id
stringlengths
36
36
url
stringlengths
46
109
text
stringlengths
5k
1.51M
a80c6899-731c-416f-9fca-752cd41cdd98
http://jurnal.stieww.ac.id/index.php/jrm/article/download/98/80
## JURNAL RISET MANAJEMEN Vol. 2, No. 1, Januari 2015, 26 - 34 ## PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI STUDI KASUS PADA PT BPR SHINTA DAYA ## Sulastiningsih Prodi Akuntansi STIE Widya Wiwaha, e-mail: [email protected] ## Lilik Ambarwati Alumni STIE Widya Wiwaha, e-mail: [email protected] ## Abstract The influence of budget participation has attracted the attention of researchers in recent years. Some research of the relation of budget participation on employee performance indicate inconsistent results. This study aims to know the influence of budget participation to employee performance. The respondent are employee that participate in the preparation of the budget, including middle managers and lower managers. The data is obtained through questionnaires to 30 employees. The model analysis is a simple linear regression. The results of this study indicate budgetary participation influence to employee performance. This study also found that budget participation has a positive effect on employee performance. Key Word : budget participation, employee performance ## PENDAHULUAN BPR yang merupakan lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. PT BPR Shinta Daya yang mempunyai visi menjadi bank terbaik dan terpercaya dalam memberdayakan ekonomi masyarakat serta memiliki misi memberikan pelayanan terbaik, mudah, cepat, tepat guna untuk para pemakai jasa perbankan dan memberi solusi terbaik kepada jasa perbankan. Untuk mewujudkan visi misi yang telah ditetapkan, maka PT BPR Shinta Daya memiliki target yang harus dicapai dengan perencanaan dan pengendalian yang efektif. Perencanaan (planning) dan pengendalian (controlling) merupakan dua fungsi utama manajemen yang memegang peran penting dalam proses pencapaian tujuan. Kemampuan manajem en dalam mengelola organisasi tergantung pada kem am puannya dalam m elaksanakan ke dua f ungsi tersebut. Perencanaan merupakan proses pengembangan tujuan organisasi serta proses penentuan tindakan yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Fungsi perencanaan m eliputi penetapan tujuan organisasi, pengembangan premise tentang lingkungan yang dihadapi, pemilihan tindakan untuk mencapai tujuan, serta perencanaan kembali kekurangan yang ada. Perencanaan merupakan fungsi manajem en yang dilakukan secara terus menerus. Umpan balik dari perencanaan sebelumnya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan masa yang akan datang. Perencanaan target dituangkan dalam bentuk anggaran. Anggaran merupakan suatu rencana kuantitatif dalam bentuk moneter maupun nonmoneter yang digunakan untuk menerjemah- kan tujuan dan strategi perusahaan dalam satuan operasional. Proses penyusunan anggaran tidak sekedar penetapan rencana perusahaan secara kuantitatif, namun mencakup proses penetapan peran setiap pegawai dalam melaksanakan program yang telah ditetapkan. Fungsi anggaran akan menjadi optimal, jika proses penyusunan- nya mempertimbangkan partisipasi dari semua pelaku anggaran. Kinerja dinyatakan efektif apabila tujuan anggaran tercapai dan bawahan mendapat kesempatan terlibat dan berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran serta memotiv asi bawahan mengidentifikasi dan melakukan negoisasi dengan atasan mengenai target anggaran, menerim a kesepakatan anggaran dan melaksanakannya sehingga dapat menghindarkan dampak negatif anggaran yaitu faktor kriteria kinerja, sistem pengahargaan (reward) dan konflik. Mengingat peran partisipasi pegawai penting dalam proses penyusunan anggaran PT BPR Shinta Daya, sudah semestinya pegawai dilibatkan secara langsung. Jika tidak dilibatkan, maka pegawai kurang memahami masalah- masalah yang mungkin timbul pada saat pelaksanaan anggaran, sehingga tidak meningkatkan efisiensi. Penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja pegawai pada PT BPR Shinta Daya Yogyakarta. ## KAJIAN LITERATUR ## Anggaran Anggaran m erupakan suatu rencana kuantitatif dalam bentuk moneter maupun nonmoneter yang digunakan untuk menerjemah- kan tujuan dan strategi perusahaan dalam satuan operasional. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran merupakan rencana kuantitatif dalam bentuk m oneter dan nonmoneter sebagai alat koordinasi, komunikasi, perencanaan dan pengendalian laba dalam jangka waktu tertentu. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan perencanaan yang terjadi pada jangka pendek secara kuantitatif yang diukur dalam satuan m oneter dan satuan ukuran lain untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi sebagai alat manajemen untuk perencanaan, pengendalian serta penilaian kinerja manajemen dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Anthony dan Gov indarajan (2005:95), anggaran mempunyai karakteristik- karakteristik sebagai berikut: 1. Anggaran mengestimasikan potensi laba dari unit bisnis tersebut. 2. Dinyatakan dalam istilah moneter, walaupun jumlah moneter mungkin didukung dengan jumlah nonmoneter (contoh: unit yang terjual atau diproduksi). 3. Biasanya meliputi waktu selama satu tahun. Dalam bisnis-bisnis yang sangat dipengaruhi faktor-faktor musiman, mungkin ada dua anggaran per tahun- misalnya, perusahaan busana biasanya memiliki anggaran musim gugur dan anggaran musim semi. 4. Merupakan komitmen manajemen, yang berarti manajer setuju untuk menerima tanggung jawab atas pencapaian tujuan- tujuan anggaran. 5. Usulan anggaran disetujui dan ditinjau oleh pejabat yang lebih tinggi wewenangnya dari pembuat anggaran. 6. Setelah disetujui, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi-kondisi tertentu. 7. Secara berkala, kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran, dan varians dianalisi serta dijelaskan. ## Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran Menurut Robbins (2003:179) “partisipasi merupakan suatu konsep dimana bawahan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan sampai tingkat tertentu bersama atasannya”. Sementara Brownell (1982a) dalam Supomo dan Indriantoro (2008) menyatakan bahwa “partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana individu terlibat dalam penyusunan target anggaran, lalu individu tersebut dievaluasi kinerjanya dan memperoleh penghargaan berdasarkan target anggaran”. Keuntungan dari partisipasi adalah memacu peningkatan moral, dan inisiatif bagi mereka untuk mengembangkan ide dan inf orm asi pada seluruh tingkat manajemen, meningkatkan group cohesiveness yang kemudian meningkatkan kerjasama antar individu dalam pencapaian tujuan, terbentuknya group internalization yaitu penyatuan tujuan individu dan organisasi, menghindari tekanan dan kebingungan dalam melaksanakan pekerjaan dan manajer menjadi tanggap terhadap masalah- masalah sub unit tertentu serta memiliki pem aham an yang lebih baik tentang ketergantungan antar departemen. Sehingga pegawai dalam suatu perusahaan paham dengan tujuan dari perencanaan yang sudah dicanangkan perusahaan. ## Kinerja Pegawai Kinerja atau performance adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok invidu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai.Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya. Kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu yang dicapai oleh seorang karyawan dalam m elaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya yang tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan dan keahlian dalam bekerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh sem angat kerjanya (Mangkunegara,2005:9). Kinerja pegawai merupakan gabungan dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang dihasilkan, sehingga kinerja tidak hanya menyangkut karakteristik pribadi masing-masing pegawai, melainkan hasil kerja yang telah dan akan dilakukan oleh seseorang. Untuk mengukur dan mengevaluasi, kinerja unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik keuangan maupun nonkeuangan. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, visi dan misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan. Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja yang sebenarnya terjadi. ## Kajian Penelitian Terdahulu Dalam literatur penganggaran partisipatif telah dibuktikan adanya kaitan antara penganggaran partisipatif dan kinerja pegawai (Frucot dan Shearon, 1991). Climton dan Hunton (2001) telah membuktikan adanya kaitan antara keselarasan penganggaran partisipatif dan kinerja organisasional. Penelitian di bidang ini masih belum bisa disimpulkan secara umum karena penggunaan kelompok sampel yang berbeda, seting penelitian yang berbeda (eksperimental atau survei), dan variabel yang digunakan, sehingga banyak peneliti yang terus menguji keterkaitan antara penganggran partisipatif dan kinerja pegawai atau organisasional. Selanjutnya, penelitian Chong dan Chong (2002), Aziz (2011), Muhlis, Syarif uddin dan Mediaty (2012) menemukan adanya hubungan positif dan signifikan antara partisipasi anggaran dan kinerja. Sedangkan yang menemukan adanya hubungan yang tidak signifikan adalah Wentzel (2002) ## PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI STUDI KASUS PADA PADA PT BPR SHINTA DAYA dalam Sulastiningsih (2010:12) serta Mulyasari dan Sugiri ( 2005). Azis (2011) partisipasi penyusunan anggaran dapat dibuktikan secara signifikan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai melalui dampak positif dan signifikan dari kepuasan dan ketidakpastian lingkungan, demikian juga untuk umpan balik anggaran dapat dibuktikan secara signifikan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai melalui dampak positif dan signifikan dari ketidakpastian lingkungan, sedangkan pengaruh tidak langsung variabel karakteristik sistem penganggaran yang lain, yaitu partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran dan umpan balik anggaran dari ketiganya hanya variabel partisipasi penyusunan anggaran berhasil ditunjukkan secara signifikan pengaruhnya terhadap meningkatnya kinerja pegawai melalui dampak positif dari variabel kepuasan kerja dan ketidakpastian lingkungan. Wentzel (2002) menguji apakah kewajaran dalam proses penganggaran meningkatkan kinerja dengan meningkatnya komitmen manajer terhadap tujuan anggaran. Secara khusus, Wentzel menghipotesiskan bahwa pengaruh penganggaran partisipatif atas kinerja (anggaran dan manajerial) signifikan ketika persepsi keadilan dan komitmen tujuan berfungsi sebagai variable mediasi dalam model. Wentzel menguji hubungan langsung antara partisipasi dan anggaran dan kinerja manajerial. Hasilnya mendukung model yang diajukan, penganggaran partisipatif mengarahkan komitmen anggaran yang lebih tinggi, sehingga memperkuat kinerja. Namun, temuannya tidak membuktikan adanya hubungan langsung antara partisipasi dan kinerja, bahkan partisipasi mengarah ke faktor lain yang pada gilirannya meningkatkan kinerja. Peneliti menilai hubungan yang tidak signifikan antara partisipasi dan kinerja dan kinerja sebagi hasil kompleksitas penganggaran. Mulyasari dan Sugiri ( 2005), menemukan hubungan anggaran partisipasi dengan kinerja pegawai tidak berpengaruh secara langsung, karena ada faktor-faktor lain (variabel) yang perlu dipertimbangkan yaitu keadilan persepsi, komitmen pada tujuan dan job relevant informa- tion s. Anggaran partisipatif dan kinerja manajer berpengaruh jika ketiga faktor tersebut dijadikan mediasi. Jadi hubungan antara penganggaran partisipatif dan kinerja terbukti dimediasi oleh faktor lain. ## METODE PENELITIAN Populasi, Sampel Dan Teknik ## Pengumpulan Data Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang m em punyai karakteristik tertentu sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Sedangkan sampel adalah bagian populasi yang terwakili dan akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang terwakili (Gendro Wiyono, 2011:76). Populasi dalam penelitian ini adalah para pegawai PT BPR Shinta Daya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berjumlah 118 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang pegawai PT BPR Shinta Daya Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu dan populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Kriteria yang digunakan adalah pegawai yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran dan memiliki masa kerja minimal satu tahun. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik survey , yaitu dengan cara menyebar langsung kuesioner kepada responden terpilih. Instrumen penelitian menggunakan skala likert , terdiri dari sejumlah pernyataan diajukan kepada responden dan kemudian responden diminta menjawab sesuai dengan pendapat mereka. ## Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari variabel dependen yaitu kinerja pegawai (Y) dan variabel independen yaitu partisipasi penyusunan anggaran (X). Variabel kinerja pegawai diukur dengan 7 pertanyaan dan variabel partisipasi penyusunan anggaran diukur dengan 6 pertanyaan. Instrumen yang digunakan dalam mengukur variabel ini diadopsi dari penelitian terdahulu. Ada enam item yang digunakan untuk mengukur partisipasi dalam penyusunan anggaran yaitu: 1. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran. 2. Kepuasan dalam penyusunan anggaran. 3. Kebutuhan memberikan pendapat. 4. Kerelaan dalam memberikan pendapat. 5. Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran akhir. 6. Seringnya atasan meminta pendapat/ usulan saat anggara sedang disusun. Instrumen kinerja pegawai yang dituangkan dalam tujuh item yang digunakan untuk mengukur kinerja pegawai yaitu: 1. Kualitas kerja pegawai. 2. Kuantitas kerja pegawai. 3. Pengetahuan dan kerja keras pegawai. 4. Ketepatan waktu kerja pegawai. 5. Bertanggung jawab terhadap kerjaan. 6. Pengetahuan dan kemampuan pegawai. 7. Kreativitas pegawai, pencapaian tugas, dan efisiensi kerja. ## Metoda Analisis Data Untuk pengujian instrumen penelitian digunakan uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas digunakan untuk menguji apakah pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner mampu mengukur hal yang ingin diukur melalui kuesioner. Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur keandalan suatu kuesioner. Metoda analisis data menggunakan analisis regresi linear sederhana yang diuji dengan tingkat signifikan 0,05. Model regresi linear sederhana dirumuskan sebagai berikut : Y = α + βX + ε Catatan: Y = Kinerja Pegawai α = Konstanta β = Koefisien Regresi X = Partisipasi Penyusunan Anggaran Uji t statistik untuk menguji pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara parsial dengan mengasumsikan bahwa variabel lain dianggap konstan. Tingkat ketepatan suatu garis regresi dapat diketahui melalui besar kecilnya koefisien determinasi atau koefisien R 2 ( R-Square ). ## ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Penyebaran kuesioner dilakukan secara langsung di PT BPR Shinta Daya Yogyakarta sebanyak 30 kuisioner dan semua diisi secara lengkap. Deskripsi dari data responden dipaparkan pada tabel 1 berikut: ## Tabel 1 ## Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Keterangan Frekuensi Presentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 12 40,00 Perempuan 18 60,00 Usia 25-30 tahun 8 26,66 31-35 tahun 5 16,67 36-40 tahun 6 20,00 41-45 tahun 5 16,67 >45 tahun 6 20,00 Pendidikan Terakhir SMA 5 16,67 D3 6 20,00 S1 19 63,33 Jabatan Responden SPI 1 3,33 Kepala Bagian 8 26,67 Kassubag 1 3,33 Kepala Seksi 10 33,33 Staf 10 33,33 Lama Bekerja 1-5 tahun 9 30,00 6-10 tahun 3 10,00 11-15 tahun 11 36,67 16-20 tahun 3 10,00 > 20 tahun 4 13,33 Sumber : Data Primer Diolah, 2014 ## PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI STUDI KASUS PADA PADA PT BPR SHINTA DAYA Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini adalah pegawai PT BPR Shinta Daya didominasi oleh perempuan yang berusia 25-30 tahun, lulusan S1 dan memiliki masa kerja 11-15 tahun. Selain itu yang m enjadi responden dalam penelitian ini didominasi oleh Kepala Seksi, Kepala Bagian, dan Staf. ## Uji Validitas Dan Reliabilitas Uji validitas dilakukan dengan SPSS for windows release 17 dengan alat uji korelasi pearson product moment , yaitu untuk mengetahui apakah setiap butir pertanyaan valid atau tidak, maka syaratnya adalah jika r hitung ≥ r tabel dengan taraf signifikansi 5% maka instrumen tersebut dinyatakan valid, tetapi jika r hitung ≤ r tabel dengan taraf signifikansi 5% maka butir pertanyaan dinyatakan tidak valid, rangkuman hasil uji validitas disajikan dalam tabel-tabel berikut: ## Tabel 2 Validitas Instrumen Pertanyaan Variabel X Item Pertanyaan Corrected Item-Total Correlation (r hitung) r tabel Keterangan PPA01 .542 .361 Valid PPA02 .412 .361 Valid PPA03 .719 .361 Valid PPA04 .440 .361 Valid PPA05 .614 .361 Valid PPA06 .578 .361 Valid Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Tabel 3 Validitas Instrumen Pertanyaan Variabel Y Item Pertanyaan Corrected Item-Total Correlation (r tabel) r tabel Keterangan KP01 .817 .361 Valid KP02 .642 .361 Valid KP03 .578 .361 Valid KP04 .536 .361 Valid KP05 .636 .361 Valid KP06 .887 .361 Valid KP07 .682 .361 Valid Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Berdasarkan tabel 2 dan 3 pada kolom Corrected Item-Total Correlation merupakan korelasi antara skor item dengan yang digunkan untuk menguji validitas instrumen. Untuk menguji v aliditas, butir pertanyaan tersebut harus dibandingkan dengan r tabel pada α = 0,05 dengan derajat kebebasan. Pada signifikansi 5% dengan derajat bebas df = 30, jumlah (kasus-k), r tabel sebesar 0,361. Berdasarkan gambar pada tabel 4.2 dan 4.3 terlihat bahwa hasil uji validitas menunjukkan semua pertanyaan valid karena r hitung > r tabel pada taraf signifikansi 5%. Teknik pengujian reliabilitas yang digunakan adalah teknik Cronbach”s Alpha. Variabel penelitian dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai alfa cronbach > 0,6. Analisis selanjutnya dilakukan dengan SPSS for windows release 17 , dengan ringkasan hasil uji reliabilitas dipaparkan pada tabel berikut : Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan Partisipasi Penyusunan Anggaran (X) 0,780 Reliabel Kinerja Pegawai 0,887 Reliabel Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Dari hasil output reliability yang tersaji dalam tabel 4 variabel partisipasi penyusunan anggaran menunjukkan reliabel dengan cronbach alpa 0,780 yang berarti bahwa 0,780 > 0,60. Hasil ini dapat disimpulkan item pertanyaan kuesioner handal dan memiliki reliabilitas yang tinggi. Dari hasil output reliability yang tersaji dalam tabel 4 variabel kinerja pegawai menunjukkan reliabel dengan cronbach alpa 0,887 yang berarti bahwa 0,887 > 0,60. Hasil ini dapat disimpulkan item pertanyaan kuesioner handal dan memiliki reliabilitas yang tinggi. ## Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel dependen penelitian ini adalah kinerja pegawai (Y), sedangkan yang menjadi variabel independennya adalah partisipasi penyusunan anggaran (X). Hasil analisis pengujian regresi sederhana dipaparkan pada table 5 berikut: Hasil analisis dari tabel di atas, diperoleh persamaan regresi dari penelitian ini, dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = 16,150 + 0,583 X + e Persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa nilai konstanta (a) sebesar 16,150, menunjukkan besarnya variabel kinerja pegawai yang tidak dipengaruhi oleh partisipasi penyusunan anggaran atau dapat diartiakan pada saat tidak ada partisiapasi penyusunan anggaran, maka kinerja pegawai sebesar 16,150. Koefisien regresi sebesar 0.583, berarti partisipasi penyusunan anggaran mempunyai hubungan positif dengan kinerja pegawai, karena koefisien regresi bernilai positif . Setiap peningkatan satu satuan partisipasi penyusunan anggaran maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai sebesar 0,583 satuan. Begitu juga sebaliknya setiap penurunan partisipasi penyusunan anggaran sebesar satu satuan akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja pegawai sebesar 0,583 satuan. ## Uji t Berdasarkan hasil pengolahan yang terlihat pada tabel 9, dapat diketahui bahwa t hitung (4,215) dengan taraf signifikansi 5% dan α = 0,05, derajat kebebasan (df = n-k, 30-2) = 28 dan pengujian dua sisi maka diperoleh t tabel sebesar 2,04841. Kesimpulan karena t hitung (4,215) > t tabel (2,04841), maka Ho ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti bahwa partisipasi penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Uji Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai koefisien determinasi ( Adjusted R Square ) sebesar 0,388. Artinya variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh variabel partisipasi penyusunan anggaran sebesar 0,388 (33,8%), dan selebihnya 64,2% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. ## SIMPULAN DAN REKOMENDASI ## Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis Tabel 5 ## Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel Koef regresi Koef Beta t hitung Sig t Keterangan Konstanta 16,150 Partisipasi penyusunan anggaran (X) 0,583 0,623 4,215 0,001 Signifikan R Square 0,388 R 0,623 Sig. 0,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2014 ## PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI STUDI KASUS PADA PADA PT BPR SHINTA DAYA pada bab sebelumnya maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil uji t test , diperoleh t hitung (4,215) > t tabel (2,04841), maka Ho ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti bahwa partisipasi penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. 2. Dari hasil analisis diperoleh nilai R 2 = 33,8%. Angka ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel partisipasi penyusunan anggaran dalam menjelaskan atau memberikan sebagian informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel kinerja pegawai yang dapat dijelaskan oleh variabel X (partisipasi penyusunan anggaran) sebesar 33,8%, sedangkan sisanya yaitu 67,2% dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti gaya kepemimpinan, komitmen organisasional, orientasi kerja tim, sistem penghargaan dan motivasi kerja. ## Rekomendasi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak terkait yaitu PT BPR Shinta Daya untuk lebih mengintensifkan keterlibatan pegawai dalam proses penyusunan anggaran ( partisipatif budged ), dengan cara selalu melakukan komunikasi antara atasan dan bawahan, pimpinan selalu mengontrol dan memonitor kerja pegawai, serta penyaringan pendapat atas kebutuhan pegawai untuk proses operasional perusahaan sebab terbukti partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Ruang lingkup penelitian ini hanya pada pegawai PT BPR Shinta Daya Yogyakarta. Maka disarankan agar penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian pada berbagai sektor dengan ruang lingkup yang lebih luas, agar dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih baik. ## DAFTAR PUSTAKA Anthony, R. N.dan V. Govindarajan (2005), Management Control System, 11 th ed. Jakarta: Salemba Empat Aziz, Noor (2012), “Analisis Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Anggaran Dan Umpan Balik Terhadap Peningkatan Kinerja Manajerial Melalui Kepuasan Kerja dan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating. Analisis Manajemen”. (Online). Vol. 5 No. 1 Juli 2011. http://www.jurnal.umk.ac.id [diakses 5 Oktober 2014] Chong, V.K. dan K.M. CHong (2002), “Budget Goal Commitment and Informational Effects of Budget Participation on Performance: A Structure Equation Modeling Approach” . Behavioral Research in Accounting, Vol 14. Clinton, B.D. & Hunton, J.E (2001), “Linking Participative Budgeting Congruence To Cor- poration Performance”. Behavior Research In Accounting, 13, pp 65-86 Gorrison, Ray H, Nooren, Eric W. (2000), Managerial Accounting . Terjemahan Budi Santoso. Jakarta: Salemba Empat Hansen dan Mowen (2006), Akuntansi Manajemen (Terjemahan), Edisi 7, Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, Nur, Bambang Supomo (2008) “Accountancy Development in Indonesia : The Effect of Participativeh Budgeting on Job Performance and Job Satisfaction with Locus of Control and Cultural Dimensions as Moderating Variables”. Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi. LPFEUI, Jakarta. Mangkunegara (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia , Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muhlis, Syarif uddin dan Mediaty (2012), “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Dengan Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Moderator (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Barru Sul-Sel)”, (Online). [diakses 10 Oktober 2014] Mulyadi (2001), Akuntansi Manajemen (Konsep, Manfaat, dan Rekayasa), Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat. Mulyasari, Windu dan Slamet Sugiri (2005), “Keadilan, Komitmen pada Tujuan dan Job- relevant Information dalam Penganggaran Partisipatif”, Jurnal Riset Akuntansi Indo- nesia . (Online). No. 3, 310-324. http:// repository.usu.ac.id [diakses 5 Oktober 2014 Robbins, Stephen P. (2003), Perilaku Organisasi. Terjemahan, Jakarta: PT Prenhallindo Wentzel, K. (2002), The Influence of Faiess Pereption and Goal Commitment on Manager’s perfomance in a budget Setting, Behavior Research Accounting, 14, pp. 247-271 Wihasfina, Frisilia (2007), “Pengaruh Partisipasi penyusunan Anggaran pada PT Cakra Com- pact Alumunium”, Skripsi . Universitas Sumatera Utara Medan. Wiyono, Gendro (2011), Merancang Penelitian Bisnis dengan alat analisis SPSS 17.0 & SmartPLS 2.0, Yogyakarta: STIM YKPN. ## PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI STUDI KASUS PADA PADA PT BPR SHINTA DAYA
ec5d67bb-e6cb-4dee-ba21-25baeefcbc11
https://ummaspul.e-journal.id/maspuljr/article/download/3178/1011
Vol. 6 – No. 1, year (2022), page 556-564 | ISSN 2548-8201 (Print) | 2580-0469) (Online) | Strategi Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Upaya Membentuk Kepedulian Sosial Siswa Hery Susanto 1 , Aji Setiaji 2 , Neneng Sulastri 3 1 Yayasan Himmatul Ummi Al Mabrur Bandung, Indonesia 2 Universitas Islam Nusantara Bandung, Indonesia 3 Universitas Islam Nusantara Bandung, Indonesia E-mail: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] Receive: 05/08/2021 Accepted: 21/12/2021 Published: 01/03/2022 ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung. Metode Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan okumentasi. Adapun hasil dari penelitian antara lain: (1) Perencanaan, melakukan pengamatan kondisi dan situasi sekolah, membuat konsep internalisasi nilai-nilai akhlak dalam setiap pembelajaran, mengorganisasikan sumber-sumber belajar, dan menetapkan evaluasi pembelajaran. (2) Pelaksanaan, di dalam kelas dengan pemberian motivasi dan nasehat-nasehat dan di luar kelas dengan kegiatan keagamaan yaitu Pembiasaan shalat dhuha berjama’ah melalui Ekskul Ikatan Remaja Mesjid, Tahfidz Qur’an, Bakti Sosial, Mengadakan pengajian dengan mendatangkan penceramah dari luar, Memperdengarkan bacaan murotal sebelum KBM. (3) Evaluasi, penilaian konteks evaluasi, penilaian tentang masukan, penilaian tentang proses, penilaian tentang produk/hasil. Adapun Implikasinya terhadap pembentukan sikap kepedulian siswa ialah terbiasa melaksanakan ibadah, menghormati guru, keakraban dengan teman yang lain, memiliki kepedulian terhadap orang lain yang terkena musibah, bersikap toleran, dan taat peraturan. Kata Kunci: Internalisasi, Kepedulian Sosial, Nilai-Nilai Akhlak, Strategi ## STRATEGY FOR INTERNALIZING NATURAL VALUES IN THE EFFORT TO ESTABLISH STUDENTS' SOCIAL AWARENESS ## Abstract This study aims to determine and analyze the strategy of internalizing moral values in an effort to form social awareness of students at SMKN 1 Majalaya, Bandung Regency. This research method uses a qualitative type with a descriptive approach. Data collection techniques used are observation, interviews and documentation. The results of the research include: (1) Planning, observing school conditions and situations, making the concept of internalizing moral values in each lesson, organizing learning resources, and determining learning evaluations. (2) Implementation, in the classroom by giving motivation and advice and outside the classroom with religious activities, namely the habituation of the dhuha prayer in congregation through the Extracurricular of the Mosque Youth Association, Tahfidz Qur'an, Social Service, Holding recitations by bringing in speakers from outside, Listening to the murotal reading before the KBM. (3) Evaluation, evaluation context assessment, input assessment, process assessment, product/outcome assessment. The implication for the formation of a caring attitude of students is that they are accustomed to worshiping, respecting teachers, familiarity with other friends, having concern for others who are affected by disasters, being tolerant, and obeying the rules. Keywords: Internalization, Social Concern, Moral Values, Strategy Pendahuluan Pada era globalisai saat ini, problem remaja terutama pelajar dan mahasiswa adalah terprovokasi yang terkendali sehingga berujung pada tawuran antar pelajar atau tawuran antar mahasiswa, seperti yang seringkali diberitakan di televisi dan media cetak. Terdapat di beberapa Kota besar, mahasiswa dan pelajar terlibat dalam penyalahgunaan obatan-obatan terlarang, seperti narkoba dengan berbagai jenisnya. Bahkan lebih parah lagi yaitu dalam perilaku penyimpangan sosial yang mereka lakukan dalam bentuk pergaulan bebas free sex, aborsi, homoseksual, lesbian dan lain-lain (Fitri, 2012). Melihat fenomena yang terjadi pada akhir-akhir ini. Pengembangan pribadi tidak sesuai dengan tujuan yang semestinya, banyak terjadi pelanggaran norma kemanusiaan yang dilakukan oleh peserta didik. Kebebasan yang mereka rasakan tidak dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan dalam pengembangan dirinya dan bagi orang lain, melainkan sebaliknya mereka gunakan untuk perbuatan yang tidak terpuji (Firdaus, 2020). Krisis di atas bersumber dari krisis moral, akhlak (karakter), yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pendidikan. Krisis karakter yang dialami bangsa saat ini disebabkan oleh kerusakan individu-individu masyarakat yang terjadi secara kolektif sehingga menjadi budaya. Dijelaskan juga oleh kepala sekolah SMK Negeri 1 Majalaya bahwasannya: Anak-anak sekarang karena terpengaruh arus globalisasi, anak sekolah zaman sekarang akhlak dan perilakunya berbeda dengan yang terdahulu. Semakin banyaknya siswa-siswi yang terjerat pergaulan bebas, narkoba dan lain-lainnya. Ini memang tugas dari sekolah beserta jajarannya dalam menanggulangi arus globalisasi seperti ini. Degradasi moral dan akhlak yang kurang sopan karena perkembangan arus globalisasi yang begitu pesat dan siswa belum bisa memfilter dari pengaruh globalisasi tersebut. Alternatif pemecahan masalah tersebut bisa melalui program kegiatan keagamaan maupun proses pembelajaran. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu. Pendidikan karakter yang memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat tercapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik. Maka dari itu pendidikan karakter sangat penting. Dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah membuat lembaga pendidikan harus mempunyai strategi dalam menetralisir perkembangan globalisasi yang pesat ini dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, lembaga pendidikan juga mempunyai kebijakan progam atau rencana kegiatan dalam menghadapi perkembangan globalisasi tersebut dan dapat menimbulkan karakter religius. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Majalaya merupakan sekolah unggulan yang terkenal di Kabupaten Majalaya, khususnya dengan banyak prestasi dalam berbagai kompetisi. Masing-masing sekolah mempunyai keunggulan program yang berbeda dan mempunyai ciri khas masing-masing. Keunggulan SMK Negeri 1 Majalaya di antaranya adanya prioritas dalam pelaksanaan ibadah seperti Shalat Dzuhur berjama’ah, Shalat dhuha berjama’ah, Shalat Jum’at berjama’ah yang bergilir setiap kelas, bagi setiap siswa yang beragama Islam apabila ketemu dianjurkan mengucapkan salam, setiap kegiatan agama atau hari besar Islam siswa ber pakaian muslim, adanya do’a bersama setiap bulan, dan ekstrakurikuler remaja Islam. Namun ketika peneliti observasi awal di SMK Negeri 1 Majalaya, bahwasanya masih ditemukannya siswa yang membeli jajan di kantin sekolah ketika adzan sudah dikumandangkan. Kesadarannya dari masing- masing siswa masih minim, dan ajakan dari tenaga pendidik maupun warga sekolah belum memberikan contoh teladan kepada siswanya untuk semua siswa muslim dalam berjama’ah. Padahal sesuatu harus didasari dengan sikap teladan dari warga sekolah, misalnya dengan adanya teguran dan himbauan dari petugas piket ataupun guru yang bersangkutan untuk mengajak shalat berjama’ah di masjid. Ada yang masih ngobrol dengan teman sekelas. Begitupun ketika shalat jum’ah di masjid masih ada yang ketika khutbah masih di luar. Padahal merupakan rukun mendengarkan khutbah. Dari permasalahan di sekolah yang ditemui bahwasannya peran dari lembaga sangat penting mengatasi permasalahan disekolah tersebut. Salah satunya merencanakan program kegiatan keagamaan. Kegiatan keagamaan merupakan progam kegiatan sebagai suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah SWT dengan menjalankan syari’at Islam sehingga mereka menjadi manusia yang hidup bahagia di dunia dan akhirat. Maka dari itu, kegiatan keagamaan di lembaga pendidikan dengan tujuan untuk internalisasi karakter religius siswa, memberikan inspirasi, motivasi dan stimulasi agar potensi remaja berkembang dan diaktifkan secara maksimal, menambah ilmu pengetahuan Agama Islam dan menjalin silaturahmi (Syukir , 1983). Internalisasi nilai-nilai akhlak dalam kegiatan keagamaan di atas dengan tujuan memberikan pemahaman tentang agama kepada para siswa, terutama tanggung jawab manusia sebagai pemimpin yang harus arif dan bijaksana, selain itu juga mereka diharapkan memiliki pemahaman Islam yang inklusif tidak ekstrim yang menyebabkan Islam menjadi agama eksklusif. Kendati demikian, keberadaan sikap moderat tersebut mesti tertanam dalam diri setiap individu, guna hadirnya kenyamanan, ketentraman, kesejahteraan dalam beribadah, bersosial dan berbudaya (Fauzian, 2021). Faktor utama dalam internalisasi nilai-nilai akhlak dalam kegiatan keagamaan ini harus mendapat dukungan oleh berbagai pihak sekolah terutama yang ada di sekolah seperti kepala sekolah, tenaga pendidik, guru PAI, guru mata pelajaran lain yang beragama Islam, staff dan pegawai. Sebagai keteladanan ini akan menjadikan contoh bagi siswa untuk giat dalam melaksanakan kegiatan keagamaan dan untuk membentuk pribadi siswa memiliki kepribadian yang tangguh, mempunyai kedisiplinan yang tinggi (Sahlan, 2010). Internalisasi nilai-nilai akhlak penting dilakukan dalam pembelajaran karena lembaga pendidikan harus menjadi motor penggerak moderasi Islam. Sekolah menjadi sarana tepat guna menyebarkan sensitivitas peserta didik pada ragam perbedaan. Membuka ruang dialog, guru memberikan pemahaman bahwa agama membawa risalah cinta bukan benci dan sistem di sekolah leluasa pada perbedaan tersebut. Guru mempunyai peran yang sentral dalam memberikan informasi, pengetahuan serta penanaman nilai-nilai moderasi Islam kepada para siswanya, tidak hanya guru agama saja tetapi semua guru mata pelajaran yang lain juga harus memiliki perspektif moderasi Islam. Guru tidak boleh menjadi juru bicara kelompok anti pancasila, menanamkan nilai-nilai kebencian terhadap orang atau kelompok lain, dan mengarahkan siswa agar mempunyai cara padang yang radikal, serta menggerakkan siswa agar bertindak intoleran dengan menghalalkan berbagi cara. Pelaksanaan Internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam di SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung dilaksanakan rutin setiap hari dan disesuaikan dengan jadwal kegiatan itu sendiri dengan terstruktur. Kegiatan tersebut wajib dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah, mulai dari peserta didik, para guru dan staf karyawan serta kepala sekolah, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk seluruh warga sekolah, bukan hanya tanggung jawab kepala Sekolah dan guru PAI saja, untuk guru pada disiplin ilmu yang lain ikut pula berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini untuk mendidik, mengerahkan, serta membimbing para peserta didiknya. Namun berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan di SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung, terdapat masalah berkenaan dengan perilaku akhlak peserta didik sehari-hari. Seperti ada peserta didik yang tawuran, melakukan perkelahian dengan temannya, berprilaku tidak sopan kepada guru, pergaulan bebas dengan sesama teman, sering tidak masuk sekolah, membolos pada jam sekolah, prestasi belajarnya di bawah KKM, budi bahasanya kurang santun, bahkan sering sekali dalam proses belajar mengajar terjaring razia karena ketahuan sedang menggunakan HP pada saat sedang pembelajaran (Wawancara dengan waka kesiswaan, 21 September 2021). Strategi internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam ini perlu dilakukan dengan berbagai langkah dan upaya yang sistemik, juga upaya membentuk kepedulian sosial siswa. Akhlak sebagai salah satu bagian terpenting dalam pendidikan hendaknya menjadi fokus utama dalam upaya pembentukan menjadi manusia dewasa yang siap untuk mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir. Pendidikan akhlak diharapkan akan mampu mengembangkan nilai- nilai yang dimiliki peserta didik menuju manusia dewasa yang berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai Islam. Berdasarkan problem di atas, maka seorang guru PAI dituntut untuk mempunyai terobosan-terobosan baru yang dinilai dapat meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam. Guru PAI harus mampu menyisipkan strategi internalisasi nilai-nilai pendidikan Agama Islam di dalam setiap kegiatan yang ada di sekolah, sebagai upaya membentuk kepedulian sosial siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti sangat tertarik untuk meneliti “Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Upaya Membentuk Kepedulian Sosial Siswa SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung”. Metode Metode penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus. Studi kasus menurut Nursalam adalah merupakan penelitian yang mencakup pengkajian bertujuan memberikan gambaran secara mendetail mengenai latar belakang, sifat maupun karakter yang ada dari suatu kasus, dengan kata lain bahwa studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Penelitian dalam metode dilakukan secara mendalam terhadap suatu keadaan atau kondisi dengan cara sistematis mulai dari melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi dan pelaporan hasil (Nursalam, 2016). Pendekatan atau pola penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pola pendekatan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk membahas gejala- gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, menggunakan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Riyanto, 2011:3). Teknik pengumpulan data yang dilakukan ialah observasi, wawancara dan dokumentasi. observasi lapangan yang memuat profil, program unggulan, program pembiasaan, serta program pembelajaran lainnya. Wawancara dilakukan kepada Kepala Sekolah, guru, Staff TU dan siswa. Sementara itu, dokumentasi dilakukan dengan pengumpulan dokumen-dokumen penting yang mendukung data dapat dianalisis serta dihubungkan dengan tujuan penelitian. Analisis data berbentuk analisis kualitatif. Analisis ini memiliki tahapan penting, antara lain: pengumpulan data, pemilahan data, penganalisisan data hingga pada tahap penarikan simpulan. Tahapan ini dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi di lapangan. ## Hasil dan Pembahasan Profil singkat SMK N 1 Majalaya Kabupaten Bandung Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Majalaya mulai berdiri pada bulan Juni 2007, yang beroperasi pada tahun pelajaran 2007-2008, dengan menempati tempat belajar menumpang di SMP Negeri 1 Majalaya selama 1 tahun, membuka dua program keahlian dengan jumlah siswa 81 orang pada program keahlian Tekhnik Komputer Jaringan dan program keahlian Tekhnik Elektronika Industri dengan jumlah siswa 18 orang, sehingga jumlah siswa keseluruhan adalah 99 orang. Pada tahun pelajaran 2008-2009 lokasi sekolah pindah ke Balekambang, tepatnya mengontrak disebuah bangunan bekas sekolah swasta milik Yayasan Pendidikan Syukur 8 Majalaya yang berlokasi di Desa Sukamaju Kecamatan Majalaya, pada tahun kedua SMK Negeri 1 Majalaya memiliki jumlah siswa sebanyak 226 orang. Pada tahun ke tiga berdirinya SMK Negeri 1 Majalaya, masih menempati lokasi di Balekambang, dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah bernama Drs. Samsudin Hermawan, yang merupakan Kepala Sekolah Pelaksana Harian (Plh) karena SMK Negeri 1 Majalaya masih menginduk kepada SMK Negeri 2 Baleendah yang pada saat itu Kepala Sekolahnya di jabat oleh Drs. Asep Rusmana. Pada tahun itu SMK Negeri 1 Majalaya memiliki total jumlah murid sebanyak 452 orang yang terdiri dari 178 orang di Jurusan TEI, dan 274 orang di Jurusan TKJ Pada tahun pelajaran 2009-2010, barulah sekolah ini memiliki bangunan sendiri dengan jumlah ruang kelas sebanyak 8 (delapan) ruang, 2 ruang praktek untuk bengkel Teknik Elektro dan bengkel praktek Teknik Komputer, satu ruangg TU dan guru serta satu ruang Kepala Sekolah, pada tahun pelajaran 2009-2010 lulusan pertama SMK Negeri 1 Majalaya dilepas sebanyak 96 orang yang sekarang telah bekerja di perusahaan-perusahaan daerah dan sebagian lagi melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Perencanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Upaya Membentuk Kepedulian Sosial Siswa SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung Perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam dibuat oleh guru dengan mempersiapkan RPP yang sesuai dengan Kurikulum 2013, tidak hanya sebagai tugas guru secara formal. Lebih dari itu, guru tersebut merasa ada tanggung jawab moral dalam merealisasikannya. Perencanaan internalisasi nilai-nilai akhlak dibuat oleh Waka Kurikulum dengan mempersiapkan RPP yang sesuai dengan Kurikulum 2013, tidak hanya sebagai tugas guru secara formal. Lebih dari itu, guru tersebut merasa ada tanggung jawab moral dalam merealisasikannya. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hasil rancangan guru pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang dirancang guru pelajaran Akidah Akhlak di atas diketahui bahwa dalam konsep yang dibuat berdasarkan penyerapan Kurikulum 2013 edisi revisi, di mana rancangan pelaksanaan kegiatan pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah yaitu dengan menentukan terlebih dahulu (1) kompetensi inti, (2) kompetensi dasar dan indikator, (3) tujuan pembelajaran, (4) materi pembelajaran, (5) metode pembelajaran, (6) media, alat/ bahan, sumber pembelajaran, (7) langkah- langkah kegiatan pembelajaran, meliputi kegiatan pendahuluan yang dilakukan dengan durasi 10 menit, kegiatan inti dengan durasi 50 menit di mana guru mengajak siswa untuk mengamati, menanya, eksplorasi/ eksperimen, mengasosiasi dan mengomunikasikan; kegiatan penutup dengan durasi waktu 10 menit, (8) penilaian yang dilakukan guru dengan tiga penilaian yaitu penilaian diri (sikap spiritual), penilaian pengetahuan dengan tes tulis, dan penilaian sikap ketrampilan. Proses perencanaan strategis seperti yang dimaksud dalam penelitian ini diartikan sebagai langkah-langkah atau cara-cara yang ditempuh sekolah dalam menyusun perencanaan strategis di sekolah. Penulis mengamati rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru telah memenuhi prinsip-prinsip dalam perumusannya, diantaranya: merumuskan tujuan penyajian bahan pengajaran; memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat dan sesuai dengan muatan dan keluasan materi yang akan disampaikan; dan menyusun evaluasi pembelajaran. Proses perencanaan strategi internalisasi nilai- nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa, guru sebagai seorang pengajar yang tugas utamanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa akan mampu menjalankan fungsinya jika secara optimal guru berusaha menjadi designer of instructions (perancang pengajaran). Guru sebagai designer of instructions harus memahami prinsip-prinsip belajar dalam upaya menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. SMKN 1 Majalaya setidaknya sudah memenuhi beberapa unsur utama yang ada dengan proses pertama merumuskan visi, melakukan analisis lingkungan strategis diikuti langkah ketiga merumuskan isu-isu strategis menjadi program-program strategis oleh satgas penyusun renstra, langkah keempat menyusun rencana program operasional berupa program kerja sekolah dan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Dalam merumuskan visi, misi dan tujuan SMKN 1 Majalaya adalah dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di sekolah tersebut, meliputi dewan guru, dewan komite, staff. Hal ini menunjukkan bahwa kepala sekolah sebagai pimpinan sekaligus manajer di sekolah tersebut telah memahami arti penting dari partisipasi dalam perencanaan strategis, dalam hal ini pada penyusunan visi, misi dan tujuan organisasi. Adapun langkah-langkah perencanaan strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa SMKN 1 Majalaya, mulai dari pengamatan kondisi dan situasi sekolah, membuat konsep internalisasi nilai-nilai akhlak; mengorganisasikan sumber-sumber belajar; dan menetapkan evaluasi pembelajaran, disesuaikan dengan Kurikulum 2013, dilakukan tidak hanya sebagai tugas guru secara formal. Lebih dari itu, guru tersebut merasa ada tanggung jawab moral dalam merealisasikannya. Menunjukkan jika guru, kepala sekolah dan seluruh stakeholder sekolah memiliki sikap tanggung jawab dan mengikuti perkembangan pendidikan secara umum juga menyesuaikan dengan kebutuhan siswa. Usaha kepala SMKN 1 Majalaya agar visi, misi dan tujuan sekolah dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh komponen sekolah, dilakukan sosialisasi sekaligus internalisasi visi, misi dan tujuan kemudian dipasang di tempat-tempat strategis, hampir di semua ruang terdapat visi, misi dan tujuan sekolah. Selain itu, di depan pintu masuk ditulis pada papan yang besar semacam baliho agar semua orang yang masuk SMKN 1 Majalaya ini bisa membacanya dengan mudah. Hal ini menunjukkan bahwa tahapan yang sedang terjadi pada SMKN 1 Majalaya berkaitan dengan menyamakan visi termasuk pada tahap lembaga berkembang. Menurut pengalaman banyak kasus, setiap upaya perencanaan strategis umumnya selalu melibatkan sebuah tim perencana strategis. Sebuah tim diperlukan karena beberapa alasan. Sebuah tim perencanaan strategis yang berfokus organisasi perlu mempunyai dampak lintas organisasi. Tim tersebut akan dapat menghimpun informasi yang diperlukan dan solusi yang diusulkan, secara organisatoris, lebih mempunyai legitimasi. Internalisasi nilai-nilai akhlak ini tidaklah mudah harus melalui usaha- usaha dan strategi yang benar- benar bisa untuk menerapkannya dalam pendidikan siswa dan harus bekerjasama dengan berbagai pihak dalam merealisasikannya. Bukan hanya guru agama Islam yang berkewajiban melakukannya tetapi juga didukung oleh berbagai pihak terutama kepala sekolah yang menjadi pimpinan tertinggi di sebuah lembaga sekolah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain: pertama, Pengamatan lingkungan. Ini terdiri dari dua bagian yaitu, lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dalam lingkunganlah anak didik hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang disebut ekosistem. Saling ketergantungan antara lingkungan biotic dan abiotik tidak dapat dihindari. Itulah hukum alam yang harus dihadapi oleh anak didik sebagai makhluk hidup yang tergolong kelompok biotik. Kedua, perumusan Strategi. Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan lembaga. Perumusan strategi meliputi menentukan misi perusahaan/organisasi, menentukan tujuan-tujuan yang dapat dicapai, mengembangkan strategi, dan menetapkan pedoman kebijakan. Ketiga, Implementasi strategi. Proses mewujudkan strategi dan kebijakan dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran, dan prosedur. Keempat, Evaluasi dan pengendalian. Proses yang melaluinya aktivitas- aktivitas organisasi dan hasil kinerja yang dimonitor dan kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan kinerja yang diinginkan (Hunger & Wheelen, 2012). Perencanaan dalam sebuah strategi pendidikan dalam internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa ini sangatlah diperlukan agar tujuan dari internalisasi ini bisa tercapai dengan baik. Adapun perencanaan strategi internalisasi nilai-nilai akhlak yang disusun SMKN 1 Majalaya diantaranya adalah: Pertama, pengamatan kondisi dan situasi sekolah dimana program- program yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan budaya sekolah yang religius, sehingga internalisasi nilai-nilai akhlak dapat dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah. Kedua, membuat konsep internalisasi nilai-nilai akhlak dalam setiap pembelajaran. Terdapat perencanaan pembelajaran yang menyusun tujuan belajar agar dapat tercapai hasil secara optimal. Secara periodik guru merencanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam satu tahun sekali setiap akan berakhirnya tahun ajaran atau sebelum tahun ajaran. Perencanaan pengajaran yang dibuat mengacu pada Kurikulum 2013, yang dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah. Bedanya adalah, sebagai tindak lanjut internal dari perencanaan pembelajaran ini. Ketiga , mengorganisasikan sumber-sumber belajar. Guru Pendidikan Agama Islam SMKN 1 Majalaya menghubungkan sumber-sumber belajar dengan internalisasi nilai-nilai akhlak, baik itu sumber yang berasal dari buku juga sumber belajar nonbuku. Keempat , menetapkan evaluasi pembelajaran. Guru Pendidikan Agama Islam menentukan jenis evaluasi dan alat evaluasi serta item-item soal tiap tes yang akan dilakukan, disesuaikan dengan muatan materi yang diajarkan. ## Pelaksanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Upaya Membentuk Kepedulian Sosial Siswa SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung SMKN 1 Majalaya melaksanakan proses penanaman internalisasi nilai-nilai akhlak kepada siswa melalui dua kegiatan yaitu pertama di dalam kelas melalui proses pembelajaran dikelas dan kedua adalah kegiatan di luar kelas melalui beberapa kegiatan keagamaan. Strategi internalisasi nilai-nilai akhlak ini tidak instan saja namun membutuhkan proses, dalam hal ini disampaikan Guru Pendidikan Agama Islam: “Memang menginternalisasi nilai-nilai agama Islam itu tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dalam hal ini memang semua pihak yakni guru agama dan kepala sekolah perlu adanya strategi dalam menginternalisasikan nilai-nilai agama Islam. Namun tidak hanya guru agama saja yang berperan, melainkan guru yang lainnya juga ikut membantu. Semua warga sekolah SMKN 1 Majalaya berupaya dan mendukung dalam hal tersebut (Wawancara dengan Guru PAI SMKN 1 Majalaya, pada tanggal 7 September 2021) Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh SMKN 1 Majalaya dalam rangka internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa yang ditanamkan melalui program kegiatan keagamaan adalah dengan kegiatan yaitu dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas yaitu dengan reward and punishment , pembiasaan (kegiatan rutin sekolah), keteladanan, persuasive , aturan-aturan (norma) Dari paparan di atas, SMKN 1 Majalaya berusaha untuk meningkatkan nilai-nilai pendidikan agama Islam melalui beberapa kegiatan keagamaan dengan pembiasaan dalam shalat berjama’ah, pembelajaran dikelas juga. Dari rangkaian beberapa kegiatan keagamaan diharapkan karakter siswa lebih baik sesuai dengan ajaran agama. Pembiasaan tidak hanya kegiatan wajib saja, namun dalam hal kegiatan lain juga ada yang membangkitkan motivasi dan membersihkan hati Hal senada juga disampaikan oleh Guru PAI selaku penanggung jawab kegiatan keagamaan dan guru pendidikan agama Islam. Dari pernyataan di atas bahwasannya dapat disimpulkan strategi internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam ini dibangun dari pembiasaan, pembinaan maupun ajakan dari guru untuk mengajak siswanya. Sebagai dasar pembiasaan dalam kegiatan yang mendasar. Namun ketika semua itu tidak akan berjalan lancar ketika semua warga sekolah tidak mendukung. Jadi semua warga sekolah dari kepala sekolah sebagai pemimpin hingga ke bawah harus bersama-sama mendukung kegiatan keagamaan antara lain: tahfidz qur’an, bakti sosial, mengadakan pengajian dengan mendatangkan penceramah dari luar, dan memperdengarkan bacaan murotal sebelum KBM. Peneliti mengamati jika guru mata pelajaran Akidah Akhlak, berusaha menampilkan sebagai seorang manajer pendidikan di kelas, dibuktikan dengan sudah memiliki perencanaan pengajaran dalam bentuk RPP mata pelajaran Akidah Akhlak. RPP tersebut disusun dalam rangka supaya proses pembelajaran terarah sesuai dengan yang sudah direncanakan. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh SMKN 1 Majalaya dalam rangka internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa yang ditanamkan melalui program kegiatan keagamaan adalah dengan kegiatan yaitu dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas yaitu dengan: a) Di dalam kelas yaitu proses pembelajaran di kelas b) Di luar kelas melalui program kegiatan keagamaan 1) Pembiasaan shalat dhuha berjama’ah melalui Ekskul Ikatan Remaja keagamaan ini. 2) Tahfidz Qur’an 3) Bakti Sosial 4) Mengadakan pengajian dengan mendatangkan penceramah dari luar 5) Memperdengarkan bacaan murotal sebelum KBM Secara teoritis bahwasannya strategi internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam melalui program kegiatan keagamaan di SMKN 1 Majalaya. Dalam kegiatan keagamaan ini masing-masing ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi yaitu: a. Tahap Transformasi nilai: tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan pendidik dalam menginformasikan nilai- nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh. b. Tahap transaksi nilai yaitu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal balik. c. Tahap transinternalisasi, tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian jadi tahap ini komunikasi keprbadian yang berperan secara aktif (Muhaimin, 1996:153). Jika dihubungkan dengan teori, strategi yang pertama ditanamkan adalah dengan tahap transformasi nilai yaitu di SMKN 1 Majalaya dengan menjelaskan atau memberikan pengetahuan kepada siswa melalui proses pembelajaran PAI, motivasi maupun nasehat-nasehat. Seperti halnya dalam tahap mengetahui dan guru memberikan suatu konsep juga sebagai tahapan knowing (Tafsir, 2004). Pada tahap ini, seseorang mulai tertarik nilai yang penting bagi dirinya sendiri. Komunikasi yang dilakukan dalam tahap ini hanya satu arah. Seperti yang dilakukan guru PAI dalam menginformasikan dan mengarahkan internalisasi nilai-nilai akhlak kepada siswa seperti halnya siswa diberi arahan untuk melaksanakan sholat sunnah dhuha yang mana hal ini termasuk nilai syari’ah sebagai bentuk ibadah seorang hamba kepada Allah. Selain itu, siswa juga diarahkan untuk membaca al- asm’aul husna dan pembacaan beberapa surat dalam al-Qur’an yang mana hal ini termasuk nilai akidah sebagaimana membaca al-asm’aul husna untuk mengenalkan nama-nama Allah yang baik dan pembacaan beberapa surat dalam al-Qur’an sebagai wujud dari mengimani kitab-kitab Allah. Sedangkan dalam nilai akhlaknya adalah memberikan penjelasan mengenai mana akhlak yang baik dan tidak baik pada saat ada siswa yang berbicara tidak sopan kepada temannya, dan ibu Mukti memberitahukan bahwa berbicara tidak sopan itu tidak baik karena dapat menyakiti perasaan teman yang lain, maka dari itu, kita harus meminta maaf. Dalam hal ini, siswa memperhatikan dan mengikuti arahan yang di sampaikan oleh guru. Pada tahap ini, siswa mulai memahami serta menghargai suatu internalisasi nilai- nilai akhlak yang diajarkan oleh guru. Pada tahapan strategi yang kedua adalah transaksi nilai di SMKN 1 Majalaya, guru dan pengurus Osis serta guru dan kepala sekolah mengajak siswa siswinya untuk melaksanakan kegiatan keagamaan dengan kesadaran dan tanggung jawab. Seperti sholat berjama’ah, amal jariyah, baksos, memperingati hari besar Islam. Pada tahap ini adalah dia mampu melaksanakan setelah guru memberikan pengetahuan. Seperti halnya dalam praktek shalat jenazah, mereka bisa melaksanakannya dengan bimbingan guru. Pada tahap ini, komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi dua arah, artinya ada timbal balik antara guru dengan siswa. Tahap ini terjadi ketika guru memberikan contoh dan menjelaskan internalisasi nilai- nlai akhlak kepada siswa yang kemudian siswa memahami, menanggapi dan mencontohkan apa yang telah dilaksanakan guru mengenai nilai-nilai akhlak yang diajarkan. Seperti halnya yang dilaksanakan pada saat untuk mencontohkan sikap-sikap terpuji, dimana dijelaskan juga bagaimana cara melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari selain ibadah mahdah juga akhlak habluminanass (hubungan dengan sesama manusia), tidak boleh meremehkan teman, harus saling menghargai, menjaga kekompakan dalam bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, yang mana hal-hal tersebut termasuk ke dalam nilai akhlak. Penjelasan ini dengan harapan supaya dalam pelaksanaannya berjalan dengan baik. Dalam hal ini juga siswa menerima apa yang sudah dijelaskan oleh guru dan melaksanakannya dalam wujud pada saat pelaksanaan kegiatan sehari-hari baik di sekolah maupun di rumah. Pada tahapan strategi yang ketiga adalah transinternalisasi nilai yaitu dengan mengimplementasikan atau mengamalkan kegiatan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Di SMKN 1 Majalaya mengimplementasikan shalat berjama’ah, tadarus dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini adalah tahap knowing dan doing . Jadi tahap ini mengetahui dan juga melaksnaakan. Dan aspek ini lebih menekankan pada kesadaran siswa untuk mengamalkannya (Tafsir, 2004). Pada tahap transinternalisasi nilai ini merupakan hasil dari tahap-tahap sebelumnya. Apabila dalam tahap pertama dan kedua belum berhasil, maka penginternalisasian nilai pun belum maksimal. Begitupun sebaliknya. Maka dari itu, perlunya aktif melaksanakan nilai-nilai akhlak dalam kehidupan supaya nantinya penginternalisasian nilai-nilai akhlak ke dalam diri jiwa peserta didik menjadi lebih optimal. Dalam tahap ini, siswa mampu memahami dan melaksanakan internalisasi nilai-nilai akhlak yang sudah diinformasikan. Seperti halnya pada saat sedang melakukan Pembelajaran di kelas dan di luar kelas seperti pelaksanaan Sholat berjamaah, pengajian bersama, dan pelaksanaan bakti sosial. Kendati demikain, kokus di dalam pendidikan pembinaan akhlak adalah pembentukan mental anak atau remaja agar tidak mengalami penyimpangan. Dengan demikian akan mencegah terjadinya kenakalan remaja, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang, sebab pembinaan akhlak berarti seorang anak atau remaja dituntun agar lebih memiliki rasa tanggung jawab (Firdaus & Fauzian, 2018). Evaluasi Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Upaya Membentuk Kepedulian Sosial Siswa SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung Sekolah secara berkala melakukan rapat koordinasi sebagai bentuk pengawasan terhadap keberlangsungan program baik dalam segi kebijakan, pelaksanaan dan anggaran yang dibutuhkan dalam implementasi program. monitoring atau evaluasi pada dasarnya merupakan sebuah bentuk pengendalian terhadap manajemen sekolah dalam pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa ini. Di samping melakukan evaluai program, untuk mengetahui apakah program tersebut terlaksana atau tidak, hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penerapan pererencanaan strategis di SMKN 1 Majalaya memiliki pengaruh atau tidak terhadap peningkatan mutu pendidikan. Data yang diperoleh peneliti dilapangan, SMKN 1 Majalaya mengalami peningkatan dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa baik dari proses kegiatan belajar mengajar (KBM), prestasi yang diperoleh baik bidang akademik maupun non akademik. Program strategis internalisasi nilai-nilai pendidikan Agama Islam dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa yang telah disetujui dan dilaksanakan, maka perlu adanya evaluasi. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui program mana yang telah terlaksana dan program yang terlaksana akan tetapi belum menimbulkan dampak yang positif terhadap sikap siswa. Pelaksanaan program yang melibatkan hampir seluruh internal sekolah, maka dalam evaluasi yang dilakukan oleh SMKN 1 Majalaya juga mengikut sertakan semua pihak yang terkait, bahkan melibatkan pihak eksternal sekolah. Disamping melakukan evaluasi program, untuk mengetahui apakah program tersebut terlaksana atau tidak, hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penerapan pererencanaan strategis di SMKN 1 Majalaya memiliki pengaruh atau tidak terhadap peningkatan mutu pendidikan. Data yang diperoleh peneliti dilapangan, SMKN 1 Majalaya mengalami peningkatan dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa baik dari proses kegiatan belajar mengajar (KBM), prestasi yang diperoleh baik bidang akademik maupun non akademik. Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program (Arikunto, 2005). Dalam evaluasi ini yang menjadi target evaluasi adalah kegiatan dari implementasi program strategis apakah sudah tercapai atau belum. Ralph Tyler berpendapat bahwa evaluasi pendidikan ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi program pada dasarnya ialah proses mengumpulkan data atau informasi terkait sejauh mana tingkat ketercapaian dari suatu kegiatan dilaksanakan. Kemudian data tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan atau keputusan dalam perencanaan, serta sebagai pengontrol penerapan program. Evaluasi yang dilakukan oleh SMKN 1 Majalaya, tidak untuk mengetahui akhir memperbaiki program kedepannya. Evaluasi program sekolah ini mirip dengan model CIPP. CIPP merupakan model penilaian program yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam, model ini terdiri dari: (Yusuf, 2003) 1) Context Evaluation (penilaian konteks evaluasi) yang meliputi analisis masalah yang berhubungan dengan lingkungan pendidikan yang khusus. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penilaian konteks adalah penilaian terhadap kebutuhan, tujuan pemenuhan kebutuhan, karakter individu. 2) Input Evaluation (penilaian tentang masukan) meliputi pertimbangan tentang sumber dan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum dan khusus suatu program. 3) Process Evalution (penilaian tentang proses) meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan (dirancang) dan ditetapkan dalam praktik. 4) Product Evaluation (penilaian tentang product /hasil) penilaian evaluasi yang dilaksanakan oleh penilai dalam mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yang diterapkan. ## Simpulan Strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa di SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung sudah terinternalisasi dengan baik. Hal tersebut bisa dilhat dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dampak dengan hasil yang sangat baik. Selain itu kendala-kendala yang ada dalam proses internalisasi nilai-nilai akhlak ini dapat diatasi dengan solusi-solusi yang bisa diimplementasikan di sekolah. Perencanaan strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa di SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung dilakukan melalui langkah-langkah: (1) Melakukan pengamatan kondisi dan situasi sekolah, (2) Membuat konsep internalisasi nilai-nilai akhlak dalam setiap pembelajaran. (3) Mengorganisasikan sumber-sumber belajar. (4) Menetapkan evaluasi pembelajaran. Pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa di SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung yaitu dengan dua kegiatan: (1) Di dalam kelas dengan pemberian motivasi dan nasehat-nasehat dan (2) Di luar kelas dengan kegiatan keagamaan Evaluasi strategi internalisasi nilai-nilai akhlak dalam upaya membentuk kepedulian sosial siswa di SMKN 1 Majalaya Kabupaten Bandung diantaranya: (1) Context Evaluation (penilaian konteks evaluasi), (2) Input Evaluation (penilaian tentang masukan). (3) Process Evalution (penilaian tentang proses). (4) Product Evaluation (penilaian tentang produk/hasil). Daftar Pustaka Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta: PT. Rineka Cipta. Fauzian, R. dkk. (2021). Penguatan moderasi beragama berbasis kearifan lokal dalam upaya membentuk sikap moderat siswa madrasah. AL-WiJDAN: Journal of Islamic Education Studies , VI (1), 1–14. Firdaus, M. A. & R. F. (2020). Pendidikan akhlak karimah berbasis kultur pesantren. Jurnal Pendidikan Islam , 11 (November), 136–151. Firdaus, M.Aditya dan Rinda Fauzian. (2018). Pendidikan Akhlak Karimah Berbasis Kultur Kepesantrenan, Bandung: Alfabeta. Fitri, Z & Agus. (2012). Pendidikan Karakter berbasis Nilai dan etika di sekolah , Yogyakarta: ArRuzz Media. Majid, A. dan Muhaimin, A. (1993 ). Pemikir Pendidikan Islam Kajian Filosofi Dan Kerangka Dasar Operasionalnya . Bandung, Triganda Karya. Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif (ed. Revisi). Bandung: Rosda. Mulyasa, E. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter . Bandung: Rosda. Sahlan, A. (2010). Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi) , Malang: UIN PRESS. Syukir, A. (1983). Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam , Surabayat : Al-Ikhlas. Tafsir, A. (2004). Ilmu Pendidikan Dalam dalam Persfektif Islam . Bandung: Remaja Rosda karya Offset. Tanzeh, A. (2011). Metodologi Penelitian Praktis . Yogyakarta: Teras. Tatapangarsa, H. (1990). Pengantar Kuliah Akhlak, Surabaya : Bina Ilmu. Wibowo, A. (2012). Pendidikan Karakter, Strategi Membangun KarakterBangsa Peradaban . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wina Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan . Jakarta: Kencana. Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter dalam Prespektif Teori dan Praktek , Yogyakarta: UNY Press.
9a66f8c0-7e93-4b1e-a29e-c708a4896698
https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/download/140/205
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia – ISSN : 2541 0849 e-ISSN : 2548-1398 Vol. 2, No 6 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA FUNGSI PERAWAT SUPERVISOR DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG INSTALASI RAWAT INAP RSUD 45 KUNINGAN TAHUN 2015 ## Aria Pranatha dan Iis Suciati Sekolah Tinggi IlmuKesehatanKuningan (STIKKU) [email protected] ## Abstrak Permasalahan yang menyangkut mutu dan kinerja keperawatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya penerapan fungsi perawat supervisor yang belum optimal. Hasil pelaksanaan evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2010 belum maksimal baru mencapai 75%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2015. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan analitik inferensial yang bertujuan untuk melakukan analisa hubungan antara variabel dengan melakukan pengujian hipotesis. Teknik pengambilan sampel dengan Total Population Sampling. Sampel yang diambil adalah perawat di ruang VIP, ruang bedah dan ruang penyakit dalam sebanyak 52 orang. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu fungsi perawat supervisor, sedangkan variabel terikat yang diteliti yaitu motivasi kerja perawat pelaksana. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji statistik Spearman’s rho diperoleh nilai p value 0,004 < nilai α (0,05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2015. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bagi perawat untuk dapat meningkatkan motivasi kerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar pelayanan yang diberikan, bagi kepala ruangan untuk dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk memotivasi dan mengawasi pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat pelaksana, untuk Kabid Keperawatan disarankan supervisi yang dilaksanakan agar lebih terfokus pada kegiatan perawat, bagi peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan di tempat yang berbeda. Kata Kunci: Fungsi, Motivasi, Supervisor dan Pelaksana ## Pendahuluan Rumah Sakit sebagai salah satu tatanan pemberi jasa pelayanan kesehatan harus mampu menyediakan berbagai jenis pelayanan kesehatan yang bermutu. Rumah sakit juga merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat karya, padat pakar dan padat modal. Sumber daya manusia di rumah sakit (seperti : dokter, perawat, fisiotherafis, penata rontgen, dan lain-lain) mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berbentuk pelayanan medik, rehabilitasi medik dan pelayanan keperawatan sangat diperlukan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional di rumah sakit (Ilyas, 2008:47). Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang terdiri dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga paramedis non perawatan dan tenaga non medis. Tenaga perawatan merupakan tenaga terbanyak dan mereka mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Nursalam, 2002). Salah satu upaya yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah meningkatkan sumber daya manusia dan manajemen keperawatan (Samba, 2005:38). Kaitannya dengan pelaksanaan manajemen keperawatan, perlu didukung kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien oleh setiap perawat apakah sebagai staf, ketua tim, kepala ruang, pengawas atau kepala bidang (Keliat, 2008:71). Supervisi keperawatan adalah proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan supervisi adalah pemenuhan dan peningkatan kepuasan pelayanan kepada pasien atau klien. Adapun tujuan akhir dari supervisi adalah kebutuhan, keterampilan dan kemampuan perawat untuk dapat melakukan tugasnya (Keliat, 2008:74). Menurut Hubber (2000:37) seorang supervisor keperawatan diharapkan mampu mengelola pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan yaitu melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengendalian. Salah satu alat penilaian standar asuhan keperawatan di rumah sakit yaitu pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan untuk mengetahui kualitas asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Adapun ketetapan hasil yang diharapkan adalah pencapaian rata-rata lebih 86 %. Permasalahan yang menyangkut mutu dan kinerja keperawatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya penerapan fungsi perawat supervisor yang belum optimal. Berdasarkan data Depkes (2008) menunjukkan hasil pada semua aspek yang dinilai dan pencapaian rata-rata masih dibawah ketetapan (< 86%). Sehingga masalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan masih rendah. Hal ini terkait juga dengan pelaksanaan pengawasan perawat supervisor yang belum terlaksana dengan baik, karena belum tersedianya format pengawasan melalui supervisi langsung maupun tidak langsung. Hasil pelaksanaan evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2010 antara lain : pengkajian keperawatan mencapai 84%, diagnosa keperawatan mencapai 83%, perencanaan keperawatan mencapai 87%, tindakan keperawatan mencapai 71%, evaluasi keperawatan mencapai 65%, dan catatan asuhan keperawatan mencapai 84%. Sehingga pencapaian rata-rata standar asuhan keperawatan baru sebesar 75%. Menurut Depkes RI (2008) minimal pencapaian studi dokumentasi adalah 86%. Dengan demikian pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan masih belum maksimal (Komite Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Ruang Anak RSUD 45 Kuningan terhadap 10 orang perawat diperoleh data sebanyak 7 responden menyatakan kadang-kadang melakukan pencatatan keperawatan dan sebanyak 3 orang sering melakukan pencatatan keperawatan. Dari 6 responden menyatakan alasannya karena kurangnya motivasi untuk melakukan pencatatan asuhan keperawatan, 2 responden menyatakan karena kurangnya fungsi pengawasan dari perawat supervisor terhadap pendokumentasian keperawatan dan 2 responden menyatakan pengisian asuhan keperawatan tidak berpengaruh terhadap angka kredit fungsional perawat untuk kenaikan pangkat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang “Hubungan Antara Fungsi Perawat Supervisor dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. ## Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi analitik dengan rancangan cross sectional yaitu untuk melihat hubungan fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di ruang VIP, ruang bedah, dan ruang penyakit dalam sebanyak 52 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik total sampling yaitu pengambilan sampel secara keseluruhan pada responden yaitu berjumlah 52 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang merupakan suatu bentuk instrumen pengumpul data yang sangat fleksibel, terperinci, lengkap dan relatif mudah digunakan, sering juga disebut daftar pertanyaan atau angket (Badriah, 2012:120). Kuesioner dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu kuesioner fungsi perawat supervisor dan variabel motivasi kerja perawat pelaksana. Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, menggunakan uji statistik Rank Spearman . Dalam korelasi Rank Spearman, jenis data yang dikorelasikan adalah data ordinal. Namun selain menggunakan analisis seperti yang dijabarkan di atas, peneliti juga menggunakan dua teknik analisis yang berlainan untuk keperluan yang juga berlainan. Teknik analisis yang dimaksud adalah teknik analisis univariat dan bivariat. Teknik univairiat merupakan teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis objek penelitian secara keseluruhan. Sedangkan teknik bivariate adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel. ## Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1. Analisis Univariat Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, distribusi frekuensi fungsi perawat supervisor dan motivasi kerja perawat pelaksana sebagai berikut: Tabel 1 Distribusi frekuensi Fungsi perawat supervisor Fungsi PerawatSupervisor Jumlah (f) % Baik 34 65,4 Kurang Baik 18 34,6 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab baik untuk fungsi perawat supervisor sebanyak 34 orang (65,4%) dan sebagian kecil responden menjawab kurang baik sebanyak 18 orang (34,6%). Tabel 2 Distribusi frekuensi Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Jumlah (f) % Baik 36 69.2 Kurang Baik 16 30,8 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab baik untuk motivasi kerja perawat pelaksana sebanyak 36 orang (69,2%), dan sebagian kecil responden menjawab kurang baik sebanyak 16 orang (30,8%). ## 2. Analisis Bivariat Berikut ini disajikan hasil analisis Rank Spearman seperti ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Hubungan Fungsi Perawat supervisor dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Fungsi Perawat Supervisor Motivasi Kerja p value Koefisien Korelasi (r) Baik Kurang Baik Baik 28 (82,4 %) 6 (17,6 %) 0,004 0,391 Kurang Baik 8 (44,4%) 10 (55,6 %) Jumlah 36 16 Dari tabel di atas peneliti mendapati hubungan fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana cenderung mencolok. Hal tersebut terlihat saat fungsi perawat supervisor baik motivasi kerja perawat pelaksana cenderung baik dengan prosentase 82,4% memiliki motivasi kerja baik dan 17,6% sisanya memiliki motivasi kerja yang kurang baik. Namun saat fungsi perawat supervisor kurang baik motivasi kerja perawat pelaksana cenderung kurang baik. Hal tersebut terlihat dari 55,6% perawat pelaksana memiliki motivasi kerja yang kurang baik sedang sisanya –yakni 44,4%– memiliki motivasi kerja yang sebaliknya. ## B. Pembahasan 1. Fungsi Perawat Supervisor Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden menjawab baik untuk fungsi perawat supervisor sebanyak 34 orang (65,4%), dan sebagian kecil responden menjawab kurang baik sebanyak 18 orang (34,6%). Berdasarkan hasil penelitian, penulis berpendapat bahwa fungsi perawat supervisor sangat bermanfaat. Perawat supervisor sangat diperlukan karena untuk dapat mengawasi dan memotivasi peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan rekan perawat di ruangan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa tenaga kesehatan perlu diawasi dan dibina. Kaitannya dengan hal tersebut, menurut F. Herzberg tentang teori motivasi disebutkan bahwa salah satu faktor yang memperngaruhi motivasi kerja ditentukan oleh kualitas supervisi. Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa orang tidak mau bekerja keras disebabkan oleh : supervisi yang lemah, kurangnya motivasi, kondisi kerja yang jelek, penghargaan prestasi yang kurang, hubungan kerja yang jelek dan kejenuhan serta kurang informasi tentang tugas dan tanggung jawab dan kesulitan pribadi. Pendapat lain dikemukakan oleh Nursalam (2003) bahwa untuk mencapai tujuan pelayanan rumah sakit, khususnya pelayanan keperawatan diperlukan supervisor keperawatan. Swansburg (1990) dalam Hasibuan (2004) menjelaskan bahwa supervisi adalah suatu proses kemudahan pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan. Kaitannya dengan hasil penelitian ini, sebagian besar responden menyatakan fungsi perawat supervisor termasuk kategori baik. Hal tersebut diketahui dari jawaban responden yang menjawab perawat supervisor bisa mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif sebanyak 18 responden (34,6%), sebanyak 19 responden menjawab dengan adanya perawat supervisor mengharapkan keterampilan dan kapasitas kerja perawat pelaksana dapat digunakan sesuai prosedur (36,5%) serta 15 responden menjawab bahwa fungsi perawat supervisor dapat memperhatikan sistem perlindungan kerja (28,9%). Menurut pendapat penulis, fungsi perawat supervisor sangat diperlukan untuk mengobservasi, membimbing dan mengarahkan perawat pelaksana sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dapat tercapai. Perawat supervisor dapat mengevaluasi kondisi kerja yang sedang dihadapi perawat pelaksana. Dengan demikian upaya menciptakan suasana kerja yang kondusif dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja khususnya bagi perawat pelaksana. Sehingga perawat dapat dengan leluasa mengaplikasikan keterampilan yang dimiliki dan meningkatkan kualitas kerja perawat sesuai dengan prosedur pelayanan yang berlaku. 2. Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden menjawab baik untuk motivasi kerja perawat pelaksana sebanyak 36 orang (69,2%), dan sebagian kecil responden menjawab kurang baik sebanyak 16 orang (30,8%). Berdasarkan hasil penelitian, penulis berpendapat bahwa motivasi kerja perawat dapat bersifat internal atau eksternal bagi seorang perawat yang menyebabkan timbulnya sikap semangat dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Terry dalam Handoko (2001:82), Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan. Keinginan dan kegairahan kerja dapat ditingkatkan atas pertimbangan tentang dua aspek motivasi yang bersifat statis. Aspek statis pertama sebagai kebutuhan pokok manusia yang menjadi dasar bagi harapan yang akan diperoleh melalui tujuan organisasi. Aspek statis kedua adalah berupa perangsang atau insentif yang diharapkan dapat menjadi kebutuhan pokok yang diharapkan. Pendapat lain mengenai motivasi kerja antara lain dari pendapat dari Stoner (2003:45), motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberikan kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu. Sedangkan menurut Purwanto (2001:87), motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku. Kaitannya dengan hasil penelitian ini, sebagian besar responden menyatakan motivasi kerja perawat pelaksana termasuk kategori baik. Hal tersebut diketahui dari jawaban responden yang menjawab pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan merupakan bentuk dari dukungan kepada program perawat supervisor sebanyak 23 responden (44,3%), sebanyak 22 responden menjawab dengan adanya perawat supervisor dapat meningkatkan semangat kerja perawat (42,3%) serta 7 responden menjawab bahwa dapat membuka wawasan yang baru (13,5%). Menurut pendapat penulis, motivasi kerja perawat pelaksana harus selalu dipertahankan bahkan untuk lebih ditingkatkan. Dengan adanya supervisi merupakan suatu bentuk pengakuan bahwa kinerja perawat sangat diperhatikan. Hal tersebut merupakan azas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada perawat atas prestasi kerja yang dicapainya. Perawat akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya dalam melaksanakan pelayanan keperawatan. 3. Hubungan Antara Fungsi Perawat Supervisor Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD “45” Kuningan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari jumlah 52 responden, terdapat 34 responden yang menilai fungsi perawat supervisor termasuk baik. Dari jumlah tersebut, perawat yang memiliki motivasi baik sebanyak 28 orang (82,4%) dan yang memiliki motivasi kurang baik sebanyak 6 orang (17,6%). Dari jumlah 18 responden yang menjawab fungsi supervisor termasuk kurang baik, terdiri dari 10 orang termasuk motivasi kurang (55,6%), dan 8 orang termasuk motivasi baik (44,4%). Hasil uji statistik dengan Spearman’s rho diperoleh nilai p value 0,004 < nilai α (0.05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2012.Dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan dan diterima. Angka koefisien korelasi sebesar 0,391 artinya hubungan antara fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana termasuk hubungan yang cukup. Fungsi perawat supervisor sesuai dengan teori yang dikemukakan Nursalam (2002) bahwa Kegiatan supervisi merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilaksanakan oleh pengelola (manajer) dari yang terendah, menengah dan atas. Manajer yang melakukan fungsi supervisi disebut supervisor. Di rumah sakit manajer keperawatan yang melakukan fungsi supervisi adalah kepala ruang, pengawas keperawatan, kepala seksi, kepala bidang dan wakil direktur keperawatan. Maka semua manajer keperawatan perlu mengetahui, memahami dan melaksanakan peran dan fungsinya sebagai supervisor (Nursalam, 2002). Penelitian ini sesuai dengan teori Nawawi (1998) dalam Syahrul (2003:37) mendefenisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang mengerjakan pekerjaan secara sadar. Sementara pendapat lain mengatakan motivasi sebagai kemampuan berjuang ke tingkat yang lebih tinggi menuju tujuan organisasi, dengan syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan. Pendapat lain yang mendukung penelitian yaitu pendapat yang dikemukakan oleh Keliat (2008). Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar peran dan fungsi supervisi dapat dijalankan dengan tepat. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan merupakan bentuk dari dukungan kepada program perawat supervisor (44,3%), adanya perawat supervisor dapat meningkatkan semangat kerja perawat (42,3%), dapat membuka wawasan yang baru (13,5%). Data lainnya yang mendukung yaitu responden yang menjawab perawat supervisor bisa mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif (34,6%), adanya perawat supervisor mengharapkan keterampilan dan kapasitas kerja perawat pelaksana dapat digunakan sesuai prosedur (36,5%) serta supervisor dapat memperhatikan sistem perlindungan kerja (28,9%). Menurut pendapat penulis, untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dibentuk sinergitas antara perawat supervisor dengan perawat pelaksana, serta perlu dukungan motivasi yang kuat dari dalam diri perawat sebagai ujung tombak pelayanan keperawatan di rumah sakit. Kaitannya dengan hal tersebut, pelayanan rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pasien dan keluarganya. Untuk itu rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai prosedur didukung peran dan fungsi perawat supervisor dan perawat pelaksana serta unsur lainnya yang terkait. Dengan demikian, maka dapat dikatakan peran fungsi perawat supervisor dapat meningkatkan motivasi kerja rekan-rekannya. Berbagai cara yang dapat dilakukan seorang supervisor. Cara supervisi yang dilakukan dapat secara langsung dan tidak langsung. Supervisi langsung dapat dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berlangsung, dimana supervisor terlibat langsung dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Supervisi tidak langsung dapat dilaksanakan dengan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. ## Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, peneliti mendapati beberapa kesimpulan seperti berikut: 1. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa fungsi perawat supervisor di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2012 dalam menjalankan fungsinya termasuk kategori baik (65,4%). 2. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa motivasi kerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan Tahun 2012 dalam melaksanakan pelayanan keperawatan termasuk kategori baik (69,2%). 3. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Spearman’s rho diperoleh nilai p value 0,004 < nilai α (0,05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi perawat supervisor dengan motivasi kerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. ## BIBLIOGRAFI Badriah, DL. 2008. Metodologi Penelitian Ilmu-ilmu Kesehatan. Bandung : Penerbit Multazam. Depkes. 2008. Pedoman Uraian Tugas Tenaga Perawat di Rumah Sakit, Tim Depkes RI. Cetakan 4. Jakarta: Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Handoko, T, Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Hasibuan, Malayu. S.P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hubber. 2000, A Guide For Nurses Working in Small Rural Hospitals , World Health Organization, USA. Ilyas, Yaslis. 2008. Kinerja. Depok : FKM-UI. Keliat. 2008. Model Praktek Keperawatan Profesional Rumah Sakit . Jakarta: Bina Rupa NN. 2010. Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. Kuningan: Komite Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Mediaka Purwanto. 2001, Peranan SDM Rumah Sakit , Graha Karya. Jakarta Samba. 2005. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya . Yogyakarta: Rajawali Pers Stoner, Robbins, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. America : Prentice Hall Syahrul. 2003. Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Kapuas Tahun 2003 . Skripsi. tidak dipublikasikan.
4b242103-6337-4343-9259-f331b2a86d9e
https://cahaya-ic.com/index.php/IJoER/article/download/545/451
Indonesian Journal of Education Research (IJoER) ## Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Moral Tidak Baik Siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi Dewi Ana Rohayati 1 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Article Info ABSTRAK Article history: Received Nov 1, 2021 Revised Nov 21, 2021 Accepted Dec 4, 2021 Tujuan Penelitian: 1) Tujuan penelitian secara bersama : Untuk mengungkap hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. 2) Tujuan penelitian secara parsial : a) Untuk mengungkap hubungan pola asuh orang tua otoriter dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi, b) Untuk mengungkap hubungan pola asuh orang tua demokratis dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi, c) mengungkap hubungan pola asuh orang tua permisif dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. Metodologi: Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional expost facto dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara dua atau beberapa variabel. Dengan jumlah sampel 100 orang siswa. Temuan Utama: Berdasarkan hasil peletian ditemukan terdapat korelasi antar pola asuh orang tua (X), perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi sebab dari perhitungan koefisien rxy hitung sebesar 0,660 lebih besar dari rtabel sebesar 0.1966 . rhitung >rtabel (0,660 >0.1966). a) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua otoriter (X) dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambisebesar rhitung >rtabel (0,310 < 0.4438). b) hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua demokratis (X) dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi rhitung >rtabel (0,614 >0.4973). c) hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua permisif (X) dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. rhitung >rtabel (0,378 >0.2461). Keterbaruan/Keaslian dari Penelitian: Penelitian ini meneliti tentang korelasi antar pola asuh orang tua (X) dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. Kata Kunci: Pola Asuh Moral Perilaku This is an open access article under the CC BY-NC license ## Corresponding Author: Dewi Ana Rohayati Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Email: [email protected] ## 1. PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Lembaga pendidikan yang tidak kalah penting dengan sekolah adalah keluarga [1]. Seorang individu tidak akan lepas dari keluarga sebagai lembaga pendidikan sepanjang hayatnya keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, berlangsung secara wajar dan informal [2]. Keluarga menjadi tempat seorang individu memulai berinteraksi dan menerima pendidikan. Keluarga mempunyai 154 pengaruh yang sangat luas terhadap perkembangan anak [3]. Anak akan mendapatkan pengasuhan dan pendidikan sesuai karakteristik orang tua di dalam keluarga. Semua perilaku anak akan disesuaikan dengan aturan yang didapat dalam keluarga. Keluarga mempunyai peran memberi kasih sayang, aturan, contoh perilaku, dukungan moral dan berbagai sumbangan lain bagi perkembangan anak [4]. Keluarga harus mampu memberikan berbagai sumbangan penting bagi anak untuk memenuhi kebutuhan perkembangan anak. Sumbangan yang diberikan pada anak ditentukan oleh sifat hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga [5]. Jenis pola keluarga dan siapa saja anggota keluarga yang berperan dalam memberikan sumbangan pada anak akan berpengaruh pula pada perkembangan anak. Pola asuh merupakan suatu proses mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma dalam masyarakat. Gaya-gaya pola asuh ke dalam gaya yang bersifat otoriter, demokratis, dan permisif [6]. Gaya orang tua yang permisif dicirikan oleh sifat menerima dan tidak menghukum dalam menghadapi perilaku anak-anak. Gaya orang tua yang otoriter menekankan kepatuhan terhadap aturan-aturan dan otoritas orang tua. Gaya demokratis menekankan suatu cara yang rasional, berorientasi kepada isu “memberi dan menerima.”. Perkembangan anak tidak bisa dilepaskan dari perkembangan moralnya. Maraknya kenakalan di kalangan remaja, kehamilan sebelum nikah, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, itu semua bila di cermati bermula dari moral anak itu sendiri. Disini terdapat hubungan sebab akibat. Bila moralitas anak baik maka ia mampu menjaga dirinya sendiri. Begitupun sebaliknya, bila moralitas anak itu rendah maka perilaku mereka pun senatiasa bertentangan dengan norma yang ada, terlebih lagi norma agama. Moralitas anak, yang salah satunya ditunjukan dengan kedisiplinan dalam menjalankan ibadah dan mampu melaksanakan aturan yang telah disepakati, tidak bisa tegak dengan sendirinya [7]. Melainkan itu semua merupakan suatu serangkaian proses pembinaan yang cukup panjang. Peran orang tua dan lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak [8]. Apakah anak akan memiliki moral yang kokoh ataupun sebaliknya, dengan kata lain moralitas anak bisa dibina sejak dini. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Piaget bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lebih tinggi [9]. Moral itu sendiri diartikan sebagai kesusilaan, tabiat dan kelakuan [10]. Dalam Kamus Bahasa Indonesia moral diartikan sebagai ajaran tentang baik-buruk perbuatan atau kelakuan. Sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan asas-asas akhlak (moral). Istilah lain dari etika biasanya di gunakan kata moral, susila, budi pekerti, dan akhlak. Interaksi orang tua pada anaknya tentunya sangat mempengaruhi perkembangan moral anak. Karena pada dasarnya , perkembangan moral anak itu tidak bisa terjadi secara cepat. Akan tetapi perkembangan moral pada anak itu berjalan secara bertahap. beberapa siswa di SMP Negeri 14 Muaro Jambi yang tidak sesuai dengan tata tertib seperti mengganggu teman baik di dalam maupun di luar kelas, sering membolos, terlambat masuk ke dalam kelas, tidak mengerjakan tugas yangdiberikan oleh guru, dan melanggar tatatertib lainnya. Hasil observasi tersebut menampakkan bahwa siswa di SMP Negeri 14 Muaro Jambi ada gejala perilaku moral yang tidak baik. Mengingat perubahan perilaku sangat besar pengaruhnya bagi pendidikan anak di sekolah maupun di luar sekolah, sangat penting untuk disikapi secara bersama-sama antara guru dan orang tua siswa dengan memberikan pendidikan moral lebih intens lagi. Pendidikan awal diperoleh dalam lingkungan keluarga. Adat dan budaya yang diwariskan oleh orang tua merupakan bekal anak pada kehidupannya kelak. Peristiwa yang menjadi kebiasaan di rumah, seperti berbagai cara orang tua mendidik anak berdampak pada pembentukan watak dan kepribadiannya. Pendidikan tersebut merupakan pendidikan non formal, sedangkan pendidikan formal didapatkan anak di sekolah. Permasalahan lain yang ada dimana perilaku-perilaku siswa yang demikian itu telah terbiasa dilakukan oleh siswa dalam belajar, sehingga mengakibatkan siswa kurang disiplin dalam belajar, cuek dengan proses pembelajaran dan menjadikan proses pembelajaran kurang kondusif. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Tujuan penelitian secara bersama : Untuk mengungkap hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. 2) Tujuan penelitian secara parsial : a) Untuk mengungkap hubungan pola asuh orang tua otoriter dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi, b) Untuk mengungkap hubungan pola asuh orang tua demokratis dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi, c) mengungkap hubungan pola asuh orang tua permisif dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. ## 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional expost facto dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara dua atau beberapa variabel. Populasi yang akan dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi. Dengan jumlah sampel 100 orang siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu 155 teknik random samping. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan Sperman rank. Terdapat kriteria penafsiran korelasi [11] sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria penafsiran korelasi’ No Korelasi Penafsiran 1 0,00 – 0,20 Korelasi Kecil : hubungan hampir dapat diabaikan 2 0,21 – 0,40 Korelasi rendah : Hubungan Jelas Tetapi Kecil 3 0,41 – 0,70 Korelasi sedang : Hubungan memadai 4 0,71 – 0,90 Korelasi tinggi : Hubungan besar 5 0,91 – 1,00 Korelasi Sangat Tinggi : Hubungan sangat besar Tabel 2. Kategori pola asuh dan perilaku moral tidak baik No Pola asuh perilaku moral tidak baik Kelas Interval Kategori Kelas Interval Kategori 1 178,005 – 206,01 Sangat Tinggi 153,5 – 176,9 Sangat Tinggi 2 159,335 – 178,005 Tinggi 138,65 – 153,5 Tinggi 3 140,665 – 159,335 Sedang 123,35 – 138,65 Sedang 4 121,995 – 140,665 Rendah 108,5 – 123,35 Rendah 5 93,99 – 121,995 Sangat rendah 85,1 – 108,5 Sangat rendah Adapun prosedur penelitian terdiri pada beberapa tahap yaitu sebagai berikut : Gambar 1. Prosedur penelitian ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah didapatkannya data dari hasil angket, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis data. Dengan adanya tahap analisis data dan pengolahan data maka didapatkan hasil analisis data sebagai berikut: Tabel 3. coefficient Model Unstandardized coefficients Standardized coeffiecient T Sig. B Std, Error Beta 1 Constant 59,198 23,369 2,533 0,014 Permisif 1,334 0,370 0.416 3,601 0,001 1 Constant 89.567 13.233 6.768 0,00 Otoriter 1.079 0,.226 0.787 4.770 0,000 1 Constant 127.701 18.937 6.743 0,000 demokratis 0,452 0,383 0.268 1.179 0,254 Berdasarkan uji signifikan dengan menggunakan uji t, untuk variabel bebas pola asuhorang tua demokratis koefisien dapat diperoleh nilai t-hitung sebesar 1.179 dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Langkah selanjutnya adalah mengkonsultasikan nilai thitung dengan ttabel pada taraf signifikan 5%. maka nilai thitung<ttabel (1.179). Berdasarkan uji signifikan dengan menggunakan uji t, untuk variabel bebas pola asuh orang tua otoriter koefisien dapat diperoleh nilai t-hitung sebesar 4.770 dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Langkah selanjutnya adalah mengkonsultasikan nilai thitung dengan ttabel pada taraf signifikan 5%. maka nilai thitung>ttabel (4.770>2.1448). Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nihil (Ho) ditolak. Variable: Y Berdasarkan uji signifikan dengan menggunakan uji t, untuk variabel bebas pola asuhorang tua permisifkoefisien dapat diperoleh nilai t-hitungsebesar 3.601 dengan nilai signifikan sebesar 0,001. Langkah selanjutnya adalah mengkonsultasikan nilai thitung dengan ttabel pada taraf signifikan 5%. maka nilai thitung>ttabel (3.601>1.990). Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nihil (Ho) ditolak. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan maka pembahasan akan dilakukan untuk setiap hipotesis. Dalam penelitian yang berjudul hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi ditemukan 20 orang siswa yang berola asuh demokratis, 16 Orang siswa perpola asuh otoriter dan 64 orang siswa berpola asuh permisif dan dapat dilihat sebagai berikut: Observasi awal Melakukan penelitian Analisis data Kesimpulan 156 Berdasarkan analisis dengan menggunakan korelasi parsial diperoleh rxy hitung sebesar 0,663. Koefisien korelasi tersebut dikonsultasikan dengan tabel r pada taraf signifikasi 5% yaitu sebesar 0.1966. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antar pola asuh orang tua (X), dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi sebab dari perhitungan koefisien rxy hitung sebesar 0,993 lebih besar dari r tabel sebesar 0.1966. rhitung >rtabel (0,663 >0.1966). Pola asuh orang tua yang ada di SMP Negeri 14 Muaro Jambi antara lain, pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh permisif. Pola pengasuhan otoriter merupakan salah satu pola pengasuhan yang paling efektif untuk mencegah delinkuensi bagi anak. Anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan otoriter akan merasakan suasana rumah yang saling menghormati, penuh apresiasi, kehangatan, penerimaan dan adanya konsistensi pengasuhan dari orang tua. selain itu, anak akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain dan berorientasi terhadap prestasi. Anak yang berorientasi terhadap prestasi akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan akan memiliki tujuan atau arah hidup yang jelas. Di dalam keluarga orang tua harus mampu menjadi teladan untuk anak-anak mereka agar anak terbiasa untuk melakukan perilaku positif dalam kehidupan sehari- hari. Pembiasaan yang dilakukan melalui keteladanan ini juga sesuai dengan teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang menyatakan bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan (observational learning) dan mengingat tingkah laku orang lain. orang tua pada dasarnya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi anak. Semakin terampil dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral anak tersebut. Mengimitasi model merupakan elemen paling penting dalam hal bagaimana si anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi, mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku yang sesuai dengan gendernya. Contohnya, seorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahawa judi itu adalah tindakan baik. Prilaku moral perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambiberada pada tiga orientasi, yaitu orientasi terhadap hukuman dan kepatuhan, orientasi terhadap pemuas kebutuhan dan orientasi hukum dan ketertiban. Hasil penelitian yang ditemukan dilapangan tidak sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kohlberg yang menjelaskan bahwa usia remaja pada umumnya prilaku moral yang dimiliki berada pada tahap konvensional. Tetapi yang ditemukan di lapangan masih terdapat remaja yang berada pada tahap pra konvensional dengan orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi pada pemuas kebutuhan. remaja umumnya berada pada tingkat konvensional juga pada orang dewasa. Penelitian yang dilakukan di Amerika juga menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat mencapai tahap yang lebih tinggi dari tingkat konvensional, atau mencapai tingkat pasca konvensional. Dalam melakukan pengasuhan terhadap anak terdapat beberapa faktor penghambat yang ditemukan diantaranya anak kurang bisa membagi waktu, sikap anak yang pemalas dan pembangkang serta kesibukan orang tua yang mengakibatkan orang tua kurang mempunyai waktu lebih untuk memperhatikan anak seorang anak memerlukan cinta kasih, penerimaan, batasan dan keajegan. Apabila ia tidak dapat mendapatkannya dengan cukup memadai, yang ditentukan secara individual maka kesalahan pemberian suasana ini akan tampak jelas terutama pada perkembangan moral anak. Setiap orang tua memiliki cara yang tersendiri dalam melakukan pengasuhan terhadap anaknya. Orang tua akan lebih berwibawa atas anak-anak mereka apabila cara pendekatan yang mereka gunakan adalah tanpa paksaan dan tidak menumbuhkan pemberontakan dan tingkah laku yang reaktif. Dalam meminimalkan faktor penghambat yang ditemui tersebut beberapa alternatif pemecahan untuk mengatasi kendala pola asuh orang tua dalam perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambiantara lain dengan pembuatan jadwal kegiatan anak, memberikan teguran secara halus kepada anak serta orang tua meluangkan waktu untuk memperhatikan kegiatan anak pendekatan yang dilakukan tanpa adanya paksaan terhadap anak tidak akan menumbuhkan sikap pemberontakan pada diri anak. Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan komputer program IBM SPSS Statistics 24 64bit. tersebut diatas seperti pada diperoleh rxy hitung sebesar 0,614. Koefisien korelasi tersebut dikonsultasikan dengan tabel r pada taraf signifikasi 5% yaitu sebesar 0.4973 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antar pola asuh orang tua otoriter (X), perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi sebab dari perhitungan koefisien rxy hitung sebesar 0.614 lebih besar dari r tabel sebesar 0.4973 . rhitung > rtabel (0,614 > 0.4973). Dengan demikian terdapat korelasi pola asuh orang tua otoriter (X), perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pola asuh orang tua otoriter berhubungan dengan prilaku moral tidak baik bagi siswa karena anak dengan pola asuh otoriter memiliki ciri yaitu mendidik anaknya dengan keras bahkan setiap tingkah laku anaknya akan selalu diatur oleh orang tua. Selain itu orang tua juga melarang anak untuk mempertanyakan peraturan yang telah dibuat oleh orang tua. Saat anak melakukan kesalahan atau melanggar peraturan maka orang tua akan langsung memarahi anak bahkan terkadang memberikan hukuman yang berupa hukuman fisik. Orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter jarang memberikan hadiah ataupun pujian saat anak melakukan tindakan yang baik ataupun saat anak dapat mematuhi peraturan yang berlaku. 157 Konsep perilaku moral tidak baik anak tidak lahir dalam sebuah kekosongan teori, melainkan memiliki landasan teori pola asuh orang tua. Teori ini muncul karena jenis pola asuh orang tua dapat membentuk perilaku moral tidak baik anak baik atau buruk perilaku yang dimiliki anak. Menurut Baumarind, pola asuh merupakan pola yang diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda-beda pada anaknya yang pastinya mempunyai tujuan baik untuk anaknya, karena peran orang tua merupakan peran utama dalam perkembangan perilaku anak ketika berada di dalam lingkungan. Jadi kesimpulannya semakin besar pemberian pola asuh permisif orang tua maka semakin rendah prilaku moral anak tersebut. Sehingga pola asuh permisif tidak tepat digunakan orang tua dalam mendidik dan mendisiplinkan anak karena pola asuh ini lebih cenderung memiliki sisi negatif daripada sisi positif, seperti apabila orang tua memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada anak tapi anak tersebut menyalah gunakan kepercayaan untuk kepentingan pribadi dengan tingginya prilaku moral tidak baik untuk anak. ## 4. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat korelasi antar pola asuh orang tua (X) dengan perilaku moral tidak baik siswa SMP Negeri 14 Muaro Jambi.semakin besar pemberian pola asuh permisif orang tua maka semakin rendah prilaku moral anak tersebut. Sehingga pola asuh permisif tidak tepat digunakan orang tua dalam mendidik dan mendisiplinkan anak karena pola asuh ini lebih cenderung memiliki sisi negatif daripada sisi positif, seperti apabila orang tua memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada anak tapi anak tersebut menyalah gunakan kepercayaan untuk kepentingan pribadi dengan tingginya prilaku moral tidak baik untuk anak. ## REFERENSI [1] A. Setiawan, “Pendidikan Karakter Pada Peserta Didik Di Masa Pandemi Covid-19 Berbasis Keluarga,” J. Ilm. Mandala Educ. , Vol. 7, No. 1, Pp. 319–327, 2021, Doi: 10.58258/Jime.V7i1.1795. [2] Syarkati And D. Afriandes, “Dampak Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkah Laku Remaja Di Desa Tebat Laut Kecamatan Seberang Musi Kabupaten Kepahiang,” Kependidikan , Vol. 2, No. 25, Pp. 12–20, 2019. [3] U. Zahirah, N. Nurwati, And H. Krisnani, “Dampak Dan Penanganan Kekerasan Seksual Anak Di Keluarga,” Pros. Penelit. Dan Pengabdi. Kpd. Masy. , Vol. 6, No. 1, P. 10, 2019, Doi: 10.24198/Jppm.V6i1.21793. [4] R. Nisa, Y. D. Lindawati, And J. Wahananto, “Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap Perkembangan Moral Peserta Didik,” Ibtida’ Media Komun. Has. Penelit. Pendidik. Guru Madrasah Ibtidaiyah , Vol. 01, No. 01, Pp. 61–70, 2020, [Online]. Available: Https://Journal.Uny.Ac.Id/Index.Php/Diklus/Article/View/5797. [5] Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi Kelima, Jakarta: Erlangg . Jakarta: Erlangga, 2013. [6] Santrock, Life Span Development Jilid 2 . Jakarta: Erlangga, 2013. [7] A. Somantri And A. Rifai, “Pola Pendidikan Moral Di Panti Asuhan:,” Reslaj Relig. Educ. Soc. Laa Roiba J. , Vol. 3, No. 1, Pp. 70–80, 2021, Doi: 10.47467/Reslaj.V3i1.287. [8] V. A. Nauli, K. Karnadi, And S. M. Meilani, “Peran Ibu Pedagang Pasar 24 Jam Terhadap Perkembangan Moral Anak (Penelitian Studi Kasus Di Kota Bekasi),” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini , Vol. 3, No. 1, P. 241, 2019, Doi: 10.31004/Obsesi.V3i1.179. [9] B. Salam, Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, Jakarta : Rineke Cipta . Jakarta: Rineke Cipta, 2000. [10] H. Machmud, “Urgensi Pendidikan Moral Dalam Membentuk Kepribadian Anak,” J. Al-Ta’dib , Vol. 7, No. 2, Pp. 50– 57, 2014. [11] Arikunto, Prosedur Penelitian . Jakarta: : Pt Rineka Cipta, 2013.
c02a7631-ae11-46c2-8104-827fef2f5a2d
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/download/418/410
## IMPLEMENTASI PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI STRATEGI BELAJAR AKTIF KOOPERATIF METODE TEAM ## GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS XII DI SMK NEGERI 5 MEDAN Oleh : Roulina Gultom ## Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui kelancaran proses pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan dengan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Team Games Tournament, (2) mengetahui sejauh mana minat dan kemauan siswa di kelas XII dalam belajar Bahasa Inggris dengan dilakukannya pembelajaran Strategi Belajar Aktif Kooperatif Team Games Tournament, (3) mengetahui seberapa besar tingkat prestasi hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas XII dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Team Games Tournament. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Team Games Tournament secara signifikan. Sebelum dilaksanakan tindakan kelas nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa kelas XII adalah 61,34 dengan simpangan baku 10,38 (kategori rendah). Setelah dilakukan tindakan kelas pada siklus I nilai hasil belajar siswa rata-rata menjadi 69,76 dan standar deviasi 9,42 (kategori sedang). Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa terjadi peningkatan yaitu 79,48 berada kategori baik dengan simpangan bakunya 8,48. Hal ini serupa dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa. Sebelum dilakukan tindakan kelas, tingkat ketuntasan belajar adalah 55,26%. Pada siklus I ketuntasan siswa menjadi 73,68%. Pada siklus ke II persentase tingkat ketuntasan siswa menjadi 92,11%. Terdapat pengaruh yang signifikan setelah diterapkan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Team Games Tournament pada mata pelajaran Bahasa Inggris terhadap hasil Universitas Dharmawangsa belajar siswa di Kelas XII SMK Negeri 5 Medan Tahun Pelajaran 2015/2016 baik siklus I maupun siklus II. Kata kunci : Aktif Kooperatif, Team Games Tournament, Kualitas ## Pembelajaran 1. Pendahuluan Peran sentral bahasa merupakan suatu pengembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Dalam era globalisasi sekarang ini Bahasa Inggris merupakan bahasa yang penting untuk dipelajari, hal ini dikarenakan Bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional. Fakta menunjukkan bahwa banyak buku-buku ilmu pengetahuan, science, bahasa dan lain-lain ditulis dalam Bahasa Inggris sehingga untuk bisa memahami buku-buku tersebut tentu harus memahami Bahasa Inggris. Selain itu dalam kemajuan teknologi dan informasi, banyak hal yang ditulis dalam Bahasa Inggris, sperti prosedur penggunaan, fitur-fitur atau hal lain seperti menggunakan e-mail, tentu sangat membutuhkan pemahaman Bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diberikan kepada siswa. Hal ini tampak jelas dalam Kurikulum Pendidikan SMK yang tertera dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK. Pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pelajaran Bahasa Inggris ada empat aspek yang harus diberikan kepada siswa yaitu listening, reading, speaking dan writing. Listening merupakan langkah awal atau sebagai prerequisite untuk aspek-aspek yang lain sehingga sebaiknya pembelajaran Bahasa Inggris untuk berbagai kompetensi dasar sebaiknya diawali dengan tahap listening. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing bagi orang Indonesia pada umumnya. Begitu pula bagi siswa di sekolah baik SD, SMP, dan SMA/SMK bahkan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Keasingan tersebut bisa dilihat dari pengucapan, arti dari satu kata yang berbeda-beda sesuai konteks kalimat, struktur tata bahasa yang berbeda, dan penggunaan kata kerja yang selalu berubah-ubah sesuai waktu kejadian. Hal-hal yang disebutkan tadi akan menimbulkan kesulitan dalam mempelajari Bahasa Inggris tersebut. Mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang penting di era global seperti sekarang ini, akan semakin banyak perkembangan yang terjadi di negeri ini. Mulai dari perdagangan bebas, semakin banyaknya berdiri perusahaan-perusahaan asing di Indonesia sehingga penggunaan bahasa internasional seperti Bahasa Inggris sudah tersebar luas, tentunya untuk para akon entrepreneur dan pencari kerja sudah menjadi suatu keharusan untuk bisa menguasai Bahasa Inggris agar bisa mengikuti perkembangan jaman di era globalisasi ini. Kenyataan di lapangan, belajar Bahasa Inggris itu belum menunjukkan hasil yang gemilang walaupun siswa telah belajar Bahasa Inggris dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu sekitar 6 tahun. Jika para siswa diminta berbicara Bahasa Inggris pada kenyataannya mereka tidak bisa berbicara Bahasa Inggris dengan lancar karena alasannya tidak tahu kata-katanya atau dengan kata lain kosa kata Bahasa Inggris yang dimiliki oleh siswa sangat sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan jumlah waktu yang digunakan oleh siswa untuk belajar Bahasa Inggris. Lebih konkritnya, kita bisa melihat output siswa di Sekolah Menengah Atas yang sebagian besar masih belum bisa berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris baik lisan ataupun tulisan, padahal dalam tujuan pembelajaran Bahasa Inggris SMK saja tertera bahwa salah satunya adalah siswa dapat berkomunikasi baik lisan dan tulisan dengan lancar (BSNP, 2006) tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Inggris SMK. Menurut pengalaman peneliti selama mengajar Bahasa Inggris di SMK, dari setiap kelas ada beberapa siswa yang nilai hasil belajarnya selalu rendah atau di bawah kriteria ketuntasan minimal (nilai 7) jika dibandingkan dengan teman-teman sebaya di kelasnya. Ditambah pula dengan sikap yang acuh tak acuh terhadap pelajaran Bahasa Inggris serta motivasi belajar yang rendah dalam Bahasa Inggris misalnya tidak memperhatikan ketika guru sedang menerangkan, bermain HP ketika belajar. Motivasi yang rendah dapat terlihat dari setiap tugas yang harusnya dikerjakan ternyata tidak dikerjakan, malas belajar dan cenderung menyontek saja dari teman sekelasnya. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa siswa tersebut mengalami problema belajar dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Menurut Abdurrahman, M (2012) problema belajar (learning problem) adalah kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu antara lain berupa pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat. Sejalan dengan kondisi yang dikemukakan di atas kiranya perlu dikembangkan model pembelajaran Bahasa Inggris yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan logika, melakukan pemecahan masalah, bekerjasama secara demokratis dan saling menolong baik untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Sehingga metode yang tepat adalah Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Teams Games Tournament yang akan dijadikan penelitian dalam tulisan ini. Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Team Games Tournament (TGT) digolongkan kepada model pembelajaran secara kooperatif. Model kooperatif (Cooperative Learning) dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif/kontruktivis. Salah satu teori Vygotsky, yaitu tentang penekanan pada hakekat sosio-kultural dari pembelajaran. Model pembelajaran (kooperatif learning) dikembngkan dalam rangka untuk meningkatkan aktivitas bersama sejumlah siswa dalam satu kelompok selama pembelajaran berlangsung. Aktivitas pembelajaran kooopertif menekankan pada kesadaran siswa, memecahkan masalah sebagai aplikasi dari pengetahuan dan keterampilan dan satu sama lainnya saling berbagi pengetahuan konsep, keterampilan kepada siswa lain yang membutuhkan. Dengan kata lain dalam pembelajaran kooperatif siswa saling tolong menolong dan kerja sama untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Ketidaktuntasan hasil belajar siswa juga dipengaruhi oleh minat dan aktivitas belajar siswa yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan lembar observasi yang peneliti lakukan di SMK Negeri 5 Medan, dimana pada saat proses belajar mengajar berlangsung sebagian siswa tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi dan ada yang tidak menanggapi sama sekali, bahkan ada siswa yang ribut dan permisi pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran. Pola pembelajaran seperti ini mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Secara umum pengelolaan pendidikan bertujuan untuk memenuhi tuntutan globalisasi sebagai usaha untuk memacu keberhasilan pendidikan di sekolah bersangkutan dan melalui pendidikan pembelajaran yang diterapkan diharapkan mampu bersaing dengan hasil pendidikan di daerah-daerah lain, bahkan sangat diharapkan daya saing pendidikan tersebut mampu menembus persaingan pendidikan negara-negara maju. Sesuai dengan masalah yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelancaran proses pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan dengan Strategi Belajar Aktif Koooperatif Metode Teams Games Tournament, untuk mengetahui sejauh mana minat dan kemauan siswa di kelas XII dalam belajar Bahasa Inggris dengan dilakukannya pembelajaran Strategi Belajar Aktif Teams Games Tournament dan untuk mengetahui seberapa besar tingkat prestasi hasil belajar Bahasa Inggris siswa di kelas XII dengan menerapakan Strategi Belajar Aktif Teams Games Tournament. ## 2. Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 5 Medan, yang menjadi objek penelitian adalah kelas XII dengan jumlah siswa keseluruhan adalah 38 orang yang terdiri dari 28 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Waktu penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan atau 20 kali pertemuan di semester II tahun pelajaran 2015/2016 yaitu dari bulan Februari sampai bulan Maret 2016. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan ini terdiri dari 2 siklus. Setelah kegiatan pada siklus I berlangsung diikuti oleh kegiatan pada siklus II. Dimana tindakan yang dilakukan pada siklus II merupakan refleksi dari kegiatan pada siklus II. Kegiatan pada siklus I dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2016, sedangkan pada siklus II juga dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2016. Ada beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu berupa tes awal pada awal kegiatan penelitian, tes akhir dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu setelah selesai kegiatan pada siklus I dan akhiri kegiatan siklus II. Melakukan observasi melalui lembar pengamatan pada setiap kegiatan, dan berupa tanggapan dari siswa terhadap kegiatan atau metode yang dilakukan dalam pembelajaran. ## 3. Kajian Teoritis 3.1. Kajian Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan belajar (termasuk guru). Hanya saja pembelajaran yang dilakukan tanpa mengindahkan aktivitas siswa dengan pola lama masih banyak terjadi. Situasi pembelajaran seperti ini tentu saja menciptakan suasana yang statis dan membosankan. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi akan mematikan aktivitas dan kreativitas siswa. Model pembelajaran seperti ini dikenal dengan “Banking Concept Learning”. Model pembelajaran banking concept learning siswa diberikan berbagaii pengetahun dan informasi oleh guru begitu saja, kemudian dianggap siswa sebagai objek penampung wawasan pengetahuan guru, yang hasilnya akan dapat dilihat setelah proses pembelajaran berlangsung. Menurut Purwanto (1990), “Belajar merupakan perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan dan kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada seorang bayi. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode yang cukup panjang. Berapa periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Berarti kita harus adaptasi, ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara. Tingkah laku yang mengakhiri perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan masalah, keterampilan kecakapan, kebiasaan ataupun sikap sehari-hari”. ## 3.2. Pembelajaran Bahasa Inggris di SMK Hendaknya dapat disadari bahwa belajar merupakan proses pendewasaan diri, dengan belajar maka manusia akan dapat mengenal diri dan lingkungannya. Belajar Bahasa Inggris merupakan suatu keharusan bagi setiap orang warga negara Inggris, karena ilmu Bahasa Inggris merupakan ilmu yang sangat penting dan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan jalannya nasionalisme yang berbudaya, melalui pembelajaran Bahasa Inggris bertujuan sebagai upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar menjadi interaksi antara pendidik, sumber belajar dengan pendidik. Dalam pembelajaran ada suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen pembelajaran yang saling berke- sinambungan, setiap komponen mempunyai hubungan timbal balik diawali dengan penentuan tujuan pembelajaran, bahan ajar, media dan evaluasi hasil belajar. Bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing, sudah diajarkan di sekolah Menengah Pertama dan dijadikan mata pelajaran muatan lokal dalam KTSP. “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan”. Salah satu cara pemerintah dalam peningkatan keterampilan siswa berBahasa Inggris adalah memperkenalkan Bahasa Inggris sejak dini, yaitu dimulai dari Sekolah Menengah Pertama. Pembelajaran Bahasa Inggris di SMK merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh keterampilan berbahasa Inggris dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dalam ruang lingkup Sekolah Menengah Pertama. Kebijakan pemerintah mengenai kedudukan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran penting di Sekolah Menengah Pertama, yakni Surat Keputusan Menteri Pendidikan tentang dimungkin- kannya program Bahasa Inggris lebih dini sebagai salah satu mata pelajaran pokok di Sekolah Menengah Pertama. Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Inggris di SMK mencakup kemampuan berkomunikasi lisan secara terbatas dalam konteks sekolah, yang meliputi aspek listening (menyimak), speaking (berbicara), reading (membaca), dan writing (menulis). Keterampilan bahasa tersebut dijadikan sebagai standar kompetensi lulusan Bahasa Inggris bagi SMK, berikut pen- jelasannya : a. Listening Memahami instruksi, informasi dan cerita sangat sederhana yang disampaikan secara lisan dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. b. Speaking Mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana interpersonal dan transaksional sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan informasi dalam konteks kelas, sekolah dan lingkungan sekitar. c. Reading Membaca, menyaring dan memahami makna dalam intruksi, informasi, teks fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana yang disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah dan lingkungan sekitar. d. Writing Menuliskan kata, ungkapan dan teks fungsional pendek sangat sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sudah jelas bahwa pembelajaran Bahasa Inggris merupakan pembelajaran yang sangat penting diajarkan di SMK. Pembelajaran Bahasa Inggris dirumuskan dalam bentuk RPP. RPP dalam konteks ini dibuat dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Teams Games Tournament, hal tersebut dimaksudkan bagi peningkatan keterampilan siswa menuliskan kata Bahasa Inggris. Adapun rumusan RPP tersebut adalah sebagai berikut : RPP merujuk pada kompetensi dasar yaitu menuliskan kata-kata yang berhubungan dengan bagian-bagian tubuh. Soal pre-test diberikan kepada siswa sebelum dimulai pembelajaran, hal tersebut bertujuan untuk mengetahui keterampilan awal siswa menuliskan kata Bahasa Inggris. Langkah berikutnya yaitu proses pembelajaran, siswa diberi perlakuan (treatment) berupa Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Teams Games Tournament. Dengan metode ini, siswa dilatih menuliskan kata Bahasa Inggris. Setelah proses pembelajaran selesai, kemudian diberikan post-test untuk mengetahui keterampilan siswa menuliskan kata tentang pembelajaran Bahasa Inggris setelah diberi perlakuan berupa Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Teams Games Tournament. Menurut hasil penelitian Cogan (1998), ada delapan karakter yag dapat dibentuk melalui belajar Bahasa Inggris yaitu sebagai berikut : a. Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat di sekitar. b. Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul atas peran atau kewajiban dalam masyarakat. c. Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan pendapat. d. Kemampuan berfikir kritis dan sistematis. e. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan. f. Memiliki kemampuan untuk bergaya hidup sederhana. g. Memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan mempertahan- kan hak-haknya dalam masyarakat h. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk berpartisipasi Bahasa Inggris dalam kehidupan bermasyarakat Demikian fungsi pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya sekedar memberi pengetahuan tentang pendidikan berbahasa saja, tetapi juga dimaksudkan untuk mengembangkan sikap-sikap tertentu hal-hal yang timbul di sekitar dalam kehidupan sehari- hari. Barangkali berdasarkan pandangan ini, maka seorag siswa akan dapat memahami Bahasa Inggris hanya apabila siswa tersebut aktif mengkonstruksikan ilmu pendidikan berbahasa yang dimilikinya lewat pengalaman dengan lingkungannya. Dalam pembelajaran aktif siswa dapat bepartisipasi aktif sedemikaian sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih dominan daripada kegiatan guru dalam mengajar. ## 3.3. Hasil belajar ## 3.3.1. Pengertian Hasil Belajar Secara umum siswa selalu belajar efektif dan efisien untuk mencapai keberhasilan. Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang siswa nampak dari kemampuannya untuk menjawab setiap pertanyaan atau soal yang diberikan oleh guru. Namun hasil belajar yang dicapai setiap siswa berbeda-beda, karena tergantung pada pengetahuan atau pemahamannya. Sudjana (2006) menyata- kan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Senada dengan itu Waluyo (1987:2) “Hasil belajar adalah penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran atau belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan”. Lebih lanjut Anas (2008:6) menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai dalam Universitas Dharmawangsa unit-unit program pengajaran atau tingkat pencapaian terhadap tujuan umum pengajaran”. Perlu disadari bahwa hasil belajar siswa bukan terbatas pada banyaknya pengetahuan yang dikuasai melainkan terletak pada penguasaan, penghayatan terhadap seluruh aspek interaksi antara guru dan siswa. Depdiknas (2004) menguraikan bahwa “Suatu pembelajaran berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan”. Senada dengan itu, Nasution (2008:6) menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga pengetahuan untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penguasaan dan penghargaan dalam diri pribadi yang belajar”. Hasil belajar ini dapat diketahui setelah diukur menggunkan tes. Hal ini senada dengan Hudojo (1988) yang menyatakan bahwa “Cara menilai hasil belajar biasanya dilakukan tes”. Djamarah (2002) mengemukakan bahwa: a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi yang tinggi, baik secara individu maupun kelompok b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/ intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang ke arah yang lebih baik setelah mengalami dan mengikuti proses pembelajaran. Bloom dalam Dimyati mengemukakan enam ranah kognitif, yaitu: a. Pengetahuan: Merupakan pemunculan kembali informasi yang sudah diterima. Kata kerja untuk indikator adalah mendefenisikan, menunjukkan, memberi nama, menyebutkan, menuliskan, memilih, mengukur, menirukan dan menyatakan. b. Pemahaman: Merupakan kemampuan menginterpretasikan informasi. Kata kerja untuk indikator ialah membedakan, menentukan, memperkirakan, menjelaskan, menguraikan lebih lanjut, memberikan, menuliskan, menformulasikan, mengubah dan meringkas. c. Aplikasi: Merupakan kemampuan menggunakan infomasi pada situasi konkrit. Kata kerja untuk indikator adalah mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, menjalankan, meramalkan, mempersiap- kan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, me- mecahkan, dan menguraikan. d. Analisis: Merupakan memecahkan informasi menjadi beberapa bagian. Kata kerja indikator ini adalah merinci, membuat diagram, membedakan, mendiskriminasikan, mengidentifikasikan, memberi ilustrasi atau contoh, me- nyimpulkan, membuat outline, mengemukakan, meng- hubungkan, memisahkan, membagi ke beberapa bagian. e. Sintesis: Merupakan kemampuan menilai suatu berdasarkan tolak ukur tertentu. Kata kerja untuk indikator adalah meng- kategorikan, menggabungkan, mengumpulkan, menyusun, mengarang, menciptakan, merencanakan, membagi, menulis kembali, meringkaskan, mengatakan. f. Evaluasi: Merupakan kemampuan, menilai sesuatu ber- dasarkan tolak ukur tertentu. Kata kerja untuk indikator ini adalah memberikan penghargaan, membandingkan, me- nyimpulkan, mempertentangkan, memberi kritik, mengurai- kan, mendiskriminasikan, menjelaskan,, membenarkan, menghubungkan, meringkas dan mendukung. ## 3.3.2. Penilaian Hasil Belajar Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Penilaian dapat dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Ada bentuk tes tertulis yaitu : a. Soal dengan memilih jawaban misalnya pilihan ganda, benar- salah, dan menjodohkan dan sebagainya. b. Soal dengan mensuplai jawaban, misalnya isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, soal uraian, dan lain-lain. Dalam menyusun instrumen penelitian perlu diper- timbangkan beberapa hal yaitu (Depdiknas, 2003): a. Materi, misalnya: 1) Butir soal sesuai indikator. 2) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan. 3) Isian materi sesuai dengan tujuan pengukuran. 4) Isian materi yang sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas. b. Kontruksi, 1) Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai. 2) Ada petunjuk yang jelas cara mengerjakan soal. 3) Ada pedoman penskoran. 4) Tabel, grafik, diagram, kasus, atau sejenisnya yang bermakna. 5) Butir soal tidak tergantung pada butir soal sebelumnya. c. Bahasa, misalnya: 1) Rumusan kalimat komunikatif. 2) Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan jenis bahasanya. 3) Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran agenda atau salah pengertian. 4) Menggunakan bahasa/kata yang umum. 5) Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik. 3.4. Strategi Pembelajaran Aktif Kooperatif Pembelajaran berbasis kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu metode atau strategi pembelajaran yang saat ini sedang dikembangkan. Menurut Tarigan (1999), “Pembelajaran kooperatif adalah merupakan strategi belajar mengajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dengan mneyelesaikan tugas kelompok dimana setiap anggota saling bekerja sama dalam membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran”. Model pembelajaran kooperatif membagi setiap siswa dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan kegiatan belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap topik/materi yang diajarkan. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi yang diajarkan. Tetapi juga bertanggungjawab untuk membantu anggota kelompok belajarnya, dengan demikian perlu diciptakan atmosfer keberhasilan. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah: a. Belajar akademik b. Penerimaan terhadap keragaman c. Pengembangan keterampilan sosial Abdurrahman (1999), mengemukakan terdapat 4 unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Saling ketergantungan positif b. Interaksi tatap muka c. Akuntabilitas d. Keterampilan menjalin hubungan interpersonal Selanjutnya Ibrahim (2000) mengemukakan langkah- langkah dalam pembelajaran kooperatif yaitu: a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. b. Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demokrasi atau dengan bahan bacaan. c. Mengorganisasikan siswa ke dalam bentuk kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien. d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas. e. Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mem- presentasikan hasil kerjanya. f. Memberikan penghargaan. Guru mencari cara untuk memberikan penghargaan hasil belajar baik secara individu atau kelompok. ## 3.5. Strategi Belajar Aktif Kooperatif Temas Games Tournament Salah satu strategi pembelajaran berbasis kooperatif adalah TGT atau Team Games Tournament, yaitu suatu strategi pembelajaran kooperatif untuk mendorong siswa saling membantu dan memotivasi serta menguasai keterampilan yang dibentuk oleh guru. Dalam strategi belajar aktif kooperatif metode Teams Games Tounament siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan anggota beberapa orang. Setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan yang tinggi, sedang dan rendah. Guru menyiapkan permainan yang disiapkan dalam bentuk kartu soal, atau lembar kerja siswa. Pada akhir kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan akan ditentukan pemenang. Sementara itu ciri-ciri yang dikemukakannya dalam strategi belajar aktif kooperatif metode Teams Games Tournament ini antara lain adalah: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk mentuntaskan materi belajarnya b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah c. Penghargaan diberikan pada tiap anggota yang mempunyai prestasi lebih baik. ## 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan ## 4.1. Hasil Penelitian Gambaran hasil penelitian secara umum menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan. Setelah dilakukan tindakan kelas berupa penerapan strategi belajar aktif kooperatif metode Team Games Tournament. Hasil belajar Bahasa Inggris dari siswa kelas XII menunjukkan peningkatan yang signifikan, demikian pula peningkatan perubahan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. ## 4.1.1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Hasil observasi penelitian mengenai peningkatan penguasaan materi pembelajaran Bahasa Inggris melalui penerapan strategi belajar aktif kooperatif metode Team Games Tournament pada siswa kelas XII SMK Negeri 5 Medan tahun pelajaran 2015/2016 ini dilakukan dengan menilai kebenaran Universitas Dharmawangsa jawaban terhadap hasil tes/evaluasi pada setiap akhir kegiatan pembelajaran. ## 4.1.2. Analisis Deskriptif Hasil Pada Tes Awal Sebagai hasil analisis deskriptif terhadap nilai evaluasi pelajaran Bahasa Inggris yang diperoleh siswa melalui penerapan strategi belajar aktif kooperatif metode Team Games Tournament pada awal siklus sebelum diterapkannya tindakan kelas dapat disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Statistik Hasil Belajar Pada Tes Awal No. Statistik Angka Statistik 1 Jumlah Siswa 38 2 Kriteria Ketuntasan Minimal 70 3 Tuntas 21 4 Belum Tuntas 17 5 Nilai Tertinggi 85 6 Nilai Terendah 40 7 Retang Nilai 45 8 Rata-Rata 61,34 9 Simpangan Baku 10,38 ## 4.1.3. Analisis Deskriptif Hasil Tes Akhir Pada Siklus I Setelah selesai kegiatan dengan beberapa kali pertemuan maka dilaksanakan tes/evaluasi akhir untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus I. Sebagai bahan analisis deskriptif nilai perolehan hasil belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris siswa dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Statistik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I No. Statistik Angka Statistik 1 Jumlah Siswa 38 2 Kriteria Ketuntasan Minimal 70 3 Tuntas 28 4 Belum Tuntas 10 5 Nilai Tertinggi 90 6 Nilai Terendah 55 7 Retang Nilai 35 8 Rata-Rata 69,76 9 Simpangan Baku 9,42 ## 4.1.4. Analisis Deskriptif Hasil Tes Akhir Pada Siklus II Setelah dilakukan proses pembelajaran pada kegiatan siklus II maka diperoleh analisis deskriptif dari penguasaan materi nilai hasil belajar siswa. Tabel 3. Statistik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II No. Statistik Angka Statistik 1 Jumlah Siswa 38 2 Kriteria Ketuntasan Minimal 70 3 Tuntas 35 4 Belum Tuntas 3 5 Nilai Tertinggi 95 6 Nilai Terendah 65 7 Retang Nilai 30 8 Rata-Rata 79,48 9 Simpangan Baku 8,48 Kemudian dilakukan pengelompokkan terhadap tingkat ketuntasan belajar siswa dari tes awal, tes akhir siklus I, tes akhir siklus II dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa No. Kegiatan Jumlah tuntas Presentase (%) Jumlah tidak tuntas Persentase (%) 1 Tes awal 21 55,26 17 44,74 2 Tes siklus I 28 73,68 10 26,32 3 Tes siklus II 35 92,11 3 7,89 Dari tabel 4 menunjukkan tingkat ketuntasan belajar siswa yang terjadi peningkatan dimana hal ini menunjukkan prestasi belajar siswa telah dilakukan tindakan kelas naik pada siklus I maupun siklus II terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan kelas khususnya penerapan strategi belajar aktif kooperatif metode Team Games Tournament dalam mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas XII telah terjadi peningkatan signifikan. Tingkat prestasi belajar siswa setelah melalui beberapa tahap kegiatan pada tes awal, tes akhir siklus I, tes akhir siklus II dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Tingkat Prestasi Hasil Belajar Siswa No. Statistik Tes Awal Tes Akhir Siklus I Tes Akhir Siklus II 1 Nilai Rata-rata 58,34 68,76 79,48 2 Nilai Tertinggi 85 90 95 3 Nilai Terendah 40 55 65 Selanjutnya tingkat prestasi belajar siswa pada siklus I dan siklus II sebagaimana yang terdapat pada tabel 5 dapat juga ditunjukkan dengan diagram pada gambar 1 berikut: Universitas Dharmawangsa Gambar 1. Tingkat Hasil Belajar Siswa Berdasarkan keseluruhan pembahasan di atas maka daimbil suatu kesimpulan terhadap hipotesis yang diajukan, yaiu “Adanya kenaikan penguasaan materi dalam pembelajaran Bahasa Inggris setelah diberikan tindakan kelas dengan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Team Games Tournament” dapat diterima sebagai suatu kebenaran. Pada pra siklus atau kegiatan awal sebelum siklus I dilakukan, guru mnenjelaskan materi kepada siswa dengan mneggunakan metode mengajar ceramah bervariasi. Berdasarkan penelitian hasil tindakan pra siklus diketahui hasil belajar siswa belum memuaskan. Ketuntasan belajar klasikal baru mencapai 55,26% dengan nilai rata-rata 61,34. Terdapat peningkatan signifikan pada hasil belajar siklus I menunjukkan adanya kenajuan walaupun belum memuaskan namun terlihat ada peningkatan dari siklus I. Pada siklus I rata-rata nilai belajar sudah tercapai, namun belum TES AWAL TES AKHIR SIKLUS I TES AKHIR SIKLUS II Nilai Rata-rata 61.34 69.76 79.48 Nilai Tertinggi 85 90 95 Nilai Terendah 40 55 65 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Universitas Dharmawangsa melebihi angka 70, karena ketuntasan pada siklus I baru mencapai 73,68% dengan nilai rata-rata 69,76. Pada siklus II ketuntasan belajar dan rata-rata nilai sudah tercapai, karena pada siklus II ini ketuntasan sudah mencapai 92,11% dengan nilai rata-rata 79,48. Maka pembelajaran Bahasa Inggris menggunakan strategi belajar aktif kooperatif Team Games Tournament berpengaruh terhadap penguasaan materi pembelajaran Bahasa Inggris terhadap siswa, hal ini dapat terlihat dengan adanya peningkatan pada ketuntasan belajar perorangan dan ketuntasan belajar. ## 4.2. Peningkatan Keaktifan Siswa Hasil penelitian observasi mengani peningkatan keaktifan siswa pada materi mata pelajaran Bahasa Inggris melalui penerapan strategi belajar aktif kooperatif Team Games Tournament pada siswa kelas XII SMK Negeri 5 Medan tahun pelajaran 2015/2016 ini dilakukan dengan menilai keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran antara lain seperti mengajukan dan menjawab pertanyaan, berpendapat, membuat laporan ataupun kegiatan presentasi siswa. Hasil penelitian guru terhadap keaktifan siswa pada pembelajaran Bahasa Inggris pada siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 6 berikut: Tabel 6. Nilai Keaktifan Peserta Didik No. Keaktifan Peserta Didik Siklus I Siklus II 1 Mengajukan pertanyaan 35% 65% 2 Menjawab pertanyaan 40% 70% 3 Mengemukakan pendapat 40% 65% 4 Membuat laporan 65% 85% 5 Mempresentasikan hasil kegiatan 60% 95% Rata-rata 48% 76% Jadi dapat dibuat suatu kesimpulan, bahwa dengan penerapan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Metode Team Games Tournament telah menghasilkan perubahan pada keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris. Dimana siswa menjadi lebih aktif dalam bertanya maupun menjawab suatu pertanyaan yang diberikan guru, siswa lebih aktif untuk berpendapat. Siswa lebih giat dalam pmbuatan laporan atau ringkasan, dan yang paling penting siswa lebih percaya diri dalam kegiatan presentasi dengan teman-teman di kelas. ## 5. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Hasil pembelajaran siswa dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Kooperatif Team Games Tournament telah terjadi peningkatan secara signifikan. Sebelum dilaksanakan tindakan kelas nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa kelas XII adalah 61,34 dengan simpangan baku 10,38 dengan kategori sangat rendah. Setelah dilakukan tindakan kelas pada siklus I nilai hasil belajar siswa rata-ratanya menjadi 69,76 dan standar deviasi 9,42 (kategori sedang). Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa terjadi peningkatan yaitu 79,48 berada pada kategori baik dengan simpangan bakunya 8,48. b. Sebelum dilakukan tindakan kelas, tingkat ketuntasan belajar adalah 55,26% (dari 38 orang siswa hanya 21 orang yang tuntas). Pada siklus I setelah dilakukan tindakan maka ketuntasan siswa menjadi 73,68% (28 orang yang tuntas dari 38 siswa). Pada siklus II setelah dilaksanakan tindakan lebih lanjut sebagai hasil dari refleksi siklus I persentase tingkat ketuntasan siswa menjadi 92,11% (35 orang siswa yang tuntas dari jumlah siswa 38 orang). c. Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajarn Bahasa Inggris setelah dilakukan tindakan kelas pada siklus I dan siklus II semakin meningkat. Pada siklus I rata-rata kehadiran siswa 95,5% dan pada siklus II kehadiran siswa menjadi 100%. Demikian pula dalam melakukan aktivitas pembelajaran telah terjadi perubahan tingkah laku yang cukup baik dan siswa menjadi lebih mandiri. ## Daftar Pustaka Abdurrahman. M. 1999. Pendidikan Bagi Anak yang Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Cooperatif. Surabaya : Surabaya Press UNS. Purwanto, N.1990. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Tarigan, R. 1999. Pembelajaran Kooperatif Type TGT. Medan : Balai Penerbit Unimed.
