang dilakukan untuk mencari keadilan atau menyelesaikan perkara-perkara tertentu bagi orang-orang yang beragama Islam melalui lembaga-lembaga yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peranan Hakim Pengadilan Agama dalam penerapan Hukum Islam adalah sebagai alat untuk menjaga keselarasan komponen-komponen hukum lainnya, secara fungsional. Dengan kata lain, tegaknya Hukum Islam, ditentukan oleh kemampuan peranan hakim pengadilan agama dalam menyelaraskan perangkat hukum dan kesadaran hukum, sehingga tercipta ketertiban dan kepastian hukum di dalam masyarakat.
## Kata Kunci: Peradilan Agama
Religious Court is an effort to seek justice or to solve certain cases for Muslims through institutions that serve to use judicial powers under applicable laws and regulations. The role of Religious Court Judges in Islamic Law implementation is as a tool to keep the harmony of other legal components, functionally. In other words, the establishment of Islamic Law is determined by the ability of the role of religious court judges in aligning the instruments of law and legal awareness, so as to create order and legal certainty in society.
Keyword: Religious Court
Nur Aisyah
## A. PENDAHULUAN
Di masa sekarang ini hukum sedang berkembang, dan terus menerus dibangun, sementara pembangunan hukum tidak bisa meninggalkan rasa hukum masyarakatnya, tentu saja hukum Islam menjadi begitu penting peranannya dalam pembinaan Hukum Nasional Indonesia, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.
Indonesia yang termasuk negara yang sedang berkembang, mengawali kehidupannya dengan hasrat yang kuat untuk melaksanakan pembangunan. Yang pada dasarnya, pembangunan adalah kehendak untuk melakukan perubahan terhadap situasi kehidupan yang lebih baik, membina agar lebih maju dan memperbaiki agar lebih teratur.
Pembangunan, sebagaimana dikonsepsikan di atas, mengisyaratkan adanya perubahan terhadap dasar-dasar kemasyarakatan, baik bersifat struktural maupun kultural. Dasar-dasar kemasyarakatan tersebut, menurut Soerjono Seokanto, 1 paling sedikit mencakup agama, filsafat, ideologi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dengan demikian, pembangunan Hukum Islam di Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Penjabaran Hukum Islam ke dalam Sistem Hukum Indonesia.
2. Penciptaan serta menyusun kembali lembaga-lembaga hukum baru.
3. Mengupayakan tentang bagaimana hukum tadi dapat dijalankan dengan efektif. 2
Terciptanya suatu sistem hukum yang sesuai dengan keadaan sekarang ataupun di dalam menghadapi perkembangan di masa yang akan datang merupakan kebutuhan lain yang mendorong sifat khas permasalahan di atas.
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka upaya pembangunan Hukum Islam akan melibatkan tiga komponen yang mesti diperhitungkan dengan matang dan cermat,yaitu: (1) komponen perangkat hukum, (2) komponen penegak hukum, dan (3) komponen kesadaran hukum. 3
Memperhitungkan setiap komponen hukum secara menyeluruh merupakan suatu pembahasan yang lengkap dan tuntas. Akan tetapi, membatasi pembahasan terhadap komponen penegak hukum bukan berarti menganggap komponen-komponen hukum yanng lainnya kurang penting.
Berkenaan dengan ini, maka Hakim Pengadilan Agama yang terlibat secara langsung dengan proses hukum, 4 akan berhadapan dengan suatu dilema persoalan. Di satu sisi, Hakim Pengadilan Agama harus memegang teguh perangkat hukum yang berlaku dan diberlakukan. Sedangkan di sisi lain, harus memperhitungkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap perangkat hukum tersebut.
Dilema persoalan tersebut jelas, terutama, jika hukum diartikan sebagai keluaran atau hasil-aktual dari praktek sehari-hari para pejabat hukum, bukan peraturan-peraturan atau perundang-undangan. 5 Meskipun demikian, perangkat hukum tetap dipergunakan. Paling tidak, sebagai pegangan dalam melukiskan proses
1 Soerjono Soekanto , " Ilmu-ilmu Hukum dan Pembangunan Hukum ," Analisis Pendidikan (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), h 37.
2 Deden Effendi, Kompleksitas Hakim Pengadilan Agama (Jakarta : Departemen Agama R.I., 1985), h. 2.
3 Deden Effendi, Kompleksitas Hakim Pengadilan Agama , h. 2.
4 Soerjono Soekanto , " Ilmu-ilmu Hukum dan Pembangunan Hukum ," Analisis Pendidikan , h. 40.
5 Daniel S. Lev, Peradilan Agama di Indonesia: Studi tentang Landasan Politik Lembaga- Lembaga Hukum, alih bahasa H. Zaini Ahmad Noeh (Jakarta: PT Intermasa, 1980), h. 16..
sesungguhnya dari pembangunan hukum, Pada hakikatnya, bagaimanapun hukum didefinisikan, hukum merupakan salah satu aspek budaya. Dalam hal ini hukum merupakan hasil konkritisasi manusia atas nilai-nilai agama dalam mengatur kehidupan manusia itu sendiri. 6 Dengan demikian, hukum dapat dijumpai dalam berbagai lambang atau simbol.
Di antara lambang-lambang tersebut yang paling tegas dalam mengutarakan isi dan maknamya adalah dalam bentuk tertulis, “perangkat hukum formal”. Dalam hal ini, hukum memperlihatkan sifatnya yang mendua, “ambivalent”. Sebab, bentuk yang demikian menunjukkan adanya kepastian hukum, dan pada saat yang sama, bentuk yang demikian menunjukkan adanya kekuataan hukum.
Kepastian hukum banyak ditentukan oleh kekakuan di dalam pengaturan. Akan tetapi, pada gilirannya, kekakuan di dalam pengaturan akan menyebabkan keadaan yang lain pula, di antaranya: menciptakan ketimpangan antara bentuk pengaturan oleh perangkat hukum dengan keadaan, hubungan, dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dalam mencari tempat berpijak yang memungkinkan terjaminnya proses pembangunan hukum, Hakim Pengadilan Agama dihadapkan pada suatu persoalan yang bersifat dilematis. Karena, keterlibatan Hakim Pengadilan Agama terhadap salah satu ekstrema yang dilaksanakan secara berlebihan dapat mengakibatkan penyimpamgan terhadap tujuan hukum itu sendiri, “keadilan”. Sebab, di satu pihak, menganggap perangkat hukum (formal) sebagai gejala yang berdiri sendiri berarti mengabaikan situasi umum kehidupan masyarakat.
Hubungan antara hukum dan masyarakat bersifat timbal-balik atau dialektis. Hukum memberi penilaian terhadap masyarakat dan juga mengarahkan apa yang seharusnya mereka lakukan mengenai kedudukan mereka dan masyarakat memberikan dasar-dasar sosial. Tetapi yang sering terjadi di dalam masyarakat, ukuran yang diusulkan tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi atau biasa diartikan sebagi masalah sosial. 7
Dengan demikian, langsung atau tidak langsung, permasalahan sosial tersebut berhubungan dengan peran yang dimainkan oleh hakim pengadilan Agama. Hakim pengadilan Agama memberi dan menentukan prosedur yang harus ditempuh dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, peranan hakim pengadilan Agama adalah untuk memelihara keselarasan fungsional dari komponen- komponen hukum lainnya.
Istilah "Peranan" ( role) 8 dipilih karena menyatakan bahwa setiap orang adalah pelaku di dalam masyarakat di mana dia hidup. Dan maksud konsep "peranan" adalah untuk membuat garis batas antara masyarakat dan individu. Dalam batas peranan sosialnya, seorang mempunyai batas kebebasan tertentu. 9
6 T. M. Hasbi Ash Shiddiqi, Peradilan Hukum Acara Islam (Bandung: PT Al-Maarif, 1964), h. 30
7 Deden Effendi, Kompleksitas Hakim Pengadilan Agama , h. 6.
8 Menurut Bambang Marhijanto, Kata peranan berarti juga sebagai bagian dari tugas yang harus dilaksanakan. Lihat Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer (Surabaya: CV. Bintang Timur, 1996), h. 476.
9 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, alih bahasa Daniel Dhakidae (Jakarta: CV Rajawali, 1981), h. 103.
Nur Aisyah
Dalam hal ini, hakim pengadilan Agama adalah termasuk pelaku dan mempunyai tingkat kebebasan tertentu dalam menyatakan hasrat untuk diakui serta diperhitungkan pengaruhnya sebagai sesuatu hal yang penting dalam masyarakat. Selain itu, Peranan juga mempunyai arti lebih luas dari pada tugas. Tugas adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan atau sesuatu yang wajib dikerjakan. Tugas seorang hakim agama adalah memeriksa, mengadili dan memutus perkara, dan fungsinya adalah menegakkan kebenaran dan keadilan. Sedangkan peran hakim adalah menjalankan semua tugas, fungsi dan tanggung jawab yang diembannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat di tarik beberapa rumusan masalah, yakni bagaimana tugas, fungsi, kedudukan, dan kewajiban hakim di lingkungan badan peradilan agama dan bagaimana kontribusi hakim pengadilan agama dalam penerapan hukum Islam.
## B. PEMBAHASAN TUGAS, FUNGSI, KEDUDUKAN, DAN KEWAJIBAN HAKIM DI LINGKUNGAN
BADAN PERADILAN AGAMA 1. Tugas Hakim
Pengaruh peradilan, tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum, menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara. Dengan demikian yang menjadi tugas pokoknya adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelasaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Dari banyaknya masalah yang ada, tidak semuanya ada peraturan perundang- undangannya yang mengatur masalah tersebut. Untuk mengatasi masalah hal ini hakim tidak perlu untuk selalu berpegang pada peraturan-peraturan yang tertulis saja, dalam keadaan demikian tepatlah apabila hakim diberi kebebasan untuk mengisi kekosongan hukum. Untuk mengatasi masalah tersebut hakim dapat menyelesaikannya dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang dikenal dengan hukum adat. Sehingga dengan demikian tidak akan timbul istilah yang dikenal dengan sebutan kekosongan hukum. Kewenangan hakim untuk melakukan hal demikian ini sesuai pula dengan apa yang telah ditentukan dalam pasal 16 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009.
Dengan melihat kenyataan di atas, maka tampak jelas bahwa dalam hal ini hakim harus aktif dari permulaan sampai akhir proses, bahkan sebelum proses dimulai, yaitu pada waktu penggugat mengajukan gugatan, hakim telah memberikan pertolongan kepadanya. Sedangkan setelah proses berakhir, hakim memimpin eksekusi.
Aktifnya hakim dapat dilihat dari misalnya dengan adanya usaha dari hakim untuk mendamaikan dari kedua belah pihak. Bentuk yang lain misalnya, tindakan hakim untuk memberikan penerangan selayaknya kepada para pihak yang berperkara tentang upaya-upaya hukum apa yang dapat mereka lakukan, atau tentang pengajuan alat-alat bukti, sehingga dengan demikian pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar.
Selain bersifat aktif, hakim bersifat pula pasif, dalam arti bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya keadilan. Dalam hal ini, para pihak dapat secara bebas mengakhiri sengketa yang telah diajukan ke muka pengadilan, sedang hakim tidak dapat menghalang-halanginya, hal ini dapat dilakukan dengan jalan perdamaian atau
pencabutan gugatan. Dengan demikian hakim tidak menentukan luas dari pokok sengketa, yang berarti hakim tidak boleh menambah atau menguranginya.
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa hakim bersifat aktif kalau ditinjau dari segi demi kelancaran persidangan, sedangkan hakim bersifat pasif kalau ditinjau dari segi luasnya tuntutan.
Tugas hakim pengadilan agama di dalam mewujudkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan sekedar berperan memantapkan kepastian hukum, melainkan juga keadilan. 10
Dalam penjelasan atas Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1, dijelaskan:
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.
Dicantumkannya pernyataan itu pada pada penjelasan undang-undang dimaksudkan agar mata, hati, dan telinga hakim terbuka terhadap berbagai tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian, dalam melaksanakan kewajibannya, ia tidak hanya berdasarkan hukum, tetapi berdasarkan keadilan yang diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa.
Disamping yang lahiriyah, terdapat tanggung jawab hakim yang bersifat batiniah, yaitu:
Bahwa karena sumpah jabatannya, dia tidak hanya bertanggung jawab pada hukum, kepada diri sendiri, dan kepada rakyat, tetapi bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam Undang-undang ini dirumuskan dengan ketentuan bahwa pengadilan dilakukan, ‘Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. 11
## 2. Fungsi Hakim
Fungsi hakim adalah menegakkan kebenaran sesunggyuhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh para pihak tanpa melebihi atau menguranginya terutama yang berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan dalam perkara pidana mencari kebenaran sesungguhnya secara mutlak tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa, 12 melainkan dari itu harusdiselidiki dari latar belakang perbuatan terdakwa. Artinya hakim pengejar kebenaran materil secara mutlak dan tuntas.
Di sini terlihat intelektualitas hakim yang akan teruji dengan dikerahkannya segenap kemampuan dan bekal ilmu pengetahuan yang mereka miliki, yang semua itu akan terlihat pada proses pemeriksaan perkara apakah masih derdapat pelanggaran- pelanggaran dalam teknis yustisial atau tidak.
10 Hal ini secara resmi tercantum dalam pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
11 Penjelasan UU No. 14 Tahun 1970, I umum, butir enam, alinea terakhir.
12 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), h. 37.
Nur Aisyah
## 3. Kedudukan Hakim
Kedudukan hakim adalah sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang. 13 Hakim juga harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman dalam bidang hukum, dan bagi soerang hakim dituntut dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
4. Kewajiban Hakim
Adapun kewajiban hakim menurut Undang-undang No. 48 Tahun 2009 sebagi pengganti UU No. 14 tahun 1970 adalah:
1) Memutus demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan : a) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 4 ayat 1).
2) Menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat (pasal 28 ayat 1).
3) Dalam mempertimbangkan berat ringannya hukuman, hakim wajib memberhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya (pasal 28 ayat 2).
Dengan demikian tugas hakim adalah melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya untuk memberikan kepastian hukum semua perkara yang masuk, baik perkara tersebut telah di atur dalam undang-undang maupun yang tidak terdapat dalam ketentuannya. Di sini terlihat dalam menjalankan tanggung jawabnya, hakim harus bersifat obyektif, karena merupakan fungsionaris yang ditunjuk undang- undanguntuk memeriksa dan menggali perkara dengan penilaian yang obyektif pula, karena harus berdiri di atas kedua belah pihak yang berperkara dan tidak boleh memihak salah satu pihak.
5. Kewenangan Pengadilan Agama
Kewenangan disebut juga kekuasaan atau kompetensi, kompetensi berasal dari bahasa Latin competo, kewenangan yang diberikan undang-undang mengenai batas untuk melaksanakan sesuatu tugas; wewenang mengadili. Kompetensi dalam bahasa Belanda disebut competentie, kekuasaan (akan) mengadili; kompetensi. Kompetensi disebut juga kekuasaan atau kewenangan mengadili yang berkaitan dengan perkara yang diperiksa di pengadilan atau pengadilan mana yang berhak memeriksa perkara tersebut. Ada dua macam kompetensi ata kekuasaan/kewenangan mengadili, yaitu kewenangan relatif dan kewenangan absolut.
13 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Surabaya: Karina, 2004) h. 35.
## Nur Aisyah
## 1). Kewenangan Relatif Peradilan Agama
Yang dimaksud dengan kekuasaan relatif ( relative competentie) adalah pembagian kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Negeri. Atau dengan kata lain Pengadilan Negeri mana yang berwenang memeriksa dan memutus perkara. Pengertian lain dari kewenangan relatif adalah kekuasaan peradilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan tingkatan. Misalnya antara Pengadilan Negeri Bogor dan Pengadilan Negeri Subang, Pengadilan Agama Muara Enim dengan Pengadilan Agama Baturaja.
Dari pengertian di atas maka pengertian kewenangan relatif adalah kekuasaan atau wewenang yang diberikan kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama jenis dan tingkatan yang berhubungan dengan wilayah hukum Pengadilan dan wilayah tempat tinggal/tempat kediaman atau domisili pihak yang berperkara.
(1). Kewenangan Relatif Perkara Gugatan Pada dasarnya setiap gugatan diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi:
• gugatan diajukan kepada pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah kediaman tergugat. Apabila tidak diketahui tempat kediamannya maka pengadilan di mana tergugat bertempat tinggal;
• apabila tergugat lebih dari satu orang maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah salah satu kediaman tergugat;
• apabila tempat kediaman tergugat tidak diketahui atau tempat tinggalnya tidak diketahui atau jika tergugat tidak dikenal (tidak diketahui) maka gugatan diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat;
• apabila objek perkara adalah benda tidak bergerak, gugatan dapat diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tidak bergerak.
• Apabila dalam suatu akta tertulis ditentukan domisili pilihan, gugatan diajukan kepada pengadilan yang domisilinya dipilih.
(2). Kewenangan Relatif Perkara Permohonan
Untuk menentukan kekuasaan relatif Pengadilan Agama dalam perkara permohonan adalah diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon. Namun dalam Pengadilan Agama telah ditentukan mengenai kewenangan relatif dalam perkara-perkara tertentu, perkara-perkara tersebut adalah sebagai sebagai berikut.
• Permohonan ijin poligami diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon.
• Permohonan dispensasi perkawinan bagi calon suami atau istri yang belum mencapai umur perkawinan (19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan) diajukan oleh orang tuanya yang bersangkutan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon.
• Permohonan pencegahan perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat pelaksanaan perkawinan.
Nur Aisyah
• Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau tempat tinggal suami atau istri.
2). Kewenangan Absolut Peradilan Agama Kewenangan absolut ( absolute competentie) adalah kekuasaan yang berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam. Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada pokoknya adalah sebagai berikut. Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah 14 .
Dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman ( judicial power) di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan Peradialn Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah konstitusi. 15 Pada masing-masing lingkungan peradilan itu memiliki cakupan dan wewenang sendiri-sendiri untuk mengadili ( atributie van rechtmacht), dan ditentukan oleh oleh bidang yurisdiksi yang dilimpahkan undang-undang kepadanya.
Kekuasaan atau wewenang pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri atas wewenang relative ( relative competentie) dan wewenang mutlak (absolute competentie). 16 Wewenang relative berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinya, cakupan dan batasan kekuasaan relative Pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan undang-undang.
Daerah hukum dari Pengadilan Agama meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, dan daerah hukum dari Pengadilan Tinggi Agama Agama meliputi wilayah propinsi.
Sedangkan wewenang mutlak berkenaan dengan jenis perkara dan jenjang pengadilan. Wewenang Pengadilan Agama itu diatur dalam Bab III pasal 49 sampai dengan pasal 53 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. dan di dalam ketentuan pasal 49 dinyatakan:
(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan, b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, c. wakaf dan shadaqah.
(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.
14 http://advosolo.wordpress.com/2010/05/15/kekuasaan-peradilan-agama/
15 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Surabaya: Karina, 2004) h. 26.
16 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia (Cet. II (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,1998). h. 204.
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan masing-masing bagian ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
## KONTRIBUSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PENERAPAN HUKUM ISLAM
1. Sumber-Sumber Putusan Hakim
Alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan sebagai berikut; pasal-pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi dan doktrin hukum. Sebagaimana Pasal 23 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 menegaskan bahwa segala putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan mencantumkan pasal-pasal peraturan perundang-undangan tertentu yang bersangkutan dengan perkara yang diputus atau berdasarkan hukum tak tertulis maupun yurisprudensi atau doktrin hukum. 17
Abdul Manan menyebutkan bahwa dalam pertimbangan hukum, seorang hakim setelah mempertimbangkan dalil gugatan, bantahan atau eksepsi dari Tergugat serta dihubungkan dengan bukti- bukti yang ada lalu menarik kesimpulan dari semua hal tersebut diatas, selanjutnya seorang hakim menuliskan dalil-dalil hukum syara yang menjadi sandaran pertimbangannya dengan mengutamakan dalil yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits, baru pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh. 18
Pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh merupakan salah satu diantara sumber-sumber hukum acara di Peradilan Agama. 19 Namun dalam rangka unifikasi hukum berdasarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama Departemen Agama Nomor B/1/1735, tanggal 18 Februari 1958 sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang pengadilan luar Jawa dan Madura, kitab fiqh yang dapat dijadikan pedoman hukum acara ada 13 yaitu sebagai berikut; al-Bajuri, Fatchul Mu'in, Syarqowi 'ala Tahrir, Qalyubi/Mahalli, Fathul Wahhab dan Syarahnya, Tuhfah, Targhibul Musytaq, Qawaninus Syari'ah Lis Sayyid bin Yahya, Qawaninus Syari'ah Lis Sayyid Sadaqah Dahlan, Syamsuri fil Faraidh, Bugyatul Mustarsyidin, al-Fiqh 'ala Madzahib Arba'ah dan Mugnil Muhtaj. 20
Salah satu keistimewaan dan perbedaan putusan pengadilan agama dengan yang lainnya adalah adanya doktrin-doktrin dari qur'an, hadits dan aqwal fuqaha. Karenanya jika kita meneliti putusan-putusan yang terdapat pada buku yurisprudensi terutama
17 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Cet.II; Sinar Grafika, Jakarta, 2005), h. 798.
18 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Cet.II; Yayasan al-Hikmah, Jakarta, 2001), h. 200.
19 Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari'ah di Indonesia (Cet.I; IKAHI, Jakarta, 2008), h. 41.
20 Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari'ah di Indonesia.
Nur Aisyah
buku yurisprudensi lama, kita akan menemukan banyak sekali dalil-dalil qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang dijadikan sandaran pertimbangan dalam putusan. Dalam makalah ini, penulis berusaha mengumpulkan dan menginventarisir dalil-dalil baik dari al-Qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang penulis dapatkan dari beberapa yurisprudensi putusan Pengadilan Agama yang ada pada penulis dengan harapan bisa bermampaat bagi para pihak yang membutuhkannya terutama para hakim dalam lingkungan peradilan agama.
Dalil-dalil dari Qur'an 1). QS. al-Maidah ayat 1, yang berbunyi:
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.
Ayat ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah 21
2). QS. an-Nur ayat 6-7 yang berbunyi:
Terjemahnya:
Dan orang-orang yang menuduh istrinya berbuat zina padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang yang benar(6) Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.
Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 505/1984 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya dalam perkara gugat cerai. 22
3) QS. al-Ruum Ayat. 21 yang berbunyi:
21 Mimbar Hukum Islam No.66 Desember 2008, h, 182.
22 Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,cet.1 th. 1987, h, 42
## Terjemahnya:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah, Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari dirimu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bagi tanda-tanda bagi kaum yang berakal.
Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor:283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara cerai gugat. 23
4) QS. al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi:
Terjemahnya:
Dan jika mereka berajam (berketetapan hati) talak maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat ini terdapat dalam pertimbangan putusan Nomor: 63/Pdt.G/1999/PA.SRG tentang perkara cerai talak. 24
5) QS. an-Nisa ayat 35, yang berbunyi:
Terjemahnya:
Dan jika kamu khawatirkan adanya persengketaan diantara keduanya, maka utuslah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam bermaksud mengadakan perbaikan (ishlah), niscaya Allah memberi taufiq kepada keduanya".
## Pola Pengambil Putusan Hakim
Bahwa tertib administrasi perkara adalah merupakan bagiaan dari Court Of Law yang mutlak harus dilaksanakan oleh semua aparat peradilan agama dalam rangka mewujudkan Peradi1an yang mandiri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini dapat terlaksana apabila aparat Peradilan Agama memahami pengertian administrasi secara luas. Dalam kepustakaan banyak dikenal pengertian administrasi yang banyak ditulis oleh para pakar, tetapi yang dimaksud administrasi dalam tulisan ini adalah suatu proses penyelenggaraan oleh seorang administratur secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok
23 Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,cet.1 th. 1987, h, 42
24 Yurisprudensi MARI, tahun 2003, h, 111
Nur Aisyah
yang telah ditetapkan semula. Yang dimaksud dengan proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara beruntun dan susul-menyusul, artinya selesai yang satu harus diikuti dengan pekerjaan yang lain sampai titik akhir. Proses itu sendiri meliputi enam hal yaitu : menghimpun, mencatat, mengolah, menggandakan, mengirim dan penyimpan. Sedangkan yang dimaksud dengan diatur adalah seluruh kegiatan itu harus disusun dan disesuaikan satu sarna lainnya supaya terdapat keharmonisan dan kesinambungan tugas. Adapun yang dimaksud dengan teratur adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang di1aksanakan secara terus menerus dan terarah sehingga tidak terjadi tumpang tindih ( overlap) dalam melaksanakan tugas, sehingga akan mencapai penyelesaian tugas pokok secara maksimal. Peradilan Agama, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 UU Nomor 3 Tahun 2006, adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Tugas pokoknya adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah (Pasal 49 UU 3/2006). Yang me1aksanakan tugas -tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut adalah Panitera, sebagaimana tersebut dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU Nomor 3 Tahun 2006. Panitera sebagai pelaksana kegiatan administrasi Pengadilan memiliki 3 (tiga) macam tugas :
1. Pelaksana Administrasi Perkara …
2. Pendamping Hakim dalam persidangan
3. Pelaksana Putusan/Penetapan Pengadilan dan Tugas-tugas Kejurusitaan lainnya.
Sebagai pelaksana administrasi perkara Panitera berkewajiban mengatur tugas dan para pembantunya, yakni Wakil Panitera dan Panitera Muda. Sebagai pendamping Hakim/Majelis dalam persidangan Panitera berkewajiban mencatat jalnnya persidangan dan dari catatan-catatan tersebut, hendaknya disusun berita acara persidangan. Dalam hal Panitera berhalangan maka Panitera dibantu oleh para Panitera Pengganti. Sebagai pelaksana putusan dan pelaksana tugas kejurusitaan lainnya, panitera dibantu oleh Jurusita Pengadilan Agama atau Juru Sita Pengganti.
Untuk Panitera Pengadilan Tinggi Agama, tugas Pelaksana Putusan/Penetapan Pengadilan tidak diatur. Hal ini karena sebagai peradilan tingkat banding Pengadilan Tinggi Agama tidak melaksanakan tugas-tugas kejurusitaan dan Eksekusi. Sebagai pe1aksana administrasi perkara Panitera berkewajiban untuk melaksanakan dengan tertib ketentuan seperti tersebut dalam pasal 99 Undang- Undang Nomor 7 tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yaitu membuat daftar semua perkara yang diterima kepaniteraan serta memberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya. Adapun tanggung jawab Panitera adalah sebagaimana dalam pasal 101 UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No 3 Tahun 2006 yaitu bertanggung jawab atas pengurusan perkara, penetapan atau putusan. dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara. uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di kepaniteraan. Da1am rangka pelaksanaan tugas pokok pengadi1an Panitera menerima perkara yang diajukan kepada Pengadilan Agama untuk diproses lebih lanjut. Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama melalui beberapa meja, yaitu meja I, meja II dan meja III. Pengertian meja tersebut adalah merupakan kelompok
## Nur Aisyah
pelaksana teknis yang harus dilalui oleh suatu perkara di Pengadilan Agama, mulai dari penerimaan sampai perkara tersebut di selesaikan.
1) Menerima gugatan, permohonan, perlawanan ( Verzet), pernyataan banding, kasasi, permohonan peninjauan kembali, eksekusi, penjelasan dan penaksiran biaya perkara dan biaya eksekusi.
2) Membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM) dalam rangkap tiga dan menyerahkan SKUM tersebut kepada calon penggugat atau pemohon.
3) Menyerahkan kembali surat gugatan/permohonan kepada calon penggugat/pemohon.
4) Menaksir biaya perkara sebagai ditetapkan dalam pasal 121 HIR/ 145 RBg yang kemudian dinyatakan dalam SKUM. Dalam perkara cerai talak, dalam menaksir biaya-biaya perkara diperhitungkan juga untuk keperluan pemanggilan sidang Ikrar Talak.
5) Penerimaan perkara perlawanan ( Verzet) hendaknya dibedakan antara perlawanan ( Verzet) terhadap putusan Verstek dengan perlawanan pihak ketiga ( Darden V erzet).
6) Penerimaan Verzet terhadap putusan Verstek tidak diberi nomar baru. sedang perlawanan pihak ketiga ( Darden Verzet) dicatat sebagai perkara baru dan mendapat nomor baru sebagai perkara gugatan.
7) Dengan demikian penerimaan perkara secara keseluruhan meliputi:
(1) Perkara Permohonan (2) Perkara Gugatan (3) Perkara Banding (4) Perkara Kasasi (5) Perkara PK (6) Perkara Eksekusi
8) Selain tugas-tugas penerimaan perkaraseperti tersebut di atas, maka meja pertama berkewajiban memberi penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan.
9) Dalam memberi penjelasan hendaknya dihindarkan dialog yang tidak periu dan untuk itu supaya diperhatikan surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Agama tanggai 11 lanuari 1994, Nomor:
MA/KumdiI/012/I/K/1994.
## KHI dan UU Perkawinan
1. Menurut KHI
Kehadiran KHI merupakan rangkaian dari fenomena sejarah hukum nasional yang dapat mengungkap makna ganda kehidupan masyarakat Islam Indonesia. Secara historis, pembuatan KHI bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi para justisiabel dan hakim-hakim pengadilan agama dalam perkara-perkara perdata tertentu di kalangan umat Islam Indonesia. Kepastian hukum dalam Islam menurut Warkum Sumitro adalah kesatuan hukum yang berlaku di lingkungan pengadilan agama. Di mana sebelum KHI terbit, hukum Islam yang diterapkan di peradilan agama simpang
Nur Aisyah
siur yang disebabkan oleh perbedaan pendapat para ulama dan para hakim di peradilan agama. Akibatnya bisa terjadi terhadap perkara yang sama, karena perbedaan tempat dan hakim yang menanganinya, putusannya menjadi berbeda. 25 Kemudian Rofiq mengatakan bahwa keberadaan KHI lebih didasarkan dalam rangka menyiapkan pedoman yang seragam (unifikasi) bagi hakim Pengadilan Agama dan menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. 26 Dengan secercah harapan agar tidak lagi terjadi kesimpangsiuran dalam memutuskan suatu perkara.
Maka dari itu, tidak berlebihan bila KHI menjadi suatu hal yang sangat dinantikan. Karena, dalam konteks Indonesia, peradilan agama sudah berusia cukup tua, akan tetapi tidak memiliki buku standar yang dapat dijadikan rujukan layaknya KUHPer atau KUHP. Untuk itulah, menurut Munawir Sadzali, 27 perlu dibentuk suatu produk hukum yang dapat dijadikan landasan yang pada tahun 1985 pemerintah memprakarsai proyek KHI dan diselesaikan pada tahun 1988. Adapun proses penyusunan KHI telah melibatkan representasi dari kalangan umat Islam (Ulama, Ormas, Perguruan Tinggi dan sebagainya). Acuan yang digunakan dalam pembuatan KHI adalah al-Quran dan Sunnah, pendekatan kompromi dengan hukum adat, dan merumuskan suatu yang baru dan belum terdapat pada nash.
Lebih lanjut, Munawir Sadzali 28 , mengatakan bahwa proyek pembuatan KHI ini diketuai oleh Bustanul Arifin dengan menempuh beberapa langkah diantaranya adalah, menyiapkan permasalahan (masail), membahas buku-buku Fiqh, menelusuri sejarah yurisprudensi Islam dan melakukan studi banding. Fatwa-fatwa ulama dari berbagai ormas dan lembaga fatwa lainnya, kemudian wawancara dengan beberapa ulama, yurisprudensi kumpulan fatwa Peradilan Agama yang terdiri dari 15 buku dan hukum Islam yang dipraktekkan di negara-negara muslim di Timur Tengah. Setelah dilaporkan kepada ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama pada tahun 1978 yang diteruskan dengan lokakarya pada tahun 1988. Setelah lokakarya itu, diadakan penambahan pada konsep KHI.
Kemudian bila diperhatikan, antara jenjang pembuatan dan pengesahan KHI terdapat rentang waktu yang sangat panjang (6 tahun). Hal itu dikarenakan KHI belum memiliki baju hukum yang kuat berupa Undang-Undang Peradilan Agama (UUPA). Maka setelah UUPA dibuat yang tentunya menghadapi berbagai pro-kontra, dan KHI dianggap sempurna maka, proyek antara Mahkamah Agung dan Menteri Agama itu kemudian ditandatangani Presiden berupa Inpres No. 1 tahun 1991 tepatnya pada tanggal 10 Juni 1991. Adapun sasaran proyek ini lanjut mantan Menteri Agama ini adalah mempersiapkan rancangan buku hukum dalam bidang Perkawinan, Waris dan Wakaf.
Setelah KHI disahkan dan diberlakukan maka, kerancuan yang terserak perlahan dapat diatasi, di mana pada awalnya para hakim memutuskan perkara dengan
25 Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), h. 182.
26 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Cet.III; Jakarta: Pt Grafindo Persada, 1998), h. 43
27 Munawir Sadzali dalam Didin Muttaqien, dkk (ed.), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 1993), h. 2.
28 Munawir Sadzali dalam Didin Muttaqien, dkk (ed.), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia .
latar belakang mazhab masing-masing, yang berdampak pada jurang disparatis putusan-putusan yang jauh dari rasa keadilan, perlahan pupus. Pada dasarnya, memang disadari bahwa banyak sekali kekurangan dalam KHI, namun kurang bijak bila diabaikan ajaran Ushul Fiqh, mala yudraku julluhu latudraku kulluh (apa yang tidak bisa dipenuhi semuanya, jangan ditinggalkan semuanya). Karena kehadiran KHI dianggap untuk mempertegas Peraturan Pemerintah sebelumnya baik tentang perkawinan (No. 9/1975), Wakaf maupun Waris.
Terlepas dari kekurangan draf KHI, sebagaimana menurut Amir Mu’alim 29 , bahwa KHI terkesan malu-malu dan tidak terhormat dan tumpang tindihnya peraturan yang ada yang kemudian ditambah oleh Muhammad Amin Suma 30 , dengan mengatakan bahwa Inpres yang dalam tertib hukum Indonesia sangat jauh di bawah Undang-Undang, kita membuka tangan dengan lebar untuk menerimanya.
Betapa tidak, bila ditilik pendapat Ahmad Rofiq 31 dengan mengutip ungkapan Abdurrahman yang mengatakan bahwa dalam konsideran Instruksi Presiden dinyatakan bahwa ulama Indonesia dalam lokakarya yang diselenggarakan di Jakarta telah menerima baik rancangan buku KHI, bahwa KHI tersebut oleh instansi pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya, dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang tersebut. Oleh karena itu, KHI perlu disebarluaskan.
Selanjutnya, dengan menunjuk Pasal 4 (1) UUD 1945 “Presiden RI memegang kekuaasaan pemerintahan menurut UUD” Presiden menginstruksikan kepada Me nteri Agama untuk: Pertama, menyebarluaskan KHI yang terdiri dari buku perkawinan, kewarisan dan perwakafan sebagaimana telah diterima baik oleh para alim ulama Indonesia dalam lokakarya di Jakarta pada tanggal 2 sampai dengan 5 Februari 1988, untuk digunakan oleh instansi pemerintahan dan oleh masyarakat yang memerlukannya. Kedua, melaksanakan Instruksi ini dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggungjawab.
Jadi, lanjutnya, penekanan dari instruksi tersebut adalah penyebarluasan dan dipedomani. Secara tegas, masih menurut Ahmad Rafiq, memang tidak ada teks khusus berkenaan dengan kedudukan dan fungsi kompilasi tersebut. Namun, seakan-akan dari dua kata tersebut, kompilasi tidak mengikat. Artinya, masyarakat dan instansi dapat memakai dan dapat pula tidak memakainya. Hal ini, tentu tidak sesuai dengan latar belakang dari penetapan kompilasi ini. Karena itu, pengertian sebagai pedoman harus dipahami sebagai tuntutan atau petunjuk yang harus dipakai baik oleh Pengadilan Agama maupun warga masyarakat dalam menyelesaikan sengketa mereka dalam bidang hukum perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Kemudian bila disimak bahwa produk pemikiran hukum Islam sejauh ini tidak hanya terletak pada Fiqh an-sich, akan tetapi sudah merambah pada fatwa, Putusan pengadilan dan Undang-undang. Pertanyaanya adalah, di mana posisi KHI bila mengacu pada uraian di atas? Amir Syarifuddin yang dikutip Ahmad Rofiq 32
29 Amir Mu’alim dalam Jurnal Unisia No. 48/XXVI/II/2003 yang berjudul Reformasi Peran Hukum Islam di Indonesia , h. 156.
30 Muhammad Amin Suma dalam Jurnal Unisia No. 48/XXVI/II/2003 dengan judul Reformasi Peran Hukum Islam di Indonesia , h. 181.
31 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Cet. III; Jakarta: PT GrafindoPersada, 1998), h. 26.
32 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia , h. 29.
Nur Aisyah
mengatakan bahwa kompilasi merupakan puncak pemikiran Fiqh Indonesia. Sebab, yang terjadi sebenarnya adalah perubahan bentuk dari kitab-kitab Fiqh menjadi terkodifikasi dan terunifikasi dalam KHI yang substansi muatannya tidak banyak mengalami perubahan.
Dalam hal ini, Rofiq mengatakan bahwa kompilasi yang sering disebut sebagai Fiqh dalam bahasa perundang-undangan merupakan karya bersama ulama dan umat Islam Indonesia. Karena itu, hendaknya ia dipahami dan ditempatkan sebagai pedoman hukum yang dijadikan referensi hukum dalam menjawab setiap persoalan hukum yang muncul, baik di Pengadilan Agama maupun di masyarakat. Namun, lanjut Rofiq, mengingat kompilasi ditegaskan melalui Instruksi Presiden maka kompilasi lebih dekat sebagai perundang-undangan. 33
Hakim dalam hal ini menurut Prof. Atho Mudzhar dalam Satria Effendi adalah yang telah ditakdirkan harus belajar sepanjang hayatnya. Prof. Atho Mudzhar, mengutip pendapat Paul Scholten, sarjana Belanda yang mengatakan bahwa putusan Hakim itu adalah putusan dari akal pikiran dan hati nurani. Kalau cacat sedikit saja, maka putusannya akan menjadi siksaan kepada rasa keadilan masyarakat. 34 2. Menurut UU Perkawinan
1) Pengertian perkawian Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai di sini tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga mempunyai unsur batin/rohani. 35
2) Pengertian Perkawinan Menurut Hukum Islam
Perkawinan adalah sunatullah berlaku bagi semua umat manusia guna melangsungkan hidupnya dan untuk memperoleh keturunan, maka agama Islam sangat menganjurkan perkawinan. Anjuran ini dinyatakan dalam bermacam-macam ungkapan yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadist, hal ini sesuai dengan Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan akad yang kuat/mitzaaqah qhaliidhan untuk mentaati Perintah Allah SWT dan melakukannya merupakan ibadah. Selain itu perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.
Kata Mitzaaqan Qhaliidhan itu ditarik dalam Firman Allah SWT dalam surat An-Nissa ayat 21 yang artinya:
33 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia , h. 31.
34 Atho Mudzhar dalam Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer , Edisi I (Jakarta: Kencana, 2004), h. xxii.
35 Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam , Bumi Angkasa, Jakarta, h. 2.
## ْفَأ ْدَق َو ُهَنوُذُخْأَت َفْيَك َو
اًقاَثي ِم ْمُكْن ِم َنْذ َخَأ َو ٍضْعَب ٰىَلِإ ْمُكُضْعَب ٰىَض
## اًظيِلَغ
Terjemahan:
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagaian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil da ri kamu perjanjian yang kuat”
Maksud perkataan nikah sebagaimana yang terdapat pada ayat tersebut bukan merupakan perjanjian yang biasa, melainkan suatu perjanjian yang kuat.
Ditinjau dari sudut hukum adat, Ter Haar memberi pandangan yang berbeda dengan menyatakan, bahwa perkawinan tidak semata-mata sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Perkawinan oleh karenanya tidak hanya membawa akibat dalam hukum keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hukum adat. 36 Sementara menurut hukum agama, adalah perbuatan yang suci sebagai suatu perikatan jasmani dan rohani.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan definisi yang jelas mengenai pengertian perkawinan, kecuali memandang perkawinan dalam hukum perdata saja.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974, bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu, maka dari itu perceraian adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaaannya, sehingga dapat di katakan perceraian merupakan malapetaka yang perlu, untuk tidak menimbulkan malapetaka lain yang lebih besar bahayanya, dan perceraian juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3). Putusnya Perkawinan
3. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Sebelum membicarakan masalah putusnya perkawinan, ada baiknya dibicarakan terlebih dahulu (secara umum) perkawinan itu sendiri. Pengertian perkawinan menurut Sayuti Thalib, adalah suatu perjanjian suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, di mana suami istri harus saling menyantuni, mengasihi, dalam keadaan aman dan penuh kebahagian, moral, spiritual dan materil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 37
36 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Pandangan Hukum Adat, Hukum Agama (Bandung: CV. Mandar Maju, 2003), h. 8.
37 Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam , (Jakarta: Bumi Angkasa, t.thn), h. 2.
Nur Aisyah
Pada prinsipnya pokok-pokok perkawinan hendaknya : 38
1) Terdapat pergaulan yang ma’ruf antara suami -istri dan saling menjaga rahasia masing-masing serta saling membantu.
2) Terdapat pergaulan yang aman dan tentram (sakinah).
3) Pergaulan yang saling mencintai antara suami istri (mawaddah).
4) Pergaulan yang disertai rasa santun menyantuni terutama setelah tua mendatang (rahmat).
## PENUTUP
Kesimpulan
1. Peranan Hakim Pengadilan Agama dalam penerapan Hukum Islam adalah sebagai alat untuk menjaga keselarasan komponen-komponen hukum lainnya, secara fungsional. Dengan kata lain, tegaknya Hukum Islam, ditentukan oleh kemampuan peranan hakim pengadilan agama dalam menyelaraskan perangkat hukum dan kesadaran hukum, sehingga tercipta ketertiban dan kepastian hukum di dalam masyarakat.
2. Usaha-usaha yang harus dilakukan oleh Hakim Pengadilan Agama, mengoptimalkan peranannya adalah pertama, mengupayakan keselarasan antara ketertiban dan kepastian hukum. Kedua, mengupayakan fungsionalisasi keselarasan tersebut di dalam lingkungan yang dihadapi. Ketiga, mengupayakan efektifikasi hukum tersebut di dalam masyarakat. Di samping itu, hakim pengadilan agama juga harus memiliki kesadaran, pengetahuan dan keterampilan sosial yang memadai, sebab tuntutan yang muncul dari perubahan masyarakat menuntut peranan hakim pengadilan agama tidak hanya sekedar menyelesaikan benturan kepentingan di dalam masyarakat, tetapi juga mengarahka perubahan yang ada. Dengan kata lain, hakim pengadilan agama dituntut untuk memainkan peranannya, baik sebagai tenaga profesional maupun sebagai perencana sosial.
Implikasi
1. Hakim Pengadilan Agama harus memahami upaya Penegakan hukum Islam, baik dalam skala lokal maupun global, intensitas pemahaman yang mendalam atas situasi sosio kultur yang berada di dalam lingkup kekuasaannya. dalam meningkatkan intensitas pemahaman terhadap situasi tersebut, dibutuhkan suatu kerangka berpikir yang mampu memformulasikan fakta-fakta yang dihadapi masyarakat.
2. Hakim Pengadilan Agama juga dituntut untuk mampu berpikir realistis. Dibutuhkan suatu jalur pikiran yang mampu menjembatani aspek ideal dan aspek praktis, karena upaya Penegakan Hukum Islam bersifak praktis, yaitu yang diilhami oleh kerangka ideal, dan bergerak menurut garis rencana serta program sebagai jembatannya, maka jembatan yang tepat adalah beranjak dari realitas.
38 Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam , h. 4.
## DAFTAR PUSTAKA
Soekanto , Soerjono. " Ilmu-ilmu Hukum dan Pembangunan Hukum ," Analisis Pendidikan . Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983.
Deden Effendi, Kompleksitas Hakim Pengadilan Agama . Jakarta : Departemen Agama R.I., 1985.
Daniel S. Lev, Peradilan Agama di Indonesia: Studi tentang Landasan Politik Lembaga-Lembaga Hukum, alih bahasa H. Zaini Ahmad Noeh. Jakarta: PT Intermasa, 1980.
T. M. Hasbi Ash Shiddiqi, Peradilan Hukum Acara Islam . Bandung: PT Al-Maarif, 1964.
Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer . Surabaya: CV. Bintang Timur, 1996.
Maurice Duverger, Sosiologi Politik, alih bahasa Daniel Dhakidae. Jakarta: CV Rajawali, 1981.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia . Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Surabaya: Karina, 2004.
http://advosolo.wordpress.com/2010/05/15/kekuasaan-peradilan-agama/
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia . Cet. II (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,1998.
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan . Cet.II; Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama . Cet.II; Yayasan al-Hikmah, Jakarta, 2001.
Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari'ah di Indonesia . Cet.I; IKAHI, Jakarta, 2008.
Mimbar Hukum Islam No.66 Desember 2008, h, 182.
Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Cet.1 th. 1987..
Yurisprudensi MARI. Tahun 2003.
Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing, 2005.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia . Cet.III; Jakarta: Pt Grafindo Persada, 1998
Munawir Sadzali dalam Didin Muttaqien, dkk (ed.), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia . Yogyakarta: UII Press, 1993.
Amir Mu’alim dalam Jurnal Unisia No. 48/XXVI/II/2003 yang berjudul Reformasi Peran Hukum Islam di Indonesia .
Nur Aisyah
Muhammad Amin Suma dalam Jurnal Unisia No. 48/XXVI/II/2003 dengan judul Reformasi Peran Hukum Islam di Indonesia .
Atho Mudzhar dalam Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer , Edisi I. Jakarta: Kencana, 2004.
Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam . Jakarta: Bumi Angkasa.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Pandangan Hukum Adat, Hukum Agama . Bandung: CV. Mandar Maju, 2003.
Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam . Jakarta: Bumi Angkasa,
t.thn.
|
3e4b3663-9b1a-4869-8710-a48d1090b40e | https://jurnal.umt.ac.id/index.php/dmj/article/download/2477/1488 |
## PENINGKATAN MINAT BELI KONSUMEN MELALUI DAYA TARIK IKLAN DAN LABEL HALAL PRODUK LIPCREAM EMINA PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
Ismayudin Yuliyzar 1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Tangerang [email protected]
Shely Devi Enjelita 2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Tangerang
## ABSTRAK
Wanita tentu ingin selalu tampil cantik dimana pun kapan pun. Banyak yang dilakukan untuk mendapatkan tampilan yang diinginkan agar terlihat menawan. Hal yang paling umum dilakukan bagi kaum wanita adalah memakai produk-produk kosmetik. Tak banyak juga sebagian masyarakat yang masih kurang memperhatikan keamanan dan kehalalan suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Daya Tarik Iklan dan Label Halal terhadap Minat Beli Konsumen di Universitas Muhammadiyah Tangerang. Sampel penelitian ini adalah 80 responden pelanggan di Universitas Muhammadiyah Tangerang dari populasi 425 pelanggan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitaif. Pengumpulan data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel Daya Tarik Iklan (X1) berpengaruh secara positif terhadap Minat Beli Konsumen (Y) dan Label Halal (X2) berpengaruh secara positif terhadap Minat Beli Konsumen (Y). Dan secara simultan variabel Daya Tarik Iklan (X1) dan Label Halal (X2) berpengaruh secara positif terhadap Minat Beli Konsumen (Y). Kata kunci : Daya Tarik Iklan, Label Halal, Minat Beli Konsumen
## ABSTRACT
Women certainly want to always look beautiful wherever and whenever. A lot is being done to get the look you want to look good. The most common thing done for women is to use cosmetic products. Not too many people are still not paying attention to the safety and halalness of a product. This study aims to analyze the influence of the Attractiveness of Advertising and Halal Labels on Consumer Purchase Interest at the University of Muhammadiyah Tangerang. The sample of this study was 80 customer respondents at the University of Muhammadiyah Tangerang from a population of 425 customers. The method used is a quantitative method. Primary data collection was obtained from distributing questionnaires. The results showed that partially the Attractiveness of Advertising variable (X1) had a positive effect on Consumer Purchase Interest (Y) and the Halal Label (X2) has a positive effect on Consumer Purchase Interest (Y). And simultaneously the Attractiveness of Advertising variable (X1) and Halal Label (X2) has a positive effect on Consumer Purchase Interest (Y).
Keywords : Attractiveness of Ads, Halal Labels, Consumer Buying Interest
## A. PENDAHULUAN
Wanita tentu ingin selalu tampil cantik dimana pun kapan pun.
Banyak yang dilakukan untuk mendapatkan tampilan yang diinginkan agar terlihat menawan.
Hal yang paling umum dilakukan bagi kaum wanita adalah memakai produk-produk kosmetik. Kosmetik sudah menjadi suatu kebutuhan untuk sebagian wanita, terlebih untuk tampil menarik dengan menggunakan berbagai varian kosmetik. Agar tampil lebih cantik dan menarik. Konsumen harus selektif dalam memilih merek kosmetik yang sesuai dengan kebutuhannya. Kesadaran masyarakat tentang keamanan kosmetik yang digunakannya sudah semakin meningkat sejalan dengan munculnya berbagai kasus dampak penggunaan bahan berbahaya dalam kosmetika secara terbuka.
Tak banyak juga sebagian dari masyarakat yang masih kurang memperhatikan tentang keamanan kosmetik yang digunakannya. Selain itu, kehalalan suatu produk kosmetik juga menjadi pertimbangan para konsumen, terutama konsumen muslim. Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci atau najis. Produk tersebut bisa dikatakan haram jika produk kosmetik tersebut
mengandung bahan-bahan najis, yang tidak baik untuk manusia. Istilah halal dalam kehidupan sehari-hari
sering digunakan untuk makanan ataupun minuman yang diperolehkan untuk dikonsumsi menurut syariat islam. Sedangkan dalam konteks luas istilah
halal merujuk kepada segala sesuatu baik itu tingkah laku, aktifitas, maupun cara berpakaian dan lain sebagainya yang diperbolehkan atau diizinkan oleh hukum Islam.
Label halal merupakan pencantum tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Kehalalan akan menjadi penting dalam kajian pemasaran di Indonesia, karena saat ini konsumen akan memperlihatkan label halal yang tertera pada produk yang di perjual belikan pada pasar. Masih banyak juga kosmetik yang beredar tanpa adanya label halal dalam kemasan produknya dan tidak pasti akan kehalalannya serta keamanannya, akan tetapi masih banyak masyarakat yang mengkonsumsinya. Pada era
globalisasi ini khususnya hampir semua wanita memakai kosmetik dan yang paling sering digunakan atau dibeli yaitu lipcream, karna sebagian wanita berfikir dengan memakai lipstick atau lipcream dapat mengubah suatu penampilan. Walaupun kosmetik halal bukan sesuatu yang dimakan atau masuk ke dalam tubuh, kita tetap harus cermat memperhatikan jangan sampai kita menggunakan produk kosmetik yang berbahan najis karena ketentuan hukum islam sendiri sudah jelas bahwa ada aspek halal, haram dan najis. Umat muslim percaya bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang halal akan menjadi berkah dan sehat untuk manusia. Karena pengetahuan sebagian masyarakat akan kata halal demi
kebaikan dan kesehatan maka di era globalisasi ini sebagian dari
masyarakat mulai mencari produk- produk yang tercantum label halal karena islam mengajarkan kita agar senantiasa untuk mengkonsumsi yang ada dimuka bumi yang serba halal dan baik, baik makanan dan minuman bahkan selain itu seperti kosmetik, obat-obatan dan lain- lainnya.
Kosmetik dan obat-obatan keduanya disebut halal apabila bahan-bahan yang terkandung dalam keduanya harus dari bahan baku pilihan yang sesuai syariat islam dan memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama
Indonesia. Minat
beli dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Internal diri konsumen, yang berupa motivasi, persepsi, perasaan dan emosinya merupakan faktor internal. Sedangkan, hal-hal usaha pemasaran dan faktor sosial budaya merupakan faktor eksternal. Minat beli adalah sesuatu yang diperoleh dari proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat beli ini menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada dibenaknya itu. Menonton iklan merupakan bentuk strategi dalam memberikan atau memperkenalkan informasi mengenai produk yang dipamerkan.
Serta dapat diketahui bahwa intensitas menonton tayangan iklan cukup mampu mendorong konsumen
dalam pembelian produk. Dorongan konsumen dalam pembelian produk diperoleh dari aspek psikologi. Dimana aspek psikologi ini bertujuan untuk memunculkan timbulnya dorongan minat dalam diri konsumen setelah melihat iklan yang ditayangkan. Daya tarik dalam iklan menjadi hal yang sangat penting agar iklan mampu berkomunikasi dengan konsumen, dapat membujuk dan membangkitkan
serta mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan.
## B. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Pengertian Iklan Menurut Donni Juni (2017:174) mengatakan bahwa: iklan adalah sebagai segala bentuk pesan tentang produk perusahaan/pemasar yang disampaikan oleh perusahaan/pemasar melalui berbagai media dan dibiayai oleh perusahaan/pemasar, yang
ditujukan bagi kalangan tertentu atau masyarakat secara luas. Periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyampaian iklan.
## 2. Pengertian Label Halal
Menurut Yuswohady (2014:61) mengatakan bahwa:
salah satu label yang tercantum pada produk adalah label halal. Label halal adalah jaminan yang diberikan oleh suatu lembaga yang berwenang seperti Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI) untuk memastikan bahwa produk tersebut sudah lolos pengujian kehalalan sesuai syariat Islam. Pencantuman label halal bertujuan agar konsumen mendapatkan perlindungan kehalalan dan kenyamanan atas pemakaian produk tersebut. 3. Pengertian Minat Beli Konsumen Menurut Ali Hasan (2014:173) mengatakan bahwa: minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang. Minat beli masa mendatang sangat dipengaruhi oleh pelanggan-pelanggan yang berkaitan dengan harga, merek, promosi, iklan, rantai pasokan, kombinasi ( mix ) layanan, suasana, dan lokasi (tempat).
4. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2017:159) menyatakan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dinyatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data.
Dari uraian masalah yang ada dapat dimunculkan syarat hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
H1: Diduga Daya Tarik Iklan mempunyai pengaruh terhadap Minat Beli Konsumen pada pembelian Lipcream Emina H2: Diduga Label Halal mempunyai pengaruh terhadap Minat Beli Konsumen pada pembelian Lipcream Emina H3: Diduga Daya Tarik Iklan , Label Halal mempunyai pengaruh terhadap Minat Beli
Konsumen pada pembelian
Lipcream Emina
## C. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Asosiatif, untuk mengetahui pengaruh hubungan antara dua variabel atau lebih. Peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner,
wawancara terstruktur,
dan
sebagainya.
2. Penentuan Populasi dan Sampel populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subyek yang memunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono 2018:80). Populasi dalam penelitian ini adalah 80 mahasiswi Universitas Muhammadiyah Tangerang. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono 2018:81). Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Samping yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
## 3. Jenis dan Sumber Data
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan penelitian, maka digunakan metode pengumpulan sumber data primer dan skunder (Sugiyono,2018) 4. Metode Pengumpulan Data Menggunakan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah Kuesioner.
5. Metode Analisis Data
## a. Uji Validitas
Menunjukan derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti Sugiyono (2017:267)
b. Uji Reabilitas
Berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam penelitian kuantitatif suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama, atau peneliti sama dalam waktu berbeda menghasilkan dua yang sama, atau sekelompok data bila dipecah menjadi dua menunjukan data yang tidak berbeda Sugiyono (2017:268)
6. Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi linear sederhana adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mendifinasikan hubungan linier antara satu variabel predictor (independen, X) dan satu variabel respon (dependen, Y) Sugiyono (2017:188)
7. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linear berganda merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh dari beberapa prediktor terhadap kriterium
Sugiyono (2017:192)
8. Analisis Korelasi Sederhana Kegunaan analisis korelasi sederhana untuk mengetahui
derajat hubungan antara variabel bebas X (Independen) dengan variabel terikat Y (Dependen)
9. Analisis Korelasi Berganda Digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel bebas atau lebih yang secara bersama-sama dihubungkan dengan variabel terikat. 10. Pengujian Hipotesis a. Analisis Koefisien Determinasi Uji koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan minat beli konsumen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan Daya
Tarik Iklan dan Label Halal dalam menjelaskan minat beli konsumen sangat terbatas. Sedangkan nilai yang mendekati satu berarti Daya Tarik Iklan dan Label Halal memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi minat beli konsumen.
b. Uji t (Secara Persial)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing- masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya.
c. Uji F
Uji F adalah pengujian signifikasi yang digunakan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (X1 dan X2) secara bersama- sama terhadap variabel terikat (Y).
## D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 80 responden melalui penyebaran kuesioner. Untuk mendapatkan kecenderungan jawaban responden terhadap jawaban masing-masing variabel akan didasarkan pada rentang skor jawaban sebagaimana pada lampiran.
1. Analisis Statistik Deskriptif
a. Deskriptif Variabel Daya Tarik Iklan
Variabel daya tarik iklan pada penelitian ini diukur melalui 10 pertanyaan yang mempresentasikan indikator-indikator dari variabel tersebut. Hasil tanggapan terhadap daya tarik iklan.
Tabel 4.1 Tanggapan Responden Terhadap Daya Tarik Iklan Pernyataan STS (1) TS (2) RR (3) S (4) SS (5) X1.1 0 0 1 3 76 X1.2 0 2 20 21 37 X1.3 0 1 10 41 28 X1.4 0 1 16 36 27 X1.5 1 0 9 38 32 X1.6 0 1 12 35 32 X1.7 0 2 11 40 27 X1.8 0 1 11 32 36 X1.9 0 0 13 27 40 X1.10 0 2 20 21 37
## b. Deskriptif Variabel Label Halal
Variabel label halal pada penelitian ini diukur melalui 10 pertanyaan yang mempresentasikan indikator-indikator dari variabel tersebut. Hasil tanggapan terhadap label halal.
Tabel 4.2 Tanggapan Responden Terhadap Label Halal Pernyataan STS (1) TS (2) RR (3) S (4) SS (5) X1.1 0 0 6 36 38 X1.2 0 0 15 38 27 X1.3 0 2 13 41 24 X1.4 0 0 9 40 31 X1.5 0 1 13 41 25 X1.6 0 4 8 36 32 X1.7 0 1 13 37 29 X1.8 0 0 13 35 32 X1.9 0 1 13 41 25 X1.10 0 0 15 38 27
## c. Deskriptif Variabel Minat Beli Konsumen
Variabel minat beli konsumen pada penelitian ini diukur melalui 10 pertanyaan yang mempresentasikan indikator-indikator dari variabel tersebut. Hasil tanggapan terhadap minat beli konsumen.
Tabel 4.3 Tanggapan Responden Terhadap Minat Beli Konsumen Pernyataan STS (1) TS (2) RR (3) S (4) SS (5) X1.1 40 0 13 0 0 X1.2 18 2 20 2 0 X1.3 27 1 8 1 0 X1.4 37 2 7 2 0 X1.5 24 2 14 2 0 X1.6 25 0 12 0 0 X1.7 24 2 13 2 0 X1.8 32 0 9 0 1 X1.9 40 0 13 0 0 X1.10 32 4 8 4 0
2. Analisis Data
a. Uji Kualitas Data
1) Pengujian Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan setiap butir-butir dalam suatu daftar pernyataan. Uji ini dilakukan untuk mengukur data yang telah didapat setelah penelitian. Uji validitas akan menguji masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Daya Tarik Iklan (X1) Variabel Item Pernyataan r hitung r table Keterangan Daya Tarik Iklan (X1) Pernyataan 1 0,740 0, 185 Valid Pernyataan 2 0,656 0, 185 Valid Pernyataan 3 0,696 0, 185 Valid Pernyataan 4 0,599 0, 185 Valid Pernyataan 5 0,657 0, 185 Valid Pernyataan 6 0,764 0, 185 Valid Pernyataan 7 0,699 0, 185 Valid Pernyataan 8 0,645 0, 185 Valid Pernyataan 9 0,740 0, 185 Valid Pernyataan 10 0,563 0, 185 Valid
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Label Halal (X2) Variabel Item Pernyataan r hitung r table Keterangan Label Halal (X2) Pernyataan 1 0,590 0, 185 Valid Pernyataan 2 0,762 0, 185 Valid Pernyataan 3 0,744 0, 185 Valid Pernyataan 4 0,738 0, 185 Valid Pernyataan 5 0,720 0, 185 Valid Pernyataan 6 0,593 0, 185 Valid Pernyataan 7 0,667 0, 185 Valid Pernyataan 8 0,608 0, 185 Valid Pernyataan 9 0,735 0, 185 Valid Pernyataan 10 0,762 0, 185 Valid Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Minat Beli Konsumen (Y) Variabel Item Pernyataan r hitung r table Keterangan Minat Beli Konsumen (X2) Pernyataan 1 0,685 0, 185 Valid Pernyataan 2 0,664 0, 185 Valid Pernyataan 3 0,690 0, 185 Valid Pernyataan 4 0,632 0, 185 Valid Pernyataan 5 0,678 0, 185 Valid Pernyataan 6 0,742 0, 185 Valid Pernyataan 7 0,702 0, 185 Valid Pernyataan 8 0,645 0, 185 Valid Pernyataan 9 0,671 0, 185 Valid Pernyataan 10 0,583 0, 185 Valid
## 2) Pengujian Reabilitas
Uji reabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel. Reabilitas diukur dengan uji statistic Cronbach’s Alpha (0,60).
Tabel 4.7 Hasil Uji Reabilitas Variabel Cronbach’s Alpha Standar Reabilitas Status Daya Tarik Iklan 0,865 0,60 Reliabel Label Halal 0,878 0,60 Reliabel Minat Beli Konsumen 0,878 0,60 Reliabel
Dari hasil reabilitas bahwa masing-masing dari setiap variabel yaitu, daya tarik iklan, label halal dan minat beli konsumen dinyatakan reliabel karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,60.
b. Analisis Regresi
1) Analisis Regresi Linier Sederhana
Tabel 4.8
Analisis Regresi Sederhana Variabel Daya Tarik
Iklan Terhadap Minat Beli Konsumen
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui regresi linier daya tarik iklan terhadap minat beli konsumen dengan nilai konstanta sebesar 9,773, artinya jika daya tarik iklan nilainya 0, maka tingkat minat beli konsumen sebesar 9,773.
Tabel 4.9
Analisis Regresi Sederhana variabel
LabelHalal Terhadap Minat Beli Konsumen Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s t Sig. B Std.
Error Beta 1 (Constant) 5,360 2,398 2,236 ,029 Label Halal ,872 ,057 ,867 15,35
0 ,000 a. Dependent Variable: Minat Beli Konsumen
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 9,773 2,600 3,759 ,000 Daya Tarik Iklan ,750 ,060 ,816 12,45 8 ,000
a. Dependent Variable: Minat Beli Konsumen
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui regresi linier label halal terhadap minat beli konsumen dengan nilai konstanta sebesar 5,360, artinya jika label halal nilainya 0, maka tingkat minat beli konsumen sebesar 5,360.
## 2) Analisis Regresi Linier Berganda
Tabel 4.10 Analisis Regresi Berganda Variabel Daya Tarik Iklan
Dan Label Halal Terhadap Minat Beli Konsumen Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3,063 2,224 1,377 ,172 Daya Tarik Iklan ,327 ,075 ,356 4,367 ,000 Label Halal ,592 ,082 ,589 7,225 ,000 a. Dependent Variable: Minat Beli Konsumen
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Dari persamaan tersebut dapat diketahui :
a) Konstanta sebesar 3,063, artinya bahwa nilai konsisten variabel minat beli konsumen adalah sebesar 3,063.
b) Koefisien regresi X 1 sebesar 0,327 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% nilai daya tarik iklan, maka minat beli konsumen akan bertambah sebesar 3,063.
c) Koefisien regresi X 2 sebesar 0,592 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% nilai label halal, maka minat beli konsumen akan bertambah sebesar 0,592.
Y = 3,063 + 0,327X 1 + 0,592X 2 + 0,592X 2
c. Analisis Korelasi
1. Analisis Korelasi Sederhana
Tabel 4.11
## Hasil uji Korelasi Sederhana Daya Tarik Iklan
Terhadap Minat Beli Konsumen
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai Pearson Correlation sebesar 0,816 karena hasil tersebut berada diantara 0,80 – 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara daya tarik iklan terhadap minat beli konsumen.
Tabel 4.12
Hasil Uji Korelasi Sederhana Label Halal Terhadap Minat Beli Konsumen Correlations Label Halal Minat Beli Konsume n Label Halal Pearson Correlation 1 ,867 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 80 80 Minat Beli Konsumen Pearson Correlation ,867 ** 1 Sig. (2-tailed) ,000 N 80 80 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai Pearson Correlation sebesar 0,867 karena hasil tersebut berada diantara 0,80 – 0,1000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara variabel label halal terhadap minat beli konsumen.
Correlations
Daya Tarik Iklan Minat Beli Konsume n Daya Tarik Iklan Pearson Correlation 1 ,816 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 80 80 Minat Beli Konsumen Pearson Correlation ,816 ** 1 Sig. (2-tailed) ,000 N 80 80
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
## d. Analisis Korelasi Berganda
Table 4.13
Hasil Uji Korelasi Berganda
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,895 karena hasil tersebut berada diantara 0,80 – 0,1000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabel daya tarik iklan dan label halal terhadap minat beli konsumen.
## e. Uji t
Tabel 4.14
Uji Daya Tarik Iklan Terhadap
Minat Beli Konsumen
Dari tabel diatas diketahui bahwa t hitung sebesar 12,458 dengan taraf signifikansi 5% Uji 2 sisi dan df = n – 2 = 80 -2 =78 , sehingga didapat t tabel sebesar 1,664 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa t hitung 12,458 > t tabel 1,664 dan nilai sig 0,000 < 0,05 artinya Ha 1 diterima dan Ho 1 ditolak sehingga terdapat pengaruh Daya Tarik Iklan (X1) terhadap Minat Beli Konsumen (Y).
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,895 a ,801 ,795 2,256
a. Predictors: (Constant), Label Halal, Daya Tarik Iklan
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Consta nt) 9,773 2,600 3,75 9 ,000 Daya Tarik Iklan ,750 ,060 ,816 12,4 58 ,000 a. Dependent Variable: Minat Beli Konsumen
## Tabel 4.15
Uji Label Halal Terhadap
Minat Beli Konsumen
Dari tabel diatas diketahui bahwa t hitung sebesar 15,350 dengan taraf signifikansi 5%. Uji 2 sisi dan df = n -2 = 80 -2 = 78, sehingga didapat t tabel sebesar 1,664 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa t hitung 15,350 > t tabel 1,664 dan nilai sig 0,000 < 0,05 artinya Ha 1 diterima dan Ho 1 ditolak sehingga terdapat pengaruh Label Halal (X2) terhadap Minat Beli Konsumen (Y).
## f. UJI F
Tabel 4.16
Hasil Uji F
Dari tabel diatas diketahui F hitung sebesar 154,638 dengan taraf signifikansi 5% df 1 = k-1 (3-1=2) dan df 2 = n-k (80-3= 77) diperoleh F tabel sebesar 3,12. Dengan demikian berdasarkan hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa f hitung 154,638 > f tabel 3,12 dan nilai sig 0,000 < 0,05 artinya Ha diterima dan Ho ditolak sehingga terdapat pengaruh daya tarik iklan (X1) dan label halal (X2) secara simultan terhadap minat beli konsumen (Y).
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 5,360 2,398 2,23 6 ,029 Label Halal ,872 ,057 ,867 15,3
50 ,000 a. Dependent Variable: Minat Beli Konsumen
ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regressi on 1574,409 2 787,205 154,6 38 ,000 b Residual 391,978 77 5,091 Total 1966,388 79 a. Dependent Variable: Minat Beli Konsumen b. Predictors: (Constant), Label Halal, Daya Tarik Iklan
E. Kesimpulan 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa daya tarik iklan dan label halal berpengaruh terhadap minat beli konsumen pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), berikut ini adalah kesimpulan dari hasil penelitian: a. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang sangat kuat antara daya tarik iklan dengan minat beli konsumen mahasiswi Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) dengan hasil olah data : 1) Nilai koefisien determinasi 0,816. 2) Nilai pengujian t memperoleh t hitung > t tabel (12,458 > 1,664). Ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. 3) Memiliki nilai signifikan sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya tarik iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen. b. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang sangat kuat antara label halal dengan minat beli konsumen pada mahasiswi
Universitas Muhammadiyah
Tangerang (UMT) dengan hasil olah data :
1) Nilai koefisien determinasi 0,867. 2) Nilai pengujian t memperoleh t hitung
> t tabel
(15,350 > 1,664). Ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
3) Memiliki nilai signifikan sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 (0,000
< 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa label halal berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen.
c. Dari hasil penelitian uji f diperoleh kesimpulan bahwa variabel daya tarik iklan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Hal ini ditunjukan pada hasil perhitungan SPSS 20 yang menjelaskan bahwa nilai F hitung > F tabel (154,638 > 3,12) maka, Ho ditolak Ha diterima. Hal ini menunjukan bahwa variabel daya tarik iklan dan label halal secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel minat beli konsumen.
Dengan demikian hipotesis menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif atau signifikan daya tarik iklan dan label halal terhadap minat beli konsumen.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Konoras. 2017. Jaminan Produk Halal di Indonesia Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen . Rajawali Press: Depok. Abdul Rauf dan Ismayudin Yuliyzar. 2016. Manajemen Pemasaran , CV Grafika Arta Nawala: Jakarta. Ali Hasan. 2014. Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan . CAPS: Yogyakarta.
A.Shimp, Terence. 2014. Komunikasi Pemasaran Terpadu dalam Periklanan dan Promosi . Salemba Empat: Jakarta. Buchari Alma. 2014. Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran
Jasa. Alfabeta: Bandung.
Buchari Alma. 2018. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa . Alfabeta: Bandung.
Donni Juni Priansa. 2017. Komunikasi
Pemasaran Produk . Pustaka Setia: Bandung. Gunawan Adisaputro. 2014. Manajemen Pemasaran . UPP STIM YKPN: Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu SP. 2018. Sumber Daya ManusiaEdisi Revisi .
PT Bumi Aksara: Jakarta.
Hery. 2019. Manajemen Pemasaran. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia: Jakarta. Herlambang, Susatyo. 2014. Basic Marketing (Dasar-dasar Marketing) Cara Mudah Memahami Ilmu Pemasaran . Gosyeng Publishing: Yogyakarta.
Kotler dan Amstrong. 2014. Principle of Marketing . ( Edisi Empat
Belas ). Erlangga: Jakarta.
Kotler dan Kevin Lane Keller. 2018. Manajemen Pemasaran . Erlangga: Jakarta. Morissan. 2015. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa . Kencana: Bandung. Nadirsyah Hosen. 2015. Hukum Makanan tanpa Label Halal hingga Memilih Mazhab yang cocok . Mizania: Jakarta.
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. 2015. Manajemen Pemasaran ( Jilid 1 ) ( Edisi 13 ). Erlangga:
Jakarta.
Sofyan Hasan. 2016. Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif . Aswaja: Yogyakarta. Sudaryono. 2014. Perilaku Konsumen Dalam Prespektif Pemasaran . Lantera Ilmu Cendekia: Jakarta. Sudaryono. 2017. Manajemen Pemasaran dan Teori Implementasi . Andi: Yogyakarta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. PT.Alfabeta: Bandung Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. PT.Alfabeta: Bandung. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Alfabeta: Bandung.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian
Kuantitatif . PT.Alfabeta: Bandung. Terry, George R dan Leslie W.Rue. 2014. Dasar-Dasar Manajemen . penerjemah G.A
Ticoalu. PT Bumi Aksara:
Jakarta
Thamrin, HM.2015. Pengantar Bisnis , Media Pustaka: Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy. 2014. Pemasaran Jasa . Andi: Yogyakarta Yuswohady. 2014. Marketing to the Middle Class Muslim- Kenali Perubahannya, Paham Perilakunnya, Petakan Strateginya. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.. Zulham. 2018. Peran Negara dalam Perlindungan Konsumen Muslim terhadap Produk Halal ( Edisi Pertama ). Kencana: Jakarta.
http://www.halalmui.org/mui14/ Diaks es (19 Maret 2019, 20:17) http://www.halalmui.org/mui14/index. php/main/ceklogin_halal/produk_halal _masuk/1 Diakses (19 Maret 2019, 20:36) https://www.paragon-innovation.com/ Diakses (15 Agustus 2019, 13:17) https://www.paragon- innovation.com/about-paragon Diakses
(15 Agustus 2019, 14:03)
|
112530a4-609d-4909-8558-db4d93db8fe0 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jmi/article/download/2129/1648 |
## PENERAPAN FITUR RECYCLEVIEW LIBRARY JSON DAN METODE STRING MACHING PADA PEMBANGUNAN APLIKASI PEMASARAN PRODUK UMKM MARGA SAKTI BERBASIS ANDROID
Alvian Febri Wibianto 1 , Muntahanah 2 .
1 Mahasiswa, Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Bengkulu, Indonesia Alamat (Kampus I: Jl. Bali Kota Bengkulu 38119Telp. (0736) 22765, Fax. (0736) 26161; e-mail: [email protected] ) 2 Dosen Tetap Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Bengkulu Kampus I: Jl. Bali Kota Bengkulu 38119Telp. (0736) 22765, Fax. (0736) 26161; e-mail: [email protected] )
(received : November 2021, revised : Februari 2022, accepied : April 2022)
ABSTRAK - UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) merupakan usaha
yang didirikan oleh pribadi/perorangan/badan usaha yang memenuhi kriteria, UMKM biasanya memiliki modal terbatas, karena modal hanya berasal dari pemilik usaha atau sekelompok kecil orang yang menginvestasikan modal untuk UMKM tersebut. Metode string matching yang merupakan bagian dalam proses pencarian string memegang peranan penting untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kebutuhan informasi dengan lebih cepat. Dalam mencari data kategori makanan dan minuman. Maka rumusan masalahnya bagaimana penerapan fitur recycleview, json dan metode string matching pada pembangunan aplikasi pemasaran produk umkm desa margasakti berbasis android. Dengan tujuan penelitian ini dapat membuat aplikasi pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti berbasis android dengan menerapkan proses pencarian data menggunakan metode string matching. Diharapkan aplikasi ini selalu up to date sehingga aplikasi ini mengikuti perkembangan teknologi informasi berbasis android menggunakan framework flutter dan bahasa pemograman kotlin.
Kata Kunci : Aplikasi, Android, JSON, Webservice
ABSTRACT - MSMEs (Micro, Small and Medium Enterprises) are businesses that are established by individuals / business entities that meet the criteria. MSMEs usually have limited capital, because the capital only comes from business owners or small groups of people who invest capital in these MSMEs. The method of matching is a part of the process of obtaining strings and holds an important role. In looking for data on food and drink categories, the problem was formulated how to implement the current cycleview, json and matching methods for the development of android-based product marketing applications for MSMEsof Margasakti village. For the purpose of this research, it can be used to make marketing applications for MSMEs products using the Android-based application method for the application of the MSME product marketing process with matching methods. It is hoped that this application will always be up to date so that this application follows the development of information technology based on Android using the framework flutter and the kotlin programming language.
Keywords: Application, Android, JSON, Webservice
## I. PENDAHULUAN
UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)
merupakan
usaha yang didirikan oleh pribadi/perorangan/badan usaha yang memenuhi kriteria, UMKM biasanya memiliki modal terbatas, karena modal hanya berasal dari pemilik usaha atau sekelompok kecil orang yang menginvestasikan modal untuk UMKM tersebut. Pada umumnya UMKM masih menggunakan teknologi sedehana untuk memasarkan produknya.
UMKM dalam hal ini memiliki peran besar dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian karena dengan banyaknya jumlah penduduk, UMKM berperan untuk menambah lapangan kerja. Produk UMKM diindonesia masih menemui kesulitan dalam pemesanan produk UMKM salah satu kendala yang dialami oleh UMKM adalah mengenai pemasaran yang masih terbatas.
Untuk itu diperlukan strategi khusus dalam upaya peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang diperlukan oleh pelaku UMKM untuk menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat, dengan demikian pelaku UMKM dapat memanfaatkan teknologi seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya sehingga pelaku UMKM dapat melakukan pengembangan teknologi berbasis android.
Di lain sisi, dari seluruh pelaku UMKM menggunakan Smartphone dimana 96,5% diantaranya menggunakan sistem operasi Android. Teknologi yang dengan mudah di akses saat ini, yaitu dengan menggunakan teknologi mobile . Selain itu, juga didukung pemanfaatan teknologi dan fitur dari GCM ( Google Cloud Messagaging ) yang berfungsi sebagai notifikasi adanya pengguna yang ingin memesan maupun bertanya mengenai UMKM yang bersangkutan. (Prasmadewa, 2016)
Metode string matching yang merupakan bagian dalam proses pencarian string memegang peranan penting untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kebutuhan informasi dengan lebih cepat. Dalam mencari data kategori makanan dan minuman, dibutuhkan pencarian sehingga informasi lengkap mengenai produk, lokasi pembuatan, deskripsi produk dapat dilihat secara cepat.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul yaitu
“ Penerapan Fitur Recycleview Library JSON Dan Metode String Maching Pada Pembangunan Aplikasi Pemasaran Produk Umkm Marga Sakti Berbasis Android ” . II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Implementasi Algoritma Pencocokan String Knuth morris-Pratt Dalam Aplikasi Pencarian Dokumen Digital Berbasis Android. (Rossaria, 2015) Pada penelitian ini dibangun sebuah aplikasi yang bertujuan untuk mencari dokumen yang berasal dari Android dan mengaplikasikannya dengan menggunakan algoritma pencocokan string sebagai salah satu cara untuk menemukan dokumen digital yang terdapat pada Android. aplikasi ini dibangun berbasis Android dengan menggunakan algoritma Pencocokan string Knuth- Morris-Pratt sebagai algoritma dalam aplikasi pencarian dokumen, dan dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman JAVA dengan IDE ECLIPSE JUNO, analisis perancangan sistem ini menggunakan Unified Modeling Language (UML). Dapat disimpulkan bahwa aplikasi ini dapat melakukan pencarian dokumen digital yang terdapat dalam Android dengan menggunakan algoritma Knuth-Morris-Pratt. Hasil pencarian yang ditampilkan berupa dokumen-dokumen yang tersedia dalam Android dan informasi mengenai jumlah dari dokumen yang tersedia dalam Android tersebut, serta menunjukkan bahwa algoritma Knuth-Morris-Pratt bisa digunakan dalam aplikasi pencarian dokumen pada Android.
2. Penerapan Algoritma Pencocokan String Knuth- Morris-Pratt Sebagai Algoritma Pencocokan DNA. (Wicaksono, 2017)
Di era modern ini, identifikasi seseorang bisa dilakukan dengan berbagai cara yang dahulu dianggap tidak mungkin. Selain melalui pencocokan sidik jari, pencocokan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk mengidentifikasi seseorang. Pencocokan DNA ini sangat mirip dengan konsep pencocokan string yang sering di pakai di bidang informatika. Bisa dibilang sama dengan pencocokan string karena pada pencocokan DNA juga mencoba untuk mencari kesamaan antara teks sample dengan pattern yang telah ada. Pada pencocokan DNA kita mencari kecocokan antara DNA pattern yang merupakan DNA dari orang yang ingin diidentifikasi dengan DNA sample yaitu DNA kerabat dekat orang yang akan diidentifikasi. DNA bisa digambarkan sebagai kumpulan gugus karbon dimana setiap gugus karbon dapat dianalogikan sebagai karakter, sehingga DNA itu sendiri bisa diibaratkan sebagai rangkaian karakter atau string. Karena kesamaan itu, maka algoritma yang biasa digunakan pada pencocokan string bisa juga dipakai sebagai algoritma untuk mencocokan DNA. Salah satu algoritma pencocokan string yang mangkus adalah algoritma Knuth-Morris- Pratt. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai cara kerja algoritma Knuth-Morris-Pratt dalam pencocokan DNA serta kompleksitas waktu yang dimiliki algoritma tersebut.
A. Aplikasi
Aplikasi adalah suatu sub kelas dari suatu perangkat lunak komputer yang memanfaatkan kemampuan komputer secara langsung untuk melakukan suatu tugas yang diinginkan pengguna. Aplikasi dapat
juga dikatakan sebagai penerjemah perintah yang dijalankan pengguna komputer untuk diteruskan ke atau diproses oleh perangkat keras. Selain itu aplikasi juga mempunyai fungsi sebagai pelayan kebutuhan beberapa aktifitas yang dilakukan oleh manusia seperti sistem untuk software jual beli, permainan atau game online, pelayanan masyarakat dan hampir semua proses yang dilakukan oleh manusia dapat dibantu dengan mengunakan suatu aplikasi. (Mulyawati, 2017)
Aplikasi adalah program yang siap digunakan untuk melakukan suatu fungsi bagi pengguna aplikasi dan dapat dimanfaatkan oleh sasaran yg akan dituju. Aplikasi merupakan program yang secara langsung dapat melakukan proses-proses yang di gunakan dalam komputer oleh pengguna. Aplikasi merupakan kumpulan dari file-file tertentu yng berisi kode program yang menghubungkan antara pengguna dan perangkat keras komputer. (Prasmadewa, 2016)
B. Pemasaran
Pemasaran suatu penyerahan barang atau jasa dengan memperoleh balas jasa berupa sejumlah uang yang jumlahnya sesui dengan harga yang ditetapkan atau telah disepakati untuk barang dan jasa yang telah diserahkan. Bidang pemasaran memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan suatu perusahaan, karena pemasaran itu sendiri merupakan jantungnya perusahaan. Adapun tujuan pemasaran yaitu mendistribusikan hasil produksi suatu perusahaan dengan pasar sehingga menimbulkan pertukaran yang sifatnya saling menguntungkan perusahaan. Sedangkan pengertian lain menjelaskan bahwa pemasaran merupakan kegiatan perusahaan agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri, berkembang dan untuk memperoleh keuntungan. (Prasmadewa, 2016) C. Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, property (Kotler & Keller, 2009). Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, sicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi (Fandy Tjiptono, 2008). Produk harus dipandang sebagai pemecah masalah jika mereka dibeli karena manfaat yang dihasilkannya, bukan karena produk itu semata. Produk meliputi dari sekedar barang berwujud. (Prasmadewa, 2016) D. UMKM
UMKM merupakan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan ataupun badan usaha perorangan dengan jumlah asset maksimal Rp.0 sampai Rp.10.000 juta dan omzet total Rp.0 sampai Rp.100.000 juta. Perkembangan UMKM di Indonesia selalu mendapat perhatian khusus dari banyak kalangan termasuk pemerintah. Pasalnya, peran dan andil UMKM dalam perekonomian nasional terbilang strategis. Usaha mikro kecil menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dilakukan oleh orang perorangan ataupun badan usaha akan tetapi bukan merupakan anak perusahaan.
## III. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun metode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode incremental system. Adapun gambar skema dari metode incremental system ini adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Incremental System A. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada Bapak Sumaryono selaku Kepala Desa Marga Sakti dilakukan secara langsng, beberapa pertanyaan yang diajukan meliputi :
1. Apa saja produk UMKM Desa Marga Sakti.
2. Bagaimana pemasaran produk UMKM Desa Marga Sakti.
b. Observasi Dalam observasi yang dilakukan peneliti mengamati bahwa masyarakat yang berminat dalam melaporkan pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti.
c. Studi Pustaka
Pengumpulan data berupa artikel jurnal yang berkaitan dengan jenis umkm, metode string matching, pemesanan, android..
## B. Analisis Perancangan Sistem
Sistem dibangun untuk membantu pengelola pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti dalam mengelola administrasi keuangan dan untuk mempermudah pelanggan dalam melakukan proses laporan. Aktor yang akan terkait di dalam sistem ini yaitu pihak pengelola, administrator, dan masyarakat. Untuk menangani laporan ganda, sehingga jika ada tanggal secara hampir bersamaan dengan keterangan maka yang lebih cepat dikoreksi. Bagi yang tidak dapat dipenuhi laporanya, maka akan mendapatkan pesan dari sistem yang memberitahukan bahwa keterangan yang digunakan salah.
a. Usecase Diagram
Gambar 3.2 Usecase Diagram b. Sequence Diagram Gambar 3.3 Sequence Diagram IV. HASIL DAN PEMBAHASAN SISTEM
## A. Hasil
Adapun hasil dari penerapan fitur recycleview, json dan metode string matching pada pembangunan aplikasi pemasaran produk umkm desa margasakti berbasis android, adalah sebagai berikut :
1. Dapat menggunakan fitur RecycleViev pada list produk UMKM pada android studio 4.0.2.
2. Dapat membuat aplikasi pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti berbasis android dengan menerapkan proses pencarian data menggunakan metode string matching .
3. Dapat menerapkan library JSON pada aplikasi pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti berbasis android .
## B. Pembahasan
RecyclerView adalah tampilan yang
menggunakan arsitektur yang disederhanakan dengan UI controller, ViewModel, dan LiveData. Dengan menggunakan adaptor memungkinkan kita mengonversi satu jenis steker ke yang lain, yang benar-benar mengubah satu antarmuka menjadi yang lain. Pola adaptor dalam rekayasa perangkat lunak 3 membantu objek bekerja dengan API lain. RecyclerView menggunakan adaptor untuk mengubah data aplikasi menjadi sesuatu yang dapat ditampilkan RecyclerView, tanpa mengubah cara aplikasi menyimpan dan memproses data. Untuk menampilkan data dalam RecyclerView, memerlukan bagian-bagian berikut :
1. Data untuk ditampilkan dalam pencarian string . inputSearch.addTextChangedListener(new TextWatcher() { @Override public void
onTextChanged(CharSequence cs, int arg1, int arg2, int arg3) {
PencarianActivity.this.adapter.getFilter().filter(cs); } @Overridepublicvoid beforeTextChanged(CharSequence arg0, int arg1, int arg2, int arg3) { } @Override public void afterTextChanged(Editable arg0) { // TODO Auto-generated method stub}}); Pada cuplikan codingan diatas, tingkat kemiripan ditentukan dengan posisi penulisan dua buah string. Penulisan pattern terdapat pada database yang digunakan sedangkan string yang terdapat pada textview pada kolom pencarian. Perintah pergeseran terdapat pada cuplikan coding CharSequence cs, int arg1, int arg2, int arg3 dimana string akan mencocokkan pattern sebanyak 3 huruf. Kemudian melakukan filter onTextChanged dengan perintah intent.putExtra("nama_judul", namaJudul.get(position)); pada activity adapter. Adapun kutipan coding dalam melakukan pencarian string ke pattern adalah sebagai berikut :
public final class String extends Object implements Serializable , Comparable < String >, CharSequence ;
String str = "abcdefghijklmnopqrstuvwxyz"; char data[] = {'a', 'b', 'c'}; String str = new String(data); String p = "abc".substring(1, 15); String a = "abc".substring(2, 1); String s = "abc".substring(3, 18); String a = "abc".substring(4, 1); String r = "abc".substring(5, 17);
Berdasarkan cuplikan coding diatas, String str = new String(data); maka dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Karakter Value Index P 1 16
A 2 1
S 3 19 A 4 1 R 5 18
Berdasarkan cuplikan coding(CharSequence cs, int arg1, int arg2, int arg3) dengan String p = "abc".substring(1, 15); adalah karakter p terhadap karakter data ‘a’, ‘b’, ‘c’ sama dengan nilai index ‘1’,’2’, ‘3’. maka huruf p (1, 15). Jadi untuk memperoleh CharSequence huruf p (1, (15+1)) berdasarkan urutan variabel karakter data menjadi huruf p (1, 16).
2. Mesin virtual RecyclerView didefinisikan dalam file layout, untuk bertindak sebagai wadah untuk tampilan. Adapun cuplikan RecyclerView Adalah sebagai berikut :
<androidx.recyclerview.widget.RecyclerView android:id="@+id/recyclerView" android:layout_width="match_parent" android:layout_height="match_parent" tools:layout_editor_absoluteX="148dp" tools:layout_editor_absoluteY="200dp" />
3. Layout untuk satu item data. Jika semua item list terlihat sama, kita dapat menggunakan layout yang sama untuk semuanya, tetapi itu tidak wajib. Layout item harus dibuat secara terpisah dari layout fragmen, sehingga tampilan satu item pada satu waktu dapat dibuat dan diisi dengan data.
4. Layout Manager. Layout Manager menangani organisasi (layout) komponen UI dalam tampilan.
5. View holder. view holder extends kelas ViewHolder. Ini berisi informasi tampilan untuk menampilkan satu item dari layout item. Penampil tampilan juga menambahkan informasi yang digunakan
RecyclerView untuk memindahkan tampilan di layar secara efisien.
6. Adaptor. Adaptor menghubungkan data kita ke RecyclerView. Ini menyesuaikan data sehingga dapat ditampilkan di ViewHolder. Adapun cuplikan coding dalam adaptor adalah sebagai berikut :
public RecycleViewAdapter(ArrayList<String> fotoCover, ArrayList<String> namaJudul, ArrayList<String> infoJudul, Context context) { this.fotoCover = fotoCover; this.namaJudul = namaJudul; this.infoJudul = infoJudul; this.context = context; }
RecyclerView menggunakan adaptor untuk mengetahui cara menampilkan data di layar. Adapun cuplikan coding adaptor untuk menampilkan ke dalam RecyclerView adalah sebagai berikut :
public
void onBindViewHolder(@NonNull ViewHolder holder, int position) { Glide.with(context).asBitmap().load(fotoCover.get(po sition)).into(holder.imageViewFoto); holder.textViewNama.setText(namaJudul.get(position ));
holder.constraintLayout.setOnClickListener(new View.OnClickListener() { @Override public void onClick(View view) { Intent intent = new Intent(context, DetailActivity.class); intent.putExtra("foto_cover", fotoCover.get(position)); intent.putExtra("nama_judul", namaJudul.get(position)); intent.putExtra("info_buku", infoJudul.get(position)); context.startActivity(intent); } });}
## V. PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penerapan fitur recycleview, json dan metode string matching pada pembangunan aplikasi pemasaran produk UMKM Desa margasakti berbasis android , adalah sebagai berikut : 1. Dapat menggunakan fitur RecycleViev pada list produk UMKM pada android studio 4.0.2.
2. Dapat membuat aplikasi pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti berbasis android dengan menerapkan proses pencarian data menggunakan metode string matching . 3. Dapat menerapkan library JSON pada aplikasi pemasaran produk UMKM di Desa Marga Sakti berbasis android .
## B. Saran
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Mulyawati, I. (2017). Implementasi Metode String Matching Untuk
Aplikasi Pengarsipan Dokumen (Studi Kasus : SMPN 3 Sumber Kab. Cirebon). JURNAL DIGIT ISSN : 2088-589 , 12..
[2] Nurdin, B. (2017). Konsep Perancangan Android dengan Framework UML. Algoritmik dan Statistika , 12.
[3] Prasmadewa, K. (2016). Perancangan Aplikasi Usaha Kecil Mikro dan Menengah Berbasis Mobile Android (Studi Kasus: Sentra UMKM Tingkir Lor-Salatiga). Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi e-ISSN : 2443-2229 , 8.
[4] Pressman. (2018). Konsep dasar perancangan sistem berbasis orientasi objek. Justisi , 8. [5] P Rossaria, M. (2015). Implementasi Algoritma Pencocokan String Knuthmorris-Pratt Dalam Aplikasi Pencarian Dokumen Digital Berbasis Android. Jurnal Rekursif ISSN 2303-0755 , 13.
[6] Wicaksono, K. N. (2017). Penerapan Algoritma Pencocokan String Knuth-Morris-Pratt Sebagai Algoritma Pencocokan DNA. Jurnal
Strategi Algorimik , 5.
|
a87d24ff-c47d-4916-9c68-05bd42dc1ad4 | https://journalstkippgrisitubondo.ac.id/index.php/EDUSAINTEK/article/download/209/233 |
## Edusaintek: Jurnal Pendidikan, Sains, dan Teknologi
Volume 8 Issue 1 2021 Pages 293-304 p-ISSN: 1858-005X e-ISSN: 2655-3392 DOI: https://doi.org/10.47668/edusaintek.v8i1.209 website : https://journalstkippgrisitubondo.ac.id/index.php/EDUSAINTEK
## PENGARUH PEMBERIAN REWARD DAN PUNISHMENT TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPS TERPADU
Lailatus Syamsiyah 1 , Dassucik 2 , Tri Astindari 3 1,2.3 STKIP PGRI Situbondo, Indonesia email: [email protected]
Abstract : Giving reward and punishment is something that cannot be separated. If it is applied separately, it will not work effectively, especially in strengthening discipline. This study aims to determine the effect of giving rewards and punishments on students' interest in learning in integrated social studies subjects for class VII SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo even semester of the 2020/2021 school year. This research uses Ex Post Facto research. The population in this study is the seventh grade in the even semester of SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo. Data collection in this study was carried out using observation, questionnaires, and documentation and then analyzed by Chi-Square Test. the results of the analysis of the data obtained by using the Chi-Square test analysis formula produces hit of 14.394 hit. And a significance level of 5% obtained tab 3.841, meaning that the hit price is 14.394 > the tab price is 3.841. So it can be concluded that there is an effect of giving rewards and punishments on students' interest in learning in the Integrated Social Studies subject for class VII even semester of SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo. The results of the analysis using the contingency coefficient formula (KK) obtained a correlation coefficient of 0.63. After being consulted with the interpretation table above, the value of 0.63 lies between ± 0.61 to ± 0.80 then the level of correlation between the effect of reward-punishment on students' interest in learning is high correlation.
Keywords : giving rewards, giving punishment,and students' interest in learning
Abstrak: Pemberian reward dan punishment merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Jika dalam menerapkannya terpisah maka tidak akan berjalan efektif, terutama dalam pengukuhan kedisiplinan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian reward dan punishment terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo semester genap tahun pelajaran 2020/2021. Penelitian ini menggunakan penelitian Ex Post Facto. Populasi dalam penelitian ini yaitu kelas VII semester genap SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan observasi, angket, dan dokumentasi dan selanjutnya dianalisis dengan Uji Chi Square . Dari hasil analisis data yang diperoleh dengan menggunakan rumus analisis Uji Chi Square menghasilkan r hit sebesar r hit 14,394. Dan taraf signifikansi 5% diperoleh r tab 3,841, artinya harga r hit 14,394 > harga r tab 3,841. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian reward dan punisment terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII semester genap SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo. Hasil analisis yang menggunakan rumus koefisien kontingensi (KK) diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,63. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi diatas maka nilai 0,63 terletak antara ± 0,61 s.d ± 0,80 maka tingkat korelasi antara pengaruh pemberian reward punisment terhadap minat belajar siswa ialah korelasi tinggi.
Kata Kunci : pemberian reward, pemberian punisment minat belajar siswa
Copyright (c) 2021 The Authors. This is an open access article under the CC BY-SA 4.0 license ( https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ )
## PENDAHULUAN
Perkembangan pendidikan semakin maju seiring dengan peradaban manusianya yang mulai berkembang menjadi lebih baik dan mulai sangat pesat (Setiawan, 2018). Sehingga menuntut kita untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan.Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu penekanan dari tujuan pendidikan (Pratiwi, 2015). Sumber daya manusia yang berkualitas menjadi langkah utama untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu usaha yang dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu melalui pendidikan sejak dini (Syahrul, 2017). Pendidikan merupakan pondasi awal untuk menanamkan pengetahuan bagi sesorang dalam menjalankan kehidupan yang baik dikalangan keluarga, masyarakat maupun bangsa dan Negara.
Tujuan utamanya pendidikan adalah menjadikan manusia yang baik, berbudi pekerti, mencerdaskan demi kemajuan bangsa itu sendiri. Berlangsungnya pendidikan tidak lepas dari pembelajaran yang di dalamnya terdapat siswa yang belajar dan guru sebagi pengajarnya (Sujiantari, 2016). Proses pembelajaran di sekolah tidak lepas dari motivasi dari individu siswa, media yang disediakan sekolah maupun rangsangan belajar dari guru itu sendiri. Secara institusional, guru memegang peranan yang cukup penting, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Dengan demikian, guru juga berperan melakukan evaluasi dan penyempurnaan kurikulum (Mulyasa, 2010).
Guru sebagai figur utama yang berperan penting dalam mengendalikan proses kegiatan belajar di kelas agar dapat mengemban tugas-tugasnya dengan baik serta dapat meningkatkan moral peserta didiknya. Akan tetapi, dalam menanggung tugasnya guru sering dihadapkan dengan permasalahan yang sama, yaitu masalah dalam mengelola kelas dan minat siswa yang rendah dalam mengikuti kegiatan belajar di kelas dan mampu menanamkan motivasi siswa dengan berbagai metode. Metode mengajar yang sifatnya monoton menjadi salah satu penyebab rendahnya minat siswa dalam kegiatan belajarnya. Ketika guru hanya menjelaskan materi selama jam pelajaran dan siswa hanya diam mendengarkan tanpa diberi kesempatan
untuk menyampaikan ide gagasannya. Sehingga sebagai seorang guru tidak cukup dengan memberikan penjelasan materi yang baik, tetapi pemanfaatan metode yang tepat, efektif dan efisien pendidik akan mampu mencapai tujuannya dalam proses pembeajaran (Hasanah, 2015).
Prestasi belajar siswa salah satunya dapat dipicu dengan minat belajar siswa. Minat belajar merupakan kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan serta mengenang sebuah aktifitas. Seseorang yang berminat kepada suatu aktifitas akan lebih memperhatikan aktifitas tersebut dengan senang dan konsisten. Dengan kata lain minat adalah rasa suka atau ketertarikan terhadap suatu hal atau aktifitas, tanpa adanya dorongan serta tuntutan (Karina et al ., 2017).
Minat belajar dapat dilihat dari karakteristik sikap siswa yang berkaiatan dengan kreativitas, perhatian, aktifitas serta partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Minat sangat besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminati tersebut. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki minat tidak akan melakukannya. Karena sesorang yang memiliki minat terhadap suatu objek akan cenderung memberikan perhatian lebih (Aritonang, 2008).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru dapat menggunakan metode reward dan punishment. Dalam kedua metode tersebut dilatar belakangi oleh teori behavioristik yang mana menurut teori behavioristik belajar ialah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon dari anak (Hasanah, 2015).
Dalam pendidikan reward adalah alat yang diberikan kepada seorang anak ketika anak tersebut melakukan sesuatu dengan baik, sudah berhasil menggapai sebuah tahap perkembangan tertentu, dan tercapainya suatu target. Di dalam konsep pendidikan, reward memiliki peran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu, reward memiliki tujuan supaya seorang siswa dapat meningkatkan prestasi juga. Sedangkan punishment adalah suatu bentuk hukuman dan sanksi.
Punishment dilakukan ketika suatu target terentu tidak tercapai sehingga diakibatkan harus disanksi, atau ketika seorang siswa menyimpang dari norma- norma yang telah ditetapkan di sekolah tersebut. Jika punishment dilakukan dengan bijak dan benar, maka bisa menjadi alat motivasi yang tepat (Tafsil et al ., 2019).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian reward dan punishment terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo semester genap tahun pelajaran 2020/2021. Pemberian reward dan punishment merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Jika dalam penerapannya terpisah maka tidak akan berjalan efektif, terutama dalam pengukuhan kedisiplinan. Sehingga reward dan punishment harus diberikan pada situasi yang tepat dengan tujuan mendidik (Hidayah, 2013).
## METODE
Penelitian ini merupakan penelitian jenis penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti sudah jelas (Sugiyono, 2016). Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan rancangan penelitian ex post facto . Penelitian disebut ex post facto karena para peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Teknik penentuan lokasi yang digunakan oleh peneliti adalah purposive sampling area . Penelitian ini dilakukan di SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo. Adapun sampel dalam penelitian adalah 28 siswa kelas VII semester genap SMP Nurul Huda Kapongan tahun pelajaran 2020/2021. Teknik analisis data yang dilakukan yaitu uji validitas dan reabilitas kemudian dilanjutkan dengan uji chi square.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan pada seluruh pernyataan dalam instrumen dengan cara mengkorelasikan skor tiap pertanyaan dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Product Moment. Data diolah dengan bantuan Microsoft Excel . Hasil uji validitas terhadap skor-skor variabel adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Validitas X1 dan X2
Variabel r hitung r tabel 5% (db=100) Interpretasi r hitung r tabel 5% (db=100) Interpretasi Pemberian Reward Pemberian punisment 1 0,425 0,381 Valid 0,759 0,381 Valid 2 0,500 0,381 Valid 0,724 0,381 Valid 3 0,405 0,381 Valid 0,730 0,381 Valid 4 0,404 0,381 Valid 0,741 0,381 Valid 5 0,584 0,381 Valid 0,631 0,381 Valid 6 0,507 0,381 Valid 0,547 0,381 Valid 7 0,486 0,381 Valid 0,610 0,381 Valid 8 0,260 0,381 Tidak Valid 0,011 0,381 Tidak Valid 9 0,024 0,381 Tidak Valid 0,573 0,381 Valid 10 0,473 0,381 Valid 0,624 0,381 Valid Sumber data: Hasil uji validitas pada lampiran
Dari masing-masing hasil nilai korelasi tersebut, kemudian dikonsultasikan dengan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dan pada db = N – 1 = 28 – 1 = 27, dimana r tabelnya (r tab ) sebesar 0,381, sehingga dapat dilihat. Jika besar r hitung (r hit ) lebih kecil daripada r tabel (r tab ), maka soal tersebut tidak valid, tetapi apabila r hitung (r hit ) lebih besar daripada r tabel (r tab ) maka soal tersebut dapat dikatakan valid. Hasil uji validitas variabel pemberian reward soal nomor 8 dan 9 tidak valid sehingga soal tersebut tidak di pakai pada saat analisis data untuk uji Chi Square ( X 2 ). Hasil uji validitas variabel pemberian punisment soal nomor 8 tidak valid sehingga soal tersebut tidak di pakai saat analisis data untuk uji Chi Square ( X 2 ).
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Y (Minat Belajar)
Variabel r hitung r tabel 5% (db=100) Interpretasi Minat Belajar 1 0,166 0,381 Tidak Valid 2 0,578 0,381 Valid 3 0,557 0,381 Valid 4 0,531 0,381 Valid 5 0,481 0,381 Valid 6 0,466 0,381 Valid 7 0,526 0,381 Valid 8 0,472 0,381 Valid 9 0,414 0,381 Valid
Variabel r hitung r tabel 5% (db=100) Interpretasi 10 0,393 0,381 Valid Sumber data: Hasil uji validitas pada lampiran
Dari masing-masing hasil nilai korelasi tersebut, kemudian dikonsultasikan dengan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dan pada db = N – 1 = 28 – 1 = 27, dimana r tabelnya (r tab ) sebesar 0,381, sehingga dapat dilihat. Jika besar r hitung (r hit ) lebih kecil daripada r tabel (r tab ), maka soal tersebut tidak valid dan perlu direvisi, tetapi apabila r hitung (r hit ) lebih besar daripada r tabel (r tab ) maka soal tersebut dapat dikatakan valid. Hasil uji validitas variabel minat belajar soal nomor 1 tidak valid sehingga soal tersebut tidak di pakai saat analisis data untuk uji chi square ( X 2 ).
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui keandalan kuesioner yaitu sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan dan tetap konsisten jika dilakukan dua kali atau lebih pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama. Pengujian Cronbach Alpha digunakan untuk menguji tingkat keandalan ( reliability ) dari masing-masing angket variabel. Data diolah dengan bantuan Microsoft Excel . Hasil uji validitas terhadap skor-skor variabel adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Koefisien Alpha R tabel 5% Interpretasi Pemberian Reward 0,306 0,381 Tidak Reliabel Pemberian Punisment 0,807 0,381 Reliabel Minat Belajar 0,583 0,381 Reliabel Sumber data: Hasil Uji Reliabilitas pada lampiran
Dari hasil perhitungan Alpha Cronbach tersebut dikonsultasikan pada r tabel dengan taraf signifikansi 5% dan pada db = N – 1 = 28 – 1 = 27 yang besarnya = 0,381, maka dapat dikatakan instrumen pemberian reward tersebut tidak reliabel, karena nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel (0,306 < 0,381) untuk pemberian punisment nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (0,807 > 0,381) begitu juga dengan minat belajar nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (0,583 > 0,381).
Analisis Uji Chi Kuadrat
a. Analisa Data Dan Pengujian Hipotesis Tentang Pengaruh Pemberian
## Reward dan Punisment Terhadap Minat Belajar
Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pemberian reward dan punisment terhadap minat belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan rumus koefisien kontingensi (KK) diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,63. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi diatas maka nilai 0,63 terletak antara ± 0,61 s.d ± 0,80 maka tingkat korelasi antara pengaruh pemberian reward punisment terhadap minat belajar siswa ialah korelasi tinggi.
Untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak, maka harga chi square dibandingkan dengan harga kritik chi square . Hasil pengujian hipotesis selengkapnya adalah sebagai berikut : Harga r-tabel (X) dengan derajat kebebasan (db) = 1 pada tabel taraf signifikasi 5% = 3,841. Sedangkan harga r hit sebesar = 14,394. Jadi harga r hit 14,394 > harga r tab 3,841, Jadi r hit lebih besar dari r tab artinya hipotesis nihil (Ho) ditolak,dan hipotesis kerja (Ha) diterima, berarti ada pengaruh pemberian reward dan punishment terhadap minat belajar siswa.
b. Analisa Data Dan Pengujian Hipotesis Tentang Pengaruh Pemberian
## Reward Terhadap Minat Belajar
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pemberian reward terhadap minat belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan rumus koefisien kontingensi (KK) diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,74. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi diatas maka nilai 0,74 terletak antara ± 0,61 s.d ± 0,80 maka tingkat korelasi antara pemberian reward terhadap minat belajar siswa ialah korelasi tinggi.
Untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak, maka harga chi square dibandingkan dengan harga kritik chi square . Hasil pengujian hipotesis selengkapnya adalah sebagai berikut: Harga r tabel (X 2 ) dengan derajat kebebasan (db) = 1 pada tabel taraf signifikasi 5% = 3,841.Sedangkan harga r
hitung sebesar = 34,051. Jadi harga r hit 34,093 > harga r tab 3,841, Jadi r hit lebih besar dari r tab artinya hipotesa nihil (Ho) ditolak, dan hipotesa kerja (Ha) diterima, berarti ada pengaruh pemberian reward terhadap minat belajar siswa.
c. Analisa Data Dan Pengujian Hipotesis Tentang Pengaruh Pemberian
## Punisment Terhadap Minat Belajar
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pemberian punisment terhadap minat belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan korelasi chi square diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,44. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi diatas maka nilai 0,44 terletak antara ± 0,41 s.d ± 0,60. maka tingkat korelasi antara pengaruh pemberian punisment terhadap minat belajar siswa ialah pengaruh sedang.
Untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak, maka harga chi square dibandingkan dengan harga kritik chi square. Hasil pengujian hipotesis selengkapnya adalah sebagai berikut : Harga r-tabel (X 2 ) dengan derajat kebebasan (db) = 1 pada tabel taraf signifikasi 5% = 3,841. Sedangkan harga r-hitung sebesar = 6,898. Jadi harga r hit 6,898 > harga r tab 3,841, Jadi r hit lebih besar dari r tab artinya hipotesa nihil (Ho) ditolak, dan hipotesa kerja (Ha) diterima, berarti ada pengaruh pemberian punisment terhadap minat belajar siswa.
## Hasil
Hasil analisis dan pengujian hipotesis mayor chi square pemberian reward dan punisment dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan rumus koefisien kontingensi (KK) diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,63. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi diatas maka nilai 0,63 terletak antara ± 0,61 s.d ± 0,80 maka tingkat korelasi antara pengaruh pemberian reward punisment terhadap minat belajar siswa ialah korelasi tinggi.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis minor pertama terdapat pengaruh signifikan antara pemberian reward terhadap minat belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan rumus koefisien kontingensi (KK) diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,74. Setelah dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi diatas maka nilai 0,74 terletak antara ± 0,61 s.d ± 0,80 maka tingkat korelasi antara pemberian reward terhadap minat belajar siswa ialah korelasi tinggi.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis minor kedua terdapat pengaruh signifikan antara pemberian punisment terhadap minat belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan korelasi chi square diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,44. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi diatas maka nilai 0,44 terletak antara ± 0,41 s.d ± 0,60. maka tingkat korelasi antara pengaruh pemberian punisment terhadap minat belajar siswa ialah pengaruh sedang. Dari hasil tersebut dominan mempengaruhi minat belajar siswa adalah pemberian reward .
## Pembahasan
a. Pengaruh Pemberian Reward Terhadap Minat Belajar Siswa
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa pendapat para ahli diantaranya, Reward mampu memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa peserta didik supaya terus melakukan perbuatan yang baik dan positif. Selain itu juga dapat menjadi pendorong atau contoh bagi peserta didik lainnya untuk mengikuti anak didik yang telah mendapatkan pujian dari gurunya (Aidillah, 2018). Pada penelitian sebelumnya terdapat ada pengaruh yang signifikan pemberian reward dan punishment terhadap motivasi belajar mata pelajaran IPS kelas VII SMP NU Pakis Malang. Hal ini juga terdapat pada penelitian yang diteliti oleh Imam Melinda dan Ratnawati Susanto terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pemberian reward (X1) dan punishment (X2) terhadap motivasi belajar (Y) adalah 82,1% yang memiliki arti bahwa predictor pemberian reward dan punishment memiliki daya pengaruh terhadap motivasi belajar siswa sebesar 81,2% dan sisanya 18,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
Dengan demikian, reward merupakan segala sesuatu yang diberikan oleh guru berupa hadiah atau penghargaan yang menyenangkan perasaan siswa atas prestasi yang dicapai dengan baik dalam proses belajar dan dapat terus melakukan perbuatan terpuji sehingga berusaha untuk terus meningkatkannya. Namun, pemberian reward yang terlalu sering tidak diperkenankan, karena di
khawatirkan hanya akan membuat siswa giat belajar hanya ketika ada reward . Akan tetapi bila tidak ada reward siswa malas untuk belajar (Rahayu, 2017). Oleh karena itu, dalam memberikan reward seorang pendidik harus menyesuaikan dengan pencapaian dari peserta didik. Agar tidak menghilangkan tujuan dari reward itu sendiri sehingga tidak timbul sifat materialistis pada diri peserta didik.
b. Pengaruh Pemberian Punisment Terhadap Minat Belajar Siswa
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa pendapat para ahli diantaranya. Secara sederhana, punishment merupakan proses yang memperlemah atau menekan sebuah perilaku agar tidak akan diulangi kembali oleh peserta didik. Hukuman diberikan kepada peserta didik supaya mengetahui dan sadar diri atas kesalahan yang diperbuat. Dipahami bahwa setiap kesalahan atas tindakannya semua memiliki resiko dan harus mempertanggung jawabkannya. Anak harus dilatih untuk belajar bertanggung jawab atas setiap kesalahan yang diperbuat. Melalui hukuman ini banyak hal positif yang terjadi dalam diri anak, seperti mulai bertanggung jawab, disiplin diri, dan berhati-hati dalam bersikap (Setiawan, 2018).
Dari hasil analisis data tersebut variabel yang paling dominan mempengaruhi minat belajar siswa adalah pemberian reward bila dibandingkan dengan pemberian punisment . Hal ini dibuktikan dari hasil analisis yang menggunakan rumus koefisien kontingensi (KK) diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,74 bila dibandingkan dengan pemberian punisment hanya menunjukkan korelasi sebeasr 0,44.
## SIMPULAN
Analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian tentang pengaruh pemberian reward dan punisment terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu Kelas VII SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo Semester Genap Tahun Pelajaran 2020/2021, maka dapat disimpulkan dari pengumpulan data, analisis data dan pengujian hipotesis yang penulis lakukan, sebagai berikut: adanya pengaruh pemberian reward dan punisment terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu Kelas VII SMP Nurul Huda Kapongan Situbondo Semester Genap Tahun Pelajaran 2020/2021.
## DAFTAR RUJUKAN
Aidillah, R. (2018). Pengaruh Reward and Punishment terhadap Minat Belajar Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Siswa MTS Pandanaran (Putri) , Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Journal of Business Ethics , 14 (3), 37–45.
Aqli, Z. (2018). Korelasi Kemampuan Guru Dalam Mengelola Kelas Dengan Prestasi Belajar Akidah Akhlak Siswa Kelas Viii Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Banjarmasin. Metode Penelitian , 50–72.
Aritonang, K. T. (2008). Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa . 10 , 11–21.
Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif (P. Latifah (ed.)). PT Remaja Rosdakarya.
Fathoni, A. (2018). Pengaruh Pemberian Reward dan Punishment terhadap Minat Belajar Matematika Siswa Kelas V MIN 1 MadiunTahun Pealajaran 2017/1018.
Febianti, Y. N. (2018). Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dengan Pemberian Reward dan Punishment yang Positif. Jurnal Edunomic , 6 (2), 93–102. https://core.ac.uk/download/pdf/229997374.pdf
Firdaus, F. (2020). Esensi Reward dan Punishment dalam Diskursus Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah , 5 (1), 19–29. https://doi.org/10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882
Halimatussyadiyah. (n.d.). Pengaruh Pemberian Hadiah (Reward) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Datar di Kelas IV SD N 200114 Padang Sidimpun.
Hasanah, M. (2015). Pengaruh pemberian reward dan punishment terhadap motivasi belajar mata pelajaran ips siswa kelas vii smp nu pakis malang skripsi.
Hermawan, I. (2019). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan Mixed Methode .
Hidayah, I. K. (2013). Pengaruh Reward (Hadiah) dan Punishment (Hukuman) Terhadap Kedisiplinan Dalam Belajar. Journal of Chemical Information and Modeling , 53 (9), 1689–1699.
Karina, R. M., Syafrina, A., dan Habibah, S. (2017). Hubungan antara minat belajar dengan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA pada kelas V SD Negeri Garot Geuceu Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah Volume 2 Nomor 1, 61-77 Januari 2017 HUBUNGAN , 2 (1), 61–77. https://media.neliti.com/media/publications/188212-ID-hubungan- antara-minat-belajar-dengan-has.pdf
Muhid, A. (2012). Analisis Statistik 5 Langkah Praktis Analisis Statistik dengan SPSS For Windows .
Pratiwi, N. K. (2015). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Perhatian Orang Tua, dan Minat Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa SMK Kesehatan di Kota Tengerang. 1 , 75–105.
Rahayu, P. (2017). Pengaruh Strategi Pemberian Reward Dan Punishment Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Uptd Smp Negeri 1 Prambon Pada Materi Garis Dan Sudut. Pendidikan Matematika , 01 (02), 1–7.
http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2017/1125a3222ac8ac779 86a77578a0b2ec5.pdf
Setiawan, W. (2018). Reward Dan Punishment Dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Al-Murabbi , 4 (2), 184.
Setyosari, P. (2013). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan .
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RdanD . Alfabeta. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RdanD .
Sujiantari, N. K. (2016). Pengaruh Reward dan Punishment Terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS ( Studi Pada SMP Negeri 1 Singaraja Kelas VIII Tahun Ajaran 2015 / 2016 ) . 1 .
Syahrul, A. R. (2017). Reward, Punishment Terhadap Motivasi Belajar Siswa IPS
Terpadu Kls VIII MTsN Punggasan. 2 (1), 1–9. file:///D:/SkripsiKUU/1040- 5480-1-PB.pdf
Tafsil, M. (2019). Pengaruh Reward dan Punishment Terhadap Motivasi Belajr Pada Mata Pelajaran Ekonomi MA Mathlaul Anwar.
Wilujeng, N. E. (2015). pengaruh pemberian reward dan punishment terhadap motivasi belajar. Bab Ii Kajian Pustaka 2.1 , 2004 , 6–25.
|
27d72bf7-9fc8-4a87-8fcb-444b1c9c36f7 | https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/ALT/article/download/1481/1019 | NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRI SATYA PRAMUKA TINGKAT PENGGALANG (STUDI ANALISIS BUKU BOYMAN KARYA ANDRI BOB SUNARDI)
Ahmad Fadholi 1 , Ahmad Saefudin 2
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara 1 , Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara 2 email korespondensi: [email protected]
Abstract: This study aims to describe the content of the values of Islamic education contained in the Scout Promise level of the Boys and Girls Scout in Andri Bob Sunardi's Boyman book and to analyze their implementation in the school environment. This study uses a qualitative approach and the type of research is literature research that focuses on content analysis. Researchers in this case collect and obtain data sourced from library research such as books, literature, and collections owned by libraries as well as scientific works relevant to the research. The results showed that there are values of Islamic education contained in the Scout Promise of the level Boys and Girls Scout and their implementation in the school environment. The values of Islamic education are contained in the obligations of the Scout Promise at the Boys and Girls Scout level which includes 3 things, namely values related to Allah (hablu min Allah), values related to humans (hablu min an-nas), and values related to nature (hablu min al-alam). The implementation of the values of Islamic education contained in the Scout Promise level in the school environment consists of 3 forms of implementation. Namely the implementation of values related to God, the implementation of values related to fellow humans in the school environment, and the implementation of values related to nature in the school environment.
Keywords : Islamic education values, the scout promise, scout raiser, tri satya
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan kandungan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi dan menganalisis implementasinya di Lingkungan Sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualiatif dan jenis penelitiannya adalah penelitian kepustakaan yang berfokus pada kajian isi. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan dan memperoleh data yang bersumber dari riset pustaka seperti buku, literatur, dan koleksi yang dimilki perpustakaan serta karya ilmiah yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dan implementasinya di lingkungan sekolah. Nilai-nilai pendidikan Islam tersebut terkandung kewajiban-kewajiban dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang yang mencakup 3 hal, yakni nilai yang berhubungan dengan Allah ( habl min Allah ), nilai yang berhubungan dengan manusia ( hablu min an-nas ), dan nilai yang berhubungan dengan alam ( hablu min al-alam ). Implementasi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang di lingkungan sekolah terdiri dari 3 bentuk implementasi. Yakni implementasi nilai yang berhubungan dengan Allah, implementasi nilai yang berhubungan dengan sesama manusia di lingkungan sekolah, dan implementasi nilai yang berhubungan dengan alam di lingkungan sekolah.
Kata kunci : nilai-nilai pendidikan Islam, janji pramuka, pramuka penggalang, Tri Satya
## PENDAHULUAN
Gerakan Pramuka merupakan suatu organisasi atau kepengurusan yang didirikan oleh Pramuka (Praja Muda Karana) sebagai implementasi dari pendidikan kepramukaan. Pendidikan kepramukaan merupakan suatu proses untuk membentuk dan mewujudkan anggota Pramuka agar memiliki kepribadian, kecakapan hidup, serta akhlak yang baik dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kepramukaan (Prayitno, dkk, 2011, p. 49).
Dalam membentuk kepribadian dan kecakapan anggota Pramuka, nilai- nilai kepramukaan lebih dikenal dengan kode kehormatan yang menjadi suatu norma dalam pelbagai kegiatan sekaligus sebagai barometer atau tolak ukur dalam berperilaku. Istilah kode kehormatan Pramuka dalam AD/ART Gerakan Pramuka Tahun 2018 pasal 13 dibagi menjadi 2, yakni Satya Pramuka dan Dharma Pramuka. Pada konteks riset ini, kode kehormatan Pramuka tingkat Penggalang terdiri dari Tri Satya Pramuka Penggalang dan Dasa Dharma (Susanto & Salamah, 2018). Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang merupakan salah satu bagian dari kode kehormatan Pramuka yang memiliki tiga poin pegangan dalam kehidupan anggota Pramuka. Adapun isi dari Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang yaitu, “Demi kehormatanku Aku berjanji akan bersungguh-sungguh: (1) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan Pancasila, (2) Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat, dan (3) Menepati Dasa Dharma .” (Sunardi, 2016, p. 10).
Dari Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang di atas, dapat diambil suatu gambaran bahwa gerakan Pramuka memiliki kontribusi signifikan dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia sesuai dengan karakter bangsa. Paling tidak, melalui pendidikan kepramukaan, peserta didik yang tergabung dalam anggota Pramuka dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya, memiliki rasa cinta tanah air, tolong menolong, dan memiliki sifat kasih sayang kepada alam. Karenanya, Pemerintah saat ini “mengharuskan” seluruh lembaga pendidikan agar setiap peserta didik mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka (Damanik, 2014, p. 17).
Esensi pendidikan pada dasarnya sebagai suatu proses membentuk dan mewujudkan perilaku dan tingkah laku individu atau sekelompok individu sebagai upaya pendewasaan dengan cara pelatihan dan pengajaran. Materi pendidikan dalam pandangan Ki Hajar Dewantara yakni membebaskan manusia. Sedangkan menurut Drikarya, materi pendidikan ialah memanusiakan manusia. Dari peryataan tersebut, para ahli pendidikan memandang pendidikan tidak cukup menitikberatkan aspek kognitif saja, akan tetapi cakupannya lebih luas (Nurkholis, 2013, p. 26).
Dalam perspektif pendidikan Islam, Omar Muhammad al-Toumi al- Syaibani mengungkapkan bahwa substansi pendidikan Islam ialah suatu proses perubahan perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan sekitarnya. Caranya dengan mengupayakan aktivitas pengajaran sebagai kegiatan asasi dan profesi dalam kehidupan bermasyarakat. Sejalan dengan ungkapan Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, rumusan pendidikan Islam yang disepakati oleh para pakar dalam seminar pendidikan Islam seluruh Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 1960, adalah suatu kegiatan pengajaran terhadap pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani yang sesuai dengan ajaran agama Islam melalui hikmah mengarahkan, pengajaran, pemberian pelatihan, pemberian asuhan, dan pengawasan berlakunya semua ajaran agama Islam (Mujib & Mudzakir, 2010, pp. 26 –27).
Akan tetapi, salah satu permasalahan pendidikan di zaman modern ini ialah kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak hanya memuat dampak positif saja, melainkan juga memuat dampak negatif. Di antara dampak negatif yang ditimbulkan dalam kemajuan dan perkembangan teknologi adalah degradasi moral yang menjangkit kalangan pemuda (Habibi, 2017, p. 1). Contohnya seperti kasus tawuran, pemakaian narkoba, dan bullying . Kasus tawuran terjadi antar pelajar SMP Negeri 1 Tigaraksa dan pelajar SMP Pembangunan Tigaraksa di Kota Tanggerang. Dalam kasus tawuran tersebut menyebabkan satu orang pelajar tewas dari SMP Pembangunan Tigaraksa (Handoyo, 2019).
Selain tawuran, kasus pemakaian narkoba merupakan bentuk lain dari degradasi moral remaja saat ini. Seperti halnya remaja perempuan di kota
Pekanbaru Riau. Remaja putri ini mabuk akibat menggunakan narkoba. Peristiwa tersebut dilakukan di pinggir jalan raya. Akibatnya, remaja putri yang menggunakan narkoba diamankan oleh Satuan Reserse Narkoba Polresta Pekanbaru Riau (Tanjung, 2020) .
Kemudian bentuk degradasi moral lainnya adalah kasus bullying pada remaja yang terjadi di Indonesia. Menurut salah seorang pengurus Forum Anak Surakarta (FAS) William Wicaksono menyatakan bahwa data menunjukkan 160 ribu pelajar di Indonesia setiap hari membolos sekolah untuk menghindari bullying . Karena dampak dari kasus ini membuat anak merasa ketakutan dan yang paling parah adalah memicu gangguan jiwa (Perdana, 2029). Masalah selanjutnya dalam pendidikan yang tak kalah kronis, khususnya di institusi formal saat ini ialah ketimpangan ranah tujuan pembelajaran yang menjadi kompetensi dasar. Orientasi pembelajaran lebih banyak difokuskan ke ranah kognitif (pengembangan otak kiri). Padahal, masih terdapat kompetensi lain yang juga perlu dicapai, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotorik. Wajar saja kemudian jika muncul fenomena “kegagapan” spontan dari peserta didik menjelang Ujian Nasional atau Ujian Akhir Sekolah. Peserta didik menempuh jalur belajar instan karena terlalu lama dibentuk oleh sistem yang menuntutnya demikian (Aji, 2016, p. 84).
Terkait dengan beberapa problematika di atas, lembaga pendidikan formal, seperti sekolah, perlu menunjang proses pembelajaran yang tidak saja mengandalkan kegiatan belajar di dalam kelas. Caranya ialah dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dijadikan kegiatan wajib peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Di sinilah gerakan pramuka menemukan relevansinya dalam menopang kecakapan afektif dan psikomotorik peserta didik (Ubaidillah, 2018, p. 4). Melalui kegiatan kepramukaan, peserta didik dapat menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan dan karakter yang dimiliki. Pramuka tidak cukup hanya dijadikan rutinitas kegiatan ekstrakulikuler yang nirmakna. Akan tetapi, pada setiap pelaksanaannya, harus dilandaskan pada suatu nilai-nilai ( values ) yang terkandung di dalam kepramukaan itu sendiri. Salah satu dari nilai-nilai kepramukaan tersebut ialah Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang yang menjadi komitmen kuat anggota
Pramuka Penggalang untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari hal ini, tujuan lembaga pendidikan bisa dilaksanakan dengan sebaik- baiknya serta selaras dengan visi yang dicita-citakan.
Dengan demikian, tujuan lembaga pendidikan khususnya pada pendidikan Islam dapat dimaksimalkan dengan mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang yang termuat buku-buku bacaan. Salah satu buku bacaan tersebut ialah buku Boyman karya Andri Bob Sunardi. Selain terdapat penjelasan mengenai materi kepramukaan, keunikan buku ini menjelaskan kewajiban-kewajiban yang memuat kandungan nilai pendidikan Islam khususnya dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang kepada anggota Pramuka. Sehingga, buku Boyman karya Andri Bob Sunardi ini patut dijadikan obyek penelitian lanjutan.
Problem akademik yang ingin dijawab sebagai rumusan masalah penelitian ini ialah uraian nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang sebagaimana termaktub dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi. Tak berhenti pada bagian ini, peneliti lantas berusaha menganalisis implementasi konkret di lingkungan sekolah mengenai nilai-nilai kepramukaan tersebut.
## METODE
Studi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif pada dasarnya dilaksanakan agar mendapatkan data yang mendalam dan penuh makna (Afifuddin & Saebani, 2012, p. 59). Pendekatan kualitatif ini digunakan peneliti untuk menemukan makna nilai-nilai pendidikan Islam dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Nilai-nilai pendidikan Islam tersebut meliputi nilai yang berhubungan dengan Allah SWT, nilai yang berhubungan dengan manusia, dan nilai yang berhubungan dengan alam.
Jenis riset yang digunakan termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan ( library research ). Sumber yang dipakai dalam melaksanakan penelitian ini sepenuhnya bersumber dari data kepustakaan (Harahap, 2014, p. 59). Untuk itu, peneliti fokus terhadap analisis nilai-nilai Pendidikan Islam dalam
Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi.
Teknik pengumpulan data mengandalkan telaah dokumen. Istilah dokumen memiliki tiga pengertian. Pertama, secara arti luas dokumen mencakup seluruh sumber, baik secara lisan dan secara tulisan. Kedua, secara arti sempit dokumen mencakup seluruh sumber tulisan saja. Ketiga, secara arti spesifik, dokumen mencakup surat-surat resmi dan negara. Seperti halnya surat-surat perjanjian, undang-undang, konsesi, dan lain-lain (Gunawan, 2014, pp. 175 –176). Teknisnya, peneliti menggunakan buku-buku, jurnal, artikel, dokumen, peraturan-peraturan, dan lain sebagainya. Dokumen yang digunakan tentunya yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi. Adapun cara atau prosedur peneliti dalam mencari data sebagai sumber penelitian meliputi: 1) Tahap Orientasi. Tahap ini merupakan fase dalam penelitian dimana seorang peneliti mengumpulkan data umum penelitian. Dalam tahap ini peneliti mengumpulkan data secara umum tentang kepramukaan baik yang dalam buku Boyman ataupun buku-buku yang bertemakan pramuka. 2) Tahap Eksplorasi, yaitu langkah lanjutan dalam penelitian yang sudah merujuk pada fokus penelitian. Karena fokus penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan Islam, maka dalam tahap ini peneliti mencari dan mengumpulkan sumber-sumber data tentang pendidikan Islam dan pendidikan kepramukaan. 3)Tahap Studi Terfokus, peneliti memfokuskan apa yang dikaji dalam suatu penelitian. Dalam studi terfokus ini, peneliti memfokuskan pengumpulan sumber-sumber data tentang pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang.
Setelah memasuki tahap analisis data, peneliti menggunakan teknik content analysis atau bisa disebut kajian isi. Peneliti menggunakan seperangkat langkah-langkah atau teknik untuk mendapatkan hasil yang baik dan benar dari pelbagai dokumen yang relevan mengenai Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi (Moleong, 2014, p. 325).
Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan teknik interpretasi data. Teknik ini merupakan salah satu teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan kerangka pemikiran atau kerangka teori yang dipaparkan peneliti sebelumnya (Kriyantono, 2014, p. 87). Sehingga, analisis data untuk penelitian ini berupa analisis nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi. Selain itu, juga menganalisis implementasi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi di lingkungan sekolah.
Menurut Philipp Mayring, terdapat 6 tahap dalam analisis konten (kajian isi). Adapun tahapan-tahapan ataun prosedur dalam analisis konten yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pertanyaan penelitian. Pada tahap ini peneliti menentukan beberapa pertanyaan penelitian yang relevan berdasarkan dari rumusan masalah peneltian.
2. Penentuan definisi kategori dan tingkat abstraksi untuk kategori induktif. Pada tahapan ini, penentuan definisi kategori dan tingkat abstraksi disajikan dalam beberapa pembahasan atau kategori seperti teori tentang pendidikan Islam, Gerakan Pramuka, dan Pramuka Penggalang.
3. Formulasi langkah demi langkah kategori induktif dari materi, dengan mempertimbangkan definisi kategori dan tingkat abstraksi. Pada tahap ini memformulasikan langkah-langkah kategori induktif dari materi sesuai jenis penelitian, pendekatan penelitian, setting penelitian, sumber data penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan dokumen, dan teknik analisis data yang sudah dipaparkan di atas.
4. Revisi kategori sesudah 10-15% materi dengan pengecekan reliabilitas secara formatif. Dalam tahap ini pengecekan reliabilitas secara formatif dilakukan dosen pembimbing skripsi peneliti melalui bimbingan skripsi yang dilakukan secara berkala setelah mencapai kategori atau pembahasan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan peneliti selama melakukan penelitian ini.
5. Pekerjaan akhir dari keseluruhan teks dengan pengecekan reliabilitas secara sumatif. Dalam tahap ini pengecekan reliabilitas secara sumatif dilakukan dewan penguji skripsi peneliti saat ujian skripsi.
6. Interpretasi hasil. Dalam tahap terakhir ini, peneliti menginterpretasikan hasil skripsi peneliti yang sudah dilakukan pengecekan reliabilitas secara formatif dan sumatif.
Menurut Creswell terdapat tahapan sebelum menginterpretasi data dalam teknik analisis data. Adapun tahapan-tahapannya yaitu:
1. Data Managing (Reading dan Memoing) . Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan mengolah data dari sumber-sumber data dengan cara membaca data secara mendalam dan membuat catatan-catatan yang diperlukan. Data-data tersebut ialah teori tentang pendidikan Islam, teori tentang gerakan Pramuka, dan teori tentang Pramuka Penggalang.
2. Describing and Classifying . Pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan atau mengelompokkan data-data yang diperlukan dalam teori tentang pendidikan Islam, teori tentang gerakan Pramuka, dan teori tentang Pramuka Penggalang.
3. Interpreting (Menafsirkan). Pada tahap ini peneliti menjelaskan dan mendeskripsikan secara tekstual data yang dimaknai secara subjektif oleh peneliti yang disesuai dengan data-data yang dikumpulkan sebelumnya.
4. Representing dan Visualizing . Pada tahap ini peneliti menyajikan dan memvisualisasikan data berupa penjelasan atau hasil penelitian dari kandungan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dan implementasinya di lingkungan sekolah sebagai jawaban dari rumusan masalah penelitian.
## HASIL
## 1. Biografi Andri Bob Sunardi
Nama lengkapnya adalah Andri Bob Sunardi. Ia mulai aktif menjadi anggota Pramuka pada pertengahan tahun 1970-an. Saat itu ia diikutsertakan ayahnya (Alm. H. Sunardi Martoumo) untuk menyambut kedatangan dari rombongan peserta Long March Siliwangi II yang berasal
dari kota Yogyakarta. Hingga sekarang, ia masih berpartisipasi aktif di Gugus Depan Pramuka di Pangkalan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP N) 1 Baleendah Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Melalui kepramukaan inilah, ia dapat bersikap mandiri, mampu bersosialisasi, dan selalu berkarya. Prestasi-prestasinya didasarkan pada sikap kesatria serta sikap sportif yang dimilikinya.
Ia merupakan seorang tenaga pendidik yang sudah mengajar selama lebih dari 30 tahun. Saat ini ia aktif menjadi sebagai seorang pendidik, penulis, dan juga sebagai pelatih dari olahraga basket. Para atlet yang diasuh olehnya telah menjadi atlet-atlet utama dari olahraga basket khususnya di Kabupaten Bandung sekarang. Ia kerap dipanggil dengan sebutan Coach Bob bagi atlet-atlenya saat membawa anak didiknya (tim olahraga basket SMP N 1 Baleendah) meraih juara (medali perunggu) pada Olimpiade OSN yang dilaksanakan di Kota Jakarta saat itu.
Selain menjadi pelatih olahraga basket, Andri Bob Sunardi juga gemar menulis. Hobi ini dimulai ketika ia membuat Buletin “Warta Pramuka” bersama teman-teman Pramuka Penegak pada tahun 1982. Pada tahun 1985 setelah lulus di bangku perkuliahan di Universitas Padjajaran jurusan Ilmu Pemerintahan, ia memilih berprofesi sebagai tenaga pendidik. Di sela- sela profesinya, juga aktif dalam mengelola web Kwarcab (Kwartir Cabang) di Kabupaten Bandung sebagai pemimpin dari majalah bulanan “Majalah Semboyan” yang telah menerbitkan ratusan edisi dari Media Resmi Kwarcab (Kwartir Cabang) Pramuka Kabupaten Bandung.
Andri Bob Sunardi tinggal bersama dengan keluarganya, bersama istri (Haryani) dan putra-putranya (Adam dan Wafa) di kompleks Griya Prima Asri Baleendah Kabupaten Bandung. Dalam kesehariannya, ia banyak menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik serta membaca literatur-literatur, karya sastra berupa novel, dan komik. Walaupun berprofesi sebagai tenaga pendidik di lembaga pendidikan, ia disibukkan di lapangan basket sebagai tempat melatih anak-anak asuhnya. Meskipun begitu, kegiatan kepramukaan menjadi kegiatan utamnya, ditambah lagi bahwa 2 putranya juga aktif menjadi anggota pramuka.
2. Karakteristik Buku Boyman Karya Andri Bob Sunardi
Buku Boyman karya Andri Bob Sunardi ini merupakan salah satu buku Pramuka yang berisi materi-materi tentang kepramukaan. Istilah atau penamaan dari Boyman sendiri diambil dari nama panggilan BP (Baden Powell) yang memiliki arti seorang laki-laki dewasa yang mempunyai jiwa muda. Buku Boyman ini merupakan buku yang dikemas secara praktis dan sederhana untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi-materi kepramukaan. Selain itu, dalam buku Boyman ini juga dilengkapi dengan adanya gambar-gambar yang disesuaikan dengan materi-materi yang disajikan.
Buku Boyman ini memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki buku-buku lain, khususnya buku-buku tentang kepramukaan. Karena di dalam buku Boyman ini mengandung materi-materi kepramukaan yang lengkap kepada Pembina dan seluruh anggota Pramuka, baik dari tingkat Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega. Menurut Supriyadi yang menjabat sebagai Dirut (Direktur Utama) Wahaw Jakarta berpendapat bahwa: “Buku ini berisikan materi-materi kegiatan kepramukaan yang lengkap dan sangat dibutuhkan oleh peserta didik dan para pembina di Gugus Depan. Saya berpendapat, buku ini merupakan bacaan wajib untuk pembina Pramuka”.
Sejalan dengan pernyataan Supriyadi, pendapat seorang ahli Pramuka Muh. Rosyid Wella, S.Pd., MT. menyataka n: “Saya senang ada seorang pembina seperti Kak Andri Bob yang mau menuliskan ilmunya melalui buku ini. Dan isinya sangat bagus sekali untuk dipelajari oleh pembina dan peserta didik di tanah air”. Muh. Rosyid Wella, S.Pd., MT. ini merupakan seorang pelatih pembina Pramuka Kwarcab (Kwartir Cabang) Luwu, Kwarda (Kwartir Daerah) Sulawesi Selatan.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa buku Boyman karya Andri Bob Suanardi ini sangat cocok untuk dipelajari bagi pembina atau pelatih Pramuka dan anggota Pramuka. Karena di dalam buku ini menjelaskan materi-materi kepramukaan yang lengkap seperti sejarah kepramukaan, administrasi kepramukaan, berkemah, baris-berbaris, sandi,
kompas, tali-temali, dan masih banyak materi lainnya yang berkaitan dengan kepramukaan. Selain penjelasan materi-materi kepramukaan buku Boyman ini juga disertai ilustrasi gambar yang menarik, sehingga pembaca akan lebih mudah memahami materi yang disajikan.
3. Tri Satya Pramuka Tingkat Penggalang dalam Buku Boyman Karya Andri Bob Sunardi
Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang berisi “ Tri Satya Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh : (1) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan Pancasila, (2) Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat (3) Menepati Dasa Darma” . Dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi ini, Tri Satya merupakan bagian dari kode kehormatan Pramuka (nilai-nilai kepramukaan) sebagai janji Pramuka.
Dalam pendidikan kepramukaan, anggota Pramuka Penggalang secara sukarela mengucapkan Tri Satya (janji Pramuka) tingkat Penggalang saat acara atau kegiatan pelantikan menjadi anggota Pramuka (Ramu, Rakit, dan Terap) dan saat dilantik menjadi pengurus Pramuka (Dewan Penggalang). Hal ini bertujuan sebagai peningkatan diri anggota Pramuka Penggalang untuk senantiasa melakukan, menerapkan, dan selalu mengamalkan Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang.
Pada dasarnya kode kehormatan Pramuka khususnya pada Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang tidak jauh berbeda serta memiliki substansi yang hampir sama dengan Tri Satya Pramuka tingkat Penegak, tingkat Pandega, dan tingkat Dewasa. Akan tetapi memiliki perbedaan kalimat dalam butir nomor 2. Perbedaannya adalah pada Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang butir nomor 2 tercantum kalimat “mempersiapkan diri membangun masyarakat”. Sedangkan pada Tri Satya Pramuka tingkat Penegak, tingkat Pandega, dan tingkat Dewasa butir nomor 2 tercantum kalimat “ikut serta membangun masyarakat”.
Menurut Andri Bob Sunardi, terdapat 6 kewajiban untuk anggota Pramuka Penggalang dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Adapun 6 kewajiban tersebut ialah kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, kewajiban terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), kewajiban terhadap Pancasila, kewajiban terhadap sesama hidup, kewajiban terhadap masyarakat, dan kewajiban terhadap Dasa Darma. a. Kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kewajiban kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan implementasi dari akhlak manusia kepada Tuhannya sebagai bentuk realisasi penyembahan kepada Tuhan. Alasannya karena Tuhan adalah Sang Maha Pencipta sehingga manusia memiliki kewajiban untuk menyembah Tuhan. Adapun cara manusia melakukan kewajibannya adalah dengan memenuhi hak-hak Tuhan dengan cara pemenuhannya ialah menjalankan ibadah kepada-Nya (Sain Hanafy, 2017).
b. Kewajiban terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Kewajiban terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan menjalankan kewajiban kepada Tuhan, yakni melakukan kewajiban kepada NKRI. Adapun cara warga Negara Indonesia melaksanakan kewajibannya salah satunya dengan mencintai tanah air (Negara Indonesia) sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan terhadap NKRI. Dalam Maqasyid Asy-Syariah melakukan kewajiban kepada negara dengan cara menjaga agama, harta benda, nyawa, dan keturunan serta NKRI (M. Alifudin Ikhsan, 2017).
c. Kewajiban terhadap Pancasila
Kewajiban terhadap Pancasila merupakan salah satu kewajiban warga Negara Indonesia untuk melestarikan dengan cara mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang disesuaikan dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Untuk itu, sebagai warga Negara Indonesia harus mendasarkan sikap dan perilaku kepada Pancasila, sebagai manusia Pancasila (Suparman, 2012).
d. Kewajiban terhadap Sesama Hidup
Kewajiban terhadap sesama hidup (manusia) tidak lain merupakan kewajiban untuk saling berinteraksi dengan sesama manusia yang dilandasi dengan akhlak yang baik (terpuji) dan mulia. Akhlak yang baik dan mulia tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk pergaulan yang baik, selalu ramah dan memberikan kebahagiaan, memberikan senyuman, bersikap lemah lembut (kasih sayang), bersikap dermawan, dan penuh keakraban terhadap sesama manusia (Abdul Aziz Al-Fauzan, 2007).
e. Kewajiban terhadap Masyarakat
Kewajiban terhadap masyarakat dapat diartikan sebagai menjalankan kewajiban yang dapat dilakukan dengan cara menolong dan membantu masyarakat demi kepentingan masyarakat bersama. Hal ini bisa dilakukan seperti saat ada kegiata kerja bakti di dalam lingkungan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat (Zakky, 2018).
f. Kewajiban terhadap Dasa Darma
Kewajiban terhadap Dasa Darma adalah kewajiban untuk menjalankan dari kandungan atau nilai-nilai dari Dasa Darma. Dasa Darma (ketentuan moral) merupakan kode etik dalam organisasi pendidikan kepramukaan dengan dilandasi ketentuan moral, disusun, dan ditetapkan untuk mengatur hak dan kewajiban anggota Pramuka khususnya Pramuka Penggalang. Adapun isi dari Dasa Darma dalam pendidikan kepramukaan adalah sebagai berikut:
1) Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
3) Patriot yang sopan dan ksatria.
4) Patuh dan suka bermusyawarah.
5) Rela menolong dan tabah.
6) Rajin, terampil, dan gembira.
7) Hemat, cermat, dan bersahaja.
8) Disiplin, berani, dan setia.
9) Bertanggungjawab dan dapat dipercaya.
10) Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
## PEMBAHASAN
1. Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Tri Satya Pramuka Tingkat Penggalang dalam Buku Boyman Karya Andri Bob Sunardi
Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai seluruh aktivitas dalam kegiatan pendidikan (proses prentransferan ilmu, nilai, dan keterampilan peserta didik dari pendidik melalui proses pengajaran) sesuai dengan landasan agama Islam. Pendidikan Islam ini dilakukan secara terstruktur, kompleks, dan tersistem agar peserta didik dapat menjadi seorang Muslim yang seutuhnya dan dapat melaksanakan peranannya di muka bumi (Hanafi, dkk, 2018, p. 61).
Pendidikan Islam bertujuan membentuk muslim seutuhnya dan sempurna. Menjadi muslim seutuhnya dan sempurna tentu sesuai dengan landasan nilai-nilai ajaran agama Islam yang disampaikan dari Nabi Muhammad SAW yang meliputi hubungan dengan Allah ( hablu min Allah) , hubungan manusia dengan manusia ( hablu min an-nas ), dan hubungan manusia dengan alam ( hablu min al-alam ). Tri Satya Pramuka ialah bagian dari nilai-nilai kepramukaan atau kode kehormatan Pramuka sebagai barometer atau tolak ukur dalam berperilaku anggota Pramuka. Dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi, Tri Satya Pramuka Penggalang diartikan sebagai janji untuk golongan atau anggota Pramuka Penggalang. Selain itu, dalam buku Boyman juga memuat kewajiban-kewajiban dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang, yakni kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Pancasila, sesama hidup, masyarakat, dan Dasa Darma.
Apabila dicermati dengan baik, kewajiban-kewajiban yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka Penggalang pada dasarnya mengandung dan memuat nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka adalah sebagai berikut: a. Nilai yang Berhubungan dengan Allah ( Hablu min Allah )
Hubungan dengan Allah merupakan aplikasi dari ketakwaan manusia dengan Allah SWT. Hubungan tersebut ditandai dengan adanya ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri kepada Allah sebagai perwujudan dari penghambaan manusia. Pelaksanaan dari ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri kepada Allah adalah seorang muslim menjalankan ibadah kepada Allah dengan penghambaan dirinya dan selalu menjaga hubungannya dengan Allah setiap waktu (Khozin, 2013, p. 48).
Hablu min Allah dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang terkandung dalam kewajiban-kewajiban dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Hablu min Allah pertama terkandung dalam kewajiban pertama dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang yang berisi kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Hablu min Allah kedua terkandung dalam kewajiban ketiga dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang berisi kewajiban terhadap Pancasila utamanya pada butir Pancasila sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa ”. Hablu min Allah ketiga atau terakhir terkandung pada kewajiban keenam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang yang berisi kewajiban terhadap Dasa Darma khususnya pada butir Dasa Darma pertama berbunyi “ Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” .
b. Nilai yang Berhubungan dengan Sesama Manusia ( hablu min an-nas )
Hablu min an-nas merupakan wujud ketakwaan manusia setelah menjalankan hubungannya dengan Allah SWT ( hablumminannas ). Dalam pelaksanaan hubungan tersebut, terdapat 3 perilaku manusia yang berhubungan dengan sesama manusia, yakni kepada diri sendiri, kepada keluarga, dan yang berhubungan dengan masyarakat (Z. Ali, 2012, p. 34). Untuk mengembangkannya, diperlukan pembinaan dan pemeliharaan hubungan manusia dengan sesama manusia yang dapat dilakukan dengan mengembangkan gaya dan cara hidup agar selalu sesuai dengan nilai-nilai serta norma yang berlaku di kehidupan bermasyarakat dan bernegara (M. D. Ali, 2015, p. 230).
Hablu min an-nas tidak lain merupakan bukti bahwasanya manusia sebagai manusia sosial, yang berarti selalu berhubungan dan selalu bergaul dengan sesama manusia. Manusia bergaul dimulai dari lingkup kecil yang dimulai dari keluarga, tetangga (masyarakat sekitar), dan masyarakat yang lebih luas. Bergaul dengan keluarga berarti berbuat baik kepada seluruh anggota keluarga, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Sedangkan bergaul dengan masyarakat mencakup pergaulan terhadap masyarakat dan terhadap negara (Zubaidi, 2015, p. 6).
Hubungan manusia terhadap sesama manusia ( Hablu min an- nas ) dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang terkandung dalam kewajiban-kewajiban dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Hablu min an-nas pertama terkandung dalam kewajiban Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang kedua yakni kewajiban terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Hablu min an-nas kedua terkandung dalam kewajiban Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang ketiga yakni kewajiban terhadap Pancasila khususnya pada Pancasila butir kedua (kemanusiaan yang adil dan beradab), ketiga (persatuan Indonesia), keempat (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan), dan kelima (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Hablu min an-nas ketiga terkandung dalam kewajiban Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang keempat dan kelima, yakni kewajiban terhadap sesama hidup dan kewajiban terhadap masyarakat.
Hablu min an-nas terakhir terkandung dalam kewajiban Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang keenam yakni kewajiban terhadap Dasa Darma. Hablu min an-nas dalam Dasa Darma terkandung dalam butir kedua (kasih sayang terhadap sesama manusia), butir ketiga (patriot yang sopan dan ksatria), butir keempat (patuh dan suka bermusyawarah), butir kelima (rela, menolong, dan tabah), butir keenam (rajin, terampil, dan gembira), butir ketujuh (hemat, cermat, dan bersahaja), butir kedelapan (disiplin, berani, dan setia), butir kesembilan
(bertanggungjawab dan dapat dipercaya), dan butir kesepuluh (suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan).
c. Nilai yang Berhubungan dengan Alam ( Hablu min al-alam )
Hubungan manusia dengan alam ( hablu min al-alam ) merupakan hubungan manusia dengan sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik kepada hewan, kepada tumbuhan, dan kepada benda-benda yang tidak bernyawa. Dalam pelaksanaannya hubungan manusia dengan alam dapat dilakukan dengan cara dapat melestarikan, menyanyangi, dan memelihara hewan dan tumbuhan serta tidak merusak ekosistem yang ada di alam (tanah, air, udara, dan makhluk hidup lainnya).
Hablu min al-alam dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang terkandung dalam kewajiban-kewajiban dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Hablu min al-alam pertama terkandung dalam kewajiban kedua, yakni kewajiban terhadap NKRI. Hablu min al-alam kedua terkandung dalam kewajiban keenam, yakni kewajiban terhadap Dasa Darma khususnya pada butir kedua Dasa Darma pada kalimat “ cinta alam ”.
2. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Tri Satya Pramuka Tingkat Penggalang dalam Buku Boyman Karya Andri Bob Sunardi di Lingkungan Sekolah
Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka Tingkat Penggalang terdiri dari 3 nilai pendidikan Islam. Ketiga nilai pendidikan Islam tersebut ialah nilai yang berhubungan dengan Allah ( hablu min Allah ), nilai yang berhubungan dengan manusia ( hablu min an- nas ), dan nilai yang berhubungan dengan alam ( hablu min al-alam ). Dari ketiga nilai tersebut, masing-masing terkandung dalam kewajiban- kewajiban yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka Tingkat Penggalang dalam Buku Boyman Karya Andri Bob Sunardi.
a. Implementasi Nilai yang Berhubungan dengan Allah ( hablu min Allah ) di Lingkungan Sekolah
Hubungan dengan Allah ( hablu min Allah ) dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang pada penjelasan sebelumnya terkandung
dalam beberapa kewajiban di Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Yakni terkandung dalam kewajiban pertama (kewajiban terhadap Tuhan), kewajiban ketiga (kewajiban terhadap Pancasila khususnya pada butir pertama), dan kewajiban keenam (kewajiban terhadap Dasa Darma khususnya pada butir pertama).
Impelementasi nilai yang berhubungan dengan Allah di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan beberapa perilaku anggota Pramuka Penggalang. Perilaku tersebut diantaranya seperti membaca doa (sebelum dan sesudah kegiatan) dan melaksanakan ibadah kepada Allah SWT seperti sholat saat berkegiatan kepramukaan. Hal ini dilaksanakan karena mengingat anggota Pramuka Penggalang berkedudukan sebagai hamba Allah SWT, sehingga dalam berkegiatan kepramukaan yang dilaksanakan anggota Pramuka Pengalang tidak boleh melupakan kewajibannya kepada Allah SWT. (Woro & Marzuki, 2016, p. 59).
Anggota Pramuka Penggalang sudah seharusnya menjalankan kewajibannya kepada Allah SWT sebagai perwujudan dari ketakwaannya. Menjalankan kewajiban kepada Allah SWT berarti melaksanakan ibadah secara terus-menerus yang dilandasi dengan penuh keimanan. Pada kewajiban ini, anggota Pramuka Penggalang dapat melaksanakan kewajibannya kepada Allah SWT dengan beriman kepada Allah SWT dengan cara selalu beribadah kepada Allah SWT, selalu bersyukur atas nikmat-Nya, dan selalu memohon ampun kepada- Nya serta selalu bersabar dalam menghadapi cobaan yang diberikan dari Allah SWT.
Apabila anggota Pramuka Penggalang mampu melaksanakan ibadah secara terus menerus dan konsisten ( istiqamah ) tentunya hal ini akan mendatangkan hal positif untuk anggota Pramuka Penggalang. Hal positif tersebut adalah dapat menghidari diri dari perbuatan- perbuatan tercela dan semakin menambah akan ketaatannya kepada Allah SWT.
Dalam kurikulum saat ini, yakni pada kurikulum 2013 nilai yang berhubungan dengan Allah terkandung dalam kompetensi inti 1. Kompetensi inti pertama ini merupakan kompetensi yang memiliki substansi ke ranah sikap spiritual peserta didik. Isi dari dari KI 1 untuk tingkat Penggalang atau dalam hal ini peserta didik setingkat SMP/ MTs. adalah menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya (Yunus & Alam, 2015, p. 69). Adapun pembentukan dari sikap spiritual ini ialah membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa sebagai bentuk dari hubungan vertikal kepada Allah SWT secara langsung.
b. Implementasi Nilai yang Berhubungan dengan Sesama Manusia ( Hablu min an-nas ) di Lingkungan Sekolah
Hubungan dengan sesama manusia ( hablu min an-nas ) dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang pada penjelasan sebelumnya terkandung dalam beberapa kewajiban di Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Yakni terkandung dalam kewajiban kedua (kewajiban terhadap NKRI), kewajiban ketiga (kewajiban terhadap Pancasila), kewajiban keempat (kewajiban sesama hidup), kewajiban kelima (kewajiban terhadap masyarakat), dan kewajiban keenam (kewajiban terhadap Dasa Darma).
Impelementasi dari nilai ini ialah anggota Pramuka Penggalang melaksanakan beberapa perilaku yang berhubungan dengan sesama manusia di lingkungan sekolah. Bentuk perilaku ini diantaranya seperti menjaga kesehatan dan menjaga kebersihan diri, mengikuti kegiatan atau pembelajaran yang diselenggarakan Pembina sebagai bentuk tanggung jawab sebagai seorang pelajar, menjalankan tugas yang diberikan Pembina, menjalankan hukuman sebagai resiko telah melanggar tata tertib, dan meminta izin kepada Pembina apabila tidak bisa berangkat dalam kegiatan Pramuka.
Hubungan dengan sesama manusia di lingkungan sekolah berarti menjaga pergaulan yang baik dengan sesama anggota Pramuka Penggalang dan Pembina. Menjaga pergaulan dengan sesama
anggota Pramuka Pengalang dan Pembina serta melaksanakan tugas yang diberikan Pembina, anggota Pramuka Penggalang tentu harus menjunjung tinggi adab atau etika yang sesuai dengan ajaran Islam. Yakni dengan memilki sifat Shiddiq (kejujuran) dalam berbicara dan berperilaku, memilki sifat Amanah (dapat dipercaya) dalam melaksanakan tugas yang diberikan, memiliki sifat Adl (adil) dalam memutuskan sesuatu, dan memiliki sifat pemaaf kepada sesama anggota Pramuka Pengalang dan Pembina.
Dalam kurikulum 2013 saat ini, nilai yang berhubungan dengan sesama manusia terkandung dalam kompetensi inti 2. Kompetensi inti kedua ini merupakan kompetensi yang memiliki substandi ke ranah sikap sosial peserta didik tingkat SMP/MTs. atau dalam hal ini tingkat Pramuka Penggalang. Adapun isi dari kompetensi inti kedua ini adalah menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Adapun pembentukan dari sikap sosial ini ialah membentuk peserta didik yang memiliki akhlak yang baik sebagai bentuk dari hubungan horizontal kepada sesama manusia.
c. Implementasi Nilai yang Berhubungan dengan Alam ( Hablu min al- alam ) di Lingkungan Sekolah
Hubungan dengan alam ( hablu min al-alam ) dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang pada penjelasan sebelumnya terkandung dalam beberapa kewajiban di Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang. Yakni terkandung dalam kewajiban kedua (kewajiban terhadap NKRI) dan kewajiban keenam (kewajiban terhadap Dasa Darma).
Implementasi dari nilai ini ialah anggota Pramuka Penggalang melaksanakan beberapa perilaku yang berhubungan dengan alam di lingkungan sekolah. Bentuk perilaku tersebut diantaranya adalah bertanggungjawab dalam memilihara kebersihan dan kelestarian alam
seperti membuang sampah pada tempatnya saat berkegiatan Pramuka dan melakukan kegiatan penghijauan yang dilakukan di sekolah.
Hubungan dengan alam di lingkungan sekolah berarti anggota Pramuka Penggalang ikut menjaga dan melestarikan lingkungan dan alam yang ada di lingkungan sekolah maupun saat berkegiatan di alam terbuka. Menjaga dan melestarikan berarti dapat memanfaatkan dan tidak merusak apa yang ada di alam baik tumbuhan, hewan, dan makhluk yang tidak bernyawa, seperti tanah, air, dan udara. Hal ini dilakukan supaya lingkungan dapat terjaga keasriannya sebagai bentuk kepedulian terhadap alam.
Dalam kurikulum 2013 saat ini, nilai yang berhubungan dengan alam terkandung dalam kompetensi inti 2. Meskipun kompetensi kedua ini memilki substansi sikap sosial, akan tetapi dalam kompetensi inti ini juga mengandung sikap untuk menjaga alam. Adapun isi dari kompetensi inti kedua ini adalah menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Adapun pembentukan dari sikap sosial ini ialah membentuk peserta didik yang memiliki akhlak yang baik sebagai bentuk dari hubungan horizontal dengan alam.
## KESIMPULAN
Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi terdiri dari 3 nilai. Ketiga nilai tersebut adalah nilai yang berhubungan dengan Allah SWT ( hablu min Allah) , nilai yang berhubungan dengan sesama manusia ( hablu min an-nas ), dan nilai yang berhubungan dengan alam ( hablu min al-alam ). Nilai yang berhubungan dengan Allah ( hablu min Allah ) terkandung dalam kewajiban pertama (kewajiban terhadap Tuhan), kewajiban ketiga (kewajiban terhadap Pancasila khususnya pada butir pertama), dan kewajiban keenam (kewajiban terhadap Dasa Darma khususnya pada butir pertama). Nilai yang berhubungan
dengan sesama manusia ( hablu min an-nas ) terkandung dalam kewajiban kedua (kewajiban terhadap NKRI), kewajiban ketiga (kewajiban terhadap Pancasila khususnya pada butir kedua, ketiga, keempat, dan kelima), kewajiban keempat (kewajiban sesama hidup), kewajiban kelima (kewajiban terhadap masyarakat), dan kewajiban keenam (kewajiban terhadap Dasa Darma khususnya pada butir kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh). Nilai yang berhubungan dengan alam ( hablu min al-alam terkandung dalam kewajiban kedua (kewajiban terhadap NKRI) dan kewajiban keenam (kewajiban terhadap Dasa Dasa Darma khususnya pada butir kedua).
Implementasi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tri Satya Pramuka tingkat Penggalang dalam buku Boyman karya Andri Bob Sunardi di lingkungan sekolah terdiri dari 3 bentuk implementasi yaitu: 1) Implementasi nilai yang berhubungan dengan Allah di lingkungan sekolah yang dapat ditunjukkan beberapa perilaku anggota Pramuka Penggalang, seperti membaca doa (sebelum dan sesudah kegiatan) dan melaksanakan ibadah kepada Allah SWT seperti melaksanakan sholat saat berkegiatan kepramukaan. Perilaku tersebut tidak lain sebagai bentuk dari hubungan vertikal kepada Allah SWT secara langsung. 2) Implementasi nilai yang berhubungan dengan sesama manusia di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan beberapa perilaku anggota Pramuka Penggalang, seperti menjaga kesehatan dan menjaga kebersihan diri, mengikuti kegiatan atau pembelajaran yang diselenggarakan Pembina sebagai bentuk tanggung jawab sebagai seorang pelajar, menjalankan tugas yang diberikan Pembina, menjalankan hukuman sebagai resiko telah melanggar tata tertib, dan meminta izin kepada Pembina apabila tidak bisa berangkat dalam kegiatan Pramuka. Selain itu, hubungan dengan sesama manusia dapat diwujudkan dengan menjaga pergaulan yang baik dengan sesama anggota Pramuka Penggalang dan Pembina dengan menjujung tinggi adab atau etika yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti sifat Shiddiq (kejujuran), sifat Amanah (dapat dipercaya), sifat Adl (adil), dan sifat pemaaf. Perilaku tersebut tidak lain sebagai bentuk dari hubungan horizontal kepada sesama manusia. 3) Implementasi nilai yang berhubungan dengan
alam di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan beberapa perilaku anggota Pramuka Penggalang, seperti bertanggungjawab dalam memilihara kebersihan dan kelestarian alam yang diwujudkan dengan membuang sampah pada tempatnya saat berkegiatan Pramuka dan melakukan kegiatan penghijauan. Hal ini bertujuan agar lingkungan dapat terjaga keasriannya sebagai bentuk kepedulian dan tanggungjawab terhadap alam. Perilaku tersebut tidak lain sebagai bentuk dari hubungan horizontal dengan alam.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Riset ini melibatkan banyak pihak. Kurang etis apabila peneliti tidak memberikan apresiasi secara khusus pada stakholders yang terlibat, baik langsung maupun tidak, dan berkontribusi secara signifikan atas purnanya penelitian ini. Pertama ialah jajaran pimpinan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara yang telah memberikan rekomendasi dan membantu ihwal administratif terkait pelaksanaan riset. Kedua, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Unisnu Jepara yang selalu memotivasi peneliti, khususnya, dan civitas academica Unisnu Jepara, pada umumnya, agar senantiasa melestarikan kegiatan publikasi ilmiah sebagai bagian dari pengejawantahan Tridarma perguruan tinggi. Terakhir, penghargaan secara khusus peneliti sampaikan kepada penulis buku Boyman, yaitu Andri Bob Sunardi. Melalui karya dan pemikirannya tentang kepramukaan, peneliti banyak mengambil inspirasi.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Afifuddin, & Saebani, B. A. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Pustaka Setia.
[2] Aji, A. H. (2016). Pendidikan Karakter dalam Ekstrakurikuler Pramuka di SMP Negeri 1 Yogyakarta. Spektrum Analisis Kebijakan Pendidikan , 5 (1), 82 –96.
[3] Ali, M. D. (2015). Pendidikan Agama Islam . Jakarta: Rajawali Pers.
[4] Ali, Z. (2012). Pendidikan Agama Islam . Jakarta: Bumi Aksara.
[5] Damanik, S. A. (2014). Pramuka Ekstrakulikuler Wajib di Sekolah. Jurnal
Ilmu Keolahragaan , 13 (2), 16 –21.
https://doi.org/10.1016/j.bbapap.2013.06.007
[6] Gunawan, I. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik . Jakarta: Bumi Aksara.
[7] Habibi, M. A. M. (2017). Penerapan Dasadarma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Kepramukaan (Studi pada UKM Pramuka Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi IAIN Salatiga) . IAIN Salatiga.
[8] Hanafi, H., dkk. (2018). Ilmu Pendidikan Islam . Yogyakarta: Deepublish.
[9] Handoyo, A. (2019). Viral: Tawuran Antar Pelajar SMP Tigaraksa 1 Orang Tewas. Retrieved
August 23, 2020, from https://www.redaksi24.com/viral-tawuran-antar-pelajar-smp-tigaraksa-1- orang-tewas/
[10] Harahap, N. (2014). Penelitian Kepustakaan. Iqra’: Jurnal Perpustakaan Dan Informasi , 8 (1), 68 –74.
[11] Khozin. (2013). Khazanah Pendidikan Agama Islam . Bandung: Remaja Rosdakarya.
[12] Kriyantono, R. (2014). Teknik Praktis Riset Komunikasi . Jakarta: Kencana.
[13] Moleong, L. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
[14] Mujib, A., & Mudzakir, J. (2010). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Kencana.
[15] Nurkholis. (2013). Pendidikan dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal Kependidikan , 1 (1), 24 –44. Retrieved from file:///C:/Users/Diana/Downloads/530-Article Text-1025-1-10-
20160318.pdf
[16] Perdana. (2029). Bullying Picu Gangguan Jiwa Anak. Retrieved August
23, 2020, from Jawa Pos website: ying-picu-gangguan-jiwa-anak
[17] Prayitno, B., dkk. (2011). Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar . Jakarta: KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA.
[18] Sunardi, A. B. (2016). Boyman Ragam Latih Pramuka . Bandung: Darma Utama.
[19] Susanto, M. Y., & Salamah. (2018). Peranan Kepramukaan dalam Menanamkan Nilai Karakter Pada Siswa SMP Negeri 2 Wonosari Tahun 2016. Pascasarjana
MIPS
Universitas PGRI Yogyakarta . https://doi.org/10.1056/nejmoa1407279
[20] Tanjung, I. (2020). Viral Remaja Perempuan di Riau Joget di Pinggir Jalan, Ditangkap Polisi dan Positif Gunakan Narkoba. Retrieved August 23, 2020, from https://jabar.tribunnews.com/2020/01/03/viral-remaja- perempuan-di-riau-joget-di-pinggir-jalan-ditangkap-polisi-dan-positif- gunakan-narkoba
[21] Ubaidillah, M. (2018). Analisis Kode Kehormatan Pramuka Tingkat Penegak dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis Tentang Konsep Tri Satya Pramuka Penegak) .
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
[22] Woro, S., & Marzuki. (2016). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di Smp Negeri 2 Windusari Magelang. Jurnal Pendidikan Karakter , (1), 59 –73. https://doi.org/10.21831/jpk.v0i1.10733
[23] Yunus, H., & Alam, H. V. (2015). Perencanaan Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013 . Yogyakarta: Deepublish.
[24] Zubaidi. (2015). Akhlak dan Tasawuf . Yogyakarta: Lingkar Media.
|
cfdbf1f1-107d-4b31-909a-a466312d3d96 | http://jurnal.utu.ac.id/jcommunity/article/download/991/785 | Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
## HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH: KAJIAN MENGENAI OTONOMI KHUSUS DI PROVINSI ACEH
Yeni Sri Lestari
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar [email protected]
## ABSTRACT
The prolonged conflict in Aceh between the central government and the Free Aceh Movement (GAM) and the earthquake and tsunami disaster in Aceh have added to the long list of dark history of the suffering of the Acehnese people. The peaceful decision agreed upon by the central government with the Aceh government which gave birth to special autonomy in Aceh provided fresh space for improving relations between the two governments. However, the space of freedom that is given is not fully able to control and build good relations easily, because there are still some differences in principles and political views between the central government and the Aceh government so that conflicts still arise. Therefore, this article aims to examine whether the provision of special autonomy will ensure the existence of Aceh remains within the NKRI?, how is the development of the Central Government's cooperation with the Aceh Government?, What are the impacts of special autonomy in Aceh?. This study found that the special autonomy acquired by Aceh sufficiently guaranteed the authority of the Aceh government in regulating its own regional affairs in accordance with the life principles of the Acehnese people, this was inseparable from the ongoing efforts and efforts between the central government and the Aceh government in establishing cooperation for the integrity of the nation . Special autonomy in Aceh provided its own dynamics for the political stability and stability of the Acehnese people.
Keywords: Central government, Aceh government, special autonomy
## ABSTRAK
Konflik berkepanjangan di Aceh antara pemerintah pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta musibah gempa dan tsunami di Aceh telah menambah daftar panjang sejarah kelam penderitaan masyarakat Aceh. Keputusan damai yang disepakati oleh pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh yang melahirkan otonomi khusus di Aceh memberi ruang segar bagi perbaikan hubungan antara kedua pemerintahan tersebut. Namun, ruang kebebasan yang diberikan tidak sepenuhnya mampu mengontrol dan membangun hubungan baik dengan mudah, dikarenakan masih terdapat beberapa
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
perbedaan prinsip dan pandangan politik antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh sehingga masih memungkinkan timbulnya konflik. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengkaji mengenai apakah dengan diberinya otonomi khusus akan menjamin keberadaan Aceh tetap dalam NKRI?, bagaimanakah perkembangan kerjasama Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Aceh?, apakah dampak dari otonomi khusus di Aceh?. Kajian ini mendapati bahwa otonomi khusus yang diperoleh Aceh cukup menjamin kewenangan pemerintah Aceh dalam mengatur urusan daerahnya sendiri sesuai dengan prinsip hidup masyarakat Aceh, hal ini tidak terlepas dari upaya dan usaha yang terus dilakukan antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh dalam menjalin kerja sama bagi keutuhan bangsa. Otonomi khusus di Aceh memberikan dinamika tersendiri bagi kestabilan politik dan kemapanan masyarakat Aceh.
## Kata Kunci: Pemerintah pusat, pemerintah Aceh, Otonomi khusus
## 1. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara demokratis yang terdiri dari kepulauan dengan sistem negara kesatuan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, dimana presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh wakil presiden dan para menteri yang mengurusi bidang-bidang tertentu dalam perlembagaan publik di Indonesia, sedangkan di daerah tingkat provinsi, presiden dibantu oleh kepala daerah yang disebut gubernur.
Indonesia menganut sistem desentralisasi dalam pembagian kekuasaan dari pusat ke daerah. Bagian dari desentralisasi di Indonesia dikenal dengan otonomi daerah, yaitu daerah-daerah di Indonesia memiliki kewenangan tersendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya. Sistem pemerintahan daerah ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Otonomi daerah di Indonesia lahir sebagai akibat dari kegagalan Pemerintah Indonesia mengantisipasi gejala krisis ekonomi dan keuangan global pada tahun 1998, dikarenakan Pemerintah Pusat lebih banyak menggunakan waktu dan energinya untuk mengurusi masalah-masalah domestik yang sebenarnya dapat diurus oleh pemerintah daerah. Pola hubungan pusat-daerah yang paternalistik harus diubah menjadi pola hubungan yang bersifat kemitraan dan desentralistik, maka lahirlah Undang-undang pertama tentang pemerintahan daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (Syamsuddin Haris, 2007).
Daerah di Indonesia memiliki dasar dalam pengurusan rumah tangga daerahnya berdasarkan UU tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan oleh Negara, sehingga daerah di Indonesia merupakan daerah otonom. Sebagai daerah otonom,
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
daerah-daerah di Indonesia berhak untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar pelaksanaan pemerintahan daerah di masing-masing daerah yang kedudukannya berada di bawah Undang-undang, sehingga setiap Perda tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang.
Provinsi Aceh sebagai salah satu daerah otonom di Indonesia, memiliki kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah atau dikenal dengan otonomi khusus. Hal ini dikarenakan Provinsi Aceh sebagai daerah bekas konflik yang pernah distatuskan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) akibat adanya aktifitas separatisme dari golongan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta akibat terjadinya musibah gempa dan tsunami pada 2004 silam.
Upaya pemerintah pusat untuk tetap mempertahankan Aceh sebagai salah satu daerah di Indonesia dengan berbagai cara telah ditempuh, penderitaan yang berkepanjangan dirasakan oleh rakyat Aceh baik ketika DOM dan ditambah dengan musibah tsunami menyadarkan kedua belah pihak (Pemerintah Indonesia dan GAM) untuk menyudahi konflik di Aceh, sehingga melalui perjanjian damai Memory of Understanding (MoU) Helsinki disepakati oleh Pemerintah Pusat dan GAM untuk berdamai dalam payung NKRI.
Kesepakatan damai yang telah tercipta tidak menjadikan hubungan antara keduanya selalu harmonis. Terdapat perbedaan yang seringkali menjadi penghambat terjalinnya keharmonisan antara pusat dan Aceh dikarenakan iklim perdamaian yang belum sepenuhnya terbangun memicu rasa sentimen kedua nelah pihak, namun pembiaraan terhadap hal ini dapat menganggu perdamaian yang telah terjalin. Pentingnya pembangunan pondasi kerja sama antara pusat dan Aceh untuk menjaga persatuan dan kesatuan menjadi catatan tersendiri bagi bangsa ini. Oleh karena itu, penting dilakukan kajian untuk melihat sejauh mana hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh dalam mengimplementasikan pelaksanaan otonomi khusus.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## 2.1 Desentralisasi
Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintahan yang dipertentangkan dengan sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan pemerintahan lokal ( local government ). Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal), merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan sentralisasi (Syamsuddin Haris, 2007).
Desentralisasi memberikan sepenuhnya pembahagiaan kekuasaan daripada pusat untuk daerah dalam segala aspek kecuali hal-hal yang menjadi urusan pusat seperti kebijakan fiskal dan moneter, pertahanan, keagamaan, hubungan luar negeri, peradilan dan segala bidang yang bersifat strategis nasionalis. Sedangkan sistem sentralisasi lebih
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
menitikberatkan segala urusan negara terpusat hanya kepada pemerintah pusat saja tanpa memberikan keleluasaan bagi daerah dalam mengatur daerahnya sendiri.
Pengelolaan hubungan pusat-daerah ke arah yang lebih harmonis serta memenuhi aspirasi kedua pihak secara adil dan proporsional bukanlah persoalan yang mudah. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia sendiri memperlihatkan tingginya tingkat fluktuasi konflik dan ketegangan dalam relasi pusat dan daerah meskipun berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan sejak periode 1950-an hingga era reformasi dewasa ini. Agenda penyelesaian yang ditawarkan pemerintah pusat hampir selalu bermuara pada munculnya persoalan baru yang tidak atau kurang diantisipasi dan diakomodasi dalam proposal kebijakan sebagai akibat dari besarnya kepentingan elit politik Jakarta untuk mempertahankan posisi superior dan dominasi pusat atas daerah (Syamsuddin Haris, 2007).
Konflik Aceh yang berkepanjangan hingga terjadinya musibah tsunami pada tahun 2004 silam memberikan peluang bagi pemerintah pusat dan GAM untuk sama- sama menyudahi konflik yang menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan pada masyarakat Aceh dan ditambah dengan musibah tsunami yang juga banyak memakan korban jiwa. Ditandatanganinya perjanjian MoU Helsinki di Finlandia memberikan titik terang bagi penegakkan demokrasi yang seutuhnya di Aceh.
Undang-undang otonomi daerah memberikan perspektif baru dalam mengamalkan prinsip otonomi daerah, sehingga daerah memiliki otonomi penuh, luas dan bertanggung jawab dalam mengatur daerahnya sendiri. Dinamika otonomi daerah ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja daerah dalam memberikan pelayanan, mengamalkan asas-asas demokrasi serta pelaksanaan pembangunan daerah yang berkesinambungan terhadap kemakmuran dan kesejahteraan masayrakat di daerah. Sehingga hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terjalin secara seimbang dan mencapai kesepakatan bagi kedua belah pihak dalam merumuskan indikator keberhasilan di daerah.
Kebijakan undang-undang mengenai otonomi daerah sudah lama muncul di Indonesia, dimulai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, namun UU ini lebih kepada praktek sentralisasi bukan desentralisasi, maka semenjak reformasi mulai disahkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang mulai mengatur tentang sistem desentralisasi di Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah mulai secara tegas mengatur prinsip-prinsip pembagiaan kekuasaan dari pusat kepada daerah, yang kemudian direvisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Aceh melalui perjanjian damai MoU Helsinki diberikan kekuasaan menjadi daerah otonomi khusus yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 yang mengatur mengenai segala urusan daerah Aceh beserta kekhususannya. Lahirnya UUPA ini menjadi salah satu penyelesaian konflik kepentingan yang selalu ada antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Aceh, dimana Aceh selalu menganggap
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
Pemerintah Pusat berperan dominan dalam mengurusi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah di Aceh, namun dengan hadirnya UUPA memberikan pembagian yang tegas antara kewenangan pusat dan daerah Aceh dalam mengelola SDA yang ada di Aceh.
Reformasi desentralisasi mensyaratkan adanya reformasi dalam hubungan pusat dan daerah disertai otonomi pemerintahan daerah. Ketika pemerintah daerah dan masyarakat lokal mencapai tingkatan otonomi, keduanya dapat memberdayakan sumber daya lokal demi mencapai taraf pembangunan ekonomi yang tinggi di daerahnya masing-masing. Selanjutnya, apabila desentralisasi tidak dilihat sebagai tujuan bagi dirinya sendiri, maka desentralisasi bisa menciptakan pemerintahan daerah yang terbuka, responsif dan efektif serta mampu memperluas sistem representasional dalam membuat keputusan bagi kepentingan masyarakat (Muhammad Noor, 2012: 6).
Wujud keadilan dalam sistem otonomi daerah di Aceh dapat diwujudkan dengan baik apabila pemerintah daerah Aceh, DPRA dan DPD Aceh yang merupakan keterwakilan rakyat dalam suatu pemerintahan dan parlemen mampu mengaplikasikan aspirasi rakyat dalam setiap kebijakan yang dibuat seperti membentuk qanun yang mencakup kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh dan kebijakan itu tidak melangkahi kepentingan pemerintah pusat, dalam artian, Aceh sebagai daerah otonomi khusus yang memiliki hak-hak istimewa didalamnya janganlah menggunakan hak tersebut untuk membentuk suatu kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan pusat atau membuat kepentingan yang menjurus kepada perpecahan yang akan menyebabkan konflik, hubungan pusat dan pemerintah Aceh harus bertujuan untuk membangun reformasi desentralisasi sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak.
Otonomi daerah sangat kondusif bagi terjadinya konflik. Kebebasan yang menyertai otonomi seringkali ditafsirkan sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri dengan mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia menurut kepentingan sendiri yang merupakan sumber konflik yang amat potensial di masa-masa mendatang. Otonomi daerah hanyalah dapat berjalan dengan baik bila ada pemahaman yang baik terhadap kebebasan dan kewenangan daerah, disamping adanya kemampuan mengendalikan diri dalam menjalanan kebebesan (Syamsuddin Haris, 2007).
Otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh harus digunakan sebaik mungkin demi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh, bukan lagi digunakan sebagai kepentingan individu atau kelompok tertentu dalam meraih keinginan yang akan menyebabkan penderitaan kepada masyarakat Aceh lagi. Hal ini dapat diwujudkan dengan menjaga hubungan yang harmonis serta komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh, serta sama-sama tetap menjalankan isi perjanjian MoU Helsinki sesuai dengan yang termaktub dalam perjanjian tersebut.
Sistem desentralisasi secara luas tidak hanya mengatur hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah saja, namun juga mengatur hubungan dengan agen-agen otonom lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sektor privat, perusahaan publik, dll. Hal ini dapat dilihat seperti dalam bagan berikut:
## Bagan 2.1. Desentralisasi Tanggung Jawab dari Pemerintah Pusat
## Sumber: Muhammad Noor, 2012: 14
Pelaksanaan asas desentralisasi yang meliputi berbagai sektor memberikan dorongan bagi terjadinya reformasi sektor publik yang menjamin pembangunan pelayanan masyarakat lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, desentralisasi diharapkan mampu untuk menjadi semangat bagi daerah dalam mewujudkan reformasi birokrasi yang menjadi landasan utama keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu daerah.
## 2.2 Otonomi Khusus Aceh
Asas desentralisasi dibagi dalam 2 kategori yaitu desentralisasi simetris dan desentralisasi asimetris atau diartikan sebagai otonomi khusus. Menurut Joachim Wehner, otonomi yang berbeda tersebut merupakan hal yang wajar dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara. Hal tersebut berlangsung baik dalam negara kesatuan yang desentralisasikan maupun negara yang menganut sistem federatif (Malahayati, 2015: 21).
Pemerintahan daerah di Aceh dijalankan sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang memiliki sifat khusus atau istimewa sebagai gambaran karakter khas sejarah perjuangan rakyat Aceh yang memiliki daya juang dan ketahanan tinggi dalam menjaga keutuhan dan persatuan daerahnya. Karakter khas ini bersumber kepada pandangan hidup yang dilandaskan pada prinsip syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat sebagai modal perjuangan dalam mempertahankan dan menjaga kemerdekaan Indonesia.
PEMERINTAH PUSAT PERUSAHAAN KOMERSIAL SEKTOR PUBLIK UNIT DISEKITAR PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH AGEN-AGEN OTONOM LSM/ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL SEKTOR PRIVAT DAN
PERUSAHAAN MASYARAKAT
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
Pengadopsian model disentralisasi asimetris didasarkan pada kebutuhan akan kerangka administrasi yang handal dalam mengelola keragaman lokal. Format pengorganisasian negara dilihat sebagai wujud responsif atas realitas keberagaman masyarakat sebagai sumber input bagi bekerjanya sistem politik dan pemerintahan (Muhammad Fauzan, 2006: 44). Perbedaan antara disentralisasi simetris dengan disentralisasi asimetris dapat dilihat pada bagan berikut:
## Bagan 2.2. Perbedaan Antara Otonomi daerah dan Otonomi Khusus
No. Aspek Otonomi Daerah Otonomi Khusus 1. Dasar berlakunya Kewenangan yang berlaku untuk semua daerah di suatu negara karena adanya peralihan dari sistem sentralistik menuju sistem desentralisasi Kewenangan yang tidak semua daerah memperolehnya, melainkan karena adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan daerah tertentu mendapatkannya, seperti adanya gerakan separatisme maupun kekhususan warisan kebudayaan secara turun temurun 2. Dasar hukum Undang-undang otonomi daerah yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang kewenangan, hak, dan kewajiban daerah Undang-undang otonomi khusus yang sesuai dengan daerah tertentu, seperti Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh 3. Tujuan Memberikan kebebasan bagi daerah sebagai bukti pengamalan asas-asas demokrasi melalui reformasi pemerintahan Memberikan hak, kewenangan dan kewajiban bagi terjaminnya sebuah kekhususan yang dimiliki oleh daerah
Sumber: disusun oleh penulis
Konflik separatisme Aceh telah menggagalkan sistem penyelenggaraan daerah karena tidak mampu mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan kemajuan rakyat banyak khususnya memberikan perlindungan hak asasi manusia. Penderitaan dan kesengsaraan rakyat secara luas dirasakan sebagai dampak jangka panjang terjadinya konflik Aceh, sehingga perlu suatu upaya untuk mengembangkan dan menjalankan sistem
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan yang efektif dan efisien bagi kemajuan Aceh.
Konflik yang belum teratasi disusul dengan peristiwa gempa dan tsunami menjadi alasan kuat untuk kembali menumbuhkan dan membangun solidaritas seluruh kalangan bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat dan daerah Aceh. Hal ini kemudian menjadi dasar kesepakatan damai antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh yang dituangkan dalam Undnag-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang mengamalkan otonomi khusus dalam penyelenggaraan urusan daerah.
Otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh merupakan gambaran keistimewaan Aceh sebagai daerah yang menerapkan syari’at Islam sebagai pedoman utama dari asas umum penyelenggaraan pemerintahan,hal ini menjadi ciri khas dalam mengamalkan sistem ketatanegaraan. Selain itu, pendirian partai politik lokal sebagai wadah ideologi rakyat Aceh menjadi jembatan baru bagi iklim pembangunan politik di Aceh.
Otonomi khusus mengandung arti hak, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki suatu daerah ditentukan berbeda dengan daerah pada umumnya. Otonomi khusus berbeda dengan daerah khusus karena di dalam otonomi khusus perbedaan dengan daerah lain bukan hanya dari sisi struktur pemerintahan daerah, melainkan perbedaan ruang lingkup hak, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki daerah, serta pola dan proporsi hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah khusus (Malahayati, 2015: 23).
Kekhususan Aceh merupakan peluang berharga untuk melakukan berbagai penyesuaian dalam berbagai aspek yang terdiri dari struktur, susunan, pembentukan pemerintahan yang sesuai dengan jiwa dan semangat dalam berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai luhur dan pedoman hidup masyarakat Aceh yaitu syari’at Islam. Maka dari itu, pelaksanaan sebagian besar sistem pemerintahan daerah berpedoman kepada asas syari’at Islam.
Sisi kelembagaan di Aceh melatarbelakang pembentukan yang mengafiliasi hidupnya kembali lembaga adat dan lembaga syaria’at yang secara signifikan meredam permasalahan yang timbul dikalangan masyarakat pada saat itu. Pembentukan dan pendirian berbagai macam lembaga adat mulai dari tingkat gampong hingga provinsi menjadi tonggak utama dari pelaksanaan pembangunan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Otonomi khusus bagi Aceh melahirkan berbagai macam harapan dan peluang bagi masyarakat Aceh untuk menumbuhkan kreatifitas, diskresi dan kebebasan dalam pelaksanaan sistem ketatanegaraan yang bertujuan menemukan kembali identitas diri sebagai masyarakat Aceh yang bernafaskan syari’at Islam serta membangun kembali Aceh paska keterpurukan akibat konflik dan tsunami.
Peluang positif dari otonomi khusus menjadi acuan dasar bagi masyarakat Aceh terhadap janji pemerintah pusat untuk melaksanakan asas desentralisasi secara utuh
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
yang menjamin pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah serta menjamin tidak kembalinya sistem sentralistik seperti pada masa orde baru. Aceh sebagai daerah istimewa dan khusus dalam bidang agama, adat, pendidikan dan peran ulama telah mendapatkan peluang dan tantangan dalam mengimplementasikan keistimewaan dan kekhususannya tersebut, sehingga diperlukan komitmen yang kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh bersama masyarakat Aceh untuk menjaga koridor otonomi ini dengan sebaik-baiknya.
## 3. METODE PENELITIAN
Penulisan ini akan membahas mengenai hubungan pemerintah pusat dan pemerintah Aceh mengenai persoalan otonomi khusus . Kajian permasalahan ini melingkupi penggunaan konsep desentralisasisebagai payung pelaksanaan otonomi khusus di Aceh dan otonomi khusus Aceh sebagai pondasi pemerintah Aceh dalam melaksanakan pembangunan yang setara dengan pemerintah pusat. Penulisan ini menggunakan tehnik pengumpulan data kepustakaan yaitu data penelitian diperoleh dari pengumpulan sumber bacaan meliputi buku, jurnal, surat kabar dan lain-lain.
Teknik analisa data dilakukan setelah penulis mendapatkan data melalui penelitian kepustakaan yang disusun, dianalisa, dan disajikan untuk mendapatkan gambaran yang sistematis tentang hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh. Susunan data yang telah lengkap kemudian diekplorasi lebih mendalam untuk mendapatkan hasil penelitian dan menyimpulkan persoalan yang dikaji.
## 4. PEMBAHASAN
Keinginan kuat dari Pemerintah Aceh dalam membentuk qanun bendera dan lambang Aceh serta qanun Wali Nanggroe banyak menimbulkan berbagai isu dikalangan masyarakat dan pemerintah di Indonesia, hal ini menyebabkan hubungan antara pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat menjadi tegang sehingga menimbulkan berbagai dampak dalam beberapa aspek seperti aspek ekonomi, politik dan sosial- budaya di Aceh.
Perjanjian damai melalui MoU Helsinki seharusnya memberikan peluang bagi Aceh untuk mulai membenahi dirinya menjadi sebuah daerah yang lebih baik dalam berbagai tingkat pembangunan, baik ekonomi, politik serta sosial dan budaya. Salah satu isi perjanjian MoU Helsinki menyatakan bahwa Aceh diperbolehkan untuk mendirikan Partai Politik Lokal sebagai wadah untuk menampung ideologi kedaerahan Aceh, sehingga dibentuklah otonomi khusus di Aceh yang dituangkan dalam Undang- undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, atau disebut dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Namun, dalam implementasinya upaya perdamaian ini masih diuji dengan berbagai macam faktor seperti rasa sentimen.
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
Pelaksanaan otonomi khusus di Aceh telah berjalan selama kurang lebih 7 tahun bermula dari pembentukan UUPA pada tahun 2006 hingga 2013 kini, dimana kekhususan Aceh sebagai daerah otonomi khusus salah satunya adalah hak untuk mendirikan partai politik lokal sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat Aceh yang memiliki ideologi kedaerahan yang sama dalam sebuah partai politik.
Kebebasan masyarakat Aceh untuk mendirikan partai politik lokal memberikan ruang yang besar bagi masyarakat Aceh untuk membangun sistem pemerintahan daerah Aceh yang lebih efektif dan efisien lagi. Hal ini dikarenakan masyarakat yang tergabung dalam sebuah partai politik lokal di Aceh yang kemudian dipilih menjadi wakil rakyat di Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lebih mengetahui secara baik permasalahan yang ada di setiap daerah di Provinsi Aceh.
Dibandingkan dengan anggota Partai Nasional di Provinsi Aceh, Partai politik lokal di Aceh juga mendapatkan tempat di hati masyarakat Aceh di beberapa daerah kabupaten/kota. Salah satu besarnya dukungan masyarakat Aceh terhadap partai politik lokal ialah anggota partai politik lokal yang dipimpin oleh orang Aceh sendiri sehingga arah tujuan dari partai politik lokal tersebut akan langsung kepada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh, dibandingkan dengan partai nasional yang harus royal terlebih dahulu terhadap pemimpin yang ada dipusat.
Perjanjian damai Pemerintah Pusat dengan GAM yang melahirkan perjanjian MoU Helsinki, terdapat berbagai kewenangan yang harus diberikan pemerintah pusat untuk diatur sendiri oleh Aceh yang mengatur tentang sistem pemerintahan di Aceh, yaitu hukum mengenai pemerintahan Aceh, partisipasi politik, ekonomi dan aturan hukum. Peraturan tersebut menjadikan Aceh memiliki kuasa untuk membentuk partai politik lokal yang artinya memberikan kekuasaan yang lebih kepada Aceh dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Sejak perjanjian MoU Helsinki di Finlandia disepakati oleh Pemerintah Pusat dengan GAM dari tahun 2005 hingga 2018 ini banyak menimbulkan berbagai macam peristiwa, baik menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam aspek politik, kursi parlemen Aceh yang banyak dikuasai oleh Partai Aceh sedikit mulai sedikit mulai menimbulkan kekhawatiran akibat pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (di Aceh di sebut Rancangan Qanun) tentang bendera dan lambang Aceh yang memiliki simbol yang serupa dengan simbol gerakan seperatis GAM serta rancangan Qanun Wali Nanggroe (pemangku adat) yang banyak menimbulkan kontroversi baik dikalangan masyarakat luar Aceh maupun dalam masyarakat Aceh sendiri.
Pembahasan mengenai qanun bendera dan lambang Aceh serta qanun Wali Nanggroe menimbulkan berbagai polemik dikalangan masyarakat Aceh khususnya dan pemerintah Pusat pada umumnya. Hal ini dikarenakan simbol dari bendera dan lambang provinsi Aceh sangat mirip dengan bendera separatis GAM, serta lambang ini tidak mewakili seluruh suku-suku minoritas yang ada di Aceh seperti suku Gayo, Simeulu,
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
Singkil, Subulussalam dan banyak lagi, sehingga terdapat banyak pertentangan dari suku minoritas, dan tidak semua suku Aceh itu sendiri mendukung qanun ini, karena dibalik qanun lambang bendera dan lambang Aceh tersebut banyak menimbulkan isu akan adanya pemisahan Aceh dari NKRI untuk menjadi sebuah negara sendiri.
Qanun Wali Nanggroe yaitu qanun yang akan menetapkan seorang pemangku adat di Provinsi Aceh, hal ini dianggap akan menimbulkan dualisme pemerintahan dikarenakan peran dari Wali Nanggroe ini adalah mengukuhkan parlemen Aceh dan Kepala Pemerintahan Aceh secara adat serta memberikan pandangan, arahan dan nasehat kepada eksekutif dan legislatif Aceh, hingga berhak untuk berpergian ke luar negeri dengan tujuan mengadakan kerja sama dengan negara-negara asing. Hak ini tentu akan mendominasi peran Wali Nanggroe melampaui peran yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif Aceh, yang mana kedudukan eksekutif dan legislatif adalah sama dan tidak bisa saling mengintervensi, namun kedudukan Wali Nanggroe dengan segala peran yang melekat padanya memberikan hak untuk dapat mengintervensi eksekutif, legislatif bahkan yudikatif di jajaran Pemerintah Aceh.
Keinginan yang kuat dari segelintir individu ataupun kelompok yang masih memiliki keinginan untuk melepaskan Aceh dari NKRI tentunya menimbulkan permasalahan dengan pemerintah pusat. Permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya usulan membuat qanun bendera dan lambang Aceh serta qanun Wali Nanggroe tentu membuat hubungan Aceh dengan pemerintah pusat menjadi tegang, disatu pihak Aceh yang berpedoman kepada UUPA dan MoU Helsinki memang memiliki hak untuk melakukan hal itu semua, namun di lain pihak, yaitu Pemerintah Pusat sangat sulit untuk meloloskan qanun tersebut dikarenakan adanya isu bahwa Aceh akan sedikit demi sedikit memperjuangkan kemerdekaannya untuk lepas dari NKRI.
Kepemimpinan Aceh yang saat ini memang didominasi oleh orang-orang eks kombatan GAM lebih cenderung memperjuangkan hal-hal yang tidak mencakup kepentingan masyarakat Aceh secara umum, seharusnya DPRA harus mendahulukan qanun yang berkaitan langsung dengan masalah kesejahteraan masyarakat Aceh, seperti rancangan qanun tentang perpajakan, kesehatan dan pendidikan Aceh. Dominasi yang begitu besar dari pemerintah Aceh yang berpedoman kepada perjanjian MoU Helsinki dan UUPA memberikan jurang pemisah yang begitu besar dengan pemerintah pusat, hal ini tentu akan mempengaruhi kerja sama keduanya dalam sistem desentralisasi yang akan berdampak pada permasalahan politik, ekonomi dan sosial-budaya di Aceh.
Otonomi khusus di Aceh selama ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi Aceh, baik itu dari aspek ekonomi, politik dan sosial-budaya. Otonomi yang begitu khusus dan istimewa tersebut kepada Aceh dibandingkan dengan daerah provinsi lainnya di Indonesia memberikan contoh sistem otonomi yang perlu dikaji lebih jauh, melihat penerapan otonomi ini selama 13 tahun terakhir tentu memberikan berbagai dampak yang berbeda-beda dalam setiap aspek. Dampak ini juga akan berbeda pada tiap-tiap sasarannya, yaitu dampak terhadap masyarakat Aceh itu sendiri, masyarakat
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
daerah yang lain di Indonesia serta dampak yang sangat besar kepada tiap-tiap unsur- unsur pemerintahan yang terdapat di daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Penyelenggaraan berbagai macam pelayanan publik di Aceh sudah menerapkan nilai-nilai khusus Aceh yang bercirikan syari’at Islam. Dalam sektor pendidikan, prinsip-prinsip pelaksanaan syari’at Islam sudah menajdi acuan dalam sistem pengajaran serta kurikulum pendidikan di Aceh. Sedangkan penyelenggaraan hukum adat juga dilaksanakan pada asas syari’at Islam meliputi aturan kehidupan adat, lembaga adat dan peran pemimpin adat dijaga serta dipertahankan.
Kesepakatan damai antara pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh harus dipahami secara utuh sehingga arti penting perdamaian dapat dimengerti secara komprehensif, adil, permanen, bermartabat, dan damai secara berkesinambungan. Karena, implementasi dari kesepakatan damai harus dijaga oleh kedua belah pihak terutama niat baik, kesungguhan dan kepatuhan terhadap perjanjian damai yang telah disepakati.
## 5. KESIMPULAN
Otonomi khusus di Aceh menjadi jembatan yang menghubungkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh dalam upayanya membangun hubungan yang telah lama terputus. Keberadaan UUPA sebagai dasar hukum penegakkan otonomi khusus di Aceh telah memberi kepastian hukum bagi masyarakat Aceh untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa melalui nasionalisme di bawah payung NKRI. Segala kewenangan yang dimiliki pemerintah Aceh seperti pendirian partai lokal dan pelaksanaan syariat Islam di Aceh membuka lembaran baru bagi hubungan kedua-dua pemerintahan ini.
Kerjasama yang terbangun atas dasar tersebut telah membawa Aceh ke pentas panggung yang lebih besar untuk menunjukkan eksistensinya dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Upaya dan usaha yang terus dibangun dan dibina oleh pemerintah pusat dan pemerintah Aceh sedikit demi sedikit mulai tampak memberi perubahan bagi masyarakat Aceh secara berkesinambungan. Hal ini tidak terlepas dari dampak positif yang terjadi setelah perjanjian damai disepakati demi kepentingan masyarakat banyak telah membawa perubahan bagi hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh, terutama berkenaan dengan stabilitas sistem politik yang dilandasakan kepada ideologi kedaerahan mampu diterima dan diamalkan dengan baik di Aceh sebagai tonggak pemerintahan melalui pelaksanaan otonomi khusus.
## 6. DAFTAR PUSTAKA
Amrizal J Prang. 2015. Pemerintahan Daerah: konteks otonomi simetris dan asimetris . Lhokseumawe: Biena Edukasi.
Community: Volume 4, Nomor 2, Oktober 2018 ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 ____________________________________
Astim Riyanto. 2010. Teori Negara Kesatuan . Bandung: Yapemdo.
Bagir Manan. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Darmansjah Djumala. 2013. Soft Power Untuk Aceh, Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Haris, Syamsuddin (pnys). 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah . Jakarta: LIPI Press.
Malahayati. 2015. Otonomi Khusus dalam Sistem Pemerintahan Indonesia . Banda Aceh: Syiah Kuala.
Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah Kajian Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta: UII Press.
Muhammad Noor. 2012. Memahami Desentralisasi Indonesia . Yogyakarta: Interpena.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-undang Nomor 23 Ta hun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
|
59105b74-4635-4171-a09d-d6a13b182632 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/jmht/article/download/3260/2194 |
## Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan
Estimation of Stand Structure Dynamics of Logged-over Natural Forests
Muhdin 1 *, Endang Suhendang 1 , Djoko Wahjono 2 , Herry Purnomo 1 , Istomo 1 , dan BCH Simangunsong 1
1 Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor, Jalan Lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5, Bogor 16118
## Abstract
Dynamics of stand structure (DST), which could indicate the growth performance of logged-over forests, may vary depending on various factors, e.g. stand density, initial stand structure, species composition, time after logging, and environmental factors (rainfall, elevation, etc.). The variations of such factors could result in the variations of DST’s components (e.g. proportion of trees upgrowth and staying). However, this study, which used 75 permanent sample plots data of lowland and dryland natural forests in Kalimantan, showed that the proportion of trees upgrowth and staying could not be predicted satisfactorily using the number of trees, stand basal area, time after logging, and elevation as independent variables in multiple linear regression models. The regression models produced unrealistic projections of stand structures. In contrast, the projection of stand structures using the DST’s components that were calculated using arithmetic mean was better than that of the regression models.
Keywords: stand structure projection, upgrowth, natural forest, logged-over area
## Abstrak
Keragaman kondisi tegakan, lamanya waktu setelah penebangan, serta faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap keragaman komponen-komponen dinamika struktur tegakan (DST) (misalnya proporsi pohon alih tumbuh dan tetap). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model pendugaan struktur tegakan hutan alam bekas tebangan melalui proyeksi struktur tegakan. Penelitian ini menggunakan data dari 75 petak ukur permanen hutan alam tanah kering dataran rendah di Kalimantan. Nilai proporsi pohon alih tumbuh, tetap, dan rekrutmen dalam penelitian ini dihitung dalam rentang waktu 3 tahun. Kelas diameter dibuat dengan lebar kelas 5 cm dan jenis pohon dikelompokkan dalam 2 kelompok: kelompok jenis dipterocarpaceae dan nondipterocarpaceae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pohon alih tumbuh dan tetap pada setiap kelompok jenis pohon tidak dapat diduga secara memuaskan oleh jumlah pohon, luas bidang dasar tegakan, lamanya waktu setelah penebangan, dan ketinggian dari permukaan laut yang digunakan sebagai peubah bebas dalam model-model regresi linier berganda. Model-model regresi tersebut menghasilkan dugaan proyeksi struktur tegakan yang cenderung overestimate dan tidak logis. Sebaliknya, proyeksi struktur tegakan menggunakan komponen DST yang dihitung dengan rata-rata hitung menunjukkan keragaan (performance) yang lebih baik dibanding menggunakan model regresi. Hasil simulasi proyeksi struktur tegakan juga menunjukkan bahwa cara penentuan rekrutmen sangat mempengaruhi hasil simulasi tersebut.
Kata kunci: proyeksi struktur tegakan, upgrowth, hutan alam tropis bekas tebangan
*Penulis untuk korespondensi, email:[email protected], telp.+62-251-8621244, faks.+62-251-8621244
## Pendahuluan
Hutan alam hujan tropika secara umum diketahui memiliki keragaman yang tinggi dalam hal jenis, dimensi, dan tingkat perkembangan pertumbuhan pohon-pohonnya. Hutan alam bekas tebangan yang dikelola dengan sistem tebang pilih akan menyisakan tegakan tinggal dengan struktur tegakan (ST) yang bervariasi. Muhdin et al . (2008) menyatakan bahwa berdasarkan data petak ukur permanen (PUP) yang tersebar
di Kalimantan, hutan alam bekas tebangan di Kalimantan dapat dikelompokkan dalam 7 tipe ST. Hutan alam bekas tebangan dengan ST yang bervariasi tersebut, dalam rentang waktu tertentu yang diduga juga bervariasi, diharapkan dapat kembali pulih membentuk tegakan pokok sebagai sediaan tegakan dalam rotasi tebangan berikutnya.
Pertumbuhan tegakan bekas tebangan dapat dikaji di antaranya melalui pengamatan terhadap dinamika struktur tegakan (DST). Pendekatan melalui ST horizontal (merupakan
sebaran jumlah pohon pada setiap kelas diameternya) disebut model kelas ukuran ( size class models ) yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur dan pertumbuhan tegakan serta memungkinkan untuk menduga keadaan tegakan di masa yang akan datang (Vanclay 1994). Komponen DST yang dapat menggambarkan perilaku tegakan bekas tebangan dalam proses pemulihan tegakan tersebut meliputi rekrutmen ( recruitment ), alih tumbuh ( upgrowth ), serta kematian ( mortality ). Rekrutmen adalah banyaknya individu pohon yang beralih masuk ke dalam kelas diameter (KD) terendah dalam suatu periode waktu tertentu. Alih tumbuh adalah banyaknya individu pohon yang pindah dari KD yang lebih kecil ke KD yang lebih besar dalam suatu periode waktu tertentu. Sedangkan kematian adalah banyaknya individu pohon dalam tegakan yang mati dalam suatu periode waktu tertentu.
Apabila pada saat tertentu, ST suatu areal hutan bekas tebangan dan model DST-nya diketahui, maka ST di masa yang akan datang dapat diduga melalui proyeksi ST pada areal hutan tersebut. Pendekatan model proyeksi ST menggunakan matriks transisi dapat dinyatakan dalam persamaan [1] (Buongiorno & Michie 1980; Vanclay 1994).
Y t+ = G(y t ) + c [1]
keterangan:
Y t+ = vektor ST dugaan pada waktu t + y t = vektor ST awal ( initial condition )
c = vektor rekrutmen
G = matriks transisi (persamaan [2] )
1 1 2 2 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 . . . . . . . . . . . . .
0 0 0 i i a b a G b a
b a
[2]
keterangan: a i = proporsi pohon yang tetap berada pada kelas diameter (KD) ke-i, dengan a i = 1 m i b i m i = proporsi pohon yang mati pada KD ke-i b i = proporsi pohon pada KD ke-i yang pindah ke KD berikutnya (alih tumbuh)
DST yang mencerminkan kemampuan pertumbuhan tegakan bekas tebangan dalam proses pemulihan diri diduga bervariasi tergantung berbagai faktor seperti kerapatan tegakan, komposisi jenis, lamanya waktu setelah penebangan, dan faktor lingkungan seperti curah hujan, ketinggian dari muka laut, dan lain-lain. Oleh karena itu, nilai dari setiap komponen DST diduga juga bervariasi tergantung berbagai faktor tersebut dan dapat diformulasikan dalam bentuk model DST: W = f(X). W adalah peubah tak bebas yang merupakan elemen matriks G (persamaan [2] ), yaitu: proporsi tetap (a) atau alih tumbuh ( upgrowth ) (b). Adapun X adalah peubah
bebas yang bisa meliputi peubah tegakan (jumlah pohon, luas bidang dasar, dll.), lingkungan (curah hujan, ketinggian dari muka laut, dll.), atau perlakuan (intensitas tebangan, lamanya waktu setelah penebangan, dan lain-lain).
Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa model penduga komponen DST dapat disusun dengan memperhatikan faktor kondisi tegakan, kondisi tempat tumbuh, dan lamanya waktu setelah penebangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model penduga komponen DST hutan alam bekas tebangan yang memperhatikan ketiga faktor tersebut.
## Metode
Populasi penelitian adalah areal hutan alam produksi hujan tropis tanah kering dataran rendah bekas tebangan di Kalimantan. Hutan ini merupakan hutan yang selalu hijau ( evergreen ) dengan rata-rata suhu tahunan tinggi (> 22 °C), curah hujan tahunan tinggi (> 1800 mm th -1 ), musim kering yang pendek (< 2,5 bulan kering th -1 ), dan tidak tergenang air sepanjang tahun. Hutan dataran rendah berada pada ketinggian < 800 m di atas permukaan laut (Lamprecht 1989). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pengukuran berulang pada PUP di 26 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) di Kalimantan, yang tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Dari buku risalah PUP diperoleh data diameter setinggi dada (dbh) hasil pengukuran berulang dan saat pengukurannya. Data yang diolah mencakup 75 PUP yang tersebar di 4 provinsi meliputi: Kalimantan Timur (15 IUPHHK-HA, 45 PUP), Kalimantan Tengah (7 IUPHHK-HA, 19 PUP), Kalimantan Barat (3 IUPHHK-HA, 9 PUP), dan Kalimantan Selatan (1 IUPHHK- HA, 2 PUP). Sebaran jumlah PUP tersebut berkaitan dengan ketersediaan data sesuai lingkup populasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan ketersediaan informasi yang diperlukan dalam penelitian.
Berdasarkan hasil inventarisasi pada saat tertentu dapat diketahui kondisi tegakan hutan pada saat inventarisasi tersebut dilakukan . Informasi tegakan berdasarkan inventarisasi pada saat tertentu ini dipergunakan sebagai kondisi awal dalam melakukan proyeksi ST. Komponen- komponen DST (rekrutmen, proporsi tetap, dan alih tumbuh) diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi berulang pada PUP. Model penduga komponen DST disusun untuk setiap KD pada setiap kelompok jenis (KJ) pohon. Jenis pohon dikelompokkan dalam 2 kelompok meliputi dipterocarpaceae (KJD) dan nondipterocarpaceae (KJN), mengikuti Ingram dan Buongiorno (1996) yang menyatakan bahwa untuk hutan tropis Asia Tenggara, atas dasar pertimbangan ekonomi, KJ dipterocarpaceae secara umum dianggap sebagai jenis yang lebih berharga. Pengelompokan jenis pohon yang terlalu spesifik, misalnya berdasarkan toleransi terhadap naungan dan kecepatan pertumbuhannya, tidak bisa dilakukan karena dapat menyebabkan tidak diperolehnya pengamatan (tidak ada pohon) pada kelas diameter tertentu, sehingga tidak semua
jenis atau kelompok jenis memiliki data yang cukup untuk dilakukan pemodelan (Vanclay 1995).
Diameter pohon berukuran > 10 cm dikelompokkan dalam kelas-kelas dengan lebar kelas 5 cm. Ketelitian hasil pendugaan proyeksi struktur tegakan diduga sangat tergantung kepada selang kelas yang dibuat. Semakin kecil selang kelas maka ketelitian yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun selang kelas yang terlalu sempit dapat beresiko diperolehnya KD tertentu yang tanpa pengamatan atau alih tumbuh yang melewati KD terendah di atasnya.
Rekrutmen dalam persamaan [1] diduga dengan menggunakan 2 pendekatan (Buongiorno & Michie 1980; Michie & Buongiorno 1984), yaitu fungsi dari jumlah pohon dan luas bidang dasar melalui persamaan [3] dan [4] .
R1: 0 1 2 1 1 , , ( ) n n i i t i i t i t I B y y
[3]
R2: 0 1 2 1 1, 1, 1 1 , , ( ) n n i i t t i i t i t y B y y a y [4]
keterangan:
I t+ = rekrutmen yang terjadi pada selang waktu t+ B i = rata-rata luas bidang dasar pohon pada tengah KD ke-i y i,t = jumlah pohon pada KD ke-i saat t y i,t+ = jumlah pohon pada KD ke-i saat t+ 0 , 1 , 2 , a 1 = konstanta/koefisien regresi a 1 = salah satu elemen matriks transisi (persamaan [2] )
Model penduga komponen DST disusun menggunakan persamaan regresi dengan anggapan bahwa proporsi tetap dan proporsi alih tumbuh tersebut merupakan fungsi dari peubah-peubah tegakan, lingkungan, dan lamanya waktu setelah penebangan. Penelitian ini menggunakan 5 peubah bebas (X) dan sebuah peubah tidak bebas (W). Model untuk menduga banyaknya atau proporsi pohon alih tumbuh dan tetap disusun untuk setiap KD pada setiap KJ pohon. Dalam penelitian ini, model penduga komponen DST yang dicoba untuk menjelaskan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya menggunakan persamaan regresi linear berganda (persamaan [5] ). Untuk mengurangi pengaruh otokorelasi dan heteroskedastisitas, koefisien regresi diduga dengan metode Generalized Least Square (GLS).
W = 0 + m X m [5]
keterangan:
W = peubah tidak bebas (alih tumbuh atau proporsi tetap pada KD dan KJ tertentu)
0 , m = koefisien regresi m = 1, 2, 3, 4, 5 X m = peubah bebas ke-m, yang meliputi:
X 1 = jumlah pohon dengan diameter > 15 cm ha -1 X 2 = jumlah pohon per ha pada KD ke-i X 3 = jumlah luas bidang dasar (lbds) pohon dengan
diameter > 15 cm ha -1
X 4 = jangka waktu (tahun) setelah penebangan X 5 = ketinggian dari permukaan laut (m)
Proyeksi ST dilakukan dengan menggunakan matriks transisi (persamaan [2] ) yaitu matriks segi (G mxm ) yang unsur- unsurnya pada diagonal utama adalah proporsi banyaknya pohon yang pada periode tertentu tetap berada pada KD ke-i (a i ), unsur-unsur matriks di bawah diagonal menyatakan alih tumbuh (b i ), sedangkan unsur matriks lainnya bernilai nol. Dengan menggunakan matriks transisi tersebut selanjutnya proyeksi ST dilakukan dengan menggunakan persamaan [1] .
Tahap evaluasi model meliputi proses verifikasi ( model criticism ) dan validasi model ( benchmarking test ) (Vanclay 1994). Verifikasi model mempertimbangkan ukuran-ukuran kebaikan model regresi serta pemenuhan asumsi-asumsi dalam analisis regresi, selain itu model yang diperoleh haruslah logis atau realistis. Proses validasi mengikuti prosedur “ Brute force ” (Shugart & West 1980), yaitu membandingkan ST hasil proyeksi dengan ST yang sebenarnya (aktual) dengan uji khi-kuadrat (Waite 2000). Hasil proyeksi ST menggunakan komponen DST selanjutnya dibandingkan dengan hasil proyeksi ST menggunakan komponen DST yang diperoleh dengan rata-rata hitung.
## Hasil dan Pembahasan
Persamaan penduga setiap komponen DST disusun berdasarkan peubah-peubah penduga yang mewakili aspek tegakan, lingkungan, dan perlakuan. Untuk menduga rekrutmen, Buongiorno dan Michie (1980) serta Michie dan Buongiorno (1984) menggunakan peubah tegakan yang meliputi jumlah pohon total dan jumlah luas bidang dasar total. Dalam penelitian ini, selain menggunakan jumlah pohon total dan jumlah luas bidang dasar total (mewakili aspek tegakan) sebagai peubah bebas, jumlah pohon pada KD juga dilibatkan sebagai peubah bebas. Hal ini disebabkan persamaan penduga disusun untuk setiap KD. Sedangkan peubah bebas yang mewakili aspek lingkungan dan perlakuan, masing-masing menggunakan ketinggian dari permukaan laut dan lamanya waktu setelah penebangan. Berkaitan dengan penyusunan model, kedua peubah bebas yang mewakili aspek lingkungan dan perlakuan tersebut ditetapkan semata-mata berkaitan dengan ketersediaan data dan kemudahan dalam kemungkinan memperoleh data pada saat model itu akan digunakan.
Dari hasil penduga rekrutmen dengan metode R1 pada KJD diketahui bahwa rekrutmen berkurang sebesar -1,27 pohon ha -1 untuk setiap 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 m² ha -1 luas bidang dasar, namun bertambah sebesar 0,08 pohon ha -1 per 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 pohon ha -1 . Kecenderungan hubungan seperti itu sesuai dengan Michie dan Buongiorno (1984) yang menyatakan bahwa rekrutmen berbanding terbalik dengan luas bidang dasar tetapi berbanding lurus dengan jumlah pohon. Kesesuaian ini juga terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode R2
pada KJN. Namun, pola hubungan seperti itu tidak terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode R1 pada KJN dan metode R2 pada KJD. Ketidakkonsistenan tersebut mungkin karena data yang ada atau model regresi yang digunakan belum cukup bisa menjelaskan fenomena rekrutmen yang sebenarnya terjadi di alam. Hal tersebut ditunjukkan oleh relatif besarnya nilai galat baku pada setiap dugaan parameter persamaan regresinya (Tabel 1). Selain karena keterbatasan model, ketidakkonsistenan tersebut mungkin juga terjadi karena rekrutmen dalam tegakan merupakan suatu proses yang acak (Buongiorno et al . 1995). Ketidakkonsistenan seperti ini juga terjadi pada salah satu hasil penelitian Michie dan Buongiorno (1984).
Nilai a 1 pada Tabel 1 menggambarkan bahwa besarnya proporsi pohon yang dalam selang waktu 3 tahun tetap berada pada KD 15 19,9 cm. Nilai a 1 dengan metode R1 baik pada KJD maupun KJN diperoleh dari rata-rata hitung nilai alih tumbuh, sedangkan pada metode R2 merupakan salah satu nilai koefisien persamaan [5] . Nilai a 1 pada metode R2 cenderung overestimate bila dibandingkan dengan nilai a 1 pada metode R1. Hal yang sama terjadi pada DST di northern-Wisconsin and the upper Peninsula of Michigan (Michie & Buongiorno 1984). Nilai a 1 yang bersifat over- estimate ini dapat menyebabkan ST dugaan yang juga bersifat overestimate . Persamaan penduga proporsi alih tumbuh dan tetap baik untuk KJD maupun KJN disajikan pada Tabel 2. Persamaan penduga proporsi pohon mati tidak disusun karena tidak secara langsung digunakan dalam proyeksi ST pada penelitian ini, namun komponen proporsi pohon mati ini sudah diperhitungkan dalam penentuan proporsi pohon yang tetap berada pada setiap KD.
Persamaan penduga proporsi alih tumbuh pada KJD menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata ( p - value < 0,05) untuk KD15 (kelas diameter 15,0–19,9), KD40, dan KD50 dengan koefisien determinasi ( R ²) berkisar 8,9 15,9% (Tabel 2a), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata ( p - value > 0,05). Persamaan penduga proporsi tetap pada KJD menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD15, KD40, dan KD50 dengan R ² berkisar 9,9 15,6% (Tabel 2b), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata.
Persamaan penduga proporsi alih tumbuh pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata pada KD15, KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R ² berkisar 7,7 14,9% (Tabel 2c), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah
bebas tidak nyata. Persamaan penduga proporsi tetap pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R ² berkisar 8,1 19,9% (Tabel 2d), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata.
Keseluruhan persamaan penduga proporsi alih tumbuh dan tetap baik pada KJD maupun KJN memiliki R ² kurang dari 50%, yaitu dengan kisaran 1,6 15,9% (alih tumbuh KJD), 0,2 15,6% (tetap KJD), 2,8 14,9% (alih tumbuh KJN), dan 0,2 19,9% (tetap KJN). Bervariasi atau lebarnya rentang nilai R ² tersebut menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST bersifat spesifik untuk setiap KD pada masing-masing KJ. Bahkan pada KD-KD tertentu peubah-peubah bebas yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan contoh yang ada, belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap proporsi alih tumbuh ataupun proporsi tetap baik pada KJD maupun KJN.
Hasil penelitian Krisnawati (2001) pada hutan alam bekas tebangan tanah kering di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa persamaan penduga alih tumbuh yang disusun sebagai fungsi dar i luas bidang dasar dan diameter poh on menghasilkan R ² dalam kisaran 20,1 37,6% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari kerapatan pohon, luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan R ² dalam kisaran 11,8 29,3%. Sedangkan hasil kajian Labetubun et al . (2004) di Maluku Utara menunjukkan bahwa persamaan penduga alih tumbuh yang disusun sebagai fungsi dar i luas bidang dasar dan diameter poh on menghasilkan R ² dalam kisaran 10,7 14,6% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter pohon menghasilkan R ² dalam kisaran 12,4 29,6%. Lin et al . (1996) dalam penelitiannya pada hutan “ northern hardwood ” di Wisconsin USA mendapatkan bah wa persamaan penduga alih tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar, diameter, dan diameter kuadrat menghasilkan R ² dalam kisaran 9 12% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter dan diameter kuadrat menghasilkan R ² dalam kisaran 3 9%. Nilai R ² yang rendah untuk data yang berasal dari alam dapat dipengaruhi oleh karena tidak terkendalinya pengaruh berbagai faktor lingkungan, baik yang bersifat hayati maupun non hayati dan interaksi di antara faktor-faktor tersebut.
Secara umum, dari keseluruhan persamaan pada setiap KD, tanda pada nilai koefisien regresi untuk setiap peubah
Tabel 1 Dugaan parameter persamaan regresi penduga rekrutmen
Metode Kelompok jenis Koefisien regresi F hitung Sig . R ² adj . 0 1 2 a 1 R1 D 13,73 (2,89) -1,27 (0,53) 0,08 (0,03) 0,65* (0,03) 3,34 0,04 0,074 ND -3,26 (455) 1,02 (0,61) 0,06 (0,02) 0,68* (0,03) 22,50 0,00 0,422 R2 D 6,67 (2,57) 0,64 (0,41) -0,004 (0,08) 0,72 (0,20) 93,48 0,00 0,825 ND -3,99 (1,83) -0,61 (0,60) 0,20 (0,08) 0,73 (0,08) 1552,19 0,00 0,988
R 1: persamaan [3] ; R2: persamaan [4] ; D: dipteroc arpaceae ; ND: nondipterocarpac eae; *diperoleh da ri rata-ra ta hitung; Sig . = p-value : nilai peluang untuk m emutuskan penerim aan/penolakan H 0 (H 0 diterima bila Sig. α)
bebas memperlihatkan adanya ketidakkonsistenan arah hubungan sehingga tanda dari nilai koefisien tersebut tidak dapat ditafsirkan untuk menggambarkan arah hubungan an tara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya.
Ketidakkonsistenan arah hubungan tersebut, seperti halnya rentang nilai koefisien determinasi yang lebar, semakin men unjukkan bah wa per an an peubah bebas dalam menerangkan komponen DST bersifat spesifik untuk setiap
Tabel 2 Persamaan penduga proporsi alih tumbuh dan tetap pada KJD dan KJN
KD (cm) Persamaan F hit ung ( Sig .) R ² adj . (%) s Proporsi alih tumbuh pada KJD 15,0–19,9 W15 = 0,290 + 0,021 X1 – 0,211 X2 + 0,004 X3 + 0,015 X4 – 0,019 X5 5,22 0,000 15,9 0,18 20,0–24,9 W20 = 0,367 – 0,063 X1 + 0,297 X2 – 0,012 X3 + 0,008 X4 + 0,017 X5 2,38 0,077 7,7 0,24 25,0–29,9 W25 = 0,365 + 0,011 X1 – 0,098 X2 – 0,018 X3 + 0,008 X4 + 0,0003 X5 0,88 0,498 3,1 0,26 30,0–34,9 W30 = 0,490 + 0,037 X1 + 0,149 X2 – 0,111 X3 + 0,003 X4 – 0,004 X5 0,56 0,730 2,1 0,30 35,0–39,9 W35 = 0,371 + 0,007 X1 + 0,397 X2 – 0,055 X3 + 0,009 X4 – 0,005 X5 0,65 0,659 2,4 0,35 40,0–44,9 W40 = 0,413 – 0,033 X1 – 0,102 X2 – 0,026 X3 + 0,007 X4 + 0,054 X5 2,55 0,031 8,9 0,31 45,0–49,9 W45 = 0,441 – 0,026 X1 + 1,376 X2 – 0,069 X3 + 0,005 X4 + 0,014 X5 0,39 0,857 1,6 0,34 50,0–54,9 W50 = 0,429 – 0,079 X1 – 0,118 X2 – 0,002 X3 + 0,019 X4 + 0,047 X5 3,03 0,013 11,1 0,37 55,0–59,9 W55 = 0,212 – 0,045 X1 – 2,266 X2 + 0,126 X3 + 0,007 X4 + 0,056 X5 0,84 0,525 4,0 0,39 Proporsi tetap pada KJD 15,0–19,9 W15 = 0,558 + 0,025 X1 + 0,037 X2 + 0,002 X3 – 0,012 X4 + 0,025 X5 3,03 0,013 9,9 0,20 20,0–24,9 W20 = 0,616 + 0,061 X1 – 0,353 X2 + 0,008 X3 – 0,005 X4 – 0,024 X5 2,06 0,073 6,7 0,25 25,0–29,9 W25 = 0,546 – 0,008 X1 + 0,280 X2 – 0,010 X3 – 0,002 X4 – 0,005 X5 0,26 0,935 0,9 0,26 30,0–34,9 W30 = 0,447 – 0,013 X1 – 0,236 X2 + 0,078 X3 – 0,001 X4 + 0,006 X5 0,58 0,719 2,2 0,31 35,0–39,9 W35 = 0,490 + 0,011 X1 + 0,074 X2 + 0,027 X3 – 0,006 X4 + 0,007 X5 0,16 0,976 0,6 0,35 40,0–44,9 W40 = 0,558 + 0,021 X1 + 0,100 X2 + 0,038 X3 – 0,005 X4 – 0,061 X5 2,98 0,014 10,3 0,30 45,0–49,9 W45 = 0,507 – 0,018 X1 + 0,113 X2 + 0,095 X3 – 0,006 X4 – 0,018 X5 0,50 0,778 2,0 0,34 50,0–54,9 W50 = 0,437 + 0,058 X1 + 0,984 X2 + 0,051 X3 – 0,020 X4 – 0,058 X5 4,29 0,001 15,1 0,39 55,0–59,9 W55 = 0,644 + 0,017 X1 – 0,284 X2 – 0,043 X3 + 0,001 X4 – 0,031 X5 0,48 0,788 2,3 0,40 60 up W60 = 0,882 + 0,040 X1 + 0,433 X2 – 0,077 X3 – 0,001 X4 + 0,006 X5 0,05 0,998 0,2 0,16 Proporsi alih tumbuh pada KJN 15,0–19,9 W15 = 0,304 – 0,014 X1 – 0,062 X2 – 0,012 X3 + 0,012 X4 – 0,007 X5 2,39 0,041 7,7 0,12 20,0–24,9 W20 = 0,312 – 0,021 X1 + 0,038 X2 – 0,030 X3 + 0,011 X4 – 0,009 X5 4,10 0,002 13,0 0,13 25,0–29,9 W25 = 0,249 – 0,006 X1 + 0,311 X2 – 0,029 X3 + 0,007 X4 – 0,017 X5 2,70 0,023 8,7 0,15 30,0–34,9 W30 = 0,364 + 0,024 X1 – 0,869 X2 – 0,022 X3 + 0,010 X4 – 0,013 X5 3,12 0,011 10,3 0,18 35,0–39,9 W35 = 0,369 – 0,040 X1 – 0,196 X2 + 0,018 X3 + 0,012 X4 – 0,025 X5 4,35 0,001 13,1 0,20 40,0–44,9 W40 = 0,362 – 0,011 X1 + 0,021 X2 – 0,022 X3 + 0,002 X4 – 0,009 X5 0,78 0,569 2,8 0,22 45,0–49,9 W45 = 0,390 – 0,051 X1 – 0,135 X2 + 0,013 X3 + 0,010 X4 – 0,016 X5 0,94 0,455 3,5 0,27 50,0–54,9 W50 = 0,292 – 0,062 X1 + 0,374 X2 + 0,065 X3 + 0,012 X4 – 0,018 X5 2,11 0,068 8,0 0,25 55,0–59,9 W55 = 0,316 + 0,004 X1 + 1,605 X2 – 0,090 X3 + 0,010 X4 – 0,008 X5 1,20 0,315 4,6 0,32 Proporsi tetap pada KJN 15,0–19,9 W15 = 0,706 – 0,051 X1 + 0,154 X2 + 0,067 X3 – 0,009 X4 – 0,010 X5 2,25 0,053 7,2 0,15 20,0–24,9 W20 = 0,526 + 0,026 X1 – 0,114 X2 + 0,055 X3 – 0,009 X4 + 0,028 X5 4,31 0,001 13,6 0,14 25,0–29,9 W25 = 0,684 – 0,028 X1 – 0,174 X2 + 0,071 X3 – 0,006 X4 + 0,015 X5 3,27 0,008 10,4 0,14 30,0–34,9 W30 = 0,522 – 0,028 X1 + 0,868 X2 + 0,059 X3 – 0,011 X4 – 0,011 X5 2,85 0,018 9,5 0,20 35,0–39,9 W35 = 0,630 + 0,020 X1 – 0,217 X2 + 0,039 X3 – 0,013 X4 + 0,005 X5 2,53 0,032 8,1 0,21 40,0–44,9 W40 = 0,592 + 0,043 X1 – 0,438 X2 + 0,0001 X3 – 0,006 X4 + 0,003 X5 0,72 0,613 2,6 0,23 45,0–49,9 W45 = 0,580 + 0,051 X1 – 0,741 X2 + 0,012 X3 – 0,007 X4 – 0,0003 X5 1,20 0,313 4,4 0,26 50,0–54,9 W50 = 0,647 + 0,047 X1 – 1,060 X2 – 0,017 X3 – 0,011 X4 + 0,009 X5 1,07 0,380 4,2 0,28 55,0–59,9 W55 = 0,673 – 0,056 X1 – 0,169 X2 + 0,111 X3 – 0,006 X4 – 0,007 X5 0,06 0,998 0,2 0,36 60 up W60 = 0,853 + 0,017 X1 + 0,466 X2 – 0,047 X3 + 0,004 X4 + 0,002 X5 0,51 0,766 1,9 0,15
X1 : jumlah pohon dengan diame ter > 15 cm ha -1 X2 : jumlah pohon per ha pa da KD ke-i X3 : jumlah lua s bidang da sar (lbds) pohon denga n diame ter > 15 cm ha -1 X4 : jangka waktu ( tahun) sete lah penebanga n X5 : ketinggia n da ri pe rmuka an la ut (m ) Sig. = p-v alue : nilai peluang untuk memutuskan penerimaan/pe nolaka n H 0 (H 0 diterima bila Sig. α ) s : galat ba ku ( standard e rror )
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
KD pada masing-masing KJ.
Rata-rata proporsi pohon alih tumbuh, mati, dan tetap pada setiap KD dan masing-masing KJ dalam periode waktu 3 tahun secara visual disajikan pada Gambar 1. Periode waktu 3 tahun dipilih sesuai dengan Suhendang (1997) yang menyarankan bahwa periode waktu yang optimal untuk pengukuran ulang PUP hutan alam bekas tebangan lahan kering adalah tiap 3 tahun bagi PUP tanpa pemeliharaan. Proporsi pohon yang tetap berada dalam KD tertentu untuk semua KD lebih besar dibanding proporsi pohon alih tumbuh dan proporsi pohon mati, baik pada KJD maupun KJN. Proporsi pohon tetap pada KJN cenderung lebih besar dibanding KJD, sebaliknya
proporsi pohon alih tumbuh pada KJN cenderung lebih kecil dibanding KJD. Proporsi pohon alih tumbuh pada KJD berkisar 0,282 0,432 dan pada KJN 0,242 0,295. Proporsi pohon yang mati berkisar 0,046 0,080 pada KJD dan 0,058 0,093 pada KJN.
Dengan menggunakan data yang berasal dari 3 buah PUP di areal PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah, ST hasil pengukuran tahun 1995 (ST awal) diproyeksikan dengan rentang waktu 15 tahun menggunakan komponen DST berdasarkan persamaan regresi dan rataan, masing-masing menggunakan persamaan penduga rekrutmen R1 dan R2 (ST15Reg-R1, ST15Reg-R2, ST15Avg-R1, dan ST15Avg-R2).
Tabel 3 Perbandingan ST dugaan dengan ST aktual pada rentang proyeksi 15 tahun
PUP Dipterocarpaceae Nondipterocarpaceae Semua jenis χ² Sig. Kesimpulan χ² Sig. Kesimpulan χ² Sig. Kesimpulan (a) ST15Reg-R1 vs ST15Act 1 105,4 0,000 Berbeda 1228,0 0,000 Berbeda 918,3 0,000 Berbeda 2 223,7 0,000 Berbeda 2068,0 0,000 Berbeda 1661,9 0,000 Berbeda 3 120,1 0,000 Berbeda 391,2 0,000 Berbeda 404,7 0,000 Berbeda (b) ST15Reg-R2 vs ST15Act 1 128,1 0,000 Berbeda 1635,7 0,000 Berbeda 1203,8 0,000 Berbeda 2 252,9 0,000 Berbeda 2721,6 0,000 Berbeda 2010,6 0,000 Berbeda 3 110,0 0,000 Berbeda 405,1 0,000 Berbeda 404,3 0,000 Berbeda (c) ST15Avg-R1 vs ST15Act 1 14,5 0,105 Tidak berbeda 11,7 0,230 Tidak berbeda 14,3 0,112 Tidak berbeda 2 18,9 0,026 Tidak berbeda 16,2 0,063 Tidak berbeda 20,6 0,014 Tidak berbeda 3 20,4 0,016 Tidak berbeda 11,4 0,250 Tidak berbeda 27,4 0,001 Berbeda (d) ST15Avg-R2 vs ST15Act 1 16,3 0,062 Tidak berbeda 22,3 0,008 Berbeda 29,1 0,001 Berbeda 2 19,7 0,020 Tidak berbeda 28,2 0,001 Berbeda 30,8 0,000 Berbeda 3 15,7 0,073 Tidak berbeda 15,3 0,084 Tidak berbeda 31,1 0,000 Berbeda
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0 10 20 30 40 50 60 70 Kelas diameter (cm) P ro p o rs i 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0 10 20 30 40 50 60 70 Ke la s diameter (cm) P ro p o rs i (a) KJD (b) KJN
Gambar 1 Diagram proporsi alih tumbuh. Upgrowth ( ), mati ( ), dan tetap ( ).
(a) ST-Avg-R1 PUP 1 (b) ST-Avg-R1 PUP 2
(c) ST-Avg-R1 PUP 3
(d) ST-Avg-R2 PUP 1
(e) ST-Avg-R2 PUP 2
(f) ST-Avg-R2 PUP 3
Gambar 2 Proyeksi struktur tegakan dengan model dinamika struktur tegakan menggunakan rataan serta rekrutmen metode R1 dan R2. Upgrowth ( ), mati ( ), dan tetap ( ). 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi Ju m la h p o h o n p e r h a Ju m la h p o h o n p er h a Ju m la h p o h o n p er h a Ju m la h p o h o n p er h a Ju m la h p o h o n p e r h a Ju m la h p o h o n p er h a
Hasil proyeksi dalam rentang waktu 15 tahun dengan keempat cara tersebut kemudian dibandingkan dengan ST aktual hasil pengukuran tahun 2010 (ST15Act).
Secara umum dugaan jumlah pohon hasil proyeksi menggunakan komponen DST berdasarkan regresi bersifat overestimate , yaitu menghasilkan dugaan jumlah pohon yang lebih besar dibanding jumlah pohon aktualnya, terutama pada KJN dan semua jenis. Proyeksi ST berdasarkan regresi menghasilkan jumlah pohon yang tidak logis, yaitu jumlah pohon yan g melon jak dr astis di luar kewajaran . Ketidakakuratan hasil proyeksi ini kemungkinan berkaitan erat dengan rendahnya akurasi persamaan regresi untuk pendugaan komponen DST-nya.
Hasil proyeksi ST menggunakan komponen DST berdasarkan rataan menghasilkan dugaan jumlah pohon yang lebih tepat dibanding berdasarkan regresi. ST hasil proyeksi menggunakan komponen DST berdasarkan rataan, pada tingkat keyakinan 99%, secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding jumlah pohon aktualnya. Adapun ST hasil proyeksi menggunakan komponen DST berdasarkan regresi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa komponen DST yang diduga menggunakan model regresi dengan menggunakan 5 peubah seperti yang digunakan dalam penelitian ini belum menunjukkan hasil proyeksi ST yang sesuai dengan kondisi aktualnya.
Simulasi proyeksi ST pada rentang waktu 99 tahun (ekstrapolasi) menghasilkan pola perkembangan jumlah pohon KJD yang lebih lambat dibanding KJN. Kecepatan perkembangan jumlah pohon total sangat dipengaruhi oleh kecepatan perkembangan jumlah pohon KJN tersebut (Gambar 2). Hasil simulasi proyeksi ST pada rentang waktu lebih dari 20 tahun kurang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya karen a mer upakan h asil ekstrapolasi. Berdasarkan kecenderungan perkembangan jumlah pohon, dari simulasi proyeksi ST pada rentang waktu yang lebih panjang, model DST ini juga belum dapat memperkirakan saat ST mencapai keadaan tunak ( steady state ). Fenomena yang digambarkan pada Gambar 2 tersebut menegaskan bahwa metode penentuan rekrutmen sangat berpengaruh terhadap hasil proyeksi ST dalam jangka panjang.
## Kesimpulan
Penggunaan peubah yang mewakili karakteristik tegakan, lingkungan, dan lamanya waktu setelah penebangan dalam menduga proporsi banyaknya pohon alih tumbuh dan tetap per kelas diameter pada setiap kelompok jen is dipterocarpaceae dan nondipterocarpaceae untuk pendugaan struktur tegakan dengan proyeksi dalam rentang waktu 15 tahun menunjukkan hasil yang berbeda dengan struktur tegakan aktualnya. Peubah-peubah penduga yang digunakan dalam model regresi yang disusun belum berhasil menjelaskan dinamika struktur tegakan yang terjadi dalam masa proyeksi tersebut. Penggunaan nilai rata-rata hitung yang menyatakan proporsi banyaknya pohon alih tumbuh dan tetap per kelas
diameter pada setiap kelompok jenis dipterocarpaceae dan non dipterocarpaceae untuk pendugaan struktur tegakan dengan proyeksi dalam rentang waktu 15 tahun menunjukkan hasil yang lebih tepat, lebih logis, dan secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding struktur tegakan aktualnya. Namun, untuk proyeksi ST dengan rentang waktu yang lebih panjang masih diperlukan kajian lebih lanjut dengan data yang lebih memadai untuk pengujian validitas struktur tegakan hasil simulasi.
## Saran
Ketersediaan PUP dengan pengukuran ulang yang kontinu dan akurasi data yang terjaga perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari unit pengelola hutan di bawah pengawasan dan evaluasi yang rutin dari unit yang berwenang (P3HKA Kementerian Kehutanan). Pengamatan, pencatatan, dan pengukuran dimensi pohon selain pada pohon bernomor, juga harus dilakukan pada pohon-pohon yang berkaitan dengan perhitungan rekrutmen. Pengawasan dan evaluasi juga perlu dilakukan menyangkut keberadaan dan kondisi PUP di lapangan. Hasil pengukuran PUP pada rentang waktu yang panjang sangat diperlukan untuk proses validasi hasil simulasi proyeksi struktur tegakan. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pendugaan rekrutmen, proporsi banyaknya pohon alih tumbuh dan tetap per kelas diameter untuk pendugaan struktur tegakan melalui proyeksi struktur tegakan dengan mencoba menggunakan metode, persamaan, atau peubah lain selain yang telah digunakan dalam penelitian ini.
## Daftar Pustaka
Buongiorno J, Michie BR. 1980. A matrix model of uneven- aged forest management. Forest Science 26(4):609 625.
Buongiorno J, Peyron J, Houllier F, Bruciamacchie M. 1995.
Growth and management of mixed-species, uneven- aged forests in the French Jura: implications for economic returns and tree diversity. Forest Science 41(3):397 429.
Ingram CD, Buongiorno J. 1996. Income and diversity tr adeoffs fr om man agemen t of mixed lowlan d dipterocarps in Malaysia. Journal of Tropical Forest Science 9(2):242 270.
Krisnawati H. 2001. Pengaturan hasil hutan tidak seumur dengan pendekatan dinamika struktur tegakan: studi kasus hutan alam bekas tebangan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Labetubun MS, Suhendang E, Darusman D. 2005. Metode pengaturan hasil hutan tidak seumur melalui pendekatan model dinamika sistem: kasus hutan alam bekas tebangan. Forum Pascasarjana 28(2):91 101.
Lamprecht H. 1989. Silvikulture in the Tropics. Eschborn: Deutsche Gesselschaft für Technische Zusammenarbeit
## (GTZ) GmbH.
Lin CR, Buongiorno J, Vasievich M. 1996. A multi-species, density-dependent matrix growth model to predict tree diversity and income in northern hardwood stands. Ecological Modelling 91:193–211.
Michie BR, Buongiorno J. 1984. Estimation of a matrix model of forest growth from re-measured permanent plots.
Forest Ecology and Management 8:127–135.
Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH. 2008. Keragaman struktur tegakan hutan alam sekunder. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 14(2):82–88.
Shugart Jr. HH, West DC. 1980. Forest succession models.
BioScience 30(5):308–313.
Suhendang E. 1997. Penentuan periode pengukuran optimal untuk petak ukur permanen di hutan alam tanah kering.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika 3(1):1–14.
Vanclay JK. 1994. Modelling Forest Growth and Yield. Wallingford: CAB International.
Vanclay JK. 1995. Growth models for tropical forest: a synthesis of models and methods. Forest Science 41(1):7–42.
Waite S. 2000. Statistical Ecology in Practice: A Guide to Analysing Environmental and Ecological Field Data . London: Prentice Hall.
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
|
ad68e1e9-852c-4d56-a116-81de18436b3b | https://journal.isi.ac.id/index.php/lintas/article/download/3044/1193 |
## REVITALISASI DESAIN INTERIOR MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL JAKARTA
Tunjung Atmadi SP Program Studi Desain Interior, Fakultas Desain dan Seni Kreatif Universitas Mercu Buana Jakarta
## ABSTRACT
The existence of the Museum in general has not been able to optimally meet the needs of the community as a means of education and quality recreation. Ministry of Education and Culture ( Kemdikbud ) since 2011 has rolled out the Revitalization program of the Museum as an effort to improve the quality of the museum in serving the community and make the museum as a “need” to visit.
Revitalization at the Museum of National Awakening encompasses the physical appearance of the museum made interesting, by arranging the interior, exterior, and rehabilitation of other supporting facilities. The method applied in this research is qualitative method, perform analysis based on case study data with the theory used. The result of this museum revitalization as a means of public learning, but also must be able to support the development of science. As an educational and academic function: the museum serves as a vehicle for education, a means of sharing knowledge and should be a center of study or a center of educational studies.
Keywords: Revitalization, public learning, study center.
## PENDAHULUAN
Salah satu pendidikan dalam proses pembelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah tidak dapat dilepaskan dari museum, karena misi dari salah satu pendidikan adalah “Menanamkan pendidikan nilai, moral, etika dan sikap berbudi luhur serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa kepada siswa agar mereka dapat menjadi Warga negara yang baik, serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Misi pendidikan tersebut salah satunya dapat dicapai melalui kegiatan edukasi di museum, karena menurut Hunter (1988), tujuan pendidikan dengan pendekatan warisan budaya adalah untuk memperkuat pengertian siswa tentang konsep dan hasil seni, kecerdasan dalam bidang teknologi, serta kontribusi perbedaan kelompok sosial ekonomi pria dan wanita. (Konsepsi hakekat hidup). Sebagai suatu institusi yang menyajikan berbagai hasil karya dan cipta serta karsa manusia sepanjang zaman, Museum merupakan tempat yang tepat sebagai sumber pembelajaran; karena melalui benda yang dipamerkannya, pengunjung dapat belajar tentang nilai dan perhatian serta kehidupan generasi pendahulu sebagai bekal di masa kini dan gambaran untuk kehidupan di masa mendatang. Sehingga tujuan dari pendidikan , yakni mendidik siswa untuk menjadi warga negara yang baik yang mampu melestarikan lingkungan dan budaya bangsa dapat terwujud. (Konsepsi hakekat lingkungan alam). Berbagai museum yang berdiri megah, mempunyai koleksi lengkap dan dipelihara dengan biaya yang tidak sedikit, kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap museum, hingga kini, masih jauh dari harapan. Artinya: sedikit sekali orang yang tahu dan mau memahami bahwa museum bermanfaat bagi dunia pendidikan dan rekreasi. Mereka umumnya memandang museum tidak lebih dari gudang tempat
penyimpanan barang tua dengan suasana ruang interior yang menyeramkan. (Konsepsi hakekat lingkungan sosial).
Kenyataan ini memperlihatkan bahwa masyarakat yang membutuhkan museum relatif masih sedikit. Hal ini dapat kita saksikan dari minimnya jumlah pengunjung museum, baik secara perorangan maupun rombongan/kelompok. Selain itu, kebanyakan pengunjung museum yang berkunjung ke museum-museum yang ada di Indonesia, umumnya sebagian terbesar karena tugas sekolah, dan hanya sedikit yang datang karena ingin tahu atau keinginan sendiri. Kondisi ini jauh berbeda dengan keadaan di negara-negara maju, di mana kunjungan ke museum sudah menjadi suatu kebutuhan, terutama bagi siswa, karena merupakan bagian integral dari proses pembelajaran.(Konsepsi hakekat waktu).
Revitalisasi Museum merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsi museum. Pada pelaksanaannya, revitalisasi ini mengacu pada tiga pilar kebijakan permuseuman, yaitu mencerdaskan bangsa, memperkuat kepribadian bangsa, ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Revitalisasi Museum terdiri atas enam aspek, yaitu fisik, manajemen, jejaring, program, kebijakan, dan pencitraan.
Salah satu sasaran program revitalisasi museum ini adalah penataan kembali penyajian koleksi pada ruang tata pamer. Membuat suatu Konsep Penataan Ruang Pameran Tetap di dalam museum bukan pekerjaan mudah, Karena menata ruang pameran tetap berarti melakukan penataan interior ruang dalam lengkap dengan koleksi museum beserta keseluruhan alat kelengkapan pendukungnya. Secara konsep ruang, penataan ruang pamer tetap tidak lepas dari desain interior di dalam museum terutama desain ruang publik beserta ruang fasilitas penunjangnya. Desain interior museum tidak dapat dipisahkan dengan penataan eksterior museum. Desain interior dan eksterior erat kaitannya dengan bangunan museum itu sendiri, (dalam lingkup pekerjaan rehabilitasi fisik bangunan museum). Konsep dasar desain interior ruang pameran tetap harus mengacu pada pertimbangan konservasi, keselamatan dan pengamanan benda koleksi pamer, dan kenyamanan pengunjung.
Untuk menyusun konsep rancangan atau desain interior ruang pameran tetap, ada ‘kemutlakan’ konsep yang harus dilakukan sebelumnya yaitu:
1. Adanya tema pameran tetap.
2. Adanya Alur cerita ( story line ).
3. Adanya Konsep penyajian pameran, dalam bentuk model yang dipilih oleh masing- masing museum.
4. Adanya Story board.
5. Matriks ruang pameran tetap yang memperlihatkan pembagian ruang-ruang bagi penempatan benda koleksi pamer dan panil informasi.
Komponen dalam penataaan ruang pameran tetap, yang harus menjadi konsep penting adalah harmonisasi antar komponen ruang yaitu lantai, dinding dan plafon. Selain variabel yang harus diperhatikan adalah pola, bahan, dan skema warna yang akan digunakan.
Seperti telah disampaikan dalam paparan diatas, salah satu program revitalisasi museum adalah renovasi ruang pamer tetap museum. Dalam hal ini jelas bahwa museum akan melibatkan pihak lain dalam membantu proses pembangunannya. Untuk itu manajemen museum dan kurator museum dituntut untuk memahami identitas museum dan barang koleksi agar mampu menjelaskan juga memberikan wawasan kepada pihak lain tentang desain interior ruang pamer tetap sekaligus konsep penyajian benda koleksi yang akan di pamerkan. Pada gilirannya museum diharapkan dapat menjadi tempat yang dirasakan sebagai kebutuhan masyarakat untuk dikunjung, sekaliguas sebagai sumber pembelajaran pendidikan bagi anak-anak sekolah maupun masyarakat umum.
## TINJAUAN PUSTAKA
Museum pada umumnya dikenal dengan sebuah gedung atau bangunan yang menyimpan koleksi benda-benda warisan budaya yang bernilai luhur yang dianggap patut disimpan. Dalam sejarah perkembangan museum mengalami perubahan-perubahan yang bersifat perubahan fungsi museum yang awalnya Kemudian berkembang dan bertambah dengan fungsi pemeliharaaan, pengawetan, penyajian atau pameran, dan akhirnya fungsi ini semakin bertambah. Dengan perkembangan museum muncul berbagai teori tentang pengertian museum. Beberapa pengertian museum:
Museum adalah Sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan pendidikan, penelitian dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya. (International Council of Museum)
Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. (Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1))
Museum adalah tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, merawat melestarikan, mengkaji, mengkomunikasikan bukti material hasil budaya manusia, alam dan lingkungannya. (Amir Sutaarga,1995:1). Adapun Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum, mendefinisikan museum sebagai lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
Museum sebagai pusat penelitian, museum berfungsi sebagai salah satu jaringan informasi ilmu pengetahuan. Museum sebagai salah satu lembaga pendidikan di luar sekolah formal. Artinya museum sebagai lembaga pendidikan berguna untuk penelitian bagi kepentingan pengunjung (G.D. Van Wager, 1990).
Menurut Francis D.K. Ching (2002:46) dalam Bentuk, Ruang dan Tatanan mengatakan bahwa desain interior adalah perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan. Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar kita akan naungan dan perlindungan, memenuhi bentuk aktivitas dan memenuhi aspirasi kita dan mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan kita. Di samping itu sebuah desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati serta kepribadian kita.
Dari beberapa pengertian tentang museum diatas dapat disimpulkan bahwa museum adalah suatu lembaga yang berupa bangunan atau tempat yang berfungsi sebagai tempat mengumpulkan, menyimpan, merawat melestarikan, mengkaji, mengkomunikasikan bukti material hasil budaya manusia, alam dan lingkungannya, yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari (edukasi,rekreasi,dan konservasi).
## PEMBAHASAN
“Revitalisasi museum merupakan salah satu kegiatan dalam rangka Gerakan Nasional Cinta Museum, yang bertujuan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap museum, meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan museum dan pelayanan pengunjung, dan menjadikan museum sebagai pranata sosial yang mampu membangkitkan kebanggaan dan memperkukuh jati diri bangsa,” Intan Mardiana menjelaskan, revitalisasi museum
adalah kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting museum secara proporsional dan kontekstual. Dengan demikian, museum diharapkan dapat mengubah citra dan wajah museum Indonesia menjadi lebih menarik dan prima sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. “Diperlukan gerakan bersama untuk penguatan pemahaman, apresiasi, dan kepedulian terhadap identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada tataran semua komponen masyarakat Indonesia,”
Museum adalah lembaga tetap yang nirlaba (tidak mencari keuntungan) yang melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan. Untuk tujuan studi, edukasi, dan kesenangan, tinggalan tangible dan intangible manusia dan lingkungannya. (ICOM Code of Ethics for Museums, 2006: 14).
Museum, berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums disingkat ICOM, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan. Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan.
Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati dirinya, maka museum dapat memberi inspirasi tentang hal-hal penting dari masa lalu yang harus diketahui untuk menuju ke masa depan. Oleh karena itu, untuk menempatkan museum pada posisi sebenarnya yang strategis, diperlukan gerakan bersama untuk penguatan, pemahaman, apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada semua tataran komponen masyarakat bangsa Indonesia, baik dalam skala lokal, regional maupun nasional. Gerakan bersama tersebut dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM). Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan momentum awal memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang dilaksanakan selama 5 tahun (2010-2014).
Salah satu kegiatan dalam program GNCM adalah revitalisasi museum untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdaya guna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Dengan program GNCM, tahun 2014 akan terwujud museum Indonesia yang menarik dan informatif serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun latar belakang dan tujuan di adakannya program ini oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata adalah:
a. Untuk melestarikan Karya, Budaya dan Peninggalan sejarah bangsa.
b. Sebagai magnet untuk mendongkrak sektor wisata lain.
c. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan apresiasi masyarakat/wisatawan akan kekayaan wisata Indonesia dan warisan budaya bangsa.
d. Meningkatkan jumlah pengunjung museum yang terus menurun dari tahun ke tahun
e. Terwujudnya museum sebagai kebanggaan publik.
Museum juga merupakan faktor penting dalam menarik wisatawan ke suatu daerah sehingga dapat berperan dalam membantu ekonomi lokal dalam hal penyediaan perdagangan yang melintas serta membuka lapangan kerja.
a. Media pembinaan pendidikan kesenian dan ilmu pengetahuan
b. Suaka alam dan suaka budaya
c. Cermin sejarah manusia, alam, dan kebudayaan.
d. Sarana untuk bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
e. Sarana dalam pengembangan budaya dan peradaban manusia. Dengan kata lain,
museum tidak hanya bergerak di sektor budaya, melainkan juga dapat bergerak di sektor ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain.
f. Wahana yang memiliki peran strategis terhadap penguatan identitas masyarakat.
Revitalisasi Museum adalah program yang pada saat itu diusung oleh pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala dengan jajaran di bawahnya, yaitu Direktorat Museum, yang bertugas dan berfungsi melakukan pembinaan teknis museum di Indonesia. Revitalisasi museum dimaknai sebagai upaya meningkatkan kualitas museum untuk melayani masyarakat sesuai dengan fungsi museum.
Revitalisasi Museum merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsi museum. Pada pelaksanaannya, revitalisasi ini mengacu pada tiga pilar kebijakan permuseuman, yaitu mencerdaskan bangsa, memperkuat kepribadian bangsa, ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Revitalisasi Museum terdiri atas enam aspek, yaitu fisik, manajemen, jejaring, program kebijakan, dan pencitraan. Ada enam aspek yang akan direvitalisasi dari museum di Indonesia, yaitu:
a. Aspek Fisik: Tampilan museum menjadi lebih menarik.
b. Aspek Manajemen: Profesionalisme dalam pengelolaan museum dan pelayanan pengunjung meningkat.
c. Aspek Program: Program yang inovatif dan kreatif berkembang.
d. Aspek Kebijakan: Menetapkan kebijakan pengelolaan museum.
e. Aspek Pencitraan: Meningkatkan pencitraan museum.
f. Aspek Jaringan: Mewujudkan dan memperkuat jejaring museum dan komunitas. Konsep tata ruang bangunan museum sudah selayaknya ditata kembali sesuai dengan paradigma museum yang baru dan rencana program revitalisasi museum ke depan, sbb:
a. Bangunan mampu memberi citra sebagai museum.
b. Bangunan diharapkan menjadi lebih ‘terbuka’ dan ramah terhadap lingkungan sekitar c. Bangunan mempunyai orientasi ‘keluar’ dan ‘mengundang’ publik.
Ruang di dalam bangunan mempunyai beberapa variabel, dalam konteks ruang di dalam museum yang harus diperhatikan adalah fungsi dan bentuk ruang. Ruang pameran sebagai bagian dari sebuah museum sesungguhnya mengacu pada fungsi dan bentuk bangunan museum itu sendiri.
Dalam hal ini ada 4 fungsi dan bentuk bangunan museum, yaitu; Bangunan yang memang dari awal dirancang sebagai museum; Bangunan biasa atau umum yang dijadikan sebagai museum; Bangunan yang mempunyai latar belakang sejarah dengan menjadikan bangunan itu sebagai museum yang mempunyai hubungan peristiwa atau dengan tokoh tertentu; dan Bangunan cagar budaya sebagai museum. Sedangkan penataan-rehabilitasi fisik bangunan dilakukan dengan prioritas pada ruang-ruang publik, ruang pameran dan penyimpanan, penataan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Penataan eksterior-tata ruang luar museum.
Konsep penataan eksterior harus terakomodasi dengan jelas dalam gambar rencana tapak ( siteplan ). Penataan diutamakan pada halaman muka museum yang berorientasi kepentingan publik, dan taman yang berhubungan dengan ruang-ruang publik yang berada di dalam bangunan. Semua ruang publik pada eksterior museum harus diberi penanda ( signage ) dengan standar yang berlaku, harus jelas terbaca, dan mudah terlihat. Penataan eksterior-ruang luar harus menekankan kenyamanan dan keamanan publik, seperti; a)
pintu masuk-keluar bangunan; b) taman atau ruang sign-board museum; c) taman parkir kendaraan; d) tersedianya ruang pedestrian bagi pejalan kaki dengan petunjuk masuk- keluar bangunan yang jelas.
## 2. Penataan interior ruang publik
Program revitalisasi fisik museum memang memberi prioritas utama kepada penataan kembali interior museum, khususnya Penataan Interior Ruang Pameran Tetap yang merupakan zona satu dari 4 zona di dalam museum, yaitu zona koleksi-publik. Ruang-ruang publik yang menjadi sasaran berikut dalam penataan interior museum masuk dalam zona non koleksi-publik yaitu ruang lobi museum, ruang informasi, ruang tiket, toilet, ruang multi media, dan ruang fasilitas penunjang yang diperlukan. Konsep penataan interior pada ruang publik boleh berbeda dan lebih lunak persyaratannya dibandingkan dengan ruang pameran dan penyimpanan, meskipun tetap memperhatikan unsur ‘safety’ pengunjung atau publik. Setelah target penataan interior ruang pameran tetap tercapai dan interior ruang publik, target selanjutnya adalah ruang penyimpanan ( storage ), diikuti ruang pengenalan ( introduction area ), ruang laboratorium, dan bengkel kerja preparasi.
## TAHAPAN REVITALISASI
## 1. Sebelum Revitalisasi
Gambar 1. Selasar dan Ruang Pamer Sumber: Data Pribadi
## 2. Pelaksanaan Revitalisasi
Gambar 2. Ruang informasi dan Ruang Pamer Sumber: Data Pribadi
Gambar 3. Selasar dan Ruang Audio Visual Sumber: Data Pribadi
Gambar 4. Ruang pamer Sumber: Data Pribadi
3. Setelah Revitalisasi
Gambar 5. Ruang pamer Sumber: Data Pribadi
Gambar 6. Ruang Selasar dan Ruang Perantara Sumber: Data Pribadi
## PENUTUP
Perencanaan desain interior yang baik merupakan cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan pengunjung, selalu diawali dengan sebuah gagasan besar tentang apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas. Gagasan desain kemudian diwujudkan dengan menyajikan ruang baru dengan berbagai koleksi yang dilengkapi teks, gambar, foto, ilustasi dan pendukung lainnya. Perencanaan desain interior merupakan faktor penting untuk menentukan strategi kerja dan tahapan pelaksanaan hingga evaluasi, serta dibutuhkan keterlibatan banyak pihak dan keahlian dan ketrampilan khusus bagi yang terlibat di dalamnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Encyclopedia Americana , (1970), New York: Americana Corporation.
Hoed, Benny H, (2008), Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya , Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI.
Hunter, K, (1988), Heritage Education in the Social Studies. ERIC Digest.
Museografia, (2010), Majalah Ilmu Permuseuman Vol IV no. 5. Jakarta: Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Sumaatmadja, N, (2002), Pembelajaran IPS pada tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah , Makalah Seminar nasional dan Musda I HISPIPSI Jawa Barat.
|
ff296044-ffd5-465e-8c39-269642a296e7 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/agritepa/article/download/806/678 |
## ANALISIS KELAYAKAN USAHA PADA BRAND ASRI KELURAHAN PADANG SERAI KECAMATAN KAMPUNG MELAYU KOTA BENGKULU
## ANALYSIS FEASIBILITY OF “BRAND ASRI” IN PADANG SERAI VILLAGE KAMPUNG MELAYU BENGKULU CITY
Rika Dwi Yulihartika, Fransius Siregar
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, UNIVED Email : [email protected]
## ABSTRAK
Metode penelitian yang dilakukan meliputi NPV, PBP ( Payback periode ) Pengumpulan data diambil dari data sekunder dan data primer, analisis data menggunakan rumus π = TR – TC (Pendapatan Bersih), R/C Ratio untuk mengukur kelayakan usaha sirup BRAND ASRI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi aspek teknis dan operasional BRAND ASRI yang dekat dengan pasar yang berada di Kelurahan Padang Serai bahwa dari segi aspek teknis dan operasional layak untuk diusahakan, dari aspek pasar dan pemasaran BRAND ASRI mempunyai agen diberbagi kota salah satunya Padang, Pekanbaru dari segi pemasaran BRAND ASRI layak untuk pemasaran, dari aspek sosial dan ekonomi BRAND ASRI bagi masyarakat Kelurahan Padang Serai Mendukung adanya usaha ini sehingga kelompok tani bisa untuk menjual jeruk kalamansi kepada usaha BRAND ASRI dilihat dari sisi perekonomian BRAND ASRI sangat Layak, dari segi manajemen dan aspek hukum BRAND ASRI mempunyai struktur yang jelas, dan dari segi aspek hukum BRAND ASRI sudah layak karena usaha ini sudah diakui pihak IRT, MUI, dan diakui Halal untuk analisis finansial dan R/C ratio, payback period BRAND ASRI dikatakan layak karena usaha ini lebih besar dari nol yaitu Rp 106.186.275,- dan analisis payback period diperoleh adalah 1.5 tahun untuk analisis R/C ratio BRAND ASRI secara ekonomis layak untuk diusahakan karena memiliki nilai lebih dari 1 sebesar (R/C ≥1.22).
Kata Kunci : Studi kelayakan, Keuangan, Sirup Kalamansi
## ABSTRACT
Research methodology includes NPV, PBP (payback period) The collection of data taken from data secondary and data primary, analysis data using the formula π = TR - TC (Net Revenue), R/C Ratio to measure the feasibility of syrup BRAND ASRI.
Terms of technical aspects and operational BRAND ASRI close to markets that are in the village of Padang Serai that in terms of technical aspects and operational feasible, of the market and marketing aspects BRAND ASRI has and agent various city one of Padang, Pekanbaru in terms of marketing BRAND ASRI eligible to marketing, from the social and economic aspects BRAND ASRI for the community village of Padang Serai Supporting their efforts so that the farmer groups could be to sell Calamansi to attempt BRAND ASRI in terms of the economy BRAND ASRI very worth it, in terms of management and legal aspects BRAND ASRI has a structure clear, and in terms of legal aspects BRAND ASRI is feasible
because this business has recognized the IRT, MUI, and recognized Halal for financial analysis and R/C ratio, payback period BRAND ASRI is feasible because this business is greater than zero, namely Rp 106 186. 275, - and the analysis of the payback period is 1.5 years was obtained for analysis of R/C ratio BRAND ASRI is economically feasible to be developed because it has more value than one of (R / C ≥1.22)
Keywords : The feasibility study , Financial, Calamansi Syrup
## PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian dihadapkan kepada kondisi lingkungan yang strategis yang terus berkembang secara dinamis dan menjurus kepada liberalisasi perdagangan internasional, untuk memanfaatkan peluang yang ada, maka pembangunan pertanian harus lebih difokuskan kepada komoditi-komoditi unggulan yang dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional. Kondisi ini menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah untuk mempercepat laju pembangunan pertanian di indonesia secara lebih modern dengan tujuan untuk memantapkan swasembada pangan sebagai dasar utama untuk menjaga stabilitas nasional (Daniel, 2002).
Salah satu kota yang terkenal akan buah - buahannya dan budidaya sirup kalamansi nya adalah kota Bengkulu. Saat ini, kota Bengkulu terkenal sebagai penghasil sirup kalamansi, pada umum nya jeruk kalamansi ( Citrofortunella microcarpa ) atau disebut calamondin ini tidak secara langsung untuk dikonsumsi Hal ini juga menjadi masalah bagi para petani jeruk kalamansi, karena penjualan hasil panen mereka sangat terbatas.
Bertolak dari pada potensi dan keunikan dari jeruk kalamansi itu sendiri serta melihat keadaan saat ini, maka perlu dilakukan suatu usaha untuk memaksimalkan pemanfaatan hasil panen jeruk kalamansi. Salah satu usaha tersebut yaitu dengan mengolah jeruk kalamansi menjadi sirup jeruk kalamansi agar dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat (Anonim, 2010).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam menganalisis kelayakan usaha pembuatan sirup kalamansi ( Citrofortunella microcarpa ) BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampug Melayu Kota Bengkulu tersebut, karena BRAND ASRI merupakan usaha yang baru dalam memproduksi sirup kalamansi di Kota Bengkulu.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini di lakukan pada usaha sirup BRAND ASRI Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu yang dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2018.