c31b2854-a365-40f0-95bd-591a6ac4508a
https://journal.uwgm.ac.id/yuriska/article/download/227/173
“ MEKANISME PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT OLEH WALIKOTA SAMARINDA DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA ” Hardiansyah dan Hudali Mukti [email protected], [email protected] Anggota LKBH Dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ## ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penetapan wilayah pertambangan rakyat pada pelaksanaannya dilapangan tidak pernah di implementasikan oleh pemerintah daerah dan terhadap konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada pelaksanaannya tidak pernah dilakukan karena terkendala oleh beberapa faktor. Sehingga disarankan pemerintah daerah bisa mengimplementasikan mekanisme penetapan wilayah pertambangan rakyat secara baik sejak dikeluarkannya peraturan daerah tersebut dan pemerintah provinsi sebaiknya mempertimbangkan untuk bisa memberikan izin pertambangan rakyat (IPR) maupun menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) di kota samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat Oleh Walikota Samarinda di tinjau dari Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda dan Bentuk Konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kota Samarinda. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang bersumber dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer. ## Kata Kunci : Mekanisme, Konsultasi, Pertambangan Rakyat ## ABSTRACT The results showed that the mechanism for the determination of the people in the implementation of the mining area in the field was never implemented by the local government and the Mayor of Samarinda consultation with the Legislative Council on its implementation is never done because it is constrained by several factors. So that local governments can implement the suggested mechanism for the determination of the mining area people as well since the issuance of local regulation and the provincial government should consider in order to give people the mining permit (IPR) and set the artisanal mining area (WPR) in the city of Samarinda. This study aims to determine the mechanism of Zoning Mining People By Mayor of Samarinda in the review of the Regional Regulation No. 12 Year 2013 on Mineral and Coal Mining in the Area Samarinda and Form Consultation Mayor of Samarinda by the regional council in Zoning People Mining in terms of the Regional Regulation No. 12 Year 2013 on Mineral and Coal Mining in Samarinda. This research is a normative law derived from secondary law and primary legal materials. Keywords: Mechanism, Consulting, Mining People ## PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah merupakan salah satu unsur penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah. Pemerintah daerah sebagai salah satu unsur penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah, memerlukan kewenangan dalam penyelenggaraan urusannya. Kewenangan pemerintah daerah merupakan hak dan kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk melakukan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerahnya. Pemerintah Daerah, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai salah satu unsur penyelenggaraan urusan pemerintahan di kabupaten/kota, dalam pengelolaan potensi Sumber Daya Alam (SDA) telah diberikan kewenangan, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pertambangan rakyat. Dalam pengelolaan potensi Sumber Daya Alam, walaupun diberikan kewenangan pada daerah, namun diatur dengan ketentuan perundang-undangan maupun peraturan dari pemerintah pusat, seperti dalam hal Pengelolaan pertambangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, kemudian Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/kota diamanatkan untuk membuat Peraturan Daerah sebagai Penjabaran pengaturan di wilayah kerjanya. Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, didalamnya mengatur tentang Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, merupakan wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintah yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Dan didalam ketentuan mengenai Wilayah Pertambangan tersebut didalamnya 1 Nandang Sudarjat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka mengatur lagi mengenai Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, yang merupakan bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Terkait penjelasan diatas Nandang Sudrajat dalam buku : Teori Dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, menyatakan bahwa : UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berlaku saat ini, memberikan panduan bahwa pengelolaan dan pengusahaan bahan galian dilakukan secara sistematis sejak penetapan Wilayah Pertambangan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Proses pelaksanaan penetapan wilayah pertambangan, wilayah usaha pertambangan atau wilayah usaha pertambangan khusus dan wilayah pertambangan rakyat, dilakukan dengan mekanisme yang transparan, akuntabel, dengan melibatkan seluruh elemen, yaitu pemerintah pusat/pemerintah daerah, DPR/DPRD, dan masyarakat. 1 Dalam pengelolaan pertambangan rakyat, kewenangan pemerintah daerah merupakan hak dan kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk melakukan penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendaliaan terhadap kegiatan pertambangan rakyat yang ada di daerah. Berdasarkan Pasal 1 angka 37 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara urusan pemerintahan daerah di bidang pertambangan. Bupati/Walikota merupakan pejabat yang berwenang dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Bupati/Walikota dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat, berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota untuk memperoleh pertimbangan. Dengan itu, kewenangan untuk melakukan penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendaliaan terhadap kegiatan pertambangan rakyat hanya berada pada lingkup urusan daerah kabupaten/kota, dan merupakan kewenangan pemerintah daerah Yustisia, Yogyakarta, 2010. hal.65. kabupaten/kota. Sementara itu, sebagai salah satu kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan rakyat dan dalam pengaturan pertambangan rakyat, Penetapan WPR merupakan pengaturan pokok dalam pertambangan rakyat. Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 26 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menentukan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan mekanisme penetapan WPR diatur dengan peraturah daerah kabupaten/kota. Berdasarkan ketentuan di atas, menurut hemat penulis dapat dipahami bahwa Pertama, Bupati/Walikota terhadap kewenangan dalam penetapan WPR baru dapat dilaksanankan setelah adanya pengaturan atau ketentuan lebih lanjut tentang kriteria dan mekanisme penetapan WPR. Kedua, dapat dipahami bahwa pemerintah daerah Kabupaten/Kota baru dapat melakukan penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendaliaan terhadap kegiatan pertambangan rakyat setelah adanya peraturan daerah yang mengatur tentang pertambangan rakyat sebagai pelaksanaan terhadap ketentuan tersebut. Artinya, dengan adanya ketentuan tersebut, secara khusus kewenangan penetapan WPR oleh Bupati/Walikota dalam pelaksanaannya memerlukan pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Begitupula, secara umum pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam artian eksekutif dan legislatif sebagaimana telah ditentukan, dalam melakukan pengelolaan pertambangan rakyat, pelaksanaannya memerlukan pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai ketentuan lebih lanjut, sekaligus sebagai dasar hukum kewenangannya dalam melakukan pengelolaan pertambangan rakyat di Kabupaten/Kota. Selain itu, sebagaimana dipahami bahwa hal yang sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan diantaranya adalah menyangkut tentang landasannya. Landasan yang dimaksud disini adalah pijakan, alasan atau latar belakang mengapa perundangan-undangan itu harus dibuat. 2 Bagir Manan dan W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, Legislatif Drafting Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan Daerah, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2009, hal 28. 3 Rosyidi Rangga Widjaja dikutip oleh Soimin, Pembentukan Peraturan Negara Di Indonesia, Menurut Bagir Manan dalam buku legislatif drafting teori dan teknik pembuatan peraturan daerah, ada 4 (empat) landasan yang digunakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu : 2 1. Landasan yuridis, yakni ketentuan hukum yang menjadi dasar kewenangan (bevoegheid, competentie) pembuat peraturan perundang-undangan. Apakah kewenangan pejabat atau badan mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam perundang-undangan atau tidak. Hal ini sangat penting untuk disebutkan dalam perundang-undangan karena seorang pejabat/suatu badan tidak berwenang (onbevogheid) mengeluarkan aturan. 2. Landasan Sosiologis yakni satu peraturan perundang-undangan yang dibuat harus dapat dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup. Ini berarti bahwa hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat. 3 3. Landasan Filosofis, yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi dasar sewaktu menuangkan hasrat dan kebijakan (pemerintah) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan negara. 4 4. Landasan Politis, yakni garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara. Berkaitan dengan landasan-landasan tersebut, dengan adanya kewenangan pembuatan Peraturan Daerah dalam pengelolaan pertambangan rakyat, adapun yang menjadi landasan pembuatan Peraturan Daerah oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan rakyat menurut Salim Hs dalam buku Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu : 5 a) landasan filosofis, yaitu dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap penambang rakyat. b) landasan sosiologis, yaitu untuk mencegah dan mengatasi serta memberikan perlindungan 2010. hal 30. 4 Budiman NPD, Ilmu Pengantar Perundang- Undangan, UII press, Yogyakarta, 2005, hal 33. 5 Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal.104. terhadap timbulnya dampak negatif dari kegiatan pertambangan rakyat yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu timbulnya kerusakan lingkungan, baik lingkungan sosial maupun fisik. c) landasan yuridis, yaitu karena adanya perintah Pasal 26, Pasal 72, dan Pasal 143 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Di sisi lain, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, landasan pembentukan Peraturan Daerah tentang pertambangan rakyat adalah bahwa pengelolaan dan pengusahaan pertambangan rakyat merupakan salah satu potensi daerah yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan landasan-landasan tersebut, dengan adanya kewenangan pembuatan Peraturan Daerah dalam pengelolaan pertambangan rakyat, dasar pertimbangan dibentuknya Peraturan Daerah tentang pertambangan rakyat adalah bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki daerah, perlu melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengendalian terhadap pengelolaan dan pengusahaan potensi daerah di bidang pertambangan rakyat untuk menjamin kepastian hukum serta terpeliharanya keseimbangan alam serta kelestarian lingkungan. Selain itu, sebagai salah satu potensi daerah, pembuatan Peraturan Daerah dalam pengelolaan pertambangan rakyat dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Sehingga, pelaksanaannya perlu diusahakan untuk menunjang pemerataan berusaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi lokal atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kota Samarinda sebagai salah satu daerah kabupaten/kota yang berada diwilayah Kalimantan Timur, memiliki potensi pertambangan yang cukup besar seperti potensi Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah Kota Samarinda dalam hal ini Walikota Samarinda, mempunyai kewenangan dalam hal pengelolaan pertambangan mineral dan batubara sesuai dengan amanat Undang- undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara salah satunya mengenai pembuatan peraturan perundang-undangan daerah. Sehingga, Untuk mengatur pengelolaan pertambangan tersebut, maka Pemerintah Kota Samarinda membuat sebuah kebijakan berupa Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda, sebagai landasan hukum untuk mengatur pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di wilayah Kota Samarinda. Salah satu kewenangan Walikota Samarinda di dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda yaitu mengatur tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di daerah Kota Samarinda yang tertuang didalam pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ditetapkan oleh Walikota, setelah berkonsultasi dengan DPRD. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, maka Penulis tertarik untuk mengangkat judul Skripsi “Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat Oleh Walikota Samarinda ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kota Samarinda “. ## B. Perumusan Masalah permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat oleh Walikota Samarinda ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kota Samarinda ? 2. Apa Bentuk Konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda ? ## C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu mengetahui dan menganalisis Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat oleh Walikota Samarinda ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kota Samarinda dan Untuk mengetahui dan menganalisis Bentuk Konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda. Adapun penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan bacaan dan sumber pengetahuan maupun sumber informasi bagi masyarakat umum untuk mengetahui Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat oleh Walikota Samarinda ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kota Samarinda. Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui Bentuk Konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Wilayah Kota Samarinda. ## METODE PENELITIAN ## 1. Jenis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum Normatif (Yuridis Normatif). Penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian yang mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitiannya. 6 Untuk menunjang dan melengkapi data, maka dilakukan penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan cara terjun langsung kelapangan untuk memperoleh data sekunder. 7 ## 2. Bahan Hukum A. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari : 1) Undang-Undang Dasar 1945 2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 5) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 6 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, jakarta, 2004, hal. 166 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda. B. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan kerjasama terhadap bahan hukum primer, yaitu terdiri dari buku-buku liteatur, makalah, artikel, hasil penelitian dari karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. C. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder 3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Dalam Penyusunan Karya Ilmiah ini Peneliti melakukan metode dan pengumpulan data dengan cara yakni sebagai berikut : A. Studi Kepustakaan dan Studi Dokumen yaitu dengan cara mempelajari, mengkaji dan mengolah bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. B. Wawancara (interview) Penggunaan teknik wawancara dalam penelitian ini didasari pertimbangan, melalui wawancara dengan pemerintah Kota Samarinda selaku pihak yang melakukan penetapan wilayah pertambangan rakyat di kota samarinda dan Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda. Tujuan penggunaan panduan wawancara (Interview guide) agar fokus wawancara tidak keluar dari konteks penelitian. Secara teoritis wawancara yang menggunakan panduan wawancara tersebut disebut wawancara campuran. ## 4. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini. Dalam analisis data ini 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, jakarta, 2003, hal. 13 digunakan cara berfikir induktif, yaitu menyimpulkan hasil penelitian dari hal yang bersifat khusus untuk kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum. ## PEMBAHASAN ## A. Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat Oleh Walikota Samarinda Ditinjau Dari Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam Wilayah Kota Samarinda. Sebelum suatu wilayah ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat terdapat beberapa kriteria untuk menetapkan wilayah pertambangan rakyat sebagaimana yang termuat didalam ketentuan mengenai wilayah petambangan didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 tentang pertambangan mineral dan batubara dalam wilayah kota samarinda. Kriteria untuk menetapkan wilayah pertambangan rakyat terkandung didalam pasal 10 yakni sebagai berikut : 1) Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat disungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai; 2) Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh l ima) meter; 3) Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; 4) Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh l ima) hektar; 5) Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau 6) Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun. Dari kriteria WPR di atas jika dikaji, pertama, untuk huruf (d) apabila WPR maksimal wilayahnya 25 hektar, dan tiap orang mendapat wilayah 1 hektar, maka untuk 1 WPR hanya terdapat 25 orang penambang, atau kalau kelompok masyarakat, dan tiap kelompok mendapat 5 hektar, maka akan ada maksimal 5 kelompok penambang, atau kalau koperasi, dan tiap koperasi mendapat 10 hektar, maka akan ada maksimal 2 sampai 3 koperasi penambang. Dari sini dapat diperkirakan bahwa penambang yang dapat memiliki IPR di wilayah WPR sangat terbatas, artinya serapan tenaga kerja dari pertambangan rakyat tidak banyak, apalagi sumber daya ini adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini hanya bersifat temporer atau tidak dapat diharapkan berlangsung terus menerus. Kemudian untuk kriteria huruf (f) yaitu bahwa kegiatan pertambangan tersebut sudah dikerjakan sekurang-kurangnya minimal 15 tahun, artinya di sini untuk menentukan daerah suatu wilayah menjadi WPR di Kota Samarinda sangat sulit, karena ketentuan batas minimal aktivitas pertembangan tersebut cukup lama. Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa norma tentang kriteria penentuan WPR bersifat ‘komulatif’, ini berarti bahwa untuk menentukan suatu wilayah menjadi WPR harus memenuhi syarat-syarat tersebut secara keseluruhan. Dalam hal menetapkan suatu wilayah menjadi wilayah pertambangan rakyat, pemerintah kota samarinda dalam hal ini eksekutif, legislatif dan unsur lainnya bersama- sama saling berkoordinasi untuk menetapkan suatu wilayah pertambangan rakyat. Sebagai pemerintah kota samarinda, walikota samarinda dalam hal menetapkan suatu wilayah menjadi wilayah pertambangan rakyat mempunyai mekanisme penetapan wilayah pertambangan rakyat yakni sebagai berikut : 1. Walikota melakukan Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Pada Proses Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan Rakyat, terhadap masyarakat yang memiliki hak atas tanah dalam WPR berhak mendapatkan koordinasi dari Pemerintah Daerah. Koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yakni dalam rangka mencapai kesepakatan dengan Pemilik Hak Atas Tanah untuk ditetapkan sebagai WPR. Walikota berkewajiban untuk mengumumkan mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka. Pengumuman rencana WPR dilakukan di Kantor Desa/Kelurahan/ Instansi terkait, dilengkapi dengan peta situasi yang menggambarkan lokasi, luas dan batas situasi serta daftar koordinat dan dilengkapi daftar pemegang hak atas tanah yang berada dalam WPR. Perencanaan WPR disusun melalui Inventarisasi potensi pertambangan rakyat. Inventarisasi potensi pertambangan rakyat dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai potensi pertambangan yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rencana penetapan WPR. Potensi pertambangan rakyat dikelompokkan atas pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral dan batubara dikelompokkan ke dalam 4 (Empat) golongan komoditas tambang: a. mineral logam; b. mineral bukan logam; c. batuan; dan d. batubara; Inventarisasi potensi pertambangan rakyat dilakukan melalui kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan. Penyusunan Rencana WPR digunakan sebagai dasar untuk penetapan WPR. 2. Walikota melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka mempersiapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Penyelidikan dan penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yakni sebagai berikut : a. formasi batuan pembawa mineral dan/atau batubara; b. data geologi hasil evaluasi dari kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung, telah berakhir, dan/atau telah dikembalikan walikota ; c. data perizinan hasil inventarisasi terhadap perizinan yang masih berlaku, yang sudah berakhir, dan/atau yang sudah dikembalikan kepada walikota sesuai dengan kewenangannya. Penyelidikan dan penelitian pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan rakyat, Walikota memberikan penugasan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda. Penugasan yang diberikan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda dilakukan untuk menunjang penyiapan WPR. Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda wajib: a. menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan informasi potensi pertambangan rakyat hasil penyelidikan dan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan- undangan; dan b. menyerahkan seluruh data dan informasi potensi pertambangan yang diperolehnya kepada Walikota yang memberi penugasan. Walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan rakyat yang akan dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda dan dituangkan dalam peta. Walikota dalam menetapkan wilayah penugasan sebagaimana dimaksud diatas berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi. Walikota dapat mengusulkan suatu wilayah penugasan untuk dilakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan rakyat kepada Pemerintah Provinsi. Peta yang dimaksud sebagai dasar dalam memberikan penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda. Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan rakyat yang dilakukan oleh Walikota wajib diolah menjadi peta potensi mineral dan/atau batubara. Peta potensi mineral dan/atau batubara paling sedikit memuat informasi mengenai formasi batuan pembawa mineral dan/atau pembawa batubara. Walikota wajib menyampaikan peta potensi mineral dan/atau batubara kepada Pemerintah Provinsi. Berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara, Walikota melakukan evaluasi. Hasil evaluasi digunakan oleh Walikota sebagai bahan penyusunan rencana WPR.. 3. Hasil Penyelidikan dan Penelitian selanjutnya dikoordinasikan dengan Pemerintah Provinsi dan dilaporkan secara tertulis kepada DPRD kabupaten/kota. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi. Hasil Penyelidikan dan Penelitian yang dilaporkan secara tertulis kepada DPRD kabupaten/kota dilakukan untuk memperoleh pertimbangan. 4. Walikota melakukan Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) A. Dalam rangka penetapan WPR oleh Walikota harus meliputi sekurang- kurangnya : 1) Penetapan WPR dilakukan setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; 2) Sebelum melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, wajib memastikan yakni : a. Lokasi WPR : 1. Masuk dalam Kawasan Peruntukan Pertambangan sebagaimana tercantum dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah; 2. Telah mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. Telah menggunakan sistem koordinat pemetaan dengan Datum Geodesi Nasional yang mempunyai parameter sarna dengan parameter Ellipsoid World Geodetic System; 4. Telah memenuhi kriteria penetapan WPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 5. Telah dilaksanakan pengumuman rencana penetapan WPR kepada masyarakat seeara terbuka paling sedikit pada kantor kelurahan/desa di lokasi WPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. b. Luasan WPR; Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektar. c. Jenis komoditas yang ditambang; Pertambangan Rakyat dikelompokkan ke dalam 4 (Empat) golongan komoditas tambang : 1. mineral logam; 2. mineral bukan logam; 3. batuan; dan 4. batubara; d. Gambar peta lokasi WPR. B. Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR. C. WPR yang telah ditetapkan disampaikan secara tertulis oleh Walikota kepada Menteri dan Gubernur. D. Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Menurut Hemat Penulis, dari keseluruhan rangkaian mekanisme penetapan wilayah pertambangan rakyat oleh walikota samarinda yang dijelaskan diatas, pemerintah kota samarinda maupun aparatur yang menjalankannya belum mampu untuk mengimplementasikannya di lapangan. Terbukti bahwa sampai saat ini pemerintah kota samarinda tidak pernah mengeluarkan izin pertambangan rakyat (IPR) maupun menetapkan suatu wilayah pertambangan rakyat (WPR) di Kota Samarinda. Sehingga, pertambangan rakyat yang dikerjakan oleh masyarakat setempat di kota samarinda itu dilakukan secara ilegal. Padahal didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda sudah jelas ada ketentuan yang mengatur tentang Izin Pertambangan Rakyat dan penetepan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kota Samarinda. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak pernah di implementasikan secara baik oleh pemerintah kota samarinda. Yang menjadi alasan kenapa pemerintah kota samarinda tidak pernah mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat maupun menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda yakni dapat dilihat dari beberapa contoh Pertambangan Rakyat yang pernah ada di Kota Samarinda yang tidak memiliki Izin pertambangan rakyat (IPR) dan tidak ditetapkan wilayahnya sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat oleh pemerintah kota samarinda yakni sebagai berikut : a) Penambangan Pasir di Sungai Mahakam Penambangan Pasir yang dilakukan sejak dulu oleh masyarakat setempat kota samarinda di sungai mahakam sudah berlangsung cukup lama. Akan tetapi, sejak saat itu hingga dikeluarkannya Perda Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dalam wilayah kota samarinda, pertambangan pasir tersebut pun tidak pernah memiliki izin pertambangan rakyat (IPR) maupun memiliki wilayah pertambangan rakyat yang di legalkan oleh pemerintah kota samarinda. Yang menjadi alasan kenapa pemerintah kota samarinda tidak mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan tidak menetapkan suatu wilayah pertambangan rakyat kepada masyarakat yang melakukan penambangan pasir di sungai mahakam yakni karena : 1) Kesulitan dalam Pembagian Wilayah Izinnya Pembagian wilayah izin penambangan pasir disungai mahakam dapat dikatakan sangat sulit karena yang perlu diketahui bahwa sungai mahakam dikota samarinda yang mempunyai material pasir cukup banyak dan wilayahnya yang luas akan membuat pemerintah kota samarinda sangat kesulitan untuk menentukan wilayah bagi masyarakat penambang pasir yang satu dengan penambang pasir lainnya. Apalagi material pasir disungai mahakam tidak serta merta selalu ada dan selalu berpindah-pindah, misalnya saja apabila penambang pasir A sudah ditetapkan suatu wilayah penambangannya dan suatu ketika diwilayahnya tersebut telah habis material pasirnya maka secara otomatis penambang pasir A tersebut pasti akan berpindah kewilayah yang lain, wilayah dimana yang diperkirakan masih memiliki material pasir. Hal inilah yang akan menjadi salah satu pertimbangan oleh pemerintah kota samarinda tidak memberikan izin pertambangan rakyat, terlebih lagi disungai mahakam terdapat beberapa wilayah-wilayah tertentu yang dilarang untuk dilakukan penambangan pasir seperti wilayah sekitar jembatan. Sehingga penambangan pasir yang dilakukan disungai mahakam kesemuanya merupakan pertambangan ilegal. 2). Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang mengawasinya Dengan banyaknya masyarakat yang melakukan penambangan pasir disungai mahakam membuat pemerintah kota samarinda akan kesulitan untuk mengontrol para penambang pasir di sungai mahakam karena keterbatasan sumber daya manusia yang mengawasinya, apalagi para penambang pasir di sungai mahakam kebanyakan dilakukan pada malam hari. Oleh sebab itu, sejak dulu hingga dikeluarkannya Perda Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dalam wilayah kota samarinda, pemerintah kota samarinda tidak pernah melegalkannya. b) Penambangan Batu Cermin dan Batu Besaung di Sempaja Utara Penambangan Batu Cermin dan Batu Besaung di Sempaja Utara yang dilakukan oleh masyarakat setempat kota samarinda juga telah berlangsung cukup lama, akan tetapi penambangan batu cermin dan batu besaung tersebut pun tidak memiliki izin atau dianggap ilegal oleh pemerintah kota samarinda. Yang menjadi alasan kenapa pemerintah kota samarinda tidak mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada para penambang batuan tersebut yakni karena pemerintah kota samarinda beranggapan bahwa penambangan batuan tersebut akan memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar. Karena tidak didukung dengan kajian analisis dampak lingkungan (AMDAL). Perlu diketahui bahwa pemerintah kota samarinda untuk melegalkan tambang rakyat di kota samarinda bukan seperti membalik telapak tangan atau dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek aturanya. Penyebab penambangan ilegal di kota samarinda yakni karena pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat kota samarinda kebanyakan dilakukan tanpa izin dan dilakukan bukan di wilayah yang memang diperuntukkan untuk kegiatan pertambangan, perlatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan pun tidak memenuhi unsur kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja, serta aktivitasnya juga mengenyampingkan aspek-aspek lingkungan karena tidak memiliki Amdal. Sehingga, karena hal-hal tersebutlah pemerintah kota samarinda tidak pernah melegalkan pertambangan rakyat di kota samarinda. B. Bentuk Konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat ditinjau dari Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kota Samarinda Proses konsultasi yang dilakukan oleh Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda mengenai Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda yakni dilakukan dalam bentuk tertulis, adapun Isi materi di dalam konsultasi yang dilakukan dalam bentuk tertulis oleh Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda mengenai Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda yakni Membahas : 1. Membahas Tentang Kriteria Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat nya Didalam pembahasan terkait Kriteria Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yakni dilakukan untuk mengetahui apakah suatu wilayah yang ingin ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat tersebut sudah memenuhi kriteria untuk di tetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat atau belum memenuhi kriteria untuk ditetapkan. 2. Membahas Hasil Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan Rakyat yang telah dilakukan oleh Walikota Samarinda Didalam pembahasan terkait Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah dilakukan oleh Walikota Samarinda yakni dilakukan untuk mengetahui daftar pemegang hak atas tanah yang berada dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Tujuannya yakni untuk mengetahui apakah wilayah tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah dan apakah sudah dilakukan pembebasan lahan oleh pemerintah kota samarinda dari pemegang hak atas tanah tersebut. Sehingga, wilayah yang ingin ditetapkan tersebut nantinya tidak menimbulkan sengketa. 3. Membahas Hasil penyelidikan dan penelitian yang telah didapatkan oleh Walikota Samarinda Dari hasil penyelidikan dan penelitian yang telah didapatkan oleh Walikota Samarinda selanjutnya data dan informasi yang telah diperoleh tersebut di lampirkan didalam konsultasi yang dilakukan secara tertulis yang mana tujuannya untuk mengetahui tentang : a. Lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat nya b. Luasan Wilayah Pertambangan Rakyat nya c. Jenis komoditas yang ditambang d. Gambar peta lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat nya. Selanjutnya dari hasil pembahasan dalam konsultasi tersebut, DPRD Kota Samarinda membuat suatu pertimbangan yang mana hasil pertimbangan yang dibuat oleh DPRD Kota Samarinda tersebut menyatakan menyetujui atau tidak penetapan wilayah yang akan dilakukan oleh Walikota Samarinda. Dari Fakta yang penulis dapatkan dilapangan, konsultasi yang dilakukan oleh Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menetapankan wilayah pertambangan rakyat di kota samarinda pada kenyataannya tidak pernah di lakukan oleh pemerintah kota samarinda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni sebagai berikut : 1. Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda kebanyakan tidak memenuhi Kriteria untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Di Kota Samarinda hampir semua kegiatan pertambangan rakyat yang ada tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR). Salah satu kriteria agar bisa ditetapkan wilayahnya sebagai wilayah pertambangan rakyat yakni sudah dikerjakan sekurang-kurangnya minimal 15 tahun, artinya di sini untuk menentukan daerah suatu wilayah menjadi WPR di Kota Samarinda sangat sulit, karena ketentuan batas minimal aktivitas pertembangan tersebut cukup lama. Terlebih lagi untuk menentukan suatu wilayah menjadi WPR harus memenuhi syarat- syarat tersebut secara keseluruhan. 2. Pemerintah Kota Samarinda tidak pernah mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat ataupun menetapkan suatu Wilayah Pertambangan Rakyat di Kota Samarinda Konsultasi yang dilakukan oleh Walikota Samarinda dengan DPRD Kota Samarinda tidak akan pernah bisa dilaksanakan apabila pemerintah kota samarinda itu sendiri tidak pernah mengeluarkan Izin dan menetapkan suatu wilayah pertambangan rakyat di kota samarinda. Karena konsultasi tersebut hanya bisa dilaksanakan apabila pemerintah kota samarinda telah mengeluarkan izin pertambangan rakyat bagi penambang rakyat di kota samarinda. 3. Kewenangan Pemerintah Kota Samarinda dalam pengelolaan pertambangan Telah diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Kewenangan Pemerintah Kota Samarinda untuk melakukan penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendaliaan terhadap kegiatan pertambangan saat ini telah diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Sehingga untuk melakukan penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendaliaan terhadap kegiatan pertambangan tersebut, pemerintah kota samarinda sudah tidak memiliki kewenangan lagi melainkan hal tersebut sudah menjadi kewenangan pemerintah provinsi Kalimantan Timur. Sehingga, Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda tersebut dinilai tidak bisa lagi dijadikan sebagai landasan acuan untuk melakukan penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendaliaan terhadap kegiatan pertambangan di kota samarinda. Karena Pengaturan pertambangan di kota samarinda saat ini hanya berlandaskan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. ## PENUTUP A. Kesimpulan Mekanisme Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat Oleh Walikota Samarinda yakni melakukan Penyusunan Rencana WPR, melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka mempersiapkan WPR, melakukan koordinasikan dengan Pemerintah Provinsi DPRD kabupaten/kota, melakukan Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan memastikan lokasi WPR, luasan WPR, jenis komoditas yang ditambang, gambar peta lokasi WPR, Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR, WPR yang telah ditetapkan disampaikan secara tertulis oleh Walikota kepada Menteri dan Gubernur, Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Bentuk Konsultasi Walikota Samarinda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat yakni dilakukan dalam bentuk tertulis. Isi materi di dalam konsultasi yakni Membahas Tentang Kriteria Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyatnya, Membahas Hasil Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan Rakyat yang telah dilakukan oleh Walikota Samarinda, Membahas Hasil penyelidikan dan penelitian yang telah didapatkan oleh Walikota Samarinda yakni seperti Lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat nya, Luasan Wilayah Pertambangan Rakyat nya, Jenis komoditas yang ditambang, Gambar peta lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat nya. B. Saran Seharusnya Mekanisme untuk menetapkan wilayah pertambangan rakyat oleh walikota samarinda itu di implementasikan secara baik sejak dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2013 tentang pertambangan mineral dan batu bara dalam wilayah kota samarinda. Sebaiknya konsultasi yang dilakukan oleh walikota samarinda dengan DPRD Kota Samarinda itu tidak hanya di lakukan dalam bentuk tertulis. Akan tetapi, agar lebih efektif maka harus dilakukan secara lisan dengan cara rapat koordinasi. Dan Sebaikya Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dalam wilayah Kota Samarinda itu dibatalkan atau di cabut karena sudah tidak efektif lagi dalam Implementasinya. ## DAFTAR PUSTAKA ## A. Daftar Buku Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, jakarta, 2004 Bagir Manan dan W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, Legislatif Drafting Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan Daerah, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2009 Budiman NPD, Ilmu Pengantar Perundang- Undangan, UII press, Yogyakarta, 2005 ## Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004 Maria Farida S, Ilmu Perundang-undangan I, Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 2007 Muh. Nasir, Metode Penelitian, RajaGrafindo Persada, jakarta, 2010 Muchtar Kusumaatmadja, Aspek Hukum Dan Kelembagaan Dalam Peningkatan Efisiensi Dan Efektifitas Pengelolaan Wilayah Pesisir, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009 Nandang Sudarjat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010 Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik- kualitatif, RajaGrafindo Persada, jakarta, 1996 Rosyidi Rangga Widjaja dikutip oleh Soimin, Pembentukan Peraturan Negara Di Indonesia, 2010 Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, jakarta, 2003 Wiratno, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Universitas Trisakti, Jakarta, 2011 ## B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Jo Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Wilayah Kota Samarinda.
d82501a7-28b5-45d9-abf2-e277993fa893
https://ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/jige/article/download/735/894
## ANALISIS HISTOLOGI INSANG KUDA LAUT YANG DIAMBIL DARI PENANGKARAN PULAU BADI Indra G. Ahmad Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan Universitas Negeri Gorontalo, (Gorontalo), (Indonesia) ## History Article Article history: Received Mei 1, 2023 Approved Mei 16, 2023 ## ABSTRACT Sea Horse (Hippocampus barbouri) breeding is not immune to disease. The gills are the first organ exposed to disease. This study aims to look at the histopathological shape of healthy and diseased gills so that differences can be seen. Seahorse gill samples were fixed with 70% PA alcohol and then histology preparations were made by staining with hematoxylin and eosin (HE). The data obtained were analyzed descriptively. The results of this study found the presence of inflammatory infiltration in healthy gills and hyperplasia in diseased gills. ABSTRAK Penangkaran Kuda Laut ( Hippocampus barbouri) tidak luput dari adanya serangan penyakit. Insang merupakan organ pertama yang terpapar serangan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bentuk histopatologi pada insang sehat dan sakit sehingga dapat dilihat perbedaannya. Sampel insang kuda laut difiksasi dengan alkohol PA 70% kemudian dilakukan pembuatan sediaan histologi dengan melakukan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini ditemukan adanya infiltrasi radang pada insang sehat dan adanya hiperplasia pada insang sakit. ## Keywords: Hippocampus , Histologi, Gills ## © 2023 Jurnal Ilmiah Global Education * Corresponding author email: [email protected] ## PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi ikan hiasnya sebesar 253 jenis. Salah satu jenis ikan hias air laut adalah Kuda Laut. Dijelaskan oleh Syukri (2016) karena nilainya yang cukup tinggi, Kuda Laut tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, namun merambah pasar luar negeri sehingga meneyebabkan kebutuhan akan Kuda Laut meningkat yang berakibat pada adanya eksploitasi yang mengancam kelestarian Kuda Laut itu sendiri. Semakin meningkatnya kebutuhan akan kuda laut, berdampak pada eksploitasi besar JIGE 4 (2) (2023) 561-564 ## JURNAL ILMIAH GLOBAL EDUCATION ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/jige besaran sehingga menyebabkan terjadinya degradasi habitat dan bahkan menyebabkan kepunahan pada beberapa spesies yang memiliki nilai ekonomi dan nilai hayati yang tinggi (Syafiuddin,2010). Untuk mengatasi permasalahan ekspolitasi dan penangkapan dari alam secara besar-besaran perlu dilakukan usaha budidaya dan penangkaran. Selama ini, usaha yang dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar adalah dengan melakukan kegiatan penangkaran. Kegiatan penangkaran ini terdapat di Pulau Badi, Marine Station di Pulau Barrang Lompo dan Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin (Niartiningsih, 2011). Permasalahan yang dihadapi para pembudidaya yaitu sering munculnya penyakit dan tingginya tingkat mortalitas. Penangkaran Kuda Laut yang ada di pulau Badi mengalami masalah yaitu munculnya penyakit yang berakibat terjadinya kematian kuda laut yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya. Penyebab kematian hewan budidaya dalam hal ini adalah Kuda Laut bermacam-macam dapat berasal dari penyakit, kualitas air ataupun stres yang akan berdampak pada keadaan jaringan seperti insang. Analisa histopatologi dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kondisi kesehatan Kuda Laut ( Hippocampus babouri ) melalui perubahan struktur yang terjadi pada organ-organ yang menjadi sasaran utama sumber penyakit ataupun adanya gangguan lingkungan seperti insang.. ## METODE PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuda Laut ( Hippocampus barbouri ) yang sakit dan yang sehat yang berasal dari penangkaran Kuda Luat yang ada di Pulau Badi Kab. Pangkep Sulawesi Selatan. Penelitian berlangsung dari bulan September – November 2015. Organ insang Kuda Laut ( Hippocampus barbouri ) diambil dan difiksasi ke dalam larutan alkohol PA 70% selama 24 jam. Kemudian disiapkan untuk pembuatan preparat histologi yang meliputi dehidradari pada alkohol bertingkat, kemudian cleaning dengan menggunakan xylol, kemudian penyimpanan jaringan pada parafin, selanjutnya adalah embedding atau penanaman jaringan pada parafin murni, cutting atau pemotongan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 3 µm dan proses terkahir yaitu pewarnaan dengan menggunakan hematoksilin dan eosin (HE). Pengamatan sampel insang dengan menggunakan mikroskop biokuler. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif berdasarkan gambaran insang Kuda Laut ( Hippocampus barbouri ) yang sehat dan sakit. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil Hasil penelitian mengenai histologi insang Kuda Laut (H. barbouri) yang sehat maupun yang sakit dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini : Gambar 1. Histologi insang Kuda Laut yang sehat. Hemal Sinus (Panah hitam); Infiltrasi sel radang pada lamella primer (panah biru); infiltrasi sel radang lamella sekunder (panah jingga). 10x10. HE. Gambar 2. Histologi insang Kuda Laut yang sakit. Penebalan lamella insang (panah merah); hiperplasia (panah hijau). 10x10. HE. Hasil analisis histologi insang Kuda Laut ( H. barbouri ) yang sehat (gambar 1) ditemukan adanya hemal sinus infiltrasi sel radang pada lamella primer dan lamella sekunder. Pada insang Kuda Laut yang sakit (gambar 2) ditemukan adanya penebalan lamella insang dan juga hyperplasia. ## Pembahasan Infiltrasi sel radang adalah adanya sel-sel radang yang berasal dari luar masuk ke dalam jaringan dalam hal ini adalah insang. Infiltrasi sel radang juga ditemukan pada gambaran histologi ginjal ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) yang terserang bakteri Streptococcus agalactiae (Suhermanto, et.al . 2018). Perairan yang tercemar limbah manusia juga menyebabkan infiltrasi sel radang dan hiperplasia pada ikan Neotropical Fish (Camargo dan Martinez, 2007). Infiltrasi sel radang ditemukan juga pada insang ikan Lele ( Clarias garipeneus ) yang terserang bakteri (Sayyed et al , 2010), ikan Oscar ( Astronotous ocellatus ) dan ikan Discus ( Symphycodon discus ) yang terinfeksi parasit (Mohammedi et al , 2012). Selain itu infiltrasi sel radang juga ditemukan pada insang ikan Ikan Mas yang berada di perairan endemik Koi Herpes Virus (KHV) (Wasito, et al . 2013) serta pada insang ikan Mujair ( Oreochromis mosambicus L) yang terpapar logam berat (Kusumadewi, 2015). Hiperplasia adalah adanya penambahan jumlah sel lamella. Menurut Priosoeryanto , et al (2010) hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel lamella yang umumnya terjadi pada insang akibat adanya iritasi yang disebabkan oleh serangan bakteri. Pada penelitian ini ditemukan adanya hiperplasia pada insang Kuda Laut yang sakit. Hal ini pernah ditemukan oleh Martins, et al (2010) pada insang Kuda Laut yang terinfeksi bakteri Vibrio alginolyticus . Negreiros, et al . (2011) pun menjelaskan bahwa ditemukan kerusakan insang seperti hiperplasia dan hipertropi pada insang kuda laut yang ada di perairan dengan paparan limbah seperti petroleum dan minyak. Hiperplasia juga ditemukan pada insang ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) yang dipelihara pada perairan yang mengalami peningkatan senyawa toksik akibat dekomposisi bakteri anaerob (Mandia et al . 2020), pada insang benih ikan Nila yang perairannya tercemar oleh insektisida pertanian (Jamin dan Erlangga, 2016) serta insang ikan hias air laut yang terinfeksi ektoparasit Dactylogyrus sp. (Sudaryatma dan Eriawati, 2012). ## KESIMPULAN Hasil penelitian ini ditemukan adanya jaringan insang Kuda Laut ( Hippocampus barbouri ) baik yang sehat maupun yang sakit adanya hiperplasia, infiltrasi sel radang, penebalan lamella insang. Hal ini diduga akibat adanya cemaran disekitar perairan tempat penangkaran. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cemaran yang ada di perairan tersebut. ## DAFTAR PUSTAKA Jamin, Erlangga. 2016. Pengaruh Insektisida Golongan Organofosfat Terhadap Benih Ikan Nila Gift ( Oreochromis niloticus , Bleeker): Analisis Histologi Hati dan Insang. Acta Aquatica. 3(2): 46-53. https://media.neliti.com/media/publications/222624-pengaruh-insektisida- golongan-organofosf.pdf Mandia S, Susanti S, Maharani AD. 2020. Indikator Histopatologi Pencemerana Air pada Insang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus L). Bioconcetta. 6(2): 72-78. https://ejournal.upgrisba.ac.id/index.php/BioCONCETTA/article/viewFile/4147/pdf Negroiros LA, Silva BF, Paulino MG. 2011. Effect of Hypoxia and Petroleum on the Genotoxic and Morphologival Paramaeters of Hippocampus reidi . Comparative Biochemistry and Physiology. Part. C 153 (2011). 408 – 414 Niartiningsih, A., 2011. Unhas Budidayakan Biota Laut Di Pulau Badi. Okezonecom. Indonesian News And Entertaiment Online. Sudaryatma PE, Eriawati NN. 2012. Histopatologis Insang Ikan Hias Air Laut yang Terinfeksi Dactylogyrus sp.. Jurnal Sain Veteriner. 30(1): 68-75. https://media.neliti.com/media/publications/132204-ID-none.pdf Suhermanto A, Sukenda, Jr Zairin M, Lusiastuti AM, Nuryati S. 2018. Toksisitas Sel Utuh dan Extracellular Product (ECP) Streptococcus agalactiae β -Hemolitik dan Non-Hemolitik pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Riset Akuakultur. 13(4) : 317-328 Syafiuddin.,2010. Studi Aspek Fisiologi Reproduksi : Perkembangan Ovari dan Pemijahan Kuda Laut ( Hippocampus barbouri ) Dalam Wadah Budidaya. Disertasi. Progam Studi Ilmu Perairan Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 189 hal Syukri M. 2016. Pengaruh Padat Penebaran yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Panjang dan Bobot serta Sintasan Juwana Kuda Laut (Hippocampus barbouri). Jurnal Saintifik. 2(2): 122-132 Wasito R, Wuryastuti H, Sutrisno, B. 2013. Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpes Virus. Jurnal Veteriner. 14(3): 344-349
fe40c9de-4ac3-4b07-a8e7-d3e743d90135
https://ejournal.um-sorong.ac.id/index.php/jq/article/download/256/148
## MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DAN TEKNIK NAPIER PADA SISWA KELAS IV B SD MUHAMMADIYAH 2 KOTA ## SORONG Rahmatullah Bin Arsyad Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Sorong. e-mail: [email protected] ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Model Cooperative Learning dan Teknik Napier yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 32 peserta didik dengan 17 peserta didik laki-laki dan 15 peserta didik perempuan sebagai subyek. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Prosedur pelaksanaan tindakan dan implementasi di lokasi penelitian terbagi dalam dua sikluls. Pada siklus ke-I dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan dilanjutkan dengan tes siklus I, implementasi tindakan dengan Model Cooperative Learning dan Teknik Napier . Siklus ke-II dilakukan tindakan sebanyak tiga kali pertemuan yang dilanjutkan dengan tes siklus II dengan model yang sama pada siklus I. Hasil tes siklus I dan siklus II dianalisis secara kuantitatif dan data hasil observasi peserta didik dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang berlangsung selama dua siklus, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan Model Cooperative Learning dan Teknik Napier dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong, yaitu pada siklus I dengan nilai rata-rata 46,88 dengan presentase ketuntasan belajar sebesar 24,99% yang berada pada kategori kurang, meningkat pada siklus II menjadi nilai rata-rata siswa 85,00 dengan presentase belajar sebesar 93,75% yang berada pada kategori sangat baik. Keyword : Hasil Belajar, Matematika, Model Cooperative Learning, Teknik NAPIER ## PENDAHULUAN Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka kecerdasan merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang ada. Hasil belajar yang kurang baik menjadi permasalahan yang sering muncul di dunia pendidikan. Hasil belajar sebagai tolak ukur untuk menentukan apakah seseroang itu berhasil atau tidak. Namun suatu kenyataan yang sering kita lihat, sebagian besar pengajaran di sekolah diberikan dengan model ceramah termasuk dalam pelajaran Matematika. Artinya, pengajar memberikan penjelasan kepada sejumlah siswa secara lisan. Banyak orang menganggap, bentuk pengajaran ceramah tersebut merupkan bentuk yang paling tepat. Selain karena dipandang efisien, nenek moyang kita dulu juga diajar dengan bentuk pengajaran semacam itu. Memang anggapan seperti itu tidak dapat disangkal kebenarannya. Namun disamping itu perlu kita ingat bentuk tersebut mempunyai keuntungan, kerugian, dan keterbatasannya. Sebagai pengajar seseorang harus dapat merangsang terjadinya proses berpikir, harus dapat membantu tumbuhnya sikap kritis, serta harus mampu mengubah pandangan para siswanya dan dapat meningkatkan hasil belajar siswanya. Untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan maka perlu dilakukan upaya-upaya positif salah satunya dengan memilih model yang tepat dalam proses belajar mengajar. Model tersebut haruslah model yang dapat me ningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa . Standar proses pembelajaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan menuntut agar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sama halnya dengan pembelajaran matematika yang dibawakan oleh guru di sekolah, kurangnya variasi dalam mengajar membuat siswa jenuh dan bosan, hal inilah yang mempengaruhi hasil dari proses pembelajaran matematika tidak sesuai dengan yang diharapkan. Adanya variasi ketika mengajarkan pelajaran matematika sangat dibutuhkan oleh siswa, ini disebabkan karena matematika merupakan salah satu pelajaran yang tingkat kesulitannya sangat tinggi dan merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua dan dianggap sebagai induk atau alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Matematika terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang yang merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Matematika pada suatu tingkat rendah terdapat ilmu hitung, ilmu ukur dan aljabar (bagian dari matematika dan perluasan dari ilmu hitung, yang banyak digunakan diberbagai bidang disiplin lain, misal fisika, kimia, biologi, teknik, komputer, industri, ekonomi, kedokteran dan pertanian). Dengan mempelajari matematika, banyak hal yang dapat kita peroleh dalam kehidupan sehari – hari diantaranya adalah kita dapat melakukan transaksi jual beli, menghitung jarak antar satu kota dengan kota lainnya, dan masih banyak lagi yang dapat kita peroleh. Setelah melakukan observasi pada sekolah yang akan diteliti, dapat disimpulkan bahwa banyak kesulitan yang terjadi ketika guru mengajarkan mata pelajaran matematika, hal tersebut dikarenakan ketika proses belajar mengajar guru hanya mengandalkan teknik menyelesaikan soal dengan cara yang ada di buku, sehingga siswa menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang membosankan dan tidak menyenangkan karena kurangnya variasi pengajaran, akibatnya pun berdampak pada menurunnya hasil belajar siswa. Dari banyaknya faktor – faktor tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti teknik yang digunakan oleh guru, teknik yang dimaksud adalah teknik napier. Oleh karenanya dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menerapkan model dan teknik lain pada pengajaran, yaitu meningkatkan hasil belajar matematika dengan model cooperative learning dan Teknik Napier . Adanya model pembelajaran cooperative learning dan teknik napier ini peneliti berharap pada proses pembelajaran matematika tidak membosankan dan semakin bervariatif serta menyenangkan. Oleh karenanya peneliti mengambil judul penelitian “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Menggunakan Model Cooperative Learning dan Teknik Napier Pada Siswa Kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong ” . ## 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah “Apakah hasil belajar matematika siswa Kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong dapat ditingkatkan dengan menggunakan model cooperative learning dan teknik Napier ”? ## METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (c lass room action receach ). Populasi dalam peneltian ini adalah siswa kelas IV SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong sebanyak 65 siswa, sedangkan subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong dengan jumlah siswa laki – laki 17 siswa dan jumlah siswa perempuan 15 siswa. Prosedur penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan rangkaian yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan/tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi. Instrument peneltian ini adalah : a) perangkat pembelajaran; b) tes dan c) lembar observasi. Analisis data menggunakan cara kuantitatif dan kualitatif. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan hsil belajar dan ketuntasan belajar siswa dari Siklus I dan Siklus II dengan KKM yang telah ditetapkan khusus mata pelajaran matematika di SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong sebanyak 75% dari jumlah siswa yang ada. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil Tes Siklus I Deskripsi secara kuantitatif hasil belajar siswa berdasarkan hasil tes pada Siklus I disajikan dalam tabel berikut : Tabel 3. Statistik Nilai Hasil Tes Siklus I No Statistik Nilai Statistik 1 2 3 4 5 6 7 8 Subjek Nilai ideal Nilai tertinggi Nilai terendah Rentang Nilai Nilai rata-rata Standar Deviasi Modus 32 100 90 0 90 46,88 22,50 40 Jika nilai hasil belajar siswa di atas dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi dan presentase seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Presentase Nilai Hasil Belajar Tes Siklus I No Nilai Kategori Frekuensi Presentase (%) 1 2 3 4 5 <39 40-54 55-69 70-84 85-100 SK K C B SB Jumlah 8 13 3 7 1 32 25,00 40,62 9,37 21,87 3,12 100.00 Keterangan: SK : Sangat Kurang K : Kurang C : Cukup B : Baik SB : Sangat Baik Jika hasil belajar siswa pada Siklus I dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Deskripsi Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I No Nilai Kategori Frekuensi Presentase (%) 1 0-64 TT 24 75,01 No Nilai Kategori Frekuensi Presentase (%) 2 65-100 T 8 24,99 Keterangan: TT : Tidak Tuntas T : Tuntas ## Analisis Tes Siklus II Analisis secara kuantitatif hasil belajar siswa berdasarkan hasil Siklus II siswa kelas IV B SD Muhammadiyah Kota Sorong, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 6. Statistik Nilai Hasil Tes Siklus II No Statistik Nilai Statistik 1 2 3 4 5 6 7 8 Subjek Nilai ideal Nilai tertinggi Nilai terendah Rentang nilai Nilai rata-rata Standar Deviasi Modus 32 100 100 60 40 85,00 12,44 90 ## Tabel 7. Distribusi Frekuensi dan Presentase Nilai Hasil Belajar Tes Siklus II No Nilai Kategori Frekuensi Presentase (%) 1 2 3 4 5 <39 40-54 55-69 70-84 85-100 SK K C B SB Jumlah 0 0 2 12 18 32 0,00 0,00 6,25 37,50 56,25 100% Keterangan: SK : Sangat Kurang K : Kurang C : Cukup B : Baik SB : Sangat Baik Jika hasil belajar siswa pada Siklus I dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini: Tebel 8. Deskripsi Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II No Nilai Kategori Frekuensi Presentase (%) 1 2 0-64 65-100 TT T 2 30 6,25 93,75 Keterangan: TT : Tidak Tuntas T : Tuntas Selanjutnya Tabel 9 di bawah ini memperlihatkan frekuensi dan presentasi hasil belajar siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunaan model Cooperative Learning dan Teknik Napier dalam proses belajar mengajar pada Siklus I dan Siklus II. Tabel 9. Distribusi Frekuensi dan Presentase Nilai Hasil Belajar Siklus I dan ## Siklus II Nilai Kategori Frekuensi Presentase (%) Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II <39 40- 54 55- 69 70- 84 85- 100 SK K C B SB 8 13 3 7 1 0 0 2 12 18 25,00 40,62 9,37 21,87 3,12 0,00 0,00 6,25 37,50 56,25 Jumlah 32 32 100.00 100.00 Keterangan: SK : Sangat Kurang K : Kurang C : Cukup B : Baik SB : Sangat Baik Dari nilai rata-rata hasil belajar matematika dan pada kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong setelah dilaksanakan pembelajaran selama dua Siklus dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10. Distribusi Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II Siklus Nilai Rata-Rata Kategori I II 46,88 85,00 Kurang Sangat Baik Untuk melihat secara langsung peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong pada setiap siklus dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 11. Statistik Skor Hasil Belajar Matematika Siklus I dan Siklus II N o Siklus Penelitia n Sub Yek Maksimum Minimum Mean Standar Deviasi Ketuntasan Belajar 1 2 Silus I Siklus II 32 32 90 100 0 60 46,88 85,00 22,50 12,44 24,99 93,75 ## Analisis Kualitatif Siklus I Tabel 12. Presentase Hasil Obsevasi ## Siklus I Perte- Muan Kehadiran Memper hatikan Materi Mengajukan pertanyaan Menjawab Pertanyaan Tidak Aktif dalam Kelomp ok Butuh bimbing an dalam mengerja kan soal f % F % f % f % f % f % 1 32 100 17 53 6 19 0 0 6 19 7 22 2 31 97 21 66 7 22 5 16 10 31 8 25 3 31 97 24 75 5 16 5 16 6 19 12 38 Rata-rata 98 65 19 11 23 28 Siklus II Tabel 13. Presentase Hasil Observasi Siklus II Perte Muan Kehadiran Memperha tikan Materi Mengajukan pertanyaan Menjawab Pertanyaan Tidak Aktif dalam Kelompok Butuh bimbingan dalam mengerja kan soal F % F % F % F % F % F % 1 31 97 20 63 10 31 7 22 7 22 8 25 2 31 97 23 72 8 25 8 25 7 22 7 22 3 32 100 29 91 6 19 1 2 38 5 16 6 19 Rata-rata 98 75 25 28 20 22 Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan di atas, maka secara deskriptif hasil penelitian tindakan mengungkapkan adanya penigkatan hasil belajar matematika siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong melalui model Cooperative Learning dan Teknik Napier . Hasil Observasi Perubahan Sikap Siswa Tiap Siklus Tabel 14. Data Hasil Observasi pada Siklus I dan Siklus II No Siklus Banyak Siswa dan Aspek yang diamati Kehadiran Memper hatikan Materi Menga jukan pertany aan Menja wab Pertanyaa n Tidak Aktif dalam Kelompok Butuh bimbinga n dalam mengerja kan soal 1 I 98% 65% 19% 11% 23% 28% 2 II 98% 75% 25% 28% 20% 22% ## Refleksi Pelaksanaan Tindakan dari Siklus I dan Siklus II Dari pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, terdapat banyak keberhasilan yang diperlihatkan, namun selain keberhasilan yang diperlihatkan, penelitian ini juga memiliki kelemahan yaitu proses penerapan tindakan kurang maksimal karena di satu sisi pembelajaran dengan model Cooperative Learning memerlukan banyak waktu, sedangkan waktu penelitiannya terbatas. ## Refleksi Terhadap Bahan/Sumber Pelajaran Pada umumnya, soal-soal dalam buku pegangan siswa relatif sedikit dan cenderung sama dengan contoh soal, sehingga soal-soal dari buku-buku tersebut digabungkan. Hal ini dimaksudkan agar soal yang diberikan pada pelaksanaan tindakan ini bervariasi dari soal yang mudah sampai soal yang lebih kompleks sehingga siswa semaksimal mungkin memacu kemampuannya untuk menyelesaikan soal tersebut. Oleh karena itu, dengan menggabungkan buku-buku tersebut, siswa diharapkan untuk lebih termotivasi untuk lebih serius dan meningkatkan frekuensi belajarnya. ## SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran cooperative learning dan teknik napier dengan indikasi, skor rata-rata belajar matematika siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong setelah diberi tindakan pada siklus I adalah 46,88 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai yaitu 100 atau berada pada kategori rendah, skor rata-rata belajar matematika siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong setelah diberi tindakan pada siklus II adalah 85,00 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai yaitu 100 atau berada pada kategori tinggi. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning dan teknik napier dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV B SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong yang indikatornya berupa peningkatan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa dari kategori rendah pada siklus I sebesar 46,88 menjadi 85,00 pada siklus II yang berada pada kategori sangat baik. ## Daftar Pustaka Apriyanti, Ike Dwi. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learnig Type Jingsaw Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis. Skripsi. UPI: Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan). Arikunto, Suharsimi. 2011. Penelitian Tindakan 2010. Aditya Media: Yogyakarta. Fitrianingrum, Anita. 2011. Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Jingsaw dan Make A Match Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Mumahammadiyah Imogiri. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FST UINSK : Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan) Haryono, Ari Dwi, Aries, Erna Febru. 2012. Penelitian Tindakan Kelas : Teori dan Aplikasinya . Aditya Media Publishing : Yogyakarta. Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning. Pustaka Belajar : Yogyakarta. Nyataraharja. 2007. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas IX A SMP Negeri 4 Sorong. Skripsi. Jurusan Matematika FMIPA UNM : Makassar. (Tidak dipublikasikan) Putra, Sang Nyoman Liga. 2010. Pemanfaatan Alat Peraga Batang Napier dalam Pembelajaran Operasi Perkalian Bilangan Cacah Sebagai Upaya Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa. Skripsi . Jurusan Matematika FKIP Universitas Mahasaraswati : Denpasar Bali. (Tidak dipublikasikan) Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group : Jakarta. Sa’adah , Widayanti Nurma. 2010. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Banguntapan dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Jurusan Matematika FMIPA UNY : Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan) Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung. Suhardjono, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. PT. Bumi Aksara : Jakarta. Suprijono, Agus. 2012, Cooperative Learning. Pustaka Belajar : Yogyakarta. Walhikwan. 2007. Efektifitas Model Napier dalam Penyelesaian Soal-Soal Basis Bilangan di SLTP islam Ruhama Ciputat. Skripsi. Jurusan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta. (Tidak dipublikasikan) Asimtot. Sifat-Sifat Pada Bilangan Bulat . (Online) ( http://asimtot.wordpress.com/2010/06/01/sifat-sifat-pada-bilangan-cacah/), diakses hari kamis 07 Maret 2013. Suriyanto. Pengertian Bilangan Cacah. (Online) ( http://ian43.wordpress.com/2010/12/23/pengertian-bilangan-cacah/ ), diakses hari kamis 07 Maret 2013. Safnowandi. Model Pembelajaran Kooperatif. (Online) (http://safnowandi.wordpress.com/2012/02/27/model-pembelajaran- kooperatif/), diakses hari kamis 07 Maret 2013. Anything. Mengalikan Bilangan Menggunakan Rabdologia (Napier’s Bone). (Online) (http://7-anything.blogspot.com/2011/01/mengalikan-bilangan- menggunakan.html), diakses hari kamis 07 Maret 2013.
faba75b0-3774-41ba-a520-3ba373d98425
https://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/jipi/article/download/3357/2376
## PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER KEDALAM KURIKULUM 2013 ## ABSTRAK ## Aminatun habibah Tujuan dari adanya kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, inovatif, dan kreatif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat dan berbangsa. Dalam Artikel ini permasalahan yang akan dibahas adalah : (1) Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam perspektif Kurikulum 2013 (2) Bagaimana Pelaksanaan pendidikan karakter dalam perspektif Kurikulum 2013?, (3) Apa saja faktor yang menjadi pendukung dan penghambat implementasi pendidikan karakter dalam perspektif Kurikulum 2013?. Dari artikel yang penulis lakukan maka dapat diketahui bahwa Pelaksanaan pendidikan karakter dalam perspektif kurikulum 2013, secara akademik pendidikan karakter ditempelkan melalui pelajaran-pelajaran. Sedangkan non akademik pendidikan karakter ditanam melalui pembiasaan-pembiasaan. Dalam artikelini, peneliti ingin menganalisis pendidikan karakter dalam Perspektif kurikulum 2013. Pendidikan karakter merupakan upaya bangsa untuk mengembalikan jati diri bangsa, melalui pembentukan karakter. Untuk itu, Guru mendesain pembelajaran berbasis pendidikan karakter sehingga siswa mampu menjadi insan yang berkarakter seperti yang telah tercantum dalam visi, misi, dan tujuan sekolah. ## A. Pendahuluan Membicarakan masalah pendidikan, tentunya banyak hal yang nantinya menjadi diskusi yang sangat menarik, salah satunya yaitu pendidikan karakter. Pendidikan karakter ini masih sering dibicarakan oleh seluruh instansi pendidikan. Mengapa demikian? Karena karakter sangat berperan penting guna membina dan membentuk karakter peserta didik dan karakter juga menjadi ujung tombak keberhasilan dan kemajuan bangsa. Seperti yang kita ketahui, bangsa kita belakangan ini menunujukkan gejala kemerosotan moral yang amat parah, mulai dari kasus narkoba, Kasus korupsi, ketidak adilan hukum, pergaulan bebas dikalangan remaja, pelajar bahkan mahasiswa, maraknya kekerasan, kerusuhan, tindakan anarkis dan sebagainya, mengindikasikan adanya pergeseran kearah ketidak pastian jati diri dan karakter bangsa. Dalam pendidikan hal tersebut menuntut berbagai tugas yang harus dikerjakan secara ekstra oleh para tenaga kependidikan sesuai dengan peran dan fungsinya masing- masing, mulai dari tingkat yang atas sampai ketingkat yang rendah. Demikian pula dampak gejala yang terjadi di masyarakat secara otomatis akan terefleksi dalam kehidupan sekolah, karena sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Hal yang perlu diingat adalah bahwa semua persoalan dan perubahan yang terjadi di masyarakat itu berada di depan pintu sekolah, karena sekolah berada di titik sentral suatu masyarakat. Menurut zubaedi Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang intinya merupakan program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah efektif (perasaan/sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah skiil (keterampilan, terampil mengelola data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama). 1 ## B. Pembahasan 1. Konsep Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (Knowing the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu sering kali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian, maka pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku 2 . H.Teguh Sunaryo berpendapat bahwa pendidikan karakter menyangkut bakat (potensi dasar alami), harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi), dan martabat (harga diri melalui etika dan moral). Sementara menurut Roharjo, 1 Syamsul Kurniawan, pendidikan karakter:konsepsi & implementasinya secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat , (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2016), 30 2 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam , (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2012), 11 pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Definisi diatas tampaknya masih bersifat umum. Secara rinci Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Menurut Zubaedi pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus , yang intinya merupakan program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam kehidupannya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan/sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah skill (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama). Sementara itu, Agus Wibowo mendefinisikan pendidikan karakter sebagai pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter luhur tersebut, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupan, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga negara 3 Jadi dapat dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah: upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik sehingga menjadi insan yang kamil. Pada masa lalu keluaraga dianggap sebagai tulang punggung pendidikan karakter karena pada masa lalu, lazimnya keluarga bisa berfungsi sebagai tempat terbaik bagi anak-anak untuk mengenal dan mempraktikkan secara langsung berbagai kebajikan kepada anak-anak melalui teladan, petuah, cerita/dongeng, dan kebiasaan setiap hari dengan memanfaatkan tradisi yang ada. 3 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter , (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2016), 31 Tetapi proses modernisasi membuat banyak keluarga mengalami perubahan fundamental. Karena tuntutan pekerjaan kini banyak keluarga yang hanya memiliki sangat sedikit waktu untuk bertemu antara ibu, ayah, dan anak. Bahkan makin banyak keluarga yang memilih untuk tidak ,tinggal seatap antara ibu, ayah, dan anak karena tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup. Belum lagi makin banyak keluarga yang tidak harmonis, terjadi berbagai kekerasan rumah tangga, bahkan broken home. Singkat kata, kini makin banyak keluarga yang tidak bisa berfungsi sebagai tempat terbaik bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan karakter. Itulah sebabnya amat baik bila sekolah menyelenggarakan pendidikan karakter. Bahkan sekolah perlu berupaya terus untuk menjadikan dirinya sebagai tempat terbaik bagi kaum muda untuk mendapatkan pendidikan karakter. Alasan yang mendasar mengapa sekolah perlu berupaya terus untuk menjadikan dirinya sebagai tempat terbaik untuk mendapatkan pendidikan karakter : 1. Banyaknya keluarga yang tidak melaksanakan pendidikan karakter 2. Sekolah tidak hanya bertujuan untuk membentuk anak yang pintar dan cerdas, tetapi juga membentuk anak yang baik. 3. Kepintaran dan kecerdasan seorang anak akan bemakna jika dilandaskan dengan kebaikan 4. Membentuk anak agar berkarakter yang baik bukan sekedar tugas tambahan bagi seorang guru, melainkan tanggung jawab yang melekat pada peranannnya sebagai seorang guru. ## b. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Kurikulum 2013 Dengan adanya masalah-masalah di kalangan peserta didik di tanah air, yang menyebabkan penurunan akhlak/karakter berkebangsaan pada generasi yang akan datang maka dicetuskan pendidikan karakter bangsa sebagai wujud karakter kebangsaan kepada peserta didik. Dalam pelaksanaannya pendidikan karakter tidak berdiri sendiri tetapi berintegrasi dengan pelajaran-pelajaran yang ada dengan memasukan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa indonesia. Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Dalam kurikulum 2013 ada 18 indikator pendidikan karakter kebangsaan sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa. 18 indikator tesebut sebagai berikut: a. Religius Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksaanan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya. 4. Displin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif Berfikir melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. 10 Semangat kebangsaan Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kepentingan kelompoknya. 11. Cinta tanah air Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa. 12. Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar membaca Kesediaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai macam bacaaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memeperbaiki kerusakan alam yang terjadi. 17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan(alam,sosial,budaya), negara dan tuhan yang maha esa 4 . c. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Kurikulum 2013 Memang tidak dapat diingkari bahwa sudah sangat mendesak pendidikan karakter diterapkan di dalam lembaga pendidikan kita. Alasan-alasan kemerosotan moral, dekadensi kemanusiaan yang terjadi tidak hanya dalam diri generasi mudah kita, namun telah menjadi ciri khas abad kita, seharusnya membuat kita perlu mempertimbangkan kembali bagaimana lembaga pendidikan mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur. Sebuah kultur yang membuat perdaban kita semakin manusiawi. Bagaimana meletakkan pendidikan karakter dalam kerangka perdebatan tentang tujuan pendidikan? Meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam kerangka tantangan di luar kinerja pendidikan, seperti situasi kemerosotan moral dalam masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai penanda abad kita, memang bukan merupakan landasan yang koko bagi pendidikan karakter itu sendiri. Sebab dengan demikian, pendidikan karakter memperhambakan diri demi tujuan korektif, kuratif situasi masyarakat. Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan korektif bagi masyarakat di luar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang menjadi ciri bagi lembaga pendidikan itu sendiri. 5 Manusia secara natural memang memiliki potensi di dalam dirinya untuk bertumbuh dan berkembang mengatasi keterbatasan dirinya dan keterbatasan budayanya. Di lain pihak manusia juga tidak dapat abai terhadap lingkungan sekitar dirinya. Tujuan pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam kerangka gerak dinamis dialektis, berupa tanggapan individu atas impuls natural (fisik dan psikis), sosial, kultur yang melingkupinya, untuk dapat menempa diri menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi. Semakin menjadi manusiawi berarti ia 4 , http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Mendikbud%20pada%20Wor kshop%20Pers.pdf,( diakses pada Tanggal 09 September 2018) 5 Doni Koesma A. ,Pendidikan Karakter: Strategi mendidik anak di zaman global , (Jakarta: PT.Grasindo, 2007), 134 juga semakin menjadi makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga ia menjadi manusia yang bertanggung jawab. Untuk ini, ia perlu memahami dan menghayati nilai-nilai yang relevan bagi pertumbuhan dan penghargaan harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam usaha dirinya untuk menjadi sempurna melalui kehadiran orang lain dalam ruang dan waktu yang menjadi ciri drama singularitas historis tiap individu. Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik seperti guru, orang tua, staf sekolah, masyarakat, dan lain-lain. Diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembangan diri satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral, sosial,estetis dan religius) Untuk kepentingan pertumbuhan individu secara integral ini, pendidikan karakter mestinya memiliki tujuan jangka panjang yang mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri terus menerus ( on going formation ). Tujuan jangka panjang ini tidak sekadar berupa idealisme yang penentuan sarana untuk mencapai tujuan itu tidak dapat diverifikasi, melainkan sebuah pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan antara yang ideal dengan kenyataan, melalui proses refleksi dan interaksi terus-menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif. Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan karakter merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Penanaman nilai dalam diri siswa, dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu merupakan dua wajah pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan. Dua hal ini, jika kita integrasikan akan menjadi pendidikan karakter sebagai pedagogi. Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional, pendidikan karakter dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara lebih khusus pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu 1. Pembentukan dan pengembangan potensi Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. 2. Perbaikan dan penguatan Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera. 3. Penyaring Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat. Sedangkan tujuan dari pendidikan karakter yang tertera dalam kurikulum 2013 yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. ## d. Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mengembangkan potensi jasmani, akal, dan akhlak melalui serangkaian pengetahuan dan pengalaman agar menjadi pribadi yang utuh. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh dewey, bahwa experience is the only for know ledge and wisdom 6 (pengalaman merupakan dasar bagi pengetahuan dan kebijakan). Pengalaman 6 Agus Zaenul Fitri, Op.Cit, 25 mencakup segala aspek kegiatan manusia, baik yang berbentuk aktif maupun pasif. Sebab, mengetahui tanpa mengalami adalah omong kosong. Untuk mengetahui proses belajar mengajar karakter pada anak, perlu dipahami syarat-syarat pertumbuhan tersebut. Pendidikan sama dengan pertumbuhan. Syarat pertumbuhan adalah adanya kebelum dewasaan ( immaturity ), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti negatif, tetapi positif-kemampuan, kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa anak adalah hidup. Ia memiliki semangat untuk berbuat. Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus kita berikan, melainkan sesuatu yang harus mereka lakukan sendiri. Ada dua sifat immaturity, yakni kebergantungan dan plastisitas. Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial. Hal ini akan menyebabkan individu matang dalam hubungan sosial. Sebagai hasilnya, akan tumbuh kemampuan endependensi ( saling kebergantungan) antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk mengubah. Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk mengubah. Plastisitas juga berarti habitat, yaitu kecakapan untuk menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan. oleh karena pendidikan dimulai sejak lahir dan diakhiri pada saat kematian, proses belajar tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan Usaha untuk membentuk siswa yang berkarakter dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman positif yang sebanyak-banyaknya kepada siswa. Sebab, pendidikan adalah pengalaman, yaitu proses yang berlangsung terus menerus. Pengalaman itu bersifat pasif dan aktif. Pengalaman yang bersifat aktif berarti berusaha dan mencoba, sedangkan pengalaman pasif berarti menerima dan mengikuti saja . kalau kita mengalami sesuatu berarti kita berbuat, sedangkan kalau kita mengikuti sesuatu berarti kita memperoleh akibat atau hasil. Belajar dari pengalaman berarti menghubungkan kemajuan dan kemunduran dalam perbuatan kita, yakni kita merasakan kesenangan atau penderitaan sebagai akibat atau hasil. Sebagaimana yang diungkapkan Dewey bahwa “ to learn fromexperience is make a backward or suffer from thing in consequence ”7 (belajar 7 Ibid 26 dari pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang). Dalam penyusunan bahan ajar pendidikan karakter, menurut dewey hendaknya memerhatikan dua syarat berikut: (1) bahan ajar hendaknya konkret, dipilih yang benar-benar berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan detail; (2) pengetahuan yang diperoleh sebagai hasil belajar hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru dan kegiatan yang lebih menyeluruh. Bahan pelajaran pendidikan karakter bagi anak tidak semata-mata diambil dari buku pelajaran yang diklasifikasikan dalam mata pelajaran yang terpisah, tetapi harus berisi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mendorong anak untuk giat dan semangat dalam berbuat. Bahan pelajaran harus mampu memberikan rangsangan kepada anak-anak untuk mencoba dan bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin ilmu-ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang dibutuhkan siswa dan berkaitan dengan problem. Peranan guru dalam pendidikan karakter tidak hanya berhubungan dengan mata pelajaran, tetapi juga menempatkan dirinya dalam seluruh interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. Guru juga harus dapat memilih bahan- bahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Langkah selanjutnya dalam pendidikan karakter adalah metode. Metode mengajar adalah proses penyusunan bahan pembelajaran yang memungkinkan diterima oleh para siswa. Metode tidak pernah terlepas dari mata pelajaran. Oleh karena itu, metode pembelajaran harus menarik, menyenangkan, dan menimbulkan inisiatif dan kreativitas siswa. Secara institusional, sekolah merupakan lingkungan yang khusus karena memiliki peran dan fungsi yang khusus pula. Fungsi khusus itu antara lain: (1) menyediakan lingkungan yang disederhanakan. Tidak mungkin memasukkan semua karakter dan peradaban manusia yang sangat kompleks itu disekolah. Oleh karena itu, sekolah merupakan lingkungan masyarakat yang disederhanakan; (2) membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik. Para siswa tidak belajar dari masa lampau, tetapi belajar dari masa sekarang untuk memperbaiki masa yang akan datang; (3) mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. Sekolah sebagai lingkungan yang khusus hendaknya memberikan pengarahan sosial dengan cara mendorong kegiatan-kegiatan yang bersifat intrinsik dalam suatu arah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui imitasi, persaingan sehat, kerja sama, dan memperkuat kontrol. Dalam sekolah progresif, yaitu sekolah-sekolah yang menerapkan sistem pendidikan progresif dari john Dewey, sumber dari kontrol sosial terletak pada sifat kegiatannya yang berisi kerja sama sosial. Sekolah dan kelas diciptakan sebagai suatu organisasi sosial, di dalam organisasi sosial itu, setiap siswa berkesempatan memberikan sumbangan, melakukan kegiatan-kegiatan, dan partisipasi. Semua itu merupakan kontrol sosial. Di dalam kontrol sosial, tidak ada peraturan umum karena kontrol sosial tidak datang dari luar, tetapi timbul dari kegiatannya sendiri. Tugas guru adalah memberikan bimbingan dan mengusahakan kerja sama secara individual. Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok untuk bekerja dalam kelompok, bahkan guru termasuk sebagai anggota kelompok. Tentu saja sebagai orang dewasa ia mempunyai tanggung jawab yang khusus, yaitu memelihara interaksi dan komunikasi, mendorong kelompok untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti dalam kehidupan masyarakat. Guru bukan atasan, penguasa, apalagi diktator, melainkan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia, yaitu antara peserta didik dan pendidikan dan juga antara peserta didik dengan orang- orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tanaman karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek psikologis yang lebih tinggi tarafnya dan lebih komplek dibandingkan dengan binatang. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor- faktor yang dibawa dari kelahirannya. Tugas utama dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Perkembangan dan kemajuan anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Pendidik atau guru melakukan berbagai upaya dan menciptakan berbagai kegiatan dengan dukungan alat bantu belajar agar pendidikan karakter dapat diimplementasikan secara optimal. ## e. Dimensi-Dimensi Karakter ## (1)Karakter Versus Moral Pendidikan Karakter memiliki makna lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga siswa didik menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Menurut ratna megawangi, pembedaan ini karena moral dan karakter adalah dua hal yang berbeda. Moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal baik atau buruk. Sedangkan karakter adalah tabiat seseorang yang langsung di drive oleh otak. Dari sudut pandang lain bisa dikatakan bahwa tawaran istilah pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Itulah karenanya, terminologi yang ramai dibicarakan sekarang ini adalah pendidikan karakter (character education) bukan pendidikan moral (moral education). Walaupun secara subtansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. (2) Etika Versus Akhlak Selain istilah akhlak, kita juga mengenal kata “etika”, perkataan ini berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam filsafat, etika merupakan bagian dari padanya, dimana para ahli memberikan ta’rif dalam redaksi kalimat yang berbeda-beda. Dalam hal ini etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Walau ada yang berpendapat bahwa etika sama dengan akhlak karena keduanya membahas masalah baik dan buruk tentang tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat adalah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran, bukan dari agama. Di sinilah letak perbedaan antara etika dan akhlak. Dalam pandangan islam, ilmu akhlak adalah ilmu yang mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-nya. Untuk lebih jelas tentang etika dan akhlak berikut pandangan Ya’kub 1. Etika islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan pada ajaran Allah Swt. (Al-Qur’an) dan ajaran Rasul-nya (Sunnah). 2. Etika islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh seluruh manusia di segala waktu dan tempat. 3. Etika islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah Swt. Menuju keridhaannya. Dengan melaksanakan etika islam niscaya akan selamatlah manusia dari pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru dan menyesatkan. ## f. Mekanisme Pembentukan Karakter (1)Unsur dalam pembentukan karakter. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian serius. Tentang pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk membedakan ciri tersebut, maka istilahnya dinamakan dengan pikiran sadar ( conscious mind ) atau pikiran objektif dan pikiran bawah sadar ( subconscious mind ) atau pikiran subjektif. Penjelasan Adi W. Gunawan mengenai fungsi dari pikiran sadar dan bawah sadar menarik untuk dikutip. Pikiran sadar yang secara fisik terletak di bagian korteks otak bersifat logis dan analisis dengan memiliki pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan otak. Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terletak di medulla oblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam kandungan. Karena itu, ketika bayi yang dilahirkan menangis, bayi tersebut akan tenang di dekapan ibunya karena dia sudah merasa tidak asing lagi dengan detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat netral dan sugestif. Untuk memahami cara kerja pikiran, kita perlu tahu bahwa pikiran sadar ( conscious ) adalah pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan menggunakan panca indra sebagai media dan sifat pikiran sadar ini adalah menalar. Sedangkan pikiran bawah sadar ( subsconscious ) adalah pikiran subjektif yang berisi emosi serta memori, bersifat irasional, tidak menalar, dan tidak dapat membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal ketika kerja pikiran sadar semakin minimal. Pikiran sadar dan bawah sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar akan menjalankan apa yang telah dikesankan kepadanya melalui sistem kepercayaan yang lahir dari hasil kesimpulan nalar dari pikiran sadar terhadap objek luar yang diamatinya. Karena, pikiran bawah sadar akan terus mengikuti kesan dari pikiran sadar, maka pikiran sadar diibaratkan seperti nahkoda sedangkan pikiran bawah sadar diibaratkan seperti awak kapal yang siap menjalankan perintah, terlepas perintah itu benar atau salah. Di sini, pikiran sadar bisa berperan sebagai penjaga untuk melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar. 8 Kita ambil sebuah contoh. Jika media masa memberitakan bahwa Indonesia semakin terpuruk, maka berita ini dapat membuat seseorang merasa depresi karena setelah mendengar dan melihat berita tersebut, dia menalar berdasarkan kepercayaan yang dipegang seperti berikut ini, “Kalau Indonesia terpuruk, rakyat jadi terpuruk. Saya adalah rakyat Indonesia, jadi ketika Indonesia 8 Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam , (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2012), 16-17 terpuruk, maka saya juga terpuruk.” Dari sini, kesan yang diperoleh dari hasil penalaran di pikiran sadar adalah kesan ketidakberdayaan yang berakibat kepada rasa putus asa. Akhirnya rasa ketidakberdayaan tersebut akan memunculkan perilaku destruktif, bahkan bisa mendorong kepada tindak kejahatan seperti pencurian dengan beralasan untuk bisa bertahan hidup. Namun, melalui pikiran sadar pula, kepercayaan tersebut dapat dirubah untuk memberikan kesan berbeda dengan menambahkan contoh kalimat berikut ini, “...tapi aku punya banyak relasi orang-orang kaya yang siap membantuku.” Nah, cara berpikir semacam ini akan memberikan kesan keberdayaan sehingga kesan ini dapat memberikan harapan dan mampu meningkatkan rasa percaya diri. Dengan memahami cara kerja pikiran tersebut, kita memahami bahwa pengendalian pikiran menjadi sangat penting. Dengan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke arah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu kebahagiaan. Sebaliknya, jika pikiran kita lepas kendali sehingga terfokus kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus mendapatkan penderitaan-penderitaan, disadari maupun tidak. ## (2)Proses pembentukan karakter. Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar ( subconscious mind) masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Pondasi tersebut adalah kepercayaan tertentu dan konsep diri. Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu bercerai, maka seorang anak bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa perkawinan itu penderitaan. Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan rasa saling menghormati dengan bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan menyimpulkan ternyata pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak ketika sudah tumbuh dewasa. Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar ( conscious )menjadi semakin dominan. Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap informasi yang masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat sehingga tidak sembarang informasi yang masuk melalui panca indera dapat mudah dan langsung diterima oleh pikiran bawah sadar. Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya memiliki sistem kepercayaan ( belief system ), citra diri ( self- image ), dan kebiasaan ( habit ) yang unik. Jika sistem kepercayaannya benar dan selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya, jika sistem kepercayaannya tidak selaras, karakternya tidak baik, dan konsep dirinya buruk, maka kehidupannya akan dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan. Kita ambil sebuah contoh. Ketika masih kecil, kebanyakan dari anak-anak memiliki konsep diri yang bagus. Mereka ceria, semangat, dan berani. Tidak ada rasa takut dan tidak ada rasa sedih. Mereka selalu merasa bahwa dirinya mampu melakukan banyak hal. Karena itu, mereka mendapatkan banyak hal. Kita bisa melihat saat mereka belajar berjalan dan jatuh, mereka akan bangkit lagi, jatuh lagi, bangkit lagi, sampai akhirnya mereka bisa berjalan seperti kita. Akan tetapi, ketika mereka telah memasuki sekolah, mereka mengalami banyak perubahan mengenai konsep diri mereka. Di antara mereka mungkin merasa bahwa dirinya bodoh. Akhirnya mereka putus asa. Kepercayaan ini semakin diperkuat lagi setelah mengetahui bahwa nilai yang didapatkannya berada di bawah rata-rata dan orang tua mereka juga mengatakan bahwa mereka memang adalah anak-anak yang bodoh. Tentu saja, dampak negatif dari konsep diri yang buruk ini bisa membuat mereka merasa kurang percaya diri dan sulit untuk berkembang di kelak kemudian hari. Padahal, jika dikaji lebih lanjut, kita dapat menemukan banyak penjelasan mengapa mereka mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Mungkin, proses pembelajaran tidak sesuai dengan tipe anak, atau pengajar yang kurang menarik, atau mungkin kondisi belajar yang kurang mendukung. Dengan kata lain, pada hakikatnya, anak-anak itu pintar tetapi karena kondisi yang memberikan kesan mereka bodoh, maka mereka meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yang buruk. (3)Tahap-tahap pendidikan karakter. Karakter setiap manusia terbentuk melalui 5 Tahap yang saling berkaitan. Lima tahapan itu adalah : 1. Adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, seperti agama, ideologi, pendidikan dll. 2. Nilai membentuk pola fikir seseorang yang secara keseluruhan keluar dalam bentuk rumusan visi. 3. Visi turun ke wilayah hati membentuk suasana jiwa yang secara keseluruhan membentuk mentalitas. 4. Mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan yang secara keseluruhan disebut sikap. 5. Sikap-sikap dominan dalam diri seseorang yang secara keseluruhan mencitrai dirinya adalah apa yang disebut sebagai karakter atau kepribadian. Proses pembentukan mental tersebut menunjukan keterkaitan antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari akal terbentuk pola fikir, dari fisik terbentuk menjadi perilaku. Cara berfikir menjadi visi, cara merasa menjadi mental dan cara berprilaku menjadi karakter. Apabila hal ini terjadi terus menerus akan menjadi sebuah kebiasaan 9 . 2. Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Kurikulum 2013 a. Integrasi dalam mata pelajaran yang ada Pengembangan nilai-nilai karakter diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dan setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Materi pelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan dan dikaitkan dengan konteks kehiduppan sehari-hari peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai 9 https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/tahapan-pembentukan-karakter/ (diakses pada tanggal 22 februari 2018) karakter tidak hanya pada tatanan kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Setiap guru diharapkan dapat menjadi guru pendidikan karakter dan seharusnya berkompeten untuk mendidik karakter peserta didiknya. Telah diterangkan bahwa pendidikan karakter pada prinsipnya tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran. Artinya, setiap guru mata pelajaran memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik karakter peserta didiknya. b. Mata pelajaran dalam muatan lokal (mulok) untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal, pemerintah menekankan adanya kurikulum muatan lokal. Kurikulum muatan lokal bukanlah hal baru. Sejak tahun 1987, keberadaannya dikuatkan dengan surat keputusan mentri pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan Nomor 0412/U/1987 tanggal 11 juli 1987. Sementara pelaksanaannya dijabarkan dalam keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan (Dikdasmen) Nomor 173/-C/Kep/M/87 tertanggal 7 Oktober 1987. Di Era Reformasi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa struktur kurikulum pada setiap satuan pendidikan memuat tiga komponen, yaitu mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Dipertegas dalam Peraturan Mendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Implementasinya, peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan permen No.22 dan 23, mulai tahun pelajaran 2006/2007 setiap sekolah diwajibkan menyusun kurikulum sendiri berupa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sejaln dengan semangat desentralisasi pendidikan, didukung Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) penerapan KTSP diharapkan lebih implementatif dan membumi. Namun demikian, KTSP juga mempunyai kekurangan sehingga oleh pemerintah disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2013. Permasalahan yang terdapat pada kurikulum sebelumnya, yaitu KTSP, antara lain: pertama konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Kedua, kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan Nasional. Ketiga, kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Keempat, Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills , serta kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum. Kelima, kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal ,nasional, maupun global. Keenam, standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. Ketujuh, standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (sikap, keterampilan, pengetahuan) dan belum tegas, menuntut adanya remediasi secara berkala. Kedelapan, dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. Kekurangan-kekurangan yang ada pada KTSP ini yang selanjutnya diperbaiki pada kurikulum 2013. Dalam draf kurikulum 2013 ada beberapa perubahan, antara lain pelajaran TIK akan diintegrasikan ke semua pelajaran. Sementara muatan lokal akan dimasukkan ke dalam seni budaya dan keterampilan. Muatan lokal diartikan sebagai program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat yang perlu diajarkan kepada siswa. Mata pelajaran yang mendukung pengembangan nilai-nilai karakter dalam muatan lokal ini dipilih dan diterapkan oleh sekolah/daerah, seperti pelajaran bahasa daerah, dan lain-lain. Kompetensi yang dikembangkanpun diserahkan kepada sekolah/ daerah. Dengan mata pelajaran yang mendukung pengembangan nilai-nilai karakter dalam muatan lokal ini, diharapkan peserta didik dapat : pertama, mengenal dan menjadi akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya; kedua, memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat yang pada umumnya sebagai bekal menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari; ketiga, memiliki prilaku dan sikap yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Dapat juga dikatakan, muatan lokal yang terintegrasi ke mata pelajaran, berfungsi sebagai: pertama, penyesuai. Sekolah menyesuaikan program pendidikan dengan lingkungan dan kebudayaan daerah lingkungannya. Kedua, integrasi. Muatan lokal mendidik kepribadian peserta didik untuk mampu mengintegrasikan dirinya dalam lingkungan sekitar. Ketiga, perbedaan. Memberi kesempatan pada peserta didik memiliki program program pengembangan sesuai dengan perbedaan minat, bakat, kebutuhan, kemampuannya, lingkungan, dan daerahnya. ## c. Kegiatan pengembangan diri Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter pada peserta didik dalam program pengembangan diri dapat dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, di antaranya melalui hal-hal sebagai berikut. Pertama, kegiatan rutin sekolah. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan (kuku, telinga, rambut, pakaian, dan lain-lain) secara rutin ditiap minggunya, beribadah dan sholat berjamaah, berdo’a waktu mulai dan akhir jam pelajaran, dan lain-lain. Kedua, kegiatan spontan. Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasannya di lakukan pada saat guru atau tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik, yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik dari peserta didik, pada saat itu juga harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Misalnya, ketika ada peserta didik yang membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh maka guru atau tenaga kependidikan lainnya harus cepat mengkoreksi kesalahan yang di lakukan oleh peserta didik tersebut. Kegiatan spontan ini tidak saja berlaku untuk prilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik, tetapi perilaku yang baik harus direspon secara spontan dengan memberikan pujian. Misalnya, ketika peserta didik memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, dan lain-lain. Ketiga, keteladanan. Keteladanan adalah prilaku atau sikap guru dan tenaga kependidikan lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan dapat menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku atau bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, guru dan tenaga kependidikan adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh perilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Keempat, pengondisian. Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka sekolah perlu dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Seperti halnya implementasi pendidikan karakter dilingkungan keluarga yang memerlukan pengondisian berupa situasi dan interaksi edukatif. Sekolah juga memerlukan pengondisian berupa situasi dan interaksi edukatif. Selain itu, pengembangan nilai- nilai pembentukan karakter melalui pengondisian diperlukan sarana yang memadai dan mendukung, misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah ada diberbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar yang ditempatkan dengan teratur, dan lain-lain. ## 3. Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan karakter dalam pembelajaran Keluhuran sebuah nilai, ajaran, norma, dan peraturan tidak akan berdampak kepada kebaikan manakala tidak diikuti dengan internalisasi dari hal itu. Melihat dari makna katanya, internalisasi mempunyai makna penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan, dan sebagainya. Sedangkan tokoh psikologi modern, chaplin mengatakan internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya didalam kepribadian. Freud yakin bahwa superego, atau aspek moral kepribadian berasal dari internalisasi sikap-sikap parental (orang tua). Tahap proses internalisasi pendidikan karakter kepada siswa dalam amatan Muhaimin melewati tiga fase, sebagai berikut. (a) Tahap Transformasi Nilai: Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara guru dan siswa. (b) Tahap Transaksi Nilai: Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dengan guru yang bersifat interaksi timbal balik. (c) Tahap Transinternalisasi: Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal, melainkan juga sikap mental dan kepribadian. Jadi, pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secar aktif 10 . Mengajarkan pendidikan karakter pada siswa membutuhkan berbagai pendekatan. Sebab, sebagaimana diketahui pembelajaran dan pendidikan karakter sebagai suatu materi pelajaran yang dituangkan dalam K13 maupun sebagai salah satu kurikulum tersembunyi mempunyai karakteristik tersendiri. Hal ini bergantung pada paradigma yang dianut oleh guru. Pendidikan karakter disatu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata pelajaran, dan sisi pihak lain lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dan pendidikan karakter baik sebagai sebuah proses pembelajaran maupun pengalaman belajar memiliki arti penting dan melengkapi satu sama lain. 4. Landasan dan Prinsip Pendidikan Karakter dalam Perspektif Kurikulum 2013. Setiap tahapan dalam pengembangan kurikulum baik perencanaan /perancangan/ penyusunan Kurikulum, implementasi serta evaluasinya haruslah memperhatikan Landasan-landasan pokok serta prinsip dasar pengembangan kurikulum. Landasan ini diperhatikan sebagai pijakan awal bagi pengembangan dan perancangan kurikulum dan akan sangat menentukan corak dan bentuk kurikulum yang akan dilahirkan nantinya. Adapun yang dijadikan landasan pengembangan kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (a) Aspek filosofis Landasan filosofis didasarkan atas landasan filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat serta kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi. (b) Aspek yuridis Pengembangan kurikulum 2013 mengacu pada RPJMN 2014 sektor pendidikan yang memuat tentang perubahan metodologi pembelajaran dan penataan 10 Asmaun Sahlan, Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran berbasis pendidikan karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 32 kurikulum. Instruksi Presiden nomor 11 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional menegaskan bahwa penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Bangsa untuk Membentuk Daya Saing Karakter Bangsa. (c) Aspek konseptual Secara konseptual kurikulum dikembangkan memperhatikan prinsip relevansi. Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang paling dasar dalam sebuah kurikulum. Pinsip ini juga bisa dikatakan sebagai rohnya sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya dan kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sehingga para siswa mempelajari iptek yang benar-benar terbaru yang memungkinkan mereka memiliki wawasan dan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan zaman. Relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Relevan dengan kebutuhan karakteristik masyarakat artinya kurikulum harus membekali para siswa dengan sejumlah keterampilan pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Apabila tidak terlaksana maka siswa tidak dapat beradaptasi dan beradaptasi dengan masyarakat 11 . ## C. Kesimpulan Sesuai tujuan yang diharapkan dari hasil artikeldiatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Konsep Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik sehingga menjadi insan yang kamil. 2. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam perspektif kurikulum 2013 di SMP (90%) baik secara akademik maupun non akademik, secara akademik pendidikan karakter ditempelkan melalui pelajaran-pelajaran. Sedangkan non akademik pendidikan karakter ditanam melalui pembiasaan-pembiasaan. 11 Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), 114 3. Faktor pendukung implementasi pendidikan karakter dalam perspektif kurikulum 2013 di Sekolah yaitu : Adanya sarana dan prasarana yang mendukung, Adanya keteladanan dari guru, Adanya manajemen pengelolaan SDM pengajar yang baik. Sedangkan yang menjadi penghambat implementasi pendidikan karakter dalam perspektif kurikulum 2013 di Sekolah yaitu : Beraneka ragam latar belakang (input) siswa ada yang dari SD ada yang dari MI, serta waktu belajar yang terbatas. ## DAFTAR PUSTAKA Kurniawan Syamsul, pendidikan karakter:konsepsi & implementasinya secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat , (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2016), Sahlan Asmaun, Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter , (Jogjakarta: Ar-ruzz media, 2012), Majid Abdul, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam , (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2012), Kurniawan Syamsul, Pendidikan Karakter , (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2016), , http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Mendikbud%20pada %20Workshop%20Pers.pdf,( diakses pada Tanggal 09 September 2018) Koesma Doni A. ,Pendidikan Karakter: Strategi mendidik anak di zaman global , (Jakarta: PT.Grasindo, 2007), Majid Abdul, Pendidikan Karakter Perspektif Islam , (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2012), https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/tahapan-pembentukan- karakter/ (diakses pada tanggal 22 februari 2018) Hidayat Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015)
241a9fe9-0cfe-47f6-9111-27a7ffbcb347
http://jurnal.utu.ac.id/jcivile/article/download/1932/1407
## TINJAUAN POLITIK HUKUM TERHADAP PEMBATASAN PERIODESASI JABATAN KEPALA DAERAH TINGKAT II DI ACEH Eza Aulia Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar Email: [email protected] Abstract The system of limiting periodicals for second level regional heads of office in Aceh province contains norms that limit a maximum of two terms. Therefore a legal political review is needed by aligning existing regulations with the development of state administration. The purpose of this research is to analyze in the perspective of legal politics related to the limitation of the term of office and to determine the das sollen that is in line with current legal developments. The result of the research is that the norm which limits the two terms of office was born due to the consequences of the old order government where previously the term of office was not limited. The option of limiting the term of office of the second-level regional head currently being implemented is inappropriate because the limitation does not accommodate constituent and territorial binding elements. Keywords: limitation, periods, regional head position, Aceh 1. Pendahuluan Politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu. 1 Dijelaskan oleh Padmo Wahjono bahwa politik hukum memiliki ruang lingkup yang terkait dengan kegiatan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakan hukum. Satjipto Raharjo mengumkakan bahwa politik hukum adalah sebagai aktifitas memilih dengan dan caera yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. 2 Pendapat lain berkenaan dengan politik hukum diutarakan pula oleh Sunarti Hartono yang mengutarakan politik hukum adalah sebagai suatu alat ( tool )atau langkah dan sarana yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan itu pula akan diwujudkan cita-cita nasional. 3 Selain itu dikemukakan pula bahwa terdapat beberapa faktor yang akan menentukan politik hukum, tidak hanya ditentukan oleh apa yang menjadi cita- 1 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 160 2 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 35 3 Sunarti Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung,, 1991, hlm. 1 cita atau kehendak pembentuk hukum, 4 akan tetapi ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum yang aktual baik di dalam (hukum nasional) maupun di luar negeri (hukum internasional). Pendapat yang lebih spesifik dalam memahami politik hukum, dijelaskan oleh Jazim Hamidi, di mana dikatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan yang diambil atau ditempuh oleh negara melalui lembaga negara atau pejabat yangt diberi kewenangan untuk menetapkan hukum mana yang perlu untuk diganti, diubah atau dipertahankan, serta mengenai hukum apa yang perlu untuk diatur dan dikeluarkan agar mememudahkan penyelenggaran negara untuk menjalankan pemerintahan dengan baik dan tertib, sehingga tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap. 5 Terkait dengan politik hukum yang diutarakan tersebut, penelitian ini selanjutnya akan membahas persoalan berkaitan dengan pembatasan periodesasi jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh dalam perspektif atau kajian politik hukum itu sendiri, sehingga untuk memudahkan pemahaman terkait dengan pembatasan periodesasi jabatan akan dijelaskan terlebih dahulu berkenaan dengan aspek-aspek pembatasan kekuasaan secara teoritik. Pemikiran dasar terkait dengan pembatasan kekuasaan tercermin dalam pemikiran Lord Acton yang menyatakan “ power tends to corrupt, but absolute power corrups absolutely ”. 6 Cara pembatasan kekuasaan dilakukan dengan berbagai metode antara lain seperti membatasi pengaruh dari suatu kekuasaan penyelenggara negara dengan membatasi kewenangan yang diikuti dengan suatu mekanisme pengawasan serta membatasi periode atau jangka waktu kekuasaan tersebut dijalankan oleh subjek hukum melalui atribusi dari suatu regulasi tertentu. Pembatasan kekuasaan yang dilakukan dengan metode membatasi kewenangan dapat rumuskan seperti melalukan pembagaian ( distribution of power ) atau pemisahan kekuasaan ( separation of power ) yang bertujuan mewujudkan suatu sistem checks and ballancing system yaitu kekuasaan yang saling mengawasi dan saling mengimbangi antara cabang kekuasaan yang satu dengan yang lainnya. Metode kedua yang dilakukan untuk membatasi kekuasaan yaitu membatasi periode jabatan yang dijalankan oleh suatu subjek hukum, khusus untuk pembatasan periodesasi jabatan eksekutif, dirumuskan melalui 3 konsep, yaitu : 7 a. Tidak ada masa jabatan kedua ( no re-election ) b. Tidak boleh ada jabatan yang berlanjut ( no immediate re-election ) c. Maksimal 2 (dua) kali masa jabatan ( only one re-election ) 4 Ibid, hlm. 23 5 Jazim Hamidi, dkk, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 232. 6 Soltou, Pengatar Ilmu Politik, Ary Studi Club, Jakarta, 1972, hlm. 86 7 Denny Indrayana, Pembatasan Masa Jabatan Presiden, diakses pada situs www.sindonews.com tanggal 23 April 2020, pukul 11.00 WIB Norma berkenaan dengan pembatasan periodesasi jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh dapat dilihat melalui Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang No 11 Tentang Pemerintahan Aceh, berbunyi : “Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil Bupati, dan wakil walikota memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan”. Kemudian pengaturan lebih lanjut diatur dalam Pasal 24 huruf s, angka 3, 4, 5 Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, berbunyi: “belum pernah menjabat sebagai: 3. Bupati untuk calon Bupati dan Calon Walikota, 4. Walikota untuk Calon Wakil Walikota dan Calon Wakil Bupati, 5. Bupati untuk Calon Walikota dan Walikota untuk Calon Bupati yang sudah pernah menjabat dua periode jabatan”. Pasal 26 ayat (3) huruf a, b, c Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, berbunyi:” 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 huruf r meliputi: a. telah dua kali berturut-turut pada jabatan yang sama, b. telah dua kali dalam jabatan yang sama tidak berturut-turut; dan c. 2 (dua) kali dalam jabatan yang sama di daerah yang sama atau daerah yang berbeda”. Berdasarkan gambaran norma yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan Qanun-Qanun terkait dapat dilihat bahwa peridesasi jabatan kepala daerah tinggkat II di Aceh menggunakan konsep Maksimal 2 (dua) kali masa jabatan ( only one re-election ) yang tidak hanya berlaku untuk satu wilayah teriotorial dan konstituen, akan tetapi juga berlaku untuk wilayah dan konstituen di daerah lain yang setingkat. Dalam artian seseorang yang telah menjawab selama 2 (dua) kali masa jabatan disuatu daerah tingkat II di Aceh, tidak dapat untuk berkontribusi kembali dalam jabatan diruang lingkup lingkup yang sama pada wilayah lainnya yang setingkat. Oleh karena itu, terkait dengan pengaturan norma seperti yang telah diutarakan sebelumnya maka timbul suatu rumusan masalah terkait pembatasan periodesasi jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh sebagai berikut: 1. Bagaimanakah analisis politik hukum terhadap pembatasan periodesasi jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh? 2. Bagaimanakah das sein dan das Sollen pembatasan periodesasi jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh? ## 2. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini, merupakan penelitian hukum bersifat normatif dengan bentuk penelitian adalah preskriptif, merupakan penelitian yang ditujukan utuk mendapatkan saran-saran menyangkut apa yang menjadi keharusan untuk dilakukan agar mendapatkan saran-saran untuk mengatasi problematika atau masalah yang sedang diteliti. 8 Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach). Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang mengkaji segala bentuk yang memuat legislasi dan regulasi yang ada. 9 Pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sejarah, yaitu pendekatan yang menelaah apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi. 10 Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Di mana sumber data sekunder yang dipergunakan mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Tehnik dalam pengumpulan data yang digunakan meliputi data- data kepustakaan melalui buku-buku, literatur, perturan perundang-undangan serta jurnal dan data-data elektroknik yang berhubungan dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Analisis politik hukum terhadap pembatasan periodesasi jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh Mahfud MD berpendapat bahwa politik hukum diartikan sebagai legal policy (kebijakan hukum) yang akan atau telah dilaksanakan oleh pemerintah. Politik hukum yang dimaksud mencakup pembutan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan pelaksanaan hukum yang sudah ada, termasuk penegakan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. 11 Terkait dengan objek kajian pada tulisan ini di mana pembatasan kekuasaan dalam hal periode dan jabatan merupakan hasil dari pilihan demokrasi Indonesia pasca Reformasi 98. Amandemen konstitusi yang dilakukan dengan semangat reformasi dan perubahan kearah yang lebih baik memilih opsi membatasi jabatan eksekutif hanya untuk 2 periode masa jabatan. hal tersebut tentunya didasari dari pengalaman buruk rezim pemerintahan orde baru yang berkuasa terlalu lama sehingga memberikan gambaran terkait kekuasaan absolut yang cenderung melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Pilihan politik hukum pada era reformasi tersebut bertujuan selain untuk menanggulangi suatu rezim dalam upaya mengelola dan mengatur kekuasaan untuk menghindari obsulutisme kekuasaan yang dimiliki, bertujuan pula untuk 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hlm. 10. 9 Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta, 2005, hlm.137 10 Ibid., hlm.134 11 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998, hlm. 8. membuka lebar ruang demokrasi dan memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada setiap individu untuk berkontribusi dalam kekuasaan negara, khususnya eksekutif. Adanya suatu metode pembatasan periode jabatan bagi eksekutif agaknya tepat dengan melihat pengalaman kelam sejarah bangsa pada masa orde baru, namun pembatasan yang dilakukan secara kaku dengan mempersamakan definisi jabatan adalah hal yang keliru mengingat perkembangan pesat demokrasi di Indonesia dewasa ini. Hal tersebut tentunya akan menjadi suatu ganjalan di mana kepala-kepala daerah yang telah terbukti berhasil membawa kemajuan pada daerahnya selama 2 periode masa jabatan akan terganjal di masa mendatang untuk kembali berkontribusi pada jabatan yang sama dengan wilayah teritorial yang berbeda. Dengan keadaan yang demikian hendaknya perlu dilakukan suatu upaya di mana pembatasan periode dan jabatan dapat sejalan dengan perkembangan demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai kedaulatan rakyat pada masyarakat Indonesia yang bersifat dinamis. Sehingga setiap orang memiliki peluang yang besar dalam memberikan konstribusi untuk membangun daerah. Pada tataran filosofi prinsip kedaulatan rakyat menurut Rousseau, menjelaskan bahwa negara dibentuk atas kehendak rakyat ( volente generale ) melalui kontrak sosial ( social contract ). Dalam kontrak sosial, induvidu secara suka rela dan bebas membuat perjanjian untuk membentuk negara berdasarkan pada hasrat, keinginan, cita-cita dan kepentingan mereka. Keinginan dan cita-cita rakyat itulah yang menjadi motivasi dan cita-cita negara. 12 Apabila menekankan pada sumber dan inti sari dari kedaulatan rakyat yang bersumber dari suatu kontrak sosial yang dibangun atas kehendak rakyat kepada penguasa negara. Maka perlu dicermati untuk tingkat kabupaten/kota, tentunya terdapat kontrak sosial yang berbeda dikarenakan kontrak tersebut dibangun atas basis konstituen yang bersumber dari kehendak rakyat yang berbeda. Berkaca pada hal yang demikian, seharusnya yang menjadi tolak ukur pembatasan periode jabatan menekankan kepada kontrak sosial yang bersumber dari kehendak rakyat pada suatu wilayah teritorial, sehingga nilai-nilai kedaulatan rakyat dapat terimplementasi secara nyata. Kontrak sosial tersebut memang selayaknya harusnya dilakukan pembatasan agar kekuasaan tidak berpotensi untuk melakukan penyalahgunaan kewenangan, namun pembatasan tersebut tentunya diupayakan untuk tidak mereduksi hak individu warga negara dan keinginan atau kehendak rakyat pada wilayah teritorial yang berbeda. Oleh karena itu politik hukum sebagai suatu pembaharuan hukum ke depan haruslah mengakomodir hal tersebut, sehingga sepatutnya norma yang 12 Rousseau,J.J, Perjanjian Sosial, terjemahan NiNo Cicero, Visimedia, Jakarta, 2007, hlm. 47. mengganjal para kepala daerah di Aceh setelah berhasil memajukan daerahnya selama 2 periode sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA, tidak membatasi individu tersebut untuk berkontribusi pada daerah lain di Aceh yang notabene merupakan kontituen yang berbeda, sehingga legitimasi kekuasaan yang diberikan oleh rakyat melalui kontrak sosial secara teoritik adalah hal yang berbeda dengan daerah sebelumnya. Pertimbangan politik hukum lainnya adalah mengingat suatu kekhususan yang dimiliki oleh Provinsi Aceh sebagaimana diatur dalam Bab XI UUPA, yang mengatur tentang eksistensi dari partai politik lokal. Kekhususan yang demikan menggambarkan bahwa terbukanya roang demokrasi yang seluas-luasnya bagi rakyat aceh untuk berkontribus dalam setiap kancah perpolitikan di Aceh melalui sarana partai politik lokal. Kenyataan dilapangan membuktikan bahwa partai politik lokal dapat mendomonasi beberapa kali pemilukada yang telah terlaksana di Aceh. Telah banyak kader partai politik lokal yang terbukti mampu menang dalam pemilukada di Aceh sampai dengan 2 periode dan membawa kemajuan pada wilayahnya masing-masing, namun kader-kader tersebut kemudian terganjal dengan pengaturan yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA, untuk dapat kembali berkontribusi membangun daerah lainnya di Aceh. Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat suatu urgensi di mana norma yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA harus dilakukan perubahan. Oleh karena itu gambaran politik hukum yang ideal dalam suatu pembatasan kekuasaan dalam konteks periode jabatan haruslah diperbaiki dengan menekankan pada nilai-nilai kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. 3.2. Das sein dan Das Sollen Pembatasan Periodesasi Jabatan Kepala Daerah Tingkat II di Aceh Terkait norma yang mengatur masalah pembatasan kekuasaan periode dan jabatan Kepala Daerah Tingkat II di Provinsi Aceh tertuang dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA, membatasi periode masa jabatan untuk 2 kali periode masa jabatan Kepala Daerah Tingkat II pada jabatan yang sama. Norma pembatasan kekuasaan eksekutif yang mengatur tersebut lahir dari pilihan demokrasi yang ditempuh melalui jalur reformasi dengan 4 kali amandemen konstitusi pasca tumbangnya 32 tahun kekuasaan Presiden Soeharto. Sebagaimana diketahui dalam pembatasan periode masa jabatan ini ditemui 3 (tiga) konsep pembatasan, pertama, tidak ada masa jabatan kedua ( no re-election ), kedua, tidak boleh ada masa jabatan yang berlanjut ( no immediate re-election ) dan ketiga, maksimal dua kali masa jabatan ( only one re-election ). Pilihan demokrasi Indonesia pada saat itu terkait pembatasan periode masa jabatan kekuasaan eksekutif jatuh pada opsi yang ke 3 yaitu maksimal dua kali masa jabatan ( only one re-election) . Kemudian norma tersebut digeneralkan keberlakuannya pada semua jabatan eksekutif baik di tingkat Provinsi, maupun Kabupaten dan Kota. Tentutnya ide pembatasan masa jabatan eksekutif untuk 2 (dua) periode masa jabatan merupakan suatu ide yang bertujuan untuk yang membatasi kekuasaan agar terhindar dari penyelahgunaan kekuasaan yang merusak nilai- nilai demokrasi dan merubah bentuk pemerintahan menjadi tirani yang dapat merugikan dan bahkan menyengsarakan rakyat. Implementasi pembatasan kekuasaan terhadap periode masa jabatan Kepala Daerah tingkat II sejatinya dapat menjamin penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga stabilitas kekuasaan terhadap dampak dari kebersinambungan kekuasaan apabila kekuasaan tak terbatas. Selain itu, pembatasan yang demikian juga dapat mendorong regenerasi kepemimpinan yang dapat membawa penyegaran terkait kepemimpinan serta visi dan misi yang baru dalam membangun daerahnya. Apabila dicermati norma pembatasan kekuasaan yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA jika dikaitkan dengan prinsip kedaulatan rakyat, merupakan norma yang membatasi kekuasaan secara kaku, karena menekankan kepada subjek jabatan kepala daerah yang dijelaskan dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, b, c jo. Pasal 24 huruf r Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016. Di mana penekanan tersebut menyama ratakan semua jabatan pada tingkat Kabupaten/Kota Se Aceh. Sehingga norma tersebut tentunya mempersempit ruang bagi calon-calon yang telah dapat membawa kemajuan pada daerahnya setelah 2 periode menjabat untuk ikut kembali pada daerah lain yang merupakan teritorial yang berbeda dengan konstituen masyarakat yang berbeda. tentunya norma tersebut apabila dikaitkan dengan prinsip kedaulatan rakyat, tampaknya keliru dan mencederai nilai-nilai demokrasi. Kajian hukum yang berlaku sebagai das sollen-sein , yakni hukum sebagai suatu keharusan ( das sollen ) yang bertumpu dan berakar pada dunia kenyataan/kemasyarakatan ( das sein ) dan diarahkan balik untuk menata dan mengatur dunia kenyataan kemasyarakatan itu. 13 Apabila dikaitkan dengan pembatasan kekuasaan periode dan jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh sebagai objek kajian pada tulisan ini maka dapat dikemukakan beberapa alasan hukum tentang bagaimanakah selayaknya pembatasan kekuasaan terhadap periode dan jabatan kepala daerah tingkat II di Aceh dilakukan agar sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi. Pembatasan kekuasaan yang ideal diterapkan dalam suatu rumusan norma haruslah melihat dengan jelas representatif masyarakat sebagai sumber 13 Arief Sidharta, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, PT Rafika Aditama, Bandung, 2009, hlm. viii. kedaulatan atas kekuasaan yang melekat pada jabatan tertentu, sehingga kekuasaan tersebut memiliki legitimasi yang kuat. Kemudian pembatasan kekuasaan yang ideal juga harus melihat teritorial suatu wilayah, di mana teritorial merupakan ruang lingkup di mana kewenangan pada jabatan tertentu akan dijalankan. Membatasi priode jabatan dengan menyamarakatan pengertian jabatan yang sama merupakan pembatasan yang dilakukan secara kaku dan mempersempit ruang demokrasi dan cenderung mencedarai nilai-nilai kedaulatan rakyat. Khusus dalam kerangka otonomi khusus Aceh, pembatasan kekuasaan dalam hal membatasi periode jabatan Kepala Daerah Tingkat II di Aceh, seyogyanya haruslah melihat wilayah teritorial dan basis konstituen pemilih. Metode pembatasan tersebut cenderung menerjemahkan jabatan eksekutif kepala daerah dengan mempersamakan dengan jabatan karir pada suatu profesi tertentu, hal tersebut tentunya merupakan kesalahan besar, di mana fungsi jabatan pejabat publik secara teoritik dalam konsep negara kesejahteraan adalah sebagai alat untuk membawa kesejahteraan yang jauh berbeda dengan jabatan karir pada profesi tertentu. Oleh karena alasan tersebut, pembatasan kekuasaan benar dilakukan dengan membatasi dua periode masa jabatan untuk menghindari kesewenangan yang mungkin dapat terjadi apabila kekuasaan berada ditangan yang sama untuk jangka waktu yang lama, namun hal tersebut dapat dilakukan hanya untuk wilayah teritorial yang sama dengan representatif pemilih yang sama bukan untuk wilayah yang berbeda dengan representatif pemilih yang berbeda. Pembatasan periode jabatan seyogyanya diterapkan untuk dibatasi 2 periode pada suatu daerah teritorial adalah tepat, namun tidak untuk wilayah teritorial lainnya. Menyamaratakan definisi jabatan pada setiap wilayah teritorial adalah hal yang keliru, Hal tersebut dikarenakan disetiap daerah teritorial memiliki konstituen yang berbeda sehingga suatu legitimasi kekuasaan yang dilimpahkan pada suatu jabatan adalah legitimasi dari konstituen yang berbeda. Hal lain yang patut diperhatikan adalah tujuan dari pembatasan periode jabatan adalah untuk menghindari kesewenangan yang terjadi apabila kekuasaan terlalu lama dapat dipertahankan sehingga cenderung akan mengarah kepada kemampuan untuk mengatur kekuasaan. Namun perlu diperhatikan hal tersebut tidaklah berlaku pada jabatan yang sama untuk wilayah dan konstituen yang berbeda. karena tentunya setiap wilayah teritorial memiliki keidentikannya masing-masing dengan kata lain berbeda satu sama lain. Sehingga dapat dikatakan mustahil suatu jabatan yang setara pada suatu daerah teritorial dapat memberikan pengaruh pada wilayah teritorial lainnya dalam hal mengatur kekuasaan. Untuk itu akan lebih tepat apabila norma yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA, adalah membatasi kekuasaan pada jabatan sama selama 2 periode namun penafsiran jabatan yang sama selama dua periode tersebut tidaklah berlaku untuk wilayah teritorial berbeda di Kabupaten/Kota lain di Aceh. 4. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat dirumuskan terkait penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Analisis politik hukum terhadap norma yang membatasi periode dan jabatan Kepala Daerah Tingkat II di Aceh sebagaimana terkandung dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA, sejatinya lahir dari pilihan politik pasca Reformasi 98, dengan semangat amandemen terhadap UUD 1945, kemudian melakukan pembatasan terhadap masa periode jabatan eksekutif dengan berkaca pada sejarah kelam masa pemerintahan orde baru. Kemudian norma pembatasan periode jabatan eksekutif tersebut digeneralisir keberlakuannya untuk tiap jenjang kekuasaan eksekutif yang ada di Indonesia. Analisis politik hukum terkait das sollen yang akan dirumuskan untuk pembaharuan hukum kedepan mengingat urgensi di mana terdapat pemimpin-pemimpin yang telah menduduki 2 periode masa jabatan terganjal untuk ikut kembali berkontribusi dalam pemilukada di wilayah yang berbeda. Sehingga perumusan norma terkait pembatasan periode jabatan haruslah menekankan pada aspek teritorial dan konstituen suatu wilayah tertentu. 2. Pembatasan periode dan jabatan kepala daerah pada tingkat kabupaten kota sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUPA, belum mengakomodir nilai- nilai kedaulatan rakyat secara untuh, di mana dalam hal ini pembatasan periode dan jabatan yang ada saat ini cenderung menekankan pada aspek jabatan dengan mempersamakan seluruh jabatan eksekutif ditingkat II. Tentunya hal tersebut merupakan hal yang kaku dan cenderung mencederai nilai-nilai kedaulatan rakat yang terumuskan dalam suatu teori kontrak sosial, sehingga mempersempit ruang demokrasi. Das Sollen yang sebaiknya dirumuskan sebagai suatu pembaharuan hukum kedepan dalam konteks pembatasan periode dan jabatan Kepala Daerah Tingkat II di Aceh adalah menekankan pada aspek basis teritorial dan konstituen suatu daerah, sehingga nilai-nilai kedaulatan rakyat dapat terimplementasi secara nyata dan utuh sesuai amanat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Sehingga dengan hal yang demikian akan mampu membuka ruang demokrasi yang seluas-luasnya bagi perkembangan daerah Aceh ke depan, serta melindungi hak-hak konstitusional warga negara yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan ketatanegaraan saat ini. ## 5. Referensi ## Buku : Arief Sidharta, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, PT Rafika Aditama, Bandung, 2009. Jazim Hamidi, dkk, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Total Media, Yogyakarta, 2009. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998. Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta, 2005. Rousseau,J.J, Perjanjian Sosial, terjemahan NiNo Cicero, Visimedia, Jakarta, 2007. Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. Soltou, Pengatar Ilmu Politik, Ary Studi Club, Jakarta, 1972. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Sunarti Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung. 1991. ## Sumber Internet : Denny Indrayana, Pembatasan Masa Jabatan Presiden, diakses pada situs www.sindonews.com tanggal 23 April 2020, pukul 11.00 WIB hlm. 10. ## Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
c4a4ccf1-f621-4f66-bf39-408d030933bd
http://jffk.unram.ac.id/index.php/indra/article/download/147/112
## INDRA: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat http://jffk.unram.ac.id/index.php/indra ___________ Email: [email protected] (*Corresponding Author) Copyright © 2022, The Author(s). This article is distributed under a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional . Pelatihan metodologi penelitian sains dan teknologi bagi santri Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Lombok Timur Ardiana Ekawanti 1 , Rizka Vidya Lestari 1* , Rifana Cholidah 1 , Imam Maksum Al Maliki 2 1 Departemen Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram, Mataram, Indonesia 2 Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia , Sakra, Lombok Timur, Indonesia DOI: https://doi.org/10.29303/indra.v3i1.147 Article Info Abstract: Basic knowledge on scientific method is important for the preparation of scientific papers for student of Madrasah Aliyah Negeri. Since, research methodology was not teached in Madrasah Aliyah curriculum. Writing scientific papers is an activity related to education from elementary school to university level, which teaches rational and empirical thinking by using scientific method. This training was intended to provide knowledge about research methodologies, especially in the fields of science and technology for the preparation of students' final assignments of Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia East Lombok. The method of activity was by lectures, discussions and guidance for writing research proposal. This activity took place on July 1, 2022 in the Hall of MAN Insan Cendekia, attended by 111 students. This activity consist three session, first is the explanation about material from the lectures, followed by discussion and the last session is mentoring. The students followed the activity enthusiastically marked by so many question in the discussion session about the topic of research and its design. Keywords: research methodology, science and technology, Madrasah Aliyah students Received : 27-01-2022 Revised : 05-04-2022 Accepted : 29-04-2022 Citation: Ekawanti, A., Lestari, R. V., Cholidah, R., Al Maliki, I. M. (2022). Pelatihan metodologi penelitian sains dan teknologi bagi santri Madrasah Aliyah Insan Cendekia Lombok Timur. INDRA: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 3 (1), 28-30. doi: https://doi.org/10.29303/indra.v3i1.147 ## Pendahuluan Metodologi penelitian adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang teknik mengumpulkan dan analisis data secara shahih untuk membuktikan suatu hipotesis (Sugiyono, 2016). Penulisan karya ilmiah merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan baik dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi, yang mengajarkan untuk berpikir rasional dan empiris dengan menggunakan metode ilmiah (Jendrius, 2020). Syam dkk (2019) menemukan bahwa 10 % dari santri madrasah aliyah di kota Kupang memiliki kemampuan menulis karya ilmiah dengan metodologi yang baik. Menurut Al Siddiq (2019) pengetahuan siswa tentang pengolahan data statistic meningkat setelah dilakukannya pelatihan dan pendampingan pelatihan teknik penulisan ilmiah. Secara umum bidang cakupan penelitan dibagi menjadi penelitian sains dan teknologi dan sosial humaniora. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia adalah sekolah menengah atas yang memiliki profil lulusan yang menerapkan kaidah ilmiah dalam memecahkan permasalahan dan salah satu strategi pembelajarannya adalah penyusunan karya tulis ilmiah sebagai persyaratan kelulusan (MAN IC Lotim, 2020). Dalam kurikulum madrasah aliyah tidak didapatkan materi tentang metodologi penelitian dan penerapannya dalam penulisan karya ilmiah (Shafa,2014), sehingga dibutuhkan pelatihan khusus bagi siswa agar dapat menyusun karya ilmiah yang baik. Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan dasar tentang metodologi penelitian dan penyususunan proposal penelitian pada santri MAN IC Lombok Timur. Pemberian pengetahuan dasar tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penysusnan proposal penelitian serta memudahkan santri untuk menyusun proposal penelitian. ## Metode Metode pengabdian yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah metode ceramah, diskusi dan pembimbingan berkala penulisan proposal. Lokasi kegiatan di aula MAN IC Lombok Timur. Peserta kegiatan ini adalah santri MAN IC kelas XI dan XII. Pemberian materi dilakukan secara klasikal dan pembimbingan dilakukan secara individu dalam bentuk konsultasi. ## Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan kegiatan berlangsung selama 2 hari, yaitu tanggal 29 Juni 2021 untuk penelitian sosial dan humaniora, kemudian tanggal 1 Juli 2021 untuk penelitian sains dan teknologi. Tim menyampaikan materi dan pembimbingan pada tanggal 1 Juli 2021. Peserta dalam kegiatan tersebut sebanyak 111 orang santriwan/santriwati yang dikumpulkan dalam satu kelas besar. Gambar 1 . Peserta Santriwati Madrasah Aliyah Kegiatan dilakukan dalam tiga sesi, yang pertama penyampaian materi dalam bentuk ceramah, dilanjutkan dengan diskusi dan sesi terakhir pembimbingan. Materi yang disajikan berupa: jenis penelitian, macam-macam rancangan penelitian, pemilihan dan penyusunan instrumen penelitian, penelitian experimental, dan analisis data. Gambar 2 . Peserta Santri Madrasah Aliyah Gambar 3 . Pemberian materi Penyampaian materi berjalan lancar, tidak terjadi hambatan yang berarti. Antusiasme santri cukup bagus, ditandai dengan banyaknya pertanyaan pada sesi diskusi. Jenis pertanyaan yang sering muncul adalah terkait pemilihan topik penelitian, jenis rancangan penelitian yang dapat digunakan dan kelayakan penelitian yang dilakukan oleh siswa setingkat sekolah menengah. Kegiatan ini mengalami beberapa keterbatasan diantaranya waktu yang singkat untuk penyampaian materi yang banyak seperti penjabaran tentang bagaimana memilih topik penelitian serta menentukan rancangan penelitian yang sesuai dengan judul atau topik penelitian. Pembimbingan jarak jauh penulisan proposal seringkali tidak efektif, santri ingin mendiskusikan dengan detail tentang proposalnya menjadi tidak terakomodir. ## Simpulan Kegiatan pelatihan penulisan penelitian Saintek untuk santri MAN IC Lombok Timur bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar tentang metodologi penelitian saintek. Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 1 Juli 2021 yang diikuti oleh 111 peserta, dengan keterbatasan waktu penyelenggaraan. Saran untuk kegiatan selanjutnya adalah perlu disediakan rentang waktu yang cukup lama atau penyampaian materi yang lebih singkat namun sesi diskusi yang lebih lama. Kemudian untuk pembimbingan proposal perlu dilakukan secara berkala melalui email atau zoom jarak jauh agar lebih efektif dan efisien. ## Ucapan Terima Kasih Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada direktur MAN IC Lombok Timur atas kesempatan yang diberikan kepada tim untuk berkontribusi pada kegiatan ceramah umum metode penelitian. ## Daftar Pustaka Al Siddiq, IH., Sulistyo, WD., Fibriyanto, HS., (2019), Pengembangan Kompetensi Penelitian Sosial Melalui Pelatihan Statistik bagi Siswa Madrasah Aliyah Salafiyah Ketegan, Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Unublitar . http://dx.doi.org/10.28926/briliant. v3i4.369 Azwar, Syaifuddin (2010). Metode Peneltian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fadli, RM., (2021), Memahami Desain metode Penelitian Kualitatif, Jurnal Humanika, 21(1). Jendrius, dkk. ( 2020). Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Bagi Siswa SMAN 1 Palembang. Laporan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia , https://maniclotim.sch.id/v2/kurikulum-man-ic- lombok- timur/ Mulyadi, M. (2017). Riset Desain dalam Metodologi Penelitian, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, ISSN: 19785003. Sarmanu (2017). Dasar metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan statistik . Surabaya: Airlangga University Press. Shafa, (2014), Karakteristik Proses Pembelajaran Kurikulum 2013’, Jurnal Dinamika Ilmu, 14(1), 81–96. Sugiyono (2016). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif , R&D. Bandung: Alfabeta. Suryani & Hendryadi, (2015), Metode riset kuantitatif teori dan aplikasi. Jakarta: Prenadamedia Group. Syam, S., Kurniati, S., F. Galla, W., & Nursalim. (2021). Pelatihan dan Pendampingan Penulisan Karya Ilmiah (Kir) Bagi Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kota Kupang. Prosiding. http://prosiding.rcipublisher.org/index.php/p rosiding/article/view/302. Yusanto, Y. (2019). Ragam Pendekatan Penelitian Kualitatif. Journal of Scientific Communication , 1(1), 1-13. http://dx.doi.org/10.31506/jsc.v1i1.7764 .
7d405d0f-02e2-4235-8d99-55e345b12a45
https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/download/7867/2820
## ANALISIS PERBANDINGAN KLASIFIKASI PREDIKSI PENYAKIT HEPATITIS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST ## NEIGHBOR, NAÏVE BAYES DAN NEURAL NETWORK Sulastri 1 , Kristophorus Hadiono 2 , Muchamad Taufiq Anwar 3 1,2,3 Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank e-mail: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] ## Abstrak Hepatitis merupakan penyakit yang diderita oleh banyak orang, bahkan bisa menyebabkan kematian. Prediksi awal dapat mencegah kematian tersebut yaitu dengan mengumpulkan data pasien hepatitis yang dilihat dari faktor - faktornya. Faktor-faktor tersebut antara lain Protime, Alk Phosphat, Albumin, Bilirubin dan Usia. Untuk mengolah data tersebut, dibutuhkan Data Mining. Salah satu metode data mining yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi. Tujuan penelitian ini yaitu bagaimana memprediksi hidup atau meninggalnya pasien penyakit hepatitis dengan tingkat akurasi dan mencari atribut paling berpengaruh terhadap prediksi hidup atau meninggalnya pasien penyakit hepatitis dengan menggunakan algoritma Algoritma K-Nearest Neighbor, Naïve Bayes Dan Neural Network dan kemudian membandingkan ketiga hasil analisis dari ketiga algoritma tersebut. Dari hasil analisis 20 atribut dilakukan 3 kali percobaan dengan algoritma Naïve Bayes didapat model klasifikasi dengan tingkat akurasi yang terbaik yaitu 76.92 %, tingkat error 23.01% dan atribut Acites dan Spider merupakan atribut yang berpengaruh terhadap keputusan hidup atau meninggalnya pasien yang terkena penyakit hepatitis.Dengan menggunakan Algoritma Neural Network didapat model klasifikasi dengan tingkat akurasi yang terbaik yaitu 82,97%, tingkat error 17.03% dan atribut yang paling berpengaruh yaitu anorexia , spiders dan protime . Dengan menggunakan algoritma K-Nearest Neighbor didapat model klasifikasi dengan tingkat akurasi terbaik yaitu 93%, tingkat error 7% dan atribut yang paling berpengaruh terhadap penderita penyakit hepatitis yaitu Albumin . Kata Kunci : Hepatitis, Data Mining, K-Nearest Neighbor, Naïve Bayes, Neural Network. ## 1. PENDAHULUAN Dalam dunia kesehatan, diagnosis penyakit menjadi hal yang sangat sulit dilakukan. Namun demikian catatan rekam medis telah menyimpan gejala-gejala penyakit pasien dan diagnosis penyakitnya. Hal seperti ini tentu sangat berguna bagi para ahli kesehatan. Mereka dapat menggunakan catatan rekam medis yang sudah ada sebagai bantuan untuk mengambil keputusan tentang diagnosis penyakit pasien [1]. Salah satu penyakit yang cukup banyak penderitanya adalah hepatitis. Secara umum hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ tubuh seperti hati. Hepatitis diakibatkan berbagai faktor dimana tiap faktor mempunyai karakter khas, maka timbullah berbagai macam hepatitis yang berbeda satu sama lain [2]. Untuk itu perlu adanya prediksi awal penentuan hepatitis. Prediksi awal ini perlu dilakukan karena banyak yang menyepelekan penyakit hepatitis. Hal ini dapat dilakukan dengan pengumpulan data pasien ataupun data hasil cek kesehatan. Dengan banyaknya data yang diperoleh ataupun dikumpulkan, tidaklah mudah untuk mengolah data tersebut menjadi informasi yang bermanfaat. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah ilmu yang dapat mengolah data tersebut. Data mining merupakan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana data itu diolah sehingga menghasilkan sebuah informasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang terutama bidang kesehatan. Banyak pemanfaatan data mining untuk melakukan prediksi terhadap suatu penyakit. Salah satu contohnya yaitu penyakit hepatitis. Untuk memprediksi penyakit ini, digunakanlah salah satu teknik dari data mining yaitu klasifikasi. Klasifikasi adalah sebuah teknik pengelompokkan data ke dalam beberapa kategori yang sudah ditentukan. Dalam klasifikasi, data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan pengolahan dengan menggunakan variabel yang ada untuk menentukan data tersebut termasuk kategori yang mana. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Algoritma K- Nearest Neighbor, Naïve Bayes dan Neural Network, kemudian membandingkan prediksi seorang pasien hepatitis akan meninggal atau hidup dengan melihat variabel yang berpengaruh dan juga hasil akurasinya. ## 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data yang diambil dari UCI Machine Learning berupa data pasien hepatitis dengan Data berjumlah 155 record dan terdiri dari 19 variabel penjelas dan 1 variabel respon.. Berikut adalah variabel datanya: Tabel 1. Variabel Data Variable Keterangan Class variabel respon 1=die, 2=live Age usia pasien 10-80 Sex jenis kelamin pasien 1=male, 2=female Steroid senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. 1=no, 2= yes Antivirals obat yang menghambat atau merusak replikasi virus. 1=no, 2=yes Fatigue suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot 1=no, 2=yes Malaise lemas, lesu, letih, dan merasa sakit. 1=no, 2=yes anorexia gangguan makan yang ditandai dengan rasa takut yang berlebihan bila berat badan bertambah, dan gangguan persepsi pada bentuk tubuh. 1=no, 2=yes liver big penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor yang merusak hati, seperti virus dan penggunaan alkohol. 1=no, 2=yes liver firm 1=no, 2=yes spleen palpable kerusakan organ jaringan limfatik 1=no, 2=yes Spiders sekumpulan pembuluh darah abnormal dekat permukaan kulit 1=no, 2=yes Ascites penumpukan cairan di rongga perut 1=no, 2=yes Varices pembuluh darah vena yang membengkak dan tampak dekat dari permukaan kulit. 1=no, 2=yes Bilirubin senyawa pigmen berwarna kuning yang merupakan produk katabolisme enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase. 0.39-4.00 alk phosphate untuk mengukur tingkat enzim fosfatase alkali dalam darah. 33-250 Sgot enzim yang biasanya ditemukan pada hati (liver), jantung, otot, ginjal, hingga otak. 13-500 Albumin protein utama yang terdapat dalam darah manusia yang diproduksi oleh organ hati. 2.1-6.0 Protime disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses pembekuan. 10-90 Histology pemeriksaan contoh sampel jaringan pada pasien hepatitis 1=no, 2=yes Berikut adalah proses Knowlegde Data Mining Discovery (KDD): a. Data Selection Data yang akan digunakan dalam bentuk excel, untuk bisa diolah menggunakan Bahasa R, format data dirubah menjadi CSV untuk diimport ke RStudio. Gambar 1. Data Mentah b. Pre- processing / Cleaning Pada tahap ini data yang akan dipakai akan dilakukan cleaning karena masih terdapat data yang kosong atau tidak memiliki nilai. Proses cleaning tersebut menggunakan rumus average atau rata-rata dari kolom yang terdapat record yang kosong. Gambar 2. Data yang telah Cleaning c. Transformation Setelah dilakukan cleaning, selanjutnya dilakukan tahap transformasi atau mengubah data. Pada penelitian ini, data yang dipakai berupa numerik sehingga dilakukan perubahan dengan merubah data numeric menjadi data huruf menggunakan fungsi IF pada excel. Gambar 3. Data yang Telah Ditransformasi ## d. Data Mining Data yang telah ditranformasi kemudian diklasifikasi dengan menggunakan algoritma K- Neurest Neighbor, Naïve Bayes dan Neural Network . Proses pengolahan data tersebut menggunakan software RStudio. Pada penilitian ini akan dilakukan percobaan sebanyak 3 kali dengan perbadingan training set dan testing set yang berbeda dan kemudian dianalisa dengan menggunakan 3 algoritma yang berbeda. Perbandingannya adalah sebagai berikut : Tabel 2. Pembagian Data Training dan Data Testing Traning set Testing set Percobaan 1 70 % 30 % Percobaan 2 75 % 25 % Percobaan 3 80 % 30 % e. Interpretation / Evaluation Dalam tahap ini akan terlihat hasil pola yang terbentuk dari proses data mining mengunakan Algoritma K- Neurest Neighbor, Naïve Bayes dan Neural Network , sehingga informasi yang didapatkan lebih dipahami pembaca, ditampilkan dalam bentuk grafik gambar. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## a. Implementasi Dengan Algoritma K-Nearest Neighbor Pengolahan data mining menggunakan Bahasa R. Proses awal dimulai dengan menginstal package yang digunakan untuk mendukung proses perhitungan. Pertama package caret atau Classification dan Regress Training. Package memiliki fungsi untuk merampingkan proses pelatihan model untuk masalah klasifikasi dan regresi yang kompleks sampai contoh-contoh data (training maupun testing), ringkasan informasi data, parameter kontrol, plot, evaluasi model, dan lain-lain. Kedua package pROC. Package ini digunakan untuk memvisualisasikan, menghaluskan, dan membandingkan karakteristik operasi penerima (kurva ROC) area di bawah kurva (AUC). Ketiga package mlbench . Digunakan untuk mengetahui kumpulan masalah tentang tolak ukur pembelajaran mesin dan dunia nyata termasuk beberapa set data dari repository UCI. Memasukan data yang akan digunakan dalam perhitungan. Pada R data yang dibaca berupa format .csv. Data yang sudah dimasukkan dibuat data sampel atau pembagian data(data training dan data testing). Dari fungsi data sampel ini digunakan library caret yaitu untuk membuat data training dan data testing. Pada penelitian ini mengguanakan tiga percobaan pembagian data yaitu 70% data training atau didapatkan 108 data training dari 155 record data, 75% data training atau didapatkan 1116 data training dari 155 record data dan 80% data training atau didapatkan 124 data training dari 155 record data. Pada algoritma K-Nearest Neighbor pembagian data dilakukan dengan syarat data training harus lebih banyak dari data testing atau artinya data training dan data testing tidak boleh memiliki nilai yang sama (50% data training dan 50% data testing). Dari pembagian data didapatkan hasil akurasi yang tinggi dengan perbandingan data 80% data training dan 20% data testing (124 record data training dan 31 record data testing). Menghitung nilai K tertinggi dengan jumlah K = 11. Nilai K didapatkan melalui akar dari nilai training yang terbanyak dari percobaan yang sudah dilakukan dalam penelitian. Selanjutnya memvisualisasikan algoritma K- Nearest Neighbor menggunakan package pROC kemudian ditampilkan berupa gambar diagram. Pada gambar diagram terdapat dua keterangan tabel yaitu vertikal berupa ROC ( Repeated Cross-Validation ) dan horizontal berupa #Neighbors . Pada keterangan ROC ( Repeated Cross-Validation ) terdapat 3 set lipatan yang didapatkan yaitu mulai dari 0,70 yang selanjutnya berkelipatan 0,05 hingga didapatkan angka tertinggi 0,85. Pada keterangan #Neighbors jarak antar nilai K yaitu berkelipatan 2 dengan nilai K = 11. Dapat diartikan bahwa digram tersebut yaitu hasil dari nilai ROC yang sudah dilakukan perhitungan pada fungsi algoritma K-Nearest Neighbor . Titik awal pada diagram yaitu K=1 bernilai 0,66 dan divisualisasikan pada diagram berada dibawah angka 0,70 pada nilai ROC. Titik kedua pada diagram yaitu K=2 bernilai 0,76 dan divisualisasikan pada diagram berada dibawah angka 0,80 dan diatas angka 0,75 pada nilai ROC. Dan titik yang ketiga yaitu K=3 yang bernilai 0,78 divisualisasikan pada diagram berada dibawah angka 0,80 dan diatas 0,75 pada nilai ROC, hingga didapatkan nilai K tertinggi pada nilai ROC yaitu pada K=10 yang bernilai 0,83. (lihat gambar41) Gambar 4. Hasil perhitungan K-Nearest Neighbors berupa diagram Mencari variabel data yang sangat berpengaruh pada data yang digunakan. Variabel data merupakan penyebab utama pada penderita penyakit Hepatitis. Dari hasil yang tampil terdapat variabel yang memiliki nilai yang sangat tinggi dan didapatkan angka 100 yaitu pada variabel albumin dan terdapat variabel yang sangat tidak berpengaruh karena didapatkan angka 0 pada variabel liver_firm. Variabel yang mendapatkan angka diatas 0 merupakan variabel yang berpengaruh terhadap penderita penyakit hepatitis. Syarat variabel itu bisa digunakan atau berpengaruh pada perhitungan yaitu variabel harus bernilai 20 atau lebih.(lihat gambar 5) ## Gambar 5. Variabel yang berpengaruh Melakukan prediksi dengan menggunakan dua level kelas berupa “DIE” dan “LIVE”. Prediksi menggunakan data baru dengan menggunakan data testing yang akan menjadi acuan. Penelitian ini menggunakan data testing 10% atau 31 record data dari 155 record. Hasil dari fungsi prediksi data ini akan digunakan pada fungsi Confusion matrix . (lihat gambar 6) Menjalankan fungsi Confusion matrix . Didapat hasil pada referensi prediksi 16 data testing dengan class DIE dan LIVE (3 data DIE dan 28 data LIVE). Data testing yang dijalankan dengan fungsi Confusion matrix selanjutnya akan masuk kedalam tabel “DIE” dan “LIVE”. Dari hasil tersebut terdapat data eror yang mana pada tabel “DIE” berisi 1 data “LIVE”, pada tabel “LIVE” berisi 1 data “DIE” hasil itu dinyatakan data eror karena tidak sesuai. Pada perhitungan menggunakan fungsi ini mendapatkan nilai akurasi 0,93 atau dalam bentuk porsentase 0,93%. Sensitivitas dari data tersebut didapatkan nilai 0,96 sebagai proporsi hasil positif dari jumlah sampel yang sebenarnya positif. Spesifisitas bernilai 0,66 atau jumlah sampel yang sebenarnya negatif. Nilai prediktif positif bernilai 0,96, hasil dapat didefinisikan sebagai persen dari nilai positif yang sebenarnya. Nilai prediktif negative bernilai 0,66 dan didefinisikan sebagai persen nilai negatif yang sebenarnya. Hasil tersebut dinyatakan sangat baik karena melebihi syarat batas nilai akurasi sebesar 0,75%. Selain itu telah dilakukan dua kali pengujian dengan menggunakan data training sebanyak 108 data dan data testing sebanyak 47 data, dengan data training sebanyak 116 data dan data testing sebanyak 39 data. Hasil ditunjukkan berupa tabel.(lihat tabel 3) ## Tabel 3. Hasil Pengukuran Pengujian Pengujian Data Training Data Testing Akurasi Percobaan 1 108 47 0,85% Percobaan 2 116 39 0,84% Percobaan 3 124 31 0,93% b. Implementasi dengan Algoritma Naïve Bayes myformula1<- class~age+sex+steroid+antivirals+fatigue+malaise+anorexia+liver_big+ liver_firm+spleen_palp able+spiders+ascites+varices+bilirubin+alk_phosphate+sgot+albumin+pr otime+histology model3 <- naiveBayes(myformula1, data = train3) model3 ## Gambar 7. Hasil Pemodelan Naive Bayes Dari pemodelan naïve bayes yang dilakukan didapatkan hasil probabilitas dari setiap attribute untuk kasus DIE dan LIVE dengan data yang digunakan sebanyak 116 data. Kemudian hasil prediksi tersebut dilanjutkan dengan menghitung tingkat akurasi menggunakan metode counfusion matrix . Berikut merupakan hasil perhitungan counfusion matrix dengan menggunakan package caret dan package scales untuk menghitung tingkat eror. cm3 = table (prediksi3, test3$class, dnn = list("prediction","actual")) cmt3 = confusionMatrix(cm3) print(cmt3) ## Gambar 8. Hasil akurasi Dari hasil Gambar 5 didapat hasil akurasi sebesar 76.92 atau 76.92% dan tingkat eror sebesar 23.1 atau 23.1% yang berarti bahwa model tersebut dapat memprediksi data baru secara benar dengan tingkat keberhasilan sangat tinggi. Selain itu telah dilakukan juga dau kali pengujian dengan menggunakan data training 109 data dan data testing 46 data, dan juga menggunakan data training 124 data dan data testing 31 data. Hasilnya ditunjukan pada tabel 4, dibawah ini : Tabel 4. hasil percobaan Kegiatan Data Training Data Testing Akurasi % Error Rate % Percobaan 1 93 data 62 data 76.06% 23.04% Percobaan 2 109 data 46 data 76.92% 23.01% Percobaan 3 124 data 31 data 74.19% 25.08% Dari tabel 3 menunjukan bahwa tiga kali percobaan menggunakan algortima naive bayes memliki hasil akurasi yang berbeda dan percobaan 2 memiliki tingkat akurasi tertinggi yaitu sebesar 76.92% dengan tingkat error sebesar 23.01%. c. Implementasi Dengan Algoritma Neural Network Proses pengolahan data mining ini menggunakan Bahasa R melalui software RStudio. Proses awal yaitu menginstall package nnet , NeuralNetTools dan partykit . Package nnet memiliki fungsi untuk menghitung data dengan rumus Neural Network . Package NeuralNetTools digunakan untuk menampilkan atau memvisualisasi model dari Neural Network . Package partykit digunakan untuk menampilkan model pohon keputusan. Memasukkan data yang akan digunakan. Data yang akan diimpor ke RStudio terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk .csv. Setelah diimpor, kemudian membuat data sampel acak dengan fungsi set.seed(8) untuk menghasilkan sample acak yang sama setiap saat dan menjaga konsistensi serta meningkatkan akurasi. Setelah membuat sampel acak, kemudian membuat pembagian data training dan data testing. Penelitian ini menggunakan 3 kali percobaan dengan pembagian data training dan testing masing-masing sebesar 70%-30%,75%-25%, dan 80%-20%. Melakukan perhitungan dengan fungsi nnet pada RStudio. Pertama install fungsi nnet. Kemudian masukkan formula atau rumus nnet. Pada iterasi maksimal 100 belum diperoleh hasil yang diharapkan. Untuk itu dilakukan percobaan kedua dan seterusnya sampai pada percobaan keempat dengan maksimal iterasi 400. Pada percobaan ini didapat hasil yang diharapkan yaitu converged . Apabila sudah mencapai converged berarti iterasi berhenti dan nilai dari perhitungan terseut sudah tetap atau tidak berubah dari nilai iterasi sebelumnya. Gambar 9. Hasil perhitungan yang sudah diharapkan dengan rumus nnet Menampilkan data seleksi dari data testing dan menampilkan data hasil prediksi. Aktual merupakan variabel class dengan jumlah data sebanyak data testing yaitu sebanyak 47. Untuk prediksi yaitu hasil prediksi dari data testing dengan jumlah data yang sama dengan data testing. Gambar 10. Data seleksi dari data testing dan data hasil prediksi Menampilkan tabel hasil prediksi. Hasil persentase ditentukan dengan seberapa akurat pr ediksi terhadap data testing, yaitu prediksi DIE yang cocok dengan aktual DIE harus lebih banyak begitu juga prediksi LIVE yang cocok dengan aktual LIVE. Pada gambar 10 diatas didapat hasil prediksi DIE yang cocok dengan aktual DIE sebanyak 4 dari 6 data sedangkan hasil prediksi LIVE yang cocok dengan aktual LIVE sebanyak 35 dari 41 data. Gambar 11. Tabel hasil data testing dengan data prediksi Menghitung persentase perhitungan Algoritma Neural Network dan menghitung jumlah error pada data yang digunakan. Dilakukan perhitungan matriks pada tabelhasil dengan fungsi diag yang kemudian dijumlah dengan fungsi sum . Hasil tersebut kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah data testing sehingga didapat persentase sebesar 0.8297 atau 82,97%. Untuk error dilakukan perhitungan rata-rata dari data diluar data aktual yang dicocokkan dengan data prediksi sehingga mendapatkan hasil sebesar 0.1702. Hasil ini merupakan hasil yang cukup bagus mengingat jumlah data yang tidak begitu banyak dan dengan jumlah variabel yang cukup sedikit. Gambar 12. Persentase hasil perhitungan dan jumlah error Menampilkan visualisasi Neural Network. Sebelum menampilkan visualisasi, pertama harus menginstall package NeuralNetTools terlebih dahulu. Pada package tersebut terdapat beberapa fungsi yang dipakai yaitu plotnet, summary, dan garson. Fungsi plotnet digunakan untuk menampilkan visualisasi Neural Network . Fungsi summary digunakan untuk mengetahui bobot dari visualisasi Neural Network. Sedangkan garson digunakan untuk menampilkan grafik variabel paling berpengaruh. Pada penelitian ini, variabel paling dominan dengan fungsi garson yaitu anorexia . Gambar 13. Grafik variabel dominan dengan fungsi garson Tabel 5. Hasil Pengukuran Pengujian Dengan Neural Network Pengujian Data Training Data Testing Akurasi Percobaan 1 108 47 82,97% Percobaan 2 116 39 82,05% Percobaan 3 124 31 77,41% ## 4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapat bahwa dengan menngunakan algoritma Naïve Bayes didapat model klasifikasi dengan tingkat akurasi yang terbaik pada percobaan 2 yaitu 76.92 % dan tingkat error 23.01%. Dari tiga kali percobaan dihasilkan atribut Acites dan Spider merupakan atribut yang berpengaruh terhadap keputusan hidup atau meninggalnya pasien yang terkena penyakit hepatitis yang diikuti dengan atribut varices, malaise, spider, albumin , anorexia, age, alk_phospate. Dengan menggunakan Algoritma Neural Network didapat model klasifikasi dengan tingkat akurasi yang terbaik pada percobaan 1yaitu 82,97% dengan tingkat error 17.03%. Atribut yang paling berpengaruh dari masing-masing percobaan yaitu anorexia , spiders dan protime . Dengan menggunakan algoritma K-Nearest Neighbor didapat model klasifikasi dengan tingkat akurasi terbaik pada percobaan 3 yaitu 93% dan tingkat error 7%. Atribut yang paling berpengaruh terhadap penderita penyakit hepatitis yaitu Albumin . Saran yang diberikan untuk penelitian lebih lanjut yaitu sebagai berikut dataset yang digunakan dalam penelitian sebaiknya memiliki jumlah dataset yang lebih banyak agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. ## DAFTAR PUSTAKA [1] RI, K. K. (2014) ‘InfoDATIN: Situasi dan Analisi Hepatitis’, Pusat Data dan Informasi , p. 8. doi: 24427659. [2] Lestari, M. E. I. (2014) ‘Penerapan Algoritma Klasifikasi Nearest Neighnor ( K-NN ) Untu Mendeteksi Penyakit Jantung’, Factor Exacta, 7, pp. 366–371. [3] Krisandi, N., Helmi. and Prihandono, B. (2013) ‘Algoritma K-Nearest Neighbor dalam Klasifikasi Data Hasil Produktsi Kelapa Sawit PT. MINAMAS Kecamatan Paridu’, Teknologi Informasi & pendidikan, Vol. 2, no.1, pp. 34-35. [4] Merluarini, B., Safitri, D. and Hoyyi, A. (2014) ‘Perbandingan Analisis Klasifikasi Menggunakan Metode K-Nearest Neighbor (K-NN) dan Multivariate Adaptive Regression Spline (Mars) pada data Akreditasi Sekolah Dasar Negeri di Kota Semarang’, Jurnal Gaussian, Vol. 3, no. 3, pp. 314-317. [5] Leidiyana H. E. N. N. Y. (2013). ‘Penerapan Algoritma K-Nearest Neighbor Untuk Penentuan Resiko Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor’, Jurnal Penelitian Ilmu Komputer, 1(1), 65-76. [6] Septiani, W. D. (2017) Komparasi Metode Klasifikasi Data Mining Algoritma C4.5 Dan Naive Bayes Untuk Prediksi Penyakit Hepatitis, 13(1), pp. 76–84. [7] Erawati, W. (2015) Prediksi Penyakit Hati Dengan Menggunakan Model Algoritma Neural Network, Techno Nusa Mandiri , XII(2), pp. 21–26. [8] Shukla, A., Tiwari, R., & Kala, R. (2010) Real Life Applications of Soft Computing, Taylor and Francis Group, United States of America.
61c5aa0f-c3b6-4593-8bf8-df19a10999eb
https://jurnal.unimor.ac.id/index.php/JAS/article/download/3379/1136
## Pengaruh Pemberian Belazyme Terhadap Kinerja Organ Pencernaan Ayam Broiler Kristoforus W. Kia a dan Tresilde Amsikan a Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, Indonesia, email: [email protected] b Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, Indonesia, email: [email protected] Article Info Abstrak Article history: Received 3 Oktober 2022 Received in revised form 23 Oktober 2022 Accepted 30 Oktober 2022 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian belazyme terhadap kinerja organ pencernaan ayam broiler. Penelitian telah dilaksanakan di kandang unggas milik Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Timor; dan berlangsung selama 6 minggu (bulan Maret sampai April 2022). Penelitian menggunakan ayam broiler berumur 14 minggu sebanyak 96 ekor. Metode yang digunaka n dalam penelitian ini adalah Racangan Acak Lengkap yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah P 0 (pakan BR1 tanpa belazyme ), P 1 (pakan BR1 dengan tambahan belazyme 0,1%), P 2 (pakan BR1 dengan tambahan belazyme 0,2%), dan P 3 (pakan BR1 dengan tambahan belazyme 0,3%). Variabel yang diamati adalah berat proventrikulus, ventrikulus, usus halus, hati, dan pankreas ayam broiler. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan uji Duncan. Hasil penelitian P 0 , P 1 , P 2 , dan P 3 menunjukkan bahwa berat proventrikulus masing-masing perlakuan sebesar 6,75±0,83, 8,64±0,48, 8,23±0,35, 7,86±0,61 g/ekor; berat ventrikulus sebesar 28,96±0,99, 33,00±1,11, 36,35±2,42, 31,64±2,16 g/ekor; berat usus halu s sebesar 38,53±5,47, 45,17±2,34, 45,52±3,11, 35,29±5,69 g/ekor; berat hati sebesar 32,04±4,89, 35,99±3,83, 35,33±3,38, 32,54±2,81 g/ekor; dan berat pankreas sebesar 3,34±0,38, 4,03±0,19, 4,10±0,40, 3,26±0,16 g/ekor. Hasil Analysis of Varience (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat proventrikulus, ventrikulus, usus halus dan pankreas sedangkan berat hati berpengaruh tidak nyata. Disimpulkan bahwa pemberian belazyme 0,1% dalam pakan dapat meningkatkan daya cerna dan meningkatkan berat proventrikulus, ventrikulus, usus halus, dan pankreas pada ayam broiler. DOI: https://doi.org/10.32938/ja.v7i4.3379 Keywords: Ayam Broiler Belazyme Kinerja Organ Pencernaan ## 1. Pendahuluan Ayam broiler merupakan salah satu komoditi unggas yang memberikan kontribusi besar dalam memenuhi kebutuhan protein asal hewani bagi masyarakat. Kebutuhan daging ayam setiap tahun mengalami peningkatan karena kesadaran masyarakat akan gizi dan harganya yang terjangkau. Ayam brioler adalah jenis ternak unggas yang memiliki laju pertumbuhan sangat cepat karena dapat dipanen pada umur 6 minggu. Keunggulan ayam broiler selain didukung oleh sifat genetik; keadaan lingkungan yang meliputi pakan, temperatur lingkungan, dan manajeman pemeliharaan turut mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler. Penampilan ayam broiler yang bagus dapat dicapai dengan sistem peternakan intensif modern yang bercirikan pemakaian bibit unggul, pakan berkualitas serta perkandangan yang memperhatikan aspek kenyamanan dan kesehatan ternak ( Nuriyasa, 2003 ). Laju pertumbuhan pada ayam sangat ditunjang oleh kecukupan nutrien yang dikonsumsi oleh ayam. Kecukupan nutrien ini sangat erat hubungannya dengan kandungan nutrien serta kemampuan usus dalam menyerap nutrien yang dikandung pakan tersebut. Salah satu unsur yang berpengaruh penting pada laju pertumbuhan adalah pakan. Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrien yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksinya. Agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan kandungan nutrien yang diperlukan ternak harus memadai ( Suprijatna et al ., 2008 ). Pakan ayam sebaiknya mengandung campuran bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Bahan makanan asal tumbuhan cenderung tidak mengandung asam amino yang proporsional dan lengkap untuk kebutuhan ayam serta defisien terhadap nutrien tertentu. Bahan pakan hewani juga memiliki masalah jika diproduksi masal karena biasanya yang mahal. Selain itu, bahan pakan baik dari tumbuhan maupun hewan mempunyai beberapa faktor pembatas terutama karena adanya zat anti nutrien pada bahan pakan, rendahnya efisiensi kecernaan bahan pakan, dan tidak tersedianya enzim tertentu dalam tubuh ternak. Untuk itu, perlu dicari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu cara adalah dengan penambahan enzim untuk mempermudah pencernaaan bahan pakan. Produk enzim yang sudah dipasarkan salah satunya adalah belazyme . Belazyme adalah campuran beberapa enzim sebagai suplemen ternak yang mengandung berbagai enzim pencernaan sehingga membantu meningkatkan kecernaan serta pelepasan nutrien. Enzim merupakan senyawa protein dapat larut yang diproduksi oleh organisme hidup dan berfungsi sebagai katalisor untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa organik yang kompleks menjadi sederhana. Enzim kompleks merupakan gabungan beberapa enzim seperti alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase. Suplementasi enzim phytase ke dalam pakan secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn ( Lim et al ., 2001 ). Simbaya et al . (1996) menyatakan bahwa suplementasi enzim phytase, carbohidrase, dan protease dalam pakan secara nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan pakan. Kecernaan zat makanan meningkat dengan adanya suplementasi ketiga enzim tersebut. Penambahan enzim kompleks ( protease, cellulase, dan hemicellulase) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan ( Selle et al ., 2003 ). Enzim dapat meningkatkan nilai nutrien pakan sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih baik. Enzim yang penting untuk unggas (ayam broiler) adalah enzim non-starch polysaccharide (NSP) yaitu enzim selulose, enzim xilanase, enzim glukanase, enzim protease, enzim alfa-amilase, enzim lipase, dan enzim phytase. NSP dapat menghidrolisis polisakarida menjadi monosakarida. Manfaat NSP lainnya adalah membantu memelihara kesehatan usus serta pencernaan unggas, meningkatkan efisiensi pakan, dan mengurangi biaya pakan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh belazyme terhadap kinerja organ pencernaan ayam broiler. 2. Metode 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 minggu, dimulai dari tanggal 15 Maret sampai 28 April 2022. Penelitian dilakukan di kandang unggas milik Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Timor. 2.2. Materi Penelitian 2.2.1. Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler berjumlah 96 ekor. 2.2.2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 buah tempat pakan, 16 buah tempat minum, pemanas, timbangan duduk untuk menimbang ternak, timbangan merek OHAUS untuk menimbang pakan dengan tingkat kepekaan 0,01 gr, pita ukur, alat tulis, kamera, pisau, ember, sapu, tali, dan mesin giling. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah pakan komersial BR1, belazyme , sekam, kapur, antiseptik, vitamin, vaksin ND, gula pasir dan air. ## 2.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL); terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 6 ekor broiler. Perlakuan yang diberikan meliputi: P 0 : Pakan BR1 tanpa belazyme. P 1 : Pakan BR1 dengan tambahan belazyme 0,1 %. P 2 : Pakan BR1 dengan tambahan belazyme 0,2 %. P 3 : Pakan BR1 dengan tambahan belazyme 0,3 %. ## 2.4. Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: Proventrikulus. Berat proventrikulus diperoleh dengan cara menimbang proventrikulus. Persentase Berat Proventrikulus = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑣𝑒𝑛𝑡𝑟𝑖𝑘𝑢𝑙𝑢𝑠 (𝑔) 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝐴𝑦𝑎𝑚 (𝑔) X 100%. Ventrikulus atau Gizzard . Berat ventrikulus diperoleh dengan cara menimbang ventrikulus. Persentase Berat Ventrikulus = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑉𝑒𝑛𝑡𝑟𝑖𝑘𝑢𝑙𝑢𝑠 (𝑔) 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝐴𝑦𝑎𝑚 (𝑔) X 100%. Usus Halus. Berat usus halus diperoleh dengan cara menimbang usus halus. Persentase Berat Usus Halus = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑈𝑠𝑢𝑠 𝐻𝑎𝑙𝑢𝑠 (𝑔) 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝐴𝑦𝑎𝑚 (𝑔) X 100%. Hati. Berat hati diperoleh dengan cara menimbang hati. Persentase Berat Hati = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻𝑎𝑡𝑖 (𝑔) 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝐴𝑦𝑎𝑚 (𝑔) X 100%. Pankreas. Berat pankreas diperoleh dengan cara menimbang pankreas. Persentase Berat Pankreas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑛𝑘𝑟𝑒𝑎𝑠 (𝑔) 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝐴𝑦𝑎𝑚 (𝑔) X 100%. ## 2.5. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam atau Analisis of Varience (ANOVA) sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL); dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan untuk melihat perbedaan antara perlakuan ( Steell and Torrie, 1995 ). Rumus yang digunakan: Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij: Nilai hasil pengamatan perlakuan ke – i dan ke – j. µ : Rata-rata respon seluruh perlakuan dan ulangan. τi : Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, dan 4). εij : Pengaruh galat dari perlakuan ke-i ulangan ke-j. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Proventrikulus Rata-rata berat proventrikulus ayam broiler yang diberi belazyme dalam pakan terlihat pada Tabel 1. Rata-rata berat proventrikulus tertinggi pada perlakuan P 1 (8,64±0,48 g/ekor), diikuti P 2 (8,23±0,35 g/ekor), P 3 (7,86±0,61 g/ekor), dan yang terendah pada perlakuan P 0 (6,75±0,83 g/ekor). Tabel 1. Rata-rata berat proventrikulus ayam broiler (g/ekor). Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 1 7,95 8,02 8,52 8,42 2 6,05 9,19 8,56 7,47 3 6,38 8,60 8,00 7,21 4 6,62 8,73 7,86 8,37 Jumlah 27,00 34,54 32,94 31,47 Rataan 6,75±0,83 b 8,64±0,48 a 8,23±0,35 a 7,86±0,61 a Keterangan: Superskrip a, b pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat proventrikulus ayam broiler (P<0,05). Uji Duncan memperlihatkan bahwa perlakuan P 1 , P 2 , dan P 3 berbeda tidak nyata tetapi dibandingan dengan P 0 terdapat signifikansi. Peningkatan belazyme menjadi 0,1% dalam pakan (P 1 ), berat proventrikulus meningkat sebesar 28,0% dibandingkan dengan P 0 . Apabila ditingkatkan menjadi 0,2 atau 0,3% belazyme (P 2 dan P 3 ), berat proventrikulus tidak meningkat lagi atau sama responnya dengan P 1 . Rataan berat proventrikulus ayam broiler yang diberi perlakuan belazyme lebih tinggi dibandingkan dengan ayam tanpa pemberian perlakuan belazyme. Penambahan belazyme dalam pakan meningkatkan daya cerna dan lebih efisien dalam penyerapan nutrien. Belazyme mengandung lebih dari satu enzim yang meliputi enzim alfa-amilase, selulose, xilanase, glukanase, protease, dan lipase. Enzim-enzim tersebut berfungsi mempercepat reaksi dalam pencernaan nutrien seperti pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein. Dengan demikian, pakan yang dikonsumsi lebih banyak dicerna untuk dilanjutkan pada proses metabolisme selanjutnya dan meningkatkan berat dari semua organ tubuh; termasuk proventrikulus. Hal ini dikuatkan oleh Leeson dan Summer (1997) yang melaporkan bahwa tingginya berat proventrikulus ayam broiler pada penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pakan yang diberikan terdapat kandungan asam fitat yang tinggi dan penambahan enzim dalam pakan belum optimal mengatasi pengaruh fitat sehingga terjadi pembesaran proventrikulus, dikarenakan pakan akan tinggal lama di proventrikulus. Semakin tinggi fitat pada pakan yang diberikan kepada ayam broiler akan mempengaruhi pembesaran dan penipisan organ proventrikulus. Proventrikulus adalah salah satu organ pencernaan utama dan merupakan pelebaran esofagus ( Bell dan Weaver, 2002 ). Selain sebagai tempat pelebaran terakhir esofagus, proventrikulus juga merupakan kelenjar tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis karena dindingnya disekresikan asam klorida, pepsin, dan getah lambung yang berguna mencerna protein. Sel kelenjar secara otomatis akan mengeluarkan cairan kelenjar pada saat makanan melewati proventrikulus dengan cara mekanis ( Akoso, 1993 ). 3.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Ventrikulus Rata-rata berat ventrikulus ayam broiler yang diberi belazyme dalam pakan dapat dilihat pada Tabel 2. Berat ventrikulus yang tertinggi hingga terendah terjadi pada perlakuan P 2 (36,35±2,42 g/ekor), diikuti P 1 (33,00±1,11 g/ekor), P 3 (31,64±2,16 g/ekor), dan terendah pada perlakuan P 0 (28,96±0,99 g/ekor). Tabel 2. Rata-rata berat ventrikulus ayam broiler (g/ekor). Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 1 30,41 34,18 39,54 29,68 2 28.30 32,94 33,81 33,51 3 28.83 33,38 35,38 29,86 4 28.32 31,52 36,7 33,54 Jumlah 115.86 132,02 145,43 126,59 Rataan 28,96±0,99 c 33,00±1,11 b 36,35±2,42 a 31,64±2,16 bc Keterangan: Superskrip a, b, c pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat ventrikulus ayam broiler (P<0,05). Uji Duncan memperlihatkan bahwa perlakuan P 2 berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P 1 , P 3 , dan P 0 . Penambahan belazyme menjadi 0,1% dalam pakan (P 1 ) menyebabkan berat ventrikulus meningkat sebesar 13,95% dibandingkan dengan P 0 . Apabila ditingkatkan menjadi 0,2 % belazyme (P 2 ), berat ventrikulus masih meningkat sebesar 10,15% dibandingkan dengan P 1 . Jika ditingkatkan lagi menjadi 0,3% belazyme (P 3 ) dalam pakan, berat ventrikulus menurun sebesar 12,96% dibandingkan dengan P 2 . Hal ini disebabkan oleh jumlah belazyme yang berlebihan sehingga tidak efisien dalam pencernaan. Dengan demikian, jumlah belazyme optimal yang mempengaruhi berat ventrikulus adalah hingga pada level 0,2%. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Leeson dan Summer (1997) yang menyatakan bahwa berat ventrikulus ayam broiler belum optimal karena enzim fitat yang rendah; terlihat dari ukuran ventrikulus yang lebih besar pada penelitian ini. Pembesaran pada ventrikulus dikarenakan pakan susah dicerna oleh ternak ayam. Hal ini dikarenakan kandungan fitat pada pakan ternak unggas tinggi sehingga memaksa ventrikulus semakin lama dalam mencerna makanan. Ventrikulus adalah organ pencernaan yang menghubungkan antara organ proventrikulus dan usus halus. Ventrikulus terdiri dari 2 pasang otot kuat yang berfungsi untuk proses pencernaan mekanik pakan ( Suprijatna et al., 2008 ). Amrullah (2004) menyatakan bahwa pencernaan mekanik pada unggas tidak terjadi di dalam mulut; organ yang berfungsi penting dalam pencernaan mekanik pada unggas adalah ventrikulus. ## 3.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Usus Halus Rata-rata berat usus halus ayam broiler yang diberi belazyme dapat dilihat pada Tabel 3. Rata-rata berat usus halus yang tertinggi pada perlakuan P 2 (45,52±3,11 g/ekor), diikuti P 1 (45,17±2,34 g/ekor), P 0 (38,53±5,47 g/ekor), dan terendah pada perlakuan P 3 (35,29±5,69 g/ekor). Tabel 3. Rata-rata berat usus halus ayam broiler (g/ekor). Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 1 30,59 43,77 45,43 42,13 2 41,21 44,38 41,17 37,83 3 42,87 43,87 48,06 30,29 4 39,47 48,67 47,43 30,93 Jumlah 154,14 180,69 182,09 141,18 Rataan 38,53±5,47 ab 45,17±2,34 a 45,52±3,11 a 35,29±5,69 b Keterangan: Superskrip a, b pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat usus halus ayam broiler (P<0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P 2 , P 1 , dan P 0 berbeda nyata dibandingan dengan P 3 . Pada pemberian belazyme menjadi 0,1% dalam pakan P 1 , berat usus halus meningkat sebesar 17,23% dibandingkan dengan P 0 . Apabila ditingkatkan menjadi 0,2% belazyme (P 2 ), berat usus halus masih meningkat sebesar 19,14% dibandingkan dengan P 1 . Jika ditingkatkan lagi menjadi 0,3% belazyme (P 3 ), berat usus halus menurun sebesar 22,47% dibandingkan dengan P 2 . Rataan berat usus halus ayam broiler yang diberi perlakuan belazyme lebih tinggi dibandingkan dengan ayam tanpa pemberian belazyme . Penambahan belazyme dapat meningkatkan daya cerna pakan yang efisien. Belazyme mengandung beberapa enzim seperti enzim alfa-amilase, selulose, xilanase, glukanase, protease, dan lipase. Adanya enzim- enzim tersebut dapat mempermudah proses penyerapan, mempercepat reaksi, dan mengefisienkan pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak. Dengan demikian, pakan yang dikonsumsi lebih banyak dicerna untuk proses metabolisme sehingga meningkatkan berat organ; termasuk berat usus halus. Pendapat ini didukung oleh Leeson dan Summer (1997) yang menyatakan bahwa kerja enzim fitase bisa menjadi belum optimal karena rendahnya asam fitat dan serat kasar yang terdapat dalam ransum sehingga kerja usus halus akan lebih lama untuk mencerna makanan sehingga berimbas pada ukuran usus halus. Semakin tinggi konsumsi maka kandungan enzim juga akan semakin tinggi sehingga usus halus akan dipaksa untuk mengoptimalkan kinerjanya. Hasil data konsumsi menunjukkan bahwa penambahan enzim fitase tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi sehingga jumlah asam fitat meningkat; berimbas pada berat usus halus yang berpengaruh nyata. Usus halus adalah salah satu bagian organ pencernaan utama yang memiliki peran penting dalam proses pencernaan dan penyerapan nutrien. Selain itu, usus halus juga berfungsi untuk menjaga sistem imun dalam tubuh ternak ( Liu et al. , 2015 ). Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodedum, jejenum, dan ileum. Duodenum adalah permulaan dari ujung ventriculus, berbentuk melengkung ( duodenal loop ), dekat dengan kantung empedu, dan tempat pankreas menempel. Jejenum adalah bagian pencernaan usus halus lanjutan dari duodenum. Jejenum dan ileum memiliki tugas yang sama, yaitu sebagai tempat penyerapan zat makanan yang terbesar di dalam tubuh ayam broiler ( Satimah et al ., 2019 ). ## 3.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Hati Rata-rata berat hati ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata berat hati yang tertinggi berada pada perlakuan P 1 (35,99±3,83 g/ekor), diikuti P 2 (35,33±3,38 g/ekor), P 3 (32,54±2,81 g/ekor), dan terendah pada perlakuan P 0 (32,04±4,89 g/ekor). Tabel 4. Rata-rata berat hati ayam broiler (g/ekor). Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 1 25,49 31,44 39,71 30,08 2 33,33 40,81 36,21 36,60 3 37,26 35,57 32,15 31,86 4 32,09 36,16 33,27 31,62 Jumlah 128,17 143,98 141,34 130,16 Rataan 32,04±4,89 35,99±3,83 35,33±3,38 32,54±2,81 Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap berat hati ayam broiler. Hal ini disebabkan karena hati tidak mengalami tanda-tanda keracunan dari zat antinutrisi akibat penambahan belazyme ; ditandai oleh warna hati yang berada dalam kondisi normal, yaitu berwarna merah kecoklatan. Kondisi ini dikarenakan belum optimalnya enzim fitase rendah fitat pada pakan. Belum optimalnya enzim fitase dapat diketahui dari berat hati pada ayam broiler; semakin berat organ hati pada ayam mengindikasikan proses metabolisme zat-zat makanan yang belum optimal. Menurut Wahyu (1997) , hati berfungsi memproses zat-zat dalam bahan pakan yang berpengaruh buruk terhadap ternak unggas; khususnya asam fitat dan zat- zat anti nutrisi lain yang tidak dapat diserap tubuh ternak secara langsung. Leeson dan Summer (1997) menjelaskan bahwa pemberian pakan yang mengandung fitat tinggi akan menyebabkan peningkatan berat hati karena hati harus bekerja lebih keras dalam memproses zat-zat makanan. Hati adalah jaringan berwarna merah kecoklatan yang terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan; terletak di lengkungan duodenum dan ventrikulus. Hati mempunyai banyak peran, diantaranya sebagai tempat pertukaran zat protein, sekresi empedu bagi penyerapan lemak, mensistensis plasma protein, memproduksi dan memecah butiran darah serta vitamin yang larut dalam lemak, dan menetralkan senyawa-senyawa yang tidak berfungsi bagi tubuh ( Amrullah, 2004 ). Selain itu, hati juga berperan sebagai penyaring darah dan penyimpan glikogen yang nantinya akan diedarkan ke seluruh tubuh ( Akoso, 1993 ). ## 3.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Pankreas Rata-rata berat pankreas ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 5. Berat pankreas tertinggi terdapat pada perlakuan P 2 (4,10±0,40 g/ekor), diikuti P 1 (4,03±0,19 g/ekor), P 0 (3,34±0,38 g/ekor), dan terendah pada perlakuan P 3 (3,26±0,16 g/ekor). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat pankreas ayam broiler (P<0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P 2 dan P 1 berbeda nyata dibandingkan dengan P 3 dan P 0 . Peningkatan belazyme menjadi 0,1% dalam pakan (P 1 ) menyebabkan berat pankreas meningkat sebesar 20,65% dibandingkan dengan P 0 . Apabila ditingkatkan menjadi 0,2% belazyme (P 2 ), berat pankreas masih meningkat sebesar 1,73% dibandingkan dengan P 1 . Jika ditingkatkan lagi menjadi 0,3% belazyme dalam pakan, berat pankreas menurun sebesar 20,48% dibandingkan dengan P 2 . Tabel 5. Rata-rata berat pankreas ayam broiler (g/ekor). Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 1 3,66 3,89 3,95 3,13 2 2,82 3,85 4,70 3,24 3 3,29 4,14 3,97 3,18 4 3,62 4,25 3,80 3,51 Jumlah 13,39 16,13 16,42 13,06 Rataan 3,34±0,38 b 4,03±0,19 a 4,10±0,40 a 3,26±0,16 b Keterangan: Superskrip a, b pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Rataan berat pankreas ayam broiler yang diberi perlakuan belazyme lebih tinggi dibandingkan dengan ayam tanpa pemberian belazyme . Penambahan belazyme dapat meningkatkan kecernaan pakan dan memaksimalkan nilai nutrien pakan. Belazyme terdiri dari beberapa enzim diantaranya enzim alfa- amilase, selulose, xilanase, glukanase, protease, dan lipase. Enzim-enzim yang ada dapat mempercepat reaksi pencernaan di dalam tubuh termasuk proses metabolisme. Pada pakan perlakuan P 3 (0,3%), nilainya kembali menurun dibandingkan dengan P 2 (0,2%) karena protein masih tetap stabil karena tidak ada peningkatan protein atau karbohidrat sehingga enzim berlebihan juga tidak bisa dimanfaatkan kembali. Hal ini didukung oleh Mastika (2000) yang melaporkan bahwa penambahan enzim biasanya dilakukan pada bahan pakan yang kecernaannya rendah sehingga dapat meningkatkan penggunaan bahan pakan tersebut. Xuan et al . (2001) menyatakan bahwa pemberian 0,10 – 0,30% enzim kompleks dalam pakan secara nyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor, pertumbuhan, dan efisien penggunaan pakan. Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan gabungan beberapa enzim seperti alfa-amilase, xilanase, beta-glukanase, protease, lipase dan phytase. Simbaya et al., (1996) melaporkan bahwa penambahan enzim phytase, carbohidarse, dan protease dalam pakan secara nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisinsi penggunaan pakan. ## 4. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian belazyme 0,1-0,2% dalam pakan dapat meningkatkan berat proventrikulus, ventrikulus, usus halus, dan pankreas pada ayam broiler. ## Pustaka Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Edisi I. Percetakan Kasinius. Yogyakarta. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler . Cetakan ke-2. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Bell, D. D. and W. D. Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th ed. Springer Science & Business Media, Inc. Springstreet, New York. Leeson, S. and J. D. Summers 1997. Nutrision of The Chiken. 4 Edition. University Books. Canada. Lim, H. S., H. Namkung, J. S. Um, K. R. Kang, B. S. Kim and I. K. Paik. 2001. The effects of phytase supplementation on the performance of broiler chickens fed diets with different levels of non-phytase phosphorus. Asian- Aust. J. Anim . Sci. 14(2): 250 – 257. Liu, S. K., Z. Y. Niu, Y. N. Wang, J. Zang, Z. F. Haf, H. L. Li, T. T. Sun and F. Z. Liu. 2015. Effects of dietary crude protein on thegrowth performance, carcass, characteristics and serum biochemical indexes of lueyang black boned chicken from seven to twelve weeks of age. Jurnal Brazilian Poultry Science . 17(1): 105-108. Mastika, I. M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas . Penerbit Universitas Udayana. Denpasar. Nuriyasa, I. M. 2003. Pengaruh tingkat kepadatan dan kecepatan angin dalam kandang terhadap indeks ketidaknyamanan dan penampilan ayam pedaging pada daratan rendah. Majalah Ilmiah Peternakan . 2 (6): 40-45. Satimah, S., V. D. Yudianto dan F. Wahyono. 2019. Bobot Relatif dan Panjang Usus Halus Ayam Broiler yang Diberi Ransum Menggunakan Cangkang Telur Mikropartikel dengan Suplementasi Probiotik Lactobacillus sp . Jurnal Sain Peternakan Indonesia . 14(4): 396-403. Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of nutrient specifications and xylanase plus phytase supplementation of wheta bared diets on growth performance and carcass traits of broiler chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16(10): 1501 – 1509. Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. The effects of protease and carbohydrase on the nutritive value of canola meal for poultry: In vitro and in Vivo studies. Anim. Feed. Sci. Technoll . 61: 219-234. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua . PT. Gramedia. Jakarta. Suprijatna, E. U. Atmomarsono, dan R.Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetak Keempat. Gadjah Mada University Press. Xuan, Z. N., J. D. Kim, J. H. Lee, Y. K. Han, K. M. Park and I. K. Han. 2001. Effects of enzyme compleks on growth performance and nutrient digestibility in pigs weaned at 14 days of age. Asian-Aust. J. Anim. Sci . 14(2): 231-236 .
8ad8548c-fe1e-4c09-b1a7-fa3d9ac7ad11
https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/indiktika/article/download/3224/3116
## PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD Ahmad Na’im 1 , Wuli Oktiningrum 2 Universitas Islam Raden Rahmat Malang 1,2 [email protected] 1 [email protected] 2 ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Malang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif quasi eksperimental dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Sampel penelitian adalah 20 siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran NHT dan 20 siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Teknik pengambilan data menggunakan tes dan angket. Hasil uji Independent Sample t Test menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t abel . Jadi disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD. Pengaruh tersebut terlihat pada selisih nilai rata-rata kedua kelas, dimana kelas kontrol memiliki nilai rata-rata 53,6 sedangkan kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata 63,8. Hasil angket juga menunjukkan bahwa siswa setuju terhadap penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) di kelas mereka. Kata kunci : NHT, hasil belajar, siswa sekolah dasar ## ABSTRACT This study aims to determine the effect of the Numbered Head Together (NHT) learning model on mathematics learning outcomes for fifth grade students of SD Negeri 2 Sumberejo, Malang Regency. This type of research is a quasi- experimental quantitative research with Nonequivalent Control Group Design. The research sample was 20 experimental class students who used the NHT learning model and 20 control class students who used conventional learning models. Data collection techniques using tests and questionnaires. Independent Sample t Test results show that the t-count is greater than the table. So it was concluded that there was a significant effect of the Numbered Head Together (NHT) cooperative learning model on the mathematics learning outcomes of fifth grade elementary school students. The influence is seen in the difference in the average value of the two classes, where the control class has an average value of 53.6 while the experimental class has an average value of 63.8. The results of the questionnaire also showed that students agreed to the application of the Numbered Head Together (NHT) learning model in their classrooms. Keywords : NHT, learning outcomes, elementary school students ## PENDAHULUAN Rendahnya hasil belajar siswa SD menjadi permasalahan umum yang terjadi di sekolah-sekolah SD. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya hasil belajar siswa adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian Ruliani dan Pramukantoro (2014:141) menunjukkan bahwa jenis model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Sama halnya dengan Awang (Awang, dkk., 2017:1) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa model pembelajaran juga mempengaruhi hasil belajar, namun pengaruhnya tidak signifikan karena setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Hasil observasi langsung pada siswa kelas V SDN 2 Sumberejo Kecamatan Gedangan menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran tutor teman sebaya. Penerapan model pembelajaran tersebut mengalami beberapa hambatan, antara lain: masih banyak nilai matematika siswa yang belum memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), kurangnya sikap aktif siswa dalam pembelajaran matematika, siswa menganggap mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami, dan siswa kurang menghargai pendapat teman ketika mengerjakan tugas kelompok. Siswa dengan kemampuan belajar tinggi juga acuh dengan teman sekelas yang mengalami kesulitan belajar matematika. Keterampilan sosial siswa tergolong rendah, karena mereka yang masuk dalam kelompok pintar enggan membagi ilmunya dengan teman-temannya yang kurang pintar. Munculnya fenomena tersebut, menyebabkan permasalahan di kelas yang berdampak negatif pada proses dan hasil belajar matematika kelas V SDN 2 Sumberejo Kecamatan Gedangan. Permasalahan proses dan hasil belajar siswa tersebut perlu diperhatikan oleh guru, mengingat kurikulum 2013 menuntut siswa agar siswa berpartisipasi aktif dalam menemukan konsep serta menyampaikan ide-ide dalam menentukan jawaban dengan tepat, sehingga pembelajaran berlangsung secara inspiratif, menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran (Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005). Meninjau permasalahan dalam pembelajaran matematika tersebut, maka diperlukan model pembelajaran kooperatif yang inovatif dan menyenangkan, salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif Numbered Head Together adalah model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Gustadevi, Ngadiso, dan Asib, 2012:194). Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam satu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran (Nurhadi, dkk, 2004:67). Kagan (Santiana, dkk, 2014:3) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together adalah agar pola interaksi antar siswa dan penguasaan akademik siswa dapat meningkat. Melalui kerjasama kelompok, siswa dapat saling membagikan ide atau pengetahuan dan meningkatkan kerjasama antar siswa dalam mempertimbangkan jawaban yang paling tepat (SY, dkk., 2016:1994). Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Head Together (NHT) ini dikuatkan oleh adanya fakta di lapangan berupa penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional (Santiana, dkk., 2014:1), berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika di Sekolah Dasar (Mulyawati, 2012:53), serta dapat meningkatkan kerjasama kelompok dan meningkatkan kompetensi siswa dalam membaca komprehensif (Maman and Rajab, 2016:179). Model pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Head Together (NHT) ini termasuk model pembelajaran kooperatif yang menarik karena memiliki kelebihan antara lain: (1) mampu meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, (2) siswa mampu menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, dan (3) siswa dapat mengembangkan keterampilan sosial. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerjasama dalam kelompok (Nurhadi, dkk., 2004:67). Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Malang. ## METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan desain Nonequivalent Control Group Design. Adapun desain penelitian tertera pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Desain penelitian Kelas Pretes Perlakuan Postes Eksperimen O 1 X O 2 Kontrol O 3 O 4 Keterangan: O 1 : Pretes pada kelas eksperimen O 2 : Postes pada kelas eksperimen O 3 : Pretes pada kelas kontrol O 4 : Postes pada kelas kontrol X : . Perlakuan pada kelas eksperimen dengan penerapan model pembelajaran Numbered Head together (NHT) Populasi dan sampel penelitian adalah 40 siswa-siswi kelas V SDN 2 Sumberejo Kabupaten Malang. Teknik pengambilan data pada penelitian ini menggunakan instrumen perangkat pembelajaran dan instrumen untuk mengukur variabel penelitian. Instrumen perangkat pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) sedangkan instumen untuk mengukur variabel penelitan adalah lima tes uraian yang valid dan reliabel untuk mengukur nilai pretes dan postes hasil belajar matematika pada masing-masing kelas kontrol dan kelas eksperimen, angket pembelajaran untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran NHT, dan dokumentasi yang berupa foto- foto kegiatan pembelajaran di kelas. Sebelum data dianalisis dengan uji hipotesis, data harus memenuhi normalitas dan homogenitas data. Data yang dianalisis adalah data postes kelas kontrol dan data postes kelas eksperimen. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan program IBM SPSS 22 dengan metode Independent Sample t Test . ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi kognitif awal siswa berdasarkan nilai pretes masing-masing kelas menjadi langkah awal untuk menentukan bahwa kedua kelas tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Penerapan model pembelajaran NHT dan model pembelajaran konvensional dilaksanakan sesuai dengan sintaks masing-masing model pembelajaran yang tertulis pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Setelah pembelajaran berakhir, maka kedua kelas diberikan postes. Hasil pretes dan postes pada masing-masing kelas kontrol dan kelas eksperimen tertera pada tabel berikut. Tabel 2. Nilai pretes dan postes Kelas N Rata-rata Pretes Rata-rata Postes Kontrol 20 33,7 53,6 Eksperimen 20 33,25 63,8 Sebelum dilakukan uji hipotesis, masing-masing nilai pretes dan postes kedua kelas diuji normalitas dan homogenitas data terlebih dahulu. Tabel 3. Hasil uji normalitas Nilai Kelas L 0 L t Hubungan L 0 dan L t Kesimpulan Pretes Kontrol 0,159 0,190 L 0 < L t Normal Eksperimen 0,179 0,190 L 0 < L t Normal Postes Kontrol 0,144 0,190 L 0 < L t Normal Eksperimen 0,1703 0,190 L 0 < L t Normal Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data pretes untuk kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal, begitu juga data postes untuk kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal juga. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas, dengan hasil sebagai berikut. Tabel 4. Hasil uji homogenitas Nilai F 0 F t Hubungan F 0 dan F t Kesimpulan Pretes 1,037 2,17 F 0 < F t Homogen Postes 1,195 2,17 F 0 < F t Homogen Berdasarkan uji homogenitas menunjukkan bahwa varian nilai pretes kelas kontrol dan kelas ekperimen adalah homogen. Juga varian nilai postes kelas kontrol dan kelas ekperimen adalah homogen. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis, hasilnya sebagai berikut. Tabel 5. Hasil uji independent sample t test Lavene’s Test for Equality of Variance t-test for Equality of Means F Sig. T Df Sig.(2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95 % Confidence Interval of the Difference Lower Upper Equal variances assumed 2,9 0,94 3,593 38 0,001 10,2 2,839 4,453 15,947 Equal variances not assumed - - 3,593 33,228 0,001 10,2 2,839 4,426 15,974 Hasil uji Independent Sample t Test pada tabel 5 menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki perbedaan secara signifikan. Hal ini dilihat pada nilai t hitung atau t 0 = 3,953 dan nilai t tabel (α = 0.05, N=40) = 2,021. Karena t hitung atau t 0 > t tabel maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran NHT terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD. Hal ini juga sejalan dengan hasil angket yang telah diberikan kepada 20 responden siswa yang ada di kelas eksperimen yang diterapkan model NHT yang menunjukkan bahwa siswa setuju dengan adanya penerapan model NHT karena dapat meningkatkan nilai hasil belajar dan kemampuan sosial di kelas mereka. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu, yakni penelitian Santiana, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas V SD Negeri Alasangker. Mulyawati (2012) juga menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Imbas Gugus Hasanudin Salatiga pada semester genap tahun 2011/2012. Sama halnya dengan Maman dan Rajab (2016) dengan penelitiannya yang berjudul The Implementation of Cooperatif Learning Model Numbered Head Together (NHT) in Improving the Student’s Ability in Reading Comprehension menunjukkan bahwa 84 persen siswa memiliki perubahan yang baik dalam membaca komprehensif setelah mengikuti pembelajaran dengan model NHT. Setelah postes, diambil hasil postes dari 3 siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan rendah, sedang, dan berkemampuan tinggi pada masing-masing kelas. Misalnya pembahasan pada soal nomor 5 berikut: Gambar 1. Soal uraian nomor 5 Berdasarkan hasil kerja siswa, jawaban 3 siswa dari kelas ekperimen dengan menggunakan model pembelajaran NHT menjawab lebih tepat dari pada jawaban dari 3 siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari hasil kerja siswa pada soal nomor 5 tersebut. a. Siswa dengan kemampuan pengetahuan rendah Siswa kelas kontrol dengan kemampuan rendah menjawab soal nomor 5 seperti pada gambar berikut. Gambar 2. Hasil kerja siswa berkemampuan rendah kelas kontrol Siswa ini menjawab soal nomor 5 dengan tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak melaksanakan fase penerimaan informasi dengan baik (Syah, 2010:111). Cara siswa dalam menjawab soal pun tidak sesuai dengan prosedur. Sehingga ia menyelesaikan soal dengan tidak lengkap, yaitu hanya menjawab pada tahap mencari volume kardus yaitu bervolume 256 cm 3 . Namun ia menerjemahkan angka dari volume kardus tersebut sebagai jumlah permen yang ditanyakan dalam soal padahal hal itu bukanlah jawaban yang diinginkan pada soal ini. Sehingga hasil akhirnya salah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa juga mengalami kesalahan pada fase transformasi dan tahap evaluasi (Syah, 2010:111). Selain itu siswa juga belum bisa memecahkan masalah dengan benar karena siswa belum bisa berpikir abstrak dan sistematis secara rasional dan tuntas (Syah, 2010:120). Lain halnya dengan hasil kerja siswa berkemampuan rendah pada kelas eksperimen yang ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 3. Hasil kerja siswa berkemampuan rendah kelas eksperimen Siswa ini mengerjakan soal dengan menuliskan rumus volume balok dan kurang memahami apa yang ditanyakan pada soal nomor 5 ini. Ia menganggap bahwa yang ditanyakan dalam soal adalah berapa volume kardus tersebut, padahal yang ditanyakan adalah jumlah permen yang ada dalam kardus tersebut. Ia menghitung volume kardus dengan tepat. Hal ini sebenarnya sudah mendekati proses pencarian jumlah permen yang ada dalam kardus, namun ia hanya berhenti pada tahap mencari volume kardus. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah melewati fase penerimaan informasi namun penerimaan informasi tersebut belum memuat informasi lengkap dari soal yang dikerjakan. Selain itu siswa juga belum bisa mentransformasi dan mengevaluasi soal dengan benar (Syah, 2010:111). Pemikiran abstrak siswa pun masih lemah, hal ini terlihat pada hasil penulisan variabel yang diketahui dan apa yang ditanyakan tidak tertulis dengan benar (Syah, 2010:120). Hal ini menyebabkan jawaban siswa menjadi tidak tepat karena ia belum bisa memecahkan masalah secara menyeluruh (Syah, 2010:121). b. Siswa dengan kemampuan pengetahuan sedang Hasil kerja siswa berkemampuan sedang pada kelas kontrol menjawab soal nomor 5 dengan jawaban seperti pada gambar berikut. ## Gambar 4. Hasil kerja siswa berkemampuan sedang kelas kontrol Hasil kerja di atas menunjukkan bahwa siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada soal. Namun siswa memahami soal dengan benar sehingga ia menjawab soal dengan benar pula yaitu menjawab jumlah permen sebanyak 32 buah permen. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu mentransformasi soal dan mampu berpikir rasional dalam memecahkan masalah (Syah, 2010:118). Meskipun jawaban ini jika dirinci di awal proses penghitungan belum sepenuhnya benar karena penulisan satuan pada volume kardus dan satuan volume dari permen masih salah karena tidak dituliskan dengan benar, hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami soal dengan sempurna. Hasil kerja siswa yang memiliki kemampuan sedang pada kelas eksperimen ditunjukkan pada gambar berikut ini. Gambar 5. Hasil kerja siswa berkemampuan sedang kelas eksperimen Hasil kerja siswa kelas eksperimen yang memiliki kemampuan sedang menunjukkan bahwa siswa paham dengan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal nomor 5 ini. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memahami soal dengan baik namun pengerjaan soal dilakukan secara tidak sistematis (Syah, 2010:121). Ia tidak menuliskan variable-variabel yang diketahui dalam soal nomor 5 ini. Satuan volume sudah dituliskan dengan benar yaitu satuan dari volume kardus dan sebagian lagi ditulis secara tidak tepat yaitu satuan dari volume permen. Ia memahami bahwa untuk mencari jumlah permen yang dapat mengisi kardus sampai penuh tersebut yaitu dengan membagi volume kardus dengan volume satu permen. Hasil dari jawaban siswa ini benar yaitu 32. Meskipun satuan permen tidak dituliskan pada jawaban. Sehingga ia mengalami kesalahan sebagian dalam mengevaluasi soal (Syah, 2010:111). c. Siswa dengan kemampuan pengetahuan tinggi Hasil kerja siswa kelas kontrol yang memiliki kemampuan tinggi dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 6. Hasil kerja siswa berkemampuan tinggi kelas kontrol Hasil kerja siswa yang berkemampuan tinggi pada kelas kontrol ini menunjukkan bahwa siswa sudah menuliskan variabel apa saja yang diketahui pada soal nomor 5 namun belum lengkap. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami soal dengan baik namun proses transformasi masih belum dilakukan dengan sempurna (Syah, 2010:111). Namun proses penghitungan untuk mencari volume kardus dan volume permen sudah benar, hanya saja satuan dari volume kedua benda tersebut tidak ditulis. Ia memahami bahwa untuk mencari berapa jumlah permen yang dapat dimuat dalam kardus adalah dengan membagi volume kardus dengan volume permen yaitu 32 permen. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mulai berpikir kristis dalam menyelesaikan masalah berdasarkan apa yang diketahui pada soal (Syah, 2010:120). Hasil kerja siswa yang memiliki kemampuan tinggi pada kelas eksperimen ditunjukkan pada gambar berikut ini. Gambar 7. Hasil kerja siswa berkemampuan tinggi kelas eksperimen Berdasarkan gambar di atas maka dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan, hasil kerja siswa berkemampuan tinggi ini mampu menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, serta menjawab soal dengan benar. Sehingga siswa ini mampu menyelesaikan masalah pada soal nomor 5 ini sesuai dengan urutan langkah-langkah penyelesaian soal. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah melewati fase penerimaan informasi, fase transformasi, serta fase evaluasi dengan baik (Syah, 2010:120). Pada proses penghitungan volume sudah menyertakan satuan volume dengan benar yaitu volume kardus 256 cm 3 dan volume satu permen 8 cm 3 . Cara mencari berapa jumlah permen yang dapat dimuat pada kardus juga telah dipahami dengan baik oleh siswa, yaitu dengan cara membagi volume kardus dengan volume satu permen. Hasil penghitungan siswa ini juga benar yaitu jumlah permen yang dapat dimuat adalah sebanyak 32 permen. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu berpikir kritis, sistematis, dan menyeluruh sehingga ia bisa menjawab soal dengan benar (Syah, 2010:121). Selain itu siswa juga memiliki daya ingat yang tinggi dalam memahami skema yang telah dipelajari dan mampu melaksanakan prosedural dengan benar (Slavin, 2008:228). Perbandingan hasil kerja siswa pada soal nomor 5 tersebut memang jelas terdapat perbedaan, siswa kelas eksperimen memiliki kemampuan yang lebih baik setelah diterapkan model pembelajaran NHT daripada kemampuan siswa yang tetap menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini memang diketahui bahwa model pembelajaran NHT memiliki keunggulan dimana siswa dapat berinteraksi melalui diskusi kelompok dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, kerjasama dalam kelompok kooperatif memungkinkan ilmu pengetahuan yang terbentuk menjadi lebih luas, siswa dapat mengembangkan bakat bertanya, berdiskusi, dan kemampuan kepemimpinan. Adapun salah satu yang menjadi keunikan dalam model pembelajaran NHT adalah setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor urut atau nomor kepala dimana ketika nomor-nomor tersebut dipanggil oleh guru untuk menjawab sebuah pertanyaan, maka siswa harus siap menjawab dengan jawaban mereka masing-masing (Lestari, 2015:4). Sehingga siswa lebih antusias dalam bekerja sama dalam kelompok untuk menyiapkan jawaban yang paling tepat. ## SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD. Pengaruh ini terlihat pada perbedaan nilai postes antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang telah diuji secara statistik bahwa t hitung > t tabel. Pengaruh tersebut juga terlihat pada selisih nilai rata-rata kedua kelas sebesar 10,2 dimana kelas kontrol memiliki nilai rata-rata 53,6 sedangkan kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata 63,8. Hasil angket menunjukkan bahwa dari total 20 responden, rata-rata responden memberikan nilai 62,8 pada setiap item yang diajukan. Nilai ini menunjukkan siswa setuju terhadap penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) di kelas mereka. Selanjutnya dari penelitian ini dapat disarankan agar: (1) model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat diterapkan oleh pendidik jenjang sekolah dasar karena dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan sosial siswa, (2) siswa diharapkan untuk bekerjasama dalam kelompok tanpa melihat perbedaan latar belakang antar kelompok, sehingga minat belajar, pemahaman, dan hasil belajar siswa dapat meningkat, (3) Kepala Sekolah SD diharapkan dapat membuat kebijakan penggunaan model pembelajaran NHT ini agar dapat digunakan dalam KBM matematika di SD. Hal ini mengingat penerapan Kurikulum K13 yang menuntut siswa untuk aktif dalam setiap pembelajaran di kelas. ## DAFTAR PUSTAKA Awang, H., Samad, A. N., Faiz, M. N., Roddin, R., and Kankia, J. 2017. Relations Between the Learning Styles Preferences and Academic Achievment. International Research and Innovation Summit , Vol 1(1) : 1-5. Gustadevi, A. S., Ngadiso, and Asib, A. 2012. Improving Student's Reading Skill Through Numbered Head Together Technique. Neliti , Vol.1(18) : 191-203. Lestari, K. C. 2015. Penerapan Metode Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa terhadap Mata Pelajaran Mulok Produktif Membuat Jajanan Tradisional Kelas X TPHP II di SMKN 1 Pandak Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.. Maman, M., and Rajab, A. A. 2016. The Implementation of Cooperative Learning Model Numbered Heads Together (NHT) in Improving the Student Ability in Reading Comprehension. International Journal of Evaluation and Research in Education (IJERE), Vol. 5(2), 174-180. Mulyawati, V. 2012. Pengaruh Model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas IV di SD Imbas Gugus Hasanudin Salatiga Semester Genap Tahun 2011/2012. Skripsi tidak dipublikasikan. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Nurhadi, Yasin, B., dan Senduk, A. G. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya (Contextual Teaching and learning) dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ruliani, B., dan Pramukantoro, J. 2014. Hubungan antara Model Pembelajaran dengan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Teknik Elektronika Siswa Kelas X EI SMKN 1 Jetis Mojokerto. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, Vol. 03(01) : 141-147. Santiana, M., Ni, N. G., dan Dewa , N. S. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Desa Alasangker Odel. e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha , Vol. 2(1) : 1-10. Slavin, R. E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik . Jakarta: PT. Indeks. SY, N., Corebima, A. D., dan Susilo, H. 2016. Pengaruh Strategi Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 1 Muara Badak. Teori, Penelitian, dan Pengembangan , Vol. 1(10) : 1993-1998. Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
1abc5b89-36ec-48b6-b9c9-8d4bc384dde1
https://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm/article/download/11662/5213
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia ## CANDI PRAMBANAN SEBAGAI BAHAN AJAR BIPA DALAM MENDUKUNG INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA Arif Wahyu Nugroho 1 Universitas Sebelas Maret [email protected] Fatmawati 2 Universitas Sebelas Maret [email protected] Ivana Magdalena 3 Universitas Sebelas Maret [email protected] Nova Putri Ramadhani 4 Universitas Sebelas Maret [email protected] Selvina Dewi Anggraini 5 Universitas Sebelas Maret [email protected] Kundharu Saddhono 6 Universitas Sebelas Maret [email protected] ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan bahan ajar BIPA dengan fokus pada tema Candi Prambanan. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Sumber data penelitian ini yaitu terkait dengan bahan ajar BIPA dengan topik Candi Prambanan, jurnal ilmiah dan referensi rujukan lainnya. Hasil kajian yaitu Materi ajar ini mencakup sejarah, arsitektur, dan berbagai pertunjukan seni di Candi Prambanan, serta termasuk latihan keterampilan berbahasa seperti membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Bahan ajar ini juga mengintegrasikan dua elemen budaya Indonesia yang unik, yaitu legenda Candi Prambanan dan pertunjukan Sendratari Ramayana. Legenda Candi Prambanan memberikan pesan moral tentang kejujuran dan konsekuensi dari tindakan curang, sementara Sendratari Ramayana memperkenalkan kosakata, frasa, dan konsep-konsep bahasa Indonesia melalui narasi dan gerakan tari yang bermakna. Dengan menggabungkan cerita legenda dan seni pertunjukan tradisional, pembelajaran BIPA dapat menjadi lebih menarik dan mendalam. Para pembelajar tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga memahami dan mengapresiasi budaya Indonesia secara holistik. Integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa dan memperkaya pemahaman mereka tentang budaya Indonesia. Kata kunci: BIPA, bahan ajar, Candi Prambanan http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia ## A. PENDAHULUAN Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan pemersatu bangsa Indonesia, memiliki peran krusial dalam kehidupan masyarakat. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa ini juga menjadi identitas budaya yang menyatukan keragaman etnis, suku, dan budaya di Indonesia (Nurpratiwiningsih & Maknun, 2020). Seiring berjalannya waktu, bahasa Indonesia juga mengalami perubahan signifikan, terutama dalam konteks globalisasi. (Khansa, 2022). Globalisasi membawa dampak yang cukup besar terhadap bahasa-bahasa di seluruh dunia, termasuk bahasa Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi cara berkomunikasi, tetapi juga mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap bahasa (Musa, 2015). Dalam konteks internasionalisasi, bahasa Indonesia juga memiliki peran yang krusial dalam meningkatkan hubungan antarbangsa, memperluas wawasan, dan memperkuat identitas budaya Indonesia di mata dunia (Alam dkk., 2022). Selain itu, terdapat fakta bahwa bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi pada sidang UNESCO mendukung untuk kelancaran internasionalisasi bahasa Indonesia. Selain itu , terdapat banyak upaya yang dapat dilakukan untuk internasionalisasi bahasa Indonesia, salah satunya dengan program BIPA (Nurhuda dkk., 2023). Program pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) adalah salah satu upaya nyata dalam menginternasionalisasi bahasa Indonesia (Tanwin, 2020). BIPA merupakan program yang dirancang untuk mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang-orang dari berbagai negara yang tertarik mempelajarinya (Ningrum dkk., 2017). Program ini tidak hanya fokus pada pengajaran keterampilan berbahasa, tetapi juga memperkenalkan budaya, tradisi, dan nilai-nilai Indonesia kepada para pesertanya(Pangesti & Wiranto, 2018). BIPA memiliki berbagai tingkatan, mulai dari tingkat pemula hingga tingkat lanjutan, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan belajar peserta (Prasetiyo, 2015). Selain itu, BIPA juga menawarkan berbagai macam metode pengajaran, termasuk kelas tatap muka, kursus online, dan program pertukaran pelajar, sehingga peserta dapat memilih metode yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka. Melalui program BIPA, orang-orang dari berbagai negara dapat belajar bahasa Indonesia secara intensif dan mendalam, sehingga dapat memahami dan menguasai http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia bahasa ini dengan baik (Muzaki, 2021). Selain itu, program ini juga memberikan kesempatan bagi para peserta untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal, sehingga dapat lebih memahami budaya dan kehidupan sehari-hari di Indonesia (Arwansyah dkk., 2017). BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) adalah program yang membutuhkan bahan ajar yang khusus dan berkualitas untuk mendukung pembelajaran bahasa Indonesia bagi para peserta dari berbagai negara (Ulumuddin & Wismanto, 2014). Bahan ajar yang digunakan dalam program BIPA haruslah dirancang dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta yang mungkin memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda (Arumdyahsari dkk., 2016). Bahan ajar BIPA biasanya mencakup materi-materi dasar seperti kosakata, tata bahasa, dan keterampilan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia (Proklawati dkk., 2021). Seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gunawan, dkk pada tahun 2023 yang membahas tentang nasi goreng dalam pembelajaran BIPA. Penelitian "Nasi Goreng" adalah pilihan yang sangat baik karena popularitasnya di Indonesia, serta keragaman cara pembuatannya yang dapat mencerminkan kuliner dengan cita rasa yang beragam. Mulai dari nasi goreng kambing Betawi, Nasi goreng petai, nasi goreng kencur, nasi goreng babat, dan lain-lain. Bahan ajar yang dibuat di sesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa BIPA dalam menggunakan bahasa dan keterbacaan yang tepat. Bahan ajar yang dikembangkan dalam pembelajaran kuliner nasi goreng ini menggunakan model pembelajaran komunikatif dan juga integratif. Bahan ajar yang difokuskan pada materi tentang kuliner nasi goreng, penyusunan bahan ajar ini yang dibahas awal nantinya yaitu pemberian beberapa gambar nasi goreng dan penjelasan, dan juga terdapat keterampilan membaca, menyimak, menulis, dan juga berbicara (Gunawan dkk., 2023). Namun, selain itu, bahan ajar juga seharusnya mencerminkan keunikan budaya Indonesia, seperti tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai lokal yang membedakan budaya Indonesia dengan budaya lainnya. Pengembangan bahan ajar BIPA juga sebaiknya melibatkan kolaborasi antara para ahli bahasa Indonesia dan budaya Indonesia dengan para pengajar dan peneliti dari berbagai negara. Hal ini penting untuk memastikan bahwa bahan ajar yang dihasilkan tidak hanya efektif dalam mengajarkan bahasa Indonesia, tetapi juga dapat memperkenalkan keindahan dan kekayaan budaya http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Indonesia kepada para peserta BIPA. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian baru dalam pengembangan bahan ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) yang berfokus pada tema Candi Prambanan menghasilkan materi yang tidak hanya menekankan pada keterampilan berbahasa, tetapi juga memperkenalkan keunikan budaya Indonesia, termasuk tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai lokal yang membedakannya dari budaya lainnya. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa bahan ajar tersebut efektif dalam mengajarkan bahasa Indonesia, sambil juga menggambarkan keindahan serta kekayaan budaya Indonesia kepada peserta BIPA. Dengan demikian, para peserta tidak hanya dapat mengembangkan keterampilan berbahasa seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara, tetapi juga memahami dan menghargai warisan budaya yang dipersembahkan oleh Candi Prambanan dan budaya Indonesia secara keseluruhan. ## B. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Sumber data penelitian ini yaitu terkait dengan bahan ajar BIPA dengan topik Candi Prambanan, jurnal ilmiah dan referensi rujukan lainnya. Langkah pertama yang dilakukan, yaitu mengkaji berbagai sumber referensi yang berkaitan dengan Candi Prambanan, mulai dari aspek keunikan budaya Indonesia, termasuk tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai lokal yang membedakannya dari budaya lainnya. Selanjutnya, proses pengumpulan data dilaksanakan melalui studi kasus guna memahami tanggapan, persepsi, serta tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi ajar yang dipresentasikan. ## C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BIPA merupakan pembelajaran bahasa Indonesia dengan subjek para penutur asing. Dalam pembelajaran BIPA terdapat tingkat kemahiran yang diajarkan untuk penutur asing, yaitu mulai dari tingkat BIPA 1-3. Tingkatan yang pertama adalah tingkat pemula atau biasa disebut dengan tingkat A1 dan A2, pada level ini materi yang diajarkan berupa pemahaman kompetensi dasar dalam penggunaan bahasa Indonesia untuk komunikasi sehari-hari. Tingkatan yang selanjutnya adalah tingkat madya atau B1 dan B2, dalam tahap ini penutur asing diajarkan bagaimana menggunakan bahasa Indonesia secara lisan maupun tulisan untuk tujuan formal. Lalu tingkatan yang terakhir adalah tingkat akhir, yaitu C1 dan C2. Dalam tingkatan ini penutur asing dituntut untuk mampu memberikan opini dalam kegiatan diskusi formal dan mampu membuat tulisan. http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia Pembelajaran BIPA tersebut dapat memberikan peluang besar untuk memperkenalkan budaya Indonesia dengan menjadikan objek budaya menjadi bahan ajar untuk pembelajaran BIPA. Bahan ajar BIPA hakikatnya merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam proses pembelajaran BIPA untuk mencapai tujuan yang tekah ditetapkan (Rahaya & Sahidillah, 2022) . Namun hal yang paling penting adalah suatu bahan ajar dapat memberikan informasi kepada pembelajar BIPA tentang Indonesia, seperti budaya, kehidupan bermasyarakat, dan pergaulan di Indonesia. Dalam konteks ini, yang menjadi objek untuk bahan ajar BIPA adalah Candi Prambanan. Terdapat berbagai pembahasan yang diuraikan dalam 10 bab pada bahan ajar BIPA Candi Prambanan. Pembahasan tersebut, yaitu Candi Prambanan, Kompleks Candi Prambanan, Arsitektur Candi Prambanan, Museum Candi Prambanan, Arca Candi Prambanan, Festival Seribu Candi, Upacara Tawur Agung Kesanga, Sendratari Ramayana. Abhiseka Candi Prambanan, dan Prambanan Jazz. Bahan ajar BIPA Candi Prambanan menguraikan dengan lengkap sejarah, karakteristik, arsitektur, dan berbagai pertunjukan seni yang ada di Candi Prambanan. Dalam buku ajar Candi Prambanan, dilengkapi dengan berbagai latihan keterampilan berbahasa dengan lengkap, mulai dari keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Elemen budaya Indonesia memainkan peran penting dalam pembelajaran BIPA. Menurut Lestyarini yang dikutip oleh Ningrum, dkk (Rahaya & Sahidillah, 2022) , salah satu syarat mutlak atau sine qua non dalam mempelajari bahasa Indonesia adalah pemahaman yang mendalam tentang konteks budaya, kehidupan sosial, dan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Memahami elemen-elemen ini sangat penting agar peserta didik dapat menguasai bahasa dengan lebih efektif dan autentik. Dengan demikian, integrasi budaya dalam materi BIPA tidak hanya memperkaya proses pembelajaran tetapi juga membantu siswa asing memahami dan menghargai cara hidup serta nilai-nilai masyarakat Indonesia. Berdasarkan 10 bab pada bahan ajar BIPA Candi Prambanan, terdapat dua pokok bahan yang dapat digunakan sebagai sebagai pengembangan bahan ajar BIPA, yakni legenda terbentuknya Candi Prambanan dan acara yang diselenggarakan di kawasan Candi Pramanan, salah satunya adalah Sendratari Ramayana. Hal tersebut dikarenakan legenda dan Sendratari Ramayana dinilai sangat sesuai untuk bahan ajar BIPA yang http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia mana keduanya bisa menarik mahasiswa asing sekaligus mengenalkan pesan moral, nilai budaya, dan nilai sosial yang mampu mencerminkan masyarakat dan budaya Indonesia. Pertama , Legenda Candi Prambanan bercerita tentang cinta tragis antara Roro Jonggrang, putri Prabu Boko dengan Bandung Bondowoso, seorang pemuda yang jatuh cinta padanya. Bandung Bondowoso adalah seorang pemuda yang memiliki kekuatan supranatural. Dia jatuh cinta pada Roro Jonggrang dan meminta izin untuk menikahinya. Namun, Roro Jonggrang menolak karena takut kehilangan kebebasannya. Oleh karena itu, Roro Jonggrang memiliki rencana lain agar bisa menolak permintaan Bandung Bondowoso. Roro Jonggrang akhirnya setuju untuk menikahinya dengan satu syarat, Bandung Bondowoso harus menyelesaikan pembangunan 1.000 candi dan kolam renangnya sebelum fajar. Bandung Bondowoso menerima permintaan Roro Jonggrang. Namun Bandung Bondowoso menyadari kalau dia tidak bisa melakukannya sendiri. Oleh karena itu, Bandung Bandowoso menggunakan ilmu sihirnya dan meminta bantuan dari para jin untuk membangun 1.000 candi dalam semalam. Dengan bantuan makhluk halus, Bandung Bondowoso hampir menyelesaikan tugasnya. Namun, Roro Jonggrang khawatir akan terpenuhinya syaratnya, sehingga dia meminta warga untuk membakar jerami dan memukul lesung agar tercipta suasana seperti fajar. Akhirnya, ayam jantan pun berkokok sedangkan candi yang dibuat Bandung Bandowoso baru berjumlah 999 candi. Bandung Bondowoso menyadari tipu daya Roro Jonggrang dan mengutuknya menjadi salah satu candi di kompleks Prambanan. Candi yang merupakan wujud Roro Jonggrang sekarang dikenal sebagai Candi Sewu, yang artinya ribuan candi. Dari cerita legenda tersebut, terdapat pesan moral yang dapa diambil. Pesan moral yang bisa diambil dari legenda Candi Prambanan adalah tentang pentingnya jujur dan tidak menggunakan tipu daya untuk mencapai tujuan. Kaitannya dengan BIPA adalah sebagai pengajaran tentang nilai-nilai budaya dan moral dalam masyarakat Indonesia. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, mengenal dan memahami cerita-cerita atau legenda seperti ini dapat membantu para pembelajar untuk lebih memahami budaya dan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Hal ini juga dapat menjadi bahan diskusi atau refleksi untuk memahami bagaimana nilai-nilai tersebut relevan atau dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia Kedua , Pementasan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan. Sendratari Ramayana Prambanan adalah sebuah pertunjukan tari dan drama tanpa dialog yang mengadaptasi cerita Ramayana. Pertunjukan ini berlangsung di dekat Candi Prambanan di Jawa, Indonesia. Sejak tahun 1961, Sendratari Ramayana Prambanan telah menjadi acara yang terkenal dan diadakan secara rutin. Cerita Ramayana, yang berasal dari epik Hindu, diadaptasi dengan nuansa budaya Jawa, memberikan keunikan tersendiri pada pertunjukan ini. Lebih dari 200 penari dan musisi lokal turut berpartisipasi, dengan panggung terbuka dan latar belakang Candi Prambanan. Kisah Ramayana juga diabadikan dalam relief di Candi Siwa. Cerita ini mengisahkan perjalanan Rama menyelamatkan istrinya, Sita (Sinta dalam versi Jawa), yang diculik oleh raja Alengka, Rahwana. Sendratari Ramayana Prambanan biasanya dipentaskan setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu dengan pertunjukan di panggung terbuka (Open Stage ) selama musim kemarau (Mei-Oktober), sedangkan di luar periode tersebut pertunjukan digelar di panggung tertutup ( Trimurti Stage) pada bulan Januari-April dan November-Desember. Sendratari Ramayana Prambanan dapat dijadikan bahan ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dengan beberapa pendekatan. Pertama , cerita Ramayana yang menjadi latar belakang pertunjukan tersebut bisa menjadi konten untuk pembelajaran kosakata dan frasa bahasa Indonesia. Para pembelajar dapat belajar nama- nama karakter, tempat, dan objek dalam cerita Ramayana dalam bahasa Indonesia. Kedua , pembelajaran tentang tari tradisional Indonesia juga bisa diintegrasikan, karena Sendratari Ramayana menggabungkan unsur tari yang kaya dengan gerakan-gerakan yang bermakna. Ini bisa menjadi konten yang menarik untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada para pembelajar BIPA. Ketiga , Sendratari Ramayana juga dapat menjadi titik awal untuk diskusi tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita Ramayana, seperti nilai keberanian, kesetiaan, dan pengorbanan. Diskusi semacam ini bisa membantu para pembelajar untuk memahami lebih dalam tentang budaya dan nilai- nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Dengan mengintegrasikan Sendratari Ramayana Prambanan ke dalam pembelajaran BIPA, para pembelajar dapat lebih memahami dan mengapresiasi budaya Indonesia secara lebih mendalam. Melalui penggabungan cerita legenda Candi Prambanan dan pertunjukan Sendratari Ramayana, pembelajaran BIPA dapat menjadi lebih mendalam dan menarik. Cerita legenda Candi Prambanan, dengan plot yang penuh intrik dan pelajaran moral http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia yang kuat, seperti nilai kejujuran, kesetiaan, dan konsekuensi dari tindakan curang, dapat menjadi landasan yang kuat dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Melalui analisis cerita ini, para pembelajar dapat memperdalam pemahaman mereka tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam konteks narasi dan pengembangan karakter. Sementara itu, Sendratari Ramayana Prambanan tidak hanya memberikan konteks budaya yang kaya, tetapi juga memperkenalkan kosakata, frasa, dan konsep-konsep bahasa Indonesia melalui narasi dan gerakan tari yang berkesan. Para pembelajar dapat belajar tentang nama-nama karakter dalam cerita Ramayana, tempat-tempat penting, dan deskripsi objek-objek budaya dalam bahasa Indonesia. Mereka juga dapat memahami ekspresi dan gestur dalam tari tradisional yang menjadi bagian integral dari budaya Indonesia. Para pembelajar tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga memahami nilai-nilai budaya yang mendasarinya dengan mengintegrasikan kedua elemen ini ke dalam bahan ajar BIPA. Sehingga pengalaman belajar mereka menjadi lebih holistik dan berkesan. Pembelajaran bahasa Indonesia melalui cerita legenda dan seni pertunjukan tradisional seperti Sendratari Ramayana Prambanan tidak hanya akan meningkatkan keterampilan berbahasa, tetapi juga memperkaya pemahaman dan apresiasi mereka terhadap budaya Indonesia secara keseluruhan. ## D. SIMPULAN Pengenalan budaya Indonesia kepada penutur asing adalah salah satu dari beberapa tujuan pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA), tingkatan kemahiran dari pemula hingga tingkat lanjutan diajarkan untuk komunikasi sehari-hari, tujuan formal, hingga diskusi formal dan membuat tulisan. Pembelajaran BIPA juga memberikan peluang memperkenalkan budaya Indonesia dengan menggunakan objek budaya sebagai bahan ajar, seperti Candi Prambanan. Untuk mencapai tujuan ini, penting untuk menggunakan bahan ajar yang tepat dan relevan. Integrasi legenda terbentuknya Candi Prambanan dan Sendratari Ramayana sebagai bahan ajar BIPA dapat menarik mahasiswa asing dan mengenalkan pesan moral, nilai budaya, dan sosial yang mencerminkan masyarakat Indonesia, sehingga pembelajaran BIPA tidak hanya memperoleh keterampilan berbahasa, tetapi juga memahami dan mengapresiasi budaya Indonesia secara lebih mendalam. http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm ## E. DAFTAR PUSTAKA Alam, G. N., Mahyudin, E., Affandi, R. N., Dermawan, W., & Azmi, F. (2022). Internasionalisasi Bahasa Indonesia di Asean: Suatu Upaya Diplomatik Indonesia. Jurnal Dinamika Global , 7 (01), 25–53. https://doi.org/10.36859/jdg.v7i01.1039 Arumdyahsari, S., Hs, W., & Susanto, G. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) Tingkat Madya. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan , 1 (5), 828–834. Arwansyah, Y. B., Suwandi, S., & Widodo, S. T. (2017). Revitalisasi Peran Budaya Lokal Dalam Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA). Proceedings Education And Language International Conference , 1 (1). Gunawan, F. A., Marlina, A. D., Nugroho, A. W., Mardani, A. N., & Saddhono, K. (2023). Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Melalui Media Kuliner “Nasi Goreng” untuk Mahasiswa Yale University, Amerika Serikat. Fonologi: Jurnal Ilmuan Bahasa dan Sastra Inggris , 1 (4), 20–30. Khansa, N. M. (2022). Pengaruh Globalisasi Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra , 9 (1), 1–8. Musa, M. I. (2015). Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar , 3 (3). Muzaki, H. (2021). Pengembangan Bahan Ajar BIPA Tingkat 3 Berbasis Budaya Lokal Malang. Jurnal Ilmiah SEMANTIKA , 2 (02). Ningrum, R. K., Waluyo, H. J., & Winarni, R. (2017). BIPA (Bahasa Indonesia Penutur Asing) Sebagai Upaya Internasionalisasi Universitas di Indonesia. Proceedings Education and Language International Conference , 1 (1). Nurhuda, P., Sulistyaningrum, S. D., & Muliastuti, L. (2023). Strategi internasionalisasi bahasa Indonesia melalui program BIPA. Jurnal Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (JBIPA) , 5 (1), 78–90. Nurpratiwiningsih, L., & Maknun, M. J. (2020). Pengaruh Globalisasi Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia Bagi Masyarakat. Jurnal Ilmiah KONTEKSTUAL , 1 (02), 43–48. Pangesti, F., & Wiranto, A. B. (2018). Pengembangan Bahan Ajar Bipa Berbasis Lintas Budaya Melalui Pendekatan Kontekstualkomunikatif. Jurnal Pendidikan Bahasa , 7 (2), 342–353. Prasetiyo, A. E. (2015). Pengembangan Bahan Ajar BIPA Bermuatan Budaya Jawa Bagi Penutur Asing Tingkat Pemula. Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra , 11 (1). http://jurnal.umt.ac.id/index.php/lgrm Candi Prambanan Sebagai Bahan Ajar BIPA dalam Mendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia Proklawati, D., Roekhan, R., & Susanto, G. (2021). Pengembangan Bahan Ajar BIPA: Membaca untuk Pemula Bermuatan Budaya Jawa Timur. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan , 6 (1), 17–23. Rahaya, I. S., & Sahidillah, M. W. (2022). Pemanfaatan Nilai Budaya Legenda Rawa Pening sebagai Bahan Ajar BIPA. Jurnal Digdaya , 1 (1), 29–34. Tanwin, S. (2020). Pembelajaran BIPA (Bahasa Indonesia Penutur Asing) Dalam Upaya Internasionalisasi Universitas di Indonesia pada era globalisasi. Jurnal Bahasa Indonesia Prima (BIP) , 2 (2), 156–163. Ulumuddin, A., & Wismanto, A. (2014). Bahan Ajar Bahasa Indonesia Ranah Sosial Budaya Bagi Penutur Asing (BIPA). Sasindo: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia , 2 (1 Januari).
454c4801-2096-4954-bb9a-ded411e1536d
https://jurnal.unigo.ac.id/index.php/gjph/article/download/2979/1226
## Volume 6 – No. 1 – April 2023 P-ISSN: 2614-5057, E-ISSN: 2614-5065 ## Gorontalo ## Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi di Puskesmas Ngadirejo Factors Affecting the Incidence of Hypertension at Ngadirejo Health Center Putri Lilis Pratami 1 , Yunita Dyah Puspita Santik 2 1,2 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Email:[email protected] ## Abstract Hypertension is a non-communicable disease which is still a priority health problem in Indonesia. Hypertension is an increase in blood pressure in the arteries that continues to persist, this hypertension occurs without symptoms but is a risk factor for various deadly diseases such as stroke, heart failure, heart attack and kidney damage. The purpose of this study was to determine what factors influence the incidence of hypertension and which factors most influence the incidence of hypertension. This type of research is an analytic observational study with a cross sectional approach. The population in this study were all residents in the working area of the Ngadirejo Health Center who met the inclusion criteria. The process of bivariate analysis using Chi-square. And multivariate analysis using logistic regression. The results of bivariate analysis showed that age (p= 0,002; OR=7,500; 95%CI=2,109-26,673), obesity (p=0,002; OR= 6,857; 95%CI= 2,138-21,991), employment status (p= 0,027; OR= 4,308; 95%CI=1,323-14,023), salt consumption (p= 0,017; OR= 4,524; 95%CI= 1,441-14,203), physical activity (p=0,005; OR= 5,806; 95%CI= 1,827-18,452), consumption habits cigarettes (p= 0,001; OR= 8,364; 95%CI=2,481-28,192). Multivariate results showed that the variables that most influenced the incidence of hypertension were age (p=0,005; OR= 15,382; 95%CI= 2,277-103,910), obesity (p= 0,002; OR= 22,293; 95%CI= 3,164-157,052), and smoking habits (p= 0,002; OR= 21,529; 95%CI= 3,110-149,023). It is recommended for respondents who have high blood pressure to reduce consumption of salt, cigarettes, and increase physical activity . Keywords; age; hypertension; obesity; smoking ## Abstrak Hipertensi merupakan Penyakit Tidak Menular yang masih menjadi prioritas masalah kesehatan di Indonesia. Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang terus menetap, hipertensi ini terjadi tanpa gejala namun menjadi faktor resiko berbagai penyakit mematikan seperti stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kejadian hipertensi dan faktor apa yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga di wilayah kerja puskesmas Ngadirejo yang memenuhi kriteria inklusi. Proses analisis bivariat menggunakan Chi-square . Dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil analisis bivariat menujukkan bahwa usia (p= 0,002; OR=7,500; 95%CI=2,109-26,673), status pekerjaan (p= 0,027; OR= 4,308; 95%CI=1,323- 14,023), obesitas (p=0,002; OR= 6,857; 95%CI= 2,138-21,991), konsumsi garam (p= 0,017; OR= 4,524; 95%CI= 1,441-14,203), aktivitas fisik (p=0,005; OR= 5,806; 95%CI= 1,827-18,452) dan yang terakhir adalah kebiasaan merokok (p= 0,001; OR= 8,364; 95%CI=2,481-28,192). Hasil multivariat menujukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi adalah usia (p=0,005; OR= 15,382; 95%CI= 2,277-103,910), obesitas (p= 0,002; OR= 22,293; 95%CI= 3,164- 157,052), dan konsumsi rokok (p= 0,002; OR= 21,529; 95%CI= 3,110-149,023) . Disarankan bagi responden yang memiliki tekanan darah tinggi untuk mengurangi konsumsi garam, rokok, dan emmperbanyak aktivitas fisik. Kata kunci; usia; hipertensi; merokok; obesitas ## PENDAHULUAN Tahun 2016, sekitar 71% penyebab kematian dunia adalah penyakit tidak menular (data WHO, 2018). Selain itu Penyakit Tidak Menular menjadi salah satu isu strategis dalam SDG’s 2030. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan dunia karena prevalensinya yang semakin hari kian meningkat, World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa 26,4% dari semua populasi orang dewasa tahun 2000 memiliki hipertensi. Dan diperkirakan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Perkiraan jumlah orang dewasa dengan hipertensi mencapai 972 juta jiwa, dengan jumlah 333 juta di negara maju dan 639 juta di negara berkembang. Jumlah total penderita hipertensi diperkirakan akan meningkat 60% atau 1,56 miliar jiwa pada tahun 2025 (Kearney et al., 2005). Pada tingkat global, 63% penyebab kematian di dunia adalah penyakit tidak menular. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang pertahun, 1,5 jutanya kematian di Asia Tenggara dan sepertiga populasinya menderita hipertensi (P2PTM KEMKES, 2017). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk di Indonesia usia 18 tahun ke atas adalah sebesar 25,8% (Kemkes, 2013). Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Jawa Tengah mencapai angka 37,57%, sedangkan prevalensi tertinggi pada perempuan yaitu 40,17% dan laki-laki 34,83%. Selain itu prevalensi hipertensi masyarakat kota (38,11) sedikit lebih tinggi dibandingkan masayarakat pedesaan (37,01%). Prevalensi semakin meningkat sejajar dengan peningkatan usia, karena semakin bertambahnya usia semakin menurun juga fungsi tubuhnya, sehingga semakin mudah terserang berbagai penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular (Jateng, 2021). Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang terus menetap, hipertensi ini terjadi tanpa gejala namun menjadi faktor resiko berbagai penyakit mematikan seperti stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥18 tahun. (Kemkes, 2019). Hipertensi disebabkan oleh berbagai macam faktor yang dapat diubah, diantaranya adalah pola makan yang tidak seimbang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Herawati et al., 2020) jenis makanan yang memengaruhi kejadian hipertensi diantaranya adalah makanan tinggi garam yang diantaranya terdapat pada junk food dan makanan yang mengandung bahan pengawet. Penelitian yang dilakukan oleh (Weinberger, 1991) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sensitivitas garam dengan tekanan darah. Selain itu menurut penelitian (Firmansyah, 2011) bahwa konsumsi kopi >6 cangkir/hari dan merokok berhubungan terhadap kejadian hipertensi. Merokok adalah faktor terkuat penyebab penyakit kardiovaskular salah satunya hipertensi, dan berhenti merokok adalah salah satu cara yang baik untuk mencegah penyakit kardiovaskular (Virdis et al., 2010). Melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur merupakan salah satu cara untuk menurunkan hipertensi (Suoth et al., 2014) dalam penelititiannya, Wijaya menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik menyebabkan otot jantung memompa darah lebih keras pada setiap kontraksi, hal inilah yang dapat memicu terjadinya tekanan darah tinggi (hipertensi). Berbagai penelitian telah membuktikan dampak baik aktivitas fisik yang cukup terhadap penurunan tekanan darah, dan akan selalu dibutuhkan oleh seseorang yang ingin mencegah hipertensi (Diaz & Shimbo, 2013). Faktor lainnya seperti status pekerjaan dan obesitas menjadi salah satu pemicu naiknya tekanan darah. Berdasarkan penelitian (Anggara & Prayitno, 2013) menyatakan bahwa obesitas erat kaitannya dengan kejadian hipertensi, diketahui bahwa obesitas dapat meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal yang menyebabkan naiknya tekanan darah. Peneliti di Portugis menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami penurunan berat badan maka tekanan darah ikut menurun, hal ini membuktikan bahwa obesitas memengaruhi kejadian hipertensi (Natsis et al., 2020). Penelitian Sartik (2017) mengungkapkan bahwa terdapat faktor risiko lain selain faktor yang dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga (Sartik et al., 2017). Bertambahnya usia berkaitan dengan kenaikan tekanan darah, pada study di England membuktikan bahwa kasus hipertensi didominasi oleh jenis kelamin wanita, namun kejadian hipertensi berdasarkan riwayat keluarga cenderung lebih terkontrol pengobatannya (Shah & Cook, 2001). Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2021, menyatakan bahwa hupertensi masih menrmpati proporsi teratas dari seluruh PTM yang dilaporkan yaitu sebesar 76,5%. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Jawa tengah dengan hipertensi sebesar 37,57%. Hasil prevalensi perempuan (40,17%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada laki- laki (37,01%)(Jateng, 2021). Data terbaru PTM Kabupaten Temanggung tahun 2020 menyebutkan kasus hipertensi tertinggi kedua berada di wilayah Puskesmas Ngadirejo yaitu sebesar 4.484 kasus hipertensi. Dengan jumlah kasus hipertensi terbanyak pada perempuan sebesar 1600 kasus (10,8%) dan laki-laki 743 kasus (9,1%). Beberapa penelitian mengenai hipertensi khususnya di Kabupaten Temanggung ini telah dilaksanakan dan menghasilkan beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian hipertensi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menambah variabel yang belum diteliti dari penelitian sebelumnya khususnya di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kejadian hipertensi khususnya di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. ## METODE Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan Cross sectional . Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga hipertensi, status pekerjaan, obesitas, konsumsi garam, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan konsumsi kopi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian hipertensi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga di wilayah kerja puskesmas Ngadirejo yang memenuhi kriteria inklusi. Dengan kriteria inklusi berupa laki-laki/perempuan berusia 20-65 tahun yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo dan bersedia diwawancara. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah subyek tidak dapat ditemui 3 kali berturut-turut,memiliki gangguan kejiwaan dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Teknik pengambilan data menggunakan metode wawancara. Wawancara dilaksanakan untuk mengetahui karakteristik dan variabel bebas pada responden berupa usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, konsumsi natrium, konsumsi rokok, konsumsi kopi, aktivitas fisik dan obesitas. Pengukuran hipertensi dilakukan menggunakan tensimeter digital kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dokter. Kuesioner aktivitas fisik meggunakan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) yang telah tervalidasi untuk mengukur aktivitas fisik pada rentang usia 16-84 tahun. Sedangkan kuesioner yang digunakan untuk konsumsi garam adalah recall 24 jam. Kuesioner konsumsi rokok berupa Ya apabila konsumsi rokok >10 batang/hari dan Tidak apabila <10 batang/hari (Elvivin et al., 2015) Pada kuesioner konsumsi kopi berlebih adalah Ya apabila responden konsumsi kopi >6 cangkir dalam 1 minggu terakhir dan Tidak apabila responden konsumsi kopi <6 cangkir dalam 1 minggu terakhir (Firmansyah, 2011). Besar sampel dihitung dan diperoleh sampel sebesar 59 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik Simple Random Sampling. Data penelitian dianalisa secara bivariat dengan uji Chi- Square dan multivariat dengan uji Regresi Logistik. Data analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil Tabel 1 mendeskripsikan variabel yang berkaitan dengan kejadian penyakit hipertensi. Secara keseluruhan, responden yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 25 responden (42,4%) dan 34 responden (57,6) tidak mengalami hipertensi. Berdasarkan usia responden, penderita hipertensi terbanyak berada pada usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 35 responden (59,3%) dan yang berusia 41-65 tahun sebanyak 24 responden (40,7%). Penderita hipertensi terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan yaitu sebanyak 30 (50,8%) dan penderita hipertensi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 (49,2%). Berdasarkan riwayat keluarga hipertensi responden didapatkan sebanyak 21 responden (35,6%) memiliki riwayat hipertensi pada keluarga, dan sebanyak 38 (64,4%) responden tidak memiliki riwayat hipertensi pada keluarga. Melihat dari status keluarga didapatkan sebanyak 18 responden (30,5%) berstatus memiliki pekerjaan dan sebanyak 41 responden (69,5%) berstatus tidak memiliki pekerjaan. Pada variabel status obesitas didapatkan sejumlah 23 responden (39,0%) berstatus obesitas sedangkan yang memiliki status tidak obesitas sebanyak 36 responden (61,0%). Berdasarkan jumlah konsumsi garam yang dikonsumsi oleh responden didapatkan sebanyak 33 responden (55,9%) mengonsumsi garam berlebih atau >6 gram/hari, dan sebanyak 26 responden (44,1%) mengonsumsi garam secara cukup. Data ariabel aktivitas fisik menyatakan bahwa didapatkan 31 responden (52,2%) mengalami kekurangan aktivitas fisik dan 28 responden (47,5%) lainnya berstatus cukup dalam aktivita fisik. Sebanyak 31 responden (52,5%) terbiasa mengonsumsi rokok atau >10 batang/hari dan 28 responden (47,5%) lainnya tidak terbiasa mengonsumsi rokok. Pada variabel konsumsi kopi sebanyak 30 responden (33,9%) terbiasa mengonsumsi kopi atau >6 cangkir/hari dan mayoritas lainnya yaitu sebanyak 39 responden (66,1) tidak terbiasa mengonsumsi kopi. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian Variabel Penelitian Jumlah n % Usia 20-40 tahun 41-65 tahun 35 24 59,3 40,7 Jenis kelamin Perempuan Laki-laki 30 29 50,8 49,2 Riwayat Keluarga Ada Tidak Ada 21 38 35,6 64,4 Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja 18 41 30,5 69,5 Obesitas Obesitas Tidak Obesitas 23 36 39,0 61,0 Konsumsi Garam ≥6 gram garam/hari <6 gram garam/hari 33 26 55,9 44,1 Aktivitas Fisik Kurang Cukup 31 28 52,2 47,5 Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok 31 28 52,5 47,5 Kebiasaan Konsumsi Kopi Minum Kopi Tidak MInum Kopi 20 39 33,9 66,1 Total 59 100 ## Analisis Bivariat Tabel 2 menjelaskan mengenai hasil analisis bivariat, tabel 2 menujukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah 6 variabel. Variabel tersebut adalah usia (p= 0,002; OR=7,500; 95%CI=2,109-26,673), status pekerjaan (p= 0,027; OR= 4,308; 95%CI=1,323-14,023), obesitas (p=0,002; OR= 6,857; 95%CI= 2,138-21,991), konsumsi garam (p= 0,017; OR= 4,524; 95%CI= 1,441-14,203), aktivitas fisik (p=0,005; OR= 5,806; 95%CI= 1,827-18,452) dan yang terakhir adalah kebiasaan merokok (p= 0,001; OR= 8,364; 95%CI=2,481- 28,192). Sedangkan 3 variabel lainnya tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian hipertensi adalah jenis kelamin (p= 1,000), riwayat keluarga (p=0,827), dan konsumsi kopi berlebih (p=0,989). Dari variabel di atas yang memenuhi kriteria untuk dianalisis secara multivariat adalah variabel yang memiliki nilai p<0,25 yaitu usia, status pekerjaan, obesitas, konsumsi garam, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok. Tabel 2. Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat Variabel Penelitian Kejadian Hipertensi p- value OR (95%Cl) Ya Tidak n % n % Usia 20-40 tahun 41-65 tahun 21 4 60,0 16,7 14 20 40,0 83,3 0,002 7,500 (2,109-26,673) Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 13 12 43,3 41,4 17 17 56,7 68,6 1,000 1,083 (0,386-3,044) Riwayat Keluarga Ada Tidak Ada 8 17 38,1 44,7 13 21 61,9 55,3 0,827 0,760 (0,256-2,257) Status Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 12 13 66,7 31,7 6 28 33,3 68,3 0,027 4,308 (1,323-14,023) Obesitas Obesitas Tidak Obesitas 16 9 69,6 25,0 7 27 30,4 75,0 0,002 6,857 (2,138-21,991) Konsumsi Garam ≥6 gram/hari <6 gram/hari 19 6 57,6 23,1 14 20 42,4 76,9 0,017 4,524 (1,441-14,203) Aktivitas Fisik Kurang Cukup 19 6 61,3 21,4 12 22 38,7 78,6 0,005 5,806 (1,827-18,452) Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok 20 5 64,5 17,9 11 23 35,5 82,1 0,001 8,364 (2,481-28,192) Kebiasaan Konsumsi kopi Minum Kopi Tidak Minum Kopi 9 16 45,0 41,0 11 23 55,0 59,0 0,989 1,176 (0,396-3,490) ## Analisis Multivariat Tabel 3. Hasil analisis multivariat Variabel B Wald p-value OR CI(95%) Usia 2,733 7,864 0,005 15,382 2,277-103,910 Obesitas 3,104 9,712 0,002 22,293 3,164-157,052 Kebiasaan Merokok 3,069 9,669 0,002 21,529 3,110-149,023 Constant -5,218 12,992 0,000 0,005 Tabel 3 menunjukkan hasil analisis multivariat, diketahui bahwa dari 6 variabel yang diprediksi sangat berpengaruh terhadap kejadian hipertensi didapatkan 3 variabel teratas dari analisis multivariat yang sangat berpengaruh terhadap kejadian hipertensi yaitu usia (p=0,005; OR= 15,382; 95%CI= 2,277- 103,910). Variabel kedua adalah (p= 0,002; OR= 22,293; 95%CI= 3,164-157,052. Variabel terakhir adalah kebiasaan merokok (p= 0,002; OR= 21,529; 95%CI= 3,110-149,023). ## Pembahasan Hipertensi disebabkan oleh faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah diantaranya status pekerjaan, obesitas, konsumsi garam, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan konsumsi kopi berlebih. Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. ## Usia Pada penelitian ini diketahui bahwa dari seluruh jumlah responden (59 responden) bahwa responden dengan kejadian hipertensi sebanyak 25 (42,4%) responden dan 34 (57,6) tidak mengalami hipertensi. Penderita hipertensi terbanyak berada pada usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 21 responden (60,0%) Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat 24 responden berisiko atau usia 41- 65 tahun terdiri dari 4 responden (16,7%) mengalami hipertensi dn 20 responden (83,3%) tidak mengalami hipertensi. Kemudian sebanyak 35 responden tidak berisiko atau berusia 20-40 tahun terdiri dari 20 responden (60,0%) mengalami hipertensi dan 14 responden (83,3%) tidak mengalami hipertensi. Hasil uji Chi- square diperoleh p value 0,002 yang berarti < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hasil data observasi membuktikan bahwa warga pada wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo bahwa pengidap penyakit hipertensi didominasi oleh lansia meskipun terdapat juga hipertensi pada usia muda. Hasil analisis diperoleh OR = 7,500 yang artinya adalah orang yang beresiko (berusia 41-65 tahun) memiliki resiko 7,5 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak beresiko (berusia 20-40 tahun). Hasil ini selaras dengan penelitian (Nuraeni, 2019) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi ## Status Pekerjaan Pada variabel status pekerjaan menunjukan bahwa dari 25 responden yang bekerja yang menderita hipertensi sebanyak 13 orang (31,7%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja sebanyak 12 orang (66,7%). Hasil analisa chi-square didapatkan p value = 0,027 < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan kejadian hipertensi. Nilai Odds ratio (OR) = 4,308, yang artinya adalah responden yang tidak bekerja mempunyai peluang sebanyak 4,3 kali untuk terkena penyakit hipertensi dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan tingkat kepercayaan (95% CI) = 1,323-14,023. Hasil data observasi menunjukkan bahwa warga di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo yang bekerja (umumnya sebagai petani dan pedagang) jarang terkena penyakit hipertensi atau penyakit tidak menular lainnya mesikupun masih terdapat beberapa yang hipertensi meskipun statusnya adalah bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian (Anggara & Prayitno, 2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi. ## Obesitas Pada variabel obesitas menunjukkan bahwa dari 25 responden yang menderita hipertensi, 16 diantaranya adalah berstatus obesitas dan 9 sisanya tidak obesitas. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,002 < α (0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi dengan nilai OR = 6,857 yang menunjukkan bahwa responden dengan status obesitas memiliki risiko hipertensi 6,8 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak obesitas. Hasil data observasi menujukkan bahawa warga yang obesitas rentan terkena hipertensi, namun pada lansia justru mengalami penurunan berta badan ketika mengidap hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian (Tiara, 2020) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara penyakit obesitas dan hipertensi. ## Konsumsi Garam Konsumsi garam dapat dikatakan sebagai salah satu faktor yang memengaruhi kejadian hipertensi, sebagaimana dalam penelitian ini, dari 25 responden yang menderita hipertensi terdapat 19 responden yang mengonsumsi garam berlebih dan 6 sisanya tidak. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,017 < α (0,05) yang bermakna terdapat hubungan antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi dengan nilai OR = 4,524 yang menunjukkan bahwa responden yang menonsumsi garam lebih dari 6 gram per hari mempunyai peluang 4,5 kali terkena penyakit hipertensi dibandingan dengan responden yang mengonsumsi garam kurang dari 6 gram per hari. Hasil data observasi menunjukkan bahwa konsumsi garam berpengaruh pada hipertensi terutama pada warga yang sudah lama mengidap hipertensi disarankan untuk mengurangi monsumsi garam dan terbukti tekanan darah stabil selama tidak mengonsumsi garam secara berlebih. Hal ini sejalan dengan penelitian (Purwono et al., 2020) yang mengatakan bahwa terdapat hubunga antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi. ## Aktivitas Fisik Pada variabel aktivitas fisik menunjukkan dari 25 responden penderita hipertensi yang kurang aktivitas fisik sebanyak 19 responden dan 6 sisanya cukup aktivitas fisik. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,005 < α (0,05) maka terdapat makna berhubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, dengan OR = 5,806 yang berarti bahwa responden yang kekurangan aktivitas fisik memiliki risiko 5,8 kali lebih besar dibandingkan responden yang cukup aktivitas fisiknya. Hasil data observasi menunjukkan bahwa para pengidap hipertensi disarankan untuk lebih sering keluar rumah untuk sekedar jalan-jalan santai atau melakukan aktivitas lain, hal ini terbukti bahwa selama aktivitas fisik rutin dilakukan maka tekanan darah menjadi stabil. Hal ini sejalan dengan penelitian (Rihiantoro & Widodo, 2017) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi. ## Kebiasaan Konsumsi Rokok Pada 25 responden yang menderita hipertensi, terdapat 20 responden yang terbiasa mengonsumsi rokok dan 5 sisanya tidak terbiasa mengonsumsi rokok, hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,001 < α (0,05) maka kebiasaan mengonsumsi rokok memilikimakna berhubungan terhadap kejadian hipertensi, dengan nilai OR = 8,364 yang berarti bahwa responden yang terbiasa mengonsumsi rokok memiliki risiko 8,3 lebih besar dibandingkan responden yang tidak terbiasa mengonsumsi rokok. Hasil data observasi menunjukkan bahwa warga yang rutin mengonsumsi rokok memiliki tekanan darah tinggi meskipun beberapa warga masih berada pada pre-hipertensi atau hipertensi tingkat 1. Hal ini sejalan dengan penelitian (Mayasari et al., 2018) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi rokok dengan kejadian hipetensi. Pada hasil uji multivariat menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian hipertensi, ketiganya adalah variabel usia, dimana hasil p value = 0,005 dengan OR = 15,382 yang bermakna bahwa responden dengan usia 41-65 memiliki risiko terkena hipertensi 15,3 kali lebih tinggi dibandingkan responden dengan usia 20-40 tahun. Variabel kedua adalah obesitas, hasil chi-square menujukkan p value = 0,002 dengan OR= 22,293 yang bermakna bahwa responden yang obesitas memiliki risiko hipertensi 22,2 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak obesitas. Variabel terakhir yang memiliki hubungan signifikan adalah kebiasaan merokok dengan p value = 0,002 dan OR = 21,529 yang bermakna bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko 21,5 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak terbiasa merokok. Hasil data observasi menunjukkan bahwa penderita hipertensi didominasi oleh warga dengan usia lanjut, selain itu warga yang memiliki berat badan berlebih cenderung mengalami hipertensi, faktor risiko ini lebih banyak dialami oleh perempuan, sedangkan warga yang mengonsumsi rokok cenderung memiliki tekanan darah tinggi, faktor risiko ini lebih banyak dialami oleh laki-laki. ## PENUTUP Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel yang memengaruhi kejadian hipertensi adalah usia, obesitas, status pekerjaan, konsumsi garam, aktivitas fisik, dan kebiasaan konsumsi rokok. Sedangkan variabel yang tidak memengaruhi kejadian hipertensi adalah jenis kelamin, riwayat keluarga dan konsumsi kopi berlebih. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi adalah kebiasaan merokok, obesitas, dan usia. Disarankan bagi penderita hipertensi atau responden yang memiliki tekanan darah tinggi terutama bagi responden yang berusia 41-65 ke atas untuk membatasi konsumsi garam harian dengan cara menghindari makanan berpengawet, garam dapur serta penyedap rasa karena bahan tersebut mengandung natrium yang tinggi. Dan kepada responden untuk lebih banyak melakukan aktivitas fisik minimal 3-5 kali/minggu selama 30 menit untuk memperkecil risiko obesitas dan tekanan darah tinggi, selain itu kepada responden untuk mengurangi kebiasaan mengonsumi rokok per harinya karena kebiasaan konsumsi rokok menjadi salah satu variabel yang paling berpengaruh dalam kejadian hipertensi. Bagi institusi pendidikan diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk rujukan sebagai upaya pengetahuan mengenai faktor risiko hipertensi. Bagi dinas kesehatan kota terutama puskesmas Ngadirejo diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai usulan pengembangan program terutama untuk penurunan angka hipertensi. ## DAFTAR PUSTAKA Anggara, F. H. D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni,.Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 20–25. Diaz, K. M., & Shimbo, D. (2013). Physical Activity And The Prevention Of Hypertension. Current Hypertension Reports, 15(6), 659–668. Https://Doi.Org/10.1007/S11906-013-0386-8 Elvivin, Hariati, L., & Ibrahim, K. (2015). Analisis Faktor Risiko Kebiasaan Mengkonsumsi Garam, Alkohol,Kebiasaan Merokok Dan Minum Kopi Terhadap Kejadian Dipertensi Pada Nelayan Suku Bajo Di Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat Tahun 2015. 1–12. Firmansyah, M. R. (2011). Hubungan Merokok Dan Konsumsi Kopi Dengan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi. Jurnal Kesehatan, 263–268. Herawati, N. T., Alamsyah, D., & Hernawan, A. D. (2020). Hubungan Antara Asupan Gula, Lemak, Garam, Dan Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Usia 20 – 44 Tahun Studi Kasus Posbindu Ptm Di Desa Secapah Sengkubang Wilayah Kerja Puskesmas Mempawah Hilir. Jurnal Mahasiswa Dan Penelitian Kesehatan, 7(1), 34–43. Jateng. (2021). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2021. Kearney, P. M., Whelton, M., Reynolds, K., Muntner, P., Whelton, P. K., & He, J. (2005). Global Burden Of Hypertension: Analysis Of Worldwide Data. The Lancet, 365(9455), 217–223. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.1016/S0140-6736(05)17741-1 Kemkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Kemkes. (2019). Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(1), 87. Https://Doi.Org/10.26714/Jkj.7.1.2019.87-94 Mayasari, Farich, A., & Sary, L. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Di Puskesmas Rawat Inap Kedaton Kota Bandar Lampung. Jurnal Kemas, 56–62. Natsis, M., Antza, C., Doundoulakis, I., Stabouli, S., & Kotsis, V. (2020). Hypertension In Obesity: Novel Insights. Current Hypertension Reviews, 16(1), 30–36. Https://Doi.Org/10.2174/1573402115666190415154603 Nuraeni, E. (2019). Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Beresiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Klinik X Kota Tangerang. Jurnal Jkft, 4(1), 1. Https://Doi.Org/10.31000/Jkft.V4i1.1996 P2ptm Kemkes. (2017). Fakta Dan Angka Hipertensi. Https://P2ptm.Kemkes.Go.Id/Kegiatan-P2ptm/Subdit-Penyakit-Jantung- Dan-Pembuluh-Darah/Fakta-Dan-Angka-Hipertensi Purwono, J., Sari, R., Ratnasari, A., & Budianto, A. (2020). Pola Konsumsi Garam Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia. Jurnal Wacana Kesehatan, 5. Rihiantoro, T., & Widodo, M. (2017). Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Di Kabupaten Tulang Bawang. Jurnal Keperawatan, Xiii(2), 159–167. Sartik, Tjekyan, R. S., & Muhammad, Z. (2017). Faktor – Faktor Risiko Dan Angka Kejadian Hipertensi Pada Penduduk Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 8(November), 180–191. Shah, S., & Cook, D. G. (2001). Inequalities In The Treatment And Control Of Hypertension: Age, Social Isolation And Lifestyle Are More Important Than Economic Circumstances. Journal Of Hypertension, 19(7), 1333–1340. Https://Doi.Org/10.1097/00004872-200107000-00020 Suoth, M., Bidjuni, H., Malara, R. T., Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran, F., Sam, U., & Manado, R. (2014). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Ejournal Keperawatan, 2. Tiara, U. I. (2020). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi. Journal Of Health Science And Prevention, 167–171. Virdis, A., Giannarelli, C., Neves, M. F., Taddei, S., & Ghiadoni, L. (2010). Cigarette Smoking And Hypertension. Current Pharmaceutical Design, 16(23), 2518– 2525. Https://Doi.Org/10.2174/138161210792062920 Weinberger, M. H. (1991). Salt Sensitivity As A Predictor Of Hypertension. American Journal Of Hypertension, 4(11), 615s-616s. Https://Doi.Org/10.1093/Ajh/4.11s.615s.
f03f74de-a81f-4c1d-97cb-330d94d7ffc2
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/edumatsains/article/download/3958/2284
## EduMatSains Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains http://ejournal.uki.ac.id/index.php/edumatsains ## PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SUBTEMA INDAHNYA KERAGAMAN BUDAYA DINEGERIKU UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS IV SD Nella Audina Kusuma Citra 1* , Alfi Laila 2 , Rian Damariswara 3 1,2,3 Program Studi PGSD Universitas Nusantara PGRI Kediri Diterima: 08 Juni 2022 Direvisi: 11 Juli 2022 Diterbitkan : 15 Juli 2022 ## ABSTRACT The background of this research is the observation that 30% of students KKM and 70% KKM, students who are less disciplined in doing and collecting assignments, speak impolitely, do not care about the troubles of their friends. The aims of this study are (1) to determine the validity, practicality and effectiveness of the product development of teaching materials for students with the sub-theme of the beauty of cultural diversity in my country to improve the character of love for the homeland in fourth grade elementary school students in the 2020/2021 academic year? Research and development (research and development) ADDIE model. Subjects 40 students. The research site is Lirboyo 2 Elementary School, Kediri City. Statistical analysis analysis techniques. It was concluded that: 1) The validity of the product development of student teaching materials with the sub- theme of the beauty of cultural diversity in my country to improve the character of love for the homeland in students, with a score of 92-96. 2) The effectiveness of the product development of student teaching materials with the sub-theme of the beauty of cultural diversity in my country to improve the character of love for the homeland in students, with the average score of student test results being 83.12 > 75 above the KKM. 2) The practicality of product development of student teaching materials with the sub-theme of the beauty of cultural diversity in my country to improve the character of love for the homeland in students, with a score of 88. Keywords: teaching materials, cultural diversity, the character of love ## PENDAHULUAN Pembelajaran tematik yang berlangsung menjadi pembelajaran berpusat pada siswa ( student center ) (Trianto, 2010: 90). Salah satu dari tematik dalam pembelajaran ini adalah pembelajaran PPKn diarahkan untuk melahirkan pelaku-pelaku sosial yang dimensi sosiokultural (misalnya: cinta tanah air, menghargai dan melestarikan karya budaya sendiri, mengembangkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, kepedulian terhadap lingkungan) (Sardiman, 2011). Zubaedi (2011: 138) menyatakan bahwa prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter di lingkungan sekolah adalah: (1) berkelanjutan, (2) melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah, serta muatan lokal; (3) nilai tidak sekedar diajarkan, tetapi dikembangkan dan dilaksanakan, dan (4) proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Penanaman karakter dilakukan dengan mengintegrasikan karakter tersebut ke dalam mata pelajaran PPKn pada materi pelajaran di kelas 4 untuk tema 7 “Indahnya Keberagaman di Negeriku”. Pemilihan tema tersebut berdasarkan analisis KI dan KD pada seluruh tema kelas 4. KI dan KD yang telah didapat selanjutnya diturunkan menjadi indikator dan tujuan pembelajaran. Menurut pendapat Aunilah (2011:22) menyatakan dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter, setidaknya telah terindentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, hormat, peduli sosial dan tanggung jawab. Salah satu pelaksanaan pendidikan karakter adalah cinta tanah air. Affandi (2011: 92) menyebutkan bahwa cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik negara. Pada usia sekolah dasar, peserta didik sudah mulai belajar untuk bersosialisasi dengan orang lain sehingga dibutuhkan pembiasaan nilai-nilai yang baik agar terbiasa dengan perilaku yang baik (Poerwanti, 2013: 30). Pendidikan karakter dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai yang dikembangkan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari salah satunya pelajaran PPkn (Basuki, 2013). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan melalui kuesioner need assement kepada guru yang diberikan kepada siswa di kelas IV SDN Lirboyo 2 Kota Kediri tahun pelajaran 2020/2021, menunjukkan bahwa karakter cinta tanah air belum tertanam dengan baik pada peserta didik, bahwa 30% siswa di atas KKM dan 70% siswa masih dibawah KKM, masih terdapat siswa yang kurang disiplin mengerjakan dan mengumpulkan tugas, berbicara tidak sopan, kurang peduli terhadap kesusahan temannya. Selain itu banyak siswa yang saat ini lebih menyukai produk hiburan, yakni musik dan film dari luar negeri, bahkan beberapa diantara mereka menjadi fans berat musisi Korea hal ini adalah dampak dari kurangnya cinta tanah air terhadap sosial dan budaya. Indikasi lain penurunan karakter cinta tanah air terlihat ketika pelaksanaan upacara bendera. Hal itu terlihat dari banyaknya siswa yang terlambat mengikuti upacara bendera, kurang tertib dalam berpakaian, dan mengobrol ketika upacara bendera. Observasi dan wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran PPKn khususnya pada materi keberagaman budaya Indonesia yang selama ini berjalan. Dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa guru kesulitan dalam menanamkan materi keragaman suku bangsa dan budaya karena materinya sangat luas dan banyak. Guru menerangkan materi pelajaran kepada siswa dengan metode ceramah dan memperlihatkan beberapa gambar keragaman dari buku siswa. Dengan demikian bahwa kondisi di pembelajaran di Sekolah Dasar sulit untuk dipahami para siswa. Maka peneliti berinisiatif untuk mengembangkan bahan ajar siswa tema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air. Dengan demikian bahwa kondisi di pembelajaran di Sekolah Dasar terdapat beberapa anak di bawah KKM dengan data seperti berikut. Tabel 1. Nilai KKM Siswa No Siswa P endidi ka n aga ma P P Kn BI M atema ti ka IP A IP S S B dP P JOK B .Ja wa R ar a- ra ta 1 Ahmad F. D 71 84 71 70 72 75 74 77 72 74.0 2 Aldi R. P. 75 80 70 75 72 70 75 77 75 74.3 3 Dewi N. R. 75 75 80 70 74 72 74 72 75 74.1 4 Fathimatus 70 75 74 72 83 80 70 70 75 74.3 5 Kayla I.R 75 80 75 75 71 72 77 72 70 74.1 Berdasarkan hasil nilai dari beberapa siswa yang masih berada di di bawah KKM, maka peneliti berinisiatif untuk mengembangkan bahan ajar siswa tema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air. Kelebihan bahan ajar yang akan digunakan yaitu memuat materi sederhana dapat memudahkan siswa dalam belajar. Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan perolehan hasil belajar dan tercapainya tujuan pembelajaran. Dari desain yang dibuat bahwa bahan ajar memiliki kelebihan pada cover yang didesain dengan lebih menarik, memuat isi-isi yang sangat mudah dipahami, menampilkan gambar- gambar yang sesuai dengan materi pelajaran, dilengkapi dengan daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, pada setiap sub bab diberikan penjelasan atau peta konsep yang hendak dibahas, dibuat bagan dengan rincin sesuai dengan pembelajaran 1 sampai dengan 6, poin-point yang disajikan pada tiap-tiap pembahasan runtut sesuai dengan urutan yang memuat antara lain: pojok kenal lingkungan, pojok membaca, pojok informasi, pojok prediksi, pojok uji coba, pojok presentasi, pojok refleksi, dan pojok ujuk kerja. Tujuan pembelajaran yang sesuai dengan harapan dapat diwujudkan dengan perolehan hasil belajar dari siswa. Maka dari itu, bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan sangat berpengaruh dalam pembelajaran. Bahan ajar yang dikembangkan harus layak baik dari segi penyajian, isi, dan bahasa. Hal ini dikarenakan agar bahan ajar yang dikembangkan memiliki kualitas yang baik berdasarkan pada penilaian oleh para ahli. Sedangkan bahan ajar yang digunakan selama ini adalah sebuah buku yang digunakan guru untuk mendukung pembelajaran masih menguraikan berbagai macam tema sehingga siswa sulit memahami isi buku, dengan desain cover yang sederhana, hanya dilengkapi daftar isi, memuat gambar, isi masih sangat luas dan kurang mengarah. Buku tersebut merupakan satu-satunya bahan ajar yang digunakan. Purnomo & Wilujeng (2016) juga memaparkan bahwa “buku siswa atau bahan ajar siswa mempunyai fungsi yang penting dalam proses pembelajaran, sebagai pegangan wajib baik guru maupun peserta didik sebagai petunjuk dan sebagai acuan kegiatan proses pembelajaran di kelas penjelasan tersebut mengandung arti bahwa alat pendukung serupa untuk membaca perlu dikembangkan dan diterapkan sehingga peserta didik dapat melihat bahan ajar sebagai sumber yang bermanfaat dan bermakna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Hamalik (dalam Rohmawati, 2015) bahwa pembelajaran efektif dapat didefinisikan selaku pendidikan yang disediakan kesempatan belajar bagi siswa untuk belajar dapat ditunjang dengan media yang menarik. Hasil penelitian terdahulu yang mendukung dilakukan oleh Ardianti (2019) bahwa dengan penerapan pembelajaran berbasis ethno-edutainment yaitu bahan ajar berbasis budaya lokal mampu meningkatkan karakter cinta tanah air siswa sekolah dasar. Kajian urgensi konten kearifan lokal dalam materi pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan anak seperti: budaya lokal yang ada di Kediri terdapat Monumen Simpang Lima Gumul yang lebih dapat dipahami oleh siswa daripada Candi Borobudur. Selain itu pentingnya internalisasi kearifan lokal ke dalam pembelajaran (bahan ajar), sehingga para siswa mampu membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman misalnya: siswa mampu menyerap kebudayaan lokal dan dapat mencintai kebudayaan lokal tersebut sebagai budaya Indonesia. Contoh lainnya norma-norma masyarakat atau kesopanan siswa mampu mentaati norma dan dapat diterapkan di kehidupan masyarakat, misalnya berkata sopan terhadap yang lebih tua. Dengan demikian bahwa bahan ajar yang layak berguna untuk menarik dan mudah dipahami oleh siswa. Penelitian yang mendukung lainnya dilakukan oleh Sutijan (2015) pengembangan instrumen penilaian terpadu dapat mendukung pembelajaran pada siswa dan guru sekolah dasar. Selain menerapkan buku panduan ajar yang mampu mengembangkan nilai karakter cinta tanah air pada siswa guru bisa mengajar siswa untuk belajar di luar kelas dan objek yang nyata. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Laila dan Saidah (2020) Belajar di luar kelas setelah setiap UTS atau UAS. Kegiatan ini diselenggarakan dengan mengunjungi tempat-tempat yang edukatif sesuai dengan kelas siswa, seperti kunjungan ke Monumen Simpang Lima Gumul, Pasar Pahing yang merupakan salah satu pasar tradisional terbesar di Kediri, Blimbing Garden, sentra budidaya jamur di Blabak desa, pabrik gula Pesantren yang merupakan pabrik gula panjang di Kediri dan lain-lain. Penggunaan bahan ajar ini diharapkan mampu menjadikan solusi dengan menciptakan aktivitas belajar yang menyenangkan dan mengaktifkan siswa, serta mampu mengembangkan seluruh kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Desain bahan ajar yang menarik, mampu menciptakan pembelajaran yang lebih menyenangkan, efektif, dan bermakna. Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar ini diharapkan mampu menjembatani tersampaikannya materi keberagaman budaya Indonesia, sekaligus menumbuhkan kecintaan mempelajari budaya Indonesia melalui aktivitas belajar yang melibatkan siswa dalam penggunaannya yang dilakukan secara berkelompok. Kecintaan mempelajari budaya Indonesia ini merupakan perwujudan dari implementasi penanaman karakter cinta tanah air pada diri peserta didik. Dalam penelitian ini karakter cinta tanah air yang akan diteliti meliputi: sikap cinta tanah air / mencintai produk dalam negeri, mencintai lingkungan hidup, rajin belajar demi kemajuan bangsa, melaksanakan hidup bersih dan sehat, dan mengenal tanah air tanpa fanatisme kedaerahan. Bahan ajar adalah seperangkat bahan pembelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan dalam proses pembelajaran (Majid, 2014:173). Menurut Prastowo (2012), terdapat enam komponen yang berkaitan dengan unsur-unsur tersebut. 1) Petunjuk belajar, komponen ini meliputi petunjuk bagi pendidik maupun peserta didik. Didalamnya dijelaskan tentang bagaimana pendidik sebaiknya mengajarkan materi kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik sebaiknya mempelajari materi yang ada dalam bahan ajar tersebut. 2) Kompetensi yang akan dicapai, dalam bahan ajar seharusnya dicantumkan standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun indikator pencapaian hasil belajar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dengan demikian, jelaslah tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik. 3) Informasi pendukung, merupakan berbagai informasi tambahan yang dapat melengkapi suatu bahan ajar. Diharapkan peserta didik akan semakin mudah menguasai pengetahuan yang akan mereka peroleh. Salin itu, pengetahuan yang diperoleh peserta didik akan semakin komprehensif. 4) Latihan-latihan, merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan mereka setelah mempelajari bahan ajar. Dengan demikian, kemampuan yang mereka pelajari akan semakin terasah dan terkuasai secara matang. 5) Petunjuk kerja atau lembar kerja, merupakan lembaran yang berisi sejumlah langkah prosedural cara pelaksanaan kegiatan tertentu yang dilakukan oleh peserta didik yang berkaitan dengan praktik ataupun yang lainnya. 6) Evaluasi, merupakan salah satu bagian dari proses penilaian. Sebab, dalam komponen evaluasi terdapat sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada peserta didik untuk mengukur seberapa jauh penguasaan kompetensi yang berhasil mereka kuasai setelah mengikuti proses pembelajaran. Menurut bentuknya, bahan ajar dibedakan menjadi empat macam, yaitu bahan cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar, dan bahan ajar interaktif Prastowo (2012). Dari paparan di atas peneliti merasa perlu untuk menumbuhkan kembali karakter cinta tanah air pada siswa yang sudah mulai pudar karena banyaknya terpengaruh dengan kemajuan teknologi yang saat ini semakin berkembang. Atas dasar itu, peneliti melakukan pengembangan terhadap bahan ajar tematik untuk dikemas dengan tema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Pengembangan Bahan Ajar Siswa Subtema Indahnya Keragaman Budaya di Negeriku Untuk Meningkatkan Karakter Cinta Tanah Air pada siswa kelas IV Sekolah Dasar tahun pelajaran 2020/202 1”. ## METODE PENELITIAN Penelitian dan pengembangan ( research and development ). Menurut Sugiyono (2011: 297), “Penelitian Pengembangan atau dalam bahasa Inggrisnya Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji kepraktisan produk tersebut. Penelitian ini, model yang menjadi acuan adalah model penelitian ADDIE, Adapun tahapan penelitian ADDIE yaitu: Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluations . Penelitian ini yang menjadi subyek adalah siswa kelas IV sebanyak 40 siswa dengan kelas pararel. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Lirboyo 2 Kota Kediri. Pengumpulan data dengan pendekatan one- shot-model menggunakan satu kali. Teknik analisis data menggunakan dua macam analisis data, yaitu statistika deskriptif dan deskriptif. Analisis statistika deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil validasi ahli dan angket respon guru dan siswa terhadap produk yang dikembangkan sedangkan analisis deskriptif merupakan analisis yang biasa digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui saran dari ahli materi, dan ahli media serta dari uji coba produk yang dilakukan disajikan dalam bentuk paparan kalimat dan data tertulis. Pada bahan ajar yang dihasilkan analisis deskriptif berupa kritik dan saran yang dikemukakan oleh para ahli materi 1 bapak Kukuh Andri Aka, M.Pd UN PGRI Kediri, Ahli materi 1 ibu Karimatus Saidah, M.Pd UN PGRI Kediri dan guru kelas Ibu Suhartini, S.Pd, SD Lirboyo 2 Kota Kediri dan siswa sebagai subjek penelitian kelas 4 SD Lirboyo 2 kota Kediri. Tabel 2. Norma Uji Kelayakan da Kepraktisan Sumber: Riduwan (2012: 41). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dari hasil penelitian ini menyajikan hasil uji kepraktian, kelayakan dan keefektifan. Tabel 3. Hasil Uji Kepraktisan Nilai Frekuensi Presentase Kategori 78.75 1 2.5% Praktis 80.00 5 12.5% Praktis 81.25 4 10.0% Sangat Praktis 82.50 6 15.0% Sangat Praktis Presentase Penilaian Kategori Kategori 81 – 100 % Sangat Layak Sangat Praktis 61 – 80 % Layak Praktis 41 – 60 % Cukup Layak Cukup Praktis 21 – 40 % Kurang Layak Kurang Praktis 0 – 20% Tidak Layak Tidak Praktis 83.75 11 27.5% Sangat Praktis 85.00 7 17.5% Sangat Praktis 86.25 4 10.0% Sangat Praktis 87.50 2 5.0% Sangat Praktis Total 40 100% Dari hasil uji lapangan luas yang di berikan kepada sebanyak 20 siswa di SD Lirboyo 2 Kota Kediri bahwa secara keseluruhan persentase kepraktisan bahan ajar kategori kelayakan “sangat praktis”. Tabel 3 . Respon guru Dari hasil respon guru bimbingkan bahwa secara keseluruhan persentase bahan ajar kat egori “sangat layak” dengan skor rata-rata sebesar 96,7. Tabel 4. Respon siswa No Nama Aspek yang dinilai Jumlah Persen tase Isi Materi Kualitas Pembelajaran Kualitas Teknis 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 1 Abaneda Estina 4 4 4 12 100 2 Airul Rahmad 3 4 4 11 92 3 Alim MA 4 4 4 12 100 No Nama Aspek yang dinilai As p ek sah ih T in gk at k ep en tin gan Keber m an fa at an L ear n ab il it y M en ar ik m in im (in te re st B ah an aj ar Ju m lah P er se n tas e 1 Ahli materi 1 3 4 4 4 4 4 23 96 2 Ahli materi 2 4 4 3 4 3 4 22 92 Ahli materi 3 4 3 4 4 4 4 23 96 Rata-rata 96,7 4 Bagas Adi Saputra 3 3 3 9 75 5 Binti Umaya 3 4 4 11 92 6 Cindi Sufis 3 3 4 10 83 7 David Andrian 3 3 3 9 75 8 Desi Abar Dianni 3 4 3 10 83 9 Diana Safitri 3 4 3 10 83 10 Dwi Masrya ZP 3 3 3 9 75 11 Dzikri Muhamad Wahyu 4 4 4 12 100 12 Elisa Nur F 3 4 3 10 83 13 Endi Tegar Andiga 4 4 3 11 92 14 Farhan Dwi N. 4 4 4 12 100 15 Fiana 4 4 4 12 100 16 Herlina Tri W. 3 3 3 9 75 17 Ika Mifta 3 4 4 11 92 18 Isna K. 3 3 3 9 75 19 Lia Listiani 4 4 4 12 100 20 M. Andrian 3 3 3 9 75 21 Moch. Alvin Efendi 3 3 4 10 83 22 Moh. Ifandi 3 4 3 10 83 23 Moh. Irfan 3 3 3 9 75 24 Mohammad Alfian Adi P. 4 4 4 12 100 25 Muhammad Abdul Basit 4 3 4 11 92 26 Nadya Ayu Crismanda 4 3 3 10 83 27 Nila Zulfa Royani 3 3 3 9 75 28 Ninda Pundi 4 4 4 12 100 Kusuma 29 Putri Anggun Prasetyani 4 4 3 11 92 30 Ragil Saputra 4 4 4 12 100 31 Resa Alfina 4 4 4 12 100 32 Revalina D. 4 4 4 12 100 33 Satrio Candra Perkasa 4 4 4 12 100 34 Satrio Jati Pambudi 3 3 3 9 75 35 Sella Muliasah 4 4 4 12 100 36 Sulistiyo Rini 4 4 4 12 100 37 Teara Ambar Utari 4 4 4 12 100 38 Tiya S.P 4 4 4 12 100 39 Vina A.M 3 3 6 50 40 Waluyo C.P 4 4 4 12 100 Jumlah 8 4 5 7 10 4 3 9 9 2 5 1 427 3,558 Persentase 141 143 143 10.675 88.958 33 Hasil respon penilaian oleh siswa dapat dilihat bahwa dari aspek Aspek isi/materi, kualitas pembelajaran dan aspek kualitas teknis secara keseluruhan bahan ajar memiliki persentase kelayakan sebesar 89% dengan kategori kelayakan bahan ajar “Sangat Layak”. ## Desain Akhir Bahan Ajar Adapun langkah-langkah dalam pembuatan bahan ajar menggunakan aplikasi fotoshop untuk memudahkan dalam mengedit foto yang hendak dibuat kemudian buku didesain menggunakan Microsoft office 2010 untuk mempermudah penulisan sesuai dengan pembuatan buku dengan format penulisan menggunakan kertas A4 dengan batas penulisan margin atas 4 cm, kanan 4 cm, kiri 3 cm dan bawah 3 cm. dengan menggunakan font arial narrow 12 pt. a. Setelah revisi Gambar 1. Cover bahan ajar sebelum dan setelah revisi Perbaikan pada cover yaitu terkait gambar yang lebih spesifik dengan fokus dan desain lebih menarik dalam memberikan warna untuk menarik minat siswa saat membaca. ## Tampilan Daftar Isi Bahan Ajar Siswa Gambar 2. Daftar isi baru sebelum dan setelah revisi Perbaikan pada daftar isi yaitu terkait dengan penulisan dituliuskan secara jelas dan rinci sesuai dengan isi dalam bahan ajar untuk memudahkan dalam mencari data dengan meliaht pada daftar isi. ## Tampilan Tema 7 Perbaikan pada tema yaitu terkait gambar yang disajikan lebih rinci dan jelas dengan memberikan gambar lebih satu untuk melihat kesesuaikan pada materi yang diajukan sehingga memudahkan siswa dalam memahami dan menarik dalam membaca bahan ajar. Gambar 3. Tema revisi sebelum dan setelah revisi Tampilan Subtema 2 Bahan Ajar Siswa Gambar 4. Tema 7 subtema 2 sebelum dan setelah revisi Perbaikan pada tema yaitu terkait gambar yang disajikan lebih rinci dan jelas dengan memberikan gambar lebih satu untuk melihat kesesuaikan pada materi yang diajukan sehingga memudahkan siswa dalam memahami dan menarik dalam membaca bahan ajar tidak boleh sama dengan gambar yang sudah disediakan. Gambar 5. Peta konsep Perbaikan pada peta konsep sebaiknya diberikan gambar dan desain secara jelas untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang disajikan secara jelas dan rinci karena sebelumnya desain tidak terdapat peta konsep. Gambar 6. Kerangka peta konsep Perbaikan pada kerangka peta konsep sebaiknya diberikan gambar dan desain secara jelas untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang disajikan secara jelas dan rinci karena sebelumnya desain tidak terdapat kerangka peta konsep. Gambar 7. Isi bahan ajar sebelum dan setelah revisi Perbaikan pada isi bahan ajar pada desain awal lebih simple dan kurang menarik sehingga disarankan untuk memberikan gambar dan desain yang lebih spesifik untuk menarik siswa dalam memahami materi bahan ajar. Gambar 8. Kelengkapan isi dari bahan ajar setelah direvisi Perbaikan pada isi bahan ajar pada desain awal lebih simple dan kurang menarik sehingga disarankan untuk memberikan gambar dan desain yang lebih spesifik untuk menarik siswa dalam memahami materi bahan ajar selain itu pada setiap pojok harus menyesuaikan materi yang diambil pada peta konsep dengan menjelaskan semua tematik pada materi yang diajarkan. Gambar 9. Bahan ajar sebelum direvisi Perbaikan pada bahan ajar sebelum direvisi dalam menjelaskan pojok kurang kreatif dan kurang gambar pada masing- masing pojok harus menyesauikan isi tematik yang dikaji. ## Pembahasan 1. Spesifikasi model Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan. Hasil penelitian dan pengembangan ini adalah bahan ajar buku pada subtema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air pada mata pelajaran tematik di SD kelas IV Lirboyo 2 Kota Kediri. Terdapat beberapa masalah yang melatarbelakangi pengembangan bahan dalam penelitian ini. Masalah-masalah tersebut meliputi: a. Belum optimalnya pemanfaatan komputer di sekolah, masih terbatas pada mata pelajaran tertentu; b. Kurangnya kemampuan dan kemauan guru dalam mengembangkan bahan ajar, khususnya adalah bahan ajar buku pada subtema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air pada mata pelajaran tematik; c. Belum bervariasinya penggunaan bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran; dan d. Belum banyak media dengan pada subtema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air dengan fokus pada kebudayaan lokal. Penelitian dan pengembangan ini dilaksanakan dengan mengacu pada tahapan penelitian dan pengembangan menurut Branch (dalam Sugiyono 2015:530) memaparkan tahap dalam penelitian dan pengembangan. 2. Prinsip-prinsip, keunggulan dan kelemahan model a. Keunggulan dari hasil penelitian ini ringkas secara lebih terinci dengan membahas pada kebudayaan lokal sehingga pemahaman siswa terhadap materi mudah dipahami. b. Kelemahan model Pengembangan ini dilakukan dengan beberapa langkah sesuai tahapan sehingga memerlukan waktu dan proses yang relatif panjang dan lama. Biaya yang relatif besar akan diperlukan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, melalui penyederhanaan tahapan penelitian ini bisa selesai dengan jumlah biaya yang relative terjangkau. 3. Faktor pendukung dan penghambat implementasi model a. Faktor pendukung Penelitian ini yang mendukung dalam pembuatan bahan ajar adalah menggunakan teori yang sudah ada yang digunakan oleh ahli teori Borg & Gall (1983: 792) dalam Sugiyono (2015) menyarankan untuk membatasi penelitian dan pengembangan dalam skala kecil termasuk membatasi langkah penelitian dalam penelitian tesis. Dari hasil tahapan yang penelitian sangat jelas dan terinci dengan menggunakan tahapa-tahapan dalam penelitian yang meliputi: 1) tahap pengumpulan informasi; 2) tahap perencanaan; 3) tahap pengembangan; dan 4) tahap validasi dan ujicoba. Dengan tahapan pengumpulan informasi dilakukan tinjauan standar isi yang meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Inti (KI) dan studi pustaka. Setelah tahap pengumpulan informasi selesai, selajutnya dilakukan tahap perencanaan. Pada tahap ini dilakukan pembuatan kisi-kisi instrumen penelitian dan pembuatan instrumen penelitian. Kisi- kisi instrumen penelitian dibuat dengan berpedoman pada kriteria mengevaluasi bahan ajar menjadi pedoman dalam pembuatan kisi-kisi instrumen lembar validasi, lembar observasi dan pedoman wawancara. Kisi-kisi instrumen yang telah selesai dibuat selanjutnya menjadi pedoman dalam pembuatan instrumen penelitian. Selanjutnya, tahap pengembangan produk terdiri dari pembuatan cover, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, da nisi dalam penulisan materi. Setelah pengembangan produk selesai, maka diperoleh berupa bahan ajar buku pada subtema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air pada mata pelajaran tematik di SD kelas IV Lirboyo 2 Kota Kediri. Produk awal bahan ajar selanjutnya divalidasi oleh ahli materi. Ahli materi memvalidasi, dengan kategori sangat valid dan layak digunakan sehingga bahan sudah memenuhi standar untuk diujicobakan. Bahan ajar selanjutnya direvisi sesuai saran dan komentar ahli materi. Berdasarkan hasil tersebut media sudah layak untuk diujicobakan. Peneliti mencari sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 untuk melaksanakan ujicoba secara terbatas. Hal ini dikarenakan berupa bahan ajar buku pada subtema indahnya keragaman negeriku untuk menanamkan karakter cinta tanah air pada mata pelajaran tematik merupakan materi yang tercantum dalam kurikulum 2013. Setelah melakukan proses pencarian, peneliti menemukan sekolah yang menjadi lokasi penelitian, sekolah tersebut ialah di SD kelas IV Lirboyo 2 Kota Kediri sebagai tempat penelitian dan SD kelas IV Lirboyo 1 Kota Kediri sebagai uji coba terbatas. Sekolah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena sudah menerapkan kurikulum 2013. Ujicoba dilaksanakan dengan cara memberikan angket kepada siswa dan guru dalam proses pembelajaran oleh guru untuk mengetahui responden guru dan siswa. Selama proses pembelajaran menggunakan bahan ajar, peneliti melakukan observasi terhadap penggunaan bahan ajar tersebut. b. Faktor penghambat Penelitian membutuhkan ketelitian dalam memahami tahapan yang dianjurkan oleh ahli dengan membutuhkan tenaga dan biaya dalam penelitian. ## KESIMPULAN 1. Kevalidan produk pengembangan bahan ajar siswa subtema indahnya keragaman budaya dinegeriku untuk meningkatkan karakter cinta tanah air pada siswa kelas IV SD tahun pelajaran 2020/2021, dengan skor perolehan sebesar 92-96. 2. Keefektifan produk pengembangan bahan ajar siswa subtema indahnya keragaman budaya di negeriku untuk meningkatkan karakter cinta tanah air pada siswa kelas IV SD tahun pelajaran 2020/2021, dengan perolehan nilai rata-rata hasil tes siswa sebesar 83,12 > 75 di atas KKM. 3. Kepraktisan produk pengembangan bahan ajar siswa subtema indahnya keragaman budaya di negeriku untuk meningkatkan karakter cinta tanah air pada siswa kelas IV SD tahun pelajaran 2020/2021. Dengan skor perolehan sebesar 88. ## DAFTAR PUSTAKA A.M. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . PT Rajagrafindo: Jakarta. Affandi. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi . Yayasan Bina. Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta Akdon, Riduwan . 2012 . Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta Ardianti, S.D., Pratiwi, I.A., & Kanzunnudin, M.(2017). Implementasi Project Based Learning (PjBL) Berpendekatan Science Edutainment Terhadap Kreativitas Siswa. Jurnal Refleksi Edukatika. Jurnal Refleksi Edukatika, 7 (2): 145 – 150. Aunillah, Nurla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah . Jogjakarta: Laksana. Basuki, Agus Rinto. 2013. “Tindak Tutur ‘Menolak’ dalam Bahasa Jawapada Masyarakat Jawadi Surakarta”. Jalabahasa. 9(2) :1-14 Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Heru Purnomo, Insih Wilujeng. 2016. Pengembangan Bahan Ajar Dan Instrumen Penilaian Ipa Tema Indahnya Negeriku Penyempurnaan Buku Guru Dan Siswa Kurikulum 2013. Jurnal Prima Edukasia , 4 (1): 2016-78. Maharani Puri Putri, Laila Alfi, Santi, Novi Nitya. 2020. Pengembangan Media Video Berbasis Kearifan Lokal Kediri Untuk Mencermati Karakter Tokoh- Tokoh Yang Terdapat Pada Teks Fiksi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Plaosan 2. Artikel SIMKI UNP Kediri. Rohmawati Afifatu. 2015. Efektivitas Pembelajaran Jurnal Pendidikan Usia Dini. Volume 9 Edisi 1, April 2015 Sekar Dwi Ardianti. 2019. Implementasi Pembelajaran Berbasis Ethno- Edutainment Untuk Meningkatkan Karakter Cinta Tanah Air Siswa Sekolah. Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 Dasar Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D . Alfabeta. Sujiman. 2015. Pengembangan instrument penilaian pendidikan penelitian terpadu. Jurnal Paedagogia, Vol. 18 No. 2 Tahun 2015. Sutijan. 2015. Pengembangan Instrumen Penilaian Pendidikan Karakter Terpadu. Jurnal FKIP UNS.Vo.18 No. 2. Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
46e70812-e1c2-49f5-8fe8-613f98ed146f
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPPG/article/download/14262/9369
## PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA Ni Luh Septiani Ari Pertiwi 1 , I Ketut Dibia 2 1,2 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected] 1 , [email protected] 2 ## Abstrak Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi atau evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IIIB SD Laboratorium Undiksha yang terdiri dari 24 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Bentuk analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kuantitatif. Data hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis siklus I, kuantitas siswa yang mendapat nilai minimal 80 yaitu sebanyak 26 atau 76,47%, sehingga masih ada 8 siswa yang mendapatkan nilai dibawah 80. Sedangkan pada siklus II kuantitas siswa yang mendapat nilai minimal 80 sebanyak 30 orang atau mencapai 88,23% hanya terdapat 4 siswa yang belum mendapat nilai 80. Kemudian, hasil analisis siklus I tentang persentase hasil belajar pengetahuan Matematika mencapai 82,75% berada pada kategori tinggi. Sedangkan pada siklus II mencapai 90,1% berada pada kategori hasil belajar pengetahuan Matematika sangat tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IIIB di SD Laboratorium Undiksha Tahun Pelajaran 2017/2018. Kata Kunci : Problem Based Learning , Media Interaktif, Hasil Belajar ## Abstract This research is a classroom action research that aims to improve the learning outcomes of Mathematics through the application of Problem-Based Learning assisted by Interactive Media . Each cycle consists of planning, execution, observation or evaluation, and reflection. The subjects of this study are the eighth grade students of Elementary School of Undiksha Laboratory which consisting of 24 male students and 10 female students. The form of data analysis used is quantitative descriptive data analysis. The data of the research results show that, based on the first cycle analysis, the quantity of students who get a minimum score of 80 are 26 students or 76.47%, so there are still 8 students left who get score below than 80. While on the second cycle the quantity of students who get a minimum score of 80 are 30 students or reach 88,23% and there are only 4 students who do not get the value 80. Then, the results of the first cycle analysis about the percentage of knowledge learning achievement of Mathematics reached 82.75% which is categorized as high category. While in the second cycle reached 90.1% which based on the category of learning outcomes Mathematics knowledge is categorized as very high category. The results of this study indicate that the implementation of Problem-Based Learning assisted by Interactive Media can improve the learning outcomes of Mathematics students in eighth grade students of Elementary School of Undiksha Laboratory Year 2017/2018. Keywords : Problem-Based Learning , Interactive Media, Learning Outcome ## 1. Pendahuluan Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan bertanggung jawab dalam membina, mengembangkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik. Jadi, pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan maka pemerintah telah mengambil langkah-langkah, salah satunya adalah melakukan perubahan kurikulum. Selain itu, dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, seorang guru yang profesional harus memiliki suatu keahlian dan keterampilan dalam mengelola kelas. Salah satu keahlian dan keterampilan tersebut yaitu guru dapat memilih model, teori ataupun langkah pembelajaran yang tepat agar siswa mampu menguasai dan memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Aktif, kreatif, dan inovatif hendaknya dijadikan sebagai landasan dalam proses belajar yang berlangsung di dalam kelas. Sebagaimana tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Maka dari itu pendidikan hendaknya dikelola dengan baik, baik itu secara kualitas maupun kuantitas karena pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan untuk lebih aktif sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong aktivitas siswa dalam belajar. Pembelajaran akan lebih menarik apabila guru mampu membuat suasana belajar menjadi menyenangkan sehingga siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hasil belajar yang diinginkan juga dapat tercapai untuk semua mata pelajaran. Namun, pada kenyataannya guru belum dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menuntut siswa untuk aktif dalam setiap proses pembelajaran. Pembelajaran lebih didominasi oleh guru sedangkan siswa hanya mendengarkan dan menerima yang disampaikan oleh guru. Setelah itu, guru menugaskan siswa untuk menjawab soal-soal yang ada di buku. Berdasarkan hasil observasi di kelas IIIB SD Laboratorium Udiksha Singaraja pada tanggal 6 Februari 2018 ditemukan sejumlah permasalahan, yaitu: (1) Dalam proses pembelajaran masih terpusat kepada guru sehingga siswa jadi tidak aktif dalam pembelajaran. (2) Lebih dari 50% siswa kurang serius dalam mengikuti pembelajaran matematika, siswa tidak bertanya walaupun ada materi yang belum dipahami. (3) Guru tidak menggunakan media ketika mengajar. (4) Serta kurangnya penggunaan model pembelajaran sehingga cenderung siswa bersifat pasif hal menjadi ini menyebabkan hasil belajar pada muatan pelajaran matematika tidak maksimal. Selain itu juga, berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas IIIB, wali kelas IIIB menyatakan bahwa pencapaian kompetensi pengetahuan siswa kelas IIIB pada muatan materi Matematika sudah mencapai KKM yang berlaku di sekolah namun masih belum mencapai predikat sangat tinggi (90-100) berdasarkan Standar Penilaian Acuan Patokan. Berdasarkan pencatatan dokumen yang dilakukan guru kelas, dari seluruh siswa yang berjumlah 35 orang dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70, siswa yang tergolong tuntas sebanyak 34 orang (100%). Jika dilihat dari Standar Penilaian Acuan Patokan, persentase penguasaan kompetensi pengetahuan siswa berada pada angka 87% yang berarti pada kategori tinggi. Jadi pencapaian kompetensi pengetahuan Matematika siswa belum sesuai harapan yaitu mencapai persentase sangat tinggi. Berdasarkan pemaparan tersebut akan dilakukan upaya untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran, dengan memberikan suatu tindakan pada kelas yang bersangkutan agar keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat ditingkatkan, yang akhirnya akan meningkatkan dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika adalah model Problem Based Learning berbantuan media interaktif. Menurut Arends (dalam Trianto, 2007: 68) bahwa Model problem based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa pada permasalahan yang autentik (nyata) sehingga diharapkan siswa dapat menumbuhkembangkan keterampilan tingkat yang lebih tinggi dan inkuiri, menyusun pengetahuannya sendiri, dan mengembangkan kemandirian dan kepercayaan dirinya. Dan dengan bantuan media interaktif maka pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Selain itu juga, media interaktif merupakan sistem media penyampaian yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga memberikan respon yang aktif dan respon itu yang menentukan kecepatan dan konskuensi penyajian. Berdasarkan hal tersebut untuk mengatasi masalah yang ada pada siswa kelas IIIB SD Laboratorium Undiksha dengan melakukan perbaikan pembelajaran dengan prosedur Penelitian Tindakan Kelas (P TK) dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Interaktif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IIIB di SD Laboratorium Undiksha”. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. Apakah penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IIIB SD Laboratorium Undiksha?. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas IIIB Laboratorium Undiksha melalui penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif. ## 2. Metode Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IIIB semester II tahun pelajaran 2017/2018 di SD Laboratorium Undiksha dalam muatan pelajaran Matematika. Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender pendidikan sekolah. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2018. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IIIB SD Laboratorium Undiksha yang berjumlah 34 orang dengan 24 orang siswa laki- laki dan 10 orang siswa perempuan. Siswa di kelas ini dipilih menjadi subjek penelitian karena ditemukan permasalahan-permasalahan seperti yang telah dipaparkan di dalam latar belakang. Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian. Dalam prosedur penelitian ini, penulis membahas tentang: (1) rancangan penelitian; (2) variabel penelitian; (3) metode dan instrument pengumpulan data; dan (4) metode dan teknik analisis data. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Mulyasa (2009: 11), “penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan ( treatment ) yang sengaja dimunculkan”. Berkenaan dengan pengertian tersebut, penelitian ini juga akan melakukan suatu perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran pada setiap siklus penelitian. Perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran dilakukan pada mata pelajaran Matematika kelas IIIB semester genap di SD Laboratorium Undiksha Singaraja. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Pada satu siklus penelitian terdiri dari empat tahapan. Menurut Agung (2005: 91) keempat tahapan tersebut adalah, “perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi”. Pelaksanaan kedua siklus ini dapat digambarkan dalam model seperti gambar berikut. Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, dkk., 2014:16) Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data kompetensi kompetensi pengetahuan. Metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Nurkancana (dalam Agung, 2005) menyatakan bahwa tes adalah suatu cara mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan. Senada dengan Nurkancana, Agung (2005: 92) menyatakan bahwa, “Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang atau kelompok orang yang dites”. Kemudian Saifuddin (dalam Agung, 2005) menyatakan bahwa dilihat dari wujud fisiknya, suatu tes tidak lain dari sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan atau yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas- tugas tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode tes pada hakikatnya merupakan cara pengumpulan data dengan memberikan beberapa pertanyaan atau tugas yang semuanya harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta tes ( testee ). Pengumpulan data mengenai hasil belajar matematika dalam penelitian ini, dikumpulkan melalui tes tertulis yang dilakukan pada akhir siklus. Tes hasil belajar siswa yang digunakan yaitu dalam bentuk tes uraian yang terdiri dari 10 soal sesuai dengan materi yang telah dibelajarkan . Instrumen pengumpulan data merupakan alat-alat yang dipergunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah penelitian. Penggunaan instrumen pengumpulan data bertujuan agar ketika menerapkan metode penelitian dapat memperoleh data yang lebih baik. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang hasil belajar matematika. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data tentang hasil belajar matematika pada kompetensi pengetahuan adalah tes uraian yang terdiri dari 10 soal. Setiap item diberikan skor 2 bila cara dan jawaban benar, 1 bila cara atau jawaban benar dan skor 0 untuk siswa yang jawabannya salah atau tidak menjawab. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah skor tersebut merupakan skor hasil belajar matematika. Rentang skor yang mungkin diperoleh siswa adalah 0-20. Skor 0 merupakan skor minimal ideal dan skor 20 merupakan skor maksimal ideal hasil belajar. Penyusunan instrumen tes hasil belajar matematika pada kompetensi pengetahuan berpedoman pada kisi-kisi tes yang telah disusun berdasarkan kompetensi yang dicapai. Data yang telah dikumpulkan, baik data skor hasil belajar siswa, akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Agung (2014: 110) menyatakan bahwa, “Metode analisis deskriptif kuantitatif ialah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenai suatu objek yang diteliti, sehingga diperoleh kesimpulan umum”. Analisis data hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Dalam analisis ini akan dihitung nilai hasil belajar individu, rata-rata skor hasil belajar siswa, dan persentase rata- rata skor hasil belajar siswa. Menghitung Hasil Belajar Secara Individu (1) Menghitung Rata-rata Hasil Belajar Siswa M = (2) (Koyan, 2012:18) Keterangan: M = Rata-rata hasil belajar siswa = Jumlah seluruh skor hasil belajar siswa Menghitung Persentase Rata-Rata Hasil Belajar Siswa M% = x 100% (3) (Agung, 2014: 144) Keterangan : M %= Persentase rata-rata hasil belajar siswa M = Rata-rata hasil belajar siswa SMI = Skor Maksimal Ideal Hasil analisis persentase rata-rata siswa yang telah diperoleh, selanjutnya dikonversikan kedalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima dengan berpedoman pada kriteria di bawah ini. Tabel 1. Kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Lima tentang Hasil Belajar Siswa Persentase Penguasaan Kategori 90 – 100 Sangat Tinggi 80 – 89 Tinggi 65 – 79 Sedang 55 – 64 Rendah 00 – 54 Sangat Rendah Sumber: Agung (2014:118) Keberhasilan penelitian ini ditandai dengan adanya peningkatan hasil belajar Matematika siswa kearah yang lebih baik. Adapun indikator keberhasilan penelitian ini, yaitu sebagai berikut. Hasil belajar matematika siswa secara keseluruhan minimal mencapai 80% nilai 80 dan presentase hasil belajar matematika siswa secara keseluruhan minimal mencapai 90% pada kategori sangat tinggi. ## 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada siswa kelas III B semester genap di SD Laboratorium Undiksha, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2017/2018 pada muatan pelajaran Matematikan pada pembelajaran tematik dengan jumlah subjek yaitu 34 orang siswa. Secara umum, pelaksanaan pembelajaran selama penelitian ini telah berlangsung sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun dengan penerapan model pembelajaran problem baseb learning berbantuan media interaktif. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri atas 3 kali pertemuan yaitu 2 kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan 1 kali pertemuan untuk pelaksanaan tes hasil belajar matematika. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas IIIB setelah penerapan model problem baseb learning berbantuan media interaktif. Adapun hasil penelitian yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut. Pelaksanaan tindakan pada siklus I sudah dilakukan dengan mengikuti prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang telah ditetapkan, yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi atau evaluasi sampai dengan refleksi. Adapun hasil penelitian siklus I yang berupa data hasil belajar Matematika siswa kelas IIIB SD Laboratorium Undiksha adalah sebagai berikut. Setelah diadakan tes hasil belajar pada akhir siklus, maka diperoleh data hasil belajar Matematika siswa pada siklus I . Berdasarkan hasil analisis data siklus I, menunjukkan bahwa sebanyak 26 atau 76,47% siswa memperoleh nilai minimal 80. Berdasarkan perhitungan diperoleh persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa secara klasikal pada siklus I adalah 82,75%. Persentase rata-rata hasil belajar ini kemudian dikonversikan ke dalam penilaian acuan patokan (PAP) skala lima maka persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa secara klasikal pada siklus I, yaitu 82,75% berada pada rentang 80-89 dengan kategori “Tinggi”. Pelaksanaan pembelajaran Matematika pada siklus I dengan penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif, belum berhasil. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data siklus I diperoleh data hasil belajar pengetahuan Matematika secara klasikal persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa pada siklus I adalah 82,75%. berada pada kategori tinggi. Selain itu, sebanyak 26 atau 76,47% siswa sudah memperoleh nilai minimal 80 sedangkan sinya masih di bawah dari 80. Berdasarkan hasil observasi selama pelaksanaan tindakan siklus I, selanjutnya diadakan kegiatan refleksi untuk mengkaji kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I. Berikut akan diuraikan kendala-kendala yang dihadapi pada pelaksanaan tindakan siklus I yaitu sebagai berikut. Siswa kurang disiplin dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat ketika siswa membaca materi pada buku sumber, masih ada beberapa siswa yang bercanda dengan temannya sehingga suasana ruang belajar menjadi kurang nyaman, pada akhir pembelajaran, siswa belum mampu menyimpulkan dengan baik konsep yang telah dipelajari, dan kurangnya kerjasama antar siswa dalam satu kelompok. Dalam satu kelompok yang berjumlah 4 sampai 5 orang siswa, hanya 1 atau 2 orang siswa saja yang mengerjakan LKPD sedangkan siswa yang lain hanya diam. Sehingga siswa belum mampu memecahkan dengan maksimal permasalahan yang terdapat pada LKPD. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, penelitian dipandang perlu dilanjutkan ke siklus II untuk lebih mencapai indikator keberhasilan yang diharpakan. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus II. Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi selama pelaksanaan tindakan siklus I, selanjutnya dilakukan diskusi bersama guru kelas IIIB untuk mencari alternatif penyelesaian sebagai perbaikan tindakan pada siklus II. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut. Guru harus bersikap tegas dan memberikan bimbingan kepada siswa agar selalu bersikap disiplin dalam mengikuti pembelajaran terutama pada saat membaca buku, guru lebih membimbing siswa dalam kegiatan menyimpulkan pembelajaran, yaitu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan sehingga siswa mampu menyimpulkan sendiri konsep yang telah dipelajari.dan memberikan bimbingan atau perhatian ke beberapa kelompok agar siswa dapat bekerja secara bersama- sama dan tak ada yang berdiam diri dalam melaksanakan pemecahan masalah berdasarkan LKPD. Hasil refleksi pada siklus I digunakan sebagai pedoman untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan siklus II untuk lebih meningkatkan hasil belajar Matematika siswa. Perencanaan pada siklus II sama dengan perencanaan pada siklus I, tetapi disesuaikan dengan rumusan refleksi pada siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah dilakukan dengan mengikuti prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang telah ditetapkan, yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi atau evaluasi sampai dengan refleksi. Adapun hasil penelitian siklus II yang berupa data hasil belajar Matematika siswa kelas IIIB di SD Laboratorium Undiksha adalah sebagai berikut. Setelah diadakan tes hasil belajar pada akhir siklus, maka diperoleh data hasil belajar Matematika siswa pada siklus II. Berdasarkan hasil analisis data siklus II, menunjukkan bahwa sebanyak 30 atau 88, 23% siswa memperoleh nilai minimal 80. Berdasarkan perhitungan diperoleh persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa secara klasikal pada siklus II adalah 90,1%. Persentase rata-rata hasil belajar ini kemudian dikonversikan ke dalam penilaian acuan patokan (PAP) skala lima yang merujuk pada tabel tentang kriteria penilaian acuan patokan (PAP) skala lima tentang hasil belajar siswa, maka persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa secara klasikal pada siklus II, yaitu 90,1% berada pada rentang 90-100 dengan kategori “Sangat Tinggi”. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, hasil yang dicapai siswa setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II yaitu mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan hasil belajar pengetahuan Matematika sebagai berikut. Hasil belajar siswa secara klasikal persentase 90,1% berada pada kategori sangat tinggi. Selain itu sebanyak 34 atau 88,23% siswa memperoleh nilai minimal 80. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning berbantuan media interaktif sudah berlangsung dengan baik. Semua indikator keberhasilan yang ditetapkan sudah terpenuhi pada siklus II, sehingga penelitian ini dapat dikatakan sudah berhasil . Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II merupakan perbaikan dari pelaksanaan pembelajaran siklus I. Berdasarkan data yang telah terkumpul pada siklus II setelah diadakan perbaikan dari kekurangan yang ada pada siklus I, adapun hal-hal yang tampak saat pelaksanaan tindakan siklus II yaitu sebagai berikut. Sudah tidak ada lagi siswa yang bercanda ketika sedang membaca materi pada buku sumber, sehingga suasana ruang belajar menjadi tenang dan nyaman, siswa sudah mampu menyimpulkan dengan baik konsep yang telah dipelajari, dan siswa sudah mau bekerja sama dengan anggota kelompoknya dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa mampu memecahkan permasalahan yang terdapat pada LKPD. Pada refleksi siklus II juga dilakukan refleksi akhir dengan tujuan untuk memperoleh gambaran umum mengenai hasil belajar pengetahuan Matematika dalam penelitian ini. Terjadi peningkatan kuantitas siswa yang memperoleh nilai minimal 80 sebanyak 4 siswa dengan rincian 26 siswa pada siklus I menjadi 30 siswa pada siklus II. Persentase rata- rata hasil belajar pengetahuan Matematika secara klasikal pada siklus I mengalami peningkatan dari 82,75% menjadi 90,1% pada siklus II sebesar 13,63%. Untuk lebih jelasnya, ringkasan peningkatan hasil belajar serta ketuntasan klasikal hasil belajar Matematika siswa kelas IIIB SD Laboratorium Undiksha Tahun Pelajaran 2017/2018 dapat diamati pada tabel berikut ini. ## Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Penelitian Objek Penelitian Siklus I Siklus II Besar Peningkatan Hasil Belajar Pengetahuan Matematika Kuantitas siswa yang memperoleh nilai minimal 80 26 atau 76,47% 30 atau 88,23% 4 Atau 11.76% Persentase rata-rata 82,75% 90,1% 7, 35% Tinggi Sangat tinggi Dari hasil perbandingan antara hasil yang telah dicapai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan, dapat dijadikan pedoman untuk mengambil suatu keputusan bahwa Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dapat dihentikan pada siklus II. Penelitian ini dilaksanakan di SD Laboratorium Undiksha di kelas IIIB pada semester genap tahun pelajaran 2017/2018 dengan jumlah siswa sebanyak 34 orang yang terdiri 24 siswa laki- laki dan 10 orang perempuan. Pada penelitian ini yang diukur adalah hasil belajar pengetahuan Matematikamelalui penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif . Penelitian ini dirancang melalui beberapa siklus sampai mencapai indikator keberhasilan. Pada siklus I terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Apabila belum berhasil akan dilanjutkan ke siklus II yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi siklus II. Jika penelitian berhasil maka penelitian akan dihentikan karena telah mencapai target yang ditentukan. Hasil penelitian penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif menunjukkan hasil belajar matematika pada siklus I belum dapat mencapai indikator keberhasilan yaitu belum tercapainya 85% siswa mendapat nilai 80 serta persentase rata-rata hasil belajar pengetahuan Matematika siswa belum mencapai minimal 90% dengan kategori sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya beberapak kendala seperti beberapa orang siswa belum menunjukkan sikap disiplin dan percaya diri saat pembelajaran (lembar pengamatan sikap terlampir pada lampiran). Siswa yang kurang disiplin cenderung bermain dengan temannya saat kegiatan diskusi kelompok. Dalam pembelajaran siswa juga belum dapat menyampaikan kesimpulan dengan baik dan beberapa siswa yang tidak mau untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah. Maka dari itu segala upaya dirancang untuk menanggulangi kelemahan pada siklus I dan selanjutnya akan dilaksanakan pada siklus II. Pada siklus II, segala yang dirancang dan diupayakan berjalan dengan lancar sehingga pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar pengetahuan Matematika. Berdasarkan analisis siklus I, kuantitas siswa yang mendapat nilai minimal 80 yaitu sebanyak 26 atau 76,47%, sehingga masih ada 8 siswa yang mendapatkan nilai dibawah 80. Sedangkan pada siklus II kuantitas siswa yang mendapat nilai minimal 80 sebanyak 30 orang atau mencapai 90,1% hanya terdapat 4 siswa yang belum mendapat nilai 80. Kemudian, hasil analisis siklus I tentang persentase hasil belajar pengetahuan Matematika mencapai 82,75% berada pada kategori tinggi. Sedangkan pada siklus II mencapai 90,1% berada pada kategori hasil belajar pengetahuan Matematika sangat tinggi Hasil penelitian menunjukkan kuantitas siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu siswa yang memperoleh nilai minimal 80 mengalami peningkatan sebanyak 4 siswa atau 11,76%, sedangkan persentase rata-rata hasil belajar pengetahuan Matematika menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 7,35%. Pada proses pembelajaran siklus I, masih ada siswa yang menunjukkan sikap belum disiplin dan belum percaya diri. Namun setelah dilakukan refleksi dan perbaikan pada proses pembelajaran mampu memenuhi tujuan yang sudah disampaikan guru pada awal pembelajaran. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Gunantara (2014) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V” menunjukkan bahwa bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika. Dan juga Yusniawati (2011). Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Tata Surya dengan Menggunakan Media Interaktif Animasi 3 Dimensi pada Siswa Kelas VI SD Negeri 02 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabu paten Karanganyar” menunjukkan bahwa meningkatnya kemampuan siswa dari sebelum dan sesudah tindakan. Pada siklus I nilai rata- rata kelas 54,91 dan siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 74,15. Selain itu prosentase siswa yang memperoleh nilai diatas 61 mengalami peningkatan prosentase pada kondidi awal 35%, pada siklus I menjadi 65%, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 87%. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena semua indikator keberhasilan yang ditetapkan sudah tercapai pada siklus II. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IIIB di SD Laboratorium Undiksha Tahun Pelajaran 2017/2018. ## 4. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IIIB di SD Laboratorium Undiksha Tahun Pelajaran 2017/2018. Berdasarkan analisis siklus I, kuantitas siswa yang mendapat nilai minimal 80 yaitu sebanyak 26 atau 76,47%, sehingga masih ada 8 siswa yang mendapatkan nilai dibawah 80. Sedangkan pada siklus II kuantitas siswa yang mendapat nilai minimal 80 sebanyak 30 orang atau mencapai 88,23% hanya terdapat 4 siswa yang belum mendapat nilai 80. Kemudian, hasil analisis siklus I tentang persentase hasil belajar pengetahuan Matematika mencapai 82,75% berada pada kategori tinggi. Sedangkan pada siklus II mencapai 90,1% berada pada kategori hasil belajar pengetahuan Matematika sangat tinggi Hasil penelitian menunjukkan kuantitas siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu siswa yang memperoleh nilai minimal 80 mengalami peningkatan sebanyak 4 siswa atau 11,76%, sedangkan persentase rata-rata hasil belajar pengetahuan Matematika menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 7,35%. Pada proses pembelajaran siklus I, masih ada siswa yang menunjukkan sikap belum disiplin dan belum percaya diri. Namun setelah dilakukan refleksi dan perbaikan pada proses pembelajaran mampu memenuhi tujuan yang sudah disampaikan guru pada awal pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian, disampaikan beberapa saran sebagai berikut. Bagi Kepala SD Laboratorium Undiksha, hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi dalam mengarahkan para guru dalam kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif, bagi guru, model pembelajaran problem based learning berbantuan media media interaktif dapat dijadikan salah satu alternatif desain pembelajaran yang sesaua pada muatan pelajaran Matematika atau muatan yang lain yang bertujuan untuk agar siswa mampu memecahkan permasalahan dan membangun pengetahuannya sendiri, dan bagi peneliti lain, yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan sejenis tentang penerapan model problem based learning berbantuan media interaktif, hendaknya lebih memperhatikan kendala-kendala yang dihadapi dan dicarikan solusi yang tepat agar indikator keberhasilan penelitian dapat tercapai. ## Daftar Rujukan Agung, A. A. Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar . Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. -------. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan . Malang: Aditya Media Publishing. Arikunto, Suharsimi. dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: Bumi Aksara . Gunantara. 2014. “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD. Vol. 2, No. 1 Tahun 2014. Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan: Teknik Analisis Data Kuantitatif . Singaraja: Undiksha Press. Mulyasa, H. E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2007. Model-model pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik . Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yusniawati, Ika. 2011. “Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Tata Surya dengan Menggunakan Media Interaktif Animasi 3 Dimensi pada Siswa Kelas VI SD Negeri 02 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar”.