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi
kasus dengan metode deskriptif pada perusahaan, yaitu dengan cara menganalisis data-data laporan keuangan yang kemudian ditabulasikan untuk menganalisis kelayakan usaha tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena menggunakan data yang dapat diukur.
Data penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pihak pengelola/pihak yang terkait yang telah memproduksikan sirup kalamansi dalam proses tahap awal di BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. Data sekunder diperoleh melalui instansi yang terkait seperti, koordinator penyuluh usaha sirup
kalamansi, website yang terkait, jurnal, dan buku.
## Metode Analisis Data
Dalam melakukan analisis aspek finansial diperlukan kriteria investasi yang menyatakan usaha layak atau tidak untuk dijalankan. Kriteria investasi yang digunakan tersebut adalah:
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah suatu alat analisis untuk menguji kelayakan dari suatu investasi. NPV adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi pada tingkat bunga tertentu atau dapat dikatakan sebagai selisih antara nilai bersih dari manfaat dan biaya pada setiap tahun kegiatan usaha.
Dimana : Bt = Penerimaan ( benefit ) bruto tahun ke-t
Ct
= Biaya ( cost ) bruto tahun ke-t N = Umur Ekonomis Usaha t = Tahun i = Tingkat suku bunga/ discount rate
Dalam metode NPV, terdapat tiga penilaian kriteria investasi. Jika NPV suatu usaha `lebih besar dari nol (NPV>0) berarti usaha tersebut layak dilakukan atau dilanjutkan karena memiliki arti, bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya, jika
NPV usaha kurang dari nol (NPV<0), maka usaha tersebut tidak layak dilakukan atau dilanjutkan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Sedangkan, jika NPV sama dengan nol (NPV=0) manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutup
biaya yang dikeluarkan, artinya proyek mengembalikan persis sebesar modal sosial. Dengan demikian, usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi. 2. Payback Periode (PBP)
Payback
Periode atau
analisis waktu adalah jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi
pengeluaran awal. Kriteria ini mengukur kecepatan proyek dalam mengembalikan biaya awal. Oleh sebab itu, kriteria ini menghitung arus kas yang dihasilkan dan bukan besarnya keuangan akuntansi (Keown, 2001). Semakin kecil angka yang dihasilkan, maka usaha tersebut semakin baik untuk diusahakan. Perhitungan PBP menurut Kadariah et al . (1999) adalah sebagai berikut:
Dimana: I = Besarnya investasi yang dibutuhkan
Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya
Pada dasarnya semakin cepat
Payback Periode menandakan semakin kecil risiko yang dihadapi oleh investor. Untuk Mengetahui tingkat produksi dan
produktivitas usaha sirup kalamansi di BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu yang telah memproduksi sirup kalamansi ke berbagai kota dilakukan analisis secara tabulasi sederhana dengan fungsi sebagai berikut :
= TR – TC
Dimana :
( Pendapatan) =Pendapatan bersih
(Rp/Ut)
TR(TotalRevenue) =Total Penerimaan (RP/Ut) TC (Total Cost) =Total Biaya
(Rp/Ut)
Untuk Mengetahui layak atau tidak layak nya usaha sirup kalamansi BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu adalah dengan menggunakan analisis Return Cost Ratio (R/C Ratio).
Biaya Produksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
## C = FC + VC
Dimana : C (Cost)
= Biaya Total (RP)
VC (Variabel Cost) = Biaya Variabel (RP/Ut) FC (Fixed Cost) = Biaya Tetap (Rp/Ut)
Penerimaan adalah produksi dikali harga jual dengan rumus sebagai berikut :
R = Py.Y
Dimana : R (Revenue) = Penerimaan Py (Price) = Harga Jual Y (Product) =Produksi (Kg/Ut)
Dengan Kriteria sebagai berikut :
## R/C
Jika R/C 1, maka usaha sirup kalamansi secara ekonomis sangat layak
diusahakan Jika R/C maka usaha sirup kalamansi
secara ekonomis tidak layak diusahakan
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Aspek Pasar dan Pemasaran
Pada penelitian ini, aspek pasar yang diteliti meliputi, prospek dan potensi pasar, daur hidup produk, dan bauran pemasaran BRAND ASRI. Produk sirup kalamansi yang dihasilkan BRAND ASRI memiliki pasar yang potensial dari peluang-peluang tersebut di atas. Pasar potensial tersebut menjadi peluang besar jika dilakukan program pemasaran yang efektif.
## Bauran Pemasaran
Menurut Umar (2005), terdapat berbagai kegiatan yang harus dilalui oleh barang dan jasa sebelum sampai ke konsumen. Ruang lingkup kegiatan yang luas itu disederhanakan menjadi empat kebijaksanaan pemasaran yang dapat dikontrol yang biasa disebut bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah gabungan keempat strategi yang ada di dalamnya. Bauran pemasaran merupakan alat yang dipergunakan oleh pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya yang
tertarik, senang, kemudian membeli dan akhirnya puas akan produk tersebut. Karena itu, penetapan strategi bauran pemasaran memegang peranan penting dalam strategi pemasaran. Peranan ini dijalankan oleh perusahaan dengan mengkombinasikan bauran pemasaran yang paling sesuai dengan kondisi perusahaan, sehingga menghasilkan kondisi yang optimal.
1. Strategi Produk
Produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Strategi produk penting karena produk merupakan sesuatu yang dijual dan konsumen akan mengenal perusahaan melalui produk yang dijualnya
Produk yang dihasilkan BRAND ASRI termasuk barang yang dikonsumsi. Produk yang dihasilkan BRAND ASRI sirup kalamansi dengan berbagi macam kemasan botol, adapun strategi
produk yang dihasilkan BRAND ASRI dengan menciptakan produk minuman yang memiliki nilai gizi yang tinggi, serta menciptakan merek kemasan, label yang telah dihasilkan. Komposisi semua sirup yang dihasilkan BRAND ASRI terdiri dari, 40 persen sari buah, 60 persen larutan gula pasir, Sedangkan komposisi dari semua jenis sirup yang dihasilkan BRAND ASRI terdiri dari, 70 persen sari buah, 30 persen larutan gula pasir, sirup buah yang diproduksi BRAND ASRI memiliki karakteristik, antara lain berbentuk cairan, beraroma, rasa khas buah, dan berwarna kuning untuk sirup, sirup jambu biji merah.
Semua produk sirup kalamansi dihasilkan dan dikemas dalam botol plastik dengan ukuran 1000ml, 500ml, 250ml melihat kencenderungan konsumen dihypermart sebagian konsumen membeli dengan kemasan yang berukuran 250ml karena harga tersebut tidak terlalu mahal BRAND ASRI juga melekatkan label pada setiap kemasan sirup buah. Di dalam label tersebut, BRAND ASRI mencantumkan merek dagang, nama
produsen, manfaat minuman produk dan gizi, tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal dengan. MUI, P- IRT NO 2131771010631-18, dan barcode harga. Produk yang dihasilkan SEGAR ASRI layak untuk memasuki supermarket karena telah memiliki barcode harga. Penjelasan dalam label ini diinformasikan dalam tiga bahasa yakni, Indonesia, htal ini tentunya memudahkan konsumen saat ini BRAND ASRI telah mendistribusi produk keberbagai macam usaha seperti Hypermart, Supermarket, pasar hal ini dapat juga membantu produsen agar memiliki pemasukan yang cukup besar.
2. Strategi Harga
BRAND ASRI
menggunakan harga dengan
berbagai macam kemasan seperti pada tabel 1.
3. Distribusi Pemasaran
Distribusi pemasaran adalah
cara perusahaan menyalurkan barangnya, mulai dari perusahaan sampai ke tangan konsumen. Strategi distribusi penting dalam upaya perusahaan melayani konsumen tepat waktu dan tepat sasaran.
Tabel 1. Daftar Harga Sirup Kalamansi BRAND ASRi Ukuran Harga 1000ml ( 1 Liter) Rp 40.000,- 500ml (1/2 Liter) Rp 22.500,- 250ml (¼ Liter) Rp 12.500,- Produk-produk yang dihasilkan BRAND ASRI didistribusikan secara langsung tanpa melalui perantaraan distributor.
BRAND ASRI menaruh produknya di beberapa outlet di Hypermart,
BRAND ASRI mensuplai produknya ke beberapa tempat seperti, kantin atau koperasi sekolah dan kampus, gedung olahraga, kantor, minimarket Aneka Buana, dan tempat Hotel Splash yang berada disimpang 5 Kota bengkulu. BRAND ASRI juga memiliki agen di beberapa kota di Indonesia seperti, Pekanbaru, Padang,
Medan.
4. Strategi Promosi Strategi promosi merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian dan mempertahankan konsumen. Perusahaan dapat menginformasikan segala jenis produk yang ditawarkan dan berusaha menarik calon konsumen baru melalui promosi yang dilakukan. Promosi yang dilakukan adalah dengan mengikuti pameran-pameran
dan memberikan sampel gratis kepada pihak yang ingin memesan produknya. Promosi yang dilakukan BRAND ASRI masih menyebarkan nya dari mulut ke mulut, bekerjasama dengan pihak TELKOM Bengkulu, Stasiun RB Tv Bengkulu saat ini mereka cukup banyak konsumen untuk memesan produk tersebut.
## Hasil Analisis Aspek Manajemen
BRAND ASRI sudah memiliki struktur organisasi yang jelas dan sudah adanya tugas dan wewenang untuk masing-masing tenaga kerja. Namun, tugas pemimpin usaha dalam mencari link pemasaran seharusnya dilakukan oleh bagian pemasaran. Hal ini bisa terjadi dikarenakan SDM dari bagian pemasaran yang kurang mampu untuk mencari link pemasaran, sehingga tugas ini diambil alih oleh pemimpin usaha. Karena itu, bagian pemasaran hanya bertugas untuk mengantarkan barang dan melakukan penjualan. Sedangkan untuk tenaga kerja yang lain sudah melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan wewenang
masing-masing. Ini terlihat juga dari kesungguhan mereka melakukan tugas yang diberikan dan kehadiran tepat waktu sesuai jam kerja yang telah ditentukan walaupun saat ini terdapat beberapa tenaga kerja yang memiliki kemampuan dan komitmen yang rendah.
## Hasil Analisis Aspek Hukum
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa BRAND ASRI layak dilihat dari aspek hukum. Hal ini dikarenakan, walaupun sebagian keterangan seperti, Akta Pendirian, Surat Keterangan Domisili Usaha, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Tanda Daftar Perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) belum diakui, BRAND ASRI tetap menjalankan usahanya karena BRAND ASRI masih tergolong industri rumah tangga.
BRAND ASRI masih merupakan industri rumah tangga yang telah didirikan oleh beberapa orang, BRAND ASRI baru didirikan pada tahun 2012. Ada beberapa jenis perizinan yang perlu disiapkan sebelum usaha dijalankan untuk mendapat legalitas usaha salah satunya P-IRT NO. 2131771010631-18, berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri
BRAND ASRI mendapatkan Sertifikat Penyuluhan
Keamanan Pangan NOMOR :
631/1771/13, BRAND ASRI juga mempunyai Sertifikat HALAL yang keabsahan nya telah diakui oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) setelah melakukan pengujian dan pembahasan, menetapkan bahwa produk pangan, obat- obatan, atau kosmetika ini adalah Halal menurut syariat islam dengan No : 11120001470915
Produktivitas Sirup Kalamansi BRAND ASRI Kelurahan Padang Serai Produksi merupakan konsep dari pada pengolahan (manufaktur) karena pengolahan ini hanyalah sebagai bentuk khusus dari produksi. Dan produktivitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan jasa yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan sebagainya) produksi dan produktivitas yang dihasilkan BRAND ASRI di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
## Pendapatan Bersih BRAND ASRI
Penerimaan bersih BRAND ASRI adalah jumlah pendapatan dikurangi biaya total selama proses produksi. Pendapatan bersih yang diterima dalam produksi selama 1 bulan di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Sirup Kalamansi BRAND ASRI Tahun Jumlah botol/bulan Jumlah/bulan 2014 a. 1000 ml (1 Liter) = 20 Botol
b. 500 ml (1/2 Liter) = 100 Botol c. 250 ml (1/4 Liter = 10 Botol
130 Botol
2015 a. 1000 ml (1 Liter) = 22 Botol
b. 500 ml (1/2 Liter) = 105 Botol c. 250 ml (1/4 Liter) = 15 Botol
142 Botol 2016 a. 1000 ml (1 Liter) = 25 Botol
b. 500 ml (1/2 Liter) = 110 Botol c. 250 ml (1/4 Liter) = 15 Botol 150 Botol
2017 a. 1000 ml (1 Liter) = 40 Botol
b. 500 ml (1/2 Liter) = 160 Botol
c. 250 ml (1/4 Liter) = 20 Botol
220 Botol
## Data Primer Diolah, 2018
## Tabel 3 Pendapatan Bersih Usaha BRAND ASRI Selama Proses Produksi dalam 1
Bulan Tahun Penerimaan Biaya Jumlah Pendapatan 2014 Rp 3.175.000 Rp 3.700.000 Rp 670.000,- 2015 Rp 3.430.000 Rp 2.560.000 Rp 870.000,- 2016 Rp 3.662.500 Rp 2.350.000 Rp 1.312.500,- 2017 Rp 5.450.000 Rp 2.550.000 Rp 2.900.000,- Total Rp 15. 717.500,- Rp 11.160.000,- Rp 5.752.500,- Rata-rata Rp 3.929.375,- Rp 2.790.000,- Rp 1.438.125,-
Data primer diolah, 2018
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan rata-rata yang yang diterima oleh BRAND ASRI
sebesar Rp 3.929.375,- dan jumlah pendapatan bersih rata-rata per botol nya dalam 1 bulan Rp 1.438.125,- dalam hal
ini pendapatan bersih yang diterima oleh BRAND ASRI ini cukup optimal meskipun usaha ini masih tergolong home industri.
## Analisis R/C Usaha BRAND ASRI
Usaha BRAND ASRI dapat dikatakan menguntungkan atau tidak dengan cara menghitung nilai R/C. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai R/C ≥ 1 dan usaha BRAND ASRI dikatakan tidak layak jika nilai R/C ≤ 1. Nilai R/C ratio yang dihasilkan dari perhitungan usaha BRAND ASRI dalam 1 bulan dapat dilihat pada tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa nilai R/C usaha BRAND ASRI di daerah penelitian adalah 1.22 sehingga usaha BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu secara ekonomis layak untuk diusahakan di Kelurahan tersebut.
Usaha yang dilakukan BRAND ASRI secara ekonomis layak untuk diusahakan walaupun kegiatan panen jeruk kalamansi hanya 3 kali dalam 1 minggu seharusnya kegiatan yang lebih optimal jika melakukan pemanenan setiap hari agar pasokan jeruk diproduksi lebih banyak. Ditempat penelitian ini juga mungkin baru dilaksanakan pada tahun 2012 sehingga BRAND ASRI belum begitu luas dalam pemasarannya. Dimana penerimaan yang dihasilkan BRAND ASRI lebih besar dari biaya yang dikeluarkan sehingga R/C yang diperoleh adalah lebih dari 1 yaitu 1,22, sehingga menurut Soekartiwi (2006) apabila nilai R/C ≥ 1 maka secara ekonomis usaha BRAND ASRI layak diusahakan.
Tabel 4. Nilai R/C BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai
Nama Brand R/C Keterangan BRAND ASRI 1.22 Layak
Data primer diolah, 2018
Tabel 5. Tabel Penjualan Tahun 2014-2017 Tahun Jumlah Pendapatan 2014 677 Kg Rp 14.800.000,- 2015 689 Kg Rp 20.080.000,- 2016 957 Kg Rp 15.200.000,- 2017 861 Kg Rp 18.800.000,- Jumlah 3202 Kg Rp 68.880.000,- Biaya Operasional Tabel 6 Biaya Operasional BRAND ASRI Tahun 2014-2017 (Rp/Tahun) Keterangan / Tahun 2014 2015 2016 2017 Penjualan Rp 14.800.000 Rp 15.200.000 Rp 21.260.000 Rp 18.800.000
## Biaya Tetap
B. Administrasi Rp 400.000 Rp 400.000 Rp 400.000 Rp 400.000 Pinjaman Bank Rp 500.000 Rp 500.000 Biaya Variabel Gula Rp 4.800.000 Rp 5.400.000 Rp 6.000.000 Rp 6.960.000 Bahan baku Rp 4.320.000 Rp 4.320.000 Rp 4.320.000 Rp 4.320.000 Botol Rp 220.000 Rp 400.000 Rp 500.000 Rp 600.000 Label Rp 80.000 Rp 160.000 Rp 200.000 Rp 240.000 Minyak tanah Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 40.000 Transportasi Rp 50.000 Rp 50.000 Rp 50.000 Rp 50.000 Jumlah Rp 10.410.000 Rp 11.270.000 Rp 11.420.000 Rp 12.520.000
## Penerimaan Usaha
Penerimaan dihitung dari
perkiraan jumlah produksi dikalikan dengan harga jual. tahun-tahun awal produk BRAND ASRI sehingga belum
banyak konsumen yang mengenal produk tersebut.
Pada tahun 2015 jumlah jeruk kalamansi sebesar 689 Kg, jumlah pendapatan yang diterima BRAND ASRI 20.080.000,-/tahun dan pada tahun 2014-
2015 jumlah keseluruhan jeruk kalamansi menghasilkan 975 Kg jeruk kalamansi dan jumlah pendapatan yang diterima pihak BRAND ASRI sebesar 21.260.000,- /tahun, pada tahun 2017 BRAND ASRI menghasilkan jeruk kalamansi sebesar 861 Kg jeruk kalamansi dan menghasilkan pendapatan 18.800.000,-/tahun dari jumlah keseluruhan pada tahun 2014-2017 bahwa peningkatan yang dialami sangat signifikan.
## Analisis Finansial
Analisis kelayakan finansial BRAND ASRI menggunakan prinsip nilai uang saat ini tidak sama dengan nilai uang dimasa akan datang. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan kriteria- kriteria penilaian investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Payback pariode (PBP)
Hasil analisis finansial
menunjukkan bahwa NPV usaha pembuatan sirup kalamansi ini lebih besar dari nol yaitu, NPV menunjukkan nilai sebesar rata-rata Rp 106.186.275. hal ini menunjukkan usaha yang akan dijalankan BRAND ASRI memberikan manfaat bersih sebesar Rp 106.186.275,- dengan kapasitas produksi botol 3.263 botol selama kurun 4 tahun
Payback period yang diperoleh adalah 1.5 tahun atau sama dengan 1 tahun setengah. Hal ini berarti, usaha dapat mengembalikan modal sebelum umur usia berakhir. Nilai Payback period ini cukup singkat, sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Hasil perhitungan kriteria kelayakan tersebut dapat dilihat pada tabel 7.
## KESIMPULAN
1. Hasil analisis aspek non finansial yaitu, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek hukum menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan BRAND ASRI ini layak untuk dilaksanakan. Namun, pada aspek pasar, kegiatan promosi yang dilakukan belum optimal karena BRAND ASRI hanya mengandalkan keikutsertaan dalam pameranpameran dan informasi dari mulut ke mulut. BRAND ASRI juga mengalami kendala pada aspek manajemen karena BRAND ASRI belum mempunyai karyawan tetap.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Kriteria Kelayakan Finansial BRAND ASRI Bengkulu Kriteria Kelayakan Finansial Hasil NPV Rp 106.186.275,- PBP 1,5 Tahun R/C 1.22 2. Hasil analisis produksi dan produktivitas pada usaha BRAND ASRI di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu dengan rata-rata 130 botol - 220 botol/ bulan. Dengan jumlah sebanyak ini BRAND ASRI telah memproduksikan sirup ini sampai ke luar kota sehingga produk ini akan semakin meningkat dan mengalami potensial yang sangat pesat.
3. Total pendapatan bersih yang
diterima oleh BRAND ASRI dalam
1 bulan adalah sebesar Rp
1.438.125,- Dari pendapatan bersih yang dihasilkan oleh BRAND ASRI ini cukup signifikann karena usaha ini masih skala Industri rumah tangga, sehingga usaha ini belum banyak dikenal bagi konsumen khususnya masyarakat Kota
Bengkulu.
4. Analisis R/C ratio pada usaha
BRAND ASRI menunjukkan angka
1.22 sehingga layak secara
ekonomis untuk diusahakan lebih lanjut di Kota Bengkulu.
5. Hasil Analisis aspek finansial menunjukkan bahwa usaha ini layak dilaksanakan. Nilai NPV yang dihasilkan selama 4 tahun adalah sebesar Rp 106.186.275,- dengan kapasitas produksi yang dihasilkan 1.560 botol selama/tahun Payback yang diperoleh adalah 1,5 tahun atau sama dengan 1 tahun setengah.
## DAFTAR PUSTAKA
Daniel, Mochar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian . Bumi Aksara.
Jakarta
Departemen Pertanian. 2011. Budidaya Jeruk Kalamansi. http://epetani.deptan.go.id/budiday a/budidaya-jeruk-kalamansi-citrus- microcarpa-1621 3 Novemper 2011 diakses tanggal 3 mei 2018.
Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek- Proyek Pertanian . UI-Press.
Jakarta
Gleekapay, M. 2008. Manajemen
Produktivitas http://www/hrsdm.or g (diakses pada tanggal 11 September 2018).
Husnan S, Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek . Unit Penerbit dan Pencetak AMP YKPN. Yogyakarta
Kadariah, Karlien L, Clive G. 1999.
Pengantar Evaluasi Proyek .
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlien L, Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek . Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia. Jakarta
Karo-karo, Feryanto W. 2010. Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran. : http://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id (diakses tanggal 11 September
2018)
Kasmir, Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis . Kencana. Bogor:
Mahasin A. 2007. Analisis Brand Equity “Ekuitas Merek” Minuman Sirup dan Implikasinya dalam Kegiatan Pemasaran (Kasus Merek ABC di
Giant Hypermarket Margo City Depok [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Makeham. J.P. 1991. The Economics of Tropical Farm Management (terjemahan). LP3ES. Jakarta.
Maulana, M. 2004. Peranan luas lahan, Intensitas Pertanaman Dan Produktivitas Sebagai Sumber
Pertumbuhan Padi Sawah Di
Indonesia 1980-2001 . Jurnal Agro Ekonomi, Vol 22 No. 1, Mei 2004:
74-95. Pusat Pengembangan dan Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Potter NH, Hotchkiss. 1995. Food
Science . 5th Edition. Chapman and
Hall Co. Inc. New York
Prawirokusumo, Soeherto. 2001. Ilmu Usaha Tani . BPFE. Yogyakarta Sari, Reny Puspita. 2011. Analisis Nilai
Tambah dan Kelayakan Usaha
Agroindustri Chip Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Pembuatan
MOCAF ( Modified Cassava Flour ) di Kabupaten Trenggalek. Malang.
Satuhu S. 2004. Penanganan dan
Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta
Subagyo A. 2007 . Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi . Gramedia. Jakarta Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis .
Ed ke-3. Gramedia. Jakarta
Wahyu Widyastuti., Bengkulu di Mata:
Analisis Branding Sirup Jeruk
Kalamansi Produksi Koperasi
Kultura Kalamansi Bengkulu, tth,
PT Unib Swara, Hal. 165-180
|
2847527c-5b56-4b68-8728-7ab8c1cdb577 | https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JISIP/article/download/4111/3397 |
## Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan (JISIP)
Vol. 7 No. 1 Januari 2023 e-ISSN : 2656-6753, p-ISSN: 2598-9944 DOI: 10.58258/jisip.v7i1.4111/http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JISIP/index
## Studi Hubungan Iklim Mikro terhadap Kondisi Ruang Belajar di Lingkungan Universitas Negeri Manado
( Studi Kasus Pengaruh Suhu terhadap Kondisi Ruang Kelas )
## Muhammad Muhdi Attaufiq
Universitas Negeri Manado Article Info Abstract Article history: Received : 15 Januari 2022 Publish : 31 Januari 2023 Adaptive classroom is the desire of residents as a basis for responsiveness to environmental conditions. The design of the room must be based on environmental responsiveness so that it can provide thermal comfort for the occupants. Microclimate conditions have an influence on the condition of public and private buildings, both in terms of the comfort level of the building and the condition of its occupants. The stages of this research consist of 3 stages, namely (1) the identification stage of the room characteristics,
(2) the identification stage of the microclimate characteristics, (3) the climate response building analysis stage. The results of the study show that there is an influence of Microclimate on the building design model in the university environment where the microclimate affects the physical form of the building. This study provides an overview of the process of adapting the use of buildings in terms of the physical form of the building
Keywords:
Iklim Mikro, Adaptasi Termal,
Ruang Belajar
## Info Artikel
Abstrak Article history: Received : 15 Januari 2022 Publish : 31 Januari 2023 Ruang Belajar yang adaptif merupakan keinginan penghuni sebagai bagian dari proses adaptasi tanggap terhadap kondisi lingkungan. Desain ruangan haruslah berdasarkan pada tanggap lingkungan sehingga bisa memberikan kenyamanan termal bagi penghuninya. Kondisi iklim mikro memberikan pengaruh terhadap kondisi bangunan publik maupun privat, baik dalam tingkat kenyamanan bangunan maupun kondisi penghuninya. Tahapan penelitian ini terdiri atas 3 tahapan yaitu (1) tahap identifikasi karakteristik ruangan, (2) tahap identifikasi karakteristik iklim mikro, (3) tahap analisis bangunan tanggap iklim.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh Iklim Mikro terhadap model desain bangunan di dalam lingkungan universitas dimana iklim mikro mempengaruhi bentuk fisik bangunan. Penelitian ini memberikan gambaran tentang proses adaptasi penggunaan bangunan dalam hal bentuk fisik bangunan
This is an open access article under the Lisensi Creative Commons Atribusi- BerbagiSerupa 4.0 Internasional
Corresponding Author: Muhammad Muhdi Attaufiq Universitas Negeri Manado [email protected]
## 1. PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan akan kenyamanan akan terus dilakukan dalam berbagai aktivitas pembelajaran, sehingga dosen dan mahasiswa akan merasakan ketenangan. Kondisi termal yang baik dalam ruang belajar menjadi syarat wajib dan bukan lagi sebuah kemewahan ( luxury ), termasuk ketika guru/dosen memberikan materi dan mahasiswa sebagai peserta didik mendengarkan dan merespon pembelajaran maka faktor interaksi dalam beraktivitas dipengaruhi kondisi iklim alami. Keadaan ini memberikan tantangan bagi para arsitek agar menyediakan ruangan yang bisa memberikan tingkat kenyamanan maksimal. Pengamatan awal yang dilakukan pada ruang dan kuliah, yakni dengan merasakan suasana langsung pada ruang kuliah dengan masuk ke dalam dan mengikuti pembelajaran, secara subjektif terdapat kondisi dalam ketidaknyamanan dalam mengikuti pembelajaran. Mahasiswa seringkali tidak fokus sehingga menjadi evaluasi dalam proses desain ruangan yang tanggap iklim. Pada kondisi ini maka sebelum proses evaluasi kondisi ruangan kuliah, maka perlu dilakukan riset dalam pengidentifikasian masalah salah satunya menyangkut kondisi iklim mikro terhadap kenyamanan termal.
Suasana pembelajaran yang menyenangkan, dalam pengelolaan kelas dapat diwujudkan dengan cara menata ulang ruang kelas melalui konsep yang mengedepankan kenyamanan anak agar termotivasi dalam belajar didalam kelas. Desain ruang kelas harus disesuaikan dengan bagaimana proses pembelajaran dan karakter anak di dalam kelas agar dapat menegtahui apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar anak didalam kelas. Pemahaman makna desain yang dikaitkan dengan bagaimana nilai-nilai kontekstual yang menyuarakan kebudayaan sehingga memberikan kebebasan berpikir. Kenyataan itu membuktikan bahwa karya desain bukan hanya memecahkan masalah manusia saja, tetapi juga bermuatan nilai-nilai yang membangun peradaban. Oleh karena proses desain memiliki arti secara keseluruhan, baik ditinjau dari usaha memecahkan masalah fisik dan dan jiwa manusia sebagai penghuni ruangan maupun sebagai bagian kebudayaan dalam pelaksanaan aktivitas manusia.
Dalam beberapa pendapat mengenai kondisi bangunan (Soegijanto, 1998) (Sugini 2014) (Sawiko, 2004) bahwa dalam proses adaptasi iklim mikro yang perlu diperhatikan dalam bentuk dan desain arsitektur sebagai bagian dari penyesuaian. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bentuk desain agar berfungsi optimal, antara lain: Atap bagian dari bangunan yang berfungsi untuk melindungi bangunan dan penghuninya. termasuk dalam hal ini jenis lapisan penutupnya. Persyaratan dalam mendesain atap diantaranya: a) Kemiringan atap sehingga berpengaruh terhadap radiasi dan posisi ketika hujan turun. b) Atap yang sesuai untuk daerah dengan curah hujan tinggi memiliki tingkat kebocoran paling rendah, karena jurai umumnya berpotensi mengakibatkan kebocoran. c) Material penahan panas yang memiliki kemiringan hampir 40 derajat sehingga mampu menahan dan menangguhkan panas untuk jangka waktu yang panjang.. d) Teritisan atap yang lebar. Bertujuan untuk melindungi dinding dari panas dan percikan air hujan.
Selain itu dalam aplikasinya struktur dinding, yang bisa diartikan sebagai pembatas antara ruangan satu secara vertikal. Fungsi dinding sebagai a) Pembagi ruang agar lebih nyaman, b) Untuk mencegah masuknya debu, air dan segala sesuatu dari luar ke dalam bangunan. c) Sebagai penyedia tempat yang nyaman dan ruang privasi bagi penghuni. Selanjutnya adalah bagaimana struktur dinding sendiri terdiri dari ventilasi dan jendela sehingga dalam proses optimalisasi harus dibuat dengan baik. Syarat agar optimal dengan baik diantaranya: a) Dalam ventilasi proses perpindahan udara segar diperlukan untuk menjaga suhu dan kelembaban udara dalam ruangan. Sehingga suhu dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4 C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Sirkulasi udara bersih optimalnya adalah orang dewasa 33 m3/org/jam, kelembaban udara berkisar antara 60%. Persyaratan ventilasi yang baik luas lubangnya minimum 5 % dari luas lantai ruangan yang akan digunakan ventilasi tetap, sedangkan untuk ventilasi buka tutup (insidentik) minimal 10 % dari luas lantai ruangan. Lubang ventilasi sebaiknya tidak terlalu rendah, maksimal 80 cm dari langitlangit. Tinggi jendela yang dapat dibuka-tutup minimal 80cm dari lantai. Jarak dari langit-langit dengan jendela minimal 30 cm dan untuk mencegah gangguan binatang sebaiknya dipasang kasa nyamuk ( insect proof ). b) Jendela harus memiliki luas sebesar 10% daru luas lantai dan setengah luasan jendela harus dapat dibuka.
## 2. METODE
Pengukuran akan dilakukan pada saat jam aktivitas dari pukul 10.00-14.00 dengan menggunakan alat pengukur yang telah dikalibrasi sehingga memberikan hasil akurat. Alat yang akan digunakan yakni Termometer yang akan digunakan dalam mengambil hasil data hasil pengukuran. Penelitian dilakukan dalam rangka mendapat hubungan antara kondisi iklim mikro terhadap kondisi fisik bangunan. Hal ini berpengaruh terhadap aktivitas pembelajaran di ruang kuliah. Maka dengan hasil penelitian ini bisa memberikan gambaran yang nyata terhadap kondisi akademis. Pengukuran dilakukan untuk mengumpulkan informasi di lapangan mengenai kondisi iklim mikro di lingkungan kampus dengan beberapa lokasi yang berbeda. Pengukuran dilakukan pada saat jam aktivitas fokusnya untuk mengukur tingkat termal lingkungan. Untuk alat yang digunakan yakni Thermometer Digital. Thermometer digital ini digunakan secara berkala dari pukul 10.00-14.00 dalam satu hari. Teknik Pengolahan dan Analisis Data yang dilakukan dengan analisis kuantitatif bertujuan untuk mencari hubungan model dan bentuk berdasarkan hasil
pengukuran dilapangan. Setelah melakukan proses pengukuran kemudian hasilnya akan dilakukan komparasi berdasarkan teori Sangkertadi dan Tri Harso Karyono.
Gambar 1: Alat Pengukur Termometer
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah di lakukannya penelitian dan dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sangkertadi (2013) dan Tri Harso Karyono (2014) yang menjadi parameter dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal lingkungan kampus Universitas Negeri Manado secara umum yaitu temperatur udara, kelambaban udara, kecepatan angin dan letak geografis ketinggian. Temperatur udara sangat dipengaruhi oleh keberadaan jumlah vegetasi yang ada dilingkungan serta ketinggian dari lokasi tersebut. Temperatur udara antara suatu daerah dalam penelitian ini berarti sampel satu dengan sampel lainnya sangat berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor, seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu wilayah, arah angin, arus laut, awan, dan waktu penyinaran yang terjadi di Universitas Negeri Manado. Dalam pengembangan mengenai adaptasi termal, maka perlu kajian lanjutan mengenai faktor kelembaban udara yang mempengaruhi proses adaptasi termal di lingkungan Universitas Negeri Manado. Sehingga proses desain bangunan harus memperhatikan indikator yang mempengaruhi kelembaban udara, contohnya radiasi matahari, tekanan udara, ketinggian wilayah, kondisi angin, kerapatan udara, serta suhu udara. Tingkat kelembaban udara berbeda dengan unsur yang lain, yang mana mengalami fluktuasi yang tinggi dan dipengaruhi oleh perubahan temperatur udara.
Tabel 1 : Indikator Kenyamanan Pendapat Indikator Parameter Sampel Penelitian Hasil Pengukuran Hasil Min Max Sangkertadi Nyaman 26-27,5ºC Sedang 26- 30 ºC Tidak nyaman 31- 33 ºC FT 25 27..2 Nyaman FMIPA 26.8 29.7 Sedang FIS 25.4 27.6 Sedang-Tidak Nyaman FSB 25.2 28.3 Sedang FIK 23.2 29.1 Sedang FEKON 25.7 27.6 Sedang FIP 24.2 29 Sedang-Tidak Nyaman Tri Harso Karyono Nyaman 24-27ºC Sedang 25- 30ºC Tidak nyaman 31- 34 ºC FT 25 27..2 Nyaman-Sedang FMIPA 26.8 29.7 Sedang FIS 25.4 27.6 Sedang-Tidak Nyaman FSB 25.2 28.3 Sedang FIK 23.2 29.1 Sedang FEKON 25.7 27.6 Sedang FIP 24.2 29 Sedang-Tidak Nyaman
Sumber : Kondisi Lapangan
Gambar 1: Ruang Dalam Kuliah
Gambar 2 : Ruang Luar Kuliah
Tingkat adaptasi termal dipengaruhi oleh kondisi geografis dimana perbedaan ketinggian letak geografis sehinnga mendapatkan kondisi iklim mikro yang berbeda. Kondisi iklim mikro bisa meliputi suhu, kelembaban, dan kecepatan angin. Secara keseluruhan bahwa tingkat kenyamanan ditentukan pada ketinggian setiap lokasi baik di dalam dan luar ruangan, semakin tinggi lokasi maka semakin rendah tingkat suhu. Hal ini juga bisa mempengaruhi pola pembayangan juga merupakan salah satu yang mempengaruhi adaptasi termal dalam lingkungan sebagai salah satu dampak dari kondisi geografis lingkungan tersebut. Kawasan kampus Universitas Negeri Manado memiliki pola pembayangan berbeda – beda tergantung jatuhnya sudut orientasi matahari, sehingga jika kita melihat padap pembayangan terjadi pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 14.00 terjadi perbedaan. Hal ini berpengaruh terhadap naik turunnya kondisi suhu temperatur di setiap bangunan Universitas Negeri Manado.
Berdasarkan penelitian (Sugini, 2014) (Soegijanto, 1998) dimana yang banyak memiliki teritisan ( overhang ) yang cukup untuk memfilter jatuhnya mataharis sehingga berpengaruh terhadap naik dan turunnya suhu. Maka berdasarkan kondisi dilapangan menunjukan sejauh mana kondisi ruang luar bisa berpengaruh terhadap kondisi termal yang berada di dalam ruangan. Bangunan fakultas Teknik dan MIPA yang memiliki jumlah pepohonan yang banyak memberikan pengaruh terhadap temperatur suhu dibandingkan dengan kondisi yang berada di fakultas lainnya. Hal ini akan kita lihat dalam perbandingan suhu di tiap fakultas dalam rentang waktu yang sama.
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan, maka rata-rata suhu berdasarkan pendapat ahli berada dalam kondisi nyaman dan sedang. Dalam kondisi pagi hari dalam keadaan nyaman sedangkan menuju siang hari pada kondisi sedang hingga tidak nyaman. Faktor yang mempengaruhi kualitas dan adaptasi termal lingkungan dilingkungan kampus baik ruang dalam dan ruang luar yakni dapat dinyatakan nyaman atau tidak adalah suhu udara, dan kondisi vegetasi yang ada disekitar lingkungan, kondisi pembayangan terhadap matahari sebagai akibat dari paparan radiasi sinar matahari yang terhalang oleh bangunan fisik ataupun vegetasi, serta pemilihan material pada perkerasan jalan lingkungan.
## 5. DAFTAR PUSTAKA
Arif Kamal, M. 2012. An Overview of Passive Cooling Techniques in Buildings : Design Concepts and Architectural Interventions. Acta Technica Napocensis : Civil Engineering & Architecture Vol. 55, No. 1 (2012) 84-97.
Douglass, C.D and Leake, J. M. 2011. Instructional Modules Demonstrating Building Energy Analysis Using a Building Information Model. American Society for Engineering Education .www.ideals.illinois.edu/bitstream/handle/2142/18219/Douglass_Christian. Groat, L. & Wang, D. 2002. Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Karyono, T.H. (2016). Arsitektur Tropis. Jakarta : ErlanggaLippsmeier, Georg. 1997. Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga.
Karyono, Tri Harso (1996).“Arsitektur, Kenyamanan Termal dan Energi“. Kuliah Terbuka
Jurusan Arsitektur, Unika Soegijapranata. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/305186728_Arsitektur_Kenyamanan_Termal _ dan_Energi
Nicol, Fergus. 2004. Adaptive Thermal Comfort Standards in The Hot-Humid Tropics. UK: Elsevier.
Peter J. Crank, David J. Sailor,1, George Ban-Weiss, Mohammad Taleghani. 2018. Evaluating the ENVI-met Microscale Model for Suitability in Analysis of Targeted Urban Heat Mitigation Strategies. Urban Climate 26; 188–197
Samanta, A. 2013. Passive Design and Performance Evaluation of Building Using E-Quest: A Case Study. Journal of Building Performance. Volume 4 Issue 1 2013.
Sangkertadi. (2013).Kenyaman Termis di Ruang Luar Beriklim Tropis Lembab. Bandung : Alfabeta
Satwiko, P. 2004. Traditional Javanese Architecture and Thermal Comfort. Universitas Atma Jaya Yogjakarta.
Soegijanto, 1998. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan..
Sugini. (2014).Kenyaman Termal Ruang (Konsep Penerapan pada Desain). Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tania Sharmin, Koen Steemers, Andreas Matzarakis, 2017. Microclimatic Modelling in Assessing The Impact of Urban Geometry On Urban Thermal Environment. Sustainable Cities and Society 34; 293–308
Thuesen, N., Kirkegaard, P. H., & Jensen, R. L. 2010. Evalution of BIM and Ecotect for Conceptual Architectural Design Analysis. Computing in Civil and Building Engineering, Proceedings of the International Conference. Nottingham: University of Nottingham
Yezioro, A.,B.Dongand F.Leite,2008. An Applied Artificial Intelligence Approach Towards Assessing Building Performance Simulation Tools. Energy and Buildings Journal, Vol 40/4 pp 612-620
|
1e68c2fb-a1fc-44ce-a926-a276f1c1cb9a | http://jagro.unbari.ac.id/index.php/agro/article/download/73/38 | Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279 ISSN online 2581 – 1606
## KARAKTERISTIK TANAH AREA PASCA PENAMBANGAN DI DESA TANJUNG PAUH
Ida Nursanti
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Batanghari Jl. Slamet Riyadi-Broni Jambi, 36122. Telp. +62741 60103 Email: [email protected]
## Abstract
The post-mining soil has poor chemical and physical properties and has a very low fertility rate. The objective of this research is to know the land post-mining characteristics related to planting medium. Implementation of research in Tanjung Pauh Village and soil Laboratory. The research was conducted by survey method and soil laboratory test. Data analysis of the diversity of post-mining soil characteristics is presented in table form and discussed descriptively. Post-mine soil chemical and physical characteristic: soil acidity level in very acidic position pH 4, Al saturation of high criterion equal to 52,86%, iron content 1,51% high criterion, cation exchange capacity of 15,21 cmol (+) kg -1 is low, saturation saturation of 49.44% is moderate, C-organic is very low that is equal to 0.16%, C/N value of soil 1.46 is very low, N total 0, 11%, P available 9,20 mg kg -1 and K total of soil 0,15 mg kg -1 are each classified as low. The post-mining land has poor physical and chemical characteristics of soil as planting medium. Keywords: soil chemistry, physical soil, post mine
## Abstrak
Tanah pasca penambangan memiliki sifat kimia dan fisik yang kurang baik serta memiliki tingkat kesuburan yang sangat rendah. Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik tanah pasca tambang terkait sebagai media tanam. Pelaksanaan penelitian di Desa Tanjung Pauh dan Laboratorium tanah. Penelitian dilaksanakan dengan metode survey dan uji laboratorium tanah. Analisis data keragaman karakteristik jenis tanah pasca penambangan disajikan dalam bentuk tabel dan dibahas secara deskriptif. Karakteristik kimia dan fisik tanah pasca tambang: tingkat kemasaman tanah berada pada posisi sangat masam pH 4, kejenuhan Al kriteria tinggi sebesar 52,86%, kadar besi 1,51% kriteria tinggi, KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah sebesar 15,21 cmol(+)kg -1 tergolong rendah, Kejenuhan Basa (KB) sebesar 49,44% tergolong sedang, C-organik sangat rendah yaitu sebesar 0,16%, Nilai C/N tanah 1,46 tergolong sangat rendah, N total 0,11%, P tersedia 9,20 mg kg -1 dan K total tanah 0,15 mg kg -1 masing-masing tergolong rendah.Tanah pasca penambangan memiliki karakteristik fisik dan kimia tanah yang kurang baik sebagai media tanam.
Kata kunci : kimia tanah, fisik tanah, pasca tambang
Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279
## PENDAHULUAN
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan Nasional karena itu harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan kelestariannya. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara yang terbesar.
Kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Dampak lingkungan kegiatan pertambangan : penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, erosi dan sedimentasi, gerakan tanah atau longsor, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk, serta perubahan iklim mikro (Kailei et al ., 2016).
Pertambangan di Provinsi Jambi diantaranya tambang emas, tambang minyak dan tambang batubara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi, luas izin operasi produksi tambang batubara hingga akhir 2015 ini seluas 107.192,1 ha, sedangkan izin eksplorasi mencapai 139.150,1 ha. Proses kegiatan pertambangan batubara diwilayah Provinsi Jambi yang menggunakan teknik penambangan terbuka ( open pit mining ) dengan metode gali isi kembali ( Back fillings method ) (Purnamayani, 2016).
Sistem penambangan terbuka yang berada di permukaan tanah banyak mengubah bentang lahan dan keseimbangan ekosistem permukaan tanah. Penambangan timah menurunkan produktivitas tanah dan mutu lingkungan. Struktur tanah penutup rusak, tanah lapisan atas bercampur ataupun terbenam di lapisan dalam. Tanah bagian atas digantikan tanah dari lapisan bawah yang kurang subur, sebaliknya tanah lapisan atas yang subur berada di lapisan bawah. Demikian juga populasi hayati tanah yang ada di tanah lapisan atas menjadi terbenam, sehingga hilang atau mati dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Daya dukung tanah lapisan atas pasca penambangan untuk pertumbuhan tanaman menjadi rendah (Kodir et al ., 2017).
Pada penambangan sistem terbuka nampak bahwa apabila penanganan kurang hati hati permasalahan yang mungkin terjadi adalah perubahan bentang lahan, rusaknya struktur tanah, dan hilangnya tanah lapisan atas. Hasil penelitian Subardja (2009) menunjukkan bahwa lahan bekas penambangan rakyat sistem terbuka memiliki permukaan lahan tidak teratur, kesuburan tanah rendah, dan rawan erosi, sehingga daya dukung tanah untuk tanaman rendah. Lahan terdegradasi umumnya memiliki biota berbeda dengan komunitas ekosistem aslinya, terjadi kecenderungan penurunan keanekaragaman jenis flora, fauna dan mikroba. Munculnya kolong-kolong bekas galian juga mengganggu sistem drainase dan mempersulit dalam pemanfaatan lahan selanjutnya (Lima et al .,2016) Tanah lapisan atas hasil reklamasi penambangan emas rakyat secara terbuka terjadi penurunan status hara tanah, populasi mikroba dan serangga penyubur tanah, serta merubah iklim mikro menjadi kurang baik untuk organism hidup. Dariah et al . (2010) menyatakan bahwa umumnya perencanaan penutupan tambang (termasuk reklamasinya) tidak terintegrasi dengan operasi pertambangan
Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279
sejak awal sampai penutupan, sehingga pasca penambangan timbul berbagai masalah.
Penggunaan alat berat dalam kegiatan penambangan dapat mengakibatkan pemadatan tanah, sehingga menurunkan porositas, permeabilitas dan kapasitas penahan air tanah. Masalah yang dijumpai dalam mereklamasi lahan bekas tambang adalah masalah fisik, kimia (berupa nutrisi maupun keracuanan hara) dan biologi. Kegiatan pertambangan mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan. Pada proses akhir penambangan batasan tanah secara alamiah sudah tidak jelas lagi karena dalam proses penimbunan kembali tidak dapat dibedakan hubungan genetis antara bahan induk, overburden dan top soil . Lahan bekas penambangan umumnya mengalami dampak penurunan kesuburan tanah, khususnya kandungan bahan organik tanah (Kodir, 2017).
Hancurnya struktur tanah timbunan juga menurunkan stabilitas tanah, merubah distribusi pori tanah yang berperanan penting dalam memegang air, merusak saluran-saluran pori tanah yang berperanan penting dalam meresapkan air ke dalam tanah, dan meningkatkan potensi terjadinya erosi. Hilangnya/terbenamnya tanah lapisan atas yang subur akan menurunkan daya dukung tanah untuk pertumbuhan tanaman. Hilangnya tanah lapisan atas mengakibatkan sifat fisik (aerasi, permeabilitas dan stabilitas agregat) lebih buruk dan hasil tanaman semusim lebih rendah dibandingkan dengan tanah utuh (Laura et al ., 2014).
Kesuburan tanah pada lahan reklamasi tambang batubara muda tergolong sangat rendah. Kandungan unsur hara makro yaitu N, P dan K semuanya bekisar sangat rendah di lapisan atas dan lapisan bawah. Reaksi tanah masam serta kapasitas tukar kation sangat rendah. Umumnya topografi pada areal bekas penambangan yang telah direklamasi berupa berbukit dengan lereng > 8% kecuali pada areal galian yang ditutup rata-rata datar, berombak dan landau (Purnamayani, 2016).
## METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada area bekas penambangan, di Desa Tanjung Pauh KM 39 Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi, dan tanah di analisis di Laboratorium Tanah Unsri dan Laboratorium Unbari.
Penelitian menggunakan metode survey di lokasi lahan bekas penambangan dan analisis tanah di Laboratorium. Untuk mendapatkan data maka dilakukan pengambilan sampel pada beberapa lokasi di lahan tambang. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan sengaja ( purposive sampling ) pada kedalaman 0 – 30 cm pada 10 titik individu tanah, lalu dicampur secara komposit dan diambil sebanyak 3 sampel sebagai ulangan. Tanah dari lapangan dikeringanginkan, kemudian dipecah agar lebih halus, lalu diaduk secara merata dan diayak dengan ayakan bermata saring 0,5 x 0,5 cm. Selanjutnya tanah siap untuk di analisis.
Analisis kimia tanah terdiri dari; P tersedia (Bray-I), Fe (ekstrak dietilene triamine penta acetic acid ), N total (Kjeldahl), K-dd (titrasi NH4Oac.pH 7), Ca-
Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279
dd (titrasi NH4Oac.pH 7), Mg-dd (titrasi NH4Oac.pH 7), Na- dd (titrasi NH4Oac.pH 7), C-organik (Walkley Black) dan KTK (titrasi NH4Oac.pH 7), S (spektofotometri), pH H2O (1:1) dan pH KCl (1:1) metode elektrometri, EC (EC meter), Al-dd (N KCl titrasi), H-dd (N KCl titrasi), kejenuhan Al, Analisis fisik tanah terdiri dari; kadar air tanah (gravimetri), tekstur (Hidrometer), dan kapasitas daya pegang air (Gravimetri).
Analisis data keragaman karakteristik jenis tanah pasca penambangan disajikan dalam bentuk tabel dan dibahas secara deskriptif.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi wilayah Desa Tanjung Pauh beriklim tropis dengan temperature rata-rata 32 o C, curah hujan berdasarkan BMKG merata sepanjang tahun 16 hari/bulan dengan rata-rata 186 mm/hari. Sebelum dilakukan penambangan, vegetasi yang ada di wilayah tambang diantaranya pinang, karet, durian, jengkol, terentang, mersawa, dan medang (Purnamayani, 2016).
Hasil analisis tanah pada sampel tanah di area pasca penambangan, di Desa Tanjung Pauh KM 39 Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi (Tabel 1). Topografi wilayah datar, berombak dan landai. Tekstur tanah liat berdebu dengan tanah yang tidak berstruktur yaitu masif atau pejal. Kondisi kadar air tanah hanya mencapai 20,51% dengan kondisi kapasitas daya pegang air sebesar 15% (Tabel 1). Kedaan sifat fisik tanah ini menggambarkan bahwa tanah lahan pasca penambangan memiliki kondisi fisik yang kurang baik dan kurang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini sejalan dengan Kailei et al . (2016); Purnamayani (2016); Kodir et al . (2017) bahwa kegiatan pertambangan dapat menurunkan produktivitas tanah, pemadatan tanah, erosi dan sedimentasi, gerakan tanah atau longsor, struktur tanah penutup rusak, tanah lapisan atas bercampur ataupun terbenam di lapisan dalam. Daya dukung tanah lapisan atas pasca penambangan untuk pertumbuhan tanaman menjadi rendah.
Hasil analisis kimia tanah (Tabel 1) menunjukkan tingkat kemasaman tanah berada pada posisi sangat masam pH 4, kejenuhan Al kriteria tinggi sebesar 52,86%, dan kadar besi 1,51% kriteria tinggi. Rendahnya nilai pH tanah dapat disebabkan oleh kadar Al-dd dan kejenuhan Al serta kadar besi yang tinggi sehingga mendorong peningkatan kadar H + di dalam tanah. Yuwono dan Rosmarkam (2008) menjelaskan apabila konsentrasi H + dalam larutan tanah lebih banyak dari OH – maka suasana larutan tanah menjadi asam. pH tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. PH tanah yang optimal bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0. Pada tanah pH lebih rendah dari 5,6 pada umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya terjadi kenaikan Al 3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan tanaman menjadiaa terhambat. Konsentrasi Alumunium dan besi (Fe) yang tinggi pada tanah memungkinkan terjadinya ikatan terhadap fosfor dalam bentuk alumunium fosfat atau Fe-fosfat. P yang terikat oleh alumunium tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279 ISSN online 2581 – 1606
Tabel 1. Hasil analisis Kimia dan Fisik tanah satu tahun pasca penambangan
No Jenis Analisis Nilai Kriteria *) 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 pH H2O (1:1) pH KCl (1:1)
EC (mS Cm -1 ) C-organik (%) N-total (%) C/N
P Bray I (mg kg -1 )
K-total (mg kg -1 ) Ca-dd (cmol(+)kg -1 ) Mg-dd (cmol(+)kg -1 ) Na-dd (cmol(+)kg -1 ) K-dd (cmol(+)kg -1 )
KTK (cmol(+)kg -1 )
Al-dd (cmol(+)kg -1 )
Kejenuhan Al (%) Kejenuhan Basa (%) Fe (%) S (%) Kadar Air Tanah (%) Fraksi Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur Kapasistas Daya Pegang Air 4,00 3,30 0,18 0,16 0,11 1,46 9,20 0,15 6,00 1,30 0,12 0,10 15,21 8,34 54,83 49,44 1,51 0,14 20,51 14,90 45,00 40,10 Liat Berdebu 15% Sangat Masam Bebas Garam Sangat Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah
Rendah Rendah
Tinggi Sedang
Tinggi Rendah
Keterangan : *)berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983
Dari hasil penelitian KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah sebesar 15,21 cmol(+)kg -1 tergolong rendah. Hal ini disebabkan adanya partikel penyusun tanah didominasi oleh fraksi debu yang memiliki luas permukaan koloid yang kecil, sehingga KTK tanah rendah. Selain itu juga disebabkan karena tanah mempunyai pH yang rendah sehingga berpengaruh terhadap KTK tanah. Yuwono dan Rosmarkam (2008) menjelaskan bahwa besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah tersebut yaitu : pH tanah, tekstur atau jumlah liat, dan jenis mineral liat, dan bahan organik.
Kejenuhan basa (KB) sebesar 49,44% tergolong sedang. Keadaan ini menunjukkan permukaan koloid (kompleks pertukaran) tanah tersebut didominasi oleh kation asam terutama Al, sehingga menyebabkan kejenuhan Al tergolong sangat tinggi. Seperti dikemukakan oleh Winarso (2005) bahwa kejenuhan basa menggambarkan proporsi nisbi basa dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Pada tanah di daerah yang telah mengalami pelapukan lanjut, sebagian besar dari komplek pertukaran pada permukaan koloid diduduki oleh kation Al. Persen KB merupakan perbandingan antara jumlah miliekuivalen kation basa dengan miliekuivalen KTK, bila KB tanah tergolong rendah, maka kation Al merupakan kation yang dominan terjerap pada permukaan koloid.
Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279 ISSN online 2581 – 1606
Kandungan C-organik pada tanah pasca tambang hasil penelitian tergolong sangat rendah yaitu sebesar 0,16%, kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah juga sangat rendah. Nilai C/N tanah 1,46 tergolong sangat rendah menggambarkan bahwa energi untuk mikroorganisme tanah dalam proses perombakan sangat rendah, sehinggga ketersediaan unsur hara juga menjadi lebih rendah.
Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa N total 0,11%, P tersedia 9,20 mg kg -1 dan K total tanah 0,15 mg kg -1 masing-masing tergolong rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketersedian unsur hara N P dan K pada tanah sangat terbatas dan sangat tidak mendukung untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Keadaan ini dapat disebabkan tanah tersebut terbentuk dari bahan induk (batuan/mineral) yang miskin unsur P dan kandungan P dalam bahan organik juga rendah, seperti dinyatakan oleh Munawar (2013) bahwa P dalam tanah berasal dari desintegrasi mineral yang mengandung P seperti apatit, dan dekomposisi bahan organik. Kelarutan senyawa P anorganik dan P organik di dalam tanah umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P tanah yang berada dalam larutan tanah (P tersedia). Di samping itu juga dapat disebabkan pH tanah yang rendah sehingga kelarutan Al yang tinggi menyebabkan P menjadi tidak tersedia. Pada tanah masam (pH rendah), P larut akan bereaksi dengan Al dan Fe dan oksida-oksida hidrus lainnya membentuk senyawa Al-P dan FeP yang relatif kurang larut, sehingga P tidak dapat diserap oleh tanaman. Selanjutnya Greb (1985) dalam Subowo (2002) menjelaskan bahwa kehilangan tanah lapisan atas beberapa sentimeter dapat menurunkan produktivitas sebesar 40% pada tanah subur, dan 60% pada tanah tidak subur. Tanah lapisan atas lahan bekas penambangan terbuka memiliki kandungan N dan P rendah, dan populasi mikroba tanah rendah dibandingkan dengan tanah hutan di sekitarnya.
## KESIMPULAN
Karakteristik kimia dan fisik tanah pasca tambang di lokasi penelitian Desa Tanjung Pauh : tingkat kemasaman tanah berada pada posisi sangat masam pH 4, kejenuhan Al kriteria tinggi sebesar 52,86%, kadar besi 1,51% kriteria tinggi, KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah sebesar 15,21 cmol(+)kg -1 tergolong rendah, Kejenuhan Basa (KB) sebesar 49,44% tergolong sedang, C-organik sangat rendah yaitu sebesar 0,16%, Nilai C/N tanah 1,46 tergolong sangat rendah, N total 0,11%, P tersedia 9,20 mg kg -1 dan K total tanah 0,15 mg kg -1 masing- masing tergolong rendah.
Tanah pasca penambangan memiliki karakteristik fisik dan kimia tanah yang kurang baik sebagai media tanam. Apabila akan dimanfatkan sebagai media tanam maka harus disertai dengan input teknologi yang tepat.
Jurnal Media Pertanian Vol. 3 No. 2 Tahun 2018 Hal. 54 – 60 Media Komunikasi Hasil Penelitian dan Review Literatur Bidang Ilmu Agronomi ISSN print 2503 – 1279 ISSN online 2581 – 1606
## DAFTAR PUSTAKA
Dariah.A , Abdurachman.A, dan Subardja. D. 2010. Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Untuk Perluasan Areal Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan .4(1):1-12.
Kailei, Pan. H, and Lin. C. 2016. A landscape approach towards ecological restoration and sustainable development of mining areas. Ecological Engineering. 90:320-325. https://doi.org/10.1016/j.ecoleng.2016.01.080Get rights and content.
Kodir.H, Hartono.D.M, Haeruman.H, and Mansur.I. 2017. Integreted post mining landscape for sustanable land use:A case study in South Sumatera, Indonesia. Sustainable Environment Research. 27 : 203-213.
Lima. A.T, Mitchell. K, David. W, Connell. O, Verhoeven. J, and Cappellen. P.V. 2016. The legacy of surface mining: Remediation, restoration, reclamation and rehabilitation. Environmental Science and Policy. 66:227- 233. https://doi.org/10.1016/j.envsci.2016.07.011.
Laura J, Chris. S, Moran. J, Barrett. D.J, Soares. B.S, Filho. 2014. Processes of land use change in mining regions. Journal of Cleaner Production. 84:494- 501.https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2014.03.084Get rights and content. Munawar, A. 2013. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press, Bogor Purnamayani.R. 2016. Karakteristik kimia tanah lahan reklamasi tambang batubara di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. 20-21 Oktober 2016.Palembang.
Shukla. S.K, Mishra. R.K, Pandey. M, Mishra. V, Pathak. A, Pandey. A, Kumar. R, and Dikshit. A. 2016. Land Reformation Using Plant Growth– Promoting Rhizobacteria in the Context of Heavy Metal Contamination. Pp.499-529. Plant Metal Interaction. https://doi.org/10.1016/B978-0-12- 803158-2.00021-7 Get rights and content.
Subowo. G. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah ( Pheretima hupiensis ) untuk Meningkatkan Produktivitas Ultisol Lahan Kering. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB.
Subardja, D. 2009. Karakteristik dan Potensi Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung untuk Pertanian. Buku I, Semilokanas Inovasi Sumberdaya Lahan, p 189-197.
Wardoyo,S.S. 2007. Revegetasi sebagai alternative memperbaiki sifat kimia tanah pada lahan bekas tambang batubara.Proseding Seminar dan Kongres HITI IX Yogyakarta. 2-7 Desember 2007.
Winarso. S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Edisi 1. Yogyakarta. Penerbit Gaya Media. Pp 239 – 263
Yuwono. NW dan Rosmarkam. A. 2008. Ilmu Kesuburan Tanah. Edisi 4.
Yogyakarta. Penerbit Kanisus. pp 23 -32.
|
a0d8aa62-43d8-4538-af48-7cfee0d0a739 | https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jpmpi/article/download/5893/4203 |
## Original Research Paper
Penerapan Sistem Pertanian Permakultur Melalui Pemanfaatan Lahan Tidur Untuk Pencapaian Kedaulatan Pangan Di Desa Glundengan Kabupaten Jember
Wildan Muhlison 1 , Hari Purnomo 1 , Irwanto Sucipto 1
1 Program Study of Agrotechnology, University of Jember, Jember, Indonesia.
DOI : https://doi.org/10.29303/jpmpi.v6i4.5893
Sitasi: Muhlison, W., Purnomo, H., & Sucipto, I. (2023). Penerapan Sistem Pertanian Permakultur Melalui Pemanfaatan Lahan Tidur Untuk Pencapaian Kedaulatan Pangan Di Desa Glundengan Kabupaten Jember. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA , 6(4)
## Article history
Received: 20 November 2023
Revised: 30 November 2023
Accepted: 5 Desember 2023
*Corresponding Author: Wildan Muhlison, University of Jember, Jember, Indonesia; Email: [email protected]
Abstract: Desa Glundengan merupakan salah satu desa yang menjadi target kegiatan desa KKN Universitas Jember. Masyarakat disana mayoritras berprofesi sebagai petani baik itu petani maupun sebagai buruh tani. Komoditas yang sering dibudidayakan di sana adalah komoditas palawija khususnya padi. Hal ini karena air tersedia sepanjang tahun. Sehingga tidak khayal, pengembangan utama di desa Glundengan saat ini adalah pertanian. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi petani di sana adalah terkait dengan budidaya pertanian yang mulai ditinggalkan, karena banyak petani yang merasa tidak menemukan "masa depan" dari pertanian. Hal ini terkait dengan harga komoditas yang semakin tidak jelas, harga saprotan seperti pestisida sintetis yang teruk naik setiap tahunnya, dan kebijakan akses pupuk sintetis subsidi yang dibatasi, di sisi lain harga pupuk sintetis non subsidi yang melambung tinggi. Permasalah ini menjadi konsen pihak desa Glundengan untuk kembali melejitkan sektor pertanian. Hasil observasi banyak menemukan mayoritas setiap KK memiliki setidaknya 1-2 ternak dan kotoran tersebut yang belum termanfaatkan bahkan cenderung menjadi limbah. Selain itu, ada beberapa temuan dengan adanya area atau lahan tidur yang belum termanfaatkan dengan baik. Perlu adanya inovasi dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi pupuk organik dan memanfaatkan lahan tidur menjadi area produktif untuk memenuhi kebutuhan ketahanan pangan dari keluarga. Hal ini pun disepakati oleh pihak desa. Berdasarkan perencanaan kegiatan tersebut maka melalui kegiatan Program Pengabdian di Desa Glundengan, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember ini diharapkan dapat menyelesaiakan permasalahan sekaligus membantu petani untuk mandiri dalam menyediakan pupuk organik dan saprotan secara mandiri bagi desa secara umum dan secara khusus bagi kalangan kelompok tani sendiri. Kegiatan yang telah tercapai sesuai dengan target yang diagendakan termasuk diantaranya adalah pelatihan pengolahan pupuk organik padat, sosialisasi kedaulatan pangan dengan pemanfaatan pekarangan, pelatihan produksi Trichoderma dan pengenalan terkait agen pengendali hayati hingga kegiatan demoplot di balai desa dan pekarangan rumah warga masyarakat. Pembentukan kelembagaan kedaulatan pangan desa Glundengan telah terbentuk.
Keywords: Kedaulatan Pangan, Desa Glundengan, Permakultur
## Pendahuluan
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum dengan kesatuan penguasa yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagaimana yang tercantum dalam pasal 18 UUD
1945. Dengan disahkannya UU Desa pada tanggal 18 Desember 2013 membuka kesempatan yang makin besar kepada pemerintah desa untuk mensejahterakan masyarakatnya. Termasuk salah satunya adalah desa Glundengan yang merupakan salah satu desa yang menjadi target kegiatan desa
Muhlison et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1310-1316
KKN Universitas Jember. Masyarakat disana mayoritras berprofesi sebagai petani baik itu petani maupun sebagai buruh tani. Komoditas yang sering dibudidayakan di sana adalah komoditas palawija khususnya padi. Hal ini karena air tersedia sepanjang tahun. Sehingga tidak khayal, pengembangan utama di desa Glundengan saat ini adalah pertanian. Mitra dalam kegiatan program pengabdian ini yaitu pihak Desa Glundengan lewat BUMDESnya dan didampingi juga oleh Gapoktan Desa Glundengan.
Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi petani di sana adalah terkait dengan budidaya pertanian yang mulai ditinggalkan, karena banyak petani yang merasa tidak menemukan "masa depan" dari pertanian. Hal ini terkait dengan harga komoditas yang semakin tidak jelas, harga saprotan seperti pestisida sintetis yang teruk naik setiap tahunnya, dan kebijakan akses pupuk sintetis subsidi yang dibatasi, di sisi lain harga pupuk sintetis non subsidi yang melambung tinggi. Permasalah ini menjadi konsen pihak desa Glundengan untuk kembali melejitkan sektor pertanian terutama terkait dengan ketahanan pangan di desa. Berdasarkan hasil survey kami di lapangan, kami menemukan banyak potensi yang bisa kembali dioptimalkan. Diantaranya adalah, rata rata petani di desa Glundengan memiliki ternak sapi, di mana hasil kotoran padat dan cair masih belum termanfaatkan dengan baik (Gambar 1).
Gambar 1. Kondisi kotoran ternak yang terbengkalai dan berpotensi menimbulkan masalah pencemaran
Potensi yang cukup baik terkait adanya kotoran ternak yang bisa diproses menjadi bahan organik sebagai pendamping pemberian pupuk sintetis. Hal ini diharapkan dengan adanya
pemanfaatan kotoran ternak menjadi pupuk organik dapat membantu memberikan alternatif sebagai pendamping pupuk sintetis yang terbatas dan mahal. Selain itu, hasil penelusuran kami, terdapat beberapa lahan tidur yang masih belum termanfaatkan dengan baik terutama di kawasan penduduk khususnya pekarangan (Gambar 2).
Gambar 2. Salah satu potret lahan tidur yang ada di kawasan penduduk yang belum termanfaatkan
Adanya lahan tidur yang belum termanfaatkan ini menjadi potensi untuk pemanfaatan menjadi pertanaman sayur menopang ketahanan pangan keluarga. Potensi ini telah kami sampaikan kepada kepala desa Glundengan Bapak Wawan Erwana di sela sela kesibukan beliau (Gambar 3). Kepala Desa Wawan Erwana telah merintis untuk menggalakkan ketahanan pangan dengan aksi tanam sayuran dipolybag yang diberikan kepada setiap masyarakat, berikut pun balai desa sedang dalam perencanaan dalam memnafaatkan ruang untuk dijadikan seusatu yang bermanfaat terkait dengan ketahanan pangan.
Gambar 3. Diskusi dan penyampaian potensi dengan Bapak Kepala Desa Gludengan Bpk. Wawan Erwana
Muhlison et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1310-1316
Berdasarkan analisis latar belakang tersebut , maka diperlukan teknik pemanfaatan lahan tidur lewat pertaian permakultur dengan menggabungkan semua elemen yang ada termasuk diantaranya pertanaman dan perikanan sebagai bentuk satu siklus yang saling terhubung dan berkelanjutan. Sistem permakultur sendir adalah penerapan tatanan kehidupan lestari, memegang erat prinsip keseimbangan dan berkelanjutan. Oleh karena itu, melalui kegiatan Program Pengabdian di Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember ini diharapkan dapat menyelesaiakan
permasalahan, dan mengoptimalkan potensi sekaligus membantu desa untuk mandiri dalam hal pangan dan pertanian secara umum.
## Metode
Pelaksanaan program pengabdian “Penerapan Sistem Pertanian Permakultur melalui Pemanfaatan Lahan Tidur untuk Pencapaian Kedaulatan Pangan di Desa Glundengan Kabupaten Jember ” dilaksanakan dengan dilandasi prinsip Plan Do Check Action (PDCA), dimana dimulai dari pra kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan kegiatan, monitoring kegiatan sampai pada evaluasi kegiatan. Adapun tahapan pelaksanaan yang dilakukan dalam kegiatan pengabdian ini, yaitu:
## Observasi
Kegiatan perencanaan pada pra kegiatan ini meliputi kegiatan observasi di desa Glundengan sebelum dibuat proposal kegiatan. Sebelum dilaksanakannya kegiatan ini, tim melakukan diskusi dengan Kepala Desa Glundengan terkait permasalahan yang terjadi. Kegiatan mendiskusikan terkait kondisi serangan hama di Desa Glundengan. Hasil diskusi selanjutnya akan dilanjutkan dengan tindak lanjut memilik prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan melalui Program Pengabdian Berbasis Pengembangan Desa Binaan (PROBANG DEBI) Universitas Jember dan dijadikan sebagai dasar dalam perencanaan program pengabdian.
Perencanaan Program Berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok tani desa Glundengan serta tim pengusul maka disepakati bahwa topik kegiatan yang akan dilaksanakan adalah pengembangan pupuk organik berbahan baku kotoran ternak, produksi mikroba
agen hayati dan desain permakultur serta implementasi demoplot .
Pelatihan
a) Teknik Produksi Pupuk Organik
Pemanfaatan kotoran ternak padat menjadi pupuk organik dilakukan dengan tahapan seperti berikut.
1. Isolasi dan perbanyakan mikroba
decomposer local
Pelatihan Isolasi mikroba dari berbagai sumber local
Pelatihan Perbanyakan massal dan penyimpanan
2. Pembuatan Unit pemrosesan pupuk organik
Pelatihan pengelolaan kotoran ternak
Sirkulasi pengolahan
3. Pemrosesan Pupuk Organik, dan
Pemrosesasn pupuk organik berbahan kotoran ternak secara mandiri
Pembentukan unit pemrosesan pupuk organik di setiap dusun
4. Monitoring dan penataan sistem pengelolaan
b) Teknik Produksi Mikroba berguna
1. Pembuiatan Produksi Trichoderma sp.
c) Pelathan Desain Permakultur
Setelah kegiatan sosialisasi dan penyuluhan, masuk ke tahapan pelatihan secara langsung pada lahan marginal yang ada. Lahan marginal yang digunakan adalah lahan dengan luasan maksimal 300m2, hal ini dimaksudkan agar dalam kegiatan pelatihan dalam berjalan optimal dan implementatif sebagai bentuk demoplot. Kegiatan ini dawali dengan kegiatan sebagai berikut
a) Pengelolaan Tanah (menyuburkan dan menghidupkan tanah)
Pengelolaan tanah ini dilaksanakan bersamaan dengan regenerasi tanah. Pengelolaan tanah ini dimulai dengan membuat lahan menjadi lahan sistem raised bed atau dikenal dengan bedengan naik permanen (Gambar 6).
Muhlison et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1310-1316
## Gambar 4. tahapan dalam membuat bedengan
naik Kelebihan dari bedengan naik ini adalah mampu memaksimalkan pengelolaan kesuburan tanah yang terpusat pada bedengan, kemudian memudahkan dalam pengelolaan gulma. Selanjutnya setelah selesai dalam mebuat bedengan naik, langkah selanjutnya adalah memberikan perawatan pada bedengan naik yang sudah jadi (Gambar 7). Perawatan bedengan naik ini menunjang kestabilan ekosistem untuk menopang pertumbuhan tanaman di atasnya.
Gambar 5. Impelentasi strategi perawatan tanah bedengan naik
b) Pengelolaan Air (pengelolaan air agar efisien dan efektif)
Dalam prinsip permakultur pengelolaan air menjadi salah satu hal yang diperhatikan karena selain berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan tanaman, juga berpengaruh
terhadap kesuburan tanah dan berpengaruh nantinya ke biaya produksi. Pengelolaan air dalam sistem permakultur terdiri dari beberapa tahapan yaitu Tangkap, Pelankan, Sebarkan,
Simpan dan Konservasi (Gambar 8). Gambar 8. Prinsip pengelolaan air pada sistem permakultur
c) Pengelolaan Hama Penyakit.
Kegiatan ini berfokus kepada cara preventif atau pencegahan dengan cara membuat tanah subur, tanaman sehat dan keanekaragama tinggi. Keanekaragaman tinggi dilakukan dengan cara melakukan rotasi tanaman secara berkala (beda family) dan tanam tumpengsari yang berkorelasi positif dan pengendalian hama dengan penggunaan aplikasi pestisida organik ramah lingkungan .
3.4. Demo Plot
Demo plot pada tanaman padi ini dilaksanakan merupakan implementasi dari pelatihan pembuatan biopestisida secara masal yang telah dilaksanakan sebelumnya bersama kelompok tani dengan memanfaatkan lahan sawah masyarakat petani desa Glundengan.
## Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi akan dilaksanakan seluruh anggota kelompok tani mulai dari kegiatan awal budidaya sampai pada akhir pertanaman. Target akhir dari pelaksanakan kegiatan ini adalah petani mampu memproduksi secara mandiri, sehingga nantinya petani tidak tergantung lagi pada insektisida. Jika ditemukan kendala baik secara teknis maupun non-teknis selama kegiatan maka akan didiskusikan bersama pemecahan permasalahan dan diimplementasikan sebagai dasar keberlanjutan program.
Muhlison et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1310-1316
## Hasil dan Pembahasan
## Observasi dan Persiapan
Observasi dilakukan tim pelaksana dengan kepala desa Gludengan Bapak Wawan di balai desa, berupa pemaparan tujuan dan perencanaan pelaksanaan. Di sini Kepala desa akan turut mensupport kegiatan yang akan dilaksanakan. Terlebih target kepala desa yang memiliki program pencapaian kedaulatan pangan di Desa Glundengan.
Bersama itu pula, Kepala Desa mensupport kegiatan dengan mendukung program pembagian polybag dengan beberapa tanaman seperti terong, bawang merah dan cabe kepada masyarakat lewat perangkat desa. Balai desa - Perangkat Desa - Kepala Kampung - Ketua RT dan Dasawisma. Selain itu juga, kepala desa berkomitmen dalam memanfaatkan Lahan Bengkok sebanyak 1 ha untuk dijadikan wisata tanaman horti untuk lebih menaikkan pamor pertanian.
Gambar 6. Kegiatan Pemaparan Program dan Diskusi Penerapan
## Produksi Sarana Produksi Pertanian Organik Pupuk Organik Padat
Pemanfaatan kotoran ternak hewan sapi menjadi pupuk organik dengan sistem fermentasi langsung di tempat. Fermentasi dengan menggunakan mikroba decomposer yang dapat diperbanyak secara swadaya.
Gambar 7. Proses kegiatan praktek produksi pupuk organik padat berbasis kotoran hewan ternak sapi
## Agen Hayati Trichoderma
Penyuluhan mengenai agen hayati sebagai penyubur tanah dan sebagai pengendali OPT.
Gambar 8. Kegiatan penyuluhan terkait pentingnya agen hayati terhadap tantangan isu pertanian
## 4.3 Pelatihan Permaculture
Kegiatan Penyuluhan terkait mandiri pangan dan potensi krisis pangan di desa serta bentuk pencegahannya melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan tidur. Kegiatan ini dilakukan kepada perangkat desa dan Ibu ibu PKK
Muhlison et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1310-1316
Gambar 9. Kegiatan penyuluhan dan praktek pemanfaatan pekarangan sebagai kedaulatan pangan 4.4 Demoplot
Demoplot dilakukan dalam bentuk pemberian tanaman dalam polybag yang dibagikan ke beberapa dasawisma. Demoplot juga dilakukan pada dua pekarangan atau lahan tidur.
Gambar 10. Demoplot polybag di balai desa dan di beberapa dasawisma
Gambar 11. Demoplot di lahan tidur balai desa dan di pekarangan warga
Gambar 12. Demoplot di lahan bengkok Kepala Desa untuk pengembangan agrowisata desa
Glundengan
## Kesimpulan
Bentuk sosialisai dan pelatihan sesuai dengan metode pelaksanaan telah berhasil dilaksanakan secara menyeluruh. Tahap terakhir adalah penguatan manajemen kelembagaan. Dengan pengelolaan sistem kedaulatan pangan di Desa Glundengan dengan Koordinasi Pusat berada di bawah Kepala Desa. Dengan memperkuat Man Power di setiap unit unit. Termasuk struktur fungsional dalam mengelola setiap unit dan koordinasi setiap Unit.
## Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember yang telah mendanai kegiatan pengabdian ini serta kepada peserta kegiatan dan pihak desa yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini sehingga dapat berjalan lancar.
## Daftar Pustaka
Baehaki, S. (2013). Hama penggerek batang padi
dan teknologi pengendalian. IPTEK TANAMAN PANGAN, 8 (1), 1-14.
Damayanti, E., Mudjiono, G., & Karindah, S. (2015). PERKEMBANGAN POPULASI LARVA PENGGEREK BATANG DAN
MUSUH ALAMINYAPADA TANAMAN
PADI (Oryza sativa L.) PHT. Jurnal HPT,
3 (2), 18-24.
Muhlison et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1310-1316
e-ISSN: 2655-5263
Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan .
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Efendi B.S., Eko H.I., Dede M. Nono S. 2016.
Kecepatan dan Hambatan Rekolonisasi Musuh Alami Setelah Aplikasi Insektisida di Pertanaman Padi. Jurnal Agrikultura 27(1): 4958.
Hendra, Y., Trizelia, T., & Syahrawati, M. (2022).
Virulensi empat isolat Beauveria bassiana Bals. Vuill terhadap wereng batang coklat (Nilaparvata lugens
Stall.). Jurnal
Pertanian Agros, 24 (2), 552-558.
Khodijah, K. (2014). Aplikasi Bioinsektisida Berbasis Jamur Entomopatogen Terhadap Penggerek Batang Padi Daerah Pasang
Surut Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands,
3 (1).
Kurniadie, D., Sumekar, Y., & Bari, I. (2022). Pelatihan Penggunaan Pestisida Yang Baik Dan Berkelanjutan Untuk Persiapan Tanam Jagung Pada Sistem Tanpa Olah Tanah (Tot) Di Desa Nagrek Kendan, Kecamatan Nagrek, Kabupaten Bandung: Pelatihan Penggunaan Pestisida Yang Baik Dan
Berkelanjutan Untuk Persiapan Tanam Jagung Pada Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) Di Desa Nagrek Kendan,
Kecamatan Nagrek, Kabupaten Bandung. Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora,
4 (2), 171-175.
Maramis, R., Senewe, E., & Memah, V. (2011).
Kelimpahan Populasi Parasitoid Trichogramma sp dan Serangan Hama Penggerek Batang Padi Sawah Di
Kabupaten Minahasa. Eugenia, 17 (1), 28- 34. Maulana, W. (2017). Respon beberapa varietas padi (Oryza sativa L.) terhadap serangan hama penggerek batang padi dan walang sangit (Leptocorisa acuta Thubn.). Agrovigor:
Jurnal Agroekoteknologi, 10 (1), 21-27. Nur, M. T. (2021). UJI EFEKTIVITAS JAMUR
ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana TERHADAP HAMA PENGGEREK BATANG PADI KUNING (Scirpophaga incertulas Walker, 1863.) PADA PADI
## (Oryza sativa L) varietas CIHERANG. (Skripsi), UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA,
Souripet, L. M. (2016). Pengunaan Agens Hayati Beuveria Bassiana, Metarhizium Anisopliae Dan Ekstrak Daun Mimba Dalam Pengendalian Hama Penggerek
Batang (Scripophaga spp) Pada Beberapa Varietas Padi Sawah. (Thesis), Universitas Papua, Manokwari.
Suhardi, S. (2007). Efektivitas Fungisida Untuk
Pengendalian Penyakit Berdasarkan Curah Hujan Pada Mawar. Jurnal Hortikultura,
17 (4), 85494.
|
0c050b6d-fbda-43b2-add4-dadd0fc6b3eb | https://journal.unhas.ac.id/index.php/wallacea/article/download/25836/9393 |
## PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE
(Development Planning of Local Forestry in Good Governance Perspective)
Khuswantoro Akhadi 1 , Andy Fefta Wijaya 2 dan Imam Hardjanto 2
1 Mahasiswa Pascasarjana Magister Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang Jl. MT Haryono 163, Malang, Jawa Timur: 65145, Telp: +62-0341-553737 Email: [email protected]
2 Dosen, Magister Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang Jl. MT Haryono 163, Malang, Jawa Timur: 65145, Telp: +62-0341-553737
Diterima 10 Januari 2013, disetujui 19 April 2013
## ABSTRACT
Sustainable use of forest resources is needed to establish a forestry management plan. Forest management plans exist at the provincial level according to the conditions and problems. Forestry planning at Provincial level depicts current forest conditions, institutional conditions, the contribution of economy, social and ecology associated with the provincial level strategic issues. This paper tries to elaborate the local development planning of forestry from good governance perspective, and role of stakeholders of local development forest planning. The research was based on qualitative descriptive approach to the study site in the province of Yogyakarta and West Papua. The result shows that forest planning in the region is top-down with respect to existing regional characteristics. To realize the principles of good governance, a gap for each stakeholder role in the arrangement, implementation, monitoring and evaluation to reporting should be made. The role of government in the area of forestry development planning in terms of good governance, the rule of law for the regulation in the forestry sector has been completed. Partnership is the key word synergy in the implementation of good governance in forestry development in the area will attention to the aspects of partnership and equity between all stakeholders in the arrangement, implementation, monitoring and evaluation and reporting of forest development.
Keyword: Planning, Forestry, Good Governance, patnership
## ABSTRAK
Rencana pengelolaan kehutanan perlu disusun untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya hutan yang berkelanjutan. Pada tingkat provinsi perencanaan kehutanan memuat potret kondisi kehutanan saat ini, kondisi kelembagaan yang ada, kontribusi ekonomi, sosial dan ekologi dikaitkan dengan isu strategis yang ada di tingkat provinsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan pembangunan kehutanan di daerah dari perspektif good governance dan peran stakeholder yang terlibat di daerah. pendekatan kualitatif diskriptif dengan lokasi penelitian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Papua Barat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perencanaan pembangunan kehutanan di daerah dilakukan melalui pendekatan topdown disesuaikan dengan kondisi wilayah. Untuk mewujudkan prinsip good governance maka semua pihak harus dilibatkan dalam proses penyusunan, implementasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Peran pemerintah dalam perencanaan pembangunan daerah adalah sebagai pembuat regulasi dan aturan hukum. Kemitraan adalah kata kunci dalam mewujudkan sinergi dalam rangka penerapan good governance dalam pembangunan kehutanan dengan memperhatikan aspek transparansi dan keadilan antar semua unsur mulai dari proses penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan pembangunan kehutanan.
Kata Kunci: Perencanaaan, Kehutanan, good governance, kemitraan
## I. PENDAHULUAN
Pembangunan adalah suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya- upaya secara sadar dan terencana (Riyadi dan Deddy, 2004). Selanjutnya di dalam pembangunan harus secara terencana lebih detail seperti yang dikemukan oleh Conyers dan Hill, 1990) yaitu perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang melibatkan keputusan dan pilihan, tentang cara-cara, alternatif menggunakan sumberdaya yang tersedia, dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu pada beberapa waktu di masa depan.
Sepuluh tahun terakhir ini pengelolaan hutan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, dalam hal ini ditandai oleh terjadinya perpindahan kekuasaan politik dan pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Tjokroamidjojo (1989) mengungkapkan banyaknya kelemahan dalam perencanaan, sehingga proses yang benar sangat diperlukan dalam perencanaan terutama dalam konteks otonomi daerah setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Reformasi telah mendorong terjadinya perubahan mendasar atas paradigma pengelolaan Kehutanan Indonesia. Perubahan tersebut diawali dengan bergesernya sistem pengelolaan hutan yang semula berbasis negara (state based forest management ) menuju pengelolaan hutan yang bertumpu pada sumberdaya hutan yang berkelanjutan ( resources based management ) dan berbasis masyarakat ( community base management ).
Satu di antara implikasi perubahan sistem tersebut adalah diberlakukannya desentralisasi pengelolaan hutan kepada pemerintah daerah dan masyarakat luas. Sektor kehutanan juga berkehendak mendorong desentralisasi tersebut. Namun tidaklah semudah yang dibayangkan banyak orang untuk melaksanakannya. Lahirnya PP No. 38/2007 tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan kebutuhan dasar (basic services) bagi masyarakat seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan (core competence) . Penentuan potensi unggulan mengacu pada hasil analisa Product Domestic Regional Bruto (PDRB), mata pencaharian penduduk dan pemanfaatan lahan yang ada di daerah.
Permasalahan kehutanan saat ini sudah berkembang semakin kompleks. Permasalahan dan tantangan dalam mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat sekaligus tidak bisa lagi hanya didekati dengan solusi yang bersifat teknis kehutanan saja. Saat ini, peta permasalahan kehutanan telah bergeser dari permasalahan yang bersifat teknis ke permasalahan ekonomi, sosial serta dampak kebijakan sektor kehutanan yang kian hari kian kompleks dan harus ditangani segera termasuk dalam perencanaan pengelolaannya.
Perencanaan dibuat untuk mencapai tujuan pada suatu organisasi. Perencanaan merupakan suatu kegiatan pendahuluan yang harus dilakukan, sebelum kegiatan pokok dilaksanakan. Perencanaan diperlukan karena adanya keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang tersedia sehingga tidak menyulitkan dalam menentukan suatu pilihan kegiatan.
Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktifitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Sedangkan perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu (Riyadi dan Bratakusumah, 2004).
Perencanaan hutan adalah upaya untuk mendayagunakan fungsi hutan dengan menciptakan kegiatan yang dapat mempengaruhi proses yang sedang berjalan, atau menciptakan proses baru, agar hutan memberikan sumbangan maksimal untuk ikut mempengaruhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Purwanto dan Yuwono, 2005). Dari definisi ini terdapat tiga kata kunci yaitu fungsi hutan; mempengaruhi proses; dan kesejahteraan masyarakat. Ini berarti hutan merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar sehingga memberikan sumbangan untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Posisi vertikal perencanaan hutan menghendaki adanya hubungan yang konsisten dari tingkat nasional, wilayah, sampai tingkat operasional. Hal ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penjaga lingkungan maupun maupun penghasil banyak komoditas yang diperlukan masyarakat luas. Kebijakan makro harus dapat mengakomodasikan setiap kepentingan lokal, sebaliknya kegiatan operasional harus dalam konteks kepentingan masyarakat luas serta untuk jangka waktu yang panjang (Simon, 2001).
Pelaksanaan program kehutanan di daerah tidak boleh terpisah dengan program dan rencana yang disusun dan difasilitasi oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu komunikasi dan koordinasi yang efektif dengan didukung dengan pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing sehingga diperoleh sinkronisasi antara pusat dan daerah. Pembagian peran dan tanggung jawab tersebut akan berjalan jika ada tata hubungan kerja yang jelas antara masing-masing pihak.
Negara sebagai salah satu dari pilar governance adalah semua unsur pemerintahan termasuk lembaga politik dan lembaga sektor publik. Unsur swasta meliputi perusahaan swasta yang bergerak di berbagai bidang dan sektor informalnya. Sedangkan masyarakat meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan lain-lain.
Pada pengelolaan hutan ketiga unsur tersebut harus bergandengan tangan untuk mewujudkan masyakarat yang sejahtera dan berkeadilan dengan mempertahankan kelestarian hutan. Pelibatan semua unsur dalam pengelolaan hutan sangat baik, namun harus disesuaikan dengan peran dan tugas serta kapasitas masing-masing. Penelitian dengan suatu studi kasus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Papua Barat dilaksanakan pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan kehutanan di daerah dari perspektif good governance dan peran stakeholder yang terlibat di daerah.
## II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbasis pada pendekatan kualitatif diskriptif dengan lokasi penelitian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Papua Barat. Data dikumpulkan tahun 2012 dengan data primer berupa data hasil wawancara dan data sekunder dari data laporan ataupun dokumen dari berbagai instansi. Wawancara terstruktur dengan responden yang dipilih adalah perwakilan dari instansi terlibat
dalam proses perencanaan pembangunan di daerah. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari: Dinas Kehutanan dan Perkebunan, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) kabupaten yang mengurusi kehutanan, dan UPT (Unit Pelaksana Teknis) Kementerian Kehutanan serta Bappeda. Sedangkan di Provinsi Papua Barat responden berasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Dinas Kehutanan Manokwari, dan UPT Kementerian Kehutanan lingkup Papua Barat. Dalam penelitian ini pula berbagai literatur dijadikan sumber pustaka dalam mendukung tujuan penelitian ini.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
## A. Perencanaan Pembangunan Kehutanan Perspektif Good Governance
Perencanaan hutan adalah upaya untuk mendayagunakan fungsi hutan dengan menciptakan kegiatan yang dapat mempengaruhi proses yang sedang berjalan, atau menciptakan proses baru, agar hutan memberikan sumbangan maksimal untuk ikut mempengaruhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Purwanto dan Yuwono, 2005). Dari definisi ini terdapat tiga kata kunci yaitu fungsi hutan; mempengaruhi/ menciptakan proses; dan kesejahteraan masyarakat. Ini berarti hutan merupakan bagian dari suatu system yang lebih besar sehingga sumbangannya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Wahyudi (2006) proses perencanaan dibagi menjadi dua yakni proses bottom-up dan top-down. Sedangkan Abe (2002) menjelaskan bahwa ada dua model perencanaan yaitu (1) perencanaan yang ditentukan langsung oleh pusat sehingga pemerintah daerah hanya merupakan pelaksana atau pelengkap dari konsep yang ada, (2) perencanaan merupakan hasil penguatan masyarakat setempat dengan menggunakan mekanisme formal dan non formal yang ada.
Perencanaan kehutanan di daerah tidak bisa lepas dari perencanaan yang ada di tingkat pusat. Proses penyusunannya disusun secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai unit terkecil. Semua tingkatan harus sinkron. Perencanaan pada level bawah harus mengacu dan mendukung perencanaan yang ada di bawah. Namun demikian untuk mengoptimalkan sudah barang tentu pada proses perencanaan di daerah harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik lokal. Proses penyusunannnya juga harus melibatkan stakeholder yang ada di tingkat lokal.
Pelibatan ini diharapkan mulai dari tahap penyusunan rencana sampai tahap akhir. Oleh karena itu perlu dilakukan konsultasi publik dalam proses penyusunan rencana kehutanan. Mekanisme yang tersedia adalah melalui musrenbang maupun rakorbanghutda. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyerap aspirasi, masukan dan saran untuk menyempurnakan dokumen rencana dimaksud.
Dari hasil wawancara terlihat bahwa program dan kegiatan yang diusulkan dalam Rencana Kehutanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Papua Barat telah memperhatikan arahan umum dalam RKTN (Perencanaan Kehutanan Tingkat Nasional). Program tersebut kemudian diperinci lagi ke dalam arahan yang lebih detil melalui hasil analisa spasial dan analisa sosial ekonomi serta berupaya memenuhi keinginan masyarakat melalui konsultasi publik yang dilaksanakan. Arahan penggunaan lahan, strategi dan kebijakan, serta program yang telah ditetapkan bersifat umum agar memudahkan penjabarannya pada perencanaan di bawahnya. Kondisi dan karakteristik wilayah (kabupaten/kota) untuk masing-masing provinsi mempunyai kekhususan, sehingga untuk menentukan program dan kegiatan berikut target harus didiskusikan dengan stakeholder yang ada di daerah.
Menurut pandangan Glasson dalam Tarigan (2005) bahwa perencanaan top- down dan perencanaan bottom-up hanya berlaku pada kondisi dimana terdapat beberapa tingkatan dalam pemerintah atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan suatu perencanaan. Pada umumnya kedua perencanaan tersebut saling berkombinasi, namun tetap ada perencanaan yang bersifat dominan. Apabila top-down yang dominan maka perencanaan tersebut disebut sentralistik, sedangkan apabila bottom-up yang dominan maka disebut desentralistik.
Berdasarkan hasil bahasan yang telah dilakukan sesuai dengan konsep pendekatan perencanaan yang disampaikan oleh Glasson dalam Tarigan, konsep rencana pembangunan kehutanan di daerah menggunakan model pendekatan perencanaan top-down dengan memperhatikan aspek teknis, potensi lokal baik potensi sumberdaya alamnya maupun potensi sumberdaya manusia .
Sumber: Data diolah, 2012/ data processed, 2012
## Gambar 1. Alur kerangka perencanaan pembangunan daerah
Figure 1. Flow of Local Forest Development Planning Framework
Dari bagan di atas penulis mencoba untuk menyampaikan tahapan penyusunan perencanaan pembangunan kehutanan di daerah sebagai berikut:
a. Identifikasi permasalahan kehutanan yang ada di daerah, isu-isu strategis, mengkaji dokumen perencanaan tingkat nasional, RTRW provinsi.
b. Selanjutnya melakukan analisis sosial ekonomi dan analisis spasial sesuai dengan karakteristik daerah.
c. Penentuan visi dan misi kehutanan daerah
d. Penentuan strategi dan kebijakan serta program
e. Menentukan capaian dan tujuan
f. Menentukan target-target dan indikator
Analisis spasial, sosial ekonomi (spatial analysis, social and economy) Kondisi saat ini/ Current conditions 4 strategi & 6 Kebijakan/ 4 strategies and 6 Policies RKTN, RTRWP RKTP Isu-isu strategis/
Strategic Issues Program penjabarannya harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah/
Program must be in accordance with the
characteristics of the region
Aktivitas-aktivitas/ Activities Capaian/ Achiement Tujuan /Goals Visi:
Terwujudnya Ekosistem SDH untuk peningkatan Produktivitas dan
Pelestarian bagi Kesejahteraan Masyarakat dan Kemanusiaan
Indikator-indikator /Indicators Target- target/ Targets
Notice:
RKTP : Planning of Forestry at
Province level
RKTN : Planning of Forestry at
National level
RTRWP : Spatial plan at Province level
Dalam setiap tahapan ini diharapkan semua unsur yang ada dilibatkan sesuai dengan peran dan wewenang masing-masing. Proses penyusunan rencana pembangunan kehutanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan melalui pendekatan teknokratis yakni overlay beberapa peta dan mengunakan analisis sosial ekonomi. Disamping itu juga digunakan pendekatan partisipatif dengan melakukan konsultasi publik pada saat proses penyusunan Rencana Pembangunan Kehutanan dimaksud. Sementara itu, saat ini Provinsi Papua Barat sedang menyusun sebuah perencanaan makro kehutanan yang berupa Grand Strategy Pembangunan Kehutanan. Prosesnya hampir sama namun belum secara eksplisit mengacu pada Permenhut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.42/Menhut-II/2010 Tentang Sistem Perencanaan Kehutanan maupun Permenhut Nomor P. 01/Menhut-II/2012 tentang Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat proses penyusunan telah terlebih dahulu berjalan baru kemudian keluar Permenhut nomor 01/Menhut-II/2012 tersebut. Perlu disampaikan sampai saat ini baru empat provinsi yang telah selesai menyusun rencana kehutanan tingkat provinsi yakni Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Barat. Bahkan dari keempat provinsi tersebut baru Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah menetapkan melalui keputusan Gubernur No. 12 tahun 2012 tanggal 09 Januari 2012.
Dalam penyusunan perencanaan kehutanan diperlukan data dan informasi yang valid serta terbaru sehingga dapat menjadi dasar untuk menyusun alternatif strategi dan kebijakan yang tepat. Masing-masing tahapan ini harus bisa memberikan ruang dan mengakomodasi kepentingan semua pihak. Pelibatan stakeholder yang terlibat hendaknya dimulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi maupun pelaporannya. Disinilah konsep good governance mesti diterapkan. Kepentingan pemerintah, swasta dan masyarakat harus direkonstruksi menjadi sebuah dokumen perencanaan yang mampu menyerap kepentingan semua pihak.
## B. Peran Stakeholders dalam Perencanaan Pembangunan Kehutanan
Berdasarkan hasil identifikasi stakeholder yang terlibat dalam perencanaan pembangunan kehutanan di daerah (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Papua Barat adalah Kementerian Kehutanan, Pemerintah daerah/SKPD yang membidangi kehutanan), sebagai aktor utama dalam proses penyusunan dan implementasi Rencana Kehutanan. Sedangkan swasta yang terlibat dalam proses
perencanaan kehutanan adalah pengusaha bidang kehutanan (HPH maupun HTI). Masyarakat diwakili oleh lembaga swadaya masyarakat, lembaga adat, dan kelompok lain termasuk akedemisi. Peran masing-masing dalam perencanaan pembangunan kehutanan sangat menentukan bagi maju mundurnya kehutanan di masa depan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh bahwa peran SKPD dan UPT Kementerian Kehutanan dalam proses penyusunan perencanaan kehutanan terutama perencanaan makro sampai saat ini belum optimal. Hal ini disebabkan karena lemahnya sosialisasi dan koordinasi antara instansi yang terlibat. SKPD dan UPT sebagai wakil pemerintah harus menjadi motor utama dalam penyusunan rencana-rencana kehutanan.
## Sumber: Sedarmayanti, 2009
Gambar 2. Hubungan Tiga Domain Governance Figure 2. Relation Three Domains of Good Governance
Sesuai dengan prinsip good governance peranan pemerintah disampaikan oleh Nasirin dan Hermawan (2010) menjelaskan tentang peranan dan wewenang pemerintah yaitu: pertama, menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil. Kedua, membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan. Ketiga, menyediakan public service yang efektif dan accountable . Keempat, menegakan HAM dan lingkungan hidup. Kelima, mengurus standar kesehatan dan keselamatan public . Peran pemerintah dalam bidang kehutanan adalah sebagai pembuat kebijakan dalam sistem regulasi untuk pedoman dalam pengelolaan hutan, baik dalam bentuk rencana serta perlindungan dalam pengelolaan kehutanan. Pemerintah pusat yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Kehutanan harus menjalankan fungsi tersebut agar bija dijalankan di daerah. Namun demikian pemerintah daerah juga harus mendukung kebijakan dari pusat dengan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik yang ada di
Negara/ state Masyarakat/ community
Swasta/ Private
daerah. Kebijakan secara nasional dapat dilaksanakan secara baik mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten jika terdapat mekanisme dan aturan main yang jelas. Permasalahan perencanaan kehutanan yang tidak konsisten akan dapat dikurangi dengan adanya sistem perencanaan pembangunan kehutanan yang integral. Perencanaan Kehutanan disusun secara berjenjang dari tingkat nasional, regional (provinsi dan Kabupaten) bahkan sampai unit pengelolaan terkecil yaitu KPH. Dengan demikian konsistensi kebijakan makro kehutanan mulai dari tingkat pusat dan daerah dapat terjaga. Sedangkan kebijakan yang terkait dengan regulasi hendaknya dikembalikan pada tataran hukum yang lebih tinggi. Banyaknya peraturan daerah tentang kehutanan yang dicabut karena dianggap melanggar membuktikan bahwa koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah belum berjalan. Sedangkan peran swasta dalam pembangunan kehutanan adalah pertama menjalankan industri. Kedua menciptakan lapangan kerja. Ketiga menyediakan insentif bagi karyawan. Keempat meningkatkan standar hidup masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan. Kelima memelihara lingkungan hidup sebagai akibat pengelolaan hutan yang dilaksanakan. Keenam menaati peraturan. Ketujuh, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dan kedelapan adalah menyediakan kredit bagi UKM (Usaha Kecil Menengah).
Dalam bidang kehutanan swasta adalah mitra dari pemerintah dalam pembangunan kehutanan, perlindungan dan pengamanan hutan. Selain itu swasta juga berperan dalam revitalisasi sektor industri kehutanan, membantu dalam proses pemberantasan ilegal logging , membantu proses pemantapkan kawasan hutan, rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Sedangkan peran masyarakat dalam konsteks good governance (Nasirin dan Hermawan, 2010) adalah berkaitan dengan empat hal yaitu: menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi, mempengaruhi kebijakan publik sebagai checks and balances bagi pemerintah, mengawasi penyalahgunaan wewenang sosial pemerintah khususnya kehutanan, dan terakhir mengembangkan SDM serta sarana komunikasi antar anggota masyarakat.
## Tabel 1. Stakeholder yang terlibat Table 1. The Stakeholder involved
No. Stakeholder yang terlibat/ stakeholder involved Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta/ Province of Daerah Istimewa Yogyakarta Provinsi Papua Barat/ Province of West Papua 1. Pemerintah/state (kementerian Kehutanan dan SKPD terkait yang membidangi Kehutanan / Ministry of forestry, Unit of Local Government in charge forestry ) 5 UPT Kemenhut, 1 SKPD Provinsi dan 5 SKPD kabupaten/Kota, dan 1 KPH ( 5 UPT of Ministry of Forestry, 1 Unit of Local development at Province level, 5 Unit of local Province level at Regency and 1 Unit Management of Forestry ) 7 UPT teknis, 1 SKPD Provinsi dan 13 SKPD kabupaten/Kota dan 3 KPH ( 7UPT of Ministry of Forestry, 1 Unit of Local development at Province level, 13 Unit of local Province level at Regency and 3 Unit Management of Forestry) 2. Swasta/ private Industri pengolahan kayu dan mebelair. ( Wood industry and meubelair ) 20 IUPHHK dan Industri pengolahan kayu ( 20 IUPHHK and wood Industry ) 3. Masyarakat/ community KTH, LSM, (Forum DAS, ARUPA, DAMAR). UGM, Instiper, Intan ( KTH, NGOs (Forum DAS, ARUPA, DAMAR), University of Gadjah Mada, Yogyakarta Agricultural Institute, Institute of Agriculture) Masyarakat adat, LSM (Paradisae, Perdu, Kamuki, Cifor, Conservation Indonesia), UNIPA
( Local Community, NGOs(Paradisae, Perdu, Kamuki, Conservation of Indonesia) and Papua State of
University ) Sumber: data diolah, 2012 / data prossesed, 2012
Jika melihat tabel di atas maka secara jelas bahwa Provinsi Papua Barat lebih banyak stakeholder yang terlibat mengingat luasan wilayahnya yang lebih luas. Namun demikian peran masing-masing unsur dalam good governance sama dalam proses penyusunan rencana pembangunan kehutanan di kedua provinsi tersebut. Yang membedakan hanya luasan dan kompleksitas dari permasalahan yang dihadapi. Peranan stakeholder yang terlibat ini akan optimal jika terjadi transparansi dalam semua hal. Stakeholder-stakeholder tersebut harus dilibatkan mulai tahap awal penyusunan rencana pembangunan kehutanan (RKTP) sampai pada tahap monitoring dan evaluasi bahkan sampai pelaporannya dengan prinsip saling percaya dan masing- masing pihak menaati aturan main yang telah disepakati. Pemerintah daerah merupakan motor utama dalam proses penyusunan rencana pembangunan kehutanan di daerah. Prinsip good governance akan berhasil manakala terjadi interaksi yang proporsional sesuai dengan tugas dan peran masing-masing melalui kemitraan yang berimbang dan transparan. Mekanisme ini dapat diwujudkan dengan lebih mengoptimalkan forum-forum rutin terkait perencanaan pembangunan kehutanan baik melalui rakorbanghutda maupun musrenbang di tingkat SKPD. Selain itu hal yang
dapat dilakukan adalah membuka diskusi dan konsultasi publik terkait penyusunan rencana pembangunan sebagai wahana untuk menjaring aspirasi, usulan-usulan dari pihak yang terlibat dengan tetap mengacu dengan perencanaan nasional yang telah disusun sebelumnya agar tidak menyimpang dari yang telah ditentukan.
## IV. KESIMPULAN DAN SARAN
## A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses penyusunan rencana pembangunan kehutanan daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Papua Barat bersifat top-down dengan memperhatikan karakteristik wilayah yang ada dan arahan umum dalam RKTN. Untuk mewujudkan prinsip good governance maka harus dibuat celah untuk masing-masing stakeholder berperan mulai dari proses penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sampai pelaporan. Tahapan perencanaan pembangunan kehutanan di daerah meliputi: identifikasi permasalahan kehutanan yang ada di daerah, isu-isu strategis, mengkaji dokumen perencanaan tingkat nasional, RTRW provinsi; selanjutnya melakukan analisis sosial ekonomi dan analisis spasial; penentuan visi dan misi kehutanan daerah; penentuan strategi dan kebijakan serta program; menentukan capaian dan tujuan; menentukan target-target dan indikator. Dalam penelitian dapat disimpulkan pula bahwa, peran pemerintah dalam perencanaan pembangunan kehutanan daerah ditinjau dari aspek good governance , bahwa rule of law untuk regulasi di bidang kehutanan sudah lengkap, walaupun masih sering terjadi tumpang tindih kebijakan.
## B. Saran
Hal-hal yang dapat disarankan oleh penulis adalah perencanaan kehutanan di daerah harus disusun berdasarkan data informasi yang komprehensif dan lebih mempertegas tata hubungan antar stakeholder yang terlibat mulai dari proses penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Alternatif yang dapat digunakan adalah melalui forum-forum pertemuan seperti musrenbanghut, rakorbanghutda, rakorbangreg, rakornas. Selanjutnya disampaikan juga bahwa sinkronisasi regulasi di bidang kehutanan dari pusat sampai daerah sangat diperlukan sehingga tumpang tindih dapat dihindari.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Litbang Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar; Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Kepala UPT Kementerian Kehutanan Lingkup Provinsi Papua Barat dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atas dukungan dalam proses pendidikan dan penelitian. Disampaikan pula terima kasih kepada Drs. Andy Fefta Wijaya, M.DA, Ph.D dan Dr. Imam Hardjanto, MBA, MAP atas bimbingan dan petunjuk dalam penulisan karya ilmiah ini. Serta s emua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal.
## DAFTAR PUSTAKA
Abe, A. (2002). Perencanaan Daerah Partisipatif . Solo: Pondok Edukasi Sunandar.
Conyers, D., & Hills, P. (1990). An Introduction to Development Planning in The Third World , Chichester. New York: John Wiley & Sons.
Departemen Kehutanan. (2010). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.42/Menhut-II/2010 Tentang Sistem Perencanaan Kehutanan. Jakarta: Biro hukum dan organisasi.
Gubernur DI Yogyakarta. (2012). Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 10/Kep/2012 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kementerian Kehutanan (2012). Permenhut Nomor P. 01/Menhut-II/2012 tentang Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi.
Nasirin, C. & Hermawan, D. (2010). Governance & Civil Society Interaksi Negara dan Peran NGO dalam Proses Pembangunan . Malang: Indo Press.
Purwanto, R. H. dan Yuwono, T. (2005). Perencanaan Sumber Daya Hutan (Diktat Kuliah). Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM.
Riyadi., dan Deddy Supriady B. (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah . Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Sedarmayanti. (2012). Good Govenance 1 (Edisi Revisi), Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisiensi Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan . Bandung: CV Mandar Maju.
Simon, H. (2001). Prosedur Perencanaan Tingkat Distrik. Prosiding Reguler V FKKM Bandar Lampung ; Otonomi Sumber Daya Hutan . Yogyakarta: Debut Press.
Tarigan, R. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah . Jakarta: Bumi Aksara.
Tjokroamidjojo, Bi. (1989). Perencanaan Pembangunan . Jakarta: CV. Haji Masagung.
Wahyudi, I. (2006). Metodologi Penelitian Partisipatif . Jakarta: Kerjasama Malang Coruption Watch dan YAPPIKA.
|
ac932fea-39ed-46d9-a359-6f45e90a810a | http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp/article/download/1908/1172 | Peningkatan Pemahaman Konsep Pesawat Sederhana IPA Melalui Metode Demensi Kelas V SDN Gupit 02 Sukoharjo 2015/2016
## Sri Wahyuni
Guru SDN Gupit 02 Nguter Sukoharjo, Email:[email protected]/085642026666
Received: Oktober 12, 2021 Accepted: Oktober 17, 2021 Online Published: Nopember 08, 2021
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran IPA Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan metode demensi demonstrasi eksperimen dan diskusi bagi siswa kelas 5 SD Negeri Gupit02 Nguter. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Nguter sebanyak 20 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui metode demensi (demonstrasi, eksperimen dan diskusi) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 02 Gupit, Nguter. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dari siklus I mendapat skor rata-rata 27,2 dengan kriteria baik dan siklus II mendapat skor rata-rata 3,15 dengan kriteria baik. Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus I menunjukkan skor rata-rata 3,62 dengan kriteria sangat baik dan siklus II dengan skor 3,75 dengan kriteria sangat baik. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA mengalami peningkatan dengan rata-rata nilai dari siklus I sebesar 72, 17 dan siklus 2 sebesar 80,00. Sedangkan untuk pencapaian ketuntasan Individual siklus I sebesar 53,33% dan siklus II sebesar 83,33%.
Kata-kata Kunci : Demensi (demonstrsi, eksperimen dan diskusi), pemahaman, pembelajaran IPA.
## Improved Understanding of Science Simple Plane Concepts Through the Dementation Method Class V SDN Gupit 02 Sukoharjo 2015/2016
## Sri Wahyuni
Teacher of SDN Gupit 02 Nguter Sukoharjo, Email:[email protected]
Abstract: This study aims to increase student learning activities in science learning to increase teacher activity in science learning Improve student learning outcomes in science learning with the experimental demonstration and discussion “demensi”on method for 5th grade students of SD Negeri Gupit 02 Nguter. This research was conducted on the fifth grade students of SD Negeri 02 Nguter as many as 20 students. The results showed that the “demensi”on method (demonstration, experimentation and discussion) could improve student learning outcomes in science learning in class V SD Negeri 02 Gupit, Nguter. This can be seen by the increase in student activity in learning from the first cycle to get an average score of 27.2 with good criteria and the second cycle gets an average score of 3.15 with good criteria. The teacher's activity in the first cycle of learning shows an average score of 3.62 with very good criteria and the second cycle with a score of 3.75 with very good criteria. Student learning outcomes in science learning have increased with an average value from the first cycle of 72, 17 and the second cycle of 80.00. Meanwhile, the achievement of individual mastery in the first cycle is 53.33% and the second cycle is 83.33%.
## 446 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 3, NOPEMBER 2021
Keywords: ddimensi, understanding, science learning.
## Pendahuluan
Pada Permen 22 tentang Standar Isi SD/MI (2006 : 484) disebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan kan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. proses pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pengalaman langsung dalam pendidikan IPA dapat diberikan melalui proses demonstrasi atau eksperimen sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA di SD membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Pembelajaran IPA merupakan wahana untuk mengembangkan anak agar berpikir rasional dan ilmiah, maka pelajaran IPA diupayakan mencapai hasil yang maksimal.Somatowa (2010:2). Pembelajaran IPA di SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter khususnya kelas V dijumpai kendala dalam upaya mencapai hasil belajar IPA secara maksimal. Salah satu kendal yang dihadapi adalah kesulitan siswa dalam memahami konsep IPA yang sedang dipelajari, sehingga hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih rendah (Suwarto, 2009, 2017). Hasil belajar IPA dari 15 orang siswa kelas V Pada Ulangan Tengah Semester I Dan Ulangan Akhir Semester II tahun pelajaran 2015/2016 sebagian besar masih dibawah KKM yang ditetapkan yaitu 71. Presentase ketuntasan yang dicapai kelas V pada UTS I untuk mata pelajaran IPA adalah 37% dan presentase ketuntasan UAS I mata pelajaran IPA mencapai 40%. Adapun nilai rata-rata kelas V untuk Mata pelajaran IPA dari hasil UTS 1 adalah 67 dan hasil UAS I mencapai 69. Rata-rata nilai ulangan harian ke-1 semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 hanya mencapai 64,33 dengan presentase ketuntasan sebesar 36,67%. Dari data nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa wa masih rendah. rendahnya hasil belajar siswa wa pada mata pelajaran IPA disebabkan oleh pemahaman siswa terhadap konsep IPA masih rendah Berdasarkan uraian di atas agar dapat disimpulkan bahwa guru harus mampu menyelenggarakan pembelajaran IPA dengan menggunakan keragaman metode yang melibatkan aktivitas siswa siswa sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung. Pengalaman langsung dalam pembelajaran IPA diberikan agar siswa dapat mampu mengeksplorasi pengetahuan yang dimiliki, mampu berpikir rasional dan ilmiah dalam upaya memahami konsep IPA yang dipelajari. Pembelajaran IPA juga harus mampu memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu terhadap konsep yang sedang dipelajari sehingga mencapai hasil belajar yang maksimal.
Pihak sekolah dan orang tua/ wali siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter berharap agar nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat meningkat, minimal dapat mencapai KKM yang telah ditentukan pihak sekolah. Bahkan kalau bisa dapat memperoleh nilai yang memuaskan. Harapan lain yang ingin diwujudkan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas V Adalah agar siswa
Sri Wahyuni, Peningkatan Pemahaman Konsep...................................................... 447
menguasai materi pelajaran ilmu pengetahuan alam sebagai bekal untuk menghadapi Ulangan Kenaikan Kelas.
Mencermati uraian di atas, maka jelas terlihat adanya kesenjangan antara kenyataan dengan harapan. Kenyataan yang ada menunjukkan masih rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter, khususnya untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Guru dan orangtua wali murid mempunyai harapan agar semua siswa dapat memperoleh nilai yang mencapai KKM untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Bahkan kalau bisa memperoleh nilai yang memuaskan sehingga mencapai nilai KKM, siswa siap mengikuti pembelajaran ilmu pengetahuan untuk KD berikutnya. Kondisi di lapangan menunjukkan kesenjangan antara kondisi riil dan harapan, maka perlu dicarikan solusi / pemecahan masalah yang dihadapi agar Siswa lebih mudah memahami konsep dalam pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Adapun solusi untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap konsep dalam pembelajaran IPA adalah dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas PTK dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan harapan terjadi peningkatan pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa diindikasikan disebabkan karena kurangnya minat siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan pemahamanpembelajaran adalah metodeDemensi(Demostrasi Eksperimen Diskusi). Metode “demensi” merupakan metode pembelajaran hasil perpaduan antara metode demonstrasi, eksperimen dan diskusi yang dikemas melalui akronim (singkatan kata) menjadi metode “demensi”. Menurut La Iru (2012: 30),menerangkan bahwa metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objek atau cara melakukan sesuatu sehingga dapat mempelajarinya secara proses. Penggunaan metode demonstrasi dapat diterapkan dengan syarat memiliki keahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan sesungguhnya. Keahlian mendemonstrasikan tersebut harus dimiliki oleh guru dan pelatih yang ditunjuk (Aqib, 2016:104). Menurut Ramayulis (2005: 245), metode demonstrasi dalam proses pengajaran merupakan “metode atau cara mengajar yang menggunakan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan atau benda untuk menjelaskan sesuatu materi ajar”.Drs. Imansyah Alipandie (1984: 56) menjelaskan metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar yang dilakukan oleh guru atau seseorang lainnya dengan memperlihatkan kepada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu cara melakukan sesuatu.
Kelebihan metode demonstrasi menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:211) antara lainperhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingg hal yang penting itu dapat diamati secara teliti, selain itu, perhatian siswa pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya,dapat membimbing siswa ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek,dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaan yang jelas dari hasil pengamatannya,karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas
## 448 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 3, NOPEMBER 2021
waktu proses demonstrasi.Kekurangan metode demonstrasi yaitu derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan kadang-kadang terjadiperubahan yang tidak terkontrol.Metode demonstrasi menggunakan alat-alat yang khusus, kadang-kadang alat itu susah didapat. Pelaksanakan metode demonstrasi yang baik atau efektif, ada beberapa langkah yang harus dipahami dan digunakan oleh guru, yang terdiri dari perencanaan, uji coba dan pelaksanaan oleh guru lalu diikuti oleh murid dan diakhiri dengan adanya evaluasi (J.J Hasibuan dan Mujiono,2008:31). Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama, dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Hal ini banyak diabaikan oleh peserta didik.Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di kelas.Memerlukan banyak waktu sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum.Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya.Agar demonstrasi mendapatkan hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaranMetode eksperimen merupakan metode yang dalam penyajian materinya melalui percobaan atau mencobakan sesuatu serta mengamati secara proses. eksperimen sulit dipisahkan dengan demonstrasi karena keduanya kemungkinan dapat digunakan secara bersama. eksperimen digunakan bahwa guru dan siswa mencoba mengerjakan sesuatu secara mengamati proses dan hasil pekerjaannya (La Iru, 2012: 32)Metode mengajar diskusi merupakan metode mengajar yang dalam pembahasan dan penyajian materi nya melalui suatu problem atau pernyataan yang harus diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan bersama (La Iru, 2012:25). Menurut Trianto (2007: 117) diskusi merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain saling berbagi Gagasan dan pendapat. Sedangkan menurut Arends ( dalam Trianto, 2007: 117), diskusi merupakan dalam pembelajaran mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan siswa atau siswa dengan siswa wa yang lain saling bertukar pendapat secara lisan, saling berbagi gagasan dan pendapat.
Menurut Amri (2010:165), diskusi adalah sebuah interaksi antara dua orang atau lebih (sebagai suatu kelompok). Biasanya komunikasi antara mereka atau kelompok berupa salah satu ilmu Atau pengetahuan dasar yang akhirnya memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang awalnya sebuah topik. dari topik inilah diskusi berkembang, dibincangkan dan pada akhirnya menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut. Aqib (2016:106) juga memberikan pengertian bahwa diskusi merupakan interaktif antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Berdasarkan pengertian demonstrasi eksperimen dan diskusi dapat disimpulkan bahwa metode “demensi” yang merupakan perpaduan dari ketiga metode tersebut merupakan metode yang digunakan untuk menyajikan materi melalui proses: 1) melakukan, 2) mengamati proses, 3) mencoba, dan 4) Melakukan diskusi untuk membahas permasalahan yang diperoleh dari hasil pengamatan dan percobaan agar memperoleh kesimpulan berdasarkan pembahasan bersama.Indikator untuk mengukur keberhasilan tindakan peningkatan hasil belajar IPA antara lain aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA menggunakan metode demonstrasi, eksperimen dan diskusi meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya baik. Aktivitas guru dalam pembelajaran IPA menggunakan metode demonstrasi, eksperimen dan diskusi meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya baik, 80% siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter mengalami ketuntasan belajar Individual sebesar ≥ 71 dalam pembelajaran IPA. Sunaryo (2011) dalam
Sri Wahyuni, Peningkatan Pemahaman Konsep...................................................... 449 peneltiannyan menyatakan bahwa belajar membutuhkan motivasi yang tinggi dalam jangka wkatu lama oleh karena itu seorang pendidik hendaknya membangkitakn motivasi belajar siswa dengan berbagai cara. Salah satu cara membangkitkan motivasi belajar adalah dengan memberikan penghargaan dengan membangkitkan motivasi hasil belajar akan semakin meningkat Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan ini sebagai berikut “Apakah melalui pembelajaran dengan metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi)dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pesawat sederhana dalam mata pelajaran IPA di kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter semester 2 tahun ajaran 2015/2016”. Tujuan dari diadakannya penelitian ini agar dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan yaitu supaya aktivitas belajar siswa, aktivitas guru serta peningkatan hasil belajar dapat dicapai oleh siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter dengan menggunakan model pembelajaran demensi demonstrasi eksperimen dan diskusi.
## Metode Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter. Alasan peneliti memilih tempat tersebut karena pada tahun pelajaran 2015/2016 semester II peneliti mengajar di kelas V SD Negeri Gupit 02. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter dengan jumlah siswa 20. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua sumber data yaitu sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter pada semester II tahun pelajaran 2015/2016. Adapun sumber data sekunder di ambil dari hasil pengamatan mengenai aktivitas siswa dan aktivitas guru yang dilakukan oleh kolaborator selama proses penelitian. Model Penelitian Tindakan terdiri dari 4 tahap (Suharsimi, 2009:16)yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi, dalam penelitian tindakan kelas terdapat dua teknik pengumpulan data yaitu teknik tes dan teknik non tes. pengumpulan data dengan teknis tes terdapat tiga bentuk tes yaitu tes tertulis tes lisan dan tes perbuatan. sedangkan pengumpulan dengan menggunakan teknik non tes dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melalui wawancara, observasi, kuesioner dan lain-lain. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi teknik tes dokumentasi dan catatan lapangan. Metode observasi dalam penelitian ini berisi catatan yang menggambarkan bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan metode demonstrasi, eksperimen dan diskusi. Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi belajar. metode dokumentasi dilakukan untuk memperkuat data yang diperoleh dalam observasi, sedangkan catatan lapangan berisi catatan guru selama pembelajaran berlangsung apabila ada hal yang muncul dalam proses pembelajaran.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif kuantitatif. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif, seperti hasil observasi dan studi dokumentasi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus tindakan dan dilaksanakan sesuai dengan hasil yang ingin
## 450 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 3, NOPEMBER 2021
dicapai. Siklus pertama dilaksanakan selama dua minggu dan siklus kedua juga dilaksanakan dalam waktu dua minggu. Siklus dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan empat tahapan yang dilaksanakan secara berurutan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi dilanjutkan dengan perbaikan atau peningkatan yang diharapkan dapat tercapai. Tahap perencanaan peneliti membuat perencanaan untuk menentukan langkah-langkah pelaksanaan tindakan, tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran sebagai upayauntuk merekam proses yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Tahap refleksi dilaksanakan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang sudah dilaksanakan, yang sudah dihasilkan kan kan, mengapa hal tersebut bisa terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya.
## Hasil penelitian
Penelitian yang telah dilakukan, oleh Ilham Farhanudin ( 2013) menyatakan hasil analisis data dan diskusi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara penerapan metode simulasi dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Peningkatan berupa aktivitas belajar siswa, aktivitas guru dan peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini membuktikan bahwa metode “demensi” sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran terutama dalam mata pelajaran IPA karena metode “demensi” dapat memaksimalkan proses pembelajaran.
Nilai rata-rata 1 kali ulangan IPA semester 2 kelas V SD Negeri Gupit 02 adalah 64,33 dengan 6 siswa mendapatkan nilai tuntas dengan persentase ketuntasan klasikalnya adalah 36,67 %. nilai tertinggi yang diperoleh adalah 85 dan nilai terendah 35. Dari kondisi tersebut guru melakukan perbaikan tindakan pembelajaran dengan menggunakan metode “demensi” yaitu kolaborasi antara demonstrasi, eksperimen dan diskusi untuk meningkatkan aktivitas siswa, aktivitas guru dan hasil belajar dalam pembelajaran IPA. tindakan yang dilakukan guru dalam siklus I yang dilaksanakan dalam tiga pertemuan diawali dengan pretest diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 64,33 dengan jumlah siswa yang mendapat nilai tuntas sebanyak 6 orang dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 36,67% perolehan nilai pretest belum memenuhi indikator keberhasilan. Dari hasil pretest tersebut maka guru melakukan tindakan pembelajaran menggunakan metode “demensi”. Tabel 1. Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus I
Interval Nilai Frekuensi Frekuensi Relatif Kualifikasi 100 Tuntas 95 – 99 - Tuntas 90 – 94 1
3,33 % Tuntas 85 – 89 1 3,33 % Tuntas 80 – 84 2 13,33 % Tuntas 75 – 79 4
30 % Tuntas 70 – 74 3 20 % Tuntas 65 – 69 4 30 % Belum tuntas 60 – 64 2 13,33 % Belum tuntas 55 – 59 2 13,33 % Belum tuntas 50 – 54 1 3,33 % Belum tuntas Jumlah 20 100 %
Sri Wahyuni, Peningkatan Pemahaman Konsep...................................................... 451
Pada data menunjukkan perolehan hasil belajar IPA melalui metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi) bahwa pada siklus I siswa mengalami ketuntasan belajar sebanyak 53,33% sedangkan 46,67% siswa belum tuntas dalam belajar, hal ini ditunjukkan bahwa 9 siswa mengalami ketuntasan belajar dan 6 siswa belum tuntas. Nilai terendah yang dicapai oleh siswa 50 dan nilai tertinggi 90 dengan rerata 72,17. Hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter pada mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana berdasarkan hasi data penelitian mengalami peningkatan dibandingkan nilai pada kondisi awal. Pencapaian pencapaian hasil belajar siswa kelas V dalam pembelajaran IPA Pada siklus I yang dilaksanakan menggunakan metode “demensi” belum mencapai target yang ditetapkan. Siswa yang mencapai ketuntasan belajar baru 53,33%, sedangkan target ketuntasan belajar yang ditetapkan dalam indikator kinerja sekurang-kurangnya 80% siswa mengalami ketuntasan belajar individual. Refleksi dilaksanakan untuk menganalisa pembelajaran yang telah berlangsung pada siklus I, berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan. Data-data tersebut meliputi data observasi saat pembelajaran dan hasil evaluasi posttest. Refleksi di laksanakan bersama kolaborator Untuk bahan pertimbangan dalam memperbaiki pembelajaran siklus berikutnya. Data mengenai hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Gupit 02 dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi)pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus II
Interval Nilai Frekuensi Frekuensi Relatif Kualifikasi 100 1 6,67 % Tuntas 95 – 99 Tuntas 90 – 94 3 16,67 % Tuntas 85 – 89 4 20 % Tuntas 80 – 84 4 20 % Tuntas 75 – 79 4 20 % Tuntas 70 – 74 - - Tuntas 65 – 69 1 6,67 % Belum tuntas 60 – 64 3 10 % Belum tuntas 55 – 59 - - Belum tuntas 50 - 54 - - Belum tuntas Jumlah 20 100 %
data pada tabel diatas menunjukkan perolehan hasil belajar IPA melalui metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi). Berdasarkan data tersebut siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebesar 83,88 %, sedangkan 16,67% siswa belum tuntas dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa 13 siswa mencapai ketuntasan belajar dan 2 siswa belum tuntas. Nilai terendah yang diperoleh adalah 60, sedangkan nilai tertinggi 100 dengan rerata 80,00. Dari data tersebut, dapat dibaca bahwa pencapaian hasil belajar IPA yang dilaksanakan menggunakan metode “demensi”(demonstrasi, eksperimen dan diskusi) telah mencapai target yang ditetapkan dalam indikator kinerja yaitu sekurang-kurangnya 80% siswa mengalami ketuntasan belajar Individual ≥ 71.
## Pembahasan
Penelitian yang dilakukan oleh Fartati. 2013.Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Penyebab Benda Bergerak di Kelas II SD
## 452 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 3, NOPEMBER 2021
No. 1 Polanto Jaya menunjukkan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 2 SD No. 1 Polanto Jaya pada materi benda bergerak.Senada dengan Fartati (2013), Asep Somantri, (2014) dalam penelitiannya juga menyatakan penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V sekolah dasar. Senada dengan penelitian tersebut Yety Purnawirawanti. (2013) juga melakukan penelitian yang sama dengan hasil melalui metode demonstrasi dan simulasi berpengaruh terhadap prestasi belajar, metode simulasi berpengaruh lebih efektif daripada metode demonstrasi.
Kesimpulan dari penelitian tindakan kelas ini adalah penggunaan metode Demensi (Demonstrasi, Eksperimen, Diskusi) dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pesawat sederhana.Berdasarkan hasil penelitian, terdapat peningkatan aktivitas belajar siswa dari siklus I siklus II. Pada siklus I siswa belum terbiasa dengan pembelajaran menggunakan metode “demensi”(demonstrasi, eksperimen dan diskusi). Siswa masih tampak bingung ketika melaksanakan aktivitas diskusi dan percobaan mengenai pesawat sederhana. Aktivitas siswa pada pembelajaran siklus IIsudah mengalami peningkatan, hal ini ini dapat dilihat dari perolehan skor yang mengalami peningkatan pada siklus II. Antusias siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran semakin meningkat. Siswa terlihat semakin aktif dalam kegiatan tanya jawab, ada kegiatan diskusi keberanian siswa untuk mengutarakan pendapat juga mengalami peningkatan. Siswa sudah lebih terampil dalam melaksanakan eksperimen. Skor yang diperoleh oleh guru dalam pembelajaran pada siklus I adalah 14 dengan kriteria baik, sedangkanpada siklus II memperoleh skor 15 dengan kriteria sangat baik. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi) mengalami peningkatan pada siklus II. Pada siklus I, aktivitas guru dalam pembelajaran sudah baik, namun masih ada yang perlu ditingkatkan yaitu pada aktivitas membimbing siswa dalam menyimpulkan dan menyusun laporan hasil percobaan. Aktivitas guru dalam pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan. Pada kegiatan membimbing siswa dilakukan guru dengan baik sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Hasil belajar IPA dengan materi pesawat sederhana dari pra siklus ke siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Hasil belajar pra siklus rata-rata 64,33 dengan ketuntasan belajar individu yang diperoleh adalah 36,67% dengan jumlah siswa tuntas sebanyak 6 siswa. Untuk siklus I rata-rata hasil belajar adalah 72,17 dengan ketuntasan belajar individual 53,33% dengan jumlah siswa tuntas 8 siswa. Sedangkan untuk siklus II hasil belajar adalah 80,00 dengan ketuntasan belajar individual yang diperoleh siswa 83,33% dengan jumlah siswa tuntas 13 siswa. Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar dari siklus I siklus II. Hasil belajar IPA yang diperoleh sudah mencapai target KKM kelas yang ditetapkan yaitu sekurang-kurangnya 80% siswa mengalami ketuntasan belajar Individual sebesar ≥ 71. Hal ini membuktikan bahwa metode “demensi” dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dibuktikan dengan ketuntasan belajar yang dicapai pada siklus II. Peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa dari siklus I sampai siklus II membuktikan bahwa pembelajaran dengan metode “demensi” dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pesawat sederhana.
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan telah terjadi peningkatan berupa aktivitas belajar siswa aktivitas guru dan peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini membuktikan bahwa metode “demensi” sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran terutama dalam mata pelajaran IPA karena dapat memaksimalkan proses
Sri Wahyuni, Peningkatan Pemahaman Konsep...................................................... 453 pembelajaran. aktivitas belajar siswa masih kurang ketika belum menggunakan metode “demensi”(demonstrasi, eksperimen dan diskusi). Setelah pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode tersebut terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa. Siswa lebih percaya diri dalam berkomunikasi sehingga aktivitas tanya jawab dan kerjasama menjadi lebih baik, karena kerjasama sangat diperlukan untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi.Menurut Muhibbin Syah (2000: 22) Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan Melalui metode demensi demonstrasi eksperimen dan diskusi kemampuan dan kreativitas guru dalam pembelajaran mengalami peningkatan, diantaranya adalah kemampuan guru dalam menciptakan suasana kelas yang lebih menyenangkan, sehingga siswa tidak akan merasa bosan selama pembelajaran berlangsung. Peningkatan aktivitas dan kreativitas guru dapat memacu siswa agar lebih kreatif dalam proses pembelajaran sehingga suasana kelas akan lebih hidup dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara maksimalhasil belajar siswa juga meningkat Setelah pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode “demensi”(demonstrasi, eksperimen dan diskusi).Hal ini dikarenakan semangat siswa mulai terpacu untuk lebih aktif dalam belajar.
## Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep pesawat sederhana dalam mata pelajaran IPA melalui metode “demensi”(demonstrasi, eksperimen dan diskusi) di kelas V SD Negeri Gupit 02 Kecamatan Nguter, peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi) dapat meningkatkan aktivitas dan minat belajar siswa dalam pembelajaran IPA, metode tersebut juga dapat meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dan guru dari siklus I hingga siklus II. Peningkatan aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran IPA melalui metode “demensi”(demonstrasi, eksperimen dan diskusi) menyebabkan peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep pesawat sederhana, sehingga prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA juga mengalami peningkatan sesuai dengan harapan Guru dan Orang Tua. Implikasi dalam hasil penelitian ini adalah guru yang sedang mengajar cari temukan dan terapkan teknik atau cara serta media yang dapat membantu siswa lebih mudah memahami materi pelajaran dan tumbukan semangat belajar yang tinggi pada siswa sehingga materi yang disampaikan guru dapat dimengerti dan dipahami dengan baik.
Saran yang dapat peneliti sampaikan setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran antara lain penggunaan metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi) dapat meningkatkan aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran IPA, maka disarankan bagi guru untuk menggunakan metode tersebut agar aktivitas belajar siswa dapat meningkat. Dengan menggunakan metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi) hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dapat meningkat, Tidak ada salahnya untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran lain disarankan untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, salah satunya adalah model pembelajaran kontekstual yang menerapkan metode “demensi” (demonstrasi, eksperimen dan diskusi). Kepala sekolah memberikan motivasi dan fasilitas kepada para guru yang ada di sekolahnya untuk berkompetisi dalam meningkatkan kemampuan dirinya dalam
454 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 3, NOPEMBER 2021
melaksanakan pembelajaran yang inovatif, sehingga berakibat pada meningkatnya prestasi para siswa dan prestasi sekolah
Daftar Rujukan
Alipandie, Imansyah. (1984). Didaktik Metodik Pendidikan . Surabaya: Usaha. Nasional. Amri, S. dan Ahmadi K. I. (2010). Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif . Dalam Kelas. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya Aqib, Zainal. (2016). Penelitian Tindakan Kelas Beserta Sistematika Proposal dan.
Laporannya . Jakarta: Bumi Aksara. Fartati. 2(013).Penerapan Metode Demonstrasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Penyebab Benda Bergerak Di Kelas II SD No. 1 Polanto Jaya. Jurnal Kreatif Tadulako Online Volume 3(4).
Hasibuan, N. (2013). Kriteria Pemilihan Metode Mengajar dalam Kegiatan Pembelajaran. http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/taalum/article/view/541 : ta’allum volume 01.
Irham Falahudin. 2013. Penerapan Metode Simulasi Tentang Perkembangbiakan Vegetatif Buatan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah Pangeran Aji Kabupaten Oku Timur.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tadib
J.J.Hasibuan dan Moedjiono. (2008). Proses Belajar Mengajar . Bandung : PT. Remaja Rosdakara La Iru dan La Ode Safiun Arihi. (2012). Analisis Penerapan: Pendekatan, Metode,. Strategi, dan Model-Model Pembelajaran . Yogyakarta: Multi Presindo Muhibbin, Syah. (2000). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru . Bandung: Remaja Rosdakarya Ramayulis. (2005). Metodologi Pendidikan Agama Islam . Jakarta: Kalam Mulia Samatowa, Usman. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar . Jakarta: PT Indeks Somantri, (2014). Penerapan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar . Suharsimi. Arikunto, (2009). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktis . Jakarta: Rineka Cipta
Sunaryo (2011). Pengaruh Metode Simulasi dan Motivasi Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV SD Negeri 2 Lugosobo Gebang Purworejo tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Profesi Pendidik Volume 2 (1) Suwarto, S. (2009). Pengembangan tes dan analisis hasil tes yang terintegrasi dalam program komputer. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 13 (1), 40-56. Suwarto, S. (2017). Pengembangan tes ilmu pengetahuan alam terkomputerisasi. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 21 (2), 153-161. Syaiful Bahri Djamarah, Aswan zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Trianto, (2007). Model-model Pembelajaran iInovatif berorientasi kontruktivistik . Jakarta: Prestasi Pustaka. Yety Purnawirawanti. (2013). Pendekatan Kontekstual Melalui Metode Demonstrasi dan Simulasi dalam Pembelajaran IPA ditinjau dari Kecerdasan Spasial dan Interaksi Sosial Siswa. Jurnal Inkuiri , Volume 2 (1)
|
4e64d56f-94a9-4c08-8ae0-9d1eb3e5a91f | https://jurnal.batan.go.id/index.php/urania/article/download/2464/2258 |
## PENENTUAN KANDUNGAN ISOTOP
235 U DALAM PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 UNTUK PERHITUNGAN BURN-UP
## Boybul, Yanlinastuti, Sutri Indaryati, Iis Haryati, Arif Nugroho
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, 15314 e-mail: [email protected]
(Naskah diterima : 18-082015, Naskah direvisi: 14-09-2015, Naskah disetujui: 21-09-2015)
## ABSTRAK
PENENTUAN KANDUNGAN ISOTOP 235 U DALAM PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 UNTUK PERHITUNGAN BURN-UP . Pemisahan 235 U telah dilakukan di dalam larutan pada bagian atas dari PEB U 3 Si 2 -Al tingkat muat uranium (TMU) 2,96 gU/cm 3 . PEB U 3 Si 2 -Al bagian atas dipotong menjadi tiga bagian (Triplo) dengan kode T 1 , T 2 dan T 3 . Berat masing- masing PEB U 3 Si 2 -Al dengan kode T 1 = 0,095 g, T 2 = 0,086 g dan T 3 = 0,087 g kemudian dilarutkan menggunakan HCl dan HNO 3 di dalam hotcell . Penelitian ini berujuan untuk mengetahui kandungan isotop 235 U dalam larutan PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi dan selanjutnya digunakanuntuk perhitungan burn-up . Pemisahan isotop 235 U dalam larutan PEB U 3 Si 2 -Al dilakukan dengan metode kolom penukar anion menggunakan resin Dowex 1x8. Larutan dipipet sebanyak 100 µL, kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang berisi resin Dowex dengan berat 1,2 g. Hasil efluen U di dalam kolom dielusi menggunakan HCl 0,1 M, kemudian dikisatkan dan dikenakan proses elektrodiposisi dan selanjutnya dianalisis menggunakan spektrometer- α. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan isotop 235 U diperoleh sebesar T 1 = 0,03665 g/g PEB, T 2 = 0,003468 g/g PEB dan T 3 = 0,03208 g/g PEB dengan recovery pemisahan 63,71%. Kandungan isotop 235 U yang diperoleh dari hasil pemisahan digunakan untuk perhitungan burn-up. Hasil perhitungan burn-up PEB U 3 Si 2 – Al bagian atas (T 1 , T 2 dan T 3 ) diperoleh masing-masing sebesar 43,31 %, 45,41 % dan 49,48 % atau dengan burn-up rerata sebesar 45,75 %. Data ini lebih kecil dibandingkan dengan data burn-up PEB U 3 Si 2 -Al potongan bagian tengah sebesar 50,69 % yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun data ini belum dapat digunakan sebagai masukan kepada reaktor, karena harus dilengkapi dengan data burn-up PEB U 3 Si 2 -Al potongan bagian bawah . Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya akan dilakukan perhitungan burn-up PEB U 3 Si 2 -Al potongan bagian bawah.
Kata kunci: PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi, top , 235 U, penukar anion dan burn-up.
## ABSTRACT
DETERMINATION OF CONTENT OF ISOTOPE 235 U IN PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2.96 gU/cm 3 FOR THE CALCULATION OF BURN-UP . 235 U separation has been carried out in the solution of PEB U 3 Si 2 - Al with loading of uranium (TMU) 2.96 gU/cm 3 at the Top. Top of PEB U 3 Si 2 -Al cut into three sections (triplo) with code T 1 , T 2 and T 3 . Weight of each PEB code T 1 = 0.095 g, T 2 = 0.086 g and T 3 = 0.087 g and dissolved using HCl and HNO 3 in hotcell. The purpose of this study was to determine the content of the isotope 235 U in the solution PEB U 3 Si 2 -Al post-irradiation and subsequently used for the calculation of burn-up. 235 U isotope separation in the solution PEB U 3 Si 2 - Al was conducted using an anion exchange column method using Dowex1x8 resin. Pipette solution of 100 mL, and then put into a column containing Dowex resin with a weight of 1.2 g. U effluent results in the column was eluted using 0.1 M HCl, then dried and conducted electro- deposition process and then analyzed using a spectrometer- α. The analysis showed that the content of the isotope 235 U obtained at T 1 = 0.03665 g/g PEB, T 2 = 0.003468 g/g PEB and T 3 = 0.03208 g/g PEB with separation recovery of 63.71 %. The content of isotope 235 U obtained is used for the calculation of burn-up. burn-up calculation results of PEB U 3 Si 2 -Al of Top section (T 1 , T 2 and T 3 ) were obtained respectively by 43.31 %, 49.48 % and 45.41 % or burn-up an average of 45.75 %. This data is smaller than a data burn-up of PEB U 3 Si 2 -Al of middle section of 50.69 % conducted by previous researchers. However, this data can not be used as an input to the reactor, due to should be equipped with a data burn-up of PEB U 3 Si 2 -Al of bottom section. Therefore, in the nextstudies will be conducted calculation of burn-up PEB U 3 Si 2 -Al of bottom section .
Keywords : PEB U 3 Si 2 -Al post-irradiation, top, 235 U, anion exchanger and burn-up.
Penentuan Kandungan Isotop 235 U Dalam PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 Untuk Perhitungan burn-up
## PENDAHULUAN
Peningkatan distribusi temperatur di dalam bahan bakar U 3 Si 2 -Al rata-rata sebesar 120 o C menjadi 170 o C, hal ini menyebabkan terjadinya hot spot pada posisi tertentu di dalam bahan bakar [1] . Peningkatan distribusi temperatur disebabkan oleh radiasi yang terkorelasi dengan lamanya bahan bakar di dalam reaktor dengan burn-up tertentu sehingga kandungan hasil fisi dan unsur bermassa berat (heavy element , HE) dalam
bahan bakar meningkat. Fenomena ini terjadi karena adanya reaksi fisi 235 U dengan neutron di dalam teras reaktor dengan burn- up tertentu. burn-up merupakan persentase atau fraksi atom fisil 235 U yang terbakar (%) yang dihasilkan dari proses reaksi fisi 235 U dengan neutron. Isotop hasil fisi dan HE umumnya sebagai pemancar radiasi α, β dan . Untuk mendapatkan kandungan isotop hasil fisi secara kuantitatif dan akurat terlebih dahulu harus dilakukan pemisahan secara radio-kimia. Pemisahan tersebut juga bertujuan agar hasil fisi dengan HE pada saat pengukuran tidak saling mempengaruhi atau saling mengganggu. Hasil pemisahan isotop hasil fisi ( 137 Cs) dengan HE (U,Pu), selanjutnya dapat dianalisis dengan menggunakan alat spektometer- α ataupun spektometer- [2] . PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,9 gU/cm 3 setelah diiradiasi di reaktor dengan burn-up tertentu, kemudian dikirim ke hotcell IRM – PTBBN-BATAN untuk dilakukan pengujian PIE, diantaranya adalah penentuan burn-up mutlak. Analisis burn-up mutlak dilakukan menggunakan metode merusak secara radiokimia dengan
tujuan
untuk membuktikan kandungan atom 235 U yang telah terbakar atau isotop 235 U sisa serta kandungan atom isotop hasil fisi yang terbentuk setelah bahan bakar tersebut mencapai burn-up sebesar 50,06 % atau besaran yang telah ditetapkan melalui perhitungan program Origen Code [3] .
Di beberapa negara perhitungan burn-up secara radiokimia dilakukan oleh
para peneliti bahan bakar menggunakan beberapa isotop hasil fisi sebagai monitor burn-up . Di Korea analisis burn-up menggu- nakanisotop Nd, U dan Pu sebagai monitor burn-up , di Chili menggunakan isotop 95 Zr dan di India maupun Amerika menggunakan isotop Cs, U dan Pu sebagai monitor burn- up [4] . Pada tulisan ini PTBBN-BATAN akan menggunakan isotop U untuk perhitungan burn-up bahan bakar PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi, hal ini sesuai dengan yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang didukung oleh ASTM [5] .
Metode yang dapat digunakan untuk memungut uranium dalam PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi antara lain adalah metode ekstraksi menggunakan TBP/OK dan metode kolom penukar anion menggunakan resin Dowex 1x8 mengikuti ASTM C 1001 [6,7]. Namun, pemisahan 235 U dengan menggunakan metode ekstraksi belum menunjukkan hasil yang baik karena masih diperoleh besar pemisahan 235 U yang kecil yaitu sebesar 28,03 ± 5,33 % [8] . Sementara itu, dengan metode kolom penukar anion menggunakan resin Dowex 1x8 diperoleh besar pemisahan isotop 235 U sebesar 65,55 ± 0,1 % [9] . Pada penelitian ini untuk memisahkan unsur berat U dengan Pu digunakan metode kolom penukar anoin dengan penambahan resin Dowex 1x8 sebanyak 1,2 gram sesuai dengan metode ASTM C1411-01.
Sebelum melakukan pemisahan 235 U dengan 239 Pu dalam larutan PEB U 3 Si 2 -Al pascairadiasi, terlebih dahulu dilakukan proses validasi metode pemisahan dengan menggunakan metode kolom penukar anion. Validasi metode pemisahan isotop 235 U dilakukan dengan menggunakan standar U 3 O 8 dengan pengkayaan 20 % yang mengandung isotop ( 235 U = 19,11 %,
234 U = 0,123 %, 238 U = 79,85 % dan
236 U = 0,210 %) dan untuk isotop 239 Pu dilakukan dengan menggunakan standar isotop 242 Pu. Setelah diperoleh metode yang valid dengan para-meter pemisahan yang optimal, selanjutnya dilakukan pemisahan
dan analisis isotop 235 U dan 239 Pu di dalam
larutan PEB U 3 Si 2 -Al
pascairadiasi.
Kandungan
isotop 235 U, selanjutnya digunakan untuk perhitungan burn-up bahan bakar PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi [10] .
## METODOLOGI
## a. Preparasi Sampel
Ruang lingkup penelitian diawali dengan melakukan penentuan recovery pemisahan 235 U dan 239 Pu menggunakan kolom penukar anoin, pemotongan sampel PEB U 3 Si 2 -Al bagian atas secara Triplo (T 1 , T 2 dan T 3 ), pelarutan menggunakan HCl 6 M dan HNO 3 M sehingga diperoleh larutan T 1 , T 2 dan T 3 masing-masing 25 mL. Untuk menghindari paparan radiasi dilakukan pencuplikan sampel larutan T 1 , T 2 dan T 3 sebanyak 1 mL dan diencerkan menjadi 10 mL. Untuk pemisahan hasil fisi 137 Cs dengan 235 U dalam larutan T 1 , T 2 dan T 3 volume umpan yang digunakan sebesar 150 µL. Pemisahan 137 Cs dalam sampel larutan
T 1 , T 2 dan
T 3 dilakukan menggunakan metode penukar kation dengan penambahan zeolit Lampung sebanyak 700 mg. Hasil pemisahan diperoleh 137 Cs dalam fasa padat dan 235 U, 239 Pu dalam fasa cair atau larutan, selanjutnya dilakukan pemisahan 235 U dalam larutan menggunakan metode kolom penukar anion dengan penambahan resin Dowex 1x8. Pemilihan resin Dowex 1x8 sebagai bahan penukar ion didasarkan kepada prosedur ASTM C1411-01 dan ASTM C1415-01. Efluen isotop 235 U yang keluar dari kolom dikenakan proses elektrodeposisi untuk selanjutnya dilakukan pengukuran dengan spektrometer- α.
Kandungan isotop 235 U digunakan untuk perhitungan burn-up PEB U 3 Si 2 - Al TMU 2,96 gU/cm 3 bagian atas [15,16] .
b. Perhitungan burn-up mutlak PEB U 3 Si 2 - Al TMU 2,96 gU/cm 3 pasca iradiasi.
Kandungan isotop-isotop di dalam 150 µL larutan bahan bakar PEB U 3 Si 2 -Al kemudian dikonversikan terhadap berat PEB U 3 Si 2 -Al dengan kode T 1 , T 2 dan T 3 atau di dalam 25 mL, sehingga diperoleh berat (jumlah) isotop U dalam berat tertentu di dalam sampel PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi [19] . Dalam perhitungan burn-up bahan bakar yang harus diketahui adalah kandungan isotop 235 U mula-mula (U 0 ), 235 U sisa atau isotop 235 U yang terbakar dalam reaktor (U i ) menjadi isotop 137 Cs atau 239 Pu secara kuantitatif. Kandungan isotop ini, selanjutnya digunakan untuk perhitungan burn-up dengan rumusan [18] :
dengan: BU : burn-up U o : Jumlah atom 235 U awal U i : Jumlah atom 235 U yang tersisa atau U i : Jumlah atom 235 U awal – jumlah atom 235 U yang terbakar menjadi 137 Cs dan 239 Pu
## HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Recovery pemisahan standar 235 U dan 242 Pu
Hasil penentuan recovery
pemisahan isotop 235 U dan 242 Pu dengan metode kolom penukar anion diperoleh kandungan isotop 242 Pu dalam 50 μL sebesar 0,00069 µg dengan aktivitas 0,1003 Bq, sedangkan nilai dari sertifikat kandungan isotop 242 Pu didalam 50 μL standar 242 Pu sebesar 0,00106 µg dengan aktivitas 0,154 Bq. Perbandingan
kandungan antara isotop 242 Pu dari hasil pengukuran dengan isotop 242 Pu dari sertifikat diperoleh recovery pemisahan sebesar 65,11 %. Sementara itu, hasil recovery pemisahan isotop 235 U dengan metode kolom penukar anion diperoleh sebesar 63,71 %. Hasil ini menunjukkan bahwa proses pemisahan isotop 242 Pu maupun 235 U menggunakan kolom penukar
Penentuan Kandungan Isotop 235 U Dalam PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 Untuk Perhitungan burn-up
(Boybul, Yanlinastuti, Sutri Indaryati, Iis Haryati, Arif Nugroho)
ion belum diperoleh hasil yang maksimal, karena diperoleh recovery analisis hanya sebesar 65,11 % untuk isotop 242 Pu dan
63,71 % untuk isotop 235 U seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis standar isotop 242 Pu dan 235 U secara kolom penukar anion. Isotop Cps Aktivitas (Bq) N jumlah atom 242 Pu Kandungan isotop Sertifikat (µg) Kandungan isotop pengukuran (µg) Recovery (%) 242 Pu 0,0285 0,1003 1.72 E+12 0,0011 0,00069 65,11 235 U 0,0442 0,2032 6.51 E+15 3,9888 2,5413 63,71
Hasil pengukuran isotop 235 U dan 239 Pu sebelum ditambah resin Dowex 1x8 diperoleh 2 (dua) spektrum isotop Pu yaitu
239 Pu (E α= 5,155 MeV), 238 Pu
(E α = 5,486 MeV), selain isotop Pu diperoleh juga 3 (tiga) spektrum isotop-U yaitu 238 U (E α = 4,194 MeV), 235 U (E α= 4,397 MeV), dan isotop 234 U (E α= 4,777 MeV) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Dari spektrum yang ditunjukkan pada Gambar 2dapat diketahui kandungan isotopU dan Pu dalam PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi dengan cara menghitung luas spektrumnya masing-masing. Hasil kandungan isotop U dan Pu dalam larutan larutan PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi sebelum dilakukan pemisahan dengan
penambahan resin Dowex ditunjukkan pada Tabel 2.
Gambar 2. Spektrum isotop Pu ( 239 Pu dan 238 Pu) dan isotop-U ( 234 U, 235 U, dan 238 U) sebelum dilakukan pemisahan dengan resin penukar anion
Tabel 2. Kandungan isotop U dan Pu dalam larutan sebelum dilakukan pemisahan dengan resin
Sampel Kandungan isotop dalam sampel uji (µg) Kandungan isotop dalam 1 g PEB (g/g) 235 U 239 Pu 238 Pu 235 U 239 Pu 238 Pu T 1 5378,06 0,5409 0,2526 0,0664 6,68E-06 3,12E-06 T 2 4908,08 0,6127 0,2122 0,0564 7,04E-06 2,44E-06 T 3 4405,48 0,4435 0,2081 0,0506 5,10E-06 2,39E-06
Hasil pengukuran isotop tersebut belum sempurna karena isotop U dan Pu dalam larutan masih ada faktor pengganggu atau saling mempengaruhi pada saat proses pemisahan dilakukan. Penganggu tersebut dimulai dari proses elektrodeposisi sampai dengan pengukuran isotop dengan spektrometer- α. Pengaruh terhadap hasil cacahan tidak hanya disebabkan oleh saling mempengaruhi antara isotop U dan Pu tetapi juga disebabkan oleh unsur lain yang terdapat dalam larutan pasca iradiasi. Adanya isotop atau unsur pengotor tersebut dapat
menyebabkan hasil proses elektrodeposisi isotop U dan Pu pada planset menjadi tebal dan bukan merupakan lapisan tipis seperti yang dikehendaki. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap pencacahan dengan spektrometer- α yang mengakibatkan hasil cacahan isotop akan menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemisahan isotop- isotop tersebut sebelum dilakukan proses elektrodeposisi dan sebelum dilakukan pengukuran dengan spektrometer- α.
Hasil analisis isotop Pu dalam larutan PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi hasil
pemisahan dengan menggunakan resin kolom penukar anion ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis elusi Pumenggunakan eluen HCl 0,36M dan HF 0,01M Sampel Kandungan isotop dalam sampel (µg) Kand isotop dalam 1 g PEB (g) 235 U 239 Pu 238 Pu 235 U 239 Pu 238 Pu T 1 7,07 0,86 0,0023 0,0001 1,05E-05 2,88E-08 T 2 0,00 0,75 0,0012 0,0000 8,67E-06 1,39E-08 T 3 0,00 0,64 0,0014 0,0000 7,37E-06 1,61E-08
Tabel 3 yang memuat hasil analisis elusi Pu menunjukkan bahwa kandungan isotop Pu setelah dilakukan proses pemi- sahan dengan resin penukar anion mempe- roleh hasil yang lebih besar jika dibandingkan dengan pengukuran langsung (tanpa dilakukan pemisahan) seperti terlihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh isotop uranium dan unsurlain sudah tidak ada. Fenomena ini dibuktikan dengan hasil analisis kandungan isotop uranium dalam efluen Pu sangat kecil, bahkan pada sampel T 2 dan T 3 kandungan isotop 235 U tidak terdeteksi seperti terlihat pada Gambar 3.
Dari data Tabel 3 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa pemisahan isotop Pu dari isotop uranium dan unsur pengotor lainnya dengan metode resin penukar anion menggunakan resin Dowex 1x8 sudah menunjukkan hasil yang baik.
Gambar 3. . Spektrum efluen isotop Pu dengan eluen HCl 0,36M dan
HF 0,01M
Hasil analisis isotop U yang terdapat di dalam larutan PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi sebagai hasil pemisahan dengan resin kolom penukar anion ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 4.
Tabel 4. Kandungan isotop U hasil pemisahan dengan resin dengan eluen HCl 0,1M
Sampel Kandungan isotop dlm sampel (µg) Kand isotop dlm 1 g PEB (g/g) 235 U 239 Pu 238 Pu 235 U 239 Pu 238 Pu T1 1891,22 0,00 0,0000 0.0233 0,00 0,00 T2 1922,13 0,06 0.0003 0.0221 6.84E-07 3.99E-09 T3 1778,95 0,04 0.0002 0.0204 4.68E-07 1.91E-09
Gambar 4. Spektrum hasil elusi isotop U dengan eluen HCl 0,1M
Hasil perhitungan burn-up secara radiokimia (cara merusak) PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 pasca iradiasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Penentuan Kandungan Isotop 235 U Dalam PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 Untuk Perhitungan burn-up
(Boybul, Yanlinastuti, Sutri Indaryati, Iis Haryati, Arif Nugroho)
Tabel 5. Perhitungan burn-up untuk PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 bagian atas Kode Sampel Berat Sampel (g) Berat . 235 U- Awal, Uo (g/g PEB) Berat 235 U- Hasil uji, Ui (g/g PEB) Burn-up , Uo-Ui/Uo (%) T 1 0,095 0,063529 0,03665 43,31 T 2 0,081 0,063529 0,03468 45,41 T 3 0,087 0,063529 0,03209 49,48
Dari Tabel 4 terlihat bahwa nilai burn-up rerata untuk PEB U 3 Si 2 -Al TMU
2,96 gU/cm 3 bagian atas diperoleh sebesar 45,75 %. Hasil perhitungan burn-up ini mengabaikan faktor-faktor yang berpenga- ruh antara lain faktor pada saat fabrikasi, pada saat di radiasi di reaktor maupun faktor waktu tinggal di hotcell IRM selama ± 18 tahun. Namun untuk mendapatkan nilai burn-up PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3
TMU
2,96 gU/cm 3 , harus dilakukan perhitungan nilai burn-up PEB U 3 Si 2 -Al TMU
2,96 gU/cm 3 bagian tengah dan bawah, kemudian masing-masing nilai burn-up PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 bagian atas, tengah dan bawah direratakan, sehingga diperoleh nilai burn-up yang sebenarnya. Besaran burn-up PEB U 3 Si 2 -Al TMU
2,96 gU/cm 3 bagian atas sebesar 45,75 % lebih kecil bila dibandingankan dengan burn- up bagian tengah yang diperoleh sebesar
51,69 % pada penelitian sebelumnya [19] .
## SIMPULAN
Hasil pemisahan 235 U
yang terdapatdi dalam larutanPEBU 3 Si 2 -Al tingkat muat uranium (TMU) 2,96 gU/cm 3 pada bagian atasdiperoleh kandungan
235 U sebesar T 1 = 0,03665 g/g PEB, T 2 = 0,003468 g/g PEB dan T 3 = 0,03208 g/g PEB dengan r ecovery pemisahan sebesar 63,71 %. Dari data kandungan 235 U, kemudian dilakukan perhitungan burn-up sehingga diperoleh burn-up EBU 3 Si 2 -Al bagian atas (T 1 , T 2 dan T 3 ) masing masing sebesar 43,31 %, 45,41 % dan 49,48 % atau dengan burn-up rerata sebesar 45,75 %. Data ini lebih kecil dibandingkan dengan data burn-up PEB U 3 Si 2 -Al potongan bagian tengah sebesar 50,69 % yang dilakukan
oleh peneliti sebelumnya. Namun data ini belum dapat digunakan sebagai masukan kepada reaktor, karena harus dilengkapi dengan data burn-up PEB U 3 Si 2 -Al potongan bagian bawah . Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya akan dilakukan perhitungan burn-up PEB U 3 Si 2 -Al potongan bagian bawah.
## SARAN
Proses pemisahan 235 U dan 239 Pu dalam larutan PEB U 3 Si 2 -Al pasca iradiasi dengan metode kolom penukar anion masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama aspek pengukuran radioaktifitas dan parameter yang digunakan dalam proses, agar diperoleh recovery lebih besar serta hasil pemisahan dan pengukuran isotop 235 U dan 239 Pu yang akurat.
## UCAP AN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Ir. Aslina Br. Ginting, dan rekan- rekan Kelompok Fisiko Kimia Bidang Uji Radiometalurgi yang telah membantu penelitian ini sehingga makalah ini dapat terwujud.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] I. P. HASTUTI, T. M. SEMBIRING, SUPARJO, SUWARDI, (2010). LAK Insersi Elemen Bakar Uji Silisida 3 pelat Tingkat Muat 4,8 dan 5,8 gU/cm 3 di Teras RSG-GAS, PRSG-BATAN.
[2] W. SUSETYO, (1988), Spektrometer Gamma dan Alpha, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
[3] ANONIM, (2013), Laporan Analisis Keselamatan, Pusat Reaktor Serba Guna - BATAN.
[4] R.I.Dobrin, T.Craciunescu, M Pave- lescu, (2010), Candu and Triga Fuel Burn-up Determination Using Axial and Tomographic Gamma
Scanning ,
Institute for Nuclear Research Pitesti,
P.O.Box 78, Campului Str 1, Mioveni, Rumania, November 4.
[5] American Stadard Test Methods, ASTM-E 692-00, (2000), Standard Test Methods for Determining the Content of Cesium-137 in Irradiation Nuclear Fuels
by High Resolution Gamma-ray Spectral Analysis , Standard Test Method for
Nuclear Material, USA,Vol.12.1 (2000).
[6] A.Br. Ginting, dkk (2012), Pemisahan dan Analisis Radionuklida 137 Cs di
Dalam PEB U 3 Si 2 -Al Tingkat Muat Uranium 2,96 g/cm3 Pasca Iradiasi, Jurnal Teknologi Bahan Nuklir,Volume 8 No.1 .
[7] American Standar Test Methods,
(1992), Standar Practice for The Ion Exchange Separation of Uranium and Plutonium Prior to Isotopic Analysis :
ASTM No C-1411-01.Vol. 12.01 .
[8] American Standar Test Methods,
(1992), Standar Test Methods for 238 Pu
Isotopic Abundance By Alpha Spectrometry , ASTM No C- 1415-01. Vol. 12.1 .
[9] Boybul, (2015), Penentuan Kandungan Isotop 137 Cs, 239 Pu Dan 235 U Dalam PEB U 3 Si 2 -Al Pasca Iradiasi Untuk Perhitungan burn-up, Prensentasi
Peneliti Madya, Pusat Teknologi Bahan
Bakar Nuklir, Serpong 21 September 2015.
[10] A.Br. Ginting, (2011), Analisis Isotop Transuranium dalam Bahan Bakar
U 3 Si 2 -Al Pasca Iradiasi Menggunakan Spektrometer Alpha , URANIA, Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir, Vol. 17 No.2, Juni 2011, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -BATAN.
[11] A. H. Orabi, (2013), Determination of
Uranium After Separation Using Solvent
Extrction from Slightly Nitric Acid
Solution and Spectrophotometric Detection , Journal of Radiation Research and Applied Sciences, Volume 6, Issue 2, October 2013, page 1-10.
[12] K. Sawada, Y. Enokida, M. Kamiya, T. Koyama, And K. Aoki, (2009), Distribution Coefficientsof U(VI), Nitric Acid and FP Elements in Extraction from Concentrated Aqueous Solutions of Nitrates by 30 % Tri-n- butylphosphate Solution, Journal of Nuclear Science and Technology, Vol. 46, No.1, Japan.
[13] K. V. Chetty, P. M. Mapara, A. G. Godbbole, R.Swaup, (1997), Effect of Mixed Solvent Media on The Sorption and Separation of Uranium and
Plutonium on Macroporous Resins , Fuel Chemestry Division Bhabha
Atomic Research Center, Trombay,
Bombay 400-085, India.
[14] M. H. Lee, C. J. Kim, B. H. Boo, (2000), Electrodeposition of Alpha-emitting
Nuclides from Ammonium Oxalate- Ammonium Sulfate Electrolyte , Bull. Korean Chem. Soc. Vol 21 No. 2, page 175.
[15] A. Br. Ginting, D. Anggraini, A.Nugroho, ( 2011), Pengaruh Pe-nambahan Zeolit
Terhadap Pemisahan Isotop 137 Cs dalam Pelat Elemen Bakar U 3 Si 2 -Al Pasca Iradiasi, Jurnal Teknologi Bahan Buklir- PTBN-BATAN, Vol. 7, No. 2,
Juni.
[16] A. Nugroho, Boybul, A. Br. Ginting, (2014), Pemungutan Isotop Hasil Fisi 137 Cs Dan Unsur Bermassa Berat Dari
Bahan Bakar U 3 Si 2 -Al Pasca Iradiasi,
Jurnal Teknologi Bahan Nuklir, Vol. 10, No.1, Juni 2014, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN.
[17] S. Amini, D. Anggraini, Y. Nampira, Rosika, Noviarti, Dan A. Nugroho, (2003) Keselektifan Zeolit Lampung
Penentuan Kandungan Isotop 235 U Dalam PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 Untuk Perhitungan burn-up
(Boybul, Yanlinastuti, Sutri Indaryati, Iis Haryati, Arif Nugroho)
Terhadap Kation-kation Matrik Hasil Fisi Uranium, Jurnal Zeolit Indonesia, ISSN1411-6723, Vol 2, No. 1 9-14.
[18] C. Pereda, C. Henriquez, J. Medel, J. Klein, G. Navaro, (2002), Zr-95 Fuel burn-up Measurement using Gamma Spectrometry Technique , Commision Chilena de Energia, Santiago de Chile, Chile, Universidad Diego Portales, Escuela de Ingenieria, Santiago de Chile, Chile.
[19] A. Br. Ginting, dkk, (2015), Penentuan burn-up mutlak PEB U 3 Si 2 -Al TMU 2,96 gU/cm 3 pasca iradiasi , Jurnal Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Vol.11. No.2 Edisi Juni 2015, hal 83-92, ISSN 1907-2625, No.
Akreditasi: 616/AU3/P2MI-
LIPI/03/203, Masa berlaku hingga April
2018 .
|
7f6f253b-6c96-4e3b-83f7-b9a77ee8aa45 | http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp/article/download/850/732 | Meningkatkan Hasil Belajar Handstand dalam Pembelajaran Penjasorkes Melalui Media Audio Visual Pada Siswa Kelas XI MM2 SMK N 1 Miri Kabupaten Sragen Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020
## Kusmiyati
Guru Penjasorkes SMKN 1 Miri, Sragen, email: [email protected]
Abstrak: Handstand merupakan salah satu materi senam lantai yang diajarkan di sekolah Menengah Kejuruan. Akan tetapi, kenyataannya dalam proses pembelajaran belum terlaksana secara optimal dikarenakan siswa kurang jelas dalam menerima materi dari guru, dan merasa contoh gerakan yang diberikan terlalu cepat sehingga siswa kesulitan dalam memahami materi. Data dari pengamatan psikomotor diperoleh hasil pada waktu setelah perlakuan mencapai 75% (cukup baik). D a t a hasil pengamatan afektif pada waktu setelah perlakuan mencapai 77% (cukup baik) pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 84% (baik), setelah dianalisis dengan rumus Hake’s Normalized Gain dan mengalami peningkatan sebesar 0,3 dengan kriteria sedang. Dari hasil pemahaman siswa (kognitif) pada siklus I mencapai 79% (kualifikasi cukup) pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 87%% (baik), setelah dianalisis dengan rumus Hake’s Normalized Gain dan mengalami peningkatan sebesar 0,3 dengan kriteria sedang. Berdasarkan dari hasil penelitian diatas, disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar handstand siswa. Oleh karena itu diharapkan bagi guru penjasorkes di SMK Negeri 1 Miri dapat menggunakan media audio visual dalam pembelajaran handstand . Pembelajaran dengan mengunakan media audio visual juga dapat dijadikan alternatif sistem pengajaran agar suasana pembelajaran selalu menyenangkan sesuai tujuan dalam pembelajaran Paikem.
Kata-kata Kunci : Media, Audio Visual, pembelajaran.
Improving Handstand Learning Outcomes in Physical Education Learning Through Audio Visual Media for Class XI MM2 Students of SMK N 1 Miri Sragen Regency Semester 1 Academic Year 2019/2020
## Kusmiyati
Physical Education Teacher at SMKN 1 Miri, Sragen, email: [email protected] Abstract : Handstand is one of the floor exercise materials taught in Vocational High Schools. However, the reality is that the learning process has not been carried out optimally because students are not clear in receiving the material from the teacher, and feel the examples of movements given are too fast so that students have difficulty understanding the material. Data from psychomotor observations obtained results at the time after treatment reached 75% (good enough). Affective observation data at the time after treatment reached 77% (good enough) in cycle II increased to 84% (good), after being analyzed with the formula of Hake's Normalized Gain and an increase of 0.3 with moderate criteria. From the results of students' understanding (cognitive) in cycle I reached 79% (sufficient qualification) in cycle II experienced an increase of 87 %% (good), after being analyzed by the formula of Hake's Normalized Gain and an
Jurnal Pendidikan by http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
increase of 0.3 with moderate Based on the results of the above research, it was concluded that learning using audio-visual media could improve student handstand learning outcomes. Therefore, it is hoped that physical education teachers at SMK Negeri 1 Miri can use audio- visual media in handstand learning. Learning by using audio-visual media can also be used as an alternative learning system so that the learning atmosphere is always enjoyable according to the objectives of Paikem learning.
Keywords : Media, Audio Visual, learning.
## Pendahuluan
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan yang sangat penting yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman dalam belajar melalui aktivitas jasmani yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar ini diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik sekaligus pembentukan pola hidup sehat sepanjang hayat. Upaya untuk mewujudkan tujuan penjasorkes dapat dilakukan dengan menggunakan metode, model dan pendekatan yang sesuai dengan kondisi sekolah yang bersangkutan. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan ialah metode atau pendekatan dalam mengajar penjas di sekolah yang masih monoton sehingga pembelajaran menjadi tidak menarik dan siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Senam ketangkasan merupakan salah satu materi yang diajarkan di SMK Negeri 1 Miri. Hal tersebut sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat pada silabus penjasorkes kelas XI MM 2 semester 1 di SMK tersebut. Salah satu materi senam ketangkasan yang diajarkan di sekolah tersebut ialah pembelajaran hanstand . Handstand merupakan salah satu materi senam yang penguasaan rangkaian keterampilan geraknya dilakukan secara berurutan. Hal ini dikarenakan siswa yang kurang bisa menangkap dengan jelas penjelasan dan contoh yang diberikan oleh guru, sehingga pada saat melakukan masih mengalami kesulitan. Salah satu upaya dalam mengatasi kesulitan tersebut ialah dengan memberikan materi dengan bentuk audio visual dengan tujuan siswa dapat melihat dan mengamati gerak “ handstand ” yang sudah dimodifikasi agar siswa mudah dalam memahami setiap gerakan yang dilakukan. Tampilan audio visual ini dikemas dalam bentuk yang sederhana supaya siswa dapat benar-benar memperhatikan urutan, cara pemanasan, awalan, posisi handstand dan pendaratan yang benar.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penulisan ini dirumuskan sebagai berikut “Apakah pembelajaran handstand menggunakan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar handstand siswa kelas XI SMK Negeri 1 Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2019/2020?” Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pembelajaran hasndstand menggunakan media audio visual dalam meningkatkan hasil belajar guling depan siswa kelas XI SMK Negeri 1 Miri Kabupten Sragen Tahun Pelajaran 2019/2020. Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara saksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan
Kusmiyati, Meningkatkan Hasil Belajar Handstand dalam Pembelajaran ………… .233 perkembangan seluruh ranah jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa (Samsudin, 2008:2). Secara umum tujuan pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan ke dalam empat katagori, yaitu : 1)Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seseorang ( physical fitness ). 2)Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna ( skillful ). 3) Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan mengintrepretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan tanggung jawab siswa. 4) Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat (Adang Suherman, 2000: 22-23). Ruang lingkup mata pelajaran Penjasorkes menurut Sumanto Y (1992: 13) meliputi beberapa aspek, antara lain yaitu permainan dan olahraga (meliputi: olahraga tradisional, permainan eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non lokomotor dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepakbola, bolabasket, bolavoli, tenismeja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan bela diri serta aktivitas lainnya; Aktivitas pengembangan (meliputi mekanika sikap tubuh, dan komponen kebugaran jasmani dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya; Ativitas senam (meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat dan senam lantai serta aktivitas lainnya; Aktivitas ritmik (meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, senam aerobic serta aktivitas lainnya; Aktivitas air (meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya; Pendidikan luar kelas (meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah dan mendaki gunung; Kesehatan (meliputi: penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS, aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri dan secara implisit masuk kedalam semua aspek.
Schmidth (1991) yang dikutip Amung ma’mun (2000:45) menjelaskan bahwa “belajar gerak ialah suatu rangkaian proses yang berhubungan dengan latihan atau pengalaman yang mengarah pada terjadinya perubahan yang relatif permanen dalam kemampuan seseorang untuk menampilkan gerakan-gerakan yang terampil”. Berdasarkan pendapat Schmidth tersebut, maka terdapat tiga hal pokok dalam belajar gerak yaitu meliputi: 1) belajar merupakan proses yang di dalamnya terjadi pemberian latihan atau pengalaman, 2) belajar tidak langsung teramati, 3) perubahan yang terjadi relatif permanen. Peningkatan kemampuan gerak bisa diidentifikasikan dalam bentuk: 1) gerakan bisa dilakukan dengan mekanika tubuh yang makin efisien, 2) gerakan bisa dilakukan semakin lancar dan terkontrol, 3) pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi, dan 4) gerakan semakin bertenaga (Sugiyanto, 1993: 119). Untuk mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses pembelajaran harus ditetapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:42) menjelaskan bahwa, “ Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi perhatian dan motivasi, keaktifan siswa, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan serta perbedaan individual “.
Jurnal Pendidikan by http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
Handstand merupakan salah satu materi senam yang penguasaan rangkaian keterampilan geraknya dilakukan secara berurutan. Biasworo Adisuyanto (2009 : 100-101) berpendapat bahwa keterampilan gerak handstand diperoleh dari berbagai gerak awalan. Beberapa awalan yang dapat menunjang terjadinya gerak akhir handstand bisa diperoleh dari:
Sikap awalan jongkok; Pelaksanaan keterampilan gerak handstand dapat diawali dari sikap jongkok dengan kaki rapat. Diawali dari sikap jongkok, letakkan telapak tangan di depan kaki dan kemudian tolak kedua kaki ke atas. Setelah menolak posisikan kaki agar rapat kemudian secara perlahan diluruskan sekaligus tangan dan bahu mengatur keseimbangan tubuh untuk tidak jatuh.
Gambar 1. Rangkaian keterampilan gerak handstand sikap awal jongkok (sumber: Biasworo Adisuyanto, 2009:101)
Sikap awal berdiri, dengan mengayunkan satu kaki; Keterampilan gerak handstand juga dapat diawali dari sikap berdiri. Posisi tangan di atas lurus dan kemudian diturunkan bersamaan dengan kaki kiri melangkah ke depan. Julurkan telapak tangan hingga ke bawah dan kaki kiri ditekuk. Dorong kaki kiri dan ayunkan kaki kanan hingga lurus ke atas, kemudian kaki kiri menyusul kaki kanan hingga rapat.
Gambar 2. Rangkaian keterampilan gerak handstand sikap awal berdiri dengan mengayunkan satu kaki (sumber: Sumanto Y; Sukiyo , 1992 : 107)
Sikap awal berdiri, dengan mengangkat dua kaki secara bersama-sama (kaki rapat); Keterampilan gerak dasar handstand dengan awalan mengangkat dua kaki secara bersama-sama sering dikenal dengan istilah ( press to handstand ). Gerakan ini lebih sulit dilakukan dari awalan yang sebelumnya karena membutuhkan kekuatan pergelangan tangan, tangan, bahu dan otot perut yang benar-benar kuat. Tanpa ditunjang dengan kekuatan empat komponen tersebut anak didik akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya.
Gambar 3. Rangkaian keterampilan gerak handstand sikap awal berdiri dengan mengangkat dua kaki secara bersama-sama (kaki rapat) (sumber: Biasworo Adisuyanto, 2009:101)
Berguling ke belakang kaki lurus; Pelaksanaan gerak dasar handstand dari awalan roll belakang menyudut membutuhkan kekuatan otot lengan, bahu dan perut serta ketepatan mengatur keseimbangan badan saat melakukan gerak dasar handstand . diawali dari duduk kaki lurus, kemudian berguling ke belakang dengan posisi kaki tetap lurus. Letakkan tangan di samping kepala dengan ujung jari menghadap ke bahu. Ketika ujung kaki telah melampaui kepala, ayunkan kedua kaki secara bersama ke atas diiringi kedua tangan mendorong dengan kuat. Secara otomatis, badan terangkat ke atas. Ketika sudah lurus, kencangkan seluruh tubuh mulai dari tangan sampai dengan ujung kaki sehingga keseimbangan dapat diatasi dengan baik.
Gambar 4. Rangkaian keterampilan gerak handstand berguling ke belakang kaki lurus Berkaitan dengan jenis rangkaian keterampilan gerak handstand yang telah dikemukakan di atas, jenis handstand yang akan dipraktikan dalam penelitian ini adalah handtsand sikap awal berdiri dengan mengayunkan satu kaki. Hal ini dikarenakan handtsand sikap awal berdiri dengan mengayunkan satu kaki lebih mudah
Jurnal Pendidikan by http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
gerakannya dibandingkan dengan ketrampilan gerak handstand dengan awalan yang lain. Selain itu, dalam pembelajaran di tingkat sekolah menengah lanjutan sebagai awal diajarkan handstand sikap awal berdiri dengan mengayunkan satu kaki. Akan tetapi, masih banyak dijumpai siswa yang belum bisa melakukan gerakan dengan baik. Dalam melakukan gerakan handstand ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa, yaitu : 1) Letak kedua tangan dan kepala tida merupakan segitiga sama sisi, 2) Ketika meluruskan kaki ke atas tidak dibantu dengan mendorongkan pinggul ke depan secara perlahan, 3) Pada saat melakukan tangan masih membengkok, tidak sedikit juga yang tangannya gemetaran karena posisi tumpuan yang kurang benar.
Kesalahan-kesalahan tersebut di atas harus dihindari pada saat melakukan gerakan handstand . Salah satu upaya untuk menghindari kesalahan tersebut ialah dengan memberikan bantuan. Cara memberi pertolongan pada siswa yang mengalami kesulitan pada saat melakukan handstand adalah : 1) Berdiri disamping siswa yang akan melakukan.2) Bagi siswa yang kurang kuat dalam menolak, guru bersiap memegangi pinggul dan membantu menarik pinggul perlahan-lahan ke atas belakang pada saat siswa melakukan tolakan.3) Ketika siswa sudah bisa mengayunkan kaki ke atas, guru bersiap menangkap pergelangan kaki atau paha siswa. 4) Membantu meluruskan dan menjaga keseimbangan pada saat kaki berada di atas. Cara memberikan bantuan pada gerakan handstand sangat penting dipahami oleh seorang guru pendidikan jasmani maupun pembantu gerakan handstand . Pemberian bantuan handstand yang benar akan lebih mempermudah seseorang dalam melakukan handstand . Akan tetapi jika pemberian bantuan justru salah maka akan dapat menimbulkan rasa takut dan cidera pada siswa. Pada dasarnya berbagai awalan ketrampilan gerak melakukan handstand membutuhkan adanya kesinambungan gerak dan keseimbangan yang baik agar gerakan terlihat luwes. “Tiga faktor yang harus dipertimbangkan untuk mengerti keseimbangan tubuh manusia: titik berat tubuh, dasar tumpuan dan garis titik berat” (Agus Mahendra, 2000:79). Faktor kelentukan dan kekuatan otot juga mempengaruhi gerak rang kaian handstand. Orang yang memiliki kelentukan tubuh yang baik tentunya akan lebih indah dalam melakukan gerakan senam. Seperti yang dikemukakan Agus Mahendra (2000: 31-32) bahwa “kelentukan dalam senam berkaitan dengan 3 hal, yaitu: (1) jarak yang luas dari kelentukan penting untuk keindahan, irama dan keanggunan gerak. (2) banyak keterampilan senam memerlukan kelentukan derajat tinggi sebelum dapat ditampilkan. Misalnya, guling depan kangkang atau kaki lurus tidak mungkin dilakukan tanpa kelentukan yang baik. (3) kelentukan yang baik akan menurunkan kemungkinan terjadinya cedera dan memperbaiki kesehatan tubuh. Begitu pula siswa harus memiliki dasar kekuatan yang baik guna melakukan gerakan senam. Selain kelentukan dan keseimbangan, kekuatan juga merupakan faktor penunjang utama dalam melakukan gerakan senam. Pemilihan sampel populasi siswa sekolah menengah kejuruan menjadi alternatif bagi penulis. Dari segi usia yang tergolong remaja jelas akan memiliki kekuatan yang lebih baik dari pada anak usia sekolah dasar, karena pada masa remaja (puberitas) latihan kekuatan otot akan lebih produktif. Secara fisik mereka juga lebih siap karena siswa SMK lebih sering di lapangan dari pada siswa SMA yang cenderung melakukan pembelajaran di dalam kelas.
Dengan menggunakan media audio visual pembelajaran akan menjadi lebih menarik karena media audio visual dapat menyampaikan informasi yang dapat didengar (audio) dan
Kusmiyati, Meningkatkan Hasil Belajar Handstand dalam Pembelajaran ………… .237 dapat dilihat (visual) , sehingga dapat mendiskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau suatu prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lengkap dan jelas (Soepartono, 2000:16). Dengan adanya media pembelajaran audio visual yang menampilkan rangkaian gerak handstand mulai dari awalan, sikap inti dan sikap akhir yang berupa tayangan rangkaian gerak secara keseluruhan tentunya siswa akan mempunyai landasan pengetahuan tentang gerak apa yang harus ia lakukan dari awal sampai selesai. Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi materi pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Pemahaman siswa akan lebih baik lagi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan atau mengalami melalui media
## Metode Penelitian
Action research adalah nama yang diberikan kepada suatu aliran dalam penelitian pendidikan. Untuk membedakan dengan action research dalam bidang lain para peneliti pendidikan sering mengunakan istilah “classroom action research” atau “action research”. Action research bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja (Islac, 1994). Dalam penelitian pendidikan action research tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja, melainkan di mana saja guru bekerja atau mengajar. Selain dalam bidang pendidikan, action research juga sering digunakan dalam bidang-bidang lain. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus masing-masing siklus terdiri dari empat kegiatan yaitu: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) Observasi, Evaluasi, dan (d) Refleksi.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelasdengan subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MM2 SMKN 1 Miri yang terdiri dari 36 peserta didik.Adapun obyek penelitian ini adalah media audio visual, hasil belajar peserta didik. Data-data dalam penelitian ini yang akan di kumpulkan bersumber dari sumber data primer yang diperoleh dari siswa melalui tes tertulis dan sumber data sekunder yang diperoleh dari hasil observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui Tes, Observasi dan Dokumentasi.Sedangkan alat pengumpul data dalam PTK ini meliputi Tes, Observasi dan Dokumentasi. Untuk menjamin validitas data dan pertanggungjawaban yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk menarik kesimpulan, maka yang digunakan untuk memeriksa validitas data yaitu, hasil belajar dengan validitas isi dan keaktifan dengan teknik trianggulasi. Dalam penelitian ini terdapat 3 macam data aktifitas belajar yaitu data kondisi awal, data siklus I dan data siklus II. Data hasil belajara berupa data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes kemudian diolah dengan mengunakan deskripsi pesentase. Penelitian Tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan dengan durasi waktu 2 x 40 menit tiap-tiap pertemuan. Adapun prosedur penelitian masing-masing siklus meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi-refleksi. Tahapan tersebut merupakan suatu rangkaian yang berkelanjutan.
## Hasil Penelitian dan Pembahasan
Nilai rata-rata untuk ranah afeksi dengan beberapa penilaian yang telah diamati selama pembelajaran berlangsung, menunjukkan penilaian berkomunikasi memperoleh rata-rata persentase sebanyak 87,61% memperhatikan penjelasan guru memperoleh rata-rata persentase sebanyak 77,14%, aktif dalam pembelajaran memperoleh rata-
Jurnal Pendidikan by http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
rata sebanyak 78,57%, disiplin memperoleh rata-rata sebanyak 71,42%, dan percaya diri sebanyak 74,28% sehingga rata-rata kelas mencapai 77,81% (cukup baik). Nilai rata- rata untuk ranah kognisi dengan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman pembelajaran handstand yang telah diberikan pada siklus pertama, memperoleh rata-rata soal nomor 1 sebanyak 80%, soal nomor 2 sebanyak 70%, soal nomor 3 sebanyak 80%, soal nomor 4 sebanyak 90%, soal nomor 5 sebanyak 77%, soal nomor 6 sebanyak 80%, soal nomor 7 sebanyak 67%, dan soal nomor 8 sebanyak 70%, soal nomor 9 sebanyak 87%, soal nomor 10 sebanyak 83%, soal nomor 11 sebanyak 83%, soal nomor 12 sebanyak 83%, soal nomor 13 sebanyak 67%, soal nomor 14 sebanyak 77% dan soal nomor 15 sebanyak 87% sehingga jumlah rata-rata pemahaman siswa terhadap pembelajaran handstand melalui kuesioner yang diberikan adalah 79% (kualifikasi cukup). Nilai rata-rata untuk ranah psikomotor dengan penilaian yang berkaitan dengan praktik handstand yang telah diberikan pada siklus pertama, menunjukkan penilaian sikap awal sebanyak 71%, penilaian sikap inti sebanyak 58%, penilaian sikap akhir 68%, sehingga jumlah rata-rata praktik roll depan adalah 66% (kurang baik). Setelah memasuki pembelajaran berikutnya terdapat perubahan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran. Banyak sebagian siswa yang antusias mengikuti pembelajaran setelah melihat tayangan video. Hal ini ditunjukan dalam pengamatan minat yang didapat peneliti melalui penyebaran angket yang berkaitan dengan minat dan motivasi siswa, yaitu angket no 16 sampai no20 dengan rincian sebagai berikut: rata-rata persentase soal no 16 sebanyak100%. Sesuai dengan pertanyaan angket, nilai tersebut menjelaskan bahwa seluruh siswa lebih senang pembelajaran dilakukan menggunakan media audio visual. Berikutnya persentase rata-rata soal no 17 sebanyak 87%, no 18 sebanyak 20%, no 19 sebanyak 90% dan no 20 sebanyak 93%. Sesuai dengan hasil prosentase tersebut, siswa akan lebih cepat mengerti dan memahami materi yang disajikan, selain iu siswa juga akan lebih termotifasi mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat dari nilai persentase angket no 17,19 dan 20.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan kolabolator pada siklus pertama, rata-rata untuk nilai afeksi atau sikap siswa dalam pembelajaran handstand menggunakan media audio visual mencapai 77%. Pemahaman yang dinilai dari pengisian kuesioner mencapai 79%, dan nilai rata- rata kelas XI Multimedia 2 dalam praktik handsatand mencapai 66%. Dilihat dari perolehan nilai rata-rata untuk afeksi masuk dalam kriteriacukup baik maka perlu adanya penekanan sehingga memperoleh hasil yang lebih baik lagi pada pembelajaran selanjutnya. Demikian pula dengan nilai rata-rata yang diperoleh dari pemahaman melalui kuesioner terutama pada soal nomor 7 (dengan kualifikasi kurang baik); yaitu tentang sikap kaki pada posisi handstand , dan butir soal nomor 13 (dengan kualifikasi kurang baik); yaitu tentang posisi jari-jari tangan pada saat melakukan gerakan handstand. Serupa dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada keterampilan praktik siswa. Secara keseluruhan, kesalahan – kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa pada saat melakukan handstand adalah: 1) siswa masih banyak yang membuka lengan teralu lebar pada saat tangan menempel matras. 2) pandangan yang mengarah ke perut pada saat posisi sudah berdiri dengan kedua tangan. 3) posisi kaki yang belum rapat dan lurus pada saat handstand. Presentase skor tercapai pada siklus pertama ranah afeksi 77%, kognisi 79%, dan psikomotor 66% sehingga jumlah rata-rata nilai
Kusmiyati, Meningkatkan Hasil Belajar Handstand dalam Pembelajaran ………… .239 prosentase skor tercapai adalah 74% dengan total siswayang tuntas sebanyak 20 siswa, yang berarti 66% siswa yang tuntas. Dengan demikian berarti pembelajaran handstand dengan menggunakan media audio visual belum melampaui indikator ketercapaian ketuntasan belajar yaitu sebesar 75%, sehingga peneliti harus melanjutkan ke siklus kedua untuk mencapai target indikator ketercapaian. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II memperoleh hasil persentase skor tercapai pada siklus II ranah afeksi 84%, kognisi 87%, dan psikomotor 86% sehingga jumlah rata-rata nilai prosentase skor tercapai adalah 85% dengan total siswayang tuntas sebanyak 26 siswa, yang berarti 86% siswa yang tuntas.
Simpulan dan Saran Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran handstand menggunakan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar handstand siswa kelas XI Multimedia 2 SMK Negeri 1 Miri Kabupaten Sragen Semester 1 Tahun ajaran 2019/2020, hal tersebut dapat dilihat dari: 1) Sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran handstand menggunakan media audio visual (afektif) pada siklus pertama mencapai tingkat pencapaian 77%, sedangkan pada siklus kedua mencapai 84%. Ini berarti ada peningkatan sebesar 0,3 ( middle gain ), 2)Pemahaman Siswa dalam Pembelajaran hanstand menggunakan media audio visual pada siklus pertama hanya 79%, sedangkan pada siklus kedua mencapai85%. Ini berarti ada kenaikan sebesar 0,28 ( low gain ), 3) Kemampuan praktik ( psikomotor ) siswa kelas XI Multimedia I SMK Negeri 1 Miri dalam melakukan handstand dalam mengikuti pembelajaran handstand menggunakan media audio visual pada siklus pertama mencapai 65%, sedangkan pada siklus kedua mencapai 70%, ini berarti ada peningkatan 0,14 (low gain), 4) Dari hasil data yang diperoleh melalui lembar pengamatan siswa (afektif), kuesioner (kognitif) dan lembar test praktik (psikomotor), penelitian tindakan kelas ini dinyatakan sudah mencapai ketuntasan klasikal sebesar 80% (berhasil), 5) Dari data hasil belajar siswa secara lasikal pada siklus pertama mencapai 73 dan pada siklus kedua mencapai 81maka terdapat peningkatan hasil belajar sebesar 0,29 ( low gain ). Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, ternyata siswa kelas XI Multimedia 2 lebih tertarik mengikuti pembelajaran handstand menggunakan media audio visual. Oleh karena itu, penulis mengharapkan pada guru penjas di SMK tersebut untuk dapat mengunakan hasil penelitian ini. Bagi rekan sejawat yang diluar mata pelajaran, dapat terinspirasi untuk memanfaatkan model pembelajaran sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. Harapannya semua guru dapat mengembangkan profesi dalam melaksanakan tugas utama sebagai guru yaitu mengajar.
## Daftar Rujukan
Adang Suherman. (2000). Dasar-dasar Pendidikan Jasmani . Jakarta: Depdiknas. Agus Mahendra. (2000). Senam. Depdiknas. Direktorat Jendral PendidikanDasar dan Menengah Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Amung Ma’mun. (2000). Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Jakarta: Depdiknas. BiasworoAdisuyanto. (2009). Cerdas dan Bugar dengan Senam Lantai. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Dimyati, Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Jurnal Pendidikan by http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
Halidin, dkk.(2014). Upaya Meningkatkan Minat Mengikuti Pembelajaran Penjaskes Dengan Metode Bermain (Studi Kasus Kelas V Mis Al Ma’arif 02 Tanjung Sari Kecamatan Nanga Pinoh). Jurnal Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi , Volume 1(1), Juli 2014, Hal: 28-32.
Indrawani. (2019). Meningkatkan Keterampilan Permainan Sepakbola Menggunakan Metode Pembelajaran Demonstrasi Pada Siswa Kelas VI S DN 003 Pulau Kopung Sentajo Kecamatan Sentajo Raya . Jurnal PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran) , Volume 3(3) Mei 2019 Samsudin. (2008). Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Soepartono. (2000). Media Pembelajaran . Depdiknas. Sugiyanto, Sudjarwo. (1993). Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Depdiknas. Sumanto Y., Sukiyo. (1992). Senam . Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
|
6fbc96fc-404a-4c7b-913f-5d69c0bb79bd | https://journal.unpak.ac.id/index.php/ekologia/article/download/213/145 |
## PEMANFAATAN LIMBAH BUNGA JANTAN KLUWIH SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK Aedes Aegypti
Ade Heri Mulyati 1 , Diana Widiastuti 2 , Putry Sri Ratih 3 1.2.3 Program Studi Kimia, FMIPA Universitas Pakuan, Bogor
E-mail : [email protected]
## ABSTRACT
The breadfruit tree Artocarpus altilis species is a species that is often used fruit as a food source , while the stems and roots of this plant can be used as a medicinal plant. Around the area of Sukabumi, west Java people use the bread fruit tree flowers as a insect repellent. The purpose of this study is to determine the potential of breadfruit tree stamens extracts as larvicides against Aedes aegypti mosquito larvae and determine the optimum concentration of extract of stamens breadfruit tree which can be used effectively as Aedes aegypti mosquito larvicides. Determine larvicidal activity of stamens breadfruit tree ( Artocarpus altilis ) includes : sample preparation and phytochemical test , sextraction , larvicidal test , toxicity testing and data processing . Comparison test was done to compared the activity of the male flower extracts as larvicides with breadfruit tree abate powder against mosquito larvae , as well as the toxicity of the statistical test using the LC 50 .Phytochemical test results positive breadfruit tree botanicals stamens contain tannins , saponins , and triterpenoids . Water content in the crude drug obtained 12.04 % . Breadfruit tree extract of stamens is not harmful to humans . This study getting the LC 50 of 0.25 % at phase n - butanol extract , and 1 % in the water phase extract.
Key words : Waste, Breadfruit, Aedes aegypti , Artocarpus altilis
## PENDAHULUAN
Salah satu masalah besar di bidang kesehatan yang dihadapi Indonesia akhir- akhir ini adalah banyaknya warga yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan data medis RSUP Fatmawati pada tahun 2010 sejak Januari hingga minggu kedua Mei, ada 1.182 pasien yang menjalani perawatan. Dari jumlah ini, 804 pasien dewasa berusia 17 tahun ke atas dan 378 pasien anak-anak yang berumur kurang dari 17 tahun. Di Kota Depok, pasien DBD berjumlah 1.307 orang dengan korban meninggal 4 orang (Kompas, 2010). Selama triwulan 2010, tercatat 1.650 penderita demam berdarah dengue DBD di Banten, dengan jumlah korban tewas mencapai 22 orang (Kompas, 2010). Hingga saat ini penyakit demam berdarah terus mengancam masyarakat Indonesia.
Berbagai alternatif sudah dilakukan untuk mengendalikan penularan penyakit demam berdarah oleh nyamuk Aedes aegypti , diantaranya dengan pembasmian jentik-jentik nyamuk. Pembasmian jentik nyamuk Aedes aegypti umumnya dilakukan dengan menguras bak mandi, menutup tempat yang mungkin menjadi sarang tempat berkembangbiaknya nyamuk, dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air. Cara lain yang populer saat ini adalah pembasmian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida karena bekerjanya lebih efektif dan hasilnya cepat terlihat. Misalnya dengan cara fogging yang bertujuan membasmi nyamuk dewasa, dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan obat anti nyamuk disekitar rumah, dan dengan mengoleskan krim anti nyamuk pada badan.
Saat ini masyarakat umum lebih banyak menggunakan anti nyamuk buatan
pabrik, padahal anti nyamuk buatan pabrik ini kerap mengandung senyawa kimia sintetik sebagai zat aktif insektisidanya. Menurut Achmad (2007), insektisida dan golongan lain dari pestisida berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini berasal dari sejumlah pestisida yang dapat masuk ke perairan secara langsung setelah kegiatan membasmi nyamuk dan serangga maupun secara tidak langsung melalui pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan penyemprotan maupun fogging . Selain itu, limbah kemasan maupun sisa anti nyamuk yang tidak habis digunakan akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Mengingat hal tersebut, perlu dicari alternatif cara pembasmian nyamuk Aedes aegypti yang aman dan tidak mencemari lingkungan. Penggunaan bahan alami sebagai pembasmi nyamuk Aedes aegypti dapat menjadi alternatif solusi. Di antara sejumlah upaya tersebut, diketahui bahwa pembasmian terhadap larva nyamuk Aedes aegypti lebih baik karena bersifat lebih spesifik terhadap target pradewasa (telur, larva, pupa) dan lebih efektif dalam mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti (LIPI, 2009).
Salah satu fenomena yang menarik yaitu masyarakat pedesaan di daerah Sukabumi memanfaatkan bunga jantan kluwih sebagai anti nyamuk. Proses pengolahan yang dilakukan oleh masyarakat cukup sederhana, yaitu dengan mengeringkannya, setelah itu dibakar pada saat pemakaian seperti anti nyamuk bakar pada umumnya. Bunga jantan kluwih sebagai anti nyamuk yang dimanfaatkan masyarakat Sukabumi ini memiliki keunggulan karena zat aktifnya merupakan produk alami dan tentunya akan lebih baik daripada bahan kimia buatan. Senyawa alami lebih mudah terurai dibandingkan dengan senyawa kimia sintetik yang cenderung lebih resisten jika berada di lingkungan. Bunga jantan kluwih dilaporkan mengandung senyawa metabolit
sekunder dari golongan saponin, polifenol, dan tanin (Depkes, 2008).
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan potensi ekstrak bunga jantan kluwih sebagai pembasmi larva nyamuk Aedes aegypti . Hal ini didasarkan pada bukti empiris bahwa bunga jantan kluwih digunakan sebagai anti nyamuk oleh masyarakat Sukabumi dan informasi bahwa senyawa saponin menunjukkan potensi sebagai insektisidal (Thakur et al . 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas larvasida dari ekstrak bunga jantan kluwih terhadap larva nyamuk Aedes aegypti .
## BAHAN DAN METODE
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: Bunga Jantan Kluwih kering, Aquades, Asam Klorida 2N, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, Methanol, Ethanol (95%) P, serbuk Seng, Asam Klorida pekat, pereaksi besi (III) klorida, Butanol, pereaksi Lieberman-Buchard,
abate, Artemia salina .
Penelitian aktivitas larvasida dari bunga jantan kluwih ( Artocarpus altilis ) meliputi: pengumpulan sampel (limbah bunga jantan keluwih), identifikasi tumbuhan, penyiapan sampel dan uji fitokimia, ekstraksi sampel, uji aktivitas larvasida, uji toksisitas, dan pengolahan data.
## Identifikasi Tumbuhan
Bahan yang digunakan adalah limbah bunga jantan kluwih yang dikumpulkan dari kebun masyarakat di sekitar Sukabumi. Identifikasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, LIPI Cibinong.
## Persiapan Sampel dan Uji Fitokimia
Sampel bunga jantan kluwih dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 40 o C hingga kadar airnya kurang dari 10 % (waktunya sekitar 3 x 24 jam). Setelah kering sampel dihaluskan hingga berukuran 100 mesh. Sampel halus selanjutnya diuji fitokimia untuk
identifikasi jenis senyawa aktif yang terkandung dalam sampel.
## Identifikasi Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang 500 mg, ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air, dipanaskan di atas penangas air selarna 2 menit, didinginkan dan disaring, dipindahkan 3 mL filtrat pada kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorf, jika terjadi endapan coklat maka simplisia tersebut mengandung alkaloid. Jika dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol maka ada kemungkinan terdapat alkaloid.
Identifikasi Flavonoid,
1 mL larutan diuapkan, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml etanol (95%) P, ditambahkan 500 mg serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit, ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, jika dalarn 2-5 menit terbentuk warna merah berarti mengandung flavonoid.
Identifikasi Tanin Serbuk simplisia ditimbang 500 mg, ditambahkan 50 mL aquadest, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan, dipindahkan 5 mL filtrat pada tabung reaksi, diteteskan pereaksi besi (III) klorida, bila terjadi warna hitam kehijauan menunjukkan adanya golongan senyawa tanin.
## Identifikasi Saponin
Serbuk simplisia ditimbang 1 g dimasukan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm, pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, menunjukkan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.
## Identifikasi Steroid/Triterpenoid
Serbuk simplisia ditimbang 1 g ditambahkan 20 mL eter dan dimaserasi selama 2 jam, dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, diteteskan pereaksi Lieberman-Burchard (asam asetat glasial- asam sulfat pekat), bila terbentuk wama merah menunjukkan senyawa steroid atau hijau menunjukkan senyawa triterpenoid.
## Ekstraksi Saponin
Ekstrak saponin dimulai dengan proses penghilangan lemak menggunakan metode soxhlet dengan pelarut n-heksana. Selanjutnya sampel yang telah bebas lemak diekstraksi kembali dengan menggunakan metode maserasi menggunakan metanol 70% selama 3 x 24 jam, kemudian ekstrak metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan dan dilanjutkan partisi cair-cair menggunakan campuran pelarut air:butanol (1:1). Ekstrak yang diperoleh kemudian dikeringkan. Ekstrak kering yang diperoleh diuji aktivitasnya.
## Pengujian Ekstrak Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti
Serbuk saponin yang diperoleh kemudian diuji aktivitasnya terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dengan mengacu pada metode post test only control group design . Dibuat beberapa konsentrasi serbuk ekstrak bunga jantan kluwih (0; 0,01; 0,05; 0,1; 0,25; 0,5; 1; dan2%). Selanjutnya 10 ekor larva nyamuk Aedes aegypti dimasukkan ke dalam sederetan konsentrasi larutan saponin yang berbeda tersebut. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam untuk melihat efektivitas serbuk saponin sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti.
Setelah didapat konsentrasi optimum, dilakukan juga perbandingan aktivitas larvasida serbuk saponin bunga jantan kluwih dengan bubuk abate pada konsentrasi optimumnya.
## Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang
Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui toksisitas serbuk ekstrak bunga
jantan kluwih berbahaya atau tidak untuk manusia. Uji toksisitas didekati dengan melakukan uji toksisitas awal terhadap larva udang. Disiapkan sederet kosentrasi ekstrak (0, 10, 100, 1000, 10.000, 100.000 ppm), ke dalam masing-masing larutan tersebut dimasukkan 20 ekor larva udang. Setelah 24 jam jumlah larva udang yang mati diamati (Nurhayati, 2006).
## Pengolahan Data
Data yang diperoleh diuji secara statistika untuk mengetahui ketelitian. Dilakukan juga uji beda nyata untuk membandingkan aktivitas larvasida serbuk saponin bunga jantan kluwih dengan bubuk abate terhadap larva nyamuk. LC 50 serbuk saponin bunga jantan kluwih terhadap larva udang ditentukan dengan bantuan metode statistika.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel bunga jantan kluwih didapatkan dari daerah sekitar Sukabumi tepatnya didaerah Cibadak. Berdasarkan hasil observasi, bunga jantan kluwih memiliki warna kuning dengan ukuran yang beragam. Bunga jantan kluwih yang digunakan sebagai sampel ialah yang sudah tua dengan warna kecoklatan. Pemilihan ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang menggunakan bunga jantan kluwih tua sebagai pengusir nyamuk setelah dikeringkan. Proses sampling dilakukan secara acak berdasarkan tingkat kemudahan proses pengambilannya karena letak bunga jantan kluwih berada tepat di ujung pohonnya yang tinggi. Setelah dilakukan proses sampling secara random didapatkan sampel ± 3 kg bunga jantan kluwih, sampel dikumpulkan dalam suatu wadah plastik lalu dipotong-potong dan dikeringkan dalam oven untuk penentuan kadar air. Sampel kering yang telah dihaluskan didapat sebanyak 568 gram.
Penentuan kadar air sampel perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan air didalam sampel sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk proses penyimpanan
sampel dalam jangka waktu tertentu. Nilai rata-rata kadar air sampel diperoleh 12,04% (Tabel 1).
Tabel 1. Penentuan kadar air simplisia bunga jantan kluwih
Berdasarkan hasil percobaan didapat hasil rata-rata kadar air simplisia bunga jantan kluwih 12,04%, hal ini berarti sampel bunga jantan kluwih tidak dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama, karena suatu simplisia yang memiliki kadar air lebih dari 10% rentan sekali ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga lebih cepat mengalami pembusukan (Agoes, 2007).
Sampel bunga jantan kluwih harus segera digunakan agar sampel masih dalam keadaan baik. Proses pengeringan sampel hingga kadar air sampel di bawah 10% dilakukan agar sampel dapat bertahan lebih lama tanpa merusak kandungan zat aktif dalam sampel. Apabila suatu sampel mengalami pembusukan, hal ini berarti bahwa sampel berubah secara fisik dan kemungkinan besar akan mengalami perubahan kandungan metabolit sekundernya.
## Hasil Uji Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan analisis pendahuluan secara kualitatif yang dilakukan untuk menentukan kandungan senyawa metabolit sekunder senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat terhadap penelitian.
Pengujian fitokimia ini dapat membuktikan secara nyata kandungan metabolit sekunder dalam sampel bunga jantan kluwih. Bunga jantan kluwih mengandung tanin, saponin, triterpenoid, alkaloid, dan flavonoid (Depkes, 2008). Hasil uji fitokimia terhadap sampel kering
No. Kadar Air (%) 1 12,05 2 11,99 3 12,09 Rata-rata 12,04
diperoleh hasil positif untuk uji tanin, saponin, dan triterpenoid. Pada uji spesifik terhadap flavonoid dan alkaloid didapatkan hasil yang negatif.
Flavonoid seharusnya positif pada sampel, karena pada umumnya tumbuhan yang termasuk tingkat tinggi mengandung flavonoid. Hasil yang negatif dapat disebabkan karena adanya proses pembusukkan, karena sampel yang diambil merupakan limbah bunga jantan kluwih yang telah jatuh. Proses pembusukan ini dapat terjadi selama bunga jantan kluwih berada di pohonnya sampai jatuh, atau proses pembusukkan setelah bunga jantan kluwih jatuh. Pembusukan terjadi secara enzimatis, sehingga terjadi proses degradasi yang menyebabkan adanya perubahan komponen yang terjadi pada sampel.
Uji spesifik terhadap saponin tidak hanya dilakukan pada simplisia kering, dilakukan pula uji spesifik saponin terhadap ekstrak pada fase air dan butanol. Hasil uji saponin positif pada kedua ekstrak tersebut dapat membuktikan bahwa terdapat saponin yang bermacam-macam pada suatu tumbuhan (Robinson 1995). Walaupun kepolaran pada kedua pelarut tersebut berbeda, saponin tetap terdeteksi. Hal ini terjadi karena adanya gugus gula yang terdapat dalam saponin. Semakin banyak gugus gula yang terkandung dalam saponin, maka kepolaran dari saponin meningkat. Apabila gugus steroidnya lebih banyak maka saponin tersebut akan lebih bersifat nonpolar (Harborne, 1987).
## Hasil Pengujian Ekstrak Terhadap Larva Nyamuk
Pengujian potensi ekstrak terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dilakukan pada kedua ekstrak tersebut, baik pada fase air maupun pada fase n-butanol. Hal ini dikarenakan pada uji fitokimia, uji spesifik terhadap saponin menunjukkan hasil yang positif di kedua ekstrak tersebut. Rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi, yaitu pada fase air 0,99% dan
pada fase n-butanol 5,65%. Pada penelitian ini, digunakan juga abate sebagai kontrol positif, dikarenakan abate sudah digunakan oleh masyarakat sebagai langkah penanggulangan demam berdarah secara umum sejak lama.
Tabel 2. Uji larvasida terhadap nyamuk Aedes aegypti
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ekstraks n-butanol dan air sama-sama memiliki aktivitas sebagai larvasida terhadap nyamuk Aedes aegypti dengan nilai LC 50 pada ekstrak butanol sebesar 0,25% dan pada ekstrak air sebesar 1% (Tabel 2). Berdasarkan data, diketahui bahwa ekstrak pada fase n-butanol memiliki aktivitas yang lebih besar daripada ekstrak pada fase air, karena memiliki konsentrasi yang lebih kecil untuk mematikan setengah dari populasi nyamuk Aedes aegypti sebagai organisme uji. Berdasarkan pada pengertian LC 50 menurut Ismail (2007), bahwa LC 50 adalah suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat mengakibatkan kematian organisme sampai 50. Potensi larvasida dari ekstrak pada fase n-butanol berdasarkan hasil uji didapatkan hasil yang lebih baik dari ekstrak pada fase air, maka dilakukan uji konfirmasi dengan melakukan uji ulangan untuk ekstrak n- butanol dengan hasil menunjukkan nilai LC 50 tetap pada konsentrasi 0,25%. Hasil yang didapat dari kedua ulangan tersebut memiliki nilai yang sama, yang artinya hasil yang diperoleh bersifat valid.
Konsentrasi (%b/v) Jumlah kematian larva nyamuk (ekor) Larutan Abate Ekstrak fase n- butanol Larutan Abate 0 0 0 0 0,005 10 0,005 10 0,025 10 0,025 10 0,05 10 0,05 10 0,25 10 0,25 10 1 10 1 10
20
Potensi yang didapatkan berdasarkan hasil uji menunjukkan ekstrak sebagai larvasida baik pada fase air dan n-butanol memiliki potensi yang kurang baik apabila dibandingkan dengan abate, hal ini terlihat dari data (Tabel 2) hasil penelitian, bahwa pada konsentrasi abate 0,005% sudah mampu mematikan seluruh organisme uji. Pada konsentrasi tersebut, ekstrak yang didapat belum mampu mematikan organisme uji.
## Pengujian Toksisitas Terhadap Larva Udang
Pengujian toksisitas terhadap larva udang dilakukan pada kedua ekstrak yang positif berpotensi sebagai larvasida. Metode yang digunakan untuk pengujian toksisitas dilakukan dengan metode Brain Shrimp Lethal Toxicity (BSLT) (Nurhayati 2006). Metode ini digunakan berdasarkan pada pertimbangan tingkat kemudahan metode dan efisiensi dari segi ekonomi. Larva udang digunakan sebagai organisme untuk mengetahui efek toksisitas suatu ekstrak dengan hasil yang akurat.
Tabel 3. Uji toksisitas terhadap larva udang
Pengujian toksisitas bertujuan untuk mengetahui efek dari ekstrak yang diperoleh terhadap suatu makhluk hidup, sehingga dapat diketahui sifat dari ekstrak memiliki efek racun atau tidak. Berdasarkan hasil pengujian Brain Shrimp Lethal Toxicity (BSLT), ternyata tidak terdapat larva udang yang mati akibat ekstrak pada kedua fase tersebut dengan variasi konsentrasi tertentu (Tabel 3). Hal
tersebut membuktikan bahwa ekstrak pada fase butanol dan air tidak bersifat racun terhadap makhluk hidup ketika diapli- kasikan di lingkungan.
## SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
1. Ekstrak bunga jantan kluwih memiliki potensi sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti pada ekstrak air dan butanol dengan nilai LC 50 pada fase air 1%, dan pada fase butanol 0,25%.
2. Ekstrak bunga jantan kluwih aman digunakan berdasarkan uji toksisitas Brain Shrimp Lethal Toxicity (BSLT) dengan menggunakan larva udang, karena tidak bersifat toksik.
## Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk dapat menentukan senyawa yang tepat, yang berpotensi sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti agar hasil yang didapat lebih maksimal
## DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2007. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam . Bandung : Penerbit ITB.Hlm. 23, 34, 55, 72.
Depkes. 2008. Artocarpus altilis .http://www.free.vlsm.org/v12 /artikel/ttg_tanaman_obat/Depkes/b uku4/4-008.pdf. [20 Januari 2013].
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia . Padmawinata
K, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari Phytochemical Methods .
Ismail, S. Lia, S, Yuanita, E. 2007.
Eksplorasi Biotamedika Kandungan Kimia, Toksisitas, dan Ativitas Antioksidan Tumbuhan Asli Kalimantan Timur. Laporan Penelitian.Universitas Mulawarman. Samarinda. Tidak diterbitkan. Konsent rasi (ppm) Jumlah kematian larva udang (ekor) Larutan Abate Ekstrak fase butanol Ekstrak fase air 0 0 0 0 10 0 0 0 100 0 0 0 1.000 0 0 0 10.000 0 0 0 100.000 0 0 0 23
Kompas. 2010a. Tahun Ini, Jumlah Korban Meninggal di Banten 24 Orang. [Berskala sambung] http://cetak. kompas.com/read/xml/2010/05/06/ 03520947/tahun.ini.jumlah. korban. meninggal..di.banten.24.orang.Diak ses tanggal 20 Januari 2013.
Kompas. 2010b. Warga Tak Paham DBD. [Berskala sambung] http://cetak.ko mpas.com/read/xml/ 2010/05/12/ 04250717/.warga.tak.paham.dbd.Di akses tanggal 20 Januari 2013.
LIPI. 2009. Jamur pembunuh nyamuk DBD. http://www.lipi.go.id. [20 Januari 2013].
Nurhayati, APD, Nurlita A, dan Rachmat
F. 2006. Uji Toksisitas Ekstrak Eucheuma alvarezii terhadap Artemia salina sebagai Studi
Pendahuluan Potensi Antikanker. J Akta Kimindo . 2 (1): 41-46.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi . Kosasih P, penejemah; Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari The Organic Constituens Of Higher Plants .Rohman A dan Ibnu G.
2008. Kimia Farmasi Analisis . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Thakur, NL, Mainkhar SP, Pandit RA,
Indap MM. 2004. Mosquito
larvacidal potencial of some extract obtained from the marine organism- prawn and sea cucumber . Indian journal of marine Sciences
33(3):303-306.
|
4c7928ff-84fc-44a1-bd94-491e9598b535 | https://journal.trunojoyo.ac.id/rekayasa/article/download/10270/5819 | Rekayasa , 2021; 14(2): 144-151 ISSN: 0216-9495 (Print) ISSN: 2502-5325 (Online)
## Efektivitas Isolat-Isolat Bacillus sebagai Pengendali Penyakit Bulai dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Kondisi Terkontrol
Syaiful Khoiri 1* , Kaswan Badami 1 , Gita Pawana 1 , Ciwuk Sri Utami 1
1 Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang No 02 Kamal Bangkalan Madura 69162 Jawa Timur
* [email protected] DOI: https://doi.org/10.21107/rekayasa.v14i2.10270
## ABSTRACT
The main disease in maize is downy mildew caused by the fungus Peronosclerospora spp.. This pathogen can cause yield losses of up to 100%. Therefore, efforts to control this disease are continuously carried out, including technical culture, assembly of resistant plants, and use of synthetic fungicides. At the farm level, the use of metalaxyl, synthetic fungicides is the most common practice. On the other hand, it has been reported that some Peronosclerospora groups are starting to become resistant to metalaxyl. These problems lead to the need for alternative controls, for example with biological agents. Biological agents from bacterial groups have been developed to control plant disease, but for downy mildew is still limited. The purpose of this study is to screen and test Bacillus spp. ability to suppress downy mildew and promote the growth of maize. The assay was carried out on seeds by invitro to investigate growth-promoting reactions and also testing under controlled conditions in greenhouses to investigate the suppression ability of downy mildew disease development. The results showed B. polymyxa strain BP18, Bacillus subtilis strain BS41, Bacillus sp. strain BT1, and Bacillus sp. strains can stimulate the growth of corn seedlings and suppress downy mildew. The best isolate in suppressing downy mildew was Bacillus sp. strain BT1 with the smallest AUDPC value (3.94) and the highest protection index (82.71%). It is hoped that these results will find potential isolates and have the potential to be developed into biopesticides and biofertilizers.
Keywords : biopesticide, growth promotion, index protection, maize, peronosclerospora
## PENDAHULUAN
Jagung merupakan salah satu komoditas utama yang menjadi perhatian Pemerintah. Kementrian Pertanian telah melakukan berbagai upaya dalam peningkatan produksi selama 3 tahun terakhir dan menghasilkan capaian yang menggembirakan. Berdasarkan data tahun 2016, produksi jagung Indonesia sekitar 23,58 juta ton atau meningkat 20,22% dari produksi tahun 2015 sebesar 19,61 juta ton. Produksi tahun 2017 kembali meningkat 10,39% menjadi 26,03 juta ton (Badan Pusat Statistik (BPS), 2018). Di Madura, jagung merupakan komoditas utama yang banyak ditanam dengan luasan 301.725 hektar atau 30% luas area jagung di Jawa Timur. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 30,05 juta ton dengan produksi di Jawa Timur 6,03 juta ton atau setara
dengan 20% produksi nasional (Kementerian Pertanian, 2019).
Upaya-upaya peningkatan produksi terus dilakukan, namun ada beberapa faktor pembatas yang dapat berpengaruh terhadap produksi jagung. Salah satu permasalahan yang dapat menurunkan produksi jagung adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT). OPT utama pada tanaman jagung adalah penyakit bulai. Penyakit bulai dapat disebabkan oleh Peronosclerospora maydis, P. sorghi, atau P. philipinensis. Penyakit bulai yang disebabkan cendawan Peronoslerospora merupakan penyakit penting yang telah dilaporkan diseluruh dunia yang menyerang jagung dan
## REKAYASA
Journal of Science and Technology https://journal.trunojoyo.ac.id/rekayasa
Article History: Received: March, 30 th 2021; Accepted: June, 27 th 2021 Rekayasa ISSN: 2502-5325 has been Accredited by Ristekdikti (Arjuna) Decree: No. 23/E/KPT/2019 August 8th, 2019 effective until 2023
Cite this as: Khoiri, S., Badami, K., Pawana, G & Utami, C.S. (2021). Efektifitas Isolat-Isolat Bacillus sebagai Pengendali Bulai dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Kondisi Terkontrol. Rekayasa 14 (2). 144-151. doi: https://doi.org/10.21107/rekayasa.v14i2.10270.
© 2021 Syaiful Khoiri, Kaswan Badami, Gita Pawana & Ciwuk Sri Utami
sorgum. Cendawan patogen ini dapat menginfeksi secara lokal dan sistemik pada kedua inang tersebut (Bonman, Paisooksantivatana, & Pitipornchai, 1983) dan menyebabkan perunuran produksi yang signifikan. Laporan kehilangan hasil akibat penyakit ini berkisar 50-80% di beberapa wilayah sentra pengembangan jagung seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat (Amran, Suriany, & Nurnina, 2018; Pakki, 2017; Rustiani, Sinaga, Hidayat, & Wiyono, 2015).
Pengendalian penyakit bulai ini umumnya menggunakan perlakuan benih dengan fungisida sistemik, metalaksil (Anahosur, 1980), namun penggunakan fungisida sintetik ini dapat menyebabkan penceramaran pada lingkungan dan ekosistem, Sehingga pengendalian dengan menggunakan fungisida ini tidak dapat mengendalikan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, Isakeit dan Jaster (2005) melaporkan bahwa P. sorghi telah tahan terhadap fungisida. Teknik pengendalian lain dengan varietas yang tahan juga terus dikembangkan namun belum ada varietas yang dilaporkan sangat tahan terhadap serangan bulai (Rashid, Zaidi, Vinayan, Sharma, & Setty, 2013). Sehingga perlu dikembangkan metode-metode pengendalian lain seperti pemanfaatan bakteri agens hayati.
Agens hayati Bacillus sublilis G1 telah dilaporkan dapat menekan kejadian penyakit hingga 50%, selain itu B. subtilis G1 tersebut mampu meningkatkan persentase perkecambahan dan memperbaiki vigor tanaman jagung (Sireesha & Velazhahan, 2016). Namun, di Indonesia pengembangan agens hayati untuk penyakit bulai sekaligus sebagai pupuk hayati ini masih terbatas. Sehingga perlu dilakukan pengujian isolat-isolat bakteri yang berpotensi sebagai agens hayati dan pupuk hayati. Harapannya dapat ditemukan alternatif pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung menggunakan bakteri yang bermanfaat.
## METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2020 sampai dengan Desember 2020. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan Rumah Kaca Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura.
## Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, cawan petri, autoklaf, pipet mikro, tabung erlenmeyer, tabung reaksi, lup inokulasi, sprayer, ember, polybag, penggaris, dan kamera. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat- isolat bakteri koleksi (Tabel 3), media Nutrient broth (NB), agar, aquades, kertas saring, benih jagung varietas Madura-3, kertas serap, tanah, pasir, dan kompos.
## Peremajaan Isolat-isolat Bakteri
Stok isolat-isolat bakteri potensial diremajakan dengan cara ditumbuhkan pada media NB agar (NA) yang telah dituang dalam cawan petri. Inokulasi dilakukan dengan metode gores kuadran. Selanjutnya, isolat-isolat diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Isolat yang tumbuh diremajakan tiap 48 jam pada media NA.
## Pengujian Keefektifan Isolat Bakteri
Pengujian pengaruh isolat bakteri pada benih jagung
Penapisan awal terhadap isolat-isolat potensial koleksi Laboratorium Proteksi Tanaman,
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura adalah dengan menguji terhadap perkecambahan benih. Perlakuan bakteri pada benih dilakukan dengan cara merendam benih jagung sebanyak 20 gram dalam 100 mL suspensi bakteri dan diinkubasi selama 6 jam dengan tujuan supaya bakteri menempel pada benih. Benih kemudian dikeringanginkan selama 2 jam. Pengujian daya kecambah benih dilakukan dengan rolled test pada kertas serap. Benih yang telah ditanam dalam kertas gulung (roller) diinkubasi pada suhu ruang 25±2°C selama satu minggu. Perlakuan sama untuk masing-masing isolat dan kontrol (Sireesha & Velazhahan, 2016).
## Penyiapan sumber inokulum Peronosclerospora spp.
Sumber inokulum penyakit bulai didapatkan dari daun tanaman jagung yang terinfeksi bulai di lapangan. Daun diambil pada sore hari kemudian diletakkan ke dalam kantong plastik klip. Daun jagung kemudian dicuci menggunakan air bersih dengan tujuan menghilangkan kotoran yang tersisa seperti spora yang telah rusak, kemudian dikeringanginkan. Selanjutnya pangkal daun
direndam menggunakan larutan gula 2% setinggi 3 cm dan disungkup menggunakan plastik klip untuk menjaga kelembabannya, Daun diinkubasi gelap sampai pukul 04.00 WIB. Pukul 04.00 WIB daun dicuci dengan aquades untuk dipanen konidia yang tercuci bersama air. Inokulasi dilakukan pada pagi hari sekitar jam 05.00-06.00 atau sebelum matahari terbit dengan cara menyemprotkan suspensi Peronosclerospora spp. pada setiap bagian tanaman jagung dan titik tumbuh sebanyak 10 mL (Adhi, Widiantini, & Yulia, 2019). Tanaman jagung yang sudah terinfeksi bulai sekitar 70% dari total sumber infeksi kemudian diletakkan diantara tanaman uji sebagai sumber infeksi alami. Identifikasi Peronosclerospora spp. mengikuti metode Rustiani et al., (2015).
Pengujian pengaruh isolat bakteri terhadap penyakit bulai di rumah kaca
Pengujian kemampuan isolat bakteri dalam menekan penyakit bulai dilakukan pada kondisi lingkungan terkontrol dirumah kaca atau kebun percobaan. Formulasi bakteri disiapkan dengan mencampurkan 400 mL suspensi bakteri (kerapatan 9x10 8 CFU mL -1 ) dengan 1 kg talk ditambah 10 g CMC secara aseptik (Vidhyasekaran & Muthamilan, 1995). Benih jagung yang telah disterilisasi permukaan diberi perlakuan formulasi 10 g kg -1 dan ditanam pada polibag diameter 30 cm yang berisi tanah dan pasir (2:1). Perlakuan kontrol dilakukan dengan menambahkan formula talk+CMC tanpa bakteri. Masing-masing pot berisi satu benih. Tiap lima tanaman dianggap 1 ulangan. Perlakuan diulang dengan empat ulangan. Pengamatan tinggi tanaman, kejadian, dan keparahan penyakit dilakukan setiap minggu selama 5 minggu.
## Parameter Pengamatan
Aktivitas pemacu pertumbuhan bakteri terhadap benih jagung dilakukan dengan cara pengamatan vigor benih berdasarkan standar International Seed testing Association (ISTA, 2017). Pengamatan daya kecambah, panjang akar, dan tinggi tanaman dilakukan setelah inkubasi 7 hari pada pengujian rolled test. Sedangkan parameter penyakit bulai dilakukan perhitungan skoring penyakit mengikuti skala yang dilakukan oleh Matruti et al., (2018). Kejadian penyakit (KJP) dihitung menggunakan Formula 1. Sedangkan penilaian penyakit (skoring) mengikuti skala kerusakan penyakit bulai tersaji pada Tabel 1. Keparahan penyakit dihitung mengikuti formula yang digunakan oleh Ulhaq dan
Masnilah (2019) pada Formula 2. Penentuan kategori ketahanan penyakit bulai mengikuti Daryono et al. (2018) yang tersaji pada Tabel 2. Nilai luas area dibawah kurva perkembangan penyakit (area under disease progress curve/AUDPC) dihitung menggunakan Formula 3. Sedangkan laju perkembangan penyakit ® dihitung dengan Formula 4 (Plank 1963; Ginting et al., 2020). Berdasarkan nilai AUDPC dihitung nilai indeks proteksi dengan menggunakan Formula 5 (Caulier et al., 2018).
𝐾𝐽𝑃 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑔𝑒𝑗𝑎𝑙𝑎 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑥100 … … … (1) Tabel 1. Penilaian penyakit bulai Skala kerusakan Deskripsi gejala 0 Tidak ada gejala 1 Luas gejala pada daun 1-25% 2 Luas gejala pada daun 26-50% 3 Luas gejala pada daun 51-75% 4 Luas gejala pada daun 75-100% Tabel 2. Kategori ketahanan penyakit bulai Intensitas serangan Kategori ketahanan 0 Sangat tahan 0<x≤25 Tahan 25<x≤50 Agak tahan 50<x≤75 Tidak tahan x>75
Sangat tidak tahan
𝐾𝑃 = ⅀(𝑛 𝑖 + 𝑣 𝑖 ) 𝑉. 𝑍 100% … … … … … … . (2)
Keterangan:
KP = Keparahan penyakit n i = jumlah daun sakit kategori skala ke-i v i = nilai skala (0-4) tanaman ke-i
V = Nilai skala tertinggi Z = Total tanaman diamati
𝐴𝑈𝐷𝑃𝐶 = ∑ ( 𝑦𝑖+𝑦𝑖+1 2 𝑛−1 𝑖=1 )(𝑡 𝑖+1 − 𝑡 𝑖 ) ...........(3) Keterangan: AUDPC = Luas area di bawah kurva perkembangan penyakit
y i = nilai keparahan ke-i t i = waktu pengamatan ke-i
𝑟 = 1 𝑡 2 − 𝑡 1 (− ln(− ln(𝑋 2 )) + ln(− ln(𝑋 2 ) … … (4)
Keterangan:
r = laju perkembangan keparahan penyakit per hari X 1i = Nilai keparahan penyakit pada pengamatan ke-1
X 2 = Nilai keparahan penyakit pada pengamatan ke-2
t 1i = waktu pengamatan ke-1
t 2 = waktu pengamatan ke-2
Indeks proteksi = [(1 − AUDPC perlakuan
AUDPC kontrol ) ∗ 100] .........(5)
## HASIL DAN PEMBAHASAN Peremajaan Isolat-Isolat Uji
Hasil peremajaan isolat-isolat potensial koleksi Laboratorium Proteksi Tanaman menunjukkan bahwa beberapa isolat tidak dapat ditumbuhkan. Adapun isolat-isolat yang berhasil diremajakan yaitu isolat BS09, BP18, BS41, BT1, BT2, BT3, dan BT4 yang tersaji pada Tabel 3. Isolat yang tumbuh menunjukkan kemampuan atau ketahanan dalam masa penyimpanan. Ketahanan dalam penyimpanan atau disebut periode simpan yang lama merupakan salah satu kriteria agens hayati yang baik untuk di kembangkan. Periode simpan juga sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan untuk menyimpan (Kusumanigtyas, 2015) Tabel 3. Isolat-Isolat Koleksi Laboratorium yang Digunakan dalam Penelitian & Hasil Peremajaannya Pada Media NA
No. Kode Isolat Nama Isolat Asal isolat Keterangan 1 BT2 Bacillus thuringiensis BT2 Bogor Tidak tumbuh 2 BS1 Bacillus subtilis BS1 Bogor Tidak tumbuh 3 BB6 Brevibacillus brevis BB6 Bogor Tidak tumbuh 4 BS09 Bacillus sp. BS09 Pamekasan Tumbuh 5 BPs7 Paenibacillus polymixa BPs7 Bogor Tidak tumbuh 6 BS34 Bacillus subtilis BS34 Bogor Tidak tumbuh 7 BA5 Bacillus amyloliquifaciens BA5 Bogor Tidak tumbuh 8 BP18 Bacillus polymixa BP18 Pamekasan Tumbuh 9 BS41 Bacillus subtilis BS41 Pamekasan Tumbuh 10 BT1 Bacillus sp. BT1 Bangkalan Tumbuh 11 BT2 Bacillus sp. BT2 Bangkalan Tumbuh 12 BT3 Bacillus sp. BT3 Bangkalan Tumbuh 13 BT4 Bacillus sp. BT4 Bangkalan Tumbuh
## Pengaruh Bacillus spp. terhadap Pertumbuhan
Benih Jagung
Salah satu langkah penapisan dan seleksi isolat pemacu pertumbuhan dapat dilakukan dengan
melihat pengaruh pertumbuhan pada awal perkecambahan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa isolat-isolat yang diuji memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Berdasarkan data persentase perkecambahan, isolat tidak mempengaruhi perkecambahan, bahkan isolat BS41, BT3, dan BT4 menunjukkan persentase perkecambahan benih 100%. Sedangkan dari parameter pertumbuhan tajuk dan akar jagung menunjukkan isolat B. polymyxa strain BP18, Bacillus subtilis strain BS41, Bacillus sp. strain BT1, dan Bacillus sp. strain BT2 menunjukkan pengaruh pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4, Gambar 1).
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Isolat Bakteri Terhadap Pertumbuhan Benih pada Uji Roller Test
Perlakuan Parameter pengamatan* Persentase perkecambahan benih (%) Panjang akar (cm) Tinggi tanaman (cm) Tinggi total (cm) BS09 94,56 ab 8,08 c 4,03 d 12,12 c BP18 97,22 a 10,98 a 6,04 b 17,03 a BS41 100,00 a 11,76 a 6,80 a 18,56 a BT1 94,44 ab 9,06 b 5,72 b 14,79 b BT2 89,11 b 11,94 a 5,61 b 17,55 a BT3 100,00 a 6,03 d 4,91 c 10,94 c BT4 100,00 a 3,87 e 2,52 e 6,401 d Kontrol 96,67 ab 9,19 b 2,52 e 11,72 c
## Gambar 1. Pengaruh perlakuan isolat-isolat Bacillus terhadap perkecambahan jagung
Kemampuan bakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya pengaruh isolat dalam penambatan nitrogen, pelarut fosfat, siderofor, dan fitohormon (Rahni, 2012; Zainudin, Abadi, & Aini, 2014). Berdasarkan hasil uji terhadap benih jagung tersebut, selanjutnya empat isolat terbaik dipilih untuk pengujian terhadap penekanan penyakit
bulai dan pertumbuhan jagung di rumah kaca, yakni: isolat B. polymyxa strain BP18, Bacillus subtilis strain BS41, Bacillus sp. strain BT1, dan Bacillus sp. strain BT2.
## Pengaruh Perlakuan Isolat-Isolat Bacillus Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung
Perlakuan isolat B. polymyxa strain BP18, Bacillus subtilis strain BS41, Bacillus sp. strain BT1, dan Bacillus sp. strain BT2 menujukkan pengaruh yang berbeda dan lebih baik dibandingkan kontrol. Perlakuan isolat bakteri BP18, BT1, dan BT2 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada 28 HST (Tabel 5). Isolat-isolat Bacillus mampu meningkatkan tinggi tanaman hingga 32.7% dibanding kontrol yang ditunjukkan oleh perlakuan isolat Bacillus sp. strain BT1. Hal ini disebabkan karena Bacillus memiliki kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan atau dikenal sebagai plant-growth promoting rhizobacteria (PGPR). Bacillus spp. telah dilaporkan mampu memproduksi prekursor fitohormon, seperti: indole acetic acid (IAA), melarutkan fosfat, dan memproduksi siderofor (Kashyap et al., 2019; Sivasakthi, Usharani, & Saranraj, 2014). Bahkan media kompos dari limbah organik yang difermentasi dengan Bacillus sp. tetap dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Khoiri & Mualim, 2018)
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Isolat Bakteri Terhadap Tinggi Tanaman Jagung
Perlakuan Rata-rata tinggii tanaman (cm) 7 HST 14 HST 21 HST 28 HST BP18 28,83 ab 42,14 a 63,11 a 80,03 b BS41 27,08 ab 39,64 a 58,48 a 69,09 ab BT1 30,09 bc 42,62 a 63,92 a 81,68 b BT2 32,57 c 46,38 a 67,88 a 76,67 b Kontrol 26.03 a 45,25 a 56,85 a 61,14 a
Keterangan: *angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada uji Duncan dengan taraf nyata (α) 5%; HST=hari setelah tanam
Pengaruh Perlakuan Isolat-Isolat Bacillus Terhadap Kejadian & Keparahan Penyakit Bulai
Pengujian penekanan penyakit bulai dilakukan pada kondisi terkontrol di rumah kaca. Sebelum melakukan pengujian penekanan penyakit, diperlukan isolat bulai yang akan digunakan sebagai inokulum. Inokulum diperoleh dari lapangan dengan gejala yang khas kekuningan seperti pada Gambar 2. Berdasarkan pengamatan mikroskopik bentuk konidia cendawan penyebab
bulai tersebut menunjukkan bahwa konidia berbentuk bulat, berdiding tipis, dan pecabangan konidiofor 3-4 cabang teridentifikasi sebagai P. maydis sama seperti yang telah dilaporkan Rustiani et al. (2015).
Gambar 2. Sumber inokulum bulai pada tanaman jagung di lahan (A) dan hasil pengamatan konidia secara mikroskopik pada perbesaran 400 kali (B)
Infeksi patogen dapat ditunjukkan dengan gejala yang muncul. Aplikasi mikroba agens hayati dapat mempengaruhi virulensi patogen. Berdasarkan pengamatan pada percobaan, isolat B. polymixa strain BP18 dapat menghambat munculnya gejala penyakit bulai tiga hari lebih lambat dari pada kontrol (Tabel 3). Meningkatnya umur tanaman dapat menyebabkan resistensi jagung terhadap bulai (Zainudin et al., 2014). Gejala-gejala penyakit yang teramati pada perlakuan bervariasi, mulai dari ringan, sedang, hingga berat (Gambar 3). Perbedaan keparahan gejala yang ditimbulkan dijadikan sebagai dasar skoring. Menurut Ahuja dan Payak (1983), skoring bulai diklasifikasikan berdasarkan persentase gejala dengan skala 1 hingga skala 5.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Isolat Bakteri Terhadap Periode Inkubasi
Perlakuan Rerata periode inkubasi (HST) BP18 14,11 BS41 13,73 BT1 12,63 BT2 11,46 Kontrol 11,28
Perlakuan isolat bakteri dapat memberikan pengaruh terhadap kejadian dan keparahan penyakit, laju infeksi, nilai area di bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC), dan indeks proteksi. Berdasarkan pengamatan selama 35 HST secara umum seluruh isolat memberikan pengaruh
terhadap kejadian penyakit. Isolat-isolat Bacillus spp. mampu menekan kejadian penyakit bulai berkisar antara 60.16 hingga 80,85%. Penekanan terbaik terhadap kejadian penyakit bulai ditunjukkan oleh Isolat B. polymixa strain BP18 (Gambar 4).
Gambar 3 Gejala-gejala yang teramati pada tanaman jagung di rumah kaca (A=gejala ringan, B=gejala sedang, C=gejala berat)
Gambar 4. Grafik pengaruh perlakuan isolat terhadap kejadian penyakit bulai pada tanaman jagung Berdasarkan data keparahan penyakit, Isolat- isolat Bacillus spp. yang diuji mampu menekan perkembangan keparahan penyakit. Penekanan perkembangan penyakit bulai terbaik ditunjukkan oleh isolat Bacillus sp. strain BT1 (Gambar 5). Perlakuan isolat-isolat Bacillus spp. juga mampu menekan laju perkembangan penyakit (r) dan nilai luas area kurva perkembangan penyakit. Laju perkembanagn penyakit adalah tingkat perubahan kejadian dan keparahan penyakit dari waktu ke waktu, Laju perkembangan penyakit terkecil ditunjukkan isolat Bacillus sp. strain BT2 dengan nilai 0,052 (Tabel 7). Hal ini menunjukkan perkembangan penyakit pada perlakuan Bacillus sp. strain BT2 adalah paling lambat dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Perlakuan menggunakan isolat lain juga menunjukkan laju perkembangan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Secara total, penilaian keparahan penyakit berdasarkan nilai AUDPC menunjukkan isolat Bacillus sp. strain BT1 memiliki nilai paling rendah yakni 3,94 dan memiliki nilai indeks proteksi tertinggi yakni mencapai 82,71% (Tabel 7).
Gambar 5. Grafik perkembangan keparahan penyakit bulai pada tanaman jagung
Tabel 7. Pengaruh perlakuan Bacillus spp. terhadap nilai laju perkembangan penyakit (r), luas area dibawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC), dan indeks proteksi.
Perlakuan Laju perkembangan penyakit (r) AUDPC Indeks proteksi (%) BP18 0,062 5,09 77,50 BS41 0,053 6,90 69,50 BT1 0,053 3,94 82,71 BT2 0,052 6,51 71,22 Kontrol 0,069 22,62 -
Kemampuan Bacillus spp. sebagai PGPR dalam memacu pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tumbuhan dapat terjadi dengan dua mekanisme, yaitu: langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung dengan menghasilkan fitohormon, pelarut fosfat, ammonia, dan siderofor. Sedangkan mekanisme tidak langsung melalui kompetisi nutrisi dan ruang dengan cara antibiosis, enzim pelisis patogen, dan senyawa volatil (Kashyap et al., 2019). Beberapa agens hayati lain juga telah dilaporkan mampu mengurangi keparahan penyakit bulai, seperti: Pseudomonas sp., Trichoderma spp. (Jatnika, Abadi, & Aini, 2014; Sutama, Ratih, Maryono, & Ginting, 2015).
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa isolat BS09, BP18, BS41, BT1, BT2, BT3, dan BT4 bersifat nonpatogenik terhadap jagung. Isolat BP18, BS41, BT1, dan BT2 dapat memacu pertumbuhan bibit jagung. Dalam uji penekanan penyakit bulai yang disebabkan oleh P. maydis dirumah kaca menunjukkan isolat B. polymyxa strain BP18, Bacillus subtilis strain BS41, Bacillus sp. strain BT1, dan Bacillus sp. strain BT2 dapat menekan kejadian, keparahan, dan laju perkembangan penyakit. Isolat terbaik yang mampu menekan penyakitbulai berdasarkan percobaan tersebut adalah isolat Bacillus sp. strain BT1 dengan nilai AUDPC terkecil (3,94) dan indeks proteksi tertinggi (82,71%).
## Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap mekanisme penghambatan dan pemacu pertumbuhan yang dimiliki oleh isolat-isolat koleksi, serta pengujian pada lingkungan sebenarnya.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Trunojoyo Madura yang telah membiayai sebagian penelitian ini melalui Hibah Penelitian Mandiri Universitas Trunojoyo Madura pada Skema Penelitian Pemula Tahun 2020
## DAFTAR PUSTAKA
Adhi, S. R., Widiantini, F., & Yulia, D. E. (2019). Metode inokulasi buatan untuk menguji infeksi Peronosclerospora maydis penyebab penyakit bulai tanaman jagung. Jurnal Agro, 6(1), 77–86.
Ahuja, S. C., & Payak, M. M. (1983). A rating scale for banded leaf and sheath blight of maize. Indian Phytopathology (India).
Amran, M., Suriany, K. S., & Nurnina, N. (2018). Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung. Balitsereal.
Anahosur, K. H. (1980). Chemical Control of Sorghum Downy Mildew in India. Plant Disease, 64(11), 1004. https://doi.org/10.1094/pd-64- 1004
Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Produktivitas
Jagung Nasional. Retrieved from http://bps.go.id Bonman, J. M., Paisooksantivatana, Y., & Pitipornchai, P. (1983). Host range of Peronosclerospora sorghi in Thailand. Plant Disease, 67(6), 630–632.
Caulier, S., Gillis, A., Colau, G., Licciardi, F., Liépin, M., Desoignies, N., … Bragard, C. (2018). Versatile Antagonistic Activities of Soil-Borne Bacillus spp. and Pseudomonas spp. against Phytophthora infestans and Other Potato Pathogens . Frontiers in Microbiology , Vol. 9, p. 143.
Retrieved from
https://www.frontiersin.org/article/10.3389/fmic b.2018.00143
Daryono, B. S., Parazulfa, A., & Purnomo, P. (2018). Uji ketahanan tujuh kultivar jagung (Zea mays L.) terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora spp.). Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi, 6(1), 11– 17.
Isakeit, T., & Jaster, J. (2005). Texas has a new pathotype of Peronosclerospora sorghi, the cause of sorghum downy mildew. Plant Disease, 89(5), 529.
ISTA. (2017). International Rules for Seed Testing. https://doi.org/10.15258/istarules.2017.02
Jatnika, W., Abadi, A. L., & Aini, L. Q. (2014). Pengaruh aplikasi Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. terhadap perkembangan penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur patogen
Peronosclerospora maydis pada tanaman jagung. Jurnal Hama Dan Penyakit Tumbuhan, 1(4), pp-19.
Kashyap, B. K., Solanki, M. K., Pandey, A. K., Prabha, S., Kumar, P., & Kumari, B. (2019). Bacillus as plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): a promising green agriculture technology. In Plant health under biotic stress (pp. 219–236). Springer.
Kementerian Pertanian. (2019). Data lima tahun terakhir sub-sektor tanaman pangan. Retrieved from
https://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TPATA
P-2017(pdf)/23-ProdJagung.pdf Khoiri, S., & Mualim, M. (2018). Fermentasi Limbah Jagung dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung Ungu Introduksi di Madura. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi,
11(2), 96–100.
Kusumanigtyas, R. (2015). Efektivitas formulasi bakteri berbahan aktif Pseudomonas diminuta, Pseudomonas mallei, dan Bacillus mycoides pada berbagai bahan pembawa seabagai bionematisida untuk mengendalikan nematoga sista kentang (Globodera
rostochiensis).
Universitas Jember.
Matruti, A. E., Kalay, A. M., & Uruilal, C. (2018). Serangan Perenosclerospora spp Pada Tanaman Jagung Di Desa Rumahtiga, Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon. Agrologia, 2(2).
Pakki, S. (2017). Kelestarian ketahanan varietas unggul jagung terhadap penyakit bulai Peronosclerospora maydis. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 1(1), 37–44.
Rahni, N. M. (2012). Efek Fitohormon PGPR terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays).
CEFARS: Jurnal Agribisnis Dan Pengembangan Wilayah, 3(2), 27–35.
Rashid, Z., Zaidi, P. H., Vinayan, M. T., Sharma, S. S.,
& Setty, T. A. S. (2013). Downy mildew resistance in maize (Zea mays L.) across Peronosclerospora species in lowland tropical Asia. Crop Protection, 43, 183–191.
Rustiani, U. S., Sinaga, M. S., Hidayat, S. H., & Wiyono, S. (2015). Tiga spesies
Peronosclerospora penyebab penyakit bulai jagung di Indonesia. Berita Biologi, 14(1), 29–37.
Sireesha, Y., & Velazhahan, R. (2016). Biological control of downy mildew of maize caused by Peronosclerospora sorghi under
environmentally controlled conditions. Journal of Applied and Natural Science, 8(1), 279–283.
https://doi.org/10.31018/jans.v8i1.786
Sivasakthi, S., Usharani, G., & Saranraj, P. (2014). Biocontrol potentiality of plant growth promoting bacteria (PGPR)-Pseudomonas fluorescens and Bacillus subtilis: a review. African Journal of Agricultural Research, 9(16), 1265– 1277.
Sutama, K., Ratih, S., Maryono, T., & Ginting, C.
(2015). Pengaruh bakteri Paenibacillus polymyxa dan jamur Trichoderma sp. terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw) pada tanaman jagung. Jurnal Agrotek Tropika, 3(2), 199–203.
Ulhaq, M. A., & Masnilah, R. (2019). Pengaruh Penggunaan Beberapa Varietas dan Aplikasi Pseudomonas fluorescens untuk Mengendalikan Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Pengendalian Hayati, 2(1), 1–9.
Vidhyasekaran, P., & Muthamilan, M. (1995).
Development of formulations of Pseudomonas fluorescens for control of chickpea wilt. Plant Disease (USA).
Zainudin, Z., Abadi, A. L., & Aini, L. Q. (2014). Pengaruh pemberian Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Bacillus subtilis dan
Pseudomonas fluorescens) terhadap penyakit bulai pada tanaman jagung (Zea mays L.). Jurnal Hama Dan Penyakit Tumbuhan, 2(1), pp-11.
|
089f6410-0430-4b23-baf5-07cb0d520b3e | https://ojs.serambimekkah.ac.id/jse/article/download/6055/4440 | p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
Identifikasi Kondisi dan Biaya Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Aceh Barat Daya
Dian Febrianti 1 , Zakia 2
1,2 Prodi Teknik Sipil, Universitas Teuku Umar, Meulaboh Aceh Barat Indonesia *Koresponden email : [email protected], [email protected]
Diterima: 28 Maret 2023 Disetujui: 15 April 2023
## Abstract
The housing problem is one of the government's programs that must be considered, because of the increasing number of slum areas in various regions in Indonesia. To overcome this, the Aceh Barat Daya District Government realized a housing rehabilitation program for the poor and the poor and received Rp. 25,000,000,- (Twenty Five Million Rupiah) / house according to the type of damage. The problem that will be raised in this study is how the existing conditions of damage to Uninhabitable Houses in Jeumpa District, Southwest Aceh Regency are viewed from the level of damage and the cost of rehabilitation needed for one unit. This study aims to identify the damage and calculate the cost of repairs to each house that received rehabilitation assistance in Jeumpa District, Southwest Aceh Regency. The method used in this research is in the form of a damage identification survey and RAB calculation based on the Public Works Price Analysis (AHSPU). The number of houses that received assistance based on the results of a survey in the Jeumpa District location was five housing units. Based on the results of the study, it was found that the budget for damage was greater than the costs provided by the government. This is due to the limited funds owned by the government. This government program has greatly helped the poor to obtain decent housing. Keywords: condition, damage, cost, rehabilitation, uninhabitable house
## Abstrak
Masalah perumahan menjadi salah satu program pemerintah yang harus diperhatian, karena semakin banyaknya jumlah kawasan kumuh diberbagai daerah di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya merealisasikan program bantuan rehab rumah untuk kaum dhuafa dan masyarakat miskin dan bantuan yang diterima sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) per rumah menurut jenis kerusakannya. Permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana kondisi existing kerusakan Rumah Tidak Layak Huni di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya yang ditinjau dari tingkat kerusakannya dan biaya rehab yang dibutuhkan untuk satu unit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerusakan dan menghitung biaya perbaikan pada setiap rumah yang mendapatkan bantuan rehab di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya. Metode yang digunakan pada penelitaian ini berupa survei identifikasi kerusakan dan perhitungan RAB berdasakan Analisa Harga Pekerjaan Umum (AHSPU). Jumlah rumah yang mendapatkan bantuan berdasarkan hasil survei yang ada di lokasi Kecamatan Jeumpa sebanyak lima unit rumah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah anggaran biaya kerusakan lebih besar dari biaya yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan terbatasnya dana yang dimiliki pemerintah. Program pemerintah ini sudah sangat membantu masyarakat miskin untuk memperoleh rumah layak huni.
Kata Kunci: kondisi, kerusakan, biaya, rehabilitas, rumah tidak layak huni
## 1. Pendahuluan
Pada saat ini masalah perumahan menjadi salah satu hal yang mendapat perhatian lebih dari pemerintah diberbagai tingkatan, mulai Permerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah. Dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945 telah mengamanahkan melalui Pasal 28 ayat (1) dan pasal 28 ayat (2) bahwa untuk hidup dan mempertahankan kehidupannnya, setiap warga negara berhak memiliki tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal (papan) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus terpenuhi selain kebutuhan sandang (pakaian) dan pangan (makanan) karena pada dasarnya tempat tinggal merupakan tempat bagi manusia untuk melangsungkan kehidupan bersama keluarganya [1].
Menurut Bramantyo, 2012 Permasalahan perumahan di Indonesia sering terjadi pada kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) [2] yang mencapai 13,5 juta unit dan kondisi permukiman
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
kumuh seluas 37.407 Ha, dengan jumlah penghuninya sebanyak 3,4 juta, data tersebut diperoleh dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016 [3].
Isu pokok permasalahan perumahan dan permukiman adalah semakin banyaknya jumlah kawasan kumuh diberbagai daerah di Indonesia. Sebagaimana dalam undang-undang nomor 13 Tahun 2011 pada pasal 3 poin (a) berbunyi “Fakir miskin berhak memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan”, kemudian pada pasal 5 berbunyi “penanganan fakir miskin dilaksanakan secara tearah, terpadu, dan berkelanjutan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat”. [4] Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut maka merupakan suatu kewajiban bagi Pemerintah untuk menangani masalah perumahan dan pemungkiman yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya pada Tahun 2019 melalui Badan Baitulmal Aceh Barat Daya merealisasikan program bantuan rehab rumah untuk kaum dhuafa dan masyarakat miskin yang berada di seluruh Kecamatan di Aceh Barat Daya.
Penetapan penerima bantuan diatur dalam Keputusan Bupati Aceh Barat Daya Tahun 2019 dengan besar bantuan Rp. 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) / rumah menurut jenis kerusakannya. Pemerintah Aceh Barat Daya melalui Badan Baitulmal memberikan bantuan rehab rumah kepada kaum dhuafa dan masyarakat berpenghasilan rendah yang mempunyai keterbatasan daya beli untuk memperoleh rumah yang layak huni. Selain itu rumah-rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara individu atau berkelompok yang meliputi perbaikan, pemugaran dan perluasan yang layak huni diatas tanah si pemilik bangunan. Demikian pula dengan Kabupaten Aceh Barat Daya yang menyelenggarakan Program Rumah Layak Huni dibawah naungan Badan Baitulmal sebanyak lima unit rumah di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerusakan dan menghitung biaya perbaikan pada setiap rumah yang mendapatkan bantuan rehab di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya. Setelah dilakukan analisa tingkat kerusakan maka dilakukan perhitungan volume kerusakan berdasarkan kondisi existing, selanjutnya dikalikan dengan harga satuan daerah Kabupaten Aceh Barat Daya untuk mendapatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
## 2. Tinjauan Pustaka
Dalam peraturan UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan [5]. Perumahan di definisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan [6].
Konsep rumah layak huni adalah rumah yang mempunyai; sirkulasi udara yang baik, kualitas air yang memadai, pencahayaan atau penerangan yang cukup, dapur bersih dan pembuangan asap lancar, konstruksi bangunan yang memenuhi standar, dan mempunyai sanitasi yang baik [7]. Dalam merencanakan rumah layak huni dapat dilihat dari tingkat kerusakannya, yaitu rusak ringan, rusak sedang, dan rusak berat, dimana biaya perawatan atau perbaikan maksimum untuk rusak sedang 45% dari harga pembangunan gedung baru. Sedangkan biaya perawatan atau perbaikan untuk rusak berat maksimum 65% dari harga pembangunan gedung baru [8]. Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak huni karna tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis [9].
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang lebih baik, lebih cepat dan lebih murah, perlu diterbitkan Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) sebagai pengganti analisa BOW yang telah kadaluarsa dan tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang. Penerapan AHSP telah dimulai dengan terbitnya Surat Edaran Menteri PU Nomor: 02/SE/M2013, Tanggal 4 Maret 2013 yang ditindaklanjuti dengan proses uji publik ( public hearing ) yang diselenggarakan di Batam, Surabaya, dan Makasar dengan mengundang perwakilan stakeholders dari seluruh Indonesia. Dengan terbitnya Peraturan Menteri PU Nomor: 11/PRT/M/2013, tentang Pedoman AHSP ini diharapkan akan diperoleh keseragaman dan kesamaan. [10]
## Penelitian terdahulu
Ref [11] menunjukan bahwa di Kota Serang dalam aspek penerapan, jumlah nominal bantuan yang sebesar Rp. 10.000.000,- jika diberikan dalam bentuk barang itu tidak sampai sebesar nominal tersebut. Karena adanya pemotongan keuntungan untuk pihak ketiga sebagai penyedia barang, dan pajak antara Rp. 2.000.000,- hingga Rp. 3.000.000,-. Sosialisasi program yang dilakukan oleh dinas sosial kota serang juga belum berjalan optimal.
Sementara ref [12] menunjukan tujuan program belum sepenuhnya tercapai atau dengan kata lain belum banyak membantu masyarakat. Hal ini dikarenakan tidak seluruh lokasi mendapatkan perbaikan yang sama. Namun, program ini telah berperan mengurangi jumlah rumah tidak layak huni sebesar 63%
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
dari total pendataan rumah tidak layak huni pada Tahun 2006. Bersama beberapa program terkait perumahan dan permukiman lainnya, program perbaikan rumah tidak layak huni ini turut mendukung pencapaian target Kota Surakarta Bebas Kumuh Tahun 2010. Sedangkan [13] menyebutkan selisih harga satuan bahan yang paling besar dengan persentase sebesar 10,3% bila dibandingkan dengan analisa lapangan. Sementara Analisa metode SNI menghasilkan selisih harga satuan bahan yang paling kecil dengan persentase sebesar 5,4% bila dibandingkan dengan analisa lapangan.
## 3. Metode Penelitian
## Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya, yang terbagi dari 4 desa, pembagian ini berdasarkan lokasi rumah yang mendapatkan bantuan dana rehabilitasi dari pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
Dari 4 desa tersebut adalah Desa Kuta Makmu ditujukan bantuan kepada Nurjanah dan Nurmahaka. Desa Asoe Nanggro ditujukan bantuan kepada Marlia. Desa ladang Neubok ditujukan kepada Mardiani dan Desa Iku lhung ditujukan ditujukan bantuan kepada Zubaidah.
## Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan beberapa tahap. Tahapan pertama adalah mengukur dan mengidentifikasi tingkat kerusakan pada setiap sisi bangunan rumah untuk mendapat data existing dilapangan. Hasil identifikasi merupakan data primer, yang dapat digunakan untuk menghitung kerusakan sesuai denga RAP yang berlaku. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa Analisa Harga satuan Pekerjaan Kabupaten Aceh Barat Daya. Data profil penerima bantuan rehabilitas bangunan rumah, serta literatur-literatur yang dapat menunjang penelitian ini. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 . Bagan Alir Penelitian
## 3. Hasil dan Pembahasan
Hasil identifikasi kondisi kerusakan rumah dari setiap yang mendapatkan bantuan rehab, merupakan hasil data awal untuk dapat memperhitungkan volume kerusakan selanjut nya dilakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Menurut [14] Perencanaan Biaya Dengan Menggunakan Perhitungan Biaya Nyata Pada proyek Perumahan (Studi kasus Perumahan Green Hill Residence) yang dimaksud Rencanaan Anggaran Biaya adalah merencanakan sesuatu dalam bentuk faedah dalam penggunaannya.
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
## Kondisi Existing
a. Rumah Nurjannah
Berdasarkan hasil identifikasi langsung rumah nurjannah didapatkan kondisi lantai yang sudah retak dan menurun, dinding kayu yang sudah lapuk, daun pintu rusak, jendela belum ada dan didapatkan atap bocor beserta kuda- kuda kayu yang sudah keropos.
Tabel 1 . Volume Kerusakan Rumah Nurjannah Item Kerusakan Volume Satuan Lantai 2,03 M 3 Dinding 69,96 M 2 Pintu 2,00 Unit Jendela 4,00 Unit Atap dan kuda-kuda 61,80 M 2 Sumber: Data Penelitian (2020)
b. Rumah Nurmakah
Berdasarkan hasil identifikasi rumah Nurmakah didapatkan kondisi lantai yang sudah retak dan menurun, dinding kayu yang sudah lapuk, satu daun pintu rusak dan dua jendela kayu yang sudah keropos.
Tabel 2 . Volume Kerusakan rumah Nurmakah Item Kerusakan Volume Satuan Lantai 2,50 M 3 Dinding 59,56 M 2 Daun pintu 1,00 Unit Daun jendela 2,00 Unit Sumber: Data Penelitian (2020)
c. Rumah Marliah
Berdasarkan hasil identifikasi langsung rumah Marliah didapatkan kondisi Pondasi rumah retak dan patah, lantai yang sudah retak berjamur, dinding retak sebagian sudah diganti papan, dan tiga jendela kayu yang sudah keropos.
Tabel 3 . Volume Kerusakan rumah Marliah Item Kerusakan Volume Satuan Pondasi 7,00 M 3 Lantai 1,68 M 3 Dinding 51,15 M 2 Daun Jendela 3,00 Unit Sumber: Data Penelitian (2020)
d. Rumah Mardiani
Berdasarkan hasil identifikasi langsung rumah Mardiani didapatkan kondisi dinding masih dari papan yang sudah berayap, benuk kolom sudah mereng dan atap masih dari daun rumbia yang sudah bocor.
Tabel 4 . Volume Kerusakan rumah Mardiani Item Kerusakan Volume Satuan Dinding 7,00 M 2 Kolom 1,68 M 3 Sloof 51,15 M 3 Atap 3,00 M 2 Sumber: Data Penelitian (2020)
e. Rumah Zulbaidah
Berdasarkan hasil identifikasi langsung rumah Zulbaidah didapatkan kondisi Lantai masih dari tanah, dinding masih dari papan yang sudah berayap, kayu balok sudah patah dan keropos, bentuk kolom sudah mereng dan atap masih dari daun rumbia yang sudah bocor, kondisi pintu sudah tidak layak pakai dan jendela dibuat seadanya.
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
Tabel 5 . Volume Kerusakan rumah Zulbaidah Item Kerusakan Volume Satuan Lantai 1,75 M 3 Dinding 91,76 M 2 Ring Balok 0,62 M 3 Daun Pintu 2,00 Unit Jendela 1,00 Unit Atap dan kuda-kuda 74,80 M 2 Sumber: Data Penelitian (2020)
Gambar 2. Kondisi Eksisting Sumber: Data Penelitian (2020)
## 4. Hasil dan Pembahasan
## Hasil Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan perkiraan biaya yang didapat dari hasil identifikasi kerusakan pada masing masing rumah. Berdasarkan hasil tersebut maka didapatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada : a. Rumah Nurjannah
Dari hasil Identifikasi kondisi existing dan volume kerusakan, pada rumah Nurjannah membutuhkan Rencana Anggaran Biaya Pelaksana Sebasar Rp.26.559.540,00 (Dua Puluh Enam Juta Lima Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). dengan Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) persiapan sebesar Rp. 350.000,00, Pekerjaan lantai dengan volume kerusakan 1,75m 3 membutuhkan anggaran sebesar Rp.1.320.000,00. dengan kebutuhan bahannya semen Portland sebanyak 11 Zak, Pasir beton 1,09m 3 .
Untuk pekerjaan dinding dengan volume kerusakan 69,96m 2 membutuhkan biaya sebesar Rp.4.702.500,00 dengan kebutuhan bahan Batako 1461 Bh, Semen portlan 4 Zak, Pasir pasang 0,53m 3 . untuk Pekerjan pintu membutuhkan biaya sebesar Rp 2.427.000 ,00. Rekapitulasi bahanyan 2 unit Daun Pintu, Engsel pintu 4 bh, Kunci tanam 2 bh, Jalusi kayu sebanyak 46 buah. Untuk pekerjan jendela
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
dibutuhkan biaya sebesar Rp 1.660.000, dengan rincian bahan nya adalah daun jendela sebanyak 4 unit, Engsel 8 Bh, Pacok jendela 4 Bh, kait angin 8 Bh. Pekerjaan atap membutuhkan biaya Rp.10.595.000, dengan rincian kebutuhan nya Kayu balok 5/10 sebanyak 12 Btg, Kayu gording 5/5 sebanyak 19 Btg, Seng BJLS sebanyak 60 Lbr, Rabung seng 9 Lbr, Papan lisplank uk 2 x 20 sebanyak 8 Paku seng sebanyak 2,40 Kg dan Upah pekerja sebesar Rp.6.500.000. Rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 6 .
Tabel 6 . Rencana Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) Rumah Nurjannah Uraian Jumlah Belanja barang dan jasa 350.000 Belanja Modal 19.709.540 Ongkos pekerjaan 6.500.000 Jumlah Rp 26.559.540 Sumber: Hasil Penelitian (2021)
## b. Rumah Nurmakah
Dari hasil Identifikasi kondisi existing dan volume kerusakan, pada rumah Nurmakah membutuhkan Rencana Anggaran Biaya Pelaksana Sebasar Rp.27.940.000,00 (Dua Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus empat Puluh Ribu Rupiah. Biaya persiapan membutuhkan biaya Rp. 350.000,00 untuk Pekerjaan lantai dengan volume kerusakan 1,57m 3 membutuhkan biaya sebesar Rp.1.130.000,00 dengan kebutuhan bahan nya semen Portland sebanyak 15 Zak, Pasir beton sebanyak 1,49m 3 . Untuk pekerjaan dinding dengan volume kerusakan 50,36 m2 membutuhkan biaya rehab sebesar Rp.3.328.000,00 dengan kebutuhan bahan batako sebanyak 1030 Bh, Semen portland sebanyak 3 Zak dan pasir pasang sebanyak 0,39m 3 . Untuk Pekerjan pintu membutuhkan biaya sebesar Rp 2.753.571,00 untuk pembelian 2 Unit daun pintu, Kayu kusen sebanyak 3,27m 3 , Engsel pintu sebanyak 4 Bh, Kunci tanam 2 Bh dan Jalusi kayu sebanyak 46 Bh. Untuk Pekerjaan jendela membutuhkan biaya sebanyak Rp 1.660.000,00 untuk pembelian 4 Bh daun jendela, Engsel pintu 8 Bh, Pacok jendela 4 Bh Kait angin 8 Bh. Pada pekerjaan Atap membutuhkan biaya sebanyak Rp 10.080.000,00 untuk pembelian Kayu balok 5/10 sebanyak 12 Btg, Kayu gording 5/5 sebanyak 19 Btg, Seng BJLS sebanyak 60 Lbr, Rabung seng 9 Lbr, Paku seng sebanyak 2,40 Kg. untuk upah pekerja dibutuhkan biaya sebanyak Rp.6.500.000,00. Rekapitulasi dapat dilihat Tabel 7 .
Tabel 7 . Rencana Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) Rumah Nurmakah Uraian Jumlah Belanja barang dan jasa 350.000 Belanja Modal 21.090.071 Ongkos pekerjaan 6.500.000 Jumlah Rp 26.559.540 Sumber: Hasil Penelitian (2021)
## c. Rumah Marliah
Dari hasil Identifikasi kondisi existing dan volume kerusakan, pada rumah Marliah membutuhkan Rencana Anggaran Biaya Pelaksana sebesar Rp.30.960.000,00 (tiga puluh juta sembilan ratus empat enam ribu rupiah). Biaya persiapan sebanyak Rp. 350.000,00 untuk pekerjaan pondasi dengan kerusakan volume existing nya 10,97m 3 dibutuhkan biaya sebesar Rp. 5.588.543,00, untuk kebutuhan bahan 13,63m 3 batu kali, Semen Portland sebanyak 43 Zak dan Pasir pasang 5,70m 3 , untuk pekerjaan lantai dengan volume kerusakan existing nya 1,68m 3 dibutuhkan biaya sebesar Rp.596.000 ,00 untuk pembelian semen Portland sebanyak 8 Zak dikali Rp.60.000 ,00 dan Pasir beton 1,04m 3 . Pekerjaan dinding dengan kerusakan existing 51,15m 2 dibutuhkan biaya sebesar Rp.3.313,500 untuk kebutuhan bahan Batako sebanyak 1025 Bh, Semen portlan sebanyak 3 Zak dan Pasir pasang 0,39m 3 . Untuk rehabilitas kolom & sloof dibutuhkan biaya sebesar Rp. 2.507.500,00 untuk pembelian 9 Zak semen Portland, Pasir beton sebanyak 0,59m 3 , Kerikil cor sebanyak 0,92m 3 Besi Ø 6 mm 15 Btg, Besi Ø 8 mm 4 Btg, Besi Ø 10 mm 20 Btg. Pada Pekerjan pintu dibutuhkan biaya Rp 3.264.000,00 untuk pembuatan daun Pintu 2 Unit Kayu kusen sebanyak 11m 3 , Engsel pintu 4 Bh, Kunci tanam 2 Bh, Jalusi kayu 25 Bh. Pada pekerjaan jendela dibutuhkan biaya Rp. 415.000,00 untuk pembelian1 Unit daun jendela, Engsel Jendela 2 Bh, pacok jendela 1 Bh dan Kait angin 2 b Bh. Pada pekerjaan atap dibutuhkan anggaran biaya sebesar Rp. 8.415.000,00 untuk pembelian Kayu balok 5/10 sebanyak 9 Btg, Kayu gording 5/5 sebanyak 19 Btg, Seng BJLS 49 Lbr, Rabung seng 8 Lbr dan paku sebanyak 5 Kg ditambah upah pekerja sebanyak Rp.6.500.000,00. Rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 8 .
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
Tabel 8 . Rencana Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) Rumah Marliah Uraian Jumlah Belanja barang dan jasa 350.000 Belanja Modal 23.119.040 Ongkos pekerjaan 7.500.000 Jumlah Rp 30.969.040 Sumber: Hasil Penelitian (2021)
## d. Rumah Mardiani
Dari hasil Identifikasi kondisi existing dan volume kerusakan, pada rumah Mardiani membutuhkan Rencana Anggaran Biaya Pelaksana Sebasar Rp.28.848.000,00 (Dua Puluh Delapan Juta Delapan Ratus Empat Puluh Delapan Ribu Rupiah). Biaya pekerjaan persiapan Rp. 350.000,00 untuk pekerjaan pondasi dengan volume kerusakan 2,85m 3 membutuhkan biaya sebanyak Rp. 1.362.660,00 dengan rincian anggaran untuk pmbelanjaan batu kali 3,42m 3 , semen Portland sebanyak 10 Zak, Pasir pasang sebanyak 1,48m 3 .
Untuk pekerjaan lantai beton dengan kerusakan existing 1,80m 3 dibutuhkan biaya perbaikan sebanyak Rp.708.000,00 untuk pembelian 9 Zak semen Portland, Pasir beton 1,12 m 3 . Untuk pekerjaan dinding dengan kerusakan existing nya 45,85m 2 dibutuhkan biaya sebesara Rp.2.900.000 untuk pembelian Batako sebanyak 909 Bh, Semen portlan sebanyak 3 Zak, untung Pasir pasang sebanyak 0,35m 3 . Untuk pekerjaan kolom & sloof dibutuhkan biaya sebanyak Rp.1.999.000,00 untuk pembelian 6 Zak semen Portland, Pasir beton sebanyak 0,44, Kerikil cor 0,68m 3 , besi Ø 6 mm sebanyak 13 Btg, Besi Ø 8 mm sebanyak 3 Btg dan Besi Ø 10 mm sebanyak 18 Btg.
Pekerjan pintu dibutuhkan biaya sebesar Rp.3.264.000,00 untuk pembelian daun pintu sebanyak 2 unit, kayu kusen sebanyak 11m 3 , Engsel pintu 4 Bh, Kunci tanam 2 Bh dan Jalusi kayu 25 Bh. Untuk pekerjaan jendela dibutuhkan biaya Rp. 415.000,00 untuk pembelian 1 Unit daun jendela, Engsel Jendela sebanyak 2 Bh, pacok jendela 1 Bh, pembuatan kait angin jendela sebanyak 2 Bh dan Pekerjaan Atap dibutuhkan biaya sebesar Rp 8.415.0000 untuk pembelian 9 Btg Kayu balok 5/10, Kayu gording 5/5 sebanyak 19 Btg, Seng BJLS 49 lembar, Rabung seng sebanyak 8 Lembar dan pembelian paku sebanyak 5 Kg dan upah pekerja dibutuhkan biaya sebanyak Rp.6.500.000 Rekapitulasi dilihat pada Tabel 9 .
Tabel 9 . Rencana Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) Rumah Mardiani Uraian Jumlah Belanja barang dan jasa 350.000 Belanja Modal 20.998.060 Ongkos pekerjaan 7.500.000 Jumlah Rp 28.848.060 Sumber: Hasil Penelitian (2021)
## e. Rumah Zulbaidah
Dari hasil identifikasi kondisi existing dan volume kerusakan, pada rumah Zulbaidah membutuhkan Rencana Anggaran Biaya Pelaksana Sebasar Rp.33.740.000,00 . Biaya pekerjaan persiapan Rp. 350.000,00 untuk pekerjaan pondasi dengan volume kerusakan 2,85m 3 membutuhkan biaya sebanyak Rp. 1.362.660,00 dengan rincian anggaran untuk pmbelanjaan batu kali 3,42m 3 , semen Portland sebanyak 10 Zak, Pasir pasang sebanyak 1,48m 3 .
Untuk pekerjaan lantai beton dengan kerusakan existing 1,80m 3 dibutuhkan biaya perbaikan sebanyak Rp.708.000,00 untuk pembelian 9 Zak semen Portland, Pasir beton 1,12 m 3 . Untuk pekerjaan dinding dengan kerusakan existing nya 45,85 m2 dibutuhkan biaya sebesara Rp.2.900.000 untuk pembelian Batako sebanyak 909 Bh, Semen portlan sebanyak 3 Zak, untung Pasir pasang sebanyak 0,35m 3 . Untuk pekerjaan kolom & sloof dibutuhkan biaya sebanyak Rp.1.999.000,00 untuk pembelian 6 Zak semen Portland, Pasir beton sebanyak 0,44, Kerikil cor 0,68m 3 , besi Ø 6 mm sebanyak 13 Btg, Besi Ø 8 mm sebanyak 3 Btg dan Besi Ø 10 mm sebanyak 18 Btg.
Pekerjan pintu dibutuhkan biaya sebesar Rp.3.264.000,00 untuk pembelian daun pintu sebanyak 2 Unit, Kayu kusen sebanyak 11m 3 , Engsel pintu 4 Bh, Kunci tanam 2 Bh dan Jalusi kayu 25 Bh. Untuk pekerjaan jendela dibutuhkan biaya Rp. 415.000,00 untuk pembelian 1 Unit daun jendela, Engsel Jendela sebanyak 2 Bh, Pacok jendela 1 Bh, pembuatan kait angin jendela sebanyak 2 Bh dan Pekerjaan Atap dibutuhkan biaya sebesar Rp 8.415.0000 untuk pembelian 9 Btg Kayu balok 5/10, Kayu gording 5/5 sebanyak 19 Btg, Seng BJLS 49 lembar, Rabung seng sebanyak 8 lembar dan pembelian paku sebanyak 5 Kg dan upah pekerja dibutuhkan biaya sebanyak Rp.6.500.000. Rekapitulasi dilihat pada Tabel 10 .
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934
Tabel 10 . Rencana Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) Rumah Zulbaidah Uraian Jumlah Belanja barang dan jasa 350.000 Belanja Modal 23.596.500 Ongkos pekerjaan 7.500.000 Jumlah Rp 30.446.500 Sumber: Hasil Penelitian (2021)
## 4. Kesimpulan
Dari hasil survei identifikasi kondisi dan biaya rehabilitasi rumah tidak layak huni di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya didapatkan Rencana Anggaran Pelaksana (RAP) lebih besar dari Anggaran Biaya yang Telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya. Dana yang diterima tidak sesuai dengan nilai kerusakan bangunan rumah namun dana bantuan yang diperoleh sangat membantu masyarakat untuk memperoleh bangunan rumah tempat tinggal yang layak huni.
## 5. Ucapan Terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, Badan Baitul mal Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Penduduk Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya yang telah membantu untuk membantu penelitian ini. Penulis juga mengucapkan kepada panitia SENASTEK SAMUDRA 2021 yang telah memberikan kami juga kesempatan untuk dapat mempresentasikan hasil penelitian ini.
## 6. Daftar Pustaka
[1]. Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pasal 28 ayat 1 dan 2, Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
[2]. Bramantyo. (2012). Efektivitas Regulasi Perumahan di Indonesia dalam Mendukung Penyediaan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Widyariset, 15(1), 243-248.
[3]. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2016). Kementerian PUPR Siapkan Empat Strategi Penyediaan Perumahan. Diakses dari https://www.pu.go.id/berita/view/10648/kementerian- pupr-siapkan-empat-strategipenyediaan-perumahan.10 Oktober 2017
[4]. Undang-undang (UU) No. 13 Tahun 2011. Penanganan Fakir Miskin.
[5]. Republik Indonesia, 1992. UUD No. 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretaiat Negara. Jakarta.
[6]. Keman, Soedjajadi. (2005). Kesehatan Perumahan dan pemungkiman. Jakarta: Kompas.
[7]. A. B. Mardhanie. (2018). “Penelitian Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kabupaten Bulungan Tahun 2017, (Jumlah Dan Prioritas Penanganan),” Jurnal Kreatif Politeknik Negeri Samarinda , Vol. 5, No 2.
[8]. Rizka, Khusnuruli, (2019). “Evaluasi Pelaksanaan Program Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kota Surakarta,” Laporan Tugas Akhir , Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
[9]. Suradi. (2012), Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni bagi Keluarga Miskin di Kota Banjarmasin. Sosiokonsepsia , 17(02): 205- 220 [10]. Peraturan Menteri PU Nomor: 11/PRT/M/2013, tentang Pedoman AHSP
[11]. A. F. Nugraha, (2014), Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS- RTLH), Skripsi . [12]. Rizka, Khusnuruli. (2019) “Evaluasi Pelaksanaan Program Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kota Surakarta,” Laporan Tugas Akhir , Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
[13]. J. N. Istigfar. (2013), “Studi analisa Harga satuan pekerjaan pada proyek konstruksi (Berdasarkan Literature dan Lapangan),” Skripsi , Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta.
[14]. Fharel Novel Lantang, Bonny F. Sompie, Grace Y. Malingkas (2014), Perencanaan Biaya Dengan Menggunakan Perhitungan Biaya Nyata Pada Proyek Perumahan (Studi Kasus Perumahan Green Hill Residence) Jurnal Sipil Statik, vol. 2, no. 2.
|
775a06ec-c310-4307-b8fc-424af3bc3422 | https://penerbitgoodwood.com/index.php/jpm/article/download/190/75 | ISSN: 2746-0576, Vol 1, No 3, 2021, 135-142
Kewirausahaan produk olahan susu dan durian untuk pengembangan ekonomi kreatif desa Wonomerto Jombang (Training of entrepreneurship for milk and durian products for creative economic development in Wonomerto Jombang village)
Siti Muhimatul Khoiroh 1* , Herlina Herlina 2 , Mohammad Insan Romadhan 3
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Indonesia 1,2,3 [email protected] 1 * , [email protected] 2 , [email protected] 3
## Riwayat Artikel
Diterima pada 29 Januari 2021 Revisi 1 pada 1 Februari 2021 Revisi 2 pada 15 Februari 2021 Revisi 3 pada 5 Maret 2021 Disetujui pada 24 Maret 2021
## Abstrak
Purpose: Wonomerto Village is a durian and milk-producing village; besides, the majority of the people work as rice farmers. Durian and milk are a side business that is used as additional income during the waiting period for harvest. The price is quite low than the price of durian or milk in cities. This is a problem for the government who wants to raise the village's natural products as a potential business to support the tourism program of the City of Jombang.
Method: A 4-stage work program was compiled to solve the problems of Wonomerto Village partners, namely socialization, implementation, evaluation and reporting. The implementation of partnerships in the field of entrepreneurship in the form of processing milk production, durian, as well as online packaging and marketing techniques by utilizing a mini studio made from affordable materials to penetrate the online market.
Results: The results of this training program are that the community is able to make various processed products with added value, such as milk candy, fresh milk variants, durian pies, and durian milk cakes with attractive packaging to be marketed in various tourist attractions in Jombang.
Conclusions: This training has a positive impact in increasing understanding of innovation and technology by 70% as well as interest in innovation for increasing the existence of the creative industry in Wonomerto Village.
Keywords: Product innovation, Milk, Durian, Packaging,
Marketing
How to cite: Khoiroh, S. M., Herlina, H., Romadhan, M. I. (2021). Kewirausahaan produk olahan susu dan durian untuk pengembangan ekonomi kreatif desa Wonomerto Jombang. Yumary: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat , 1(3), 135-142.
## 1. Pendahuluan
## Analisis situasi
Desa Wonomerto, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang merupakan salah satu desa yang memiliki beberapa potensi wisata alam dan juga produk unggulan yang sangat kompetitif dan bevariatif. Salah satu potensi wisata di Desa Womerto adalah Wana Wisata Sumber Biru, Batu Pelangi, Sumber mili, dan Makam Benowo yang menyuguhkan konsep wisata alam berpadu dengan kafe dengan pemandangan utama berupa sungai dan juga perbukitan di ketinggian kurang lebih 500 meter diatas permukaan air laut. Pengunjung dapat menikmati makanan di tengah aliran sungai di Wisata Banyu Biru. Letak Wisata Banyu Biru berada di lereng Pegunungan Anjasmoro, di ketinggian sekitar 300 meter di puncak bukit.
Wisata Banyu Biru dikelola sejak bulan Maret 2018 oleh pemuda peduli wisata Desa Wonomerto. Luas Wisata Banyu Biru seluas hampir 2 hektar. Meja makan dan kursi di Wisata Banyu Biru dibangun di tengah aliran sungai yang airnya jernih. Aliran arus sungai dengan lebar rata-rata 4 meter tidak begitu deras dengan 8 angkringan di sepanjang sungai. Kapasitas masing-masing angkringan berjumlah 6-8 orang per titik. Makanan yang dijual di Wisata Banyu Biru tergolong makanan tradisional yang harganya berkisar Rp10.0000 sampai dengan Rp12.000,00 per porsi. Sedangkan harga tiket masuk ke objek wisata ini cukup dengan membayar Rp5.000,00 per orang. Selain menyuguhkan keindahan objek wisata alamnya, masyarakat Desa Wonomerto Kabupaten Jombang hampir mayoritas berprofesi sebagai bertani. Ladang utama pertanian berupa padi dan juga sebagian merupakan tebu dan perkebunan durian serta buah salak. Hasil perkebunan sebagian besar menjadi bentuk pendapatan perekonomian sampingan yang bersifat musiman. Selama masa tunggu panen padi tiba, atau saat masa panen perkebunan maka masyarakat melakukan perdagangan hasil kebun durian, salak, petai, dan susu perah sebagai alternatif mata pencaharian (Widiasih, Khoiroh, Satoto, Prasetyo, & Yunianto, 2020) .
Sebagai upaya pengembangan desa, salah satu program pemerintah setempat adalah pengembangan masyarakat desa mandiri usaha (Winangsih, Widyastuti, & Widyastuti, 2019) . Untuk mencapai tujuan kemandirian perekonomian melalui kemandirian pangan tersebut, pengembangan dunia usaha dari hasil alam adalah salah satu upaya yang dirasa paling efektif untuk meningkatkan ketrampilan (Agustina, Indra, Nirmala, & Widiyanti, 2020) dan mendukung pariwisata Desa setempat melalui hasil alam ( Nawir & Irmawaty, 2019) . Faktor penting yang mendukung adalah dengan pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga disetiap rumah (Aslichati, 2011) .
Untuk mewujudkan tujuan besar ini, pemerintah desa dan juga masyakarat pun menyadari akan adanya keterbatasan. Diantaranya adalah karena minimnya pemahaman dan ketrampilan yang dimiliki masyarakat dalam mengembangkan produk hasil kebun yang melimpah (durian, salak, pisang, petai, serta susu perah) yang masih menjadi hal yang tabu. Adapun hanya sedikit dari bagian masyarakat yang telah mengembangkannya menjadi produk olahan rumah tangga maupun produk konsumtif untuk masyarakat desa sekitar dalam rangka hajatan ataupun acara desa. Sebagian besar lainnya hanya di komoditi langsung dengan cara menjual hasil durian dan susu ke kota-kota diluar Kabupaten Jombang dengan harga yang cukup murah.
Selain itu, terbatasnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat terkait perkembangan teknologi dan penggunaan teknologi dalam kegiatan yang mendukung aktivitas yang menghasilkan income karena sebagian besar remaja berada di luar daerah untuk menuntut ilmu ataupun bekerja diluar kota membuat transfer knowledge sedikit terhambat. Sementara menurut Sholeh & Huda (2020) , pemanfaatan kemajuan teknologi dalam dunia bisnis dan digital marketing untuk meningkatkan volume penjualan di era saat ini menjadi sebuah kebutuhan.
Berdasarkan berbagai uraian analisis situasi dan permasalahan diatas, kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini berupaya untuk membantu menyukseskan program kerja pemerintah desa setempat dan inisiasi dalam pengembangan industri kreatif mandiri desa penghasil kebun Kabupaten Jombang dalam pengolahan produksi susu sapi (Kustiandi, et al., 2020) dan Durian (Hartono, Oklima, & Wartiningsih, 2019) serta bagaimana melatih packaging (Anasrulloh & Basiron, 2017) , bagaimana teknik pemasaran (Endriastuti & Permatasari, 2018) , dan branding (Sugiarto, 2019) ke tempat wisata-wisata Jombang dan keluar kota pada akhirnya untuk pasar yang lebih luas dengan nilai produk yang lebih bersaing pada pasar yang lebih luas.
## Permasalahan mitra
Diantara daftar permasalahan yang dihadapi oleh mitra Desa Wonomerto yang akan menjadi fokus dalam pengabdian masyarakat kali ini adalah :
1. Banyak potensi alam yang sebenarnya mampu menjadi peluang usaha di desa Wonomerto. Namun masyarakat di desa Wonomerto kurang mengetahui tentang pentingnya ilmu kewirausahaan dan berwirausaha untuk peningkatan kemandirian perekonomian keluarga.
2. Masyarakat tidak bisa mengidentifikasi dengan jelas cakupan pangsa pasar yang ada untuk hasil produk mereka, termasuk peluang usaha yang dapat dikembangkan di tempat tempat wisata seperti sumber biru, batu pelangi, sumber mili, dan makam benowo yang sebenarnya sangat potensial dijadikan diversivikasi bisnis makanan minuman olahan hasil perkebunan
dalam bentuk toko atau cafe usaha oleh oleh khas Wonomerto sebagai Desa penghasil Durian, susu, dan lain sebagainya.
3. Keterbatasan skill dan kemampuan masyarakat dalam mengembangakn produk berbahan dasar buah dan sayur hasil kebun menjadi produk bernilai jual.
4. Keterbatasan dalam modal dan pemanfaatan teknologi untuk membuat desain kemasan produk yang lebih eye catching dan menarik.
5. Tidak adanya media digital marketing untuk memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan usaha dan memperluas pasarnya di luar kota Jombang.
## Solusi PKM
Berdasarkan beberapa fokus permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka berikut adalah alternatif program kerja yang ditawarkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat di desa Wonomerto:
1. Sosialisasi pentingnya berwirausaha dan peran kewirausahaan dalam mendukung ide bisnis dalam mewujudkan kemandirian ekonomi keluarga.
2. Membantu pemetaan dan analisis pangsa pasar bagi masyarakat Desa Wonomerto melalui analisis Value Chain dan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
3. Membuat pelatihan bagi masyarakat yang nantinya pesertanya berasal dari ibu-ibu terutama masyarakat umum yang telah memiliki usaha jual beli hasil perkebunan namun belum bisa dikembangkan dengan pembuatan beberapa produk olahan berbahan dasar buah dan susu perah.
4. Melakukan pelatihan pembuatan desain kemasan kepada pemuda atau masyarakat yang tanggap teknologi untuk pengemasan hasil produk olahan pada program kerja sebelumnya untuk dapat meningkatkan minta beli konsumen.
5. Membuat teknologi mini studio berbahan sisa bekas rumah tangga berupa kardus dan kertas buffalo warna putih sebagai media promosi digital untuk mendukung marketing produk.
6. Pendampingan strategi pemasaran dengan analisis BMC dari diversifikasi produk yang dihasilkan, serta analisis market share .
## Luaran PKM
1. Rekayasa sosial berupa peningkatan knowledge dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mandiri finansial dengan berwirausaha dari hasil kebun atau hasil alam yang selama ini sudah mereka miliki.
2. Meningkatkan kemampuan analisis situasi dan analisis peluang usaha dilingkungan sekitar masyarakat untuk bisa dipublikasikan dan dipasarkan keluar daerah (bisa menganalisis aliran rantai pasok yang efektif.
3. Meningkatnya ketrampilan dalam inovasi produk olahan susu dan durian
4. Meningkatkan pengetahuan terkait pemasaran konvensional maupun modern (online dengan marketplace atau media sosial) dengan memanfaatkan teknologi.
5. Meningkatkan pendapatan UMKM desa Wonomerto.
## 2. Metode
Setelah memahami situasi dan permasalahan serta usulan program kerja dan solusi yang diharapkan dari pelaksanaan pengabdian, metode pelaksanaan program pengabdian masyarakat dalam program pelatihan dan sosialisasi, serta pendampingan olahan susu dan durian Desa Wonomerto Kabupaten Jombang dilakukan dengan 4 (empat tahapan), yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Pada tahap ini dilakukan inisiasi program kerja berdasarkan survei lokasi dan FGD bersama masyarakat desa oleh pengabdi bersama dengan lembah penelitian dan pengabdian masyarakat Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Pengumpulan data terkait potensi desa, jumlah masyarakat produktif, serta potensi pariwisata
b. Menyiapkan program pengabdian masyarakat yang dibutuhkan yaitu dalam bentuk program pelatihan pengolahan hasil potensi alam, desain packaging , serta pelatihan penggunaan mini studio buatan untuk pemasaran modern
c. Menyiapkan alat dan bahan untuk mendukung pelaksanaan program serta menetapkan peserta program pelatihan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Penyampaian pentingnya kewirausahaan kepada peserta pelatihan di Desa Wonomerto, meliputi Masyarakat yang memiliki kebun durian, peternak susu, serta perangkat Desa, dan Ibu-Ibu PKK serta perwakilan pengelola pariwisata Desa setempat.
b. Melakukan demo pelatihan pembuatan beberapa varian produk olahan berbahan susu dan durian yang sedang in/ tren di masyarakat, berupa : permen susu, minuman susu rasa-rasa, pie susu, pie durian, minuman smoothies susu durian.
c. Menunjukkan desain packaging yang menarik
d. Melakukan pelatihan pemotretan hasil produk dengan mini studio dan cara menggunakan marketplace serta media sosial sebagai media pemasaran
3. Tahap evaluasi dan Pelaporan
a. Proses evaluasi hasil pelaksanaan pelatihan dilakukan setelah pelatihan berlangsung selama satu bulan dengan frekuensi selama 4 kali pertemuan di desa Wonomerto Kabupaten Jombang dengan memberikan kuesioner kepada peserta yang hadir.
b. Tahap pelaporan dilakukan dengan melaporkan seluruh kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan kepada Perangkat Desa, serta Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
## 3. Hasil dan pembahasan
Hasil dari pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh peneliti ditinjau dari tahapan pelaksanaan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
Dalam tahap persiapan inisiasi ide pengadaan program kerja memperoleh dukungan dan support baik lembaga institusi pendidikan Perguruan Tinggi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), masyarakat desa Wonomerto beserta perangkat Desa. Koordinasi berjalan dengan lancar dan jadwal pelaksanaan program kerja dapat terlaksana sesuai dengan estimasi awal yang diperkirakan.
Selain itu persiapan dalam peralatan maupun bahan yang diperlukan sangat terbantu dengan adanya tim mahasiswa yang terlibat, sehingga proses pengadaan alat kerja untuk mendukung terlaksananya program kerja pelatihan maupun pendampingan berjalan dengan lancar.
2. Tahap pelaksanaan
Dalam program kerja yang dilaksanakan terdapat beberapa agenda diantaranya adalah sosialisasi pentingnya kewirausahaan pada peserta. Pada tahan sosialisasi ini dilakukan dalam kurun waktu 1 hari, di pendopo Desa dengan peserta dari masyarakat umum ±25 orang. Masyarakat sangat terbuka dan antusias dalam berdiskusi terkait pentingnya berwirausaha, potensi usaha, serta bagaimana kemampuan atau skills yang dimiliki untuk bisa menjadi masyarakat yang maju dalam bidang perdagangan yang semakin hari semakin dekat dalam berbagai media yang terjangkau secara online .
Selain itu potensi wisata alam yang dimiliki Desa adalah sumber utama untuk bisa meningkatkan sektor-sektor yang lain termasuk bisnis kuliner, oleh maupun lainnya jika bisa didukung oleh berbagai pihak yang berwenang membuat masyarakat antusias dalam mengikuti pelatihan atau demo pembuatan berbagai produk olahan yang berbahan dasar hasil perkebunan antara lain durian, pisang, serta susu perah yang selama ini hanya dijual kepada pengepul dari kota kota besar di Jawa Timur. Masa pelatihan ini dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama sehari penuh dengan peserta yang berasal dari perwakilan Ibu-Ibu PKK Desa serta Para pegiat usaha dengan jumlah ±20 orang. Diantara beberapa varian produk olahan yang dikembangkan dalam program kerja kedua ini adalah pie susu, permen susu, minuman aneka rasa dengan disertai pelatihan packaging yang menarik untuk meningkatkan daya tarik produk yang dihasilkan.
Setelah itu dilakukan pelatihan packaging , dengan peserta yang sama dari beberapa varian produk yang telah dihasilkan selesai, peserta pelatihan yang meliputi ibu-ibu PKK beserta pemuda pemudi masyarakat desa Wonomerto dilatih dalam hal pemasaran menggunakan teknik photography yang menarik dengan membuat photo box berbahan dasar
kardus tak terpakai (waste) dan memanfaatkan kamera Hp serta efek lampu warna warni untuk menghasilkan foto produk yang eye catching .
Dari hasil foto-foto produk tersebut, peserta bisa memperoleh pengalaman bagaimana memanfaatkan teknologi berupa media jual online melalui e-commerce yang sedang tren saat ini, diantaranya Instagram, Shopee, dan Tokopedia.
Berdasarkan hasil pelaksanaan program pengabdian masyarakat pada desa Wonomerto, Kabupaten Jombang , diperoleh hasil dan luaran serta dampaknya terhadap perubahan pola produksi hasil inovasi produk olahan susu dan durian dan peningkatannya secara signifikan baik dalam kapasitas produksi maupun perluasan pangsa pasar.
Dampak yang paling dirasakan dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah terbukanya wawasan dan kesadaran dalam mengembangkan atau terus menginovasi produk hasil susu dan durian yang selama ini hanya dijual dalam bentuk raw material . Tim pengabdian mendampingi masyarakat setempat dalam rangkaian program pelatihan yang telah disusun sebelumnya sebagaimana dapat dilihat pada Dokumentasi berikut :
Gambar 1. Proses demo pembuatan produk olahan susu dan durian (Sumber : Dokumentasi Pengabdi, 2020)
Pada kegiatan ini, pengabdi dibantu oleh mahasiswa melakukan demo pelatihan pembuatan produk olahan berbahan susu perah dan durian setelah diberikan sosialisasi terlebih dahulu terkait sadar kewirausahaan bagi peserta pengabdian masyarakat.
Gambar 2. Program pengabdian penjelasan dan demo pemanfaatan mini studio dari hasil olahan produk susu dan durian (Sumber : Dokumentasi Pengabdi, 2020)
Tim pengabdian masyarakat memberikan penjelasan terkait teknik pemasaran dengan pemanfaatan mini studio untuk memperluas jaringan pasar dari hasil produk olahan dengan
memanfaatkan bahan bekas berupa kardus dan kertas serta pemanfaatan cahaya matahari atau lampu senter dan bermodal HP.
Gambar 3. Mini studio sebagai media pemasaran modern dan contoh hasil produk olahan susu (Sumber : Dokumentasi Pengabdi, 2020)
Hasil pemanfaatan mini studio sebagai media pemasaran online. Setelah pelatihan ini selesai, akan dilaksanakan pengurusan ijin usaha oleh pengurus Bumdes Desa Wonomerto, Kabupaten Jombang. Setelah 2 (dua) bulan berjalan, tim pengabdian menyebarkan kuesioner:
Penyebaran kuesioner pada akhir program kerja pengabdian masyarakat desa Wonomerto dilakukan untuk mengukur beberapa indikator ketercapaian yang diharapkan oleh tim pengabdi dan juga pemerintah setempat. Diantara poin-poin yang digali dalam kuesioner monitoring dan evaluasi adalah :
1. Tingkat pemahaman dan keterbukaan wawasan dalam hal wirausaha atau entrepreneur
2. Tingkat minat dan antusiasme masyarakat peserta program kerja dalam mengikuti kegiatan selama pengabdian masyarakat dilakukan
3. Peningkatan kemampuan masyarakat peserta program pengabdian dalam menggunakan teknologi mini studio, penggunaan smartphone untuk menggunakan market place ataupun media sosial sebagai media promosi dan jual beli
4. Peningkatan target estimasi produksi olahan hasil susu maupun durian
Gambar 4. Hasil Olahan Produk Inovasi Berbahan Susu Segar dan Durian (Sumber : Data Diolah, 2020)
0 50 100 150 200 250 300 350 400 September Oktober Nopember J u m la h Pro d u k si (Pa ck ) Tahun 2020
## Estimasi Produk Olahan Susu dan Durian Desa Wonomerto Jombang
Jumlah Produksi Olahan
Susu (Pack)
Jumlah Produksi Olahan Durian (Pack)
Gambar 5. Tim Pengabdian Masyarakat Bersama Perwakilan Peternak Sapi dan Pemilik Kebun Durian Desa Wonomerto (Sumber : Dokumentasi Pengabdi, 2020)
3. Tahap Evaluasi dan Pelaporan
Dari hasil setiap program kerja pengabdian masyarakat yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal program kegiatan yang telah dirancang. Output kegiatan pengabdian yang dihasilkan seperti yang telah diharapkan oleh Tim Pengabdian. Adapun beberapa kendala yang dihadapi adalah :
1. Menyusun waktu pelaksanaan kegiatan untuk bisa menghadirkan seluruh peserta pelatihan pengabdian
2. Masyarakat desa Wonomerto yang merupakan masyarakat yang belum akrab dengan teknologi dan juga inovasi ide-ide produk olahan yang sudah umum di masyarakat perkotaan
3. Keterbatasan dalam mencari mitra selain objek destinasi wisata desa Wonomerto
4. Setelah seluruh program kerja diselesaikan, maka tim pelaksana membuat hasil laporan kepada lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat.
## 4. Kesimpulan dan saran
Program pengabdian masyarakat Desa Wonomerto Kabupaten Jombang yang dilakukan oleh Dosen Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya dengan program pelatihan kewirausahaan pengolahan susu dan durian terdapat mitra produktif dalam hal inovasi produksi, kebaharuan dalam pengemasan produk, peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan teknologi dan pentingnya pengembangan wirausaha, serta produksi yang meningkat dari pengembangan produk sekitar 50% yang dihasilkan yang sesuai dengan usulan program pengabdian yang disusun berdasarkan analisis situasi dan kebutuhan masyarakat Desa setempat selama 2 bulan.
## Ucapan terima kasih
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan dan jalan dalam setiap program kerja yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya serta dukungan berbagai pihak yang sangat mendukung dan membantu suksesnya penulisan jurnal pengabdian masyarakat ini. Diantaranya penulis ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua LPPM Universitas 17 Agustus 1845 Surabaya
2. Kepala Desa serta seluruh perangkat yang terlibat dari Desa Wonomerto, Kec. Wonosalam Kabupaten Kombang
3. Masyarakat peternak susu dan petani durian Desa Wonomerto
4. Tim mahasiswa yang turut membantu dalam seluruh kegiatan pengabdian masyarakat
5. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan laporan pengabdian dan penyelesaian jurnal pengabdian kepada masyarakat.
## Referensi
Agustina, Y., Indra, A. Z., Nirmala, T., & Widiyanti, A. (2020). Peningkatan ketrampilan dan pendapatan ibu-ibu Dasawisma dan Karang Taruna melalui kerajinan pengolahan barang sisa (Increasing the skills and income of the women of Dasawisma and Karang Taruna by processing waste goods). Yumary: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat , 1(2), 69-79. Anasrulloh, M., & Basiron. (2017). Pelatihan pembuatan kemasan (Packaging) untuk meningkatkan pemasaran produk olahan kue kacang emping melinjo. Jurnal ABDIMAS , 5(1), 26-30. Aslichati, L. (2011). Organisasi pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga sebagai sarana pemberdayaan perempuan. Jurnal Organisasi dan Manajemen , 7(1), 1-7.
Endriastuti, A., & Permatasari, M. P. Pelatihan pemasaran, pemberdayaan toko online, dan pengenalan m-commerce pada produk unggulan jagung tortila di kecamatan trucuk kabupaten Bojonegoro. Jurnal MARTABE , 1(2), 56-66.
Hartono, Y., Oklima, A. M., & Wartiningsih, A. (2019). Pemberdayaan dan pengolahan produk durian di desa Juru Mapin, kecamatan Buer, kabupaten Sumbawa. Jurnal Agrokreatif , 5(2), 115-122.
Kustiandi, J., Jaelani, M. I., Khumairoh, N., Pakpahan, N., Qomariyah, N., Azizah, R. N., et al. Peningkatan Kesejahteraan masyarakat melalui pelatihan diferensiasi produk olahan susu sapi desa Ngembal. Jurnal Graha Pengabdian , 3(3), 242-249.
Nawir, B. B., & Irmawaty. (2019). Pengembangan kelompok ekonomi kreatif yang berbasis potensi lokal sebagai penunjang kepariwisataan di kecamatan Sindue Tobata. Jurnal Inovatif Pengabdian Masyarakat , 2(2), 23-27.
Sholeh, R., & Huda, K. (2020). Pengaruh kemajuan teknologi terhadap volume penjualan ritel di kota Mojokerto. Jurnal OPTIMA , 3(1), 80-90. Sugiarto, C. (2019). Pelatihan branding sebagai upaya meningkatkan efektivitas pemasaran nugget lele desa Mojogedang. Jurnal SEMAR, 8(2) , 1-5.
Widiasih, W., Khoiroh, S. M., Satoto, H. F., Prasetyo, A., & Yunianto, P. E. (2020). PKM budidaya lele sebagai alternatif mata pencaharian petani sawah tadah hujan di desa Jukong. Jurnal Abdimas Adi Buana,3(2) , 59-66.
Winangsih, R., Widyastuti, N. W., & Widyastuti, Y. (2019). Membangun kemandirian pangan melalui manajemen komunikasi pemasaran sate Bandeng sebagai produk unggulan kota Serang. Jurnal Pengabdian Masyarakat Ipteks , 105-114.
|
3660c633-6bc7-400c-9b90-284fa99a4dc2 | https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/article/download/2779/2153 |
## Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME)
Vol. 8, No. 1, Januari 2022 p-ISSN : 2442-9511, e-2656-5862 DOI: 10.36312/ jime.v8i1.2779/ http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME
## Evaluasi Kurikulum Belajar Mandiri TK Menggunakan Model CIPP Stufflebeam
Syahrir Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta
Article Info ABSTRAK Article history: Accepted: 30 Desember 2021 Publish: 01 Januari 2022
Penelitian ini berusaha untuk mengevaluasi kurikulum Taman Kanak-Kanak dengan menerapkan model context, input, process dan product (CIPP). Untuk tujuan ini, penelitian ini menggunakan desain metode campuran, sampel dalam penelitian ini adalah guru TK ( n = 395) dipilih secara acak, dan pengawas sekolah TK ( n = 10), intrumen penelitian menggunakan angket dan wawancara. Selanjutnya dilakukan analisis isi untuk menganalisis isi kurikulum berdasarkan konstruksi model CIPP. Temuan mengungkapkan bahwa tujuan kurikulum cukup berkorelasi dengan konteks. input, proses, dan produk juga cukup berkontribusi pada kebutuhan pendidikan dan masyarakat. Namun, kurikulum tersebut gagal memenuhi kebutuhan siswa TK dan masyarakat dalam menyediakan berbagai sumber pengetahuan, kompetensi mengajar, dan kesempatan pelatihan. Studi ini merekomendasikan perlunya mengembangkan kurikulum taman kanak-kanak berdasarkan kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat. Ini menyarankan bahwa studi masa depan dilakukan dalam berbagai aspek pendidikan anak untuk prasekolah, evaluasi berkelanjutan dan komprehensif
Keywords:
Evaluasi, Kurikulum, Belajar Mandiri, Stufflebeam,
Model CIPP
This is an open access article under the Lisensi Creative Commons Atribusi-
BerbagiSerupa 4.0 Internasional
Corresponding Author: Syahrir Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta Email: [email protected]
## 1. PENDAHULUAN
Pembangunan bangsa merupakan suatu proses yang berkelanjutan, sehingga pembangunan tidak akan berhenti pada suatu generasi saja. lni berarti bahwa setiap generasi memiliki tugas untuk terus melanjutkan pembangunan yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya. Untuk itu maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan sedini mungkin sehingga dapat diharapkan anak- anak kelak dapat menjadi generasi penerus yang lebih berkualitas (Dwi astuti, 2004). Pendidikan anak usia dini menjadi jalan penting untuk mengukur perkembangan negara karena persiapan anak- anak untuk masa depan dianggap sebagai keniscayaan. Taman kanak-kanak adalah tahap penting di mana anak-anak belajar dan mengembangkan berbagai keterampilan mereka (Al-Shanawani, 2019).
Sassila (2010) mencatat bahwa karakteristik anak di taman kanak-kanak, baik yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, sosial, maupun emosional, memerlukan iklim yang sesuai yang memungkinkan terjadinya interaksi antar anak di taman kanak-kanak. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan segala sarana dan prasarana baik fisik maupun teknis. Kebutuhan dapat dianggap sebagai topik yang paling relevan dari pertumbuhan secara keseluruhan, secara umum, dan pertumbuhan di masa kanak-kanak prasekolah, khususnya, di mana anak mengalami perkembangan fisik, sosial, emosional, dan mental yang cepat. Kebutuhan pendidikan anak TK bervariasi sebagai berikut:
1. Kebutuhan psikologis dan sosial seperti kebutuhan akan cinta dan penerimaan dari orang lain, kenyamanan, kebutuhan akan penghargaan sosial, kesuksesan dan keunggulan, penegasan diri, kebebasan dan kemandirian;
2. Kebutuhan mental dan kognitif seperti penelitian dan eksplorasi, serta kebutuhan untuk memperoleh keterampilan berbahasa (Yakhlif, 2014).
Menurut (Lupi, 2017) Pelaksanaan kurikulum dibeberapa sekolah tidak dapat terlaksana di karenakan prasarana yang belum memadahi. Permasalahan lain adalah tuntutan orang tua yang mengharapkan anak mereka setelah masuk tingkat Sekolah Dasar sudah bisa membaca dan menulis, dan hal ini yang paling susah dilakukan pendidik ketika anak hanya dianggap masuk sekolah PAUD hanya bermain, padahal dalam konsep bermain telah ada konsep membaca, menulis dan berhitung ketika hal itu dilaksanakan dengan benar oleh pendidik. Secara kontekstual, Kurikulum TK harus terus diperbaharui disesuaikan dengan usia, kondisi, kebutuhan anak, dan perkembangan zaman agar tujuan Pendidikan dapat tercapai (Nurfaizah et al., 2021). Kurikulum kurang fokus pada keterampilan penting di TK seperti membaca dan menulis, yang membutuhkan kebutuhan untuk menulis ulang tujuan dan rencana kegiatan anak agar sesuai dengan tren terkini dalam pendidikan taman kanak-kanak modern. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi kurikulum belajar mandiri taman kanak-kanak dengan menggunakan model CIPP, dan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan kurikulum belajar mandiri taman kanak-kanak berkorelasi dengan konteksnya dan kontribusi input, proses, dan output dalam mencapai kebutuhan pendidikan anak-anak dan kebutuhan masyarakat.
Evaluasi kurikulum bertujuan antara lain memberikan informasi terkait pengembangan dan pelaksanaan kurikulum, sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan, menjadi dasar atau tolak ukur yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kurikulum, dan memberikan alternatif metode penyelesaian masalah, yang dapat digunakan dalam perbaikan kurikulum. Pengevaluasi kurikulum (evaluator) harus mengembangkan berbagai macam alternatif yang diperoleh selama evaluasi agar dapat menentukan alternatif mana yang dianggap sebagai pilihan terbaik untuk pengembangan kurikulum selanjutnya (Nurfaizah et al., 2021).
Model CIPP dipilih untuk penelitian ini karena dikenal luas di seluruh dunia karena keandalan dan kepraktisannya (Esgaiar & Foster, 2019). Dari beberapa evaluasi model CIPP adalah evaluasi yang paling banyak diadopsi untuk program, institusi, dan kurikulum yang digunakan secara luas dan terkenal karena kemanjurannya, komprehensibilitas, dan reliabilitasnya, yang diadaptasi dalam penelitian saat ini. Beberapa hal yang dievaluasi dalam kurikulum adalah Konten, input, Pelaksanaan dan produk pembelajaran. Untuk mengevaluasi kurikulum tersebut, menggunakan model evaluasi CIPP (Contexs, Input, Process, Product) . Model evaluasi CIPP merupakan model evaluasi yang lebih lengkap karena mencakup evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi konteks, input, proses, dan produk dapat dipraktikkan dalam rangka pengambilan keputusan (peran formatif) dan penyajian informasi mengenai akuntabilitas (peran sumatif). Konteks untuk mengumpulkan dan menganalisa needs assessment data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran. Input untuk mendapatkan sumber daya dan langkah – langkah yang diperlukan untuk mencapai identifikasi program eksternal dan material dalam pengumpulan informasi terdapat pada dimensi. Proses untuk penyediaan pengambilan keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan terus menerus memonitoring program, pengambilan keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik timbul, dukungan staf dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran. Produk untuk mengukur outcome dan membandingkannya pada hasil yang diharapkan, pengambilan keputusan menjadi lebih mampu memutuskan jika program harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan sama sekali (Syahrir et al., 2021).
1.1.Pertanyaan Penelitian
a. Sejauh mana kurikulum belajar mandiri TK cocok dengan kebutuhan pendidikan anak-anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat dengan menggunakan model Stufflebeam?
b. Sejauh mana tujuan kurikulum belajar mandiri taman kanak-kanak berkorelasi dengan konteks menggunakan model Stufflebeam?
c. Sejauh mana input kurikulum belajar mandiri taman kanak-kanak berkontribusi pada pencapaian kebutuhan pendidikan dan perkembangan anak?
d. Sejauh mana Proses kurikulum belajar mandiri taman kanak-kanak berkontribusi pada pencapaian kebutuhan pendidikan dan perkembangan anak?
## 2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kurikulum TK mengggunakan model CIPP. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. sampel dalam penelitian ini adalah 395 guru TK di NTB yang dipilih secara acak, dan 10 pengawas sekolah TK. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Angket dan wawancara
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanyaan Penelitian 1: Sejauh mana Tujuan Kurikulum Belajar Mandiri TK Berkaitan dengan Konteks Berdasarkan Model CIPP Stufflebeam?
Untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan kurikulum belajar mandiri berkorelasi dengan konteks, statistik deskriptif responden kuesioner dikumpulkan dan diringkas dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tanggapan Guru Terhadap Hubungan Kurikulum TK Dengan Konteks No. Pernyataan Frekuensi dan Persentase Respon jum Rata- rata Standar Deviasi SS S N TS STS 1 Tidak ada visi dan misi kurikulum yang jelas dan tertulis Frekuensi 46 80 78 90 96 390 2,2 1,44 Persentase 11,8 20,5 20 23,1 24,6 2 Kurikulum mendefinisikan tujuan pembelajaran di TK Frekuensi 181 126 61 11 14 393 4,14 1,02 Persentase 46,1 32,1 15,5 2,8 3,6 3 Tujuan kurikulum konsisten dengan visi, misi, dan tujuan Kementerian Frekuensi 71 52 75 90 100 388 2,7 1,44 Persentase 18,3 13,4 19,3 23,2 25,8 4 Melatih pelajar untuk menghubungkan teori dengan aplikasi dengan cara yang disederhanakan Frekuensi 8 129 83 41 56 317 2,97 1,16 Persentase 2,5 40,7 26,2 12,9 17,7 5 Kurikulum berkaitan dengan kebutuhan kognitif anak Frekuensi 168 132 63 11 16 390 4,09 1,16 Persentase 43,1 33,8 16,2 12,9 17,7 6 Kurikulum berfokus pada kebutuhan emosional anak Frekuensi 66 48 72 106 100 392 4,09 1,03 Persentase 16,8 12,2 18,4 27 25,5 7 Kurikulum berkaitan dengan kebutuhan fisik anak Frekuensi 170 117 70 17 17 391 4,04 1,09 Persentase 43,5 29,9 17,9 4,3 4,3 8 Frekuensi 73 24 167 112 15 391 3,0 1,10
Kurikulum berkaitan dengan kebutuhan sosial anak Persentase 18,7 6,1 42,7 28,6 3,8 9 Topik kurikulum belajar mandiri membangkitkan rasa ingin tahu pada anak-anak Frekuensi 106 100 72 44 69 391 3,33 1,43 Persentase 27,1 25,6 18,4 11,3 17,6 10 Kurikulum memperhitungkan perkembangan E- learning Frekuensi 40 80 82 90 100 392 2,4 1,27 Persentase 10,2 20,4 20,9 23 25,5 11 kurikulum dirancang untuk membangun pengetahuan berbasis masyarakat Frekuensi 40 74 70 120 88 392 2,5 1,37 Persentase 10,1 18,9 18 30 23 388 12 Tujuan dari kurikulum belajar mandiri untuk TK dirancang untuk membangun pengetahuan Frekuensi 108 123 86 46 25 388 3,63 1,19 Persentase 27,8 31,7 22,2 11,9 6,4 13 Menyediakan kurikulum belajar mandiri untuk kurikulum tingkat dasar Frekuensi 125 129 76 34 24 391 3,77 1,17 Persentase 32,2 33,2 19,6 8,8 6,2 14 Tujuan dari Kurikulum belajar mandiri menekankan pada pemantapan identitas masyarakat Frekuensi 100 90 84 69 48 392 3,32 1,35 Persentase Rata-rata total 392 3,30 1,01
Dari Tabel 1 terlihat jelas bahwa rata-rata keseluruhan tanggapan terhadap korelasi tujuan pendekatan belajar mandiri dengan konteks adalah 3,30 ( SD = 1,01), di mana rata-rata berkisar antara 4,1 dan 2,2 dan standar deviasi masing-masing 1,02 dan 1,4, dengan derajat sedang, menunjukkan bahwa responden memandang bahwa tujuan kurikulum belajar mandiri untuk taman kanak-kanak konsisten dengan konteks (67 %).
Berdasarkan wawancara dengan pengawas diperoleh hasil sebagai berikut:
• Mayoritas pengawas percaya bahwa kurikulum TK mempersiapkan anak untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa TK dalam konsep tradisional dan modern berfokus pada keterampilan dasar seperti membaca dan menulis.
• Semua pengawas yang diwawancarai setuju bahwa kurikulum tidak memperdulikan integrasi teknologi ke dalam kurikulum TK.
Hasil analisis mengungkapkan bahwa isi kurikulum belajar mandiri, berisi informasi dan pengalaman yang diberikan kepada anak melalui kegiatan membaca, berhitung, dan bermain, selama jam pelajaran di TK dalam mencapai keterampilan kognitif dan motorik yang memenuhi kebutuhan fisik dan mental; ini menjelaskan struktur kurikulum, yang didasarkan pada teori Piaget tentang perkembangan mental yang berkorelasi dengan pertumbuhan fisik anak, yang disebut fase kecerdasan sensorik-motorik.
Hasil analisis kuisioner dan wawancara dengan pengawas menyepakati ketidakcukupan kurikulum dalam memenuhi kebutuhan perkembangan anak. Hasilnya mengungkapkan bahwa kurikulum mendukung kebutuhan fisik dan mental seperti yang disebutkan sebelumnya, namun kebutuhan emosional, minat dan teknologi dalam pendidikan kurang terakomodir. Oleh karena itu, kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan ilmiah yang berasal dari kebutuhan masyarakat yang terus berubah dan kebutuhan anak yang terus berkembang.
Pertanyaan Penelitian 2: Sejauh mana Input Kurikulum Belajar Mandiri pada Taman Kanak- Kanak Berkontribusi dalam Pencapaian Kebutuhan Pendidikan Anak TK dan Kebutuhan Perkembangan Masyarakat Menggunakan Model Stufflebeam?
Untuk memahami kontribusi input terhadap kebutuhan pendidikan anak TK dan kebutuhan perkembangan masyarakat menggunakan model Stufflebeam, kuesioner dianalisis dengan menghitung frekuensi, persentase, mean, dan standar deviasi dari tanggapan responden tentang konsistensi tujuan kurikulum dengan konteks.
Tabel 2. Tanggapan Guru Terhadap Hubungan Kurikulum TK Dengan Input.
No. Pernyataan Frekuensi dan Persentase Respon jum Rata- rata Standar Deviasi SS S N TS STS 1 Tertarik untuk mengembangkan kurikulum TK Frekuensi 90 98 103 70 31 392 3.37 1.24 Persentase 23 25 26.3 17.9 7.9 2 Kurikulum memberikan kesempatan untuk pertumbuhan profesional guru Frekuensi 70 90 98 80 56 394 3.10 1.31 Persentase 17.8 22.8 24.9 20.3 14.2 3 Kurikulum menyediakan alat dan bahan yang cocok untuk kegiatan anak Frekuensi 113 131 81 44 23 392 3.68 1.17 Persentase 28.8 33.4 20.7 11.2 5.9 4 Kurikulum memberikan pengalaman yang menarik dan lingkungan belajar yang merangsang Frekuensi 90 91 71 49 89 390 3.11 1.48 Persentase 22 22.2 18.2 12 21.7 5 Kurikulum menyediakan berbagai sumber pengetahuan Frekuensi 90 91 71 49 89 390 3.11 1.48 Persentase 17.8 20.6 21.4 19.1 21.1 6 Kurikulum memastikan keamanan fisik anak Frekuensi 135 130 76 30 19 390 3.85 1.13 Persentase 34.6 33.3 19.5 7.7 4.9 7 Kurikulum memastikan keamanan psikis anak Frekuensi 83 80 76 80 71 390 3.06 1.41 Persentase 21.3 20.5 19.5 20.5 18.2 8 Kurikulum memiliki standar yang berkaitan dengan TK Frekuensi 41 70 87 81 69 348 2.81 1.29 Persentase 11.8 20.1 25 23.3 19.8 9 Kurikulum sesuai dengan trend yang berkembang Frekuensi 51 71 106 95 68 391 2.85 1.27 Persentase 13 18.2 27.1 24.3 17.4 10 Kurikulum mendefinisikan karakter khusus guru Frekuensi 97 140 91 31 34 393 3.60 1.19 Persentase 15.2 20.7 24.3 22.7 17.1 11 Kurikulum mengadopsi permainan dalam pembelajaran Frekuensi 102 93 77 53 65 390 3.29 1.42 Persentase 26.2 23.8 19.7 13.6 16.7 12 Kurikulum memiliki pedoman belajar mandiri Frekuensi 155 122 74 23 16 390 3.97 1.09 Persentase 39.7 31.3 19 5.9 4.1 13 Frekuensi 82 91 93 30 24 320 3.55 1.18
Kurikulum berkaitan dengan penetapan standar masuk
TK Persentase 25.6 28.4 29.1 9.4 7.5 14 Kurikulum menetapkan standar untuk mengevaluasi perkembangan anak Frekuensi 95 91 77 60 72 395 3.19 1.43 Persentase 24.1 23 19.5 15.2 18.2 Rata-rata Total 395 3.29 0.98
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata umum tanggapan peserta terhadap kontribusi input kurikulum terhadap kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat adalah 3,29 dengan standar deviasi 0,98. Hal ini menunjukkan bahwa responden percaya bahwa input kurikulum berkontribusi untuk mencapai kebutuhan pendidikan anak-anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat sebesar 65,8%.
Hasil analisis jawaban supervisor terhadap pertanyaan wawancara mengungkapkan kesepakatan sebagai berikut:
• Dalam hal memberikan panduan khusus kurikulum belajar mandiri untuk taman kanak-kanak, panduan khusus ditujukan untuk guru taman kanak-kanak. Peneliti mencapai kesepakatan antara hasil kuesioner dengan hasil wawancara yang diperoleh dari pembimbing. Kurikulum berisi buku pedoman guru dan hasil pengawas lebih detail tentang isi manual, di mana didukung delapan supervisor, yang merupakan 53% dari sampel bahwa manual dalam kurikulum umum tidak menyajikan perilaku dan strategi yang dapat berkontribusi dalam membimbing guru untuk praktik yang berhubungan dengan masalah psikologis dan perilaku anak.
• Dalam hal kelemahan lingkungan, sembilan peserta berpendapat bahwa ada perbedaan yang jelas antara sektor swasta dan pemerintah, yang menguntungkan sektor swasta dalam hal pengolahan lingkungan TK dan kelas.
• Dalam hal kurangnya kompetensi mengajar dan kurangnya kesempatan pelatihan dan kurangnya kualifikasi pendidikan dan pengembangan profesional guru taman kanak-kanak, 12 pengawas sepakat bahwa ada sebagian besar guru taman kanak-kanak yang tidak berspesialisasi dalam masa kanak-kanak. Selain itu, guru TK tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk pelatihan kerja sebagai insentif karena guru mengembangkan dirinya dengan keterampilan dan pengetahuannya sendiri dan karena tidak ada guru yang menggantikannya selama guru dasar dalam pelatihan.
• Pembimbing menambahkan bahwa kurikulum adalah guru dan guru adalah kurikulum Hasil analisis isi dalam hal kontribusi masukan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat terbatas, karena masukan (identifikasi rencana yang lebih sesuai dengan kebutuhan metode perancangan kurikulum) tampak banyak. dalam konten kurikulum (proses), dan alat analisis kartu tidak menyajikan input untuk TK tetapi menyajikan beberapa praktik terapan, di mana hasil analisis menunjukkan ketidakhadiran total dalam input kurikulum sebagai berikut:
1. ketidakjelasan standar perkembangan anak dan penerapannya di bidang unit kurikulum,
2. Tidak menyebutkan konsep dan metode pembelajaran modern,
3. Tidak adanya tujuan strategis pembelajaran anak usia dini dan tidak didasarkan terutama pada rencana nasional pengembangan anak usia dini.
4. Hasil analisis isi juga mengungkapkan tersedianya panduan spesifikasi guru TK dan spesifikasi ruang kelas TK menurut kurikulum.
Hasil analisis isi juga menemukan bahwa kurikulum berkontribusi dalam membimbing perilaku anak secara terbatas dan sebatas memperkenalkan metode tradisional dalam rehabilitasi anak seperti hukuman dan penghargaan. Kurikulum juga menyajikan contoh-contoh masalah yang dihadapi oleh anak-anak dan guru taman kanak-kanak dan metode penyelesaiannya, tetapi
kurikulum tidak memberikan panduan terpadu untuk masalah psikologis dan perilaku pada anak- anak: penyebab, motif, manifestasi, metode pengobatan, dan efeknya. . Oleh karena itu, guru tidak diharapkan mampu memecahkan masalah secara umum karena apa yang sudah ada dalam kurikulum merupakan obat untuk masalah kecil tertentu pada tataran praktis.
Pertanyaan Penelitian 3: Sejauh mana Proses Kurikulum Belajar Mandiri untuk Taman Kanak-Kanak Berkontribusi dalam Memenuhi Kebutuhan Pendidikan Anak TK dan Kebutuhan Perkembangan Masyarakat Menggunakan Model Stufflebeam?
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mandiri di taman kanak-kanak berkontribusi terhadap kurikulum, deskriptif statistik dihitung pada kontribusi proses kurikulum tentang kebutuhan pendidikan anak-anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat .
Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata jawaban responden sejauh mana kontribusi proses kurikulum terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat adalah netral (M = 3.21, SD = 1,09), menunjukkan bahwa responden memandang bahwa proses yang berkontribusi dalam mencapai tujuan kurikulum belajar mandiri TK untuk kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat adalah 64 %. Dari hasil analisis wawancar a mengenai kontribusi input terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat, teridentifikasi hasil angket dan hasil analisis wawancara sepakat bahwa kurikulum menitikberatkan pada pengajaran keterampilan akademik. Sebagian besar supervisor setuju bahwa kurikulum belajar mandiri berfokus pada literasi, numerasi, sains, dan agama. Ini dilakukan dengan cara tradisional. Tiga pengawas menyatakan bahwa kurikulum tidak secara jelas berfokus pada pembelajaran keterampilan akademik; buku tersebut tidak menyebutkan strategi dan metode untuk memberikan keterampilan akademik dan menanamkan nilai-nilai agama. Kurikulum terbatas pada beberapa kegiatan akademik dengan lembar kerja untuk mengajar literasi.
Tabel 3. Tanggapan Guru Terhadap Korelasi Kurikulum TK Dengan Proses
No. Pernyataan Frekuensi dan Persentase Respon jum Rata- rata Standar Deviasi SS S N TS STS 1 Kurikulum menyediakan sistem bimbingan untuk orang tua Frekuensi 70 100 92 66 65 393 3.11 1.34 Persentase 17.8 25.4 23.4 16.8 16.5 2 Kurikulum menawarkan integrasi kegiatan akademik dan pengembangan Frekuensi 94 115 106 47 27 389 3.52 1.18 Persentase 24.2 29.6 27.2 12.1 6.9 3 Tersedia fasilitas yang memadai sehingga anak- anak dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan Frekuensi 65 100 100 63 64 392 3.10 1.31 Persentase 16.6 25.5 25.5 16.1 16.3 4 Kurikulum menerapkan pembelajaran kelompok Frekuensi 40 62 84 80 142 390 2.27 1.36 Persentase 10.3 16.5 21.5 20.5 31.7 5 Kurikulum menilai pertumbuhan anak secara berkelanjutan Frekuensi 88 94 83 57 69 391 3.19 1.40 Persentase 22.5 24 21.2 14.6 17.6 6 Kurikuum memungkinkan adanya koordinasi yang terus menerus dengan orang tua/wali Frekuensi 82 96 111 46 56 391 3.26 1.31 Persentase 21 24.6 28.4 11.8 14.3 7 Frekuensi 130 109 51 20 84 394 3.46 1.51
Guru memberikan bantuan dan dukungan kepada anak Persentase 33 27.7 12.9 5.1 21.3 8 Kurikulum berfokus pada perkembangan kecerdasan emosi anak Frekuensi 94 102 94 32 70 392 3.30 1.39 Persentase 24 26 24 8.2 17.9 9 Kurikulum mendorong anak-anak untuk mengendalikan diri Frekuensi 79 90 82 63 79 393 3.07 1.41 Persentase 20.1 22.9 20.9 16 20.1 10 Kurikulum mempertimbangkan kecerdasan anak-anak yang beragam Frekuensi 50 53 77 94 103 377 2.60 1.33 Persentase 13.4 13.2 20.4 24.9 27.3 11 Kurikulum mempromosikan kemandirian dan kerjasama anak Frekuensi 92 90 69 73 67 391 3.17 1.42 Persentase 23.5 23 17.6 18.7 17.1 12 Orang tua berpartisipasi dalam mengajar dan evaluasi Frekuensi 121 132 83 32 22 390 3.76 1.14 Persentase 31 33.8 21.3 8.2 5.6 13 Kurikulum menyeimbangkan jam belajar dan istirahat Frekuensi 156 123 81 14 16 390 4.00 1.06 Persentase 40 31.5 20.8 3.6 4.1 14 Kurikulum memungkinkan anak-anak untuk mengusulkan dan mengelola kegiatan Frekuensi 48 60 81 94 108 391 2.5 1.33 Persentase 12 15.3 20.7 24 27 Rata-rata total 394 3.21 1.09
Pertanyaan Penelitian 4: Sejauh Mana Produk Pembelajaran Kurikulum Self-Learning TK Berkontribusi dalam Pencapaian Kebutuhan Pendidikan Anak TK dan Kebutuhan Perkembangan Masyarakat Menggunakan Model Stufflebeam?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata umum tanggapan responden sejauh mana kontribusi hasil belajar kurikulum otodidak dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan masyarakat pembangunan adalah 3,59, dengan standar deviasi 0,97. Hal ini menunjukkan bahwa responden percaya bahwa hasil belajar dari kurikulum belajar mandiri untuk taman kanak-kanak berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat dengan persetujuan tinggi sebesar 71%.
Hasil yang diperoleh dari wawancara sejalan dengan kuesioner sebagai berikut:
1. Persiapan untuk sekolah dasar: Sebagian besar pengawas mendukung bahwa kurikulum belajar mandiri di taman kanak-kanak mempersiapkan anak-anak untuk menuju sekolah dasar, yang berarti bahwa kurikulum berkontribusi pada pencapaian output kognitif, agama, dan moral.
2. Kurikulum dan kebutuhan: Tujuh pengawas percaya bahwa kepentingan kurikulum dalam memenuhi semua kebutuhan anak dan kebutuhan perkembangannya masih dibatasi oleh kebutuhan pengetahuan. Sepuluh pengawas sepakat bahwa ketidakcukupan kurikulum dalam memenuhi semua kebutuhan anak disebabkan kurangnya evaluasi kurikulum. Guru terbatas pada bentuk evaluasi yang ada yang mengukur pengetahuan, konservasi, dan informasi saja.
3. Kecerdasan sosial: Empat pengawas menyoroti pentingnya kecerdasan sosial dalam adaptasi anak dan perkembangan kemandiriannya. Seorang guru mengatakan bahwa jika guru TK menggunakan cara yang berbeda untuk memperkenalkan anak satu sama lain,
memperkenalkan anak baru kepada orang lain, bermain bersama, dan melakukan kegiatan yang sama, itu membantu mereka untuk lebih mandiri dan sukses.
Tabel 4. Tanggapan Gurua Terhadap Hubungan Kurikulum TK Dengan Produk.
No. Pernyataan Frekuensi dan Persentase Respon jum Rata- rata Standar Deviasi SS S N TS STS 1 Anak-anak menunjukkan sikap positif saat belajar di sekolah Frekuensi 130 125 75 15 47 392 3,70 1,36 Persentase 33,2 31,9 19,1 3,8 12,0 2 Lulusan memiliki keterampilan dasar dalam pembelajaran Frekuensi 130 125 75 15 47 392 3,70 1,29 Persentase 33,2 31,9 19,1 3,8 12,0 3 Kurikulum menunjukkan perbedaan antara lulusan TK dan anak-anak yang tidak memasuki TK Frekuensi 112 82 53 113 42 390 3,7 1,06 Persentase 29 21,3 13,6 29 10 4 Anak menunjukkan kecerdasan emosi yang baik Frekuensi 100 90 72 57 70 389 3,24 1,44 Persentase 25,7 23,1 18,5 14,4 18,0 5 Lulus dari TK anak mampu menghadapi masalah kehidupan dengan keterampilan Frekuensi 142 56 137 19 36 389 3,6 1,22 Persentase 37 14,4 35,1 5 9 6 Hasil belajar mandiri meningkatkan hasil belajar anak Frekuensi 170 115 50 40 17 Persentase 34,4 29,3 12,8 1,2 3,3 7 Hasil belajar mandiri membantu anak-anak untuk menciptakan kebiasaan yang baik untuk kehidupan sehari-hari Frekuensi 170 110 50 40 17 392 3,97 1,04 Persentase 34,4 29,3 12,8 10,2 4 8 Hasil dari belajar mandiri menanamkan nilai-nilai pendidikan pada anak-anak Frekuensi 173 110 50 40 17 392 3,97 1,14 Persentase 44,1 30,4 13,0 7,9 4,6 9 Anak mampu mengontrol dirinya sendiri, dan menyesuaikan perasaannya Frekuensi 121 118 76 35 41 391 3,60 1,29 Persentase 30,9 30,2 19,4 9,0 10,5 10 Anak-anak siap untuk sekolah Frekuensi 162 138 59 14 17 390 4,06 1,05 Persentase 41,5 35,4 15,1 3,6 4,4 11 Anak mampu bekerja secara mandiri dan menerima pekerjaan dalam kelompok matematika Frekuensi 103 92 57 40 87 379 3,22 1,52 Persentase 27,2 24,3 15,0 10,6 23,0 12 Anak memiliki kemampuan dalam Frekuensi 162 130 66 15 16 389 4,06 1,05 Persentase 41,6 33,4 17 3,9 4,1 13 Lulusan memiliki keterampilan menghasilkan pengetahuan, observasi, dan eksperimen Frekuensi 90 91 73 59 79 3,92 3,14 1,45 Persentase 23 23,2 18,6 15,1 20,2 14 Anak berpartisipasi secara aktif dalam melestarikan Frekuensi 152 125 74 18 21 390 3,95 1,12 Persentase 39 32,1 19 4,6 5,4
nilai-nilai dan norma dalam masyarakat
Rata-rata total 392 3.59 0.97
## 3.1.Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kurikulum belajar mandiri di TK berkorelasi dengan model CIPP. Berkenaan dengan pertanyaan penelitian pertama, hasil analisis menunjukan korelasi sedang dengan tujuan konteks silabus. Peneliti mengaitkan hasil ini dengan kegagalan kurikulum pendidikan yang tidak dibangun di atas matriks pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Al-Amir (2011), yang menyatakan bahwa matriks pendidikan dibentuk dalam bentuk baris atau kolom dalam format yang berhubungan langsung dengan mengukur pencapaian standar kualitas, menghubungkan pesan dan tujuan dengan hasil belajar. Matriks tersebut mencakup konsep yang terkait dengan kosakata pembelajaran dan elemen kurikulum serta indikator kinerja untuk hasil pembelajaran. Kurikulum tidak sepenuhnya memperhitungkan perbedaan kebutuhan anak dan kebutuhan masyarakat. Temuan ini sejalan dengan temuan Lin & Ching (2012), yang menggunakan model Stufflebeam untuk mengevaluasi kurikulum taman kanak-kanak dan menemukan bahwa tujuan kurikulum taman kanak-kanak di Taiwan tidak konsisten dengan konteksnya. Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi perancang kurikulum untuk menyadari kriteria konteks (menentukan prinsip-prinsip yang harus diperhitungkan ketika merancang dan membangun kurikulum; memahami lingkungan sekitar kurikulum; menentukan kondisi budaya, politik, ekonomi, dan pendidikan. lingkungan sekitar, dan mengidentifikasi kebutuhan anak) dalam tujuan kurikulum.
Mengenai pertanyaan kedua berusaha menjawab apakah input dari pendekatan belajar mandiri pada taman kanak-kanak dapat berkontribusi dalam pencapaian kebutuhan pendidikan anak TK dan kebutuhan perkembangan masyarakat dengan menggunakan model Stufflebeam. Hasil menunjukkan bahwa persepsi guru terhadap masalah ini adalah netral. Tanggapan mereka bervariasi antara nilai tinggi, sedang, dan rendah. Selanjutnya hasil wawancara sesuai dengan hasil angket, terkait kurangnya kompetensi mengajar dan pengembangan profesional guru TK. Kurikulum gagal mengatasi masalah karakteristik anak dan permasalahannya.
Hal ini menunjukkan bahwa input saja tidak cukup untuk menjamin output yang baik. Dalam beberapa kasus, ini tergantung pada proses yang terjadi di taman kanak-kanak dan pada kualifikasi guru juga. Namun, tetap perlu untuk mematuhi standar internasional dalam konstruksi, area, peralatan, taman bermain, manajemen, organisasi, dan guru. Ini konsisten dengan Danton (2002), yang menunjuk pada pengembangan tiga kriteria untuk taman kanak-kanak modern: guru yang berkualitas, proporsi guru untuk anak-anak, dan ukuran ruang kelas. Selain itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk memperkuat program prasekolah dengan dukungan materi yang sesuai dan Standar TK Modern Skala Eckert. Konteks, input, dan proses berinteraksi untuk menghasilkan output, dan setiap cacat di salah satunya berdampak negatif pada output; jadi, harus ada proses terorganisir yang dipimpin oleh administrasi taman kanak-kanak dan guru untuk bekerja dalam tim dengan orang yang berbeda, sehingga dapat diperoleh output yang diperlukan.
Hasil kuesioner mengungkapkan sejauh mana proses kurikulum berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat pada tingkat netral (M = 2.72). Hasil analisis wawancara pengawas menyoroti tidak adanya kegiatan penilaian perkembangan anak yang signifikan, kontak terbatas dengan orang tua, dan kurangnya minat dalam kegiatan permainan, dan banyak fokus pada pengajaran huruf, angka, dan nyanyian. Hal ini sejalan dengan penelitian Sobha (2011) yang menyatakan bahwa kurikulum belajar mandiri bebas dari pengembangan kreativitas untuk mencapai tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Mengenai domain “proses” dan korelasinya dengan model CIPP, hasilnya mengungkapkan bahwa kurikulum Secara umum disimpulkan bahwa kegiatan taman kanak-
kanak berfokus pada proses melalui kegiatan, akademik sebagian besar dipengaruhi oleh kualitas input, terutama manusia masukan seperti guru yang berkualitas, pengalaman, dan manajemen. Ini memusatkan upaya pada pengembangan masukan kurikulum untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui proses kurikulum, terutama dalam pengembangan program persiapan guru taman kanak-kanak dan program pelatihan dalam jabatan.
Berkenaan dengan “produk” domain terakhir dan bagaimana kontribusinya dalam mencapai kebutuhan pendidikan anak-anak TK dan kebutuhan perkembangan masyarakat , hasilnya menunjukkan perbedaan tingkat kontribusi output kurikulum dalam memenuhi kebutuhan anak-anak. dan kebutuhan masyarakat antara tinggi, sedang, dan rendah. Salah satu pernyataan paling mencolok yang mencapai tingkat persetujuan di antara anggota sampel adalah kemampuan kurikulum untuk membekali anak-anak dengan beberapa nilai, terutama agama, keterampilan kognitif, dan pengembangan kesiapan untuk pergi ke sekolah; bahwa ada beberapa pernyataan yang disetujui dengan derajat sedang atau ditolak sama sekali seperti pernyataan yang berkaitan dengan kemampuan kurikulum untuk mengembangkan kecerdasan sosioemosional, observasi, eksperimen,
## 4. Kesimpulan
Hasil menunjukan bahwa tujuan kurikulum belajar mandiri untuk taman kanak-kanak konsisten dengan konteksnya sampai tingkat sedang. Pandangan para supervisor lebih detail dan spesifik terkait dengan kebutuhan masyarakat. Kartu analisis isi mengungkapkan kejelasan tujuan belajar mandiri yang disediakan dalam buku teks, dan tidak adanya misi dan visi yang eksplisit. Selain itu, tanggapan responden berbeda-beda mengenai kontribusi kurikulum belajar mandiri taman kanak-kanak dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat, yang tergolong sedang. Hasil penelitian juga mengungkap kurangnya minat penerapan spesifikasi TK. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa proses kurikulum berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan anak dan kebutuhan masyarakat. Analisis mengungkapkan tidak adanya peran keluarga dalam kurikulum, di mana hanya sebatas pesan yang menginformasikan orang tua tentang rencana mingguan atau lainnya saja.
## SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis telah menyarankan sejumlah rekomendasi. Pertama, kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan perkembangan masyarakat harus dinyatakan. Kedua, karena hasil penelitian menunjukkan ketidaksesuaian spesifikasi kurikulum dengan spesifikasi kurikulum yang diadopsi di TK dan kurangnya pengembangan profesional serta kompetensi guru, penulis menyarankan agar kementrian terkait standar kurikulum dievaluasi dan dikembangkan. Ketiga, TK direkomendasikan untuk menyesuaikan antara kurikulum akademik berdasarkan keterampilan dasar pembelajaran dan kebutuhan pertumbuhan anak dengan kebutuhan dan perkembangan emosional, fisik, mental, dan spiritual. Keempat, TK harus melakukan evaluasi secara terus menerus terhadap tumbuh kembang anak dari TK hingga sekolah. Kelima, taman kanak-kanak harus menyesuaikan antara kurikulum akademik yang didasarkan pada pembelajaran keterampilan dasar dan persyaratan pertumbuhan anak dan kebutuhan mereka untuk perkembangan emosional, fisik, mental, dan spiritual melalui penerapan strategi dan kegiatan. Keenam, Guru TK harus berhati- hati dalam melakukan penilaian baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.
## 5. DAFTAR PUSTAKA
Al-Amir, G. (2011). The impact of the use of interactive programs in the growth of literacy skills for preschool children. Paper presented at the 2nd International Conference on E-Learning Distance Learning is Unique to the Unique Generation , Riyadh. Al-Shanawani, H. M. (2019). Evaluation of Self-Learning Curriculum for Kindergarten Using Stufflebeam’s CIPP Model. SAGE Open , 9 (1). https://doi.org/10.1177/2158244018822380
Danton, D. (2002). Focus on quality: Pre kindergarten programs in SREB states . Board Atlanta: Southern Regional Education.
Dwi astuti, Y. (2004). Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia: Permasalahan Kurikulum Taman kanak-kanak. PSIKOLOGIKA , 9 (18).
Esgaiar, E., & Foster, S. (2019). Implementation of CIPP Model for Quality Evaluation at Zawia University. International Journal of Applied Linguistics and English Literature , 8 (5), 106. https://doi.org/10.7575/aiac.ijalel.v.8n.5p.106
Lin, H., & Ching, M. (2012). Managing the Taiwan Kindergarten Evaluation System. International Journal of Research Studies in Management , 11 , 77-84.
Lupi, N. Z. N. (2017). Problematika Penerapan Kurikulum 2013 pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini di Kecamatan Bululawang. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Anak Usia Dini , 4 (1), 31. https://doi.org/10.21107/jpgpaud.v4i1.3563 Nurfaizah, Yuniatari, & Sukiman. (2021). Evaluasi Kurikulum dengsn Model CIPPO di Lembaga PAUD. Jurnal Riset Golden Age PAUD UHO , 4 (1).
Sobha, K. (2011). Analysis of the content of the curriculum of self-learning of kindergartens and the extent to which it contains the skills of critical and creative thinking. The Association of Modern Education: Egypt , 4 (11), 35-112.
Syahrir, S., Supriyati, Y., & Fauzi, A. (2021). Evaluasi Dampak Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) melalui model CIPP pada Kinerja Dosen aspek Pembelajaran pada Masa Pendemi Covid
19. Jurnal Ilmiah Mandala Education , 7 (1), 144–150.
https://doi.org/10.36312/jime.v7i1.1716
Yakhlif, R. (2014). The role of kindergartens in social growth. Journal of the Academy of Social and Human Studies, 11 , 15-10.
|
58ea1895-583a-476c-a293-f0c1e064f648 | http://journal.unhas.ac.id/index.php/peternakan/article/download/6285/3414 |
## ANALISIS PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PERSILANGAN SAPI MADURA DENGAN
SAPI LIMOUSIN DI PULAU MADURA
(The Development Analysis the Crossing of Madura x Limousin Cattle Implementation in Madura Island)
Farahdilla Kutsiyah 1 , Sholeh 2 , Moh. Zali 2 , dan Yudi Heryadi
1 Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam STAIN Pamekasan
2 Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Madura Pamekasan
E-mail: [email protected]
## ABSTRACT
This paper presents a description of performance and development of crossbreed (madura cattle x limousine cattle) implementation. The research method used survey, direct field observation and literature study (The results of previous research began in 1998 or for almost two decades since the program was applied). The location of research in the crossbreed central area of madura island such as Gili Iyang island (crossbreeding centre in Sumenep regency), Larangan and Kadur district (fattening zone in Pamekasan regency), Camplong and Jrengik district in Sumenep regency; meanwhile Galis and Kokop district in Bangkalan regency. Data were analyzed by using descriptive statistic. The results showed that Madura Island was adaptive for first generation madrasin cows (G1) and not adaptive for G2 or G3. For the sustainability of Madura cattle population, inseminators are not allowed to inseminate crossing cattle with limousine straw.
Keys Words: Crossbreeding, Madura cattle, Limousin cattle, Madura island
## ABSTRAK
Artikel ini memaparkan diskripsi keragaan dan perkembangan pelaksanaan persilangan sapi madura dengan sapi limousin (sapi madrasin) di pulau madura. Metode penelitian menggunakan survey, pengamatan langsung di lapangan dan penelusuran kepustakaan (hasil penelitian terdahulu mulai tahun 1998 atau selama hampir dua dasawarsa sejak program ini diterapkan). Lokasi penelitian di wilayah sentra persilangan yang mencakup seluruh madura. Titik–titik lokasi yang diamati yakni Pulau Gili Iyang (sentra persilangan) di Kabupaen Sumenep, Kabupaten Pamekasan meliputi Kecamatan Larangan dan Kadur (sentra penggemukan), Kabupaten Sampang mencakup Kecamatan Camplong dan Jrengik; sementara Kabupaten Bangkalan yakni Kecamatan Galis dan Kokop. Analisis data menggunakan statistik diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Madura adaptif untuk sapi madrasin generasi pertama (G 1 ) dan tidak adaptif untuk G 2 dan G 3 . Untuk kesinambungan populasi sapi Madura, inseminator tidak diperkenankan menginseminasi sapi hasil persilangan dengan straw limousin.
Kata Kunci : Persilangan, Sapi madura, Sapi limousin, Pulau madura
## PENDAHULUAN
Program persilangan sapi Madura dengan sapi exotic telah berjalan hampir dua puluh tahun yakni mulai tahun 1998 atau jika merujuk dasar hukumnya pada tahun 2001. Nurgiartiningsih et al. , (2008) sejak diterapkan program persilangan melalui inseminasi buatan (IB) di Pulau Madura, menunjukkan bahwa animo masyarakat untuk melakukan persilangan sapi Madura dengan exotic breed menjadi sangat tinggi. Lebih lanjut Kutsiyah et al., (2014) menyebutkan bahwa
pelaksanaan persilangan kurang terarah dan cenderung mengancam populasi sapi Madura.
Diwyanto et al ., (2009) mengemukakan bahwa saat ini IB pada sapi potong di Indonesia telah berkembang cukup luas. Sungguh pun begitu, tujuan dari program IB belum jelas, akan ke arah pembentukan ternak komposit, terminal cross , atau ternak komersial. Fakta menunjukkan bahwa peternak dibantu inseminator melakukan up grading ke arah Simmental atau Limousin. Garrick et al., (2014) menyebutkan, banyak negara berkembang berlomba-lomba
JITP Vol. 6 No. 1, Januari 2018
melaksanakan persilangan sapi lokalnya dengan sapi exotic untuk meningkatkan penampilan produksinya. FAO (2000) bangsa sapi exotic sebagai alasan utama yang membuat bangsa sapi domestikasi (lokal) negara-berkembang mengalami kepunahan.
Berdasarkan kondisi tersebut penelitian ini dilakukan, dengan tujuan menganalisis perkembangan persilangan sapi Madura dengan sapi limousine (sapi madrasin) di Pulau Madura dan mengevaluasi program perkawinan silang di wilayah sentra persilangan tertinggi di Pulau madura, guna memberikan rekomendasi pelaksanaaan persilangan di Pulau Madura yang memprioritaskan kesinambungan populasi sapi Madura.
## MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama, bulan Maret s/d Sep- tember 2014 dilaksanakan di seluruh Madura dengan metode observasi dan pengukuran langsung. Titik–titik lokasi yang diamati yakni Pulau Gili Iyang (sentra persilangan) di Kabu- paen Sumenep; Kabupaten Pamekasan meli- puti Kecamatan Larangan dan Kadur (sentra penggemukan); Kabupaten Sampang mencak- up Kecamatan Camplong dan Jrengik; semen- tara Kabupaten Bangkalan yakni Kecamatan Galis dan Kokop. Tujuan penelitian tahap ini untuk menganalisis kelembagaan pembibitan sapi Madrasin di Pulau Madura. Tahap kedua pada bulan Oktober hingga Desember 2014 di Desa Bancelok dan Mlaka Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang. Pengambilan sampelnya menggunakan simple random sampling . Jumlah sampel 56 responden (n=123 ekor) atau 16,6% dari populasi.Tujuan penelitian tahap kedua untuk mengevaluasi program perkawinan si- lang di wilayah sentra persilangan tertinggi di Kabupaten Sampang. Pengambilan data den- gan menggunakan kuisioner terstruktur dan se- bagian semi tersruktur. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data dengan menggunakan statistic diskriptif.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Straw Sapi Limousin di Pulau Madura
Mulai tahun 2002-2014 jumlah distribusi semen di Pulau Madura mengalami peningkatan
yang signifikan, tahun 2008 realisasi IB mencapai 13-34% dari sasaran IB, dengan kelahiran 2.142- 3.500 per kabupaten/tahun. Peningkatan capaian kelahiran melalui teknik IB ini disebabkan oleh diperkenalkannya semen sapi exotic (sapi Limousin dan Simmental). Kontribusi realisasi kelahiran IB sapi Limousin 41-71% dari total kelahiran sapi hasil IB per kabupaten per tahun di Pulau Madura (Kutsiyah, 2012a). Lima tahun terakhir perkembangan IB cukup pesat, realisasi akseptor IB mencapai 8.381-17.598 per tahun per Kabupaten, dengan realisasi kelahiran 4.280 -11.000 per kabupaten per tahun (Dinas Peternakan, 2014 ).
Straw Limousin lebih banyak diminati peternak dibandingkan straw sapi Madura di Pulau Madura dan kecenderungan permintaan akan straw exotic ini meningkat setiap tahun, terkecuali Kabupaten Sumenep. Seluruh wilayah di Kabupaten Sampang kecuali Kecamatan Ketapang, telah mengintroduksi IB straw Limousin, dengan sentranya di Kecamatan Jrengik, Torjun dan Sampang. Kecenderungan yang sama telah terjadi di Kabupaten Bangkalan. Sedikit berbeda dengan Kabupaten Pamekasan, di wilayah tengah dan selatan diterapkan IB persilangan, sedangkan di wilayah utara atau dikenal sebagai wilayah sentra sapi sonok yakni Kecamatan Waru, Pasean, Pakong dan Batumarmar dijadikan sebagai sentra pembibitan sapi Madura. Sementara di Kabupaten Sumenep, peternak lebih menyukai sapi Madura sehingga rumpun sapi lokal ini mendominasi di wilayah ini, namun khusus di Pulau Gili Iyang Sumenep pelaksanaan persilangan sangat tinggi.
Data Dinas Peternakan (2014) perbandingan jumlah akseptor antara semen sapi Limousin dengan semen sapi Madura di Kabupaten Sampang dari yang tertinggi mencapai 5,86:1 hingga terendah mencapai 2,47:1 dengan rataan 3,48:1. Di Bangkalan dan Pamekasan berturut- turut tertinggi mencapai 2,24:1 dan 2,38:1 hingga terendah hanya mencapai 1,21:1 dan 1,04:1 dengan rataan 1,49:1. Sementara itu kelahiran IB di kabupaten Sampang mencapai angka tertinggi 5,98 : 1 dan terendah 3,02 : 1, sementara di wilayah Bangkalan mencapai angka tertinggi 2,53 : 1 dan terendah 1,02 : 1 (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1).
Winarso (2014) melaporkan bahwa program IB pemerintah Propinsi Jawa Timur berdampak positip sekaligus negatif. Dampak positif adalah mampu meningkatkan populasi ternak dan mampu meningkatkan produksi daging ternak sapi potong. Dampak negatifnya adalah bahwa
tingginya permintaan IB ditingkat peternak belum dibarengi dengan kesiapan informasi terhadap masyarakat akan bahaya kepunahan sumberdaya genetik sapi lokal. Masyarakat peternak sudah mengarah pada branded minded yaitu cross breed semen seperti Simental dan Limousin. Tingginya permintaan peternak terhadap jenis semen tersebut cenderung meningkatnya jumlah populasi ternak hasil- hasil crossing yang dapat menggeser keberadaan ternak lokal. Dikhawatirkan ternak sapi potong hasil-hasil persilangan suatu ketika tingkat produktifitasnya rendah. Nurgiartiningsih, et al (2008) menerangkan bahwa maraknya IB sapi Madura menggunakan semen sapi Limousin di pulau Madura dikhawatirkan akan mengancam eksistensi sapi Madura sebagai salah satu plasma nuftah Indonesia. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa telah banyak dijumpai hasil persilangan sapi Limousin dengan sapi Madura di pulau Madura.
Hasil penelitian Nurgiartiningsih (2010) menunjukkan bahwa semua kabupaten dipulau Madura telah menerapkan 3 macam sistem
breeding yaitu: sistem breeding pemurnian (sapi Madura x sapi Madura), sistem breeding persilangan I (semen sapi Limousin x induk sapi Madura) dan sistem breeding persilangan II (semen pejantan sapi Limousin dengan induk sapi hasil persilangan I). Hardjosubroto (2002) melaporkan bahwa aplikasi IB di Indonesia saat ini sudah sangat meluas, terutama pada sapi perah dan sapi potong dan mungkin termasuk yang terbesar di dunia. Hal ini antara lain dikarenakan langkanya pejantan di beberapa kawasan sentral produksi sapi. Arah dan tujuan kegiatan IB di Indonesia tidak jelas karena tidak berada dalam suatu program perbaikan mutu genetik yang terencana dengan baik.
Pelaksanaan persilangan di wilayah dengan tingkat persilangan tertinggi Pulau Madura
Hasil survey terhadap 56 responden (n=123 ekor sapi) di Desa Bancelok dan Mlaka Kabupaten Sampang, kepemilikan sapi Madura sebanyak 62,6 %, G1(Persilangan pertama dengan komposisi darah 50% Madura, %0% Limousin)
Tabel 1. Perbandingan kelahiran sapi hasil IB antara straw Limousin dan Madura di
Kabupaten Sampang dan Kabupaten Bangkalan Tahun Kabupaten Sampang Kabupaten Bangkalan Limousin (ekor) Madura (ekor) Limousin: Madura Limousin (ekor) Madura (ekor) Limousin: Madura 2009 3,378 621 5,44 : 1 3,069 1,211 2,53 : 1 2010 4,825 807 5,98 : 1 3,718 1,835 2,03 : 1 2011 3,808 819 4,65:1 3,020 2,555 1,18:1 2012 4,421 1,118 3,95:1 3,545 3,470 1,02:1 2013 4,880 1,618 3,02:1 4,028 3,105 1,29:1 Sumber: Dinas Peternakan (2014) diolah
sebanyak 30,0% dan G2 (persilangan kedua dengan komposisi darah 25% Madura, 75% Limousin) sebesar 7,3%. Tujuan pemeliharaan adalah 53,6 % untuk pembibitan, 32,1% untuk penggemukan dan 14,3% untuk pembibitan dan penggemukan.
Hasil pengukuran panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan BCS tersaji pada Tabel 2 dan 3 yang memperlihatkan bahwa performan sapi Madrasin lebih tinggi dari pada sapi Madura, sementara Nilai S/C sapi Madura 1.40 kali (n=20) dan Madrasin 1.77 (n=7). Hartatik et al . (2009) kinerja reproduksi sapi Madrasin lebih buruk dari sapi Madura yaitu interval kelahiran sapi Madrasin 15,90 ± 0,47 bulan dan sapi Madura 14,39 ±0,23 bulan. Hasil pendataan terhadap 60 ekor sapi yang dibawa peternak pada pertemuan gabungan kelompok tani (gapoktan) di Pulau Gili iyang, proporsi sapi Madura hanya 6%, sisanya merupakan persilangan sapi Madura dengan Limousin mulai dari G 2, G 3, G 1 hingga beragam bangsa sapi persilangan lainnya.
## Performan G1 Madrasin yang Dihasilkan Peternak
G1 adalah performan terbaik yang dihasilkan peternak. Ini berarti lingkungan yang bisa ditoleransi baik dari aspek sosial ekonomi maupun aspek lingkungan di Pulau Madura adalah G1. Sebagaimana hasil penelitian Kutsiyah (2012a, 2012b; Kutsiyah et al., 2007, 2014a, 2014b) melaporkan bahwa hasil persilangan pertama (G 1 ) memenuhi kriteria kualifikasi sebagai berikut: (1) Performannya sangat bagus dengan syarat tatalaksana pemeliharaan memadai, artinya jumlah pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan ternak, bangunan kandang sehat dan nyaman, pemeliharaan disesuaikan dengan fase hidup sapi (pedet, muda, dewasa) serta pencegahan dan penanganan penyakit
diterapkan dengan tepat. Fakta ini dapat ditunjukkan dari penimbangan bobot jantan G1 bisa mencapai 400-850 kg pada umur sapi 3 sampai 4 tahun; (2) Service perconception (S/C) untuk menghasilkan G1 1-1,77 (Rifai et al., 2012) dan interval kelahiran 15,90 ± 0,47 bulan (Hartatik et al., 2009); (3) Performan G 1 akan menurun apabila pemeliharaannya terkendala oleh tingkat kemampuan sosial dan ekonomi petani (Kutsiyah et al., 2003); (4) Meskipun terkadang pada saat melahirkan mengalami distokia. Hasil observasi terhadap 60 ekor sapi di sentra sapi persilangan Pulau Gili Iyang, menunjukkan bahwa G 1 tahan terhadap pakan yang jelek, bahkan hasil persilangan ini tidak sulit dalam memilih pakan di samping itu G 1 kuat untuk membajak tegalan. Performan G 2 terkadang lebih besar daripada G 1 jika pakan yang diberikan berkualitas, akan tetapi G 2 cenderung mudah stress terhadap panas, sehingga peternak menyiram badannya ketika musim kemarau, G 2 dan G 3 menuntut kualitas pakan yang lebih bagus dengan S/C yang cenderung lebih tinggi daripada G 1 . Untuk G 1 di IB 1-2 kali sudah bunting, sementara G 2 perlu dilakukan 2-4 kali; di samping itu G 2 tidak kuat untuk digunakan membajak tegalan karena cepat lelah (Kutsiyat et al , 2003; 2014b; Rifai et al., 2012). Diwyanto et al. (2009) melaporkan bahwa peternak sapi potong di Indonesia menyukai sapi crossbred hasil IB, karena harga jual anak jantan sangat tinggi, sementara, 50% hasil IB adalah sapi betina yang dipergunakan sebagai replacement . Dengan kegiatan IB, sapi lokal berubah menjadi sapi tipe besar yang membutuhkan banyak pakan. Pada kondisi sulit pakan, sapi crossbred menjadi kurus, kondisi tubuh buruk, dan berakibat menurunnya kinerja reproduksi, seperti: nilai S/C tinggi,
Tabel 2. Hasil pengukuran dimensi dan skor kondisi tubuh sapi madura (murni) di sentra persilangan Kabupaten Sampang Uraian N* Lingkar dada (cm) Panjang badan (cm) Tinggi Gumba (cm) Skor Kondisi Tubuh Pedet 17 94,22 ± 0,76 80,87 ± 4,11 86.78 ± 1.21 2,88 ± 0.33 Muda 6 134,77 ± 12,04 104,28 ± 11,17 110.10 ± 6.99 2,33 ± 0,51 Dewasa (2– 2,5th) 9 144,79 ± 5,96 115,16 ± 2,51 115.38 ± 2.45 2,55 ± 0.52 Dewasa (3- 3,5th) 1 149,00 ± 0,00 122,00 ± 0,00 117.80 ± 0.00 3,00 ± 0,00 Dewasa (4– (+4th) 43 150,15 ± 5,65 120,19 ± 3,02 118.83 ± 2.03 2,90 ± 0,29
* Jumlah sampel 16,6% dari populasi
jarak beranak panjang, dan rendahnya calf crop . Kondisi ini disertai dengan rendahnya produksi susu dan tingginya kematian pedet.
## Model Penerapan Persilangan di Pulau Madura
Perencanaan scenario pengembangan ternak sapi sangat dipengaruhi oleh peran dukungan dan regulasi pemerintah (Boden et al., 2015). Philippson et al . (2006) menyebutkan bahwa untuk menghasilkan ternak yang paling produktif dan mampu beradaptasi terhadap lingkungan di wilayah tropis, sebaiknya memperhatikan kendala lingkungan dan sumberdaya yang tersedia. Fakta menunjukkan bahwa F 1 atau G1 adalah performan terbaik yang dihasilkan peternak. Ini berarti lingkungan yang bisa ditoleransi baik dari aspek sosial ekonomi masyarakat maupun aspek lingkungan adalah F 1 . Oleh karena itu, G 1 adalah final stock (untuk dipotong dan tidak menjadi sapi bibit). Kondisi ini didasari oleh: (1) seperti yang dijelaskan di
atas bahwa G 1 adalah performan terbaik. Hasil keturunan memiliki sifat unggul sapi Madura yaitu adaptasi panas, adaptasi terhadap parasit, dan tahan terhadap pakan jelek serta memiliki sifat unggul sapi subtropis yakni PBB tinggi dan bobot badan dewasa yang lebih berat; (2) kesinambungan sapi Madura lebih terjamin karena memudahkan dalam sistem pembibitannya; (3) rentang waktu jangka panjang ketersediaan sapi betina bibit yang berkualitas bagus dan beradaptasi dengan lingkungan Madura masih tetap tersedia dengan baik; (4) efek heterosis/hibrid vigor tertinggi pada G 1; (5) meminimalisasi kerugian peternak karena “ trial dan error ”. Model penerapan yang bisa direkomendasi untuk wilayah yang diprogram persilangan sebaiknya menempatkan proporsi darah kedua bangsa sapi Madura dan sapi subtropis berada pada kisaran yang seimbang atau dengan toleransi sapi subtropis 50%. Cara termudah yang bisa diterapkan untuk kebijakan ini adalah F1 khusus untuk dipotong ( slaughter ). Untuk lebih
Tabel 3. Hasil pengukuran dimensi dan skor kondisi tubuh sapi Madrasin (persilangan Madura dengan Limousin di sentra persilangan Kabupaten Sampang Uraian N* Lingkar dada (cm) Panjang badan (cm) Tinggi Gumba (cm) Skor Kondisi Tubuh Pedet Filial 1 10 112,83 ± 9,85 96,32 ± 5,43 94,90 ± 3,91 3,00 ± 0,00 Muda 10 157,31 ± 5,76 121,49 ± 4,47 120,72 ± 3,83 3,30 ± 0,48 Dewasa (3- 3,5th) 3 162,17 ± 3,74 123,63 ± 1,92 123,50 ± 2,61 3,33 ± 0,57 Dewasa (4– (+4th) 8 164,34 ±7,73 125,08 ± 3,31 122,46 ± 1,25 3,50 ± 0,53 Pedet Filial 2 3 122,40 ± 7,29 105,33 ± 0,57 97,76 ± 6,60 3,00 ± 0,00
* Jumlah sampel 16,6% dari populasi
JITP Vol. 6 No. 1, Januari 2018
jelasnya seperti pada Gambar 2. Wilayah untuk pengembangan sapi Madura dan persilangannya tidak diperkenankan inseminator mengawinkan sapi madrasin dengan straw limousin dan juga tidak diperkenankan inseminator mengawinkan sapi madrasin dengan sapi Madura. Oleh karena itu untuk memperoleh pengganti bibit induk sapi Madura di wilayah ini bisa didapatkan dengan pembelian sapi bibit Madura dari pasar ataupun inseminator menginseminasi sapi induk Madura dengan straw sapi Madura. Penerapan model ini akan berhasil dengan syarat adanya penyuluhan pada peternak tentang dampak yang tidak menguntungkan jika sapi madrasin (G1) yang dimiliki dikawinkan dengan straw limousine. Tidak kalah pentingnya inseminator sebagai ujung tombak keberhasilan penerapan model ini dilarang untuk meng IB sapi madrasin dengan straw limousine.
Sebagai tambahan, Perencanaan scenario pengembangan ternak sapi juga dipengeruhi oleh kapasitas untuk inovasi teknologi dalam mendukung industri agar memenuhi permintaan pasar lokal dan global (Boden et al ., 2015). Oleh karena itu pemanafatan teknologi seperti pemisahan sperma, sehingga dapat meningkatkan peluang memperoleh jenis kelamin ternak yang diharapkan (Mardiyah, 2006) lebih lanjut, sperma hasil pemisahan digunakan melalui IB untuk mendapatkan anak sapi dengan jenis kelamin sesuai harapan (Kaiin et al., 2007). Oleh karena itu, dianjurkan diterapkan di Pulau madura, pemisahan semen untuk menghasilkann pedet sapi jantan bisa diaplikasikan diwilayah sentra persilangan, sementara di wilayah sumberdaya genetik sapi madura pemisahan semen untuk menghasilkan pedet sapi betina.
## KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa straw limousin lebih banyak diminati peternak dibandingkan straw sapi Madura di Pulau Madura dan kecenderungan permintaan akan straw ini meningkat setiap tahun, terkecuali Kabupaten Sumenep.
Pulau Madura adaptif untuk sapi madrasin generasi pertama (G 1 ) dan tidak adaptif untuk G 2 dan G 3 , oleh karena itu G 1 khusus untuk di potong ( slaughter ) tidak sebagai sapi bibit tetapi tujuan untuk penggemukan. Untuk kesinambungan populasi sapi Madura, inseminator tidak diperkenankan menginseminasi sapi hasil persilangan dengan straw limousin.
## DAFTAR PUSTAKA
Boden L A., H. Auty, P. Bessell, D. Duckett, J. Liu, A. McKee, L.A. Sutherland, J. Reynolds, C. Kyle, B.M.C. Bronsvoort, I.J. Mc Kendrick. 2015. Scenario planning: The future of the cattle and sheep industries in Scotland And their resiliency to disease. Preventive Vet. Med., 121: 353-364.
Dinas Peternakan. 2014. Data Inseminasi Buatan tahun 2013 Kabupaten Sumenep, Sampang, Pamekasan dan Bangkalan. Disnak Bangkalan.
FAO (Food and Agriculture Organization), 2000. World Watch List for Domestic Animal Diversity, third ed., Rome, Italy.
Diwyanto, K. dan I. Inounu. 2009. Dampak crossbreeding dalam program inseminasi buatan terhadap kinerja reproduksi dan budidaya sapi potong. Wartazoa, 19: 93-102.
Garrick, D.G. dan A. Ruvinsky. 2014. The Genetics of Cattle, second ed. CABI, Wallingford, Oxfordshire, United Kingdom, Page 475– 492.
Hardjosubroto W. 2002. Arah dan sasaran penelitian dan pengembangan sapi potong di Indonesia: Tinjauan dari segi pemuliaan ternak. Disampaikan dalam acaraWorkshop Sapi Potong. Malang, 11 – 12 April 2002. Puslitbang Peternakan, Bogor.
Hartatik T., D.A. Mahardika, T.S.M Widi, dan E. Baliarti. 2009. Karakteristik dan kinerja induk sapi silangan Limousin-Madura dan madura di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan. buletin peternakan. 33: 143-147.
Kaiin, E.M., M. Gunawan dan B. Tappa. 2007. Aplikasi IB dengan sperma hasil pemisahan di Sumatra Barat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Kutsiyah F, Kusmartono, dan T. Susilawati. 2003. Studi komparatif produktivitas antara sapi madura dan persilangannya dengan limousin di Pulau Madura. JITV, 8: 98-106.
Kutsiyah F, Rizsqina, A.Y. Heryadi dan M. Zali. 2014. Pembentukan Bangsa Baru Sapi Potong di Pulau Madura. Prosiding Seminar nasional Pembangunan Peternakan Indonesia Berbasis Riset Inovatif. 22-23 Oktober 2014. Fakultas pertanian Universitas Sebelas maret, Surakarta. 2-6.
Kutsiyah F, T. Prasetyanto, M.W. Trisungkono, dan Nuriman. 2007. Evaluasi program persilangan sapi Madura di Pulau Madura. Jurnal Balitbang, Pamekasan, 1: 23-36.
## Kutsiyah, dkk
Kutsiyah F. 2012a. Kelembagaan dan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Madura. Karya Putra Darwati, Bandung.
Kutsiyah F. 2012b. Analisis pembibitan sapi potong di pulau Madura. Wartazoa, 22 (3): 113-126.
Kutsiyah F. 2014a. Pembibitan sapi Potong di Kabupaten Pamekasan. Paparan Rapat Koordinasi Pelestarian Sapi Lokal Madura. Bakorwil Pemerintahan dan Pembangunan Pamekasan. 25 November 2014.
Kutsiyah F. 2014b. Sapi Madura:Pembibitan,
Budaya, & Ekonomi Kreatif. Makalah seminar regional Sapi Madura: pembibitan dan Ekonomi Kreatif. Fakultas Pertanian Universitas Madura. 15 Oktober 2014
Mardiyah E. 2006. Pemisahan Sperma Pembawa Kromosom X dan Y Sapi dengan Kolom Media Pemisah Albumin. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian
Nurgiartiningsih V.M.A., G. Ciptadi, Aryogi dan D.B. Waluyo. 2008. Analysis of Productive Performans on Crossbred Cattle (F1) of Local Indonesian Breed with Exotic Breed In Proc 13Th AAAP Animal Science Congress. page
46.
Nurgiartiningsih, V.M.A. 2010. Sistem breeding dan performans hasil persilangan sapi madura di Madura. J. Ternak Tropika. 11: 23- 31
Philipsson J, J.E.O. Rege and A.M. Okeyo. 2006. Sustainable breeding programmmes for tropical farming systems. International Livestock Research Institute (ILRI), Kenya.
Rifai A. dan F. Kutsiyah. 2012. Service per conception sapi Madura yang dikawinkan dengan sapi Limousin di Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati, 9: 33-39
Winarso B. 2014. Realisasi kegiatan program daerah dalam pengembangan pembibitan sapi potong guna mendukung swasembada daging nasional. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 14: 111-123.
|
e577dcb3-8d7c-4da0-82e5-4391134128c8 | https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/download/1110/757 | MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA
## Herniwati *
## ABSTRAK
Sebagai negara yang telah berhasil membangun di hampir semua bidang, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya. Dua hal yang dapat diperlihatkan pada kehidupan Jepang: budaya material yang cenderung mengikuti budaya barat sehingga akhirnya mampu menyejajarkan diri dengan Amerika atau Eropa dan budaya spiritual yang tidak banyak mengalami perubahan sampai saat ini. Jepang juga disebut sebagai negara yang berwajah dua. Di satu pihak tampak sekali dipertunjukkan sebagian warganya yang bergaya modern dan berteknologi canggih, tetapi di pihak lain masyarakat Jepang masih banyak melakukan kegiatan ritual seperti tampak dalam kegiatan matsuri atau berbagai kesenian tradisional yang telah ada sejak jama kuno. Dalam kehidupan masyarakat Jepang matsuri masih dijadikan salah satu acara festival yang bersifat ritual yang selalu dirayakan disetiap tahunnya. Dengan perkembangan dan perubahan gaya hidup sebagian masyarakat Jepang yang modern, masih dapat menyempatkan untuk selalu mengikuti matsuri/festival dengan baik dan khusyuk.
## Kata kunci : makna matsuri, masyarakat Jepang
## PENDAHULUAN
Jepang dikenal sebagai negara yang berhasil membangun negaranya dalam kurun waktu yang singkat dan menjadi bangsa di benua Asia yang kedudukannya sejajar dengan bangsa- bangsa Barat, terutama Amerika. Ketertinggalan Jepang akibat pelaksanaan sakoku (penutupan negara) ditanggapi dengan cepat. Jepang mulai membangun negaranya yang telah tertinggal dari negara-negara Barat, bahkan negara-negara Asia tetangganya, seperti Cina dan Korea menjadi negara modern. Di bawah pemerintahan Meiji, Jepang dengan slogan fukoku kyohei mulai membangun ketertinggalannya dalam berbagai bidang kehidupan. Peristiwa kedua yang berhubungan dengan pembangunan Jepang terjadi ketika mengalami kekalahan dalam Perang Dunia Kedua, yang berakibat hancurnya perindustrian yang baru dibangun. Namun, dalam kurun waktu yang singkat Jepang berhasil menyamai kedudukannya dalam bidang ekonomi dengan negara-negara Barat.
Keberhasilan Jepang khususnya tampak dalam bidang kebudayaan material yaitu dengan mengikuti beberapa kebudayaan barat dalam perilaku kehidupannya sehari-hari, tetapi dalam budaya spiritual Jepang tidak mengalami perubahan sehingga Jepang sering dikenal sebagai negara yang mempunyai kebudayaan yang berwajah dua. Yang dimaksud dengan kebudayaan berwajah dua yaitu pertama, wajah modern yang diartikan sebagai wajah barat dengan pola hidup sehari-hari yang tampak mirip dengan bangsa barat. Kedua, wajah tradisional, yaitu dengan masih banyaknya kegiatan masyarakat Jepang yang tampak dalam bidang ritual yaitu dengan penyelenggaraan matsuri, maupun berbagai kesenian yang masih dipertahankan sebagai bagian dari budaya tradisional yang telah ada sejak zaman Kuno.
Wajah budaya barat yang dimiliki oleh Jepang yaitu gambaran wajah modern bergaya barat yang tampil dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya akibat kemajuan teknologinya yang dapat menjajarkan dirinya dengan negara-negara Barat yaitu Eropa dan Amerika. Jepang telah berhasil membangun perindustriannya pada zaman Meji dan terus berkembang dengan pesat dan sampai saat ini dapat menyamakan kemajuan perindustrian dan ekonominya dengan Amerika. Kemajuan industri Jepang ini ditopang pula dengan kemajuan teknologinya yang begitu pesat. Dampak dari kemajuan ekonomi Jepang ini tampak dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Mereka telah menggunakan peralatan rumah tangga dengan teknologi
canggih, seperti peralatan mencuci, memasak, dan membersihkan ruangan, bahkan sampai dengan pola makan. Kecanggihan teknologi dalam peralatan rumah tangga ini bukan hanya milik masyarakat perkotaan, melainkan juga masyarakat pedesaan yang telah mengenal dan menggunakan peralatan rumah tangga dengan teknologi canggih.
Paham demokrasi yang tertera dalam Undang-Undang Showa tampak dalam kehidupan masyarakatnya. Semua anggota masyarakat bebas untuk menentukan pekerjaan sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Bervariasinya pekerjaan yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga mengakibatkan mereka membentuk keluarga inti dan tinggal terpencar di berbagai wilayah yang ada di Jepang. Ini merupakan salah satu bukti sehingga Jepang dapat dikatakan sebagai negara yang mempunyai wajah Barat.
Untuk memahami kemajuan Jepang tidak cukup hanya mengkaji dengan wajah Barat yang ditinjau dari sudut ekonomi, politik, dan teknologinya sebagai perwujudan konkret dari budaya, tetapi juga harus mengkaji hal-hal yang terjadi di balik kemajuan budaya material tersebut. Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisionalnya. Jepang masih sering disebut sebagai negara yang mempunyai wajah tradisional, Yaitu bangsa yang tetap menjalankan budaya-budaya tradisional, terutama tampak dalam kegiatan ritual yang masih diselenggarakan oleh masyarakat pedesaan dan perkotaan. Kegiatan tradisional dalam bentuk ritual menitikberatkan pada kegiatan.
Menurut Edwin Reischauer Jepang sebagai negara maju, kurang memperhatikan peran agama dalam kehidupannya. Hal ini juga dijelaskan oleh Ayip Rosidi yang mengatakan bahwa memang sukar mengukur keagamaan orang Jepang dengan menggunakan tolok ukur agama- agama samawi, yaitu agama yang mengakui kemahaesaan Tuhan.[2] Berdasarkan dua pendapat tersebut dan berdasarkan pola hidup orang Jepang yang dikenal sebagai manusia ekonomi yang tekun, gigih, sangat menghargai waktu, ternyata ada sisi lain dalam kehidupan masyarakat Jepang yang menampakkan pola hidup religius, yaitu selalu mengawali segala kegiatan atau usaha yang baru dibuka dengan menyelenggarakan matsuri. Contohnya, orang Jepang akan menyelenggarakan matsuri, seperti melakukan Oharai (pengusiran roh-roh jahat) bagi mobil yang baru dibeli. Atau ketika sebuah perusahaan pesawat terbang yang baru membeli pesawat jet, maka mereka akan menyelenggarakan matsuri sebelum mengoperasikan pesawat tersebut. Sebuah keluarga yang baru membeli rumah juga akan menyelenggarakan mune age, yaitu upacara mendirikan rumah.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah wujud ideal yang bersifat abstrak dan tidak dapat diraba dan ada dalam pikiran manusia, misalnya gagasan, ide, norma, keyakinan dan sebagainya, sedangkan religi sebagai bagian dari kebudayaan di dalamnya mengenal adanya emosi keagamaan yang merupakan pangkal dan pusat dari kelakuan-kelakuan serta aktivitas-aktivitas keagamaan. Emosi keagamaan inilah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Selanjutnya Koentjaraningrat menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan religi yaitu sistim kepercayaan yang dapat berpangkal pada emosi keagamaan.
Dalam tradisi masyarakat Jepang tiada hari tanpa matsuri. Hal ini dapat terlihat dengan diselenggarakannya berbagai matsuri setiap tahunnya, seperti yang dijelaskan oleh Helen Baur dan Sherwin (1974:4), sebagai berikut:
All year long in almost every province there is a festival, fate or fair of some kind being celebrated, either in a populous city or rural area, in an imposing temple or small village shrine, for no people in the world are so festival- orang Jepang sarat minded as the Japanese.
Berdasarkan pernyataan Bauer dapat diketahui bahwa dalam kehidupan dengan kegiatan matsuri yang dijelaskan sebagai festival oleh Bauer. Selanjutnya Kunio Yanagita menjelaskan bahwa masyarakat Jepang hampir setiap hari menyelenggarakan matsuri, baik yang berhubungan dengan agama maupun kepercayaan yang dianut maupun ritual yang tidak berhubungan dengan salah satu agama atau kepercayaannya. Matsuri adalah suatu upacara keagamaan yang bermaksud untuk berada di samping kami (dewa) atau upacara yang
mendatangkan dewa guna mendekatkan diri pada dewa. Matsuri mempunyai pengertian berada di samping dewa dan kata matsuri ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan istilah festival yang mempunyai pengertian berbeda. Festival menurut kamus bahasa Indonesia merupakan pekan gembira dalam rangka memperingati peristiwa penting bersejarah. Penyelenggaran matsuri diselenggarakan setiap bulan oleh masyarakat Jepang, baik yang tinggal di kota maupun di desa, dengan mengambil tempat di O-Tera (kuil Budha) maupun di Jinja (kuil Shinto).
## Pengertian Matsuri
Istilah matsuri dalam bahasa Jepang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan festival dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan pesta rakyat atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa bersejarah. Istilah matsuri dalam bahasa Jepang merupakan kata benda, sedangkan kata kerjanya adalah matsuru yang berarti berdoa, bersembahyang, memuja, menyembah, mendewakan, dan mengabdikan diri di tempat suci. Dalam kamus Daijiten, matsuri diartikan dengan terjemahan menyembah leluhur dan dewa (Shinto dan Budha). Lalu memilih hari yang tepat untuk upacara dan menyucikan diri, memberikan sesembahan, kemudian berdoa, berterima kasih, menghibur roh, dan sebagainya. Oleh karenanya, istilah masturi tidak dapat disamakan dengan festival yang dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan sebagai pesta rakyat atau pekan gembira. Kegiatan masturi pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengundang dewa atau duduk di samping dewa. seperti yang djelaskan oleh Kunio Yanagita (1982 : 42) . Mungkin dengan istilah lain dapat juga dikatakan melayani dewa, tetapi sebagai wujud konkretnya matsuri adalah suatu sikap menyambut kehadiran dewa, dengan menyajikan segala sajian yang ada dan dengan menunjukkan sikap mengabdikan diri pada dewa.
Matsuri bukan berarti hanya menunjukkan penghormatan terhadap dewa dari kejauhan. Penjelasan Yanagita ini dapat disimpulkan bahwa matsuri merupakan upacara keagamaan yang bermaksud untuk berada di samping kami (dewa) atau dapat dikatakan sebagai upacara yang mendatangkan dewa guna mendekatkan diri pada dewa dengan menyajikan sajian suci yang dilakukan oleh Pendeta Shinto. Pada umumnya upacara ini mulai dilakukan pada malam hari dengan menyajikan yumike, yaitu sajian malam khusus untuk dewa dan akan berakhir pada pagi hari dengan sajian asamike, yaitu sajian pagi, sehingga upacara itu akan berlangsung selama dua hari satu malam.
Pengertian matsuri sesungguhnya merupakan upacara keagamaan untuk mengundang atau mendatangkan dewa atau peristiwa terjadinya pertemuan antara manusia dan dewa dengan tujuan untuk mendapatkan petunjuk dan berkah. Selanjutnya, Yanagita menjelaskan bahwa matsuri merupakan perilaku keagamaan orang Jepang, yaitu upacara keagamaan untuk menghormati dewa dan merupakan perwujudan kepercayaan orang Jepang yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-harinya. Tidak ada jalan lain menuju jalan dewa, kecuali menempuh satu-satunya jalan, yaitu matsuri. Melalui matsuri ini masyarakat Jepang merasakan akan kehadiran dewa dalam kehidupan, dan matsuri dianggap sebagai kepercayaan bangsa Jepang. Umumnya baik tua maupun muda, masyarakat Jepang akan melaksanakan salah satu dari kegiatan matsuri ini secara periodik.
Bagi masyarakat Jepang, matsuri merupakan perwujudan perilaku keagamaan orang Jepang, tetapi matsuri bukan merupakan bentuk agama orang Jepang karena tidak terdapat kitab suci yang mengajarkan ajaran-ajarannya sebagai salah satu faktor yang harus dimiliki suatu agama, tidak memiliki pemuka agama atau nabi, tidak ada misi penyebaran dan tidak memiliki kelompok atau komuniti yang resmi. Pengikut matsuri tidak dicatat secara resmi dalam daftar keanggotaan suatu kelompok agama. Menurut Yanagita, matsuri merupakan suatu kesempatan yang memberi kesempatan untuk mendidik atau mengajarkan etika-etika keagamaan.
Dalam menyelenggarakan matsuri, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
## a. Sao
Sao adalah tiang yang ditegakkan di suatu tempat sebagai tanda bahwa di tempat itu akan diselenggarakan matsuri. Selain itu juga, sao dianggap sebagai tangga tempat turun naiknya dewa yang akan hadir pada saat matsuri. Bentuk sao ada bermacam - macam yaitu sao pohon, sao tongkat, sao nisan kuburan, sao tiang, dan sao campuran antara pohon dan tiang. Namun saat ini sao tongkat yang lebih banyak digunakan karena pohon yang akan dijadikan sao pohon sulit ditemukan yang memenuhi syarat. Sao biasanya diletakkan di altar kuil atau halaman kuil tempat diselenggaeakan matsuri.
## b. Mono No Imi
Penyucian harus dilakukan ketika akan melaksanakan matsuri, oleh karena itu dalam melaksanakan matsuri, segala sesuatu harus dijauhkan dari segala macam unsur kotor. Mono imi biasanya dilakukan oleh para toya, yaitu pemimpin upacara ritual dalam matsuri itu sebagai orang yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan matsuri. Selain ke dua faktor itu, menurut Kunio Yanagita ada lima faktor lain yang harus dipersiapkan dalam menyelenggarakan matsuri. Pertama, shinchi, yaitu faktor yang berkaitan dengan penempatan dewa sebagai objek pemujaan dalam matsuri. Kedua, shinya, yaitu faktor yang berkaitan dengan orang yang berperan dalam penyelenggaraan matsuri yang disebut dengan toya. Ketiga, shintai atau kamizawa, yaitu sektor yang berkaitan dengan kegiatan penyambutan dewa yang menjadi objek pemujaan dalam matsuri. Keempat, sekku atau shingu atau sechi, yaitu sajian suci untuk dewa dan yang ini berkaitan dengan sajian suci yang akan dipersembahkan kepada dewa. Kelima, saijitsu, yaitu penentuan waktu untuk pelaksanaan matsuri. Ada dua cara dalam menentukan waktu penyelenggaraan, yaitu berdasarkan penanggalan perputaran matahari atau yang disebut dengan penanggalan Masehi dan cara yang kedua berdasarkan sistem penanggalan Cina yang disebut dengan sistem penanggalan Kanshi. Pelaksanaan matsuri biasanya diselenggarakan pada malam hari, khususnya dilaksanakan ketika munculnya bulan purnama. Salah satu unsur lain dalam penentuan waktu yaitu matsuri biasanya diselenggarakan berhubungan dengan pergantian musim.
Penyelenggaraan matsuri berdasarkan bentuknya dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu matsuri yang diselenggarakan secara aksidental yang lebih dikenal dengan istilah ninigire. Ninigire merupakan kegiatan matsuri yang diselenggarakan sesuai permintaan atau permohonan, misalnya ketika kelahiran seorang anak, maka orangtua akan pergi ke kuil untuk melaksanakan matsuri dengan tujuan agar anak itu akan menjadi anak yang baik. Matsuri juga diselenggarakan dengan tujuan agar terhindar dari segala marabahaya, matsuri yang diselenggarakan ketika terjadi kekeringan yang menyebabkan gagal panen dengan tujuan untuk minta hujan, dan masih banyak lagi matsuri yang diselengarakan secara ninigire. Biasanya matsuri ini diselenggarakan di kuil-kuil atau di tempat lain. Kategori kedua, matsuri yang diselenggarakan secara periodik atau dikenal dengan nenchugyoji, yaitu matsuri yang diselenggarakan secara tetap setiap tahun, misalnya O-Bon matsuri yang biasanya diselenggarakan setiap 16 Juli sebagai matsuri yang diselenggarakan dengan tujuan untuk mengenang arwah leluhur dan orang-orang yang telah meninggal.O-Shogatsu, yaitu matsuri yang diselenggarakan dalam rangka perayaan tahun baru, dan matsuri lain-lainnya yang diselenggarakan secara periodik setiap tahun.
## MAKNA MATSURI BAGI MASYARAKAT JEPANG
Matsuri bagi orang Jepang dianggap sebagai salah satu simbol dari kegiatan manusia untuk berkomunikasi dan melayani dewa. Dengan kata lain Matsuri bagi orang Jepang dianggap sebagai jalan untuk bertemu dengan dewa.
Dewasa ini penyelenggaraan matsuri yang dilaksanakan oleh orang Jepang mengandung dua makna, yaitu makna pertama seperti yang dinyatakan oleh Kunio Yanagita bahwa matsuri
sebagai Nihon Jin Rashisa atau kekhasan orang Jepang dan kokoro zuku koto atau kesadaran yang selalu ada dalam jiwa orang Jepang. Maksud kekhasan dan kesadaran ini ada dalam diri orang Jepang karena dengan berbagai kegiatan masturi yang selalu mendampingi kehidupan orang Jepang yang tampak dalam penyelenggaraan matsuri yang bersifat ritual dan periodik yang di dalamnya mengandung unsur keagamaan, karena dilaksanakan dengan tujuan menyembah dewa dan juga untuk memohon kepada dewa bagi kesejahteraan, kebaikan dan dijauhkan dari marabahaya.
Salah satu dari makna pertama penyelenggaraan matsuri ini adalah masih dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang menjadi persyaratan penyelenggaraan yang terdiri dari sao dan mono imi sebagai dua persyaratan utama dan juga faktor yang harus ada dalam penyelenggaraan matsuri: shinchi, shinya, kamiwaza, sekku, dan saijitsu. Biasanya upacara yang dilakukan sesuai dengan makna pertama ini dilaksanakan secara khidmat dan sederhana oleh anggota keluarga yang berkumpul di desa pada salah satu matsuri yang khusus diselenggarakan oleh keluarga itu, salah satunya adalah matsuri Mune-Age, hoji atau O-Bon matsuri, dan Ido no Kami Sama, yaitu upacara mengundang dewa sumur yang diselenggarakan karena keluarga yang mengalami kesulitan yang berhubungan dengan usaha keluarga yang menurun.
Biasanya matsuri-matsuri yang disebutkan di atas diselenggrakan di desa oleh anggota ie (sistem kekerabatan dalam masayarakat Jepang yang bentuknya mengambil keluarga besar yang anggotanya terdiri dari mereka yang masih mempunyai hubungan darah). Namun, akhir- akhir ini dengan bentuk keluarga kecil dan mereka akan tinggal terpencar, pelaksanaan matsuri dengan makna pertama ini mulai jarang ditemukan dalam keluarga-keluarga Jepang, khususnya masyarakat yang tinggal di kota-kota besar.
Makna ke dua dari penyelenggaraan matsuri dewasa ini adalah sebagai hiburan. Jenis matsuri ini berkembang di kota-kota besar maupun desa dan diselenggarakan oleh orang Jepang yang tinggal di kota dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok tertentu yang tinggal dekat kuil. Namun, Kunio Yanagita menjelaskan bahwa matsuri yang bermakna hiburan ini tetap memiliki unsur ritual karena dalam penyelenggarannya masih menegakkan umbul-umbul sebagai pengganti sao yang mempunyai makna sebagai tangga tempat turun naiknya dewa pada saat matsuri berlangsung.
Ciri yang membedakan dengan penyelenggaraan matsuri bermakna hiburan yaitu adanya kelompok penonton yang meramaikan penyelenggaraan matsuri itu. Menurut Kunio Yanagita, kelompok penonton yang datang meramaikan matsuri itu bukan untuk ikut berdoa, tetapi mereka hanya sekadar ikut serta menjadi penonton dan memeriahkan matsuri tersebut. Mereka hanya melihat keindahan dari hiasan-hiasan dan perlengkapan matsuri yang ditampilkan dalam penyelenggaraan matsuri.
Dewasa ini matsuri dilaksanakan bukan oleh anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah dan tidak diselenggarakan pada malam hari, tetapi matsuri diselenggarakan pada siang hari oleh kelompok tertentu yang tidak mempunyai hubungan darah, bahkan tidak mempunyai hubungan kerabat. Salah satu penyelenggaraan matsuri dengan makna hiburan, tampak pada penyelenggaraan Gion matsuri sebagai matsuri musim panas terbesar di Gion sebagai bagian kota Kyoto yang pada awalnya dilaksanakan hanya oleh keluarga kaisar atau keluarga bangsawan. Dengan terjadinya perubahan struktur masyarakat dari masyarakat yang ditopang oleh hasil pertanian menuju ke masyarakat industri dengan berbagai variasi pekerjaan menyebabkan pelaksanaan Gion matsuri dilaksanakan bukan lagi matsuri dari kalangan atas masyarakat Jepang. Berkembangnya masyarakat perkotaan mengakibatkan Gion matsuri menjadi matsuri perkotaan yang dipelopori oleh kelompok pedagang sebagai penyelenggara.
Dewasa ini, penyelenggaraan Gion matsuri merupakan peristiwa terjadinya pertemuan antara manusia dan manusia. Matsuri ini mempunyai makna sosial tersendiri bagi orang Jepang karena kegiatan ini merupakan wadah untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan sosial secara bersama-sama, seperti bergotong royong yang menunjukan rasa solidaritas orang
Jepang yang bertujuan untuk mempererat kebersamaan. Bagi orang Jepang, khususnya mereka yang tinggal di sekitar Kyoto, Gion matsuri selain sebagai upacara keagamaan juga merupakan suatu festival (perayaan) yang diselenggarakan secara meriah dan melibatkan seluruh masyarakat Kyoto dan dilaksanakan secara periodik.
## PENUTUP
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa matsuri mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan Jepang. Matsuri dilaksanakan sebagai keinginan manusia untuk memohon perlindungan dan berkat dari dewa, tetapi matsuri juga dijadikan sebagai wadah oleh anggota masyarakat yang menyelenggarakannya dan menghadirinya untuk saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lain. Khususnya bagi kaum muda, matsuri dijadikan sebagai kesempatan untuk melatih diri untuk terjun ke dalam masyarakat yang bermakna bahwa dengan turut sertanya anak muda berpartisipasi dalam kegiatan itu merupakan kesempatan untuk menempa diri dalam kelompok.
Perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan matsuri adalah akibat terjadinya perubahan struktur masyarakat dan pengaruh modernisasi dalam masyarakat Jepang. Namun penyelenggaraan matsuri yang masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat Jepang merupakan tradisi yang masih dilakukan oleh orang Jepang yang menunjukkan bahwa orang Jepang sangat menaati unsur-unsur keagamaan. Matsuri inilah merupakan wajah lain yang terselubung dalam wajah Jepang modern.
## DAFTAR PUSTAKA
Ashkenazi, Michael. 1993. Matsuri : Festivals of a Japanese Town. Honolulu: University of Hawaii Press. Koentjaraningrat. 1985. Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta :PN. Balai Pustaka. ______________. 1996. Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: PT. Rineka Cipta Oto, Tokihito. 1983. Kodansha Encyclopedia of Japan No. 2 & 3 (Ensiklopedia Jepang Jilid 2 dan 3). Tokyo : Kodansha Ltd
Poerwadarminto, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Reischauer, Edwin O. 1982. Manusia Jepang (terjemahan oleh Bakrie Siregar). Jakarta : Sinar Harapan.
Rosidi, Ayip. 1991. Mengenal Jepang. Jakarta : Pusat Kebudayaan Jepang Yanagita, Kunio. 1982. Nihon no Matsuri (Festival Jepang). Tokyo : Kado Kawa Bundo. Yanagita, Kunio. 1990. Yanagita Kunio Zenshu (Kumpulan Tulisan Kunio Yanagita), Vol 11. Tokyo : Kada Kawa Bundo.
|
cf31c04b-20d2-4d7a-9304-53042e0d3b59 | https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/triton/article/download/1145/957 | Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
## INTEGRASI JENDER DALAM PENGUATAN SOSIAL DAN EKONOMI KELUARGA NELAYAN PANCING TONDA
(STUDI KASUS DI NEGERI URENG DAN NEGERI ASSILULU KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH)
Gender Integration in The Strengthening of Social and Economic Troll Line Fisheries
(Case Study in the Ureng Vilage and Assilulu Vilage Leihitu Sub-District Central Maluku Regency)
Fitriyani S. Sohilauw 1* , D. A. J. Selanno 2 , dan Y. Lopulalan 3
1 Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil Pascasarjana Universitas Pattimura
2 Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura
3 Jurusan Agribisinis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura
* [email protected]
ABSTRAK : Negeri Ureng dan Negeri Assilulu memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah . Jender memiliki peranan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis kondisi sosial, ekonomi dan budaya keluarga nelayan pancing tonda; 2) mengkaji persepsi keluarga nelayan pancing tonda tentang keadilan antara laki-laki dan perempuan; 3) menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga nelayan pancing tonda dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari; dan 4) memformulasikan strategi integrasi jender bagi penguatan sosial dan ekonomi keluarga nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta mengkaji menggunakan metode analisis data deskriptif kuantitatif. Analisis berbagai kegiatan laki-laki dan perempuan menggunakan metode Analyctical Hierarkhy Process (AHP). Strategi integrasi jender bagi penguatan sosial dan ekonomi keluarga nelayan pancing tonda dianalisis menggunakan metode analisis data SWOT. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan aktivitas kaum laki-laki adalah melaut, sedangkan kaum perempuan lebih banyak melakukan kegiatan mengurus rumah tangga. Berdasarkan pembagian kerja, kaum perempuan memiliki lebih banyak beban kerja. Terdapat 10 strategi yang dirumuskan serta 17 arahan bagi penguatan sosial dan ekonomi keluarga nelayan pancing tonda pada kedua negeri tersebut.
Kata Kunci : Nelayan, jender, integrasi, SWOT, Negeri Ureng, Negeri Assilulu
ABSTRACT: Ureng and Assilulu Village have abundant potential fisheries resources. Gender has a role in utilizing fisheries resources. The research on troll lline fisher’s household was carried out at Ureng and Asslulu villages, Leihitu District, Central Maluku on December 2017 to July 2018. The objectives of this research were:1) To analyse social, economy and cultural of fishers; 2) To study the perception of fishers on equity between men and women; 3) To analyse working division between men and women to fulfill daily need, and; 4) To formulate integrated strategy to strengthening social and economy of the fisher’s household. Descriptive quantitative was used to analyse social, economy and cultural of the fisher’s household while Analyctical Hierarkhy Process was applied to analyse fisher’s
activities. SWOT analysis was used to formulate strategy for gender integrated in order to strengthening social and economy of the fishers. The results showed that all fishing activities were done by men while women mostly responsible for household administration and thus have more work load than men. There were 10 strategies and 17 approaches to strengthening social and economy of the troll line fisher’s household at both villages.
Keywords: Fisher, gender, integrate, SWOT, Ureng Village, Assiullu Village
## PENDAHULUAN
Peran semua anggota keluarga nelayan berpartisipasi memenuhi kebutuhan keluarga, baik kebutuhan harian maupun kebutuhan pendidikan atau masa depan anak. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan suatu keluarga nelayan tidak hanya dilakukan oleh kaum laki- laki, akan tetapi kaum perempuan juga dapat mengambil bagian menanggung kebutuhan ekonomi keluarga (Azizi, dkk ., 2012; Handajani dkk ., 2015). UNESCO (2002) mengemukakan bahwa semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype (peran jender yang kaku) atau “kesetaraan jender”. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Jender tidak menjadi masalah apabila dilakukan secara adil karena akan menguntungkan kedua belah pihak. Sebaliknya jender akan menjadi masalah apabila terjadi ketidakadilan atau ketimpangan dalam pemberlakuannya.
Andriati (2010) mengemukakan bahwa jumlah serta curahan waktu kaum perempuan masyarakat pesisir dalam berbagai kegiatan rumah tangga pada umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan curahan waktu kerja kaum laki-laki. Kondisi ini dikarenakan pandangan sosial terhadap perempuan yang merupakan penanggungjawab pekerjaan domestik (mengatur rumah tangga), sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak. Pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh kaum perempuan yaitu sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan mencari nafkah membantu suami. Kondisi ini menunjukan adanya peran ganda kaum perempuan pesisir (sebagai ibu
rumah tangga dan sebagai pencari nafkah), sehingga menyebabkan mobilitas tenaga kerja perempuan terbatas. Oleh karena perempuan harus tetap memperhatikan tugas dalam rumah tangga, walaupun bertugas membantu suami mencari nafkah. Peran kaum perempuan dalam rumah tangga nelayan penting untuk dipahami karena berkontribusi membantu meringankan pemenuhan tuntutan kebutuhan hidup sehari- hari rumah tangga (Hutapea, dkk ., 2012; Kruijssen et al., 2018). Relasi yang dibangun antara perempuan dan laki-laki menjadi penting untuk diteliti, karena pada sebagian besar masyarakat, relasi yang seimbang antara laki- laki dan perempuan masih memperlihatkan tidak adanya kesetaraan jender seperti pembagian waktu untuk aktivitas di rumah dan aktivitas bekerja di luar rumah.
Negeri Ureng dan Negeri Assilulu memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah dan menjadi sumber mata pencahariaan utama bagi keluarga nelayan pancing tonda. Aktivitas melaut merupakan rutinitas yang dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan aktivitas di wilayah daratan meliputi aktivitas di dalam rumah tangga maupun aktivitas penunjang ekonomi keluarga lainnya dilakukan oleh kaum perempuan. Keikutsertaan kaum perempuan untuk membantu kaum laki- laki (suami) dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga menempatkan kaum perempuan pada penambahan rutinitas aktivitas harian serta curahan waktu. Peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga pancing tonda menunjukkan adanya ketidakadilan jender dalam pemenuhan tanggung jawab, dan hal ini dianggap wajar dan menjadi konsep pemahaman kehidupan sosial dalam keluarga nelayan pancing tonda. Kondisi sosial dan budaya yang dipahami dan dianut masyarakat pada umumnya
Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
turut mengalami perubahan dan tidak didasarkan pada keadilan jender.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kondisi sosial, ekonomi dan budaya keluarga nelayan pancing tonda. (2) Mengkaji persepsi keluarga nelayan pancing tonda tentang keadilan antara laki-laki dan perempuan. (3) Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga nelayan pancing tonda dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, (4)
Memformulasikan strategi integrasi jender bagi penguatan sosial dan ekonomi keluarga nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (Gambar. 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017-Juli 2018.
Sumber data yang akan dikumpulkan melalui metode survei (Singarimbun dan Effendi, 2008) yang terdiri dari data primer yang merupakan data dari informasi penelitian dan data sekunder diperoleh dari informasi maupun kajian kepustakaan terkait penelitian, baik itu dari lembaga pemerintah, maupun hasil-
hasil penelitian. Analisis kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta mengkaji persepsi masyarakat menggunakan metode deskriptif kuantitatif (Sugiyono, 2008). Analisis berbagai kegiatan laki-laki dan perempuan menggunakan metode analisis data Analyctical Hierarkhy Process /AHP (Saaty, 1993). Sedangkan strategi integrasi jender bagi penguatan sosial dan ekonomi keluarga nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu dianalisis menggunakan metode analisis data SWOT (Rangkuti, 2001).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Anggota Keluarga dan Perbandingan Laki-Laki Perempuan Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada 16 keluarga nelayan di Negeri Assilulu memiliki jumlah anggota keluarga yaitu sebanyak 5 orang (ayah, ibu dan 3 orang anak). Jumlah anggota keluarga nelayan terbanyak juga ditemukan di Negeri Assilulu yaitu sebanyak 12 anggota keluarga (ayah, ibu dan 10 orang anak), dan paling sedikit yaitu 1 (satu) orang dengan statusnya belum berkeluarga. Selain itu, pada Negeri Ureng ada 12 keluarga nelayan memiliki jumlah anggota keluarga yaitu sebanyak 6 orang terdiri dari ayah, ibu dan 4 orang anak (Gambar 2).
## Gambar 2. Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Pancing Tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu
Laki-laki dalam seluruh keluarga nelayan di Negeri Ureng berjumlah 154 orang atau sebesar 53%, lebih besar dibandingkan dengan jumlah perempuan pada seluruh keluarga nelayan yang berjumlah 139 orang atau sebesar 47% (DKP Maluku Tengah, 2015). Kondisi yang berbeda ditemukan di Negeri Assilulu, persentase perempuan dalam seluruh keluarga nelayan lebih tinggi yaitu 54% dengan jumlah 173 orang, sedangkan laki-laki berjumlah 148 orang yaitu sebesar 46%.
## Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan suami dan isteri dalam keluarga nelayan pancing tonda bervariasi mulai dari tidak bersekolah hingga strata satu (S1). Menunjukkan kategori tingkat pendidikan terbanyak baik laki-laki (suami) dan perempuan (isteri) di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu adalah tamatan SD. Tingkat Pendidikan nelayan laki-laki (suami) di Negeri Ureng sebanyak 25 orang adalah tamatan SD (50%), sedangkan kaum perempuan (isteri) berjumlah 24 orang adalah tamatan SD (47.06%). Berbeda dengan Negeri Ureng, kaum perempuan (isteri) di Negeri Assilulu sebanyak 21 orang adalah tamatan SD (43.75%) dan laki-laki (suami) sebanyak 15 orang (30%). Kategori tamatan
strata satu (S1) baik Negeri Ureng maupun Negeri Assilulu hanya ditemukan pada kaum perempuan dengan jumlah masing-masing satu orang. Kondisi ini menunjukkan tingkat pendidikan suami dan isteri keluarga responden nelayan pancing tonda masih rendah (Watung, dkk ., 2013).
## Tingkat Pendidikan Anak Laki-laki dan Perempuan
Tingkat pendidikan tertinggi bagi anak laki-laki maupun perempuan dalam keluarga nelayan pancing tonda di Negeri Ureng memiliki tingkat Pendidikan tertinggi yaitu SMA. Diikuti tingkat pendidikan SMP dan Strata 1 (S1). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ada anak yang belum sempat menyelesaikan pendidikannya, namun orang tua tetap berusaha untuk menyekolahkan anaknya. Sebaliknya tingkat pendidikan terakhir bagi anak laki-laki dan perempuan keluarga nelayan Negeri Assilulu yang telah tamat tertinggi adalah tamat SMA baik untuk laki-laki (60,42%) maupun perempuan (68,18%), diikuti oleh tingkat Pendidikan SMP dan S1. Selain itu anak yang sementara menempuh pendidikan yaitu pada jenjang Pendidikan TK, SD, SMP, SMA, D3 dan S1.
Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13
P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
## Status Sosial
Responden nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dengan status sebagai tokoh masyarakat berjumlah 2 orang meliputi anggota dan kepala pemuda, dan yang berstatus sebagai masyarakat biasa berjumlah 48 orang. Pada Negeri Assilulu, responden nelayan pancing tonda sebanyak 2 orang merupakan perangkat negeri (Saniri Negeri atau anggota badan pemerintahan). Kategori tokoh masyarakat yaitu sebanyak 4 orang dan kategori masyarakat biasa berjumlah 44 orang. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pada Negeri Ureng dan Assilulu nelayan juga diberi tanggung jawab sosial untuk ikut serta membangun negeri.
## Kondisi Ekonomi Keluarga Nelayan Pancing
Tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu Pekerjaan dan Pendapatan
a. Laki-laki atau Suami
1) Sebagai Nelayan
Nelayan pancing tonda yang ada pada Negeri Ureng dan Negeri Assilulu mengklasifikasi waktu melaut dalam dua
kategori musim yaitu melaut pada musim ikan dan bukan musim ikan. Dalam satu hari nelayan dapat melakukan aktivitas melaut ± 11-19 jam. Sebanyak 35 orang nelayan di Negeri Ureng dan 40 orang nelayan di Negeri Assilulu memiliki armada dan alat tangkap secara pribadi. Beberapa nelayan lainnya harus menyewa atau meminjam armada penangkapan maupun mesin perahu dari nelayan yang lain. Konsekuensi dari hal ini yaitu harus memberikan 10% dari setiap hasil tangkapan yang diperoleh, jika hasil tangkapan yang terjual minimal Rp 1,000,000. Baik kepemilikan alat tangkap maupun musim ikan atau bukan musim ikan dapat memberikan pengaruh terhadap rata-rata pendapatan nelayan tersebut (Tabel 1).
Nilai pendapatan 1 bulan yang diperoleh responden saat musim tangkap sangat berbeda dengan pendapatan responden yang diperoleh dalam 1 bulan saat bukan musim tangkap. Kisaran pendapatan untuk 1 (satu) bulan saat bukan musim tangkap dikelompokkan dalam 8 kategori dengan kisaran nilai Rp 100,000-Rp 10,000,000 (Tabel 2).
Tabel 1. Rata-rata pendapatan satu bulan melaut nelayan pancing tonda saat musim ikan
No Pendapatan dalam 1 bulan (Rp) Nelayan (Orang) Negeri Ureng Negeri Assilulu 1 1,000,000 – 10,000,000 36 36 2 11,000,000 – 20,000,000 5 10 3 21,000,000 – 30,000,000 3 2 4 31,000,000 – 40,000,000 3 2 5 41,000,000 – 50,000,000 2 - 6 51,000,000 – 60,000,000 1 - Jumlah 50 50 Sumber: data primer yang diolah, 2018
Tabel 2. Pendapatan satu bulan melaut nelayan pancing tonda saat bukan musim ikan
No
Pendapatan dalam 1 bulan (Rp) Nelayan (orang) Negeri Ureng Negeri Assilulu 1 100,000 - 1,000,000 22 29 2 1,100,000 - 2,000,000 10 10 3 2,100,000 - 3,000,000 6 3 4 3,100,000 - 4,000,000 2 2 5 4,100,000 - 5,000,000 8 3 6 5,100,000 - 6,000,000 1 1 7 6,000,000 - 7,000,000 - 2 8 10,000,000 1 - Jumlah 50 50
## 6
Integrasi Jender Dalam Penguatan Sosial dan Ekonomi …
Semakin jauh daerah penangkapan, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan tersebut untuk aktivitas penangkapan. Faktor perbedaan harga jual hasil tangkapan pada pengumpul juga mempengaruhi hasil pendapatan. Satu orang pengumpul dapat menentukan sendiri harga yang berbeda untuk membeli hasil tangkapan yang dijual nelayan. Kisaran harga jual 1 (satu) kg loin tuna untuk para pengumpul Negeri Ureng berkisar antara Rp40,000-Rp65,000/Kg, sedangkan kisaran harga jual di Negeri Assilulu berkisar antara Rp45,000-Rp77,000/Kg.
2) Pekerjaan tambahan selain sebagai nelayan
Rendahnya pendapatan melaut nelayan saat bukan musim ikan membuat nelayan harus mencari pekerjaan tambahan lainnya sebagai upaya untuk tetap memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari. Berbagai jenis pekerjaan tambahan nelayan di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu (Tabel 3).
Lamanya waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan tambahan berkisar antara 2-13 jam per hari. Aktivitas pekerjaan tambahan ini pada umumnya dikerjakan pada pukul 06.00 WIT -17.00 WIT. Khusus untuk aktivitas berkebun, kegiatan ini biasanya dilakukan pada pukul 06.00 WIT-12.00 WIT.
b. Pekerjaan dan Pendapatan Perempuan
(Isteri)
Perempuan nelayan turut berperan membantu suami untuk memenuhi kebutuhan hidup (Masitho, dkk ., 2013). Hasil observasi ditemukan bahwa ada istri nelayan pancing tonda Negeri Ureng dan Negeri Assilulu yang memiliki perkerjaan sebagai wirausaha, berkebun dan papalele yaitu sebanyak 38 orang di Ureng dan 30 orang di Assilulu, dan satu orang yang berprofesi sebagai guru (Tabel 4). Rata-rata pendapatan pekerjaan istri nelayan pada kedua negeri tersebut terbesar berkisar antara Rp.150.000-Rp.500.000 per bulan (Tabel 5).
Tabel 3. Pekerjaan tambahan nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu No Pekerjaan Tambahan Nelayan (orang) Keterangan Negeri Ureng Negeri Assilulu 1 Petani 40 22 - 8 orang responden di Negeri Ureng tidak bekerja - 21 responden di Negeri Assilulu tidak bekerja
2 Ojek 1 - 3 Buruh Bangunan 1 4 4 Tukang Batu - 1 5 Nelayan Bubu - 1 6 Wiraswasta - 1 Jumlah Seluruh Responden 100 Sumber: data primer yang diolah, 2018
Tabel 4. Kategori pekerjaan isteri responden nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu
No Pekerjaan Tambahan
Isteri nelayan (orang) Keterangan Negeri Ureng Negeri Assilulu 1 Wirausaha 19 12 - 12 orang isteri nelayan di Negeri Ureng tidak bekerja - 1 orang isteri nelayan di Negeri Ureng berprofesi sebagai guru honorer - 18 orang isteri nelayan di Negeri Assilulu tidak bekerja 2 Berkebun (petani) 9 11 3 Papalele 10 7 Total 38 30
Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
Tabel 5. Kategori rata-rata pendapatan dari pekerjaan istri nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu
No Pendapatan Pekerjaan per Bulan (Rp) Isteri nelayan (orang) Negeri Ureng Negeri Assilulu 1 100,000 4 3 2 150,000 - 500,000 12 9 3 550,000 - 1,000,0000 5 2 4 8 7 5 1 1 Total 30 22 Sumber: data primer yang diolah, 2018
## Analisis Peran Aktivitas Harian
Peran kaum laki-laki dan perempuan dalam keluarga nelayan pancing tonda meliputi suami selaku kepala keluarga, isteri dan anak- anak. Keluarga responden nelayan pancing tonda yang ada di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu dengan anggota keluarga yang berfariasi jumlah laki-laki dan perempuannya memiliki kemiripan dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Perbedaan yang terlihat adalah dari aktivitas harian suami yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk melaut dan isteri dengan berbagai aktivitas yang dikerjakannya
dalam satu hari. Aktivitas harian suami dalam rumah tangga nelayan pancing tonda ditampilkan dalam Gambar. 3.
Aktivitas suami dalam keluarga nelayan pancing tonda, berbeda dengan aktivitas harian isteri dalam rumah tangga nelayan pancing tonda yang ada di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu. Beberapa aktivitas para isteri pada kedua negeri yang ditemukan memiliki persamaan serta ditemukan perbedaan aktivitas yang dijalankan setiap harinya. Aktivitas harian isteri nelayan pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 3. Aktivitas harian responden (suami)
Gambar 4. Aktivitas harian isteri responden di
Negeri Ureng (responden nomor 11) Gambar 5. Aktivitas harian isteri responden di Negeri Assilulu (responden nomor 5)
Jumlah aktivitas isteri responden di Negeri Ureng tercatat memiliki 18 aktivitas dan isteri responden di Negeri Assilulu memiliki 15 aktivitas, sedangkan rata-rata untuk suami memiliki 9 aktivitas yang dikerjakan dalam kurun waktu 24 jam. Keseharian suami terfokus pada aktivitas melaut dengan harapan dapat mengoptimalkan aktivitas melautnya untuk memperoleh hasil tangkapan sebanyak- banyaknya.
## Tingkat Pengambilan Keputusan dalam Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian, hampir sebagain besar pengambilan keputusan dalam rumah tangga nelayan pancing tonda didominasi oleh perempuan (istri). Berbagai keputusan penting yang turut melibatkan peran isteri meliputi pendidikan anak, kesehatan keluarga, pemenuhan kebutuan ekonomi sehari-hari, hingga penjualan hasil tangkapan suami (Kusumo, dkk ., 2013). Lamanya waktu yang digunakan
untuk aktivitas melaut
mengakibatkan terkadang dilimpahkannya beberapa persoalan rumah tangga kepada isteri dan dipercayakan untuk dapat mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kondisi rumah tangga saat ini.
Pembagian Kerja antara Laki-laki dan Perempuan dalam Rumah Tangga Nelayan Pancing Tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu
Kaum laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga responden nelayan pancing tonda yang ada di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu memiliki kemiripan rata-rata jumlah waktu kerja yaitu 15 jam, 45 menit untuk perempuan dan 11-19 jam untuk kaum laki-laki. Jenis aktivitas keseharian antara lain memasak, mencuci pakaian, menyeterika, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan halaman, mengurus suami dan anak, belanja keperluan sehari-hari, melaut, mengajar, dan berwirausaha. Kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam keluarga nelayan pancing tonda di Negeri Ureng dan Negeri Assilulu, kesehariannya mengerjakan berbagai pekerjaan yang pembagian pekerjaan tersebut didasarkan pada jender maupun kebiasaan pola hidup masyarakat pesisir yang sudah dianggap wajar.
Strategi Integrasi Jender Bagi Penguatan Sosial dan Ekonomi Rumah Tangga Nelayan Pancing Tonda.
Penentuan strategi-strategi di bidang sosial dan ekonomi rumah tangga nelayan pancing tonda perlu dilandaskan pada
Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
pemahaman terhadap adanya faktor internal dan eksternal yang dirumuskan dalam upaya menganalisis dan menentukan strategi integrasi jender bagi penguatan sosial dan ekonomi drumah tangga nelayan pancing tonda. Aspek-
aspek tersebut meliputi kekuatan (S), peluang (O), kelemahan (W) dan ancaman (T), yang dimiliki oleh kaum laki-laki dan perempuan sehingga kita dapat menentukan strategi yang sesuai dan berdasarkan kebutuhan (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil analisis SWOT dan TOWS
Kekuatan (S) Peluang (O) Strategi (SO) 1. Ada potensi sumberdaya pesisir dan laut 2. Ada sumberdaya manusia
3. Pengetahuan tentang sumberdaya perikanan yang berekonomis tinggi 4. Mampu mengatur keuangan keluarga 1. Terbukanya akses penjualan hasil tangkapan 2. Adanya kesempatan untuk mengembangkan diri 3. Peningkatan pendapatan keluarga 1. Penguatan sumberdaya manusia dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan Kelemahan (W) Peluang (O) Strategi (WO) 1. Ketidakstabilan harga jual hasil tangkapan 2. Hubungan sosial mempengaruhi nilai jual hasil tangkapan
3. Belum tersedianya peraturan tertulis tentang aktivitas perikanan dikawasan negeri 4. Tidak bertahannya organisasi atau kelompok nelayan 5. Potensi sumberdaya alam dimanfaatkan secara bebas 1. Adanya kesempatan untuk mengembangkan diri 2. Peningkatan pendapatan keluarga 3. Terbukanya akses penjualan hasil tangkapan 1. Membangun integrasi antara pemerintah negeri dengan keluarga nelayan pancing tonda untuk lebih diperhatikan keberadaanya
2. Memberikan edukasi tentang pentingnya suatu kawasan perairan yang dimanfaatkan secara tertanggung jawab 3. Penetapan peraturan negeri tentang aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan 4. Penentuan harga jual hasil tangkapan yang disepakati bersama oleh pihak pengumpul dan nelayan dan tidak merugikan kedua belah pihak Kekuatan (S) Ancaman (T) Strategi (ST) 1. Ada potensi sumberdaya pesisir dan laut
2. Ada sumberdaya manusia
3. Pengetahuan tentang sumberdaya perikanan yang berekonomis tinggi
4. Mampu mengatur keuangan keluarga
5. Laki-laki dan perempuan berupaya bersama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga 1. Berkurangnya waktu suami dan isteri untuk mendidik dan membimbing anak di rumah 2. Minimnya perhatian pemerintah negeri terhadap upaya pemberdayaan isteri nelayan 3. Sumberdaya perikanan berkurang 1. Pengoptimalisasi pembagian kerja antara suami dan isteri dengan lebih mengefektifkan peran suami dan isteri dalam membimbing anak di rumah.
2. Peningkatan upaya pemberdayaan perempuan pesisir
3. Penetapan peraturan negeri tentang aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan Kelemahan (W) Ancaman (T) Strategi (WT) 1. Kaum perempuan belum dilibatkan dalam sistem pemerintahan negeri
2. Minimnya pemahaman nelayan tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan 1. Berkurangnya waktu suami dan isteri untuk mendidik dan membimbing anak di rumah 2. Minimnya perhatian 1. Setiap nelayan memperoleh peluang untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan maupun pelatihan-pelatihan dibidang perikanan
2. Membentuk wadah untuk kaum
3. Hubungan sosial mempengaruhi nilai jual hasil tangkapan
4. Kurangnya kegiatan pelatihan terhadap kaum perempuan pesisir untuk mengembangan diri
5. Kelompok perikanan tidak bertahan lama 6. Belum ada sistem pengelolaan perikanan yang berkelanjutan pemerintah negeri terhadap upaya pemberdayaan isteri nelayan 3. Sumberdaya perikanan berkurang perempuan pesisir dapat mengembangkan potensi diri serta terwakilkan apsirasinya dalam pemerintahan negeri 3. Mengikutsertakan kaum perempuan pesisir dalam pelatihan-pelatihan pengembangan diri dibidang kewirausahaan
## Strategi Integrasi Jender
Berdasarkan hasil analisis SWOT maka strategi integrasi jender dalam rumah tangga nelayan pancing tonda yang didalamnya memuat aspek eksternal maupaun internal adalah sebagai berikut:
Strategi 1. Penguatan sumberdaya manusia dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Arahan yang dapat diusulkan adalah menghadirkan tenaga-tenaga ahli perikanan untuk melakukan sosialisasi pembatan produk baru dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Strategi 2. Membangun integrasi antara pemerintah negeri dengan keluarga nelayan pancing tonda untuk lebih diperhatikan keberadaanya. Arahan yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Mendirikan wadah organisasi nelayan dalam pemerintahan negeri untuk menampung aspirasi nelayan
2. Menambah jumlah perwakilan nelayan paling sedikit 3 orang dalam staf pemerintahan.
Strategi 3. Memberikan edukasi tentang pentingnya suatu kawasan perairan yang dimanfaatkan secara tertanggung jawab. Arahan yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan pelatihan terhadap
masyarakat nelayan tentang aktivitas pemanfaatan beserta dampaknya terhadap sumberdaya dan perairan.
2. Menyelenggarakan diskusi terbuka dengan masyarakat
dalam mengkampanye pentingnya suatu kawasan perairan yang bersih bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan kesehatan masyarakat.
3. Menggalakan aksi bersih pantai dengan mengikutsertakan
seluruh lapisan masyarakat.
Strategi 4. Penetapan peraturan negeri tentang aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Arahan yang dapat diusulkan adalah membuat peraturan tertulis yang melibatkan perangkat negeri, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat tentang aktivitas perikanan dan perlindungan kawasan pesisir dan perairan negeri.
Strategi 5. Penentuan harga jual hasil tangkapan yang disepakati bersama oleh pihak pengumpul dan nelayan, dan tidak merugikan kedua belah pihak. Arahan yang dapat diusulkan adalah penetapan kisaran harga jual hasil tangkapan yang rasional dan harga jual hasil tangkapan harus disesuaikan dengan kualitas hasil tangkapan.
Strategi 6. Pengoptimalisasi pembagian kerja antara suami dan isteri dengan lebih mengefektifkan peran suami dan isteri dalam membimbing anak di rumah. Arahan yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kesadaran suami dan isteri ntuk tidak hanya berupaya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, tetapi juga memperhatikan aspek sosial antar anggota keluarga termasuk didalamnya memperhatikan tumbuh kembang anak dan perkembangan pendidikan anak di rumah.
2. Membuat pembagian waktu antara suami dan isteri untuk menyediakan waktu mengurus anak di rumah.
Strategi 7. Peningkatan upaya pemberdayaan perempuan pesisir. Arahan yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya pendataan isteri nelayan beserta jenis pekerjaanya selain aktivitas mengurus rumah tangga.
2. Membuat pelatihan-pelatihan terkait usaha perikanan untuk kaum perempuan pesisir.
Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
3. Membuat kelompok-kelompok usaha yang melibatkan isteri nelayan.
Strategi 8. Setiap nelayan memperoleh peluang untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan maupun pelatihan-pelatihan dibidang perikanan. Arahan yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Pendataan nelayan-nelayan yang sudah ataupun belum pernah mengikuti kegiatan sosialisasi dibidang perikanan.
2. Mengikutsertakan nelayan dalam pelatihan yang sesuai dengan aktivitas perikanan yang sedang ditekuni.
Strategi 9. Membentuk wadah untuk kaum perempuan pesisir dapat mengembangkan potensi diri serta terwakilkan apsirasinya dalam pemerintahan negeri. Arahan yang dapat diusulkan memberikan kesempatan kepada salah satu perwakilan kaum perempuan pesisir untuk menjadi anggota dalam badan
pemerintahan negeri. Strategi 10. Mengikutsertakan kaum
perempuan pesisir dalam pelatihan-pelatihan pengembangan diri dibidang kewirausahaan. Arahan yang dapat diusulkan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan dibidang kewirausahaan untuk kaum perempuan pesisir dengan memanfaatkan sumberdaya alam setempat.
Analisis Prioritas Aktivitas oleh Laki-laki dan Perempuan dalam Rumah Tangga Nelayan Pancing Tonda.
Hasil analisis data Analyctical Hierarkhy Process (AHP) terhadap pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga nelayan pancing tonda dilihat pada prioritas aktivitas yang dikerjakan oleh laki-laki, perempuan dan antara laki-laki dan perempuan.
## Aktivitas oleh laki-laki (AOL)
Berbagai aktivitas yang dipilih untuk menjadi prioritas terdiri dari aktivitas melaut (M), mengurus rumah tangga (MRT), mengikuti kegiatan sosial (MKS) dan bertani (B), ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hasil analisis aktivitas oleh Laki- laki (AOL)
## Aktivitas Oleh Perempuan (AOP)
Berbagai aktivitas yang dipilih untuk menjadi prioritas terdiri dari aktivitas mengurus rmah tangga (MRT), bertani (B), mengikuti aktivitas sosial lainnya (MASL), berwirausaha (BWS) dan menjual hasil tangkapan (MHT) ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil analisis aktivitas oleh perempuan (AOP)
## Aktivitas oleh Laki-laki dan Perempuan (AOLP)
Berbagai aktivitas yang dipilih untuk menjadi prioritas dalam pembagian kerja antara laki-laki dan prempuan dalam keluarga responden terdiri dari aktivitas laki-laki pergi melaut (LPM), laki-laki pergi bertani (LPB), perempuan mengurus rumah tangga (PMRT), perempuan berwirausaha (PB), perempuan pergi bertani (PPB), perempuan mengikuti aktivitas sosial lainnya (PMASL) dan perempuan menjual hasil kebun (PMHK) ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil analisis pembagian
aktivitas oleh laki-laki dan perempuan (AOLP)
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Aktivitas kaum laki-laki adalah melaut sedangkan kaum perempuan lebih banyak untuk mengurus rumah tangga dan menekuni pekerjaan tambahan lainnya untuk membantu perekonomian keluarga.
2. Aktivitas harian serta pemenuhan tanggung jawab menunjukkan ketidakadilan jender, sehingga menyebabkan terbatasnya ruang lingkup untuk peningkatan kapasitas maupun kehidupan bersosial untuk kaum perempuan.
3. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan memiliki prioritas yang berbeda, tetapi beban kerja terbanyak di tanggung oleh kaum perempuan.
4. Terdapat 10 strategi dan dirumuskan dalam 17 arahan yang memberikan peran jender baik lak-laki maupun perempuan untuk dapat mengembangkan diri dengan mengacu pada penguatan aspek sosial dan ekonomi.
## Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
1. Perlu adanya pendataan ulang oleh pemerintah masing-masing negeri terhadap jumlah nelayan berdasarkan jenis alat tangkap yang dioperasikan.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait dengan kondisi taraf hidup keluarga nelayan pancing tonda.
## DAFTAR PUSTAKA
Andriati, R. 2010. Relasi Kekuasaan Suami dan Isteri Pada Masyarakat Nelayan. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik 1(1): 50-
58.
Azizi, A., Hikmah, S. A. Pranowo. 2012. Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan
Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Sosek KP 7(1): 113-125.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah. 2015. Laporan Tahunan Statistik Perikanan . Provinsi Maluku.
Handajani, H., R. Relawati, E. Handayanto. 2015.
Peran Gender Dalam Keluarga Nelayan Tradisional dan Implikasinya Pada Model Pemberdayaan Perempuan di Kawasan Pesisir Malang Selatan. Jurnal Perempuan dan Anak 1(1): 1-21.
Hutapea, R. Y. F., A. Kohar, A. Rosyid. 2012. Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan)
Jaring Insang Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Jurnal of Fisheries Utilization Management and
Technology 1(1): 1-10.
Kruijssen, F., C. L. McDougall, I.J.M. van Assldonk. 2018. Gender and Aquaculture Value Chains: A Review of Key Issue Implications for Research. Aquaculture 493: 328-337.
Kusumo, R.A.B., A. Charina, G.W. Mukti. 2013.
Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Jurnal Social Economic of Agriculture 2(1): 42-53.
Masitho B D, P. Lestari, M. H. Susanti. 2013. Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam Masyarakat Nelayan di Desa Panjang Baru Kecamata Pekalongan Utara. Unnes Civic Education Journal 2(2): 33-37. Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21 . PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jurnal TRITON Volume 15, Nomor 1, April 2019, hal. 1 – 13 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol15issue1page1-13
Saaty, T. L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks . Pustaka Binaman Pressindo.
Jakarta.
Singarimbun, M dan S. Effendi. 2008. Metode Penelitian Survei . Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Bandung Alfabeta.
UNESCO, 2002. Gender Equality in Basic Education . United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.
Watung, N, C. Dien, O. Kotambunan. 2013.
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Akulturasi 1 (2): 9-12.
|
f2e63732-a36f-4628-b2c2-6a22266e443a | https://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/download/4031/1962 | Pengaruh Edukasi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Pemilihan MPASI Yang Baik Pada Bayi Usia 6-24 Bulan Di Desa Meunasah Tambo
Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen
The Effect Of Health Education On Mothers' Knowledge About Choosing Good Mpasi For Babies Aged 6 To 24 Months In Meunasah Tambo
Village, Jeunieb District, Bireuen Regency
Apriany Ramadhan Batubara *1 , Nailul Maisyura 2
1 Dosen Akbid Munawarah, Jl. Sultan Iskandar Muda No. 18 Kota Juang, Bireuen 24251, Indonesia 2 Mahasiswa Akbid Munawarah, Jl. Sultan Iskandar Muda No. 18 Kota Juang, Bireuen 24251, Indonesia
*Korespondensi Penulis : [email protected] *1
## Abstrak
Latar Belakang : Pentingnya pemenuhan nutrisi tidak lepas dari praktik pemberian asupan nutrisi. Salah satu strategi pemberian nutrisi kepada balita melalui pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). berdasarkan WHO ( World Health Organizations ), MP-ASI optimal diberikan kepada balita mulai dari usia enam bulan setelah mendapatkan ASI eksklusif. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah preeksperimental design dengan pendekatan one group pretest posttest . Penelitian dilaksanakan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 6-24 bulan sebanyak 35 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Total Populasi. Analisa hasil digunakan dengan uji analisis statistik menggunakan uji wilcoxon . Hasil : Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 35 responden menunjukkan bahwa berdasarkan analisis statistik menggunakan uji wilcoxon, didapatkan nilai p value (0,000) < α (0,05) maka Ha diterima dan H 0 ditolak. Kesimpulan : Ada pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Diharapkan kepada ibu yang memiliki bayi usia 6-24 bulan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang pemberian MPASI yang baik dan benar serta penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan serta bahan evaluasi tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan.
## Kata kunci : Edukasi, Pengetahuan, MP-ASI
## Abstract
Background : The importance of fulfilling nutrition cannot be separated from the practice of providing nutritional intake. One strategy for providing nutrition to toddlers is through providing complementary foods for breast milk (MPASI). Based on WHO ( World Health Organizations ), optimal MP-ASI is given to toddlers starting from the age of six months after receiving exclusive breast milk. Objective : This research was conducted to determine the effect of health education on mothers' knowledge about choosing good MPASI
for babies aged 6 to 24 months in Meunasah Tambo Village, Jeunieb District, Bireuen Regency. Method : The research design was used a preexperimental design with a one group pretest posttest approach. The research in Meunasah Tambo Village, Jeunieb District, Bireuen Regency. The population in this study were all mothers who had babies aged 6-24 months totaling 35 people. Sampling in this study was carried out in total population. Sampling in this research was carried out by Total Population. Analysis of the results was used using statistical analysis tests using the Wilcoxon test. Results : From the results of research conducted on 35 respondents showed that statistical analysis using the Wilcoxon test, the p value (0.000) < α (0.05) was obtained, so Ha was accepted and H 0 was rejected. Conclusion: Here is an influence of health education on mothers' knowledge about choosing good MPASI for babies aged 6 to 24 months in Meunasah Tambo Village, Jeunieb District, Bireuen Regency. It is hoped that mothers who have babies aged 6-24 months will further increase their knowledge about providing good and correct MPASI and it is hoped that this research can become input and evaluation material regarding choosing good MPASI for babies aged 6 to 24 months.
Keywords
## : Education, Knowledge, MP-ASI
## PENDAHULUAN
Perkembangan dan pertumbuhan bayi merupakan yang terpenting dalam kehidupan bayi khusus nya dalam 1000 hari kehidupan pertama. Pertumbuhan dan perkembangan bayi erat kaitannya dengan pemberian asupan nutrisi. Pentingnya pemenuhan nutrisi tidak lepas dari praktik pemberian asupan nutrisi. Salah satu strategi pemberian nutrisi kepada balita melalui pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). berdasarkan WHO ( World Health Organizations ), MP-ASI optimal diberikan kepada balita mulai dari usia enam bulan setelah mendapatkan ASI Eksklusif (WHO, 2016).
Masa balita merupakan masa yang penting dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan struktur, fungsi tubuh, emosi, intelektual, serta tingkah laku. Pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, makanan, kesehatan, dan lingkungan yang baik. Pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat dan benar merupakan salah satu upaya prioritas dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia (Saputri, 2019).
Pemberian MP-ASI yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan usia akan menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi dan juga gangguan pencernaan bayi. Sistem pencernaan bayi yang berusia kurang dari 6 bulan belum siap untuk menerima makanan semi padat dan beresiko terkena masalah gangguan pencernaan seperti diare dan berak darah. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan bayi yang masih belum sempurna sehingga sistem pencernaan belum mampu melakukan fungsinya dengan sempurna. Pemberian MPASI yang tidak sesuai akan berakibat pada status gizi anak yang tidak
terpenuhi, dan pemberian MP-ASI yang melebihi pemberian akan mengakibatkan gizi anak lebih ( overweight ) dan obesitas. Anak yang mengalami gizi kurang, gizi buruk dan gizi lebih tentu saja akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat, sehingga tumbuh kembang anak tidak akan optimal (Fatimawati, 2021).
WHO (2020) menyatakan bahwa di dunia hanya sebesar 44% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di antara periode waktu 2015-2020. ASI eksklusif ini seharusnya diberikan oleh sang ibu dari bayi baru lahir hingga mencapai 6 bulan. Pada saat bayi berusia sekitar 6 bulan, kebutuhannya akan energi dan nutrisi mulai melebihi apa yang diberikan oleh ASI sehingga makanan pendamping (MP-ASI) diperlukan. Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah usia 6 bulan (Hidayatullah, 2021).
Jika MP-ASI tidak diberikan pada usia 6 bulan, atau jika diberikan secara salah, pertumbuhan bayi akan terhambat . MP-ASI yang diberikan sebelum usia 6 bulan juga dapat menggagalkan pemberian ASI eksklusif . Pengenalan dini bayi terhadap makanan yang berkualitas rendah secara energi dan nutrisi atau makanan yang disiapkan secara tidak higienis dapat menyebabkan bayi mengalami kurang gizi dan terinfeksi sehingga bayi dapat memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit (Hidayatullah, 2021).
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), didapatkan persentase underweight (berat badan kurang dan sangat kurang) pada balita sebesar 17%. Sementara berdasarkan data Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM) melalui Surveilans Gizi Tahun 2021, didapatkan balita dengan berat badan sangat kurang sebesar 1,2% dan berat badan kurang sebesar 6,1%. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Provinsi Bali. Baduta berat badan sangat kurang sebesar 1,2% dan baduta berat badan kurang sebesar 5,2%. Provinsi dengan presentase berat badan sangat kurang dan berat badan kurang tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi terendah adalah Provinsi Bali (Kemenkes RI, 2021).
Cakupan balita pendek cukup tinggi dibandingkan persentase balita gizi kurang dan kurus ada di kabupaten Aceh Singkil Aceh Tenggara, Aceh Utara, Gayo Lues, Bener Meriah dan Kota subulussalam. Balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh kondisi ibu, masa janin dan masa bayi/balita termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Jumlah balita gizi kurang terbanyak ada di Bener meriah yaitu
sebesar 5,1%. Jumlah balita kurus terbanyak di Subulussalam (4,2%). Sedangkan balita pendek terbanyak di Subulussalam sebanyak 8,6% (Dinkes Aceh, 2021).
Ibu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Bayi dan Balita, khususnya pengetahuan ibu memiliki pengaruh kepada pola pikir dan tingkat kepedulian untuk memberikan asupan makan yang tepat untuk anaknya. Permasalahan gizi balita masih menjadi perhatian serius di Indonesia selama beberapa dekade (Aprilia, 2020).
Rendahnya tingkat pengetahuan ibu mengenai praktik pemberian MP-ASI disebabkan banyak faktor, salah satunya faktor sosiodemografi yang mempengaruhi pemberian MP-ASI. seperti usia, status perkawinan, tingkat pendidikan. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan ibu adalah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan, yang bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku positif yang berhubungan dengan makanan dan gizi (Rahman, 2022).
Dalam hal pemenuhan nutrisi, ibu sebagai penyedia makanan berperan penting dalam hal memenuhi gizi pada anak, usia 6-24 bulan merupakan tahap pertama dalam mendapatkan makanan pendamping ASI oleh karena itu pengetahuan ibu sangat diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan anak. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan, dimana kebiasaan ibu hanya memberikan makanan MP-ASI yang monoton seperti nasi yang dijadikan bubur atau pisang yang dihaluskan sehingga membuat anak tidak terlalu tertarik dengan makanan MPASI tersebut, dan hal ini dapat mempengaruhi selera makan pada anak untuk kedepannya (Fitria, 2022).
Penting dilakukan upaya kesiapan ibu dalam pemberian MP-ASI. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melalui pemberian edukasi terkait tatacara pemberian atau pemilihan MP-ASI yang tepat. Setelah pemberian edukasi maka diharapkan pengetahuan ibu terhadap pemberian MP-ASI meningkat (Sriasih, 2021).
Awal gizi yang baik akan sangat berdampak pada kehidupan pada perkembangan fisik, kognitif, dan sosial anak. Pemberian MP-ASI yang tidak cukup gizi secara kualitas dan kuantitas berdampak terhadap malnutrisi yaitu gizi kurang dan terjadinya stunting terutama pada anak di bawah usia 2 tahun. Bila tidak tertangani secara dini maka anak yang mengalami malnutrisi tersebut menjadi sumber daya manusia yang produktivitasnya rendah dan berisiko mengalami penyakit tidak menular. Pendidikan dan pemahaman orang tua khususnya ibu, memiliki peranan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi anaknya (Aprilia, 2020).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen terdapat 35 anak usia 6-24 bulan dengan rincian usia 6-12 bulan sebanyak 17 orang dan >12-24 bulan sebanyak 18 orang. Hasil wawancara terhadap 10 ibu yang memiliki anak usia 6-24 bulan, didapatkan bahwa 4 dari mereka memberikan pemberian MP-ASI yang masih salah seperti memberikan makanan dengan tekstur yang tidak sesuai dengan usia bayi seperti nasi yang dihaluskan, diberikan makanan keras seperti kerupuk pada anak yang usianya belum mencukupi untuk mengkonsumsi makanan yang bertekstur keras. Sementara 6 ibu lagi sudah memberikan MP-ASI kepada anaknya dengan benar seperti memberikan MP-ASI sesuai antara umur bayi dengan komposisi atau tekstur makanan yang sesuai.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen”.
## METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah preeksperimental design dengan pendekatan one group pretest posttest yaitu rancangan penelitian yang dilakukan dengan cara memberikan pretest (pengamatan awal) telebih dahulu sebelum diberikan intervensi. Setelah diberikan intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan akhir) (Hidayat, 2014). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2023. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 6-24 bulan yang ada di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen sebanyak 35 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara total populasi.
## HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat : Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat mayoritas responden sebelum diberikan edukasi kesehatan memiliki pengetahuan kurang tentang pemilihan MP-ASI yang baik pada bayi usia 6-24 bulan yaitu sebanyak 17 responden (49%) disusul dengan pengetahuan baik tentang pemilihan MP-ASI sebanyak 10 responden (28%) dan pengetahuan cukup sebanyak 8 responden (23%). Dan mayoritas responden setelah diberikan edukasi kesehatan memiliki pengetahuan baik tentang pemilihan MP-ASI yang baik pada
bayi usia 6-24 bulan yaitu sebanyak 29 responden (83%), disusul pengetahuan cukup sebanyak 6 responden (17%) dan tidak ada lagi responden yang memiliki pengetahuan kurang.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Edukasi Kesehatan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen
Analisis Univariat Jumlah f % Pengetahuan Sebelum Diberi Edukasi Baik 10 28 Cukup 8 23 Kurang 17 49 Pengetahuan Setelah Diberi Edukasi Baik 29 83 Cukup 6 17 Kurang 0 0
Analisis Bivariat : Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat hasil penelitian dari 35 responden, dapat diketahui bahwa N, mean rank dan sum of rank pada negatif rank yaitu 0 yang artinya tidak ada penurunan pengetahuan dari sebelum sampai sesudah dilakukan edukasi, Pada nilai positif rank menujukkan nilai N 33, nilai mean rank 17,00, sum of rank 561,00 yang artinya ada 33 responden yang mengalami peningkatan pengetahuan tentang pemilihan MP-ASI yang baik bagi bayi usia 6-24 bulan . Sedangkan pada nilai N ties terdapat 2 responden yang artinya ada 2 responden yang tingkat pengetahuannya bertahan baik sebelum maupun sesudah diberikan edukasi kesehatan tentang cara pemilihan MP-ASI yang baik.
Berdasarkan analisis statistik menggunakan uji wilcoxon, didapatkan nilai p value (0,000) < α (0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
Tabel 2. Pengaruh Edukasi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Pemilihan MP-ASI Yang Baik Pada Bayi Usia 6-24 Bulan Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen
Variabel Intervensi N Mean Rank Sum of Rank Z P value α Pengetahuan Sebelum Negatif 0 a ,00 ,00 -5.049 a 0,000 0,05
Sesudah Rank
Positif Rank Ties 33 b 17,00
561,00
2 c
Jumlah 35
## PEMBAHASAN
Pengaruh Edukasi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Pemilihan MP-ASI Yang Baik Pada Bayi Usia 6-24 Bulan: Dalam hal pemenuhan nutrisi, ibu sebagai penyedia makanan berperan penting dalam hal memenuhi gizi pada anak, usia 6-24 bulan merupakan tahap pertama dalam mendapatkan makanan pendamping ASI, oleh karena itu pengetahuan ibu sangat diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan anak. Penting dilakukan upaya kesiapan ibu dalam pemberian MP-ASI. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melalui pemberian edukasi terkait tatacara pemberian atau pemilihan MP-ASI yang tepat. Setelah pemberian edukasi maka diharapkan pengetahuan ibu terhadap pemberian MP- ASI meningkat (Sriasih, 2021).
Hasil analisis bivariat dari 35 responden, dapat diketahui bahwa N, mean rank dan sum of rank pada negatif rank yaitu 0 yang artinya tidak ada penurunan pengetahuan dari sebelum sampai sesudah dilakukan edukasi, Pada nilai positif rank menujukkan nilai N 33, nilai mean rank 17,00, sum of rank 561,00 yang artinya ada 33 responden yang mengalami peningkatan pengetahuan tentang pemilihan MP-ASI yang baik bagi bayi usia 6-24 bulan . Sedangkan pada nilai N ties terdapat 2 responden yang artinya ada 2 responden yang tingkat pengetahuannya bertahan baik sebelum maupun sesudah diberikan edukasi kesehatan tentang cara pemilihan MP-ASI yang baik.
Berdasarkan analisis statistik menggunakan uji wilcoxon, didapatkan nilai p value (0,000) < α (0,05) maka Ha diterima dan H 0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
Peningkatkan pengetahuan dapat dilakukan melalui edukasi. Salah satu edukasi yang dapat diberikan kepada ibu adalah edukasi gizi mengenai MP-ASI. Tujuan edukasi yaitu untuk meningkatkan pengetahuan ibu guna untuk memenuhi gizi anak (Adriani, 2022). Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan ibu adalah dengan cara memberikan pendidikan
kesehatan atau penyuluhan, yang bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku positif yang berhubungan dengan makanan dan gizi.
Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung memberikan MP-ASI secara dini dan tepat pemilihan menunya. Semakin baik tingkat pengetahuan ibu maka ibu akan memberikan MP- ASI tepat waktu. Oleh sebab itu apabila tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI ditingkatkan maka ibu akan cenderung memberikan MPASI dengan tepat, baik dalam waktu pemberian maupun menu makanan sesuai dengan gizi yang dibutuhkan (Rahman, 2022).
Asumsi peneliti, pengetahuan ibu sebelum diberikan edukasi mayoritas kurang, hal ini dikarenakan rendahnya informasi kesehatan yang diperoleh ibu tentang cara pemberian MP- ASI yang benar, selain itu mayoritas responden juga tidak membawa balitanya ke Posyandu setiap bulan, sehingga akses informasi susah untuk didapatkan. Setelah diberikan edukasi mayoritas pengetahuan responden sudah menjadi baik, hal ini dikarenakan ibu mendengarkan setiap edukasi yang diberikan dengan detil dan jika ada yang kurang dipahami atau yang ingin bertanya, peneliti mempersilahkan serta mendiskusikan secara bersama-sama. Adanya pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6 sampai 24 bulan bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen dikarenakan responden sudah mendapatkan sumber informasi yang jelas tentang tata cara pemilihan MP-ASI yang baik bagi anaknya melalui edukasi yang peneliti lakukan dengan metode penyuluhan, selain itu peneliti juga membuka sesi tanya jawab serta berdiskusi tentang bagaimana cara mengolah MP-ASI agar anak lahap saat makan namun masih dalam konteks MP-ASI yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi anak.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh edukasi kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan MPASI yang baik pada bayi usia 6-24 bulan di Desa Meunasah Tambo Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
## SARAN
Diharapkan kepada seluruh responden agar lebih aktif mencari informasi tentang pemberian MP-ASI yang baik dan benar pada bayi 6-24 bulan. Dan diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya Bidan agar lebih aktif dalam memberikan Edukasi kepada para ibu tentang pemberian MP-ASI yang baik dan benar dari segi waktu pemberian, Menu yang baik
diberikan serta makanan apa yang boleh dikonsumsi atau tidak boleh dikonsumsi oleh anak sesuai usianya, sehingga angka kesakitan anak dapat berkurang sehingga pertumbuhan anak akan tercapai sesuai usianya.
## DAFTAR PUSTAKA
Andiani. (2022). Efektivitas Edukasi Melalui Aplikasi Mpasi Terhadap Pengetahuan Ibu Jurnal elima Harapan Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Journal of Community Services Volume 4, Nomor 2, Juni 2022
.https://jurnal.delimaharapan.ac.id/index.php/menaramedika/index
Aotari. (2022). Penyuluhan Kesehatan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Di Kelurahan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. https://journal.jurnalkesmas.com/index.php/.
Aprianti. (2019). MP-ASI & Mom Sharing. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Aprilia. (2020). Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Volume 9, Nomor 2, Desember 2020. hhttps://akper- sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Ayuning. (2015). Ensiklopedia MP-ASI Sehat . Jakarta. Pandamedia.
Damayanti. (2020). Makanan Pendamping ASI. Pekalongan. Nasya Expanding Management. Dinkes Aceh. (2021). Profil Kesehatan Aceh, www.dinkes.acehprov.go.id. Dinas Kesehatan Aceh: Banda Aceh.
Fatimawati. (2022). Edukasi Kesehatan Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian MP ASI pada Bayi dan Balita di Kelurahan Sukolilo Surabaya.https://snpm.unusa.ac
Fitria. (2022). Edukasi Kesehatan Menggunakan Metode Permainan Ranking 1 Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu Tentang MP-ASI. Studi Kasus. JIM FKep Volume 1 Nomor 3 Tahun 2022. .https://snpm.unusa.ac.id
Hidayatullah. (2022). Perilaku Pemberian MP-Asi Dini di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat Vol I No 2. https://journal.jurnalkesmas.com/index.php/
Indah. (2021). Statistik Non-Parametrik Untuk Bidang Kesehatan. Jakarta. Penerbit Lakeisha. Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020, www.kemkes.go.id Muaris. (2018). 365 Menu Sukses MP-ASI Selama 1 Tahun. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Pakpahan. (2020). Keperawatan Komunitas. Jakarta. Yayasan Kita Menulis.
Rahman. (2022). Edukasi Kesehatan Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian MPASI Pada Balita di Posyandu Kenanga-III Kelurahan Pasar Merah Barat. Jurnal Implementasi Husada. Jurnal.umsu.ac.id/index.php/JIH
Rismayani. (223). Edukasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Sebagai Upaya
Peningkatan Daya Tahan Tubuh Balita Di Posyandu Desa Pematang Balai Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2023
https://journal.bengkuluinstitute.com/index.php/jurnalbesemahBI
Saputri. (2019). Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Di Puskesmas Alusi Kecamatan Kormomolin Kepulauan Tanimbar Maluku Tahun 2019 Journal for Quality in Women's Health Vol. 3 No. 2 September 2020. : http://jqwh.org
Sriasih. (2021). Pengaruh Edukasi Mp-Asi Terhadap Kesiapan Ibu Dalam Pemenuhan Kebutuhan Gizi Bayi Usia 6 Bulan Sampai 24 Bulan. Jurnal Menara Medika Vol 3 No 2 Maret 2021. https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menaramedika/index.
Saadah. (2022). Promosi Kesehatan. Bandungn. Media Sains Indonesia.
Sitoayu. (2020). Aplikasi SPSS Untuk Aplikasi Data Kesehatan. Pekalongan. Nasya Expanding Management.
Sudaryanto. (2014). MP-ASI Super Lengkap. Jakarta. Swadaya Group. Sopiyudin, D. (2019). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta.
|
8ea0fb43-71d1-4036-8e6d-3cfe71eaf7c0 | https://jurnal.polgan.ac.id/index.php/sinkron/article/download/120/74 |
## Sistem Informasi Penjualan Batik Berbasis Web Pada Toko 10S Pasar Grosir Setono
## M. Qomaruddin
STMIK Nusa Mandiri Jakarta Jl. Damai No. 8 Warung Jati Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan [email protected]
## Adjat Sudradjat
AMIK BSI Jakarta
Jl. RS. Fatmawati No. 24 Pondok
Labu, Jakarta Selatan [email protected]
Robi Sopandi
STMIK Nusa Mandiri Jakarta Jl. Damai No. 8 Warung Jati Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan [email protected] Abstrak Toko Batik 10s adalah bidang usaha yang bergerak pada penjualan perlengkapan baju batik, dimana ada banyak toko yang juga menjual perlengkapan baju batik oleh karena itu Toko Batik 10s harus mampu untuk membuat peluang bisnisnya tetap ada dan selalu menjadi yang terdepan. Sistem Penjualan online ini meliputi pemakaian situs oleh pelanggan seperti registrasi pelanggan, pembelian dan pemesanan barang, pemberitahuan informasi terbaru. Pengaturan situs oleh admin baik poses pengamanan berbagai data, pengiriman barang, penambahan barang dan transaksi jual beli. Semua hal tersebut digunakan untuk menampung data-data untuk mempermudah proses sistem informasi.
## Kata kunci : Sistem Informasi, Penjualan Baju, Website
## I. PENDAHULUAN
Toko Batik 10s adalah bidang usaha yang bergerak pada penjualan perlengkapan baju batik, dimana ada banyak toko yang juga menjual perlengkapan baju batik oleh karena itu Toko Batik 10s harus mampu untuk membuat peluang bisnisnya tetap ada dan selalu menjadi yang terdepan.
Toko Batik 10s hingga saat ini proses penjualannya masih bersifat konvensional dimana pembeli berhubungan langsung dengan datang ke toko tersebut. Dengan demikian pembeli membutuhkan biaya yang lebih besar dan waktu yang cukup lama untuk membeli produk batik yang diinginkan, selain itu pembeli kurang
mendapatkan informasi tentang motif batik yang ada ditempat batik tersebut. Pada saat ini era globalisasi, perkembangan teknologi telekomunikasi dan komputer sudah berkembang pesat. Internet merupakan media informasi yang dapat di akses secara lintas negara karena sifat internet tidak mengenal batasan geografis.
## II. IDENTIFIKASI MASALAH
Sistem penjualan yang masih bersifat konvensional dimana pembeli berhubungan langsung dengan datang ke toko, dengan adanya identifikasi masalah ini maka akan mempermudahkan dalam pembuatan sistem informasi penjualan pada toko batik 10S, yaitu sebagai berikut :
1. Sistem penjualan produk baju yang saat ini berjalan dirasa kurang efektif karena hanya memanfaatkan media konvensional datang langsung ke toko 2. Laporan stok produk yang masih manual kurang mendukung prosedur penjualan
3. Lambatnya perkembangan butik dikarenakan kurang efisiennya media promosi kepada masyarakat sehingga tidak bisa mencangkup semua kalangan.
## III. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis memandang perlu dikembangkan sistem informasi yang digunakan sebagai media promosi yang mudah dilihat dan diakses, serta efektif dan efisien dalam pengelolaan data penjualan baju, terutama pemesan customer dan pengendalian stok barang.
## IV. TUJUAN PENELITIAN
Penelitan ini dimaksudkan dan ditujukan
untuk pembuatan sistem
informasi penjualan pada toko batik 10S
1. Merancang dan membangun aplikasi e- commerce pada Toko Batik 10s
2. Menerapkan aplikasi berbasis web pada Toko Batik 10s, untuk meningkatkan promosi dan penyediaan stok barang.
## V. METODE PENELITIAN
Metode penelitaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Observasi melakukan kegiatan pengamatan secara langsung terhadap proses transaksi di Toko Batik 10s untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan.
2. Wawancara melakukan wawancara secara langsung dengan pemilik butik dan beberapa karyawan untuk
mengetahui data dan informasi yang sesungguhnya.
3. Studi Pustaka ditunjang juga dengan literatur-literatur dari berbagai sumber referensi yang berkaitan dengan sistem informasi penjualan serta studi kepustakaan ( Library Research ) untuk mendapatkan data yang akurat dan tepat.
## VI. PEMBAHASAN
Proses bisnis pada Toko Batik 10s karyawan stand melayani pembeli dengan cara menawarkan barang baju dan sepatu yang ada didalam toko, kemudian ketika customer telah menemukan barang yang dicari maka barang itu akan diterima oleh kasir, dan pada saat bersamaan kasir akan membuatkan nota pembelian rangkap dua, rangkap pertama akan diberikan kepada pembeli dan yang kedua akan masuk
Gambar 1. Activity Diagram prosedur penjualan Toko Batik 10s
Pada banyak proyek sistem informasi, proses analisa desain sering bejalan bersama-sama, hal ini dilakukan karena pada banyak kasus, user sering kesulitan untuk mensefinisikan kebutuhan mereka, oleh karena itu penulis membuatkan analisa
kebutuhan software agar
mengetahui keinginan user yang ada di toko Toko Batik 10s yaitu :
1. Tahapan Analisis
Sistem penjualan secara online berbasis web dimana penjual dan user tidak bertatap muka secara langsung. Calon user melakukan pembelian melalui media
browser. Berikut ini spesifikasi kebutuhan (system requirement) dari sistem e- commerce.
Berikut ini spesifikasi kebutuhan ( system requirement) dari
sistem e-commerce yang ada di toko Toko Batik 10s 2. Use Case Diagram Use case mendeskripsikan sebuah interaksi antara satu atau lebih aktor dengan sistem informasi yang akan dibuat. Berikut merupakan use case diagram sistem usulan pada Toko Batik 10s :
uc Use Case Diagram Belanja Online Halaman Us...
User Member Pilih Barang Tampilkan Detail Barang Tambah ke Keranjang Belanja Pilih Kategori Tampilkan Barang Berdasarkan Kategori Belanja Memilih Jenis Pembayaran Mengisi Data Pengiriman Tampilkan Total Belanja Konfirmasi Pembayaran Melihat Transaksi Masukkan Data Pembayaran «extend» «include» «include» «include» «extend» «extend» «extend» «extend»
Gambar 2. Use Case Diagram Belanja Online Halaman User Member
Tabel 1. Deskripsi Use Case Diagram
Mengelola Produk
Use Case Name Mengelola Produk Requirments B1. Goal Admin dapat menambah, meng update dan menghapus produk. Pre- conditions Admin telah login. Post- conditions
Produk tersimpan, ter update dan terhapus. Failed end condition Gagal tersimpan, ter update dan terhapus. Primary actor Admin Main flow/ Basic Path Admin melihat daftar produk. Admin memilih tombol “Tambah”.
Sistem menampilkan form produk.
Admin meng input data produk baru. Admin memilih tombol “Simpan”.
Sistem menyimpan produk. Sistem menutup form produk. Alternate Flow/ Incariant A A2. Admin mengetikkan nama produk.
A3. Admin memilih tombol “ Search ”.
A4. Sistem menampilkan produk yang dicari. A5. Admin memilih tombol “ Edit ”.
A6. Sistem menampilkan form produk.
A7. Admin menampilkan form produk. Kembali ke nomor 5. Invariant B B2. Admin memilih produk.
B3. Admin memilih icon “Hapus”. B4. Sistem menampilkan dialog konfirmasi penghapusan.
B5. Admin memilih tombol “ Ok ”.
B6. Sistem menghapus produk.
3. Desain
Pada tahapan ini akan menjelaskan tentang desain database, desain software architecture dan desain interface dari sistem yang ada di toko Toko Batik 10s.
4. Proses Sistem Usulan
Berikut adalah proses sistem usulan pada toko batik 10s :
a. Calon pembeli melakukan pendaftaran
b. Setelah melakukan pendaftaran calon pembeli melakukan login
c. Calon pembeli melakukan pemesanan barang
d. Calon pembeli melakukan pembayaran
e. Admin toko mengkonfrimasi pemesanan melalui dan melalui sms f. Barang dikirim melalui kurir
Tabel 2. Hasil Pengujian Black Box Testing Halaman Login Admin
A. Spesifikasi Bentuk Dokumen Keluaran Sistem Berjalan Berikut adalah spesifikasi bentuk dokumen keluaran sistem berjalan yang ada di Toko Batik 10s : 1. Nama Dokumen : Bukti Pemesanan Fungsi : Sebagai bukti transaksi penjualan Sumber : Admin Tujuan : Member Media : Manual Frekuensi : Setiap ada transaksi pembayaran 2. Nama Dokumen : Laporan Penjualan Fungsi : Sebagai laporan penjualan harian atau bulanan Sumber : Admin Tujuan : Owner Media : Manual Frekuensi : Setiap membuat laporan harian atau bulanan B. Halaman Beranda
Halaman beranda adalah halaman yang pertama kali dilihat oleh pengunjung. Pada halaman ini konsumen bisa melihat produk yang dijual.
## Gambar 4. Tampilan Halaman Beranda
C. Halaman Tentang Kami Halaman profil ini berisi tentang profil, visi dan misi dari toko Batik 10s.
Gambar 5. Tampilan Halaman Tentang Kami Tabel 3. Tabel Spesifikasi Hardware dan Software
D. Spesifikasi Dokumen Sistem Usulan
Spesifikasi sistem usulan adalah rangkaian dari proses-proses yang terjadi dalam sistem usulan yang memerlukan dokumen masukan untuk mendukung jalannya proses dokumen keluaran. Adapun spesifikasi sistem penjualan pada Toko Batik 10s adalah : 1. Spesifikasi Bentuk Dokumen Masukan Sistem Usulan Berikut adalah spesifikasi bentuk dokumen masukan sistem usulan yang ada di Toko Batik 10s : a. Nama Dokumen : Form Pengiriman Fungsi : Sebagai data pengiriman untuk admin Sumber : Member Tujuan : Admin Media : Monitor Frekuensi : Setiap terjadi pengiriman barang b. Nama Dokumen : Form Konfirmasi Transaksi Fungsi : Sebagai data transaksi untuk member dan admin Sumber : Member Tujuan : Admin Media : Monitor Frekuensi : Setiap terjadi transaksi c. Nama Dokumen : Form Testimonial Fungsi : Sebagai pusat interaksi antara member dan admin Sumber : Member Tujuan : Admin Media : Monitor Kebutuhan Keterangan Sistem Operasi Windows 7 dan sesudahnya Processor Pentium Core 2 Duo, 2.4 Ghz RAM 1 GB Harddisk 160 GB CD-ROM 52x Monitor SVGA 14” Keyboard 108 Keys Printer Laser Jet Mouse Standarad Browser Mozilla Firefox,Google Chrome,Internet Explorer Software Dreamweaver,Photoshop,PHP MyAdmin
Frekuensi : Setiap ingin mengajukan kritikan atau saran 2. Spesifikasi Bentuk Dokumen Keluaran Sistem Usulan Berikut adalah spesifikasi bentuk dokumen keluaran sistem usulan yang ada di Toko Batik 10s :
a. Nama Dokumen : Bukti Pemesanan Fungsi : Sebagai bukti transaksi penjualan Sumber : Admin Tujuan : Member Media : Cetak Komputer Frekuensi : Setiap ada transaksi pembayaran b. Nama Dokumen : Laporan Penjualan Fungsi : Sebagai laporan penjualan harian atau bulanan Sumber : Admin Tujuan : Owner Media : Cetakan Komputer Frekuensi : Setiap membuat laporan harian atau bulanan
## VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan adanya web penjualan Baju Batik Online ini adalah memudahkan pembeli untuk melakukan transaksi penjualan dengan tidak perlu mendatangi toko, terutama bagi para pembeli yang merupakan pekerja dengan waktu terbatas, dan juga dapat diakses dimana saja sesuai dengan keinginan pembeli.
Sedangkan saran yang penulis ajukan dalam penelitian selanjutnya, yaitu :
a. Aplikasi penjualan baju batik online ini masih dapat dikembangkan lagi. Dibawah ini adalah beberapa saran untuk pengembangan aplikasi penjualan online di Toko Batik 10s yaitu :
b. Aplikasi penjualan online ini
memerlukan maintenance secara rutin agar aplikasi ini dapat selalu menampilkan produk-produk baru yang selalu berubah-ubah.
c. Aplikasi penjualan online ini juga masih dapat ditambahkan dengan fitur-fitur multimedia yang berhubungan dengan kebutuhan penjualan.
d. Dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, sistem keamanan aplikasi ini juga harus selalu ditingkatkan agar kerahasiaan data-data Toko Batik 10s tetap terjaga.
e. Pengembangan aplikasi Penjualan
Online ini perlu dikembangan dengan mengikuti perkembangan kedepan
## VIII. REFERENSI
[1]. Darmawan, Deni, Kunkun Nur Fauzi.
2013. Sistem Informasi Manajemen.
PT Remaja Rosdakarya. Bandung [2]. Fatansyah. 2007. Basis Data. Bandung: Informatika.
[3]. Irawan. 2011. Panduan Berinternet untuk orang awam. Palembang: Maxikom.
[4]. Janner Simarmata dan Iman Paryudi.2010. Basis Data (Edisi 2). Andi. Yogyakarta [5]. Kusrini. 2007. Strategi Perancangan dan Pengelolaan Basis Data. Yogyakarta: C.V. ANDI Offset.
[6]. Mustakini, Jogiyanto Hartono .2005. Analisis & Desain, Sistem Informasi Terstruktur Teori Dan Praktis
Aplikasi Bisnis, Jogjakarta : Andi.
[7]. Nugroho, Adi. 2010. Rekayasa Perangkat Lunak Berorientasi Objek dengan Metode USDP. Yogyakarta: ANDI.
[8]. Pressman, Roger S. 2010. Sofware Engineering: A Practitioner’s
Approach. New York: The McGraw- Hill Companies.
[9]. Puspitawati, Lilis. Sri Dewi Anggadini. 2011. Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: Graha Ilmu [10]. Rara Sri Artati, Rejeki dan Agus Prasetyo Utomo.2011.Perancangan
dan Pengaplikasian Sistem Penjualan pada “Distro Smith” Berbasis E-
Commerce. ISSN: ISSN : 0854-9524.
Semarang: Jurnal Dinamik - Jurnal Teknologi Informasi Semarang Vol.16, No.1 2011 [11]. Rosa dan Salahuddin M, 2011.
Modul Pembelajaran
Rekayasa Perangkat Lunak (Terstruktur dan Berorientasi Objek), Modula, Bandung [12]. Sanusi, Resy Silvia Putu, Dini Destiani dan Asep Deddy. 2012.
Perancangan Sistem Informasi
Transaksi Penjualan Rumah. ISSN:
2302-7339. Garut: Jurnal Algoritma
Sekolah Tinggi Teknologi Garut vol. 09, No. 23 2012
[13]. Shalahuddin, Muhammad dan Rosa 2011. Rekayasa Perangkat Lunak. Bandung: Modula.
[14]. Tian, Jeff. 2005. Software Quality
Engineering: Testing, Quality Assurance And Quantifiable Improvement. New Jersey: Willey. [15]. Widodo, Prabowo Pudjo dan Herlawati. 2011 Menggunakan UML. Bandung: Informatika. [16]. Winarno, Edy dan Ali Zaki, Smitdev Community. 2013. Buku sakti Pemrograman PHP. Jakarta: Elex Media Komputindo.
|
10ed5513-bfc8-4243-af2e-86febf4fbbda | https://ojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/ekonomi/article/download/845/655 |
## IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA
Meyta Pritandhari
Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro [email protected]
## Abstract
The learning model is basically a form of learning which is illustrated from the opening to the closing that is typically presented by teachers or lecturers. While the method of learning is the way used to implement the plan that has been prepared in the real activity for the objectives that have been compiled achieved optimally.Direct instruction model can encourage students' skill to build their own knowledge through learning activities. The learning activities provided are by giving the exercises directly. Giving the tasks directly by providing a problem that must be solved by students so that students are expected to be active to deepen the material provided.The implementation of direct instructioncan improve students' creative thinking skill. This is evident from the the students’ skill in presenting the results of observations that they have done. They have broader thoughts and insights because they have learned from the firsthand. Direct instruction can provide a meaningful experience in learning.
Keywords: Creative thinking, Direct instruction, Learning model
## PENDAHULUAN
Mata kuliah perilaku konsumen merupakan mata kuliah yang ditempuh mahasiswa program studi pendidikan ekonomi pada semester enam. Mahasiswa semester enam adalah mahasiswa yang masih tergolong mahasiswa lama yang sudah mendapat banyak bimbingan dan arahan pada saat perkuliahan.
Kendala dalam proses pembelajaran ini diduga disebabkan oleh pelaksanaan perkuliahan oleh dosen metode yang digunakan dosen dalam menyampaikan materi belum mampu melibatkan mahasiswa belajar secara aktif sehingga
mahasiswa menjadi malas untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat, kurangnya pemahaman mahasiswa terhadap konsep dari perilaku konsumen itu sendiri, selain itu mahasiswa hanya terpaku pada penjelasan dosen dan mencatat yang disampaikan dosen dengan tidak memahami apa yang dicatatnya sehingga ketika diberikan latihan mahasiswa kesulitan untuk menyelesaikannya, dan ada beberapa mahasiswa yang hanya menyalin hasil pekerjaaan temannya saja, saat mereka untuk mempersentasikan hasil kerjanya di depan kelas belum bisa melakukannya secara maksimal karena memang bukan hasil dari pemikian sendiri.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru atau dosen. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Mengembangkan metode pengajaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas belajar mahasiswa. Metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar merupakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Apabila seorang dosen dalam memilih metode mengajar kurang tepat akan menyebabkan ketidakjelasan tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran yang diharapkan dapat membimbing siswa dalam belajar adalah model pembelajaran direct instruction atau pembelajaran langsung.
Model ini dipilih karena dalam pembelajaran ini terdapat tahap-tahap dalam proses pembelajaran yang dimulai dari tahap orientasi sampai dengan tahap memberikan latihan secara mandiri. Model direct instruction dapat mendorong kemampuan mahasiswa dalam membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar. Aktivitas belajar yang diberikan adalah dengan memberikan
latihan secara langsung. Pemberian tugas secara langsung dengan memberikan suatu masalah yang harus dipecahkan oleh mahasiswa sehingga diharapkan siswa dapat aktif untuk mendalami materi yang diberikan.
Berdasarkan fenomena yang ada, peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah Perilaku Konsumen , tertarik untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Direct Instruction Untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi Mahasiswa”.
## KAJIAN PUSTAKA
## 1. Model dan Metode Pembelajaran Model Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi hasil belajar. Proses pembelajaran sudah dilakukan secara maksimal dengan berbagai model pembelajaran diharapkan dapat membuat hasil belajar mahasiswa yang maksimal juga.
Soekamto dalam Shoimin (2014:23) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaras belajar dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini berarti model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
Menurut Kardi dan Nur dalam Shoimin (2014:24) istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur. Ciri-cirinya antara lain sebagai berikut:
1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai.
Pengembangan model pembelajaran sangat tergantung dari karakteristik materi pelajaran yang akan disampaikan. Model pembelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran juga harus disesuaikan dengan karakteristik mahasiswa dan waktu belajar. Jadi dalam proses belajar yang
menggunakan model pembelajaran diharapkan dapat menjadi lebih efektif.
## 2. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu cara pembelajaran yang digunakan oleh seorang dosen kepada mhasiswa di dalam kelas. Metode pembelajaran merupakan suatu cara atau alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Namun, pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan materi serta kondisi yang ada.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Menurut Sutikno (2009: 88) menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Sedangkan menurut Djamarah dan
Zain (2013:96)
metode gabungan/kombinasi dari beberapa macam metode mengajar yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran menggunakan dua metode akan lebih efisien dan lebih efektif.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara pembelajaran yang digunakan oleh dosen/guru dalam
mengadakan komunikasi dengan
mahasiswa saat berlangsungnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas sangat ditentukan oleh beberapa faktor dalam pencapaian tujuan pembelajaran, salah satunya adalah bagaimana dosen menentukan metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
## 3. Model Pembelajaran Direct Instruction
Direct instruction atau pembelajaran langsung merupakan suatu pembelajaran yang mempunyai langkah-langkah tertentu yang dapat menuntun siswa dalam mempelajari suatu materi yang bersifat prosedural.
Arends (2008) mengemukakan bahwa”The direct instruction modelwas specifically designed to promote student learning of procedural knowlwdge and declarative that is well structured and can be taughtin a step-by-step fashion”. Artinya, model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Menurut Shoimin (2014: 64-65) pada model pembelajaran direct
instruction terdapat lima fase yang sangat penting. Sintaks model tersebut disajikan dalam lima tahap antara lain:
1. Fase orientasi/menyampaikan tujuan
2. Fase presentasi/Demonstrasi
3. Fase latihan terbimbing
4. Fase mengeek pemahaman dan memberikan umpan balik 5. Fase latihan mandiri Tahap-tahap pada model pembelajaran direct instruction disusun berdasarkan tahap pendahuluan yaitu pada fase orientasi atau menyampaikan tujuan pembelajaran. Selanjutnya adalah tahap memberikan materi dengan presentasi/demonstrasi, dan latihan terbimbing. Sebagai tahap penutup yaitu mengecek kembali pemahaman siswa dan memberikan umpan balik serta memberikan latihan mandiri.
Menurut Trianto (2007:29) Model pembelajaran Direct Instruction atau yang dikenal dengan model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar mengajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Menurut para pakar teori belajar,
pengetahuan deklaratif (dapat diungkap dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu . Adapun ciri-ciri model pengajaran langsung adalah sebagai berikut:
1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian belajar
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
## 4. Berpikir Kreatif
Kreatif merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Menurut Sudarma (2013:21) berpikir kreatif merupakan kecerdasan yang berkembang dalam diri individu, dalam bentuk sikap, kebiasaan, dan tindakan dalam melahirkan sesuatu yang baru dan orisinil dalam memecahkan masalah.Pada pembelajaran di sekolah, siswa yang memiliki keterampilan berpikir kreatif akan memiliki modal dalam memecahkan permasalahan untuk menemukan suatu konsep.
Menurut Sumiyatiningsih (2006:135), berpikir kreatif berkaitan erat dengan pola berpikir divergen,
artinya mampu menghasilkan jawaban alternatif. Kemampuan ini dikembangkan dengan mencoba berbagai kemungkinan jawaban. Sedangkan orang yang kreatif adalah mereka yang mampu menciptakan sesuatu yang baru yang sangat dibutuhkan oleh lingkungan.
Menurut Munandar dalam Hawadi (2001:5), indikator kemampuan berpikir kreatif meliputi:
1. Berpikir lancar adalah Kemampuan untuk mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan, kemampuan untuk memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan kemampuan untuk selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
2. Berpikir luwes adalah kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, kemampuan untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda– beda, serta kemampuan untuk mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
3. Berpikir orisinal adalah Kemampuan untuk mampu melahiran ungkapan yang baru dan unik, kemampuan untuk memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, dan
kemampuan untuk membuat
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan kemampuan untuk menambahkan atau memperinci detail–detail dari suatu obyek, gagasan, atau situasi situasi sehngga lebih menarik.
4. Berpikir terperinci (elaborasi) adalah kemampuan untuk mampu meperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan kemampuan untuk menambahkan atau memperinci detail–detail dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehngga lebih menarik.
5. Kemampuan menilai adalah untuk menentukan patokan penilaian sendiri, dan kemampuan untuk mencetuskan dan melaksanakan suatu gagasan.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif. Menurut Moleong (2007:6) “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”
Ditinjau dari apek yang diteliti, penelitian ini merupakan study kasus ( case study ).
Studi kasus adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya.
## Sumber Data
Sumber data dapat berupa dokumen maupun informasi yang tepat, valid, dan lengkap. Ketepatan, validitas dan kelengkapan data akan sangat menentukan ketepatan dan kekayaan data dan informasi yang diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara mahasiswa pendidikan ekonomi
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui arsip, data dan dokumen yang memiliki hubungan erat dengan permasalahan kajian penelitian
## Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian in adalah Nonprobability atau Sampel Tidak Acak. Jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel . Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini, misalnya
orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono, 2013: 300).
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
## 1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam gejala- gejala di suatu objek penelitian.
## 2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan percakapan atau dialog antara dua pihak, sehingga diperoleh keterangan yang lebih mendalam yang termasuk dalam kategori in-depth interview dimana pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara testruktur.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang bersumber pada hal-hal atau benda-benda yang tertulis, seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen, rapat, catatan harian dan sebagainya.
Validitas Data
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Moleong (2007) menegaskan bahwa, “Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan validitas data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk kepentingan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
2. Triangulasi metode
Teknik pengumpulan data dalam triangulasi metode menggunakan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipatif pasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.
3. Triangulasi peneliti
Triangulasi ini dengan jalan memanfaatkan peneliti lainya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data, sehingga dapat membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.
4. Triangulasi teori
Trianggulasi ini berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat digunakan untuk diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi sumber dan triangulasi metode. Hal ini dilakukan dengan membandingkan hasil dari pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Diharapkan hasil akhir dari analisis mencapai tingkat mutu dan kevalidan yang tinggi.
## Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pola penelitian induktif yang diolah dengan teknik saling terjalin atau interaktif mengalir. Teknik data dalam penelitian ini mengikuti model analisis interaktif (Interactive Model of Analysis ). Tiga komponen utama analisis tersebut adalah:
Gambar 1. Interactive Model of Analysis
Mahasiswa pendidikan ekonomi yang mengikuti mata kuliah perilaku konsumen adalah 67 mahasiswa.
Perilaku konsumen adalah mata kuliah mata kuliah yang mempelajari bagaimana perilaku konsumen, menganalisis bagaimana konsumen dalam melakukan pembelian dan selera konsumen. Dengan mempelajari mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat mempelajari bagaimana konsumen dalam melakukan pembelian sehingga ketika mahasiswa mempunyai usaha mereka dapat menganalisis pangsa pasar, selera konsumen dan keputusan pembelian.
Pada mata kuliah perilaku konsumen dosen memberikan pembelajaran dengan menggunakan direct instruction . Direct instruction adalah pembelajaran langsung yang digunakan dalam pembelajaran perilaku konsumen untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif mahasiswa. Mahasiswa yang belajar menggunakan model direct instruction diharapkan dapat mampu untuk mempunyai wawasan yang lebih tinggi.
Pada fase orientasi/menyampaikan tujuan dosen akan menyampaikan tujuaan pembelajaran yang akan dicapai oleh mahasiswa. Selanjutnya pada fase presentasi/demonstrasi mahasiswa diminta mampu untuk mengobservasi
langsung dari kegiatan konsumen. Selanjutnya pada fase latihan terbimbing mahasiswa diminta mampu untuk melaporkan hasil analisis observasi yang mereka lakukan tentang perilaku konsumen. Kemudian dosen mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik terhadap hasil observasi dan analisi mahasiswa. Dan selanjutnya mahasiswa akan diberikan latihan mandiri untuk mencoba terjun langsung untuk berdagang dan menganalisis perilaku konsumen.
Implementasi direct instruction pada mahasiswa dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif mahasiswa.
Hal ini terlihat dari kemampuan mahasiswa dalam mempresentasikan hasil observasi yang telah mereka lakukan. Mereka mempunyai pemikiran dan wawasan yang lebih luas karena mereka sudah belajar secara langsung. Pembelajaran secara langsung dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi pembelajaran.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Direct instruction adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat membimbing mahasiswa dalam melakukan kegiatan pembelajarannya.
Direct
instruction dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa yang belajar menggunakan model pembelajaran direct instruction dapat belajar secara langsung sesuai dengan teori duia nyata. Dengan belajar secara langsung mahasiswa dapat mengaitkan teori yang sudah didapat dengan permasalahan yang ada di dunia nyata. Hal ini akan mendorong mahasiswa untuk berpikir lebih kreatif .
Metode direct instruction dapat diaplikasikan untuk berbagai mata kuliah yang bertujuan untuk melatih mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran.
## DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard. 2012. Learning to Teach . New York: The McGraw- Hill companies
Djamarah dan Zain . 2013. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Rineka Cipta.
Hawadi. 2001. Pengaruh Minat Membaca Buku Terhadap Hasil Belajar
Mahasiswa BKK Akuntansi. Skripsi.
Universitas Tanjungpura Pontianak: Fakultas Ekonomi.
Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar- ruzz media.
Sudarma, M. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Sumiyatiningsih, D. 2006. Mengajar dengan Kreatif & Menarik . Yogyakarta : Andi Offset.
Sutikno, M. Sobri. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Prospect: Bandung
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D .Bandung: Alfabeta: Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
|
21e27d6d-458b-4129-8b35-9319896467b8 | https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jpmpi/article/download/568/385 |
## Original Research Paper
Diversifikasi Produk Olahan Pangan Lokal Ubi jalar Untuk Peningkatan Nilai Gizi Dan Perekonomian Keluarga Di Kelurahan Pejeruk Ampenan
Immy Suci Rohyani 1 , Evy Aryanti 1 , Suripto 1 , Ahmad Jupri 2
1 Program Studi Pendidikan Lingkungan, FPMIPA Universitas Mataram. Mataram. Indonesia 2 Program Studi Biologi, FPMIPA Universitas Mataram. Mataram. Indonesia
DOI: https://doi.org/10.29303/jpmpi.v3i2.568 Sitasi: . Rohyani, I. S, Aryanti, E., Suripto., & Jupri, A. (2020). Diversifikasi Produk Olahan Pangan Lokal Ubi jalar Untuk Peningkatan Nilai Gizi Dan Perekonomian Keluarga Di Kelurahan Pejeruk Ampenan. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 3 (2)
## Article history
Received: 25 Oktober Revised: 15 Nopember Accepted: 29 Desember
*Corresponding Author: Immy Suci Rohyani , Program Studi Pendidikan Lingkungan, FPMIPA Universitas Mataram. Mataram. Indonesia
Email: [email protected]
Abstract: Pangan lokal ubi jalar memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga yang relatif murah. Beragam jenis pangan lokal ubi jalar yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal. Sejauh ini pengolahan pangan lokal ubi jalar hanya secara sederhana yaitu direbus ataupun digoreng sehingga kurang memberi citarasa dan kurang diminati oleh masyarakat. Akibatnya nilai jual pangan lokal ubi jalar sangat rendah. Kelurahan pejeruk merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Ampenan, lokasinya yang berdekatan dengan pusat kota sehingga sangat potensial untuk dijadikan daerah percontohan untuk pengembanagn industri rumah tangga berbasis pangan lokal ubi jalar yang diharapkan akan dapat menunjang perekonomian keluarga dan sektor pariwisata khususnya wisata kuliner melalui penyediaan oleh-oleh khas pangan lokal ubi jalar. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan nilai jual dan nilai gizi pangan lokal ubi jalar melalui penganekaragaman produk olahan. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membuat berbagai produk olahan berbahan dasar pangan lokal ubi jalar Metode yang digunakan adalah Focus Group Discuss (FGD) dan praktik langsung di ruangan sejak mulai dari persiapan hingga akhir kegiatan. Kegiatan pelatihan kewirausahan menggunakan pola pembimbingan dimana masyarakat dirangsang untuk membentuk kelompok usaha bersama penganekaragaman olahan pangan lokal ubi jalar berbasis masyarakat. Hasil yang diproleh adalah beragam produk olahan pangan lokal ubi jalar yang dapat digunakan sebagai menu pelengkap gizi keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga masyarakat melalui wirausaha penganekaragaman produk olahan pangan lokal ubi jalar.
Keywords: Kelurahan Pejeruk; Produk Olahan; Ubi Jalar.
## Pendahuluan
Kenaikan harga berbagai bahan pangan seperti beras, kedelai, sayuran dan buah- buahan disebabkan karena adanya fluktuasi perubahan musim tanam, pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan produksi dan adanya ketergantungan pada produk impor serta pemerataan produksi. Kondisi ini diperparah
dengan semakin menyusutnya lahan persawahan dan perkebunan akibat terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri. Perlu adnya upaya untuk mengantisipasi permasalahan tersebut salah satunya dengan cara diversitas pengolahan tumbuhan pagan lokal salah satunya ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat yang kaya serat, mineral dan beta-carotene (Belay, 2018; Nogueira et al. 2018). Diversifikasi pangan dilakukan juga
Rohyani et al , Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2020, 3 (2): 236-240
untuk menghidari terjadinya kelangkaan bahan pangan dan upaya pelesarian sumberdaya genetis tumbuhan lokal untuk menunjang ketahanan pangan nasional (Rohyani et al, 2014).
Pemilihan ubi jalar didasarkan pada harga jual ubi segar sangat murah apalagi pada saat panen raya sehingga ubi jalar tidak dapat menjadi komoditas yang diandalkan. Jumlah petani yang membudidayakan ubi jalar menjadi semakin sedikit (Etikawati et al., 2019). Alasan lainnya pemanfaatan tanaman umbi–umbian yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi terus dikembangkan untuk menghasilkan bahan pangan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas (Wahyudi, 2010).
Kelurahan Pejeruk merupakan salah satu wilayah kecamatan Ampenan. Kelurahan ini berdekatan dengan pusat kota Mataram, sehingga memiliki letak yang sangat strategis untuk pengembangan usaha dalam upaya menunjang perekonomian keluarga melalui diversivikasi produk olahan ubi jalar. Jenis ubi jalar yang banyak ditemukan di kota Mataram saat ini adalah ubi jalar ungu (ipomea batatas poiret). Umbi ini bisa menjadi pewarna makanan dan memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik untuk menunjang kesehatan tubuh. Ubi jalar merupakan produk pangan yang penting, karena selain memiliki nilai gizi yang tinggi. Kandungan gizi ubi jalar sangat tergantung dari varietasnya, pada umumnya, ubi jalar mengandung serat dan pektin yang sangat baik untuk mencegah gangguan pencernaan seperti wasir, sembelit hingga kanker kolon (Sutomo, 2007). Ubi jalar juga mempunyai indek glikemik yang relatif rendah dibandingkan dengan beras, kentang, jagung dan ubi kayu (Astawan & Widowati, 2011). Sejauh ini ubi jalar oleh masyarakat kelurahan Pejeruk biasanya hanya diolah secara sederhana yaitu dimasak, digoreng dan dibakar sehingga kurang memberikan variasi baik dari segi tampilan maupun citarasa. Diperlukan adanya berbagai upaya dan terobosan untuk meningkatkan pendapatan dan nilai gizi keluarga melalui pemanfaatan dan keragaman olahan pangan lokal ubi jalar.
Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian sebelumnya, pengolahan ubi jalar memberi dampak positif` terhadap pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan ekonomi masyarakat sasaran di dusun Kramen Pablengan Matesih Karanganyar Jawa Tengah (Etikawati et al., 2019), Desa Kanten
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro (Lestari et al., 2019). Keberadaan ubi jalar memiliki potensi yang besar sebagai pengganti terigu pada berbagai olahan pangan, seperti : cake, mie, roti, dan biskuit (Pratiwi et al, 2014). Pengolahan pangan lokal ubi jalar menjadi produk olahan seperti es krim, kue mangkuk dan kue lumpur juga memiliki peluang besar yang akan meningkatkan nilai jual produk olahan tersebut. Kegiatan ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan keluarga khususnya masyarakat Kelurahan Pejeruk melalui penganekaragaman produk olahan sehingga meningkatkan nilai jual dan nilai guna pangan lokal ubi jalar.
## Metode
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan di salah satu rumah warga yang berada di kelurahan pejeruk Ampenan. Peserta kegiatan adalah ibu rumah tangga dan kader PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) yang memiliki minat, kemauan, motivasi, dan kemampuan dalam bidang kewirausahaan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ragam olahan ubi jalar ini adalah terigu, tempe, kuning telur, margarin, baking powder, susu, garam, dan air. Sedangkan alat yang digunakan dalam pembuatan olahan ubi unggu ini adalah belnder, kompor, panci, wadah baskom, termometer, kukusan dan cetakan kue
Metode yang digunakan dalam pelatihan pembuatan penganekaragaman produk olahan ubi jalar adalah Focus Group Discuss (FGD) dan praktik langsung (demonstrasi) di ruangan sejak mulai dari persiapan hingga akhir kegiatan. Kegiatan di awali dengan Tahap persiapan, yaitu penentuan ragam produk olahan ubi jalar yang akan dibuat, persiapan alat dan bahan yang diperlukan selama proses pembuatan produk. Tahap pelaksanaan, yaitu dilaksanakannya demonstrasi pembuatan produk olahan kemudian dilakukan praktik secara mandiri pembuatan produk agar semua peserta dapat megalamai proses pembuatan produk dan dapat mengulanginya di rumah masing- masiang.
Dilakukan juga pelatihan motivasi wirausaha untuk membangun semangat wirausaha peserta. Kegiatan pelatihan kewirausahan menggunakan pola pembimbingan dimana masyarakat dirangsang untuk membentuk
Rohyani et al , Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2020, 3 (2): 236-240
kelompok usaha bersama diversitas pengolahan produk berbasis tumbuhan pangan lokal ubi jalar.
tahap akhir kegiatan adalah evaluasi program yang bertujuan untuk mengevaluasi tingkat capaian pelaksanaan kegiatan. Irianto dan Mardikanto (2011) menyebutkan bahwa pelaksanaan evaluasi terhadap dampak program, bertujuan untuk menilai seberapa jauh tingkat efektivitas program dan dampaknya terhadap masyarakat penerima manfaat, baik yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program maupun yang tidak secara langsung dilibatkan dalam program yang bersangkutan
## Hasil dan Pembahasan
Hasil pencapaian tujuan kegiatan pengabdian ini ditunjukkan dengan adanya respon dan apresiasi yang tinggi dari peserta pelatihan. Peserta sangat antusias mengikuti pelatihan mulai dari awal hingga akhir kegiatan berlangsung. Peserta juga aktif bertanya dan berdiskusi dengan Tim Pengabdian selama penyampaian materi ceramah maupun selama kegiatan demontrasi berlangsung.
Lampiran 3 Dokuemntasi Kegiatan pelatihan
Gambar 1. Anutisias masyarakat mengikuti pelatiha
37
Gambar 2. Masyarakat terlibat langsung dalam
## pembuatan produk
Umumnya peserta sangat antusias karena selama ini mereka belum pernah melakukan pengolahan ubi jalar. Ubi jalar yang mereka kenal selama ini hanya diolah dengan cara sederhana yaitu di rebus, dibakar dan digoreng. Adanya pelatihan diversifikasi pangan ini membuat peserta semakin paham cara pemanfaatan dan pengolahan pangan lokal ubi jalar yang selama ini banyak tumbuh di pekarangan mereka serta mudah di temukan dipasar tradisional. Diversifikasi pangan ini juga meningkatkan nilai gizi dan nilai manfaat dari tanaman tersebut
Kegiatan ini juga menambah pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengolahan pangan lokal ubi jalar, karena masyarakat terlibat langsung selama proses pelatihan. Masyakat telibat mulai dari pemilihan bahan, pengukuran bahan, pengolahan hingga pengemasan produk tersebut serta diajarkan juga tips-tips pemasaran dan perhitungan nilai jual.
Gambar 3. Motivasi wirausaha
Rohyani et al , Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2020, 3 (2): 236-240
Kegiatan pengabdian masyarakat dalam bentuk penyuluhan atau sosialisasi dan demonstrasi pengolahan tanaman lokal ini diikuti oleh 30 orang ibu rumah tangga dan remaja putri yang berada di lingkungan kebun jeruk. Secara umum dapat dinyatakan bahwa kegiatan ini pengabdian ini dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan.
Beberapa faktor yang menjadi penghambat yang ditemukan pada kegiatan pengabdian ini adalah : 1) Adanya persepsi masyarakat bahwa pangan lokal ubi jalar kurang bernilai ekonomi sehingga kurang diminati untuk dibudidayakan, 2) Adanya anggapan bahwa pangan lokal ubi tidak memiliki citarasa yang tinggi sehingga masayrakat kurang tertarik mengolahnya, 3) Tingkat pendidikan masayarakat yang rendah membutuhkan pendampingan dan penjelasan yang lebih pelan, terinci dan sisitematis.
Beberapa faktor pendorong dari kegatan inia adalah 1) Adanya keberpihakan dan respon sosial yang baik dari peserta yang mengikuti kegiatan pengabdian ini, 2) Keingintahuan masyarakat yang cukup tinggi menyebabkan pengetahuan yang disampaikan bisa diserap lebih baik, 3) Dukungan yang tinggi dari instansi desa menyebabkan kegiatan dapat berjalan dengan baik
## Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan pengabdian masyarakat adalah bahwa sosialisasi dan pelatihan ini telah berhasil menstimulasi peserta untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam pengolahan pangan berbahan dasar pangan lokal ubi jalar yang memiliki citarasa dan nilai jual yang tinggi. Dihasilkannya beragam produk olahan pangan lokal ubi jalar yang dapat digunakan sebagai menu pelengkap gizi dan pangan alternatif keluarga serta memiliki nilai jual yang dapat menambah penghasilan bagi keluarga. Kegiatan semacam ini dapat terlaksana secara berkelanjutan dan terintegrasi serta pembinaan yang intensif diperlukan untuk membangun kelembagaan yang kuat untuk menghasilkan desa binaan yang berkelanjutan
## Ucapan Terima Kasih
Terimakasih disampaikan kepada pemerintah, Universitas Mataram melalui skim
hibah pengabdian PNBP yang telah mendanai kegiatan pengabdian ini. kepada Ibu –ibu PKK kelurahan pejeruk khususnya Kebun Jeruk Baru yang sudah antusias untuk hadir mengikuti kegiatan pengabdian ini dari awal hingga selesai serta kerjasamanya yang baik dalam pelaksanaan kegiatan ini.
## Daftar Pustaka
Astawan, M. & Widowati, S. 2011. Evaluation of Nutrition and Glycemic Inde of Sweet Potatoes and Its Appropriate Processing to Hypoglycemic Foods. Indonesian Journal of Agricultural Science 12 (1),pp 40-46
Belay, Y. 2018.A Review on Sweet Potato Breeding for Quality Traits. International Journal of Entomology and Nematology Research, 2 (1), pp 25-34.
Etikawati, N., Mudyantini, W., Listyawati, S, 2019. Upaya peningkatan nilai jual ubi jalar melalui diversifikasi olahan pasca panen. Prosiding Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (pp.421- 425). 978-602-60766-6-3.
Irianto, H., Mardikanto, T. 2011. Metode Penelitian dan Evaluasi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Press.
Lestari, RD., Wulandari, K., Aliyah., Fanani A. 2019. Pengembangan Produk Olahan Ubi Jalar Di Desa Kanten Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Seminar Nasional Hasil Pengabdian Masyarakat dan Penelitian Pranata Laboratorium Pendidikan Politeknik Negeri Jember
Tahun 2019, ISBN : 978-602-14917-8-2
Nogueira, A.C., Shen, G.A.R., Rebellato, A.P.,
Coutinho, J.P., Godoy, H.T., Chang, Y.K., Steel, C.J. & Clerici, M.T.P.S. 2018.Yellow sweet potato flour: use in sweet bread processing to increase β-carotene content and improve quality. Anais da Academia Brasileira de Ciências (Annals of the Brazilian Academy of Sciences). Vol 90(1),pp 283-293. Available at http://dx.doi.org/10.1590/0001- 3765201820150804.
Pratiwi, IDPK., Suter, IK., Putra NK., Yusa, NM., Ni Wayan Wisaniyasa, NW., Hapsari NMI. 2014. Pelatihan Pengolahan Ubi Jalar
Rohyani et al , Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2020, 3 (2): 236-240
Menjadi Biskuit Di Desa Bukian Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Laporan Program Pengabdian Kepada Masyarakat. Fakultas Teknologi Pertanianuniversitas Udayana Rohyani, I.S., Aryanty, E., Suripto, 2014. Potensi Tumbuhan Lokal Pulau Lombok Dalam
Upaya Menunjang Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Pendidikan nasional STKIP Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Sutomo, 2007. Pemanfaatan Tepung
Terigu. Jakarta :Gramedia
|
2579dcee-ed4d-4dd4-828a-3b136b97bf62 | http://ekonomis.unbari.ac.id/index.php/ojsekonomis/article/download/909/371 |
## Ekonomis: Journal of Economics and Business
Volume 7, 1 (2023): 57-65 Online ISSN 2597-8829 (Online), DOI: 10.33087/ekonomis.v7i1.909 http://ekonomis.unbari.ac.id
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Minat Gen Z dalam Berinvestasi di Pasar Modal (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Solo Raya)
## Ardi Bagus S*, Siti Aisyah
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Muhammadiyah Surakarta *Correspondence: [email protected]; [email protected]
Abstrak. Kesiapan generasi muda dalam menghadapi masalah keuangan menjadi hal penting yang harus diperhatikan agar dapat menjaga tingkat kesejahteraan pada masa yang akan datang. Metode penyimpanan yang tepat adalah salah satu aspek penting dalam mengelola dan mencapai target keuangan, salah satunya dalam bentuk investasi di pasar modal.Generasi muda merupakan salah satu target yang potensial bagi sektor industri keuangan (investasi) karena memiliki cukup pengetahuan terhadap produk-produk investasi dan masa penyimpanan yang panjang sebelum mencapai usia tidak produktif. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong generasi muda untuk melakukan investasi pasar modal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis diantaranya faktor pengetahuan investasi, manfaat investasi, literasi keuangan dan ekspektasi return , mana yang dapat mempengaruhi minat investasi seseorang, khususnya generasi muda seperti para mahasiswa. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari hasil penyebaran kuesioner pada responden. Untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan analisis regresi linier dengan alat bantu SPSS 25. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor pengetahuan investasi dan ekspektasi return mempengaruhi minat investasi khususnya dikalangan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikannya di area Solo Raya.Pemerintah dan Lembaga terkait perlu semakin meningkatkan partisipasi anak muda pada berbagai alternative investasi, sehingga menambah sumber pembiayaan pembangunan nasional.
Kata kunci : ekspektasi return , literasi keuangan, minat investasi, manfaat investasi, pengetahuan investasi.
Abstract. The readiness of the younger generation to tackle financial challenges is a crucial thing that must be taken into account in order to maintain a good living standard in the future.The right saving method is an important aspect of managing and achieving financial targets, one of which is in the form of investment in the capital market. The younger generation is a potential target for the financial (investment) industry sector because they have sufficient knowledge of investment products and have a long saving period before reaching unproductive age. There are several factors that can encourage the younger generation to invest in the capital market. This study aims to analyze the factors of investment knowledge, investment benefits, financial literacy and return expectations which can affect one's investment interest, especially the younger generation such as university students. This study uses primary data by distributing questionnaires to respondents, and nalyzeda using linear regression with the SPSS 25 software. The results of the study indicate that investment knowledge and expected return influences investment interest, especially among students who are currently studying in the Solo Raya area.The government and related institutions need to increase the participation of young people in various investment alternatives, so as to increase national development funding sources.
Keywords : expected return, financial literacy, investment interest, investment benefits, investment knowledge.
## PENDAHULUAN
Setiap negara di dunia memiliki tujuan utama, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan meningkatkan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah upaya sadar dan terarah yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Keberhasilan pembangunan ekonomi sering dipahami sebagai peningkatan pendapatan nasional tanpa mempertimbangkan siapa yang akan diuntungkan dari hasil pembangunan tersebut. Pencapaian tingkat pendapatan per-kapita yang tinggi tidak menjamin pemerataan hasil pembangunan, tetapi sebaliknya, tingkat pertumbuhan yang tinggi menyebabkan ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan dapat lebih buruk jika pemerintah hanya berfokus pada investasi penanaman modal asing (PMA). Hal ini karena sebagian modal asing hanya terkonsentrasi di suatu daerah, sehingga beberapa daerah lain tingkat investasinya sangat rendah. Karena pada dasarnya investor hanya tertarik pada daerah yang memiliki potensi keuntungan.
Investasi dianggap lebih menguntungkan jika dialokasikan ke daerah-daerah yang dapat menghasilkan keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat. Mekanisme pasar sebenarnya menciptakan ketimpangan, dengan daerah yang relatif maju tumbuh lebih cepat dan daerah kurang berkembang tumbuh relatif lambat (Wijayanti & Aisyah, 2022).
Makin besar arus masuk investasi dapat menciptakan peluang munculnya kegiatan-kegiatan usaha yang lainnya. Implikasinya antara lain adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja. Investasi dapat menimbulkan multiplier effect bagi kemajuan ekonomi negara. Manfaat penanaman modal selain sifatnya jangka panjang juga terjadi adanya transformasi modal, penciptaan lapangan kerja, akses ke pasar dunia mudah, dan adanya transfer kemampuan manajerial. Berkembangnya pasar modal saat ini dipandang sebagai salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan tingkat tumbuhnya ekonomi dan pembangunan nasional pada era globalisasi. Pasar modal sebagai tujuan berinvestasi yang menarik untuk investor yang berasal dari dalam maupun luar negeri, sehingga meningkatnya minat dalam berinvestasi pada pasar modal maka aktivitas penjualan dan pembelian di pasar modal juga akan semakin meningkat (Caroline & Syakur, 2010).
Otoritas Jasa Keuangan mencatat pertumbuhan jumlah investor ini sudah tumbuh lebih dari 3 kali lipat dibandingkan akhir 2016. Dari pertumbuhan jumlah investor diketahui bahwa kinerja pasar modal dalam negeri bagus. Dalam investasi saham, apabila pelaku pasar modal dalam menentukan harga saham selalu berdasarkan informasi yang relevan, maka pasar modal dapat dikategorikan sebagai pasar modal yang efisien. Salah satu indikator yang mencerminkan bahwa kinerja pasar modal Indonesia sedang mengalami peningkatan atau penurunan adalah indeks harga saham gabungan. Indeks harga saham gabungan adalah indeks yang mengukur semua nilai sekuritas di bursa efek Indonesia (Yudawan, 2021).
Sumber : Sentral Efek Indonesia (BEI) Tahun 2018
## Gambar 1
Jumlah Investor Tahun 2012 – 2018
Jumlah investor pasar modal Indonesia meningkat 44,06% menjadi 1,6 juta per-26 Desember 2018 dibandingkan dengan Desember tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi setelah sempat turun pada 2016 sebesar 25,5%. Mahasiswa sebagai agent of change merupakan generasi muda yang menjadi bagian dari masa - masa Indonesia mengalami bonus demografi pada 2030, yaitu keadaan dimana usia produktif lebih banyak mencapai 65,11% dibanding usia non-produktif yangdiprediksi akan berlangsung sampai tahun 2045. Mahasiswa memiliki tingkat kreativitas dan keberanian yang tinggi dan keinginan yang kuat untuk ikut secara aktif dalam memberikan arah perubahan . Mahasiswa pada umumnya dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memprediksi peluang yang akan terjadi dimasa depan (forecasting) dan memiliki tekad yang kuat serta konsisten terhadap pendirian untuk melakukan sebuah aksi terhadap perubahan. Sehingga aksi yang dilakukan oleh mahasiswa akan dapat memberikan dorongan terhadap masyarakat umum. Salah satu aspek penting dalam kesiapan finansial adalah metode penyimpanan uang yang tepat agar dapat dipergunakan dimasa depan (Saputra, 2020).
PT Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi sebagai salah satu
langkah menjaring investor-investor baru dari kalangan mahasiswa. Tujuan pendirian galeri investasi untuk kalangan akademisi adalah untuk sosialisasi sejauh mana mahasiswa mampu mempraktekkan teori yang dipelajari dalam perkuliahan serta mendukung kegiatan penelitian. Membangun minat mahasiswa untuk berinvestasi di perlukan beberapa langkah pendahuluan yang mendorong munculnya minat tersebut, misalnya tentang pengetahuan manfaat investasi, literasi keuangan dan ekspektasi return (Upadana & Herawati, 2020).
Pengetahuan dasar mengenai investasi merupakan hal sangat penting untuk diketahui oleh calon investor. Hal ini bertujuan agar investor terhindar dari praktik-praktik investasi yang tidak rasional (judi), budaya ikut-ikutan, penipuan, dan resiko kerugian. Diperlukan pengetahuan yang cukup, pengalaman serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang akan dibeli dalam melakukan investasi di pasar modal. Pengetahuan yang memadai akan cara investasi yang benar amat diperlukan guna menghindari terjadinya kerugian saat berinvestasi di pasar modal, seperti pada instrumen investasi saham (Amhalmad & Irianto, 2019). Pada dasarnya investasi mempunyai manfaat untuk para investor dan juga untuk negara, antara lain yaitu dapat membantu meningkatkan kesejahteraan hidup, sebagai indikator pembangunan ekonomi, sebagai aset masa depan yang baik serta dapat memberikan penghasilan tetap. Hal ini dipicu oleh kesadaran setiap individu akan pentingnya investasi semakin tinggi. Pengambilan keputusan seorang investor untuk berinvestasi selalu didasari dengan berbagai pertimbanganyang rasional. Dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi, akan membuat keputusan berdasarkan pada literasi keuangan yang dimilikinya. Perencanaan keuangan yang baik akan dipengaruhi oleh tingkat literasi seseorang. Sedangkan perencanaan investasi di pengaruhi oleh seberapa paham seseorang tentang konsep dasar keuangan literasi keuangan yang rendah menjadi penyebab dari timbulnya masalah keuangan (Viantara et al., 2019).
Menurut Upadana & Herawati, (2020) dalam penelitiannya menyatakan hal serupa yang menyimpulkan bahwa literasi keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan investasi seseorang. Keputusan keuangan yang berdasarkan perencanaan serta pengetahuan yang sejalan akan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat literasi keuangan maka semakin baik orang tersebut dalam menentukan keputusan investasi. Dalam berinvestasi, preferensi investor erat kaitannya dengan penilaian terhadap return . Setiap investor tentu mengharapkan return yang sesuai. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Viantara et al., (2019) menyatakan bahwa ekspektasi pengembalian (tingkat return ) memiliki pengaruh pada minat investasi saham pada mahasiswa baik secara positif maupun negatif.
Ekspektasi return dalam menentukan minat investasi saham diawal terbentuknya dari pengetahuan investasi pada mahasiswa, hal ini senada dengan pendapat bahwa pengetahuan investasi menjadi salah satu penentu dasar keputusan investasi, dimana pengetahuan ini telah diperoleh oleh mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nusa Cendana didalam perkuliahan. Dan dalam teori return , semakin besar ekspektasi return maka semakin besar pula minat investasi (Amhalmadi & Irianto, 2019). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat investasi pasar modal di kalangan Generasi Z dengan studi kasus adalah Mahasiswa S1 yang sedang menempuh pendidikan di universitas di Solo Raya.
## Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
Investasi memiliki konsep berupa suatu pengorbanan yang dilakukan pada saat ini yang memiliki tujuan agar mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang sesuai target waktu dan pengembalian yang diharapkan. Investasi dianalogikan seperti menanam sebuah pohon yang diharapkan agar menjadi sebuah pohon besar dan kuat serta menghasilkan buah yang di inginkan. Investasi di pasar modal merupakan salah satu dari sekian banyak pilihan investasi yang tersedia. Pasar modal memiliki dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal merupakan tempat bertemunya investor dengan perusahaan sebagai pihak yang membutuhkan dana. Menurut Glanz (2015) dalam Theory of Planned Behavior perilaku seseorang ditentukan oleh niatnya, kemudian penentu langsung dari niat adalah sikap terhadap perilaku (attitud estowards behavior) , norma subjektif (subjective norm) dan control pengendalian perilaku yang dirasakan (perceived behavioral control). Sehingga dapat diketahui bahwa seseorang sebelum berperilaku telah dipengaruhi oleh beberapa faktor tersebut . Adanya niat/minat untuk melakukan suatu tindakan akan menentukan apakah kegiatan tersebut akhirnya dilakukan”. Konsep terpenting pada teori ini, yaitu
mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting.
Minat menurut Parnawi (2020) adalah kekuatan pendorong yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian kepada orang lain, atau kepada sejumlah aktivis tertentu. Sedangkan investasi menurut Astawinetu (2020) adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat sekarang untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Menurut instrumen untuk berinvestasi sangat beragam, mulai dari yang fisik seperti logam mulia dan non fisik properti atau instrumen keuangan seperti obligasi, saham, deposito dan reksa dana. Dari semua instrumen di atas, saham merupakan salah satu instrumen investasi yang memiliki return yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan instrumen lainnya. Kemudian saham adalah bukti kepemilikan modal pada sebuah perusahaan. Saham merupakan salah satu instrumen investasi dipasar modal. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa minat investasi adalah hasrat atau keinginan yang kuat pada diri seseorang untuk mempelajari segala hal yang berkaitan dengan investasi sampai pada tahap mempraktekannya. Dalam hal ini, tingginya return yang diterima dari suatu investasi akan sebanding dengan tingginya risiko yang ditanggung (Nurwulandari, 2022).
Perencanaan sebuah investasi dalam pengelolaan keuangan pribadi merupakan hal yang krusial bagi setiap individu pada saat ini, ini dikarenakan investasi juga termasuk sebuah proses belajar untuk mengatur keuangan di masa sekarang dan masa depan. Sebuah hasil riset dari lembaga riset pemasaran menemukan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia hanya melakukan kegiatan menabung dan investasi menggunakan 13% dari pendapatannya. Dari pendapatan yang digunakan untuk menabung dan berinvestasi persentase tabungan lebih besar dari investasi (Upadana & Herawati, 2020). Tingkat pengetahuan dan ketrampilan menjadi faktor yang mempengaruhi generasi muda memiliki kesadaran untuk berinvestasi. Apabila investasi bisa dikelola dengan baik dan alat investasi yang digunakan serta waktu yang tepat maka investasi akan dapat menghasilkan pendapatan yang diharapkan. Keputusan dalam berinvestasi harus memperhatikan jenis dan campuran instrumen investasi, serta jumlah investasi dan waktu pertimbangan agar mendapatkan keuntungan maksimal yang memberikan kesadaran untuk berinvestasi (Azhar et al., 2017). Hasil penelitian Amhalmad & Irianto (2019) dan Japar (2019) terkait dengan pengaruh pengetahuan investasi terhadap minat mahasiswa dalam berinvestasi menunjukkan bahwa pengetahuan invetasi memberikan dampak positif dan signifikan terhadap minat investasi mahasiswa. Pernyataan diatas, mengarah pada hipotesis berikut :
H1 : Pengetahuan investasi akan berpengaruh positif terhadap minat investasi.
Faktor yang mempengaruhi minat investasi selanjutnya adalah manfaat investasi. Hasil penelitian Saputra (2018) dan Hermanto (2017) menyatakan bahwa pengetahuan manfaat investasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap minat investasi mahasiswa. Terdapat 5 manfaat yang bisa di dapat dari investasi, yaitu potensi penghasilan jangka panjang, mengungguli inflasi, memberikan penghasilan tetap, bisa menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan, dan bisa berinvestasi sesuai dengan keadaaan keuangan individu (Aditama & Nurkhin, 2020). H2 : Manfaat investasi akan mempengaruhi secara signifikan terhadap minat investasi.
Faktor selanjutnya adalah literasi keuangan atau financial literacy adalah tingkat pengetahuan, keterampilan, keyakinan masyarakat terkait lembaga keuangan serta produk dan jasanya yang dituangkan dalam parameter ukuran indeks Otoritas Jasa Keuangan (Faidah, 2019). Menurut Kumari (2020) mengatakan literasi keuangan memiliki 5 poin utama yaitu pengetahuan tentang konsep keuangan, kemampuan untuk berkomunikasi tentang konsep keuangan, kemampuan untuk mengelola keuangan pribadi, kemampuan dalam membuat keputusan keuangan dan keyakinan untuk membuat perencanaan keuangan masa depan. Seperti hasil penelitian Muhammad & Khan (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa literasi keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan investasi seseorang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mahfudh (2014) yang mengatakan bahwa minat seseorang dalam melakukan investasi dipengaruhi oleh literasi keuangannya.
H3 : Literasi keuangan akan mempengaruhi secara signifikan terhadap minat investasi.
Ekspektasi return yang menjadi pengaruh minat investasi. Ekspektasi return (expected return) merupakan return yang digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Expected return penting untuk dibandingkan dengan return historis. Menurut Hirt (2012) return adalah tingkat pengembalian yang di harapkan investor yaitu apa yang investor peroleh dari investasinya. Pengembalian dapat berupa pengembalian yang direalisasikan ( return yang telah terjadi) atau return yang diharapkan
(pengembalian yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi dimasa yang akan datang) (Tanuwijaya & Setyawan, 2021).Semakin besar return yang mungkin diperoleh maka semakin besar pula minat investasi. Hal yang sama juga dinyatakan Tandio & Widanaputra (2016) menyatakan bahwa return investasi berpengaruh terhadap minat investasi. H4 : Ekspektasi return akan mempengaruhi secara signifikan terhadap minat investasi.
## METODE
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menjalankan masa studinya di Universitas area Solo Raya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling dimana setiap elemen dari populasi berkesempatan sama untuk di pilih menjadi anggota sampel dalam penelitian. Dalam penelitian ini jumlah populasi tidak diketahui jumlahnya, maka dari itu untuk menentukan jumlah sampel minimum menggunakan rumus Lemeshow .
𝑛 = 𝑧 2 𝑥𝑝(1 − 𝑝) 𝑑2
Keterangan: n = jumlah sampel; z = skor z pada kepercayaan 95% = 1,96; p = maksimal estimasi 0,5; d = alpha (0,10) / sampling error 10%.
Sehingga memperoleh hasil :
n = 𝟏,𝟗𝟔 𝟐 𝒙𝟎,𝟓(𝟏−𝟎,𝟓)
𝟎,𝟏 𝟐 = 𝟑,𝟖𝟒𝟔𝟏𝒙𝟎,𝟐𝟓 𝟎,𝟎𝟏 = 𝟎,𝟗𝟔𝟎𝟒 𝟎,𝟎𝟏 = 96,04
Perhitungan rumus Lemeshow di atas, dapat diketahui bahwa jumlah sampel minimum dalam penelitian ini adalah 96,04 responden, akan tetapi agar hasil penelitian lebih maksimal maka, dibulatkan menjadi 100 responden. Karakteristik responden dalam penelitian ini jumlah responden adalah 100 mahasiswa/mahasiswi dibeberapa Universitas area Solo Raya.
Jenis data yang dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat langsung dari sumber penelitian dengan kuesioner yang berisi pertanyaan terkait dengan penelitian terhadap responden. Kuesioner dibagikan kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas area Solo Raya, yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta (UIN Raden Mas Said), Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Selamet Riyadi (UNISRI).
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan menyasar mahasiswa yang sesuai kriteria dengan menggunakan google form secara online agar dapat menjangkau area penelitian yang lebih luas. Untuk menganalis validitas dari pernyataan variabel penelitian menggunakana uji validitas. Sedangkan untuk menganalisis faktor pengetahuan investasi, manfaat investasi, literasi keuangan dan eskpektasi return terhadap minat investasi menggunakan analisis regresi linier berganda.
Uji validitas adalah uji untuk mengukur tingkat keabsahan data dari pengisian formulir survei. Keefektifan suatu instrumen dapat ditentukan dengan mengkorelasikan skor setiap pertanyaan. Pemeriksaan validasi dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: (apabila r hitung > r tabel, dengan ukuran signifikan a = 0,05, maka H0 ditolak. Yang artinya instrumen penelitian tersebut valid. Dan apabila r hitung < r tabel dengan taraf a= 0,05 maka H0 diterima, yang artinya instrumen penelitian tidak valid. Untuk r tabel pada penelitian di nilai R-Tabel dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 100 nilai r tabelnya yaitu 0,1946. Dalam uji regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen dan variabel dependen. Untuk teknik analisis regresi linear berganda pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel pengetahuan investasi manfaat investasi literasi keuangan dan ekspektasi return terhadap minat berinvestasi di pasar modal.
Adapun untuk persamaan umum regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = ɑ+β1 Pi+ β2 Mi +β3 Lk + β4 Er + e Keterangan : Y = minat investasi; Mi = manfaat investasi; ɑ = konstanta; Lk = literasi keuangan; Β = koefisien regresi; Er = ekspektasi return ; dan Pi = pengetahuan investasi e = kesalahan regresi
## HASIL
Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari 42% pria dan 58% wanita, mayoritas berada pada rentang usia 21-23 tahun. Sejumlah 82% responden berada kelompok pendapatan (uang saku) Rp. 800.000 – Rp.1.100.000 per bulan, dan 18% masuk pada kelompok pendapatan lebih dari Rp.1.200.000 per bulan. Seluruh responden memiliki jenjang pendidikan Strata 1.
Tabel 1 Uji validitas Pengetahuan Investasi Pernyataan r hitung r tabel Keterangan Pi.1 0,755 0,1946 Valid Pi.2 0,747 Valid Pi.3 0,781 Valid Pi.4 0,735 Valid Pi.5 0,741 Valid
Sumber: data olahan
Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil uji validitas r hitung, variabel pengetahuan investasi terendah yaitu 0,735. Sedangkan r tabel yang digunakan sebagai indikator validitas df 100 adalah 0,1946, sehingga jumlah r hitung > r tabel adalah 0,735 > 0,1946. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan untuk variabel pengetahuan investasi adalah valid. Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil uji validitas rhitung, variabel manfaat investasi terendah yaitu 0,547. Sedangkan r tabel yang digunakan sebagai indikator validitas df 100 adalah 0,1946, sehingga jumlah r hitung > r tabel adalah 0,547 > 0,1946. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan untuk variabel manfaat investasi adalah valid.
Tabel 2 Uji Validitas Manfaat Investasi Pernyataan r hitung r tabel Keterangan Mi. 1 0,752 0,1946 Valid Mi. 2 0,685 Valid Mi. 3 0,695 Valid Mi.4 0,547 Valid Mi.5 0,698 Valid Sumber: data olahan Tabel 3 Uji Validitas Literasi Keuangan Pernyataan r hitung r tabel Keterangan Lk.1 0,651 0,1946 Valid Lk.2 0,641 Valid Lk.3 0,729 Valid Lk.4 0,653 Valid Lk.5 0,721 Valid
Sumber: data olahan
Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil uji validitas rhitung, variabel literasi keuangan terendah yaitu 0,641. Sedangkan r tabel yang digunakan sebagai indikator validitas df 100 adalah 0,1946, sehingga jumlah r hitung > r tabel adalah 0,641> 0,1946. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan untuk variabel literasi keuangan adalah valid. Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil uji validitas rhitung, variabel ekspektasi return terendah yaitu 0,525. Sedangkan r tabel yang digunakan sebagai indikator validitas df 100 adalah 0,1946, sehingga jumlah r hitung > r tabel adalah 0,525> 0,1946. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan untuk variabel ekspektasi return adalah valid.
Tabel 4. Uji Validitas Ekspektasi Return Pernyataan r hitung r tabel Keterangan Er.1 0,677 0,1946 Valid Er.2 0,584 Valid Er.3 0,525 Valid Er.4 0,683 Valid Er.5 0,660 Valid Sumber: data olahan Tabel 5 Uji Validitas Minat Investasi Pernyataan r hitung r tabel Keterangan Mi 0,797 0,1946 Valid Mi 0,735 Valid Mi 0,655 Valid Mi 0,799 Valid
Sumber: data olahan
Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil uji validitas rhitung, variabel minat investasi terendah yaitu 0,525. Sedangkan r tabel yang digunakan sebagai indikator validitas df 100 adalah 0,1946, sehingga jumlah r hitung > r tabel adalah 0,525> 0,1946. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan untuk variabel minat investasi adalah valid.
Tabel 6 Hasil Estimasi Variabel Koefisien Probabilitas Pengetahuan investasi 15.6945 0.0416 Manfaat investasi 12.2724 0.1861 Literasi keuangan 14.0911 0.1260 Ekspektasi return 36.7831 0.0000 R 2 26.3919 Prob (F-statistic) 0.0000
Sumber: data olahan
Tabel 6 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang investasi berpengaruh signifikan pada minat Gen Z untuk berinvestasi. Jika sosialisasi tentang investasi semakin luas, maka masyarakat akan semakin memahami pentingnya investasi, terutama generasi Z yang lahir di era majunya teknologi informasi akan semakin berminat mempersiapkan kesejahteraan di masa depan dengan berinvestasi. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pengetahuan investasi mempunyai pengaruh positif pada minat gen Z berinvestasi . Hasil studi ini mendukung penelitian Amhalmad & Irianto (2019) yang menunjukkan bahwa pengetahuan investasi memberikan dampak positif terhadap minat investasi mahasiswa. Hasil penelitian tersebut selain pengetahuan investasi yang berpengaruh positif, ekspektasi return juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat investasi, hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian . Alasan terbesar seseorang melakukan investasi adalah harapan mendapatkan keuntungan di masa depan, dan semakin besar keuntungan / return yang mungkin diperoleh maka semakin besar pula minat investasi. Hal yang sama juga dinyatakan oleh penelitian Tandio & Widanaputra (2016) menyatakan bahwa return investasi berpengaruh positif terhadap minat investasi.
Hasil penelitian manfaat investasi diketahui tidak berpengaruh terhadap minatgen Z untuk berinvestasi, temuan ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini diperkirakan terjadi karena responden yang merupakan Gen Z belum terlalu memperhitungkan besarnya potensi dari manfaat yang akan didapatkan jika mereka mulai melakukan investasi saat ini. Selain itu kesadaran akan resiko yang harus ditanggung juga belum sepenuhnya disadari oleh golongan usia ini, sehingga minat
berinvestasi lebih dipengaruhi oleh mudahnya akses informasi dan tren yang sedang terjadi. Temuan ini mendukung penelitian Hermawanti (2018) yang menyatakan bahwa variablemanfaat investasi tidak berpengaruh terhadap minat investasi para investor.Variabel literasi keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap minat investasigen Z, hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Pada dasarnya literasi keuangan adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep keuangan pribadi sehingga menghasilkan kemampuan untuk membuat keputusan yang efektif tentang uang. Meskipun informasi melimpah dan efektif menarik minat gen Z untuk menjadi investor, akan tetapi belum semua memiliki tingkat literasi keuangan yang memadai karena masih ada sebagian dari mereka yang berinvestasi karena ingin mencoba tren baru atau mempunyai motif menjadi spekulan. Hal ini membuat literasi keuangan menjadi tidak relevan dalam mempengaruhi minat mereka pada investasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ariani (2015) dengan hasil bahwa literasi keuangan tidak berpengaruh terhadap minat investasi.
## SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang investasi dan ekspektasi return berpengaruh positif dan signifikan pada minat berinvestasi. Sedangkan manfaat investasi dan literasi keuangan tidak berpengaruh signifikan.
## DAFTAR PUSTAKA
Aditama, R. R., & Nurkhin, A. 2020. Pengaruh pelatihan pasar modal terhadap minat investasi mahasiswa di pasar modal dengan pengetahuan investasi dan manfaat investasi sebagai variabel intervening. Business And Accounting Education Journal , 1 (1), 27–42. https://doi.org/10.15294/baej.v1i1.38922
Amhalmad, I., & Irianto, A. 2019. Pengaruh pengetahuan investasi dan motivasi investasi terhadap minat berinvestasi Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Jurnal Ecogen , 2 (4), 734. https://doi.org/10.24036/jmpe.v2i4.7851 Ariani, S, 2015. Pengaruh literasi keuanga, locus of control, dan etnis terhadap pengambilan keputusan investasi.
Astawinetu, H. Dan. 2020. Teori porto folio dan pasar modal Indonesia . Azhar, Z., Azilah, N., & Syafiq, A. 2017. Investment awareness among young generation . 36 , 126– 135. https://doi.org/10.2991/icbmr-17.2017.12
Glanz, K. R. 2015. Health behavior theory, research, and pratice , 5ed Hermawanti., Nency. 2018. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Untuk Berinvestasi Di Pasar Modal (Studi Pada Mahasiswa Prodi Akuntasi STIE Widya Gama Lumajang) Skripsi , STIE Widya Gama Lumajang.
Hirt, A. G. 2012. Fundamentals of investment management by geoffrey hirt. Stanley block. Mc Graw- Hillrwin .
Japar, A. D. Dan J. 2019. Pengaruh pengetahuan investasi, modal minimal, pelatihan pasar modal dan motivasi terhadap minat investasi di pasar modal (studi pada Mahasiswa Feb Universitas Muhammadiyah Purwokerto). 1 , 1–2.
Kumari. 2020. The impact of financial literacy on investment decisions: with special reference to undergraduates in western province, Sri Lanka. Asian journal of contemporary education , 4(2), 110–126. https://doi.org/10.8488/journal.137.2020.42.
Mahfudh, M. A. 2014. Financial literacy and investment decisons .
Muhammad, M. N., & Khan, R. A. 2018. Financial literacy, risk perception and investment intention among youth in Pakistan. Internasional journal of management sciences and business research .
Nurwulandari, A. 2022. The effect of investment knowledge, return, and social media on capital market investment and the progress of the millennium generation in the. 11 (2), 1107–1115.
Parnawi. 2020. Psikologi Belajar Psikologi Kepribadian . 2 (4), 15–30.
Saputra, R. 2020. Analisis faktor investasi pada mahasiswa generasi Z di Bandung. Jurnal Ilmu Keuangan dan Perbankan (Jika) , 9 (1), 41–57. https://doi.org/10.34010/jika.v9i1.2679 Tandio, T., & Widanaputra, A. A. G. P. 2016. Pengaruh pelatihan pasar modal, return, persepsi risiko, gender, dan kemajuan teknologi pada minat investasi mahasiswa. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana , 16 (2), 2316–2341.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/akuntansi/article/download/21199/15415 Tanuwijaya, K., & Setyawan, I. R. 2021. Can financial literacy become an effective mediator for investment intention. Accounting , 7 (7), 1591–1600. https://doi.org/10.5267/j.ac.2021. Upadana, I. W. Y. A., & Herawati, N. T. 2020. Pengaruh literasi keuangan dan perilaku keuangan terhadap keputusan investasi mahasiswa. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika , 10 (2), 126. https://doi.org/10.23887/jiah.v10i2.25574
Viantara, A., Worang, F. G., Tumewu, F. J., Universitas, D. I., Ratulangi, S. A. M., & Tumewu, F. J. 2019. Effect of financial literacy on investment decision (study case on students of Faculty of Economy and Business At Sam Ratulangi University). Emba , 7 (4), 4777–4786.
Wijayanti, E. S., & Aisyah, S. 2022. Pengaruh pertumbuhan ekonomi , investasi asing , inflasi , dan trade openness terhadap ketimpangan di Indonesia Tahun 2000-2020. Ekonomis: Journal Of Economics And Business
Universitas Batanghari Jambi , 6 , 534–540. https://doi.org/10.33087/ekonomis.v6i2.606
Yudawan, I. H. 2021. Analisis pengaruh fundamental makroekonomi dan harga komoditi global terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode Januari 2016 - Desember 2020.
|
8e1492fd-bf6c-48f1-a41f-f37f26f173be | https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/download/3448/2466 | Jurnal Interpretasi Hukum |ISSN: 2746-5047 Vol. 2, No. 2 – Agustus 2021, Hal.397-402 | Tersedia online di https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum DOI : https://doi.org/10.22225/juinhum.2.2.3448.397-402
## PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK CLOTHING
I Made Agus Angga Kusuma Putra, Anak Agung Istri Agung & Desak Gde Dwi Arini Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali, Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]
## Abstrak
Merek merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang paling banyak disengketakan. Keuntungan yang diperoleh dengan jalan pintas membuka peluang terjadinya peristiwa pemalsuan merek yaitu dengan cara melanggar etika bisnis, norma, dan hukum pastinya tidak membuat perdagangan menjadi baik dan memperburuk citra sebagai pelangar HKI. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang merek clothing yang terdaftar dan menganalisa akibat hukum bagi pelaku usaha yang memasarkan merek clothing tanpa adanya ijin. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendektan perundang-undangan. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sumber untuk mengetahui sanksi pidana dan juga sanksi perdata terhadap pelaku usaha yang menggunakan merek tanpa adanya ijin. Hasil penelitian ini menunjukan bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang merek yang terdaftar berupa hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar. Akibat hukum bagi pelaku usaha yang memasarkan merek tanpa adanya ijin dapat dikenai sanksi sebagai berikut, dalam pasal 382bis KUH Pidana juga dapat dikenakan sanksi yaitu perbuatan materil diancam hukuman penjara paling lama satu tahun dan denda setinggi-tinggi nya sembilan ratus juta rupiah.
Kata Kunci : Merek, Perlindungan Hukum, Persaingan Usaha.
## Abstract
Trademarks are one of the most disputed intellectual property rights. The number of brand counterfeiting events conducted to gain profit by shortcuts, namely by violating business ethics, norms, and laws certainly do not make trade good and worsen the image as a violation of IPR. The purposes of this research are to examine the form of legal protection against registered clothing brand holders and to analyze the legal consequences for businesses that market clothing brands without a license? This research uses normative legal research methods by using statutory approach. Law No. 20 of 2016 and Law No. 5 of 1999 source to know criminal sanctions and also civil sanctions against businesses that use the brand without a permit. The results of this study show a form of legal protection against registered brand holders in the form of exclusive rights granted by the state to registered brand owners. Legal consequences for businesses that market brands without a license can be penalized as follows, in article 382bis criminal code can also be penalized i.e. material acts are threatened with a maximum prison sentence of one year and a fine as high as nine hundred million rupiah.
Keywords : Business Competition, Legal Protection, Trademarks
## I. PENDAHULUAN
Peristiwa terjadinya pemalsuan merek pastinya tidak membuat perdagangan menjadi baik dan memperburuk citra sebagai pelanggar HKI. Membahas tentang perlindungan hukum atas merek menjadi sangat menarik untuk dibahas, dimana dunia sampai saat ini berkembang dengan pesat dan merek memiliki peran yan sangat penting untuk diperhitungkan khususnya untuk proses perdagangan barang dan jasa diperdagangan bebas saat ini ( Usman, 2003 ). Muhadjr Effendi (2008:252 ) menyebutkan salah satu cabang HKI yang memegang peran penting adalah merek. Merek ialah tanda yang digunakan atau dikenakan oleh pengusaha pada barang-barang yang dihasilkan sebagai tanda nama atau pengenal merek tersebut. Pengusaha-pengusaha baru tidak mendaftarkan merek pada produk yang diproduksinya, membuat merek tersebut tidak mendapatkan perlindungan hukum, sehingga apabila terjadi masalah atau pelanggaran HKI, pemilik merek tidak bisa membawa kasusnya ke jalur hukum ( Jened, 2015 ).