3b112408-a34b-4394-aa8e-c29d19996618
https://jurnaledukasia.org/index.php/edukasia/article/download/56/51
## Volume 2 Issue 2 (2021) 289-300 Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ## ISSN: 2721-1169 (Online), 2721-1150 (Print) ## UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING DI KELAS VI SDN BENDOGERIT 2 KOTA BLITAR ## Ericca Retna Kusumawati Guru SDN Bendogerit 2 Kota Blitar ## Email: [email protected] Abstract: Science learning in SD/MI is a learning that must use my direct learning experience to form good understanding and cognitive. What has been conveyed in experience is that learning delivered to elementary/MI children must overcome problems by using a way of thinking and giving students gain. In learning science about the special characteristics of living things in class VI SDN Bendogerit 2, Sananwetan District, Blitar City, it can show poor learning outcomes, especially in online learning. Learning outcomes can be seen from 20 students who achieved completeness only 6 students or 30% with a classical average value of 47.5. This value is due to the lack of learning by doing separate experiences and the existence of barriers to online learning. In this case the sixth grade teacher conducts classroom action with qualitative descriptive research, with a learning method that seeks to improve students' conceptual understanding. Experience-Based Learning Method (Experiential Learning) is a model of the teaching and learning process that activates learners to build knowledge and skills through direct experience. Abstrak: Pembelajaran IPA di SD/MI merupakan suatu pembelajaran yang harus menggunakan pengalaman belajar langsung gua membentuk pemahaman dan kognitif yang baik. Dimana yang telah disampaikan piaget dimaksudkan bahwa pembelajaran yang disampaikan kepada anak usia SD/MI harus menekankan terhadap pemecahan masalah dengan menggunakan berpikir konkrit dan membawa siswa memperoleh pengalaman. Pada pembelajaran IPA tentang Ciri Khusus Makhluk Hidup di kelas VI SDN Bendogerit 2 Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, dapat menunjukkan hasil belajar yang kurang bagus, terutama dalam pembelajaran online. Hasil belajar dapat diketahui dari 20 siswa yang mencapai ketuntasan hanya 6 siswa atau sebesar 30% dengan nilai rata-rata klasikal 47,5. Nilai demikian disebabkan kurangnya pembelajaran dengan cara melakukan pengalaman tersendiri dan adanya hambatan pembelajaran secara online. Dalam hal ini guru kelas VI melakukan penelitian tindakan kelas dengan penelitian Deskriptif kualitatif, dengan sebuah metode pembelajaran yang diupayakan untuk meningkatkan peningkatan pemahaman konsep siswa. Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Eksperiential Learning) merupakan suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Keywords: Konsep IPA; Makhluk Hidup, Pembelajaran online, Metode Eksperiential Learning Copyright (c) 2021 Ericca Retna Kusumawati Received 21 Juni 2021, Accepted 26 Juli 2021, Published 08 Agustus 2021 ## PENDAHULUAN Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang membuat siswa memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan siswa untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Selain sebagai proses dan produk, pernah menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai aspirasi, maupun inspirasi. 1 IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan kimia. 2 Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana termaktub dalam taksonomi bloom bahwa: diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: 1) kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi; 3) keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi; 4) sikap ilmiah, atara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama; 5) kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam; 6) apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturanperilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. 3 Kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Kelas VI UPT Satuan Pendidikan SDN Bendogerit 2 Kecamatan Sanawetan Kota Blitar, dapat diketahui pembelajaran secara online kurang adanya kegiatan yang bisa menumbuhkan pengalaman bagi siswa. Kegiatan belajar online di 1 Joesoef, Daoed , “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto (ed). Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta . Jakarta: Kompas. 2001 2 Laksmi Prihantoro. Tujuan pembelajaran IPA . Jakarta : Bumi Aksara. 1986 3 Ayub, Putu dan Sujoko Edy. Revisi Taksonomi Pembelajaran Benyamin S. Bloom. Salatiga: FKIP Universitas Kristen Satya Wacana. masa pandemi Covid-19 ini, guru hanya memberikan materi pembelajaran berdasarkan video pembelajaran ataupun berdasarkan buku, kemudian pemberian tugas. Hasil yang diperoleh dari pembelajaran online tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari 20 siswa yang mencapai nilai ketuntasan hanya 6 siswa atau sebesar 30% dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ang ditentukan yaitu nilai 80. Rata-rata nilai hasil evaluasi dengan pemberian link untuk dikerjakan siswa secara individu hanya mendapatkan nilai rata-rata 47,5, nilai tersebut masih sangat kurang untuk nilai kelas VI. Sesuai dengan hal tersebut guru melakukan penelitian terhadap kegiatan pembelajaran, guru bertindak juga sebagai peneliti/observer dalam penelitian tidakan kelas. Pada penelitian ini menggunakan sebuah metode atau model pembelajaran, agar pembelajaran online memperoleh hasil yang baik. Model pembelajaran yang digunakan peneliti adalah Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Experiential Learning atau pembelajaran berbasis pengalaman dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. “Belajar sebagai “proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui perubahan bentuk pengalaman”. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi pemahaman dan mentrasnformasikan pengalaman. Bahwa “ Experiential Learning adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran bukan hanya materi yang bersumber dari buku atau pendidik”. 4 Experiential Learning merupakan sebuah model holistik dari proses pembelajaran di mana manusia belajar, tumbuh dan berkembang. Penyebutan istilah Experiential Learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience pengalaman berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme. Bahwa model pembelajaran yang lazim diterapkan dalam life-skills training adalah structured experience . Model structured experience diartikan bahwa pengalaman terstruktur merupakan situasi pembelajaran yang didasarkan pada model pembelajaran eksperiensial. Model ini lebih bersifat induktif daripada deduktif, memberikan pengalaman belajar langsung daripada lewat pengalaman orang lain, dan para partisipan diberi kesempatan menemukan sendiri makna hasil 4 Fathurrohman, M. Model-Model Pembelajaran Inovatif . Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA. 2015 belajarnya serta menguji sendiri kesahihan pengalamannya itu. 5 Experiential Learning mengacu pada keterlibatan peserta didik dalam kegiatan kongkret yang membuat mereka mampu untuk mengalami apa yang tengah mereka pelajari. Experiential Learning didasarkan pada pengalaman hidup yang nyata dan pengalaman terstruktur serta mensimulasikan pengalaman nyata. Kemudian pengalaman ini memberikan kesempatan untuk merefleksikan kegiatan tersebut. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Experiential Learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada pengalaman belajar. Individu yang telah mengalami proses pembelajaran, diberikan kesempatan untuk dapat memaknai hasil belajarnya. 6 Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas peneliti akan melakukan penelitian pembelajaran IPA tentang Ciri-ciri Makhluk Hidup dengan menggunakan model pembelajaran Experiential Learning di kelas VI. Adapun Kompetensi Dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3.3 Mengalisis cara makhluk hidup menyesuaikan diridengan lingkungan, dan 4.3 Menyajikan karya tentang cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sebagai hasil penelusuran berbagai sumber. Judul yang dapat digunakan dalam pnelitian ini adalah “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Ciri Khusus Makhluk Hidup dengan Model Pembelajaran Experiential Learning di Kelas VI SDN Bendogerit 2 Kota Blitar”. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif Deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivism, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasilnya lebih menekankan makna dari pada generalisasi. 7 5 Pfeiffer, J. W., & Jones, J. E. Reference guide to handbooks and annuals: volumes I-VII and'72-'79 annuals . University Associates. 1979 6 Silberman, Mel. Handbook of Experiental Learning Experiental Learning: Strategi Pembelajaran dari Dunia Nyata . Bandung: Nusa Media. 2014 7 Sugiyono . Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B . Bandung: Alfabeta. 2012 . ## Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Ciri Khusus Makhluk Hidup Dengan Model Pembelajaran Experiential Learning di Kelas VI SDN Bendogerit 2 Kota Blitar Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI UPT Satuan Pendidikan SDN Bendogerit 2 Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Jumlah siswa adalah 20 siswa yang terdiri dari 10 siswa putra dan 10 siswa putri. Pelaksanaan kegiatan pada pertengahan bulan Agustus 2021, pada semester 1 Tahun Pelajaran 2021/2022. Peneliti adalah Ericca Retna Kusumawati, S. Pd yang merupakan guru kelas VIA. Muatan pelajaran adalah IPA, dengan materi pembelajaran adalah Ciri-ciri Khusus Makhluk Hidup, pada Kompetensi Dasar 3.3 Mengalisis cara makhluk hidup menyesuaikan diridengan lingkungan, dan 4.3 Menyajikan karya tentang cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sebagai hasil penelusuran berbagai sumber. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu tindakan reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Sudarsono (2002:24) memberikan batasan tentang penelitian tindakan kelas yaitu suatu bentuk penelitian yang bersifat refleksif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktek pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada kelas yang langsung peneliti terlibat di dalamnya atau kelas yang diajar, bertujuan bukan hanya sebagai solusi untuk mengatasi masalah, tetapi juga melibatkan pengajar sendiri secara aktif dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Teknik tes, (2) Teknik observasi, dan (4) Teknik dokumentasi. Langkah-langkah analisis data yang digunakan yang membagi proses penelitian tindakan menjadi tahap-tahap: (1) studi dan perencanaan; (2) pengambilan tindakan; (3) pengumpulan dan analisis kejadian; (4) refleksi. Bahwa untuk mengatasi masalah, diperlukan studi dan perencanaan. Masalah ditemukan berdasarkan pengalaman empiris yang ditemukan sehari-hari. Setelah masalah teridentifikasi, 8 kemudian direncanakan tindakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan dan mampu dilaksanakan oleh peneliti. Perangkat yang mendukung tindakan (media, RPP) disiapkan pada tahap perencanaan. Setelah rencana selesai disusun dan disiapkan, tahap berikutnya adalah pelaksanaan tindakan. Setelah dilakukan tindakan, peneliti kemudian mengumpulkan semua data/informasi/kejadian yang ditemui dan menganalisisnya. Hasil analisis tersebut kemudian dipelajari, dievaluasi, dan ditanggapi dengan rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah yang masih ada. Putaran tindakan ini berlangsung terus, sampai masalah dapat diatasi. 8 Riel, M. Understanding Action Research, Center For Collaborative Action Research. Available at http://cadres.pepperdine.edu/ccar/define.html . 2007 ## Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Ciri Khusus Makhluk Hidup Dengan Model Pembelajaran Experiential Learning di Kelas VI SDN Bendogerit 2 Kota Blitar Acuan nilai ketuntasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kiteria Ketuntasan Mininimal (KKM). Adapun KKM dari mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 75, sehingga siswa yang mendapatkan nilai kurang dari KKM dinyatakan tidak tuntas, serta apabila nilai rata-rata kelas di bawah KKM juga perlu pembelajaran perbaikan dengan melanjutkan ke siklus berikutnya hingga mencapai ketuntasan. Apabila siswa memenuhi KKM yang ditentukan maka siswa tersebut dikatakan tuntas tetapi tetap mengikuti pembelajaran siklus berikutnya sampai siswa yang lain tuntas, agar dapat memperoleh ketuntasan secara klasikal. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kegiatan wawancara yang dilaksanakan pada tiap siklus serta pemberian angket setelah kegiatan pembelajaran selesai. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif dideskripsikan menjadi data kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian deskriptif dapat dianalisis dengan teknik persentase. Data yang sudah dipersentase dikualifikasikan menjadi data kualitatif. Sementara itu data kualitatif merupakan data yang ditampilkan dalam bentuk deskripsi-deskripsi. ## HASIL PENELITIAN Model pembelajaran experiential adalah suatu model proses belajar belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung. Pengalaman tersebut sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. 9 Enam proposisi dalam Experiential Learning , yaitu: (1) pembelajaran yang terbaik dimaknai sebagai proses, bukan dalam istilah hasil; (2) semua pembelajaran adalah pembelajaran yang berulang; (3) pembelajaran menyediakan resolusi konflik mode yang berlawanan secara dialektis dari adaptasi pada dunia; (4) pembelajaran adalah proses holistik dari adaptasi pada dunia dan tidak hanya hasil dari kognisi; (5) pembelajaran menghasilkan transaksi yang sinergis antara individu dan lingkungan; dan (6) pembelajaran adalah proses mengkreasi pengetahuan. 10 Model pembelajaran experiential adalah belajar sebagai proses mengkontruksi pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang berbuat aktif maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini disebabkan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata. Pada pembelajaran IPA sangatlah sesuai dengan pengertian dan manfaat pembelajaran Experiential Learning , karena 9 Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2015. 10 Kolb , D. Experiential Learning . New Jersey : Prentice-Hall, Inc. 1984 siswa dapat belajar tidak hanya fokus pada buku ajar tetapi juga bisa belajar dari lingkungan sehingga mendapatkan pengalaman tersendiri dari belajarnya. 11 Pada kegiatan penelitian pembelajaran siklus 1 yang digunakan sebagai pembelajaran perbaikan pada pra tindakan, peneliti menggunakan model pembelajaran Experiential Learning dalam pembelajaran Ciri-ciri Khusus Makhluk Hidup. Pembelajaran siklus 1 dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 Agustus 2021 dengan berpedoman perbaikan pembelajaran pra tindakan. Perbaikan pembelajaran meliputi: 1) Perbaikan dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran secara online , 2) Memasukkan model pembelajaran Experiential Learning dalam kegiatannya, 3) Siswa difokuskan pada pembelajaran secara langsung di rumah siswa, 4) Penilaian dari segi hasil pengalaman dalam pengamatan di lingkungan siswa tentang ciri-ciri Khusus Makhluk Hidup dan dari pengerjaan soal evaluasi. Kegiatan pembelajaran siklus 1 melalui tahap kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang diberikan oleh guru secara online melalui grup Whatsapp (WA). Pada kegiatan awal guru selalu memberikan ucapan salam, presensi, dan motivasi belajar dan menjaga kesehatan dalam bentuk teks. Pada kegiatan inti, guru selalu mengkombinasikan dengan membuat video pembelajaran sendiri ataupun dari Youtube. Pada pembelajaran tentang Ciri-ciri Khusus Makhluk Hidup ini, guru memfokuskan pada Ciri Khusus Tumbuhan. Pada kegiatannya yang menerapkan model pembelajaran Experiential Learning , siswa diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap tumbuhan- tumbuhan di sekitar siswa yang terkait dengan materi pembelajaran. Misalnya: siswa mencari bunga putri malu, bunga mawar, pohon nangka, dsb. Dimana tumbuhan-tumbuhan tersebut mengeluarkan ciri khusus yang dapat diamati oleh siswa. Hasil dari kegiatan tersebut difoto dan dicatat pada buku siswa, hasil dokumentasi siswa di kirim pada grup belajar online . Setelah kegiatan tersebut selesai dilanjutkan dengan mengerjakan soal evaluasi sebanyak 20 soal yang dikerjakan siswa melalui link sehingga peneliti dapat secara langsung mendapatkan hasilnya. Hasil observasi pada kegiatan pembelajaran siklus 1 ini dapat diketahui, proses pembelajaran secara online berjalan lancar dan grup belajar online menjadi aktif sekali dengan hasil dokumentasi siswa. Siswa melakukan kegiatan sendiri dan mendapatkan pengalaman tersendiri pada masa pandemi ini, siswa dapat belajar langsung pada lingkungan siswa. Hasil Refleksi siklus 1 ini bahwa pembelajaran sudah mengalami peningkatan, siswa lebih aktif dan guru lebih meningkatkan keprofesionalannya sebagai pendidik di masa pandemi. Hal yang perlu diperbaiki adalah adanya pengembangan dalam pembelajaran ciri khusus hewan dan peningkatan hasil belajar. Dapat diketahui 11 Kolb, D. A. Experiential Learning: Experience as the source of learning and development. Englewood Cliffs, N. J: Prentice-Hall. 1984. ## Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Ciri Khusus Makhluk Hidup Dengan Model Pembelajaran Experiential Learning di Kelas VI SDN Bendogerit 2 Kota Blitar hasil belajar siswa dalam siklus 1 ini dari 20 siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 11 siswa atau sebesar 55% dengan nilai rata-rata klasikal 62. Nilai tersebut sudah bagus tetapi belum mencapai ketuntasan yang diharapkan sehingga diperlukan pembelajaran perbaikan selanjutnya. Pembelajaran perbaikan siklus 2 dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 19 Agustus 2021, dengan pembelajaran mengacu terhadap hasil refleksi siklus 1. Kegiatan perbaikan pembelajaran pada siklus 2 ini hanya difokuskan pada pengembangan materi tentang Ciri Khusus Hewan dan Peningkatan hasil belajar siswa. Pada kegiatan pembelajarannya meliputi; Kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal pelaksanaannya memberikan ucapan salam, presensi, dan motivasi belajar. Pada kegiatan inti sebagai penerapan model pembelajaran Experiential Learning, siswa diberi kegiatan untuk mengamati hewan-hewan di lingkungan siswa dan melakukan dokumentasi terhadap perilaku hewan tersebut. Selain itu siswa harus mencatat hasil pengamatannya tersebut dalam buku tulis. Siswa mengamati ciri khusus hewan bebek, ayam, kambing, kucing, dsb yang ada di lingkungan siswa. Hasil kegiatan tersebut di kirimkan siswa dalam bentuk foto dan dikirimkan di WA kelas online , dan dilanjutkan dengan mengerjakan soal evaluasi melalui link yang diberikan guru. Hasil observasi dalam pembelajaran siklus 2 ini adalah siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, hasil dokumentasi siswa sangat beraneka ragam sehingga dapat menjadikan pameran di grup WA. Hasil refleksi pada siklus 2 ini, bahwa kegiatan semakin bagus dan aktif dalam mencari pengalaman baru siswa, yang semula siswa tidak tahu tentang ciri khusus hewan di sekitar siswa menjadi lebih tahu. Pada hasil penilaian soal evaluasi dari 20 siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 14 siswa atau sebesar 70% dengan nilai rata-rata klasikal mencapai nilai 73, nilai tersebut sudah meningkat tetapi masih belum mencapai ketuntasan yang ditentukan. Hal yang perlu diperbaiki adalah pengembangan pengetahuan tentang Ciri-ciri Khusus Makhluk Hidup tidak hanya di lingkungan siswa, sehingga jenis tumbuhan dan hewan lebih kompleks lagi, serta perlunya peningkatan hasil belajar. Siklus 3 dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 20 Agustus 2021 pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus 2. Pembelajaran difokuskan pada pengembangan materi pembelajaran Ciri- ciri khusus makhuluk hidup dan fungsinya, serta pengembangan dengan mencari banyak informasi dalam google dan Youtube dan lain sebaginya. Kegiatannya melalui grup WA dengan dengan urutan kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan inti pembelajaran dengan memberikan kesempatan siswa untuk mengamati tumbuhan dan hewan disekitar siswa dan dalam media sosial, siswa menuliskan jenis hewan dan tumbuhannya sebanyak 10 hewan dan 10 tumbuhan. Siswa menuliskannya hewan dan tumbuhan dalam tabel serta menuliskan fungsinya masing-masing berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya. Hasil dari menuliskan dikirimkan ke guru untuk di nilai. Setelah kegiatan tersebut selesai dilanjutkan dengan mengerjakan soal evaluasi untuk mengukur pemahaman konsep siswa. Hasil observasi dalam pembelajaran siklus 3 ini dapat diketahui kegiatan semakin menyenangkan, sehingga siswa bersemangat untuk mencari informasi dari lingkungan dan dari media sosial. Hasil dari kegiatan tersebut sangat beraneka ragam sehingga menambah pengalaman siswa dalam mengetahui fungsi dari ciri-ciri yang dimiliki hewan dan tumbuhan. Hasil refleksi dalam pembelajaran siklus 3 ini dapat diketahui dari pengerjaan soal evaluasi banyak siswa yang mencapai krtuntasan. Dari 20 siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 19 siswa atau sebesar 95% dengan nilai rata-rata klasikal mencapai nilai 90. Dari hasil tersebut dapat diketahui pembelajaran ssemakin mengalami peningkatan dalam hasil belajarnya, sehingga tidak diperlukan pembelajaran perbaikan selanjutnya. ## PEMBAHASAN Langkah-langkah Model Experiential Learning , yaitu: 1) Tahap Persiapan (kegiatan pendahuluan), meliputi: a) Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu; b) Guru memberikan rangsangan dan motivasi kepada siswa. 2) Tahap Inti (kegiatan inti pada eksplorasi dan elaborasi), meliputi: a) Siswa dapat bekerja secara individual atau kelompok, dalam kelompok-kelompok kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman; b) Para siswa di tempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa mampu memecahkan masalah dan bukan dalam situasi pengganti; c) Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan sendiri, menerima konsekuen berdasarkan keputusan tersebut. 3) Tahap Akhir (Kegiatan penutup), meliputi: keseluruhan siswa menceritakan kembali tentang apa yang dialami sehubung dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas bermacam-macam pengalaman tersebut. 12 Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa model Experiential Learning lebih menekankan kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan berdampak pada hasil belajar siswa. Pembelajaran berlangsung dengan cara siswa berperan langsung dengan melihat pengalaman siswa. Siswa bebas untuk menyampaikan pendapat selama pembelajaran berlangsung, dan guru berperan sebagai fasilitator lalu siswa yang menjalankan perintah dari guru. Model Experiential Learning tidak hanya berpusat pada hasil belajar, namun juga memperhatikan proses belajar tersebut karena gaya belajar siswa yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan aktivitas siswa di dalam kelas berbeda-beda juga. 12 Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar . Jakarta : Bumi Aksara. 2001 Pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan Model Experiential Learning dapat meningkatkan kemampuan guru dalam berbagai hal. Peningkatan tersebut antara lain: 1) Peningkatan keterampilan mengajar, 2) Peningkatan dalam kemampuan menyusun RPP, 3) Peningkatan dalam memberdayakan mata pelajaran dengan lingkungan, 4) Menggali kemampuan untuk berfikir siswa dan menambah pengalaman siswa, dan 5) Meningkatkan kualitas pembelajarannya. Pada hasil observasi pembelajaran yang dilaksanakan tiap siklus pembelajaran dapat diketahui semakin meningkat dalam hasil belajar dan nilai rata-rata siswa. Kegiatan siswa dalam menemukan konsep dan memperoleh pengalaman sendiri sangat bagus dalam kegiatan pembelajaran online IPA. Adapun perubahan yang dialami siswa dengan materi pembelajaran Ciri-ciri khusus Makhluk Hidup dengan model pembelajaran Experiential Learning adalah: 1) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran online , 2) Siswa dapat belajar secara langsung dalam mencari pengetahuan, 3) Siswa memperoleh pengalaman sendiri dan tidak hanya melihat saja, 3) Hasil belajar siswa semakin meningkat. Adapun hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan Model Experiential Learning dapat digambarkan dalam grafik berikut ini: ## Grafik peningkatan pemahaman konsep IPA pada siklus 1, siklus 2, dan siklus 3 Grafik di atas dapat ditunjukkan bahwa pada ketidak tuntasan siswa mengalami penurunan, sedangkan dalam ketuntasan dan nilai rata-rata mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Pada ketidak tuntasan pada tiap siklusnya menurun, yaitu; siklus 1 sebesar 45%, siklus 2 sebesar 30%, dan siklus 3 sebesar 50%. Sedangkan dalam ketuntasan mengalami peningkatan yaitu: Siklus 1 sebesar 55%, siklus 2 sebesar 70%, dan siklus 3 sebesar 95%. Pada hasil peningkatan nilai rata-rata mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus 1 mencapai nilai 62 atau 62%, siklus 2 mencapai nilai rata-rata 73 atau 73%, dan siklus 3 mencapai nilai rata-rata 90 atau 90%. Hasil 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tidak tuntas Tuntas Rata-rata nilai Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 pembelajaran menggunakan model Experiential Learning dapat diketahui mengalami peningkatan dan dapat dikatakan guru mencapai keberhasilan dalam melaksanakan pembelajaran. ## PENUTUP Pembelajaran Experiential Learning merupakan pembelajaran yang dapat menambah pengalaman siswa secara langsung. Terutama dalam pembelajaran online , siswa dapat memanfaatkan pengalamannya dengan lingkungan sekitar. Pada pembelajarnnya guru harus lebih kreatif dalam memberdayakan materi pembelajaran, lingkungan siswa, dan hasil berupa nilai dan pengalaman bagi siswa. Model pembelajaran ini sangat berpengaruh sekali terhadap pemanfaatan hasil belajar dan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Experiential Learning menunjukkan kemajuan dalam kemampuan berfikir siswa, menemukan suatu konsep dan menambah pengalaman siswa. Dalam penilaian hasil belajar dapat diketahui peningkatannya yaitu: dalam hasil belajar ketuntasan Siklus 1 sebesar 55%, siklus 2 sebesar 70%, dan siklus 3 sebesar 95%. Pada hasil peningkatan nilai rata-rata mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus 1 mencapai nilai rata-rata 62, siklus 2 mencapai nilai rata-rata 73, dan siklus 3 mencapai nilai rata-rata 90. ## DAFTAR PUSTAKA Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2015. Ayub, Putu dan Sujoko Edy. Revisi Taksonomi Pembelajaran Benyamin S. Bloom . Salatiga: FKIP Universitas Kristen Satya Wacana. Fathurrohman, M. Model-Model Pembelajaran Inovatif . Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2015 Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar . Jakarta: Bumi Aksara. 2001 Joesoef, Daoed . “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto (ed). Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta . Jakarta: Kompas. 2001 Kolb, D. A. Experiential Learning: Experience as the source of learning and development. Englewood Cliffs, N. J.: Prentice-Hall. 1984. Kolb, D. Experiential Learning . New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 1984 Laksmi Prihantoro. Tujuan pembelajaran IPA . Jakarta: Bumi Aksara. 1986 Pfeiffer, J. W., & Jones, J. E. Reference guide to handbooks and annuals: volumes I-VII and'72-'79 annuals . University Associates. 1979 Riel, M. Understanding Action Research, Center For Collaborative Action Research. Available at http://cadres.pepperdine.edu/ccar/define.html . 2007 Silberman, Mel. Handbook of Experiental Learning Experiental Learning: Strategi Pembelajaran dari Dunia Nyata . Bandung: Nusa Media. 2014 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B . Bandung: Alfabeta. 2012.
4f8f55d9-d907-4b92-a0cc-b34a34f15436
https://jurnal.usk.ac.id/JPSI/article/download/17322/12655
Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Volume 8, Nomor 2, halaman 257-268, 2020 http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi p-ISSN: 2338-4379 e-ISSN: 2615-840X ## PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERINTEGRASI HIGH ORDER THINKING SKILL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP PERCAYA DIRI Inang Irma Rezkillah * , Haryanto Program Studi Pendidikan dasar PPs Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia *Corresponding Author: [email protected] DOI: 10.24815/jpsi.v8i2.17322 Received: 20 Juni 2020 Revised: 4 Agustus 2020 Accepted: 9 Agustus 2020 Abstrak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnnya kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri mahasiswa dalam menyelesaikan tugas perkuliahan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui: (1) pengaruh PBL terintegrasi HOTS terdapat kemampuan berfikir kritis; (2) pengaruh model pembelajaran problem based learning terintegrasi high order thinking skill terhadap sikap percaya diri mahasiswa; (3) pengaruh model pembelajaran problem based learning terintegrasi high order thinking skill terhadap kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri secara bersama-sama. Jenis penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperimen dengan pretest- posttest control design . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar semester 4 Univeristas Ahmad Dahlan. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling dengan memilih secara acak 2 dari 7 kelas. Teknik pengumpulan data yaitu angket dan tes dan dianalisis menggunakan independent t-test , MANOVA, dan uji Hotelling’s Trace . Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat pengaruh PBL terintegrasi HOTS terdapat kemampuan berfikir kritis; (2) terdapat pengaruh PBL terintegrasi HOTS terdapat sikap percaya diri mahasiswa; (3) terdapat pengaruh PBL terintegrasi HOTS terdapat kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri secara bersama-sama . Kata kunci : problem based learning , high order thingking skil , berfikir kritis, sikap percaya diri Abstract. This study aims to identify: (1) the impact of high order thinking skill integrated problem based learning on critical thinking skill; (2) the impact of high order thinking skill integrated problem based learning on student self-esteem; (3) the influence of high order thinking skill integrated problem based learning has both the critical thinking skill and self-esteem together. This study is an experimental quasi study with a pretest-posttest control design. The populationsof this study were the wholestudents of Primary School Teacher Education in the 4th semester of Ahmad Dahlan University by the year 2020/2021. This research used a random sampling technique. The data were analyzed using independent t-test and MANOVA, and Hoteling’s Trace test.The results showed that (1) there was an influence of HOTS integrated PBL that there are critical thinking skills; (2) there is an influence of HOTS integrated PBL that there is the confidence of the students; (3) there is an influence of HOTS integrated PBL that there arecritical thinking skills and confidence together. Keywords: problem-based learning; high order thinking skills; critical thinking; confidence ## PENDAHULUAN Pada era digital yang terjadi belakangan ini, orang dengan mudah mendapatkan informasi mengenai permasalahan yang terjadi disekitar kita bahkan di dunia. Informasi yang di dapatkan terkadang merupakan informasi yang tidak benar atau berita yang sudah lama terjadi dikaitkan dengan kejadian yang sedang terjadi atau menjadi buah Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 bibir di masyarakat. Survey Center for International Governance Innovation (CIGI) tahun 2019 menyebutkan bahwa indonesia menempatkan urutan ke dua yaitu 62% masyarakat terpapar berita palsu (Cigionline.org, 2019). Berdasarkan hasil wawancara dosen selaku Kepala Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Ahmad Dahlan menjelaskan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas lebih mengandalkan informasi internet yang tidak dapat dipertanggungjawabkan seperti blogspot, brainly, dan lain-lain. Minimalisir penyebaran informasi yang tidak benar mahasiswa perlu memiliki kecakapan dalam menghadapi abad 21 salah satunya critical thinking (Trilling & Fadel, 2009). Kemampuan berfikir kritis merupakan keterampilan yang sangat penting untuk menghadapi kompetensi di abad 21 (Kay, 2008). Sinurat dkk. (2020) menjelaskan kemampuan berfikir kritis sangat penting untuk meningkatkan kualitas bertahan hidup di abad 21. Kemampuan berfikir kritis lebih dalam menerima informasi dengan menelaah sumber informasi yang beredar dapat dipertanggung jawabkan atau tidak, membaca informasi dari berbagai sumber yang di rangkum menjadi sebauh kesimpulan. Moon (2008) yang menyatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang kompleks dimana seseorang dapat membuat keputusan atas bukti yang rasional diperkuat oleh Eggen (2012) yang mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kecenderungan seseorang untuk membuat dan menilai suatu kesimpulan berdasarkan bukti. Sedangkan menganalisis dan mengevaluasi dan alat untuk mencapai kemampuan berfikir kritis (Paul & Elder, 2008). Berfikir kritis merupakan aktivitas mental dalam mengevaluasi argument atau proposi dan membuat penilaian yang dapat memandu pengembangan kepercayaan dan mengambil tindakan (Geçit & Akarsu, 2017) Norris & Ennis (Nitko & Brookhart, 2011) mengkaji lima indikator yang membentuk kemampuan berpikir kritis yaitu (1) Memberikan penjelasan sederhana ( elementary clarification ); (2) Membangun keterampilan dasar ( basicsupport ); (3) Membuat kesimpulan( Inference ); (4) Membuat penjelasan lebih lanjut ( advance clarification ); (5) Strategi dan taktik ( strategies andtactics ). Kemudian informasi yang terima dapat disampaikan kepada orang lain sehingga diperlukan sikap percaya diri sejalan dengan Lautser (1978) sikap percaya diri merupakan aspek penting dalam kepribadian seseorang. kepercayaan diri termasuk dalam basicneed atau kebutuhan dasar (Maslow, 2002). Bastaman (1995) mengatakan bahwa ada dua macam konsep diri, konsep diri positif dan konsep diri negatif. Gael Lindenfield (1997) menjelaskan bahwa ada dua jenis rasa percaya diri pertama percaya diri lahir terdiri atas cinta diri, pemahaman diri, tujuan dan pikiran yang positif. Kedua, percaya diri batin terdiri atas komunikasi, ketegasan, penampilan diri, dan pengendalian perasaan. Pembentukan masyarakat yang mampu berfikir kritis dan percaya diri dapat dimulai dari calon pendidik generasi bangsa yaitu mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar. Dosen dalam menyampaikan materi kepada mahasiswa diperlukannya model yang dapat menumbuhkan kemampuan dan sikap percaya diri mahasiswa yaitu model pembelajaran problem based learning (PBL). Mulayani dkk. (2019) menunjukkan model pembelajaran PBL memberi pengaruh terhadap sikap percaya diri. Model pembelajaran merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung terbentuknya kemampuan berfikir kritis mahasiswa (Nafiah, 2014). Arends (2012) menjelaskan PBL merupakan model yang menggunakan pendekatan pada masalah autentik dapat membuat mahasiswa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi, inkuiri, memandirikan mahasiswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Marra dkk. (2014) PBL adalah suatu model pembelajaran instruksional yang mendorong mahasiswa belajar melalui suatu masalah yang autentik. Model pembelajaran PBL mendukung siswa untuk menemukan solusi dari permasalahan secara substansial dan relevan (Weiss, 2017). Arends (2008) mengungkapkan ada lima tahapan dalam pembelajaran model PBL yaitu (1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya ## Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 kepada mahasiswa; (2) mengorganisasikan mahasiswa untuk meneliti; (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok; (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Model PBL dintergarsi dengan soal-soal yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi yaitu HOTS yang di dalamnya meliputi kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Anderson & Krathwohl (2001) HOTS terdiri dari menganalisis, mengevalusi, dan menciptakan. PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang berdasarkan praktik dalam kehidupan sehari-hari yang membimbing mahasiswa untuk memahami lingkungan dengan baik dan rasional sehingga Problem based learning hanya semata-mata dibatasi oleh pengetahuan, tetapi dalam kenyataan meliputi kemampuan percaya diri dan sikap etis sebagai hasil dari pembelajaran (Agus, 2012). PBL menjadikan masalah sebagai alat untuk mengembang materi, keterampilan pemecahan masalah, dan regulasi diri (Akinoglu & Tandogan, 2007). Proses pembelajaran Problem based learning mahasiswa berpikir memecahkan masalah yang baru adalah kegiatan kompleks yang berhubungan erat satu dengan yang lain, model ini sangat realistis untuk pembelajaran sains yang melibatkan kecerdasan emosional dan pemikiran konsep mahasiswa (Zunanda & Sinulingga, 2015). Model Problem Based Learning dapat diterapkan pada perkuliahan khusunya terkait dengan IPA di penguruan tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Savin-Baden, 2003)yang mengemukakan bahwa PBL terus digunakan dalam beragam cara di berbagai disiplin ilmu di seluruh dunia. Apalagi, fokus utama komponen PBL adalah memungkinkan mahasiswa menggunakan pengetahuannya dan menerapkannya pada situasi sains (Peterson, Treagust, & Garnett, 1986). Melalui kegiatan pemecahan masalah pada model PBL dapat memberikan kesempatan yang luas kepada mahasiswa saling bertukar ide atau pendapat serta berpikir tingkat tinggi (termasuk didalamnya berpikir kritis) sehingga memperoleh pemahaman baru tentang konsep IPA yang sedang dipelajari. Trianto (2009), model PBL dalam kegiatan pemecahan masalah bertujuan untuk membimbing mahasiswa untuk percaya diri mandiri dan kolaboratif. Mahasiswa yang mandiri mencerminkan sikap salah satu indicator sikap percaya diri (Lie, 2004). Masek (2011) menjelaskan bahwa tujuan utama dalam pembelajaran model PBL yaitu membimbing mahasiswa untuk menjadi pribadi yang mampu untuk berkerjasama dan berkomunikasi dengan baik. Model pembelajaran PBL dapat memberi dampak positif terhadap kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya karena kegiatan pemecahan masalah yang menekankan mahasiswa untuk mengkontruksikan konsep pada masalah dunia. Berdasarkan uraian diatas penelitian akan melihat (1) apakah ada perbedaan signifikan penggunaan model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap kemampuan berfikir kritis; (2) apakah ada perbedaan signifikan penggunaan model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap sikap percaya di mahasiswa; (3) apakah ada perbedaan signifikan penggunaan model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya di mahasiswa. ## METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif jenis quasi eksperimen dengan pretest-posttest control design . (Creswell, 2014) menjelaskan tujuan quasi eksperimen untuk melihat hubungan sebab akibat yang melibatkan kelas control dan kelas ekperimen. Table 1. Design penelitian Kelas Pretest treatment Posttest Kelas Kontrol Pretest kelas control Pretest kelas kontrol Kelas Eksperimen Pretest kelas eksperimen PBL terintegrasi HOTS Posttest kelas eksperimen (Sumber: Borg & Gall, 2003) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa pendidikan dasar guru sekolah dasar semester 4 Universitas Ahmad Dahlan pada tahun ajaran 2020/2021. Sampel dilakukan dengan teknik proportionate stratified random sampling. Penentuan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak dengan cara pengundian. Hasil undian yang pertama keluar kelas F dan G menjadi kelas eksperimen sebanyak 100 mahasiswa dan kelas I dan J menjadi kelas control sebanyak 100 mahasiswa. Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan angket. Instrument penelitian yaitu soal tes dan lembar angket yang telah diuji validasi uji ahli dan validasi uji lapangan. Untuk menganalisanya menggunakan teknik pengujian statistik deskriptif dan menggunakan uji persyaratan analisis yang terdiri dari beberapa jenis pengujian antara lain uji normalitas dan uji homogenitas sedangkan uji t-test dan MANOVA digunakan sebagai pengujian hipotesis. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data. Untuk mendeskripsikan data pretest dan posttes kelas eksperimen dan control digunakan teknik statistik yang terdiri dari rata-rata, titik tengah, modus, skor minimum dan skor maksimum. Pada Gambar 1. mendeskripsikan rata-rata skor sebelum pemberian perlakuan (pretest) pada kemampuan berfikir kritis mahasiswa kelas ekperimen dan kelas kontrol. ## Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 0 5 10 15 20 Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek 4 Aspek 5 Aspek 6 Rat a- ra ta H asi l Prete st Ke m amp u an Be rf ikir Kritis Indikator Kemampuan Berfikir Kritis Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Gambar 1 . Diagram hasil pretest dan posttest kemampuan berfikir kritis Pada Gambar 1, skor rata-rata pretest kemampuan berfikir kritis kelas control dan kelas ekperimen telihat pada aspek 3 (menyesuaikan sumber) dan 4 (menbandingkan suatu istilah) memperoleh rata-rata paling rendah. Sedangkan rata-rata pada aspek 5 (bediskusi dengan teman) memperoleh rata-rata paling tinggi. Aspek 1 (menganalisis argument), 2 (menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi), 3 (menyesuaikan dengan sumber), dan 5(berdiskusi dengan teman) kelas control memiliki rata-rata lebih tinggi di bandingkan kelas eksperimen. Pada gambar 2 mendeskripsikan rata-rata skor sebelum pemberian perlakuan (pretest) pada kemampuan berfikir kritis mahasiswa kelas ekperimen dan kelas control. Skor rata-rata pretest kemampuan berfikir kritis kelas control dan kelas ekperimen telihat pada aspek 3 (menyesuaikan sumber) dan 4 (menbandingkan suatu istilah) memperoleh rata-rata paling rendah. Sedangkan rata- rata pada aspek 5 (bediskusi dengan teman) memperoleh rata-rata paling tinggi. Hasil posttest kelas ekperimen secara keselurahan terlihat lebih tinggi dibandingan dengan hasil rata-rata kelas control sehingga dapat disimpulkan bawa model pembelajaran PBL dapat memberikan pengaruh positif pada kemampuan berfikir mahasiswa. 0 5 10 15 20 Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek 4 Aspek 5 Aspek 6 Rat a- ra ta H asi l P o st tes t Ke m amp u an Be rf ikir Kritis Indikator Kemampuan Berfikir Kritis Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 G Gambar 2 . Diagram Hasil Pretest dan Posttest Sikap Percaya Diri Pada Gambar 2, skor rata-rata pretest sikap percaya kelas control lebih tinggi dibandingkan rata-rata kelas eksperimen terutama pada aspek 1 (merasa senang diperhatikan dan berbuat baik kepada orang). Kelas ekperimen pada aspek 8 (berani menghadpi resiko dan tantangan) memiliki rata-rata yang tinggi jika dilihat dari beberapa aspek pada kelas ekperimen. Skor rata-rata posttest sikap percaya kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan rata-rata kelas eksperimen terutama pada aspek 1, 3, 6, dan 8 (merasa senang diperhatikan dan berbuat baik kepada orang). Kelas ekperimen cendrung sama dengan hasil pretest dan sedikit mengalami peningkatan yang signifikan. Dapat disimpulkan bawa model pembelajaran PBL dapat memberikan pengaruh positif pada sikap percaya diri mahasiswa. Tahap kedua yaitu melakukan uji prasyarat melalui dua tahap yaitu uji normalitas dan uji homogenitas pada masing-masing kelompok. Hasil uji normalitas data kemampuan berfikir kritis kelas eksperimen dengan nilai signifikan 0.154 > 0.05 dan kelas control nilai signifikan 0.67 > 0.05. Maka data kemampuan berfikir kritis berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data sikap percaya kelas eksperimen dengan nilai signifikan 0.2 > 0.05 dan kelas control nilai signifikan 0.86 > 0.05. Maka data sikap percaya diri berdistribusi normal. Uji homogenitas data secara unvarians pertama, nilai signifikan kemampuan berfikir kritis sebesar 1.2> 0.05 artinya data homogen. Kedua, nilai signifikan kemampuan berfikir kritis sebesar 0.92> 0.05 artinya data homogeny. Uji homegenitas multivarians yaitu kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri mendapatkan nilai signifikan 0.67> 0.05 artinya data homogeny. Tahap terakhir yaitu uji hipotesis menggunakan independent sample T - test untuk unvariat dan MANOVA untuk multivariat. Witte & Witte (2017) menjelaskan bila masing- 0 1 2 3 4 5 Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek 4 Aspek 5 Aspek 6 Aspek 7 Aspek 8 H asi l Po stt es t Sika p P ercay a Diri Indikator Sikap Pecaya Diri Kelas Kontrol Kelas Eksperimen 0 1 2 3 4 Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek 4 Aspek 5 Aspek 6 Aspek 7 Aspek 8 H asi l Pr etes t Sika p P ercay a Diri Indikator Sikap Pecaya Diri Kelas Kontrol Kelas Eksperimen ## Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 masing data berdistribusi normal dan homogeny maka dapat melakukan uji hipotesis menggunakan independent sample T -test dan MANOVA. Berikut hasil uji hipotesis Table 2. hasil uji dengan independent sample T-test posttest kelas kontrol dan eksperimen Variable Nilai Signifikan Model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap kemampuan berfikir kritis 0,000 Model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap Sikap Percaya Diri 0,000 Pada Tabel 2 nilai probabilitas model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap kemampuan berfikir kritis lebih kecil dari 0.05 dan yang menunjukkan model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS berpengaruh terhadap kemampuan berfikir kritis. Faktor yang mempengaruhi yaitu memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran IPA. Kegiatan pembelajaran dimulai dari permasalahan yang terjadi disekitar. Hal ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menemukan pengetahuan baru kedalam pengetahuan prasyarat untuk menyelesaikan masalah secara aktif (Masek, 2011). Birgili (2015)menjelaskan proses perkulihan yang membimbing mahasiswa untuk aktif secara tidak sadar mahasiswa menciptakan inovasi solusi terhadap masalah yang terjadi disekitarnya. Kedua, selektif dalam memilih sumber untuk menyampaikan pendapat. Pada awal proses perkulihan mahasiswa lebih sering menggunakan sumber informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya mulai penerapan model pembelajaran PBL membimbing mahasiswa lebih selektif dalam memilih sumber informasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan Birgili (2015) bahwa penerapan model pembelajaran PBL membimbing untuk melihat sebuah gagasan secara analitis bukan dengan memulai pada tahap praduga namun memulai dengan pencarian bukti-bukti valid. Kemampuan berfikir yang dimiliki mahasiswa mulai terasah dan terbiasa sehingga dapat memberikan efek jangka panjang sejalan dengan Alimirzaloo & Hashemnezhad (2016) bahwa kegiatan memecahkan masalah menuntut untuk berfikir tingkat tinggi (HOTS) yaitu berfikir kritis. Ketiga, kemampuan mengidentifikasi suatu istilah pada kelas kontrol memiliki presentasi kebenaran lebih tinggi dibandingkan dengan kelas ekperimen. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusparini dkk. (2018)hasil kelas control pada indikator mendefinikan istilah memiliki persentasi yang tinggi. Hal ini disebabkan mahasiswa pada kelas ekperimen lebih cendrung menemukan suatu solusi dan memaknai setiap proses pembelajaran yang ada bila dibandingkan dengan kelas kontrol yang menghafal setiap istilah yang di sampai oleh guru. Devi (2018) dalam penelitian tindakan kelas menyampaikan hasil penelitan kelas yang menggunakan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mengajar. Nilai probabilitas model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS terhadap sikap percaya diri lebih kecil dari 0.05 sehingga model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS berpengaruh terhadap sikap percaya diri. Kepercayaan diri mahasiswa sebelum memulai kegiatan perkulihan menggunakan model pembelajaran terlihat tidak menunjukkan sikap percaya diri yaitu hanya 3 dari 47 siswa di dalam kelas eksperimen 1. Pada hari pertama penerapan model pembelajaran PBL dosen memulai perkuliahan dengan mengaitkan materi dan pengalaman mahasiswa sehingga menimbulkan antusias mereka menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh dosen dan aktif dalam menyampaikan pertanyaan terkait materi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Afifudin (2017) yang menemukan bahwa keaktifan seorang guru memberikan pengaruh terhadap kepercayaan diri siswa selain dari faktor keluarga. Pembelajaran PBL terintegrasi HOTS memberikan pengaruh terhadap sikap percaya diri yaitu selama proses belajar mahasiswa dan dosen melakukan diskusi tanpa saling menyalahkan tetapi lebih saling mengkonfirmasi pendapat yang disampaikan berdasarkan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga perasaan cemas dan takut mahasiswa tidak terlihat seperti yang dikatakan (Syaifullah, 2010) yang menegaskan bahwa rasa cepat dan takut sesorang dapat membuat sikap tidak percaya diri mahasiswa terlihat. Pada akhir proses perkulihan dosen dan mahasiswa menarik kesimpulan secara bersama-sama sebab dalam pembelajaran maupun pratikum kegiatan menyimpulkan sangat penting. Berdasarkan hasil uji MANOVA menggunakan hotelling’s trace ditemukan nilai probabilitas model pembeljaran PBL terintegrasi HOTS terhadap kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 sehingga model pembeljaran PBL terintegrasi HOTS memberi pengaruh terhadap kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri. Selain memberikan pengaruh PBL terintergrasikan HOTS dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan sikap percaya diri dimana penelitian yang dilakukan Kartini dkk. (2019) menemukan peningkatan kemampuan dari 25.8% menjadi 80.56 sedangkan kepercayaan diri dari 77.78% menjadi 88.9%. pengaruh model PBL terintegrasi HOTS terhadap kemampuan berfikir siswa karena dalam proses pembelajaran PBL dimulai dari sebuah permasalahan yang akan diskusikan bersama, sejalan dengan pengertian PBL menurut (Huda, 2014) yaitu pembelajaran yang prosesnya meliputi masalah-masalah yang dipilih dan di rancang dengan cermat sehingga dalam mengiplementasikannya dapat membangun iklim kelas yang positif yaitu mahasiswa siswa yang aktif dalam berdiskusi, saling bertukar pendapat dll. Proses diskusi yang dilakukan membuat mahasiswa menyampaikan pendapatnya mengenai pengalaman yang dimiliki. Peneliti sebagai fasilitator mulai perkuliahan dari sebuah permasalahan yang mudah bertahap menuju permasalahan terintegrasi HOTS hal ini dilakukan oleh penelitian agar sikap percaya diri mahasiwa muncul sesuai dengan teori Burner seorang anak dengan mudah memahami sesuatu dari hal yang mudah bertahap menuju kompleks (Santrock, 2017). Dari pertanyaan yang mudah mahasiswa memunculkan perasaan bahwa mereka mampu untuk menjawab pertanyaan yang terkait kehidupan sehari-hari. Pada saat proses perkulihan menggunakan model PBL mahasiswa cendrung menjawab pertanyaan berdasarkan pengalaman kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan teori dari beberapa buku da artikel yang kebenaranya dapat dipertanggung jawabkan, mahasiswa terbiasa melakukan kegiatan analisis terlebih dahulu dalam memecahakan suatu permasalahan sesuai dengan Kartika dkk. (2019) setelah menerapkan PBL yaitu sebagian besar siswa sudah terbiasa menganalisis masalah terlebih dahulu sebelum memecahkan masalah tersebut serta mengungkapkan pendapat di depan kelas dengan presentasi hasil kerja kelompok maupun menjelaskan jawaban dari masalah, sehingga dapat dilihat bahwa pembelajaran model PBL terintegrasi HOTS dapat mempengaruhi kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri mahasiswa. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penerapan model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berfikir kritis mahasiswa jika dibandingkan dengan mahasiswa yang melakukan proses perkuliahan ## Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 dan sikap percaya diri mahasiswa menggunakan model pembelajaran konvesional. Mahasiswa melakukan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS secara bertahap menjadi lebih aktif mengajukan pertanyaan maupun pendapat. Pendapat yang diberikan berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Sikap percaya diri mahasiswa mulai tumbuh saat berani memberikan solusi dari permasalahan yang diberikan oleh dosen berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh, sehingga model pembelajaran PBL terintegrasi HOTS memberikan pengaruh terhadap kemampuan berfikir kritis dan sikap percaya diri pendidikan dasar Universitas Ahmad Dahlan. ## DAFTAR PUSTAKA Afifudin, Bintari, S.H., & Ridlo, S. 2017. Karakter displin dan percaya diri melalui model pembelajaran problem based learning materi pertumbuhan dan perkembangan. Jurnal of Biology Education, 4(2):240-247. doi:10.15294/jbe.v6i2.19327 Agus, S. 2012. Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung: Alfabet. Akinoglu, O. & Tandogan, R.O. 2007. The effects of problem-based active learning in science education on student’s academic achievement, attitude and concept learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3(1):71-81. Alimirzaloo, E. & Hashemnezhad, H. 2016. An investigation on the relationship between critical. International Journal of Research Studies in Language Learning , 5(2), 57- 74. doi:10.5861/ijrsll.2015.1106 Anderson, L.W. & Krathwohl, D. R. 2001. A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing: A Revision of Bloom`s Taxonomy of Educational Objetives. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Arends, R.I. 2008. Learning to Teach. america: McGraw Hill Companies, Inc. Arends, R.I. 2012. Learning to teach (9th ed). New York: Mcgraw-Hill. Baden, M.S. 2003. Facilitating Problem-Based Learning: Illuminating Perspectiv. Philadelphia: Open University Press. Bastaman, H.J. 1995. Integrasi Psikologi Dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Birgili, B. 2015. Creative and critical thinking skills in problem-based learning enviroments. Journal of Gifted Education and Creativy, 2(2):71-80. doi:10. 18200/JGEDC.2015214253 Centi, J. 1993. Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: Kanisius. Cigionline.org. 2019. Internet Security & Trust 2019 Part 3: Social Media, Fake News & Algorithms . Retrieved from cigionline.org: www.cigionline.org Creswell, J.W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. Devi, D.S. 2018. Penerapan Model PBL untuk meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Peserta Didik Pada Pembelajaran IPA Kelas VII SMP Negeri 5 Sleman. Yogyakarta: Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta; Tidak dipublikasikan. Duch, B.J., Groh, S.E., & Allen, D. 2001. The Power of Problem-Based Learning: A Practical “How To” for Teaching Undergraduate Courses in Any Discipline. Virginia: Stylus. Eggen, P. 2012. Strategies and Models for Teachers: Teaching Content and Thinking Skill. Boston : Pearrson. Flint, W. 2007. Problem Based Learning: Wecome To The “Real World ”a Teaching Model for Adult Learner. USA. Geçit, Y & Akarsu, A.H. 2017. Critical thinking tendencies of geography teacher candidates in Turkey. Universal Journal of Educational Research, 5(8):1362–1371. doi:10.13189/ujer.2017.050809 Huda, M. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ibrohim. 2015. Pengembangan Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Discovery Inquiry dan Potensi Lokal untuk Meningkatkan Keterampilan dan Sikap Ilmiah serta Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan. Prosiding Semnas Sains & Entrepreneurship II Universitas PGRI Semarang , pp.1-19 Kartini, B., Walid, & Rahayu. 2019. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Percaya Diri Siswa Kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 4 Semarang Melalui Penerapan Model PBL Berbantuan Permainan Isometri. PRISMA. PRIMA: Prosiding Seminar Nasional Matematika , 2(1):19-28 Kay, K. (2008). Preparing every child for the 21st century. PEC Ed Ne–Xi’an (Sym- posium) Xi’an China , https://www.seiservices.com/APEC/ednetsymposium/ downloads/Partnershipfor21CenturySkills.pdf, diakses 23 juni 2020 Kurniati, D., Harimukti, R., & Jamil, N. 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP di Kabupaten Jember dalam Menyelesaikan Soal Berstandar PISA. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 2(2):142-155. doi:10.21831/pep.v20i2.8058 Lautser, P. 1978. The Personality Test. London: Pan Books. Lie, A. 2004. 101 Cara Menumbuhkan Percaya Diri Anak (Usia Balita Sampai Remaja). Jakarta: Elex Media Komputindo. Lindenfield, G. 1997. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Jakarta: Arcan . Marra, R., Jonassen, D., Palmer, B., & Luft, S. 2014. Why Problem based learning works: theoretical foundations. Journal on Excellence in College, 25(3):221-238. Masek, A. & Yamin, S. 2011. The effect of problem based learning on critical thinking ability; a theoretical and empirical review. International Review of Social Sciences and Humanities, 3(1):215-221. Maslow, A.H. 2002. The Psychology of Science: A Reconnaissance. Maurice Bassett Publishing. ## Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 2, hlm. 257-268, 2020 Moon, J. 2008. Critical Thinking: An Exploration of Theory and Practice. Abingdon: Routledge. Mulyani, S., Gani, A., Syukrin, M., Tarmizi, Eliza, Nurhasanah, & Fajriani. 2019. Penerapan model problem based learning pada pembelajaran alat-alat optik untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education), 8(1):105- 113. doi:10.24815/jpsi.v8i1.15666 Nafiah, Y.N. 2014. Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan hasil belajar siswa. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(1):125-143. doi:10.21831/jpv.v4i1.2540 Nitko, A. & Brookhart, S. 2011. Educational assessment of students (6th edition). Boston: Pearson EducationInc. Paul, R. & Elder, L. 2008. The Miniature Guide to Critical Thinking Concepts. Berkeley: Universitiy of California. Peterson, R., Treagust, D., & Garnett, P. 1986. Identification of secondary students’ misconceptions of covalent bonding and structure concepts using concepts using a diagnostic instrument. Research In Science Education, 16(13):40-48. Pusparini, S.T., Feronika, T., & Bahriah, E.S. 2018. Pengaruh model pembelajaran pbl terhadap berfikir kritis siswa pada materi sistem koloid. Jurnal Riset Pendidikan Kimia, 8(1):35-42. doi:10.21009/JRPK.081.04 Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press. Sani, R. 2014. Inovasi Pembelajaran . Jakarta: Bumi Aksara. Santrock, J. 2017. Educational Psychology [6th ed.]. McGraw-Hill Education. Saputra, H. 2016. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global: Penguatan Mutu Pembelajaran dengan Penerapan HOTS (High Order Thinking Skills). Bandung: SMILE’s Publishing. Savin-Baden, M. 2003. Facilitating Problem-based Learning. Berkshire: The Society for Research into Higher Education & Open University Press. Schunk, D.H. 2012. Learning theories an educational perspective. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sinurat, R., Nevrita, & Hindrasti, N. E. 2020. Identifikasi tingkat kemampuan berfikir kritis siswa pada materi ASI eksklusif dan Program Keluarga Berencana. JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(2):60-69. doi:10.24815/jipi.v4i1.15728 Susanti, F. & Wanei, G. 2008. Hubungan antara percaya diri dan penyesuaian sosial siswa kelas VIII SMP Santa Maria Fatima. Jakarta: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika Atma Jaya. Susilo, A. 2012. Model pembelajaran IPA berbasis masalah untuk meningkatkan motivasi belajar dan berpikir kritis siswa SMP. Unnes Science Education Journal, 1(1):57- 63. doi:10.15294/JPE.V1I1.58 Syaifullah, A. 2010. Tips Bisa Percaya Diri. YogYakarta: Citra Ilmu. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media Group. Trilling, B. & Fadel, C. 2009. 21st Century Skills Learning For Life In Our. USA: HB Printing. Warsono & Hariyanto. 2013. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Weiss. 2017. Problem-oriented learning in geography education: construction of motivating problems. Journal of Geography, 116(5):206-216. doi:10.1080/ 00221341.2016.1272622 Widodo, T. & Kadarwati, S. 2013. High order thinking berbasis pemecahan masalah untuk meningkatkan hasil belajar berorientasi pembentukan karakter siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 32(1):161-171. doi:10.21831/cp.v5i1.1269 Zunanda, M. & Sinulingga, K. 2015. Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan pemecahan maalah fisika siswa SMK. Jurnal Pendidikan Fisika, I4(1):63-70. doi:10.22611/jpf.v4i1.2570
932798e8-ce0c-43c7-998a-c5a58ed0e4d7
https://ejournal.unklab.ac.id/index.php/nutrix/article/download/897/769
## HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG COVID-19 DENGAN PELAKSANAAN PROTOKOL KESEHATAN DI RUMAH SAKIT I Wayan Polih 1,2 , Ni Ketut Kardiyudiani 3 , Akbar Amin Abdullah 1 , Yeni Rusyani 1 1. Departemen Keperawatan STIKES Duta Gama, Jalan Solo-Jogja Km. 5 Klaten, Jawa Tengah, 57438, Indonesia 2. RSPAU Dr. S. Hardjolukito, Jalan Janti Yogyakarta, 55198, Indonesia 3. Departemen Keperawatan, STIKES Notokusumo, Jalan Bener no 26 Tegalrejo Yogyakarta, 55243, Indonesia E-mail: [email protected] ## Abstract Considering that nurses, as health professionals who frequently come into contact with patients, have a risk of catching the COVID-19 virus, understanding of COVID-19 is one adaption that needs to be increased. Furthermore, by increasing knowledge, health protocols can be implemented correctly. Lack of knowledge frequently impacts the application of health protocols and reduces the standard of nursing care services. This study aimed to determine the association between nurses' knowledge of COVID-19 and the application of the COVID-19 health protocol. A descriptive correlation approach was used in this quantitative study and data analysis with Chi-square. A purposive sampling strategy with a 40-person sample size. There is a significant relationship between the level of knowledge of nurses about COVID-19 and the implementation of health protocols with a p-value of 0.007 <0.05. The level of knowledge of nurses about COVID-19 has a relationship in making decisions to implement health protocols. Suggestions for further research that facilitate more detailed demographic data and wider sample coverage. Keywords: COVID-19, Health protocols, Knowledge level of nurses. ## Abstrak Mengingat perawat sebagai tenaga kesehatan yang sering bersentuhan dengan pasien memiliki risiko tertular virus COVID-19, pemahaman tentang COVID-19 merupakan salah satu adaptasi yang perlu ditingkatkan. Selanjutnya dengan bertambahnya pengetahuan, protokol kesehatan dapat dilaksanakan dengan benar. Kurangnya pengetahuan seringkali berdampak pada penerapan protokol kesehatan dan menurunkan standar pelayanan asuhan keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan penerapan protokol kesehatan COVID-19. Penelitian kuantitatif ini menggunakan pendekatan korelasi deskriptif dan analisis data dengan Chi-Square. Strategi sampling purposive dengan ukuran sampel 40 orang. Hasil: Ada Hubungan yang sigifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan pelaksanaan protokol kesehatan dengan p value 0.007 < 0.05. Tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 mempunyai hubungan dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan protokol kesehatan. Saran untuk penelitian lanjutan yang memfasilitasi lebih banyak data demografi yang detail dan cakupan sampel yang lebih luas. Kata Kunci : COVID 19, Pelaksanaan protokol kesehatan, Tingkat pengetahuan perawat. ## Pendahuluan Penyebaran penyakit coronavirus keseluruh dunia menyebabkan terjadinya pandemi COVID-19 (WHO, 2020). Situasi pandemi membuat tingginya kebutuhan layanan kesehatan. Perawat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan kepada pasien sehingga memiliki resiko yang besar untuk tertular pathogen COVID-19 (Saqlain et al., 2020). Perlu adanya peningkatan pemahaman perawat dalam rangka memberikan Asuhan Keperawatan pada COVID-19 sesuai Protokol Kesehatan. Risiko tertular penyakit tersebut dapat membuat perawat cemas dan ragu untuk kontak dan merawat pasien COVID-19. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja perawat dalam merawat pasien bahkan menjadi alasan bagi perawat untuk keluar dari pekerjaannya (Utama & Dianty, 2020). Kekhawatiran tentang kecukupan pengetahuan staf medis rumah sakit tentang COVID-19 menunjukkan adanya kebutuhan yang jelas untuk program pelatihan, untuk meningkatkan pemahaman tentang risiko dan strategi pencegahan antara perawat. (Shi et al., 2020). Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin mudah memperoleh informasi tentang objek atau informasi yang berkaitan dengannya. Hal ini menunjukkan pentingnya kebutuhan pengetahuan dalam merawat pasien, sebab kurangnya pengetahuan dan kesalahpahaman di antara petugas kesehatan menyebabkan diagnosis tertunda, penyebaran penyakit dan praktek pengendalian infeksi yang buruk (Saqlain et al., 2020). Berbagai upaya mengatasi masalah tersebut telah dilakukan pemerintah seperti Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan berdasarkan Kepmenkes tersebut diterbitkan protokol kesehatan khusus di rumah sakit, sebuah panduan yang bersifat komprehensif, program pelatihan dan semua tindakan penanganan dan pencegahan COVID-19. Harapannya dilakukan penerapan protokol kesehatan COVID-19 di Rumah Sakit secara ketat, mengingat pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit merupakan sektor yang paling banyak terkena dampak dari situasi pandemi. Rumah sakit harus merawat pasien COVID-19 umum dengan risiko infeksi serendah mungkin, ini disebut keseimbangan balancing act (Kemkes, 2020). Pelaksanaan protokol kesehatan COVID-19 tersebut di rumah sakit menjadi prioritas utama, Mengendalikan penyebaran virus COVID-19 untuk melindungi keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya rumah sakit. (Kemkes, 2020). Pelaksanaan protokol kesehatan dapat terlaksana dan dilaksanakan dimulai dari pemahanan pengetahuan tentang COVID-19 yang baik, memberikan dampak positif dalam mengatasi ketakutan dan tantangan yang sering dihadapi dalam merawat pasien dengan COVID-19, sehingga berimbas untuk peningkatan mutu pelayanan keperawatan secara optimal. Pengukuran terhadap tingkat pengetahuan perawat perlu dilakukan sebagai salah satu upaya evaluasi kinerja dan universal precaution dari rumah sakit dalam manajemen pengelolaan sumber daya yang dimilikinya (Kemkes, 2020). Maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan pelaksanaan protokol kesehatan. ## Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan desain deskriptif korelasional. Metode pengumpulan data adalah metode cross- sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2021 di RSUD Dr. RS M. Munir Malang, dilakukan pengambilan sampel sebanyak 40 sampel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrumen buatan sendiri dengan berdasarkan atas protokol kesehatan khusus dari kemenkes. Aspek aspek untuk kuesioner tingkat pengetahuan perawat meliputi; pengertian, penyebab, manifestasi klinis, penularan, pelayanan rumah sakit pada masa adaptasi kebiasaan baru, manajemen klinis, dokumentasi askep. Aspek aspek untuk kuesioner pelaksanaan protokol kesehatan di rumah sakit meliputi: protokol bagi petugas sebelum berangkat ke rumah sakit, protokol bagi petugas sebelum berangkat ke rumah sakit di rumah sakit. Kuesioner terdiri dari 25 pertanyaan yang terbagi dalam 2 kuesioner, dan interpretasi dibuat dalam kategori baik, cukup dan kurang. Validitas dan reliabilitas instrumen diuji pada 15 sampel . Hasil Uji validitas adalah valid untuk digunakan, karena nilai Sig. (2- tailed) per item < 0,05 dan Pearson Correlation bernilai positif, dengan r hitung > dari r table, pada signifikansi 5% adalah 0,41. Untuk hasil uji reliabilitas adalah kuesioner reliabel dengan nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,812. Metode analisa data yang digunakan adalah Chi-Square. ## Hasil Demografi responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan dan ruangan perawatan. Berikut ini tabel data karakteristik umum. Tabel. 1.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Frequen cy Percent Umur Remaja Akhir 7 17,5 Dewasa Awal 1 3 32,5 Dewasa Akhir 18 45,0 Lansia Awal 2 5,0 Total 40 100,0 Tingkat Pendidikan DIII 36 90,0 S 1 4 10,0 Total 40 100,0 Ruangan bekerja Kebidanan 5 12,5 Poli 5 12,5 Rawat inap 14 35,0 IGD/OK 16 40,0 Total 40 100,0 Dari tabel 1 diatas diketahui bahwa dari 40 responden, sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan D-III Keperawatan sebanyak 90% dan sebgaian besar perawat bekerja di IGD/OK (40%). untuk data Umur sebagian besar responden adalah umur dewasa akhir sebanyak 18 orang (45%), dengan nilai rata rata umur perawat adalah pada umur 35-36 tahun. Untuk variabel pengetahuan perawat tentang COVID-19 didapatkan data sesuai distribusi frekwensi sesuai dengan tabel 2 berikut ini. Tabel. 2 Distribusi frekwensi tingkat Pengetahuan perawat. Kategori Frequency Percent Baik 22 55,0 Cukup 18 45,0 Total 40 100,0 Tabel 2 diatas terlihat bahwa data yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan pada level baik yaitu 55%. Untuk variabel pelaksanaan protokol kesehatan didapatkan data distribusi frekwensi sesuai dengan tabel 3 berikut. Tabel. 3 Distribusi frekwensi pelaksanaan protokol Kesehatan COVID-19 Kategori Frequency Percent Baik 19 47,5 Cukup 18 45,0 Kurang 3 7,5 Total 40 100,0 Tabel. 3 diatas terlihat bahwa penerapan protokol kesehatan dilakukan dengan baik sebanyak 47,5%. Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan pelaksanaan ## protokol Kesehatan, dapat dilihat pada tabel 4. berikut ini. Tabel. 4. Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan pelaksanaan protokol Kesehatan Value df p-value Pearson Chi- Square 9,957 2 0,007 Tabel 4 diatas memperlihatkan bahwa p- value 0,007 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan protokol kesehatan. ## Pembahasan Umur dikaitkan dengan aspek kinerja seseorang, dan umur mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang (Sudrajat,2008). Hal sesuai dengan dari hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa responden pada umur dewasa akhir yaitu sebanyak 18 orang (45%) adalah yang terbanyak, sehingga pada umur dewasa akhir dan rata rata pada umur 35 tahun, merupakan usia yang matang dalam pengambilan keputusan, apalagi profesi keperawatan membutuhkan pengambilan keputusan klinis yang matang dan bertanggung jawab untuk membantu pasien memecahkan masalah dan menemukan solusi untuk masalah medis yang dihadapi oleh pasien (Gurning et al., 2014). Sementara itu dari sudut produktifitas umur/usia ini merupakan tahap ketika seseorang berusaha mengembangkan identitas melalui pekerjaan atau aktivitas yang digelutinya. (Sudrajat,2008). Untuk karakteristik tingkat pendidikan menunjukkan bahwa perawat adalah lulusan D-III Keperawatan sebanyak 90% hal ini didukung oleh data dari Pustdatin Kemkes yang menyatakan bahwa sebanyak 77,56% (230.262) merupakan perawat lulusan diploma III keperawatan. Yang tersebar diseluruh Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Kemkes juga menjelaskan bahwa pendidikan merupakan gambaran keterampilan dan kemampuan yang mempengaruhi kinerja seorang perawat. Mutu pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan kualitas perawat, yang dapat dicapai melalui pendidikan tinggi sehingga diharapkan jenjang pendidikan minimal perawat adalah minimal D III keperawatan. Pendidikan Vokasional, yaitu jenis Pendidikan Diploma III Keperawatan yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi keperawatan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai pelaksana asuhan keperawatan (Lestari, 2014), sehingga melihat hal tersebut diatas maka kualitas tingkat pendidikan perawat di rumah sakit penelitian sudah memenuhi standar. Penempatan ruangan tempat bekerja perawat adalah di IGD/OK paling banyak (16) karena ruang IGD menjadi satu dengan ruangan operasi. Untuk ruangan rawat inap sebanyak 14 perawat. Hal ini sesuai dengan beban kerja IGD rumah sakit mengingat tinggi aktifitas masa pandemi COVID-19 di bagian IGD, sehingga kebijaksanaan rumah sakit menempatkan lebih banyak personil untuk screaning, dukungan kesehatan, emergency dan protokol kesehatan di wilayah rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar baik yaitu 55%. Data tersebut menunjukkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang COVID-19. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang COVID-19 tersebar merata di kalangan petugas kesehatan, khususnya keperawatan. Dengan tingkat pengetahuan baik menunjukkan keberhasilan upaya perluasan pengetahuan perawat tentang COVID-19 sebagai salah satu adaptasi terhadap pengetahuan yang perlu ditingkatkan, mengingat perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak kontak dengan COVID-19. Hal ini sesuai dengan survey perawat yang mendapatkan bahwa pengetahuan perawat tentang perawatan klinis pasien COVID-19 berada pada kategori perawat baik sebesar 53,3%. (Dalem et al., 2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan protokol kesehatan dilakukan dengan baik sebanyak 47.5%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik mengubah perilaku, dan sesuai dengan Donsu, 2017 yang menyebutkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari rasa keingintahuan melalui proses sensoris, terhadap objek tertentu serta menjadi penyebab terbentuknya perilaku. Perilaku yang diinginkan adalah perilaku untuk menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan pelaksanaan protokol kesehatan menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) 0.007 < 0,05, yang berarti H0 ditolak atau terdapat hubungan yang sigificant antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan protokol Kesehatan. Mujiburrahman (2020) menyebutkan hal yang sama Pengetahuan menentukan setiap individu sehingga mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Karena semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin mudah untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Dan didukung Lestari, (2014) yang menyatakan bahwa bahwa pengetahuan berkaitan erat dengan keputusan yang akan diambil. karena dengan memiliki pengetahuan seseorang memiliki dasar untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, tingkat pengetahuan terkait erat dengan penerapan protokol kesehatan. Upaya peningkatan pengetahuan tentang COVID-19, dengan berbagai program pengembangan pendidikan kesehatan yang dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kognitif affektif dan psikomotor (Ferdous et al., 2020). Upaya upaya tersebut dapat berupa pelatihan, sosialisasi, seminar dan media social maupun leafleat yang dapat diedarkan dimasyarakat. Baik masyarakat kesehatan maupun masyarakat umum. Hal ini juga sesuai dengan teori adaptasi, bahwa tingkat pengetahuan yang baik dapat memotivasi seseorang untuk melakukan perilaku preventif yang baik (Lubis, 2021). ## Kesimpulan Terdapat hubungan yang sigifikant antara tingkat pengetahuan perawat tentang COVID-19 dengan pelaksanaan protokol kesehatan Di RSAU Dr M. Munir Lanud Abdulrahman Saleh Malang dengan p value 0,007. Saran untuk penelitian lanjutan yang memfasilitasi lebih banyak data demografi yang detail dan cakupan sampel yang lebih luas. ## Daftar Pustaka Dalem, A. A. I., Yundari, H., Luh, N., An, G., & Asdiwnata, I. N. (2020). DI RSUD SANJIWANI GIANYAR Description of emergency Nurse ’ s level of knowledge regarding clinical management patients COVID-19 at Sanjiwani Gianyar General Hospitals . Donsu, J.D.T. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan . Yogyakarta:Pustakabarupress. Ferdous, M. Z., Islam, M. S., Sikder, M. T., Mosaddek, A. S. M., Zegarra- Valdivia, J. A., & Gozal, D. (2020). Knowledge, attitude, and practice regarding COVID-19 outbreak in Bangladesh: An onlinebased cross- sectional study. PLoS ONE , 15 (10 October),1-17. https://doi.org/10.1371/journal.pone .0239254 Gurning, Y., Karim, D., & Misrawati. (2014). Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap petugas kesehatan igd terhadap tindakan triage berdasarkan prioritas. Skripsi , 2. http://jom.unri.ac.id/index.php/JOM PSIK/article/download/3530/3425 Kemkes. (2020). Panduan teknis pelayanan rumah sakit . Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). MenKes/413/2020 , 2019 . Lestari, T. R. P. (2014). Pendidikan Keperawatan: Upaya Menghasilkan Tenaga Perawat Berkualitas. Nursing Education-Aspirasi , 5 (1), 1–10. Lubis, D. A. S. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap dan Perilaku terhadap Pencegahan Infeksi Covid-19 Pada Mahasiswa Semester 6 Fakultas Kedokteran USU . http://repositori.usu.ac.id/handle/12 3456789/31033 Mujiburrahman, Riyadi, & Ningsih. (2020). Pengetahuan Berhubungan dengan Peningkatan Perilaku Pencegahan COVID-19 di Masyarakat. Jurnal Keperawatan Terpadu , 2 (2), 130–140. http://www.elsevier.com/locate/scp Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Saqlain, M., Munir, M. M., Rehman, S. U., Gulzar, A., Naz, S., Ahmed, Z., Tahir, A. H., & Mashhood, M. (2020). Knowledge, attitude, practice and perceived barriers among healthcare workers regarding COVID-19: a cross-sectional survey from Pakistan. Journal of Hospital Infection , 105 (3), 419–423. https://doi.org/10.1016/j.jhin.2020.0 5.007 Shi, Y., Wang, J., Yang, Y., Wang, Z., Wang, G., Hashimoto, K., Zhang, K., & Liu, H. (2020). Knowledge and attitudes of medical staff in Chinese psychiatric hospitals regarding COVID-19. Brain, Behavior, & Immunity - Health , 4 (March), 100064. https://doi.org/10.1016/j.bbih.2020. 100064 Sudrajat, A. (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Sumantri. A (2011) Metode Penelitian Kesehatan. Edisi pertama. Jakarta: Kencana Utama, T. A., & Dianty, F. E. (2020). Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi Covid - 19 . 1 (2), 13–19. Yeni, B., & Ukur, S. (2019). Meningkatkan Kesadaran Perawat Dalam Pelaksanaan Keselamatan Pasien Di Lingkungan Rumah Sakit . https://osf.io/9v5cy/download/?for mat=pdf WHO. (2020). Coronavirus disease (COVID-19) pandemic https://www.who.int/emergencies/di seases/novel-coronavirus-2019. Assesed 6 November 2020.
102ab864-c6ac-4457-9131-f1492ef98eec
https://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/tafaqquh/article/download/4165/2916
Sistem Akad Mudharabah dalam Perekonomian Islam Herman Misbahuddin Asfira Yuniar Ibtisam ## Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar ## Email: [email protected] Abstrak: Sistem mudharabah adalah bagian dari produk perbankan syariah yang unik, karena memilikiperbedaan filosofis antara sistem perbankan konvensional dengan perbankan syariahyang menganut sistem bagi keuntungan atau kerugian. Mudharabah ialah kemanpuan untuk bermitradengan yang mempunyai modal ( shahib al-mal ) dan orang yang mendirikan usaha ( mudharib ), dengan maksud untuk memperoleh untung ( al-ribh ) dan dilakukan pembagian dari hasil keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Terkait dengan sistem mudharabah tersebuat dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu; mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabahmuqayyadah (investasi terikat). Implementasi mudharabah ditentukan dalam undang-undang perbankan syariah yang sesuai sistem syariah Islam. Pengaturan mudharabah menurut perspektif hukum Islam terkodefikasi pada literatur klasik berupa sistem syariahdari hasil ijtihad para ulama sesuai konteks zaman yang bercorak tradisional, sedangkanpada zaman moderen pengaturan mudharabah merupakan bagian dari bisnis perbankan syariah, sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional. Sistem mudharabah dalam pandangan syariah Islam telah disebutkan secara jelas dalam undang-undang perbankan syariah dan peraturan Bank Indonesia ditentukan aturan pelaksanaannya. Penggunaan sistem mudharabah tersebut sesui dengan pejanjian antara pemilik modal dan penerima modal pada saat akad. Kata kunci: Sistem, Akad Mudharabah, Perekonomian Islam. ## A. Pendahuluan Bank syariah bisa dikatakan sebagai wadah sumber keuangan masyarakat untuk mendapatkan penyaluran dana untuk memulihkan perekonomian Islam dalam masyarakat. 1 Pelaksanaan kegiatan dalam bank syariah berpedoman pad hukum Islam, dalam pelaksanaan penyaluran dana kepada masyarakat tidak membebankan bunga, ataupun ada sesuai dengan kesepakatan dan tidak saling merugikan antara pihak bank dan nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank syariah, maupun yang dibayarkan kepada nasabah tersebut didasarkan pada hukum syariah baik perjanjian yang dilakukan bank dengan nasabah dalam penghimpunan dana, maupun 1 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h.11. penyalurannya. Perjanjian (akad) yang terdapat diperbankan syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad tersebut. 2 Pembiayaan atau pendanaan yang dilakukan bank syariah kepada nasabah tidak berbeda jauh dengan bank konvensional. Perbedaannya adalah pembiayaan dalam bank syariah tidak didasarkan atas nama produk melainkan berdasarkan prinsip yang digunakan. Salah satu prinsip pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah adalah akad Mudharabah . Akad Mudharabah adalah akad diantara dua belah pihak, terkait dengan pihak yang satu menyerahkan modal dan pihak yang lainnya memberdayakan modal tersebut dalam rangka kegiatan berbisnis atau mendirikan usaha, dengan maksud agar dapat memperoleh keuntungan yang dapat dibagi bersama sesuai dengan perjanjian pada saat akad. Akad Mudharabah , bank bertindak sebagai pemilik modal ( shahibul maal ) dan nasabah bertindak sebagai pengelola modal ( mudharib ) dengan suatu usaha tertentu dan nisbah bagi hasil (keuntungan) sesuai dengan kesepakatan pada saat akad. Pada produk penghimpunan dana yang ditawarkan oleh pemilik modal menggunakan sistem akad wadi’ah dan akad Mudharabah , namun lebih didominasi menggunakan akad Mudharabah . Dana yang diperoleh dari produk penghimpunan dana yang berprinsip akad Mudharabah tersebut kemudian dikelola melalui pembiayaan-pembiayaan kepada nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu sesuai kesepakatan sehingga bisa mendapatkan keuntungan atau laba. Salah satu prinsip pembiayaan yang digunakan oleh pemilik modal juga berdasarkan pada sistem akad Mudharabah . Pembiayaan yang dilakukan oleh pemilik modal haruslah sesuai dengan ketentuan syarat, rukun dan tinjauan syariah dari akad Mudharabah tersebut. Penggunaan sistem akad mudharabah tersebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penyaluran dana dalam masyarakat dengan menghindarkan pada unsur-unsur riba dalam pembagian hasil. Sistem ini juga salah satu usaha atau untuk mningkatkan perekonomian dalam masyarakat. Oleh karena itu, sistem akad mudharabah terjadi apabila ada pemilik modal dan ada peminjam modal (nasabah), kemudian terjadi kesepakatan diantara kedua bela pihak sesuai dengan perjanjian (akad). Sistem ini memiliki rukun dan syarat yang harus diketahui oleh pemilik modal dan penerima modal, yaitu adanya pelaku akad, objek akad, dan sighat. ## B. Pembahasan 1. Hakikat Mudharabah Secara istilah Mudharabah berarti seorang malik atau pemilik modal menyerahkan modal kepada seorang amil untuk berniaga dengan modal tersebut, keuntungan dibagi diantara keduanya dengan porsi bagian sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam akad. Terkait dengan Fatawa al Azhar disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Mudharabah adalah akad untuk berserikat dalam keuntungan yang diperoleh dalam modal dari satu pihak yang berserikat dan pekerjaan dari pihak lain menurut syarat-syarat tertentu. Menurut Sayyid Sabiq, 2 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana, Tahun 2010), h. Mudharabah adalah akad dianatara dua belah pihak dan salah satu pihak menyerahkan modal kepada yang lain untuk berniaga pada modal tersebut dengan keuntungan dibagi diantara keduanya dengan porsi sesuai hasil kesepakatan. 3 Berdasarkan beberapa pengertian tentang Mudharabah tersebut, maka dapat dipahami bahwa Mudharabah itu adalah akad diantara dua belah pihak, dengan pihak yang satu menyerahkan modal dan pihak yang lainnya memberdayakan modal agar dapat mendapatkan untung dan kemudian dibagi bersama sesuai kesepakatan atau perjanjian pada saat akad. 4 Kebolehan kerja sama mudharabah atau qiradh didasari dalam QS al Muzzammil/73: 20 ... يِف َنوُب ِر ۡضَي َنو ُرَخاَء َو ٱ ِض ۡرَ ۡلۡ ِل ۡضَف نِم َنوُغَت ۡبَي ٱ َِللّ يِف َنوُلِتََٰقُي َنو ُرَخاَء َو ِليِبَس ٱ هَِللّ ... Terjemahnya: ...dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah... 5 Begitu juga dalam QS al-Baqarah/2: 198. َسۡيَل ۡۚۡمُكِ ب َر نِ م الٗ ۡضَف ْاوُغَت ۡبَت نَأ ٌحاَنُج ۡمُكۡيَلَع ... ## Terjemahnya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari tuhanmu... 6 Terkait dengan hal tersebut maka disebutkan juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda: - ُراَّزَبْلا ٍّتِباَث ُنْب ُرْشِب اَنَثَّدَح ُل َّلَّ َْْخلا ٍّ يِلَع ُنْب ُنَس َْْحلا اَنَثَّدَح ُنْب ُرْصَن اَنَثَّدَح ِن َْْمحَّرلا ِدْبَع ْن َع ِمِساَقْلا َلاَق ِهيِبَأ ْنَع ٍّبْيَهُص ِنْب ِحِلاَص ْنَع َدُواَد ِنْب ةَك َرَبْلا َّنِهيِف ٌث َلََث ٍّلَجَأ ىَلِإ ُعْيَبْلا ِعْيَبْلِل َلَّ ِتْيَبْلِل ِريِعَّشلاِب ِ رُبْلا ُط َلَْخَأ َو ُةَضَراَقُمْلا َو Artinya: Terdapat tiga perkara yang diberkati, yaitu; jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, tidak untuk diperjual belikan. (Sunan Ibnu Majah, Juz 7: 68). 7 Kemudian Nabi Muhammad saw. pernah mengadakan perjalanan ke Syam untuk beerdagang menggunakan barang milik khadijah yang akan diperistri oleh beliau. ## 2. Rukun dan Syarat Akad Mudharabah 3 Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Tahun 2015), h. 59-60. 4 Nizar, Strategi Pengembangan Marketing (Studi Kasus di BRPS Adil Makmur Karangploso Malang, 2015), MALIA (Terakreditasi) , h. 7. 5 Kementerian Agama, Al- Qur’an dan Terjemahnya , h. 575. 6 Kementerian Agama, Al- Qur’an dan Terjemahnya , h. 31 7 Farida Arianti, Mudharabah Dalam Bank Syariah (Artikel, diakses 5 juni 2021), h. 3. Terdapat beberapa rukun pada akad mudharabah yang mesti penuhi ketika melakukan transaksi, yaitu: a. Pelaku akad, yaitu shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis,tetapi tidak memiliki modal; b. Objek akad, yaitu modal ( maal ), kerja ( dharabah ), dankeuntungan ( ribh ); dan c. Shighah , yaitu Ijab dan Qabul. Oleh karena itu, ada syarat-syarat yang khusus dikabulkan dalam akad mudharabah yaitu; syarat modal dan keuntungan. Syaratmodal, yaitu: 1) Modal harus berupa uang; 2) Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya; 3) Modal harus tunai bukan hutang; dan 4) Modal harus diserahkan kepada mitra kerja. 8 Terkait dengan syarat keuntungan, merupakan hasil yang didapatkan melalui modal tersebut harus bersifat jelas berapa jumlahnya, dan untung yang didapatkan harus dibagi sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian kedua bela pihak.Sistem akad mudharabah, shahibul maal tidak boleh menentukan jenis usaha apa yang mesti dilakukan oleh mudharib , akan tetapi, shahibul maal harus mengetahui tujuan penggunaan dana tersebut. Usaha yang dilakukan oleh mudharib ia bebas dalam memutuskan jenis usaha apa saja akan dijalankan. Namun, pada umumnya mudharib biasa menggunakan modal tersebut sebagai modal kemitraan, bisnis, waralaba, investasi, modal kerja, maupun usaha-usaha lainya, selama tidak bertolak belakang dengan undang-undang yang berlaku dan tidak menyimpang terhadap unsur-unsur haram serta mempunyai prospek usaha yang jelas. 9 Jumhur ulama menyatakan, bahwa rukun Mudharabah terdiri atas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja, dan akad. Adapun syarat-syarat Mudharabah adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak yang berakad, harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil (bagi mudharib ) 2. Terkait dengan modal, disyaratkan: berbentuk uang, jelas jumlahnya, tunai, diserahkan sepenuhnya kepada mudharib 3. Terkait dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan diambil dari keuntungan. 4. Syarat akad mengikuti syarat sebuah akad pada umumnya, yaitu harus jelas sighatnya dan ada kesesuaian antara ijab dan qabulnya. 10 Berdasarkan rukun dan syarat akad tersebut yang telah dijelaskan dapat dipahami bahwa akad mudarabah yang akan dilakukan oleh pelaku akad harus jelas, berbentuk materi, tunai, dan kerja sama yang adil, serta ada kesepakatan pada saat ijab qabul. 8 Al Mas’udah, Akad Mudharabah dan Murabahah dalam Perbankan Syariah;Tinjauan Filsafat Hukum (Al Hikmah, Jurnal Studi Keislaman, Volume 7, Nomor 2, September 2017), h. 6. 9 Novi Fadhila, Analisis Pembiayaan Mudharabah dan Murabahah Terhadap Laba Bank Syariah Mandiri, Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis volume 15 No.1/ Maret 2015, h. 70. 10 Neneng Nurhasanah, Mudharabah dalam Teori dan Prektek, (Bandung: PT. Refika Aditama, Tahun 2015), h. 76. ## 3. Macam-Macam Akad Mudharabah Ulama Fiqh membagi akad Mudharabah menjadi dua macam yaitu: 1. Mudharabah Muthlaqah Mudharabah muthaqah yaitu penyerahan modal secara mutlak tanpa syarat dan pembatasan. Terkait dengan Mudharabah muthaqah, pengusaha bebas mengelola modal dengan jenis usaha apa saja yang menurutnya akan mendatangkan keuntungan dan ditempat mana saja yang dia inginkan. 2. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah yaitu penyerahan modal dengan syarat dan batasan tertentu. Terkait dengan Mudharabah muqayyadah, pengusaha harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dibuat oleh pemilik modal. 11 Terkait dengan kedua macam akad mudharabah tersebut menegaskan bahwa pengusaha bebas melakukan usaha jenis apa saja yang dapat menguntungkan. Namun, penerima modal harus mengikuti syarat dan batasan tertentu yang diisyaratkan oleh pemilik modal. ## 4. Standar Akuntansi Akad Mudharabah Ketentuan tentang pengukuran dan pengakuan transaksi Mudharabah dalam akuntansi pemilik dana, telah diatur dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah antara lain sebagai berikut: a. Modal Mudharabah 1) Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi Mudharabah pada saat pembayaran kas dan penyerahan aset non kas kepada pengelola dana. 2) Pengukuran investasi Mudharabah adalah sebagai berikur: a) Investasi Mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan. b) Investasi dalam benruk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas pada saat pembayaran: • Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. • Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisi diakuinya sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu alad Mudharabah . c) Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi Mudharabah . d) Jika sebagian investasi Mudharabah hilai setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dan, maka kerugian tersebiut diperhitungkan pada saat bagi hasil. 11 Neneng Nurhasanah, Mudharabah dalam Teori dan Prektek, h. 77-78. e) Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha diterima oleh pengelola dana. f) Dalam investasi Mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut mengalami penurnan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha Mudharabah , maka kerugian tersebur tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil. g) Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh: • Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi. • Tidak terdapat kondisi diluar kemampuan ( force majur ) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad. • Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. h) Jika akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi Mudharabah diakui sebagai piutang. 12 b. Penghasilan Usaha 1) Jika investasi Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisab yang disepakati. 2) Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berkahir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad Mudharabah berkahir, selisih antara : a) Investasi Mudharabah setelah dikurangi penyisiha kerugian investasi; dan b) Pengembalian investasi Mudharabah 3) Pengakuan penghasilan usaha Mudharabah dalam praktik, dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. 4) Kerugian akibat kelalaian atas kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi Mudharabah . 5) Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang. 13 c. Penyajian 1) Pemilik dana menyajikan investasi Mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai yang tecatat. 2) Pengelola dana menyajikan transaksi Mudharabah dalam laporan keuangan, yaitu: a) Dana syrikah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis Mudharabah. b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban. 12 Sofyan S. Harahap, Akuntansi Perbankan Syariah (PSAK Syariah Baru). (Jakarta : Penerbit LPFE Usakti, 2010), h, 295. 13 Sofyan S. Harahap, Akuntansi Perbankan Syariah, h. 295. 3) Bagi hasil dana syrikah temporer yang telah diperhitungkan tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan. 14 d. Pengungkapan 1) Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi Mudharabah , tetapi tidak terbatas pada : a) Rincian jumlah investasi Mudharabah berdasarkan jenisnya. b) Penyisihan kerugian investasi Mudharabah selama periode berjalan. c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101; penyajian laporan keuangan syariah. 2) Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi Mudharabah , tetapi tidak terbatas pada : a) Rincian dana syrikah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya. b) Penyaluran dana yang berasal dari Mudharabah muqayyadah. c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: penyajian laporan keuangan. 15 5. Fatwa DSN MUI Tentang Pembiayaan Mudharabah Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Pembiayaan Mudharabah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 sebagai berikut : a. Ketentuan Pembiayaan 1) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. 2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul al-maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengeloa usaha. 3) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha) 4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. 5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutamg. 6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari Mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. 7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Terkait dengan jaminan tersebut bisa berlaku apabila dari pihak mudharib tetangkap basa melakukan kecurangan dalam kesepakatan bersama atau perjanjian (akad). 8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN-MUI. 14 Sofyan S. Harahap, Akuntansi Perbankan Syariah, h. 295. 15 Sofyan S. Harahap, Akuntansi Perbankan Syariah, h. 295. 9) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. 16 b. Rukun dan Syarat Pembiayaan 1) Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola harus cakap hukum. 2) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saar kontrak. c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 3) Modal ialah esjumla uang dan/atau aset yag diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut : a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap mauoun tidak, sesuai dengan kespakatan dalam akad. d) Keuntungan Mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipernuhi: • Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. • Bagian keuntungan proposional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasse nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. • Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari Mudharabah, dan pengelola dana tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. e) Kegiatan usaha oleh pengelola dana (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh pemyedia dana, harus memperimbangkan hal-hal berikut : • Kegiatan usaha adalah hak ekskusif mudhsrib, tanpa campur tangan penyedian dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. • Penyedia dana tidal boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan Mudharabah yaitu keuntungan. 16 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014), h, 77. • Pengelola dana tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan Mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam akrivitas itu. 17 c. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan 1) Mudhrabah boleh dibatasi pada periode tertentu. 2) kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang bekum tentu terjadi. 3) Pada dasarnya, dalam Mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelnggaran kesepakatan. 4) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 18 6. Standar Prosedur Operasional Akuntansi Akad Mudharabah Pada Bank Syariah Indonesia a. Pengakuan dan Pengukuran Mudharabah 1) Pembiayaan Mudharabah a) Bank membukukan kewajiban komitmen pada saat memberikan facilility line kepada nasabah dalam Loan Commitment Unused (LCU). b) Dana Mudharabah yang disalurkan oleh Bank diakui sebagai pembiayaan Mudharabah pada saat pembayaran kas kepada nasabah. c) Pengukuran pembiayaan Mudharabah dalam bentuk kas diukur ssebesar jumlah yang dibayarkan oleh Bank kepada nasabah. d) Pembiayaan Mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran. e) Pembayaran kembali pembiayaan Mudharabah oleh nasabah akan mengurangi pembiayaan Mudharabah . f) Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah diterima oleh nasabah. g) Jika akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh nasabah, maka pembiayaan Mudharabah diakui sebagai piutang. 2) Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan nasabah a) Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan nasabah dibebankan pada nasabah dan tidak mengurangi pembiayaan Mudharabah b) Kelalaian atau kesalahan nasabah antara lain ditunjukkan oleh: • Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad. • Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/ atau yang telah ditentukan di dalam akad; atau • Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. 3) Penghasilan usaha Mudharabah (pendapatan bagi hasil) 17 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, h. 77. 18 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, h. 77. a) Apabila pembiayaan Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. b) Pengakuan penghasilan usaha Mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas penghasilan usaha dari nasabah. c) Bank tidak diperkenankan mengakui pendapatan bagi hasil dari proyeksi hasil usaha. d) Pendapatan bagi hasil Mudharabah yang telah diterima kasnya merupakan pendapatan Bank yang harus dibagi hasilkan kepada dana pihak ketigaa (tabungan, giro, dan deposito). e) Pendapatan bagi hasil Mudharabah yang telah dibagihasilkan kepada dana pihak ketiga tidak dapat dikoreksi atau di-reverse kepada nasabah atau pihak lain dalam rangka keperluan tertentu. 4) Piutang atas bagi hasil usaha a) Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh nasabah diakui sebagai piutang bagi hasil b) Investasi Mudharabah tidak dapat diakui selesai (lunas) apabila masih terdapat piutang nasabah atas bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh nasabah kepada Bank. c) Bank memiliki hak tagih atas keuntungan/pendapatan bagi hasil Mudharabah yang telah menjadi hak Bank namun belum dibayarkan oleh nasabah. 5) Potongan atas kewajiban nasabah Dalam transaksi Mudharabah tidak diakui adanya potongan (pengurangan kewajiban nasabah) untuk: 1) Pelunasan. 2) Potongan atas pengembalian dana investasi yang belum jatuh tempo. 3) Pembayaran hasil usaha porsi Bank yang telah dilaporkan kepada Bank oleh nasabah. 19 6) Pendapatan dan beban teratribusi 1) Pendapatan dan beban teratribusi tidak dikapitalisasi atai diakui secara terpisah dari investasi Mudharabah sebesar pendapatan yang diterima dan beban yang dikeluarkan. 2) Pendapatan dan beban tertribusi tersebut langsung diakui dalam laporan laba rugi pada saat pemdapatan diterima dan beban dikeluarkan. 3) Pendapatan teratribusi merupakan bagian dari fee based income yang tidak dibagihasilkan kepada dana pihak ketiga (tabungan, giro, dan deposito). 7) Hal-hal yang tidak terbatas terkait transaksi Mudharabah Bank mengungkapkan hal-hal terkait transaksi Mudharabah , tetapi tidak terbatas pada : 1) Rincian jumlah pembiayaan Mudharabah berdasarkan sifat akad ( Mudharabah mutlaqah dan Mudharabah muqayyadah), jenis penggunaan dan sektor ekonomi. 19 Nizar, M, 2016, Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Terhadap Peningkatkan Kesejahteraan Pelaku UMKM (studi kasus BMT Maslahah Capang Pandaan), MALIA (Terakreditasi) , 7 (2), h. 287-310. 2) Klasifikasi pembiayaan Mudharabah menurut jangka waktu (masa akad), kualitas pembiayaan, valuta, cadangan penyisihan kerugian pembiayaan dan tingkat bagi hasil rata-rata. 3) Jumlah dan persentase pembiayaan Mudharabah yang diberikan kepada pihak- pihak berelasi. 4) Jumlah pembiayaan Mudharabah yang telah direstrukturisasai dan informasi lain tentang pembiayaan Mudharabah yang direstrukturisasi selama periode berjalan. 5) Kebijakan manajemendalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan Mudharabah . 6) Besarnya pembiayaan Mudharabah bermasalah dari cadangan penyisihan kerugian piutang untuk setiap sektor ekonomi. 7) Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan Mudharabah bermasalah. 8) Ikhitsar pembiayaan Mudharabah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan, penerimaan, atas pembiayaan Mudharabah yang telah dihapusbukukan dan pembiayaan Mudharabah yang telah dihapus tagih dan saldo akhir pembiayaan Mudharabah yang dihapus buku. 8) Penyajian Mudharabah 1) Pembiayaan Mudharabah disajikan sebesar saldo pembiayaan Mudharabah nasabah kepada Bank. 2) Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lain pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka piutang bagi hasil disajikan pada rekening administratif. 3) Cadangan PPAP Mudharabah disajikan sebagai pos lawan ( contra account) pembiayaan Mudharabah . 4) Pembiayaan Mudharabah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh nasabah disajikan terpisah dengan pembiayaan Mudharabah menjadi piutang Mudharabah . 9) Penghasilan Usaha Mudharabah (pendapatan bagi hasil) 1) Bank tidak diperkenankan melakukan pembukuan (pelaporan) pada sistem atas penghasilan usaha Mudharabah nasabah berdasarkan proyeksi pendapatan bagi hasil yang ditentukan di awal akad, namun benar-benar berdasarkan realisasi penghasilan usaha yang dilaporkan oleh nasabah yang terdokumentasi (seperti laporan keuangan nasabah, laporan realisasi penjualan nasabah, surat kesanggupan bayar dari nasabah, dll). 2) Bank wajib melakukan penagihan atas realisasi penghasilan usaha porsi Bank yang dilaporkan dan telah dibuku pada sistem. 3) Bank tidak diperkenankan melakukan potongan kewajiban nasabah atas realisasi penghasilan usaha porsi Bank yang dilaporkan dan telah dibuku pada sistem. 10) Pembagian hasil usaha Bank melakukan pembagian hasil usaha Mudharabah berdasarkan total pendapatan usaha (omset) nasabah (revenue sharing methode) dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1) Bank membutuhkan kompetensi SDM dalam penguasaan metode pengalokasian biaya harga perolehan persediaan sehingga bank mengalami penambahan pekerjaan klerikal yang mengakibatkan inefiensi kerja dan disintensif bagi kegiatan usaha UMKM. 2) Bank harus memenuhi sejumlah persyaratan agar tidak terjadi akses informasi yang tidak seimbang (asymetricinformation), adevrse selection, dan moral hazard diantara para pihak. 3) Memperbesar resiko, waktu yang dibutuhkan dan ongkos sehingga akan menurunkan kemampuan bank syariah dalam berkompetisi dalam industri perbankan. 11) Pembukuan Manual Transaksi Mudharabah 1) Pada saat Bank memberikan facility line pada nasabah 2) Pada saat Bank melakukan pencairan kepada nasabah 3) Pada saat nasabah melaporkan pendapatan porsi (hak) Bank atas bagi hasil usahanya 4) Pada saat nasabah membayar angsuran pokok pembiayaan Mudharabah 5) Pada saat nasabah membayar pendapatan porsi (hak) Bank atas hasil usahanya yang telah dilaporkan 7. Tinjauan Syariah Akad Mudharabah Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan selama kegiatan magang di Bank Syariah Indonesia, secara garis besar pelaksanaan akad Mudharabah sudah sesuai dengan tinjauan syariah yang pada penelitian ini berdasarkan pada Fatwa DSN MUI tentang Pembiayaan Mudharabah karena semua pembuatan standar prosedur operasional pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah Indonesia didasarkan pada Fatwa DSN MUI dan peraturan Bank Syariah Indonesia. 20 Pihak Bank Syariah Indonesia bertindak sebagai pemilik dana ( shahibul maal ) dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana ( mudhraib ) dalam pembiayaan Mudharabah baik bersifat muthlaqah maupun muqayyadah tetapi dalam prakteknya lebih didominasi bersifat muthlaqah. Dimana nasabah pembiayaan Mudharabah boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah. Bank Syariah Indonesia tidak ikut serta dalam manajemen pengelolaan usaha tersebut namung berhak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Namun, jika pembiayaan Mudharabah bersifat muqayyadah ada beberapa beberapa batasan-batasan tertentu yang tertera pada standar prosedur operasional akad Mudharabah diantaranya: a) Nasabah tidak mencampurkan dana Bank dengan dana lainnya. b) Nasabah tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan. c) Mengharuskan nasabah untuk melakukan investasi tanpa melalui pihak ketiga. 21 Jangka waktu usaha (periode pelaksanaan akad pembiayaan mudhrabah), tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah. Pengembalian dana mudhrabah dapat 20 Muhammad Fahmul Iltiham, Implementasi Akad Mudharabah Berdasarkan Psak 105 Tentang Akuntansi Mudhrabah Dan Fatwa Dsn Mui Pada Produk Pembiayaan (Malia: Jurnal Ekonomi Islam, Volume 11, Nomor 1, Desember 2019), h. 36. 21 Muhammad Fahmul Iltiham, Implementasi Akad Mudharabah Berdasarkan Psak 105 Tentang Akuntansi Mudhrabah Dan Fatwa Dsn Mui Pada Produk Pembiayaan, h. 36. dilakukan secara bertahap bersamaan dengab distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad Mudharabah diakhiri. Jika dari pengelolaan dana midharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk Bank dan nasabah ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana Mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggung jawab Bank. ## C. kesimpulan Akad mudharabah merupakan perjanjian antara kedua bela pihak, yaitu pemilik modal menyerahkan kepada orang yang akan menerima dana tersebut untuk digunakan usaha, bisnis, investasi, dan lain-lain. Tujuan agar penerima modal tersebut digunakan sebagaimana mestinya, dan keuntungan dapat dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian pada saat akad. Adapun rukun dan syarat dalam akad mudharabah , yaitu; pihak yang berakad harus jujur dan taat hukum, syaratnya modal yang digunakan harus uang, jelas jumlahnya, dan berbentuk tunai, syarat pembagian keuntungan harus jelas hitungannya sesui perjanjian pada saat akad, dan syaratnya harus jelas sighatnya, yaitu ijab kabul. Akad mudharabah terbagi menjadi dua macam bagian, yaitu; pertama, mudharabah muthlaqah ialah penyerahan modal secara mutlak tanpa ada syarat dan batasan tertentu. Kedua, mudharabah muqayyadah ialah penyerahan modal dengan ketentuan syarat dan batas tertentu. ## DAFTAR PUSTAKA Arianti, Farida, Mudharabah Dalam Bank Syariah, Artikel, diakses 5 juni 2021. Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014. Fadhila, Novi, Analisis Pembiayaan Mudharabah dan Murabahah Terhadap Laba Bank Syariah Mandiri, Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnisvolume 15 No. 1/ Maret 2015. Harahap, Sofyan S., Akuntansi Perbankan Syariah (PSAK Syariah Baru), Jakarta : Penerbit LPFE Usakti, 2010. Iltiham, Muhammad Fahmul, Implementasi Akad Mudharabah Berdasarkan Psak 105 Tentang Akuntansi Mudhrabah Dan Fatwa Dsn Mui Pada Produk Pembiayaan, Malia: Jurnal Ekonomi Islam, Volume 11, Nomor 1, Desember 2019. Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, Tahun 2010. Janwari, Yadi, Lembaga Keuangan Syariah , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Tahun 2015. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya . Mas’udah, Al, Akad Mudharabah dan Murabahah dalam Perbankan Syariah; Tinjauan Filsafat Hukum, Al Hikmah, Jurnal Studi Keislaman, Volume 7, Nomor 2, September 2017. Nizar, Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Terhadap Peningkatkan Kesejahteraan Pelaku UMKM , (studi kasus BMT Maslahah Capang Pandaan, 2016), MALIA (Terakreditasi) , 7 (2). Nizar, Strategi Pengembangan Marketing (Studi Kasus di BRPS Adil Makmur Karangploso Malang, 2015), MALIA (Terakreditasi) , 7 (1). Nurhasanah, Neneng, Mudharabah dalam Teori dan Prektek, Bandung: PT. Refika Aditama, Tahun 2015. www.syariahmandiri.co.id diakses pada 31 Mei 2021.
8b3849f5-b2bf-4efa-816f-a5a33d1046f9
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/pharmacon/article/download/16889/16412
## KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GERIATRI RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Fangky Sandy Maindoka 1) , Deby Mpila 1) , Gayatri Citraningtyas 1) ## 1) Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115 ## ABSTRACT Drug interaction is one of the factors, which influence the body response to treatment, and is clinically important if it results in increased toxicity or reduces the effectiveness of the drug interacting. The mechanism of drug interaction can be divided into pharmacokinetic and pharmacodynamics mechanisms with minor, moderate and major severity. Characteristics in geriatric patients, which generally have occurred various chronic diseases and decreased function of organs, especially kidney and liver function can be a risk factor for drug interactions. This study aims to examine the drug-drug interactions in inpatient geriatric patients in RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. This research is a descriptive research with retrospective data retrieval. The study was conducted against 100 medical records data of inpatient geriatric patients that meeting the inclusion criteria. The results of the study based on the characteristics of geriatric patients showed the highest number of patients in the age group 60 - 74 years of 64 patients (64%) while the number of male patients as many as 50 patients (50%) and women as many as 50 patients (50%). Diagnosis of most diseases is found in patients with hypertensive of 58 (17,90%) from 324 case of disease and ≥ 5 types of drugs prescribed in 76 patients (76%). The prevalence of the happening of drug-drug interactions about 44% with a total of 146 interaction events. Keywords : inpatient geriatrics, drug interactions ## ABSTRAK Interaksi obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan dan penting secara klinis jika berakibat meningkatkan toksisitas atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi. Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi mekanisme farmakokinetik dan farmakodinamik dengan tingkat keparahan yang minor, moderate dan major. Karakteristik pada pasien geriatri, yaitu umumnya telah terjadi berbagai penyakit kronis dan penurunan fungsi organ terutama fungsi ginjal dan hati dapat menjadi faktor resiko terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji interaksi obat-obat pada pasien geriatri rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif. Penelitian dilakukan terhadap 100 data rekam medik pasien geriatri rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik pasien geriatri menunjukkan jumlah pasien terbanyak pada kelompok usia 60 - 74 tahun sebesar 64 pasien (64%) sedangkan jumlah pasien laki-laki sebanyak 50 pasien (50%) dan perempuan sebanyak 50 pasien (50%). Diagnosa penyakit terbanyak yaitu hipertensi sebesar 58 (17,90%) dari total 324 kasus penyakit serta ≥ 5 jenis obat diresepkan pada 76 pasien (76%). Prevalensi kejadian interaksi obat-obat sebesar 44% dengan total 146 kejadian interaksi. Kata kunci : geriatri rawat inap, interaksi obat ## PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian ( pharmaceutical care ) adalah pelayanan yang berorientasi pada pasien dimana farmasis bertanggung jawab untuk mengoptimalkan hasil terapi, salah satunya dengan cara mengidentifikasi Drug related problems (DRPs). Salah satu dari DRPs adalah interaksi obat yaitu interaksi antara obat dengan obat atau obat dengan makanan (Cipolle dkk, 2004). Interaksi obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan dan dianggap penting secara klinis jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi sehingga terjadi perubahan pada efek terapi (Setiawati, 2008). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respons farmakodinamik obat (Fradgley, 2003). Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi diantara individu karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat, metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, unsur genetik dan kondisi kesehatan pasien (Fradgley, 2003). Berdasarkan hasil penelitian dari total 12.332 resep di Rumah Sakit, 2180 resep memiliki satu atau lebih interaksi obat (Admassie dkk, 2013). Teka dkk (2016), menyatakan bahwa angka kejadian interaksi obat-obat tinggi pada pasien laki-laki (52%) dibandingkan dengan pasien perempuan (48%). Rahmawati dkk (2006), juga menyatakan bahwa jumlah kejadian interaksi obat pada pasien geriatri rawat inap cukup tinggi (125 kejadian). Tingginya angka kejadian interaksi obat ini berkaitan dengan banyaknya obat yang dikonsumsi pasien akibat beragam penyakit yang muncul pada usia geriatri. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2016 tentang rencana aksi nasional kesehatan lanjut usia menjelaskan, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, lanjut usia dibagi menjadi kriteria berikut : lanjut usia ( elderly ) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua ( old ) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua ( very old ) ialah di atas 90 tahun. Pasien geriatri memiliki karakteristik khusus, yaitu umumnya telah terjadi berbagai penyakit kronis, penurunan fungsi organ, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hati. Hal ini dapat menyebabkan perubahan proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut (Sudoyo dkk, 2009). Berbagai karakteristik dan perubahan fisiologis yang teridentifikasi pada pasien geriatri dapat menjadi faktor resiko terjadinya interaksi obat (Bjerrum dkk, 2008). Menurut Becker dkk (2007), jumlah kejadian interaksi obat-obat setiap pasien meningkat dengan meningkatnya jumlah obat dalam resep. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Kulkarni dkk (2013) mengenai polifarmasi pada pasien yang dirawat di rumah sakit, menunjukan bahwa pasien yang mendapat 2-5 macam obat mengalami interaksi obat 9% dan pasien yang mendapat 6-10 macam obat mengalami 85% interaksi obat. Tingginya angka kejadian interaksi obat karena polifarmasi merupakan masalah yang penting dalam pelayanan kesehatan (Setiawati, 2008). Apabila mengacu pada tujuan utama pelayanan kefarmasian untuk meminimalkan resiko pada pasien, maka kejadian interaksi obat yang cukup tinggi diatas 50 % pada pasien geriatri perlu mendapat perhatian farmasis (Rahmawati dkk, 2006). ## METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengkaji interaksi obat-obat pada pasien geriatri rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode bulan Juli 2016. ## Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu Drug Interactions Facts 2009 dan Lexi-Comp. Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu catatan rekam medik pasien rawat inap dan formulir pengumpulan data (berisi usia, jenis kelamin, diagnosa, nama obat dan jumlah obat yang diberikan). ## Subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini ialah pasien geriatri yang dirawat inap dan memperoleh pengobatan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Juli 2016. Subjek dalam penelitian ini memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. ## Besar sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling, yaitu semua subjek dalam penelitian yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diinginkan terpenuhi (Sudigdo, 2011). Besar sampel dalam penelitian dihitung menggunakan rumus penelitian deskriptif kategorik (Dahlan, 2013). minimal sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 93 pasien geriatri. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 pasien. ## Analisis Data Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan menggambarkan karakteristik pasien yang terdiri dari usia, jenis kelamin, jenis penyakit, dan jumlah obat serta menggambarkan prevalensi interaksi obat dan kejadian interaksi berdasarkan tingkat keparahan dan mekanisme interaksi pada pasien geriatri yang dirawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. ## HASIL PENELITIAN Karakteristik Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado Periode Bulan Juli 2016. ## Usia Tabel 1. Jumlah Pasien geriatri berdasarkan usia Usia (Tahun) N % 60 – 74 75 - 90 > 90 Total 64 36 0 100 64 36 0 100 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 100 pasien geriatri rawat inap yang diteliti, jumlah pasien geriatri mayoritas pada kelompok usia 60 – 74 tahun ( elderly ) sebesar 64 pasien (64%) dan selebihnya berada pada kelompok usia ≥ 75 tahun. ## Jenis kelamin Tabel 2. Jumlah pasien geriatri berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin N % Laki-laki Perempuan Total 50 50 100 50 50 100 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah pasien laki-laki sebesar 50 pasien (50%) dan perempuan sebesar 50 pasien (50%). ## Jenis penyakit Tabel 3. Jenis penyakit yang diderita oleh pasien geriatri Jenis Penyakit N % Hipertensi Anemia Chronic Kidney Disease Pneumonia Congestive Heart Failure Diabetes Melitus Stress Ulcer Coronary Heart Disease Dispepsia Lain-lain Total 58 35 28 21 17 15 14 12 10 114 324 17,90 10,80 8,64 6,49 5,27 4,63 4,32 3,70 3,09 35,20 100 Tabel 3 menunjukkan bahwa penyakit hipertensi merupakan mayoritas penyakit yang diderita oleh pasien geriatri, yaitu hipertensi 17,90 % dari total 324 jumlah jenis penyakit. Kemudian diikuti dengan penyakit anemia (10,80%) dan penyakit gagal ginjal kronik (8,64%). ## Jumlah obat Tabel 4. Jumlah pasien geriatri berdasarkan jumlah obat yang digunakan Jumlah Obat N % 2 – 4 ≥ 5 Total 24 76 100 24 76 100 Tabel diatas menunjukkan dari 100 pasien geriatri yang memperoleh pengobatan di instalasi rawat inap, 76% (76 pasien) memperoleh ≥ 5 obat dan selebihnya memperoleh 2 – 4 jenis obat. Prevalensi Interaksi Obat – Obat pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Bulan Juli 2016 Tabel 5. Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat-obat Pasien N % Dengan Interaksi Obat 44 44 Tanpa Interaksi Obat 56 56 Total 100 100 Identifikasi ada-tidaknya interaksi obat pada pasien geriatri menggunakan literatur Drug Interaction Facts tahun 2009 dan Lexi-Comp. Hasil menunjukkan dari 100 pasien yang diteliti, ditemukan 44% (44 pasien) mengalami interaksi obat. Tabel 6. Jumlah kejadian interaksi obat-obat berdasarkan tingkat keparahan dan mekanisme interaksi No. Interaksi Obat Tingkat Keparaha n Mekanisme Interaksi Nomor Pasien Jumlah Kejadian obat A obat B 1 Furosemid Aspirin Minor Efek farmakologi furosemide menurun 7, 37, 95 3 2 Paracetamol Furosemid Minor Perubahan pada ekskresi furosemide 49, 52, 75 3 3 Gliseril trintitrat Spironolakton Minor Efek spironolakton meningkat 8, 10, 20 3 4 Ramipril Aspirin Minor Meningkatkan efek toksik 20 1 5 Propranolol Furosemid Minor Perubahan pada ekskresi cairan ekstraselular 19 1 6 Furosemid Ciprofloksasin Minor Klirens ginjal ciprofloksasin menurun 44 1 7 Gliseril trinitrat Ramipril Moderate Efek obat meningkat 78, 20 2 8 Simvastatin Lansoprazole Moderate Efek simvastatin meningkat 28, 37 2 9 Simvastatin Omeprazole Moderate Efek simvastatin meingkat 85 1 10 Insulin Aspirin Moderate Efek farmakologi insulin meningkat 15 1 11 Propranolol Nifedipin Moderate peningkatan efek anti-hipertensi 19 1 12 Propranolol Ciprofloksasin Moderate Kadar serum propranolol meningkat 19 1 13 Digoksin Spironolakton Moderate Efek farmakologi digoksin menurun 55 1 14 Ramipril Furosemide Major Efek kedua obat meningkat 20, 76 2 15 Ramipril Spironolakton Major Peningkatan konsentrasi serum kalium 20 1 16 Kaptopril Furosemide Major Efek kedua obat meningkat 37 1 17 Bisoprolol Digoksin Major Efek kedua obat meningkat 93 1 18 Gliseril trinitat Valsartan Major Efek valsartan meningkat 83 1 19 Kaptopril Spironolakton Major Peningkatan konsentrasi serum kalium) 37 1 20 Aspirin Ibuprofen Major Efek farmakologi aspirin menurun 85 1 21 Digoksin Furosemid Major Toksisitas digoksin meningkat 93 1 Total 30 (100%) Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa total kejadian interaksi obat-obat sebesar 30 kejadian interaksi yang terdiri dari: 12 kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan minor (40%), 9 kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan moderate (30%) dan 9 kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan major (30%). ## PEMBAHASAN ## Karakteristik Pasien Geriatri Karakteristik usia pasien geriatri yang dikelompokkan berdasarkan WHO (2007) menunjukkan bahwa yang paling banyak dirawat adalah pada kelompok usia 60 - 74 tahun ( elderly ) sebesar 64 pasien (64%) (Tabel 1). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kasyap dkk (2013), menunjukkan pasien geriatri yang paling banyak dirawat pada kelompok usia 60 – 69 tahun. Sedangkan pada penelitian lain menunjukkan, pasien geriatri yang paling banyak dirawat pada kelompok usia 75 – 74 tahun (Salwe dkk, 2016). Menurut Kasyap dkk (2013), pasien geriatri pada kelompok usia yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan prevalensi interaksi obat yang signifikan. Karakteristik pasien geriatri berdasarkan jenis kelamin menunjukkan, jumlah pasien laki-laki sebanyak 50 pasien (50%) dan perempuan sebanyak 50 pasien (50%) (Tabel 2). Namun, hasil yang ditemukan pada penelitian sebelumnya terkait interaksi obat-obat pada pasien geriatri rawat inap menunjukkan pasien laki- laki lebih banyak sebesar 62 pasien (62%) jika dibandingkan dengan pasien perempuan sebesar 38 pasien (38%) dari total 100 pasien geriatri rawat inap (Salwe dkk, 2016). Pasien geriatri rawat inap dikelompokkan menurut jenis penyakit yang ditemukan pada rekam medik pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang paling banyak adalah penyakit hipertensi sebesar 58 (17,90%) diikuti dengan anemia sebesar 35 (10,80% dan penyakit gagal ginjal kronik sebesar 28 (8,64%) dari total 324 kasus penyakit (Tabel 3). Hasil yang serupa ditemukan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2010) menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan diagnosa penyakit terbanyak sebesar 30 pasien (30%) diikuti infeksi sebesar 22 pasien (22%) dan penyakit pernafasan sebesar 20 pasien (20%). Menurut Salwe dkk (2016), geriatri merupakan kelompok yang paling umum ditemukan di Rumah Sakit disebabkan telah terjadi berbagai penyakit kronis. Oleh karena itu, frekuensi terapi obat dan rata-rata jumlah obat yang diminum meningkat pada pasien geriatri yang menyebabkan polifarmasi tidak dapat dihindari. Polifarmasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan penggunaan lebih dari 4 jenis obat (Petterson dkk, 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, sebesar 76 pasien (76%) menerima ≥ 5 jenis obat saat mulai dirawat inap (Tabel 4). Hasil yang serupa juga ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Salwe dkk (2016), yaitu sebesar 80% pasien geriatri menerima resep lebih dari 5 jenis obat selama dirawat inap. Menurut Becker dkk (2007), meningkatnya jumlah obat dalam resep dapat meningkatkan potensi terjadinya interaksi obat. ## Prevalensi Interaksi Obat-Obat Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5 menunjukkan bahwa dari total 100 pasien geriatri rawat inap yang diteliti, prevalensi interaksi obat sebesar 44 pasien (44%). Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan yaitu dari total 1510 pasien geriatri rawat inap, prevalensi interaksi obat dengan tingkat keparahan major sebesar 126 pasien (8,3%). Peneliti mengatakan interaksi obat dengan tingkat keparahan major dapat mengancam jiwa (Kasyap, 2013). Pada beberapa penelitian lain disebutkan prevalensi interaksi obat yang parah pada pasien geriatri rawat inap berkisar antara 1,5-28% (Roughead dkk, 2010; Braga dkk, 2004; Bista dkk, 2009). Menurut Kasyap dkk (2013), perbedaan prevalensi interaksi obat dapat dipengaruhi oleh perbedaan rancangan penelitian dan tingkat keparahan interaksi obat yang diteliti. Namun berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2010) menunjukkan bahwa prevalensi interaksi obat ditemukan terdapat pada 65 pasien (65%) dari total 100 pasien geriatri rawat inap. Prevalensi interaksi obat tinggi pada pasien geriatri rawat inap yang menerima beberapa jenis obat (Kasyap dkk, 2013). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, prevalensi interaksi obat yang ditemukan cukup rendah (44%), Walaupun prevalensi pasien geriatri yang menerima resep polifarmasi saat mulai dirawat inap sebesar 76 pasien (76%). Menurut De Maat dkk (2004) dengan adanya kontribusi dari farmasis mampu menunjukkan hasil yang signifikan dalam keberhasilan terapi pengobatan, salah satunya dalam meminimalkan efek merugikan dari interaksi obat. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 44 pasien (44%) mengalami interaksi obat dengan jumlah kejadian interaksi sebesar 146 kejadian. Dari total 80 jenis interaksi obat-obat, 21 jenis interaksi diantaranya diidentifikasi memiliki tingkat keparahan minor, moderate dan major dengan total 30 kejadian interaksi. Menurut Tatro (2009), tingkat keparahan dan mekanisme interaksi obat sangat penting untuk dinilai dalam memperhitungkan resiko atau manfaat dari terapi pengobatan yang diberikan. Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa total kejadian interaksi obat-obat dengan tingkat keparahan sebesar 30 kejadian interaksi yang terdiri dari: 12 kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan minor (40%), 9 kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan moderate (30%) dan 9 kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan major (30%). Tingkat keparahan minor dilaporkan dapat mengganggu hasil terapi tetapi tidak secara signifikan dan biasanya tidak memerlukan pengobatan tambahan. Pada tingkat keparahan moderate dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien dan mungkin memerlukan pengobatan tambahan (Tatro, 2009). Signifikansi klinis dari interaksi obat berpotensi berbahaya apabila dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas (Roughead dkk, 2010). Interaksi obat-obat dengan tingkat keparahan major dapat berpotensi mengancam nyawa atau mampu menyebabkan kerusakan permanen. Contohnya, interaksi obat golongan Diuretik Hemat Kalium dengan ACE inhibitors (spironolakton-ramipril dan spironolakton- kaptopril) (Tabel 6). Kedua golongan obat tersebut apabila diberikan secara bersamaan akan berinteraksi dan secara sinergis menyebabkan peningkatan konsentrasi serum kalium (hiperkalemia) terutama pada pasien gagal ginjal dimana berkurangnya ekskresi kalium oleh ginjal (Tatro, 2009). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan dari total 12 pasien ditemukan 2 pasien meninggal dunia akibat hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal yang mendapatkan terapi obat ACE inhibitor dan spironolakton. Oleh karena itu, kombinasi ACE inhibitor dan spironolakton harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan dipantau secara ketat khususnya pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan pasien geriatri (Schepkens dkk, 2001). Seorang farmasis dinilai penting untuk mengkaji tingkat keparahan dari suatu interaksi obat-obat yang diperlukan dalam menilai risiko atau manfaat dari suatu terapi pengobatan sehingga dapat ditentukan prioritas dalam hal monitoring pasien. Salah satunya dengan mewaspadai pasien yang memperoleh obat yang mungkin berinteraksi dengan obat lain terutama apabila diketahui keparahan interaksi obat-obat tersebut tergolong major yang berpotensi mengancam nyawa atau mampu menyebabkan kerusakan permanen (Tatro, 2009). ## KESIMPULAN Karakteristik dari 100 pasien geriatri rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode bulan Juli 2016, mayoritas berada pada usia 60 – 74 tahun sebesar 64 pasien (64%). Jumlah pasien laki-laki sebesar 50 pasien (50%) dan perempuan sebesar 50 pasien (50%). Diagnosa panyakit yang paling banyak ditemukan, yaitu penyakit hipertensi 58 (17,90%), penyakit anemia 35 (10,80%) dan penyakit gagal ginjal kronik 28 (8,64%). Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat 76 pasien geriatri (76%) yang menerima resep ≥ 5 jenis obat saat mulai dirawat inap. Prevalensi interaksi obat pada pasien geriatri rawat inap yaitu sebesar 44% (44 pasien) dengan total 146 kejadian interaksi. ## SARAN Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan prevalensi interaksi obat dan kejadian interaksi pada pasien geriatri di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. ## DAFTAR PUSTAKA Admassie, E., Melese, T., Mequanent W., Hailu W., and Srikanth B. A. 2013. Extent of poly-pharmacy, occurrence and associated factors of Drug-Drug interaction and potential adverse Drug reactions in Gondar Teaching Referral Hospital, North West Ethiopia. Journal Adv Pharm Technol Res . Vol 4 (4) : 183– 189. Becker M., Caspers P., Kallewaard M., Bruinink R., Kylstra N., Heisterkamp S., et al. 2007. Determinants of potential Drug– Drug interaction associated dispensing in community pharmacies in the Netherlands. Pharm World Sci . Vol 29 (2) : 51– 57. Bista, D., Saha, A., Mishra, P., Palaian, S., Shankar, P. R. 2009. Impact Of Educational Intervention On The Pattern And Incidence Of Potential Drug-Drug Interactions In Nepal. Pharm Pract (Granada) . Vol. 7 (4) : 242–247 Braga, T. B., Pfaffenbach, G., Weiss, D. P., Barros, M. B., Bergsten-Mendes, G. 2004. Point Prevalence Of Drug Prescriptions For Elderly And Non- Elderly Inpatients In A Teaching Hospital. Sao Paulo Med J . Vol. 122 (2) : 48–52. Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C. 2004. Pharmaceutical Care Practice . McGraw-Hill, New York. Dahlan, M. S. 2013. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan Edisi Ketiga . Salemba Medika, Jakarta. De Maat, M. M. R., DeBoer A., Koks, C. H. W., Mulder, J. W., P.L., Meenhorst, E. C. M., Mairuhu, A. T. A., Huitema, A. D. R., Beijnen, J. H. 2004. Evaluation Of Clinical Pharmacist Interventions On Drug Interactions In Outpatient Pharmaceutical HIV-Care. Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics. (29) : 121–130. Fradgley, S. 2003. Farmasi klinis : Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Penerbit PT Elek Media Komputindo, Jakarta. Kashyap, M., D’Cruz, S., Sachdev, A., and Tiwari P. 2013. Drug-Drug interactions and their predictors: Results from Indian elderly inpatients. Pharm Pract (Granada) . Vol. 11 (4) : 191–195. Kemenkes RI. 2016. Permenkes RI No 25 Tahun 2016 Tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut usia . Depkes RI, Jakarta. Kulkarni, V., Bora, S. S., Sirisha, S., Saji, M., and Sundaran, S. 2013. A study on Drug–Drug interactions through prescription analysis in a South Indian teaching hospital. Ther Adv Drug Saf. Vol. 4 (4) : 141–146. Rahmawati, F., Handayani, R., Gosal, V. 2006. Kajian Retrospektif Interaksi Obat Di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia . Vol 17 (4) : 177- 183. Rahmawati, F., Hidayati, N., Rochmah, W., Sulaiman, S. A. S. 2010. Potentiality Of Drug-Drug Interactions In Hospitalized Geriatric Patients In A Private Hospital, Yogyakarta, Indonesia. Asian Journal Of Pharmaceutical And Clinical Research . Vol. 3 (3) : 191-194. Roughead, E. E., Kalisch, L. M, Barratt, J. D., Gilbert, A. L. 2010. Prevalence of potentially hazardous Drug interactions amongst Australian veterans. Br J Clin Pharmacol . Vol. 70 (2) : 252–257. Salwe, K. J., Kalyansundaram, D., Bahurupi, Y. 2016. A Study On Polypharmacy And Potential Drug- Drug Interactions Among Elderly Patients Admitted In Department Of Medicine Of A Tertiary Care Hospital In Puducherry. J Clin Diagn . Vol. 10 (2) : Fc06–Fc10. Schepkens, H., Vanholder, R., Billiouw, J. M., Lameire, N. 2001. Life- Threatening Hyperkalemia During Combined Therapy With Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors And Spironolactone: An Analysis Of 25 Cases. Am J Med . Vol. 110 (6) : 438-41. Setiawati. 2008. Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Sudigdo, S., Ismail, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-4 . Agung Seto, Jakarta. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Interna Publishing, Jakarta. Tatro. 2009. Drug Interaction Facts . Fifth Edition. Wolters Kluwer Company, United States of America. Teka, F., Teklay, G., Ayalew, E., Teshome, T. 2016. Potential Drug–Drug Interactions Among Elderly Patients Admitted To Medical Ward Of Ayder Referral Hospital, Northern Ethiopia: A Cross Sectional Study. Bmc Res Notes . Vol. 9 (1) : 431. World Health Organization. 2007. WHO Global Report on Falls Prevention in Older Age . WHO, Perancis.