Merek yang telah terdaftar dilindungi oleh hukum berdasarkan pada Pasal 35 ayat (1) undang-undang tersebut menyebutkan bahwa perlindungan hukum terhadap merek terdaftar paling lama 10 tahun. Pengaturan yang demikian dimaksudkan agar para pemilik merek dapat disiplin, patuh serta taat pada peraturan merek yang berlaku demi keteraturan dan kelancaran dalam perdagangan untuk menciptakan kedamaian dalam masyarakat ( Dewi, 2019 ). Pelanggaran merek umumnya dilakukan terhadap merek-merek terkenal salah satunya yaitu merek “Hiztory Store” di Denpasar. Casavera (2009) menyebutkan bahwa usaha pelanggaran merek merupakan suatu tindakan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan dengan jalan pintas, yaitu dengan cara yang melanggar etika bisnis, norma, kesusilaan, dan hukum. Pengaturan yuridis yang tegas dalam Undang-Undang Merek membuat para pemilik merek sadar hukum dan peduli akan pentingnya pengembangan ekuitas merek, dan akan berupaya mendaftarkan mereknya untuk mendapatkan proteksi hokum, pihak-pihak tertentu yang bertikad tidak baik menempuh jalan pintas dengan melakukan peniruan atas merek yang telah terdaftar.
Persaingan dalam memiliki brand atau merek sendiri membuat beberapa oknum dengan seenaknya meniru atau bahkan memaikai merek orang lain. Hal ini juga berimbas pada merek asing yang terkenal di Indonesia, oleh karenanya perlu adanya perlindungan hukum terhadap merek terkenal asing di Indonesia ( Kurniawan, 2019 ). Implementasi Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2016 Tentang Hak Merek Terhadap Clothing menjelaskan bahwa merek clothing yang telah terdaftar mendapatkan perlindungan hak selama 10 Tahun ( Saputra, et al 2018 ). Kemudian peneliti memutuskan untuk mengkaji penelitian ini dengan untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang merek clothing yang terdaftar dan menelaah akibat hukum bagi pelaku usaha yang memasarkan merek clothing tanpa adanya ijin.
## II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundangan-undangan, dengan menganalisis undang-undang dan regulasi mengenai hukum. Adapun beberapa sumber bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian yaitu “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Persaingan Usaha, serta jurnal-jurnal dan literatur yang terkait dengan penelitian ini.” Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang merek clothing yang terdaftar.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Clothing yang Terdaftar
Menurut Tim Lindsey (2002) hak merek berfungsi sebagai suatu monopoli karena hanya pemilik merek yang dapat menggunakan merek tersebut. Hak merek bukan merupakan monopoli mutlak karena apabila jangka waktu perlindungan merek telah habis dan pemilik merek tidak memperjang waktu perlindungan tersebut, maka pihak lain dapat menggunakannya. Hak atas merek dapat dipertahankan terhadapa siapapun juga, pihak yang tidak berhak tidak bisa menggunakan merek sebagai hak eksklusif. Suatu merek menjadi hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemilik merek atau pihak lain yan diperbolehkan memanfaatkan hak tersebut dengan ijin pemilik merek.
Hak merek yang dimiliki oleh pemiliknya akan menimbulkan hak ekonomi karena merupakan hak eksklusif, sehingga hanya pemilik merek tersebut saja yang berhak atas hak ekonomi dari suatu merek. Hak ekonomi adalah suatu hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Hak ekonomi yang didapatkan bisa berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan merek oleh pemilik atau pihak lain yang menggunakan merek berdasar atas lisensi. Hak ekonomi pada merek terbatas pada tiga jenis yaitu lisensi merek dagang, penggunaan sendiri, penggunaan melalui lisensi merek jasa tanpa
variasi lain (Lindsey, 2002 ). Pentingnya perlindungan hukum atas suatu merek bagi pemiliknya untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak lain. Negara dapat memberikan hak atas merek kepada seseorang apabila sudah mendaftarkan mereknya dan dapat membuktikan dengan adanya kepemilikan sertifikat merek, berdasarkan pasal 3 UU Merek, menjelaskan “’Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.
Pemegang merek berhak mendapatkan perlindungan berupa pendaftaran serta perlindungan dalam wujud gugatan ganti rugi (dan gugatan pembatalan merek) maupun dalam bentuk pidana melalui aparat penegak hukumnya. Penyelesaian hukum melalui instrumen hukum perdata bisa dilakukan melalui pengadilan (litigasi) dengan gugatan ganti kerugian tersebut dan menghentikan seluruh perbuatan membuat, memakai, menjual, dan/atau mengedarkan barang-barang yang diberi hak merek, ataupun diluar pengadilan ( non litigasi ) yang memungkinkan para pihak bisa merampungkan sengketa tadi melalui arbitrase atau cara lain penyelesaian sengketa (ADR) dengan menggunakan negoisasi, mediasi dan konsoliasi. Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Merek menjelaskan, “merek memberikan hak kepada pemilik merek terdaftar untuk mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan mereknya”.
Perlindungan merek diatur dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Georafis yaitu “Hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut terdaftar”. Terdaftar artinya telah melalui tahapan permohonan dengan proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman dan juga proses pemeriksaan subtantif serta telah memperoleh persetujuan menteri untuk menerbitkan sertifikat. Dikutip dari (Satjipto Rahardjo, 2000:53), “Perlindungan hukum harus melihat tahapan, yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat, dimana merupakan kesepakatan dari masyarakat untuk mengatur hubungan perilaku antar anggota lainnya dan antara perseorangan yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat”.
Perkembangan pelanggaran merek telah berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi dan canggih, yang disebut dengan passing off (pemboncengan reputasi). Dalam keputusan hukum Indonesia, istilah passing off ini belum dikenal, sehingga istilahnya pun secara keseluruhan masih asing. Istilah p assing off dikenal dalam sistem common law. Sistem hukum common law pemonceng merek ( passing off ) adalah suatu tindakan persaingan dengan cara tidak sehat ( unfair competition ) sehingga akan mengakibatkan pemilik merek yang telah berusaha mendaftarkan merek tersebut sesuai dengan prosedur akan mengalami kerugian yang disebabkan oleh pihak yang dengan sengaja berlaku curang turut membonceng atau mendompleng merek miliknya untuk mendapatkan keuntungan finansial.
Hukum merek yang berlaku di Negara Indonesia memberikan penjelsan mengenai ukuran merek di kaitkan merek terkenal ( well known mark ) dapat dilihat pada bagian penjelasan Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 Pasal 21 Ayat (1) huruf b yaitu “permohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis”.
2. Akibat Hukum Bagi Pelaku Usaha yang Memasarkan Merek Clothing Tanpa Adanya Ijin Menurut Sudarga Gautama (1993) sebuah merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup ( capable of distinguishing ). Maksudnya tanda yang dipakai tersebut mempunyai kekuataan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lain. Untuk mempunyai daya pemebeda ini, maka merek itu harus dapat memberikan penentuan pada barang atau jasa bersangkutan.
Ketentuan mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan dan ditolak dikutip dari Pasal 20 Undang-Undang Merek, “Merek yang tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah
satu unsur: (a) Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan atau ketertiban umum; (b) Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; (c) Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang sejenis; (d) Membuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan atau jasa yang diproduksi; (e) Tidak mempunyai daya pembeda dan/atau; (f) Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum”
Permohonan terhadap suatu merek dapat ditolak jika merek tersebut mempunyai persmaan pada pokoknya atau keseluruhannya berdasarkan pasal 21 Undang-Undang Merek, “(a) Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; (b) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; (c) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu atau; (d) Indiksi geografis terdaftar; (e) Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; (f) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, atau simbol atau emblem suatu negara atau lembaga nasional maupun internasional kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; (g) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; (h) Permohonan ditolak jika diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.”
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, suatu merek dapat diakui dan dikategorikan sebagai merek apabila merek tersebut, “ (a) Mempunyai fungsi pembeda; (b) Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa (unsur-unsur gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau kombinasi unsur-unsur tersebut; (c) Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; (d) Bukan menjadi milik umum; (e) Tidak merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.”
Dikutip dari Kansil (1990) jika suatu permohonan pendaftaran merek tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka kantor milik perindustrian memberitahukan secara tertulis kepada pemohon agar supaya permohonan memenuhi syarat-syarat tertentu atau menarik kembali permohonannya dalam waktu yang ditentukan oleh Kantor Milik Perindustrian. Pasal 20 Undang-Undang Merek menetapkan bahwa dalam hal pemeriksaan melaporkan hasil pemeriksaan subtantif bahwa permohonan dapat disetujui untuk didaftar, maka atas persetujuan Dirjen, permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek (BRM). Sebaliknya jika pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan subtantif bahwa permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, maka atas persetujuan Dirjen, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
Untuk dapat membedakan antara merek yang tidak dapat didaftarkan dengan merek yang ditolak pendaftarannya yaitu melihat dari pihak yang dirugikan. Dengan memperhatikan hal tersbut, maka dapat disimpulkan bahwa suatu merek yang memiliki kemungkinan dapat memberikan kerugian kepada masyarakat umum, maka merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Namun jika merek tersebut hanya merugikan pihak-pihak tertentu saja, maka merek tersebut akan ditolak ditolak pendaftarannya. Lebih sederahananya, suatu merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek, sedangkan merek yang ditolak yaitu merek yang merugikan pihak lain
Pelaku usaha merek Clothing yang tidak mendaftarkan mereknya, maka merek tersebut tidak memiliki perlindungan hukum. Riswandi & Syamsudin (2005:82) menyebutkan. “Adanya pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak-pihak yang beritikad tidak baik dan tidak bertanggung jawab terhadap merek terkenal yang dilanggarnya akan menyebabkan kerugian, sehingga pemegang hak atas merek terkenal akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan
kasus pelanggaran merek agar pelaku pelanggaran merek tidak akan lagi memakai merek yang menyerupai pada pokoknya atau keseluruhannya dari merek terkenal atau bahkan menghentikan produksinya. Perbuatan pelangggaran merek selain diatur di dalam Undang-Undang Merek, juga dapat dikenai sanksi yang dapat ditinjau dari hukum pidana, perdata, maupun adminitrasi.”
Apabila seseorang menggunakan merek tanpa hak, maka akan dapat digugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum (pasal 1365 KUHPerdata) yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Akibat hukum apabila pihak yang menemukan merek pertama kali belum mendaftarkan mereknya, maka pihak lain dapat mendaftarkan merek dengan nama yang sama dan pihak tersebut yang akan mendapatkan perlindungan hukum yang sah dan apabila hal tersebut terjadi maka pihak pertama yang menemukan merek akan merasa sangat dirugikan namun tidak bisa melakukan tindakan hukum karena memang belum terdaftar mereknya.
Pihak yang menggunakan dan meniru merek yang telah didaftarkan sebelumnya oleh pihak pemilik hak atas merek dapat diajukan melalui jalur hukum berupa sanksi pidana sebagaimana pengaturan dalam Pasal 200 Ayat (2) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa setiap orang yang tidak memiliki hak dalam penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi maupun diperdagangkan, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak dua miliar rupiah.
Pihak yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik asli dari merek yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan secara perdata melalui jalur litigasi. Pengaturan pada pasal 1365 KUHPerdata, mengatur bahwa pemilik asli merek dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan yang berwenang yaitu pengadilan niaga, serta melalui jalur non litigasi. Untuk menyikapi barang bajakan atau barang palsu, dalam pasal 100 sampai pasal 102 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 diatur mengenai ketentuan pidana terkait Merek dan Indikasi Geografis.
## IV. SIMPULAN DAN SARAN
## 1. Simpulan
Berdasaran penjelasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang merek yang terdaftar, akan mendapatkan perlindungan hukum dengan dua cara yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif ialah sebuah bentuk perlindungan yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan dan perlindungan hukum represif ialah pemberian sanksi secara tegas bagi pelaku pelanggaran merek sesuai dengan Undang-Undang Merek yang berlaku. Serta akibat hukum bagi pelaku usaha yang memasarkan merek tanpa ijin yaitu dalam ranah perdata dapat berupa ganti kerugian karena termasuk dalam tindakan melawan hukum dengan cara menggunakan hak merek tanpa mendapat persetujuan dari pemilik hak atas merek yang terdaftar, dan juga dapat dikategorikan pelanggaran Undang-Undang Merek yang memuat sanksi pidana, sesuai ketentuan pasal 382bis KUHP dan pasal100-102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dengan memperdagangkan barang tiruan yang menggunakan merek terkenal atau terdaftar.
## 2. Saran
Melalui kajian ini peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang kiranya dapat membantu pemerintah dalam menetapkan keputusan mengenai pelanggaran terhadap pemegang merek c lothing , yaitu sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah (Drijen HKI) untuk memberikan sanksi yang tegas dan konsisten bagi pelaku pelanggaran merek sesuai dengan Undang-Undang Merek yang berlaku.
2. Kepada pelaku usaha untuk memperhatikan aturan hukum yang berlaku agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan terhadap pelanggaran merek yang beredar dan di konsumsi oleh
masyarakat, agar tidak ada lagi kecurangan dalam persaingan usaha tidak sehat dan tidak lagi memalsukan atau menjiplak merek terkenal yang dari segi kualitas jauh dari aslinya.
3. Kepada masyarakat agar lebih teliti dalam membeli dan menggunakan sebuah merek barang maupun jasa dapat memahami dan mengetahui perihal tentang pendaftaran merek supaya tidak dirugikan dengan pemakaian merek yang beredar di Indonesia yang mana merek dimaksud dibuat dengan melanggar aturan hukum yang berlaku dan didikasikan terdapat tindak pidana.
## DAFTAR PUSTAKA
Casavera. (2009). 5 kasus sengketa merek di Indonesia . Graha Ilmu, Yogyakarta. Dewi, C. G. (2019). Perlindungan Hukum . CV.Budi Utama, Yogyakarta. Effendi, M. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia . Balai Pustaka, Jakarta. Gautama, S. (1989). Hukum merek Indonesia . Citra Aditya Bakti, Bandung. Jened, R. (2015). Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Globalisasi dan Integrasi Ekonomi . PT Kharisma Putra Utama, Jakarta.
Kansil, C. S. (1990). Hak milik intelektual: hak milik perindustrian dan hak cipta: paten, merek perusahaan, merek perniagaan, hak cipta . Bumi Aksara, Jakarta. Kurniawan, R., & Bustani, S. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Asing di Indonesia (Studi Kasus Putusan Mahkama Agung Nomor: 165/Pdt.Sus-Hki/2016 dan Putusan Mahkama Agung Nomor: 557K/Pdt.sus-HKI/2015). Jurnal Hukum Adigama , Vol.2 (2). Lindsey, T. (2002). Hak Kekyaan Intelektual Suatu Pengantar . Alumni, Bandung. Rahardjo, S. (2000). Ilmu Hukum . Citra Aditya Bakti, Bandung. Riswandi, B. A., & Syamsudin, M. (2005). Hak kekayaan intelektual dan budaya hukum . Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Saputra, P. A. Y., Windari, R. A., & Adnyani, N. K. S. (2018). Implementasi Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Hak Merek Terhadap Clothing Di Kota Singaraja. Jurnal Komunitas Yustisia , Vol.1 (2). Usman, R. (2003). Hukum atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia . Alumni, Bandung.
|
ba515cff-c545-4429-bcfd-feb1456f09ce | https://journal.uir.ac.id/index.php/JSP/article/download/1571/1078 |
## TINGKAT KESEGARAN JASMANI MAHASISWI PENDIDIKAN JASMANI
KESEHATAN DAN REKREASI TAHUN AKADEMIK 2017/2018
## UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Mimi Yulianti 1 , Nesha Putri Irsyanty 2 , Yoyon Irham 3
Universitas Islam Riau Email : [email protected], [email protected], [email protected]
## ABSTRAK
Berdasarkan hasil observasi sementara yang penulis lakukan pada mahasisiwi Penjaskesrek TahunAkademik 2017/2018, ditemukan beberapa masalah di antaranya masih lemahnya tingkat kesegaran jasmani mahasiswi. Kesegaran jasmani sangat berperan dalam setiap cabang olahraga, untuk meningkatkan kesegaran jasmani mahasisiwi di haruskan mengkonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup dan melakukan kegitan yang bisa meningkatkan kesegaran jasmani. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, populasi penelitian ini adalah seluruh mahasisiwi Penjaskesrek tahun Akademik 2017/2018 yang berjumlah 32 orang, kemudian sampel dibatasi oleh mahasiswi yang berumur 16 - 19 tahun yang berjumlah 28 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes kesegaran jasmani.Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan tes kesegaran jasmani pada mahasisiwi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018 menunjukkan pencapaian skor 15,5, kemudian dipersentase 78,57 %, lalu dalam klasifikasi norma diperoleh kategori sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kesegaran jasmani Mahasisiwi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018 berada dalam kategori sedang.
## Kata Kunci: Tingkat Kesegaran Jasmani
## ABSTRACT
According to the results of temporary observations that the author did to the female students of physical health and recreation educationacademic year 2017/2018, We found some problems such as the weakness of the female student’s physical fitness. The phy sical fitness is taking important role for every sport, to improve the physical fitness, the female students are required to consume nutrious food, enough rest and doing activities that will improve the physical fitness. This type of research is descriptive research, the population of this research is all of the female students of physical health and recreation education academic year 2017/2018 which amounted to 32 people, then the sample is limited by female students aged 16-19 years old which is 28 people. The techniques that being used for collect the data was physical fitness test. Based on the results of research by doing the physical fitness test to the Female Students of Physical Health and recreation academic year 2017/2018 showing that the achivement of the score is 15,5, then the percentage is 78,57%, then in the classification of norms obtained the medium category. And then it can be conclude that the level of physical fitness of physical health and recreation education female students are in the medium category.
## Keyword: The Level Of Physical Fitness
## PENDAHULUAN
Aktivitas jasmani, olahraga, dan kesehatan sangat penting untuk dikembangkan sejak dini pada usia sekolah dasar. Sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang RI
nomor 11 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional seperti yang dikutip Djawad (2005:2) bahwa:
Tujuan pendidikan termasuk pendidikan jasmani di Indonesia adalah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya. Yang dimaksud manusia Indonesia seutuhnya ialah manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Secara umum orang yang memahami olahraga hanya merupakan salah satu aktivitas jasmani yang dapat memberikan efek terhadap kebugaran jasmani saja. Tetapi bukan hanya itu saja tujuan berolahraga setiap hari. Banyak sekali manfaat yang didapatkan dalam olahraga. Selain bisa menjadikan jasmani menjadi sehat, bugar, cerdas dan berkarakter bagi pelaku olahraga (Toho, Muhyi, dan Albert, 2011). Salah satu cara untuk berolahraga adalah adanya pendidikan jasmani di sekolah atau lembaga.
Kesegaran jasmani adalah kesanggupan anggota tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Kebugaran jasmani yang dimiliki seseorang sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan sehari-hari, sehingga kesegaran jasmani yang dimiliki seseorang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Kesegaran jasmani merupakan suatu aspek yang sangat penting dan utama dalam kehidupan setiap umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang dalam kesehariannya akan dihadapkan dengan tanggung jawab dan kewajiban untuk mempertahankan kehidupannya sendiri, kehidupan orang lain maupun lingkungannya. Untuk mendapatkan semua itu sangatlah membutuhkan kesegaran jasmani yang optimal atau dengan kata lain dengan memiliki tingakat kesegaran jasmani yang baik, setiap orang tidak mungkin dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik walapun pekerjaan tersebut tergolong pekerjaan ringan sehingga dengan memiliki kesegaran jasmani yang baik setiap orang akan berada pada kondisi yang ideal dalam hidupnya (Mutohir dan Maksum 2007:51).
Kesegaran jasmani merupakan suatu aspek yang sangat penting yang harus dimiliki setiap orang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dilakukan sehari-hari baik oleh siswa, mahasiswa, dan pegawai sangat diperlukan adanya kesegaran jasmani khususnya mahasiswa di bidang keolahragaa. Oleh karena itu pentingnya memiliki kesegaran jasmani yang baik maka upaya untuk meningkatkan dan mempertahankan kesegaran jasmani sangat perlu dilakukan pada lembaga-lembaga pendidikan dari tingkatan yang paling rendah (taman kanak-kanak) sampai dengan perguruan tinggi, pendidikan jasmani yang diberikan dalam berbagai cabang olahraga pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani para pelakuya sedangkan tujuan lain yaitu prestasi.
Pendidikan jasmani yang diberikan di setiap lembaga pendidikan dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak lepas dari upaya lembaga pendidikan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesegaran jasmani peserta didik. Pada matakuliah Program Studi Pendidikan Kesehatan dan rekreasi diberi isi dan bentuk aktifitas fisik yang berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya mencapai kesegaran jasmani yang sesuai dengan kondisi fisik yang dapat menunjang proses pembelajaran sehari-hari. Kegiatan olahraga merupakan hal yang sangat penting guna menunjang prestasi olahraga adalah seberapa besar tingkat kesegaran jasmani yang dimiliki oleh seorang atlet, karena dengan memiliki tingkat kesegaran jasmani yang
baik, seseorang akan mempunyai daya tahan (endurance) yang baik yang berguna dalam menunjang kegiatan olahraga yang dilakukan ( Yane, Arifin, Fauzita : 2017 )
Berdasarkan uraian pentingnya kesegaran jasmani pada setiap peserta didik yang akan melanjutkan studinya dalam bidang keolahragaan diperlukan seleksi khusus yang dapat mengevaluasi minat, bakat dan kemampuan mahasiswa. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara diadakannya tes kesegaran jasmani pada mahasiswa baru. Tes tersebut meliputi berbagai item tes yaitu tes kesegaran jasmani,illinois agility tes, dan lain-lain. Dengan dilakukannya tes tersebut maka dapat diketahui gambaran tentang kekuatan otot, kecepatan, daya tahan otot, daya ledak otot, dan daya tahan jantung paru- paru mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Tahun Akademik 2017/2018. Tes keterampilan tersebut ditujukan untuk melindungi mahasiswa dari resiko kesehatan dan pelaksanaan perkuliahan selanjutnya. Untuk data dari dilaksanakannya tes ketrampilan tersebut bisa terlihat minat, kemampuan, dan pengalaman mahasiswa yang terkait dengan bidang keolahragaan yang diminatinya.
Data tersebut diperlukan untuk kepentingan proses perkuliahan dan seleksi individual bagi proses perkuliahan yang akan diberikan untuk mahasiswa, Karena dalam proses perkuliahan peserta didik dituntut untuk mampu melaksanakan matakuliah praktik dan proses-proses latihan untuk prestasi.
## METODE PENELITIAN
Metode penlitian ini merupakan penelitian berbentuk deskriptif, sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:157) yang menerangkan penelitian dengan pendekatan deskriptif adalah suatu penelitian yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama kita dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
Teknik pengumpulan data adalah suatu teknik untuk mengumpulkan data yang diperoleh dalam suatu penelitian. Dalam hal ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah bentuk Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) yang dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut :
## 1. Tes Lari Cepat 60 Meter
(1) Tujuan : Untuk mengukur kecepatan .
(2) Alat dan fasilitas :
a. Lintasan jarak antara garis start dan finish 60 meter.
b. Peluit.
c. Stopwatch.
d. Bendera start dan tiang pancang.
e. Alat tulis
(3) Petugas tes :
a. Juru keberangkatan.
b. Pengukur waktu merangkap pencatat hasil.
(4) Pelaksanaan :
a. Sikap permulaan : peserta berdiri dibelakang garis start.
b. Gerakan :
1. Pada aba- aba “Siap” peserta mengambil sikap start berdiri, siap untuk lari.
2. Pada aba- aba “Ya” peserta lari secepat mungkin menuju garis finish, menempuh jarak 60 meter
c. Lari masih bisa diulang apabila.
1. Pelari mencuri start
2. Pelari tidak melewati garis finish.
3. Pelari tertanggu dengan pelari yang lain.
d. Pengukuran waktu : waktu diukur dari saat bendera diangkat sampai pelari melintas garis finish.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini :
Gambar 1. Start Lari 60 Meter. (Depdiknas, 1999:7)
e. Pencatat hasil.
1. Hasil yang dicatat adalah waktu yang di capai oleh pelari unutk menempuh jarak 60 meter. Dalam satuan waktu detik.
2. Waktu dicatat satu angka dibelakang koma.
Tabel 1. Kelompok Umur dan Jarak Untuk Lari Kelompok Umur Jarak Keterangan Putra Putri 6 s/d 9 Tahun 30 Meter 30 Meter Pencatatan waktu dilakukan dalam satuan detik dengan satu angka dibelakang koma 10 s/d 12 Tahun 40 Meter 40 Meter 13 s/d 15 Tahun 50 Meter 50 Meter 16 s/d 19 Tahun 60 Meter 60 Meter Tabel 2. Norma Penilaian Tes Lari 60 Meter Umur 13 s/d 15 tahun Nilai Umur 16 s/d 19 tahun Putri Putri sd – 7.7 detik 5 sd – 8.4 detik 7.8 – 8.7 detik 4 8.5 – 9.8 detik 8.8 – 9.9 detik 3 9.9 – 11.4 detik 10.9 – 11.9 detik 2 11.5 – 13.4 detik 12.0 – dst 1 13.5 – dst
## 2. Tes Gantung Angkat Tubuh 60 Detik
(1) Tujuan : untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan otot bahu. (2) Alat dan fasilitas :
a. Lantai rata dan bersih.
b. Palang tunggal, yang dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan peserta. Pipa pegangan terbuat dari besi ukuran ¾ inci.
Gambar 2. Palang Tunggal Gantung Angkat Tubuh. (Depdiknas, 1999:8)
c. Stopwatch. d. Alat tulis. (3) Petugas tes :
a. Pengamat waktu.
b. Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil.
(4) Pelaksaan :
a. Sikap permulaan. Peserta berdiri dibawah palang tunggal. Kedua tangan berpegangan pada palang palang tunggal selebar bahu pegangan telapak tangan menghadap kearah kepala.
Gambar 3. Sikap Permulaan Gantung Angkat Tubuh. (Depdiknas, 1999:9 )
b. Gerakan :
1. Mengangkat tubuh dengan membengkokkan kedua lengan, sehingga dagu menyentuh atau berada diatas palang tunggal. Kemudian kembali ke sikap permulaan, gerakan dihitung satu kali.
Gambar 4. Sikap Dagu Menyentuh/Melewati Palang Tunggal. (Depdiknas,1999:10)
2. Selama melakukan gerakan mulai dari kepala sampai ujung kaki tetap merupakan satu garis lurus.
3. Gerakan ini dilakukan berulang-ulang tanpa istirahat sebanyak mungkin selama 60 detik.
c. Angkatan di anggap gagal dan tidak dihitung apabila :
1. Pada saat mengangkat badan peserta melakukan gerakan mengayun.
2. Pada waktu mengangkat badan, dagu tidak menyentuh palang tunggal, dan
3. Pada waktu kembali ke sikap permulaan kedua lengan tidak lurus.
d. Pencatatan hasil.
1. Yang dihitung adalah angkatan yang dilakukan dengan sempurna.
2. Yang dicatat adalah jumlah (frekuensi) angkatan yang dapat dilakukan dengan sikap sempurna tanpa istirahat 60 detik.
3. Peserta yang tidak mampu melakukan tes angkatan tubuh ini,
Tabel 3. Norma Penilaian Untuk Tes Angkat Tubuh . Umur 13 s/d 15 tahun Nilai Umur 16 s/d 19 tahun Putri Putri 41 detik keatas 5 40 detik keatas 22 – 40 detik 4 20 – 39 detik 10 – 21 detik 3 08 – 19 detik 03 – 09 detik 2 02 – 07 detik 00 – 02 detik 1 00 – 02 detik
## 3. Tes Baring Duduk 60 Detik
(1) Tujuan : untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut.
(2) Alat dan fasilitas :
a. Lantai/ lapangan rumput yang rata dan bersih
b. Stopwatch.
c. Alat tulis.
d. Alas/tikar/matras jika diperlukan.
(3) Petugas tes ;
a. Pengamat waktu.
b. Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil
(4) Pelaksanaan :
a. Sikap permulaan.
1. Berbaring terlentang di lantai atau rumput. Kedua lutut ditekuk dengan sudut + 90 0 kedua tangan jari-jarinya saling berselang seling diletakkan dibelakang kepala.
Gambar 5. Sikap Permulaan Baring Duduk. (Depdiknas, 1999:14)
2. Petugas/peserta lain memegang atau menekan kedua pergelangan kaki, agar kaki tidak terangkat.
b. Gerakan.
1. Gerakan aba- aba “Ya” peserta bergerak mengambil sikap duduk, sampai kedua sikunya menyentuh kedua paha, kemudian kembali ke sikap permulaan.
Gambar 6. Gerakan Baring Menuju Duduk (Depdiknas, 1999: 14)
Gambar 7. Sikap Duduk Dengan Kedua Siku Menyentuh Paha.
(Depdiknas, 1999:15)
2. Gerakan ini dilakukan berulang-ulang dengan cepat tanpa istirahat selama 60 detik.
Catatan :
1. Gerakan tidak dihitung jika tangan terlepas sehingga jari-jarinya tidak terjalin lagi.
2. Kedua siku tidak sampai menyentuh paha.
3. Mempergunakan sikunya untuk membantu menolak tubuh.
(5) Pencatatan Hasil.
a. Hasil yang dihitungg dan dicatat adalah jumlah gerakan baring duduk yang dapat dilakukan dengan sempurna selama 60 detik.
b. Peserta yang tidak mampu melakukan tes baring ini diberi nilai (0).
Tabel 4. Norma Penilaian Tes Baring Duduk Umur 13 s/d 15 tahun Nilai Umur 16 s/d 19 tahun Putri Putri 28 keatas 5 29 keatas 19-27 kali 4 20-28 kali 09-18 kali 3 10-19 kali 03-08 kali 2 03-09 kali 00-02 kali 1 29 keatas
## 4. Tes Loncat Tegak
(1) Tujuan : untuk mengukur tenaga eksplosif. (2) Alat dan fasilitas :
a. Papan berskala centimeter, warna gelap, berukuran 30 x 150 cm, dipasang pada dinding yang rata atau tiang.Jarak antara lantai dengan angka nol (0) pada skala yaitu 150 cm.
Gambar 8. Papan Loncat Tegak (Depdiknas, 1999:16)
b. Serbuk kapur.
c. Alat penghapus papan tulis
d. Alat tulis.
(3) Petugas tes : Pengamat dan pencatat hasil.
(4) Pelaksanaan :
a. Sikap Permulaan.
1. Terlebih dahulu ujung jari tangan peserta diolesi dengan serbuk kapur atau magnesium karbonat.
2. Peserta berdiri tegak dekat dinding, kaki rapat, papan skala berada disamping kiri atau kanannya. Kemudian tangan yang dekat dengan dinding diangkat lurus keatas telapak tangan ditempelkan pada papan skala, sehingga meninggalkan bekas raihan jarinya.
Gambar 9. Sikap Menentukan Raihan Tegak
(Depdiknas, 1999:17)
b. Gerakan.
1. Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukkan lutut dan kedua lengan diayun ke belakang.
Gambar 10. Sikap Awalan Loncat Tegak.
(Depdiknas, 1999:18)
2. Kemudian peserta meloncat setinggi mungkin sambil menepuk papan dengan tangan yang terdekat sehingga meninggalkan bekas.
Gambar 11. Gerakan Loncat Tegak.
(Depdiknas, 1999: 18)
3. Lakukan tes ini sebanyak 3 kali tanpa istirahat atau diselingi oleh peserta lain.
(5) Pencatatan hasil.
a. Selisih raihan loncatan dikurangi raihan tegak.
b. Ketiga selisih raihan di catat. c. Dengan kreteria penilaiannya
Tabel 5. Norma Penilaian Tes Loncat Tegak Umur 13 s/d 15 tahun Nilai Umur 16 s/d 19 tahun Putri Putri 50 cm keatas 5 50 cm keatas 39-49 cm 4 39-49 cm 30-38 cm 3 31-38 cm 21-29 cm 2 23-30 cm Dibawah 21 cm 1 Dibawah 23 cm
## 5. Tes Lari 1200 Meter
(1) Tujuan : untuk mengukur daya tahan jantung, peredaran darah dan pernapasan. (2) Alat dan fasilitas :
a. Lintasan lari jarak 1200 meter.
b. Bendera start dan tiang pancang.
c. Peluit d. Stopwatch e. Alat tulis.
Gambar 12. Posisi Start Lari 1200 Meter (Depdiknas, 1999: 20) Gambar 13. Posisi Pelari Saat Melintasi Garis Finish
(Depdiknas, 1999: 21)
(3) Petugas tes: a. Petugas keberangkatan. b. Pengukur waktu,
c. Pencatat hasil,
d. Pembantu umum.
(4) Pelaksanaa.
a. Sikap permulaan : Peserta berdiri dibelakang garis start.
b. Gerakan.
1. Pada aba- aba”Siap” peserta mengambil sikap start berdiri siap untuk lari.
2. Pada aba- aba “Ya” peserta lari menuju garis finish, menempuh jarak 1 200 meter.
Catatan :
a. Lari diulang bilamana ada pelari yang mencuri start.
b. Lari diulang bilamana pelari tidak mencapai garis start.
(5) Pencatatan Hasil.
a. Pengambilan waktu dilakukan dari saat bendera diangkat sampai melintasi garis finish.
b. Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 1200 meter. Waktu dicatat dalam satuan menit dan detik.
Contoh penulisan :seorang pelari menempuh jarak dengan waktu 3 menit 12
detik ditulis 3’12”. Jarak yang ditempuh bergantung pada kelompok umur masing-masing
Tabel 6. Kelompok Usia Tes lari 1200 M Kelompok Umur Jarak Putri 6 s/d 9 Tahun 600 Meter 10 s/d 12 Tahun 600 Meter 13 s/d 15 Tahun 800 Meter 16 s/d 19 Tahun 1200 Meter Tabel 7. Norma Penilaian Tes lari 1200 Meter Umur 13 s/d 15 tahun Nilai Umur 16 s/d 19 tahun Putri Putri Sd 3’08” 5 Sd 3’52” 3’07” - 3’55” 4 3’53” - 4’56” 3’56” - 4’58” 3 4’57” - 5’58” 4’59” - 6’40” 2 5’59” - 7’23” Dibawah 6’40” 1 Dibawah 7’23”
Untuk kreteria kategori kebugaran kita harus menjumlahkan semua nilai dari lima item tes tersebut kemudian cocokan dengan table berikut :
Tabel 8. Norma Penilaian TKJI No Jumlah Nilai Klasifikasi 1 22-25 Baik Sekali (BS) 2 18-21 Baik (B) 3 14-17 Sedang (S) 4 13-Oct Kurang (K) 5 9-May Kurang Sekali (KS)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## 1. Data Tes Lari 60 Meter Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 28 orang sampel, diperoleh skor tercepat 9,09 detik dan terendah 11,58 detik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut ini ;
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Data Hasil Tes Lari 60 Meter Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Kelas Hasil Tes Frekuensi Persentase 1 11,58” – 10,99” 5 17,85 % 2 10,98” – 10,39” 3 10,71% 3 10,38” – 9,79” 7 25% 4 9,78” – 9,19” 10 35,71 % 5 9,18” – 8,95” 3 10,71 % 6 8,94” – 8,35” 0 0% Jumlah 28 100%
## 2. Data Tes Gantung Angkat Tubuh Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 28 orang sampel , diperoleh skor gantung angkat tubuh tertinggi 40,03 detik dan terendah 7,54 detik. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut ini :
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Data Hasil Tes Gantung Angkat Mahasiswi
## Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Kelas Hasil Tes Frekuensi Persentase 1 7,54 – 11,54 2 7,14 % 2 11,5 – 15,5 1 3,57 % 3 15,6 – 19,6 4 14,28 % 4 19,7 – 23,7 8 28,57 % 5 23,8 – 27,8 6 21,42 % 6 27,9 – dst 7 25 % Jumlah 28 100%
## 3. Data Tes Baring Duduk 60 Detik Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 28 orang sampel, diperoleh skor tes baring duduk tertinggi 36 kali dan terendah 12 kali. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut ini :
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Data Hasil Tes Baring Duduk 60 Detik Mahasiswi
Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018 Kelas Hasil Tes Frekuensi Persentase 1 12 – 15 2 7,14 % 2 16 – 19 2 7,14 % 3 20 - 23 2 7,14 % 4 24 – 27 7 25 % 5 28 – 31 9 32,14 % 6 32 – dst 6 21, 24 % Jumlah 28 100%
## 4. Data Tes Loncat Tegak Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 28 orang sampel , diperoleh skor tes Loncak Tegak tertinggi 42 cm dan terendah 31 cm. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut ini :
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Data Hasil Tes Loncat Tegak Mahasiswi Penjaskesrek
Tahun Akademik 2017/2018 Kelas Hasil Tes Frekuensi Persentase 1 31 – 32 3 10,71 % 2 33 – 34 3 10,71 % 3 35 – 36 8 28,57 % 4 37 – 38 8 28,57 % 5 39 – 40 4 14,28 % 6 41 – 41 2 7,14 % Jumlah 28 100%
## 5. Data Tes Lari 1200 Meter Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 28 orang sampel , diperoleh skor lari 1200 meter tertinggi 7,58 menit dan terendah 11,27 menit. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut ini:
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Data Hasil Tes Lari 1200 Meter Mahasiswi Penjaskesrek
Tahun Akademik 2017/2018 Kelas Hasil Tes Frekuensi Persentase 1 31 – 32 3 10,71 % 2 33 – 34 3 10,71 % 3 35 – 36 8 28,57 % 4 37 – 38 8 28,57 % 5 39 – 40 4 14,28 % 6 41 – 41 2 7,14 % Jumlah 28 100%
## 6. Data Hasil Tes Kesegaran Jasmani Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
Data hasil klasifikasi tes kesegaran jasmani mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018 tidak ada terdapat nilai baik sekali atau di atas 22-25 dari responden yaitu 0 %, diklasifikasi baik 18-21 ada 2 orang responden yaitu 7,14 %, dari responden klasifikasi sedang 14-17 terdapat 22 orang responden yaitu 78,57 %, sedangkan klasifikasi kurang 10-13 terdapat 4 responden yaitu 14,28 %, dan klasifikasi kurang sekali 5-9 dari responden 0%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini :
Table 14. Klasifikasi Hasil Tes Kesegaran Jasmani Mahasiswi Penjaskesrek Tahun
Akademik 2017/2018 No Klasifikasi Skor Frekuensi Persentasi 1 Baik Sekali (BS) 22 – 25 0 0% 2 Baik (B) 18 - 21 2 7,14 % 3 Sedang (S) 14 - 17 22 78,57 % 4 Kurang (K) 13-Oct 4 14,38 % 5 Kurang Sekali (KS) 5 – 9 0 0 Jumlah 28 100%
Gambar 14. Grafik Hasil Tes Kesegaran Jasmani Mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018
## PEMBAHASAN
Tingkat kesegaran jasmani yang dimiliki seseorang menjadi peranan penting dalam melakukan aktivitas atau kegiatan sehari-hari. Tingkat kesegaran jasmani yang tinggi diperlukan oleh semua orang baik tua maupun muda. Dengan memiliki tingkat kesegaran yang tinggi, seseorang mampu melakukan aktifitas sehari-sehari dengan waktu lebih lama dibanding seseorang yang memiliki tingkat kesegaran jasmani yang rendah.
Kesegaran jasmani dapat juga diartikan sebagai Fhysical Fitness. Menurutnya Fhysical Fitness adalah kemampuan agar tubuh untuk menyesuaikan fungsi fisiologinya untuk mengatasi keadaan lingkungan dan/ atau tugas fisik yang memerlukan kerja otot secara cukup efisien, tak mengalami kelelahan yang berlebihan serta telah memperoleh pemulihan yang sempurna sebelum datangnya tugas-tugas pada hari berikutnya (Nurhasan, 2001 : 131).
Sedangkan menurut Karpovich, bahwa Fhysical Fitness adalah suatu kemampuan untuk melakukan suatu tugas tertentu yang memerlukan usaha otot (Nurhasan, 2001 : 132). Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa kesegaran jasmani atau Fhysical Fitness adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.
Berdasarkan uraian di atas bahwa test dan pengukuran dapat juga digunakan untuk mendapatkan data dari tingkat kesegaran jasmani mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademin 2017/2018 tes dan pengukuran tingkat kesegaran jasmani menggunakan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) untuk remaja umur 16 - 19 Tahun Derpartemen Pendidikan Nasional, Jakarta (1999).
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dikemukakan, maka skor tingkat kesegaran jasmani diperoleh 22 orang dalam persentase 78,57 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesegaran jasmani mahasiswi Penjaskesrek Tahun Akademik 2017/2018 berada dalam kategori sedang.
## DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2001. Pedoman Evaluasi Diri Program Studi, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
0 10 20 30 22 - 25 18 - 23 14 - 17 10.- 13 5. - 9 F RE K UE NS I INTERVAL Kesegaran Jasmani
Maksum, A. 2006, Metodologi Penelitian Dalam Olahraga. Fakultas Ilmu Keolahragaan, Unesa.
Muntohir, Toho Cholik dan Maksum, Ali. 2007. Sport Development Index. Jakarta : PT. Indeks.
Mutohir, T.C., Muhyi M., dan Fenanlampir, A. 2001. Berkarakter Dengan Berolahraga, Berolahraga dengan Berkarakter. Surabaya : Sport Media.
Nurhasan, dkk. 2005. Petunjuk Praktis Pendidikan Jasmani. Surabaya : Unesa University Press.
Stephani Yane, Z. A., & Fuzita, M. 2017. Analisis Tingkat Kesegaran Jasmani Mahasiswa Program Studi Penjaskesrek Ikip Pgri Pontianak. Jurnal Pendidikan Olahraga, 6(1), 1-9.
Suharjana, F. 2008. KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA D II PGSD PENJAS FIK UNY. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 5(2).
Arikunto, Suharsimi 2010. Edisi Revisi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara
|
b7af0230-c221-486a-a29b-aa7a7995e043 | https://jurnal-id.com/index.php/jupin/article/download/444/309 | Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
Efektivitas Jeruk Manis Keprok dan Buah Bit untuk Meningkatkan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester II di TPMB I Kota Jakarta Pusat
Ira Setianingrum *1 , Magdalena Tri Putri 2 , Milka Anggreni 3
1,2,3 Kebidanan, Fakultas Vokasi, Universitas Indonesia Maju, Indonesia Email: 1 [email protected]
## Abstrak
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2018 berdasarkan hasil pemeriksaan ibu hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6%, usia 25-34 tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6%, dan usia 45-54 tahun sebesar 24%. Wilayah dengan kasus anemia tertinggi di Kepulauan Seribu dengan persentase (28.38%), urutan kedua di Jakarata Pusat (18.58%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbandingan Efektivitas Jeruk dan Buah Bit untuk Meningkatkan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di TPMB I Kota Jakarta Pusat Tahun 2024. Desain penelitian yang akan dipakai dalam riset ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan Study Case Literature Review (SCLR). Sampel penelitian terdiri atas 2 orang ibu hamil trimester II yang diberikan intervensi berbeda, yakni jeruk manis keprok (responden 1) dan buah bit (responden 2). Kedua responden diberikan intervensi selama 14 hari. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan dengan Hb stik dan pencatatan hasil pada lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar hemoglobin pada pemberian intervensi hari ke-7, yakni masing-masing reponden mengalami kenaikan sebanyak 0,2 gr/dL. Pada kunjungan hari ke-14 kedua responden kembali mengalami kenaikan kadar hemoglobin, namun peningkatan tertinggi terjadi pada responden 2, yakni sebanyak 0,4 gr/dL sedangkan responden 1 mengalami peningkatan sebanyak 0,2 gr/dL. Kesimpulan penelitian ini adalah buah bit terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil dibandingkan dengan jeruk manis keprok .
Kata kunci : Bit, Hemoglobin, Jeruk
## Abstract
Data from the DKI Jakarta Provincial Health Service 2018 based on the results of examinations of pregnant women who experienced anemia were mostly at the age of 15-24 years at 84.6%, at the age of 25-34 years at 33.7%, at the age of 35-44 years at 33.6 %, and aged 45-54 years was 24%. The region with the highest anemia cases is the Seribu Islands with a percentage (28.38%), second in Central Jakarta (18.58%). This research aims to determine the comparison of the effectiveness of oranges and beets for increasing hemoglobin levels in pregnant women in TPMB I, Central Jakarta City in 2024. The research design that will be used in this research is qualitative research with a Study Case Literature Review (SCLR) approach. The research sample consisted of 2 second trimester pregnant women who were given different interventions, namely sweet tangerines (respondent 1) and beets (respondent 2). Both respondents were given intervention for 14 days. Hemoglobin levels are checked using an Hb stick and the results are recorded on an observation sheet. The results of the study showed that there was an increase in hemoglobin levels on the 7th day of intervention, namely that each respondent experienced an increase of 0.2 gr/dL. On the 14th day of the visit, both respondents again experienced an increase in hemoglobin levels, but the highest increase occurred in respondent 2, namely 0.4 gr/dL, while respondent 1 experienced an increase of 0.2 gr/dL. The conclusion of this research is that beets have proven to be more effective in increasing hemoglobin levels in pregnant women compared to sweet tangerines.
Keywords : Beet, Hemoglobin, Oranges
## 1. PENDAHULUAN
Salah satu parameter hematologi yang mengalami perubahan saat kehamilan ialah kadar hemoglobin. Volume plasma pada masa kehamilan umumnya akan bertambah 40-45% yang bermulai saat usia kehamlan 6-8 pekan dan memuncak saat kehamilan 32-34 pekan. Pada saat ini, jumlah sel
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
darah merah pula akan mengalami peningkatan 20-30% oleh karena respon dari eritripoetin ginjal. Peningkatan sel darah merah masih tak sepadan dengan peningkatan plasma, sehingga sering kali dijumpai pengenceran serta penurunan hemoglobin (Fajrin dkk, 2022).
Sejak trimester awal kehamilan, kadar hemoglobin akan berangsur turun. Pada usia kehamilan trimester kedua akan mengalami minimum penurunan dan meningkat kembali saat kehamilan trimester ketiga. Normalnya kadar hemoglobin pada awal trimester ialah berkisar 11,6-13,9 gr/dL, pada pertengahan trimester antara 9,7-14,8 gr/dL, serta pada akhir trimester antara 9,5-15,0 gr/dL (Fajrin dkk, 2022).
Selama kehamilan, ibu kerap kali mengalami masalah dalam penurunan kadar hemoglobin atau disebut anemia. Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin lebih rendah dari normal, yang mana Badan Kesehatan Dunia mengklasifikasikan anemia menjadi tingkatan anemia ringan (10,0-10,9 gr/dL), anemia sedang (7,0-9,9 gr/dL), serta anemia berat (<7 gr/dL) (Sarjiyah dkk, 2023).
Diseluruh penjuru dunia, anemia memiliki angka pengidap yang sangat tinggi, dimana bersumber pada informasi oleh Badan Kesehatan Dunia menunjukkan bahwa prevalensi anemia di dunia ialah sebanyak 1,62 miliar penderita. Distribusi penderita anemia didominasi oleh kelompok usia pra sekolah (47,4%), disusul dengan kelompok wanita usia subur (41,8%), usia sekolah (25,4%), dan pada penderita pria (12,7%) (Budiarti dkk, 2020). Sebanyak 48,9% penduduk Indonesia tahun 2018 diperkirakan mengidap anemia, dimana jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 11,8% dari tahun sebelumnya berdasarkan informasi Riskesdas (Ghiffari dkk, 2021).
Hasil pemeriksaan ibu hamil di DKI Jakarta yang diperoleh dari informasi Dinas Kesehatan tahun 2018, diketahui bahwa sebanyak 84,6% penderita anemia diidap oleh usia 15-24 tahun. Disusul dengan kelompok usia 25-34 tahun sebanyak 33,7%, usia 35-44 tahun sebanyak 33,6%, serta kemlompok usia 45-54 tahun sebanyak 24%.
Urutan tertinggi pertama penderita anemia terbanyak di Provinsi DKI Jakarta ialah pada Kepulauan Seribu dengan persentase penderita anemia sebanyak 28,38% dan diurutan kedua ialah Kota Jakarta Pusat dengan jumlah penderita 18,58% (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2018). Hasil pengamatan pada catatan rekam medis dan buku register kehamilan di TPMB I menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 46 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di TPMB I, dimana sebanyak 11 (24%) ibu hamil mengalami kejadian anemia.
Lebih dari 30% ibu hamil usia trimester 3 mengalami kejadian anemia. Namun perlu diketahui bahwa pada usia kehamilan yang besar, kadar hemoglobin 11,0 gr/dL dikategorikan sebagai anemia, namun tak berikatan dengan hipervolemia yang merupakan hal normal dalam kehamilan (Yulyana, 2019).
Kadar hemoglobin saat hamil dipengaruhi oleh faktor dasar (wawasan, pendidikan, serta budaya), faktor langsung (gizi, fe, penyakit, serta perdarahan), dan faktor tak langsung (umur, jumlah anak lahir, jarak lahir, dan periksa hamil). Faktor tak langsung ini dikenal dengan istilah 4 Terlalu yang terdiri atas terlalu muda/tua umur (<20 atau >35 tahun), terlalu sering bersalin (>3x), terlalu dekat jarak usia anak (Astuti & Dwi, 2018).
Riset Setyiyaningsih, dkk (2020) berjudul “Keefektifan Jus Bit serta Lemon dalam Menaikkan Hb Ibu Hamil”, menunjukkan jika konsumsi jus bit dan lemon terbukti efektif menaikkan Hb ibu hamil di Puskesmas Pringapus, dimana hasil ini terbukti pula secara statistik dengan diperolehnya nilai p 0,000.
Riset Intiyaswati, dkk (2023) berjudul “Pengaruh Citrus Reticulata dalam Menaikkan Kadar Hb Ibu Hamil”, menunjukkan jika kadar Hb ibu hamil mengalami kenaikan setelah diberikan intervensi jeruk manis keprok, dimana hasil ini terbukti pula secara statistik dengan diperolehnya nilai p 0,027.
Riset Anggraini (2019) berjudul “Pengaruh Pemberian Jus Bit terhadap Kenaikan Hb Ibu Hamil TM III”, menunjukkan jika kadar Hb ibu hamil naik signifikan setelah konsumsi jus bit, dimana hasil ini terbukti pula secara statistik dengan diperolehnya nilai p 0,004.
Riset Putrianti (2020) berjudul “Efektivitas Citrus Aurantifolia dan Citrus Medica terhadap Kenaikan Hb Remaja”, menunjukkan jika pemberian jeruk lemon lebih efektif meningkatkan kadar Hb remaja dibandingkan dengan konsumsi jeruk nipis.
Ibu hamil bisa mengalami dampak kesehatan dalam jangka pendek maupun jangka panjang bila mengalami anemia. Dampak yang timbul dalam waktu dekat ialah syok saat bersalin maupun setelah
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
bersalin, masalah pada jantung, dan terjadinya perdarahan. Dalam waktu panjang, dampak yang muncul ialah terjadinya kematian akibat perdarahan yang berlangsung lama. Hal ini menjadi penyumbang peningkatan AKI di Indonesia (Susanti dkk, 2023). Dampak juga dapat timbul pada janin, seperti BBLR, kemungkinan lahir kurang bulan, keterbatasan mental dan penurunan kemampuan motorik, serta kematian (Hidayanti & Rahfiludin, 2020).
Kadar hemoglobin ibu hamil dapat dipertahankan agar stabil dengan cara diet terkontrol, istirahat cukup, serta konsumsi tablet tambah darah. Periksa kehamilan secara rutin untuk monitor kondisi ibu dan janin juga sangat berpengaruh terhadap stabilitas Hb. Jenis makanan yang dapat menaikkan Hb ibu hamil ialah sayur hijau, buah, sumber protein hewani, dan kacang-kacangan (Kasmiati dkk, 2023).
Riset ini dilakukan dengan memberi perlakuan terhadap partisipan riset dengan pemberian jus bit serta jeruk manis keprok. Jeruk keprok dipilih untuk dipakai dalam riset ini sebab dibanding dengan jenis jeruk lainnya, jeruk ini cenderung memiliki ukuran yang lebih besar (5,9 cm x 6,5 cm) dengan berat antara 55-60 gram/buah. Buah ini memiliki aroma yang segar dan rasa yang manis dengan bentuk permukaan buah halus dengan ketebalan 3 mm dan buah jeruk memiliki kandungan air tinggi dan tekstur lunak (Dinas Pertanian Pangan dan Peternakan, 2020).
Ketika dilakukan penghancuran buah dengan dibuat jus, serat buah akan mengalami pengurangan, sehingga beberapa senyawa terbuang. Proses ini juga tidak diartikan bahwa serat buah akan sepenuhnya menghilang, tetapi buah akan tetap memiliki kandungan serat, hanya saja komposisinya berkurang dari buah yang tidak di jus (CNN Indonesia, 2023).
Riset ini dilaksanakan di TPMB I yang beralamat di Jl. taruna 2 Nomor 5 RT 012 RW 003 Kelurahan Serdang, Kecamatan Kemayoran, Kota Jakarta Pusat. TPMB I sudah berdiri sejak tahun 2020 dengan Nomor Izin Praktik Bidan Mandiri 1/B.17/31.71.03.1004.01.027.R.4/3/-1.779.3/e/2020 Adapun jenis layanan yang diberikan oleh TPMB I ialah pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas, bayi baru lahir, neonatus, konseling remaja, pranikah, prakonsepsi, pelayanan kontrasepsi, serta imunisasi.
Hasil pengamatan pada catatan rekam medis dan buku register kehamilan di TPMB I menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 46 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di TPMB I, dimana sebanyak 11 (24%) ibu hamil mengalami kejadian anemia. Bersumber pada uraian latar belakang tersebut, maka periset merasa sangat terpikat untuk melakukan riset lebih lanjut mengenai “Efektivitas Jeruk Manis Keprok dan Buah Bit untuk Meningkatkan Kadar Hb pada Ibu Hamil Trimester II di TPMB I Kota Jakarta Pusat Tahun 2024”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan efektivitas konsumsi buah bit dan jeruk manis keprok dalam meningkatkan kadar hemoglobin ibu hamil trimester II.
## 2. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelusuran rujukan ilmiah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh konsep teori asuhan kebidanan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan studi kasus yaitu studi langsung penerapan kebidanan berdasarkan Evidance Based . Penelitian dilakukan terhadap 2 orang partisipan yang merupakan ibu hamil trimester 2 yang melakukan pemeriksaan di TPMB I Kota Jakarta Pusat.
Intervensi yang diberikan ialah berbeda pada masing-masing partisipan, dimana partisipan 1 diberikan terapi farmakologi berupa tablet fe dan terapi komplementer jeruk manis keprok, sedangkan partisipan 2 diberikan intervensi farmakologi tablet fe dan terapi komplementer jus buah bit. Kedua partisipan diberikan intervensi selama 14 hari, dimana evaluasi perkembangan dilakukan 2 kali, yaitu pada hari ke-7, dan ke-14. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi untuk memantau konsumsi intervensi serta pengukuran hemoglobin dilakukan dengan multicheck Hb stick . Tahapan penelitian dimulai dari melakukan observasi dan studi pendahuluan pada lokasi penelitian, kemudian dilanjutkan dengan penentuan sampel penelitian. Partisipan yang bersedia ikut serta dalam penelitian akan terlebih dahulu diarahkan untuk mengisi lembar informed consent dan mendapat penjelasan terkait hak dan kewajiban selama menjadi partisipan penelitian ini. Tahapan akhir pengolahan data dari asuhan yang diberikan kepada kedua partisipan penelitian dilakukan
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
dengan cara membandingkan kadar Hb pada kunjungan awal, kunjungan evaluasi pertama, dan kunjungan evaluasi kedua. Data hasil observasi kenaikan kadar Hb disajikan dalam bentuk tabel untuk memudahkan peneliti dalam mengevaluasi perbaikan kondisi pada kedua partisipan penelitian.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1. Hasil Penelitian
## 3.1.1. Karakteristik Partisipan Penelitian
Kedua partisipan penelitian memiliki kesamaan dalam hal karakteristik. Data disajikan dalam bentuk tabel 1:
Table 1 . Karakteristik Partisipan Penelitian Partisipan 1 Partisipan 2 Nama Ny. M Ny. S Usia 26 Tahun 28 Tahun Suku/Bangsa Indonesia Indonesia Agama Islam Islam Pendidikan SMA SMA Alamat Kemayoran Kemayoran Keluhan Pusing dan pandangan berkunang- kunang. Ibu mengatakan jarang mengkonsumsi sayur-sayuran Pusing dan pandangan berkunang- kunang
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa kedua partisipan penelitian memiliki karakteristik yang sama dalam hal usia (kategori usia produktif), suku/bangsa, agama, pendidikan, dan alamat. Keluhan yang disampaikan oleh kedua partisipan pada kunjungan awal pun sama, dimana kedua partisipan mengeluhkan pusing serta pandangan berkunang-kunang, akan tetapi pada partisipan 1 mengatakan bahwa memiliki pola makan yang kurang baik, yaitu jarang mengkonsumsi sayuran.
## 3.1.2. Hasil Asuhan Kebidanan
Hasil asuhan kebidanan yang diberikan kepada partisipan 1 dan partisipan 2 disajikan dalam tabel 2:
Table 2 . Hasil Asuhan Kebidanan antara Partisipan 1 dan Partisipan 2 Partisipan Kadar Hemoglobin (gr/dL) Peningkatan Hb (gr/dL) Kunjungan Awal Kunjungan ke-2 Kunjungan ke-3 1 10,3 10,5 10,7 0,4 2 10,1 10,3 10,7 0,6
Tabel 2 menjunjukkan jika peningkatan kadar hemoglobin tertinggi adalah pada partisipan 2 yang diberikan intervensi buah bit dibandingan partisipan 1 yang diberikan intervensi jeruk manis keprok, dimana jumlah peningkatan kadar hemoglobin yang didapatkan oleh partisipan 2 ialah sebanyak 0,6 gr/dL selama 14 hari pemberian intervensi, sedangkan peningkatan kadar hemoglobin pada partisipan 1 ialah 0,4 gr/dL setelah 14 hari pemberian intervensi.
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
## 3.2. Pembahasan
## 3.2.1. Partisipan 1 Intervensi Jeruk Manis Keprok
Riset yang telah dilakukan menunjukkan hasil jika partisipan 1 yang diberikan intervensi jeruk manis keprok memiliki kadar hemoglobin awal pemeriksaan 10,3 gr/dL. Setelah diberikan intervensi selama 7 hari, kadar hemoglobin meningkat 0,2 gr/dL menjadi 10,5 gr/dL. Kembali mengalami kenaikan sebanyak 0,2 gr/dL setelah diberikan intervensi selama 14 hari menjadi 10,7 gr/dL.
Hasil riset ini sejalan dengan hasil riset oleh Intiyaswati dkk (2023) dengan judul riset “Pengaruh Citrus Reticulata terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil”. Hasil riset oleh Intiyaswati dkk menunjukkan jika sebanyak 18 responden riset mengalami peningkatan kadar hemoglobin, sehingga dapat disimpulkan bahwa jeruk manis keprok efektif meningkatkan kadar hemoglobin ibu hamil. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil uji statistik yang memperoleh nilai p 0,027.
Jeruk merupakan spesies citrus dalam famili rutaceae . Selain kaya akan kandungan vitamin C, faktanya jeruk juga memiliki kandungan kompleks yang terdiri atas karbohidrat, folat, potasium, kalsium, vitamin B1, B6, B12, magnesium, fosfor, asam pantotenat, serta fitokimia (Ningtyas, 2021).
Intervensi jeruk manis keprok diberikan kepada partisipan 1 sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ningtyas, bahwa jeruk memiliki manfaat untuk mencegah anemia. Pemberian intervensi ini diharapkan mampu membantu meningkatkan kadar hemoglobin partisipan dalam mengatasi masalah anemia yang dialami, dan tentunya tetap dengan pemberian terapi farmakologi Tablet Tambah Darah (TTD).
Bersumber pada hasil pengkajian yang telah dilakukan, diketahui bahwa partisipan 1 memiliki pola makan yang teratur tetapi kurang memperhatikan proporsi gizi seimbang. Partisipan 1 mengaku jika jarang mengkonsumsi sayuran dikarenakan kurang suka. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa sayuran terutama yang berwarna hijau memiliki kandungan asam folat yang cukup tinggi, dimana kandungan asam folat ini berperan sebagai salah satu zat pembentuk hemoglobin dalam tubuh.
Dengan demikian periset berasumsi bahwa pemberian intervensi jeruk manis keprok efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin pada partisipan, karena kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada jeruk manis keprok mampu meningkatkan penyerapan TTD sehingga pembentukan hemoglobin dalam tubuh terjadi lebih cepat. Selain itu, pola makan juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan peningkatan kadar hemoglobin. Partisipan 1 kurang baik dalam pengaturan proporsi gizi, dimana partisipan 1 tidak rutin konsumsi sayur-sayuran sehingga peningkatan kadar hemoglobin tidak terlalu maksimal. Buah jeruk dapat tetap dikonsumsi meskipun kadar hemoglobin sudah normal. Tidak ada patokan khusus mengenai batasan berapa banyak konsumsi buah jeruk.
## 3.2.2. Partisipan 2 Intervensi Buah Bit
Riset yang telah dilakukan menunjukkan hasil jika partisipan 2 yang diberikan intervensi buah bit memiliki kadar hemoglobin awal pemeriksaan 10,1 gr/dL. Setelah diberikan intervensi selama 7 hari, kadar hemoglobin meningkat 0,2 gr/dL menjadi 10,3 gr/dL. Kembali mengalami kenaikan sebanyak 0,4 gr/dL setelah diberikan intervensi selama 14 hari menjadi 10,7 gr/dL.
Hasil riset ini sejalan dengan riset oleh Anggraini (2019) dengan judul riset “Pengaruh Pemberian Jus Buah Bit terhadap Kenaikan Hb Ibu Hamil TM III”. Hasil riset oleh Anggraini menunjukkan jika responden riset mengalami kenaikan kadar Hb setelah diberikan intervensi buah bit. Hal ini berarti buah bit efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin ibu hamil. Hasil riset juga menunjukkan nilai uji statistik diperoleh p-value 0,004.
Beta vulgaris L. atau umbi bit ialah jenis tanaman dalam famili Cenophodiaceae yang mempunyai bentuk akat menggelembung serta dapat dimakan. Beberapa artikel menyebutkan jika umbi bit termasuk dalam kategori buah, sedangkan artikel lain menyebutkan bahwa bit termasuk jenis sayuran. Umbi bit memiliki akar jenis tunggang yang pada akhirnya akan tumbuh umbi. Umbi bit akan ditumbuhi daun berwarna merah pada sepanjang leher tanaman (Aris, 2023).
Intervensi buah bit diberikan kepada partisipan 2 karena berdasarkan teori yang disampaikan oleh Aris terkait dengan kompleksnya kandungan zat gizi pada buah bit, maka pemberian intervensi ini
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
diharapkan mampu membantu peningkatan kadar hemoglobin pada partisipan. Pemberian intervensi buah bit diberikan berdampingan dengan terapi farmakologi berupa pemberian Tablet Tambah Darah (TTD).
Bersumber pada hasil pengkajian yang telah dilakukan, diketahui jika partisipan 2 memiliki pola makan yang baik dan teratur. Partisipan 2 mengatakan jika makan teratur 3x sehari dan pula mengkonsumsi buah dan sayuran setiap hari.
Dengan demikian periset berasumsi bahwa pemberian intervensi buah bit terbukti efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin pada partisipan, karena kompleksnya kandungan buah bit yang terdiri atas vitamin C sebagai zat yang mampu mempercepat penyerapan besi, serta terdapatnya kandungan besi dan asam folat yang cukup tinggi sebagai komponen utama pembentuk hemoglobin dalam tubuh. Selain itu, pola makan dan pengaturan gizi seimbang yang baik pada partisipan 2 membuat peningkatan kadar hemoglobin partisipan 2 lebih optimal dibandingkan dengan partisipan 1. Buah bit dapat tetap dikonsumsi meskipun kadar hemoglobin sudah normal. Buah bit mengandung zat besi dan asam folat yang berfungsi untuk membantu dalam produksi sel darah merah. Tidak ada patokan khusus mengenai batasan berapa banyak konsumsi buah bit, sehingga ibu hamil aman apabila tetap mengkonsumsi buah bit meskipun kadar hemoglobin sudah normal.
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: jeruk manis keprok terbukti efektif meningkatkan kadar hemoglobin partisipan sebanyak 0,4 gr/dL selama 14 hari intervensi. Buah bit terbukti efektif meningkatkan kadar hemoglobin partisipan sebanyak 0,6 gr/dL selama 14 hari intervensi. Buah bit terbukti lebih efektif meningkatkan kadar hemoglobin ibu hamil trimester 2 dengan anemia ringan dibandingkan dengan buah jeruk manis keprok, dimana selisih peningkatan kadar hemoglobin sebanyak 0,2 gr/dL setelah pemberian intervensi selama 14 hari.
## DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. D., (2019). Pengaruh Pemberian Jus Buah Bit terhadap Kenaikan Kadar Hb pada Ibu Hamil Trimester III. Jurnal Kesehatan STIKES Darul Azhar Batulicin, 8 (1).
Aris, M. (2023). Pengaruh Pemberian Jum Umbi Bit (Beta Vulgaris L) terhadap Peningkatan Imunoglobiun M (IgM) pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) dengan Metode Hemaglutinasi. Paps Journal, 2 (1).
CNN Indonesia. (2023). Jangan Salah, Ternyata Buah Utuh dan Jus Buah 'Sehatnya' Beda.
Dinas Pertanian Pangan dan Peternakan. (2020). Jeruk Keprok Tawangmangu.
Dinkes Provinsi DKI Jakarta. (2018). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018.
Fajrin, F. I., dkk. (2022). Pemahaman Anemia dalam Kehamilan Melalui Kelas Ibu. Jurnal Masyarakat Mandiri, 6 (5).
Ghiffari, E, M., dkk. (2021). Kecukupan Gizi, Pengetahuan, dan Anemia Ibu Hamil. Jurnal Gizi dan Kesehatan, 5 (1).
Hidayanti, L., Rahfiludin, M. Z. (2020). Dampak Anemi Defisiensi Besi pada Kehamilan. Gaster,
18 (1).
Intiyaswati., dkk. (2023). Pengaruh Buah Jeruk Manis Keprok (Citrus Reticulata) terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil. Jurnal Keperawatan, 12 (2).
Kasmiati., dkk. (2023). Asuhan Kebidanan. Malang: PT Literasi Nusantara Abadi Grup.
Ningtyas, S., dkk. (2021). Penerapan Metode Cloud Recognition pada Aplikasi Augmented Reality Pengenalan Jenis Buah-Buahan. Jurnal Elektro dan Informatika Swadarma, 1 (1).
Putrianti, B. (2020). Efektivitas Buah Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) dan Jeruk Lemon (Citrus Medica) terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Remaja. Scientific Journals, 8 (1).
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
Sarjiyah., dkk. (2023). Analisis Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Selama Pandemi Covid-19. Health Sciences and Pharmacy Journal, 7 (2), 87-95.
Susanti, Y., dkk. (2023). Hubungan Persepsi, Sikap Keteraturan Dalam Minum Tablet Fe Dan Dukungan Keluarga terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun 2023. Sentri: Jurnal Riset Ilmiah, 2 (10).
Setyiyaningsih, S., dkk. (2020). Keefektifan Jus Buah Bit dan Lemon Dalam Kenaikan Kadar Hb pada Ibu Hamil. Jurnal Kebidanan, 6 (1).
Yulyana, N. (2019). Perbedaan Efektivitas Jus Jambu Biji dengan Jus Daun Bayam Merah terhadap Peningkatan Kadar Hb Ibu Hamil Trimester III. Jurnal Kebidanan Besurek, 4 (2).
Jurnal Penelitian Inovatif (JUPIN)
DOI: https://doi.org/10.54082/jupin.444 Vol. 4, No. 3, Agustus 2024, Hal. 1281-1288 p-ISSN: 2808-148X https://jurnal-id.com/index.php/jupin e-ISSN: 2808-1366
## Halaman Ini Dikosongkan
|
3bdef41b-5e36-4537-9ec9-dd783e31040b | https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/pharmacon/article/download/29303/28442 |
## EFEKTIFITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR SALEP EKSTRAK
ETANOL DAUN SOYOGIK ( Sauraia Bracteosa DC) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR ( Rattus Norvegicus )
Dea Puteri Utami Tumigolung 1) , Max R. J. Runtuwene 1) , Defny S. Wewengkang 1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
## ABSTRACT
Soyogik leaves (Sauraia Bracteosa DC) contain flavonoids, phenolic, saponin and tannin. The contents in Soyogik Leaves is able to provide an effect to heal skin tissue damaged by burns. This study aims to formulate ethanol extract soyogik leaves ointment with concentration 20%, 25% and 30% to be tested for it’s effectiveness in healing burns. The method used is experimental laboratory. The wounds observation on the white rats back is done for 7 days by applying ointments 3 times a day. The results of the study showed that ethanol extract soyogik leaves with concentration 20%, 25%, and 30% have a healing effect on burns characterized by the decreasing burns diameter of white rats and the ointment with the fastest healing effect is the ointments with a 30% concentration.
Keywords: Soyogik (Sauraia bracteosa DC), ointment, burns, white rats (Rattus norvegicus)
## ABSTRAK
Daun Soyogik ( Sauraia Bracteosa DC) mengandung flavonoid, fenolik, saponin dan tanin. Kandungan yang terdapat dalam daun Soyogik mampu memberikan efek untuk menyembuhkan kulit yang mengalami kerusakan jaringan akibat luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi sediaan salep ekstrak daun Soyogik dengan konsentrasi 20%, 25% dan 30% untuk diuji efektifitasnya terhadap penyembuhan luka bakar. Metode yang digunakan ialah eksperimental laboratorium. Pengamatan luka bakar pada punggung tikus putih dilakukan selama 7 hari dengan mengoleskan salep sebanyak 3 kali sehari. Hasil penelitian menunjukan salep ekstrak etanol dun Soyogik dengan konsentrasi 20%, 25% dan 30% memiliki efek penyembuhan luka bakar diatandai dengan mengecilnya diameter luka bakar pada tikus dan efek penyembuhan yang paling cepat pada salep dengan konsentrasi 30% .
Kata kunci: Soyogik ( Sauraia bracteosa DC), salep, luka bakar, tikus putih ( Rattus norvegicus )
## PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi sehingga mengalami kerusakan kulit. (Moenadjat, 2003).
Gangguan pada tubuh dan tingkat kematian yang disebabkan luka bakar ditentukan oleh luas dan dalamnya kulit yang terkena, status kesehatan sebelumya, serta usia pasien (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien dengan luka bakar luas (mayor), tubuhnya tidak akan mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Effendi, 1999) seperti peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan jaringan kulit dan gangguan serius pada paru-paru, ginjal, dan hati (Moenajat, 2003).
Masyarakat Indonesia masih sering menggunakan obat-obatan herbal sebagai media penyembuhan berbagai macam penyakit untuk mengurangi biaya. Soyogik ( Sauraia bracteosa DC) adalah tanaman dalam Famili Actinidiaceae yang merupakan endemik Indonesia, dipercaya secara empiris oleh masyarakat Tombatu, Sulawesi Utara sebagai obat antikanker.
Beberapa studi mengenai daun soyogik telah dipublikasikan, aspek yang diteliti menyangkut analisis fitokimia, aktivitas antioksidan, uji toksisitas dan aktivitas perlindungan tabir surya. Menurut Kadji (2013) selain memliki aktivitas sebagai antioksidan, ekstrak etanol daun Soyogik memiliki kandungan fenolik, steroid, flavonoid, dan saponin.
## METODE PENELITIAN
## Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018 – September 2018 di Laboratorium Penelitian Farmasi dan Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi.
## Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini ialah eksperimental laboratorium.
## Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu masker, sarung tangan, jas lab, rotary evaporator , oven, alat-alat gelas, blender , timbangan analitik, lumpang, sudip, batang pengaduk, kertas saring, aluminium foil , pH meter , pencukur bulu, penggaris, plat besi, pot salep dan kertas label.
## Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun soyogik, etanol 96%, adeps lanae, vaselin album, bioplacenton, eter, kapas dan tikus putih.
## Pengambilan Sampel
Sampel daun soyogik diambil di daerah sekitar gunung Soputan, Tombatu, Sulawesi Utara. Bagian yang digunakan adalah daun. Sampel yang diambil dibawa ke laboratorium untuk dibersihkan dari kotoran dan serangga dengan air mengalir. Sampel daun yang telah dibersihkan, disortasi degan cara mengamati keutuhan bentuk sampel daun yang akan diolah menjadi simplisia.
## Penyiapan Serbuk
Sampel daun soyogik dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama ± 1 minggu. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50°C selama 1-2 hari hingga ketika diremas sampel daun menjadi hancur sebagai indikator kadar air dari sampel telah berkurang. Sampel yang telah dikeringkan kemudan dibuat serbuk dengan menggunakan blender khusus bahan kering.
## Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi yaitu sebanyak 600 gram serbuk simplisia daun soyogik dipisahkan dalam dua wadah masing-masing 300 gram kemudian direndam dengan larutan etanol
96% sebanyak 1500 mL dengan perbandingan 1:3. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan melakukan remaserasi residu ditambahkan dengan pelarut etanol 96% sebanyak 1000 mL dengan perbandingan 1:2. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40°C sampai diperoleh ekstrak etanol daun soyogik dan dipekatkan di dalam oven dengan suhu 40°C selama 3 hari.
## Formulasi Salep
Pada penelitian ini akan dibuat sediaan salep ekstrak etanol daun Soyogik dengan konsentrasi, 20%, 25% dan 30%. Dibuat formulasi 50 g salep dengan tiga variasi konsentrasi sebagai berikut: Tabel 1 . Perbandingan Jumlah Basis Salep dan Ekstrak Daun Soyogik Formulasi Konsentrasi 20% 25% 30% Basis Salep 40 g 37,5 g 35 g Ekstrak Daun Soyogik 10 g 12,5 g 15 g m.f.salep 50 g 50 g 50 g Pembuatan sediaan salep ekstrak etanol daun Soyogik dibuat formulasi sebanyak 50 g pada masing-masing konsentrasi yaitu 20%, 25% dan 30%. Setelah masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan diatas, bahan dimasukan kedalam cawan porselin dileburkan diatas hot plate dengan suhu 60 0 C dan diaduk dengan kecepatan konstan.
Selanjutnya diangkat dan diaduk sampai terbentuk massa salep (Djumaati, 2017). Sediaan Salep antibakteri selanjutnya dievaluasi untuk penjaminan mutu salep tersebut. Beberapa uji yang dilakukan pada salep yaitu uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, dan uji daya sebar.
## Penyiapan hewan uji
Penelitian ini menggunakan 10 ekor tikus putih jantan dibagi menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 2 ekor tikus putih. Sebelum diberi perlakuan, tikus diaptasikan selama tujuh hari dan diberi makan setiap hari.
## Pembuatan luka bakar
Tikus putih dianestesi dengan cara dimasukkan kedalam toples berisi kapas yang telah diberi eter, diamkan selama 3 menit sampai tikus teranestesi. Setelah itu, punggung tikus dicukur seluas 3 cm x 3 cm. Proses pembuatan luka bakar menggunakan plat besi yang telah dipanaskan dengan api (Pavlouskis et al , 2007). Luka bakar dibuat di daerah punggung tikus dekat vertebrae thoracalis dengan cara menempelkan plat
besi pada bagian punggung tikus selama 10 detik (Aulia, 2012).
## Pengujian efektfitas salep
Tikus yang telah memiliki luka bakar dikelompokkan secara acak dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok dengan 2 ekor tikus.
Kontrol positif : dioleskan bioplacenton Kontrol negatif : dioleskan basis salep Perlakuan I : konsesntrasi 20% Perlakuan II : konsentrasi 25% Perlakuan III: konsentrasi 30%
## Analisis Data
Data hasil penyembuhan luka bakar yang diperoleh secara keseluruhan dianalisis secara statistika menggunakan One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey dan LSD.
## HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi
Sampel basa daun Soyogik diperoleh sebanyak 800 g, dikeringkan dan diblender menghasilkan serbuk simplisia daun
Soyogik sebanyak 600 g selanjutnya diekstraksi dengan metode
maserasi
menghasilkan ekstrak kental sebanyak 70,074 g dan diperoleh randemen sebanyak 11,68%.
Evaluasi Sediaan Uji Organoleptik Tabel 3 . Hasil Uji Organoleptik Salep Ekstrak Daun Soyogik Formulasi Bentuk Warna Bau KN FI FII FIII Setengah padat Setengah padat Setengah padat Setengah padat Putih kekuningan Hijau kehitaman Hijau kehitaman Hijau kehitaman Bau khas salep Bau khas ekstrak Bau khas ekstrak Bau khas ekstrak
Uji Homogenitas
Tabel 4 . Hasil Uji Homogenitas Salep Ekstrak Daun Soyogik Formulasi Homogenitas KN Homogen FI Tidak homogen FII Tidak homogen FIII Tidak homogen Uji pH Tabel 5 . Hasil Uji pH Salep Ekstrak Etanol Daun Soyogik Formulasi pH KN 5 FI 5 FII 5 FIII 5 Uji Daya Sebar Tabel 6 . Hasil Uji Daya Sebar Salep Ekstrak Daun Soyogik Formulasi Daya Sebar (cm) KN 5,2 FI 6,3 FII 4,5 FIII 4
## Pengujian Efektifitas Salep
Gambar 1. Grafik Persentase Diameter Luka Bakar Tikus Putih Keterangan: KN : Formulasi Basis salep 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% KN KP FI FII FIII 26.5% 49% 32% 37.5% 48% Rata-rata persentase kesembuhan luka bakar
## KP : Bioplacenton
FI : Formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun soyogik konsentrasi 20% FII : Formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun soyogik konsentrasi 25% FIII : Formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun soyogik konsentrasi 30%
## PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan memformulasi sediaan salep luka bakar dengan menggunakan bahan aktif yang berasal dari daun Soyogik. Ekstraksi dilakukan untuk mencari komponen senyawa aktif yang berkhasiat. Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi dihitung rendamennya. Rendamen diperlukan untuk mengetahui dan membandingkan jumlah senyawa atau ekstrak yang dapat terambil oleh pelarut (Wijatmoko, 2008). Dalam penelitian ini, dilakukan perhitungan rendamen ekstrak karena ekstrak yang didapatkan akan dibuat sebagai bahan aktif sediaan farmasi. Dari segi farmasetik, untuk pembuatan sediaan farmasi perlu diketahui sifat fisiko-kimia dari seluruh komponen yang akan dicampurkan agar dihasilkan sediaan farmasi yang berkualitas (Wulandari, 2017).
Evaluasi sediaan salep meliputi uji organoleptik, homogenitas, pH, dan daya sebar. Uji organoleptik pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau salep. Hasil basis salep dan sediaan salep ekstrak etanol daun Soyogik dengan 3 konsentrasi tersebut memiliki bentuk setengah padat yang merupakan ciri khas dari salep. Menurut Anonim (1995) salep ialah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit. Dari segi warna, basis salep menunjukkan warna khas dari salep yaitu putih kekuningan, karena adanya proses pencampuran dari kedua basis
dimana vaselin album berwarna putih sedangkan adeps lanae berwarna kuning. Dan untuk hasil pengamatan sediaan ketiga konsentrasi salep ekstrak etanol daun Soyogik menunjukkan hasil yang sama yaitu berwarna hijau kehitaman karena dipengaruhi dengan ekstrak daun Soyogik. Dari segi bau, basis salep menunjukkan bau yang khas lemak dominan. Karena bahan yang digunakan merupakan bahan dari pemurniaan minyak bumi dan bulu domba. Sedangkan bau dari sediaan ekstrak etanol daun Soyogik pada ketiga konsentrasi menunjukkan hasil yang sama yaitu bau khas ekstrak yang telah menutupi bau dari basis salep. Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat bahan-bahan dari sediaan salep tercampur dan tersebar menjadi homogen. Basis salep menunjukkan susunan yang homogen dan tidak menggumpal, hal ini berarti basis salep memenuhi persyaratan uji homogenitas. Untuk salep ekstrak etanol daun Soyogik FI, FII dan FIII menunjukkan susunan yang tidak homogen. Hasil penelitian tersebut belum memenuhi persyaratan uji homogenitas karena jenis zat aktif yang ditambahkan. Uji pH dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam pengunaannya pada kulit. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa basis salep dan salep ekstrak daun Soyogik FI, FII dan FIII memiliki pH 5. Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut telah sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 sehingga aman untuk
digunakan, karena pH yang terlalu asam dapat mengiritasi kulit sedangkan pH yang terlalu basa dapat membuat kulit bersisik (Tranggono, 2007). Pengujian daya sebar untuk setiap sediaan salep dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit. Diameter daya sebar yang diperoleh untuk basis salep dan salep ekstrak daun Soyogik FI sudah memenuhi parameter yang ada dimana untuk sediaan semisolid adalah 5-7cm (Garg et al , 2002). Sementara untuk salep ekstrak daun Soyogik pada konsesntrasi FII dan FIII tidak memenuhi parameter yang ada, hal ini disebabkan karena ekstrak yang tercampur tidak homogen, menggumpal dan terdapat butiran kecil sehingga daya sebar mengecil.
Luka bakar yang diamati dalam penelitian ini merupakan luka bakar derajat dua dangkal yang tampak dengan kerusakan jaringan kulit yang diikuti dengan adanya lepuhan yang pecah. Perlakuan terhadap kelompok kontrol negatif memberikan dampak penyembuhan paling lama, hal ini dikarenakan pada kontrol negatif hanya mengandung basis salep dan tidak terkandung zat aktif yang dapat membantu proses penyembuhan luka bakar. Pada pengujian kontrol positif bioplacenton memberikan efek penyembuhan yang paling cepat. Sedangkan FI memberikan efek sedikit lebih cepat dibandingkan kontrol negatif karena memiliki sedikit kandungan zat aktif yang membantu proses penyembuhan luka bakar dan kelompok FII memberikan efek yang lebih cepat dari kelompok FI Penyembuhan luka bakar pada kelompok FIII memiliki hasil yang hampir sama dengan kelompok kontrol positif dan memberikan efek yang stabil pada proses
penyembuhan luka bakar dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan teori dan hasil yang diperoleh terdapat pengecilan zona nekrosis pada diameter luka bakar. Hal ini dikarenakan esktrak daun Soyogik mengandung senyawa flavonoid, steroid dan saponin yang dapat membantu proses penyembuhan luka bakar.
Selanjutnya dilakukan analisis statistic menggunakan aplikasi SPSS .Sebelum data dianalisis ditentukan terlebih dahulu hipotesis untuk pengambilan keputusan yaitu:
H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penyembuhan luka bakar di tiap perlakuan
H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan pada penyembuhan luka bakar di tiap perlakuan Taraf signifikan (α = 0,05 atau 5%)
Berdasarkan hasil dari uji One Way ANOVA diperoleh nilai signifikan > 0,05 sehingga dapat disimpulakan bahwa H0 diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penyembuhan luka bakar di tiap perlakuan secara keseluruhan.
## KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Salep ekstrak etanol daun Soyogik FI, FII dan FIII memiliki efek penyembuhan luka bakar. Hasil uji pada tikus putih setelah dioleskan salep ekstrak daun Soyogik terjadi pengecilan diameter luka pada zona nekriosis. Penyembuhan luka bakar yang paling cepat terdapat pada salep ekstrak etanol daun Soyogik FIII dengan konsentrasi 30%.
2. Salep ekstrak etanol daun Soyogik belum memenuhi parameter sediaan salep pada uji daya sebar dan homogenitas.
## SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi sediaan salep ekstrak etanol daun soyogik pada konsentrasi 5%, 10% dan 15%.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan kimia dari bagian soyogik yang lain seperi bunga, buah dan batang pohon soyogik.
## DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia . Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Aulia, A.F. 2014. Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley. [Skripsi]. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
Brunner, L.S. dan D.S. Suddarth. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Djumaati, F. 2017. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.) dan Uji Aktivitas Antibakterinya terhadap
Bakter
Staphylococcus aureus. [Skripsi]. Manado: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengtahuan Alam Universitas
Sam Ratulangi.
Effendi. 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC Press. Garg, A.D., Aggarwal, Garg S., Sigla, A.K. 2002. Spreading Of Semisolid Formulation: An Update. Pharmaceutical Tecnology . Septtember 2002 : 84-102.
Kadji, H. M. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan dan Ekstrak Etanol Daun Soyogik ( Sauraia bracteosa DC). [skripsi]. Manado: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengtahuan Alam Universitas Sam Ratulangi .
Moenajat, Y. 2003. Luka Bakar dan Penanganannya Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tranggono, R.I., Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan kosmetik . PT. Gramedia, Jakarta.
Wijatmoko, Agus., 2008. Isolasi dan Uji Genotoksisitas Inhibitor Topoisomerase I dari Daun Ipomoea pes-caprae . [Tesis] Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor Wulandari, S.S. 2017. Aktivitas
Perlindungan Tabir Surya secara In Vitro dan In Vivo dari Krim Ekstrak Etanol Daun Soyogik (Sauraica bracteosa DC). [Skripsi]. Manado:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengtahuan Alam Universitas Sam Ratulangi.
|
be2baf51-481a-49b1-b467-f6be2c56c974 | https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jkp/article/download/48945/45856 |
## HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA PERAWAT DI SILOAM HOSPITALS MANADO
Farel S. Subagiartha a , Mario E. Katuuk b* , Toar C. Ch. Paat c
a-c Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi, Indonesia * Corresponding author : [email protected]
## Abstract
Background: Sleep quality is one of the factors that can affect blood pressure. Factors that affect the quality of sleep is work with a shift system, one of which works as a nurse. The Objective was to analyze the relationship between sleep quality and blood pressure in nurses. The Methods is used an analytic observational research design, with a cross-sectional approach that was tested using the Spearman Rank correlation test. The Sample was determined using a non-probability sampling technique, using a purposive sampling method, and to determine the sample size of this study using the Slovin formula, and obtained a total sample of 72 respondents. The Results is obtained p value = 0.042 (p = <0.05) and r value = 0.241. The Conclusion is that there is a relationship between sleep quality and blood pressure in nurses with a low level of correlation strength and has a positive correlation direction or the correlation coefficient value of the two variables has a relationship direction that is directly proportional.
Keywords: Blood pressure ; Nurse; Sleep quality
## Abstrak
Latar Belakang: Kualitas tidur merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi tekanan darah. Faktor yang memengaruhi kualitas tidur adalah pekerjaan dengan sistem shift , salah satunya bekerja sebagai seorang perawat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada perawat. Metode penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional yang diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank . Sampel penelitian ini ditentukan menggunakan teknik pengambilan sampel secara non-probability sampling, dengan menggunakan metode purposive sampling , dan untuk menentukan besar sampel penelitian ini menggunakan rumus Slovin , dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 72 responden. Hasil penelitian didapatkan nilai p = 0,042 ( p = < 0,05) dan nilai r = 0,241. Kesimpulan yaitu terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada perawat dengan tingkat kekuatan korelasi rendah dan memiliki arah korelasi positif atau nilai koefisien korelasi kedua variabel memiliki arah hubungan yang berbanding lurus.
Kata kunci: Tekanan Darah; Perawat; Kualitas tidur;
Volume 12, No 1, Februari 2024, (Hal. 89 - 96)
## PENDAHULUAN
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dimana manusia membutuhkan tidur setiap harinya sebagai suatu kebutuhan. Manusia mengalami keadaan pasif dan keadaan dorman dari kehidupan pada saat tidur (Martini, 2018). Siklus tidur mulai dari tidur sampai bangun yang tidak seimbang, jadwal kerja malam, dan aktivitas lain saat melakukan pekerjaan dapat menimbulkan terjadinya gangguan pada tidur (Potter & Perry, 2017). Kualitas tidur yang buruk juga dapat terjadi ketika menghadapi keadaan yang menimbulkan tekanan kerja yang dapat mengakibatkan peningkatan norepinefrin melalui sistem saraf simpatik yang kemudian dapat menyebabkan tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM) terganggu (Anwar, 2021).
NREM yang terganggu merupakan kegagalan dalam mempertahankan siklus tidur sampai bangun setiap orang yang normal sehingga dapat memengaruhi kesehatannya (Potter & Perry, 2017). Ketika seseorang mengalami gangguan dalam siklus tidurnya, maka fungsi fisiologis tubuh yang lainnya juga dapat terganggu atau berubah. Salah satu yang dipengaruhi adalah tekanan darah. Kurangnya istirahat dan tidur hingga perubahan pola tidur bisa menyebabkan tekanan darah tinggi karena seiring terganggunya siklus NREM dan REM maka terjadi peningkatan norepinefrin melalui sistem saraf simpatik yang merangsang hormon kortisol sehingga membuat pembuluh darah mengalami vasokonstriksi dan menyebabkan tekanan darah meningkat (Battegay et al., 2022).
Tekanan darah merupakan tekanan dari aliran darah di dalam pembuluh nadi (arteri) yang dipompa keseluruh tubuh melalui arteri. Secara normal tekanan darah akan menurun ketika sedang tidur dibandingkan saat dalam keadaan sadar, hal ini dikarenakan penurunan kerja saraf simpatis pada saat tidur (Moniung et al., 2014). Selain penurunan tekanan darah, peningkatan tekanan darah dapat juga terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triwijayanti, peningkatan tekanan darah merupakan akibat dari terganggunya siklus tidur hingga bangun seseorang. Siklus tidur dapat terganggu oleh jadwal kerja, terutama jadwal kerja shift (Triwijayanti, 2020).
Salah satu faktor risiko dari kejadian gangguan tekanan darah seperti tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah adalah kualitas tidur. Gangguan fisiologis seseorang juga dapat dipengaruhi oleh pola tidur yang kurang baik dan kualitas tidur yang buruk (Martini, 2018). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alfi menunjukkan bahwa kurangnya waktu tidur yang terjadi dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan gangguan pada tekanan darah (Alfi, 2018).
Pola tidur erat kaitannya dengan kualitas tidur seseorang. Pola tidur yang buruk akan memengaruhi kualitas tidur seseorang. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kualitas tidur yaitu lingkungan, stres, obat-obatan, penyakit, latihan fisik, dan gaya hidup. Selain itu, usia juga bisa berpengaruh pada pola tidur seseorang yang memengaruhi kualitas tidur dengan terjadinya penurunan episode tidur REM yang cenderung memendek. Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas tidur ini secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap tekanan darah (Martini, 2018).
Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas tidur hingga dapat terjadinya perubahan tekanan darah ini biasanya terjadi pada orang yang memiliki pekerjaan dengan jadwal kerja yang berpotensi merubah pola tidurnya, salah satunya perawat. Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling sering berhadapan dengan pasien, terutama bila di rumah sakit yang
beroperasi 24 jam (Triwijayanti, 2020). Bekerja sebagai perawat harus berjuang dengan tantangan kesehatan, keselamatan, dan kesehatan (ANA, 2017). Tanggungjawab perawat dan dedikasinya kepada pasien mengharuskan perawat untuk rela melaksanakan kerja secara shift , walaupun hal ini dapat menyebabkan terganggunya pola tidur perawat itu sendiri (Hamel et al., 2018).
Data awal yang peneliti temukan di Siloam Hospitals Manado, diperoleh data jumlah perawat di Siloam Hospitals Manado berjumlah 155 orang. Dari observasi dan wawancara singkat yang peneliti lakukan, didapatkan data bahwa jadwal shift dinas malam perawat di Siloam Hospitals Manado adalah dari jam 20.30 WITA sampai jam 07.00 WITA dihari selanjutnya dan ditemukan tanda dan gejala seperti sakit kepala, pusing dan mudah lelah pada perawat setelah menjalani shift dinas malam.
Ada banyak faktor risiko yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan pada tekanan darah antara lain umur, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga/aktivitas fisik, dan obesitas (Tjekyan & Zulkarnain, 2017). Akan tetapi yang tidak disadari kebanyakan orang adalah kualitas tidur juga dapat memengaruhi terjadinya gangguan pada tekanan darah. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah.
Untuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan menekankan kriteria pada populasi yang akan dijadikan sampel penelitian dengan menjadikan perawat yang bekerja dengan shift dinas malam untuk dijadikan populasi penelitian dengan mengeksklusikan beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi tekanan darah. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada perawat di Siloam Hospitals Manado.
## METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional . Lokasi penelitian dilaksanakan di Siloam Hospitals Manado pada bulan Februari - Mei 2023 dan sudah mendapatkan izin penelitian serta telah lulus uji etik dari Komite etik dan Hukum Rumah Sakit di Siloam Hospitals Manado dengan nomor 077/Komite Etik/SH-MN/I/2023, tanggal 16 Januari 2023. Populasi penelitian berjumlah 155 orang, dan jumlah sampel ditentukan menggunakan teknik pengambilan sampel secara non- probability sampling , dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan kriteria, dan untuk menentukan besar sampel penelitian ini menggunakan rumus Slovin , dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 72 responden.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) (Ratih, 2017). Kuesioner PSQI ini dibuat oleh Buysee dkk pada tahun 1989 dan telah dibakukan dengan hak cipta oleh University of Pittsburgh pada tahun 2010. Instrumen ini menghasilkan 7 skor sesuai dengan domainnya. Tiap domain dinilai dari 0 (tidak ada masalah) sampai 3 (masalah berat). Nilai tetap kemudian dijumlahkan menjadi skor global antara 0-21 poin. Jika skor > 5 maka dianggap memiliki gangguan tidur, jika skor ≤ 5 maka dianggap memiliki kualitas tidur yang baik. PSQI memiliki konsistensi internal dan koefisien reliabilitas ( Cronbach’s Alpha ) 0,83 untuk 7 komponen tersebut (Kusumaningrum, 2021), yang artinya kuesioner dinyatakan reliable . Suatu instrumen penelitian dinyatakan dapat diandalkan ( reliable ) apabila nilai
Cronbach’s Alpha > 0,60 (Ghozali, 2016). Sedangkan instrumen penelitian untuk mengukur tekanan darah yaitu menggunakan tensimeter digital dengan merk microlife dalam satuan mmHg, diproduksi oleh PT. Sekarguna Medika dengan kode AKL dari Kemenkes RI 20501712251 dan telah diuji kalibrasi di Jakarta Selatan.
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan lembar kesediaan menjadi responden dan kuesioner PSQI yang kemudian dilanjutkan dengan mengukur tekanan darah perawat. Setelah semua data didapatkan, data kemudian diperiksa kembali jika masih terdapat kekurangan, selanjutnya dilakukan pengkodean dalam bentuk angka, yang kemudian setelah dilakukan coding data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman Rank . Dalam penelitian ini dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian meliputi autonomy, anonymity, confidentiality, dan justice.
## HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur dan Jenis Kelamin Responden Variabel Frekuensi (f) Persentase (%) Umur 21 – 30 Tahun 40 55,5 31 – 40 Tahun 29 40,3 41 – 50 Tahun 3 4,2 Total 72 100 Jenis Kelamin Laki-Laki 7 9,7 Perempuan 65 90,3 Total 72 100
## Sumber: Data Primer Tahun 2023
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut usia sebagian besar berada pada rentang umur 21 – 30 tahun yaitu 40 orang (55,5%) yang berusia 21- 30 tahun. Berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 65 orang (90,3%), sedangkan sisanya berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang (9,7%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Responden
No Kualitas Tidur Frekuensi (f) Presentase (%) 1 Baik 18 25 2 Buruk 54 75 Total 72 100
Sumber: Data Primer Tahun 2023
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 54 orang (75%) dan sisanya 18 orang (25%) memiliki kualitas tidur dengan kategori baik.
## Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Responden
No Tekanan Darah Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Normal 35 48,6 2 Tidak Normal 37 51,4 Total 72 100
## Sumber: Data Primer Tahun 2023
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden memiliki tekanan darah yang tidak normal yaitu sebanyak 37 orang (51,4%) dan sisanya memilki tekanan darah normal yaitu sebanyak 35 orang (48,6%).
Tabel 4. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah Responden
Kualitas Tidur Tekanan Darah Total p.value r Normal Tidak Normal n % n % n % 0,042 0,241 Baik 5 6,9 13 18,1 18 25 Buruk 30 41,7 24 33,3 54 75 Total 35 48,6 37 51,4 72 100
## Sumber: Data Primer Tahun 2023
Hasil analisis data diperoleh nilap p sebesar 0.042 ( p < 0,05), sehingga H 0 ditolak. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada perawat di Siloam Hospitals Manado. Nilai r yang didapatkan adalah 0,241 yang berarti tingkat kekuatan korelasi rendah dan memiliki arah korelasi positif atau nilai koefisien korelasi kedua variabel memiliki arah hubungan yang berbanding lurus, artinya semakin baik kualitas tidur perawat maka tekanan darah perawat akan normal.
## PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada perawat di Siloam Hospitals Manado dengan tingkat kekuatan korelasi rendah dan memiliki arah korelasi positif atau nilai koefisien korelasi kedua variabel memiliki arah hubungan yang berbanding lurus. Kualitas tidur yang buruk menyebabkan terjadinya masalah fisik yang merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kardiovaskular seperti peningkatan tekanan darah (Potter & Perry, 2017; Anggara, 2013).
Kurangnya istirahat dan tidur hingga perubahan pola tidur bisa menyebabkan tekanan darah tinggi. Seiring terganggunya siklus Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM) maka dapat terjadi peningkatan norepinefrin melalui sistem saraf simpatik yang membuat pembuluh darah mengalami vasokonstriksi dan menyebabkan tekanan darah meningkat (Battegay et al., 2022).
Selain gangguan tidur, faktor lain yang dapat memengaruhi tekanan darah adalah faktor hormon, dan yang berperan dalam hal ini adalah hormon kortisol. Hormon kortisol juga dapat meningkat karena perubahan fisiologis tubuh akibat ketidakseimbangan homeostatis tubuh akibat gangguan tidur yang terjadi secara terus menerus. Ketika gangguan tidur terjadi secara terus-menerus maka hipotalamus akan mengaktifkan sistem saraf simpatis, hal ini menyebabkan irama sirkadian menjadi tidak teratur (Kusumaningrum, 2021). Nicolaides et al. (2020) mengemukakan ketika gangguan tidur terjadi dalam jangka waktu yang panjang maka hipotalamus akan mengkatifkan medulla adrenal sympatic system dan hipotalamic putuitary adrenal-axis (HPA- axis ). Aktifnya sistem saraf simpatis mengakibatkan peningkatan hormon kortisol sehingga hormon norepinefrin dan epinefrin disekresikan oleh kelenjar medulla adrenal . Hormon norepinefrin dan epinefrin ini akan membuat pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga membuat tahanan perifer meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat yang memiliki kualitas tidur buruk berjumlah lebih banyak dibandingkan perawat dengan kualitas tidur baik. Hasil penelitian kualitas tidur pada perawat menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) didapatkan bahwa perawat yang memiliki kualitas tidur buruk yaitu 54 orang (75%). Sedangkan untuk tekanan darah pada perawat didapatkan bahwa perawat dengan tekanan darah tidak normal berjumlah lebih banyak yaitu 37 orang (51,4%) dibandingkan perawat dengan tekanan darah normal. Hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai seorang perawat yang bertugas dan bertanggungjawab kepada pasien dituntut untuk bisa bekerja secara shift , yang mana bekerja secara shift ini dapat menyebabkan terganggunya pola tidur perawat (Hamel et al., 2018). Disamping itu perawat dengan kualitas tidur yang baik didapatkan
sebanyak 18 orang (25%). Beberapa dari responden mengungkapkan kadang terdapat masalah tidur seperti terbangun untuk ke kamar mandi dan merasa kedinginan di malam hari, namun dari kualitas tidur subjektif mereka menilai kepuasan tidurnya selama sebulan terakhir termasuk cukup baik bahkan sangat baik. Hal ini dikarenakan latensi tidur yang baik karena mereka mampu tertidur setelah berbaring kurang dari 30 menit dan waktu tidur mereka yang cukup mulai dari 7 jam sampai 9 jam waktu tidur. Selain itu, mereka tidak pernah mengonsumsi obat tidur dan minimalnya gangguan tidur (mis. terbangun tengah malam, sulit bernapas saat tidur, batuk/ngorok, kepanasan di malam hari, mimpi buruk, dan nyeri) yang mereka rasakan. Dari 18 orang yang memiliki kualitas tidur yang baik, 5 orang (6,9%) di antaranya memiliki kualitas tidur yang baik dengan tekanan darah yang normal. Hal ini disebabkan karena kualitas tidur yang baik dapat membantu menjaga keseimbangan hormon kortisol dan membuat sistem saraf simpatis berfungsi dalam mode relaksasi yang mana ini dapat membantu menurunkan tekanan darah dengan mencegah terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah (Battegay., 2022).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 30 orang (41,7%) memiliki kualitas tidur yang buruk namun memiliki tekanan darah yang normal, begitu pun sebaliknya terdapat 13 orang (18,1%) dengan kualitas tidur yang baik namun memiliki tekanan darah yang tidak normal. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang ada, dan setelah dianalisis terdapat beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi kualitas tidur dan tekanan darah yaitu faktor latihan fisik, genetik, perbedaan nutrisi dan kemampuan beradaptasi serta tingkat stres. Latihan fisik dengan kuantitas yang baik dapat mengurangi kerja saraf simpatis dan menekan aktivitas renin sehingga pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan dapat menurunkan tekanan darah (Hegde & Salomon, 2015). Selain itu, genetik dari orang tua menyumbang lebih dari 95% risiko gangguan tekanan darah baik dari monogenik maupun poligenik (Wu et al., 2011), hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bertalina dan Suryani (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikas antara faktor genetik hipertensi dengan tekanan darah. Selanjutnya, nutrisi juga dapat memengaruhi tekanan darah yang mana nutrisi berlebih berbanding lurus dengan peningkatan tekanan darah, sebaliknya jika status nutrisinya rendah maka cenderung lebih sedikit mengalami tekanan darah tinggi (Santoso, 2013). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak dan Hasibuan (2022) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara nutrisi dengan tekanan darah. Selain fator fisik, genetik, dan nutrisi, kemampuan beradaptasi seseorang juga dapat memengaruhi kualitas tidur dan tekanan darah. Kemampuan beradaptasi dapat dikaitkan dengan tingkat stres yang muncul jika tubuh tidak mampu beradaptasi (Battegay et al., 2022). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lumbantobing dan Rahtriawati (2021) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan peningkatan tekanan darah dan penelitian yang dilakukan oleh Sulana et al. (2020) yang menunjukkan bawah terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kualitas tidur.
## SIMPULAN
Berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur memiliki hubungan dengan tekanan darah pada perawat dengan kekuatan korelasi rendah. Pola tidur yang buruk ini membuat perawat menjadi sering merasa mengatuk saat beraktivitas di siang hari, susah tertidur di malam hari, dan mudah merasa lelah yang mana hal ini dapat memicu peningkatan stres kerja perawat. Hal yang berperan dalam hal ini yaitu kemampuan beradaptasi perawat, bila perawat mampu beradaptasi maka daya tahan tubuh akan meningkat dan hormon kortisol pun menurun sehingga gangguan tekanan darah pun dapat diminimalisir. Disamping itu, faktor fisik juga berperan terutama pada tekanan darah. Tekanan darah tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor latihan fisik, genetik, dan status nutrisi.
Saran dan implikasi dalam keperawatan yang dapat digunakan dari penelitian ini yaitu sebagai pendorong manajemen keperawatan agar dapat mengendalikan faktor-faktor yang dapat mengakibatkan gangguan tidur yang berkaitan dengan stres kerja perawat dengan memperhatikan regulasi terkait pembagian rotasi shift, penjadwalan kerja, dispensasi terhadap perawat dengan kondisi-kondisi khusus, dan memfasilitasi tidur bagi perawat pada shift malam dengan penyedian tempat tidur yang memadai. Selain kualitas tidur, manajemen keperawatan perlu mengevaluasi tekanan darah perawat dengan melakukan skrining untuk selanjutnya dilakukan tindakan preventif dan kuratif bagi perawat.
## DAFTAR PUSTAKA
Alfi, W. N., & Yuliwar, R. (2018). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Puskesmas Mojolangu Kota Malang. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (1), 25-36.
American Nurses Association. (Mei, 2017). Healthy Nurse, Healthy Nation: Year of The Healthy Nurse . URL: https://www.nursingworld.org/practice-policy/hnhn/. Diakses pada 3 Desember 2023.
Anggara, F. H. D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal ilmiah kesehatan, 5 (1), 20-25.
Anwar, Anisah Fikratul Inayah. (2021). Korelasi Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Saat Menghadapi Ujian Skill Laboratorium di Masa Pandemi Covid-19 Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Hasanuddin . (Skripsi-S1 thesis, Universitas Hasanuddin). Retrieved from http://repository.unhas.ac.id:443/id/eprint/5280
Battegay, E., Bakris, G.L., & Lip, G.Y.H. (2022). Hypertension: Principles and Practice (Routledge Revivals) . CRC Press.
Bertalina, B., & Suryani, A. N. (2017). Hubungan Asupan Natrium, Gaya Hidup, dan Faktor Genetik dengan Tekanan Darah pada Penderita Penyakit Jantung Koroner. Jurnal kesehatan, 8 (2), 240-249. doi: http://dx.doi.org/10.26630/jk.v8i2.467
Buysse, D. J., Reynolds III, C. F., Monk, T. H., Berman, S. R., & Kupfer, D. J. (1989). The Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric practice and research .
Psychiatry research, 28 (2), 193-213. doi: https://doi.org/10.1016/0165-
1781(89)90047-4
Ghozali, I. (2016) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23 . Edisi 8. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamel, R. S., Rompas, R. M., & Doda, V. D. (2018). Hubungan Antara Beban, Masa Kerja Dan Shift Kerja Dengan Gangguan Pola Tidur Pada Perawat di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Umum GMIM Pancaran Kasih Manado. Jurnal Keperawatan, 6 (2). doi: https://doi.org/10.35790/jkp.v6i2.24982
Hegde, S. M., & Solomon, S. D. (2015). Influence of physical activity on hypertension and cardiac structure and function. Current hypertension reports, 17 , 1-8. doi: https://doi.org/10.1007/s11906-015-0588-3
Kusumaningrum, W., Rosalina, R., & Setyoningrum, U. (2021). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa PSIK Reguler Universitas Ngudi Waluyo Ungaran (Doctoral dissertation, Universitas Ngudi Waluyo).
Lumbantobing, R., & Rahtriawati, M. A. P. (2021). Pengaruh Stress terhadap Peningkatan Tekanan Darah pada Pekerja Sosial di Balai Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara Melati Jakarta.
Martini, S., Roshifanni, S., & Marzela, F. (2018). Pola Tidur Yang Buruk Meningkatkan Risiko Hipertensi. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, 14 (3), 297-303.
Moniung, S. Y., Rondonuwu, R., & Bataha, Y. B. (2014). Hubungan Tekanan Darah Sistolik Dengan Kualitas Tidur Pasien Hipertensi di Puskesmas Bahu Manado. Jurnal keperawatan, 2 (2).
Nicolaides N. C., Vgontzas A. N., Kritikou, I., Chrousos, G. (2020). HPA Axis and Sleep . South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc. URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279071/. Diakses pada 31 Mei 2023 Potter & Perry. (2017). Fundamental Keperawatan, Edisi 9 . Jakarta: Salemba Medika. Ratih, D. S. (2017). Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Mahasiswa Semester VIII Program Studi Keperawatan STIKes BHM Madiun (Doctoral dissertation, STIKes Bhakti Husada Mulia). Retrieved from http://repository.stikes- bhm.ac.id/229/
Santoso, D. (2013). Prevalence of Hypertension in School and College Students. Kesmas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 7 (11), 509- 513. doi: http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v7i11.364
Simanjuntak, E. Y., & Hasibuan, S. (2022). Aktivitas Fisik Dan Nutrisi Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmu Kesehatan Mandira Cendikia, 1 (1), 40-48.
Sulana, I. O., Sekeon, S. A., & Mantjoro, E. M. (2020). Hubungan tingkat stres dengan kualitas tidur mahasiswa tingkat akhir fakultas kesehatan masyarakat universitas sam ratulangi. KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, 9 (7). Tjekyan, R. S., & Zulkarnain, M. (2017). Faktor–faktor risiko dan angka kejadian hipertensi pada penduduk Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 8 (3), 180-191. doi: https://doi.org/10.26553/jikm.2017.8.3.180-191
Triwijayanti, R., Romiko, R., & Dewi, S. S. (2020). Hubungan Masalah Tidur Dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11 (1), 95-99. doi: http://dx.doi.org/10.26751/jikk.v11i1.572
Wu, T., Snieder, H., Li, L., Cao, W., Zhan, S., Lv, J., ... & Hu, Y. (2011). Genetic and environmental influences on blood pressure and body mass index in Han Chinese: a twin study. Hypertension Research, 34 (2), 1
|
26528999-4c73-4177-acf9-5e81208ee4ea | https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/didaktika/article/download/497/415 | Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Agustus 2013 VOL. XIV NO. 1, 190-220
## STRATEGI PEMBELAJARAN FIQH DENGAN PROBLEM-BASED LEARNING
## Marhamah Saleh
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
## Abstrak
Problem Based Learning (PBL) is a method of learning which guide the learners to solve the problem and make some reflection by using their experiences so that their cognitive skills can be developed (inquiry, communication and connection) especially in solving the problem which is meaningful, relevance and contextual. PBL is a method in contextual teaching Learning based on the theory of constructivism. The result of study showed that PBL is suitable to be applied in teaching Fiqh, and can be combined with other conventional methods to reach an optimum learning teaching. Besides, PBL is effective to ease the students’ understanding and to connect their knowledge with the reality of the problem existed in the society.
## Abstrak
Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode belajar yang membelajarkan peserta didik untuk memecahkan masalah dan merefleksikannya dengan pengalaman mereka, sehingga memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir (penalaran, komunikasi dan koneksi) dalam memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual. PBL merupakan salah satu metode dalam model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Hasil kajian menunjukkan bahwa metode PBL sesuai untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bidang fiqh, dan dapat dikombinasikan dengan metode konvensional lainnya untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal. Disamping itu, PBL cukup efektif dalam memudahkan pemahaman mahasiswa dan menghubungkan pengetahuan mereka dengan realitas permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Kata Kunci : Problem-Based Learning, PBL, PBM, Fiqh, Metode Pembelajaran.
## PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1
Dalam perspektif filosofis, pendidikan adalah usaha membantu manusia memanusiakan manusia 2 . Artinya, manusia yang mendapat pendidikan akan lebih baik dalam menjalani kehidupannya dibanding manusia yang tidak mendapatkan pendidikan. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu berupa transformasi nilai-nilai pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Penerima proses adalah siswa/mahasiswa yang sedang tumbuh dan berkembang menuju arah pendewasaan kepribadian dan penguasaan pengetahuan. Selain itu, pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang kehidupan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Sub ḥ anahu wa Ta’ ā la dalam QS. al- Mujadalah (58) ayat 11 yang artinya: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam tataran aksiologis, pendidikan merupakan sarana penting untuk mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk menjamin kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa. Minimnya SDM yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh berkembangnya pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia saat ini.
Sebagai unsur terpenting dari pendidikan, pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang memadai. 3 Dalam proses mengajar dan pembelajaran, metode mempunyai andil yang cukup besar dalam mencapai tujuan. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik, akan ditentukan oleh tingkat kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Karena metode menjadi sarana dan salah satu cara untuk mencapai tujuan. Adapun tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi)
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1.
2 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2006, Cet. I, hal. 33.
3 Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012, hal. 6.
atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. 4
Pembelajaran yang hanya berorientasi pada penguasaan materi memang terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. 5 Dalam praktik pendidikan modern, menjejali pikiran para mahasiswa dengan berbagai konsep dan teori saja tanpa disertai pengalaman di lapangan terbukti kurang efektif. Sebut saja misalnya bidang kedokteran. Dulu para mahasiswa disibukkan dengan hafalan berbagai teori dan konsep penanganan penyakit, namun ketika menghadapi masalah di dunia nyata, terkadang teori yang sudah dikuasai dengan baik belum tentu mampu diterapkan sepenuhnya atau kadang-kadang cara mengatasinya kurang tepat, karena fakta lapangan yang dihadapi sangat bervariasi.
Hal serupa juga terjadi dalam menangani permasalahan hukum agama, khususnya bidang fiqh. Terkadang untuk menghadapi satu bentuk kasus yang hampir sama bisa melahirkan solusi yang berbeda di tempat dan situasi-kondisi yang berbeda pula. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab misalnya, beliau pernah tidak menghukum potong tangan terhadap kasus pencurian, walaupun sudah lengkap bukti dan saksinya, semata-mata karena pertimbangan saat itu merupakan tahun kelaparan yang mengakibatkan banyaknya fakir-miskin yang terpaksa mencuri sekedar mempertahankan hidup dan bukan memperkaya diri. Lagi pula nilai barang yang dicuri belum mencapai batas nishab untuk diterapkan hukuman potong tangan sesuai hukum Islam. Malah sebaliknya beliau menegur korban pencurian karena sebagai orang kaya seharusnya ia menafkahkan sebagian hartanya kepada fakir-miskin. 6
Demikian pula pola pemikiran yang dibangun Imam Syafi’i dalam melakukan instinbath hukum ikut dipengaruhi oleh pengetahuannya tentang masalah sosial kemasyarakatan. Ia menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat desa (badwy) dan menyaksikan pula kehidupan masyarakat yang sudah maju peradabannya pada tingkat awal di Irak dan Yaman. Juga menyaksikan kehidupan masyarakat yang sudah sangat kompleks peradabannya, seperti yang
4 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 86.
5 Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif Dalam Kelas, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2010, hal. 21.
6 Al-Thabari, Muhammad Ibnu Ja’far, Tarikh al-Umam wa al-Muluk , Mesir: Dar al Ma’arif, t.t., Juz III, hal. 249 .
terjadi di Irak dan Mesir. Pada kedatangannya yang pertama kali ke Irak, ia bertemu Muhammad ibnu al-Hasan al-Syaibani (murid Imam Abu Hanifah) dan sering mengadakan munadharah (diskusi) dengannya, sehingga pemikiran Imam Syafi’i saat itu sedikit banyak dipengaruhi hasil diskusi tersebut. Pengetahuannya dalam bidang kehidupan ekonomi dan kemasyarakatan yang sangat luas, memberikan bekal baginya dalam berijtihad pada masalah-masalah hukum yang beraneka ragam. Sehingga beliau mempunyai dua pandangan dalam fiqhnya yang dikenal dengan Qawl Qadim yang dicetuskan di Irak dan tertuang dalam kitab al- Hujjah , serta Qawl Jadid yang dipublikasikan di Mesir dan tertuang dalam kitab al- Umm. 7
Jika merunut perjalanan sejarah, abad ke-2 hingga abad ke-4 hijriyah merupakan zaman keemasan perkembangan bidang fiqh. 8 Saat itu bermunculan berbagai mazhab fiqh, sebagian ada yang berkembangan dan bertahan hingga saat ini, sebagian yang lain ada yang punah karena ketiadaan karya, masyarakat pengikut, dan generasi penerus.
Di antara ciri dan corak fiqh yang berkembang masa itu adalah fiqh iftiradhi , yaitu pemahaman fiqh yang dikembangkan dari berbagai hipotesa. Hal itu dapat dijumpai dalam khazanah kitab-kitab fiqh klasik yang membahas berbagai persoalan dari sudut fiqh. Sebagian persoalan itu ada yang belum dialami atau bahkan belum pernah terjadi pada zamannya, tapi para ulama masa itu sudah mulai mencoba membahasnya dengan berbagai pendekatan metode ushul fiqh dan kaidah fiqh. Ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran berbasis masalah yang diangkat dari kasus klasik. Kasus-kasus kontemporer yang biasa dibahas melalui masail fiqhiyyah tentu masih banyak dan selalu dinamis seiring dinamika kehidupan.
Urgensi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran Fiqh
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata, dan memotivasi peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
7 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Ciputat: Gang Persada Press, 2011, cet. IV, hal. 138-140.
8 Muhammad al-Khudary Bik, Tarikh Tasyri’ al-Islami , Beirut : Dar Al-Fikr,1995, hal. 94.
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community) , pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). 9
Pembelajaran kontekstual juga menunjukkan suatu proses pendidikan yang holistik dan mendorong mahasiswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, pendekatan CTL menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi peserta didik dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.
Terdapat tiga hal utama dalam proses pembelajaran dengan pendekatan CTL:
Pertama, CTL menekankan pada proses keterlibatan mahasiswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Kedua, CTL mendorong agar mahasiswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya kehidupan mahasiswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan dunia nyata.
Ketiga, CTL mendorong mahasiswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya menerapkan mahasiswanya dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi pelajaran tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 10
Di antara komponen utama pembelajaran efektif ialah konstruktivisme. Ada beberapa model pembelajaran yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivisme, yaitu discovery learning, reception learning, assisted learning, active learning, the accelerated learning, quantum learning, dan contextual teaching and learning. Melvin L. Silberman cenderung memilih model pembelajaran active
9 Akhmad Sodiq, Bahan Ajar PLPG: Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: FITK- UIN Syarif Hidayatullah, 2011, cet. III, hal. 48.
10 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012, hal. 171.
learning . Menurutnya, belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada mahasiswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, mahasiswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan- gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Hasil pengembangan dari pernyataan Confusius ini oleh Silberman diabadikan dengan kredo:
What I hear, I forget (apa yang saya dengar, saya lupa).
What I hear, see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand (apa yang saya dengar, lihat, pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai memahami).
What I hear, see, discuss and do, I acquire knowledge and skill (apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan saya lakukan, saya mendapatkan pengetahuan dan keterampilan ).
What I teach to another, I master (apa yang saya ajarkan kepada orang lain, saya menguasainya). 11
Tantangan utama dalam pembelajaran pendidikan agama Islam adalah menyangkut implementasi. Karena pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan (transfer) pengetahuan tentang agama, tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat sehingga terbentuk kepribadian yang berakhlak mulia.
Secara umum, pembelajaran pendidikan agama Islam mencakup tiga aspek utama, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Dari ketiga aspek tersebut, materi fiqh (syariah) memiliki peranan cukup penting dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Fiqh (baik ibadah maupun muamalah) memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama Islam. Pandangan ini sesuai dengan makna fiqh secara etimologi dan terminologi, yaitu pemahaman dan pelaksanaan terhadap hukum-hukum Islam yang bersifat ‘amaliyah (praktik) yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci.
Di antara model pembelajaran yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran fiqh adalah melalui pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey yang menyimpulkan
11 Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012, cet. VII, hal. 128-139.
bahwa murid akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah- masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.
Dalam al-Quran juga terdapat ayat-ayat yang mengajak manusia untuk berpikir kritis dalam mencermati berbagai fenomena. Di antaranya dalam QS. Ali- ‘Imran (3) ayat 190-191, yang artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
## Metode Pengajaran Konvensional
Secara garis besar, metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni: metode mengajar konvensional dan inkonvensional. Metode mengajar konvensional yaitu metode mengajar yang lazim dipakai oleh dosen atau sering disebut metode tradisional. Sedangkan metode mengajar inkonvensional yaitu suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar dengan modul, pengajaran berprogram, pengajaran unit, dan machine program.
Beberapa bentuk metode mengajar konvensional dapat dilihat dalam tabel berikut: 12
## Tabel Perbandingan Metode Pengajaran Konvensional
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN KELEMAHAN SOLUSI
## METODE CERAMAH
Penyampaian bahan secara lisan oleh dosen di kelas. Penggunaan waktu yang efisien, banyak Dosen sulit mengukur Gunakan alat visualisasi, pakai kata-
12 Diadaptasi dari Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hal. 33-61.
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN KELEMAHAN SOLUSI Dipakai jika: isi pesan berupa fakta/informasi, jumlah mahasiswa terlalu banyak, dosen seorang pembicara yang baik dan berwibawa. isi pesan dapat disampaikan, pengorganisasian kelas lebih sederhana, memberi motivasi belajar mahasiswa, fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan. pemahaman mahasiswa tentang materi, mahasiswa cenderung pasif dan sering keliru dalam menyimpulkan, cenderung membosankan, terkesan pemaksaan jika dosen kejar target bahan ajar. kata sederhana dan mudah dipahami, mengulang istilah penting secara jelas, rinci bahan ajar dengan ilustrasi, kaitkan materi dengan contoh nyata, cari umpan balik,
rekapitulasi dan ulang kembali rumusan penting.
## METODE DISKUSI
Memperdebatkan masalah yang timbul, mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Dipakai jika: materi bersifat low concensus problem, pengembangan
sikap (afektif), tujuan analisis sintesis, dan tingkat pemahaman yang tinggi.
Suasana kelas menjadi bergairah, dapat menjalin hubungan sosial antar mahasiswa sehingga bersikap toleransi dan demokrasi, melatih berpikir kritis & sistematis, hasil diskusi dapat dipahami, kesadaran mahasiswa mengikuti aturan dalam diskusi. Adanya mahasiswa yang kurang berpartisipasi aktif sehingga tidak bertanggung jawab
terhadap hasil diskusi, sulit meramalkan hasil karena penggunaan waktu terlalu panjang, mahasiswa mengalami kesulitan mengeluarkan ide- ide secara ilmiah atau sistematis. Topik yang dibahas hendaknya permasalahan yang banyak alternatif pemecahannya, menyesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir mahasiswa, merangsang mahasiswa untuk debat,
memperhatikan situasi- kondisi diskusi yang memungkinkan.
## METODE TANYA JAWAB
Dosen mengajukan pertanyaan dan mahasiswa memberikan jawaban, atau sebaliknya. Dipakai untuk: mengulangi pelajaran lalu, selingan materi, merangsang perhatian mahasiswa,
Mahasiswa diarahkan berpikir secara aktif, terlatih
berani berani mengemukakan pertanyaan atau jawaban,
Waktu tersita dan kurang terkontrol karena banyaknya pertanyaan, penyimpangan perhatian jika ada pertanyaan atau
Rumuskan tujuan secara spesifik, pertanyaan dimulai dari hal sederhana dan mendasar, variasi speaks strategy (mengajukan pertanyaan yang saling
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN
KELEMAHAN SOLUSI mengarahkan proses berpikir. mengaktifkan retensi mahasiswa terhadap materi yang telah lalu. jawaban yang tidak sesuai topik, pengajaran kurang terkoordinir sebab ada pertanyaan yang tidak dijawab secara tepat. bertalian), plateaus strategy (pertanyaan yang sama kepada sejumlah mahasiswa), inductive, deductive dan
mixed strategy.
## METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN
Demonstrasi: Dosen diminta atau mahasiswa ditunjuk untuk memperlihatkan kepada kelas tentang proses/ cara melakukan sesuatu. Eksperimen: Melakukan suatu latihan/percobaan untuk mengetahui pengaruh/akibat dari suatu aksi. Digunakan untuk: memberi latihan keterampilan , memudahkan penjelasan, membantu memahami suatu
proses/cara.
Perhatian
mahasiswa terpusat, memberikan pengalaman praktis yang menguatkan ingatan & trampil berbuat, hal-hal yang menjadi teka-teki mahasiswa terjawab lewat eksperimen, menghindarkan kesalahan mahasiswa dalam mengambil
kesimpulan karena mengamati langsung proses demonstrasi atau eksperimen yang dilakukan. Persiapan dan pelaksanaan memakan waktu yang lama, kurang efektif jika tidak didukung peralatan yang lengkap, sukar dilaksanakan bila mahasiswa belum matang kemampuan
untuk melaksanakannya.
Susun langkah demonstrasi secara teratur sesuai skenario,
siapkan peralatan yang dibutuhkan, lakukan demonstrasi sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, sebelum bereksperimen berikan penjelasan dan
petunjuk seperlunya,
mahasiswa dilibatkan langsung secara
individu/kelompok dan melaporkan hasil percobaannya secara tertulis.
## METODE RESITASI (TUGAS)
Mahasiswa diberi tugas khusus di luar jam pelajaran (pekerjaan rumah), bisa juga diminta mencari informasi/fakta berupa data di laboratorium, perpustakaan, pusat sumber
Memperkuat daya retensi mahasiswa karena mengalami sendiri apa yang dipelajarinya,
mahasiswa menjadi aktif dan Menimbulkan keraguan karena ada kemungkinan tugas mahasiswa dikerjakan oleh
orang lain, dosen sukar memberi Tugas yang diberikan harus jelas tujuan dan arahnya, berikan petunjuk pelaksanaan,
pemusatan perhatian mahasiswa pada hal pokok, mahasiswa
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN KELEMAHAN SOLUSI belajar. Digunakan untuk: Metode CBSA, memantapkan pengetahuan yang diterima. bertanggung jawab, mengisi kekosongan waktu dengan hal yang konstruktif. tugas yang sesuai karena perbedaan kemampuan mahasiswa, bila tugas dipaksakan dapat mengganggu kestabilan mental dan pikiran mahasiswa.
melaksanakan tugas sesuai tujuan dan petunjuk dan bertanggung jawab atas hasil yang dikerjakan.
## METODE KERJA KELOMPOK
Peserta didik merupakan suatu kesatuan yang dapat
dikelompokkan sesuai dengan kemampuan dan minatnya untuk mencapai suatu tujuan pengajaran dengan sistem gotong royong. Digunakan jika:
Kekurangan alat/ fasilitas pelajaran di kelas, ada beberapa unit pekerjaan yang perlu diselesaikan dalam waktu yang sama, atau bila suatu tugas perlu dirinci. Dalam pelajaran agama, metode ini dapat diterapkan tugas terjemah buku-buku agama, meresume bahan- bahan pelajaran pada bab- bab tertentu.
Memberikan kesempatan para mahasiswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu kasus atau masalah, mengembangkan
bakat
kepemimpinan dan
mengajarkan keterampilan
berdiskusi, megembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain,
hal mana mereka telah saling
membantu kelompok dalam
usahanya mencapai tujuan bersama. Memerlukan
persiapan dan perencanaan yang matang, persaingan yang tidak sehat akan terjadi manakala dosen
tidak dapat memberikan pengertian kepada mahasiswa, mahasiswa yang tidak memiliki disiplin diri dan pemalas terbuka kemungkinan untuk pasif dalam kelompoknya yang akan berpengaruh kepada aktivitas kelompok secara kolektif, sifat dan kemampuan individualitas kadang-kadang terasa diabaikan.
Usahakan jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil/sedikit. Biasanya antara 4-6 orang, pembentukan dan pembagian kelompok hendaknya mempertimbangkan segi minat dan kemampuan mahasiswa, dosen hendaknya menjelaskan pelaksanaan dan manfaat dari tugas kerja kelompok, masing- masing mahasiswa dalam kelompoknya harus bertanggung jawab dan bekerja bersama-sama untuk kemajuan kelompoknya
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN
KELEMAHAN SOLUSI METODE SOSIO-DRAMA DAN BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) Mendramatisasikan bentuk
tingkah laku dalam hubungan sosial. Fokusnya pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik. Digunakan untuk: melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang, menumbuhkan kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab memikul amanah, menghilangkan sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat, mengembangkan bakat dan potensi, meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik secara lebih kritis dan detail dalam pemecahan masalah.
Berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan mahasiswa, suasana
kelas menjadi dinamis dan penuh antusias, membangkitkan gairah dan semangat optimisme mahasiswa, menumbuhkan rasa
kebersamaan & kesetiakawanan sosial yang tinggi, menghayati peristiwa yang berlangsung dengan
mudah, dapat
memetik butir-butir
hikmah yang terkandung di dalamnya, mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatannya sendiri, mahasiswa dilatih menyusun buah pikiran secara teratur, meningkatkan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan.
Banyak menyita waktu, perlu persiapan yang teliti dan matang, kadang mahasiswa
keberatan melakukan peranan
yang diberikan karena alasan psikologis seperti
rasa malu dan merasa tidak cocok dengan peran yang diberikan, bila dramatisasi gagal maka mahasiswa tidak dapat mengambil kesimpulan.
Pada tahap persiapan dosen harus memilih masalah yang urgen dan menentukan para pemain secara sukarela atau ditunjuk, agar mahasiswa memahami peristiwanya maka dosen harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama, lalu para mahasiswa mendramatisasikan masalah menurut inisiasi mereka sendiri, jika terjadi kemandegan dosen segera bertindak memberi isyarat perbaikan atau menunjuk mahasiswa pengganti, sebagai tindak lanjut pasca dramatisasi dapat dibuka tanya-jawab, diskusi, kritik, atau analisis persoalan.
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN KELEMAHAN SOLUSI Mengajak para mahasiswa ke luar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Digunakan untuk: Memberi pengertian yang lebih jelas terhadap pokok masalah, membangkitkan rasa cinta dan kesadaran tinggi dalam diri terhadap
lingkungan dan ciptaan Allah.
Memberikan
kepuasan dengan menyaksikan kenyataan dan keindahan alam,
menambah pengalaman dan mempunyai kesempatan yang baik untuk menerangkan suatu objek dengan jelas, melatih mahasiswa bersikap lebih terbuka, objektif dan wawasan yang luas terhadap dunia luar.
Dianggap gala mencapai sasaran jika menemui objek yang kurang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, menyita waktu pelajaran, membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi yang
cukup besar sehingga menjadi beban tersendiri.
Musyawarahkan dengan mahasiswa tentang tujuan dan sasaran yang dituju, aspek-aspek yang akan diteliti atau diselidiki, mengumpulkan info rmasi awal sebelum karyawisata, mahasiswa mencatat dan mengumpulkan data serta melaporkan hasil temuannya secara tertulis kepada kelompok atau kelas, dilanjutkan tanya jawab
dan diskusi, serta penilaian dan saran dari dosen.
METODE DRILL (LATIHAN)
Disebut juga metode latihan untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan secara praktis terhadap apa yang dipelajari.
Digunakan untuk: Kecakapan motorik seperti mengulas dan menghafal, kecakapan mental, asosiasi yang dibuat seperti penggunaan simbol & membaca peta, cocok untuk bahan atau perbuatan yang bersifat otomatis. Kecakapan melalui drill ada 2 fase: Fase integratif dimana persepsi dari arti dan proses
Memperoleh ketangkasan dan kemahiran dalam melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipelajari, menimbulkan rasa percaya diri, dosen lebih mudah mengontrol dan membedakan mana mahasiswa yang disiplin dalam belajarnya dan mana yang kurang.
Menghambat inisiatif mahasiswa, menimbulkan penyesuaian secara
statis kepada lingkungan karena mahasiswa menyelesaikan tugas
sesuai yang diinginkan dosen, membentuk kebiasaan yang kaku
dan dalam memberikan stimulus mahasiswa dibiasakan bertindak secara otomatis,
Sebelum latihan mahasiswa perlu mengetahui makna dan menyadari bahwa latihan itu berguna baginya kelak, latihan harus ditekankan pada diagnosa, pada taraf permulaan jangan diharapkan reproduksi yang sempurna, teliti kesulitan yang timbul dan respon yang benar, pertama-tama harus bersifat ketepatan dan ketetapan lalu kecepatan dan akhirnya
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN KELEMAHAN SOLUSI dikembangkan, dan fase penyempurnaan dimana ketelitian dikembangkan. menimbulkan verbalisme dimana mahasiswa dilatih menguasai materi secara hafalan dan secara otomatis mengingatkannya jika ada pertanyaan berkenaan dengan hafalan tanpa proses berpikir secara logis.
kedua-duanya harus dikuasai, masa latihan relatif singkat namun sering dilakukan latihan lanjutan, kondisi latihan harus menarik minat, memperhatikan perbedaan kemampuan individual.
## METODE SISTIM REGU (TEAM TEACHING)
Sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang dosen atau lebih dalam mengajar sejumlah mahasiswa yang mempunyai perbedaan minat, kemampuan, atau tingkat kelas. Sistem ini dapat mengikutsertakan mahasiswa sebagai anggota regu (asisten). Digunakan jika: Jumlah mahasiswa terlalu banyak sedangkan dosen terbatas atau sebaliknya, mengusahakan pelajaran yang mantap dan efektif, menciptakan kerjasama dan saling pengertian serta memperluas wawasan dosen, melatih mahasiswa yang cocok dijadikan asisten.
Setiap anggota regu memiliki pengertian dan pandangan yang sama (searah),
mendapat tugas yang sesuai dengan kemampuannya, adanya pembagian tugas sehingga memungkinan anggota mendapat waktu senggang untuk pembinaan mahasiswa lainnya, dapat melakukan diskusi dan bertukar
pikiran atau pengalaman.
Sukar membentuk tim yang kompak
dan kadang didominasi oleh dosen-dosen yang cakap saja, rumit mengatur organisasi kelas yang lebih fleksibel, tim dapat merugikan mahasiswa bila hanya didasarkan atas pertimbangan ekonomis seperti penggabungan kelas
agar dapat menghemat waktu.
Siapkan tim pengajar sebaik mungkin dengan menyusun dan merencanakan pembagian tugas dan koordinasi yang rapi, setiap anggota tim pengajar bertugas sesuai dengan bidang keahliannya, sewaktu pengajaran dimulai hendaknya pembagian tugas diatur sedemikian rupa sehingga saat anggota tim utama bertugas maka anggota lainnya melaksanakan tugas lain seperti membuat persiapan, observasi, atau memberi bantuan individual kepada mahasiswa yang
dianggap lemah, setelah
DEFINISI & PENGGUNAAN KEUNGGULAN KELEMAHAN SOLUSI pelajaran berakhir adakan diskusi dalam tim tentang masalah yang timbul dan usaha perbaikan selanjutnya.
## Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Ivor K. Davis, seperti dikutip Rusman, mengemukakan bahwa, “Salah satu kecenderungan yang sering dilupakan ialah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya mahasiswa dan bukan mengajarnya dosen.” Dosen dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap mahasiswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir mahasiswa (penalaran, komunikasi dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). 13
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan pembelajaran model ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah.
Problem Based Learning (PBL) dapat dimaknai sebagai metode pendidikan yang mendorong mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan mahasiswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan mahasiswa untuk berpikir secara
13 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Dosen, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011, cet. III, hal. 229.
kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Istilah PBL atau PBM, disinyalir telah dikenal pada masa John Dewey. Pembelajaran ini didasarkan pada kajian Dewey yang menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman. Menurut Dewey belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon yang merupakan hubungan antara dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan menyajikan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan masalah itu, menyelidiki, menganalisis, dan mencari pemecahannya dengan baik. 14
Model pembelajaran PBL merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh mahasiswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan dosen kepada mahasiswa, dari mahasiswa bersama dosen, atau dari mahasiswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan-kegiatan belajar mahasiswa. 15
Barrows mendefinisikan PBM sebagai sebuah strategi pembelajaran yang hasil maupun proses belajar-mengajarnya diarahkan kepada pengetahuan dan penyelesaian suatu masalah. PBM merupakan strategi belajar yang membelajarkan mahasiswa untuk memecahkan masalah dan merefleksikannya dengan pengalaman mereka. 16
Barrows mendesain serangkaian masalah luar biasa tanpa membeberkan data dan informasi tentang masalah tersebut secara keseluruhan. Ia membiarkan mahasiswa untuk menjadi pengajar bagi diri sendiri, melakukan penelitian, mengumpulkan data-data yang berkaitan, dan membuat perencanaan untuk penyelesaian masalah. Menurut Barrows, strategi semacam ini dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan mahasiswa pada bidang
14 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal. 68.
15 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 243.
16 Howards S. Barrows & Robyn M. Tamblyn, Problem-Based Learning, an Approach to Medical Education, New York: Springer Publishing Company, 1980, 1.
kedokteran yang lebih luas dan memungkinkan mahasiswa untuk mengidentifikasi penyakit baru yang mungkin akan mereka temukan. 17
## Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Didalam strategi PBM terdapat tiga ciri utama:
Pertama, strategi PBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Ciri lainnya dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah ( Problem Based Learning ), dosen lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Dosen mengajukan masalah otentik/mengorientasikan mahasiswa kepada permasalahan nyata ( real world ), memfasilitasi/ membimbing dalam proses penyelidikan, menfasilitasi dialog antara mahasiswa, menyediakan bahan ajar mahasiswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual mahasiswa.
Keberhasilan model PBM sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi mahasiswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan, menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan dosen dalam mengangkat dan merumuskan masalah.
17 Robert Delisle, How to Use Problem-Based Learning in the Classroom , Alexandria, Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development, 1997, hal. 2-3.
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (publikasi tahun 2005) menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu :
## 1. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada mahasiswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana mahasiswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
## 2. Authentic problems from the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada mahasiswa adalah masalah yang otentik sehingga mahasiswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
## 3. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja mahasiswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga mahasiswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
## 4. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborativ, maka PBL dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
## 5. Teachers act as facilitators.
Pada pelaksanaan PBL, dosen hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, dosen harus selalu memantau perkembangan aktivitas mahasiswa dan mendorong mahasiswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Selain itu, karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dirinci sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inquiry (menemukan) dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman mahasiswa dan proses belajar.
Studi kasus Pembelajaran Berbasis Masalah, meliputi: 1) penyajian masalah;
2) menggerakkan inquiry; 3) langkah-langkah PBM, yaitu analisis inisial, mengangkat isu-isu belajar; iterasi kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi.
Alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat pada flowchart berikut ini. 18
## Flowchart Keberagaman Pendekatan PBM
18 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Dosen, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011, cet. III, hal. 232-233.
Menentukan Masalah Analisis Masalah dan Isu Pertemuan dan Laporan Penyajian Solusi dan Refleksi Kesimpulan, Integrasi & Belajar Pengarahan Diri Belajar Pengarahan Diri Belajar Pengarahan Diri Belajar Pengarahan Diri
Struktur PBL biasanya digambarkan dalam sebuah formulasi seperti berikut:
1. Menemukan Masalah Analisa Masalah Penemuan dan Pelaporan Integrasi dan Evaluasi.
2. Menemukan Masalah Inquiry Masalah Mengangkat Isu Belajar Penemuan Peer Teaching Menyajikan Solusi Review.
3. Menemukan Masalah Analisis Penelitian dan Kerja Lapangan Pelaporan dan Peer Teaching Menyajikan Temuan Refleksi dan Evaluasi.
## Manfaat dan keunggulan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran Problem Based Learning dinilai memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut:
a). Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja;
b). Dapat membiasakan para mahasiswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak;
c). Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para mahasiswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek. 19
Smith, sebagaimana dikutip oleh M. Taufiq Amir, yang khusus meneliti berbagai dimensi manfaat strategi pembelajaran berbasis masalah lebih lanjut menemukan bahwa pelajar akan: meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar dan memotivasi pelajar. 20
Sebagai suatu strategi pembelajaran, metode PBL memiliki beberapa
19 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 250.
20 M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 27.
keunggulan di antaranya:
a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami is pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan mahasiswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi mahasiswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran mahasiswa. d. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga dapat mendorong mahasiswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada mahasiswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh mahasiswa, bukan hanya sekedar belajar dari dosen atau dari buku-buku saja.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai mahasiswa.
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 21
## Kelemahan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Beberapa kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah antara lain:
a. Manakala mahasiswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
21 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 210.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
d. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian dosen berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
e. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman mahasiswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
f. PBM kurang cocok untuk diterapkan di Sekolah Dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.
g. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.
h. Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memilki kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik.
i. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.
Sedangkan kekurangan PBL lainnya: a). Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir para mahasiswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir pada para mahasiswa. b). Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional. Hal ini terjadi antara lain karena dalam memecahkan masalah tersebut sering keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang efisien; c). Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar dengan mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan dosen, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri. 22
## Prosedur Pembelajaran Berbasis Masalah
Terdapat beberapa langkah, protokol dan prosedur PBM. Barret (2005) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBM sebagai berikut:
22 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 250.
1. Mahasiswa diberi permasalahan oleh dosen (atau permasalahan diungkap dari pengalaman mahasiswa)
2. Mahasiswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut.
Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
Mendefinisikan masalah
Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki
Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah 3. Mahasiswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi
4. Mahasiswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam menyelesaikan masalah.
5. Mahasiswa menyajikan solusi yang mereka temukan
6. Mahasiswa dibantu oleh dosen melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh mahasiswa serta bagaimana peran masing-masing mahasiswa dalam kelompok.
Sementara itu Yongwu Miao et.al. membuat model Protokol PBL yang disajikan dalam ilustrasi berikut.
Selain itu, dalam pengelolaan Pembelajaran Berbasis Masalah terdapat 5 langkah utama. yaitu: (1) mengorientasikan mahasiswa pada masalah; (2) mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar; (3) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Gambaran rinci kelima langkah tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
## Tabel Prosedur Pembelajaran Berbasis Masalah
Langkah Kegiatan Dosen Fase 1: Orientasi masalah Menginformasikan tujuan pembelajaran
Menjelaskan logistik yg dibutuhkan
Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
Memotivasi mahasiswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih Fase 2: Mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar Membantu mahasiswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Membantu mahasiswa menemukan konsep berdasar masalah
Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar mahasiswa aktif
Menguji pemahaman mahasiswa atas konsep yang
ditemukan
Langkah Kegiatan Dosen
Fase 3:
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok Mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Memberi kemudahan pengerjaan mahasiswa dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas- tugas
Mendorong dialog, diskusi dengan teman
Membantu mahasiswa merumuskan hipotesis
Membantu mahasiswa dalam memberikan solusi Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja Membimbing mahasiswa mengerjakan Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKP) Membimbing mahasiswa menyajikan hasil kerja yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan Membantu mahasiswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
Memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja
## Implementasi Metode Konvensional dan PBL dalam Pembelajaran Fiqh
Objek dari pembelajaran fiqh adalah ‘amaliyah atau perbuatan manusia yang mempunyai nilai hukum. Nilai perbuatan itu bisa berbentuk wajib, sunah, mubah, haram & makruh. Sedangkan sumber/landasan yang digunakan untuk
memperoleh hukum fiqh yang disepakati ulama (al-mashadir al-asasiyyah) yaitu: Al-Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas. Ada pula al-mashadir al-taba’iyyah seperti istihsan, istishab, mashalih mursalah, ‘urf, sad al-dzari’ah, qaul shahabi, dan syar’u man qablana.
Adapun tujuan mempelajari fiqh Di antara nya :
1. Manusia mampu menerapkan hukum syari’at terhadap perbuatan/ucapannya.
2. Menuntun manusia dalam beribadah dan bermuamalah.
3. Memberi rambu-rambu dan konsekwensi bagi perbuatan mukallaf
Secara garis besar ruang lingkup fiqh dibagi menjadi dua; yaitu fiqh ibadah dan fiqh mu’amalah. Fiqh ibadah mengatur hubungan antara manusia mukallaf dengan Allah Swt. seperti: thaharah, shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Sementara fiqh mu’amalah mengatur hubungan antara sesama manusia. Fiqh muamalah terbagi menjadi beberapa cabang yaitu:
a. Ahwal Syakhshiyah, yaitu membahas tentang pribadi seseorang dalam hal persiapan pernikahan (mahar, kafa’ah), pernikahan (rukun dan syarat serta hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan, Nasab, Radha’ah, Perceraian, ruju’, li’an serta mawaris (hukum kewarisan).
b. Muamalah Maliyah, yaitu membahas tentang keuangan, jual beli, sewa menyewa dan sebagainya.
c. Jinayah dan ‘Uqubah, yaitu fiqh yang membahas tentang kriminalitas dan hukumannya.
d. Murafa’ah atau Mukhashamah, yaitu membahas tentang peradilan.
e. Ahkam al-Dusturiyyah, yaitu membahas tentang Undang-Undang
f. Ahkam al-Dualiyah, yaitu membahas tentang hubugan antar negara
g. Siyasah, yaitu fiqh yang membahas tentang politik dan kepemimpinan.
Model pembelajaran fiqh yang dilaksanakan selama ini cenderung menggunakan metode konvensional. Materi pelajaran fiqh ada yang berupa fakta, konsep, prosedur dan prinsip.
Materi tentang fakta berupa informasi tentang realitas, peristiwa, orang, tahun, tempat, jumlah, ukuran, dan sebagainya banyak menekankan pada aspek ingatan/hafalan. Misalnya jenis air untuk bersuci, benda-benda najis, waktu shalat,
miqat haji-umrah, do’a, dan zikir. Metode yang bisa dipakai adalah membaca, menghafal, information search, index card match, cardsort, talking stick.
Materi tentang konsep berupa pengertian, definisi yang membutuhkan tingkat kognisi pemahaman. Pengertian puasa, shalat, thaharah, jual-beli, perbedaan zakat, shadaqah, hadiah, dan infak. Metode yang dipakai bisa berupa ceramah, tanya jawab, diskusi, resitasi, information search, talking stick, every one is s teacher here, poster comment, team quiz, the power of two.
Materi tentang prosedur berupa urutan melakukan, mengerjakan, atau membuat sesuatu yang membutuhkan kognisi tingkat penerapan, dan keterampilan serta kemahiran psikomotor. Misalnya prosedur tentang rukun salat dan wudlu’, prosedur penyelenggaran jenazah meliputi tahap memandikan, mengkafani, menshalatkan dan memakamkan jenazah, proses akad nikah, thawaf, sa’i, melontar jamarat dan sebagainya. Metode yang bisa digunakan antara lain: Demonstrasi, drill, praktik, resitasi, every one is a teacher here, poster session, modelling, billboard ranking (modifikasi), dan role playing.
Materi tentang prinsip berupa hubungan antar konsep yang menggambarkan sebab-akibat, generalisasi, hukum yang membutuhkan tingkat kognisi tinggi, seperti analisa, sintesa, dan penilaian. Penggunaan kongnisi tinggi dapat menjadi alat pembentukan kesadaran mental mahasiswa. Contoh materinya antara lain ketentuan awal Ramadhan/Syawal, pembagian waris, hukum poligami, ketentuan hukum kasus perceraian, ketentuan produk makanan halal/haram, hikmah puasa dan zakat. Metode yang dapat digunakan antara lain: Diskusi, project, kerja kelompok, problem solving, poster comment, the power of two, jigsaw, snowballing, billboard ranking, concept map. 23
Beberapa metode konvensional yang diterapkan dalam pembelajaran fiqh, sebenarnya juga dapat dikembangkan dengan kombinasi penerapan strategi PBL yang tidak hanya menekankan pada pemahaman teoritis semata, tapi juga membantu mahasiswa untuk merefleksikan pemahamannya dengan dunia nyata melalui kajian masail fiqhiyyah yang senantiasa aktual dan faktual. Melalui model PBL, mahasiswa diharapkan tidak hanya mampu menghadapi berbagai problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Kemahiran mencari solusi dengan
23 Lihat http://walirahman.blogspot.com/2011/04/contoh-model-model-pembelajaran- yang.html yang diakses pada 15 November 2012.
memanfaatkan berbagai perangkat ilmu seperti ushul fiqh, bahasa Arab, tafsir, hadis, tarikh tasyri’, fiqh muqaran, fiqh siyasah, fiqh jinayah, fiqh munakahat, fiqh mawaris dan qawa’id fiqhiyyah tentu akan sangat berguna bagi mahamahasiswa ketika menghadapi fenomena baru yang menuntut penyelesaian hukum Islam yang bersifat praktis dan dapat segera diamalkan.
Dilihat dari segi isinya, masalah adalah suatu kesenjangan antara yang seharusnya (das solen) dengan yang tampaknya (das sein). Ajaran Islam misalnya, mengharuskan agar umatnya bekerja keras, memanfaatkan waktu yang sebaik- baiknya untuk hal-hal yang bermanfaat, mencintai kebersihan dan ketertiban, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kesehatan jasmani dan rohani serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan sesamanya. Namun, dalam realitasnya, masih terlalu banyak orang Islam yang tidak memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja asal-asalan, membuang waktu percuma, membiarkan lingkungan yang kotor dan semrawut, terbelakang dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki derajat kesehatan yang rendah. Masalahnya adalah bukan terletak pada ajaran Islamnya, melainkan pada kualitas memahami, menghayati, dan mengamalkanajaran Islam tersebut. Dengan demikian, masalahnya adalah bagaimana caranya agar kehidupan umat Islam sejalan dengan yang diharapkan ajaran Islam tersebut. Untuk memecahkan masalah ini, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagaimana yang dirumuskan dalam PBL sebagaimana tersebut di atas. 24
Dalam mengimplementasikan model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam bidang Pendidikan Agama Islam (khususnya fiqh), ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:
Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya: a) meminta murid untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, tentang alam Akhirat, azab Ilahi, dan sebagainya; b) menyuruh murid untuk melaksanakan shaum pada hari Senin dan Kamis, membayar zakat ke BAZ (Badan Amil Zakat), mengikuti shalat berjama’ah di masjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskin.
24 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 250-251.
Langkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan murid untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, misalnya: a) setelah menonton VCD atau mendengarkan kisah-kisah al-Quran, murid diharuskan membuat catatan tentang pengalaman yang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya; b) setelah mengamati dan melakukan aktivitas keagamaan murid diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan dengan teman sekelasnya.
Langkah ketiga, tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang murid untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada.
Langkah keempat, guru diharapkan mampu untuk memotivasi murid agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka. 25
Efektifitas pembelajaran fiqh dengan metode PBM Di antara nya ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Fathur Rohman (2011) dalam tesis berjudul: “Pembelajaran Fiqih Berbasis Masalah Di Pesantren (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang)”, 26 yang mengungkapkan implementasi strategi pembelajaran berbasis masalah pada materi fiqh di lokasi penelitian tersebut, meliputi: Bagaimana proses pelaksanaan PBM dan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Fiqih Berbasis Masalah. Hal ini dianggap penting karena, Pertama , fiqih adalah ilmu praktis yang tidak bisa dilepaskan dari setiap sisi kehidupan seorang muslim. Oleh karenanya dibutuhkan strategi pembelajaran yang efektif dan relevan. Kedua , kejenuhan siswa dalam kelas karena proses pembelajaran yang monoton perlu alternatif solusi untuk meningkatkan kualitas pemahaman fiqih siswa. Ketiga , Pesantren sebagai sebuah institusi tradisional justru telah mendahului lembaga modern dalam menerapkan strategi ini meskipun penerapannya tidak sesempurna konsep aslinya.
25 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran:Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012, hal. 172.
26 Hasil penelitian ini secara terperinci dapat dilihat dan diunduh melalui alamat website http://digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--fathurrohm-10066 yang diakses pada 10 Mei 2013.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa pembelajaran fiqih berbasis masalah yang dilaksanakan lewat kegiatan mushawarah fiqhiyyah telah memenuhi konsep dasar Pembelajaran Berbasis Masalah, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan analisis santri dalam bidang fiqih. Proses pembelajaran dalam kegiatan ini diawali dengan pembukaan, penyampaian materi, pembahasan masalah waqi’iyyah , dan evaluasi.
## SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pendidikan seharusnya bukan sekedar proses transfer pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa, namun mahasiswa harus dibekali pula dengan kemampuan-kemampuan yang dapat diandalkan dalam menganalisis dan menyelesaikan permasalahan riil yang dihadapi. Meskipun metode konvensional masih banyak diterapkan dalam proses pengajaran, namun perlu pengembangan, kombinasi dan implementasi model-model pembelajaran yang mengaitkan pengetahuan dengan realitas yang dihadapi.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) merupakan metode yang fleksibel dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu, termasuk dalam pembelajaran fiqh. Metode PBL sesuai untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bidang fiqh, dan dapat dikombinasikan dengan metode konvensional lainnya untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal. Penerapan PBL dalam pengajaran fiqh cukup efektif dalam memudahkan pemahaman mahasiswa dan menghubungkan pengetahuan mereka dengan realitas permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Agar pelaksanaan metode PBL berjalan efektif dan efisien, perlu sinergi dan kerjasama yang melibatkan para pakar materi PAI, khususnya Fiqh, dengan praktisi pembelajaran, sehingga dapat menyesuaikan pilihan materi dengan metode pembelajaran yang tepat, dengan memusatkan perhatian pada pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran. Karena metode PBL merupakan pendekatan pembelajaran yang relevan dengan tuntutan abad ke-21.
## DAFTAR PUSTAKA
al-Zuhaily, Wahbah, Ushul al-Fiqh al-Islami, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1986.
Amir, M. Taufiq, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Amri, Sofan & Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif Dalam Kelas, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2010.
Baharuddin, & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2012, cet. VII.
Barrows, Howards S. & Robyn M. Tamblyn, Problem-Based Learning, an Approach to Medical Education , New York: Springer Publishing Company, 1980.
Al-Buwayhi, Sa’id Ramadhan, Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah, Kairo: Dar al-Syaadi, 1994.
Delisle, Robert, How To Use Problem-Based Learning In The Classroom , United States of Amerika: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD), 1997.
Majid, Abdul, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007, Edisi V (Revisi).
Nata, Abuddin, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011, cet. III.
Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
______ Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, Cet. Ke-4.
Savage, T.V. & Amstrong, D.G, Effective Teaching in Elementary Social Studies, 3 rd edition, New Jersey: Prenyice Hall, 1996.
Schwartz, Peter dkk, Problem-Based Learning: Case Studies, Experience and Practice , London : Kagon Page Limited, 2001.
Sodiq, Akhmad, Bahan Ajar PLPG: Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: FITK-UIN Syarif Hidayatullah, 2011, cet. III.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2006, Cet. I.
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Utomo, Setiawan Budi, Fiqih Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Cet. 2,
Jakarta: Gema Insani, 2007.
Yanggo, Chuzaimah T. & HA. Hafiz Anshary AZ, (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, Buku 1-4, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1999.
Zein, Satria Effendi M., Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer: Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah, Jakarta: Prenada Media, 2004.
|
233dd4b4-f64a-424a-a76b-0dad76f34f0b | https://jurnal.asian.or.id/index.php/JIANA/article/download/94/56 | JURNAL ILMU ADMINISTRSI NEGARA (AsIAN) ISSN : 2338-9567 VOL. 10 NO. 1 (2022) E-ISSN : 2746-8178 DOI : 10.47828/jianaasian.v10i1.94
## Evaluasi Kebijakan Dana Desa untuk Penanggulangan Kemiskinan dan Peningkatan Infrastruktur Pelayanan Dasar Air Minum serta Sanitasi Kabupaten/Kota di Indonesia
Muhamad Chehafudin 1 *) , Samodra Wibawa 2 , Soesilo Wibowo 3
1 Mahasiswa Pascasarjana Universitas Terbuka
2 Departemen Managemen Kebijakan Publik/FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 3 Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor
A R T I C L E I N F O
Article history: Received 21/04/2022 Received in revised form 31/05/2022 Accepted 25/07/2022
## Abstract
This study aims to analyze the effect of the Village Fund on poverty alleviation and improvement of basic infrastructure services for drinking water and sanitation in districts and cities in Indonesia. The need for evaluation of the Village Fund policy is a consequence of the implementation of fiscal decentralization to villages based on Law no. 6/2014. This policy has implications for an increase in transfer funds to villages of more than IDR 329 trillion cumulatively. Theoretically, fiscal decentralization to villages should improve public services and accelerate poverty reduction through local preferences matching and more efficient allocations. This research was a quantitative study using path analysis to test the hypotheses. Data were obtained from BPS and the Ministry of Finance for all districts/cities receiving Village Fund. The results show that The Village Fund had a significant effect on poverty reduc-tion nationally, although its contribution was very small, and the effect was not significant in districts/cities with low fiscal capacity. The Village Funds had an effect on increasing drinking water but not significant, on the other hand, it had a significant effect on districts/cities with medium or low fiscal capacity with low poverty rate. The Village Fund had an effect on improving sanitation but it was not significant nationally or in all districts/cities. The Village Fund for drinking water had no significant effect on poverty reduction nationally and for all districts/cities. The Village Fund for sanitation had no effect on poverty reduction nationally or in all districts/cities but it had an effect on districts/cities with low fiscal capacity and poverty rate even though it was not significant. The implementation of the Village Fund policy needs to consider the fiscal capacity and diversity of regional characteristics in order to make the effectiveness of the Village Fund more optimal.
Keywords: Policy evaluation, Village Fund, Poverty, Drinking Water, Sanitation.
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Dana Desa terhadap penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan infrastruktur dasar air minum serta sanitasi kabupaten/ kota di Indonesia. Kebutuhan evaluasi kebijakan Dana Desa merupakan konsekuensi dari implementasi desentralisasi fiskal ke desa berdasarkan UU No. 6/2014. Kebijakan ini berimplikasi pada naiknya dana transfer ke Desa lebih dari Rp 329 trilyun secara kumulatif. Secara teoritis, desentralisasi fiskal kepada Desa seharusnya memperbaiki pelayanan publik dan mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui pencocokan preferensi lokal dan alokasi yang lebih efisien. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan data sekunder BPS dan Kememnkeu untuk seluruh kabupaten-kota penerima dana. Analisis jalur ( path analysis) untuk menguji hipotesis Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Dana Desa berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan secara nasional meski kontibusinya sangat kecil dan pengaruhnya tidak signifikan pada kabupaten/kota berkapasitas fiskal rendah. 2) Dana Desa berpengaruh positif terhadap peningkatan cakupan air minum secara nasional tapi tidak signifikan, namun pengaruhnya signifikan pada kabupaten/kota berkapasitas fiskal sedang atau rendah dengan kemiskinan rendah. 3) Dana Desa berpengaruh terhadap peningkatan sanitasi namun tidak signifikan secara nasional maupun seluruh kabupaten/kota. 4) Dana Desa untuk air minum berpengaruh tidak signifikan terhadap penurunan kemiskinan secara nasional dan untuk seluruh kabupaten/kota. 5) Dana Desa untuk sanitasi tidak berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan secara nasional maupun seluruh kabupaten/kota tapi berpengaruh tidak signifikan pada kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal dan kemiskinan rendah. Implementasi kebijakan Dana Desa perlu mempertimbangkan kapasitas fiskal dan keragaman karakteristik daerah sehingga efektivitas Dana Desa bisa lebih optimal.
Kata kunci: Evaluasi kebijakan, Dana Desa, Kemiskinan, Air Minum, Sanitasi.
## PENDAHULUAN
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di era reformasi dengan lahirnya UU No. 22/1999, UU No. 32/2004, UU No. 23/2014, dan UU No. 6/2014, telah mendorong adanya perubahan paradigma pembangunan secara mendasar di Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Dalam konteks desentralisasi dan pembangunan di desa, UU No. 6/2014 atau UU Desa telah memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa. (Faoziyah & Salim, 2020) menyebutkan melalui kebijakan UU Desa, pemerintah telah melakukan evolusi signifikan dengan memberikan otoritas lebih tinggi di desa termasuk dalam hal keuangan melalui Dana Desa (DD).
Kebijakan Dana Desa bertujuan mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi desa dalam pembangunan desa sesuai kewenangannya. (Kemenkeu, 2018). Merujuk Teori Transfer Fiskal ( Theory of Grants ), Dana Desa dapat dikategorikan sebagai hibah pendam- ping atau bantuan keuangan (Akbar & Sihaloho, 2019). Dana Desa berfungsi antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan dasar, mengatasi kesenjangan antar desa, dan sekaligus pemerataan pembangunan (Eko et al., 2016).
Kebijakan Dana Desa bukan hal baru di Asia. Hingga 2009 beberapa negara telah menerapkan kebijakan serupa, yaitu Thailand melalui Dana Desa, Bangladesh melalui Gramend Bank , BRAC, dan ASA; Vietnam melalui Vietnam Bank for Social Policy ; India melalui Spandana; dan (Boonperm et al., 2012 dalam (Faoziyah & Salim, 2020). Dalam konteks desentralisasi fiskal di Indonesia, kebijakan Dana
*) E-mail : [email protected]
Desa melengkapi berbagai kebijakan desentralisasi fiskal yang telah ada sebelumnya antara lain Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Proporsi untuk alokasi Dana Desa sebesar 10% dari total APBN membawa konsekuensi naiknya nilai Dana Desa seiring meningkatnya nilai APBN setiap tahunnya, sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Nilai Transfer Dana Desa Tahun 2015-2020
Sumber: Kemenkeu 2020 Dengan peningkatan nilai APBN maka rerata penerimaan Dana Desa per desa juga meningkat signifikan. Rerata penerimaan Dana Desa sebesar Rp280 juta per desa pada 2015 dan meningkat mencapai Rp950 juta pada 2020. Peningkatan alokasi Dana Desa ini untuk memenuhi peta jalan Dana Desa sebesar 10% dari dan di luar transfer ke daerah secara bertahap sebagaimana amanah UU Desa (Sirait & Octavia, 2021).
Merujuk Teori Desentralisasi Fiskal, Hayek (1945); Tiebout (1956); Musgrave (1969) (Sow & Razafimahefa, 2015) menjelaskan bahwa desentralisasi fiskal dapat meningkatkan efisiensi pelayanan publik melalui pencocokan preferensi dan alokasi yang efisien. Oates (1972) dalam (Sow & Razafimahefa, 2015) menyebutkan peningkatan efisiensi alokasi akan terjadi ketika layanan publik disediakan oleh yurisdiksi yang memiliki kendali atas wilayah geografis minimum.
Padal 67 UU Desa menyebutkan bahwa desa berkewajiban antara lain meningkatkan kualitas kehidupan ma- syarakat desa dan mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa. (Eko et al., 2016) menjelaskan Dana Desa bertujuan menyentuh langsung kepentingan masyarakat setempat untuk pengurangan kemiskinan. Faktanya, hingga Tahun 2021, BPS melaporkan tingkat kemiskinan perdesaan masih cukup tinggi sebesar 12,53% dibandingkan di perkotaan 7,6%. Dalam konteks kemiskinan multidimensi, infrastruktur pelayanan dasar juga menjadi isu pembangunan. RPJMN 2015-2019 telah menetapkan target cakupan air minum layak dan sanitasi layak sebesar 100%, namun secara faktual hingga akhir 2021 capaiannya masih 90,78% untuk air minum dan 80,29% untuk sanitasi.
Ketersediaan air yang memadai sangat terkait dengan kemiskinan. Ketersedian air yang memadai akan meningkatkan produktivitas, baik pada sektor barang maupun jasa (Tortajada dalam (Putra & Rianto, 2016). Terkait isu sanitasi, buruknya kualitas sanitasi merupakan penyebab lain dari kemiskinan di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa sanitasi dan pelayanan yang buruk merupakan akar dari kemiskinan (Tisniwati, 2012)
Berdasarkan data Susenas 2020, Bappenas menyebutkan bahwa hanya 47,4% penduduk miskin kronis yang memiliki akses air minum layak dan hanya 57,76% yang memiliki akses sanitasi layak. Data ini menunjukkan rendahnya cakupan air minum dan sanitasi dapat semakin memperburuk kondisi penduduk dan meningkatkan kemiskinan di Indonesia.
Uraian di atas mengindikasikan bahwa kebijakan Dana Desa yang berjalan lebih dari dari tujuh tahun belum diimplementasikan secara efektif untuk penurunan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar infrastruktur air minum serta sanitasi. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi kebijakan Dana Desa terkait dua isu atas. Kraft & Furlong (2013) mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai penilaian apakah suatu kebijakan dan program telah berjalan dengan baik. Analisisnya mencari bukti apakah suatu program telah mencapai tujuan dan sasarannya.
Kebijakan Dana Desa menjadi topik menarik dan telah banyak dikaji dengan berbagai aspeknya. Sunu & Utama (2019) menganalisis pengaruh Dana Desa terhadap kemiskinan di kabupaten/kota Provinsi Bali. Dengan analisis jalur, disimpulkan Dana Desa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Kadafi, Sudrahman, & Sudrahman (2020) meneliti implikasi Dana Desa terhadap kemiskinan.
Melalui regresi, disimpulkan Dana Desa berimplikasi kepada kemiskinan sebesar 12,7%. Penelitian serupa oleh
Zakaria, Mony, & Wahyudi (2020) menyimpulkan bahwa Dana Desa berimplikasi pada penurunan kemiskinan di kabupaten/ kota Provinsi Maluku.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan menganalisis: 1) pengaruh Dana Desa terhadap penurunan kemiskinan, 2) pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan infrastruktur air minum, 3) pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan infrastruktur sanitasi, 4) pengaruh
Dana Desa untuk infrastruktur air minum terhadap penurunan kemiskinan, dan 5) pengaruh Dana
Desa untuk infrastruktur sanitasi terhadap penurunan kemiskinan.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan analisis jalur ( path analysis) untuk uji hipotesis. Data penelitian ini merupakan data sekunder bersumber dari BPS dan Kemenkeu dengan cakupan seluruh kabupaten/kota penerima Dana Desa. Tidak ada metode sampling dalam penelitian ini.
Fokus penelitian adalah analisis Dana Desa terhadap kemiskinan dan infrastruktur pelayanan dasar air minum serta sanitasi. Dengan tujuan memperkaya analisis, pengaruh Dana Desa dibandingkan dengan skema desentralisasi fiskal yang lain yakni DAU dan DAK. Untuk kepentingan evaluasi maka analisis perbandingan pengaruh Dana Desa dengan skema lain menjadi relevan.
Variabel dalam analisis jalur terdiri atas variabel eksogen, mediasi dan endogen. Dalam penelitian ini variabel eksogen adalah: Dana Desa sebagai X1, Dana Alokasi Umum sebagai X2, dan Dana Alokasi Khusus sebagai X3. Variabel mediasi meliputi air minum layak sebagai Z1 dan sanitasi layak sebagai Z2. Variabel eksogen tingkat kemiskinan sebagai variabel Y.
Analisis jalur diterapkan dalam dua tahap. Pertama, untuk seluruh kabupaten/kota sebagai basis analisis pengaruh Dana Desa secara nasional. Kedua, untuk kabupaten/kota sesuai klaster berdasarkan kapasitas fiskal dan kemiskinannya. Pengelompokkan untuk analisis klaster sebagai berikut:
Sumber: Hasil pengelompokkan berdasarkan Indeks Kapasitas Fiskal (Kemenkeu, 2020) dan tingkat kemiskinan (BPS, 2020)
Hipotesis penelitian ini meliputi:
H1: Dana Desa berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan.
H2: Dana Desa berpengaruh positif signifikan terhadap infrastruk- tur air minum.
H3: Dana Desa berpengaruh positif signifikan terhadap infrastruk- tur sanitasi.
H4: Dana Desa untuk infrastruktur air minum berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan.
H5: Dana Desa untuk infrastruktur sanitasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan.
## HASIL DAN DISKUSI/ANALISIS a) Analisis Jalur
Analisis untuk seluruh kabupaten dan kota dengan SPSS, menghasilkan model sebagai berikut:
Persamaan struktural yang dihasilkan sebagai berikut:
Cakupan Air Minum (Z1) =0.093 Z DD + 0.007 Z DAU + 0.034 Z DAK + ℇ₁ Cakupan Sanitasi (Z2) = 0.044 Z DD - 0.285 Z DAU + 0.007 Z DAK + ℇ₂ Perubahan Kemiskinan (Y)= -0.201 Z DD + 0.294 Z DAU - 0.121 Z DAK -0.076 Z Air Minum + 0.065 Z Sanitasi+ ℇ₃
b) Koefisien determinan.
Koefisien determinasi analisis jalur sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis SPSS Nilai R Square menunjukkan besarnya nilai keragaman penurunan kemiskinan yang dapat dijelaskan oleh variabel penelitian. Pada uji ini, didapatkan nilai R Square sebesar 0.085, artinya 8,5% keragaman dari perubahan kemiskinan disebabkan oleh DD, DAU dan DAK, perubahan cakupan air minum dan perubahan cakupan sanitasi. Hal ini berarti 92,5% keragaman perunurunan kemiskinan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar penelitian ini.
c) Uji F
Uji F Sub Struktur 3 sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis SPSS
d) Uji T
Uji T Sub Struktur 3 sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis SPSS
## e) Uji Hipotesis:
Uji hipotesis dari analisis jalur seluruh kabupaten/kota sebagai berikut:
## Sumber: Hasil Analisis Amos, diolah
Untuk pendalaman analisis, model jalur yang sama diterapkan untuk setiap klaster, namun berdasarkan uji asumsi klasik, model tersebut hanya cocok untuk klaster 3,5 dan 6. Dengan demikian uji hipotesis tingkat klaster hanya dapat diterapkan pada klaster 3,5, dan 6.
Uji hipotesis dari analisis jalur untuk klaster 3: sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis Amos, diolah Uji hipotesis dari analisis jalur untuk klaster 5: sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis Amos, diolah
Uji hipotesis dari analisis jalur untuk klaster 6: sebagai berikut:
## Sumber: Hasil Analisis Amos, diolah
## PEMBAHASAN
## a). Pengaruh Dana Desa terhadap
Penurunan Kemiskinan
Berdasarkan hasil analisis jalur dan uji hipotesis untuk seluruh kab/ kota penerima Dana Desa 2015-2019 maka dapat disimpulkan bahwa Dana Desa memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap perubahan tingkat kemiskinan. Hal ini berarti secara nasional Dana Desa memberi kontribusi positif dalam penurunan tingkat kemiskinan terutama di perdesaan secara signifikan. Penelitian ini selaras dengan hasil penelitian (Joetarto, Setiawan, & Farida, 2020) yang menghitung perubahan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah Dana Desa pada 432 kabupaten/kota. Disimpulkan bahwa Dana Desa memberikan dampak positif terhadap kenaikan pengeluaran konsumsi per kapita masyarakat perdesaan. Dalam hal ini, pengeluaran konsumsi adalah basis untuk pengukuran kemiskinan moneter atau konsumsi. Penelitian dengan topik yang sama oleh (Joetarto et al., 2020) juga menyimpulkan yang sama, di mana untuk 432 kabupaten/kota penerima Dana Desa terjadi kenaikan konsumsi per kapita.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sunu & Utama (2019) yang menganalis pengaruh Dana Desa terhadap kemiskinan dengan di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Disimpulkan bahwa Dana Desa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Besarnya nilai koefisien jalur pengaruh Dana Desa terhadap tingkat kemiskinan dalam penelitian ini sebesar -0,201, mirip dengan hasil penelitian Sunu dan Utama (2019) yang menghasilkan koefisien -0.197. Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian oleh Hermawan & Ahmad (2019) yang menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berupa Dana Desa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan perdesaan di lima provinsi di Jawa.
Terkait besarnya pengaruh, hasil penelitian menunjukkan bahwa meski Dana Desa memilik pengaruh terhadap penurunan kemiskinan secara statisitik signifikan namun pengaruhnya relatif sangat kecil. Koefisien determinasi dari analisis jalur untuk seluruh kabupaten/kota menunjukkan bahwa secara simultan DD, DAU dan DAK hanya memiliki pengaruh sebesar 8,5% terhadap penurunan kemiskinan nasional.
Dengan rentang periode sama, jika dibandingkan dengan skema dana transfer lain berupa DAU dan DAK, Dana Desa terbukti lebih efektif dalam menurunkan kemiskinan, terutama di daerah perdesaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien jalur untuk Dana Desa sebesar -0,201, dibandingkan koefisien DAK sebesar -1,21 dan koefisien DAU adalah 0,294.
Analisis di atas memberi bukti bahwa implementasi kebijakan Dana Desa selama periode 2015-2019 telah berkontribusi terhadap penurunan kemiskinan secara nasional meskipun pengaruhnya masih relatif kecil. Dapat
disimpulkan bahwa hasil penelitian ini, untuk tingkat nasional, sesuai dengan teori desentralisasi fiskal yang menyebutkan bahwa efek positif dari desentralisasi fiskal adalah terjadinya penurunan kemiskinan. Merujuk pada The Theory of Public Finance karya Richard Musgrave, desentralisasi fiskal ini sangat relevan dengan fungsi distribusi. Menurut Musgrave & Musgrave (1989) Fungsi dsitribusi sangat terkait dengan pemerataan kesejahteraan. Hal ini selaras dengan pernyataan Cheema dan Rondinelli yang menyebutkan bahwa tujuan penting desentralisasi adalah mempercepat penurunan kemiskinan (Santoso, 2020). Dalam analisis kausalitas menggunakan regresi, nilai koefisien determinasi sebesar 8,5% memberi bukti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sangat kecil. Dikarenakan penelitian ini untuk kepentingan evaluasi maka hal ini justru menjadi temuan menarik untuk dianalisis lebih lanjut. Koefisien determinasi sebesar 8,5% sekaligus mengindikasikan bahwa kemiskinan merupakan permsalahan yang sangat kompleks di Indonesia. Banyak sekali faktor lain di luar variabel penelitian ini yang memengaruhinya.
Beberapa faktor signifikan memengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia secara nasional antara lain: pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, dan IPM (Sianturi, Syafii, & Tanjung, 2021). Faktor lainnya adalah bantuan sosial (Samputra & Ramadhani, 2019) dan pengeluaran per kapita (Tisniwati, 2012).
Secara faktual, berdasarkan analisis jalur dengan asumsi variabel lain konstan maka merujuk pada nilai koefisien yang tidak terstandarisasi ( unstandardized ), dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan Rp1 trilyun
Dana Desa untuk setiap kabupaten/ kota hanya dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,821% poin. Nilai penurunan ini terhitung sangat kecil dibandingkan dengan besaran alokasi Dana Desa diterima setiap kabupaten/kota.
Temuan ini sejalan dengan penelitian (Kadafi et al., 2020) yang meyimpulkan bahwa Dana Desa memiliki implikasi terhadap kemis- kinan di 96 kabupaten dengan desa tertinggal, namun dampaknya kecil. Hasil penelitian Saragi (2021) juga menyimpulkan bahwa dampak dari peningkatan Dana Desa yang signifikan selama periode 2015-2019 adalah penurunan kemis-kinan meskipun jumlahnya sedikit.
Salah satu penyebab kecilnya pengaruh Dana Desa terhadap upaya penurunan kemiskinan dikarenakan proporsi pemanfaatan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat yang masih sangat kecil. Kementrian Keuangan (2019) mencatat selama periode 2015-2018, pemanfaatan Dana Desa masih didominasi oleh infrastruktur fisik perdesaan sebesar 79,75%, sementara itu bidang pemberdayaan masyarakat hanya sebesar 13,25%.
Jika secara nasional Dana Desa memiliki pengaruh dalam penurunan kemiskinan secara signifikan, namun hal ini tidak berlaku umum untuk seluruh kabupaten/kota. Berdasarkan analisis di klaster, dapat diidentifikasi bahwa Dana Desa memiliki pengaruh terhadap penurunan kemiskinan pada klaster 3 dan 6, namun secara statistik tidak signifikan Klaster 3 merupakan kabupaten/kota berkapasitas fiskal rendah atau sangat rendah dengan kemiskinan tinggi dan klaster 6 adalah kabupaten/kota berkapasitas fiskal rendah atau sangat rendah dengan kemiskinan rendah. Pada klaster 5 yakni kabupaten/kota berkapasitas
fiskal sedang dan kemiskinan rendah, Dana Desa tidak memiliki pengaruh terhadap penurunan kemiskinan.
Pada klaster 3 yang merupakan kabupaten/kota berkapasitas fiskal rendah atau sangat rendah, kehadiran aana Desa seharusnya menambah kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan wilayah perdesaan yang tidak bisa dijangkau seluruhnya oleh program dari APBD kabupaten/kota. Dalam praktiknya, justru Dana Desa belum memiliki pengaruh signifikan dalam penurunan kemiskinan di wilayah-wilayah ini.
## b). Pengaruh Dana Desa terhadap Cakupan Air Minum Layak
Berdasarkan hasil analisis jalur dan uji hipotesis seluruh kabupaten/ kota penerima Dana Desa 2015-2019, maka dapat disimpulkan bahwa Dana Desa memiliki pengaruh yang positif terhadap perubahan cakupan air minum layak, namun tidak signifikan. Hal ini berarti secara nasional Dana Desa memberikan mempengaruhi peningkatan cakupan air minum layak meski secara statistik tidak signifikan. Dengan menggunakan periode yang sama, penelitian ini membuktikan secara nasional pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan cakupan air minum layak lebih besar daripada pengaruh DAU dan DAK.
Hasil penelitian ini agak berbeda dengan studi Kurniawan (2021) yang mengevaluasi dampak Dana Desa terhadap pembangunan infrastruktur desa di Indonesia Tahun 2015-2018, termasuk di dalamnya air bersih dan sanitasi. Disimpulkan bahwa Dana Desa berdampak pada berkurangnya kebutuhan infrastruktur dasar eko- nomi di perdesaan dan realisasi Dana Desa berdampak pada pembangunan infrastruktur desa di Indonesia.
Kementerian Desa melaporkan sebanyak 993.674 unit air bersih telah
terbangun dari Dana Desa selama peiode 2015-2019 (Sirait & Octavia, 2021). Angka ini merupakan capaian yang relatif tinggi dibanding jumlah desa di seluruh Indonesia sebanyak 75.436 ribu. Secara rata-rata di setiap desa telah terbangun 13 unit fasilitas air bersih, namun penyebaran yang yang kurang merata dapat menjadi permasalahan. Hal ini dibuktikan dengan pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan cakupan air minum layak signifikan di klaster 5 dan klater 6 namun penagruhnya tidak signifikan secara nasional.
RPJMN Tahun 2014-2019 telah mengamatkan cakupan air minum layak sebesar 100% tapi faktanya target tersebut hingga saat ini belum dapat terpenuhi. Salah satu kendala terbesarnya adalah keterbasan Dana. Sudarsono & Nurkholis (2020) mencatat kontribusi APBD 2015-2016 untuk pengembangan SPAM hanya sebesar 0,04% dari nilai total APBD. Dengan kondisi seperti ini, target akses air minum layak baru akan tercapai pada Tahun 2028.
Untuk menjawab tantangan ini, Dana Desa dapat menjadi alternatif pembiayaan yang berpotensi mengisi kekurangan anggaran peningkatan air minum layak. Hal ini telah dibuktikan pada kabupaten/kota klaster 5 dan 6 yang menunjukkan bahwa Dana Desa berpengaruh positif dan signifikan meningkatkan cakupan air minum layak. Keberhasilan ini perlu menjadi pembelajaran bagi kabupaten/kota di klaster lain. Dengan demikian, Dana Desa sebagai alternatif pendanaan untuk infrastruktur air minum memiliki potensi untuk dimanfaatkan secara optimal. Dan hal ini terbukti pada tingkat klaster.
c). Pengaruh Dana Desa terhadap Cakupan Sanitasi Layak
Berdasarkan hasil uji hipotesis untuk seluruh kabupaten dan kota penerima Dana Desa 2015-2019, dapat disimpulkan bahwa Dana Desa memiliki pengaruh yang positif terhadap perubahan cakupan sanitasi layak namun tidak signifikan Hal ini mengindikasikan Dana Desa pada periode 2015-2019 memberikan kontribusi positif terhadap pening- katan cakupan sanitasi layak secara nasional meski secara statistik tidak signifikan. Dengan menggunakan rentang periode yang sama, secara nasional dapat dibutktikan bahwa pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan cakupan sanitasi layak lebih besar daripada pengaruh DAU dan DAK.
Laporan dari Kementerian Desa, sebanyak 339.764 unit MCK telah terbangun dari implementasi Dana Desa selama peiode 2015-2019 (Sirait dan Octavia, 2021). Jika dibandingkan jumlah desa di seluruh Indonesia, secara rata-rata di setiap desa hanya terbangun sekitar 4 unit MCK dari Dana Desa. Hal ini mengonfirmasi hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pengaruh Dana Desa tidak signifikan terhadap peningkatan cakupan sanitasi layak secara nasioal maupun untuk tingkat klaster.
Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Akbar & Sihaloho (2019) yang menyimpulkan Dana Desa mungkin belum memberikan dampak optimal bagi pembangunan infrastruktur di perdesaan karena peningkatan alokasinya hanya mampu memberi peningkatan pembangunan infrastruktur fisik di bawah 1%. Hasil penelitian lain oleh Batubara, Harahap, & Marpuah (2020) menyimpulkan bahwa Dana Desa mampu mengubah profil desa menjadi lebih baik, terutama dalam infrastruktur jalan, air dan sanitasi.
## d). Pengaruh Dana Desa untuk Air
Minum Layak terhadap Penurunan Kemiskinan
Berdasarkan uji hipotesis untuk seluruh kabupaten dan kota penerima Dana Desa Tahun 2015-2019 maka disimpulkan bahwa Dana Desa untuk air minum layak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan namun tidak signifikan. Dengan demikian, pengaruh tidak langsung Dana Desa terhadap penurunan kemiskinan melalui peningkatan cakupan air minum layak tidak terbuki sigifikan.
Kecilnya pengaruh Dana Desa terhadap penurunan kemiskinan melalui peningkatan cakupan air minum dapat dikarenakan pengaruh langsung Dana Desa terhadap cakupan air minum layak juga tidak signifikan. Di sisi lain, kemiskinan yang diukur BPS adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga. Sepanjang air minum tidak menyebabkan adanya kenaikan pengeluaran rumah tangga amaka tidak akan diperhitungkan secara langsung dalam pengukuran kemiskinan.
Fakta di atas didukung analisis deskriptif penelitian ini, di mana tingginya peningkatan cakupan air minum layak tidak linear dengan penurunan tingkat kemiskinannya. Peningkatan cakupan air minum layak secara nasional sebesar 19,07% poin selama 2015-2020 namun penurunan kemiskinan pada periode tersebut hanya sebesar 1,03 % poin.
Infrastruktur air minum tidak dapat secara signifikan mengurangi kemiskinan tanpa faktor-faktor lain. Hal ini selaras dengan pernyataan Tortajada (2104); Tortajada & Biswas (2014) dalam (Putra & Rinato, 2017) yang menjelaskan bahwa infrastuktur air bersih adalah kebutuhan utama masyarakat tapi tidak akan signifikan menurunkan kemiskinan jika tidak
diiringi pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan. Potensi penurunan kemiskinan melalui peningkatan air minum layak di Indonesia sebenarmya telah banyak dikaji. Penelitian Putra & Rinato (2017) menyimpulkan bahwa rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas air bersih memiliki tingkat pendapatan yang lebih rendah sebesar 17,17% dibandingkan rumah tangga yang memiliki akses air bersih. Selain itu, kemungkinan menjadi rumah tangga miskin juga lebih tinggi besar 1,29% pada rumah tangga yang tidak memiliki akses air bersih.
Berdasarkan penelitian ini dan didukung penelitian Putra dan Rianto di atas, disimpulkan bahwa meskipun pengaruh cakupan air minum layak terhadap kemiskinan masih sangat kecil namun ada potensi percepatan penurunan kemiskinan melalui peningkatan cakupan air minum yang lauak. Dalam konteks hal ini, Dana Desa dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan lokal tingkat desa dan dapat menjangkau lokasi-lokasi yang selama ini tidak dapat dijangkau oleh kegiatan dari APBD atau APBN.
## e). Pengaruh Dana Desa untuk
Sanitasi Layak terhadap Penurunan Kemiskinan
Berdasarkan uji hipotesis untuk seluruh kabupaten dan kota penerima Dana Desa Tahun 2015-2019, dapat disimpulkan bahwa Dana Desa untuk sanitasi layak tidak berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan. Pengaruh tidak langsung Dana Desa terhadap penurunan kemiskinan melalui peningkatan sanitasi tidak terbuki secara statistik.
Salah satu penyebab ketiadaan pengaruh Dana Desa terhadap kemiskinan melalui cakupan sanitai
layak karena pengaruh langsung Dana Desa terhadap cakupan sanitasi layak tidak signifikan. Selaras dengan uraian terkait air minum layak, sepanjang fasilitas sanitasi tidak menyebabkan naiknya pengeluaran rumah tangga maka tidak akan diperhitungkan secara langsung dalam pengukuran kemiskinan. Serupa dengan uraian terkait air minum layak, hasil analisis deskriptif menunjukkan peningkatan cakupan sanitasi layak secara nasional sebesar 17,39% poin selama periode 2015-2020 namun penurunan tingkat kemiskinan pada periode yang sama hanya sebesar 1,03 % poin.
Jika pembangunan fasilitas sanitasi dapat memengaruhi tingkat kemiskinan maka dampaknya tidak akan dirasakan secara langsung. Hal ini selaras dengan penelitian Ahmed (2013) yang menunjukkan bahwa pengaruh desentralisasi fiskal terha- dap nilai pengeluaran beberapa sektor seperti infrastruktur dan kesehatan kurang efektif mengurangi tingkat kemiskinan. Komponen utama dalam pengeluaran ini antara lain program sanitasi, perumahan dan penyediaan air. Program-program ini mungkin berpengaruh terhadap kemiskinan namun tidak instan. Dampaknya akan datang dengan jeda waktu.
Akses rumah tangga terhadap sanitasi dan air bersih merupakan hal yang penting dalam upaya melahirkan sumber daya manusia yang unggul. Ketiadaan sanitasi yang layak dan air bersih memadai merupakan awal dari persoalan kesehatan, seperti: stunting , kematian bayi serta ibu, penularan berbagai virus, dan penyakit lainnya (Suryani, 2020). Kondisi kesehatan yang buruk akan dapat memengaruhi produktivitas seseorang. Selain itu, sampingpengeluaran rumah tangga untuk kesehatan juga meningkat. Dengan demikian, sebagai salah satu upaya percepatan penanggulangan
kemiskinan, fasilitas sanitasi yang layak akan menjadi prakondisi yang sangat penting.
Dalam konteks ini, Dana Desa dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan program sanitasi di tingkat desa. Raharjo (2020) menjelaskan bahwa Dana Desa dapat dipergunakan antara lain untuk pelaksanaan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Eko et al. (2016) menyebutkan bahwa Dana Desa diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan membiayai penyelenggaran kewenangan Desa baik berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala Desa.
## KESIMPULAN
1) Dana Desa berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan seca- ra nasional meski kontibusinya sangat kecil dan pengaruhnya tidak signifi- kan pada kabupaten/kota berkapasi- tas fiskal rendah. Jika dibandingkan DAU dan DAK maka Dana Desa terbuk- ti lebih efektif menurunkan tingkat kemiskinan terutama di perdesaan. Secara faktual, pada periode 20015- 2019, peningkatan Dana Desa sebesar Rp1 triliun per kabupaten/kota hanya mampu menurunkan kemiskinan se- besar 0,821% poin.
2) Dana Desa berpengaruh positif terhadap peningkatan cakupan air minum tapi tidak signifikan secara nasional. Pengaruh Dana Desa signi- fikan pada kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal sedang atau rendah dengan kemiskinan rendah.
Secara nasional, dapat dibuktikan bahwa pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan cakupan air minum layak lebih besar daripada pengaruh DAU dan DAK meskipun secara statistik tidak signifikan. Hal ini dapat dimak- nai bahwa Dana Desa sebagai sumber pendanaan infrastruktur air minum
memiliki potensi untuk dimanfaatkan secara optimal.
3) Dana Desa berpengaruh positif ter- hadap peningkatan cakupan sanitasi namun tidak signifikan secara nasio- nal maupun seluruh kabupaten/ kota.
Secara nasional, dapat dibuktikan bahwa pengaruh Dana Desa terhadap peningkatan cakupan air minum layak lebih besar daripada pengaruh DAU dan DAK meskipun secara statistik tidak signifikan. Hal ini dapat dimak- nai bahwa Dana Desa sebagai sumber pendanaan infrastruktur sanitasi me- miliki potensi untuk dimanfaatkan secara optimal dalam mengejar target cakupan sanitasi layak nasional.
4) Dana Desa untuk air minum berpe- ngaruh tidak signifikan terhadap penunurunan kemiskinan baik secara nasional maupun untuk seluruh kabupaten/kota.
Meski pengaruhnya tidak signifikan tapi ada potensi mempercepat penu- runan kemiskinan melalui peningkat- an cakupan air minum yang layak. Dalam konteks ini, Dana Desa dapat menjadi alternatif sumber pendanaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan lokal tingkat desa
5) Dana Desa untuk sanitasi tidak berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan secara nasional maupun untuk seluruh kabupaten/kota tapi berpengaruh tidak signifikan pada kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal dan tingkat kemiskinan rendah.
Untuk perbaikan ke depan, dalam formulasi alokasinya, selain mening- katkan bobot aspek kemiskinan, kebijakan Dana Desa perlu memper- timbangkan Kapasitas Fiskal Daerah (kabupaten/kota), di mana peran daerah sangat krusial untuk memastikan efektivitas implementasi Dana Desa di tingkat lapangan. Diperlukan pula penyesuaian formula dan prioritas penggunaan Dana Desa sesuai karakteristik kabupaten/kota dan desa untuk menjawab permasa- lahan spesifik dan lokal sebagaimana dalil dalam teori Desentralisasi Fiskal. Prinsip one size fit for all kurang relevan dengan implementasi kebi-jakan Dana Desa.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang perlu menjadi perhatian untuk pengambilan kebijakan atau peneli- tian berikutnya, yakni:
Adanya perubahan kriteria dan meto- de perhitungan cakupan air minum layak dan sanitasi layak sejak 2019 membawa konsekuensi pada peru- bahan rumus dan perhitungan varia- bel. Hal ini berpotensi menyebabkan data penelitian dengan rentang Tahun 2015-2020 ini kurang konsisten.
Di samping itu terdapat beberapa pro- vinsi yang data terakhir Tahun 2020 belum dimutakhirkan sehingga pene- litian ini menggunakan data proksi atau terakhir Tahun 2019. Penelitian ke depan perlu mempertimbangkan penggunaan data dengan kriteria dan metode perhitungan baru yang sera- gam untuk seluruh wilayah dan tahun sehingga konsistensi data terjaga.
## REFERENSI
Ahmed, M. (2013). Fiscal Decentralisation and Political Economy of Poverty Reduction: Theory and Evidence from Pakistan . Durham University . Retrieved from http://etheses.dur.ac.uk/7288/ Akbar, M. T., & Sihaloho, E. D. (2019). The Impact of Village Fund Program in Developing Physical Infrastructure: Case on Construction Value Across Provinces in Indonesia. Media
Trend , 14 (2), 194 – 200.
https://doi.org/10.21107/MEDI
ATREND.V14I2.4841
Batubara, C., Harahap, I., & Marpuah, S. (2020). The Impact Of Village Funds On Enhanching Welfare Of North Maluku Communities Using Falah Approach. Ikonomika : Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam , 5 (2), 205 – 230. https://doi.org/10.24042/FEBI. V5I2.6985
Eko, S., Putra, A. S., Akhmadin, M., Suhirman, Prayitno, H., Suryana, N., & Mustakim, Z. (2016). Tanya Jawab Seputar Dana Desa . Jakarta: Kementerian Desa, PDTT. Retrieved from https://www.academia.edu/346 74069/Tanya_Jawab_Seputar_Da na_Desa
Faoziyah, U., & Salim, W. (2020). Seeking Prosperity Through Village Proliferation: An Evidence of the Implementation of Village Funds (Dana Desa) in Indonesia. Journal of Regional and City
Planning , 31 (2), 97 – 121. https://doi.org/10.5614/jpwk.2 020.31.2.1 Hermawan, A., & Ahmad, A. A. (2019). The Effect of Village Funds on Rural Poverty: Empirical Evidence From Java Island. International Confe-Rence on Rural Development & Enter-
Preneurship 2019: Enhancing Small Busniness and Rural Development Toward Industrial Revolution , 5 (1), 177 – 183.
Joetarto, B., Setiawan, A., & Farida. (2020). The Impact of Village Fund Program on Improving Well-being. JEJAK: Journal of Economics and Policy , 13 (2), 345 – 366. https://doi.org/10.15294/jejak.
v13i2.24395
Kadafi, M., Sudrahman, & Sudrahman,
H. (2020). The Implications Of
Village Funds Received By Underdeveloped Village Per District/City Against Poverty In Indonesia And Literacy Rate : Emperical Evidence In Indonesia.
INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY
RESEARCH , 9 , 1. Retrieved from www.ijstr.org
Kementrian Keuangan. (2019). Buku Saku dan Buku Pintar Dana Desa .
DJPK- Kementerian Keuangan. Jakarta: DJPK- Kementerian Keuangan. Retrieved from https://djpk.kemenkeu.go.id/?p =5562
Kraft, M. E., & Furlong, S. R. (2013). P ublic policy : politics, analysis, and alternatives (4th ed.). Los Angeles: SAGE Publications. Kurniawan. (2021). Evaluasi dampak dana desa terhadap pembangunan infrastruktur desa di indonesia. Jurnal Ekonomi
Manajemen Dan Kuntansi , 23 (3),
513 – 522.
https://doi.org/10.29264/jfor.v 23i3.9245
Musgrave, R. A., & Musgrave, P. B. (1989). Public finance in theory and practice . Singapore: McGraw- Hill Book Company.
Putra, H. S., & Rianto, N. (2016). Pengaruh Akses Air Bersih Terhadap Kemiskinan Di Indonesia : Pengujian Data Rumahtangga, 65 – 76.
Putra, H. S., & Rinato, N. (2017).
Pengaruh Akses Air Bersih terhadap Kemiskinan di Indonesia: Pengujian Data Rumah Tangga. Jurnal Sosial Ekonomi
Pekerjaan Umum , 9 (1), 1 – 12.
Retrieved from https://adoc.pub/pengaruh- akses-air-bersih-terhadap- kemiskinan-di-indonesia-p.html
Raharjo, M. M. (2020). Administrasi pemerintahan desa di Indonesia : teori, regulasi, dan implementasi yang menyertai . Yogyakarta : Gava Media. Retrieved from https://library.bpk.go.id/koleksi /detil/jkpkbpkpp-p- XOfEQM8W5w
Samputra, P. L., & Ramadhani, A. W. (2019). Efektifitas Bantuan Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Tengah Perlambatan Ekonomi Indonesia dengan Pendekatan Non- Parametrik. JPED: Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam , 343 – 354. https://doi.org/10.2/JQUERY.MI N.JS
Santoso, D. (2020). Penduduk Miskin
Transient: Masalah Kemiskinan yang Terabaikan . Jakarta: Pustaka Yayasan Obor Indonesia. Retrieved from https://books.google.co.id/book s/about/Penduduk_Miskin_Tran sient.html?id=TxJTDwAAQBAJ&r edir_esc=y
Saragi, N. B. (2021). Indonesia’s
Village Fund Program: Does It
Contribute to Poverty Reduction?
Jurnal Bina Praja , 65 – 80. https://doi.org/10.21787/JPB.1 3.2021.65-80 Sianturi, V. G., Syafii, M., & Tanjung, A. A. (2021). Analisis Determinasi Kemiskinan di Indonesia Studi Kasus (2016-2019). Jurnal Samudra Ekonomika , 5 (2), 125 –
133. Retrieved from https://www.academia.edu/en/ 76701950/Analisis_Determinasi _Kemiskinan_di_Indonesia_Studi_ Kasus_2016_2019_ Sirait, R. A., & Octavia, E. (2021, March). Tinjauan Singkat Dana Desa Tahun 2015-2020. Retrieved August 17, 2022, from https://berkas.dpr.go.id/puskaji anggaran/analisis-ringkas- cepat/public-file/analisis- ringkas-cepat-public-37.pdf
Sow, M., & Razafimahefa, I. F. (2015). Fiscal Decentralization and the Efficiency of Public Service Delivery. International Monetary Fund , 15 (59), 1 – 30.
Sudarsono, R. A., & Nurkholis. (2020). Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia. JEPI (Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia) , 20 (1), 1 – 19. https://doi.org/10.21002/JEPI.V 20I1.844 Sunu, M. K. K., & Utama, M. S. (2019). PENGARUH DANA DESA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana , undefined-undefined. https://doi.org/10.24843/EEB.2 019.V08.I08.P02 Suryani, A. S. (2020). Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi saat
Pandemi Covid-19. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial , 11 (2), 199 – 214. https://doi.org/10.46807/ASPIR ASI.V11I2.1757 Tisniwati, B. (2012). Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan ,
10 (1), 33. https://doi.org/10.22219/JEP.V
## 10I1.3714
Zakaria, S., Mony, F., & Wahyudi, I. (2020). The Impact of Village Fund Allocation on Poverty in District/Cities Province Maluku, Indonesia. Journal of Economics and Sustainable Development , 11 (12),
53 – 61.
https://doi.org/10.7176/JESD/1 1-12-08
|
60a829ae-ddc8-471c-bbb1-6514c4507603 | https://jurnal.umt.ac.id/index.php/RausyanFikr/article/download/1798/1130 |
## DASAR DAN KONSEP MANAJEMEN PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Achmad Fauzi ac. [email protected]
(Dosen Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang)
## Abstrak:
Dasar dan Konsep Manajemen Pendidikan Perspektif Al-Qur’an adalah Konsep manajemen yang berorientasi pada; 1) Fleksibel, Manajemen dikatakan fleksibel apabila manajemen itu dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. 2) Efektif- efisien, Suatu manajemen pendidikan dikatakan efektif-efisien jika mempunyai ciri:Tujuan yang jelas, Mengkreasikan alternatif-alternatif, Mengoptimalkan sumber-sumber pendidikan, Memperoleh hasil pendidikan, Meningkatkan keuntungan pendidikan. 3) Terbuka, terbuka kesempatan kepada semua pihak, terutama staf untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya baik dalam jabatan maupun bidang lainnya. 4) kooperatif dan partisipatif, diperlukan adanya manajer yang handal yang mampu membuat perencanaan yang baik, mengorganisir, menggerakkan dan melakukan kontrol serta tahu kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan peluang (opportunity) dan ancaman (theat) hendaknya sesuai maka orang yang diberi amanat untuk memenaj lembaga pendidikan Islam sesuai dengan ajaran al-Qur’an.
## Kata Kunci: Dasar, Konsep, Menajemen, al-Qur’an
## A. Pendahuluan
Manajemen pendidikan upaya untuk melakukan pengelolaan secara ter-struktur terkait bidang pendidikan. Fungsi yang ada dalam manajemen pendidikan itu terdiri dari perencanaan atau planning guna kegiatan dapat berjalan dengan lebih sistematis. Kemudian pengorganisasian atau organizing sebagai sisi untuk dapat melakukan pembagian dari tugas yang ada. Lalu ada fungsi pergerakan atau actuating sebagai realisasi dari rencana dan organisir yang telah dibuat di awal. Pergerakan lebih untuk memberikan semangat agar dapat mencapai tujuan dari manajemen pendidikan yang ada. Manajemen pendidikan adalah kegiatan untuk mengumpulkan beberapa sumber terkait dunia pendidikan. sehingga dapat
difokuskan untuk menuju pada tujuan yang sudah ditetapkan sesuai dengan pendidikan yang diharapkan. Manajemen pendidikan secara umum adalah manajemen yang
perlu dilakukan perencanaan terlebih dahulu. Manajemen juga merupakan organisir agar dapat sampai pada tujuan. Termasuk mengarah pada perlunya pengawasan yang terarah agar manajemen pendidikan tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai. Konsep manajemen pendidikan yang mengacu pada dasar ilmu, maka ilmu yang perlu diberikan dalam manajemen pendidikan haruslah sesuai dengan yang ada konsep manajemen pendidikan yang mengacu pada dasar seni, maka ilmu yang perlu diberikan dalam manajemen pendidikan haruslah membekali peserta didik lebih terampil. Tidak sekadar pintar saja. Konsep manajemen pendidikan yang mengacu pada dasar proses, maka jelas setiap tindakan dan usaha itu perlu proses.
## B. Dasar dan Konsep Manajemen Pendidikan Perspektif Al-Qur’an
Ajaran islam sesungguhnya sudah meletakan dasar-dasar manajemen pendidikan Islam, dan hal itu tersimpan dengan baik dalam dokumen-dokumen sejarah Islam yang primer dan sekunder, banyak sarjana Muslim sebelum meneliti dan mengungkapnya khususnya Muslim di Indonesia, berawal dari kesadaran terhadap problem tersebut, pada dasar-dasar menejemen perspektif al-Qur’an terdapat nilai-nilai normatife dan historis Islam antara lain adalah:
1. Merujuk kepada literature-literatur yang kridibel dan akurat. Dengannya akan didapatkan sebuah produk pendidikan yang multidimensional dan polyinterpretabel , sehingga dapat diabestrakkan pada berbagai fragmen manajemen pendidikan. Pendidikan Islam senantiasa merujuk pada dokumen primer yakni al-Qur’andan as-Sunah, dengan tidak mengabaikan peranan dokumen sekunder seperti hadits, ijma, qiyas dan lain yang termaktub dalam buku-buku para intelektual Muslim awal (salaf).
Hasilnya oaut put dan outcome pendidikan akan lebih mampu survese dan kompetetisi.
2. Penanaman keikhlasan dan ketulusan dalam proses pendidikan, baik kepada peserta didik, praktisi pendidikan dan seluruh bagian yang terintegrasi dan bersinergi dengan institusi maupun lingkungan pendidikan. Terjadinya ketulusan
dalam
menjalankan pendidikan, akan melahirkan kegagalan pencapaian tujuan pendidikan. Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan: ِهِذَى ُللها ُرُصْنَ ي اَمنَِّإ ْمِِتَِوْعَدِب اَهِفْيِعَضِب َةممُلأا .ْمِهِصَلاْخِإَو ْمِِتَِلاَصَو “Sesungguhnya Allah hanya akan menolong umat ini dengan orang-orang
yang lemah di antara mereka, dengan doa mereka, sholat mereka dan keikhkasan mereka”. 1
Materi yang pertama diajarkan kepada peserta didik adalah materi fundamental , seperti pengenalan huruf- huruf, operasi hitung, cara menulis, bahasa, baik bahasa lokal maupun bahasa asing, yang menjadi alat dan modal awal untuk proses belajar selanjutnya. Pembelajaran ini tampak pada aksentuasisasi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagai seorang manajer pendidikan dimasa awal islam dimana beliau melakukan tashfiyyah atau perivikasi ideologi jahiliyah
(ignorance ideology ) dan materi pendidikan yang mengalami penyimpangan ( deviation ) yang telah menjadi kebiasaan pada mayoritas masyarakat sosial Arab kala itu. Yang pertama kali Nabi Muhammad SAW mengsosialisasikan adalah materi tentang keimanan, sebab hal itulah yang paling mendasar dalam kontruksi agama Islam.
Seperti ini juga diterapkan oleh generasi-generasi berikutnya, seperti tersurat dalam penuturan jundub “kami belajar tentang iman sebelum belajar al- Qur’an, kemudian belajar al-Qur’an sehingga dengannya bertambah iman kami”
Disini didapatkan poin lanjutan, bahwa dalam proses pendidikan sistem jenjang dan proses menjadi sangat berarti bagi keberhasilan manajemen pendidikan. Tanpa sistem jenjang akan ditemukan kesulitan untuk mengetahui pencapaian, tanpa prioritas akan menimbulkan ketidak beraturan dan kemunduran intelektual. Kita sangat berterima kasih kepada pendahulu kita atas jasa-jasa meraka yang melakukan formalisasi materi sehingga mudah menjalankan kegiatan pendidikan.
1 Shahih Imam Bukhori No. 2896 dan Shahih Al-Jami’ No. 2388
Berpedoman pada methode ilmiah dengan menggunakan sarana berpikir dengan berlandaskan hujjah (bukti yang valid), melalui penelusuran yang intensif dan berkelanjutan. Prinsip ini memiliki peranan penting dalam menjaga kemurnian ilmu dari kontaminasi yang bukan ilmu. Karena ilmu adalah pengetahuan- pengetahuan yang lahir dari akal sehat yang terdidik. Melalui mathode ilmiah dengan bekal saranaberpikir ilmiah berdasarkan empirisme dan rasionalisme secara induktif dan deduktif.
Al-Qur’anul Karim sebagai kitab suci kaum Muslimin antara lain berfungsi sebagai “ Hudan ” sarat dengan berbagai petunjuk agar manusia menjadi khalifah dimuka bumi. Untuk memperoleh petunjuk tersebut diperlukan pengkajian terhadap al- Qur’an itu sendiri. Sehingga kaum Muslimin benar-benar bisa mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari isi kandungan al-Qur’an tersebut yang didalamnya kaya dengan permasalahan- permasalan yang sudah terjadi, maupun yang belum terjadi. Semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia dari dulu sampai kini dan yang akan datang, sesungguhnya sudah termaktub dalam Al- Qur’an, termasuk permasalahan asal usul manusia sampai pada aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan, yang baik dan buruk, serta pola hubungan manusia dengan khalikNya, dengan alam dan terutama sesama manusia dapat dijumpai dalam al-Qur’an.
Sumber daya yang dimobilitasi dan dipadukan untuk mancapai tujuan pendidikan tersebut tentunya meliputi; manusia, dana dan sarana prasarana ( man, money dan material ) dan semua itu tidak hanya terbatas yang ada di madrasah saja, tetapi juga yang terdapat dalam lingkungan madrasah secara lebih luas. Berkomunikasi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait baik internal maupun eksternal sangat membantu dan menentukan
kemajuan madrasah dan semua itu memerlukan ilmu manajemen.
Karena manajemen merupakan bagian dari kegiatan suatu institusi lembaga ataupun organisasi yang sangat penting, tentunya harus dilaksanakan secara baik dan menyeluruh. Begitu pula dalam lembaga pendidikan, manajemen menjadi suatu alat dalam menciptakan tujuan pendidikan. Manajemen yang baik adalah manajemen yang tidak jauh menyimpang dari konsep dan yang sesuai dengan obyek yang ditangani dan tempat organisasi itu berada. Karena manajemen merupakan suatu ilmu, maka seharusnya tidak menyimpang dari konsep manajemen yang sudah ada. Begitu pula dengan masing-masing organisasi memiliki situasi dan kondisi yang berbeda yang membutuhkan syarat tersendiri untuk menanganinya.
Jika dikaitkan dengan manajemen pendidikan Islam, maka konsep manajemen perspektif al-Qur’an adalah; fleksibel, efektif-efisien, terbuka, serta kooperatif dan partisipatif. 2
## 1. Fleksibel
Manajemen dikatakan fleksibel apabila manajemen itu dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. Manajemen ini tidak kaku dapat berlangsung dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Agar manajemen dapat fleksibel, maka harus didukung dengan nilai-nilai yang baik yaitu dedikasi, keahlian, dan otoritas. Dedikasi menunjukkan pengabdian mereka kepada organisasi, keahlian yang diperoleh melalui pendidikan merupakan bekal dalam bekerja sedangkan otoritas memudahkan mereka dalam bertindak.
Suprayogo, menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengamatannya walaupun sifatnya masih terbatas,
2 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan , Bandung: Rosda Karya, 2009. h.12.
menunjukan bahwa sekolah atau madrasah yang meraih prestasi unggul justru karena fleksibelitas pengelola atau manajernya dalam menjalankan tugas-tugasnya. 3 Jika diperlukan pengelola atau manajer harus berani mengambil kebijakan atau
memutuskan hal-hal yang berbeda dengan tuntutan atau petunjuk formal dari atasannya. Jika ini dilakukan maka kualitas manajemen dalam hal ini kinerja manajer atau pemimpin lembaga pendidikan tidak hanya diukur berdasarkan keterlaksanaan suatu program, tetapi lebih dari itu yaitu sejauh mana pelaksanaan suatu program menghasilkan lulusan yang kompeten dan memiliki karakter unggul, sesuai keinginan orang tua.
## 2. Efektif dan Efisien
Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika pekerjaan itu memberikan hasil yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan semula. Dengan kata lain pekerjaan sudah mampu merealisasikan tujuan organisasi yang dikerjakan.
Efektifitas yang digunakan adalah efektifitas manajer bukan efektifitas pribadi. Efektifitas bisa terwujud bila manajer mampu melaksanakan perannya untuk mencapai tujuan pada waktu yang tepat. Suatu manajemen pendidikan dikatakan efektif jika mempunyai ciri sebagai berikut:
a. Tujuan yang jelas, dalam arti membuat sesuatu
sesuai dengan tujuan pendidikan.
b. Mengkreasikan alternatif-alternatif.
c. Mengoptimalkan sumber-sumber pendidikan.
d. Memperoleh hasil pendidikan.
e. Meningkatkan keuntungan pendidikan. Suatu pekerjaan dikatakan efisien apabila biaya produksi sedikit yang
3 http://drarifin.wordpres.com/2010/07/15,ko nsep perencanaan pendekatan-dan–model perencanaan pendidikan.
dikeluarkan dan mendapat hasil semaksimal mungkin.
Manajemen yang efisien mempunyai ciri:
a. Mengerjakan yang benar. Dengan kata lain menjalankan sesuatu sesuai dengan tujuan pendidikan.
b. Menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
c. Mengamankan sumber-sumber pendidikan.
d. Mengikuti tugas-tugas pendidikan.
e. Merendahkan biaya pendidikan. 4
Seorang manajer sudah diberi otoritas oleh atasannya dan tentunya seorang yang profesional dalam bidangnya. Dengan bekal ini diharapkan ia akan bisa memberikan hasil kerja yang memuaskan. Bila semua pihak sudah merasa puas akan hasil pekerjaannya, berarti manajemen itu sudah efektif dan efisien. Inilah yang harus dituju oleh manajemen pendidikan.
Kedua kata efektif dan efesien selalu bergandengan dalam manajemen kerena manajemen yang efektif saja sangat mungkin terjadi pemborosan. Sedangkan manajemen yang efesien saja bisa berakibat tidak tercapainya tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Ayat al- Qur’anyang dapat dijadikan acuan keduanya adalah Q.S al-Kahfi ayat 103-
104
ًلاَمْعَأ َنْيِرَسْخَلأاِب ْمُكُئِّبَنُ ن ْلَى ْلُق
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang- orang yang paling merugi perbuatannya?" ْمُىَو اَيْ نُّدلا ِةاَيَْلْا ِفِ ْمُهُ يْعَس ملَض َنْيِذملا ْ نُص َنْوُ نِسُْيَ ْمُهم نَأ َنوُبَسَْيَ اًع Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
4 Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2005, h . 23.
## 3. Terbuka
Terbuka yang dimaksud disini adalah manajemen yang dikembangkan dalam rangka penanaman nilai-nilai dan pemahaman Islam yang modern, terbuka, toleran serta saling menghargai akan perbedaan yang ada. Selain itu manajemen lebih menghargai hak-hak individu,
termasuk kebebasan berpikir, berpendapat dan bebas dari ketakutan. Pendidikan Islam dituntut agar lebih responsif terhadap perubahan yang terjadi. Konsep manajemen terbuka dalam perspektif al- Qur’an, dapat dilihat dalam Al-Quran(surat al-Baqarah : 30 dan 31), yang dapat disimpulkan menjadi empat yakni; (1) Allah sebagai Penguasa tertinggi memiliki sebuah pandangan/ide ke depan (penciptaan manusia), (2) Allah sebagai Pemimpin menawarkan kepada malaikat untuk memberikan pendapatnya tentang rencana penciptaan manusia (konfirmasi tuk memperoleh solusi terbaik, dalam ranah manusia hal ini diperlukan karena sudut pandang manusia sangatlah terbatas, sehingga diperlukan sudut pandang orang lain), (3) Allah membuka wacana dan memberi contoh tentang dialog dan argument yang diberikan dengan para malaikat (perhatikan alasan malaikat tentang ketidak setujuannya atas penciptaan manusia kemudian perhatikan argumen yang diberikan oleh Allah SWT untuk menyanggah pendapat para malaikat) dan (4) Solusi terbaik diperoleh dengan pemahaman semua pihak atas nilai filosofis atas sebuah keputusan pandangan yang diambil akan dilaksanakan.
Terbuka disini juga diartikan bahwa dalam memberikan informasi dengan benar serta memiliki sifat mau memberi dan menerima saran pendapat orang lain, terbuka kesempatan kepada semua pihak, terutama staf untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya baik dalam jabatan maupun bidang lainnya.
Ayat al-Qur’an yang memerintahkan umat manusia berlaku jujur dan adil yang keduanya merupakan kunci keterbukaan yang terdapat dalam Q.S an-Nisa ayat 58 ىَلِإ ِتاَناَمَلأا اوُّدَؤُ ت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َللها منِإ اَهِلْىَأ ِلْدَعْلاِب اوُمُكَْتَ ْنَأ ِسامنلا َْيَْ ب ْمُتْمَكَح اَذِإَو ۚ ِوِب ْمُكُظِعَي اممِعِن َللها منِإ ۚ اًعيَِسَ َناَك َللها منِإ اًيرِصَب
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Menurut Soetomo dan Sumanto, dalam bukunya Pengantar Operasional Administrasi Sekolah disebutkan, kepala sekolah mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi keefektifan sekolah melalui kepemimpinan dan interaksi meraka. 5 Serta sekolah yang berhasil adalah yang menejernya selalu berkomunikasi dengan bawahan juga menerima dan meminta masukan dari semua unsur sekolah.
4. Kooperatif dan Partisipasif
Dalam rangka melaksanakan
tugasnya manajer pendidikan Islam harus kooperatif dan partisipasif. Hal ini disebabkan ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa manajemen pendidikan Islam harus bersifat kooperatif dan partisipasif, karena dalam kehidupan tidak dapat melepaskan dari dari berapa limitasi (keterbatasan) yang meliputi:
5 Hendiat Soetomo dan Wasti Sumanto, Pengantar Operasional Administrasi Sekolah , Surabaya: Usaha Nasional, 2002, hal. 263.
a) Limitasi fisik (alam) misalkan untuk memenuhi kebutuhan makanan ia harus menanamkan dan ini sering dilakukan invidu atau berkelompok.
b) Limitasi psikologi. Manusia secara psikologi (ilmu jiwa) manusia akan menghargai dan menghormati.
c) Limitasi biologis. Manusia secara biologis termasuk makhluk makhluk yang lemah sehingga untuk memperkuat dan mempertahankan dirinya manusia harus bekerjasama, saling member dan menerima bersatu dan mengadakan ikatan dengan manusia lain.
d) Limitasi sosiologis. Manusia tidak akan dapat hidup tanpa orang lain. 6
Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kooperatif dan partisipasif ini antara lain QS. al-Maidah ayat 2.
َلَو ِللها َرِئاَعَش اْوُّلُِتَ َل اْوُ نَمآ َنْيِذملا اَهُّ يَأ اَي َْيِّْمآ َلَو َدِئَلاَقْلا َلَو َيْدَْلْا َلَو َماَرَْلْا َرْهمشلا اًناَوْضِرَو ْمِِّبَِّر ْنِم ًلاْضَف َنْوُغَ تْبَ ي َماَرَْلْا َتْيَ بْلا
ۚ َذِإَو اْوُداَطْصاَف ْمُتْلَلَح ا ۚ ُنآَنَش ْمُكمنَمِرَْيَ َلَو ْنَأ ِماَرَْلْا ِدِجْسَمْلا ِنَع ْمُكوُّدَص ْنَأ ٍمْوَ ق
اوُدَتْعَ ت ۚ ىىَوْقم تلاَو ِِّبِْلا ىَلَع اْوُ نَواَعَ تَو ۚ َلَو ِناَوْدُعْلاَو ِْثِْلإْا ىَلَع اوُنَواَعَ ت ۚ َللها اوُقم تاَو ۚ منِإ َللها ِباَقِعْلا ُدْيِدَش
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan- bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang- binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
6 Melayu Hasibuan, Manajemen Dasar: Pengertian dan Masalah , Jakarta: CV Haji Mas Agung, 1989, hal. 41.
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah : 2). Agar tujuan pendidikan Islam tercapai sesuai dengan yang diharapkan maka diperlukan adanya manajer yang handal yang mampu membuat perencanaan yang baik, mengorganisir, menggerakkan dan melakukan kontrol serta tahu kekuatan ( strength ), kelemahan (weakness ), kesempatan peluang ( opportunity) dan ancaman (theat ) hendaknya sesuai maka orang yang diberi amanat untuk memenaj lembaga pendidikan Islam sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Manajemen pendidikan Islam merupakan aktifitas untuk memobilisasi dan memadukan dengan segala sumber daya pendidikan islam, dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang telah ditetapkan sebelumnya. Sumber daya yang dimobolisasi dan dipadukan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Dengan perkataan lain dalam merealisasikan semua aspek yang terungkap dalam paparan diatas ternyata tidak lepas dari permasalahan manajemen dan konsep dasar manajemen Islam sendiri sesungguhnya banyak dan mudah ditemukan baik dalam al-Qur’an, maupun hadits Nabi, sehingga jika kita mau mengkaji dan mencarinya, maka berbagai permasalahan terkait pendidikan Islam seperti; kemana arah yang harus dituju, apa saja persoalan yang harus dihadapi, serta
bagaimana mengatasinya, kekuatan apa yang harus dijalankan dan bagaimana mencapai tujuan pendidikan Islam, dapat ditemukan jawabannya dalam al-Qur’an, dan hadits Nabi Muhammad SAW tentang manajemen.
Yang perlu diingat bahwa Nabi Muhammad SAW, sendiri ternyata seorang manajer yang sangat efektif, sebagaimana kajian, Jawwad, yang menemukan setidaknya ada enam rahasia keunggulan manajemen Rasulullah,
yakni; 1)
kemampuan memotivasi tim, 2) sederhana dalam memotivasi, 3)
kemampuan berkomunikasi, 4) kemampuan mendelegasikan dan membagi tugas, 5) efektif dalam memimpin rapat, dan 6) kemampuan mengontrol dan mengevaluasi. 7 C. Penutup
Dasar dan Konsep Manajemen Pendidikan Perspektif Al-Qur’an adalah Konsep manajemen yang berorientasi pada fleksibel, efektif-efisien, terbuka, serta kooperatif dan partisipatif;
1. Fleksibel, Manajemen dikatakan fleksibel apabila manajemen itu dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. Suprayogo, menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengamatannya walaupun sifatnya masih terbatas, menunjukan bahwa sekolah atau madrasah yang meraih prestasi unggul justru karena fleksibelitas pengelola atau manajernya dalam menjalankan tugas-tugasnya
2. Efektif-efisien, Suatu manajemen pendidikan dikatakan efektif-efisien jika mempunyai ciri sebagai berikut:
7 M. Ahmad Abdul Jawwad, Manajemen Rasulullah; Panduan Sukses Diri dan Oerganisasi , Terj. Khozin Abu Faqih Bandung: PT Syamil Cipta Media, 2006, hal. 19.
a. Tujuan yang jelas, dalam arti membuat sesuatu sesuai dengan tujuan pendidikan.
b. Mengkreasikan alternatif-alternatif.
c. Mengoptimalkan sumber-sumber pendidikan.
d. Memperoleh hasil pendidikan.
e. Meningkatkan keuntungan pendidikan.
3. Terbuka, bahwa dalam memberikan informasi dengan benar serta memiliki sifat mau memberi dan menerima saran pendapat orang lain, terbuka kesempatan kepada semua pihak, terutama staf untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya baik dalam jabatan maupun bidang lainnya.
4. kooperatif dan partisipatif, Agar tujuan pendidikan Islam tercapai sesuai
dengan yang diharapkan maka diperlukan adanya manajer yang handal yang mampu membuat perencanaan yang baik, mengorganisir, menggerakkan dan melakukan kontrol serta tahu kekuatan ( strength ), kelemahan (weakness ), kesempatan peluang ( opportunity) dan ancaman (theat ) hendaknya sesuai maka orang yang diberi amanat untuk memenaj lembaga pendidikan Islam sesuai dengan ajaran al-Qur’an.
## DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim.
Bukhari, al-. T.T. Shahîh Bukhari: Kitâb al-Janâiz. Kairo: Dâr al-Hadîts.
Hendiat Soetomo dan Wasti Sumanto, Pengantar Operasional Administrasi Sekolah , Surabaya: Usaha Nasional,
2002
Melayu Hasibuan, Manajemen Dasar:
Pengertian dan Masalah , Jakarta:
CV Haji Mas Agung, 1989
Made Pidarta, Manajemen
Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi
Aksara, 2005
M. Ahmad Abdul Jawwad, Manajemen Rasulullah; Panduan Sukses Diri dan Oerganisasi , Terj. Khozin Abu Faqih Bandung: PT Syamil Cipta Media, 2006
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan , Bandung: Rosda Karya, 2009.
|
f8fc409b-a264-4531-896a-66a3471f80a4 | https://iptek.its.ac.id/index.php/jats/article/download/8449/5709 | Journal homepage: http://iptek.its.ac.id/index.php/jats
## Analisis Pondasi Tiang Pancang Dengan Variasi Diameter dan Kedalaman Menggunakan Program 3D Berbasis FEM
Rizal M. Al Fatah 1 , Indra Nurtjahjaningtyas 1,* , Paksitya Purnama Putra 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Jember, Jember 1 Koresponden*, Email: [email protected]
Info Artikel Abstract
Diajukan 12 Januari 2021
Diperbaiki 09 Februari 2021 Disetujui 09 Februari 2021 Keywords: pile foundation, 3D FEM, PDA test, CAPWAP. Pile foundations in construction need to be analyzed using several methods. The method that can be used is the 3D Finite Element Method (FEM) analysis program. This method can overcome the limitations of the P–Y method that exists for a large area and approaches the actual combination of behavior. In this study, a simulation program was carried out on the diameter and depth of the pile, which was interpreted on the PDA test results with CAPWAP. From the results of the calculation of the carrying capacity of the permit using six interpreted modeling in the 3D FEM program, the best analysis and calculation is obtained, namely the pile foundation with a diameter of 0,6 meters and a depth of ± 54 meters, which produces a safety value of 2,721, Qijin 220,67 tons, and a total settlement of 0,2907 meters. Pile cap reinforcement D25-100 mm and raft D32-100 mm.
Kata kunci: pondasi tiang, 3D FEM, PDA test, CAPWAP.
Abstrak
Pondasi tiang pancang pada suatu konstruksi sangat perlu dilakukan analisa dengan menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah program analisis Finite Element Method (FEM) 3D. Pada metode ini dapat mengatasi keterbatasan metode P–Y yang ada untuk area yang luas dan mendekati kombinasi perilaku yang sesungguhnya. Pada penelitian ini dilakukan simulasi program 3D pada diameter dan kedalaman tiang yang diinterpretasikan pada hasil uji PDA dengan CAPWAP. Dari hasil perhitungan daya dukung ijin menggunakan 6 pemodelan pada program 3D FEM yang telah diinterpretasikan, didapatkan analisis dan perhitungan yang terbaik yaitu pondasi tiang dengan diameter 0,6 meter dan kedalaman ± 54 meter yang menghasilkan nilai keamanan 2,721, Qijin 220,67 ton, dan penurunan total 0,2907 meter. Penulangan pilecap D25-100 mm dan raft D32-100 mm.
## 1. Pendahuluan
Pondasi merupakan bagian dari struktur yang berfungsi meneruskan beban struktur atas pada lapisan tanah yang mempunyai daya dukung aman[1]. Analisis dan perhitungan pondasi selalu memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus agar mendapat kualitas dan keamanan yang baik bagi infrastruktur[2]. Selain metode empiris perhitungan dan analisa pondasi dapat dilakukan dengan program analisa 3D yang menggunakan metode Finite Element Method (FEM) dalam perhitungannya. Dengan adanya program analisis FEM 3D yang baik dapat mengatasi keterbatasan metode P– Y yang ada untuk area yang luas dengan mempertimbangkan efek tiga dimensi mendekati kombinasi perilaku yang sesungguhnya [3]. Program komputer geoteknik memudah- kan analisis pondasi tiang untuk menghasilkan output yang dibutuhkan [4].
Metode Meyerhof dan Luciano Decourt dengan meng- gunakan SPT merupakan metode yang paling mendekati hasilnya dengan uji Pile Driving Analyzer (PDA) pada tanah lempung dan pada pondasi tiang pancang[5]. Analisis dan
perhitungan pondasi tiang pancang yang dilakukan dengan metode empiris dan dengan bantuan program 3D FEM yang akan diverifikasi dengan hasil dinamik tes dilapangan yaitu PDA Test dan CAPWAP.
Pengujian PDA adalah metode yang paling banyak digunakan untuk pengujian beban secara dinamik dan pengawasan pemancangan di dunia [5]. PDA akan meng- hasilkan keluaran berupa daya dukung ultimit pondasi (Qu). Penginputan data PDA yang dianalisis dengan CAPWAP akan menghasilkan keluaran berupa daya dukung ijin pondasi (Qijin), daya dukung gesek tiang (Qs), daya dukung ujung tiang (Qp), penurunan total yang terjadi, dan penurunan maksimum yang terjadi pada tiang.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan analisis dan perhitungan pondasi dengan variasi diameter dan kedalaman tiang guna mengetahui hasil perhitungan dan analisis menggunakan program 3D berbasis Finite Element Method (FEM) yang mana tentunya diharapkan hasilnya perlu diinterpretasikan dengan hasil uji PDA dan CAPWAP.
Rizal M. Al Fatah dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 19, Nomor 1, Februari 2021 (45-54) 46
Pada penelitian ini lokasi penelitian dilakukan pada proyek Tamansari Emerald Mansion Surabaya yang berala- mat di Jalan Emerald Mansion TX 03 Citraland, Surabaya.
## 2. Metode
Untuk memulai penelitian diperlukan data untuk analisis dan perhitungan pondasi berupa data sekunder yang dipero- leh dari instansi-instansi dan pihak-pihak terkait dalam pene- litian ini. Data yang dibutuhkan adalah data pengujian N- SPT, beban yang ditahan oleh pondasi, data hasil pengujian Pile Driving Analyzer Test (PDA Test), spesifikasi tiang, serta denah dan detail pondasi.
Pengujian tanah yang dilakukan pada penelitian ini dengan 2 titik pengeboran (Borehole), yaitu BH-1 dan BH-2 yang jaraknya jauh diperlukan tahap stratigrafi dan korelasi data tanah. Pembuatan stratigrafi tanah/pembagian lapisan tanah dilakukan berdasarkan nilai N-SPT dan konsistensi tanah [6] yang diberikan pada Tabel 1 . Asumsi data korelasi yang dibutuhkan sebagai input perhitungan diambil dari beberapa peneliti terdahulu di bidang geoteknik [1], [6], [7], [8], [9], [10].
Selain korelasi data tanah juga diperlukan data material untuk diinput pada program 3D berbasis FEM adapun data material dapat dilihat pada Tabel 2 [11], Adapun material beton pada pondasi memiliki modulus elastisitas (E) yang dapat dihitung menggunakan rumus :
E beton = 4700 . 𝑓𝑐′ (1)
dimana :
fc’ = kuat tekan beton (mpa)
Tabel 1. Konsistensi Tanah berdasarkan Nilai SPT Nilai SPT Konsistensi qu ( Unconfined Compressive Strength) kN/m 2 γsat, kN/m 3 <4 Very soft <25 14-19 4-6 Soft 20-50 16-18 6-15 Medium 30-60 16-18 16-25 Stiff 40-200 16-20 >25 Hard >100 >20 Sumber: J.E. Bowles [6]
Metode Meyerhoft dan Luciano Decourt digunakan sebagai acuan perhitungan pondasi tiang yang nantinya akan dimodelkan menggunakan program 3D FEM sehingga didapat daya dukung ijin tiang dari perhitungan menggunakan metode Meyerhoft dan Luciano Decourt. Rumus daya dukung ijin dapatkan dengan rumusan [12] sebagai berikut :
Qijin = Pall = (2) Qu = Pall x Sf (3) dimana :
Qijin = Pall = daya dukung ijin tiang (ton)
Qu = kapasitas ultimit (ton)
Sf = Nilai faktor keamanan Tabel 2. Properti Material untuk Layer Tanah Parameter Name Clayey/San d (Brown) Silty Sand Clayey Sand (Red) Deep Sand Pile Unit Material Model Model Mohr- Coulomb Mohr- Coulomb Mohr- Coulomb Mohr- Coulomb Linear-elastic - Material Behaviour Type Drained Drained Drained Drained Non-Porous - Unsaturated Soil Weight ɣ unsat 16.7 18.8 19.8 17.6 24 kN/m³ Saturated Soil Weight ɣ sat 16.7 18.8 19.8 20 - kN/m³ Young's Modulus E 9150 13000 13500 19000 29.2 10⁶ Kpa Poisson's Constant v 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 - Cohesion c 13 12 14 17 - Kpa Friction Angle ϕ 26 23 23 23 - ° Dilatancy Angle Ψ 0 0 0 0 - ° Interface Reduction Factor Rinter 1 1 1 1 1 -
Sumber: Plaxis 3D Tutorial Manual Version 1[11]
Selanjutnya dari perhitungan pondasi tiang dilakukan pemodelan menggunakan program 3D berbasis FEM untuk mendapatkan hasil yang mendekati keadaan aslinya yaitu 6 tipe pemodelan dengan variasi diameter tiang dan kedalaman tiang yang dapat dilihat pada Tabel 3 .
Tabel 3. Variasi Model Pondasi Nama Model Diameter Tiang (m) Kedalaman Tiang (m) Model 1 0,5 50 Model 2 0,5 52 Model 3 0,5 54 Model 4 0,6 50 Model 5 0,6 52 Model 6 0,6 54
Pemodelan dilakukan dengan 4 tahapan konstruksi yaitu pemasangan tiang, pengecoran raft dan pilecap, bekerjanya gaya yang ditahan pondasi, dan perhitungan Safety factor. Kalkulasi pemodelan akan mengalami kegagalan apabila nilai safety factor kurang dari 1, maka diperlukan pengecekan kembali pada pemodelan agar pemodelan dapat selesai dalam melakukan kalkulasi lalu data dapat dianalisa.
Interpretasi analisis dan perhitungan pondasi tiang menggunakan program 3D FEM dengan data PDA test yang telah dikonfirmasi dengan metode Case Wave Analyze Program (CAPWAP). Analisa didapatkan dari pengujian PDA berupa F dan v untuk memberikan hasil analisa yang lebih rici dan detail. Pada Konversi Transportasi Lousiana hasil analisis CAPWAP dari pengujian PDA didapat nilai daya dukung ultimate CAPWAP mendekati ±20% dari hasil Static Loading Test. Kurva hasil pengujian PDA dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Hasil Uji PDA
Sumber: Interpretation of HSDPT, Work Instructions for Engineers, G&P Geotechnics SDN BHD, 2009.
Analisa daya dukung dari hasil pemodelan 3D diban- dingkan dengan analisa daya dukung yang menggunakan metode CAPWAP dari pengujian PDA didapatkan analisis dan perhitungan pondasi terbaik dengan bantuan program 3D berbasis Finite Element Method (FEM).
Setelah dari enam model dengan variasi diameter dan kedalaman ditemukan analisis dan perhitungan terbaik menggunakan program 3D FEM dan PDA test, selanjutnya dilakukan perhitungan dan penggambaran detail penulangan pondasi dengan berpedoman pada 2847:2013 SNI [13].
## 3. Hasil dan Pembahasan
Analisis dan perhitungan pondasi tiang dilakukan pada proyek Tamansari Emerald Mansion Surabaya dengan bantuan program 3D berbasis Finite Element Method (FEM) lalu dilakukan interpretasi menggunakan PDA test dan metode CAPWAP.
Pemodelan dan kalkulasi program 3D dapat dilakukan setelah perhitungan pondasi tiang menggunakan metode
seperti metode perhitungan pondasi dari Meyerhoft dan Luciano Decourt. Hal tersebut dikarenakan pemodelan memerlukan perkiraan pondasi yang dibutuhkan untuk menahan beban sampai keadaan aman rencana (rencana Safety Factor ).
Daya dukung ijin dari kalkulasi menggunakan program 3D FEM dapat dihitung dengan membandingkan daya dukung ijin program dengan daya dukung perhitungan pondasi menggunakan metode empiris Mayerhoft dan Luciano Decourt dengan persamaan 2 dan 3. Pemodelan perhitungan pondasi terbaik dipilih berdasarkan interpretasi Qijin program dan Qijin PDA test menggunakan CAPWAP. Dan perhitungan tulangan lentur pelat pada pondasi berpedoman pada 2847:2013 SNI [13].
## Stratigrafi Tanah dan Korelasi Data Tanah
Letak tiang yang berada diantara 2 titik uji SPT memerlukan pengklasifikasian tanah sebagai acuan parameter-parameter pada program 3D FEM. Stratigrafi
Rizal M. Al Fatah dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 19, Nomor 1, Februari 2021 (45-54) 48
dilakukan dengan membagi lapisan tanah sesuai konsistensi tanah yang dapat dilihat pada Tabel 1 oleh [6]. Sehingga
didapatkan 5 lapisan tanah dari hasil pengklasifikasian tanah BH1 dan BH2 seperti pada Gambar 2 dan Tabel 4.
Gambar 2. Pembagian Lapisan Tanah BH1 sampai BH2
Tabel 4. Pembagian Lapisan Tanah BH1 Sampai BH2
Nama Lapisan Konsistensi Nilai SPT Lapisan 1 Very Soft <4 Lapisan 2 Soft 4-6 Lapisan 3 Medium 6-15 Lapisan 4 Stiff, Hard 16-25, >25 Lapisan 5 Stiff, Hard 16-25, >25 Pada Gambar 2 dan Tabel 4 menunjukan tanah dari bore- hole 1 dan borehole 2 memiliki konsistensi very soft sampai stiff-hard dengan nilai SPT <4 sampai >25.
Korelasi tanah tiap-tiap lapisan dilakukan setelah hasil pembagian lapisan tanah didapatkan, yang mana data korelasi tiap lapisan tersebut diperlukan untuk pemodelan perhitungan, analisis dan kalkulasi pada program 3D FEM sebagai nilai parameter-parameter tanah, sehingga didapat- kan hasil korelasi tanah pada lapisan 1 sampai lapisan 5 seperti pada Tabel 5 . Berikut contoh perhitungan korelasi tanah antara BH1 dan BH2:
1. Menentukan Nilai rata-rata NSPT BH1 dan BH2
Contohnya lapisan lempung kaku kedalaman BH1 12m - 18m dan BH2 10m – 14m memiliki nilai SPT 12,96 . Nilai SPT tersebut didapat dengan cara :
N-SPT = ( ̅
) ( ̅ )
N-SPT =
N-SPT = ( , ) ( , )
= 12,96
2. NSPT Terkoreksi BH1 dan BH2 NSPT Terkoreksi = 15+0,5 .(N-15) = 15+0,5 .(12,96-15) = 13,98
3. Menentukan nilai berat isi jenuh tanah (γsat). Nilai tersebut didapat dengan menggunakan interpolasi. Nilai berat isi jenuh tanah (γ sat ) untuk NSPT 13,98 adalah 17,77 kN/m 3 atau 1,78 g/cm 3 .
4. Menentukan berat isi efektif tanah (γ’). γ’ = Berat isi jenuh tanah - Berat isi air
= 17,77 - 10
= 7,77 kN/m 3 atau 0,78 g/cm 3
Akan tetapi untuk nilai yang dimasukkan pada program 3D FEM γunsat didapatkan dengan:
γ unsat = γ sat - 2
= 17,77 – 2 = 15,77 kN/m 3
Hal ini dikarenakan pada program 3D FEM dipilih dengan tipe Undrained tipe C.
5. Menentukan nilai c Untuk menentukan nilai c harus didapatkan nilai
Unconfined Compressive Strength (qu) dan nilai Cu terlebih dahulu. Nilai Unconfined Compressive Strength (qu) didapat dari tabel 2.3 menggunakan interpolasi. Nilai Unconfined Compressive Strength (qu) untuk γsat 17,77 kN/m 3 adalah 53,06 kN/m². Dan nilai cu didapatkan dengan cara: Cu = 0,5 . qu = 0,5 . 53,06 = 26,53 kN/m² Lalu nilai C didapatkan dengan cara:
c = . qu
= . 26,53
= 18,7 kN/m²
6. Menentukan nilai Young Modulus (E). Nilai tersebut didapat dari tabel 2.5 menggunakan interpolasi. Nilai
Young Modulus (E) untuk γ sat 17,77 kN/m 3 adalah 5591,08 kN/m².
7. Menentukan angka poisson (Vu). Nilai tersebut didapat dari tabel 2.6 menggunakan interpolasi. Nilai angka poisson (Vu) untuk NSPT terkoreksi 13,98 adalah 0,46.
Tabel 5. Hasil Korelasi Lapisan BH1 sampai BH2 Nomor Lapisan N-SPT Terkoreksi ɣunsat c E Vu kN/m³ kN/m² kN/m² 1 3 13 1.67 2415.0 0.50 2 10.38 14.97 14.86 4623.96 0.49 3 13.98 15.77 17.69 5591.08 0.46 4 18.18 14.97 26.24 4618.97 0.43 5 22.50 16.89 51.85 9391.67 0.43
## Perhitungan Pondasi Tiang
Dalam merencanakan pondasi tiang diperlukan beban aksial, moment x, dan momen y hasil rekapitulasi beban pada as kolom terbesar. Seperti pada penelitian ini beban terbesar terdapat pada kolom as E6 sebesar 659,54 ton, 0,22 ton, dan 3,5 ton. Gambar 3 menjelaskan gaya bekerja pada pondasi. Kapasitas daya dukung pondasi tiang dengan metode Meyerhoft dan Luciano Decourt dengan persamaan 2 dan 3 dengan variasi diameter dan kedalaman seperti yang telah disajikan pada Tabel 2 . Dengan 6 model menghasilkan daya dukung ijin (Q ijin ) pondasi pada model 1 sebesar 181,88 ton, model 2 sebesar 190,48 ton, model 3 sebesar 199,32 ton, model 4 sebesar 222,49 ton, model 5 sebesar 232,85 ton, dan model 6 sebesar 243,3 ton. Pada Gambar 4 menyajikan Q ijin mulai kedalaman 0-60m dengan variasi diameter 0,5 meter
(garis grafik warna merah) dan 0,6 meter (garis grafik warna biru).
Gambar 3. Sketsa Gaya yang Bekerja pada Pondasi Daya dukung ijin selanjutnya digunakan untuk meng- hitung kebutuhan tiang pada 1 as kolom, seperti pada as E6 dengan gaya yang bekerja 659,54 ton, 0,22 ton, dan 3,5 ton pada model 6 diperlukan tiang berjumlah 4 pada as E6.
Analisis penurunan pondasi diperlukan agar dapat diketahui perkiraan penurunan pondasi yang terjadi akibat dari beban yang bekerja ketika infrastruktur mulai beroperasi atau digunakan. Dari 6 model didapatkan penurunan konso- lidasi rata-rata pada model 1 sebesar 0,920 m, model 2 sebesar 0,858 m, model 3 sebesar 0,840 m, model 4 sebesar 0,917 m, model 5 sebesar 0,911 m, dan model 6 sebesar 0,8821 m. Pada Gambar 5 menyajikan grafik penurunan rata-rata model 1 sampai model 6.
Pada Gambar 5 garis grafik berwarna biru memiliki penurunan lebih rendah dibandingkan garis grafik berwarna merah dikarenakan pondasi menggunakan diameter 0,6 meter, yang artinya semakin besar diameter penurunan yang terjadi maka semakin rendah dikarenakan daya dukung ijin selimut dapat menahan beban dan penurunan yang terjadi.
## Pemodelan Pondasi Dengan Program 3D FEM
Pemodelan dilakukan dengan acuan desain 6 model. Pemodelan pada program 3D FEM meliputi borehole, tiang pondasi, pelat raft maupun pilecap, gaya yang bekerja, dan tentu tanah dapat dilihat pada Gambar 6 pemodelan pondasi tiang pada model 6.
Setelah dilakukan pemodelan selanjutnya dilakukan analisis dan kalkulasi program pada model 6 sehingga didapatkan nilai safety factor 2,721, dan penurunan elastis pondasi 0,291 m dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Rizal M. Al Fatah dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 19, Nomor 1, Februari 2021 (45-54)
Gambar 4. Grafik Daya Dukung Ijin Pondasi
Gambar 5. Grafik Rerata Penurunan Pondasi
Gambar 6. Pemodelan pondasi
Gambar 7. Nilai Safety Factor pada Program 3D FEM
Rizal M. Al Fatah dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 19, Nomor 1, Januari 2021 (47-56)
Gambar 8. Penurunan Pondasi Tiang pada Program 3D FEM
Gambar 9. Potongan Melintang Pemodelan Pondasi
Dapat dilihat pada Gambar 9 potongan melintang tanah warna merah berada pada bawah raft dengan penurunan terbesar terjadi pada tengah raft yang artinya tekanan terbesar terjadi pada pondasi raft.
## Metode Interpretasi Program 3D FEM dengan CAPWAP pada PDA Test
Program 3D FEM tidak dapat memunculkan hasil daya dukung secara langsung didapat, sehingga untuk mendapatkan hasil daya dukung ijin harus dihitung
menggunakan persamaan 2 dan 3. Dari 6 model didapatkan daya dukung ijin program 3D pada model 1 sebesar 108,7 ton, model 2 sebesar 130,42 ton, model 3 sebesar 177,33 ton, model 4 sebesar 143,43 ton, model 5 sebesar 180,38 ton, dan model 6 sebesar 220,67 ton. Perbandingan analisis dan perhitungan pondasi menggunakan metode Meyerhoft dan Luciano Decourt dengan program 3D FEM disajikan pada Gambar 10-12 .
Gambar 10. Grafik Perbandingan SF
Gambar 11. Grafik Perbandingan Q ijin
Daya dukung ijin program didapatkan dengan persamaan 2 dan 3 seperti contoh perhitungan daya dukung ijin program pada model 6 berikut:
Q ijin Rencana = 243,3 ton SF Rencana = 3 SF program = 2,721 ( Gambar 7 ) Qu Rencana = Qu Program 3D FEM = , = , Q ijin Program
= , 𝑥 2,721
Q ijin Program = 220,67 ton
Gambar 12. Grafik Perbandingan Penurunan Pondasi
Untuk mendapatkan analisis dan perhitungan pondasi terbaik diperlukan data hasil analisis daya dukung ijin menggunakan metode CAPWAP pada PDA Test, Gambar 13 Menyajikan hasil analisis CAPWAP pada 3 titik PDA Test.
Pondasi terbaik didapat pada model 6 dengan diameter 0,6 meter dan kedalaman pondasi 54 meter, hal tersebut didasarkan pada nilai Qijin program 3D FEM model 6
sebesar 220,67 ton yang mana Qijin tersebut batas minimum ditinjau dari hasil analisis CAPWAP pada PDA Test yaitu sebesar 213 ton.
Berdasarkan 2847:2013 SNI [13] untuk perhitungan tula- ngan lentur pelat pada raft didapat D32-100 mm dan pada pilecap didapat D25-100 mm, dapat dilihat pada Tabel 6 .
Gambar 13. Hasil Analisis CAPWAP pada PDA Test Sumber: CV. Engineering Konsultan
Tabel 6. Rekapitulasi Penulangan Pilecap dan Raft
Tipe Pilecap Jumlah Tiang Mu (kNm) Diperlukan Tulangan Tulangan Terpasang P1 1 87.08 D25 - 106 D25 - 100 P1b 1 87.08 D25 - 106 D25 - 100 P2 2 22.46 D25 - 106 D25 - 100 P2b 2 22.46 D25 - 106 D25 - 100 P3 3 6.47 D25 - 106 D25 - 100 P3b 3 6.47 D25 - 106 D25 - 100 P4 4 34.32 D25 - 106 D25 - 100 P4b 4 34.32 D25 - 106 D25 - 100 R1 315 9861.13 D32 - 113 D32 - 100 R2 320 6701.21 D32 - 113 D32 - 100
## 4. Simpulan
Perhitungan pondasi tiang menggunakan Meyerhoft dan Luciano Decourt dengan menggunakan program 3D FEM mempunyai perbedaan yang signifikan dapat dilihat dari selisih nilai keamanan (SF) paling besar yaitu 30%, selisih Qijin paling besar yaitu 35,5%, serta selisih penurunan paling besar 67%.Selisih yang cukup besar tersebut dikarenakan analisis dan perhitungan pondasi menggunakan Meyerhoft dan Luciano Decourt diperuntukan desain pondasi tunggal dan kelompok sedangkan menggunakan program 3D FEM pada penelitian diperuntukan untuk seluruh pondasi pada suatu infrastruktur.
Perhitungan pondasi tiang spunpile menggunakan program 3D FEM dengan variasi diameter 0,5 dan 0,6 m serta kedalaman 50 m, 52 m, dan 54 m pada masing-masing diameter didapatkan pondasi yang terbaik yaitu pondasi tiang dengan diameter 0,6 meter dan kedalaman ± 54 meter.
Pemilihan pondasi tiang tersebut didapatkan dari hasil interpretasi antara analisis dan perhitungan metode Meyerhoft, Luciano Decourt dan program 3D FEM dengan hasil uji dan analisis PDA menggunakan metode CAPWAP sehingga perhitungan pondasi menghasilkan nilai keamanan 2,721, Qijin 220,67 ton, penurunan total 0,2907 meter, serta penurunan elastis sebesar 0,0284 m yang artinya memenuhi syarat penurunan maksimal (S ijin ) pada tanah lempung yaitu 0,065 m.
Penulangan pilecap dan raft didapatkan dengan cara perhitungan tulangan lentur pelat sehingga pada semua tipe pilecap P1, P1b, P2, P2b, P3, P3b, P4, dan P4b didapatkan tulangan D25-100 mm, sedangkan untuk penulangan raft tipe R1 dan R2 didapatkan penulangan D32-100 mm.
## Daftar Pustaka
[1] J. . Bowles, Foundation Analysis and Design . 1997.
[2] N. Hutahaean and A. M. Hia, “Evaluasi Perencanaan Abutmen dan Pondasi pada Proyek Jembatan di Bawadasi Kecamatan Lahomi Kab. Nias Barat,” J. Tek. , vol. 8, no. 1, pp. 36–48, 2019.
[3] Y. Kim and S. Jeong, “Analysis of soil resistance on laterally loaded piles based on 3D soil-pile interaction,” Comput. Geotech. , vol. 38, no. 2, pp.
248–257, 2011, doi: 10.1016/j.compgeo.2010.12.001.
[4] A. S. Nugraha and A. Refanie, “Analisis Beban- Penurunan pada Pondasi Tiang Bor Berdasarkan Hasil Uji Beban Tiang Terinstrumentasi dan Program GEO5,” J. Tek. Sipil , vol. 11, no. 2, pp. 76–168, 2015.
[5] A. Yusti, “Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang diverifikasi dengan Hasil Uji Pile Driving Analyzer Test dan CAPWAP ( Studi Kasus Proyek Pembangunan Gedung Kantor Bank Sumsel Babel di Pangkalpinang ),” J. Fropil , vol. 2, no. 1, pp. 19–31, 2014.
[6] J. . Bowles, Physical and Geotechnical Properties of Soils , 2nd ed. USA: McGraw-Hill,Inc., 1984.
[7] W. T. Lambe and R. V. Whitman, “Soil Mechanics.” p. 236, 1969.
[8] B. M. Das, Solutions Manual to Accompany Principles of Foundation Engineering . Pws Publishing Company, 1995.
[9] W. Teng, “Foundation Design Civil Engineering and Engineering Mechanics Series.” p. 466, 1962.
[10] H. Wahyudi, “Daya Dukung Pondasi Dangkal.” Surabaya, p. 70, 1999.
[11] P. B. V, Plaxis 3D foundation Tutorial Manual Version 1 . Netherlands.
[12] B. M. Das, Principle of Foundation Engineering . USA: CENGAGE Learning, 2011.
[13] 2847:2013 SNI, “Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung,” Badan Stand. Indones. , pp. 1– 265, 2013.
|
c3373977-8725-4282-8e45-82e3ab40c78d | https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/download/731/604 |
## PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING BERBANTUAN MEDIA KONKRET TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DI GUGUS V KECAMATAN SUKASADA
Dsk. Pt. Yulia Kusumayanti 1 , Dw. Nym. Sudana 2 , Gd. Sedanayasa 3
1,2 Jurusan PGSD, 3 Jurusan BK, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:[email protected] 1 , [email protected] 2 , gede- [email protected] 3
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan penelitian yang digunakan non equivalent Post-test only control group design . Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V semester genap tahun pelajaran 2012/2013 di SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Data yang dikumpulkan adalah hasil belajar IPA dengan bentuk tes hasil belajar IPA yang digunakan adalah tes obyektif. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu mencari modus, media, mean dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari hasil analisis uji-t dengan t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,95146 > 1,67109 dengan derajat kebebasan 59 dan rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret adalah 23,78 berada pada katagori sangat tinggi dan rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional adalah 17,51 berada pada katagori tinggi. Model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret terbukti lebih unggul 6,27 dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Kata-kata kunci : Snowball Throwing dan hasil belajar IPA.
## Abstract
This study aimed at determining the differences in learning outcomes between students who learned science whit Snowball Throwing model assisted concrete media and students who learned science by conventional learning model. This study is a quasi experimental study (quasi experiment) with reasearch design that used non equivalent post-test only control group design. The populations of this study were the students at class five especially in second semester in academic year 2012/2013 at Sukasada subdistrict of Tabanan regency. The collecting data was the result of learning science by science achievement test form used objective tests. Data were analyzed using descriptive statistics namely modus, media, mean and inferential statistic, namely t-test. The result of this study showed that there were the differences in learning outcome between students who learned with Snowball Throwing assisted concrete media and the students who learned using conventional model. It was showed from the result of t-test analysis that t hitung greater than t tabel , 1.95 > 1.67 with 59 degrees of freedom and the average score of learning science group who learned by using Snowball Throwing model assisted concrete media was 23.78. it was very high category. The average score of the result of science learning group by using conventional model was 17.51. It was high category. Snowball Throwing model assisted concrete media proved superior 6.27 compered with conventional model.
Key words: models of Snowball Throwing and learning outcomes.
PENDAHULUAN Dunia Pendidikan dewasa ini dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, terutama untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu menghadapi berbagai dinamika perubahan yang berkembang dengan sangat cepat (Setyaningrum, 2011). Kemajuan teknologi yang semakin pesat sebagai dampak dari globalisasi ternyata juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan Indonesia. Perubahan global yang sedang terjadi, telah merupakan suatu revolusi global (globalusi) yang melahirkan suatu gaya hidup ( a new life style ). Karakteristik gaya hidup tersebut ialah kehidupan yang dilandasi penuh persaingan sehingga meminta masyarakat dan organisasi didalamnya untuk membenahi diri mengikuti perubahan-perubahan cepat yang terjadi (Tilaar, 2002).
Menurut ahli pendidikan yang terkenal dengan bukunya Beknopte Theoretische Pa Padagogik , bernama M.J.
Langeveld, seorang penganut aliran fenomenologi dari Belanda, ilmu pendidikan dipandang sebagai ilmu teoritis dan ilmu praktis mempelajari proses pembentukan kepribadian manusia yang dirancang secara sistematis dalam proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik, baik di dalam maupun diluar sekolah (Fattah, 2004). Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan dalam bidang pendidikan dari waktu ke waktu tanpa henti. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu
pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan manusia.
Upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan titik strategis dalam upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu pilar pembangunan bagi suatu bangsa melalui pengembangan potensi individu. Karenanya, dapat dikatakan
bahwa masa depan suatu bangsa terletak pada mutu dan kualitas pendidikan yang dilaksanakan. Untuk menjamin mutu dan kualitas pendidikan, diperlukan perhatian yang serius, baik oleh penyelenggara pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat (Anonim, 2010 ) .
Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah ditempuh berbagai upaya oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan adanya pengembangan kurikulum. Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik (Dakir, 2004).
Selain adanya pengembangangan kurikulum, upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah salah satu contohnya adalah, guru menjadi terhormat dengan adanya program PPG. Selain program PPG, faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai profesionalisme guru adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar-mengajar. Anak didik tidak lagi ditempatkan sekedar sebagai objek pembelajaran tetapi harus berperan dan diperankan sebagai objek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur yang harus memposisikan dirinya lebih tinggi dari anak didik, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi (Agustiana, 2009).
Disisi lain standar nasional juga harus digalakkan, seperti standar sarana dan prasarana sekolah yang memadai, justru sering sarana dan prasarana ini merupakan salah satu kendala yang masih dihadapi oleh dunia pendidikan kita. Terutama pembelajaran IPA yang membutuhkan sarana
laboratorium,
mengingat pembelajaran IPA pada jenjang pendidikan dasar harus mampu membekali siswa dengan seperangkat kompetensi dan keterampilan serta nilai yang dibutuhkan oleh mereka untuk mengenal diri, lingkungan, dan tantangan masa depan yang akan dihadapi.
Menurut Fowler, IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Sedangkan menurut Aly (2009:18) IPA merupakan suatu ilmu teoritis, tetapi teori tersebut didasarkan atas pengamatan, percobaan- percobaan terhadap gejala-gejala alam. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pengetahuan Alam sekitar penting bagi pebelajar, karena IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah
yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Tujuan pembelajaran IPA di SD
tidak menjadikan siswa sebagai ahli bidang IPA, tetapi dimaksudkan agar siswa
menjadi orang yang melek ilmu atau literasi sains (Depdikbud, 1994). Pembelajaran IPA dimaksudkan dalam ranah pemahaman anak didik, sebagai kemampuan untuk: (1) mengingat dan mengulang konsep, prinsip, dan prosedur, (2) mengidentifikasi dan memilih konsep, prinsip, dan prosedur, dan (3) menerapkan konsep, prinsip, dan prosedur. Berangkat dari maksud dan tujuan itu, maka pembelajaran IPA seharusnya diorientasikan pada aktivitas- aktivitas yang mendukung terjadinya suatu pemahaman terhadap konsep, prinsip, dan prosedur dalam kaitannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran IPA menjadi bermakna dan pada akhirnya menjadi proses belajar yang menyenangkan(Agustiana, 2009).
Kondisi yang ada pada saat ini justru sebaliknya, guru kurang kreatif untuk menciptakan kondisi yang mengarahkan siswa agar mampu mengintegrasikan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai akibatnya, pencapaian tujuan pendidikan IPA mengalami kegagalan. Hal ini terbukti dari masih rendahnya hasil pembelajaran IPA di sekolah dasar. Rendahnya hasil belajar IPA ini salah satunya terjadi di SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Berdasarkan hasil telaah dokumentasi, didapatkan bahwa hasil belajar IPA pada SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, ditinjau dari hasil UTS disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Ulangan Tengah Semester Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
No Nama Sekolah Rata-rata Nilai UTS KKM 1 SD N 1 Sambangan 56,23 65 2 SD N 2 Sambangan 31,30 65 3 SD N 3 Sambangan 61,87 64 4 SD N 1 Panji 64 64 5 SD N 2 Panji 66 75 6 SD N 3 Panji 67 75 7 SD N 4 Panji 79 70 8 SD N 5 Panji 64 75 9 SD N 6 Panji 79 73 (Sumber: Kepala Sekolah SD Gugus V Kecamatan Sukasada) Rendahnya nilai ulangan pada mata pelajaran IPA disekolah dasar tidak terlepas
dari beberapa faktor diantaranya adalah 1) Guru lebih mengikuti alur yang ada pada
buku. 2) Guru belum bisa memanfaatkan media dengan maksimal. 3) Guru belum optimal menggali pengetahuan awal siswa. Siswa hanya mampu menghafal konsep- konsep IPA. Tetapi ketika berhadapan dengan masalah dikehidupan sehari-hari yang memerlukan penerapan IPA, siswa tidak mampu mengaplikasikannya untuk memecahkan masalah. Dengan kondisi pembelajaran seperti itu membuat pembelajaran IPA menjadi tidak menarik, membosankan, dan kurang bermakna bagi siswa sehingga akan berimbas pada rendahnya hasil belajar.
Menyikapi masalah-masalah yang terjadi di atas. Dan mengingat akan pentingnya pelajaran Ilmu pengetahuan Alam (IPA) bagi siswa, baik dalam kehidupan sehari-hari serta dalam proses pembelajaran. Maka perlu diupayakan usaha peningkatan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran IPA. Serta guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif seperti yang dinyatakan dalam peraturan pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV mengenai Standar Proses (pasal 19) menjelaskan bahwa didalam proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Priyo, 2011).
Untuk mencapai tujuan tersebut,
dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Soekamto,
dkk (dalam Trianto. 2009:22), mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Melihat hasil belajar siswa yang belum optimal, tentu diperlukan adanya langkah-langkah untuk meningkatkan pola
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa menjadi optimal. Untuk itu perlu dipilih suatu model pembelajaran kooperatif agar mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada saat pembelajaran di kelas. Dengan adanya model pembelajaran ini diharapkan siswa semakin aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan juga siswa diharapkan mampu melakukan kerja sama dalam kelompok, menghargai pendapat orang lain, mampu berkomunikasi dengan orang lain, dan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan sebagai salah satu ciri manusia sebagai mkhluk sosial.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik tersebut di atas adalah Model Pembelajaran Snowball
Throwing Berbantuan Media Konkrit.
Snowball Throwing merupakan salah satu jenis model pembelajaran Cooperatif Learning dimana dalam model
pembelajaran ini terdapat kerjasama antar kelompok, saling ketergantungan antar siswa lainnya di dalam satu kelas. Model pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok (Farhan, 2011). Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa yang lain. Peran guru disini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya
pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) mengatakan bahwa media apabila
dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Rusyan (1993:199), menyatakan media benda konkret adalah “media yang berupa benda
asli yang sangat membantu guru dalam menerangkan suatu materi pelajaran
kepada peserta”. Media konkret diartikan sebagai suatu media yang benar-benar tampak, nyata dan benar-benar ada yang bisa siswa perhatikan dengan menggunakan alat indra dan siswa tidak menghayal dengan apa yang dipelajarinya.
Pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dimana pembelajaran ini bersifat umum, yaitu dengan cara memberikan informasi tentang materi suatu mata pelajaran yang diikuti dengan tanya jawab dan pemberian tugas (Sudjana, 2004). Pembelajaran konvensional
yang digunakan dalam hal ini adalah metode ceramah dan diskusi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Winarto Surachmad (dalam Suryosubroto, 2002), yang dimaksud dengan ceramah sebagai metode dalam mengajar adalah penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswa di kelas. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar, bagan, agar uraiannya menjadi lebih jelas. Tetapi, metode utama dalam perhubungan guru dengan siswa adalah berbicara. Peranan murid dalam metode ceramah ini adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat hal-hal pokok yang dikemukakan guru. Disamping metode ceramah, metode diskusi juga merupakan pembelajaran konvensional.
Hasil belajar menurut Sudjana
(2006:22) adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar”. Sudjana menekankan bahwa
hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh setelah proses belajar. Bloom (dalam Sudjana, 2006:22) menyatakan “secara garis besar hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga yakni: (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif, dan (3) ranah psikomotorik”. Sedangkan Gagne membagi lima katagori hasil belajar yakni: “(1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motoris”. Untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang setelah ia mengalami proses belajar selama satu periode tertentu. Pernyataan tersebut, menekankan bahwa
hasil belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran.
Menurut Gunter (dalam Agustiana, 2009:76) hasil belajar yang diharapkan dalam proses belajar adalah siswa memiliki suatu kompetensi tertentu yang mencangkup ranah kognitif, efektif, dan psikomotor. Edwars and Briers membagi tingkah laku kognitif menjadi dua, yaitu (1) berpikir rendah, meliputi mengingat/ pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi dan (2) berpikir tingkat tinggi, meliputi analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan pengertian penilaian hasil belajar diatas, maka penilaian hasil belajar merupakan suatu proses sistematis.
## METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang meneliti hubungan sebab akibat dengan memanipulasi satu atau lebih variabel pada satu kelompok eksperimental. Pada penelitian ini, tidak semua variabel dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, dengan kata lain tidak mungkin memanipulasi semua variabel yang relevan, sehingga penelitian ini dikategorikan penelitian semu atau quasi eksperiment. Penelitian ini menggunakan rancangan non equivalent post-test only control group design . Populasi pada penelitian ini adalah kelas V semester genap tahun pelajaran 2012/2013 di SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas V masing–masing SD setara atau belum, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan uji-t dan diperoleh ke-9 SD tersebut setara.
Teknik yang digunakan pengambilan sampel adalah simple random sampling . Teknik ini digunakan sebagai teknik pengambilan sampel karena individu– individu pada populasi telah terdistribusi ke dalam kelas–kelas, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap individu–individu dalam populasi.
Berdasarkan hasil pengundian diperoleh SD No. 1 Panji menggunakan perlakuan pembelajaran model Snowball Throwing berbantuan media konkret yang terdiri dari 32 orang siswa dan SD No. 3 Sambangan
menggunakan perlakuan model
konvensional dengan jumlah siswa 29 orang. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan metode tes dan instrumen yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar IPA dalam penelitian ini berupa tes objektif (pilihan ganda) dengan satu jawaban benar yang berjumlah 40 butir soal. Sebelum digunakan untuk mengambil data, instrumen– instrumen tersebut dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran tes, dan daya beda.
Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferesial melalui uji–t (Agung, 2011). Sebelum uji–t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas sebaran data menggunakan chi– Square (Koyan,2007) dan uji homogenitas varian antar kelompok dengan menggunakan uji F .
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Berdasarkan hasil analisis deskriptif nilai rata-rata kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret adalah 23,78 oleh karena itu hasil belajar IPA kelompok Snowball Throwing berbantuan media konkret berada pada katagori sangat tinggi sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA pada kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional adalah 17,51 oleh karena itu hasil belajar IPA kelompok konvensional berbantuan media konkret berada pada katagori tinggi. Hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disajikan rekapitulasi data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Data Hasil Belajar IPA Siswa
Kelompok mean (M) Median (Md) Modus (Mo) Eksperimen 23,78 24,04 24,49 Kontrol 17,51 16,67 14,6
Berdasarkan Tabel 2, pencapaian skor rata–rata hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dengan kategori sangat baik (M = 23,78) dan pada kelompok kontrol, skor rata–rata berada pada kategori sedang (M = 17,51). Secara deskriptif dapat disampaikan bahwa pengaruh model Snowball Throwing berbantuan media konkret lebih unggul dibandingkan dengan model konvensional untuk pencapaian hasil belajar IPA SD di gugus V Kecamatan Buleleng.
Hasil penghitungan dari mean, median, dan modus dapat disajikan ke dalam bentuk gerafik sebagai berikut.
Gambar 1. Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen
Berdasarkan poligon pada Gambar 1, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di
Md= 24,04 Mo=24,49 M=23,78
atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor hasil belajar IPA cenderung tinggi.
Gambar 2. Poligon Data Hasil Belajar IPA
Kelompok Kontrol
Berdasarkan poligon pada Gambar 2, diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor hasil belajar IPA cenderung rendah. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Berdasarkan hasil pengujian prasyarat diperoleh bahwa data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan varians kedua kelompok homogen, sehingga untuk menguji hipotesis menggunakan uji–t dengan rumus polled varians. Rekapitulasi hasil perhitungan uji–t antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji-t Sampel
Kelas Varians N Db t hitung t tabel Kesimpulan Kelas Eksperimen 13,76 32 59 1,95 1,67 Signifikan Kelas Kontrol 15,72 29 Berdasarkan tabel 3 tampak bahwa hasil analisis uji t didapatkan bahwa t hitung lebih besar dari pada t tabel yaitu 1,95 > 1,67 pada derajat kebebasan 59. Hal tersebut menunjukkan bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran
Snowball Throwing berbantuan media
konkret dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada kelas V Semester II tahun pelajaran 2012/2013 di SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
## Pembahasan
Pembahasan hasil-hasil penelitian dan pengujian hipotesis menyangkut tentang hasil belajar IPA siswa baik pada kelompok yang belajar dengan menggunakan
model pembelajaran
Snowball Throwing berbantuan media konkret maupun pada kelompok yang
belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
Model
pembelajaran
Snowball Throwing berbantuan media konkret yang diterapkan pada kelompok siswa kelas V SD No. 1 Panji dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok siswa kelas V SD No. 3 Sambangan, dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda pada hasil belajar IPA siswa setelah dilakukannya post-test pada saat pertemuan ke-10. Hal ini dapat dilihat dari analisis data hasil belajar IPA siswa. Adapun analisis yang dimaksud adalah analisis diskriptif dan inferensial (uji-t).
Secara deskriptif, hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari skor hasil belajar siswa. Rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
14,6
16,67 17,5 1
Snowball Throwing berbantuan media konkret dan model pembelajaran konvensional adalah 23,78 (katagori sangat tinggi) dan 17,51 (katagori tinggi).
Berdasarkan analisis inferensial dengan menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada tabel 4.16 diketahui t hitung = 1,95146 dan t tabel (db = 59 dan taraf signifikansi 5%) 1,67109. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung > t tabel ) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Sehingga nilai statistik tersebut memiliki makna bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing berbatuan media konkret dengan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas V sekolah dasar di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.
Dari hasil analisis tersebut, tentu saja terdapat berbagai hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil belajar IPA secara signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model konvensional. Hal ini disebabkan adanya perlakuan pada langkah-langkah
pembelajaran. Dalam pembelajaran metode konvensional ditandai dengan ceramah serta pembagian tugas dan latihan. Pada penerapannya, model pembelajaran konvensional pada perencanaan sudah sangat maksimal tetapi penerapan atau proses pembelajaran model ini masih berpusat pada guru. Pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat hal- hal penting yang disampaikan oleh guru, sehingga didalam proses pembelajaran guru lebih mendominasi sedangkan siswa cenderung pasif. Pada pembelajaran konvensional apa yang dipelajari terpisah dengan dunia nyata sehingga apa yang dipelajari siswa menjadi tidak bermakna, hal ini terlihat dari permasalahan yang diberikan di dalam pembelajaran hanya bersifat text book . Oleh sebab itu model konvensional ini kurang efektif, dan siswa
cenderung bosan dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga hasil pembelajaran yang dicapai menjadi kurang maksimal. Berbeda dengan model pembelajaran Snowball Throwing
berbantuan media konkret, penerapannya didalam kelas mengajak siswa untuk saling bekerjasama antar kelompok. Menurut Piaget (Sudana, 2010) bahwa tingkat perkembangan intelektual anak berada pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), pada tahap ini mereka berpikir atas dasar pengalaman yang konkret/nyata. Mereka masih sangat membutuhkan benda-benda untuk menolong pengembangan kemampuan intelektual siswa. Peran media konkret di dalam model pembelajaran Snowball Throwing akan sangat bermanfaat bagi siswa untuk memperjelas materi tersebut. Selain itu media konkret juga berperan sebagai alat bantu untuk membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar. Oleh karena itu media konkret sangat membantu di dalam proses pembelajaran. Selain itu model pembelajaran Snowball Throwing dapat menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di padukan melalui suatu permainan dalam membentuk dan melempar bola salju. Dengan adanya kegiatan melempar bola pertanyaan ini akan membuat kelompok menjadi semangat dan aktif, karena kegiatan siswa tidak hanya berfikir, menulis, bertanya atau berbicara. Oleh karena itu setiap kelompok harus menyiapkan diri, karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas. Selain itu distribusi (penyebaran) keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan merata ke seluruh kelompok. Peran guru dalam model pembelajaran ini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya pembelajaran. Oleh karena itu model pembelajaran Snowball Throwing ini akan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga diharapkan hasil belajar siswa menjadi meningkat. Hasil belajar menurut Sudjana (2006:22) adalah “kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar”.
Jika dilihat dari filosofinya model pembelajaran Snowball Throwing ini
merupakan salah satu jenis model pembelajaran Cooperatif Learning dimana dalam model pembelajaran ini terdapat kerjasama antar kelompok,
saling ketergantungan antar siswa lainnya di dalam satu kelas. Model pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok (Farhan, 2011). Model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret akan mempermudah guru dalam menyampaikan suatu informasi kepada siswa di dalam proses pembelajaran. Menurut Rusyan (1993:199), menyatakan media konkret adalah “media yang berupa benda asli yang sangat membantu guru dalam menerangkan suatu materi pelajaran kepada peserta”. Dalam kegiatan pembelajaran guru terlebih dahulu menyampaikan materi yang akan disajikan kepada siswa, hal ini bertujuan agar siswa mempersiapkan diri untuk mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya
siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi yang dibahas. Masing- masing ketua kelompok menjelaskan materi yang telah disampaikan oleh guru dengan memanfaatkan media konkret yang telah disediakan pada masing-masing kelompok. Kemudian masing-masing kelompok membuat pertanyaan tentang materi yang telah dijelaskan ketua kelompoknya. Disini diharapkan siswa memiliki keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di padukan melalui suatu permainan dalam membentuk dan melempar bola salju. Selanjutnya guru memberikan konfirmasi dari jawaban para siswa.
Berdasarkan langkah-langkah dalam model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret tersebut, dapat digambarkan bahwa siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih meningkat.
Sudjana (2006:22) menekankan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh setelah proses belajar. Dilihat dari komparasi antara model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret dan model pembelajaran
konvensional tersebut maka hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini yakni pencapaian hasil belajar model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan uraian komparasi secara teoritik terlihat bahwa pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret lebih unggul dibandingkan model
pembelajaran konvensional. Walaupun demikian, pada hakikatnya semua model pembelajaran sangat bagus diterapkan, oleh karena itu guru dalam hal ini harus pintar-pintar memilih model pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas V semester II tahun ajaran 2012/2013 di SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Hal ini juga dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nimas Permata Putri pada tahun 2012 yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing dan Minat Belajar
Terhadap Kemampuan Menyimak (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri di Boyolali). Hasil penelitian yang diperoleh yaitu (1) ada perbedaan kemampuan menyimak antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Snowball Throwing dengan menggunakan model pembelajaran Student Team- Achievement Divisions (STAD). Hal ini dibuktikan dengan adanya skor rata-rata masing-masing 79,067 dan 70,233. Hal tersebut di dukung oleh analisis statistik inferensial pada perolehan hasil Fh sebesar 18,81 > Ft sebesar 4,01 dengan taraf
signifikansi 5%. (2) Ada perbedaan kemampuan menyimak antara siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan yang memiliki minat belajar rendah. Terbukti skor rata-rata masing-masing 79,533 dan 69,767. Hal tersebut didukung oleh analisis statistik inferensial pada perolehan hasil Fh sebesar 22,99 > Ft sebesar 4,01 dengan taraf signifikansi 5%. (3) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan minat belajar dalam mempengaruhi kemampuan menyimak, terlihat dari perolehan hasil Fh sebesar 4,88 > Ft sebesar 4,01. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan menyimak siswa yang diajar dengan model pembelajaran Snowball Throwing lebih baik dari pada yang diajar dengan model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD), kemampuan menyimak siswa yang memiliki minat belajar tinggi lebih baik dari pada siswa yang memiliki minat belajar rendah, dan terdapat interaksi antara model pembelajaran dan minat belajar dalam mempengaruhi kemampuan menyimak. Dengan demikian penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Nimas
Permata Putri dan teori-teori yang mendukung antara lain Farhan, Debayor, dan Nisak.
## PENUTUP
Adapun simpulan dari penelitian ini adalah berdasarkan hasil uji hipotesis membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran
Snowball Throwing berbantuan media konkret dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan
model
pembelajaran konvensional pada kelas V semester II tahun ajaran 2012/2013 di SD Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Hal ini terlihat dari hasil analisis uji t dengan t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,95146 > 1,67109 dengan derajat kebebasan 59 dan rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
Snowball Throwing berbantuan media
konkret dan model pembelajaran konvensional adalah 23,78 (katagori sangat tinggi) dan 17,51 (katagori tinggi). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa yang dicapai oleh kelas yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Snowball Throwing
berbantuan media konkret lebih baik dibandingkan dengan kelas yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukan kepada beberapa pihak sebagai berikut. (1) Kepada guru diharapkan mencoba menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media konkret. Hal ini perlu dilakukan karena penerapan model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA. (2) Bagi siswa di SD No. 1 Panji dan SD No. 3 Sambangan diharapkan agar rajin belajar, mampu mengembangkan motivasi, aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran melalui penggunaan model Snowball Throwing berbantuan media konkret yang lebih signifikan dari pada model konvensional dalam meningkatkan hasil belajar. (3) Bagi peneliti lain, disarankan agar melakukan penelitian dengan model pembelajaran yang sama tetapi diterapkan pada mata pelajaran yang berbeda.
## DAFTAR RUJUKAN
Agustiana. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Projek (Projek Based-Cooperative Learning) Terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPA Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan, Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha.
Aly dan Rahma. 2009. Ilmu Alamiah Dasar . Jakarta: PT Bumi Akasara.
Anonim. 2010. Proposal reciprocal teaching . Tersedia Pada
http://id.shvoong.com/social-sciences/ education/2067790-proposal-reciproca- teaching/. (Diakses pada tanggal 10 Desember 2012).
Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Farhan. 2011. “ Model Pembelajaran Kooperatif ”. Tersedia pada:
http://www.farhan-bjm.web.id/2011/09/ model-pembelajaran-kooperatif-tipe .htm. (Diakses pada tanggal 10 Desember 2012).
Fattah, Nanang. 2004. Ekonomi dan pembiayaan Pendidikan . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Koyan, I Wayan. 2007. Statistika Dasar dan Lanjut (teknik analisis data kuantitatif) . Singaraja: Pasca Sarjana, Undiksha.
Rusyan, T. 1993. Pendidikan Dalam Proses Belajar Mengajar . Bandung: Bina
Budaya.
Sadiman. 2006. Media Pendidikan . Jakarta: PT Raja Grafindo.
Setyaningrum, Yanur. 2011. ”Optimalisasi
Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Menengah Berbasis Keterampilan Proses Sebuah Perspektif Guru IPA-Biologi” . Jurnal Penelitian dan Pemikiran Pendidikan
(JP3). Volume 1, Nomor 1 (69-79).
Sudana, Dewa Nyoman,dkk. 2010. Pendidikan IPA SD . Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Belajar Mengajar . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tilaar. 2002. Membenahi Pendidikan
Nasional . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Priyo Utomo, Dwi, dkk. 2011. Kebijakan Penempatan Siswa Pada Rombongan
Belajar Berbasis Sosio Cultural dan Konformitas Peer Group dalam
menekan Kenakalan Siswa . Volume 1, Nomor 1 (52-59).
|
30474395-8a86-43bb-ad57-d1a0765fbc30 | https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/elkomika/article/download/1723/1687 | Sistem Deteksi Cacat Kayu dengan Metode Deteksi Tepi SUSAN dan Ekstraksi Ciri Statistik
## PUTU DEBBY WANANDA, LEDYA NOVAMIZANTI, RATRI DWI ATMAJA
Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi Telkom University Email : [email protected]
Received 25 Oktober 2017 | Revised 5 Desember 2017 | Accepted 28 Januari 2018
## ABSTRAK
Kayu menjadi suatu bahan dasar untuk menghasilkan berbagai macam jenis produk olahan kayu. Untuk menghasilkan produk olahan kayu dengan kualitas tinggi, dengan ketahanan produk yang kuat, dan umur dari produk olahan kayu tersebut dapat bertahan lama maka diperlukan bahan dasar kayu yang berkualitas dalam artian tanpa cacat sebagai bahan dasarnya. Pada penelitian ini telah dirancang sebuah sistem pendeteksian kayu untuk mengklasifikasikan kayu normal (tanpa cacat) dan kayu rusak dengan metode deteksi tepi SUSAN dan ekstraksi ciri statistik orde kedua, dengan tingkat akurasi sebesar 90,67% dan waktu komputasi 2,5 detik. Sehingga mengurangi adanya human error dan efisiensi waktu dalam pensortiran. Parameter nilai threshold (t) = 0,1 pada metode deteksi tepi SUSAN, dan ciri angular second moment (ASM), correlation, variance, dan inverse different moment (IDM) pada metode ekstraksi ciri statistik orde kedua, memberikan hasil optimal dalam sistem ini.
Kata kunci : cacat kayu, deteksi tepi SUSAN, ekstraksi ciri statistik
## ABSTRACT
Wood becomes a basic material to produce various types of wood processing products. To produce high quality processed wood products, with robust product durability, and long life of the processed wood products can last a long time it takes quality wood base material in the sense without flaw as the basic material. In this research, we have designed a wood detection system to classify normal wood (without defects) and damaged wood with SUSAN edge detection method and second order statistic extraction with accuracy of 90.67% and computation time 2.5 seconds. Thus reducing human error and time efficiency in sorting. The threshold value parameter (t) = 0.1 on the SUSAN edge detection method, and angular second moment (ASM), correlation, variance, and inverse different moment (IDM) characteristics in second order statistical feature extraction methods, gives optimal results in this system.
Keywords : wood defect, SUSAN edge detector, statistical feature extraction
## 1. PENDAHULUAN
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS, 2017) mencatat bahwa sepanjang 2015, volume ekspor kayu lapis Indonesia seberat 2,47 juta ton, naik 5,4 persen dibanding tahun sebelumnya. Nilai ekspor kayu lapis mencapai US$ 2,37 miliar, naik tipis dari tahun sebelumnya US$ 2,23 miliar. Hal ini mendorong industri kayu olahan untuk tetap dapat bersaing dalam memproduksi produk – produk unggulan kayu olahan. Demi tercapainya olahan kayu yang berkualitas tinggi dan tahan dalam waktu lama, industri olahan kayu ini harus memilih kayu yang berkualitas untuk bahan baku. Kayu dengan kualitas rendah dan cacat akan berpengaruh terhadap kualitas, kekuatan dan ketahanan kayu tersebut. Disinilah peran teknologi dan informasi untuk mengurangi terjadinya kesalahan manusia dalam pemilihan kayu yang akan diolah. Peran teknologi komunikasi dan informasi di sini adalah untuk membuat software yang dapat dipakai dalam membedakan dan/atau mendeteksi kayu yang cacat atau kayu yang berkualitas tinggi. Dengan teknologi ini pekerjaan lebih efisien dan mengurangi terjadi human error. Cacat kayu perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan umur dari produk kayu olahan. Cacat kayu dapat terjadi karena alam seperti cacat mata kayu, borok karena luka, maupun retak akibat proses pengangkutan, pengeringan, dan finishing.
Penelitian sebelumnya merancang sistem pensortiran otomatis untuk mendeteksi cacat pada kayu dengan berbagai metode ekstraksi ciri, yaitu Local Binary Patern (Achsani, 2015) , Gabor Wavelet Transform (Praja, 2015) dan ekstraksi ciri statistik orde satu (Mahendra, et al, 2015) dengan metode klasifikasi yang sama yaitu k-NN. Diperoleh tingkat akurasi 89,4% pada Local Binary Patern, 75,6% pada Gabor Wavelet Transform, dan 79,323% pada ekstraksi ciri statistik. Pada penelitian (Jabo, 2011) , SUSAN Edge detector cukup tahan terhadap noise dalam mendeteksi cacat retak pada kayu. Mengacu pada penelitian tersebut, peneliti membuat sistem deteksi adanya cacat pada kayu menggunakan citra HSV, deteksi tepi SUSAN, ekstraksi ciri statistik, dan metode klasifikasi k- Nearest Neighbour yang dibagi menjadi dua kelas yaitu: kayu normal (tanpa cacat) dan kayu rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu). Rumusan masalah yang akan dihadapi sistem antara lain adalah: menganalisis performansi sistem berdasarkan hasil akurasi dari pemilihan citra berwarna transformasi citra RGB ke citra HSV, merancang sistem deteksi cacat kayu menggunakan metode deteksi tepi SUSAN dan ekstraksi ciri statistik , serta menentukan parameter dari metode yang memberikan akurasi terbaik.
## 1.1 Transformasi Citra Berwana RGB ke Citra Berwarna HSV
HSV ( hue, saturation, value) merupakan ruang warna yang komponen-komponennya berkontribusi langsung pada persepsi visual manusia. Hue digunakan untuk membedakan warna merah, hijau, biru, dan untuk menentukan tingkat kemerahan, kehijauan, dst dari sebuah cahaya. Saturation merupakan persentase cahaya putih yang ditambahkan ke cahaya murni. V alue merupakan intensitas cahaya yang dirasakan (Rodrigues, 2004) .
Formula yang digunakan untuk transformasi RGB menjadi HSV, sebagai berikut:
ℎ = ; ≥ 2 − ; < , (1) = [( ) ( )] ( ) ( )( ) , (2)
= 1 − [ ( , , )] , (3)
= ( + + ) , (4)
dengan (r, g, b) adalah warna-warna pada ruang warna RGB, dan (h, s, v) adalah warna- warna pada ruang warna HSV (Gonzales, 2004) .
## 1.2 SUSAN ( Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus)
SUSAN adalah algoritma yang dapat digunakan untuk melakukan deteksi fitur suatu objek dalam suatu citra. SUSAN menggunakan circular mask untuk mendeteksi tepi (edge) dan pojok ( corner) dari suatu objek. Algoritma ini membandingkan nilai kecerahan setiap piksel yang terdapat di dalam mask dengan nilai piksel di tengah mask. Piksel di titik tengah tersebut disebut nucleus. Jumlah piksel yang memiliki nilai sama dengan nucleus dalam suatu mask didefinisikan sebagai Univalue Segment Assimilating Nucleus (USAN) area. Pendeteksian tepi atau pojok dari suatu objek merupakan pencarian daerah dengan nilai USAN area terkecil (Smith, 1997)
Gambar 1. Circular Mask algoritma SUSAN (Smith, 1997)
## 1.2.1 SUSAN Edge Detection
Deteksi tepi suatu objek menggunakan SUSAN memanfaatkan suatu circular mask. Mask ditempatkan di setiap titik dalam citra kemudian dibandingkan nilainya dengan titik tengah mask. Persamaan yang digunakan untuk pembandingan ini adalah (Smith, 1997) :
( ̅, ) = 1, | ( ̅) − ( )| ≤ 0, | ( ̅) − ( )| > , (4)
dimana r 0 adalah posisi nucleus dalam citra, r adalah posisi nucleus pada citra lain di dalam mask, I adalah nilai kecerahan piksel, t merupakan nilai threshold beda kecerahan, dan c merupakan hasil perbandingan.
Pembandingan dilakukan untuk setiap piksel di dalam mask dan kemudian dihitung nilai total hasil perbandingannya dengan persamaan :
( 0 ) = ∑ ( , 0 ) , (5)
dimana n merupakan jumlah total piksel SUSAN. Kemudan nilai n dibandingkan dengan nilai threshold g, yang disebut geometric threshold. Nilai g ditetapkan sebagai 3 4 . Initial edge response dihitung dengan menggunakan aturan sebagai berikut :
( 0 ) = − ( 0 ), jika ( 0 ) < 0, , (6)
dimana ( ) merupakan hasil garis tepi ( edge response). Dari persamaan tersebut terlihat bahwa semakin kecil daerah SUSAN maka semakin besar edge response. Persamaan yang digunakan SUSAN untuk menghitung jumlah piksel yang memiliki derajat kecerahan yang mirip dengan nucleus (Novamizanti, 2011) .
## 1.2.2 SUSAN Corner Detection
Prinsip kerja SUSAN corner detection hampir sama dengan edge detection yaitu dengan membandingkan semua piksel di dalam mask dengan nucleus (Anna, 2011) . Persamaan yang digunakan SUSAN untuk menghitung jumlah piksel yang memiliki derajat kecerahan yang mirip dengan nucleus adalah :
( 0 ) = ∑ {1 − | ( ) − ( 0 )| − } ∁ , (7)
dimana N( 0 ) adalah jumlah piksel, I( 0 ) adalah kecerahan nucleus, I( ) adalah kecerahan piksel dalam circular mask, R adalah radius mask, dan t adalah threshold. ( ) dihitung sebagai berikut:
( ) 1, > 0 0, ≤ 0 . (8)
Nucleus akan menjadi corner saat N( 0 ) menjadi nilai 143ocal minimum (Wu, et al, 2001) .
## 1.3 Ekstraksi Ciri Statistik
Ekstraksi ciri statistik dibagi menjadi dua, yaitu : ektraksi ciri statistik orde pertama dan ekstraksi ciri statistik orde kedua.
## 1.3.1 Ekstraksi Ciri Statistik Orde Pertama
Ekstraksi ciri orde pertama merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada karakteristik histogram citra. Histogram menunjukkan probabilitas kemunculan nilai derajat keabuan piksel pada suatu citra. Dari nilai-nilai pada histogram yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri orde pertama, antara lain adalah mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy (Modul Praktikum Pengolahan Citra, 2008) .
a. Mean (μ), menunjukkan ukuran dispersi dari suatu citra.
= ∑ ( ) , (9)
Dimana f n merupakan suatu nilai intensitas keabuan, sementara p(f n ) menunjukkan nilai histogramnya (probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra).
b. Variance (σ 2 ), menunjukkan variasi elemen pada histogram dari suatu citra.
= ∑ ( − ) ( ) . (10)
c. Skewness (α 3 ), menunjukkan tingkat kemencengan relatif kurva histogram dari suatu citra.
= ∑ ( − ) ( ) . (11)
d. Kurtosis (α 4 ), menunjukkan tingkat keruncingan relatif kurva histogram dari suatu citra.
= ∑ ( − ) ( ) − 3 . (12)
e. Entropy (H), menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk dari suatu citra.
= − ∑ ( ). log ( ) . (13)
## 1.3.2 Ekstraksi Ciri Statistik Orde Kedua
Pada beberapa kasus, ciri orde pertama tidak lagi dapat digunakan untuk mengenali perbedaan antar citra. Pada kasus seperti ini, kita membutuhkan pengambilan ciri statistik orde dua. Salah satu teknik untuk memperoleh ciri statistik orde dua adalah dengan menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orientasi sudut tertentu. Pendekatan ini bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra, dilanjutkan dengan menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks antara tersebut (Novamizanti, 2015) .
Kookurensi berarti kejadian bersama, yaitu jumlah kejadian satu level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lain dalam jarak ( d) dan orientasi sudut (θ) tertentu. Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel. Parameter – parameter yang akan dihitung pada ektrasi ciri statistik orde kedua ini adalah Angular Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference Moment, dan Entropy (Modul Praktikum Pengolahan Citra, 2008) .
a. Angular Second Moment, menunjukkan ukuran sifat homogenitas citra.
= ∑ ∑ { ( , )} , (14)
Dimana p(i,j) menyatakan nilai pada baris i dan kolom j pada matriks kookurensi.
b. Contrast, menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen matriks citra. Jika letaknya jauh dari diagonal utama, nilai kekontrasan besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra.
= ∑ ∑ ∑ ( , ) [ − ] = . (15)
c. Correlation, menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan citra sehingga dapat memberikan petunjuk adanya struktur linear dalam citra.
= ∑ ∑ ( ). ( , ) . (16)
d. Variance, menunjukkan variasi elemen-elemen matriks kookurensi. Citra dengan transisi derajat keabuan kecil akan memiliki variansi yang kecil pula.
= ∑ ∑ ( − ) − ( , ) . (17)
e. Inverse Different Moment, menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan sejenis. Citra homogen akan memiliki harga IDM yang besar.
= ∑ ∑
( ) ( , ) . (18)
Sistem Deteksi Cacat Kayu Dengan Metode Deteksi Tepi Susan dan Ekstraksi Ciri Statistik
f. Entropy, menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Harga ENT besar untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi).
= − ∑ ∑ ( , ). log ( , ) . (19)
1.4 k-Nearest Neighbour (k-NN) Prinsip kerja k-Nearest Neighbor (k-NN) adalah mencari jarak terdekat antara data yang akan dievaluasi dengan k tetangga ( neighbor) terdekatnya dalam data pelatihan. Mirip dengan teknik klastering, mengelompokkan suatu data baru berdasarkan jarak data baru itu ke beberapa data/tetangga ( neighbor) terdekat. Nilai k yang terbaik untuk algoritma ini tergantung pada data. Secara umum, nilai k yang tinggi akan mengurangi efek noise pada klasifikasi, tetapi membuat batasan antar setiap klasifikasi semakin kabur. Metode jarak yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Euclidean Distance (Prasetyo, 2012) .
Euclidean Distance adalah metrika yang paling sering digunakan untuk menghitung kesamaan dua vektor. Euclidean Distance menghitung akar dari kuadrat perbedaan dua vektor. Rumus Euclidean Distance :
= ∑ ( − ) , (20)
dimana X 1 = sampel data, X 2 = data uji/testing, i = variabel data, d = jarak, p = dimensi data
## 1.5 Kerusakan dan Cacat Pada Kayu
Kerusakan pada kayu adalah menurunnya kekuatan kayu akibat adanya/terjadinya retak– retak, pecah–pecah, belah, pelapukan karena cuaca, serangan serangga atau jamur; juga menurunnya mutu kayu akibat terjadinya perubahan warna, berubahnya nilai dekoratif. Hal ini dapat diakibatkan oleh ulah manusia yang kurang cermat dalam mengelola kayu (Modul Teknologi Bahan Kayu, 2015) , misalnya:
a. Pemeliharaan hutan yang kurang baik,
b. Cara penebangan pohon yang salah,
c. Pembagian kayu yang keliru,
d. Cara menggergaji yang keliru, dan
e. Pengeringan kayu yang tidak sesuai.
Hal yang akan dibahas pada penelitian ini adalah pendeteksian pada cacat mata kayu dan cacat berupa retakan pada kayu yang akan digunakan dalam pensortiran kayu olahan untuk mengurangi adanya human error.
Mata kayu merupakan lembaga atau bagian cabang yang berada di dalam kayu. Mata kayu dapat dibedakan :
a. Mata kayu sehat, yaitu mata kayu yang tidak busuk, berpenampang keras, tumbuh kukuh dan rapat pada kayu, berwarna sama atau lebih gelap dibandingkan dengan kayu sekitarnya.
b. Mata kayu lepas, yaitu mata kayu yang tidak tumbuh rapat pada kayu, biasanya pada proses pengerjaan, mata kayu ini akan lepas dan tidak ada gejala busuk.
c. Mata kayu busuk, yaitu mata kayu yang menunjukkan tanda-tanda pembusukan dan bagian-bagian kayunya lunak atau lapuk, berlainan dengan bagian-bagian kayu sekitarnya.
Pengaruh mata kayu :
a. Mengurangi sifat keteguhan kayu.
b. Menyulitkan pengerjaan karena kerasnya penampang mata kayu (mata kayu sehat).
c. Mengurangi keindahan permukaan kayu.
d. Menyebabkan lubangnya lembaran-lembaran finir.
Pada kayu bulat sering terlihat adanya serat-serat yang terpisah memanjang. Berdasarkan ketentuan pengujian kayu, maka :
a. Jika lebar terpisahnya serat ≤ 2 mm, dinamakan retak.
b. Lebar terpisahnya serat ≤ 6 mm, dinamakan pecah.
c. Lebar terpisahnya serat ≥ 6 mm, dinamakan belah.
Pada penelitian ini, sistem yang akan dibuat tidak akan membedakan apakah itu retak, pecah, ataupun belah. Karena cacat retakpun sudah temasuk cacat yang akan mempengaruhi kekuatan kayu dan umur dari hasil olahan kayu tersebut. Penyebab terjadinya cacat pecah dan belah, diantaranya :
a. Ketidakseimbangan arah penyusutan pada waktu kayu menjadi kering.
b. Tekanan di dalam tubuh kayu yang kemudian terlepas pada waktu kayu ditebang.
c. Kesalahan dalam teknik penebangan atau menimpa benda-benda keras.
Pengaruh cacat pecah atau belah :
a. Mengurangi keteguhan tarik.
b. Mengurangi keteguhan kompresi, distribusi beban jadi tidak merata.
c. Keteguhan geser berkurang, akibat luasan daerah yang menahan beban berkurang.
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang sebuah sistem pendeteksian kayu dengan kondisi normal (tanpa cacat) dan rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu) dengan metode deteksi tepi SUSAN ( Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus) Edge Detector dan ekstraksi ciri statistik, sehingga berguna dalam penyortiran kayu untuk mengurangi adanya human error dan tahap penyortiran akan menjadi lebih efektif.
Langkah-langkah metodologi penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Pencarian referensi melalui studi pustaka tentang:
a. Kayu.
b. Pengolahan citra digital dan transformasi citra RGB ke citra HSV.
c. Deteksi tepi SUSAN
d. Algoritma k-NN
2. Pengumpulan Data
Bertujuan untuk mendapatkan data citra kayu yang akan menjadi input dalam sistem.
(a)
(b)
Gambar 2. Contoh Citra Kayu (a) Kayu Normal, (b) Kayu Cacat
Data diperoleh dari industri kayu yang ada di Bandung. Total citra kayu yang digunakan dalam penelitian sebanyak 350 citra. Pada proses pelatihan menggunakan 50 citra yang dibagi menjadi 25 citra kayu normal (tanpa cacat) dan 25 citra kayu rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu), sedangkan pada proses pengujian menggunakan citra sebanyak 300 buah citra yang dibagi menjadi 150 citra kayu normal (tanpa cacat) dan 150 citra kayu rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu).
3. Perancangan Sistem
Secara umum sistem dibagi menjadi lima tahap. Pertama, pengambilan citra kayu akan dilakukan secara offline dengan kamera digital, dimana format citra yang dihasilkan berupa citra RGB. Input citra RGB di tranformasi ke citra HSV dan dibagi per layer sebagai pembanding akurasi sistem. Selanjutnya dilakukan proses deteksi tepi dengan metode SUSAN, sehingga menghasilkan citra biner. Citra biner hasil deteksi tepi SUSAN tersebut diproses kembali menggunakan metode ekstraksi ciri statistik, yang selanjutnya akan diklasifikasikan dengan metode k- Nearest Neighbour dalam dua class, yaitu : kayu normal (tanpa cacat) dan kayu rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu). Setelah itu akan didapatkan output berupa hasil deteksi apakah kayu tersebut kayu normal atau kayu rusak.
## Gambar 3. Gambaran Umum Sistem Deteksi Kayu
4. Implementasi Perangkat Lunak Sistem dirancang dengan menggunakan Matlab R2015a.
5. Analisis Performansi
Melakukan analisis performansi pendeteksian kayu dengan kondisi normal (tanpa cacat) dan rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu) menggunakan metode deteksi tepi SUSAN dan ekstraksi ciri statistik. Parameter performansi sistem yang digunakan, yaitu tingkat akurasi.
Citra Kayu Konversi Citra RGB ke HSV Ekstraksi Ciri Statistik Klasifikasi dengan k-NN Hasil Klasifikasi
6. Pembandingan Metode
Membandingan parameter yang ada pada metode deteksi tepi SUSAN, dan metode ciri statistik orde statistik mana yang paling baik untuk mendapatkan ciri sebuah kayu.
7. Pengambilan Kesimpulan
Mengambil kesimpulan setelah melakukan pengujian sistem pendeteksian kayu menggunakan metode deteksi tepi SUSAN, dan ekstraksi ciri statistik.
## 3. HASIL DAN DISKUSI
Sebelum melakukan skema pengujian pada sistem yang telah dirancang, perlu adanya proses pelatihan pada 50 buah data citra latih. Proses pelatihan ini akan menggunakan beberapa parameter uji, yaitu nilai threshold (t=0.01, 0.05, 0.1, 0.2, dan 0.3), mask size (mask size = 3, 5, dan 7), ekstraksi ciri statistik orde pertama dan orde kedua, k = 1 dan metode jarak Euclidean Distance.
## Tabel 1. Hasil Pelatihan Nilai Threshold (t) pada Deteksi Tepi SUSAN
Mask Size = 3; Ekstraksi Ciri = Orde 1 dan 2; k = 1 Euclidean Distance Layer Nilai t 0,01 0,05 0,1 0,2 0,3 Hue 100% 100% 98% 98% 98% Saturation 100% 100% 100% 88% 82% Value 100% 100% 100% 98% 96%
Berdasarkan Tabel 1, pengujian nilai threshold (t) = 0,01; 0,05 dan 0,1 pada ketiga layer menghasilkan tingkat akurasi sebesar 100% pada nilai t < 0,1 dan layer hue. Semakin besar nilai t maka jumlah piksel yang memiliki derajat kecerahan yang mirip dengan nucleus akan makin berkurang. Sehingga hasil edge response menjadi tidak optimal.
Tabel 2. Hasil Pelatihan Mask Size pada Deteksi tepi SUSAN
Ekstraksi Ciri = Orde 1 dan 2; k = 1 Euclidean Distance Mask Size Nilai t 0,01 0,05 0,01 0,05 0,1 0,01 0,05 0,1 Hue Saturation Value 3 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 5 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 7 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan Tabel 2, saat proses pelatihan terhadap mask size = 3, 5, dan 7 dengan parameter terbaik pada Tabel 1, menunjukkan bahwa semua mask size dapat menghasilkan tingkat akurasi sebesar 100%. Artinya parameter mask size tidak berpengaruh terhadap sistem, karena semua nilai mask yang ada pada USAN area akan meliputi keseluruhan struktur dari sebuah citra pada setiap area yang telah dipetakan.
## 3.1 Hasil Pengujian
Berikut merupakan hasil pengujian terhadap 300 buah citra uji dalam peroses pengujian terhadap nilai threshold (t) dan mask size.
## 3.1.1 Proses Pengujian Pada Citra HSV dan Deteksi Tepi SUSAN
Pada pengujian ini, digunakan beberapa parameter uji, yaitu layer citra HSV (Hue, Saturation, dan Value) nilai threshold (t=0,01 s.d 0,1), mask size (mask size = 3; 5; dan 7), ekstraksi ciri statistik orde pertama dan orde kedua, k = 1 dan metode jarak Euclidean Distance.
## Tabel 3. Hasil Pengujian Citra HSV pada Nilai t dan Mask Size
Ekstraksi Ciri = Orde 1 dan 2; k = 1 Euclidean Mask Size Nilai t 0,01 0,05 0,01 0,05 0,1 0,01 0,05 0,1 Hue Saturation Value 3 58,00% 66,00% 64,67% 83,00% 90,33% 53,00% 57,00% 57,00% 5 57,66% 61,67% 57,33% 74,67% 89,00% 46,67% 54,67% 57,67% 7 64,33% 62,00% 58,67% 70,67% 88,67% 51,00% 56,67% 59,67%
Berdasarkan Tabel 3, secara umum layer Saturation menghasilkan performasi lebih baik daripada layer lainnya. Hal ini karena Saturation merupakan persentase cahaya putih yang ditambahkan ke cahaya murni. Hal ini sesuai dengan penentuan area USAN yang direpresentasikan pada bagian putih dari mask. Tingkat akurasi tertinggi terdapat pada layer saturation, t = 0,1 dan mask size = 3 sebesar 90,33%. Paremeter ini akan diujikan lagi untuk menentukan ciri dari ekstraksi ciri statistik orde pertama dan orde kedua yang mempunyai tingkat akurasi tertinggi.
## 3.1.2 Analisis Pengaruh tiap Ciri dari Ekstraksi Ciri Statistik terhadap Akurasi Sistem
Ekstraksi ciri statistik dibagi menjadi dua, yaitu : ekstraksi ciri statistik orde pertama dan ekstraksi ciri statistik orde kedua. Ekstraksi ciri statistik orde pertama mempunyai 5 parameter histogram citra, antara lain adalah mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy. Sedangkan ekstraksi ciri statistik orde kedua mempunyai 6 parameter hubungan probabilitas ketetanggaan, antara lain adalah angular second moment (ASM), contrast, correlation, inverse different moment (IDM), variance, dan entropy. Proses pengujian ini akan menggunakan parameter hasil pengujian dengan tingkat akurasi tertinggi sebelumnya, yaitu :
1. Layer Saturation pada citra HSV.
2. Nilai threshold, t = 0,1 pada metode SUSAN Edge Detector.
3. Mask Size = 3 pada metode SUSAN Edge Detector.
4. Nilai k = 1 pada metode klasifikasi k- Nearest Neighbour dengan jarak distance euclidean.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap tiap ciri pada ekstraksi ciri statistik, grafik pada Gambar 4 menunjukkan bahwa secara umum hasil ekstraksi ciri dengan statistik orde kedua lebih baik dari pada orde satu. Perhitungan probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orientasi sudut pada posisi corner SUSAN mengakibatkan ciri dari tiap kayu semakin detail. Sifat homogenitas atau derajat keabuan yang sama antar pikselnya dan kookurensi yang berarti kejadian bersama satu level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lainnya. Pada ciri statistik orde kedua, akurasi tertinggi sebesar 90,67% terdapat pada metode ciri angular second moment (ASM), correlation, variance, dan inverse different moment (IDM). Keempat ciri tersebut pada prinsipnya sama, yaitu menunjukkan sifat homogenitas atau derajat keabuan yang sama antar pikselnya dan kookurensi yang berarti kejadian bersama satu level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lainnya.
## Gambar 4. Hasil Pengujian Tiap Ciri
Pada proses pengujian selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan metode klasifikasi k- Nearest Neighbour pada nilai k yang dapat menghasilkan tingkat akurasi tertinggi.
3.1.3 Analisis Pengaruh Parameter k pada Metode k- Nearest Neighbour terhadap Akurasi Sistem
Metode k- Nearest Neighbour ini digunakan untuk mengklasifikasikan citra kayu menjadi dua class, yaitu : kayu normal (tanpa cacat) dan kayu rusak (cacat berupa cacat mata kayu maupun cacat berupa retakan pada kayu). Pada proses pengujian ini akan menggunakan variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap yang digunakan adalah parameter tingkat akurasi data tertinggi pada proses pengujian sebelumnya, yaitu :
1. Layer yang digunakan adalah layer saturation pada citra HSV.
2. Nilai t pada metode SUSAN Edge Detector adalah t = 0,1.
3. Mask Size pada metode SUSAN Edge Detector yang digunakan adalah 3.
4. Ekstraksi ciri statistik orde kedua dengan parameter ciri, antara lain adalah : angular second moment (ASM), correlation, variance, dan inverse different moment (IDM).
Sedangkan variabel yang berubah, yaitu k = 1; 3; dan 5 dengan metode jarak Euclidean Distance.
Hasil pengujian parameter k terhadap akurasi yang menghasilkan grafik pada Gambar 5. Akurasi tertinggi, sebesar 90,67% diperoleh saat nilai k = 1, untuk ciri angular second moment (ASM), correlation, variance, dan inverse different moment (IDM) pada ekstraksi ciri statistik orde kedua. Dari pengujian tersebut, diperoleh bahwa semakin besar nilai k maka tingkat akurasi akan semakin berkurang, dan semakin membuat batasan antar setiap klasifikasi semakin kabur.
89.00% 89.33% 84.00% 86.33% 86.67% 90.67% 89.00% 90.67% 90.67% 90.67% 90.00% 80.00% 82.00% 84.00% 86.00% 88.00% 90.00% 92.00% Tingkat Akurasi Tiap Ciri Akurasi
Gambar 5. Hasil Pengujian Parameter k pada Metode k- Nearest Neighbour
## 4. KESIMPULAN
Pada penelitian ini telah dirancang sebuah sistem pendeteksian kayu dengan kondisi normal (tanpa cacat) dan rusak (cacat dengan cacat mata kayu atau cacat berupa retakan pada kayu) dengan metode SUSAN Edge Detector dan ekstraksi ciri statistik orde kedua, dengan tingkat akurasi sebesar 90,67% dan waktu komputasi 2,5 detik. Berdasarkan implementasi dan hasil pengujian pada sistem, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode SUSAN Edge Detector dapat mendeteksi cacat pada kayu dengan parameter nilai threshold (t) = 0,1; mask size = 3.
a. Semakin besar nilai t maka jumlah piksel yang memiliki derajat kecerahan yang mirip dengan nucleus akan makin berkurang. Sehingga hasil edge response menjadi tidak optimal.
b. Parameter mask size tidak berpengaruh terhadap sistem, karena semua mask yang ada pada USAN area akan meliputi keseluruhan struktur dari sebuah citra kayu pada setiap area yang telah dipetakan.
2. Metode ekstraksi ciri statistik orde kedua pada ciri angular second moment (ASM), correlation, variance, dan inverse different moment (IDM) menunjukkan sifat homogenitas atau derajat keabuan yang sama antar pikselnya dan kookurensi yang berarti kejadian bersama satu level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lainnya.
3. Pada klasifikasi k-NN menggunakan nilai k = 1 dan jarak Euclidean Distance. Semakin tinggi nilai k maka akan semakin membuat batasan antar setiap klasifikasi kayu semakin kabur
## DAFTAR RUJUKAN
Achsani, F. (2015). Deteksi Adanya Cacat Pada Kayu Menggunakan Metode Local Binary Patern. Bandung: Telkom University.
Anna, A. and Rizal, A. and Novamizanti, L. (2011). Analisis Deteksi Wajah Menggunakan Deteksi Tepi. Bandung: Telkom University.
90.67% 90.67% 90.67% 90.67% 89.00% 87.33% 88.33% 88.67%
86.67% 86.67% 88.00% 88.33% 84.00% 85.00% 86.00% 87.00% 88.00% 89.00% 90.00% 91.00% ASM Correlation Variance IDM Pengaruh Nilai k Terhadap Akurasi 1 3 5
Novamizanti, L., Kurnia, A. (2015). Analisis Perbandingan Kompresi Haar Wavelet Transform dengan Embedded Zerotree Wavelet pada Citra. Elkomika, 3 (2), 161-176.
Survey Badan Pusat Statistik. (2017). [online] Arab Saudi, Pasar Ekspor Kayu Lapis Terbesar
Ketiga Indonesia. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2017 dari http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/03/saudi-pasar-ekspor-kayu-lapis- terbesar-ketiga-indonesia?_ga=2.228940508.1356231837.1507523653-
740541824.1507523653.
Gonzales, R, Woods R. (2008). Digital Image Processing, Third Edition. Prentice Hall.
Jabo, S. (2011). Machine Vision for Wood Defect Detection and Classification. Sweden: Chalmers University of Technology.
Kadir, A., & Susanto, A. (2013). Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Yogyakarta: Andi.
Praja, MPK. (2015). Implementasi Sistem Pendeteksi Cacat Pada Kayu Menggunakan Metode Gabor Wavelet Transform. Bandung: Telkom University.
Prasetyo, E. (2012). Data Mining Konsep dan Aplikasi Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Andi.
Mahendra, SB. and Novamizanti, L. and Atmaja, R.D. (2015). Deteksi Ada Tidaknya Cacat Pada Kayu Menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Statistik. Bandung: Telkom University.
Smith, S., & Brady, J. (1997). SUSAN - A New Approach To Low Level Image Processing . International Journal of Computer Vision.
WU, H., Junya, I., Shioyama, T., CHEN, Q., & & SIMADA, Y. (2001). Automatic Facial Feature Points Detection with SUSAN Operator . Proceedings of the Scandinavian Conference on Image Analysis, (pp. 257-263).
|
e65b4263-9509-4a0a-b42c-d7066db4adb0 | https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JEAR/article/download/21868/13538 | Journal of Education Action Research Volume 3, Number 4 Tahun Terbit 2019 , pp. 389-395. P-ISSN: 2580-4790 E-ISSN: 2549-3272 Open Access : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JEAR/index
## Penerapan Pendekatan Kasih Sayang dengan Metode Pembiasaan Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Agama Hindu
## I Wayan Matera
*
SD Negeri 3 Ketewel
## A B S T R A K
Lokasi penelitian ini adalah di SD Negeri 3 Ketewel. Penelitian Tindakan Kelas ini diupayakan untuk mengetahui apakah pendekatan kasih sayang dengan metode Pembiasaan dapat meningkatkan hasil belajar Agama Hindu siswa Kelas V SD Negeri 3 Ketewel. Dalam mengumpulkan data hasil penelitian ini penulis menggunakan Metode Test pada siswa. Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif/ kuantitatif. Setelah data terkumpul dan dilakukan analisis, diperoleh peningkatan hasil dari awalnya baru mencapai Rata-rata 70,5, pada siklus I meningkat menjadi Rata-rata 74,25, dan pada siklus II sudah meningkat sesuai harapan yaitu mencapai Rata-rata 79,25. Presentase ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan. pada pertemuan awal presentase ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 45% atau hanya 11 siswa yang tuntas. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan yaitu mencapai 70,00% atau 14 siswa telah tuntas, dan pada siklus II peningkatan ketuntasan belajar siswa cukup signifikan dengan mencapai 95% atau 20 siswa dari 19 siswa telah tuntas dalam mengikuti pembelajaran Agama Hindu. Dari hasil yang diperoleh tersebut dapat disampaikan simpulan bahwa Pendekatan kasih sayang dengan metode pembiasaan mampu meningkatkan Hasil belajar siswa Kelas V yang belajar pada Semester I Tahun Pelajaran 2018/2019.
## A B S T R A C T
The location of this research is SD Negeri 3 Ketewel. This Classroom Action Research is strived to find out whether the compassion approach with the Habituation method can improve the learning outcomes of Hindu Religion Grade V students at SD Negeri 3 Ketewel. In collecting data on the results of this study the authors used the Test Method on students. In analyzing the data that has been obtained, researchers used a qualitative / quantitative descriptive analysis. After the data has been collected and analyzed, an increase in results from initially only reached an average of 70.5, in the first cycle increased to an average of 74.25, and in the second cycle has increased as expected, reaching an average of 79.25. The percentage of students' mastery learning also experienced a very significant increase. at the initial meeting the percentage of students' mastery learning only reached 45% or only 11 students who completed. In cycle I students 'mastery learning increased by 70.00% or 14 students had been completed, and in cycle II students' mastery learning improvement was quite significant by reaching 95% or 20 students out of 19 students completing Hindu learning. From the results obtained it can be concluded that the compassion approach with the habituation method is able to improve the learning outcomes of Class V students studying in Semester I of 2018/2019 Academic Year.
Copyright © Universitas Pendidikan Ganesha. All rights reserved.
## A R T I C L E I N F O
Article history: Received 19 August 2019 Received in revised form 30 September 20189 Accepted 10 October 2019 Available online 29 November 2019
## Kata Kunci:
Pendekatan Kasih Sayang dengan Metode pembiasaan, Hasil Belajar Agama Hindu
Keywords: Compassion Approach with Habituation Method, Hindu Learning Outcomes
## 1. Pendahuluan
Di dalam sejarah Indonesia dikatakan bahwa mulai adanya pengaruh Hindu di Indonesia kira-kira sejak abad ke4 Masehi. Hal ini didasarkan atas penemuan-penemuan dari peninggalan kerajaan kuno yang sudah menunjukkkan sifat-sifat kehinduan. Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung (2007: 54), diketahui bahwa kerajaan tertua di Indonesia adalah kerajaan Kutai, Diketahui bahwa kerajaan tersebut adalah kerajaan tertua di Indonesia, yang dilihat dari bukti-bukti peninggalannya, yang sampai sekarang memang peninggalan kerajaan Kutai adalah peninggalan yang paling tua. Dari hasil peninggalan tersebut dapat disimpulkan bahwa faham Hindu masuk ke Indonesia kurang lebih abad ke-4 M. Sejak itu Agama Hindu menyebar di seluruh nusantara dan mencapai puncak pengaruhnya di abad ke-14. Kerajaan yang terakhir dan terbesar di antara kerajaankerajaan Hindu Jawa adalah Kerajaan Majapahit yang menyebarkan pengaruhnya di seluruh kepulauan Nusantara. Penyebar agama Hindu di Indonesia adalah orang-orang India, baik dari golongan Brahmana, Ksyatria, Waisya. Ada beberapa teori tentang bagaimana Hindu mencapai Nusantara. Teori Waishya adalah bahwa perkawinan terjadi antara pedagang Hindustan dan penduduk asli Nusantara. Teori lain (Kshatriya) berpendapat bahwa para prajurit yang kalah perang dari Hindustan menemukan tempat pelipur lara di Nusantara. Ketiga, teori para Brahmana mengambil sudut pandang yang lebih tradisional, bahwa misionaris menyebarkan agama Hindu ke pulau-pulau di Nusantara. Dari abad ke-4 sampai abad ke-15 kerajaan Hindu bangkit dan jatuh di Jawa yang antara lain adalah Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Medang, Kerajaan Kediri, Kerajaan Sunda, Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit. Pada era ini dikenal sebagai Era Klasik Jawa, dimana sastra, seni dan arsitektur Hindu berkembang dan menjadi masuk ke dalam budaya lokal Nusantara di bawah perlindungan keraton Hindu Jawa. Selama periode ini, banyak kuil Hindu Jawa dibangun. Di antara kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, yang paling dianggap penting adalah Kerajaan Majapahit, yang merupakan kerajaan terbesar dan kerajaan Hindu terakhir yang mempengaruhi sejarah Indonesia. Majapahit berpusat di Jawa Timur, memerintah sebagian besar dari apa yang sekarang merupakan Indonesia modern. Sisa-sisa kerajaan Majapahit bergeser ke Bali pada abad ke- 16 setelah diserang oleh negara-negara Islam di wilayah pesisir Jawa (Pravitasari, 2017).
Pendidikan merupakan suatu proses di mana pengalaman dan informasi diperoleh sebagai hasil belajar, yang mencakup pengertian dan penyesuaian diri dari pihak peserta didik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju ke arah pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian, pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: guru, metode/pendekatan/model pembelajaran, kurikulum, media pengajaran, dan peserta didik. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia diperlukan upaya yang serius untuk meningkatkan kualitas guru. Seorang guru memiliki peran yang paling besar dalam upaya inovasi serta peningkatan mutu pendidikan melalui inovasi dalam proses pembelajaran. Peningkatan mutu pendidikan dapat dimulai dengan meningkatkan mutu guru dalam mengajar dan berprilaku profesional. Berbagai penataran dan pelatihan guru menjadi salah satu bentuk dari upaya tersebut walaupun kurang membekas dalam keseharian aktivitas guru. Hal inilah yang mendasari perlunya perbaikan yang menitikberatkan kepada kondisi nyata di lapangan, mulai dari kondisi di kelas, sekolah, dan guru. Pelaksanaan sertifikasi guru sebagai amanat dari Undangundang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diharapkan berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan. (Monawati, 2016).
Permendiknas RI No. 41 tahun 2007 yang menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Karena itu orientasi pembelajaran harus ditekankan kepada siswa sebagai subjek, yang harus aktif dan kreatif melaksanakan proses pembelajaran dengan arahan dan bantuan dari guru. Guru dalam hal ini harus betul-betul aktif memerankan dirinya sebagai fasilitator, motivator dan lain-lain untuk peningkatan prestasi dan mampu mensyukuri karunia Tuhan.
Pendidikan Agama Hindu dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta peningkatan potensi spiritual. Peningkatan potensi spiritual termasuk pemahaman, pengenalan, nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Peningkatan potensi spiritual tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan berbagai potensi manusia yang mencerminkan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan.
Pendidikan akan lebih bermakna bagi siswa apabila pengetahuan dibangun dengan dasar informasi yang diperoleh secara alami. Untuk tujuan tersebut, lingkungan belajar harus dibangun sedemikian rupa untuk memberikan pemahaman dan menjelaskan secara kongkret teori-teori atau konsep-konsep yang disampaikan kepada siswa. Agar bermakna serta dasar pengetahahuan dapat dimanfaaSDan siswa dalam
kehidupan sehari-hari, ilmu pengetahuan harus dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan siswa.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman guru tentang proses pembelajaran dapat berlangsung aktif, kreatif dan amenarik. Hal ini akan bisa terjadi bila dalam diri siswa tumbuh rasa ingin tahu, mencari jawaban atas pertanyaan, memperluas dan memperdalam pemahaman dengan menggunakan metode yang efektif. Rasa ingin tahu siswa muncul dan terlihat ketika sudah mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan inilah nantinya yang akan menjadi bahan pembelajaran untuk dicari jawabannya bersama-sama antara guru dan siswa. Agar mampu menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan siswa dan memberikan dampak yang baik terhadap kelangsungan pembelajaran mereka, seorang guru harus benar-benar memiliki pengetahuan yang mendalam tentang materi yang diajarkan sehingga dia layak disebut seorang guru yang kompeten.
Kompentensi merupakan perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang di refleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, (Ashan, 1981) mengemukakan bahwa kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman bahwa kegiatan belajar mengajar pendidikan Agama Hindu sering menjadi kurang menarik bagi siswa karena dianggap sebagai pelajaran yang membosankan yang memerlukan latihan-latihan banyak yang monoton, lewat persembahyangan- persembahyangan sehingga membuat siswa semakin jenuh karena sebagai manusia masih lebih senang dengan kebebasan.
Keadaan di atas membuat peneliti berusaha untuk menemukan dan memilih metode pengajaran yang setepat-tepatnya yang dipandang lebih efektif dari pada metode-metoede lainnya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru benar-benar menjadi milik murid. Salah satu metode yang peneliti gunakan adalah metode pembiasaan.
Tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran biasanya dinyatakan dengan nilai. Pada hasil belajar pendidikan Agama Hindu yang sudah diamati sebelumnya sebelum pelaksanaan tindakan menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan siswa Agama Hindu dengan rata-rata 70,5. Rata-rata ini jauh di bawah KKM mata pelajaran Agama Hindu di SD Negeri 3 Ketewel yaitu 75. Untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, penulis melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.
Berdasarkan uraian di atas penulis mengangkat masalah tersebut untuk diteliti dalam suatu penelitian tindakan kelas sebagai upaya perbaikan pembelajaran Agama Hindu yang diberi judul: tersebut di atas telah mempublikasikan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul: “Penerapan Pendekatan Kasih Sayang Dengan Metode Pembiasaan Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Agama Hindu Siswa Kelas V Semester I SD Negeri 3 Ketewel Tahun Pelajaran 2018/2019”
## 2. Metode
Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian tindakan. Oleh karenanya, rancangan yang khusus untuk sebuah penelitian tindakan sangat diperlukan. Penelitian tindakan didasarkan pada filosofi bahwa setiap manusia tidak suka atas hal-hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Peningkatan diri untuk hal yang lebih baik ini dilakukan terus menerus sampai tujuan tercapai (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, 2006: 6-7).Dalam melaksanakan penelitian, rancangan merupakan hal yang sangat penting untuk disampaikan. Tanpa rancangan, bisa saja alur penelitian akan ngawur dalam pelaksanaannya. Untuk penelitian ini penulis memilih rancangan penelitian tindakan yang disampaikan oleh Kemmis dan Mc. Taggart seperti terlihat pada gambar berikut. Penelitian Tindakan Model Spiral Kemmis & Mc Taggart, 1988 (dalam Sukidin Basrowi, Suranto, 2002: 49).
## Gambar 1. Rancangan Penelitian
Sebagai alur PTK, Kemmis dan Mc. Taggart memberi contoh sebagai berikut:
1. Siswa mengira bahwa Agama Hindu sekedar mengingat fakta dan bukan proses inkuiri. Bagaimana saya dapat merangsang inkuiri pada siswa? Apakah dengan mengubah teknik bertanya? Teknik bertanya yang sama?
Prosedur yang dilakukan adalah:
Menukar strategi bertanya agar siswa dapat menggali jawaban atas pertanyaan sendiri.
1. Mencoba bertanya agar siswa mau mengatakan keinginannya
2. Catat pertanyaan dan respon
3. Pengendalian
4. Tujuan umum, kurangi pengendalian
5. Kendorkan pengendalian
6. Pertanyaan direkam dan dikendalikan
7. Inkuiri berkembang.
Bagaimana mengajar tetap pada jalur Uno, dkk (2011: 69-70) menjelaskan, bagi Kemmis dan Taggart perumusan masalah dan perencanaan tindakan menjadi langkah pertama yang dilakukan peneliti secara bersamaan. Perumusan masalah dilakukan dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang berkembang di lapangan. Alternatif yang paling mungkin untuk diterapkan menjadi rencana tindakan. Refleksi hasil pengamatan merupakan langkah selanjutnya setelah pelaksanaan tindakan dan observasi. Dengan refleksi dapat dipahami kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama melaksanakan tindakan. Dengan demikian, bila dampak tindakan belum sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan revisi terhadap ide atau gagasan sebelumnya yang tertuang dalam perencanaan sehingga dapat dilakukan perencanaan kembali. Demikian seterusnya.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode tes. Tes yang digunakan adalah tes hasil belajar Agama Hindu siswa. Setelah data terkumpul dilanjutkan dengan analisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif.
Indikator keberhasilannya adalah apabila hasil belajar siswa rata-ratanya adalah 75, sesuai dengan KKM yang ditetapkan sekolah yakni 75.
R E
F
L E C T T A Plan Plan Plan Plan R E F L
E
C T T A 1 2 5 6 4 3 8 7
## 3. Hasil dan Pembahasan
Deskripsi yang dapat disampaikan untuk perolehan data awal sebagai indikator yang dituntut yaitu minimal siswa mampu mencapai ketuntasan belajar dengan nilai sama atau melebihi KKM. KKM yang dipatok berdasarkan ketentuan yang disepakati oleh dewan Guru dan Komite untuk mata pelajaran Agama Hindu adalah 75,00. Data yang diperoleh menunjukkan hanya 9 orang siswa yang tuntas diantaranya 1 orang yang melampaui KKM dan 8 orang setara dengan KKM, secara klasikal jumlah nilai diperoleh adalah 1410 dengan rata rata kelas adalah 70,5 atau hanya 45% yang tuntas dari 11 siswa di Kelas V pada semester I tahun pelajaran 2018/2019. Data tersebut menunjukkan rendahnya prestasi belajar siswa Kelas V pada proses pembelajaran awal. Kekurangan yang ada adalah akibat pembelajaran yang dilukan masih bersifat konvensional,kurang alat peraga dan kurang inovatif. Kelebihannya adalah peneliti sebagai guru telah giat melakukan pembelajaran secara maksimal. Maka peneliti sangat perlu melakukan perbaikan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan model pembelajaran kasih sayang dengan metode pembiasan.
Pada siklus I, hasil yang diperoleh belum mencapai target dari indikator keberhasilan penelitian. Hal ini disebabkan oleh masih belum sempurnanya rancangan pembelajaran yang akan disampaikan guru. Namun pada siklus I sudah menunjukan peningkatan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran yaitu dari data awal yang hanya mencapai rata-rata 70,5 meningkat menjadi 74,25. Sedangkan presentase ketuntasan meningkat dari 45% pada data awal menjadi 70% pada siklus I.
Perkembangan peserta didik pada siklus II ini adalah 20 orang anak yang diteliti, ada 1 anak yang mendapat nilai di bawah KKM, 7 anak mendapat nilai sama dengan KKM dan 12 anak mendapat nilai diatas KKM artinya mereka sudah berkembang sesuai indikator, mereka sudah giat belajar, sudah aktif dalam belajar. Anak-anak ini termasuk anak yang aktif dalam belajar. Dari semua data yang sudah diperoleh tersebut dapat diberi sintesis bahwa semua anak sudah mampu melakukan semua indikator yang diharapkan
Semua hasil yang diperoleh dari awal, siklus I dan siklus II dipaparkan dalam bentuk tabel dan grafik seperti berikut:
## Tabel 1. Tabel Data Prestasi Belajar Siswa kelas V SD Negeri 3 Ketewel
DATA AWAL SIKLUS I SIKLUS II Skor Nilai 1410 1485 1585 Rata Rata Kelas 70,5 74,25 79,25 Persentase Ketuntasan 45% 70% 95%
Gambar 1 . Grafik Histogram Prestasi Belajar Agama Hindu Siswa Kelas V Semester I Tahun Pelajaran 2018/2019 SD Negeri 3 Ketewel
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukriadi pada tahun 2018 yang berjudul Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Madrasah Aliyah Darul Ulum Kec. Toili Kab. Banggai. Hasil penelitian menunjukan
bahwa penerapan metode pembiasaan dalam meningkatkan kedisiplinan siswa melaksanakan salat lima waktu di MA Darul Ulum Toili Kab. Banggai adalah dengan menyampaikan tata tertib madrasah, memberikan tauladan, mengingatkan, menasehati, membimbing dan mengarahkan, serta memberikan hukuman.Sedangkan kendala dan solusi yang dihadapi penerapan metode pembiasaan dalam meningkatkan kedisiplinan siswa melaksanakan salat lima waktu di MA Darul Ulum Toili Kab. Banggai adalah kurangnya kesadaran siswa dan terbatasnya tempat berwudhu. Solusi untuk mengatasi kendala tersebut adalah bagi siswa salat adalah akan di tindak lanjuti dengan sanksi yang sudah ditetapkan sesuai dengan pelanggaran yang dibuat. Sedangkan untuk mengatasi masalah kurangnya tempat wudhu adalah dengan membuat tempat wudhu tambahan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
## 4. Simpulan Dan Saran
Simpulan merupakan ringkasan hasil penelitian yang bertalian dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Berdasarkan semua hasil tindakan yang dilakukan, baik siklus I maupun siklus II mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi dan refleksi dapat disampaikan hal-hal berikut.
1) Pelaksanaan kegiatan awal dimana model pembelajaran yang digunakan tidak menentu, termasuk pula metode ajar yang digunakan hanya sekedar terlaksana membuat nilai siswa pada mata pelajaran Agama Hindu rendah dengan rata-rata 70,5 yang masih jauh dari kriteria ketuntasan minimal pada mata pelajaran ini yaitu 75.
2) Setelah dilakukan perencanaan yang lebih matang menggunakan Metode pembelajaran Agama Hindu yang dilakukan dengan metode Pembiasaan, dilanjutkan dengan pelaksanaannya di lapangan yang benar sesuai teori yang ada dan dibarengi dengan pemberian tes atau observasi secara objektif akhirnya terjadi peningkatan dari nilai rata-rata awal 70,5 menjadi rata-rata 74,25. Demikian juga terjadi peningkatan dari nilai rata-rata 74,25 pada siklus I meningkat menjadi 79,25 pada siklus II.
3) Seperti kebenaran tujuan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu untuk peningkatan proses pembelajaran, maka upaya-upaya yang maksimal telah dilakukan dengan sangat giat sehingga hasil yang diharapkan sesuai perolehan data telah mampu memberi jawaban terhadap rumusan masalah dan tujuan penelitian ini.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar di SD Negeri 3 Ketewel lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut.
1. Untuk melaksanakan pembinaan memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga disarankan agar guru mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan Metode Pembiasaan sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Agar mampu meningkatkan Hasil Belajar , maka guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, agar para siswa menjadi berminat terhadap kegiatan yang dilakukan sehingga keaktifan belajar akan meningkat.
Peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti bagian-bagian yang belum sempat diteliti.
## Daftar Rujukan
Arikunto Suharsimi, Suhardjono, Supardi.2006. Penelitian Tindakan. Kelas . Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: PT Bumi Aksara.
B. Uno, H. Dkk. 2011. Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM . Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 . Jakarta: BSNP.
Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro . Surabaya. Insan Cendikia.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar . Jakarta: Penerbit Erlangga.
Djamarah, Syaful Bahri. 2002. Hasil belajar dan Kompetensi Guru . Surabaya: Usaha Nasional.
Hamalik U. 1999. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasan Fauzi Maufur. 2009. Sejuta Jurus Mengajar dan Mengasyikan . Semarang: PT. Sindua Press.
Joyce Bruce. Et al. 2000. Models of Teaching. 6th Ed. Allyn & Bacon: London
Kemmis, S. and McTaggart, R.1988. The Action Researh Reader . Victoria, Deakin University Press.
Khabibah. 2006. Meningkatkan Hasil Belajar . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lie, A. 2007. Cooperative Learning . Bandung: Alfabeta.
Monawati. 2016. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Lesson Studypada Penjumlahan Pecahan Di Kelas Iv Sdn Lamsayeun . Jurnal Pesona Dasar Universitassyiah Kuala Vol. 3 No.4, Oktober 2016
Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan . Bandung: RoSDakarya.
Pravitasari, Sella Novita. 2017. Studi Tentang Komunitas Agama Hindu Di Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung . Jurnal Simki-Pedagogia Vol. 01 No. 06 Tahun 2017 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara Pgri Kediri
Sardiman, A.M. 1988. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Slamet. 2000. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta: Rineka Cipta.
Sukriadi. 2018. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Madrasah Aliyah Darul Ulum Kec. Toili Kab. Banggai. Jurnal Ilmiah IQRA IAIN Manado Volume 12 Nomor 1.
Supardi, 2005. Pengembangan Profesi dan Ruang Lingkup Karya Ilmiah . Jakarta: Depdiknas.
Suryabrata, Sumadi. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis . Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wardani, I. G. A. K Siti Julaeha. Modul IDIK 4307. Pemantapan Kemampuan Mengajar . Jakarta: Universitas Terbuka.
|
32803658-50bf-4ff7-9984-cd11c4366430 | https://e-journal.metrouniv.ac.id/ath_thariq/article/download/1548/1497 |
## DAKWAH KULTURAL: RELASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
## ASEP KAMIL ASTORI
PASCASARJANA UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
Jl. A.H Nasution No. 105, Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat 40614
[email protected]
## EKA OCTALIA INDAH LIBRIANTI
PASCASARJANA UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG Jl. A.H Nasution No. 105, Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat 40614
[email protected]
## Abstract
The da'wah propagation of Islam in the archipelago has shown such strong accommodation to the local traditions of the local community. This shows that the character of Indonesian Islam is able to dialogue with tradition and culture. This paper tries to examine the concept of cultural da'wah and the relationship between Islam and local culture. Cultural Da'wah is a da'wah that considers all forms of culture that are developing in society. Cultural propaganda is one of the da'wah approaches in dealing with heterogeneous societies of culture. Islam has an important role in facing cultural transformation. The process of Islamic dialogue with community traditions can be realized with cultural systems and mechanisms in dealing with local negotiations. From the display illustrates that in reality, Islam is in contact with local teachings (traditions) so as to form a new formulation of Islam and Islamic local culture.
Keywords: Cultural Da'wah, Islam, Local Culture.
## A. PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang bersiat universal. Ajaran agama Islam tidak hanya ditujukkan untuk satu kelompok manusia saja, melainkan ditujukan untuk seluruh umat manusia bahkan seluruh jagat raya karena Islam adalah agama yang Rahmatan lil’alamin. Islam merupakan agama dakwah yang dimana setiap menusia memiliki kewajiban untuk menyerukan nilai-nilai agama kepada sesamanya. Maka kondisi kehidupan keagamaan kaum muslimin saat ini tidak bisa dilepaskan dari aktifitas dan proses dakwah.
Dakwah dan Islam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena Islam tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya proses dakwah. Maka Shihab mengatakan bahwa dakwah merupakan usaha untuk merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka membangun ummat untuk memperoleh keridhoan Allah Swt. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa secara esensial dakwah adalah seruan menuju kebaikan atau keinsafan atau berusaha mengubah situasi menjadi lebih baik dan sempurna, baik itu dalam pribadi maupun dalam masyarakat. 1
Maka dari itu Islam sebagai agama yang sempurna dan agama rahmatan lil’alamiin, Islam menjadi agama yang menyempurnakan kepribadian manusia, mengangkat derajat manusia menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan serta beriman kepada Allah Swt. Oleh karena itu Rasulullah meminta agar setiap umat muslim mampu meneruskan estafet perjuangan dakwahnya dalam mensyiarkan agama sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dakwah harus dilakukan kepada siapapun dan harus menempuh garis kebijaksanaan melalui pengajaran yang sistematis sesuai dengan perkembangan zamannya. Ditengah maraknya keberagaman, senantiasa dimunculkan tawaran dan tuntutan seputar aktualisasi nilai-nilai Islam dan kehidupan. Tuntutan demikian adalah agenda dakwah baik dalam level individu, keluarga, masyarakat bahkan sampai pada tingkat Negara. Maka oleh sebab itu dakwah merupakan suatu proses dimensi sosial yang harus melakukan perubahan kedalam proses kebaikan.
Sebagaimana diketahui bahwa Nabi telah berhasil mengembangkan dakwah Islam hingga kepenjuru dunia dengan berbagai cara dan strategi. Untuk menyerukan ketauhidan kepada manusia yang memiliki latar belakang kultur yang berbeda-beda tentunya ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyeru dakwah. Namun Nabi mampu dan berhasil mengenalkan ajaran agama Islam kepada ummatnya. Heterogenitas keberagaman ummat muslim dinegara Indonesia yang dimana notabenenya penduduknya beragama muslim, maka menanamkan nilai-nilai kultural dalam beragama sudah pasti bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Al- Qur’an dan Hadits menjadi sumber doktrin yang utama dalam upaya penanaman nilai-nilai kultural.
Dakwah kultural sebagai serangkaian penyampaian ajaran Islam yang diimplementasikan oleh Nabi SAW menjadi bagian dari historis dakwah Nabi kepada manusia yang dimana Nabi mendapat tantangan yang begitu berat dan
1 M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung, Mizan, 1992), h. 194.
dihadapkan oleh masyarakat kultur. 2 Selain Nabi Muhammad, para Nabi lainnya hadir ditengah situasi dan kondisi masyarakat yang pada saat itu sedang mengalami kondisi sosial masyarakat dengan kultur yang mengalami degradasi moral. Seperti Nabi Musa dan Nabi Harun misalnya, keduanya diutus untuk mendakwahkan ummat yang pada saat itu sedang terjadi penghambaan antara manusia dengan manusia. Nabi Luth diutus pada saat ummatnya sudah melupakan kodrat kemanusiaanya, begitu juga dengan Nabi lainnya yang dalam dakwahnya selalu dihadapkan problematika ummat yang berbeda-beda.
Abdullah menyatakan, jika kita kembali mengingat sejarah, ketika Islam masuk di Indonesia, kebudayaan Nusantara telah dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha serta ajaran dan kepercayaan tradisional seperti animisme, dinamisme dan sebagainya. Sementara itu di Jawa, agama Islam menghadapi resistensi nilai-nilai ajaran Hindu dan Budha yang sudah mapan. Dalam proses seperti inilah Islam harus menjinakkan sasarannya dan juga harus menjinakkan diri. 3 Benturan dan resistensi dengan kebudayaan-kebudayaan setempat mengharuskan Islam agar memiliki tempat dan memiliki kemampuan penangkapan kultural pada masyarakat setempat. Kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya setempat inilah yang kemudia memudahkan Islam untuk masuk keberbagai lapisan masyarakat dengan ramah.
Proses Islamisasi pada dasarnya berada dalam proses akulturasi. Seperti diketahui bahwa Islam disebarkan di Nusantara sebagai kaedah normatif disamping aspek seni budaya. Dalam konteks ini, sebagai sebagai makhluk berakal, manusia yang beragama dan berakal mereka sangat mengetahui dan memahami dunianya sendiri. Pada alur logika seperti inilah manusia melalui prilaku budayanya senantiasa meningkatkan aktualisasi diri. Karena itu setiap akultrasi budaya, manusia membentuk memanfaatkan dan mengubah hal-hal yang paling sesuai dengan kebutuhannya. 4
Perbedaan latar belakang, sejarang dan tradisi manusia yang Bergama, tentu akan menimbulkan suatu kultur atau budaya yang berbeda. Dikarenakan manusia adalah makhluk berbudaya, maka dalam proses dakwah, dakwah dengan melaui pendekatan kultural tentu akan lebih merangkul pada ma’dunya. Maka disinilah sosialisasi pesan-pesan agama harus bersentuhan dengan adat, tradisi budaya yang ada pada masyarakat. Dari sini maka akan lahir dakwah kultural dengan pendekatan kultur. Dengan demikian, tulisan ini akan membahas akan bagaimana konsep pengembangan dakwah kultural dan relefansinya antara Islam dan budaya lokal.
## B. DAKWAH KULTURAL
Kata kultural berasal dari bahasa inggris yaitu culture yang artinya adalah kesopanan, kebudayaan dan pemeliharaan. Ada pendapat lain yang mengatakan
2 Said Agil Husain Munawwar, Asbabul Wurud (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 24.
3 Taufik Abdullah, Pengantar: Islam, Sejarah dan Masyarakat, Lintasan Historis Islam di Indoensia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h. 3.
4 Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia , (Jakarta: Logos, 2001), h. 251.
bahwa culture berasal dari bahasa latin yaitu cultura yang artinya memelihara, mengerjakan, mengolah. 5
Dakwah kultural adalah cara berdakwah dengan pendekatan budaya. Dakwah kultural memiliki hubungan yang erat dengan Islam kultural, karena dakwah kultural menekankan pendekatan Islam kultural.
Islam kultural, begitu juga dengan dakwah kultural, memiliki peranan bagi misi Islam dimuka bumi, karena Islam kultural memiliki peran yang tidak diwarisi oleh Islam politik atau Islam structural yang hanya memiliki misi dalam kekuasaan. 6 Dijelaskan kembali oleh Siradj, bahwa dari sisi historis, visi kultural umat Islam pernah terjadi pada era muawiyah yang dipelopori oleh Hasan Basri pada tahun 110 H dengan mendirikan forum kajian yang nantinya akan melahirkan ilmuan dari berbagai disiplin ilmu hingga kemudia diteruskan oleh Wali Songo, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, dan sebagainya. 7
Menurut Kuntowijoyo sebagaimana dikutip oleh Amin, setidaknya ada lima program kultural, yakni: 1) Mengembalikan dan Mengembangkan tradisi rasional, 2) tradisi egalitran, 3)tradisi berbudaya, 4) tradsi ilmiah, dan 5) tradisi cosmopolitan. 8
Sementara itu Koentjoningrat membagi kebudayaan menjadi tiga wujud, yaitu: 1) Kebudayaan sebagai artepak atau benda fisik, 2) Kebudayaan sebagai tingkah laku manusia dalam berprilaku, 3) Kebudayaan sebagai sistem gagasan manusia, 4) kebudayaan sebagai ideologis manusia. 9
Menurut Sukayat dakwah kultural memiliki dua tipe pendekatan secara kultural yaitu pertama dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya tetapi tetap mementingkan dan tidak menghilangkan aspek substansi nilai-nilai agama dan kedua menekankan akan pentingnya dalam memahami kebudayaan manusia sebagai objek dakwah. 10
Dakwah kultural merupakan suatu rancangan perubahan sosial yang bertahap sesuai denga kondisi empirik yang diarahkan kepada pengembangan hidup yang Islam pada manusia sebagai objek dakwah. Menurut hidayat, dakwah kultural merupakan suatu upaya untuk mengarahkan manusia kepada ajaran agama Islam yang eksklusif dan tidak kaku serta memiliki rasionalitas yang tinggi sehingga dapat diterima oleh semua orang. Fokusnya adalah melalui penyandaran iman dalam potensi kemanusiaan, sehingga ummat dapat menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam yang Kaafah secara bertahap sesuai dengan keragaman sosial, ekonomi, budaya, dan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. 11
5 Tata Sukayat, Ilmu Dakwah , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), h. 110
6 Said Aqil Sirodj, Islam Kebangsaan Fiqh Demokrasi Kaum Santri, (Jakarta: Pustaka Ciganjur: 1998), h. 35.
7 Ibid, h. 162.
8 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 163.
9 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 74
10 Tata Sukayat, Ilmu Dakwah , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), h. 110
11 Syamsul Hidayat, “Dakwah Kultural dan Seni-Budaya Dalam Gerakan Muhammadiyah” Dalam TAJDIDA (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta), No.2/ Desember 2004, h.172-187.
Lebih lanjut Hidayat menjelaskan bahwa dakwah kultural dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu secara luas dan secara khusus. Secara luas, dakwah kultural diartikan sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk berbudaya dalam rangka menghasilkan kultur alternatif dengan memiliki ciri nilai-nilai Islam yang berkebudayaan dan berperadaban. Adapun dalam pengertian secara khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah yang memperhatikan dan memperhitungkan manfaat adat istiadat dan budaya lokal sehingga tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. 12
Setiap manusia pasti memiliki kekhasan atau cirikhas dalam budayanya. Masing-masing memilik corak tersendiri dan menjadi kebanggaan bagi dirinya. Dalam melakukan dakwah Islam yang bernuansa dan mengedepankan kebudayaan yang dimiliki oleh setiap manusia yang kemudia kultural dijadikan sebagai media dakwah dengan mengambil nilai-nilai kebaikan yang tetap memperhatikan rambu- rambu agama.
Dalam penghayatan dan pengalaman agama selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti karakteristik individu, lingkungan sosial dan lingkungan alam. Begitu juga dalam kelahiran mazhab dalam Islam turut disertai oleh faktor alam dan geografis. Karena itu, cara beragama antara orang desa, petani, nelayan, masyarakat agraris, masyarakat industry ikut berbeda pula. Perbedaan-perbedaan itu perlu dimengerti oleh para aktivis dakwah supaya dakwah dalam Islam dapat menyesuaikan dengan kondisi objektif manusia yang dihadapi. Dalam dakwah kultural, para aktivis dakwah harus menawarkan pemikiran dan aplikasi Islam yang Kaafah dan kreatif. Materi dakwah yang disampaikan pun harus disesuaikan dengan kecenderungan dan kebutuhan objek dakwahnya. 13
Selanjutnya Bachtirar menjelaskan bahwa dalam gerakan dakwah kultural harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: 1) Konsep mengenai kebudayaan yang dapat digunakan sebagai kacamata dalam memahami agama. Bila agama dilihat dengan menggunakan kacamata agama, maka agama akan diperlakukan sebagai kebudayaan, yaitu sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat tersebut. Agama dapat dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang sakral serta dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan yang sakral yang menjadi cirri dari kebudayaan; 2) Melalui dakwah kultural, merupakan pendekatan dakwah yang terjadinya suatu proses komunikasi langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi konkrit masyarakat. Implementasi dari dakwah ini dilakukan melalui kultur-kultur yang ada didalam masyarakat dengan menyebarkan ajaran Islam berupa perkataan, prilaku maupun pemikiran. 14
Dakwah Islam merupakan suatu proses ataupun upaya dalam membudayakan manusia. Relasi dakwah Islam bisa dilakukan dalam bentuk pendidikan seperti menghapus kebodohan. Kegiatan dakwah juga dapat mendorong untuk kesejahteraan masyarakat seperti kepedulian sosial. Maka dakwah juga merupakan suatu proses pembangunan berupa material ataupun spiritual kearah yang positif.
12 Ibid, h.180-181.
13 M. Anis Bachtiar, “Dakwah Kolaboratif: Model Alternatif Komunikasi Islam Kontemporer”, dalam KOMUNIKASI ISLAM (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya), No. 1/Juni 2013, h.152-168.
14 Ibid, h. 168.
Kemajuan masyarakat merupakan suatu tujuan dakwah, maka dakwah melalui pendekatan kultural merupakan salah satu strategi dalam mencapai tujuan itu, yaitu menyampaikan ajaran Islam dan meralisasikan ajaran Islam kepada masyarakat baik dalam bidang pendidikan. Pendekatan kultural dalam berdakwah memiliki tujuan untuk membumikan ajaran agama Islam ditengah-tengah masyarakat, sehingga ummat Islam dapat memahami dan mengkaji agama sebagai ungkapan makhluk budaya dan makhluk sosial. 15
Dakwah kultural yang dimainkan oleh para cendikiawan muslim menurut Amin memiliki dua fungsi yaitu fungsi ke atas dan fungsi kebawah. Fungsi dakwah kultural kelapisan atas adalah yang tindakan dakwahnya mengartikulasikan aspirasi masyarakat terhadap kekuasaan, dikarenakan rakyat terkadang tidak mampu mengekspresikan aspirasi mereka sendiri dank arena ketidakmampuan parlemen untuk sepenuhnya mengartikulasikan aspirasi rakyat. Fungsi ini berbeda dari pola dakwah structural karena menekankan pada tersalurkannya aspriasi masyarakat bawah kepada kalangan penentu kebijakan. Dakwah kultural jenis ini tetap menekankan posisinya diluar keuasaan, bukan berarti mendirikan Negara Islam dan tidak menekankan pada Islamisasi Negara dan birokrasi pemerintahan. Termasuk pada fungsi dakwah kultural jenis ini mempelajari berbagai kecenderungan masyarakat yang sedang berubah kearah modern-industrial sebagai langkah strategis dalam mengantisipasi perubahan sosial. Dikhawatirkan proses industrialisasi dan modernisasi akan memisahkan manusia dari keluarga, komunitas dan lembaga keagamaan yang akan mengakibatkan mereka khilangan arah dan pegangan, maka disinilah dakwah Islam harus diserukan dan mereka memerlukan perhatian dakwah Islam. 16
Sedangkan fungsi dakwah kultural yang bersifat kebawah adalah penyelenggaraan dakwah dalam bentuk penerjemahan ide-ide intelektual tingkat atas bagi umat Islam serta rakyat pada umumnya untuk membawakan transformasi sosial, dengan mentransformasikan ide-ide tersebut kedalam konsep operasional yang dapat dikerjakan oleh umat. Hal yang utama dalam proses ini adalah penerjemahaan sumber-sumber agama sebagai jalan hidup manusia. Fungsi dakwah kultural ini bernilai praktis dan mengambil bentuk utama dakwah bil hal, yaitu dakwah yang terutama ditekankan kepada perubahan dan perbaikan kehidupan masyarakat kurang mampu. Dengan perbaikan tersebut diharapkan prilaku kekufuran dapat dicegah. 17
## C. ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
Menilik sejarah Islam di Indonesia bahwasannya Islam masuk dan menyebar di Indonesia nyaris tanpa ada ketegangan dan konflik. 18 Sekalipun pada saat itu masyarakat sudah memiliki kepercayaan sendiri, baik itu animisme, dinamismen
15 Muhammad Alim Ihsan, “Dakwah: Suatu Pendekatan Kultural”, dalam HUNAFA (Palu: STAIN Datokarama Palu), No.1 / April 2008, h. 129-136.
16 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 165
17 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 166
18 Paisaun, “Dinamika Islam Kultural”, Dalam El-Harakah (Sumenep: STIKA Annuqayyah Guluk Sumenep), No. 2 / Juni 2010, h. 154-168
maupun Hindu-Budha. Namun Islam hadir sebagai agama yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai agama yang membawa kedamaian.
Menurut Azra orang Jawa terdahulu begitu patuh terhadap pemimpin agama, ekonomi dan politiknya, sehingga penyebaran Islam berjalan dengan mulus tanpa adanya ketegangan. Sebab penyebaran Islam selain dilakukan oleh pemimpin agama, juga dnahkodai oleh pemimpin politik dan ekonomi. Bahkan para Wali merupakan elite politik dan ekonomi yang mampu menembus relung kebudayaan masyarakat pada saat itu. 19
Proses penyebaran Islam melalui jalur kultural sehingga para pendakwah Islam terlebih dahulu memang halus dalam menyampaikan ajaran agama kepada masyarakat yang heterogen nilai budayanya. Para Wali Songo pada saat dulu mendakwahi Islam tidak dengan membawa budaya Arab, melainkan membawa ajaran agama Islam dengan racikan dan kemasan budaya Jawa namun tidak menghilangkan substansi ajaran agama dalam dakwahnya. Islam yang berdialektika dengan budaya yang kemudia pada akhirnya membentuk sebuah varian Islam yang khas dan unik, dengan adanya varian tersebut bukan berarti ajaran Islam akan tercabut dari kemurnian ajaran agama, melainkan Islam berakulturasi dengan budaya lokal.
Varian Islam lokal yang seperti inilah yang disebut sebagai Islam kultural yang terus mengalami perkembangan dari berbagai sisi. Islam kultural menjadi fenomena keislaman masyarakat saat ini yang tentunya akan berbeda dengan Islam yang ada di Timur Tengah, Eropa dan daerah lainnya. Hal ini tidak terlepas dari heterogenitas dan kemajemukan bangsa yang tentu tidak dimiliki oleh Negara lain.
Menurut Dhoifer dan Wahid agama mengandung suatu ajaran yang menanamkan nilai-nilai sosial kepada penganutnya, sehingga ajaran-ajaran agama tersebut merupakan salah satu yang membentuk sistem nilai budaya. 20 Dalam hal ini,agama memberikan sumbangsih yang signifikan dalam sistem moral maupun sistem sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai agama dijadikan pedoman manusia dalam berprilaku, sehingga nilai agama dikonstruk oleh penganutnya menjadi nilai budaya yang dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Lebih eksplit lagi, Geertz memahami agama sebagai sistem kebudayaan. Sementara kebudayaan dalam pandangan Geertz didefinisikan sebagai pola prilaku yang terdiri dari serangkaian aturan,rencana, petunjuk yang digunakan manusia dalam bertindak. 21
Antara agama dan budaya masing-masing memiliki wilayah indenpensi dan juga memiliki simbol serta nilai sendiri. Agama merupakan simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan memiliki simbol agar manusia bisa hidup didalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi perlu dibedakan dari keduanya, agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi dan absolute. Sedangkan kebudayaan bersifat particular, relative dan temporer. Agama tanpa kebudayaan akan
19 Azyumari Azra, Persepektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1982), h. 2
20 Zamaksyari Dhoifer; Abdurrahman Wahid, Penafsiran Kembali Ajaran Agama: Dua Kasus Dari Jombang , (Jakarta: LP3ES, 1978), h. 27
21 Clifford Geertz, Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa . (Jakarta: Pustaka Jaya, 1981), h. 13
berkembang sebagai agama pribadi,tetapi jika tanpa kebudayaan agama hanya sebagai kolektivitas yang tidak mendapatkan tempat. 22
Dengan demikian dialektika dan kebudayaan merupakan suatu keniscayaan. Agama memberikan warna atau spirit bagi kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberikan kekayaan kepada agama.
Relasi antara agama dan budaya lokal dalam kajian antropologi agama diyakini bahwa agama merupakan penjelmaan dari sistem budaya. 23 Dalam teori ini, Islam sebagai agama dianggap pernjelmaan dari sistem budaya suatu masyarakat muslim.
Islam sebagai agama, kebudayaan dan peradaban besar di dunia sudah sejak awal masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan terus berkembang hingga saat ini. agama telah memberikan suatu kontibusi dan sumbangsih dalam keanekaragaman kebudayaan bangsa. Islam tidak hanya hadir sebagai tradisi agung, bahkan memperkaya pluralitas dengan Islamisasi kebudayaan pribumi Islam yang kemudian melahirkan tradisi-tradisi kecil dalam Islam.
Dakwah yang dilakukan oleh penyebar dakwah Islam di Indonesia telah menunjukkan akomodasi yang kuat terhadap tradisi masyarakat setempat. Sehingga Islam hadir bukan sebagai agama ancaman, melainkan agama yang memiliki peran penting dalam transformasi kebudayaan. Hal ini menunjukkan bahwa karakter Islam di Indonesia mampu berjalan bersama tradisi masyarakat dan kultur masyarakat setempat. Dakwah seperti inilah yang terus dipraktikkan oleh Wali Songo.
Jika dilihat dari kepentingan dakwah, relasi antara agama dan budaya dapat digambarkan dalam pola bahwa budaya lokal memiliki suatu bimbingan pada setiap proses dakwah agar berjalan secara arif, bijak dan mengena kepada masyarakat. Sedangkan kepentingan budaya lokal antara dakwah dan budaya lokal, akan memberikan kontribusi bagi kelestarian dan kebernilaian budaya lokal.
Kaitannya dengan budaya, dalam kalangan umat Islam mengenal kaidah Al Muhafadlatul ala qadimish sholih wal akhdu biljadi dil ashlah, yaitu memelihara produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik. Islam memperlakukan ajarannya sesuai dengan prinsip perkembangan dan dinamika masyarakat setempat. Dalam penerapan hukum, maka dikenal tiga asas, yaitu: adamul haraj (tidak mempersulit), taqlihut-takallif (memperingan beban), dan atad rij (bertahap). 24
Dengan demikian dakwah dan budaya lokal dalam bentuknya memiliki sinergis dan kohesif. Keduanya saling berkaitan dan saling mendukung. Budaya lokal mendukung keberhasilan dakwah. Sementara dakwah mendukung kelestarian budaya lokal.
## D. Simpulan
22 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental , (Bandung: Mizan, 2001), 196
23 M. Harfin Zuhdi, ”Dakwah dan Dialektika Akulturasi Budaya”, dalam RELIGIA, (Mataram: IAIN Mataram), No. 1 / April 2012, h. 46-64
24 M. Anif Arifani, “Eksisten Budaya Lokal Sebagai Model Pengembangan Dakwa”, Dalam ILMU DAKWAH, (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung), No. 12 / Juli-Desember, 2008, h. 193- 214
Dakwah kultural merupakan kegiatan dakwah yang mempertimbangkan segala bentuk budaya yang bersifat positif dan tengah berkembang didalam masyarakat. dakwah kultural memiliki pijakan normatif dimana ayat-ayat Al Qur’an mengisyaratkan agar setiap pesan-pesan dakwah yang disamapaikan harus mempertimbangkan kebiasaan, adat dan istiadat yang bersifat positif dalam suatu masyarakat. Maka dakwah kultural merupakan salah satu strategi dakwah dalam menghadapi masyarakat yang heterogen kebudayaannya. Hal ini mengingat bahwa Islam sesungguhnya menunjukkan bahwa Islam mampu berdialog dengan tradisi masyarakat, sehingga Islam memiliki peran penting dalam transformasi kebudayaan. Konsep kebudayaan yang dibawa oleh Islam meniscayakan bahwa adanya hubungan timbale balik antara manusia yang profane dengan Tuhan yang sakral, selain adanya hubungan timbale balik antara manusia dengan sesama. Hubungan ini membentuk suatu kebudayaan tersendiri. Maka dari itu, bagi penjuru dakwah harus memiliki pengetahuan secara mendalam akan budaya objek dakwahnya, agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menempatkan budaya objek dakwahnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1987. Pengantar: Islam, Sejarah dan Masyarakat, Lintasan Historis Islam di Indonesia , Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ambary, Hasan Muarif. 2001. Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia , Jakarta: Logos.
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah.
Arifani, M. Anif “Eksisten Budaya Lokal Sebagai Model Pengembangan Dakwa”,
Dalam ILMU DAKWAH, (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung), No. 12 / Juli-Desember, 2008.
Bachtiar, M. Anis. “Dakwah Kolaboratif: Model Alternatif Komunikasi Islam Kontemporer”, dalam KOMUNIKASI ISLAM (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya), No. 1/Juni 2013.
Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa . Jakarta: Pustaka Jaya.
Hidayat, Syamsul “Dakwah Kultural dan Seni-Budaya Dalam Gerakan Muhammadiyah” Dalam TAJDIDA. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, No.2/ Desember 2004.
Ihsan, Muhammad Alim. “Dakwah: Suatu Pendekatan Kultural”, dalam HUNAFA (Palu: STAIN Datokarama Palu), No.1 / April 2008..
Kuntowijoyo. 2001. Muslim Tanpa Masjid, Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental. Bandung: Mizan.
Koentjaraningrat,1996. Pengantar Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.
Munawwar, Said Agil Husain. 2011. Asbabul Wurud, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sirodj, Said Aqil. 1998. Islam Kebangsaan Fiqh Demokrasi Kaum Santri, Jakarta: Pustaka Ciganjur.
Sukayat, Tata. 2005. Ilmu Dakwah , Bandung: Remaja Rosdakarya.
Quraish, Shihab, M. 1992. Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung, Mizan.
Zamakhsyari, Dhofier; Wahid, Abdurrahman. 1978. Penafsiran Kembali Ajaran Agama; Dua Kasus dari Jombang. Jakarta: LP3ES.
Zuhdi, M. Harfin”Dakwah dan Dialektika Akulturasi Budaya”, dalam RELIGIA,
(Mataram: IAIN Mataram), No. 1 / April 2012.
|
0c26d0ec-b45b-4217-afc2-9267e0247e46 | http://journal.ainarapress.org/index.php/jiepp/article/download/389/365 |
## Analisis Penggunaan Media Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar
*Nirmala Wahyu Wardani 1 , Widya Kusumaningsih 2 , Siti Kusniati 3 1,2 PPG Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas PGRI Semarang, Indonesia 3 SDN Karanganyar Gunung 02, Semarang, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Article History: Submission: 2024-03-14 || Accepted: 2024-04-07 || Published: 2024-04-12 Sejarah Artikel: Penyerahan: 2024-03-14 || Diterima: 2024-04-07 || Dipublikasi: 2024-04-12
## Abstract
This research aims to explore the effect of using learning media on the learning achievement of class II students in elementary schools. The background to this research arises from the challenges that exist in improving basic education standards, where student learning outcomes are the main focus. The use of learning media has been recognized as an effective strategy in improving the learning process, but its impact on student learning achievement still needs further research. The research method used is a qualitative approach with an emphasis on collecting data through observation, interviews and document analysis. This research was carried out through a series of steps, starting from identifying the learning media used, observing the learning process that uses this media, to analyzing its effect on student academic achievement. The results of the research show that the use of learning media effectively increases the understanding and academics of class II students. This research provides additional evidence for the importance of implementing learning media in the context of basic education. Overall, this research provides in-depth insight into the contribution of learning media to the learning outcomes of grade II students in elementary schools and highlights its potential importance in improving the overall quality of learning at the elementary level.
Keywords: Analysis; Instructional Media; Learning outcomes; Elementary School Students.
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efek penggunaan media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas II di Sekolah Dasar. Latar belakang penelitian ini muncul dari tantangan yang ada dalam meningkatkan standar pendidikan dasar, dimana hasil belajar siswa menjadi fokus utama. Penggunaan media pembelajaran telah diakui sebagai strategi yang efektif dalam meningkatkan proses pembelajaran, namun dampaknya terhadap pencapaian belajar siswa masih perlu diteliti lebih lanjut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan penekanan pada pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Penelitian ini dilakukan melalui serangkaian langkah, dimulai dari identifikasi media pembelajaran yang digunakan, pengamatan terhadap proses pembelajaran yang memanfaatkan media tersebut, hingga analisis efeknya terhadap pencapaian akademik siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran secara efektif meningkatkan pemahaman dan akademik siswa kelas II. Penelitian ini memberikan tambahan bukti terhadap pentingnya penerapan media pembelajaran dalam konteks pendidikan dasar. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam mengenai kontribusi media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas II di Sekolah Dasar dan menyoroti potensi pentingnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di tingkat dasar secara keseluruhan.
Kata kunci: Analisis; Media Pembelajaran; Hasil Belajar; Siswa Sekolah Dasar.
This is an open access article under the CC BY-SA license.
## I. PENDAHULUAN
Pendidikan telah lama dianggap sebagai salah satu pilar utama dalam pembentukan individu dan kemajuan masyarakat. Sejak zaman dahulu, pendidikan telah dikenal sebagai fondasi yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan memacu kemajuan suatu bangsa. Khususnya,
Jurnal Inovasi, Evaluasi, dan Pengembangan Pembelajaran (JIEPP) Volume 4, Nomor 1, April 2024, (Hal. 134-140)
pendidikan dasar memegang peran yang sangat penting dalam membentuk landasan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan siswa untuk meraih kesuksesan di masa depan. Namun, dalam kontes pendidikan Indonesia menjadi salah satu Negara yang tertinggal (Qadir et al., 2022). Meskipun pentingnya pendidikan dasar diakui secara luas, masih terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar.
Salah satu tantangan utama dalam konteks pendidikan dasar adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa serta mampu menarik minat mereka untuk belajar. Di era digital saat ini, dimana teknologi semakin meresap ke dalam berbagai aspek kehidupan, penting bagi para pendidik untuk memanfaatkan alat dan metode pembelajaran yang relevan dengan zaman. Salah satu alat yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan proses pembelajaran adalah media pembelajaran (Tobamba et al., 2019). Dalam kegiatan pembelajaran, dibutuhkan media pembelajaran untuk mendukung proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Media yaitu perantara untuk menyampaikan pesan (Dewi & Handayani, 2021; Suryana & Hijriani, 2021). Media pembelajaran, baik yang berbentuk digital maupun konvensional, menawarkan beragam fitur dan keunggulan yang dapat memperkaya pengalaman belajar siswa serta membantu mereka memahami konsep dengan lebih baik. Dalam konteks pendidikan dasar, kelas II Sekolah Dasar merupakan titik fokus yang menarik untuk diteliti terkait dengan dampak penggunaan media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa. Kelas ini merupakan tahap awal yang krusial dalam pembentukan landasan pengetahuan dan keterampilan siswa. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pendekatan pembelajaran yang diterapkan di kelas II mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi perkembangan siswa.
Hasil penelitian ini akan memberikan wawasan baru yang dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan pendidikan dan praktik pembelajaran yang lebih efektif di tingkat dasar. Tujuan akhirnya adalah untuk memberikan kontribusi yang berarti dalam peningkatan kualitas pendidikan dan memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan pendidikan yang relevan, bermakna, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki secara lebih mendalam dampak penggunaan media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas II di Sekolah Dasar. Hasil belajar merupakan hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka setelah menjalani proses pembelajaran (Sahiu & Wijaya, 2017). Penggunaan angka pada hasil tes tertentu dimaksudkan untuk mengetahui daya serap siswa setelah menerima materi Pelajaran(Kurnia Bungsu et al., 2019; Wali et al., 2020). Pendidikan dasar memiliki peran sentral dalam membentuk fondasi pengetahuan dan keterampilan yang esensial bagi pertumbuhan siswa. Namun, dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan dasar, beberapa tantangan yang substansial masih harus dihadapi. Salah satu hambatan utama adalah kesulitan dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan perkembangan anak.
Media pembelajaran sangat penting dan membantu guru dalam penyampaian materi pembelajaran. Media pembelajaran dapat digunakan guru dalam mencontohkan atau mempraktekkan materi pembelajaran(Fajri et al., 2021). Dalam konteks ini, media pembelajaran telah menjadi fokus utama sebagai alternatif yang menjanjikan. Media pembelajaran, baik dalam format digital maupun konvensional, menawarkan peluang untuk memperkaya pengalaman belajar siswa serta membantu mereka dalam memahami materi pelajaran dengan lebih baik (Nurul Audie, 2019). Media pembelajaran harus dapat berfungsi sebagai alat komunikasi dalam penyampaian materi pelajaran. Agar hasil inovasi media pembelajaran dapat berjalan maksimal sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam inovasi yaitu rasional teoritis, landasan pemikiran pembelajaran dan lingkungan belajar. Selain itu, media pembelajaran dapat diakui jika dipergunakan secara luas dalam pembelajaran dan terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman dan hasil belajar(Mariyah et al., 2021) . Meskipun demikian, pelaksanaan media pembelajaran dalam lingkup pendidikan dasar masih dihadapkan pada beberapa kendala dan kompleksitas.
Dengan mengidentifikasi berbagai masalah yang terkait dengan pemanfaatan media pembelajaran, diharapkan bahwa penelitian ini akan memberikan wawasan yang berharga bagi para praktisi pendidikan dalam merancang dan menerapkan strategi pembelajaran yang lebih efektif dan relevan bagi siswa di tingkat dasar. Selain itu, diharapkan pula bahwa pemahaman
mendalam mengenai tantangan-tantangan ini akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan kebijakan pendidikan yang lebih baik di tingkat dasar.
Data dikumpulkan melalui beberapa teknik, termasuk observasi secara langsung terhadap proses pembelajaran yang menggunakan media, melakukan wawancara dengan guru dan siswa, serta melakukan analisis dokumen terkait dengan jenis media pembelajaran yang digunakan serta materi yang disampaikan. Dengan menerapkan metode ini, diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang holistik tentang seberapa efektif media pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas II di Sekolah Dasar. Penelitian ini akan menghasilkan wawasan baru yang dapat menjadi landasan bagi pengembangan kebijakan pendidikan serta praktek pembelajaran yang lebih optimal di tingkat dasar. Dengan pemahaman yang mendalam tentang dampak penggunaan media pembelajaran dalam konteks pembelajaran kelas II, kita dapat mengidentifikasi strategi pembelajaran yang tidak hanya efektif, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan siswa saat ini.
Penelitian ini, diharapkan akan ditemukan wawasan-wawasan baru yang dapat menjadi landasan bagi pengembangan kebijakan pendidikan dan praktik pembelajaran yang lebih baik di tingkat dasar. Dengan memahami dampak penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran kelas II, kita dapat mengidentifikasi strategi pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dampak dari pemanfaatan media pembelajaran terhadap hasil belajar para siswa kelas II di Sekolah Dasar. Fokus utama penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana penggunaan media pembelajaran dapat memengaruhi pencapaian belajar siswa dalam berbagai aspek, termasuk pemahaman konsep, motivasi belajar, dan prestasi akademik.
## II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif sebagai metodologi utama. Pilihan pendekatan kualitatif diambil karena memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi dengan lebih mendalam tentang pengalaman dan persepsi siswa terhadap penggunaan media pembelajaran dalam konteks pembelajaran. Selain itu, pendekatan ini juga memungkinkan peneliti untuk memahami secara lebih baik konteks yang kompleks dan dinamis di dalam kelas II Sekolah Dasar. Dengan demikian, pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan data deskriptif dan menjelaskan fenomena yang kompleks terkait dengan pembelajaran. Tahap awal penelitian ini adalah perencanaan yang teliti. Perencanaan ini meliputi pengembangan kerangka konseptual yang mencakup tinjauan pustaka terkait penggunaan media pembelajaran dalam pendidikan dasar. Selain itu, dalam tahap perencanaan ini, peneliti juga melakukan pemilihan metode penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian dan kondisi lingkungan penelitian yang bersangkutan.
Setelah tahap perencanaan, langkah berikutnya adalah pengumpulan data. Data dikumpulkan melalui beberapa teknik, termasuk observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang melibatkan penggunaan media pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman langsung tentang bagaimana media pembelajaran diterapkan dalam pembelajaran kelas II di SDN Karanganyar Gunung 02. Selain itu, wawancara dengan guru dan siswa juga dilakukan untuk memperoleh wawasan lebih mendalam tentang pengalaman mereka dalam menggunakan media pembelajaran. Wawancara ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci tentang persepsi dan pengalaman praktis dari para guru dan siswa terkait dengan penggunaan media pembelajaran. Selain itu, analisis dokumen juga dilakukan untuk mengumpulkan data terkait jenis media pembelajaran yang digunakan dan materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa.
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah analisis data. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan induktif. Data yang terkumpul dianalisis secara sistematis untuk mengidentifikasi pola-pola dan temuan utama yang muncul dari data tersebut. Analisis data ini bertujuan untuk memahami secara mendalam dampak penggunaan media pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas II di Sekolah Dasar, tepatnya di SDN Karanganyar Gunung 02. Sampel penelitian terdiri dari 28 peserta didik kelas II di SDN Karanganyar Gunung 02. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan kebutuhan penelitian. Dalam pemilihan sampel, peneliti memperhatikan variasi karakteristik siswa, seperti tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan. Hal ini
dilakukan agar data yang diperoleh mencerminkan variasi dan keberagaman dalam populasi siswa kelas II di sekolah tersebut.
Lokasi penelitian dilakukan di SDN Karanganyar Gunung 02 yang beralamat di Jl. Jangli Tlawah I No. 4, Kec Candisari, Kota Semarang. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, termasuk relevansi dengan tujuan penelitian dan konteks yang ingin diteliti. SDN Karanganyar Gunung 02 dipilih karena penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran telah menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut. Dengan demikian, lokasi penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup baik tentang penggunaan media pembelajaran dan dampaknya terhadap hasil belajar siswa kelas II di sekolah tersebut.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mengungkapkan bahwa penggunaan media pembelajaran telah menjadi bagian yang integral dari proses pembelajaran di SDN Karanganyar Gunung 02. Guru-guru di sekolah tersebut secara aktif menggunakan berbagai jenis media pembelajaran, baik digital maupun konvensional, dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa kelas II. Media pembelajaran yang digunakan adalah power point , video, dan gambar. Para guru memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan gaya belajar siswa. Respon siswa terhadap penggunaan media pembelajaran tersebut umumnya positif. Mereka menyukai variasi dalam presentasi materi pembelajaran dan menganggapnya lebih menarik dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional. Beberapa siswa mengatakan bahwa media pembelajaran membantu mereka memahami konsep-konsep yang sulit dengan lebih baik karena penggunaan gambar, video, dan animasi.
Penggunaan media pembelajaran memiliki dampak positif terhadap pencapaian belajar siswa terkait pemahaman konsep dan motivasi belajar. Siswa lebih aktif dan mampu mengenal teknologi pembelajaran, meskipun penggunaan media pembelajaran memberikan manfaat, terdapat beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi oleh guru dalam mengimplementasikannya. Salah satu kendala utama adalah beberapa guru juga mengalami kesulitan dalam mengembangkan materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan hasil observasi ketika pembelajaran sedang berlangsung, media pembelajaran di SDN Karanganyar Gunung 02 digunakan secara luas oleh guru-guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa kelas II. Berbagai jenis media, baik yang digital maupun konvensional, telah menjadi bagian integral dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Penggunaan proyektor dan komputer adalah contoh umum dari media pembelajaran yang dimanfaatkan dalam kelas. Hal ini menunjukkan kesadaran dari pihak sekolah dan guru akan pentingnya mengadopsi teknologi dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik pembelajaran. Respon siswa terhadap penggunaan media pembelajaran cenderung positif secara keseluruhan. Mereka menyukai variasi dalam presentasi materi pembelajaran yang disajikan melalui media tersebut dan menganggapnya lebih menarik dibandingkan dengan metode pengajaran konvensional. Dengan adanya gambar, video, dan animasi yang digunakan dalam media pembelajaran, siswa merasa lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit.
Analisis data menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran berdampak positif terhadap pencapaian belajar siswa kelas II. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran dengan media cenderung menunjukkan peningkatan dalam pemahaman konsep dan motivasi belajar. Mereka juga lebih aktif dalam proses pembelajaran, terutama ketika media yang digunakan bersifat interaktif. Media pembelajaran memberikan siswa kesempatan untuk belajar secara mandiri, mengeksplorasi materi lebih dalam, dan mengembangkan keterampilan teknologi yang penting di era digital. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa dampak positif ini tidak merata pada setiap siswa, dan diferensiasi pembelajaran mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan individual mereka.
Meskipun penggunaan media pembelajaran memberikan manfaat yang signifikan, terdapat sejumlah kendala dan tantangan yang dihadapi oleh guru dalam mengimplementasikannya. Salah satu kendala utama adalah dalam mengembangkan materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kurikulum yang berlaku. Selain itu, tantangan juga muncul dalam hal pemeliharaan dan pembaruan perangkat, serta pemahaman teknologi yang memadai dari pihak guru. Temuan dari penelitian ini memiliki beberapa implikasi penting dalam pengembangan pembelajaran di SDN Karanganyar Gunung 02 dan mungkin juga relevan untuk sekolah lainnya.
Pertama, perlu terus mendorong penggunaan media pembelajaran sebagai bagian yang integral dari strategi pembelajaran. Namun, diperlukan investasi tambahan dalam infrastruktur dan pelatihan guru untuk memastikan implementasi media pembelajaran berjalan lancar. Kedua, diperlukan panduan atau sumber daya tambahan bagi guru dalam mengembangkan materi pembelajaran berbasis media yang sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan siswa. Ketiga, penting untuk memperhatikan kebutuhan individual siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. Dengan demikian, diferensiasi pembelajaran dapat lebih efektif dilakukan untuk memastikan bahwa setiap siswa dapat mencapai potensinya secara maksimal.
Hasil observasi di atas diperkuat dengan wawancara yang peneliti lakukan terhadap siswa kelas II di SDN Karanganyar Gunung 02. Dalam wawancara tersebut peneliti melontarkan beberapa pertanyaan terkait kepuasan mereka dengan penggunaan media pembelajaran yang digunakan guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Jawaban siswa kelas II di SDN Karanganyar gunung 02 menunjukkan bahwa mereka sangat puas dengan penggunaan media pembelajaran ketika proses belajar mengajar. Menurut mereka, media tersebut dapat membantu mereka memahami materi yang disampaikan oleh guru serta membuat mereka tertarik untuk memperhatikan proses pembelajaran. Selain observasi dan wawancara, hasil penelitian ini diperkuat dengan beberapa dokumen yaitu hasil belajar siswa yang menunjukkan peningkatan nilai siswa setelah penggunaan media pembelajaran dengan porsentase ketuntasan belajar berada pada kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II di SDN Karanganyar Gunung 02.
Teori yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teori sistem simbol. Teori ini dikembangkan oleh G. Salomon dan mengulas bagaimana media mempengaruhi proses pembelajaran. G. Salomon menjelaskan bahwa setiap media memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan pesan melalui sistem simbol tertentu dan keberhasilan sebuah media dalam proses pembelajaran bergantung pada sejauh mana media tersebut cocok dengan karakteristik peserta didik, isi materi, dan tugas yang diberikan (Kurniawati, 2021). Hubungan teori sistem simbol dengan penelitian ini adalah bahwa media pembelajaran berbasis power point , video, dan gambar mampu menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dengan efektif. Hal ini didukung oleh hasil belajar siswa yang meningkat dengan adanya media pembelajaran tersebut. Teori yang sudah ada tersebut juga relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Novika Dian Pancasari Gabriela yang mendapatkan kesimpulan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis audio visual telah terbukti meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa (Gabriela, 2021). Hasil penelitiannya membandingkan penerapan pembelajaran menggunakan media audio visual dengan media konvensional. Penerapan media pembelajaran berbasis audio visual telah menunjukkan peningkatan minat belajar siswa yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa yang tercermin dari hasil pretest dan posttest.
Penelitian terdahulu lainnya yang menunjukkan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rizki Wahyuningtyas dan Bambang Suteng Sulasmono. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media selama proses pembelajaran oleh guru dapat mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan (Rizki & Sulasmono, 2023). Dengan mencapai hasil belajar yang memuaskan, tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Sehingga, pemanfaatan media pembelajaran memungkinkan siswa untuk tidak tergantung sepenuhnya pada guru sebagai satu-satunya sumber informasi. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam kurikulum 2013 yang menekankan bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber pembelajaran selama proses belajar mengajar. Penelitian relevan lainnya yaitu dilakukan oleh Muhammad Rayhan Affandi, Maryscha Widyawati, Yoga Budi Bhakti yang mendapatkan kesimpulan bahwa Implementasi media pembelajaran yang telah diselidiki oleh peneliti menunjukkan bahwa media pembelajaran efektif dalam meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa (Affandi et al., 2020). Temuan dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi para guru untuk menggunakan media pembelajaran dalam pengajaran sehingga proses belajar mengajar dapat menjadi lebih efisien dan mendukung kemajuan belajar siswa yang akan tercermin dalam hasil belajar siswa yang lebih baik.
## IV. SIMPULAN DAN SARAN
## A. Simpulan
Dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pendidikan kelas II di SDN Karanganyar Gunung 02. Temuan menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran memberikan dampak positif terhadap kemajuan belajar siswa, termasuk peningkatan pemahaman materi, motivasi belajar, dan keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penting untuk terus mendorong penerapan media pembelajaran yang lebih efisien kepada guru dalam menerapkannya. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi peningkatan signifikan dalam kualitas pembelajaran dan prestasi siswa di masa yang akan datang.
## B. Saran
Disarankan untuk meningkatkan alokais dana dalam pengembangan infrastruktur pendidikan dan program pelatihan teknologi bagi guru dalam pembelajaran. Dukungan yang berkelanjutan dalam bidang ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan media penbelajaran dalam meningkatkan pencapaian belajar siswa secara keseluruhan.
## DAFTAR RUJUKAN
Affandi, M. R., Widyawati, M., & Bhakti, Y. B. (2020). Analisis Efektivitas Media Pembelajaran E- Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA pada Pelajaran Fisika. Jurnal Pendidikan Fisika , 8 (2), 150. https://doi.org/10.24127/jpf.v8i2.2910
Dewi, F. F., & Handayani, S. L. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran Video Animasi En-Alter Sources Berbasis Aplikasi Powtoon Materi Sumber Energi Alternatif Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu , 5 (4), 2530 – 2540.
Fajri, G., Priyono, P., & Kusumohadi, C. S. (2021). Mengembangkan Media Pembelajaran: Analisis Kebutuhan Pada Materi Exterior Light System. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) , 4 (1), 365 – 371. https://doi.org/10.34007/jehss.v4i1.652
Gabriela, N. D. P. (2021). Pengaruh Media Pembelajaran Berbasi Audio Visual terhadap Peningkatan Hasil Belajar Sekolah Dasar. Mahaguru: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar , 2 (1), 104 – 113. https://doi.org/10.33487/mgr.v2i1.1750
Kurnia Bungsu, T., Vilardi, M., Akbar, P., & Bernard, M. (2019). Pengaruh Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Di Smkn 1 Cihampelas. Journal On Education , 1 (2), 382 – 389.
Kurniawati, E. (2021). Penerapan Media Pembelajaran Berbasis Permainan Monopoli untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PPKn. Pedagogi : Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran , 1 (1), 1 – 5. https://doi.org/10.56393/pedagogi.v1i1.74
Mariyah, Y. S., Budiman, A., Rohayani, H., & Audina, W. D. (2021). Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pemanfaatan Media Audio Visual : Studi Eksperimen Dalam Pembelajaran Tari. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) , 4 (2), 959 – 967. https://doi.org/10.34007/jehss.v4i2.778
Nurul Audie. (2019). Peran Media Pembelajaran Meningkatkan Hasil Belajar. Posiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP , 2 (1), 586 – 595.
Qadir, A., Putra, K. E., Fathir A, M., & Khairamulya R, P. (2022). Pentingnya Pendidikan Bagi Generas Muda dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Jurnal Pendidikan Indonesia , 3 (11), 1023 – 1033. https://doi.org/10.36418/japendi.v3i11.1289
Rizki, W., & Sulasmono, B. S. (2023). Pentingnya Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Hasil Belajar di Sekolah Dasar. Lentera: Jurnal Ilmiah Kependidikan , 16 (1), 73 – 80. https://doi.org/10.52217/lentera.v16i1.1081
Sahiu, S., & Wijaya, H. (2017). Hubungan Motivasi Belajar Ekstrinsik Terhadap Hasil Belajar Psikomotorik Pada Mata Pelajaran Agama Kristen Kelas V Di SD Zion Makassar. Jurnal Jaffray ,
15 (2), 231. https://doi.org/10.25278/jj71.v15i2.262
Suryana, D., & Hijriani, A. (2021). Pengembangan Media Video Pembelajaran Tematik Anak Usia Dini 5- 6 Tahun Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 6 (2), 1077 – 1094. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i2.1413
Tobamba, E. K., Siswono, E., & Khaerudin, K. (2019). Pengaruh Media Pembelajaran terhadap Hasil Belajar IPS Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Sekolah Dasar. Taman Cendekia: Jurnal Pendidikan Ke-SD-An , 3 (2), 372 – 380. https://doi.org/10.30738/tc.v3i2.5210
Wali, M., Mbabho, F., & Pali, A. (2020). Pembelajaran Terpadu Tipe Webbed untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Mimbar PGSD Undiksha , 8 (3), 404 – 411.
|
d7a97da5-2559-4f87-b21e-c03da48ad041 | https://ejournal.polbangtan-gowa.ac.id/index.php/J-Agr-Sosekpenyuluhan/article/download/49/48 |
## KEBERLANJUTAN AGRIBISNIS KEPITING RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKEP
## SHELL OF CRABS (Portunus sanginolentus L.) AGRIBUSINESS SUSTAINABILITY IN PANGKEP REGENCY
## Issac Maulana
Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan e-mail: [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan agribisnis kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep. Hasil analisis data menunjukkan bahwa agribisnis kepiting rajungan di masa mendatang kecenderungan ke arah yang tidak stabil. Indikator kinerja sistem yaitu, nilai stok sumberdaya, produksi, keuntungan nelayan dan pengusaha pengolahan kepiting rajungan cenderung menurun. Penururnan indikator kinerja sistem ini disebabkan oleh tidak terkendalinya upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Upaya penangkapan mengalami peningkatan dengan laju sebesar 8,8 % setiap tahun. Kondisi ini mengakibatkan stok sumberdaya terus mengalami degradasi sehingga hasil tangkapan menurun, pasakokan bahan baku industri pengolahan menurun, keuntungan nelayan dan pengusahan pengolahan menurun. Oleh karena itu perlu segera dilakukan pengendalian upaya penangkapan melalui intervensi kebijakan pengurangan upaya penangkapan secara bertahap sebesar 10 % per tahun agar agribisnis kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep dapat berkelanjutan.
Kata kunci : Keberlanjutan, Agribisnis, Kepiting rajungan, Kab. Pangkep
## ABSTRACT
This research was conducted in Pangkep Regency, South Sulawesi Province. This study aims to determine the sustainability of shell of crabs agribusiness in Pangkep Regency. The results of the data analysis show that the crab agribusiness in the future tends to be unstable. System performance indicators, namely, the value of resource stocks, production, profits of fishermen and entrepreneurs processing crab crabs tend to decrease. The reduction in system performance indicators is caused by uncontrolled fishing efforts carried out by fishermen. Fishing efforts have increased at a rate of 8.8% every year. This condition causes the resource stock to continue to be degraded so that the catch decreases, the supply of raw materials for the processing industry decreases, the profits of fishermen and processing business decline. Therefore it is necessary to immediately control fishing efforts through policy interventions to reduce fishing efforts in stages by 10% every year so that the crab agribusiness in Pangkep Regency can be sustainable.
Keywords: Sustainability, Agribusiness, shell of crabs, Pangkep Regency
## PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri atas 17.508 pulau, dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000 km (Dahuri et al , 1996), terkandung beraneka ragam jenis ikan terutama yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti, tuna/cakalang, kakap tongkol, tenggiri, cumi- cumi dan berbagai jenis ikan karang (kerapu, baronang), ikan hias, kerang, rumput laut dan kepiting rajungan.
Salah satu komoditas perikanan yang saat ini menjadi andalan ekspor Indonesia adalah rajungan (Portunus pelagicus). Rajungan merupakan hasil perikanan yang sangat potensial. Selain memiliki rasa daging yang lezat, nilai gizinya pun cukup tinggi sehingga permintaan akan komoditas ini baik dari pasar lokal maupun pasar ekspor semakin meningkat. Di Indonesia, rajungan merupakan komoditas perikanan yang diekspor terutama ke Negara Amerika Serikat, yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan. Sampai saat ini komoditas rajungan berada
pada peringkat ketiga atau keempat dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia setelah udang, tuna dan rumput laut. Pemenuhan akan bahan baku rajungan masih bergantung pada hasil tangkapan di alam (BPBAP, 2013). Hasil olahan rajungan berupa daging rajungan dalam kaleng telah diekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Uni Eropa. Setiap tahunnya produksi daging rajungan Indonesia yang masuk ke pasaran Amerika 8-9 juta pon atau setara dengan 3632-4086 ton. Produksi tersebut baru dapat memenuhi 60% dari kebutuhan pasar di Amerika Serikat. Hal ini berarti peluang pengembangan agribisnis kepiting rajungan masih cukup besar.
Peluang yang besar tesebut perlu diimbangi dengan pengelolaan sumberdaya kepiting rajungan secara bijaksana dan bertanggung jawab. Bila tidak, maka agribisnis kepiting rajungan akan terancam keberlanjutannya. Sumberdaya kepiting rajungan merupakan sumberdaya yang terbatas, meskipun dapat pulih, namun tekanan eksploitasi akibat aktivitas
penangkapan yang berlebihan akan mengurangi stok sumberdaya kepiting rajungan di alam. Akibatnya, hasil tangkapan nelayan akan menurun sehingga pasokan bahan baku kepiting rajungan untuk industri pengolahan juga akan menurun.
Subsistem pengolahan akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang yang dihasilkan oleh subsistem produksi primer. Subsistem pengolahan akan berhasil jika menemukan pasar untuk produknya, (3) Agribisnis memerlukan lembaga penunjang, seperti lembaga pertanahan, keuangan, pendidikan, penelitian dan perhubungan, dan (4) Agribisnis melibatkan pelaku dari berbagai pihak. (Soehardjo, 1997, dalam Sa’id & Intan, 2004).
Pengembangan agribisnis/agroindustri tidak bisa dianalisis secara partial, namun harus dipahami dan dirancang secara keseluruhan, karena pada dasarnya perubahan suatu bagian akan menyebabkan perubahan secara keseluruhan (Eryatno, 1998). Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal (dari dalam sistem) maupun faktor eksternal (dari luar sistem). Menurut Eryatno (1998), kekeliruan metode dalam proses perencanaan agribisnis / agroindustri yang bersifat strategis adalah menerapkan langsung teknik penelitian operasional atau aplikasi statistik deskriptif. Hal ini dapat menjebak proses perencanaan
strategis menjadi rencana operasional jangka pendek tanpa arahan yang terprogram. Secara historik teknik statistik mempunyai kekurangan dalam mendasari metodologinya mempelajari sistem agrinbisnis / agroindustri secara menyeluruh. Oleh karena itu diperlukan pendekatan sistem ( system approach ) dalam mengembangkan agribisnis.
Pendekatan sistem ( system approch ) merupakan suatu penerapan dari metoda ilmiah tentang masalah – masalah dalam suatu sistem yang kompleks. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu:
(1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno 1999). Analisis sistem merupakan suatu metoda pendekatan masalah dalam pengelolaan sistem dan bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur penyusun sistem, memahami proses yang terjadi didalam sistem dan memperbaiki kemungkinan keluaran sistem yang terjadi akibat adanya perubahan di dalam sistem.
Agribisnis Kepiting rajungan ( Portunus Pelagicus ) merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu : (1) subsistem hulu (peralatan penangkapan seperti kapal , mesin dan alat tangkap), (2) subsistem penangkapan, (3) subsistem pengolahan dan pemasaran hasil dan (4) subsistem penunjang yang terintegrasi kedalam suatu sistem dan saling berinteraksi. Perubahan yang terjadi pada salah satu subsistem akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengembangan agribisnis kepiting rajungan dilakukan dengan suatu konsep pendekatan sistem, sehingga dapat dikelola dan diusahakan secara tepat dan berkelanjutan.
Peran pemerintah sebagai fungsi regulator melalui penetapan kebijakan sangat diperlukan, agar agribisnis kepiting rajungan dapat berkelanjutan. Penetapan kebijakan sebaiknya dilandasi oleh pemikiran dan pendekatan sistem yang bersifat komprehensif. Konsep pendekatan sistem yang dimaksud adalah pemodelan dan simulasi sistem
agribisnis kepiting rajungan, sehingga secara simultan dapat diketahui keadaan sistem saat ini dan masa mendatang. Untuk itu, penelitian ini dilakukan agar diperoleh informasi mengenai keadaan sistem agribisnis kepiting rajungan saat ini dan masa mendatang, sehingga dapat dilakukan intervensi kebijakan yang rasional, terukur dan tranparan guna memperbaiki keadaan sistem agar dapat berkelanjutan. Pendekatan sistem dalam penelitian ini difokuskan pada interaksi antara subsistem penangkapan dengan subsisten pengolahan.
Upaya penangkapan kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep yang cenderung meningkat, namun produksi cenderung menurun, mengindikasikan telah terjadi tekanan eksploitasi yang berlebihan terhadap Upaya penangkapan yang cenderung meningkat, dan produksi yang cenderung menurun, berimplikasi pada biaya penangkapan yang semakin meningkat dan penerimaan nalayan yang semakin menurun, sehingga keuntungan yang diperoleh nelayan akan semakin menurun. Sementara itu, dari sisi industri pengolahan, berkurangnya hasil tangkapan nelayan berarti pasokan bahan baku industri juga berkurang. Akibatnya, produksi daging rajungan berkurang, biaya pengolahan meningkat dan penerimaan pengusaha menurun, sehingga keuntungan pengusaha semakin menurun. Jika hal tersebut tidak segera diantisipasi, maka pada suatu titik agribisnis kepiting rajungan tidak menghilang.
Beberapa persyaratan untuk mengembangkan agribisnis adalah: (1) Memandang agribisnis sebagai sebuah sistem yang terdiri atas beberapa subsistem. Sistem tersebut akan menguntungkan lagi untuk diusahakan sehingga tidak berkelanjutan. Pengembangan perikanan dengan pendekatan sistem agribisnis dilakukan dengan mengembangkan subsistem industri hulu ( perbenihan, industri peralatan penangkapan, industri pakan ), subsistem penangkapan ikan , subsistem pengolahan hasil perikanan dan perdagangan, subsistem jasa penunjang ( terutama kegiatan penelitian
dan pengembangan) secara terintegrasi dalam satu sistem, baik sistem nila maupun pengelolaannya (Saragih, 2001).
Pengembangan agribisnsis tidak akan tidak akan efektif dan efisisen jika hanya mengembangkan salah satu subsistem yang ada didalamnya (Sa’id & Intan, 2004).
Tekanan eksploitasi yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya degradasi
sumberdaya di alam, yang akan mengancam keberlanjutan agribisnis kepiting rajungan. Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya dalam mengembangkan agribisnis kepiting rajungan berkelanjutan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keberlanjutan agribisnis kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat Bagi pemerintah daerah Kabupaten Pangkep, Sebagai masukan dalam menyusun rencana kebijakan pengelolaan agribisnis kepiting rajungan.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan. Waktu penelitian selama dua bulan, yaitu dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2008. Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku usaha pengolahan rajungan dan nelayan rajungan di Kabupaten Pangkep. Pengambilan contoh untuk pelaku usaha rajungan dilakukan dengan cara sensus.
Jumlah populasi pelaku usaha pengolahan rajungan di Kabupaten Pangkep sebanyak 8. Mengingat luasnya daerah penelitian serta keterbatasan waktu dan biaya penelitian, maka populasi nelayan yang dijadikan acuan adalah nelayan rajungan binaan pengusaha pengolahan rajungan yang ada di Kabupaten Pangkep. Populasi nelayan rajungan bianaan pengusaha pengolahan sebanyak 673. Penarikan jumlah sampel nelayan rajungan dilakukan dengan metode random sampling untuk memberi peluang yang sama kepada populasi.
Penarikan jumlah sampel nelayan rajungan dapat digunakan rumus ( Fauzi ,2001) :
25 . 0 x Z 1 N x d 25 . 0 x NZ n 2 2 2
...................................................(14)
Dimana : n = Jumlah contoh N = Jumlah Populasi ( 673 orang ) Z = Standar deviasi ( Z = 1,65 untuk tingkat kepercayaan 90 atau tingkat kesalahan 10 % )
d = Tingkat Kesalahan
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
25 . 0 x 65 , 1 1 673 x 1 , 0 25 . 0 x 65 , 1 x 673 n 2 2 2 = 62 sampel
Lokasi dan jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 2. Lokasi dan Jumlah sampel penelitian.
No Lokasi Penelitian (Kecamatan) Miniplant Jumlah Nelayan Binaan Jumlah Sampel Nelayan Nama Pemilik 1 Pangkaje’ne Toli-toli H. Udu 51 5 Pangkep H. Kamaruddin 31 3 2 Ma’rang Biringkassi Munawar 75 7 3 La’bakkang La’bakkang Dg. Gajang 124 12 Pangke’jene Anwar 72 7 4 Liukang Tumpa’biring P. Saugi Dg. Ngitung 134 13 P.Salemo H. Arsyad 147 14 5 Segeri Segeri Syafri Syam 10 1 Total 8 673 62 Data yang dibututhkan dalam
penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui :
1. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab secara langsung kepada responden dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan baik pada usaha penangkapan maupun pengolahan rajungan.
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan metode Analisis biaya penangkapan dan pengolahan; Analisis keuntungan nelayan dan pengusaha pengolahan. Analisis pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan menggunakan model surplus produksi untuk menentukan tingkat upaya penangkapan optimal, yaitu suatu tingkat upaya (effort) optimal yang menghasilkan tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi sediaan secara jangka panjang yang biasa disebut Hasil tangkapan Maksimum Lestari (MSY).
Hasil tangkapan lestari yang diperoleh dari upaya penangkapan digambarkan dam fungsi tangkapan lestari sebagai berikut :
r qE 1 qKE h ..........(3)
Tingkat upaya penangkapan (effort) optimal E MSY yang diperlukan untuk menghasilkan produksi maksimum lestari adalah :
q 2 r E MSY ................ (4)
Manfaat ekonomi maksimum sumberdaya perikanan terhadap upaya penangkapan dan tingkat produksi adalah sebagai berikut :
kpq c 1 q 2 r E MEY ... (5) kpq c 1 kpq c 1 4 rk h MEY ... (6)
Biaya penangkapan dan biaya pengolahan rajungan diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut :
i n 1 i xi X . P Tc ........ (7)
dimana :
Tc = Total biaya penangkapan / pengolahan.
X = Jumlah input yang digunakan. P xi = harga per satuan input.
Biaya input penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus ( straight line ) sebagai berikut :
n S B P ....................... (8)
dimana : P = Jumlah penyusutan per tahun B = Harga beli aset S = Nilai sisa n = Umur ekonomis aset.
Parameter biaya penangkapan, biaya pengolahan, harga rajungan dan harga daging rajungan dihitung dengan pendekatan nilai tengah aritmetik.
n 1 i i n c
c ....................... (9)
Dimana: c = Rata –rata biaya penangkapan/pengolahan. c i = Biaya penangkapan/pengolahan responden ke i n = Jumlah responden.
n 1 i i n p
p ..................... (10)
dimana:
p = Rata- rata harga rajungan / daging rajungan (rp/kg) p i = Harga rajungan / daging rajungan responden ke i n = Jumlah responden
Analisis ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha (Djamin, 1993). Secara matematis , fungsi keuntungan dirumuskan sebagai berikut :
i n i xi y X P Y P . . 1 ... (11)
dimana : π = keuntungan ( Rp per tahun ) Y = total produksi (kg per tahun) X = jumlah input yang digunakan (unit) P y = harga per satuan produk (Rp per kg) P xi = harga per satuan input (Rp) P y .Y = Total penerimaan = TR (Rp)
n i i xi X P 1 . = Total pengeluaran = TC (Rp)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Pangkep berada pada 4,4 o – 8 0 LS dan 110 0 – 113 0 T. Secara administratif, Kabupaten Pangkep berbatasan langsung dengan Kabupaten Barru (sebelah utara), Kabupaten Maros (sebelah selatan) , Kabupaten Bone (sebelah timur) dan di sebelah barat berbatasan langsung dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa , Pulau madura, Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Tabel 3. Lokasi usaha pengolahan rajungan (miniplant) di Kabupaten Pangkep
No. Nama Miniplant Lokasi Desa / kelurahan Kecamatan 1 Toli-toli Jagong Pangkajene 2 Pangkep Mappasile Pangkajene 3 Biringkassi Kassi Ma'rang 4 La’bakkang Pundata baji La'bakkang 5 Pangkejene Pundata baji La'bakkang 6 Pulau Saugi Mattiro Baji Liukang tumpa'biring 7 Pulau Salemo Mattiro Bombang Liukang tumpa'biring 8 Sigeri Segeri Segeri Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Kepiting
## Rajungan
1) Alat Tangkap Rajungan
Alat tangkap rajungan yang digunakan untuk mengeksploitasi rajungan di Kabupaten Pangkep adalah jaring insang dasar ( bottom gillnet ) atau pukat kepiting. Alat tangkap jaring insang dasar atau pukat kepiting
dioperasikan pada kedalaman berkisar antara 1 – 15 meter.
a. Konstruksi Alat Tangkap Konstruksi jaring insang tetap ( bottom gillnet) atau pukat kepiting secara umum terdiri dari badan jaring ( webbing ), tali ris atas dan bawah, pelampung ( float ), pemberat ( sinker ), tali pemberat ( singker line ), tali selambar,
pelampung tanda dan pemberat tambahan. Konstruksi jaring insang dasar di lokasi penelitian tidak menggunakan tali pemberat. Pemberat langsung diikat pada tali ris bawah. Hasil tangkapan jaring insang dasar adalah kepiting rajungan. Jaring insang dasar yang digunakan oleh nelayan rajungan di lokasi penelitian pada umumnya dirakit sendiri oleh nelayan. Badan jaring terbuat dari benang tasi (monofilament) ukuran 0,28 – 0.3 mm atau dari tali nylon yang diurai kemudian di rajut menjadi jaring. Ukuran mata jaring ( mesh size ) antara 3 sampai dengan 4,5 inci, panjang jaring 40 meter setiap utas ( pieces ), dan lebar jaring antara 80 sampai dengan 90 cm. Pelampung terbuat dari karet sendal yang dipotong-potong dengan ukuran tertentu. Pemberat terbuat dari timah hitam dan pelampung tanda terbuat dari gabus atau botol aqua besar yang diberi bendera (Gambar 9). Panjang jaring nelayan rajungan di Kabupaten Pangkep antara 800 – 2000 meter.
Kapal motor yang digunakan umumnya terbuat dari kayu ulin dengan ukuran panjang 11 meter, lebar 1,4 meter dan tinggi 0,9 meter. Mesin penggerak yang digunakan umumnya berbahan bakar solar (diessel) dengan kekuatan 24 PK.
## b. Pengoperasian Alat Tangkap
Pengoperasian Jaring insang dasar di lokasi penelitian pada umumnya dilakukan oleh dua orang nelayan. Pada saat pemasangan alat (setting) satu orang nelayan memasang alat tangkap dan satu orang lainnya mengendalikan kapal dan saat penarikan alat tangkap (hauling) satu orang nelayan menarik alat tangkap dan satu orang lainnya mengambil hasil tangkapan dan mengatur alat tangkap untuk dipasang kembali.
Alat tangkap dipasang selama kurang lebih 14 jam . Pemasangan alat tangkap (setting) dilakukan pada sore hari pukul 17.00 dan baru ditarik (hauling) pada keesokan harinya pukul 6.00 pagi, kemudian alat diambil untuk di bawa pulang, kemudian dipasang lagi pada pukul 17.00, begitu seterusnya (1 trip). Ada juga yang melakukan pemasangan kembali (setting) setelah mengambil hasil tangkapan dan melakukan penarikan (hauling) keesokan harinya (2 trip). Alat baru diambil untuk dibawa pulang pada saat memerlukan perbaikan. Cara yang kedua ini lebih dominan dilakukan oleh nelayan karena ketatnya persaingan daerah penangkapan.
Intensitas penangkapan kepiting rajungan semakiin tinggi akibat pengoperasian alat tangkap yang dominan dilakukan oleh nelayan sebanyak 2 (dua) trip per hari. Akibatnya, terjadi tekanan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya, sehingga akan mengakibatkan terjadinya degradasi sumberdaya di alam. Jika intensitas penangkapan ini tidak segera dikendalikan, dikhawatirkan sumberdaya kepiting rajungan semakin berkurang atau bahkan akan punah.
2) Produksi maksimum lestari (MSY) sumberdaya kepiting rajungan
Hasil perhitungan model produksi lestari kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep mengikuti persamaan h =7.0815E–0.0000169 E 2 (lampiran 7). Untuk melihat produksi maksimum lestari kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep, dilakukan simulasi dengan menggunakan program stella 4.02 (lampiran 8).
Hasil simulasi produksi maksimum lestari kepiting rajungan di Kabupaten
Pangkep dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1 Garfik produksi maksimum lestari kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep
Pr o d u k s i (K g ) Effort (trip)
MSY : (209.770 ,743.072)
Saat ini : (315.714, 808.635)
Dari gambar tersebut diatas terlihat bahwa produksi maksimum lestari kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep adalah sebesar 743.072 kg per tahun, pada tingkat upaya penangkapan maksimum lestari sebesar 209.770 trip per tahun. Pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan saat ini adalah sebesar 808.635 kg pada tingkat upaya penangkapan sebesar 315.714 trip. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan saat ini telah melebihi batas maksimum produksi dan upaya penangkapan lestari masing–masing sebesar 65.563 Kg dan 105.944 trip (tabel 8). Hal ini disebabkan oleh upaya penangkapan yang tidak terkendali, sehingga rajungan yang tertangkap lebih besar dari produksi maksimum yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan.
Tidak
terkendalinya upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan saat ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan pasokan bahan baku industri pengolahan
rajungan di Kabupaten Pangkep saat ini yang mencapai 1,192.267 Kg, sementara pasokan bahan baku hanya sebesar 808,635 kg atau hanya 67,8 %.. Hal ini menyebabkan harga rajungan terus meningkat hingga mencapai Rp.39.500,- per kilogram. Dengan stimulasi harga tersebut, nelayan berlomba–lomba meningkatkan upaya penangkapan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi, tanpa memperhatikan kelestarian sumberdaya. Akibatnya, sumberdaya mengalami degradasi sehingga peningkatan upaya penangkapan tidak sebanding dengan hasil tangkapan.
Dengan tingkat harga rajungan di Kabupaten Pangkep saat penelitian ini dilaksanakan sebesar Rp. 39.500 per kg dan biaya penangkapan sebesar 35.773 per trip (lampiran 10-13), maka manfaat ekonomi diperoleh pada saat ini adalah sebesar Rp. 20.647.045.578,- sementara manfaat ekonomi pada kondisi MSY adalah sebesar 21.847.220.397,-
Tabel 4. Pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan pada kondisi MSY dan saat ini di Kabupaten Pangkep
Uraian Kondisi saat ini Kondisi MSY Produksi (kg) 808635 743072 Upaya penangkapan (trip) 315714 209770 Manfaat Ekonomi (Rp) 20,647,045,578 21,847,220,397 3) Produksi maksimum ekonomi (MEY)
## sumberdaya kepiting rajungan
Berdasarkan Hasil perhitungan produksi dan upaya penangkapan maksimum secara ekonomi (MEY) kepiting rajungan di kabupaten Pangkep, diperoleh produksi maksimum kepiting rajungan secara ekonomi sebesar 730.929 kg pada tingkat upaya maksimum secara ekonomi sebesar 182.955 trip (lampiran 9). Pemanfaatan
sumberdaya kepiting rajungan saat ini adalah sebesar 808,635 kg pada tingkat upaya penangkapan sebesar 315,714 trip. Jika dibandingkan dengan dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan saat ini, maka terjadi kelebihan produksi dan upaya
penangkapan maksimum secara ekonomi masing –masing sebesar 78,634 kg dan 132,931 trip.
Tabel 5. Pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan pada kondisi MEY dan saat ini di Kabupaten
Pangkep Uraian Kondisi saat ini Kondisi MEY Produksi (kg) 808,635 730929 Upaya penangkapan (trip) 315,714 182955 Manfaat Ekonomi (Rp) 20,647,045,578 22,326,854,693 Manfaat ekonomi yang diperoleh pada saat ini adalah sebesar Rp. 20,647,045,578,- sementara manfaat ekonomi pada kondisi MEY adalah sebesar Rp. 22,326,854,693,-. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan saat ini tidak memberikan manfaat yang maksimum secara ekonomi.
## Estimasi kapasitas produksi maksimum pengolahan rajungan
Jika diasumsikan produktivitas tenaga pengupas (picker) sebesar 0.2 kg daging rajungan/orang/ per jam dan jumlah jam kerja dalam satu hari sebanyak 8 jam, maka dalam satu hari, tenaga pengupas mampu
menghasilkan daging rajungan sebanyak 1,6 kg/orang/hari. Dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 586 orang dan jumlah hari kerja dalam satu tahun adalah 318 hari, maka jumlah daging rajungan maksimum yang dihasilkan oleh industri pengolahan rajungan dalam satu tahun sebesar 298.156,8 kg atau setara dengan bahan baku rajungan sebesar 1,192.267 Kg (randemen 25 %). Dengan jumlah produksi kepiting rajungan saat ini sebesar 808,635 kg, berarti pasokan bahan baku rajungan baru memenuhi 67,8 % dari kebutuhan maksimum industri pengolahan.
Usaha pengolahan rajungan berada dalam kondisi keseimbangan (π =0) pada tingkat produksi sebesar 8667.415 kg atau setara dengan 34669.658 kg bahan baku rajungan (randemen 25 %).
## Analisis Keberlanjutan Agribisnis Kepiting Rajungan
Untuk menduga keberlanjutan sistem agribisnis kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep di masa mendatang, maka dilakukan simulasi model agribisnis kepiting rajungan
selama 20 tahun (2007-2027). Simulasi, sering digunakan dalam proses eksperimen pada model–model pengganti eksperimen nyata (Sushil, 1993). Nilai rujukan yang mewakili kinerja sistem agribisnis kepiting rajungan adalah keadaan atau level stok sumberdaya, produksi, keuntungan nelayan dan pengusaha pengolahan kepiting rajungan.
Nilai awal (initial) yang diinput kedalam sistem adalah nilai awal (initial) stok sumberdaya kepiting rajungan tahun 2007 yaitu sebesar sebesar 294.401 kg dan Nilai awal (initial) upaya penangkapan kepiting rajungan sebesar 315.714 trip.
Simulasi model agribisnis kepiting rajungan ini dilakukan dengan asumsi:
a. Harga rajungan dan harga daging rajungan konstan selama umur simulasi.
b. Harga input biaya produksi penangkapan dan pengolahan kepiting rajungan konstan selama umur simulasi.
Hasil simulasi kinerja sistem agribisnis kepiting rajungan di masa mendatang dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :
Gambar 2. Grafik perkiraan kinerja sistem agribisnis kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep di masa mendatang (2007-2027)
Hasil simulasi menunjukkan bahwa kinerja sistem agribisnis kepiting rajungan di masa mendatang kecenderungan ke arah yang tidak stabil. Indikator kinerja sistem yaitu, nilai stok sumberdaya, produksi, keuntungan nelayan dan pengusaha pengolahan kepiting rajungan cenderung menurun. Penururnan indikator kinerja sistem ini disebabkan oleh tidak terkendalinya upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Upaya penangkapan mengalami peningkatan dengan laju sebesar 8,8 % setiap tahun. Kondisi ini mengakibatkan stok sumberdaya terus mengalami degradasi sehingga hasil tangkapan menurun, pasakokan bahan baku industri pengolahan menurun, keuntungan nelayan dan pengusahan pengolahan menurun.
Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Desti Setiyowati, 2016. tentang Karakteristik Rajungan di Kabupaten Jepara mengungkap bahwa Karakteristik Rajungan di Kabupaten Jepara adalah rajungan jantan dengan warna dasar biru bercak-bercak putih terang, penangkapan rajungan menggunakan alat tangkap bubu lipat “jebak” dengan fishing ground di perairan pantai Jepara yang lebih dalam. Ukuran rajungan yang dominan tertangkap dengan lebar karapas 13,71 cm, ukuran tersebut termasuk dalam fase rajungan muda atau telah memasuki tingkat perkembangan menuju dewasa yang berarti boleh di tangkap hal ini sesuai dengan PERMEN–KP Nomor 1 Tahun 2015 tentang penangkapan rajungan dapat di lakukan dengan ukuran >10 cm (di atas sepuluh sentimeter). Kondisi stok rajungan di Kabupaten Jepara masih dikategorikan baik sebab laju eksploitasi rajungan hanya sebesar 0,10 per tahun yang menunjukkan bahwa belum mencapai nilai optimum atau upaya penangkapan belum melebihi batas tingkat eksploitasi maksimal yaitu 0,5 per tahun.
Sementara itu, Lastri. 2016, yang membahas tentang faktor menurunnya ekspor kepiting Indonesia ke Amerika Serikat menemukan bahwa Indonesia beberapa kali mengalami penolakan oleh USFDA badan pengawasan makanan dan obat –obatan, penolakan yang terjadi sebenarnya sudah beberapa kali terjadi, kepiting yang berasal dari indosia sebagian besar terdapat bakteri pathogen maupun toksin yang dihasilkan seperti histamin, 26% disebabkan filthy, 6% disebabkan oleh adanya residu kimia, dan 4 % disebabkan oleh misbranding. Hal ini lah merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunnan. krisis global
2008 juga merupakan faktor menurunnya ekspor kepiting, pada tahun 2009 terjadi penurunan terhadap permintaan kepiting dari Amerika Serikat. kondisi ekonomi Amerika saat itu berada dalam posisi tidak stabil, sehingga terjadinya penurunan permintaan.
.
## KESIMPULAN
Berdasaran hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa agribisnis kepiting rajungan di masa mendatang kecenderungan ke arah yang tidak stabil. Indikator kinerja sistem yaitu, nilai stok sumberdaya, produksi, keuntungan nelayan dan pengusaha pengolahan kepiting rajungan cenderung menurun. Penururnan indikator kinerja sistem ini disebabkan oleh tidak terkendalinya upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Upaya penangkapan mengalami peningkatan dengan laju sebesar 8,8 % setiap tahun. Kondisi ini mengakibatkan stok sumberdaya terus mengalami degradasi sehingga hasil tangkapan menurun, pasakokan bahan baku industri pengolahan menurun, keuntungan nelayan dan pengusahan pengolahan menurun.
## SARAN
1. Perlu segera dilakukan pengendalian upaya penangkapan melalui intervensi kebijakan pengurangan upaya penangkapan secara bertahap sebesar 10 % per tahun agar agribisnis kepiting rajungan di Kabupaten Pangkep dapat berkelanjutan
2. Perlu dilakukan pembatasan arus investasi usaha pengolahan rajungan (miniplant), karena input bahan baku pada kondisi sustainable hanya sebesar 57,5 % kapasitas terpasang miniplant saat ini (under capacity). Selain itu, pengusaha pengolahan rajungan di Kabupaten Pangkep sebaiknya melakukan realokasi investasi yang tidak terpakai (idle) yang nilainya diperkirakan mencapai Rp. 370.925.271,- .ke usaha perikanan produktif lainnya. 3. Perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan teknologi budidaya
kepiting rajungan sebagai alternatif pemenuhan pasokan bahan baku industri pengolahan rajungan, agar tidak sepenuhnya tergantung dari alam.
## DAFTAR PUSTAKA
Dahuri R., S.P. Ginting M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu . PT.
Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri R. 2001. Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa
Indonesia yang Maju, Makmur, dan Berkeadilan. Makalah disampaikan pada Acara Temu Akrab CIVA-FPIK. Bogor, 25 Agustus 2001.
Desti Setiyowati, 2016. Kajian Stok Rajungan (Portunus Pelagicus) Di Perairan Laut Jawa, Kabupaten Jepara. Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 1 Januari 2016.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pangkep. 2008. Statistik Perikanan Kabupaten Pangkep tahun 2008. Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep.
Dimyati, T.T., dan A.Dimyati, 1997. Operation research. Model-model pengambilan keputusan. Sinar Baru, Bandung.
Djamin, Z. 1993. Perencanaan dan analisis proyek. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Djojomartono, M. 1993. Pengantar umum analisis sistem. Makalah pelatihan analisis sistem dan informasi pertanian. Kerjasama BPP Teknologi- Fakultas Teknologi Pertanian IPB. 29 Juni – 26 Juli 1993. Bogor. Hlm 1 – 27.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor.
Eriyatno, 1999. Ilmu sistem. IPB Press. Fauzi A. 2001. Prinsip-Prinsip Penelitian
Sosial ekonomi : Panduan Singkat. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Grant, WE., Pedersen EK, Martin SL, 1997.
Ecology and Natural Resources Management : System Analysis and Simulation. Jonh Wiley & Sons, Inc, New York. 373 p.
Gordon HS. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: The Fishery. Journal of Political Economy. 62, 124-142. Hall CAS, Day Jr. JW. (eds), 1977. Ecosystem modeling in theory and practice : An introduction with case histories. John Wiley & Sons, New York. 684 p. Hartrisari, 2007. Sistem dinamik. Konsep system dan pemodelan untuk industri dan lingkungan. SEAMEO BIOTROP.
Jeffers, J.N.R. 1978. An introductory to system analysis with eological applications. Edward Arnold, London.
Masyahoro, A. 2004. Model pengembangan perikanan pursine yang berkelanjutan di perairan Kabupaten Parigi Moutong, Teluk Tomoni Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Disertasi Tidak Dipublikasikan). Monintja, D.R.,1994. Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan. Makalah disampaikan pada seminar Pengembangan Agribisnis Perikanan Berwawasan Lingkungan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.Jakarta,12 hlm. Muhammadi S, Aminullah E, Soesilo B. 2001.
Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.
Lastri. 2016. Faktor Menurunnya Ekspor
Kepiting Indonesia Ke Amerika
Serikat . JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Sa’id EG dan Intan AH. 2004. Manajemen Agribisnis. PT. Ghalia Indonesia .
Jakarta. Saragih.B. 2001. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Edisi kedua, Pustaka Wirausaha Muda, Bogor
Seijo ,JC. Dafeo,O. Salas,S . 1998. Fisheries
Bioeconomics : Theory. Modelling adn Management. FAO Fish Tech Paper No 368:108p Soerianegara. I. 1978. Pengelolaan sumberdaya alam. Sekolah Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. IPB-Bogor.
Sushil 1993. Systems dynamics. A practical approach for managerial problems.
Wiley Eastern Limited, New Delhi.
Winardi, 1989. Pengantar tentang teori system dan analisis system . Mandar Maju.
Bandung.
|
3940996c-5215-4979-a8a1-e6eec85d84c3 | https://journal.prasetiyamulya.ac.id/journal/index.php/saki/article/download/262/203 |
## Pengaruh Besaran Initial Return
## Terhadap Performa Jangka Panjang Saham Perusahaan
Gavin Adrian, Michael Adityakrisna Rahardja, Aulia Nurul Huda *) Sekolah Bisnis dan Ekonomi – Universitas Prasetiya Mulya BSD City Kavling Edutown I.1 , Jl. BSD Raya Utama, BSD City, Tangerang 15339
## Abstrak
Penelit ian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan besarnya initial return saat perusahaan mela kukan penawaran umu m terbuka terhadap performa jangka panjang saham perusahaan yang diukur menggunakan buy and hold return pada Bursa Efek Indonesia. Penelitian sebelumnya berargu men bahwa initial return bernila i positif karena adanya mark et overreaction dan perusahaan yang menga mbil windows of opportunity dan hal ini yang menyebabkan performa jangka panjang yang buruk . Menggunakan metode cross-sectional regression, penelitian ini mene mu kan adanya hubungan negatif yang signifikan antara initial return dengan buy and hold return selama 3 tahun setelah melaku kan penawaran umu m terbuka. Ha l in i sejalan dengan penelitian sebelumnya di negara-negara lain yang menyatakan terjadi mark et overreaction sehingga harga yang terbentuk di hari pertama perdagangan menjadi te rla lu tinggi dan seiring berjalannya wa ktu harga ini akan terkoreksi. Pene lit ian in i juga mene mu kan bahwa diperlu kan 3 tahun sampai harga tersebut terkoreksi, d iindikasikan dengan koefisien initial return yang tidak bernilai signifikan pada buy and hold return selama 1 tahun dan 2 tahun.
## Sari Pati
This research attempts to find relationship between initial return when IPOs with long term performance of company’s stock with buy and hold return as the indicator at Indonesian Stock Exchange. Previous researches argue that positive initial return occur due to mark et overreaction and companies tak ing windows of opportunity and this is also the cause of poor long -term performance. Using cross-sectional regression method, this research finds a significant negative relationship between initial return with three years buy and hold return. This finding is in line with previous researches in various mark ets that state mark et overreaction as a cause of positive initial return and therefore the price shaped on the first trading day is too high. This “wrong” price would be adjusted as time goes on. This research also finds that it needs 3 years for the price to be corrected, indicated by the non-significant coefficient of initial return when being regressed to buy and hold return for 1 year and 2 years.
Keywords: initia l return, buy and hold, ma rket overreaction, in itia l public offering (IPO), Indonesia
Kata Kunci: initia l return, buy and hold, ma rket overreaction, penawaran umu m perdana, Indonesia
*Corresponding author: aulia.nurul@p mbs.ac.id
## Pendahuluan
Initial Public Offering atau yang sering disingkat sebagai IPO merupakan satu peristiwa kepemilikan perusahaan tertutup ditawarkan kepada publik. Hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk mencari dana tambahan. Dalam pasar modal, hal yang lazim dilakukan adalah saham perusahaan ini ditawarkan terlebih dahulu oleh underwriter dan baru kemudian diperdagangkan secara terbuka pada bursa. Salah satu tugas terbesar underwriter dalam proses IPO ini adalah, bersamaan dengan perusahaan, menentukan harga atau yang biasa disebut sebagai offer price. Menurut Suyatmi dan Sujadi (2006), penentuan harga merupakan hal yang perlu dilakukan dengan hati-hati karena perusahaan ingin menetapkan harga yang dapat memberikan initial return kepada investor agar menarik minat para investor, namun di sisi lain perusahaan ingin mendapatkan dana sebanyak-banyaknya agar dapat digunakan untuk kepentingan perusahaan. Fenomena initial return bernilai positif dapat ditemukan di berbagai negara. Hal ini didokumentasikan oleh Ibbotson, Sindelar, dan Ritter (1988) pada pasar Amerika Serikat, Chorruk dan Worthington (2010) pada pasar Thailand, Vong dan Trigueiros (2010) pada pasar Hong Kong, dan masih banyak lainnya.
Initial return, yang diukur dengan membandingkan harga penutupan di hari perdagangan pertama dengan offer price, juga dapat diamati dalam pasar Indonesia. Mengambil data dari perusahaan yang melakukan IPO dari tahun 1992 sampai dengan 2006, dari 382 perusahaan yang dapat diamati, 310 perusahaan memiliki initial return yang bernilai positif. Banyaknya perusahaan yang memiliki initial return yang positif memunculkan pertanyaan mengapa fenomena ini dapat terjadi. Sekilas, hal ini dapat terjadi karena market overreaction (Ritter, 1991) .
Mengetahui hal ini, banyak peneliti yang menjadi tertarik dalam mencari tahu lebih jauh tentang efek initial return yang disebabkan oleh market overreaction terhadap performa jangka panjang perusahaan dengan harga saham jangka panjang sebagai indikator. Ritter (1991) menemukan bahwa semakin besar initial return perusahaan, semakin buruk performa jangka panjang perusahaan yang diukur
menggunakan pertumbuhan harga saham selama 3 tahun setelah perusahaan melakukan IPO. Peneliti mengungkapkan terdapat 2 penjelasan terhadap hal ini: investor yang overoptimistic dan juga perusahaan yang mengambil keuntungan dari “ windows of opportunity” . “ Windows of opportunity” didefinisikan sebagai periode di saat perusahaan yang melakukan IPO selalu mendapat hasil yang baik dan berhasil melakukan IPO dengan harga penawaran yang tinggi dan menimbulkan initial return dengan tingkat tertentu. Hal ini bisa terjadi saat kondisi ekonomi sedang baik atau kondisi market yang sedang optimis, dan lain lain.
Hasil dari penelitian terdahulu yang mendokumentasikan hubungan yang terbalik antara initial return dengan performa jangka panjang perusahaan menjadi menarik untuk dilakukan di Bursa Efek Indonesia terutama karena perbedaan karakteristik pasar -- sebagian besar penelitian terdahulu dengan topik yang sama dilakukan di negara maju. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi investor agar dapat menambahkan satu aspek pertimbangan dalam keputusan investasi terutama dalam perusahaan- perusahaan yang baru melewati proses IPO serta mencoba membuktikan adanya fenomena overreaction pada IPO juga terjadi di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini, penulis akan menyelidiki hubungan besarnya initial return terhadap performa jangka panjang perusahaan yang diukur menggunakan pertumbuhan harga saham 3 tahun setelah melakukan IPO.
## Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
## Faktor-faktor yang Memengaruhi Initial Return dan Performa Jangka Panjang
Menurut De Bondt dan Thaler (1987) yang meneliti mengenai market behavior dari investor, terjadi overreaction di capital market, terutama pada saat banyak terjadi peristiwa keuangan di suatu negara atau di dunia. Market overreaction tidak hanya terjadi pada peristiwa seperti IPO (Ritter, 1991), atau SEO (Wadhwa et al ., 2016), namun juga ketika terdapat informasi baru yang beredar di publik mengenai suatu saham atau perusahaan.
Market overreaction sendiri berarti fenomena saat investor cenderung memiliki reaksi berlebihan pada peristiwa atau informasi baru yang tidak terduga dan lebih memprioritaskan informasi tersebut dalam pengambilan keputusan daripada melihat data historis atau data yang selama ini telah ada. Maka dari itu, satu peristiwa atau informasi seperti laporan earnings tahunan yang baik dari perusahaan akan memberi lonjakan harga dari suatu saham. Karena adanya perbedaan antara harga wajar suatu saham dengan harganya di pasar, setelah beberapa waktu harga akan kembali menyesuaikan ke nilai wajarnya setelah informasi lain tersebar secara merata dan investor sudah kembali berpikir secara rasional. Dengan begitu, Ritter (1991) berpendapat bahwa dengan harga dasar saham yang mencerminkan bias dari optimisme atau pesimisme berlebih dari investor, saham-saham yang terlihat tidak menarik justru merupakan pilihan investasi yang lebih menarik daripada saham yang sekarang terlihat menarik.
Sesuai dengan penelitian Ritter (1991) yang melakukan penelitian mengenai overreaction hypothesis, beberapa peneliti lain telah melakukan penelitian di berbagai negara dan mendapat kesimpulan yang sama. Sehgal dan Singh (2008), dan penelitian Boussaidi (2013) menemukan bahwa hal tersebut terjadi pada sepertiga sampel yang diteliti di India dan Tunisia.
Juga mendukung hal tersebut, menurut penelitian yang dilakukan oleh Jai dan Kini (1994), underperformance yang terjadi pada perusahaan yang melakukan IPO disebabkan oleh adanya asymmetric information yang beredar di market membuat investor menjadi overoptimistic terhadap performa jangka panjang perusahaan tersebut. Hal ini dibuktikan negatif oleh Jai dan Kini (1994), dengan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan sales dan capital expenditure setelah tahap IPO hanyalah peningkatan sesaat yang tidak dapat dipertahankan perusahaan, sehingga mengakibatkan penurunan kinerja jangka panjang dari perusahaan tersebut dan tentunya, hal ini juga mem engaruhi kinerja jangka panjang saham dari perusahaan tersebut.
## Issue Size
Ukuran dari penawaran ditentukan dari banyaknya jumlah saham yang diterbitkan dan harganya saat IPO. Variabel ini digunakan di penelitian sebelumnya untuk mengontrol risiko (termasuk risiko underperformance) dari perusahaan yang melakukan IPO dan ketidakpastian dari penerbit saham. Perusahaan yang sudah lebih mapan dan dewasa seringkali melakukan IPO dengan ukuran penawaran yang lebih besar dan secara umum memiliki risiko yang lebih kecil daripada perusahaan dengan ukuran penawaran yang lebih kecil (Guo, Lev, dan Shi, 2006). Terdapat penelitian yang menemukan bahwa ukuran IPO yang besar akan mengurangi tingkat underperformance jangka panjang dari suatu perusahaan (Corhay, dkk. 2002). Di Indonesia, hasil penelitian dari Mahardhini dan Agus (2009) juga mengungkapkan bahwa issue size adalah satu-satunya variabel yang signifikan yang memberikan pengaruh positif terhadap performa jangka panjang sesudah IPO dari perusahaan-perusahaan di Indonesia yang IPO dari tahun 2000 hingga tahun 2005.
## Growth Expectation
Growth expectation merupakan ekspektasi pertumbuhan pasar terhadap suatu saham perusahaan tertentu. Seringkali, hal ini dapat diukur dengan menggunakan market ratios seperti price-to-earnings , market-to-book, dan lain-lain. Pada umumnya, investor rela membayarkan premium yang lebih besar ketika memiliki ekspektasi pertumbuhan yang tinggi terhadap saham perusahaan, menjadikan market ratios yang disebutkan semakin besar. Berdasarkan Zheng dan Stangeland (2007), ketika penutupan hari pertama perdagangan, rasio-rasio ini seharusnya merefleksikan ekspektasi pertumbuhan investor (terhadap saham tertentu). Jika rasio ini sudah merefleksikan seluruh informasi terkandung pada initial return, maka koefisien dari initial return akan bersifat tidak signifikan.
## Wealth Relative
Wealth relative merupakan proxy yang digunakan oleh Ritter (1991) untuk membandingkan performa saham dengan performa benchmark, dalam kasus Ritter, saham perusahaan dari industri dan
market value yang mirip. Wealth relative ini merupakan hasil perhitungan dengan rumus (1 + average return saham-saham IPO selama 3 tahun) / (1+ average return dari benchmark). Sehingga, ketika nilai dari wealth relative kurang dari 1, average return dari benchmark yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan average return saham-saham IPO selama 3 tahun. Ritter juga menggunakan wealth relative untuk menentukan dummy variable dari industri ketika melakukan analisis regresi.
## Debt-to-Equity Ratio
Menurut Firth dan Smith (1992), tingkat kewajiban yang tinggi akan mempersulit pihak manajemen perusahaan dalam melakukan prediksi perusahaan di masa depan. Menurut hasil dari penelitian lain di Italia oleh Pagano, dkk. (1998), perusahaan melakukan go public bukan untuk membiayai ekspansi dan pertumbuhan di masa depan, namun untuk menyeimbangkan akun mereka setelah melakukan investasi jangka panjang yang tinggi untuk ekspansi dan pertumbuhan di masa depannya. Degeorge dan Zeckhauser (1993) juga beranggapan bahwa pengurangan rasio utang adalah salah satu alasan perusahaan melakukan IPO. Penelitian ini juga akan melihat apakah hal yang sama terjadi juga pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.
## Hubungan Initial Return dengan Performa Saham Jangka Panjang
Salah satu peristiwa saat market overreaction paling sering terjadi adalah ketika perusahaan melakukan proses IPO. Ritter (1991) meneliti performa jangka panjang perusahaan yang melakukan IPO dan menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara besarnya initial return dengan return harga saham perusahaan tiga tahun setelah melakukan IPO. Peneliti berargumen bahwa adanya initial return pada hari pertama perdagangan disebabkan oleh market overreaction. Dengan demikian, harga yang terbentuk di hari pertama kurang mencerminkan nilai fundamental dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Ritter juga menemukan bahwa dalam jangka waktu 3 tahun setelah IPO, harga saham perusahaan-perusahaan ini akan terkoreksi dan kembali ke nilai wajarnya . Lebih jauh lagi, peneliti juga
mengungkapkan bahwa ketika membandingkan perusahaan-perusahaan ini dengan perusahaan sejenis (dilihat dari ukuran dan industrinya), saham perusahaan yang melakukan IPO tidak menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan saham perusahaan sejenis. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan BHR ( buy and hold return ) kedua kelompok. Kelompok yang melakukan IPO memiliki BHR sebesar 34.47% dan kelompok pembanding (yang terdiri dari perusahaan listed pada industri yang sama dan memiliki market value yang mirip) memiliki BHR sebesar 61.86%.
Menurut Raharja, Suhaeli, dan Mranani (2017), harga saham yang berada di atas intrinsic value- nya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali terkoreksi mendekati intrinsic value dari saham tersebut karena adanya informasi asimetris yang ada di pasar. Hal yang sama terjadi juga dengan fenomena market overreaction saat IPO. Sesuai dengan penelitian dari Ritter (1991) pula, efek underperformance setelah IPO baru terlihat dari pengukuran buy and hold returns (BHR) efek dengan jangka periode 3 tahun sejak perusahaan IPO.
## Signalling Theory
Namun, di sisi lain, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa initial return yang terjadi merupakan underpricing yang dilakukan oleh perusahaan sebagai sinyal yang diberikan oleh perusahaan kepada pasar. Teori ini dikenal sebagai signalling theory. Allen dan Faulhaber (1989), Welch (1989), dan Grinblatt dan Hwang (1989) berpendapat bahwa semakin besar underpricing yang dilakukan, semakin baik kualitas perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan underpricing yang dilakukan merupakan upaya memberi sinyal kepada investor . Fenomena underpricing yang besar ini hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kualitas yang baik karena mereka merasa dapat menutup biaya underpricing di masa yang akan datang.
Sebaliknya, perusahaan yang tidak memiliki kualitas baik harus mengeluarkan dana untuk mengimitasi signalling yang dilakukan oleh perusahaan berkualitas baik dan perusahaan juga perlu mengeluarkan biaya untuk mengimitasi sumber daya yang mereka miliki agar menyerupai yang dimiliki
oleh perusahaan berkualitas baik (Welch, 1989). Efek dari biaya yang lebih tinggi ini membuat alternatif yang dimiliki oleh perusahaan berkualitas kurang baik sangat menarik -- menunjukkan nilai asli dari perusahaan tersebut. Menurut Welch (1989), perusahaan berkualitas baik berani melakukan underpricing karena mereka percaya bahwa mereka dapat menutup cost of underpricing ini dengan mendapatkan favourable terms pada seasoned equity offerings.
## Metode Penelitian
## Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini akan mengambil populasi seluruh perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana pada Bursa Efek Indonesia dan memenuhi beberapa kriteria yang sudah ditentukan. Kriteria ini adalah perusahaan melakukan penawaran umum perdana di antara tahun 2004 dan 2014. Batas bawah tahun digunakan karena dari periode 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang dalam masa yang stabil dengan pertumbuhan per tahun di atas 5%. Satu-satunya tahun pada periode ini pertumbuhan ekonomi tidak mencapai 5% adalah pada tahun 2009 yaitu sebesar 4.63% karena dampak krisis keuangan dunia yang disebabkan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali naik ke 6.22% dan stabil di level di atas 5% pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan batas atas periode adalah tahun 2014, karena penulis ingin meneliti performa perusahaan setelah 3 tahun melakukan penawaran umum perdana.
Sampel penelitian dipilih dari 11 Industri berbeda menurut Global Industry Classification Standard (GICS).
## Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan adalah data sekunder yang diperoleh melalui dua sumber, yaitu Bloomberg Terminal dan Yahoo! Finance sebagai pelengkap berdasarkan data yang ada pada tahun 2018 terhadap perusahaan-perusahaan yang IPO sejak tahun 2004 hingga 2014..
## Teknik Pengumpulan Data
Sampel untuk penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dengan menetapkan beberapa kriteria yang dalam pengambilan sampel seperti yang sudah dijelaskan di atas. Kriteria tersebut diantaranya adalah perusahaan yang IPO dari tahun 2004 hingga 2014 dengan data yang tersedia di Bloomberg Terminal atau Yahoo! Finance . Data yang sudah didapat akan diolah sebagaimana yang diperlukan agar data sesuai dengan kebutuhan penelitian.
## Definisi Operasional
Pengoperasionalan konsep atau disebut dengan mendefinisikan konsep secara operasi adalah menjelaskan karakteristik dari objek ke dalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalkan di dalam riset (Sekaran, 2006). Konsep operasional yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini adalah:
a) Initial return sebagai variabel independen merupakan persentase perbedaan harga penutupan di hari perdagangan pertama suatu perusahaan dengan offer price saham tersebut.
b) Performa jangka panjang sebagai variabel dependen merupakan return dari saham suatu perusahaan diukur menggunakan holding period return atau pertumbuhan harga saham penutupan hari pertama sampai 3 tahun setelah IPO dengan formula sebagai berikut:
BHRi 36 adalah buy and hold return dari harga saham perusahaan i selama 36 bulan setelah perusahaan IPO. r it adalah return mentah perusahaan i di bulan t . Metode ini mengukur total return dimana saham dibeli di harga penutupan pertama setelah IPO dan ditahan hingga tepat 3 tahun setelah perusahaan tersebut IPO.
Penelitian juga menghitung BHRi 24 dan BHRi 12 dari sampel penelitian untuk melihat apa yang terjadi pada periode jangka waktu yang lebih pendek dari 3 tahun.
Formula BHRi 24 :
Formula BHRi 12 :
c) Ukuran penawaran sebagai variabel kontrol merupakan jumlah dana yang didapatkan oleh perusahaan dari IPO dengan cara mengukur shares outstanding dikalikan dengan offer price.
d) Indikator industri adalah variabel dummy yang menyesuaikan perbedaan siklus bisnis dengan angka 1 adalah untuk industri yang memiliki Wealth Relative paling besar dan paling kecil, yaitu health care sebagai industri dengan Wealth Relative paling besar dan finance sebagai industri dengan Wealth Relative paling kecil.
e) Growth expectation dari sebuah perusahaan yang dilihat dari rasio Earnings/Price dan Book/Price dari perusahaan pada saat hari perdagangan pertama juga digunakan sebagai variabel kontrol, mengikuti penelitian Zheng dan Stangeland (2007).
f) Sesuai penelitian dari Degeorge dan Zeckhauser (1993) yang dikutip oleh Jai dan Kini (1994), salah satu alasan perusahaan melakukan IPO adalah untuk mengurangi rasio utang, sehingga rasio DER juga dimasukkan sebagai variabel kontrol penelitian
## Alat Analisis Data dan Pengujian
Pengukuran performa saham perusahaan pada periode setelah IPO menggunakan metode Buy and Hold Return per bulan dengan periode 3 tahun dari saat IPO dengan variabel independen initial return perusahaan dan 4 variabel kontrol: (i) ukuran dari penawaran dan (ii) indikator industri (iii) growth expectation, dan (iv) debt to equity ratio . Metode cross-sectional regression digunakan untuk
menjelaskan hubungan variabel dependen dan independen. Berdasarkan definisi operasional variabel maka didapat model untuk pengujian ini sebagai berikut:
BHR atau buy and hold return sebagai variabel dependen, IR adalah Initial Return dari hari pertama perdagangan saham sebagai variabel independen. Sisanya adalah variabel kontrol yang terdiri dari PRCD adalah Proceed atau besar penawaran, FIN dan HC adalah variabel dummy untuk industri yang didapat dari hasil perhitungan Wealth Relative, DER adalah debt-to-equity ratio dari perusahaan, EP adalah variabel kontrol earnings / price ratio perusahaan, dan BMV juga adalah variabel kontrol book value / price ratio perusahaan yang mewakili growth expectation perusahaan tersebut yang akan tercermin dalam harga sahamnya.
Sebelum itu, untuk memenuhi asumsi klasik, pengujian multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan auto-kolerasi juga akan dilakukan.
## Hasil dan Pe mbahasan
Setelah mengumpulkan data dari Bloomberg terminal, data yang didapatkan disortir sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan di bagian Teknik Pengumpulan Data. Data yang diikutsertakan adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di antara tahun 2004 sampai 2014. Selain itu, penulis tidak mengikutsertakan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki data yang lengkap (variabel dependen, variabel independen, dan variabel kontrol). Data yang tidak lengkap dicoba dilengkapi dengan menggunakan Yahoo! Finance , namun jika masih tidak tersedia, maka sampel tersebut dianggap tidak valid dan tidak diikutsertakan. Setelah mensortir data, didapatkan sebanyak 105 perusahaan yang memenuhi kriteria.
Berikut adalah ringkasan dari data yang dimiliki dikelompokkan berdasarkan tahun perusahaan melakukan penawaran umum terbuka:
## Tabel 1. Ringkasan Data berdasarkan Tahun Penawaran Umum Terbuka
Dari tahun 2004 sampai 2014, perusahaan yang melakukan penawaran umum terbuka dalam sampel rata - rata memiliki initial return yang bernilai positif. Mengacu pada tabel tersebut, penawaran umum terbuka paling banyak terjadi pada tahun 2010 dan 2011 yaitu sebanyak 16 penawaran umum terbuka masing- masing tahun. Sedangkan, initial return paling besar terjadi pada pada tahun 2006 yaitu sebesar 37.3%. Hal ini terutama disebabkan oleh PT Central Proteina Primba, Tbk. yang mengalami initial return sebesar 68.2%. Sebaliknya, initial return paling kecil terjadi pada tahun 2009. Meskipun tidak ada kejadian yang mencatatkan initial return yang negatif pada tahun ini, perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran umum terbuka mengalami initial return yang bernilai kecil. Penulis juga melakukan pengelompokkan data berdasarkan sektor dari setiap perusahaan sebagai berikut:
Tabel 2. Ringkasan Data berdasarkan Sektor Perusahaan
Berdasarkan tabel di atas, melihat dari level sektor, sebagian besar perusahaan memiliki initial return yang positif ketika melakukan penawaran umum terbuka. Initial return yang terjadi pada setiap sektor berbeda-beda, berkisar dari -1% sampai 32%. Sebagian besar sektor memiliki nilai initial return yang positif. Hal ini sejalan dengan penemuan penelitian terdahulu yang mendokumentasikan adanya fenomena initial return bernilai positif pada saat penawaran umum terbuka. Hanya terdapat satu sektor yang memiliki rata-rata initial return yang negatif, yaitu information technology. Namun, hal ini belum tentu dapat menggambarkan karakteristik dari sektor tersebut karena hanya terdapat satu sampel perusahaan dari sektor information technology dalam penelitian ini.
Grafik 1. Plot Initial Return terhadap Buy and Hold Return 3 Tahun
Plot dari data yang dikumpulkan ditampilkan pada Grafik 1. Terdapat hubungan yang negatif antara variabel independen yaitu initial return dengan variabel dependen yaitu buy and hold return selama 3 tahun. Dengan tujuan untuk lebih memahami karakteristik data yang dimiliki, penulis menampilkan ringkasan statistik deskriptif dari setiap variabel:
## Tabel 1. Ringkasan Statistik Deskriptif
Buy and hold return selama 3 tahun sebagai variabel dependen memiliki rata-rata 1.108. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam sampel untuk penelitian rata-rata memiliki return yang positif (diukur dengan buy and hold return ) karena memiliki nilai buy and hold return lebih dari 1. Meskipun demikian, standar deviasi dari variabel ini cukup besar. Hal ini juga dapat terlihat pada Grafik 1. Sebagian kecil data memiliki return yang sangat besar.
Kemudian, variabel independen yaitu initial return memiliki karakteristik yang mirip dengan buy and hold return karena standar deviasi yang tergolong besar relatif terhadap rata-rata dari data yang dimiliki. Lalu nilai minimum untuk sampel initial return memiliki nilai negatif dan nilai maksimum memiliki nilai positif. Dari sini dapat diketahui bahwa dari sampel yang dimiliki, beberapa perusahaan memiliki harga penutupan pada hari IPO yang lebih rendah dibandingkan dengan offer price- nya dan perusahaan yang lain memiliki harga penutupan yang lebih tinggi. Meskipun demikian, rata -rata dari variabel ini bernilai positif yang dapat diartikan sebagai sebagian besar data memiliki initial return yang positif.
Sedangkan untuk variabel kontrol yaitu proceeds, terlihat bahwa terdapat range yang besar. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, proceeds digunakan untuk memasukkan efek dari ukuran perusahaan. Dari statistik deskriptif yang telah disajikan, sampel yang dimiliki penulis memiliki ukuran yang beragam.
## Wealth Relative
Wealth relative adalah sebuah ukuran performa yang membandingkan performa saham (dilihat dari return selama 3 tahun) dengan benchmark yang ditentukan. Wealth relative dihitung dengan menggunakan rumus: (1 + average return saham-saham IPO selama 3 tahun) / (1+ average return dari
benchmark). Dalam penelitian ini, benchmark yang dipilih sebagai pembanding adalah JCI Index. Berikut adalah rangkuman dari penghitungan wealth relative dari masing-masing sektor berdasarkan sistem GICS.
Tabel 2. Wealth Relative dari setiap Sektor
Interpretasi dari nilai wealth relative ini penting agar dapat membandingkan performa efek dengan performa benchmark yaitu JCI Index. Ketika nilai dari wealth relative lebih dari 1, maka pada periode yang sama, perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran umum berhasil mencetak return yang lebih tinggi dibandingkan dengan benchmark . Sebaliknya, ketika nilai wealth relative kurang dari 1, performa perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana lebih buruk dibandingkan benchmark . Dari hasil yang disajikan, dapat dilihat bahwa hanya sektor energy, health care, dan information technology yang memiliki return lebih tinggi dibandingkan dengan benchmark.
Penghitungan wealth relative ini juga berguna untuk penentuan dummy variable dalam regresi. Sejalan dengan Ritter (1991), sektor yang diberikan nilai 1 sebagai dummy variable adalah variabel yang memiliki wealth relative tertinggi dan terendah. Dalam kasus penelitian, kedua sektor tersebut adalah health care (tertinggi) dan financials (terendah).
## Analisis Regresi
Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh besarnya initial return terhadap performa jangka panjang dari perusahaan yang diukur dengan buy and hold return selama 3 tahun setelah melakukan IPO. Untuk itu, penulis melakukan regresi majemuk dengan tingkat confidence interval sebesar 95%. Berikut adalah hasil dari analisis regresi:
Tabel 3. Ringkasan Hasil Regresi Initial Return terhadap Buy and Hold Return selama 3 tahun setelah IPO
R-square: 15.48%
BHR36 =1.2177 -0.9798(Initial Return) +7.707e-09 (Proceeds) + 0.0774(Financials) - 0.0346(Health
Care) - 0.0007(Debt to Equity Ratio) + 4.2962 (Earnings/Price) - 0.3183 (Book Value/Price)
Hasil regresi tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu, dengan temuan yaitu initial return memiliki pengaruh negatif terhadap price growth dari saham tersebut, dapat terlihat dari tanda negatif pada koefisien initial return yang bersifat signifikan ( p-value sebesar 0.0048). Hal ini berarti semakin besar tingkat initial return saat IPO dari suatu saham, semakin buruk juga performa jangka panjang efek tersebut. Hasil regresi menunjukkan R-square sebesar 15.48% yang berarti model regresi tersebut memiliki kemampuan sebesar 15.48% dalam menjelaskan variasi pada variabel dependen berdasarkan variabel independen dan variabel kontrol secara keseluruhan.
Ritter (1991) menyediakan dua penjelasan terhadap fenomena initial return yang positif. Pertama dari sisi investor, terjadi market overreaction yang membuat harga penutupan di hari pertama menjadi terlalu tinggi. Seperti yang dinyatakan pada bab kajian literatur, overreaction terjadi ketika investor memiliki reaksi yang berlebihan terhadap informasi baru sehingga dalam kasus ini, investor menjadi terlalu optimis terhadap prospek suatu perusahaan yang baru melakukan penawaran umum terbuka. Kedua, peneliti mengambil sudut pandang perusahaan. Peneliti berargumen bahwa perusahaan melakukan
penawaran umum terbuka ketika melihat windows of opportunity. Kondisi ini diasosiasikan dengan kondisi ekonomi yang baik, market yang sedang optimis, dan lain-lain. Hal ini juga menjadi penyebab initial return yang bernilai positif pada penutupan hari pertama perdagangan.
Seiring berjalannya waktu, informasi mengenai sebuah perusahaan, terutama perusahaan yang baru melakukan IPO akan semakin tersedia kepada market (investor) dan harga dari suatu efek akan terkoreksi ke nilai wajarnya. Saham-saham yang dipandang paling positif oleh investor pada penawaran umum terbuka akan mendapatkan permintaan yang besar yang menyebabkan kenaikan pada harga saham tersebut dan initial return yang positif. Dalam kata lain, harga yang terbentuk pada hari pertama perdagangan menjadi terlalu tinggi dan ketika informasi tentang perusahaan tersebut semakin tersedia, akan terjadi koreksi pada harga dan pada kasus ini, koreksi yang terjadi adalah harga saham tersebut menurun. Sebaliknya, perusahaan yang dianggap tidak berprospek (dilihat dengan initial return yang mendekati 0) justru memiliki performa jangka panjang yang relatif baik relatif terhadap perusahaan yang dianggap memiliki prospek yang baik. Hal inilah yang menyebabkan hubungan yang terbalik antara initial return dengan performa jangka panjang perusahaan.
Proceed, sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini juga sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan. Proceed memiliki koefisien dengan nilai positif yang berarti semakin besar uang yang didapatkan ketika penawaran umum , semakin bagus performa jangka panjang perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan-perusahaan yang mendapatkan proceeds yang besar diidentikan dengan perusahaan yang besar dan berkualitas baik yang artinya perusahaan-perusahaan ini menanggung risiko yang lebih kecil sehingga memiliki performa jangka panjang yang lebih baik. Meskipun demikian, ketika dilihat lebih jauh, variabel ini memiliki koefisien yang sangat kecil dan tidak bersifat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari p-value variabel yang bernilai 0.845 ( do not reject H0).
Hasil regresi juga membuktikan bahwa Debt to Equity Ratio sebagai variabel kontrol lainnya juga tidak bersifat signifikan terhadap performa jangka panjang perusahaan dilihat dari p-value sebesar 0.5176 ( do not reject H0) . Koefisien yang negatif berarti semakin besar DER dari sebuah perusahaan setelah
IPO, semakin buruk performa jangka panjang perusahaan tersebut. Hal itu berarti perusahaan gagal menurunkan rasio utang dari perusahaan melalui proses IPO.
Sedangkan rasio Earnings/Price menunjukkan koefisien yang positif dengan signifikan dilihat dari p-value sebesar 0.0168 ( reject H0). Hal ini menunjukkan bahwa sustainable growth rate perusahaan yang dilihat dari rasio EP berhubungan positif dengan performa jangka panjang suatu perusahaan. Namun di lain sisi rasio Book Value / Price gagal dalam menjelaskan performa perusahaan dalam jangka panjang, dilihat dari p-value sebesar 0.23 (do not reject H0) yang berarti variabel BP tidak bersifat signifikan terhadap model regresi.
Penulis kemudian juga ingin melihat hubungan initial return dengan buy and hold return selama 12 bulan dan 24 bulan. Berikut adalah hasil regresi initial return beserta variabel kontrol terhadap buy and hold return selama 12 bulan dan 24 bulan:
Tabel 4. Ringkasan Hasil Regresi Initial Return terhadap Buy and Hold Return selama 1 tahun setelah IPO
R-square: 22.80%
BHR12 =0.6399 + 1.0685 (Initial Return) - 5.42e-09 (Proceeds) - 0.7563 (Financials) + 0.8456 (Health Care) - 0.0015(Debt to Equity Ratio) + 14.9074 (Earnings/Price) + 0.1438 (Book Value/Price)
Pada jangka waktu satu tahun setelah IPO, hasil regresi tidak menunjukkan hasil yang sama dengan periode 3 tahun. Initial return memiliki koefisien positif namun tidak dapat menjelaskan BHR12 secara signifikan karena memiliki nilai p-value sebesar 0.123 (do not reject H0) atau tidak signifikan.
Variabel lain seperti proceeds, DER, dan BP juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan dilihat dari nilai p-value . Hanya variabel EP yang menunjukkan hasil yang signifikan dengan p-value 0.0002 dan koefisien positif 14.90, yang berarti pada tahun pertama hanya variabel EP yang memiliki pengaruh signifikan terhadap BHR12.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Regresi Initial Return terhadap Buy and Hold Return selama 2 tahun setelah IPO
R-square: 19.36%
BHR12 =0.6830 + 0.3614 (Initial Return) - 2.7e-08 (Proceeds) - 1.4736 (Financials) + 1.2204 (Health
Care) - 0.0084 (Debt to Equity Ratio) + 51.2809 (Earnings/Price) - 1.4817 (Book Value/Price)
Sedangkan pada jangka waktu dua tahun setelah IPO, hasil regresi juga belum menunjukkan hasil yang sama dengan periode 3 tahun. Initial return memiliki koefisien positif yang semakin mengecil namun tetap tidak dapat menjelaskan BHR24 secara signifikan karena memiliki nilai p-value sebesar 0.6164 (do not reject H0) .
Variabel lain seperti proceeds, DER, dan BP juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan dilihat dari nilai p-value masing-masing variabel. Hanya variabel EP yang kembali menunjukkan hasil yang signifikan dengan p-value 0.0001 dan koefisien positif 51.28, yang berarti pada tahun pertama hanya variabel EP yang memiliki pengaruh signifikan terhadap BHR 12.
Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan dibutuhkan waktu jangka panjang untuk dapat melihat dampak negatif dari initial return terhadap performa BHR dari sebuah perusahaan
karena adanya asymmetric information di pasar. Hal ini menyebabkan diperlukan waktu untuk harga saham terkoreksi atau mendekati fair value dan berdasarkan penemuan ini, diperlukan setidaknya 36 bulan sampai harga saham kembali pada harga wajarnya.
Di sisi lain dari kedua hasil tersebut, penelitian di jangka waktu satu dan dua tahun memiliki R- square yang relatif lebih baik dibandingkan dengan regresi initial return terhadap buy and hold return selama 3 tahun.
## Simpulan
Fenomena initial return merupakan fenomena yang sering terjadi pada kasus penawaran umum terbuka. Pertanyaan-pertanyaan seputar alasan terjadinya initial return dan implikasinya terhadap performa perusahaan seringkali muncul. Penelitian ini ingin mengeksplorasi hubungan initial return dengan performa jangka panjang perusahaan yang diukur menggunakan buy and hold return selama 3 tahun di Bursa Efek Indonesia. Setelah melakukan analisis regresi, penulis menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara initial return dengan buy and hold return selama 36 bulan setelah melakukan penawaran umum terbuka .
Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan. Alasan terjadinya hal ini adalah terjadi market overreaction dan perusahaan yang mengambil windows of opportunity sehingga harga penutupan di hari pertama berada di atas harga wajarnya. Seiring berjalannya waktu, informasi tentang suatu perusahaan semakin tersedia dan investor akan melakukan adjustment terhadap informasi baru. Pada tahap inilah koreksi terhadap harga saham akan terjadi dan saham-saham yang dianggap paling berprospek ketika penawaran umum terbuka (dilihat dengan initial return yang tinggi) justru memiliki return yang lebih kecil bahkan dalam sebagian kasus, negatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa diperlukan waktu setidaknya 36 bulan untuk harga saham terkoreksi pada nilai wajarnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil regresi buy and hold return selama 12 bulan dan 24 bulan yang memiliki koefisien yang tidak signifikan untuk variabel initial return.
## Referensi
Allen dan Faulhaber. (1988). Signalling by Underpricing in the IPO Market . Journal of Financial Economics , 23, 303-323
Boussaidi, Ramzi. (2013). Overconfidence Bias and Overreaction to Private Information Signals: The Case of Tunisia. Procedia - Social and Behavioral Sciences , 81, 241-245
Cai & Wei. (1997). The investment and operating performance of Japanese initial public offerings.
Pacific-Basin Finance Journal , 5, 389-417
Chorruk & Worthington. (2010). New Evidence on the Pricing and Performance of Initial Public Offerings in Thailand, 1997-2008. Emerging Markets Review , 11, 285-299
Corhay, dkk. (2002). The Long Run Performance of Malaysian Initial Public Offerings (IPO): Value and Growth Effects . Journal of Managerial Finance , 28, 52-65
De Bondt dan Thaler. (1985). Does the Stock Market Overreact?. The Journal of Finance ,. 40, 793-805 De Bondt dan Thaler. (1986). Further Evidence on Investor Overreaction and Stock Market Seasonality . The Journal of Finance , 42, 557-581
Fuadillah dan Harjito. (2009). Long-Run IPO Performances and Its Influencing Factors: The Case of Indonesian Stock Exchange. Jurnal Siasat Bisnis , 13, 151-171 Grinblatt & Hwang. (1989). Signalling and the Pricing of New Issues . The Journal of Finance , 44 (2), 393-420
Guo, Lev, dan Shi. (2005). Explaining the Short and Long-Term IPO Anomalies in the US by R&D . Journal of Business Finance and Accounting, 33, 550-579 Ibbotson, dkk. (1988). Initial Public Offerings . Journal of Applied Corporate Finance , 1, 37-45
Jai dan Kini. (1994). The Post-Issue Operating Performance of IPO Firms. The Journal of Finance , 49. 1699-1726
Levis, Mario. (1993). The Long-Run Performance of Initial Public Offerings: The UK Experience 1980- 1988 . Financial Management , 22, 28-41
Mahardhini dan Agus. (2009). Long-Run IPO Performances and Its Influencing Factors: The Case of Indonesian Stock Exchange . Jurnal Siasat Bisnis , 13, 151-171
Myers dan Majluf. (1984). Corporate Financing and Investment Decisions when Firms have Information that Investors do not have. Journal of Financial Economics, 13, 187-221 Pagano, dkk. (1998). Why do Companies Go Public? An Empirical Analysis. The Journal of Finance , 53, 27-64
Reber dan Vencappa. (2015). Deliberate premarket underpricing and aftermarket mispricing: New Insights on IPO Pricing. International Review of FInancial Analysis , 44, 18-33. Ritter, Jay R. (1991). The Long Run Performance of Initial Public Offerings . The Journal of Finance , 46, 3-27
Raharja, dkk. (2017). Research of the Stock Price Overreaction and Investor Overconfidence Issues. Vilnius Gediminas Technical University , 1, 127-139
Sehgal and Singh. (2008). Determinants of Initial and Long-Run Performance of IPOs in Indian Stock Market . Asia Pacific Business Review , 4 (4), 24-37.
Sekaran. (2006). Metodologi untuk Bisnis. Terjemahan. Salemba Empat. Jakarta Sutiono. (2015). Profil Perekonomian Indonesia, Retrieved May 30, 2018, from
https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/21178-profil- perekonomian-indonesia .
Suyatmi dan Sujadi. (2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta. Benefit Jurnal Manajemen dan Bisnis , 10, 11-32
Vong and Trigueiros. (2010). The Short-Run Price Performance of Initial Public Offerings in Hong Kong: New Evidence. Global Finance Journal , 21, 253-261.
Wadhwa, dkk. (2016). IPOs and SEOs, real investments, and market timing: Emerging market evidence . Journal of International Financial Markets, Institutions & Money , 45, 21-41. Welch. (1989). Seasoned Offerings, Imitation Costs, and the Underpricing of Initial Public Offerings . The Journal of Finance , 44 (2), 421-449.
Zheng dan Stangeland. (2007). IPO Underpricing, Firm Quality, and Analyst Forecasts. Financial Management, 36 (2), 45-64.
## Lampiran
## Analisis Uji Asumsi Klasik
## Uji Multikolinearitas BHR36
## Tabel Uji Multikolinearitas BHR36
Berdasarkan tabel diatas, penulis menguji multikolinearitas dari data. Besar VIF dari data sebagian besar berada di sekitar 1. Dengan data VIF <10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi gangguan multikolinearitas dari sampel.
## Uji Heteroskedastisitas BHR36
Grafik Scatterplot Model BHR36
Untuk menguji heteroskedastisitas dari sampel, penulis melihat grafik scatterplot dari model.
Terlihat bahwa data menyebar pada garis nol tanpa membentuk pola tertentu, sehingga bisa disimpulkan data bebas heteroskedastisitas.
## Uji Multikolinearitas BHR24
## Tabel Uji Multikolinearitas BHR24
Berdasarkan tabel diatas, penulis menguji multikolinearitas dari data. Besar VIF dari data sebagian besar berada di sekitar 1. Dengan data VIF <10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi gangguan multikolinearitas dari sampel.
Uji Heteroskedastisitas BHR24
## Grafik Scatterplot Model BHR24
Untuk menguji heteroskedastisitas dari sampel, penulis melihat grafik scatterplot dari model.
Terlihat bahwa data menyebar pada garis nol tanpa membentuk pola tertentu, namun terlihat ada beberapa outlier dari data. Bisa disimpulkan data bebas heteroskedastisitas.
## Uji Multikolinearitas BHR12
## Tabel Uji Multikolinearitas BHR12
Berdasarkan tabel diatas, penulis menguji multikolinearitas dari data. Besar COllinearity Tolerance dan VIF BHR12 sama dengan BHR24. Besar VIF dari data sebagian besar berada di sekitar 1. Dengan data VIF <10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi gangguan multikolinearitas dari sampel.
## Uji Heteroskedastisitas BHR12
## Grafik Scatterplot Model BHR12
Untuk menguji heteroskedastisitas dari sampel, penulis melihat grafik scatterplot dari model.
Terlihat bahwa data menyebar pada garis nol tanpa membentuk pola tertentu, namun terlihat ada beberapa outlier dari data. Bisa disimpulkan data bebas heteroskedastisitas.
|
0ff9b521-02de-4f15-92eb-ed83ecd13716 | https://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/article/download/1302/539 |
## PENERAPAN HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESMENT AND DETERMINING CONTROL (HIRADC) DALAM PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA DI PT. INDUSTRI KAPAL INDONESIA
Dafirah Islah 1 , Firdaus Alfa Rezha Supardi 2 , Andi Alim 3 , Rusnita 4 1-4 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Pejuang Republik Indonesia Email: [email protected]
## ABSTRAK
PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar dalam pengelolaan identifikasi bahaya menggunakan metode HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control) dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2021. Terdapat 31 potensi bahaya pada tahun 2020 yang melibatkan pekerjaan konstruksi 1 unit KMP. Ferry Takabonerate tipe Ro-Ro memiliki panjang 46,08 meter dan lebar 12 meter. Penggunaan peralatan/bahan dan material yang digunakan merupakan potensi bahaya dalam proses produksi. Beberapa peralatan dan mesin berpotensi berbahaya dan dapat menyebabkan cedera bahkan kematian jika tidak digunakan dengan benar. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRADC) dalam pengendalian kecelakaan kerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara penerapan identifikasi bahaya dan pengendalian kecelakaan kerja (p=0,03), tidak ada hubungan antara penerapan penilaian risiko dan pengendalian kecelakaan kerja (p=0,8), ada hubungan antara penerapan pengendalian risiko dan pengendalian kecelakaan kerja (p=0,01). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRADC) dengan pengendalian kecelakaan kerja. Disarankan bagi perusahaan untuk melaporkan kecelakaan kerja, baik kategori minor maupun mayor, yang harus dicatat secara berkala untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki langkah-langkah pencegahan kecelakaan terbaru dan risiko kecelakaan kerja serupa berulang dapat diminimalkan dalam upaya pengendalian kecelakaan kerja.
Kata Kunci : hazard identification, risk assesment, determining control, pengendalian kecelakaan kerja
## ABSTRACT
PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar in managing hazard identification using the HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control) method from 2012 to 2021. There are 31 potential hazards in 2020 involving the construction work of 1 KMP unit. Takabonerate type of Ferry Ro-Ro measures 46.08 meters long and 12 meters wide. The use of equipment/materials and materials used is a potential hazard in the production process. Some equipment and machines are potentially dangerous and can cause injury and even death if not used properly. Based on this, the purpose of this research is to find out the implementation of Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRADC) in the control of work accidents at PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar. The results showed that there was a relationship between the application of hazard identification and control of work accidents (p=0.03), there was no
## CENDEKIA UTAMA
Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus
P-ISSN 2252-8865 E-ISSN 2598-4217 Vol 13, No 1 Maret, 2024 Tersedia Online:
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
relationship between the application of risk assessment and control of work accidents (p=0.8), there was a relationship between the application of risk control and work accident control (p= 0.01). Based on the research results, it can be concluded that there is a relationship between the implementation of Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRADC) and work accident control. It is recommended for the company to report work accidents, both minor and major categories, which must be recorded regularly to ensure that the company has the latest accident prevention measures and that the risk of similar work accidents recurring can be minimized in efforts to control work accidents.
Keywords: hazard identification, risk assessment, determining control, work accident control
## LATAR BELAKANG
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek penting yang harus ada dalam sebuah perusahaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat yang adil dan makmur (Mangkunegara, 2011). Menurut OHSAS 18001:2007 dalam Nanik Laili Agustina (2018), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kondisi dan faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja dan orang lain seperti kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu di tempat kerja. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 03/Men/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan Dan Pemeriksaan Kecelakaan (1998), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Menurut OHSAS 18001:2007 dalam Noni Uwanda Qurrotul’Uyuun (2022), menyatakan bahwa kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan luka atau sakit, tergantung dari tingkat keparahan, kejadian kematian, atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian. Jenis kerugian akibat kecelakaan kerja meliputi manusia/pekerja, harta benda, proses, lingkungan dan kualitas.
Menurut Internasional Labour Organization (ILO) pada tahun 2018, lebih dari 1,8 juta kematian terkait pekerjaan terjadi setiap tahunnya di kawasan Asia dan Pasifik. Secara global, lebih dari 2,78 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Selain itu, diperkirakan ada 374 juta cedera dan penyakit terkait pekerjaan yang tidak fatal setiap tahunnya, yang seringkali mengakibatkan ketidakhadiran pekerja di tempat kerja (International Labour Organitation, 2018). Jumlah kecelakaan kerja menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun 2017 jumlah kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak 123.041 kasus, sedangkan sepanjang tahun 2018 terdapat 173.105 kasus dengan nominal santunan yang dibayarkan mencapai Rp 1,2 triliun (BPJS Ketenagakerjaan, 2019). Merujuk data BPJS Ketenagakerjaan tahun 2019 terdapat 114.000 kasus kecelakaan kerja, tahun 2020 terjadi peningkatan dari Januari hingga Oktober 2020 BPJS Ketenagakerjaan mencatat 177.000 kasus kecelakaan kerja (Santia, 2021). Menurut Kemenkes (2014) yang dikutip Ulaen H. Bagas et al. (2018), kecelakaan industri disebabkan oleh dua hal yaitu unsafe action dan unsafe condition .
Pada penelitian yang dilakukan oleh Marta Norita Sinaga (2016), mengenai analisis implementasi hasil identifikasi potensi bahaya kerja pada jalur 1, 2 dan 4 unit tiang pancang di PT. Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 92 potensi bahaya kerja yaitu 7 potensi pada persiapan tulangan, 5 potensi pada persiapan pengecoran, 9 potensi pada pemasangan tulangan, 9 potensi pada pembuatan campuran beton, 8 potensi pada pengecoran beton, 16 potensi pada penarikan tulangan, 7 potensi pada pemadatan beton, 5 potensi pada penguapan beton, 10 potensi pada pembukaan cetakan, 5 potensi pada
penandaan produk, 7 potensi pada penumpukan produk, 9 potensi pada finishing. Kesimpulannya, berdasarkan 92 potensi bahaya kerja dari pengendalian yang telah dilakukan, terdapat 7 pengendalaian yang tidak sesuai dengan yang ada di lapangan.
Pada penelitian Aristy Yulanda Ambarani & Abdul Rohim Tualeka (2016), tentang Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) pada proses fabrikasi plat tangki 42-T- 501A PT. Pertamina (Persero) Ru VI Balongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses fabrikasi pelat tangki 42-T-501A terdapat 24 potensi bahaya dengan 24 risiko dari 6 aktivitas kerja di dalamnya. Berdasarkan hasil risk assessment, dari 24 risiko pada proses fabrikasi plat tangki 42-T-501A, terdapat 6 jenis kategori low risk, 6 jenis kategori medium risk, 11 jenis kategori high risk dan 1 jenis kategori extreme risk.. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat resiko tertinggi pada proses fabrikasi pelat tangki 42-T-501A berada pada kategori resiko tinggi sebesar 45%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yulfa Muhanafi (2015), tentang penerapan Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control (HIRADC) dalam upaya mengurangi kecelakaan di PT. Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalengka. HIRADC bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang menghubungkan pekerja, tugas, peralatan, dan lingkungan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi bahaya yang tinggi terdapat pada proses pemintalan, pengepresan dan pengecoran, sedangkan potensi bahaya yang tinggi terdapat pada proses pengelasan dan penggilingan. Potensi bahaya dapat berasal dari alat atau mesin kerja, lingkungan kerja, bahkan perilaku pekerja yang tidak aman.
Salah satu perusahaan galangan kapal terbesar di Indonesia Timur yang berkantor pusat di Makassar dan Bitung, Sulawesi Utara, yaitu PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) merupakan pusat Industri Maritim Indonesia bagian timur, terutama untuk kapal penangkap ikan, kapal penumpang, kapal penyeberangan (Ro-Ro), kargo dan industri proyek industri terkait lainnya. Perusahaan galangan kapal ini melakukan kegiatan usaha seperti pembuatan kapal, perbaikan kapal dan perdagangan. PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) merupakan kantor pusat sekaligus tempat pembuatan kapal di kota Makassar. Jumlah total pekerja dan karyawan adalah 210 orang. Jumlah tenaga kerja di unit produksi sebanyak 104 orang termasuk tenaga kerja produksi K3LH yaitu 5 orang, untuk produksi mesin dan poros tenaga kerja sebanyak 19 orang, jumlah tenaga kerja produksi lambung dan pipa sebanyak 39 orang, jumlah tenaga kerja pada produksi docking dengan rata-rata 13 sampai 15 orang per hari, jumlah produksi fashar sebanyak 14 orang, jumlah produksi pada bagian koordinator atau manajer proyek sebanyak 7 orang, dan jumlah pekerja produksi pada bagian konstruksi dan non baja adalah 4 orang. Lama jam kerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) 10 jam sehari dari pukul 08.00 WITA sampai dengan pukul 17.00 WITA dan disertai dengan sistem lembur setiap saat dalam mengejar target hingga pukul 20.00 WITA.
PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) telah mendapatkan sertifikasi ISO 45001:2018 dalam menjalankan fungsi keselamatan dan kesehatan kerja. PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) juga mendapatkan piagam penghargaan terkait penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja telah dilakukan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) dengan baik dan sesuai dengan undang-undang no. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) dalam mengelola identifikasi bahaya dengan metode HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control) dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2021. Di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) memiliki 31 potensi bahaya pada tahun 2020 yang melibatkan pekerjaan konstruksi 1 unit KMP. Ferry Takabonerate tipe Ro-Ro memiliki panjang 46,08 meter dan lebar 12 meter.
Beberapa peralatan dan mesin di PT. Industri kapal Indonesia (Persero) meliputi mesin NC, mesin potong las, mesin las, hoist, chain block, crane, mesin gerinda, panel listrik, mesin MSB, mesin vakum, mesin kompresor dan alat sandblast. Penggunaan material padat yaitu pasir, woven roving dan Chopped strand matt, kemudian material cair berupa bahan kimia seperti primer Anti Korosi, Intermediate Coat, Anti Fouling, Bottop Coat, Top Side Coat dan cat Deck sangat potensial berbahaya dan dapat menyebabkan cedera atau bahkan kematian jika tidak digunakan dengan benar.
Walaupun telah dilakukan identifikasi bahaya setiap 6 bulan sekali, kecelakaan kerja masih saja terjadi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero). Berdasarkan laporan kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3LH) tahun 2017-2018 di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) pada tahun 2017 terdapat 1 kejadian kecil pada bulan Agustus, 1 kejadian near miss pada bulan September, dan 1 kejadian near miss pada bulan Oktober. Selama tahun 2018, terdapat 1 kejadian sementara tidak dapat bekerja, 1 kejadian terpeleset, 1 kejadian luka ringan di area produksi kapal.
Oleh karena itu, perlu untuk mengevaluasi pengendalian yang memadai dan memastikan terlaksananya di lapangan. Pengendalian yang telah dilakukan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) yaitu pengendalian engineering, administrasi dan penggunaan APD. Pengendalian Engineering, menyediakan tangga scaffolding bagi pekerja saat akan naik ke kapal untuk melakukan perbaikan lambung kapal, membersihkan sisa samblasting, rak elpiji yang diikat rantai dengan posisi berdiri, dan menyediakan alat pemadam api di setiap kapal. Pengendalian administratif yaitu ada checklist sebelum melakukan proses produksi, pengecekan kondisi alat dan mesin sebelum digunakan, pekerja harus memiliki Sikap Kerja Aman (SIKA), dan ada Standar Operasional Prosedur (SOP). Pengendalian Alat Pelindung Diri (APD) yaitu pekerja memakai sarung tangan, helm, kecamata, safety shoes, face shield, masker, dan memakai body harness saat berada di ketinggian. Dari beberapa pengendalian yang sudah dilakukan, masih ada pekerja yang tidak disiplin dalam menggunakan APD, masih ada pengendalaian engineering yang belum diterapkan, dan pemasangan warning di seluruh area produksi.
Berdasarkan latar belakang diatas dari survei awal yang dilakukan, sehingga muncul gagasan untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Identifikasi Bahaya Dengan Metode Hazard Identification, Risk Assesment, And Determining Control (HIRADC) Dalam Pengendalian Kecelakaan Kerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang diterjemahkan ke dalam angka dan menggunakan cross sectional dimana kedua variabel dependen dan independen diamati pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) yang berlokasi di Jl. Galangan Kapal No.31, Kaluku Bodoa, Kec. Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2021. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar yaitu 103 orang karyawan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah beberapa pekerja produksi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar yaitu sebanyak 50 tenaga kerja. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimana peneliti mengandalkan penilaiannya sendiri ketika memilih anggota populasi untuk berpartisipasi dalam penelitian. Metode pengumpulan data adalah primer dan sekunder. Cara mengelola data dilakukan dengan bebereapa tahapan diantaranya dengan editing yaitu memperbaiki segala kesalahan dalam pengambilan data dan pemasukan data. Coding, yaitu pengolahan data dengan memberikan kode pada setiap jawaban dari responden. Tranfersing, yaitu kode yang diberikan, disusun dan dimasukkan ke dalam tabel
sampai dengan responden terakhir. Tabulasi, yaitu memindahkan data yang diperoleh ke dalam tabel. Data yang telah diolah akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi - Square. Data yang telah diolah dan dianalisis selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden adalah beragamnya latar belakang yang dimiliki oleh responden itu sendiri. Ciri ini untuk melihat seperti apa latar belakang responden. Dalam penelitian ini latar belakang responden difokuskan pada jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir. Penelitian ini menggunakan sampel tenaga kerja sebanyak 50 orang, dimana dari sampel yang dipilih dari segi jenis kelamin, seluruh sampel adalah 0 perempuan dan 50 laki - laki. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sampel pekerja produksi dengan berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur, Pendidikan Terakhir dan Masa Kerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar Tahun 2021
Karakteristik Responden n % Umur 24-34 7 14,0 35-45 14 28,0 46-55 19 38,0 56-65 9 18,0 Pendidikan Terakhir SMP 12 12,0 SMA 16 16,0 SMK 13 13,0 S1 9 9,0 Masa Kerja 1-5 Tahun 14 14,0 6-10 Tahun 14 14,0 11-15 Tahun 7 7.0 16-20 Tahun 10 10,0 >21 5 5.0 Total 50 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan Tabel 1. memberikan gambaran bahwa dari sampel yang diambil sebanyak 50 responden dari kalangan pekerja ditemukan paling banyak berada pada kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 38,0%, kelompok umur 24-34 tahun sebanyak 14,0%, sedangkan kelompok umur 35-45 tahun sebanyak 28,0%, dan kelompok umur 56-65 tahun sebanyak 18,0%. Pendidikan yang dilalui seseorang tentunya tidak sama antara satu individu dengan individu lainnya sehingga menanamkan pola pikir yang berbeda tentunya dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil keputusan. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir responden yang berada pada jenjang pendidikan tingkat SMP sebanyak 12 orang atau 12,0%, pendidikan tingkat SLTA sebanyak 16 orang atau 16,0%, tingkat SMK sebanyak 13 orang atau 13,0%, sedangkan pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 9 orang atau 9,0%. Sedangkan karakteristik masa kerja menggambarkan bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh masa kerja 1 -5 tahun sebanyak 14 orang
dengan persentase 14,0% yang sama dengan jumlah masa kerja 6-10 tahun. Masa kerja paling sedikit yaitu berkisar >21 tahun sebanyak 5 orang dengan persentase 5,0%.
Hasil distribusi data responden mengenai penerapan identifikasi bahaya pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar dijelaskan pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Distribusi Responden tentang Penerapan Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko Pada Pekerja Di PT. Industri KapalIndonesia (Persero) Makassar Tahun 2021
No Variabel Penelitian n % a Identifikasi Bahaya 1 Terlaksana 19 38.0 2 Tidak Terlaksana 31 62.0 b Penilaian Risiko 1 Rendah (berwarna hijau) 15 30.0 2 Sedang (berwarna kuning) 30 60.0 3 Tinggi (berwarna merah) 3 6.0 4 Ekstrim (berwarna ungu) 2 4.0 c Pengendalian Risiko 1. Terkendali 20 40.0 2. Tidak Terkendali 30 60.0 Total 50 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa responden yang menjawab identifikasi bahaya yang terlaksana berjumlah 19 pekerja (38.0%), dan identifikasi yang tidak terlaksana berjumlah 31 pekerja (62.0%). Total jumlah responden bagian produksi yang menjawab keseluruhan berjumlah 50 responden. Untuk variable penelitian tentang penilaian resiko diketahui bahwa yang menjawab penilaian risiko yang berada di tingkat rendah ditandai dengan warna hijau berjumlah 15 pekerja (30.0%), sedang berjumlah 30 pekerja (60.0%), tinggi berjumlah 3 pekerja (6.0%), dan ekstrim berjumlah 2 pekerja (4.0%). Sedangkan untuk variabel pengendalian resiko diketahui bahwa yang menjawab pengendalian risiko terkendali berjumlah 20 pekerja (40.0%). Dan pengendalian risiko yang tidak terjadi berjumlah 30 pekerja (60.0%).
Tabel 3. Hubungan Penerapan Indentifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengenalian Resiko dengan Pengendalian Kecelakaan Kerja pada PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar Tahun 2021
Variabel Penelitian Pengendalian Kecelakaan Kerja Total P Terjadi Tidak Terjadi n % n % n % Identifikasi Bahaya Tidak Terlaksana 14 53.8 12 46.2 26 100 0.03 Terlaksana 9 25.8 19 79.2 24 100 Penilaian Resiko Extrim (Unggu) 5 33.3 10 66.7 15 100 0.8 Tinggi (Merah) 6 46.2 7 53.8 13 100 Sedang (Kuning) 4 44.4 5 55.6 9 100 Rendah (Hijau) 4 30.8 9 69.2 13 100 Pengendalian Resiko
Tidak Terkendali 15 55.6 12 44.4 27 100 0.01 Terkendali 4 17.4 19 82.6 23 100 Total 19 38.0 31 62.0 50 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan hasil data primer dan sekunder yang disajikan dalam bentuk tabel, faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kecelakaan kerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar tahun 2021 akan membahas hubungan antara penerapan hazardidentification, risk assessment and risk control (HIRACD) dengan pengendalian kecelakaan kerja.
## Hubungan antara Penerapan Identifikasi Bahaya dengan Pengendalian Kecelakaan Kerja pada Pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar
Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengetahui, mengenali, dan memperkirakan keberadaan bahaya dalam suatu sistem, seperti peralatan, tempat kerja, proses kerja, prosedur, dll (Safety Sign Indonesia, 2018). Sistem manajemen K3 yang baik tidak hanya melihat satu bahaya dan pengendaliannya, tetapi perusahaan harus membuat sistem atau prosedur yang tepat yang memungkinkan semua bahaya dan risiko di tempat kerja dapat diidentifikasi dan pengendaliannya diterapkan secara berkelanjutan. Pada tabel 3 terdapat 14 responden atau (53,8%) mengidentifikasi bahaya yang tidak dilakukan dan kecelakaan kerja yang terjadi, sedangkan identifikasi bahaya yang dilakukan dan tidak terjadi kecelakaan kerja sebanyak 19 responden atau (79,2%). Terdapat hasil analisis uji korelasi chi-square diperoleh nilai p = 0,03 < (0,05), hal ini berarti ada hubungan antara penerapan identifikasi bahaya dengan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
Ada beberapa potensi bahaya yang teridentifikasi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar khususnya bagian produksi yang meliputi mesin dan poros yaitu proses modifikasi bagian kapal dengan menggunakan mesin bubut As Profeller yaitu suatu jenis mesin perkakas yang digunakan untuk proses pemotongan benda kerja yang dilakukan dengan membuat sayatan dimana pahat digerakkan translasi dan sejajar dengan sumbu dari benda kerja yang berputar, salah satu potensi bahaya yang dapat ditimbulkan adalah terbaliknya mesin bubut dimana pekerja menggunakan sarung tangan yang mudah tertarik oleh putaran cekam bubut karena sarung tangan menempel serbuk benda kerja agar pekerja dapat menggelinding dan terbawa oleh putaran chuck bubut. Identifikasi bahaya selanjutnya pada lambung dan pipa adalah proses penggantian plat kapal yang memerlukan tindakan las dimana proses penyambungan dua logam atau lebih menjadi suatu bentuk sambungan menggunakan proses panas. Potensi bahayanya adalah percikan api di wajah dan sengatan listrik. Proses produksi selanjutnya di area bengkel fabrikasi menggunakan mesin cutting torch yaitu mesin yang berfungsi untuk memotong berbagai jenis logam, plat atau bahan lainnya dengan menggunakan panas yang bersumber dari sinar laser yang sangat pekat dimana tingkat kedalamannya disesuaikan dengan ketebalan dari bahan yang akan dipotong. Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan adalah wajah pekerja berpotensi terkena percikan api dari proses pemotongan benda menggunakan mesin potong, wajah berpotensi tergores akibat settingan alat pada benda kerja. Proses pengerjaan selanjutnya adalah sandblasting, yaitu proses penyemprotan bahan abrasif biasanya berupa pasir silika dengan tekanan tinggi pada suatu permukaan dengan tujuan menghilangkan kontaminan seperti karat, cat, garam, minyak dan lain-lain pada lambung kapal. Potensi bahaya bekerja di ketinggian, dan terkena butiran pasir silika di mata.
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja yang menimbulkan Penyakit Akibat Kerja (PAK), perusahaan telah melakukan penerapan identifikasi bahaya dengan metode HIRADC dengan cara mengumpulkan dan mencatat potensi sumber bahaya di tempat kerja khususnya di bagian produksi melalui pengamatan. Tanpa melihat sumber bahaya, penilaian risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan kecelakaan kerja dan pengendalian risiko di perusahaan tidak dapat dilakukan.
Berdasarkan hasil kajian penerapan identifikasi bahaya untuk pengendalian kecelakaan kerja diperoleh nilai p sebesar 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penerapan identifikasi bahaya dengan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
Di perusahaan, identifikasi bahaya dilakukan untuk menentukan rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sekitar lingkungan proses produksi. Identifikasi bahaya yang meliputi identifikasi aspek dampak lingkungan dari operasi perusahaan terhadap alam dan penduduk di sekitar area perusahaan mengenai beberapa unsur seperti tanah, air, udara, sumber daya energi dan sumber daya alam lainnya termasuk aspek flora dan fauna di lingkungan perusahaan (Wahyudi B, 2013).
## Hubungan antara Penerapan Penilaian Risiko dengan Pengendalian Kecelakaan Kerja pada Pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar
Risk assesment atau yang biasa disebut dengan penilaian risiko merupakan metode yang banyak digunakan oleh berbagai organisasi atau suatu pekerjaan. Penilaian risiko adalah metode yang digunakan secara sistematis untuk menentukan dan meminimalkan risiko yang akan terjadi pada suatu organisasi/perusahaan. Sistem metode penilaian risiko merupakan kunci yang dapat digunakan dalam perencanaan pemulihan bencana atau kecelakaan. Risiko seringkali dianggap sebagai bentuk akibat dan dampak negatif dari suatu kegiatan. Umumnya identik dengan sesuatu yang akan menimbulkan kerugian (Mukti, 2020). Berdasarkan tabel 3 analisis hubungan antara penerapan penilaian risiko dengan pengendalian kecelakaan kerja menunjukkan bahwa dari 50 responden terdapat 5 responden (33.3%) dari penilaian risiko terjadi kecelakaan kerja ditingkat extrim (ungu), penilaian risiko pada tingkat tinggi (merah) yaitu sebanyak 6 responden (46.2%), penilaian risiko pada tingkat sedang (kuning) yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 4 (44.4%), dan penilaian risiko pada tingkat rendah (hijau) yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 4 responden (30.8%). Hasil analisis uji korelasi chi-square diperoleh nilai p = 0,8 > 0,05, hal ini berarti tidak ada hubungan antara penerapan penilaian risiko dengan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
Analisis data dilakukan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar yaitu pada proses produksi mulai dari pembersihan lambung kapal dari tumbuhan dan hewan laut sampai dengan pekerjaan bongkar muat kapal dari dermaga (floating dock, graving dock, slipway). Risiko lingkungan yang sangat berpengaruh adalah sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut, debu atau karat saat peledakan lambung yaitu proses penyemprotan bahan abrasif biasanya berupa pasir silika dengan tekanan tinggi pada suatu permukaan untuk menghilangkan bahan pencemar seperti karat, cat, garam, minyak dan lain-lain pada lambung kapal, bau-bauan dari pekerjaan pengecatan lambung kapal, asap yang ditimbulkan dari proses pengelasan dan pemotongan beberapa pelat kapal, asap atau debu akibat pengoperasian alat angkat, sisa minyak, sisa kotoran pada lambung kapal, dan sisa air yang bercampur dengan minyak hasil operasi kapal.
Untuk itu pentingnya penilaian risiko dilakukan setelah bahaya atau sumber-sumber bahaya teridentifikasi pada proses produksi, sehingga memungkinkan perusahaan untuk
menetapkan tingkatan risiko pada setiap aktivitas pekerjaan untuk memudahkan perusahaan melaksanakan pengendalian risiko yang ada pada proses produksi.
Berdasarkan hasil analisis chi-square antara penerapan identifikasi bahaya terhadap pengendalian kecelakaan kerja didapatkan nilai P = 0,03 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan penilaian risiko dengan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hasbi Ibrahim et al. (2015) menunjukkan bahwa di bagian quarry unit perencanaan, tingkat risiko tertinggi adalah potensi bahaya tidak menggunakan safety belt. Di unit produksi, tingkat risiko yang paling tinggi adalah potensi bahaya yaitu heat rash, drum truck terbalik, material menggantung, dan operator tidak menggunakan earplug dan earmuff.
## Hubungan antara Penerapan Pengendalian Risiko dengan Pengendalian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar
Pengendalian risiko merupakan hirarki yang dilakukan secara berurutan hingga tingkat risiko/bahaya diturunkan ke titik aman. Hirarki kontrol meliputi eliminasi, substitusi, desain, administrasi dan Alat Pelindung Diri (APD). Pengendalian risiko/bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat efektifitas, keandalan dan perlindungan yang paling tinggi diantara pengendalian lainnya. Dan dalam urutan hirarki berikutnya, tingkat efektifitas, kehandalan dan perlindungan akan menurun (Adzim, 2020). Berdasarkan tabel 3 analisis hubungan antara penerapan pengendalian risiko dan pengendalian kecelakaan kerja menunjukkan bahwa dari 50 responden terdapat pengendalian risiko yang tidak terkendali sebanyak 15 responden (55,6%) mengalami kecelakaan kerja dan 12 responden (44,4%) yang tidak mengalami kecelakaan kerja. Sementara itu, terdapat 4 responden (17,4%) dengan pengendalian risiko terkendali yang mengalami kecelakaan kerja dan 19 responden (82,6%) tidak mengalami kecelakaan kerja. Hasil analisis uji korelasi chi-square diperoleh nilai p = 0,01 < α 0,05, hal ini berarti ada hubungan antara penerapan pengendalian risiko dengan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
Di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta cidera seperti tertusuk, tergores, terkena, terpeleset dan sebagainya terkadang terjadi akibat kurangnya kesadaran pekerja secara konsisten terhadap prosedur keselamatan dan kualitas keterampilan yang dibutuhkan tidak memadai. Bekerja di atas ketinggian dan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti sabuk pengaman bagi pekerja yang bekerja di atas ketinggian seperti pada proses sandblasting yaitu penyemprotan bahan abrasif yang dilakukan di kapal yang mengharuskan pekerja bekerja di atas ketinggian dengan menggunakan tangga, melakukan pekerjaan las tanpa menggunakan kaca mata las atau masker las sesuai standar juga dapat menyebabkan meningkatnya resiko kecelakaan kerja.
Pengendalian risiko yang dilakukan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar yaitu berupa eliminasi pengendalian dengan memodifikasi sumber bahaya, substitusi alat, mesin, dan bahan yaitu mengganti alat, mesin dan bahan yang berbahaya dengan alat, mesin dan bahan yang kurang berbahaya, dan pengendalian administratif berupa pemberian prosedur, aturan, pelatihan, tanda bahaya, rambu, poster dan label Alat Pelindung Diri (APD).
Berdasarkan hasil penelitian antara penerapan pengendalian risiko dengan pengendalian kecelakaan kerja, hasil analisis chi-square didapatkan nilai p = 0,01 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara penerapan pengendalian risiko dengan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Poniman & Sri Amaliah Mandati (2020), dimana objek penelitiannya adalah mesin, sikap atau perilaku tenaga kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Berdasarkan identifikasi bahaya dan pengendalian risiko, terdapat pengendalian bahaya yang telah dilakukan yaitu pengendalian administratif dan penyediaan Alat Pelindung Diri (APD).
## SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Terdapat hubungan penerapan identifikasi bahaya terhadap pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar; 2) Tidak ada hubungan antara penerapan risk assessment terhadap pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar; 3) Ada hubungan antara pengendalian resiko dan pengendalian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
## Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penelitian ini meyarankan bahwa perlu adanya pelaporan kecelakaan kerja baik kategori minor maupun mayor harus dicatat secara rutin untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki tindakan pencegahan kecelakaan terbaru dan risiko terjadinya kecelakaan kerja yang serupa terulang kembali dapat diminimalkan. Perlu ditingkatkan kesadaran tenaga kerja dalam pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan cara memberikan contoh pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) oleh manajemen, safety talk, dan memberikan sanksi-sanksi jika terdapat tenaga kerja yang tidak memakai APD. Perlu dibuatkannya himbauan pengendalian administratif berupa poster yang berisi awas memasuki area dengan kebisingan melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), himbauan awas jauhi area mesin sterssing dan spinning saat digunakan, awas tertusuk benda tajam dan awas tertimpa alat berat.
Berdasarkan kesimpulan penelitian, penelitian ini menyarankan perlu adanya pelaporan kecelakaan kerja, baik kategori minor maupun mayor, yang harus dicatat secara berkala untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki langkah-langkah pencegahan kecelakaan terbaru dan risiko kecelakaan kerja serupa berulang dapat dikurangi. Perlu adanya peningkatan kesadaran tenaga kerja dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan memberikan contoh penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh manajemen, safety talk, dan pemberian sanksi jika ada pekerja yang tidak menggunakan APD. Perlu dibuatkan pemberitahuan penertiban administratif berupa poster berisi peringatan untuk memasuki area dengan kebisingan melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), peringatan untuk menjauhi area k mesin sterssing dan spinning saat digunakan, hati-hati tertusuk benda tajam objek dan waspadalah terhadap tertimpa alat berat.
## DAFTAR PUSTAKA
’Uyuun, N. U. Q. (2022). Analisa Human Reliability Assessment Dengan Metode Technique For Human Error Rate Prediction (THERP) dan Job Safety Analysis (JSA) di Unit Produksi (Studi Kasus: PT. Indonesia Tri Sembilan) . Universitas Muhammadiyah Malang.
Adzim, H. I. (2020). 5 Hierarki Pengendalian Resiko/ Bahaya K3 .
Https://Sistemmanajemenkeselamatankerja.B.
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/pengendalian- resikobahaya.html
Agustina, N. L. (2018). Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Menggunakan Metode Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) (Studi Kasus Pada Bengkel Las Rapi) . University of Muhammadiyah Malang.
Ambarani, A. Y., & Tualeka, A. R. (2016). Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) pada Proses Fabrikasi Plate Tanki 42-T-501a PT Pertamina (Persero) Ru VI Balongan. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health , 5 (2), 192–203. https://doi.org/10.20473/ijosh.v5i2.2016.192-203
Bagas, U. H., Kawatu, P. A. T., & Joseph, W. B. S. (2018). Hubungan Antara Tindakan Tidak Aman Dengan Kecelakaan Kerja Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Di Pt Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Bitung. KESMAS , 7 (4). BPJS Ketenagakerjaan. (2019). Jumlah Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi . Https://Www.Bpjsketenagakerjaan.Go.Id. http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/5769/Jumlah-kecelakaan-kerja-di- Indonesiamasih-tinggi.html
Ibrahim, H., Basri, S., & Prastiani, A. (2015). Analisis Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Area Quarry (tambang batu kapur) PT. Semen bosowa maros tahun 2015. Al- Sihah : Public Health Science Journal , 7 (2), 215–222.
https://doi.org/10.24252/as.v7i2.2011 International Labour Organitation. (2018). Menuju Budaya Pencegahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Yang Lebih Kuat di Indonesia . Https://Www.Ilo.Org. https://www.ilo.org/jakarta/info/public
Mangkunegara, A. A. A. P. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan . Remaja Rosdakarya.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 03/Men/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan Dan Pemeriksaan Kecelakaan, (1998).
Muhanafi, M. Y. (2015). Penerapan Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Control dalam Upaya Mengurangi Kecelakaan Kerja di PT Wijayakarya Beton PPB Majalengka . Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mukti, F. (2020). Penilaian Risiko - Definisi, Tahap Penilaian dan Contohnya . Https://Wira.Co.Id. https://wira.co.id/risk-assessment/
Poniman, & Mandati, S. A. (2020). Kriteria Identifikasi Bahaya, Penilaian Dan Pengendalian Risiko Departemen Fabrikasi PT Unindo Pasifik. JATI UNIK: Jurnal Ilmiah Teknik Dan Manajemen Industri , 4 (1), 28–39. Safety Sign Indonesia. (2018). 6 Langkah Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko Sesuai Standar OSHA . Https://Safetysignindonesia.Id. https://safetysignindonesia.id/6-langkah- identifikasi-bahaya-dan-penilaian-risiko-sesuai-standar-osha/
Santia, T. (2021). Jumlah Kecelakaan Kerja Meningkat di 2020, Capai 177.000 Kasus . Https://Www.Liputan6.Com/.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/445%0A4961/jumlah-kecelakaan-kerjameningkat- di-2020-capai-177000-kasus
Sinaga, M. N. (2016). Analisis Implementasi Hasil Identifikasi Potensi Bahaya Kerja Pada Jalur 1,2 dan 4 Unit Tiang Pancang di PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk .
Universitas Negeri Semarang.
Wahyudi
B, A. (2013). Identifikasi Bahaya . Https://123dok.Com. https://123dok.com/document/qo50oe07-identifikasi-bahaya-oleh-agung-wahyudi-b-st- mt.html
|
d34d530c-27d3-46d2-953a-2ee62a258c19 | https://jurnal.itscience.org/index.php/jebma/article/download/3812/2994 | Volume : 04 | Nomor 02 | Juli 2024 | E-ISSN : 2797-7161 | DOI: doi.org/jebma.v4n2.3812
## Analisis Kebijakan Pendidikan Program Merdeka Belajar: Studi Kasus Pada Implementasi Aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) Dalam Pengelolaan Kinerja Guru Dan Kepala Sekolah
Penulis: Maslina Siagian 1 Zainuddin 2 Yuniarto Mudjisusatyo 3 Wanapri Pangaribuan 4
## Afiliasi:
Universitas Negeri Medan
Korespondensi: maslina.siagian@gmail .com
Histori Naskah: Submit: 30-04-2024 Accepted: 25-05-2024 Published: 01-07-2024
Abstrak : Di tengah dinamika perkembangan teknologi dan tantangan global, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang terus berupaya meningkatkan mutu dan aksesibilitas pendidikan dengan melakukan berbagai transformasi. Salah satu transformasi dan inovasi yang diperkenalkan oleh Mendikbudristek Bapak Nadiem Makarim adalah penggunaan Aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM), yang bertujuan untuk memberikan dukungan kepada guru dan kepala sekolah dalam pengelolaan pembelajaran serta peningkatan kinerja di lingkungan sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah melalui Aplikasi PMM serta faktor penghambat Implementasi pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah melalui Aplikasi PMM di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian. Dari hasil penelitian diperoleh data mengenai upaya sosialisasi program sudah berjalan dengan baik ditandai dengan pelaksanaan pendampingan secara serentak dan merata dengan koordinasi dari Dinas Pendidikan Provinsi, Cabang Dinas, Dinas Pendidikan Kabupaten dan BBGP serta melalui tim pendampingan pengisian RHK yang dibentuk oleh BBGP yang berasal dari guru penggerak.
Kata kunci : Aplikasi, Kinerja, Pengelolaan, Platform Merdeka Mengajar
## Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu negara. Pendidikan memegang peran sentral dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Di tengah dinamika perkembangan teknologi dan tantangan global, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang terus berupaya meningkatkan mutu dan aksesibilitas pendidikan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, berbagai inovasi dan kebijakan telah diperkenalkan, termasuk di antaranya adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan . Hal ini sesuai dengan agenda transformasi dalam UU Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara yaitu: 1) Transformasi rekrutmen dan jabatan, 2) Kemudahan mobilitas talenta nasional, 3) Percepatan pengembangan kompetensi, 4) Penataan tenga non-ASN, 5) Reformasi pengelolaan kinerja dan kesejahteraan ASN, 6) Digitalisasi manajemen ASN, 7) Penguatan budaya kerja dan citra institusi.
PMM merupakan program Merdeka Belajar Episode kelima belas yang diluncurkan pada bulan Februari tahun 2022 dan menjadi salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan, serta memperluas akses terhadap sumber daya pendidikan. Prinsip dasar dalam reformasi birokrasi untuk guru adalah mendorong kinerja guru yang
Volume : 04 | Nomor 02 | Juli 2024 | E-ISSN : 2797-7161 | DOI: doi.org/jebma.v4n2.3812
berdampak pada kualitas pembelajaran peserta didik, mengembangkan karier guru sesuai kompetensi dan kinerja dengan skema insentif finansial dan nonfinansial yang bermakna, memfasilitasi guru melakukan pengembangan kompetensi melalui pilihan yang beragam, baik secara mandiri (self-regulated) maupun secara kolaborasi, menyediakan proses penilaian kinerja guru secara lebih sederhana, tetapi tetap terukur dan relevan, mendorong pemanfaatan teknologi sebagai akselerator untuk meningkatkan kesempatan dan meringankan beban untuk semua pemangku kepentingan sesuai kebutuhan masa mendatang.
Pengembangan pada Aplikasi PMM ini salah satunya adalah transformasi pengelolaan kinerja guru dengan menyediakan fitur Pengelolaan Kinerja di PMM yang lebih praktis dan relevan yang terintegrasi dengan e- Kinerja BKN. Aplikasi PMM ini merupakan salah satu tahapan inovasi untuk menolong para instruktur (Surani, et al., 2022). Platform Merdeka Mengajar memberikan kesempatan kepada seluruh guru di Indonesia untuk terus belajar dan mengembangkan kompetensinya (Arnes, et.al., 2023). Dengan adanya pengelolaan kinerja ini, semua pegawai mendapatkan pengakuan atas kinerjanya yang menunjang transformasi pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik. Pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah akan lebih praktis dan relevan melalui PMM yang dimulai sejak Januari 2024 demikian pernyataan Nunuk Suryani, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan pada Desember tahun 2023. Hasil penilaian kinerja digunakan untuk pengambilan keputusan dan evaluasi (Nabilah & Atieq, 2022).
Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti tentang implementasi aplikasi PMM ini, pendapat dari guru yang menganggap bahwa kebijakan pengelolaan kinerja guru melalui fitur PMM ini hanya menimbulkan beban kerja tambahan dan sangat merepotkan guru, dapat mengalihkan perhatian guru dari tugas utama mengajar kepada hal-hal administratif serta tidak praktis karena infrastruktur pendukung belum merata. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kebijakan terhadap proses implementasi pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah melalui aplikasi PMM, sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai tantangan, kendala, serta potensi dari penerapan PMM dalam pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah.
## Studi Literatur
## Aplikasi PMM
Defenisi aplikasi menurut KBBI adalah penerapan dari suatu sistem yang dirancang untuk memproses data dengan menggunakan aturan atau ketentuan bahasa pemograman. Platform Merdeka Mengajar adalah media edukasi berupa aplikasi yang dibangun untuk menunjang Implementasi Kurikulum Merdeka agar dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka(https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/id/articles/6090880411673-Apa-Itu-Platform- Merdeka-Mengajar). Guru dapat mengakses aplikasi PMM ini melalui ponsel dengan mengunduh aplikasi terlebih dahulu dari google play atau melalui situs website https://guru.kemdikbud.go.id/. Sistem aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) merupakan alat bantu yang disediakan bagi guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas kinerja dan kompetensi secara berkelanjutan. Sebagai alat bantu, fitur-fitur dalam PMM seperti Pelatihan Mandiri, Refleksi Kompetensi, Bukti Karya, dan Komunitas tidak bersifat wajib. Khusus untuk fitur Pengelolaan Kinerja PMM harus digunakan oleh guru dan kepala sekolah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Platform merdeka mengajar bermanfaat untuk membantu guru dalam pelaksanaan tugas mengajar, belajar dan juga berkarya. PMM ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem pembelajaran yang kolaboratif untuk meningkatkan mutu dan efektivitas pembelajaran di kelas. Untuk itu menu pada platform ini dilengkapi dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan guru. Berikut ini adalah menu dan fitur yang terdapat pada PMM, yaitu:
Volume : 04 | Nomor 02 | Juli 2024 | E-ISSN : 2797-7161 | DOI: doi.org/jebma.v4n2.3812
a. Menu Pengembangan Diri
Fitur yang terdapat dalam menu pengembangan diri ini terdiri dari: pelatihan mandiri, komunitas, seleksi kepala sekolah, refleksi kompetensi, LMS dan pengelolaan kinerja
b. Menu Mengajar
Fitur yang terdapat dalam menu Mengajar terdiri dari: capaian pembelajaran (CP) dan alur tujuan pembelajaran (ATP), perangkat ajar, asesmen murid, dan kelas
c. Menu Inspirasi
Fitur pada menu Inspirasi terdiri dari: video inspirasi, bukti karya, ide praktik
d. Menu Tentang Kurikulum Merdeka
Fitur yang terdapat pada menu ini terdiri dari: tentang kurikulum merdeka dan pelatihan implementasi tentang kurikulum merdeka
## Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah
Kinerja (performance) merupakan kemampuan yang berdasarkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi untuk mencapai tujuan (Susanto, A., 2016). Menurut (Rivai et al., 2019) kinerja adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan yang ditetapkan di awal pada saat perencanaan. Kinerja pegawai disebut baik jika mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cepat dan tepat (Saring, 2022). Kinerja guru adalah perilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar dan merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya berdasarkan kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta manajemen waktu (Susanto, A., 2016). Menurut Wasini dan Hutagaol dalam Saring (2022) Kinerja guru adalah hasil unjuk kerja prestasi dapat dilihat dalam jumlah dan kualitas pekerjaan yang dicapai oleh guru tersebut dalam menjalankan tugas pokok dan tanggung jawabnya dalam periode waktu tertentu. Lebih lanjut menurut (Lisnawati, R. 2018) Kinerja guru adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membimbing, mendidik, dan mentransfer pengetahuan kepada peserta didik sesuai dengan tingkat profesionalisme yang dimilikinya termasuk kemampuan untuk berinovasi dan berkreasi dalam tugasnya sebagai pendidik, seperti mengelola administrasi pembelajaran, menyusun materi dan media pembelajaran, serta berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk berbagi pengalaman. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru berkaitan dengan bagaimana guru menunjukkan tanggungjawab dalam sikap dan perbuatan terkait pelaksanaan tugas berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan.
Kepala Sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan dan menetapkan arah kebijakan sekolah. Kepala sekolah bertugas untuk menentukan strategi merumuskan, menetapkan dan mengembangkan visi dan misi sekolah untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Peran kepala sekolah diklasifikasikan atas 2 yaitu kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai supervisi pendidikan (Kiding, 2021). Salah satu upaya kepala sekolah dalam mewujudkan visi dan misi sekolah adalah dengan melakukan supervisi akademik. Kepemimpinan kepala sekolah berdampak positif terhadap peningkatan kinerja guru (Oktavianti et al., 2019).
Dalam pasal 3 Perdirjen GTK No. 7607/B.B1/HK.03/2023 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah dinyatakan bahwa pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran kinerja pendidikan. Pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah ini berorientasi pada peningkatan kinerja guru dan kepala seklah untuk mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pemenuhan ekspektasi kepala sekolah, dialog kerja yang intens antara kepala sekolah dan guru, pencapaian kinerja satuan pendidikan dan hasil kerja dan perilaku kerja guru dan kepala sekolah (Pasal 4). Pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah terdiri atas perencanaan kinerja, pelaksanaan, penilaian kinerja dan tindak lanjut hasil evaluasi kinerja. Menurut Heksarini (2022: Hal. 2) penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja Penilaian kinerja merupakan suatu proses rangkaian dalam Sistem Manajemen Kinerja PNS yang diawali dari penyusunan perencanaan
Volume : 04 | Nomor 02 | Juli 2024 | E-ISSN : 2797-7161 | DOI: doi.org/jebma.v4n2.3812
kinerja yang merupakan proses penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) (Rohman M.A., 2022). Konsep rangkaian sistem ini berfokus pada manajemen kinerja yang berpusat pada peran guru, dengan tujuan untuk menilai tingkat kinerja guru secara individu (Muslim, A.Q., 2018). Penilaian kinerja guru memiliki kontribusi terhadap layanan pendidikan (Hidayat, et.al., 2023). Pelaksanaan pengukuran kinerja dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kinerja dengan target yang telah ditetapkan. Tujuan penilaian kinerja menurut (Chusminah et al.,2019) adalah untuk evaluasi kinerja karyawan, pemberian kompensasi yang sesuai, pengembangan SDM melalui berbagai metode seperti mutasi, rotasi, promosi, dan pelatihan, meningkatkan motivasi dan etos kerja, peran sebagai sumber informasi untuk keputusan perencanaan karir dan manajemen SDM, serta sebagai alat untuk mendukung inisiatif karyawan dalam mempertahankan dan meningkatkan kinerja.
Lebih lanjut, menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Penilaian kinerja guru dilaksanakan untuk mewujudkan guru professional yang ditandai dengan kualitas layanan profesi yang bermutu (Dirjen PMTK, 2011). Hasil penilaian kinerja ini digunakan untuk menyusun profil kinerja guru. Hasil penilaian kinerja ini juga merupakan dasar penetapan perolehan angka kredit guru untuk pengembangan karirnya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) adalah rencana kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus dicapai setiap tahun. Penilaian kinerja guru dan kepala sekolah bukanlah untuk menambah beban guru, tetapi penilaian kinerja ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga dan meningkatkan profesionalisme serta kualitas layanan pendidikan. Faktor organisasi (kepemimpinan) dan faktor psikologis (motivasi) harus menjadi perhatian utama jika hendak memperoleh kinerja guru yang optimal (Muslim, A.Q., 2018). Kepemimpinan yang efektif dari kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja mengajar guru melalui kebijakan-kebijakannya, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai dengan baik saat guru menunjukkan kinerja yang tinggi.
Sebagai bagian dari transformasi pengelolaan ASN yang dicanangkan oleh Presiden, KemenPANRB melakukan transformasi pengelolaan kinerja yang diatur melalui:
a. PermenPANRB No. 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara
b. PermenPANRB No. 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional
c. Perdirjen GTK No. 7607/B.B1/HK.03/2023 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah
d. Surat Edaran Bersama Kepala Badan Kepegawaian Negara dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 17 tahun 2023 dan Nomor 9 Tahun 2023 tentang Sistem Informasi Pengelolaan Kinerja Aparatur Sipil Negara Guru.
## Implementasi aplikasi PMM dalam Pengelolaan Kinerja Guru
Menurut Charles O. Jones dalam (Ponto, et.al., 2016) implementasi adalah serangkaian aktivitas atau kegiatan untuk melaksanakan sebuah program yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat tertentu yang teridiri dari 3 tahapan yaitu: organisasi, interpretasi dan aplikasi. Implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang kompleks dengan begitu banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Implementasi merupakan proses menjadikan rumusan kebijakan menjadi tindakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Entjaurau, et.al., 2021). Suatu kebijakan meskipun sudah melalaui proses perencaan yang matang tetap saja memiliki kemungkinan gagal jika tidak dimplementasikan dengan baik (Edwards III, 1980). Kegagalan implementasi kebijakan dapat terjadi karena sulit menafsirkan kebijakan dalam bentuk kegiatan operasional ( unimplemented policy ) dan lemahnya kapasitas implementasi dari pelaksananya ( poorly implemented policy ) (Triana, 2011).
Volume : 04 | Nomor 02 | Juli 2024 | E-ISSN : 2797-7161 | DOI: doi.org/jebma.v4n2.3812
Pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah di PMM dimulai dari membuat perencanaan yang dilakukan di setiap awal semester, pelaksanaan dan terakhir penilaian yang berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan tersebut. Perencanaan kinerja merupakan tahap awal dimana guru dan kepala sekolah diminta untuk menyusun rencana hasil kerja (RHK) di awal bulan setiap semester. Perencanaan kinerja ini meliputi 5 tahap yang harus dilakukan oleh guru, yaitu: 1. Praktik kinerja/praktik pembelajaran, 2. Pengembangan kompetensi, 3. Tugas tambahan, 4. Perilaku kerja, dan 5. Rangkuman. Pada tahap perencanaan, guru hanya perlu mengarahkan upaya peningkatan kinerja pada salah satu indikator rekomendasi yang didasarkan pada hasil Rapor Pendidikan yang terintegrasi dalam PMM. Guru akan melaksanakan langkah-langkah tersebut dengan merujuk pada nilai yang masih kurang di rapor Pendidikan. Sehingga sistem pengelolaan kinerja guru ini juga berperan untuk memperbaiki rapor pendidikan di sekolah tersebut
## Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis studi kasus. Lokasi penelitian yang digunakan adalah di SD, SMP, SMA, SMK di Kabupaten Serdang Bedagai. Implementasi program pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah ini dilaksanakan untuk guru, kepala sekolah PNS dan ASN PPPK, jadi untuk guru honorer dan sekolah swasta tidak diwajibkan untuk mengisi pengelolaan kinerja di PMM. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian.
Wawancara dilakukan kepada 2 orang kepala sekolah SD, 1 orang kepala sekolah SMP dan 5 orang guru dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK. Untuk kuesioner, diberikan kepada responden yang berasal dari guru- guru dari tingkat SD sampai tingkat SMA/SMK dan kepala sekolah dari tingkat SD sampai tingkat SMA dan SMK yang tergabung dalam Komunitas BelajarID di Kabupaten Serdang Bedagai. Kuesioner disebarkan melalui WhatsApp Grup dengan menggunakan google form ke Komunitas BelajarID Kabupaten Serdang Bedagai. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Data kuesioner yang diperoleh selanjutnya dikategorisasi ke dalam bentuk diagram untuk pemahaman yang lebih mudah. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
## Hasil
Aplikasi PMM merupakan turunan dari kebijakan kurikulum merdeka yang dicanangkan oleh Kemedikbudristek. Fitur terbaru pada aplikasi PMM ini adalah pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah, sehingga sejak Januari 2024 seluruh guru dan kepala sekolah PNS sudah harus menggunakan aplikasi PMM untuk mengelola kinerja. Guru dan kepala sekolah adalah sasaran dari program ini, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana proses implementasi aplikasi PMM dalam pengelolaan kinerja serta faktor apa saja yang menjadi penghambat implementasi program ini. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner sebagai instrumen penelitian yang disebarkan secara daring melalui google form ke WhatsApp Group Komunitas BelajarID Kabupaten Serdang Bedagai, diperoleh data yaitu: jumlah responden yang mengisi google form berjumlah 64 orang dimana dari 64 responden tersebut terdiri dari: guru SD sebanyak 53,1% (34 orang), guru SMP sebanyak 14,1 % (9 orang), guru SMA sebanyak 9, 4 % (6 orang), guru SMK sebanyak 10,9% (7 orang) dan Kepala SD sebanyak 12,5 % (8 orang) serta wawancara dengan 10 orang informan. Untuk menganalisis proses implementasi aplikasi PMM dalam pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah di Kabupaten Serdang Bedagai, peneliti menggunakan teori Charles O. Jones, yaitu: organisasi, interpretasi dan aplikasi
## Pembahasan
1. Organisasi
Organisasi merupakan tahap penyusunan struktur, pembentukan tim atau unit kerja yang bertanggungjawab atas implementasi program, sumber daya dan metode yang akan digunakan dalam implementasi program.
Dengan organisasi yang baik, diharapkan implementasi aplikasi PMM dapat terkoordinasi dengan lebih efektif, memastikan bahwa semua aspek manajemen kinerja pegawai dapat dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Munthe Kepala Sekolah SD Pulau Gambar Kab. Serdang Bedagai, terkait unit kerja, sumber daya dan metode yang digunakan pihak yang bertanggungjawab dalam implementasi program ini, menurut beliau, pihak terkait sangat aktif dalam melaksanakan sosialisasi penggunaan aplikasi PMM ini. Sosialisasi ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Cabang dinas dan dinas pendidikan tingkat kabupaten dan BBGP melalui webinar, workshop, sosialisasi melalui media sosial seperti Youtube, Instagram, facebook dan WA group. Pelaksanaan sosialisasi ini juga dilakukan dengan membentuk Tim kerja yaitu Person in Charge (PIC) untuk setiap kecamatan yang sebelumnya diberikan SK penugasan untuk mendampingi seluruh sekolah di tingkat kabupaten dan kecamatan. Para PIC ini bertugas untuk mendampingi guru dan kepala sekolah dalam proses pengisian Rencana Hasil Kerja (RHK) di PMM berdasarkan Peraturan Menteri PANRB no.6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara, Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 7607/B.B1/HK.03/2023 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah melalui PMM dan Surat Edaran Bersama Kepala Badan Kepegawaian Negara dan Mendikbudristek Nomor 17 Tahun 2023.
Menurut Bapak Munthe yang juga sekaligus sebagai ketua PIC tingkat Kabupaten, tim yang dibentuk ini berasal dari guru-guru penggerak yang diberdayakan dengan terlebih dahulu diberikan pelatihan melalui daring oleh BBGP, setelah itu PIC ini ditugaskan untuk melaksanakan sosialisasi di tingkat kecamatan selama 1-2 minggu. Tim ini yang disebut dengan Person in Charge (PIC) melaksanakan sosialisasi melalui daring dan tatap muka dengan mengundang kepala sekolah dan guru-guru di kecamatan tersebut. Di Kabupaten Serdang bedagai sendiri terdapat 17 kecamatan, untuk masing-masing kecamatan dikirimkan 2 orang PIC yang bertugas untuk melakukan sosialisasi. Metode ini cukup baik, dimana PIC ini dapat menjangkau ruang lingkup yang terkecil, sehingga mudah memperoleh data dan informasi terkait progres pengisian RHK serta kendala yang dialami oleh guru dan kepala sekolah. Data ini kemudian diserahkan kepada PIC tingkat Kabupaten. Dan PIC tingkat kabupaten memberikan laporan kepada BBGP. Dalam hal ini, terlihat koordinasi yang baik dalam mengimplentasikan program ini. Dari kuesioner yang disebarkan kepada guru dan kepala sekolah terkait sumber daya dan metode dalam implementasi program ini, sebanyak 64 respoden sudah memperoleh sosialisasi pengelolaan kinerja seperti terlihat dalam gambar diagram di bawah ini.
Analisis data ini menunjukkan bahwa berbagai pihak telah melakukan upaya sosialisasi program secara serentak dan merata tentang pengelolaan kinerja melalui PMM kepada guru dan kepala sekolah. Aplikasi PMM juga dapat diakses dengan mudah oleh guru dan kepala sekolah. Hal ini mencerminkan upaya berbagai pihak dalam memastikan bahwa informasi tentang program tersebut tersampaikan dengan baik kepada para pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
2. Interpretasi
Interpretasi adalah proses menerjemahkan, menafsirkan, dan menjelaskan esensi dari suatu kebijakan ke dalam bahasa yang lebih praktis dan mudah dipahami. Hal ini bertujuan agar substansi dari kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik, diterima oleh pihak yang terlibat, termasuk para pelaku dan
sasaran kebijakan, serta dianggap layak untuk dilaksanakan. Interpretasi yang tepat akan memastikan bahwa semua pihak memiliki pemahaman yang seragam tentang harapan dan tuntutan program. Dari gambar diagram di bawah ini terlihat persentase guru dan kepala sekolah yang mengetahui informasi tentang program pengelolaan kinerja melalui aplikasi PMM dimana sebanyak 6,3% (4 orang), mengetahui sebagian besar isi sebanyak 35,9% (23 orang), mengetahui sedikit sebanyak 57,8% (37 orang) dan tidak ada responden yang tidak mengetahui sama sekali.
Selanjutnya, yang perlu diketahui adalah bagaimana pemahaman responden terkait pengelolaan kinerja melalui aplikasi PMM diperoleh data persentase responden yang memahami pengelolaan kinerja melalui PMM secara keseluruhan sebanyak 4,7%(3 orang), memahami sebagian besar sebanyak 37,5%(24 orang), sedikit paham sebanyak 56,3%(36 orang) dan tidak paham sebanyak 1,6%(1 orang) seperti yang terlihat pada diagram di bawah ini:
Pemahaman responden ini meliputi fungsi aplikasi, cara mendownload, akun pengguna, fitur dalam aplikasi dan cara mengisi RHK. Informasi yang disampikan juga terkait menyelesaikan masalah yang ditemukan saat membuat perencanaan, pelaksanaan dan penilaian RHK. Pemahaman yang lebih baik dapat meningkatkan partisipasi dan dukungan terhadap program. Dari data di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa, sekalipun telah dilakukan sosialisasi dan pendampingan penyususan dari berbagai pihak, akan tetapi tingkat pemahaman terkait pengelolaan kinerja masih belum maksimal.
Dari hasil wawancara dengan guru-guru diketahui bahwa pemahaman terkait perencanaan RHK masih kurang karena hal ini masih baru dan belum terbiasa dengan aplikasi PMM ini. Guru dan kepala sekolah menyampaikan hal yang sama, bahwa selain kurang paham tahapan perencanaan kinerja dalam mengisi RHK, ada juga miskonsepsi mengenai 5 tahapan perencanaan kinerja yang terdiri dari: 1. Praktik pembelajaran, 2. Pengembangan kompetensi, 3. Tugas tambahan, 4. Perilaku kerja dan 5. Rangkuman. Miskonsepsi yang dimaksud adalah bahwa guru harus membuat video bukti karya yang harus diunggah ke PMM, pengembangan kompetensi yang harus dimiliki guru minimal 32 poin dalam satu semester serta harus dilengkapi sertifikat dan bukti dukung lainnya, sehingga muncul anggapan yang menyatakan”guru sibuk mencari sertifikat”. Tahap interpretation menekankan pentingnya komunikasi yang jelas dalam memahami tujuan, kebijakan, dan prosedur pelaksanaan pengelolaan kinerja menggunakan aplikasi PMM ini. Dalam tahap ini, penting untuk menyediakan forum komunikasi yang terbuka dan ruang bagi diskusi antara manajemen dan pegawai untuk memperjelas ekspektasi, menyelesaikan kekhawatiran, dan mendorong keterlibatan aktif. Untuk itu evaluasi terhadap strategi komunikasi dan pendekatan sosialisasi
Volume : 04 | Nomor 02 | Juli 2024 | E-ISSN : 2797-7161 | DOI: doi.org/jebma.v4n2.3812
harus dilakukan untuk memastikan bahwa informasi tentang pengelolaan kinerja melalui PMM disajikan dengan cara yang mudah dipahami dan relevan bagi semua pihak terkait.
3. Aplikasi
Keberhasilan sebuah kebijakan tergantung pada kemampuannya untuk diaplikasikan atau diterapkan. Tanggapan atau respon dari kelompok sasaran akan diketahui melalui penerapan (aplikasi). Respon tersebut dapat berbentuk penerimaan atau penolakan kebijakan. Oleh karena itu, menerapkan kebijakan bukanlah tugas yang mudah, bahkan dapat menimbulkan tantangan yang harus dihadapi oleh pelaksana. Data responden pada diagram di bawah ini menyatakan bahwa ada 23,4% (15 orang) yang sudah selesai mengisi rencana hasil kerja (RHK) di PMM, 67,2% (43 orang) yang sudah mengisi tetapi belum tuntas dan sebanyak 9,4% (6 orang) yang belum mengisi RHK sama sekali.
Tahap aplikasi atau penerapan mencakup prosedur pengukuran kinerja, pemberian umpan balik, pengembangan keterampilan, dan pengakuan atas pencapaian yang baik. Dengan memperhatikan ketiga tahapan ini, implementasi PMM dalam pengelolaan kinerja pegawai dapat menjadi lebih sistematis, transparan, dan terarah, yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Pengelolaan kinerja melalui aplikasi PMM merujuk pada nilai yang masih kurang di rapor Pendidikan. Sehingga sistem pengelolaan kinerja guru ini juga berperan untuk memperbaiki rapor pendidikan di sekolah tersebut. Peningkatan rapor Pendidikan tersebut berorientasi pada praktek pembelajaran yang berkualitas yang dilakukan oleh guru dalam kelas. Pada tahap perencanaan, guru hanya perlu mengarahkan upaya peningkatan kinerja pada salah satu indikator rekomendasi yang didasarkan pada hasil Rapor Pendidikan yang terintegrasi dalam PMM. Pada tahap pelaksanaan, kepala sekolah akan mengamati aktivitas di kelas dan menilai berdasarkan kriteria yang telah tersedia dalam PMM. Pada tahap penilaian, kepala sekolah dapat melihat ringkasan pencapaian guru untuk menentukan predikat kinerja yang terhubung dengan sistem e-kinerja BKN.
Selanjutnya terkait kendala, dari diagram di atas diketahui bahwa yang mengalami jaringan susah sebanyak 35,9% atau 23 orang. Kendala ini merupakan hal yang umum terjadi, terutama di daerah-daerah yang memiliki akses internet yang terbatas atau tidak stabil. Jaringan yang sulit dapat menghambat proses pengisian RHK secara online dan menyebabkan keterlambatan atau kegagalan dalam mengakses platform PMM. Tidak paham mengisi RHK sebanyak 23,4% atau 15 orang, kendala ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman responden tentang cara mengisi RHK dengan benar. Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan penyediaan panduan atau pelatihan yang lebih jelas dan mudah dimengerti tentang cara mengisi RHK. Selain itu, pendampingan atau bimbingan langsung juga dapat membantu responden dalam mengatasi kesulitan mereka. Yang setuju dengan Aplikasi PMM Ribet sebanyak 6,3% atau 4 orang, kendala ini menunjukkan bahwa beberapa responden menganggap aplikasi
PMM sulit digunakan atau membingungkan. Untuk mengatasi kendala ini, perlu dilakukan evaluasi terhadap fitur dan fungsi aplikasi PMM untuk memastikan bahwa aplikasi mudah digunakan dan ramah pengguna. Pengembangan ulang atau penyederhanaan aplikasi mungkin diperlukan untuk meningkatkan pengalaman pengguna.
Tidak ada kendala sama sekali sebanyak 17,2% atau 11 orang. Kelompok ini menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kendala dalam mengisi RHK di PMM. Hal ini mungkin disebabkan oleh akses yang lancar terhadap jaringan internet, pemahaman yang baik tentang pengisian RHK, dan pengalaman positif dalam menggunakan aplikasi PMM. Kendala lainnya di luar yang disebutkan ada sebanyak 17,2% atau 11 orang). Responden dalam kelompok ini menyatakan bahwa mereka mengalami kendala yang tidak termasuk dalam kategori yang disebutkan sebelumnya. Kendala-kendala ini bisa bermacam-macam, seperti masalah teknis lainnya, kendala administratif, atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengisi RHK dengan lancar. Monitoring dan pendampingan secara berkala terhadap proses pengisian RHK, serta memberikan bantuan atau dukungan tambahan bagi responden yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan proses ini perlu dilakukan sebagai upaya penyelesaian pengisian RHK, sehingga proses implementasi program ini dapat berjalan dengan lebih lancar dan efektif.
Dan untuk melihat manfaat dari penggunaan aplikasi ini terhadap pengelolaan kinerja diperoleh data sebagai berikut:
Responden menyatakan bahwa aplikasi PMM ini mempermudah dalam pengelolaan kinerja sebanyak 78,1% (50 orang) dan sebaliknya 21,9% (14 orang). Analisis data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden menganggap aplikasi PMM sebagai alat yang efektif dan bermanfaat dalam membantu mereka mengelola kinerja mereka. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi PMM memberikan kemudahan dalam penyusunan RHK dan lebih efisien karena lebih teritegrasi, selaras dengan kegiatan pembelajaran di sekolah dan peningkatan kompetensi pendidikan. Ibu Yanti N, Kepala sekolah SD Bengkel di Kecamatan Perbaungan menyampaikan bahwa aplikasi PMM ini sebenarnya mempermudah pengisian RHK, karena semua sudah tersedia di aplikasi dan terkoneksi dengan rapor sekolah, sehingga guru-guru hanya perlu mengklik-klik saja sesuai dengan kebutuhan sekolah dan memilih pengembangan kompetensi yang mau dicapai. Akan tetapi untuk guru-guru yang masih belum terbiasa menggunakan aplikasi ini, ditambah sudah berumur agak sedikit mengalami kesulitan sehingga mereka perlu waktu untuk mempelajari aplikasi ini.
Dan ada sebanyak 75% (48 orang) responden yang menyatakan bahwa aplikasi PMM ini mendukung pelaksanaan tugas utama serta 25% (16 orang) sebaliknya. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa aplikasi PMM memberikan berbagai fitur atau fasilitas yang membantu guru dalam menyelenggarakan pembelajaran, mengajar murid di lingkungan sekolah, dan mengelola berbagai aspek penting yang berkaitan dengan proses pendidikan. Untuk memastikan bahwa implementasi aplikasi PMM tersebut tetap relevan dan efektif dalam mendukung pelaksanaan tugas utama guru, sangat penting dilakukan umpan balik dari pengguna aplikasi PMM ini. Dengan demikian, diharapkan aplikasi PMM dapat terus menjadi alat yang berharga dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
## Kesimpulan
Aplikasi PMM memiliki signifikansi yang penting dalam pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah. PMM dapat membantu dalam mengurangi beban administratif bagi guru dan kepala sekolah dengan menyediakan platform yang memudahkan dalam pengelolaan data, penjadwalan, dan pelaporan kegiatan pembelajaran. Penilaian kinerja guru bukan hanya kegiatan administratif semata, tetapi merupakan sebuah rapor khusus bagi guru. Aplikasi PMM kini dipergunakan sebagai instrument evaluasi kinerja guru. Dengan demikian, waktu dan energi dapat dialokasikan lebih efisien untuk fokus pada proses pembelajaran. Melalui PMM, proses pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah juga dapat menjadi lebih transparan dan terukur. Mengenai proses implementasi, upaya sosialisasi program sudah berjalan dengan baik ditandai dengan pelaksanaan pendampingan secara serentak dan merata dengan koordinasi dari Dinas Pendidikan Provinsi, Cabang Dinas, Dinas Pendidikan Kabupaten dan BBGP serta melalui tim pendampingan pengisian RHK yang dibentuk oleh BBGP yang berasal dari guru penggerak, serta Kepala Sekolah dan guru. Aplikasi PMM memberikan kemudahan dalam penyusunan RHK dan lebih efisien karena lebih terintegrasi, selaras dengan kegiatan pembelajaran di sekolah dan peningkatan kompetensi pendidikan. Namun pemahaman guru terkait perencanaan RHK masih kurang karena hal ini masih baru dan belum terbiasa dengan aplikasi PMM. Kendala yang menjadi faktor penghambat yang dihadapi ada pada akses internet yang terbatas atau tidak stabil dan pemahaman guru yang masih kurang dalam pengelolaan kinerja melalui aplikasi PMM. Peneliti menyarankan untuk adanya penelitian lebih lanjut terkait pelaksanaan dan evaluasi penggunaan aplikasi PMM dalam pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah, mengingat program ini masih baru diimplementasikan sehingga perlu waktu untuk melihat hasil dari penggunaan aplikasi PMM ini.