387d9b44-46f5-4c12-b816-56cdca15edc8
https://journal.sttindonesia.ac.id/bangkitindonesia/article/download/34/23
## Analisis Pemilihan Calon Penerima Beasiswa Daerah dengan Metode Analytical Hierarchy Process dan Profile Matching (Studi Kasus: Universitas Darwan Ali, Sampit, Kalimantan Tengah) 1 Lukman Bachtiar, 2 Kusrini Magister Teknik Informatika Universitas AMIKOM Yogyakarta Indonesia e-mail: 1 [email protected], 2 [email protected] ## Abstrak Sistem pendukung keputusan (SPK) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menguji nilai Consistency Ratio (CR) menentukan kelayakan tatanan perbandingan derajat kepentingan tiap-tiap kriteria. Pemrosesan metode AHP ini sampai menghasilkan nilai Prioritas tiap-tiap persyaratan. Jika nilai CR telah layak maka dapat dilanjutkan ke tahap pencarian solusi dengan metode Profile Matching (PM) untuk menyeleksi calon penerima beasiswa. Nilai Prioritas tiap- tiap persyaratan dari metode AHP kemudian dikelompokkan oleh metode PM ke dalam grup Core Factor dan grup Secondary Factor berdasarkan urutan descending nilai Prioritas. SPK ini dipakai oleh bagian Kemahasiswaan untuk menyeleksi para mahasiswa untuk diusulkan ke Bagian Kesra kabupaten dalam program Beasiswa Gerbang Mentaya. Keluaran pertama SPK berupa rincian perhitungan AHP mendapatkan nilai CR dengan konfirmasi apakah sudah dapat melakukan pencarian solusi ataukah masih harus menata kembali tatanan nilai- nilai perbandingan derajat kepentingan tiap-tiap persyaratan. Keluaran kedua memuat rincian pemrosesan PM menilai persyaratan para mahasiswa. Keluaran terakhir berupa daftar para mahasiswa yang benar-benar layak diusulkan menerima beasiswa berdasarkan seleksi penilaian, seleksi status warga tetap kabupaten, dan status tidak sedang menerima beasiswa dari pihak lain, yang kemudian diusulkan oleh bagian Kemahasiswaan kepada Bagian Kesra Kabupaten Kotawaringin Timur. Kata kunci : penerima, beasiswa, daerah, pendukung, keputusan, status, penduduk. ## 1. Pendahuluan Berdasarkan Pengumuman Bupati Kotawaringin Timur Nomor 422.5/1642/Bag.Kesra tentang Penjaringan Calon Penerima Beasiswa Gerbang Mentaya dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2018, para pelajar dan mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengikuti perekrutan beasiswa ini dengan beberapa kategori calon penerima beasiswa, yaitu meliputi a) Calon Penerima Beasiswa Mahasiswa Kurang Mampu, b) Calon Penerima Beasiswa Tahap Akhir, c) Calon Penerima Beasiswa Pelajar dan Mahasiswa Berprestasi Akademik dan Non Akademik, dan d) Calon Penerima Beasiswa Usia Sekolah. Pada umumnya Beasiswa Gerbang Mentaya ini memiliki beberapa persyaratan yang meliputi: a) Calon penerima beasiswa merupakan warga Kabupaten Kotawaringin Timur. Hal ini dapat dibuktikan dengan melampirkan Kartu Keluarga ataupun Kartu Tanda Penduduk milik pelajar / mahasiswa ataupun orangtua / walinya, b) Memiliki Kartu Raskin ataupun Kartu Perlindungan Sosial (KPS) ataupun Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), c) Tidak sedang menerima beasiswa dari pihak lain, d) Khusus mahasiswa, memiliki Indeks Prestasi minimal 2.5, e) Memiliki prestasi dengan bukti piagam ataupun sertifikat ataupun surat keterangan yang lain, dan f) Melengkapi persyaratan administrasi pengajuan permohonan beasiswa. Suatu kekurangan yang ditemukan oleh peneliti dalam perekrutan calon penerima beasiswa ini adalah belum diterapkan metode-metode logika dalam sistem pendukung keputusan pada pengolahan penilaian calon penerima beasiswa itu. Kegiatan tim penilai hanya memeriksa kelengkapan berkas pendaftaran yang diberikan oleh para pendaftar calon penerima beasiswa. Situasi ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu: a) Terdapat empat pilihan jenis beasiswa yang disediakan oleh Bupati Kotawaringin Timur, b) Tiap-tiap pilihan jenis beasiswa itu memiliki persyaratan yang berbeda maupun persyaratan yang mirip, dan c) Untuk menentukan pemilihan calon penerima yang lolos mendapatkan beasiswa hanya berdasarkan kelengkapan berkas pendaftaran. Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut a. Bagaimanakah cara menggabungkan metode Analytical Hierarchy Process dan metode Profile Matching dalam sistem pendukung keputusan di Universitas Darwan Ali untuk memilih para mahasiswa yang dapat diusulkan menerima beasiswa Gerbang Mentaya? b. Berapa tingkat akurasi dari hasil perhitungan keluaran program jika dibandingkan dengan perhitungan manual? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu analisis pada sistem pendukung keputusan di Universitas Darwan Ali untuk memilih mahasiswa yang layak diusulkan kepada Kantor Kesra Kabupaten Kotawaringin Timur untuk mendapat beasiswa Gerbang Mentaya. Peneliti memakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menganalisis kelayakan perbandingan derajat kepentingan tiap-tiap persyaratan dan dilanjutkan dengan pembuatan keputusan dengan metode Profile Matching (PM) untuk perekrutan mahasiswa yang diusulkan menerima beasiswa itu. Hasil dari penelitian ini adalah berupa daftar para mahasiswa yang layak diusulkan kepada Kantor Kesra Kabupaten Kotawaringin Timur untuk dapat menerima beasiswa Gerbang Mentaya. Alasan peneliti memakai metode AHP adalah untuk menganalisis kelayakan perbandingan derajat kepentingan tiap-tiap persyaratan antarkriteria, karena metode ini mengizinkan menata kembali skore-skore derajat kepentingan yang diuji sampai mendapatkan nilai Consistency Ratio (CR) yang layak, sebelum masuk ke tahap pencarian solusi. Selama nilai CR belum layak (lebih besar dari 0.1) maka skore-skore derajat kepentingan yang diuji itu dapat diperbaiki kembali. Setelah mendapatkan nilai CR layak (kurang dari 0.1), maka nilai-nilai prioritas yang telah diperoleh dengan metode AHP dapat diacu sebagai nilai Core Factor (CF) dan nilai Secondary Factor (SF) di metode PM untuk mencari solusi. Alasan peneliti memakai metode PM dalam pencarian solusi adalah karena setiap persyaratan pada suatu permasalahan dapat dikelompokkan ke dalam grup CF sebagai kelompok persyaratan primer dan ke dalam grup SF sebagai kelompok persyaratan sekunder. Tujuan dari penelitian ini dapat dicapai oleh peneliti dengan memakai beberapa cara di bawah ini: a. Melakukan analisis perhitungan dengan formula Microsoft Excel untuk menentukan penyeleksian para mahasiswa Universitas Darwan Ali Sampit dengan metode AHP dan metode PM untuk dapat diusulkan menerima beasiswa Gerbang Mentaya. b. Membuat keluaran dari hasil analisis berupa informasi daftar mahasiswa yang benar-benar layak untuk diusulkan kepada Kantor Kesra Kabupaten Kotawaringin Timur untuk menerima beasiswa Gerbang Mentaya. 2. Kajian Pustaka ## 2.1 Tinjauan Pustaka Suatu ciri khas dari penelitian Tesis saat ini adalah memakai dua buah metode, yaitu metode AHP dipakai untuk menganalisis kelayakan nilai CR, dan metode PM dipakai untuk mencari solusi dari permasalahan. Proses perhitungan dengan metode AHP dimulai dengan menganalisis perbandingan derajat kepentingan tiap-tiap persyaratan sampai mendapatkan nilai CR yang layak sesuai ketentuan AHP. Metode PM memroses pencarian solusi dengan memakai nilai Prioritas setiap persyaratan yang telah diperoleh dengan pemrosesan sebelumnya dengan metode AHP. Nilai Prioritas ini dipakai oleh metode PM untuk mengelompokkan persyaratan permasalahan beasiswa ini masuk ke dalam grup CF dan grup SF. Di bagian akhir pemrosesan metode PM masih ditambah dengan satu langkah eliminasi dengan suatu operasi logika untuk menemukan sebuah solusi final jika dihadapkan dengan beberapa subkeputusan. Penelitian Tesis saat ini dilakukan berdasarkan beberapa rujukan penelitian terdahulu, yaitu: a. Metode AHP dipakai untuk membuat keputusan perekrutan karyawan baru untuk mempermudah kegiatan penyeleksian para pelamar dalam penelitian Sasongko dan rekan (2017). Penelitian Sasongko dan rekan ini hanya menerapkan metode AHP dan langsung menemukan solusi final, sedangkan penelitian pada Tesis ini memiliki ciri khas yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. b. Puspitasari dan rekan (2017) memiliki penelitian dengan hasil suatu sistem pendukung keputusan dengan metode AHP untuk memecahkan permasalahan pemberian beasiswa pada suatu sekolah di Jawa Timur. Penelitian Puspitasari dan rekan ini tidak memiliki ciri khas dari penelitian Tesis saat ini yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. c. Sistem pendukung keputusan dengan metode PM untuk penempatan jabatan telah diteliti oleh Sahureka (2017). Hal pembeda dengan penelitian Tesis saat ini adalah penelitian Sahureka hanya menerapkan metode PM dan tidak memiliki ciri khas dari penelitian Tesis saat ini yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. d. Pemakaian dua buah metode dalam sebuah penelitian telah dilakukan oleh Astradanta dan rekan (2016) dengan cara perbandingan multikriteria diuji dengan metode AHP dan pencarian solusi memakai metode Simple Additive Weighting (SAW). Penelitian Astradanta dan rekan ini memakai dua buah metode untuk mencari solusi sesuai alur algoritma dua metode itu, dan tidak memiliki ciri khas dari penelitian Tesis saat ini yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. e. Pemakaian metode PM dan metode AHP pada penelitian Moedjiono dan rekan (2016) dapat menganalisis kelayakan pemilihan karyawan, namun penelitian Moedjiono dan rekan ini tidak dihadapkan dengan munculnya beberapa subsolusi dan tidak memiliki ciri khas dari penelitian Tesis saat ini yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. f. Metode PM pada penelitian Khotijah dan rekan (2017) dapat memberikan rekomendasi berupa informasi beberapa sekolah yang dapat dipilih orangtua para calon siswa Taman Kanak-kanak. Khotijah dkk (2017) hanya memakai metode PM pada penelitiannya dan tidak memiliki ciri khas dari penelitian Tesis saat ini yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. g. Implementasi metode logika PM telah dipakai oleh Sambani dan rekan (2016) untuk menyeleksi kelayakan dalam perekrutan calon pengajar. Penelitian Tesis saat ini sama seperti penelitian Sambani dkk, yaitu menggunakan metode PM untuk pencarian solusi. Namun penelitian Sambani dan rekan tidak memiliki ciri khas dari penelitian Tesis saat ini yang telah dijelaskan pada alinea pertama sub Tinjauan Pustaka ini. ## 2.2 Sistem Definisi tentang sistem dapat dibuat berdasarkan dua hal penekanan, yaitu: a) Kelompok yang memberi penekanan kepada hal komponen, mendefinisikan sistem sebagai suatu seri dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan, bekerja sama di dalam suatu kerangka kerja dan tahapan yang terpadu untuk menyelesaikan dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya [1]. Jogianto (1993) berpendapat bahwa komponen sistem adalah berupa subsistem, b) Sedangkan kelompok yang memberi penekanan kepada hal prosedur, memberi definisi tentang sistem sebagai suatu jaringan kerja yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu [1]. ## 2.3 Sistem Pendukung Keputusan Beberapa penulis memberikan definisi mengenai sistem pendukung keputusan, antara lain sebagai: a) merupakan sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah yang tidak terstruktur [2], dan b) merupakan sistem berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dengan memanfaatkan data dan model untuk mengidentifikasi, memecahkan masalah dan membuat keputusan [3]. Wahid (2005) menyebutkan bahwa sistem pendukung keputusan biasa disebut dengan istilah Decision Support System . Sistem penunjang keputusan adalah sistem interaktif berbantuan komputer yang mendukung pemakai dalam kemudahan akses terhadap data dan model keputusan dalam upaya membantu proses pengambilan keputusan yang efektif dalam memecahkan masalah yang bersifat semi terstruktur dan tidak terstruktur, karena itu harus mampu a) Ditambah atau dikembangkan, b) Mendukung analisis data dan model desisi, c) Berorientasi pada masa yang akan datang, dan d) Digunakan dalam waktu yang tidak terjadwal [4] Terdapat tiga komponen besar yang saling berhubungan di dalam suatu sistem pendukung keputusan, seperti yang ditunjukkan melalui Gambar 1. Gambar 1. Komponen Sistem Pendukung Keputusan [5] Hubungan dari komponen-komponen pada gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Pengelolaan Data ( Database Management ) merupakan subsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data yang merupakan suatu sistem pendukung keputusan dapat berasal dari luar maupun dalam lingkungan. Untuk keperluan sistem pendukung keputusan diperlukan data yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan melalui simulasi, b) Pengelolaan Model ( Model Base ) merupakan suatu model yang merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif (model matematika sebagai contohnya) sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk didalamnya tujuan dari permasalahan (obyektif), komponen-komponen terkait, batasan-batasan yang ada ( constraints ), dan hal-hal terkait lainnya. Model Base memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan solusi alternatif, c) Pengelolaan Dialog ( User Interface ) merupakan penggabungan antara dua komponen sebelumnya yaitu Database Management dan Model Base yang disatukan dalam komponen ketiga ( user interface ), setelah sebelumnya dipresentasikan dalam bentuk model yang dimengerti komputer. User interface menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukan dari pemakai ke dalam sistem pendukung keputusan [5]. Kusrini (2007) berpendapat bahwa komponen User Interface sering disebut sebagai Subsistem Dialog [5]. Beberapa keuntungan yang dapat diambil jika suatu sistem pendukung keputusan dapat diimplementasikan adalah: a) Mampu mendukung pencarian solusi dari berbagai permasalahan yang kompleks, b) Dapat merespon dengan cepat pada situasi yang tidak diharapkan dalam kondisi yang berubah-ubah, c) Mampu untuk menerapkan berbagai strategi yang berbeda pada konfigurasi berbeda secara cepat dan tepat, d) Meningkatkan kontrol manajemen dan kinerja, e) Menghemat biaya dan sumber daya manusia, f) Menghemat waktu karena keputusan dapat diambil dengan cepat, dan g) Meningkatkan efektivitas manajerial, menjadikan manajer dapat bekerja lebih singkat dan dengan sedikit usaha. [6] ## 2.4 Analytical Hierarchy Process Salah satu model yang dapat digunakan sebagai proses pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan Proses Hierarki Analitik atau yang dikenal dengan istilah Analytical Hierarchy Process , yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an. Dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. [7] Prinsip kerja Analytical Hierarchy Process terdiri dari: [4] a. Penyusunan Hierarki, memiliki arti bahwa persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. b. Kriteria dan Alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan, yang menurut Saaty (1983) menyebutkan bahwa untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan (Saati, 2008) [4] Tingkat Kepentingan Definisi Keterangan 1 Sama penting Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama 3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 5 Lebih penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya ## Tabel 1. Lanjutan Tingkat Kepentingan Definisi Keterangan 7 Sangat penting Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya 9 Mutlak lebih penting Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi 2, 4, 6, 8 Nilai tengah-tengah di antara dua pendapat yang berdampingan Nilai-nilai ini diperlukan suatu kompromi c. Penentuan Prioritas, dapat dilakukan melalui perbandingan berpasangan ( pairwise comparisons ) untuk setiap kriteria dan alternatif. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matrik atau melalui penyelesaian persamaan matematik. d. Konsistensi Logis, dilakukan dengan cara mengelompokkan semua elemen secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Pengukuran Consistency Index (CI) dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh pada kesahihan hasil. Perhitungan CI dapat dihitung dengan Persamaan 1. [7] λ max – n CI = ---------- .......... (1) n – 1 Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila nilai Consistency Ratio (CR) ≤ 0,1. Nilai CR dapat dihitung dengan Persamaan 2. [7] CR = CI / RI.......... (2) CR merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Nilai Random Indeks (RI) merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory seperti pada data pada Tabel 2. Tabel 2. Skala Nilai Random Indeks Oarkridge Laboratory [7] Ukuran Matrik (n) Nilai Index Random (IR) 1 0 2 0 3 0,58 ## Tabel 2. Lanjutan Ukuran Matrik (n) Nilai Index Random (IR) 4 0,9 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59 ## 2.5 Profile Matching Metode Profile Matching atau Pencocokan Profil adalah metode yang sering digunakan sebagai mekanisme dalam pengambilan keputusan dengan mengasumsikan bahwa terdapat tingkat variable predictor yang ideal yang harus dipenuhi oleh subyek yang diteliti, bukannya tingkat minimal yang harus dipenuhi atau dilewati. Dalam proses profile matching secara garis besar merupakan proses membandingkan antara setiap kriteria setiap penilaian dalam sebuah proposal usulan penelitian yang diajukan sehingga diketahui perbedaan skornya (disebut juga gap), semakin kecil gap yang dihasilkan maka bobot nilainya semakin besar yang berarti memiliki peluang lebih besar untuk prioritas kelayakan/kelulusan [5]. Nilai gap ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Bobot Nilai Gap [8] Langkah–langkah dalam penyelesaian perhitungan dengan menggunakan metode Profile Matching : [8] a. Menentukan aspek-aspek penilaian. b. Membuat pemetaan gap kompetisi. c. Memberi pembobotan gap kompetisi. d. Menghitung dan mengelompokkan Core Factor dan Secondary Factor . Nilai Core Factor dapat dihitung dengan Persamaan 3. NCF = Σ NC (aspek) / Σ IC.......... (3) Yang mana: NCF = Nilai rata-rata core factor , ΣNC(aspek) = Jumlah total nilai core factor , dan ΣIC = Jumlah item core factor . [9] Nilai Secondary Factor dapat dihitung dengan Persamaan 4. NSF = Σ NS (aspek) / Σ IS.......... (4) Yang mana: NSF = Nilai rata-rata secondary factor , ΣNS(aspek) = jumlah total nilai secondary factor , dan ΣIS = Jumlah item secondary factor . [9] e. Perhitungan nilai total. Nilai total untuk tiap-tiap kandidat dapat dihitung dengan Persamaan 5. (x)%NCF(aspek) + (x)%NSF(aspek) = N(aspek).......... (5) Yang mana: NCF(aspek) = nilai rata-rata core factor (aspek), NSF (aspek) = nilai rata-rata secondary factor (aspek), N(aspek) = nilai aspek (aspek), dan (x)% = input nilai persen. [10] f. Perhitungan penentuan ranking mengacu pada hasil perhitungan Penentuan ranking dapat dihitung dengan Persamaan 6. Σ(x)%Nk.......... (6) Yang mana: Nk = nilai kriteria, dan (x)% = input nilai persen. [11] ## 2.6 Pengertian Beasiswa Beasiswa adalah pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi keberlangsungan pendidikan yang ditempuh [12]. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), beasiswa adalah tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar. Beasiswa diartikan sebagai bentuk penghargaan yang diberikan kepada individu agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi [13]. Penghargaan itu dapat berupa akses tertentu pada suatu institusi atau penghargaan berupa bantuan keuangan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab V pasal 12 (1.c), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Pasal 12 (1.d), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya [13]. ## 2.7 Pengertian Kartu Perlindungan Sosial Kartu Perlindungan Sosial (KPS) adalah kartu yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai penanda rumah tangga miskin. KPS dirancang sebagai penanda universal bagi rumah tangga sasaran (RTS) untuk mengakses program perlindungan. memuat informasi: Nama Kepala Rumah Tangga, Nama Pasangan Kepala Rumah Tangga, Nama Anggota Rumah Tangga Lain, Alamat Rumah Tangga, Nomor Kartu Keluarga, dilengkapi dengan kode batang (barcode) beserta nomor identitas KPS yang unik. Kartu Perlindungan Sosial berguna untuk mendapatkan program subsidi beras (RASKIN), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan bantuan-bantuan yang lain [14]. ## 3. Metodologi Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan peneliti mengikuti alur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah. Tahap studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pengertian secara teori mengenai sistem, sistem pendukung keputusan, dan alur algoritma dari metode-metode logika dalam sistem pendukung keputusan yang dipakai dalam penelitian ini. Pada tahap pengumpulan data dan informasi peneliti dapat menemukan informasi mengenai kendala penanganan perekrutan calon penerima beasiswa dan mengetahui aturan maupun kriteria yang ditetapkan dalam perekrutan calon penerima beasiswa Gerbang Mentaya ini. Kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan untuk pemberian beasiswa seperti yang diperinci pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Pemberian Beasiswa Gerbang Mentaya Nama Kriteria Keterangan Bobot P1 Warga Kabupaten Kotawaringin Timur 15 % P2 Memiliki Kartu Raskin / KPS / SKTM 20 % P3 Kelengkapan persyaratan administrasi 10 % P4 Untuk mahasiswa, memiliki IP minimal 2.50 20 % P5 Memiliki prestasi non-akademik / lomba-lomba 20 % P6 Tidak sedang menerima beasiswa dari pihak lain 15 % Dari hasil observasi dan wawancara ini peneliti memahami bahwa kriteria- kriteria yang ditulis pada Tabel 3 dapat dijadikan sebagai kriteria-kriteria yang akan diolah dengan metode-metode sistem pendukung keputusan yang dipakai dalam penelitian ini, sehingga nanti di dalam alur perhitungan pengambilan keputusan melalui metode-metode itu harus mengacu ke data pada Tabel 3 untuk pengolahan data penjaringan nama-nama mahasiswa yang dapat diusulkan untuk menerima beasiswa Gerbang Mentaya. Data pada Tabel 4 merupakan data nilai untuk prestasi lomba-lomba yang diperoleh peneliti dari Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur. Data ini terkait dengan kriteria kelima yang tertulis pada Tabel 3 sebelumnya. Tabel 4. Ketentuan Nilai Piagam Penghargaan Kode Tingkat Event Tingkat Juara Nilai Beregu Perorangan PP1 III 7,5 12,5 PP2 Kabupaten II 10 15 PP3 I 12,5 17,5 PP4 III 15 20 PP5 Provinsi II 17,5 22,5 PP6 I 20 25 PP7 III 22,5 27,5 PP8 Nasional II 25 30 PP9 I 27,5 32,5 PP0 Tidak ada Tidak ada 0 0 ## 4. Hasil dan Pembahasan Terdapat 10 orang siswa sebagai kandidat yang akan dicari peringkat prioritas/peluang untuk perekrutan calon penerima beasiswa Gerbang Mentaya seperti yang ditulis pada Tabel 5, yang diperoleh dari hasil pengecekkan kelengkapan persyaratan berkas pendaftaran dari para kandidat. Tabel 5. Hasil Pengecekan Kelengkapan Persyaratan Beasiswa NPM Nama Mahasiswa Hasil Pengecekan P1 P2 P3 P4 P5 P6 1257201001395 Erwinda Sri Ramadhani Y T L Y PP1B B 1357201001463 Gt. Idris Said T Y L Y PP0 TB 1357201001587 Hanura Djoyo Diarjo Y T L Y PP4B B 1457201001646 Nur Jennah T Y L Y PP4P B 1457201001663 Puput Nada Muslika Y Y L Y PP0 B 1557201001739 Bayu Nur Rohman Y T L Y PP0 B 1557201001741 Benny Setyawan Y Y L Y PP3B B 1557201001743 Teddyanur Y Y L Y PP3P B 1557201001746 Ronny Effendi Y T L Y PP0 B 1557201001747 Aulia Ulfah Y Y L Y PP0 B Keterangan: Y = Ya, T = Tidak, L = Lengkap, B = Benar, dan TB = Tidak Benar Alur penyelesaian permasalahan pada penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu a) Sub 4.1 menjelaskan pemakaian metode AHP untuk menganalisis kelayakan perbandingan nilai antar kriteria sampai mendapatkan nilai Prioritas untuk setiap kriteria, dan b) Sub 4.2 menjelaskan pemakaian metode Profile Matching untuk mencari nilai setiap kandidat sebagai solusi perekrutan penerima beasiswa ini. 4.1 Analisis Nilai CR dan Mencari Nilai Prioritas Kriteria-kriteria dengan Metode AHP Langkah-langkah untuk menganalisis nilai CR adalah sebagai berikut: a. Menyusun Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria-kriteria untuk permasalahan beasiswa ini dapat diadakan perbandingan tingkat kepentingannya seperti nilai-nilai bilangan bulat yang tertulis pada Tabel 6. ## Tabel 6. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 1 9 3 9 9 5 P2 0,111111 1 5 7 7 5 P3 0,333333 0,2 1 3 3 3 P4 0,111111 0,1428571 0,333333 1 7 7 P5 0,111111 0,1428571 0,333333 0,142857 1 7 P6 0,2 0,2 0,333333 0,142857 0,142857 1 Jumlah 1,866667 10,685714 10 20,28571 27,14286 28 ## b. Menyusun Matriks Nilai Kriteria Matriks Nilai Kriteria di Tabel 7 dihasilkan dari Matriks Perbandingan Berpasangan (Tabel 6) yaitu dengan cara nilai untuk setiap baris kriteria dibagi dengan nilai Jumlah untuk setiap kolom kriteria. Kolom Jumlah pada Tabel 7 merupakan akumulasi nilai untuk setiap kolom kriteria, yang kemudian dibagi dengan jumlah (macam) kriteria permasalahan untuk mendapatkan nilai Prioritas pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks Nilai Kriteria Kriteria P1 P2 P3 P4 P1 0,535714 0,842246 0,3 0,443662 P2 0,059524 0,0935829 0,5 0,34507 P3 0,178571 0,0187166 0,1 0,147887 P4 0,059524 0,013369 0,033333 0,049296 P5 0,059524 0,013369 0,033333 0,007042 P6 0,107143 0,0187166 0,033333 0,007042 Kriteria P5 P6 Jumlah Prioritas Urutan P1 0,331579 0,178571 2,631773 0,438629 1 P2 0,257895 0,178571 1,434643 0,239107 2 P3 0,110526 0,107143 0,662845 0,110474 4 P4 0,257895 0,25 0,663417 0,110569 3 P5 0,036842 0,25 0,40011 0,066685 5 P6 0,005263 0,035714 0,207212 0,034535 6 c. Menyusun Matriks Penjumlahan Per Baris Matriks Penjumlahan Per Baris pada Tabel 8 dapat dibuat dengan operasi perkalian antara data Matriks Perbandingan Berpasangan (Tabel 6) dan nilai Prioritas (Tabel 7). Data dari baris Jumlah di Tabel 6 tidak disertakan dalam operasi perkalian ini. Tabel 8. Matriks Penjumlahan Per Baris P1 P2 P3 P4 P5 P6 Jumlah Per Baris 0,43862877 2,151965 0,3314223 0,995125 0,600166 0,172677 4,68998369 0,04873653 0,239107 0,5523704 0,773986 0,466796 0,172677 2,253672862 0,14620959 0,047821 0,1104741 0,331708 0,200055 0,103606 0,939874911 0,04873653 0,034158 0,0368247 0,110569 0,466796 0,241748 0,93883228 0,04873653 0,034158 0,0368247 0,015796 0,066685 0,241748 0,443947989 0,087725754 0,047821 0,0368247 0,015796 0,009526 0,034535 0,232229377 d. Menyusun Bahan Hitungan CR Bahan hitungan untuk mencari nilai CR menggunakan data Jumlah Per Baris (Tabel 8) dan data nilai Prioritas (Tabel 7). Bahan hitungan untuk langkah ini disusun pada Tabel 9. Tabel 9. Bahan Hitungan Consistency Ratio Kriteria Jumlah Per Baris Prioritas Hasil P1 4,68998369 0,438629 5,128612 P2 2,253672862 0,239107 2,49278 P3 0,939874911 0,110474 1,050349 P4 0,93883228 0,110569 1,049402 P5 0,443947989 0,066685 0,510633 P6 0,232229377 0,034535 0,266765 Jumlah 10,49854 e. Menghitung Kelayakan Perbandingan Antar Kriteria Dalam permasalahan beasiswa ini terdapat 6 macam persyaratan/kriteria, maka nilai variabel n (Ukuran Matrik) adalah 6, sehingga nilai Index Random (IR) mengacu pada baris ke-6 pada Skala Nilai Random Indeks (Tabel 2), yaitu sebesar 1.24. Langkah-langkah untuk mendapatkan nilai Consistency Ratio (CR) dimulai dengan mencari nilai λ maks dan Consistency Index (CI) dengan perincian sebagai berikut: λ maks = Hasil / n = 10,49854 / 6 = 1.749757. CI = (λ maks - n) / n = (1.749757 – 6) / 6 = -0.70837. CR = CI / IR = -0.70837 / 1.24 = -0.57127. Karena CR memiliki nilai lebih kecil dari 0.1, maka tatanan nilai-nilai perbandingan tiap-tiap derajat kepentingan di Matriks Perbandingan Berpasangan dapat diterima, sehingga tahap pencarian solusi dapat dilakukan. ## 4.2 Pencarian solusi dengan Metode PM Pencarian solusi dengan metode PM terdiri dari langkah-langkah berikut: a. Menyusun Penilaian terhadap Data Hasil Pengecekan Kelengkapan Persyaratan Beasiswa Pada langkah ini dibuat penilaian terhadap Hasil Pengecekan Kelengkapan Persyaratan Beasiswa (Tabel 5), dan hasil penilaian ini ditulis pada Tabel 10. Tabel 10. Penilaian Terhadap Data Hasil Pengecekan Kelengkapan Persyaratan Beasiswa NPM Nilai untuk Setiap Kriteria P1 P2 P3 P4 P5 P6 1257201001395 4 0 4 4 2 4 1357201001463 0 4 4 4 1 0 1357201001587 4 0 4 4 3 4 1457201001646 0 4 4 4 3 4 ## Tabel 10. (Lanjutan) NPM Nilai untuk Setiap Kriteria P1 P2 P3 P4 P5 P6 1457201001663 4 4 4 4 1 4 1557201001739 4 0 4 4 1 4 1557201001741 4 4 4 4 3 4 1557201001743 4 4 4 4 3 4 1557201001746 4 0 4 4 1 4 1557201001747 4 4 4 4 1 4 b. Mencari nilai Selisih/Gap untuk Setiap Kriteria Data Selisih Gap (Tabel 11) disusun dari data pada Tabel 10 kemudian dikurangkan dengan nilai-nilai pengurang untuk tiap-tiap kriteria. Tabel 11. Selisih/Gap untuk Setiap Kriteria NPM Nilai untuk Setiap Kriteria P1 P2 P3 P4 P5 P6 1257201001395 4 0 4 4 2 4 1357201001463 0 4 4 4 1 0 1357201001587 4 0 4 4 3 4 1457201001646 0 4 4 4 3 4 1457201001663 4 4 4 4 1 4 1557201001739 4 0 4 4 1 4 1557201001741 4 4 4 4 3 4 1557201001743 4 4 4 4 3 4 1557201001746 4 0 4 4 1 4 1557201001747 4 4 4 4 1 4 Pengurang 4 4 4 4 5 4 NPM Hasil Selisih/Gap untuk Setiap Kriteria P1 P2 P3 P4 P5 P6 1257201001395 0 -4 0 0 -3 0 1357201001463 -4 0 0 0 -4 -4 1357201001587 0 -4 0 0 -2 0 1457201001646 -4 0 0 0 -2 0 1457201001663 0 0 0 0 -4 0 1557201001739 0 -4 0 0 -4 0 1557201001741 0 0 0 0 -2 0 1557201001743 0 0 0 0 -2 0 1557201001746 0 -4 0 0 -4 0 1557201001747 0 0 0 0 -4 0 c. Memberi Bobot Nilai untuk Tiap-tiap Selisih/Gap Hasil dari langkah b kemudian diberi bobot nilai berdasarkan data Bobot Nilai Gap (Gambar 2). Pemberian bobot nilai untuk tiap-tiap selisih/gap para kandidat ini ditulis pada Tabel 12. ## Tabel 12. Bobot Nilai Gap untuk Setiap Kriteria NPM Bobot Nilai untuk Selisih/Gap untuk Tiap Kriteria P1 P2 P3 P4 P5 P6 1257201001395 5 1 5 5 2 5 1357201001463 1 5 5 5 1 1 1357201001587 5 1 5 5 3 5 1457201001646 1 5 5 5 3 5 1457201001663 5 5 5 5 1 5 1557201001739 5 1 5 5 1 5 1557201001741 5 5 5 5 3 5 1557201001743 5 5 5 5 3 5 1557201001746 5 1 5 5 1 5 1557201001747 5 5 5 5 1 5 ## d. Mencari Nilai CF dan Nilai SF Dengan melihat urutan descending nilai Prioritas tiap-tiap kriteria di Matriks Nilai Kriteria (Tabel 7), maka kelompok CF meliputi kriteria P1, P2, dan P4, sedangkan kelompok SF meliputi kriteria P3, P5, dan P6. Dengan bobot nilai yang diperoleh dari langkah b dapat dicari rata- rata nilai CF dan rata-rata nilai SF di Tabel 13. Tabel 13. Nilai CF dan Nilai SF para Kandidat NPM Rata2 CF Rata2 SF (P1 + P2 + P4) / 3 (P3 + P5 + P6) / 3 1257201001395 3,666666667 4 1357201001463 3,666666667 2,333333333 1357201001587 3,666666667 4,333333333 1457201001646 3,666666667 4,333333333 1457201001663 5 3,666666667 1557201001739 3,666666667 3,666666667 1557201001741 5 4,333333333 1557201001743 5 4,333333333 1557201001746 3,666666667 3,666666667 1557201001747 5 3,666666667 e. Mencari Nilai untuk Tiap-tiap Kandidat Karena CF dan SF terdiri dari lebih dari satu kriteria, maka bobot CF dan bobot SF dihitung dari rata-rata Prioritas dari masing-masing kriteria yang telah ditulis pada Matriks Nilai Kriteria dari metode AHP (Tabel 7). Bobot CF dan bobot SF dapat dihitung dengan perincian di bawah ini. Bobot CF = (0,438629 + 0,239107 + 0,110569) / 3 = 0.262768475. Bobot SF = (0,110474 + 0,066685 + 0,034535) / 3 = 0.070564859. Hasil penilaian untuk setiap kandidat yang ditulis pada Tabel 14 dapat dihitung dengan rumus pada Persamaan 7: Nilai responden(i) = Rata-rata CF(i) * Bobot CF + Rata-rata SF(i) * Bobot SF.......... (7) Tabel 14 memuat informasi keputusan sementara perekrutan dari sisi hasil penilaian tiap-tiap kandidat. Tabel 14. Keputusan Sementara Berdasarkan Penilaian NPM Nilai Keputusan Sementara 1257201001395 1,245743842 Tidak diusulkan 1357201001463 1,128135744 Tidak diusulkan 1357201001587 1,269265461 Tidak diusulkan 1457201001646 1,269265461 Tidak diusulkan 1457201001663 1,572580189 Diusulkan 1557201001739 1,222222222 Tidak diusulkan 1557201001741 1,619623428 Diusulkan 1557201001743 1,619623428 Diusulkan 1557201001746 1,222222222 Tidak diusulkan 1557201001747 1,572580189 Diusulkan Dengan data Nilai di Tabel 14 dapat diperoleh rata-rata nilai sebesar 1,374126 sebagai nilai minimal yang dapat diusulkan menerima beasiswa, dari sisi hasil penilaian. Berdasarkan status warga tetap kabupaten dan status tidak sedang memerima beasiswa dari pihak lain sebagai kriteria permasalahan (Tabel 3), terdapat dua buah keputusan sementara untuk tiap-tiap kandidat seperti yang ditulis pada Tabel 15. Tabel 15. Keputusan Sementara Berdasarkan Status Kependudukan dan Tidak Menerima Beasiswa Dari Pihak Lain NPM Keputusan Sementara Status Penduduk Tidak Menerima Beasiswa dari Pihak Lain 1257201001395 Diusulkan Diusulkan 1257201001395 Diusulkan Diusulkan 1357201001463 Tidak diusulkan Tidak diusulkan 1357201001587 Diusulkan Diusulkan 1457201001646 Tidak diusulkan Diusulkan 1457201001663 Diusulkan Diusulkan 1557201001739 Diusulkan Diusulkan 1557201001741 Diusulkan Diusulkan 1557201001743 Diusulkan Diusulkan 1557201001746 Diusulkan Diusulkan 1557201001747 Diusulkan Diusulkan f. g. Solusi Akhir Berdasarkan data keputusan sementara di Tabel 14 dan Tabel 15, maka solusi akhir dapat diperoleh dengan melibatkan operasi logika AND untuk dapat menemukan para kandidat yang benar-benar layak diusulkan menerima Beasiswa Gerbang Mentaya. Solusi akhir dari permasalahan beasiswa ini dapat diperinci pada Tabel 16. Tabel 16. Solusi Akhir NIM Penilaian untuk Keputusan Sementara Nilai Status Warga Tidak Menerima Beasiswa dari Pihak Lain 1257201001395 0 1 1 1357201001463 0 0 0 1357201001587 0 1 1 1457201001646 0 0 1 1457201001663 1 1 1 1557201001739 0 1 1 1557201001741 1 1 1 1557201001743 1 1 1 1557201001746 0 1 1 1557201001747 1 1 1 NIM Solusi Akhir Arti Solusi 1257201001395 0 Tidak diusulkan 1357201001463 0 Tidak diusulkan 1357201001587 0 Tidak diusulkan 1457201001646 0 Tidak diusulkan 1457201001663 1 Diusulkan 1557201001739 0 Tidak diusulkan 1557201001741 1 Diusulkan 1557201001743 1 Diusulkan 1557201001746 0 Tidak diusulkan 1557201001747 1 Diusulkan Jadi, diperoleh empat mahasiswa yang layak diusulkan menerima Beasiswa Gerbang Mentaya, yaitu dengan NIM 1457201001663 (Puput Nada Muslika), 1557201001741 (Benny Setyawan), 1557201001743 (Teddyanur), dan 1557201001747 (Aulia Ulfah). 5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dibuat oleh peneliti setelah selesai melakukan analisis pada kasus perekrutan calon penerima Beasiswa Gerbang Mentaya ini adalah: a. Metode AHP dan metode PM dapat digabungkan untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini, yaitu metode AHP dipakai pada tahap analisis terhadap kelayakan perbandingan nilai-nilai derajat kepentingan setiap kriteria sebelum tahap pencarian solusi dapat dilakukan. Jika analisis ini dapat diterima, berarti tatanan nilai-nilai perbandingan derajat kepentingan setiap kriteria sudah bagus, hal ini ditandai dengan nilai CR harus lebih kecil dari 0.1. Metode AHP juga dapat dipakai untuk mencari nilai Prioritas tiap-tiap kriteria pada Matriks Nilai Kriteria AHP, yang kemudian dipakai oleh metode PM sebagai acuan untuk mengelompokkan kriteria-kriteria ke dalam kelompok CF dan keompok SF. Tak kalah penting untuk diperhatikan adalah pemberian Beasiswa Gerbang Mentaya ini memang khusus diberikan kepada para calon penerima yang benar- benar menjadi penduduk tetap kabupaten yang tidak sedang menerima beasiswa dari pihak lain. Untuk itu pada langkah akhir tahap pencarian solusi dapat ditambahkan sebuah langkah untuk mengeliminasi para kandidat yang tidak memenuhi dua persyaratan ini, dan hal ini dapat dikerjakan dengan suatu operasi logika untuk mengolah hasil penilaian para kandidat, status kependudukan para kandidat, dan status tidak sedang menerima beasiswa dari pihak lain. b. Tingkat akurasi perhitungan melalui keluaran program maupun melalui pemberian formula Microsoft Excel sama-sama memberi hasil akurat, dan berbeda dengan keluaran yang didapat dengan perhitungan di atas kertas yang memiliki kesempatan salah tulis ketika menyalin ulang hasil perhitungan dari kalkulator. 6. Daftar Pustaka [1] Jogianto, H.M., 1993, Analisis dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur, Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis, Edisi I, Andi Offset, Yogyakarta. [2] Turban, Efraim; Aronson, Jay E.; Liang, Ting-Peng, 2005, Decision Support Systems and Intelligent Systems-7th Ed Jilid 1, Andi Offset, Yogyakarta. [3] Wahid, Fathul, 2005, Kamus Istilah Teknologi Informasi, Andi Offset, Yogyakarta. [4] Sasongko, Aji; Astuti, Indah Fitri; Maharani, Septya, 2017, Pemilihan Karyawan Baru dengan Metode AHP (Analytic Hierarchy Process), Jurnal Informatika Mulawarman, Vol. 12, No. 2 September 2017. [5] Kusrini, 2007, Konsep dan Sistem Pendukung Keputusan, Andi Offset, Yogyakarta. [6] Astradanta, Made; Wirawan, I Made Agus; Arthana, I Ketut Resika, 2016, Pengembangan Sistem Penunjang Keputusan Pemilihan Tempat Kuliner Dengan Menggunakan Metode AHP Dan SAW Studi Kasus : Kecamatan Buleleng, Jurusan Pendidikan Teknik Informatika, Universitas Pendidikan Ganesha. [7] Puspitasari, T.D; Sari, E.O; Destarianto, P; H Y Riskiawan, H.Y, 2017, Decision Support System for Determining Scholarship Selection using an Analytical Hierarchy Process, International Joint Conference on Science and Technology (IJCST), IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 953 (2018) 012119, doi :10.1088/1742-6596/953/1/012119. [8] Sambani, Egi Badar; Mulyana, Dadang; Maulana, Irfan, 2016, Sistem Pendukung Keputusan Kelayakan Penerimaan Pengajar Menggunakan Metode Profile Matching (Studi Kasus pada ELTI Gramedia Tasikmalaya), Journal of Applied Intelligent System, Vol. 1, No. 2, Juni 2016. [9] Khotijah, Siti; Marlina, Dwi; Driyani, Dewi, 2017, Pemilihan Taman Kanak-kanak di Wilayah Jagakarsa dengan Profile Matching, Ikraith- Informatika, Vol. 1, No. 2, November 2017. [10] Moedjiono; Kurnianda, Nia Rahma; Kusdaryono, Aries, 2016, Decision Support Model for User Submission Approval Energy Partners Candidate Using Profile Matching Method and Analytical Hierarchy Process, Scientific Journal of Informatics, Vol. 3, No. 2, November 2016. [11] Sahureka, Abraham Obeth Petrus, 2017, Decision Support System in the Placement of Electronic Officer of Indonesian Navy with Profile Matching Method, International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT), Vol. 6 Issue 01. [12] Elmayati, 2016, Aplikasi Sistem Informasi Pengajuan Beasiswa Berbasis Web pada Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer Musi Rawas (STMIK-MURA) Kota Lubuklinggau, JUSIM, Vol 1 No.1, Desember 2016. [13] Nugroho, Deni Kurnianto, 2018, Pengembangan dan Analisis Kualitas Sistem Pendukung Keputusan sebagai Aplikasi Rekomendasi Pemilihan Beasiswa di Perguruan Tinggi, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta. [14] TNP2K, 2015, Penetapan Solusi Masalah Kepesertaan dan Pemutakhiran Data Penerima KPS. Jakarta. 1. Nama : 1 Lukman Bachtiar, 2 Kusrini 2. Judul : Analisis Pemilihan Calon Penerima Beasiswa Daerah dengan Metode Analytical Hierarchy Process dan Profile Matching 3. Deskripsi Diri : 1 Mahasiswa Pascasarjana Teknik Informatika Universitas AMIKOM Yogyakarta. 2 Dosen Pembimbing Tesis. Direktur Pascasarjana Teknik Informatika Universitas AMIKOM Yogyakarta Catatan : Ukuran Foto 3x4 Latar Belakang Biru menggunakan Jas Almamater menggunakan dasi.
d2ca2ef0-ab51-45ba-a021-800868015120
https://ejournals.ddipolman.ac.id/index.php/jitu/article/download/37/26
## Metode Pemahaman Hadis Jaringan Islam Liberal ## Husaen Pinang (Dosen Hadis Institut Agama Islam DDI Polewali Mandar Sulawesi Barat) ## ABSTRAK The liberal Islamic Network is known as rasionalism community because considering a common sense as a main priority in understanding religious text. Hierarchically common sense is at the first position followed by Quran in the second, hadith in the third and ijma in the fourth, of course this positioning is entirely opposite to the growing insight that puts common sense under the Quran and hadith . This because they perceive that common sense has a plot to the truth and every religious text must be approached by common sense. Therefore everything including the Quran and the hadith can not be contradicted with common sense and if there is a conflict the common sense must be won. For Liberal Islamic Network there are many text of Quran and hadith that require reinterpretation because some text is no longer applicable in the present context. The reason for the impossibility of applying the religious text in contrary to the three thing, the first is human reason, the second is historical fact and the third is contemporary sosial condition. That is the three cases that guide this community in understanding the Quran and the hadith which then stretched to every text produced by the scholars. In this case the author explores the “littered” writings of Liberal Islamic Network leaders which is mixed in a more adequate presentation into a single unit. Considering the method of understanding this community against the hadith is not found in one of the works but dispersed and is segmentatif. By this writing it will examine form various books accompanied by several interviews, then certainly the author will complete the writing with various hadith an an example of the study. Key word: Liberal, Islam, JIL, Common Sense. ## I. PENDAHULUAN Upaya memahami hadis merupakan hal yang sangat menarik untuk dikedepankan. Persoalan ini berakar dari kenyataan bahwa hadis merupakan sumber kedua setelah Alquran dalam penetapan hukum Islam ( istimba>t} al-h}ukm ), 1 dengan asumsi dasar bahwa Nabi Muhammad saw. diyakini selain penerima wahyu Alquran juga dipandang tentulah yang lebih memahami isi kandungannya. Namun kenyataannya menjadi dilematis karena keadaan hadis dalam berbagai dimensinya berbeda dengan Alquran. Pengkodifikasian 2 Alquran relatif lebih dekat pada masa hidup Nabi 1 Lihat: Muh}ammad Abu> Zahrah, Us}ul al-Fiqh, (Cet. I, : Da>r al-Fikr, 1958). Pada bagian fihris buku ini ditemukan secara hirarkis tata urutan sumber pengambilan hukum Islam yaitu: 1. Alqura>n , 2. al-Sunnah , 3. al-Ijma‘ , 4. fatwa s}aha>bat, 5. al-Qiya>s (analogi), 6. al-Istih}sa>n , 7. al-‘Urf , 8. al-Mas}a>lih} al-Mursalah , 9. al-Z|ara>’i , 10. al- Istis}h}a>b , dan 11. Syar‘u Man Qablana> . Lihat juga penjelasan Prof. DR. Hamka Haq, dalam Falsafat Ushul Fiqhi, (Cet. I; Makassar: Yayasan al-Ahkam, 2000), h. 6-9. 2 Penulisan Alquran sudah dilakukan ketika Rasulullah saw. masih hidup. Dikisahkan oleh Hisyam, ketika Sa’ad dan istrinya sedang membaca surah Tha>ha yang ditulis di selembaran kulit, Umar Ibn al-Khattab datang yang diliputi kemarahan amat sangat karena adiknya telah masuk Islam. Namun ketika ia membaca rangkaian kata dalam surah tersebut, Muhammad saw. (w. 632 M) sebagai penuturnya, periwayatannya diyakini sebagai mutawa>tir , 3 dan dari segi kesumberannya disebut qat}’i> al-wuru>d , terjaga orisinalitasnya oleh Allah swt. dan Alquran tetaplah mendapat perhatian dan penerimaan utama di hati kaum muslimin. Sementara hadis tidaklah demikian, karena pada hadis dilihat dari segi kuantitas periwayatnya umumnya ternilai aha>d dan sebagian kecilnya mutawa>tir, serta dari segi kualitasnya dibagi kepada hadis s}ah}i>h, hadis h}asan, dan hadis d{a’i>f, sementara dari segi kesumberan dan ke- h}ujjah -annya secara umum z{anniy al-wuru>d dan z}anniy al-dila>lah . 4 Belum selesai masalah ini, persoalan bertambah dengan munculnya problem eksternal berupa aksi pemikiran baik dari kalangan orientalis maupun kalangan cendekiawan muslim sendiri yang mempermasalahkan hadis terutama ditinjau dari segi kesumberan dan ke- hujjah- annya. Pergulatan aksi pemikiran mengenai hadis mengalami dinamika yang cukup signifikan karena senantiasa menjadi kajian problematik bagi para ilmuwan baik yang mengkajinya sebagai pembela ( na>s}ir al- sunnah ) maupun sebagai penentangnya ( ingka>r al-sunnah atau al-munkir al-sunnah ) 5 kaitannya masalah verifikasi otentisitas dan validitas hadis sebagai teks keagamaan fundamental Islam. Mungkir al-sunnah menilai bahwa sunnah Nabi saw. pada dasarnya adalah kesinambungan dari adat istiadat pra-Islam ditambah dengan aktivitas pemikiran bebas para pakar hukum Islam masa awal. Sedangkan hadis hanyalah merupakan produk kreasi kaum muslimin belakangan ( projected back ), hal ini dipersepsi karena penulisan dan kodifikasi hadis baru dilakukan seratusan tahun lebih setelah meninggalnya Nabi Muhammad saw. (W. 632 M). 6 yakni ayat ke-14 hatinya yang keras luluh terkena siraman hidayah Allah, begitu indah ia rasakan. Disebutkan, bahwa saat itu penulisan Alquran tidak dilakukan secara kolektif, sehingga ayat-ayat Alquran ditemukan terserak dan tersebar di tangan para sahabat. Lihat: Emsoe Abdurrahman, Apriyanto Ranoedarsono, The Amazing Stories Of Alquran Sejarah Yang Harus Dibaca , (Cet. I; Bandung: Salamadani, 2002), h. 35-38. 3 Term Mutawa>tir diambil dari kata tawa > tur berarti berturut-turut. Yang dimaksud adalah sebuah hadis yang diriwayatkan sejumlah besar perawi disetiap generasi. Terdapat ragam pendapat mengenai jumlah yang harus dipenuhi, ada ulama menetapkan sampai tujuh puluh, ada empat puluh, dan ada yang dua belas, bahkan ada ulama mengatakan cukup empat saja (pada setiap T}{abaqa>t ). ‘ Ada>lah dan D{|abt{ periwayat hadis Mutawa>tir tidak harus dibuktikan agar dapat diterima riwayatnya karena mustahil mereka sepakat membuat kedustaan. Sebuah hadis berstatus Mutawa>tir , menurut ulama hadis, hanya untuk dipraktikkan, sedangkan historisitasnya tidak perlu didiskusikan lagi. Lihat: Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, (Cet. I, Bandung: Hikmah PT. Mizan Publika, 2009), h. 44-45. 4 Istilah z{anniy terdiri atas dua bagian, yaitu kaitan kesumberan ( s\ubu>t ) dan kaitan kandungan ( al-dala>lah ). Tidak didapati perbedaan ulama mengenai kebenaran kesumberan Alquran. Semua sepakat meyakini bahwa redaksi Alquran yang ada sekarang sama persis dengan yang diterima Nabi Muhammad saw. dari Allah SWT. melalui malaikat Jibril. Lihat: M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Cet. XXV; Bandung: Mizan, 2003), h. 137. Sementara hadis oleh mayoritas ulama menyetujui dua macam yaitu mutawa>tir dan a>had. Yang disebut terakhir inilah kemudian dikategorikan sebagai z}{anni> al-wuru>d, kesumberannya tidak meyakinkan. 5 Istilah Ingkar Sunnah bagi Nurchalis Madjid tidaklah tepat, karena ingkar Sunnah dalam arti penolakan pada sunnah Nabi saw. adalah mustahil bagi seorang muslim. Tapi baginya, mereka ini lebih tepat disebut golongan Ingka > r al- Hadi>s . Nurcholis Madjid, Pergeseran Pengertian Sunnah ke Hadis: Implikasinya Dalam Pengembangan Syariah, dalam Budhy Munawar Rachman (Ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Cet. II; Jakarta: Paramadina, 1995), h. 208-210. Keterangan memadai tentang sejarah lahirnya pengingkar sunnah dapat ditemukan dalam karya M. Syuhudi Ismail berjudul Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 14-15. 6 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla: Sekali lagi Soal Kedudukan Hadis, Sumber: [email protected] . Ulil menyatakan bahwa pandangan-pandangan yang menempatkan hadis dalam posisi begitu “suci” adalah perkembangan terakhir yang tidak ada pada masa sahabat dan ta>biin, karena sikap para sahabat dan tabiin begitu takut untuk menuliskan hadis karena khawatir akan menyaingi kedudukan Alquran. Ulil Abshar mengutip keterangan Rasyid Ridha dalam tafsir al- Penolakan hadis kalangan pemikir Islam sendiri mengemuka seperti dari Kassim Ahmad, Taufiq Sidqiy, Isma’il Adham, dan Ah}mad Amin. 7 Penolakan mereka terhadap eksistensi hadis ini dilatarbelakangi pemikiran bahwa Alquran telah cukup memadai dalam menjelaskan segala sesuatu, 8 sedangkan hadis walaupun terlihat lebih rinci dalam penjelasannya namun masih diragukan otentisitasnya terutama ditinjau dari akurasi kritik sanad dan matan . 9 Kassim Ahmad menulis buku Hadis a Re-evaluation yang sangat kontroversial, dimana Kassim mendasarkan pemikirannya atas paradigma bahwa Alquran adalah satu-satunya pedoman keberagamaan dalam Islam. Bagi Kassim, Alquran itu telah komplit, sempurna, dan menjelaskan dirinya sendiri, ia tidak membutuhkan penjelasan dari luar dirinya termasuk hadis. 10 Sementara Taufi>q Shidqiy, 11 pemikir berkebangsaan Mesir berkata bahwa sunnah hanya untuk umat Islam pada masa Nabi saw. dan bangsa Arab saja. Bagi bangsa lain yang ingin memahaminya harus mempelajari bahasa Arab, kondisi, sejarah, dan istilah-istilah bahasa Arab. Menurutnya lagi, sunnah tertolak karena dalam praktiknya banyak hal disebutkan di dalamnya melampaui petunjuk Alquran, sebagai misal hukuman bunuh bagi orang murtad adalah jelas melampaui Alquran. Belakangan ini muncul sebuah pemahaman yang bukan menolak keberadaan hadis tetapi juga bukan menerimanya secara tekstual hadis melainkan menyeruak kepada upaya kontekstualisasi, 12 Manar, bahwa hadis yang paling otoritatif berkenaan dengan larangan untuk menuliskan hadis adalah riwayat Ahmad, Muslim dan Ibn Abd al-Barr dari sahabat Abi> Sai>d al-Khudri>, bahwa Nabi saw. bersabda ” La> taktubu> ‘anni> syai’an illa al-qura>na , fa man kataba ghairal qura>n a fa al-yamh{uh}u>; Janganlah kalian menulis sesuatupun dariku selain Al- Qur’an, barangsiapa telah menulis selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya. 7 Cendekiawan Muslim yang mempersoalkan ke- hujjah -an hadis tersebar di berbagai Negara, yaitu: dari Mesir Taufi>q S}idqi>, Mahmud Abu Rayyah, Ahmad Amin, Rasyad Khalifah, Ah}mad S}ubh}i> Mans}u>r, dan Musthafa Mahmud; dari Indonesia Ircham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis, Nazwar Syamsu, As’ad ibn Ali Baisa, dan Endi Suradi; dari Malaysia Kassim Ahmad; dan dari India Ahmad Khan dan Ciragh Ali. 8 Must}afa> al-Siba>i mengemukakan alasan pengingkar sunnah adalah: a. keseluruhan ajaran Islam cukup bersumberkan Alquran saja karena ia telah memuat segala sesuatu, b. Allah swt. menjamin terpeliharanya Alquran, sedangkan hadis tidak demikian, c. Nabi saw. pernah melarang penulisan hadis tapi menyuruh menulis Alquran, d. Nabi saw. menegaskan agar orang yang menerima hadis hanya yang benar-benar sesuai dengan Alquran dan menolak yang lain. Lihat Mustafa al-Sibai, al-Sunnah wa Maka>natuhu> fi> al-Tasyri’ al-Isla>mi>, (Beirut: Maktab al-Islam, 1985), h. 53. 9 Ada empat kriteria hadis dapat diautentifikasi yaitu: a. sejalan dengan Alquran, b. tidak bertolak belakang dengan hadis yang lebih kuat dan sejarah Nabi saw, c. tidak bertentangan dengan akal sehat, d. bentuk kalimatnya searah dengan sabda kenabian. Kriteria ini oleh Sala>h al-Di>n al-Adla>bi disebutnya ma’a>yir naqd al-matn. Lihat Salah al-Din al- Adla>bi, Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda Ulama> al-H}adi>s al-Nabawi>, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403-1983), h. 238. 10 Lihat: Kassim Ahmad, Hadis A Re-Evaluation, yang dialihbahasakan oleh Asyrof Syarifuddin dengan judul Hadis Ditelanjangi Sebuah Re-evaluasi Mendasar atas Hadis, (Cet. I; ttp, Penerbit Trotoar, 1997), h. xxxix. Dia mengajukan hipotesis bahwa umat Islam generasi awal dapat mencapai kesuksesan karena mereka memegang teguh dan menjalankan ideologi Islam yang kuat dan dinamis sebagaimana yang diajarkan dalam Alquran, mereka mengesampingkan pengetahuan yang lain, baik yang lokal maupun dari luar untuk membedakannya dari Alquran. Kassim juga menulis artikel berjudul Hadis satu penilaian semula terbit pada tahun 1986, yang berintikan penolakannya terhadap hadis sebagai sumber hukum setelah Alquran dengan alasan bahwa hadis bukanlah ajaran Nabi saw. tetapi rekaan dan buatan para imam periwayat hadis. 11 Taufiq Shidqy lahir di Mesir, 24 Syawal 1298 H/19 September 1881. Ia banyak menulis artikel ilmiah dan berwawasan di berbagai majalah dan Koran harian di Mesir, seperti di al-Manar, al-Mu,ayyad, al-Liwa, al-Sya’ab, dan al- ‘Ilm. Di antara artikelnya yang cukup kontroversial adalah al-Islam Huwa Alquran wahdahu>, berislam cukup Alquran saja. 12 Secara etimologi berasal dari akar kata teks yang berarti naskah berbentuk kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran, dan bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran. Lihat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (edisi III, Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1159. yang tidak dimaksudkan untuk menuruti keinginan rendah manusia tetapi untuk mendapatkan ajaran yang orisinal dan memadai dengan fluktuasi yang dihadapi. Dasar pemikiran konsep kontekstualisasi ini antara lain bahwa baik Alquran maupun hadis merupakan sumber ajaran Islam yang telah tertutup, tidak bisa ditambah dan dikurangi untuk keperluan modifikasi. Sementara kehidupan tidak mungkin diputar ke belakang menjadi sama dengan kehidupan nabi Muhammad SAW dan dalam batas tertentu menuntut penyesuaian dengan dan dari kedua sumber itu. 13 Kelompok ini adalah Jaringan Islam Liberal (JIL) yang membuat dua kategorisasi penalaran dalam memahami setiap teks hadis, yaitu pertama disebut teks us}u>l yang bersifat melintasi, universal, dan kedua disebut teks fusu>l yang banyak berbicara secara teknis rincian dan berlaku secara lokal temporal bersifat terbatas (dan ini dapat berubah setiap saat alasan kondisional). Judul penelitian ialah Metode Pemahaman Hadis Jaringan Islam Liberal , yang sesuai dengan judulnya maka penulis hanya mengangkat pembahasan mengenai bagaimana metode penelitian hadis yang dikembangkan oleh Jaringan Islam Liberal? ## II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## A. Hasil Penelitian Saat berhadapan dengan teks keagamaan komunitas ini mengembangkan pola pemahaman yang mereka namakan semangat religio-etik, yaitu semangat terfokus kepada maqasid al-syariah maksud diundangkannya . JIL memiliki kecenderungan metode pemahaman tematik, 14 dengan menggunakan pendekatan sosio-historis, dan pola teknik interpretasi kontekstual. 15 Oleh karena itu pada bagian ini penulis akan kemukakan poin-poin penting metode penelitian dan pemahaman hadis oleh JIL menyangkut tiga hal yaitu kritik kesahihan sanad, kritik kesahihan matan, dan pemahaman hadis . Obyek penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tokoh JIL Kontekstualisasi adalah upaya untuk melihat kesesuaian antara keadaan sosial dan perubahan zaman dengan teks. Yang dimaksudkan dengan kontekstualisasi di sini adalah suatu upaya penyesuaian dengan keadaan dari Alquran dan hadis untuk mendapatkan pandangan sejati, orisinal dan memadai bagi perkembangan atau atas kenyataan yang dihadapi. Ini bermakna bahwa kotekstualisasi sejatinya tidak dilakukan untuk menyesuaikan perkembangan dengan teks keagamaan atau sebaliknya, melainkan dilakukan dengan dialog atau saling mengisi di antara keduanya. Penyesuaian perkembangan kini dengan teks menjadi penutupan doktrin yang mengabaikan sejarah. 13 Secara etimologi berasal dari kata teks yang berarti naskah berbentuk kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran, dan bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran. Lihat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (edisi III, Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1159. Kontekstualisasi adalah upaya untuk melihat kesesuaian antara keadaan sosial dan perubahan zaman dengan teks. 14 Metode maud}u>iy adalah suatu metode yang berusaha mencari jawaban (Alquran dan hadis) tentang tema tertentu dengan menghimpun seluruh hadis yang berhubungan dengan tema, kemudian menganalisanya dengan ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas hingga melahirkan konsep yang utuh tentang tema tersebut. Lihat: ‘Abd al-H}ayy al-Farma>wiy, Bida>yah fi> al-tafsi>r al-Maud}u>iy, dira>sah manhajiyyah maud}u>’iyyah yang diterjemahkan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode tafsir maudhuiy sebuah pengantar, (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 36-37. 15 Tekhnik interpretasi kontekstual adalah tekhnik pemahaman hadis yang mendasarkan pertimbangan analisis bahasa, latar belakang sejarah, sosiologi, antropologi yang berlaku dan berkembang ketika hadis itu disabdakan oleh Nabi saw. Lihat: Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis , h. 190. Bandingkan dengan pemaparan M. Syuhudi Ismail tentang makna tekstual dan kontekstual dalam M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’a>ni al-H}adi>s Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 6. menganggap bahwa upaya verifikasi hadis yang terpenting dan pertama dilakukan ialah dengan menuju ke penelitian matan hadis, lalu disusul kepada penelitian sanad- nya. ## 1. Kriteria Kesahihan Matan Hadis Dalam penentuan kaedah kesahihan matan oleh ulama hadis berbeda-beda sesuai paradigma yang dibangun; misalnya al-Khatib al-Baghdadiy merumuskan enam kriteria, Salah al-Din Ahmad al-Adlabiy 16 dengan empat kriteria dan M. Syuhudi Ismail 17 dengan tiga kriteria namun dapat dikatakan bahwa yang satu dengan lainnya saling melingkupi dan melengkapi. Pada bagian ini mengungkap pandangan JIL mengenai kriteria kesahihan matan yang dapat dikatakan berbeda dengan yang dikembangkan ulama hadis. Perbedaan dimaksud terletak dari hirarkis penyaringan matan yang dapat dikategorikan matan sahih, yaitu: 18 (1) akal sehat (2) hadis bersesuaian Alquran (3) hadis bersesuaian riwayat lain yang lebih sahih, (4) sesuai fakta sejarah, dan (5) sesuai dengan fakta sosial. Berikut akan dijelaskan masing-masing kriteria tersebut: a. Bersesuaian dengan akal sehat. Nabi Muhammad saw. dengan sifat al-fat}anah nya tidak mungkin mengucapkan selain bersesuaian akal sehat sehingga mestinya segala yang diucapkan tentulah suatu kebenaran. Namun menurut Ulil Abshar, tidak sedikit matan bertentangan dengan akal sehat- yang karenanya harus ditinggalkan mengingat bahwa keberadaan hadis tidak dapat dilepaskan dari peruntukannya yaitu kemaslahatan manusia, dan dengan akal sehat manusia dapat menilai suatu hadis secara tepat apakah layak diamalkan atau mesti ditinggalkan. Lewat wawancara, Ulil Abshar menjelaskan bahwa dengan akal sehat siapapun dapat memahami hadis secara sederhana dan seseorang tidak perlu menjadi seorang ahli hadis untuk memahaminya. 19 Beliau mengungkap contoh hadis antara lain ﺔﻳﺣﻠﻟﺍ ءﺎﻔﻋﺇﻭ ﺏﺭﺎﺷﻟﺍ ﺹﻗ ﺓﺭﻁﻔﻟﺍ ﻥﻣ “termasuk fitrah ialah memotong kumis dan membiarkan jenggot ”, hadis ini menurutnya mesti dipahami lewat akal sehat yakni ukuran kelaki-lakian dan pria idaman di masyarakat Arab adalah disimbolkan dengan jenggot. Bagi Ulil Abshar jika hadis ini diterapkan disemua tempat, maka bertentangan akal sehat misalnya di Indonesia yang secara kultural kelaki-lakian disimbolkan dengan pedang atau keris, misalnya bugis-jawa dan atau samurai bagi non-pri. Tetapi makna mendalam dari hadis ini menurut Ulil Abshar ialah dengan memandangnya sebagai simbol setiap orang memegang tanggungjawab, harga diri, amanah, pemberani, dan tidak walking awere- lari dari masalah. 20 Hadis lain yang dicontohkan Ulil Abshar ﻥﻟ ﺢﻠﻔﻳ ﻡﻭﻗ ﺍﻭﻟﻭ ﻡﻫﺭﻣﺃ ﺓﺃﺭﻣﺍ tidak akan baik suatu kaum jika dipimpin perempuan. Riwayat ini menurut Ulil Abshar tidak berbicara tentang perempuan an sich, melainkan berbicara tentang kompetensi. Kepemimpinan masa Nabi saw. -bahkan masa 16 Lihat: S}ala>h} al-Di>n Ibn Ah}mad al-Adlabiy, Manhaj Naqd al-Matan, (Beirut: Da>r al-Afla>q al-Jadi>dah, 1983), h. 238. 17 Lihat: M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 3. 18 Bandingkan dengan pandangan ulama hadis lainnya yang menetapkan secara hirarkis tolok ukur kesahihan matan hadis yaitu: Alquran diposisi pertama, menyusul hadis yang sahih diposisi kedua, akal sehat diposisi ketiga, sejarah diposisi keempat, dan kesesuaian dengan sabda kenabian diposisi kelima. 19 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. 20 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. sebelum Islampun- diamanahkan kepada laki-laki sedangkan perempuan tidak sebab yang disebut terakhir ini ketika itu masih tertinggal. Ini karena laki-laki lebih bebas mengakses pendidikan dan pengalaman, sementara perempuan lebih banyak diposisikan sebagai pelayan suami dan menjaga anak sehingga mereka lebih banyak tinggal di rumah saja. Hadis ini tidak dapat diberlakukan lagi zaman sekarang, sebab perempuan sebagaimana laki-laki telah memperoleh kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan, menambah skill, berkiprah di segala sendi kehidupan, maka siapa saja yang berkompeten dialah yang berhak memimpin. Apalagi dengan sistim demokratis yang dianut, maka posisi kepemimpinan ditentukan oleh proses demokratis yaitu pemungutan suara lewat pemilihan umum langsung atau tidak langsung. 21 Patut dikemukakan di sini bahwa Ulil Abshar dalam tatapan barunya juga “menilai Alquran” berdasarkan kriteria akal sehat. Beliau mencontohkan konsep poligami dan nikah siri –tak terdaftar- yang secara teks tertera dalam Alquran bahwa hal itu dibolehkan. Ulil Abshar mengatakan: Sekarang ini kita sedang mengikuti perdebatan soal poligami dan nikah siri, yakni nikah- bawah-tangan yang tak tercatat. Sungguh menarik sekali bahwa sebagian besar kaum laki-laki dari kalangan elit agama (anda bisa menyebutnya ulama, kiai, atau ustad) cenderung setuju pada praktek poligami dan nikah siri. Alasan “formal” yang kerap dikemukakan adalah bahwa keduanya secara eksplisit diperbolehkan oleh hukum agama yakni Alquran dan hadis. Pertanyaan kita adalah: apakah hukum semacam itu harus kita terima sekarang ini, apakah pengalaman perempuan tidak diperhitungkan dalam perumusan hukum ini? Kenapa hukum agama harus dimenangkan “at all cost” seraya mengabaikan pengalaman manusia sebagai subjek yang “kari>m” yang mulia dan berkehendak. 22 Untuk lebih jelasnya mengenai otoritas akal sehat dalam mengkritisi Alquran dan hadis dalam tatapan Ulil Abshar dan JIL-nya dapat terbaca pada penegasannya (yang didukung oleh hadis itu sendiri) bahwa: Inti pemahaman keagamaan yang diajukan oleh kaum khalafis, oleh para pemikir Muslim Liberal dan progresif dimana-mana, sebetulnya adalah sederhana: yaitu pemahaman keagamaan yang masuk akal. Akal sehat adalah modal utama bagi semua orang–bagi kalangan spesialis atau awam- untuk menilai sesuatu. Sabda Nabi Muhammad yang terkenal adalah “ istafti qalbaka” mintalah fatwa pada hati nuranimu, pada akal sehatmu. Sebelum ditunjang oleh ayat, hadis dan argumen yang bertakik-takik dan njlimet, kita bisa menilai apakah sebuah “fatwa” atau pandangan keagamaan tertentu masuk akal atau tidak. 23 Sedikit berbeda dengan Ulil Abshar, tokoh JIL lain yang lebih kental dengan pandangan pluralismenya Abdul Moqsith Ghazali melihatnya sebagai dua hal yang saling mengafirmasi- memprasyarati bahwa wahyu dan akal mestinya saling mempersyaratkan. Yang satu tak menegasi 21 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. 22 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla, Pidato Kebudayaan Sejumlah Refleksi tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita saat Ini, disampaikan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta: 2 Maret 2010. Sumber tulisan: http://www.facebook.com/note.php?note jd=367137660765 (27 Januari 2011). 23 Lihat: Ulil Abshar Abdalla, Pidato Kebudayaan Sejumlah Refleksi, h. 24. yang lain bahkan saling mengafirmasi, akal akan turut memperkaya wawasan etik wahyu sementara wahyu potensial mengafirmasi temuan kebenaran dari akal. 24 Pandangan Moqsith ini tampak menghindari pertentangan yang dapat saja muncul soal posisi akal sehat manusia mungkin juga untuk menampung pandangan mainstream bahwa Alquran merupakan sumber pertama penetapan hukum Islam. Sementara tokoh muda JIL Asrar Mabrur membawa pandangan moderat; di mana dia mengadakan pemetaan posisi akal sehat terhadap Alquran yang mant}u>q dan yang gayr mant}u>q, terbaca dan yang tersirat. Asrar Mabrur menyatakan: Akal bisa menjadi penafsir atas Alqur’an dan hadis. Harus dicermati, term “hukum” di sini bisa diartikan penetapan. Jika kita hendak menetapkan sesuatu yang secara mant}u>q dalam Alquran atau hadis, maka akal bisa berfungsi sebagai alat penetap hukum; sedangkan jika kita ingin menetapkan sesuatu yang gayr mant}u>q (tak terucap) dalam Alquran dan hadis, maka akal menjadi sumber, bukan lagi sebagai alat. 25 Dari pernyataan Asrar Mabrur terbaca bahwa tatkala suatu persoalan secara mant}u>q maktub, maka akal sehat manusia berfungsi sebagai alat penetap hukum (semacam men taqri>r ), namun jika gayr mant}u>q , maka akal sehat manusia bukan lagi sebagai pen taqri>r melainkan sebagai sumber hukum itu sendiri. Beliau kemudian menyimpulkan bahwa akal sehat bisa menjadi sebagai penafsir/pembaca terhadap Alquran dan hadis. Pembacaan akal sehat terhadap teks-teks agama bisa pada posisi penetap, pembantah, pengoreksi, penguat, atau bahkan pendebat. 26 b. Teks/ matan hadis bersesuaian dengan Alquran. 27 Menurut JIL, apabila matan hadis bertentangan dengan Alquran maka yang disebut pertama harus ditinggalkan, dan tidak menerima pendapat bahwa hadis boleh men spesifikasi kan apalagi menghapuskan Alquran. Dalam pandangannya, pendiri JIL Ulil Abshar mengklaim bahwa terdapat banyak matan hadis yang bertentangan dengan. 28 Bahkan menurutnya kontradiksi terjadi bukan saja antara makna hadis dengan nilai-nilai Alquran an sich melainkan juga secara lafaznya bertentangan. Menarik diungkap pandangan Abdul Moqsith Ghazali yaitu kritikannya mengenai metodologi pemahaman teks terhadap Alquran maupun hadis yang menurutnya terlalu rumit. Moqsith menawarkan metodologi sederhana dalam menafsirkan teks Alquran atau hadis sehingga bisa dilakukan banyak orang. Teks suci itu dibaginya dalam dua kelompok besar yaitu, pertama teks 24 Lihat: Abdul Moqsith Ghazali, Pidato Pembaruan Islam Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam, disampaikan pada Jumat, 8 Juli 2011 di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, h. 24-25. Sumber: http://islamlib.com/id/artikel/menegaskan-kembali-pembaruan-pemikiran-islam (9 Juli 2011). 25 Hasil wawancara dengan Asrar Mabrur Faza, 03/06/13 Alauddin. 26 Hasil wawancara dengan Asrar Mabrur Faza, 03/06/13 Alauddin. 27 Umumnya pemikir Islam menyetujui bahwa tidak masuk akal bahwa hadis yang benar-benar bersumber dari Nabi saw. akan berkebalikan dengan nilai dalam Alquran. Karena bagaimanapun juga hadis tidak boleh lain dari bagian pemahaman beliau terhadap Alquran, hal itu karena tugas utama nabi saw. adalah menyampaikan pesan wahyu, sedangkan peran Nabi saw. yang berkaitan dengan berbagai aktifitasnya baik sebagai pribadi, pemimpin, panglima perang, kepala rumah tangga, dan lain sebagainya adalah peran sekunder yang juga pada akhirnya memberi peran dan pesan atas tersebarnya Islam. 28 Bandingkan dengan pandangan Kassim Ahmad yang menegaskan bahwa hadis yang dikompilasikan oleh para ulama hadis terdiri dari riwayat tentang perkataan-perkataan dan pelbagai tindakan yang dituduhkan dari Nabi dan keasliannya tidak dapat dijamin pasti. Hadis-hadis yang sesuai dengan Alquran bisa diterima, sedangkan yang bertentangan dengannya secara otomatis ditolak. Kassim Ahmad Hadis A Re-Evaluation, h. 92. fondasional, masuk kategori ini adalah teks yang berbicara tentang tauhid, cinta kasih, penegakan keadilan, dukungan terhadap pluralisme, perlindungan terhadap kelompok minoritas dan tertindas. Teks-teks semacam ini, menurutnya tidak boleh disuspendir dan dihapuskan, ia bersifat abadi dan melintas batas-batas etnis dan juga agama. Tak ada agama yang datang kecuali mengusung pokok- pokok ajaran fondasional itu. 29 Kedua, teks partikular. Masuk dalam kategori ini teks ibadah ritual, jilbab, aurat perempuan, waris, potong tangan, qisa>s dan lain-lain. Masalah ritual tentu berbeda-beda seturut berbedanya agama atau mazhab yang dianut, yang antara satu agama/mazhab memiliki identitas tersendiri. Yang menjadi perhatian kita, menurut Moqsith, mestinya adalah tujuan dan bukan untaian kalimat. 30 Berikut diberikan contoh hadis yang melampaui Alquran, yaitu hadis tentang hukum bunuh bagi seorang murtad , hadisnya berbunyi: ﺎَﻧَﺛﱠﺩ َ◌ ُﺩَﻣْﺣَﺃ ُﻥْﺑ ِﺩﱠﻣَﺣُﻣ ِﻥْﺑ ٍﻝَﺑْﻧَﺣ ﺎَﻧَﺛﱠﺩَﺣ ُﻝﻳِﻋﺎَﻣْﺳِﺇ ُﻥْﺑ َﻡﻳِﻫﺍَﺭْﺑِﺇ ﺎَﻧ َﺭَﺑْﺧَﺃ ُﺏﻭﱡﻳَﺃ ْﻥَﻋ َﺔَﻣ ِﺭْﻛِﻋ ﱠﻥَﺃ ﺎ+ﻳِﻠَﻋ ِﻪْﻳَﻠَﻋ ُﻡَﻼﱠﺳﻟﺍ َﻕَﺭْﺣَﺃ ﺎًﺳﺎَﻧ ﺍﻭﱡﺩَﺗ ْﺭﺍ ِﻥَﻋ ِﻡَﻼْﺳ ِﻹﺍ َﻎَﻠَﺑَﻓ َﻙِﻟَﺫ َﻥْﺑﺍ ٍﺱﺎﱠﺑَﻋ َﻝﺎَﻘَﻓ ْﻡَﻟ ْﻥُﻛَﺃ ْﻡُﻬَﻗ ِﺭْﺣَﻷ ِﺭﺎﱠﻧﻟﺎِﺑ ﱠﻥِﺇ َﻝﻭُﺳَﺭ ِﱠ: - ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻡﻠﺳﻭ - َﻝﺎَﻗ » َﻻ ﺍﻭُﺑِّﺫَﻌُﺗ ِﺏﺍَﺫَﻌِﺑ ِﱠ: .« َﻭ ُﺕْﻧُﻛ ْﻡُﻬَﻠِﺗﺎَﻗ ِﻝ ْﻭَﻘِﺑ ِﻝﻭُﺳَﺭ ِﱠ: - ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻡﻠﺳﻭ - ﱠﻥِﺈَﻓ َﻝﻭُﺳَﺭ ِﱠ: - ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ . 31 ( ﺩﻭﺍﺩ ﻭﺑﺍ ﻩﺍﻭﺭ ) « ُﻩﻭُﻠُﺗْﻗﺎَﻓ ُﻪَﻧﻳِﺩ َﻝﱠﺩَﺑ ْﻥَﻣ » َﻝﺎَﻗ - ﻡﻠﺳﻭ Artinya: “. . . . . Siapa yang mengganti agamanya, maka kalian harus membunuhnya” Dengan sangat jelas hadis ini menunjukkan bahwa pindah agama merupakan tindakan terlarang, dan jika terjadi maka pelakunya mestilah dihukum bunuh. Pendapat ini umumnya diacukan pada bunyi teks hadis di atas, dan secara redaksional frasa yang digunakan adalah fi’l amr menunjukkan perintah dan bukannya ikhba>r informatif. Tokoh JIL Abdul Moqsith berpendapat bahwa hadis ini menunjukkan Islam seakan sebuah perangkap. Hal ini menurutya bertentangan Alquran, karena Allah swt. tidak menyuruh membunuh orang pindah agama- juga tidak menentukan sanksi hukum bagi orang murtad . Hadis ini, menurutnya bertentangan dengan berbagai ayat antara lain QS. Al-Baqarah (256) “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas kebenaran dan kesesatan”, serta QS. Al-Kahfi (29) “Dan Katakanlah kebenaran itu datanganya dari Tuhanmu maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir”. 32 Sadar bahwa kebenaran bukan milik Islam saja, sehingga tidak perlu adanya hukum bunuh bagi murtad- Ulil Abshar-Abdalla menegaskan bahwa kebenaran itu juga ada di luar Islam, kebenaran 29 Lihat: Abdul Moqsith Ghazali, Pidato Pembaruan Islam Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam, h. 8- 9. Jakarta: sumber http:/islamlib.com. 30 Lihat: Abdul Moqsith Ghazali, Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam, h . 9. 31 Lihat: Abu> Da>wu>d, Sunan Abi> Da>wu>d. Ba>b al-hukm fi> man irtadda, Juz 4 h. 222. Hadis di atas diwacanakan Abdul Moqsith Ghazali bertajuk toleransi dan kebebasan beragama. Menurutnya hadis ini terlihat Islam sebagai “pemerangkapan” sehingga tak boleh keluar dari Islam; selanjutnya Moqsith menilai bahwa pemerangkapan seperti ini bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an. Lihat: Abdul Moqsith Ghazali, Argumen pluralism agama membangun toleransi berbasis Al-Qur’an, h. 230-231 32 Selengkapnya lihat: Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi Berbasis Al- Quran, (Cet. I; Depok: Kata Kita, 2009), h. 230-231. Dan wawancara 10 Mei 2013 di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah. itu ada dimana-mana termasuk agama Zoroaster. Menurutnya, bahwa sekarang ini umat Islam perlu mengakui bahwa agama orang lain sama dengan agama kita, dan dalam konteks kenegaraan anggapan bahwa orang lain yang berbeda agama dengan kita sebagai agama salah atau sesat itu sudah tidak relevan lagi. Umat Islam sebenarnya tidak relevan membandingkan antara Islam dengan agama lain. 33 c. Matan hadis bersesuaian dengan riwayat yang lebih kuat. Mengandaikan ada teks hadis yang kontradiktif secara substansial, maka keduanya patut dilakukan penelitian dari dua sisi yaitu naqd sanad dan naqd matn; saat terbukti satu diantaranya terindikasi lebih kuat, niscaya lebih diunggulkan. Contoh yang relevan untuk poin ini adalah hadis tentang puasa Asyura; penulis kutipkan kajian Jalaluddin Rakhmat 34 yang menemukan bahwa teks hadis yang lebih shahih tentang puasa Asyura telah dilakukan Nabi saw. sebelum peristiwa hijrah- nya ke Madinah. 35 Riwayat yang berkisah tentang puasa Asyura (ketika Nabi hijrah) adalah: ﻥﻋ ﻥﺑﺍ ﺱﺎﺑﻋ ﻝﺎﻗ ﻡﺩﻗ ﻲﺑﻧﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻡﻠﺳﻭ ﺔﻧﻳﺩﻣﻟﺍ ﻯﺃﺭﻓ ﺩﻭﻬﻳﻟﺍ ﻡﻭﺻﺗ ءﺍﺭﻭﺷﺎﻋ ﻝﺎﻘﻓ ﺎﻣ ﺍﺫﻫ ﺍﻭﻟﺎﻗ ٌﻡﻭﻳ ٌﺢﻟﺎﺻ ﻰﺟﻧ ﷲ ﻪﻳﻓ ﻰﺳﻭﻣ ﻲﻧﺑﻭ ﻝﻳﺋﺍﺭﺳﺇ ﻥﻣ ﻡﻫﻭﺩﻋ ﻪﻣﺎﺻﻓ ﻰﺳﻭﻣ ﻝﺎﻘﻓ ﺎﻧﺃ ﻖﺣﺃ ﻰﺳﻭﻣﺑ ﻡﻛﻧﻣ ﻪﻣﺎﺻﻓ ﺭﻣﺃﻭ ﻪﻣﺎﻳﺻﺑ 36 Artinya: Dari Ibn ’Abba>s ia ia berkata ketika Nabi saw. tiba di Madinah beliau melihat orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Nabi saw. bertanya apakah ini? Orang Yahudi berkata ini hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa as. berpuasa pada hari itu. Nabi saw. bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Maka Nabi berpuasa lalu menyuruh orang untuk berpuasa. Kang Jalal sapaan akrabnya- menyimpulkan bahwa tidak ada sangkutpautnya puasa Asyura tersebut dengan peristiwa hijrat al-rasul , karena hadis yang berbicara tentang puasa Asyu>ra saat hijrah adalah sebagai imbas konflik kepentingan politik antara pendukung Mu’awiyah Ibn Abiy Sufya>n dengan pendukung Ali Ibn Abi T}a>lib. Sebab, menurutnya telaah lebih jauh bahwa puasa ‘A>syu>ra dapat ditemukan riwayat yang menegaskan bahwa puasa ini sudah dikenal sebelum peristiwa hijrah, antara lain riwayat dari ‘A>isyah Binti Abiy Bakr dan Ibn ‘Umar berkata: ﻥﺎﻛ ءﺍﺭﻭﺷﺎﻋ ﺎﻣﻭﻳ ﻪﻣﻭﺻﺗ ﺵﻳﺭﻗ ﻲﻓ ﺔﻳﻠﻫﺎﺟﻟﺍ ﻥﺎﻛﻭ ﻝﻭﺳﺭ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻭ ﻡﻠﺳ ﻪﻣﻭﺻﻳ ﺎﻣﻠﻓ ﻡﺩﻗ ﺔﻧﻳﺩﻣﻟﺍ ﻪﻣﺎﺻ ﺭﻣﺃﻭ ﺱﺎﻧﻟﺍ ﻪﻣﺎﻳﺻﺑ ﺎﻣﻠﻓ ﺽﺭﺗﻓﺍ ﻥﺎﺿﻣﺭ ﻥﺎﻛ ﻥﺎﺿﻣﺭ ﻭﻫ ﺔﺿﻳﺭﻔﻟﺍ ﻙﺭﺗﻭ ءﺍﺭﻭﺷﺎﻋ ﻥﻣﻓ ءﺎﺷ ﻪﻣﺎﺻ ﻥﻣﻭ ءﺎﺷ ﻙﺭﺗ 37 33 Keterangan selengkapnya lihat: Zuly Qadir, Islam Liberal Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia, h. 205. Dimana penulis buku ini telah mewawancarai Ulil Abshar-Abdalla pada tanggal 30 Juni 2004 di Kantor Freedom Institut Jakarta. 34 .Jalaluddin Rakhmat yang dikenal Kang Jalal diidentifikasi oleh Budi Handrianto sebagai pelopor dan senior Islam Liberal di Indonesia selain itu beliau lebih dikenal sebagai pelopor faham Syi’ah. Penjelasan lebih jauh lihat: Budi Handrianto, 50 tokoh Islam Liberal Indonesia, (Jakarta Timur: Hujjah, 2007), h. 50. 35 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, (Cet. VI; Bandung: Mizan, 1994), 166-167. 36 Lihat: al-Bukha>riy, Ibn Khuzaimah, Abu> Ya’la>, al-Baihaqy, dan Musnif Abd Razaq 37 Lihat: Sunan al-Turmuzi, ba>b al-rukhs}at fi> tark s}aumi yaumi ‘A>syu>ra>. Jilid III, h. 127. Hadis semakna diriwayatkan Ibn ‘Umar lewat jalur Abu> Da>wud ba>b fi> s}aumi yaumi ‘A>syu>ra>, Jilid II, h. 302. Dari Ibn ‘Umar lewat jalur al-Da>rimi, ba>b fi> s}aumi yaumi ‘A>syu>ra>, Jilid II, h. 36, A>isyah lewat jalur al-Bukha>riy, ba>b wuju>b s}aumi ramad}a>n, Jilid II, h. 670. ‘A>isyah lewat jalur Muslim ba>b s}aumi yaumi ‘A>syu>ra>, jilid III, h. 146. Ibn Artinya: Hari ‘Asyura merupakan hari yang dipuasakan Quraisy pada masa jahiliyyah, dan Nabi saw. mempuasakannya. Ketika Nabi saw. tiba di Madinah beliaupun mempuasakannya lagi dan memerintahkan orang untuk berpuasa, namun tatkala turun perintah puasa Ramadhan, lalu terfokus pada kewajiban ramadhan saja lalu meninggalkan puasa ‘Asyura (Nabi saw. bersabda): siapa yang mau [puasa ‘Asyura] silakan, siapa yang tidak maka tinggalkan. Kang Jalal menemukan beberapa hal yang janggal pada hadis pertama (puasa Asyura saat Nabi saw berhijrah). Pertama , sahabat yang meriwayatkan peristiwa ini adalah ‘Abd Alla>h Ibn ‘Abba>s. Menurut para penulis biografinya, Ibn ‘Abba>s lahir tiga tahun sebelum hijrah. Ia hijrah ke Madinah pada tahun ketujuh hijrah; jadi ketika Nabi saw. tiba di Madinah, Ibn ‘Abba>s masih di Makkah dan belum menyelesaikan masa balita-nya. 38 Kedua , pernyataan bahwa Nabi saw. menemukan orang Yahudi berpuasa Asyura ketika dia tiba di Madinah. Semua ahli sejarah sepakat Nabi saw. tiba di Madinah pada bulan Rabi>’ul Awal, bagaimana mungkin orang berpuasa 10 Muharram pada 12 Rabi>’ul Awal? Mungkinkah orang shalat jumat pada hari senin.? tegasnya 39 Ketiga , berdasarkan tinjauan historis, Kang Jalal mengatakan jika dilanjutkan lebih mendalam lagi maka akan ditemukan bahwa puasa Asyura adalah hasil rekayasa politik Bani ‘Umayyah. Yazid Ibn Mu’awiyah berhasil membantai keluarga Rasulullah saw. (yaitu Husain Ibn Ali) di Karbela pada 10 Muharram. Bagi para pengikut keluarga Nabi saw, hari itu adalah hari duka cita, hari berkabung, bukan hari bersyukur. Bani ‘Umayyah menjadikan hari itu sebagai hari bersyukur, yang salah satu ungkapan syukurnya ialah menjalankan puasa (Asyura-Sepuluh Muharram). 40 ## d. Mengembangkan Kritik historis Pada bagian ini matan hadis disinergikan dengan fakta sejarah, karenanya jika suatu hadis bertentangan dengan fakta sejarah maka hadis dimaksud mesti dianulir. Masih merujuk kajian Kang Jalal; beliau mengangkat hadis tentang “tuduhan kekafiran” paman Rasulullah saw. Abu> T}a>lib. Dalam pandangannya hadis ini menyalahi sejarah, dan hadis ini buntut panjang sebagai akibat ketegangan politik keluarga Bani Umayyah dengan ‘A>li Ibn Abi> T}a>lib saat perebutan kekuasaan. 41 Bunyi hadisnya adalah: ﻪﻧﺃ ﺎﻣﻟ ﺕﺭﺿﺣ ﺎﺑﺃ ﺏﻟﺎﻁ ﺓﺎﻓﻭﻟﺍ ﻩءﺎﺟ ﻝﻭﺳﺭ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻭ ﻡﻠﺳ ﺩﺟﻭﻓ ﻩﺩﻧﻋ ﺎﺑﺃ ﻝﻬﺟ ﻥﺑ ﻡﺎﺷﻫ ﺩﺑﻋﻭ ﷲ ﻥﺑ ﺔﻳﻣﺃ ﻥﺑ ﺓﺭﻳﻐﻣﻟﺍ ﻝﺎﻗ ﻝﻭﺳﺭ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻭ ﻡﻠﺳ ﻲﺑﻷ ﺏﻟﺎﻁ ) ﺎﻳ ﻡﻋ ﻝﻗ ﻻ ﻪﻟﺇ ﻻﺇ ﷲ ﺔﻣﻠﻛ ﺩﻬﺷﺃ ﻙﻟ ﺎﻬﺑ ﺩﻧﻋ ﷲ . ( ﻝﺎﻘﻓ ﻭﺑﺃ ﻝﻬﺟ ﺩﺑﻋﻭ ﷲ ﻥﺑ ﺔﻳﻣﺃ ﺎﻳ ﺎﺑﺃ ﺏﻟﺎﻁ ﺏﻏﺭﺗﺃ ﻥﻋ ﺔﻠﻣ ﺩﺑﻋ ﺏﻠﻁﻣﻟﺍ ﻡﻠﻓ ﻝﺯﻳ ﻝﻭﺳﺭ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻭ ﻡﻠﺳ ﺎﻬﺿﺭﻌﻳ ‘Umar lewat jalur Ahmad Ibn H}anbal, jilid II, h. 57.’A>isyah lewat jalur Muwat}t}a Ma>lik, ba>b s}iya>mu yaumi ‘A>syu>ra>, Jilid III, h. 328. 38 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, h. 166. 39 LIhat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, h. 167. 40 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual . h. 167. 41 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, h. 168-169. ﻪﻳﻠﻋ ﻥﺍﺩﻭﻌﻳﻭ ﻙﻠﺗﺑ ﺔﻟﺎﻘﻣﻟﺍ ﻰﺗﺣ ﻝﺎﻗ ﻭﺑﺃ ﺏﻟﺎﻁ ﺭﺧﺁ ﺎﻣ ﻡﻬﻣﻠﻛ ﻭﻫ ﻰﻠﻋ ﺔﻠﻣ ﺩﺑﻋ ﺏﻠﻁﻣﻟﺍ ﻰﺑﺃﻭ ﻥﺃ ﻝﻭﻘﻳ ﻻ ﻪﻟﺇ ﻻﺇ ﷲ . ﻝﺎﻘﻓ ﻝﻭﺳﺭ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ ﻪﻳﻠﻋ ﻭ ﻡﻠﺳ ) ﺎﻣﺃ ﷲﻭ ﻥﺭﻔﻐﺗﺳﻷ ﻙﻟ ﺎﻣ ﻡﻟ ﻪﻧﺃ ﻙﻧﻋ . ( ﻝﺯﻧﺄﻓ ﷲ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﻪﻳﻓ } ﺎﻣ ﻥﺎﻛ ﻲﺑﻧﻠﻟ { ﺔﻳﻵﺍ 42 Artinya: Bahwasanya tatkala menjelang kewafatan Abu> Thalib, Rasulullah saw. mendatanginya yang saat itu hadir juga Abu> Jahl Ibn Hisya>m dan ‘Abd Alla>h Ibn Umayyah Ibn al-Mughi>rah. Kepada Abu> Tha>lib, Rasul saw. berkata “wahai paman ucapkan La> Ila>ha Illa Alla>h, satu kalimat akan kujadikan saksi di sisi Tuhan.” (Tiba-tiba), Abu Jahl dan Abd Allah Ibn Umayyah berkata wahai Abu> Tha>lib apakah kamu akan meragukan/meninggalkan Agama Abd al- Mutthalib? Rasulullah saw. senantiasa memalingkan perhatian darinya [sambil mengulang- ulangi kalimat itu], (tapi) lalu Abu Thalib sebagai akhir ucapannya dia berkata bahwa dia tetap dalam millah (agama) ‘Abd al-Mutthalib dan enggan untuk mengucapkan La> Ila>ha illa Alla>h. Rasul berkata “demi Allah sungguh akan kumohonkan bagimu maaf dari Tuhan.” Lalu Allah menurunkan ayat ma> ka>na li al-nabiyy. Berpedoman kepada hadis ini, masyarakat pada umumnya berkeyakinan bahwa paman Nabi saw. meninggal dalam keadaan di luar iman dan tetap dalam millah Abd al-Muththalib ayahnya, sekalipun Nabi saw telah berupaya semaksimal mungkin untuk menuntunnya pada ketauhidan. Lalu, menurut teks hadis ini diturunkanlah ayat sekonyong-konyong sebagai teguran kepada Nabi saw. bahwa dirinya tidak pantas untuk mendoakan orang-orang musyrik, dan yang dimaksud adalah pamannya. Tetapi saat dilakukan pendalaman ditemukan bahwa hadis ini terdapat kejanggalan, dan pendalaman dimaksud ialah berdasarkan kritik fakta sejarah dan kritik rija>l hadisnya. Menurut Kang Jalal, Abu> Sufya>n (ayah Mu’a>wiyah) merupakan orang yang paling memusuhi Nabi saw. sementara Abu> T}a>lib adalah pendukung dan pembela Nabi saw. dari setiap rintangan dakwahnya. Bahkan dalam sebuah kesempatan Abu T}a>lib pernah berkata “demi Tuhan kalian tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku.” 43 Ketika terjadi fitnah, perebutan jabatan khilafah antara ‘A>li Ibn Abi> T}a>lib dengan Mu’a>wiyah Ibn Abi> Sufya>n, maka setiap kelompok membuat hadis yang mendukung kelompoknya dengan menampik kelompok lain. Hadis dibuat ia merupakan teks suci, dan karena hadis merupakan teks suci maka adalah senjata paling pamungkas dalam setiap perkara sebagai kata putus. 44 Dari segi rija>l nya , hadis ini terdapat periwayat yang bermasalah. Pada tingkatan sahabat, hadis ini diriwayatkan oleh Abu> Hurairah. Dirinya pernah mengalami gangguan kejiwaan karena menderita penyakit epilepsi, beliau juga meriwayatkan hadis tentang anjuran bekerja tetapi tidak mengamalkannya atau tunakarya. Pernah berlaku sombong di hadapan sahabat Nabi saw yang lainnya karena merasa superior dalam hal kekuatan daya hafal. 45 Periwayat ini juga menurut ahli ta>rikh 42 Hadis ini setidaknya diriwayatkan oleh lima mukharrij yaitu al-Nasa>iy, Muslim, Ah}mad Ibn H}ambal, Ibn H}ibba>n, dan al-Bukha>riy. 43 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual , h. 168. 44 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, 168-169. 45 Lihat: Husaen Pinang, Disertasi berjudul Hadis dalam perspektif Jaringan Islam Liberal telaah kritis metodologi penelitian dan kualitas hadis, UIN Alauddin Makassar 2014, h. 196. masuk Islam pada perang Khaibar tahun ketujuh hijrah. 46 Abu> T}a>lib wafat pada satu atau dua tahun sebelum hijrah. 47 Pertanyaannya mana mungkin Abu> Hurairah melihat peristiwa wafatnya paman Nabi saw. yang berbeda waktu sama sekali, sementara Abu> Hurairah tidak menyebutkan dari mana dirinya mengambil riwayat ini sehingga pada riwayat bersangkutan juga terjadi tadli>s atau penyembunyian sanad . 48 Dari segi sabab nuzu>l ayat juga problematik , sebab pada riwayat di atas disebutkan bahwa Nabi saw. sangat sedih dan ingin memohonkan ampunan bagi Abu> T}a>lib- pamannya, lalu Allah swt menurunkan QS. al-Taubah/9: 113 49 yang melarang Nabi saw. melakukan hal tersebut. Disebutkan pula (sebagai sabab nuzu>l ayat) bahwa Nabi saw. sangat ingin pamannya itu mendapat petunjuk, tetapi Allah swt. menegurnya dengan menurunkan QS al-Qas}as}/28: 56 50 yang inti kedua ayat ini bertujuan menegur Nabi saw. untuk tidak mendoakan pamannya dalam h}usn al-kha>timah (baik di penghujung hayatnya) . Kata Kang Jalal kita patut untuk menolak secara tegas riwayat ini dan terutama pencantolan sabab nuzu>l ayat di atas, dengan beralasan pada kritik historis, sebab ayat 113 QS. Al-Taubah, menurut para ahli tafsir termasuk ayat yang terakhir turun di Madinah, sementara ayat 56 QS. Al- Qas}as} turun pada waktu perang Uhud bergejolak. Sekali lagi, kita ingatkan bahwa Abu> T}a>lib meninggal di Makkah sebelum Nabi hijrah, jadi antara kematian Abu> T}a>lib dengan turunnya kedua ayat tersebut terdapat jarak bertahun-tahun; begitu pula jarak bertahun-tahun antara kedua ayat dimaksud. 51 Menurut Kang Jalal, jika dilakukan telaah mendalam sejarah Abu> T}a>lib akan membawa kepada kesimpulan bahwa Abu> T}a>lib mukmin. Lalu mengapa Abu> T}a>lib menjadi kafir - menurut berbagaikalangan- sedangkan Abu> Sufya>n menjadi muslim. ? Di sini kental aspek politisnya, bahwa karena Abu> T}a>lib merupakan ayah ‘A>li Ibn Abi> T}a>lib sedangkan Abu> Sufya>n adalah ayah Mu’awiyah. Ketika kans Mu’awiyah berkuasa, dirinya berusaha mendiskreditkan ‘A>li Ibn Abi> T}a>lib dan keluarganya. Para ulama disewa untuk memberikan fatwa yang menyudutkan keluarga Ali-lawan politiknya. Bagi ulama, tidak ada senjata yang paling ampuh dignakan selain hadis, maka lahirlah riwayat-riwayat di atas. 52 Memang, terdapat perbedaan antara hadis dengan sejarah ditinjau dari aspek otorisasinya secara umum. Sejarah merupakan pendapat yang direkonstruksi oleh orang yang boleh jadi tidak 46 Dalam pandangan ulama hadis, ditoleransi meriwayatkan (dalam arti menerima) hadis walaupun tidak beragama Islam, namun disyaratkan beragama Islam saat menyampaikan hadis tersebut. Jadi, dalam pandangan ulama hadis, riwayat ini tidak bermasalah, sementara bagi Kang Jalal (barangkali) karena faktor kesyi’ahannya tetap tidak dapat menerima riwayat ini. 47 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, h 168-169. 48 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, h. 168-170. 49 Terjemahnya: “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya).” Lihat: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. h. 300. 50 Terjemahnya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” Lihat: Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 619. 51 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, h. 169. 52 Lihat: Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual. h. 169. sezaman dengan pelaku sejarah mengenai suatu bagian masa silam berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan hadis bukanlah hasil rekonstruksi melainkan laporan sezaman dalam arti laporan dibuat oleh orang yang langsung mengalami peristiwanya yang dialirkan dari generasi ke generasi secara apa adanya. Namun masalahnya adalah ketika hadis itu dilaporkan oleh orang-orang yang gemar berbuat kebohongan atau mengatasnamakan suatu peristiwa sebagai bersumber dari Nabi Muhammad saw. padahal sesungguhnya laporan palsu. e. Hadis mempertimbangkan fakta sosial kekinian . Terdapat tinjauan salafisme mengenai terdapat term semangat untuk kembali secara konsisten kepada Alquran dan hadis. Namun yang dimaksudkannya ialah kembali ke Alquran dan hadis secara tekstual, dengan asumsi bahwa ajaran masa lampau seluruhnya masih memadai untuk menjawab masalah yang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Semangat ini dipertajam pemikiran bahwa generasi awal merupakan generasi pilihan dan terbaik, karena mereka berada pada pusaran Nabi saw sebagai problem solver umat; yang pemikiran ini dirujuk kepada hadis yang menjelaskan kemuliaan secara hirarkis manusia ditentukan oleh kesezaman Nabi saw, kemudian zaman berikutnya, kemudian zaman berikutnya. Menanggapi pemikiran semacam di atas, Ulil Abshar berpandangan bahwa pada pernyataan ini terdapat kelemahan karena sama sekali kurang menyadari adanya kaitan yang tak terelakkan antara teks dan konteks yang membentuknya, bahwa suatu teks selalu hadir untuk menjawab konteks tertentu. Saat konteks itu berubah, sementara teks sudah tidak turun lagi- maka dengan sendirinya teks itu juga harus dipahami ulang. 53 Kaitan pemahaman itulah, sebenarnya Ulil Abshar melebarkan cakupannya pada teks Alquran dan hadis ( matan hadis). Bahwa berkaitan dengan matan mesti bersesuaian dengan konteks sosial atau al-ka>in al-ijtima’iy wa al-wa>qi’ al-ijtima>’iy . Apabila suatu keadaan terdapat pertentangan antara teks hadis dengan fakta sosial maka yang disebut pertama mesti tunduk kepada yang disebut terakhir. 54 Pandangan Ulil Abshar tentang hal ini dapat dilihat dalam democracy project tulisannya: Dalam hukum fikih, fakta sosial jelas bisa menjadi dasar penetapan hukum. Karena itulah ada kaidah terkenal, “ taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-azminati wa al-amka>n ” hukum berubah sesuai dengan waktu dan tempat. Perbedaan mazhab dalam Islam jelas terkait dengan perbedaan konteks sosial di mana pendiri mazhab itu hidup. Kenapa mazhab Abu Hanifah sering disebut sebagai mazhab ahl al-ra’y , pendapat yang cenderung rasional; karena mereka hidup di Kufah, kota tempat persilangan budaya, kota di mana kita jumpai warisan dari banyak peradaban besar sebelum Islam. 55 Lebih lanjut Ulil Abshar berkata: Sudah tentu, fakta sosial semata-mata memang tak cukup untuk menetapkan sebuah hukum dalam pandangan teori hukum Islam klasik. Fakta sosial tetap harus ditimbang berdasarkan 53 Lihat selengkapnya: Ulil Abshar-Abdalla, Pidato Kebudayaan Sejumlah Refleksi tentang kehidupan sosial keagamaan kita saat ini., h. 9-10. Jakarta: sumber http/www.facebook.com/note.php? noteid=367137660765,2011. 54 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. 55 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla, Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, Kritik Atas Argumen Aktivis Hizbut Tahrir, Edisi 051, Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, 2012, h. 8. teks. Tetapi teks saja juga tak cukup, karena teks juga dipahami berdasarkan perubahan- perubahan lingkungan sosial yang ada. Dengan kata lain, ada hubungan simbiosis antara teks dan konteks sosial. 56 Hadis yang menarik untuk diangkat sebagai contoh ialah yang bercerita tentang suku Quraisy, berbunyi ُﺔﱠﻣِﺋَﻷﺍ ْﻥِﻣ ٍﺵْﻳَﺭُﻗ , Kepemimpinan itu hak suku Quraisy. Terang hadis ini bersifat ikhbaar informatif dan bukannya amr perintah, bahwa secara faktual kepemimpinan saat itu dan tentu di Arab (khususnya) diselenggarakan oleh suku Quraisy. Menurut Ulil Abshar ini erat kaitannya dengan konteks sosial atau al-wa>qi’ al-ijtima>’iy, bahwa di masa Nabi saw. kepemimpinan memang di tangan suku Quraisy. Kondisi demikian karena suku Quraisy memiliki keunggulan historis, pemberani, suku terdidik, memiliki keluhuran budi bila dibandingkan dengan suku-suku yang lain masa itu. Menurut Ulil Abshar, ini tidak mungkin diperlakukan pada semua tempat, bagaimana mungkin kepemimpinan dipaksakan dipegang suku Quraisy di tengah bangsa non-Quraisy; 57 dan bagaimana mungkin memaksakan kepemimpinan pada golongan tertentu yang tidak berkapasitas. Karena itulah, hadis ini menurutnya ingin menekankan aspek kapabilitas dan kualitas seseorang - bukannya pada keunggulan suku tertentu, dengan kata lain kepemimpinan tidak bisa didasarkan kepada primordialisme, berdasarkan ras, suku, etnik, dan agama. Alasannya ialah, karena kepemimpinan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak bukan orang perorang atau suku. Begitu pula mengenai kesetaraan gender, bahwa baik Alquran maupun hadis yang secara harfiahnya mengunggulkan laki-laki dibanding perempuan, maka teks-teks semacam ini mestilah ditafsirkan ulang menyesuaikan fakta sosial di mana sekarang ini mencuat dengan derasnya persamaan hak sesama manusia yang tidak membedakan jenis kelamin. Kenyataan ini merupakan hukum besi sosial yang tidak ada satu kekuatan pun dapat meruntuhkannya termasuk teks suci sekalipun. Ulil Abshar menegaskan bahwa hadis sebagimana Alquran menjadi pondasi keberagamaan seorang muslim, jelas tidak bisa disanggah. Kita semua sebagai anggota dari komunitas beriman yang disebut ummah tunduk pada kedua sumber ajaran itu sebagai sumber otoritatif. Masalahnya bukan di sana, karena sumber otoritatif itu bisa dipahami dengan cara yang berbeda-beda dan tidak tunggal sebagai bentukan konteks ruang dan waktu. 58 ## 2. Pemahaman hadis ( Fahm al-Hadis ). Memperhatikan metodologi penelitian hadis yang telah disebutkan, penulis melihat bahwa JIL memiliki pemaknaan yang unik terhadap hadis Nabi saw. Disebut demikian karena hadis diposisikan sama dengan pendapat biasa saja, tidak ada perbedaan dengan pendapat manusia. Ungkapan ini karena penulis menemukan beberapa penggunaan hadis oleh komunitas ini tidak berbeda dengan pendapat tokoh-tokoh ternama yang bukan orang “suci” sekelas Nabi. Singkatnya, 56 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla, Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, h. 8-9. 57 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/0513. Di TUK Jakarta Timur. 58 Lihat: Ulil Abshar Abdalla, Pidato Kebudayaan Sejumlah Refleksi, h. 10. hadis bagi komunitas ini merupakan pendapat manusia biasa saja, tidak ada keistimewaan dan sakralitas atasnya. Tampak pula bahwa JIL ingin membedakan posisi kenabian Muhammad saw sebagai rasu>l Alla>h- utusan Tuhan dengan posisi beliau sebagai basyarun mis}lukum manusia biasa. 59 Posisi Muhammad saw sebagai yang disebutkan terakhir inilah yang dimaksudkan dalam kaitannya dengan ujaran yang keluar dari dirinya. Bahwa hadis dengan demikian tidak berbeda dengan sebuah pendapat biasa saja, yang boleh diterima atau ditinggalkan dengan pertimbangan-pertimbangan akal sehat dan fakta sosial. Karena ia (baca: hadis) adalah sebuah pendapat yang hadir tidak dalam ruang hampa, melainkan tentu menyesuaikan dengan kondisi lokal bersifat sementara. ## 3. Kritik JIL atas kriteria kesahihan sanad hadis Hal-hal yang masuk wilayah kritik JIL terhadap hasil karya muh}addis\i>n ada dua hal yaitu kritik kesahihan sanad hadis dan posisi hadis di sisi Alquran. Untuk kritik kesahihan sanad hadis meliputi tiga titik yaitu ittis}a>l al-sanad, ‘ada>lah al-ruwa>h, dan d}awa>bit} al-s}ah}a>bat, serta sisanya menyoal kembali posisi hadis Nabi saw. di sisi Alquran. Sehubungan dengan itu, untuk tujuan sistematisasi penulisan berikut ini penulis utarakan secara lebih lengkap. Sebagaimana telah maklum mengenai urgensi sanad , terbaca bahwa tujuan utama dilambungkannya kaedah kesahihan sanad ialah untuk menetapkan sahih-tidaknya suatu sanad hadis. Ulama hadis kemudian menciptakan kaedah-kaedah kesahihan sanad tersebut, yang oleh M. Syuhudi Ismail secara terperinci disusun dalam kaedah mayor dan minornya. Kaedah mayor kesahihan sanad hadis ialah (1) ittis}a>l al-sanad, (2) periwayat bersifat adil (minornya: Islam, mukallaf, taat agama, dan memelihara muru>’ah ) (3) periwayat bersifat d}a>bit}, (4) terhindar dari syuz}u>z (kejanggalan) }, dan (5) terhindar dari ‘illat (kecacatan) . Yang berkaitan dengan kritik sanad, tokoh JIL menekankan kritikannya kepada ulama hadis dalam tiga hal yaitu ittis}a>l al-sanad, ‘ada>lah al-ruwa>h, dan d}awa>bit} al-s}ah}a>bah, dengan uraian berikut: a. Masalah ittis}a>l al-sanad. 60 Umumnya muhaddisi{>n klasik berpandangan bahwa matan hadis akan memiliki arti penting dan memungkinkan untuk dilakukan penelitian hanyalah jika dari segi sanad sudah dibuktikan kesahihannya. 61 Pandangan seperti ini –dapat dikatakan- menempatkan isna>d sedemikian penting 59 Dalam konsep Abdul Moqsith diistilahkan dengan Muhammad saw. sebagai basyarun mis\lukum, dan Muhammad saw sebagai basyarun la> ka al-basyar. Hasil wawancara, UIN Syarif Hidayatullah- pada hari jumat 10 Mei 2013. 60 Untuk mengetahui bersambung tidaknya suatu hadis, umumnya ulama menempuh tiga tata-kerja penelitian, yaitu: a. mencatat seluruh periwayat dalam suatu sanad yang diteliti, b. mempelajari profil hidup setiap periwayat, c. meneliti lambang-lambang periwayatan sebagai penghubung antarperiwayat terdekat dalam sanad. Suatu sanad hadis barulah dapat dinyatakan bersambung jika: a. seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar s}iqah, dan b. antarperiwayat terdekat dalam sanad benar-benar terjadi hugungan periwayatan hadis secara sah menurut tah}ammul wa ada’ al-h}adi>s\. keterangan selengkapnya lihat: M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 112-113. 61 Sanad berstatus sahih menurut al-Bukhari dan Muslim adalah jika: (1) rangkaian periwayat dalam sanad hadis bersambung ( ittis}a>l ), (2) periwayatnya harus s\iqah dalam arti ‘adil dan d}a>bit}, (3) terhindar dari syuz\uz} dan ‘illat, dan (4) antara murid dengan guru harus sezaman. Pada poin keempat terdapat perbedaan antara keduanya yakni bahwa bagi al-Bukha>ri selain sezaman juga mesti liqa> yakni terjadi pertemuan walau hanya sekali, sementara bagi Muslim yang yang berarti bahwa matan hadis merupakan persoalan kedua setelah sanad, dengan kredo yang sangat terkenal “Lau la> al-isna>d la qa>la man sya>,a ma> sya>,a” jika tanpa sanad (ada dan sahih tidaknya) maka setiap orang akan berujar apa saja yang dikehendakinya. 62 Pernyataan ini dikritisi Ulil Abshar dengan menegaskan bahwa ini menunjukkan kedudukan luar biasa terhadap hasil kerja ulama dalam menyusun kriteria kesahihan sanad hadis. Akibatnya, walaupun matan hadis tampaknya sahih ditinjau dari berbagai dimensinya maka tetap tidak penting jika sanadnya diindikasikan d}a’i>f , namun sebaliknya walaupun matan tidak sahih dan terindikasi kuat “problematik” tetap saja dipandang penting jika sanadnya ternilai sahih. 63 Lebih jauh Ulil Abshar berasumsi bahwa masalah ittis}a>l al-sanad sesungguhnya tidak signifikan dan relatif dianggap telah selesai. Tidak signifikan karena dalam tatapannya terhadap suatu teks yang terpenting adalah nilai yang dikandungnya dengan tanpa mempersoalkan kualitas sanad- nya apakah muttas}il atau munqat}i’ terputus, dan apakah sahih atau da’i>f . Karena bagaimanapun sistim isna>d adalah hasil ijtihad manusia yang sifatnya tidak mutlak, melainkan subyektif dan relatif. Ini dapat dibuktikan dari penilaian kritikus hadis terhadap seorang periwayat yang dinilai ganda; seorang periwayat dinilai sebagai s\iqah; sementara dilain tempat dinilai sebagai mungkarah, su>, al-h}ifz} dan la> yuh}tajj bih. 64 Tentang posisi penelitian sanad hadis, Ulil Abshar menegaskan bahwa hasil kerja muh}addis\i>n atas isna>d patut diapresiasi sebagai khazanah keislaman, dan itu mestinya sudah cukup, maka tugas intelektual muslim sekarang- khususnya pegiat hadis ini bukan pada penelitian sanad hadis lagi, sebab hal itu telah dilakukan oleh ulama terdahulu sejak lama, juga bukan menemukan apakah suatu hadis bernilai sahih atau tidak sahih. 65 Menurut Ulil Abshar tugas yang diemban pegiat hadis sekarang ini melahirkan “pemahaman terhadap matan hadis” dan tugas ini terus berubah bersesuaian dengan tuntutan zaman dan kebutuhan. 66 penting sezaman dan tidak mesti terjadi liqa>. Penjelasan detail lihat: Ah}mad Ibn ‘Ali> Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Had- y al-Sariy Muqaddimah Fath} al-Ba>ri>, Jilid XIV, (T.tp. Da>r al-Fikr, t.th.) h. 8-12. 62 Kredo ini antara lain dikemukakan oleh ‘Abd Rahman Ibn Abi> Bakr al-Suyutiy, Tadri>b al-Ra>wi fi> Syarh} Taqri>b al-Nawawi>, Juz II (Riya>d}: Maktabah al-Riya>d} al-H}adis\iyyah, t.th.), h. 160. 63 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. Bandingkan kritikan Ulil Abshar di atas dengan pandangan ulama yang mengatakan bahwa kritik matan hanya boleh dilakukan setelah dinyatakan sanad- nya sahih. Jika dinyatakan sanad- nya lemah, kritik matan tidak perlu dilakukan lagi karena sama dengan mengkritik sesuatu yang tidak jelas dari mana sumber beritanya. Dalam arti kata, setiap matan hadis mutlak memerlukan sanad. Lihat: Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h. 148. 64 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. 65 Poin penting dari ini ada dua hal, 1. Penelitian sanad sudah dilakukan, karenanya patut dihargai. Melakukan penelitian ulang pada sanad berarti penolakan terhadap hasil kerja, 2. Mempersoalkan sahih tidaknya sanad akan menguras waktu- karena penilaian ulama terhadap seorang periwayat tidak jarang dinilai ganda. 66 Tulisan ini hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu, 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. Ulil Abshar mengatakan “Sudah bukan saatnya lagi, dan cenderung membuang waktu untuk berlarut-larut dalam meneliti sanad hadis, cukuplah menjadi urusan ulama hadis terdahulu, karena bagaimanapun juga yang ditengok kemudian adalah matan hadisnya yang menuntut untuk dilakukan penafsiran, dan dimodifikasi.” Saat penulis menanyakan apakah anda meragukan sistim Isnad ? Ulil Abshar memberikan komentar _apologetik- bahwa yang terpenting adalah pemahaman terhadap hadis yang disebutnya sebagai dirayah “tugas kita berada pada ilmu dirayah dan bukan ilmu riwayat, yang disebut terakhir ini telah dilakukan oleh generasi sebelum kita dan itu sudah cukup.” tegasnya. Kalau diringkas, maka inti kritik Ulil Abshar mengenai penelitian sanad ialah sudah tak signifikan lagi dan relatif dianggap selesai dengan tiga alasan: (1) dalam kritik rija>l h}adi>s\ terdapat inkonsistensi, yakni kaedah diterapkan hanya pada periwayat sesudah sahabat, dengan kredo al-}sah}a>bat kulluhum ‘udu>l bahwa sahabat semuanya adil, demikian pula aspek ke d}a>bit }annya tak perlu dilakukan, 67 (2) relatifitas dan subjektifitas penilaian terhadap seorang periwayat di mana terkadang dinilai ganda sebagai s\iqah, s}adu>q namun di sisi lainnya dinilai sebagai min al- ra>fid}ah, su>’ al-h}ifz} dan la> yuh}tajju bih. Dalam penerapannya jarh} dan ta’di>l pun demikian, sebagian memandang al-ta’di>l muqaddam ‘ala> al-tajri>h} dan yang selainnya memandang al- tajri>h} muqaddam ‘ala> al-ta’di>l. (3) Dalam pada itu dari segi persambungan sanad tidak dapat dihindari bahwa seorang peneliti kerap menyatakan hasil penelitiannya terhadap suatu hadis sebagai muttas}il al-sanad, sementara peneliti lainnya mengemukakan kesimpulan berbeda. 68 Dari tiga alasan yang dikemukakan di atas, tampaknya Ulil Abshar mengarahkan pembacaannya kepada efektifitas dalam konteks kekinian, itu sebabnya beliau mengatakan bahwa untuk tujuan mengamalkan suatu hadis “seseorang tidak perlu menjadi ahli” sebab bagaimanapun keadaannya hadis (baca: kualitas hadis) itu relatif adanya tergantung kepada siapa menilai bagaimana. Dengan tegas Ulil Abshar mengatakan posisi itu “membuang-buang waktu untuk meneliti sanad” apabila berlarut-larut hanya mempersoalkan sahih tidaknya suatu sanad. 69 Beliau menyatakan: Verifikasi hadis hanya dengan metode sanad atau mata rantai transmisi sebagaimana selama ini ditempuh oleh kesarjanaan Islam tradisional sama sekali tak memadai. Metode proyeksi kebelakang ( projected back ) akan membantu kita untuk menemukan verifikasi dengan metode non-sanad. Kritik sanad sudah dikembangkan dengan canggih oleh sarjana Islam, tetapi kritik matan kurang banyak dicoba. Metode proyeksi (ke belakang) bisa masuk dalam kritik matan itu. 70 Sedikit berbeda dengan Ulil Abshar, tokoh muda JIL Asrar Mabrur justeru berpandangan bahwa baik sanad maupun matan sebaiknya tidak boleh luput dari kerja kita sebagai komunitas yang gemar terhadap pembacaan ulang atas teks-teks keagamaan seperti hadis. Asrar Mabrur menyakatan bahwa: Pandangan saya: 1. Sikap “ kari>m ”/ liberalis itu suka terhadap penafsiran- penafsiran/pembacaan-pembacaan ulang terhadap teks keagamaan seperti “hadis” menyangkut sanad dan matan -nya sekaligus, 2. Hadis (sanad-matan) tidak “imun” dari kritikan logis dan historis, maka saya beranggapan bahwa kedua aspek ini (sanad-matan) sama-sama penting untuk “dibaca” ulang dan dikritisi. 71 67 Asrar Mabrur Faza dalam tulisannya www.islamlib.com sebenarnya juga mencantumkan kritikan serupa, walaupun dirinya tidak menafikan kepentingan meneliti sanad hadis dalam proses seleksi kesahihan sanad suatu hadis. Perbedaan keduanya terletak pada penerapan kredo al-s}ah}a>bat kulluhum ‘udu>l; yang disasar Asrar adalah inkonsistensi kredo ini sebab kenyataannya bahwa banyak sahabat yang menyalahi, sementara yang ditekankan Ulil Abshar ialah tingkat intelektualisme periwayat yang luar biasa baik sahabat maupun selainnya. 68 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11 Mei 2013 di Theater Utan Kayu Jakarta Timur. 69 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla, sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur 70 Ulil Abshar-Abdalla. net/2008/09/09/teori-proyeksi-dalam-studi-hadis-kritik-atas-hizbut-tahrir/ dimuat senin, 07 April 2014. 71 Wawancara dengan Asrar Mabrur Faza, Jumat 04/06/13 Alauddin. Pandangan Asrar Mabrur ini ditekankan pada dua hal (1) bagaimanapun, penelitian atas sanad telah menjadi tradisi dalam pengkajian hadis karenanya menjadi warisan intelektual, (2) penelitian terhadap pribadi dan keabsahan persambungan riwayat dapat dikatakan hanya ada dalam pengkajian hadis; hal ini berbeda dengan pendapat “tokoh” yang bagi seorang peneliti tidak mempersoalkan darimana sumber dan bagaimana keadaan penyampai beritanya. b. Penelitian ke adil an periwayat. Dalam pengkajian ilmu hadis, istilah adil dapat dipahami sebagai seorang periwayat berkualifikasi: (1) beragama Islam, (2) status Mukallaf , (3) taat dalam melaksanakan agama, dan (4) memelihara muru>’ah. 72 Prosedur penentuan ke adil an seseorang yang diusung ulama hadis ditempuh dalam tiga cara, pertama popularitas keutamaan periwayat secara apa adanya, kedua penilaian kritikus hadis yang meng adil kannya, dan ketiga penerapan kaedah al-jarh} wa al-ta’di>l secara ketat . 73 Sebagaimana disebutkan di atas, mengikuti pembahasan muhaddisin tentang urgennya penentuan kualitas periwayat - tokoh JIL yang lain berpendirian bahwa jika penelitian sanad mesti diterapkan, maka sebaiknya setiap periwayat yang terlibat dalam proses periwayatan mesti dilakukan secara konsisten dan menyeluruh. Ini dapat terbaca dari dua pandangan tokoh JIL, Abd Moqsith Ghazali dan Asrar Mabrur Faza (hal ini tampak berbeda dengan Ulil Abshar-Abdalla). Berikut Abdul Moqsith menyatakan bahwa: Kaedah ini mestinya konsisten (maksudnya: penelitian ‘ada>lah periwayat), tapi realitasnya berbeda, sebab sifat ta’at agama dan muru>’ah adalah sulit untuk diyakini kalau seluruh periwayat tingkat pertama (baca: sahabat) seluruhnya bersih. Sebagai sahabat, tentu ada sahabat saya yang tingkat kualitas ketaatannya tinggi, ada yang sedang, dan ada yang biasa- biasa saja; jadi tidak bijak apabila memperlakukan semua sahabat sebagai adil . 74 Dalam tinjauan lain, Asrar Mabrur mengoreksi dan selanjutnya menolak kredo al-s}aha>bat kulluhum ‘udu>l (bahwa semua sahabat bersifat adil). 75 Kaitan dengan istilah ini Asrar Mabrur menyatakan tidak semua sahabat adil, tapi sebagian saja dan tak ada seorang periwayatpun yang superbody kebal kritikan. Jika sahabat saja yang berada dekat dengan pusaran kenabian tidak dapat dinilai sebagai seluruhnya ‘adil, apalagi yang bukan sahabat. 76 Berikut ini ulasan Asrar Mabrur lebih lanjut: Sebagaimana aspek ke d}a>bit an, kaidah keadilan ra>wi pun tidak diterapkan secara konsisten oleh peneliti hadis pada semua ra>wi , yaitu pada sahabat Nabi. Sesuai dengan kredo: al- s}aha>bah kulluhum ‘udu>l (seluruh sahabat Nabi bersifat adil). Ibn Shalah mengakui bahwa keadilan seluruh sahabat adalah merupakan kesepakatan umat Islam, meskipun sahabat 72 Keterangan lebih rinci dapat dilihat dalam: M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, h. 117-119. 73 Lihat: M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, h. 119. 74 Hasil wawancara dengan Abdul Moqsith Ghazali, 10 Mei 2013 di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 75 Kredo ‘ada>lah s}ah}a>bah ini antara lain dikemukakan oleh Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ni>, Irwa’ al-Gali>l fi> Takhri>j al-H}adi>s\ Mana>r al-Sabi>l, Juz I, (Beirut: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1985), h. 127. 76 Hasil wawancara dengan Asrar Mabru>r Faza, 20 Mei 2013 malam. Bertempat dikediamannya Sultan Alauddin Makassar. tersebut pernah terlibat dalam perang saudara ( al-fitan ). Al-Alu>siy bahkan “berani” memastikan bahwa para sahabat Nabi tersebut ikhlas dalam beramal ibadah. Al-Gazali juga menambahkan, bahwa keadilan merupakan bagian dari “keimanan.” 77 Jika diperhatikan argumen-argumen di atas, lanjut Asrar Mabrur- berbanding terbalik dengan realitasnya. Sebagai contoh Al-Wali>d bin ‘Uqbah misalnya adalah sahabat yang pernah berbohong kepada Nabi saw, mabuk dalam memimpin salat subuh, serta disebut fasik dalam Alquran Surat al- Hujurat (49) ayat 6. 78 Al-Asy’at Ibn Qays al-Kindi pernah murtad dan kembali lagi masuk Islam. Bujair Ibn ‘Abd Alla>h Ibn Murrah Ibn ‘Abd Alla>h Ibn Sa‘ab pernah dilaporkan telah mencuri tas kulit Nabi saw. Abu> Darda>’ pernah dinilai berdusta. Abu> Hurairah pernah mengalami gangguan kejiwaan karena menderita epilepsi. Periwayat terakhir ini meriwayatkan hadis tentang anjuran bekerja tetapi tidak mengamalkannya, “alias” tunakarya. Pernah sombong di hadapan sahabat Nabi saw yang lainnya, karena merasa superior dalam hal kekuatan daya hafalan. Padahal kita tahu, sikap “ kibriya ” hanya pantas dimiliki oleh Allah—tidak Muhammad, apalagi seorang Abu> Hurairah. 79 Masih menurut Asrar Mabrur, dengan demikian tampaknya “kredo” di atas termasuk ke dalam bagian yang tidak rasional dalam kritik sanad, dan bisa dirumuskan kaidah tandingan. Bagi peneliti hadis yang sulit mendustakan “kredo” lama di atas, bisa menggunakannya dalam hal-hal yang bersifat teologis saja sedangkan untuk kepentingan riset hadis, digunakan kaidah tandingan ini As}s}ah}a>bah ba’d}uhum ‘udu>l . 80 Dengan penjelasan di atas, tampak bahwa terdapat upaya sekularisasi sanad hadis, dalam pengertian untuk otentisitas hadis perlu mengusung teori rasional faktual dan bukannya dogma, di mana baik Moqsith maupun Asrar melihat bahwa kritik terhadap sahabat tetap perlu dilakukan sama perlunya kepada selain sahabat. Tentang hal ini Asrar mengatakan: Hal ini bisa dimaklumi, bukan hanya karena ketidakkonsistenan aplikasinya tetapi juga karena telah bercampur antara keyakinan dogmatis agama ( ta‘abbudiy ) dengan penelitian ilmu-ilmu agama ( ta‘aqquliy ). Sejatinya, dalam ranah penelitian ilmiah, seorang peneliti harus bersikap sekular, yaitu mampu memisahkan dirinya dari keyakinan dogmatis yang dianutnya. Sebab peneliti bisa saja mengalami kebuntuan, sehingga tidak lagi bersikap objektif. 81 c. Penelitian ke- d}a>bit}- an periwayat. Dalam aplikasinya, ke d}a>bit} an menyangkut kekuatan daya hafal periwayat sebagai salah satu kriteria keshahihan hadis. Periwayat yang dhabit diasumsikan kepada tiga tolok ukur, yaitu mampu menghafal hadisnya dengan baik, mampu menyampaikan hadis tersebut dengan baik pada 77 Lihat: Asrar Mabrur Faza, Pembacaan Baru Terhadap Hadis, di situs resmi JIL, www . islamlib.com . 78 Terjemahnya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Lihat: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya , h. 846. 79 Hasil wawancara dengan Asrar Mabrur Faza, 20 Mei 2013. 80 Hasil wawancara dengan Asrar Mabrur Faza, 20 Mei 2013. 81 Lihat: Asrar Mabrur Faza, Pembacaan Baru Terhadap Hadis, www.islamlib.com . saat diinginkan kapanpun, dan mampu memahami dengan baik hadis yang diriwayatkannya tersebut. 82 Mencermati pandangan di atas, Asrar Mabrur berpandangan bahwa tolok ukur ketiga tidak disepakati oleh para sarjana hadis, mungkin dengan dugaan bahwa ra>wi yang telah menghafal hadis dengan baik otomatis memahami hadis yang dihafalnya, atau bahwa yang terpenting adalah menghafal hadis bukan memahaminya. Akan tetapi faktanya –sebagaimana akan dijelaskan– bahwa tidak semua ra>wi yang hafal dengan baik bisa memahami hadis yang dihafalnya. 83 Asrar Mabrur menegaskan bahwa dalam mengaplikasikan teori ini tampaknya berlaku secara diskriminatif terhadap ra>wi hadis, perkataan hanya diterapkan pada ra>wi selain sahabat Nabi saw. yaitu ta>bi’in , atba’ al-ta>bi’in dan seterusnya sampai kepada mukharrij hadis. Aspek ke d}a>bit} an para sahabat Nabi menjadi tidak tersentuh padahal ada sahabat yang dinilai negatif, misalnya Ibn ‘Umar yang dinilai tidak menghafal hadis dengan baik, Ja>bir Ibn ‘Abd Alla>h dinilai melakukan kesalahan ( akht}a’a ) dalam menyebutkan hadisnya, ‘Abd Alla>h Ibn Mas‘u>d yang tidak sempurna hafalan hadisnya, dan Abu> Hurairah yang tidak mampu memahami dengan baik hadis yang diriwayatkannya. 84 Seiring dengan pengungkapan Asrar Mabrur, kordinator pertama JIL Ulil Abshar mengkiritisi kemampuan periwayat hadis -termasuk sahabat- yang luar biasa dan tanpa cacat. Dalam pandanganya, kemapuan menghafal tanpa cacat adalah sesuatu yang mustahil. Ulil Abshar menulis: Ada juga anggapan diam-diam yang lain bahwa para perawi hadis itu adalah orang-orang yang hafalannya spesialis, fotografik, luar biasa sehingga tak mungkin ada distorsi dalam periwayatan hadis. Saya, dulu kerap mendapatkan pelajaran bahwa seorang pengumpul hadis bisa menghafal ratusan ribu hadis di luar kepala. Menurut saya ini tidak mungkin, ini hanya mitos yang sengaja dikembangkan untuk melegitimasikan otoritas para pengumpul hadis. Dulu dan sekarang sama saja, ada sejumlah orang yang ingatannya baik ada yang buruk, tetapi menghafal ratusan ribu hadis tanpa kekeliruan sedikitpun jelas merupakan hal yang mustahil. 85 Kedua tokoh JIL ini sejatinya berpandangan bahwa mesti diterapkan kritik ke d}a>bit an periwayat termasuk para sahabat Nabi saw. Menurut mereka, selama ini belum banyak dilakukan penelitian terhadap ke d}abit} an para sahabat, bahkan tertolak kecenderungan mayoritas pegiat hadis yang beranggapan bahwa sahabat memiliki tingkat ke d}abit} an tinggi yang ditandai dengan kemampuan fantastis menghafal ribuan hadis tanpa cacat. Bagi mereka anggapan seperti ini sebagai suatu yang berlebih-lebihan dan sesuatu yang mustahil sebab dalam penilaiannya manusia di manapun dan kapanpun ada yang baik ada pula yang jelek hafalannya. Ulil Abshar menegaskan bahwa di antara sahabat Nabi saw. itu ada yang bagus daya hafalnya, ada yang sedang, dan ada yang buruk atau kacau. Bahwa menghafal ribuan hadis yang berlimpah 82 Lihat: M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis Dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu sejarah, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 120. Syuhudi dalam bukunya berusaha menggabungkan pandangan al- ‘Asqalani, al-Jurja>ni, dan S}ubh}i S}a>lih} mengenai kriteria ke d}a>bit} an. 83 Lihat: Asrar Mabrur Faza, Pembacaan Baru Terhadap Hadis, dimuat dalam website JIL, www.islamlib.com . 84 Lihat: Asrar Mabrur Faza, Pembacaan Baru Terhadap Hadis, www.islamlib.com . 85 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla, Sekali Lagi Soal Kedudukan Hadis (1), sumber tulisan: islamlibyahoogroups.com. 5 April 2005. tanpa cacat dalam waktu lama itu tidak mungkin, dan bahkan Nabi saw. saja dalam penghafalannya terhadap Alquran dimungkinkan cacat terbukti dengan datangnya Malaikat Jibril as. mendaraskan dan memantapkan hapalannya pada setiap bulan Ramadhan. (catatan: penulisan/pembukuan hadis dilakukan di atas seratus tahun setelah wafatnya Nabi saw. ini menjadi alasan sebagian orang meragukan otentisitas hadis). ## B. Analisis metode pemahaman hadis JIL Hadis sebagai teks suci merupakan produk sejarah yang kehadirannya adalah dalam rangka menyapa proses sosial yang sedang berkembang di tengah masyarakat sebagai peruntukannya; di samping itu hadis merupakan tafsiran terhadap konteks sosial yang sedang berkembang saat itu. Karena sifatnya yang demikian maka mau tidak mau hadis mesti bersifat lokal, relatif dan temporal, tetapi karena keberadaan teks yang tidak dimaksudkan hanya untuk golongan tertentu (baca: Arab saja), maka teks inipun kemudian bersifat universal selain bersifat lokal. Hadis telah final dalam pengertian secara tekstual tidak akan mengalami penambahan maupun pengurangan. Di sini perlu ditegaskan bahwa hadis bersifat absolut, tetapi pemahaman terhadapnya berkembang dan mengalami perubahan dari satu zaman ke zaman berikutnya. Jadi di sini terdapat dua hal yang mesti dibedakan yaitu yang pertama teks dan kedua pemahaman terhadap teks, yang disebut pertama bersifat tetap, sedangkan yang disebut terakhir bersifat fleksibel dan akan berubah. Berkaitan pemahaman teks yang bersinggungan dengan konteks biasanya akan mengalami kerumitan, karena perbedaan pola pandang yang digunakan setiap orang untuk mengkompromikannya. Kerumitan dimaksud sesungguhnya dapat dihindari jika membuka peluang untuk saling mawas diri dan welcome terhadap perbedaan yang timbul sebagai akibat dari perbedaan paradigma pendekatan yang digunakan tersebut. JIL hadir memberikan warna dalam bentuk penafsiran terhadap teks hadis termasuk juga Alquran. Komunitas ini sadar bahwa Islam senantiasa didekati dengan berbagai bentuk penafsiran dalam satu dan lain cara, sebagai cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa yang terus berubah-ubah. Oleh karena itu komunitas ini mengembangkan pendekatan dengan membuka pintu ijtihad seluas-luasnya dalam semua dimensi Islam lalu menolak pendapat penutupan pintu ijtihad. JIL berpandangan bahwa penggunaan akal sehat dalam memahami seluruh hadis sebenarnya dapat dilakukan oleh siapapun, dan menyaranakn untuk membebaskan diri dari sabda Nabi saw yang tampak menakut-nakuti penggunaan akal sehat. Yang dimaksud ialah hadis tentang ancaman bagi orang yang menafsirkan Alquran berdasarkan penalaran akal sehat, yaitu: 86 ﺭﺎﻧﻟﺍ ﻥﻣ ﻩﺩﻌﻘﻣ ﺃﻭﺑﺗﻳﻠﻓ ﻪﻳﺃﺭﺑ ﻥﺁﺭﻘﻟﺍ ﺭﺳﻓ ﻥﻣ Artinya: Barangsiapa yang menafsirkan Alquran berdasarkan akalnya maka hendaklah bersiap masuk neraka. 86 Lihat: al-Maktabah al-Sya>milah, Ahwa>l Ahl al-Sunnah , juz I, h. 61. Menurut Ulil Abshar, dengan ancaman seperti ini melahirkan sikap kehati-hatian berlebihan untuk menafsirkan teks suci itu, dan ini menurutnya berakibat kepada kejumudan dalam khazanah Islam padahal semua tafsir Alquran dan syarah hadis yang beraneka ragam sesungguhnya tidak terlepas dari proses penggunaan akal sehat dari penafsirnya. 87 Ijtihad yang dikembangkan oleh JIL adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Menurut mereka, penafsiran yang literal teks akan melemahkan Islam dari dalam, sebaliknya dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal. JIL berpendirian bahwa hadis tidak boleh lain dari tafsiran dan pemahaman Nabi Muhammad saw atas proses sosial dan konteks peradaban yang dihadapinya ketika itu sebab kehadiran beliau tidak berada dalam ruang yang hampa. Argumen yang selalu dikemukakan oleh umumnya kalangan umat Islam adalah bahwa tanpa hadis, maka banyak hal yang tak dapat diketahui dengan lengkap hanya semata-mata bergantung kepada Alquran. Sebagai misal ibadah shalat selalu disebut bahwa Alquran tidak menyebutkan tata cara shalat dengan rinci melainkan secara globalnya saja, dan di sinilah hadis dibutuhkan. Tentang hal ini Ulil Abshar berkomentar bahwa banyak hal yang tidak disebutkan dalam Alquran secara rinci. Bahwa sesungguhnya selain shalat, zakat, masalah nikah, haji, dan banyak hal lagi yang hadis (juga) hanya sedikit sekali memerinci hal-hal yang hanya disebutkan secara global dalam Alquran. 88 Pendapat Ulil Abshar ini dimaksudkan bahwa jika sesuatu tidak disebutkan dalam Alquran, bukanlah hadis sebagai satu-satunya rujukan sebagai pemerinci, melainkan ada rujukan lain yakni akal sehat, ijma dan qiyas. Pendapat Ulil Abshar ini hampir senada dengan pandangan Kassim Ahmad- seorang pemikir berkebangsaan Malaysia. 89 Kassim dalam bukunya Hadis A Re-Evaluation mengatakan bahwa satu- satunya misi Nabi Muhammad saw. adalah membawa pesan Tuhan, yaitu Alquran. Dia adalah tentu saja juga seorang pemimpin yang patut dicontoh dan seorang guru, tetapi peran ini adalah peran sekunder. Kewajiban-kewajiban religius seperti salat wajib, puasa, zakat, dan menunaikan haji tidaklah diturunkan melalui hadis, tetapi adalah praktek religius yang diturunkan melalui beberapa generasi sejak zaman Nabi Ibrahim as. 90 Pada pandangannya di atas, tampak bahwa Ulil Abshar bermaksud untuk memosisikan secara sama segala bentuk peribadatan dalam Islam kepada Tuhan, atau boleh jadi Ulil Abshar tidak menyetujui polarisasi ibadah yang dikenal selama ini yaitu ibadah mahd}ah dan ibadah ghairu 87 Hasil wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. 88 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla, JIL Sekali Lagi Soal Kedudukan Hadis (1), sumber: www.Islamliberalyahoogroups.com . 2005. 89 Kassim Ahmad adalah intelektual Muslim Malaysia, seorang sarjana bahasa dan sastra Melayu. Kassim mengusulkan untuk melakukan re-evaluasi terhadap hadis-hadis Nabi Muhmmad, dan menyerukan untuk kembali kepada Alquran saja. Kassim mendasarkan bukunya yang berjudul “ Hadis A Re-Evaluation” di atas paradigma bahwa Alquran adalah dasar satu-satunya keberagamaan dalam Islam. Bahwa Alquran itu komplit, sempurna, dan menjelaskan dirinya sendiri; dan karena sudah sempurna, maka ia tidak membutuhkan penjelasan dari luar, termasuk hadis Nabi saw. 90 Lihat: Kassim Ahmad, Hadis A Re-Evaluation, yang dialihbahasakan oleh Asyrof Syarifuddin dengan judul Hadis Ditelanjangi Sebuah Re-Evaluasi Mendasar Atas hadis, (Cet. I; ttp. Trotoar, 2006), h. 92. mahd}ah. Shalat dan haji sering disebut sebagai ibadah mahd}ah yang pelaksanaannya hanya mengambil contohnya dari Nabi saw. sementara yang selainnya sebut saja nikah dan zakat termasuk ibadah ghayr mah}d}}ah yang memerlukan penjelasan tambahan dari qaul ulama , ijma, dan qiyas . Masih kaitan dengan di atas, Ulil Abshar menegaskan bahwa jika terdapat suatu keadaan yang Alquran tidak menyebutkan status hukumnya secara jelas, maka mesti dimengerti bahwa manusia diberikan kelonggaran atasnya. Ulil Abshar mencontohkan bahwa Alquran sama sekali tidak menyinggung apakah perempuan boleh menjadi imam dalam salat atau tidak. Oleh karena itu, menurutnya soal status boleh tidaknya perempuan menjadi imam shalat adalah kembali kepada kaidah asal yaitu al-iba>h}ah} atau al jawa>z bahwa segala sesuatu mempunyai status hukum boleh selama tak ada ketentuan yang jelas dalam Alquran. 91 Ulil Abshar memandang bahwa dalam kaitan dengan status hukum shalat landasannya adalah Alquran, sementara Alquran tidak menyebutkan secara tegas soal siapa yang berhak menjadi imam shalat, apakah perempuan juga boleh menjadi imam shalat sebagaimana laki-laki. Dalam konteks ini Ulil Abshar mengisyaratkan kebolehan perempuan menjadi imam shalat, sebab walaupun tidak dirujuk dalam Alquran, ternyata dapat ditelusuri dalam kita-kitab hadis mengenai hal ini. Bahwa adalah seorang perempuan bernama Ummu Waraqah Binti Naufal al-Ans}ariyyah pernah mengimami dalam shalat keluarganya yang mana di keluarganya itu terdapat laki-laki sebagai makmum- nya. Hadis itu berbunyi: ﻥﺍ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻲﻠﺻ ﷲ ﻪﻴﻠﻋ ﻭ ﻢﻠﺳ ﺮﻣﺍ ﺎﻫ ﻥﺍ ﺆﺗ ﻡ ﻞﻫﺍ ﺎﻫﺭﺍﺩ 92 Artinya: Bahwasanya Nabi saw. menyuruhnya (Ummu Waraqah Binti Naufal al-Anshariyyah) untuk berdiri mengimami keluarganya. Menurut penulis kitab ini, bahwa hadis bersangkutan sebagai “ Dali>lun ‘ala> s}ih}h}ati ima>mi al-mar’ati ahla da>riha> wa in ka>na fi>him al-rajulu, fa innahu> ka>na laha> muaz\z\inun wa ka>na syaikhan kama> fi> al-riwa>yah. Wa al-z}a>hiru annaha> ka>nat ta,ummuhu> wa gula>muha> wa ja>riyatuha>” merupakan pedoman yang jelas mengenai sah-nya seorang perempuan untuk menjadi Imam dalam shalat sekalipun di antaranya terdapat laki-laki. Sebab terdapat muaz}z}in yang sudah sepuh, anak laki-laki dan pembantu. Pada kenyataannya perempuan ini mengimami anak laki-lakinya dan pembantu-pembantunya. 93 ## IV. PENUTUP Dari penjelasan di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulkan yaitu: 1. JIL merupakan komunitas yang menjadikan akal sehat manusia sebagai poros menilai teks hadis untuk diamalkan atau ditinggalkan. Fakta sejarah yang melatarbelakangi hadirnya hadis 91 Lihat: Ulil Abshar-Abdalla, JIL Sekali Lagi Soal Kedudukan Hadis (1), sumber islamliberalyahoogroups.com. 2005. 92 Lihat: al-Sayyid al-Ima>m Muh}ammad Ibn Ismail al-Kahla>ni, Subul al-Salam Syarah> Bulu>gh al-Mara>m, Min Jam’I Adillati al-Ah}ka>m, Juz II, (Bandung: Dahlan, 1059), h. 34-35. 93 Lihat: al-Sayyid al-Imam Muhammad Ibn Ismail al-Kahla>ni>, Subul al-Sala>m Syarah Bulu>gh al-Mara>m, Min Jam’i Adillati al-Ahka>m, h. 34-35. ( asbab wurud ) dan konteks sosial kekinian menjadi parameter fundamental untuk memahami hadis, dan sejatinya ini merupakan penjabaran dari akal sehat itu sendiri. 2. Bagi JIL, Nabi Muhammad saw diyakini sebagai yang paling faham isi Alquran dan tentulah hadis yang disabdakannya itu merupakan penjabaran darinya. Tetapi keberadaan hadis tidak boleh disejajarkan dengan Alquran pada semua sisinya- dan oleh karenanya hadis tidak untuk menspesifikasi apalagi menghapus ( nasakh ) Alquran. 3. Bagi JIL, kreatifitas Muhaddisin dalam merumuskan metode verifikasi hadis yang demikian ketat perlu diapresiasi sebagai karya monumental, walaupun terdapat juga inkonsistensi. Namun keadaan itu dipandang sudah final, karena kritik sanad yang sangat menyita waktu itu sejatinya relatif sudah cukup, sehingga tugas pegiat hadis sekarang dan kedepannya adalah mengarahkan pandangan kepada pembacaan matan- nya. Hadis hanyalah salah satu –bukan satu-satunya- sumber referensi untuk menentukan status hukum segala hal yang tak disebutkan dalam Alquran. ## DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya . Semarang: Toha Putra. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet. IV. Jakarta: Balai Pustaka. Abd al-H}ayy al-Farma>wiy, Bida>yah fi>al-tafsi>r al-Maud}u>iy, dira>sah manhajiyyah maud}u>’iyyah . Terjemahkan. Suryan A. Jamrah. 1996. Metode tafsir maudhuiy sebuah pengantar, Cet. II. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Al-Adlabiy, S}ala>h} al-Di>n Ibn Ah}mad, Manhaj Naqd al-Matan, Beirut: Da>r al-Afla>q al- Jadi>dah, 1983 Al-Asqalaniy, Ah}mad Ibn ‘Ali> Ibn H}ajar, Had-y al-Sariy Muqaddimah Fath} al-Ba>ri>, Jilid XIV, T.tp. Da>r al-Fikr, t.th. Al-Suyuti, ‘Abd Rahma>n Ibn Abi> Bakr, Tadri>b al-Ra>wi fi> Syarh} Taqri>b al-Nawawi>, Juz II, Riya>d}: Maktabah al-Riya>d} al-H}adis\iyyah, t.th. Al-Albaniy. Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n, Irwa’ al-Gali>l fi> Takhri>j al-H}adi>s\ Mana>r al- Sabi>l, Juz I, Beirut: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1985 Al-Kahlaniy, al-Sayyid al-Ima>m Muh}ammad Ibn Ismail, Subul al-Salam Syarah> Bulu>gh al- Mara>m, Min Jam’I Adillati al-Ah}ka>m, Juz II, Bandung: Dahlan, 1059. Abdalla, Ulil Abshar, net/2008/09/09/teori-proyeksi-dalam-studi-hadis-kritik-atas-hizbut-tahrir/ dimuat senin, 07 April 2014. Abdalla, Ulil Abshar, Sekali Lagi Soal Kedudukan Hadis (1), sumber tulisan: islamlibyahoogroups.com. 5 April 2005. Abdalla, Ulil Abshar, Pidato Kebudayaan Sejumlah Refleksi tentang kehidupan sosial keagamaan kita saat ini., h. 9-10. Jakarta: sumber http/www.facebook. com/note.php?noteid=367137660765,2011. Abdalla, Ulil Abshar, Hasil wawancara penulis dengan Ulil Abshar-Abdalla, pada hari sabtu 11/05/13 di TUK Jakarta Timur. Abdalla, Ulil Abshar. 2012. Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi , Kritik Atas Argumen Aktivis Hizbut Tahrir, Edisi 051. Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi. Ahmad, Kassim. 1997. Hadis A Re-Evaluation. Dialihbahasakan. Asyrof Syarifuddin. Hadis Ditelanjangi Sebuah Re-evaluasi Mendasar atas Hadis, Cet. I. Penerbit Trotoar. Amin, Kamaruddin. 2009. Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, Cet. I, Bandung: Hikmah PT. Mizan Publika. Emsoe Abdurrahman, Apriyanto Ranoedarsono. 2002. The Amazing Stories Of Alquran Sejarah Yang Harus Dibaca , Cet. I; Bandung: Salamadani. Faza, Asrar Mabrur, Pembacaan Baru Terhadap Hadis, dimuat dalam website JIL, www.islamlib.com . dan wawancara penulis di kediamannya Alauddin 2013 Ghazali, Abdul Moqsith, Pidato Pembaruan Islam Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam, disampaikan pada Jumat, 8 Juli 2011 di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki. Sumber: http://islamlib.com/id/artikel/menegaskan-kembali-pembaruan-pemikiran-islam (9 Juli 2011). Ghazali, Abdul Moqsith, Pidato Pembaruan Islam Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam, Jakarta: sumber http:/islamlib.com. Ghazali, Abdul Moqsith, Argumen pluralism agama membangun toleransi berbasis Al-Qur’an. Ghazali, Abd Moqsith, Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi Berbasis Alquran, Cet. I; Depok: Kata Kita, 2009. Dan wawancara 10 Mei 2013 di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah. Handrianto, Budi. 2007. 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia. Jakarta Timur: Hujjah. Hamka Haq. 2000. Falsafat Ushul Fiqhi, Cet. I; Makassar: Yayasan al-Ahkam. Ismail M. Syuhudi. 1994. Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’a>ni al-H}adi>s Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang. Ismail, M. Syuhudi. 1995. Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press. Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Cet. I. Jakarta: Bulan Bintang. Ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Cet. I. Jakarta: Bulan Bintang. Madjid, Nurcholis. 1995 Pergeseran Pengertian Sunnah ke Hadis: Implikasinya Dalam Pengembangan Syariah, dalam Budhy Munawar Rachman (Ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah Cet. II. Jakarta: Paramadina. Mustafa al-Sibai, al-Sunnah wa Maka>natuhu> fi> al-Tasyri’ al-Isla>mi>, Beirut: Maktab al-Islam, 1985. Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, Cet. VI. Bandung: Mizan. Shihab, M. Quraish. 2003. Membumikan Alquran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Cet. XXV. Bandung: Mizan. Salah al-Din al-Adla>bi, Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda Ulama> al-H}adi>s al-Nabawi>, Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403-1983. Shidqiy, Taufiq al-Manar, al-Mu,ayyad, al-Liwa, al-Sya’ab, dan al-‘Ilm. Di antara artikelnya yang cukup kontroversial adalah al-Islam Huwa Alquran wahdahu>, berislam cukup Alquran saja. Zahrah, Muh}ammad Abu>, Us}ul al-Fiqh, Cet. I, : Da>r al-Fikr, 1958. Zuly Qadir, Islam Liberal Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia.
bca3b1bb-7f3f-41dd-866e-dee72d2d9490
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/handayani/article/download/48299/22653
## PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN GAME INTERAKTIF BERBASIS WEB WORDWALL PADA TEMA 7 SUBTEMA 1 DI KELAS IV SDN 064966 KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN T.A. 2022/2023 Dita Aidana Ritonga 1 , Apiek Gandamana 2 1,2 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Medan Surel: [email protected] Abstract: This study aims to assess the level of feasibility, practicality and effectiveness of interactive game learning media based wordwall web on theme 7 and sub-theme 1 learning 3 SDN 064966 Medan Perjuangan T.A. 2022/2023. This research is a research and development (R&D) which uses a 4-D development model, including the stages of Define, Design, Develop, and Disseminate. Data collection tools used are observation, interviews, questionnaires and tests. The participants in this study were media experts, material experts, fourth grade teachers as educational practitioners, and fourth grade elementary school students. The results of the study show that interactive game learning media, theme 7, sub- theme 1, Learning 3, fall into the category of feasible, practical, and effective use. Based on the feasibility results, the product obtained a level of 84.77% and was considered feasible. The product practicality results score 88.75% and are considered very practical, while student learning outcomes after using Wordwall teaching media increase, with a post test of 83.5%, fulfilling the eligibility and effectiveness criteria. Keyword: Interactive Media, Game Based Learning, Wordwall Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menilai taraf kelayakan, kepraktisan dan keefektifan media pembelajaran game interaktif berbasis web wordwall pada tema 7 dan subtema 1 pembelajaran 3 SDN 064966 Medan Perjuangan T.A. 2022/2023. Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (R&D) yang menggunakan model pengembangan 4-D, meliputi tahapan Define (Pendefenisian), Design (Desain), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebaran). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, angket dan tes. Partisipan dalam penelitian ini adalah ahli media, ahli materi, guru kelas IV sebagai praktisi pendidikan, dan siswa kelas IV sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pembelajaran game interaktif berbasis web wordwall pada tema 7 subtema 1, Pembelajaran 3 masuk dalam kategori layak, praktis, dan efektif digunakan. Berdasarkan hasil kelayakan, produk tersebut memperoleh tingkat 84,77% dan dianggap layak. Hasil kepraktisan produk skor 88,75% dan dinilai sangat praktis, sedangkan hasil belajar siswa setelah menggunakan media Wordwall meningkat, dengan uji post 83,5%, memenuhi kriteria kelayakan dan keefektifan. Kata Kunci: Media Interaktif, Pembelajaran Berbasis Permainan, Wordwall ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu hal yang memegang peranan penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Perkembangan teknologi yang pesat mengharuskan setiap individu untuk menguasai pengetahuan teknologi, termasuk integrasi pembelajaran teknologi di sekolah dasar. Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus kompeten dalam pemanfaatan teknologi untuk mengintegrasikannya ke dalam ilmu pengetahuan selama proses pembelajaran. Seorang anak usia sekolah dasar lebih menyukai gaya belajar yang menyenangkan, yang memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide-idenya selama proses pembelajaran serta gaya belajar Vol 14 (2) Desember 2023, hlm 53-62 p-ISSN: 2355-1739 │ e-ISSN: 2407-6295 https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/handayani/article/view/48299 DOI : https://doi.org/10.24114/jh.v14i2.48299 yang dapat menubuhkan minat belajar siswa. Guru harus kreatif dalam menggunakan perangkat pengajaran agar siswa tidak cepat bosan dalam belajar. Penggunaan media yang sesuai akan meningkatkan minat belajar siswa dan mendorong mereka untuk mengadopsi pemikiran kritis selama proses belajar mengajar di kelas. Guru juga harus mampu melaksanakan pembelajaran aktif dan kreatif untuk menarik perhatian siswa. Guru harus menyediakan bahan pembelajaran, termasuk penggunaan media dalam kegiatan belajar-mengajar. Media ajar adalah alat yang digunakan guru untuk menyampaikan isi selama kegiatan pembelajaran. Media digunakan untuk menunjang keberhasilan belajar secara efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan bahan ajar yang sesuai dapat memudahkan pemahaman isi sehingga dapat membangkitkan minat belajar siswa. Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2022 terhadap salah satu guru kelas IV SDN 064966 menemukan bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik banyak yang tidak mencapai nilai KKM (70). Sejauh ini media pembelajaran dengan bantuan IT yang diterapkan oleh guru berupa power point. Penggunaan media ajar yang tidak bervariasi dapat mempengaruhi minat belajar dan berdampak pada hasil beljar siswa. Penggunaan media oleh guru dirasa kurang dalam mengalokasikan waktu pembelajaran tematik sesuai dengan pedoman RPP yang telah ditetapkan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas antara lain dengan membuat media ajar. Berbagai jenis media dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa, salah satunya dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi yang ada. Penyajian proses pembelajaran dengan game interaktif yang menarik dan kreatif dapat membangkitkan semangat belajar serta minat siswa dalam belajar. Penggunaan media dengan memakai web cukup praktis dan simpel pada pembuatannya oleh guru serta penggunaannya untuk siswa kelas IV yang telah memahami penggunaan android ataupun laptop. Salah satu web praktis yang dapat digunakan oleh guru yakni web wordwall. Setiap aktivitas dan pilihan template pada web wordwall tentunya diatur dan terarah sehingga peserta didik ataupun pengajar diharapkan bisa mengakses media ini secara mandiri kapan dan dimana saja dan agar serta dapat memenuhi target alokasi waktu setiap mata pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Menurut Eric Kunto (2021), “Wordwall adalah aplikasi web yang digunakan dalam membuat game yang menarik berbentuk kuis”. Wordwall dapat dimanfaatkan sebagai upaya dalam menumbuhkan minat siswa Menggunakan game online interaktif seperti Wordwall dapat meningkatkan hasil belajar dan keterlibatan siswa. Hal tersebut diperkuat menggunakan hasil penelitian oleh Rika Rahim serta Masniladevi (2022) dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Aplikasi Web Wordwall pada Pembelajaran Tematik Terpadu di Kelas IV Sekolah Dasar”. Persentase validasi materi menunjukkan 83,4% materi dan pembuatan konten yang dimuat pada media pembelajaran berbasis web interaktif wordwall termasuk dalam kategori sangat valid tanpa revisi. 82% aspek kebahasaan (sangat valid), 83,4% aspek media dengan kategori sangat tervalidasi, serta respon positif siswa terhadap media melalui angket validasi sebesar 88,7%. Hasil akhir dari uji validitas media interaktif online Wordwall mengkonfirmasi bahwa media Wordwall dianggap handal dan dapat digunakan dalam proses pengajaran di sekolah dasar. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang kuat, bermanfaat dan interaktif, serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk menjawab soal tanpa kendala dari pihak guru. Media yang akan dikembangkan dapat mempermudah pendidik dalam menyampaikan pembelajaran. Untuk mendalami permasalahan di atas dan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, maka peneliti ingin menyusun jurnal yang berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Game Interaktif Berbasis Web Wordwall pada Tema 7 Subtema 1 di Kelas IV SDN 064966 Kec. Medan Perjuangan T.A. 2022/2023”. ## METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D). Penelitian dan pengembangan adalah metode eksplorasi yang digunakan untuk membuat produk tertentu dan mengevaluasi keefektifannya. Penelitian dan pengembangan juga dikenal sebagai R&D, berpusat di bidang pendidikan. Produk yang dibuat merupakan perangkat pembelajaran berbasis permainan multimedia interaktif yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap tema 7 subtema 1 pelajaran ke-3. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dengan model pengembangan tertentu yaitu model Thiagarajan (4-D). Proses penelitian ini terdiri dari empat tahapan, yaitu define (pendefensian), design (perancangan), develop (pengembangan) dan disseminate (penyebaran). Partisipan penelitian ini adalah guru Kelas IV dan siswa Kelas IV-B SD Negeri 064966 yang terletak di Kelurahan Tegal Rejo Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Sumatera Utara. Jumlah siswa di kelas ini ada 20 orang, terdiri dari 12 laki-laki dan 8 perempuan. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, angket dan tes. Peneliti menggunakan instrumen yang berbeda untuk penelitian ini, antara lain angket wawancara awal, instrumen validasi ahli seperti angket ahli, ahli tes, ahli media, dan ahli materi, serta respon guru aspek praktik dan tes pilihan ganda untuk menilai hasil belajar pada pre-test dan post-test. Teknik analisis data meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif terdiri dari komentar dan saran yang diberikan oleh berbagai pakar di bidang media dan materi, serta hasil wawancara dengan guru spesialis materi tematik di sekolah dasar. Data kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi program pembelajaran berbasis media web wordwall dalam pembelajaran tematik di SD. Setelah memperoleh data, maka hasil kuesioner dari pakar media, pakar materi tematik di SD, guru kelas IV dan dua puluh siswa kelas IV-B di sekolah dasar SDN 064966. Analisis persentase akan dilakukan dengan menggunakan skala likert mulai dari 1 sampai dengan 5. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Define (Pendefenisian) Tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian yaitu tahap pendefinisian. Pada tahap ini dilakukan analisis pendahuluan-akhir, analisis siswa, analisis konsep dan analisis tujuan pembelajaran. Hasil Analisis Awal-Akhir (Front- End-Analysis) Analisis awal-akhir penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi masalah mendasar dalam proses belajar mengajar dan untuk menentukan masalah kritis dalam pengembangan bahan ajar elektronik. Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas IV SD Negeri 064966 Kec. Medan Perjuangan, dengan tujuan memperoleh informasi tentang guru di awal pembelajaran, metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, bahan pembelajaran yang digunakan guru pada tema tematik 7 subtema 1 pelajaran ke-3, serta sebagai kendala belajar siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada tema 7 subtema 1 pembelajaran 3. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa analisis awal-akhir mengenai permasalahan pembelajaran memerlukan media pembelajaran berbasis teknologi dalam menunjang model pembelajaran yang diterapkan guru serta kendala belajar yang dihadapi oleh siswa. Dengan adanya bahan ajar, siswa akan lebih bersemangat dan termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan media pembelajaran game interaktif berbasis web wordwall . ## Hasil Analisis Siswa Tujuan analisis siswa adalah untuk mengidentifikasi ciri-ciri siswa yang menjadi sasaran pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik yang dimaksud berkaitan dengan keterampilan akademik, perkembangan kognitif, motivasi dan keterampilan individu yang berkaitan dengan mata pelajaran, media, format dan bahasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru siswa kelas IV SD Negeri 064966 Medan Perjuangan mudah merasa bosan, jenuh, suka berbicara dengan teman sebangkunya, kurang motivasi dan minat belajar, masih terdapat siswa kurang tanggap dan tidak memperhatikan pembelajaran, bahkan masih ditemukan beberapa siswa yang duduk dibangku belakang sedang bermain saat guru menjelaskan materi pembelajaran. ## Hasil Analisis Konsep Analisis konsep bertujuan untuk menentukan isi materi yang akan disajikan dalam bahan ajar yang akan dikembangkan. Penetapan konsep pendukung pembelajaran game interaktif berbasis web wordwall memuat materi tema 7 subtema 1 pembelajaran 3, terdiri dari konten bahasa Indonesia, IPS dan PKn. Penyusunan RPP diperoleh dari silabus guru. ## Hasil Analisis Tujuan Pembelajaran Penilaian tujuan pembelajaran berupaya menetapkan kriteria keberhasilan pembelajaran berdasarkan analisis isi dan analisis kurikulum. Dengan menetapkan tujuan pembelajaran, peneliti dapat menentukan konten apa yang akan disajikan, pertanyaan apa yang akan diajukan, dan sejauh mana tujuan pembelajaran akan tercapai. Berdasarkan RPP yang dikembangkan oleh peneliti, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai disesuaikan dengan materi pembelajaran tema 7 subtema 1, serta dilakukan penyesuaian dengan soal pretest dan posttest siswa terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tahap Design (Perancangan) Setelah tahap pendefinisian selesai, peneliti kemudian memulai tahap desain. Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan pembuatan media berdasarkan penetapan standar tes, pemilihan media, dan pemilihan format. ## Hasil Penyusunan Standar Tes Tahap ini membuat hubungan antara tahap definisi dan desain. Sebelum merancang media, peneliti mengadakan tes pendahuluan dan tes akhir yang akan dilakukan oleh siswa untuk mewujudkan hasil dari setiap tahap pendefinisian yang telah disiapkan oleh peneliti. Tes yang disiapkan akan disesuaikan dengan materi pembelajaran, tujuan dan kemampuan kognitif siswa, tes juga disiapkan beserta kunci jawaban dan petunjuk rumus penskoran hasil tes. ## Hasil Pemilihan Media Pemilihan media dilakukan untuk menentukan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa agar mudah digunakan dan mudah dipahami. Adapun media yang dikembangkan oleh peneliti yaitu media web wordwall berupa game interaktif. Pemilihan media web wordwall didasari oleh kemenarikan dan juga kemudahan yang disajikan oleh aplikasi ini disertai berbagai template yang dapat menarik minat siswa pada tema 7 subtema 1 pembelajaran 3 mengenai keberagaman yang ada di Indonesia. ## Hasil Pemilihan Format Dalam penelitian ini peneliti menyusun RPP sebagai bentuk rancangan pemilihan format yakni menggunakan metode pembelajaran saintifik, model pembelajaran yang diterapkan yaitu metode simulasi, pertukaran, tanya jawab, tugas dan ceramah, serta sumber belajar yang digunakan adalah buku pedoman guru dan siswa (tema : Indahnya Keragaman di Negeriku Kelas 4), internet, Proyektor, Hp, laptop dan bahan tayang lainnya yang diperlukan. Pemilihan jenis template pada media web wordwall yang telah dikembangkan oleh peneliti yaitu Quiz dan Match up . ## Hasil Penyusunan Instrument Tes Penyusunan instrument penelitian berguna untuk mengetahui jenis setiap instrument yang akan diterapkan kepada subjek penelitian. Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah instrumen wawancara, angket respon guru media yang akan dikembangkan, angket validasi ahli materi dan ahli media, serta soal pre-test dan post-test untuk siswa. ## Tahap Develop (Pengembangan) Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan bahan revisi berdasarkan kontribusi para ahli dan data yang diperoleh. Tahap pengembangan dilakukan untuk menganalisis,menguji, mengembangkan, mengevaluasi dan merevisi media yang dirancang. Jika media yang dikembangkan tidak valid maka dilakukan perubahan, namun jika media tersebut valid maka dilakukan tes terhadap siswa. Penelitian dilakukan pada Kelas IV SD Negeri 064966 Kec. Medan Perjuangan untuk mengetahui kelayakan dan keefektifan media dalam proses belajar mengajar di Kelas IV SD Negeri 064966 Kec. Medan Perjuangan. ## Tahap Validasi Ahli ## Hasil Validasi Ahli Materi Validasi ahli materi berlangsung dalam 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2023 dan pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2023. Hasil validasi ahli materi pada pertemuan pertama diperoleh persentase kelayakan sebesar 60% dengan kategori “Cukup Digunakan”. dan memerlukan revisi”, sedangkan pada pertemuan kedua persentase kelayakan sebesar 93% dengan kategori “Sangat layak digunakan tanpa revisi”. ## Hasil Validasi Ahli Media Validasi ahli media dilakukan selama 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama berlangsung pada tanggal 22 Mei 2023 dan pertemuan kedua berlangsung pada tanggal 24 Mei 2023. Hasil rangkuman validasi ahli media menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama diperoleh persentase kelayakan sebesar 60% dengan kategori “Cukup layak digunakan dan memerlukan revisi”, sedangkan pada pertemuan kedua persentase kelayakan sebesar 76,84% dengan kategori “Layak digunakan tanpa revisi”. ## Hasil Tanggapan Guu Tenaga ahli dalam menilai kelayakan materi pembelajaran interaktif adalah guru kelas IV SD Negeri 064966 Kec. Medan Perjuangan. Praktikalitas dilakukan pada 9 Juni 2023 di SD Negeri 064966 Kec. Medan Perjuangan. Hasilnya menunjukkan bahwa tanggapan guru memiliki persentase kelayakan rata- rata sebesar 88,75% dan tergolong “Sangat praktis digunakan tanpa perlu revisi”. ## Hasil Pretest dan Posttest Berdasarkan hasil pretest diketahui bahwa dari data skor 20 siswa, hanya 5 siswa yang mendapat nilai di atas KKM, sedangkan 15 siswa mendapat nilai di bawah KKM atau tidak lulus. Nilai pretes tertinggi adalah 75 dan nilai terendah adalah 40, dengan rata-rata 55. Setelah pretest selesai, siswa Kelas IV-B dipaparkan dengan kegiatan pembelajaran menggunakan media interaktif berbasis web wordwall . Selama penelitian menggunakan media interaktif berbasis Wordwall , perubahan diamati di dalam kelas. Perubahan ini adalah hasil pembelajaran yang didapatkan setelah dilakukan posttest . Hasil posttest menunjukkan semua siswa mengalami peningkatan dengan bukti semua siswa telah memperoleh nilai diatas KKM. Skor posttest berkisar antara 75 sampai 95, dengan rata-rata nilai 84. ## Tahap Disseminate (Penyebaran) Setelah divalidasi oleh ahli materi dan media, hasil akhir jawaban guru serta hasil belajar siswa pada saat pre-test dan post-test telah divalidasi, selanjutnya peneliti melampirkan hasil akhir media yang telah di validasi hingga di uji coba kepada siswa kelas IV-B SDN 064966 Medan perjuangan: Gambar 1. Halaman Judul Utama Gambar 2. Tampilan Menu Gambar 3. Informasi Petunjuk Penggunaan Gambar 4. Tampilan Penyajian Materi Gambar 5. Tampilan Petunjuk Pembelajaran Gambar 6. Tampilan Halaman barcode pengerjaan web wordwall Gambar 7. Halaman Profil Peneliti Gambar 8. Tampilan penggalan Quiz Web Wordwall yang telah di uji coba ## KESIMPULAN Penelitian dan pengembangan materi interaktif berbasis Wordwall , fokus pada pembelajaran tema 7 dan subtema 1 3 Kelas IV SD N 064966 Medan Perjuangan, dilakukan sesuai dengan langkah-langkah penelitian dan pengembangan model 4-D. Kesimpulan dari penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan media game interaktif Wordwall pada tema 7 subtema 1 pembelajaran 3 menggunakan model 4-D yang meliputi tahap definisi, desain, pengembangan, dan penerapan. Perangkat ajar yang dikembangkan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan penilaian ahli. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi para ahli di bidangnya yaitu 76,54% dengan kategori “layak” dan persentase penilaian ahli materi yaitu 93% dengan kategori “sangat layak”. 2. Keefektifan penggunaan media game interaktif Wordwall pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 3, dinilai sangat praktis, dibuktikan dengan nilai rata-rata guru sebesar 88,75% dengan kategori “sangat praktis”. Keefektifan penggunaan media game interaktif Wordwall pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 3 dinilai memuaskan. Hal ini terlihat pada perubahan hasil belajar siswa. Skor rata- rata pretest tanpa menggunakan media yaitu 54,5% meningkat menjadi 83,5%, dilihat dari nilai posttest dengan pembelajaran menggunakan media game interaktif berbasis web wordwall . ## UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan serta Bapak Apiek Gandamana, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing skripsi dan penulisan ini. ## DAFTAR RUJUKAN Ahdar, D., & Wardana. (2019). Belajar dan Pembelajaran . Yogyakarta: CV Kaaffah Learning Center. Apriyani, Y., Sitohang, R., & Sitanggang, A. K. PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA INTERAKTIF BERBASIS POWERPOINT TEMA 7 SUBTEMA 1 KELAS IV SDN 07 RANTAU UTARA TA 2020/2021. ELEMENTARY SCHOOL JOURNAL PGSD FIP UNIMED , 12 (1), 45-56. https://doi.org/10.24114/esjpgsd. v12i1.33272 Arikunto, S., (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta: Rineka. Gandamana, A., & Marisa, M. Pengembangan Media Pembelajaran Video Animasi Berbasis Animaker pada Pembelajaran Tema 3 Sub Tema 1 Bagaimana Tubuh Mengolah Makanan Di Kelas 5 SD Negeri 10 Rantau Prapat. ELEMENTARY SCHOOL JOURNAL PGSD FIP UNIMED , 11 (3), 213-221. https://doi.org/10.24114/esjpgsd. v11i3.29585 Gandamana, A., & Nst, S. A. R. (2020). Pengembangan Media Pembelajaran Fun Thinkers Book Berbasis Scientific Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Subtema 1 Jenis-Jenis Pekerjaan Kelas IV Di SDN 060912 Medan Denai TA 2020/2021. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera , 18 (1), 36-45. https://doi.org/10.24114/jkss.v1 8i1.25069 Juanda, Anda. (2019). Pembelajaran Kurikulum Tematik Terpadu . Cirebon: CV. CONFIDENT. Lubis, A. P., & Nuriadin, I. (2022). Efektivitas aplikasi wordwall untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu , 6 (4), 6884-6892. https://doi.org/10.31004/basiced u.v6i4.3400 Naeklan S., Eva. B. S., Robenhart. T. (2019). Keterampilan Dasar Pendidikan di SD . Medan: Unimed Press. Novyanti, N., Dewi, H. I., & Winata, W. (2022). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS APLIKASI WORDWALL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS KOGNITIF ANAK PADA PELAJARAN BAHASA INGGRIS. Instruksional , 4 (1), 27-33. https://doi.org/10.24853/instruks ional.4.1.%25p Nurafni. (2022). Analisis Penggunaan Aplikasi Wordwall Pada Pembelajaran Ipa Kelas Iv Di Sdn Ciracas 05 Pagi. Pionir: Jurnal Pendidikan, 11(2), 161- 174. http://dx.doi.org/10.22373/pjp.v 11i2.14133 Rahim, R. (2022). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Aplikasi Web Wordwall pada Pembelajaran Tematik Terpadu di Kelas IV Sekolah Dasar. Journal of Basic Education Studies , 5 (2), 1165- 1172. https://ejurnalunsam.id/index.ph p/jbes/article/view/6386/3758 Serly, A. (2022). Pengembangan Game Interaktif Wordwall Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Taharah di SMPN Purwodadi. Undergraduate Theses. Universitas Islam Malang. Sri Milfayetty., Anita Y., Nuraini., & Edidon H. (2018). Psikologi Pendidikan . Medan: PPs Unimed. Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif dan psikologi. In Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Bandung: ALFABETA. Usep S., Amit, S.M., Dyah A., & Cecep M. (2022). Media Pembelajaran . Bandung: CV. Widina Media Utama. Wulandari, Eka. (2022). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Kearifan Lokal Berbantuan Articulate Storyline Tema 7 Indahnya Keragaman Di Negeriku Kelas IV SDN 091505 Afdeling C Balimbingan Kecamatan Tanah Jawa T.A. 2021/2022 Undergraduate Theses . Universitas Negeri Medan Zhenith, S.P., Alingga, R., Latifa, N.A., & Atik, P. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Wordwall Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri Gunung Sugih. Journal of Social Science Education , 2(2), 136-148. https://doi.org/10.32332/social- pedagogy.v3i1.4316
d305591f-e503-4f92-9afe-714a824f5d6f
https://ukinstitute.org/journals/jopp/article/download/3216/103
## Strategi Mengatasi Kesepian pada Pria Dewasa Awal Penyandang Tunanetra Strategies for Overcoming Loneliness in Early Adult Men with Blindness Rasti Sindu Swestilangen 1 ; Muhammad Syafiq 2*) Published online: 25 December 2021. ## Abstract Visually impaired person has obstacles in terms of limited mobility orientation causing problems in interpersonal relationships. These interpersonal problems can lead to discomfort and feelings of loneliness. This study aims to explore the experience of visually impaired men in young adulthood related to loneliness and how they cope with it. A qualitative method with a phenomenological approach was employed. Six visually impaired men in early adulthood were recruited as research subjects using purposive and snowball sampling techniques. Data were collected using semi-structured interviews and analyzed using an interpretative phenomenological analysis. The results showed that all subjects reported that they experience emotional and social loneliness due to their visual impairment condition. The feelings of loneliness they experienced cannot be separated from their sense of self-worthlessness and the perceived negative social responses they faced from surrounding people. Both personal and social obstacles have reduced the quality of their social relationship which eventually impact on their feeling of loneliness. In general, the subjects have efficaciously effort to overcome their loneliness by using cognitive reevaluation, doing leisure activities as consolation and taking active actions to improve social relations. Keywords: coping strategies; loneliness; visual impairment; young adulthood men ## Abstrak Penyandang tunanetra memiliki keterbatasan dalam orientasi mobilitas yang menyebabkan permasalahan dalam hubungan interpersonal. Permasalahan hubungan interpersonal ini dapat mengakibatkan kesepian. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman pria dewasa awal penyandang tunanetra terkait kesepian dan bagaimana strategi mereka dalam mengatasinya. Penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi digunakan. Enam pria dewasa awal penyandang tunanetra berhasil direkrut menggunakan teknik purposif dan snowball. Data dikumpulkan melalui wawancara semiterstruktur dan dianalisis menggunakan interpretative phenomenological analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua subjek mengalami kesepian akibat dari kondisi gangguan penglihatannya. Rasa rendah diri dan persepsi atas munculnya respon negatif dari orang sekitar menjadi penghalang hubungan sosial mereka, yang pada akhirnya berdampak pada kesepian. Secara umum, para subjek berusaha mengatasi kesepian dengan melakukan reevaluasi kognitif atas keterbatasan mereka dan respon orang, melakukan aktivitas sebagai pengalihan, dan aktif bertindak adaptif untuk meningkatkan kualitas hubungan sosial. Kata Kunci: pria dewasa awal; kesepian; strategi koping; tunanetra ## INTRODUCTION Kehilangan penglihatan menjadi salah satu jenis disabilitas yang banyak dialami orang di dunia. Secara global, setidaknya 2,2 miliar orang memiliki gangguan penglihatan jarak dekat atau jauh (WHO, 2021). Pada tahun 2015 terdapat 253 juta (3,38%) orang dengan gangguan penglhatan dan kebutaan dari total 7,33 trilliun penduduk dunia dengan rincian 36 juta mengalami kebutaan, 217 juta mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat, dan 188 juta mengalami gangguan penglihatan ringan (Kemenkes RI, 2018a). ## R E S E A R C H A R T I C L E 1-2 Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya *) corresponding author Muhammad Syafiq Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya Jl. Kampus Lidah Wetan Surabaya 60213, Telp. (031)7532160/ Fax. (031)7532112 Email: [email protected] Gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia menempati posisi tertinggi dibanding jenis disabilitas lainnya. Kementerian Kesehatan RI (2018b) melaporkan bahwa pada tahun 2010 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah 11,580,117 orang dengan sejumlah 3,474,035 orang menyandang tunanetra, 3,010,830 (tuna daksa), 2,547,626 (tuna rungu), 1,389,614 (tuna grahita) dan 1,158,012 (penyandang disabilitas kronis). Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa tunanetra menjadi jenis disabilitas yang paling banyak disandang masyarakat di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI (2014) melaporkan bahwa prevalensi kecacatan tertinggi pada anak adalah tunanetra (0,17) dan terendah adalah tunarunggu (0,07%) dari total pnduduk Indonesia tahun 2013. Prosentase jumlah anak tunarunggu meningkat 2 kali lipat pada tahun 2013 dibandingkan pada tahun 2010. Kleynhans dan Fourie (2014) mendefinisikan tunanetra atau visual impairment sebagai hilangnya pengelihatan yang mengganggu fungsi sehari-hari dan biasanya memerlukan cara-cara bantuan tertentu untuk mengerjakan rutinitas, tugas, atau yang berhubungan dengan pekerjaan. Tunanetra sering disebut dengan hambatan pengelihatan yang meliputi setidaknya dua kategori, yaitu kebutaan parsial ( partial sight) dan kebutaan total ( blindness). Para penyandang tunanetra umumnya mengalami permasalahan utama dalam hal orientasi mobilitas (Brouwer dkk., 2008). Keterbatasan gerak tersebut mengakibatkan terbatasnya penyandang tunanetra dalam memperoleh pengalaman, dan hal ini berpengaruh negatif pada hubungan sosial mereka. Penyebabnya berlangsung sejak masa kecil. Sperti dinyatakane oleh Hodge dan Eccles (2013), keterampilan sosial diajarkan secara eksplisit melalui observasi lingkungan sosial selama menjalin pertemanan, hasilnya anak dengan hambatan penglihatan sering tertinggal dari teman-teman sebayanya dalam mengembangkan kemampuan sosialnya. Penyandang tunanetra juga mengalami kesulitan dalam membuat kontak langsung saat berbicara, tersenyum kepada lawan bicara dengan cara yang benar, serta bergaul dengan orang- orang sekitar (Gragiulo, 2012). Sebabnya adalah, penyandang tunanetra mengenali orang disekitarnya melalui indera pendengaran. Mereka akan bisa mengenali seseorang melalui apa yang didengar. Mereka terbiasa mengenal dan menilai orang lain dari cara dan nada berbicara orang tersebut kepada mereka (Gragiulo, 2012). Dalam sebuah lingkungan sosial, penyandang tunanetra hanya akan berinteraksi jika ada individu lain memberi stimulus atau mengajak berinteraksi. Karena itu, penyandang tunanetra akan mengalami kesulitan untuk memulai sebuah hubungan dengan individu lain atau kelompok. Penelitian Celeste (2006) menemukan bahwa anak-anak tunanetra di sebuah pendidikan anak usia dini di Amerika tidak berusaha untuk memulai interaksi dengan teman-temannya yang lain. Anak-anak tunanetra tersebut tidak tertarik untuk membuat hubungan yang lebih dalam dan percakapan yang terus menerus, sehingga teman- temannya yang lain cenderung meninggalkannya sendiri karena kehilangan minat berteman (Celeste, 2006). Penyandang tunanetra mungkin dapat bergaul dengan banyak orang namun ia mungkin tidak tergabung dengan pembicaraan dengan orang-orang di sekelilingnya dan kesulitan untuk ikut berinteraksi (Hodge dan Eccles, 2013). Karena itu, hambatan penglihatan dapat berdampak pada permasalahan dalam membangun hubungan interpersonal, ketidakpuasan dalam hubungan, serta perasaan kesepian. Akibat dari tidak terpenuhinya kepuasan dalam hubungan sosial seperti yang diekspektasikan, orang dapat mengalami kesepian. Kesepian lazim terjadi pada semua orang. Tidak ada individu yang kebal terhadap kesepian, namun beberapa orang memiliki resiko lebih besar merasakan kesepian ketimbang orang lain, termasuk yang pengalaman negatif masa kecil seperti bullying, tidak memiliki pasangan, dan keterbatasan fisik yang membatasi hubungan sosial (Taylor dkk., 2009). Salah satu keterbatasan fisik yang berimplikasi langsung pada kesepian adalah gangguan penglihatan (Rokach dkk., 2021; Brunes dkk., 2019). Royal Blind dan Scottish War Blinded (2017) melaporkan survei pada 300 orang yang mereka layani dan menemukan bahwa 60% responden mengaku mengalami kesepian terutama karena sulitnya menjalin pertemanan dan sulitnya aktivitas di luar atau mengakses transportasi. Menurut Ubido dan Scott-Samuel (2014), kesepian adalah keadaan psikologis yang bersifat subjektif, perasaan negatif yang berhubungan dengan kurangnya atau hilangnya persahabatan. Gierveld dkk. (2006) mendefinisikan kesepian sebagai pengalaman subjektif dan negatif dan merupakan hasil dari evaluasi kognitif dari perbandingan antara kualitas dan kuantitas hubungan yang terjadi dengan kualitas hubungan yang diinginkan. Kesepian adalah sebagai respons psikologis negatif terhadap ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diinginkan dan hubungan yang sebenarnya terjadi (Yanguas dkk., 2018). Kesepian ditandai oleh perasaan bahwa kualitas hubungan sosial tertentu sebagai tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima. Kesepian dapat terjadi baik karena seseorang memiliki kontak sosial yang lebih sedikit daripada yang diinginkannya, atau karena tingkat keintiman yang diharapkan dalam hubungan tidak tercapai. Terdapat dua jenis kesepian, yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial (Weiss, 1973, dalam Yanguas dkk., 2018). Kesepian emosional mengacu pada tidak adanya sosok kelekatan dalam kehidupan individu seperti orang tua atau pasangan. Sementara kesepian sosial adalah kondisi kurangnya jaringan sosial karena tidak adanya lingkaran orang yang memungkinkan individu untuk mengembangkan rasa memiliki, kebersamaan, dan menjadi bagian dari komunitas tertentu. Hodge dan Eccles (2013) mengkaji tentang kesepian emosional dan isolasi sosial yang dialami penyandang tunanetra. Mereka menyimpulkan jika kesepian dan isolasi sosial terjadi sebagai suatu hal yang kompleks dan disebabkan banyak faktor, khususnya hambatan fungsional dan mobilitas serta kondisi psikologis tertentu. Kesepian diasosiasikan dengan rasa malu dan harga diri yang rendah. Orang yang kurang percaya diri mungkin enggan mengambil resiko dalam situasi sosial dan mungkin merasa dirinya kurang berharga, sehingga membatasi interaksi sosial, dan akhirnya mengalami kesepian (Taylor, dkk, 2009). Kesepian pada penyandang tunanetra dewasa juga terkait secara erat dengan rendahnya kepuasan atas hidup mereka secara umum (Brunes dkk., 2019) Meskipun kesepian adalah isu cukup penting pada penyandang tunanetra, masih sedikit penelitian terkait topik ini dilakukan di Indonesia. Penelitian sebelumnya terhadap penyandang tunanetra di Indonesia banyak berfokus pada kesejahteraan psikologis (Brebahama & Listyandini, 2016; Mazidah, 2012), resiliensi (Masna, 2013), konsep diri (Oktavia dkk., 2016), penyesuaian diri (Firmanda, 2014), presentasi diri (Hantoro, 2014), kecemasan dan penerimaan diri (Liedya dkk., 2020; Suharmini, 2000), hubungan interpersonal (Murniasih, 2004), dan dukungan sosial dan kebermaknaan hidup (Mony dkk., 2021). Beberapa penelitian tersebut ada yang fokus pada usia dewasa awal. Brebahama dan Listyandini (2016) mengkaji kesejahteraan psikologis pada 36 tunanetra dewasa berusia 20-40 tahun di DKI Jakarta dan menemukan bahwa 69% dari mereka tergolong memiliki keejahteraan psikologis tinggi berbanding dengan 31% yang cenderng rendah. Aspek pertumbuhan pribadi mendapatkan skor paling tinggi, sedangkan skor aspek otonomi adalah yang paling rendah. Mazidah (2012) juga mengkaji kesejahteraan psikologis pada 3 subjek mahasiswa tunanetra dan mendapati bahwa faktor keterbatasan tunanetra dan masalah percintaan sebagai penghambat kesejahteraan psikologis, sedangkan dukungan sosial yang diterima menjadi faktor penguat. Perlman (dalam Taylor, Peplau, dan Sears, 2009) menyatakan bahwa kesepian paling banyak terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa. Hodge dan Eccless (2013) juga menemukan hal yang sama bahwa orang yang berusia 18-34 tahun lebih rentan menghadapi kesepian. Hal ini terjadi karena orang muda menghadapi banyak transisi sosial yang penting, seperti meninggalkan rumah untuk pertama kali, merantau, memasuki kuliah, atau memasuki kerja untuk pertama kalinya (Brehm dkk, 2002). Masa dewasa muda juga erat kaitannya dengan intimacy vs isolation dalam perkembangan psikososial Erikson (Santrock, 2002). Tugas perkembangan pada periode ini adalah pembentukan relasi yang akrab dengan orang lain. Meskipun kesepian adalah pengalaman psikologis negatif, namun ia dapat berfungsi sebagai radar, yaitu jenis perasaan yang memberi kita peringatan akan bahayanya hidup terisolasi dari hubungan sosial (Yanguas dkk., 2018). Karena itu, perasaan kesepian akan mendorong individu untuk melakukan cara-cara tertentu untuk mengatasinya. Terdapat beberapa strategi orang dalam mengatasi kesepian yang meliputi aktivitas pasif sebagai pengalihan, mengubah pola pikir, dan aktif mengambil tindakan untuk meningkatkan hubungan sosial (Brehm dkk., 2002). Secara umum, strategi mengatasi kecemasan dapat beroperasi pada level kognitif dan perilaku (Brehm dkk., 2002). Strategi kognitif adalah lebih memfokuskan diri pada hubungan yang dimiliki, berpikir bahwa kesepian akan berlalu, atau berpikir bahwa bukan hanya dia sendiri yang mengalami kesepian. Sedangkan contoh strategi perilaku adalah mengalihkan pikiran dengan melakukan aktivitas belajar, bekerja, atau aktivitas fisik lain seperti olahraga. Cara lainnya adalah dengan berusaha melakukan percakapan dengan teman, atau melakukan sesuatu yang berguna untuk orang lain misalnya menjadi relawan. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa kesepian memiliki keterkaitan dengan perbedaan gender. Penelitian Borys dan Perlman (1985) melaporkan bahwa skor kesepian cenderung lebih tinggi pada laki-laki, dan bahwa laki-laki cenderung lebih kurang mengakui perasaan kesepiannya dibandingkan perempuan. Penelitian lain menunjukkan adanya kondisi perbedaan dalam makna diri dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Rathi dan Rastogi (2007), menemukan bahwa remaja perempuan lebih tinggi skornya dibanding laki-laki dalam tingkat makna dan penerimaan diri serta keintiman dan hubungan dengan orang lain. Karena itu, penting untuk meneliti kesepian pada dewasa awal penyandang tunanetra dengan berfokus pada salah satu gender. Penelitan ini berfokus pada pria dewasa awal penyandang tunanetra karena mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan kecendrungan kondisi psikologis yang lebih rendah dibanding perempuan dalam hal keintiman dan hubungan sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kesepian pada pria dewasa awal penyandang tunanetra dan strategi mereka dalam mengatasi kesepian tersebut. ## METODE PENELITIAN Penelitian kualitatif ini menggunakan metode fenomenologi. Fenomenologi merupakan penelitian kualitatif yang berusaha memahami makna dari suatu peristiwa atau pengalaman dalam situasi tertentu dari sudut pandang orang yang mengalaminya (Smith & Osborne, 2009). Fenomenologi dipilih karena metode ini memungkinkan peneliti untuk menggali bagaimana subjek penelitian memaknai keterbatasan visualnya, kesepian yang dialami dan caranya untuk mengatasi rasa kesepian. Peneliti memilih subjek secara purposif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan merekrut mereka melalui cara snowball, yaitu meminta bantuan subjek sebelumnya untuk merekrut temannya yang sesuai dengan kriteria untuk menjadi subjek selanjutnya. Kriteria yang ditetapkan adalah: penyandang tunanetra, dan laki-laki usia dewasa awal. Enam partisipan berhasil direkrut dengan mayoritas tergolong mengalami kebutaan ( totally blind), dan satu orang mengalami low vision yang hanya bisa membedakan gelap dan terang (residual vision). Seluruh subjek berstatus mahasiswa. Profil subjek penelitian dicantumkan di tabel 1. Tabel 1. ## Partisipan Penelitian No. Nama (samaran) Usia (tahun) Jenis tunanetra Keadaan tunanetra 1. Esa 22 Blind sejak lahir 2. Irza 20 Residual Vision sejak lahir 3. Putra 20 Blind usia 5 tahun (kanker mata) 4. Hariyadi 21 Blind usia 7 tahun (katarak) 5. Iga 27 Blind Sejak lahir 6. Taufan 20 Blind Sejak lahir Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur. Jenis wawancara ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mendalami jawaban subjek penelitian dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan lebih lanjut di luar pedoman wawancara yang digunakan. Jenis wawancara ini juga memungkinkan peneliti untuk mengikuti arah dan minat pembicaraan subjek tanpa keluar dari fokus penelitian. Wawancara dilakukan secara tatap muka yang dilakukan di sebuah kampus di Surabaya Barat (2 subjek) dan tempat tinggal subjek (1 subjek berlokasi di Surabaya, dan 3 subjek lain berlokasi di Malang). Wawancara dilaksanakan rata-rata selama 1 hingga 1,5 jam dan direkam dengan bantuan alat rekam smartphone. Sebelum wawancara dilaksanakan, seluruh subjek telah diberi penjelasan atas tujuan penelitian dan hak-hak mereka sebagai subjek, yaitu tentang kerahasiaan identitas dan data mereka dan hak mereka untuk berhenti di tengah wawancara jika tidak berkenan melanjutkan tanpa harus memberi alasan. Seluruh subjek menyatakan kesediannya untuk terkibat dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan. Penelitian ini menggunakan interpretative phenomenological analysis (IPA) untuk mengungkap secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya (Smith & Osborn, 2009). IPA memungkinkan peneliti untuk menggali bagaimana individu mempresepsi situasi tertentu yang dihadapinya dan bagaimana mereka memahami dunia personal dan sosialnya. Dalam upaya untuk menjaga keabsahan hasil penelitian, peneliti menggunakan cara grounding in examples yang disarankan oleh Elliot dkk. (1999). Cara ini dilakukan dengan menampilkan kutipan ekstrak data asli untuk mendukung interpretasi peneliti. Tujuannya adalah agar pembaca dapat menguji kekuatan dari argumentasi peneliti dengan mengecek pada data asli yang dikutip. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berhasil mengungkap temuan yang dikategorikan dalam tiga tema utama, yaitu: pengalaman kesepian, persepsi tentang penyebab kesepian, dan strategi mengatasi kesepian. ## 1. Pengalaman Kesepian Tema pengalaman kesepian ini mencakup kesepian yang bersifat emosional aaupun sosial. Kesepian secara emosional terjadi saat seorang penyandang tunanetra kekurangan intimasi baik dari keluarga maupun teman intim atau pacar. Para subjek secara umum mendambakan memiliki teman dekat intim yang dapat mengerti mereka. Para subjek melaporkan berikut: Kadang-kadang waktu dia pacaran, aku sendirian gitu, pas lagi merenung gitu, kok ya enak ya yang punya pacar. (Esa, 22 th) Kesepian rasanya, hampa rasanya, merasa sendiri, temen saya ya gitar itu. (Hariyadi, 21 th) Ya pengen ada orang yang mengerti kita, yang bisa diajak bertukar pikiran … Ya itu, istilahnya teman sejati itu yang belum saya temukan sampai sekarang. (Iga, 27 th) Kalau pengen, jelas ingin punya teman spesial, special friend, itu yang belum punya … gimana caranya sih agar kita punya temen yang bisa sampai kedekatan emosional itu, sampai saat inipun masih nyari caranya gimana. (Taufan, 20 th) Para subjek tersebut merasa sendirian karena belum memiliki teman intim atau pacar yang dapat menjadi teman berbagi dan dapat memahami keadaan mereka. Mereka juga mengungkapkan kesulitan dalam mendapatkan teman intim tersebut. Sebagian partisipan juga melaporkan perasaan terisolasi karena keterbatasan yang dimilikinya dalam hubungan sosial secara umum. Herannya itu temen-temen, kelihatannya deket tapi akunya sendiri belum bisa menciptakan kedekatan emosional (Taufan, 20 th) Ya biasa sih, tapi kalau biasanya di kelas ya duduk sendiri, yang lainnya nggerombol-nggerombol gitu … Ya ngomong-ngomongan biasa aja, nggak sampai nggerombol. Akhirnya ya tetap duduk sendiri. (Esa, 22 th). Saya sekolah di sekolah umum ya banyak teman-teman saya tidak mau berteman dengan saya karena takut. Banyak yang berpandangan bahwa tunanetra itu penyakit menular, takut ketularan, seperti itu. ” (Irza, 20 th) Beberapa partisipan melaporkan jika dirinya diabaikan oleh teman-teman dan lingkungan sosialnya. Bahkan subjek Irza melaporkan bahwa ia merasa dipandang negatif dan dihindari oleh orang di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, subjek juga melaporkan bahwa perasaan berbeda dengan yang lain membuat mereka merasa sendiri. Pernah kadang-kadang saat kita sama teman-teman yang normal itu, merasa kita sendiri itu, yang lain, yang berbeda, itulah kadang-kadang yang masih membuat saya … ya tapi tantangan itu memang. (Hariyadi, 21 th) 2. Persepsi penyebab kesepian dan kesulitan menjalin hubungan Para subjek mempersepsi kesepian yang dialami sebagai akibat kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Seorang subjek melaporkan merasa kesulitan beradaptasi di lingkungannya karena keterbatasannya. Ya dulu karena gini kan pas saat itu emang awalnya emang susah, terus punya temen. Nah terus kelas satu kan penjurusan … akhirnya di rolling lagi, ganti lagi temennya. Adaptasi lagi. ” (Putra, 20 th). Ya perasaannya ya bingung. Tapi ya kadang omong- omongan sama seseorang yang ada di samping- samping, “ ini siapa yang di sebelah? ” (Esa, 22 th) “ Banyak perbedaannya, temen-temen bisa melakukan apapun, saya sulit. Bisa tapi sulit. ” (Putra, 20 th). kalau saya melihat temen-temen kemana-mana waduh rasanya pengen ikut tapi kadang ngerasa tidak ingin merepotkan juga. ” (Hariyadi, 20 th) Para subjek melaporkan kesuiltan beradaptasi dengan teman baru, mengenali orang didekatnya, dan kesulitan dalam beraktivitas karena gangguan penglihatan yang mereka alami. Subjek lainnya cenderung mengatribusikan kesulitan menjalin hubungan ini pada sifat kepribadian mereka. Kebetulan kalau saya sendiri karena orangnya sedikit gimana yaa, bisa dibilang sedikit pendiam, kadang saya yang sedikit, ehm apa ragu-ragu kalau memulai interaksi pertama (Hariyadi, 21 th). Mungkin saya bisa tergolong sulit untuk berinteraksi dengan teman, dengan orang, teman baru ataupun di masyarakat. Orang lebih menganggap saya lebih pendiam, nggak pandai bicara. (Iga, 27 th) Tapi waktu aku masuk SMA waktu itu, emang agak minder sih. (Putra, 20 th) karena hambatan yang pasti, karena ketunanetraan itu, sehingga minder. Orang lain cenderung bisa melakukan yang kita gak bisa lakukan itu, kita nggak bisa akses itu. ” (Taufan, 20 th) Mindernya kenapa ya, ya merasa asing, ya berbeda (Esa, 22 th) Kurangnya kepercayaan diri akibat keterbatasannya juga menjadi faktor lain yang dipersepsikan oleh subjek menghambat interaksi sosial mereka. Sedangkan, alasan lain dari kesepian yang dialami para subjek adalah tidak cukup mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya maupun anggota keluarganya. Kok ramai ya, (tapi) kok ga ada yang memperhatikan (saya), kok dicuekin terus sih. (Esa, 22 th) Itu malah orang tua saya itu dibenci sama saudara- saudara dan intinya kalau saya pulang itu kaya mereka gak suka banget. (Irza, 20th). 3. Strategi menghadapi kesepian dan menjalin hubungan sosial Berdasarkan data penelitian, subjek penelitian menunjukkan upaya aktif untuk mengatasi kesepian dan meningkatkan hubungan sosial. Sebagian subjek melakukan kegiatan pengalihan melalui aktivitas yang disukai seperti main game, mengakses internet, menulis, atau bermain musik Bermain komputer, cari-cari info, cari aplikasi, pokoknya bisa diutak-atik lah komputernya hehe. Emang kedengarannya kurang kerjaan sih, tapi ya udahlah nggak apa-apa hehe. Terus main gitar, ngerawat- ngerawat gitar. (Putra-B16) Mungkin lebih ke online kalau saya biasanya menulis, ngeblog gitu. (Iga, 27th) Saya lebih cenderung senang menjelajah di dunia maya hehe dengan laptop, dan itu aja sih. Paling ya main game kadang-kadang. Saya meskipun tidak melihat tapi saya tetap bisa main game. (Hariyadi, 21 th) Kadang kalau waktu nganggur sih kadang melajari musik, kadang buka internet. (Irza-B96) Biasanya main musik itu aktivitas pertama setelah kuliah terus kadang-kadang juga baca-baca artikel tentang massage. ” (Taufan-B94) Para subjek tidak hanya berhenti pada kegiatan pengalihan, mereka juga juga mencoba mengatasi kesepian dengan mengubah persepsi diri lebih optimis dan mengambil persepsi positif atas sikap orang lain. Saya itu sama dengan mereka, jadi gak usah berpikiran takut berbicara pada saya, atau takut (saya) tersinggung. (Irza, 20th) Respon positif lah, gak pernah aku berfikir negatif kalau orang ini akan seperti ini namanya juga udah kenal (Taufan, 20 th) Ya pokoknya selalu melakukan pendekatan ya, mereka mau membuka diri kok. (Esa, 22 th) Ketiga subjek di atas mengungkapkan perspesi positifnya terhadap diri dan orang-orang di sekitarnya. Para subjek menyadari perlunya melakukan pendekatan secara aktif karena optimis orang di sekitarnya akan bersikap positif. Kita harus bisa mengawali pembicaraan. ” (Iga-B130) Kalau ketemu temen baru sih ya cuma say hi, ya kenalan gitu, ya ngobrol-ngobrol biasa nanya keseharian gitu. Gitu itu tergantung kita kok sebenernya. Jadi kita itu harus aktif sih. (Putra, 20 th) Aktivitas sih, apa ya mungkin kalau misal bersamaan dengan teman itu nge- band atau biasanya kumpul sama teman … akhirnya saya berusaha untuk membaur pada mereka (Irza, 20th). Para subjek juga mengaku mendapatkan kenyamanan dan dukungan dalam hubungan sosial dengan sesama penyandang disabilitas. Alternatifnya balik ke SLB sih (Sekolah Luar Biasa- tempat belajar sebelumnya), kan di sana banyak teman yang lain, tuna daksa, tunanetra juga banyak, kita bisa sharing-sharing. (Taufan, 20th) Setelah bergaul di asrama di SLB mungkin ya bisa lebih menerima lah karena banyak teman yang senasib .. Ya, gimana ya terus terang kalau sama tunanetra saya lebih terbuka mungkin karena senasib sepenanggungan. (Iga, 27 th) Menjaga kebersamaan dengan teman-teman yang senasib dipersepsi dapat membantu mereka untuk lebih dapat menerima diri dan bisa saling belajar satu sama lain. ## DISCUSSION Keenam partisipan dalam penelitian seluruhnya melaporkan kesepian yang dialami. Temuan ini tidak mengherankan mengingat telah banyak literatur menemukan hal yang sama (Rokach dkk., 2021; Brunes dkk., 2019; Royal Blind & Scottish War Blinded, 2017). Kesepian yang dilaporkan keenam subjek ini juga melingkupi jenis kesepian emosional maupun sosial (Yanguas dkk., 2018). Secara emosional, para subjek menggambarkan kesepian yang dialami karena ketiadaan teman istimewa atau pacar yang dapat mengertinya dan bisa menjadi teman berbagi. Temuan ini selaras dengan hasil penelitian Mazidah (2012) yang melaporkan masalah percintaan sebagai salah penghambat kesejahteraan psikologis. Ketidaknyamanan dan harapan yang tak terpenuhi pada sebagian besar subjek penelitian ini adalah kebutuhan akan intimasi dari orang yang dekat secara emosional dan romantis. Hasil temuan terkait harapan akan cinta romantis pada subjek yang seluruhnya pria dewasa awal ini mendukung hasil penelitian Muniasih (2004) pada empat remaja laki- laki tunanetra. Keempat subjek tunanetra tersebut melaporkan mengalami ketertarikan pada lawan jenis dari suara dan kuantitas kedekatan fisik terutama ketika mereka mendapatkan bantuan dari lawan jenis yang awas. Namun, mereka melaporkan bahwa sulitnya menerima respon emosional dan juga mengekspresikan emosi terhadap lawan jenis menjadi hambatan utama di samping faktor kurangnya penerimaan sosial atas diri mereka. Hasil temuan penelitian terkait perasaan intim yang diharapkan oleh para subjek juga melengkapi penelitian Engracia dkk. (2015) pada remaja putri tunanetra yang menemukan aspirasi cinta berupa sosok pasangan ideal sebagai penting bagi hidup mereka. Temuan selanjutnya menunjukkan kendala dalam hubungan sosial secara umum terutama dalam hal persahabatan dengan teman dan orang di sekitar. Sebagian partisipan (Esa, Hariyadi) mengaku pernah merasakan isolasi sosial, seperti merasa dihindari dan diabaikan. Mereka juga mengaku mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan memulai interaksi dengan teman. Kesulitan berinteraksi dan pengalaman diabaikan ini mendasari kesepian yang dialami saat di sekolah menengah maupun saat kuliah. Temuan ini mendukung hasil penelitian Hodge dan Eccless (2013) pada remaja tunanetra di Eropa yang menemukan bahwa mereka mengalami kesulitan membangun pertemanan sehingga membuat mereka tertekan secara emosional saat di sekolah. Konsekuesi dari kesulitan interaksi sosial ini adalah persahabatan dan jaringan sosial memang jauh lebih sedikit dimiliki oleh penyandang tunanetra daripada mereka yang normal (Hodge & Eccless, 2013). Temuan ini juga selaras dengan hasil penelitian Aulia dan Nurdibyanandaru (2020) yang melaporkan bahwa tiga subjek mereka, mahasiswa tunanetra berprestasi, mengaku memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang atau teman baru. Penelitian Perez (2013) terhadap mahasiswa pascasarjana tunanetra juga menunjukkan bahwa perasaan terisolasi secara sosial adalah umum dialami mereka ketika berinteraksi dengan sejawat yang tidak berkebutuhan khusus. Royal Blind dan Scottish War Blinded (2017) juga menemukan bahwa kesepian yang dialami penyandang tunanetra terutama terjadi karena sulitnya menjalin pertemanan dan sulitnya melakukan aktivitas di luar secara mandiri. Kesulitan dalam interaksi sosial dan perasaan terisolasi yang dilaporkan para subjek merupakan cerminan dari kesepian secara sosial. Sebagian subjek mengatribusikan hambatan dalam hubungan sosial yang membuat mereka kesepian ini pada sifat kepribadian seperti pendiam (Hariyadi, Iga), rasa minder atau rendah diri (Putra, Esa, Taufan), dan kurangnya penerimaan sosial terhadap mereka (Irza, Esa). Persepsi penyebab kesepian karena kurangnya kemampuan diri dalam hubungan sosial (pendiam dan rendah diri) dari sebagian subjek menunjukkan harga diri yang rendah. Harga diri yang rendah dalam penelitian ini dicirikan dengan adanya perasaan tidak percaya diri. Harga diri yang rendah ini dapat terkait dengan kecenderungan mereka untuk memandang diri sebagai tidak berguna dan tidak dicintai (Brehm dkk, 2002). Sebagian partisipan dalam penelitian ini dengan jelas menyatakan merasa minder atau tidak tidak percaya diri dalam pergaulan sosial akibat keterbatasannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang baru, perasaan rendah diri, sikap-sikap penolakan yang dilakukan masyarakat, serta ketidakjelasan tuntutan sosial merupakan permasalahan sosial yang memang umum dialami penyandang tunanetra (Somantri, 2012). Karena kesepian menghasilkan ketidaknyamanan dan merupakan radar bahayanya terasing secara sosial (Yanguas dkk., 2018), maka para subjek penelitian ini pun berusaha untuk mengatasinya. Beberapa strategi dilakukan oleh para subjek yang dapat digolongkan sebagai strategi kognitif dan perilaku ((Brehm dkk., 2002). Strategi kognitif digambarkan dengan pikiran positif partisipan, sedangkan strategi perilaku digambarkan dengan melakukan kegiatan pengalihan, melakukan kontak sosial, berusaha memulai interaksi, mencari teman yang mau menerima dan menunjukkan kemampuan. Strategi menghadapi kesepian secara kognitif hanya dilakukan oleh dua partisipan dalam penelitian ini (Hariyadi, Taufan). Strategi kognitif berguna terutama sebagai landasan awal untuk kesiapan bertindak. Perez (2013) menemukan bahwa kemampuan para subjek dalam mengubah pandangan ( reframing) atas keterbatasan mereka bukan sebagai kecaatan dan mengubah persepsi lebih optimis atas respon orang lain terhadap diri mereka merupakan faktor kunci dalam mengatasi perasaan terisolasi secara sosial. Mengubah cara pandang yang lebih optimis atas diri mereka sendiri dan sikap orang lain terhadap mereka memunculkan intensi dan motivasi bertindak untuk meningkatkan kualitas hubungan sosial. Hampir semua partisipan dalam penelitian ini menggunakan strategi perilaku dengan melakukan berbagai aksi nyata untuk mengatasi kesepian. Strategi perilaku yang umum adalah melakukan aktivitas sebagai pengalihan dari rasa kesepian. Para subjek melakukan aktivitas selingan yang disukai seperti bermain game, berselancar di dunia maya melalui computer mereka, atau menulis di blog atau bermain musik. Brehm dkk. (2002) menyatakan bahwa orang yang mengalami kesepian memang seringkali melakukan pengalihan melalui aktivitas yang disukai, berfokus pada pekerjaan, atau meningkatkan aktivitas sosial seperti belanja, atau menghubungi dan mengunjungi teman. Strategi perilaku lainnya adalah aktif dan berinisiatif dalam hubungan sosial. Para subjek (putra, Irza) melaporkan usahanya untuk melakukan interaksi sosial dengan lebih ramah pada orang di sekitar dan memulai menyapa. Mereka percaya bahwa orang di sekitar menerima dirinya dan mencoba meyakinkan orang lain bahwa mereka dapat diajak berkomunikasi tanpa perlu takut bahwa mereka akan tersinggung atau salah paham. Upaya yang dilakukan para subjek ini menunjukkan usaha dan motivasi kuat untuk tetap menjalankan hubungan sosial. Temuan ini selaras dengan hasil penelitian Aulia dan Nurdibyanandaru (2020) bahwa para subjek mahasiswa tunanetra mereka memiliki efikasi diri yang cukup baik. Temuan ini juga selaras dengan laporan Brebahama dan Listyandini (2016) yang menunjukkan bahwa penyandang tunanetra memiliki kualitas pertumbuhan diri yang baik meskipun agak rendah di aspek otonomi. Strategi secara aktif berinisiatif dalam hubungan sosial ini cukup efektif mengingat hubungan interpersonal dan dukungan sosial sangat penting untuk meredakan kesepian dan isolasi sosial para penyandang tunanetra (Hodge dan Eccles, 2013). Selain itu, sebagaian subjek (Taufan, Iga) juga melaporkan tetap menjaga persahabatan dengan teman- teman sesama disabilitas yang senasib sebagai cara untuk mengatasi kesepian. Perasaaan sama-sama memiliki keterbatasan membantu mereka untuk dapat menerima kekurangan diri hingga siap untuk bertindak sesuai tujuan baik secara akademik maupun sosial. Temuan ini mendukung hasil penelitian Aulia dan Nurdibyanandaru (2020) yang melaporkan bahwa ketiga subjek mahasiswa tunanetra yang mereka teliti memiliki motivasi tinggi karena adanya dukungan keluarga dan teman sesama penyandang disabilitas. Kualitas pertemanan yang baik telah terbukti dapat meningkatkan konsep diri positif dan penerimaan atas keterbatasan diri pada penyandang tunanetra (Lifshitz dkk., 2007). Hasil penelitian Perez (2013) juga menginformasikan bahwa para subjek tunanetra mengandalkan dukungan sosial dari teman dan keluarga mereka sebagai salah satu cara mengatasi hambatan studi maupun sosial yang mereka alami. Sebagian besar partisipan dalam penelitian ini memilih menggunakan strategi perilaku karena strategi ini memberikan efek yang lebih nyata dan signifikan dalam usaha mengatasi kesepian. ## CONCLUSION RECOMMENDATIONS Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh partisipan dalam penelitian ini, yaitu pria dewasa awal penyandang tunanetra, mengaku mengalami kesepian secara emosional dan sosial. Sifat keripadian, perasaan rendah diri, dan persepsi respon negatif orang lain yang menghambat hubungan sosial merupakan penyebab utama kesepian dan masalah hubungan sosial yang dialami subjek. Dalam mengatasi kesepian dan masalah hubungan sosial, semua partisipan mengadopsi strategi kognitif dengan megubah pola pikir, melakukan kegiatan pengalihan, dan secara aktif memperbaiki hubungan sosial. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan pada para pihak yang berkepentingan agar dapat memfasilitasi kegiatan sosial yang positif bagi para penyandang tunanetra dewasa awal. Berbagai kegiatan sosial yang didesain untuk memfasilitasi interaksi sosial penyandang tunanetra dewasa akan dapat mengurangi perasaan kesepian yang dialami mereka. Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk mendalami data terkait jenis pengalaman kesepian secara emosional dan sosial secara lebih mendalam. Topik terkait strategi yang tepat untuk membantu para penyandang tunanetra dewasa awal dalam kemampuan sosial terkait hubungan intim juga akan bermanfaat mengingat periode usia mereka sedang berada dalam tugas perkembangan untuk menjalan keintiman dengan teman dekat lawan jenis. Funding The authors have no funding to report. ## Acknowledgments The authors have no support to report. Declaration of Interest Statement The author declared no potential conflicts of interest with respect to the research, authorship, and/or publication of this article. ## REFERENCES Aulia, R. & Nurdibyanandaru, D. (2020). Proses Pencapaian Self Efficacy pada Mahasiswa Tunanetra. Jurnal AL- AZHAR Indonesia Seri Humaniora, 5(4), 210-219. https://jurnal.uai.ac.id/index.php/SH/article/download/ 408/pdf Borys, S., & Perlman, D. (1985). Gender Differences in Loneliness. Personality and Social Psychology Bulletin, 11(1), 63 – 74. https://doi.org/10.1177/0146167285111006 Brehm, S. S., Miller, R. S., Perlman, D., & Campbell, S.M. (2002). Intimate Relationship. McGraw Hill Higher Education. Brebahama A., & Listyandini, R. A. (2016). Gambaran Tingkat Kesejahteraan Psikologis Penyandang Tunanetra Dewasa Muda. Jurnal Mediapsi, 2(1), 1-10. http://dx.doi.org/10.21776/ub.mps.2016.002.01.1 Brouwer, D. M., Sadlo, G., Winding, K., & Hanneman, M. I. G. (2008). Limitations in Mobility: Experiences of Visually Impaired Older People. British Journal of Occupational Therapy, 71(10), 414 – 421. https://doi.org/10.1177/030802260807101003 Brunes A., Hansen M. B., & Heir T. (2019). Loneliness among adults with visual impairment: prevalence, associated factors, and relationship to life satisfaction. Health and Quality of Life Outcomes, 17(24), 1 – 7. https://doi.org/10.1186/s12955-019-1096-y Celeste, M. (2006). Play behaviors and social interactions of a child who is blind: In Theory and practice. Journal of Visual Impairment and Blindness, 100(2), 75-90. http://dx.doi.org/10.1177/0145482X0610000203 Elliot, R., Fischer, C. T., Rennie, D. L. (1999). Evolving guidelines for publication of qualitative research studies in psychology and related fields. British Journal of clinical psychology, 38(3), 215-229. https://doi.org/10.1348/014466599162782 Engracia, G., Yuras, C., Andruina, S., Prasetyo, D., Chendana, N., & Handayani, P. (2017). Gambaran Aspirasi Percintaan Remaja Perempuan Tunanetra SLB X Jakarta. Psikovidya, 19(1), 1-11. https://doi.org/10.37303/psikovidya.v19i1.56 Firmanda, T. H. (2014) Penyesuaian Diri Penyandang Low Vision dalam Melewati Pendidikan di Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Tabula Rasa, l9(1), 1-14. https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpt/article/view/2 28 Gierveld, J. D., Tilburg, V., & Dykstra, P. A. (2006). Loneliness and social isolation. In A. L. Vangelisti & D. Perlman (eds.). The Cambridge Handbook of personal Relationship (pp. 485-500). Cambridge University Press. https://www.researchgate.net/publication/227944437_ Loneliness_and_Social_Isolation Gragiulo, R. M. (2012). Special education in contemporary society. Sage Publication. Hantoro, G.M. (2014). Makna Presentasi diri pada mahasiswa tunanetra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. ( Skripsi). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. https://digilib.uin- suka.ac.id/id/eprint/16992/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTA R%20PUSTAKA.pdf Hodge, S., & Eccless, F. (2013). Loneliness, Social Isolation and Sight Loss: A literature review conducted for Thomas Pocklington Trust. Lancaster University. https://eprints.lancs.ac.uk/id/eprint/68597/1/loneliness _social_isolation_and_sight_loss_final_report_dec_13.p df Kementerian Kesehatan RI. (2018a). Disabilitas: Hari Disablitas Internasional 3 Desember 2018. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=dow nload/pusdatin/infodatin/infodatin-disabilitas.pdf Kementerian Kesehatan RI. (2018b). Situasi gangguan Penglihatan. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=dow nload/pusdatin/infodatin/infodatin-Gangguan- penglihatan-2018.pdf Kementerian Kesehatan RI (2014). Situasi Penyandang Disabilitas. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Semester II. https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=dow nload/pusdatin/buletin/buletin-disabilitas.pdf Kleynhans, A. S., & Fourie, I. (2014). Ensuring accessibility of electronic information resources for visually impaired people: The need to clarify concepts such as visually impaired. Library Hi Tech, 32(2), 368-379. https://doi.org/10.1108/LHT-11-2013-0148 Liedya, L., Tarigan, S. M. B., Justio, E., Novina, T., & Marpaung, W. (2020). Kecemasan Ditinjau dari Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial pada Remaja Penyandang Tunanetra. Psikoislamika: Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam, 17(1), 28-35. http://ejournal.uin- malang.ac.id/index.php/psiko/article/view/8986 Lifshitz, H., Hen, I., & Weisse, I. (2007). Self concept, adjusment to blindness, and quality of friendship among adolescents with visual impairments. Journal of visual impairment and blindness, 101(2), 96-107. http://dx.doi.org/10.1177/0145482X0710100204 Masna, M. (2013). Resiliensi Remaja Penyandang Tunanetra Pada SLB A Ruhui Rahayu di Samarinda. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(1),23-32. http://e- journals.unmul.ac.id/index.php/psikoneo/article/view/3 275 Mazidah, L. (2012). Kesejahteraan psikologis tunanetra dewasa dini. ( Skripsi). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin- suka.ac.id/7869/1/BAB%20I%2C%20VII%2C%20DAFTAR% 20PUSTAKA.pdf Murniasih, E. (2004). Hubungan interpersonal lawan jenis remaja tunanetra. ( Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/12345 6789/11653/1/ERI%20MURNIASIH-PSI.pdf Mony, W., Kardo, R., & Adison, J. (2021). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kebermaknaan Hidup pada Penyandang Tuna Netra di Panti Sosial Bina Netra ” Tuah Sakato ” Padang. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(1), 320-326. Retrieved from https://ummaspul.e- journal.id/maspuljr/article/view/1207 Oktavia, E., Zikra, Z., & Nurfarhanah, N. (2016). Konsep Diri Penyandang Tunanetra dan Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling. Konselor, 5(4), 229- 237. https://doi.org/10.24036/02016546559-0-00 Perez, L. (2013). The Perspectives of Graduate Students with Visual Disabilities: A Heuristic Case Study ( Graduate Theses and Dissertations). University of South Florida, USA. http://scholarcommons.usf.edu/etd/4560 Rathi, N., & Rastogi, R. (2007). Meaning in Life and Psychological Well-Being in Pre-Adolescents and Adolescents. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 33(1), 31-38. https://www.researchgate.net/publication/268299281_ Meaning_in_Life_and_Psychological_Well- Being_in_Pre-Adolescents_and_Adolescents Rokach, A., Berman, D., & Rose, A. (2021). Loneliness of the Blind and the Visually Impaired. Frontiers in psychology, 12, 641711. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.641711 Royal Blind & Scottish War Blinded. (2017). Social connections and sight loss: Research Findings. https://sightscotland.org.uk/download_file/1959/150?d ownload=2b1d35e038a73f0f7e1c4f6b4d94d523 Santrock, W. (2002). Life Span Development:Perkembangan masa hidup (Edisi ke-5, jilid 1). (Alih Bahasa: A. Chusaini, dan J. Damanik). Erlangga Smith, J. A. & Osborn, M. (2009). Analisis Fenomenologi Interpretatif (edisi Terjemahan). Dalam J. A. Smith (Ed). Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset (hlm. 97-151). Pustaka Pelajar Somantri, S. T. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Refika Aditama Suharmini, T. (2000). Kecemasan Remaja Tunanetra Ditinjau dari Konsep Diri dan Persepsinya Terhadap Remaja Awas. Jurnal Penelitian Humaniora, 5(2). 109-122. https://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/v iew/5380/4680 Taylor, S. E., Peplau, L.A., Sears, D.O. (2009). Psikologi Sosial. (Edisi Ke-12). (Alih Bahasa: Tri Wibowo B.S.). Kencana Ubido, J & Scott-Samuel, A. (2014). Loneliness: The prevalence of loneliness, its impact on health and wellbeing and effective interventions that can be used to ameliorate these effects. LPHO Report Series, number 97; Rapid Evidence Review Series, number 1. Liverpool Public Health Observatory. https://www.wirralintelligenceservice.org/media/1253/ loneliness-final.pdf World Health Organization (WHO)(2021, October 14 th ). Blindness and vision impairment. https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/blindness-and-visual-impairment Yanguas, J., Pinazo-Henandis, S., & Tarazona-Santabalbina, F. J. (2018). The complexity of loneliness. Acta bio-medica: Atenei Parmensis, 89(2), 302 – 314. https://doi.org/10.23750/abm.v89i2.7404
859e7574-1cd1-4de9-92fc-c56870aef5cf
https://owner.polgan.ac.id/index.php/owner/article/download/2096/1220
## Pengaruh Insentif, Digitalisasi Dan Relawan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kualitas Pelayanan Sebagai Variabel Moderasi Rida Ristiyana 1* , Anna Sofia Atichasari 2 , Ridha Indriani 3 1,2,3) Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 1) [email protected], 2) [email protected] , 3) [email protected] *Corresponding Author Diajukan : 23 November 2023 Disetujui : 8 Desember 2023 Dipublikasi : 1 April 2024 ## ABSTRACT This research aims to determine the effect of Incentives, Digitalization and Tax Volunteers on Taxpayer Compliance with Service Quality as a moderating variable. This type of research is quantitative where researchers use primary data with data collection techniques through questionnaires. The research population is Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) who live in Tangerang City. The sampling technique used simple random sampling, with a total sample of 393 respondents. The data analysis method uses Partial Least Square (PLS) using SmartPLS 3.0 software. The results of this research simultaneously show that incentives, digitalization and tax volunteers have an effect on taxpayer compliance, then the research results partially show that incentives, tax volunteers and service quality have a positive and significant effect on taxpayer compliance, while digitalization has no effect on taxpayer compliance. Most MSMEs experience difficulties in implementing the digitalization system, even though facilities have been improved, there are still many people who do not utilize these facilities, because errors often occur in the tax digitalization system which makes taxpayers find it difficult to carry out digital-based administration systems and it can be said that access and the use of technology for registration, payment and reporting is still low. The MRA test results show that service quality is unable to moderate the influence of incentives, digitalization and tax volunteers on taxpayer compliance. Keywords: Digitalization, Service Quality Incentive, Taxpayer Compliance, Tax Volunteers. ## PENDAHULUAN Pajak merupakan komponen utama dalam penerimaan pendapatan negara. di indonesia, pajak berperan penting dalam mendorong pertumbuhan dan belanja karena merupakan sumber utama penghasilan negara, Perpajakan adalah pembayaran yang dilakukan oleh masarakat kepada negara. Hanya negara yang memiliki hak untuk memungut biaya yang diatur dalam undang - undang perpajakan. Sifat perpajakan adalah wajib. Masyarakat wajib menyerahkan setengah dari penghasilannya kepada negara (Irham et al., 2023). Berikut ini adalah data realisasi penerimaan pajak di Indonesia. Tabel 1. Realisasi Penerimaan Pajak di Indonesia Tahun Target (Triliun) Realisasi (Triliun) Capaian (%) 2017 Rp 1.283,57 Rp 1.343,52 89,4% 2018 Rp 1.424 Rp 1.315,9 92% 2019 Rp 1.577,6 Rp 1.332,1 84,4% 2020 Rp 1.404,5 Rp 1.285,2 89,24% 2021 Rp 1.229,6 Rp 1.231,87 100,19% 2022 Rp 1.784 Rp 2.034,5 114% Sumber : (BPS, 2023) Berdasarkan tabel 1 mengenai realisasi penerimaan pajak di indonesia, pada tahun 2018 dan 2019 realisasi tidak mencapai targetnya. Pada tahun 2020 realisasi penerimaan pajak tidak mencapai target dikarenakan terjadinya pandemi covid-19 yang memberikan dampak pada perekonomian indonesia, khususnya UMKM yang mana pada hasil LIPI bahwa 94,69% UMKM mengalami penurunan penjualan (Nugroho, 2020). Tetapi pada tahun 2021 – 2022 pajak mengalami peningkatan yang positif, akan tetapi hal ini tidak menjadi kesenangan semata, pemerintah terus melakukan upaya untuk menjalin komitmen serta komunikasi yang baik antara otoritas pajak dengan wajib pajak (Qurrota Aini et al., 2022). Pasca terjadinya pandemi covid – 19 Dirjen pajak memberikan insentif pajak berupa penurunan tarif pajak Penghasilan Final (PPh) sebesar 0,5% yang diatur pada PP No.55 Tahun 2022, akan tetapi sebagian pelaku UMKM masih belum memanfaatkan insentif pajak (Yulistiani et al., 2022). Saat terjadinya pandemi covid – 19 wajib pajak sering kali melakukan keterlambatan dalam membayar atau melaporkan perpajakannya (Anggraini & Setiawati, 2022). Hal ini disebabkan karena wajib pajak kurang memahami sistem perpajakan dengan baik dan sistem administrasi terbaru serta minimnya edukasi baik karena kondisi pandemi maupun dari kantor pajak itu sendiri (Utari et al., 2020). Reformasi sistem digital yang kurang dmanfaatkan dengan baik, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan teknologi internet (Darmayasa et al., 2020). Oleh karena itu dirjen pajak melibatkan masyarakat non otoritas untuk membantu dalam program relawan pajak untuk mencapai kesadaran wajib pajak, kepuasan wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak. Upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dibutuhkan kualitas pelayanan yang baik terhadap wajib pajak. Kualitas pelayanan yang baik akan membangun nilai yang baik dalam diri wajib pajak dan hal ini akan membuat wajib pajak untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap fiskus, sehingga mampu mencapai kepatuhan wajib pajak (Yadinta et al., 2018). Penelitian terkait insentif, digitalisasi, relawan pajak, dan kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak sudah diadakan sebelumnya dengan hasil penelitian yang masih inkonsisten. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Andreansyah & Farina, 2022) menyatakan bahwa insentif pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berbeda dengan penelitian (Linawati, 2022) menyatakan bahwa insentif pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian terkait digitalisasi yang pernah dilakukan oleh (Qurrota Aini et al., 2022) menyatakan bahwa digitalisasi berpengaruh positif & signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh (Pernamasari & Rahmawati, 2021) menyatakan bahwa digitalisasi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Darmayasa et al., 2020) dan (Dwianika & Sofia, 2019) menunjukan bahwa variabel relawan pajak berdampak positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian terkait dengan kualitas yang pernah dilakukan oleh (Yadinta et al., 2018) memiliki temuan penelitian yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, akan tetapi temuan ini berbanding tebalik dengan penelitian yang dilakukan oleh (Safitri & Silalahi, 2020) menyatakan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini merepliikasi dari penelitian yang dilakukan oleh (Qurrota Aini et al., 2022) dengan judul penelitian pengaruh kebijakan insentif pajak dan digitalisasi administrasi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Perbedaan dari penelitian sebelumnya terletak pada variabel dependen dengan menambahkan relawan pajak dan variabel moderasi yaitu kualitas pelayanan dengan objek penelitian UMKM di kota tangerang. Berdasarkan uraian latar belakang diatas penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kembali pengaruh insentif, digitalisasi dan relawan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dengan kualitas pelayanan sebagai variabel moderasi (studi kasus pada pelaku UMKM Kota Tangerang) ## KAJIAN LITERATUR Teori Planned Behaviour (TPB) Theory of Planned Behavior merupakan sebuah teori yang dikemukakan oleh Ajzen pada tahun 1991, teori ini suatu pengembangan teori sebelumnya yaitu Theory of Reasoned Action. Pada Reasoned Action Theory dijelaskan bahwa perilaku seseorang didorong oleh dua hal, sikap perilaku dan norma subjektif (Andriana, 2020). ## Teori Atribusi Teori Atribusi dikemukakan pertama kali oleh Heider pada tahun 1958. Pada teori ini mengasumsikan bahwa seseorang mencoba untuk menentukan mengapa seseorang melalukan apa yang mereka lakukan (Fitria et al., 2022). Pada teori ini perilaku seseorang akan ditentukan dengan atribusi internal akan ditentukan oleh sifat, karakter dan sikap dari suatu individu, sedangkan atribusi eksternal dipengaruhi oleh suatu keadaan. ## Teori Slippery Frame Work Teori slippery slope framework pertama kali diperkenalkan oleh Enrich Kirchler pada tahun 2007. Pada teori ini menunjukan bahwa wajib pajak akan cenderung patuh jika mereka mempercayai otoritas pajak untuk memantau dan mencegah penggelapan pajak (Hakim et al., 2017). ## Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak berarti bahwa wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan dan melaksanakan perpajakannya secara sukarela atau kepatuhan berdasarkan paksaan (Darmayasa et al., 2020). Indikator kepatuhan wajib pajak (Dahrani et al., 2021) antara lain; Mendaftarkan diri; Menghitung pajak leh wajib pajak; Membayar pajak; Pelaporan dilakukan wajib pajak. ## Kualitas Pelayanan Kondisi dinamis yang berpengaruh pada sebuah produk, jasa, manusia, proses dsn lingkungan memenuhi dan melebihi harapan. Kualitas pelayanan diberikan dirjen pajak akan sangat menentukan keefektivitas peraturan perpajakan karena pemerintah akan memiliki reputasi yang baik apabila menyangkut pembaharuan teknis, efisein dan efektif (Sulistyorini, 2019). Indikator kualitas pelayanan yaitu (Puspanita et al., 2020) ; Reliability (keandalan); Assurance (Jaminan); Tangible (Nyata); Empathy (Empati); Responsiveness (Daya Tanggap). ## Insentif Insentif pajak merupakan sebuah keringanan atau kompensasi yang dapat meningkatkan pendapatan pemerintah dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam beberapa sektor. Pemberian insentif oleh pemerintah kepada pelaku UMKM dengan pengurangan tarif dari 1% menjadi 0,5% sesuai dengan PP No.55 Tahun 2022, yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Andreansyah & Farina, 2022) dan (Widodo, 2018). ## Digitalisasi Digitalisasi Perpajakan merupakan sebuah perubahan atau pembaharuan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak, Dirjen pajak melakukan perubahan dalam sistem administrasi perpajakan yang diharapkan oleh pemerintah untuk membawa dampak pelayanan yang memudahkan wajib pajak dalam melakukan pendaftaran, penyampaian, pelaporan dan pembayaran pajak dengan efisien (Anggraini & Setiawati, 2022). ## Relawan Pajak Relawan pajak merupakan sebuah program yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka untuk mengedukasi perpajakan melalui pihak ketiga. Relawan Pajak atau dikenal sebagai Renjani akan membantu wajib pajak untuk melakukan sosialisasi, edukasi tentang pelayanan dan pemahaman pajak bagi para wajib pajak. Pemerintah terus berharap dengan adanya program yang diciptakan oleh Dirjen Pajak akan membantu wajib pajak dalam kesadaran perpajakannya. (Darmayasa et al., 2020). Perumusan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut : H1 : Insentif, Digitalisasi dan Relawan Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H2 : Insentif Bepengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H3 : Digitalisasi Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H4 : Relawan Pajak Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajk H5 : Kualitas Pelayanan Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H6 : Kualitas Pelayanan Memoderasi Dengan Memperkuat Pengaruh Insentif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H7 : Kualitas Pelayanan Memoderasi Dengan Memperkuat Pengaruh Digitalisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H8 : Kualitas Pelayanan Memoderasi Dengan Memperkuat Pengaruh Relawan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ## METHOD Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (Sekaran & Bougie, 2017). Pengukurannya menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan. Desain penelitian menggunakan metode survey. Populasi pada penelitian ini yaitu pelaku UMKM Kota Tangerang sebanyak 22.539 (Kemenkopukm, 2023). Dengan sampel sebanyak 393 pelaku UMKM Kota Tangerang menggunakan rumus slovin (Sugiyono, 2020). Teknik penelitan yang digunakan yaitu teknik simple random sampling. Skala yang digunakan dalam instrument penelitian yaitu skala likert (Sekaran & Bougie, 2017). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan software SmartPLS versi 3.0. ## HASIL ## Analisis Outer Model Validitas Konvergent & Diskriminan Berikut ini adalah hasil analisis validitas konvergent dan validitas cross loading. Tabel 2 . Hasil Analisis Validitas Konvergent & Validitas Cross Loading Item Insentif Digitalisasi Relawan Pajak Kepatuhan Wajib Pajak Kualitas Pelayanan X1.1 0.818 X1.2 0.862 X1.3 0.827 X1.4 0.856 X1.5 0.828 X1.6 0.812 X1.7 0.785 X1.8 0.821 X2.2 0.830 X2.3 0.878 X2.5 0.897 X2.6 0.921 X2.7 0.902 X3.1 0.873 X3.2 0.862 X3.3 0.841 X3.4 0.829 X3.7 0.800 Sumber : Data diolah (2023) Hasil validitas konvergent dan validitas diskriminan melihat nilai cross loading merupakan nilai loading factor harus lebih besar dari 0.7. Berdasarkan hasil pada tabel 2, hasil validitas konvergen dan diskriminan dengan 27 indikator memiliki nilai loading factor > 0,70 yang dapat disimpulkan bahwa keseluruhan konstruk dinyatakan valid. Validitas Diskriminan Tabel 3. Hasil Analisis Validitas Diskriminan AVE. Fornell-Larcker Criterion Efek Modera si X1*Z Efek Modera si X2*Z Efek Modera si X3*Z Kepatuh an WP Kualitas Pelayan an Insent if Digitalis asi Relaw an Pajak Efek Modera si X1*Z 1.000 Efek Modera si X2*Z 0.372 1.000 Efek Modera si X3*Z 0.520 0.481 1.000 Y -0.163 -0.025 -0.120 0.852 Z -0.351 -0.174 -0.330 0.232 0.812 X1 -0.118 0.015 -0.158 0.252 0.315 0.826 X2 -0.016 -0.183 -0.124 0.171 0.292 0.323 0.886 X3 -0.175 -0.134 -0.289 0.269 0.410 0.429 0.467 0.842 Sumber : Data primer yang diolah (2023) Berdasarkan pada tabel 3, menjelaskan bahwa secara diagonal adalah nilai kuadrat AVE, sedangkan nilai dibawahnya adalah korelasi. Dikatakan nilai kuadrat AVE lebih tinggi dari nilai korelasi dapat dikatakan model hasil analisis validitas diskrimanan AVE telah valid. Reliabilitas Tabel 4 . Hasil Analisis Reliabilitas Composite Reliability Insentif 0.945 Digitalisasi 0.948 Relawan Pajak 0.924 Kepatuhan Wajib Pajak 0.930 Kualitas Pelayanan 0.885 Sumber : Data primer yang diolah (2023) Berdasarkan tabel 4, menunjukan bahwa nilai composite reliability masing – masing variabel yaitu insentif, digitalisasi, relawan pajak, kepatuhan wajib pajak dan kualitas pelayanan memiliki nilai > 0.70, sehingga seluuruh konstruk dinyatakan reliabel. Y1 0.761 Y3 0.883 Y4 0.898 Y5 0.890 Y7 0.822 Z1 0.790 Z2 0.857 Z3 0.807 Z4 0.792 ## Analisis Inner Model Koefisien Determinasi (R 2 ) Tabel 5 . Hasil Koefisien Determinasi (R 2 ) R-Square Kepatuhan Wajib Pajak 0.318 Sumber : Data diolah (2023) Hasil pada tabel 5, menunjukan nilai R-Square didapatkan sebesar 0.318, sehigga dapat disimpulkan bahwa model ini termasuk kedalam kriteria lemah. Uji Signifikasi Simultan (Uji f) Tabel 6 . Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) f-Hitung f-tabel 55.783 8.534 Sumber : Data diolah (2023) Uji signifikansi simultan dapat dikatakan berpengaruh apabila f-hitung > f-tabel. Berdasarkan tabel 6 f hitung 55.783 > f tabel 8.534 maka dinyatakan insentif, digitalisasi dan relawan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Uji Hipotesis Tabel 7 . Hasil Uji Hipotesis T Statistics P Values Insentif → Kepatuhan WP 2.273 0.023 Digitalisasi → Kepatuhan WP 0.607 0.544 Relawan Pajak → Kepatuhan WP 6.295 0,000 Kualitas Pelayanan → Kepatuhan WP 2.707 0.007 Sumber : Data primer yang diolah (2023) Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 2.273 > 1,96 dan p-value 0.023 < 0.05 dapat dikatakan H 2 diterima Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 0.607 < 1,96 dan p-value 0.554 > 0.05 dapat dikatakan bahwa H 3 ditolak Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 6.295 > 1,96 dan p-value 0.000 < 0.05 dapat dikatakan H 4 diterima Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 2.707 > 1,96 dan p-value 0.007 < 0.05 dapat dikatakan H 5 diterima Moderated Regression Analysis Tabel 8. Hasil MRA Sampel Asli (O) T Statistic P -Values Efek Moderasi 1 -> Y -0,068 1,346 0,178 Efek Moderasi 2 -> Y 0,039 0,759 0,448 Efek Moderasi 3 -> Y 0,037 0,624 0,533 Sumber : Data diolah (2023) Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 1.328 < 1,96 dan p-value 0.184 > 0.05 dapat H 6 dikatakan ditolak Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 0.749 < 1,96 dan p-value 0.454 > 0.05 dapat dikatakan H 7 ditolak Pengujian Hipotesis menunjukan nilai t-statistik 0.621 < 1,96 dan p-value 0.534 > 0.05 dapat H 8 dikatakan ditolak ## PEMBAHASAN ## Pengaruh Insentif, Digitalisasi, dan Relawan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil dari pengujian uji signifikansi simultan (uji F) menunjukan bahwa secara simultan insentif, digitalisasi dan relawan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak denga nilai f- hitung 55.738 > f-tabel 8.534. Hipotesis pertama (H1) diterima. Pemberian insentif, digitalisasi dan relawan pajak memberikan kemudahan terhadap kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fitria et al., 2022), (Ermanis et al., 2021) dan (Sareta & Kewo, 2022) yang menyatakan bahwa pengaruh insentif dan digitalisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dan penelitian yang dilakukan (Darmayasa et al., 2020) dan (Dwianika & Sofia, 2019) menyatakan bahwa relawan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. ## Pengaruh Insentif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil dari pengujian uji hipotesis (H2) dengan memiliki nilai t-statistik 2.273 > 1,96 dan p- value 0.023 < 0.05. Maka hipotesis diterima. Insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku UMKM untuk memudahkan UMKM dalam membayar pajak, dengan penurunan tarif PPh final dengan diterbitkannya Peraturan pemerintah No.55 Tahun 2022, akan memberikan keringanan kepada pelaku UMKM untuk patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Pada tahun 2022 tingkat rasio kepatuhan wajib pajak meningkat sebesar 83,01% dari tahun 2020 sebesar 77,63%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yobelia & Kristanto, 2020), (Andreansyah & Farina, 2022), (R. K. Putri, 2022), dan (Fitria et al., 2022) yang menunjukan bahwa insentif berpengaruh positif dan signifikan. ## Pengaruh Digitalisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) memiliki nilai t-statistik 0.607 < 1,96 dan p-value 0.544 > 0.05. Maka hipotesis ditolak. Sistem digitalisasi sebuah sistem yang disiapkan oleh Dirjen pajak untuk membantu wajib pajak untuk memudahkan dalam melakukan pendaftaran, pembayaran dan pelaporan. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan kemudahan yang diberikan oleh Dirjen Pajak kepada pelaku UMKM. Sebagian besar pelaku UMKM merasakan kesulitan dalam melakukan sistem digitalisasi, walaupun dengan ditingkatkannya fasilitas masih banyak masyarakat yang kurang memanfaatkan fasilitas tersebut, dikarenakan sering kali terjadinya eror pada sistem digitalisasi pajak yang membuat wajib pajak merasa sulit untuk melakukan sistem administrasi berbasis digital dan dapat dikatakan bahwa akses dan penggunaan teknologi untuk pendaftaran, pembayaran dan pelaporan masih rendah. Pada tahun 2021 rasio kepatuhan wajib pajak tengah naik sebesar 84% sedangkan pada tahun 2022 terjadinya penurunan rasio kepatuhan wajib pajak sebesar 83,01% yang menyebabkan penerimaan negara juga ikut turun dan wajib pajak tidak mempertimbangkan perbaikan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak. Berdasakan hasil penelitian ini dari kuesioner yang telah disebar menunjukan sebagian besar pelaku UMKM masih kurang memahami sistem administrasi berbasis digital. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Pernamasari & Rahmawati, 2021), (Damayanti & Amah, 2018), (Haryanti et al., 2022), (Hartiwi et al., 2020) dan (Tambun et al., 2020) menunjukan bahwa digitalisasi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. ## Pengaruh Relawan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil dari pengujian uji hipotesis (H4) memiliki nilai t-statistik 6.295 > 1,96 dan p-value 0.000 < 0.05. Maka dapat dikatakan hipotesis diterima. Relawan pajak sebuah upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberikan sosialisasi, edukasi dan pemahaman. Dengan banyaknya kegiatan edukasi kepada pelaku UMKM relawan pajak akan membantu pelaku UMKM dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya dan tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat. Dengan adanya sistem relawan pajak sendiri dari pelaksanaan baik undang – undang ataupun sistem administrasi terbaru akan terbantu jika memiliki kegiatan sosialisasi dan edukasi yang dilakukan oleh relawan pajak. Dengan bantuan dari relawan pajak sendiri memberikan dampak positif bagi pelaku UMKM dimana dengan adanya relawan pajak dapat memudahkan pelaku UMKM dan fiskus untuk memberikan eduikasi yang baik bagi pelaku UMKM dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Darmayasa et al., 2020) dan (Dwianika & Sofia, 2019) yang menyatakan bahwa relawan pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. ## Pengaruh Kualitas pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil dari pengujian uji hipotesis (H5) memiliki nilai t-statistik 2.707 > 1,96 dan p-value 0.007 < 0.05. Maka hipotesis diterima. Dalam rangka peningkatan kepatuhan wajib pajak, pemerintah terus melakukan peningkatan kualitas pelayanan yang prima untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak diharapkan dengan peningkatakn kualitas pelayanan untuk wajib pajak khususnya kepada pelaku UMKM untuk terus meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakannya. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sendiri salah satunya dengan menurunkan tarif pajak final, sistem administrasi berbasis digitalisasi dan bantuan dari relawan pajak. Pemerintah terus berupaya memberikan pelayanan yang optimal, memberikan sebuah jaminan kepercayaan masyarakat untuk meningkatkan kewajiban perpajakan dengan melakukan kemudahan perpajakannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Cahyani & Agustina, 2020), (Artawaman, 2020), (Syafira & Nasution, 2021), (Pratama & Mulyani, 2019) dan (Yadinta et al., 2018) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. ## Pengaruh Insentif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kualitas Pelayanan Sebagai Variabel Moderasi Hasil dari pengujian uji hipotesis (H6) memiliki nilai t-statistik 1.328 < 1,96 dan p-value 0.184 > 0.05. Maka hipotesis ditolak. Saat terjadinya masa pandemi covid–19 maka akan menyebabkan turunnya tingkat produktivitas untuk pelaku UMKM dan juga akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak, maka dari itu pemerintah terus melakukan peningkatakan pelayanan dengan keadaan terjadinya pandemi covid – 19 selama tahun 2019, untuk memperbaikinya pasca pandemic, pemerintah memberikan kemudahan untuk para pelaku UMKM untuk mendukung peningkatakn perekonomian indonesia dengan memberikan insentif pajak berupa penurunan tarif pajak sebesar 0,5% dan diteribikannya PP No.55 Tahun 2022, dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Dirjen Pajak tidak serta merta memberikan dampak yang baik kepada pelaku UMKM. Berdasarkan jawaban responden sesuai dengan penyataan “penetapan tarif pajaktanpa melihat penghasilan untung atau rugi dapat merugikan wajib pajak” walaupun dengan di lakukannya peningkatan kualitas pelayanan akan tetapi hal tersebut tidak membuat wajib pajak menjadi puas dan sebagian pelaku UMKM masih tidak berniat untuk meningkatkan kepatuhan pajaknya dan dengan penetapan tarif pajak sendiri pelaku UMKM takut akan kerugian dalam membayar pajak. Maka dapat dikatakan Kualitas pelayanan tidak dapat memoderasi pengaruh insentif terhadap kepatuhan wajib pajak. ## Pengaruh Digitalisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kualitas Pelayanan Sebagai Variabel Moderasi Hasil dari pengujian uji hipotesis (H7) memiliki nilai t-statistik 0.749 < 1,96 dan p-value 0.454 > 0.05. Maka dapat dikatakan kualitas pelayanan tidak dapat memoderasi pengaruh digitalisasi terhadap kepatuhan wajib pajak. Digitalisasi merupakan sebuah layanan yang ditunjukan kepada wajib pajak agar memudahkan dalam melakukan pendaftaran, pelaporan dan pembayaran tanpa harus mendatangi langsung Kantor Pelayanan Pajak. Dirjen pajak memberikan akses mudah kepada wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui peningkatan layanan yang terus dilakukan, tetapi pada temuan penelitian ini kualitas pelayanan tidak dijadikan pertimbangan antara digitalisasi terhadap kepatuhan wajib pajak. Kualitas pelayanan yang belum mampu memoderasi pengaruh digitalisasi terhadap kepatuhan wajib pajak, Berdasarkan jawaban responden sesuai pernyataan “saya kesulitan saat pertama kali menggunakan sistem digitalisasi” sebagian besar pelaku UMKM yang belum memahami kualitas pelayanan yang diberikan secara menyeluruh, pelaku UMKM juga belum mengerti dalam melaporkan dan menghitung pajak dan kurangnya sosialisasi mengenai sistem administrasi perpajakan melalui sistem digital dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya walaupun kualitas pelayanan terus ditingkatkan oleh dirjen pajak untuk memudahkan wajib pajak. ## Pengaruh Relawan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kualitas Pelayanan Sebagai Variabel Moderasi Hasil dari pengujian uji hipotesis (H8) dengan memiliki nilai t-statistik 0.621 < 1,96 dan p- value 0.534 > 0.05. Maka dapat dikatakan kualitas pelayanan tidak dapat memoderasi pengaruh relawan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Relawan pajak merupakan sebuah pelayanan yang diberikan oleh Dirjen pajak kepada wajib pajak khususnya pelaku UMKM untuk membantu dalam mengedukasi dan mensosialisasikan bahwa penting untuk melakukan pembayaran pajak dan membantu wajib pajak dalam menyelesaikan kewajibannya menggunakan sistem administrasi berbasis digital untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dengan relawan pajak pemerintah terus melakukan peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan, pemerintah terus mendengar saran yang diberikan oleh wajib pajak dengan ditingkatkan kualitas pelayanan, akan tetapi pada hasil penelitian ini kualitas pelayanan tidak menjadi pertimbangan antara relawan pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan jawaban responden sebagian pelaku UMKM masih belum mengenal relawan pajak, dengan meningkatkan kualitas pelayanan akan tetapi tidak memberikan sosialisasi yang baik kepada pelaku UMKM, sebagian pelaku UMKM masih belum mengenal baik dari relawan pajak dan kurangnya kesadaran wajib pajak dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya. ## KESIMPULAN Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu secara simultan insentif, digitalisasi dan relawan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Secara parsial insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Digitalisasi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sistem digitalisasi sebuah sistem yang disiapkan oleh Dirjen pajak untuk membantu wajib pajak untuk memudahkan dalam melakukan pendaftaran, pembayaran dan pelaporan. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan kemudahan yang diberikan oleh Dirjen Pajak kepada pelaku UMKM. Sebagian besar pelaku UMKM merasakan kesulitan dalam melakukan sistem digitalisasi, walaupun dengan ditingkatkannya fasilitas masih banyak masyarakat yang kurang memanfaatkan fasilitas tersebut, dikarenakan sering kali terjadinya eror pada sistem digitalisasi pajak yang membuat wajib pajak merasa sulit untuk melakukan sistem administrasi berbasis digital dan dapat dikatakan bahwa akses dan penggunaan teknologi untuk pendaftaran, pembayaran dan pelaporan masih rendah. Relawan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signfikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dalam rangka peningkatan kepatuhan wajib pajak, pemerintah terus melakukan peningkatan kualitas pelayanan yang prima untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak diharapkan dengan peningkatakn kualitas pelayanan untuk wajib pajak khususnya kepada pelaku UMKM untuk terus meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakannya. Hasil uji MRA kualitas pelayanan tidak memoderasi pengaruh insentif terhadap kepatuhan wajib pajak, kualitas pelayanan tidak memoderasi pengaruh digitalisasi terhadap kepatuhan wajib pajak dan kualitas pelayanan tidak dapat memoderasi pengaruh relawan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. ## REFERENSI Andreansyah, F., & Farina, K. (2022). Analisis Pengaruh Insentif Pajak, Sanksi Pajak Dan Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Jesya, 5(2), 2097–2104. https://doi.org/10.36778/jesya.v5i2.796 Andriana, N. (2020). Kepatuhan Bendahara Desa Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Dalam Prespektif Teori Planned Behavior. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 3(2), 20–28.https://doi.org/10.31092/jpi.v3i2.737 Anggraini, D. T., & Setiawati, E. (2022). Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak, Digitalisasi Pajak, Kepercayaan Kepada Pemerintah Dan Manfaat Pajak Terhadap Penanganan Dampak Covid- 19. PROSPEK: Prosiding Pendidikan Ekonomi, 16–24.bps. (2023). Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah), 2021-2023. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html Dahrani, D., Sari, M., Saragih, F., & Jufrizen, J. (2021). Model Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak yang Melakukan Usaha di Kota Medan). Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 21(02), 379–389.https://doi.org/10.29040/jap.v21i02.1513 Darmayasa, I. N., Wibawa, B. P., & Nurhayanti, K. (2020). E-filling dan Relawan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Kajian Akuntansi, 4(2), 208. https://doi.org/10.33603/jka.v4i2.3949 Dwianika, A., & Sofia, I. P. (2019). Relawan Pajak: Bagaimana Pelatihan Pajak Mempengaruhi Kepuasan Wajib Pajak Pada Masyarakat Urban? (Studi Pada Tax Centre Universitas Pembangunan Jaya). Keberlanjutan, 4(2), 1176. https://doi.org/10.32493/keberlanjutan.v4i2.y2019.p1176-1191 Fitria, R., Fionasari, D., & Puspitasari, D. P. (2022). Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak, Digitalisasi Pajak dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Jurnal IAKP, 3(2), 139–150. Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hakim, Z., Handajani, L., & Inapty, B. A. (2017). Voluntary Tax Compliance Wajib Pajak Perusahaan Perhotelan: Determinan, Kepercayaan Dan Kekuasaan Legitimasi. Jurnal Akuntansi, 21(2), 253. https://doi.org/10.24912/ja.v21i2.198 Irham, A., Pramukty, R., & Eprianto, I. (2023). Literature Review Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Umkm Dan Penurunan Tarif Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. 2(1), 1–14. kemenkopukm. (2023). Jumlah UMKM Kota Tangerang. UMKM.Depkop.Go.Id.http://umkm.depkop.go.id/ Linawati, R. E. P. (2022). Analisis Pemberian Insentif Pajak Daerah Bagi UMKM Di Kota Tangerang Selatan. Journal of Applied Business Administration, 2. Nugroho, A. E. (2020). Survei Kinerja UMKM di Masa Pandemi Covid - 19. Lipi.Go.Id. http://lipi.go.id/berita/survei kinerja-umkm-di-masa-pandemi-covid19/22071 Pernamasari, R., & Rahmawati, S. N. (2021). Analisis Penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kembangan Jakarta. Jurnal Akuntansi, Keungan, Pajak Dan Informasi (JAKPI), 1(1), 77–97. Puspanita, I., Machfuzhoh, A., & Pratiwi, R. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. 2, 71–78. Qurrota Aini, N., Nurhayati Prodi Akuntansi, N., Ekonomi dan Bisnis, F., & Islam Bandung, U. (2022). Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak Penghasilan bagi UMKM dan Digitalisasi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Bandung Conference Series: Accountancy, 2(1), 341–346. Safitri, D., & Silalahi, S. P. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus, Pemahaman Peraturan Perpajakan Dan Penerapan Sistem E-Filling Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak: Sosialisasi Perpajakan Sebagai Pemoderasi. Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 20(2).https://doi.org/10.29040/jap.v20i2.688 Sekaran, U., & Bougie, R. (2017). Metode Penelitian Bisnis (A. N. Hanifah (ed.); 6th ed.). salemba Empat.Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Sutopo (ed.); 2nd ed.). ALFABETA.cv. Sulistyorini, D. (2019). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pemahaman Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Study Empiris di KPP Pratama Cikarang Selatan). Accounthink : Journal of Accounting and Finance, 4(2), 732–745. https://doi.org/10.35706/acc.v4i2.2202 Utari, G. A. K. D., Datrini, L. K., & Ekayani, N. N. S. (2020). Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tabanan. Jurnal Riset Akuntansi Warmadewa, 1(1), 34–38. https://doi.org/10.22225/jraw.1.1.1542.34-38 Widodo, J. (2018). Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018, 1–9. Yadinta, P. A. F., Suratno, & Mulyadi, J. (2018). Kualitas Pelayanan Fiskus, Dimensi Keadilan, Kesadaran Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Riset Akuntansi & Perpajakan (JRAP), 5(02), 201–212.https://doi.org/10.35838/jrap.v5i02.186 Yulistiani, V., Yusup, M., Saepul Rahman, R., Mia Lasmaya, S., & Pasundan, S. (2022). Pengaruh Insentif Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Masa Pandemi Covid-19 (Studi pada salah satu KPP di Kota Bandung). Acman: Accounting and Management Journal, 2(1), 20–30.
265faf69-8399-4720-aaaa-bff0e788d120
https://ejournal.ummuba.ac.id/index.php/mp/article/download/2025/1083
https://doi.org/ 10.52060/mp.v9i1.2025 This is an open access article under the cc-by license ## INOVASI DESAIN PRODUK UMKM: APLIKASI SCAMPER DI KELAS STUDIO DESAIN PRODUK Bayyinah Nurrul Haq Program Studi Desain Produk Universitas Trilogi, Indonesia e-mail: * 1 [email protected] ## ABSTRAK Kolaborasi antara institusi pendidikan tinggi dan industri dalam kegiatan pembelajaran dapat memperkuat peran mereka dalam meningkatkan daya saing industri, seperti melalui kemitraan antara UMKM di industri kreatif dengan program studi desain untuk inovasi produk. Desain produk merupakan faktor kunci dalam meningkatkan daya saing produk. Penelitian ini membahas tentang penerapan teknik SCAMPER sebagai metode pengembangan ide dalam mata kuliah studio perancangan desain produk 4 di Universitas Trilogi. Mata kuliah ini menggunakan pendekatan Project Based Learning yang melibatkan UMKM sebagai mitra, di mana mahasiswa berperan sebagai “in-house designer” . Penenlitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang melibatkan 12 mahasiswa, penerapan SCAMPER dilakukan pada minggu 10-12 dari 16 minggu perkuliahan yaitu pada fase pengembangan konsep dan deskripsi desain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa mampu menerapkan 3 atau lebih sub-teknik dalam SCAMPER yaitu Modify, “Adapt” , dan “ Combine ” sekaligus menjadi sub teknik yang paling banyak digunakan. Sub-teknik “Re-Arrange/Reverse” tidak diterapkan karena proyek perancangan difokuskan pada pengembangan produk yang sudah ada di UMKM. Perbedaan kemampuan dan kompleksitas proyek pada masing-masing mahasiswa membutuhkan panduan yang terstruktur dan perencanaan kelas yang fleksibel untuk memastikan proses kreatif yang kolaboratif dan efektif. ## Kata kunci: SCAMPER, Project Based Learning , Kelas Studio Perancangan, Inovasi Produk ## ABSTRACT Collaboration between higher education institutions and industry in learning activities can strengthen their roles in enhancing industrial competitiveness, such as through partnerships between MSMEs in the creative sector and design programs for product innovation. Product design is a key factor in boosting product competitiveness. This study discusses implementing the SCAMPER technique as an idea development method in the Product Design Studio 4 course at Trilogy University. This course adopts a Project Based Learning approach involving MSMEs as partners, where students act as "in- house designers". Using a qualitative approach involving 12 students, SCAMPER was applied in weeks 10-12 out of the 16-week course, specifically during the concept development and design description phase. The research findings indicate that students were able to apply 3 or more sub-techniques within SCAMPER for their projects, with Modify, Adapt, and Combine being the most frequently utilized sub- techniques. The Re-Arrange/Reverse sub-technique was not employed as the design project focused on enhancing existing products within MSMEs. Variances in students' capabilities and project complexities necessitate structured guidance and flexible class planning to ensure a collaborative and effective creative process. Keywords: SCAMPER, Project Based Learning, Studio Design Learning, Product Innovation ## PENDAHULUAN Industri kreatif menjadi salah satu pilar ekonomi utama yang menjanjikan karena melibatkan gagasan, seni, inovasi, teknologi, dan kekayaan intelektual. Indonesia berpotensi besar dalam industri ini karena memiliki sumber daya yang kuat untuk meningkatkan daya saing produk. Menurut Gati Wibawaningsih dalam M.Bramtijo (2020) inovasi dan kreativitas yang terwujud dalam desain merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing suatu produk (Bramantijo, 2020). Desain dianggap sebagai komponen vital yang dapat meningkatkan nilai sebuah produk, baik dari segi estetika maupun fungsionalitas. Desain yang kreatif dan inovatif, produk akan lebih kompetitif di mata konsumen.(Mardiana, 2020). Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada 20 Januari 2015, bertujuan mengawasi dan mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia. Bekraf mengelompokkan industri kreatif menjadi 16 sub sektor, termasuk desain produk, Fashion, dan kriya, yang berkembang positif dengan dukungan pemerintah. Inovasi memainkan peran penting dalam keberhasilan dan keberlanjutan usaha kecil dan menengah (Bramantijo, 2020; Briede et al., 2020; B. N. Haq & Trilogi, 2018). Melalui inovasi produk, UKM mampu membedakan dirinya, menciptakan produk atau layanan yang unik, dan tetap kompetitif di pasar. Namun, banyak UKM kesulitan dalam berinovasi dalam desain produk mereka karena berbagai tantangan seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya keahlian, dan keengganan mengambil risiko. Tantangan-tantangan ini dapat menghambat kemampuan UKM untuk memunculkan ide-ide kreatif dan inovatif dalam desain produknya. Tren positif terjadi dalam desain produk dalam negeri karena meningkatnya apresiasi dan antusiasme masyarakat terhadap produk yang berkualitas. Dinamika di industri fashion nasional menunjukkan makin banyaknya pemanfaatan fashion lokal, namun masih membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk mendorong pemakaian fashion buatan dalam negeri. Pada sektor lainnya, kriya mengalami pertumbuhan karena tersedianya bahan baku dan tingginya tingkat kreativitas dari para pelaku industri. Perguruan tinggi berperan penting dalam mencetak talenta unggul melalui program seperti magang, proyek desa, penelitian, dan kewirausahaan mahasiswa. Mereka merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, bertujuan mengoptimalkan potensi mahasiswa dan menghasilkan lulusan berdaya saing. Di era Society 5.0 , perguruan tinggi menjadi garda terdepan dalam mempersiapkan SDM yang kreatif, inovatif, dan adaptif. Kreativitas dianggap kunci utama dalam inovasi, yang membutuhkan kecerdasan dan imajinasi (Aman et al., 2023). Salah satu model pembelajaran yang saat ini sedang digalakkan pemerintah adalah pembelajaran berbasis proyek, yang melibatkan siswa secara langsung dalam menghasilkan suatu produk. Model ini memberikan ruang yang luas bagi siswa untuk mengeksplorasi topik atau permasalahan dan menyelesaikan proyek yang bertujuan memberikan solusi terhadap permasalahan yang diangkat (Pratiwi, et al., 2019:1). Oleh karena itu, Program Studi Desain Produk sebagai salah program studi di Trilogi mengadakan kelas studio untuk menghadirkan konteks kehidupan nyata industri ke dalam kelas. Ciri khas dari prodi Desain adalah adanya mata kuliah studio perancangan (Corazzoa, 2019; Lanig & Kühne, 2020) Mata kuliah Studio Perancangan Produk adalah inti dari perkuliahan pada program studi desain produk. Beban sks yang dimiliki mata kuliah ini berada pada kisaran 3-5 sks. Merupakan mata kuliah wajib dan bersifat pre-requisite maka mahasiswa akan setiap jenjang akan memiliki beban, tema project yang berbeda-beda dan bersifat saling berkesinambungan (B. N. Haq & Trilogi, 2018; Soedarwanto, 2020). Kelas studio di prodi Desain Produk Trilogi merupakan mata kuliah dengan rata – rata sks besar, di atas 3 sks. Jenis produk yang menjadi tema proyek meliputi Desain produk, Desain Produk Interior, Fesyen, dan Kriya. Program studi desain produk Universitas Trilogi mengalokasikan 5 mata kuliah studio yang muncul setiap semester ganjil dan genap dan wajib diambil mahasiswa sejak semester dua (B. Haq, 2020; B. N. Haq & Trilogi, 2018). Program Studi Desain Produk Trilogi menempatkan studio 4 di semester 6 sebagai perkuliahan yang memberikan pengalaman terjun langsung ke industri. Tema studio desain produk 4 adalah “Perancangan produk untuk meningkatkan daya saing dan nilai jual produk UMKM ”. Tujuan perkuliahan ini adalah bertujuan melatih kemampuan mahasiswa dalam memberikan solusi untuk meningkatkan daya saing UKM melalui pengembangan produk yang menonjolkan potensi/kelebihan UKM tersebut. Mahasiswa akan berperan sebagai in -house designer di mitra UMKM untuk mengembangkan produk yang sudah ada - diproduksi-dipasarkan(Desain Produk Trilogi, 2021). Mahasiswa dalam bidang desain mempelajari berbagai metode sejak awal semester. Metode perancangan yang dipelajari mahasiswa sangat beragam sesuai dengan tema proyek yang ada pada tiap mata kuliah studio (B. N. Haq & Trilogi, 2018; Soedarwanto, 2020). Selama proses perancangan yang dilakukan mahasiswa di kelas studio terjadi dua kali penelitian, yaitu penelitian terkait konteks produk yang akan berhubungan dengan pengguna, pasar, produsen atau aspek lain yang akan menjadi latar belakang konsep produk yang dikembangkan (Corazzoa, 2019; Lanig & Kühne, 2020) . Penelitian lainnya adalah pengembangan ide yang diwujudkan ke dalam berbagai media untuk dikomunikasikan dengan pihak lain seperti klien, dosen, atau atasan. Alat komunikasi itu berupa dokumen konsep desain, sketsa, gambar, hingga model/prototip (Boonpracha et al., 2023; Soedarwanto, 2020). Salah satu kompetensi utama bagi seorang mahasiswa desain adalah kreativitas . Salah satu yang bukti dari kreativitas adalah kemampuan untuk Mengembangkan konsep desain dengan menggabungkan berbagai ide untuk menjawab persoalan yang dihadapi penggunanya. Mahasiswa desain dituntut untuk mengembangkan konsep ke dalam berbagai ide dalam bentuk sketsa, gambar desain, gambar presentasi hingga mewujudkannya ke dalam bentuk prototip (Boonpracha et al., 2023). Kreativitas bagi desainer adalah kompetensi utama untuk dapat bersaing di industri kreatif yang membutuhkan kemampuan pengembangan ide out of the box, spontan, dan fleksibel (Boonpracha et al., 2023; Kamis et al., 2020; Soedarwanto, 2020). SCAMPER adalah salah satu teknik pengembangan ide yang populer digunakan pada pembelajaran dengan pendekatan project based learning (Abdurrahman & Mahmood, 2021; Ariyani et al., 2022). Metode ini menawarkan pendekatan yang sistematis dalam mengembangkan cara berpikir “ outside of the box’ yang mendorong solusi alternatif pada pemecahan masalahnya (Abdurrahman & Mahmood, 2021; Ariyani et al., 2022; Boonpracha et al., 2023; Kamis et al., 2020) . Sebagai sebuah teknik pengembangan ide, SCAMPER diprakarsai oleh psikolog bernama Robert Elberle. SCAMPER terdiri dari beberapa sub-teknik, yaitu Subtitute, Combine, Adapt, Modify, Put to another use, Eliminate , dan Re-arrange / Reverse. Menurut (Ariyani et al., 2022) . Umumnya SCAMPER digunakan untuk sesuatu / produk yang sudah ada sebelumnya sehingga modifikasi yang dilakukan menjadi penanda inovasi pada produk tersebut (Kamis et al., 2020). Sub-teknik dalam SCAMPER adalah sebagai berikut, • Subtitute : adalah penggantian salah satu atau beberapa unsur dari desain awal, hal itu dapat berupa penggantian unsur bahan, komponen, atau proses yang berbeda dalam desain mereka untuk mengeksplorasi solusi dan fungsi alternatif. • Combine : penggabungan elemen, fitur, atau konsep desain yang berbeda untuk menciptakan desain produk yang inovatif dan beragam. • Adapt: penyesuaian desain atau ide yang ada agar sesuai dengan konteks baru atau memenuhi kebutuhan pengguna tertentu, meningkatkan fleksibilitas dan keterampilan pemecahan masalah. • Modify: perubahan dan penyempurnaan desain yang ada melalui perubahan bertahap untuk meningkatkan fungsionalitas, estetika, atau pengalaman pengguna. • Put to Another Use : Menginspirasi siswa untuk berpikir kreatif tentang bagaimana desain mereka dapat digunakan kembali atau diterapkan dalam konteks yang berbeda, sehingga menghasilkan ide-ide unik dan solusi serbaguna. • Eliminate : identifikasi elemen atau fitur dalam desain yang dapat dihilangkan atau disederhanakan untuk menyederhanakan produk dan meningkatkan fungsi intinya. • Re-arrange/Reverse: proses mengubah susunan elemen untuk menciptakan ide atau solusi baru. Ini melibatkan restrukturisasi komponen yang ada untuk menghasilkan perspektif baru dan hasil inovatif. Penerapan SCAMPER sebagai alat bantu mahasiswa dalam proyek tugas perkuliahannya menunjukkan kelebihannya sebagai alat curah ide yang lebih terstruktur (Farrokhnia et al., 2023; Rivera-Orozco et al., 2024), merupakan metode yang membantu siswa untuk bekerja secara kolaboratif (Abdurrahman & Mahmood, 2021) , memudahkan siswa untuk memproduksi ide lebih banyak (Boonpracha et al., 2023; Islim, 2014; Kamis et al., 2020; Studies, 2020) . Penelitian Kamis, et al. tahun 2020 mengenai efektivitas teknik SCAMPER pada siswa di Sekolah Kejuruan Mode di Malaysia menunjukkan bahwa teknik ini dianggap efektif berdasarkan dua sebelumnya yaitu mind mapping dan brainstorming. Responden merasa SCAMPER “lebih mudah” dan “sederhana” . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode ini sebenarnya sudah dilakukan sebelumnya tanpa mengetahui teknik SCAMPER sebelumnya, artinya teknik memproduksi ide seperti ini sudah dikenali sebelumnya. Kelebihan SCAMPER dalam konteks industri adalah manfaatnya untuk meningkatkan dan menciptakan variasi produk atau layanan yang sudah ada. Cara ini dapat digunakan saat ketika tim mengalami kemandekan pada berbagai tahapan proyek (Farrokhnia et al., 2023; Rivera-Orozco et al., 2024). Berdasarkan penelitian bibliometrik yang dilakukan Ariyani dkk. tahun 2022, jumlah publikasi SCAMPER telah meningkat dari tahun 2000 hingga 2020. Penelitian menunjukkan peningkatan yang stabil dalam penelitian sejak tahun 2016, yang mencerminkan upaya penelitian yang aktif. Makalah telah diterbitkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dengan pemikiran kreatif sebagai topik utama. Topik yang dibahas dari tahun 2019- 2020 antara lain fleksibilitas, pembangkitan ide, desain produk, penulisan otak, kartu permainan, curah pendapat, edukasi permainan, fisika, desain fesyen dan beberapa lainnya terkait kreativitas dan pendidikan. Metode SCAMPER digunakan dalam fase brainstorming yang memerlukan cara berfikir konvergen. Setiap langkah dari SCAMPER disertai dengan pertanyaan yang khas untuk membantu dalam menghasilkan ide-ide kreatif. Meskipun terdapat 7 langkah dalam SCAMPER, langkah-langkah tersebut memiliki kemiripan satu sama lain. Oleh karena itu, biasanya digunakan minimal 3 langkah atau lebih yang dikombinasikan untuk menciptakan satu solusi inovatif yang utuh (Boonpracha et al., 2023; Kamis et al., 2020) . Melalui penggabungan beberapa sub- teknik, SCAMPER dapat meningkatkan potensi untuk menghasilkan ide-ide yang lebih bervariasi dan kreatif dalam proses pengembangan produk atau konsep. Penerapan SCAMPER di kelas membutuhkan perencanaan kelas dan alokasi waktu optimal agar peserta didik mempelajari dan berlatih terlebih dahulu sebelum benar – benar diaplikasikan di kelas (Abdurrahman & Mahmood, 2021; Kamis et al., 2020). Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu adanya penelitian penerapan SCAMPER di kelas studio Desain Produk Universitas Trilogi dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa terhadap penerapan SCAMPER untuk tahap “ idea generation ”. ## METODE Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Pendekatan ini dipilih untuk memperoleh pemahaman yang detail dan lebih mendalam dari mahasiswa yang terlibat. Sesuai dengan penelitian ini Noraini (2013) dalam Kamis, dkk (2020), mengemukakan bahwa metode triangulasi dibagi menjadi tiga metode untuk memperoleh informasi atau data, yaitu wawancara, observasi, dan analisis dokumen (Kamis et al., 2020; Utami & Pitra, 2023). Triangulasi yang dilakukan berupa review dokumen dan verifikasi secara teoritis terkait SCAMPER dan praktek pembelajaran kelas studio desain, dilanjutkan dengan review alat dan instrument untuk pengambilan data, terakhir Pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, penyebaran kuesioner, dan dokumen review. Metode wawancara bertujuan untuk keakuratan data melalui wawancara semi-struktur tatap muka yang diselaraskan dengan tujuan penelitian. Observasi dilakukan di kelas selama tiga minggu, Metode observasi dan wawancara digunakan untuk memastikan bahwa informasi yang diidentifikasi dan dirasakan konsisten dengan tanggapan yang diberikan oleh informan. Informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang, mereka adalah mahasiswa program studi Desain Produk yang terdaftar di kelas studio desain produk - 4 Universitas Trilogi. Penelitian ini dilakukan selama satu semester penuh, selama 16 minggu pada bulan Mei hingga Juni 2023. Selama periode tersebut, mahasiswa diperkenalkan dengan teknik SCAMPER dan penerapannya dalam desain produk. Penggunaan SCAMPER di kelas bertujuan untuk menghasilkan ide, khususnya pada tahap pembuatan sketsa dalam proses desain. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil a. Pelaksanaan perkuliahan Sudio DP 4 Kegiatan pembelajaran di kelas Studio Desain Produk 4 dilakukan dalam dua tahapan perancangan yang dibagi berdasarkan waktu ujian sesuai dengan kalender akademik. Tahapan itu adalah Tahap 1 – pra UTS dan tahap 2 setelah UTS hingga UAS. Kedua tahapan penelitian jenis perancangan yang dilaksanakan di kelas studio desain produk 4 Universitas Trilogi digambarkan pada bagan di bawah ini, Gambar 1. Tahapan Perancangan di kelas studio DP 4 Trilogi Tahap 1, merupakan fase mahasiswa melakukan pre-liminary research dalam bentuk melakukan pencarian mitra UMKM, melakukan wawancara,observasi dan penelusuran dokumen terkait profil, produk,manajemen,dan performa UMKM mitra. Target dari tahap 1 adalah mahasiswa dapat menentukan produk yang akan dikembangkan. Pada tahap ini alat analisis yang digunakan adalah analisis SWOT, analisis Boston Consulting Group , analisis Product board. Tahap 2, dilaksanakan setelah mahasiswa melakukan presentasi dan diskusi terkait simpulan dari laporan hasil penelitian mereka. Tahap ini mahasiswa mengembangkan konsep desain ke dalam narasi verbal berupa deskripsi produk yang berisikan tentang perupaan dan fungsi. Setelah mengembangkan konsep desain, mahasiswa mendapatkan persetujuan terkait Konsep. Desain dan mempersiapkan desain platform yang akan dijadikan inspirasi atau acuan ide. Bentuk acuan ide tersebut berupa sekumpulan data visual seperti foto atau gambar produk yang disusun ke dalam bentuk Product/ Usage board . Penyusunan foto produk tersebut dilakukan secara tematis atau kronologis pada satu halaman yang sama. Tahapan pengembangan sketsa dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan dilaksanakan selama kurang lebih 6 jam. Tahap ke-1,mahasiswa membuat 10 sketsa lalu di- review lalu mereka membuat perbaikan sesuai masukan dosen. Tahap ke-2 juga melakukan hal sama hingga tahap 3. Pada tahap akhir desain terpilih untuk diperbaiki dan ditambahkan aneka detail. Kemudian desain tersebut dikembangkan lagi ke dalam 2-3 variasi desain hingga membentuk satu koleksi desain atau coordinate/collection design. Sketsa-sketsa yang membentuk coordinate design inilah yang akan diajukan mahaiswa pada UMKM mitra penelitian mereka. b. Penerapan SCAMPER sebagai teknik pengembangan ide desain Pada fase pengembangan ide, secara verbal mahasiswa menggunakan daftar tinjau yang dibagi-bagi ke dalam sub tekniknya . Mahasiswa mengisi setiap proses dalam SCAMPER sesuai dengan cara pengembangan yang mereka lakukan. Praktek penerapan SCAMPER dilakukan setelah memasuki minggu ke 10 s/d 12. Diawali dengan perkenalan tentang SCAMPER, berbagai ilustrasi dan contoh kasus, hingga panduan cara menggunakannya untuk proyek masing-masing. Metode pengenalan materi berupa ceramah, diskusi sekaligus asistensi bersama untuk proyek yang diajukan oleh mahasiswa. Sebelum memasuki tahapan pengembangan konsep desain dengan SCAMPER, mahasiswa diminta memenuhi persyaratan berupa; 1) Produk acuan sudah ada (milik UMKM mitra) 2) “Sudah ada masalah” (atau kriteria Desain, sebagai target/patokan) 3) Menggunakan minimal 3 atau lebih teknik dalam SCAMPER 4) Menggunakan panduan daftar tinjau SCAMPER 5) Setelah selesai, semua ide dipilah lagi, dijadikan satu ide/solusi c. Sub Teknik SCAMPER yang digunakan mahasiswa Konsep desain hasil dari penggunaan daftar tinjau SCAMPER di kelas studio DP 4 diperlihatkan pada tabel di bawah ini, ## Tabel 1. Penggunaan Sub-Teknik SCAMPER oleh Mahasiswa Studio DP 4 (1) (2) (3) S C A M P E R RY I/Lampu    RS I/Keranjang    EL F/Dompet    AN F/Binder    LA I/ Storage    RK F/ Handbag    SC F/ Mukena  AD F/ Gamis     AR F/ Totebag    TR F/ Pouch    VN F/Handbag    IW T/Rumah Boneka     Jumlah 3 9 10 11 5 1 0 Ket. : (1) Mahasiswa (2) Jenis Produk yang dirancang (I = Produk Interior, F= Fashion, T= Toys) Modify merupakan teknik yang paling banyak digunakan, 11 mahasiswa dari total 12 menggunakan modify sebagai salah satu cara mengembangkan ide-konsep desain. Hal yang mendasari pengembangan ide dalam bentuk mengubah beberapa bagian dari desain awal adalah upaya mengakomodasi kebutuhan pengguna. Kebutuhan perubahan desain ini didapatkan mahasiswa dari hasil pre-liminary research yang dilakukan pada tahap sebelum UTS. (TR) : “... Pada produk yang saya akan buat saya akan menambahkan tali pada sisi samping dan ukurannya yang di tambahkan menjadi lebar.. .” (AN) : “..saya akan menambahkan slot kartu pada bagian dalam produk, hal ini berdasarkan kebutuhan pengguna ,selain itu juga akan menambahkan lubang untuk menyimpan pulpen..” (RY) : “..UMKM (mitra) hanya memiliki 1 varian ukuran di setiap produk lightingnya dan kebanyakan jenisnya standing lamp dan table lamp. Maka solusinya saya akan membuat beberapa variasi ukuran kecil, sedang, besar agar user dapat menyesuaikan dalam ruang (nya) dan atau membuat series produk lighting untuk memberikan beberapa pilihan pada user.” Hal lain yang menjadikan pengubahan lewat teknik modify adalah pertimbangan estetik dalam bentuk perubahan desain secara visual yang tidak terlalu mempengaruhi fungsionalitas produk. (VN) : “..Menambahkan sebuah hiasan gantungan agar terlihat lebih menarik dan di tambahkan nya slot di dalam nya untuk menaruh handphone dan koin”. Adapt adalah teknik yang sering dipilih oleh mahasiswa dalam mengembangkan desain mereka. Pilihan untuk mengadaptasi didasari oleh perubahan desain dari segi fungsionalitas setelah menerapkan " modify", yang mengakibatkan beberapa elemen dan aspek produk mengalami perubahan yang memerlukan penyesuaian. Teknik adaptasi memiliki dampak yang signifikan pada perubahan desain karena melibatkan penyesuaian terhadap konteks atau solusi kebutuhan pengguna tertentu. (IW) “...rumah boneka dirancang menjadi lebih aman untuk pengiriman ke pelanggan jarak jauh “ (produk mitra mengalami peningkatan pesanan produk dari luar kota maka desain baru harus memenuhi kriteria keamanan saat pengiriman jarak jauh). (AR) : “..Bagian fitur strap panjang dan fitur sekat pada bagian dalam dan bagian luar pada produk pesaing akan di adaptasi untuk produk yang akan di redesain” . (Produk pesaing ada yang memiliki fitur berupa kantong di bagian luar tote bag dan ada produk pesaing lainnya memilik sistem beberapa cara pakai, dikepit, dijinjing, dan selempang). Teknik eliminate hanya dilakukan oleh satu mahasiswa, yaitu LA, hal yang menjadi pertimbangannya adalah elemen tersebut tidak lagi dibutuhkan, “.. Menghilangkan fitur yang tidak terlalu penting dan digantikan dengan yang lebih menarik dan lebih fungsional..” . Dari semua sub-teknik dalam SCAMPER hanya Re-arrange / reverse yang tidak dipergunakan oleh semua mahasiswa. Alasannya tidak menggunakan teknik Re- arange/reverse karena jenis produk yang dijadikan proyek mereka sudah cukup jelas dan bersifat rigid karena keterbatasan mitra. Misalnya proses produksi dan profil produk harus mengikuti ketetapan dari UMKM mitra sehingga mereka sulit untuk menerapkan Re- arrange/reverse pada proyek Studio DP 4. c. Pendapat mahasiswa tentang SCAMPER Setelah mahasiswa menyelesaikan tahap 5 - Perancangan, mahasiswa mengisi kuesioner evaluasi kegiatan perkuliahan. Jajak pendapat terkait penerapan SCAMPER dalam bentuk skala Likert 1- 5 (Sangat sulit – Sangat mudah). Maka hasilnya adalah maka 6 dari 12 mahasiswa menyatakan SCAMPER cukup mudah dipahami dan diterapkan saat perancangan produk terutama pada tahapan menyusun deskripsi produk yang lebih detail. Pendapat mahasiswa terkait penerapan SCAMPER untuk perancangan konsep dan deskripsi produk pada proyek Studio DP 4 digambarkan pada bagan di bawah ini, ## Gambar 2. Pendapat Mahasiswa tentang penerapan SCAMPER untuk perancangan produk Mahasiswa yang menganggap SCAMPER dapat diterapkan pada proyeknya adalah jenis produk pada proyeknya memungkinkan untuk “dikotak-katik seperti instruksi pada daftar tinjau atau contoh kasus yang dibahas di kelas mirip dengan proyek yang dikerjakan. Hal yang menyulitkan mahasiswa saat menerapkan SCAMPER dalam pengembangan konsep/deskripsi produk untuk proyek mereka adalah : • kurangnya contoh aplikasi SCAMPER yang dibahas oleh dosen di kelas, sehingga mahasiswa sulit memahami aplikasi teknik pada proyek yang mereka kerjakan. • Aplikasi sub Teknik SCAMPER dengan menggunakan daftar tilik yang disediakan membutuhkan waktu untuk dipahami karena kemiripan antar sub teknik satu sama lainya. • Terdapat persepsi perancangan produk baru itu harus benar – benar baru, sehingga ketika harus mengembangkan dari produk yang sudah ada dan “dibongkar pasang dirasakan aneh”, “ seperti menjiplak ”, “ tidak terasa original ”, “bahkan merasakan cara kerja seperti ini agak menghambat karena tidak seperti biasanya”. Saran Mahasiswa agar SCAMPER bisa diterapkan di kelas Studio perancangan khususnya di kelas Studio DP 4 adalah: • Tahap Preliminary research sudah benar – benar selesai dan ditunjang dengan yang datanya lengkap. Sehingga mahasiswa bisa menghubungkan antara sub teknik- pertanyaan di daftar tilik – proyek mereka, (AR), “..beberapa materi contoh scamper lebih sulit (diterapkan) karena masalah dan prosesnya ( ini kurang ada datanya bu)”. (AD) “.saya (perlu) menambah informasi tentang umkm” (AN) “..Memahami produk yang akan di re- desain”. • Perlunya alokasi khusus untuk mahasiswa berlatih menerapkan setiap sub teknik SCAMPER sebelum mereka menggunakannya pada proyek masing- masing. (RS) : “..sepertinya proses benchmark dan scamper adalah point utama dari studi kasus studio 4, semoga untuk berikutnya lebih diperdalam bagian analisis ini Bu ” (RY) : “..memahami (Teknik SCAMPER) secara mendalam terlebih dahulu ”. • Perlunya waktu dan ruang konsultasi memadai bagi mahasiswa selama menerapkan SCAMPER sehingga mereka merasa yakin telah benar – benar mencoba menerapkan sub teknik yang ada pada SCAMPER. (VN) “ butuh lebih banyak konsultasi” ## Pembahasan Penggunaan SCAMPER untuk generate idea pada tahap pengembangan konsep desain sesuai dengan hasil penelitian (Kamis et al., 2020) dan (Boonpracha et al., 2023). SCAMPER pada kelas studio perancangan fashion lebih mudah diterapkan hal ini sesuai dengan penelitian Kamis ,dkk (2020) , karena mahasiswa merasakan sub teknik dalam SCAMPER untuk memantik kreativitas mereka, “.. Students tend to innovate the old clothes or design to make it more fresh and follow the current fashion trend. ” (Kamis et al., 2020) Sub-teknik Modify pada SCAMPER paling banyak dipraktikkan karena dianggap mudah, baik secara pemahaman teori/materi perkuliahan ataupun sebagai teknik yang digunakan saat mengembangkan konsep dan deskripsi produk. Hal ini kemungkinan karena teknik modify merupakan sesuatu yang naluriah, yaitu mencari ide/inspirasi yang sudah ada kemudian diubah sebagian atau sebagian besarnya. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian (Kamis et al., 2020) dan (Boonpracha et al., 2023) bahwa mahasiswa merasa modify itu mudah dan mereka sudah melakukannya sejak dulu sebelum mengenal SCAMPER. Penerapan sub-teknik SCAMPER pada proyek dengan produk jenis Interior cenderung memprioritaskan pemenuhan fungsi baru sebagai hasil dari penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukkan konteks kebutuhan pengguna menjadi hal dominan dalam setiap pengembangan konsep desain mereka. Jenis produk Interior yang lebih kompleks dan memiliki kriteria teknis akan membutuhkan waktu kerja lebih lama karena perlu memastikan semua elemen teknis tersebut dapat tetap berfungsi. Pengembangan desain dengan batasan konteks/tema mulai dari konsep – sketsa – prototip adalah tantangan yang dihadapi mahasiswa dalam pembelajaran berbasis proyek yang mereka jalani. Penerapan SCAMPER secara umum dapat membantu komunikasi antara dosen-mahasiswa- UMKM mitra karena sub teknik yang ada pada SCAMPER menjadi panduan yang jelas mengenai pengembangan produk yang diharapkan semua pihak. Peran utama dari teknik SCAMPER adalah membantu siswa dalam mengatur proses berpikir mereka, merumuskan pertanyaan, serta menghubungkan informasi guna menemukan atau menciptakan hal-hal baru. Hal ini membantu mahasiswa untuk dapat menghadapi tantangan desain yang dihadapi dan berani mengambil keputusan, sejalan dengan penelitian (Boonpracha et al., 2023) dan (Abdurrahman & Mahmood, 2021) . Terdapat kebutuhan perencanaan kegiatan pembelajaran dengan cermat sebelum penerapan SCAMPER di kelas. Hal ini berkaitan dengan tingkat pemahaman mahasiswa pada setiap sub-teknik SCAMPER dan bagaimana cara penerapannya pada proyek perancangan yang mereka lakukan. Perbedaan kemampuan mahasiswa, kompleksitas proyek, jenis produk yang dipilih turut mempengaruhi keberhasilan penerapan sub-teknik SCAMPER. Oleh karena itu dosen/fasilitator perlu mengalokasikan waktu khusus untuk berlatih menggunakan setiap sub-teknik SCAMPER dengan contoh kasus yang relevan. Dosen/Fasilitator perlu menerapkan sistem kontrol proses dalam bentuk “penerapan tenggat yang jelas’ , adanya pembatasan waktu memudahkan untuk proses review /evaluasi sehingga umpan balik bisa segera didapatkan. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian penerapan SCAMPER untuk pengembangan ide/konsep desain yang dilaksanakan di kelas Studio DP 4 Universitas Trilogi maka penerapan sub teknik SCAMPER dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan baik. Aplikasi SCAMPER dirasakan membantu mereka dalam mengembangkan konsep desain yang berdasarkan dari produk yang sudah ada dari UMKM mitra. Pelaksanaan penerapan teknik SCAMPER selama 3 minggu dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan desain baru yang dapat mengakomodir perubahan fungsi dan tampilan produk berdasarkan data penelitian pasar sebelumnya. SCAMPER berperan dalam mempercepat pengambilan keputusan untuk perubahan desain yang akan dilakukan. Daftar tinjau menjadi alat bantu sebagai panduan untuk mempermudah komunikasi antara Dosen-Mahasiswa-UMKM Mitra. ## DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, I. B., & Mahmood, N. J. (2021). The Effect of SCAMPER Strategy on Evoking Iraqi EFL Preparatory Pupils’ Creative Thinking Skills. Journal of Tikrit University for Humanities , 28 (3, 4), 1 –15. https://doi.org/10.25130/jtuh.28.3.4.2021. 22 Aman, A., Joko Raharjo, T., & Supriyanto, T. (2023). Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Peran dan Strategi Perguruan Tinggi dalam Membentuk SDM Unggul yang Berjiwa Creativepreneurship di Era Society 5.0. Seminar Nasional Pascasarjana Universitas Negeri Semarang , hal. 7-12. http://pps.unnes.ac.id/pps2/prodi/prosidin g-pascasarjana-unnes Ariyani, Y. D., Wilujeng, I., & Dwiningrum, S. I. A. (2022). Bibliometric analysis of SCAMPER strategy over the past 20 years. International Journal of Evaluation and Research in Education , 11 (4), 1930 – 1938. https://doi.org/10.11591/ijere.v11i4.2231 6 Boonpracha, J., Roong-In, J., Lookraks, S., Wongtanasuporn, P., Kooptiwoot, S., & Seangkong, S. (2023). Creativity of Students’ Cultural Product Design Using the SCAMPER Technique. Journal of Mekong Societies , 19 (2), 179 –196. Bramantijo, Hidayat, M. J., Mahmuda, F., Puspitasari, R., Mardiana, C., Adiani, N., Anam, C., & Bahalwan, H. (2020). Desain Produk Dan Tantangan Industri Kreatif Di Era New Normal. In Diterbitkan oleh: Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI) . Briede, B., Beitere-Selegovska, Z., Pridane, A., & Boldisevica, L. (2020). Development of Design Thinking in the Field of Design and Crafts. Rural Environment. Education. Personality. (REEP) Proceedings of the 13th International Scientific Conference , 13 (May 2020), 359 –365. https://doi.org/10.22616/REEP.2020.043 Corazzoa, J. (2019). Materialising the Studio. A systematic review of the role of the material space of the studio in Art, Design and Architecture Education. Design Journal , 22 (sup1), 1249 –1265. https://doi.org/10.1080/14606925.2019.1 594953 Desain Produk Trilogi. (2021). Rencana Pembelajaran Semester, Mata Kuliah Studio Desain Produk 4. In - (Vol. 9, Issue 1, pp. 1 –9). Farrokhnia, M., Noroozi, O., Baggen, Y., & Biemans, H. J. A. (2023). Sparking creativity in Entrepreneurship courses : The effect of using the SCAMPER technique in Brainstorming sessions 3E Conference Proceedings Book of Abstracts 3E Conference – ECSB Entrepreneurship Education Conference . October . Haq, B. (2020). Role-sharing through Studio- Collaboration Based Learning: Lecturer- Student- SME’s Owner Scheme . https://doi.org/10.4108/eai.2-11- 2019.2294855 Haq, B. N., & Trilogi, U. (2018). Tingkat Inovasi Karya Mahasiswa Studio Desain Produk. Prosiding , 1 . https://doi.org/10.4108/eai.2-11- 2019.2294855 Islim, O. F. (2014). SCAMPER ( Directed Brain Storming Technique ) Scamper ( Yönlendirilmiş Beyin Firtinasi Tekniği ) Scamper ( Directed Brainstorming Technique ) . September 2011 . Kamis, A., Ghani Che Kob, C., Hustvedt, G., Mat Saad, N., Jamaluddin, R., & Bujeng, B. (2020). The effectiveness of SCAMPER techniques on creative thinking skills among fashion design vocational college. EurAsian Journal of BioSciences Eurasia J Biosci , 14 (October), 4109 –4117. Lanig, A., & Kühne, B. (2020). Educating designers in virtual space: A description of hybrid studios . 9 –12. https://doi.org/10.21606/learnxdesign.20 19.01079 Rivera-Orozco, C. E., García-López, J. H., & M. R. Ramírez-Jiménez, K. Pulido- Hernández, N. A. Gómez-Torres, L. Serrano-Zúñiga, M. T. Solorio-Núñez, and R. J.-R. (2024). Complex Systems and Their Applications: Secure Communication System Based on Multistability: Evaluation Using the SCAMPER Method for Innovation Projects. In Complex Systems and Their Applications (Issue Ediesca). https://doi.org/10.1007/978-3-031-51224- 7 Soedarwanto, H. (2020). Tinjauan Proses Kreatif Mahasiswa Desain Produk Pada Proses Desain Tugas Akhir (Studi Kasus: Tugas Akhir Desain Prouk Mainan). Narada , 7 , 307 –326. https://doi.org/10.22441/narada.2020.v7.i 1.009 Studies, C. (2020). SCAMPER : improving creative imagination of young children Scamper : Improving Creative Imagination of It has been a matter of debate for many years whether creativity is inborn or it can be taught . December 2019 . https://doi.org/10.3846/cs.2019.11201 Utami, S., & Pitra, D. H. (2023). Pembentukan Civic Skill Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Mata Kuliah Kewarganegaraan. Jurnal Muara Pendidikan , 8 (1), 186 –193. https://doi.org/10.52060/mp.v8i1.1219
5dab8dc6-69a1-48fa-9a95-51afe5193132
https://journal.gunabangsa.ac.id/index.php/joh/article/download/135/98
Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Ibu Akseptor KB Tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Wilayah Puskesmas Mijen Kota Semarang Influence Of Knowledge And Attitude Of Mother Acceptors About Contraception Tools In Construction To The Use Of Contraception Instruments In The Mijen Health Center In Semarang City Chusnul Zulaika, Dewi Sari R., Mirtaria K. ## Abstract Program keluarga berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui faktor yang terkait pengetahuan dan sikap akseptor KB tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim di wilayah Puskesmas Mijen Kota Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian non experimental , dan tergolong dalam penelitian observational survey yang dilakukan untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Sampel penelitian ini ada 60 responden dengan menggunakan simple random sampling . Teknik analisis data dengan analisis univariate, analisis bivariat dengan cara tabulasi silang sebelum dilakukan uji statistik dengan uji uji Chi square dan multivariat dengan analisis regresi logistik. Hasil penelitian didapatkan responden pendidikan SMA (43,3 %), dengan pekerjaan swasta (56.7%) , distribusi pemakaian AKDR (65%), tingkat pengetahuan tentang AKDR cukup (80%) dan sikap dalam pemakaian AKDR setuju (71.67%). Hasil bivariat menunjukan ada hubungan antara pengetahuan ibu akseptor KB tentang AKDR dengan Pemakaian AKDR dan ada hubungan antara Sikap ibu akseptor KB dengan Pemakaian AKDR. Hasil multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pengetahuan dan sikap dalam pemakaian AKDR. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, pemakaian AKDR ## Afiliasi Penulis Prodi D3 Kebidanan STIKES Widya Husada Semarang ## Korespondensi kepada C. Zulaika ## Pendahuluan Jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan yang tinggi menyebabkan Indonesia mengalami ketertinggalan di bidang pendidikan dan kesehatan, serta akses pemenuhan kebutuhan dasar yang terbatas. Kemiskinan adalah indikator fundamental terhadap kondisi ketidakmerataan (ekonomi) pada populasi, yang biasanya diukur dari proporsi rumah tangga dengan penghasilan di bawah garis kemiskinan. Semuanya itu membuat penduduk Indonesia semakin terpuruk dan tertinggal dibanding dengan negara-negara lain. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi ini, dapat dikendalikan melalui berbagai program, salah satu diantaranya adalah pelaksanaan Keluarga Berencana (BKKBN, 2013; h. 1). Program Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010; h. 28). Program Keluarga Berencana nasional mempunyai visi penduduk tumbuh seimbang tahun 2015. Sedangkan misinya adalah mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Berdasarkan visi dan misi tersebut, program KB mempunyai tujuan yaitu menurunkan angka pertumbuhan penduduk melalui penurunan angka kelahiran agar meningkatkkan standar kehidupan masyarakat, meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup perempuan dengan membantu mereka mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi, serta memajukan hak-hak pasangan dan perempuan (kesetaraan gender) untuk membentuk keluarga sesuai dengan kebebasan dan tanggung jawab yang dituangkan dalam hak- hak reproduksi dan sosial (Tukiran, 2010; h. 24). Berdasarkan kebijakan pemerintah, program KB sebenarnya lebih mengarah pada penggunaan kontrasepsi non hormonal yang merupakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) salah satunya yaitu menekankan pada penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Najib, 2007; h. 2). AKDR merupakan jenis kontrasepsi non hormonal yang sangat efektif, yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan /100 perempuan (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan, merupakan metode jangka panjang karena daya gunanya yang lama yaitu 10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu ## Abstract Family planning (KB) program is an effort to increase awareness and community participation through maturing marriage age (PUP), birth regulation, fostering family resilience, improving the welfare of small families, happy and prosperous. This study attempts to determine factors related to the knowledge and attitudes of family planning acceptors about uterine contraception in utero against the use of uterine contraception in the Mijen health center in Semarang. This research is a quantitative research with non experimental research design, and classified in observational survey research conducted to explain the relationship and influence between independent variables and dependent variables. The sample of this study were 60 respondents using simple random sampling. Data analysis techniques with univariate analysis, bivariate analysis by cross tabulation before statistical tests were done by Chi square test and multivariate with logistic regression analysis. The results of the study showed that the respondents of high school education (43.3%), with private employment (56.7%), distribution of IUD use (65%), the level of knowledge about the IUD was sufficient (80%) and attitudes in the use of the IUD agreed (71.67%). The bivariate results showed that there was a relationship between maternal knowledge of family planning acceptors about IUD with IUD use and there was a relationship between the attitude of mother of family planning acceptors and the use of IUD. Multivariate results show that there is an influence between knowledge and attitudes in IUD use. Keywords : Knowledge, attitude, IUD use diganti, sangat efektif kerena tidak perlu lagi mengingat-ingat (Saifuddin, 2010; h. MK- 75). ## Tinjauan Teoritis ## Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan dan Dewi, 2010 : h.11). ## Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2012 : h. 140). ## Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) AKDR adalah suatu alat atau benda yang dimasukan kedalam rahim yang sangat efektif, reversible dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif untuk tujuan kontrasepsi ( Handayani, 2010; h. 139). Efektifitas AKDR tipe T efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6-0,8kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesterone antara 0,5-1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun pertama penggunaan (Proverawati, 2010; h. 55). ## Metode Jenis penelitian dilakukan adalah studi kuantitatif dengan desain penelitian non experimental , dan tergolong dalam penelitian observasional survey . Populasi penelitian adalah semua ibu akseptor KB yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mijen sejumlah 150 akseptor KB. sampel penelitian adalah 60 responden . Teknik sampel dengan menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data menggunakan analisis univariat (distribusi frekuensi), analisis bivariat dengan uji Chi square , dan analisis Multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik. ## Hasil Sebagian besar pendidikan responden adalah SMA (43,3%) dengan karakteristik pekerjaan adalah swasta (56,7%), memakai AKDR (65%), pengetahuan terhadap AKDR adalah cukup (80%) dan setuju dalam pemakaian AKDR (71.67%). Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa adanya hubungan antara variabel pengetahuan ibu akseptor KB tentang AKDR dengan pemakaian AKDR sesuai dengan menggunakan hasil Uji Chi square didapatkan nilai significancy-nya adalah 0,000. Oleh karena p < 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu akseptor KB tentang AKDR dengan Pemakaian AKDR. Berdasarkan tabel 2 diketahui Pembuktian hipotesa adanya hubungan antara variabel Sikap ibu akseptor KB tentang AKDR dengan pemakaian AKDR sesuai dengan menggunakan hasil Uji Chi square didapatkan nilai significancy-nya adalah 0,000. Oleh karena p < 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara Sikap ibu akseptor KB dengan Pemakaian AKDR Hasil Analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik didapatkan hasil variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 sehingga variabel yang diuji multivariat pada penelitian ini adalah variabel pengetahuan ρ = 0,000, sikap ρ = 0,016 dan pemakaian AKDR ρ = 0,032, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan dan sikap akseptor AKDR terhadap pemakaian AKDR ## Pembahasan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( ovent behavior ). Dari hasil penelitian pengetahuan responden sebagian besar cukup. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang sebagian besar SMA. Dari hasil wawancara responden pernah mendapatkan penyuluhan dari bidan tentang tanda bahaya kehamilan. Berdasarkan data terdapat 39 responden atau 65% yang menggunakan AKDR. Berdasarkan analisis bivariat di dapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu akseptor KB tentang AKDR dengan Pemakaian AKDR di Puskesmas Mijen. Menurut teori, Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial, berdasarkan hasil distribusi sikap menunjukan bahwa akseptor KB setuju untuk melakukan menggunakan AKDR. ## Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu akseptor KB tentang AKDR dengan Pemakaian AKDR di Puskesmas Mijen. Berdasarkan hasil distribusi sikap, akseptor KB setuju untuk menggunakan AKDR. ## Bibliografi 1. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 2. Azwar, Saiffudin. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2010.Badan Pusat Statistik. 2012. 3. BKKBN. Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Semarang: Provinsi Jawa Tengah; 2013. 4. Peserta Keluarga Berencana Aktif. Provinsi Jawa Tengah: BKKBN Kabupaten Semarang; 2012. 5. Peserta Keluarga Berencana Aktif. Kendal: BKKBN Kabupaten; 2012. 6. Warta KB. Semarang: BKKBN Provinsi Jawa Tengah; 2010. 7. Handayani, Sri. Pelayanan Keluarga Berencana. Tabel 1 | Tabel silang Tingkat Pengetahuan dengan Pemakaian AKDR AKDR Total Ya Tidak Trans_P2 Kurang Count 0 9 9 Expected Count 5,8 3,2 9,0 Cukup+Baik Count 39 12 51 Expected Count 33,2 17,8 51,0 Total Count 39 21 60 Expected Count 39,0 21,0 60,0 Tabel 2 | Tabel silang Sikap dengan Pemakaian AKDR AKDR Total Ya Tidak Trans_P2 Tidak Setuju Count 5 12 17 Expected Count 11,0 6,0 17,0 Setuju Count 34 9 43 Expected Count 28,0 15,0 43,0 Total Count 39 21 60 Expected Count 39,0 21,0 60,0 Yogyakarta; Pustaka Rihama; 2010. 8. Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika; 2009. 9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: kemenkes. 10. Najib, Se dkk. Policy Brief. Semarang: BKKBN Jawa Tengah; 2007. 11. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 12. Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2005. 13. Soekidjo. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 14. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2003. 15. Mubarok, Wahid. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007. 16. Petugas Lapangan Keluarga Berencana Kecamatan Patean. 17. Proverawati, Atikah. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. 18. Riyanto, Agus. Aplikasi Metode Penelitian. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. 19. Saifuddin, Abdul Bari. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo; 2010. 20. Saryono. Metodelogi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Yogyakarta: Nuha Litera; 2009. 21. Saryono, Ari Setiawan. Metodelogi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. 22. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2006. 23. Sulistyawati, Ari. Pelayanan Keluarga Berencana: Salemba Medika; 2012. 24. Susilo, Wilhelmus Hary. Statistika & Aplikasi Untuk Penelitian Ilmu Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media; 2012. 25. Tukiran, Agus Joko Pitoyo, Pande Made Kutanegara. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2010. 26. Wawan A, Dewi M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010
ecf609af-0c29-4c63-82f4-63014e14f47d
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/30435/19067
## TINJAUAN PUSTAKA ## Peranan Anestesiologis di Laboratorium Katerisasi Kardiak: Perspektif Ahli Jantung The Role of Anesthesiologist in Cardiac Catheterization Laboratory: ## Cardiologist Perspective Sidhi Laksono Purwowiyoto  *, ** , Arly Ihvaricci Siswitono *** , Reynaldo Halomoan Siregar **** * Laboratorium Kateterisasi Jantung, SMF Jantung, RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia ** Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Tangerang, Indonesia *** SMF Anestesi, RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia **** Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta Utara, Indonesia  Korespondensi: [email protected] ## ABSTRACT The prevalence of morbidity and mortality due to cardiovascular disease globally is still high. This will have an impact on the growing role of the cardiac catheterization laboratory (CCL) in hospital services. The implementation of catheterization in CCL requires the role of anesthesiologists, especially in procedures that require general anesthesia because of the patient's needs, long duration, and complexity of the procedure. The presence of anesthesiologists in carrying out actions at CCL also helps the cardiologist to focus on the actions taken. The work area in CCL can be different from the operating theater in general and an anesthesiologist’s understanding of this is very important in providing good anesthesia care. Good anesthesiological competence and collaboration with cardiologists in implementing procedures will reduce the risk of patient morbidity and mortality. Keywords : anesthesia planning; anesthesia technique; cardiac catheterization laboratory; cardiologist; role of anesthesiologist ## ABSTRAK Prevalensi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular secara global masih tinggi. Hal ini akan berdampak terhadap semakin berkembangnya peran laboratorium katerisasi kardiak (LKK) dalam pelayanan di rumah sakit. Pelaksanaan kateterisasi di LKK membutuhkan peran anestesiolog terutama pada prosedur yang membutuhkan anestesi umum karena kebutuhan pasien, durasi yang panjang, dan kompleksitas prosedur. Kehadiran anestesiolog dalam pelaksanaan tindakan di LKK juga membantu kardiolog untuk fokus pada tindakan yang dilakukan. Area kerja di LKK dapat berbeda dengan ruang operasi pada umumnya dan pemahaman anestesiolog terhadap hal ini sangat penting dalam memberikan perawatan anestesi yang baik. Kompetensi anestesiolog yang baik dan kerjasama dengan kardiolog dalam pelaksanaan prosedur akan mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas pasien. Kata kunci : kardiologis; laboratorium kateterisasi kardiak; peranan anestesiolog; perencanaan anestesia; teknik anestesia ## PENDAHULUAN Penggunaan laboratorium katerisasi kardiak (LKK) sangat penting untuk berbagai tindakan baik diagnostik ataupun terapeutik pada penyakit kardiovaskular. Secara global, kasus kardiovaskular diperkirakan mencapai 422,7 juta kasus dengan kematian sebesar 17.92 juta. 1 Meningkatnya prevalensi penyakit arteri koroner juga akan meningkatkan kebutuhan untuk laboratorium katerisasi kardiak. Dalam menjalani prosedur, peran anestesiolog di LKK menjadi penting karena banyak pasien memerlukan anestesi karena faktor umur, komorbid serta durasi dari prosedur. Selain itu, peran anestesiolog juga penting karena perlunya pemahaman akan obat-obat anestesi yang akan digunakan dan efeknya pada perubahan fisiologis yang terjadi. ## LINGKUNGAN KERJA LKK Lingkungan kerja di LKK dapat berbeda dibandingkan ruangan tindakan lainnya. Di dalam LKK, terdapat banyak peralatan yang digunakan untuk menunjang prosedur seperti c-arm . Hal ini dapat mempengaruhi kinerja anestesiolog karena mungkin tidak terbiasa dengan lingkungan di LKK dan peralatan anestesi sering berada dibelakang alat pencitraan sehingga dapat membatasi area kerja pada pasien. Selain itu, terdapat risiko terpapar radiasi yang dapat mempengaruhi fisiologis tubuh. Paparan radiasi dapat meningkatkan risiko terkena kanker (otak, tiroid, dan kulit), risiko cacat lahir, dan infertilitas. 2 Berdasarkan Komisi Internasional tentang Perlindungan Radiologis, batas paparan radiasi pengion pada personel adalah 20mS per tahun, dengan rata-rata 5 tahun, dengan batas maksimal tahunan sebesar 50mS. 3 Oleh karena itu, penting untuk memakai alat pelindung seperti apron, pelindung tiroid, dan penutup kepala untuk meminimalisir paparan radiasi. Pemilihan teknik anestesi seperti anestesia intravena total (TIVA) dapat dipertimbangkan untuk meminimalisir paparan radiasi pada anestesiolog karena dapat mengurangi intensitas radiasi dengan menjaga jarak. 4 Gambar 1 memperlihatkan posisi tenaga kesehatan dan peralatan dalam prosedur tindakan kateterisasi jantung. Gambar 1. Posisi tenaga kesehatan dan peralatan dalam prosedur kateterisasi jantung. ## PERAN ANESTESIOLOG Seorang anestesiolog berperan penting dalam prosedur di LKK terutama dalam kondisi darurat ataupun hemodinamika yang tidak stabil. Kehadiran anestesiolog dapat melakukan pemantauan dan memberikan tatalaksana terkait. Dalam beberapa prosedur device closure pada pasien pediatrik juga membutuhkan anestesi umum dengan ventilasi yang terkontrol. Pemasangan implan defibrillator juga memerlukan teknik anestesi umum dengan pemasangan selang endotrakeal. Secara umum, setiap tindakan elektif di LKK akan membutuhkan konsultasi pre-tindakan kepada anestesiolog untuk menilai risiko pada pasien serta pemilihan teknik anestesi. Dalam kondisi pasien yang tidak stabil, kehadiran anestesiolog dapat memberikan penanganan sehingga kardiolog dapat fokus pada prosedur. Pemasangan jalur intravena, memimpin prosedur resusitasi jantung paru, serta kardioversi ataupun defibrilasi. Peran anestesiolog sangat penting dalam kondisi pasien dengan gangguan perkembangan, demensia, serta gangguan cemas karena mungkin membutuhkan dosis sedasi yang berbeda. 6,7 ## PERENCANAAN ANESTESI Persiapan prosedur dimulai dengan memastikan persediaan obat dan peralatan yang mendukung seperti agen anestesi, heparin, protamin, syringe , set infus, kateter vena sentral, defibrillator, peralatan yang menunjang jalan napas, serta alat monitor untuk memantau hemodinamika pasien. Evaluasi pasien sebelum prosedur penting untuk menghindari komplikasi akibat administrasi obat-obatan anestesi serta mengetahui komorbid pasien. Evaluasi terdiri dari anamnesis meliputi riwayat prosedur yang menggunakan agen anestesi, riwayat alergi, riwayat pengobatan rutin, riwayat penyakit sistemik, serta riwayat kebiasaan. Selain melalui anamnesis, pemeriksaan fisik juga penting untuk mengetahui adanya abnormalitas dari kondisi pasien serta Mesin ventilator, monitor, defibrillator, emergency kit , peralatan anestesi Mesin Ekokardiografi Monitor EKG, tekanan Meja persiapan alat tindakan Peralatan elektrofisiologi Kardiolog intervensi/ elektrofisiologis Anestesiolog Kardiolog ekokardiografi Perawat Ruang monitor ## Jurnal Anestesiologi Indonesia pemeriksaan jalan napas untuk mengamankan jalan napas selama prosedur jika diperlukan. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah rutin sering dilakukan untuk mengetahui kelayakan pelaksanaan prosedur pada pasien. Pemeriksaan dengan ekokardiografi juga dapat dilakukan sebelum prosedur. 7 Tabel 1. Obat-obatan yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan prosedur di LKK Nama obat Dosis Indikasi Adrenalin 1 mg Henti jantung, reaksi anafilaksis Atropin 0.12 mg/kg Bradikardia Amiodaron 150 mg iv dalam 10 menit, dapat diulang 10 menit, maintenance 360 mg dalam 6 jam dan 540 mg dalam 18 jam berikutnya Takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikuler Digoxin 8-12mcg/kg (dosis loading ); berikan setengah dosis loading dan ¼ dosis loading setelahnya dalam 6-8 jam Fibrilasi atrium Diltiazem 0.25mg iv dalam 2 menit Fibrilasi atrium Furosemid 1-2mg/kg Gagal jantung akut Lidokain 1 mg/kg Ektopik ventrikuler Dopamin 5-15 mcg/kg/menit Hipotensi Dobutamin 5-15 mcg/kg/menit Hipotensi Norepinefrin 2-4 mcg/menit Hipotensi Nitrogliserin 5 mcg/menit Hipertensi Adenosin 6 mg dalam 1-3 detik diikuti bolus 20 cc salin, dapat diulang 1-2 detik 12 mg Takikardi supraventrikuler PUASA Puasa sebelum menjalani prosedur penting untuk menghindari risiko aspirasi terutama pada anestesi umum. Menurut American Society of Anesthesiologists (ASA), pasien masih dapat mengkonsumsi cairan jernih seperti air mineral hingga 2 jam sebelum prosedur, air susu ibu (ASI) hingga 4 jam. Makanan ringan, susu dari hewan, serta formula untuk bayi dapat dikonsumsi hingga 6 jam dan tidak boleh mengkonsumsi makanan berlemak serta minuman beralkohol minimal 8 jam sebelum prosedur. Selama pasien puasa, perlu dipertimbangkan pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan untuk mencegah pasien berada dalam kondisi hipovolemik. Pada kasus emergensi, puasa mungkin tidak dapat dilakukan, sehingga prosedur intubasi dengan rapid sequence induction perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko aspirasi. 8 ## PREMEDIKASI DAN MEDIKASI Pemberian obat-obatan premedikasi dilakukan sesuai dengan evaluasi dari anestesiolog terkait prosedur yang akan dilakukan. Obat premedikasi berfungsi untuk memperlancar induksi anestesia. Obat golongan benzodiazepin (mis. Midazolam 0.5mg/kgBB) dapat diberikan. 9 Obat premedikasi yang diberikan harus diperhatikan agar tidak memiliki interaksi yang buruk dengan obat yang sudah dikonsumsi oleh pasien. Medikasi adalah obat-obatan yang sudah dikonsumsi oleh pasien berdasarkan anjuran klinisi yang memberikan pelayanan. Secara umum, obat antihipertensi seperti penghambat beta dapat dilanjutkan hingga pada hari pelaksanaan prosedur. Keputusan penghentian obat sebelum tindakan ditentukan berdasarkan status hemodinamika pasien, fungsi jantung, dan volume intravaskular. 10 ## MONITORING Pemantauan selama prosedur diperlukan untuk mengetahui status hemodinamika pasien dilihat dari tanda-tanda vital serta memantau komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain adanya cidera pada pleksus brakialis akibat hiperekstensi lengan di atas kepala untuk kebutuhan pencitraan serta obstruksi jalan napas. 9 ## TEKNIK ANESTESIA Pemilihan teknik anestesia harus menyesuaikan dengan prosedur yang akan dijalankan, durasi, serta umur pasien. Teknik anestesi yang dipakai haruslah bertujuan untuk menjaga stabilitas hemodinamika pasien serta meminimalisir efek anestesi pada sistem kardiovaskular yang dapat ketidaktepatan pengukuran pada prosedur diagnostik. 4 Koordinasi dengan kardiologis dalam menentukan teknik anestesi juga penting untuk dilakukan agar prosedur dapat berjalan baik. Untuk teknik sedasi, obat-obatan seperti midazolam, propofol, ketamin, morfin, fentanil, dapat digunakan sesuai kondisi pasien. Tipe anestesia yang dapat dilakukan meliputi perawatan anestesia yang dipantau, anestesi umum, serta anestesi regional. Anestesi umum dapat dipertimbangkan jika durasi prosedur panjang serta membutuhkan pengaturan ventilasi. Anestesi regional dapat diberikan jika prosedur dilakukan pada ekstrimitas bawah. ## Implantasi katup aortik transkateter (IKAT) Pasien dengan stenosis katup aortik dengan usia lanjut dan komorbid berisiko untuk menjalani operasi penggantian katup tradisional. Prosedur anestesi pada IKAT dapat dilakukan dengan sedasi ringan, sedang, berat, maupun anestesi umum melalui jalur intravena menggunakan propofol dan remifentanil. Selama prosedur, anestesiolog yang berpengalaman dapat memantau fungsi ventrikel dan preload menggunakan ekokardiografi transesofagal. Komplikasi yang dapat terjadi selama prosedur antara lain adalah hiperkarbia karena penurunan tonus otot faringeal, hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan. 5,11,12 ## Angiografi koroner dan intervensi perkutan Pada prosedur ini, anestesi lokal dapat diberikan dengan tambahan sedasi ringan. Namun, anestesiologis dibutuhkan dalam kondisi pasien mengalami distress pernapasan serta hemodinamika yang tidak stabil (mis. pada infark miokard akut). Peran anestesiologis juga diperlukan pada kondisi gagal sedasi dan sedasi berlebihan. 13 ## Prosedur pada anomali kongenital Pada keadaan defek septum, anestesi umum dengan intubasi endotrakeal menjadi pilihan terutama karena prosedur yang kompleks, durasi yang panjang, serta pada pasien yang mempunyai gangguan kognitif. Propofol dapat digunakan sebagai agen induksi dan sevofluran merupakan pilihan untuk gas anestesi. Pada prosedur ini, penggunaan ekokardigorafi ## Jurnal Anestesiologi Indonesia transesofagal sering digunakan dan manuver pemeriksaan harus memperhatikan kemungkinan terjadinya ekstubasi secara tidak sengaja. 14 Perlu diperhatikan komplikasi pasca prosedur setelah pemberian sedasi atau anestesi umum yang dapat terjadi seperti bronkospasme, aspirasi, hipotensi, mual, dan muntah. 15 Implantasi alat pacu jantung dan defibrillator kardioverter Pemasangan alat pada jantung dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal dengan sedasi sadar ataupun ringan. Untuk keperluan uji alat defibrilator pasca pemasangan, dapat dilakukan dengan anestesia umum ataupun sedasi yang dalam oleh anestesiolog. Midazolam dapat digunakan sebagai agen untuk sedasi dalam kondisi pasien sadar. 16 Studi oleh Kaya et al. menunjukkan penggunaan teknik lokal anestesi dengan sedasi sadar aman dan layak untuk prosedur implantasi alat pada jantung baik termasuk pada prosedur yang kompleks. Perlu diperhatikan penggunaan analgesik dengan dosis tinggi untuk terapi nyeri pasca prosedur terutama pada wanita dibandingkan dengan pria. 17,18 ## Studi elektrofisiologis Sedasi ringan hingga sedang dapat digunakan pada studi elektrofisiologi. Namun, perlu pertimbangan terhadap durasi yang lama adanya periode aritmia yang membuat pasien tidak nyaman. Jika memerlukan anestesi umum, perlu diperhatikan penggunaan agen anestesi dan efeknya terhadap sistem konduksi. Anestesi umum dapat dilakukan pada pasien yang memerlukan intubasi serta adanya komorbid penyakit kardiovaskular yang signifikan. 19 Propofol adalah agen anestesi pilihan baik untuk sedasi maupun anestesi umum karena memiliki efek minimal pada interval QT dan sistem konduksi. Penggunaan gas volatile seperti sevofluran dapat memperpanjang interval QT dan propofol dapat digunakan untuk membalikkan efek tersebut. 20 ## PERSPEKTIF KARDIOLOGIS Prosedur intervensi yang dilakukan di LKK semakin maju dan kompleks dan memiliki kelebihan untuk pasien dengan risiko tinggi menjalani operasi. Kemajuan prosedur ini juga membutuhkan peran anestesiologis untuk berkolaborasi dalam perawatan pasien. Pasien yang menjalani prosedur di LKK sangat bervariasi dan dapat merupakan neonatus hingga pasien dengan usia lanjut dengan berbagai derajat kondisi klinis. Anestesiologis memegang peranan penting dalam memberikan layanan anestesi, memantau kondisi hemodinamika pasien, serta dapat melakukan tindakan lain seperti ekokardiografi transesofagal. 4 LKK merupakan lingkungan kerja yang familiar bagi kardiologis, namun belum tentu bagi seorang anestesiologis. Pendekatan khusus perlu dilakukan. Seorang anestesiologis perlu memahami tata letak dan lingkungan kerja LKK seperti lokasi alat emergensi seperti defibrillator/kardioverter, lokasi alat-alat penunjang jalan napas, serta lokasi obat- obatan emergensi. 21 Pada prosedur yang membutuhkan peralatan fluoroskopi dan meja fluoroskopi perlu dikontrol oleh kardiologis secara mobil, sehingga anestesiologis dapat menyesuaikan peralatan dengan menggunakan jalur intravena yang panjang, tabung oksigen ekstra, serta sirkuit pernapasan yang memungkinkan pergerakan instrumen fluoroskopi. 2 Risiko paparan radiasi juga menjadi hal yang patut diperhatikan. ## Jurnal Anestesiologi Indonesia Semua personil kesehatan perlu meminimalisir paparan radiasi dengan mengikuti 3 prinsip, yaitu memaksimalkan jarak dari sumber radiasi, mengurangi durasi paparan, serta menggunakan proteksi yang adekuat. Panduan mengenai paparan radiasi dapat mengikuti prinsip ALARA ( As Low As Reasonably Achievable) . 22 Keamanan dan keluaran yang baik adalah tujuan yang harus dicapai dalam menjalani prosedur di LKK. Kardiologis dan anestesiologis perlu saling berkomunikasi dalam mendiskusikan prosedur, risiko, dan strategi yang akan dijalankan. Perbedaan perspektif perlu dipertimbangkan dan perlu saling menghargai batasan lingkungan kerja masing-masing ahli untuk mencapai tujuan. 23 Sebuah studi di India menjelaskan bahwa LKK dapat menyebabkan ketidaknyamanan untuk seorang anestesiologis melakukan prosedur yang efektif. Studi ini juga menyarankan beberapa faktor yang dapat memperbaiki efektivitas kinerja di dalam LKK. Beberapa saran tersebut adalah komunikasi antara kardiologis dan anestesiologis selama pra-prosedural dan intra-prosedur; disiplin dalam hal jadwal pelaksanaan prosedur, persiapan pasien, dan dokumentasi dokumen pasien; ketersediaan dan perawatan rutin peralatan anestesi; perlunya staf yang terlatih untuk membantu prosedur risiko tinggi; pemantauan radiasi; pelatihan untuk anestesiologis dan asisten anestesi terhadap lingkungan LKK. 24 ## RINGKASAN Kebutuhan prosedur diagnostik dan terapeutik di LKK semakin meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi penyakit jantung. Peran anestesiologis dalam prosedur diagnostik dan terapeutik di LKK sangat penting baik dalam kondisi elektif dan emergensi. Pemahaman terhadap patofisiologi dan prosedur terkait sangat penting untuk menunjang keberhasilan tindakan. Pelatihan terhadap anestesiolog di lingkungan LKK diperlukan untuk meningkatkan kemampuan perawatan. Peran anestesiolog bersama kardiolog dan tim LKK yang baik dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien terutama pada kondisi kompleks. ## DAFTAR PUSTAKA 1. Roth GA, Johnson C, Abajobir A, Abd-Allah F, Abera SF, Abyu G, et al. Global, regional, and national burden of cardiovascular diseases for 10 causes, 1990 to 2015. J Am Coll Cardiol. 2017;70(1):1 ‐ 25 2. Thangavel P, Muthukamar S, Kathekeyan BR, Vakamudi M, Ashokkumar, Nayagam H et al. Anaesthetic challenges in cardiac interventional procedures. World J Cardiovasc Surg. 2014;4:206-216 3. Ladouceur VB, Lawler PR, Gurvitz M, Pilote L, Eisenberg MJ, Ionescu- Ittu R, et al. Exposure to low dose ionising radiation from cardiac procedures in patients with congenital heart disease. Circulation. 2016;133:12-20 4. Kemp MEA. Anaesthesia and the cardiac catheterisation laboratory. South Afr J Anaesth Analg. 2018;24(3) 5. Braithwaite S, Kluin J, Buhre WF, de Waal EEC. Anaesthesia in the cardiac catheterization laboratory. Curr Opin Anaesthesiol. 2010;23(4):507–512 6. Shetti AN, Karigar SL, Mustilwar RG, Singh DR, Nag K. Anesthesiologist in catheterization laboratories; the roles and goals!! a postgraduate educational review. Anesth Essays Res. 2017;11(4):1129 ## Jurnal Anestesiologi Indonesia 7. Haddy S. Anesthesia for structural heart interventions. Cardiol Clin. 2013;31(3):455–465 8. Apfelbaum J. Practice guidelines for preoperative fasting and the use of pharmacologic agents to reduce the risk of pulmonary aspiration: application to healthy patients undergoing elective procedures an updated report by the american society of anesthesiologists committee on standards and practice parameters. Anesthesiology. 2011;114(3):495 9. Reddy K, Jaggar S, Gillbe C. The anaesthetist and the cardiac catheterisation laboratory. Anaesthesia. 2006;61(12):1175- 1186 10. Wijeysundera DN, Duncan D, Nkonde-Price C, Virani SS, Washam JB, Fleischmann KE, et al. Perioperative beta blockade in noncardiac surgery: a systematic review for the 2014 acc/aha guideline on perioperative cardiovascular evaluation and management of patients undergoing noncardiac surgery: a report of the american college of cardiology/american heart association task force on practice guidelines. Circulation. 2014;130:2246-2264 11. Ben-Dor I, Goldstein SA, Pichard AD, Satler LF, Maluenda G, Li Y, et al. Clinical profile, prognostic implication, and response to treatment of pulmonary hypertension in patients with severe aortic stenosis. Am J Cardiol 2011;107:1046-51 12. Minai OA, Yared JP, Kaw R, Subramaniam K, Hill NS. Perioperative risk and management in patients with pulmonary hypertension. Chest 2013;144:329- 40 13. Hamid A. Anesthesia for cardiac catheterization procedures. Heart Lung Vessel. 2014;6(4):225 ‐ 231 14. Junghare SW, Desurkar V. Congenital heart diseases and anaesthesia. Indian J Anaesth. 2017;61(9):744 ‐ 752 15. Lam JE, Lin EP, Alexy R, Aronson LA. Anesthesia and the pediatric cardiac catheterization suite: A review. Paediatr Anaesth. 2015;25:127–34 16. Theron P, Guha K, Mantziari L, Salahuddin S, Sharma R, Jaggar S. General Anesthesia Versus Sedation for Implantation of a Biventricular Pacing Device for Cardiac Resynchronization Therapy. J Cardiothorac Vasc Anesth. 2014;28:280–284 17. Bode K, Breithardt OA, Kreuzhuber M, Mende M, Sommer P, Richter S, et al. Patient discomfort following catheter ablation and rhythm device surgery. Europace. 2015;17:1129– 1135 18. Kaya E, Südkamp H, Lortz J, Rassaf T, Jánosi RA. Feasibility and safety of using local anaesthesia with conscious sedation during complex cardiac implantable electronic device procedures. Sci Rep. 2018;8(1):7103 19. Yildiz M, Yilmaz-Ak H, Oksen D, Oral S. Anesthetic management in electrophysiology laboratory: a multidisciplinary review. J Atr Fibrillation. 2018;10(5):1775 20. Terao Y, Higashijima U, Toyoda T, Ichinomiya T, Fukusaki M, Hara T. The effects of intravenous anesthetics on qt interval during anesthetic induction with sevoflurane. J Anesth. 2016;30(6):929–934 ## Jurnal Anestesiologi Indonesia 21. Shook DC, Savage RM. Anesthesia in the cardiac catheterization laboratory and electrophysiology laboratory. Anesthesiol Clin. 2009;27(1):47-56 22. Sutton NJ, Lamour J, Gellis LA, Pass RH. Pediatric patient radiation dosage during endomyocardial biopsies and right heart catheterization using a standard "alara" radiation reduction protocol in the modern fluoroscopic era. Catheter Cardiovasc Interv. 2014;83(1):80-83 23. Odegard KC, Vincent R, Baijal RG, Daves SM, Gray RG, Javois AJ, et al. SCAI/CCAS/SPA expert consensus statement for anesthesia and sedation practice: recommendations for patients undergoing diagnostic and therapeutic procedures in the pediatric and congenital cardiac catheterization laboratory. Anesth Analg. 2016;123(5):1201-1209 24. Annachhatre AS, Janbure N, Gaddam N, Shinde D, Annachhatre S. Anesthesiologists and job satisfaction in cardiac cath lab: do we need guidelines?. Ann Card Anaesth. 2020;23(2):116-121
31579226-f369-4001-8434-40768d9eb051
https://ejurnal.unikarta.ac.id/index.php/jemi/article/download/212/178
## ANALISIS PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION KARYAWAN DEALER HONDA CV. SEMOGA JAYACABANG TENGGARONG ## Oleh: Mawardi Penulis adalah Staf Pengajar Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kutai Kartanegara ## Abstract: This study was the result of the development of the research model based on the result of scientific exploration through literature review and observations on the object of research. A series of observations carried out on the object of research which is dealer companies CV. Semoga Jaya Branch Tenggarong who have employee turnover level, which reached presentations 58.33% in one year period, but the focus that made this research is on the aspect of intention or a tendency of employees to leave the company (turnover intention). To measure the symptoms above data analysis techniques using multiple regression analysis with organizational commitment independent variable(X1) and job satisfaction (X2). The results of such research is not discover the simultan relationships among variables with the calculated F value 0.058 and the value of F table 3,23. The next hypothesis is to identify the relationship partially through t test obtained the same results with no evidence of the hypothesis that by obtaining t value of 0.186 for the variable of organizational commitment (X1), and job satisfaction (X2) of -340. Then to regression equation generated through this research is Y = 3.378 + 0,028X1 - 0,076X2 ## Keywords: Job Satisfaction, Organizational Commitment, turnover intention ## PENDAHULUAN Manajemen sumberdaya manusia pada ta- taran praktik mapun teoritis seakan tidak pernah terpisah dengan aspek manusia.Manusia dilihat dari prspektif organisasi adalah aset yang sangat kompleks dan kedudukannya paling menentukan. Pada kondisi tertentu, manusia sebagai aset perusahaan yang sekaligus memiliki tanggung jawab dan peran sebagai motor penggerak orga- nisasi untuk mencapai target atautujuan perusahaan, namun seringkali mengalami kega- galan yang diakibatkan rendahnya mutu kinerja karyawan.Bersamaan dengan menurunya kiner- ja, karyawan mulai mengevaluasi dan memutus- kan untuk berhenti bekerja (turnover) dari perusahaan dan bekerja pada perusahaan lain. Keinginan atau niat untuk pindah (turnover intention)merupakan gejala yang paling awal dari karyawan dalam memutuskan untuk berhenti bekerja (turnover).Implikasi dari niat keluar(turnover intention)memiliki dua kemungkinan yang dapat terealisasi dalam bentuk nyata. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah karya-wan akanmeneruskan turnover intention pada keputusan untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Perusahaan melalui hirarki manajemen sebagai satu-satunya departemen yang memiliki otoritas untukmemenuhi kebutuhan karyawan, memiliki peran penuhuntuk tetap menciptakan kondisi kerja yang kondusif,namun sebaliknya jika karyawan bekerja dalam kondisi yang tidak kondusif dan disertai dengan tingkat kepuasan yang rendah hal ini akan berimplikasi terhadap buruknya kinerja karyawan. Dinamika ini jika dibiarkan berlarut akan menciptakan perubahan kondisi keadaan dimana karyawan mulai melakuan evaluasi atas kontribusi yang diberi perusahaan terhadap karyawan serta dibarengi dengan evaluasi keuntungan bila bekerja pada perusahaan lain danrealitas seperti ini mulaimenunjukan timbulnya gejalaturnover intention. Pada kondisi lainkomitmen terhadap organisasi dipandang mampu memberikan pengaruh kepada karyawan untuk mempertahan- kan atau justru keluar dari keanggotaan. Pernyataan ini terangkum dalam perumusan definisi mengenai komitmen terhadap organisasi yang oleh Mayer dan Allen, 1991 (dalam Umam K, 2010: 258-259)yaitu suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubu- ngan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melajutkan keanggotaanya dalam berorganisasi.Kondisi ini menunjukan bahwa adanyahubungan emosionalantara karyawan dengan organisasimemiliki implikasiuntuk mempertahankan keanggotaanya. Uraian diatas menggambarkan secara jelas bahwa komitmen terhadap perusahaan turut memberikan stimulus kepada presentase turn- over.Selain faktor diatasfaktor lain yang turut berkontribusi terhadap tingkat turnoveradalah kepuasan kerja (Luthans, F.2006 : 247). Pada konsep yang samaLuthans F memberikan definisi kepuasan kerja sebagai hasil persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan kontribusi terhadap hal yang dinilai penting. Sebagai perusahaan dengan jumlah konsu- men yang besar sudah menjadi program prioritas bagi CV. Semoga jaya Cabang Tenggarong untuk tetap memberikan pelayanan terbaik bagi konsumen.Aktor penting yang menjadi ujung tombak sebagai garda terdepan dalam memberi- kan pelayanan pada konsumen adalah karyawan.Karyawan CV. Semoga Jaya Cabang Tengga-rong menjadi satu-satunya kunci utama untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen sehingga konsumen memiliki perhatian penuh atas reputasi perusahaan. Pelayanan terbaik yang dihasilkan oleh karyawan senior dan karyawan baru yang sedang atau telah mengikuti training akanselalu menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk tetap dipertahankan keberadaannya pada perusahaanCV. Semoga jaya Cabang Tenggarong.Kepu-tusan untuk terus mempertahankan eksistensi karyawan dalam perusahaan disebabkan oleh pengorbanan yang telah dilakukan oleh peru-sahaan CV. Semoga jaya Cabang Tenggarong dalam menciptakan karyawan yang kom-peten dengan spesifikasi pekerjaan masing-masing. CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong saat ini memiliki karyawan dengan jumlah 48 karyawan yang terbagi atas 12 (dua belas) departemen dengan jumlah yang terbagi atas job description yang berbeda sesuai dengan pemba- gian kerja. Data history perusahaan mencatat presen- tase tingkat turnover yang terjadi selama periode 1 tahun terakhir yang terakumulasi dari karyawan tetap hingga kontrak yang berasal dari berberapa departemen mencapai angka 58,33% dari jumlah seluruh karyawan. Presentasi tersebut menujukan angka turn- over dengan intensitas cukup tinggi yang terjadi selama kurun waktu satu tahun. Pencapaian tingkat turnover diatas harus diwaspadai oleh pihak manejemen CV. Semoga Jaya terutama pada karyawan yang memiliki keahlian khusus. Indikasi awal terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan atas kepuasan kerja antar karyawan meliputi, jenis pekerjaan, standar gaji yang diberikan, pemberian beban kerja dan rewarddarimasing-masing departemen. Setiap karyawan yang bekerja padaDealer Honda CV. Semoga Jayadiberikan target pekerjaan yang cukup tinggi. Penetapan target yang cukup tinggi ini jika tidak mampu terselesaikan oleh karyawanDealer Honda CV. Semoga Jaya Tenggarong akan menimbulkan tingkat kepuasan yang ren-dah, namun jika target yang telah ditetapkan oleh Dealer Honda CV. Semoga Jaya mampu diselesaikan oleh karyawan secara langsung hal ini akan memicu kepuasan kerja karyawan. Terjadinya turnover pada Dealer Honda CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarongberlindas- kan pada hasil wawancara karyawan ditemukan adanya ketidak sesuaian antara beban kerja yang diberikan dengan balas jasa yang diterima oleh karyawan. Untuk menekan angka turnover dan meningkatkan kepuasan kerja serta komitmen organisasitop manajemendan midlle manajemenDealer Honda CV. Semoga Jaya harusmenciptakan kondisi kerja dengan mekanisme hubungan yang serasi serta harmonis antar karyawan maupun dengan atasan, menaikanstandar gaji, insentif, serta memberikan reword kepada karyawan yang memilili prestasi kerja tinggi atas pecapaian target. Hasil Observasi pada objek penelitian merumuskan tiga variabel penting yang dijadikan konsentrasi pada penelitian ini antara lain Komitmen organisasi karyawan, kepuasan kerja hingga mampumempengaruhi niat karyawan untuk berhenti bekerja(turnover intention). Turnover yang terjadi pada CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong jika tidak antisipasi akan menimbulkan beberapa kerugian. Kerugian ini oleh Rousseau (1994) diklasifikasikan men- jadi tiga.1. Biaya langsung yang terkait dengan rekrutmen, perusahaan dalam menjalan-kan proses rekrutmen akanmengeluarka sub-sub biaya di antaranya biaya untuk memenuhi pemasangan iklan, dan biaya pencarian. 2. Biaya tidak langsung, setelah perusahaan mendis- tribusikan investasinya kedalam post biaya langsung yang termanivestasikan oleh proses rekrutmen, maka perusahaan kembali mendis- tribusikan investasinya guna melakukan training calon karyawan, training sebagai edukasi karyawan dalam melakukan adaptasi dengan system kerja perusahaan. 3. Kerugian produk- tivitas yang disebabkan oleh waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran karyawan baru. Atas kondisi tersebut pada penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komitmen organisasi dan kepuasan kerja secara simultan terhadap turnover intention.b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komitmen organisasi dan kepuasan kerja secara parsial terhadap turnover intention. c. Untuk mengetahui variabel manakah yang paling dominan mem- pengaruhi turnover intention. ## Turnover Intention Fishbein dan ajzen, 1975 (dalam Novliadi F, 2007: 7) mengajukan teori pembentukan tingkah laku berdasarkan hubungan timbal balik antara keyakinan (belief), sikap (attitude), dan intensi(intention) individu. Keyakinan dikate- gorikan sebagai aspek kognitif yang melibatkan pengetahuan, pendapat dan pandangan individu terhadap obyek.Sikap dikatagorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu terhadap suatu obyek serta evaluasi yang dilakukan.Intensi dikatagorikan sebagai aspek konatif yang menunjukan intensi individu dalam bertingkah laku (behavioral intention). Uraian diatas mengandung eksplanasi tentang faktor terbentuknya prilaku manusia yang terbentuk berdasar pada hubungan kausal antar keyakinan, sikap dan intensi.Korelasi atar beberapa faktor diatas jika diadopsi kedalam organisasiakanterbentuk suatu dinamika organisasi yang terakumulasi kedalam prilaku organisasi. Keinginan individu dalam organisasi sangat bervariasi salah satunya adalah turnover intentionyang merupakanfenomena yang selalu muncul dalam kehidupn organisasi.Turnover intention pada tataran teoritis maupun praktis diartikan sebagai keinginan atau niat seseorang untuk keluar dari organisasi. Sebagai mana yang telah didefinisikan oleh beberapa ahlidibawah ini : Menurut Pasewark and Strawser, 1996 (dalam Wibowo T. R., 2003) turnover intentions mengacu pada niat seseorang untuk mencari alternatif pekerjaan lain dan belum terwujud dalam bentuk prilaku nyata. Harnoto 2002(dalam Digital Library Unikom,2013) mendefinisikan turnoverintention merupakan kadaratau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Menurut pendapat mobley, 1982 (dalam Jaapar P.G. dkk, 2012 : 2), mengemukakan bahwa keinginan pindah kerja (intention turnover) adalahkecendrungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerja- annya secara sukarela maupun tidak sukarela atau pindah dari suatu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Scott, 1977 (dalam Novliadi F, 2007: 9) mendefinisikan gejala turnover sebagai perpinda- han tenaga kerja dari dan ke sebuah perusahaan. Keinginan untuk pindah atau turnover intention menurut(Bluedorn, 1982 dalam Widodo, R. 2010)didefinisikan sebagai kecende- rungan sikap atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari pekerjaannya. Kecendrungan keinginan karyawan untuk keluardari organisasi jika terwujud dalam prilaku yang nyata makaberimplikasi terhadap timbulnya biaya yang harus dialokasikan untuk melakukan proses rekrutmen karyawan baru hingga mampu bekerja sesuai spesifikasi pekerjaan yang telah ditetapkan oleh organisasi.Implikasi lain dari adanya turnoverintention bagi middle manager adalah terkonsentrasinyawaktu untuk melakukan pengawasan sekaligus bimbingan kepada karyawan sampai kayawan benar-benar memahami tentang mekanisme pekerjaan yang telah diatur organisasi. Turnover intention terjadi sebagai suatu akibat dari rendahnya komitmen organisasional yang dirasakan oleh karyawan. Sebagai mana dengan pendapatKoch, 1978(dalam Sopiah 2008 : 166) menyebutkan bahwa karyawan yang berkomitmen rendah akan berdampak pada turnover. Penyebab keinginan berpindah karyawan sebagai suatu akibat dari rendahnya komitmen organisasi salah satunya ditegaskan oleh hasil penelitian Meyer et al., 1993 (dalam Witasari L. 2009 : 9)ditunjukan baahwa peningkatan komit- men berhubungan dengan peningkatan produkti- vitas dan turnover yang semakin rendah. Pernyataan lain terkait hubungan korela- sional antara kepuasan kerja terhadap turnover intention didukung oleh hasil penelitian Mobley 1977 (dalam Petronila T. A etal. 2009: 8-13) menyatakan bahwa karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggiakan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengefaluasi alternatif pekerjaan lain. Menurut model proses psikologis yang dibuat oleh Mobley (1977); Zagladi (2008);(dalam Wijaya E. F, 2010) ketidakpuasan kerja diterjemahkan menjadi pemikiran untuk berhenti karena dengan berhenti dari pekerjaannya saat ini, pekerja tersebut berharap akan mendapat pekerjaan lain yang dapat memberikan kepuasan kerja yang lebih baik. Hasil penelitian Shore dan Martin (1989); Mueller dan Price (1990) (dalam Wibowo T. H, 2003) Menyimpulkan bahwa Organizational Commitment mempunyai hubungan yang kuat dengan turnover intention. Niat karyawan untuk meninggalkan organisasi (Turnover Intention) Oleh Harnoto, 2002 (dalam http://digilib.petra.ac.id,diakses 08 Maret 2013)dapat diukur dengan lima indikator : a. Absensi Meningkat Tingkat absensi karyawan yang memiliki niat untuk melakukan pindah kerja ditadai dengan tingkat absensi yang meningkat. b. Mulai malas dalam bekerja. Karyawan mulai malas melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dan mulai membandingkan dengan dengan pekerjaan lain. c. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Terjadi pelanggaran Peraturan perusahaan yang telah menjadi standart opretional prosedure perusahaan. d. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang memiliki niat untuk pindah menjadi sestif terhadap kebijakan pimpinan, apa lagi hal ini berkaitan dengan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan. e. Prilakuku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi terjadinya turnover intention dapat juga dipediksi melalui prilaku positif karyawan. Karyawan menjadi giat dalam menjalankan pekerjaannya justru menujukan karyawan akan melakukan turnover. Definisi diatas menjadi dasar pijakan untuk mengkonstruksi sintesis turnover intention sebagai suatu niat atau keinginan seseorang untuk meninggalkan organisasi atau berhenti secara sukarela dan mencari alternatif pekerjaan lain dan belum terwujud dalam suatu tindakan nyata. ## Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat menggam- barkan relasi antara individu dengan organisasi, dimana individu dengan sadar menerima nilai- nilai, asas, paradigma, dan tujuan yang dianut secara konsesus oleh organisasi.Penerimaan secara personal atas berbagai nilai yang dianut organisasi memberikan dorongan kepada indivi- du untukmengintegrasikan diri menjadi bagian organisasi. Guna memahami komitmen organisasi ada Beberapa pendekatan yang digunakan, antara lain pendapat (Luthans F. 2006 :249) yaitu komitmen organisasi dapat dipandang Sebagai sikap, komitmen organisasi paling sering dide- finisikan sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang mereflek- sikan loyalitas keryawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organi- sasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Pendekatan lain untuk memahami komit- men organisasisecara tradisional dapat dilakukan melalui attitudional commitment dan behavioral commitment sebagaimana yang telah ungkapkan oleh Meyer dan Allen, 1997 (dalam Umam K, 2010: 258) menjelaskan pendekatan itu sebagai berikut. Attitudional commitment berfokus pada proses ketika seseorang mulai memikirkan hu- bungannya dalam organisasi atau menentukan sikapnya terhadap organisasi. Adapun behavioral commitment berhubungan dengan proses ketika indivudu merasa terikat kepada organisasi tertentu dan cara mereka mengatasi setiap masalah yang dihadapi. Mayer dan Allen, 1991 (dalam Umam K, 2010 : 258-259) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melajutkan keanggotaanya dalam berorganisasi. Baron dan Greenberg, 1990 (dalam Umam K, 2010 : 259) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai peru- sahaan. Mathis dan Jackson (dalam Sopiah 2008 : 156) memberikan definisi komitmen organisasi “Organization Commitment is the degree to which employes belive in and accep organizational goals and desire to remain with the organization” . (komitmenorganisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi). Kemudian menurut Coopey dan Harley (dalam sopiah 2008 : 156) menyebutkan komitmen organisasional sebagai suatu ikatan psikologi individu pada organisasi. Robins, 1989 (dalam Sopiah 2008 :155) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi. Bathaw dan Grant 1994 (dalam Sopiah 2008 : 155) menyebutkan komitmen organisasi sebagai suatu keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaanya dalam organi- sasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi demi pencapaian tujuan organisasi. Kemudian untuk mengukur komitmen organisai, pada penelitian ini peneliti merujuk kepada pendapat Alen danMeyer 1997(dalam Setiawan A. 2011 : 22) yangmengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen organisasi- onal, yaitu : 1. Merasa memiliki organisasi, hubungan emosional anggota dengan kegiatan organisasinya, identifikasi dengan organi- sasi dan keterlibatan anggota dengan kegiatan organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akanterus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu. 2. Merasa rugi jika keluar dari organisasi, berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi yang mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organi- sasi dengan continuance commitment yang tinggi akanterus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. 3. Tertarik terus pada organisasi, menggambarkan perasaan ketertarikan utnuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus berada dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi. Merujuk pada definisi yang telah disusun terkait komitmen organisasi dengan ini peneliti menyusun sintesis Komitmen organisasi sebagai suatu konstruk psikologis anggota organisasi untuk menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi yang memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi ## Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Karyawan dalam menjalankan organisasi akanselalu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda antar karyawan. Perbedaan tingkat kepuasanantar karyawan berdampak atas nilai yang berlaku pada dirinya, artinya bahwa semakin tinggi tingkat persepsi karyawan terhadap pekerjaan yang diinginkan maka semakin tinggi tingkat kepuasan terhadap peker- jaan.Hal ini memberikan gambaran bahwa dinamika organisasi merupakan akumulasi dari berbagai persepsi yang diabstraksikan karyawan. Kepuasan Kerja (job satisfaction) tidak memiliki definisi yang bakudan berlaku secara umum, akan tetapi dari berbagai definisi paraelit akademik mengenai kepuasan kerja tidak keluar dari subtansi atau makna kepuasan kerja, sebagai mana yang telah peneliti rangkum pada bagian dibawah ini. Tinjauan akan hakikat dan pemaknaan mengenai kepuasan kerja, beberapa pakar telah memberikan argumentasitentang kepuasan kerja, antara lain Locke (dalam Luthans F, 2006 : 243) memberikan definisi komperhensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif. Locke mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Definisi kepuasan kerja diatas mendeskrip- sikan bahwa terdapat dua korelasi yang membentuk keadaan emosi karyawan.Korelasi tersebut yaitu tejadinya penilaian atas pekerjaan yang dilakukan dan tinjauan empris hasil kinerja dimasa lampau. Definisi lain tentang kepuasan kerja seper- ti yang telah dirumuskan olehLuthans F. (2006 : 243) yaitu, merumuskan tentang tiga dimensi yang secara umum dapat diterima untuk menjelaskan kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan renspon emosional terhadap situasi kerja.Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga.Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan menurut beberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Misalnya jika anggota organisasi merasa bahwa mereka terlalu keras daripada yang lain dalam departemen, tetapi menerima penghargaan lebih sedikit, maka mereka akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan, dan atau rekan kerja mereka. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Tinjauan lain mengenai kepuasan kerja merujuk kepada pendapat Robins dalam (Wibo- wo, 2011 :501) yang mendifinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Penjelasan Robins akan kepuasan kerja diatas mengadung makna konfrontasi antar relaitas yang nyata dengan harapan yang telah diabstraksikan atau dipersesikan sebelumnya. Relaitas yang nyata disini dimaksudkan sebagai penghargaan atau imbalan atas kontribusi karyawan dalam bekerja.Jika kontribusi yang diterima karyawan tidak mendapatkan titik equilibrium atau titik singgung dengan yang telah dipersepsikan oleh karyawan, maka kondisi ini dapat di identifikasi terjadinya ketidak puasan. Luthans F. (2006: 243) mendifinisikan esensi kepuasan kerja yang berbeda yaitu dengan melihat seberapa besar tingkat kontribusi karya- wan dalam memberikan sumbangsih terhadap capaian keberhasilan organisasidengan mendefi- nisikan kepuasan kerja sebagai hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan kontribusi terhadap hal yang dinilai penting. Pendapat Luthans F. diatas memberikan keterangan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang syarat akantindakan individual manusia terhadap pekerjaan. Secara bersamaan definisi diatas menujukan bahwa kepuasan kerja antar karyawan memiliki tingkat variasi yang berbeda, tingkat perbedaan ini tentunya tergantung atastingkat pendidikan, pengalaman kerja, danstruktur hirarki organisasi. Sedangkan menurut Hasibuan (2005) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan kinerja. Kepuasan kerja pada kondisi praktis akan menimbulkan berbagai respons, respons yang dihasilkan atas kepuasan kerja dapat dikatagori- kan kedalam dua katagori yaitu positif dan negatif. Karyawan dengan persepsi positif terhadap pekerjaanya akan memiliki etos kerja yang tinggi hingga mencapai pada produktifitas kerja maksimum. Begitupunsebaliknyajika respon karyawan bersifat negatif kondisi ini akan berimplikasi terhadap rendahnya performance karyawan yang bersangkutan. Bahkan kepuasan kerja yang rendah akanberimplikasi pada kondisi yang drastis yaitu dengan tingginya presentasi tingkat turnover intention. Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Luthans F. (2006 : 247) bahwa dengan kepuasan kerja yang tinggi akan membuat pergantian karyawan menjadi rendah, begitupun sebaliknya bila karyawan memiliki kepuasan rendah akan meningkatkan tingginya tingkat turnover inten- tion.Senada dengan pendapat diatas Harnoto, 2002 (dalam Widjaja D. C, et all2008) menyatakan bahwa turnover intentiondiakibat- kan ketidak puasan terhadap pekerjaan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar mencari pekerjaan baru. Pengukuran tingkat kepuasan kerja oleh para ahli yang berasal dari praktisi maupun akademisi telah menyusun, mengembangkan dan menetapkan indikator yang digunakan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan dengan berbagai pendapatnya. Pengukuran tingkat kepuasan kerja karyawan dalam penelitian ini merujuk pada pendapat Luthans F. (2006 : 224) yang menyebutkan kepuasan kerja dapat diukur dalam lima indikator: a. Pekerjaan itu sendiri Karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara kepriba- dian dan kempuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif pekerjaan karyawan terpenuhi, maka cenderung menjadi puas. b. Kesesuaian gaji Upah dan gaji dikenal menjadi signifikan, tetapi kompleks secara kognitif dan Merupa- kan faktor multidimensi dalam kepuasan kerja.Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi.Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagai mana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. c. Kejelasan dan kelancara promosi Promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan.Hal ini berkaitan dengan strategi perataan organisasi dan memberian wewenang, promosi dalam pengertian tradisional yang berarti menapaki tangga hirarki kesuksesan dalam perusahaan. d. Ketegasan pengawasan Pengawasan (supervise) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja. Saat ini ada dua dimensi gayapengawasan yang mempe- Luthans F. (2006 : 247) Shore & Martin (1989); Mueller & Price (1990) Lum et al. (1998) (dalam Sumarto, 2009) Harnoto, 2002 (dalam Widjaja D. C, et all 2013) Mobley 1977 (dalam Petronila T. A et al. 2009 : 8-13) Mobley (1977); Zagladi (2008); (dalam Wijaya E. F, 2010) Koch, 1978(dalam Sopiah 2008). Meyer et al., 1993 (dalam Witasari L. 2009 : 9 Shore & Martin (1989); Mueller & Price (1990) Lum et al. (1998) (dalam Sumarto, 2009) Shore dan Martin (1989); Mueller dan Price (1990) (dalam Wibowo T. H, 2003) TURNOVER INTENTION (Y) H ar n o to , 2 0 0 2 Absensi Meningkat Mulai Malas Dalam Bekerja Pelanggaran Tatatertib Peningkatan Protes Terhadap Atasan Prilaku Positif Dari Biasanya Ketegasan Pengawasan Lu th an sF .2 0 0 6 : 2 2 4 ) Pekerjaan Itu Sendiri Kesesuaian Gaji Kejelasan dan Kelancaran Promosi Sikap Kooperatif Kelompok Kerja Kenyamanan Kondisi Kerja KEPUASAN KERJA (X2) KOMITMEN ORGANISASI (X1) M ey er e t al (d al am s o p ia h 2 0 0 8 ) Merasa Memiliki Organisasi Merasa Rugi Jika Keluar dari Organisasi Tertarik Terus Pada Organisasi ngaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada karyawan, diukur menurut tingkat dimana penyelia menggu- nakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan.Hal ini secara umum dimanifes- tasikan dalam cara-cara seperti meneliti seberapa baik kerja karyawan, memberikan nasihat dan bantuan pada individu dan komunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan. e. Sikap kooperatif kelompok kerja Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan memengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Kelompok kerja, terutama tim yang kuat bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat dan bantuan pada anggota individu. Penelitian terbarui mengindikasikan bahwa kelompok yang memerlukan kesaling tergantungan antar anggota dalam menyelesaikan pekerjaan, akan memiliki kepuasan yang lebih tinggi. f. Kenyamanan kondisi kerja Kondisi kerja memiliki kecil pengaruhnya terdapa kepuasan kerja. Jika kondisi kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan menarik), individu akanlebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Jika kondisi kerja yang buruk (misalnya udara panas, lingkungan bising) individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Sintesis terkait uraian kepuasan kerja diatas yaitu suatu reaksi atau respon atas keadaan emosional karyawan terhadap pekerjaan yang dianggap penting serta melakukan pertimbangan antara pengorbanan dan balas jasa yang dipersep- ikan. ## Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penilitian digunakan sebagai abstraksi atau visualisasi atas desain penelitian yang akandilaksanakan. Pembentukan kerangka pemikiran didasarkan atas tinjauan teoritis yang relevan terhadap pokok masalah yang akan dikaji. Oleh karena itu kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut : Gambar.1Kerangka Pikir ## Hipotesis Hipotesis merupakan pernyataan yang didasarkan pada akumulasi teori yang kuat untuk menjawab secara sementara masalah yang sedang dikaji melalui telaah teori dan literatur. Bentuk pernyataan atau hipotesispada penelitian ini sebagai berikut : 1. Diduga adanya pengaruh antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja secara simultan terhadap turnover intention. 2. Diduga adanya pengaruh antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja secara parsial terhadap turnover intention. 3. Diduga variabel kepuasan kerja berpengaruh dominan terhadap turnover intention. ## BAHAN DAN METODE Tempat dan Populasi Dealer CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong yang beralamat di jalan Jend.Sudirman No. 74 RT. 004.Kecamatan Tengga-rong Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada objek penelitian ini penulis menemukan adanya masalah turnover dengan intensitas cukup tinggi dengan presentase 58,33 %. Melihat implikasi yang diakibatkan karena adanya tingkat turnover yang cukup tinggi bagistabilitas kinerja perusahaan, maka peneliti melakukan penelitian yang memfokuskan pada keinginin karyawan untuk keluar dari keanggotaannya (turnover intention) CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong memiliki populasi dengan jumlah 48 karyawan dengan berbagai tingkatan struktur dan tanggung jawab yang berbeda.Mendasarkan pada jumlah sampel yang berada dibawah dari 100 sampel maka peneliti menetapkan sampel secara keselurahan atau yang biasa disebut dengan sampel jenuh atau sensus.Hal ini sebagai mana dijelaskan oleh Arikunto (1997) dalam Mahanani P,K (2009) , apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan wawan- cara, kuesioner, observasi, dan dokumentasi. ## Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas merupakan uji yang paling pertama dilakukan dalam beberapa penelitian sebelum hasil pengumpulan data dilakukan analisis lebih lanjut. Validitas berkaitan dengan pengukuran seberapa besar tingkat kevalidan instrument dalam mengukur apa yang diukur. Uji reliabilitas dalam analisis data penelitian dimaksudkan sebagai alat untuk mengetahui seberapa besar drajat konsistensi alat ukur atau tingkat kepercayaan jika digunakan untuk mengukur relaitas yang samadengan rentan waktu yang berbeda. Uji reliabiltas dalam Penelitian ini menggunakan analisis cronbach alpha dengan ketentuan Suatu construct dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach alpha > 0,7 Sekaran, 2003 (dalam Wijaya T, 2011 : 112) ## Uji Asumsi Klasik Asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan tiga tehnik yang meliputi uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak.Kedua uji multikolineritas merupakan uji yang ditunjukan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.Ketiga Heterokedastisitas memiliki daya uji untuk menentukan apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan kepengamatan yang lain (Wijaya T. 2011). ## Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis Alat analisi data untuk menjawab hipotesis asosiatif pada penelitian ini mengguna- kan regresi berganda sebagai alat guna menjawab sekaligus menjadi dasar untuk menginterpre- tasikan hasil temuan. Analisis regresi dalam penelitian ini memiliki dua variabel prediktor dan memiliki persamaan sebagai berikut : Y = a + b1X1+b2X2+e (Sugiyono, 2010 :275) Dimana : Y = Turnover intention X1 = Komitmen organisasi X2 = Kepuasan Kerja a = Konstanta B1,b2, = Koefisien regresi e =Variabel lain diluar yang telah ditetapkan dalam penelitian sebagai langkah untuk menganalisis regresi linier berganda dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak berupa program SPSS versi 20. Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua alat analis.Pertama uji F dimaksudkan untuk menguji apakah variabel bebas memiliki pengaruh secara serentak terhadap variabel terikat.Sementara uji t digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat korelasi regresi secara parsial antara variabel independen (kepuasan kerja dan komitmen organisasi) terhadap variabelindepen- den. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validiatas dan Reliabilitas Dibawah ini merupakan hasil korelasi item dengan total item setelah dilakukan peritungan dua kali dengan mengeluarkan dua indikator yang tidak valid, indakator tersebut adalah X2.5 dan Y5. ## Tabel 1 Rekapitulasi uji validitas didapatkan nilai sebagai berikut : Sumber : Data perimer diolah oleh peneliti, tahun 2013 Penentuan nilai r tabel dihitung pada taraf signifikan 0,5 % dan sampel sebesar 44 maka derajat bebas (df (N-2) = 44-2 = 42) dengan mengacu pada nilai df sebesar 42 didapatkan nilai r tabel 0, 304. Perbandingan antara jumlah keseluruhan butir pernyataan dengan nilai r tabel menujukan bahwa ke 12 butir memiliki nilai yang lebih tinggi, sehingga pantas mendapat predikat valid. Keputusan untuk memberikan predikat reliable terhadap alat ukur merupakan hasil dari perhitungan dengan menggunakan metode Alpha Cronbach diperoleh nila sebesar 0, 791 untuk variabel komitmen organisasi (X1), 0,713 untuk nilai variabel kepuasan kerja (X2), dan 0,723 untuk variberl turnover intention. Hasil analisis data diatas kemudian di komparasikan dengan nilai 0, 304 dan dapat diketahui nilai r hitung lebih besar 0, 304. ## Uji Asumsi Klasik Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Tabel 2. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 44 Normal Parameters a,b Mean 0E-7 Std. Deviation .47671884 Most Extreme Differences Absolute .261 Positive .261 Negative -.118 Kolmogorov-Smirnov Z 1.728 Asymp. Sig. (2-tailed) .005 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Out put SPSSOut put SPSS V 20 diatas memberikan petunjuk bahwa uji asumsi klasik dalam hal ini adalah normalitas data menunjukan data yang dikumpulkan dapat dikatagorikan sebagai data yang berdistribusi normal. Argument ini berdasarkan hasil pengujian data menggunakan Kolmogorov- Smirnov yang menujukan nilai Asymp. Sig memiliki nilai 0,005 dan nilai ini jika diban- dingkan dengan nilai 0,05 yang ditetapkan sebagai standar penentuan normalitas data mendapatkan nilai yang lebih kecil. No. Variabel Konbach,s Alpha Indikator Korelation matrix Keterangan 1 Komitmen Organisasi (X1) 0,791 X1.1 X1.2 X1.3 0,671 0,577 0,534 Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliable 2 Kepuasan Kerja (X2) 0,748 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.6 0,477 0,547 0,577 0,418 0,588 Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel 3 Turnover intention (Y) 0,795 Y1 Y2 Y3 Y4 0,612 0,627 0,729 0,661 Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel ## Multikolinieritas Uji Asumsi yang harus dipenuhi setelah dilakukannya uji normalitas dalam model penelitian korelasional dengan menggunakan alat analisis multiple regression setelah uji normalitas data adalah uji multikolinieritas. Tabel 3. Coefficients a Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) Komitmen_ Organisasi .682 1.466 Kepuasan Kerja_ .682 1.466 a. Dependent Variable: Turnover_intention Sumber : Output SPSS Hasil uji didapatkan nilai VIF sebesar 1.466 dan jika dibandingkan dengan nilai yang sudah ditentukan untuk memberikan penilaian multi- kolinieritas maka dapat disajikan sebagai berikut, VIF 1.466 < 10 yang artinya bahwa pada model penelitian ini tidak terjadinya multikolonieritas. ## Heterokedastisitas Heterokedastisitas memiliki daya uji untuk menentukan apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan kepengamatan yang lain. ## Gambar 2. Grafik Scatterplot ## Sumber : Output SPSS Penyebaran titik yang terjadi pada grafik scatterplot diatas dengan pola penyebaran titik secara random atau tidak membentuk suatu pola tertentu atau dapat dikatakan tidak ada hubungan antara nilai prediksi dan nilai residu, artinya bahwa dalam model regresi tidak terjadi gejala heterokedastisitas. ## Hubungan Simultan (Uji F) Penggunaan uji f sebagai mana dalam penelitian kuantitatif digunakan untuk menen- tukan seberapa kuat tingkat pengaruh variabel independen secara serentak kepada variabel dependen. Varibel independen komitmen organisasi (X1) dan kepuasan kerja (X2) sebagai variabel predictor dalam memprediksi variabel turnover intention (Y) secara simultan dianalisis berdasarkan pada hasil olah data yang didapatkan sebagai beriku : Tabel 4. Anova a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression .027 2 .014 .058 .944 b Residual 9.772 41 .238 Total 9.800 43 a. Dependent Variable: Turnover_intention b. Predictors: (Constant), Kepuasan_Kerja, Komitmen_Organisasi Sumber : Output SPSS Keputusan atas hipotesis pada peneltian ini dapat dilihat pada tabel diatas dengan analisa pada nilai F hitung 0,058 dan untuk nilai F tabel diperoleh dengan mengacu pada nilai tabel F dan derajat bebas sebesar df1 = k=2 dan df2 =n-k-1= (44-2-1= 41) dengan tingkat keyakinan 5% didapat nilai F tabel sebesar 3,23. Karena F hitung (0,058) < F tabel (3,23) maka Ho diterima. Hubungan Secara Parsial (Uji t) Menguji pengaruh parsial peneliti membuat keputusan untuk menggunakan alat bantu softwear SPSS V.20 dan output yang dihasilkan dari tabulasi data didapatkan sebagai berikut : Tabel 5.Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3.378 .533 6.342 .000 Komitmen_Organisasi .028 .151 .035 .186 .853 Kepuasan_Kerja -.076 .224 -.064 -.340 .736 Sumber : Output SPSS Hasil olah data dengan bantuan SPSS untuk variabel independen (komitmen organisasi X1) didapatkan nilai t hitung sebesar 0,186 dengan taraf signifikansi 0, 853 dan menggu- nakan batas signifikansi 0,05. nilai signifikansi yang diperoleh melebihi dari nilai taraf 5 % dan sesuai dengan asumsi diatas menunjukan bahwa Ho diterima. Kepuasan kerja sebagai variabel indepen- den yang diduga memiliki pengaruh terhadap entitas turnover intention dapat dijawab dengan melihat nilai t hitung yang dihasilkan oleh tabel Coefficients diatas yaitu sebesar -0.340 dengan taraf signifikansi 0.736 dan menggunakan batas signifikansi 0,05. nilai signifikansi yang diperoleh telah melebihi dari nilai taraf 5 % hal ini jelas menunjukan tidak terdapatnya pengaruh antara entitas kepuasan kerja terhadap turnover intention ## Analisis Regresi Analisis regresi pada penelitian kuantitatif digunakan sebagai suatu metode untuk mengu- kur, memprediksi dan menerangkan fenomena yang terjadi. Sebagai langkah untuk menemukan koefisien regresi pada penelitian ini digunakan tabel coefficients yang bersumber dari output SPSS yang tersaji pada tabel 5.9. dibawah ini. Tabel 6.Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3.378 .533 6.342 .000 Komitmen_Organisasi .028 .151 .035 .186 .853 Kepuasan_Kerja -.076 .224 -.064 -.340 .736 Sumber : Output SPSS Persamaan regresi yang dihasilkan berda- sarkan pada tabel adalah Y = 3,378 + 0,028X 1 – 0,076X 2. Persamaan regresi tersebut memiliki daya penjelas yang artinya bahwa nilai konstanta sebesar 3,378 memberikan makna, jika nilai komitmen organisasi (X 1 ) kepuasan kerja (X 2 ) bernilai 1, maka turnover intention karyawan Dealer Honda sebesar 3,378. kemudian untuk nilai koefisien komitmen organisasi (X1) sebesar 0,028 memberikan arti bahwa jika ada kenaikan variabel komitmen organisasi karyawan Dealer Honda Sebesar 1 dangan asumsi nilai variabel kepuasan kerja tetap maka tingkat turnover intention mengalami kenaikan sebesar 0,028. Koefisien regresi terakhir adalah varibel kepua- san kerja, dimana variabel ini mendapatkan nilai koefisien sebesar -0,076. Nilai koifisien sebesar - 0,076 memberikan makna, jika tingkat kepuasan kerja karyawan Dealer Honda meningkat sebesar 1 dan dengan asumsi tidak terjadi kenaikan atau penurunan pada variabel independen yang lain, maka kondisi ini akan menurunkan tingkat turnover intention karyawan sebesar 0,076. Pengaruh antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara simultan terhadap turnover intention. Hasil pengujian terhadap jawaban semen- tara tentang adanya pengaruh komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap turnover intention sebgai mana dilontarkan sebagai jawaban terhadap masalah yang terjadi pada objek penelitian tidak dapat dibuktikan.Hasil analisis memberikan jawaban negatif atas hubungan simultan dengan mengacu pada nilai f hitung sebesar 0,058 pada taraf signifikansi 0,944. Nilai f hitung yang dihasilkan pada kenyataannya lebih kecil dari f tabel yaitu sebesar 3,23. Kemudian untuk melihat kontribusi kedua variabel independen tersebut digunakan nilai R Square yaitu dengan melihat dari nilai R pada tabel model summary yang mendapatkan nilai 0,053 atau sebesar 5,3 % yang menujukan bahwa kedua variabel independen komitmen organisasi dan kepuasan kerja hanya mampu menjelaskan turnover intention sebesar 5,3 %. Kemudian untuk nilai R Square mendapatkan nilai 0,003 atau 0,3% dan memberikan gambaran bahwa sumbangan variabel independen hanya sebesar 0,3%. Sedangkan untuk sisanya 99,70 dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang sudah ditetapkan. Kesimpulan dari temuan diatas adalah bahwa komitmen dan kepuasan kerja karyawan Dealer CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong hanya mampu memberikan sumbagnan terhadap niat karyawan untuk keluar atau turnover intention sebesar 0,3 %. Sedang untuk hipotesis yang telah diajukan sebagai suatu pernyataan hubungan secara simultan variabel independen terhadap dependen tidak dapat diterima atau dengan kata lain hipotesis ditolak. Tidak adanya hubungan secara simultan kedua variabel independen terhadap variabel dependen telah menggugurkan pendapat yang menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan saling mempengaruhi dengan komit- men organisasi sebagai mana telah diungkapkan oleh Shore & Martin (1989); Mueller & Price (1990) Lum et al. (1998) (dalam Sumarto, 2009) yang menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi lebih mempunyai hubungan yang kuat terhadap niat keluar. Pengaruh antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara parsial terhadap turnover intention. Setelah pembahasan pengujian hipotesis secara simultan diketahui dan tidak terbukti adanya suatu pengaruh, maka langkah selanjut- nya yaitu dengan membahas hipotesis kedua yang menyatakan adanya pengaruh secara parsial antara variabel independen terhadap dependen. Hasil oleh data yang telah diuraikan pada sub babdiatas menerangkan bahwa variabel independen komitmen organisasi secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Tidak dimilikinya pengaruh variabel komitmen organisasi merupakan hasil dari pengujian uji f yang dilakukan dengan melihat nilai t hitung sebesar 0,186 dengan taraf signifikansi 0, 853 dan menggunakan batas signifikansi 0,05. Nilai signifikansi yang dipero- leh melebihi dari nilai taraf 5 % dan sesuai dengan asumsi diatas menunjukan bahwa Ho diterima. Nilai diatas memiliki daya penjelas bahwa pengaruh yang terjadi menunjukan bahwa komit- men yang tinggi tidak mempengaruhi tingkat keinginan karyawan untuk keluar (turnover intention), namun sebaliknya jika tingkat komit- men karyawan Dealer Honda CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong menurun justru akan memberikan peluang yang besar bagi karyawan untuk mengevaluasi pekerjaan. Kondisi ini disebabkan oleh lamanya masa kerja karyawan Dealer CV. Semoga Jaya Cab.Tenggarong sehingga membentuk persepsi untuk terus berada dalam organisasi karna organisasi dianggap sebagai bagian dari milikinya. Temuan ini telah memiliki kesesuaian dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elsa Fricha Wijaya, 2010 dengan temuan yang sama, yaitu tidak ditemukannya pengaruh komit- men organsasi terhadap turnover intention secara signifikan. Sementara itu penenlitian yang dilakukan oleh Tri Herry Wibowo, 2003 dengan objek penelitian pada Perguruan Tinggi Swasta, UNISSULA, UNTAG, USM UDINUS, mendap- atkan hasil yang berbeda yaitu ditemukannya pengaruh yang signifikan antara variabel komit- men organisasi terhadap turnover intention. Secara empiris hal ini disebabkan komitmen afektif dari dosen yang kuat yang menyebabkan dosen tetap berada dalam organisasi karena mereka merasakan bahwa, mereka sebaiknya bekerja demikian.Selain komitmen afektif juga adanya pergulatan antara pertimbaganan untuk mencari pekerjaan baru. Pembahasan uji hipotesis selanjutnya adalah menguji pengaruh kepuasan kerja terha- dap turnover intention. Hasil pengujian menun- jukan nilai koefisien sebesar -0.340 dengan taraf signifikansi 0.736 dan menggunakan batas signi- fikansi 0,05. Nilai signifikansi yang diperoleh telah melebihi dari nilai taraf 5 % hal ini jelas menunjukan tidak terdapatnya pengaruh antara entitas kepuasan kerja terhadap turnover intention karyawan Dealer Honda CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong.Hal ini menunjukan bahwa hipoteseis yang menyatakan adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap tunrnover intention tidak dapat dibuktikan. Atau dapat dikatakan bahwa jika kepuasan kerja dealer CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong meningkat maka akanmenurunkan tingkat turnover intention. Hasil riset yang dilakukan Elsa Fricha Wijaya, 2010, dengan judul riset pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit, studi pada PT. Bank Jatim cabang Malang, mendapatkan hasil yang sama atas ketidak adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention. Hasil penelitian diatas bertolak belakang dengan hasil penelitian Shore & Martin (1989); Mueller & Price (1990) Lum et al. (1998) (dalam Sumarto, 2009) yang menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi lebih mempunyai hubungan yang kuat terhadap niat keluar. Kesimpulan dari deskripsi diatas adalah bahwa karyawan lebih ingin mempertahankan posisinya sebagai karyawan CV. Semoga Jaya Cabang Tenggarong disebabkan oleh faktor minimnya lapangan kerja yang tersedia pada pasar karja sehingga mengurungkan niat untuk berhenti bekerja atau turnover intention. Pembahasan selanjutnya adalah dengan menguji hipotesis yang terakhir dengan pernya- taan variabel kepuasan kerja sebagai variabel yang memiliki pengaruh dominan.Hipotesis yang telah diajukan sebagai jawaban sementara telah dibuktikan secara statistikal yaitu dengan melihat koefisien variabel kepuasan kerja sebesar – 0,340.Koefisien ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien komitmen organisasi yaitu sebesar 0,186. Hasil pengujian hipotesis secara dominan menunjukan variabel kepuasan kerja tidak memiliki pengaruh secara dominan terha- dap komitmen organisasi dan secara langsung nilai ini menunjukan ditolaknya hipotesis 3 yang menyatakan kepuasan kerja memiliki pengaruh dominan. ## KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari serangkaian uji yang telah dilakukan mulai dari tahap uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi klasik, hingga pengujian regresi berganda dengan melakukan perhitungan menggunakan softwear statistic SPSS memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menujukan secara simultan variabel inde- penden tidak memiliki pengaruh terhadap turnover intention yang dibuktikan melalui uji F. 2. Kesimpulan selanjutnya adalah dengan menganalisa pengaruh variabel inde- penden secara parsial. Untuk menguji pengaruh secara parsial jawaban ini didasarkan atas hasil uji t yang dilakukan pada bab sebelumnya. Hasil menunjukan t hitung memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan t tabel sehingga pada penelitian ini menyimpulkan tidak adanya pengaruh secara parsial komitmen organisasi terhadap turnover intention. Kemudian untuk pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention secara parsial juga juga memiliki hasil yang sama, konsekuensi ini merujuk pada nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel. Sehingga dapat disimpulkan pengujian secara parsial untuk keuasan kerja tidak dapat dibuktikan atau dengan kata lain kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap turnover intention. Setelah menelaah kesimpulan diatas, dapat ditarik sebuah sintesis yang menyatakan bahwa secara parsial komitmen organisasi dan kepuasan kerja secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap turnover intention atau dengan kata lain hipotesis yang telah diajukan dalam menjawab permasalah pada CV. Semoga jaya Cabang Tenggarong ditolak. 3. Langkah selanjutnya pada sub babini adalah membuat sebuah kesimpulan ketiga dari pembahasa hasil analisis data untuk variabel dominan. Hasil pembahasan menujukan kepuasan kerja tidak dapat menunjukan sebagai variabel dominan dalam menjelaskan atau mempengaruhi variabel turnover intention. Kesimpulan ini diambil dari hasil uji t yang mendapat- kan nilai t hitung dengan nilai yang lebih rendah jika dibadingkan dengan nilai t tabel. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa varibel kepuasan kerja sebagai variabel dominan tidak dapat buktikan. 4. Hasil pengujian regresi berganda menda- patakan persamaan yang dihasilkan me- nunjukan bahwa terdapat nilai konstan yang sangat tinggi. Kemudian untuk nilai variabel komitmen organisasi memiliki nilai yang positif yang memiliki arti jika dalam organisasi memberikan penekanan terhadap komitmen organisasi maka akan diikuti kenaikan turnover intention dengan kadar yang sangat rendah. ## DAFTAR PUSTAKA Agustina, H, 2012. Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia, Dokumen Elektronik, http://hildaagustina.blogspot.com/20 12/01/pengertian-manajemen- sumber-daya.html, March, 05, 2013. Diakses Jam 10.00 wite. Andini, R, 2006. Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang). Tesis. Mahasiswi Unibersitas Diponegoro. Anonym, 2013, Indikator Turnover Intention, 2013, Dokumen Elektronik.pdf. March, 08, 2013. Diakses jam 15.00 wite Darwito, 2008. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Pada RSUD Kota Semarang). Tesis. Mahasiswa Universitas Diponegoro. Digital Library Unikom, 2013, Dokumen Elektronik, http://elib.unikom.ac.id.pdf, March ,08, 2013. Diakses jam 15.00 wite. Gary Dessler, 2006, Manajemen Sumberdaya Manusia. PT. Indeks. alih bahasa paramita rahayu. P. 5 George, R. Terry, 2009, Dasar-Dasar Manajemen. Edisi ke 11. Bumi Aksara. P. 9 Handoko, T, H, 2011, Manajemen. Edisi ke 2. BPFE-Yogyakarta. P. 21 Hasibuan, M. S.P, Manajemen Sumber daya Manusia.Edisi ke 19. Bumi Aksara. P 21-23 Heni Triastuti & B. Anggun Hilendri .L, 2007, Faktor faktor yang berpengaruh terhadap turnover intention auditor dengan locus of control sebagai variabel moderator, Jurnal Riset Akuntansi Aksioma. 6 (1) : 94-113. Jaapar P.G. dkk, 2012, Analysis Of Fators of Work Movement Desire (Intention Turnover) of the Nurses in the Regional General Hospital, Buol Regency, Central Sulawesi Province. P : 2 Luthans, F. 2006, Prilaku Organisasi.Edisi ke 10.Andi.Yogyakarta. Manurung M. T dan Ratnawati, I, 2012, Analisis Pengaruh Stres Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan (Studi Pada Stikes Widya Husada Semarang), Jurnal Journal of Management.Vol 1, Nomor 2, Tahun 2012. Mondy, R. W, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke 10. Erlangga. Novliadi, F. 2007, Intensi Turnover Karyawan ditinjau dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan Kerja, Makalah Universitas Sumatra Utara, P. 7. Petronila, T. A, 2009, Pengaruh Komitmen Organisasi, Konflik Peran Terhadap Tunover Intention Dengan Kepuasan Kerja, Jurnal Akuntabilitas.vol. 8 No. Maret 2009, p : 8-13. Setiawan, A, 2011, Analisis Pengaruh Affective Commitment, Continuance Commitment, dan Normative Commitment terhadap Kinerja (Studi Kasus pada Perawat Rumah Sakit Umum William Booth Semarang) Skripsi Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Simamor, H. 2006, Manajemen Sumberdaya Manusia. STIE YKPN. Jakarta Selatan. P. 4 Sugiono, 2006, Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke9. Alfabet. Bandung Sumarto, 2009, Meningkatkan komitmen Dan Kepuasan Untuk Menyurutkan Niat Keluar, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 11. No. 2, September 2009, p : 117 Sopiah, 2008, Prilaku Organisasi.Cetakan ke 1. Andi Offset. Yogyakarta. Umam, K. 2010, Prilaku Organisasi. Cetakan ke 1. Pustaka Setia. Bandung. Wibowo T. H, 2003, Analisis Kepuasan Kerja, Kepuasan Gaji, Dan Komitmen Organisasi Terhadap Niat Pindah (studi kasus pada 4 perguruan Tinggi Swasta : UNISSULA, UNTAG, USM, UDINUS)”. Tesis Mahasiswa Program studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Widjaja D. C, 2008, Analisis Persepsi Employee Empowerment Terhadap Employee Turnover Intention di Hotel X, Kupang, Nusa Tenggara, Junal Manajemen Perhotelan,Vol. 4. No. 2, September 2008, p : 74. Widodo, R, SH, 2010, Analisis Pengaruh Keamanan Kerja Dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan Outsourcing (studi pada pt. Pln persero apj yogyakarta). Tesis Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Wijaya T. 2011, Cepat Menguasai SPSS 19 (Untuk Olah & Interpretasi Data Penelitian Dan Skripsi). Cahaya Atma. Yogyakarta. Witasari Lia, 2009, Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intentions (Studi Empiris pada Novotel Semarang). Tesis Mahasiswi Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
908f5440-5a1b-4bb9-8a23-a907e63d6fae
https://journal.yrpipku.com/index.php/msej/article/download/208/151
MSEJ, 2(2) 2021: 133-141, http://journal.yrpipku.com/index.php/msej Copyright © 2019 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International license Kualitas Produk dan Harga Mempengaruhi Konsumen Dalam Memasang Jaringan Gas Rumah Tangga Di Kelurahan Wonosari Kecamatan Prabumulih Utara Kota Prabumulih Product Quality and Prices Affect Consumers In Installing Household Gas Networks In Wonosari Village, North Prabumulih Sub-District, Prabumulih City ## Sri Suparni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prabumulih [email protected] ## ABSTRACT The development of gas distribution networks for households is one of the national priority programs aimed at energy diversification, reducing subsidies, providing clean and cheap energy as well as a complementary program for the conversion of kerosene to Liquefied Petroleum Gas (LPG) to accelerate the reduction of petroleum use. Through this program, people are expected to get cleaner, safer, and cheaper fuel. With the realization of the household gas network in Prabumulih City, the community can use the household gas network. The success of the natural gas network program for households cannot be separated from the hard work of the City Government to socialize the household natural gas network. To solve the main problems faced by the company, a descriptive analysis method is used. Total customer population 2443 customers. Then the sample obtained using the formula is 340. Based on the results obtained, it can be seen that product quality and price have a positive and significant effect on the consumer's decision to install a gas network in Wonosari Village, Prabumulih Utara District, Prabumulih City, Prabumulih City, this can be seen from the value of F count which can be F counted 386,255> F table 3.04 with a significance value (sig) of 0,000, much smaller than 0.05, then the hypothesis H3 in this study is proven, accepted. Keywords: Product Quality, Price and Consumer Decisions ## ABSTRAK Pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga merupakan salah satu program prioritas nasional yang bertujuan untuk diversifikasi energi, pengurangan subsidi, penyediaan energi bersih dan murah serta program komplementer konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk percepatan pengurangan penggunaan minyak bumi. Melalui program ini, masyarakat diharapkan mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih, aman, dan murah. Dengan terealisasinya jaringan gas rumah tangga di Kota Prabumulih maka masyarakat bisa menggunakan jaringan gas rumah tangga. Suksesnya program jaringan gas bumi untuk rumah tangga tidak luput dari kerja keras Pemerintah Kota mensosialisasikan jaringan gas bumi rumah tangga tersebut. Untuk memecahkan permasalahan pokok yang dihadapi oleh perusahaan, maka digunakan metode analisis deskriptif. Jumlah populasi pelangan 2443 pelanggan. Maka sampel yang diperoleh dengan menggunakan rumus adalah sebesar 340. Berdasarkan hasil yang di peroleh dapat diketahui bahwa kualitas produk dan harga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen memasang jaringan gas di Kelurahan Wonosari Kecamatan Prabumulih Utara Kota Prabumulih Kota Prabumulih, hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung yang di dapat F hitung 386,255 > F tabel 3,04 dengan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis H3 Dalam Penelitian Ini Terbukti, Diterima. Kata Kunci: Kualitas Produk, Harga dan Keputusan Konsumen ## 1. Pendahuluan Sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menekan pertumbuhan penggunaan BBM dengan mengalihkan ke energi alternatif. Tujuan akhirnya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Hal ini perlu dilakukan agar dapat meningkatkan fuel security of supply , tercapainya keseimbangan bauran energi ( energy mix ), dan menurunkan subsidi minyak tanah. Gas bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Salah satunya sebagai bahan baku industri. Untuk hal ini, gas bumi digunakan antara lain sebagai bahan baku pupuk, petrokimia, metanol, plastik, hujan buatan, besi tuang, pengelasan, dan pemadam api ringan. Selain itu, gas bumi bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Sebagai bahan bakar, gas bumi digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU); kendaraan bermotor (Bahan Bakar Gas/ BBG, Liquefied Gas for Vehicle /LGV, Compressed Natural Gas /CNG), industri ringan, menengah dan berat. Selanjutnya, gas bumi bisa pula dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangga, hotel, restoran dan sebagainya dalam bentuk Liquefied Petroleum Gas/ LPG). Tidak hanya itu, gas bumi dapat menjadi komoditas energi untuk ekspor, misalnya dalam bentuk gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG). Belum cukup, Pemerintah pun terus mengembang gas nonkonvensional, seperti gas metana batubara ( Coal Bed Methane /CBM) dan shale gas . Pola kehidupan masyarakat Indonesia yang sekarang ini telah menunjukkan suatu keadaan yang menjadikan jumlah kebutuhan hidup menjadi meningkat dengan drastis (Suryanegara dan Nahib, 2015). Kebutuhan hidup yang mengalami peningkatan dapat dikatakan merata diseluruh berbagai jenis, sehingga membuat suasana pasar dimanapun berada mengalami kenaikan jumlah yang datang untuk berbelanja. Dalam hal kebutuhan tempat tinggal terlihat semakin banyak terdapat bentuk penawaran yang laris terjual. Kemudian kebutuhan lainnya juga terlihat mengalami peningkatan baik dalam jumlah produk yang terjual, maupun pengunjungnya, sehingga banyak terjadi penjualan, kemudian untuk kebutuhan pokok, hampir semua toko penjual barang kebutuhan pokok banyak yang diburu para pembeli yang berkeinginan untuk berbelanja atau membeli berbagai kebutuhan pokok tersebut. Begitu juga dengan kebutuhan akan bahan bakar rumah tangga seperti gas tabung merupakan produk hasil tambang dalam bentuk kemasan, di Kota Prabumulih Pertamina menyediakan produk baru berupa gas melalui saluran pipa kerumah-rumah masyarakat. Selain hasil dari beberapa laman surat kabar serta wawancara langsung dengan koordinator jaringan gas PD. Petrogas yang menyatakan bahwa jaringan gas alam rumah tangga banyak memberikan dampak positif, penelitian ini ditunjang oleh beberapa penelitian terdahulu tentang jaringan gas alam rumah tangga. Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi hal sangat diperlukan dan dapat dijadikan sebagai data pendukung seperti teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap jaringan gas alam rumah tangga akan diuraikan sebagai berikut: Putra dan Bahri (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Gas Rumah Tangga di Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru, Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru dengan permasalahan yaitu (1) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi gas bumi rumah tangga di Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru? (2) Bagaimana tingkat adopsi gas bumi rumah tangga di Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru?. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi gas bumi rumah tangga yang meliputi sifat inovasi serta sosial ekonomi masyarakat dengan menggunakan tabulasi silang ( cross tabulation ) Dikota Prabumulih program pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga mulai di laksanakan pada tahun 2010 dengan pembangunan awal di kecamatan Prabumulih Barat dan Utara sebanyak 4.650 Pelanggan, pada tahun 2016 pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga dilanjutkan di kecamatan Prabumulih Selatan, Prabumulih Timur, RKT, dan Cambai. Total keseluruhan pelanggan gas rumah tangga saat ini yakni 36.650 Pelanggan. Dengan terealisasinya jaringan gas rumah tangga di Kota Prabumulih maka masyarakat bisa menggunakan jaringan gas rumah tangga. Suksesnya program jaringan gas bumi untuk rumah tangga tidak luput dari kerja keras Pemerintah Kota mensosialisasikan jaringan gas bumi rumah tangga tersebut. Pemerintah memberikan pengarahan tentang keunggulan kualitas dan harga jaringan gas rumah tangga kepada masyarakat Kota Prabumulih agar mau beralih dari pemakaian tabung gas ke jaringan gas rumah tangga. Keunggulan harga dan kualitas yang di sosialisasikan pemerintah ke masyarakat diantaranya : a. Praktis yaitu seperti berlangganan gas bumi juga didistribusikan melalui jaringan pipa milik PGN. jadi praktis tidak perlu ribet menukar tabung gas. b. Lebih aman yaitu jaringan gas rumah tangga pemakaiannya tidak menggunakan tabung, jika terjadi kebocoran, cukup dimatikan keran saja dan bisa terdeteksi dari pusat, sehingga bisa diatasi dan di perbaiki. c. Lebih ramah lingkungan yaitu tidak ada emisi gas buang, sehingga ramah lingkungan. d. Harga lebih stabil karena sudah ditetapkan oleh pemerintah dan juga jaringan gas rumah tangga lebih hemat dari pemakaian tabung gas. ## 2. Tinjauan Pustaka ## Produk Gas Gas bumi memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di tanah air. Potensi cadangan gas di tanah air lebih besar daripada minyak bumi. Jumlah gas bumi yang dapat diangkat dari dalam bumi nusantara pada tahun 2006 adalah sebesar 2,269 trillion british thermal unit (tbtu). Gas bumi tersebut sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 843 tbtu (37%). Sementara itu, sisanya sebesar 1,426 tbtu (63%) diekspor dalam bentuk LNG maupun gas melalui pipa. Cadangan gas bumi diperkirakan cukup untuk dipergunakan selama kurang-lebih 60 tahun ke depan. ## Keunggulan lain Produk Gas Alam Beberapa keunggulan lain yang dimiliki jaringan gas dibandingkan LPG dalam tabung, antara lain: 1. Hemat Pengeluaran, pelanggan pengguna jargas senang dengan harga energi yang hemat karena Natural Gas merupakan energi primer dengan harga yang kompetitif. 2. Tidak dibutuhkan penyimpanan karena jargas disalurkan kepada pelanggan melalui pipa dimana pipa merupakan salah satu sarana yang paling stabil 3. Handal 4. Aman karena gas diberikan bau yang akan mendeteksi adanya kebocoran 5. Biaya perawatan rendah 6. Ramah lingkungan ## Kualitas Produk Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk memenuhi fungsi – fungsinya. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Simamora (2013). ## Indikator Pengukur Kualitas Produk Menurut Kotler (2008) indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas produk antara lain: 1. Kemudahan penggunaan 2. Daya tahan 3. Kejelasan fungsi 4. Keragaman ukuran produk ## Harga Harga adalah jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dengan beserta pelayanannya. Harga yang merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang seringkali dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam melakukan pembelian tidak bisa dikesampingkan oleh perusahaan. Swastha (2012) mendefinisikan harga sebagai sejumlah uang (ditambah beberapa produk) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Menurut Rinaldi Burson (2009) Indikator yang digunakan untuk mengukur harga antara lain: a. Keterjangkauan harga b. Kesesuaian harga dengan kualitas produk c. Daya saing harga d. Kesesuaian harga dengan manfaat Diagram Alir Penelitian Gambar 1. Diagram Alir Penelitian ## Hipotesis H1. Diduga ada pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pemasangan gas di Kota Prabumulih. H2. Diduga ada pengaruh harga terhadap keputusan pemasangan gas di Kota Prabumulih. H3. Diduga ada pengaruh kualitas produk dan harga secara bersama-sama terhadap keputusan pemasangan gas di Kota Prabumulih ## 3. Metode Penelitian ## Desain Penelitian Untuk memecahkan permasalahan pokok yang dihadapi oleh perusahaan, maka digunakan metode analisis deskriptif. Analisis Deskriptif adalah suatu analisis yang menguraikan tanggapan responden mengenai Kualitas Produk dan Harga terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pemasangan jaringan gas rumah tangga pada PD. Petro Prabu Kota Prabumulih, dengan menyebarkan kuesioner kepada pelanggan jaringan gas rumah tangga yang menjadi sampel dalam penelitian ini. ## Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang sudah melakukan pemasangan jaringan gas rumah tangga. Dari data yang didapat banyaknya konsumen yang melakukan pemasangan jaringan gas rumah tangga di wilayah Kelurahan Wonosari Kecamatan Prabumulih Utara Kota Prabumulih yang sudah terkonversi yakni 2443 pelanggan. Maka populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah 2443 populasi. ## Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling). Peneliti melakukan pengambilan data melalui kuesioner (angket). Alasan menggunakan teknik ini karena semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Maka sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan dengan rumus Slovin (Sunyoto, 2003). Sehingga jumlah sampel penelitian ini ditentukan sebesar 340 responden. ## Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Sumber : Data Olahan (2020) ## Metode Analisis Data Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda yaitu analisis untuk menganalisis pengaruh Kualitas Produk dan Harga terhadap keputusan melakukan pemasangan jaringan gas rumah tangga dari PD. Petro Prabu Kota Prabumulih yaitu: Keterangan: Y = Keputusan pemasangan jaringan gas rumah tangga a = Nilai constan/reciprocal X 1 = Kualitas Produk X 2 = Harga b 1, b 2 = Koefisien regresi e = Faktor Kesalahan ## Uji Hipotesis Pengujian Hipotesis adalah suatu analisis untuk menguji kualitas produk dan harga dalam mempengaruhi konsumen untuk memasang jaringan gas rumah tangga dengan menggunakan uji t dan uji F. Uji t ( Parsial ) Uji signifikan individual atau uji tabel t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu tabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. ## Uji F ( Simultan ) Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. ## 4. Hasil dan Pembahasan ## Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier Berganda dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 22.0 yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: T abel 2 Uji Regresi Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 2.655 1.545 1.719 .087 Kualitas Produk .520 .037 .492 13.977 .000 .726 1.378 Harga .436 .033 .463 13.152 .000 .726 1.378 Sumber: Ouput SPSS versi 22,0 (2020) Dari tabel 2 di atas dapat diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = α + b1X1 + b2X2 + e Y = 2,655 + 0,520 X1 + 0,436 X2 + e Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + e Dimana: Y = Keputusan Konsumen a = Konstanta b = Koefisien Regresi X1 = Skor Kualitas Produk X2 = Skor Harga Persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut: a. Koefisien-koefisien persamaan regresi linier berganda diatas dapat diartikan koefisien regresi untuk konstan sebesar 2,655 menunjukkan bahwa jika variabel kualitas produk bernilai nol atau tetap maka akan meningkatkan keputusan konsumen memasang jaringan gas rumah tangga sebesar 2,655. b. Koefisien regresi X1 = 0,520 artinya apabila perusahaan meningkatkan variabel kualitas produk sebesar 1, maka perusahaan akan meningkatkan keputusan konsumen memasang jaringan gas rumah tangga sebesar 52. c. Koefisien regresi X2 = 0,436 artinya apabila perusahaan meningkatkan variabel harga sebesar 1, maka perusahaan akan meningkatkan keputusan konsumen memasang jaringan gas rumah tangga sebesar 43,6. ## Hasil Uji Hipotesis Uji t Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan yang diuji menurut Soedibjo (2005: 99). Rumus t tabel = t (a/2 ; n-k) = t (0,025 ;338) = 2,048. Hasil uji t yang diperoleh dari masing-masing tabel dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Hasil Uji t Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 2.655 1.545 1.719 .087 Kualitas Produk .520 .037 .492 13.977 .000 .726 1.378 Harga .436 .033 .463 13.152 .000 .726 1.378 a. Dependent Variable: Keputusan konsumen Sumber: Ouput SPSS versi 22,0 (2020) Hasil pengujian parsial dapat dilihat pada tabel 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa: 1. Diketahui nilai signifikansi untuk pengaruh X1 terhadap Y adalah 0,000 < 0,05 dan nilai t hitung sebesar 13,977 > nilai t tabel 1,968 sehingga dapat disimpulkan bahwa H1 diterima yang berarti terdapat pengaruh secara signifikan X1 terhadap Y 2. Diketahui nilai signifikansi untuk pengaruh X2 terhadap Y adalah 0,000 < 0,05 dan nilai t hitung sebesar 13,152 > nilai t tabel 1,968 sehingga dapat disimpulkan bahwa H2 diterima yang berarti terdapat pengaruh secara signifikan X2 terhadap Y ## Uji F Hasil uji F yang diperoleh dari masing-masing tabel dapat dilihat pada tabel 4 berikut : Tabel 4 Hasil Uji F ANOVA a Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 3730.777 2 1865.388 386.255 .000 b Residual 1627.517 337 4.829 Total 5358.294 339 a. Dependent Variable: Keputusan konsumen b. Predictors: (Constant), Harga, Kualitas Produk Sumber: Ouput SPSS versi 22,0 (2020) Berdasarkan output di atas diketahui nilai signifikansi untuk pengaruh X1 dan X2 secara simultan terhadap Y adalah sebesar 0,000 < 0,005 dan nilai F hitung 386,255 > F tabel 3,04, sehingga dapat disimpulkan bahwa H3 diterima yang berarti terdapat pengaruh X1 dan X2 secara simultan terhadap Y. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis: Pengaruh kualitas produk (X1), Harga (X2) Terhadap Keputusan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas produk (X1), Harga (X2) berpengaruh signifikan terhadap keputusan memasang gas alam. menunjukkan bahwa nilai sig 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, menggunakan taraf signifikasi 5% (0,05), Fhitung 386,255 dan Ftabel Ftabel 2,72 maka dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan Secara bersama sama (simultan) antara variabel bebas dengan variabel terikat. Karna dari hasil analisis data nilai Fhitung 386,255 > nilai Ftabel 2,72 dan tingkat signifikan 0,000 < 0,05. ## 5. Penutup ## Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan analisis data pada permasalahan yang diangkat mengenai pengaruh kualitas produk dan harga terhadap keputusan konsumen jaringan gas rumah tangga di Kelurahan Wonosari Kecamatan Prabumulih Utara Kota Prabumulih, maka penelitian ini menyimpulkan bahwa semua variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Diketahui untuk pengaruh varabel kualitas produk (X1) terhadap keputusan konsumen (Y), hasil pengujian diperoleh nilai t untuk tampilan kualitas produk menunjukan nilai t hitung = nilai t hitung sebesar 13,977 > nilai tabel 1,968. Dengan nilai signifikansi sebesar dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dan dengan nilai dibawah 0,05 tersebut menunjukan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh yang signifikansi terhadap keputusan konsumen. Semakin baik kualitas produk yang ada akan semakin tinggi pula keputusan konsumen, sebaliknya semakin tidak baik kualitas produk yang ada semakin rendah pula keputusan konsumen. 2. Diketahui untuk pengaruh variabel harga (X2) terhadap keputusan konsumen (Y), hasil pengujian diperoleh nilai t untuk tampilan harga menunjukan nilai t hitung = 13,152 > nilai t tabel 1,968. Dengan nilai signifikansi sebesar dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dan dengan nilai dibawah 0,05 tersebut menunjukan bahwa harga memiliki pengaruh yang signifikansi terhadap keputusan konsumen. Semakin baik harga yang diberikan akan semakin tinggi pula keputusan konsumen, sebaliknya semakin tidak baik harga yang diberikan semakin rendah pula keputusan konsumen. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian terdapat hal yang harus dilakukan lebih lanjut diantaranya: 1. Dari sisi perusahaan Disarankan bagi pihak perusahaan untuk dapat meningkatkan dalam hal kualitas produk dan harga, karena dengan adanya hal tersebut yang menjadi keputusan bagi konsumen dalam menggunakan jaringgan gas rumah tangga sehingga bisa menjadi lebih baik lagi. 2.Untuk penelitian selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti mengenai pengaruh kualitas produk dan harga serta hubungannya dengan keputusan konsumen bisa dikembangkan lebih lanjut pada penelitian yang akan datang. Hal-hal yang mungkin dapat dikembangkan tersebut antara lain: a. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan objek yang berbeda misalnya harga yang berbeda karena perbedaan tersebut memungkinkan hasil penelitian yang berbeda. Responden penelitian ini seluruhnya adalah konsumen di Kelurahan Wonosari Kecamatan Prabumulih Utara Kota Prabumulih. Pengambilan objek penelitian untuk harga yang berbeda sehingga mendapatkan hasil yang penelitian yang berbeda. b. Pada penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk mengganti variabel atau menambahkan variabel yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen . ## Daftar Pustaka Burson, JL, William P. (2009). Industrial Toxicology: Safety and Health Aplications in Workplace . New York: Van Nostrand Reindhold. Putra, Y. P., & Bahri, S. (2017). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Gas Bumi Rumah Tangga di Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru (Doctoral dissertation, Riau University). Suryanegara, E., & Nahib, I. (2015). Perubahan Sosial Pada Kehidupan Suku Bajo: Studi Kasus Di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Majalah Ilmiah Globe , 17 (1), 67-78. Simamora. Henry. (2013). Paduan Perilaku Konsumen, Jakarta: Gramedia. Sunyoto, Danang. (2013). Perilaku Konsumen . Penerbit CAPS (Center of Academic Publishing Service): Yokyakarta. Swastha, Sukotjo, Basu & Irawan. (2012). Manajemen Pemasaran Modern . Liberty, Yogyakarta Ghozali 2013. Uji Asumsi Klasik. Penerbit Rajawali Utama, Jakarta. Kotler, Philip, Keller, Lane, Kevin. (2008). Manajemen Pemasaran . Edisi Ketigabelas, Jilid Satu, Penerbit : Erlangga, Jakarta
9bbb87f1-6d05-4ca5-a42e-c77066f4e75b
https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam/article/download/1550/621
## RELASI MA’RIFAT DAN WUSHUL DALAM PENGALAMAN SPIRITUAL K.H MAHFUDZ DZULWAFI Muhammad Samuel Sugiharto UIN ANTASARI BANJARMASIN [email protected] ## Abstrak K.H Mahfudz Dzulwafi, atau sering dikenal dengan nama Ustadz Mahfudz. Beliau lahir di Cirebon pada tanggal 16 Februari 1971. Beliau adalah Alumni ke-3 Pondok Pesantren DARUL MUSTHAFA Hadramaut – Yaman pimpinan Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidz. Beliau merupakan pemuka agama Islam yang dikenal sebagai ulama di Kalimantan Selatan. K.H Mahfudz Dzulwafi adalah pengasuh (pimpinan) dari Pondok Pesantren Darussana yang berada di Sungai Cuka, Kintap. Beliau juga dikenal sebagai guru pengajar tasawuf yang memiliki banyak santri dan jama’ah. Kajian ini membahas bagaimana pandangan beliau mengenai ma’rifat dan wushul. Ma’rifat dan wushul sendiri merupakan pembahasan yang sangat menarik didalam dunia tasawuf. Penulis berusaha untuk menggambarkan bagaimana konsep dan pemikiran para ulama sufi pada umumnya dan KH. Mahfudz Dzulwafi khususnya mengenai relasi antara ma’rifat dan wushul dalam pengalaman spiritual. Kata kunci: Ma’rifat, Wushul, Sufi. ## Abstract K.H Mahfudz Dzulwafi, or often known as Ustadz Mahfudz. He was born in Cirebon on February 16, 1971. He is the 3rd Alumni of the DARUL MUSTHAFA Hadramaut Islamic Boarding School - Yaman led by the Honorable Teacher Al Habib Umar bin Hafidz. He is an Islamic religious leader who is known as a scholar in South Kalimantan. K.H Mahfudz Dzulwafi is the caretaker (leader) of Darussana Islamic Boarding School which is in Sungai Cuka, Kintap. He is also known as a teacher of Sufism who has many students and congregations. This study discusses his views on ma'rifat and wushul. Ma'rifat and wushul itself is a very interesting discussion in the world of Sufism. The author tries to describe how the concepts and thoughts of Sufi scholars in general and KH. Mahfudz Dzulwafi especially regarding the relationship between ma'rifat and wushul in spiritual experience. Keywords: Ma'rifat, Wusul, Sufi. ## PENDAHULUAN Ilmu tasawuf, sangat luas ruang lingkupnya. Dan untuk bisa memahami ilmu ini, maka seseorang harus terlebih dahulu mengetahui akan dasar-dasar yang menjadi pedoman ilmu ini yaitu syariat atau aturan-aturan di dalam Islam, thariqat yang merupakan jalan menuju tujuan akhir seluruh umat muslim, ma’rifat yang merupakan pengetahuan akan siapa sang Maha Pencipta, serta wushul yaitu tujuan akhir. Tanpa adanya ke empat faktor tersebut, dapat menyebabkan kesesatan bagi setiap orang yang mendalami ilmu tasawuf ini. Simbol syariat adalah dasar, simbol tarekat adalah sarana, dan symbol hakikat adalah buah, ketiganya harus saling melengkapi dan saling berkaitan. Barang siapa berpegang teguh pada syariat, maka dia Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam P-ISSN: 1907-4174; E-ISSN: 2621-0681 DOI : 10.35931/aq.v16i6.1550 akan menempuh tarekat yang kemudian sampai kepada hakikat, tidak ada peretentangan diantara ketiganya. Oleh karena itu, diantara kaum sufi mengatakan dalam kaidah mereka yang terkenal yaitu, setiap hakikat yang melanggar syariat adalah kezindikan, dan bagaimana bisa hakikat melanggar syariat, karena syariat merupakan hasil dari pelaksanaannya, pencapaian maqam hakikat di dalamnya mengandung makrifat. 1 Para sufi mengemukakan pendapatnya masing- masing mengenai ma’rifat dan wushul ini. Mereka menjelaskan bagaimana konsep-konsep makna ma’rifat, tahapan dalam mencapainya, dan bagaimana cara-caranya mencapai maqam ma’rifat tersebut. Dzu al-Nūn al-Misri dipandang sebagai bapak paham maʻrifat, karena ia adalah pelopor paham maʻrifat 2 dan orang yang pertama kali menganalisis maʻrifat secara konseptual. Dzu al- Nūn al-Misri berhasil memperkenalkan corak baru mengenai maʻrifat dalam bidang sufisme Islam. Beliau membedakan antara maʻrifat sufiyah dengan maʻrifat aqliyah. Menurut al-Husayn bin Mansur al-Hallaj (w. 921 M) apabila seorang hamba mencapai tahapan maʻrifat, Allāh menjadikan pikiran-pikirannya yang menyimpang sebagai sarana ilham, dan Dia menjaga batinnya agar tidak muncul pikiran-pikiran selain-Nya. Adapun tanda seorang arif yaitu bahwa dia kosong dari dunia maupun akhirat. 3 Konsep ma’rifat menurut Ibnu ‘Arabi adalah menyatakan bahwa tuhan adalah realitas dari segala sesuatu yang ada di alam ini. Ia sangat dipengaruhi oleh pemikiran filsafat al Hallaj yang termasuk dalam bagian dari tasawuf falsafi seperti Abu Yazid al-Busthami sehingga paradigma yang dibangunnya seperti yang dibangun oleh al-Hallaj. Pada sisi filosofis, ia lebih mirip seorang Neoplatonis, sementara pada sisi mistis, gayanya sama seperti al Hallaj, tapi tidak dalam kekuatan emosionalnya. 4 Selanjutnya menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Allah tentang segala yang ada. 5 Ma’rifat dalam pemahaman al-Ghazali-hanya dapat diperoleh melalui ilham, yaitu Allah memancarkan nur (cahaya petunjuk) ke dalam hati orang yang dikehendakinya sehingga ia dapat mengenal Allah, sehingga dirinya menjadi lebur, menyatu pikiran dan hatinya dengan kehadiran 1 Affady Ali Nuke. "Symbol Maqam Tasawuf dalam Syiir Jawi Budi Utami Karya Syekh Djamaluddin Ahmad." Jurnal Pendidikan Tambusai 5.3, 2021, 8. 2 Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanun Siregar, Akhlak Tasawuf, Pengalaman, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya. Disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 237-238. 3 Abdul Karim ibn Hawazin al-Qusyairi, Risalah Sufi al-Qusyayri , Penerjemah. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1994), 315-316. 4 Afifi, A.A, Al-Falsafah al-Sufiyah ‘ind Ibn ‘Arabi (Kairo: Dar al-Kutub wa al-Watsaiq al- Qaumiyah, 2009). 291. 5 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), 78. Allah. 6 Pembahasan mengenai ma’rifat sangat erat kaitannya dengan wushul. Karena Ketika seseorang salik mencapai maqam ma’rifat, maka pada akhirnya sampailah ia pada wushul yang berarti sampai kepada Allah. Wushul ilallah merupakan capaian spiritual seseorang dalam menempuh jalan ilahi. Orang yang sampai ( washil ) akan lebih bijak dalam memandang manusia, hewan, dan alam semesta melalui pengalaman spiritualnya. Dalam kajian ini penulis tertarik untuk mengungkap bagaimana relasi ma’rifat dan wushul dalam perspektif ulama tasawuf lokal. Beliau adalah K.H Mahfudz Dzulwafi. Beliau dapat dikategorikan ulama tradisional yang cukup kental dengan dunia tasawuf. Hal ini bisa dilihat dari latar belakang pendidikan, guru-guru beliau, amalan-amalan, cara berdakwah dan materi (kitab) yang diajarkan di pondok pesantren yang diasuhnya. K.H Mahfudz Dzulwafi merupakan pengasuh dari pondok pesantren Darussana yang beraliran Salafiyah yang berada di Desa Sungai Cuka, Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Beliau adalah alumni ke-3 dari Pondok Pesantren Darul Mustafa di Tarim Hadramaut asuhan Habib Umar bin Hafidz. Dalam konteks penelitian ini, pandangan beliau yang penulis anggap paling menarik adalah tentang ma’rifat dan wushul. Dalam pandangan beliau, ma’rifat dan wushul adalah sebuah tahapan dalam perjalanan spiritual (suluk thariqah akhirat), dimana seorang salik (penempuh jalan) harus melalui berbagai tahapan / maqomat dalam perjalanan spiritualnya. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba mengkaji bagaimana relasi ma’rifat dan wushul dalam pengalaman spiritual para sufi pada umumnya dan K.H Mahfudz Dzulwafi khususnya. Oleh sebab itu, peneliti tertarik dalam upaya melangsungkan penelitian yang bertema “Relasi Ma’rifat dan Wushul dalam Pengalaman Spiritual K.H Mahfudz Dzulwafi”. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan menggali informasi langsung dengan mewawancarai tokoh ulama yang akan penulis kaji. Serta dari bahan bahan tertulis yang tersedia berupa buku-buku dan kitab yang membahas mengenai tema yang akan penulis bahas. Dalam mengumpulkan data yang akan diteliti penulis akan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari tokoh yang akan diteliti yaitu K. H. Mahfudz Dzulwafi. Melalui metode wawancara dan menulis segala informasi yang beliau sampaikan. Dan didokumenkan dengan catatan dari wawancara dengan beliau. Serta berupa dokumentasi-dokumentsi audio visual. Kemudian mengumpulkan data-data dari sumber sekunder lainnya dan literature-literatur yang berkaitan dengan pembahasan kajian ini. Kemudian data yang telah dikumpulkan akan direduksi dengan mengambil informasi yang berhubungan dengan penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung, diantara data yang diperlukan yaitu biografi, latar belakang pemikiran tokoh, dan pemikiran tokoh. Diantara pemikiran tokoh secara keseluruhan dipersempit lagi ke penelitian dalam ilmu tasawuf yang 6 Quraish Shihab, Logika Agama (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 182. difokuskan ke pembahasan ma’rifat dan wushul dalam pengalaman spiritual K.H Mahfudz Dzulwafi. Pembahasan dalam tesis ini menggunakan metode deskriptif analistis, yakni data yang dikumpulkan pertama-tama disusun, dijelaskan dan baru kemudian dianalisa 7 dan disimpulkan. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian library reseach dengan jenis penelitian studi pemikiran tokoh. Data yang diambil melalui studi pustaka yang bersumber dari buku, artikel jurnal, dan berbagai bahan tertulis yang kemudian di analisis menggunakan teknik content analysis sehingga diperoleh kesimpulan yang menjadi hasil penelitian. ## HASIL PENELITIAN 1. Pemaknaan Ma’rifat pada zaman Rasulullah dan Sahabat Para sufi sepakat bahwa Rasulullah SAW merupakan sanad pertama dalam mendekatkan diri kepada Allah. 8 Rasulullah merupakan mata rantai pertama dalam rangkaian rohani tasawuf. 9 Segala perilaku dzahir maupun batin para sufi telah dilakukan dan dirasakan oleh Rasulullah SAW, begitupun dengan tingkah laku, moral, perilaku dan ucapan. Rasulullah telah mampu melaksanakan segala macam latihan ruhaniyah ( riyaḍah ) yang dilakukan dengan mengasingkan diri ( ‘uzlah ) untuk memusatkan diri beribadah kepada Allah, berfikir, mengakrabkan diri dengan bermunajat kepada Allah. 10 Rasulullah adalah teladan sempurna bagi seluruh kaum muslimin, termasuk pula para sufi untuk bermakrifat kepada Allah. Sebagaimana yang tertuang dalam Q.S. al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut: اوُج ْرَي َناَك ْنَمِِّل ٌةَنَسَح ٌة َوْسُا ِ هاللّٰ ِل ْوُس َر ْيِف ْمُكَل َناَك ْدَقَل َيْلا َو َ هاللّٰ َر ِخٰ ْلْا َم ْو اًرْيِثَك َ هاللّٰ َرَكَذ َو Artinya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatang) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ”( Q.S. al-Ahzab 33: 21) 7 Winarto Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah (Bandung: Tarsio, 1972), 132. Gay (1962) mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.(al-Irbili n.d.), Consuelo G. Sevila, dkk., Pengantar Metode Penelitian, terj. Alimuddin Tuwu (Jakarta: UI-PRESS, 1993), h.71 8 Syamsun Ni‟am, Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 37. 9 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam Schimel , Penerjemah: Sapardi Djoko Damono, dkk (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000 ) , 31. 10 Syamsun Ni‟am, Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf , 38. Menurut Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi yang dikutip oleh Toklimudin bahwa: “ Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan.” yaitu orang-orang yang menghadap dan orang yang mengharap rahmat dan keadatangannya di hari kiamat, dan kalimat: “Dia banyak menyebut Allah ” maksudnya adalah didalam akhlak dan perilaku Rasulullah itu terdapat ajaran-ajaran tasawuf. 11 Oleh karena itu, Muhammad Ali Ba‟athiyyah menjelaskan bahwa dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan mengikuti Rasulullah yang merupakan makhluk paling mulia, yang memiliki sifat-sifat terpuji adalah sebuah kewajiban. 12 Karena tidak ada jalan lain untuk mendekatkan diri kepada Allah, sampai makrifat kepada-Nya selain dengan mengikuti Rasulullah. Para sahabat telah mengetahui dengan benar tentang makna dan realitas penjernihan diri, kepercayaan kepada Allah SWT, perasaan rindu kepada-Nya yang dilakukan dalam perbuatan yang meyebabkan kejernihan hati, namun belum terstruktur dan formal. 13 Abdullah bin Abbas adalah salah satu sahabat yang mencoba memaknai makrifat. Menurutnya, makrifat kepada Allah ialah beribadah kepada Allah. 14 Ibadah yang secara bahasa berasal dari kata ‘abada , ya’budu, ‘ibadatan , yang artinya melayani, patuh, dan tunduk. Sedangkan secara terminologi ibadah merupakan sebutan yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT, baik itu berupa ucapan ataupun perbuatan yang berupa zahir maupun batin. 15 Seorang yang telah mencapai maqam makrifat, senantiasa rajin untuk beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, seorang yang makrifat pada masa Rasulullah dikenal dengan seorang ‘ābid tidak dengan sebutan ‘ārif . 2. Pengertian dan konsep Ma’rifat serta Wushul menurut ulama sufi Ma’rifat kepada Allah sangat penting untuk diketahui dan dimiliki oleh umat manusia. 16 Ma’rifat berasal dari kata `arafa, yu’rifu, irfatan, wa ‘irfānan, wa iriffānan, wa maʼrifatan, berarti: mengetahui, mengenal, 17 mengetahui berbagai ilmu secara rinci atau diartikan juga sebagai pengetahuan, pengalaman secara langsung atas realitas mutlak Tuhan. Dan orang yang memiliki ma’rifat disebut ‘arif . Dzu al-Nūn al-Misri menjelaskan bahwa ma’rifat kepada Allah SWT tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian- pembuktian, tetapi dengan jalan ma’rifat batin, yakni Allah SWT menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan. 11 Tuklimudin dan Febri Saputra, “Metode Keteladanan Pendidikan Islam dalam Prespektif al- Qur‟an”, BWLAJEA: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 1, 2018, 3. 12 Muhammad Ali Ba’athiyyah, Suluk: Pedoman Memperoleh Kebahagiyaan Dunia dan Akhirat, trjm. Hasan Suaidi (Bantul: CV. Layar Creativa Mediatama), 15. 13 Syaikh Fadhlalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme , terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 45. 14 Abu al-Qasim Al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah: Induk Ilmu Tasawuf , terj. Muhammad Luqman Hakiem (Surabaya: Risalah Gusti, 2014), 7-8. 15 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam (Semarang: Bima Sakti, 2003), 80. 16 Thohari Musnawar, Jalan Lurus Menuju Ma‟rifatullah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 6. 17 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 919. Melalui pendekatan ini, sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan terangkat ke atas dan selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur seperti yang dimiliki Allah SWT, sampai akhirnya ia sepenuhnya hidup didalam-Nya dan lewat diri-Nya. 18 Pada hakikatnya tujuan makrifat menurut DzuNun al-Misri adalah moral. Moral yang ada pada diri seorang ‘ārif itu dihiasi dengan moral Allah, sehingga sifat kemanusiaan yang menempel dalam diri sang ‘ārif menjadi hilang. Abu Hasan al-Nuri yang dikutip oleh Sayed Husen Nasr menjelaskan bahwa seorang ‘ārif akan bersih dari watak jasmani manusia, bebas dari kejelekan nafsu badani dan bebas dari keinginan sehingga merasa tentram bersama Tuhan. 19 Dzun Nun al-Misri menggambarkan tentang seorang yang ‘ārif , ia mengatakan bahwa sang ‘ārif semakin menjadi rendah hati setiap saat. Setiap saat menyeretnya lebih dekat kepada Tuhan. Orang yang ‘ārif melihat tanpa pengetahuan, tanpa penglihatan, tanpa, keterangan yang diberikan kepadanya dan tanpa pengamatan, tanpa penggambaran tanpa halangan dan tanpa cadar. Mereka bukan diri mereka sendiri, tetapi sepanjang keberadaan mereka itu ada keberadaan Tuhan. Gerak-gerik mereka disebabkan Tuhan, kata-kata mereka adalah kata-kata Tuhan yang diucapkan lewat lidah-lidah mereka, dan penglihatan mereka adalah penglihatan Tuhan yang telah memasuki mata mereka. Menurut Haris al-Muhasibi, ma’rifat mengandung pengetahuan tentang kehendak Allah sehingga mampu mengetahui setiap amal yang harus dilakukan dan yang ditinggalkan, dan amal apa yang harus dicintai dan yang dibenci. Kemudian, ia juga menjelaskan bahwa makrifat adalah pengendalian manfaat yang didapat oleh para hamba dalam setiap amalnya. 20 Selanjutnya menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Allah tentang segala yang ada. 21 Ma’rifat dalam pemahaman al-Ghazali-hanya dapat diperoleh melalui ilham, yaitu Allah memancarkan nur (cahaya petunjuk) ke dalam hati orang yang dikehendakinya sehingga ia dapat mengenal Allah, sehingga dirinya menjadi lebur, menyatu pikiran dan hatinya dengan kehadiran Allah 22 . Al- Ghazali mengatakan bahwa ma’rifat, jika ditinjau dari aspek bahasa mempunyai arti “ilmu yang tidak menerima keraguan”. 23 18 Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanun Siregar, Akhlak Tasawuf, Pengalaman, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya. Disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 238-239. 19 Sayyid Husein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang , trjm. Abdul Hadi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), 86. 20 Haris al-Muhasibi, Merawat Hati: Menembus Sikap Ihsan dalam Hidup , terj. Taufik Dimas (Jakarta: Katulistiwa Pers, 2014), 151-152. 21 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), 78. 22 Quraish Shihab, Logika Agama (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 182. 23 Al-Ghazali, Raudhah al-Thalibin (Mesir: Maktabah al-Sa’adah, 1967), 162. Ketika mencapai tahap wushul dalam bentuk makrifat, para arif akan menyaksikan keesaan mutlak (syuhud al-ahadiyah) . Penyaksian atas keesaan mutlak ( syuhūd al-aḥadiyyah ) yang dialami seorang ‘arif billah’ memengaruhi sisi psikologis mereka. Ibnu Athaillah menyebutkan bahwa tingkatan kondisi psikologis seseorang; pertama , mereka tenggelam dalam cahaya tauhid, sehingga segalanya menjadi sirna. Dengan kata lain, ketidaksadaran akan sekitar (sakr) mengalahkan kesadaran (sahw) mereka, penyaksian tunggal (jam`) mangalahkan penglihatan pada makhluk (farq), fana`nya mengalahkan baqa’, ketidakhadiran bersama makhluk (ghaibah) mengalahkan hadirnya mereka (ḥuḍūr). 24 Setelah keadaan ini berlangsung, apabila dia sadar maka akan naik ke kelompok kedua, namun dimungkinkan mereka tidak dikembalikan sebagaimana keadaan semula. 25 Kedua, tingkatan ‘ārif bi Allāh’ yang kedua lebih sempurna dibanding yang pertama. Kelompok ini juga merasakan apa yang dirasakan oleh kelompok pertama, namun mereka disadarkan oleh Allah, setelah sakr mereka juga mengalami sahw , setelah ghaibah mereka juga mengalami ḥuḍūr, sehingga jam’ tidak menghalangi farq ataupun sebaliknya. Begitu kondisi-kondisi yang lain seperti fanā’ dan baqā’ . 26 3. Profil, Perjalanan Intelektual dan Perjalanan Dakwah K.H Mahfudz Dzulwafi KH. Mahfudz Dzulwafi atau yang lebih akrab disapa Ustadz Mahfudz, adalah seorang ulama besar Kalimantan Selatan, Pimpinan Pondok Pesantren Darussana Sungai Cuka Kabupaten Tanah Laut. Beliau lahir pada hari Jum’at tepatnya pada tanggal 16 februari 1971 M/20 dzulhijjah 1390 H. Nama asli beliau adalah Mahfudz bin Dzulwafi bin Saki bin Ahmad Thohhir. Beliau di lahirkan di kampung Jatise’eng kecamatan Ceiledug kabupaten Ceirebon provinsi Jawa Barat. K.H Mahfudz Dzulwafi pertama kali memasuki dunia Pondok Pesantren di usia 13 di Pondok Pesantren Gedongan Cirebon asuhan K.H Amin Siraj. Dan di pondok pesantren Gedongan itu beliau mulai mempelajari kitab-kitab kuning seperti kitab nahwu, sorof, fiqih dan kitab-kitab yang lainnya. Setelah tahun 1991 yang mana ketika beliau sudah bisa di nyatakan selesai atau lulus dari pondok pesantren Gedongan, beliau melanjutkan Pendidikan di Pondok pesantren Darulughah Wadda'wah (DALWA) untuk menguasai Bahasa Arab. Setelah 2 tahun belajar di Pondok Pesantren Dalwa, K.H Mahfudz Dzulwafi berangkat ke Banten. Beliau mengatakan bahwa di Banten lah beliau pertama kali belajar dan langsung mengamalkan praktek tasawuf. Beliau belajar di tempatnya Kyai Munfasir Banten, letak tepatnya di desa Cipulus kecamatan Padaricang kabupaten Serang. 24 Ibnu Athaillah al-Sakandari, Al-Ḥikam al-Aṭāiyyah al-Kubra wa al-Ṣugra wa al-Mukātabāt (Beirut: Dār al-Kutub al-`Alamiyyah, 2006), 84. 25 Ibnu Athaillah al-Sakandari, Laṭāif al-Minān . Edited by Abd Halim Mahmud (Mesir: Dār al- Ma’ārif, Cet. 3, 2006), 205. 26 Ibnu Athaillah al-Sakandari, Al-Ḥikam al-Aṭāiyyah al-Kubra wa al-Ṣugra wa al-Mukātabāt , 84. Kemudian pada tahun 1996 K.H Mahfudz Dzulwafi pergi ke Hadramaut setelah sebelumnya selama 3 bulan beliau berada di Bangil sembari membuat passport untuk keberangkatan ke Hadramaut. Selama kurang lebih 4 tahun belajar di Hadramaut K.H Mahfudz Dzulwafi menuturkan bahwa ia hanya tidur 4 jam perhari. Banyak sunnah-sunnah Rasulullah yang beliau amalkan seperti yang diperintahkan oleh Habib Umar bin Hafidz. Pada awal tahun 2001 di bulan Muharram K.H Mahfudz Dzulwafi bersama 20 orang temannya sesama alumni Darul Musthafa pulang ke Indonesia. Setelah menikah, ketika mengajar di Pesantren Darul Islah beliau berkenalan dengan seorang pengusaha yang ingin ikut andil dalam dakwah. Pengusaha tersebut mengatakan bahwa ia akan menyediakan seluruh fasilitas dan semua yang dibutuhkan untuk membangun pondok pesantren dan K.H Mahfudz Dzulwafi sebagai pengasuhnya. Maka pada akhir tahun 2001 berdirilah Pondok Pesantren Ar-Riyadh Saung Habib yang tepatnya berada di Kp. Sawah Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada akhir tahun 2008, beliau melanjutkan perjalanan dakwahnya dengan berpindah tempat karena diminta untuk mengasuh Pondok Pesantren Cinta Rasul Bogor. Pesantren ini merupakan Pondok pesantren Salafiyah plus Tahfiz Qur’an, yang berada di Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang. Pada tahun 2012, KH. Mahfud Dzulwafi memutuskan untuk hijrah ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dan sejak saat itu, Pondok Pesantren Cinta Rasul Bogor diasuh oleh KH. Abdul Basit Mahfuf. 27 Dan pada awal tahun 2013, K.H Mahfudz Dzulwafi beserta keluarga dan 40 santrinya hijrah ke Kalimantan Selatan dan akhirnya berdiri lah Pondok Pesantren Darussana di Sungai Cuka Kecamatan Kintap Kalimantan Selatan asuhan beliau. 4. Tarekat ‘Alawiyyah dalam pengamalan K.H Mahfudz Dzulwafi Seseorang yang menginginkan tercapainya ma’rifat biasanya didapat melalui tarekat . Seorang salik dalam perjalanannya menuju ma’rifat dan wushul melalui berbagai macam tarekat yang ada didalam dunia Islam. K.H Mahfudz Dzulwafi adalah alumni ke-3 dari Darul Musthafa Tarim pimpinan Habib Umar bin Salim bin Hafidz. Pandangan tasawuf beliau berakar dari tarekat ‘Alawiyyah yang pusatnya berada di Kota Tarim. Kehidupan masyarakat Tarim yang kental dengan nuansa tasawuf sangat banyak mempengaruhi kehidupan spiritual beliau. Tarekat yang diamalkan dan diajarkan serta di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari beliau juga menjadi amalan-amalan yang ada di Pesantren Darussana Sungai Cuka Kintap Kalimantan Selatan asuhan beliau adalah tarekat ‘Alawiyyah. Tarekat ‘Alawiyyah adalah salah satu tarekat muktabarah dari 41 tarekat yang ada di dunia Islam. Tarekat ini berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan, dan tersebar di Indonesia. Dari penelitian yang penulis lakukan bahwa pengamalan tarekat ‘Alawiyyah oleh K.H Mahfudz 27 Nadia Abimafy Chairunnisa, Buku Pedoman Santri dan Wali Santri Pondok Pesantren Cinta Rasul (Bogor: PPCR, 2018), 7. Dzulwafi di Pondok Pesantren Darussana ini dapat dilihat dari kitab-kitab yang dipelajari di Ponpes beliau ini. Kitab-kitab yang beliau ajarkan kepada santri-santrinya antara lain dalam bidang tasawuf Ihya ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, Kitab Al-Hikam karya Syeikh Ibn Atha’illah, Kitab Ar-Risalah karya Syeikh Al-Qusyairy, Risalatul Mu’awanah karya Imam Al- Haddad dan Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghazali. Di bidang fiqih Safinatun Naja’ Fil Fiqh As-Syafi’i karya As-Syeikh Salim bin Abdullah bin Smeir Al-Hadromi, Ar-Risalah Al Jami’ah karya Imam Muhammad bin Zein Al-Habsy, Yaaqut An-Nafiis karya Imam Muhammad bin Ahmad As-Syatiri, Umdatus Saalik karya Al-Alamah Shihab Abidin Abbas Ahmad bin Naqib, Mukhtasar Al-Latif karya Imam Abdullah bin Abdul Rahman Bafadhal Al-Hadrami dan Fathul Mu’in karya Syeikh Zainuddin Al-Malibari. Kitab-kitab tersebut merupakan rujukan dari tarekat ‘Alawiyyah. Selain daripada pelajaran kitab di bidang fiqih dan tasawuf amalan lain yang beliau amalkan dan ajaran kepada santri-santrinya adalah adalah pembacaan wirid-wirid. Baik yang dibaca sebelum dan sehabis Shalat Rawatib atau yang dibaca pada waktu yang lainnya. Diantaranya adalah, pertama wirid Al-Haddâd. 28 Kedua adalah pembacaan Ratib al-Attas. Ratib al-Attas merupakan sebuah kumpulan do’a, awrod atau dzikir yang disusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al Attas yang lahir di Masyad, Hadramaut, Yaman pada tahun 992H / 1572 M dan wafat pada 23 Rabiul akhir 1072 H / 1652 M. 29 Ketiga ialah pembacaan Hizb Sakran setiap hari selesai Shalat Isya. Serta awrod-awrod lainnya yang diijazahkan al-Habib Umar bin Hafidz. 5. Relasi Ma’rifat dan Wushul dalam Pengalaman Spiritual K.H Mahfudz Dzulwafi Dalam perspektif K.H Mahfudz Dzulwafi ma’rifat merupakan pengetahuan atau pemahaman secara komperhensif mengenai detai-detail peristiwa pengalaman spiritual yang sudah terkonfirmasi dengan nilai nilai syariat secara mutlak. Karena Pengalaman spiritual (mukasyafah) hakikatnya adalah ilmu yang tidak memerlukan dalil dan pembuktian, tapi lebih diperlukan secara substansi untuk mempertegas atau memvalidasi ketetatapan nilai- nilai syariah. K.H Mahudz Dzulwafi membagi orang yang sudah sampai dalam maqam ma’rifat akan mendapatkan anugerah nikmat dari Allah SWT dalam 2(dua) bentuk, yaitu futuh sughra (mukasyafah kecil berupa penglihatan-penglihatan yang tidak didapat oleh orang pada umumnya), dan futuh kubra (mukasyafah besar). Futuh sughra adalah ketika seseorang mendapatkan anugerah dari Allah pemahaman akan ilmu dalam waktu yang singkat. Bahkan mampu mengerti dan memahami suatu ilmu yang tidak 28 Dalam tarekat ‘Alawiyyah yang dikembangkan Al-Haddâd, selain wirid al-Haddâd juga ada wirid yang lainnya, yaitu : Miftâh al-Sa‟âdah wa al-Falâh fi Adzkâr al-Masâ‟ wa al-Shabâh, berupa doa- doa yang dinisbatkan kepada para tokoh tarekat; Al-Nubdzah al-Shughrah fî Adzkâr wa al-Masâ dan Hizb al-Fath wa al-Nashr. Hizb ini dibaca setelah shalat fajr (subuh) setiap hari, atau pada hari Jumat dan Senin, Hizb ini dikenal juga dengan al-Wird al-Lathîf . Lihat: Ibrahim, Tharîqah 'Alawiyyah, 194-195. 29 Aboe Bakar Atjeh, Tarekat dalam tasawuf (Bandung: Sega Arasy, 2017), 129. pernah ia pelajari sebelumnya dalam sekejap saja. Contohnya, seseorang bisa dengan waktu yang singkat paham akan tafsir satu ayat didalam Al-Qur’an. Lebih lanjut, K.H Mahfudz Dzulwafi mengatakan ilmu mukasyafah itu disebut dengan futuh ilm yang diberikan Allah kepada seseorang bertaqwa yang dalam setiap perilaku kehidupannya hanya bertujuan untuk Allah, dan itu termasuk didalam futuh sughra . Kemudian futuh kubra adalah kondisi dimana seorang salik mendapatkan anugerah dari Allah SWT dengan terbukanya hijab yang membuat seseorang tersebut mampu menghitung berapa jumlah daun-daun di suatu pohon. Mampu melihat kapan dan berapa daun-daun yang jatuh berguguran, mampu melihat segala yang ada di langit dan di Bumi karena telah diizinkan dan dibukakan oleh Allah SWT Lauh Mahfudz dan orang tersebut bisa melihat isi dari Lauh Mahfudz tersebut. 30 Untuk mencapai maqam ma’rifat ini K.H Mahfudz Dzulwafi menjabarkannya dengan beberapa tahapan-tahapan. Pada mulanya para salik akan berada dalam maqom mahabbah (cinta), disebut mahabbah karena kondisi spritualitas para salik banyak dipenuhi oleh rasa kecintaan terhadap ketaatan dalam menjalankan amaliah ibadah syariah, baik ibadah sunah maupun ibadah fardhu, puncak maqom ini tercapai bila seorang merasa sangat berdosa kalau meninggalkan satu ibadah sunnah saja, yang sudah menjadi dawwaman (amaliah ibadah rutin) yang sudah diamalkan secara istiqomah. Tahapan berikutnya adalah para salik akan melaui maqom ulfah , dalam kondisi ini para salik sudah sangat terbiasa dengan kehidupan sunah yang diajarkan Rasulullah saw. Pengalaman spiritual atau mukasyafatul qulb (tersibaknya alam malakut) yang sangat luas tak bertepi, merupakan oasis atas dahaga cinta ( mahabbah ) yang sangat dirindukan setiap manusia. Maqom ini seolah gerbang menuju alam malakut, yaitu sebuah dimensi lain dari kehidupan ini yang sangat berdekatan dengan wilayah qudsiyah. Maqom ‘ uns adalah tahapan selanjutnya yang akan dilalui para salik. Dalam maqom ini para salik akan dipenuhi rasa tenang, damai dan mesra dengan dzikir kepada Allah. Banyak para salik yang sudah berada di maqom ini, dan mereka merasa sudah cukup kenyang (tidak merasa lapar) dengan menjalankan ibadah kepada Allah dalam berbagai bentuk amaliah, shalat, membaca Alqur’an, puasa–puasa sunnah. Selanjutnya adalah maqom fanā’. Yaitu kondisi dimana seorang salik sudah lupa akan apapun kepada selain Allah, bahkan lupa terhadap eksistensi dirinya sendiri dan semua makhluk. Pada akhirnya para salik akan mengalami tahap akhir dalam perjalanan spritualnya yaitu maqom paling tinggi dalam perjalanan suluk yang lazim disebut maqom kamal (Insan Kamil) . Maqom ini adalah kedudukan yang sempurna dalam pandangan Allah dan makhluk. Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya. 30 Hasil wawancara dengan K.H Mahfudz Dzulwafi di Ponpes Darussana Sungai Cuka, Kintap, 8 Agustus 2022 K.H Mahfudz Dzulwafi berkata, ma’rifat dan wushul ialah ibarat Kota Mekah dan Ka’bah. Beliau menerangkan bahwa, ma’rifat itu merupakan wadah (tempat), dan wushul itu adalah tujuan akhir yang terdapat dalam wadah tersebut. Selanjutnya beliau memberikan contoh, Ketika kita mengetahui di Kota Mekah ada bangunan yang bernama Ka’bah. Lalu kita berusaha untuk sampai ke Kota Mekah dengan bermacam-macam ikhtiar seperti naik kapal laut ataupun pesawat terbang. Setelah sampai di Mekah, lalu kita berjalan dan sampai di Masjidil Haram yang didalam Masjidil Haram ada bangunan yang bernama Ka’bah. Ketika kita sudah sampai di Masjidil Haram dan melihat langsung didalamnya ada Ka’bah, itulah yang dinamakan ma’rifat. Kemudian, kita lanjut berjalan mendekati bangunan Ka’bah dan melakukan tawaf serta telah memegang bangunan Ka’bah maka itulah yang dinamakan wushul. 31 K.H Mahfudz Dzulwafi menuturkan pengalaman spiritual beliau berkaitan dengan sejarah bagaimana beliau sampai ke Kalimantan Selatan dan membuka Pondok Pesantren Darussana Sungai Cuka Kintap yang berada di Kabupaten Tanah Laut. Petunjuk yang beliau dapatkan merupakan manifestasi dari ma’rifat dan wushul yang jalurnya melalui ikatan batin guru dan murid. Beliau menceritakan bahwa dalam perjalanan dakwah beliau yang berpindah-pindah dalam mengasuh Pondok pesantren hingga sampai ke Kalimantan Selatan dan menetap disana adalah sesuatu yang sudah beliau ketahui dari awal. Saat 3 hari sebelum kepindahan beliau dari Pesantren yang pertama yakni pondok Pesantren Ar-Riyadh Saung Habib beliau bermimpi didatangi oleh guru besar beliau al-Habib Umar bin Hafidz. Beliau mengatakan bahwa semua yang di gambarkan dalam mimpi tersebut telah dikonfirmasi dengan kenyataan yang terjadi. Di dalam mimpi tersebut digambarkan bahwa saat beliau sedang mengajar para santri ditengah sawah kemudian al-Habib Umar bin Hafidz datang dan memerintahkan beliau untuk pindah tempat. Selanjutnya beliau pun pindah dan kembali mengajar para santri di bangunan dua lantai, dimana disitu ada sekolah, Masjid dan ruangan-ruangan belajar. Dan beliau menempati lantai kedua dibangunan tersebut. Namun al-Habib Umar bin Hafidz kembali mengatakan bahwa bukan disini tempatnya dan memerintahkan beliau untuk pindah lagi. Beliau akhirnya sampai di tengah tengah kebun karet yang disana ada Mushalla yang tiang-tiangnya dari kayu. Disana lalu beliau duduk dan mengajar para santri. Dan al-Habib Umar bin Hafidz mengisyaratkan kalau disitulah tempatnya. Pengalaman spiritual itu persis seperti apa yang beliau alami hingga sampai di Kalimantan Selatan dan mendirikan Pesantren Darussana. Kemudian K.H Mahfudz Dzulwafi menjelaskan bahwa hikmah dari mukasyafah berupa petunjuk tersebut membuat beliau tidak merasa bingung dan cemas atas peristiwa berulang kali pindah tempat dalam mengasuh Pondok pesantren. Walaupun pada awalnya ketika sampai di Kalsel beliau banyak mendapatkan hal-hal yang tidak 31 Hasil wawancara dengan K.H Mahfudz Dzulwafi di Ponpes Darussana Sungai Cuka, Kintap, 9 Agustus 2022 menyenangkan berupa fitnah dan respon masyarakat yang kurang baik, namun beliau haqqul yakin bahwa hal tersebut akan berubah menjadi hal yang baik dan Pondok Pesantren Darussana Sungai Cuka Kintap bermanfaat bagi umat Islam. ## KESIMPULAN Ma’rifat dan wushul akan tertuang dalam pengalaman spiritual setiap orang yang berada dalam maqam tersebut. Pengalaman spiritual bagi setiap orang pasti berbeda-beda bentuknya, namun tetap berada dalam satu kesamaan garis besarnya berupa makna dan hikmahnya. Perwujudan ma’rifat yang pada akhir tujuannya sampai ke wushul merupakan nikmat dari Allah kepada hambaNya yang Ia kehendaki. Penglihatan secara mukasyafah merupakan buah dari ma’rifat untuk orang tersebut sebagai pentunjuk yang nyata dan jelas untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Oleh karenanya, seseorang yang ma’rifat secara jelas mengetahui apa yang Allah kehendaki untuk dirinya dan mengetahui hikmah-hikmahnya. Mereka senantiasa tunduk, patuh dalam ketaqwaan dan selalu bersyukur kepada Allah tanpa ada ketakutan dan kesedihan dihati mereka. Allah SWT berfirman dalam QS. Yunus ayat 62-63 yang berbunyi: َأ َّنِإ َلَْأ َنوُن َزْحَي ْمُه َلْ َو ْمِهْيَلَع ٌف ْوَخ َلْ ِ َّاللّٰ َءاَيِل ْو َنوُقَّتَي اوُناَك َو اوُنَمآ َنيِذَّلا Artinya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. ## DAFTAR PUSTAKA A.A, Afifi. Al-Falsafah al-Sufiyah ‘ind Ibn ‘Arabi . Kairo: Dar al-Kutub wa al-Watsaiq al- Qaumiyah, 2009. Abimafy Chairunnisa, Nadia. Buku Pedoman Santri dan Wali Santri Pondok Pesantren Cinta Rasul. Bogor: PPCR, 2018. Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanun Siregar. Akhlak Tasawuf, Pengalaman, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya. Disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Tasawuf . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013. Ali Ba’athiyyah, Muhammad Suluk: Pedoman Memperoleh Kebahagiyaan Dunia dan Akhirat, trjm. Hasan Suaidi. Bantul: CV. Layar Creativa Mediatama. Ali Nuke, Affady. Symbol Maqam Tasawuf dalam Syiir Jawi Budi Utami Karya Syekh Djamaluddin Ahmad . Jurnal Pendidikan Tambusai 5.3, 2021. Al-Muhasibi, Haris. Merawat Hati: Menembus Sikap Ihsan dalam Hidup , terj. Taufik Dimas. Jakarta: Katulistiwa Pers, 2014. Al-Sakandari, Ibnu Athaillah. Al-Ḥikam al- ‘Aṭāiyyah al-Kubra wa al-Ṣugra wa al-Mukātabāt . Beirut: Dār al-Kutub al-`Alamiyyah, 2006. Al-Sakandari, Ibnu Athaillah. Laṭāif al-Minān . Edited by Abd Halim Mahmud. Mesir: Dār al- Ma’ārif, Cet. 3, 2006. Atjeh, Aboe Bakar. Tarekat dalam tasawuf . Bandung: Sega Arasy, 2017. Al-Qusyairi, Abu al-Qasim. Risalah Qusyairiyah: Induk Ilmu Tasawuf , terj. Muhammad Luqman Hakiem. Surabaya: Risalah Gusti, 2014. Haeri, Syaikh Fadhhalla. Jenjang-Jenjang Sufisme , terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Husein Nasr, Sayyid. Tasawuf Dulu dan Sekarang , trjm. Abdul Hadi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002. Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir . Surabaya: Pustaka Progresif, 2002. Musnawar, Thohari. Jalan Lurus Menuju Ma‟rifatullah . Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004. Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisme dalam Islam . Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Ni’am, Syamsun. Tasawuf Studies, Pengantar Belajar Tasawuf. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014. Schimel, Annemarie. Dimensi Mistik Dalam Islam , Penerjemah: Sapardi Djoko Damono, dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000. Shihab, Quraish. Logika Agama . Jakarta: Lentera Hati, 2005. Syukur, Amin. Pengantar Studi Islam . Semarang: Bima Sakti, 2003.