## Referensi
Arnes, A., et.al. (2023). Analisis Pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar Oleh Guru PPKn untuk Akselerasi Implementasi Kurikulum Merdeka. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 5 Nomor 1 Bulan Februari Tahun 2023 Hal. 60 – 70. DOI : https://doi.org/10.31004/edukatif.v5i1.4647
Chusminah, & Haryati, R. A. (2019). Analisis Penilaian Kinerja Pegawai Pada Bagian Kepegawaian dan Umum Direktorat Jenderal P2P Kementerian Kesehatan. Widya Cipta, 3(1), 61–70.
Entjaurau, et.al. (2021). Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Melaksanakan Protokol Kesehatan Covid-19 Di Kecamatan Pineleng. Jurnal Governance Vol.1, No. 2, 2021 ISSN: 2088-2815 Edwards III, G. C. (1980). Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press Washington, D.C. Heksarini, Ariesta. (2022). Konsep Penilaian Kinerja. Bogor: Halaman Moeka Publishing. Hidayat, et.al. (2023). Assesment of Teacher Performance in Relationship with The Quality of Educational Services in Madrasah Tsanawiyah City of Bandung. Ar-Rosikhun: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam. https://ejournal.uin malang.ac.id/index.php/alrosikhuun/index
Kiding, Seprianus. (2021). Peran Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Sekolah yang Baik. https://www.researchgate.net/publication/350721612
Lisnawati, R. (2018). Fungsi Manajemen Kepala Sekolah, Motivasi, dan Kinerja Guru. JP (Jurnal Pendidikan):Teori Dan Praktik, 2(2), 143–149. https://doi.org/10.26740/jp.v2n2.p143-149 Muslim, A.Q., & Wekke, I.S. (2018). Model Penilaian Kinerja Guru. Jurnal Al-Ta’dib Vol. 11 No. 1, Januari-Juni 2018
Nabilah &Atieq. (2022). Efektivitas Penerapan E-kinerja dalam Meningkatkan Disiplin dan Kinerja Pegawai di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Kudus. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis. ISSN: 2528-2077 (online) Vol 7, No 2, Desember 2022. https://journal.undiknas.ac.id/index.php/manajemen
Oktavianti, Sinta. et al. (2019). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi Terhadap Kinerja Guru di SMP Se-Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Lentera Pendidikan Pusat Penelitian LPPM UM METRO Vol. 4. No. 2 Desember 2019
Ponto, et.al. (2016). Implementasi Kebijakan Program Pembangunan Berbasis Lingkungan-Membangun Prasarana Fisik, Sosial dan Ekonomi Di Kelurahan Karombasan Selatan Kecamatan Wanea Kota Manado. Society ISSN : 2337 - 4004 Jurnal Ilmu Sosial & Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan Edisi XX ( Januari- Februari 2016) Volume 3.
Rivai, R., Gani, M.U., & Murfat, M.Z. (2019). Organizational Culture and Organizational Climate as a Determinant of Motivation and Teacher Performance. Advances ini Social Sciences Research Journal.
Rohman, M. A. (2022). Perbandingan PP Nomor 46 Tahun 2011 dan PP Nomor 30 Tahun 2019: Tinjauan
Substansi dan Implementasi Penilaian Kinerja PNS. Wicarana,1(1), 47–60. https://doi.org/10.57123/wicarana.v1i1.7
Saring. (2022). Peningkatan Kinerja Guru Melalui Penguatan Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi dan Keseimbangan Kehidupan Kerja. Malang: Media Nusa Creative.
Susanto, Ahmad. (2016). Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Kosep, Strategi dan Implementasinya.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Surani, D., et.al. (2022). Sosialisasi Aplikasi Merdeka Mengajar dan Pengenalan Platform Simba dalam Meningkatkan Pemehaman Media Pembelajaran Kepada Tenaga Pendidik di SMPN 10 Cilegon. Jurnal Pengabdian dan Edukasi Sekolah (Indonesian Journal of Community Services and School Education) e-ISSN : 2776-382X | p-ISSN: 2776-3838. DOI Artikel: 10.46306/jub.v2i2.77
Triana, Rochyati Wahyuni. (2011) Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. Surabaya: Revka Petra Media
|
529055a4-10e0-46d1-bae9-15b425175761 | http://jmas.unbari.ac.id/index.php/jmas/article/download/1458/726 |
## J-MAS
Jurnal Manajemen dan Sains, Vol 8, No 2 (2023): Oktober, 1725-1732 Program Magister Manajemen Universitas Batanghari ISSN 2541-6243 (Online), ISSN 2541-688X (Print), DOI: 10.33087/jmas.v8i2.1458
## Pengaruh Profesionalisme dan Disiplin Melalui Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru Aparatur Sipil Negara pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Kabupaten Muaro Jambi
## Julihartiny*, Arna Suryani, Fakhrul Rozi Yamali
Fakultas Ekonomi Universitas Batanghari Jambi *Correspondence: [email protected]
## ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan profesionalisme, disiplin kerja, motivasi kerja dan kinerja guru ASN pada MTS Negeri Kabupaten Muaro Jambi dan untuk menganalisis pengaruh profesionalisme dan disiplin kerja secara parsial dan simultan langsung dan tidak langsung terhadap motivasi kerja dan kinerja guru, serta untuk menganalisis motivasi kerja terhadap kinerja guru.Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini didukung oleh kajian-kajian teori yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu profesionalisme, disiplin kerja, motivasi kerja, serta kinerja. Selain itu penulis juga mencari penelitian terdahulu yang relevan berupa artikel/jurnal dan tesis terdahulu untuk mendukung penelitian ini.Populasi dalam penelitian ini adalah Guru ASN MTS negeri Muaro Jambi yang berjumlah 112 orang guru dengan kondisi pegawai pada 2022. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yakni melalui analisis jalur yang dilanjutkan dengan pengujian hipotesis melalui uji F (Simultan) dan uji t (Parsial).Dari pengujian analisis jalur yang dilakukan, diperoleh hasil bahwasanya profesionalisme dan disiplin kerja mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja dan kinerja guru, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menjelaskan bahwasanya jika organisasi memiliki guru profesionalisme yang baik serta semakin baiknya disiplin kerja guru maka hal ini akan semakin meningkatkan motivasi kerja pegawai terhadap organisasi serta memberikan hasil kerja yang maksimal.Penelitian ini menyimpulkan profesionalisme, disiplin kerja, motivasi kerja dan kinerja pegawai dalam kondisi yang baik. Selain itu profesionalisme dan disiplin kerja secara parsial dan simultan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja dan kinerja guru pada MTS Negeri Kabupaten Muaro Jambi. Begitu pula motivasi kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja guru.
Kata Kunci : Profesionalisme, Disiplin, Motivasi dan Kinerja
## ABSTRACT
The purpose of this study was to describe the professionalism, work discipline, work motivation and performance of ASN teachers at State MTS Muaro Jambi Regency and to analyze the effect of professionalism and work discipline partially and simultaneously directly and indirectly on teacher work motivation and performance, as well as to analyze work motivation on teacher performance. To answer the research objectives, this research is supported by theoretical studies related to the research variables namely professionalism, work discipline, work motivation, and performance. In addition, the authors also look for relevant previous research in the form of previous articles/journals and theses to support this research. The population in this study is ASN MTS teachers in the state of Muaro Jambi, totaling 112 teachers with employee conditions in 2022. Data analysis techniques used in the study This is through path analysis followed by hypothesis testing through the F test (Simultaneous) and the t test (Partial). From the path analysis tests carried out, the result is that professionalism and work discipline have an influence on teacher work motivation and performance, both directly and indirect. This explains that if the organization has good professionalism teachers and the better the work discipline of the teachers, this will further increase employee motivation towards the organization and provide maximum work results. This study concludes professionalism, work discipline, work motivation and employee performance in conditions the good one. In addition, professionalism and work discipline partially and simultaneously have a positive and significant influence on the work motivation and performance of teachers at the State MTS of Muaro Jambi Regency. Likewise, work motivation has a positive and significant influence on teacher performance.
Keywords: Professionalism, Discipline, Motivation and Performance
## Aparatur Sipil Negara pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Kabupaten Muaro Jambi
## PENDAHULUAN
Dalam bekerja, setiap sumber daya manusia harus memiliki profesionalisme karena di dalam profesionalisme mengandung kemampuan dalam melakukan pekerjaan serta memiliki kualitas dan mutu yang tinggi adanya keinginan memacu misi dalam kemajuan untuk mengembangkan karirnya dan perusahaan. Disinilalh diperlukaln profesionallisme yalng berperaln dallalm orgalnisalsi diberbalgali tingkaltaln malnaljemen untuk menggeralkkaln sumber dalyal malnusial yalng aldal secalral ralsionall algalr kinerjal mencalpali tujualn daln salsalraln yalng ingin dicalpali. Falktor yalng mempengalruhi kinerjal yalitu profesionallisme yalitu sebalgalimalnal disiplin daln motivalsi sualtu balgialn yalng salngalt penting dallalm sualtu orgalnisalsi altalu perusalhalaln.
Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu kabupaten yang berada pada Provinsi Jambi , pada kabupaten ini terdapat 8 Madrasah Tsanawiyah Negeri yaitu Madrasah Tsanawiyah Negeri 1, Madrasah Tsanawiyah Negeri 2, Madrasah Tsanawiyah Negeri 3, Madrasah Tsanawiyah Negeri 4, Madrasah Tsanawiyah Negeri 5, Madrasah Tsanawiyah Negeri 6, Madrasah Tsanawiyah Negeri 7 dan Madrasah Tsanawiyah Negeri 8, yang berada di bawah Kementrian Agama Kab. Muaro Jambi.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru memiliki fungsi sangat strategis dalam pembentukan karakter dan kepribadian siswa. Proses belajar mengajar yang diharapkan seorang guru adalah adanya perubahan pada aspek kognitif, affektif dan psikomotorik siswa, sehingga pekerjaan ini tidak dapat dilakukan selain seorang guru yang memenuhi standar profesional, hal tersebut kemampuan mengajar dibuktikan dengan cara mengajar yang baik, ijazah atau gelar kependidikan yang sesuai, perencanaan dalam pembelajaran dalam hal ini adalah kelengkapan perangkat pembelajaran termasuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan agenda besar pendidikan di Indonesia. Dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu tentu tidak terlepas dari peranan berbagai pihak, salah satunya adalah peran tenaga kependidikan. Hamalik (2018 : 9) tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang kependidikan.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Hal ini disebabkan guru merupakan titik sentral dalam pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan, dengan kata lain salah satu persyaratan penting bagi peningkatan mutu pendidikan adalah apabila pelaksanaan proses belajar mengajar dilakukan oleh pendidik-pendidik yang dapat diandalkan keprofesionalannya.
Profesionalisme menurut Setyadharma (2016 : 96) adalah pilar yang akan menempatkan birokarasi sebagai mesin efektif bagi pemerintah dan sebagai parameter kecakapan apratur dalam bekerja secara baik. Ukuran profesionalisme adalah kompetensi, efektivitas, dan efesiensi serta bertanggung jawab. Kelancaran pelaksanaan tugas organisasi itu sangat tergantung pada kesempatan pegawai yang berada kesempurnaan pegawai yang berada didalamnya yang mampu bekerja secara profesional, efektif, dan efesien guna meningkatkan didalam menjalankan tugas bisa mempengaruhi profesionalisme kerja pegawai sehingga kurang maksimal dan optimal, diantaranya kurang keahlian yang dimiliki pegawai itu dalam proses pelaksanaan kerja. Untuk tercapainya profesionalisme kerja yang baik diperlukan kemampuan dan keahlian kerja untuk melaksanakan tugas pokoknya agar instansi lebih baik lagi.
Agus F. Tamyong dalam Usman (2017:15) menyatakan pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan prasyarat minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional. Undang- Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 menjelaskan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru profesional wajib memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk dalpalt melalksalnalkaln fungsinyal dengaln balik, sebaliknyal guru meningkaltkaln
kinerjalnyal. Istilalh kinerjal guru beralsall dalri kaltal job performalnce/alctuall performalnce (prestalsi kerjal altalu prestalsi sesungguhnyal yalng dicalpali oleh seseoralng).
## METODE
Dallalm penelitialn ini yalng menjaldi objek penelitialn terdiri dalri 4 valrialbel utalmal yalitu Profesionallisme, daln Disiplin, sedalngkaln valrialbel interveningnyal aldallalh motivalsi daln valrialbel terikaltnyal aldallalh kinerjal guru Maldralsalh Tsalnalwiyalh Negeri di Kalbupalten Mualro Jalmbi, sedalngkaln subjek penelitialn yalitu guru Maldralsalh Tsalnalwiyalh Negeri di Kalbupalten Mualro Jalmbi yalng berjumlalh 112 oralng guru ALSN. Penelitialn ini lebih dialralhkaln paldal proses alnallisis pengalruh alntalral Profesionallisme daln Disiplin terhaldalp motivalsi sertal dalmpalknyal terhaldalp kinerjal guru Maldralsalh Tsalnalwiyalh Negeri di Kalbupalten Mualro Jalmbi.
Jenis daltal yalng digunalkaln dallalm penelitialn ini aldallalh daltal primer daln daltal sekunder. Daltal primer aldallalh daltal yalng diperoleh lalngsung dalri responden yalitu Guru Maldralsalh Tsalnalwiyalh Negeri di-Kalb. Mualro Jalmbi. Sedalngkaln daltal sekunder aldallalh daltal yalng diperoleh melalluali studi pustalkal dengaln mempelaljalri berbalgali tulisaln yalng berhubungaln dengaln Profesionallisme, Disiplin, motivalsi daln kinerjal guru ALSN
Sumber Daltal yalng diperoleh dallalm penelitalin ini beralsall dalri kuesioner responden secalral lalngsung, aldalpun halsil dalri kuesioner tersebut merupalkaln daltal yalng digunalkaln dallalm pengalnallisalaln gunal mengetalhui pengalruh Profesionallisme, Disiplin motivalsi terhaldalp kinerjal guru ALSN paldal Maldralsalh Tsalnalwiyalh Negeri di-Kalb. Mualro Jalmbi. Sedalngkaln sumber-sumber lalinnyal beralsall dalri kaljialn-kaljialn pustalkal malupun dalri dokumen-dokumen yalng aldal paldal Maldralsalh Tsalnalwiyalh Negeri di Kalb. Mualro Jalmbi yalng bergunal sebalgali daltal-daltal alwall.
Berdalsalrkaln tujualn penelitialn malkal jenis penelitialn yalng digunalkaln aldallalh explalnaltory resealrch (penelitialn penjelalsaln) . Explalnaltory resealrch merupalkaln penelitialn yalng dilalkukaln untuk menjelalskaln hubungaln kalusall alntalral valrialbel-valrialbel penelitialn melallui pengujialn hipotesis ALffalndi , (2015). Pendekaltaln penelitialn yalng digunalkaln dallalm penelitialn ini aldallalh pendekaltaln kualntitaltif. Metode penelitialn kualntitaltif dalpalt dialrtikaln sebalgali metode penelitialn yalng berlalndalskaln paldal filsalfalt positivism, digunalkaln untuk meneliti paldal populalsi altalu salmpel tertentu, teknik pengalmbilaln salmpel paldal umumnyal dilalkukaln secalral ralndom, pengumpulaln daltal menggunalkaln instrument penelitialn, alnallisis daltal bersifalt kualntitaltif/staltistik dengaln tujualn untuk menguji hipotesis yalng telalh ditetalpkaln (Sugiyono, 2016). ALgalr penelitialn ini lebih teralralh sertal sesuali dengaln tujualn yalng diinginkaln, daltal daln falktal dalri alngket yalng terkumpul alkaln diuji dengaln teknik alnallisis jallur ( Palth ALnallysis ).
## HALSIL
Berdalsalrkaln halsil alnallisis deskriptif diperoleh distribusi frekuensi valrialbel Profesionallisme (X1), disiplin kerjal (X2), motivalsi kerjal (Y) daln kinerjal (Z) sebalgali berikut:
No Valrialbel Totall Skor Kriterial 1 Profesionallisme 3.125 Balik 2 Disiplin Kerjal 2.485 Balik 3 Motivalsi Kerjal 4.830 Tinggi 4 Kinerjal 3.635 Tinggi
Dalri perhitungaln di altals dalpalt disimpulkaln balhwal totall pengalruh lalngsung daln tidalk lalngsung profesionallisme (X 1 ) daln Disiplin (X 2 ) terhaldalp motivalsi (Y) sebesalr 91,75%, dimalnal alngkal tersebut menjelalskaln balhwal profesionallisme daln Disiplin memberikaln kontribusi terhaldalp motivalsi sebesalr 91,75%. ALdalpun halsil proses perhitungaln pengalruh lalngsung daln tidalk lalngsung profesionallisme daln Disiplin terhaldalp motivalsi.
Dalri perhitungaln di altals dalpalt disimpulkaln balhwal totall pengalruh lalngsung daln tidalk lalngsung profesionallisme daln Disiplin terhaldalp kinerjal guru ALSN sebesalr 94,26%, dimalnal alngkal tersebut menjelalskaln balhwal profesionallisme daln Disiplin memberikaln kontribusi terhaldalp kinerjal guru ALSN sebesalr 94,26%. ALdalpun halsil proses perhitungaln pengalruh lalngsung daln tidalk lalngsung profesionallisme daln Disiplin terhaldalp kinerjal guru ALSN.
Dalri proses perhitungaln di altals didalpalt pengalruh lalngsung motivalsi (Y) terhaldalp kinerjal (Z) 77,26%, ini menunjukaln balhwal motivalsi secalral lalngsung berpengalruh terhaldalp kinerjal guru ALSN. Hall ini menjelalskaln balhwalsalnyal alpalbilal guru ALSN memiliki motivalsi kerjal yalng tinggi dallalm melalksalnalkaln tugals pokok daln fungsinyal, malkal guru ALSN tersebut alkaln malmpu memberikaln kinerjal yalng tinggi pulal kepaldal orgalnisalsinyal/ Maldralsalh.
Dalri uji ALnoval altalu uji F seperti yalng talmpalk paldal talbel 4.24 di altals diperoleh F hitung sebesalr 610,077. Sedalngkaln F talbel diperoleh paldal distribusi nilali F talbel staltistik paldal signifikalnsi 5% altalu 0,05 dengaln rumus : F Talbel = (k;n-k-1). Dimalnal k = jumlalh valrialbel independent (bebals), sementalral n = jumlalh salmpel altalu responden penelitialn (Muhidin & ALbduralhmaln, 2017).
Dikalrenalkaln nilali F hitung 610.,077 > F talbel 3,079 sehinggal H0 ditolalk daln H1 diterimal yalng alrtinyal aldal pengalruh profesionallisme daln Disiplin secalral bersalmal – salmal (simultaln) terhaldalp motivalsi. Sedalngkaln untuk melihalt nilali signifikalnnyal, diperoleh nilali signifikaln sebesalr 0,000, dikalrenalkaln alngkal talralf signifikalnsi < 0,05 (0,000 < 0,05), malkal paldal penelitialn ini dalpalt disimpulkaln balhwal profesionallisme daln Disiplin secalral simultaln berpengalruh signifikaln terhaldalp motivalsi guru ALSN bersertifikalsi paldal Maldralsalh Stalnalwiyalh Negeri di Kalbupalten Mualro Jalmbi .
Dalri pengujialn hipotesis yalng dilalkukaln diketalhui balhwal profesionallisme secalral palrsiall memiliki pengalruh yalng positif daln signifikaln terhaldalp kinerjal. Hall ini dikalrenalkaln dalri daltal paldal talbel 4.19 menunjukkaln nilali t hitung > t talbel daln alngkal talralf signifikalnsi < 0,05.
Selalin itu pulal dalri uralialn di altals didalpalt pengalruh lalngsung profesionallisme (X 1 ) terhaldalp kinerjal guru ALSN (Z) bernilali positif sebesalr 27,04%, begitu pulal untuk pengalruh tidalk lalngsung bernilali positif sebesalr 12,68% daln pengalruh totall sebesalr 39,72% (talbel 4.20), hall ini menunjukaln balhwal profesionallisme secalral lalngsung daln tidalk lalngsung berpengalruh positif terhaldalp kinerjal pegalwali, dimalnal pengalruh tidalk lalngsung memiliki nilali yalng lebih besalr dibalndingkaln nilali pengalruh lalngsung. Hall ini menjelalskaln balhwalsalnyal semalkin balik profesionallisme yalng dimiliki seoralng pegalwali malkal alkaln semalkin balik pulal kinerjal guru ALSN tersebut dallalm melalksalnalkaln pekerjalalnnyal.
Dalri pengujialn hipotesis yalng dilalkukaln diketalhui balhwal Disiplin secalral palrsiall memiliki pengalruh yalng positif daln signifikaln terhaldalp motivalsi. Hall ini dikalrenalkaln dalri daltal paldal talbel 4.19 menunjukkaln nilali t hitung > t talbel daln alngkal talralf signifikalnsi < 0,05.
Selalin itu pulal dalri uralialn di altals didalpalt pengalruh lalngsung Disiplin (X 2 ) terhaldalp kinerjal guru ALSN (Z) bernilali positif sebesalr 41,86%, begitu pulal untuk pengalruh tidalk lalngsung bernilali positif sebesalr 12,68% daln pengalruh totall sebesalr 54,754% (talbel 4.20), hall ini menunjukaln balhwal Disiplin secalral lalngsung daln tidalk lalngsung berpengalruh positif terhaldalp motivalsi, dimalnal pengalruh lalngsung memiliki nilali yalng lebih besalr dibalndingkaln nilali tidalk lalngsung. Hall ini menjelalskaln balhwalsalnyal semalkin balik Disiplin seoralng pegalwali malkal alkaln semalkin balik pulal kinerjal guru ALSN tersebut dallalm melalksalnalkaln pekerjalalnnyal.
Dalri pengujialn hipotesis yalng dilalkukaln diketalhui balhwal motivalsi secalral palrsiall memiliki pengalruh yalng positif daln signifikaln terhaldalp kinerjal. Hall ini dikalrenalkaln dalri daltal paldal talbel 4.22 menunjukkaln nilali t hitung > t talbel daln alngkal talralf signifikalnsi < 0,05.
Selalin itu pulal dalri uralialn di altals didalpalt pengalruh lalngsung motivalsi (Y) terhaldalp kinerjal guru ALSN (Z) bernilali positif sebesalr 77,26%, dimalnal alngkal tersebut menjelalskaln balhwal secalral lalngsung motivalsi memberikaln kontribusi terhaldalp kinerjal guru ALSN sebesalr 77,26%. Dimalnal nilali tersebut menunjukaln nilali yalng salmal dengaln nilali koefisien determinalsi R Squalre sebesalr 0,772 (talbel 4.23). Besalrnyal nilali R Squalre tersebut menunjukaln balhwal kinerjal guru ALSN paldal penelitialn ini dalpalt dipengalruhi oleh motivalsi sebesalr 77,2%, sedalngkaln sisalnyal 22,8% dipengalruhi oleh falktor lalinnyal yalng tidalk termalsuk dallalm model struktur 3 penelitialn ini.
Dalri perhitungaln di altals dalpalt disimpulkaln balhwal profesionallisme melallui motivalsi terhaldalp kinerjal guru ALSN memiliki pengalruh sebesalr 12,84%, daln pengalruh profesionallisme terhaldalp kinerjal melallui Disiplin daln motivalsi sebesalr 14,06% daln totall pengalruhnyal aldallalh sebesalr 26,9% dimalnal alngkal tersebut menjelalskaln balhwal profesionallisme melallui motivalsi memberikaln sumbalngaln pengalruh terhaldalp kinerjal guru ALSN.
Selalnjutnyal halsil perhitungaln valrialbel Disiplin terhaldalp kinerjal guru ALSN melallui motivalsi pengalruhnyal sebesalr 58,56%, daln pengalruh Disiplin terhaldalp kinerjal melallui profesionallisme daln motivalsi sebesalr 7,59% daln totall pengalruhnyal aldallalh sebesalr 66,15% dimalnal alngkal tersebut menjelalskaln balhwal Disiplin melallui motivalsi memberikaln sumbalngaln pengalruh terhaldalp kinerjal guru ALSN.
Kemudialn dalpalt disimpulkaln balhwal totall pengalruh profesionallisme daln Disiplin melallui motivalsi terhaldalp kinerjal guru ALSN sebesalr 26,9%. Dengaln demikialn, valrialbel profesionallisme daln Disiplin melallui motivalsi memberikaln sumbalngaln pengalruh terhaldalp kinerjal guru ALSN. Halsil penelitialn menunjukkaln balhwal profesionallisme yalng balik, sertal dukungaln Disiplin yalng balik pulal alkaln malmpu meningkaltkaln motivalsi kerjal pegalwali dallalm melalksalnalkaln tugals pokok daln fungsinyal, daln alkhirnyal kinerjal guru ALSN alkaln meningkalt.
## SIMPULALN
Berdalsalrkaln halsil penelitialn malkal dalpalt ditalrik kesimpulaln sebalgali berikut:
1. Berdalsalrkaln halsil alnallisis deskriptif yalng dilalkukaln menunjukkaln profesionallisme, disiplin motivalsi kerjal, daln kinerjal guru ALSN paldal MTs Negeri di kalbupalten Mualro Jalmbi kondisi balik/tinggi.
2. Profesionallisme daln disiplin secalral simultaln daln palrsiall berpengalruh positif daln signifikaln terhaldalp motivalsi kerjal guru ALSN paldal MTs Negeri di kalbupalten Mualro Jalmbi. Dimalnal pengalruh lalngsung profesionallisme terhaldalp motivalsi sebesalr 74,47% daln pengalruh tidalk lalngsung terhaldalp motivalsi sebesalr 17,28%. Sehinggal totall pengalruh lalngsung daln tidalk lalngsung profesionallisme daln disiplin terhaldalp motivalsi kerjal sebesalr 91,75%.
3. Profesionallisme daln disiplin secalral simultaln daln palrsiall berpengalruh positif daln signifikaln terhaldalp kinerjal guru ALSN paldal MTs Negeri Kalbupalten Mualro Jalmbi. Pengalruh lalngsung profesionallisme, disiplin terhaldalp kinerjal guru sebesalr 68,9% daln pengalruh tidalk lalngsung disiplin terhaldalp motivalsi sebesalr 25,36%. Sehinggal totall pengalruh lalngsung daln tidalk lalngsung profesionallisme daln disiplin terhaldalp kinerjal guru ALSN di Kalbupalten Mualro Jalmbi sebesalr 94,26%,
4. Motivalsi secalral palrsiall berpengalruh positif daln signifikaln terhaldalp kinerjal guru ALSN paldal MTs Negeri Kalbupalten Mualro Jalmbi. Dimalnal Pengalruh motivalsi terhaldalp kinerjal sebesalr 77,26%.
5. Profesionallisme daln disiplin melallui motivalsi memiliki pengalruh yalng positif daln signifikaln terhaldalp kinerjal guru paldal MTs Negeri di kalbupalten Mualro Jalmbi. Totall pengalruh profesionallisme melallui motivalsi terhaldalp kinerjal guru sebesalr 26,9% daln totall pengalruh disiplin melallui motivalsi
terhaldalp kinerjal guru sebesalr 66,15%. Sehinggal totall pengalruh profesionallisme daln disiplin melallui motivalsi terhaldalp kinerjal pegalwali sebesalr 95,2%.
## DALFTALR PUSTALKAL
Alfandi. P. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori, Konsep dan Indikator), Riau : Zanafa Publishing.
Agustino, Leo. (2017). Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta.
Emron Edison, Yohny Anwar & Imas Komariyah, (2022). Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi dan Perubahan Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pegawai dan Organisasi, Cetakan Keempat. Bandung CV.Alfabeta.
Arna Suryani (2017). Pengaruh Pelatihan Dan Penempatan Terhadap Motivasi Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Pegawai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Batang Hari Jambi J- MAS Vo.2 No.1.
Arna Suryani (2017). Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Dan Komitmen Organisasi Terhadap Motivasi Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jambi. Jambi J-MAS Vo.2 No21.
Arens A. Avin, Randal J. Elder dan Mark S. Beasey. (2015). Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi, Jilid I. Edisi Limabelas, Jakarta. : Erlangga.
Augusty Ferdinand, (2016), Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian untuk Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Barnawi dan Muhammad Arifin (2017). Kinerja Guru Profesional. Jokjakarta : Ar-Ruzz Media. Basuki dan Susiowati. (2015). Dampak Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja terhadap Semangat Kerja. Jurnal JRBI, Vo. 1, No. 1, Januari.
Dadan. W.Alamsyah, (2015). Analisis Evaluasi Diri Sekoah (EDS) Hubungannya Dengan Kinerja Guru Dan Mutu Pembelajaran : Penerbit UPI
Departemen Pendidikan Nasional Repubik Indonesia, Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Depdiknas RI, 2005 Bab 2, Pasal 6
Donni Juni Priansa, S.Pd., S.E., M.M. dan Dr. H. Suwatno, (2015). Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung. : Alfabeta.
Edwin B. Fippo, (2015). Personel Management (Manajemen Personalia), Edisi VII Jiid III, terjemahan Alponso, Bandung : S, Erlangga.
Emron Edison, Yohny Anwar, Imas Komariyah, (2016), Manajemen Sumber Daya Manusia Strategi dan Perubahan dalam rangka Meningkatkan Kinerja Pegawai dan Organisasi, Bandung : Alfabeta.
Fakhrul Rozi Yamali, (2019). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Motivasi dan Tindakan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perusahaan Rakyat Propinsi Jambi J-MAS 4(2).
Fakhrul Rozi Yamali,(2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Penempatan Pegawai Terhadap Motivasi Serta Dampaknya Pada Kinerja Pegawai di Biro Umum Setda Propinsi Jambi J-MAS 5(2).
Fujianti,., Tabroni & H.Rais. (2017). Professionalisme And Auditor's Performance : An Anaysis of Gender Perspective. IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF). Volume 8 (6), 43-52. Imam Ghozali, (2013), Anaisis Mutivariate dengan program SPSS, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gapuri Ramadhan (2018), Analisis Hubungan Profesionaisme Kerja Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Banjarmasin, Jurnal Administrasi Publik Vol. 1 No.
Hamalik, Oemar, (2018), Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta : Andi Offset.
Hamzah B. Uno. (2016). Teori Motivasi & Pengukurannya, Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hasibuan A. (2017). Etika Profesi Profesionalisme Kerja, Medan : UISU Press Hasibuan, S.P. Malayu. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Edisi revisi. PT Bumi Aksara.
Hasibuan, J S., & Silvya, B. (2019). Pengaruh Motivasi Kerja dan disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. 2. https : //doi.org/10.31227/ osf.io/9frzv
Irma, Istiariani. (2018). Pengaruh Indepedensi, Profesionalisme Dan Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor BPKP, Jurnal Pemikiran Islam Islamadina Volume. 19 No. 1 ISSN: 1412-4777. Terakreditasi No.21/E/KPT/2018.
Juniantara I Wayan. (2015). Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Koperasi di Denpasar, Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar
Kunandar, (2015). Guru Profesional Impementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Kurniawan, Agung. (2015). Transformasi Pelayanan Pubik, Yogyakarta : Pembaharuan Lembaran Negara RI No. 77, (2019). Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, Jakarta, Pemerintah Repubik Indonesia.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2016). Evaluasi Kinerja SDM, Cetakan Ke-8. Bandung: PT. Reflika Aditama.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Cetakan 14. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ma’aruf, Abdulah. 2015. Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan, Cetakan kedua. Yogyakarta :
Aswaja Pressindo
Mulyana. (2016). Standar Kompentensi dan Sertifikasi Guru, PT Remaja Rosdakarya , Bandung Nana Sujana (2015). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung PT Sinar Baru Agesindo. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Penunjukan Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Prawirosentono Suyadi . (2015). Kebijakan Kinerja Pegawai – Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, Yogyakarta: BPFE.
Rino, Tjutju Yuniarsih, Suwatno, Kusnendi, Syahrizal, (2020). Perilaku Organisasi Memahami Perilaku Kewargaan Organisasional untuk Kinerja Unggul, Bandung : Refika Aditama.
Rivai Veithza dan Deddy Mulyadi . (2019). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Robbins, Stephen P (2015 ). Organizational Behavior, Edisi Bahasa Indonesia, cetakan keempat belas, Jakarta : PT. Prenhallindo.
Robbins, Stephen P (2013). Priaku Organisasi, Edisi keduabelas diterjemahkan oleh Diana Angelia Ria,
Cahyani dan Abdul Rosid. Jakarta : Salemba Empat
Priansa, Donni Juni. (2016). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Cetakan kedua.
Bandung : Alfabeta.
Sarwono, Jonathan (2011). Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Edisi 6. Yogyakarta : Penerbit Andi
Setyadharma Andryan S. (2015). Uji Asumsi Kasik Dengan SPSS.Semarang: FE UNES
Sedarmayanti. (2017). Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian ketigabelas: Membangun Manajemen Sistem Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Mandar Maju, Bandung.
Sedarmayanti, (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokraksi dan Manajemn Pegawai Negeri Sipil , Edisi Revisi, Bandung : Rafika Aditama.
Siagian, Sondang P. (2015). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Asdi Mahasatya. Simamora, Henry (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta. : Penerbit STIE YKPN. Sinambea, Lijan Potak (2017). Manajeman Sumber Daya manusia, Jakarta : Bumi aksara. Suatno dan Priansa, Doni Juni. (2017). Managemen SDM dalam organisasi public dan bisnis. Bandung
: Alfabeta
Sugiyono. (2016). Metode penelitian pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Edisi Baru. Bandung : ALFABETA
Sondang P. Siagian. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Sudarmanto. (2015). Kinerja dan pengembangan Kompetensi SDM Teori, Dimensi, Pengukuran, dan Implementasi Dalam Organisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Suwatno, Donni Juni Priansa.( 2016). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis, Bandung
: Alfabeta.
Undang-Undang RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang RI No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Uno, H. B. (2016). Teori Motivasi Dan Pengukurannya, Jakarta : PT. Bumi Aksara. Uzer Usman. (2017). Menjadi Guru professional, PT Remaja Rosdakarya , Bandung Vidriansyah Andro. (2016). Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Disipin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Pegawai PT Indosat Semarang).Universitas Diponegoro Semarang.
Veithzal, Rivai dan Basri Ahmad Fauzi, (2005). Performance Appraisal. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Wibowo. (2015). Manajemen Kinerja, Edisi Revisi. Cetakan ke-5. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Wahyudi. (2019). Pengaruh Disiplin Dan Motivasi Terhadap Kinerja karyawan, Scientific Journal Of Reflection : Economic, Accounting, 2(3), 350, 351-360. https://doi.org/10.5281/zenodo.3269399 Wirawan. (2018 ). Budaya dan Iklim Organisasi (Teori, Apikasi dan Penelitian),. Jakarta : Penerbit PT Salemba Empat
|
98f4dbed-b5e3-4850-a414-8aed47a020f4 | https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/article/download/697/508 |
## SISTEM PENDUKUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SALON MOBIL TERBAIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE WASPAS
Afrian Alfariz 1* , Ibnu Rasyid Munthe 2 , Angga Putra Juledi 3 1,2,3 Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Labuhanbatu email: [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3
## Abstract
This research aims to build a Decision Support System (SPK) to choose the best car salon in the Rokan Hilir area. With increasing car ownership, the need for efficient maintenance has become crucial. The Weighted Aggregated Sum Product Assessment (WASPAS) method is used in this SPK. The research stages involve determining criteria, data collection, normalization, determining criteria weights, ranking alternatives, and evaluation. The criteria used in this research consist of price, quality, performance, technology and comfort. Of the nine alternatives, the ranking results show that SM04 is the best salon in the area. The final results of data processing using the WASPAS method in this study obtained 3 alternatives with the largest value, namely rank 1 alternative SM04 with a final result of 0.92715, rank 2 alternative SM02 with a value of 0.92448 and rank 3 alternative SM06 with a value of 0.92101. Through a decision support system for selecting the best car salon using the WASPAS method in the Rokan Hilir area, this design can make a positive contribution in helping vehicle owners make the best decisions, increase decision-making efficiency, and have a positive impact on the car salon industry in the Rokan Hilir area.
Keywords : DSS, WASPAS, Criteria, Weight, Rank.
## 1. PENDAHULUAN
Pada era modern ini, kepemilikan kendaraan bermotor, khususnya mobil, semakin meningkat di berbagai wilayah, termasuk di Daerah Rokan Hilir. Peningkatan jumlah kendaraan ini juga diiringi dengan peningkatan kesadaran pemilik kendaraan untuk menjaga dan merawat penampilan serta performa mobil mereka. Salah satu cara yang populer adalah melalui perawatan di salon mobil. Daerah Rokan Hilir sebagai salah satu wilayah yang mengalami perkembangan signifikan dalam hal kepemilikan kendaraan, saat ini sangat membutuhkan sarana perawatan yang berkualitas, efisien, dan tepat guna.
Sehubungan dengan hal ini, pemilihan salon mobil terbaik menjadi hal yang krusial untuk memastikan kendaraan tetap dalam kondisi optimal. Pemilik kendaraan memerlukan informasi yang akurat dan relevan untuk membuat keputusan yang bijak dalam memilih salon mobil. Oleh karena itu, diperlukan suatu
sistem yang dapat memberikan dukungan keputusan secara efektif dan efisien.
Pada saat ini, sistem pendukung keputusan telah menjadi sebuah perangkat yang sangat diandalkan dan umum digunakan untuk membantu para pengambil keputusan dalam menangani berbagai permasalahan, baik dalam ranah bisnis maupun sektor publik [1]–[8]. Dengan terus berkembangnya teknologi informasi [9]–[16], peran sistem pendukung keputusan semakin meningkat dalam pemanfaatannya untuk membantu organisasi dan individu menghadapi tantangan kompleks dan dinamis di dunia bisnis dan kehidupan sehari- hari. Dengan memanfaatkan teknologi komputer dan analisis data, sistem pendukung keputusan mampu menghasilkan rekomendasi dan solusi yang lebih efektif [17]–[25]. Kelebihan utama dari sistem pendukung keputusan terletak pada kemampuannya dalam mengelola dan menganalisis data dengan cepat, memberikan hasil yang akurat, dan dapat diukur.
https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/ 621
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) menjadi solusi yang tepat untuk memberikan bantuan dalam proses pemilihan salon mobil terbaik. Diantara berbagai metode sistem pendukung keputusan yang ada, pemilihan salon mobil terbaik dilakukan dengan menggunakan metode Weighted Aggregated Sum Product Assessment (WASPAS). Metode WASPAS dipilih karena kemampuannya dalam menangani berbagai jenis kriteria dan memberikan bobot yang sesuai [24], [26]–[28].
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut dirancang sebuah sistem pendukung keputusan pemilihan salon mobil terbaik dengan menggunakan metode WASPAS yang bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi pemilik kendaraan, pelaku usaha salon mobil, dan pihak terkait untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengambilan keputusan terkait perawatan kendaraan. Dengan adanya SPK ini pemilik kendaraan di Daerah Rokan Hilir dapat dengan mudah dan cepat memilih salon mobil terbaik sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka. Selain itu, sistem pendukung keputusan pemilihan salon mobil terbaik dengan menggunakan metode WASPAS ini juga akan memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kualitas dan persaingan di industri salon mobil, seiring dengan meningkatnya permintaan akan layanan tersebut di wilayah ini.
## 2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk membangun sistem pendukung keputusan pemilihan salon mobil terbaik dengan menggunakan metode WASPAS di daerah Rokan Hilir. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan pada gambar 1.
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Pada tahap awal penelitian ini dilakukan penentuan kriteria yang dibutuhkan untuk pemilihan salon mobil di daerah Rokan Hilir, seperti harga (C1), Kualitas (C2), Kinerja (C2), Teknologi (C3), dan Kenyamanan (C3). Adapun bobot dan tipe dari masing-masing kriteria disajikan pada tabel 1.
## Tabel 1. Bobot dan Tipe Kriteria
Kriteria Keterangan Bobot Tipe C1 Harga 0.25 cost C2 Kualitas 0.25 Benefit C3 Kinerja 0.20 Benefit C4 Teknologi 0.15 Benefit C5 Kenyamanan 0.15 Benefit
Selanjutnya dilakukan pengumpulan data melalui survei lapangan, serta wawancara. Data yang akan diolah dalam penelitian ini terdiri dari 9 data alternatif yang disajikan pada tabel 2
https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/ 622
Tabel 2. Data Altenatif Yang Akan Diolah
Alterna -tif C1 C2 C3 C4 C5 SM01 3 4 90 84 4 SM02 4 5 90 86 5 SM03 3 4 90 88 3 SM04 4 5 89 89 5 SM05 5 4 86 90 5 SM06 4 5 84 92 5 SM07 5 5 88 88 4 SM08 3 4 83 89 4 SM09 4 5 90 86 3
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka langkah-langkah Metode WASPAS dalam pemilihan penyedia salon mobil terbaik yang akan dipilih adalah :
1. Membuat matriks keputusan
[ 3 4 90 84 4 4 5 90 86 5 3 4 90 88 3
4 5 89 89 5 5 4 86 90 5 4 5 84 92 5 5 5 88 88 4 3 4 83 89 4
4 5 90 86 3 ]
2. Membuat Normalisasi matriks keputusan
Rumus :
𝑋 𝑖𝑗 = 𝑋 𝑖𝑗 𝑀𝑎𝑥 𝑖 𝑋 𝑖𝑗 (1)
Jika kriteria cost, maka ;
𝑋 𝑖𝑗 = 𝑀𝑖𝑛 𝑖 𝑋 𝑖𝑗 𝑋 𝑖𝑗 (2) 𝑋 11 = 3 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 3 3 =1 𝑋 12 = 4 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 4 3 =1 𝑋 13 = 3 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 3 3 =1 𝑋 14 = 4 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 4 3 =1
𝑋 15 = 5 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 5 3 =1
𝑋 16 = 4 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 4 3 =1
𝑋 17 = 5 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 5 3 =1 𝑋 18 = 3 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 3 3 =1 𝑋 19 = 4 𝑀𝑖𝑛(3,4,3,4,5,4,5,3,4) = 4 3 =1
𝑋 21 = 4 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 4 5 =0,8
𝑋 22 = 5 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 5 5 =1
𝑋 23 = 4 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 4 5 =0,8
𝑋 24 = 5 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 5 5 =1
𝑋 25 = 4 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 4 5 =0,8 𝑋 26 = 5 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 5 5 =1
𝑋 27 = 5 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 5 5 =1
𝑋 28 = 4 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 4 5 =0,8
𝑋 29 = 5 𝑀𝑎𝑥 (4,5,4,5,4,5,5,4,5) = 5 5 =1
𝑋 31 = 90 𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 90 90 =1
𝑋 32 = 90
𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 90 90 =1
𝑋 33 = 90 𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 90 90 =1 𝑋 34 = 89 𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 89 90 =0,9889 𝑋 35 =
86
𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 86 90 =0,95556 𝑋 36 =
84
𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 84 90 =0,93333
𝑋 37 = 88 𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 88 90 =0,97778
𝑋 38 = 83 𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 83 90 =0,92222
𝑋 39 = 90
𝑀𝑎𝑥 (90,90,90,89,86,84,88,83,90) = 90 90 =1
𝑋 41 = 84
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 84 92 =0,91304
https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/ 623
𝑋 42 =
86
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 86 92 =0,93478
𝑋 43 = 88
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 88 92 =0,95652
𝑋 44 = 89
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 89 92 =0,96739
𝑋 45 = 90
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 90 92 =0,97826
𝑋 46 = 92 𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 92 92 =1
𝑋 47 = 88 𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 88 92 =0,95652
𝑋 48 = 89
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 89 92 =0,96739
𝑋 49 =
86
𝑀𝑎𝑥 (84,86,88,89,90,92,88,89,86) = 86 92 =0,93478
𝑋 51 = 4 𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 4 5 =0,8
𝑋 52 = 5 𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 5 5 =1 𝑋 53 = 3 𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 3 5 =0,6
𝑋 54 = 5
𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 5 5 =1
𝑋 55 = 5
𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 5 5 =1
𝑋 56 = 5
𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 5 5 =1
𝑋 57 = 4 𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 4 5 =0,8
𝑋 58 = 4
𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 4 5 =0,8
𝑋 59 = 3 𝑀𝑎𝑥 (4,5,3,5,5,5,4,4,3) = 3 5 =0,6 [ 1 0.8
1 0,91304 0,8 0,75 1 1 0,93478 1 1 0,8 1 0,95652 0,6 0,75 1 0,98889 0,96739 1 1 0,8 0,95556 0,97826 1 0,75 1 0,93333 1 1 1 1 0,97778 0,95652 0,8 1 0,8 0,92222 0,96739 0,8 0,75 1 1 0,93478 0,6 ] 3. Menghitung nilai alternattif (Qi)
Menghitung nilai alternattif (Qi) masing- masing untuk menentukan rangking alternatif. Qi tertinggi merupakan alternatif yang akan dipilih sebagai salon mobil terbaik. Adapun perhitungan Qi adalah :
𝑄 𝑖1 = 0,5 ∑(1 ∗ 0,25) + (0,8 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,2) + (0,91304 ∗ 0,15)
+ (0,8 ∗ 0,15)
+ 0,5 ∏(1) 0,25 ∗ (0,8) 0,25 ∗ 1 0,2 ∗ (0,91304) 0,15 ∗ (0,8) 0,15 = 0,90459 𝑄 𝑖2 = 0,5 ∑(0,75 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,2) + (0,93478 ∗ 0,15)
+ (1 ∗ 0,15)
+ 0,5 ∏(0,75) 0,25 ∗ (1) 0,25
∗ 1 0,2 ∗ (0,93478) 0,15 ∗ (1) 0,15
= 0,92448
𝑄 𝑖3 = 0,5 ∑(1 ∗ 0,25) + (0,8 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,2) + (0,95652 ∗ 0,15) + (0,6 ∗ 0,15) + 0,5 ∏(1) 0,25 ∗ (0,8) 0,25 ∗ 1 0,2 ∗ (0,95652) 0,15
∗ (0,6) 0,15 = 0,87682
𝑄 𝑖4 = 0,5 ∑(0,75 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,25) + (0,9889 ∗ 0,2) + (0,96739 ∗ 0,15) + (1 ∗ 0,15)
+ 0,5 ∏(0,75) 0,25 ∗ (1) 0,25
∗ 0,9889 0,2 ∗ (0,96739) 0,15 ∗ (1) 0,15 = 0,92715 𝑄 𝑖5 = 0,5 ∑(1 ∗ 0,25) + (0,8 ∗ 0,25) + (0,9556 ∗ 0,2) + (0,97826 ∗ 0,15) + (1 ∗ 0,15)
+ 0,5 ∏(1) 0,25 ∗ (0,8) 0,25 ∗ 0,9556 0,2 ∗ (0,97826) 0,15
∗ (1) 0,15 = 0,82998
https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/
624
𝑄 𝑖6 = 0,5 ∑(0,75 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,25)
+ (0,93333 ∗ 0,2) + (1 ∗ 0,15)
+ (1 ∗ 0,15)
+ 0,5 ∏(0,75) 0,25 ∗ (1) 0,25 ∗ 0,9333 0,2 ∗ (1) 0,15 ∗ (1) 0,15 = 0,92101
𝑄 𝑖7 = 0,5 ∑(1 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,25)
+ (0,97778 ∗ 0,2) + (0,95652 ∗ 0,15) + (0,8 ∗ 0,15)
+ 0,5 ∏(1) 0,25 ∗ (1) 0,25
∗ 0,97778 0,2 ∗ (0,95652) 0,15
∗ (0,8) 0,15 = 0,85036
𝑄 𝑖8 = 0,5 ∑(1 ∗ 0,25) + (0,8 ∗ 0,25)
+ (0,92222 ∗ 0,2) + (0,96739 ∗ 0,15) + (0,8 ∗ 0,15) + 0,5 ∏(1) 0,25 ∗ (0,8) 0,25 ∗ 0,92222 0,2 ∗ (0,96739) 0,15 ∗ (0,8) 0,15 = 0,89750 𝑄 𝑖9 = 0,5 ∑(0,75 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,25) + (1 ∗ 0,2) + (0,93478 ∗ 0,15) + (0,6 ∗ 0,15) + 0,5 ∏(0,75) 0,25 ∗ (1) 0,25 ∗ 1 0,2 ∗ (0,93478) 0,15 ∗ (0,6) 0,15 = 0,86050
Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus di atas, maka diperoleh hasil perangkingan nilai pada masing-masing alternatif mengunakan metode WASPAS seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Akhir Matriks Keputusan
Alternatif Hasil Nilai Akhir Ranking SM01 0,90459 4 SM02 0,92448 2 SM03 0,87682 6 SM04 0,92715 1 SM05 0,82998 9 SM06 0,92101 3
SM07 0,85036 8 SM08 0,89750 5 SM09 0,86050 7
Berdasarkan hasil akhir yang diperoleh pada tabel 3 dapat dilihat bahwa dari hasil perhitungan terbaik menggunakan metode WASPAS diperoleh 3 alternatif dengan nilai terbesar yakni rangking 1 alternatif SM04 dengan hasil akhir 0,92715, rangking 2 alternatif SM02 dengan nilai 0,92448 dan rangking 3 alternatif SM06 dengan nilai 0,92101.
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan menggunakan metode WASPAS, alternatif SM04 terpilih sebagai salon mobil terbaik di Daerah Rokan Hilir. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis kriteria harga, kualitas, kinerja, teknologi, dan kenyamanan. Sistem ini memberikan kontribusi positif kepada pemilik kendaraan dalam memilih salon mobil di wilayah tersebut.
Dengan adanya sistem pendukung keputusan pemilihan salon mobil terbaik dengan menggunakan metode WASPAS di daerah Rokan Hilir ini membantu pemilik kendaraan membuat keputusan yang lebih baik dalam memilih salon mobil terbaik, sehingga mendukung dalam meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan terkait perawatan kendaraan.
## 5. REFERENSI
[1] S. Parsaoran Tamba, P. Wulandari, M. Hutabarat, M. Christina, and A. Oktavia, “Penggunaan Metode Topsis (Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution) Untuk Menentukan Kualitas Biji Kopi Terbaik Berbasis Android,” J. Mantik Penusa , vol. 3, no. 1, pp. 73–81, 2019.
[2] S. Sumaizar, K. Sinaga, E. D. Siringo- ringo, and V. M. M. Siregar,
“Determining Goods Delivery Priority for Transportation Service Companies Using SAW Method,” J. Comput. Networks, Archit. High Perform. Comput. , vol. 3, no.
https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/ 625
2, pp. 256–262, Nov. 2021, doi:
10.47709/cnahpc.v3i2.1154.
[3] V. Marudut, M. Siregar, S. Sonang, and E.
Damanik, “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Pelanggan Terbaik Menggunakan Metode Weighted Product,” J. TEKINKOM , vol. 4, no. 2, pp.
239–244, 2021.
[4] T. Purnamasari, M. Nasution, and G. J. Yaris, “Analisis Minat Belajar Mahasiswa Pada Masa Perkuliahan Online Menggunakan Rougt Set,” JURTEKSI
(Jurnal Teknol. dan Sist. Informasi) , vol.
VII, no. 3, pp. 251–258, 2021, [Online].
Available:
https://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/j urteksi/article/view/1062
[5] S. H. Musti, D. Irmayani, and G. J. Yanris, “ANALYSIS OF THE ELECTRE METHOD IN DECISION SUPPORT SYSTEMS FOR DETERMINING AREAS OF EXPERTISE FOR,” Infokum , vol. 9, no. 2, pp. 184–190, 2021.
[6] W. S. Wardana, V. Sihombing, and D.
Irmayani, “SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI USAHA KULINER DI DAERAH BAGAN BATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE TOPSIS,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 4, no. 2, p. 151, Dec. 2021, doi: 10.37600/tekinkom.v4i2.260. [7] B. S. Sianturi, V. Sihombing, and I. R. Munthe, “SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN PENERIMA BEASISWA MENGGUNAKAN METODE ELECTRE,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 5, no. 2, p. 247, Dec. 2022, doi: 10.37600/tekinkom.v5i2.684.
[8] F. R. Nasution, D. Irmayani, and V. Sihombing, “PEMILIHAN PROPOSAL
KEGIATAN MAHASISWA WIRAUSAHA MERDEKA TERBAIK MENGGUNAKAN METODE MOORA,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol.
5, no. 2, p. 232, Dec. 2022, doi: 10.37600/tekinkom.v5i2.608.
[9] E. Damanik and I. M. Siregar, “PENGEMBANGAN SISTEM CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT BERBASIS WEB
PADA PT. TERUS MEGA TARA JAKARTA,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 4, no. 1, pp. 60–69, 2021, doi: 10.37600/tekinkom.v4i1.278.
[10] P. Dani, P. Adi, N. E. Mustamu, V. Marudut, M. Siregar, and V. Sihombing, “Drone simulation for agriculture and LoRa based approach,” IOTA , vol. 01, no. 4, pp. 221–235, 2021, doi: 10.31763/iota.v1i4.501.
[11] P. D. P. Adi, V. M. M. Siregar, and A. Kitagawa, “Soil moisture sensor based on Internet of Things LoRa,” IOTA , vol. 1, no. 2, pp. 120–132, 2021, doi: 10.31763/iota.v1i2.495.
[12] V. M. M. Siregar et al. , “Decision support system for selection of food aid recipients using SAW method,” 2022, p. 030019. doi: 10.1063/5.0094385.
[13] V. M. M. Siregar and N. F. Siagian, “Implementation of Fingerprint Sensors for Fingerprint Reader Prototypes Using a Microcontroller,” IOTA , vol. 02, no. 1, pp. 47–59, 2022, doi: 10.31763/iota.v2i1.559.
[14] I. M. Siregar, M. Yunus, and V. M. M. Siregar, “Prototype of Garbage Picker Ship Robot Using Arduino Nano Microcontroller,” IOTA , vol. 2, no. 3, pp. 150–168, 2022, doi: 10.31763/iota.v2i3.540.
[15] I. M. Siregar, N. F. Siagian, and V. M. M. Siregar, “Design of an Electric Light Control Device Using Arduino Uno Microcontroller-Based Short Message Service,” IOTA , vol. 02, no. 2, pp. 98– 110, 2022, doi: 10.31763/iota.v2i2.560.
[16] V. M. M. Siregar, K. Sinaga, and M. A. Hanafiah, “Prototype of Water Turbidity Measurement With Fuzzy Method using
https://jurnal.murnisadar.ac.id/index.php/Tekinkom/ 626
Microcontroller,” IOTA , vol. 2, no. 2, pp. 76–97, 2022, doi: 10.31763/iota.v2i2.593.
[17] S. Sonang, A. T. Purba, and V. M. M. Siregar, “SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN KELAYAKAN PEMBERIAN PINJAMAN KREDIT MENGGUNAKAN METODE TOPSIS PADA CUM CARITAS HKBP
PEMATANGSIANTAR,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 3, no. 1, p. 25, Sep. 2020, doi: 10.37600/tekinkom.v3i1.131.
[18] Y. Triwibowo, “Decision Support System to Determine Scholarship Recipients using Analytical Hierarchy Process Method,” J. Intell. Decis. Support Syst. , vol. 4, no. 2, pp. 31–40, 2021, doi: 10.35335/idss.v4i2.67.
[19] H. Sugara, V. M. M. Siregar, K. Sinaga, M. A. Hanafiah, and H. D. Pardede, “SAW and Electre Methods Implementation for Scholarship Awardee Decision,” IOTA , vol. 01, no. 4, pp. 209– 220, 2021, doi: 10.31763/iota.v1i4.496.
[20] V. M. M. Siregar, S. Sonang, and E. Damanik, “SISTEM PENDUKUNG
KEPUTUSAN PENENTUAN PELANGGAN TERBAIK MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 4, no. 2, p. 239, Dec. 2021, doi: 10.37600/tekinkom.v4i2.392.
[21] V. M. M. Siregar, M. A. Hanafiah, N. F. Siagian, K. Sinaga, and M. Yunus, “Decision Support System For Selecting
The Best Practical Work Students Using MOORA Method,” IOTA , vol. 02, no. 4, pp.
270–278, 2022, doi:
10.31763/iota.v2i4.562.
[22] N. A. Sinaga et al. , “Decision support system with MOORA method in selection of the best teachers,” in AIP Conference Proceedings , 2022, p. 030020. doi:
10.1063/5.0094437.
[23] V. M. M. Siregar et al. , “Decision support
system for selection of food aid recipients using SAW method,” in AIP Conference
Proceedings , 2022, p. 030019. doi: 10.1063/5.0094385.
[24] V. M. M. Siregar and H. Sugara, “SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SEPEDA
MOTOR BEKAS MENGGUNAKAN METODE WASPAS,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 5, no. 2, p. 263, Dec. 2022, doi: 10.37600/tekinkom.v5i2.393.
[25] V. Marudut and M. Siregar, “Best Employee Selection Using The Additive Ratio Assesment Method,” vol. 03, 2023, doi: 10.31763/iota.v3i1.589.
[26] V. M. M. Siregar and H. Sugara, “SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SEPEDA
MOTOR BEKAS MENGGUNAKAN METODE WASPAS,” J. Tek. Inf. dan Komput. , vol. 5, no. 2, p. 263, Dec. 2022, doi: 10.37600/tekinkom.v5i2.393.
[27] A. Jayant, A. K. Chandan, and S. Singh, “Sustainable supplier selection for battery manufacturing industry: A MOORA and WASPAS Based Approach,” J. Phys. Conf. Ser. , vol. 1240, no. 1, 2019, doi:
10.1088/1742-6596/1240/1/012015.
[28] R. Manurung, Fitriani, R. Sitanggang, F. T. Waruwu, and Fadlina, “Penerapan Metode Weighted Aggregated Sum Product Assesment (WASPAS) Dalam Keputusan Penerimaan Beasiswa,” Ris. Komput. , vol. 5, no. 1, pp. 79–84, 2018.
|
f6b24a65-bc51-48f8-8821-720209e6bcc7 | https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/aplikasia/article/download/2499/1818 |
## MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK:
Santri Pondok Pesantren Miftahul Falah Sriwijaya Bandar Mataram Lampung Tengah
## Syaifur Rohman
## Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al Mubarok, Lampung Tengah, Indonesia
[email protected]
Abstract - Pesantren not only teach about knowledge in ink that can be read but also in the form of behavior that can be seen and practiced in life. The spirit of the pesantren which prioritizes morality over science encourages every activity in the pesantren to be carried out on the basis of the formation of good character. Among the good characters that are widely taught in the pesantren are an independent and sincere attitude. This is considering that pesantren is a crater of ‘candradimuka’ which function is to prepare future generations of a strong nation. Independence absolutely must be possessed by the younger generation so they are able to survive in the modern era. One of the pesantren that implements and instills attitudes of independence to its students is the Miftahul Falah Islamic boarding school under Kyai Sirajul Munir's care. This cottage teaches independence to its students with various entrepreneurial activities so the students have certain skills ranging fisheries, agriculture, fashion, and trade. By equipping independent attitudes in students as early as possible, students are able to analyze the condition of the surrounding community and provide solutions that they can do for their future problems. Independence based on an attitude of sincerity has shaped the personality of santri at the Miftahul Falah Islamic boarding school to stand and to be independent in taking education without burdening their parents.
Keyword: independence, sincerity, students.
Abstrak - Dunia pesantren tidak hanya mengajarkan tentang ilmu dalam goresan tinta yang bisa dibaca namun juga berupa laku yang dapat dilihat dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Semangat pesantren yang mengutamakan akhlak di atas ilmu mendorong setiap kegiatan dalam pesantren dijalankan dengan dasar pembentukan akhlak al-karimah. Diantara akhlak al- karimah yang banyak diajarkan dalam dunia pesantren adalah sikap mandiri dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Hal ini mengingat pesantren merupakan kawah candradimuka yang fungsinya untuk menyiapkan generasi-generasi penerus bangsa yang tangguh. Kemandirian mutlak harus dimiliki oleh generasi muda agar mereka mampu bertahan di era modern seperti saat ini. Salah satu pesantren yang menerapkan dan menanamkan sikap-sikap kemandirian kepada santrinya adalah pondok pesantren Miftahul Falah asuhan Kyai Sirajul Munir. Pondok ini mengajarkan kemandirian kepada santri-santrinya dengan berbagai kegiatan entrepreneur sehingga santri memiliki skill tertentu mulai dari perikanan, pertanian, hingga fashion dan perdagangan. Dengan membekali sikap-sikap mandiri pada diri santri sedini mungkin santri mampu menganalisis kondisi masyarakat sekitar serta memberikan solusi yang dapat mereka lakukan untuk kemandirian mereka. Kemandirian yang didasarkan pada sikap keikhlasan telah membentuk pribadi santri di pondok pesantren Miftahul Falah yang tahan uji dan mampu mandiri dalam menempuh pendidikan tanpa membebani orang tua.
Kata kunci: keikhlasan, kemandirian, santri.
## A. PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya pendidikan di Indonesia terutama pendidikan agama tidak bisa terlepas dari peran pondok pesantren. Dalam pesantren setiap santri dibimbing dan di arahkan serta dibekali karakter mulia atau akhlak-akhlak al-karimah yang nantinya diharapkan dapat menjadi pedoman mereka ketika sudah kembali di masyarakat sekaligus menjadi ciri khas setiap santri.
Pesantren merupakan kawah candradimuka bagi setiap santri sebelum benar-benar diterjunkan dalam kehidupan masyarakat. Dalam pesantren santri tidak hanya diajakan mengaji ilmu agama namun juga diajarkan bagaimana ilmu-ilmu tersebut dalam mereka implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. pesantren mengajarkan tentang nilai-nilai kesederhanaan, kemandirian,semangat kerja sama, solidaritas dan keikhlasan. Dari sekian sikap yang menjadi ciri khas santri sikap kemandirian dan keihkhlasan merupakan sikap yang sangat melekat pada sosok santri. Konsep keihlasan atau pengabdian tanpa memperhitungkan untung dan rugi pribadi terjelma dalam makna hubungan baikyang bukan hanya antarsantri sendiri namun juga antara santri, kyai serta masyarakat. Dari spirit keikhlasan menjadikan para alumni pesantren tumbuh menjadi pribadi yang pintar secara emosional,berbudi luhur, serta bertanggung jawab terhadap setiap amanah yang diembannya. Selain itu. Sedangkan konsep Kehidupan mandiri mendorong santri untuk dilatih dengan cara hidup kreatif, serta mampu melihat peluang dan bisa menempatkan diri sehingga sikap mandiri menjadikan mereka akan mampu bertahan dengan segala kondisi yang terjadi di masyarakat.
Lingkungan masyarakat yang tidak sepenuhnya sesuai dengan teori dalam ruang pembelajaran ditambah dengan derasnya perkembangan ilmu teknologi mendorong santri untuk mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan waktu yang relative singkat. Untuk tetap mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan modern tanpa harus kehilangan jati diri maka pesantren harus bisa mengkonstruksi kembali sistem pendidikan dengan cara merumuskan kurikulum pendidikan yang komprehensif dan terpadu (Zuhri, 1999). Hal ini mengingat bahwasannya tujuan utama pendidikan pesantren tidak hanya berorientasi pada ranah duniawi namun juga ukhrowi, setiap santri tidak hanya diharapkan mampu cerdas secara individu namun juga sosial serta spiritual sehingga mampu menyeimbangkan ibadah horizontal sesama manusia namun juga secara vertical dengan tuhan yang maha kuasa.
Setiap pesantren memiliki ruh sebagai motor dalam setiap kegiatan yang dijalankan sehari- hari. ruh pesantren tersebut yang pada akhirnya menjadi pedoman hidup santri ketika kembali ke masyarakat. Ruh pesantren ini yang senantiasa dijaga dan dikembangkan sebaik-baiknya. Adapun ilmu pengetahuan yang diberikan pondok pesantren, dapat saja berbeda-beda; tinggi dan rendah, dan caranya pun dapat berubah-ubah menurut pandangan dan hajat masyarakat atau pandangan hidup tiap-tiap orang, namun jiwa pondok pesantren itulah yang menentukan arti hidup serta jasanya. (Zarkasyi, 1999). Dalam pesantren tersebut ruh akan dijadikan pedoman santri dalam menjalin jiwa keikhlasan yang kuat yang pada akhirnya akan menjadi karakter mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengetahui kemandirian dan keikhlasan para santri di daerah lampung tengah, peneliti melakukan pra penelitian di salah satu pesantren di daerah rumbia yakni pondok pesantren miftakhul falah. Kehidupan sederhana sangat erat dengan kehidupan para santri serta kemandirian yang terlihat dari kegiatan santri dengan berbagai aktivitas kreatif seperti bercocok tanam, berdagang hingga membuat kerajinan untuk dijual. Berdasarkan wawancara dengan salah satu pengurus pondok pesantren, tradisi kemandirian santri memang selalu diajarkan kyai Ahmad Sirajul Munir. Pondok yang terletak di daerah Rumbia tersebut membimbing dan mendorong setiap santrinya untuk membekali diri dengan kemandirian sehingga dapat mereka gunakan dalam kehidupan sehari- hari dan pada akhirnya dapat menjadi bekal mereka ketika sudah kembali ke kampung halaman.
## B. METODE
Penelitian ini dikategorikan dalam penelitian lapangan (field research) karena pengumpulan datanya dilakukan di lapangan, seperti di lingkungan masyarakat, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, atau pun lembaga pemerintahan sesuai dengan objek penelitian (sarjono, 2004). Dengan kaia lain, penelitian lapangan memiliki ciri terjun langsung ke tempat penelitian untuk mengamati dan terlibat langsung dalam obyek penelitiannaya. Adapun lapangan yang menjadi lokasi penelitian ini yaitu Pondok Pesantren Miftahul Falah, Sriwijaya, Bandar mataram. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif non statistik. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar, dan bukan angka- angka. Kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang (Furhan, 2007). Metode penelitian kualitatif dinamakan pula metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (Sugiono, 2011).
Gejala sosial dalam penelitian kualitatif dipahami sebagai sesuatu yang bersifat utuh (holistik), sehingga peneliti tidak akan menentukan objek penelitian berdasarkan variabel tertentu namun berdasarkan keseluruhan situasi sosial yang diteliti (sugiono, 2011). Hal tersebut berimplikasi kepada metode indept interview , observasi, dan dokumentasi syang digunakan untuk menemukan kedalaman data yang diperlukan.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi oleh Spradley dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat ( place ), pelaku ( actor ), dan aktivitas ( activity ) yang saling berinteraksi secara sinergi (Sugiono, 2011). Oleh karena itu objek yang menjadi sumber data dalam penelitian kualitatif harus mengetahui dengan baik tentang situasi sosial yang terjadi. Dengan demikian peneliti tidak menentukan jumlah sampel yang akan diteliti, namun penentuan objek berakhir ketika peneliti telah mendapat jawaban yang berulang antara satu objek dengan objek yang lainnya. Dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan penelitian dengan objek utama yaitu kepala madrasah, guru, serta staf di Pondok Pesantren Miftahul Falah, Sriwijaya, Lampung . Adapun pihak-pihak yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah pengasuh pesantre, ustadz dan pengurus, serta santri.
Dari pengasuh pesantren, akan didapatkan keterangan seputar gambaran umum tentang pondok pesantren dan khususnya mengenai terobosan-terobosan dalam kepemimpinannya,
sehingga dapat diketahui nilai-nilai kemandirian dan keikhlasan yang diajarkan kepada santri di pondok pesantren Miftahul Falah. Data yang akan diambil dari ustadz dan pengurus pondok adalah keterangan yang bersangkutan tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta aktifitas dan pelaksanaan peraturan. Peneliti juga mengamati bagaimana santri mentaati peraturan-peraturan yang telah dibuat pesantren serta perilaku mereka terkait dengan kemandirian dan keikhlasan dalam kehidupan sehari-hari selama dipesantren miftahul falah, Rumbia, Lampung.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Metode observasi digunakan untuk memperoleh data tentang bagaimana kepemimpinan di Pondok Pesantren Miftahul Falah, yang meliputi kepemimpinan pengasuh pondok pesantren, persepsi-persepsi ustadz, pengurus serta santri terhadap kepemimpinan pengasuh pesantren terutama dalam mengajarkan tentang kemandirian. Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui pola kepemimpinan dimadrasah serta terkait dengan hambatan serta pendukung yang dihadapi pengasuh pesantren dalam merealisasikan visi, misi serta tujuan di Pondok Pesantren Miftahul Falah , Rumbia, Lampung. Adapun data yang ingin diperoleh melalui metode dokumentasi adalah data tentang gambaran umum atau profil Pondok Pesantren Miftahul Falah, Sriwijaya, Lampung . Di samping itu juga dokumen yang dapat memberikan informasi lebih dalam tentang kepemimpinan di Pondok Pesantren Miftahul Falah , Sriwijaya, Lampung. Adapun data yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan deskriptif kualitatif.
## C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pondok pesantren Miftahul Falah berlokasi di kampung Sriwijaya kecamatan Bandar mataram, lampung tengah lampung. Pondok ini berdiri pada tahun 2004 dengan pengasuh pertamanya yakni Kyai Ahmad Sirajul Munir atau biasa di panggil abah Munir. Pondok pesantren ini didirikan karena kegelisahan Abah Munir yang melihat minimnya tempat belajar mengaji di daerah Sriwijaya . Dengan mengumpulkan para tokoh masyarakat maka Abah Munir memulai kegiatan mengaji pertama kali di rumah beliau, hingga dengan bertahap saat ini pondok pesantren ini telah memiliki beberapa asrama putra dan putri. Pada awal berdirinya pondok pesantren ini hanya memiliki sekitar 10 santri putra-putri, dan mereka hanya bertahan selama 3 tahun di pondok karena kebanyakan santri diminta untuk melanjutkan pendidikan di tempat lain. Hal ini berjalan hingga beberapa tahun, hingga akhirnya dua tahun terakhir ini abah munir memberikan kebijakan agar setiap santri memiliki kegiatan tambahan selain mengaji yakni diberikan kegiatan seperti memelihara ikan maupun bercocok tanam. Hal ini diharapkan selain dapat menambah waktu bagi setiap santri untuk bertahan dipondok sekaligus membekali mereka dengan skill yang dapat mereka gunakan ketika telah kembali di rumah masing-masing.
Aktivitas pondok yang berlokasi tidak jauh dari jalan raya ini masih kuat dalam mempertahankan tradisi salafiyah dengan kegiatan mengaji secara bandongan dan sorogan. Hal ini bertujuan untuk membekali setiap santri dengan karakter atau akhlak al-karimah seperti ketekunan, kemandirian dan keikhlasan. Dengan tetap mempertahankan tradisi salafiyah dalam proses kegiatannya diharapkan setiap santri memiliki filter dalam derasnya arus globalisasi.
Selain kegiatan rutin berupa pengajian, bagi santri-santri yang telah mencapai tingkatan ulya maka mulai diberikan skill kemandirian seperti bercocok tanam, berdagang hingga membuat kerajinan. Dengan pemberian skill tersebut santri diharapkan mempunyai bekal dalam ketika kembali ke kampung halaman masing-masing.
Kemandirian bercocok tanam diantaranya santri diberikan fasilitas untuk menanam tanaman hias dan buah-buah seperti kelengkeng hingga durian dengan memanfaatkan sekam padi yang banyak dijumpai didaerah tersebut mengingat daerah tersebut masyarakatnya petani. Menurut salah satu pengurus pondok, kegiatan bercocok tanam ini diharapkan dapat membantu santri dalam aspek kemandirian sehingga ketika mereka sudah selesai dipondok siap mengembangkan keilmuan mereka di rumah masing-masing.
Kehidupan pesantren erat kaitannya dengan pembentukan karakter mulia atau akhlak al- karimah karena didasarkan maqolah bahwa al-adabu fauqol ilmi, artinya adab atau perilaku lebih diutamakan daripada ilmu. Hal ini menjadi ruh di kalangan dunia pesantren sehingga mendorong setiap pesantren untuk membekali setiap santri dengan akhlak al-karimah sebagai persiapan mereka ketika kembali ke masyarakat.
Begitu pula di pondok pesantren Miftahul Falah asuhan abah kyai munir yang menekankan pentingnya kemandirian dan keikhlasan bagi seorang santri. Abah munir selalu berpesan untuk agar setiap santri mempunyai modal karakter kemandirian. Santri-santri di sini ditekankan untuk mampu hidup mandiri, percaya diri, kreatif dan yang paling penting adalah ikhlas dalam menjalankan semua kewajibannya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan setiap santri yang sudah dibekali kemandirian sedini mungkin. Selanjutnya untuk membentuk bi’ah atau lingkungan yang kondusif para pengurus membuat modifikasi lingkungan pesantren agar setiap santri bisa menghayati ajaran- ajaran atau nasihat-nasihat yang diberikan oleh pengasuh pesantren diantaranya dengan membuat papan nama bertuliskan nasihat-nasihat tentang kemandirian dan keikhlasan.
Papan-papan motivasi tersebut dipajang disepanjang jalan masuk pesantren hingga di pojok- pojok pesantren, seperti jargon santri mandiri dambaan negeri, yang di pajang di lorong madrasah serta nasihat-nasihat yang berasal dari hadist-hadist tentang kemandirian. Hal tersebut membuat suasana pesantren mampu menumbuhkan benih-benih kemandirian yang dimulai sedini mungkin ketika santri memasuki pesantren.
Selanjutnya dengan jargon yang selalu diulang-ulang tersebut para santri di dorong agar mampu mengimplementasikan kemandiriannya dalam kehidupan sehari-hari. pondok pesantren yang terletak tidak jauh dari jalan raya ini masih menjaga tradisi-tradisi dulu seperti santri harus masak sendiri sehingga kemandirian santri semakin terasah. Untuk memperkuat kemandirian santri maka pihak pesantren berdasarkan arahan abah munir melakukan beberapa terobosan yakni dibidang perikanan, pertanian hingga perdagangan dan usaha kreatif.
## 1. Perikanan
Mengingat lokasi pesantren yang berada di sekitar jalan raya dan pasar, maka pihak pesantren memfasilitasi santrinya untuk mengembangkan kemandirian untuk berwiraswasta diantaranya
adalah melalui perikanan. Untuk merealisasikan program ini maka abah munir memerintahkan beberapa santri senior yang telah lulus tingkat ulya untuk mempelajari teknik pembuatan kolam dari daerah rawa jitu karena di daerah tersebut merupakan daerah pertambakan. Menurut informasi yang diberikan pengurus pondok penugasan tersebut selama hampir dua bulan. Disana santri mempelajari hal-hal yang terkait dengan perkolaman mulai dari pembuatan kolam, pembenihan, hingga penjualan. Namun sayangnya program ini tidak bertahan lama dikarenakan ketatnya persaingan petani ikan di daerah sekitar pondok, mengingat daerah tetangga seperti mataram udik dan sumber rejeki mataram adalah daerah yang berdekatan dengan sungai-sungai besar sehingga banyak masyarakat desa yang memiliki kolam ikan pribadi. Saat ini di pondok masih tersisa 2 kolam yang digunakan untuk pembesaran dan hasilnya untuk konsumsi internal pesantren.
## 2. Pertanian
Setelah perikanan belum bisa memberikan hasil yang maksimal abah munir kembali memberikan arahan agar santri-santri yang membuat kegiatan lain selain perikanan. Cara yang digunakan abah munir yakni dengan memanggil santri-santri senior dan diberikan kesempatan untuk mengutarakan ide-ide yang bisa ditindaklanjuti demi membangun kemandirian santri dan pesantren. Setelah diskusi panjang akhirnya diputuskan untuk mencoba dunia pertanian. Namun pertanian yang dimaksud bukan pertanian palawija seperti padi, singkong ataupun jagung, pertanian yang dimaksud adalah bercocok tanam menanam tanaman hias dan buah-buahan. Hal ini menurut narasumber mengingat bahwasannya letak pesantren yang berada di daerah yang masyarakatnya mayoritas petani jadi akan sulit jika harus menanam tanaman palawija, sehingga dipilihlah tanaman hias dan buah-buahan sebagai solusi atas ide untuk menumbuhkan kemandirian santri.
Selanjutnya pihak pondok pun mengirimkan kembali santri-santri senior untuk mempelajari teknik-teknik bercocok tanam di salah satu toko tanaman hias yang ada di daerah Pekalongan Lampung Timur. Dan kegiatan ini memberikan hasil yang sangat signifikan. Saat ini santri-santri yang telah mengikuti pelatihan telah mampu menghasilkan tanaman-tanaman hias dan buah-buahan yang bernilai jual tinggi. Dan dipasarkan dibeberapa tempat.
## 3. Fashion
Mengingat pesantren Miftahul Falah mempunyai santri putra dan putri serta sesuai arahan dan perintah pengasuh, maka santri putri diberikan pelajaran tambahan selain mengaji yakni dalam dunia fashion yakni menjahit. Dengan bertahap santri putri dibekali keahlian dalam membuat desain hingga menjahitnya dan menjadi sebuah produk yang bisa dipasarkan. Walaupun saat ini hasil jahitan masih digunakan untuk kalangan pesantren namun dengan terus berkembangnya pesantren diharapkan hal ini dapat membekali para santri putri untuk mandiri terutama ketika mereka harus kembali ke kampung halamannya.
Dari kegiatan-kegiatan yang diberikan pesantren terbukti mampu membentuk kemandirian para santri baik putra maupun putri. Mereka yang telah menempuh pendidikan selama 3 tahun di pesantren saat ini sudah mulai mengikuti kegiatan-kegiatan tambahan entrepreneur di atas sehingga
sudah tidak meminta uang kiriman dari orang tua. Hal ini sesuai dengan harapan abah munir yang menginginkan para santri mampu hidup mandiri.
Adapun hal yang menarik adalah kesediaan abah munir dan para santri untuk saling berbagi hasil atas pekerjaan yang telah dilakukan. Abah munir memberikan modal untuk semua kegiatan tanpa meminta modal tersebut dikembalikan, namun para santri berinisiatif untuk mengembalikan modal beserta hasil dari usaha yang telah mereka kerjakan. Awalnya terjadi ketidaksepakatan, karena para santri menginginkan semua hasil dikembalikan kepada pengasuh, santri berdalih bahwa mereka sudah cukup telah memperoleh ilmu, namun di sisi lain pengasuh telah merelakan semua untuk kebaikan santri, pada akhirnya pengasuh memutuskan bahwasannya santri yang telah menempuh pendidikan selama 3 tahun dan aktif mengikuti kegiatan entrepreneur dibebaskan atas semua biaya pendidikan di pesantren. Tujuan utama adanya kegiatan-kegiatan tambahan untuk santri adalah agar mereka mandiri, orang tua mereka telah pasrah kepada saya sehingga saya mempunyai keingingan untuk berbuat yang terbaik untuk masa depan mereka. Keikhlasan abah munir untuk membekali kemandirian santri-santrinya sangat terlihat dan itu dapat langsung dijadikan teladan oleh para santrinya.
Setelah peneliti mengamati dan melakukan trianggulasi sumber data peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemandirian dan keikhlasan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Untuk membentuk kemandirian diperlukan sikap dasar ikhlas sehingga apapun yang sedang dikerjakan tidak menjadi boomerang dimasa yang akan datang. Kemandirian yang diajarkan di pondok pesantren Miftahul Falah telah membuahkan hasil walaupun masih harus terus ditingkatkan namun dasar keikhlasan yang diajarkan pengasuh pondok pesantren membuat para santri mampu tumbuh dengan kemandirian.
Kemandirian di pesantren Miftahul Falah diartikan sebagai sarana agar santri kembali kepada ruh pesantren yakni membekali setiap santri dengan kemampuan beradaptasi serta memberikan solusi dan mengambil kesempatan yang ada. Kemandirian yang dimiliki setiap santri diberikan secara bertahap menyebabkan mereka mampu bertahan dengan baik atas berbagai kegagalan yang mereka alami.
## D. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas terkait dengan kemandirian dan keikhlasan santri di pondok pesantren Miftahul Falah peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu: Kemandirian di pondok pesantren Miftahul Falah bersumber dari kemandirian yang diajarkan oleh pengasuh pesantren. Kemandirian yang dimaksud adalah kemampuan santri dalam mencari solusi atas masalah yang muncul dan menerapkan solusi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup mandiri ala pesantren di pondok pesantren Miftahul Falah dimulai sedini mungkin dengan menggunakan berbagai media dan kegiatan yang diberikan oleh pihak pesantren, mulai dari pengadaan papan nama hingga membekali santri dengan skill-skill yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai perikanan, pertanian hingga fashion dan perdagangan. Kehidupan mandiri yang mampu diimplementasikan di pondok pesantren Miftahul Falah karena didasarkan
atas keikhlasan dalam bertindak yang dicontohkan oleh pengasuh pesantren. Adapun Keikhlasan yang dimaksud adalah pola hidup yang aktif untuk selalu berkarya sehingga memunculkan sikap mandiri dalam diri setiap santri
## DAFTAR PUSTAKA
Saefuddin Zuhri, Pendidikan Pesantren di Persimpangan Jalan, Dalam Marzuki Wahid dkk. (Ed). Pesantren Masa Depan, Wacana Transformasi dan Pemberdayaan Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
Abdullah Syukri Zarkasyi, Pondok Pesantren Sebagai Alternatif Kelembagaan untuk Program Pengembangan Studi Islam di Asia Tenggara , dalam Zainuddin Fananie dan M. Thoyibi, Studi Islam Asia Tenggara, (Surakarta: UMS, 1999)
Sarjono, dkk. Panduan Penulisan Skripsi, (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakulatas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2004)
Arif Furhan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), cet III Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D , (Bandung: Alfabeta, 2011) Dokumentasi pondok pesantren miftahul falah, Sriwijaya, lampung tengah Wawancara dengan pengurus pondok miftahul falah,
Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Miftahul
|
99b4a6e1-20c0-4ae8-8820-79950512c835 | https://bios.sinergis.org/bios/article/download/85/48 |
## BIOS : Jurnal Teknologi Informasi dan Rekayasa Komputer
Vol. 5, No. 1, Maret 2024, hlm. 1 - 11 ISSN: 2722-0850
## Sistem Pakar Pemilihan Serum Wajah Menggunakan Metode Certainty Factor (Studi Kasus Produk Avoskin)
Novianti Puspitasari 1 , Amalia Budiana Mulia 2 , Hamdani Hamdani 3 , Amin Padmo Azam Masa 4
1 Informatika, Universitas Mulawarman, Samarinda, [email protected] 2 Informatika, Universitas Mulawarman, Samarinda, [email protected]
3 Informatika, Universitas Mulawarman, Samarinda, [email protected]
4 Sistem Informasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, [email protected]
Keywords :
## ABSTRACT
Certainty Factor, Serum, Face Skin, Expert System. More and more people are aware of the importance of caring for facial skin, resulting in skincare production proliferating. Various kinds of skincare products are on the market, including facial serum. Facial serum is superior because it contains higher levels of active substances than other skincare products. The content and composition of a facial serum varies greatly and has different functions because the skin types and problems experienced are different. This means that users cannot use facial serum carelessly. Through this research, an expert system was created by applying the Certainty Factor method to identify facial serums, especially Avoskin products, which are expected to help the public determine facial serums that suit the type and skin problems they are experiencing. This study used 21 data on facial skin symptoms with eight types of Avoskin Your Skin Bae serum products. Based on the test results using the system accuracy percentage method, an accuracy of 85% was obtained so that the expert system created could run well.
Kata Kunci: ABSTRAK Certainty Factor , Serum, Kulit Wajah, Sistem Pakar . Semakin banyak masyarakat yang peduli akan pentingnya merawat kulit wajah mengakibatkan produksi skincare semakin berkembang pesat. Terdapat berbagai macam produk skincare yang beredar di pasaran, salah satunya adalah serum wajah. Serum wajah menjadi produk unggulan karena mengandung kadar zat aktif lebih tinggi dibandingkan dengan produk skincare lainnya. Kandungan serta komposisi dalam suatu serum wajah sangat bervariasi dan berbeda fungsi karena jenis dan masalah kulit yang dialami berbeda-beda. Hal ini menyebabkan pengguna tidak bisa sembarangan menggunakan serum wajah. Melalui penelitian ini dibuat suatu sistem pakar dengan menerapkan metode Certainty Factor untuk mengidentifikasi serum wajah khususnya produk Avoskin dapat membantu masyarakat dalam menentukan serum wajah yang sesuai dengan jenis dan masalah kulit yang dialami. Penelitian ini menggunakan 21 data gejala kulit wajah dengan 8 jenis serum produk Avoskin Your Skin Bae . Berdasarkan hasil pengujian menggunakan metode persentase akurasi sistem, diperoleh akurasi sebesar 85% sehingga sistem pakar yang dibuat dapat berjalan dengan baik.
Korespondensi Penulis:
Novianti Puspitasari, Program Studi Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Samarinda Telepon : +6281346648418 Email: [email protected]
Submitted : 15-09-2023; Accepted : 16-10-2023; Published : 22-10-2023
Copyright (c) 2023 The Author (s)This article is distributed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License (CC BY-SA 4.0)
## 1. PENDAHULUAN
Kulit wajah merupakan organ terluar manusia yang sangat diperhatikan. Hal ini dikarenakan kulit wajah adalah bagian yang paling terlihat dibandingkan dengan kulit yang berada di organ tubuh lainnya [1], [2]. Merawat wajah menjadi salah satu kegiatan yang digemari oleh masyarakat terutama wanita, karena kesehatan kulit wajah adalah faktor utama yang dapat dijadikan penanda kesehatan seseorang [3]. Merawat wajah dapat mencegah timbulnya masalah-masalah kulit, seperti berkomedo, bruntusan, berjerawat dan kulit kusam [4]. Hal ini menjadi
salah satu sebab semakin pesatnya perkembangan produk kosmetik saat ini [5] yang didukung pula oleh kemudahan belanja secara online [6]. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, pertumbuhan industri kimia, farmasi dan kosmetik naik 5,59% pada kuartal pertama tahun 2020. Pertumbuhan yang pesat tersebut membuat industri kosmetik memproduksi berbagai jenis kosmetik, terutama serum wajah. Serum wajah menjadi produk unggulan karena mengandung kadar zat aktif lebih tinggi dibandingkan dengan produk skincare lainnya [7], [8]. Menurut Asosiasi Digital Marketing Indonesia (2020), ada banyak sekali produk skincare jenis serum yang tersedia di pasaran dan tercatat pada tahun 2020 penjualan tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 11,18 juta. Salah satu merek lokal Indonesia yang terkenal adalah Avoskin. Avoskin menjadi salah satu merek lokal di Indonesia yang memiliki beragam varian skincare . Berdasarkan informasi yang diperoleh dari website Avoskin (2020), Avoskin pertama kali muncul pada tahun 2014 dengan konsep skincare berbahan dasar alami. Avoskin dikenal sebagai pelopor ekonomi Indonesia karena membeli bahan dasar pembuatan produk perawatan kulit dari para petani dalam negeri. Avoskin memiliki tingkat penjualan yang tinggi di Indonesia yaitu sebesar 6,36 miliar pada Juli 2021. Produk Avoskin juga memiliki banyak varian serum, khususnya pada serum jenis Avoskin Your Skin Bae. Banyaknya varian serum yang dikeluarkan membuat pengguna skincare menjadi bingung, sehingga hanya memperhatikan kriteria pemilihan serum berdasarkan pemikiran pribadi, tanpa memperhatikan apakah kandungan yang ada dalam serum tersebut cocok atau tidak dengan kulit masing-masing. Kandungan dalam suatu serum wajah sangat bervariasi karena banyaknya masalah kulit yang diatasi dengan komposisi serum yang berbeda pula. Ada kandungan bahan aktif pada serum yang dapat digunakan setiap hari, namun ada juga yang boleh digunakan hanya beberapa kali dalam seminggu. Jika tidak sesuai dengan masalah kulit dan prosedur penggunaan, serum wajah justru akan memberikan efek buruk pada kulit [9], [10]. Melalui penelitian ini cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membuat suatu sistem pakar. Sistem pakar adalah sistem yang mengadopsi pengetahuan dari seorang pakar terpercaya di bidangnya [11]. Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk membuat sistem pakar tersebut adalah metode Certainty Factor . Metode Certainty Factor dapat melakukan penalaran layaknya seorang pakar dan juga memiliki tingkat akurasi yang baik [12], [13].
Penelitian yang membangun sistem pakar menggunakan metode Certainty Factor dalam bidang kecantikan dan perawatan diantaranya adalah penelitian yang mengidentifikasi jenis kulit wajah dalam pemilihan produk skincare , dimana sistem pakar digunakan untuk mendeteksi jenis kulit sehingga mampu merekomendasikan produk skincare yang tepat [14]. Selain itu sistem pakar dengan metode Certainty Factor juga telah dibangun untuk mengidentifikasi jenis kulit seperti kulit normal, berminyak, kering, sensitif dan kombinasi [1]. Selain itu penelitian lainnya menunjukkan bahwa sistem pakar mampu memberikan solusi dalam bidang kecantikan untuk mengatasi permasalahan perawatan wajah [15]–[17]. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menerapkan sistem pakar dengan metode Certainty Factor yang berfokus dalam membantu pengguna skincare untuk menentukan pemilihan serum Avoskin Your Skin Bae sesuai dengan jenis kulit masing-masing. Kemudian demi menguji keakuratan sistem pakar, penelitian ini menerapkan metode pengujian persentase akurasi berdasarkan kasus uji, sehingga hasil yang diperoleh lebih terpercaya dan diharapkan dapat memudahkan dalam memilih jenis serum khususnya Avoskin Your Skin Bae sesuai dengan kulit setiap penggunanya tanpa harus menggunakan waktu dan biaya untuk datang berkonsultasi langsung ke dokter ataupun klinik kecantikan.
## 2. METODE PENELITIAN
Pada bagian ini membahas tentang tahapan penelitian, metode Certainty Factor , basis pengetahuan yang didapatkan oleh pakar dan mesin inferensi.
## 2.1 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini terdiri dari:
1. Identifikasi masalah: Pada tahap identifikasi masalah, di identifikasi masalah penelitian adalah melakukan identifikasi serum wajah sesuai jenis kulit menggunakan metode certainty factor (studi kasus pada produk Avoskin).
2. Studi literatur: di tahap ini melakukan kegiatan pengumpulan data pustaka. Dalam penelitian ini, studi literatur dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai serum, jenis kulit wajah dan apa saja bahan yang digunakan dalam suatu skincare untuk mengatasi berbagai masalah kulit.
3. Observasi: melakukan pengamatan langsung produk serum Avoskin yang tersedia di pasaran (toko kosmetik) sebagai objek penelitian serta menentukan pakar dalam penelitian ini.
4. Pengumpulan data: data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini yaitu wawancara langsung dengan pakar untuk mendapatkan data gejala dan data serum. Adapun data sekunder dalam penelitian ini yaitu berbagai jurnal pendukung, buku dan situs yang mendukung penelitian.
5. Perancangan Sistem: tahap ini melakukan perancangan antarmuka pengguna sebagai media untuk menghubungkan sistem dengan pengguna.
6. Implementasi Sistem: pembangunan sistem pakar dengan menerapkan metode certainty factor ke dalam sistem.
7. Pengujian: tahapan untuk menguji sistem pakar agar dapat digunakan dan dijalankan dengan baik. Adapun pengujian yang dilakukan yaitu pengujian implementasi perhitungan metode CF menggunakan kasus uji.
2.2 Certainty Factor
Certainty factor adalah salah satu metode dalam sistem pakar yang bekerja dengan menyatakan kepercayaan dalam suatu kejadian atau hipotesis berdasarkan penilaian pakar terhadap suatu data. Menurut [18]. Metode Certainty factor melakukan penalaran sama layaknya seperti seorang pakar. Metode CF sangat cocok digunakan untuk mendiagnosis sesuatu yang belum pasti. Certainty factor pertama kali diperkenalkan oleh Edward Shortliffe dan Bruce Buchanan di Stanford University untuk pembuatan MYCIN. MYCIN merupakan program interaktif yang melakukan diagnosis penyakit meningitis serta memberi rekomendasi terapi antimikroba.
Dalam metode Certainty factor derajat keyakinan seorang pakar menjadi faktor yang sangat penting karena derajat keyakinan akan menentukan hasil akhir perhitungan Certainty factor . Diperlukan wawancara langsung dengan pakar untuk mendapatkan tingkat keyakinan seorang pakar. Proses perhitungan metode CF dilakukan dengan menghitung nilai perkalian antara nilai CF user dan nilai CF pakar untuk mendapatkan nilai CF kombinasi. Nilai CF kombinasi yang paling tinggi adalah keputusan atau hasil akhir dari metode CF [12]. Certainty factor didefinisikan sebagai persamaan 1:
𝐶𝐹[𝐻, 𝐸] = 𝑀𝐵[𝐻, 𝐸] − 𝑀𝐷[𝐻, 𝐸] (1) Keterangan: 𝐶𝐹 = Certainty Factor 𝐻 = Hypothesis 𝐸 = Evidence
𝑀𝐵[𝐻, 𝐸] = Measure of Belief atau ukuran kepercayaan terhadap hipotesis 𝐻, jika diberikan 𝐸𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝐸, bernilai antara 0 sampai dengan 1.
𝑀𝐷[𝐻, 𝐸] = Measure of Disbelief atau ukuran ketidakpercayaan terhadap hipotesis 𝐻 , jika diberikan evidence 𝐸 , bernilai antara 0 sampai dengan 1.
Persamaan dasar digunakan jika nilai CF untuk setiap gejala yang belum diketahui. Kombinasi CF yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit adalah:
𝐶𝐹(𝐻, 𝐸) = 𝐶𝐹 (𝑈𝑠𝑒𝑟) × 𝐶𝐹 (𝑃𝑎𝑘𝑎𝑟) (2)
Jika terdapat lebih dari satu gejala maka CF dihitung menggunakan persamaan 3:
𝐶𝐹𝑐𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑒 = 𝐶𝐹𝑜𝑙𝑑 + 𝐶𝐹𝑔𝑒𝑗𝑎𝑙𝑎 × (1 − 𝐶𝐹𝑜𝑙𝑑) (3) Keterangan: 𝐶𝐹𝑜𝑙𝑑
= Hasil penjumlahan dari gejala pertama dan gejala kedua.
𝐶𝐹𝑔𝑒𝑗𝑎𝑙𝑎 = Nilai bobot berdasarkan penilaian dari pakar.
Pembobotan pada metode Certainty factor dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepercayaan dari pakar dan disajikan dalam bentuk Tabel 1.
Tabel 1. Pembobotan Metode Certainty Factor Faktor Ketidakpastian Nilai CF Pasti Tidak -1.0 Hampir Pasti Tidak -0.8 Kemungkinan Besar Tidak -0.6 Mungkin Tidak -0.4 Tidak Tahu -0.2 sampai 0.2 Mungkin 0.4 Kemungkinan Besar 0.6 Hampir Pasti 0.8 Pasti 1.0
## 2.3 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan menjelaskan perancangan data yang didapatkan dari penelitian awal yaitu daftar jenis kulit, gejala dan pengetahuan mengenai serum wajah. Berikut merupakan daftar serum wajah yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Serum Wajah Kode Nama Serum Wajah Keterangan P001 Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC Salicylic Acid baik untuk mengatasi jerawat, membersihkan pori-pori, mengurangi minyak di wajah, dan ZINC yang baik
Kode Nama Serum Wajah Keterangan untuk mengurangi peradangan jerawat. P002 Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica Kandungan Niacinamide baik untuk mencerahkan kulit, mengecilkan pori-pori dan Centella Asiatica baik untuk mengatasi iritasi, inflamasi jerawat dan melembabkan kulit. P003 Avoskin Your Skin Bae Hyacross 3% + Green Tea Hyacross dan Green Tea yang kaya akan antioksidan dikombinasikan untuk meningkatkan kelembapan kulit. P004 Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root Marine Collagen dapat memacu produksi kolagen alami dalam kulit dan Gingseng Root sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Serum ini diformulasikan khusus untuk memperbaiki tekstur kulit, membuat kulit kenyal, terhidrasi, mengurangi inflamasi, mengurangi kerutan, melembapkan dan mengencangkan kulit. P005 Avoskin Your Skin Bae Alpha Arbutin 3% + Grapeseed Alpha Arbutin terkenal sebagai kandungan pencerah dan Grapeseed yang kaya antioksidan yang baik untuk menangkal radikal bebas dan melembapkan kulit. P006 Avoskin Your Skin Bae Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum Vitamin C dan Niacinamide baik untuk mencerahkan wajah. Serum ini diformulasikan khusus untuk mencerahkan kulit, mencegah hiperpigmentasi kulit dan menjaga kulit agar tetap lembab. Serum ini diformulasikan khusus untuk pengguna yang baru mencoba menggunakan skincare, karena kandungan bahan aktifnya rendah. P007 Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum Lactic Acid sebagai bahan eksfoliator kulit yang aman untuk kulit sensitif dan kering. Kiwi Fruit Extract sangat baik untuk merawat kulit kering dan berjerawat, serta Niacinamide membuat kulit tampak lebih cerah. P008 Avoskin Your Skin Bae Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum Azeclair yang merupakan turunan dari Azlaic Acid baik untuk membersihkan pori, anti inflamasi dan dapat mencerahkan kulit. Selain itu, kandungan kombucha (teh hitam yang difermentasi)
memiliki banyak manfaat untuk kulit. Dengan kandungan vitamin B1, B6, B12, dan Vitamin C,
Kombucha mampu mencerahkan kulit
dan menjaga elastisitas kulit.
Setelah mendapatkan daftar serum selanjutnya adalah daftar gejala beserta nilai MB dan MD beserta CF Pakar yang ditampilkan pada Tabel 3. Nilai kepercayaan CF gejala dari pakar dipengaruhi oleh nilai MB ( Measure of Belief ) yaitu ukuran kenaikan kepercayaan hipotesis yang dipengaruhi oleh fakta dan nilai MD ( Measure of Disbelief ) yaitu ukuran kenaikan dari ketidakpercayaan hipotesis yang dipengaruhi oleh fakta.
Tabel 3 . Pengetahuan Nilai CF Kode Gejala Nama Gejala Nilai MB Nilai MD CF Pakar G001 Tidak berminyak 0.6 0.4 0.2 G002 Segar dan halus 0.6 0.2 0.4 G003 Terlihat sehat 0.8 0 0.8 G004 Tidak berjerawat 0.8 0.2 0.6 G005 Pori – pori terlihat besar 0.8 0.2 0.6 G006 Kulit terlihat mengkilat (berminyak) 0.8 0 0.8 G007 Sering berjerawat 0.8 0 0.8 G008 Berkomedo 0.6 0.2 0.4 G009 Beruntusan 0.6 0.4 0.2 G010 Banyak kerutan 0.6 0.4 0.2 G011 Kadang berjerawat 0.8 0.2 0.6 G012 Pori – pori kecil 0.6 0.2 0.4 G013 Mengelupas 0.8 0.2 0.6 G014 Kulit terlihat kusam 0.8 0 0.8 G015 Gatal pada wajah 0.6 0.2 0.4
Kode Gejala Nama Gejala Nilai MB Nilai MD CF Pakar G016 Mudah iritasi dan luka 0.8 0.2 0.6 G017 Kulit mudah terlihat kemerahan 0.8 0 0.8 G018 Mudah alergi 0.8 0 0.8 G019 Kulit Terasa Kencang 0.6 0.2 0.4 G020 Sebagian kulit kelihatan berminyak 0.6 0.2 0.4 G021 Sebagian kulit kelihatan kering 0.8 0 0.8
Tabel 3 menampilkan pengetahuan dengan nilai CF pakar adalah tabel dimana setiap beberapa jenis kulit yang memiliki gejala dengan nilai bobot kepercayaan dari pakar. Nilai MB dan MD berkisar hanya di antara nilai -1 (pasti tidak) dan 1 (keyakinan pasti) yang didasarkan pada Tabel 1.
## 2.4 Mesin Inferensi
Pada penelitian ini mesin inferensi yang digunakan adalah forward chaining . Forward chaining adalah metode penarikan kesimpulan yang melakukan pemrosesan yang diawali dengan proses penelusuran dimulai dari fakta yang ada lalu bergerak maju melalui premis-premis untuk menuju ke kesimpulan. Penelusuran ini dimulai berdasarkan fakta yang telah diketahui dan bergerak maju ke depan menggunakan aturan ( rule ) yang memiliki suatu premis yang cocok dengan fakta sampai mendapatkan kesimpulan atau sampai tidak ada aturan yang memiliki premis yang cocok [19]. Berikut adalah aturan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menghubungkan 21 gejala dan 8 jenis serum Avoskin dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar Aturan No Aturan R1 IF G001 AND G002 AND G003 AND G004 THEN P005 R2 IF G001 AND G010 AND G011 AND G012 AND G013 AND G014 AND G019 THEN P002 R3 IF G001 AND G008 AND G010 AND G011 AND G012 AND G013 AND G014 AND G019 THEN P007 R4 IF G001 AND G005 AND G008 AND G010 AND G011 AND G014 AND G017 AND G018 THEN P006 R5 IF G005 AND G006 AND G007 AND G008 AND G009 THEN P001 R6 IF G005 AND G006 AND G007 AND G008 AND G009 AND G014 THEN P008 R7 IF G005 AND G007 AND G008 AND G009 AND GG014 AND G020 AND G021 THEN P004 R8 IF G015 AND G016 AND G017 AND G018 THEN P003
## 3 HASIL DAN ANALISIS
Pada bagian ini, dijelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan metode certainty factor menggunakan data sebanyak 8 jenis serum merek Avoskin, 21 gejala kulit wajah dan 8 aturan ( rule ). Pada metode Certainty Factor, pengguna sistem juga menentukan bobot keyakinan terhadap suatu gejala berdasarkan lima pilihan bobot yaitu tidak tahu, mungkin, kemungkinan besar, hampir pasti dan pasti.
## 3.1 Perhitungan Metode Certainty Factor
Proses perhitungan metode certainty factor untuk mendapatkan hasil identifikasi serum yang sesuai dengan jenis kulit berdasarkan gejala dan bobot CF yang telah dipilih oleh user ditampilkan pada gambar berikut.
Setiap gejala yang terpilih berdasarkan hasil penelusuran forward chaining kemudian diproses menggunakan persamaan (2) dan (3) untuk mengetahui serum apa yang paling direkomendasikan sistem. Pada contoh kasus, pengguna telah memilih tujuh gejala dengan masing-masing nilai CF user . Dari tujuh gejala tersebut, sistem melakukan penelusuran ke setiap rule yang telah diberikan oleh pakar. Penelusuran didasarkan pada basis pengetahuan yang ditampilkan oleh Gambar…
Gambar 2. Halaman Basis Pengetahuan
Jika ada gejala pada rule yang cocok dengan gejala yang dipilih oleh user , maka sistem menghitung nilai CF dengan cara mengalikan bobot CF dari pakar dengan bobot CF dari user . Proses selanjutnya adalah menghitung nilai CF setiap aturan ( rule ) dengan mengalikan bobot CF pakar dengan bobot CF user menggunakan persamaan (2). Jika ada gejala yang dipilih user tetapi gejala tersebut tidak ada di dalam aturan ( rule ), maka nilai CF bernilai 0.
Aturan 1 : Serum Avoskin Your Skin Bae Alpha Arbutin 3% + Grapeseed 𝐶𝐹1 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹2 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹3 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹4 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0
Aturan 2 : Serum Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica 𝐶𝐹1 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹10 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.2 × 0.4 = 0.08 𝐶𝐹11 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹12 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹13 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹14 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.8 = 0.64 𝐶𝐹19 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0
Aturan 3 : Serum Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum 𝐶𝐹1 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹8 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.2 = 0.12 𝐶𝐹10 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.4 = 0.32 𝐶𝐹11 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹12 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹13 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹14 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.8 = 0.64 𝐶𝐹19 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0
Aturan 4 : Serum Avoskin Your Skin Bae Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum 𝐶𝐹1 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹5 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.4 × 0.8 = 0.32 𝐶𝐹8 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.2 = 012 𝐶𝐹10 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.4 = 0.24
𝐶𝐹11 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹14 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.8 = 0.64 𝐶𝐹17 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹18 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0
Aturan 5 : Serum Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC 𝐶𝐹5 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.8 = 0.48 𝐶𝐹6 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.6 = 0.48 𝐶𝐹7 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.4 = 0.32 𝐶𝐹8 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.4 × 0.2 = 0.08 𝐶𝐹9 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.2 × 0.2 = 0.04
Aturan 6 : Serum Avoskin Your Skin Bae Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum 𝐶𝐹5 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.8 = 0.64 𝐶𝐹6 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.6 = 0.48 𝐶𝐹7 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.4 = 0.24 𝐶𝐹8 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.4 × 0.2 = 0.08 𝐶𝐹9 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.2 × 0.2 = 0.04 𝐶𝐹14 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.2 × 0.8 = 0.16
Aturan 7 : Serum Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root 𝐶𝐹5 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.8 × 0.8 = 0.64 𝐶𝐹7 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.4 × 0.4 = 0.16 𝐶𝐹8 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.2 = 0.12 𝐶𝐹9 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.2 = 0.12 𝐶𝐹14 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0.6 × 0.8 = 0.48 𝐶𝐹20 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹21 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0
Aturan 8 : Serum Avoskin Your Skin Bae Hyacross 3% + Green Tea 𝐶𝐹15 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹16 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹17 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 𝐶𝐹18 = 𝐶𝐹𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐶𝐹𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 = 0 Hasil perhitungan seluruh nilai CF pada setiap aturan disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai CF CF Aturan ( Rule ) Rule 1 Rule 2 Rule 3 Rule 4 Rule 5 Rule 6 Rule 7 Rule 8 CF1 0 0 0 0 CF2 0 CF3 0 CF4 0 CF5 0.32 0.48 0.64 0.64 CF6 0.48 0.48 CF7 0.32 0.24 0.16 CF8 0 0.12 0.12 0.08 0.08 0.12 CF9 0.04 0.04 0.12 CF10 0.08 0.32 0.24 CF11 0 0 CF12 0 CF13 0 CF14 0.64 0.64 0.64 0.16 0.48 CF15 0 CF16 0 CF17 0 CF18 0 CF19 0 CF20 0 CF21 0
Langkah selanjutnya adalah mengkombinasikan nilai CF setiap aturan ( rule ) menggunakan persamaan (3) untuk menentukan persentase nilai CF pada setiap serum dan mengetahui hasil rekomendasi serum dengan nilai persentase tertinggi.
Aturan 1 : Serum Avoskin Your Skin Bae Alpha Arbutin 3% + Grapeseed. Gejala yang dipilih oleh user tidak ada yang sesuai dengan gejala pada rule 1 , jadi semua nilai CF bernilai 0, sehingga persentase nilai CF 0%.
Aturan 2 : Serum Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica. 𝐶𝐹𝑘𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖(𝐶𝐹1, 𝐶𝐹8) = 0 + 0 ∗ (1 − 0) = 0 (𝐶𝐹𝑛𝑒𝑤1) 𝐶𝐹𝑘𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 (𝐶𝐹𝑠𝑠𝑛𝑒𝑤1, 𝐶𝐹10) = 0 + 0.8 ∗ (1 − 0) = 0.8 ∗ 1 = 0.08 (𝐶𝐹𝑛𝑒𝑤2) 𝐶𝐹𝑘𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 (𝐶𝐹𝑛𝑒𝑤2, 𝐶𝐹14) = 0.08 + 0.64 ∗ (1 − 0.08) = 0.08 + 0.5888 = 0.6688 (𝐶𝐹𝑛𝑒𝑤3) 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑦𝑎𝑘𝑖𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 = 0.6688 ∗ 100% = 66.88%
Aturan 3: Serum Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum . 𝐶𝐹𝑘𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 (𝐶𝐹1, 𝐶𝐹8) = 0 + 0.12 ∗ (1 − 0) = 0.12 ∗ 1 = 0.12 (𝐶𝐹𝑛𝑒𝑤1) CFkombinasi (CFnew1, CF10) = 0.12 + 0.32 ∗ (1 − 0.12) = 0.12 + 0.2816 = 0.4016 (CFnew2) CFkombinasi (CFnew2, CF14) = 0.4016 + 0.64 ∗ (1 − 0.4016) = 0.4016 + 0.3829 = 0.7845 (CFnew3) 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑦𝑎𝑘𝑖𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑟 = 0.7845 ∗ 100% = 78.45%
Hasil perhitungan CF kombinasi disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Perhitungan CF Kombinasi No Nama Serum CF CF % 1 Serum Avoskin Your Skin Bae Alpha Arbutin 3% + Grapeseed. 0 0% 2 Serum Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica. 0,6688 66,88% 3 Serum Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. 0,7845 78,45% 4 Serum Avoskin Your Skin Bae Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum. 0,8362 83,62% 5 Serum Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. 0,8375 83,75% 6 Serum Avoskin Your Skin Bae Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum. 0,8943 89,43% 7 Serum Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. 0,8781 87,81% 8 Serum Avoskin Your Skin Bae Hyacross 3% + Green Tea. 0 0%
Berdasarkan Tabel 5, hasil perhitungan nilai CF kombinasi setiap aturan ( rule ), diketahui nilai persentase tertinggi adalah serum Avoskin Your Skin Bae Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum dengan persentase nilai CF sebesar 89,43%.
## 3.2 Pengujian Kasus Uji
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai akurasi sistem dengan cara mencocokkan hasil identifikasi serum yang diberikan oleh pakar dengan hasil identifikasi serum yang diberikan oleh sistem. Data yang digunakan dalam pengujian akurasi ini adalah sebanyak 20 data dengan gejala yang dipilih secara acak. Hasil pengujian metode kasus uji dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengujian Kasus Uji No Gejala Hasil Sistem Hasil Pakar Benar/Salah 1 G001,G007,G008,G009,G011,G013 Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Nilai CF = 89.44% Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Benar 2 G005,G006,G007,G008,G009,G014 Azeclair 10% +Kombuca 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum. Nilai CF=94.5% Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Salah 3 G011,G015,G016,G017,G018 Hyacross 3% + Green tea . Nilai CF=90.3% Hyacross 3% + Green tea. Benar 4 G005,G006,G007,G008,G009,G010, G014 Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Nilai CF=97.05% Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Benar 5 G010,G011,G012,G013,G014,G015 Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. Nilai CF=97.50% Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica. Salah
No Gejala Hasil Sistem Hasil Pakar Benar/Salah 6 G008,G009,G014,G020,G021 Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Nilai CF=95.27% Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Benar 7 G008,G009,G012,G013,G014 Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. Nilai CF=93.38% Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica. Salah 8 G005,G006,G007,G008,G009 Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Nilai CF=92.14% Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Benar 9 G014,G015,G016,G017,G018 Avoskin Your Skin Bae Hyacross 3% + Green Tea. Nilai CF=97.15% Avoskin Your Skin Bae Hyacross 3% + Green Tea. Benar 10 G005,G008,G009,G011,G017 Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Nilai CF=90.78% Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Benar 11 G001,G002,G003,G004,G005,G006, G007,G008,G009 Avoskin Your Skin Bae Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum. Nilai CF=95.83% Avoskin Your Skin Bae Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum. Benar 12 G001,G002,G003,G004,G005,G006 G007,G008,G009,G010,G011,G012 Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. Nilai CF=97.06% Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. Benar 13 G013,G014,G015,G016,G017,G018, G019,G020,G021 Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica. Nilai CF=94.56% Avoskin Your Skin Bae Niacinamide 12% + Centella Asiatica. Benar 14 G001,G002,G003,G004,G005,G006, G013,G014,G015,G016,G017,G018, G019,G020,G021 Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Nilai CF=96% Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Benar 15 G001,G002,G003,G004,G005,G006, G007,G008,G009,G010,G011,G014, G015,G016,G017,G018,G019,G020, G021 Avoskin Your Skin Bae Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum. Nilai CF=97.90%
Avoskin Your Skin Bae
Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum. Benar 16 G001,G002,G003,G004,G005,G006, G007,G008,G009,G010,G010,G011, G012,G013,G014,G015,G016,G017, G018 Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. Nilai CF=98.05% Avoskin Your Skin Bae Lactic Acid 10% + Kiwi Fruit 5% + Niacinamide 2.5% High Dose Serum. Benar 17 G007,G008,G009,G010,G011,G012, G013,G019,G020,G021 Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Nilai CF=92.89% Avoskin Your Skin Bae Marine Collagen 10% + Ginseng Root. Benar 18 G002,G004,G006,G008,G010,G012, G014,G016,G018,G020 Avoskin Your Skin Bae Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum. Nilai CF=96.33%
Avoskin Your Skin Bae
Vitamin C 3% + Niacinamide 2% Mandarin Orange Fruit Extract Serum. Benar 19 G001,G003,G005,G007,G009,G011, G013,G015,G017,G019,G021 Avoskin Your Skin Bae Alpha Arbutin 3% + Grapeseed. Nilai CF=96% Avoskin Your Skin Bae Alpha Arbutin 3% + Grapeseed. Benar 20 G006,G007,G008,G010,G012,G013, G015,G017,G018,G019 Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Nilai CF=94.52% Avoskin Your Skin Bae Salicylic Acid 2% + ZINC. Benar
Berdasarkan Tabel 7 diketahui terdapat 17 data yang sesuai dan 3 data yang tidak sesuai dengan hasil identifikasi yang diberikan oleh pakar. Hasil perhitungan akurasinya adalah sebagai berikut [19]:
## 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 17 20 X 100% = 85%
Hasil perhitungan akurasi dari 20 kasus data uji yang ada pada Tabel 8 menghasilkan nilai akurasi sistem yang dibuat sebesar 85%, sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pakar untuk mengidentifikasi serum wajah menggunakan metode Certainty Factor yang dibangun berjalan dengan cukup baik.
## 3 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini sistem pakar untuk mengidentifikasi serum wajah menggunakan metode certainty factor didapatkan kesimpulan:
1. Sistem yang telah dibangun diharapkan membantu masyarakat khususnya orang awam untuk mengetahui serum apa yang cocok dengan jenis kulit masing-masing.
2. Hasil pengujian akurasi dari sistem pakar untuk mengidentifikasi serum wajah menggunakan metode Certainty Factor memiliki tingkat keakuratan sebesar 85% menggunakan 20 data uji.
3. Berdasarkan hasil pengujian akurasi sistem dan perhitungan menunjukkan bahwa serum Avoskin Azeclair 10% + Kombucha 3% + Niacinamide 2.5% Vaccine Serum (Rule ke-6) merupakan serum yang paling direkomendasikan oleh sistem pakar yang dibangun dengan nilai kepastian sebesar 89,44%.
## REFERENSI
[1] I. H. Santi and B. Andari, “Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Jenis Kulit Wajah dengan Metode Certainty Factor,” INTENSIF J. Ilm. Penelit. dan Penerapan Teknol. Sist. Inf. , vol. 3, no. 2, pp. 159–177, 2019.
[2] S. Chandra, Y. Yunus, and S. Sumijan, “Sistem Pakar Menggunakan Metode Certainty Factor untuk Estetika Kulit Wanita dalam Menjaga Kesehatan,” 2020.
[3] M. Khansa, T. Supiani, and N. S. S. Ambarwati, “Jagung Sebagai Masker Terhadap Kesehatan Kulit Wajah Kering Secara Alami,” J. Tata Rias , vol. 9, no. 2, pp. 32–41, 2019.
[4] R. Subianto, A. P. Juledi, and M. Masrizal, “Penerapan Metode Certainty Factor dalam Perancangan Aplikasi Diangnosa Penyakit Kulit dengan Jenis Kosmetik,” MEANS (Media Inf. Anal. dan Sist. , pp. 57–61, 2023.
[5] A. N. Ramadhani and S. Masitoh, “Pengaruh Daya Tarik Iklan , Brand Ambassador dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Produk Wardah,” JIKOM (Jurnal Ilm. Komunikasi) , vol. 11, no. 03, pp. 135–143, 2019.
[6] D. Septiansari and T. Handayani, “Pengaruh Belanja Online Terhadap Perilaku Konsumtif pada Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19,” J. Ekon. dan Manaj. Teknol. , vol. 5, no. 1, pp. 53–65, 2021.
[7] Wisnubrata, “Apa Saja Tren Produk Perawatan Tubuh dan Kosmetik Tahun Ini? Kompas.Com.,” 2021.
[8] B. J. West, I. Alabi, and S. Deng, “A face serum containing bakuchiol , palmitoyl tripeptide-38 , hy- drolyzed hyaluronic acid and a polyherbal and vitamin blend improves skin quality in human volunteers and protects skin structure in vitro,” 2021.
[9] R. Pebrianto, S. N. Nugraha, and W. Gata, “Perancangan Sistem Pakar Penentuan Jenis Kulit Wajah Menggunakan Metode Certainty Factor,” Indones. J. Comput. Inf. Technoogy , vol. 5, no. 1, pp. 83–93, 2020.
[10] M. M. Sultan, “Optimization, Stability and Characterization of Face Serum Formulation,” 2018.
[11] S. Ramlah, P. L. L. Bellusno, and I. Irawati, “Sistem Pakar Penentuan Komposisi Skincare Berdasarkan Karakteristik Jenis Kulit Menggunakan Metode Certainty Factor,” Bul. Sist. Inf. dan Teknol. Islam , vol. 2, no. 1, pp. 36–42, 2021, doi: 10.33096/busiti.v2i1.734.
[12] Y. K. Kumarahadi, M. Z. Arifin, S. Pambudi, T. Prabowo, and K. Kusrini, “Sistem Pakar Identifikasi Jenis Kulit Wajah Dengan Metode Certainty Factor,” J. Teknol. Inf. dan Komun. , vol. 8, no. 1, pp. 21–27, 2020, doi: 10.30646/tikomsin.v8i1.453.
[13] A. H. Aji, M. T. Furqon, and A. W. Widodo, “Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Ibu Hamil Menggunakan Metode Certainty Factor ( CF ),” J. Pengemb. Teknol. Inf. dan Ilmu Komput. , vol. 3, no. 5, pp. 2127–2134, 2018.
[14] M. H. As’ary, R. I. Ginting, and M. G. Suryanata, “Mengidentifikasi Jenis Kulit Wajah dalam Pemilihan Produk Skin Care Menggunakan Metode Certainty Factor,” J. Sist. Inf. Triguna Dharma (JURSI TGD) , vol.
1, no. 3, pp. 139–148, 2022, doi: 10.53513/jursi.v1i3.5115.
[15] M. Y. Nova, D. Maharani, and S. Sudarmin, “Implementasi Metode Certainty Factor dalam Menentukan Perawatan Wajah Sesuai dengan Jenis Kulit Wanita,” J. Media Inform. Budidarma , vol. 6, no. 2, pp. 1071– 1079, 2022, doi: 10.30865/mib.v6i2.3998.
[16] N. Alam, H. Henny, and I. Sukma, “Penentuan Kosmetik Berdasarkan Jenis Kulit Wajah (dengan Menggunakan Metode Simple Additive Weighting dan Certainty Factor),” Simtek J. Sist. Inf. dan Tek. Komput. , vol. 6, no. 1, pp. 36–43, 2021, doi: 10.51876/simtek.v6i1.93.
[17] D. S. Ramdan, C. A. Sugianto, and R. D. Monica, “Expert System of Facial Skin Type Diagnosis and Skincare Recommendation Based on Certainty Factor,” J. Appl. Intell. Syst. , vol. 7, no. 3, pp. 246–258, 2022, doi: 10.33633/jais.v7i3.7150.
[18] F. Ariani, Marpitalia, Erlangga, and Yulfriwini, “Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada Ayam Broiler Dengan Metode Forward Chaining,” J. Manag. Sist. Inf. dan Teknol. , vol. 09, no. 01, 2019.
[19] N. Puspitasari, H. Hamdani, H. R. Hatta, A. Septiarini, and Sumaini, “Penerapan Metode Teorema Bayes Untuk Mendeteksi Hama Pada Tanaman Padi Mayas Kalimantan Timur,” SINTECH (Science Inf. Technol. J. , vol. 4, no. 2, pp. 155–162, 2021, doi: 10.31598/sintechjournal.v4i2.919.
|
becf68c7-270d-4b1c-bb25-8c6fc5936f73 | https://jurnal.ulb.ac.id/index.php/sigma/article/download/1246/1360 | PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN DI KELAS VII SMP N 2 RANTAU UTARA
AMIN HARAHAP
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Labuhan Batu, Jalan SM Raja No 126 A, Aek Tapa, Rantauprapat Email: [email protected]
Diterima (September 2016) dan disetujui (Otober 2016)
## ABSTRAK
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian ini adalah kelas VII SMP N 2 Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu sebanyak 27 siswa. Dan objek penelitiannya adalah Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Materi Himpunan SMP N 2 Rantau Utara. Berdasarkan hasil tes awal Nilai hasil belajar siswa secara klasikal sebelum diterapkan pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match adalah sebesar 18,5% dengan criteria sangat rendah. Nilai hasil belajar matematika siswa secara klasikal setelah diterapkan pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match pada siklus I sebesar 70,37%, berarti nilai yang diperoleh siswa belum mencapai ketuntasan klasikal yaitu sebesar > 85%. Nilai hasil belajar matematika siswa secara klasikal setelah diterapkan pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match pada siklus II sebesar 92,59%, berarti nilai yang diperoleh siswa sudah mencapai ketuntasan klasikal yaitu sebesar > 85% Ini berarti terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa dari sebelum tindakan ke siklus I sebesar 51,85%, dan dari siklus I ke siklus II sebesar 22,22%. Berdasarkan hasil Secara keseluruhan guru sudah cukup maksimal dalam mengajarkan materi himpunan dengan perhitungan rata-rata untuk setiap aspek pada siklus I adalah 2,91 dengan kategori baik dan rata-rata pada siklus II adalah 3,88 berada dalam kategori sangat baik, ini berarti telah terjadi peningkatan pada aktivitas guru. Dari penelitian ini diperoleh simpulan bahwa dengan menggunakan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar dan siswa kelas VII SMP N 2 Rantau Utara pada Materi himpunan.
Kata kunci : Pembelajaran Tipe Make A Match, Hasil Belajar.
## Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara aktif. Namun sayangnya kualitas pendidikan di Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini dikemukakan oleh Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI), Noor (dalam http://www.sfeduresearch.org/ ) antara lain:
“Prestasi matematika siswa kelas 8 (setara SMP kelas 2) di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang jumlah jam pelajarannya setiap tahun lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Prestasi kita 411, Malaysia prestasinya 508, Singapura 605. Padahal jam pelajaran di Indonesia adalah 169 jam rata-rata setiap tahun. Sedangkan Malaysia 120 jam dan Singapura hanya 112 jam, terangnya dalam konferensi pers The First Symposium On realistic Teaching in Mathematics di Bandung, selasa (16/1). Bila nilai tersebut dikelompokkan, kata Firman, nilai 400-474 termasuk rendah, 475-549 termasuk menengah, 550-624 termasuk tinggi, dan 625 termasuk tingkat lanjut. Nilai tersebut, sambungnya, merupakan hasil analisis pelaksanaan Trends in Internasional Mathematics and University of Hongkong”.
Rendahnya kemampuan matematika disebabkan oleh banyak hal, salah satu diantaranya
terletak pada
proses pembelajaran matematika disekolah. Faktor yang menyebabkan kegagalan dalam pendidikan matematika ditinjau dari segi pengajaran antara lain : pengajaran yang kurang
melibatkan interaksi yang komunikatif dalam kelas, dimana kelas berlangsung sebagai kelas yang membisu tanpa suara, siswa takut bertanya, dan menjawab pertanyaan, tidak berani mengemukakan pendapat bahkan ada kecenderungan siswa takut pada guru matematika. Pendidikan saat ini cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai objek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan, proses pembelajaran didominasi dengan tuntutan untuk menghapal dan menguasai pelajaran sebanyak
mungkin guna menghadapi ujian/test, dan pada kesempatan tersebut peserta didik harus mengeluarkan apa yang telah dihapalkan.
Hal tersebut mengakibatkan pendidikan mengisolasi diri dari kehidupan riil yang ada diluar sekolah, kurang relevan antara yang diajarkan dengan kebutuhan dalam pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada
pengembangan intelektual yang tidak sejalan dengan pengembangan individu sebagai kesatuan yang utuh dan berkepribadian. Selain itu, berdasarkan mutu akademik antar bangsa melalui Programme for International Student Assessment (PISA) 2006 menunjukan bahwa dari 45 negara yang disurvei untuk bidang matematika, Indonesia menempati peringkat ke-39. Skor Indonesia 15 poin lebih rendah dari Mexico yang menduduki peringkat ke-38. Sedangkan dalam skala pengetahuan, Indonesia menempati peringkat ke-50 dari 57 negara yang disurvei. Hal ini menunjukan Indonesia masih tertinggal jauh dari negara lain dalam bidang pendidikan.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dengan jalan mengembangkan kemampuan berfikir logis, rasional dan sistematis serta mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini senada dengan yang dinyatakan Soedjadi (2000:138) bahwa “Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapan maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi”. Dengan demikian, sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap bangsa
Indonesia, baik penerapannya maupun pola pikirnya. Oleh karenanya siswa perlu dibekali dengan matematika yang memadai sehingga dapat menjadi pengembang ilmu dan pengetahuan bangsa. Untuk itulah perlu ditingkatkan dan dikembangkan kualitas pengajaran matematika Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994:230). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian diatas peneliti tertarik dan berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Materi Himpunan Di Kelas VII SMP N 2 Rantau Utara.
## METODE
penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif dan naturalistik. Penelitian ini bersifat deskriptif karena hanya mendeskripsikan tentang keadaan
penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match . Pendekatan kualitatif bersifat naturalistik karena penelitian ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak memanipulasi keadaan dan kondisinya. Kedua sifat penelitian kualitatif tersebut menuntut keterlibatan peneliti secara langsung (partisipasi aktif) baik pada awal pembelajaran maupun yang terjadi setelah diterapkannya tindakan di lapangan. Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom Action Research ). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, namun bila dari dua siklus yang direncanakan masih terdapat masalah yang harus dipecahkan maka dapat dilanjutkan dengan siklus berikutnya. Kegiatan setiap siklusnya terdapat empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
## HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum Tindakan
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap jalannya pembelajaran sebelum dilakukan tindakan didukung dengan instrumen yaitu lembar observasi dan tes hasil belajar yang diberikan terhadap siswa, dilihat dari lembar observasi terhadap guru dan lembar observasi terhadap siswa masih rendah, dan juga pemahaman hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika masih rendah.
Setelah Tindakan Siklus I Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti terhadap jalannya pembelajaran setelah dilakukan tindakan didukung dengan instrumen yaitu lembar observasi dan tes hasil belajar yang diberikan terhadap siswa, dilihat dari lembar observasi terhadap guru dan observasi terhadap siswa sudah menunjukkan adanya peningkatan terhadap aktivitas siswa yang awalnya belum terbiasa untuk belajar kelompok
sekarang sudah mulai menyukai belajar kelompok dan sudah mulai terbiasa menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam menyelesaikan soal himpunan.
Tetapi masih terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan yaitu :
1. Dari faktor peneliti sendiri; peneliti masih belum efektif mengelola kelas dan peneliti masih belum dapat mengalokasikan waktu dengan tepat. 2. Dari faktor siswa; siswa belum sepenuhnya konsekuen dalam melaksanakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match.
Dari hasil belajar siswa secara keseluruhan di siklus I ini, peneliti sudah cukup maksimal dalam mengajarkan materi ajar himpunan dengan persentase perhitungan rata-rata secara klasikal adalah 70,37% belum mencapai ketuntasan secara klasikal dan observasi yang dilakukan terhadap aktivitas siswa persentase perhitungan rata-rata adalah 2,76 dengan kategori baik. Berdasarkan hasil belajar siswa yang diperoleh sebelum tindakan terjadi
peningkatan 18,5 % menjadi 70,37 % pada siklus I. dan dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan persentase kemampuan siswa secara klasikal yang terjadi sebelum diberikannya tindakan siklus I dan setelah tindakan siklus I sebesar 51,85 % dan hasil ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match yang diterapkan oleh peneliti dapat dipahami oleh siswa. Akan tetapi hasil ini belum sesuai dengan target yang ditentukan yaitu ketuntasan secara klasikal (> 85%). Jadi dapat disimpulkan bahwa secara klasikal kemampuan belajar siswa pada materi ajar himpunan belum sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
## Siklus II
Hasil observasi pada aktivitas guru atau peneliti dan siswa pada siklus II menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam menyelesaikan soal himpunan dalam penelitian ini berjalan dengan baik dan efektif. Karena permasalahan yang terjadi pada siklus I telah dapat diatasi dengan baik.
Setelah pemberian tindakan pada siklus II dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match , diperoleh tingkat kemampuan hasil
belajar siswa secara klasikal pada siklus I sebesar 70,37% dan pada siklus II sebesar 92,59 %, dapat terlihat terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebaesar 22,22% . sehingga dapat disimpulkan bahwa secara klasikal tingkat kemampuan siswa sudah susuai dengan target yang telah ditentukan > 85%sehingga tidak perlu dilakukan siklus III.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match untuk menyelesaikan soal himpunan dapat meningkatkan hasil belajar.
## KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Nilai hasil belajar siswa secara klasikal sebelum menerapkan pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A Match adalah sebesar 18,5 % dengan kriteria sangat rendah. Berarti nilai hasil belajar matematika siswa harus lebih
ditingkatkan pada siklus berikutnya dengan menerapkan model Kooperatif
Tipe Make A Match .
2. Nilai hasil belajar siswa secara klasikal
setelah diterapkan pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match pada siklus I sebesar 70,37 % dengan kriteria sedang berarti nilai yang diperoleh siswa belum mencapai kertuntasan klasikal yaitu sebesar 85%.
3. Nilai hasil belajar siswa secara klasikal setelah diterapkan Kooperatif Tipe Make A Match pada siklus II sebesar 92,59 %. berarti nilai hasil belajar siswa telah mencapai ketuntasan secara klasikal 92,59% 85%. 4. Peningkatan nilai hasil belajar matematika siswa dari sebelum tindakan ke siklus I sebesar 51,85 %, dan dari siklus I ke siklus II sebesar 22,22 %.
5. Pada siklus I, rata-rata hasil observasi aktivitas belajar siswa sebesar 2,76 dengan kategori sedang, dan pada siklus II rata-rata hasil observasi aktivitas belajar siswa sebesar 3,29 dengan kategori baik.
Pada siklus I, rata-rata hasil observasi aktivitas guru sebesar 2,91 dengan kategori sedang, dan pada siklus II rata-rata hasil observasi aktivitas guru sebesar 3,875 dengan kategori baik.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, (1990), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta
Anni, 2006. Psikologi Belajar, UPT UNNES Press. Semarang
Arikunto, 2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , Jakarta: PT Rineka
Biyono. 2012. Upaya Peningkatan Hasil
Belajar Matematika Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Make a Match Pada Siswa Kelas I SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012. Bruner (diakses dari www.disdikkluklung.net ) Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta
: Raja Grafindo Persada
Lorna Curran. 1994. Metode Pembelajaran Make a Match . Jakarta: Pustaka Belajar
Mulyono,A (1990), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta
Munandar, S.C. Utami. 1999. Strategi Mewujudkan Potensi dan Bakat Dalam Kreativitas dan Keberbakatan .
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Pidarta. M. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Porter (diakses dari www.ayitstudio85.blogspot.com ) Pembaharuan suara, (2007), Mutu Pendidikan Di Indonesia Rendah, http:/www.Sfeduresearch.org/conten/v iew/108/66/lang.id/ diakses tgl 09 Juli 2010 Rina Marlina (2012), Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dalam Peningkatan Pembelajaran Ips Siswa Kelas V Sd Negeri Mudal Tahun Ajaran 2011/ 2012
Sutikno, M.Sobri (2004). Menuju Pendidikan Bermutu . Mataram: NTP Press
Syahrum dan Salim, (2007) Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung : Cita Pustaka Media
Sardiman. 2010 . Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers
Sudjana, Nana,(2005) Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, B andung:Remaja Rosdakarya
Soedjadi.
(2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstatasi Masa KiniMenuju Masa Depan). Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas
Sobel, Max A dan Evan M. Maletsky. (2004). Mengajar Matematika : Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas, dan Strategi Untuk Guru Matematika SD, SMP, SMA. Erlangga : Jakarta
Tim MKPBM (2001) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Tim Pelatih PQSM, 1997
Usman, Uzer (2007), Menjadi guru
Profesional, Bandung:
PT Remaja
Rosdakarya
|
1f5df331-1037-41e0-adb1-c1f272e51b0e | https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/ulunnuha/article/download/6406/3402 | Jurnal Ulunnuha P-ISSN : 2086-3721 E-ISSN: 2865-6050 Vol. 12 No.1/Juni 2023
INTERAKSI-DIALOGIS
## MAZHAB TAFSIR UIN IMAM BONJOL PADANG
Toni Markos Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang E-mail: [email protected]
Mhd. Idris Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang E-mail: [email protected]
Muahammad Hanif Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang E-mail: [email protected]
Agym Sayyidar Rusli Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang E-mail: [email protected]
## Abstract
This study aims to determine the research methods and issues discussed by graduates of the Qur'an and Tafsir Study Program and their relation to the development of dialogue-interaction science as the philosophical foundation of the scientific paradigm of UIN Imam Bonjol Padang. This research is a qualitative literature research. The primary data of this research is the results of research by students of the Qur'an and Tafsir Study Program for the 2017 and 2018 batches because these two generations have graduated since the change in the philosophical foundation of the scientific paradigm of UIN Imam Bonjol Padang, namely interaction-dialogical.
While the secondary data obtained from the literature related to the research discussion. The data analysis method used is the content analysis method. The results of this study indicate that the method used by students of the Qur'an and Tafsir Study Program in completing the thesis is dominated by literature review as much as 69% with a total of 104 thesis titles and a field study of 31% with a total of 46 thesis titles. The interpretation method that is widely used is the maudhu'i interpretation method for library research and the living qur'an for field studies. while the issues most written by students were social and cultural issues as much as 55% of the total research. This proves that the interactions of the scientific studies of the Qur'an and the interpretation of the Qur'an and Tafsir Study Programs interact more and have dialogue with the social sciences. For this reason, the Al-Qur'an and Tafsir Study Program has been able to develop science that is not only based on normative- orthodox or textual-normative turats (traditions), but has also been able to dialogue with scientific development and local culture. So that the principles and scientific foundations of the dialogue-interaction have been imprinted in the graduates and scientific works of graduates of this study program.
Keywords: Mapping, IAT Research, Interaction-Dialogical
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode dan isu penelitian yang dibahas oleh lulusan Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dan keterkaitannya dengan pengembangan keilmuan interaksi- dialogis sebagai landasan filosofis paradigma keilmuan UIN Imam Bonjol Padang. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat kualitatif. Data primer penelitian ini berupa hasil penelitian mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Tahun Angkatan 2017 dan 2018 karena dua angkatan ini yang sudah wisuda sejak adanya perubahan landasan filosofis paradigma keilmuan UIN Imam Bonjol Padang yaitu interaksi-dialogis. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan pembahasan penelitian. Adapun metode analisis data yang dilakukan adalah metode content analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan oleh mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi didominasi oleh kajian pustaka sebanyak 69 % dengan jumlah skripsi 104 judul dan kajian lapangan sebanyak 31 % dengan jumlah skripsi 46 judul. Metode tafsir yang banyak digunakan adalah metode tafsir maudhu’i untuk penelitian pustaka dan living qur`an untuk kajian lapangan. sementara isu yang paling banyak ditulis oleh mahasiswa adalah isu sosial dan budaya sebanyak 55% dari jumlah penelitian. Hal ini membuktikan bahwa interaksi-dialogis kajian keilmuan al-Qur‟an dan tafsir pada Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir lebih banyak berinteraksi dan berdialog dengan ilmu-ilmu sosial. Untuk itu, Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir telah mampu mengembangkan keilmuan yang tidak hanya berbasis pada turats (tradisi) yang bersifat normatif-ortodok atau tekstual-normatif, akan tetapi juga sudah mampu mendialogkannya dengan pengembangan keilmuan dan budaya lokal. Sehingga prinsip dan landasan keilmuan interaksi-dialogis tersebut sudah terpatri dalam lulusan dan karya ilmiah lulusan prodi ini.
Kata Kunci: Pemetaan, Penelitian IAT, Interaksi-dialogis
PENDAHULUAN
Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir mengalami perubahan setelah adanya perubahan nomenklatur pada Kementerian Agama Republik Indonesia. 1 Awalnya prodi ini bernama Prodi Tafsir Hadis dan berganti nama dengan Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir. 2 Di UIN Imam Bonjol Padang, secara lengkap de facto dan de jure , prodi mulai berjalan sejak tahun 2016, di mana mahasiswa pada tahun ini, sudah menjadi mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dan sudah memakai kurikulum KKNI prodi.
Dalam era disruspsi sudah seyogianyalah Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir mampu mengembangkan keilmuan yang tidak hanya berbasis pada turats (tradisi) yang bersifat normatif-ortodok atau tekstual-normatif, tetapi mampu mendialogkannya dengan pengembangan keilmuan dan budaya lokal. Sehingga prinsip dan landasan keilmuan interaksi-dialogis itu terpatri dalam lulusan dan karya ilmiah lulusan prodi ini.
Landasan filosofis keilmuan pada prinsipnya mengacu kepada tiga aspek, yaitu aspek ontologis, epistemologi dan aksiologi. Dari segi ontologis, sesungguhnya civitas akademika dari sebuah universitas akan menghadapi kenyataan yang senantiasa bersifat multidimensional. Dalam hal ini baik dosen maupun mahasiswa tetap saja tidak akan mampu menghadapi kenyataan yang bersifat utuh dan mutlak kalau hanya mengandalkan kemampuan personal-individual.
Kajian ontologi memiliki objek material, 1) di mana adakalanya suatu kenyataan dinamakan alam objektif- empiris; 2) ada juga dalam bentuk relasi dan pertukaran antar manusia maupun antara manusia dan alam atau lingkungannya; 3) serta ada juga yang bersifat pengalaman subjektif-internal manusia itu sendiri. Poin pertama di atas bisa
1 Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor: 3389 Tahun 2013 Tentang Penamaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Fakultas Dan Jurusan Pada Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun 2013
2 Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7355 Tahun 2016 tentang Penyesuaian Nomenklatur Program Studi pada Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang; Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6811 Tahun 2017 tentang Penyesuaian Nomenklatur Program Studi pada Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang
diselesaikan dengan disiplin ilmu alam, poin kedua bisa diselesaikan dengan disiplin ilmu sosial dan poin ketiga bisa diselesaikan dengan disipilin ilmu humaniora.
Di samping objek material aontologi di atas, masih terdapat sudut pandang lain atau cara kerja ilmu ketika berhadapan dengan kenyataan. Adakalanya tabiat sebuah ilmu itu bersifat eksplanasi/ menjelaskan, sehingga hal ini melahirkan disiplin ilmu yang bersifat tekstual/ teks. Kajian teks tidaklah hanya bersifat teks tertlis saja, tetapi adakalanya teks itu merupakan bentangan alam. Kenyataan yang dihadapi oleh ilmu seperti ini adalah kenyataan relasi sosial. Dari uraian tersebut, bahwa dengan konversi IAIN Imam Bonjol Padang menuju UIN Imam Bonjol Padang adalah menganut ontologi pularalisme, artinya kenyataan dipahami dengan dimensi banyak akibat keterbatasan manusia itu sendiri. Landasan filosfis kedua adalah persoalan epistemologi. Pluralisme ontologis yang dianut oleh UIN Imam Bonjol Padang tentunya sangat logis berimpilkasi aspek epistemologi dan metodologi yang akan dijadikan landasan pengembangan keilmuan Universitas IslamNegeri Imam Bonjol Padang. Hal ini tentunya melahirkan eipstemologis yang majemuk dan begitu juga halnya dengan metodologis.
Pada dasarnya kenyataan ontologis yang dipahami dengan trikotomi pengetahuan alam, sosial dan humaniora maupun trikotomi teks, relasi sosial dan pengetahuan subjek sebtulnya sudah terdapat dalam tradisi pemikiran Islam. Epistemologi pemikiran Islam klasih ini dekenal dengan istilah bayaniy (interpretasi tekstual), burhaniy (pembuktian empiris maupun logis) dan irfaniy (insight pengetahun pengalaman subjektif). Dalam kajian epistemologi Filsafat Barat Modern juga sudah dikenal aliran epistemologi empirisem dan rasionalisme serta juga positivistik. Bahkan pada era belakangan juga sudah dikenal istilah epistemologi prahmatisme-relativistik yang antiesensialis. Namun pada hakikatnya semua aspek epistemologi tersebut pada ujungnya adalah suatu upaya dalam mencari dan menemukan kebenaran.
Aspek ketiga sebagai landasan filosofis keilmuan adalah aksiologi. Tingkat pertimbangan nilai ini pada akhirnya adalah bahwa semua kegiatan keilmuan dan akademik kembali kepada pembelaan manusia secara universal. UIN Imam bonjol Padang memahamkan bahwa nilai dalam diri manuisa bisa datang dipilih dari beragam sumber berkat interaksinya dengan manusia dan kebudayaan lain.
Jika hal ini tidak diberlakukan, tentunya usaha untuk menghilangkan dikotomi ilmu pengetahuan yaitu antara ilmu agama dan ilmu umum tidak akan pernah berhasil, bahkan hal ini akan menjadi semakin lebih sengit. Kedua adalah bahwa jika hal ini tidak diberlakukan maka integrasi keilmuan itu akan menjadi prematur dan bersifat eksklusif. Maka dari itu filosofi pengembangan Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang didasarkan pada pluralisme aspek ontologis, epistemologis/ metodologis dan aksiologi seperti dijelaskan sebelumnya.
Lebih lanjut tentunya hal ini seiring dan sejalan dengan prinsip dasar kebudayaan Mingkabau dan merupakan salah satu entitas dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol itu sendiri. Adapun prisip dasar kebudayaan Minangkabau adalah keseimbangan dalam pertentangan. Tentunya hal ini terlihat dalam beberapa pepatah keseharian adat Minangkabau seperti; “ basilang kayu ditungku makonyo api kahiduik” atau ungkapan seperti “ tali tigo sapilin, tigo tungku sajarangan” dan sebagainya. Pertentangan-pertentangan yang ada diselesaikan dengan melakukan penyeimbangan. Hal ini bisa diasumsikan dengan bahwa manusia ketika menghadapi pertentangan dengan kenyataan atau ketika ia sendiri yang bertentangan dengan manusia lainnya, maka sejatinya ia harus aktif membuat keseimbangan dan bukan malah sebaliknya, yaitu bersifat pasif dan hanya menunggu.
Maka Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang memahami pluralisme sebagai pertentangan yang seyogianya saling berinteraksi demi melahirkan sesuatu yang baru dan tanpa menghilangkan arti dari pertentangan itu sendiri. Dengan demikian Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang memahami bahwa interaksi dialogis antara ilmu umum dan ilmu agama maupun berbagai disiplin dengan ontologis, epistemologis/ metodologis dan aksiologisnya berdasarkan kepada prinsip perimbangan dalam pertentangan ini. Pada dasarnya prinsip ini adalah mengabdi kepada kebenaran dengan cara mencari dan mengkomunikasikan. Interakasi ini tentnya bersifat multidimensional, sebab ilmu dan agama adalah berdimensi banyak karena adanya campur tangan rasionalitas, budaya dan sebagainya.
Paradigma interaksi – dialogis yang dikembangkan oleh Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang seperti yang dijelaskan sebelumnya secara metaforis dapat dinalogikan dengan an-nahl (lebah dan sarangnya). Setiap seekor lebah memiliki sarang berbetuk segi enam (heksagonal) yang terintegrasi dengan dengan sarang lebah yang lain. Masing-masing sarang tidak berbaui atau bergabung dengan yang lain, namun terintegrasi dalam satu kesatuan kerja untuk menghasilkan madu. Madu lahir dan bisa dinikmati manusia karena di dalam sarangnya lebah bekerja sendiri-sendiri sekaligus bersama-sama. 3 Interaksi dimaksudkan memberikan kompromi dan perbedaan terhadap keilmuan yang berkaitan. Banyak penelitian yang telah membahas tentang interaksi dialogis keilmuan, diantaranya oleh Iis Arifuddin, 4 Feiza Rahma Putri, 5 Melanie Klein, 6 Robyn M. Gillies, 7 Rian Antony, 8 Suwardi Lubis. 9 Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan integrasi-dialogis keilmuan dalam bidang mazhab tafsir pada UIN Imam Bonjol Padang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Teknik pengumpulan data melalui observasi dokumen, wawancara dan kuisioner dengan teknik analisis data menggunakan reduksi, penyajian data serta simpulan terhadap data yang telah didapatkan.
## PEMBAHASAN
Jenis Penelitian Karya Ilmiah Mahasiswa
Penelitian tentang pemetaan karya ilmiah mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol padang pasca beralih status IAIN menjadi UIN pada tahun 2017 berdampak terhadap kurikulum yang digunakan. Kurikulum Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir mesti
3 Dokumen naskah Akademik Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang tahun 2014, h. 37 – 44
4 Iis Arifuddin, Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam, Edukasia Islamika , Vol. 1, No. 1, 2016.
5 Feiza Rahma Putri, Integrasi Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Agama Islam, Wahana Akademika, Vol. 6, No. 1, 2019.
6 Melanie Klein, “Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli,” accessed August 18, 2023, https://www.psikologimultitalent.com/2016/11/pengertian-dan-contoh-komunikasi.html.
7 Robyn M. Gillies, “Dialogic Interactions in the Cooperative Classroom,” International Journal of Educational Research 76 (2016): 178–89, https://doi.org/10.1016/j.ijer.2015.02.009.
8 Rian Antony, “Komunikasi Dialogis Sebagai Ekspresi Pendidikan Pemerdekaan YB Mangunwijaya (Studi Kasus Di Sekolah Dasar Eksperimental Mangunan” (Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 2022).
9 Suwardi Lubis, “Komunikasi Dialogis Landasan Masyarakat Demokrasi,” Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Communique 1, no. 1 (October 2, 2018): 13–18.
disesuaikan dengan landasan filosofis paradigma keilmuan UIN Imam Bonjol Padang, yaitu interaksi-dialogis. Prinsip dari interaksi-dialogis adalah mengabdi pada kebenaran dengan mencari dan mengomunikasinnya. Sehingga interaksi ini bersifat multidimensional, sebab dimensi yang saling berhubungan bukan hanya antara entitas yang masing-masing berdimensi tunggal, melainkan multidimesi.
Berdasarkan hal di atas, Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dituntut untuk mampu mengembangkan keilmuan yang tidak hanya berbasis pada turats (tradisi) yang bersifat normatif-ortodok atau tekstual-normatif, tetapi juga harus mampu mendialogkannya dengan pengembangan keilmuan dan budaya lokal. Sehingga prinsip dan landasan keilmuan interaksi-dialogis itu terpatri dalam lulusan dan karya ilmiah lulusan prodi ini. Untuk melihat metode dan isu penelitian mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir maka fokus penelitian ini adalah mahasiswa yang sudah wisuda atau yang sudah sidang munaqasyah Tahun Angkatan 2017 dan 2018. Hal ini dilakukan karena lulusan angkatan ini adalah produk kurikulum prodi yang sudah disesuaikan dengan landasan filosofis paradigma keilmuan UIN Imam Bonjol Padang.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap lulusan program studi Ilmu al- Qur`an dan Tafsir Tahun Angkatan 2017 dan 2018 maka ditemukan 150 skripsi yang sudah ditulis oleh mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol padang. Dari penela‟ahan yang sudah dilakukan, diperoleh hasil pemetaan jenis penelitian mahasiwa Ilmu al-Qur`an dan Tafsir. Jenis penelitian yang dilakukan hanya terbagi kepada dua jenis yaitu field research dan library research . Penelitian library research lebih mendominasi dilakukan oleh mahasiswa Tahun Angkatan 2017 dan 2018. Presentasinya mencapai 69 % dari jumlah keseluruhan penelitian atau sebanyak 104 skripsi. Sementara penelitian jenis field research hanya mencapai 39 % atau sebanyak 46 skripsi. Hasil yang didapatkan ini menunjukkan pemetaan jenis penelitian dari skripsi yang telah dihasilkan terdiri dari dua jenis penelitian. Berikut ini paparan data dalam bentuk diagram terkait jenis penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Tahun Angkatan 2017 dan 2018 program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Imam Bonjol padang:
Berdasarkan diagram di atas tentang pemetaan jenis penelitian maka dapat dipahami bahwa mahasiswa Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang Tahun Angkatan 2017 dan 2018 lebih banyak menggunakan penelitian kepustakaan yang berjumlah 104 skripsi dengan persentase 69%. Sementara penelitian lapangan hanya berjumlah 46 Skripsi dengan presentase 31 %. Hal ini
69% 31% Diagram 1 Jenis Penelitian yang Digunakan Library Research Field Research
menunjukkan minat mahasiswa lebih cendrung menggunakan penelitian pustaka dibanding penelitian lapangan.
Penelitian kepustakaan lebih memerlukan olahan filosofis dan teoritis daripada uji empiris dilapangan. Sumber yang digunakan berdasarkan data dari buku-buku atau literatur dan penelitian sebelumnya. Di samping itu, penelitian pustaka bisa dilakukan di mana saja selama sumber memadai dan tidak banyak menghabiskan waktu di lapangan. Ini adalah salah faktor yang melatarbelakangi mahasiswa lebih cendrung melakukan penelitian kepustakaan.
Berbeda halnya dengan penelitian lapangan yang lebih banyak membutuhkan waktu dan tenaga karena sumber penelitian berdasarkan pengamatan langsung atau wawancara. Walaupun penelitian kepustakaan ini tidak memerlukan pengetahuan mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari peneliti namun waktu yang digunakan lebih banyak dan lama. Faktor ini yang menurunkan minat mahasiswa mahasiswa untuk menggunakan penelitian lapangan.
## Metode Dan Corak Penelitian Karya Ilmiah Mahasiswa
Setelah melakukan pemetaan jenis penelitian yang digunakan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang Tahun Angkatan 2017 dan 2018 maka selanjutnya peneliti memetakan metode dan corak serta pendekatan tafsir yang digunakan oleh mahasiswa baik untuk penelitian kepustakaan maupun untuk penelitian lapangan.
Pada penelitian kepustakaan, fokus penelitian ini menyoroti metode dan corak tafsir yang digunakan oleh mahasiswa. Metode tafsir adalah kerangka atau kaidah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dan seni atau teknik ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah yang telah tertuang di dalam metode, sedangkan metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an. Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur'an sejak dulu sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran al-Qur'an dibagi empat cara / metode yaitu ijmali (global), tahlili (analitis), muqarin (perbandingan) dan maudhu'i (tematik). Lahirnya metode-metode tafsir sebagaimana digambarkan di atas tampak kepada kita lebih banyak disebabkan oleh tuntutan perkembangan masyakarat yang selalu dinamis.
Setelah dilakukan penela‟ahan terhadap 104 skripsi mahasiswa yang melakukan penelitian kepustakaan maka didapatkan informasi bahwa ditemukan empat metode tafsir yang digunakannya. Penggunaan empat metode tafsir ini memiliki jumlah yang berbeda- beda antara satu dengan yang lainnya.
Skripsi yang menggunakan metode tafsir tahlili berjumlah 18 buah skripsi. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan metode tafsir ijmali yang hanya berjumlah 3 buah skripsi saja. Sementara penggunaan metode tafsir muqaran lebih banyak 1 satu point dibandingakaan penggunaan metode tafsir tahlili . Adapun jumlah penggunaan metode tafsir muqaran adalah 19 buah skripsi. Adapun metode yang keempat adalah metode tafsir maudhu’i . Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh lulusan program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Jumlah skripsi yang mengunakan metode tafsir maudhui ini adalah 63 skripsi. Jumlah ini menunjukkan bahwa kecenderungan penggunaan metode tafsir oleh mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir adalah metode tafsir maudhu’i .
Berikut ini paparan data dalam bentuk diagram terkait dengan metode tafsir yang digunakan oleh mahasiswa Tahun Angkatan 2017 dan 2018 program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Imam Bonjol padang:
Berdasarkan diagram di atas dapat dipahami bahwa mayoritas lulusan program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Angkatan 2017 dan 2018 menggunakan metode tafsir maudhu‟i dalam penelitiannya dengan jumlah 64 skripsi. Setelah itu disusul dengan metode tafsir muqaran dengan jumlah 19 skripsi. Jumlah ini berbeda tipis dengan metode tahlili yaitu 18 skripsi. Sementara metode ijmali hanya ditemukan 3 skripsi. Data ini adalah gambaran metode tafsir yang digunakan oleh mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir yang melakukan penelitian kepustakaan.
Setelah dilalakukan pemetaan terhadap metode tafsir yang digunakan oleh mahasiswa program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Angkatan 2017 dan 2018 maka selanjutnya peneliti memetakan corak tafsir yang digunakan bagi lulusan yang melakukan penelitian kepustakaan. Corak tafsir merupakan suatu nuansa, dominasi, warna ataupun kecenderungan pemikiran atau ide yang mendominasi suatu karya tafsir seperti corak adabi al-ijtima‟iy, falsafi, ahkam atau fiqhi, sufi, „ilmi dan sebagainya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan maka ditemukan 7 corak tafsir yang digunakan oleh lulusan prodi yaitu corak Adabi Ijtima‟i, corak ahkam atau fiqhi, falsafi, ilmiy, isyariy, i‟tiqadiy dan lughawiy. Dari tujuh corak tersebut corak adabi ijtima‟I adalah corak yang paling banyak diminati oleh lulusan prodi dengan jumlah 52 skripsi mahasiswa. Setelah itu diikuti oleh corak tafsir lughawiy dengan jumlah skripsi 23 buah. Corak tafsir ilmi berjumalah 11 skripsi dan corak tafsir ahkam atau fiqhi tujuh skripsi. Di samping itu corak tafsir i‟tiqadi berjumlah enam skripsi dan tafsir isyariy berjumlah dua skripsi dan corak tafsir falsafiy hanya satu skripsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
18 3 19 63 0 10 20 30 40 50 60 70 Diagram 2 Metode Tafsir yang digunakan Tahlili Ijmali Muqaran Maudhu'i
Berdasarkan diagram di atas terlihat secara jelas bahwa corak tafsir yang digunakan oleh lulusan prodi ilmu al-Qur`an dan Tafsir dalam menyelesaikan tugas akhirnya terdiri dari tujuh corak. Corak tafsir yang mendominasi adalah corak tafsir adabi ijtima‟i yang berjumlah 52 skripsi. Sementara corak yang paling sedikit diminati adalah corak tafsir falsafi yang hanya bejumlah satu skripsi. corak tafsir lughawiy berjumlah skripsi 23 skripsi. ilmi berjumlah 11 skripsi, corak ahkam atau fiqhi tujuh skripsi, corak tafsir i‟tiqadi berjumlah enam skripsi dan tafsir isyariy berjumlah dua skripsi.
Berdasarkan informasi di atas corak tafsir yang mendominasi adalah corak tafsir adabi ijtima‟i yang merupakan bentuk tafsir yang menitikberatkan pada ungkapan-ungkapan Al-Qur‟an secara detail kemudian menjelaskan makna-makna yang terkandung melalui gaya bahasa Al-Qur‟an dengan proprosional, pada tahap berikutnya mufassir menghubungkan makna-makna tersebut dengan realitas sosial dan sistem budaya yang ada. Penggunaan corak tafsir adabiy ijtima‟i ini menunjukkan bahwa Prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang sudah menghilangkan dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini disebabkan karena corak tafsir adabiy ijtima‟iy dapat diterapkan ketika seorang mampu melihat realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat dan mencari solusi terhadapa persoalan yang ditemukan sesuai dengan petunjuk al-Qur`an. Corak tafsir ini selalu bersinergi antara kajian-kajian klasik dengan kajian modren-kontemporer baik kajian turats maupun kajian sosial umumnya. Dengan demikian dapat dikatan bahwa sudah terjadi interaksi dialogis antara ilmu tafsir dengan ilmu-ilmu sosial.
Setelah pemaran pemetaan terhadap metode dan corak tafsir yang digunakan oleh lulusan Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir yang melakukan penelitian kepustakaan maka selanjutnya akan dipaparkan pendekatan penelitian lapangan yang dihasilkan oleh lulusan prodi. Berdasarkan data yang diperoleh maka ditemukan 46 skripsi yang melakukan penelitian lapangan. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Setelah dilakukan klasifikasi maka ditemukan tiga pendekatan yang digunakan oleh lulusan. Pendekatan yang paling mendominasi adalah pendekatan studi living qur`an dengan jumlah 32 skripsi. Kemudian pendekatan fenomenologi dengan jumlah skripsi 13 buah dan yang terakhir adalah pendekatan filologi dengan jumlah skripsi satu buah.
Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat dari diagram di bawah ini:
52 7 1 11 2 6 23 0 10 20 30 40 50 60 Category 1 Diagram 3 Corak Tafsir yang Digunakan Adabi Ijtima'i Ahkam Falsafy Ilmiy Isyariy I'tiqadiy Lughawiy
Berdasarkan diagram di atas dapat dipahami bahwa pendekatan penelitian lapangan yang digunakan oleh lulusan Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir terdiri dari tiga pendekatan. Pedekatan pertama adalah pendekatan studi living qur`an dengan jumlah skripsi 32 buah. Pendekatan ini lebih mendominasi dari dua pendekatan yang lain. Pendekatan kedua adalah fenomenologi dengan jumlah 13 skripsi. Dan yang terakhir adalah pendekatan filologi dengan jumlah atu skripsi.
Informasi di atas menggambarkan bahwa penelitian mahasiswa Prodi Ilmu al- Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang tidak hanya terfokus kepada penelitian kepustakaan akan tetapi juga banyak yang melakukan penelitian lapangan. Penelitian lapangan merupakan penelitian yang mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan fakta yang ada dalam beberapa anggota masyarakat pada perilakunya dan kenyataan sekitar. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu dibutuhkan kajian-kajian sosial yang mendukung seperti kajian sosiologi, antropologi dan lain sebagainya.
Pendekatan penelitian lapangan yang sudah dipetakan di atas seperti pendekatan living qur`an, fenomenalogi dan filologi menunjukkan bahwa prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir sudah menghilangkan dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini disebabkan karena penelitian lapangan bidang tafsir mesti terdapat sinergi antara kajian teks atau turats dengan kajian-kajian sosial umunya. Dengan demikian dapat dikatan bahwa sudah terjadi interaksi dialogis antara ilmu tafsir dengan ilmu-ilmu sosial. Hal ini sejalan dengan landasan keilmuan UIN Imam Bonjol Padang yang bersifat interaksi-dialogis antar keilmuan.
Dengan demikian, Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir telah mampu mengembangkan keilmuan yang tidak hanya berbasis pada turats (tradisi) yang bersifat normatif-ortodok atau tekstual-normatif, akan tetapi juga sudah mampu mendialogkannya dengan pengembangan keilmuan dan budaya lokal. Sehingga prinsip dan landasan keilmuan interaksi-dialogis tersebut sudah terpatri dalam lulusan dan karya ilmiah lulusan prodi ini.
32 13 1 0 5 10 15 20 25 30 35 Category 1 Diagram IV Pendekatan Penelitian Lapangan yang Digunakan Living Qur'an Fenomenologi
Filologi
## Isu-isu Penelitian Karya Ilmiah Mahasiswa
Dalam setiap penelitian yang dilakukan selalu ada tema dan isu yang menjadi objek kajian sehingga setiap penelitian tersebut menjadi bagian penting dalam penelitian mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. Arah dan isu penelitian mahasiswa tersebut meliputi berbagai macam segi dan topik yang dapat mempengaruhi isu-isu terkait dengan keadaan pada saat sekarang. Isu yang dibahas oleh mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir memiliki banyak ragam jika dilihat dari penelitian kepustakaan.
Dari data yang terdapat dalam diagram di atas, diketahui bahwa isu soal sosial dan budaya menjadi kajian yang paling banyak dibahas oleh mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir sebanyak 53 buah. Kajian sosial dan budaya menjadi dominan dipengaruhi oleh jenis penelitian serta metode yang digunakan.
Kajian mahasiswa tentang sosial dan budaya saling terkait dengan fenomena yang terjadi pada masyarakat baik yang ada pada lingkungan sosial secara langsung maupun interaksi dalam dunia digital. Fenomena sosial dan budaya yang dikaji oleh mahasiswa dimulai dari teks berupa ayat dan tafsir yang selanjutnya berimplikasi kepada dunia nyata. Mahasiswa berusaha untuk menjawab tantangan dengan mengintegrasikan beberapa bidang keilmuan yang dapat menunjang hasil penelitian mereka. Mahasiswa melakukan kajian tentang kebangsaan, etika, media sosial, dan muamalah.
Mahasiswa menggunakan corak penafsiran adab al-ijtima’i yang sesuai dengan bidang kajian dalam ulum al-Qur’an. Penggunaan corak tersebut menjadi bukti bahwa mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir telah mengimplementasikan ilmu yang didapatkan pada saat perkuliahan dengan fenomena sosial di lingkungan sosial dan budaya dalam masyarakat. Kajian sosial budaya yang dilakukan mahasiswa tidak hanya menggunakan corak penafsiran adab al-ijtima’i, namun juga menggunaka corak yang lain berupa lughawiy , i’tiqadiy, ahkam, falsafiy. Penggunaan corak yang berbeda dengan corak dasar penelitian sosial budaya oleh mahasiswa dimaksudkan untuk mencari korelasi fenomena dengan kajian yang ada dalam teks.
Terkait isu yang membahas tentang persoalan keagamaan yang dikelompokkan menjadi satu isu aqidah menjadi isu yang terbanyak kedua dengan jumlah skripsi yang
ditulis mencapai 22 skripsi. Kajian keagamaan yang dimaksudkan mahasiswa adalah kajian tentang ulum al-Qur’an. Mahasiswa mencari makna kata dan ayat dari beberapa tokoh tafsir yang berada di Indonesia. Kajian kebahasaan yang didominasi tentang aqidah tersebut menjadi gambaran bahwa tingkat pemahaman mahasiswa akan bahasa al-Qur‟an telah semakin meningkat. Kajian kebahasaan didukung dengan kajian aqidah yang semakin menguatkan fenomena dalam keagamaan dan pemahaman mahasiswa. Kajian aqidah yang diangkat berupa kisah umat terdahulu, keimanan, dan penggunaan israiliyyat dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an. Kajian umat terdahulu dikaji untuk menjelaskan fenomena terkait keimanan serta interaksi keimanan mereka dengan nabi dan rasul yang telah diutus kepada mereka.
Sedangkan terkait isu lingkungan yang menjadi kajian penting juga jika dikaitkan dengan prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, ada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa sebanyak 20 orang pada skripsinya. Mahasiswa mengkaji tentang hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya sebagai makhluk hidup. Ilmu tentang lingkungan menjadi sebuah keniscayaan dalam membahas kajian-kajian tersebut dan telah diterapkan oleh mahasiswa dalam setiap penelitiannya. Kajian lingkungan tersebut, banyak dibahas menggunakan corak llmi dalam ulum al-Qur’an oleh mahasiswa. Mereka mengintegrasikan ilmu alam dengan ayat- ayat al-Qur‟an sehingga terdapat relasi antara keduanya yang membuat al-Qur‟an semakin diyakini. Pendekatan sains menjadi salah satu yang diminati untuk dikaji oleh mahasiswa karena kajian tersebut karena fenomena alam dapat dilihat dan dirasakan secara langsung. Mahasiswa mengintegrasikan ilmu alam dengan menggunakan kaidah-kaidah alamiah yang sudah baku dalam struktur ilmu sains seperti ilmu tentang hidrologi, ilmu pedologi, ilmu geologi, ilmu geofisika dan geokimia. Selain itu, mahasiswa juga menggunakan ilmu biologi sebagai dasar kajian tentang ayat al-Qur‟an dengan lingkungan dan hewan.
Selain tiga isu yang menjadi kajian dominan ditulis oleh mahasiswa prodi Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir, terdapat juga isu-isu yang juga menjadi bagian penting dalam kajian al- Qur‟an. Isu pendidikan adalah bagian yang dibahas oleh mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir dengan jumlah skripsi yang dihasilkan dari penelitian oleh mahasiswa mencapai 8 buah skripsi. Dalam mengkaji al-Qur‟an yang berkaitan dengan pendidikan, mahasiswa menggunakan berbagai ilmu dasar pendidikan sehingga dapat menjawab berbagai aspeknya. Ayat-ayat al-Qur‟an dikaji secara metodologis dan sistematis serta hubungannya dengan lingkungan dan manusia.
Isu terkahir yang diangkat oleh mahasiswa dalam penulisan skripsi pada masa pandemi berkaitan dengan isu kesehatan. Isu kesehatan tersebut menjadi fokus kajian mahasiwa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir dalam rangka melihat keterkaitan al-Qur‟an dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat secara umum. Isu kesehatan ini menjadi isu yang paling sedikit dan ditulis oleh mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir adalah 3 buah skripsi sebagai tugas akhir dalam penyelesaian studi. Isu kesehatan menjadi kajian yang diminati karena fenomena yang terjadi antara manusia dengan kondisi kehidupannya. Dalam mengkaji kesehatan, mahasiswa menghubungkan antara sains serta sosial dengan ayat al-Qur‟an. Kajian ilmu kesehatan seperti kesehatan mental ditinjau dari perspektif psikologi merupakan salah satu bentuk integrasi keilmuan yang dilakukan oleh mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. Selain itu, mahasiswa juga mengkaji tentang dampak pandemi pada media sosial dilihat dari pandangan para mufassir yang menjelaskan tentang ayat-ayat wabah. Intergasi keilmuan dalam bidang kesehatan telah direalisasikan oleh mahasiswa walaupun baru beberapa penelitian saja.
Dari diagram di atas terlihat jelas bahwa fokus penelitian mahasiswa prodi Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir mengarah kepada penelitian sosial dan budaya jika disesuaikan dengan
lokasi penelitian yang fokus pada penelitian kepustakaan. Sedangkan isu-isu yang lain masih belum dibahas secara mendalam dan lebih luas.
Penelitian mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir tidak hanya meliputi penelitian kepustakaan saja, namun juga meliputi penelitian lapangan. Isu-isu penelitian lapangan juga perlu dikelompokan menjadi beberapa pembahasan.
Dari diagram di atas, diketahui bahwa isu-isu yang dikaji dalam penelitian lapangan oleh mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir masih memiliki kesamaan dengan isu penelitian kepustakaan. Isu penelitian lapangan didominasi tentang isu yang berkaitan dengan sosial dan budaya karena merupakan kajian al-Qur‟an di masyarakat. Penelitian sosial dan kebudayaan ditulis menjadi skripsi berjumlah 29 buah. Isu yang tetap menjadi kajian penting selanjutnya adalah tentang aqidah yang ditulis oleh 9 orang mahasiswa pada skripsinya. Untuk isu keluarga dan pendidikan, penelitian mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir memiliki kesamaan jumlah pada periode penelitian ini dilakukan yaitu masing- masing sebanyak 3 buah skripsi. Isu yang menjadi pembahasan selanjutnya adalah tentang lingkungan yang ditulis sebanyak 2 buah pada skripsi mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. Isu yang paling sedikit dibahas dan dikaji oleh mahasiswa adalah isu tentang manuskrip. Kajian manuskrip ini ditulis oleh satu orang mahasiswa dalam memenuhi tugas berupa skripsi.
Dalam menulis penelitian lapangan, mahasiswa banyak menggunakan metode living Qur’an yang menjadi salah satu fokus kajian tentang fenomena ayat al-Qur‟an yang hidup di masyarakat. Penelitian tersebut terdiri dari berbagai macam daerah yang mayoritas masih berada di Sumatera Barat. Fenomena sosial dan budaya diintergrasikan dengan ayat al- Qur‟an berupa ilmu sosiologi dan antropologi dalam menjawab sebuah persoalan. Kedua ilmu tersebut merupakan pisau analisis yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa dalam penelitiannya. Ilmu sosiologi dapat melihat fenomena sosial secara luas mulai dari interaksi sampai fenomena yang terjadi pada lingkungan penelitian tersebut. Ilmu Antropologi digunakan oleh mahasiswa sebagai cara menganalisa budaya manusia dihasilkan setelah interaksi sosial dilakukan. Budaya yang hadir di tengah-tengah masyarakat merupakan objek utama yang saling berhubungan dengan nilai keagamaan.
Berdasarkan data yang ditemukan, mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir menggunakan tiga metode dalam melakukan penelitian lapangan yaitu fenomenologi, filologi dan living Qur‟an. Tiga ilmu tersebut tidak ada dalam kaidah ulum al-Qur’an namun dapat digunakan sebagai metode analisis yang sangat berguna dalam memotret keadaan sosial masyarakat di lapangan. Mahasiswa mempelajari dan mengintegrasikan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan melalui penelitian lapangan. Prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir telah melakukan terobosan melalui ilmu-ilmu sosial tanpa dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu alam serta ilmu sosial.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terkait pemetaan dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan oleh mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi didominasi oleh kajian pustaka sebanyak 69 % dengan jumlah skripsi 104 judul. Sedangkan kajian lapangan sebanyak 31 % dengan jumlah skripsi 46 judul. Dari 103 skripsi dalam bentuk kajian pustaka menggunakan metode maudhu’iy sebanyak 64 judul, metode muqaran 19 judul, metode ijmaliy 3 judul dan metode tahliliy 18 judul. Selanjutnya dari segi alwan/ corak penafsiran, 52 judul dengan corak adabiy ajtima’iy, 7 judul dengan corak ahkam/ fiqh , 1 judul dengan corak falsafiy, 11 judul dengan corak ilmiy, 2 judul dengan corak isyariy/ sufistik, 6 judul dengan corak aqaidiy/ teologis dan 23 judul dengan corak lughawiy / bahasa. Kemudian dari 31 % kajian lapangan dengan 46 judul skripsi, 32 judul skripsi membahas terkait living Qur‟an, 13 judul membahas terkait fenomenologi dan 1 judul membahas terkait filologi. Kalau dilihat dari kacamata landasan filosofis keilmuan UIN Imam bonjol Padang, yaitu interaksi-dialogis, terkesan bahwa kajian keilmuan al- Qur‟an dan Tafsir Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir UIN IB Padang lebih banyak berinteraksi dan berdialog dengan ilmu-ilmu sosial, karena 52 judul pembahasan dan 103 pembahasan adalah kecenderungan tafsir adabiy ijtima’iy (penafsiran al-Qur‟an dengan corak sosial kemasyarakatan), kemudian disusul dengan kecenderungan lughawiy/ bahasa dan ilmiy. Selanjutnya dari 46 judul kajian lapangan juga didominasi oleh kajian living Qur‟an dengan 32 judul dan fenomenologi sebanyak 13 judul. Ini juga membuktikan bahwa interaksi- dialogis kajian kelimuan al-Qur‟an dan tafsir Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir lebih banyak berinteraksi dan berdialog dengan ilmu-ilmu sosial.
Terkait dengan isu-isu yang dibahas dalam kajian tugas akhir Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir ada dalam bentuk kajian pustaka dan ada dalam bentuk kajian laparangan. Penelitian kepustakaan memuat 53 judul skripsi dengan isu sosial budaya, 22 judul skripsi dengan isu aqidah/ teologis, 20 judul skripsi dengan isu lingkungan/ ekologi, 8 judul skripsi dengan isu pendidikan dan 3 judul skripsi dengan isu kesehatan. Selanjutnya dari 46 penelitian lapangan 29 judul skripsi dengan isu sosial budaya, 9 judul skripsi dengan isu aqidah/ teologis, 3 judul skripsi dengan isu hukum keluarga, 3 judul skripsi dengan isu pendidikan, 2 judul skripsi dengan isu lingkungan/ ekologi dan 1 judul skripsi dengan isu manuskrip. Dari keseluruhan isu yang ada, maka yang dominan adalah isu-isu yang terkait dengan kajian sosial dan budaya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa konteks interaksi-dialogis keilmuan al-Qur‟an dan tafsir tatap yang dominan adalah interaksi dan dialog dengan ilmu-ilmu sosial;
## DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M Amin, Multidisiplin, Interdisiplin, & Transdisiplin, Yogyakarta: PT Litera Cahaya Bangsa, 2020, cet. ke-1 Al-Ak, Khalid Abdurrahman, Ushul al-Tafsir wa Qawaiduhu, Beirut: Dar al-Nafais, 1986, cet. Ke-2.
Antony, Rian, “Komunikasi Dialogis Sebagai Ekspresi Pendidikan Pemerdekaan YB Mangunwijaya (Studi Kasus Di Sekolah Dasar Eksperimental Mangunan” (Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 2022).
Arifuddin, Iis, Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam, Edukasia Islamika, Vol. 1, No. 1, 2016.
Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta: Kencana, 2012, cet. ke-1
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, cet. Ke-1 Bungin, M Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial, Jakarta: Kencana, 2011, cet. ke-5 Dokumen Kurikulum Kerangka Kualifikasi nasional Indoesia (KKNI) Prodi Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir UIN Imam Bonjol Padang
Dokumen Naskah Akademik Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang tahun 2014, h. 42
Fakhry, Muhammad, “Pemetaan Penggunaan Kitab Tafsir Pada Skripsi Di UIN Jakarta 2014-2019” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2020 Gillies, Robyn M., “Dialogic Interactions in the Cooperative Classroom,” International Journal of Educational Research 76 (2016): 178–89, https://doi.org/10.1016/j.ijer.2015.02.009. Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir al-Qur’an Indonesia, dari Hermeneutika, Wacana hingga Idiologi, Yogyakarta: Salwa, 2021, Edisi ke-3 https://kbbi.web.id/peta . Diakses pada tanggal 14 Oktober 2021 Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor: 3389 Tahun 2013 Tentang Penamaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Fakultas Dan Jurusan Pada Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun 2013
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7355 Tahun 2016 tentang Penyesuaian Nomenklatur Program Studi pada Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang; Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6811 Tahun 2017 tentang Penyesuaian Nomenklatur Program Studi pada Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang Klein, Melanie, “Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli,” accessed August 18, 2023, https://www.psikologimultitalent.com/2016/11/pengertian-dan-contoh- komunikasi.html . Lubis, Suwardi, “Komunikasi Dialogis Landasan Masyarakat Demokrasi,” Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Communique 1, no. 1 (October 2, 2018): 13–18.
Muslim, dkk., “Model Pengembangan Kurikulum Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir UIN Imam Bonjol Padang”, Penelitian Litabdimas Tahun 2019.
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014, cet. ke-10 Putri, Feiza Rahma, Integrasi Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Agama Islam, Wahana Akademika, Vol. 6, No. 1, 2019.
Al-Rumiy, Abdurrahman ibn Sulaiman, Ushul al-Tafsir wa Manahijuhu, Riyadh: Maktabah al- Taubah, 1413 H, cet. Ke-1 Sertifikat Akreditasi Jurusan/ Prodi Tafsir Hadis Tahun 2010 dan tahun 2015 Syamsuddin, Sahiron, Pendekatan Ma’na-Cum-Maghza atas al-Qur’an dan Hadits: Menjawab Problematika Sosial Keagamaan di Era Kontemporer, Yogyakarta: Asosiasi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir se-Indonesia, 2020, cet. ke-1
_______, Pendekatan Ma’na-Cum-Maghza atas al-Qur’an: Paradigma, Prinsip dan Metode penafsiran, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Tafsir Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu, 7 September 2022
Taimiyah, Taqiyuddin Ahman ibn Abdul Halim ibn, Muqaddimah fiy Ushul al-Tafsir, Kuwait: Dar al-Qur‟an al-Karim, t.th
Wahid, Abdul, Alqur‟an dan Tafsir di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Hermeunetik , Vol. 8, No. 2, Desember 2014 Weber, sebagaimana yang dikutip oleh Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Zakka, Umar dan M. Thohir, “Pemetaan Baru Metode Dan Model Penelitian Tafsir” Jurnal al-Thiqah Volume IV Nomor. 2 Oktober 2021 Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Maudhu’i , Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2017, cet. ke-1
© 2023 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/).
|
a3d4e6f1-2078-4843-a713-211eb4ccf847 | https://ojs.cahayamandalika.com/index.php/jcm/article/download/1736/1433 |
## EFEKTIVITAS PENERAPAN TRANSPARANSI HARGA PELAYANAN RUMAH SAKIT DALAM MEMBERIKAN SINYAL INFORMASI KEPADA PASIEN DAN RUMAH SAKIT
Lissa MJR Lumbanraja 1 , Amal Chalik Sjaaf 2
Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia 1
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia 2
Email: [email protected]
ABSTRAK Kata kunci: Transparansi Harga, Tranparansi Pembayaran, Transparansi Pelayanan Rumah Sakit Transparansi harga pelayanan rumah sakit berarti bahwa informasi tentang harga layanan medis dan prosedur yang ditawarkan oleh rumah sakit tersedia secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat umum. Pasien dapat membandingkan biaya yang dikenakan oleh berbagai rumah sakit untuk layanan medis yang sama. Hal ini dapat mendorong persaingan antara rumah sakit untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif. Transparansi harga pelayanan masih kompleks di banyak sistem perawatan kesehatan, dan ada tantangan yang perlu diatasi dalam menerapkan transparansi harga yang efektif dan bermanfaat bagi pasien. Penelitian ini adalah penelitian berdasarkan Literature Review dengan pendekatan penelitian didasarkan pada analisis artikel ilmiah dan tesis dengan metode telaah, evaluasi terstruktur, pengklafikasian dan pengkategorian evidence-based yang telah ada atau dihasilkan sebelumnya, yang telah dibahas dan di publikasi di bidang kesehatan. Fokus ditetapkan publikasi dari tahun 2013 hingga 2023. Data yang digunakan adalah data sekunder, diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Harapannya dengan adanya transparansi harga, pasien dapat mengevaluasi pilihan pelayanan kesehatan mereka, membandingkan harga dari seluruh penyedia pelayanan, dan membuat keputusan yang selaras dengan keadaan dan preferensi keuangan sendiri. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada dampak signifikan atas pemilihan dan keputusan pasien untuk memilih layanan rumah sakit dengan adanya informasi harga dari penyedia layanan.
ABSTRACT Keywords: Price Transparency, Hospital Price, Transparency Service The transparency of hospital service prices means that information about the prices of medical services and procedures offered by hospitals is openly available and easily accessible to the general public. Patients can compare the fees charged by different hospitals for the same medical service. This can encourage competition between hospitals to offer more competitive prices. Price transparency is still complex in many healthcare systems, and there are challenges that need to be addressed in implementing price transparency that is effective and beneficial for patients. This research is a research based on Literature Review with a research approach based on the analysis of scientific articles and theses with study methods, structured evaluation, classification and categorization of evidence-based that has existed or been produced before, which has been discussed and published in the health sector. Focus is set for publication
from 2013 to 2023. The data used are secondary data, obtained from the results of research that has been done. The hope is that with price transparency, patients can evaluate their healthcare options, compare prices from all providers, and make decisions that align with their own financial circumstances and preferences. However, based on the results of research and discussion described above, it can be concluded that there is no significant impact on the selection and decision of patients to choose hospital services with price information from service providers.
## PENDAHULUAN
Dalam layanan rumah sakit memberikan informasi yang jelas dan dapat diakses kepada pasien tentang biaya layanan kesehatan merupakan makna dari transparansi harga. Tujuan utamanya adalah memberdayakan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentang perawatan kesehatan pasien dengan memungkinkan mereka membandingkan harga dan membuat pilihan berdasarkan kualitas dan nilai perawatan yang diberikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai dampak transparansi harga pada tingkat persepsi informasi dan perilaku konsumen. Transparansi harga yang mencerminkan biaya perawatan diperlukan untuk memberi sinyal informasi kepada konsumen dan produsen (Hilsenrath et al., 2015).
Transparansi harga turut mengatasi beberapa masalah dalam industri kesehatan. Penetapan harga yang transparan memungkinkan pasien sebagai konsumen untuk memahami implikasi biaya dari pilihan perawatan kesehatan mereka sendiri. Dengan membuat harga perawatan kesehatan lebih terlihat, transparansi harga membantu pasien mengantisipasi dan merencanakan pengeluaran sendiri, memungkinkan mereka menganggarkan dan berpotensi menghindari tagihan medis yang tidak terduga. Ini juga mendorong penyedia untuk bersaing dalam harga dan kualitas, yang berpotensi menghasilkan biaya yang lebih rendah dan peningkatan nilai bagi pasien.
Rumah sakit akan lebih mungkin untuk mengevaluasi dan menyesuaikan harga agar tetap kompetitif, yang pada gilirannya dapat memberikan pilihan yang lebih baik bagi pasien. Dengan transparansi harga, rumah sakit perlu memberikan justifikasi yang lebih baik untuk perbedaan harga yang besar. Hal ini mengarah pada pengurangan perbedaan harga yang tidak masuk akal antara rumah sakit dan membantu mencegah praktik harga yang tidak adil. Dengan informasi harga yang transparan, rumah sakit akan lebih bertanggung jawab terhadap kebijakan harga dan harus memberikan nilai yang baik bagi pasien sehingga mempengaruhi kualitas layanan dan efisiensi rumah sakit secara keseluruhan karena pelayana rumah sakit dievaluasi berdasarkan kualitas dan harga pelayanan mereka.
Penetapan harga yang transparan mendorong persaingan di antara penyedia layanan kesehatan. Ketika pasien dapat dengan mudah membandingkan harga, hal ini dapat mendorong penyedia layanan kesehatan untuk mencari cara-cara baru untuk memberikan perawatan yang berkualitas dengan biaya yang lebih efisien. Ini dapat memacu inovasi dalam pengiriman layanan kesehatan dan menciptakan inisiatif bagi penyedia untuk mengoptimalkan kualitas dan biaya pelayanan. Penyedia layanan diberi diberi kesempatan untuk menawarkan harga yang bersaing dan meningkatkan nilai layanan mereka untuk menarik dan mempertahankan pasien.
Transparansi harga dapat berkontribusi pada sistem layanan kesehatan yang lebih efisien dengan mengurangi asimetri informasi antara penyedia dan pasien. Ini mendorong penyedia untuk merampingkan operasi mereka, menstandarkan struktur harga, dan meningkatkan praktik
pengendalian biaya. Hal ini juga dapat mendorong efisiensi sekaligus meningkatkan kualitas perawatan secara keseluruhan.
Informasi harga yang dapat diakses memungkinkan pembuat kebijakan, peneliti, dan kelompok advokasi untuk menganalisis biaya layanan kesehatan dan mengidentifikasi area yang tidak efisien atau disparitas. Hal ini dapat menginformasikan diskusi kebijakan dan mendorong inisiatif yang ditujukan untuk meningkatkan keterjangkauan, aksesibilitas, dan kesetaraan dalam perawatan kesehatan.
Mencapai transparansi harga yang komprehensif dalam layanan kesehatan adalah proses kompleks yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk penyedia layanan kesehatan, perusahaan asuransi, pembuat kebijakan, dan pasien. Sementara kemajuan telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, masih ada perdebatan dan tantangan terkait penerapan dan keefektifan inisiatif transparansi harga. Upaya untuk mempromosikan transparansi harga termasuk undang- undang yang mewajibkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk mengungkapkan harga layanan, serta pengembangan alat dan sumber daya online yang memungkinkan pasien mengakses informasi harga dengan mudah.
Sebuah organisasi yang berhubungan dengan publik atau masyarakat diperlukan adanya keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah transparansi. Organisasi publik yang berhubungan dengan masyarakat diperlukan adanya transparansi yaitu keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Transparansi merupakan hal penting sebagai bentuk pengawasan masyarakat terhadap organisasi yang bersangkutan, dalam hal ini pemerintah.
## METODE
Penelitian ini adalah penelitian berdasarkan Literature Review dengan pendekatan penelitian didasarkan pada analisis artikel ilmiah dan tesis dengan metode telaah, evaluasi terstruktur, pengklafikasian dan pengkategorian evidence-based yang telah ada atau dihasilkan sebelumnya, yang telah dibahas dan di publikasi di bidang kesehatan. Bab buku, disertasi dan artikel konferensi dikecualikan dari sintesis ini. Penulis menggunakan database elektronik seperti ScienceDirect, Pubmed, Proquest, Google Scholar, Cochrane memakai kata kunci yang relevan seperti transparansi harga, tranparansi pembayaran, transparansi pelayanan rumah sakit, price transparency, hospital price, health service transparency dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Fokus ditetapkan publikasi dari tahun 2013 hingga 2023. Data yang digunakan adalah data sekunder, diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Namun, beberapa makalah yang diterbitkan sebelumnya disertakan dan dipertahankan untuk pentingnya konten penelitian. Makalah yang dipilih membahas topik yang berkaitan dengan transparansi harga pelayanan di rumah sakit, dan bagaimana mengidentifikasi kegiatan yang berada dalam ruang lingkupnya, termasuk dalam:
- Definisi yang diberikan untuk transparansi harga rumah sakit,
- Deskripsi dan identifikasi kegiatan yang berkaitan dengan transparansi harga rumah sakit,
- Studi kasus yang menunjukkan kegiatan transparansi harga rumah sakit,
- Penanganan masalah tertentu terkait dengan transparansi harga layanan rumah sakit dan usulan perbaikan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Nama Penulis dan Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Jinyang Chen dan Marisa Miraldo (2022) The impact of hospital price and quality transparency tools on healthcare spending: a systematic review Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk mensintesis apakah transparansi harga dan kualitas rumah sakit mempengaruhi 1) harga prosedur dan layanan kesehatan, 2)
pembayaran konsumen, dan 3) premi rencana asuransi kesehatan yang terikat dengan jaringan rumah sakit.
Pencarian literature dari EMBASE, Web of Science, Econlit, Scopus, Pubmed, CINAHL, and PsychINFO dikumpulkan yang masuk hingga 31 Oktober 2021 Transparansi harga layanan rumah sakit menurunkan tarif laboratorium dan tes imaging. Selain itu menurunkan kenaikan tarif layanan. Transparansi harga tidak hanya mempengaruhi ikatan asuransi swasta dengan jaringan rumah sakit bertarif tinggi dalam peningkatan premi tapi juga mempengaruhi perilaku antisipasi harga. Shivani A. Shah dan Zirui Song (2022) Navigating Hospital Price Transparency—a Cautionary Tale Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi implikasi dari kebijakan ini, kami memeriksa sebelum aturan
CMS 2018 yang mewajibkan rumah sakit serupa menerbitkan tagihan “yang dapat dibaca mesin” secara online Studi kasus dari pasien rawat jalan dengan menganalisis informasi yang terbaca dalam database 922 rumah sakit, jumlah informasi yang tersedia bagi pengguna, jumlah layanan khusus, dan current procedural terminology (CPT) dan diagnosed- related group (DRG).
Biaya dari tiap rumah sakit bervariasi dan tidak konsisten. Beberapa rumah sakit mencantumkan biaya fasilitas dan dokter; sementara rumah sakit lain ada yang hanya memposting biaya dokter. Mengingat perbedaan dalam kekuatan pasar, biaya tenaga kerja dan modal kerja serta faktor lainnya.
Ahreum Han, Keon-Hyung Lee dan Jongsun Park
(2022)
The impact of price transparency and competition on hospital costs: a Studi ini menganalisis dampak kebijakan transparansi dan Melakukan penelitian secara regresi efek tetap ( fixed-effects regression ) dari Rumah sakit dengan APCD cenderung menanggung biaya operasional rata-rata
research on all- payer claims databases persaingan pada biaya rumah sakit dengan mengambil operasi negara dari database klaim semua pembayar all- payer claims databases (APCD) 3547 dataset dan pengamatan sesuai dengan saran uji Hausman. Sampel penelitian terdiri dari rumah sakit umum perawatan akut dengan atau tanpa profit di Amerika Serikat dari 2011-2017. lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki APCD.
Bila dikaitkan dengan biaya rumah sakit menunjukkan hasil bahwa persaingan secara statistik tidak signifikan. Dapat diartikan bahwa penyebaran pemakaian APCD saja seperti tidak efektif dalam memotong biaya seperti yang diharapkan negara.
Angela Zhang, Khic-Houy Prang,
Nancy Devlin, Anthony Scott dan Margaret Kelaher (2020) The impact of price transparency on consumers and providers: A scoping review Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mensintesis dampak media transparansi harga pada perilaku dan hasil konsumen, penyedia, dan pembeli. Tinjauan scoping review ini dilakukan mengikuti pedoman metodologi Buku Pegangan Institut Joanna Briggs untuk melakukan studi pelingkupan dan tinjauan kami dilaporkan sesuai dengan PRISMA-
ScR
Alat transparansi harga umumnya memiliki efek yang lemah pada konsumen karena penetrasinya yang rendah dan dampak yang beragam pada penyedia. Pasien yang paham harga memilih layanan dengan tarif rendah dikarenakan menghemat biaya dan hemat biaya asuransi, penghematan ini tidak semerta mengurangi
pengeluaran layanan kesehatan secara total. Pengungkapan daftar harga tidak berpengaruh, namun pengungkapan harga yang dinegosiasikan memicu persaingan sisi penawaran yang menyebabkan penurunan harga layanan yang dapat dibeli John Xuefeng Jiang, Daniel Factors Associated with Tujuan dari penelitian ini Studi observasi cross-sectional Rumah sakit yang patuh cenderung
## Efektivitas Penerapan Transparansi Harga Pelayanan Rumah Sakit Dalam Memberikan Sinyal Informasi Kepada Pasien Dan Rumah Sakit
Polsky, Jeff Littlejohn, Yuchen Wang, Hossein Zare, dan Ge Bai (2022) Compliance to the Hospital Price Transparency Final Rule: a National Landscape Study menganalisis status kepatuhan rumah sakit nasional terhadap peraturan transparansi harga rumah sakit. observational study. Peserta penelitian yang diperiksa berjumlah total
3558 pelayanan umum rumah sakit yang bersertifikasi Medicare. lebih siap dalam hal teknologi informasi, sumber daya keuangan, dan keterampilan staf untuk
mengurangi biaya yang diperlukan untuk menerapkan Undang-Undang Transparansi Harga. Oleh karena itu, biaya kepatuhan mungkin menjadi penghalang bagi beberapa rumah sakit.
Dari Chen (2022) diperoleh data bahwa harga layanan yang dapat dibeli secara signifikan berkurang dengan adanya alat transparansi harga. Penerapan alat transparansi harga, seperti situs web pencarian harga, bersamaan dengan program referensi harga dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada hanya menggunakan situs web saja. Tanpa program referensi harga, pasien masih perlu menavigasi distribusi harga penyedia meskipun mereka telah diberi tahu oleh alat transparansi harga tentang harga penyedia penyedia spesifik. Dalam kasus seperti ini, jika biaya pencarian tinggi, insentif keuangan dari paket asuransi dengan pengurangan tinggi mungkin tidak cukup kuat untuk mendorong perilaku pasien untuk mencari dan menyaring. Oleh karena itu, efek penerapan alat transparansi harga rumah sakit saja umumnya lebih kecil dibandingkan dengan menggabungkan alat transparansi harga bersama dengan program referensi harga. Setelah pengenalan alat transparansi harga di rumah sakit, terjadi penurunan signifikan dalam pembayaran konsumen secara umum. Transparansi harga dan kualitas rumah sakit juga meningkatkan premi untuk program kesehatan yang berafiliasi dengan jaringan rumah sakit bertarif tinggi dan menciptakan perilaku pencarian harga kedepan.
Shah (2022) menyatakan bahwa transparansi harga ditujukan agar pasien lebih berwenang untuk menentukan pilihan layanan kesehatan. Peneliti mengumpulkan informasi tarif online yang dikeluarkan oleh “mesin yang dapat dibaca”. Dari 922 rumah sakit yang ditelitinya diperoleh hasil 87% nya yaitu 800 rumah sakit sudah patuh membuat alat atau media harga yang dapat di baca publik untuk layanan yang “dapat dibelanjakan”. Yang dapat dibaca masyarakat lewat Excel spread-sheet sebanyak 67,4%, halaman website 10,7%, dalam bentuk PDF / teks sebanyak 8,8%. Didapatkan nama layanan kurang seragam. Ada variasi informasi yang diberikan seperti ada fasilitas dan biaya dokter, yang lain hanya mempsoting biaya dokter saja. Informasi tarif layanan rumah sakit ini menurut peneliti sangat buruk untuk dipahami konsumen. Hal ini tentu menjadikan kurangnya transparansi harga.
Hasil penelitian Han et al (2022) ditemukan dengan adanya kebijakan transparansi harga dengan memakai All-Payer Claims Database (APCD) tidak ditemukan hasil signifikan dari
persaingan antar rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih terjangkau. Hal ini disebabkan tingginya biaya operasional. Dalam kompetisi pasar segmen layanan kesehatan, banyak yang jadi pertimbangan seperti jenis rumah sakit profit atau non profit, seberapa besar rumah sakit dilihat dari jumlah tempat tidur yang tersedia.
Zhang et al (2020) diperoleh data secara statistik tidak ada perubahan signifikan antara biaya prosedur pelayanan rumah sakit dan pembayaran konsumen. Studinya menyatakan bahwa alat atau media transparansi harga seperti website, mobile app atau telepon didesain untuk pasien yang ingin menggunakan layanan yang “dapat dibeli” sesuai waktu yang dijadwalkan oleh konsumen tersebut. Transparansi harga tidak cocok untuk layanan kegawat daruratan. Layanan yang dapat dibeli seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan pemeriksaan laboratorium, yang dimana ini semua adalah layanan kesehatan yang digunakan lebih dari 40% warga United States of America (USA). Minat konsumen dalam harga beli dapat dipengaruhi oleh ketersediaan informasi tentang kualitas layanan. Ketika kualitas sulit diamati, ada risiko bahwa konsumen akan menganggap harga tinggi sama dengan kualitas tinggi. Alat transparansi harga bervariasi dalam fungsinya, tetapi biasanya memungkinkan pengguna membandingkan harga dan biaya untuk prosedur tertentu di seluruh perusahaan melalui situs web, aplikasi seluler, atau telepon mereka. Beberapa alat memudahkan pengguna mendapatkan informasi harga operasi khusus yang memperhitungkan asuransi kesehatan dan fasilitas di wilayah si pengguna tersebut. Alat untuk memastikan transparansi harga di pasar perawatan kesehatan dapat dibagi ke dalam kategori berikut: 1) Alat yang disediakan untuk pelanggan oleh perusahaan asuransi. 2) Alat komersial yang dibeli dari pemberi kerja yang diasuransikan sendiri untuk digunakan oleh karyawan tertanggung. 3) Situs web pengumuman pelayanan kesehatan wajib dari pemerintah negara bagian. 4) Pengungkapan yang dikerjakan fasilitas sendiri. Dinyatakan juga dalam penelitian ini bahwa akses ke alat transparansi harga tidak berpengaruh pada pengeluaran rata-rata konsumen selama periode waktu tertentu, tetapi ditemukan penurunan rata-rata total dan biaya kunjungan bayaran pribadi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang sadar harga memesan layanan yang relatif lebih murah, memilih pelayanan fasilitas yang lebih murah, dan hal ini cenderung banyak pada layanan untuk bedah kosmetik elektif.
Dari Jiang et al (2022) diperoleh kesimpulan bahwa logistik dan biaya merupakan penghalang kepatuhan dari beberapa rumah sakit untuk mengikuti amanat dari pemerintah federal USA untuk mengikuti pengungkapan harga yang isinya bertujuan menawarkan pasien, pemberi kerja, pembayar pihak ketiga lainnya, dan masyarakat umum informasi harga yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang terinformasi dan, dengan perluasan, meningkatkan persaingan pasar dan meningkatkan keterjangkauan perawatan rumah sakit. Namun, tingkat kepatuhan yang rendah di antara rumah sakit akan mengganggu efektivitas operasional peraturan ini. Temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa biaya kepatuhan mungkin menjadi penghalang bagi beberapa rumah sakit.
## Pembahasan
Pemerintah USA saat ini sangat ingin mengejar transparansi harga perawatan kesehatan yang berfokus pada informasi konsumen. Biaya perawatan kesehatan telah berputar di luar kendali. Harga tinggi sangat relevan dirasakan bagi lebih dari 150 juta orang Amerika yang menerima tunjangan kesehatan dari pemberi kerja. Cara mendapatkan nilai perawatan kesehatan yang
sepadan dengan dollar yang dikeluarkan merupakan tantangan yang luar biasa rumit, kesulitan untuk mengatasi masalah harga layanan perawatan kesehatan yang harus dibayarkan.
Sangat disayangkan, harga perawatan kesehatan tidak transparan. Harga untuk layanan perawatan kesehatan seringkali tersembunyi di balik kontrak dan sulit untuk ditafsirkan. Kurangnya transparansi seputar harga perawatan kesehatan membatasi kemampuan pemberi kerja dan pembeli lain untuk mencapai nilai yang sepadan. Meskipun menghabiskan miliaran dolar per tahun untuk perawatan kesehatan, pemberi kerja memiliki sedikit wawasan tentang harga yang dapat dinegosiasikan atas nama mereka. Transparansi harga rumah sakit membantu orang Amerika mengetahui biaya barang atau layanan rumah sakit sebelum menerimanya. Mulai 1 Januari 2021, setiap rumah sakit yang beroperasi di Amerika Serikat akan diminta untuk memberikan informasi harga yang jelas dan dapat diakses secara online tentang barang dan layanan yang mereka sediakan dengan dua cara:
1. Sebagai file lengkap yang dapat dibaca mesin dengan semua item dan layanan.
2. Dalam tampilan layanan yang dapat dibeli dalam format yang ramah konsumen.
Informasi ini akan memudahkan konsumen untuk berbelanja dan membandingkan harga antar rumah sakit serta memperkirakan biaya perawatan sebelum pergi ke rumah sakit. Pasien akan memilih pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya dan mengurangi pengeluaran bila pembayaran keluar dari kantong pribadi. Pasien cenderung memahami biaya yang terkait dengan perawatan medis yang diterima. Ini akan membantu pasien membuat keputusan yang lebih baik dan mempersiapkan diri secara finansial dengan membandingkan biaya dari berbagai layanan kesehatan. Pasien mencari perawatan yang lebih terjangkau atau memilih penyedia yang memberikan nilai terbaik secara keuangan.
Sifat dan filosofi sektor kesehatan sebagai industri berbeda dari industri lainnya. Penggerak utamanya adalah kemanusiaan, yang memanifestasikan dirinya melalui pemberian pelayanan preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada pasien. Dengan demikian, komitmen sektor ini terhadap standar etika dan prinsip yang tinggi sangat penting untuk memastikan bahwa tidak ada pasien yang dikecualikan atau didiskriminasi. Nilai kemanusiaan jelas tercermin dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh masyarakat tanpa memandang ras, agama, kelas sosial, gender atau afiliasi politik. Kesetaraan, keadilan, efisiensi dan kualitas pelayanan kesehatan bersama dengan pasien-sentrisme harus menjadi gagasan penuntun di semua tingkatan rumah sakit. Keyakinan menyeluruh yang muncul dari proses ini adalah memanfaatkan gagasan tata kelola dan transparansi yang akan mewujudkan peningkatan yang tak tertandingi di rumah sakit. Transparansi merupakan bagian penting dari tata kelola klinis yang baik. Transparansi mengacu pada kejelasan, aksesibilitas, dan keterbukaan informasi terkait dengan proses klinis, perawatan pasien, dan hasil yang dicapai.
Transparansi dalam tanggungan biaya akan memberdayakan konsumen untuk berbelanja dan membandingkan biaya di antara berbagai penyedia layanan kesehatan sebelum menerima perawatan. Karena konsumen memiliki peran penting dalam mengendalikan biaya perawatan kesehatan, konsumen harus memiliki informasi yang berarti untuk menghasilkan kekuatan pasar yang diperlukan untuk mencapai biaya perawatan kesehatan yang lebih rendah dan mengurangi pengeluaran. Dengan adanya transparansi harga akan memberikan informasi yang jelas, komprehensif, dan mudah dipahami kepada pasien mengenai kondisi kesehatan mereka, opsi perawatan yang tersedia, risiko dan manfaat yang terkait dengan tindakan medis, serta hak-hak mereka sebagai pasien. Hal ini memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang terinformasi
tentang perawatan mereka. Transparansi melibatkan komunikasi yang terbuka dan jujur antara anggota tim klinis. Informasi penting, seperti hasil tes, diagnosis, dan rencana perawatan, harus disampaikan secara efektif kepada anggota tim yang terkait untuk memastikan koordinasi yang baik dan perawatan yang terintegrasi.
Agustus 2022 di AS, pemerintahan yang ada sangat ingin mengejar transparansi harga perawatan kesehatan yang berfokus pada informasi konsumen dengan mengesahkan Undang- Undang Pengurangan Inflasi ( Inflation Reduction Act ), sebuah undang-undang yang pada akhirnya akan memungkinkan pemerintah federal untuk menegosiasikan harga dengan produsen pada beberapa obat mahal untuk penerima Medicare. Hal ini tidak akan berdampak langsung pada penetapan harga obat atau biaya perawatan kesehatan bagi mereka yang memiliki asuransi swasta atau tidak memiliki asuransi.
Dari studi penelitian yang sudah dikerjakan di temukan bahwa dengan adanya tranparansi harga, rumah sakit menurunkan harga layanan yang diberikan kepada pasien dan memberikan informasi dengan bermacam cara lewat media sosial seperti situs website dan aplikasi seluler. Akan tetapi tidak cukup signifikan karena ada biaya-biaya yang diperhitungkan oleh rumah sakit dengan adanya penurunan harga layanan. Biaya tersebut adalah biaya operasional seperti logistik. Rumah sakit mempertimbangkan biaya-biaya tersebut dalam pencantuman harga. Selain itu biaya yang di publikasi tidak lengkap semuanya. Ada biaya-biaya tambahan yang tidak dicantumkan seperti fasilitas yang didapat dengan layanan yang dipilih pasien. Hal ini berkolerasi dengan biaya operasional yang dikeluarkan masing-masing rumah sakit. Karenanya informasi yang didapat cenderung tidak lengkap dan kurang bermakna bagi pasien. Rumah sakit yang patuh untuk melakukan transparansi harga cenderung lebih siap dalam hal teknologi informasi, sumber daya keuangan, dan keterampilan staf untuk mengurangi biaya yang diperlukan.
Rumah sakit tidak merasa harus berkompetisi untuk menurunkan harga layanannya. Mereka punya keunggulan yang bisa dipastikan akan dipilih oleh pasien . Alat transparansi harga tidak membuat efek yang berarti dalam pemilihan layanan oleh pasien. Karena layanan yang akan dibandingkan oleh pasien adalah layanan yang dapat dibeli bukan layanan yang bersifat gawat darurat. Pasien dapat mempertimbangkan jadwal kapan dan dimana layanan ini akan diambil dengan segala pertimbangannya. Ini menunjukan konsumen cukup kritis. Transparansi harga dimaksudkan untuk menguntungkan konsumen, perusahaan asuransi kesehatan dan pemberi kerja yang diasuransikan sendiri (pembeli), dan pemerintah. Di sisi permintaan, mereka mendorong konsumen untuk membandingkan harga di pasar perawatan kesehatan dan memilih penyedia berbiaya lebih rendah, yang berarti biaya lebih rendah untuk konsumen dan perusahaan asuransi. Apa yang harus saya bayar sendiri jika saya membutuhkan perawatan kesehatan? Apakah ada alternatif biaya yang lebih rendah untuk perawatan rumah sakit yang akan memenuhi kebutuhan saya? Tapi dari studi kasus yang ada, transparansi harga tidak membuat pasien memilih layanan kesehatan di non rumah sakit yang notabene lebih murah daripada layanan rumah sakit. Penurunan pengeluaran dengan biaya pribadi untuk layanan yang bisa dibeli seperti pemeriksaan imaging relatif rendah Maka transparansi harga belum menunjukkan akan menguntungkan konsumen secara signifikan sehingga tidak terlalu berdampak bagi penyedia dan asuransi dan pemberi kerja.
## KESIMPULAN
Harapannya dengan adanya transparansi harga, pasien dapat mengevaluasi pilihan pelayanan kesehatan mereka, membandingkan harga dari seluruh penyedia pelayanan, dan membuat
keputusan yang selaras dengan keadaan dan preferensi keuangan sendiri. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada dampak signifikan atas pemilihan dan keputusan pasien untuk memilih layanan rumah sakit dengan adanya informasi harga dari penyedia layanan. Hal ini disebabkan pasien lebih memilih layanan yang cocok untuk kebutuhan kondisinya. Pemilihan layanan yang dapat dibeli seperti pemeriksaan lab dan imaging didapatkan naik permintaannya dengan adanya transparansi harga. Transaparansi harga juga membutuhkan detail harga yang lebih untuk memperjelas apa saja yang didapatkan pasien. Penyedia layanan seyogyanya membuat tarif lebih mudah dibaca dan dipahami oleh pasien tanpa adanya pembayaran tersembunyi.
Penyedia layanan tidak membuat transparansi harga secara jelas karena adanya biaya operasional dan logistik yang berbeda dari tiap rumah sakit walau dengan jenis pemeriksaan yang sama. Efek dari transparansi harga pelayanan rumah sakit akan sangat tergantung pada implementasinya dan kerangka regulasi yang ada di negara atau wilayah tertentu. Kebijakan Perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai apakah dampak transparansi di negara lain dengan kondisi keuangan dan jenis pembayaran yang dilakukan pasien berbeda. Dalam upaya meningkatkan implementasi transparansi harga pelayanan rumah sakit perlu adanya kerjasama antara pemerintah, rumah sakit, asuransi kesehatan, dan masyarakat. Peraturan yang lebih tegas, insentif dan pendidikan kepada masyarakat tentang hak-hak sebagai konsumen kesehatan juga dapat membantu mendorong transparansi harga yang lebih baik.
Transparansi harga pelayanan dapat memiliki implikasi bagi tata kelola klinis. Ketika pasien memiliki akses yang jelas dan mudah dipahami terhadap informasi harga pelayanan, mereka dapat membuat keputusan efektif yang lebih terinformasi tentang perawatan yang mereka pilih, mengelola anggaran kesehatan pribadi, dan melakukan perbandingan antara penyedia layanan.
## DAFTAR PUSTAKA
Chen, J., & Miraldo, M. (2022). The impact of hospital price and quality transparency tools on healthcare spending: A systematic review. Health Economics Review , 12 (1), 62. https://doi.org/10.1186/s13561-022-00409-4
Han, A., Lee, K.-H., & Park, J. (2022). The impact of price transparency and competition on hospital costs: A research on all-payer claims databases. BMC Health Services Research , 22 (1), 1321. https://doi.org/10.1186/s12913-022-08711-x
Hilsenrath, P., Eakin, C., & Fischer, K. (2015). Price-Transparency and Cost Accounting: Challenges for Health Care Organizations in the Consumer-Driven Era. INQUIRY: The Journal of Health Care Organization, Provision, and Financing , 52 , 004695801557498. https://doi.org/10.1177/0046958015574981
Jiang, J. X., Polsky, D., Littlejohn, J., Wang, Y., Zare, H., & Bai, G. (2022). Factors Associated with Compliance to the Hospital Price Transparency Final Rule: A National Landscape
Study. Journal of General Internal Medicine , 37 (14), 3577–3584.
https://doi.org/10.1007/s11606-021-07237-y
Shah, S. A., & Song, Z. (2022). Navigating Hospital Price Transparency—A Cautionary Tale.
Journal of General Internal Medicine , 37 (5), 1306–1309. https://doi.org/10.1007/s11606-
## 021-06775-9
Zhang, A., Prang, K.-H., Devlin, N., Scott, A., & Kelaher, M. (2020). The impact of price transparency on consumers and providers: A scoping review. Health Policy , 124 (8), 819– 825. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2020.06.001
## This work is licensed under a
Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
|
b7b3f650-11b5-4deb-94f1-ab533983b160 | https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/transformasi/article/download/2201/1090 |
## PENGUATAN KOMPETENSI GURU DALAM MENDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN PROGRAM AUTOPLAY DI MI AL-IKHLASIYAH PERAMPUAN
## Nuruddin
Dosen Prodi. PGMI, UIN Mataram [email protected]
Abstrak : media memiliki peran vital dan strategis dalam memastikan praktek pembelajaran berjalan dengan baik. Pengabdian ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu mengembangkan dan menguatkan kompetensi guru. Salah satu bentuk penguatan kompetensi tersebut adalah dengan pelatihan guru mendesain media pembelajaran interaktif dengan program Autoplay. Pelatihan ini dilaksanakan dalam lima tahapan yaitu; (1) Observasi Dan Pengenalan Madrasah; (2) Sosialisasi Program dan FGD; (3) Pelatihan mendesain media pembelajaran dengan software autoplay; (4) Pendampingan penguatan guru dalam pembelajaran dengan software autoplay tahap pertama; (5) Pendampingan penguatan guru dalam pembelajaran dengan software autoplay tahap kedua; (6) monitoring evaluasi. Hasil pengabdian menunjukkan bahwa terjadi perubahan mindset guru tentang inovasi pembelajaran ditambah lagi dengan peningkatan kemampuan guru dalam membuat media pembelajaran dengan software autoplay.
Hasil kegiatan Pengbdian menunjukkan bahwa pengetahuan guru dalam mengoperasikan program tersebut semakin mengalami peningkatan dan dapat dimanfaatkan, dipraktikkan sebagai media pembelajaran di dalam kelas .
Kata Kunci : Kompetensi Guru, media interaktif, autoplay.
## PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini memberikan informasi tentang pesatnya perubahan sosial masyarakat termasuk dibidang pendidikan. Pendidikan sebagai akar pengokoh kemajuan generasi bangsa memberikan kontribusi dalam mendidik generasi bangsa yang produktif dan partisipatif. Produktif dengan usaha-usaha pengembangan diri dan partisipatif dalam pembangunan bangsa.
Salah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas pembelajaran yang baik adalah dengan teknologi pendidikan. ―…Educational technology is was used to describe a subset of education which was involved in solving problems related to all aspect of human learning through complex,
interrelated processes ― 8 . Berdasarkan definisi tersebut, teknologi pendidikan dalam hal ini digunakan untuk menggambarkan bagian dari pendidikan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan semua aspek pembelajaran manusia, yang kompleks dan saling terkait.
Saat ini paradigma pendidikan dan pengajaran telah mengalami pergeseran, yakni dari pengajaran yang berpusat pada guru ( teacher centered) menjadi pengajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered). Pergeseran paradigma ini secara tidak langsung akan menuntut tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memadai dalam rangka memberikan peluang bagi peserta didik untuk dapat belajar secara mandiri. Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini dapat menjadi faktor pendukung terlaksananya belajar secara individual.
Di sisi lain, penggunaan TIK dalam kegiatan pembelajaran, dapat menjadi salah satu faktor penting yang memungkinkan kecepatan transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik secara lebih luas 9 . Peserta didik yang tumbuh di era digital saat ini cendrung lebih mudah mengakses informasi dari berbagai media, sehingga hal ini berdampak pada cara mereka berinteraksi dan menggunakan informasi itu sendiri 10 .
Dalam kegiatan pembelajaran, adanya teknologi yang canggih menjadikan sumber informasi tidak lagi terfokus pada teks dari buku semata, akan tetapi sudah lebih luas dari itu. Sekarang ini untuk mengakses informasi belajar, peserta didik dapat menggunakan sumber terbuka ( open source), dapat melalui media internet maupun bentuk-bentuk multimedia berbasis komputer lainnya. Pengaplikasian kegiatan pembelajaran secara langsung berdampak pada peningkatan kualitas proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan efisien,
8 Seels, B.B. & Richey, R.C. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya (terjemahan). (Washington DC: AECT, 1994). h. 4.
9 Deni Darmawan, Teknologi Pembelajaran. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
h.14.
10 Ruth Geee & Trudy-Ann Sweeney. Students‘ Voices about Learning with‘s Technology. Journal of Social Sciences , 8 (2), hh. 294-303.
terutama teknik, pendekatan, strategi dan metode yang digunakan ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, baik di dalam kelas, maupun di luar kelas 11 . Komputer memberi peranan yang baru bagi guru. Ia harus bekerjasama dengan para ahli lain yang bertalian dengan komputer dalam memprogram pelajaran 12 . Oleh karena itu penggunaan komputer pada dunia pendidikan menuntut guru untuk memiliki kompetensi lain diluar kompetensinya sebagai seorang guru.
TIK memiliki peran vital dalam pengembangan sistem pendidikan. ―…to use of ICT academic level in the school has increased‖ 13 . Dari kutipan tersebut bahwa penerapan TIK dalam pembelajaran disetiap level akademis mengalami peningkatan. Inilah yang menandai betapa pentingnya menerapkan TIK dalam pembelajaran. Disamping memudahkan guru dalam mengajar, penggunaan TIK juga sangat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak yang ada dalam lingkungan sekolah dimana TIK digunakan.
Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia, komputer memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya. Memahami materi yang ditayangkan 14 , komputer dapat mengkombinasikan warna, musik dan animasi grafik. termasuk salah satunya membuat simulasi animasi sebagai media pembelajaran.
Sebagai media pembelajaran, peran komputer menjadi salah satu sumber utama (major resources) dalam mengimplementasikan program pembelajaran di sekolah, melalui komputer siswa dapat menjalankan aplikasi program yang didukung juga dengan fasilitas penunjang lain yang saat ini berkembang yaitu
11 Ansori, Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Society Edisi VII (Mataram: Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram, 2012), h. 59.
12 Nasution, Teknologi Pendidikan , (Jakarta, Bumi Aksara: 2012), h. 112
13 TOSUN Nilgün. Using Information and Communication Technologies in School Improvement. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology Volume 10 Issue 1 (2011,), hh. 223-231.
14 Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer, (Bandung: Al-Fabeta, 2013), h.
intenet 15 . Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran sangat beragam diantaranya adalah powepoint, flash, dan Autoplay dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, di MI Al-Ikhlasiyah Perampuan sudah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan komputer namun belum maksimal, biasanya menggunakan powerpoint. Hampir semua guru dapat mengoperasikan komputer, tetapi tidak semua guru dapat membuat media presentasi menarik yang dapat menimbulkan perhatian dan ketertarikan siswa. Pemanfaatan komputer dalam pembelajaran menarik untuk materi tertentu, artinya tidak semua materi dapat menggunakan komputer dalam pembelajaran. Selama ini, belum ada pelatihan khusus tentang pengembangan soft skill guru dalam mendesain presentasi menarik.
Berdasarkan latar persoalan di atas dianggap perlu dilakukan pelatihan guru tentang bagaimana mendesain media presentasi interaktif yang dapat menciptakan pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan dengan judul ―Penguatan Kompetensi Guru dalam Mendesain Media Pembelajaran Interaktif Dengan Program Autoplay di MI Al-Ikhlasiyah Perampuan‖.
## PEMBAHASAN
Setiap pekerjaan yang bermanfaat untuk memudahkan seseorang selalu membutuhkan media untuk mempermudah proses pengerjaannya. Seorang petani yang hendak membajak sawah tentu menggunakan traktor sebagai media untuk mempermudah pekerjaannya. Seorang dokter yang hendak mendiagnosis penyakit pasiennya tentu membutuhkan media dan alat untuk mendeteksinya. Demikian juga profesi seorang guru yang baik dan profesional membutuhkan media pembelajaran yang baik dalam mempermudah penyampaian materi pembelajarannya.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepenerima sehingga merangsang pikiran, perhatian, dan minat serta kemauan peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar
terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif 16 . Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepenerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi 17 .
Untuk pembiasaan guru dalam pemanfaatan media pembelajaran, dibutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk perguruan tinggi. Implementasi dari tugas tridharma perguruan tinggi, salah satunya adalah pengabdian. Pengbdian merupakan satu dari dari tiga tugas tridharma perguruan tinggi selain dibidang pendidikan dan penelitian. Tugas ini adalah tugas wajib yang harus dilakukan oleh seorang dosen dengan tujuan pengabdian kepada Negara melalui upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran madrasah.
Berikut tahapan-tahapan selama pengabdian; (1) observasi dan pengenalan madrasah, (2) Sosialisasi dan Focus Group Discussion, (3) Pelatihan mendesain media pembelajaran dengan software autoplay (4) Pendampingan penguatan guru dalam pembelajaran dengan software autoplay tahap pertama, (5) penguatan guru dalam pembelajaran dengan software autoplay tahap kedua, (6) Monitoring Evaluasi. Keenam tahapan di atas dilakukan secara sistematis dan terukur. Untuk lebih jelasnya kegiatan di setiap tahapan tersebut di jelaskan lebih detail di bawah ini:
## Observasi Dan Pengenalan Madrasah
Observasi merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis. Observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan secara ilmiah. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. 18 Observasi ada dua macam yaitu observasi langsung dan tidak langsung yaitu: (1) Teknik Observasi Langsung dimana observasi yang mengadakan
16 Sukiman, Pengembangan media pembelajaran , (Yogyakarta: Pedagogia, 2012), h. 29.
17 Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), h. 7 18 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan (Surabaya: SIC, 2001), hal 96
pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan. 19 Jadi, observasi ini merupakan salah satu proses pengamatan dalam penelitian eksploratif yang observer langsung ambil bagian dalam keadaan obyek yang diobservasi. (2) Teknik Observasi Tak Langsung mengadakan pengamatan terhadap gejala- gejala subyek yang diselidiki dengan perantara sebuah alat, pelaksanaannya bisa berlangsung dalam situasi sebenarnya maupun di dalam situasi buatan. 20
Media yang dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Media dalam perspektif ini tidak dibatasi sebagai upaya untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran tapi menyangkut peristiwa yang terjadi dalam penyampaian materi pembelajaran. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang mempermudah guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan dapat memfokuskan perhatian, minat peserta didik untuk belajar agar penyampaian materi ajar menjadi lebih kongkrit. Dengan demikian, tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefesienkan proses pembelajaran itu sendiri 21 .
Berdasarkan hasil observasi dapat diinformasikan tentang proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas masih menggunakan metode pembelajaran konvensional, artinya pembeljaran masih mengedepankan interaksi antara guru dan murid dengan kurang memperhatikan peran media pembelajaran. Sebagian besar guru sudah memiliki keterampilan mengoperasikan komputer. Namun tidak semua guru melaksanakan pembelajaran berbasis komputer. Komputer bukan barang langka yang sulit diperoleh dan susah dioperasikan.
Tentang fasilitas yang mendukung pembelajaran cukup memadai, namun ada beberapa fasilitas yang belum mendukung yaitu LCD Proyektor. Keberadaan LCD menjadi penghambat utama proses diseminasi dalam penyeragaman
19 Ibid, hal. 96 20 Yatim Riyanto, Metode ..., hal. 96 21 Munadi Y., Media pembelajaran , (Jakarta Selatan: GP Press Group, 2013), h. 8
pengetahuan guru tentang teknologi. Walaupun demikian, secara tidak langsung sudah banyak menjalankan aktivitas berbasis komputer tidak dalam proses pembelajaran. Sehingga walaupun begitu, tidak menjadi sulit untuk mengembangkan proses pembelajaran berbasis komputer.
## Sosialisasi Program dan FGD
Sosialisasi adalah sebuah konsep tentang proses dimana kita dapat belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berfikir, merasakan dan bertindak dimana kesemuanya penting dalam menghadirkan partisipasi sosial yang efektif.
Langkah selanjutnya setelah observasi adalah sosialisasi melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD). Sebelum kegiatan pelatihan dan pengembangan dilakukan, biasanya diawali dengan sosialisasi atau orientasi. Sosialisasi adalah merupakan proses yang mengacu pada persiapan pengajaran tentang bagaimana melakukan usaha, termasuk bagaimana memahami dan menerima nilai-nilai, norma, dan keyakinan.
Sosialisasi adalah upaya yang dilakukan pengabdi untuk mengkomunikasikan program yang akan dilaksanakan selama proses pengabdian di Madrasah. Kegiatan ini dilakukan melalui kunjungan awal ke Kepala MI Al-Ikhlasiyah Perampuan, kemudian dalam kesempatan yang sama juga dihadiri oleh guru-guru. Beberapa agenda yang sudah dipersiapkan pada kegiatan sosialisasi adalah menjelaskan dan meyakinkan guru tentang urgensi media pembelajaran dalam memudahkan guru menyampaikan pesan-pesan pembelajaran tersampaikan dengan baik. Kedua adalah memberikan informasi bagi guru untuk dapat menggunakan media pembelajaran berbasis komputer. Jika selama ini media presentasi banyak menggunakan powerpoint, maka pada kesempatan ini pengabdi banyak memberikan penjelasan tentang media pembelajaran dengan software autoplay.
Setelah mendengar penjelasan fasilitator, autoplay adalah benda baru yang masih dianggap asing. Autoplay memang tidak pernah digunakan sebagai media pembelajaran, bahkan autoplay ini baru di dengar secara langsung namanya dari pengabdi itu sendiri. Guru sangat antusias dengan penjelasan guru. Melalui
program ini banyak hal yang ingin dieksplorasi, terutama strategi mendesain program pembelajaran berbasis software autoplay.
Pada kesempatan FGD, beberapa guru memberikan pertanyaan tentang bagaimana strategi belajar mengajar yang baik agar lebih cepat memahami program tersebut. Pada kesempatan tersebut, pengabdi memberikan respon positif bahwa kegiatan ini nantinya tidak akan dilepas begitu saja melainkan akan diberikan pendampingan. Guru yang lain juga menyampaikan aspirasinya tentang kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pelatihan semisal belum memiliki notebook. Tentang hal ini pengabdi menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak dipaksakan semua guru memiliki notebook, akan tetapi satu notebook dapat digunakan untuk dua orang secara bersam-sama. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan FGD berjalan lancar. Kegiatan ini memunculkan beberapa kesepakatan diantaranya tentang kegiatan pelatihan. Kegiatan FGD dan sosialisasi dihadiri oleh 20 orang guru.
Pelatihan mendesain media pembelajaran dengan software autoplay Sebelum kegiatan pelatihan dimulai, kegiatan diawali dengan pembukaan yang disambut dan dibuka oleh pimpinan yayasan. Dalam sambutannya, pimpinan yayasan menyampaikan ucapan terima kasih yang sebenarnya atas kesediaan fasilitaor melaksanakan pengabdian ditempatnya dan berharap kegiatan ini berkelanjutan karena program ini berkaitan langsung dengan program pemberdayaan SDM guru.
Sumber daya manusia sebagai aset terpenting, memiliki peran strategis dalam menghadapi persaingan global. Kualitas dan kompetensi anggota organisasi dapat dijadikan sebagai alat untuk meraih keunggulan kompetitif ( competitive advantage) dan membawa kesuksesan organisasi.
Kesuksesan organisasi diperoleh melalui program pelatihan dan pengembangan secara efektif keunggulan kompetitif satu organisasi sekolah. Dalam lingkungan persaingan yang semakin ketat, program pelatihan dan pengembangan tidak lagi sebagai suatu pilihan, tetapi sudah merupakan suatu kebutuhan.
Guru memiliki peran strategis dalam proses belajar mengajar. Guru mempersiapkan peserta didik menjadi warga yang produktif, berfikir kritis tentang masyarakat dan kehidupannya, membangun karakter dan berjiwa sosial. Peran itu melekat pada tugas dan fungsi guru yang harus dijalankan sebaik- baiknya, bukan karena kurangnya ketersediaan lapangan kerja melainkan karena cita-cita, minat dan bakat serta rasa senangnya terhadap dunia pendidikan.
Integrasi TIK dalam pembelajaran adalah permasalahan yang kerap muncul dalam dunia pendidikan. Tingginya kemampuan seorang guru dalam TIK belum menjamin guru tersebut dapat mengintegrasikan TIK dengan baik dalam pembelajaran. Pada bagian ini akan diungkapkan apakah guru telah mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Untuk itu dilakukan pelatihan guru.
Pelatihan guru dilakukan dengan tujuan untuk Untuk meningkatkan ketrampilan sesuai sesuai dengan perubahan dan perkembangan teknologi, mengawal kompetensi guru dalam masalah operasional, dan menguatkan kompetensi guru dalam pengembangan profesinya.
Kompetensi guru harus senantiasa di-upgrade kapanpun saja. Lebih-lebih diera dewasa ini, perkembangan teknologi informasi semakin berkembang. Kalau tidak maka wawasan guru akan jauh tertinggal dibandingkan siswanya. Apalagi kebutuhan siswa juga makin berkembang. Namun diera dewasa ini, banyak guru yang mengalami tugas yang memprihatinkan.
Autoplay adalah software yang disiapkan untuk membantu guru mendesain media pembelajaran. Kegiatan pelatihan dihadiri oleh guru MI A-Al-Ikhlasiyah Perampuan sejumlah 20 0rang. Masing-masing guru terbagi dalam guru mata pelajaran, guru kelas dan kepala madrasah.
Guru dengan serius mengikuti kegiatan pelatihan. Pada kesempatan ini banyak guru yang butuh pendampingan secara khusus. Karena ada juga sebagian guru yang belum dapat dengan cepat meniru aktivitas peserta. Kesiapan guru dalam mengikuti program pelatihan ditunjukkan dengan kehadiran guru yang rata-rata siap. Pada pemapaannya narasumber menampilkan layar proyektor di tembok. Selanjutnya dilakukan simulasi tentang
bagaimana mengoperasikan dan mendesain media pembelajaran dengan media autoplay.
Penyampaian materi autoplay melalui simulasi memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru mengeksplorasi secara mendalam tentang materi yang diajarkan. Guru juga banyak bertanya manakala terdapat kesulitan-kesulitan yang dilalui saat memberikan simulasi pembelajaran.
Dalam pemaparannya, narasumber banyak menjelaskan tentang bagaimana membuat button dan menggantinya sesuai dengan apa yang diinstruksikan. Pengenalan fitur menu autoplay dimulai dari mengenal menu file, edit , dan lain sebagainya. Langkah selanjutnya adalah Setelah halaman Home dibuat, langkah selanjutnya adalah mendesain halaman Home dengan memberikan tombol-tombol. Tombol ini digunakan untuk menghubungkan halaman Home dengan halaman-halaman lain. Untuk membuat tombol klik icon new button object pada toolbar.
Pelatihan tidak cukup sampai hal di atas, selanjutnya adalah membuat properties. Properties adalah panel yang memuat properties/ keterangan yang ada dalam Prospect, mengenalkan projek eksplorer, project size, kemudian install. Setelah aplikasi autoplay sudah teinstall dengan baik, selanjutnya buka file instalasi dan jalankan. Langkah berikutnya Klik/buka folder autplay yang tampil di jendela widows seperti gambar sebelumnya, sehingga muncul seperti gambar di bawah ini. Lalu klik kanan Aplikasi ams70ev (lihat tanda panah). Setelah klik kanan pilih Run Administrator, Setelah klik Run Administrator akan muncul tampilan seperti gambar, pilih/klik next untuk melanjutkan proses instalasi. Setelah klik next pada step sebelumnya, kemudian akan muncul wizard License Agreement dan klik next untuk melanjutkan. Sampai pada Setelah selesai proses instalasi, buka aplikasi di All Application, atau temukan di dekstop.
Untuk memproduksi multimedia dan membuat projek baru, guru dapat Klik create a new Prospect, Masukkan nama project > klik blank project > klik create project now, Tampilan awal project yang anda kehendaki. Sedangkan untuk memberi judul Projek dapat dilakukan dengan Pilih Project > Settings, Ubah window title dengan nama ―Multimedia Interaktif‖ dan pilih ―Always on top‖.
Ketik Page size ukuran lebar 800 dan tinggi 600. Klik OK untuk menutup jendela dialog, Pilih Publish > Preview, lalu Klik tombol close di title bar untuk keluar dari preview.
Untuk menambahkan halaman baru, klik kanan pada Page Tab, kemudian klik Add. Dan Akan tampil halaman tab baru. Untuk mengatur halaman, Pada properties pane, klik Page, Untuk memberikan judul halaman, letakkan kursor di kolom ― Name‖ kemudian tulis judulnya misalkan ―Beranda‖. Untuk Mengatur Background Halaman sesuai dengan keinginan. Jika ingin menggunakan background warna, misalkan warna biru muda (#99CCFF). Klik Select button, Pilih warna background, Jika ingin mengubah background style dari warna solid menjadi gradien, maka klik background Style, klik select Button, pilih gradient.
Baground dapat dipilih berdasarkan keinginan dari guru sendiri.
Memulai insert Buton dan Action Buton diawali dengan Pilih Object > Button untuk menambahkan Buton, Pada saat dialog Select File muncul, klik Gallery button. Pilih file (misal green_pill.btn) dan klik OK, Untuk menyetting button, aktifkan Button, klik Properties Pane. Setting, sesuai dengan kebutuhan (misalkan text, font, alignment, colours), klik kanan pada button kemudian klik properties, Ketik keterangan button pada kolom Text, misalnya akan membuat buttonVideo ketik ―VIDEO‖.
Untuk menambahkan Action Button dapat mengikuti langkah dibawah ini: Pada Page Surface, klik button yang akan ditambahkan Action Button (missal button1 ―BERANDA‖), Pastikan kategori Actions terbuka dalam properties Pane, Klik pada setting On Click, kemudian klik tombol edit untuk membuka script editor, Klik tombol edit sehingga akan membuka script editor,
dimana kita bisa menambahkan action untuk tiap even dari objek. Klik tombol Add Action. Pada saat New Action Wizard muncul, ubah kategori aplikasi kemudian klik action pada setep 2 yang disebut Page.Jump. Kemudian Klik OK.
Di Step 3, dalam PageName pilih halaman yang dituju saat button diklik. Misalkan button1 ―BERANDA‖ mengarahkan ke halaman ―BERANDA‖. Kemudian Klik Finish > OK.
Untuk membuat exit button, menggunakan cara yang sama dengan membuat action button namun pada step 2 dipilih Application.Exit. pelatihan ini semakin menantang kegiatan guru. Guru semakin tertarik untuk dapat memahami program yang sudah dibuat guru. Namun pada kesempatan ini guru belum dapat menyelesaikan materi pelatihan, dan diharapkan selanjutnya guru dapat dipandu pembelajarannya melalui modul yang sudah disiapkan guru.
## Pendampingan penguatan guru dalam pembelajaran dengan software autoplay tahap pertama
Pendampingan berfungsi untuk memantau sejauh mana penyerapan guru selama pelatihan, membantu guru menyelesaikan persoalan selama pelatihan, berbagi pengalaman dan membantu guru lebih aktif dalam mempelajari program autoplay, berbagi pendapat dan kemitraan, meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru, dan secara bersama-sama mengevaluasi proses pembelajaran yang lebih baik.
Pendampingan adalah pemberian bantuan teknis tentang penyampaian dan penguatan materi sebelumnya. Materi pendampingan tidak jauh berbeda dengan materi saat pelatihan. Materinya menyangkut tentang hal-hal yang belum dipahami oleh guru selama melaksanakan praktikum.
Kegiatan pendampingan dilakukan oleh fasilitator. Adapun sasaran pendampingan adalah semua guru yang pernah mengikuti pelatihan mendesain media pembelajaran dengan autoplay. Adapun tujuan pendampingan adalah untuk: (1) Memperkuat pemahaman dan membangun kepercayaan diri unsur-unsur sekolah dalam melaksanakan pembelajaran; (2) memperkuat keterlaksanaan pembelajaran yang fleksibel; (3) Membantu memberikan solusi kontekstual dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi mendesain media pembelajaran; (4) Membangun kultur belajar sekolah melalui penerapan kurikulum secara inovatif, kontekstual, taat asas, dan berkelanjutan.
Kegiatan pendampingan dihadiri Loe 20 peserta. Adapun materi pendampingan mencakup penguatan keterampilan guru tentang bagaimana
memasukkan gambar, menduplikasi halaman, insert teks dan label, insert paragraf, insert audio, menambahkan baground musik dan lain sebagainya.
Untuk menambahkan audio, dapat dilakukan dengan Pilih Object > Video, Pada saat kotak dialog muncul, pilih video yang akan ditambahkan. Format file video .mpg/ .mpeg lalu klik OK, Pada ―Properties‖ (terletak disamping kiri bawah area kerja), ubah setting pada ―Control Panel‖, Jika ingin mengubah style tampilan tombol control video. Pada ―ControlStyle‖, pilih Basic Blue dengan cara klik tanda panah ke bawah. Adapun untuk menambahkan kontrol video dapat dilakukan dengan Seleksi objek video. Pada properties pane, atur ControlStyle menjadi ―None‖, Buat button menggunakan file grey_pill.btn, kemudian pada properties pane ubah width 55 dan height 27. Ubah font menjadi Verdana, dan front size 8. Atur Bold dan Italic ―True‖. Isi teks pada button ― PLAY‖ dan atur YOffset 1, Klik tombol PLAY, tekan Ctrl+D untuk duplikasi menjadi 3 button. Ubah teks menjadi PAUSE dan STOP
Membuat dan insert kuis menggunakan quiz creator dilakukan dengan langkah dibawah ini Klik Create New Quiz, Untuk memilih model tampilan atau template, klik Player Template, Ada banyak pilihan jenis soal. Lakukan double klik salah satu untuk menentukan jenis soal. Jenis soal dapat dicampur dari berbagai jenis soal MEMBUAT QUIZ. Untuk menyimpan quiz dilakukan dengan Klik Save (gambar disket), Pilih Drive dan Folder tempat anda menyimpan file, kemudian klik Save. Sedangkan untuk mengatur Mengatur quiz propertiez (model quiz) dilakukan dengan langkah berikut ini Klik Quiz Properties, Quiz Information berfungsi untuk menuliskan information tentang quiz, dan seterusnya.
Setelah penguatan melalui pendampingan program di atas langkah terakhir adalah bagaimana mempublish lembar kerja menjadi produk dari autoplay itu sendiri. Melakukan publishing/ finishing quiz creator agar Quiz Creator dapat digunakan oleh peserta didik/ siswa. Langkah-langkahnya sebagai berikut: Klik Publish, Klik CD/EXE, dan publish dan mencoba hasil quiz.
Pendampingan penguatan guru dalam pembelajaran dengan software autoplay tahap kedua.
Pendampingan ini dilaksanakan tidak melalui pengadaan pelatihan namun lebih kepada proses yang dilalui oleh guru selama melaksanakan pelatihan. Kesepakatan pendampingan tahap pertama sudah disepakati sebelumnya. Yaitu bertujuan untuk memperbaiki hasil pada tahap pertama, semua tahapan dilakukan dengan prinsip kesejawatan, kepercayaan, keterbukaan, terarah dan antusias tanpa ada maksud untuk menggurui. Pada kesempatan ini tidak melakukan pendampingan secara teknis, namun lebih kepada membuat pemahaman yang sama tentang penilaian antar masing- masing guru, membangun kemitraan yang sinergis antara pendamping dan terdamping.
Beberapa kondisi yang terjadi saat pendampingan adalah sikap keterbukaan antar guru. Guru tidak pernah berhenti untuk belajar, siapapun yang menjadi fasilitator guru MI Al-Ikhlasiyah dengan sangat ramah-tamah menghargai dan menyambut tim pengabdi dengan suasana yang hangat tanpa ada unsur paksaan dalam mengikuti program pendampingan. Kondisi ini juga tidak terlepas dari sikap dan perilaku pendamping yang ramah dengan semua guru, yang memberi penekanan pada penguatan kekuatan bukan mengajarinya. Pendamping tidak merasa pada posisi yang lebih tinggi melainkan mau dan mampu berbaur dengan guru secara ikhlas dan merasa menjadi bagian dari keluarga.
Kegiatan pendampingan selama dua kali diawali dari kegiatan: (1) memberi motivasi, memuji dan memberikan penguatan; (2) menyampaikan perkembangan positif selama pelatihan dan pendampingan tahap pertama lalu disusul dengan kekeurangan; (3) menganalisis secara bersama-sama tentang kesulitan yang dihadapi dan menyelesaikannya secara bersama-sama; (4) menemukan masalah lainnya. Yang pada akhirnya antara pendamping dan terdamping tidak ada jarak antara keduanya.
## Evaluasi program pelatihan
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi merupakan merupakan kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh selama kegiatan pemantauan berlangsung. Lebih dari itu, evaluasi juga menilai hasil atau produk yang telah dihasilkan dari suatu rangkaian program sebagai dasar mengambil keputusan tentang tingkat keberhasilan yang telah dicapai dan tindakan selanjutnya yang diperlukan.
Evaluasi dilakukan bersama kepala sekolah guru dan staf akademik lainnya. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan program pengabdian. Kelemahan tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan pengabdian di kemudian hari. Sejauh ini hasil evaluasi menghasilkan beberapa temuan diantaranya perlu ada penguatan dan tindak lanjut tentang pelatihan program autoplay di sekolah ini. Program ini dijadikan sebagai salah satu media komunikatif yang ramah anak, inovatif dan menyenangkan.
Dalam pertemuan ini, guru menyampaikan ucapan terima kasih atas ilmu yang sudah diajarkan dan memohon maaf manakala dalam proses pelatihan terdapat kekurangan yang menyebabkan kelancaran kegiatan terhambat. Demikian pula fasilitatorpun menyampaikan ungkapan terima kasih atas kesempatan yang baik dapat berbagi ilmu dan terima dengan sambutan yang baik, didukung dengan sepenuhnya walaupun dalam proses memiliki banyak kekurangan. Untuk mengakhiri kegiatan tersebut disampaikan ucapan maaf dan terima kasih dari pihak pendamping maupun terdamping.
## PENUTUP
Kompetensi guru adalah salah satu jaminan kualitas pembelajaran berjalan dengan baik. Kualitas ini dapat ditingkatkan dalam berbagai program. Penguatan kompetensi guru dalam media pembelajaran dengan program autoplay berjalan baik. Aktivitas pelatihan ini diawali dari observasi dan pengenalan madrasah, FGD dan sosialisasi, pelatihan, pendampingan tahap
pertama, pendampingan tahap kedua, dan Monitoring evaluasi. Adapun hasilnya tentang pengetahuan guru dalam mengoperasikan program tersebut semakin mengalami peningkatan dan dapat dimanfaatkan, dipraktikkan sebagai media pembelajaran di dalam kelas.
## DAFTAR PUSTAKA
Ansori, Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Society Edisi VII, Mataram: Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram, 2012.
Deni Darmawan, Teknologi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011.
Munadi Y., Media pembelajaran, Jakarta Selatan: GP Press Group, 2013.
Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara: 2012.
Ruth Geee & Trudy-Ann Sweeney. Students‘ Voices about Learning with‘s Technology. Journal of Social Sciences.
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer, (Bandung: Al-Fabeta, 2013).
Seels, B.B. & Richey, R.C. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya (terjemahan). Washington DC: AECT, 1994.
Sukiman, Pengembangan media pembelajaran, Yogyakarta: Pedagogia, 2012.
Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
TOSUN Nilgün. Using Information and Communication Technologies in School Improvement. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology Volume 10 Issue 1 . 2011.
Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: SIC, 2001.
|
400db3c8-8456-4879-9e1f-9a8ed4396ae6 | https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology/article/download/6522/4113 | Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
## STRATEGI PEMERINTAH DESA DALAM PEMBERDAYAAN PETANI ALAMI DI DESA KALOLING KABUPATEN BANTAENG
Hasdiki¹ * , Hamrun 2
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar 1,2
E-mail: [email protected]
## ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the form of the village government strategy in an effort to empower natural farmers in Kaloling village. This research method is a qualitative method which provides an objective description of how the actual condition of the object under study and the type of research used is the phenomenological type. The data used are primary data sources and secondary data sources with 7 informants. And documentation. Data analysis techniques and used in this research are data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The validation of the data used was source triangulation, tech triangulation and time triangulation. This study aims to determine the strategy formulation strategy, strategy implementation, and strategy evaluation in Empowering Natural Farmers in Kaloling Village, Bantaeng Regency. The results showed that the Village Government's Strategy in Empowering Natural Farmers in Kaloling Village, Bantaeng Regency, has been completed with a familial and organizational approach in order to achieve the objectives of this study, namely creating community welfare in farming without using chemicals. The factor that slows down this strategy is because some farming communities still want to cultivate things that are short and fast without thinking about the impact they will get later. But this problem has been resolved by the SPA and can be accepted slowly by some Kaloling village farmers.
Key words: government strategy, agriculture, empowerment
## ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk strategi pemerintah desa dalam upaya melakukan pemberdayaan petani alami di desa kaloling, metode penelitian ini adalah metode kualitatif yakni memberikan gambaran secara objektif terkait bagaimana keadaan sebenarnya objek yang diteliti dan tipe penelitian yang digunakan adalah tipe fenomenologi. Data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder dengan jumlah informan sebanyak 7 orang. Dan dokumentasi. Teknik Analisis data dan digunakan dalam penelitian ini yaitu Reduksi data, Penyajian data, dan Penarikan kesimpulan. Pengabsahan data yang digunakan adalah Triangulasi sumber, Triangulasi tekik dan Triangulasi waktu.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
Penelitian ini bertujuan mengetahui strategi Formulasi strategi, Implementasi strategi, dan Evaluasi strategi dalam Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng telah selesai dengan pendekatan kekeluargaan dan keorganisasian guna mencapai tujuan dari penelitian ini yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat dalam bertani tampa menggunakan bahan kimia. Faktor yang memperlambat strategi ini dikarenakan beberapa masyarakat tani masih menginginkan bercocok tanam dengan sesuatu hal yang serba singkat dan cepat tampa memikirkan dampak yang akan mereka dapatkan nantinya. Tetapi masalah tersebut sudah di atasi oleh pihak SPA dan dapat di terima secara berlahan oleh beberapa petani desa kaloling.
Kata kunci : strategi pemerintah, pertanian, pemberdayaan
## PENDAHULUAN
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional sangat penting dan strategis (Fikriman, 2017; Kusumaningrum, 2019; Sadono, 2008). Hal ini terutama karena sektor pertanian masih memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk yang ada di pedesaan dan menyediakan bahan pangan bagi penduduk. Peranan lain dari sektor pertanian adalah menyediakan bahan mentah bagi industri dan menghasilkan devisa negara melalui ekspor non migas. Bahkan sektor pertanian mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir (Sukirno, 2008).
Desakan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya yang terus berkembang telah menyadarkan berbagai negara berusaha untuk meningkatkan produksi pangannya (Fathurohman & Romalasari, 2017; Sadono, 2009). Melalui strategi memberikan tindakan yang bersifat senantiasa meninkat dan terus- menerus, serta dilakukan dengan sudut pandang tentang apa yang di harapkan oleh masyarakat lebih khusus yaitu petani. Strategi memberikan kesatuan arah bagi semua anggota organisasi atau kelompok. Bila konsep strategi tidak jelas, maka keputusan yang diambil bersifat subjektif atau berdasarkan intuisi belaka dan mengakibatkan keputusan yang lain (Walean et al., 2019).
Strategi merupakan tindakan tertentu yang dilakukan demi tercapainya suatu tujuan atau tindakan yang dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan dan
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
memberdayakan masyarakat dari yang kurang berdaya menjadi lebih berdaya (Amri & Ferizko, 2020; Harakan, 2018; Harakan et al., 2021). Sedangkan strategi pemberdayaan yang di maksud disini adalah upaya yang di lakukan Desa Kaloling agar dapat membangun kemampuan masyarakat atau petani dengan mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan hasil petani melalui pertanian alami.
Usaha pertanian dengan mengandalkan bahan kimia seperti pupuk anorganik dan pestisida kimiawi yang telah banyak dilakukan pada masalalu dan berlanjut hingga ke masa sekarang telah banyak menimbulkan dampak negatif yang merugikan. Penggunaan input kimiawi dengan dosis tinggi tidak saja berpengaruh menurunkan tingkat kesuburan tanah, tetapi juga berakibat pada merosotnya keragaman hayati dan meningkatnya serangan hama, penyakit dan gulma. Dampak negatif lain yang dapat ditimbulkan oleh pertanian kimiawi adalah tercemarnya produk-produk pertanian oleh bahan kimia yang selanjutnya akan berdampak buruk terhadap kesehatan. Menyadari akan hal tersebut maka diperlukan usaha untuk meniadakan atau paling tidak mengurangi cemaran bahan kimia ke dalam tubuh manusia dan lingkungan (Lestari, 2009).
Kini kesadaran masyarakat akan dampak buruk dari pertanian kimiawi sudah semakin meningkat, sehingga upaya metode alternatif dalam melakukan praktek pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelajutan telah mulai dikembangkan. Sistem usaha tani yang dikembangkan adalah didasarkan atas interaksi yang selaras dan serasi antara tanah, tanaman, ternak, manusia dan lingkungan. Sistem ini dititik beratkan pada upaya peningkatan daur ulang secara alami dengan tujuan memaksimalkan input berupa bahan alami, sehingga kesehatan dan kesuburan tanah akan tetap terjaga.
Aspek ekonomi dapat berkelanjutan bila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani. Tetapi sering motivasi ekonomi menjadi kemudi yang menyetir arah pengembangan pertanian alami (Mayrowani, 2012). Kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis. dalam pertanian menjadikan pertanian alami menarik perhatian baik di tangkat produsen maupun konsumen.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
Kebanyakan konsumen akan memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan, sehingga mendorong meningkatnya permintaan produk alami. Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormone tumbuh dalam produksi pertanian. Pola hidup sehat ini telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi ( food safety attributes ), kandungan nutrisi tinggi ( nutritional attributes ), dan ramah lingkungan ( eco-labelling attributes ).
Sejak praktek pertanian alami dilaksanakan pada 2016, selama 1 tahun peraktek pertanian alami telah di lakukan pada 3 Ha sawah dan 40 Ha kebun. Produksi hasil utamanya adalah padi, kakao, dan marica. petani kaloling mulai beralih menggunakan pertanian alami dan meninggalkan pertanian berbahan kimia. Sebagaimana yang diketahui bahwa Kabupaten bantaeng merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar. Sektor pertanian merupakan salah satu potensi unggulan yang memberikan kontribusi paling besar terhadap perekonomian Kabupaten Bantaeng. Hal ini didukung dengan sumberdaya lahan yang luas, iklim yang sesuai dan keanekaragaman genetika sumberdaya hayati yang besar. Luas potensi pertanian yang terdiri dari lahan sawah dan bukan sawah yakni 32.330 Ha. Dimana potensi lahan sawah yakni 7.253 Ha. Mayoritas lahan sawah di Kabupaten bantaeng mampu berproduksi 2 kali dalam setahun. Di Desa Kaloling sendiri merupakan daerah yang terletak pada dataran tinggi, sehingga sangat cocok sebagai pengembangan usaha pertanian alami.
Selama ini gerakan perjuangan petani selalu membicarakan konflik agraria terkait hak wilayah kelola yang juga berhubungan dengan kasus hukum. Pertanian alami menjadi suatu model untuk sampai pada tahap pemenuhan peningkatan ekonomi petani namun jarang dibicarakan secara serius. Di Bantaeng jika dihitung ada sekitar Rp 1 Triliun uang yang digunakan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan pupuk kimia, jika dibandingkan dengan pertanian alami setiap masyarakat dengan modal Rp 50 ribu rupiah bisa mengelola lahan mereka selama 2 kali pengolahan. Semua bahan yang digunakan juga berasal dari alam. Bahan
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
pembuat Nitrogen, Pospor, Kalium, Kalsium, Kompos serta Obat Herbal bisa dibuat oleh petani.
Pertanian organik belum sepenuhnya memasyarakat, baik oleh petani sendiri maupun oleh pemerintah yang telah mencanangkan program kembali ium, Kalsium, Kompos serta Obat Herbal bisa dibuat oleh petani. ke organik ( go organic ) tahun 2010. Walaupun program kembali ke organik tidak berjalan seperti apa yang diharapkan, namun Indonesia masih mempunyai peluang untuk mengembangkan pertanian organik dengan potensi yang dimilikinya. (Mayrowani, 2012)
Perubahan telah terjadi di Desa kaloling, beberapa masyarakat sudah mulai bergiat tanam organik. namun, Masih ada penentangan dari orang-orang terdahulu yang merasa sudah banyak makan asam garam. Perubahan pola pikir dari penggunaan pupuk kimia kembali kepada kearifan lokal bukanlah hal yang mudah. Kelompok petani alami di desa tersebut tergabung dalam Komunitas Sarikat Petani Alami (SPA). Sejak didirikan pada tahun 2016, para anggotanya aktif mengembangkan pertanian alami di kebun dan ladangnya masing-masing. Setelah 1 tahun, anggota SPA telah mampu memfasilitasi pendidikan pertanian alami di 67 desa di 4 kecamatan.
Desa Kaloling merupakan salah satu Desa dari beberapa Desa yang terletak di wilayah Pemerintahan Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng, Wilayah ini terletak sebelah timur Ibukota Kabupaten Bantaeng, Jarak dari Ibu kota Kecamatan ± 5 Km dan jarak dari Ibukota kabupaten ± 18 Km. Jika menggunakan kendaraan bermotor maka jarak tempuh ke Kota Kecamatan ± 15 menit, dan ± 30 menit menuju Ibu Kota Kabupaten dan memiliki Luas wilayah Desa Kaloling 11.147.323 Km2, dengan ketinggian 180 MDPL, dengan lahan yang produktif seperti lahan sawah, perkebunan, yang terbagi dalam 8 Dusun yaitu : Dusun Kaloling, Dusun Kaloling Jaya, Dusun Lele Caddi, Dusun Erasayya, Dusun Lele Lompo, Dusun Jampea, Dusun Borong Kalukua dan Dusun Borong Jatia. Dengan data tersebut maka peran pemerintah sangat diperlukan dimana pemerintah Pemerintah desa bersama dengan instansi lain harus terus bekerjasama dan saling berkoordinasi agar masalah yang ada dapat di pecahkan.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
Penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Edi Suharto, (2014) yang mengemukakan bahwa Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkainkegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah. Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Pemberdayaan masyarakat juga dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yaitu prinsip partisipasi, prinsip sustainable, prinsip demokratisasi, prinsip transparansi dan prinsip profitable (Bahri, 2019). emberdayaan masyarakat tidak hanya menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya. Artinya, pemberdayaan adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Hendrawati Hamid (2018) mengatakan bahwa konsep pemberdayaan termasuk dalam pengembangan masyarakat dan terkait dengan konsep: kemandirian ( self help ), partisipasi ( participation ), jaringan kerja ( networking ), dan pemerataan ( equity ). Secara konseptual.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Strategi Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng dengan tujuan penelitian Untuk mengetahui Strategi Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Petani Alami di lingkup pedesaan.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 7 orang informan yang mempunyai kapabilitas dalam pemberdayaan petani di Desa Keloling. Metode ini digunakan karena informan dianggap mampu memberikan informasi yag dibutuhkan dalam penelitian ini (Creswell, 2016). penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dengan teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
digunakan dalam penelitian ini yaitu, Reduksi, Penyajian Data, Penarikan Kesimpulan (Sugiyono, 2014).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Strategi Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng
Strategi merupakan cara atau langka dilakukan agar suatu organisasi ataupun perusahan dapat mencapai tujuanya. Salah satu yang menjadi dalam karakteristik dalam pembangunan ekonomi suatu desa adalah dengan strategi- strategi unggul yang diciptakan pemerintah khusunya Pemerintah Desa agar masyarakat dalam suatu desa dapat mencapai tingkat kesajahtraan yang lebih baik. Pemberdayaan menjadi salah satu strategi untuk mengembangkan masyarakat. Salah satunya pemberdayaan Petani alami di Desa Kaloling. Dengan adanya pemberdayaan di desa Kaloling anggota Serikat Petani Alami (SPA) akan menciptakan masyarakat yang lebih maju, mandiri dan kreatif. Untuk mengembangkan Petani Alami lebih maju sebagaimana yang di cita- citakan oleh anggota SPA untuk mengembalikan kejayaan petani alami di Desa Kaloling diperlukan strategi serta dukungan dari Pemerintah Desa.
Pemerintah Desa Kaloling saat ini mendukung adanya petani alami dengan berbagai pelatihan yang di berikan kepada masyarakat. Strategi Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan merupakan program yang berkelanjutan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan petani di Desa Kaloling. Malalui strategi-strategi diupayakan untuk mewujudkan kreativitas, kemandirian, dan kesejahtraan masyarakat. Berdasarkan teori dan kerangka pikir sebelumnya, Untuk meninjau dan mengetahui lebih jauh tentang strategi pemerintah desa dalam pemberdayaan petani alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng mengunakan indikator- indikator yang meliputi (1) formulasi strategi, (2) implementasi strategi, dan (3) evaluasi strategi.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
## Formulasi Strategi
Strategi adalah suatu tindakan untuk mencapai sebuah keberhasilan di masa yang akan datang. Strategi pemerintah desa tidak lain untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakatnya. Dalam formulasi strategi tentu yang menjadi sangat penting ialah mengidentifikasi peluang, dan menetapkan tujuan jangka panjang. Data dari informan untuk indikator Formulasi strategi terdapat pada jawaban kepala Desa Kaloling mengenai kesepakatan yang dijalani bersama Serikat Petani Alami (SPA) dalam tujuan positif yakni untuk terciptanya kedaulatan pangan yaitu dengan memberikan para petani bekal untuk bertani dalam konteks pendidikan, hal ini merupakan langkah cerdas untuk kesuksesan para petani sehingga pada akhirnya mereka bisa raih dengan cara bertani dengan pertanian alami. Ketua Serikat Petani Alami (SPA) telah menyatakan komitmenya kedepan dengan pemerintah Desa Kaloling dalam mewujudkan strategi yang akan dicapai yaitu dengan merekrut para petani untuk bergabung dengan Serikat Petani Alami sehingga dengan mudah mereka memberikan pelatihan secara rutin dan terstruktur dengan para petani alami, sehingga dengan rekrutan tersebut organisasi Serikat Petani Alami lebih kuat disegi sumber daya manusianya sehingga mereka bisa mengelolah pangannya dengan baik dengan konsep pertanian yang ramah lingkungan dan tidak mengurangi kualitas lahan pertaniannya atau bisa disebut metode pertanian berkelanjutan.
Kemudian dengan bergabung dengan Serikat Petani Alami dengan strategi dalam pemberdayaan petani alami mereka berkomitmen kedepan akan menjaga konsep pertanian alami, karna mereka yakin dengan konsep inilah lahan pertanian mereka bisa terjaga hingga kemasa yang akan datang sehingga mereka para petani bisa maju di segi pangan. Praktik pertanian alami terbukti memiliki pengaruh positif terhadap keberlanjutan ekonomi petani (Widiarta et al., 2011). Sehingga untuk keberlanjutan program ini kelompok tani akan meningkatkan atau mengembangkan organisasi tani dengan pelatihan serta produksi dari pertanian alami dan kami serta masyarakat desa kaloling semua akan beralih dari pertanian kimia menuju pertanian alami yang notabenenya sebuah pertanian yang hemat biaya sehingga ini merupakan kunci untuk para petani menjadi berdaulat.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
## Implementasi Strategi
Strategi ini mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi (Taufik et al., 2017). Suksesnya implementasi strategi terletak pada kemampuan untuk memotivasi serta sosialisasi sehingga tercapai sasaran yang di capai. Kondisi masyarakat di Desa Kaloling sebelum penerapan pemberdayaan yang dijalani dalam tujuan positif yakni untuk Mengembalikan tradisi nenek moyang kita terdahulu bahwasanya menggunakan pupuk kimia alami agar tidak terjadi berbagai macam penyakit di desa Kaloling, dan dapat berproses dengan pembuatan pupuk alami, tidak lagi bergantung dengan yang isntan, selain dari pada itu peningkatan hasil ekonomi untuk kedepannya dapat memuaskan dengan adanya pembuatan pupuk alami. Kepercayaan yang di berikan pemerintah kepada Serikat Petani Alami (SPA) terkait pemberdayaan petani alami sangatlah besar tentu dalam hal pengelolahan lembaga maupun pertanian. Pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada mereka terkait kerjasama ini baik itu di segi pengelolahan lembaga maupun di segi pengaturan pertanian Alami.
Ada beberapa yang mengawali strategi petani alami di Desa kaloling dan elemen aktor yang terlibat didalamya yaitu Serikat Petani Alami. Berikut hasil kutipan wawancara dengan JS sebagai Anggota Serikat Petani Alami (SPA) mengenai pembentukan lembaga/elemen aktor yang terlibat dalam konsep petani alami terhadap masyarakat petani dalam pemberdayaan petani alami di desa kaloling. Berdasarkan dengan wawancara Anggota Serikat Petani Alami mengenai pembentukan lembaga/elemen aktor yang terlibat dalam konsep petani organik terhadap masyarakat petani, kepemudaan terutama kelompok pertanian alami. KUB di bentuk dan bergerak untuk kesejahteraan sosial dalam melakukan pengelolaan untuk meningkatkan taraf para petani.
## Evaluasi strategi
Evaluasi strategi adalah untuk mendapatkan informasi kapan strategi tidak dapat berjalan semestinya. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Berdasarkan hasil penelitian
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
ditemukan bahwa sebagian masyarakat masih menggunakan tata cara yang instan atau kurangnya partisipasi aktif dan kurangnya pemahaman dari aparatur permerintah desa. Namun sebagian masyarakat masih menggunakan tata cara yang instan dan Masih adanya pihak penyuplaian pupuk atau mengemsumsi proses bercocok tanam dengan menggunakan pupuk non alami sehingga menimbulkan nilai harga pasar menjadi anjlok. Hal ini terjadi karena masyarakat kurang percaya diri dan adanya budaya lain yang sulit di bongkar dan kurangnya partisipasi aktif serta kurangnya pemahaman dari aparatur permerintah desa. Evaluasi ini sangat diperlukan dalam melihat keberhasilan sejauh mana sesuatu kegiatan atau program tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat kekurangan dari standar yang telah diterapkan dengan hasil yang bisa dicapai.
## Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling
Pemerintah desa Kaloling dalam melaksanakan pemberdayaan petani alami adalah dengan mengoptimalkan potensi yang ada di lingkungan masyarakat yaitu dibidang pertanian yang tujuannya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. supaya masyarakat menjadi sejahtera. Hal tersebut dilakukan melalui pendidikan, pendampingan, pelatihan-pelatihan maupun melakukan pembinaan dan penyuluhan di bidang pertanian. Adapun peroses yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa yakni mengumpulkan warga, mengenalkan program yang akan dilaksanakan, pendidikan, pendampingan, penyuluhan pertanian alami, dan pelatihan. Sejatinya Petani sudah dapat menghilangkan input pertanian yang berbaur zat kimia sehingga petani sudah bisa memproduksi sendiri kebutuhan inputnya. Masyarakat di desa Kaloling sudah mulai menyadari adanya bahaya yang diakibatkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami.
Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng
Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Pemerintah Desa dalam pemberdayaan petani alami di desa kaloling dapat dilihat dari segala hal yang
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
mendukung dan mendorong terjadinya Strategi Pemerintah Desa dalam pemberdayaan petani alami, sementara faktor penghambat dilihat dari berbagai kendala yang ditemukan dalam Proses Strategi Pemerintah Desa dalam pemberdsyaan petani alami untuk penjelasan lebih lanjut.
Faktor Pendukung yakni semua faktor yang sifatnya turut mendorong, menyokong, melancarkan, menunjang, membantu, mempercepat dan sebagainya terjadinya segala sesuatu dan untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal yang mendukung atau mendorong terjadinya Strategi pemerintah desa yang baik pemberdayaan petani alami di desa kaloling Kabupaten Bantaeng. Salah satu pendukung adalah adanya dukungan dari masyarakat karena tanpa masyarakat pemerintah desa juga tidak akan dapat mendeteksi atau mengetahui kendala- kendala yang dialami oleh petani alami. Kemudian kerja sama dalam melakukan sesuatu itu sangatlah penting karena tanpa adanya kerjasama yang baik tidak mudah untuk menyelesaikan masalah. Jadi, terjadinya suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya faktor yang mendorongnya yaitu diantaranya didukung oleh kuatnya komitmen dari kerja tim yang baik dari Pemerintah Desa sudah tersebar melalui upaya-upaya yang dilakukan agar tercapainya kegiatan yang dinginkan.
Sementara itu faktor pengambat pada penelitian ini adalah semua jenis faktor yang sifatnya menghambat dan menahan terjadinya segala sesuatu dapat dilihat dari kendala yang ditemukan dalam proses. Strategi Pemerintah Desa dalam pemberdayaan petani alami di desa kaloling Kabupaten Bantaeng. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa masih kurangnya kepedulian masyarakat dan tidak mudahnya meninggalkan yang instan dan kurangnya kesadaran masyarakat. Hak yang paling penting juga adalah petani masih butuh pendampingan lebih, dalam menerapkan pertanian alami ini agar petani tidak berali lagi menggunakan yang instan sehingga petani bisa fermentasi pupuk sendiri.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Strategi Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Petani Alami di Desa Kaloling Kabupaten Bantaeng maka dari tiga indikator yaitu Formulasi strategi, Implementasi strategi dan Evaluasi strategi dapat disimpulkan bahwa pengadaan pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolahan pertanian alami sangat memberi dampak positif untuk lahan pertanian yang lebih baik, kesuburan lahan pertanian bisa terjaga kedepan dan akan tinggi dari segi pangan. Merekrut para petani untuk bergabung dengan Serikat Petani Alami sehingga dengan mudah mereka memberikan pelatihan secara rutin dan terstruktur sehingga dengan perekrutan tersebut organisasi Serikat Petani Alami lebih kuat disegi sumber daya manusianya sehingga mereka bisa mengelolah pangannya dengan baik dengan konsep pertanian yang ramah lingkungan dan tidak mengurangi kwalitas lahan pertaniannya. Kemudian pemerintah juga berupaya untuk mendorong petani membentuk beberapa lembaga penunjang agar dapat menciptakan atau mewujudkan masyarakat yang hidup sejahtera dan tidak ketinggalan yaitu KUB (Kelompok Usaha Bersama), yang diperkuat dengan dukungan pemerintah Desa Kaloling.
Faktor pendukung dalam pemberdayaan petani adalah terlibatnya pemerintah desa kaloling melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan sebagian besar masyarakat juga ikut merespon dengan baik. Adapun faktor penghambat yakni masalah pro dan kontra yang terjadi terkait dengan adanya pemberdayaan petani alami. Komonitas petani alami hendaknya mensosialisasikan ilmu dan pendidikan serta pemahaman tentang bagaimana mengubah paradigma petani terkait pengololaan pertaniannya dan bagaimana sebagai seorang petani mampu memproduksi sendiri agar keuntungan bertani dengan model alami atau organik selain dengan hasil pertanianya yang jauh lebih sehat dari pertanian konvensional lahan untuk mereka dapat terjaga ke suburannya.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
## REFERENSI
Amri, K., & Ferizko, A. (2020). Manajemen Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kabupaten Bengkalis. Jurnal Niara , 13 (1), 227–236.
Bahri, E. S. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan . FAM Publishing.
Creswell, J. W. (2016). “Research Design. Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif, dan Campuran. Edisi keempat.”. Pustaka Pelajar.
Edi Suharto, P. D. (2014). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat .
Refika Aditama.
Fathurohman, F., & Romalasari, A. (2017). Perbedaan Pola Komunikasi Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Tingkat Pendidikan: Studi Kasus Di Kabupaten Subang. Jurnal Agrorektan , 4 (1), 38–47.
Fikriman, F. (2017). Tranformasi Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. JAS (Jurnal Agri Sains) , 1 (2).
Harakan, A. (2018). Paradiplomasi Dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur Fisik dan Sosial di Kabupaten Bantaeng. Jurnal PIR: Power in International Relations , 3 (1), 1–15.
Harakan, A., Rahman, M., & Hartaman, N. (2021). Paradiplomacy in Improving the Quality of Hygiene Management in Bantaeng, Indonesia. Psychology and Education Journal , 58 (2), 2392–2399. https://doi.org/https://doi.org/10.17762/pae.v58i2.2405
Ir. Hendrawati Hamid, M. S. (2018). Manajemen Pemberdayaan Masyarakat . De La Macca.
Kusumaningrum, S. I. (2019). Pemanfaatan sektor pertanian sebagai penunjang pertumbuhan perekonomian indonesia. Transaksi , 11 (1), 80–89.
Lestari, T. (2009). Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani . Institut Pertanian Bogor.
Mayrowani, H. (2012). Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia The Development Of Organic Agriculture In Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi , 30 (2), 91–108.
Sadono, D. (2008). Pemberdayaan petani: paradigma baru penyuluhan pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan , 4 (1).
Sadono, D. (2009). Perkembangan pola komunikasi dalam penyuluhan pertanian di Indonesia. Jurnal Komunikasi Pembangunan , 7 (2).
Sugiyono, S. (2014). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif . Graha Medika.
Available Online at https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kybernology ISSN (Online) : 2807-758X
Sukirno, S. (2008). Mikroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga . Rajawali Pers.
Taufik, A., Hamrun, H., & Harakan, A. (2017). Implementasi Good Forest Governance dalam Pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Bantaeng. Jurnal Analisis Sosial Politik , 1 (1), 9–16.
Walean, A., Kaunang, M., & Kimbal, M. (2019). Strategi Dinas Perhubungan Dalam Mengatasi Kemacetan Di Kota Manado Provinsi Sulawesi. Jurnal Administrasi Publik , 5 (79).
Widiarta, A., Adiwibowo, S., & W, W. (2011). Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik Di Kalangan Petani. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan , 5 (1), 71–89. https://doi.org/10.22500/sodality.v5i1.5831
|
ee65f040-f2f2-4d1a-b597-a838e84b0f9a | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/metana/article/download/36698/20616 |
## Karakteristik Poli Asam Laktat Glikolat (Kajian Rasio Asam Laktat Limbah Aren-Asam Glikolat)
Sari Purnavita 1 *, Lucia Hermawati 1 , Elisa Rinihapsari 2
Program Studi Teknik Kimia, Politeknik Katolik Mangunwijaya Jl. Pleburan Barat No.11 A, Semarang, Jawa Tengah, 50241 Indonesia 2 Program Studi Analis Kesehatan, Politeknik Katolik Mangunwijaya Jl. Jenderal Sudirman No.350, Semarang, Jawa Tengah, 50149 Indonesia Email : [email protected]
## Abstrak
Polimer Poli Asam Laktat Glikolat (PLGA) merupakan salah satu jenis polimer yang telah disetujui FDA dan EMA untuk penggunaan biomedik. Kelebihan PLGA yaitu biokompatibilitas, biodegradabilitas, fleksibilitas, dan efek samping yang minimal. PLGA telah dikembangkan untuk penggunaan medis namun pemenuhannya masih berupa impor. Oleh karena itu, pada penelitian ini monomer asam laktat dari limbah pati aren dan asam glikolat dengan rasio LA:GA = 75%:25%; 90%:10%; 95%:5%; direaksikan secara Ring Opening Polymerization (ROP) dengan bantuan katalis Sn(II) Oktoat membentuk PLGA. PLGA hasil kemudian ditambahkan PVA, dengan rasio PLGA:PVA 3:2; 3:3; 3:4; dan 3:5 dengan metode solution casting membentuk film. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Hasil penelitian menunjukkan adanya kombinasi rasio LA:GA dan rasio penambahan PVA mempengaruhi karakteristik film PLGA. Hasil kekakuan dan Modulus Young film PLGA tertinggi pada kombinasi penambahan rasio LA:GA = 75%:25% dan penambahan rasio PLGA:PVA =3:4. Biodegrabilitas film PLGA terbaik pada kombinasi penambahan rasio LA:GA 90%:10% dan penambahan rasio PLGA:PVA 3:4. Film PLGA memiliki biokompatibilitas yang baik pada semua rasio LA:GA, dengan penambahan rasio PLGA:PVA lebih dari 3:2. Hasil film PLGA memiliki morfologi permukaan paling halus pada rasio penambahan PLGA : PVA 3:2, dan memiliki struktur semi kristalin.
Kata Kunci : Biokompatibel, Biomedik, Limbah Pati Aren, Poli Asam Laktat Glikolat
## Abstract
## Characteristics of Poly Lactic Acid Glycolic (Study Of The Ratio Of Lactic Acid Waste Sugar Palm- Glycolic Acid)
Lactic Glycolic Acid Polymer (PLGA) is a type of polymer that has been approved by the FDA and EMA for biomedical use. The advantages of PLGA are biocompatibility, biodegradability, flexibility, and minimal side effects. PLGA has been developed for medical use but fulfillment is still imported. Therefore, in this study, the lactic acid monomer from waste palm starch and glycolic acid with a ratio of LA: GA = 75%: 25%; 90%: 10%; 95%: 5%; reacted with Ring Opening Polymerization (ROP) with the help of a catalyst Sn (II) Octoate to form PLGA. The resulting PLGA was then added with PVA, with a ratio of PLGA: PVA 3: 2; 3: 3; 3: 4; and 3: 5 with the solution casting method forming the film. This research was conducted experimentally with a factorial completely randomized design (CRD). The results showed that the combination of LA: GA ratio and PVA addition ratio affected the PLGA film characteristics. The results of stiffness and Young's Modulus of PLGA film were highest in the combination of addition of the ratio of LA: GA = 75%: 25% and the addition of the ratio of PLGA: PVA = 3: 4. The best PLGA film biodegradability was combined with the addition of the ratio of LA: GA 90%: 10% and the addition of the PLGA: PVA ratio 3: 4. PLGA film has good biocompatibility in all LA: GA ratios, with the addition
of a PLGA: PVA ratio of more than 3: 2. The results of the PLGA film had the smoothest surface morphology at the ratio of addition of PLGA: PVA 3: 2, and had a semi-crystalline structure.
Keywords: Biocompatible, Biomedical, Palm Starch Waste, Poly Lactic Glycolic Acid
## PENDAHULUAN
Poli Asam Laktat Glikolat (PLGA) adalah kopolimer hasil reaksi antara poli asam laktat (PLA) dan poli asam glikolat (PGA) (Makadia dan Steven, 2011; Erbetta et. al , 2012; Gentile et. al , 2014). Polimer PLGA merupakan salah satu dari beberapa polimer yang telah disetujui Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicine Agency (EMA) untuk penggunaan biomedis (Blasi, 2019). Poli Asam Laktat Glikolat memiliki kelebihan berupa biokompatibilitas, biodegradabilitas, fleksibilitas, dan efek samping yang minimal (Virlan, et al ., 2015). Biopolimer PLGA bersifat hydrophobic namun mampu mengalami biodegradasi dalam media berair (Husni, 2018).
Pengembangan polimer PLGA secara mandiri oleh Indonesia perlu dilakukan secara berkelanjutan, karena PLGA menjadi salah satu solusi permasalahan ketergantungan Indonesia mengimpor produk untuk biomedik (Yudha, 2018). Polimer PLGA dapat digunakan sebagai bahan pengungkung obat dan penghantaran obat (Qi et al ., 2018), benang operasi (Marques et al ., 2013), organ buatan dentistry (Virlan, et al ., 2015), dan media transplantasi jaringan orthopedy (Gentile et al ., 2014). Oleh karena itu, kebutuhan biomaterial PLGA diperkirakan akan semakin meningkat (Nasiri, 2006; Lendlein et. al ., 2011; Tian et al., 2012 ).
Polimer PLGA merupakan kopolimer dari poli asam laktat dan poli asam glikolat. Monomer asam laktat penyusun poli asam laktat glikolat (PLGA) pada penelitian ini, diambil dari limbah pati aren. Berdasarkan penelitian Purnavita et al (2014) pati aren memiliki kandungan selulosa 76,35% sehingga potensial digunakan sebagai bahan baku pembuatan monomer asam laktat. Dari hasil penelitian Purnavita et al (2014) hasil asam laktat dengan metode fermentasi sebesar 0,91 g/L, sedangkan dengan metode Simultaneous
Sacharificatian and Fermentation (SSF) sebesar 8,9 g/L (Purnavita et al ., 2017)
Monomer asam laktat yang diperoleh kemudian direaksikan secara kopolimerisasi
dengan asam glikolat. Pembentukan PLGA dengan berat molekul besar dilakukan dengan metode Ring Opening Polymerization (ROP) laktida dan glikolida menggunakan katalis SnCl 2 atau Sn (II) Oct pada temperatur 130-220°C (Gentile et al ., 2014). Metode ini dimulai dengan reaksi kondensasi pembentukan prepolimer atau polimer dengan berat molekul rendah, kemudian dilanjutkan dengan reaksi pembentukan cincin laktida dan glikolida (Purnavita et al , 2015).
PLGA yang dihasilkan kemudian dilakukan penambahan polivinil alkohol (PVA) menggunakan metode solution casting . Pembuatan film dengan metode solution casting pada prinsipnya melarutkan bahan baku pada pelarut yang sesuai. Film yang dihasilkan dengan metode ini memiliki ketebalan 15 – 250 μm. PVA adalah polimer sintetik yang bersifat hydrophilic , harganya murah, kuat, dan biodegradable (Parida et al , 2011). PVA telah banyak diaplikasikan dalam drug delivery systems , membrane, and packaging (Parida et. al , 2011). Penambahan PVA bertujuan untuk meningkatkan kekuatan mekanik dan kemampuan pembentukan film PLGA. Sehingga pada penelitian ini, dipelajari pengaruh rasio monomer asam laktat dan asam glikolat pada ragam PLGA yang ditambahkan variasi PVA. Adapun karakteristik film PLGA untuk aplikasi biomedik yang dipelajari berupa Kekakuan dan Modulus Young,
Biodegrabilitas, Biokompatibilitas, dan struktur polimer PLGA dengan X-Ray dan SEM.
## METODOLOGI
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah pati aren yang berasal dari sentra industri di Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Asam Glikolat p.a diperoleh dari merck millipore, Enzym selulase ( Trichoderma reesei ) ATCC 26921 dengan merk Sigma-Aldrich USA, Bakteri asam laktat kultur Lactobacillus delbrueckii , Medium SSF(medium mengandung yeast extract, NaOH, K 2 HPO 4 , MgSO 4 .7H 2 O, MnSO 4 .H 2 O, FeSO 4 .7H 2 O.), Medium
Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna Desember 2021 Vol. 17(2):88-96
MRS (deMan, Rogosa and Sharpe) Broth dari Merck, Sn (II) Oktoat dari produk Sigma-Aldrich USA, Poli Vinil Alkohol, Kloroform, Etil Asetat, Phosphate Buffered Saline (PBS) dengan pH 7,4 Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu inkubator, reaktor polimerisasi, pompa vakum, injeksi gas N2, hot plate, magnetic stirrer , plate kaca, X Ray, dan SEM untuk morfologi film, beaker glass, gelas ukur, dan thermometer. Pretreatment bahan baku dilakukan untuk menghidrolisa hemiselulosa dan lignin menggunakan larutan alkali (NaOH) 7%. Stok kultur bakteri Lactobacillus delbrueckii FNCC-0045 diinokulasi pada media MRS diinkubasikan pada suhu 37°C selama 3x24 jam. Inokulum dibuat dalam media MRS broth, diinkubasikan pada suhu 37°C selama 3x24 jam. Medium SSF yang digunakan mengandung substrat 20 g/L, yeast extract 30 g/L, NaOH 1,25 g/L, K 2 HPO 4 0,2 g/L, KH2PO4 0,2 g/L, MgSO4.7H2O 0,6 g/L, MnSO4.H2O
0,03g/L,FeSO4.7H2O 0,03 g/L (Yoon, 1997).
Media yang telah disterilisasi ditambah dengan enzim selulase sebanyak 45 unit/2 g susbstrat. Enzim selulase sebelum ditambahkan pada substrat terlebih dahulu dilarutkan dalam deionized water. pH media 6 dan jumlah inokulum 25%. Proses SSF dilakukan pada suhu 46°C selama 96 jam.
Pembuatan poli asam laktat glikolat (PLGA) melalui polimerisasi antara asam laktat dengan asam glikolat metode ROP dengan rasio LA : GA (75%:25%, 90% :10%, 95% :10%) dan jumlah katalis Sn (II) Oktoat 2,5% pada suhu 170 ○ C dengan tekanan 152 mmHg selama 3 jam dengan dialiri gas nitrogen untuk mengusir oksigen.
Pembuatan film biomaterial dilakukan dengan metode solution casting . Proses diawali dengan membuat larutan PLGA dengan pelarut kloroform. Langkah selanjutnya adalah membuat larutan PVA dalam air pada suhu 70 o C. Selanjutnya mencampurkan larutan PLGA dan larutan PVA dengan rasio PLGA : PVA (3:2, 3:3, 3:4, 3:5). Pencampuran dilakukan dengan cara pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit sampai terbentuk larutan yang homogen. Kemudian larutan yang sudah homogen dituang pada cetakan (plat kaca) dan ditarik dengan alat casting dengan ketebalan 0,05 mm hingga
terbentuk lapisan film yang tipis dan merata. Film ini dikeringkan dalam suhu ruang selama 24 jam lalu dilepaskan dari plate kaca dan siap untuk diuji.
Uji Karakterisasi Mekanik Film PLGA- PVA (ASTM D 882-97)
Stiffness dan Modulus Young dilakukan di laboratorium teknologi pangan Universitas Soegijopranoto sebanyak 24 sampel dari 12 perlakuan dengan masing-masing 2 kali ulangan. Untuk 24 sampel yang lainnya dilakukan uji di PT Poli Daya Guna Perkasa sebagai pembanding. Uji Morfologi (ASTM E2015 ) Morfologi film biomaterial PLGA-PVA dilakukan uji morfologi dengan mikroskop elektron (SEM) Zeiss
## Uji Kristalinitas (X Ray) (Rohaeti, 2009)
Pengukuran ini menggunakan alat difraksi sinar-X tipe Shimadzu XD-610 dengan sudut putaran (θ) 60° sampai 5° dan dengan laju putaran 2°/menit. Hasil uji ini berupa difraktrogram yang berupa hubungan antara intensitas dan sudut 2θ
## Uji biodegradable film polimer PLGA (ASTM G21-70)
Uji biodegradable PLGA dilakukan secara in vitro menggunakan bakteri EM4 ( Effective Microorganism ) pada suhu 37°C selama 7 hari. Larutan EM4 berisi berbagai mikroorganisme yaitu : Lactobacillus, Actinomyces, Streptomyces, kapang, khamir dan bakteri fotosintetik. Sejumlah mikroorganisme
tersebut bekerjasama mendegradasi bahan organik yang terdapat di lingkungannya.
Uji Biokompatibilitas film polimer PLGA (Soheilifar et al., 2015) Proses uji biokompatibilitas polimer PLGA dilakukan dengan meletakkan film PLGA di dalam cawan petri kaca dan direndam dalam larutan PBS ( phosphat buffer saline ) pH 7,4 dengan suhu inkubasi 37°C selama 7 hari.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekakuan dan Modulus Young film PLGA – PVA Gambar 1 menunjukkan nilai Moduluis Young dan Stiffness pada sampel PLGA. Modulus
Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna Desember 2021 Vol. 17(2):88-96
Young adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui ukuran kekakuan bahan (Arini et al , 2017). Nilai Kekakuan (Stiffness) adalah sifat bahan yang mampu regang pada tegangan tinggi tanpa diikuti regangan yang besar. Kekakuan biomaterial merupakan ukuran kekuatan film untuk menerima gaya / tekanan tanpa adanya perubahan bentuk (deformasi), kekakuan menggambarkan kekuatan dan ketahanan film terhadap tekanan / beban.
Pada Gambar 1 bagian (a) menunjukkan rasio asam laktat (LA) : asam glikolat (GA) pada film Poli Asam Laktat Glikolat (PLGA) tidak memberikan pengaruh secara nyata pada nilai Modulus Young film PLGA. Sedangkan adanya variasi penambahan Polivinil Alkohol (PVA) pada Poli Asam Laktat Glikolat (PLGA) berpengaruh terhadap nilai Modulus Young film.
Penambahan
PVA meningkatkan nilai Modulus Young film, dengan puncak tertinggi pada rasio penambahan 3:4. Hasil ini selaras dengan fungsi PVA sebagai film forming atau kemampuan membentuk film dengan baik (Pamela et al ., 2016). Adanya penambahan rasio PVA menguatkan film PLGA dengan cara menambah ikatan hidrogen yang terbentuk, PVA mengisi bagian struktur amorf film PLGA menjadi struktur kristalin, sehingga kekakuan film PLGA bertambah, hasil ini selaras dengan penelitian (Piluharto et al , 2017).
Pada gambar 1a hasil Modulus Young film tertinggi pada rasio penambahan 3:4, kemudian menurun pada penambahan rasio 3:5. Penurunan
nilai Modulus Young dikarenakan PVA memiliki sifat hidrofilik dan higroskopis (menyerap air) pada kondisi
kelembaban
tertentu, sehingga penambahan PVA yang berlebih menurunkan nilai kuat tarik dan stiffness (Mahsunah, 2015). Gambar bagian (a) menunjukkan hasil yang selaras pada gambar bagian (b) hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai Modulus Young berbanding lurus dengan nilai kekakuan film. Semakin besar nilai Modulus Young maka semakin besar nilai kekakuan (Darni, et al 2014) sehingga Modulus Young merupakan ukuran dasar dari nilai kekakuan biomaterial (Hikmah, 2015). Kekakuan merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan bagi PLGA, apalagi jika jenis biomaterial ini difungsikan sebagai campuran implan, dentisery, ataupun enkapsulasi.
## Biodegrabilitas Film PLGA
Biodegradasi adalah proses penguraian bahan dengan memanfaatkan mikroorganisme, pada penelitian ini bakteri yang digunakan adalah bakteri EM4. Proses biodegradasi mengindikasikan kemudahan bioplastik teruraikan di alam, sehingga diharapkan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Proses biodegradasi diikuti dengan adanya pengurangan masa sampel karena senyawa dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber nutrisi
untuk pertumbuhan. Presentase
pengurangan masa sampel PLGA akibat proses biodegradasi dapat dilihat pada Gambar 2. (a)
(b)
Gambar 1 . Pengaruh rasio LA : GA terhadap (a) Modulus Young dan (b) Stiffness film PLGA – PVA 0 10 20 30 40 50 3:2 3:3 3:4 3:5 M odulus Yo ung (M Pa) PLGA : PVA 75% : 25% 90% : 10% 0 200 400 600 800 3:2 3:3 3:4 3:5 Sti fne ss (N/ m ) PLGA : PVA 75% : 25% 90% : 10%
Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna Desember 2021 Vol. 17(2):88-96
Gambar 2 . Pengaruh rasio LA : GA terhadap biodegrabilitas film PLGA – PVA Berdasarkan gambar 2 pengujian
biodegradasi PLGA terjadi secara efektif dengan pengurangan massa film PLGA berkisar antara 54- 100%. Biodegrasi PLGA berlangsung efektif karena penyusun polimer PLGA didominasi oleh senyawa organik yang kemudian difungsikan sebagai sumber substrat yang akan dipecah oleh enzim dari bakteri menjadi monomer penyusun yaitu asam laktat dan asam glikolat (Husni, 2018) yang diteruskan pada siklus Krebs dan akan dilepaskan sebagai karbondioksida dan air (Blasi, 2019) Tingginya presentase pengurangan massa film menunjukkan bahwa PLGA yang dihasilkan memiliki karakteristik polimer yang biodegradable (Marques et al ., 2013).
Secara kenampakan visual, film polimer PLGA pada awal penelitian berupa lembaran film, setelah dilakukan pengujian biodegradasi selama 7 hari film berubah bentuk menjadi serpihan yang sangat berbeda dari bentuk awalnya. Biodegradasi PLGA dapat pula dilakukan dengan cara hidrolisis ikatan ester pada kondisi terdapat air. Salah satu yang mempengaruhi kecepatan degradasi film polimer PLGA adalah rasio monomer penyusun yaitu asam laktat : asam glikolat (Kurniawan, 2007). Semakin tinggi rasio asam laktat dibandingkan asam glikolat, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan polimer untuk terdegradasi (Ansari et al ., 2014), sebab adanya poli asam laktat yang memiliki gugus metil membuat sifat PLGA lebih hidrofobik
Berdasar rasio asam laktat : asam glikolat penyusun film PLGA pada gambar 2, menunjukkan bahwa pengurangan massa terendah terjadi pada
rasio LA : GA 90% :10%, hal ini menunjukkan pada rasio tersebut memiliki ketahanan terhadap degradasi paling bagus diantara rasio penambahan lainnya. Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian (Ansari et al ., 2014), dimana seharusnya rasio LA yang lebih besar yaitu 95%:5% membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terdegradasi. Perbedaan hasil ini dikarenakan selain pengaruh gugus metil dari PLA, adanya penambahan PGA juga mempengaruhi waktu degradasi film PLGA, sebab PGA memiliki struktur kristalin dibandingkan PLA. PGA memiliki derajat kristalinitas 45%-55%, sedangkan kedua jenis PLA yaitu PLLA memiliki derajat kristalinitas 37% dan PDLA berstruktur amorf (Gentile et al , 2014). Sebagaimana penelitian Jain (2000) dalam Hajleh et al (2020) dikemukakan bahwa penambahan rasio GA (5-10%) pada film PLGA meningkatkan waktu yang dibutuhkan polimer untuk terdegradasi. Selaras dengan penelitian Schliecker et al. (2003) kristalinitas film menurunkan tingkat degradasi film, hal ini dikarenakan degradasi film sering terjadi pada bagian amorf suatu film (Rohaeti, 2009)
Berdasarkan gambar 2, adanya penambahan PVA pada pembuatan film PLGA mempengaruhi hasil degrabilitas film. Hasil degrabilitas terendah pada rasio penambahan 3:4, dimana pada rasio ini terjadi ikatan yang baik antara PLGA dan PVA, pada rasio 3:4, PVA berfungsi paling baik sebagai film forming , sehingga menambah ketahanan film terhadap degradasi. Hasil pengujian degradasi film PLGA mengalami kenaikan pada rasio 3:5, penambahan PVA yang semakin banyak akan mempermudah film untuk dapat larut air, karena
0 20 40 60 80 100 3:2 3:3 3:4 3:5 Pe ngur anga n film (%) PLGA : PVA 75% : 25% 90% : 10% 95% : 5%
Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna Desember 2021 Vol. 17(2):88-96
## PVA bersifat hidrofilik, sehingga mempercepat proses degradasi film
## Biokompatibilitas Film Biomaterial PLGA
Biokompatibilitas adalah kemampuan material untuk merespon keadaan biologis yang
tepat apabila diaplikasikan ke dalam tubuh manusia. Biokompabilitas polimer dilakukan untuk mengetahui apakah produk aman digunakan dan minim efek samping ketika diaplikasikan dalam tubuh. Nilai biokompabilitas sampel PLGA dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengaruh rasio LA : GA terhadap Biokompatibilitas film PLGA – PVA PLGA : PVA = 3:2 PLGA : PVA = 3:3
PLGA : PVA = 3:4
PLGA : PVA = 3:5
Gambar 4. Pengaruh rasio LA : GA terhadap Uji SEM film PLGA – PVA
0 20 40 60 80 100 3:2 3:3 3:4 3:5 Bio ko m pabilit as (%) PLGA : PVA 75% : 25% 90% : 10% 95% : 5%
LA :GA = 75% : 25% LA :GA = 90% : 10%
LA :GA = 95% : 5%
Gambar 5. Pengaruh rasio LA : GA terhadap Uji X-Ray film PLGA – PVA Gambar 3 menunjukkan presentase biokompatibilitas PLGA 60 -100%, menunjukan PLGA yang dihasilkan merupakan polimer yang biodegradable dan biokompatibel (Grayson, 2004), sehingga aman untuk aplikasi biomedik. Adanya rasio LA :GA tidak berpengaruh signifikan pada hasil biokompatibilitas PLGA, dan adanya variasi penambahan PVA mempengaruhi presentase kompatibilitas PLGA, dimana rasio penambahan lebih dari 3:2, akan meningkatkan kompatibilitas PLGA, hasil ini sesuai menunjukkan bahwa PVA benar bersifat biokompatibel (Pamela et al ., 2016)
## Morfologi Film Biomaterial PLGA
Berdasarkan hasil uji SEM seperti pada Gambar 4 dengan perbesaran 5000 kali dapat disimpulkan bahwa perbandingan PLGA dengan PVA 3 : 2 memberikan morfologi permukaan yang paling baik. Berdasarkan Gambar 5, pada semua rasio penambahan LA : GA menunjukkan PLGA
memiliki struktur semi-kristalin, hal ini dibuktikan dengan adanya daerah puncak dan daerah landai dalam satu grafik, struktur PLGA yang semi kristalin dikarenakan adanya reaksi antara polimer PGA dengan derajat kristalinitas tinggi dengan polimer PLA, baik poli (L-asam laktat), poli (D- asam laktat) maupun poli (D,L - asam laktat).
## KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya variasi rasio LA : GA dan variasi rasio penambahan PVA mempengaruhi karakteristik film PLGA hasil. Hasil kekakuan dan Modulus Young film PLGA tertinggi pada kombinasi penambahan rasio LA : GA 75% : 25% dan penambahan rasio PLGA : PVA 3:4. Biodegrabilitas film PLGA terbaik pada kombinasi penambahan rasio LA : GA 90% : 10% dan penambahan rasio PLGA : PVA 3:4. Film PLGA memiliki biokompatibilitas yang baik pada semua
Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna Desember 2021 Vol. 17(2):88-96
rasio LA : GA, dengan penambahan rasio PLGA : PVA lebih dari 3:2. Hasil film PLGA memiliki morfologi permukaan
halus pada rasio penambahan PLGA : PVA 3:2, dan memiliki struktur semi kristalin.
## DAFTAR PUSTAKA
Ansary, R.H., Awang, M.B. & Rahman, M.M. 2014. Biodegradable Poly (D,L-lactic co-glicolic acid) Based Micro/Nanoparticles for Sustained Release of Protein Drugs – A Review, Tropical Journal of Pharmaceutical Research .
13(7):1179-1190
Arini, D., Syahrul, M. & Kasman. 2017. Pembuatan dan Pengujian Sifat Mekanik Plastik Biodegradable Berbasis Tepung Biji Durian, Natural Science: Journal of Science and Technology . 6(3):276 – 283 Blasi, P. 2019. Poly(lactic acid)/poly(lactic-co-
glycolic acid)-based microparticles: an overview. Journal of Pharmaceutical Investigation . 49:337 – 346. DOI : 10.1007/s400
05-019-00453-z Darni, Y., Tosty, M.S. & Muhammad, A. 2014. Produksi Bioplastik dari Sorgum dan Selulosa Secara Termoplastik, Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, 10(2):55-62. DOI: 10.23955/ rkl.v10i2.2420 Erbetta, C.D.C., Alves, R.J., Resende, J.M., Freitas, R.F.S. & Soasa, R.G. 2012. Synthesis and Characterization of Poly(D,L-Lactide-co- Glycolide) Copolymer, Journal of Biomaterials and Nanobiotechnology , 3:208-225 Gentile, P., Chiono, V., Carmagnola, I. & Hatton, P.V.
2014. An Overview of Poly(lactic-co-glycolic) Acid (PLGA)-Based Biomaterials for Bone Tissue Engineering, International Journal of Molecular Sciences , 15:3640-3659. DOI : 10.33 90/ijms15033640
Grayson, A.C., Voskerician, G., Lynn, A., Anderson,
J.M., Cima, M.J. & Langer, R. 2004. Differential degradation rates in vivo and in vitro of biocompatible poly(lactic acid) and
poly(glycolic acid) homo- and co-polymers for a polymeric drug-delivery microchip. Journal of Biomaterials Science Polymer , 15(10):1281-
1304
Hajleh, M.N., Muhammed, A., Yasser, K. & Emad, A. 2020. Biodegradable Poly (lactic-co-glycolic
acid) Microparticles Controlled Delivery System: A Review. Jordan Journal of Pharmaceutical Sciences . 13(3):317-334 Hikmah, N. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Ambon (Musa Paradisiacal) Dalam Pembuatan Plastik Biodegradabel Dengan Plasticizer Gliserin, Tugas Akhir , Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya
Husni, P. 2018. Potensi Polimer Poly-Lactic-co- Glicolyc Acid untuk Terapi Kanker dan Perkembangan Uji Kliniknya, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 7(1):59 – 68. DOI: 10.15416/ ijcp.2018.7.1.5
Jain, R.A. 2000, The manufacturing techniques of various drug loaded biodegradable poly (lactide - co - glycolide) (PLGA) devices, Biomaterials , 21(23):2475-2490. Kurniawan, F. 2007. Pembuatan dan pencirian kopolimer poli (asam laktat)-poli(asam glikolat) menggunakan katalis timah oktoat, Skripsi , Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Lendlein, edited by Andreas; Sisson, Adam. 2011.
Handbook of biodegradable polymers : synthesis, characterization and applications , Elektronische Ressource ed., Weinheim: Wiley- VCH.
Mahsunah, A. 2015. Pengembangan Komposit Polivinil Alkohol (Pva)-Alginat Dengan Getah Batang Pisang Sebagai Wound Dressing Antibakteri, Skripsi , Malang : Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Makadia, HK. & Steven, J.S. 2011, Poly Lactic-co- Glycolic Acid (PLGA) as Biodegradable Controlled Drug Delivery Carrier, Polymers (B).
3(3):1377 – 1397. DOI :10.3390/polym3031377
Marques, D.R., Luis, A., Luciano, F.S. & José C.S., 2013, Analysis of Poly(Lactic-co-Glycolic Acid)/Poly(Isoprene) Polymeric Blend for Application as Biomaterial. Polímeros , 23(5): 579-584. DOI: 10.4322/polimeros.2013.099 Nasiri, J. 2006. Aplikasi Polimer dalam Bidang Kedokteran. Sentra Polimer , 21:6-7 Pamela, VY., Rizal, S., Evi, S. & Nugraha, E. 2016, Karakteristik Mekanik, Termal Dan Morfologi Film Polivinil Alkohol Dengan Penambahan Nanopartikel Zno Dan Asam Stearat Untuk Kemasan Multilayer, Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian , 13(2):63 – 73
Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna Desember 2021 Vol. 17(2):88-96
Parida, U.K., Nayak, A.K. & Binhani, B.K, 2011,
Synthesis and Characterization of Chitosan- Polyvinyl Alcohol Blended with Cloisite 30B for Controlled Release of the Anticancer Drug Curcumin, Journal of Biomaterials and Nanobiotechnology , 2:414-425.
Piluharto, B., Achmad S., Istiqomah R. & Erix, N. 2017. Membran Blend Kitosan/Poli Vinil Alkohol (PVA): Pengaruh Komposisi Material Blend, Ph, Dan Konsentrasi Bahan Pengikat Silang. Jurnal Kimia Riset , 2(2):77-85
Purnavita, S., Herman, Y.S. & Sri, H. 2014. Rekayasa Proses Produksi Asam Laktat Dari Limbah Ampas Pati Aren Sebagai Bahan Baku Poli Asam Laktat, Momentum , 10 (1) : 14-18
Purnavita, S., Lucia H.R. & Elisa, R. 2015. Karakteristik Viskositas Intrinsik Poli Asam Laktat Glikolat(Poly Lactic Glycolic Acid) Dari Bahan Baku Limbah Padat Industri Pati Aren Dan Asam Glikolat, Prosiding Science And Engineering Nasional Seminar 1 , UPGRIS Semarang
Purnavita, S., Lucia H.R. & Elisa, R. 2017. Production of Poly Lactic Glycolic Acid from Solid Waste of Palm Starch Industry for Applications in the Field of Medical Biomaterials, World Chemical Engineering Journal , 1(5):53 – 57 Qi, F., Wu, J., Li, H. & Ma, G., 2018, Recent research and development of PLGA/PLA
microspheres/nanoparticle : a review in scientific and industrial aspects, Frontiers of Chemical Science and Engineering, 13:14 – 27
Rohaeti, E. 2009. Karakterisasi Biodegradasi Polimer,
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta : K248- 257
Schliecker, G., Schmidt, C., Fuchs, S., Wombacher, R.
& Kissel, T. 2003, Hydrolytic degradation of poly(lactide-co-glycolide) films: Effect of oligomers on degradation rate and crystallinity, International Journal of Pharmaceutics, 266: 39 – 49.
Soheilifar, S., Bidgoli, M., Faradmal, J. & Soheilifar,
S. 2015. Effect of Periodontal Dressing on Wound Healing and Patient Satisfaction Following Periodontal Flap Surgery. Jurnal Dentist (Tehran), 12(2):151 – 156.
Tian, H., Tang, Z., Zhuang, X., Chen, X. & Jing, X.
2012. Biodegradable synthetic polymers: Preparation, functionalization and biomedical application. Progress in Polymer Science , 37(2):
237 – 280.
Virlan, M.J., Daniela, M., Alexandra, T., Maria, G.,
Cristiana, T., Cristina, M.S., Constantin, C. & Bogdan, C. 2015. Current Uses of Poly(lactic- co-glycolic acid) in the Dental Field: A Comprehensive Review. Journal of Chemistry ,
2015:p1-12, DOI : 10.1155/2015/525832 Yudha, A.P. 2018. Inovasi Alat Kesehatan Era Transformasi Digital, Warta Ekspor , Ed Sep 2018, PEN/MJL/009/09/2018
|
728f7f87-5bbe-47c6-800b-6ecdb372311d | https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/JAK/article/download/1703/1299 |
## PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
(Studi Kasus pada Badan Keuangan Daerah Kota Kupang)
## Priscilia Grace Bay
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Nusa Cendana e-mail: [email protected]
## Maria Elerina Douk Tunti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Nusa Cendana e-mail: [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah serta pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling . Sampel dalam penelitian ini adalah kasubag, kabid, kasubid, dan staf Aparatur Sipil Negara (ASN) Badan Keuangan Daerah Kota Kupang. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 45 responden, di mana data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan.Analisisnya didasarkan pada jawaban responden yang diperoleh melalui kuesioner yang didistribusikan oleh peneliti. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS 21. Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat pengaruh antara Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah dan tidak terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kata kunci : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Kompetensi Sumber Daya Manusia, Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah .
## ABSTRACT
This study aims to examine the effect of the government's internal control system on the effectiveness of regional financial management and the influence of human resources competencies on the effectiveness of regional financial management. This study uses a purposive sampling method. The sample in this study was the Head of Subdivision, District Head, Sub-Head of Subdivision, and Staff of the Regional Financial Institutions (ASN) of the Kupang Financial Region. The sample used in this study was 45 respondents, where data was collected through a distributed questionnaire. The analysis is based on respondents' answers obtained through questionnaires distributed by researchers. The data analysis technique uses multiple linear regression analysis with the help of SPSS 21 program. The results of the study show that there is an influence between the Government’s Internal Control System on the Effectiveness of Regional Financial Management and there is no influence of Competency Human Resources on the Effectiveness of Regional Financial Management.
Keywords : Government Internal Control System, Human Resource Competence, Regional Financial Management Effectiveness.
Jurnal Akuntansi: Transparansi dan Akuntabilitas, Juli 2019, Vol.7, No.2, hal. 138 -1 47
Bay, et al : Pengaruh Sistem Pengendalian Intern ...
## PENDAHULUAN
Pada perkembangan sistem pemerintahan dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang semakin pesat di Era Globalisasi saat ini sangat berpengaruh terhadap dunia pemerintah daerah, dengan adanya Peraturan Perundang- Undangan Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintah daerah. Pemberlakuan dari undang-undang ini mempertimbangkan bahwa efisiensi dan efektivitas dari penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan struktural dari fungsional pemerintah pusat bahkan daerah dan juga aspek potensi serta keanekaragaman daerah. Pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada hakikatnya merupakan pelimpahan wewenang yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi dari daerah tersebut, selain itu, pemberian otonomi daerah juga memberikan keleluasaan kepala daerah untuk mengelola keuangan daerahnya.
Orientasi reformasi pengelolaan keuangan daerah dimaksudkan agar
pengelolaan uang rakyat ( public money )
dilakukan secara transparan, baik dalam tahap penyusunan,
penggunaan,
maupun pertanggungjawaban dengan mendasarkan pada konsep ( value for money) metode untuk menilai penerimaan publik akan manfaat maksimal dari barang dan jasa yang diperolehnya dengan sumber daya yang tersedia dalam memberikan pelayanan publik , sehingga tercipta akuntabilitas publik ( public accountability ). Dalam kaitannya dengan daerah, reformasi pengelolaan keuangan daerah sangat erat hubungannya dengan perubahan mekanisme dan instrumen pengelolaan keuangan daerah, serta perubahan sumber-sumber penerimaan keuangan daerah, ini berarti, reformasi pengelolaan keuangan daerah tidak saja fokus pada kreativitas daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, namun juga pembenahan instrumen (aturan main) dalam pengelolaan keuangan daerah.
Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah anggaran daerah dan
pengelolaan keuangan daerah. Seperti sudah diketahui, anggaran daerah adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan, yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.
Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi serta alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. (Mardiasmo, 2002).
Pengelolaan keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah Pasal 1 Nomor 58 Tahun 2005, Pengelolaan Keuangan Daerah, adalah “keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban,
dan pengawasan keuangan daerah".
Dalam upaya penyempurnaan sistem pengelolaan keuangan daerah, dan tindak lanjut pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang- undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern (SPI) melekat sepanjang kegiatan, dan dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta harus dapat memberikan keyakinan yang memadai, dengan demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efektif dan efisien (BPK RI, 2013) dalam Saleba (2014) SPI merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan suatu organisasi sektor publik. Setiap lembaga pemerintah sebaiknya memiliki suatu sistem pengendalian yang dapat meminimalkan risiko yang ada. SPI mencari tindakan perbaikan apabila terjadi
hal-hal yang menyimpang dari apa yang ditetapkan.
Selain SPIP, dalam pencapaian efektivitas pengelolaan keuangan daerah dibutuhkan pula kompetensi sumber daya manusia (SDM). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutrisno (2009:221) yaitu kompetensi dalam organisasi publik maupun privat sangat diperlukan terutama untuk menjawab tuntutan organisasi, dimana adanya perubahan yang sangat cepat, perkembangan masalah yang sangat kompleks dan dinamis serta ketidakpastian masa depan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Beberapa permasalahan dalam laporan keuangan pemerintah daerah yang memberikan dampak terhadap rendahnya kualitas laporan keuangan dikarenakan pemerintah daerah masih belum melakukan pengelolaan serta
pertanggungjawaban keuangannya dengan baik, maka dari itu diperlukan posisi pengelola keuangan yang berkompeten dibidang keuangan. Pemerintah merespon tuntutan kompetensi SDM tersebut dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK.01/2012 Tahun 2012 tentang Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2012. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Pasal 3, menyebutkan bahwa Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki Pegawai Negeri
Sipil (PNS), berupa pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Tabel 1.1 Daftar Pendidikan Akhir dan Jabatan di Badan Keuangan Daerah Kota Kupang.
No Pendidikan Akhir Jabatan 1. SE (Akuntansi). M.Si (S2) Sekretaris 2. S. Kom (S1) Kasubang Perencanaan Dan Pelaporan 3. SMA Kasubag Umum dan
No Pendidikan Akhir Jabatan Kepegawaian 4. SMA Kasubang Keuangan dan Perlengkapan 5. SE (Akuntansi). MM (S2) Kabid Anggaran 6. S.Sos (S1) Kabid Perbendaharaan 7. SE (Akuntansi) (S1) Kabid Akuntansi dan Aset 8. SP (Pertanian)(S1) Kasubid Penyediaan Anggaran Belanja Tidak Langsung 9. SE (Akuntansi)(S1) Kasubid Kas Umum 10. SH (S1) Kasubid Pelaporan Keuangan 11. SP (Pertanian) (S1) Kasubid Penyediaan Anggaran Belanja Langsung 12. S.Sos (S1) Kasubid Belanja Tidak Langsung 13. SE (Akuntansi) (S1) Kasubid Pencatatan Aset 14. SE (Akuntansi) (S1) Kasubid Hibah dan Bantuan 15. SE (Akuntansi) (S1) Kasubid Belanja Langsung 16. SE (Akuntansi) (S1) Kasubid Pemanfaatan Aset Sumber : data diolah peneliti, 2019
Bay, et al : Pengaruh Sistem Pengendalian Intern ...
Tabel 1.2 Daftar Jumlah Pendidikan Akhir di
Badan Keuangan Daerah Kota Kupang. Pendidikan Akhir Jumlah Orang SMA 2 S1 12 S2 2 Jumlah 16 Sumber : data diolah peneliti, 2019 Badan Keuangan Daerah Kota Kupang dalam pengelolaan keuangan daerah, kompetensi
SDM belum sepenuhnya memahami dan berkompeten dalam akuntansi pemerintahan, dan keuangan daerah, maka kompetensi yang dimiliki oleh SDM organisasi untuk dapat melaksanakan tugas- tugas pekerjaaan belum sesuai dengan yang dibebankan oleh organisasi pemerintahan dalam pengelolaan keuangan daerah kota Kupang belum sesuai karena SDM yang di tempatkan belum semua berkompeten dalam jabatan yang dimiliki, misalnya pada tabel 1.1 daftar pendidikan akhir dan jabatan yang dimiliki tidak sesuai dengan pendidikan akhir yaitu, Sarjana Pertanian (SP), jabatannya
Kasubid Penyediaan Anggaran Belanja Langsung, maka tidak sesuai dengan profesi/bidang (Jabatan) dalam pendidikan akhir.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Badan Keuangan Daerah Pemerintah Kota Kupang”.
## KAJIAN TEORI
Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Sistem pengendalian intern menurut peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang sistem pengendalian intern pemerintah adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif, efisien, keandalan, pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
## Komponen SPIP
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintah, melalui peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 pemerintah menetapkan adanya suatu sistem pengendalian intern yang harus dilaksanakan, baik pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Sistem pengendalian intern dimaksud adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamatan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan. Sistem pengendalian intern tersebut berguna untuk mengendalikan kegiatan pemerintahan dalam rangka mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang diadaptasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 meliputi :
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan
## Tujuan SPIP
Tujuan sistem pengendalian intern pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang :
1. Tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintah negara
2. Keandalan pelaporan keuangan
Jurnal Akuntansi: Transparansi dan Akuntabilitas, Juli 2019, Vol.7, No.2, hal. 143-152
3. Pengamanan aset negara
4. Ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan
Pengertian Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) Menurut Sutrisno (2009:221), mengatakan bahwa kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dari suatu individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan. Kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya.
## Komponen Pembentuk Kompetensi SDM
Menurut Hutapea dan Thoha (2008) dalam Saleba (2014) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi yaitu :
1. Pengetahuan (knowledge), informasi yang dimiliki seseorang karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer.
2. Kemampuan (skill), sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan. Misalnya standar perilaku para karyawan dalam memilih metode kerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
3. Perilaku individu (attitude), perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.
## Pengertian Efektivitas
Menurut Mardiasmo (2002:134) Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi telah mencapai tujuan tersebut dikatakan telah berjalan efektif”.
## Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 1 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mendefenisikan pengertian keuangan daerah adalah sebagai berikut: keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah yaitu keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Menurut Halim (2004:84), Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah ( PKD) dapat dilihat dari sebagai berikut : 1. Tanggungjawab (accountability) , pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. 2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan, keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi ikatan keuangan.
3. Kejujuran, urusan keuangan harus diserahkan pada pengawai yang jujur dan kesempatan untuk berbuat curang diperkecil.
4. Hasil guna dan kegiatan efisien dan efektif, program dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan biaya yang rendah dan dalam waktu yang singkat.
5. Pengendalian, aparat harus melakukan pengendalian agar tujuan dapat tercapai.
Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD). Undang-undang dan peraturan pemerintah menjadi acuan dalam pengelolaan keuangan daerah yang diterbitkan atas dasar pemikiran adanya keinginan untuk mengelola keuangan Negara dan daerah secara efektif dan efisien. PKD dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan tersebut
Bay, et al : Pengaruh Sistem Pengendalian Intern ...
memuat berbagai kebijakan terkait dengan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah.
Pada pemerintah kota kupang, peraturan yang mengatur pengelolaan keuangan daerah yang tiap tahun diubah melalui Peraturan Walikota yaitu Peraturan Walikota Kupang Nomor 181 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah Kota Kupang. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Walikota Kupang tersebut meliputi :
1. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, asas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD,
penetapan APBD, pelaksanaan APBD, laporan realisasi dan perubahan APBD, pengendalian defisit dan pengunaan surplus APBD.
2. Pengelolaan kekayaan dan kewajiban daerah, penata usahaan dan pertanggung jawaban.
3. Pengendalian intern, pengawasan dan pemeriksaan.
4. Penyelesaian kerugian daerah, tindak lanjut pengaturan pengelolaan keuangan daerah
.
Terkait dengan pengendalian intern, Walikota Kupang Nomor 181 Tahun 2013 dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern dilingkungan Pemerintah Daerah yang dipimpinnya.
2. Pengendalian intern merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan Pemerintah Daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan. efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku. 3. Pengendalian intern sekurang- kurangnya memenuhi kriteria yaitu terciptanya lingkungan pengendalian
yang sehat, terselenggaranya penilaian risiko, aktivitas pengendalian, sistem informasi dan komunikasi, dan kegiatan pemantauan pengendalian.
4. Penyelenggaraan pengendalian intern berpedoman pada ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
## METODE PENELITIAN
## Pendekatan Penelitian
Pedekatan pada penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Data kuantitatif yaitu informasi yang dinyatakan berupa satuan angka (numerik) ; bersifat diskrit/bulat/utuh atau kontiyu (pecahan/interval). Menurut Sugiyono (2018:14). Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafah positif, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
## Jenis dan Sumber Data
Jenis data dan sumber data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber datar primer diperoleh
dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden pada lokasi penelitian dan data sekunder dalam penelitian ini mengenai srtruktur organisasi, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari organisasi, dan peraturan daerah.
## Teknik Pengumpulan Data
Agar diperoleh data yang dapat diuji kebenarannya, relevan, dan lengkap, maka dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Jurnal Akuntansi: Transparansi dan Akuntabilitas, Juli 2019, Vol.7, No.2, hal. 143-152
Adapun isi kuesioner sebagai instrumen penelitian yang akan diberikan kepada responden terdiri atas:
(1) Profil responden, meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jabatan, dan masa kerja.
(2) Daftar pertanyaan kuesioner, meliputi pertanyaan mengenai variabel penelitian. Variabel menjadi sangat penting dalam penelitian, mengingat variabel merupakan alat dan sarana untuk melakukan pengukuran. Kuesioner yang saya gunakan merupakan kuesioner yang di adopsi dan dimodifikasi dari beberapa peneliti sebelumnya.
2. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah beralalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya- karya monumental dari seorang.
Dokumen berbentuk tulis misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan kebijakan sedangkan berbentuk gambar misalnya foto,gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
## Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2018:333) yang dimaksud teknik analisis data adalah teknik yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Karena datanya kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia.
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
2. Uji Asumsi Klasik (1) Uji normalitas
(2) Uji Multikolinearitas
(3) Uji Heteroskedastisitas
(4) Uji Autokorelasi
3. Analisis Regresi Linear Berganda
4. Uji Hipotesis (1) Ujian Koefisien Regresi Parsial (UJi Statistik t)
(2) Uji Signifikansi Simultan (Uji
Statistik F)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Hipotesis 1 penelitian ini menunjukkan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Berarti apabila dilakukan peningkatan terhadap SPIP, maka efektivitas pengelolaan keuangan daerah juga akan meningkat. Didukung dengan pengujian nilai regresi diketahui nilai t hitung 2,913 > t tabel 2,01808 dan tingkat sig sebesar 0,006 < 0,05, yang berarti SPIP berpengaruh terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga H a dapat diterima adalah bahwa semakin baik sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) yang diterapkan maka semakin terwujudnya Pengelolaan Keuangan Daerah yang efektif.
Koefisien regresi SPIP menunjukan hubungan positif terhadap efektivitas
pengelolaan keuangan daerah dengan nilai sebesar 0,777 atau sebesar 77,7%. Hasil pengujian menunjukan bahwa variabel SPIP naik sebesar 1%, maka dependen yaitu efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah juga akan meningkat sebesar 77,7%.
Dalam hasil penelitian ini, peneliti menemukan bahwa tidak terdapat kelemahan dalam SPIP, dikarenakan SPIP di BKD Kota Kupang sudah diterapkan dengan baik dan benar misalnya lingkungan pengendalian sudah memberikan kontribusi yang baik dalam menciptakan suasana kerja sehingga dapat mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk meningkatkan kinerjanya, ASN sudah mampu meningkatkan kinerjanya dalam mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi, ASN sudah meningkatkan kualitas akuntabilitas dalam keberhasilan pelaksaan kegiatan (program) yang sudah sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, ASN Badan Keuangan Daerah sudah memberikan dampak baik bagi peningkatan kinerja karena sudah memperoleh dan bertukar informasi yang diperlukan dalam melakukan aktivitas operasional instansi, dan pimpinan sudah melakukan pemeriksaan atau tindakan perbaikan terhadap pemantauan kinerja ASN,
Bay, et al : Pengaruh Sistem Pengendalian Intern ...
sehingga mengurangi risiko yang lebih besar. Dimana sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dari jawaban responden terhadap pernyataan kuesioner yang peneliti sebarkan kepada responden rata-rata Aparatur Sipil Negara (ASN) menilai bahwa sangat setuju terhadap pernyataan yang menggambarkan ke lima (5) indikator dalam variabel X 1 SPIP.
Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektivitas Pengelolaan
## Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini ditemukan bahwa hipotesis 2 Kompetensi (SDM) tidak memiliki pengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Berarti apabila dilakukan peningkatan terhadap SPIP, maka efektivitas pengelolaan keuangan daerah juga akan meningkat. Didukung dengan pengujian nilai regresi diketahui nilai t hitung 1,713 < t tabel 2,01808 dan tingkat sig sebesar 0,094 > 0,05, yang berarti kompetensi (SDM) tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah, sehingga H a ditolak berarti kompetensi SDM belum sepenuhnya memahami dan berkompeten dalam akuntansi pemerintahan, dan keuangan daerah dan kompetensi yang dimiliki oleh SDM organisasi untuk dapat melaksanakan tugas- tugas pekerjaaan belum sesuai dengan yang dibebankan oleh organisasi pemerintahan dalam pengelolaan keuangan daerah maka pengelolaan keuangan daerah belum efektif.
Koefisien regresi kompetensi SDM menunjukan hubungan positif terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah dengan nilai sebesar 0,427 atau sebesar 42,7%. Hasil pengujian menunjukan bahwa variabel kompetensi SDM naik sebesar 1%, maka dependen yaitu efektivitas pengelolaan keuangan daerah juga akan meningkat sebesar 77,7%. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa Kompetensi Sumber
Daya Manusia tidak memiliki pengaruh terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Hal ini menunjukan bahwa dengan ada atau tidaknya kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki ASN efektivitas
pengelolaan keuangan daerah tetap berjalan dengan baik. Hal ini bisa saja disebabkan banyak faktor-faktor diluar kompetensi SDM yang berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah contohnya seperti pendidikan, pengelaman dan pelatihan. Semakin lama bekerja dalam suatu bidang keuangan di organisasi pemerintahan maka semakin banyak pengalaman kerja dan semakin memahami apa yang menjadi tanggung jawab yang diberikan dan jika program pelatihan telah dilakukan secara terus-menerus maka dapat meningkatkan produktivitas kerja dan memberikan dampak yang baik terhadap kinerja ASN.
Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Hipotesis 3 penelitian ini menunjukkan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh secara simultan terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Hasil perhitungan dan analisis nilai F seebagaimana dari tabel ANOVA menunjukan
Pengujian pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikatnya dilakukan dengan menggunakan uji F. Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai F hitung = 88,650 > f tabel 3,22 dan tingkat sig sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini berarti bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan
Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh secara simultan terhadap
Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah, dan berdasarkan tabel output SPSS “Model Summary ”, diketahui nilai koefisien determinasi atau R Square adalah sebesar 0,808. Nilai R Square ini berasal dari pengkuadratan nilai koefisien korelasi atau “R”, yaitu 0,899 x 0,899 = 0,808. Besarnya angka koefisien determinasi (R Square ) adalah 0,808 atau sama dengan (=) 80,8%. Angka tersebut mengandung arti bahwa diberikan variabel SPIP (X 1 ) dan variabel Kompetensi SDM (X 2 ) secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel Efektivitas PKD (Y) sebesar 80,8%. Sedangkan sisanya (100% - 80,8% = 19,2% (0,192)) dipengaruhi oleh variabel lain
Jurnal Akuntansi: Transparansi dan Akuntabilitas, Juli 2019, Vol.7, No.2, hal. 143-152
seperti teknologi informasi akuntansi, pengawasan fungsional, dan sistem akuntansi keuangan daerah atau disebut juga sebagai eror ( ℮ ) di luar persamaan regresi atau variabel yang tidak diteliti.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini dan berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan yaitu :
1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (X 1 ) berpengaruh terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Y) pada Badan Keuangan Daerah Kota Kupang. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin baik Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang diterapkan maka Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah juga akan semakin baik sebaliknya semakin buruk Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang diterapkan maka Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah juga akan semakin buruk. Hal ini didukung oleh unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang digunakan dalam pencapaian tujuan yaitu
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.
2. Kompetensi Sumber Daya Manusia (X 2 ) tidak berpengaruh terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Y) pada Badan Keuangan Daerah Kota Kupang. Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa dengan ada atau tidaknya kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki ASN efektivitas pengelolaan keuangan daerah tetap berjalan dengan baik.
3. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh secara simultan terhadap
Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Hasil penelitian menunjukan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia semakin baik maka Efektivitas Pengelolaan Keuangan
Daerah juga akan semakin baik begitu pula sebaliknya atau salah satu variabel semakin buruk maka akan mempengaruhi Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Bagi Objek Penelitian
Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Kupang untuk tetap meningkatkan variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam kinerja, agar semakin baik dan berhasil menggapai tujuan yang layak dicapai dan perlu meningkatkan variabel Kompetensi Sumber Daya Manusia dalam organisasi pemerintahan, ASN harus dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaaan mereka sesuai dengan yang dibebankan oleh organisasi pemerintahan, dalam Pengelolaan Keuangan Daerah sehingga dapat terwujud Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah yang dihasilkan efektif dan efisien.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
(1) Dapat dilakukan penambahan variabel penelitian untuk menemukan variabel-variabel lain yang berpengaruh kuat terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah seperti teknologi informasi akuntansi, pengawasan fungsional, dan sistem akuntansi keuangan daerah
(2) Metode penelitian yang dipakai untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, seperti metode wawancara langsung, survei lapangan, observasi, dan lain-lain. (3) Penelitian selanjutnya sebaiknya memerluas daerah atau populasi penelitian dan memperbanyak jumlah responden atau sampel.
Bay, et al : Pengaruh Sistem Pengendalian Intern ...
## DAFTAR PUSTAKA
Anggelina A.P Simanungkalit. (2013). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah . 1-19. Dodik Slamet Pujiono, Hari Sukarno, dan Novi Puspitasari. (2016). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Serta Kinerja Pemerintah Daerah. J urnal Bisnis Dan Manajemen, Volume 10,
Nomor 1, Tahun 2016 , 1-14. Fandi Wijaya. (2017). Pengaruh Penerapan Sistem Penegndalian Intern Pemerintah (Spip) Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah . 1-61. Ghozali. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IMB SPSS 21. Semarang : Undip.
Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah, edisi revisi. Yogyakarta: UPP AMP YPKN. Joni Iskandar. (2015). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah . Jom Efekon, Volume 2. Nomor 2, Tahun 2015, 1- 15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK.01/2012 Tahun2012 Tentang Reformasi Birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan Kementrian Keuangan Tahun Anggaran 2012, (Online), (http://www.kemenkeu.go.id.). Keuangan dan Pengendalian Internal Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan, (Online), (http://repository.upi.edu/, diaskes 29 Januari 2014) Keuangan Semester 1 Tahun 2013, (Online), (http://www.bpk.go.id/). Lopita Turwirdani. (2015). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kompetensi Sumber Daya Manusia. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Jom Efekon,
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2015 , 1- 15. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : C. V Andi Offset . Mei Sari Simatupang. (2017). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan
Daerah. Jom Fekon, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2017 , 1-15. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 Tentang Pedoman Publication Division. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Peraturan Walikota Kupang.No. 181 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Dan Belanja Daerah. Siti Nurjannah Saleba. (2014). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. 1- 173. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung : Alfabeta.
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta:
Kencana.
Undang-undang No.32. Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang – Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
|
a8ad5714-2d13-40c8-8678-fcc45222f47e | https://ejournal.uigm.ac.id/index.php/PGM/article/download/287/290 |
## MODEL PENDAMPINGAN KEAHLIAN UNTUK PENINGKATAN KAPASITAS PEMBAHASAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Fakhry Zamzam 1) , Jefirston R Riwu Kore 2) , Harun 3)
1), 2), 3) Program Magister Manajemen Universitas Indo Global Mandiri Jalan Jenderal Sudirman No. 629 Palembang Kode pos 30129 Email : [email protected] 1) , [email protected] 2) , [email protected] 3)
## ABSTRAK
Tujuan pendampingan keahlian untuk akselerasi pembahasan RAPBD, menganalisis kendala pelaksanaan fungsi anggaran DPRD, secara khusus ditujukan untuk mencari model dukungan keahlian dalam rangka peningkatan kapasitas Badan Anggaran DPRD dalam pembahasan dan penetapan APBD. Pendampingan dalam perspektif metodologi merupakan cara untuk mengembangkan peran masyarakat, sifat utama pendamping adalah sebagai “animator”. Dalam proses pendampingan, menggunakan metode participatory action research (PAR). Bahwa participatory action research adalah kombinasi sosial, kerja pendidikan, dan aksi politik menggunakan konsep penelitian partisipatif dalam konteks metodologi materialis historis, yang didefinisikan sebagai penelitian interaksi demokratis. Model yang dibangun untuk akselerasi penetapan APBD mengikuti siklus anggaran, kata kuncinya adalah hubungan harmonis antara legislasi dan eksekutif. Pendampingan keahlian untuk membangun komitmen legislatif dan eksekutif, kemampuan tenaga ahli adalah menjembatani kepentingan Kepala daerah dan DPRD. Untuk pengkuatan Badan Anggaran DPRD perlu didampingi tenaga ahli yang memiliki kompetensi bidang ahli keuangan daerah dan auditing , peran Sekretariat DPRD menjadi krusial dalam merekrutasi dan menyiapkan kelompok pakar sesuai kapasitas yang dibutuhkan. Peran pendampingan keahlian untuk akselerasi pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah, faktor dominan yang menentukan adalah harmonisasi Kepala Daerah dan DPR.
Kata kunci : Pendampingan Keahlian, Kelompok Pakar, Banggar.
## 1. PENDAHULUAN
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah refresentasi konstituen dari daerah pemilihannya, DPRD secara kelembagaan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan Pemerintah Daerah. Terdapat tiga fungsi utama DPRD yaitu legislasi; anggaran; dan pengawasan. Implementasi ketiga fungsi DPRD tersebut, didukung oleh perangkat daerah Sekretariat DPRD.
DPRD mempunyai kewenangan membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh kepala daerah; Dalam rangka pengkuatan DPRD menjalankan fungsi anggaran, perlu pendampingan keahlian.
DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran, dilakukan oleh alat kelengkapan Badan Anggaran (Banggar) yang diketuai oleh Pimpinan DPRD didampingi Sekretaris DPRD sebagai Sekretaris . Tugas Sekretariat DPRD adalah dalam rangka pengkuatan alat kelengkapan DPRD antaranya menyediakan kelompok pakar dan tenaga ahli. Pengkuatan Banggar perlu dukungan tenaga ahli keuangan, ekonomi pembangunan dam auditing. Praktik di lapangan, banyak persoalan dihadapi seperti meningkatkan peran tenaga ahli dalam mengakselerasikan pembahasan rencana anggaran dan pendapatan daerah. Dampaknya pembahasan APBD tidak mengikuti siklus anggaran dan berlarut-larut.
Subechan dkk (2014) melihat 5 faktor menjadi penyebab keterlambatan penetapan APBD, studi kasus di Kabupaten Kudus Tahun Anggaran 2009 sampai dengan 2013 dengan varian sebesar 65,84%, yaitu (1) faktor komitmen dan kepentingan eksekutif, (2) faktor koordinasi dan komunikasi antara eksekutif dan legislatif, (3) faktor kompetensi dan komitmen Legislatif, (4) faktor koordinasi dan kompetensi SKPD, (5) faktor peraturan perundang-undangan.
Sebanyak 34,16% lainnya, menurut Subechan dkk, dapat disebabkan faktor lain selain dari kelima faktor tersebut di atas. Observasi di lapangan, faktor lain yang dominan tersebut adalah belum
optimal peran keahlian dalam mensupport Badan Anggaran DPRD dan mengakomodasi kepentingan dari anggota DPRD, termasuk harmonisasi hubungan kerja DPRD dan Kepala daerah.
Hasil identifikasi di lapangan, beberapa kondisi yang menyebabkan terlambatnya penetapan anggaran antara lain adalah; pembahasan terkadang berlarut-larut sehingga pengesahan RAPBD tidak sesuai jadwal, bahkan melewati tahun anggaran yang bersangkutan; masih ditemukan penolakan terhadap RAPBD yang diajukan oleh Kepala Daerah, apalagi ketika menjelang penyelenggaraan Pilkada; adanya usaha menjadikan pembahasan APBD sebagai alat untuk negoasasi kepentingan oknum anggota DPRD; dukungan keahlian pada Sekretariat DPRD dirasakan masih kurang optimal sehingga perlu ditingkatkan; hubungan kerja Kepala Daerah dengan DPRD kurang harmonis menjadi penghambat kelancaran pembahasan RAPBD; masih kentalnya kepentingan politik dalam pembahasan anggaran sampai dengan terjadinya politik transaksional; dan pengalaman dan pengetahuan anggota DPRD berkaitan dengan anggaran masih sangat terbatas.
Penelitian Zamzam, F dkk (2017) Capacity Building Sekretariat DPRD bahwa faktor utama yang dapat membangun iklim organisasi Sekretariat DPRD adalah hubungan yang harmonis DPRD dan Kepala daerah. Apabila terdapat hubungan kesetaraan DPRD dan Kepala Daerah secara harmonis, maka penetapan anggaran dapat berjalan tepat waktu, dampaknya kegiatan pembangunan di daerah berjalan dengan efektif.
Bupati Dompu Drs. H. Bambang M. Yasin (lakeynews.com; 2017) mengaku tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, baik DPRD maupun Pemda.“Semua itu terjadi karena kita saling mengunci. Kalau tidak begini, saya tidak mau begini. Itu yang salah dan terjadi,” kata HBY pada wartawan usai menjadi pembina Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda Tingkat Kabupaten di Lapangan Karijawa, Kecamatan Dompu, Senin 30 Oktober 2017.
Ada beberapa kemungkinan mengapa dapat terjadi keterlambatan Pemda dalam menyelesaikan APBD, menurut Yustik, Ahmad Erani (2015) Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) adalah:
Proses perencanaan seringkali hanya bersifat formalitas belaka. Forum yang semestinya bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian, karena sebagian besar lebih tertarik pada tahap penganggaran. Mudah dipahami, sebab pada tahap penganggaran-lah perhitungan biaya (uang) mulai terbahas. Akibatnya rencana kegiatan yang telah dibuat mesti dibahas ulang ditahap penganggaran yang seringkali bertele-tele karena lahirnya transaksi politik.
1) Keterlambatan penyusunan RAPBD sehingga terlambat diserahkan Kepala Daerah kepada DPRD. Keterlambatan ini bisa disebabkan karena masalah teknis manajerial, rendahnya kompetensi birokrasi, atau tidak sinkronnya peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat sebagai pedoman.
2) DPRD tidak menjalankan fungsi anggaran dengan baik. Penyebabnya hampir sama dengan apa yang dialami oleh Pemda yakni masalah teknis manajerial dan rendahnya kompetensi anggota DPRD. Di samping itu keterlibatan DPRD dalam penyusunan APBD terlalu jauh sampai jenis kegiatan, besaran anggaran, dan lokasi program.
3) Terjadinya tarik ulur kepentingan politik lokal. DPRD menghendaki kepentingan politiknya juga kepentingan pribadinya terakomodasi untuk dimasukkan dalam APBD. Pemda akhirnya menghadapi dilema. Jika menolak maka terjadilah ketegangan yang mengakibatkan pembahasan APBD menjadi berlarut-larut. Jika dituruti berarti mengorbankan kepentingan sebagian rakyat.
4) Keterlambatan evaluasi oleh Gubernur. Rancangan Perda tentang APBD yang telah disetujui Bupati/Walikota bersama DPRD, sebelum ditetapkan harus disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Kemungkinan Gubernur bisa terlambat mengevaluasi.
Dukungan Keahlian pada Bangar, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembahasan dan penetapan anggaran. Pendampingan tenaga ahli dibutuhkan dalam rangka pengkuatan Banggar pada pembahasan anggaran. Persoalan optimalisasi pendampingan keahlian untuk akselerasi ini menjadi menarik untuk dianalisis, karena mempunyai korelasi dengan kelancaran pembahasan anggaran di daerah.
Tujuan Umum Pengabdian kepada masyarakat untuk pengkuatan keahlian Banggar dalam rangka akselerasi pembahasan RAPBD dalam melaksanakan fungsi anggaran . Tujuan khusus untuk memberikan dukungan keahlian bidang ekonomi dan manajemen keuangan agar pembahasan dan penetapan APBD berjalan sesuai jadwal.
Kegunaan Pengabdian Secara teoritis dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan pengabdian ini dapat berguna dalam rangka pengembangan ilmu manajemen khususnya pengembangan ilmu manajemen sumber daya manusia yang sinergikan dengan pendekatan ilmu administrasi publik.
Dari pendekatan empiris maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan secara praktis dalam tata kelola Sekretariat DPRD yang efektif sebagai berikut ;
1) Bagi kelembagaan DPRD dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas anggota DPRD dan Banggar dalam menjalankan fungsi anggaran.
2) Bagi pengambil keputusan memberikan masukan pertimbangan dalam menyusun kebijakan pengelolaan anggaran kegiatan DPRD yang lebih akuntabel.
3) Bagi pemerintahan daerah dapat mengembangkan hubungan check and balances yang harmonis penyelengaraan pemerintahan daerah dengan prinsif good governance
4) Bagi masyarakat untuk dapat memahami tentang fungsi anggaran DPRD sebagai jalur penyampaian aspirasi.
## 2. METODE PELAKSANAAN PENGABDIAN
Pendampingan dalam perspektif metodologi merupakan satu cara untuk mengembangkan peran masyarakat, yang menurut Arliter Tutiho (2010), sifat utama pendamping adalah sebagai “animator” Proses pendampingan, menggunakan metode Participatory Action Research (PAR). Fakih, Mansour (2013) mengatakan bahwa Participatory Action Research adalah kombinasi sosial, kerja pendidikan, dan aksi politik menggunakan konsep penelitian partisipatif dalam konteks metodologi materialis historis, yang didefinisikan sebagai penelitian interaksi demokratis.
Howard Hall, PAR merupakan pendekatan dalam penelitian yang mendorong peneliti dan orang- orang yang mengambil manfaat dari penelitian untuk bekerja bersama-sama secara penuh dalam semua tahapan. Pada dasarnya, PAR merupakan melibatkan secara aktif semua pihak-pihak yang relevan (stakeholder) dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung di mana pengamalan mereka sendiri sebagai persoalan dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan kearah yang lebih baik.
## 2.1 Kelompok Pakar
Kelompok pakar dalam UU Nomor 17 tahun 2019 adalah sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
Kelompok Pakar atau Tim Ahli dalam rangka melaksanakan wewenang dan tugas DPRD , dibentuk kelompok pakar atau tim ahli. Kelompok pakar atau tim ahli diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah. Kelompok Pakar atau Tim Ahli bekerja sesuai dengan pengelompokkan wewenang dan tugas DPRD yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD.
## 2.2 Kelompok Pakar Badan Anggaran.
Fungsi penganggaran merupakan fungsi DPRD yang berkaitan dengan penetapan dan pengawasan penggunaan keuangan daerah. Dalam pelaksanaan fungsi ini, DPRD perlu ditunjang dengan kelompok pakar yang memiliki kemampuan perencanaan/penganggaran keuangan Daerah. Dukungan ini diperlukan anggota dewan ketika merumuskan berbagai kebijakan bersama-sama dengan Kepala daerah, dalam bentuk rumusan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), kebijakan Keuangan, kebijakan pengawasan dan lainnya, sedangkan fasilitasi tenaga ahli perlu terus dikembangkan mengikuti penerapan sistem keuangan pemerintah yang terus berubah. Mengingat Fungsi budgeting ini merupakan fungsi yang sensitif dan strategis, biasanya sumber terjadinya kesalahan/kekeliruan dan penyalahgunaan keuangan daerah selalu melibatkan kedua unsur pemerintahan daerah tersebut.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam rangka pengkuatan DPRD telah diangkat kelompok pakar yang ditugaskan pada alat kelengkapan DPRD, seperti Badan Anggaran DPRD. Kelompok pakar diangkat oleh Sekretris DPRD dalam setiap tahun anggaran, dan dapat diangkat kembali sesuai dengan kemampuan daerah.
Metode pendampingan keahlian dalam kerangka pengkuatan Banggar selama ini dikelompokkan kepada peran sebagai berikut ;
(1) Konsultasi, yaitu upaya pembantuan yang diberikan pendamping dengan cara memberikan jawaban, solusi dan pemecahan masalah yang dibutuhkan.
(2) Pembelajaran, yaitu transpormasi pengetahuan dan sistem nilai yang dimiliki oleh pendamping dalam proses yang terencana.
(3) Konseling, yakni membantu menggali masalah dan potensi yang dimiliki, membuka alternatif- alternatif solusi dan mendorong pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan yang bertanggung-jawab.
## 3.1 Prinsip Pendampingan
Prinsip pendampingan keahlian yang sudah dilaksanakan adalah prinsip saling asah/asuh/asah dan prinsif egaliter. Prinsip saling asuh/asah/asih, yaitu adanya hubungan yang dilandasi saling ingin memberi yang terbaik, saling mengayomi dan meluruskan serta saling mengasihi dan membantu. Dalam prinsip ini, peran keahlian adalah memberikan bantuan keahlian sesuai dengan kompetensinya untuk membantu Banggar dalam menjalankan fungsinya.
Prinsip Egaliter, artinya bahwa pendamping memiliki kesamaan sebagai bagian dari masyarakat dengan tidak dibatasi oleh jabatan, status sosial tersebut. Peran ini belum banyak dilakukan dalam pendampingan keahlian, sejatinya peran ini dapat ditingkatkan untuk mengakselerasi penetapan APBD. Pendampingan keahian untuk membangun hubungan harmonis eksekutif dan legislatif Tugas Pemdampingan sebagai Fasilitator menurut Rahayu, Sri, Noneng R.S, dan Ong Andre Wahyu, (2012) adalah:
a. Mendorong untuk melakukan perubahan-perubahan sikap, pengetahuan maupun perilaku baik perubahan secara individual maupun kelompok
b. Melakukan identifikasi dan analisis masalah, merencanakan kegiatan, monitoring dan evaluasi bersama dengan kelompok sasaran.
c. Mendorong kelompok sasaran untuk melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan.
d. Membantu kelompok sasaran untuk mengorganisir kegiatan.
e. Mendorong terjadinya kerjasama antar anggota kelompok sasaran dalam penanggulangan kemiskinan.
f. Membantu masyarakat baik individu maupun kelompok dalam bekerjasama dengan kelompok lain dalam pelaksanaan kegiatan, misalnya memudahkan msyarakat untuk mendapatkan narasumber dalam pengembangan usaha. Memberikan informasi yang dibutuhkan mengenai pengembangan usaha.
Menjadi seorang pendamping bukanlah merupakan suatu tugas yang mudah. Untuk menjadi seorang pendamping, menurut Rahayu, Sri, Noneng R.S, dan Ong Andre Wahyu, 2012, persyaratan yang harus dimiliki adalah: 1. Memiliki kompetensi dan kapasitas kognitif atau pengetahuan yang dalam dan luas dibidangnya. 2. Memiliki komitmen, profesional, motivasi, serta kematangan dalam pelaksanaan pekerjaan. 3. Memiliki kemauan yang sangat kuat untuk membagi apa yang dianggapnya baik bagi sesamanya (orang lain). 4. Memiliki kemampuan dalam mengumpulkan data, menganalisis dan identifikasi masalah, baik sendiri maupun bersama-sama masyarakat yang didampingi. 5. Memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi atau membangun hubungan dengan setiap keluarga. 6. Memiliki kemampuan berorganisasi dan mengembangkan kelembagaan.
## 3.2 Model Pendampingan.
Pendampingan keahlian Banggar dikaitkan dengan mekanisme penyusunan APBD menurut Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 mengikuti siklus anggaran sebagai berikut; (1) Pendampingan dimulai sejak musrenbang pembangunan desa, pada bulan Januari, bulan Pebruari, pada pelaksanaan musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbang-Kecamatan); dan pada bulan Maret-April, Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota. (2) Disini, kelompok pakar sudah berperan sejak bulan Januari, karenanya pengangkatan tenaga ahli sudah diberikan selambarnya pada bulan Desember tahun sebelumnya. Kelompok pakar sudah dimanfaatkan dalam kegiatan reses dalam menjaring aspirasi masyarakat. Mengawal anggaran mulai dari desa
sampai ke kabupaten/kota. Tentunya dengan keterbatasan jumlah kelompok pakar, tidak semua desa dan kecamatan dapat didampingi. Diambil secara sampel beberapa desa dan kecamatan yang mewakili.
Selama ini DPRD belum memanfaatkan model pendampingi keahlian ini, padahal pada DPRD terkadang tidak sempat hadir pada musrenbang desa, dengan menugaskan kelompok pakar maka DPRD dapat merefresentasikan inspirasi daerah pemilihannya, dengan meningkatkan peran Kelompok Pakar. Terlibat dalam rapar-rapat anggaran seperti : a. bulan Mei, Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), b. bulan Juni, Pembahasan dan kesepakatan KUA-PPAS DPRD dengan Kepala Daerah; c. bulan Juli-September, Penyusunan Rencana kerja Anggaran Satuan kerja Perangkat Daerah dan Rencana Penerimaan dan Pendapatan Daerah, d. bulan Oktober-Nopember, Pembahasan dan persetujuan RAPBD antara Pemerintah Daerah dengan DPRD e. bulan Desember, Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Penyusunan Daftar Pengelolaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Pada model pendampingan selama ini, peran tenaga ahli hanya sebagai pendengar, baik pada rapat anggaran ataupun pada rapat paripurna saja, tidak banyak dimintakan pendapatnya dalam mengkrikiti anggaran yang diajukan oleh pemerintah daerah. Sejatinya kelompok pakar sudah dapat dimanfaatkan unuk menelaah KUA dan PPAS yang diajukan kepala daerah, menelaah RKA-SKPD sebagai bahan masukan pada rapat anggaran, menelaah politik anggaran yang diajukan oleh pemerintah daerah.
Pembahasan APBD antara kepala daerah dengan DPRD dalam setiap tahun dilaksanakan sebanyak 2 kali, yaitu;
a. Pembahasan perubahan APBD tahun anggaran berjalan,
b. Pembahasan APBD Induk tahun anggaran depan
Peran keahlian secara teknis adalah menganalisis anggaran yang diajukan pemerintah daerah agar dapat dipertanggungjawabkan, secara politik anggaran berpihak kepada kepentingan rakyat. Namun demikian dituntut kapasitas tenaga ahli yang mampu menjembatani kepentingan DPRD dan kepala daerah.
Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam gambar di sebelah ini
## Gambar 1. Model Pendampingan Keahlian
Model yang dibangun untuk akselerasi pembahasan dan penetapan APBD berlangsung mengikuti siklus anggaran, kata kuncinya adalah hubungan harmonis antara legislasi dan eksekutif. Pendampingan keahlian disini adalah membangun komitmen yang kuat antara legislatif dan eksekutif, kemampuan kelompok pakar adalah menjembatani kepentingan Kepala daerah dan DPRD. Pembahasan anggaran yang berlarut dan transaksional dapat direduksi dengan harmonisnya hubungan eksekutif dan legislative, kapasiatas kelompok pakar mengusahakan pembahasan APBD sesuai dengan siklus anggaran.
Badan Anggaran DPRD Pendampingan *keahlian
*Kapasitas
Penetapan APBD : *Sesuai Jadwal *Siklus efektif
*Lancar Pembahasan RAPBD : *Berlarut larut *Transaksional *Terlambat KDH-DPRD
Yustik, Ahmad Erani (2015), Keterlambatan penetapan APBD seharusnya tidak sampai terjadi, atau paling tidak dapat direduksi, seandainya dalam penyusunan APBD memperhatikan prinsip penyusunan APBD yang sudah digariskan (ada partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas anggaran, disiplin anggaran, keadilan anggaran, dan taat asas), serta patuh pada kaidah penganggaran sektor publik yang berlaku (legitimasi hukum, legitimasi finansial, dan legitimasi politik).
## 4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah sebagai berikut; 1) Peran pendampingan keahlian dalam akselerasi pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selama belum banyak memberikan dampak dalam mempercepat penetapan anggaran, dikarenakan faktor dominan yang menentukan adalah hubungan harmonis antara Kepala Daerah dan DPRD ,
2) Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD yang berlangsung efektif, merupakan komitmen bersama legislatif dan eksekutif dan membuktikan kuatnya kerjasama Kepala Daerah dan DPRD yang berlangsung harmonis untuk kesejahteraan rakyat.
3) Untuk pengkuatan Banggar perlu didampingi keahlian yang memiliki kompetensi ahli keuangan daerah dan auditing, peran Sekretariat DPRD menjadi krusial dalam merekrutasi dan menyiapkan tenaga ahli yang sesuai kapasitas.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Kegiatan pengabdian ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas IGM Bapak H. Marzuki Alie, S.E., M.M., Ph. D.
2. Ketua LPM2K UIGM Ibu Terttiaavini, S.Kom., M.Kom.
3. Pimpinan DPRD didampingi Sekretaris DPRD
4. Anggota DPRD
5. Bapak dan Ibu, Dosen serta mahasiswa yang telah membantu terlaksananya program pengabdian ini.
Semoga menjadi ladang amal dan dapat bermanfaat bagi semua.
## DAFTAR PUSTAKA
Arliter Tutiho, 2010, Fungsi dan Metode Pendampingan Masyarakat, http://www.bintan- s.web.id/2010/12/fungsi-dan-metode-pendampingan.html.
Fakih, M.,2003. Community Integrated Pest Management In Indonesia: Institutionalising Participation And People Centred Approaches. Iied.
Ompu Bahata . 2017, Lakeynews.com. Dompu, http://lakeynews.com/2017/10/30/hby-pembahasan- anggaran-terlambat-karena-kita-saling-mengunci.
Rahayu, Sri, Noneng R.S, dan Ong Andre Wahyu, 2012, Evaluasi Strategis Pengembangan Genteng Guna Meningkatkan Produktifitas Masyarakat Trenggalek, Media Mahardhika Vol 10 No. 2 Januari 2012
Subechan, Imam Hanafi, Bambang Santoso Haryono, 2014, Analisis Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus, Jurnal Wacana Sosial dan humaniora. Volume 17, Nomor 1 (2014) , http://www.wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/28
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2009 Tentang MPR. DPD, DPR dan DPRD Yustik, Ahmad Erani, 2015, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Kuliah online 29 Vovember 2015, http://kampus4u.blogspot.co.id/2015/11/permasalahan-umum-dan-klasik- dalam.html
Zamzam, F, Susanto Y, Desi S, 2017, The Capacity Building Of The Regional Representatives’ Council Secretariat In South Sumatera, Prosiding Seminar Internasional Unsri SEABC 3 Rd , 17 November 2016 di Palembang.
|
4cd55161-cbeb-4161-a83f-7c4c4831e38a | http://journal.wima.ac.id/index.php/KOMUNIKATIF/article/download/1687/1555 | KOMUNIKATIF Jurnal llmiah Komunikasi I Volume 2 / Nomor 021 Desember 2013
## Demokrasi dan Pertumbuhan Budaya Etnik Tionghoa di Kota Surabaya Pasca Orde baru
Oleh: Garry Renata Indrakusuma, Putra Aditya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust
## Abstrak
lnstruksi Presiden (Inpres) No. 1411967 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada masa Orde Baru menyatakan larangan bagi masyarakat Tionghoa di lndonesia menjalankan acara-acara keagamaan, kepercayaan dan adat-istiadat, dan menggunakan aksara Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam atmosfir politik seperti itu, budaya etnik Tionghoa mengalami kemandekan. lbarat bibit tanaman, budaya etnik Tionghoa tidak dapat tumbuh. Kebijakan politik seperti itu bukan hanya membuat masyarakat Tionghoa menjadi takut menggunakan dan menunjukkan identitas ke-Tionghoa- annya. Lebih dari itu banyak di antara mereka tumbuh menjadi manusia-manusia hipokrit yang mengingkari kodrat dan takdirnya dilahirkan sebagai orang Tionghoa. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 612000, lnpres No. 1411967 itu dicabut oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). lnilah tonggak dari perubahan politik kebudayaan, pemerintah mengakui eksistensi budaya etnik Tionghoa dan menetapkan Hari Raya lmlek sebagai hari libur nasional. Penelitian ini akan memaparkan hasil wawancara dengan beberapa nara sumber kunci tokoh Tong Hoa di Surabaya terkait pertumbuhan dan perkembangan budaya etnik Tonghoa pasca pencabutan lnpres No. 141 1967. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, kami akan melakukan wawancara mendalam (depth interview) terhadap sejumlah tokoh dari kelompok pengamat maupun pelaku budaya, khususnya pelaku budaya etnik Tionghoa dengan menggunakan struktur pertanyaan terbuka (open questioner).
Kata Kunci: demokrasi, etnik Tionghoa, dan pasca orde baru
Latar Belakang Masalah. etnik ini melalui kebijakan politik berupa lnstruksi
Mass Orde Baru merupakan mass Presiden (In~res) No. 14 Tahun 1967.
paling suram bagi perkembangan budaya etnik,
Melalui lnpres No. 14 Tahun 1967 itu,
khususnya budaya etnik Tonghoa. Pada mass itu, pemerintah Orde Baru melarang masyarakat jangan kata kita berbicara perkembangan buda~a Tionghoa di Indonesia menjalankan acara-acara etnik, melihat pertumbuhannya saja meru~akan keagamaan, kepercayaan dan adat-istiadat hal Yang langka karena b a n ~ a k n ~ a aturan mereka, termasuk larangan menggunakan aksara dan pembatasan. Khusus untuk b u d a ~ a etnik Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari. Akibat dari Tionghoa7 pemerintah Orde Baru bahkan dengan keluarnya lnpres tersebut, di Surabaya lebih dari sengaja menghalangi pertumbuhan budaya
Gariy Renata Indrakusurna, Putra Aditya Lapalelo, Nathanael Chandm Agust Demokrasi dan Pertumbuhan Budaya Etnik Tionghoa dl Kota Surabaya Pasca Orde baru Volume 2 / Nomor 02 / Desember 2013 I Jurnal KOMUNIKATIF llmiah Komunikasi
20 buah kelompok kesenian Tionghoa, seperti sanksi pidana. Hal itu terjadi karena Baperki kesenian Barongsai, tarian Naga, dan cokek'an, sebagai organisasi sosial-kemasyarakatan warga ditutup. Begitu pula pertunjukan wayang Potehi Tionghoa dianggap mempunyai keterkaitan (wayang golek Tionghoa) yang merupakan dengan Partai Komunis lndonesia (PKI). bagian dari ritual keagamaan dan kepercayaan
Kebijakan politik yang melarang warga
masyarakat Tionghoa, tidak boleh lagi dipentaskan Tionghoa menjalankan acara-acara keagamaan, di kelenteng Been Bio, ke'enteng terbesar di kota kepercayaan dan adat-istiadat, termasuk larangan Surabaya yang berada di daerah Kapasan.
menggunakan aksara Tionghoa dalam kehidupan
Selain berdampak pada kelompok- kelompok kesenian, lnpres No. 14 Tahun 1967 juga berdampak pada aktivitas pendidikan warga Tionghoa. Di Surabaya, tidak kurang dari 10 buah sekolah yang memakai nama Tionghoa dan dikelola oleh warga Tionghoa harus ditutup atau berganti nama Indonesia. Mereka juga tidak boleh lagi mengajarkan bahasa Tionghoa (bahasa Mandarin) dalam kurikulum pendidikannya.
Keharusan untuk mengganti nama juga dialami oleh ratusan toko, rumah makan, salon, klub olahraga, perusahaan ekspedisi dan angkutan, serta perusahaan niaga lainnya yang memakai nama Tionghoa. Sedangkan untuk identitas nama diri atau nama orang, tercatat ada jutaan warga Tionghoa di lndonesia dan ratusan ribu warga Tionghoa di Surabaya mendaftarkan diri ke kantor Catatan Sipil setempat untuk mengganti nama Tionghoa mereka dengan nama Indonesia.
sehari-hari, sangatlah berlebihan. Karena menjalankan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat-istiadat merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang-undang. Begitu pula halnya penulisan aksara dalam bahasa, sastra, dan bentuk-bentuk kesenian lainnya tidak boleh diatur-atur, apalagi dibatasi, karena semua itu adalah produk budaya yang bersifat universal, sehingga tidak semestinya dilarang, dibatasi, dan diawasi pertumbuhan dan perkembangannya.
Dalam atmosfir politik seperti itu, budaya etnik Tionghoa mengalami kemandekan dalam pertumbuhannya. lbarat bibit tanaman, budaya etnik Tionghoa tidak dapat tumbuh karena lahan tempat persemaian mereka tidak boleh disentuh, dirawat dan disirami. Kebijakan politik seperti itu bukan hanya membuat masyarakat Tionghoa menjadi takut menggunakan dan menunjukkan identitas ke-Tionghoa-annya. Lebih dari itu banyak di antara mereka tumbuh menjadi manusia-
Waktu itu ada kekhawatiran yang merebak manusia hipokrit atau munafik yang mengingkari di kalangan warga Tionghoa jika mereka tidak kodrat dan takdirnya dilahirkan sebagai orang melakukan pergantian nama. Selain takutdianggap Tionghoa.
eksklusif dan tidak berjiwa nasionalis; dalam beberapa kasus, pelanggaran terhadap kebijakan politik Orde Baru itu tidak jarang berakibat buruk bagi si pelanggar. Jika dalam pemeriksaan tim screening ditemukan bukti adanya keterkaitan warga Tionghoa tersebut dengan organisasi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan lndonesia (Baperki), maka yang bersangkutan bisa dipastikan akan diinterogasi untuk waktu yang panjang. Jika kurang beruntung, mereka akan dikenai pasal tindakan subversif dengan ancaman
Untunglah, pasca pemerintahan Orde Baru, lnpres No. 14 Tahun 1967 itu segera dicabut oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 6 Tahun 2000. Presiden Gus Dur waktu itu beranggapan bahwa lnpres No. 14 Tahun 1967 bukan hanya bersifat diskriminatif, dengan obyek sasaran warga Tionghoa di Indonesia, tetapi juga bertentangan dengan tata pergaulan bangsa- bangsa di dunia dan sifat universal dari budaya itu sendiri.
Gany Renata Indrakusuma, Putra Aditya Lapalelo, Nathanael Chandm Agust Demokms~ dan Pertumbuhan Budaya Etnik Tionghoa dl Kota Surabaya Pasca Orde baru I KOMUNIKATIF Volume 2 1 Nomor 02 / Desember 2013 ,urnal llmiah Komunikasi
Sebagai respons atas pencabutan lnpres No. 14 Tahun 1967, di banyak kota besar di Indonesia, berbagai pentas seni Barongsai dan tarian Naga rnarak digelar dan dijadikan tontonan utarna pada acara-acara serernonial, baik yang diselenggarakan oleh pihak swasta rnaupun lernbaga-lernbaga pernerintah. Puluhan, bahkan ratusan, kelornpok kesenian etnik Tionghoa dibentuk dan didirikan kernbali. Mereka juga rnernbuat kalender kegiatan rutin dan pentas lornba di berbagai ternpat dan daerah. Puncak dari perubahan politik kebudayaan tersebut, pernerintah rnengakui eksistensi budaya etnik Tionghoa dan rnenetapkan hari raya lrnlek sebagai hari libur nasional.
## Perurnusan Masalah
Seperti kita ketahui bersarna, salah satu tuntutan reforrnasi yang digulirkan tahun 1998 adalah dernokratisasi dalarn kehidupan politik, terrnasuk di dalarnnya politik tentang kebudayaan. Meskipun pernerintahan Orde Baru waktu itu rnengklairn dirinya sebagai pernerintahan dernokrasi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi kebenaran tentang praktik dernokrasi Pancasila seringkali didasarkan pada tafsir tunggal, yaitu tafsir yang dikeluarkan oleh penguasa. Akibatnya, kehidupan politik waktu itu berjalan tirnpang, karena pernerintah cenderung rnernaksakan perwujudan kekuatan politik tunggal (single majority), sernentara kehidupan budaya diwarnai oleh larangan terhadap eksistensi budaya etnik, khususnya budaya etnik Tionghoa.
perkernbangan budaya etnik Tionghoa yang selarna pernerintahan Orde Baru rnengalarni kernandekan akibat kebijakan politik yang rnelarang eksistensi budaya tersebut.
2. Pesatnya perturnbuhan dan perkernbangan budaya etnik Tionghoa juga dipacu oleh keterbukaan informasi dan peran media rnassa yang dimungkinkan dalam iklim dernokrasi yang lebih baik.
3. Pernerintahan dernokratis seyogjanya rnenerapkan politik kebudayaan yang rnendasarkan diri pada asas keterbukaan, toleransi dan solidaritas, karena fungsi dari budaya, antara lain, adalah rnernberi pedornan bagi rnanusia agar dapat rnengerti bagairnana seharusnya bertindak dan bersikap terhadap rnanusia lain di dalarn rnenjalankan hidupnya.
## Tujuan Penelitian.
Penelitian dengan judul: Demokrasi dan Pertumbuhan Budaya Etnik Tionghoa di Kota Surabaya Pasca Orde baru ini, antara lain, bertujuan;
1. Untuk mengetahui perturnbuhan dan perkernbangan budaya etnik, khususnya budaya etnik Tionghoa di kota Surabaya pasca reforrnasi.
Untuk rnengetahui secara rnendalarn peran media rnassa terhadap pesatnya perturnbuhan dan perkernbangan budaya etnik Tionghoa di kota Surabaya.
Dengan latar belakang rnasalah yang
3. Untuk rnengetahui sejauh rnana peran
telah dipaparkan di atas, rnaka penelitian dengan
media rnassa dalarn rnenyehatkan judul: Keterbukaan Demokrasi dan Pertumbuhan
perturnbuhan dan perkernbangan budaya
Budaya Etnik Tionghoa di Kota Surabaya dapatlah
etnik Tionghoa agar tidak berbalik rnenjadi
dirurnuskan sebaclai berikut;
- sikap etnosentrisme di kalangan warga 1. Keterbukaan dernokrasi, Yang Tionghoa. rnerupakan salah satu tuntutan reforrnasi, telah rnendorong perturnbuhan dan
## Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara yang bersifat mendalam (depth interview) terhadap sejumlah tokoh dari warga Tionghoa di kota Surabaya. Wawancara mendalam ini dilakukan dengan menggunakan struktur pertanyaan yang terbu ka (open questioner).
Adapun tokoh-tokoh dari warga Tionghoa di kota Surabaya yang menjadi informan kunci yaitu:
Gany Renata hdrakusuma, Putra Adrtya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust Demokras~ dan Pertumbuhan Budaya Etn~k Tionghoa dl Kota Surabaya Pasca Orde baru Volume 2 / Nomor 02 / Desember 2013
dengan rnudah bisa dipersatukan, dan masyarakat akan mengakomodasi perbedaan budaya dengan rnaksud agar kekhasan identitas budaya mereka diakui.
2. Teori bola karet dari Prof. DR. Thomas Santoso. Teori ini menjelaskan bahwa kelompok minoritas yang rnengalami tekanan luar biasa akan berontak mencari jalan keluar demi mernpertahankan eksistensi diri sebagaimana sifat bola karet.
3. Teori Domininick (2001) tentang fungsi
Jurnal KOMUNIKATIF llmiah Komunikasl
media massa yang rneliputi fungsi 1. Prof. DR. Thomas Santoso, M.A. (Guru
pengawasan (surveillance), penafsiran
besar llmu Budaya Dasar Universitas
(interpretation), keterkaitan (linkage),
Kristen Petra Surabaya dan mantan
sosialisasi nilai-nilai (transmission of
pengurus Badan Komunikasi Penghayatan
values), dan hiburan (entertainment).
Kesatuan BangsaIBakom PKB, Provinsi
Jawa Timur).
2. Oei Hiem Hwie (Mantan aktivis Baperki yang pernah mendekam di Pulau Buru sebagai tahanan politik Orde Baru).
3. Prof. DR. Budi Santosa (Ketua Komunitas Peranakan Nusantara).
4. Kang Hok Siang (Ketua kelompok seni Barongsai "Sekar Langit").
5. Ir. Freddy H. lsnanto (Pakar arsitektur Tiong hoa)
6. Drs. Muliady Tanudjaja (Sosiolog)
7. Drs. Danny Tjia (Jurnalis).
## Kerangka Dasar Teori
Ada sejumlah teori yang menjadi rujukan utama dalam penelitian ini, baik yang berhubungan dengan masalah kebudayaan maupun yang berkaitan dengan fungsi media massa, yaitu;
1. Teori multikultural dari Kymlicka (2000).
Teori ini mengemukakan pentingnya politik multikultural atau keberagaman budaya, karena keberagaman budaya bisa memberi manfaat berupa tumbuhnya sikap toleransi dan kepedulian. Dengan politik multikultural, berbagai kelompok yang terrnarjinalisasi
Dalam penelitian ini kami sengaja menggunakan istilah etnik untuk menunjuk pada komunitas warga Tionghoa yang menjadi obyek penelitian. Sebab, seperti dikatakan oleh Frederich Barth (1988), pengertian etnik mengacu pada kelompok tertentu yang terikat pada sistem nilai budaya karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, atau kombinasi dari kategori tersebut. Sedangkan istilah suku lebih menunjuk pada kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagain ya (Ensiklopedi Indonesia).
## Temuan Data dan Pembahasan
Kebijakan politik Orde Baru terhadap masyarakat Tionghoa di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peristiwa pemberontakan 30 September 1965, yang konon didalangi oleh Partai Komunis lndonesia (PKI) melalui tokoh- tokohnya, seperti D.N. Aidit, Njoto, dan Syam Kamaruzzaman. Tokoh-tokoh PKI tersebut secara pribadi mernpunyai hubungan dekat dengan anggota politbiro Partai Komunis Cina
Gany Renata Indmkusuma, Putm Aditya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust Demokrasi dan Perturnbuhan Budaya Etnik Tionghoa di Kota Surabaya Pasca Orde baru
## I KOMUNIKATIF
Volume 2 1 Nornor 02 1 Desember 2013 ,urnal Komunikasi
(PKC), sehingga waktu itu tersiar kabar tentang
Berbeda dengan Prof. Thomas, rnantan terbentuknya poros Jakarta-Peking (baca: aktivis Baperki Oei Hiern Hwie rnernpunyai Jakarta-Beijing).
pendapat lain soal alasan dibubarkannya Baperki Peristiwa 30 September 1965 yang dan penangkapan Mr. Siauw Giok Tjhan. Menurut rnerenggut nyawa tujuh orang jenderal Angkatan Darat (AD) sudah tentu menorehkan luka yang rnendalarn bagi Tentara Nasional lndonesia (TNI), khususnya TNI-AD. Sehingga pada tahun 1966, ketika seorang petinggi rnereka (Letnan Jenderal TNI Soeharto) berkesernpatan rnelanjutkan estafet kepernirnpinan nasional dari tangan Presiden Soekarno, rnelalui rnaklurnat Surat Perintah 11 Maret (Supersernar), rnaka dilakukanlah pernbersihan besar-besaran terhadap "rnusuh- rnusuh" negara yang sekaligus adalah rnusuh TNI.
Menurut Prof. DR. Thomas Santoso, M.A., kedekatan tokoh-tokoh PKI 1965 dengan PKC rnenirnbulkan prasangka negatif pernerintah Orde Baru terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Terlebih Baperki, organisasi kernasyarakatan warga Tionghoa yang rnemperjuangkan faharn integrasi, diindikasikan rnernpunyai pernikiran
Oei, Baperki dibubarkan karena pernikirannya sangat Soekarno sentris. Sahabat dekat sastrawan Prarnoedya Ananta Toer ini bahkan rnenepis anggapan bahwa Baperki rnempunyai kedekatan dengan PKI dan terlibat dalam pernberontakan PKI.
Dalarn pandangan Prof. Thomas, strategi budaya pernerintah Orde Baru dalarn rnenangani kelornpok rninoritas Tionghoa di lndonesia kurang begitu tepat, sehingga dalarn perjalanan sejarahnya banyak rnenirnbulkan persoalan dan perlawanan. Pernerintah Orde Baru juga sering terjebak pada dikotomi istilah "pribumi" dan "nonpriburni" untuk rnernbedakan suku-suku asli lndonesia dengan warga etnik Tionghoa, India, dan Eropa. Sernentara untuk warga etnik Arab tidak ada rnasalah, karena selarna ini rnereka dianggap sebagai priburni atas dasar kesamaan agarna (Islam).
yang berseberangan dengan TNI dan rnenjalin
Akibat pernikiran dikotorni tersebut,
kedekatan dengan PKI. Kenyataan tersebut
rnenurut Prof. Thomas, rekrutrnen pengurus selanjutnya rnenjadi alasan bagi penguasa Orde
Bakorn PKB Jawa Tirnur pernah berasal dari Baru untukrnernbubarkan Baperkidan rnenjebloskan pirnpinannya, Mr. Siauw Giok Tjhan, ke penjara kalangan tokoh-tokoh rnasyarakat Tionghoa saja. Padahal, logikanya, penghayatan kesatuan
dengan tuduhan terlibat pernberontakan PKI.
bangsa akan dapat terlaksana dengan baik jika
"Sejak peristiwa itu muncullah kecurigaan pemerintah Orde Baru terhadap aktivitas warga Tionghoa di Indonesia. lnilah sesungguhnya latar belakang dikeluarkannya lnpres No. 14 Tahun 1967 yang isinya sangat diskriminatif dan bertentangan dengan hak asasi manusia. Selanjutnya, pemerintah Orde Baru membentuk Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB) untuk menetralisir pengaruh pemikiran yang dikembangkan oleh Baperki LPKB ini akhimya berubah menjadi Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa (Bakom PKB)."
kegiatan tersebut dikerjakan secara bersarna oleh dua pihak atau lebih yang berhirnpun dalarn satu wadah organisasi.
"Setelah diadakan perbaikan, kesalahan serupa terulang kembali saat pembina pemerintah menempatkan wakil dari masyarakat Tionghoa sebagai bendahara dan wakil dari kelompok mayoritas sebagai sekretaris. Hal itu terjadi karena mindset mereka sudah terbentuk bahwa warga Tionghoa itu kaya-kaya, sehingga pantas memegang jabatan bendahara. Padahal kenyataan di lapangan tidak selalu demikian. "
Garry Renata Indrakusuma, Pufm Adifya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust Demokras~ dan Pertumbuhan Budaya Etntk Tionghoa di Kota Surabaya Pasca Orde baru Volume 2 / Nomor 02 / Desember 201 3 I KOMUNIKATIF Jurnal llmtah Komunikasi
Senada dengan Prof. Thomas, sosiolog untuk memandang rendah budaya lain karena Muliady Tanudjaja juga menyoroti pola pikir segala ha1 yang berhubungan dengan kebiasaan (mindset) aparat pemerintah Orde Baru yang orang-orang yang dianggap asing ditakar dengan sering terjebak pada stereotip bahwa warga tolok ukur budayanya sendiri. Sifat inilah, menurut Tionghoa itu kaya-kaya dan sangat ahli mengelola Prof. Budi Santosa, yang harus diwaspadai keuangan. Mindset seperti ini, menurut Muliady, dan dihindari agar kehidupan berbudaya bisa melahirkan sikap tidak konsisten dalam penerapan berlangsung secara damai, indah, dan berrnakna. kebijakan dan pengambilan keputusan. Di satu pihak pemerintah Orde Baru mencurigai aktivitas warga Tionghoa di lndonesia akibat pilihan politik mereka di masa lalu, sementara di pihak lain pemerintah mempercayakan pengelolaan industri-industri besar dan strategis pada seorang Tionghoa bernama Liem Soe Liong atau Soedono Salim.
Perihal lnpres No. 14 Tahun 1967 yang bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan hak asasi manusia, Prof. DR. Budi Santosa
Karena sifat-sifat positif dari budaya, Prof. Budi Santosa berkeyakinan bahwa Indonesia yang kaya akan ragam budaya sangat potensial rnenjadi bangsa yang besar jika elemen-elemen budayanya dibiarkan tumbuh secara wajar dan saling melengkapi. Oleh karena itu sangatlah keliru jika politik kebudayaan dijalankan dengan mengekang dan membatasi tumbuhnya budaya etnik, terlebih alasan pembatasan yang dilakukan semata-mata karena faktor prasangka dan
berpendapat bahwa lnpres tersebut lahir dari stereotip.
ketidakmengertian pembuatnya tentang sifat,
Prof. Budi lebih lanjut rnernaparkan
hakikatl dan fungsi buda~a. Menurut Ketua bahwa banyak nasihat-nasihat bijak yang selarna Komunitas Peranakan Nusantara ini, budaya lahir ini diwariskan secara turun-temurun dari orangtua dari hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Budaya ke anak bersumber dari budaya etnik. Seperti mempunyai lima sifat utama, yaitu universal, adaptif, dinamis, akulturatif, dan integratif.
Universal artinya hasil cipta, rasa dan karsa manusia tersebut mempunyai manfaat yang dapat dinikmati dan dirasakan oleh setiap manusia yang hidup di dunia ini. Adaptif artinya budaya mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat budaya tersebut tumbuh. Dinamis dimaksudkan bahwa budaya akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman. Sedangkan akulturatif dimaknai sebagai kemampuan budaya untuk menyerap dan menerima budaya lain untuk
pepatah Tionghoa yang mengajarkan tentang pentingnya rasa horrnat terhadap orangtua, nilai- nilai persahabatan, hidup hemat, penghargaan terhadap alam, dan lain-lain.
Sama halnya dengan pandangan Prof. Thomas dan Muliady Tanudjaja, Prof. Budi juga melihat lnpres No. 14 Tahun 1967 bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan hak asasi manusia. Untuk jangka yang panjang, lnpres tersebut bahkan telah menyebabkan lahirnya generasi peranakan Tionghoa yang tidak rnengenal lagi budaya luhur nenek moyang mereka.
kemudian diolah di dalam budayanya sendiri.
Sementara integratif dimaksudkan sebagai
Selain berdampak pada kehidupan kemampuan suatu budaya untuk bersinergi sosial dan budaya, pelaksanaan lnpres tersebut juga berdampak pada dunia arsitektur nasional.
dengan budaya lain.
Menurut Freddy H. Isnanto, sejak keluarganya kelima 'ifat utama tersebut, lnpres tersebut nyaris tidak ada lagi warga budaya jugs mempunyai sifat etnosentris, yaitu Tionghoa di Indonesia yang merancang bangunan kecenderungan dari pendukung suatu budaya
Gany Renata Indrakusuma, Putra Aditya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust Demokrasi dan Pertumbuhan Budaya Etnik Tionghoa di Kota Surabaya Pasca Orde b a ~ I KUMUNIKATIF Volume 2 1 Nomor 02 1 Desember 2013 ,Urnal
Komunibsl
rurnah, toko, atau pabrik rnereka dengan rnengarnbil rancangan arsitektur Tionghoa. Sebaliknya, rnereka berarnai-rarnai rnernilih rancangan arsitektur Eropa, sehingga lahirlah pernukirnan-pernukirnan elit Tionghoa bergaya Eropa, seperti Tarnan Beverly Hill, Tarnan Rafles, San Diego Regency, Royal Residence, dan lain- lain.
"Inilah keberhasilan pemerintah Orde Baru melalui lnpres No. 14 Tahun 1967 yang mereka keluarkan. Sungguh ironis sekali jika kebijakan politik pemerintah itu justru melahirkan generasi yang anomali karena tidak mempunyai pegangan budaya sama sekali."
Perihal kecenderungan warga elit Tionghoa rnernilih rancangan arsitektur bergaya Eropa pasca keluarnya lnpres No. 14 Tahun 1967, Prof. Thomas berpendapat bahwa ha1 itu akibat tekanan budaya yang dialarni oleh warga Tionghoa. Seperti sifat bola karet, bila ia rnendapat tekanan yang luar biasa, bola karet itu akan terpental atau rnelesat rnencari jalan keluar untuk rnengurangi tekanan yang dirasakannya.
Keluarnya Keppres No. 6 Tahun 2000 tentu saja disarnbut gernbira oleh warga Tionghoa di Indonesia. Keppres No. 6 Tahun 2000 ini rnenandai terbukanya kernbali kehidupan dernokrasi sebagairnana tuntutan reforrnasi di bidang politik dan kebudayaan. Politik budaya tunggal segera digantikan dengan politik rnultikultural atau politik budaya rnajernuk.
Presiden Gus Dur yang rnenaruh rninat besar pada kehidupan dernokrasi rnelihat bahwa politik budaya rnajernuk sangatlah tepat diterapkan di Indonesia yang berbangsa rnajernuk. Politik budaya rnajernuk diyakini akan rnarnpu rnenggelorakan kernbali kehidupan dernokrasi yang telah lama rnati atau hidup dalarn kondisi tidak sehat.
Sebagai jurnalis yang cukup lama rnengikuti sepak terjang Gus Dur sejak awal
rnendirikan Forum Dernokrasi (Fordern) di Jakarta, tahun 1991, Danny Tjia berpendapat bahwa pilihan Gus Dur untuk rnenerapkan politik budaya rnajernuk dilandasi keyakinan yang kuat bahwa budaya rnajernuk bisa rnernberi rnanfaat berupa turnbuhnya sikap toleransi dan kepedulian. Sebab, dengan politik budaya rnajernuk, berbagai kelornpok yang terrnarjinalisasi (terpinggirkan), seperti kelornpok etnis Tionghoa, dengan rnudah akan bisa dirangkul dan disatukan kernbali dengan saudara-saudaranya dari kelornpok rnayoritas.
Narnun dernikian, Danny Tjia rnenarnbahkan bahwa keluarnya Keppres No. 6 Tahun 2000 yang rnencabut lnpres No. 14 Tahun 1967 tidak lepas dari peran media rnassa yang secara terus-rnenerus rnenyorot dan mengkritisi berbagai produk perundang-undangan yang bertentangan dengan prinsip dernokrasi, keadilan, dan hak asasi rnanusia. Melalui fungsi pengawasan (sun/eillance) terhadap kebijakan publik yang dirnilikinya, media rnassa rnernberikan peringatan dini kepada pernerintah atas ancarnan disintegrasi jika sejurnlah produk perundang-undangan tidak segera direvisi karena bertentangan dengan prinsip dernokrasi, keadilan, dan hak asasi rnanusia.
Pesatnya perturnbuhan budaya etnik Tionghoa pasca pencabutan lnpres No. 14 Tahun 1967 juga tidak lepas dari peran media rnassa yang rnernberitakan kabar baik itu secara besar- besaran dan nyaris tanpa henti. Menurut Danny Tjia, media rnassa rnelakukan sernua itu sesuai dengan fungsinya yang lain, yaitu fungsi sosialisasi atau penyarnpaian nilai-nilai (transmission of values).
"Lewat pemberitaan yang gencar, bukan hanya warga etnik Tionghoa yang mengetahui bahwa pasca pencabutan lnpres No. 14 Tahun 1967 mereka boleh mendirikan kelompok-kelompok kesenian Tionghoa, seperti Barongsai dan tarian Naga, serta bebas mementaskannya di ruang publik; tetapi para aparatur pemerintahan di
daerah pun akhirnya mengerti bahwa larangan yang pernah dikeluarkan pada masa Orde Baru sudah tidak berlaku lagi."
Gamy Renata lndrakusuma, Putra Ad~lya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust
Demokrasi dan Pertumbuhan Budaya Etnik Tionghoa dl Kota Surabaya Pasca Orde baru Volume 2 1 Nomor 02 1 Desember 2013
Perihal pemahaman tentang pencabutan lnpres No. 14 Tahun 1967, yang berdampak pada tumbuh suburnya pendirian kelompok-kelompok kesenian Tionghoa, dibenarkan oleh Kang Hok Siang, ketua kelompok kesenian Barongsai "Sekar Langit" Surabaya. Menurut Hok Siang, pemberitaan media massa telah memberikan dorongan yang kuat bagi dirinya untuk menghidupkan kembali kelompok kesenian Barongsai yang telah lama mati.
Jurnal
## KOMUNIKATIF llmiah Komunikast
"Kami semua sangat berferima kasih sama Gus Dur yang telah memberikan perhatian besar terhadap nasib kesenian warga etnik Tionghoa. Tapi kami juga berferima kasih pada media massa yang tidak pernah berhenti memberikan support bag; kami untuk menghidupkan kembali kesenian Barongsai dan tarian Naga yang sangat dicintai oleh seluruh rakyat Indonesia. Buktinya, sekarang in; banyak saudara-saudara kami dari kelompok pribumi yang tertarik menjadi pemain dalam kelompok kesenian Barongsai. "
Dari pemaparan sejumlah tokoh warga etnik Tionghoa di kota Surabaya tersebut dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut;
1. Bahwa keterbukaan demokrasi pasca pemerintahan Orde Baru, yang mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Gus Dur, telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan budaya etnik Tionghoa yang selama pemerintahan Orde Baru mengalami kemandekan akibat kebijakan politik yang melarang eksistensi budaya tersebut.
2. Pesatnya pertumbuhan
dan
perkembangan budaya etnik Tionghoa dimungkinkan oleh pencabutan lnpres No. 14 Tahun 1967 melalui Keppres No. 6 Tahun 2000. Dengan pencabutan lnpres
tersebut, warga etnik Tionghoa bebas menjalankan acara-acara keagamaan, kepercayaan dan adat-istiadat mereka, termasuk menggunakan bahasa dan aksara Tionghoa dalam kehidupan sehari- hari.
3. Pesatnyapertumbuhandanperkembangan budaya etnik Tionghoa juga dipacu oleh keterbukaan informasi dan peran media massa yang dimungkinkan dalam iklim demokrasi yang lebih sehat dan lebih baik.
4. Politik multikultural atau politik budaya majemuk merupakan pilihan yang tepat bagi bangsa Indonesia yang masyarakatnya sangat beragam, karena politik budaya majemuk mendasarkan diri pada asas keterbukaan, toleransi dan solidaritas. Dengan keterbukaan, toleransi dan solidaritas, maka kualitas hubungan antarmanusia akan menjadi lebih baik, karena masing-masing pihak dapat mengerti bagaimana seharusnya mereka bertindak dan bersikap terhadap pihak lain di dalam menjalankan hidupnya.
5. Untuk masa mendatang, para penyelenggara negara seyogjanya tidak membuat lagi undang-undang atau kebijakan politik yang bersifat diskriminatif, karena hat itu akan memperparah terjadinya pengelompokan sosial dan memicu disintegrasi.
6. Warga etnik Tionghoa sudah sepantasnya belajar dari pengalaman politik masa lampau. Untuk itu jadilah diri sendiri, jangan mau dibawa ke mana-mana, tapi tentukan sendiri ke mana arah yang akan dituju. Warga etnik Tionghoa juga harus belajar bersabar, sebab di tempat mana pun kelompok minoritas akan selalu mengalami perlakuan diskriminatif.
7 . Pesatnyapertumbuhandanperkembangan
Gany Renata Indrakusuma, Putra Aditya Lapalelo, Nathanael Chandra Agust Demokrasi dan Pertumbuhan Budaya EtnikXonghoa dl Kota Surabaya Pasca Orde b a ~
## I KOMUNIKATIF
Volume 2 1 Nomor 02 / Desernber 2013 lurnal llmiah Komunikasl
budaya etnik Tionghoa jangan sampai
agar arah sejarah tidak berbalik lagi ke menumbuhkan sikap etnosentrisme di
belakang.
kalangan warga masyarakat Tionghoa, karenanya diperlukan sikap mawas diri
## DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy. 2010. llmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sularto, St. 2011. Syukur Tiada Akhir, Jejak Langkah Jakob Oefama. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS,
Suryadinata, Leo. 201 0. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Penerbit Bu ku KOM PAS
Sumber Lain:
Materi Penataran P-4 Bagi Redaktur Media dan Pelaku Komunikasi Massa Seluruh Indonesia, Angkatan l l Tahun 199611 997.1997. Pelaksanaan Fungsi Media Massa Dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Sukabumi
|
bca6f15c-890f-444e-906f-ec2a8c500db6 | https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/download/9945/5948 | Arifin Hamsyah Mukti 1 , Salamatun Asakdiyah 2 , Taufik Hidayat 3 (2022) Peran Pemediasi Earning Per Share Pada Pengaruh Profitabilitas Dan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7 (11)
E-ISSN: 2548-1398 Published by: Ridwan Institute
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
## PERAN PEMEDIASI
EARNING PER SHARE PADA PENGARUH PROFITABILITAS DAN STRUKTUR
## MODAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Arifin Hamsyah Mukti 1 , Salamatun Asakdiyah 2 , Taufik Hidayat 3
Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia Email: [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran mediasi earning per share pada pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan jasa sub sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 46. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling . Setelah melalui beberapa tahapan, didapatkan 42 perusahaan yang memenuhi kriteria. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode dokumentasi melalui laporan keuangan yang telah diterbitkan pada website perusahaan terkait. Teknik analisis data menggunakan software SmartPLS v.3 . Temuan hasil penelitian ini dalam pengaruh langsung adalah profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, struktur modal memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, dan earning per share berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Selain itu, profitabilitas berpengaruh positif terhadap earning per share , dan struktur modal tidak berpengaruh negatif terhadap earning per share . Sedangkan dalam model mediasi pada pengaruh tidak langsung antara profitabilitas terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi dapat diidentifikasikan sebagai indirect-only mediation, namun tidak pada pengaruh negatif struktur modal terhadap nilai perusahaan melalui earning per share yang diidentifikasi sebagai direct-only nonmediation .
Kata Kunci: Profitabilitas, Struktur Modal, Earning per Share , dan Nilai Perusahaan
## Abstract
This study aims to examine the role of earnings per share mediation on the effect of profitability and capital structure on company value. The population in this study is all banking sub-sector service companies listed on the Indonesia Stock Exchange, totaling 46. The sampling technique in this study used purposive sampling. After going through several stages, 42 companies were obtained that met the criteria. The data collection technique in this study uses the documentation method through financial statements that have been published on the relevant company's website. Data analysis techniques using SmartPLS v.3 software. The findings of this study in direct influence are that profitability does not have a positive effect on company value, capital structure has a negative influence on company value, and earnings per
share has a positive effect on company value. In addition, profitability has a positive effect on earnings per share, and the capital structure does not negatively affect earnings per share. Whereas in the mediation model, the indirect influence between profitability on company value through earnings per share as a mediation variable can be identified as indirect-only mediation, but not on the negative influence of capital structure on company value through earnings per share identified as direct- only nonmediation.
Keywords: Profitability, Capital Structure, Earnings per Share, and Company Value
## Pendahuluan
Nilai perusahaan merupakan pencapaian atas kinerja perusahaan sebagai gambaran kepercayaan masyarakat setelah melalui berbagai proses kegiatan (Nurrahman dkk., 2018). Selain itu, nilai perusahaan yang baik akan memberikan kepercayaan stakeholder dalam menentukan setiap keputusan (Wiagustini, 2013). Disisi lain, perkembangan pasar modal manjadi krusial karena memengaruhi perekonomian suatu negara (Erawati dan Alawiyah, 2021). Namun demikian, pada awal tahun 2020 dunia digemparkan dengan munculnya Corona Virus Desease atau Covid-19 yang telah menyebar luas di berbagai negara di dunia (World Health Organization, 2020). Walker dkk. (2020) mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 berpotensi menginfeksi 7 miliar orang di seluruh dunia, dan menyebabkan 40 juta kematian. Kasus ekstrem ini dapat terjadi apabila tidak ada intervensi yang dipaksakan oleh barbagai stakeholder . Intervensi yang dilakukan dalam upaya memperlambat dan menghentikan pandemi diantaranya ialah penguncian kota, penutupan perbatasan, dan tindakan kesehatan lainnya (World Health Organization, 2021). Berbagai kebijakan tersebut juga akan menyebabkan depresi ekonomi di seluruh dunia dan dengan cepat menyebar ke pasar modal dan keuangan (Barro dkk., 2020; Ramelli dan Wagner, 2020). Disisi lain, Indeks Harga Saham di seluruh dunia menurun drastis. Begitu juga dengan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia yang sempat turun tajam hingga menyentuh level terendah (Aldin, 2020). Hal tersebut juga didukung dari data IHSG tahun 2020 seperti berikut.
Gambar 1. Grafik IHSG 2020 0 2000 4000 6000 8000 Jan -20 Fe b-2 0 Ma r-2 0 Ap r-2 0 Ma y-2 0 Jun -20 Jul -20 Au g-2 0 Se p-2 0 Oc t-2 0 No v-2 0 De c-2 0 IHSG IHSG
Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa nilai IHSG di BEI pada tahun 2020 juga mengalami fluktusi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai perusahaan setiap perusahaan di BEI masih belum baik. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui faktor- faktor yang dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Dalam menghadapi kondisi luar biasa, penting bagi perusahaan untuk dapat mengembalikan kepercayaan stakeholder demi menjaga nilai perusahaan tetap baik. Kenaikan profitabilitas mampu membuat nilai perusahaan menjadi lebih baik (Habsari dan Akhmadi, 2021). Handayani dan Zulyanti (2018); Subramanyam (2014); Syafirah (2019) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan dalam menghasilkan laba ataupun mengukur tingkat efisiensi dari suatu perusahaan. Selanjutnya struktur modal dapat memengaruhi nilai perusahaan, di mana dengan penggunaan hutang dalam kebijakan pendanaan akan membuat tinggi nilai suatu perusahaan (Sutrisno, 2016). Selain itu, Earning per share biasanya menjadi indikator laba yang diperhatikan investor karena memiliki korelasi yang kuat antara pertumbuhan laba dengan harga sahamnya. Tingginya nilai earning per share menunjukkan bahwa manajemen perusahaan memiliki kekuatan posisi yang strategis (Uzliawati dkk., 2018).
Beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai nilai perusahaan, diantaranya Mukti dan Winarso (2020) mengungkapkan bahwa ketika organisasi mampu meningkatkan profitabilitas maka nilai perusahaan juga akan membaik, namun tidak dengan struktur modal. Selain itu, Erawati dan Alawiyah (2021) menjelaskan bahwa dengan pengelolaan profitabilitas dan struktur modal yang baik tidak akan membuat nilai perusahaan menjadi tinggi bagi stakeholder . Namun demikian, Oktaria dan Alexandro (2020); Susanti dan Restiana (2018) menyatakan bahwa dengan mengelola profitabilitas dan struktur modal yang baik maka akan mampu menaikkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, adanya inkonsistensi hasil penelitian tersebut menjadi celah dalam penelitian ini untuk dikaji ulang.
Melihat kondisi tersebut, salah satu fokus stakeholder dalam mengambil keputusan di masa pandemi Covid-19 adalah dengan memahami informasi dasar yang menggambarkan laba perusahaan di masa mendatang melalui earning per share (Savitri dkk., 2021). Erawati dan Alawiyah (2021) menjelaskan bahwa dengan capaian profitabilitas dan struktur modal yang memadai tidak akan merubah persepsi stakeholder tentang nilai suatu perusahaan. Namun demikian, munculnya informasi earning per share mampu membuat pandangan stakeholder menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penting untuk menyelidiki peran earning per share sebagai variabel mediasi. Selain itu juga, teori resource-based menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan maksimal apabila memiliki keunggulan bersaing yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya yang baik, di mana akan menghasilkan keuntungan maupun efisiensi dalam pengelolaan operasional perusahaan. Hal tersebut mampu membuat perusahaan mendapatkan laba yang lebih besar, sehingga tingkat earning per share yang dibagikan kepada stakeholder akan tinggi juga, dan selanjutnya akan berdampak pada baiknya nilai perusahaan.
Penelitian ini memiliki kontribusi dalam pengembangan ilmu terkait peran mediasi earning per share dalam pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai perusahaan. Sementara itu, secara teoritis penelitian ini mengonfirmasi resource-based theory berkaitan dengan profitabilitas, struktur modal, earning per share dan nilai
perusahaan pada perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Adapun secara praktis, hasil penelitian ini memberikan rekomendasi kepada manajemen perusahaan untuk menjaga nilai perusahaannya tetap baik melalui peningkatan profitabilitas dan pengelolaan struktur modal yang baik melalui informasi earinng per share.
## Kajian Teori Dan Pengembangan Hipotesis
## Resource-Based Theory
Resource-based theory menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan maksimal apabila memiliki keunggulan dalam bersaing yakni sulit untuk ditiru serta karakteristik yang melekat padanya (Devi dkk., 2020). Sun dkk. (2020) menyatakan keunggulan bersaing diperoleh dari memanfaatkan, mengelola, dan mengendalikan sumber daya yang dimiliki, seperti proses organisasional dan strategi perusahaan dalam menghadapi berbagai kondisi luar biasa yang berpengaruh terhadap ekonomi perusahaan. Sumber daya yang perlu dikelola dengan tepat dalam berbagai kondisi diantaranya aset, pengetahuan atas teknologi, serta memaksimalkan kemampuan sumber daya manusia yang ada. Selain itu, Sukma (2018) mengungkapkan bahwa menciptakan keunggulan kompetitif dapat dilakukan dengan menciptakan produk ataupun jasa yang sulit ditiru sehingga menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat.
Kinerja perusahaan sangat bergantung pada kemampuan manajemen dalam mengelola sumber daya secara unik sehingga dapat bersaing dan bertahan dalam berbagai situasi (Devi dkk., 2020). Apresiasi atas kinerja karyawan juga merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produktivitas perusahaan (Unger dkk., 2020). Oleh karena itu, dengan memaksimalkan sumber daya yang ada meskipun kondisi pandemi Covid-19, perusahaan tetap dapat bertahan karena manajemen kinerja dapat diterapkan dengan baik. Sehingga akan memberikan tingkat profitabilitas, struktur modal dan earning per share yang tinggi yang selanjutnya akan berdampak terhadap nilai baik perusahaan.
## Pengaruh positif Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memeroleh laba selama suatu periode tertentu (Riyanto, 2011). Senada dengan Harahap (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas ialah gambaran kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari sumber daya yang ada. Selain itu, nilai perusahaan ialah pencapaian suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat setelah melalui beberapa proses kegiatan (Denziana dan Monica, 2016). Disisi lain, resource-based theory menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan maksimal apabila memiliki keunggulan dalam bersaing apabila mampu memanfaatkan sumber daya yang ada (Devi dkk., 2020; Sun dkk., 2020). Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya yang baik akan memberikan nilai profitabilitas yang tinggi, sehingga nilai perusahaan akan baik bagi para stakeholder (Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Hal tersebut didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Kamar (2017); Nurfadillah (2011) yang menyatakan profitabilitas yang tinggi akan membuat nilai perusahaan juga menjadi lebih baik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H 1 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Pengaruh negatif Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan
Struktur modal adalah pembiayaan permanen dari perusahaan yang diwakili terutama oleh hutang dan ekuitas jangka panjang (Aljamaan, 2018). Lebih jauh lagi, Gangeni (2006) mengungkapkan bahwa struktur modal merupakan gabungan sekuritas dan sumber pembiayaan yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai investasi riil. Sedangkan nilai perusahaan adalah persepsi investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham (Susanti dan Restiana, 2018). Selain itu, dengan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada termasuk pembiayaan maka perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam menjaga stabilitas ekonomi perusahaan (Devi dkk., 2020; Sun dkk., 2020). Oleh karena itu, dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, maka pengelolaan struktur modal akan menjadi lebih baik sehingga akan memberikan nilai yang baik bagi perusahaan (Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Hal tersebut didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi dan Wijaya (2013); Pasaribu dkk. (2014) yang menyatakan bahwa struktur modal mampu membuat nilai perusahaan menjadi lebih baik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H 2 : Struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Pengaruh positif Earning per Share terhadap Nilai Perusahaan Earning per share adalah alat bagi manajemen untuk mengukur jumlah keuntungan yang dapat dibagikan kepada pemegang saham (Rosikah dkk., 2018). Selain itu, earning per share merupakan informasi dasar yang berguna karena dapat menggambarkan prospek laba perusahaan di masa mendatang (Sari dan Indriani, 2022). Harmono (2011) menyatakan nilai perusahaan ialah sebuah nilai yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat kepentingan sebuah perusahaan dilihat dari sudut pandang beberapa pihak yang dikaitkan dengan harga saham. Disisi lain, resource-based theory mengungkapkan bahwa dengan pengelolaan sumber daya yang baik maka perusahaan akan memiliki karakteristik yang melekat padanya sehingga nilai perusahaan akan maksimal (Devi dkk., 2020; Sun, 2020). Oleh karena itu, dengan memaksimalkan pengelolaan sumber daya untuk memberikan nilai yang baik pada earning per share maka nilai perusahaan akan baik bagi stakeholder (Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Erawati dan Alawiyah (2021); Saputra dkk. (2018) yang mengungkapkan bahwa dengan pengungkapan earning per share yang tinggi maka nilai perusahaan akan menjadi lebih baik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H 3 : Earning per share berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
## Pengaruh positif Profitabilitas terhadap Earning per Share
Profitabilitas ialah faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (Rahayu dan Sari, 2018). Profitabilitas juga merupakan alat untuk mengukur tingkat efektivitas dalam sebuah perusahaan (Wiagustini, 2014). Sedangkan earning per share adalah rasio yang mengukur tingkat keberhasilan manajemen dalam mencapai laba bagi pemegang saham (Zulfikri dkk., 2021). Selain itu, Devi dkk. (2020); Sun dkk. (2020) menyatakan apabila perusahaan mampu mengelola sumber daya dengan baik dalam setiap kondisi maka entitas tersebut memiliki keunggulan dan karakteristik yang melekat padanya. Oleh karena itu, dengan pengelolaan sumber daya yang baik maka profitabilitas perusahaan akan naik sehingga earning per share juga akan meningkat
(Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho dan Ichsan (2011); Uno dkk. (2014) bahwa pengelolaan profitabilitas yang baik akan membuat earning per share perusahaan meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut. H 4 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap earning per share .
## Pengaruh negatif Struktur Modal terhadap Earning per Share
Struktur modal ialah perbandingan dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan di mana dana yang diperoleh merupakan kombinasi sumber dana jangka panjang dari dalam maupun luar perusahaan (Rodoni dan Herni, 2010). Earning per share merupakan output setalah laba bersih yang diterima oleh perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar (Suyanto, 2021). Selain itu, perusahaan dalam setiap kondisi harus terus mampu memiliki keunggulan dalam bersaing dengan cara mengendalikan sumber daya yang dimilikinya (Devi dkk., 2020; Sun dkk., 2020). Oleh karena itu, dengan memanfaatkan pengelolaan sumber daya yang maksimal maka struktur modal akan menjadi lebih diefisienkan. Sehingga akan memberikan keuntungan lebih untuk perusahaan dan pembagian earning per share para stakeholder akan lebih tinggi (Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Hal tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maimunah dan Megasatya (2015) yang mengungkapkan bahwa pengelolaan struktur modal yang baik akan membuat pembagian earning per share menjadi lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H 5 : Struktur modal berpengaruh negatif terhadap earning per share .
Pengaruh positif Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan melalui Earning per Share sebagai variabel mediasi.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama satu periode berjalan yang dinyatakan dalam rasio operasional dengan penjualan dari data laporan laba rugi akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Selain itu, profitabilitas juga sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen karena hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai evaluasi kinerjanya (Mahendra, 2015). Earning per share merupakan rasio yang mengukur tingkat keberhasilan manajemen dalam mencapai laba bagi pemegang saham (Zulfikri dkk., 2021). Sedangkan nilai perusahaan merupakan capaian perusahaan sebagai gambaran kepercayaan masyarakat setelah melalui beberapa proses kegiatan (Denziana dan Monica, 2016). Penilaian nilai perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perkembangan harga sahamnya (Rosikah dkk., 2018). Oleh karena itu, dengan memaksimalkan pemanfaatan pengelolaan sumber daya yang ada maka akan memberikan kenaikan profitabilitas bagi entitas sehingga pembagian laba bagi pemegang saham akan menjadi lebih besar kemudian mampu meningkatkan nilai perusahaan bagi para stakeholder (Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Penelitian sebelumnya yang dilakukan Erawati dan Alawiyah (2021) mengungkapkan bahwa dengan profitabilitas yang tinggi belum mampu membuat nilai perusahaan menjadi lebih baik. Namun demikian, pengungkapan profitabilitas yang diikuti dengan nilai earning per share yang tinggi mampu membuat nilai perusahaan meningkat bagi para stakeholder. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H 6 +; H 7 -
H 6 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi.
Pengaruh negatif Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan melalui Earning per Share sebagai variabel mediasi.
Struktur modal merupakan instrument penting dalam setiap perusahaan, optimal atau tidaknya akan memengaruhi posisi keuangan (Sulindawati dkk., 2017). Selain itu, struktur modal adalah pembiayaan permanen dari perusahaan yang diwakili oleh hutang dan ekuitas jangka panjang (Aljamaan, 2018). Disisi lain, earning per share adalah informasi dasar yang berguna karena menggambarkan perolehan keuntungan dalam jangka waktu tertentu (Sari dkk., 2022). Sedangkan nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar (Sutrisno, 2013). Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya yang baik akan memberikan keunggulan bagi perusahaan dari segi struktur modalnya. Selanjutnya laba yang dihasilkan akan meningkat dan pembagian dividen pemegang saham akan lebih tinggi sehingga berdampak terhadap nilai perusahaan yang semakin membaik (Devi dkk., 2020; Erawati dan Alawiyah, 2021; Sun dkk., 2020). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Erawati dan Alawiyah (2021) menemukan bahwa pengelolaan struktur modal saja tidak cukup untuk meningkatkan nilai perusahaan, namun perlu diikuti dengan earning per share yang tinggi juga. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H 7 : Stuktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi.
Untuk memperjelas pengembangan hipotesis, maka dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut.
Gambar 2. Model Penelitian
H 1 + H 2 - H 4 + H 5 - H 3 + Profitabilitas (X1) Struktur Modal (X2) Nilai perusahaan (Y) Earning per share (M)
## Metode Penelitian Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan jasa sub sektor perbankan nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di mana berjumlah 46. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling . Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selanjutnya perusahaan jasa sub sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Terakhir, perusahaan jasa sub sektor perbankan yang memiliki data ROA, DER, EPS dan Harga Saham Penutupan pada tahun 2019-2021. Sehingga, sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dan didapatkan 42 perusahaan.
## Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari website perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi.
## Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional
Variabel dependen dalam penelitian ini ada nilai perusahaan. Harmono (2011) mengungkapkan bahwa nilai perusahaan merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat kepentingan perusahaan dilihat dari sudut pandang beberapa pihak yang dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan harga saham penutupan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah profitabilitas dan struktur modal. Variabel dependen dalam penelitian ini ada nilai perusahaan. Harmono (2011) mengungkapkan bahwa nilai perusahaan merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat kepentingan perusahaan dilihat dari sudut pandang beberapa pihak yang dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan harga saham penutupan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah profitabilitas dan struktur modal. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memeroleh laba selama suatu periode berjalan yang dinyatakan dalam rasio laba operasional dengan penjualan dari data laporan laba rugi akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Profitabilitas dalam penelitian ini diukur menggunakan ROA ( Return on Asset ). Struktur modal ialah pembiayaan permanen dari perusahaan yang diwakili terutama oleh hutang dan ekuitas jangka panjang (Aljamaan, 2018). Struktur modal dalam penelitian ini diukur menggunakan DER ( Debt to Equity Ratio ). Variabel mediasi pada penilitian ini adalah earning per share . Earning per share merupakan suatu bentuk pemberian keuntungan kepada pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimilikinya (Fahmi, 2012).
## Teknik Analisis Data
Statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode partial least square (PLS). Metode structural equation modeling (SEM) dengan bantuan SmartPLS 2.0 (Solimun dkk., 2017). Metode PLS dipilih berdasarkan pertimbangan adanya konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dalam penelitian ini. Variabel atau konstruk dengan indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarians antara pengukuran model adalah dijelaskan oleh varian yang merupakan manifes dari domain
konstruk. Arah dari indikator adalah dari konstruk ke indikator (Latan dan Ghozali, 2012).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan SPSS dalam menguji statistik desktiptif untuk mengetahui tingkat dari profitabilitas, struktur modal, earning per share dan nilai perusahaan. Hasil pengukurannya dapat dilihat sebagai berikut.
Statistik Deskriptif
Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif Keterangan N Mean Min Max SD Nilai perusahaan 42 1927,4 67,3 7800 2322,58 Profitabilitas 42 0,63 -9,02 10,48 2,92 Struktur Modal 42 564,5 41,95 1781,65 327,7 Earning per Share 42 82,5 -45,89 528,67 143,97
Sumber: Data diolah (2013).
Tabel 1 menunjukkan hasil statistik deskriptif dari 42 perusahaan sub sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2019-2021 yang menjadi sampel penelitian. Nilai perusahaan memiliki rata-rata sebesar 1.927,4. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar nilai perusahaan perbankan masih rendah karena adanya jarak yang cukup jauh dengan skor maksimal yakni sebesar 7.800. Selanjutnya skor rata-rata profitabilitas menunjukkan angka 0,63. Hal tersebut berarti tingkat profitabilitas sebagian besar perusahaan perbankan masih belum baik karena nilai maksimal yang ada menunjukkan angka 10,48. Struktur modal memiliki nilai rata-rata sebesar 564,5. Hal tersebut berarti bahwa pengelolaan struktur modal sebagian besar perusahaan perbankan di masih belum baik karena jauh dari angka minimalnya sebesar 41,95. Sedangkan earning per share berada pada nilai rata-rata 82,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa earning per share sebagian besar perusahaan perbankan cukup rendah karena nilai maksimalnya masih berada pada angka 528,67.
Disisi lain, untuk menganalisis data digunakan aplikasi PLS dan hasilnya dapat ditunjukkan sebagai berikut.
## Pengujian Validitas
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan uji konvergen dan uji diskriminan. Tabel 2 menunjukkan hasil uji validitas konvergen telah terpenuhi, sebagaimana dapat dibuktikan melalui skor loading dan AVE yang lebih besar dari 0,5 (Hair dkk., 2014). Disisi lain, Tabel 3 dan 4 menunjukkan uji validitas diskriminan yang juga dinyatakan valid. Hal tersebut dapat dilihat dari skor cross loading dan Fornell- Larcker yang lebih besar untuk setiap konstruknya sendiri dibandingkan dengan konstruk lainnya (Barclay dkk., 1995; Fornell & Larcker, 1981).
Tabel 2. Hasil Outer Loading dan Average Variance Extranced (AVE) Variabel Kode Loading AVE Kesimpulan Earning Per Share EPS1 0,911 0,891 Valid EPS2 0,936 EPS3 0,984 Nilai Perusahaan NP1 0,960 0,831 Valid NP2 0,982 NP3 0,778 Profitabilitas P1 0,891 0,714 Valid P2 0,924 P3 0,703 Struktur Modal SM1 0,983 0,745 Valid SM2 0,745 SM3 0,845 Sumber: Output SmartPLS v3.0 Tabel 3. Hasil Discriminant Validity (Fornell-Larcker) Keterangan Earning per Share Nilai Perusahaan Profitabilitas Struktur Modal Earning per Share 0,944 Nilai Perusahaan 0,732 0,911 Profitabilitas 0,485 0,209 0,845 Struktur Modal -0,029 -0,190 -0,200 0,863 Sumber: Output SmartPLS v3.0 Tabel 4. Hasil Cross Loading Earning per Share (EPS) Nilai Perusahaan (NP) Profitabilitas (P) Struktur Modal (SM) EPS1 0,911 0,668 0,408 -0,053 EPS2 0,936 0,676 0,521 -0,041 EPS3 0,984 0,727 0,442 0,011 NP1 0,744 0,960 0,323 -0,123 NP2 0,727 0,982 0,256 -0,147 NP3 0,489 0,778 -0,114 -0,305 P1 0,412 0,099 0,891 -0,073 P2 0,456 0,125 0,924 -0,184 P3 0,353 0,302 0,703 -0,240 SM1 -0,070 -0,220 -0,223 0,983 SM2 0,083 -0,103 -0,053 0,745 SM3 -0,023 -0,129 -0,189 0,845 Sumber: Output SmartPLS v3.0
## Pengujian Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi, akurasi dan presisi instrumen dalam mengukur suatu konstruk. Skor Cronbach’s Alpha digunakan dalam mengukur batas bawah nilai reliabilitas, sedangkan composite reliability untuk memperkirakan konsistensi internal suatu konstruk (Achjari, 2004). Dari Tabel 5 dapat disimpulkan item-item dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan rule-of-thumb sebesar 0,6 (Chin dkk., 2003). Hal tersebut dapat dibuktikan melalui skor Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari 0,6 (Chin dkk., 2003). Disisi lain, Fornell dan Larcker (1981) menjelaskan bahwa nilai Composite Reliability 0,5 atau lebih besar dianggap dapat diterima.
Tabel 5. Hasil Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability Keterangan Cronbach’s Alpha Composite Reliability Earning per Share 0,939 0,961 Nilai Perusahaan 0,896 0,936 Profitabilitas 0,791 0,881 Struktur Modal 0,827 0,896 Sumber: Output SmartPLS v3.0
## Pengujian Hipotesis
Tabel 6 menunjukkan hasil pengujian hipotesis, sedangkan Gambar 2 manampilkan hasil pengujian path analysis . Suatu hipotesis dianggap terpenuhi apabila nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uji analisis jalur, ditemukan tiga hipotesis terdukung yakni H3, H4, dan H6.
Tabel 6. Hasil Path Coefficients dan Specific Indirect Effects Keterangan H Original Sample (O) T Statistic P Value Keterangan Dirrect Effect Profitabilitas → Nilai Perusahaan H 1 -0,281 1,108 0,134 Ditolak Struktur Modal → Nilai Perusahaan H 2 -0,239 1,921 0,028 Diterima Earning per Share → Nilai Perusahaan H 3 0,852 7,713 0,000 Diterima Profitabilitas → Earning per Share H 4 0,500 4,386 0,000 Diterima Struktur Modal → Earning per Share H 5 0,073 0,591 0,277 Ditolak
## Indirect Effect
Profitabilitas → Earning per Share → Nilai Perusahaan H 6 0,426 3,856 0,000 Diterima Struktur Modal → Earning per Share H 7 0,062 0,607 0,272 Ditolak
→ Nilai Perusahaan
Sumber: Output SmartPLS v3.0
## Gambar 3. Hasil Pengujian Bootstrapping
## Pembahasan
Hasil pengujian terhadap hipotesis 1 menunjukkan bahwa profitablitas tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut membuktikan bahwa tingginya nilai profitabilitas tidak akan membuat nilai perusahaan menjadi naik. Hal ini sejalan dengan Pascareno (2016) yang menyatakan profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kondisi Covid-19 membuat setiap keuntungan yang diperoleh perusahaan bukan menjadi prioritas bagi stakeholder dalam menilai perusahaan. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan setiap perusahaan mengalami kesulitan di semua aspek. Oleh karena itu, ketika perusahaan mampu untuk terus mempertahankan eksistensinya, maka bagi stakeholder sudah dianggap baik.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 2 menunjukkan bahwa struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut membuktikan bahwa ketika tingkat struktur modal tinggi justru akan membuat nilai perusahaan menjadi turun. Hal ini sejalan dengan Almahadin dan Oroud (2019); Halfiyyah dan Suriawinata (2019); Luu (2021); Safitri dkk. (2014) yang menyatakan struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan dengan struktur modal yang lebih tinggi akan diikuti dengan penurunan nilai perusahaan. Utang yang tinggi membuat perusahaan memiliki kelemahan pada pendanaan internal dan kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi perusahaan. Alasannya adalah karena perusahaan menggunakan hutang dalam jumlah yang besar untuk membiayai kegiatan operasional mereka sehingga cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi juga.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 3 menunjukkan bahwa earning per share berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut membuktikan bahwa ketika nilai earning per share tinggi maka nilai perusahaan juga menjadi naik. Hal ini sejalan dengan Erawati dan Alawiyah (2021); Saputra dkk. (2018) yang menyatakan earning per share berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Earning per share yang tinggi
merupakan informasi yang baik bagi stakeholder karena menggambarkan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya tinggi rendahnya nilai earning per share yang dihasilkan perusahaan merupakan indikator untuk melihat kinerja suatu entitas, di mana nantinya akan berdampak pada baiknya nilai perusahaan. Disisi lain, peran resource-based theory pada masa pandemi Covid-19 dinilai cukup penting. Ketika entitas memiliki sumber daya yang memadai maka perusahaan dinilai akan mampu merespon dengan baik perubahan lingkungan eksternal yang ada. Sehingga perusahaan yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, dan terlebih masih mampu untuk menghasilkan laba maka akan akan memberikan nilai yang baik bagi perusahaan.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 4 menunjukkan bahwa profitablitas berpengaruh positif terhadap earning per share . Hal tersebut membuktikan bahwa nilai profitabilitas yang tinggi akan membuat earning per share yang dibagikan juga tinggi. Hal ini sejalan dengan Erawati dan Alawiyah (2021); Nugroho dan Ichsan (2011); Uno dkk. (2014) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap earning per share . Pandemi Covid-19 membuat perusahaan harus lebih produktif dalam mengoptimalkan aset yang dimilikinya, sehingga mampu berkontribusi dalam earning per share . Oleh karena itu, tinggi rendahnya hasil earning per share tergantung pada keuntungan yang diperoleh perusahaan. Disisi lain, resource-based theory mampu membangun hubungan antara keahlian dan kinerja, restrukturisasi serta integrasi yang menghasilkan keunikan dari sumber daya di mana mampu merespon dengan lebih baik terhadap lingkungan eksternal yang berubah sehingga perusahaan tetap mampu memperoleh laba di masa pandemi Covid-19. Sehingga dengan profit yang dihasilkan, maka perusahaan tetap dapat membagikan earning per share kepada stakeholder.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 5 menunjukkan bahwa struktur modal tidak berpengaruh negatif terhadap earning per share . Hal tersebut membuktikan bahwa baiknya pengelolaan struktur modal tidak akan membuat earning per share perusahaan tinggi. Hal ini sejalan dengan Erawati dan Alawiyah (2021); Sari dkk. (2022) yang menyatakan struktur modal tidak berpengaruh positif terhadap earning per share . Kondisi pandemi Covid-19 membuat laba operasional belum mencapai target yang lebih tinggi dari beban tetapnya, sehingga menimbulkan resiko keuangan. Perusahaan wajib menanggung beban tetap seperti bunga karena penggunaan utang dalam struktur modal. Hal itu dapat menurunkan kepastian besarnya earning per share bagi stakeholder karena perusahaan wajib membayarkan utang sebelum laba dibagikan.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 6 menunjukkan bahwa profitablitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi. Hal tersebut membuktikan bahwa profitabilitas akan membuat nilai perusahaan tinggi apabila earning per share yang diperoleh juga tinggi. Hal ini sejalan dengan Efendi dan Ngatno (2018); Erawati dan Alawiyah (2021) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan melalui earninig per share . Pada masa pandemi Covid-19 dimungkinkan kinerja keuangan perusahaan bukan dilihat dari angka keuntungan secara umum namun melalui laba per saham di mana lebih spesifik dan juga merupakan informasi dasar bagi stakeholder dalam mengambil keputusan. Sehingga ketika entitas membagikan earning per share dengan angka yang tinggi maka nilai perusahaan juga akan meningkat. Dilain sisi, berdasarkan resource-based theory di mana dengan memaksimalkan pemanfaatan pengelolaan sumber daya yang ada perusahaan
akan mampu menghadapi perubahan kondisi lingkungan eksternal sehingga entitas tetap akan survive dan memberikan profit. Selanjutnya dari keuntungan tersebut mampu memberikan jumlah earning per share yang tinggi dan kemudian mampu meningkatkan nilai perusahaan bagi stakeholder.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 7 menunjukkan bahwa struktur modal tidak berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi. Hal tersebut membuktikan bahwa earning per share tidak mampu menjadi mediator antara struktur modal dan nilai perusahaan. Hal ini sejalan dengan Kusumandari (2019); Shalahuddin dkk. (2020) yang menyatakan earning per share tidak mampu menjadi mediator. Dimungkinkan pada masa pandemi Covid-19 ada pengaruh langsung dan negatif dari struktur modal terhadap nilai perusahaan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam melunasi setiap utang yang ada dari jumlah modal yang dimilikinya. Hal tersebut dinilai lebih penting karena ketika utang yang dimiliki perusahaan tinggi maka stakeholder akan menilai perusahaan tersebut kurang baik dalam pengelolaannya sehingga tidak mampu memberikan keuntungan melalui pembagian earning per share.
## Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memeroleh bukti empiris mengenai pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai perusahaan dengan earning per share sebagai variabel mediasi. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2019-2021. Teknik purposive sampling digunakan dalam pengambilan sampel penelitian yang selanjutnya diperoleh 42 perusahaan yang memenuhi kriteria. Hasil pengujian untuk hipotesis 1 yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan ditolak, dengan temuan profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian untuk hipotesis 2 yang menyatakan struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan diterima. Hasil pengujian untuk hipotesis 3 yang menyatakan earning per share berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan diterima. Hasil pengujian untuk hipotesis 4 yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap earning per share diterima. Hasil pengujian untuk hipotesis 5 yang menyatakan struktur modal berpengaruh negatif terhadap earning per share ditolak, dengan temuan struktur modal tidak berpengaruh negatif terhadap earning per share . Hasil pengujian untuk hipotesis 6 yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi diterima. Hasil pengujian untuk hipotesis 7 yang menyatakan struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi ditolak, dengan temuan struktur modal tidak berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan melalui earning per share sebagai variabel mediasi.
Disisi lain, penelitian ini memiliki keterbatasan. Penelitian hanya dilakukan di perusahaan jasa sub sektor perbankan. Selanjutnya variabel penelitian yang digunakan hanya profitabilitas, struktur modal dan earning per share dan mendapatkan hasil adjusted r square yang belum maksimal. Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah memperluas objek penelitian menjadi beberapa perusahaan sub sektor di Bursa Efek Indonesia yang belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya agar hasil
lebih maksimal. Menambahkan metode kualitatif agar penelitian lebih detail dan bermakna sehingga dapat menggambarkan fenomena. Menambahkan faktor-faktor lain sebagai pengukur nilai perusahaan seperti corporate social responsibility (Mahrani dan Soewarno, 2018).
## BIBLIOGRAFI
Achjari, D. (2004). Partial Least Squares: Another Method of Structural Equation Modeling Analiysis. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 19 (3), 238–248.
Aldin, I. U. (2020). Turun 4,9% ke Level 3.989, IHSG Sentuh Level Terendah dalam 8 Tahun . tersedia di: https://katadata.co.id/happyfajrian/finansial/5e9a4212bd70b/turun-49-ke-level-
3989-ihsg-sentuh-level-terendah-dalam-8-tahun (Diakses 12 Mei 2022).
Aljamaan, B. E. (2018). Capital Structure: Definitions, Determinants, Theories And Link With Performance Literature Review Bader Eid Aljamaan Teaching Assistant of Finance and Business, Almajmaah University, Saudi Arabia. European Journal of Accounting, Auditing and Finance Research, 6 (2), 49–72.
Almahadin, H. A., dan Oroud, Y. (2019). Capital Structure-Firm Value Nexus: The Moderating Role of Profitability. Revista Finanzas Y Política Económica, 11 (2), 375–386.
Barclay, D. W., Higgins, C., dan Thompson, R. (1995). The partial least squares approach to causal modeling: Personal computer adoption and use as illustration. Technology Studies, Special Issue on Research Method- Ology, 2 (2), 285–309.
Barro, R. J., Ursúa, J. F., dan Weng, J. (2020). The Coronavirus and the Great Influenza Pandemic: Lessons from the “Spanish Flu” for the Coronavirus’s Potential Effects on Mortality and Economic Activity . tersedia di:
https://www.nber.org/system/files/working_papers/w26866/w26866.pdf (Diakses 23 Maret 2022).
Chin, W. W., Marcolin, B. L., dan Newsted, P. R. (2003). A Partial Least Squares Latent Variable Modeling Approach for Measuring Interaction Effects: Results from a Monte Carlo Simulation Study and an Electronic-Mail Emotion/Adoption Study.
Information Systems Research, 14 (2), 189–217.
Denziana, A. dan Monica, W. (2016). Analisis Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Tergolong LQ45 di BEI Periode 2011-2014). Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 7 (2), 241–254.
Devi, S., Made, N., Warasniasih, S., Masdiantini, P. R. dan Musmini, L. S. (2020). The Impact of COVID-19 Pandemic on the Financial Performance of Firms on the Indonesia Stock Exchange. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura, 23 (2), 226–242. https://doi.org/10.14414/jebav.v23i2.2313
Dewi, A. S. M., dan Wijaya, A. (2013). Pengaruh Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 4 (2), 358–372.
Efendi, F. M., dan Ngatno. (2018). Pengaruh Return On Assets (ROA) Terhadap Harga Saham dengan Earning Per Share (EPS) sebagai Intervening (Studi Kasus pada
Perusahaan Sub Sektor Tekstil dan Garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016). Jurnal Administrasi Bisnis, 7 (1), 1–9.
Erawati, T., dan Alawiyah, H. N. (2021). Pengaruh Return on Equity Dan Debt to Earning Ratio Terhadap Harga Saham Dengan Earning Per Share Sebagai Variabel Intervening. AKURAT |Jurnal Ilmiah Akuntansi, 12 (2010), 84–100.
Fahmi, I. (2012). Analisis Kinerja Keuangan . Bandung: Alfabeta.
Fornell, C., dan Larcker. D. F. (1981). Evaluating Structural Equation Models with Unobservable Variable and Measurement Error. Journal of Marketing Research,
18 (1), 39–50.
Gangeni, C. (2006). The Relationship between Capital Structure and the Financial Performance of the Firm. Master Thesis: University of Pretoria, South Africa.
Habsari, A., dan Akhmadi. (2021). Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Nilai Perusahaan. (Studi Empirik: Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 sampai dengan 2015). Tirtayasa EKONOMIKA, 13 (2), 300–319. https://doi.org/10.35448/jte.v13i2
Hair, J. F., Sarstedt, M., Hopkins, L., dan Kuppelwieser, V. G. (2014). Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM): An Emerging Tool In Business Research. European Business Review, 26 (2), 106–121.
Halfiyyah, S. O., dan Suriawinata, I. S. (2019). The Effect of Capital Structure, Profitability, and Size to Firm Value of Property and Real Estate at Indonesia Stock Exchange In the Period of 2012-2018. IJBAM, 2 (01), 69–76.
Handayani, R. dan Zulyanti, N. R. (2018). Pengaruh earning per share (EPS), debt to equity ratio (DER), dan return on assets (ROA) terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Jurnal Penelitian Ilmu Manajemen,
3 (1), 615–620.
Harahap, S. S. (2013). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan . Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.
Harmono. (2011). Manajemen Keuangan: Berbasis Blances Scorecard . Jakarta: Bumi Aksara.
Kamar, K. (2017). Analysis of the Effect of Return on Equity (Roe) and Debt to Equity Ratio (Der) on Stock Price on Cement Industry Listed In Indonesia Stock Exchange (Idx) In the Year of 2011-2015. Bisnis Dan Manajemen, 19 (5), 66–76. https://doi.org/10.9790/487X-1905036676
Kusumandari, Y. (2019). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 8 (4), 1–16.
Latan, H. D., dan Ghozali, I. (2012). Partial least squares konsep, Teknik Dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 2.0M3 . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Luu, D. H. (2021). The Impact of Capital Structure on Firm Value : A Case Study in Vietnam *. Journal of Asian Finance, Economics and Business, 8 (5), 287–292. https://doi.org/10.13106/jafeb.2021.vol8.no5.0287
Mahendra, P. T. (2015). Pengaruh Kebijakan Hutang, Struktur Modal Dan Profitabilitas Terhadap Aktivitas Investasi Perusahaan Manufaktur Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. EKSIS, 10 (2), 171–180.
Mahrani, M., dan Soewarno, N. (2018). The effect of good corporate governance mechanism and corporate social responsibility on financial performance with earnings management as mediating variabl. Asian Journal of Accounting Research,
3 (1), 41-60.
Maimunah, S., dan Megasatya, S. (2015). Pengaruh Struktur Modal Terhadap Earning Per Share Pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. JIAFE (Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi), 1 (2), 85-93.
Mukti, A. H., dan Winarso, B. S. (2020). Profitabilitas dan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan dengan Variabel Corporate Social Responsibilty Sebagai Moderasi. Jurnal REKSA: Rekayasa Keuangan, Syariah, Dan Audit, 07 (02), 73–83.
Nugroho, H., dan Ichsan, T. (2011). Pengaruh Return On Equity Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Earning Per Share, Studi Kasus Pada Kelompok Industri Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Ekonomi Dan Bisnis, 10 (1), 52–58.
Nurfadillah, M. (2011). Analisis Pengaruh EPS, DER Dan ROE Terhadap Harga Saham PT Unilever Indonesia Tbk. Akuntansi, 12 (April), 45–50.
Nurrahman, T., Sofianty, D., dan Sukarmanto, E. (2018). Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi, 4 (2), 882–886.
Oktaria, M., dan Alexandro, R. (2020). Analysis of the Influence of Capital Structure, Investment Opportunity Set and Profitability to Value Companies in Manufacturing Companies Before and During Pandemic COVID-19. Advances in Economics, Business and Management Research, 158 (Proceedings of the 5th International Conference on Tourism, Economics, Accounting, Management and Social Science (TEAMS 2020)), 348–352.
Pasaribu, M. Y., Topowijono., dan Sulasmiyati, S. (2016). Pengaruh Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). 35 (1), 154–164.
Pascareno, B. E. (2016). Effect Of Financial Performance On Company’s Value Moderated By Dividend Policy (Case Study : Insurance Company And Banking Company That Listed In Indonesia Stock Exchange). Jurnal Ekonomi Bisnis, 21 (1),
9–20.
Rahayu, M., dan Sari, B. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan. IKRAITH-HUMANIORA, 2 (2), 69–76.
Ramelli, S., dan Wagner, A. F. (2020). Feverish Stock Price Reactions to COVID-19.
Review of Corporate Finance Studies, 9 (3), 622–655.
https://doi.org/10.1093/rcfs/cfaa012
Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan . Yogyakarta: Nuha Medika.
Rodoni, A., dan Herni, A. (2010). Manajemen Keuangan . Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rosikah., Prananingrum, D. W., Muthalib, D. A., Aziz, M. I., dan Rohansyah, M. (2018). Effects of Return on Asset, Return on Equity, Earning Per Share on Corporate Effects of Return on Asset, Return On Equity, Earning Per Share on Corporate Value. The International Journal of Engineering and Science, 7 (3), 6–14. https://doi.org/10.9790/1813-0703010614
Safitri, O. N., Handayani, S. R., dan Nuzula, N. F. (2014). The Influence of Capital Structure (A Study in Retail Companies Listed in Indonesia Stock Exchange 2010- 2013 period). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 13 (2), 1–19.
Saputra, I., Veny., dan Mayangsari, S. (2018). Pengaruh Rasio Keuangan, Aksi Korporasi Dan Faktor Fundamental Ekonomi Makro Terhadap Harga Saham. Megister Akuntansi, 5 (1), 89–114.
Sari, D. P. K., Sintha, L., Bertuah, E., dan Munandar, A. (2022). The Influence of Ownership Structure, Capital Structure, Dividends, and Auditors on Firm Performance. American International Journal of Business Management (AIJBM),
5 (02), 51–58.
Sari, K., dan Indriani, P. E. (2022). Analysis Of Earning Pershare (Eps) As Moderating Variable The Effect Of Return On Assets (Roa) On Stock Prices In Non Lq 45 Cement Sub-Sector Companies Listed On The Stock Exchange For The 2014-2019 Period. Asian Journal of Management Entrepreneurship and Social Sciene, 02 (01), 116–126.
Savitri, E., Gumanti, A., Syahza, A., dan Abdullah, N. (2021). The market value of equity of manufacturing companies during the COVID-19 pandemic. Investment Management and Financial Innovations, 18 (4), 1–11. https://doi.org/10.21511/imfi.18(4).2021.01
Shalahuddin, M., Adam, M., dan Widiyanti, M. (2020). The Influence of Intellectual Capital on Firm Value with Financial Performance as Intervening Variables in Banking Companies Listed in Indonesia Stock Exchange. International Journal of Business Management and Economic Review, 3 (01), 126–137.
Solimun, Fernandes, A.A.R., dan Nurjannah, N. (2017). Multivariate Statistics Method (Structural Equation Modeling (SEM) WarpPLS Approach) . Malang: UB Press.
Subramanyam, K. R. (2014). Financial statement analysis . California: McGraw Hill Education.
Sujoko., dan Soebiantoro, U. (2007). Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 9 (1).
Sukma, A. (2018). Perspektif the resource based view (RBV) dalam membangun competitive advantage. Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1 (1), 75–89.
Sulindawati, N. L. G., Purnamawati, I. G. A., dan Yuniarta, G. A. (2017). Manajemen Keuangan Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Bisnis . Depok: Rajawali Pers. Sun, Y., Yang, Y., Huang, N., dan Zou, X. (2020). The impacts of climate change risks on financial performance of mining industry: Evidence from listed companies in China. Resources Policy, 69 (101828). https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2020.101828
Susanti, N., dan Restiana, N. G. (2018). What’s the Best Factor to Determining Firm Value ?. Jurnal Keuangan Dan Perbankan, 22 (2), 301–309.
Sutrisno. (2013). Manajemen Keuangan: Teori, Konsep dan Aplikasi . Yogyakarta: Ekonisia.
Sutrisno. (2016). Capital Structure Determinants and Their Impact on Firm Value: Evidence from Indonesia. Economic World, 4 (4), 179–186.
Suyanto, S. (2021). The Impact Of Covid-19 Pandemic On The Effect Of Earnings Per Share On Price To Book Value With Firm Size As Intervening. Academy of Strategic Management Journal, 20 (5), 1–9.
Syafirah. (2019). Analisis profitabilitas PT. Bank Bri Syariah Periode 2009-2018 (dilihat dari pengaruh financing to deposit ratio dan non performing financing terhadap return on asset). Eksisbank, 3 (1), 169–180.
Unger, O., Szczesny, A., dan Holderried, M. (2020). Does performance pay increase productivity? Evidence from a medical typing unit. Management Accounting Research, 47 (100649).
Uno, M. B., Tawas, H., dan Rate, P. V. (2014). Analisis Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Arus Kas Operasional Pengaruhnya Terhadap Earning Per Share. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2 (3), 745–757. https://doi.org/10.35794/emba.v2i3.5656
Uzliawati, L., Yuliana, A., Januarsi, Y., dan Santoso, M. I. (2018). Optimization of capital structure and firm value. European Research Studies Journal, 21 (2), 705–713. https://doi.org/10.35808/Ersj/1034
Walker, P. G. T., Whittaker, C., Watson, O. J., Baguelin, M., Winskill, P., Hamlet, A., dkk. (2020). The Impact of COVID-19 and Strategies for Mitigation and Suppression in Low- and Middle-Income Countries. Science, 369 (6502), 413–422. https://doi.org/10.1126/science.abc003 5
Wiagustini, N. L. P. (2013). Manajemen Keuangan . Denpasar: Udayana University Press.
Wiagustini. (2014). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan . Denpasar: Udayana University Press.
World Health Organization. (2020). WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-nCoV on 11 February 2020. tersedia di: https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s- remarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february-2020 (Diakses 22 April 2022).
World Health Organization. (2021). COVID-19 Weekly Epidemiological Update . tersedia di: https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation- reports/weekly_epidemiological_update_22.pdf%20Y (Diakses 23 April 2022).
Zulfikri, A., Lesmana, T., dan Djuanda, G. (2021). Impact of Covid-19 Pandemic on Financial Performance in Sub-Sector Pharma- ceutical Companies Listed on the IDX. 1st ICEMAC 2020: International Conference on Economics, Management,
and Accounting. NST Proceedings. Pages , 2021, 138–144. https://doi.org/10.11594/ nstp.2021.1016
Copyright holder:
Arifin Hamsyah Mukti 1 , Salamatun Asakdiyah 2 , Taufik Hidayat 3 (2022)
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
This article is licensed under:
|
590c50a5-d3f4-4873-964c-9947ed7e0b79 | http://jurnal.ut.ac.id/index.php/jmst/article/download/570/554 | KERAGAAN MUTU BIJI KAKAO KERING DAN PRODUK SETENGAH JADI COKELAT PADA BERBAGAI TINGKATAN FERMENTASI
Dian Adi A. Elisabeth Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali
L. E. Setijorini ([email protected]) Universitas Terbuka
## ABSTRACT
Basic of cocoa bean preparation process is fermentation. Fermentation is done especially to improve and build specific chocolate flavour of cocoa bean and its products, i. e. cocoa liquor, butter, and powder; and also to decrease the disliked flavors, like bitter and acid. Research of cocoa bean fermentation was hold on in Subak Abian Pucaksari, Tabanan. This research involved 20 cooperative farmers with 0,5 hectare farm area per each farmer. The treatment used was time of cocoa bean fermentation, i.e. without fermentation, not fully fermentation (4 days), and fully fermentation (5 days). Variables observed were dried cocoa bean’s physic and chemical quality, and also cocoa product’s chemical and organoleptic quality. Organoleptic test done to cocoa liquor and powder was descriptive and ranking test used 15 semi-trained panelists. The result showed that the fermentation process had significant influence to dried cocoa bean’s chemical quality and its products. Fermentation had no significant influence to dried cocoa bean’s physic quality. For organoleptic quality attributes, all panelists gave the highest rank for cocoa liquor and powder prepared from fully fermented cocoa bean.
Keywords : cacao bean, cocoa product, fermentation, quality
Perkembangan kakao di Provinsi Bali cukup pesat dan kakao menjadi salah satu komoditas perkebunan utama yang diandalkan. Pemprov Bali (2004) menyebutkan luas areal penanaman kakao di Bali pada tahun 2000 mencapai 6.564 ha dengan produksi 4.424.367 ton dan berkembang menjadi 8.764 ha pada tahun 2004 dengan produksi mencapai 6.123.869 ton; dan terutama berada di Kabupaten Jembrana dan Tabanan. Hampir keseluruhan areal perkebunan kakao ini adalah perkebunan rakyat.
Namun perkembangan produksi kakao di Indonesia, termasuk di Provinsi Bali seringkali tidak diikuti dengan perbaikan mutu biji kakao. Biji kakao yang berasal dari perkebunan rakyat cenderung bermutu rendah. Yusianto (1994) menyebutkan bahwa rendahnya mutu biji kakao ini terutama disebabkan oleh cara pengolahan yang kurang baik, seperti biji kakao yang tidak difermentasi atau proses fermentasi yang kurang sempurna. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai tambah kakao sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao di Bali, dilakukan beberapa strategi penelitian pasca panen. Tahap pertama adalah penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi pengolahan produk primer secara kolektif (kelompok) sehingga dihasilkan peningkatan mutu biji kakao; dan tahap kedua adalah penelitian lanjutan untuk mengembangkan produk sekunder
kakao sehingga dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi petani. Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan antara lain pasta, lemak, dan bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika.
Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Fermentasi tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji dari pulp dan mencegah pertumbuhan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang khas (enak dan menyenangkan) serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Widyotomo, Mulato, & Handaka, 2004). Misnawi (2005) menyatakan bahwa fermentasi merupakan tahapan pengolahan yang sangat vital untuk menjamin dihasilkannya citarasa cokelat yang baik. Praktek fermentasi yang salah dapat menyebabkan kerusakan citarasa yang tidak dapat diperbaiki melalui modifikasi pengolahan selanjutnya. Citarasa biji kakao dan produk olahannya ditentukan oleh fermentasi yang sempurna, buah yang masak dan sehat serta pengeringan yang baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah fermentasi selama 5 hari sesuai dengan penelitian Sime-Cadbury (Atmawinata, Mulato, Widyotomo, & Yusianto, 1998). Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, selain citarasa khas cokelat tidak terbentuk, juga seringkali dihasilkan citarasa ikutan yang tidak dikehendaki, seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan rasa tanah (Atmawinata et al. , 1998). Selama ini, fermentasi sempurna, yaitu selama 5 hari baru dilaksanakan oleh sebagian kecil petani di lapangan, sementara sebagian besar lainnya masih belum melaksanakan proses fermentasi pada produksi biji kakaonya atau melakukan fermentasi yang tidak tepat/sempurna.
Menurut Mulato, Widyotomo, & Handaka, (2002) dari Puslit Kopi dan Kakao, spesifikasi mutu biji kakao kering yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku makanan cokelat adalah sebagai berikut: tingkat fermentasi biji adalah 5 hari (fermentasi sempurna), kadar air 7%, kadar kulit ari 12- 13%, kadar lemak 50-51%, biji memiliki ukuran yang seragam, dengan kadar kotoran, baik untuk jamur, benda asing lunak, maupun benda asing keras adalah nol atau nihil.
Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti fermentasi tumpukan, fermentasi dalam keranjang, dan fermentasi dalam kotak. Pemilihan metode fermentasi tergantung pada kemudahan penerapan, kemudahan memperoleh wadah fermentasi, serta ketersediaan tenaga kerja.
Pasta cokelat atau cocoa liquor dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semicair. Pasta cokelat dapat diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat. Mula-mula, pecahan nib hasil penyangraian dilumatkan (dihaluskan) dengan menggunakan mesin pelumat tipe silinder atau pemasta kasar menghasilkan pasta kasar; yang kemudian dapat diikuti dengan pelumatan lanjut menggunakan silider berputar atau refiner sampai diperoleh pasta cokelat dengan kehalusan tertentu.
Lemak cokelat atau cocoa butter merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya; sehingga pabrik makanan cokelat perlu menggunakan teknik tempering khusus untuk mengubah struktur kristal lemak cokelat sedemikian rupa agar lemak tetap padat meskipun sudah mencapai titik lelehnya, yaitu 34-35 0 C. Lemak cokelat mempunyai warna putih kekuningan dan berbau khas cokelat (Mulato et al. , 2002). Lemak cokelat dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres. Mula-mula, pasta kakao dimasukkan ke dalam alat kempa hidrolis yang memiliki dinding silinder yang diberi lubang-lubang sebagai penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan bungkil cokelat sebagai hasil sampingnya akan tertahan di dalam silinder.
Bubuk cokelat atau cocoa powder diperoleh melalui proses penghalusan bungkil ( cocoa cake ) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari biji- bijian lain karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 34 0 C, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk mudah menggumpal dan membentuk bongkahan ( lump ) (Mulato et al. , 2002). Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh lama fermentasi biji kakao terhadap keragaan mutu fisik dan kimia biji kakao, serta keragaan mutu kimia dan organoleptik produk setengah jadi, meliputi pasta, lemak, dan bubuk cokelat yang dibuat dari biji kakao tersebut.
## METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan di Subak Abian Pucaksari, Desa Mundeh Kauh, Kecamatan Selemadeg Barat, Kebupaten Tabanan pada bulan Juli sampai Oktober 2006 dengan melibatkan 20 orang petani kooperator, masing-masing dengan luasan lahan 0,5 hektar.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah lama fermentasi biji kakao, yang terdiri dari 3 tingkatan, yaitu tanpa fermentasi, fermentasi tidak sempurna (4 hari), dan fermentasi sempurna (5 hari) dengan menggunakan bak-bak fermentasi. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama 6-7 hari dalam keadaan matahari bersinar penuh (cuaca cerah). Biji kakao kering yang diperoleh kemudian diolah lebih lanjut menjadi produk setengah jadi cokelat, yaitu pasta, lemak, dan bubuk cokelat.
Variabel yang diamati adalah keragaan mutu fisik biji kakao kering, meliputi : bobot biji kering per buah, jumlah biji kering per buah, jumlah biji kering per 100 gram, bobot per biji kering, kelompok mutu biji, kadar nib, kadar kulit ari, dan nilai buah ( pod value ); serta mutu kimia biji kakao kering, meliputi : kadar lemak, kadar air, pH, total asam, dan kadar gula pereduksi. Untuk produk setengah jadi cokelat, variabel mutu yang diamati adalah mutu kimia, meliputi : kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar abu; serta pH untuk bubuk cokelat. Hasil analisis mutu fisik dan kimia yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, dilanjutkan dengan uji Duncan jika hasil berbeda nyata.
Selain itu, dilakukan juga uji organoleptik terhadap produk pasta dan bubuk cokelat, meliputi uji deskriptif dan uji rangking untuk mendapatkan deskripsi panelis mengenai atribut mutu organoleptik produk (seperti warna, aroma, tekstur, dan rasa pahit/ bitterness ) serta untuk menunjukkan rangking/urutan tingkat penerimaan panelis terhadap produk dengan menggunakan 15 orang panelis semi terlatih sebagai ulangan. Semua analisis dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Biji Kakao Kering
Mutu biji kakao sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pra panen, seperti sifat genetis tanaman, lingkungan fisik, dan praktek budidaya, serta penanganan pasca panen seperti pemanenan, fermentasi, pencucian, pengeringan, dan pengangkutan (Putra & Wartini, 1998). Sifat genetis tanaman tidak hanya menentukan citarasa, tetapi juga kadar lemak, kadar kulit, dan berat biji.
Tabel 1 menunjukkan keragaan fisik biji kakao kering yang menjadi bahan baku pengolahan produk setengah jadi cokelat.
Tabel 1. Keragaan Fisik Biji Kakao Kering
Parameter/Biji kering Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Bobot biji kering/buah (g) 50,50 a 47,90 a 42,90 a Jumlah biji kering per buah 41,50 b 32,90 a 31,10 a Jumlah biji kering per 100 gram 88,79 a 68,61 a 73,98 a Bobot per biji kering (g) 1,22 a 1,46 a 1,38 a Kelompok mutu biji Mutu A Mutu A Mutu A Kadar nib (%) 84,90 a 86,60 a 87,90 a Kadar kulit ari (%) 15,10 a 13,40 a 12,10 a Nilai buah ( pod value ) 21,33 a 21,35 a 23,86 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji sidik ragam (α = 0,05)
Ada 3 golongan mutu biji kakao yang dijadikan standar dalam perdagangan, yaitu mutu A, B, dan C. Mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan jumlah biji 85-90 per 100 gram. Mutu B adalah golongan biji dengan ukuran medium dan jumlah biji 95-110 per 100 gram. Sementara, mutu C adalah golongan biji dengan ukuran kecil dan jumlah biji di atas 120 per 100 gram (Mulato et al. , 2002). Setiap buah kakao umumnya dapat berisi sekitar 30-40 biji (Putra & Wartini, 1998). Tabel 1 menunjukkan bahwa secara umum, keragaan mutu fisik dari ketiga biji kakao kering yang dihasilkan adalah baik, dimana jumlah biji kakao kering per buah berkisar 31-42 biji dengan bobot per biji kering berkisar 1,22-1,46 gram dan termasuk dalam kelompok biji dengan Mutu A. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat fermentasi tidak berpengaruh nyata pada bobot biji kering per buah, jumlah biji kering per 100 gram, dan bobot per biji kering.
Fermentasi berpengaruh terhadap kadar kulit ari biji kakao. Selama proses fermentasi terjadi penguraian pulp . Semakin lama fermentasi, proses penguraian akan semakin sempurna sehingga sisa pulp yang masih menempel pada kulit akan semakin sedikit. Kadar kulit ari yang tinggi berpengaruh pada rendahnya kadar nib biji kakao. Menurut Mulato et al., (2004), kadar kulit ari yang memenuhi spesifikasi mutu biji kakao sebagai bahan baku produk cokelat adalah 12-13%; dengan kadar nib yang dikehendaki tidak kurang dari 87-88%.
Dari hasil penghitungan, kadar kulit ari biji kakao yang difermentasi sempurna adalah 12,10% dengan kadar nib 87,90%. Sementara, kadar kulit ari biji kakao yang difermentasi tidak sempurna dan non fermentasi tidak sesuai dengan spesifikasi mutu, yaitu lebih dari 13%; dengan kadar nib kurang dari 87%. Semakin lama proses fermentasi, kadar kulit ari semakin berkurang; meskipun berdasarkan hasil analisis sidik ragam ternyata perlakuan tingkat fermentasi tidak berpengaruh nyata pada kadar kulit ari dan kadar nib (Tabel 1). Nilai buah ( pod value ) menunjukkan jumlah buah yang diperlukan untuk mendapatkan 1 kg biji kakao kering. Menurut hasil penghitungan (Tabel 2) 22-24 buah kakao sudah dapat menghasilkan 1 kg biji kakao kering; sementara, menurut petani di Subak Abian Pucaksari, umumnya 1 kg biji kakao kering dapat dihasilkan dari 30 buah kakao. Perbedaan ini dapat terjadi karena nilai buah ( pod value ) tidak hanya ditentukan oleh jumlah dan bobot biji per buah, tetapi juga oleh keadaan biji dalam buah seperti biji sehat/tidak dan tingkat pengeringan biji.
## Tabel 2. Keragaan Kimia Biji Kakao Kering
Parameter Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Kadar lemak (%) 22,43 a 24,74 b 31,28 c Kadar air (%) 7,70 a 7,50 a 7,80 a pH 6,35 c 5,50 b 5,15 a Total asam (%) 0,94 a 1,46 b 1,98 c Kadar gula pereduksi (%) 0,552 a 0,703 a 0,843 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji sidik ragam (α =
0,05)
Tabel 2 menyajikan hasil analisis kimia biji kakao kering. Proses fermentasi dapat menurunkan kadar bahan bukan lemak melalui proses difusi lewat kulit, sehingga secara relatif kadar lemak akan meningkat (Yusianto, Winarno, & Wahyuni, 1997). Dari hasil analisis mutu kimia, kadar lemak biji kakao yang difermentasi, baik sempurna maupun tidak sempurna lebih tinggi daripada biji non fermentasi, yaitu 24,74%-31,28% berbanding 22,43% dan secara analisis sidik ragam ketiganya berbeda nyata. Menurut Khomsan (2002), biji kakao umumnya mengandung lemak 31%, karbohidrat 14%, dan protein 9%.
Menurut Winarno (1997), kestabilan optimum bahan pangan dapat tercapai pada kadar air 3- 7%, dimana bahan pangan menjadi tidak mudah terserang oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur) serta tahan terhadap reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan pangan, seperti oksidasi lemak. Proses fermentasi yang lebih lama dapat menyebabkan kadar air biji kakao kering yang dihasilkan lebih rendah. Selama proses fermentasi, komponen-komponen yang terdapat di dalam keping biji, termasuk juga air akan banyak berdifusi keluar, sehingga kandungan air di dalam keping biji akan menjadi berkurang. Dengan proses pengeringan, kadar air akan menjadi lebih rendah pula (Putra & Wartini, 1998).
Dari hasil pengukuran pada Tabel 2, kadar air biji kakao kering masih berada di atas 7%; oleh sebab itu, waktu penjemuran dapat diperpanjang sampai lebih dari 7 hari, sampai kadar air biji sama dengan atau kurang dari 7%. Selain itu, penyimpanan biji kakao juga perlu diperhatikan, yaitu sebaiknya biji dikemas dalam wadah (karung) yang tertutup rapat dan disimpan dalam ruangan yang kering agar biji tidak menyerap uap air dan oksigen dari luar, yang dapat menyebabkan peningkatan kembali kadar air biji kakao.
Hasil pengukuran pH biji kakao berkisar 5,15-6,35. Semakin lama proses fermentasi, pH biji semakin menurun (Tabel 2). Menurut Dumadi (2000), pH biji kakao harus di atas 5,0 agar dapat memperbaiki citarasa khasnya. Biji kakao dengan pH relatif rendah dapat menghilangkan pembentukan calon aroma. Namun pH biji yang terlalu tinggi (lebih dari 6,0) juga perlu diwaspadai, karena dapat menyebabkan kerusakan aroma, yang ditandai dengan tumbuhnya bakteri aerofil yang dapat mendegradasi atau merusak asam amino.
Nilai pH berkorelasi negatif dengan nilai total asam, dimana semakin rendah pH, total asam cenderung meningkat. Semakin lama proses fermentasi, nilai total asam semakin meningkat (Tabel 2). Nilai total asam pada akhir fermentasi yang masih dapat diterima oleh konsumen adalah 15 meq NaOH/100 gram. Keasaman biji yang lebih tinggi dapat menimbulkan cacat citarasa biji. Dari hasil analisis sidik ragam, tingkat fermentasi berpengaruh nyata pada nilai pH dan total asam biji kakao kering.
Gula yang terdapat pada biji kakao sebelum fermentasi adalah sukrosa. Selama proses fermentasi, sukrosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa (gula pereduksi) oleh enzim invertase di dalam kulit biji. Gula pereduksi berperan dalam proses pencokelatan biji serta pembentukan rasa dan aroma khas cokelat. Pada biji kakao yang tidak difermentasi atau difermentasi tidak sempurna akan mengandung lebih banyak sukrosa dan sedikit gula pereduksi. Dari hasil analisis pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa biji kakao kering dengan perlakuan fermentasi sempurna memiliki kadar gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan yang lain; meskipun dari hasil analisis sidik ragam, perlakuan tingkat fermentasi tidak berpengaruh nyata pada kadar gula pereduksi.
## Pasta Cokelat
Kadar lemak pasta cokelat yang dibuat, baik dari biji fermentasi dan non fermentasi sangat tinggi, yaitu 52,77%-57,87%bb (Tabel 3). Kadar lemak dan kadar air pasta berpengaruh pada rendemen lemak cokelat yang diperoleh, yaitu kadar lemak pasta minimal 40-45%, kadar air 4%, dengan ukuran partikel kurang dari 75 mm (Ditjen P2HP Deptan, 2006). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, dapat dikatakan bahwa kadar lemak dan kadar air pasta cokelat yang dihasilkan akan berpengaruh positif terhadap rendemen lemak cokelat yang diperoleh pada proses pengempaan.
## Tabel 3. Analisis Mutu Kimia Pasta Cokelat
Parameter Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Kadar lemak (%) 52,77 a 54,84 b 57,87 c Kadar air (%) 1,35 a 3,19 c 1,57 b Kadar protein (%) 16,42 b 15,86 b 7,52 a Kadar karbohidrat (%) 26,06 ab 23,11 a 29,82 b Kadar abu (%) 3,40 a 3,00 a 3,22 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji sidik ragam (α = 0,05)
Deskripsi panelis terhadap warna pasta cokelat adalah warna dominan pasta cokelat non fermentasi dan fermentasi tidak sempurna adalah cokelat gelap (70% dan 60%); sementara warna pasta cokelat dari biji fermentasi sempurna adalah cokelat bata (60%) (Tabel 4). Bila dikaitkan dengan hasil uji rangking pada Tabel 5, warna cokelat bata pada produk pasta lebih disukai daripada warna cokelat gelap. Hasil uji organoleptik pasta cokelat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 untuk uji deskriptif dan Tabel 5 untuk uji rangking.
Dari segi aroma, 100% panelis menilai aroma pasta dari biji fermentasi sempurna adalah khas cokelat. Hanya 60% panelis yang menilai pasta cokelat non fermentasi beraroma khas cokelat; dan bahkan hanya 30% untuk pasta dari biji fermentasi tidak sempurna. Aroma yang mendominasi pada pasta dari biji fermentasi tidak sempurna adalah langu (35%), yaitu aroma seperti barang yang disimpan lama (‘apek’). Kadar gula pereduksi dan pH biji kakao diduga berpengaruh terhadap aroma dan warna produk pasta yang didapatkan tersebut.
## Tabel 4. Analisis Mutu Organoleptik Pasta Cokelat (Uji Deskriptif)
Atribut mutu Non Fermentasi (%) Fermentasi Tidak Sempurna (%) Fermentasi Sempurna (%) Warna Cokelat gelap 70 60 0 Cokelat bata 25 0 60 Cokelat muda 0 5 40 Lain-lain 5 35 0 Aroma Khas cokelat 60 30 100 Langu 15 35 0 Tidak ada aroma 0 20 0 Lain-lain 25 15 0 Rasa pahit ( bitterness ) Pahit sekali 65 5 0 Pahit (khas cokelat) 30 45 70 Agak pahit 5 50 30 Tidak terasa pahit 0 0 0 Lain-lain 0 0 0
Dari segi rasa pahit ( bitterness ), 70% panelis menilai rasa pahit pasta dari biji fermentasi sempurna adalah rasa pahit yang khas cokelat dan paling diminati (rangking 1) (Tabel 4). Sementara, mayoritas panelis (65%) menilai pasta cokelat non fermentasi terasa pahit sekali; namun mereka lebih menyukainya dibandingkan pasta dari biji fermentasi tidak sempurna yang dinilai agak pahit (50%). Khomsan (2002) menyebutkan bahwa rasa pahit sebenarnya merupakan rasa asli biji kakao yang disebabkan oleh adanya kandungan alkaloid; namun, setelah melalui beberapa proses, rasa pahit tersebut dapat diminimalkan sehingga dapat dihasilkan makanan cokelat yang mempunyai rasa yang disukai.
Tabel 5. Analisis Mutu Organoleptik Pasta Cokelat (Uji Rangking)
Atribut mutu Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Warna 3 2 1 Aroma 2 3 1 Rasa pahit ( bitterness ) 2 3 1
Secara keseluruhan, hasil uji rangking terhadap produk pasta cokelat menunjukkan bahwa panelis paling menyukai pasta dari biji fermentasi sempurna (Tabel 5). Menurut deskripsi panelis, pasta dari biji fermentasi sempurna berwarna cokelat bata (60%), dengan aroma khas cokelat (100%), dan rasa pahit khas cokelat (70%) (Tabel 4).
## Lemak Cokelat
Hasil lemak cokelat yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta cokelat sebagai bahan baku kempa. Berdasarkan Tabel 3 mengenai hasil analisis kimia pasta cokelat, dimana kadar lemak pasta adalah sekitar 52-57% dan kadar air 1-3%, didapatkan produk lemak cokelat dengan kandungan kimia seperti disajikan pada Tabel 6. Meskipun kandungan lemak pada produk lemak
cokelat sangat tinggi (97-99%), namun lemak cokelat relatif tidak mudah tengik karena kadar air produk lemak cokelat yang sangat rendah, yaitu 0,05-0,13%; dan juga adanya kandungan polifenol dalam cokelat (6%) yang berfungsi sebagai antioksidan alami pencegah ketengikan (Khomsan, 2002).
## Tabel 6. Analisis Mutu Kimia Lemak Cokelat
Parameter Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Kadar lemak (%) 97,86 a 98,11 a 99,87 a Kadar air (%) 0,05 a 0,09 b 0,13 c Kadar protein (%) 2,09 a 1,80 a 0,00 a Kadar karbohidrat (%) 0,00 a 0,00 a 0,00 a Kadar abu (%) 0,00 a 0,00 a 0,00 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji sidik ragam (α = 0,05)
Bubuk Cokelat Proses fermentasi dapat menurunkan kadar bahan bukan lemak, sehingga secara relatif kadar lemak akan meningkat (Yusianto et al . 1997). Hal ini juga tampak pada bubuk cokelat yang dibuat, dimana kadar lemak semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Hasil analisis mutu kimia bubuk cokelat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Hasil analisis kadar lemak dalam bubuk cokelat yang berkisar 27-37%bb masih relatif tinggi untuk standar bubuk cokelat, karena umumnya kadar lemak dalam bubuk cokelat berkisar 10-22% (Mulato, Widyotomo, Misnawi, Sahali, & Suharyanto, 2004). Kadar lemak bubuk cokelat yang masih relatif tinggi mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti suhu kempa yang kurang dari 35 0 C dan tekanan kempa yang kurang kuat (karena proses kempa dilakukan secara manual) sehingga lemak di dalam pasta pada saat dikempa tidak sepenuhnya terpisah dan masih terikat dalam bungkil cokelat. Kadar lemak yang terlalu tinggi pada bubuk cokelat akan berpengaruh pada karakteristik produk, seperti bubuk mudah menggumpal dan mudah lengket.
Tabel 7. Analisis Mutu Kimia Bubuk Cokelat
Parameter Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Kadar lemak (%) 27,95 a 30,93 b 37,78 c Kadar air (%) 7,94 b 4,66 a 4,38 a Kadar protein (%) 19,57 b 13,28 a 16,62 ab Kadar karbohidrat (%) 40,27 a 46,89 b 36,62 a Kadar abu (%) 4,23 a 4,26 a 4,60 a pH 6,30 c 5,85 b 5,35 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji sidik ragam (α = 0,05)
Kadar air yang dipersyaratkan untuk bubuk cokelat adalah maksimal 7%bb. Kadar air bubuk cokelat yang didapatkan adalah sekitar 4%bb untuk bubuk cokelat yang difermentasi; sementara untuk bubuk cokelat non fermentasi, kadar air masih di atas 7%bb (Tabel 7) dan kemungkinan hal ini
lebih disebabkan oleh kondisi penyimpanan yang kurang tepat sehingga produk menyerap uap air dari luar.
Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa pH bubuk cokelat yang dibuat dari biji yang difermentasi adalah 5,35-5,85; sementara pH bubuk cokelat non fermentasi adalah 6,30 (Tabel 7). Perbedaan nilai pH bubuk mengakibatkan perbedaan warna dan kegunaannya. Bubuk natural dengan pH antara 5,2-5,9 umumnya digunakan untuk industri roti; sementara bubuk alkalized ( dutch ) dengan pH di atas 6,0, bahkan sampai pH 8,1 umumnya digunakan untuk pembuatan minuman, puding, dan es krim (Biskuit halal, 2005). Perubahan warna bubuk cokelat akibat proses alkali adalah berkisar merah bata atau merah menjadi hitam sampai sangat hitam; atau dengan kata lain, bubuk cokelat dengan pH yang tinggi akan berwarna cenderung lebih gelap.
Hasil organoleptik (uji rangking dan uji deskriptif) produk bubuk cokelat seperti dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Analisis Mutu Organoleptik Bubuk Cokelat (Uji Rangking)
Atribut mutu Non Fermentasi Fermentasi Tidak Sempurna Fermentasi Sempurna Warna 3 2 1 Aroma 3 2 1 Rasa pahit ( bitterness ) 3 2 1 Tekstur 2 3 1
## Tabel 9. Analisis Mutu Organoleptik Bubuk Cokelat (Uji Deskriptif)
Atribut mutu Non Fermentasi (%) Fermentasi Tidak Sempurna (%) Fermentasi Sempurna (%) Warna Cokelat gelap 50 0 25 Cokelat bata 10 40 55 Cokelat muda 10 60 15 Lain-lain 30 0 5 Aroma Khas cokelat 40 50 60 Langu 10 45 35 Tidak ada aroma 50 0 0 Lain-lain 10 5 5 Rasa pahit ( bitterness ) Pahit sekali 20 0 15 Pahit (khas cokelat) 15 45 60 Agak pahit 55 50 25 Tidak terasa pahit 10 5 0 Lain-lain 0 0 0 Tekstur Halus 60 30 55 Agak halus 35 50 40 Tidak halus (kasar) 5 20 5 Lain-lain 0 0 0
Secara keseluruhan, dari hasil uji rangking, panelis paling menyukai bubuk cokelat dari biji fermentasi sempurna, baik dari segi warna, aroma, rasa pahit ( bitterness ), dan tekstur (Tabel 8). Bila dikaitkan dengan hasil uji deskriptif (Tabel 9), penilaian panelis terhadap atribut mutu organoleptik bubuk dari biji fermentasi sempurna yang paling disukai adalah: 55% panelis menilai warna bubuk cokelat adalah cokelat bata, dengan aroma khas cokelat (60%), dan rasa pahit yang khas cokelat (60%), serta tekstur bubuk yang halus (55%).
Sementara, menurut penilaian deskriptif panelis, bubuk dari biji fermentasi tidak sempurna yang secara umum menduduki rangking kedua cenderung berwarna cokelat muda (60%), aroma khas cokelat (50%) dan juga ada aroma langu seperti pada produk pastanya, yaitu sebanyak 45%; rasa pahit kurang menonjol (50%); dan secara tekstur, bubuk dari biji fermentasi tidak sempurna agak halus (50%) (Tabel 9).
## KESIMPULAN
Proses fermentasi berpengaruh nyata terhadap mutu kimia biji kakao kering dan mutu kimia produk setengah jadi cokelat. Semakin lama proses fermentasi, kadar lemak biji kakao kering, pasta, lemak, dan bubuk cokelat semakin meningkat. Proses fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap mutu fisik biji kakao kering. Secara umum, keragaan mutu fisik ketiga biji kakao kering yang dihasilkan baik dan termasuk dalam kelompok biji Mutu A. Secara keseluruhan, panelis memberikan rangking tertinggi untuk atribut mutu organoleptik pasta dan bubuk cokelat dari biji yang difermentasi sempurna.
## REFERENSI
Atmawinata, O., Mulato, S., Widyotomo, S., & Yusianto. (1998). Teknik pra pengolahan biji kakao segar secara mekanis untuk mempersingkat waktu fermentasi dan menurunkan kemasaman biji. Pelita Perkebunan, Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao , 14(1), April 1998. Ditjen P2HP Deptan. (2006). SOP produk olahan kakao. Diambil tanggal 7 September 2006, dari http://agribisnis.deptan.go.id . Dumadi, S. R. (2000). Hubungan penyimpanan buah kakao dengan perubahan gula dan pengasaman biji selama proses fermentasi. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 2 (3); 33- 39.
Khomsan, A. (2002). Cokelat baik untuk jantung dan suasana hati. Diambil tanggal 7 September 2006, dari http://kolom.pacific.net.id/ind.
Misnawi. (2005). Peranan pengolahan terhadap pembentukan citarasa cokelat. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao , 21 (3). Oktober 2005, Jember.
Mulato, S., Widyotomo, S., & Handaka. (2004). Disain teknologi pengolahan pasta, lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Diambil pada 7 September 2006, dari http://pustaka.bogor.net.
Mulato, S., Widyotomo, S., Misnawi, S., & Suharyanto, E. (2004). Petunjuk teknis pengolahan produk primer dan sekunder kakao . Jakarta: Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
[Pemprov] Pemerintah Provinsi Bali. (2004). Data Bali membangun 2004 . Denpasar: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Putra, G. P. G., & Wartini, M. (1998). Penambahan asam asetat sebelum fermentasi sebagai upaya mempersingkat waktu fermentasi dengan kualitas hasil biji kakao kering siap ekspor. Laporan Akhir Hasil Penelitian Dosen Muda. Denpasar : Program Studi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Biskuit halal banyak ragamnya. (2005, Januari 20) Republika . Diambil pada 1 April 2005.
Widyotomo, S., Mulato, S., & Handaka. (2004). Mengenal lebih dalam teknologi pengolahan biji kakao. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 26 (2).
Winarno, F. G. (1997). Kimia pangan dan gizi . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yusianto. (1994). Beberapa metode fermentasi biji kakao skala kecil. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao , 18, 11-17. Yusianto, H., Winarno, & Wahyuni T. (1997). Mutu dan pola citarasa beberapa klon kakao lindak. Pelita Perkebunan, 13 ( 3), 171-187.
|
d99a64b0-8078-46d2-a890-14dcd2d92418 | http://klik.ulm.ac.id/index.php/klik/article/download/20/18 |
## RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KELUARGA MISKIN
Ade Saputra 1 , Dwi Kartini 2 , Oni Soesanto 2 1,2,3 Prodi Ilmu Komputer FMIPA UNLAM Jl. A. Yani Km 36 Banjarbaru, Kalimantan selatan
Email: [email protected]
## Abstract
Poverty is a difficult problem to be handled of. In that case, it’s necessary to have criteria on defining whether or not a family is in poverty. Unfortunately, until now, Karang Rejo Village at Jorong District of Tanah Laut Regency doesn’t have yet criteria with levels of prominence to make that decision. By that means, it’s necessary to make a decision support system that could support as alternative decision in defining the poverty level of each family in the Village. In the calculation on defining family poverty for the system uses MADM Yager Fuzzy Method. As for the system development uses the waterfall method. The result of this decision support system is a family data with classifications and levels of poverty. With the result that conclusion of this system is there’s a 40% difference between the system decision and the village representative’s.
Keywords : Family Poverty, Fuzzy MADM Yager
## Abstrak
Kemiskinan merupakan permasalahan yang sulit untuk ditangani. Untuk itu diperlukan kriteria untuk menentukan apakah suatu keluarga itu termasuk miskin atau tidak. Sayangnya, sampai sekarang di Desa Karang Rejo Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut belum memiliki kriteria dengan tingkat kepentingan untuk membuat keputusan tersebut. Untuk iitu diperlukan suatu sistem pendukung keputusan yang bisa menjadi keputusan alternatif pendukung dalam menentukan tingkat kemiskinan setiap keluarga di desa. Dalam perhitungan untuk menentukan tingkat kemiskinan keluarga digunakan metode Fuzzy MADM Yager. Sedangkan untuk pengembangan sistem digunakan metode waterfall. Hasil dari sistem pendukung keputusan ini adalah data keluarga beserta pengelompokan dan tingkat kemiskinan. Sehingga dari sistem ini didapatkan kesimpulan sebesar 40% perbedaan hasil antara keputusan yang dihasilkan sistem dengan keputusan dari pihak desa.
Kata kunci : Keluarga Miskin, Fuzzy MADM Yager
## 1. PENDAHULUAN
Menurut Mulyono (2006) kemiskinan berarti ketidak mampuan dalam seluruh dimensinya. Kemiskinan terkait dengan masalah kekurangan pangan dan gizi, keterbelakangan pendidikan, kriminalisme, pengangguran, prostitusi. dan masalah‐masalah lain yang bersumber dari rendahnya tingkat pendapatan perkapita penduduk. Kemiskinan merupakan masalah yang amat kompleks dan tidak sederhana penanganannya [1].
Dalam rangka penanganan kemiskinan tersebut banyak cara yang dilakukan pemerintah maupun pihak swata dalam memberikan bantuan-bantuan kepada keluarga miskin. Namun pada kenyataannya bantuan-bantuan yang telah diberikan sebagai upaya penanganan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ada 14 (empat belas) kriteria yang untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin. Penentuan keluarga miskin adalah suatu masalah yang rumit, karena banyaknya kriteria yang harus dipenuhi untuk menentukan sebuah keluarga miskin dan layak menerima bantuan penanganan kemiskinan. Serta adanya kesalahan-kesalahan pada saat pendataan dan proses perhitungan untuk menentukan keluarga miskin.
Dalam melakukan penyeleksian keluarga miskin Pemerintah Desa Karang Rejo sebagian masih menggunakan cara yang bersifat manual. Dengan banyaknya kriteria yang harus dipenuhi serta banyaknya pula keluarga yang harus diseleksi membuat Pemerintah Desa Karang Rejo kesulitan dalam melakukan penyeleksian penentuan keluarga miskin.
Seiring dengan hal diatas maka perlu dibuat suatu sistem pendukung keputusan untuk menentukan keluarga miskin, sehingga dapat membantu pihak terkait untuk mendata dan menentukannya secara cepat dan efesien. Sistem pendukung keputusan adalah kebutuhan yang bisa menjadi alternatif dalam menentukan keputusan yang akan diambil untuk penentuan keluarga miskin dengan menggunakan analisis model keputusan Fuzzy MADM Yager.
## 2. METODE PENELITIAN
## 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian bertempat di Kantor Pemerintahan Desa Karang Rejo Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Waktu penelitian selama 6 bulan dari Juni - Desember 2014.
## 2.2. Alat dan Bahan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan peralatan yaitu sebuah laptop dengan spesifikasi Processor AMD E2-6110 APU With AMD Radeon R2 Graphics (4 CPUs) 1.5 GHz, RAM 2 GB, Hardisk 500 GB. Untuk perangkat lunak digunakan Sistem Operasi “Windows 8 Pro 64-bit”, Delphi 7, Alpha Controls, Raize Komponen 5, Database “Microsoft Access 2010”, Edraw Max 6, PowerDesigner 15.1. Bahan materi yang digunakan adalah literature tentang Fuzzy MADM Yager, data keluarga/penduduk serta data kriteria menurut BPS.
## 2.3. Prosedur Penelitian
## 2.3.1. Requirements Definition
Pelayanan, batasan dan tujuan sistem ditentukan melalui konsultasi dengan user sistem. Persyaratan ini kemudian didefinisikan secara rinci dan berfungsi sebagai spesifikasi sistem.
a. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung dengan Kepala Desa dan para pegawai yang ada dipemerintahan desa. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai apa saja yang dibutuhkan oleh sistem.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung suatu kegiatan penentuan keluarga miskin di pemerintahan desa, hasi dari observasi diperoleh beberapa komponen-komponen variabel yang diperlukan untuk tahapan perancangan program. Observasi yang dilakukan di kantor tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk mengumpulkan data-data mengenai penentuan keluarga miskin.
c. Study Literature (Studi Kepustakaan). Pencarian buku, teori dan usulan dari orang-orang yang berkompeten yang berkaitan dengan sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin yang digunakan sebagai penunjang sistem.
## 2.3.2. System and Software Design
Pada tahap ini akan dilakukan perancangan sistem berdasarkan dari hasil analisa sistem, hasil wawancara user sistem dan hasil dari observasi. Tahap ini bertujuan memberikan gambaran mengenai alur kerja sistem. Perancangan yang dilakukan diantaranya:
a. Perancangan alur kerja sistem
Perancangan alur kerja sistem merupakan proses perancangan alur kerja dalam sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin yang akan dibuat sesuai dengan alur kerja sistem sesungguhnya.
b. Perancangan basis data Menggambarkan hubungan antar entitas yang dibutuhkan dalam sebuah sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin yang akan di buat. Menggunakan penggambaran Conceptual Data Model dan Physical Data Model.
c. Perancangan antarmuka (interface)
Perancangan interface ini nantinya digunakan untuk membuat tampilan sistem. Dalam perancangan interface akan dibuat sesederhana mungkin agar dalam penggunaan sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin ini user tidak mengalami banyak kesulitan
d. Pembuatan Aplikasi
Merupakan tahapan untuk mengimplementasikan algoritma dari desain ke dalam bahasa pemrograman.
## 2.3.3. Implementation And Unit Testing
Dalam tahap ini dilakukan pemrograman pada sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin. Pemrograman menggunakan bahasa pemrograman Delphi dan menggunakan Microsoft Access sebagai database.
## 2.3.4. Integration and System Testing
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat telah sesuai dengan kebutuhan dan masih terdapat kesalahan atau tidak. Metode uji yang digunakan yaitu metode Black box. Metode uji Black box memungkinkan analisis sistem memperoleh kumpulan kondisi input yang akan mengerjakan seluruh keperluan fungsional program.
## 2.3.5. Operation and Maintanance
Untuk tahap ini diserahkan kepada pihak Pemerintah Desa sebagai pengguna sepenuhnya.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Analisis Kebutuhan
Gambar 1 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Keluarga Miskin [1]
## 3.2 Analisis Masukan dan Keluaran
Pada proses pengumpulan data didapat beberapa data seperti data pengguna, data keluarga/penduduk, data kriteria, data pilihan nilai setiap kriteri. Dari data tersebut akan dilakukan analisis yang akan menjadi masukan, yaitu :
## a. Data Pengguna
Data pengguna merupakan data dari para pengguna di Kantor Desa Karang Rejo Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut yang terdiri dari Username, Password.
b. Data Keluarga/Pendudukan Data keluarga/penduduk merupakan data yang terdiri dari ID
Kelurarga, Nama Kepala Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga dan Alamat.
c. Data Kriteria Data kriteria merupakan data yang terdiri dari ID Kriteria, Kriteria dan Bobot.
d. Data Pilihan Nilai Setiap Kriteria Data pilihan nilai setip kriteria merupakan data yang terdiri dari ID
Pilihan, ID Kriteria, Pilihan dan Nilai. Sedangkan data yang akan menjadi keluaran/output dalam sistem yaitu
e. Data Keputusan
Data keputusan merupakan data hasil perhitungan setiap kriteria, kemudian digunakan perhitungan menggunakan metode fuzzy model yager untuk menetukan keluarga masuk kedalam golongan sangat miskin, miskin, hamper miskin, atau tidk miskin. Data keputusan ini berisi ID keluarga, Kepala Keluarga, Jumlah Anggota, Alamat, dan keterangan.
f. Laporan
Laporan hasil dari keputusan keluarga masuk kedalam golongan sangat miskin, miskin, hampir miskin, atau tidak miskin.
## 3.3 Analis Proses
Sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin ini menggunakan 14 kriteria yaitu luas bangunan rumah, jenis lantai, jenis dinding, tidak fasilitas BAB, sumber air minum, sumber penerangan tidak menggunakan listrik, jenis bahan bakar untuk memasak, frekuensi mengkonsumsi dading/susu/ayam setiap minggu, frekuensi makan sehari-hari, frekuensi membeli pakaian baru setiap tahun, akses ke puskesmas/poliklinik, penghasilan kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga dan tidak memilikan asset/tabungan lebih dari Rp. 500.000.
Dimana masing-masing kriteria memiliki beberapa pilihan nilai yang akan digunakan untuk menilai masing-masing keluarga yang selanjutnya akan digunakan dalam proses perhitungan pada penentuan keputusan terhapad masing-masing keluarga.
## 3.4 Analisis Sistem
## 3.4.1 Modul Login
Gambar 2 Use Case Diagram Modul Login
## 3.4.2 Modul Data Master
Gambar 3 Use Case Diagram Modul Data Master
## 3.4.3 Modul Fuzzy MADM
Gambar 5 Use Case Diagram Modul Fuzzy MADM
## 3.4.4 Modul Pengelolaan Sistem
,
Gambar 5 Use Case Diagram Modul Pengelolaan Sistem
## 3.5 Perancangan Database
Berikut gambaran dari perancangan database sistem yang digambarkan secara konseptual menggunakan Entity Relationship Diagram (ERD) yaitu :
Gambar 6 Entity Relationship Diagram (ERD)
Berikut gambaran dari perancangan database sistem yang digambarkan secara physical data model yaitu :
Gambar 7 Database Diagram Physical Data Model
## 3.6 Implementasi
Berikut akan ditampilkan implementasi dari perancangan User Interface yang telah dibuat sebelumnya:
a. Form Login
Pada form ini admin melakukan login dengan memasukkan username dan password. Kemudian sistem akan melakukan validasi. Saat admin memasukan data yang benar, maka akan masuk ke halaman menu utama, Sedangkan apabila data admin yang di masukan salah maka akan muncul pesan kesalahan
Gambar 8 Form Login
## b. Form Menu Utama
Menu Utama merupakan form pertama yang akan tampil setelah admin login ke sistem. Menu utama terdiri dari data keluarga/penduduk, data kriteria, data penilaian, data hasil dan data pengguna.
Gambar 9 Form Menu Utama
c. Form Data Keluarga/Penduduk
Form data keluarga adalah form yang diakses untuk melihat, menambah, mengedit, menghapus data keluarga/penduduk.
Gambar 10 Form Keluarag/Penduduk
d. Form Kriteria
Form data kriteria adalah form yang diakses untuk melihat, menambah, mengedit, menghapus data, menentukan bobot, dan masuk kedalam form data pilihan nilai.
Gambar 11 Form Kriteria
e. Form Pilihan Nilai
Form data pilihan nilai adalah form yang diakses untuk melihat, menambah, mengedit, menghapus data, menentukan nilai.
Gambar 12 Form Pilihan Nilai
f. Form Penilaian
Form Penilaian adalah form yang diakses untuk melihat dan memasukkan pilihan yang dipilih dan menyimpanya untuk di proses.
Gambar 13 Form Penilaian
g. Form Hasil
Form Hasil adalah form yang diakses untuk memproses data keluarga/penduduk yang sudah diinputkan, milihat hasil keputusan, melihat grafik dan mencetak laporan.
## Gambar 14 Form Hasil
## 4. SIMPULAN
Hasil penelitian dan pengamatan dari sistem yang dibuat dapat diketahui bahwa Sistem Pendukung Keputsan Penentuan Keluarga Miskin ini terdapat perbedaan hasil data keputusan pada sistem dan dengan keputusan yang di ambil oleh pihak Desa Karang Rejo Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut yaitu sekitar 40%. Hal ini membuktikan bahwa dengan menggunakan merode Fuzzy MADM Model Yager lebih teliti dalam proses perhitungannya karena setiap kriteria memiliki bobot masing – masing.
## DAFTAR PUSTAKA
[1]. Bappenas. 2010. “Laporan Akhir Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera–I/KS-I ”.
[2]. Budi S. 2006. “Perancangan dan Pembangunan Sistem Informasi” . Yogyakarta.
[3]. Daihani, Dadan Umar. 2001. “Sistem Pendukung Keputusan” . Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo.
[4]. Julianti, Eka. 2011. “Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Peserta Asuransi Rumahkoe Syariah Menggunakan Fuzzy MADM Model Yager (Studi Kasus: AJB Bumiputera 1912 Cab. Depok)”. Jakarata : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
[5]. Kristiawan, Andri. 2009. “Pembuatan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Calon Pelanggan Baru Dengan Metode Fuzzy C-Means” . Surabaya : STIKOM.
[6]. Kusumadewi, S. 2006. “Fuzzy Multi-Atribut Decision Making (Fuzzy MADM)” . Yogyakarta : Graha Ilmu.
[7]. Monita, Dita. 2013. “Sistem Pendukung Keputusan Penerima Bantuan Langsung Tunai Dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarcy Process” . Medan: STIMIK Budi Darma.
[8]. Rudiarsih, Novita dkk. 2013. “Sistem Pendukung Keputusan Untuk Proses Penentuan Rumah Tangga Miskin Menggunakan Metode Weighted Product” . Malang : Universitas Brawijaya.
[9]. Saaty, T.L. 1987. “Uncertainty and rank order in the analytic hierarchy process” . European Journal of Operational Research 32:27-37.
[10]. Saputra, Ade. 2015. “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Keluarga Miskin Dengan Menggunakan Metode Fuzzy MADM Yager (Studi Kasus : Desa Karang Rejo Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut)” , Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 2015.
[12]. Sommerville, I. 2001. “Software Engineering. Addison Wesley” .
[13]. Turban, E., dkk., 2005, “Decision Support systems and Intelligent Systems Edisi 7 Jilid 1” . Yogyakarta : Andi.
[14]. Wahyudi, Gustri Vero. 2013. “Perbandingan Model Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (Madm) Metode Saw Dan Topsis Dalam Seleksi Penerimaan Beasiswa” . Bukit Jimbaran : Universitas Udayana.
|
cf2bd3c5-6ad7-4d9d-8f73-9d321b9ac1d3 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/pspalbacore/article/download/24692/16086 | Hal 279-294
## IDENTIFIKASI RISIKO POSTUR KERJA PADA PERIKANAN PURSE SEINE
Risk Identification of Work Postures in Purse Seine Fishery
Oleh:
Muhammad Iqbal 1* , Fis Purwangka 1 , Budy Wiryawan 1
1 Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
* Korespondensi: [email protected]
## ABSTRAK
Kegiatan penangkapan ikan melibatkan kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan. Aktivitas penangkapan ikan dengan kapal purse seine di Rembang dilakukan secara manual sehingga dapat menyebabkan gangguan musculoskeletal . Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi kondisi postur kerja nelayan saat melakukan penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine , mengidentifikasi kondisi yang tergolong membahayakan bagi otot dan gangguan musculoskeletal yang dirasakan setelah melakukan aktivitas penangkapan. Data yang digunakan berupa sikap tubuh saat melakukan aktivitas penangkapan ikan yang diperoleh melalui observasi lapang. Data keluhan otot yang dirasakan setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan diperoleh dari wawancara terhadap nelayan purse seine sebanyak 100 responden. Data sikap tubuh diolah menggunakan metode Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) merupakan metode untuk menganalisa postur kerja yang dapat menyebabkan keluhan otot, meliputi pergerakan tubuh bagian punggung, bahu, tangan dan kaki, termasuk paha, lutut dan pergelangan kaki. Nordic body map merupakan metode untuk mengetahui keluhan otot yang dirasakan pada bagian tubuh. Hasil penilitian menunjukan bahwa aktivitas penangkapan ikan melibatkan sikap kerja berdiri yaitu pada aktivitas perbekalan, setting , hauling , pemasangan rumpon, bongkar muat dan sikap kerja duduk pada aktivitas sortir ikan dan perbaikan jaring. Aktivitas yang tergolong membahayakan adalah dengan mengangkat beban dalam kondisi ketika mengangkat beban melebihi bahu seperti aktivitas perbekalan dan bongkar muat. Bagian atas tubuh yang paling banyak merasakan sakit adalah lengan atas kanan dan kiri, bagian tengah adalah punggung dan bagian bawah adalah betis kiri dan kanan.
Kata kunci: Aktivitas penangkapan ikan, Nordic body map , OWAS, Postur kerja
## ABSTRACT
Fishing activities involve fishing vessels, fishing gear and fishermen. Fishing operation using purse seine fishing gear in Rembang is done manually, thus can cause musculoskeletal disorders. This study aims to identify fishing-work posture conditions with purse seine fishing gear, identify conditions that are classified as harmful to muscles and musculoskeletal disorders felt after carrying out arrest activities. The data used in the form of body posture when fishing activities were obtained through field observation. Data muscle complaints that are felt after fishing activities were obtained from interviews with purse seine fishermen as many as 100 respondents. Data on body posture was processed using the Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) method was a method to analyze work postures that can cause musculoskeletal disorders, including movement body parts of the back, shoulders, hands and feet, including thighs, knees and ankles. Nordic body map was a method to find out the muscle complaints felt on body parts. Results shows that fishing activities involve standing work attitudeson supply activities, settings, hauling, installation of FADs, loading and unloading, and sit work postures in the activity of sorting fish and repairing nets. Activities that were classified as dangerous was by lifting the load under conditions when lifting the load beyond the shoulder such as
supplies and loading and unloading activities. Part of body that feel the pain more was the right and left upper arms, the middle part was the back and the part bottom was the left and right calf.
Keywords: Fishing activity, Nordic body map, OWAS, Work posture
## PENDAHULUAN
Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (UU No 45 2009). Kapal perikanan, alat tangkap ikan dan nelayan merupakan tiga faktor yang mendukung keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan, terutama di laut merupakan kegiatan yang berisiko tinggi (Grainger 1993). Faktor keselamatan kapal maupun nelayan merupakan hal yang utama untuk menunjang kesuksesan suatu operasi penangkapan. Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan (PERMEN KP No 71 2017). Menurut Nomura (1977) dalam Rhamadani (2004), kapal perikanan merupakan sarana untuk melakukan operasi penangkapan ikan yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, dimana ukuran, kapasitas muat, rancangan bentuk dek, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan fungsinya dalam rencana operasi penangkapan. Salah satu jenis kapal penangkap ikan adalah kapal purse seine . Kapal purse seine secara khusus dirancang untuk menangkap ikan layang, kembung, dan selar dengan alat tangkap jenis mini purse seine .
Kegiatan penangkapan ikan merupakan salah satu kegiatan yang paling membahayakan di dunia bagi para pelaut. Profesi sebagai pelaut/nahkoda/ABK kapal penangkapan ikan memiliki karakteristik pekerjaan “3D” yaitu: membahayakan ( dangerous ), kotor ( dirty ), dan sulit ( difficult ) (FAO 2000). Ketiga karakteristik tersebut ditambah faktor ukuran kapal terutama dengan menggunakan kapal purse seine cukuplah berisiko bila dilakukan dengan kondisi postur kerja yang tidak baik mengingat operasi penangkapan dilakukan di laut, karena keadaan di laut lepas tidak dapat diprediksi. Kegiatan penangkapan ikan juga sering menimbulkan kecelakaan kerja, maka dari itu perlu adanya penanganan yang baik terhadap postur kerja yang dilakukan ketika kegiatan operasi penangkapan ikan. Kegiatan di kapal purse seine dapat juga disebabkan oleh sikap, keterampilan dan pengetahuan nelayan yang rendah tentang keselamatan kerja di dek kapal (Purwangka 2013). Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut tidak ergonomis maka operator tersebut akan mudah kelelahan. Apabila operator mudah mengalami kelelahan maka hasil pekerjaan yang dilakukan operator tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Susihono 2012).
Musculoskeletal Disorder adalah masalah kesehatan yang melibatkan sendi, otot, tendon, kerangka, tulang rawan, ligamen, dan saraf (Van 2016). Tingkat musculoskeletal disorder dari yang paling ringan hingga yang berat akan menggangu konsentrasi dalam bekerja, menimbulkan kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas (Harcombe 2014). Aktivitas kerja diatas kapal memiliki intensitas dan beratnya pekerjaan yang tinggi sehingga keluhan otot yang diakibatkan akan berdampak pada aktivitas penangkapan ikan dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan nelayan. Oleh sebab itu, diperlukan analisa dan pencatatan medis mengenai aktivitas yang dilakukan nelayan diatas kapal, sebagai data pendukung terhadap penyebab dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas penangkapan ikan purse seine .
## METODE PENELITIAN
Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2018-Maret 2018 di Rembang. Penelitian ini dilakukan diperairan sejauh 75-120 mil dari PPP Tasikagung, Kecamatan Rembang Jawa Tengah. Pengambilan dan pengumpulan data primer dilakukan pada Februari sampai Maret 2018. Objek pengamatan dalam penelitian ini nelayan kapal purse seine di Pelabuhan Tasikagung Kabupaten Rembang Jawa Tengah.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kamera, pensil, penghapus, kertas dan peralatan lain yang mendukung dalam pengumpulan data selama penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara dari kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap purse seine . Pengambilan data sekunder didapatkan dari Dinas Perikanan Rembang yang digunakan untuk mengetahui jumlah kapal dan nelayan.
Analisis menggunakan metode OWAS ( Ovako Working Posture Analysis System ) untuk mengkelompokan sikap kerja pada bagian punggung, tangan, kaki dan berat beban serta dalam fase waktu tertentu dari kegiatan penangkapan ikan menggunakan purse seine . Masing-masing bagian memiliki klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini mengidentifikasi sikap kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang menjadi perhatian dari metode ini adalah sistem musculoskeletal manusia. Postur dasar OWAS disusun dengan kode yang terdiri empat digit, disusun secara berurutan mulai dari punggung, lengan, kaki dan beban. Nelayan yang menjadi bahan pengamatan adalah nelayan purse seine di PPP Tasikagung. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada nelayan terhadap keluhan otot yang dirasakan setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan berjumlah 100 responden dengan menggunakapan kusioner Nordic Body Map diasumsikan kondisi kesehatan tubuh sama.
Penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasi nelayan purse seine yang dapat mewakili dari 14.818 nelayan yang ada di PPP Tasikagung. Jumlah 14.818 nelayan berdasarkan keseluruhan nelayan yang ada di PPP Tasikagung. Pengambilan sampel menggunakan Accidental sampling . Menurut Nasution (2003), Accidental sampling merupakan pengambilan sampel yang dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu, sehingga jumlah sampel yang dikehendaki tidak berdasarkan pertimbangan, tetapi didasarkan atas kebutuhan yang diperlukan saja.
1. Analisis OWAS
Menganalisa dan mengidentifikasi postur tubuh anak buah kapal (ABK) saat melakukan kegiatan pra-penangkapan, operasi penangkapan dan pasca penangkapan. Karhu 1981 menyatakan klasifikasi dalam penentuan postur kerja dengan menggunakan metode OWAS sebagai berikut :
1) Penilaian pada punggung digunakan nilai 1-4
1 = Tegak
2 = Membungkuk ke depan atau ke belakang
3 = Berputar dan bergerak ke samping
4 = Berputar dan bergerak atau membungkuk ke samping dan ke depan
2) Penilaian pada lengan digunakan nilai 1-3 untuk setiap komponen punggung 1 = Kedua tangan berada di bawah level ketinggian bahu
2 = Satu lengan berada di atas level ketinggian bahu
3 = Kedua lengan berada di atas level ketinggian bahu
3) Penilaian pada kaki digunakan nilai 1-7
1 = Duduk
2 = Berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus
3 = Berdiri dengan cara beban berada pada salah satu kaki
4 = Berdiri dengan kedua lutut sedikit tertekuk
5 = Berdiri dengan satu lutut sedikit tertekuk
6 = Jongkok dengan satu atau dua kaki 7 = Bergerak atau berpindah
## Tabel 1 Penilaian OWAS
4) Penilaian pada beban digunakan nilai 1-3 untuk setiap elemen penilaian kaki 1 = Beban sekitar 10 kg atau kurang
2 = Beban sekitar 10-20 kg
3 = Beban sekitar 20 kg atau lebih
5) Untuk analisa atau penilaian kondisi kerja digunakan nilai 1-4 pada setiap penilaian beban 1 = Tidak perlu dilakukan perbaikan
2 = Perlu dilakukan perbaikan
3 = Perbaikan perlu dilakukan secepat mungkin
4 = Perbaikan perlu dilakukan sekarang juga
Nilai indeks didapatkan setelah mendapatkan kode postur tubuh disetiap klarifikasi, kemudian menarik garis tegak lurus dari kedua sumbu x dan y sampai bertemu disatu titik (Gambar 1).
Gambar 1 Contoh menentukan nilai indeks
Pung gung Leng an
1 2
3 4 5 6 7 Kaki 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Berat Beban 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 Nilai 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1 Indeks 3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1 3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 1 1 2 1 2 3 1 2 3 3 1 2 3 2 1 3 Nilai indeks
Hasil dari analisa sikap kerja OWAS (Ovako Working Posture Analysis) terdiri dari empat level sikap kerja yang berbahaya bagi pekerja (Tabel 2).
Tabel 2 Kategori penilaian OWAS
No Nilai indeks Kategori Konsekuensi bahaya 1 1 Pada sikap ini tidak masalah pada sistem musculoskeletal sehingga tidak perlu perbaikan Tidak berbahaya 2 2 Pada sikap ini berbahaya pada sistem
musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan) sehingga perlu perbaikan di masa yang akan datang Ringan 3 3 Pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang Menengah signifikan) sehingga perlu perbaikan secepatnya 4 4 Pada sikap ini berbahaya bagi sistem
musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan) perlu perbaikan secara langsung Berat
## 2. Nordic body map
Nordic Body Map merupakan salah satu metode pengukuran subjektif untuk mengukur rasa sakit otot. Kuesioner nordic body map merupakan salah satu bentuk kuesioner cheklist ergonomi. kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada pekerja karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi (Wilson and Corlett 1995). Kusioner nordic body map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem musculoskeletal dan mempunyai validitas dan rehabilitas yang cukup (Tarwaka 2010). Kusioner Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot-otot skeletal (Gambar 2). Kusioner dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan (Tarwaka 2010). Keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja saat dilakukannya peneltian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan.
No Bagian tubuh 0 Leher bagian atas 1 Leher bagian bawah 2 Bahu kiri 3 Bahu kanan 4 Lengan atas kiri 5 Punggung 6 Lengan atas kanan 7 Pinggang 8 Bokong 9 Pantat 10 Siku kiri 11 Siku kanan 12 Lengan bawah kiri 13 Lengan bawah kanan 14 Pergelangan tangan kiri 15 Pergelangan tangan kanan 16 Tangan kiri 17 Tangan kanan 18 Paha kiri 19 Paha kanan 20 Lutut kiri 21 Lutut kanan 22 Betis kiri 23 Betis kanan 24 Pergelangan kaki kiri 25 Pergelangan kaki kanan 26 Kaki kiri 27 Kaki kanan Gambar 2 Nordic Body Map
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian OWAS pada aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap mini purse seine
Penilaian diberikan pada bagian tubuh nelayan purse seine yang sedang melakukan kegiatan penangkapan ikan dari persiapan, operasi penangkapan dan aktivitas bongkar muat.
Tabel 3 Penilaian postur tubuh pada aktivitas perbekalan
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Memindahkan bahan bakar ke kapal 4 3 4 2 4 Berat Memindahkan es batu ke kapal 4 3 4 2 4 Berat Menerima dan memindahkan es batu 2 1 7 2 3 Menengah Menerima es batu dari dek di palka 4 3 3 2 3 Menengah Menyusun es batu di palka 2 1 4 2 3 Menengah Memindahkan bahan bakar ke palka 4 1 4 2 4 Berat Memindahkan rumpon ke kapal 3 3 3 1 1 Tidak berbahaya Menyusun rumpon di kapal 4 1 3 1 2 Ringan
P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Seluruh aktivitas perbekalan melibatkan sikap kerja berdiri, sebagian besar dilakukan dengan posisi punggung membungkuk dan tegak memutar serta kedua lengan berada diatas dan dibawah bahu. Konsekuensi bahaya berat dan menengah didapatkan paling banyak dan kosekuensi bahaya tidak berbahaya dan ringan didapatkan paling sedikit (Tabel 3).
Aktivitas perbekalan dapat menyebakan musculoskeletal disorders karena pada setiap aktivitas perbekalan sebagian besar dilakukan dengan mengangkat beban. Aktivitas pemindahan dipengaruhi oleh ketinggian karena proses pemindahan dilakukan dari kapal pengangkut yang memiliki tinggi kapal lebih kecil dibanding kapal perikanan purse seine , maka mengakibatkan pengangkatan beban melebihi bahu. Bila bahu harus mengangkat beban yang berat dan aktivitas melibatkan pengangkatan lengan melebihi atau sebatas akroniom posisi ini bila berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon dan menyebabkan nyeri (Schwartz 2000). Selain posisi bahu yang melebihi atau sejajar akroniom jarak juga dapat menyebabkan keluhan pada otot. Terdapat perbedaan dalam menetukan beban normal yang dibawa oleh manusia. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dari pekerjaan yang dilakukan.
Faktor yang paling berpengaruh dari kegiatan membawa beban adalah jarak. Jarak yang ditempuh semakin jauh akan menurunkan batasan beban yang dibawa (Bridger 1995). Hal ini menandakan aktivitas perbekalan tergolong mebahayakan untuk sistem musculoskeletal .
Tabel 4 Penilaian postur tubuh pada aktivitas setting alat tangkap
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Penurunan alat tangkap 2 1 4 3 3 Menengah 2 1 2 3 3 Menengah 2 1 3 3 3 Menengah Penarikan tali kolor 2 1 4 3 1 Tidak berbahaya 3 1 4 3 3 Menengah 3 1 2 3 3 Menengah Menggulung tali kolor 4 1 2 3 3 Menengah Mengoperasikan gardan 2 1 2 3 3 Menengah
P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Aktivitas setting melibatkan sikap kerja berdiri dengan posisi punggung dalam keadaan membungkuk dan memutar serta posisi kaki yang berbeda-beda setiap ABK. Konsekuensi bahaya berat tidak didapatkan pada aktivitas setting , terbanyak konskuensi bahaya menengah dan konsekuensi bahaya ringan dan tidak berbahaya didapatkan paling sedikit (Tabel 4). Penarikan tali kolor dan mengoperasikan gardan dilakukan dengan posisi tubuh dalam keadaan membungkuk dan tegak memutar yang dilakukan secara berulang-ulang dan berat beban yang besar. Kaki memiliki peran penting pada penarikan tali kolor karena kaki berfungsi sebagai tumpuan dan menjaga keseimbangan supaya saat proses penarikan, nelayan tidak terjatuh dan terseret akibat berat beban dari alat tangkap dan arus laut.
Hal ini dapat menyebabkan musculoskeletal disorders pada bagian kaki. Berat tubuh manusia akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi oleh posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota tubuh bagian atas dengan anggota tubuh bagian bawah. Sikap kerja berdiri memiliki beberapa permasalahan sistem musculoskeletal . Nyeri punggung bagian bawah ( low back pain ) menjadi salah satu permasalahan posisi sikap kerja berdiri dengan sikap punggung condong ke depan. Posisi berdiri yang terlalu lama akan menyebabkan
penggumpalan pembuluh darah vena , karena aliran darah berlawanan dengan gaya gravitasi. Kejadian ini bila terjadi pada pergelangan kaki dapat menyebabkan pembengkakan (Bridger 1995).
Tabel 5 Penilaian postur tubuh pada aktivitas hauling
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Penarikan badan jaring 3 1 2 3 1 Tidak berbahaya 3 1 4 3 3 Menengah 4 1 2 3 3 Menengah 4 1 3 3 3 Menengah 4 1 4 3 4 Berat Mengoperasikan gardan 2 1 2 3 3 Menengah Penarikan pelampung 4 1 4 3 4 Berat 3 1 1 3 1 Tidak berbahaya
P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Aktivitas hauling meliputi penarikan badan jaring, mengoperasikan gardan dan penarikan pelampung (Tabel 5). Aktivitas hauling tergolong membahayakan karena proses penarikan jaring dan pelampung ke atas kapal mempengaruhi bagian kaki karena memberikan beban yang besar sebagai tumpuan agar nelayan tidak terjatuh dari kapal akibat arus laut yang kuat serta beban kerja yang diterima nelayan yang besar melebihi 20 kg. Seluruh aktivitas hauling dilakukan dengan sikap kerja berdiri. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki, kondisi ini dapat menyebabkan mengumpulnya darah pada bagian bawah tubuh (Pangaribuan 2009).
Konsekuensi bahaya pada tidak berbahaya terdapat pada aktivitas penarikan badan jaring dan penarikan pelampung hal ini dipengaruhi oleh kondisi punggung yang dilakukan dengan posisi tegak dan memutar, lengan dibawah bahu dan posisi lutut tidak tertekuk. Konsekuensi bahaya menengah didapatkan pada aktivitas penarikan badan jaring dan pengoperasian gardan dan konsekuensi bahaya berat didapatkan pada aktivitas penarikan pelampung dikarenakan pada aktivitas ini posisi punggung dengan keadaan membungkuk dan memutar dan posisi kedua lutut tertekuk yang diakibatkan ABK butuh tenaga yang lebih besar dibanding proses penarikan jaring.
Tabel 6 Penilaian postur tubuh pada aktivitas sortir ikan
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Memilah hasil tangkapan 2 1 1 1 2 Ringan 4 1 1 1 2 Ringan Mengambil keranjang dan es batu dari palka 4 3 2 2 3 Menengah Menerima keranjang dan es batu dari palka 4 3 2 2 3 Menengah Memecahkan es batu dengan palu 1 3 2 1 1 Tidak berbahaya Menahan es batu 1 1 2 2 1 Tidak berbahaya
P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Aktivitas sortir ikan melibatkan sikap kerja berdiri dengan keadaan membungkuk dan sikap kerja duduk dengan posisi punggung membungkuk dan memutar. Sebagian ABK dengan posisi tegak dan membungkuk serta posisi tangan berada dibawah bahu. Keadaan sikap kerja anak buah kapal yang sedang mengambil keranjang dari palka dengan poisisi tubuh membungkuk dengan tangan dibawah
bahu kemudian berputar tegak dengan poisi tangan diatas bahu untuk mengoper keranjang ke atas dek kapal. Posisi tubuh ABK saat memecahkan es batu, 1 ABK menahan es batu dengan keadaan posisi tubuh tegak dengan posisi kaki lurus dan tahan di bawah bahu sedangkan 1 ABK yang sedang memegang palu pemukul es dengan posisi tubuh tegak dengan posisi lutut tertekuk dan poisisi lengan diatas bahu kemudian palu digerakan posisi tubuh berubah menjadi posisi badan tegak dengan keadaan lutut tertekuk dan posisi lengan dibawah bahu.
Penilaian postur OWAS pada aktivitas memilah ikan konsekuensi bahaya tidak berbahaya, ringan dan menengah (Tabel 6). Kegiatan menahan es batu dan memecahkan es batu mendapatkan konsekuensi bahaya tidak berbahaya sehingga tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap sistem musculoskeletal pada tubuh manusia. Sedangkan kegiatan mengambil dan menerima keranjang ikan dan es batu dari dalam palka dan dek kapal mendapatkan konsekuensi bahaya menengah berdasarkan kegitan yang mebebankan posisi punggung dan lengan yang diakibatkan oleh besarnya beban dan kondisi lingkungan yang sempit sehingga sulit untuk melakukan posisi yang sesuai.
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan rasa nyeri pada bagian punggung bagian bawah ( low back pain ) bila dikukan secara berulang dan periode yang cukup lama (Bridger 1995).
Tabel 7 Penilaian postur tubuh pada aktivitas perbaikan jaring
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Menambal jaring 2 1 1 1 2 Ringan
P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Aktivitas menambal jaring melibatkan sikap kerja duduk dengan posisi punggung membungkuk dan poisi lengan dibawah bahu. Posisi ini menimbulkan rasa sakit pinggang dan sakit punggung karena dilakukan dalam waktu berkisar 5-6 jam. Konsekuesi bahaya yang didapatkan adalah ringan sehingga tidak terlalu membebani sistem musculoskeletal pada tubuh manusia (Tabel 7). Aktivitas perbaikan jaring dilakukan dengan postur statis. Postur statis adalah postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur statis dalam jangka waktu lama dengan kontraksi otot secara terus-menerus dapat menyebabkan tekanan atau stress pada bagian tubuh (Bridger 2003).
Sikap kerja duduk menyebabkan otot bagian paha semakin tertarik dan bertentangan dengan bagian pinggul. Akibatnya tulang pelvis akan miring ke belakang dan tulang belakang bagian lumbar akan mengendor. Mengendor pada bagian lumbar menjadikan sisi depan invertebratal disk tertekan dan sekelilingnya melebar atau merenggang bagian bawah dan menyebar pada kaki. Ketegangan saat melakukan sikap kerja duduk seharusnya dapat dihindari dengan melakukan perancangan tempat duduk. Posisi duduk tanpa memakai sandaran akan menaikan tekanan pada invertebaratal disk sebanyak 1/3 hingga 1/2 lebih banyak daripada posisi berdiri (Kroemer 2001). Sikap kerja duduk pada kursi memerlukan sandaran punggung untuk menopang punggung. Sandaran yang baik adalah sandaran punggung yang bergerak maju-mundur untuk melindungi bagian lumbar . Sandaran tersebut juga memiliki tonjolan ke depan untuk menjaga ruang lumbar yang sedikit menekuk. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan pada bagian invertebratal disk (Bridger 1995).
Aktivitas pemasangan rumpon melibatkan sikap kerja berdiri dengan posisi punggung membungkuk dan banyak melibatkan posisi kaki dalam keadaan lutut tertekuk. Posisi punggung dalam keadaan mebungkuk. Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan rasa nyeri pada bagian punggung bagian bawah ( low back pain ) bila dikukan secara berulang
dan periode yang cukup lama. Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan.
Tabel 8 Penilaian postur tubuh pada aktivitas pemasangan rumpon
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Menarik rumpon 4 1 4 3 4 Berat Mengoperasikan gardan 2 1 2 3 3 Menengah Menyusun rumpon 2 1 1 1 2 Ringan 2 1 4 1 3 Menengah Mengikat rumpon pada pemberat 2 1 4 1 3 Menengah Melempar pelampung tanda 2 1 4 2 3 Menengah 4 1 4 2 4 Berat P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Pada bagian ligament sisi belakang dari invertebratal disk justru mengalami peregangan atau pelenturan. Sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan “ slipped disks ”, bila dibarengi dengan pengangkatan beban berlebih. Prosesnya sama dengan sikap kerja membungkuk, tetapi akibat tekanan yang berlebih menyebabkan ligament pada sisi belakang lumbar rusak dan penekanan pembuluh syaraf. Kerusakan ini disebabkan oleh keluarnya material pada invertebratal disk akibat desakan tulang belakang bagian lumbar (Bridger 1995). Konsekuensi bahaya paling banyak didapatkan pada konsekuensi bahaya menengah dan paling sedikit pada konsekuensi bahaya ringan (Tabel 8).
Tabel 9 Penilaian postur tubuh pada aktivitas bongkar muat
Aktivitas Posisi tubuh Konsekuensi bahaya P L K B N Memindahkan hasil tangkapan ke atas dek 4 3 2 3 4 Berat Menerima hasil tangkapan dari palka 4 1 4 3 4 Berat Memindahkan hasil tangkapan ke daratan 4 3 3 3 4 Berat
P: Punggung, L: Lengan, K: Kaki, B: Berat Beban, N: Nilai Indeks
Aktivitas bongkar muat tergolong aktivitas yang membahayakan bagi nelayan dikarenakan aktivitasnya melibatkan sikap kerja berdiri dengan posisi punggung saat melakukan kegiatan dengan keadaan membungkuk dan memutar dan kondisi lengan yang berada diatas bahu saat mengangkat beban yang beratnya melebihi 20 kg serta kondisi kaki yang menahan beban. Aktivitas bongkar muat dilakukan tidak berdasarkan kondisi pasang dan surut air laut sehingga kondisi surut mempengaruhi jarak ketinggian antara kapal dan daratan, hal ini dapat mempengaruhi pengangkatan beban melebihi bahu, sehingga seluruh aktvitasnnya mendapatkan konsekuensi bahaya berat (Tabel 9).
Terdapat perbedaan dalam menetukan beban normal yang dibawa oleh manusia. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dari pekerjaan yang dilakukan. Faktor yang paling berpengaruh dari kegiatan membawa beban adalah jarak. Jarak yang ditempuh semakin jauh akan menurunkan batasan beban yang dibawa (Bridger 1995). Beban yang berlebihan mengakibatkan perenggangan otot yang terlalu berlebih yang melebihi kemampuan optimum otot yang dapat meningkatkan risiko keluhan otot (Vi 2000).
Konsekuensi bahaya pada aktivitas pra-operasi penangkapan, operasi penangkapan dan pasca- operasi penangkapan yang diperoleh dari penilaian OWAS berdasarkan nilai indeks yang didapatkan sebanyak nilai. Presentase terbanyak terdapat pada konsekuensi bahaya menengah dengan presentase 45% dan terendah pada konsekuensi bahaya ringan dengan presentase 14%.
## Gambar 3 Presentase konsekuensi bahaya aktivitas penankapan ikan
## Nordic body map
Identifikasi keluhan otot nelayan purse seine terhadap postur keja saat melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan diperoleh dari wawancara sebanyak 100 responden nelayan purse seine di Kabupaten Rembang yang ditampilkan dalam bentuk diagram dan dibagi menjadi 3 diagram yaitu, diagram keluhan otot pada tubuh bagian atas, diagram keluhan otot pada tubuh bagian tengah dan diagram keluhan otot pada tubuh bagian bawah.
Gambar 4 Presentase keluhan otot pada tubuh bagian atas
Responden yang merasakan keluhan otot pada tubuh bagian lengan atas kiri dan lengan atas kanan sebanyak 85 responden dengan presentase 20%. Sebanyak 51 responden dengan presentase 12 % merasakan keluhan otot pada leher bagian atas dan leher bagian bawah dan sebanyak 80 responden dengan presentase 18% merasakan keluhan otot pada bagian bahu kiri sedangkan pada bagian bahu kanan sebanyak 81 responden dengan presentase 19% merasakan keluhan otot (Gambar 4).
Keluhan otot yang dirasakan pada bagian bahu dan lengan dapat terjadi bila bahu harus mengangkat beban yang berat dan aktivitas yang melibatkan pengangkatan lengan atau segaris dengan bahu. Posisi tersebut bila berlangsung secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon yang menyebabkan nyeri (Scwartz 2000). Leher merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit dibandingkan batang tubuh yang lain sehingga leher rentan terkenan trauma atau kelaian yang menyebabkan nyeri pada leher dan gangguan gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak dan bekerja pada postur yang tidak sesuai (Muttaqin 2008).
Tidak berbahaya 17% Ringan 14% Menengah 45% Berat 24% Leher bagian atas 12% Leher Bagian Bawah 12% Bahu kiri 18% Bahu kanan 19% Lengan atas kiri 19% Lengan atas kanan 20% Tubuh bagian atas
Aktivitas penangkapan ikan melibatkan penggunaan bahu dan lengan secara intensitas yang tinggi sehingga terjadinya keluhan otot pada bagian tersebut tidak dapat terhindarkan.
Gambar 5 Presentase keluhan otot pada tubuh bagian tengah
Responden yang merasakan rasa keluhan otot pada tubuh bagian punggung dan pinggang sebanyak 86 responden dengan presentase 11%. sebanyak 80 responden dengan presentase 10% merasakan keluhan otot dibagian tangan kiri dan tangan kanan. Sebanyak 79 responden dengan presentase 10% merasakan keluhan otot dibagian lengan bawah kiri dan lengan bawah kanan. Sebanyak 76 responden dengan presentase 10% merasakan keluhan otot dibagian pergelangan tangan kanan dan pergelangan tangan kiri. Sebanyak 51 responden dengan presentase 6% merasakan keluhan otot dibagian bokong. Sebanyak 48 responden dengan presentase 6% merasakan keluhan otot dibagian pantan dan sebanyak 28 responden dengan presentase 3% merasakan keluhan dibagian siku kiri dan siku kanan. Keluhan yang dirasakan paling banyak pada bagian tubuh punggung dan pinggang sebanyak 86 dengan presentase 10%. Sedangkan keluhan otot yang dirasakan paling sedikit pada bagian siku kiri dan siku kanan hanya sebanyak 23 responden dengan presentase 3% (Gambar 5).
Aktivitas pengkapan ikan hampir semunya dilakukan dengan posisi punggung membungkuk. Lukman (2012) menyatakan bahwa postur yang tidak alamiah sepeti punggung yang terlalu membungkuk mengakibatkan posisi tubuh semakin menjauh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal atau sering disebut musculoskeletal disorders . Sikap kerja yang atau posisi kerja yang tidak alamiah dapat mengakibatkan munculnya keluhan penyakit berupa WMDs ( work related musculoskeletal disoeders ) (Jalajuwita 2015).
Keluhan siku terjadi karena adanya gerakan yang terjadi pada sendi engsel humerus dan ulna . Sendi peluru antara Capitulum humeri dan radius serta kisar antara ulna dan radius dengan dipengaruhi gerakan berulang pada tangan, bebean kerja dan sikap tubuh (Widjaja 1998). Gerakan berulang pada tangan berdampak pada lengan bawah dan pergelangan tangan yang dipengaruhi oleh aktivitas pengangkatan beban yang berlebih.
Punggung 11% Pinggang 11%
Bokong
6%
Pantat 6% Siku kiri 3% Siku kanan 3% Lengan bawah kiri 10% Lengan bawah kanan 10% Pergelangan tangan kiri 10% Pergelangan tangan kanan 10% Tangan kiri 10% Tangan kanan 10% Tubuh bagian tengah
Gambar 6 Presentase keluhan otot pada tubuh bagian bawah
Responden yang merasakan keluhan otot pada tubuh bagian bawah diantaranya sebanyak keluhan yang paling banyak dirasakan dibagian betis kiri dan betis kanan sebanyak 61 responden dengan presentase 18%. Sedangkan paha kanan dan paha kiri keluhan otot yang dirasakan sebanyak 21 responden dengan presentase 6%. keluhan otot yang dirasakan dibagian lutut kanan sebanyak 33 responden dengan presentase 10% sedangkan dibagian lutut kiri sebanyak 35 responden dengan presentase 10%. sebanyak 32 responden dengan presentase 9% merasakan keluhan otot dibagian paha kiri dan paha kanan dan sebanyak 23 responden dengan presentase 7% merasakan keluhan otot dibagian pergelangan kaki kiri dan pergelangan kaki kanan (Gambar 6).
Keluhan otot pada bagian kaki banyak dipengaruhi oleh berbagai hal diantarannya adalah postur yang tidak alamiah salah satunya kaki tidak tertopang secara sempurna dan sendi yang membentuk sudut tertentu (Rao 2012). Aktivitas penangkapan ikan cenderung dilakukan dengan posisi kaki yang sulit untuk bertumpu pada kapal, ini dikarenakan kondisi kapal yang bergerak-gerak. Keluhan pada kaki juga dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan dengan lama waktu dalam keadaan berdiri. posisi berdiri dalam waktu yang cukup lama dapat mempengaruhi betis dan terjadinya pengumpalan pembuluh darah dibagian pergelangan kaki yang dapat menyebabkan pembengkakan (Bridger 1995).
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
1. Kondisi postur kerja nelayan purse seine saat melakukan aktivitas penangkapan ikan dilakukan dengan sikap kerja berdiri dan sikap kerja duduk. Aktivitas yang melibatkan sikap kerja berdiri yaitu perbekalan, setting , hauling¸ pemasangan rumpon dan bongkar muat serta yang melibatkan sikap kerja duduk yaitu sortir ikan dan perbaikan jaring.
2. Aktivitas yang tergolong membahayakan adalah aktivitas yang dilakukan dengan mengangkat beban seperti perbekalan, hauling , pemasangan rumpon dan bongkar muat. Kondisi kritis saat mengangkat beban adalah adanya perbedaan ketinggian ketika lengan mengangkat beban melebihi bahu seperti aktivitas perbekalan dan bongkar muat.
Paha kiri 9% Paha kanan 9% Lutut kiri 10% Lutut kanan 10% Betis kiri 18% Betis kanan 18% Pergelangan kaki kiri 6% Pergelangan kaki kanan 6% Kaki kiri 7% Kaki kanan 7% Tubuh bagian bawah
3. Bagian tubuh yang paling banyak merasakan keluhan otot pada tubuh bagian atas adalah lengan atas kanan dan kiri sebanyak 85 responden, tubuh bagian tengah adalah punggung sebanyak 86 responden dan tubuh bagian bawah adalah betis kiri dan kanan sebanyak 61 responden dari 100 responden .
## Saran
Nelayan perlu memperhatikan dan memperbaiki postur tubuh saat melakukan aktivitas- aktivitas yang tergolong membahayakan pada sistem musculoskeletal dan mengurangi pengaruh tubuh yang diakibatkan saat melakukan aktivitas seperti menambah tenaga dan melakukan perenggangan disela-sela aktivitas dan memperhatikan kondisi pasang dan surut saat melakukan aktivitas perbekalan dan bongkar muat.
Peneliti perlu melakukan penelitian lanjutan terkait kondisi lingkungan kapal seperti luas dek kapal, luas palka, pengaruh area kerja untuk melihat dampak yang terjadi akibat kondisi area kerja dan pengaruh umur, kebiasaan merokok, kesehatan gizi dan lama bekerja nelayan serta Pemerintah perlu mengadakan penyuluhan terkait gangguan-gangguan otot yang diakibatkan oleh aktivitas penangkapan ikan dan memberitahukan risiko yang terjadi .
## DAFTAR PUSTAKA
Bridger RS. 1995. Introduction to The Ergonomic . New York (US): International Edition.
Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang (ID): UNDIP
Grainger CR. 1993. Hazards of Commercial Fishing. World Health Forum. 14(1): 313-315. WHO: Geneva. P
Harcombe H. 2014. Musculoskeletal disorders Among Nurses Compared with Two Other Occupational Groups. Occup Me . 64(8):601-607.
Jalajuwita, Rovanaya N. 2015. Hubungan Posisi Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Unit Pengelasan PT. X Bekas . The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health . 4(1): 33– 42.
Karhu O. 1981. Observing Working Posture in Industry : New York (US): Chapment & Hall.
Kroemer K, et al. 2001. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficiency 2nd ed . New Jersey (US): Prentice Half of International
Lukman, Nurma N. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal . Jakarta (ID): Salemba Medika.
Muttaqin, Arief. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal . Jakarta (ID):
Salemba Medika
Nasution. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Pangaribuan, D. M. 2009. Analisa Postur Kerja dengan Metode RULA pada Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan [ Skripsi ]. Universitas Sumatra Utara.
Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.71/MEN/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Rhamadani, D. 2004. Keragaan Dimensi dan Koefisien Bentuk Badan Kapal Ikan Di Beberapa Daerah Di Indonesia [ Skripsi ]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rao, et al. 2012. Musculoskeletal Conditions of the Foot and Ankle: Assessments and Treatment Options. NCBI
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah . Jakarta (ID): EGC edisi 6.
Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja . Surakarta (ID): Harapan Press.
Tarwaka. 2013. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta (ID): Harapan Press.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.
Van L. 2016. Prevalence of Musculoskeletal Symptoms Among Garment workers in Kandal province . Cambodia (KH): J Occup Health. 58: 107–117.
Vi P. 2000. Construction Health: Musculoskeletal Disorder What Are The Causes and Controls in Construction .
Widjaja. 1998. Kinesiologi; The Anatomy of Motion = Anatomi Alat Gerak. Jakarta (ID) : Fakultas kedokteran universitas indonesia
Wijaya. 2008. Analisa Postur Kerja dan Perancangan Alat Bantu Untuk Aktivitas Manual Material Handling. [ Thesis ]. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Wilson, Corlett E.N. 1995. Evaluation of Human Work, 2nd Edition . CRC Press
## LAMPIRAN
Aktivitas pemindahan rumpon
Aktivitas pemindahan es batu
Aktivitas pemindahan es batu
Aktivitas penyusunan es batu
Aktivitas pelemparan alat tangkap Aktivitas penarikan alat tangkap Aktivitas memilah hasil
tangkapan Aktivitas penyusunan rumpon
Aktivitas perbaikan jaring
Aktivitas pemindahan hasil tangkapan ke dermaga
|
86c6a74d-980e-48ae-9029-e6a55149565e | https://jurnal.unpal.ac.id/index.php/jm/article/download/61/35 |
## ANALISIS PERAN MODAL KERJA DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS PADA KOPERASI PEGAWAI NEGERI KARYA SEJAHTERA BATURAJA KABUPATEN OKU
Oleh : ImaHaryati Muznah Universitas Baturaja
## ABSTRAK
Analisis Peran Modal Kerja Dalam Meningkatkan Profitabilitas Pada Koperasi Pegawai NegeriKarya Sejahtera Baturaja Kabupaten OKU (Periode 2011-2015). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur peran modal kerja dalam meningkatkan profitabilitas pada Koperasi PegawaiNegeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten OKU. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu laporan keuangan dari tahun 2011-2015. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalahanalisis rasio profitabilitas Profit Margin, Return On Asset dan Return On Equity. Berdasarkan hasilan analisis dan pembahasan dapat diketahui bahwa modal kerja berperan dalam meningkatkan profitabilitas pada Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten OKU terlihat modal kerja yang cenderung menurun dan tingkat profiabilitas juga mengalami fluktuatif yang cenderung menurun.
## PENDAHULUAN Latar Belakang
Setiap perusahaan akan melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Setiap aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan selalu membutuhkan dana, baik untuk membiayai kegiatan operasional sehari hari maupun untuk membiayai investasi jangka panjangnya.
Dana yang digunakan untuk melangsungkan kegiatan operasional sehari – hari disebut modal kerja. Pengelolaan modal kerja yang tepat akan berpengaruh pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan ( profitabilitas ). Perusahaan yang dikatakan memiliki tingkat profitabilitas tinggi berarti tinggi pula efisiensi pengelolaan modal kerja yang digunakan perusahaan tersebut.
Koperasi merupakan organisasi otonom dari orang – orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya secara bersama – sama melalui kegiatan usaha yang dimiliki dan dikendalikan secara demokratis. Dalam menjalankan kegiatannya berpedoman pada prinsip – prinsip koperasi.
Pada Undang Undang Perkoperasian No. 17 tahun 2012 dijelaskan bahwa modal kerja pada koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan. Sedangkan modal pinjaman yang berasal dari anggota, koperasi lain, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat berharga lainnya, dan sumber – sumber lain yang sah. Selain modal tersebut, koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. Modal penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodal dalam koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya. Modal penyertaan dapat berasal dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha lainnya (PP No.33 Tahun 1998).
Adapun koperasi pegawai negeri karya sejahtera ini merupakan salah satu koperasi yang telah beroperasi cukup lama dan telah memiliki badan hukum serta didalam Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja melakukan penjualan yang sistem penjualan pada koperasi ini menyediakan apa saja yang di butuhkan oleh anggota baik dalam segi pupuk, sembako dan lain sebagainya yang tujuan penjualan koperasi ini untuk menambah pendapatan bagi koperasi sehingga peneliti memilih Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja sebagai objek penelitian. Dan berikut ini adalah data modal kerja dan laba yang diperoleh KPN.Karya Sejahtera Baturaja selama periode 2011-2015.
Tabel 1.1. Modal Kerja dan Sisa Hasil Usaha Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Periode 2011-2015 Tahun Modal Kerja SHU Koperasi 2011 Rp. 1,149,807,500,- Rp 50,924,000,- 2012 Rp. 1,849,714,800,- Rp 51,410,000,- 2013 Rp. 1,230,688,000,- Rp 56,618,000,- 2014 Rp. 847,789,000,- Rp 49,036,000,- 2015 Rp. 545,653,000,- Rp 42,408,000,- Sumber : Laporan Keuangan Tahunan KPN Karya Sejahtera Baturaja Periode 2011-2015
Berdasarkan tabel 1.1 dilihat dari perkembangan modal kerja pada Tahun 2011- 2012 yang terjadi pada Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja mengalami peningkatan yang cukup tinggi akan tetapi peningkatan Sisa Hasil Usaha bersih hanya sedikit hal ini disebabkan karena penggunaan modal kerja yang kurang afektif sehingga sisa hasil usaha yang dihasilkan tidak maksimal namun pada Tahun 2013 modal kerja mengalami penurunan akan tetapi laba bersih yang dihasilkan meningkat yang disebabkan oleh bertambahnya laba penjualan barang ,untuk 2014-2015 modal kerja menurun dan laba bersih juga ikut menurun yang disebabkan aktiva lancar yang menurun dan kewajiban lancar selalu meningkat akan tetapi pada Tahun 2014-2015 terjadi peningkatan laba penjualan barang dan menurunnya beban beban yang harus dikeluarkan sehingga
masih menghasilkan laba meskipun menurun dari tahun tahun sebelumnya. Dari penjelasan tabel tersebut terjadi tidak kesesuaian dengan teori Sitio dan Tamba ( 2001: 77) dalam Kumara (2014) yang mengatakan bahwa untuk dapat menghasilkan profitabilitas yang tinggi, manajemen harus bisa memanfaatkan modal kerja dengan optimal untuk memaksimalkan profit.
## Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka sangat penting untuk dilakukan penelitian guna mengetahui bagaimana peran modal kerja dalam meningkatkan profitabilitas pada Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten OKU .
## TINJAUAN PUSTAKA Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2013:6) laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan pada saat ini atau dalam satu periode tertentu. Laporan keuangan menunjukkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu periode.Yaitu :
Neraca yaitu laporan yang menunjukkan jumlah aktiva (harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) perusahaan pada saaat tertentu.
Laporan laba rugi yaitu menunjukan kondisi usaha dalam satu periode tertentu.
Laporan perubahan modal menggambarkan jumlah modal yang dimiliki perusahaan saat ini.
Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang dibuat berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan
Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan arus kas masuk dan arus kas keluar di perusahaan.
## Modal Kerja
Menurut Kasmir (2013:250) menyatakan bahwa Modal kerja merupakan modal yang digunakan untuk melakukan kegiatan operasi perusahaan. Modal kerja diartikan sebagai investasi yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek seperti kas, surat-surat berharga atau sekuritas, piutang, dan persediaan.
Kasmir (2013:251) menyebutkan dalam praktiknya secara umum modal kerja dibagi kedalam dua jenis, yaitu :
1. Modal kerja kotor ( gross working capital ) adalah semua komponen yang ada di aktiva lancar secara keseluruhan.
2. Modal kerja bersih ( net working capital ) adalah semua komponen aktiva lancar dikurangi dengan seluruh total kewajiban lancar (utang jangka pendek).
Adapun beberapa sumber modal kerja menurut Munawir (2004:121)yaitu : a. Hasil operasi perusahaan
b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga
c. Penjualan harta tidak lancar
d. Penjualan saham atau obligasi.
Menurut Pasal 66 Undang-undang Nomer 17 Tahun 2012 sumber modal kerja koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman yaitu:
a. Modal Sendiri
Modal sendiri merupakan pemupukan modal yang diperoleh dari para anggota modal sendiri terdiri dari Simpanan pokok anggota, simpanan wajib anggota, dana cadangan ( laba / SHU yang ditahan) .
b. Modal pinjaman
Modal pinjaman disebut juga sebagai modal ekstern karena berasal dari luar koperasi. Modal pinjaman terdiri dari pinjaman dari anggota, pinjaman koperasi lain dan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain
## Profitabilitas
Menurut Riyanto (2011:35) menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Perusahaan dengan kemampuan menghasilkan laba yang baik, menunjukkan kinerja perusahaaan yang baik sebab profitabilitas sering dijadikan sebagai ukuran untuk menilai kinerja perusahaan.
Menurut Kasmir (2013:196) pengertian profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Ada tiga jenis-jenis profitabilitas yang sering digunakan menurut Hanafi (2013:42) adalah sebagai berikut :
a. Profit Margin (Margin Laba Bersih)
Rasio ini menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.semakin tinggi rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.
b. Return On Asset (Rasio Laba Terhadap Total Asset) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset yang berarti semakin baik.
c. Return On Equity (Rasio Laba Terhadap Ekuitas)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Angka yang tinggi menunjukkan tingkat profitabilitas yang tinggi.
## Peran Modal Kerja dalam Meningkatkan Profitabilitas
Menurut Fahmi (2015:102) menyatakan bahwa bagi perusahaan yang menganut konsep turnover yang afektif artinya dana yang dikeluarkan tersebut diharapkan mengalami perputaran secara afektif dan kembali memberikan pemasukan dana yang bersumber dari penjualan untuk menutupi setiap modal kerja yang telah
dikeluarkan tersebut, dari pernyataan diatas dapat disimpulkan jelas terlihat bahwa terdapat pengaruh peran modal kerja itu terhadap profitabilitas suatu perusahaan. Modal kerja yang kurang akan mengakibatkan perusahaan akan kesulitan dalam membiayai kegiatan operasional dan juga akan kesulitan dalam membayar utang jangka pendek yang jatuh tempo, modal kerja yang cukup akan membuat perusahaan dapat beroperasi dengan baik dan tidak akan mendapati kesulitan dalam melakukan pembayaran, modal kerja yang berlebihan akan mengakibatkan ada dana yang tidak terpakai sehingga dapat membuat perusahaan rugi.
## Koperasi
Menurut Hendar (2010:2) Koperasi adalah organisasi otonom dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya secara bersama-sama melalui kegiatan usaha yang dimiliki dan dikembalikan secara demokratis.
Sedangkan menurut Undang – undang No.17 tahun 2012, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
## Hubungan Modal Kerja dan Profitabilitas Terhadap Koperasi
Menurut Baswir (2010 : 173) mengatakan bahwa sebagaimana bentuk-bentuk perusahaan lainnya, penyelenggaraan usaha koperasi juga tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan akan modal kerja. Modal kerja diperlukan dalam menunjang kelancaran kegiatan seperti membeli bahan baku, membayar gaji pegawai (pengurus koperasi), membayar utang, dan kegiatan yang merupakan kegiatan rutin koperasi sehingga meningkatkan pendapatan koperasi. Koperasi harus dipandang sebagai organisasi usaha yang dipilih karena berpotensi menjadi sandaran hidup dan sumber pendapatan ideal bagi anggotanya. Dan profitabilitas adalah rasio untuk menunjukkan seberapa efisien suatu perusahaan koperasi, atau seberapa besar kemampuan perusahaan memberikan manfaat atas modal yang diinvestasikan anggotanya. menurut Hendrojogi (2012 : 189) Mengatakan bahwa seperti halnya bagi perseroan terbatas, modal bagi koperasi itu adalah bagaikan darah bagi tubuh manusia. Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa ahli diatas bahwa terdapat hubungan peran modal kerja dalam meningkatkan profitabilitas pada koperasi.
## Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan kepada penerapan teori manajemen keuangan yang didalamnya terdapat laporan keuangan selanjutnya akan dianalisis hubungan dari variabel independen, dalam hal ini adalah Modal Kerja dan Profitabilitas sebagai variabel dependen. Profitabilitas dalam hal ini diukur dengan menggunakan rasio : profit margin , return on equity (ROE) dan
Laporan Keuangan Profitabilitas (Y) Manajemen Keuangan Modal Kerja (X) Profit margin Return on equity Return on asset return on asset (ROA). Adapun kerangka pemikiran yang digunakan adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1
## Kerangka Pemikiran
## METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebatas data modal kerja dan profitabilitas dari laporan keuangan Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu.
## Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain (Umar, 2014:42).
Data penelitian ini berupa data time series (runtut waktu) tahun 2011 – 2015. Data yang dimaksudkan adalah laporan keuangan Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten OKU.
## Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dokumentasi, yaitu teknik penelitian dengan mengumpulkan dokumen seperti jurnal dan data – data lain dengan cara mencatat, mennyalin dan mengunduh dokumen yang sesuai dengan data sekunder yang dibutuhkan dan kemudian diolah oleh penulis/peneliti.
## Model Analisis
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio profitabilitas. Rumusan yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu :
## 1. Menentukan analisis modal kerja koperasi
Modal kerja = aktiva lancar – kewajiban lancar
2. Menentukan analisis rasio profitabilitas yang digunakan adalah :
a. Profit Margin
Model perhitungan rasio profitabilitas profit margin dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Profit Margin = Laba bersih (SHU) Penjualan
b. Return On Asset (ROA)
Model perhitungan rasio profitabilitas return on asset (ROA) dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Return On Asset (ROA) = Laba bersih (SHU)
Total ase
t
c. Return On Equity (ROE)
Model perhitungan rasio profitabilitas return on equity (ROE) dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Return On Equity (ROE) = Laba bersih (SHU)
## Modal Sendiri
## Batasan Operasional Variabe
Dalam penelitian ini variabel independent yang akan di operasionalkan yaitu Modal Kerja(X)danvariabel dependent yaitu Profitabilitas (Y). Untuk lebih jelas variabel – variabel penelitian dapat di operasionalisasikan sebagai berikut :
Tabel 3.1. Batasan Operasional Variabel No Variabel Definisi Indikator 1 In d ep en d en
Modal Kerja (X) Modal kerja merupakan modal yang digunakan untuk melakukan kegiatan operasional Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten
OKU.
a. Aktiva lancar
b. Kewajiban lancar
2 D ep en d en
Profitabilitas (Y)
Profitabilitas adalah kemampuan Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Kabupaten OKU untuk menghasilkan Sisa Hasil Usaha bersih selama periode tertentu.
a. Profit Margin b. Return On Equity (ROE) c. Return On Asset
(ROA)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Modal Kerja Pada Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Analisis modal kerja digunakan untuk mengetahui perkembangan modal kerja yang dimiliki Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Periode 2011 – 2015.
Tabel 5.1. Aktiva Lancar dan Kewajiban Lancar Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Periode 2011-2015. Tahun Aktiva Lancar Kewajiban Lancar 2011 Rp. 1.153.993.500,- Rp. 4.186.000,- 2012 Rp. 1.854.152.800,- Rp. 4.438.000,- 2013 Rp. 1.235.396.000,- Rp. 4.708.000,- 2014 Rp. 853.310.000,- Rp. 5.521.000,- 2015 Rp. 562.106.000,- Rp. 16.453.000,- Sumber : Laporan Keuangan Tahunan KPN Karya Sejahtera Baturaja 2011-2015
Sedangkan perhitungan Modal kerja dapat dirumuskan sebagai berkut :
Modal Kerja = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar
Berdasarkan data dan rumus perhitungan di atas maka rekapitulasi Modal Kerja dapat di uraikan pada tabel berikut :
Tabel 5.2. Rekapitulasi Modal Kerja Periode 2011-2015. Tahun Modal Kerja Perubahan 2011 Rp. 1.149.807.500,- - 2012 Rp. 1.849.714.800,- + Rp.699.907.300,- 2013 Rp. 1.230.688.000,- - Rp.619.026.800,- 2014 Rp. 847.789.000,- - Rp.382.899.000,- 2015 Rp. 545.653.000,- - Rp.302.136.000,-
2. Analisis Tingkat Profitabilitas Profit Margin
Pada penelitian ini profitabilitas diperoleh dari profit margin, return on assets (ROA), dan return on equity (ROE). Semakin tinggi rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penju
Tabel 5.3. Data Penjualan dan Sisa Hasil Usaha KoperasiPeriode 2011-2015. Tahun Penjualan Sisa Hasil Usaha Koperasi 2011 Rp. 12.780.000,- Rp. 50.924.000,- 2012 Rp. 12.465.000,- Rp. 51.410.000,- 2013 Rp. 19.730.000,- Rp.56.618.000,- 2014 Rp. 21.368.000,- Rp.49.036.000,- 2015 Rp. 23.588.000,- Rp.42.408.000,- Sumber : Laporan Keuangan Tahunan KPN Karya Sejahtera Baturaja 2011-2015
Model perhitungan rasio profitabilitas profit margin dalam penelitian ini menurut Hanafi (2013:42) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Profit Margin = Laba bersih (SHU) Penjualan
Berdasarkan data dan rumus perhitungan di atas maka rekapitulasi Modal Kerja dapat di uraikan pada tabel berikut :
Tabel 5.4.
Rekapitulasi Profit Margin Periode 2011-2015. Tahun Profit Margin Perubahan 2011 398,47 % - 2012 412,43 % + 13,96 %. 2013 286,96 % - 125,47 %.
2014 229,48 % - 57,48 %. 2015 179,79 % - 49,69 %.
## 3. Analisis Tingkat Profitabilitas Return On Asset (ROA)
Analisis return on asset (ROA) Di bawah ini data total aktiva dan sisa hasil usaha koperasi yang dimiliki dari periode 2011-2015 sebagai berikut :
Tabel 5.5. Data Total Aktiva dan Sisa Hasil Usaha KoperasiPeriode 2011-2015. Tahun Total Aktiva Sisa Hasil Usaha Koperasi 2011 Rp. 1.155.313.500,- Rp. 50.924.000,- 2012 Rp. 1.855.462.800,- Rp. 51.410.000,- 2013 Rp. 1.236.596.000,- Rp.56.618.000,- 2014 Rp. 854.460.000,- Rp.49.036.000,- 2015 Rp. 563.766.000,- Rp.42.408.000,- Sumber : Laporan Keuangan Tahunan KPN Karya Sejahtera Baturaja 2011-2015
Model perhitungan rasio profitabilitas return on asset (ROA) dalam penelitian ini menurut Hanafi (2013:42) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Return On Asset (ROA) = Laba bersih (SHU)
Total aset
Berdasarkan data dan rumus perhitungan di atas maka rekapitulasi tingkat profitabilitas Return On Asset dapat di uraikan pada tabel berikut :
Tabel 5.6.
Rekapitulasi Return On Asset Periode 2011-2015. Tahun ROA Perubahan 2011 4,41 % - 2012 2,77 % - 1,64 % 2013 4,58 % + 1,81 %. 2014 5,74 % + 1,16 %. 2015 7,52 %
+ 1,78 % 4. Analisis Tingkat Profitabilitas Return On Equity (ROE)
Analisis return on equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan Sisa Hasil Usaha bersih berdasarkan modal tertentu. Angka yang tinggi menunjukkan tingkat profitabilitas yang tinggi (Hanafi, 2013:42). Di bawah ini data modal sendiri dan sisa hasil usaha koperasi yang dimiliki dari periode 2011-2015 sebagai berikut :
Tabel 5.7.
Data Modal Sendiri dan Sisa Hasil Usaha KoperasiPeriode 2011-2015. Tahun Modal Sendiri Sisa Hasil Usaha Koperasi 2011 Rp. 215.602.000,- Rp. 50.924.000,- 2012 Rp. 241.928.200,- Rp. 51.410.000,- 2013 Rp. 303.432.900,- Rp.56.618.000,- 2014 Rp. 364.684.000,- Rp.49.036.000,- 2015 Rp. 425.904.000,- Rp.42.408.000,- sumber : Laporan Keuangan Tahunan KPN Karya Sejahtera Baturaja 2011-2015
Sedangkan model perhitungan rasio profitabilitas return on equity menurut Hanafi (2013:42) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Return On Equity (ROE) = Laba bersih (SHU)
Modal Sendiri
Berdasarkan data dan rumus perhitungan di atas maka rekapitulasi tingkat profitabilitas Return On Equity dapat di uraikan pada tabel berikut :
Tabel 5.8.
Rekapitulasi Return On Equity Periode 2011-2015. Tahun ROE Perubahan 2011 23,62 % - 2012 21,25 % - 2,37 % 2013 18,66 % - 2,59 %. 2014 13,45 % - 5,21 %. 2015 9,96 % - 3,49 %.
## 5. AnalisisPeran Modal KerjaDalamMeningkatkanProfitabilitasPada KPN Karya Sejahtera Baturaja
Untuk menganalisis peran modal kerja dalam meningkatkan profitabilitas koperasi dibawah ini terdapat data perkembangan modal kerja dan tingkat profitabilitas baik ditinjau dari profit margin, return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) yang dimiliki Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja selama 2011- 2015 :
Tabel 5.9. Modal Kerja Dan Tingkat Profitabilitas
Tahun Modal Kerja Profit Margin ROA ROE 2011 Rp. 1,149,807,500,- 398,47 % 4,41 % 23,62 % 2012 Rp. 1,849,714,800,- 412,43 % 2,77 % 21,25 % 2013 Rp. 1,230,688,000,- 286,96 % 4,58 % 18,66 % 2014 Rp. 847,789,000,- 229,48 % 5,74 % 13,45 % 2015 Rp. 545,653,000,- 179,79 % 7,52 % 9,96 %
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan KPN Karya Sejahtera Baturaj 2011-2015
## PEMBAHASAN
## 1. Pembahasan Hasil Analisis Modal Kerja
Dari Tabel 5.1 dapat diuraikan sebagai berikut : Secara keseluruhan tingkat modal kerja pada Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja pada Tahun 2011-2015 itu terlihat kurang baik dikarenakan terjadi peningkatan modal kerja hanya terjadi pada Tahun 2012 sedangkan 2013- 2015 mengalami penurunan ini di akibat kan bebrapa sebab diatranya disebabkan aktiva lancar selalu mengalami penurunan sedangkan untuk kewajiban lancar mengalami peningkatan.
## 2. Pembahasan Hasil Analisis Tingkat Profitabilitas Profit Margin
Berdasarkan rekapitulasi perhitungan rasio profit margin pada Tabel 5.2. maka dapat dijelaskan bahwa hasil analisis profit margin koperasi tersebut selama lima tahun mengalami penurunan dari tahun ketahun. Penurunan profit margin tersebut menunjukkan ketidak efisienan kinerja manajemen koperasi dalam menghasilkan laba sehingga laba mengelamai kencenderungan menurun, hasil ini terdapat kesesuaian dengan teori yang dikemukakan oleh Hanafi, (2013:42) yang mengatakan bahwa semakin tinggi rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, Secara umum, rasio yang rendah menunjukkan ketidak efisienan manajemen dalam menghasilkan laba. Dimana tergambar tingkat profitabilitas yang paling tinggi terjadi pada tahun 2012, yaitu 412,43 % dan paling rendah pada Tahun 2015 yaitu 179,79 %.
3. Pembahasan Hasil Analisis Tingkat Profitabilitas Return On Asset
Berdasarkan rekapitulasi perhitungan rasio return on asset (ROA) pada Tabel 5.3. maka dapat dijelaskan bahwa hasil analisis perhitungan return on asset (ROA) selama lima tahun mengalami fluktuasi dengan melihat hasil perhitungan ini dapat dikatakan bahwa tingkat profitabilitas pada Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja mengalami kenaikan dari tahun ketahun walaupun pada tahun 2012 mengalami penurunan namun dapat ditingkatkan lagi ditahun tahun setelahnya . Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja masih efektif dalam pengelolaan aset sehingga
masih mampu menghasilkan laba. Hasil ini sesuai dengan teori Hanafi (2013,42) yang mengatakana rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset yang berarti semakin baik. Pada Tahun 2015 tingkat profitabilitas (ROA) yang paling tinggi yaitu 7,52 % dan paling rendah pada Tahun 2012 yaitu 2,77 %.
## 4. Pembahasan Hasil Analisis Tingkat Profitabilitas Return On Equity
Berdasarkan rekapitulasi perhitungan rasio return on equity (ROE) pada Tabel 5.4. maka dapat dijelaskan bahwa selama lima tahun mengalami kecenderungan menurun, hasil ROE tersebut menunjukkan bahwa pengeloaan modal sendiri belum efektif. Meskipun ROE sudah menunjukkan angka positif namun peningkatan modal sendiri tidak diiringi oleh peningkatan profit. Melihat hasil perhitungan ini dapat dikatakan bahwa Koperasi masih kurang efektif dalam menngolah modal menjadi profit, sesuai dengan teori yang dikemukakan Hanafi (2013:42) yaitu angka ROE yang tinggi menunjukkan tingkat profitabilitas yang tinggi dan sebaliknya. Pada Tahun 2011 tingkat profitabilitas yang paling tinggi yaitu 23,62 % dan paling rendah pada Tahun 2015 yaitu 9,96 %.
5. Pembahasan Hasil Analisis Modal Kerja Dalam Meningkatkan Profitabilitas
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan modal kerja dan tingkat profitabilitas yang dimiliki Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Tahun 2011-2015 saling mempengaruhi, perubahan modal kerja berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja Tahun 2011-2015, sehingga penurunan modal kerja juga menyebabkan penurunan profit hal ini terdapat kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan Mulyati (2014) yang menyatakan bahwa modal kerja berpengaruh dengan profitsbilitas, Dan juga menurut teori Fahmi (2015:102) menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar kebutuhan untuk menunjang modal kerja juga akan semakin tinggi, dan itu diikuti juga dengan harus semakin tingginya perputaran yang bisa diberikan agar tertutupinya biaya modal kerja yang telah dikeluarkan. Secara konsep ketika turnover penjualan semakin tinggi serta melewati batas biaya modal kerja yang dikeluarkan maka artinya perusahaan akan memperoleh keuntungan ( profit ) dan begitu pula sebaliknya.
## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Efektifitas pengolahan Modal kerja yang dimiliki Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja pada Tahun 2011-2015 itu terlihat kurang baik
dimana peningkatan modal kerja pada Tahun 2012 tidak di pertahankan sehingga pada tahun 2013-2015 modal kerja terus mengalami penurunan, penurunan ini selain disebabkan adanya pembayaran hutang ke pihak ke tiga juga dipengaruhi oleh perubahan aktiva lancar yang mengalami penurunan sementara kewajiban lancar selalu mengalami peningkatan.
2. Tingkat profitabilitas Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja selama 5 tahun terlihat kurang baik dikarnakan perkembangan tingkat profitabilitas baik ditinjau dari profit margin, return on equity yang cenderung menurun meskipun jika ditinjau dari return on asset cenderung meningkat.
3. Modal kerja di Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja berperan pada tingkat profitabilitas terlihat modal kerja yang menurun tingkat profitabilitas juga ikut mengalami penurunan.
## Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bahwa modal kerja yang dimiliki Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja dalam keadaan kurang baik. Oleh karna itu diharapkan pihak koperasi dapat lebih meningkatkan lagi dalam hal pengelolaan dan penggunaan modal kerja dengan memperhatikan kestabilan modal kerjanya. Serta lebih efisien lagi dalam mengelola aktivanya, sehingga modal kerja yang ada akan mampu menunjang laba / profit.
2. Dalam meningkatkan suatu aktifitas usaha koperasi hendaknya menetapkan modal kerjanya secara efektif dan menekan biya sehingga profit yang diperoleh dapat dimaksimalkan.
## DAFTAR PUSTAKA
Baswir, Revrisond. 2010. Koperasi Indonesia . Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
Fahmi, Irham. 2015. Pengantar Manajemen Keuangan . Bandung : Alfabeta.
Hanafi, Mamduh. 2013. Manajemen Keuangan . Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
Hendar. 2010. Manajemen Perusahaan Koperasi . Jakarta : Erlangga.
Hendrojogi. 2012. Koperasi : Asas-asas,Teori, dan Praktik . Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir. 2013. Analis Laporan Keuangan . Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja. 2011. Rapat Anggota Tahunan Tahun Buku 2011 . Baturaja : Tidak Dipublikasikan.
Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja. 2012. Rapat Anggota Tahunan Tahun Buku 2012 . Baturaja : Tidak Dipublikasikan.
Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja. 2013. Rapat Anggota Tahunan Tahun Buku 2013 . Baturaja : Tidak Dipublikasikan.
Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja. 2014. Rapat Anggota Tahunan Tahun Buku 2014 . Baturaja : Tidak Dipublikasikan.
Koperasi Pegawai Negeri Karya Sejahtera Baturaja. 2015. Rapat Anggota Tahunan Tahun Buku 2015. Baturaja : Tidak Dipublikasikan.
Munawir. 2004. Analisa Laporan Keuangan . Yogyakarta : Liberty.
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 . Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Permenegkop Dan UKM No. 19 Tahun 2008 . Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1998. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1998 . Sekretariat Negara. Jakarta.
Riyanto, Bambang. 2011. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan . Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
|
ec172e1a-4d6e-46fa-9269-8d2a52761fa2 | https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt/article/download/18222/9845 | Pemanfaatan Citra Satelit Aqua-MODIS untuk Pemantauan Dinamika Spasio-Temporal Produktivitas Primer Bersih di Perairan Laut Jawa
Alfandy Putra Anugrah 1 , Zainul Hidayah 1 *, Abdurrahman As-Syakur 2 , Herlambang Aulia Rachman 1
1 Jurusan Kelautan dan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang No 02 Kamal Bangkalan Madura Jawa Timur 69162 Indonesia
2 Jurusan Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana Jl. Raya Kampus Unud Jimbaran Kuta Selatan, Bali 80361 Indonesia
Email : [email protected]
## Abstract
## Utilization of Aqua-MODIS Satellite Imagery for Spatio-Temporal Dynamics Monitoring of Net Primary Productivity in Java Sea
The Java Sea is an area with the highest rate of exploitation of fishery resources in Indonesia. As much as 32% of the total national fishery production or 2.2 million tons has come from catches in the Java Sea, even though the area of these waters only covers 7% of the total area of national waters. Fisheries productivity is related to the net primary productivity value resulting from the activity of phytoplankton or chlorophyll-a. Net primary productivity (NPP) is influenced by the presence of nutrients, light, chlorophyll-a, Photosynthetically Available Radiation (PAR) and sea surface temperature (SST). The purpose of this research is to analyze the distribution value of net primary productivity in the Java Sea by utilizing Aqua-MODIS satellite imagery using the Vertically Generalized Production Model (VGPM) method with a range of 2017-2021. The results showed that the waters of the Java Sea have quite high fertility and are classified as Eutrophic because the general monthly average from 2017-2021 has an NPP value of >750 mgC/m2/day. The value of primary productivity follows the seasonal pattern, will be high in the east moonson season and decrease in the west monsoon season.
Keywords : nett primary productivity, Java Sea, nutrients, Aqua-Modis
## Abstrak
Laut Jawa merupakan wilayah dengan laju eksploitasi sumberdaya perikanan tertinggi di Indonesia. Sebanyak 32% dari total produksi perikanan nasional atau sebesar 2,2 juta ton berasal dari hasil tangkapan di Laut Jawa meskipun luas wilayah perairan ini hanya mencakup 7% dari total luas wilayah perairan nasional. Produktivitas perikanan tangkap berhubungan dengan nilai produktivitas primer bersih hasil dari aktivitas fitoplankton atau klorofil-a. Produktivitas primer bersih di suatu perairan dipengaruhi oleh adanya unsur hara, cahaya, klorofil-a, Photosynthetically Available Radiation (PAR) dan suhu permukaan laut (SPL). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai distribusi produktivitas primer bersih di Laut Jawa dengan memanfaatkan citra satelit Aqua -MODIS menggunakan metode Vertically Generalized Production Model (VGPM) dengan rentang tahun 2017-2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan Laut Jawa memiliki kesuburan yang cukup tinggi dan tergolong Eutrofik karena rata-rata bulanan secara umum mulai dari tahun 2017-2021 memiliki nilai NPP >750 mgC/m 2 /hari. Nilai produktivitas primer mengikuti pola musim, akan tinggi pada musim timur (kemarau) dan menurun pada musim barat (penghujan).
Kata Kunci : produktivitas primer bersih, Laut Jawa, nutrients, Aqua-Modis
## PENDAHULUAN
Laut Jawa merupakan perairan dengan potensi perikanan tangkap pelagis kecil yang cukup besar di Indonesia. Pada tahun 2014-2015 tercatat bahwa produksi perikanan tangkap di Laut Jawa termasuk yang terbesar diantara Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di seluruh Indonesia. Pada periode tersebut produksi perikanan tangkap di Laut Jawa mencapai sekitar 6,03 juta ton atau setara dengan 17,91% dari total produksi perikanan tangkap Indonesia (Restiangsih & Hidayat, 2018). Sebagai perairan yang berbatasan dengan pulau-pulau besar yaitu Jawa di sebelah selatan dan
Kalimantan di sebelah utara, kondisi parameter oseanografi Laut Jawa dipengaruhi oleh massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan dan Laut Flores. Massa air tersebut mempengaruhi sebaran suhu permukaan laut (SPL) dan kandungan klorofil-a yang berdampak pada pola musim penangkapan ikan di Laut Jawa (Kusumah, 2010; Putra et al ., 2017; Saputro et al , 2023).
Klorofil-a sebagai salah satu indikator kesuburan perairan terkandung dalam organisme fitoplankton. Klorofil-a dari fitoplankton merupakan pigmen aktif yang berperan penting dalam proses fotosintesis di lingkungan perairan. Kandungan klorofil-a yang tinggi menunjukkan keberadaan fitoplankton, diikuti oleh zooplankton dan ikan pelagis yang kemudian membentuk rantai makanan (Kasim et al ., 2014). Oleh karena itu, hasil tangkapan ikan pelagis diketahui memiliki korelasi yang erat dengan kandungan klorofil-a (Ekaputra et al. , 2020; Garini et al ., 2021; Hastuti et al. , 2021; Kuswanto et al. , 2017). Lebih lanjut, konsentrasi klorofil-a adalah indikator utama yang digunakan dalam estimasi nilai produktivitas perairan yang merupakan salah satu variabel penting dalam pengelolaan sumber daya ikan (Smedi & Safitri, 2015; Hidayah et al , 2020).
Produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik berupa karbohidrat per satuan volume dan waktu, melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme yang dapat mengolah makanannya sendiri (produsen) (Lee et al. , 2015). Sementara itu, produktivitas primer bersih ( Nett Primary Productivity /NPP) adalah laju serapan bahan organik ke dalam jaringan setelah dikurangi penggunaan proses respirasi untuk jangka waktu tertentu (Asriyana & Yuliana, 2012). Selain ditentukan oleh kandungan klorofil-a, produktivitas primer bersih sebuah perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lainnya yaitu intensitas cahaya matahari, suhu permukaan laut (SPL) dan Photosintetically Active Radiation (PAR) (Wulandari et al., 2019). Produktivitas primer pada suatu perairan berperan penting dalam proses siklus karbon serta rantai makanan pada perairan, selain itu juga berperan sebagai sumber kadar gas oksigen terlarut dalam perairan (Ma et al ., 2014; Nuzapril et al ., 2017b).
Konsentrasi klorofil-a dalam perairan dapat dideteksi oleh sensor optik pada satelit penginderaan jauh. Nilai reflektan pada panjang gelombang spektrum merah hingga inframerah dekat (0,63 –1,65 μm) umumnya digunakan untuk memetakan sebaran klorofil -a dan menghitung besarnya produktivitas primer suatu perairan. Salah satu citra satelit yang dapat digunakan untuk memperkirakan produktivitas primer adalah satelit Aqua dengan sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) level 3. Data citra Aqua - MODIS Level 3 adalah citra yang telah terkoreksi atmosfer dan radiometrik.
Pemanfaatan citra satelit Aqua-MODIS untuk menduga sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia antara lain telah dilakukan di perairan Selat Bangka, Teluk Jakarta, Selat Bali, pantai barat Sumatera, selatan Maluku serta beberapa perairan lain di Indonesia (Haryanto et al ., 2021; Iswari et al ., 2016; Pasaribu et al ., 2021; Prianto et al ., 2013; Tarigan & Wiadnyana, 2013). Namun, penelitian-penelitian tersebut hanya menganalisis sebaran klorofil di permukaan air. Sementara itu, analisis lanjutan untuk mengetahui tingkat produktivitas primer belum banyak dilakukan. Studi tentang variabilitas produktivitas primer tercatat dilakukan pada tahun 2019 di perairan Samudra Hindia selatan Jawa (Wulandari et al. , 2019). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spasial dan temporal produktivitas primer bersih perairan Laut Jawa serta dinamika perubahannya berdasarkan musim.
## MATERI DAN METODE
Lokasi penelitian ini adalah perairan Laut Jawa yang terletak diantara 5°21 ’ 47,09"LS - 6°7'28,62"LS dan 106°17'34,08"BT - 116°31'8,92"BT (Gambar 1). Luas Laut Jawa diperkirakan sekitar 310.000 km 2 dan berbatasan dengan pesisir utara Jawa dan Madura, timur Sumatera dan selatan Kalimantan. Terdapat beberapa gugusan pulau kecil di perairan ini antara lain Kepulauan Seribu, Karimunjawa dan Bawean. Kondisi batimetri Laut Jawa termasuk dalam perairan dangkal dengan
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Perairan Laut Jawa
kedalaman hingga mencapai 46 meter. Tipe pasang surut yang dominan di Laut Jawa adalah campuran condong ke harian tunggal ( mixed tide prevailing diurnal ) (Budi & Pamungkas, 2017). Pada kondisi normal, tinggi gelombang di Laut Jawa berkisar antara 0,2-0,5 meter namun saat kondisi cuaca buruk tinggi gelombang dapat mencapai 2,5 – 3,0 meter.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data bulanan dari tahun 2018-2022 yang terdiri dari parameter SPL, PAR dan konsentrasi klorofil-a yang berasal dari citra Aqua-MODIS ( Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer ) level 3 dengan resolusi spasial 1 km. Data-data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan nilai produktivitas primer bersih menggunakan model Vertically Generalized Production Model (VGPM)(Behrenfeld & Falkowski, 1997). Metode VGPM merupakan salah satu metode yang digunakan untuk estimasi produktivitas primer bersih berbasis nilai klorofil-a yang melakukan proses produksi primer dari permukaan laut menuju kedalaman eufotik (Putra et al ., 2017; Wulandari et al ., 2019). Data pendukung lain untuk mendapatkan nilai produktivitas primer bersih yaitu data Day length atau data lama penyinaran matahari yang diperoleh menggunakan model Brock (Kaskaoutis & Polo, 2019). Alur perhitungan produktivitas primer bersih disajikan pada Gambar 2. Formula perhitungan produktivitas primer bersih adalah sebagai berikut :
NPP = P B Opt x E0 x Zeu x Csat x DL....................(1)
Pada persamaan 1, NPP merupakan nilai produktivitas primer bersih harian dari permukaan hingga kedalaman zona eufotik (mgC m -2 hari -1 ); Zeu merupakan estimasi kedalaman eufotik (m) yang diperoleh berdasarkan nilai klorofil-a. DL ( Day Length) merupakan lama siang hari (jam/hari); Csat merupakan nilai dari konsentrasi klorofil-a permukaan laut yang diperoleh dari data satelit Aqua- MODIS (mgChl/m 3 ); P B opt merupakan tingkat maksimum fiksasi karbon dalam kolom air
sebagai fungsi polinom SPL. Penerapan perhitungan NPP pada citra Aqua-MODIS dinyatakan dalam formula-formula dibawah ini :
𝑃 𝐵 𝑜𝑝𝑡 = { 1,13 𝑖𝑓 𝑇 < −1.0
4,00 𝑖𝑓 𝑇 > 28,8 𝑃𝐵𝑜𝑝𝑡 𝑂𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒 ...................(2) P B Opt = 1,2956 + 2,749 x 10 -1 T + 6,17 x 10 -2 T 2 – 2,05 x 10 -2 T 3 + 2,462 x 10 -3
T 4 – 1,348 x 10 -4 T 5 + 3,4132 x 10 -6 T 6 – 3,27 x 10 -8 T 7 ..........(3) 𝐶 𝑡𝑜𝑡 = { 38,0 (𝐶𝑠𝑎𝑡) 0.425 𝑖𝑓 𝐶𝑠𝑎𝑡 < 1 40,2 (𝐶𝑠𝑎𝑡) 0.507 𝑖𝑓 𝐶𝑠𝑎𝑡 > 1 .............(4) 𝐶 𝑠𝑎𝑡 = { 𝑍𝑒𝑢1 = 200(𝐶𝑡𝑜𝑡) −0,293 568,2(𝐶𝑡𝑜𝑡) −0,746 𝑖𝑓 𝑍𝑒𝑢1 < 102 ......(5)
𝐸 0 = { 0 𝑖𝑓 𝑃𝐴𝑅 < 0 𝐸0 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒 ......................................(6) 𝐸 0 = 0,66125 𝑥 𝑃𝐴𝑅 𝑃𝐴𝑅+4,1 ................................(7)
Keterangan : T = suhu permukaan laut ( o C); C tot = nilai konsentrasi klorofil total (mgChl/m 3 ); C sat = nilai konsentrasi klorofil dari citra satelit Aqua-MODIS; E 0 = sea surface daily ; PAR (mol quanta/m 2 /hari).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Data SPL Laut Jawa diperoleh dari pengolahan citra satelit Aqua-MODIS tahun 2018-2022 yang kemudian dirata-rata untuk setiap bulan (Gambar 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa sepanjang tahun nilai SPL Laut Jawa berkisar antara 21 o C sampai dengan 35,6 o C. Rata-rata nilai SPL pada musim barat (30,17 o C ± 0,38 o C) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan musim timur (28,59 o C ± 0,24 o C). Fluktuasi bulanan SPL Laut Jawa disajikan pada Gambar 4.
Gambar 2. Diagram Alir Perhitungan Nilai Produktivitas Primer Bersih
Pada model VGPM nilai SPL selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya tingkat maksimum fiksasi karbon dalam kolom air (P B opt). Menggunakan hasil perhitungan nilai rata-rata SPL, maka dapat diketahui bahwa nilai P B opt perairan Laut Jawa memiliki nilai kisaran 0,8 mgChl/hari hingga 5,5 mgChl/hari dengan rata-rata perbulannya 3,5 mgChl/hari hingga 4,12 mgChl/hari. Kisaran Nilai P B opt Laut Jawa termasuk dalam kategori yang baik dan mendukung fitoplankton untuk melakukan fotosintesis secara maksimal (Rahmat et al , 2016).
## Konsentrasi Klorofil-a
Berdasarkan hasil pengolahan citra satelit Aqua-MODIS menunjukkan bahwa nilai rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa pada periode tahun 2018-2022 termasuk rendah, yaitu <2 mg/m 3 . Perairan dengan kandungan klorofil-a rendah (oligotrofik) memiliki kandungan unsur hara yang rendah dan belum tercemar. Perairan oligotrofik pada umumnya jernih dan tidak dijumpai melimpahnya tanaman air serta alga (Isnaeni et al ., 2015). Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a Laut Jawa disajikan pada Gambar 5. Nilai konsentrasi klorofil-a nampak tinggi pada daerah dekat dengan
Gambar 3. Rata-Rata Nilai SPL Laut Jawa Tahun 2018-2022
Gambar 4 . Fluktuasi SPL Bulanan Laut Jawa Tahun 2018-2022
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sep Okt Nov Des 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5 31,0 31,5 Suhu Perm uka aa n L au t ( Celcius) Bulan 2018 2019 2020 2021 2022
pantai dibandingkan dengan perairan lepas pantai. Hal ini disebabkan karena adanya suplai nutrien dari daratan yang lebih besar dibandingkan dengan perairan lepas pantai (Nuzapril et al ., 2017b).
Rata-rata nilai konsentrasi klorofil di perairan Laut Jawa pada musim barat (1,03 mg/m 3 ± 0,14 mg/m 3 ) lebih tinggi dibandingkan kondisi saat musim timur (0,84 mg/m 3 ± 0,16 mg/m 3 ). Rata-rata nilai konsentrasi klorofil-a per bulan pada periode tahun 2018-2022 ditampilkan pada Gambar 6. Variabilitas iklim tahunan dan pergerakan arus diperkirakan menjadi penyebab meningkatkan kandungan klorofil pada musim barat. Pada saat musim barat (November-Februari) tampak terjadi peningkatan SPL (Gambar 3) sebagai akibat pengaruh massa air hangat yang mengalir dari belahan bumi selatan, khususnya perairan Benua Australia yang mengalami musim panas. Kombinasi kenaikan SPL dan ketersediaan nutrient menyebabkan kenaikan konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa.
Gambar 5. Rata-Rata Nilai Konsentrasi Klorofil-a Laut Jawa Tahun 2018-2022
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sep Okt Nov Des 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 Konse ntr asi Kloro fil mg /m3 Bulan 2018 2019 2020 2021
2022
Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui nilai kedalaman eufotik (Z eu ) yang merupakan batas kedalaman dimana cahaya matahari dapat menembus perairan. Tinggi atau rendahnya nilai zona eufotik dipengaruhi oleh nilai estimasi konsentrasi klorofil yang dihitung sebelumnya, dengan pendekatan bahwa fitoplankton yang membawa pigmen klorofil-a banyak hidup di daerah perairan yang dangkal karena melimpahnya nutrien dan cahaya matahari masih menembus perairan untuk melakukan fotosintesis.
Perairan Laut Jawa memiliki rata-rata kedalaman eufotik berkisar antara 25,25 m hingga 49,54 m dengan rata-rata bulanan mencapai 38,51 m ± 15,84 m. Namun, saat bulan-bulan tertentu (Maret-April dan September-Oktober) kedalaman eufotik di sebagian besar Laut Jawa mencapai nilai maksimal yaitu > 70 m (Gambar 7). Jika dibandingkan dengan kedalaman rata-rata laut Jawa yang diperkirakan < 100 meter, maka zona eufotik perairan Laut Jawa termasuk cukup dalam. Untuk perairan laut yang bebas dari pengaruh padatan tersuspensi yang meningkatkan kekeruhan perairan , kedalam zona eufotik bisa mencapai hingga 150 m (Nuzapril et al ., 2017a).
Produktivitas Primer Bersih ( Net Primary Productivity )
Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa nilai rata-rata produktivitas primer bersih (NPP) bulanan pada tahun 2018 – 2022 di perairan Laut Jawa cenderung memiliki pola yang sama (Gambar 8). Nilai NPP tertinggi umumnya terjadi pada puncak musim barat, antara bulan Desember hingga Januari dengan kisaran mencapai 900 -1100 mgC/m 2 /hari. Nilai NPP cenderung stabil dan tidak berfluktuatif selama musim peralihan I hingga musim timur dengan kisaran mencapai 750 – 850 mgC/m 2 /hari. Selanjutnya, selama musim peralihan II NPP perairan Laut Jawa berada pada kisaran terendah mencapai 500 – 700 mgC/m 2 /hari. Perbedaan pola terjadi pada tahun 2022 dimana nilai rata-rata NPP terendah terjadi pada bulan Maret dengan nilai rata-rata NPP 747,62 mgC/m 2 /hari, sedangkan nilai rata-rata NPP tertinggi justru terjadi dibulan Oktober sebesar 904,29 mgC/m 2 /hari.
Berdasarkan sebaran spasial produktivitas primer bersih dapat dilihat bahwa konsentrasi NPP terlihat tinggi di daerah dekat pantai dan semakin berkurang mengarah laut lepas (Gambar 9). Sebaran spasial rata-rata NPP bulanan dari tahun 2018 - 2022 menunjukkan nilai yang lebih rendah saat musim timur dan peralihan I. Kawasan perairan pesisir selatan Pulau Kalimantan secara konsisten
Gambar 8. Fluktuasi Konsentrasi Klorofil Bulanan Laut Jawa Tahun 2018-2022
menunjukkan nilai NPP yang tinggi sepanjang tahun. Hal ini terjadi karena kawasan tersebut merupakan muara dari beberapa sungai besar yang membawa massa air dengan kandungan nutrient yang tinggi. Kandungan klorofil dan keberadaan fitoplankton memberikan dampak penting pada produktivitas primer perairan muara. Fitoplankton mempunyai klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis yang menghasilkan zat gula dan oksigen (Febbrianna et al ., 2018).
Sebaran spasial dan temporal nilai NPP di perairan laut secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi biomassa fitoplankton sebagai organisme autotrof. Distribusi temporal sangat dipengaruhi siklus matahari tahunan dan harian, misalnya alga motil yang melakukan migrasi vertikal harian. Distribusi temporal juga disebabkan siklus reproduksi, seperti peningkatan jumlah beberapa jenis fitoplankton pada bulan-bulan tertentu (Mercado-Santana et al ., 2017; Vallina et al ., 2017). Sementara itu, supplai nutrient menjadi faktor yang berpengaruh terhadap sebaran NPP secara spasial. Kondisi perairan yang kaya unsur hara mengandung kelimpahan fitoplankton yang tinggi, sehingga proses fotosintesis terjadi dengan laju yang optimal. Namun, dapat terjadi pula kelimpahan fitoplankton yang tinggi terjadi di perairan yang cukup jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkatnya sejumlah nutrien ke permukaan perairan akibat pembalikan massa air atau upwelling . Proses upwelling ini mengakibatkan terjadinya pengkayaan nutrien sehingga kelimpahan fitoplankton dan produktivitas primer meningkat.
Hubungan antara kandungan klorofil-a, produktivitas primer dan kelimpahan fitoplankton seringkali dikaitkan dengan produksi perikanan tangkap. Interaksi antara mangsa dan predator dalam rantai makanan menunjukkan keberadaan zooplankton berupa kopepoda menjadi faktor penting keberadaan ikan pelagis dalam perairan tergantung pada kelimpahan fitoplankton yang dapat diindikasikan oleh tingkat kandungan klorofil-a. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adnan (2008) dan (Kasim et al ., 2014) menunjukkan pengaruh nyata kandungan klorofil-a terhadap jumlah produksi tangkapan ikan layang ( Decapterus russelli ) di perairan Laut Jawa (p<0,05; r=0,56). Penelitian-penelitian lain yang dilakukan di perairan Halmahera dan Pelabuhan Ratu juga mengkonfirmasi temuan ini untuk beberapa jenis ikan pelagis lainnya seperti cakalang ( Katsuwonus pelamis ), tuna ( Euthynnus sp ), dan teri ( Stelesphorus sp ) (Ekaputra et al ., 2020; Hastuti et al ., 2021; Supyan et al ., 2020).
Perkembangan teknik pengolahan citra satelit memungkinkan untuk menganalisis kandungan klorofil yang dikombinasikan dengan suhu permukaan laut (SPL) untuk menjadi indikator utama pendugaan ZPPI (Zona Potensial Penangkapan Ikan) di berbagai wilayah perairan di Indonesia. Titik ZPPI ditentukan dengan cara melihat kontur sebaran SPL dan klorofil-a yang saling berpotongan satu sama lain. Titik pertemuan antara kontur yang dihasilkan dari SPL dan distribusi Klorofil kemungkinan
merupakan daerah penangkapan ikan yang baik untuk perikanan pelagis kecil (Fitriani et al ., 2020; Mursyidin & Musfikar, 2021). Rentang nilai SPL dan kandungan klorofil-a yang dijadikan sebagai indikator penentuan ZPPI spesifik untuk tiap spesies ikan pelagis, namun umumnya berkisar antara 24-32 o C dan >0,2 mg/m 3 (Hasyim, 2015; Juliana & Indra, 2021; Saifuddin et al ., 2019; Sulistyowati et al ., 2022).
Citra satelit Aqua MODIS resolusi spasial 1 km menjadi sumber utama data klorofil dan SPL yang digunakan secara resmi oleh Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh – LAPAN dalam penyediaan informasi ZPPI secara periodik. Selain informasi resmi yang dikeluarkan pemerintah, citra satelit ini juga cukup sering digunakan oleh para peneliti dalam pendugaan ZPPI untuk wilayah perairan tertentu khususnya Laut Jawa, Samudera Hindia dan berbagai perairan lainnya di Indonesia. Kelebihan utama dari satelit ini adalah resolusi temporal nya yang cukup tinggi. Satelit Aqua-MODIS mengorbit bumi secara polar pada ketinggian 705 km dan melewati wilayah sekitar ekuator (± 30 o LU-LS) setiap dua hari pada pukul 10.30 waktu lokal. Dengan resolusi temporal tersebut, pemantauan harian dinamika atmosfer dan lautan dapat diperoleh secara kontinu. Lebih jauh, satelit Aqua-MODIS memiliki resolusi spektral yang lebih tinggi dibandingkan satelit sejenis seperti NOAA-AVHRR ( Advanced Very High Resolution Radiometer ), SeaWIFS ( Sea-viewing Wide Field of View Sensor ) dan HIRS ( High Resolution Imaging Spectrometer ). Sensor pada satelit Aqua- MODIS dapat mendeteksi pantulan gelombang elektromagnetik dalam 36 saluran ( band ) berbeda. Khusus untuk deteksi fitoplankton, ocean colour dan proses biogeokimia laut saluran yang digunakan adalah band 8- 16 dengan panjang gelombang (λ) 405 -877 nm. Konfigurasi band pada satelit Aqua-MODIS sangat bermanfaat untuk mengamati dinamika yang terjadi di atmosfer dan permukaan laut secara global.
## KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan penggunaan citra satelit Aqua-MODIS dalam pemantauan produktivitas primer bersih (NPP) di perairan Laut Jawa selama 5 tahun (2018-2022). Sebaran spasio- temporal NPP secara langsung dipengaruhi oleh kandungan klorofil-a yang ditunjukkan dengan konsistensi pola/ fluktuasi bulanan yang diperoleh. Sebaran spasial menunjukkan bahwa di kawasan pesisir utara Pulau Jawa dan selatan Pulau Sumatra memiliki NPP yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPP di perairan laut lepas. Hal tersebut disebabkan oleh supplai unsur hara yang dibawa oleh aliran sungai dan bermuara di kawasan pesisir. Nilai NPP teramati lebih tinggi saat musim barat dan mencapai maksimal pada bulan Desember-Februari (900-1100 mgC/m 2 /hari). Sementara itu selama musim timur dan peralihan I, nilai NPP cenderung stabil dan tidak berfluktuatif (500-700 mgC/m 2 /hari).
## DAFTAR PUSTAKA
Behrenfeld, M.J., & Falkowski, P.G. (1997). Photosynthetic rates derived from satellite-based chlorophyll concentration. Limnology and Oceanography , 42(1), 1 – 20. doi: 10.4319/lo.1997.42.1.0001 Budi, W., & Pamungkas, A. (2017). Perbandingan Karakteristik Oseanografi Pesisir Utara Dan. Prosiding Seminar Nasional Kelautan Dan Perikanan , September , p.191 – 202.
Ekaputra, M., Hamdani, H., Suryadi, I.B.B., & Apriliani, I.M. (2020). Penentuan Daerah Penangkapan Potensial Ikan Tongkol (Euthynnus sp.) Berdasarkan Citra Satelit Klorofil-A Di Palabuhanratu, Jawa Barat. Albacore Jurnal Penelitian Perikanan Laut , 3(2), 169 – 178. doi: 10.29244/ core.3.2.169-178 Febbrianna, V., Muskananfola, M. R., & Suryanti, S. (2018). Produktivitas Primer Perairan Berdasarkan Kandungan Klorofil-A Dan Kelimpahan Fitoplankton Di Muara Sungai Bedono Demak. Management of Aquatic Resources Journal , 6(3), 318 – 325. doi: 10.14710/marj.v6i3. 20593 Fitriani, N., Bashit, N., & Hadi, F. (2020). Analisis Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan (Fishing Ground)Dengan Menggunakan Citra Satelit Terra Modis Dan Parameter Oseanografi. Jurnal Geodesi Undip , 10(1), 50 – 58.
Garini, B. N., Suprijanto, J., & Pratikto, I. (2021). Kandungan Klorofil-a dan Kelimpahan di Perairan Kendal, Jawa Tengah. Journal of Marine Research , 10 (1), 102 – 108. doi: 10.14710/ jmr.v10i1.28655 Haryanto, Y.D., Hadiman, H., Agdialta, R., & Riama, N.F. (2021). Pengaruh El Niño Terhadap Pola Distribusi Klorofil-a dan Pola Arus di Wilayah Perairan Selatan Maluku. Jurnal Kelautan Tropis , 24(3), 364 – 374. doi: 10.14710/jkt.v24i3.10456 Hastuti, H., Wirasatriya, A., Maslukah, L., Subardjo, P., & Kunarso, K. (2021). Pengaruh Faktor Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Teri (Stelesphorus sp) di Jepara. Indonesian Journal of Oceanography , 3(2), 197 – 205. doi: 10.14710/ijoce.v3i2.11222
Hasyim, B. (2015). Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan ikan berdasarkan data penginderaan jauh. Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM) . Hidayah, Z., Nuzula, N.I., & Wiyanto, D.B. (2020). Analisa Keberlanjutan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Perairan Selat Madura Jawa Timur. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada , 22 (2), 101-111.
Isnaeni, N., Suryanti, & Purnomo, P.W. (2015). Kesuburan Perairan Berdasarkan Nitrat, Fosfat dan Klorofil-A di Perairan Ekosistem Terumbu Karang Pulau Karimunjawa. Management of Aquatic Resources Journal , 4(2), 75 – 81.
Iswari, A.R., Hani’ah, & Nugraha, A.L. (2016). Analisis Hubungan Produktivitas Ikan lemuru dengan Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a menggunakan Citra Satelit Aqua Modis (Studi Kasus : Selat Bali). Jurnal Geodesi Undip , 5(4), 233 – 242.
Juliana, G., & Indra, T. (2021). Analisis Zona Potensi Penangkapan Ikan Tenggiri Berbasis Citra Satelit Aqua Modis Di Perairan Kabupaten Pangandaran. FTSP Series 2 Seminasr Nasional , 486 – 500. Kasim, K., Triharyuni, S., & Wujdi, A. (2014). Hubungan Ikan Pelagis Dengan Konsentrasi Klorofil-A Di Laut Jawa Interrelationships Between Pelagic Fish And Chlorophyll- A In The Java Sea Interrelationships Between Pelagic Fish And Chlorophyll-A. Bawal , 6(April 2014), 21 – 29. Kaskaoutis, D., & Polo, J. (2019). Editorial for the special issue “solar radiation, modeling, and remote sensing.” Remote Sensing , 11(10), 10 – 12. doi: 10.3390/rs11101198
Kusumah, H. (2010). Karakteristik Parameter Fisika dan Kandungan Klorofil-a di Laut Jawa. In Ilmu Kelautan - Indonesian Journal of Marine Sciences, 13(2), 103 – 112).
Kuswanto, T. D., Syamsuddin, M.L., & Sunarto. (2017). Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol di Teluk Lampung. Jurnal Perikanan Dan Kelautan , VIII (2), 90 – 102.
Lee, Z., Marra, J., Perry, M. J., & Kahru, M. (2015). Estimating oceanic primary productivity from ocean color remote sensing: A strategic assessment. Journal of Marine Systems , 149, 50 – 59. doi: 10.1016/j.jmarsys.2014.11.015
Ma, S., Tao, Z., Yang, X., Yu, Y., Zhou, X., Ma, W., & Li, Z. (2014). Estimation of marine primary productivity from satellite-derived phytoplankton absorption data. IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth Observations and Remote Sensing , 7(7), 3084 – 3092. doi:
10.1109/JSTARS.2014.2298863
Mercado-Santana, J.A., Santamaría-del-Ángel, E., González-Silvera, A., Sánchez-Velasco, L., Gracia- Escobar, M. F., Millán-Núñez, R., & Torres-Navarrete, C. (2017). Productivity in the Gulf of California large marine ecosystem. Environmental Development , 22, 18 – 29. doi: 10.1016/ j.envdev.2017.01.003
Mursyidin, M. & Musfikar, R. (2021). Pemetaan Zona Potensi Pengakapan Ikan Perairan Kabupaten Pidie Menggunakan Citra Satelit Aqua Modis. CIRCUIT: Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro , 5(1), 43-50. doi: 10.22373/crc.v5i1.8248
Nuzapril, M., Susilo, S. B., & Panjaitan, J.P. (2017a). Estimasi Produktivitas Primer Perairan Berdasarkan Satelit Landsat-8 di Perairan Kepulauan Karimun Jawa. Jurnal Penginderaan Jauh , 14(1), 25 – 36. Nuzapril, M., Susilo, S. B., & Panjaitan, J. P. (2017b). Hubungan Antara Konsentrasi Klorofil-a Dengan Tingkat Produktivitas Primer Menggunakan Citra Satelit Landsat-8. Jurnal Teknologi Perikanan Dan Kelautan , 8 (1), 105 – 114. doi: 10.24319/jtpk.8.105-114
Pasaribu, P. S., Mubarak, M., & Galib, M. (2021). Study of Fishing Ground Determination Based on Chlorophyll-a Distribution in Sibolga Waters using Aqua Modis Satellite. Journal of Coastal and Ocean Sciences , 2 (1), 61 – 65. doi: 10.31258/jocos.2.1.61-65
Prianto, Ulqodry, T.Z., & Aryawati, R. (2013). Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Selat Bangka dengan Menggunakan Citra Aqua-Modis. Maspari Journal , 5(1), 22 – 33.
Putra, E., Gaol, J. L., & Siregar, V. P. (2017). Hubungan Konsentrasi Klorofil-a Dan Suhu Permukaan Laut Dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Utama Di Perairan Laut Jawa Dari Citra Satelit Modis. Jurnal Teknologi Perikanan Dan Kelautan , 3(2), 1 – 10. doi: 10.24319/jtpk.3.1-10
Restiangsih, Y.H., & Hidayat, T. (2018). Analisis Pertumbuhan Dan Laju Eksploitasi Ikan Tongkol Abu- Abu, Thunnus tonggol (Bleeker, 1851) di Perairan Laut Jawa. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap , 10(2), 95. doi: 10.15578/bawal.10.2.2018.95-104
Saifuddin, A., Febrianto, V., Purwandari, P., & Hidayat, I.A. (2019). Pemetaan Zona Potensi Penangkapan Ikan Menggunakan Citra Terra Modis Di Kabupaten Jepara. Prosiding Seminar Nasional Geografi, October 2019, 355 – 366.
Saputro, A. A., Hidayah, Z., & Wirayuhanto, H. (2023). Pemodelan Dinamika Arus Permukaan Laut Alur Pelayaran Barat Surabaya. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology , 16(1), 88-100.
Smedi, B., & Safitri, N.M. (2015). Estimasi Distribusi Klorofil-A di Perairan Selat Madura Menggunakan Data Citra Satelit Modis dan Pengukuran In Situ Pada Musim Timur. Research Journal of Life Science , 2(1), 40 – 49.
Sulistyowati, B.I., Istrianto, K., & Sukma, P.D. (2022). Analysis Of Potential Zone Catching Of Yellow Fin Tuna (Thunnus Albacares) Based on Aqua Modis Images in Cilacap Waters. Barakuda 45: Jurnal Ilmu Perikanan Dan Kelautan , 4(2), 232 – 239. doi: 10.47685/barakuda45.v4i2.283
Supyan, S., Noman Susanto, A., & Rizky, M.F. (2020). Hubungan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan cakalang di daerah fishing ground bagian barat pulau Halmahera. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan , 3(1), 94 – 105. doi: 10.33387/jikk.v3i1.1864 Tarigan, M.S., & Wiadnyana, N.N. (2013). Pemantauan Konsentrasi Klorofil-a Menggunakan Citra Satelit Terra-Aqua Modis Di Teluk Jakarta. Jurnal Kelautan Nasional , 8(2), p.81. doi: 10.15578/jkn.v8i2.6226
Vallina, S.M., Cermeno, P., Dutkiewicz, S., Loreau, M., & Montoya, J.M. (2017). Phytoplankton functional diversity increases ecosystem productivity and stability. Ecological Modelling , 361, 184 – 196. doi: 10.1016/j.ecolmodel.2017.06.020
Wulandari, N.N.R., Aryanti, N.L.N., & Hendrawan, I.G. (2019). Studi Variabilitas Produktivitas Primer Bersih di Perairan Selatan Indonesia Berdasarkan Data Satelit Aqua Modis. Journal of Marine Research and Technology , 2(2), 38 – 42.
|
bf709ccc-2234-4377-87b5-f073f184bcad | http://jurnalfe.ustjogja.ac.id/index.php/akuntansi/article/download/2418/794 |
## PENGARUH TEKANAN WAKTU, PENGALAMAN, KEPRIBADIAN, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR MENDETEKSI KECURANGAN
Nur Maulidah* Made Dudy Satyawan
Universitas Negeri Surabaya *email: [email protected]
ABSTRACT INFO ARTIKEL
This research was conducted to find out the factors that affect the fraud detection ability of auditors, namely factors of time pressure, experience, personality, and professional auditor skepticism. Auditors who work at KAP Surabaya are the population used by purposive sampling of 60 auditors. This research is a quantitative type research with the help of multiple linear regression analysis tools with dummy variables. Primary data with the distribution of online and offline questionnaires is a type of data from research. The results showed that time pressure and professional skepticism had a significant effect on the ability to detect fraud, while the auditor experience and personality variables did not significantly influence the ability to detect fraud.
Diterima: 22 April 2021 Direview: 20 Mei 2021 Disetujui: 16 Juni 2021 Terbit: 30 Juni 2021 Keywords:
Time Pressure, Auditors Experience, Auditors Personality, Professional Scepticsism, Ability To Detect Fraud
## PENDAHULUAN
Dalam suatu ketentuan undang-undang tentang akuntan publik menjelaskan bahwa profesi akuntan merupakan profesi memberikan kepercayaan dan keyakinan untuk memastikan sebuah laporan keuangan yang telah disediakan oleh suatu pihak telah disusun yang disesuaikan dengan standar dan aturan yang ada sehingga bisa mengetahui ada atau tidaknya salah saji material karena sebuah kekeliruan (eror) ataupun kecurangan yang keduanya memiliki arti yang berbeda. Menurut Guelpa dkk, (2017) kecurangan atau fraud merupakan tindakan penipuan atau kelicikan yang dilakukan yang berakibat pada kerugian pada pihak lain (Narayana & Ariyanto, 2020). Pada dasarnya pendeteksian kecurangan ini harus dilakukan secara berulang dikarenakan kecurangan akan terus berkembang (Narayana & Ariyanto, 2020). Seorang auditor dalam melakukan kegiatan pendeteksian kecurangan diharuskan memiliki keterampilan serta kemampuan terutama dalam bidang forensik dan investigasi (Tuanakotta, 2015). Menurut Kelley (1973) dalam penelitian Narayana & Ariyanto (2020) menjelaskan bahwa deteksi kecurangan yang efektif itu selain akan menumbuhkan kekuatan internal juga akan menumbuhkan kekuatan eksternal sehingga secara khusus dapat menganggapi pertanyaan persepsi sosial yang juga mengarah pada persepsi diri.
Dalam 10 tahun terakhir ini, begitu banyak perusahaan yang terkena kasus kecurangan mulai dari Badan Usaha Milik Negara hingga Badan Usaha Miliki Swasta salah satu perusahaan BUMN yaitu PT. Hanson International, Tbk. Sekitar tahun 2016 hingga 2017 PT. Hanson International, Tbk yang bergerak dibidang property landbank terbesar di Indonesia yang memiliki beberapa anak perusahaan terkena kasus pelanggaran dalam melakukan penyajian laporan keuangan tahun buku 31
Desember 2016. Pelanggaran yang dilakukan berupa salah saji material mengenai pengakuan pendapatan dengan metode akrual penuh atas transaksi sehingga menyebabkan adanya overstatement dikarenakan pihak perusahaan tidak menyampaikan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB) kepada auditor yang bertugas mengaudit laporan tahunannya. Kesalahan penyajian laporan keuangan ini merupakan pelanggaran yang tertuang dalam kebijakan Standar Akuntansi Keuangan 44 yang mengatur tentang akuntansi Real Estat (Wareza, 2019). Sehingga pihak peerusahaan dan KAP diberikan sanksi berupa denda, dimana jika dilihat dari pihak KAP, KAP melakukan pelanggaran terhadap UU Pasar Modal pasal 66, SPAP SA 200 dan seksi 130 mengenai kodek etik profesi akuntan publik dari institute Akuntan Publik Indonesia dan untuk perusahaan mendapatkan sanksi oleh OJK dengan denda sebesar Rp. 500 Juta untuk perusahaan, Rp. 5 miliar untuk direktur utama, dan Rp. 100 Juta untuk direksi lainnya. Selain sanksi kepada pihak perusahaan, pihak KAP yang mengaudit pun juga dikenakan sanksi oleh OJK yaitu pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama satu tahun (Idris, 2020). Berdasarkan kasus yang terjadi, menjelaskan secara singkat jika auditor yang melakukan penugasan audit tidak bisa mengumpulkan bukti audit yang cukup dan tepat sehingga mengakibatkan salah saji material yang dilakukan oleh perusahaan tidak bisa terdeteksi. Kegagalan ini sering terjadi saat melakukan audit dengan berbagai penyebab, seperti yang tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (IICPA (Indonesian Institute of Certified Public Accountants), 2012) dijelaskan bahwa kegagalan dapat terjadi jika pendokumentasian audit mulai dari dokumentasi prosedur audit hingga bukti audit yang diperoleh tidak dilakukan dengan tepat dan tidak cukup seperti pada kasus PT. Hanson International Tbk. Sehingga, dibutuhkan sebuah ketenangan, ketelitian, dan waktu yang cukup dalam pengumpulan bukti audit yang akan meminimalisir kegagalan seperti halnya jika terdapat tekanan dari luar yaitu tekanan waktu berakibat pada bukti audit yang terkumpul kurang memadai untuk kegiatan deteksi kecurangan.
Tekanan waktu adalah batasan waktu atau rentang waktu yang ditentukan untuk menyelesaikan suatu penugasan audit dan diharuskan selesai sesuai dengan waktu yang tersedia. Menurut Liyangarachchi et al (2008) dalam penelitian (Kautsar, 2016) menjelaskan bahwa tekanan waktu merupakan salah satu jenis tekanan yang memiliki potensi dalam merusak lingkungan pengendalian auditor. Seperti halnya jika bekerja dengan keterbatasan waktu yang tersedia, maka akan mempengaruhi kinerja yang berdampak pada hasil auditnya berkualitas atau tidak (Ahituv & Igbaria, 1998., dalam penelitian Kautsar, 2016). Penyebab kegagalan lain dalam kegiatan pendeteksian kecurangan yang dilakukan oleh auditor adalah pengalaman yang dimiliki seorang auditor. Sebuah pengalaman didapat saat melakukan suatu observasi langsung atau bahkan berpartisipasi langsung dalam aktivitas pengauditan khususnya. Dari sebuah pengalaman dapat memberikan perubahan peningkatan atas kemampuan auditor dalam menilai risiko yang berkaitan dengan kecurangan menurut Knap (2001) dalam penelitian Sayed Hussin et al., (2017). Hal ini dikarenakan auditor yang memiliki pengalaman lebih banyak, pengetahuan yang dimiliki serta kemampuan dalam menampung pikiran lebih baik dibanding dengan auditor yang tidak berpengalaman (Larasati 2019, dalam penelitian Narayana & Ariyanto, 2020). Selain itu, diduga juga kepribadian auditor merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada kegiatan deteksi kecurangan. Menurut Feist (2009:430) dalam penelitian Ranu & Merawati (2017) memberikan arti bahwa kepribadian merupakan salah satu diantara indikator dalam menentukan kinerja seseorang yang sesuai dengan teori kepribadian bahwasanya perilaku ditentukan oleh kepribadian seseorang. Dalam pelaksanaan dan perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sikap skeptisisme profesionalnya sebagai pengingat dan antisipasi terhadap kondisi dan situasi tertentu yang akan terjadi yang dapat memungkinkan laporan keuangan yang tersedia mengandung salah saji material (IAPI, 2013). Tingginya skeptisisme profesional yang dimiliki oleh auditor berarti besarnya kemampuan auditor untuk mendapatkan informasi terkait kejanggalan yang ada sehingga kecurangan dapat terungkap. Hal ini juga dapat meningkatkan kinerja dari auditor dalam melakukan pendeteksian kecuarangan sesuai dengan tanggung jawab auditor yang tertuang dalam SA 240 (Sanjaya, 2017).
Berdasarkan paparan penjelasan diatas, penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari tekanan waktu, pengalaman auditor, kepribadian auditor, dan skeptisisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Studi Empiris KAP di Surabaya). Sehingga
peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang akan menjadi topik pembicaraannya yaitu apakah kemam puan auditor dalam mendeteksi kecurangan dipengaruhi oleh tekanan waktu, pengalaman, kepribadian, dan skeptisisme profesional. Dari beberapa permasalahan yang telah dirumuskan, berikut tujuan penelitiannya yaitu : untuk mengetahui kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dipengaruhi oleh tekanan waktu, pengalaman, kepribadian, dan skeptisisme profesional.
## LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
## Policeman Theory
Ittonen (2010) berpendapat bahwa teori ini sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab auditor mengenai tanggung jawab dalam mencari, menemukan, bahkan mencegah atau mendeteksi adanya kecurangan (Gaye & Colley, 2020). Teori ini menganggap bahwa auditor dijadikan sebagai polisi yang memiliki dasaran pada akurasi aritmatika dan pencegahan kecurangan, dalam menjalankan fungsinya sebagai pemolisian, dibutuhkan sebuah perencanaan dan strategis yang harus disusun secara matang, begitu pula dari sisi auditor dalam menempatkan dirinya serta organisasi pada suatu risiko (Ordu et al., 2019)
## Teori Atribusi
Menurut Heider (1946) sebagai pencetus teori atribusi memberikan pernyataan bahwa terdapat lucos of control (faktor kekuatan) dari internal dan eksternal yang juga akan menentukan perilaku dari setiap individu. Kekuatan atau faktor yang dimaksud seperti contoh sifat, karakter, sikap atau tindakan, kemampuan bahkan keahlian dari setiap individu. sedangkan kekuatan atau faktor eksternal berasal dari luar pengontrolan diri seseorang seperti situasi yang tertekan, sulit atau keberuntungan dalam melakukan pekerjaan yang ada di lingkungan luar individu tersebut (Arwinda Sari et al., 2018).
## Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
Di dalam Standar Profesional Akuntan Publik yaitu SA 240 memberikan penjelasan terkait tanggung jawab auditor terkait deteksi kecurangan. Nasution dan Fitriany (2012) dalam penelitian Arsendy (2017) menyatakan bahwa kemampuan deteksi kecurangan ini adalah suatu kualitas diri dari seorang auditor yang menjelaskan terkait kewajaran tidaknya dari sebuah laporan keuangan dengan melakukan identifikasi dan pembuktian akan kecurangan
## Tekanan Waktu
Dalam melakukan pendeteksian kecurangan tentunya ada rentang waktu yang telah dianggarkan sebelumnya yang terkadang menjadi sebuah tekanan bagi auditor. Menurut Pangestika (2014) menyatakan bahwa tekanan yang dialami oleh seorang auditor memberikan dampak pada tingkat stress yang cukup tinggi yang akan memiliki pengaruh terhadap sikap dan tindakan dari auditor bersangkutan (Arsendy, 2017).
## Pengalaman Auditor
Suatu tekanan menjadi tidak memiliki pengaruh dalam suatu aktivitas apabila seorang auditor memiliki pengalaman audit yang lebih. Menurut Januarti (2011) menjelaskan bahwa pengalaman auditor dijadikan sebagai faktor penting dalam melakukan perkiraan dari kinerja seorang auditor. Biasanya auditor menghubungkan antara pengalaman audit dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki (Narayana & Ariyanto, 2020).
## Kepribadian Auditor
Selain itu suatu sikap atau kepribadian yang dimiliki juga terkadang ikut mempengaruhi tindakan yang dilakukan seseorang, karena kepribadian merupakan suatu cara yang dipilih dan dilakukan oleh seseorang dalam melakukan interaksi serta bentuk reaksi dengan orang lain (Ranu & Merawati, 2017). Dalam hal ini, kepribadian auditor diidentifikasi berdasar pada tes MBTI (Myers Bridges Type Indicator) yang merupakan jenis tes yang membedakan kepribadian dari tiap individu. tipe dalam tes MBTI ini terdiri dari 4 kombinasi diantaranya, Extraversion atau introversion ( E- I/Sumber Energi), Sensing atau intuition (S-N/Proses Informasi), Thinking atau Feeling (T- F/Pengambil Keputusan), dan Judgment atau Perceiving (J-P/Menjalankan Keputusan). Dari beberapa tipe diatas, peneliti cenderung menggunakan tipe ST dan NT dikarenakan untuk tipe ini memiliki pemikiran yang logis dan skeptisisme professional yang lebih tinggi daripada tipe yang
lainnya (Sanjaya Adi Putra & Dwirandra, 2019).
## Skeptisisme Profesional
Kepribadian auditor ini ada kaitannya dengan skeptisisme profesional yang dijadikan sebagai sikap kritis dalam melakukan evaluasi terhadap bukti audit yang ada. Auditor diharuskan tidak mudah percaya terhadap apapun yang didapat dari pihak manajemen perusahaan, serta tidak cepat puas dari bukti audit yang telah didapat sehingga diperlukan keyakinan yang kuat agar bisa mengetahui akan kejujuran dari manajemen menurut SPA Pasal 230 No. 4 (Nyoman & Suryandari, 2017).
## PENGEMBANGAN HIPOTESIS
## Pengaruh tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Tekanan waktu merupakan bentuk tantangan yang muncul dari luar akibat keterbatasan dari sumber daya yang akan melakukan penugasan audit. Sumber daya yang dimaksud ini yaitu waktu yang dibutuhkan oleh auditor. Auditor jika dalam melakukan penugasan audit berada dalam tekanan waktu, akan mempengaruhi kinerja dari tugasnya sehingga berakibat pada kemampuan dalam mendeteksi kecurangan (Dandi et al., 2017). Berdasarkan paparan diatas, hipotesisnya adalah :
H1 : Tekanan waktu berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
## Pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Pengalaman berkaitan dengan berapa lama seorang auditor terjun dalam penugasan audit. Pengalaman dari seorang auditor ini dipengaruhi oleh perilaku masing-maisng individu dalam melakukan suatu tindakan (Arwinda Sari et al., 2018). Dalam melakukan suatu penugasan audit, dibutuhkan pengalaman yang lebih untuk menghasilkan hasil yang lebih baik dalam aktivitas pendeteksian kecurangan. Berdasarkan uraian diatas, hipoetsisnya adalah :
H2 : Pengalaman auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
## Pengaruh kepribadian auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Kepribadian dari seseorang termasuk auditor merupakan bentukan dari faktor keluarga dan faktor lingkungan sekitar. Kepribadian auditor ini jika dikaitkan dalam hal pengambilan keputusan ini memiliki pengaruh untuk mendapatkan berbagai informasi yang relevan dalam jumlah yang cukup banyak, tekanan waktu, dan pertahanan diri (Andriyanto et al., 2018). Berdasarkan paparan diatas, hipotesisnya adalah :
H3 : Kepribadian auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
## Pengaruh skeptisisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Semakin tinggi sikap skeptisisme seorang auditor akan berakibat pada semakin banyaknya dalam mendapatkan informasi mengenai kecurigaan atau informasi yang masih diragukan kebenarannya. Oleh karenanya akan meningkatkan kinerja dari auditor dalam mendeteksi kecurangan sebagai tanggung jawab auditor yang tertuang dalam SA 240 (Sanjaya, 2017). Berdsarkan paparan diatas, hipotesisnya adalah :
H4 : Skeptisisme professional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
## METODOLOGI PENELITIAN
## Desain penelitian
Penelitian dengan jenis kuantitatif, dengan jenis data yang digunakan data primer dengan sebaran kuisioner kepada auditor yang bekerja pada KAP di Surabaya. Purposive sampling yang dipilih untuk melakukan pengumpulan data dan data diukur dengan skala likert. Dalam menjaga kevaliditasan dari data yang ada, diperlukan kriteria khusus dari sampel yaitu :
1. lebih dari 2 tahun di KAP bersangkutan (Wilayah Surabaya) bekerja sebagai auditor
2. Pernah melakukan penugasan audit minimal 2 kali
## Teknik analisis data
Teknik analisis data statistik deskriptif adalah teknik analisis yang digunakan. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan oleh peneliti untuk mengukur instrumen data dari variabel penelitian sehingga menentukan instrumen yang ada valid dan reliabel. Untuk uji asumsi klasik menggunakan uji normalitas, multikolinearitas, dan heterokedestisitas. Uji asumsi ini dipilih sebagai alat uji variabel untuk menentukan terkait keselarasan data yang diinput dalam model regresi dengan variabel dummy .
## Definisi Operasional
a. Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)
kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan diartikan sebagai kualitas auditor dalam menginterpretasikan ketidakcukupan informasi dari laporan keuangan yang tersedia dengan melakukan suatu identifikasi yang akan memberikan bukti adanya kecurangan atau tidak (Andriyanto et al., 2018).
## b. Tekanan Waktu (X1)
Tekanan waktu diartikan sebagai suatu kondisi yang menuntut auditor untuk melakukan efisiensi atas waktu yang telah ditentukan atau bahkan pembatasan waktu yang sempit (Dandi et al., 2017). Efisiensi waktu ini berkaitan dengan time budget pressure dan time deadline pressure.
## c. Pengalaman Auditor (X2)
Seorang Auditor yang berpengalaman lebih banyak dalam penugasan audit, akan jauh lebih sering dalam menghadapi dan menemukan kasus-kasus kecurangan sehingga bisa menyikapi dan menyelesaikan kasus kecurangan yang baru dengan bekal dari penugasan yang pernah dilakukan (Sanjaya Adi Putra & Dwirandra, 2019).
## d. Kepribadian Auditor (X3)
Badriyah (2015) memberikan pernyataan bahwa kepribadian merupakan segala perilaku yang disertai dengan ciri khusus dari masing-masing individu yang digunakan dalam berinteraksi maupun beradaptasi di lingkungan sekitar (Munajat & Suryandari, 2017). Variabel ini diukur menggunakan dummy 1:0 melalui tes MBTI dengan kombinasi jenis kepribadian S-T ( Sensing- Thinking ) dan N-T ( Intuition-Thinking ) (Arwinda Sari et al., 2018). Tipe ST dan NT ini terdiri dari : ESTJ, ESTP, ENTJ, ENTP, ISTJ, ISTP, INTJ, INTP.
e. Skeptisisme Profesional (X4)
Dalam kode etik keprofesian akuntan publik, seorang auditor diharuskan memiliki pemikiran yang selalu mempertanyakan apapun yang didapatkan dari pemberi informasi sehingga bisa menghasilkan suatu bukti audit yang cukup dan akurat (Nyoman & Suryandari, 2017).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini berdasarkan kuisioner yang telah disebarluaskan oleh peneliti kepada auditor yang bekerja di KAP Surabaya. Dari 47 KAP Surabaya yang terdaftar sesuai dengan data Directory tahun 2020, peneliti hanya dapat menggunakan 13 KAP sebagai sampel. Hal ini dikarenakan ada beberapa KAP yang menolak untuk melakukan pengisian kuisioner dan menolak dijadikan responden penelitian. Berikut rincian karakteristik responden :
Berdasarkan karakteristik pendidikan dari 60 responden rata-rata latar belakang pendidikan Strata 1 sebanyak 47 auditor (78,3 %) dan sisanya 4 auditor berpendidikan Diploma 3 (6,6 %) dan 2 auditor berpendidikan Strata 2 (3,3 %). Tidak ada responden auditor yang melakukan pengisisan kuisioner berlatar belakang pendidikan strata 3.
Karakteristik jabatan dari responden sebagian besar adalah auditor junior dengan sebanyak 32 auditor (53,3 %). Dan untuk responden auditor senior seabanyak 13 auditor (21,6 %), 2 auditor dengan jabatan supervisor (3,3 %), 1 auditor dengan jabatan manajer (1,6 %) dan 3 auditor dengan jabatan partner (5%).
Untuk karakteristik umur responden sebagian besar adalah auditor dengan umur < 30 tahun. Untuk auditor dengan umur 31-40 tahun hanya sebanyak 6 auditor, dan 2 auditor berumur 41-50 tahun. Tidak ada responden yang berumur diatas 50 tahun.
Dan karakteristik lamanya bekerja menjadi auditor dari responden sebagian besar sekitar 2-5 tahun yaitu sebanyak 46 auditor. Untuk auditor yang bekerja 6-10 tahun sebanyak 6 auditor, 11- 15 tahun sebanyak 5 auditor dan untuk auditor yang bekerja > 16 tahun sebanyak 3 auditor.
Sedangkan karakteristik dari rata-rata penugasan setiap tahun sebagian besar sekitar melakukan penugasan 1-3 kali dengan total 16 orang auditor, 4-6 kali/tahun terdapat 10 auditor, 7-10 kali/tahun sebanyak 13 auditor, dan >10 kali/tahun sebanyak 11 auditor.
Uji Validitas dan Reliabilitas Data Tabel 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Data Uji validitas Data Uji Reliabilitas Data Variabel Item Corrected item (r hitung) r kritis Nilai Sig Ket. Cronbach Alpha item C4onbach Alpha Ket. Y (Kemampuan Deteksi Kecurangan) Y1 0,380 0,30 0,000 Valid 0,805 0,60 Reliabel Y2 0,331 0,30 0,000 Valid 0,819 0,60 Reliabel Y3 0,479 0,30 0,000 Valid 0,816 0,60 Reliabel Y4 0,416 0,30 0,000 Valid 0,803 0,60 Reliabel X1 (Tekanan Waktu) X1.1 0,570 0,30 0,000 Valid 0,818 0,60 Reliabel X1.2 0,360 0,30 0,000 Valid 0,811 0,60 Reliabel X1.3 0,399 0,30 0,000 Valid 0,814 0,60 Reliabel X1.4 0,599 0,30 0,000 Valid 0,813 0,60 Reliabel X2 (Pengalaman Auditor) X2.1 0,375 0,30 0,000 Valid 0,816 0,60 Reliabel X2.2 0,490 0,30 0,000 Valid 0,820 0,60 Reliabel X2.3 0,451 0,30 0,000 Valid 0,813 0,60 Reliabel X2.4 0,457 0,30 0,000 Valid 0,818 0,60 Reliabel X4 (Skeptisisme Profesional) X4.1 0,400 0,30 0,000 Valid 0,818 0,60 Reliabel X4.2 0,349 0,30 0,000 Valid 0,821 0,60 Reliabel X4.3 0,459 0,30 0,000 Valid 0,811 0,60 Reliabel X4.4 0,376 0,30 0,000 Valid 0,815 0,60 Reliabel
Sumber : Data primer diolah dari hasil SPSS
Berdasarkan pada tabel diatas menunjukkan bahwa seluruh instrumen penelitian dikatakan valid karena memiliki nilai signifikansi < 0,05 (5%) dan nilai r hitung > r tabel kritis (0,30) (Sugiyono, 2019).
Dan jika dilihat dari uji reliabilitasnya, menunjukkan bahwa semua instrumen dari variabel dalam penelitian ini adalah reliabel karena nilai Cronbach’s Alpha dari hasil perhitungan SPSS adalah > 0,60, dimana rata-rata Cronbach’s Alpha dari total 16 item instrumen sebesar 0,824 (Sugiyono, 2019).
Uji Asumsi Klasik Tabel 2. Ringkasan Uji Asumsi Klasik Jenis Pengujian Tekanan.W Pengalaman. A Kepribadian. A Skeptisisme. P Uji Normalitas Hasil Uji K-S Test 0,200 Sig. Uji Multikolinearitas
Jenis Pengujian Tekanan.W Pengalaman. A Kepribadian. A Skeptisisme. P Niali tolerance 0,415 0,447 0,741 0,434 terbebas Nilai VIF 2,412 2,239 1,349 2,305 Uji Heterokedestisitas Hasil Uji 0,493 0,713 0,892 0,096 Sig. terbebas Sumber : Data Primer diolah SPSS
## Uji Normalitas
Berdasarkan tabel hasil uji SPSS menggunakan uji non parametric one simple K-S diatas dapat menghasilkan simpulan bahwa model regresi dari distribusi data penelitian ini terbilang normal sesuai dengan besarnya nilai signifikansi 0,200 > 0,05.
## Uji Multikolinearitas
hasil terkait nilai tolerance dan VIF dari variabel independen dalam penelitian ini secara berurutan adalah variabel tekanan waktu sebesar 0,415 dan 2,412. Untuk variabel pengalaman auditor sebesar 0,447 dan 2,239. Variabel kepribadian auditor sebesar 0,741 dan 1,349. Dan untuk skeptisisme professional sebesar 0,434 dan 2,305. Hasil ini membuktikan bahwasanya nilai tolerance >0,10 dan VIF < 10, Sehingga disimpulkan bahwa terbebas dari multikolinearitas antar variabel bebas ini.
## Uji Heterokedestisitas
Berdasarkan tabel ringkasan diatas, memaparkan hasil yaitu variabel dalam penelitian ini terbukti terbebas dari heterokedestisitas karena nilai signifkansi > 0,05 yaitu 0,493, 0,713, 0,892, dan 0,096.
Analisis regresi linear berganda dengan variabel dummy
Tabel 3. Analisis regresi Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardize
d Coefficients t
Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3.192 1.529 2.088 .041 Tekanan Waktu .332 .118 .375 2.821 .007 Pengalama n Auditor .179 .118 .193 1.509 .137 Kepribadia n Auditor .134 .452 .029 .297 .768 Skeptisism e Profesional .292 .130 .292 2.246 .029
## Sumber : Data Primer diolah SPSS
## Uji t
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa dengan nilai t tabel 1,671 dan nilai t hitung untuk variabel tekanan waktu dan skeptisisme professional 2,821 dan 2,246 > 1,671 berarti variabel tekanan waktu dan skeptisisme faktor yang mempengaruhi kemampuan deteksi kecurangan. Sedangkan nilai t hitung variabel pengalaman auditor dan keprbadian auditor adalah 1,509 dan 0,297 <1,671 berarti
pengalaman auditor dan kepribadian auditor faktor yang tidak mempengaruhi kemampuan deteksi kecurangan.
## Uji Pengaruh Simultan (Uji F)
Tabel. 4 Uji F ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regress ion 94.144 4 23.536 20.35 7 .000 b Residua l 63.589 55 1.156 Total 157.733 59
Sumber : Data primer diolah dengan SPSS
Jika dilihat dari hasil perhitungan Uji F, memberikan nilai F sebesar 20,357 yang berarti F hitung > F tabel artinya variabel independen (bebas) berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen (terikat).
Koefisien Determinasi (R 2 )
Tabel. 5 koefisien determinasi (R 2 )
Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .773 a .597 .568 1.075
## Sumber : Data Primer diolah SPSS
Dilihat dari tabel perhitungan diatas, diketahui bahwa nilai dari adjusted R square yang merupakan koefisien determinasi sebesar 0,568. Hai ini menginterpretasikan bahwa variabel tekanan waktu, pengalaman auditor, kepribadian auditor, dan skeptisisme professional memiliki pengaruh pada deteksi kecurangan sebesar 56,8 % dan untuk 43,2% faktor lain yang mempengaruhi deteksi kecurangan dan tidak ada pembahasan dalam penelitian ini.
## Pembahasan
1. Pengaruh Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
Tekanan waktu berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penyebabnya karena sebagian besar responden penelitian adalah auditor junior dengan lama bekerja sekitar 2-5 tahun, dimana rasa khawatir akan deadline dan anggaran waktu membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga dari waktu yang telah ditentukan tidak berjalan sesuai rencana. Akibat rasa kekhawatiran yang cukup tinggi ini, berdampak pada proses penugasan audit yang kurang maksimal terutama dalam kegiatan deteksi kecurangan yang membutuhkan konsentrasi dan pemikiran yang lebih fokus. Hasil ini sama dengan penelitian dari (Idawati, 2019) yang juga menyatakan bahwa kemampuan deteksi kecurangan dari auditor dipengaruhi oleh tekanan dari waktu yang ditentukan. Menjelaskan bahwa seorang auditor terkadang merasa tertekan dalam melakukan suatu penugasan dengan mengikuti dan memenuhi deadline serta anggaran waktu yang telah ditetapkan.
2. Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
Pengalaman auditor tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini dikarenakan posisi atau jabatan dari auditor yang dijadikan responden lebih dikuasai oleh auditor junior dengan latar belakang pendidikan S1 dengan lama bekerja sekitar 2-5 tahun serta memiliki penugasan audit rata-rata 1-3 kali/tahun. Kondisi dan fakta ini mendukung bahwa meskipun seorang auditor tidak memiliki banyak pengalaman dalam hal penugasan, namun mereka masih tetap bisa melakukan penugasan deteksi kecurangan dikarenakan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki cukup memadai. Selain itu penelitian ini sejalan dengan penelitian dari (Putri et al., 2017) yang menyatakan bahwa kemampuan deteksi kecurangan tidak dipengaruhi oleh pengalaman dari auditor, karena seorang auditor junior masih terbatas dalam hal pengetahuan secara praktik, dimana mereka masih mengandalkan pengetahuan dari sumber tertulis seperti buku.
3. Pengaruh Kepribadian Auditor Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
Kepribadian auditor tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini dikarenakan dalam melakukan suatu penugasan audit seperti halnya kegiatan deteksi kecurangan, yang paling berperan penting adalah kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para auditor terkait prosedur audit bukan dari kepribadian yang dimiliki setiap individu. Sehingga auditor dengan jenis kepribadian apapun meskipun selain kepribadian ST ( sensing-thinking ) dan NT ( intuition-thinking ) menurut Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), mampu melakukan pendeteksian kecurangan. Hal ini didukung dengan seluruh responden dalam penelitian ini berpendidikan tinggi sehingga besar kemungkinan kemampuan dan pengetahuan terkait prosedur audit bisa diandalkan tanpa melihat dari sisi kepribadiannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sanjaya Adi Putra & Dwirandra, (2019) yang menjelaskan bahwa jenis kepribadian yang dimiliki tidak mempengaruhi kemampuan deteksi kecurangan dari auditor, hal ini dikarenakan pada dasarnya seorang auditor dalam melakukan penugasan atau pekerjaan lebih mengedepankan sikap profesionalisme nya.
4. Pengaruh Skeptisisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
Skeptisisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dalam studi empiris dari seorang auditor yang bekerja di KAP Surabaya. Skeptisisme profesional ini merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap auditor dalam melakukan pencarian bukti terkait penugasan audit. Sehingga meskipun auditor junior ataupun senior dan bahkan berlatar belakang pendidikan Strata 1 atau 2 harus tetap memiliki sikap skeptis sebagai sikap yang menunjukkan bahwa rasa tidak mudah percaya akan suatu hal yang menurut persepsinya kurang jelas. Sehingga semakin tinggi sikap skeptisisme profesional seorang auditor maka semakin tinggi pula kemampuan dalam pendeteksian kecurangan yang akan mudah dalam menemukan kebenaran dari kecurigaan yang terjadi. Selain itu, dikarenakan seorang auditor dalam bertindak atau melakukan sesuatu atau bahkan memberikan kesimpulan sangat dipengaruhi oleh persepsi diri dan sikap yang ada dalam diri sendiri sesuai dengan teori atribusi yang dikemukakan Kelley (1973). Hasil penelitian ini sama halnya dengan penelitian Kartikarini & Sugiarto, (2016) yang menyatakan bahwa skeptisisme professional mempengaruhi kemampuan deteksi kecurangan auditor. Tingginya sikap skeptic yang dimiliki, maka akan berdampak pada besarnya rasa ingin tahu terkait red flags di sekelilingnya.
## KESIMPULAN
Dari hasil uji dan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa :
1. Tekanan Waktu berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, hal ini dikarenakan rasa kekhawatiran atau ketenangan diri yang terganggu menyebabkan kegagalan dalam pendeteksian kecurangan
2. Pengalaman Auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan audtor dalam mendeteksi kecurangan. Kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sebagian besar auditor
junior dengan masa bekerja sekitar 2-5 tahun cukup memadai sehingga dapat membantu peningkatan kemampuan dalam pendeteksian kecurangan.
3. Kepribadian Auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, karena terdapat tipe kepribadian lain juga dapat melakukan deteksi kecurangan.
4. Skeptisisme Profesional berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, hal ini karena apabila tingkat rasa ingin tahu yang cukup tinggi terhadap ketidakjelasan dan pemberian simpulan sangat dipengaruhi oleh persepsi diri dan sikap yang dimiliki.
## Saran dan keterbatasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat saran untuk peneliti berikutnya untuk memilih responden auditor yang lebih berpengalaman terutama dalam hal deteksi kecurangan sehingga dapat memberikan hasil yang dapat diperbandingkan. Bagi auditor harus lebih memperhatikan faktor yang mempengaruhi deteksi kecurangan terutama faktor dalam diri terkait kecemasan sikap dalam memberikan simpulan penugasan audit. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah banyak KAP di Surabaya yang menolak untuk dijadikan responden penelitian sehingga banyak opini dari auditor lainnya yang belum bisa berpartisipasi memberikan pendapat mengenai kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan.
## REFERENSI
Andriyanto, R., Effriyanti, E., & Hidayat, A. (2018). the Effect of Spiritual Intelligence (Sq) and Personality Types on Auditor’S Ability To Detect Fraud. Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia , 1 (3), 258. https://doi.org/10.32493/jabi.v1i3.y2018.p258-268
Arsendy, M. T. (2017). Pengaruh Pengalaman Audit, Skeptisme Profesional, Reg Flags, Dan Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Pada KAP Di DKI Jakarta). JOM Fekom , 4 (1), 1101.
Arwinda Sari, K. G., Wirakusuma, M. G., & Ratnadi, N. M. D. (2018). Pengaruh Skeptisisme Profesional, Etika, Tipe Kepribadian, Kompensasi, Dan Pengalaman Pada Pendeteksian Kecuarngan. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana , 1 , 29. https://doi.org/10.24843/eeb.2018.v07.i01.p02
Dandi, V., Kamaliah, K., & Safitri, D. (2017). Pengaruh Beban Kerja, Pelatihan dan Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Bpk RI Perwakilan Provinsi Riau). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau , 4 (1), 911–925.
Gaye, T. T., & Colley, L. (2020). An investigation of Audit Expectation Gap in the Public Sector in Sub-Saharan Africa : The Case of The Gambia .
IAPI. (2013). SA 200.pdf .
Idawati, W. (2019). The Auditor’s Ability to Detect Fraud: Gender, Professional Skepticism, and Time Budget Pressure . 73 (Aicar 2018), 14–16. https://doi.org/10.2991/aicar-18.2019.4
Idris, M. (2020). Jejak Hitam PT Hanson International, Manipulasi Laporan Keuangan 2016 . Kompas.com. https://money.kompas.com/read/2020/01/15/160600526/jejak-hitam-pt- hanson-international-manipulasi-laporan-keuangan-2016?page=all
IICPA (Indonesian Institute of Certified Public Accountants). (2012). SA 230.pdf .
Kartikarini, N., & Sugiarto. (2016). Pengaruh Gender, Keahlian dan Skeptisisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan (Studi pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi , 19 , 1–31.
Kautsar, M. Al. (2016). the Influence of Time Budget Pressure on Dysfunctional Audit. South East
Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, 10 (1), 88–94.
Munajat, S., & Suryandari, D. (2017). The Effect of Experiences, Training, Personaly Type, and Workload of the Auditor on the Ability of Auditor to Detect Fraud. Accounting Analysis Journal . https://doi.org/10.15294/aaj.v6i1.12007
Narayana, S., & Ariyanto, D. (2020). Auditors Experience as Moderating Effect Investigative Abilities and Understanding of Red Flags on Fraud Detection. International Research Journal of Management, IT & Social Sciences , 7 , 205–216.
Nyoman, N. I., & Suryandari, A. Y. U. (2017). SKEPTISISME PROFESIONAL DAN AUDITOR KEMAMPUAN MENDETEKSI PENIPUAN BERDASARKAN AUDITOR . V (September), 109–115.
Ordu, P. A., Chukwu, G. J., Namapele, A., Barigbon, M., & Harcourt, P. (2019). Audit Planning in Contemporary Organisation : Issues of great Importance . 7 (3), 37–41.
Putri, K. M. D., Wirama, D. G., & Sudana, I. P. (2017). Pengaruh Fraud Audit Training, Skeptisisme Profesional, Dan Audit Tenure Pada Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana , 11 , 3795. https://doi.org/10.24843/eeb.2017.v06.i11.p03
Ranu, G. A. Y. N., & Merawati, L. K. (2017). Kemampuan Mendeteksi Fraud Berdasarkan Skeptisme Profesional , Beban Kerja , Pengalaman Audit Dan Tipe Kepribadian Auditor. Jurnal Riset Akuntansi , 7 (1), 79–90.
Sanjaya, A. (2017). Pengaruh Skeptisisme Profesional, Independensi, Kompetensi, Pelatihan Auditor, Dan Resiko Audit Terhadap Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal AKuntansi Bisnis , 53 (9), 1689–1699.
Sanjaya Adi Putra, G., & Dwirandra, A. A. N. B. (2019). The effect of auditor experience, type of personality and fraud auditing training on auditors ability in fraud detecting with professional skepticism as a mediation variable. International Research Journal of
Management, IT and Social Sciences , 6 (2), 31–43.
https://doi.org/10.21744/irjmis.v6n2.604
Sayed Hussin, S. A. H., Iskandar, T. M., Saleh, N. M., & Jaffar, R. (2017). Professional skepticism and auditors’ assessment of misstatement risks: The moderating effect of experience and time budget pressure. Economics and Sociology , 10 (4), 225–250. https://doi.org/10.14254/2071-789X.2017/10-4/17
Sugiyono, P. D. (2019). METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATOF DAN R&D (D. I. Sutopo (ed.); 2nd ed.). ALFABETA, cv.
Tuanakotta, T. M. (2015). Audit Kontemporer (E. S. Suharsi (ed.); Ke 3). Salemba Empat.
Wareza, M. (2019). Lagi-lagi KAP Kena Sanksi OJK, Kali Ini Partner EY . CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/market/20190809100011-17-90855/lagi-lagi-kap-kena- sanksi-ojk-kali-ini-partner-ey
|
8ddffa27-9631-4c39-af2a-6fac73c8f7b3 | https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/studiamanageria/article/download/4234/3084 |
## STUDI MANAGERIA: JURNAL MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Volume 2, Nomor 1, Juni 2020 http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/studiamanageria
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/studiamanageria/index
## Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Mengembangkan Mutu Tenaga Kependidikan
Vastha Vusvitha, Zainal Berlian, Dewi Warna Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah, Palembang, Indonesia [email protected]
Abstract. This study aims to describe and analyze the principal's leadership style as well as supporting and inhibiting factors in developing the quality of the teaching staff at Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang, Riau Islands. This research uses a descriptive qualitative approach with a case study research design. Data collection techniques used were observation, interviews and documentation. Techniques in the validity of data use persistence and triangulation observations. The results of the study can be explained as follows: (1) the leadership style of Miftahul Ulum Miftahul Ulum Tanjungpinang Madrasah that is responsible, energetic and high spirits, motivating, disciplined, and innovating, (2) the leadership style of the Miftahul Ulum Miftahul Ulum Madrasah leadership in Tanjungpinang is democratic, seen from the way madrasah head who respects the potential and intelligence of his subordinates, gives his subordinates the opportunity to be fully involved in madrasah development, freedom of opinion, decisions made based on mutual agreement, and (3) supporting factors for quality development of education staff who seek to optimize services for Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Then the ability to communicate well cares for all committed members and discipline. While the inhibiting factor is the existence of schools in the middle of the city that compete with other leading schools.
Keywords : leadership style, quality of teaching staff
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah serta faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan rancangan penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik dalam keabsahan data menggunakan pengamatan ketekunan dan triangulasi. Hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang yaitu bertanggungawab, energik dan semangat tinggi, memotivasi, disiplin, dan menginovasi, (2) gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang adalah demokratis, terlihat dari cara kepala madrasah yang menghargai potensi dan kecerdasan bawahannya, memberikan kesempatan bawahannya untuk terlibat secara penuh dalam pengembangan madrasah, kebebasan untuk berpendapat, keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama, dan (3) faktor pendukung pengembangangan mutu dari tenaga kependidikan yang berusaha untuk mengoptimalkan layanan untuk Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Kemudian kemampuan berkomunikasi dengan baik peduli terhadap seluruh anggota berkomitmen serta disiplin. Sedangkan faktor penghambatnya adalah dari keberadaan sekolah yang di tengah kota yang bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan lainnya.
Kata Kunci : gaya kepemimpinan, mutu tenaga kependidikan
## PENDAHULUAN
Tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera pada pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui bidang pendidikan. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3, disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang – Undang No. 20 Tahun 2003, 2013:3). Fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat dicapai dengan adanya pendidikan yang bermutu, yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakatnya dengan lingkungan belajar yang mendukung.
Salah satu cabang profesi dalam dunia pendidikan adalah tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan sebagai pemangku profesi ini berkewajiban untuk menggali, menyampaikan, dan menerapkan ilmu yang mendukung peningkatan profesionalisme. Tenaga kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks penyelenggaran pendidikan atau pembelajaran. Karena itu pula pada dasarnya, tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas yaitu melaksanakan berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan siswa dalam belajar (Musriadi, 2016:7).
Tenaga kependidikan merupakan orang yang tidak terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar, mereka adalah sumber daya manusia yang berkecimpung dalam administrasi pendidikan atau dapat dikatakan sebagai pegawai kependidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala madrasah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala madrasah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan. Kepala madrasah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi madrasah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya
Faktor motivasi yang menjadi pendorong setiap pegawai terbentuk dari sikap ( attitude ) pegawai tersebut dalam menghadapi situasi ( situation ) kerja. Termasuk didalamnya sikap terhadap situasi kerja yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala madrasah. Tenaga kependidikan yang memiliki sikap
positif atau setuju dengan situasi sekolah termasuk gaya kepemimpinan kepala madrasah, cenderung memiliki motivasi tinggi sehingga akan bekerja dengan baik dan menghasilkan prestasi kerja atau kinerja yang memuaskan. Sebaliknya pegawai yang kurang setuju atau tidak cocok dengan situasi sekolah termasuk gaya kepemimpinan kepala madrasah, cenderung kurang semangat dalam bekerja dan hasil kerjanya tidak maksimal.
Kepemimpinan Kepala madrasah memiliki gaya kepemimpinan yang strategis dalam mewujudkan keberhasilan penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Kepala madrasah adalah seorang manajer yang memegagang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan di madrasah yang dipimpinnya (Subagyo, 2013:54). Gaya kepemimpinan secara umum adalah sebuah kualitas tersembunyi yang akan mendapatkan sebuah kepercayaan, kerjasama serta kejujuran akan menentukan kualitas atau lemahnya dalam mengembangkan organisasi yang dipimpinnya, yang dimaksud kualitas dalam hal ini antara lain; pembawaan, penampilan diri, perbuatan diri pada setiap waktu, komunikasi atau bahasa juga suatu sikap yang harus diperhatikan, suka menegur jika diperlukan, memberikan kritik, sedapat mungkin harus dapat menguasai diri sehingga jika dapat digambarkan akan muncul sebuah ikhtiar (Shulhan, 2013:9). Gaya kepemimpinan kepala madrasah sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan sekolah yang direncanakan sebelumnya, termasuk didalamnya adalah bagaimana mengoptimalkan mutu tenaga kependidikan.
Mengingat tenaga kependidikan merupakan ujung tombak yang tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan, peranan kepala madrasah sebagai manajer dalam sebuah lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam membina bawahannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan. Terutama dalam meningkatkan tenaga kependidikan dalam membimbing dan mengarahkan menjadi manusia yang berkualitas dan patut dibanggakan. Untuk tujuan itulah, meningkatkan kualitas mutu tenaga kependidikan dalam sebuah lembaga pendidikan adalah kerja besar seorang pemimpin kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor terpenting dalam suatu organisasi.
Tindakan pemimpin akan mempengaruhi gerak suatu organisasi. Peran serta kepala madrasah sangat besar untuk mendorong guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kepemimpinan kepala madrasah sedikit banyak dapat mempengaruhi pendidikan di lingkungan madrasah. Faktor lain yang mempengaruhi pendidikan adalah mutu tenaga kependidikan yang berkualitas.
Adapun masalah lain terkait dalam mutu tenaga kependidikan dinilai kurang cekatan dan lambat dalam merespon tugas sehingga penyelesaian tugas mendekati batas akhir waktu terkadang melebihi batas waktu yang ditentukan, kurang teliti, hingga menolak tugas jika dirasa tidak mampu. Keluhan lainnya berkaitan dengan perilaku tenaga kependidikan yang kurang ramah dalam melayani serta terkadang main game, asik ngobrol saat jam
kerja, kurang disiplin masih ada yang sering terlambat datang ke madrasah, pulang juga tidak sesuai dengan jam yang di sepakati, serta keluar pada saat jam kerja bukan untuk urusan tugas. Berdasarkan observasi awal di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang sebagaimana terdeskripsi di atas, sehubungan dengan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Mengembangkan Mutu Tenaga Kependidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang Kepulauan Riau.
## KAJIAN LITERATUR
Menurut Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak bawahannya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi. Teori tentang kepemimpinan memang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, dan sampai saat ini terdapat empat fase pendekatan. Pertama, pendekatan berdasarkan sifat-sifat ( trait ) kepribadian umum yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Kedua, berdasarkan pendekatan tingkah laku pemimpin. Ketiga, berdasarkan pendekatan situasional. Keempat, pendekatan pengaruh kewibawaan (Wahjosumidjo, 2005:19). Teori kepemimpinan sifat adalah suatu teori yang mencari sifat-sifat kepribadian, social, fisik atau intelektual yang membedakan antara seorang pemimpin dan bukan pemimpin. Berdasarkan teori ini kepemimpinan itu dibawa sejak lahir atau merupakan bakat bawaan. Misalnya, ditemukan adanya tiga macam sifat yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin, yaitu ciri- ciri fisik/ physical characteristics (tinggi badan, penampilan, energy), kepribadian/ personality (menjunjung tinggi harga diri, berpengaruh, stabilitas emosi) dan kemampuan/kecakapan/ ability (kecerdasan umum, lancar berbicara, keaslian, wawasan sosial).
Teori kepemimpinan selanjutnya ini mengusulkan bahwa teori tingkah laku tertentu membedakan antara seorang pemimpin dan bukan pemimpin. Berdasarkan teori ini kepemimpinan dapat diajarkan. Jadi, untuk melahirkan pemimpin yang baik dapat dilatih dengan perilaku kepemimpinan. Pada tahun-tahun selanjutnya berkembanglah kajian-kajian kepemimpinan yang mendasarkan pada teori situasional yang mendasarkan bukan pada tingkah laku seorang pemimpin, melainkan pola kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang ada. Dalam situasi tertentu memerlukan gaya kepemimpinan tertentu, demikian pula pada situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain pula. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo bahwa keberhasilan pemimpin adalah apabila pemimpin dapat menyesuaikan tipe kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi.
Gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja karyawan atau guru. Kepemimpinan mempunyai sifat, kebiasaan, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dari orang lain.
Berdasarkan pada uraian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini adalah pola perilaku kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja bersama-sama dalam tugas yang berkaitan untuk mencapai yang diinginkan.
Menurut Departemen pendidikan Nasional, Derektorat Jendral Pendidikan dasar dan Menengah menyatakan bahwa secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukan kemampuannnya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup, input, proses dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:24). Menurut Sudrajad pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memilki kemampuan dan kompetensi, baik kompetensi akademik atupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia yang keseluruhan merupakan kecakapan hidup (Life Skill ) selain itu menghasilkan manusia yang seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia yang pribadi integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu dan amal (Sudrajat, 2005:112).
Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang tenaga kependidikan dipengaruhi beberapa faktor salah satunya yaitu kepemimpinan kepala sekolah. Menurut Undang – Undang No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 5 dan 6 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Menurut Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6 menyatakan: pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Tenaga kependidikan yang dimaksud di sini adalah sebagaimana yang termasuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 38 Tanggal 17 Juli 1992 pasal 3 sampai disebutkan beberapa jenis tenaga dalam lingkup ketenagaan kependidikan sebagai berikut:
a. Tenaga kependidikan yang terdiri atas tenaga pendidikan, pengelola satuan pendidikan, pengawas, penilik, peneliti, dan pengembangan di bidang pendidikan, perpustakaan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
b. Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
c. Pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat salah satu faktor yang mempengaruhi mutu yaitu faktor kepemimpinan. Mutu yang baik akan dipengaruhi oleh kepemimpinan yang terdapat didalamnya. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan rancangan penelitian studi kasus yaitu memberikan gambaran mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:32). Penelitian dengan menggunakan case study, ini melalui pendekatan mendalam, oleh karena itu penarikan kesimpulan dalam jenis penelitian ini tidak hanya berdasarkan pada jumlah individu, tetapi juga berdasarkan pada ketajaman peneliti dalam melihat kecendrungan pola, arah, interaksi banyak faktor dan hal-hal lain yang memacu atau menghambat perubahan berdasarkan atas pertimbangan tersebut. (Sonhaji,
2003:28). Peneliti berupaya untuk menginvestigasi bagaimana gaya kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang Kepulauan Riau. Subjek pada penelitian ini kepala sekolah dan tenaga kependidikan. Waktu penelitian pada bulan Januari 2019. Peneliti melakukan beberapa kegiatan dalam pengumpulan data dengan menggunakan beberapa instrument, yaitu peneliti sendiri, buku catatan serta alat merekam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan beberapa alat uji, meliputi uji credibility (validitas internal), transferability ( validitas eksternal), dependability (reabilitas), dan confirmavibility (objektifitas) (Sugiyono, 2007). Untuk menguji kredibilitas data, peneliti menggunakan teori Sugiyono yaitu menggunakan 3 dari 6 cara pengujian yaitu 1) perpanjangan pengamatan; 2) peningkatan ketekunan; dan 3) triangulasi.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian pada Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang ditemukan beberapa temuan tentang gaya kepemimpinan Kepala Madrasah dalam mengembangkan mutu pendidikan. Menurut penuturan dari beberapa tenaga kependidikan Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang yang telah dimintai keterangan tentang gaya kepemiminan Bapak Muhammad Iqbal mengatakan mengatakan sangat demokratis dalam segala hal, terbuka pada setiap permasalahan, senantiasa memperhatikan bawahannya dan lain sebagainya yang lebih jelasnya akan dipaparkan berikut ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tata Usaha yakni Wulan Permatasari, beberapa sikap kepala madrasah yang dapat menyimpulkan bagaimana gaya kepemimpinannya yakni senantiasa menerima masukan baik itu saran maupun kritikan (tidak otoriter), secara sosial baik, mendukung setiap kegiatan madrasah (Hasil wawancara dengan Wulan Permatasari selaku Tenaga Usaha pada tanggal 22 Januari 2019).
Hal ini senada dengan Tata Usaha penjabaran yakni Ria Wina Agustar yang mengatakan bahwa kepala madrasah sangat demokratis terhadap masalah apapun. Pendekatan yang kepala madrasah lakukan juga dengan pendekatan social, sehingga semua pihak merasa dihargai dalam berpendapat. Mendukung segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan para tenaga kependidikan misalnya mulai dari memberikan fasilitas yang bisa mendukung kerja tenaga kependidikan, mengecek kembali hasil kerja para tenaga kependidikan, memberikan apresiasi jika yang dikerjakan sesuai namun jika tidak diberikan saran masukan dengan baik (Hasil wawancara dengan Ria Wina Agustar selaku Tenaga Usaha pada tanggal 22 Januari 2019).
Gaya kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan dengan memberikan motivasi selalu peduli dan memberikan perhatian deangan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan atau keperluan yang diperlukan oleh tenaga kependidikan, merumuskan visi rencana serta strategi dalam tercapainya program kerja, memberikan monitoring dan evaluasi. Gaya kepemimpinan transformasional karena kepala madrasah selalu memberikan inspirasi terhadap anggota demi tercapainya visi bersama.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepala madrasah dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang yaitu memberikan komunikasinya sangatlah baik bisa di sebut menggunakan demokratis di lihat dari caranya memberi komunikasi melalui obrolan atau berbicara satu lawan satu, memberikan hubungan yang harmonis dengan komunikasi dan pendekatan secara emosional kepada guru-guru, dengan menghargai pendapat orang lain dapat memberikan kesan bahwa kita memang peduli dan akan mengembangkan mutu tenaga kependidikan, sering mambemberi arahan dengan baik meminta kerjasamanya, tidak selalu memaksakan kepada bukan ahlinya.
Kemudian berdasarkan dari hasil wawancara dengan kepala madrasah mengatakan bahwa dalam memngembaangkan mutu tenaga kependidikan dengan cara memberikan motivasi, dorongan, semangat kepada seluruh tenaga kependidikan memberikan masukan, saran, dan penilaian terhadap apa yang telah dikerjakan memberikan bimbingan atau pelatihan demi mengembangkan pemahan dan kompetensi tenaga kependidikan (Hasil wawancara dengan Muhammad Iqbal selaku Kepala Madrasah pada tanggal 23 Januari 2019). Kepala madrasah sebagai seorang pemimpin, bapak Muhammad Iqbal senantiasa memberikan pengarahan kepada tenaga kependidikan. Hal ini disebabkan karena para tenaga kependidikan
mempunyai kepekaan pada setiap kebijakan kepala sekolah dan beliau lebih paham terhadap tugasnya masing-masing. Seperti yang disampaikan bapak Muhammad Iqbal sebagai berikut. Setiap saya memberikan kebijakan, saya biasanya selalu memberikan dorongan serta pengarahan terhadap guru serta karyawan agar lebih giat dalam mennjalankan tugasnya. Terutama tenaga kependidikan bagian administrasi karena memiliki kerja ekstra setiap harinya dalam kegiatan sekolah.
Selanjutkan ditambahkan penjelasan oleh Ria Wina Agustar sebagai berikut: dalam memberi dorongan serta pengarahan dari kepala madrasah selalu melihat hal sekecil mungkin untuk tidak diremehkan, jika ini tidak diterapkan akan mengakibatkan melemahkan semangat baik guru maupun tenaga kependidikan dalam menjalankan tugas-tugasnya, walaupun tanpa diarahkan sebenarnya mampu tapi hubungan komunikasi haruslah dijalin dengan baik (Hasil wawancara dengan Ria Wina Agustar selaku Tenaga Usaha pada tanggal 22 Januari 2019).
Di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang tugas tenaga kependidikan di madrasah sangatlah berat, hal ini disebabkan selain mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi sekolah serta keuangan sekolah yang penuh dengan kejelian serta ketelitian dan juga harus melaksanakan tugas-tugasnya sebagai karyawan dari kepala madrasah.
Seperti dikemukakan oleh bapak Muhammad Iqbal sebagai berikut.
Sebagai seorang pemimpin saya harus bisa membaca situasi bagaimana guru dan karyawan saya dalam bekerja agar tidak merasa jenuh dengan pekerjaanya, terkadang untuk mengatasi itu saya biasa memberi reward bagi siapa saja yang berprestasi sebagai bentuk apresiasi terhadap pekerjaannya (Hasil wawancara dengan Muhammad Iqbal selaku Kepala Madrasah pada tanggal 23 Januari 2019).
Pada pengamatan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang beberapa progam inovatif yang diluncurkan kepala sekolah yakni bapak Muhammad Iqbal terutama pemberian penghargaan terhadap tenaga kependidikan mendapat respon baik bagi waka-waka, guru, serta karyawan. Hal ini diperjelas oleh Wulan Permatasari mengatakan bahwa untuk memotivasi guru dan tenaga kependidikan harus dikembangkan budaya penghargaan dan pemberian terhadap kinerja karyawan yang berprestasi. Guru dan tenaga kependidikan akan merasa dihargai apabila disapa atau diberi pujian atas hasil kerjanya (Hasil wawancara dengan Wulan Permatasari selaku Tenaga Usaha pada tanggal 22 Januari 2019).
Sejauh ini kepala madrasah selalu memberikan monitoring atau pengawasan kepada tenaga kependidikan setiap 1 minggu sekali dengan rutin dan terjadwal. gaya kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan dengan memberikan motivasi selalu peduli dan memberikan perhatian deangan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan atau keperluan yang diperlukan oleh tenaga kependidikan, merumuskan visi rencana serta strategi dalam tercapainya program kerja, memberikan monitoring, dan evaluasi. Hasil dari monitoring
yang sudah diberikan sbagian sesuai harapan namun juga masih ada yang tidak tercapai di karenakan ada terdapat beberapa kendala sehingga monitoring sebagian belum tercapai.
Dengan demikian Kepala madrasah mempunyai gayanya tersendiri dalam melaksanakan peran utama dan menjadi penanggung jawab atas semua yang terjadi di dalam lingkungan madrasah, madrasah menjadi pusat yang di unggulkan dalam mencetak sumber daya manusia, kepala madrasah adalah orang yang paling bertanggung jawab mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya ( resources ) madrasah. Kepemimpinan kepala madrasah merupakan faktor pendorong untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran madrasah yang dipimpinnya menuju madrasah yang bermutu. Madrasah menjadi prioritas utama dalam memajukannya, dan begitu pula kepala madrasah yang menjadi penanggung jawab atas maju mundurnya suatu lembaga pendidikan, dapat disimpulkan kepala Madrasah atau suatu pemimpin mempunyai gayanya tersendiri dalam melaksanakan kepemimpinannya dalam hal memajukan suatu lembaga pendidikan.
Faktor yang mendukung tercapainya mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang antara lain tenaga kependidikan yang berusaha untuk mengoptimalkan layanan untuk Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Kemudian kemampuan berkomunikasi dengan baik peduli terhadap seluruh anggota berkomitmen serta disiplin (Hasil wawancara dengan Muhammad Iqbal selaku Kepala Madrasah pada tanggal 23 Januari 2019). Terus bekerja sama dan menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan pendidik dan tenaga pendidik dengan baik agar proses kegiatan proses pembelajaran berjalan dengan baik pula.
Faktor penghambatnya dalam kepemimpinannya masih mengalami perbaikan yang terus menerus untuk mencapai mutu pendidikan yang di harapkan, keberlangsungan sekolah yang di tengah kota yang bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan lainnya. Jika menghadapi kendala atau permasalahan dengan tenaga kependidikan cara mengatasinya harus tetap profesional dan positif agar bisa mencari solusi dengan baik tanpa harus marah-marah dan emosi karena itu akan berdampak pada kualitas tenaga kependidikan. Mulai menghargai apa saja yang telah dierjakan serta jika muncul ide-ide baru hrus di dengarkan. Serta menjaga komunikasi dan interaksi dengan baik bersama sama mencari solusi jika terdapat kendala atau masalah, juga kesulitan yang dialami oleh tenaga kependidikan selalu mengontrol atau melihat ketika para tenaga kependidikan sedang bekerja. Dengan demikian dapat terbangun suasana yang nyaman misalnya dengan memberi kepercayaan sehingga para tenaga kependidikan bisa lebih terbuka terhadap segala yang terjadi dalam pekerjaan dan memberikan apresiasi atau reword terhadap pengembangan mutu tenaga kependidikan.
Dalam penelitian yang telah kami lakukan, peneliti menemukan beberapa hal yang mengindikasikan tentang gaya kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan di Madrasah
Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang menunjukkan bahwa kepala sekolah berorientasi pada tugas dan bawahan dengan menciptakan pola hubungan yang baik.
Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat, dan integritas. Oleh karena itu, kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui suatu proses dan prosedur yang didasarkan atas perlakuan yang berlaku (Wahjosumidjo, 2002:84-85).
Sebagai kepala sekolah pengetahuannya harus luas. Pengetahuan ataupun pemahaman tentang pendidikan dan pengelolaan pendidikan harus dikuasai secara komprehensif. Jangan sampai kepala sekolah hanya memahami persoalan pendidikan secara parsial. Selain bidang pendidikan, kepala sekolah juga perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya pendidikan seperti ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi informasi. Dengan adanya pandangan yang lebih luas, kepala sekolah dapat mengambil keputusan-keputusan yang tepat sehingga tujuan sekolah menjadi mudah dicapai (Barnawi & M. Arifin, 2013:76).
Berdasarkan temuan penelitian di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang menunjukkan bahwa: kepala madrasah menerapkan gaya kepemimpinan yang yang diidentifikasi dari delapan aspek perilaku keseharian menunjukkan bahwa kepala madrasah memiliki sikap yang perhatiann, disiplin, inisiatif, terbuka, bijaksana, memiliki emosi yang stabil. Temuan penelitian tersebut sesuai dengan gaya kepemimpinan tim/kelompok menurut Northouse yang mengemukakan bahwa kepemimpinan tim bersifat komplek, sehingga pemimpin harus belajar terbuka dan objektif dalam memahami dan mendiagnosis masalah tim dan ahli dalam memilih tindakan yang paling sesuai untuk membantu pencapaian tujuan tim (Northouse, Peter G. 2013:281). Sedangkan emosi yang stabil merujuk pada gaya kepemimpinan demokrasi. Menurut Husaini (2014) kepemimpinan demokratis yang menghargai pendapat orang, siap berbeda, dan perbedaan tidak untuk dipertentangkan, tetapi untuk didapatkan hikmahnya pendelegasian tugas dilakukan secara adil dan dengan memberikan penghrgaan terlebih dahulu.
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang konsisten yang ditunjukkan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain / mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya yang dipakai seorang pemimpin satu dengan yang lainnya berbeda, tergantung pada situasi dan kondisi kepemimpinannya (Priansa & Somad, 2014:200-201).
Dari semua deskripsi di atas dapat diketahui bahwa dengan kepemimpinan kepala madrasah yang demokratis akan berdampak lebif
efektif terhadap peningkatan kinerja guru. Hal ini terbukti bahwa dengan sikap kepala madrasah yang demokratis, mampu menciptakan komunikasi yang efektif antara kepala madrasah, para guru, dan juga para siswa, para guru jika ingin berpendapat sangat diberikan ruang oleh bapak kepala madrasah, karena beliau sangat suka jika ada kritik, saran maupun pebdapat dari para guru, staf, maupun para siswa, antara kepala madrasah dengan seluruh elemen madrasah juga terjalin hubungan yang sangat akrab dan tidak ada rasa canggung.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang adalah bertanggungjawab dengan memberikan pemahaman dan pengarahan kepada rekan kerjanya untuk senantiasa menjalankan amanah yang diberikan. Energik dan memiliki semangat tinggi, memotivasi, menginovasi, dan disiplin.
Hasil penelitian yang menunjukkan gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang dalam mengembangkan mutu tenaga kependidikan yaitu demokratis. Terlihat dari kepala madrasah mendengarkan dan menerima aspirasi dari guru-guru. Kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang juga menerapkan prinsip menghargai potensi dan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap staf sehingga kepala madrasah memberikan kesempatan bagi tenaga kependidikan untuk secara penuh bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan program madrasah. Dalam pengambilan keputusan berdasarkan kesepakatan bersama, apabila mengalami kendala kepala madrasah selalu memberikan masukan-masukan kepada staf sehingga suasana kerja bisa tercipta hubungan yang harmonis dan terjalin kerjasama yang baik.
Melalui komunikasi yang efektif kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang juga mendorong dan mengarahkan tenaga kependidikan untuk bekerja secara produktif dengan cara berkreasi pada konsep kegiatan mengenai hal-hal yang akan dilakukan. Gaya ini juga disampaikan oleh Asmani (2012) pemimpin demokratis yaitu memberikan peluang kepada anggota untuk ikut berpartisipasi, bebas dalam mengemukakan pendapat, ide, gagasan, pemikiran, target dan lain-lain. Pemimpin demokratis tidak mengambil keputusan secara sepihak melainkan sesuai kesepakatan bersama hasil dari musyawarah yang telah ditetapkan.
Hal ini sejalan dengan temuan Freeman & Johnstone (2008) dari hasil penelitian tersebut adalah pertama, penelitian tersebut menemukan cara yang paling efektif untuk meningkatkan mutu dalam instansi pendidikan sebagai basis utama pendidikan adalah dengan meningkatkan kompetensi dan kualifikasi pendidik beserta tenaga kependidikan (staf) secara terpadu. Kedua, workshop adalah salah satu kegiatan yang paling efektif untuk meningkatkan dan mengembangkan profesionalisme pendidik dan tenaga pendidik dalam waktu yang singkat. Ketiga, kemampuan penguasaan IT (Internet Technology) sehingga mendukung dalam proses pembelajaran.
Adapun gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang termasuk dalam gaya kepemimpinan yang demokratis. Dalam kepemimpinannya, kepala madrasah sangat menghargai hak individu masing-masing warga madrasah serta memberikan kesempatan kepada seluruh sumber daya manusia yang ada di madrasah tersebut agar dapat terus berkembang. Hal ini terbukti dari sikap kepala madrasah yang selalu mau menerima masukan dari para guru, karyawan, siswa maupun dari pihak- pihak lingkungan sekitar madrasah. Kepala madrasah juga selalu berusaha untuk mewujudkan aspirasi seluruh warga sekolah demi kemajuan pendidikan di madrasah tersebut.
Kepemimpinan transformasional, adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Kepemimpinan transformasional diprediksikan mampu mendorong terciptanya efektifitas institusi pendidikan. Jenis kepemimpinan ini menggambarkan adanya tingkat kemampuan pemimpin untuk mengubah mentalitas dan perilaku pengikut menjadi lebih baik. Kepemimpinan transformasional memiliki makna dan orientasi masa depan (future oriented) institusi pendidikan diantaranya kebutuhan menanamkan budaya inovasi dan kreatifitas dalam meningkatkan kreat/ivitas dalam meningkatkan mutu dan eksistensi institusi pendidikan. Hal ini penting karena warga institusi pendidikan terutama peserta didik berharap banyak untuk terciptanya institusi pendidikan yang berkualitas, produktif serta profesional dalam menapaki masa depan dan segala tantangan yang ada (Danim, 2003:53).
Gaya kepemimpinan demokratis yang diterapkan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang memberikan dampak yang positif terhadap pengembangan mutu tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Dampak positif dari penerapan gaya kepemimpinan kepala madrasah yang demokratis terhadap pengembangan mutu tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang tersebut dapat dilihat dari jumlah siswa yang bertambah setiap tahunnya.
## KESIMPULAN
Gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang yaitu bertanggungawab, energik dan semangat tinggi, memotivasi, disiplin, dan menginovasi. Gaya kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang adalah demokratis, terlihat dari cara kepala madrasah yang menghargai potensi dan kecerdasan bawahannya, memberikan kesempatan bawahannya untuk terlibat secara penuh dalam pengembangan madrasah, kebebasan untuk berpendapat, keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama. Faktor pendukung pengembangangan mutu dari tenaga kependidikan yang berusaha untuk mengoptimalkan layanan untuk Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Kemudian
kemampuan berkomunikasi dengan baik peduli terhadap seluruh anggota berkomitmen serta disiplin. Sedangkan faktor penghambatnya adalah dari keberlangsungan sekolah yang di tengah kota yang bersaing dengan sekolah- sekolah unggulan lainnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Asmani, J. M. 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah . Yogyakarta : Diva Press. Barnawi & M. Arifin. (2013). Mengelola Sekolah Berbasis Enterpreneurship. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Danim, S. (2003). Menjadi Komunitas Pembelajar Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Depdiknas. (2001). Manajemen Penjaminan mutu berbasis Madrasah, Buku I Konsep dan Pelaksana, Jakarta Sudrajat, H. (2005). Manajemen Peningkatan mutu berbasis sekolah; Peningkatan mutu Pendidikan melalui Implementasi KBK, Bandung: Cipta Lekas Grafika.
Husaini, U. (2014). Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan . Jakarta: Bumi AksaraA. Dale Tempe, 1987, Kepemimpinan, Jakarta : Gramedia Freeman, M. & Johnstone, C. (2008). Improving teaching and learning through discipline-spesific support model, International Journal of Management Education, Sydney: University of Sydney.
Koentjaraningrat. (1993). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
Musriadi. (2016). Profesi Kependidikan Secara Teoritis dan Aplikatif , Yogyakarta : Deepublish Northouse, Peter G. (2013). Kepemimpinan Teori dan Praktek . Edisi Keenam. Jakarta: Indeks
Priansa, D. J., & Somad, R. (2014). Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung: Alfabeta Sonhaji, A. (2003). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan . Banjannasin: Universitas Lambung Mangkurat Subagyo. (2013). Manajemen Pendidikan , Semarang: FIS Universitas Semarang.
Shulhan, M. (2013). Model Kepemimpinan kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Guru, Yogyakarta : Teras
Sugiyono. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3
Wahjosumidjo. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
|
40a069d8-a5ef-4f2a-aa93-07e025236a3e | https://ejournal.unwaha.ac.id/index.php/margin/article/download/4559/1952 |
## Analisis Strategi Komunikasi Dalam Mengurangi Resistensi Pegawai Pada Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli
Indirwan Zebua 1* , Meiman Hidayat Waruwu 2 , Idarni Harefa 3 , Syah Abadi Mendrofa 4 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Nias 1,2,3,4 *Email: [email protected] ,
## Abstrak
Strategi komunikasi adalah perencanaan dalam penyampaian pesan melalui kombinasi berbagai unsur komunikasi seperti frekuensi, formalitas, isi dan saluran komunikasi sehingga pesan yang disampaikan mudah diterima dan dipahami serta dapat mengubah sikap atau perilaku sesuai dengan tujuan komunikasi. Proses komunikasi melibatkan pengiriman pesan dari satu individu (pengirim) kepada individu lain (penerima), dengan harapan pesan tersebut dipahami dan diberikan respons. Komunikasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik lisan maupun tulisan, menggunakan kata-kata, isyarat, atau bahasa tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli dalam mengurangi resistensi pegawai dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam komunikasi mengurangi resistensi pegawai pada badan pusat statistik Kota Gunungsitoli. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah Strategi komunikasi untuk mengurangi resistensi pegawai di BPS Gunungsitoli melibatkan pelatihan, pertemuan rutin, kolaborasi, dan evaluasi. Namun, beberapa kendala muncul: kurangnya pemahaman akan alasan perubahan, ketidakpastian dampak perubahan, minimnya keterlibatan pegawai, dan kesenjangan antara nilai organisasi dan perubahan yang diusulkan. Dukungan manajemen juga menjadi kunci dalam mengatasi resistensi ini. Kata Kunci : Strategi Komunikasi, Resistensi Pegawai
## Abstract
Communication strategy is planning the delivery of messages through a combination of various communication elements such as frequency, formality, content and communication channels so that the messages conveyed are easily received and understood and can change attitudes or behaviour in accordance with communication objectives. The communication process involves sending a message from one individual (sender) to another individual (receiver), with the hope that the message will be understood and a response will be given. Communication can occur in various forms, both spoken and written, using words, gestures, or body language. The purpose of this research is to determine the communication strategies used by the Gunungsitoli City Central Statistics Agency in reducing employee resistance and to determine the obstacles faced in communication to reduce employee resistance at the Gunungsitoli City Central Statistics Agency. This research uses a qualitative research approach where qualitative research. Data collection techniques in this research are observation, interviews and documentation. The results of this research are communication strategies to reduce employee resistance at BPS Gunungsitoli involving training, regular meetings, collaboration and evaluation. However, several obstacles emerged: lack of understanding of the reasons for change, uncertainty about the impact of change, lack of employee involvement, and a gap between organizational values and the proposed change. Management support is also key in overcoming this resistance.
Keywords : Communication Strategy, Employee Resistance
## A. PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi dan perubahan yang begitu cepat, organisasi sektor publik seperti Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki peran yang sangat penting dalam mengumpulkan, mengolah, dan menyediakan data statistik yang akurat dan relevan. Strategi komunikasi adalah rangkaian tindakan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi untuk memfasilitasi pertukaran informasi, pemahaman, dan kerja sama di antara anggota organisasi. Resistensi pegawai merujuk pada sikap atau tindakan individu-individu dalam organisasi yang menghambat atau menentang perubahan, kebijakan, atau tindakan yang diambil oleh manajemen atau pimpinan organisasi (Hayadi et al., 2024).
Strategi komunikasi adalah perencanaan dalam penyampaian pesan melalui kombinasi berbagai unsur komunikasi seperti frekuensi, formalitas, isi dan saluran komunikasi sehingga pesan yang disampaikan mudah diterima dan dipahami serta dapat mengubah sikap atau perilaku sesuai dengan tujuan komunikasi (Samsudin et al., 2024).
Menurut Effendy dalam (Sinaga, 2023) strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan ( communication planning ) dengan manajemen komunikasi ( communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini dapat mencakup berbagai pendekatan, metode, dan teknik komunikasi yang digunakan oleh organisasi untuk memitigasi atau mengatasi resistensi yang timbul di antara pegawai salah satu strategi komunikasi terbuka, pelatihan dan edukasi, keterlibatan pegawai, komunikasi berkelanjutan dan penanganan konflik (Jambak et al., 2023).
Proses komunikasi melibatkan pengiriman pesan dari satu individu (pengirim) kepada individu lain (penerima), dengan harapan pesan tersebut dipahami dan diberikan respons. Komunikasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik lisan maupun tulisan, menggunakan kata-kata, isyarat, atau bahasa tubuh. Proses komunikasi juga melibatkan keterlibatan emosi, persepsi, dan pemahaman antara pengirim dan penerima pesan. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik agar dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain, membangun hubungan yang baik, dan menghindari kesalahpahaman atau konflik yang timbul akibat ketakpahaman (Yustiva, 2024).
Dalam melaksanakan interaksi tersebut, manusia didukung oleh sebuah proses komunikasi. Dimana proses ini berlangsung dengan cara yang tepat sehingga proses interaksi diantara manusia dapat terus berjalan. Manusia tidak mungkin dapat lepas dari kehidupan berkelompok atau berorganisasi. Dalam menjalankan kehidupan berorganisasi tersebut, manusia aktif
melakukan interaksi melalui komunikasi. Komunikasi adalah proses dimana suatu ide di alihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Flagstad & Johnsen, 2022).
Kurangnya komunikasi yang efektif juga dapat berkontribusi pada resistensi pegawai. Jika pegawai tidak mendapatkan informasi yang jelas dan memadai tentang perubahan yang akan terjadi, tujuan perubahan, serta bagaimana mereka dapat terlibat dan berpartisipasi dalam proses tersebut, maka akan sulit bagi mereka untuk memahami dan menerima perubahan tersebut. Komunikasi yang buruk atau kurangnya komunikasi dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan, yang pada gilirannya dapat memperkuat resistensi. Perasaan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan juga dapat menjadi faktor penyebab resistensi. Jika pegawai merasa bahwa mereka tidak dilibatkan atau tidak memiliki kesempatan untuk memberikan masukan atau pendapat mereka tentang perubahan yang diusulkan, maka mereka mungkin merasa tidak dihargai atau tidak memiliki kontrol atas situasi tersebut. Hal ini dapat meningkatkan resistensi dan penolakan terhadap perubahan (Shoaib et al., 2021).
Resistensi pegawai dapat diartikan sebagai sikap atau penolakan yang timbul dari para pegawai dalam menghadapi perubahan, kebijakan, atau strategi baru yang diterapkan di organisasi. Resistensi ini dapat menyebabkan hambatan dalam pelaksanaan tugas, kurangnya keterlibatan, penurunan kinerja individu maupun organisasi, dan bahkan mengganggu pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab resistensi pegawai, seperti kurangnya pemahaman tentang tujuan dan manfaat perubahan yang diusulkan, kekhawatiran tentang dampak negatif perubahan, kurangnya komunikasi yang efektif, serta perasaan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan. Faktor- faktor ini dapat mempengaruhi sikap dan tingkat dukungan pegawai terhadap perubahan yang diimplementasikan oleh organisasi (Frare et al., 2022).
Dalam hal ini, strategi komunikasi menjadi kunci penting dalam mengurangi resistensi pegawai. Strategi komunikasi yang efektif dapat membantu mengatasi ketakpahaman, mengurangi kekhawatiran, meningkatkan partisipasi dan keterlibatan pegawai, serta membangun dukungan untuk perubahan yang diimplementasikan Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data statistik di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Salah satu tugas utama BPS adalah menyediakan data yang akurat dan terpercaya untuk mendukung
pengambilan keputusan, perencanaan, evaluasi kebijakan, serta pengembangan sumber daya di berbagai sektor (Cahyadi et al., 2023).
Namun, dalam menjalankan tugasnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli menghadapi tantangan dalam mengurangi resistensi pegawai. Resistensi pegawai dapat diartikan sebagai sikap atau penolakan yang timbul dari para pegawai dalam menghadapi perubahan, kebijakan, atau strategi baru yang diterapkan di organisasi. Resistensi ini dapat menyebabkan hambatan dalam pelaksanaan tugas, kurangnya keterlibatan, dan penurunan kinerja individu maupun organisasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi resistensi pegawai adalah kurangnya pemahaman tentang tujuan dan manfaat perubahan yang dihadapi adalah dalam konteks strategi komunikasi yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli. Perubahan tersebut dapat mencakup berbagai aspek, seperti; Perubahan dalam Metode Komunikasi. BPS Kota Gunungsitoli akan meninjau dan mengubah metode komunikasi yang mereka gunakan untuk berinteraksi dengan pegawai. Misalnya, peralihan dari komunikasi konvensional ke komunikasi daring, penggunaan platform media sosial, atau penggunaan alat komunikasi yang lebih interaktif. Pengembangan Pesan dan Materi Komunikasi. Perubahan dalam cara pesan dan materi komunikasi disusun dan disampaikan kepada pegawai. Hal ini dapat mencakup penyusunan pesan yang lebih jelas, informatif, dan persuasif untuk meminimalkan resistensi. Peningkatan Keterlibatan Pegawai. BPS Kota Gunungsitoli akan melakukan upaya untuk meningkatkan keterlibatan pegawai dalam proses komunikasi terkait kebijakan atau perubahan yang diusulkan. Ini bisa melalui diskusi kelompok, pertemuan, atau platform partisipasi lainnya. Penyesuaian Struktur Komunikasi Internal. Perubahan dalam struktur komunikasi internal, seperti mengatur lebih banyak sesi dialog atau pertemuan, memperbaiki aliran informasi, atau menyediakan pelatihan komunikasi bagi manajer atau pegawai yang bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi. Perubahan Kebijakan Komunikasi. BPS Kota Gunungsitoli perlu melakukan perubahan pada kebijakan internal terkait komunikasi, seperti aturan komunikasi, akses informasi, atau kerangka waktu untuk menyampaikan informasi kepada pegawai.
Dengan menganalisis strategi komunikasi yang telah dilakukan dan memahami inti permasalahan yang melatarbelakangi resistensi pegawai, penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang efektivitas strategi komunikasi yang telah dilakukan oleh BPS Kota Gunungsitoli.
Peneliti terdahulu yang berjudul Strategi Komunikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang Dalam Mensosialisasikan Kebijakan Sensus Penduduk Kepada Masyarakat. Mila dalam (Abdurachman et al., 2023), Hasil penelitian ini adalah; Strategi komunikasi yang telah diterapkan BPS Kota Padang secara manajerial telah melalui tahapan strategi komunikasi mulai dari tahap perencanaan sampai evaluasi. Secara keseluruhan, berdasarkan temuan peneliti di lapangan diketahui bahwa pelaksanaan strategi komunikasi dalam mengkomunikasikan kebijakan sensus penduduk kepada masyarakat Kota Padang telah dilaksanakan dengan sangat baik dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh BPS Pusat.
Seluruh elemen dalam tahapan komunikasi telah dilakukan dengan sebaik-baiknya yaitu pada tahap analisis audiens yang dilakukan oleh BPS Kota Padang adalah melakukan pengumpulan data mengenai potensi desa/kelurahan dan kecamatan di Kota Padang dari Camat dan Lurah yang bersangkutan. Pada tahap penetapan sasaran komunikasi dilakukan dengan pendekatan rumah tangga, yaitu dengan memetakan wilayah sensus kedalam unit-unit wilayah kecil yang di sebut Blok Sensus (BS) kemudian petugas sensus BPS Kota Padang mendatangi setiap rumah yang ada di peta wilayah blok sensus untuk mendaftar masyarakat yang akan menjadi sasaran komunikasi sensus BPS Kota Padang.
Sementara pada penetapan rancangan strategi BPS merancang komunikasi yang strategis, mulai dari rancangan pesan serta media yang dimanfaatkan guna mendapatkan efek komunikasi yang sesuai dengan yang di inginkan yaitu terjadi efek perubahan perilaku pada masyarakat dan bersedia bekerja sama dengan petugas BPS dalam menyukseskan kebijakan sensus penduduk.
Kemudian pada tahap penetapan kebijakan komunikasi, semua kebijakan yang ditetapkan bersumber dari BPS Pusat karena sensus penduduk merupakan perhelatan besar yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia secara serentak dan berdasarkan ketentuan dari Undang-Undang No. 16 Tahun 1997 dengan penanggung jawab pelaksanaan sensus penduduk adalah Kepala BPS oleh karena itu semua kebijakan bersumber dari BPS Pusat, tetapi meskipun demikian setiap penetapan kebijakan yang diambil berdasarkan konsultasi dari banyak pihak termasuk dari Kepala BPS Kota Padang. Kebijakan yang ditetapkan oleh BPS Kota Padang hanya mengenai rekrutmen dan pelatihan petugas lapangan dari sensus penduduk. Selanjutnya pada tahap implementasi strategi komunikasi dalam mengkomunikasikan kebijakan sensus penduduk mengacu kepada kalender pelaksanaan SP2010 yang ditetapkan oleh BPS Pusat.
Terakhir pada tahap evaluasi komunikasi yang dilakukan oleh BPS adalah evaluasi efek yaitu perubahan perilaku dari masyarakat pada saat pelaksanaan komunikasi kebijakan sensus,
guna mengetahui sejauh mana efektifitas dari pesan yang disampaikan melalui media komunikasi yang digunakan, evaluasi lainnya yaitu mengenai data SP2010 serta kedisiplinan petugas lapangan dalam mengkomunikasikan kebijakan sensus melalui post enumeration survey .
Berdasarkan hasil observasi awal dapat diasumsikan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli adalah ketakpahaman atau ketidakjelasan terkait strategi komunikasi yang diadopsi oleh BPS. Pegawai tidak memahami tujuan, metode, atau manfaat dari strategi komunikasi yang diterapkan, sehingga menimbulkan resistensi. Ketidakpercayaan terhadap strategi komunikasi yang diusulkan atau diimplementasikan. Pegawai meragukan keefektifan atau relevansi strategi komunikasi tersebut terhadap kebutuhan atau situasi di lapangan.
## B. LANDASAN TEORI
Strategi adalah rencana atau serangkaian langkah yang dirancang secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu, yang melibatkan pemikiran dan pengambilan keputusan hati-hati. Menurut Gary Hamel dalam (Suliman et al., 2023), strategi harus mencakup upaya menciptakan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan, sementara Michael Porter dalam (Faezah et al., 2022) menekankan pentingnya pemilihan unik dalam mencapai keunggulan kompetitif, seperti memilih segmen pasar yang tepat dan diferensiasi produk atau layanan. Siagian menambahkan bahwa strategi melibatkan serangkaian keputusan dan tindakan yang diimplementasikan oleh seluruh organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi tidak hanya menjadi tanggung jawab manajemen puncak, tetapi juga harus dipahami dan diimplementasikan oleh seluruh anggota organisasi.
Tujuan strategi, menurut Michael Porter dalam (Frare et al., 2022), adalah menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif melalui diferensiasi produk, biaya rendah, atau fokus pada segmen pasar tertentu. Selain itu, strategi bertujuan mendorong pertumbuhan organisasi, mencapai keberlanjutan jangka panjang, meningkatkan efisiensi dan efektivitas, serta mencapai keunggulan pasar. Tingkatan strategi dalam organisasi meliputi strategi korporat, kompetitif, dan fungsional, masing-masing berfokus pada pengelolaan portofolio bisnis, cara bersaing di pasar, dan langkah operasional di berbagai departemen.
Manajemen strategi adalah pendekatan sistematis dalam merencanakan, mengimplementasikan, dan mengendalikan strategi organisasi. Ini melibatkan analisis
lingkungan internal dan eksternal, pengambilan keputusan strategis, dan implementasi tindakan yang mendukung pencapaian tujuan jangka panjang. Komponen manajemen strategi menurut Michael A. Hitt dalam (Yuan & Li, 2023) meliputi analisis, keputusan, dan tindakan yang memungkinkan perusahaan mencapai tujuan dan keunggulan kompetitif.
Komunikasi, menurut Stuart Hall dalam (Liu & Zhang, 2022), adalah proses sosial yang melibatkan produksi, pengiriman, dan penerimaan pesan-pesan yang mempengaruhi pemahaman dan interaksi kita dengan dunia. Tujuan komunikasi meliputi membangun hubungan interpersonal, mencapai pemahaman, mempengaruhi orang lain, mempertahankan identitas diri, dan memecahkan konflik. Fungsi komunikasi mencakup penyampaian informasi, pengaruh, ekspresi emosi, koordinasi dan kolaborasi, hiburan, pembentukan identitas, pemecahan masalah, dan pembelajaran.
Pengaruh komunikasi dapat berupa perubahan sikap, perilaku, pengetahuan, dan pemahaman. Menurut Marshall McLuhan dalam (Yue et al., 2023), media komunikasi itu sendiri memiliki pengaruh kuat pada cara pandang orang terhadap dunia. Strategi komunikasi adalah rencana terstruktur yang mencakup penentuan tujuan komunikasi, audiens yang akan dijangkau, pengembangan pesan yang efektif, dan pemilihan media yang tepat.
Resistensi adalah sikap atau tindakan menentang suatu tekanan dari luar, yang sering muncul dalam situasi di mana kelompok merasa dirugikan. Tujuan resistensi termasuk membangkitkan kesadaran publik, mempengaruhi opini masyarakat, memperoleh dukungan, dan mencapai perubahan sosial. Indikator resistensi, menurut William Bridges dalam (Cahyadi et al., 2023), dapat berupa ketidakpercayaan terhadap perubahan, ketidakpastian mengenai perubahan tersebut, dan rasa kehilangan terhadap apa yang ditinggalkan.
## C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang sering digunakan dalam ilmu sosial dan pendidikan, untuk menyelidiki fenomena sosial dan masalah manusia (Cahyadi et al., 2023). Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan secara kompleks, meneliti kata-kata dan laporan dari responden, serta melakukan studi pada situasi alami. Peneliti berperan sebagai instrumen kunci dalam mengumpulkan dan menafsirkan data, menggunakan pengamatan langsung, wawancara, dan studi dokumen. Kesahihan dan keterandalan data diuji melalui triangulasi, dengan metode induktif yang menekankan makna daripada generalisasi (Li et al., 2023).
Variabel penelitian meliputi strategi komunikasi dan resistensi. Indikator strategi komunikasi, menurut Wibowo, meliputi tingkat kesadaran, partisipasi dan interaksi, tingkat keterlibatan audiens, percakapan dan umpan balik, serta peningkatan konversi. Indikator resistensi, menurut William Bridges, meliputi ketidakpercayaan terhadap perubahan, ketidakpastian mengenai perubahan, dan rasa kehilangan terhadap apa yang ditinggalkan. Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli.
Sumber data terdiri dari data primer yang diperoleh langsung dari informan kunci, seperti kepala BPS Gunungsitoli dan stafnya, serta data sekunder yang mendukung data primer, seperti dokumen dan laporan yang relevan. Instrumen penelitian utama adalah peneliti sendiri, dengan dukungan instrumen lain seperti tes, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik pengumpulan data meliputi observasi langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi.
Observasi dilakukan untuk menggali data dari aktivitas dan situasi alami, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang subjek penelitian. Dokumentasi mencatat sumber daya yang digunakan dan referensi yang dikonsultasikan untuk memberikan pengakuan pada pemilik informasi. Dokumentasi melengkapi data dari observasi dan wawancara, memberikan bukti yang lebih kredibel (Shoaib et al., 2021).
Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data menggunakan model Miles dan Huberman, yang mencakup empat tahap: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi. Data dikumpulkan melalui berbagai teknik dan direduksi untuk merangkum informasi penting. Data kemudian disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan diagram untuk memudahkan pemahaman. Kesimpulan ditarik berdasarkan analisis yang dilakukan, menjawab rumusan masalah atau menemukan penemuan baru yang sebelumnya tidak jelas (Yue et al., 2023).
## D. HASIL DAN PEMBAHASAN
## Analisis Strategi Komunikasi dalam Mengurangi Resistensi Pegawai pada Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli
Hasil wawancara dengan tiga informan mengungkapkan beberapa strategi komunikasi yang efektif dalam mengurangi resistensi pegawai di BPS Kota Gunungsitoli. Strategi pertama melibatkan peningkatan kesadaran pegawai melalui program pelatihan dan sesi komunikasi rutin. Ini sesuai dengan teori komunikasi organisasi yang menekankan pentingnya penyampaian
informasi secara berkelanjutan untuk membangun pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi (Yue et al., 2023). Program pelatihan ini tidak hanya membantu pegawai memahami alasan di balik perubahan tetapi juga meningkatkan kompetensi mereka untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Strategi kedua adalah melibatkan pegawai secara aktif dalam berbagai inisiatif dan program. Pendekatan ini didukung oleh teori partisipasi dalam manajemen perubahan yang menyatakan bahwa keterlibatan aktif pegawai dapat mengurangi resistensi terhadap perubahan karena mereka merasa memiliki kontrol dan kontribusi dalam proses tersebut (Liu & Zhang, 2022). Pertemuan rutin, lokakarya, dan pelatihan memungkinkan pegawai untuk berpartisipasi dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program, sehingga meningkatkan rasa memiliki dan komitmen terhadap perubahan.
Strategi ketiga adalah fasilitasi interaksi dan kolaborasi antar pegawai melalui platform komunikasi internal, forum diskusi, dan proyek bersama. Hal ini didukung oleh teori kolaborasi yang menyatakan bahwa komunikasi efektif dan kolaborasi antar tim dapat mengurangi resistensi dengan membangun rasa saling percaya dan memperkuat kerja sama (Cahyadi et al., 2023). Dengan adanya forum diskusi dan proyek bersama, pegawai dapat berbagi ide dan pengalaman, yang pada gilirannya dapat membantu mereka lebih menerima dan mendukung perubahan.
Strategi keempat melibatkan pegawai berdasarkan komitmen, pengetahuan, keterampilan, dan minat mereka terhadap kegiatan. Pendekatan ini didasarkan pada teori motivasi seperti teori dua faktor Herzberg yang menyatakan bahwa pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian merupakan faktor kunci yang mempengaruhi motivasi pegawai (Shoaib et al., 2021). Dengan melibatkan pegawai dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program, BPS dapat meningkatkan keterlibatan dan motivasi pegawai, sehingga mengurangi resistensi terhadap perubahan.
Strategi kelima adalah menggunakan metode evaluasi terstruktur seperti survei, pengamatan langsung, tes atau kuis, serta pengumpulan data dan feedback secara rutin. Ini sejalan dengan teori evaluasi program yang menekankan pentingnya evaluasi berkelanjutan untuk mengukur efektivitas program dan dampaknya terhadap organisasi (Abdurachman et al., 2023). Melalui evaluasi terstruktur, BPS dapat mengidentifikasi area yang perlu perbaikan dan menyesuaikan strategi komunikasi mereka untuk mengatasi resistensi secara lebih efektif.
## Kendala dalam Mengurangi Resistensi Pegawai
Hasil wawancara juga mengungkap beberapa kendala yang dihadapi dalam mengurangi resistensi pegawai terhadap perubahan di BPS Kota Gunungsitoli. Salah satu kendala utama adalah kurangnya pemahaman atau kesadaran tentang alasan di balik perubahan yang diusulkan. Menurut teori perubahan Kotter, langkah pertama dalam proses perubahan adalah menciptakan rasa urgensi (Frare et al., 2022). Jika pegawai tidak memahami urgensi dan manfaat dari perubahan, mereka cenderung menunjukkan resistensi.
Kendala kedua adalah ketidakpastian terhadap dampak yang akan ditimbulkan oleh perubahan. Teori stres kerja menyatakan bahwa ketidakpastian dan ambiguitas dapat menyebabkan stres dan kecemasan di tempat kerja (Jambak et al., 2023). Jika dampak perubahan tidak dijelaskan dengan baik, pegawai akan merasa cemas dan tidak aman terkait pekerjaan, lingkungan kerja, atau peran mereka dalam organisasi.
Kendala ketiga adalah kurangnya keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam proses perubahan. Teori keterlibatan pegawai menekankan bahwa pegawai yang merasa didengar dan dilibatkan dalam proses perubahan cenderung lebih mendukung perubahan tersebut (ERBAŞI, 2022). Jika pegawai merasa tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan pandangan atau kekhawatiran mereka, resistensi terhadap perubahan akan meningkat.
Kendala keempat adalah ketidaksesuaian antara nilai atau budaya organisasi dengan perubahan yang diusulkan. Menurut teori kecocokan orang-organisasi, pegawai cenderung lebih menerima perubahan jika mereka merasa perubahan tersebut sesuai dengan nilai-nilai dan budaya organisasi yang mereka anut (Frare et al., 2022). Jika ada ketidaksesuaian, pegawai akan merasa perubahan tersebut tidak konsisten dengan nilai-nilai mereka, sehingga meningkatkan resistensi.
Kendala kelima adalah ketidakpastian terkait dukungan dari manajemen atau pemimpin dalam mendukung perubahan yang diusulkan. Teori kepemimpinan transformasional menyatakan bahwa pemimpin yang memberikan dukungan dan visi yang jelas dapat menginspirasi dan memotivasi pegawai untuk menerima perubahan (Samsudin et al., 2024). Jika pegawai meragukan dukungan dari manajemen, mereka akan enggan untuk menerima atau mendukung perubahan tersebut.
Dengan memahami dan mengatasi kendala-kendala ini, BPS Kota Gunungsitoli dapat mengembangkan strategi komunikasi yang lebih efektif untuk mengurangi resistensi pegawai dan mendukung proses perubahan dalam organisasi.
## E. KESIMPULAN DAN SARAN
## Simpulan
Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga informan, strategi komunikasi yang diterapkan oleh BPS Gunungsitoli untuk mengurangi resistensi pegawai cukup komprehensif. Dari dua analisis mengenai strategi komunikasi dan kendala dalam mengurangi resistensi pegawai di Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Gunungsitoli, dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi yang diterapkan memiliki fokus yang tepat dalam mengatasi beberapa kendala yang diidentifikasi. Strategi komunikasi melibatkan peningkatan kesadaran pegawai melalui program pelatihan, sesi komunikasi rutin, serta keterlibatan aktif dalam berbagai inisiatif. Fasilitasi interaksi dan kolaborasi antar pegawai juga menjadi bagian penting untuk memperkuat kerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Evaluasi yang terstruktur menjadi landasan penting untuk memahami perubahan dalam pola pikir atau sikap pegawai, serta dampaknya pada kinerja individu dan tujuan organisasi. Kendala yang dihadapi, seperti kurangnya pemahaman akan alasan dan tujuan perubahan, ketidakpastian akan dampak perubahan, kurangnya keterlibatan pegawai, ketidaksesuaian dengan nilai organisasi, dan ketidakpastian akan dukungan manajemen, menjadi poin-poin penting yang harus diatasi dalam perencanaan strategi komunikasi yang lebih efektif. Oleh karena itu, kesimpulannya adalah bahwa strategi komunikasi yang telah diidentifikasi menunjukkan langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi kendala-kendala komunikasi yang mungkin muncul dalam usaha mengurangi resistensi pegawai terhadap perubahan di BPS Kota Gunungsitoli.
## Saran
Dari dua analisis yang disajikan, terdapat rekomendasi dan kendala yang saling berkaitan terkait strategi komunikasi untuk mengurangi resistensi pegawai di BPS Kota Gunungsitoli. Berikut beberapa saran sebagai berikut:
1. Saran strategi komunikasi: perkuat program pelatihan dan sesi komunikasi rutin; pastikan program pelatihan dan komunikasi rutin benar-benar memberikan pemahaman yang mendalam tentang tujuan dan nilai-nilai organisasi. Evaluasi efektivitasnya secara berkala. Libatkan pegawai secara aktif; terlibatkan dalam inisiatif dan program, seperti pertemuan, lokakarya, dan perencanaan program, agar pegawai merasa memiliki peran dalam perubahan yang terjadi. Fasilitasi interaksi dan kolaborasi; platform komunikasi internal,
forum diskusi, serta proyek bersama sangat penting untuk memperkuat kerjasama dan mengurangi kesenjangan antara pegawai. Keterlibatan berdasarkan komitmen dan keterampilan; pastikan keterlibatan pegawai didasarkan pada komitmen mereka terhadap organisasi serta pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Gunakan metode evaluasi terstruktur; evaluasi rutin menggunakan metode seperti survei, observasi, tes, dan pengumpulan data untuk mengukur perubahan pola pikir dan dampak pada kinerja individu serta tujuan organisasi.
2. Saran kendala yang teridentifikasi: komunikasikan dengan jelas alasan di balik perubahan yang diusulkan serta manfaat yang diharapkan untuk pegawai dan organisasi secara keseluruhan. Sediakan informasi yang jelas dan transparan terkait dampak perubahan pada pekerjaan, lingkungan kerja, dan peran individu dalam organisasi. Berikan kesempatan bagi pegawai untuk berpartisipasi, menyuarakan pandangan, dan kekhawatiran mereka terkait perubahan yang terjadi. Pastikan bahwa perubahan yang diusulkan konsisten dengan nilai dan budaya yang telah ditanamkan di organisasi. Pemimpin dan manajemen harus memberikan dukungan yang jelas dan nyata terhadap perubahan yang diusulkan untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan penerimaan pegawai.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, D., Ramdhan, R. M., Karsoma, A., Winarno, A., & Hermana, D. (2023). Integrating Leadership in Job Demand Resources (JD-R) for Personal Performance in Military Institution. Sustainability (Switzerland) , 15 (5), 1–13. https://doi.org/10.3390/su15054004
Cahyadi, A., Natalisa, D., Poór, J., Perizade, B., & Szabó, K. (2023). Predicting the Relationship between Green Transformational Leadership, Green Human Resource Management Practices, and Employees’ Green Behavior. Administrative Sciences , 13 (1). https://doi.org/10.3390/admsci13010005
ERBAŞI, A. (2022). Green Organizational Climate: Measurement Scale Development and Validation to Measure Green Climate Structure in Organizations. Ege Akademik Bakis (Ege Academic Review) . https://doi.org/10.21121/eab.1086516
Faezah, J. N., Yusliza, M. Y., Azlina, Y. N., Saputra, J., & Wan Zulkifli, W. K. (2022). Developing a Conceptual Model to Implement the Employee Ecological Behavior in Organisations. Journal of Environmental Management and Tourism , 13 (3), 746–755. https://doi.org/10.14505/jemt.v13.3(59).14
Flagstad, I., & Johnsen, S. Å. K. (2022). The psychology of green entrepreneurship: Founder-driven development of green climate in small-scale companies. Cogent Business and Management , 9 (1). https://doi.org/10.1080/23311975.2022.2079245
Frare, A. B., Barbieri Colombo, V. L., & Beuren, I. M. (2022). Performance measurement systems, environmental satisfaction, and green work engagement. Revista Contabilidade e Financas ,
33 (90), 1–17. https://doi.org/10.1590/1808-057X20211503.EN
Hayadi, B. H., Yusuf, F. A., & Rodiyah, S. (2024). Membangun Ketahanan Dalam Perubahan Organisasi Pada Alat Intervensi Dan Strategi Resistensi . 4 (1), 1–10.
Jambak, A. M., Lase, D., Telaumbanua, E., & Hulu, P. (2023). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi pegawai terhadap perubahan organisasi di Kantor Pengadilan Agama Gunungsitoli. Tuhenori: Jurnal Ilmiah Multidisiplin , 1 (1), 22–37. https://doi.org/10.62138/tuhenori.v1i1.8
Li, W., Abdalla, A. A., Mohammad, T., Khassawneh, O., & Parveen, M. (2023). Towards Examining the Link Between Green HRM Practices and Employee Green in-Role Behavior: Spiritual Leadership as a Moderator. Psychology Research and Behavior Management , 16 (January), 383– 396. https://doi.org/10.2147/PRBM.S396114
Liu, L., & Zhang, C. (2022). Linking environmental management accounting to green organisational behaviour: The mediating role of green human resource management. PLoS ONE , 17 (12 December), 1–17. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0279568
Samsudin, A., Prabowo, B., Kurniawan Dwitama, I., Alexandre, G., Lutfiyah, N. D., & Hakim, Y. (2024). Penilaian Prestasi Kerja Berpengaruh terhadap Efektifitas Kinerja Karyawan. Jurnal Pendidikan Tambusai , 8 , 2124–2131. https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/12714
Shoaib, M., Abbas, Z., Yousaf, M., Zámečník, R., Ahmed, J., & Saqib, S. (2021). The role of GHRM practices towards organizational commitment: A mediation analysis of green human capital. Cogent Business and Management , 8 (1). https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1870798
Sinaga. (2023). Peran Kepemimpinan dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan. Komunikasi Dan Ilmu Sosial (JKIS) , 1 (4), 160. https://dinastires.org/JKIS/article/view/287/245
Suliman, M. A., Abdou, A. H., Ibrahim, M. F., Al-Khaldy, D. A. W., Anas, A. M., Alrefae, W. M. M., & Salama, W. (2023). Impact of Green Transformational Leadership on Employees’ Environmental Performance in the Hotel Industry Context: Does Green Work Engagement Matter? Sustainability , 15 (3), 2690. https://doi.org/10.3390/su15032690
Yuan, B., & Li, J. (2023). Understanding the Impact of Environmentally Specific Servant Leadership on Employees’ Pro-Environmental Behaviors in the Workplace: Based on the Proactive Motivation Model. International Journal of Environmental Research and Public Health , 20 (1). https://doi.org/10.3390/ijerph20010567
Yue, G., Wei, H., Khan, N. U., Saufi, R. A., Yaziz, M. F. A., & Bazkiaei, H. A. (2023). Does the Environmental Management System Predict TBL Performance of Manufacturers? The Role of Green HRM Practices and OCBE as Serial Mediators. Sustainability (Switzerland) , 15 (3). https://doi.org/10.3390/su15032436
Yustiva, F. (2024). Strategi Untuk Mengatasi Resistensi Terhadap Perubahan Organisasi : 4 (1), 1–7.
|
35e1b67a-c084-42ee-9678-7e6ba0a2e417 | https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JISPAR/article/download/5304/3773 |
## KONFLIK ETNIK MADURA DAN MELAYU SAMBAS: TINJAUAN KONFLIK KEKERASAN JOHAN GALTUNG
## Atem
## Abstract
This article aims to discusses Johan Galtung's perspective in analyzing the conflict that occurred between the Madura and Malay ethnic groups in Sambas through the concept of violence. The conflict has been seen as a natural process in community life with the cultural, religious, and ideological elements involved. The conflict in 1999 between Madura and Malay in Sambas regency happened sporadically and formed into violence. The conflict is constructed as negativity and an unwanted event. Theorists see that conflict can be understood as both a positive and a negative thing. Johan Galtung is one of the theorists who see a conflict with multidisciplinary analysis. He introduced the violence concept in three dimensions: structural violence, direct violence, and cultural violence. This article uses the qualitative method with a descriptive approach through textual reality analysis and literature review.
Keyword: Johan Galtung, Conflict, Violence
## Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami pemikiran Johan Galtung dalam menganalisis konflik yang terjadi antaretnik Madura dan Melayu di Sambas melalui konsep kekerasan. Konflik dipandang sebagai proses alamiah dalam kehidupan masyarakat yang sering terjadi dengan melibatkan unsur-unsur kebudayaan, agama dan ideologi. Kerusuhan yang terjadi tahun 1999 antara etnik Madura dan Melayu Kabupaten Sambas terjadi secara sporadis dan telah termanifestasikan dalam bentuk kekerasan. Selama ini konflik dikonstruksi sebagai suatu peritiwa negatif dan tidak diinginkan. Para teoritisi melihat konflik dapat dipahami sebagai suatu hal yang positif dan juga negatif. Johan Galtung salah seorang tokoh yang melihat konflik dengan cara analisis mulitidisipliner, ia memperkenalkan konsep kekerasan kedalam tiga dimensi, yakni kekerasan struktural ( structural violence ), kekerasan langsung ( direct violence ), dan kekerasan kultural ( cultural violence ). Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif melalui analisis realitas teksual dan sumber data kepustakaan ( literature review ) yang relevan.
Kata kunci : Johan Galtung, konflik, Kekerasan
## PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berhubungan dengan orang lain baik antarindividu, kelompok, dan relasi mereka dengan struktur masyarakat serta lembaga secara luas. Hubungan yang terjalin tersebut tidak dapat menepis muatan persatuan, perubahan, perselisihan dan bahkan permusuhan yang muncul dalam sebuah konflik. Perbedaan berbagai latar belakang yang dimiliki masyarakat dalam konteks negara Indonesia tidak mampu
selamanya diharmonisasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak jarang muncul pertentangan dalam kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya, etnis, maupun agama. Perlu dipahami tentang negeri ini adalah adanya fakta vulnerable society (masyarakat rentan) Indonesia, ada tiga ciri mendasar yakni: 1) tingginya tingkat segregasi sosial; 2) rendahnya ketermapilan partisipasi politik demokrasi; 3) terisolasinya dalam pulau-pulau kecil (Susan, 2010).
Indonesia seringkali diwarnai konflik antaretnik, konflik terjadi disebabkan berbagai faktor dan beragam bentuk, tidak sedikit konflik yang muncul ke permukaan dalam bentuk benturan fisik dan kekerasan, namun terkadang juga tidak bersifat aktif atau tersembunyi. Di Kalimantan Barat konflik etnik juga seringkali terjadi, pertama kali konflik antar entik muncul di Kalimantan Barat pada tahun 1962 dan terus berulang hingga tahun 1999 yang melibatkan beberapa etnik di Kalimantan Barat seperti Madura, Melayu, Dayak dan Tiong Hoa (sering disebut entis Cina). Salah-satu konflik antaretnik yang paling mencekam terakhir kali terjadi pada tahun 1999 antara kelompok masyarakat etnik Madura dan etnik Melayu di Kabupaten Sambas. Konflik yang terjadi banyak memakan korban dan menimbulkan traumatik yang mendalam bagi kedua belah pihak.
Potensi-potensi konflik pada dasarnya dapat dilihat dengan menggunakan tinjauan- tinjauan dari teori koflik yang ada, seperti dengan melihat struktur, karakter, budaya, dan demografi masyarakat. Berbagai aspek harus dilihat untuk meninjau konflik baik secara teoritis maupun faktual. Aspek teoritis konflik banyak pandangan sehingga mengkaji konflik dapat dilihat dari berbagai sisi atau mengkaji berdasarkan pandangan, sehingga hasilnya akan lebih luas (Sulaeman, 2010). Kasus konflik antarentik Madura dan Melayu di Sambas, sebenarnya dapat dilihat melalui strotipe yang telah tertanam pada masing-masing etnik yakni, masyarakat Melayu dikenal dengan karakternya yang pengalah, pemalu, patuh pada adat dan taat beragama sedangkan masyarakat Madura karakternya dikenal kasar, keras, mudah terseinggung, arogan dan mau menang sendiri (Setiadi, 2005). Perbedaan setreotif kedua kelompok tersebut dapat menunjukan betapa tingginya potensi konflik yang dapat terjadi, karakter masyarakat Madura seperti yang telah dijelaskan sangat bertentangan dengan karakter masyarakat Melayu begitu pula sebaliknya, oleh karenanya tinjauan teoritis diperlukan untuk mengkaji potensi-potensi tersebut. Perbedaan budaya maupun sikap masing-masing kelompok dalam menjalin hubungan pada dasarnya bukanlah suatu masalah mutlak, akan tetapi perbedaan tersebut akan mendapatkan penolakan dari salah satu kelompok ketika adanya perbedaanya yang dianggap merugikan, mengganggu dan bahkan
mengancam keharmonisan salah satu kelompok yang berpotensi menjadi konflik. Potensi dan penyebab konflik merupakan akar untuk mendapatkan pemahaman secara komprehensif terhadap konflik yang terjadi yang kemudian dapat digunakan sebagai landasan analisis guna mendapatkan jalan keluar untuk meredakan dan menyelesaikan konflik. Terkadang tidak jarang orang-orang yang mengabaikan pentingnya mengidentifikasi dan memahami potensi maupun penyebab konflik yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan rekonsiliasi konflik. Berikut akan digambarkan pemahaman konflik perspektif Johan Galtung dalam konteks konflik Madura dan Melayu di Kabupaten Sambas.
## TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum lebih jauh memahami pemikiran Johan Galtung terhadap konflik, secara umum konflik dapat diartikan sebagai eksisnya suatu pertentangan yang terjadi baik antarindividu, antarkelompok maupun individu dan kelompok terhadap suatu nilai-nilai tertentu. konflik itu sendiri merupakan bagian alamiah dari keberadaan dan ditakdirkan menjadi sebuah realitas bagi manusia yang bekerja bersama (Ungerleider, 2008). Senada dengan itu (Avruch, 1998) juga memandang bahwa konflik merupakan ciri dari semua manusia sebagai masyarakat dan berpotensi menjadi aspek pada semua hubungan sosial. Sebagaimana Coser (dalam Ulum, 2013) melihat bahwa dalam prosesnya konflik bersifat instrumental baik dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Kemudian konflik ini menurut Seymour-Smith (1986; dalam Thakore, 2013) dipandang oleh Marxian bahwa memang dibangun kedalam suatu sistem sosial sebagai stimulus utama untuk perubahan sosial. Berarti pada dasarnya dalam sebuah hubungan sosial kaitannya dalam kehidupan manusia sebagai bagian dari masyarakat tidak dapat menghindari konflik, karena ia akan tetap muncul sebagai bagian proses yang alamiah dan tetap eksis dimana konflik ini mampu menciptakan perubahan-perubahan pada ruang lingkup yang lebih luas yakni sistem sosial.
Pandangan yang sedikit berbeda diutarakan oleh Wallensteen (2002) yang menyoroti konflik dari aspek penguasaan sumber daya, dimana ia memandang konflik ialah situasi yang dimana terdapat lebih dari satu kelompok yang menginginkan sumber yang langka pada waktu yang sama. Selaras dengan itu, Appelbaum, dkk (1999) menilai konflik juga sebagai proses interaksi sosial yang mengacu pada perebutan klaim atas sumber daya, kekuasan dan status, kepercayaan dan preferensi serta keinginan lainnya. Dengan begitu melihat pada sumber konflik itu sendiri hampir tidak terbatas sebagaimana konflik itu merupakan
fenomena alam dalam hubungan sosial seperti yang disinggung sebelumnya. Hanya saja konflik hampir selalu dikaitkan pada destruktif antagonisme yang dimanifestasikan kedalam bentuk hubungan yang tidak nyaman, kekerasan ataupun perang. Kemudian gagasan konflik semacam ini memicu untuk mencoba menghindari konflik pada tahap awal sehingga pada akhirnya membuat situasi yang skalanya semakin meluas.
Terkait dengan situasi tersebut Galtung (2004) dalam bukunya berjudul “ Transcend and Transform an Introduction to Conflik Work, ” menjelaskan bahwa konflik itu sendiri memiliki 4 tingkatan (level) meskipun demikian tingkatan ini sendiri tidak ia maksudkan untuk menggambarkan tinggi atau rendahnya level konflik karena semua konflik itu terlahir dalam keadaan sama dan mempunyai persamaan untuk di olah atau direkayasa ataupun di transformasikan.
Keempat level konflik yang diklasifikasikan Galtung (2004) itu terbagi berikut:
a. Konflik Mikro, yaitu antarindividu yang mana lebih pada adanya kontradiksi kepentingan dalam diri individu (diri sendiri) ataupun individu lainnya, sehingga terdapat kecenderungan adanya pertentangan batin terhadap apa yang diinginkan atau sulitnya penentuan keputusan yang melibatkan orang lain.
b. Konflik Meso, pada tahap ini kebimbangan atau kontradiksi antarindividu tidak lagi menjadi fokusnya namun sudah melangkah pada penglibatan orang-orang dalam suatu kelompok yang berkaitan dengan kelompok lainnya.
c. Konflik Makro: ruang lingkup konflik makro digambarkan Galtung pada kategori yang sudah melibatkan antarbangsa dan negara, termasuk juga antarnegara dengan negara.
d. Konflik Mega. Pada tingkatan terakhir ini konflik sudah dianggap paling besar cakupannya dikarenakan sudah terjadi dalam konteks hubungan kewilayahan dan negara dengan peradaban dan bangsa sebagai anggotanya.
## METODE PENELITIAN
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian deskriptif melalui analisis sumber kepustakaan yang relevan. Ciri dari jenis penelitian kualitatif dapat dilihat dengan jenis pendekatan ini menekankan pada penggalian, penjelasan, dan pendeskripsian pengetahuan secara etik, emik, dan holistic (Atem dan Niko, 2020).
Pengumpulan data melalui telaah sumber-sumber literatur (literature review ) dan realitas tekstual sebagai sumber data yakni baik berupa jurnal, buku, ataupun dokumen-dokumen terkait yang dipilih kemudian di reduksi untuk di refleksikan dan dianalisis serta disajikan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Sambas memiliki luas wilayah 6.395,70 km 2 atau sekitar 4,36% dari luas Provinsi Kalimantan Barat. Terdiri dari 19 kecamatan dan 193 desa/kelurahan dan terletak diantara 1‟23” Lintang Utara dan 108‟39” Bujur Timur dengan batas-batas wilayah antara lain: sebelah utara berbatasan dengan Negara Malaysia, Laut Natuna; sebelah timur berbatasan dengan Negara Malaysia, Kabupaten Bengkayang; sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang; dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna. Berdasarkan hasil Sensus tahun 2020, penduduk Kabupaten Sambas berjumlah sekitar 629.905 jiwa. Suku Mayoritas terdiri dari Melayu, Dayak dan Tiong Hoa (cina) Kelompok masyarakat etnis Madura tidak lagi menjadi bagian dalam demografi di Kabupaten Sambas setelah konflik atau kerusuhan yang terjadi tahun 1999 yang menyebabkan terusirnya etnis Madura dari Kabupaten Sambas.
Dilihat dari sejarah kependudukan di Kabupaten Sambas, bahwa kehadiran masyarakat Madura ke Sambas sudah ada cukup lama, menurut Achadiyat (dalam Arkanudin, 2006) Orang Madura di Kalimantan Barat adalah pendatang dari Bangkalan Madura menjelang akhir abad kesembilan, dan baru mulai tinggal di wilayah ini sekitar tahun 1920, dengan niat untuk mencari lahan yang lebih subur selain di pulau asalnya.Versi lain menyebutkan bahwa migrasi pertama etnis Madura terjadi pada tahun 1902 yang ditandai dengan kedatangan mereka di Ketapang, kemudian berlanjut pada tahun 1910 ketika mereka tiba di Pontianak dan pada tahun 1920-1930 tiba di Sambas. Migrasi selanjutnya terjadi dalam jumlah besar pada tahun 1930 yang secara sengahja didatangkan oleh pemerintah Belanda. Sedangkan berdasarkan oral history , bahwa etnis Madura telah datang ke Kalimantan Barat sejak abad ke-18, yakni seiring dengan kedatangan mereka bersama anggota pasukan kerajaan Mataram (Setiadi, 2005). Seiring waktu pertambahan jumlah penduduk Madura di Kalimantan Barat semakin meningkat terutama di Kabupaten Sambas, terlebih lagi ketika adanya program transmigrasi yang di lakukan oleh pemerintah, jumlah populasi masyarakat Madura yang ada semakin padat.
Kehadiran masyarakat Madura di kabupaten Sambas memberikan pola kehidupan baru bagi masyarakat setempat terutama dalam hal matapencaharian atau tenaga kerja.
Banyak diantara masyarakat Madura yang bekerja dalam bidang-bidang pekerjaan kasar, seperti, buruh tani, penarik becak, supir, pedagang kecil-kecilan dan menjadi awak kapal penyebrangan. Namun tidak sedikit pula diantara mereka yang tergolong ekonomi tinggi, hal ini umumnya terjadi bagi masyarakat yang telah lama menetap di Sambas, sehingga mereka telah memiliki lahan, modal, dan pekerjaan-pekerjaan yang jauh lebih baik seperti kontraktor, pengelola tambang dan perdagangan, dan sebagian diantaranya juga menjadi petani, peternak sapi dan kambing. Masyarakat Madura dalam bekerja juga dikenal ulet, rajin, dan memiliki keterampilan yang tinggi. Beberapa penelitian menerangkan bahwa kelompok etnis Madura turut mengembangkan jangkauan penetrasinya jauh lebih luas apabila dibandingkan dengan etnis pendatang lainya yang ada di Kalimantan Barat seperti, Jawa dan Sunda, yakni tidak hanya dalam bidang pertanian dan ekonomi namun juga dalam bidang sosial-politik seperti menjadi anggata DPRD setempat (Pelly, 1999). Mereka sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan diantara sesama kelompoknya, hubungan antarmasyarakat Madura sangat erat dan terikat, walaupun tidak memiliki hubungan keluarga atau kerabat yang terpenting adalah asal daerahnya sama, yakni dari pulau Madura. Hubungan yang tejalin dalam kelompok masyarakat ini menggambarkan pola kehidupan masyarakat yang eksklusif. Bagi mereka membantu dan menolong orang dari daerah asalnya adalah suatu kewajiban, mereka harus mau menerima pendatang musiman dari madura serta berusaha mencarikan pekerjaan untuk mereka (Achadiyat 1989; Arkanudin 2006).
Kehidupan masyarakat Madura di Sambas yang berdampingan secara langsung dengan masyarakat Melayu, secara tidak langsung telah mempertemukan berbagai perbedaan mendasar baik kebudayaan, karakter, sikap dan perilaku maupun pola hubungan sosial dianatar kedua etnis tersebut. Masyarakat Melayu sebagai masyarakat setempat telah dikenal sebagai kelompok masyarakat yang ramah, pengalah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Istilah Melayu itu sendiri menurut Alqadrie (dalam Bahari, 2008) lebih merupakan media identifikasi dari pada sebagai kelompok etnik dalam artian ikatan primordialistik dan identik beragama Islam. Agama telah menjadi salah satu indikator penting dalam pelabelan kelompok etnis Melayu, seperti ketika masyarakat dari etnis Dayak memeluk agama Islam maka sering diidentikan sebagai etnik Melayu, anggapan ini telah menjadi pemahaman umum bagi etnik Dayak dan Melayu.
Di Kabupaten Sambas masyarakat Melayu dikenal sebagai kelompok masyarakat yang memiliki solidaritas tinggi, menjunjung kuat hubungan sesama entis dan antaretnis serta nilai-nilai gotong royong, tidak suka permusuhan dan dikenal sangat penyabar sehingga juga
sering dianggap penakut. Orang Melayu banyak yang bekerja sebagai pegawai negeri, di bidang politik maupun instansi pemerintahan, dan yang tinggal di desa bekerja sebagai petani, dan nelayan. Adanya pandangan bahwa pekerjaan sebagai pegawai pemerintahan dianggap sebagai pekerjaan yang terhormat dalam kalangan masyarakat Melayu, membuat mereka berlomba-lomba menguasai bidang pemerintahan dan masih minimnya yang menjadi pengusaha (pelaku ekonomi), jika ada jumlahnya masih sedikit dan hanya bergerak di sektor ekonomi mikro (Bahari, 2008). Kehidupan etnis Madura dan Melayu di kabupaten Sambas yang berlangsung sudah begitu lama tidak menjamin terikatnya rasa kekeluargaan maupun kekerabatan, justru sebaliknya perbedaan yang mendasar dari kedua etnis tidak jarang mumunculkan perselisihan-perselisihan dalam skala kecil, namun selalu dapat diselesaikan dengan cara-cara musyawarah maupun kesepakatan. Akan tetapi interaksi dalam lintas budaya yang pasti memiliki perbedaan-perbedaan serta dimensi sikap yang memunculkan berbagai presepsi, prasangka dan isu-isu yang kaitannya dengan budaya dari kelompok etnis lain sehingga menjadi pemicu konflik yang sulit dihindarkan, dan ketika konflik mucul kepermukaan eskalasinya dapat menjadi luas dan mengakar.
## PENYEBAB KONFLIK MADURA DAN MELAYU SAMBAS
Sepertinya tidak satupun masyarakat yang ada dibelahan dunia yang tidak mengalami konflik. Hanya saja intensitas, dan luas cakupan konflik serta wilayah terjadinya yang menjadi pembeda konflik tersebut. Ralp Dahrendorf meyakini bahwa konflik muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Setiap individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam sistem tidak akan mungkin terlibat dalam konflik. Dahrendorf menyebutnya sebagai “ integrated into a common frame of reference ”. Sehingga konflik dapat dikatakan tidak akan terjadi apabila setiap kelompok atau individu sebelumnya tidak terjalin suatu proses interaksi, komunikasi maupun hubungan-hubungan interpersonal, ingroup atau outgroup , baik dalam intesitas yang tinggi maupun intesitas rendah. Relasi yang terjalin antarkelompok dengan bermacam perbedaan latar belakang baik nilai, budaya dan keyakinan-keyakinan tertentu yang dianut oleh tiap-tiap kelompok dalam keseharian kehidupan mereka tidak serta-merta selalu dapat diterima, perbedaan-perbedaan kecil dapat menjelma menjadi potensi konflik yang jauh lebih besar, dan saat terjadi gesekan dan benturan pada batas-batas yang dimiliki kedua kelompok maka konflik akan muncul. Tidak salah jika konflik juga dipandang sebagai proses sosiasi yang mana dapat membangun asosiasi antara individu maupun kelompok akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan terjadi disasosiasi, yakni adanya intraksi permusuhan dan perselisihan antar masyarakat, yang mana menurut pernyataan Simmel (dalam Susan,
2010) bahwa: “ The actually dissociating elements are the causes of the conflict-hatred and envy, want and desire ”, kecemburuan, kebencian, keinginan dan nafsu adalah akar penyebab dari disasosiasi.
Sejarah telah mencatat bahwa konflik seringkali diikuti oleh bentuk-bentuk kekerasan, seperti perang dan pembantaian, sama halnya dengan konflik yang terjadi di Kabupaten Sambas telah termanifestasikan dalam bentuk kekerasan fisik, yang mana benturan tersebut menimbulkan banyak korban. Konflik etnis yang melibatkan kelompok masyarakat Madura bukanlah pertama kali terjadi di Kalimantan Barat, sebagaimana yang telah banyak tercatat dalam beberapa literatur, hasil penelitian maupun publikasi media, sebelum pecahnya konflik di Kabupaten Sambas telah terlebih dahulu terjadi konflik antara Masyarakat etnis Dayak dengan Madura namun konflik tersebut mereda walaupun tidak hilang sepenuhnya, dan kembali mencuat kepermukaan saat konflik yang terjadi di Sambas. Yang terlibat konflik pada tahun 1999 tersebut hanya masyarakat Melayu yang ada di Sambas, dan tidak ada keterlibatan etnis Melayu di luar Kabupaten Sambas, namun perlu diketahui bahwa pada konflik yang terjadi secara sporadis tersebut juga turut melibatkan etnis Dayak akan tetapi dalam skala kelompok yang jumlahnya sedikit. Tidak banyak yang mengetahui bahwa masyarakat Dayak turut terlibat saat konflik di Sambas, karena etnis Dayak yang terlibat jumlahnya sedikit maka orang-orang lebih mengenal konflik yang terjadi hanya diantara dua etnis, meskipun kenyataannya dapat dikatakan bahwa konflik di Sambas merupakan konflik yang melibatkan tiga kelompok etnis, karena keterlibatan etnis Dayak bukanlah sebagai kelompok „penengah‟ namun juga berperan sebagai pihak yang turut menentang kelompok etnis Madura, maka dalam konflik tersebut etnis Melayu dan Dayak memiliki kepentingan yang sama.
Akar penyebab konflik yang terjadi di Sambas masih mengundang pertanyaan dan belum mendapatkan jawaban yang jelas. Walaupun beberapa catatan menunjukan bahwa penyebab terjadinya konflik pada tahun 1999 tersebut karena adanya insiden pembunuhan yang dilakukan oleh salah satu etnis, namun hal tersebut sebenarnya bukanlah akar dari konflik itu sendiri. Apabila ditinjau lebih mendalam maka akan dapat ditemukan bahwa penyebab konflik itu jauh lebih kompleks dan telah muncul jauh sebelum insiden pembunuhan tersebut terjadi. Mengungkapkan sumber konflik memang tidak hanya dapat berpusat pada satu titik saja atau hanya melihat bagaimana kedua belah pihak berkonfrontasi dipermukaan, akan tetapi perlu dilakukan pendekatan terhadap sumber dan penyebab konflik secara lebih komprehensif, yakni mengaitkan berbagai proses sosial baik, nilai, sikap,
kebiasaan maupun pola tindakan, demografi, serta situasi yang mengarah pada sumber- sumber konflik, sehingga nantinya dapat dihasilkan resolusi konflik yang tepat sesuai dengan penyebab atau sumber konflik itu sendiri.
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa konflik yang terjadi antara etnis Madura dan Melayu di Kabupaten Sambas, Memiliki kesamaan penyebabnya dengan konflik-konflik antar etnis yang sebelumnya terjadi di Kalimantan Barat, seperti konflik Masyarakat Dayak dan Madura, kesamaan penyebab terjadinya konflik tersebut adalah adanya perbedaan sosial budaya. Pertemuan beberapa etnik yang berbeda latar belakang kehidupan sosial budaya pada suatu tempat pemukiman sangat potensial menimbulkan konflik. Menurut Watson, (dalam Arkanudin, 2006) konflik hampir selalu terjadi dalam pertemuan sosial yang melibatkan orang lebih dari satu etnik yang menganut kebudayaan berbeda. Dimana dalam konteks konflik di Sambas benturan fisik yang terjadi dipermukaan dapat dipandang sebagai pemicu konflik, sedangkan penyebab konflik itu sendiri telah hadir beriringan dalam proses-proses sosial yang terjadi yang kadang jarang dianggap sebagai sumber konflik. Maka dalam pemetaannya perbedaan pola kehidupan, pekerjaan, tingkat pendidikan, kebiasaan sikap dan perilaku, pelapisan dalam kehidupan sosial dan strotipe-strotipe antaretnik serta situasi kala itu dilihat sebagai sumber atau penyebab konflik yang dapat dianggap lebih berpengaruh.
Kebiasaan, sikap, perilaku, dan pola kehidupan sosial dalam satu kelompok etnis yang terakumulasi dalam suatu budaya dapat membangun streotipe-streotipe dan memunculkan isu-isu sebagai pemicu konflik. Menurut Suparlan (2006) potensi konflik ditandai dengan munculnya perasaan tertekan pada seseorang atau dikarenkan perbuatan pihak lawan, sehingga tidak mampu untuk melawan, menolak ataupun menghindarinya. Telah dikemukakan sebelumnya, secara umum masyarakat Madura yang tinggal di Kalimantan Barat khususnya di Kabupaten Sambas, cendrung hidup dalam masyarakat secara kolektivitas, dalam budaya kolektivitas ini individu melebur dalam hubungan-hubungan eksklusif dalam ikatan keluarga dan kelompok sesama etnis. Sehingga pola hubungan solidaritas yang terbangun menjadi sangat kuat. Etnik Madura mempunyai karakter percaya diri, berani, secara fisik kuat dan pekerja keras, sederhana, hemat, idak memilih jenis pekerjaan, bersedia diupah rendah dan patuh pada pimpinan tradisional dan agama (Alqadrie, 1999; Arkanudin, 2006). Pola kehidupan kelompok yang ekslusif dan tidak sulit melebur dalam kelompok lain menimbulkan batas-batas ( boundries ) menjadi simbol dari kelompok masyarakat itu yang sangat tampak pada mereka pendatang baru. Sedikit berbeda dengan masyarakat yang telah lama menetap atau pendatang lama, mereka lebih ramah, bisa berbaur,
kurang eksklusif dan kurang memaksakan kehendak dibanding pendatang baru ( Alqadrie, 1999).
Batas yang ada pada masyarakat Madura menjadi lebih terasa, karena notabennya sebagai masyarakat pendatang dimana menjadi etnis monoritas dari segi jumlah kelompok masyarakatnya, dan dalam keminoritasan sebagai kelompok kecil tersebut, mereka mampu membangun kekuatan secara sosial-politik yang turut didukung situasi rezim saat itu. Situasi tersebut mengancam kesempatan kerja dan kepemilikan yang secara perlahan dapat berpindah dari anggota kelompok etnis Melayu ke pendatang Madura, melalui kekerasan dan intimidasi sebagai faktor utama penyebab konflik antar etnis madura dan Melayu Sambas (Alqadrie, 1999) . Hal itu membuat bentangan ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat setempat muncul semakin tajam sehingga terbangun citra negatif dalam skala kelompok masyarakat yang besar. Maka tesis yang dapat dimunculkan dalam hal ini ialah bahwa kondisi-kondisi yang berlangsung tersebut mengundang munculnya kekuatan ( power ) dominasi dalam jumlah etnik oleh masyarakat Melayu. Yaitu kekuatan yang disadari dengan memanfaatkan jumlah kelompok etnis yang besar dan membangun solidaritas sebagai satu- kesatuan untuk mencerminkan kekuasaan yang digunakan sebagai kekuatan dalam konflik.
## KONFLIK KEKERASAN ETNIS MADURA-MELAYU SAMBAS
Rasa kasih sayang dan empati seumpama selembar lapisan yang sangat tipis yang tidak sanggup menjaga harmonisasi hubungan secara tetap. Masyarakat sebagai manusia yang selalu mencoba membangun pengetahuan-pengetahuan dan kaedah-kaedah sebagai norma sosial guna mengatur relasi-relasi yang dibangun dalam struktur masyarakat yang rentan mengalami pertentangan. Kondisi-kondisi ini yang kemudian membuat terjadinya krisis relasi antara sesama kelompok masyarakat yang selalu berusaha menunjukan identitas diri masing-masing baik individu maupun kelompok, dan subyek-subyek ini dalam kondisi relasi yang krisis berusaha saling menjatuhkan. Kekerasn sering digunakan sebagai instrument dan dianggap sebagai cara yang paling masuk akal dalam kondisi seperti itu. Adanya pertentangan dan kekerasan menjadi kajian yang menarik bagi sosok Johan Galtung, ia muncul sebagai tokoh sekaligus akadimisi yang secara konfrehensif mengkaji konflik dan perdamaian, pengaruh bidang ilmu Matematika yang ia tempuh saat sarjana turut mempengaruhi pondasinya sebagai tokoh positivis. Galtung juga disebut sebagai pelopor dalam menganalisis konflik dengan pandangan multidisipliner, yakni analisis konflik yang pada dasarnya mempertimbangkan kepentingan pragmatis analisis konflik (Susan, 2010).
Dalam menganalisa konflik Galtung turut menekankan pada aktor, isu dan proses konflik oleh karenanya Galtung (2009) juga mengartikan bahwa konflik merupakan ketidakcocokan antara sistem sosial aktor dengan tujuan mereka. Maka analisis konflik menjadi lebih menyeluruh yang kemudian dapat digunakan sebagai landasan untuk membangun penyelesaian konflik atau perdamaian.
Pemikiran Galtung (1967) dalam mengkaji konflik dan perdamaian dapat diterapkan untuk memahami konflik etnis yang terjadi antara Madura dan Melayu Sambas. Pemahaman umum yang diketahui bahwa konflik yang terjadi antaretnik di Kabupaten Sambas pada tahun 1999 adalah konflik kekerasan, kejadian tersebut secara langsung dapat disaksikan pada saat itu dan kekerasan yang terjadi secara sporadis tersebut menimbulkan banyak korban dari berbagai kalangan, laki-laki dan perempuan serta anak-anak (umumnya pada etnis Madura). Galtung sendiri melihat kekerasan dengan membaginya kedalam tiga dimensi kekerasan yakni, kekerasan struktural ( structural violence ), kekerasan langsung ( direct violence ), dan kekerasan budaya ( cultural violence ).
1. Kekerasan struktural merupakan bentuk ketidakadilan yang ditandai dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia ( human need ) dikarenakan suatu sistem yang ada.
Pada kondisi ini terdapat intervensi yang melibatkan lembaga-lembaga militer melalui kebijakan yang otoriter menimbulkan rasa tidak aman pada masyarakat. Bentuknya dapat berupa pengangguran akibat sistem, adanya diskriminasi terhadap ras dan agama oleh struktur sosial dan politik bahkan hingga hilangnya akses untuk memperoleh pendidikan, kesehatan secara adil dan bebas dan terjadi kelaparan hingga kematian (Susan, 2010).
2. Kekerasan langsung ( direct violence ). Ditandai dengan adanya tindakan saling melukai, membunuh orang lain atau penyerangan yang melibatkan bertemunya dua kelompok atau lebih.
3. Kekerasan Budaya ( cultural violence ). Kekerasan model ini dapat menjadi dasar munculnya kekerasan struktural dan kekerasan langsung, seperti yang diungkapkan oleh Galtung (1990) bahwa kekerasan budaya melibatkan aspek-aspek kebudayaan seperti ideologi dan agama, Bahasa, seni dan lainnya sebagai legitimasi atau justifikasi kekerasan struktural dan kekerasan langsung, yang mana nilai-nilai dari budaya dijadikan sebagai pembenaran atas tindakan kekerasan atau konflik.
Kekerasan yang terjadi pada konflik Madura dan Melayu sambas memungkinkan mencakup ketiga dimensi kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung. Keterkaitan ketiga kekerasan tersebut dapat dijelaskan berikut:
Pertama , konflik antar entis di Sambas atau dikenal dengan sebutan kerusuhan Sambas adalah bentuk dari kekerasan struktural. Dilahat dalam skala makro dapat diamati situasi pada tahun 1999 merupakan fase terjadinya transisi era Orde Baru ke Transformasi dengan runtuhnya rezim Suharto pada tahun 1998. Runtuhnya pemerintahan Orde Baru ini seakan memberi kebebasan baru bagi rakyat Indonesia yang mana mereka yang sebelumnya dikekang oleh otoritas rezim dan militerisasi serta tertekan dalam berbagai situasi kemudian bangkit atas kekuatan mereka sendiri namun namun dalam situasi seperti itu mereka masih terhimpit dalam situasi sosial-ekonomi yang buruk. Diketahui tahun 1998-2003 merupakan rentang dimana banyak terjadi kerusuhan antarsuku-bangsa, yang mana penyebabnya tidak jauh berbeda, mulai dari kesenjangan ekonomi atau dikemas dalam faktor etnis dan agama, perlakuan diskriminatif atau terjadinya rekayasa sosial (Pelly, 1999). Kondisi tersebut juga didukung dengan terjadinya krisis moneter di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang turut menggiring berbagai gejolak potensi konflik di berbagai daerah di Indonesia walaupun kondisi itu bukanlah faktor utama penyebab terjadinya konflik antar etnis di Sambas, namun tetap menjadi faktor yang cukup berpengaruh dalam pada skala makro.
Kedua, kekerasan langsung dalam konflik Madura dan Melayu Sambas dapat dikatakan sebagai konsep kekerasan Galtung yang paling sesuai. Ciri-ciri kekerasan yang telah digambarkan dalam dimensi kekerasan langsung hadir dalam konflik antaretnis tersebut, yakni banyaknya korban yang meninggal akibat pembunuhan disertai perusakan harta benda dan pengusiran etnis Madura dari tempat tiggalnya (Susan, 2010). Penyerangan oleh kelompok etnis Melayu terjadi secara besar-besaran serta melibatkan kelompok kecil masyarakat etnis Dayak yang turut mengusir kelompok etnis Madura. Peristiwa ini menyebabkan banyak korban yang terluka, dan tidak sedikit pula yang terbunuh serta menyebabkan terusirnya etnis Madura dari kabupaten Sambas. Korban yang terbunuh dalam peristiwa konflik tersebut kurang lebih 1.200-an jiwa, dan dampak benturan fisik tersebut menyebabkan masyarakat Madura yang terpaksa diungsikan berjumlah 59.999 jiwa atau 9.935 kepala keluarga ( Setiadi, 2005). Tidak hanya penyerangan terhadap masyarakat namun, bangunan-bangunan serta hewan ternak dan sesuatu yang menggambarkan etnis Madura turut dimusnahkan. Kondisi init dengan jelas telah menggambarkan betapa besarnya kekerasan langsung yang terjadi dalam kerusuhan di kabupaten Sambas.
Ketiga , Hubungan yang terjalin antar etnis Madura dan Melayu Sambas telah dijelaskan sebelumnya menggambarkan adanya kekerasan budaya. Pandangan-pandangan negatif yang tergambar dalam karakter masyarakat etnis Madura terutama pada pendatang baru sangat melekat dikalangan masyarakat Melayu. Misalnya, masyarakat Madura dikenal dengan selalu membawa senjata tajam (arit), karakter tempramen, mengadakan acara-acara seperti pernikahan secara eksklusif, begitu juga dengan pendirian tempat ibadah (masjid) dan pergaulan sehari-hari. Kebiasaan-kebiasaan seperti itu yang turut menjadi pemicu konflik.
Relasi ketiga kekerasan ini dinyatakan oleh Galtung (1990) dengan menyebut kekerasan langsung sebagai „kejadian atau peristiwa‟, kekerasan struktural sebagai „proses‟ dengan hubungan atas dan bawah (hubungan vertikal) sedangkan kekerasan budaya sebagai sebuah variasi yang permanen. Oleh karenanya kekerasan budaya yang dikatakan Galtung dapat menjadi penggerak munculnya kekerasan langsung dan kekerasan struktural. Kekerasan langsung yang dijelaskan sebelumnya telah cukup menggambarkan peristiwa yang mencekam dimana terjadi peristiwa yang terkesan kejam dan sadis ditandai dengan banyaknya orang-orang yang terbunuh. Setelah terusirnya etnis Madura, suasana konflik lambat-laun mereda dan kembalinya aktivitas masyarakat Melayu seperti semula. Berbeda dengan masyarakat etnis Madura, kehidupan pasca konflik dikalangan masyarakat Madura menjadi jauh lebih sulit, mereka hidup di pengungsian dan sebagian kecil tinggal rumah- rumah kerabat. Situasi pasca konflik inilah yang kemudian memunculkan kembali kekerasan struktural terhadap etnis Madura. Kondisi pengungsian tidak layak huni, pengap, kotor, berbau karena banyak sampah berserakan, ditambah lagi saluran air bersih tidak lancar semakin mempersulit kehidupan warga pengungsian, tidak jarang diantara mereka mengidap penyakit baik penyakit kulit atau diare dan bahkan berbagai penyakit yang dialami pengungsi menyebabkan kematian (Setiadi, 2005).
Hidup tanpa kepastian dialami oleh masyarakat Madura dalam pengungsian dalam rentang waktu yang sangat lama, bantuan yang didapatkan seperti keperluan bahan pokok dan uang tunjuangan yang pada awal mengungsi berjalan lancar, namun kemudian tersendat dengan alasan keterbatasan dana dan karena ketidaksiapan pemerintah menghadapi situasi konflik yang berlangsung saat itu. Kekerasan terus dirasakan pengungsi pada tahap hingga tahap relokasi, yang mana tidak jarang terjadi penolakan oleh warga tempat dimana program relokasi ditujukan. Saling klaim lahan antara pemerintah dan warga sering terjadi, yang disebabkan tidak adanya koordinasi pemerintah dengan warga setempat. Situasi seperti itu menempatkan para pengungsi yakni masyarakat Madura terjebak dalam posisi „korban‟.
Kejadian dan situasi seperti itu tampak memperlihatkan kekurangseriusan aparat birokrasi dalam menangani pengungsi dan terkesan dari penanganan pengungsi yang dilakukan dengan model proyek dan kurang menekankan aspek kemanusian (Setiadi, 2005). Gambaran kekerasan-kekerasan yang dialami masyarakat Madura pasca konflik Sambas semakin kompleks. Peristiwa kerusuhan tersebut membangun kembali kekerasan langsung dan kekerasan struktural yang dirasakan di lokasi yang berbeda
Upaya rekonsiliasi sebenarnya sudah cukup banyak dilakukan oleh pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah, namun sejauh ini belum ada hasil dianggap menunjukkan keberhasilan upaya tersebut. Sampai saat masing-masing etnik terkesan membatasi diri untuk menjalin interaksi. Traumatik yang dialami oleh kedua belah pihak menjadi salah satu penghambat terjadinya rekonsiliasi. Pemerintah sendiri menganggap bahwa persoalan konflik telah selesai. Hubungan rekonsiliasi seakan tidak dibutuhkan lagi kedepannya karena kedua komunitas etnis sudah terkonsentrasi pada asumsi masing-masing, khususnya etnis melayu Sambas menganggap hal tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya dan terkesan mengabaikan kepentingan satu sama lain akan perdamaian (Bahari, 2008).
## KESIMPULAN
Konflik merupakan proses alamiah memang tidak bisa dilepaskan dalam suatu hubungan sosial dimana sumber-sumber penyebab konflik hampir tidak terbatas. perbedaan sikap, nilai-nilai, kebiasan perilaku dan situasi dalam kehidupan sosial antar kelompok masyarakat merupkan hal yang sangat mudah menjadi pemicu konflik. Perbedaan ini dapat diakumulasikan sebagai sebuah budaya. Perbedaan budaya yang dimiliki etnis Madura dan Melayu Sambas sangat terbangun kontraduktif. Galtung telah menganalisis hubungan sebab- akibat atau interaksi yang memungkinkan terciptanya konflik sosial dikenal dengan segitiga konflik, meliputi tiga dimensi yang saling memiliki hubungan satu dengan yang lainnya, yakni sikap, perilaku dan kontradiksi. Secara umum sikap dan perilaku kedua enik adalah simbol yang meinterprestasikan budaya masing-masing. Penyerapan makna dari simbol- simbol sebagai komponen budaya tersebut yang menjadi buruk atau tidaknya citra yang dibangun. Oleh karena sangat perlu melihat budaya yang dimiliki kedua kelompok masyarakat yang terlibat konflik, sebagai akar untuk meninjau penyebab permasalahan, dengan melakukan pemetaan penyebab konflik. Sebagaimana telah dilihat hubungan konflik
yang menimbulkan kekerasan begitu juga membangun perdamaian dalam konflik harus meninjau akar penyebabnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Alqadrie, I. 1999. Konflik Etnis di Ambon dan Sambas Suatu Tinjauan Sosiologis. Jurnal Antropologi Indonesia . Vol.58 hlm. 36-57
Applebaum, S; Abdallah, C; Shapiro, B.(1999), The self directed team: a conflcit resolution analyysis. Team Performance Management , Vol 5 (2) hlm. 60-77
Arkanudin. 2006. Menelusuri Akar Konflik Antaretnik di Kalimantan Barat. Jurnal Mediator , vol 7 (2) hlm.185-193
Atem dan Niko (2020) Persoalan Kerawanan Pangan pada Masyarakat Miskin di Wilayah Perbatasan Entikong (Indonesia-Malaysia) Kalimantan Barat. Jurnal Surya Masyarakat . Vol. 2 (2) hlm. 94-104
Avruch, K. 1998. Culture and conflict resolution . Washington, D.C: United States Institute of peace press.
Bahari, B. 2008. Model Komunikasi Lintas Budaya Dalam Resolusi Konflik Berbasis Pranata Adat Melayu Dan Madura Di Kalimantan. Jurnal Ilmu Komunikasi , Vol 6 (2) hlm. 1- 12
Galtung, J. 1967. Theories of Peace a Synthetic Approach to Peace Thinking . International Peace Research Institute: Oslo
Galtung, J. 2009. Theories of Conflict Difinitions, Dimensions, Negotiations, Formation, The Goal Dimension: Drives vs Consumption
Galtung, J. 2004. Transcend and Transform an Introduction to Conflict . London: Pluto Press
Galtung. J. 1990. Cultural Violence . Journal of Pcacc Kcscarch , vol. 27 (3) hlm. 291-305
Suparlan, P. 2006. Konflik Sosial dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Antropologi Indonesia . Vol. 30 (2) hlm. 138-150
Pelly U. 1999. Akar Kerusuhan Etnis di Indonesia Suatu Kajian awal Konflik dan Disintegrasi Nasional di Era Reformasi. Jurnal Antropologi Indonesia . 58 , hlm. 27- 35
Wallensteen, P. 2002. Understanding Conflict Resolution War, Peace and The Global System . London: Sage Publishing
Setiadi. 2005. Korban Menjadi Korban perempuan madura pascakonflik sambas . Yogyakarta: Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada
Sulaeman, M. 2010. Dasar-Dasar Konflik dan Model Resolusi Konflik Pada Masyarakat Desa Pantura Jabar. Jurnal Sosiohumaniora , Vol. 12 (2) hlm. 175– 190
Susan, N. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer . Jakarta: Kencana
Thakore, D. 2013. Conflict and Conflict Management. IOSR Journal of Business and Management , vol 8 (6) hlm. 7-16
Ulum, R. 2013. Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas . Jurnal Analisa, vol, 20 (1) hlm. 25-35
Ungerleider, J. (2008). Conflict. In: Halverson, C.B., Tirmizi, S.A. (eds) Effective Multicultural Teams: Theory and Practice. Advances in Group Decision and Negotiation, vol 3. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-6957- 4_8
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas. 2021. Kabupaten Sambas dalam Angka, 2021. Retrieved from
https://sambaskab.bps.go.id/publication/2021/02/26/5db67f9b36ce1ec913f96ae0/ kabupaten-sambas-dalam-angka-2021.html , 15 juli 2022
|
58cddb91-8f58-4b34-9dc6-2d180d7c0d6b | https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/download/569/443 | Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
## Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah
Sakit Islam Banjarmasin
Ari Widyarni 1
1 FKM UNISKA MAB, Jalan Adhiyaksa No.2 Kayutangi Banjarmasin Email: [email protected]
DOI: 10.33859/dksm.v11i1.569
## ABSTRAK
Latar Belakang: Kesehatan reproduksi adalah suatu Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Survei Demografi Kesehatan Indonesia angka kejadian kista ovarium di Indonesia mencapai 37,2%, yaitu sebanyak 23.400 orang dan yang meninggal sebanyak 13.900 orang.
Tujuan: Mengidentifikasi faktor resiko kejadian kista ovarium di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin.
Metode: Penelitian survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 70 responden dengan teknik pengambilan sampel Accidental Sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan analisa data menggunakan uji korelasi Spearma’n Rho. Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa kejadian kista ovarium yaitu sebesar 75,7%, dengan sebagian besar responden memiliki umur yang beresiko yaitu sebesar 81,4%, dan responden dengan pola makan kurang sebanyak 64,37%. Hasil analisis uji korelasi menggunakan spearma'rho dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan ada hubungan umur (p-value=0,033) dan pola makan (p- value=0,004) dengan kejadian kista ovarium di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin.
Simpulan: Melakukan promosi kesehatan tentang berbagai masalah penyakit kesehatan reproduksi, sehingga diharapkan para responden dapat lebih menjaga kesehatan reproduksinya serta rutin memeriksakan keadaan kesehatan reproduksi agar terhindar dari penyakit reproduksi dan agar dapat mengatasi masalah penyakit secara dini terutama penyakit kista ovarium.
Kata Kunci : Kista Ovarium, Umur, Pola Makan
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
## Risk Factors for Ovarian Cysts in the Polyclinic of Obstetrics and Gynecology in Banjarmasin Islamic Hospital
## Abstract
Background : Reproductive health is a state of complete physical, mental and social well-being that is not solely free from disease or disability in all matters relating to the reproductive system, as well as its functions and processes. Indonesian Demographic Health Survey the incidence of ovarian cysts in Indonesia reached 37.2%, as many as 23,400 people and as many as 13,900 people died.
Objective : To identify risk factors for ovarian cysts in the obstetric and obstetric clinic of Banjarmasin Islamic Hospital.
Method : Analytic survey research with cross sectional approach. The number of samples was 70 respondents with accidental sampling technique. Research instruments using questionnaires and data analysis using the Spearma'n rho correlation test.
Results : The results showed that the incidence of ovarian cysts amounted to 75.7%, with the majority of respondents having an age at risk that was equal to 81.4%, and respondents with less eating patterns were 64.37%. The results of the correlation test analysis using spearma'rho with a 95% confidence level showed an age relationship (p-value = 0.033) and diet (p-value = 0.004) with the incidence of ovarian cysts in the Polyclinic Gynecology and Midwifery Banjarmasin Islamic Hospital.
Conclusion : Conducting health promotion about various reproductive health problems, so that the respondents are expected to be more able to maintain their reproductive health and routinely check the state of reproductive health to avoid reproductive diseases and to be able to overcome the problem of disease early, especially ovarian cyst disease.
Keywords: Ovarian Cyst, Age, Diet
## PENDAHULUAN
Masalah kesehatan reproduksi,
diantaranya penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi. Kista ovarium adalah suatu penyakit ganguan organ reproduksi wanita.
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita dimasa reproduksinya. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi (Nurmayanti, 2011).
Kista ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan yang tumbuh di indung telur. Kista tersebut disebut juga kista fungsional karena terbentuk selama siklus menstruasi normal atau setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi. Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium.
Kanker ovarium merupakan
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
pembunuh yang diam-diam, karena memang seringkali pasien tidak merasakan apa-apa, kalapun terjadi keluhan biasanya sudah lanjut (Benson, R. & Pernoll, M. L., 2008).
## Kista ovarium dikelompokan menjadi
2 yaitu kista ovarium non neoplastik biasanya bersifat jinak dan akan mengecil atau menghilang sendiri setelah 2 sampai 3 bulan, kista neoplastik bersifat ganas umumnya harus dioperasi. Keganasan kista ovarium sering dijumpai pada usia sebelum menarche
dan kista pada usia diatas 45 tahun (Winkjosastro, 2008).
Pada usia >50 tahun, penanganan konservatif mempunyai sedikit keuntungan bila diameter tumor lebih dari 5 cm karena 29- 50% dari semua kista ovarium akan menjadi ganas. Perempuan dengan usia di bawah 40 tahun memiliki risiko terkena kista jinak yang dapat hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan. Sedangkan perempuan yang telah mengalami menopause, dengan usia diatas 40 tahun, memiliki risiko terkena kista yang lebih berbahaya. Hal tersebut karena pada usia tersebut, keberadaan penyakit ini
cukup berbahaya karena penyakit kista ini selanjutnya akan dapat berkembang menjadi kanker ovarium (Fatkhiyah, 2019).
Angka kejadian kista ovarium di Indonesia mencapai 37,2%, sebanyak 23.400 orang dan meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat asimptomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastatis sehingga 60- 70 % pasien datang pada stadium lanjut.
Beberapa faktor resikonya seperti nullipara , melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun, wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun paling sering terdapat pada wanita berusia antara 20-50 tahun (Kemenkes, 2015).
Cakupan penderita kista ovarium di
Poliklinik Rumah Sakit Islam Banjarmasin mencapai sebesar 48 pasien dengan kasus yang ada dari jumlah kunjungan sebanyak 240 pasien selama triwulan pertama tahun 2020.
Terdapat peningkatan pada bulan berikutnya sebanyak 40 pasien dengan pasien riwayat
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
kista ovarium dengan diagnosa kista ovarium yang perlu dilakukan penanganan lanjut dengan operasi untuk mengangkat kista ovarium.
## METODE PENELITIAN
Metode survei analitik dengan pendekatan Cross Sectional yaitu penelitian
dengan mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko efek, dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat Teknik pengambilan sampel dengan Accidental Sampling yaitu sebanyak
70 responden. Dengan melakukan penelitian secara dokumentasi dan menggunakan kuesioner. Analisis dilakukan dengan uji statistik menggunakan uji S pearman’s Rho
dengan derajat kepercayaan 95%.
## HASIL
Tabel 1. Distribusi Variabel Penelitian Variabel n % Kejadian Kista Ovarium Tidak Kista Ovarium Kista Ovarium 17 53 24,3 75,7 Umur Tidak beresiko Beresiko 13 57 18,6 81,4 Pola Makan Baik Kurang 25 45 35,7 64,3 Total 70 100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 1, hasil analisis menunjukkan sebagian besar responden dengan kategori kista ovarium yaitu sebesar 53 responden (75,7%). Pada kategori umur sebagian besar responden dengan kategori umur beresiko sebanyak 57 responden (81,4%) dan sebagian responden memiliki pola makan yang kurang baik sebanyak 45 responden (64,3%).
Tabel 2. Distribusi Hubungan Umur dengan Kejadian Kista Ovarium
Kategori
Umur
Kejadian Kista Ovarium
Total Tidak Kista Ovarium Kista Ovarium
n % n % n % Tidak Beresiko 10 76,9 3 23,1 13 100 Beresiko 7 12,3 50 87,7 57 100 Total 17 24,3 53 75,7 70 100 Uji spearman rank α = 005 p = 0,033 r = 0,225 Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 2, menunjukan bahwa dari 70 responden terdapat sebanyak 17 responden (24,3%) yang tidak kista ovarium dengan sebagian besar memiliki kategori umur tidak beresiko yaitu sebesar 10 responden (76,9%), sedangkan responden sebanyak 53 responden (75,7%) yang kista ovarium dengan sebagian besar responden memiliki kategori umur beresiko yaitu sebesar 50 responden (87,7%).
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Dari hasil uji Spearman’s Rho
hubungan umur dengan kejadian kista ovarium menunjukan adanya hubungan dengan p-value (0,033) < α =0,05 dan nilai korelasi koefesien (r=225) menunjukan kekuatan hubungan antara umur dengan kejadian kista ovarium yang bersifat sedang.
Hal ini berarti responden dengan umur beresiko lebih berpeluang mengalami kista
ovarium dibandingkan dengan umur responden yang tidak beresiko.
Tabel 3. Distribusi Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Kista Ovarium Kategori Pola
Makan
Kejadian Kista
Ovarium Total Tidak Kista Ovarium Kista Ovarium n % n % n % Baik 11 44,0 14 56,0 25 100 Kurang 6 13,3 39 86,7 45 100 Total 17 24,3 53 75,7 70 100
Uji spearman rank α = 0,05, p = 0,004, r = 0,343 Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 3, menunjukkan
bahwa dari 70 responden terdapat sebanyak 17 responden (24,3%) yang tidak kista ovarium dengan sebagian besar responden memiliki pola makan yang baik yaitu sebesar 11 responden (44,0%), sedangkan sebanyak
53 responden (75,7%) yang kista ovarium dengan sebagian besar memiliki pola makan
yang kurang baik yaitu sebesar 39 responden (86,7%).
Dari hasil uji Spearman’s Rho
hubungan pola makan dengan kejadian kista ovarium menunjukan adanya hubungan dengan p-value (0,004) < α =0,05 dan nilai korelasi koefesien (r=343) menunjukan kekuatan hubungan antara pola makan dengan kejadian kista ovarium yang bersifat sedang. Hal ini berarti responden dengan pola makan kurang baik berpeluang mengalami kista ovarium.
## PEMBAHASAAN
Hubungan Umur dengan Kejadian Kista
## Ovarium
Dari hasil uji Spearman’s Rho
hubungan umur dengan kejadian kista ovarium menunjukan adanya hubungan dengan p-value (0,033) < α =0,05 dan nilai korelasi koefesien (r=225) menunjukan kekuatan hubungan antara umur dengan kejadian kista ovarium yang bersifat sedang. Hal ini berarti responden dengan umur beresiko lebih berpeluang mengalami kista
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
ovarium dibandingkan dengan umur responden yang tidak beresiko. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa responden dengan umur beresiko banyak mengalami kista ovarium dibandingkan responden dengan umur tidak beresiko. Menurut peneliti hal ini dikarenakan usia 20 tahun sampai 50 tahun dapat mengalami kista ovarium, karena peningkatan usia seseorang diikuti oleh penurunan kinerja organ-organ dan kekebalan tubuh sehingga relatif mudah terserang berbagai penyakit.
Kista ovarium paling sering terjadi pada wanita berusia 20-50 tahun. Dimana usia dewasa muda, yaitu antara 16–45 tahun sering dihubungkan dengan masa subur. Dimana panca indera berperan baik.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian oleh Prasanti Adriani (2016) yang berjudul Hubungan Paritas Dan Usia Ibu Dengan Kista Ovarium Di Rsud Dr. R.
Goeteng Tarunadibrata Purbalingga dengan hasil uji Chi-Square didapatkan p-value 0,001
dan nilai Odds Rationya adalah 19,333.
Angka ini memberikan arti bahwa ada
hubungan usia ibu dengan kista ovarium.
Makna hubungan tersebut menunjukkan usia ibu dapat berpengaruh terhadap kista ovarium.
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufiqoh (2012), di RS Muhamadiyah Surabaya dengan hasil uji statistic ditemukan p-value = 0,011 sehingga disimpulkan nilai p<α , berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan umur ibu dengan kejadian tingkat keganasan kista ovarium (Afiah. 2014).
Sesuai juga dengan hasil penelitian
Sella (2009) didapatkan kejadian tumor ovarium terjadi pada usia 21-40 tahun. Lebih besar tumor jinak kejadiannya dari pada tumor ganas. Adapun kejadian tumor ganas tersebut dialami pada usia 55 tahun keatas. Akan tetapi hal ini justru berbanding terbalik dengan yang didapatkan pada penelitian Child Health and
Developments Studies (CHDS) pada tahun
2011. Usia awal menarche = 11 tahun justru dapat meningkatkan risiko kanker ovarium, walaupun dalam penelitian usia awal menarche (=11 tahun) tidak berhubungan dengan CHDS (Eriyanti, 2016).
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
## Hubungan Pola Makan dengan Kejadian
## Kista Ovarium
Dari hasil uji Spearman’s Rho
hubungan pola makan dengan kejadian kista ovarium menunjukan adanya hubungan dengan p-value (0,004) < α =0,05 dan nilai
korelasi koefesien (r=343) menunjukan kekuatan hubungan antara pola makan dengan kejadian kista ovarium yang bersifat sedang.
Hal ini berarti responden dengan pola makan kurang baik berpeluang mengalami kista ovarium.
Berdasarkan analisis dari penelitian ini didapatkan bahwa kejadian kista ovarium dengan pola makan kurang mempunyai resiko lebih besar mengalami kista ovarium dibandingkan responden dengan pola makan yang baik.
Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan seseorang.
Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan. Pola makan yang baik merupakan banyak atau jumlah pangan, jenis
makanan serta frekuensi makan yang seimbang. Sedangkan pola makan yang kurang tidak seimbangnya jumlah pangan, jenis makanan serta frekuensi makan (Sulistyoningsih, 2011).
Hasil studi yang dilakukan tim ahli
Instituteof ResearchPharmacology (italia)
selama lebih dari 10 tahun, mereka menganalisa pola makan 225 perempuan yang menderita kista ovarium dan 450 wanita yang tidak, hasilnya para ahli menemukan kalau jenis makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kista. Contoh, jika daging dan keju dapat meningkatkan munculnya kista, lain halnya dengan sayuran hijau yang ternyata dapat melindungi seseorang dari penyakit ini. Oleh karenanya, jelas ada hubungan erat antara makanan dengan kista ovarium.
Sejalan dengan Fitriningsih (2014) dalam penelitiannya mengenai proporsi responden dengan pola konsumsi sumber minyak dan lemak tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (46,7%) dibandingkan dengan kelompok kasus
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
(31,1%). Proporsi responden dengan pola
konsumsi sumber sayur-sayuran dalam kategori tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (48,9%) dibandingkan dengan kelompok kasus (37,8%). proporsi responden dengan pola konsumsi sumber buah-buahan dalam kategori tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (53,3%) dibandingkan dengan kelompok kasus (46,7%).
Pasien (wanita dengan kista) maupun wanita normal (tidak memiliki kista) dianjurkan memiliki pola makan yang sehat.
Contoh pola makan yang dimaksud adalah dengan memiliki porsi sayur dan buah yang
lebih banyak daripada karbohidrat, minum air yang cukup, menghindari lemak jenuh, dan lain-lain (Aininna, 2015).
## KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan didapatkan bahwa ada hubungan antara umur ( p-value =0,033) dan pola makan
( p-value =0,004) dengan kejadian kista
ovarium.
## SARAN
1. Melakukan promosi kesehatan kepada pasien-pasien yang mengenai berbagai masalah penyakit kesehatan reproduksi khususnys penyakit kista ovarium untuk meningkatkan pengetahuan mereka dalam kesehatan reproduksi.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan acuan bagi peneliti selanjutnya dan diharapkan dapat meneliti dengan
menggunakan variabel dan metode penelitian yang berbeda seperti variable sikap, pengetahuan, peran petugas dan faktor genetik.
## DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Prasanti. 2016. Hubungan Paritas Dan Usia Ibu Dengan Kista Ovarium Di RSUD Dr. R. Goeteng Tarunadibrata Purbalingga . STIKES Harapan Bangsa Purwokerto. Jurnal Publikasi Kebidanan, Vol. 9 No. 1 Edisi Juni 2018, hlm. 57-66. Afiah. 2014. Penelitian Usia dan Paritas dengan Kejadian Kista Ovarium. (t.t). http://lppm.stkip-tuankutambusai.ac.id/ penelitian-2014-afiah.htm.
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 11 No. 1 Juli 2020 ( ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058) url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1 Faktor Resiko Kejadian Kista Ovarium Di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Aininna, Zafira Izzah. 2015. Analisis Pencegahan dan Penanganan Ovarian Cysts Ditinjau dari Pola Makan Pasien . Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia.
Benson, R. C., & Pernoll, M. L. 2008. Buku Saku Obstetri & Ginekologi.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011 . Kista ovarium. Availableonline:http://www.Medinuc.c om.
Dahlan Sopiyudin, M. 2011. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba Medika.
Eriyanti, D. 2016. Prevalensi Kista Ovarium di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2012 – Desember 2013 , 2012–2013. Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara.
Fatkhiyah, Natiqotul. 2019. Faktor Risiko Kejadian Kista Ovarium Pada Wanita Usia Reproduksi Di Rskia Kasih Ibu Kota Tegal. Prodi D-3 Kebidanan Stikes Bhakti Mandala Husada Slawi.
BHAMADA, JITK, Vol. 10, No. 1, April 2019.
Fitri. 2013. Kista Ovarium. Skripsi Keperawatan Universitas sumatera Utara.
Fitrianingsih. 2014. Hubungan Pola Makan dan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Tompobulu Kabupaten Gowa Tahun 2014. Undergraduate (S1) thesis, Universitas Alauddin Makassar.
Kemenkes. 2015. Profil Kesehatan . Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode
Penelitian Kesehatan . Jakarta. Rineka Cipta
Nugroho,T. 2014. Buku Ajar Ginekologi . Yogyakarta. Nuha Medika.
Rumah Sakit Islam, 2020. Laporan Bulanan Kunjungan Pasien Poliklinik Kandungan dan Kebidanan. Rumah Sakit Islam. Banjarmasin.
WHO. 2015. World Health Statistic 2015 . World Health Organization.
Winkjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu kebidanan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
|
299f0ced-2c7f-427f-8029-8ed1a9397bb0 | https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/article/download/13032/7984 | PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA 5-6 TAHUN
(Penelitian Kuantitatif Survei di Kecamatan Serang
Kota Serang Banten)
Fitria Sri Ananda 1 , Hj. Isti Rusdiyani 2 , Siti Khosiah 3
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 1,2,3
[email protected], [email protected]
[email protected] Diterima: 14 Agustus 2021 Direvisi: 8 September Disetujui: 8 November 2021
## AB ST RA CT
Social ability is the ability to communicate, interact, the ability to be able to show good behavior and the ability to establish good relationships with other people or the community around them so that they can behave in accordance with what is expected by the social. This study aims to determine the effect of project learning methods on the social skills of children aged 5-6 years. This research was conducted on teachers who were in the sub-district of Serang, Kota Serang, Banten. The method used in this research is survey research by distributing questionnaires to schools in Serang sub-district and has implemented project learning methods with a sample of 30 teachers. The results showed that the correlation coefficient of project learning methods on the social abilities of children aged 5-6 years showed a number of 0.622 which means that it has a strong influence. So it can be concluded that there is a significant effect of using project learning methods on the social abilities of children aged 5-6 years.
Keywords : Project Methods; Social Ability of Children Aged 5-6 Years.
JPP PAUD FKIP Untirta http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
## AB ST RA K
Kemampuan sosial adalah sebuah kemampuan dalam berkomunikasi, berinteraksi, kemam- puan untuk dapat menunjukkan perilaku yang baik serta kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain atau masyarakat yang ada di sekitarnya agar dapat berperilaku se- suai dengan apa yang diharapkan oleh sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran proyek terhadap kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun. Penelitian ini dilakukan kepada guru-guru yang berada di kecamatan serang, Kota Serang Banten. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian survei dengan cara menyebar kuesioner kepada sekolah yang ada di kecamatan serang dan sudah menerapkan metode pembelajaran proyek dengan sampel 30 guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil koefisien kolerasi metode pembelajaran proyek terhadap kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun menunjukkan angka sebesar 0,622 yang berarti memiliki pengaruh yang kuat. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan metode pembelajaran proyek terhadap kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun.
Kata Kunci: Metode Proyek; Kemampuan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun.
## PENDAHULUAN
## 1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan usia dini adalah pemberi- an upaya untuk mengembangkan, mem- bimbing, menstimulasi serta memberi- kan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan keterampilan dan kemam- puan pada anak. Kemampuan anak usia dini itu terbentuk sejak dari dalam kan- dungan dan siap ditumbuh kembangkan setelah dilahirkan melalui pemberian berbagai stimulasi.
“Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rang- sangan pendidikan untuk membantu per- tumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Kemampuan sosial anak dapat di- artikan bagaimana anak dapat berinter- aksi dengan temannya, orang dewasa,
orang-orang yang ada di lingkungan seki- tarnya serta masyarakat luas agar dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Kemampuan bersosialisasi perlu di- miliki setiap orang, karena manusia me- rupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri pasti membutuhkan bantuan orang lain, manusia perlu ber- interaksi dengan orang lain dan juga lingkungan sekitarnya. Masing-masing anak memiliki kemampuan atau potensi dalam dirinya salah satunya kemampu- an sosial yang mencakup beberapa hal di antaranya anak dapat berinteraksi dengan orang lain, kemampuan anak dalam bekerja sama, rasa kepedulian anak terhadap orang di sekitarnya, rasa menyayangi, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di beberapa sekolah TK di kecamatan Serang-Banten, pada saat pelaksanaan pembelajaran terlihat masih banyak anak yang masih belum menun- jukkan kemampuan sosialnya, seperti anak belum dapat berinteraksi atau ber- sosialisasi dengan temannya hal ini ter- lihat ketika anak diberi tugas kelompok
## JPP PAUD FKIP Untirta
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
p-ISSN: 2355-830X e-ISSN: 2614-1604
terlihat sibuk sendiri, anak berteman hanya dengan orang itu saja, belum mau berbagi dengan temannya, belum ada kerja sama yang baik dengan orang- orang di sekitarnya, anak tidak memiliki sikap gigih ketika mengerjakan tugas.
Hal ini juga dipengaruhi kegiatan pembelajaran lebih banyak mengguna- kan model teacher center dan lebih banyak melakukan kegiatan individu se- hingga anak terkadang merasa jenuh cepat bosan dan menjadikan anak kurang efektif dan kurang menyenang- kan dengan pembelajaran seperti itu, se- lain itu juga kurang didominasi dengan metode pembelajaran dan media yang dapat memicu keaktifan dan kekreatifan anak pada saat pembelajaran.
Anak usia dini memerlukan metode pembelajaran yang menarik untuk mela- tih kemampuan atau perkembangan sosial anak, salah satunya yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak usia dini adalah metode pembelajaran pro- yek. Metode pembelajaran proyek meru- pakan suatu metode pembelajaran yang melibatkan anak untuk belajar memecah- kan masalah dan bekerja sama dengan teman-temannya, masing-masing mela- kukan bagian pekerjaannya secara man- diri atau dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang menjadi milik ber- sama.
Penggunaan metode pembelajaran proyek dalam proses pembelajaran di PAUD melatih berbagai kemampuan anak salah satunya melatih kemampuan sosial anak. Metode ini dapat memberi- kan kesempatan kepada anak untuk me- latih kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, mengembangkan
keterampilan yang telah dikuasai, seperti melatih kemampuan bekerja sama dengan temannya, saling tolong meno- long, memupuk keberanian serta rasa percaya diri anak.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode pem- belajaran Proyek Terhadap Kemampuan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk me- ngetahui pengaruh metode proyek ter- hadap kemampuan sosial anak usia 5- 6 tahun di Kecamatan Serang-Banten.
## KAJIAN TEORITIS
## 1. Hakikat Anak Usia Dini
Menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children) dalam Wiyani (2016:98) menyatakan bahwa anak usia dini berada pada ren- tang usia 0-8 tahun yang tengah berada pada jalur pendidikan formal, non formal, dan informal seperti TPA (Taman Penitip- an Anak), Kelompok bermain, Pendidikan Pra-sekolah, TK, RA, dan SD.
Menurut Rosidah (2016:19) mengata- kan anak usia dini adalah anak-anak yang berada pada rentang usia sejak dilahirkan sampai 8 tahun. Batasan usia 0-8 tahun merupakan batasan usia yang mengacu pada konsep Developmentally Appropri- ate Practice (DAP) atau dalam bahasa Indonesia berarti “Pendidikan yang patut sesuai dengan tahapan perkembangan anak”. Pada masa-masa inilah seluruh aspek perkembangan anak harus dikem- bangkan secara optimal agar dapat ber- kembang dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mulyasa (dalam Wiyani 2016: 98) mengartikan anak usia dini sebagai indi-
JPP PAUD FKIP Untirta
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
vidu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan per- kembangan. Usia dini merupakan fase yang penting bagi anak dan memerlu- kan stimulasi yang tepat agar perkem- bangannya dapat berlangsung secara normal.
Berdasarkan pendapat para ahli, pe- neliti menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan pendidikan yang diberikan ke- pada anak usia dini harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak, agar tahap perkembangan anak dapat ber- kembang sesuai dengan apa yang di- harapkan.
## 2. Pengertian Metode Pembelajaran
## Proyek
Menurut Sujiono (Agusniatih 2019: 74) bahwa kemampuan sosial berarti sesuatu yang berkenaan dengan orang lain atau masyarakat. Perkembangan sosial pada anak usia dini adalah per- ubahan perilaku yang disertai perasaan- perasaan tertentu yang melingkupi anak usia dini saat berhubungan dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
Menurut Fridani (2013:5) kemampu- an sosial merupakan suatu proses yang datang di mana anak-anak belajar ten- tang dirinya sendiri dan juga orang lain dan tentang cara bekerja sama dengan orang yang ada di sekitarnya. Anak sen- diri memainkan suatu peranan dalam bersosialisasi, sosialisasi itu sebagai cara belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan hubungan kepriba- dian sosial sehingga dapat menjadi se-
seorang yang bertanggung jawab dan efektif. Menurut Hurlock (Eprilia 2010:33) perkembangan kemampuan sosial me- rupakan pemerolehan kemampuan ber- prilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Perkembangan anak dapat di- lihat dari tingkat kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain, anak akan belajar bersosialisasi dengan ling- kungan dan belajar tentang apa saja yang ada di lingkungannya.
Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan sosial adalah sebuah ke- mampuan dalam berkomunikasi, ber- interaksi, kemampuan untuk dapat me- nunjukkan perilaku yang baik serta ke- mampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain atau masyarakat yang ada di sekitarnya.
## 3. Karakteristik Kemampuan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun
Menurut frued (2014:114) menyata- kan bahwa karakteristik atau ciri-ciri ke- mampuan sosial anak usia 5-6 tahun di- tandai oleh anak sudah siap bersekolah, anak sudah dapat bergaul, bekerja secara bersama-sama dengan teman- temannya, dapat saling membantu dan menolong. Anak usia 5-6 tahun telah me- miliki kecenderungan percaya diri dan keyakinan diri, serta sudah dapat me- nyesuaikan diri dengan orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya.
Dapat disimpulkan karakteristik per- kembangan sosial anak pada masa ini adalah anak mampu bersosialisasi dengan orang lain di sekitarnya, di mana anak mau bermain dengan teman- temannya, memulai untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan dengan
p-ISSN: 2355-830X e-ISSN: 2614-1604
teman yang sejenis dan lawan jenis, pada masa ini juga anak mulai menye- suaikan diri dalam kegiatan bermain, mengajak temannya bermain, dan be- kerja sama.
## 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial
Menurut Susanto (2017:28-29) peri- laku sosial, anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Faktor Keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap ber- bagai aspek perkembangan anak, ter- masuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan ke- luarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengem- bangkan kepribadian anak lebih ba- nyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, dan etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2) Kematangan Diri, untuk bersosiali- sasi dengan baik diperlukan kema- tangan diri baik fisik dan psikis se- hingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan mene- rima nasihat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosio- nal.
3) Status Sosial Ekonomi, kehidupan sosial banyak dipengaruhi kondisi so- sial ekonomi keluarga dalam masya- rakat. Perilaku anak akan banyak memerhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. 4) Pendidikan, pendidikan merupakan proses sosialisasi yang terarah. Haki- kat pendidikan sebagai proses peng-
operasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat, dan ke- hidupan mereka di masa yang akan datang.
5) Inteligensi, memengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, meme- cahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelek- tual tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu, apabila perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menen- tukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
## 5. Pengertian Metode Pembelajaran Proyek
Menurut Moeslichatoen (Putri 2019: 30) Metode proyek merupakan suatu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari yang harus dipe- cahkan secara kelompok. Proyek meru- pakan suatu tugas yang diberikan pendi- dik kepada peserta didik untuk diselesai- kan dalam kurun waktu yang telah diten- tukan. Metode ini muncul dari gagasan John Dewey mengenai Learning By Doing yakni proses pembelajaran berda- sarkan kegiatan yang dilakukan anak secara langsung untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Utami (2019:20) proyek me- rupakan suatu tugas yang diberikan pen- didik untuk di selesaikan dalam kurun waktu yang telah di tentukan. Metode proyek dapat memberikan kesempatan pada anak untuk menyelesaikan atau membahas hal-hal berdasarkan masa- lah yang sedang terjadi dengan cara pembuatan proyek.
JPP PAUD FKIP Untirta http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
Menurut Yus (2012:174) metode pro- yek merupakan salah satu cara pembe- rian pengalaman belajar kepada anak. Anak langsung dihadapkan pada per- soalan sehari-hari yang menuntut anak untuk melakukan berbagai aktivitas se- suai dengan proyek yang diberikan dari aktivitas tersebut anak memperoleh pengalaman yang akan membentuk suatu prilaku sebagi suatu kemampuan yang dimiliki.
Berdasarkan paparan para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa metode pembelajaran proyek ialah merupakan cara pemberian pengalaman belajar yang menghadapkan anak pada persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan se- cara berkelompok di mana dalam kegiat- an kelompok masing-masing anak bel- ajar untuk mengatur diri sendiri agar dapat bekerja sama dengan anak lain dan berperan serta dalam kegiatan kelompok memecahkan masalah yang dihadapi dengan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
## 6. Manfaat Metode Proyek
Beberapa Manfaat dari metode pem- belajaran proyek menurut Putri (2019: 31) adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pengalaman langsung kepada anak untuk menyelesaikan masalah yang disajikan dalam pem- buatan suatu produk.
2) Melatih rasa peduli dan rasa ber- tanggung jawab terhadap lingkungan di sekitarnya.
3) Mengembangkan dan membina sikap interaksi sosial dan sikap kerja sama di antara anak-anak yang terlibat dalam kegiatan proyek.
4) Mengeksplorasi kreativitas anak dalam pembuatan sebuah produk berdasarkan keinginannya.
5) Melatih kemampuan berpikir anak untuk memahami proyek yang dikerja- kan, menunjukkan produk hasil proyek dan mengujinya di depan kelas.
## 7. Kelebihan Metode Proyek
Kurniasih dalam (Simatupang 2019: 69) kelebihan dari metode proyek yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar anak, membuat anak lebih aktif dan berha- sil memecahkan masalah yang kom- pleks, meningkatkan kerja sama antar anak, mengembangkan keterampilan ber- komunikasi, melibatkan anak untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian me- nerapkannya dengan kehidupan nyata.
## 8. Kekurangan Metode Proyek
Menurut Simatupang (2019: 69) keku- rangan dari metode proyek antara lain: Kurikulum yang berlaku di Indonesia belum menunjang pelaksanaan metode ini, Pemilihan topik unit yang sesuai dan tepat dengan kebutuhan peserta didik, menyediakan fasilitas dan sumber bel- ajar yang diperlukan masih sulit.
## 9. Tipe-Tipe Metode Proyek
Sudjiono (2009: 103) Kilpatrick mem- bagi metode proyek menjadi empat tipe kelompok, yaitu:
1) Proyek konstruksi atau kreatif, tujuan- nya untuk mewujudkan suatu gagas- an atau rencana bentuk lahiriah, se- perti mengarang cerita, membuat mainan dari bahan daur ulang, meng- gelar permainan dll.
## JPP PAUD FKIP Untirta
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
p-ISSN: 2355-830X e-ISSN: 2614-1604
2) Proyek apresiasi atau hiburan, tujuan- nya menikmati pengalaman estetis, seperti mendengarkan cerita, mende- ngarkan simponi/lagu, menikmati lukisan, dll.
3) Proyek masalah, tujuannya meme- cahkan suatu kesulitan intelektual, seperti mengapa embun jatuh pada waktu-waktu tertentu?, mengapa New York mempunyai pertumbuhan lebih cepat dari pada Philadelpia? Mengapa terjadi banjir? Mengapa es batu bisa meleleh, dll.
4) Proyek latihan dan belajar khusus, tujuannya memperoleh peningkatan keterampilan dan pengetahuan, se- perti memperbaiki peringkat, belajar menulis, belajar mengenal angka, belajar mengenal huruf, dll.
## 10. Langkah-Langkah Metode Proyek
Menurut Moeslichatoen (2014:143) dalam melaksanakan kegiatan proyek untuk anak usia dini ada tiga tahapan yaitu: 1) Kegiatan pra-pengembangan, yaitu persiapan yang dilakukan sebelum memulai proyek pada tahap persiap- an ini yang dilakukan guru yaitu Me- nentukan tema dan tujuan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode proyek, menyiapkan ran- cangan alat dan bahan yang diperlu- kan, menetapkan rancangan penge- lompokan anak sesuai dengan ke- mampuan dan keterampilan yang di- kuasai anak, menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan sesuai dengan tujuan yang dicapai, mene- tapkan rancangan penilaian kegiatan. 2) Kegiatan pengembangan, yaitu me- rupakan kegiatan yang harus dilaku- kan ketika proses kegiatan pembel-
ajaran, di mana anak-anak mulai me- ngembangkan ide-ide kreatifnya pada saat kegiatan proyek, dan mengerja- kan tugas masing-masing sampai dengan selesai.
3) Kegiatan penutup, yaitu mendiskusi- kan hasil proyek setelah kegiatan se- lesai anak-anak diminta untuk me- nunjukkan dan menceritakan hasil karyanya yang telah dibuat. Kemudi- an mengembalikan peralatan yang telah digunakan pada tempat semula dan membersihkan tempat yang telah dipakai, setelah itu anak diajak me- nyanyikan lagu yang sesuai dengan tema kegiatan.
Jadi dapat disimpulkan tahapan dalam penggunaan metode pembelajar- an proyek yaitu menetapkan tujuan dan tema, menetapkan rancangan alat dan bahan, menetapkan rancangan penge- lompokan anak, menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, menetapkan rancangan penilaian dan mendiskusikan hasil proyek.
## METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam peneliti- an ini adalah metode penelitian kuantita- tif dengan jenis penelitian Survei. Menu- rut Sudaryo, dkk. (2019: 18) Survei ada- lah bentuk pengumpulan data yang me- nggunakan kuesioner yang disebarkan kepada sekelompok orang. Instrumen yang digunakan adalah daftar pertanya- an (questioner) pengumpulan data bisa terhadap populasi, atau bisa kepada sampel. Caranya adalah menyebarkan instrumen kepada responden untuk di- isi. Penelitian survei adalah kegiatan
JPP PAUD FKIP Untirta http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
pengumpulan data primer dari respon- den, menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
Tempat yang menjadi objek penelitian adalah lembaga TK di Kecamatan Serang Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2020/ 2021.
Populasi dalam penelitian ini adalah sekolah di kecamatan serang yang terdiri dari 12 kelurahan dengan jumlah 56 lembaga TK. Sampel pada penelitian ini adalah 30 guru yang terdiri dari 8 lem- baga sekolah yang sudah mengguna- kan metode pembelajaran proyek saat mengajar anak usia 5-6 tahun.
Teknik Pengolahan data mengguna- kan uji validitas, uji reabilitas, uji normali- tas. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi dan uji regresi linear seder- hana.
## Pengujian Hipotesis
1. Uji Korelasi
Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai kolerasi pada pene- litian ini 0,622 yang berarti memiliki tingkat hubungan yang kuat berada pada inter- val kategori lebih dari 0.60-0.799 artinya metode proyek berpengaruh secara po- sitif dengan kemampuan sosial anak dengan kategori hubungan yang kuat.
Sedangkan terlihat angka probabilitas pengaruh metode proyek terhadap ke-
mampuan sosial anak usia 5-6 tahun dalam taraf signifikan sebesar 0,000 angka probabilitas 0,000 < 0,05 sehingga bisa dikatakan bahwa pengaruh antara kedua variabel signifikan.
## 2. Uji Regensi Linear Sederhana
Uji regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen dengan variabel dependen yang ditampilkan dalam bentuk persa- maan regresi. Uji regresi ini dilakukan setelah uji kolerasi.
Tabel di atas menjelaskan besarnya nilai kolerasi atau hubungan (R) sebesar 0,622. Dari output tersebut diperoleh koefisien determinasi (R Square) sebe- sar 0,387 yang mengandung arti bahwa pengaruh variabel (X) metode proyek terhadap variabel (Y) kemampuan sosial anak adalah sebesar 62,2%.
Berdasarkan nilai signifikan dari tabel cooefficients diperoleh nilai signifikan 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpul- kan bahwa variabel (X) metode proyek terhadap variabel (Y) kemampuan sosial anak. Selain itu juga berdasarkan nilai t diketahui nilai t hitung sebesar 4.208 > t tabel 1.740 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) Metode proyek ber- pengaruh terhadap variabel (Y) kemam- puan sosial anak.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pe- ngaruh metode proyek terhadap kemam-
## JPP PAUD FKIP Untirta
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
p-ISSN: 2355-830X e-ISSN: 2614-1604
puan sosial anak usia 5-6 tahun di Keca- matan Serang Kota Serang-Banten di- simpulkan bahwa terdapat pengaruh metode proyek terhadap kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien kolerasi metode proyek dengan kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun menunjukkan angka sebe- sar 0,622 berarti memiliki tingkat hubung- an yang kuat karena berada pada inter- val kategori 0,60–0,799 yang dapat diarti- kan bahwa metode proyek berpengaruh secara positif terhadap kemampuan sosial anak.
Sedangkan terlihat angka probabilitas metode proyek terhadap kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun dalam taraf signifikan sebesar 0,000 < 0,05 sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan kedua variabel signifikan.
Berdasarkan nilai signifikan dari tabel cooefficients diperoleh nilai signifikan 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpul- kan bahwa variabel (X) metode proyek berpengaruh terhadap variabel (Y) ke- mampuan sosial anak. Selain itu juga berdasarkan nilai t diketahui nilai t hitung sebesar 4.208 > t tabel 1.740 sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pro- yek berpengaruh terhadap kemampuan sosial anak.
## SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan pengolahan dan anali-sis data maka diperoleh hasil Penelitian tentang “Pengaruh Metode Proyek Terha- dap Kemampuan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun di Kecamatan Serang Kota Serang- Banten. Penelitian ini dilakukan dengan menyebar angket melalui google formulir dan instrumen penelitian yang digunakan
pada penelitian ini berupa angket, angket yang digunakan terdapat sebanyak 16 per- nyataan pada variabel (X) dan 14 pernya- taan pada variabel (Y). Penyebaran angket dilakukan terhadap 30 guru dari 8 sekolah yang berada di Kecamatan Serang, Kota Serang-Banten.
Berdasarkan hasil data uji normalitas berfungsi untuk mengetahui data berdis- tribusi normal sehingga menunjukkan angka sebesar 0,154 > 0,05 maka data terdistribusi normal. Berdasarkan anali- sis penelitian dilihat dari hasil koefisien korelasi antara metode proyek dan ke- mampuan sosial anak yang menunjuk- kan angka sebesar 0,622 yang berarti bahwa hasil penelitian memiliki tingkat hubungan yang kuat dan dapat diartikan metode proyek berhubungan secara positif dengan kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun. Hasil pengolahan data nilai signifikan dari tabel coefficients di- peroleh nilai signifikan 0,000 < 0,05 dan nilai t diketahui nilai t hitung sebesar 4.208 > t tabel 1.740 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H 1 diterima yang berarti bahwa ada pengaruh metode pro- yek terhadap kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun di Kecamatan Serang, Kota Serang-Banten.
## 2. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan hasil pene- litian ini secara teoritis bermaksud ingin memberikan gambaran tentang penga- ruh metode proyek terhadap kemampu- an sosial anak usia 5-6 tahun. Kemam- puan sosial anak dapat membantu anak untuk mengembangkan keterampilan- nya dalam mengembangkan kemampu- an bekerja sama, tolong menolong, me- latih kemampuan beradaptasi dengan
JPP PAUD FKIP Untirta http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpppaud/index
lingkungan, memupuk rasa percaya diri dan keberanian. Hal ini tentunya berkait- an dengan stimulasi yang didapat anak.
## 3. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan impli- kasi yang telah dikemukakan, terdapat beberapa saran yang dianjurkan, yaitu: 1) Bagi Sekolah, sekolah harus mampu mengembangkan metode pembel- ajaran yang bervariasi sehingga anak tidak jenuh dan bosan.
2) Bagi pendidik, dapat menerapkan dan mengembangkan metode pem- belajaran proyek agar lebih menarik lagi, karena di dalam kegiatan proyek tersebut dapat melatih aspek-aspek perkembangan anak terutama ke- mampuan sosial anak.
3) Bagi peneliti, bagi penelitian selanjut-
nya, di harapkan dapat lebih dalam menggali keterbatasan yang ada dalam penelitian ini dan melakukan penelitian-penelitian tentang yang lain.
## DAFTAR PUSTAKA
Epprilia, Utami Hany. 2010. Perkem- bangan Nilai Moral, Agama, Sosial dan Emosi Pada Anak Usia Dini. Surakarta: UMS. Fridani, Lara dkk. 2013. Evaluasi Per- kembangan Anak Usia Dini . Univer- sitas Terbuka.
Freud, Sigmund. 2014. Pengantar Umum Psikoanalisa . Yogyakarta: Pustaka Pelajar Simatupang & Dirga 2019. Handbook Best Practice Strategi belajar Meng- ajar . Surabaya: Pustaka Media Guru. Moeslichatoen R. 2014. Metode Peng- ajaran di Taman Kanak-Kanak .
Putri, Suci Utami. 2019. Pembelajaran Sains Untuk Anak Usia Dini. Jawa Barat: UPI Sumedang Press. Rosidah, Laily. 2016. Pendidikan dan Per- kembangan Anak Usia Dini . Serang:
FKIP Untirta Publishing.
Sudjiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini .
Jakarta: PT Indeks.
Susanto, Ahmad. 2017. Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori) . Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Media Grup Sudaryo dkk. 2019 . Metode penelitian survey online dengan google forms .
Yogyakarta: ANDI (ANGGOTA IKAPI) Utami, Suci Putri. 2019. Pembelajaran Sains Untuk Anak Usia Dini . Bandung:
UPI Sumedang Press.
Wiyani, Novan A. 2016. Bina Karakter Anak Usia Dini . Yogjakarta: Ar-ruzz Media Yus, Anita. 2012. Penilaian Perkem- bangan Belajar Taman kanak-kanak.
Jakarta: KENCANA.
|
38623794-5a72-43bd-9cf2-1b4b9ffecaee | https://journal.lppm-unasman.ac.id/index.php/pepatudzu/article/download/73/70 | KEMISKINAN MASYARAKAT KAWASAN HUTAN (Studi pada Suku Kalende di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara)
## La Ode Muhammad Deden Marrah Adil
## ABSTRACT
Poverty community forest is a classic problem that never completed. Poverty alleviation is actually the focus of development programs suistainable country and often exploited politically, especially without a clear realization of community empowerment. Therefore, it takes all the effort in a planned, integrated and systemic to enable these communities out of poverty. Data collection techniques used include observation, interviews, and documentation. The results of this study indicate that community empowerment through the development of agricultural/ plantation, human resource capacity building and coordination of functional institutions is absolutely necessary kemasyarakat Kalende tribal society. Thus, they can be detached from the rope noose of poverty that have binding Kalende tribal society.
## Keyword: Kalende and Poverty
PENDAHULUAN
Masyarakat yang menghuni hutan di Nusantara ini pada umumnya memiliki kebudayaan tradisional, sebut saja suku anak dalam di pulau Sumatera, suku Dayak di Kalimantan, suku Bajawa di Flores, To Balo atau orang belang dan suku Kribo di Kabupaten Barru, tidak terkecuali suku Kalende di pulau Buton. Untuk menopang sumber kehidupan mereka, umumnya melakukan kegiatan berladang, baik sifatnya secara tetap ( permanent ) maupun berpindah ( nomaden ).
Keunikan suku-suku penghuni hutan adalah, unsur-unsur kebudayaan dan kearifan lokalnya menjaga baik pelestarian hutan. Dalam arti, tidak mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam hasil hutan sekehendak hatinya. Orang Kalende misalnya, keberadaan mereka di kawasan hutan lindung justru menjadi mata rantai utama terjaganya keseimbangan ekosistem hutan Lambusango , sebagai wilayah hutan terlarang ( Kaombo ) sejak pemerintahan Kesultanan Buton masih berjaya hingga bubarnya tahun 1960.
Kalende merupakan sebuah kawasan pemukiman masyarakat pedalaman hutan, yang secara administratif masuk pada wilayah Pemerintahan Desa Kalende Kecamatan Kapuntori Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kalende bukan saja tersemat sebagai nama sebuah desa, tetapi juga ditujukan
*) Staf Pengajar STKIP Pembangunan Indonesia
pada orang-orang yang menghuni kawasan hutan Lambusango yang pada hari ini sudah menjadi hutan terkonservasi negara, dan terlindungi.
Hakikat pemerataan pembangunan nasional dari aspek keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial adalah tersentuhnya seluruh komponen masyarakat agar memampukan dirinya menopang cita-cita bangsa. Tidak terkecuali orang Kalende yang mendiami kawasan pinggir hutan Lambusango di Kabupaten Buton yang masih terbilang terbelakang dan terus terjerat kemiskinan di tengah wacana optimalisasi potensi sumberdaya lokalitas dalam bingkai otonomi daerah. Orang Kalende sebagai masyarakat pinggir hutan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan sebagai sumber mata pencahariannya. Padahal, desa pinggir hutan mengalami pertumbuhan populasi cukup besar dan menerima penetrasi kapitalisme cukup dala. Dengan angka kelahiran yang tinggi dan migrasi keluar yang rendah, desa pinggir hutan terus mengalami pemadatan populasi dan perluasan area (Salman, 2012). Oleh karena itu, kemiskinan menjadi fenomena umum dan signifikan pada desa pinggir hutan. Walaupun kemiskinan orang Kalende bukan sebab dari pemberian hak pengelolaan hutan (HPH) kepada korporasi bermodal.
Bahwa kemiskinan dan keterbelakangan bukan karena masyarakat sejak semula tidak memiliki faktor-faktor dinamis. Mereka miskin dan terbelakang karena kesempatan tidak diberikan kepada mereka atau karena berbagai kesempatan sudah dihancurkan dan hilang dari jangkauan mereka. Secara historis, proses penghancuran itu telah berlangsung sejak lama, mulai dari zaman feodalisme kerajaan, kolonial Belanda, dan akhirnya pada zaman pertumbuhan ekonomi atau Pelita saat ini (Abustam, 1991).
Di era otonomi daerah saat ini, pembangunan dikelola secara mandiri oleh masing-masing daerah. Biasanya, pemerataan dan perluasan pembangunan dari segi akses dan pelayanan publik menjadi sasaran utama pemerintahan berkuasa. Tujuannya, interaksi sosial setiap komponen masyarakat dapat terwujud secara terbuka. Dengan harapan, dampak pembangunan itu juga semakin cepat dirasakan. Faktanya, orang Kalende terus terjebak dalam kemiskinan. Kecuali sistem sosikultural yang mengikatnya, orang Kalende masih saja menggunakan sarung sebagai pakaian sehari-hari, tanpa dilengkapi baju, celana dan lainnya. Uraian tersebut semakin menunjukkan bahwa, kekhasan orang Kalende sekaligus menjadi anti tesa upaya pembangunan dalam berbagai aspek berkehidupan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Buton. Tentu saja, kedua pokok persoalan tersebut dilatari asumsi bahwa, tidak ada satupun masyarakat di dunia ini yang tidak dalam keadaan berubah. Walaupun patut disadari bahwa perubahan itu dapat secara cepat (revolutif), alamiah (evolutif) bahkan mundur (dekonstruktif). Dengan kata lain, kemiskinan tersebut akibat terjadi pergeseran masyarakat ke arah yang lebih terbuka atau akibat dari globalisasi (Ballard, 2005: 11).
Pertanyaan kemudian muncul, bagaimana interaksi dan akselerasi yang terjadi antara upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Buton
dengan orang Kalende sebagai masyarakat pinggir hutan hingga membuat mereka terus dalam keadaan miskin? Bilamana kemiskinan dilatari suatu determinan tertentu, khususnya yang berpotensi secara internal, bagaimana strategi penanganannya oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kemiskinan orang Kalende dan upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Buton merupakan tesis dan anti tesis yang perlu disintesis guna menghasilkan upaya solutif atas kemiskinan yang dialaminya. Dengan demikian, fenomena kemiskinan masyarakat yang bermukin di sekitar kawasan hutan perlu mendapat perhatian.
Kemiskinan masyarakat kawasan hutan merupakan permasalahan klasik yang tidak pernah tuntas. Penuntasan kemiskinan yang sejatinya menjadi fokus program development suistainable negara bahkan seringkali tereksploitasi secara politis, tanpa realiasasi yang jelas terutama pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan segenap upaya secara terencana, terpadu dan sistemik untuk memampukan masyarakat tersebut keluar dari kemiskinan.
Tulisan ini menyorot masyarakat Kalende di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pertimbangan sebagai berikut: (a) Masyarakat suku Kalende bermukim di pedalaman kawasan hutan Lambusango. Tepatnya di Desa Kalende, Kecamatan Kapontori, kurang lebih 20 km dari pusat ibukota Kabupaten Buton (b) Lokasi pemukiman suku Kalende yang cukup terisolir akibat belum adanya akses jalan raya (c) Tidak tersedianya sarana dan prasarana publik, seperti puskesmas, sekolah, kantor desa, cenderung membuat masyarakat suku Kalende masih terbatas mendapat pelayanan publik (d) Resistensi budaya masyarakat suku Kalende masih cukup kuat. Ditunjukkan dengan kemampuan mempertahankan tata nilai dan peradatannya dalam kehidupan sehari-hari, dan (e) Belum adanya program pemberdayaan masyarakat dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat suku Kalende.
## HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara memadai. Oleh karena itu, Arraiyah (2007) mengelompokkan kemiskinan menjadi tiga jenis sebagaimana kajian kemiskinannya dalam perspektif islami, yaitu (1) kemiskinan materi (2) kemiskinan jiwa/rohani, dan (3) kemiskinan dalam arti khusus, yaitu kebutuhan manusia terhadap penciptanya. Jenis kemiskinan itu disebutkan secara tersendiri dan adakalanya disebutkan dalam kaitan antara satu dengan lainnya.
Kajian tentang kemiskinan pada umumnya terarah pada dua hal utama, yaitu faktor-faktor penyebab timbulnya kemiskinan dan cara-cara yang dapat tempuh untuk menaggulanginya. Tentu saja dengan memperhatikan latar faktor yang mendukung maupun menghambatnya.
Konseptualiasi ukuran kemiskinan setidaknya dapat dikenal secara umum dengan dua terminologi utamanya, yaitu kemiskinan yang bersifat absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menyangkut pendapatan dan kebutuhan yang berkaitan/terbatas pada pemenuhan kebutuhan pokok ( basic need ). Kebutuhan pokok tersebut merupakan kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Sedangkan kemiskinan relatif adalah besaran ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan miskin semakin membuat jumlah penduduk selalu miskin.
Berdasarkan kedua kategorisasi kemiskinan di atas, maka ukuran kemiskinan oleh Bank Dunia ( World Bank ) dilompokkannya ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) Jika 40 persen jumlah penduduk berpendapat rendah menerima kurang dari 12 persen pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang (2) Apabila 40 persen lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12 – 17 persen pendapatan nasional dianggap sedang, dan (3) Jika 40 persen dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional maka dianggap rendah.
Hadiwiguno dan Pakpahan (1993) dalam studinya tentang pemetaan wilayah-wilayah miskin di Indonesia menemukan bahwa, karakteristik utama dan penyebab utma kemiskinan pada wilayah miskin mencakup empat hal, yaitu: (1) sumber daya alam (2) teknologi dan unsur pendukungnya (3) sumber daya manusia, dan (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan. Dikemukakan bahwa, sasaran langkah-langkah penanggulangan terhadap kemiskinan itu adalah bagaimana meningkatkan kapasitas dari sumber-sumber penggeraknya melalui peningkatan mutu sumber daya, perbaikan teknologi, maupun efektivitas koordinasi dari faktor-faktor tersebut melalui penyempurnaan kelembagaan/organisasi sosial ekonomi di masing-masing wilayah.
Hasil penelitian tentang dampak program pembaharuan agraria nasional terhadap keadaan sosial ekonomi dan ekologi masyarakat lokal di Desa Pangradin Kabupaten Bogor yang dilakukan Pitaloka (2010: 342) diketahui bahwa, untuk memampukan masyarakat atas pemanfaatan tanah lahan diperlukan Institutional Building untuk mengawasi keterlaksanaan program. Sementara Oktaviani dan Dharmawan (2010: 354) dalam temuan penelitiannya terkait kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya air di kampung Kuta menyebutkan bahwa salah satu unsur terpenting dari terlestarikannya sumberdaya air di desa tersebut sebab masyarakat setempat membudayakan Pamali sebagai kearifan lokal yang senantiasa dijunjung tinggi. Kedua penelitian tersebut ikut didukung temuan Marina (2011: 96) kaitannya dengan konflik sumberdaya hutan di kawasan konservasi gunung Halimun bahwa, salah satu penyebab konflik adalah adanya upaya pemerintah memasukkan kawasan tersebut ke dalam zona rehabilitasi taman nasional sehingga melahirkan perbedaan persepsi dengan masyarakat setempat, kepentingan, tata nilai, dan pengakuan kepemilikan. Sementara bagi
masyarakat setempat, zona hutan tersebut merupakan hak ulayat yang sudah diwariskan secara turun temurun.
Menyimak ketiga hasil penelitian di atas, keberadaan masyarakat miskin Kalende di kawasan hutan Lambusango sejatinya sudah menjadi bagian penting atas kelestarian ekosistem hutan. Pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat Kalende secara proporsional sesuai dengan tata nilai (aturan adat) yang mengikatnya adalah salah satu aspek penting kelestarian hutan itu sendiri. Hutan yang bagi masyarakat Kalende sebagai kawasan kaombo (terlindung) diawasi dari perlakuan potensi sumberdaya isinya secara tidak bertanggung jawab oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi.
## METODE PENELITIAN
Latar utama sebuah penelitian adalah: (1) menemukan masalah/filosofis, dan (2) mencari masalah/praksis. Penelitian yang bersifat sosiologis umumnya menggunakan jenis penelitian kualitatif, sebab kaya akan pendekatan dalam setting sealamiah mungkin. Salah satu keunggulannya, data-data temuan lapangan dapat diinterpretasi peneliti secara mendalam, mengingat setiap objek/subyek penelitian memiliki kekhasan yang perlu terdiskripsikan secara baik (kasuistik).
Auerbach dan Louis (2003: 126) mengemukakan beberapa karakteristik penelitian kualitatif, yaitu: (1) paradigma kualitatif berfokus pada suara dari peserta/informan/partisipan (2) aktivitas penelitian diarahkan untuk menghasilkan hipotesis dan bukan untuk menguji hipotesis sehingga tercipta variansi pengalaman yang tidak universal, dan (3) adanya kolaborasi kemitraan antara peneliti dengan informan/partisipan penelitian. Hal senada juga dikemukakan (Satori dan Komaria, 2010); (Ratna, 2010). Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sejumlah pemaknaan atas fenomena kemiskinan suku Kalende. Relevansinya dengan upaya pembangunan di era otonomi daerah. Khususnya di Kabupaten Buton.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pertimbangan sebagai berikut: (a) Masyarakat suku Kalende bermukim di pedalaman kawasan hutan Lambusango. Tepatnya di Desa Kalende, Kecamatan Kapontori, kurang lebih 20 km dari pusat ibukota Kabupaten Buton (b) Lokasi pemukiman suku Kalende yang cukup terisolir akibat belum adanya akses jalan raya (c) Tidak tersedianya sarana dan prasarana publik, seperti puskesmas, sekolah, kantor desa, cenderung membuat masyarakat suku Kalende masih terbatas mendapat pelayanan publik (d) Resistensi budaya masyarakat suku Kalende masih cukup kuat. Ditunjukkan dengan kemampuan mempertahankan tata nilai dan peradatannya dalam kehidupan sehari-hari, dan (e) Belum adanya program pemberdayaan masyarakat dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat suku Kalende.
Fokus penelitian ini adalah kemiskinan orang Kalende di tengah upaya pembangunan daerah di Kabupaten Buton. Untuk menghindari perbedaan interpretasi atas fokus penelitian ini, selanjutnya dapat dideskripsikan sebagai berikut: (a) Kemiskinan, adalah suatu keadaan yang menunjukkan ketidakmampuan ekonomi, termasuk rendahnya partisipasi pendidikan, dan kurangnya layanan kesehatan (b) Kawasan, adalah bagian tertentu dari hutan Lambusango yang terlindungi, memiliki fungsi tertentu yang tetapkan berdasarkan kriteria fisik, biologi, sosial dan ekonomi agar tetap dipertahankan keberadaannya (c) Pembangunan, adalah upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat, dan (d) Pengentasan kemiskinan, adalah upaya yang terpadu, terarah, terencana dan berkelanjutan dari Pemerintah Kabupaten Buton dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, dan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat suku Kalende.
Berdasarkan berbagai uraian dan fakta empiris sebelum ini, maka tulisan ini difokuskan pada kemiskinan orang Kalende di tengah upaya pembangunan daerah di Kabupaten Buton. Untuk menghindari perbedaan interpretasi atas fokus sorotan dalam tulisan ini, selanjutnya dapat dideskripsikan sebagai berikut: (a) Kemiskinan, adalah suatu keadaan yang menunjukkan ketidakmampuan ekonomi, termasuk rendahnya partisipasi pendidikan, dan kurangnya layanan kesehatan (b) Kawasan, adalah bagian tertentu dari hutan Lambusango yang terlindungi, memiliki fungsi tertentu yang tetapkan berdasarkan kriteria fisik, biologi, sosial dan ekonomi agar tetap dipertahankan keberadaannya (c) Pembangunan, adalah upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat, dan (d) Pengentasan kemiskinan, adalah upaya yang terpadu, terarah, terencana dan berkelanjutan dari Pemerintah Kabupaten Buton dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, dan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat suku Kalende. Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sejumlah pemaknaan atas fenomena kemiskinan suku Kalende. Relevansinya dengan upaya pembangunan di era otonomi daerah. Khususnya di Kabupaten Buton.
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menyimak berbagai temuan penelitian yang telah dikemukakan sebelum ini, dapat dipahami bahwa kemiskinan dan latar penyebabnya menyangkut manusia dan di luar manusia. Artinya bahwa, manusia dengan segenap sumber daya yang dimiliki merupakan instrumen yang dapat mengeluarkan masyarakat dari jerat kemiskinan dengan cara memfungsikan komponen non manusia seperti organisasi/lembaga secara optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan yang tengah dihadapi.
Kemiskinan yang terus terjadi dan mengakar pada berbagai kelompok masyarakat dan wilayah di Indonesia, termasuk dalam hal ini masyarakat suku Kalende di kawasan Hutan Lambusango Kabupaten Buton perlu mendapat
perhatian serius dari Pemerintah. Perhatian tersebut berupa tindakan-tindakan nyata program pemberdayaan masyarakat. Caranya, mengoptimalkan sumber daya manusia dan non manusia secara efektif dan efisien melalui pergerakan- pergerakan kelembagaan sosial ekonomi kemasyarakat secara koordinatif dan integratif.
Pergerakan kelembagaan sosial ekonomi kemasyarakatan yang koordinatif tersebut dapat menyentuh tiga sektor utama (2012) sebagai berikut:
1. Pembangunan Sektor Petanian
Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masayrakat di pedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor pertanian dan infrastruktur. 2. Pembangunan Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah. 3. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan.
## SIMPULAN
Diskursus kemiskinan yang terus terjadi dan menjerat masyarakat suku Kalende merupakan satu dari ribuan fenomena sosial yang harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Daerah setempat. Pasalnya, kemiskinan tersebut merupakan antitesa dalam upaya pembangunan daerah dalam masa otonomi daerah, dimana daerah dituntut agar dapat memampukan seluruh aspek berkehidupan masyarakatnya guna dapat menopang cita-cita pembangunan nasional.
Kemiskinan masyarakat suku Kalende merupakan suatu keadaan dimana masyarakatnya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) dan menciptakan satu ruang ketimpangan sosial ekonomi yang sangat nyata dengan masyarakat kawasan hutan di sekitarnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakatnya melalui pengembangan kegiatan pertanian/perkebunan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan koordinasi fungsional lembaga kemasyarakat mutlak dibutuhkan masyarakat suku Kalende. Dengan demikian,
mereka dapat terlepas dari jerat tali kemiskinan yang selama ini mengikat masyarakat suku Kalende.
## DAFTAR PUSTAKA
Abustam, Idrus dan Irwansyah, Idham. 2010. Komunitas Pedesaan, Budaya Kemiskinan, dan Pendidikan Orang Dewasa. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Araiyyah, Hamdar. 2007. Meneropong Fenomena Kemiskinan. Telaah Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Auerbach, F. Carl dan Silverstein, B. Louis. Qualitative Data . New York: New York University Press.
Ballard, Nadejda. 2005. Globalitation and Poverty. Philadelphia: Chelsea House Publisher.
Hadiwiguno, Soetatwo dan Pakpahan, Agus. 1993. Identifikasi Wilayah Miskin di Indonesia. Prisma, Nomor 3, Tahun XII, 1993, h. 27.
Marina, Ina dan Dharmawan, Aryadi Hadi. 2011. Analisis Konflik Sumberdaya Hutan di Kawasan Konservasi. Sodality. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. ISSN 1978-4333. Vol. 05. No. 01. 2011.
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Oktaviani, Aulia Sumarna dan Dharmawan, Aryadi Hadi. 2010. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Kampung Kuta . Sodality. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. ISSN 1978- 4333. Vol. 04. No. 03. 2010. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Pitaloka, Ningtyas Maharani Kusuma. 2010. Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi dan Ekologi Masyarakat Lokal. Sodality. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. ISSN 1978-4333. Vol. 04. No. 03. 2010. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian (Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salman, Darmawan. 2012. Sosiologi Desa. Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas. Makassar: Inninawa.
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
|