2ce53d28-0f36-4341-902a-721c05f0835b
https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/best/article/download/7093/5444
Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis Siti Bariah 1 , Rasyidah 2 , Ulfayani Mayasari 3 Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Jl. Lapangan Golf No. 120, Kp. Tengah, Kec. Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20353 [email protected] (1) [email protected] (2) [email protected] (3) ## ABSTRAK Calamus manan, atau buah rotan manau, adalah salah satu bahan pengobatan alternatif dari alam yang memiliki aktivitas antibakteri.Ini karena mengandung alkaloid, flavonoid, triterpenoid, dan steroid sebagai bahan bioktif.Dalam penelitian ini, bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak buah rotan manau.Difusi Kirby-Bauwer adalah teknik yang digunakan.Studi ini menemukan empat kelompok perlakuan untuk konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80%.DMSO digunakan sebagai kontrol negatif, dan kloromfenikol digunakan sebagai kontrol positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat kelompok perlakuan, masing-masing dengan bakteri Vibrio cholerae, memiliki daya hambat rata-rata 6.1 mm, 8.7 mm, 9.5 mm, dan 9.6 mm.Kelompok yang paling aktif berkonsentrasi 80% dan 60 %, memberikan daya hambat 9,5 mm dan 9,5 mm. Pada bakteri Staphylococcus epidermidis, kelompok perawatan 20%, 40%, 60%, dan 80%, dengan hasil hambat rata-rata 4.9 mm, 6.1 mm, 8.0 mm, dan 8.5 mm. Dengan daya hambat 8,5 mm, konsentrasi paling aktif adalah 80%.Hasil uji One Way ANOVA dari kedua bakteri menunjukkan bahwa Ftabel < Fhitung, menunjukkan bahwa ekstrak buah rotan manau mempengaruhi pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis. Kata Kunci : Antibakteri, Ekstrak Calamus Manan, Vibrio Cholerae, Staphylococcus Epidermidis. ## ABSTRACT The Calamus manan fruit, a type of alternative medicine, exhibits antibacterial properties due to the presence of bioactive components like alkaloids, flavonoids, triterpenoids, and steroids. Vibrio cholerae and Staphylococcus epidermidis bacteria were used in this study to investigate the antibacterial efficacy of the Manau rattan fruit extract. The Kirby-Bauwer diffusion method is employed. Four treatment groups were used to assess the antibacterial activity: 20%, 40%, 60%, and 80% concentrations. DMSO served as the negative control and chloramphenicol as the positive control.Results from four therapy groups that underwent bacterial testing comprised this study. The treatment groups started at 20%, 40%, 60%, and 80% for Vibrio cholerae bacteria, with average inhibitory results of 6.1 mm, 8.7 mm, 9.5 mm, and 9.6 mm. The most potent groups were discovered at concentrations of 80% and 60%, respectively, which resulted in inhibitory powers of 9.6 mm and 9.5 mm. While the treatment groups for Staphylococcus epidermidis were 20%, 40%, 60%, and 80%, with average inhibitory results of 4.9 mm, 6.1 mm, 8.0 mm, and 8.5 mm. The concentration that was most effective had an inhibitory power of 8.5 mm and was at 80%.Ftable F count, according to the One Way ANOVA test findings for the two bacteria. This demonstrates that manau rattan fruit extract inhibits the growth of Vibrio cholerae and Staphylococcus epidermidis bacteria.. Keywords : Antibacterial, Calamus Manan Extract, Vibrio Cholera, Staphylococcus Epidermidis. Bariah S, Rasyidah, Mayasari U : Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis ## I. PENDAHULUAN ## 1. Latar Belakang Tumbuhan herbal yang memiliki sifat obat umumnya digunakan dalam perawatan kesehatan. Karena pengetahuan masyarakat tentang tanaman herbal hanya diturunkan dari generasi ke generasi melalui interaksi dengan lingkungan dan masyarakat, beberapa orang sekarang beralih ke produk alami karena keamanan.Rotan adalah salah satu bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Rotan berasal dari tumbuhan asli Asia, seperti India, Malaysia, dan Indonesia.Sumatera, Kalimantan, dan Jawa adalah wilayah yang paling banyak menghasilkan rotan di Indonesia.Gumpalan buah rotan dapat diperoleh dari pohon rotan yang biasanya digunakan untuk batangnya.Getah rotan banyak digunakan dalam obat-obatan dan pewarna cat. Cara penyembuhan luka gatal dengan bahan kimia di kening ibu yang baru bersalin (Yetty,B.H., dan Murni,2013). Getah buah rotan memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan penyembuhan luka. Tradisi perdukunan menggunakan rotan sebagai antiinflamasi, obat perut, antikanker, dan antioksidan (Ridhwan, 2018). Secara tradisional, getah rotan telah digunakan sebagai obat untuk diare, sariawan, dan masalah pencernaan lainnya (Yetty, B.H. dan Murni, 2013). Dalam industri kesehatan, getah rotan digunakan untuk pasta gigi, obat antibakteri, antijamur, dan antipenuaan kulit, serta antioksidan (Mahlinda et al., 2020). Selain getah, rotan juga memiliki buah yang dapat dimakan manusia; namun, manfaatnya jauh lebih kecil daripada getah dan batangnya. Hal ini disebabkan oleh rasa astringen dan chelating buah rotan Manau yang agak manis dan asam. Sejak lama, buah rotan dianggap memiliki manfaat kesehatan, terutama sebagai pengobatan sakit perut dan sariawan. (Salusu,2021). Produk sampingan metabolisme sekunder adalah saponin, yang merupakan antiseptik dan antibakteri. Menurut Qomar (2018), alkaloid adalah metabolit sekunder yang ditemukan pada tumbuhan dan mikroorganisme. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui sifat antibakteri buah rotan Manau karena bioaktivitas yang ada di setiap bagian buahnya berpotensi manfaat kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang masih dihadapi penduduk sekitar adalah penyakit infeksi.Suatu kondisi medis yang dikenal sebagai infeksi dapat menyebar dari satu individu ke individu lain melalui bakteri, virus, jamur, protozoa, dan organisme mikroskopis lainnya. Di Indonesia, ada dua jenis penyakit yang mencolok, yaitu disentri dan infeksi kulit, yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus epidermidis dan Vibrio cholerae . Sebagai contoh, Vibrio cholerae , yang merupakan bakteri penyebab kolera, sering ditemukan pada makanan laut. Jika bakteri ini terdapat pada ikan atau produk perikanan lainnya, dapat menyebabkan penyakit kolera yang mematikan. Di sisi lain, bakteri Staphylococcus epidermidis sering dikaitkan dengan infeksi nosokomial atau infeksi yang terjadi di rumah sakit. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini penyebab sekitar 10% dari total jumlah infeksi.(Selvia, 2014). ## 2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah mampu untuk menghentikan pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis dengan menggunakan ekstrak rotan manau ( Calamus manan )? 2. Dengan konsentrasi berapa ekstrak rotan manau ( Calamus manan ) paling efektif mencegah bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis berkembang biak? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : Bariah S, Rasyidah, Mayasari U : Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis 1. Untuk menentukan apakah ekstrak buah rotan manau berpotensi menghentikan penyebaran bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis . 2. Untuk menentukan konsentrasi ekstrak buah rotan manau yang paling efektif dalam mencegah perkembangan bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis . ## 4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Menyajikan fakta ilmiah bahwa rotan memiliki potensi dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis . 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang potensi buah rotan manau sebagai biomedis terlepas apakah tanaman rotan biasanya digunakan untuk umum ## II. METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2021 di berbagai fasilitas laboratorium, termasuk Laboratorium Herbarium, Laboratorium Farmasi, Laboratorium Kimia Organik, dan Laboratorium Mikrobiologi yang terletak di Universitas Sumatera Utara, kota Medan. ## Rancangan Penelitian atau Model Penelitian ini dilakukan sebagai eksperimen nyata dengan tujuan untuk mengetahui apakah terapi tertentu dapat menyebabkan perubahan.Metode difusi Kirby-Bauwer digunakan untuk mendesain. Bahan dan Peralatan Rotan manau ( Calamus manan ), Akuades steril, Alkohol 70%, isolat bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis yang murni, Media Muller Hinton Agar (MHA), media Natrium Agar (NA), etanol 96%, DMSO (kontrol negatif), larutan standar Mc.Farland (H2SO4 1% dan 1,175% BaCl2), dan 0,3% disk kloramfenikol (kontrol positif). Blander, neraca analitik, tabung reaksi, rak tabung, labu ukur, autoklaf, pipet ukur, oven, plat panas, jarum ose, penetes, penangas air, gelas ukur, inkubator, erlenmeyer, batang pengaduk, lampu spiritus, spatula, kapas steril, cawan petri, kertas ekstrak, kasa steril, cakram atau cakram kosong, pinset, kertas label, dan evaporator vakum rotari. ## III. HASIL PENELITIAN Hasil Skrining Fitokimia Dalam skrining fitokimia ekstrak buah rotan manau akandiperoleh kandungan glikosida, alkaloid, flavonoid, steroid, dan triterpenoid. Hasil Salusu (2018) menunjukkan bahwa buah rotan manau mengandung flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, dan triterpenoid.Temuan ini agak berbeda. Kandungan metabolit sekunder dari satu jenis tumbuhan dapat berbeda karena lokasi atau habitatnya yang berbeda. Menurut penelitian Katuuk (2019), faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, pH, kandungan nutrisi tanah, dan ketinggian dapat mempengaruhi kandungan metabolit sekunder dalam sebuah spesies tanaman. Perbedaan suhu yang terjadi di lokasi-lokasi dengan ketinggian yang berbeda dapat menyebabkan perubahan dalam metabolisme tanaman.Di bawah ini terdapat hasil skrining fitokimia ekstrak buah rotan manau. Tabel 3.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Buah Rotan Manau Kandungan Senyawa Kimia Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan Bariah S, Rasyidah, Mayasari U : Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis Alkaloid Bouchardart Ada endapan coklat + Maeyer Ada endapan putih kekuningan + Dragendroff Ada endapan merah bata + Wagner Ada endapan coklat + Steroida dan Triterpenoid Salkowsky Ada larutan merah bata + Lieberman-Burchad - - Saponin Aquades + Alkohol 96% - - Flavonoid FeCl 3 5% - - Mg (s) + HCL (P) - - NaOH 10% - - H 2 SO 4(P) Terdapat larutan orange kekuningan + Tanin FeCL 3 1% - - Glikosida Mollish Terdapat cicin ungu + Keterangan (+) Terdeteksi, (-) Tidak Terdeteksi. ## Pewarnaan Gram Bakteri Uji Gram stain digunakan untuk mengidentifikasi morfologi dan karakteristik Gram. Menurut Wulandari (2019), empat jenis cat yang digunakan untuk pewarnaan ini adalah kristal violet, iodin lugol, alkohol, dan safranin. Gambar 3.1 menunjukkan hasil pengamatan gram untuk bagian positif berbentuk bulat dan bagian negatif dengan batang bengkok seperti koma.Bakteri gram positif memiliki warna ungu yang dihasilkan oleh retensi kompleks kristal violet-iodin ketika terpapar alkohol, sementara bakteri gram negatif memiliki warna merah muda karena kompleks tersebut larut dalam alkohol dan menyerap warna merah atau safranin (Nurhidayati, 2015). Satu perbedaan yang lain adalah bahwa bakteri gram positif memiliki dinding sel yang kokoh yang mengandung peptidoglikan, sementara bakteri gram negatif memiliki dinding sel yang kaya lipid. Gambar 3 .1 Hasil pewarnaan gram (a) Staphylococcus epidermidis (b) Vibrio cholerae (Sumber Dokumentasi Pribadi, 2022). Uji Aktivitas Konsentrasi Ekstrak Buah Rotan Manau Sebagai AntibakteriTerhadap Pertumbuhan Vibrio cholera dan Staphylococcus epidermidis Pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 80%, 60%, 40%, dan 20%, dan disk antibiotik, terdapat perbedaan diameter zona hambat. Tabel 3.2 dan 3.3 menunjukkan hasil data yang dikumpulkan. b a Bariah S, Rasyidah, Mayasari U : Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Uji Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Vibrio cholerae Konsentrasi Ulangan Rata-rata diameter ZonaBening Kategori 1 2 3 4 (mm) 20% 4.1 7.8 6.5 5.7 6.1 Sedang 40% 8.4 9.5 8.7 8.2 8.7 Sedang 60% 8.9 10.9 10.0 8.2 9.5 Sedang 80% 9.7 9.0 8.3 9.3 9.6 Sedang K (+) 28.2 25.7 27.1 27.0 27 Kuat K (-) 0 0 0 0 0 Tidak ada aktivitas Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Uji Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus epidermidis Konsentrasi Ulangan Rata-rata diameter ZonaBening Kategori 1 2 3 4 (mm) 20% 4.1 5.0 5.6 5.0 4.9 Lemah 40% 5.5 6.8 5.6 6.4 6.1 Sedang 60% 8.6 8.7 7.1 7.6 8.0 Sedang 80% 7.5 9.4 8.5 8.8 8.5 Sedang K (+) 23.0 22.2 23.3 22.0 22.6 Kuat K (-) 0 0 0 0 0 Tidak ada aktivitas Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 menunjukkan bahwa diameter zona hambat masing-masing kelompok konsentrasi ekstrak buah rotan manau berbeda. Untuk konsentrasi 80% dan 20%, diameter zona hambat 9.6 milimeter, masing-masing, mendekati kategori efektif Tabel 3.2. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan untuk menghentikan perkembangan bakteri Vibrio cholerae , dan pada Tabel 3.3 Konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80 % meningkatkan setiap zona bening, serta intensitas ekstrak. Zona bening rata-rata 22.6 mm dihasilkan oleh kontrol positif (+) dengan antibiotik kloromfenikol, sedangkan zona bening rata-rata 0 mm dihasilkan oleh kontrol negatif (-). Ini menunjukkan bahwa ekstrak buah rotan manau memiliki potensi untuk menghentikan pertumbuhan bakteri. Staphylococcus epidermidis , meskipun kloramfenikol kurang efektif dalam menghentikan perkembangan kedua bakteri tersebut. Zona hambat bakteri Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis menunjukkan hasilnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3. Bariah S, Rasyidah, Mayasari U : Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis Gambar 3.2 Zona hambat pada bakteri Vibrio cholerae (Sumber Dokumentasi Pribadi, 2022). Alkaloid bekerja dengan mencegah produksi dinding sel, yang mengakibatkan kematian sel. Flavonoid memiliki dampak antibakteri dengan membangun senyawa kompleks dengan protein di luar sel, mendegradasinya, dan akhirnya merusak membran sel sebelum melepaskan bahan kimia di dalam sel. Steroid memiliki efek pada mikroorganisme dengan mengganggu membran selnya, mengakibatkan keracunan sel dan, akhirnya, kematian sel. Triterpenoid bereaksi dengan protein transmembran di lapisan luar dinding sel bakteri, membentuk polimer kuat yang menghancurkan protein transmembran. Berdasarkan kedua tabel di atas, kloromfenikol termasuk dalam kategori kuat agen bakterisida dengan aktivitas antibakteri, yang menunjukkan zona hambat untuk kontrol positif. Kloramfenikol adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), tetapi pada dosis tinggi juga dapat bersifat bakterisida (Aisha, 2018). ## IV. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah : 1. Calamus manan , atau ekstrak buah rotan manau, memiliki kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan Vibrio cholerae dan Staphylococcus epidermidis. 2. Buah rotan manau ( Calamus manan ) memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae pada konsentrasi 40%, 60%, dan 80%, dengan ukuran daya hambat sebesar 8,7 mm, 9,5 mm, dan 9,6 mm secara berturut- turut. Selain itu, buah rotan manau juga menunjukkan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan ukuran daya hambat 8,0 mm dan 8,5 mm pada konsentrasi 60% dan 80%. ## DAFTAR PUSTAKA Aisha,S., Bambang K., Dan Dwi,K.P.2018.Pengembangan Sensor Kloramfenikol Berbasis Bovine Serem Albumin Menggunakan Spektofotometri UV. Jurnal Pustaka Kesehatan 6 (1): Hal 1-4. Astarina, N.W.G., Astuti, K. W., Warditiani, N. K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Rimpang Bangle ( Zingiber purpureum Roxb). Jurnal Farmasi Udayana., 1 (1): Hal.1-6. Cristine,P.,danSilviana,R..2020.Pemanfaatan Infusa Buah Jernang ( Daemonorops draco ) Terhadap Bakteri Escherichia coli Sebagai Obat Antidiare Pada Suku Talang Mamak Provinsi Riau. Journal of Pharmacy and Science , 4 (1):7-12. Departemen Kesehatan RI.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat . Cetakan Pertama.Jakarta:Ditjen POM.,Hal. 5-615. Katuuk, Rino H.H.,Sesilia A., Wanget., Pemmy,T.,.2019. Pengaruh Perbedaan Ketinggian Tempat Terhadap Kandungan Metabolit Sekunder Pada Gulma Babadotan ( Ageratum conyzoides L). Jurnal Agroteknologi .1 (1):Hal.1-6. Kusumawati, E., Supriningrum., R.,Reza, R.,.2015.Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kecombrang Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm Terhadap Salmonella typhi. Jurnal Ilmiah Manuntung .1 (1): Hal.1-7. Novita,Amalia Desty.,dkk.2020.Uji Efektivitas Antibakteri Ektrak Etanol Allium cepa L Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dalam Media Mueller Hinton Agar. Jurnal Media Informasi .16 (1): Hal. 3-8. Bariah S, Rasyidah, Mayasari U : Uji Aktivitas Ekstrak Buah Rotan Manau ( Calamus manan ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerase dan Staphylococcus epidermidis Nurhidayati, Sri., Faturrahman dan Mursal,G.,2015. Deteksi Bakteri Patogen Yang Berasosiasi Dengan Kaooaohycus alvarezii (Doty) Bergejala Penyakit Ice-Ice. Jurnal Sains Teknologi dan Lingkungan .Vol 1 (2):24-30. Pratama, Wahyu,dkk.2020.Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Mentawa ( Artocarpus anisophyllus Mig). Jurnal Atomik .Vol.5(2):116. Qomar,M.S.,Budiyanto,M.A.K.,Sukarsono.,Wahyuni,S.,Husamah.2018.Efektivits Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmannii [Ness.] BI) Terhadap Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis . Jurnal Biota. 4 (1):12-17. Ridhwan,M.,Andalia,N.,Armi.,dan Yuhasriati .2018.Etnobotani Jernang Masyarakat Pedalaman Bireun. Jurnal Biota .11 (2): Hal. 158-168. Salusu,H.D.,Ariani,F.,Budiarso,E.,Kusuma,I.W.,Arung,E.T.2021. Increased Benefits of Calamus manan Miq. Fruit by Its Potential Bioactivity. Advances in Biological Sciences Research .1(1):180-185. Salusu, H.D.,Ariani,F.,Budiarso,E.,Kusuma,I.W.,Arung,E.T2018. Antioxidant Assay of The Ethanolic extract of Three Species of Rattan Fruits Using DPPH Method. J. Trop. Pharm. Chem . 4 (4): Hal. 154-162. Selvia,E., Hamid,A.A., dan Wahjuni,E.S.,2014. Uji Efek Antimikroba Ekstrak Ethanol Stroberi (Fragaria vesca L.) Terhadap Staphylococcus epidermidis. Majalah Kesehatan FKUB . 1 (2): Hal 81-85. Surjowardojo,P.,Susilorini,T.E.,Batsyeba,G.R..2015.Daya Hambat Dekok Kulit Apel Manalagi ( Malus sylvestrs Mill ) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Pseudomonas sp Penyebaab Mastitis Pada Sapi Perah. Jurnal Ternak Tropika .16 (2): Hal. 40-48. Trisia, A.,Philyria,R.,Toemon,A.N.2018.Uji Aktivitas Antibakteri Ektrak Etanol Daun Kalanduyung ( Guazuma ulmifolia Lam) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dengan Metode Difusi Cakram Kirby-Bauer). Anterior Jurnal .17(2): Hal.136- 143. Wagey, Inri ND dan Frans G Ijong., Joyce CV Palenewen.2013.Tingkat Kontaminasi Vibrio cholerae Resisten Merkuri Diisolasi Dari Ikan Kuwe ( Caranx sexfasciatus) . Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan .Vol 1 (1):Hal.21-25. Wulandari, Destik dan Desi Purwaningsih.2019.Identifikasi dan Karakteristik Bakteri Amilolitik pada Umbi Colocasia esculenta L Secara Morfologi, Biokimia dan Molekuler. Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia .Vol 6 (2):Hal. 247-258. Yetty.,Hariyadi,B.,dan Murni,P.,2013.Studi Etnobotani Jernang ( Daemonorops spp) pada Masyarakat Desa Lamban Sigatal dan Sepintun Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi. Jurnal Biospecies ..6 (1):Hal. 38-41. Accepted Date Revised Date Decided Date Accepted to Publish 05 Mei 2023 10 Juni 2023 12 Juli 2023 Ya
cddd9fcc-1bde-4930-9fe1-ff65079643fd
https://ejournal.ipdn.ac.id/JMSDA/article/download/1143/679
## OPINI PESERTA SELEKSI CALON APARATUR SIPIL NEGARA ȍ ASN Ȏ TERHADAP SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST ȍ CAT Ȏ ## Jona Bungaran Basuki Sinaga Institut Pemerintahan Dalam Negeri [email protected] ## ABSTRACT The purposes of using Computerized Assisted Test (CAT) system in civil servant selection were to create transparency, objectivity, accountability and ef ϔ iciency. Some of the problems formulated in this study are how the public opinion of facilities and services; transparency and purity; and the level of dif ϔ iculty of the CAT system exam questions. This study aims to determine the opinion of civil servant candidates for Bandung District about facilities, transparency and dif ϔ iculty level of exam questions with the CAT system. The study was conducted in the Gedung Serbaguna Telkom University Bandung Regency. The population is all civil servant candidates who take the exam by CAT system in Bandung Regency in 2018. The number of samples is 100 people. The variables studied were facilities and services; transparency and purity; exam and graduation questions. Descriptive statistical analysis was performed with the help of SPSS 24 software. The results of the study obtained an average opinion of the participants on the facilities and service variables as well as transparency and were above 3 (three). The lowest average participant opinion is an indicator of the dif ϔ iculty level of the questions (average = 1.91). Keywords: computerized assisted test, opinion, selection ## ABSTRAK Sistem Computerized Assisted Test (CAT) digunakan dalam seleksi ASN untuk menciptakan transparansi, objektivitas, akuntabilitas dan e isiensi. Beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana opini masyarakat terhadap fasilitas dan pelayanan; transparansi dan kemurnian; serta tingkat kesulitan soal ujian sistem CAT. Penelitian ini bertujuan mengetahui opini peserta calon ASN Kabupaten Bandung tentang fasilitas, transparansi dan tingkat kesulitan soal ujian dengan sistem CAT. Penelitian dilakukan di Gedung Serba Guna Telkom University Kabupaten Bandung. Populasi adalah peserta SKD calon ASN Kabupaten Bandung tahun 2018 dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Variabel yang diteliti adalah fasilitas dan pelayanan; transparansi dan kemurnian; soal ujian dan kelulusan. Analisis statitistik deskriptif dilakukan dengan bantuan software SPSS 24. Hasil penelitian diperoleh rata-rata opini peserta terhadap variabel fasilitas dan pelayanan serta transparansi dan berada di atas angka 3 (tiga). Rata-rata opini peserta paling rendah adalah indikator tingkat kesulitan soal (rata-rata = 1,91). Kata kunci: computerized assisted test , opini, seleksi ## PENDAHULUAN L andasan pengadaan Pegawai Negeri Sipil ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2002; Jo Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 pengadaan Pegawai Negeri Sipil itu diadakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, yaitu pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk mengisi formasi yang lowong. Adapun tata cara pengadaan Pegawai Negeri Sipil ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 Pasal 2 ayat 1 yakni pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan atau seleksi, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebelum penggunaaan sistem Computerized Assisted Test (CAT) , proses seleksi ASN dilakukan secara konvensional dengan menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK). Proses pengadaan secara konvensional khususnya dalam upaya rekrutmen calon ASN masih banyak ditemukan berbagai permasalahan. Proses seleksi menggunakan LJK dipandang belum mampu mendapatkan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Proses dan prosedur seleksi banyak dinilai publik cenderung diwarnai oleh praktik-praktik spoil system , yang masih cenderung mengedepankan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sehingga mengakibatkan rendahnya kualitas ASN (Worldbank, 2017). Proses pendaftaran yang rumit ditambah seleksi yang konvensional menunjukkan sejak dini Calon ASN telah dikondisikan dalam sebuah situasi kerja yang birokratis. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur birokrasi merupakan salah satu indikasi kuat bahwa sistem rekrutmen yang selama ini diterapkan dinilai kurang baik, terutama dari segi pelayanan publik (public services). Munculnya isu penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh oknum- oknum aparatur pemerintahan melalui Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merupakan indikator penyimpangan yang terjadi di dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian selama ini khususnya dalam pengadaan calon Pegawai Negeri Sipil selama ini. Kurangnya transparansi yang diterapkan oleh pemerintah tersebut menimbulkan persepsi negatif ditengah-tengah masyarakat, bahwa adanya penyalahgunaan wewenang sehingga menimbulkan praktik KKN yang terjadi di dalam proses rekrutmen pegawai, baik dari proses penyusunan formasi hingga proses pelaksanaan seleksi. Padahal di zaman reformasi ini dituntut untuk bersih dan transparan guna mewujudkan good governance dan clean government. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada sistem rekruitmen CPNS secara konvensional, Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama KEMENPAN mengeluarkan seleksi CPNS dengan menggunakan pemanfaatan Computer Assisted Test (CAT). Computer Assisted Test (CAT) merupakan metode seleksi dengan menggunakan alat bantu komputer yang dapat digunakan untuk tes rekrutmen CPNS. Penerapan kebijakan dengan sistem baru tersebut diharapkan dalam proses seleksi bisa lebih transparan, akuntabilitas, objektif, tidak diskriminatif serta bebas dari KKN, dan juga bisa memperoleh pegawai yang profesional, jujur dan bertanggung jawab. Tujuan CAT adalah meningkatkan transparansi, objektivitas, akuntabilitas dan e isiensi. Menurut Sinambela (2006), secara teoretis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Memenuhi kepuasan masyarakat tersebut pemerintah harus menyelenggarakan kualitas pelayanan prima yang mencakup berbagai aspek antara lain fasilitas, sikap dan transparansi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis opini peserta calon ASN Kabupaten Bandung terhadap proses seleksi dengan sistem CAT pada 2018. ## Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana opini peserta terhadap fasilitas dan pelayanan dalam pelaksanaan ujian dengan sistem CAT 2. Bagaimana opini peserta terhadap transparansi dan kemurnian pelaksanaan ujian dengan sistem CAT 3. Bagaimana opini peserta terhadap soal ujian dan kelulusan ujian dengan sistem CAT ## Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum opini peserta calon ASN Kabupaten Bandung tentang fasilitas, pelayanan, transparansi, tingkat kesulitan soal dan kelulusan dalam ujian yang menggunakan sistem CAT. ## LANDASAN TEORI ## Konsep dan Pengertian Opini Opini dapat diartikan sebagai pendapat, respons atau jawaban seseorang terhadap sesuatu kejadian. Opini bisa disampaikan melalui kata- kata, perilaku, sikap, tindakan dan pandangan. (Abdullah, 2001:14) Pendapat ahli lain menjelaskan bahwa opini merupakan pernyataan pendapat yang positif atau negatif. Pendapat yang positif menunjukkan dukungan terhadap peristiwa atau suatu hal, sebaliknya pendapat negatif umumnya menunjukkan ketidaksetujuan atas peristiwa atau suatu hal yang terjadi. (Mulyana, 2008:171). Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti kata opini publik adalah pendapat umum atau pendapat sebagian besar rakyat Berdasarkan beberapa pengertian di atas, opini dapat diartikan sebagai pandangan atau pendapat pribadi seseorang yang positif atau negatif terhadap suatu peristiwa atau hal tertentu, baik yang belum terjadi maupun yang telah terjadi. Opini itu tergantung pada sensasi-sensasi yang didasarkan pada informasi sensori dasar. Informasi dasar merupakan informasi yang sesungguhnya terjadi sampai pada alat indera kita. Untuk membuat sesuatu agar lebih bermakna diperlukannya adanya keterlibatan aktif dengan aktivitas indrawi yang berhubungan dengan pengamatan interpretasi Sensori-sensori itu menimbulkan interpretasi agar persepsi dapat terjadi. Pembentukan opini berawal dari sebuah persoalan yang menimbulkan perselisihan yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi isu yang akan menangkap perhatian orang banyak. Suatu isu menjadi umum jika permasalahannya menyebabkan dampak negatif kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Tahap pertama pempublikasian sebuah layanan ialah munculnya emoticon pada media sosial yang memiliki potensi menjadi isu. Kedua ialah emoticon yang muncul pada media sosial tersebut menggambarkan sebuah budaya pada golongan yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. Hal tersebut merangsang komunikasi melalui saluran massa, interpersonal, dan organisasi, maka terbukalah fase ketiga yakni pembentukan sebuah opini. (Nimmo, 2001:20) Menurut Mulyana (2008) dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”, pada dasarnya opini atau cara pandang manusia terjadi menjadi dua, yaitu: ## 1. Opini terhadap objek Opini setiap dalam menilai suatu objek atau isu permasalahan tidak selalu sama. Terkadang dalam mengopinikan permasalahan, sesorang dapat melakukan kekeliruan, sebab terkadang indera seseorang menipu diri orang tersebut, hal tersebut disebabkan karena: (a) Kondisi yang memengaruhi pandangan seseorang, seperti keadaan cuaca yang membuat orang melihat fatamorgana, pembiasan cahaya seperti dalam peristiwa ketika seseorang melihat tongkat yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok padahal sebenarnya tongkat tersebut lurus. Hal inilah yang disebut ilusi. (b) Latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang lain. c. Budaya yang berbeda. d. Suasana psikologis yang berbeda juga membuat perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain dalam mempersepsi suatu objek atau isu permasalahan. ## 2. Opini manusia terhadap persepsi sosial Opini sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang dialami seseorang dalam lingkungan orang tersebut. Menurut Bremm dan Kassin opini manusia adalah penilaian-penilaian yang terjadi dalam upaya manusia memahami orang lain. Opini sosial merupakan sumber penting dalam pola interaksi antar manusia, karena opini sosial seseorang menentukan hubungan seseorang dengan orang lain. ## Computer Test Assisted (CAT) Computer Assisted Test (CAT) pertama kali diterapkan di Indonesia pada 2010 yang diselenggarakan oleh BKN Pusat. Penerapan CAT di seluruh daerah Indonesia, BKN Pusat berkoordinasi dengan Kantor Regional BKN. Penggunaan komputer dalam ujian seleksi ASN menjadikan sistem CAT sebagai terobosan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) dalam bidang reformasi Birokrasi. Hargiyanto (2011) menyatakan bahwa secara umum tujuan teknologi informasi adalah untuk memecahkan masalah, membuka kreativitas, dan meningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam melakukan pekerjaan. Laporan World Bank (2017) yang dirilis dalam Global report menjelaskan bahwa ujian denagan sistem CAT yang akan dilakukan oleh peserta terdiri dari Tes Kompetensi Dasar (TKD) yang terdiri dari Tes Intelegensi Umum (TIU), Tes Karakteristik Pribadi (TWK), dan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dimaksudkan untuk menggali pengetahuan, keterampilan, dan sikap/ perilaku peserta ujian yang meliputi wawasan nasional, regional, dan internasional maupun kemampuan verbal, kemampuan kuantitatif, kemampuan penalaran, kemampuan beradaptasi, pengendalian diri, semangat berprestasi, integritas,dan inisiatif. Pada Tes Intelegensi Umum, dimaksudkan untuk menilai kemampuan intelegensi peserta pada 4 (empat) area, yaitu kemampuan verbal yaitu kemampuan menyampaikan informasi secara lisan maupun tertulis, kemampuan numerik yaitu kemampuan melakukan operasi perhitungan angka dan melihat hubungan di antara angka-angka, kemampuan berpikir logis yaitu kemampuan melakukan penalaran secara runtut dan sistematis serta kemampuan berpikir analitis yaitu kemampuan mengurai suatu permasalahan secara sistematik. Sedangkan pada Tes Karakteristik Pribadi dilakukan untuk mengetahui kepribadian peserta pada 11 (sebelas) karakteristik, yang terdiri dari integritas diri, semangat berprestasi, orientasi pada pelayanan, kemampuan beradaptasi, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan bekerja mandiri dan tuntas, kemauan dan kemampuan belajar berkelanjutan, kemampuan bekerja sama dalam kelompok, kemampuan menggerakkan dan mengkoordinir orang lain, orientasi kepada orang lain serta kreativitas dan inovasi. Melalui sistem CAT, peserta akan langsung mengetahui skor nilai yang diperoleh setelah tes tersebut selesai dilengkapi. Untuk dapat melewati tahapan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), peserta harus melewati passing grade atau ambang batas nilai untuk dapat melanjutkan kepada tahap seleksi penerimaan selanjutnya. (World Bank, 2017) ## METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini disajikan dengan angka- angka. Penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. (Sugiono, 2011) ## Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gedung Serba Guna Telkom University Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Gedung Serba Guna Telkom University dipilih menjadi lokasi penelitian karena tempat ini ditetapkan menjadi lokasi pelaksanan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dengan sistem CAT untuk seleksi ASN Kabupaten Bandung tahun 2018. Penelitian di lapangan di lapangan dilakukan pada 26 Oktober – 1 Nopember 2018. ## Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta SKD calon ASN Kabupaten Bandung tahun 2018. Jumlah seluruh populasi adalah sebanyak 10.786 orang. Sampel ditentukan dengan cara Simple Random Sampling (acak sederhana). Banyaknya jumlah sampel adalah dengan menggunakan rumus Slovin dalam Ryan, T (2013) yaitu: n = N 1 + (N x e 2) n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi e = Sampel error (0,10) Berdasarkan rumus Slovin di atas, dengan jumlah populasi sebanyak 10,786 orang maka diperoleh jumlah sebanyak 99,08 atau 100 orang. ## Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner yang berisi daftar pertanyaan, dan berasal dari pengamatan langsung di lokasi penelitian. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai dokumen, arsip dan pemberitaan di media. (Sugiono, 2011) ## Skala Likert Skala Likert (Likert Scale) merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap dan pendapat seseorang terhadap suatu pelayanan atau objek tertentu. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui sikap dan pendapat ini umumnya adalah kuesioner. (Ryan, 2013:65). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan mengetahui pendapat peserta seleksi adalah kuesioner dengan jawaban checklist. Pilihan opini peserta atas pertanyaan yang diajukan ada 4 (empat) pernyataan pendapat yaitu, 1= Sangat tidak setuju; 2=Tidak Setuju; 3=Setuju; dan 4=Sangat Setuju. ## Variabel dan Indikator Opini peserta mengenai pelaksanaan ujian dengan sistem CAT dikumpulkan melalui 13 indikator yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) variabel. Variabel dan indikator tersebut adalah sebagai berikut. Variabel Indikator Fasilitas dan Pelayanan Lokasi Ujian Fasilitas Komputer Ruangan ujian Sikap dan pelayanan panitia Akses Informasi Transparansi dan Kemur- nian Keamanan Soal Kejujuran Hasil Pembiayaan Soal Ujian dan Kelulusan Kesulitan Materi Ujian Passing Grade Kemudahan penggunaan sistem CAT ## Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data primer hasil kuesioner dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 24. Analisis data yang dilakukan adalah analisis statistik deskriptif yang menampilkan rekapitulasi pengelompokan pendapat responden berdasarkan variabel dan indikator. Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini juga menampilkan nilai rata-rata pendapat responden untuk setiap indikator. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Seleksi Calon ASN di Kabupaten Bandung tahun 2018 Penerimaan calon ASN di Kabupaten Bandung dibuka untuk kuota 530 orang, yang akan ditempatkan sebagai Tenaga Guru, Tenaga Kesehatan dan Tenaga Teknis. Tahapan penerimaan calon ASN di Kabupaten Bandung terdiri dari berbagai tahapan yaitu Seleksi Administrasi, Seleksi SKD dengan sistem CAT, Seleksi SKB dan pemberkasan akhir. Jumlah yang melamar adalah 11.492 orang, dan yang lulus seleksi administrasi sebanyak 10.786 orang. Sebanyak 10.786 orang tersebut berhak untuk melanjukan seleksi SKD dengan sistem CAT. Sebanyak 100 orang dari 10.786 tersebut dipilih penulis secara acak untuk menjadi responden. ## Karakteristik Responden Berdasarkan hasil kuesioner yang disebar kepada 100 responden, ditemukan bahwa peserta laki-laki lebih banyak yaitu 59 orang dibanding peserta perempuan yang hanya 41 orang. Dari 100 orang responden tersebut diperoleh informasi bahwa usia peserta paling muda adalah 20 tahun dan paling tua adalah 34 tahun. Kisaran usia ini dapat dipahami karena persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung yang menyatakan usia pelamar tidak melebihi usia 35 tahun. Kisaran umur yang paling banyak adalah usia 26-30 tahun sebanyak 47 orang atau 47%. Berdasarkan tingkat pendidikan, responden terbagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu D-III, D-IV, S-1 dan S-2. Selanjutnya lebih detail mengenai jumlah dan pengelompokan responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Responden Responden Klasi ϐ ikasi Jumlah (Orang) Jenis Kelamin Laki-Laki 59 Perempuan 41 Tingkat Pendidikan D-III 29 D-IV 30 S-1 35 S-2 6 Usia 20-25 19 26-30 47 30-35 35 Sumber: Hasil Penelitian tahun 2018, diolah Karakteristik responden yang teramati sebagaiman tertera pada Tabel 1. di atas sangat erat kaitannya dengan persyaratan calon ASN yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Bandung. Persyaratan calon ASN Kabupaten Bandung seperti tertuang dalam Pengumuman Bupati Bandung Nomor: 871/2081/Bkppd tentang Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 2018 terdiri dari persyaratan umum dan persyaratan khusus. Salah satu persyaratan umum tentang usia di mana peserta harus berusia minimum 18 tahun dan maksimum 35 tahun pada saat melamar. Persyaratan lain yang ditetapkan adalah berpendidikan minimal D-III, D-IV, dan S-1 yang disesuaikan dengan formasi yang dibutuhkan. Berdasarkan Tabel 1. di atas ditemukan responden sebanyak 6 (enam) orang berpendidikan S-2, walaupun tidak ada formasi untuk yang berpendidikan S-2. Para peserta yang berpendidikan S-2 ini umumnya hanya melampirkan berkas ijazah S-1 untuk melengkapi persyaratan seleksi, karena formasi S-2 umumnya sangat jarang dibuka. Tabel 2. Statistik Deskriptif Pendapat Responden N Minimum Maximum Mean Std. Deviation X1.1 100 1 4 3,19 0,971 X1.2 100 2 4 3,47 0,627 X1.3 100 2 4 3,38 0,616 X1.4 100 1 4 3,24 0,806 X1.5 100 2 4 3,48 0,541 X2.1 100 1 4 3,37 0,787 X2.2 100 1 4 3,30 0,759 X2.3 100 2 4 3,43 0,607 X3.1 100 1 4 1,91 0,805 X3.2 100 1 4 2,82 0,833 X3.3 100 2 4 3,40 0,569 Valid N (listwise) 100 Sumber : Output data SPSS 24 Tahun 2018 ## Opini peserta terhadap fasilitas dan pelayanan dalam pelaksanaan ujian dengan sistem CAT Analisis opini peserta terhadap fasilitas dan pelayanan dalam pelaksanaan ujian dengan sistem CAT disajikan dalam tabel 3 berikut. ## Tabel 3. Rekapitulasi Pendapat Responden terkait Fasilitas dan Pelayanan Pelaksanaan Computer Assisted Test (CAT) Pendapat Responden X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 Sangat tidak setuju 10 0 0 4 0 Tidak Setuju 9 7 7 11 2 Setuju 33 39 48 42 48 Sangat Setuju 48 54 45 43 50 Total (orang) 100 100 100 100 100 Sumber : Hasil penelitian 2018, diolah dengan SPSS 24 Berdasarkan Tabel 2 di atas diperoleh informasi bahwa untuk variabel X1 (fasilitas dan pelayanan) diperoleh rata- rata pendapat responden berada di atas 3 (tiga) untuk semua indikator. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum fasilitas yang tersedia dan pelayanan yang dilakukan oleh panitia seleksi calon ASN Kabupaten Bandung sudah di atas penilaian “baik”. Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa untuk beberapa indikator masih ada peserta yang berpendapat sangat tidak setuju atau tidak setuju terhadap fasilitas dan pelayanan yang ada. Pada indikator X1.1 (penilaian terhadap lokasi ujian), sebanyak 10 (sepuluh) orang menyatakan pendapat sangat tidak setuju dan sebanyak 9 (Sembilan) orang menyatakan tidak setuju. Hal ini kemungkinan disebabkan jarak yang cukup jauh lokasi ujian dari tempat tinggal peserta. Selain itu, hal ini dapat juga disebabkan hambatan kemacetan yang terjadi saat menuju lokasi ujian. Lokasi ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dengan sistem CAT dilaksanakan di Gedung Serbaguna Telkom University Buah Batu Bandung pada 26 Oktober sampai dengan 1 Nopember 2018. Akses menuju lokasi ini diketahui memang cukup ramai sehingga menimbulkan kemacetan sepanjang hari. Namun demikian sebanyak 81 orang (81%) menyatakan tidak keberatan atau setuju/sangat setuju dengan lokasi ujian tersebut. Pendapat responden terhadap indikator X1.2 (fasilitas komputer), hanya 7 orang yang menyatakan tidak setuju. Hasil pengamatan dan wawancara singkat, hal ini disebabkan adanya permasalahan pada saat mengoperasikan komputer pada saat tes berlangsung. Sedangkan sebanyak 93 orang (93%) menyatakan bahwa fasilitas komputer sudah sangat memadai dan layak untuk digunakan. Hasil pengamatan penulis, panitia seleksi sudah sangat menyiapkan semua fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan CAT. Setiap peserta mempunyai 1 (satu) komputer dan meja. Pendapat responden terhadap indikator X1.3 (ruangan yang digunakan), ditemukan sebagian besar (93%) menyatakan pesetujuannya. Ruangan yang digunakan untuk CAT adalah ruang serbaguna Telkom University. Ruangan ini cukup luas dan bisa menampung peserta dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu, ruangan ini juga disertai dengan fasilitas pendingin sehingga peserta bisa lebih tenang mengerjakan soal ujian. Dari tabel 2. Dapat dilihat bahwa rata- rata pendapat peserta untuk kondisi ruangan ini adalah 3,38. Rata-rata pendapat peserta terhadap pelayanan dan keramahan panitia (indikator X1.4) adalah 3,24. Sebanyak 93% menyatakan persetujuaannya terhadap sikap pelayanan dan keramahan panitia seleksi. Namun demikian, sebanyak 11 orang (11%) peserta menyatakan ketidaksetujuan terhadap pelayanan dan keramahan petugas. Hasil pengamatan penulis, hal ini disebabkan pada saat- saat tertentu meja pendaftaran sangat ramai yang menyebabkan petugas menjawab pertanyaan secukupnya. Selain itu, intonasi suara yang keras pada saat memberi pengumuman atau arahan bisa saja dianggap peserta sebagai bentuk kemarahan panitia. Berdasarkan tabel 3. dari indikator X1.5 (akses informasi) dapat diketahui bahwa akses peserta untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan ujian CAT ini sudah sangat baik. Sebanyak 98 orang (98%) menyatakan persetujuannya terhadap kemudahan memperoleh informasi yang terkait. Rata-rata pendapat peserta dapat dilihat pada tabel 2. adalah 3,48. Rataan ini adalah nilai tertinggi dari semua indikator yang berada di variabel fasilitas dan pelayanan. Informasi mengenai pelaksanaan CAT dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pengumuman resmi penerimaan CPNS dimuat di web resmi Pemerintah Kabupaten Bandung yaitu https://www.bandungkab.go.id/arsip/ penerimaan-cpns pada 17 Agustus 2018. Pendaftaran langsung secara on line dilakukan melalui web resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN) yaitu https://sscn.bkn.go.id/. (http:// bkpsdm.bandungkab.go.id/arsip/ pengumuman-pelaksanaan-cpns-2018- kabupaten-bandung) Opini peserta terhadap transparansi dan kemurnian pelaksanaan ujian dengan sistem CAT Indikator yang dinilai dalam variabel transparansi dan kemurnian dalam penelitian ini adalah keamanan soal (X2.1), Kejujuran hasil (X2.2) dan pembiayaan (X2.3). Hasil analisis dari masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 4. Nilai rata-rata pendapat responden mengenai transparansi dan kemurnian ujian CAT sepert tertera dalam Tabel 2 untuk semua indikator berada di atas nilai 3 (tiga). Hal ini menunjukkan se- cara umum peserta berpendapat bah- wa pelaksanaan CAT tahun 2018 di Kabupaten Bandung sudah transpar- an dan murni. Hasil ini sesuai dengan hasil voting yang dilakukan oleh BKN melalui akun twitter @BKNgoid ,kepada peserta yang sudah pernah mengiku- ti ujian CAT. Hasil yang diperoleh dari voting tersebut adalah sebanyak 58% menyatakan seleksi ASN beberapa ta- hun belakangan ini sudah transparan, 34% menyatakan cukup transparan dan 8% masih ada yang menyatakan kurang transparan. Pada tahun 2018, World Bank bahkan menetapkan Com- puter Assisted Test yang diselenggara- kan oleh BKN menjadi produk unggul Indonesia kategori Civil Service Man- agement yang sukses melakukan refor- masi mutu sistem rekrutmen ASN di Indonesia. (https://www.liputan6.com/ bisnis/read/3850645/58-persen-pela- mar-akui-seleksi-cpns-di-indonesia-su- dah transparan?related=dable&utm_ e x p i d = . 9 Z 4 i 5 y p G Q e G i S 7 w 9 a r - w T v Q . 1 & u t m _ r e f e r - rer=https%3A%2F%2Fwww.google. com%2F) ## Tabel 4. Rekapitulasi Pendapat Responden terkait Transparansi dan Kemurnian Pelaksanaan Computer Assisted Test (CAT) Pendapat Responden X2.1 X2.2 X2.3 Sangat tidak setuju 4 3 0 Tidak Setuju 7 9 6 Setuju 37 43 45 Sangat Setuju 52 45 49 Total (Orang) 100 100 100 Sumber: Hasil penelitian 2018, diolah dengan SPSS 24 Indikator yang dinilai dalam variabel transparansi dan kemurnian dalam penelitian ini adalah keamanan soal (X2.1), Kejujuran hasil (X2.2) dan pembiayaan (X2.3). Sebanyak 89% responden berpendapat bahwa soal yang disajikan dalam ujian CAT adalah aman atau tidak terjadi kebocoran soal kepada peserta sebelum pelaksanaan ujian. Hasil studi dokumentasi penulis, diketahui bahwa pengamanan soal SKD dengan sistem CAT untuk rekrutmen ASN dilakukan secara berlapis untuk menjaga transparansi dan menghindari kecurangan. Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) ASN 2018 mempunyai puluhan ribu bank soal yang terenkripsi dan terkunci di tiga lembaga negara. Bank soal tersebut tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja tapi harus dilakukan oleh tiga lembaga negara yang terkait. Dengan sistem ini kerahasiaan dan keamanan soal dapat dijamin. Selain itu, untuk menghindari adanya kerja sama antar sesama peserta ujian pada saat pelaksanaan CAT maka diberikan soal yang berbeda untuk peserta yang bersebelahan, depan, dan belakang. (https://tirto.id/cpns-2018- pengamanan-berlapis-dilakukan-guna- hindari-kecurangan-c3XR Sebanyak 88% responden menyatakan persetujuannya mengenai kejujuran hasil SKD dengan sistem CAT. Skor nilai dapat langsung dilihat pada saat itu juga setelah melakukan ujian. Setelah peserta mengkon irmasi bahwa pengerjaan soal sudah selesai dilaksanakan maka akan keluar tampilan nilai skor. Dengan demikian nilai atau skor ujian dapat dipastikan bebas dari intervensi pihak lain. Sedangkan untuk indikator pembiayaan, sebanyak 94% responden menyatakan persetujuaannya. Ujian SKD dengan sistem CAT memang relatif hanya mengeluarkan biaya pada pendaftaran awal. Pemberkasan semua diunggah melalui online . Karena pelaksanaannya computerized , sangat kecil kemungkinan ada peran “calo” yang meminta sejumlah uang untuk menjamin kelulusan tahap SKD. ## Opini peserta terhadap soal ujian dan kelulusan ujian dengan sistem CAT Indikator yang dinilai dalam variabel soal ujian dan kelulusan dalam penelitian ini adalah kesulitan materi ujian (X3.1), Passing grade (X3.2) dan kemudahaan penggunaan CAT (X3.3). Hasil analisis dari masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Rekapitulasi Pendapat Responden terkait Soal Ujian dan Kelulusan dalam Pelaksanaan Computer Assisted Test (CAT) Pendapat Responden X3.1 X3.2 X3.3 Sangat tidak setuju 31 5 0 Tidak Setuju 53 30 4 Setuju 10 43 52 Sangat Setuju 6 22 44 Total 100 100 100 Sumber: Hasil penelitian 2018, diolah dengan SPSS 24 Dari tabel 2. Dapat dilihat bahwa rata-rata penilaian terendah responden ada pada variabel X3 (soal ujian dan kelulusan). Rata-rata terendah untuk keseluruhan indikator adalah 1,91 pada indikator X3.1 (tingkat kesulitan soal ujian). Sebanyak 84 orang (84%) menyatakan ketidaksetujuannya atas soal ujian tersebut (Tabel 5.) Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengumuman Bupati Bandung Nomor: 813/2713/BKPPD tentang Hasil Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) pada Seleksi Calaon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung tahun 2018, jumlah peserta yang lulus seleksi SKD hanya 973 orang dari 10.786 orang peserta yang mengikuti ujian SKD. Jumlah yang lulus hanya sekitar 9%, termasuk angka yang sangat rendah. Hal ini sangat mungkin disebabkan soal termasuk kategori yang sulit bagi peserta tes. Soal ujian SKD dengan sistem CAT terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes In- telegensia Umum (TIU), dan Tes Wa- wasan Kebangsaan (TWK). Berdasar- kan hasil wawancara singkat dengan peserta test karakteristik pribadi mer- upakan jenis tes paling sulit pada CAT 2018 ini. Hal ini sejalan dengan lapo- ran BKN bahwa banyak peserta yang tidak lulus SKD karena test karakter- istik pribadi. Diperkirakan hanya seki- tar 9% rata-rata peserta yang lolos untuk semua instansi. (https://www. liputan6.com/bisnis/read/3685806/ banyak-cpns-gagal-tes-karakteris- tik-pribadi-ini-tanggapan-bkn?relat- e d = d a b l e & u t m _ ex p i d = . 9 Z 4 i 5 y p - GQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_refer- rer=https%3A%2F%2Fwww.google. com%2F) Data Tabel 5. memberikan informasi bahwa sebanyak 35 orang (35%) menyatakan ketidaksetujuannya atas sistem passing grade yang diterapkan. Nilai ini sejalan dengan nilai rataan pendapat responden terkait passing grade yang tertera dalam Tabel 2. hanya sebesar 2,82. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan responden, bahwa penilaian passing grade ini menurut mereka agak menyulitkan. Hal ini disebabkan penilaian kelulusan bukan berdasarkan total skor saja tetapi juga adanya nilai minimal untuk masing- masing subtes TKP, TIU dan TWK. Total skor yang diperoleh bisa saja tinggi atau melampaui ambang batas passing grade yang ditetapkan, tetapi jika salah satu nilai sub tes tidak memenuhi ambang batas, peserta akan dinyatakan tidak lulus ujian SKD. Berdasarkan Peraturan Menteri PANRB No. 37/2018 tentang Nilai Ambang Batas SKD Pengadaan CPNS 2018 passing grade bagi peserta SKD dibedakan pada beberapa kelompok pelamar. Kelompok tersebut adalah kelompok jalur umum, cum laude dan diaspora serta penyandang disabilitas. Passing grade untuk kelompok jalur umum adalah nilai TKP minimal 143, nilai TIU minimal 80, dan nilai TWK minimal 75. Total passing grade minimal 298. Passing grade untuk sarjana cumlaude dan diaspora, akumulasi nilai paling sedikit 298 dengan nilai TIU minimal 85. Sedangkan bagi penyandang disabilitas, nilai kumulatifnya 260, dengan TIU minimal 70. Nilai paling tinggi yang dapat diperoleh dalam tes SKD adalah 500 dan paling rendah adalah 35. Sebanyak 96% menyatakan persetujuannya terkait kemudahan penggunaan CAT (indikator X3.3). Hal ini dapat dipahami karena hampir seluruh peserta berada pada kelompok usia yang sudah akrab dengan teknologi dan pengoperasian komputer. Selain itu tutorial tata cara ujian dengan sistem CAT banyak ditemukan di berbagai media online . BKN sendiri merilis simulasi CAT SELEKSI ASN 2018 melalui aplikasi software demo pelaksanaan ujian dengan sistem CAT. Demo ini dapat dilihat di berbagai tayangan https://www.youtube.com/ watch?v=nyGQKPDpxwo yang diunggah resmi oleh BKN. ## SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh simpulan bahwa sebagian besar peserta calon ASN Kabupaten Bandung tahun 2018 yang mengikuti ujian dengan sistem CAT berpendapat pelaksanaan ujian sistem CAT sudah berjalan dengan baik. Simpulan ini diambil atas dasar hasil penelitian sebagai berikut. 1. Nilai rata-rata opini peserta terhadap seluruh indikator fasilitas dan pelayanan berada di atas angka 3 (tiga). Hal ini menunjukkan bahwa peserta sudah setuju dengan fasilitas dan pelayanan yang mereka terima. 2. Nilai rata-rata opini peserta terhadap seluruh indikator transparansi dan kemurnian berada di atas angka 3 (tiga). Hal ini menunjukkan bahwa peserta mempercayai bahwa pelaksanaan ujian sistem CAT sudah transparan dan murni. 3. Nilai rata-rata opini peserta terhadap variabel soal ujian dan kelulusan, terdapat 2 (dua) indikator yang berada di bawah angka 3 (tiga). Indikator tersebut adalah tingkat kesulitan soal (rata-rata = 1,91) dan passing grade (rata-rata = 2,82) Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta menyatakan soal terlalu sulit dan tidak menyetujui sistem passing grade untuk menentukan kelulusan. ## SARAN Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar peserta menganggap soal ujian terlalu sulit. Panitia seleksi atau lembaga terkait disarankan untuk melakukan sosialisasi tentang jenis soal dan materi yang akan diujikan. Upaya dapat dilakukan dengan lebih banyak publikasi atau tayangan contoh soal-soal melalui media yang mudah dijangkau masyarakat, misalnya melalui you tube atau web resmi. Demikian juga halnya mengenai penetapan passing grade untuk menentukan kelulusan. Pencapaian skor minimum untuk subtes disarankan untuk dipertimbangkan kembali. ## DAFTAR PUSTAKA Abdullah, 2001. Press Relation. Bandung: Remaja Rosdakarya, Mulyana, D. (2008) Pengantar Ilmu Komuni- kasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hargiyanto, N.S (2012) “Ujian Online, Cara Baru Pengukuran Kompetensi Pega- wai,” Nimmo, D. (2001) Komunikasi Politik; kha- layak dan efek, (Bandung, Rosda- karya, 2001) ## Peraturan Perundang-Undangan Pengumuman Bupati Bandung Nomor: 813/2713/BKPPD tentang Hasil Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) pada Seleksi Calaon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Lingkungan Pemer- intahan Kabupaten Bandung tahun 2018 Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2002; Jo Peraturan Pemerintah No- mor 11 Tahun 2002 tentang pen- gadaan Pegawai Negeri Sipil. Ryan, T. (2013). Sample Size Determination and Power. John Wiley and Sons. Sinambela (2006), Sinambela, LijanPoltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik:- Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT. BumiAksara. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuanti- tatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, ## Sumber Lain http://bkpsdm.bandungkab.go.id/arsip/ p e n g u m u m a n - h a s i l - s e l e k s i - k o m p t e n s i - d a s a r - s k d - p a d a seleksi-cpns-2018-di-lingkungan- pemerintah-kabupaten-bandung diakses pada 1 Juli 2019. https://sscn.bkn.go.id/. (http://bkpsdm. b a n d u n g k a b . g o . i d / a r s i p / pengumuman-pelaksanaan-cpns- 2018-kabupaten-bandung diakses pada 1 Juli 2019. https://tirto.id/cpns-2018-pengamanan- berlapis-dilakukan-guna-hindari- kecurangan-c3XR diakses pada 1 Juli 2019. https://www.bandungkab.go.id/arsip/ penerimaan-cpns diakses pada 9 Juli 2019. h t t p s : / / w w w. l i p u t a n 6 . c o m / b i s n i s / read/3685806/banyak-cpns-ga- g a l - t e s - k a r a k t e r i s t i k- p r i b a - d i - i n i - t a n g g a p a n b k n ? r e l a t - ed=dable&utm_expid=.9Z4i5yp- GQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_re- ferrer=https%3A%2F%2Fwww. google.com%2F diakses pada 9 Juli 2019. h t t p s : / / w w w. l i p u t a n 6 . c o m / b i s n i s / read/3850645/58-persen-pela- mar-akui-seleksi-cpns-di-indo- nesia-sudah transparan?relat- e d = d a b l e & u t m _ e x p i d = . 9 Z 4 i - 5ypGQeGiS7w9arwTvQ.1 &utm _referrer=https%3A%2F%2Fwww. google.com%2F diakses pada 15 Juli 2019. https://www.youtube.com/watch?v=nyGQ- KPDpxwo diakses pada 15 Juli 2019. Worldbank (2017). Improving Public Sec- tor Performance Through Innova- tion And Inter-Agency Coordina- tion. Case Study From The Global Report. Reforming Civil Service Re- cruitment through Computerized Examinations in Indonesia . Di- unduh dari http://documents. worldbank.org/curated/en/833 041539871513644/12229027 2_201811348033538/addition- al/131020-WP-P163620-World- BankGlobalReport-PUBLIC.pdf pada 22 Juli 2019
4a7dfe65-dd0f-4e6f-9fc1-b4bb07ddd65a
http://jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m/article/download/142/105
Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Analisis Beban Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap ... ## ANALISIS BEBAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP DI RSU BAHTERAMAS SULAWESI TENGGARA Iqra S 1  , Rusna Tahir 2 1 Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mamuju 2 Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari ARTICLE INFO ## ABSTRACT Article history Submitted : 2019-07-30 Revised : 2020-07-22 Accepted : 2020-07-27 ## Keywords: ## Workload Nurse Ward The quality of health services, one of which is determined by the quality of nursing services provided to patients. Workload problems felt by nurses both qualitatively and quantitatively often cause a decrease in the quality of care services that are sometimes not noticed by the hospital. This study aimed to identify the workload of nurses working in class I, class II, and class III treatment rooms. This study was an observational analytic cross-sectional study approach. The samples were 74 female nurses who worked for ≥ 2 years in the treatment room. They were selected by purposive sampling. Data collection was done through questionnaires, observations, and interviews. Data were analyzed by Kruskal Wallis analysis to see differences in workloads between three treatment rooms. The results showed a significant difference in workload between the three treatment rooms (p = 0.037), where class III treatment rooms had a greater workload compared to other treatment rooms (Mean rank = 45.81). The need for an analysis of the needs of nurses is adjusted to the level of dependence of patients in each room so that the workload received by nurses in accordance with existing conditions. Kata Kunci: Beban Kerja Perawat Ruang Perawatan Kualitas layanan kesehatan salah satunya ditentukan oleh kualitas layanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Masalah beban kerja yang dirasakan oleh perawat baik secara kualitatif dan kuantitatif sering menyebabkan penurunan kualitas layanan perawatan yang kadang-kadang tidak diperhatikan oleh rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi beban kerja perawat yang bekerja di ruang perawatan kelas I, kelas II, dan kelas III. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study . Sampel diambil sebanyak 74 perawat wanita yang bekerja ≥ 2 tahun di ruang perawatan, dan sampel dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan analisis Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan dalam beban kerja di antara tiga ruang perawatan. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam beban kerja di antara ketiga ruang perawatan (p = 0,037), di mana ruang perawatan kelas III memiliki beban kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ruang perawatan lainnya ( Mean rank = 45,81). Perlunya dilakukan analisis kebutuhan tenaga perawat yang disesuaikan dengan tingkat ketergantungan pasien di ruangan masing- masing, sehingga beban kerja yang diterima perawat sesuai dengan kondisi yang ada.  Corresponding Author: ## Iqra S Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mamuju Telp. 085255532277 Email: [email protected] ## PENDAHULUAN Pelayanan keperawatan merupakan salah satu cerminan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan. Besarnya peran perawat dalam sistem tatanan pelayanan kesehatan di rumah sakit, menyebabkan adanya tuntutan kerja tinggi yang harus ditunjukkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Sehingga tidak jarang ditemukan munculnya masalah penurunan kinerja bagi perawat oleh karena burnout yang dialaminya. Burnout merupakan keadaan individu yang mengalami kelelahan, depersonalisasi, dan menurunnya kinerja akibat keterlibatan diri pada pekerjaan yang memiliki banyak tuntutan emosional dan terlalu sedikit sumber kepuasan atau adanya ketidakpuasan (Moorhead & Griffin, 2013). Burnout dapat memberikan dampak yang negatif terhadap penampilan kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Selain itu, burnout juga dapat ## Jurnal Kesehatan Manarang Volume 6, Nomor 1, Juli 2020, pp. 62 – 68 ISSN 2528-5602 (Online), ISSN 2443-3861 (Print) Journal homepage: http://jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m berdampak pada rendahnya kepuasan kerja perawat, berkurangnya komitmen terhadap organisasi, dan meningkatnya intention turnover perawat (Laschinger & Wong, 2014). Salah satu faktor yang menjadi penyebab munculnya burnout bagi perawat yang banyak di bicarakan saat ini adalah karena adanya beban kerja yang berlebihan pada perawat (Xanthopoulou et al., 2007). Volume kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan diri perawat akan menyebabkan perawat bekerja lebih ekstra dalam memenuhi pelayanan keperawatan kepada pasien. Kondisi ini akan menjadi pemicu kelelahan emosional perawat dari aktivitas tersebut yang pada akhirnya berdampak pada kinerja yang ditunjukkan. Memperhatikan aspek beban kerja yang baik bagi perawat adalah hal yang penting bagi institusi pelayanan kesehatan (Whitebead et al., 2010). Bagi perawat, selain berinteraksi dengan pasien perawat juga dihadapkan pada beban kerja lainnya seperti bekerja semaksimal dengan keterbatasan jumlah tenaga maupun jadwal dinas yang padat. Selain itu sering kali mereka dihadapkan pada kondisi-kondisi kritis pasien yang mengancam pada kematian pasien, ataupun ketidakjelasan waktu penyembuhan (Lailani, 2012). Kondisi dengan beban kerja yang berlebihan ini akan menjadi sumber tekanan kerja perawat dalam bekerja sehingga menjadi penentu kualitas kinerja pada perawat (Xanthopoulou et al., 2007). Menurut (Marquis & Huston, 2010) beban kerja pada konteks keperawatan merupakan seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan. Sedangkan (Hadley et al., 2004) menjabarkan beban kerja perawat sebagai jumlah perawatan yang dilakukan terhadap pasien yang berdasarkan atas penilaian perawat pada kebutuhan keperawatan pasien tersebut, dan perawatan lain yang pasien butuhkan. Gaudine dikutip dalam (Kurniadi, 2013) memberikan pandangan yang sedikit berbeda, dimana beban kerja dilihat dari jumlah total waktu keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam memberikan pelayanan keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah perawat yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan tersebut. Segala aktivitas perawat dalam kegiatan selama bertugas merupakan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya, baik yang langsung kontak dengan pasien maupun tidak secara langsung. Contoh untuk waktu keperawatan berupa tindakan yang langsung kontak dengan pasien yaitu melakukan pengkajian, mengukur tanda-tanda vital, membantu personal hygiene , menemani pasien bercakap-cakap, dan lain-lain. Sedangkan waktu keperawatan tidak langsung yaitu tidak adanya kontak langsung dengan pasien misalnya, menulis dokumentasi pengkajian pasien, hasil tindakan, mengurus berkas rekam medis, dan lain-lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi beban kerja perawat dapat dilihat melalui dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan beban kerja yang dipengaruhi dari luar tubuh pekerja, di antaranya : 1) tugas-tugas yang dilakukan bersifat fisik seperti tempat kerja, ketersediaan alat dan sarana kerja, kondisi kerja, dan tugas- tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, dan tanggung jawab pekerjaan. 2) Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, kondisi kesehatan, motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi beban kerja perawat pelaksana di beberapa ruangan yang ada di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. ## METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan Cross sectional study . ## Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di ruang rawat inap (kelas 1, kelas 2, dan kelas 3) RSU. Bahteramas Provinsi Sultra. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2014. ## Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RSU. Bahteramas. Sampel terpilih sebanyak 74 orang yang dipilih secara purposive sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi yaitu perawat pelaksana berjenis kelamin perempuan dan bekerja lebih dari 2 tahun. ## Pengumpulan Data Instrumen untuk mengukur beban kerja perawat berupa kuesioner yang diadopsi dari penelitian Mastini (2013) yang bersumber dari Nursalam (2003) yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya (r hitung = 0,530 – 0,867, dan cronbach alpha = 0,9). Pertanyaan terdiri dari 13 pertanyaan tentang beban kerja yang dipersepsikan perawat berdasarkan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan maupun tingkat kesulitan atau kerumitan pekerjaannya. Rentang jawaban yang digunakan yaitu mulai dari tidak pernah ada keluhan dalam melaksanakan tugas (skor 1), kadang-kadang ada keluhan dalam melaksanakan tugas (skor 2), sering ada keluhan dalam melaksanakan tugas (skor 3), dan selalu timbul keluhan dalam melaksanakan tugas (skor 4). Selain itu, dilakukan pula observasi terhadap jenis pekerjaan yang dilakukan perawat untuk mengetahui beban kerja secara kuantitas. ## Pengolahan dan Analisis Data Data dianalisis berdasarkan skala ukur dan tujuan penelitian dengan menggunakan perangkat lunak program komputerisasi. Data dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari karakteristik responden dan variabel. Sedangkan untuk memperoleh data perbedaan beban kerja berdasarkan ruangan perawat digunakan uji kruskal-wallis . Penelitian ini juga telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan nomor 0933/H4.8.4.5.31/ PP36-KOMETIK/2014 . ## HASIL PENELITIAN Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa sebagian besar umur responden lebih dari 30 tahun yakni 46 perawat (62,2%), dan untuk lama kerja perawat sebagian besar berada antara 2 – 5 tahun yaitu 31 perawat (41,9%). Untuk kategori strata pendidikan terakhir perawat terbanyak vokasional yakni 63 perawat (85,1%), dengan 49 perawat (66,2%) telah menikah. Adapun untuk distribusi responden berdasarkan ruangan, responden terbanyak berada pada ruangan Mawar yaitu 28 responden (37,8%). ## Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden No Karakteristik n % 1 Umur Responden ≤ 30 tahun 28 37,84 > 30 tahun 46 62,16 2 Lama Kerja 2 – 5 tahun 31 41,89 6 – 9 tahun 23 31,08 ≥ 10 tahun 20 27,03 3 Pendidikan Vokasional 63 85,14 Profesional 11 14,86 4 Status Pernikahan Belum menikah 25 33,78 Menikah 49 66,22 5 Unit Kerja Kelas I 22 29,73 Kelas II 28 37,84 Kelas III 24 32,43 Hasil analisis pada variabel beban kerja dapat dilihat pada tabel di bawah ini : ## Tabel 2. Beban Kerja pada Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Beban Kerja n % Optimal 47 63,5 Berat 27 36,5 Total 74 100 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa beban kerja perawat secara kualitatif terbanyak berada pada kategori optimal. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ruangan kelas I beban kerja terbanyak berada pada kategori optimal dan pada kelas II terbanyak pada kategori optimal, sedangkan pada ruangan kelas III terdistribusi sama pada kategori optimal dan berat. Dari hasil analisis diketahui bahwa terdapat perbedaan beban kerja perawat berdasarkan ruangan perawatan ( p = 0,037) dimana ruangan kelas III memiliki beban kerja yang paling tinggi dibandingkan ruangan lainnya. ## PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa secara umum beban kerja perawat di ruang perawatan terbanyak berada pada kategori optimal yaitu sebanyak 63,5% sedangkan beban kerja kategori berat sebanyak 36,5%. Beban kerja yang dirasakan perawat merupakan respon subjektif terhadap akumulasi dari penggunaan waktu perawat selama bertugas dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien (Kurniadi, 2013). Sehingga beban kerja perawat dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan perawat terkait perawatan langsung maupun tidak langsung kepada pasien, yang mana kegiatan ini akan menjadi beban kerja yang dirasakan perawat sesuai atau tidak dengan kemampuan dirinya. ## Tabel 3. Perbedaan Beban Kerja pada Perawat Berdasarkan Ruangan Ruang Kelas Perawatan Beban Kerja Jumlah Mean Rank p Optimal Berat n % n % n % Kelas I 14 63.64 8 36.36 22 100 37.36 0.037 Kelas II 21 75.00 7 25.00 28 100 30.48 Kelas III 12 50.00 12 50.00 24 100 45.81 Rodahl mengemukakan bahwa optimalnya beban kerja yang dirasakan perawat tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu pengaruh faktor eksternal maupun internal pada diri individu perawat (Agustini, 2013). Pada faktor internal, perawat memandang bahwa pekerjaan sebagai seorang perawat merupakan suatu tugas mulia. Sehingga ada kepuasan, kepercayaan, keinginan, dan motivasi yang kuat bagi individu ketika bekerja. Hal ini menjadi faktor yang sangat kuat, dan sangat mempengaruhi individu dalam bekerja. Hasil pengolahan data yang dilakukan ditemukan bahwa faktor internal cukup menonjol pada diri perawat yang bekerja di ruang perawatan. Gambaran kecilnya terlihat pada 8 perawat (29,6%) yang memiliki beban kerja berat ternyata menunjukkan kinerja yang sangat baik. Peneliti mencoba mengkaji dengan melakukan wawancara pada 3 orang perawat perwakilan masing-masing ruangan yang memiliki pernyataan yang sama. Dari hasil wawancara diketahui bahwa menurut mereka melaksanakan tugas dalam memberikan pelayanan keperawatan yang terbaik adalah yang utama, sehingga sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk bekerja semaksimal mungkin walaupun dengan beban kerja yang tinggi. Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan penelitian (Sitepu, 2013) yang menemukan bahwa beban kerja tidak menjadi penghalang bagi individu dalam bekerja karena di dorong oleh faktor motivasi. Hal ini sesuai dengan penjelasan (Potter & Perry, 2010) bahwa keperawatan adalah profesi yang memberikan pelayanan dengan penuh kasih sayang, perhatian, tanggung jawab, dan rasa hormat kepada siapa pun yang dirawat. Sehingga untuk dapat melaksanakan hal ini, harus didasarkan panggilan jiwa. Oleh karena itu, pada kelompok ini menunjukkan fokus utama pelayanan perawat adalah pemenuhan kebutuhan pasien. Selain itu, beban kerja dapat pula dipengaruhi dari kemampuan individu perawat itu sendiri seperti pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat dalam melaksanakan pekerjaan sehingga mampu dan dengan mudah menyelesaikan tugasnya. Adanya tuntutan keluarga pasien, harapan pimpinan akan kualitas pelayanan, kurangnya tenaga dan variasi pekerjaan yang terlalu banyak juga turut menambah beban kerja pada perawat (Marquis & Huston, 2010). Asumsi ini dibuktikan dari distribusi responden, didapatkan bahwa rata-rata perawat telah berpendidikan minimal diploma keperawatan dan tidak ada lagi dengan tamatan SPK. Sehingga kemampuan yang ditunjang pengetahuan yang baik dapat menjadi penunjang optimalnya beban kerja perawat. Pada faktor eksternal, beban kerja optimal di RSU Bahteramas telah terkelola dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan pengaturan lamanya waktu kerja sesuai dengan standar kebijakan, waktu istirahat, kerja bergilir di antara perawat, pengaturan kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi yang telah mengikuti MPKP, serta pelimpahan tugas dan wewenang yang baik. Keseluruhan komponen ini akan menimbulkan iklim kerja yang baik sehingga individu merasa betah untuk melakukan pekerjaan walaupun telah melebihi beban kerjanya. Hasil ini sejalan dengan penelitian (Lestya et al., 2016) yang mengemukakan bahwa iklim kerja yang baik berkorelasi secara positif dengan beban kerja fisik karyawan. Pada awalnya, beban kerja tersebut menjadi sebuah tantangan bagi individu untuk tetap berupaya melaksanakan pekerjaan sehingga mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan yang diharapkannya, akan tetapi berlangsungnya secara terus menerus kondisi beban kerja yang terus meningkat dapat mengakibatkan perawat akan mencapai kemampuan maksimal pada diri sehingga menyebabkan munculnya kelelahan secara fisik maupun emosional terhadap pekerjaan itu sendiri (Laschinger & Wong, 2014). Berdasarkan analisis perbedaan beban kerja di antara ketiga ruang perawatan yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III ditemukan bahwa ruangan kelas III memiliki beban kerja lebih besar dengan mean rank sebesar 45,81, dan perbedaan di antara ketiga ruangan tersebut sangat bermakna dengan nilai p = 0,037. Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa ruang perawatan kelas III memiliki beban kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan ruang perawatan lainnya. Ruangan perawatan kelas III merupakan ruang perawatan yang diberikan pada kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan fasilitas yang ditawarkan berupa ruang inap berkapasitas 4 – 6 orang. Lebih murah dan terjangkaunya biaya dalam perawatan kelas III ditengarai menjadi penyebab jumlah pasien yang dirawat lebih banyak dengan intensitas pemanfaatan tempat tidur juga tinggi. Tingginya beban kerja yang dipersepsikan perawat diruang perawatan kelas III dibandingkan dengan ruang perawatan lainnya sejalan dengan observasi beban kerja yang dilakukan peneliti dengan menggunakan pendekatan work sampling untuk mengamati pola kegiatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari 4 perawat yang diamati di ruangan kelas III, terdapat 3 perawat yang memiliki waktu kerja produktifnya >80% dari waktu dinas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja dari perawat tersebut melebihi beban kerja yang seharusnya dilakukan. Selain itu, untuk melihat pola beban kerja di ruangan masing-masing, peneliti melakukan analisis kebutuhan tenaga perawat yang didasarkan pada perhitungan Gillies sehingga didapatkan data kesesuaian jumlah tenaga yang dibutuhkan saat ini. Berdasarkan data bed ocupation rate (BOR) dan rata-rata tingkat ketergantungan pasien, diketahui bahwa kebutuhan tenaga perawat di ruangan kelas I yaitu 25 perawat (saat ini 31 perawat), di ruangan kelas II yaitu 20 perawat (saat ini 31 perawat), dan di ruangan kelas III yaitu 36 perawat (saat ini 30 perawat). Dari hasil perhitungan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian kebutuhan tenaga pada ruangan kelas III yang masih kurang 6 perawat, sedangkan di ruangan kelas I dan kelas II berlebih dari kebutuhan yang seharusnya. Tidak sesuainya rasio jumlah perawat dengan jumlah pasien akan semakin menambah beban kerja perawat di ruangan tersebut. Hal ini senada dengan penjelasan (Nursalam, 2011) dimana beban kerja berlebih pada perawat sering kali disebabkan karena rasio tenaga perawat dengan pasien yang tidak seimbang, sehingga perawat mengerjakan terlalu banyak pekerjaan. Dari kondisi ini dapat menjadi pemicu munculnya kelelahan emosional bagi perawat di ruangan kelas III yang dapat berdampak pada kinerjanya. Seperti hasil penelitian (Shirom et al., 2010) maupun (Tamaela, 2011) yang menemukan bahwa beban kerja merupakan variabel yang memiliki hubungan searah dengan tingginya burnout sehingga dapat menyebabkan penurunan kinerja. Dari wawancara yang dilakukan pada kepala ruangan di tiga ruangan, ditemukan adanya beberapa kegiatan tambahan yang dapat menambah beban kerja perawat di antaranya mengikuti apel pagi pada jam 07.15 untuk perawat jaga pagi, harus mengantar pasien ke ruangan radiologi maupun poliklinik, dan mengurus administrasi pasien. Menurut kepala ruangan, adanya pekerjaan tambahan ini menyebabkan semakin banyaknya kesibukan perawat sehingga interaksi yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pasien berkurang. Selain itu, pada observasi ditemukan pula adanya waktu kerja yang terlalu banyak digunakan perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan (±25% dari waktu kerja), dan bahkan beberapa perawat mengeluhkan pendokumentasian ini terlalu banyak sehingga muncul rasa malas untuk melengkapi pendokumentasian. Banyaknya variasi kerja yang di kerjakan perawat inilah yang akan semakin menambah beban kerja yang dipersepsikannya (Sadock & Sadock, 2010). Demikian pula pernyataan dari perawat mengenai beban kerja ditemukan adanya beberapa keluhan yang menambah beban kerja perawat. Di antaranya pada pertanyaan beban kerja terhadap kontak langsung perawat dengan pasien ditemukan ada 54,2% perawat di ruangan kelas III merasa sering menjadi beban dalam melaksanakan tugas. Dari observasi yang dilakukan peneliti di ruangan kelas III, diketahui bahwa pasien yang dilayani adalah masyarakat yang pada umumnya tidak mampu. Menurut salah salah satu perawat di ruangan kelas III, bahwa beratnya beban kerja yang dirasakan selama memberikan pelayanan adalah pasien di kelas III memiliki kecenderungan untuk susah diatur, contohnya keluarga pasien yang terlalu banyak menjaga pasien di ruangan sehingga sering mengganggu kenyamanan perawat untuk bekerja. Selain itu, ditinjau dari karakteristik penyakit pasien yang dirawat sering juga berkaitan dengan penyakit-penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dan lain-lain. Salah satu contoh adanya isu virus MERS ( Midlle east respiratory syndrome ) pada beberapa pasien, perawatannya dilakukan di ruangan kelas III ini sehingga terkadang menjadikan perawat merasa cemas dalam memberikan pelayanan keperawatan. Hal-hal inilah yang memungkinkan dapat menambah beban kerja yang dipersepsikan perawat di ruangan kelas III. Jika dilihat dari standar beban kerja berdasarkan waktu jam kerja yang ditentukan rumah sakit pada umumnya sudah sesuai. Dimana setiap perawat wajib bekerja selama 42 jam per minggu, sehingga pengaturan jadwal dinas perawat yang telah dilakukan kepala ruangan sesuai dengan porsi masing-masing perawat setiap minggunya. Akan tetapi jika dilihat dari distribusi jadwal jaga berdasarkan 3 shift di ruangan kelas III ditemukan adanya hal yang tidak sesuai. Dimana perawat jaga pagi rata-rata 15 perawat, jaga sore dan malam masing-masing 5 perawat. Jika dilihat dari perhitungan distribusi perawat berdasarkan shift dengan metode Gillies, seharusnya di ruangan kelas III ini pada jaga sore sebanyak 11 perawat. Sehingga banyak ditemukan perawat yang mengeluh merasakan sangat sibuk dan melelahkan pada saat dinas sore. Berbeda halnya dengan beban kerja perawat di ruangan kelas I yang pada umunya terbanyak berada pada kategori optimal yaitu 14 perawat (63,6%), dan hanya 9 perawat (36,4%) yang beranggapan berat. Akan tetapi dari beberapa pertanyaan tentang beban kerja pada perawat di kelas I, ditemukan adanya pertanyaan-pertanyaan yang direspons menjadi beban bagi perawat dalam bekerja di antaranya adalah beban karena tuntutan keluarga akan kesehatan pasien ditemukan 72,7% perawat merasa sering menjadi beban, dan ada 54,5% perawat kadang merasa pengetahuan dan keterampilannya tidak mampu mengimbangi kesulitan dalam pekerjaan. Selain itu, beban kerja oleh karena harapan pimpinan akan pelayanan yang berkualitas ditemukan sebanyak 45,5% perawat menjawab sering menjadi beban. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan beban kerja yang dipersepsikan perawat yang semakin meningkatkan yang dialami perawat dikelas I dibandingkan dengan ruangan kelas III. Dimana pada ruangan kelas III beban kerja lebih dikarenakan kurangnya jumlah tenaga dan kontak dengan pasien yang berisiko menular cukup tinggi. Pada ruangan perawatan kelas II merupakan ruangan yang memiliki nilai beban kerja paling rendah dibandingkan dengan dua ruangan lainnya. Jika ditinjau dari beban kerja selama observasi dari 4 perawat memang waktu kerja produktifnya rata-rata < 80% jam kerja, begitu pula dari data BOR selama bulan Mei hanya mencapai 56,6% dengan kata lain tidak mencapai standar BOR ideal yaitu 70-80%. Sehingga ruangan kelas II ini memiliki beban kerja yang cukup baik dan sesuai dengan jumlah perawat. ## KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna beban kerja di antara ruang perawatan kelas I, kelas II, dan kelas III. Sedangkan ruang perawatan kelas III memiliki beban kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ruang perawatan lainnya. Penelitian ini merekomendasikan perlunya dilakukan analisis kebutuhan tenaga perawat yang disesuaikan dengan tingkat ketergantungan pasien di ruangan masing- masing, sehingga beban kerja yang diterima perawat sesuai dengan kondisi yang ada. Selain itu, perlunya perbaikan pada sistem pengelolaan dokumentasi asuhan keperawatan (askep) yang lebih efektif untuk mengurangi waktu kerja perawat dalam mendokumentasikan askep contohnya menggunakan format check list , dan pengadaan tenaga administrasi maupun evakuator untuk mengurangi variasi kerja perawat, sehingga kegiatan perawat dapat lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan pasien. Penerapan model cheklist dalam pendokumentasian asuhan keperawatan lebih memudahkan perawat dalam mendokumentasikan serta waktu yang digunakan lebih efisien. ## DAFTAR PUSTAKA Agustini, T. (2013). Analisis beban kerja perawat pelaksana berdasarkan karakteristik, jenis ruang perawatan, dan pengaturan shift di ruang rawat inap Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI Makassar tahun 2013 . Universitas Hasanuddin. Hadley, F., Graham, K., & Flannery, M. (2004). Workforce management objective a: Assess use, compliance and efficacy nursing workload measurement tools . March 2004 , 1–97. Kurniadi, A. (2013). Manajemen keperawatan dan prospektifnya : Teori, konsep, dan aplikasi . Badan Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Lailani, F. (2012). Burnout Pada Perawat Ditinjau Dari Efikasi Diri dan Dukungan Sosial. Talenta Psikologi , 1 (1), 66–86. https://doi.org/10.2143/TVG.69.08.2001 380 Laschinger, & Wong. (2014). Resonant Leadership and Workplace Empowerment: Nursing Economic$ , 32 (1), 5–16. Lestya, D. N. W., Rachman, F., & Wiediartini. (2016). Anaslisis Faktor Eksternal dan Internal Yang Mempengaruhi Beban Kerja Fisik Pada pekerjaan Finisshing Di Perusahaan Fabrikasi Baja. Conference on Safety Engineering and Its Application , 2581 , 24–28. Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan: Teori & aplikasi (4th ed.). EGC. Moorhead, G., & Griffin, R. W. (2013). Perilaku Organisasi : Manajemen sumber daya manusia dan organisasi (Diana Anggelika, Trans.) . Salemba Medika. Nursalam. (2011). Manajemen keperawatan : aplikasi dalam praktik keperawatan profesional (3rd ed.). Salemba Medika. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan, edisi 7 (Adriana Frederika, Trans.) (7th ed.). Salemba Medika. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (2nd ed.). EGC. Shirom, A., Nirel, N., & Vinokur, A. D. (2010). Work hours and caseload as predictors of physician burnout: The Mediating Effects by Perceived Workload and by Autonomy. Applied Psychology , 59 (4), 539–565. https://doi.org/10.1111/j.1464- 0597.2009.00411.x Sitepu, A. (2013). Beban Kerja Dan Motivasi Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Bank Tabungan Negara Tbk Cabang Manado. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi , 1 (4), 1123–1133. https://doi.org/10.35794/emba.v1i4.2871 Tamaela, E. Y. (2011). Konsekuensi Konflik Peran , Kelebihan Beban Kerja dan Motivasi Intrinsik terhadap Burnout pada Dosen yang . 13 (2), 111–122. Whitebead, D. K., Weiss, S. A., & Tappen, R. M. (2010). Essentials of nursing leadership and management (5th ed.). F.A Davis Company. Xanthopoulou, D., Bakker, A. B., Dollard, M. F., Demerouti, E., Schaufeli, W. B., Taris, T. W., & Schreurs, P. J. G. (2007). When do job demands particularly predict burnout? The moderating role of job resources. Journal of Managerial Psychology , 22 (8), 766–786. https://doi.org/10.1108/02683940710837 714.
075312f9-85ee-40f1-a1f4-e1a312dbbaba
https://journal.trunojoyo.ac.id/edutic/article/download/8907/6160
## Implementasi Metode Inferensi Fuzzy Tsukamoto Untuk Memprediksi Curah Hujan Dasarian Di Sumenep Isnaini Muhandhis 1 , Alven S. Ritonga 2 dan M. Harist Murdani 3 1 ,2,3 Prodi Teknik Informatika, Universitas Wijaya Saputra, Surabaya, Indonesia email: 1 [email protected] ## Abstrak Peramalan curah hujan diperlukan untuk membantu memprediksi awal musim karena anomali cuaca yang sering terjadi saat ini. Pada penelitian ini kami melakukan peramalan curah hujan dasarian di Sumenep menggunakan metode inferensi fuzzy Tsukamoto. Hasil peramalan curah hujan dengan metode inferensi fuzzy Tsukamoto memiliki akurasi yang baik dengan nilai MAPE 10,64%. Peramalan dengan fuzzy Tsukamoto dapat memprediksi awal musim kemarau yaitu pada Dasarian 3 bulan April tahun 2020. Adapun prediksi awal musim hujan adalah Dasarian 2 di bulan November 2020. Kata Kunci: sistem penunjang keputusan; sistem informasi; ramalan cuaca. ## Abstract Rainfall forecasting is needed to help predict the beginning of the season because of the weather anomalies that often occur at this time. In this research, we forecast the basic rainfall in Sumenep Regency using the Tsukamoto fuzzy inference method. The results of rainfall forecasting using the Tsukamoto fuzzy inference method have good accuracy with a MAPE value of 10.64%. Forecasting with fuzzy Tsukamoto can predict the start of the dry season, namely on Dasarian 3 in April 2020. The prediction of the start of the rainy season is Dasarian 2 in November 2020. Keywords: decision support system; information system; weather forecasting. ## PENDAHULUAN Pemanasan global menyebabkan suhu permukaan bumi naik dan mempengaruhi iklim dan cuaca. Saat ini, sering terjadi anomali cuaca sehingga datangnya musim sulit diprediksi (Arnel & Reynard, 1996). Oleh karena itu, peramalan curah hujan diperlukan untuk membantu memprediksi datangnya musim hujan dan musim kemarau. Dengan mengetahui datangnya musim hujan dan musim kemarau maka para stakeholder yang terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk mengambil tindakan. Misalnya, petani dapat mengatur waktu tanamnya sehingga terhindar dari kegagalan panen. Wisatawan dapat mengetahui waktu yang tepat untuk berlibur dan banyak manfaat lainnya. Pada penelitian ini, kami melakukan peramalan curah hujan menggunakan metode inferensi fuzzy Tsukamoto. Ada banyak metode yang digunakan untuk prediksi curah hujan seperti (Desmonda et al., 2018), (Hasan et al., 2018) dan (Harmoko et al., 2015). FIS Tsukamoto juga sering digunakan untuk peramalan cuaca dengan berbagai macam variabel input (Wahyuni et al., 2016). Fuzzy Tsukamoto telah banyak digunakan untuk memprediksi data pada (Mazenda et al, 2014) dan (Ferdiansyah & Hidayat, 2018). Pada penelitian ini kami menggunakan empat variabel masukan yang terdiri dari data curah hujan periode yang sama pada empat tahun sebelumnya. Peramalan serupa pernah dilakukan oleh (Wahyuni et al., 2016) dan memiliki akurasi yang cukup baik. Selain metode inferensi Tsukamoto, ada banyak metode lain untuk melakukan peramalan curah hujan seperti (Muhandhis et al., 2020) dan (Muhandhis et al., 2020). Pada penelitian ini peneliti membandingkan hasil peramalan antara ketiga metode tersebut untuk mengetahui metode yang terbaik. Hasil peramalan ini diharapkan dapat memberikan informasi penunjang pada stakeholder terkait peramalan musim, dan memberikan pengetahuan tentang metode peramalan yang terbaik. ## METODE PENELITIAN ## Pengumpulan Data Data curah hujan dasarian Stasiun Klimatologi Kalianget didapatkan dari situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data curah hujan periode tahun 2016-2019 digunakan sebagai data histori untuk membuat aturan fuzzy, sedangkan data tahun 2020 digunakan sebagai acuan data peramalan hujan dasarian. ## Metode inferensi fuzzy Tsukamoto Pada metode Tsukamoto merepresentasikan setiap aturan dengan bentuk IF-THEN yang monoton. Hasil dari perhitungan α-predikat setiap aturan diubah menjadi nilai tegas (crisp). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot (Maryaningsih et al., 2013). Langkah penyelesaian dengan fuzzy Tsukamoto (Ferdiansyah & Hidayat, 2018) : 1. Fuzzifikasi Fuzzifikasi mengubah masukan sistem yang memiliki nilai crisp menjadi satu set nilai samar (fuzzy) kemudian menentukan nilai derajat keanggotaan dalam setiap himpunan fuzzy. 2. Pembentukan Rules IF-Then Proses untuk membentuk Rule yang akan digunakan dalam bentuk IF –THEN yang tersimpan dalam basis keanggotaan fuzzy. 3. Mesin Inferensi Keluaran fuzzy didapatkan dari perubahan nilai masukan fuzzy dengan cara fuzzifikasi setiap aturan IF-THEN yang telah ditentukan di awal. Tsukamoto menggunakan fungsi implikasi MIN untuk mendapatkan nilai α-predikat setiap aturan. Kemudian, setiap nilai α-predikat digunakan untuk menghitung nilai Z atau keluaran dari tiap-tiap aturan. 4. Defuzzifikasi Tahap akhir adalah proses defuzzifikasi yang mengubah hasil keluaran fuzzy yang diperoleh dari mesin inferensi menjadi nilai tegas atau crisp. Hasil akhir diperoleh dengan menggunakan persamaan rata-rata pembobotan penjumlahan nilai Z dengan jumlah α-predikat dari keseluruhan Rules. ## Perhitungan akurasi peramalan Metode peramalan bertujuan untuk menghasilkan ramalan optimum yang tidak memiliki tingkat kesalahan besar. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi pada penelitian ini adalah MAPE (Mean Absolute Percentage Error) yang ada pada persamaan 1. 𝑀𝑎𝑝𝑒 = 100% 𝑛 ∑ | 𝑋 𝑡 − 𝑋̇ 𝑡 𝑋 𝑡 𝑛 𝑡=1 (1) dengan 𝑋 𝑡 adalah data aktual pada waktu t dan 𝑋̇ 𝑡 adalah data hasil peramalan pada waktu t. Kriteria keakuratan MAPE yaitu jika < 10% maka ketepatan peramalan sangat baik, jika nilai MAPE antara 10% - 20% ketepatan peramalan baik, sedangkan nilai 20% - 50% ketepatan peramalan cukup, dan jika nilai MAPE > 50% maka ketepatan peramalan tidak akurat. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Pendefinisian Masalah Pada penelitian ini, peramalan curah hujan dilakukan berdasarkan data histori curah hujan periode yang sama dengan data empat tahun sebelumnya sebagai variabel masukan. Data diambil dari Dasarian 1 Januari 2016 sampai Dasarian 3 Desember 2019. Keempat variabel tersebut disimbolkan dengan Z t- 1, Z t-2, Z t-3 dan Z t-4. Adapun Z t adalah simbol data curah hujan yang akan diramalkan. Sebelum memulai perhitungan dengan logika fuzzy, data curah hujan perlu diamati dulu untuk mengetahui jangkauan data curah hujan di tiap periode, seperti terlihat pada Tabel 1. ## Tabel 1. Jangkauan data curah hujan Tabel 2 merupakan sampel variabel masukan yang digunakan untuk meramal data curah hujan pada tahun 2020 sebanyak 36 data. Tabel 2. Sampel data input No Variabel Jangkauan 1 Z t-1 0 – 287 2 Z t-2 0 – 183 3 Z t-3 0 – 184 4 Z t-4 0 – 236 5 Z t 0 – 208 Jumlah Data Variabel Masukan Data 1 Z t-1 13,8 Z t-2 163 Z t-3 114,7 Z t-4 43,4 2 Z t-1 37 Z t-2 110 Z t-3 106,6 Z t-4 114,7 ⁝ ⁝ ⁝ 36 Z t-1 101,4 Z t-2 65,7 Z t-3 182,5 Z t-4 108,3 ## Fuzzifikasi Himpunan fuzzy merupakan komponen yang mewakili kondisi tertentu dari variabel fuzzy (Mazenda et al, 2014). Dalam penelitian ini, penggunaan himpunan fuzzy memiliki tiga nilai linguistik yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pembentukan nilai linguistik himpunan fuzzy disesuaikan dengan data curah hujan yang ada. Terdapat lima variabel fuzzy yang akan dimodelkan. Variabel pertama adalah data tahun 2019 (Zt- 1), data tahun 2018 (Zt-2), data tahun 2017 (Zt-3), data tahun 2016 (Zt-4) dan data peramalan tahun 2020 (Zt). Setiap variabel memiliki 3 nilai linguistik yaitu rendah (r), sedang (s) dan tinggi (t). ## Gambar 1. Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy untuk semua variabel masukan Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy untuk semua variabel input (Zt-1, Zt-2, Zt-3 dan Zt-4) adalah sama seperti pada Gambar 1. Derajat keanggotaan nilai rendah: Derajat keanggotaan nilai sedang: Derajat keanggotaan nilai tinggi: Gambar 2. Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy untuk Zt 𝜇𝑍𝑡 − 1[𝑠] = 100 − 𝑥 100 − 65 ; 65 < 𝑥 ≤ 100 0; 𝑥 < 30 𝑥 − 30 65 − 30 ; 30 < 𝑥 ≤ 65 0; 𝑥 > 100 𝜇𝑍𝑡(1 − 4)[𝑟] = 1; 𝑥 < 30 50 − 𝑥 50 − 30 ; 30 ≤ 𝑥 ≤ 50 0; 𝑥 > 50 100 − 𝑥 100 − 65 ; 65 < 𝑥 ≤ 100 𝜇𝑍𝑡(1 − 4)[𝑠] = 0; 𝑥 < 30 𝑥 − 30 65 − 30 ; 30 < 𝑥 ≤ 65 0; 𝑥 > 100 𝜇𝑍𝑡(1 − 4)[𝑡] = 𝑥 − 80 100 − 80 ; 80 < 𝑥 ≤ 100 0; 𝑥 < 80 1; 𝑥 ≥ 100 Derajat keanggotaan nilai rendah: Derajat keanggotaan nilai sedang: Derajat keanggotaan nilai tinggi: ## Metode Inferensi Fuzzy Tsukamoto Tahap pertama menjalankan inferensi Fuzzy Tsukamoto adalah membentuk aturan “IF-THEN” kemudian menghitung derajat keanggotaan setiap variabel linguistik pada data. Setelah mengetahui nilai derajat keanggotaan, maka kita dapat menghitung nilai α-predikat. Kemudian menghitung keseluruhan nilai α-predikat dikali nilai Z tiap rule. Penelitian ini menggunakan 20 aturan fuzzy yang tertulis pada Tabel 3. Tabel 4 adalah contoh perhitungan derajat keanggotaan setiap variabel linguistik dari α-predikat aturan 1 sampai 20. Fuzzy Tsukamoto menggunakan fungsi implikasi MIN, sehingga setiap nilai variabel dicari nilai minimal di tiap rule. Tabel 3. Aturan Fuzzy No Z t-1 Z t-2 Z t-3 Z t-4 Keputusan 1 R R R R Rendah 2 R R R S Rendah 3 R R R T Rendah 4 R R S S Rendah 5 R R T R Sedang 6 R R T S Rendah 7 R S S R Sedang 8 R S S S Sedang 9 R S T R Sedang 10 R T T S Sedang 11 S S S S Sedang 12 S S S R Sedang 13 S S R S Sedang 14 S R S T Sedang 15 S T S S Sedang 16 S T T R Sedang 17 T S S S Sedang 18 T T T S Tinggi 19 T T S T Tinggi 20 T T T T Tinggi 𝜇𝑍𝑡 − 1[𝑠] = 100 − 𝑥 100 − 65 ; 65 < 𝑥 ≤ 100 0; 𝑥 < 30 𝑥 − 30 65 − 30 ; 30 < 𝑥 ≤ 65 0; 𝑥 > 100 𝜇 𝑍𝑡 [𝑡] = 𝑥 − 80 100 − 80 ; 80 < 𝑥 ≤ 100 0; 𝑥 < 80 1; 𝑥 ≥ 100 𝜇 𝑍𝑡 [𝑠] = 100 − 𝑥 100 − 65 ; 65 < 𝑥 ≤ 100 0; 𝑥 < 30 𝑥 − 30 65 − 30 ; 30 < 𝑥 ≤ 65 0; 𝑥 > 100 𝜇 𝑍𝑡 [𝑟] = 1; 𝑥 < 30 50 − 𝑥 50 − 30 ; 30 ≤ 𝑥 ≤ 50 0; 𝑥 > 50 Keterangan: R = rendah S = sedang T = Tinggi ## Defuzzifikasi Defuzzikasi mengubah nilai yang dihasilkan mesin inferensi menjadi nilai tegas dengan persamaan 2. 𝑍 = ⅀(𝛼−𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑐𝑎𝑡𝑒 𝑖∗𝑍𝑖) ⅀𝛼−𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑐𝑎𝑡𝑒 𝑖 (2) Keterangan: Z=hasil defuzifikasi rata-rata terbobot α-predicate=nilai minimum derajat keanggotaan Zi=nilai crisp yang didapat dari hasil inferensi i=jumlah aturan fuzzy ## Perhitungan akurasi peramalan Hasil perbandingan peramalan ke-36 data curah hujan dasarian pada tahun 2020 dengan data asli dan hasil perhitungan akurasi dengan MAPE dapat dilihat pada Tabel 5.Akurasi peramalan dihitung dari D1 bulan Januari hingga D3 bulan Oktober. Adapun D1 bulan Nopember sampai D3 bulan Desember adalah nilai prediksi dari fuzzy Tsukamoto. Nilai perhitungan akurasi peramalan dengan MAPE sebesar 10,64% yang artinya peramalan memiliki akurasi yang baik. ## Tabel 4. Perhitungan inferensi fuzzy Tsukamoto No Z t-1 Z t-2 Z t-3 Z t-4 α-pred * Z 1 0,33 0 0 1 0 2 0,33 0 0 0 0 3 0,33 0 0 0 0 4 0,33 0 0 0 0 5 0,33 0 1 1 0 6 0,33 0 1 0 0 7 0,33 0 0 1 0 8 0,33 0 0 0 0 9 0,33 0 1 1 0 10 0,33 0 1 0 0 11 0,38 0 0 0 0 12 0,38 0 0 1 0 13 0,38 0 0 0 0 14 0,38 0 0 0 0 15 0,38 1 0 0 0 16 0,38 1 1 1 33,15 17 0 0 0 0 0 18 0 1 1 0 0 19 0 1 0 0 0 20 0 1 1 0 0 ⅀ α-predikat * Z 33,15 Proses defuzifikasi untuk data pada tabel 4 adalah: ## 𝑍 = 33,15 0,38 = 86,6 Berdasarkan BMKG, musim kemarau ditandai dengan curah hujan dasarian kurang dari 50 mm 3 kali berturut-turut (Giarno et al., 2012). Jika kita lihat pada Tabel 5, maka musim kemarau pada data asli dimulai pada D3 bulan April. Waktu yang sama juga ditunjukkan pada data peramalan, yang artinya metode peramalan dapat menunjukkan waktu awal musim kemarau dengan akurat. Perlu dicatat bahwa musim kemarau sangat jarang terjadi sebelum bulan April bedasarkan data curah hujan di stasiun klimatologi Kalianget dalam 20 tahun terakhir. ## Tabel 5. Perbandingan hasil peramalan dan data curah hujan Waktu Data Peramalan Fuzzy (Y t -Y p ) /Y t MAPE D1Jan 191 86,6 0,55 10,64 D2Jan 24,6 84 2,45 D3Jan 106 100 0,05 D1Feb 148 84,5 0,43 D2Feb 208 74,9 0,64 D3Feb 72,8 84 0,15 D1Mar 133 82,7 0,38 D2Mar 38,8 89 1,29 D3Mar 29 41 0,42 D1Apr 46 58,9 0,27 D2Apr 129 93,7 0,27 D3Apr 26 46,7 0,77 D1Mei 16 37,5 1,31 D2Mei 43 30 0,31 D3Mei 68,8 42,7 0,38 D1Jun 10,1 30 1,97 D2Jun 2,7 39 13,4 D3Jun 0 39,7 39,7 D1Jul 43 41,2 0,04 D2Jul 1,5 31 19,6 D3Jul 0 30,8 30,8 D1Agt 0 30 30 D2Agt 10 30 1,9 D3Agt 0 30 30 D1Sep 0 30 30 D2Sep 0 30 30 D3Sep 0 30 30 D1Okt 0 33,6 33,6 D2Okt 43,4 42,3 0,025 D3Okt 1,7 32,9 18,3 D1Nop - 35,8 - D2Nop - 65 - D3Nop - 87,8 - D1Des - 77,7 - D2Des - 34,2 - D3Des - 99,6 - Oleh karena itu, terjadinya curah hujan dasarian kurang dari 50 mm 3 kali berturut-turut sebelum April dapat diabaikan. Berdasarkan hasil peramalan maka musim hujan di Sumenep akan dimulai pada D2 bulan Nopember 2020. Graf perbandingan hasil peramalan dan data curah hujan dapat dilihat pada Gambar 3. ## Gambar 3. Graf perbandingan data dan peramalan curah hujan Kami telah melakukan perhitungan dengan beberapa metode fuzzy lainnya pada data curah hujan yang sama yang dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 6. ## Tabel 6. Perbandingan akurasi peramalan ## KESIMPULAN Peramalan curah hujan dengan metode inferensi fuzzy Tsukamoto memiliki akurasi yang baik dengan nilai MAPE 10,64%. Adapun perbandingan dengan metode fuzzy lain yang sebelumnya kami gunakan, metode terbaik dengan nilai MAPE paling kecil yaitu 5,6% adalah metode Fuzzy Time Series Cheng. Hasil peramalan terbaik kedua adalah metode Average Based Fuzzy Time Series Markov-Chain. Pembentukan jangkauan nilai linguistik pada himpunan fuzzy sangat berpengaruh terhadap hasil akhir peramalan. Peramalan dengan Fuzzy Inference System Tsukamoto dapat memprediksi awal musim kemarau dengan tepat di tahun 2020. Adapun prediksi awal musim hujan adalah Dasarian 2 di bulan November 2020. . ## DAFTAR PUSTAKA Arnell, N and Reynard, N., (1996). The effects of climate change due to global warming on river flows in Great Britain, J. Hydrol. , vol. 183, no. 3–4, pp. 397–424. Desmonda, D., Tursina, T., and Irwansyah, M. A., (2018). Prediksi Besaran Curah Hujan Menggunakan Metode Fuzzy Time Series. JUSTIN J. Sist. Dan Teknol. Inf. , vol. 6, no. 4, pp. 145–149. Ferdiansyah, Y. and Hidayat, N. (2018). Implementasi Metode Fuzzy-Tsukamoto Untuk Diagnosis Penyakit Pada Kelamin Laki Laki. J Pengemb Teknol Inf Dan Ilmu Komput E-ISSN , vol. 2548, p. 964X. 0 50 100 150 200 250 Jan D1 Fe b D1 M ar D 1 A p r D 1 Me i D1 Ju n D1 Ju l D1 A gt D1 Se p D1 O kt D1 N o p D1 De s D1 peramalan data No Metode MAPE Referensi 1 FIS Tsukamoto 10,64% - 2 FTS Cheng 5,6% (Muhandhis et al., 2020) 3 FTS Markov-Chain 6,46% (Muhandhis et al., 2020) Giarno, G., Dupe, Z. L., and Mustofa, M. A. (2012). Kajian Awal Musim Hujan dan Awal Musim Kemarau di Indonesia. J. Meteorol. Dan Geofis. , vol. 13, no. 1. Harmoko, I. W., Nazori, A., and others. (2012). Prototipe model prediksi peluang kejadian hujan menggunakan metode fuzzy logic tipe mamdani dan sugeno. J. TICom , vol. 1, no. 1, p. 94049. Hasan, N., Nath, N. C., and Rasel, R. I. (2015). A support vector regression model for forecasting rainfall. 2nd International Conference on Electrical Information and Communication Technologies (EICT) , pp. 554–559. Maryaningsih, M., Siswanto, S., and Mesterjon, M. (2013). Metode Logika Fuzzy Tsukamoto Dalam Sistem Pengambilan Keputusan Penerimaan Beasiswa. Media Infotama , vol. 9, no. 1, p. 150752. Mazenda, G., Soebroto, A. A., and Dewi, C. (2014). Implementasi Fuzzy Inference System (FIS) metode Tsukamoto pada sistem pendukung keputusan penentuan kualitas air sungai. J. Environ. Eng. Sustain. Technol. , vol. 1, no. 2, pp. 92–103. Muhandhis, I., Ritonga, A. S., and Murdani, M. H. (2020). PERAMALAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE AVERAGE-BASED FUZZY TIME SERIES MARKOV CHAIN. Pros. SNasPPM , vol. 5, no. 1, pp. 118–122. Muhandhis, I., Susanto, H., and Asfari, U. (2020). Paper title: Determining Salt Production Season Based on Rainfall Forecasting Using Weighted Fuzzy Time Series. J. Appl. Comput. Sci. Math. , vol. 14, no. 30, pp. 23–27. Wahyuni, I., Mahmudy, W. F., and Iriany, A. (2016). Rainfall prediction in Tengger region Indonesia using Tsukamoto fuzzy inference system. 1st International Conference on Information Technology, Information Systems and Electrical Engineering (ICITISEE) , pp. 130–135.
705f68aa-705c-4793-a565-dd4a6f934a04
https://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/tafhim/article/download/7079/4176
Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 ## PEMBUNUHAN KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN SEBAGAI ANARKISME POLITIK (Kajian atas Fenomena Post-truth dalam Kekerasan Politik di Awal Sejarah Islam) Ach. Maimun Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Email: [email protected] ## Abstrak Anarkisme politik kubu oposisi yang menyebabkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan adalah peristiwa politik kelam dalam sejarah umat Islam awal umat Islam dengan rentetan dampak serius di masa berikutnya. Kajian ini memfokuskan pada aspek-aspek Post-Truth yang ada dalam pertiwa tersebut serta bagaimana ia bekerja menggerakkan kubu oposisi untuk tidak lagi peduli dengan informasi yang objektif. Kajian ini menggunakan teori Post-Truth dengan melacak data dari sumber-sumber otoritatif sejarah Islam untuk mengungkap fakta-fakta sebenarnya yang banyak dibahas para ahli sejarah. Ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa tuduhan nepotis dan korup kepada Khalifah Utsman hoaks. Selanjutnya dilakukan identifikasi aspek-aspek Post-Truth yang terdapat dalam rangkaian peristiwa ini. Dari kajian ini dapat disimpulkan aspek-aspek Post-Truth dalam anarkisme politik atas kekuasaan Khalifah Utsman terbagi menjadi tiga: (1) pengabaian terhadap fakta dalam penggantian gubernur dengan anggota keluarganya, melindungi anggota keluarga yang bersalah, tuduhan korupsi pada dalam penjualan ghanimah dari penaklukan kawasan Afrika Utara serta hadiah yang diberikan anggota keluarga; (2) penafian realitas secara lebih luas dalam konteks nepotisme dalam konteks negara monarkhis dan tidak adanya penolakan di beberapa daerah yang pejabatnya adalah keluarga Utsman, pejabat yang diangkat menenuhi syarat, (3) Lenyapnya moralitas publik yang munculkan gerakan anarkis dengan tindakan intoleran sehingga menyebabkan terbunuhnya khalifah Utsman. Kata kunci : Post-Truth , Politik Islam, Khalifah Usman, Anarkisme Politik ## Abstrack The political anarchy of the opposition that led to the assassination of the Caliph Uthman bin Affan is a dark political event in the history of early Muslims, with a number of serious repercussions in the following periods. This study focuses on the aspects of post-truth that were present in the event and how it worked to move the opposition group to no longer care about objective information. The study applies the post-truth theory by tracing data from authoritative sources of Islamic history to uncover the true facts discussed by historians. It aims to confirm that the allegations of nepotism and corruption against the Caliph Uthman were a hoax. It also identified the post-truth aspects of this series of events. From this study, it can be concluded that the aspects of post-truth in the political anarchism surrounding Caliph Uthman's power can be divided into three: (1) Ignoring the facts in the replacement of governors with members of his family, the protection of guilty family members, accusations of corruption in the sale of ghanimah from the conquest of North Africa and gifts given by family members; (2) The denial of reality in the broader context of nepotism, in the context of a monarchical state and the absence of rejection in several regions whose officials were Uthman's family, the appointed officials were qualified, (3) The disappearance of public morality that emerged an anarchist movement with intolerant actions that led to the assassination of the Caliph Uthman. Keywords: Post-Truth, Political Islam, The Caliph Uthman, Political Anarchism Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 ## Pendahuluan Sayyidina Utsman bin Affan r.a. wafat—setelah pengepungan dan negosiasi yang alot selama beberapa hari—di tangan Al-Ghafiki bin Harb al-Akki (pemimpin demonstran Mesir) yang pertama kali memukul kepalanya hingga terluka, lalu Saudan bin Hamran menebas lehernya yang juga menyebabkan jari-jari Nailah binti al-Furafidah (istri Utsman) terputus karena berusaha melindunginya. 1 Bersama itu, budak lelakinya yang melabrak masuk juga dibunuh oleh Qutaibah al-Sukkuni. Utsman meninggal saat membaca al-Qur’an pada malam Jumat 8 Dzul Hijjah 35 H/456 M dalam usia 82 tahun. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadikan peristiwa pembunuhan (Sayyidina) Utsman bin Affan penting dalam sejarah Islam. Pertama , ia merupakan pembunuhan pertama terhadap pemimpin tertinggi Islam yang sah oleh umat Islam sendiri dalam sebuah gerakan demonstrasi. Tragedi itu bukan sekadar peristiwa yang melibatkan kasus perorangan (seperti kasus pembunuhan Umar bin Khattab, karena dendam pribadi seorang budak dari penaklukan meliter Persia), melainkan suatu gerakan politik yang dalam tingkat tertentu bisa disebut terorganisir dari sebuah kekuatan oposisi yang berujung tindakan anarkis. 2 Kedua , tragedi ini memberikan dampak serius dalam sejarah Islam berikutnya, seperti persoalan balas dendam, perang saudara dan persaingan politik antar suku. Yang bisa dilihat sebagai peristiwa yang terkait langsung dengan tragedi ini antara lain: Perang Jamal, Perang Siffin, yang kemudian melahirkan pembunuhan terencana atas Ali bin Abi Thalib, tragedi Karbala, pembunuhan Abdullah bin Zubair oleh Hajjaj, serta kemunculan Syi’ah dan Khawarij. 3 Itu belum termasuk dampak psikologisnya dalam kehidupan masyarakat Islam. Ketiga , peristiwa anarkis dan pembunuhan sangat brutal ini terjadi di masa sahabat yang dinilai sebagai generasi terbaik dalam keseluruhan sejarah umat Islam. 4 Pada saat itu, hampir semua murid terbaik Nabi Muhammad masih hidup karena terjadi hanya 25 tahun setelah ditinggal Nabi Muhammad saw. Bukan semata munculnya oposisi sebagai bentuk konflik antar umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad, tapi juga gerakan massa dalam bentuk kekekerasan 1 Ada yang mengatakan pembunuhnya Kinanah bin Bisyr bin Attab al-Tujibi dan Sawdan bin Hamran. Selain itu ada perbedaan pendapat tentang umur Utsman. Lihat Ibn al-Atsir, Al-Kamil fi al-Tarikh (Beirut: Dar al- Fikr, 1965), III: 175. Lihat juga al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), V: 122-3. 2 Istilah “oposisi” ini digunakn oleh M.A. Shaban dan W. Madelung untuk menunjuk gerakan menentang kekhalifahan Utsman karena berbagai kebijakan dan berbagai tuduhan negatif. Sementara al-Thabari menyebut kelompok al-munharifun (pembelot). 3 Syed Mahmudannasir, Islam, Its Concept and History , cet. ke-3 (New Delhi: Kitab Bhavan, 1994), 143. 4 Ulama menetapkannya berdasar salah satu hadits Nabi swa bahwa sebaik-baiknya adalah yang hidup pada zamankau, kemudian yang setelahnya dan seterusnya (H.R Bukhari No. 2458). Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 yang menimbulkan korban jiwa antar sesama muslim. Bukan hanya itu, peristiwa tersebut menjadi semakin tragis karena kapasitas Utsman sebagai korban dan pihak yang tertuduh adalah pemimpin yang sah dan tertinggi umat Islam, orang ketiga terbaik dari semua sahabat Nabi Muhamad saw, 5 bahkan menantu Nabi Muhammad saw. Bahkan semakin ironis, karena Utsman dipenggal saat ia membaca Alquran. Tragedi ini juga berdampak pada pergeseran ide kesucian pribadi khalifah yang dianggap suci ( sacred ) dan tidak bisa diganggu gugat ( inviolable ) serta hanya bertanggung jawab secara vertikal. Ia bergeser pada keharusan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada rakyat, dan rakyat bisa menurunkannya jika tidak bisa memenuhi tugasnya. Ini menegaskan pernyataan para khalifah sendiri menyatakan bahwa mereka terbuka terhadap kritik, meminta ditegur jika salah. Pernyataan ini seperti yang dinyatakan langsung dalam pidato pertama Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Yang menonjol sebagai faktor munculnya gerakan politik anarkis dari kelompok oposisi adalah tersebarnya berita tentang nepotisme dan korupsi dalam kekhalifahan Utsman bin Affan. Faktor ini yang penting dilihat lebih jauh karena kompleksitas peristiwa historis itu sendiri. Kebanyakan ahli Sejarah tidak membenarkan tuduhan tersebut, atau sebagiannya menegaskan kesalahpahaman atas berbagai penilaian atas kebijakan sang Khalifah. Beberapa yang membenarkan tuduhan itu dinilai sebagai interpretasi yang salah atas fakta historis. Karena sejarah bukan sematar deretan data-data peristiwa masa lampau, tapi ia juga menyangkut interpretasi ahli sejarah atas berbagai peristiwa. 6 Berbagai kajian tentang sejarah politik Islam lebih banyak melihat pada aspek perpecahan dan dampak politik serta berbagai faktor yang melatari. Yang nyaris tidak diulas adalah tetap bergeraknya berbagai elemen masyarakat dengan berbekal informasi yang tersebar berupa tuduhan nepotisme dan korupsi tanpa mengindahkan penjelasan dari pihak terkait atau tanpa berupaya mencari informasi yang valid tentang tuduhan tersebut. Orang-orang tetap bergerak dan tidak mau tahu lagi tentang kebenaran tuduhan tersebut. Padahal sudah ada klarifikasi dari kubu khalifah terkait dengan barbagai tuduhan kepada dirinya, bahkan oleh Khalifah Utsman sendiri. 7 Sebagian menegaskan pengaruh Abdullah bin Saba’yang 55 Para ulama umumnya menyatakan bahwa urutan orang termulia dari kalangan umat Nabi Muhammad saw adalah Abu Bakar, Umar, lalu Utsman. Jalaluddin al-Suyuthi, Itmam al-Dirayah li Qurra’ al-Nuqayah , (Kairo: Kasyidah, 2019), 67. 6 Nourouzzaman Shiddiqy, Menguak Sejarah Muslim: Suatu Kritik Metodologis (Yogyakarta: PLPM, 1984), 1. 7 J. Soe’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 438. memprovokasi masyarakat Islam di berbagai daerah, walaupun sebagian lagi membantahnya sebagai faktor determinan dan sebatas faktor penyerta. Terlepas dari siapa aktor yang memobilisasi, rupanya muncul fenomena menangnya persepsi negatif, hoaks dan pengabaian kepada kebenaran yang merupakan unsur-unsur utama yang sekarang disebut Post-Truth . Rupanya, fenomena ini sudah terlihat aspek-aspeknya pada masa tersebut sekalipun mungkin belum merupakan fenomena global separti saat ini. Di sini yang menjadi focus adalah keberadaan aspek-aspek dari fenomena Post-Turuh dan bagaimana ia bekerja sehingga melahirkan anarkisme politik di awal Sejarah Islam. Mungkin belum terbayangkan jika aspek-aspek dari Post-Truth dapat muncul di masa lalu. Karena ia adalah fonemena baru yang dikenal sejak masifnya media sosial dan maraknya hoax di dalamnya, khususnya menjadi popular di 2016 melalui fenomena Trump dan Brexit. Post - Truth dipahami sebagai kondisi di mana fakta objektif diabaikan dengan hanya berpedoman pada persepsi yang dilanjutkan dengan pengelolaan emosi untuk membangun opini sesuai kepentingan. 8 Secara filosofis ia membangun landasannya pada relativitas kebenaran, bahkan nihilisme dan skeptisisme atas kebenaran. Kebenaran adalah sesuatu yang dikonstruksi menurut persepsi masing-masing, tidak ada kebenaran objektif dan moral universal. 9 Dengan demikian, Post-Truth memiliki karakteristik: (1) tidak memerdulikan perbedaan antara opini dan berita, fakta dan hoaks, fiksi dan realitas, (2) lenyapnya moral publik dan perilaku publik dikendalikan oleh kebencian dan intoleransi, (3) melawan ketulusan, saling curiga yang kemudian meningkatkan iklim ketidakpercayaan timbal balik dan menguatkan potensi terjadinya kekerasan antar individu hingga kolektif. 10 Semua berpangkal dari persepsi dan keyakinan yang rancu hingga berakhir pada kekerasan. Dalam masyarakat Islam awal yang disebut sebagai komunitas terbaik, hoaks dan persepsi subjektif dapat digunakan untuk mengaduk emosi dan akhirnya melahirkan prilaku anarkis, radikal dan intoleran. 8 Zainul Adzfar dan Badrul Munir Chair, “ Kebenaran di Era Post-Truth dan Dampaknya bagi Keilmuan Akidah,” Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan , Volume 9, Nomor 2, 2021: 167. 9 Cosmas Eko Suharyanto, “Analisis Berita Hoaks di Era Post-Truth: Sebuah Review,” Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi 10, no. 2 (Desember 2019): 38. 10 John Christianto Simon, “Pendidikan Kristiani di Era Post-Truth: Sebuah Perenungan Hermeneutis Paul Ricoeur,” Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 5, no. 1 (September 30, 2020): 101. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 ## Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, karena bertumpu kepada data-data pustaka atau sumber berupa buku dan artikel. Data-data yang dilacak adalah data tentang tuduhan utama kelompok oposis berupa nepotisme dan korupsi. Karena dua tuduhan ini yang menjadi alasan gerakan oposisi melakukan demonstrasi hingga anarki yang mengakibatkan pembunuhan sadis terhadap sang khalifah. Tuduhan yang menjadi dasar ini dicari kebenarannya dalam berbagai ligteratur sejarah otoritatif yang biasa dijadikan rujukan para sejarahwan Islam. Data-data dihimpun untuk memastikan kebenaran tuduhan tersebut dan menampilkan apa yang sebenarnya terjadi serta bentuk. Kajian dilakukan secara intertekstual dengan memperbandingkan data-data yang ada di berbagai buku tarikh yang dinilai otoritatif. Jika terjadi kesamaan, data diambil dari salah satu sumber. Jika ada perbedaan tapi hanya bersifat rincian, diambil salah satunya dan rinciannya ditambahkan. Jika terjadi perbedaan yang bertentangan, dicarikan pelacakan silang ke sumber lain, termasuk kepada sumber-sumber baru dari penulis non-Arab, baik Indonesia atau Barat. Data-data yang diperoleh disusun secara sistematis mengikuti alur uraian. Data-data yang diperoleh dan disistematisasi selanjutnya dianalisis menggunakan teori Post-Truth untuk menunjukkan aspek-aspeknya yang ditemukan dalam rangkaian peristiwa historis, bagaimana fenomena itu muncul dan bekerja sehingga melahirkan anarkisme politik dalam sejarah Islam awal. ## Hasil Penelitian Dan Pembahasan ## Hoax sebagai Faktor Determinan Dalam kebanyakan literatur sejarah dikatakan bahwa munculnya gerakan oposisi terhadap pemerintahan Utsman karena beberapa faktor. Pertama , nepotisme. Yang paling tampak adalah penggantian gubernur-gubernut dengan keluarga dekat, seperti Amr bin Ash (Mesir) dengan Abdulah bin Amr bin Abi Sarh (saudara susuan [25/645]), Sa’ad bin Abi Waqqas (Kufah) dengan Walid bin Uqbah (saudara seibu [25/645), Abu Musa al-Asy’ari (Bashrah) dengan Abdullah bin Amir (saudara sepupu 29/694), sedang Mu’awiyah bin Abi Sufyan (Syam) yang masih kerabatnya sendiri (Affan sepupu dengan Abu Sufyan) tidak diganti. 11 Ditambah lagi dengan penggantin Zaid bin Tsabit (kepala al-Dawawin/sekretariat 11 Wilfred Madelung, The Succession to Muhammad (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 87. Kemudian karena tuduhan pelanggaran, Walid diganti Sa’d bin Amir (juga anggota keluarga Bani Umayyah) tahun 30/650. negara) dengan Marwan bin Hakam (sepupu Utsman). Rata-rata pergantian gubernur itu dilakukan setelah satu tahun pemerintahannya. Kedua , penyalahgunaan kekayaan negara untuk kepentingan keluarga. Antara lain: (1) penjualan al-khumus dari Afrika Utara (Tripoli) kepada Marwan hanya dengan harga 500.000 dinar, harga yang sama sekali tidak layak, (2) pemberian uang sebesar 300.000 dirham kepada Hakam bin Ash. 12 Mungkin juga terkait dengan pemberian pelbagai fasilitas kepada keluarga. Tuduhan korupsi itu diperkuat dengan gaya hidup para gubernur yang cenderung bermewah- mewahan. Selain itu, Utsman juga dianggap terlalu melindungan keluargaanya dari jerat hukum yang berlaku. Salah satu kasus yang mencolok saat ia tidak mau menyerahkan Marwan untuk diadili kaum demonstran karena telah membuat surat perintah palsu kepada Gubernur Mesir untuk menangkap dan menghukum semua yang terlibat dalam gerakan oposisi. Apalagi yang tampak bahwa pemerintahan dikendalikan Marwan yang cenderung mementingkan keluarga dan sikap hidup mewah mereka yang menimbulkan kecemburuan sosial. 13 Persoalan nepotisme dalam konteks ini menunjuk pada pengertian kebijakan politik berupa pengangkatan keluarga atau kerabat pada berbagai posisi strategis. Dalam hal sebagai faktor munculnya gerakan oposisi—yang menilainya sebagai suatu yang negatif sehingga Utsman digugat dan dituntut untuk lengser —ada beberapa hal yang perlu dilihat kembali. Pertama, Utsman telah mengganti gubernur-gubernurnya—sekalipun keluarganya sendiri— sesuai tuntutan rakyat. Walid dihukum di muka umum dan dipecat dengan tidak hormat atas tuduhan mabuk-mabukan, sebagaimana laporan rakyat Kufah, dan menggantinya dengan Sa’id bin Ash, yang kemudian diganti lagi dengan Abu Musa al-Asy’ari sebagaimana tuntutan mereka. 14 Tapi ternyata mereka masih melakukan gerakan pembangkangan. Sebelumnya Utsman memecat Abu Musa al-Asy’ari sebagai Gubernur Bashrah sesuai dengan tuntutan rakyat Bashrah dan menggantinya dengan Abdullah bin Amir. Saat itu tidak ada protes rakyat Bashrah dengan alasan nepotis. 15 Kedua , daerah-daerah yang bergolak adalah Mesir, Kufah dan Bashrah, sementara daerah lain seperti Syam, Mekkah dan ibu kota Madinah dan daerah lainnya tetap aman, tanpa 12 Joesoeb Soe’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 436-7. 13 Tim Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam , cet. ke-2 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), V: 142. 14 Muhammad Khudari Bek, Muhadlarat Tarikh al-Umam al-Islamiyyah (Kairo: Maktabah Tijariyah al- Kubra, 1969), I: 33-4. 15 J. Soe’yb, Sejarah Daulat , 425. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 ada gerakan apa-apa. Menarik juga diteliti, mengapa di ketiga daerah tersebut—khususnya tidak muncul gerakan serupa. Semestinya Madinah sebagai ibu kota memberikan reaksi pertama, karena dari sana kebijakan bersumber dan dari sana pula kebijakan akan berubah. Di Syam (meliputi Syiria, Palestina dan sekitarnya) tidak ada gerakan apa-ap-a, padahal Gubernurnya (Mu’awiyah bin Abu Sufyan) adalah juga kerabat Utsman. Ternyata tidak ada persoalan nepotisme. Ketiga , sistem pemerintahan yang umum pada saat itu adalah sistem monarki (kerajaan), bahkan monarki absolut seperti Romawi, Persia dan Abesenia. Sistem yang monarkis, nepotisme tak terhindarkan, bahkan korup dan otoriter. Tapi tidak muncul oposisi atas alasan itu. Bahkan rakyat bisa tidak mempersoalkannya, jika mereka merasa hidup sejahtera. Ketidaksukaan rakyat akan muncul, jika pemerintah sewenang-wenang yang mengakibatkan kehidupan melarat dan pemberontakan itu karena perebutan kekuasaan antar pewarisnya. Maka nepotisme pada saat itu bukan masalah prinsip dalam ketatanegaraan, justru ia adalah kelaziman dalam sistem monarki absolut. Bukankah dinasti sesudahnya (Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah dan lainnya) adalah monarkis dan nepotis? Keempat , nepotisme memang terjadi jika pengertiannya seperti di atas. Tapi ia akan menjadi negatif pada konteks Arab masa itu jika penguasanya bertindak lalim. Sementara belum ada bukti sejarah kesewenang-wenangannya. Kecuali pola hidup para penguasa yang cenderung mewah sehingga menimbulkan kecemburuan sosial, 16 mereka adalah penguasa yang memenuhi kualifikasi dan kapabilitas. Dengan realitas tersebut di atas, nepotisme menjadi sulit diterima untuk menjadi faktor utama yang melatari munculnya gerakan oposisi. Ia lebih cenderung sebagai isu utama yang sengaja ditonjolkan sebagai bahasa pemersatu gerakan. Ia lebih tampak sebagai hal—yang sebenarnya bukan masalah—yang sengaja direkayasa untuk menjadi persoalan dengan memanfaatkan rakyat yang resah dan kecewa. Pengangkatan anggota keluarga sebagai gubernur di berbagai daerah, tampaknya bukan semata-mata kepentingan keluarga, apalagi atas rekayasa Marwan. Karena belum ada bukti yang jelas, kecuali sekedar kecurigaan sejarahwan melihat peran dominan Marwan dalam pemerintahan. Terlepas dari benar dan tidak, ia juga memiliki pertimbangan logis. Pertama, seluruh gubernur adalah orang-orang yang memiliki kecakapan khususnya dalam bidang militer. Mu’awiyah adalah orang pertama dalam Islam yang membangun angkatan laut untuk 16 Asghar Ali Engineer, The Origin and Development of Islam (New Delhi: Orient Logman, 1980), 166. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 mengimbangi bahkan mengalahkan armada Romawi di Lycia lalu membebaskan Cyprus dan Rhodes. Mu’awiyah juga membebaskan daratan Armenea. Abdullah bin Amr bin Abi Sarah adalah tangan kanan Amr bin al-Ash dalam berbagai ekspedisi dan ekspansi. Ia mampu mengalahkan pasukan tangguh Gregorius, membebaskan Aleksandria dari Byzatium. Abdullah bin Amir adalah panglima Islam yang berjasa melepas seluruh kekuasaan Yazdigird III (Khusru Sasanian) Persia serta berjasa dalam berbagai pertempuran di Khurasan dan sekitarnya. Walid bin Uqbah adalah tokoh dalam penguasaan Armenea dan Azerbaijan. 17 Dalam tradisi pengangkatan gubernur di wilayah baru zaman itu, orang yang diangkat adalah panglima perang yag berjasa menaklukkannya, seperti Amr bin al-Ash sebagai penakluk Mesir dan kemudian menjadi gubernur di sana. Dalam regenerasi setelah gubernur lama memasuki usia senja, tentu saja para asisten panglima yang naik pangkat menjadi panglima ketika sang panglima menjadi gubernur. Ketika Amr bin al-Ash memasuki usia pensiun, tentu panglimanya yang menggantikannya menjadi gubernur. Demikian juga di kawasan lain. Terlepas dari unsur nepotisme, mereka telah sampai dalam jenjang kepangkatan dalam perjalanan karienya. Kedua , memilih kerabat sendiri merupakan sesuatu yang lazim, yang dimaksudkan untuk menguatkan posisi dan kontrol serta memperlancar roda pemerintahan. Karena yang diperlukan adalah orang yang di samping memiliki kapabilitas, juga diperlukan orang-orang yang memiliki loyalitas tinggi. 18 Bagi bangsa Arab, yang pasti loyal adalah anggota keluarganya sendiri. Hal itu menjadi pertimbangan karena loyalitas para tokoh di daerah sudah mulai menipis karena terbentur dengan berbagai kepentingan pribadi, khususnya setelah melihat kekayaan melimpah dari daerah baru yang ditaklukkan. Terkikisnya loyalitas itu dapat dipahami dari dasar dua tipe pejuang yang memang ada dalam penjuang Islam: muhtasib (yang ikhlas karena Allah) dan thami’ (yang berjuang karena harta rampasan perang). 19 Pada konteks loyalitas, watak dasar Arab adalah semangat ‘ashabiyyah -nya yang tidak mudah mengakui kekuasaan di luar sukunya. 20 Ketika Islam sudah mencapai wilayah yang sangat luas dan memperoleh kekayaan melimpah, sangat sulit membedakan orang-orang yang loyal sepenuh 17 Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam (Kairo: Maktabah al-Nahdliyyah al-Mishriyyah, 1964), I: 258- 9. Bandingkan dengan N. Shiddiqy, Menguak Sejarah , 79-81. 18 M.A. Shaban, Islamic History, A New Intrepretation (Cambridge: Cambridge University Press, 1971), I: 66. 19 A. A. Engineer, The Origin and , 153. 20 N. Shiddiqy, Menguak Sejarah , 68. hati atau tidak, antara muhtasib dan thami’ . Kurangnya loyalitas itu dapat dilihat pada Gubernur Mesir, Amr bin al-Ash, yang cenderung independen-minded . 21 Untuk lebih berhati-hati, pengangkatan anggota keluarga menjadi pilihan paling rasional. Salah satu contohnya adalah Ammar bin Yasir yang dikenal sebagai tokoh senior dan berpengaruh. Saat diutus ke Mesir untuk meneliti kasus kerusuhan, justru bergabung dengan kelompok oposisi dan Muhammad bin Abi Bakar yang terprofokasi nyaris terlibat dalam pembunuhan Utsman. 22 Dalam masalah tuduhan korupsi, tenyata sulit diterima, kalau saja melihat lebih jauh pola kehidupan Utsman sejak baru masuk Islam. 23 Bahkan sampai akhir kekhalifahannya, Utsman yang saudagar kaya itu hanya menyisakan kekayaan berupa dua ekor unta kendaraan di akhir masa jabatannya. 24 Tentang penggunaan kekayaan negara untuk kepentingan keluarga, juga sulit diterima ketika melihat kepribadiannya yang sangat hati-hati terhadap hal-hal yang bukan haknya. Menurut al-Thabary, tuduhan penyelewengan kekayaan negara itu sama sekali tidak benar. Penjualan al-khumus dari Afrika Utara pada Marwan dengan harga di bawah standar (500.000 dirham) tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Yang terjadi adalah penjualan sebagian al-khumus yang berupa kuda, kambing dan sejenisnya karena sulit dibawa ke Madinah dan mungkin akan menelan cost yang lebih besar. Karena itu dijual pada Marwan dengan harga 100.000 dirham dan langsung diserahkan ke Baitul Mal. Sementara sisa al- khumus yang berupa barang-barang berharga seperti emas, perak dan sejenisnya diserahkan ke baitul mal. 25 Pemberian uang sebesar 300.000 dirham kepada Abdullah bin Khalid merupakan hutang dari Baitul Mal dan terbukti beberapa waktu sesudahnya dilunasi. Demikian juga pemberian uang kepada al-Hakam bin Ash sebesar 100.000 dirham. Itu sebenarnya merupakan pemberian pribadi pada saat perkawinan putra Utsman dan putrinya. Utsman juga pernah memberikan bantuan pribadi sebesar 100.000 dirham saat perkawinan putrinya dengan putra Marwan. 26 21 M.A. Shaban, Islamic History , 66. 22 J. Soe’yb, Sejarah Daulat , 15. 23 Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam , I: 263-5. Di sini cukup banyak diurai kepribadian baik Utsman sebagai salah satu sahabat terkemuka dan menantu Nabi sawi yang dijamin masuk surga oleh Nabi saw. 24 Seperti dinyatakannya sendiri dalam sebuah pidatonya untuk menanggapi berbagai tuduhan negatif tersebut. J. Soe’yb, Sejarah Daulat , 438. 25 Ibid ., 438. 26 Ibid. , 439. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 Memang tidak menutup kemungkinan telah terjadi penyalahgunaan kekayaan negara oleh keluarga Utsman yang memiliki jabatan jika melihat pola hidupnya, seperti juga kemungkinan gaya hidup itu karena kekayaan pribadinya. Inilah yang disebut sebagai informasi yang dipersepsi sehingga membentuk opioni. Yang jelas belum ditemukan bukti nyata, kecuali Utsman yang jelas tidak memiliki apa-apa pada akhir masa jabatannya, bahkan kekayaannya yang melimpah justru habis sama sekali karena disumbangkan untuk perjuangan Islam. ## Mencermati Ranah Lain Ketika semua tuduhan tidak cukup kuat untuk menjadi faktor utama penyebab munculnya gerakan oposisi, keharusan untuk mencari faktor-faktor lain untuk menyingkap misteri ini. Berdasar kesimpulan dari data-data yang tersedia dalam berbagai literatur sejarah, gerakan itu hakikatnya lebih pertama kali disebabkan oleh rasa iri karena kebijakan ekonomi yang dirasa tidak menguntungan sementara pihak. Hal itu dapat terlihat dari kondisi lebih luas masyarakat Islam. Setidaknya itu terlihat sejak kebijakan menjadikan Syam sebagai wilayah tertutup untuk umum sejak ditaklukkan pada masa Umar, dan tidak menjadikan seluruh tanah sebagai milik negara, melainkan tetap menjadi milik penduduk yang tetap tinggal dalam kekuasaan Islam dan mengelolanya seperti biasa. Hal itu disebabkan oleh kondisi wilayah tersebut yang belum begitu aman dari ancaman Byzantium yag belum lumpuh total. Sehingga untuk menghindari penyusupan, ia tertutup untuk umum. Selain itu, masyarakatnya telah terbiasa bercocok tanam—dalam areal yag tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan Iraq—karena berasal dari imigran Suku Himyar (Arab Selatan) sejak jebolnya bendungan Ma’rib. Karena itu tidak mungkin menjadi feodalisme dengan kepemilikan tanah pada segelintir orang. Rayat Syam justeru lebih senang dengan hanya diwajibkan membayar kharaj (pajak bumi bagi non- muslim) dan jizyah (pajak atas jaminan keamanan) dari pada berada di bawah kekuasaan Romawi. 27 Mereka menjadi tenteram dan karena itu pula mereka tidak mempersoalkan nepotisme sekalipun yang menjadi Gubernur adalah Mu’awiyah. Hal ini paralel dengan anggapan umum bahwa kesejahteraan ekonomi sangat menentukan kondisi politik. Di masa modern sekalipun hal itu masih terlihat di beberapa negara. 27 M.A. Shaban, Islamic History , 74. Lihat juga N. Shiddiqy, Menguak Sejarah , 69. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 Sedang kebijakan untuk daerah Iraq, khususnya wilayah Kufah, justeru sebaliknya. Setelah ditaklukkan, seluruh tanah yang begitu luas dijadikan milik negara. Itu berdasarkan pertimbangan untuk menghindari feodalisme dengan lahirnya tuan-tuan tanah yang memiliki tanah begitu luas dengan mempekerjakan orang. Karena penduduk Iraq adalah imigran dari Mudlar (Arab Utara) yang melakukan imigrasi besar-besaran setelah melihat kesuburan wilayah baru. Sementara mereka adalah suku yang masih berpola hidup nomad. Kepemilikan tanah mereka dibatasi dan diatur oleh negara sejak masa Umar. Pada masa Utsman ditambah dengan kebijakan penukaran tanah bagi orang luar Iraq dengan tanah Iraq jika ingin pindah ke sana karena lebih subur. Hal itu misalnya dilakukan bagi para veteran untuk menghargai jasa besar mereka selama ini. kebijakan semacam ini jelas mengurangi kekayaan penduduk Iraq sehingga membuat mereka kecewa dan dendam serta terus melakukan rongrongan baik terhadap gubernur atau akhirnya pada khalifah sendiri. 28 Apalagi yang diuntungkan adalah penduduk Syam yang dihuni oleh suku Arab Selatan yang notabene bekas musuh mereka, dan mereka (Arab Utara) merasa lebih berjasa dalam berbagai penaklukan, karena mayoritas tentara adalah Arab Utara yang nomad itu. Di kawasan Mesir, persoalan kebijakan ekonomi yang melahirkan gerakan oposisi adalah perhatian yang lebih besar serta pemberian hadiah dan gaji yang lebih tinggi kepada tentara muda yang masih energik untuk memberikan motivasi lebih besar dalam penaklukan wilayah baru. Ancaman Byzantium tetap merupakan bahaya laten dan tantangan pengamanan wilayah juga semakin berat dengan semakin luasnya wilayah. Apalagi tunjangan terhadap para pensiunan pejuang dikurangi untuk kepentingan memperkuat militer. Ini membuat kaum veteran protes karena mereka telah berjasa besar atas wilayah yang luas itu. Mereka menuntut penghargaan jasa, setidaknya perlakuan sama dengan tentara muda. Karena aspirasinya tidak tertampung, muncullah gerakan opsisi menentang pemerintah. 29 Keresahan, kebencian dan gejolak di berbagai daerah (Bashrah, Kufah dan Mesir) juga tidak lepas dari provokasi Abdullah bin Saba’, seorang rabi dari Shan’a, Yaman, yang masuk Islam dan kemudian dikenal dengan Abu Sauda’. Setelah mempelajari peta kekuatan Islam ketika di Madinah. Ia mulai melancarkan provokasinya dari kawasan Iraq lalu ke Mesir dengan berbagai propaganda sesuai dengan karakter, situasi dan kecenderungan masyarakatnya 29 M.A. Shaban, Islamic History , 66-7. masing-masing. 30 Sejak itulah gerakan oposisi terganisir dan terjalin kontak antar daerah kemudian berangkat ke Madinah bersama untuk menuntut Utsman meletakkan jabatannya. Kebijakan-kebijakan itulah yang menjadi faktor awal munculnya ketidak-sukaan pada pemerintah Utsman. Bahkan kecemburuan sosial itu telah ada benih-benihnya sejak masa Umar akibat kebijakan ekonominya. Wellhausen menyatakan bahwa kebijakan Utsman hanya melanjutkan yang telah ditetapkan oleh Umar untuk tidak membagi fay’ pada al-sawad di Iraq. Ketidak-sukaan muncul dan meledak pada masa Utsman yang berkarakter lebih soft dibanding Umar. Bahkan Caetani lebih jauh mengatakan bahwa Utsman adalah “korban” kebijakan Umar yang keliru. 31 Kecemburuan itu berakumulasi dengan berbagai kasus sekunder dan mem- blow- up hal yang mereka anggap keliru seperti nepotisme karena pengangkatan keluarga, korupsi karena kemewahan gaya hidup mereka dan lainnya. Bahkan beberapa sejarahwan menyatakan bahwa mereka memang sengaja mencari kesalahan para gubernur untuk menjatuhkannya sebagai sasaran antara. Ini dapat dipahami kasus Walid di Kufah dengan tuduhan mabuk melalui pengaduan berstempel resmi yang dicuri saat Walid tertidur kelelahan setelah para oposan bertamu dengan sopan sampai larut malam. Rekayasa itu merupakan upaya balas dendam setelah tiga orang anak dari Bani Asad yang dihukum mati ( qishash ) karena membunuh. Upaya balas dendam itu ternyata memang dilakukan oleh orang tua mereka. Ketiga anak itu bernama Zuhair bin Jundab, Muwarrak bin Abi Muwarrak, Syubail bin Ubay. Atas fatwa Utsman mereka diqishash. Rupayanya suku mereka, terutama orang tua mereka, Jundab al-Asadi, Muwarrak al-Asadi, Abu Zainab al-Asadi, yang telah lama memendam kekecewaan mendapat tambahan luka baru. Sementara sebenarnya tidak ada saksi mata yang melihat langsung Walid Mabuk, kecuali mencium bau arak dari mulutnya dan mereka melihat ada orang keluar dari rumah Walid dalam keadaan mabuk. 32 Pada saat itu kondisi pemerintahan memang cukup kondusif untuk munculnya gerakan oposisi. Itu disebabkan oleh karakter Utsman sendiri yang lembut dan cenderung longgar dalam kontrol terhadap rakyat dan bawahannya. Selain karena watak pribadinya yang lembut dan santun, juga terkait dengan usianya yang telah lanjut untuk ukuran kepala negara (terpilih pada usia 70 tahun dan wafat pada usia 82 tahun). Seperti dikatakan S. Ameer Ali: Osman, though virtous and honest, ware very old and feeble in character, and quiet unequal to the task of 30 M. al-Khudlari Beik, Muhadlarat , hlm. 34-5 dan 45. Bahkan J. Soe’yb membahas sepak terjang Abdullah bin Saba’ dalam bab khusus. Lihat J. Soe’yb, Menguak Sejarah , 408-413. 31 W. Madelung, The Succession , 85. 32 M. Khudlari Beik, Muhadlarat Tarikh , 33. government. He feel at once, as they had anticipated, under influence of his family. He was guided entirely by his secretary, Merwan. 33 Apalagi pada paruh terakhir kekhalifahannya, banyak sejarahwan menilai bahwa pemerintahan sebenarnya dikendalikan oleh Marwan yang memiliki vested interest . Bahkan kemunculan gerakan oposisi mendapat ruang masuk dari berbagai kesalahan para bawahan dan keluarganya. ## Fenomena Post-Truth dalam Gerakan Anarkis Ulasan di atas memperlihatkan beberapa aspek fenomenna Post - Truth sehingga puncaknya melahirkan anarkisme politik paling awal dalam sejarah Islam. Aspek-aspek bisa dilacak dengan mengungkap dimensi-dimensi yang tidak sepenuhnya tampak ke permukaan. Pertama , pengabaian terhadap fakta dan berpedoman kepada fiksi, opini, subjektivitas dan hoaks. 34 Yang dimaksud hoaks di sini bukan semata sesuatu yang tidak nyata terjadi, tapi bisa jadi seuatu yang terjadi tapi dibentuk dan direkayasa sehingga peristiwa tersebut dipahami secara berbeda. 35 Fakta yang ada diabaikan demi opini yang memang diinginkan oleh oposisi. Hal itu bisa dilihat pada tuduhan nepotis kepada Utsman, karena mengangkat anggota keluarganya dalam berbagai jabatan strategis. Tapi opini ini mengabaikan fakta bahwa beberapa gubernur yang diangkat telah diganti lagi dengan orang lain yang bukan anggota keluarga sesuatu dengan tuntutan oposisi. Sa’id Ash diganti Abu Musa al-Asyari sebagai Gubernur Kufah sebagai contoh. 36 Tapi di masa sebelumnya, ketika Abu Musa al-Asy’ari diganti Abdullah bin Amir sebagai Gubernur Basrah tidak ada penolakan walaupun beraroma nepotis Tuduhan nepotis itu menguat ketika Utsman dinilai terlalu melindungi keluarganya yang dianggap bersalah oleh oposisi. Opini ini dimainkan untuk menguatkan tuduhan nepotis dan selanjutnya membakar emosi massa. Kelompok oposisi mengabaikan fakta bahwa Utsman menghukum pejabat sekalipun anggota keluarganya sendiri yang divonis bersalah. Walid yang dihukum di muka umum setelah divonis bersalah karena mabuk dan dipecat secara tidak 33 S. Ameer Ali, A Short History, 46. 34 John Christianto Simon, “Pendidikan Kristiani di Era Post-Truth:,” 101 35 Jonatan Dwiputra, “Hoax Dan Kekerasan: Sebuah Refleksi Terhadap Kejadian 39:1-23 Serta Upaya Mencegah Hoax Dan Kekerasan Di Era Post-Truth,” SCRIPTA : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual , Volume 11, Nomor 1, (Mei, 2021): 45. 36 Muhammad Khudari Bek, Muhadlarat Tarikh , I: 33-4 Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 hormat dan selanjutnya digantikan oleh Sa’id bin Ash. 37 Fakta ini berikut fakta lain diabaikan untuk tetap melanggengkan opini nepotis pada Utsman. Pengabaian terhadap fakta yang bertentangan dengan opini yang disebarkan juga dapat dilihat pada tuduhan korupsi pada Utsman. Tuduhan tersebut berdasar peristiwa penjualan ghanimah yang begitu besar kepada Marwan keluarganya sendiri) dari penaklukan wilayah Afrika Utara. Beredar kabar hasil penjualan tersebut jauh dari kalkulasi semestinya jika melihat pada melimpahnya ghanimah yang didapatkan. Fakta yang diabaikan adalah bahwa yang dijual hanya berang-barang yang sulit dibawa ke Madinah atau butuh biaya besar saja yang dijual di tampat, sementara barang-barang yang mudah dibawa seperti emas dan perak dibawa ke Madinah untuk kas negara. Karena itu, penpatannya dari hasil penjualan tidak sebesar jumlah seluruh ghanimah, karena yang dijual hanya sebagian, bukan keseluruhan. Lebih jauh, tuduhan korupsi juga dihembuskan kelompok oposisi karena mengetahui Utsman memberikan sumbangan kepada anggota keluarganya dalam jumlah besar saat acara perkawinan dan lainnya. Mereka membangun opini bahwa Utsman menggunakan kekayaan negara untuk kepentingan keluarganya. Fakta yang diabaikan adalah bahwa Utsman memberikan sumbangan itu dari kekayaan pribadinya, tidak ada hubungannya dengan kekayaan negara dan jabatan yang disandangnya. 38 Kedua , menafikan realitas secara lebih luas dengan berpedoman kepada fiksi dan argument berbasis fakta. Ini tampak dalam tuduhan nepotis yang menyebabkan kelompok opisisi bertindak salah dan menjadi dasar mereka bergerak dari Kufah, Basrah dan Mesir. Tapi justru di Syam sendiri tidak penolakan dan gerakan oposisi padahal gubernurnya dala Mu’awiyah yang juga keluarga Utsman. 39 Rakyat tidak menganggap pengangkatan Mu’awiyah sebagai nepotisme dan salah. Begitu juga ketika Abu Musa diganti Abdullah bin Amir tidak muncul penolakan dengan alasan nepotis di Basrah pada masa sebelumnya. 40 Pengangkatan anggota keluarga sebagai pejabat strategis juga mengabaikan fakta bahwa pada masa itu dan upmumnya tradisi monarkhi, pengangkatan itu adalah sesuatu yang lumrah dan tidak dianggap sebagai kesalahan. Para rezim monarkis biasa mengangkat anggota keluarganya sebagai pengganti dan sebagai penjabat-pejabat tinggi. Secara moral pada masa itu masih dapat diterima. Itu dilakukan dengan jaminan loyalitas para penerus, bawahan dan 37 Ibid., 33. 38 J. Soe’yb, Sejarah Daulat , 439. 39 Muhammad Khudari Bek, Muhadlarat Tarikh , I: 33-4. 40 J. Soe’yb, Sejarah Daulat , 425. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 mitra kerja. Dalam negara dengan situasi perang dan penaklukan yang terus mengangcam, loyalitas adalah pertimbangan paling atas untuk menunjuk seseorang meduduki jabatan strategis. Apalagi daerah yang akan dipasrahkan adalah bekas penaklukan yang sangat membuka kemungkinan kudeta. Tidak mungkin pejabat yang berkuasa di daerah itu dipasrahkan kepada orang yang tidak terjamin loyalitasnya. Dalam budaya Arab sebagai masyarakat dengan tradisi kesukuan, yang paling terjamin loyalitasnya adalah anggota keluarga. 41 Argument berbasis fakta seperti ini dinafikan begitu saja demi memainkan emosi massa dengan menggaungkan tuduhan nepotis. Sikap menafikan realitas dan argument berbasis fakta juga terlihat pada kenyataan bahwa para gubernur yang diangkat Utsman adalah orang-orang yang secara karir memenuhi syarat. Antara lain mereka adalah para panglima dengan keahlian meliter yang mumpuni. Mereka yang diangkat sebagai gubernur adalah para penglima yang telah berjasa memimpin pasukan dalam penaklukan wilayah baru. Kriteria ini adalah kriteria para gubernur dari seluruh gubernur yang ada dan yang diangkat Utsman kenyataannya adalah orang dengan kriteria di atas. Tapi fakta dan argument ini tidak menjadi landasan gugatan kelompok oposisi. Mereka hanya fokus pada kepasitas mereka sebagai anggota keluarga Utsman, tak peduli dengan prestasi, kemampuan, dan kapabilitas nyata yang telah mereka tunjukkan. Ketiga , lenyapnya moralitas publik karena segenap prilaku yang kemudian membentuk gerakan massa dikendalikan oleh kebencian dan intoleransi. Berbagai tuduhan negatif yang disebarkan menyuburkan kebencian kepada Utsman di kelompok masyarakat yang terprovokasi hingga melunturkan moralitas publik. Nilai-nilai Isla tak lagi menjadi rujukan. Nilai-nilai tabayun terhadap informasi, penghormatan kepada pimpinan, kepada tokoh yang dimuliakan Nabi, bahkan menantu Nabi sendiri. Nilai prasangka baik dan menjauhi prasangka jelek, tuduhan palsu, fitnah dan semacannya tak lagi diindahkan. Semua seolah hilang tak berbekas. Semuanya hanya didorong oleh kebencian yang lain dari opini yang dibentuk dengan mengabaikan kebenaran faktual, menafikan fakta dan argument berbasis fakta. Persepsi dan opini pribadi yang subjektif berperan sebagai kebenaran dan menjadi rujukan berindak. Pada akhirnya, kebencian itu memuncak pada tindakan anarkis, sadis menghalalkan pembunuhan sang khalifah, seorang muslim membunuh pemimpin orang muslim sendiri, pembunuhan rakyat muslim kepada pemimpin muslim sendiri, seorang yang secara teologis telah dijamin kebaikan oleh Nabi sendiri karena telah mendapat jaminan masuk surga, seorang 41 N. Shiddiqy, Menguak Sejarah , 68. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 dengan budi yang tinggi dengan pengorbanan untuk Islam yang tiada tara. Semua itu menguap dan berganti kebencian, intoleransi, kekacauan dan kekerasan. Benar kata Stuat Sim bahwa Post-Truth bukan semata skeptisisme, relativisme kebenaran atau penolakan terhadap kebenaran, tapi adanya kekuatan untuk menggiring opini dan menggerakkan massa untuk kepentingan tertentu. 42 Terutama dalam persoalan politik, kekerasan adalah sesuatu yang sangat mudah terjadi dengan dorongan kekuatan tersebut. ## Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa anarkisme politik di masa awal Islam dalam peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan memperlihatkan aspek-aspek fenomena Post-Truth yang menjadi kecenderungan peradaban saat ini. Aspek-aspek tersebut terlihat dalam rangkaian peristiwa dan dimensi-dimensi historisnya. Pertama , pengabaian terhadap fakta dan hanya merujuk pada persepsi dan fiksi. Hal itu dapat dilihat pada tuduhan nepotis dan korupsi terhadap Utsman yang ternyata tidak sesuai faktanya. Kedua , penafian terhadap realitas dan argument berbasis fakta. Hal ini dapat dilihat pada realitas historis yang tak mempersoalkan pengangkatan anggota keluarga dengan alasan jaminan loyalitas dan tradisi kesukuan dan konteks sejarah dengan tradisi monarkis. Hal itu juga tampak pada raalitas bahwa Utsman telah mengikuti apa yang mereka inginkan dengan menggati gubernur, menghukum anggota keluarga demi meredam konflik. Realitas kejujuran dan tidak adanya korupsi juga dinafikan dengan hanya berpedoman pada persepsi, prasangka dan pembentukan opini. Ketiga , persepsi dan opini yang terus disebarkan melahirkan kebencian dan prasangka negative yang kemudia melenyapkan moralitas publik sehingga menimbulkan kekacauan dan kekerasan. Ujungnya adalah pembunuhan sadis kepada khalifah Utsman yang sedang membaca Alquran. Persepsi, opini dan subjektivitas menjadi rujukan dengan mengabaikan kebenaran, fakta, relates dan argument objektif adalah kecenderungan Post-Truth di masa kini yang dapat menimbulak hilangnya moralitas publik yang kemudian melahirkan kekacauan, intoleransi dan kekerasan. Post-Truth yang bertumpu pada hoaks sangat rentan bagi munculnya kekerasan sehingga menjadi sangat berbahaya bagi kehidupan berperadaban, terutama ketika masuk ke ranah politik. 42 Stuart Sim, Post-truth, Scepticism, and Power (Hampshire: Palgrave MacMillan, 2019), 2. Terakreditasi Nasional SK No : 148/M/KPT/2020 ## Daftar Pustaka Adzfar, Zainul dan Badrul Munir Chair. “ Kebenaran di Era Post-Truth dan Dampaknya bagi Keilmuan Akidah.” Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan. Volume 9, Nomor 2, 2021. Asghar Ali Engineer. The Origin and Development of Islam. New Delhi: Orient Logman, 1980. Atsir, Ibn al-. Al-Kamil fi al-Tarikh. Beirut: Dar al-Fikr, 1965. Dwiputra, Jonatan. “Hoax Dan Kekerasan: Sebuah Refleksi Terhadap Kejadian 39:1-23 Serta Upaya Mencegah Hoax Dan Kekerasan Di Era Post-Truth,” SCRIPTA : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual , Volume 11, Nomor 1, (Mei, 2021). Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Kairo: Maktabah al-Nahdliyyah al-Mishriyyah, 1964. Khudari Bek, Muhammad. Muhadlarat Tarikh al-Umam al-Islamiyyah. Kairo: Maktabah Tijariyah al-Kubra, 1969. Madelung, Wilfred. The Succession to Muhammad. Cambridge: Cambridge University Press, 1997. Mahmudannasir, Syed. Islam, Its Concept and History. (New Delhi: Kitab Bhavan, 1994). Shiddiqy, Nourouzzaman. Menguak Sejarah Muslim: Suatu Kritik Metodologis. Yogyakarta: PLPM, 1984. Sim, S. Post-truth, Scepticism, and Power . Hampshire: Palgrave MacMillan, 2019. Simon, John Christianto. “Pendidikan Kristiani di Era Post-Truth: Sebuah Perenungan Hermeneutis Paul Ricoeur,” Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 5, no. 1 (September 30, 2020): 101. Soe’yb, Joesoeb. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Suharyanto, Cosmas Eko. “Analisis Berita Hoaks di Era Post-Truth: Sebuah Review,” Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi 10, no. 2 (Desember 2019): 38. Suyuthi, Jalaluddin al-. Itmam al-Dirayah li Qurra’ al-Nuqayah. Kairo: Kasyidah, 2019. Thabary, Ibn Jarir al-. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Dar al-Fikr, 1979. Tim Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
4dea6cf8-8b83-4334-adc8-c8840618bcc5
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/IJCSL/article/download/61289/26822
International Journal of Community Service Learning Volume 7, Issue 2, 2023, pp. 155-159 P-ISSN: 2579-7166 E-ISSN: 2549-6417 Open Access: https://doi.org/10.23887/ijcsl.v7i2.61289 ## Peningkatan Kemampuan Guru Menyusun Karya Ilmiah Berbasis Penelitian Tindakan Kelas Nani Mediatati 1* , Dionisius Heckie Puspoko Jati 2 1,2 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia ## A B S T R A K Guru-guru TK belum mampu menulis artikel ilmiah dalan layak untuk dipublikasikan sebagai bentuk pengembangan profesionalitas guru. Faktor penyebabnya adalah para guru kurang mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang penulisan artikel ilmiah serta belum mampu menulis laporan penelitian tindakan kelas. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis untuk menganalisis peningkatan kemampuan guru menyusun karya ilmiah berbasis PTK. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Kemampuan menyusun karya ilmiah merupakan salah satu kemampuan professional yang harus dimiliki guru khususnya menulis artikel jurnal berdasarkan laporan hasil penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian menunjukkan kegiatan bimbingan teknis penulisan karya ilmiah ini memberikan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan kepada guru-guru menulis karya ilmiah berdasarkan laporan hasil penelitian tindakan kelas. Bimtek ini dilakukan dengan cara menjelaskan materi, diskusi kelas dan pendampingan individual secara daring. Guru-guru perlu menambah wawasan dan pemahaman mengenai berbagai hal baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pembelajaran anak usia dini atau TK secara terus menerus dan berkesinambungan. Hasil bimtek guru-guru mampu menyusun artikel ilmiah dengan cukup baik dan cukup layak dipublikasikan. ## A B S T R A C T These kindergarten teachers have not been able to write scientific articles worthy of publication as a form of teacher professional development. The contributing factor is that the teachers lack sufficient knowledge and understanding of scientific article writing and have not been able to write a class action research report. The purpose of this study was to analyze the improvement of teachers' ability to compile PTK-based scientific papers. This type of research is descriptive research. The ability to compile scientific papers is one of the professional abilities that teachers must have, especially writing journal articles based on reports of classroom action research results. The results showed that the technical guidance activities for writing scientific papers provided knowledge, insights and skills to teachers to write scientific papers based on reports on the results of classroom action research. This technical assistance is carried out by explaining the material, class discussions and individual online assistance. Teachers need to add insight and understanding of various matters both directly and indirectly related to early childhood learning or kindergarten continuously and continuously. The results of the technical guidance are that teachers are able to compile scientific articles well enough to be published. ## 1. PENDAHULUAN Proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang membuat siswa belajar dan bukan guru yang belajar. Guru merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pembelajaran. Tugas guru adalah merancang proses interaksi dua arah antara siswa, guru dan sumber belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat terwujud (Astuti et al., 2017; Syofyan et al., 2019) . Kemampuan guru dalam mengarahkan pembelajaran merupakan salah satu ciri yang membedakan profesi guru dibandingkan dengan profesi lainnya (Supriyanto, 2017) . Untuk mengembangkan kompetensi pedagogik, guru tentunya juga harus memiliki kompetensi profesional Guru taman kanak-kanak (TK), khususnya di Propinsi Jawa Tengah peserta PPG-TK UKSW Angkatan 2 tahun 2021 sebagian besar belum mempunyai karya ilmiah berbasis PTK sebagai pengembangan kompetensi professional dan akademik. Berdasarkan peraturan tentang Penetapan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan ## A R T I C L E I N F O Article history: Received March 02, 2023 Revised March 05, 2023 Accepted May 10, 2023 Available online May 25, 2023 Kata Kunci : Kemampuan Guru, Karya Ilmiah, PTK Keywords: Teacher Ability, Scientific Work, PTK This is an open access article under the CC BY-SA license. Copyright ©2023 by Author. Published by Universitas Pendidikan Ganesha Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 menyatakan bahwa guru penting untuk menulis artikel ilmiah agar dapat membelajarkan anak didik yang mempunyai mutu yang unggul. Hasil wawancara awal terhadap 10 guru TK peserta PPG-TK UKSW Angkatan 2 tahun 2021, ditemukan bahwa guru-guru TK tersebut belum mampu menulis artikel ilmiah dalan layak untuk dipublikasikan sebagai bentuk pengembangan profesionalitas guru. Faktor penyebabnya adalah para guru kurang mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang penulisan artikel ilmiah serta belum mampu menulis laporan penelitian tindakan kelas yang sebetulnya sudah dilakukan oleh guru itu (Ekawarna & Salam, 2020) . Penulisan artikel ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang memenuhi syarat publikasi pada sebuah jurnal ilmiah belum pernah dilakukan oleh guru-guru TK tersebut (Mulia & Suwarno, 2016; Slameto, 2016) . Menulis karya ilmiah mempunyai peran yang strategis dalam upaya pengembangan profesi guru. Hal ini menjadi salah satu butir penting bagi guru dalam meraih kenaikan pangkat terutama Golongan IVb adalah karya pengembangan profesi. Solusi mengatasi permasalahan, guru-guru TK di Propinsi Jawa Tengah khususnya peserta PPG-TK UKSW Angkatan 2 tahun 2021 perlu dibimbing agar mempunyai wawasan dan ketrampilan menulis artikel ilmiah berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas untuk pengembangan profesinya melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dikemas dalam bentuk kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Artikel Ilmiah Bagi Guru-Guru TK di Propinsi Jawa Tengah. Selaras dengan ketentuan aturan sertifikasi guru bahwa salah satu butir penting penentu keberhasilan guru dalam meraih sertifikat adalah karya pengembangan profesi. Ketrampilan menulis artikel ilmiah yang diajarkan dan dibimbingkan pada bimtek ini mengacu pada karya tulis hasil penelitian tindakan kelas (Aalaei et al., 2016) . Karya tulis ilmiah dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu karya tulis ilmiah yang berupa laporan hasil pengkajian/penelitian; dan karya tulis ilmiah yang berupa tinjauan, ulasan, atau gagasan ilmiah (Melfianora, 2019; Nilakusmawati et al., 2016) . Kedua jenis karya tulis ilmiah tersebut memang berbeda, akan tetapi sebagai tulisan yang bersifat ilmiah mempunyai ciri-ciri yang mencerminkan adanya hal yang sama, yaitu hal yang dipermasalahkan berada pada kawasan pengetahuan keilmuan, kebenaran isinya mengacu kepada kebenaran ilmiah, kerangka sajiannya mencerminkan penerapan metode ilmiah; dan tampilan fisiknya sesuai dengan tata cara penulisan. Temuan penelitian sebelumnya menyatakan salah satu kemampuan guru dalam bidang penelitian dapat ditingkatkan melalui pelatihan penelitian tindakan kelas pada satuan pendidikan (Rumidjan et al., 2017; Supriyanto, 2017) . Program pelatihan ini dapat memberikan pengetahuan baru terkait publikasi, penulisan artikel ilmiah, pengenalan aplikasi manajemen sitasi Mendeley, dan praktik langsung akses laman jurnal secara online (Darsono et al., 2021) . Upaya peningkatan kompetensi guru dan pelatihan penulisan karya ilmiah (Foeh et al., 2022; Nilakusmawati et al., 2016) . Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan kemampuan guru menyusun karya ilmiah berbasis PTK. ## 2. METODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan melalui tahapan analisis kebutuhan; menyusun rencana bimtek; dan melaksanakan bimtek dengan tahapan koordinasi dengan guru-guru TK terkait metode dan waktu pelaksanaan bimtek, melaksanakan bimtek sesuai dengan rencana dan waktu yang disepakati, dan mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan dan produk yang dihasilkan guru-guru dalam bimtek ini. Metode pelaksanaan bimtek ini meliputi beberapa tahap . Tahap pertama dilakukan pertemuan secara virtual melalui Gmeet (dalam waktu 1 hari), yaitu memberikan materi melalui ceramah dan tanya jawab oleh narasumber mengenai pengetahuan dasar dan teknik menulis karya ilmiah berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas di jurnal. Tahap kedua dilakukan pertemuan (dalam waktu 1 bulan) yakni memberikan bimbingan dan pendampingan menyusun artikel ilmiah berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas kepada peserta bimtek secara individual baik melalui email, WA dan telpon. Tahap ketiga dilakukan pertemuan secara virtual melalui Gmeet (dalam waktu 3 hari) yakni mendeseminasikan/mempresentasikan produk artikel ilmiah berdasar hasil penelitian tindakan kelas yang telah disusun dan siap diusulkan pada jurnal ilmiah. Penyajian materi oleh nara sumber dan diskusi pada tanggal 26 Agustus 2021 (pertemuan secara virtual melalui Gmeet secara klasikal). Selanjutnya, bimbingan penyusunan artikel ilmiah berdasar hasil penelitian tindakan kelas pada tanggal 27 Agustus sampai dengan 26 September 2021 (WA/telpon secara individu). Kemudian dilanjutkan dengan tahap diseminasi /presentasi/ diskusi hasil penyusunan artikel ilmiah berdasar hasil penelitian tindakan kelas tanggal 28, 29, 30 September 2021 (pertemuan virtual melalui Gmeet secara klasikal). ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil Selama pelaksanaan bimtek menunjukkan bahwa dalam proses pendampingan dan pembimbingan, peserta terlibat aktif dan bersemangat dalam mengikuti bimbingan dan pendampingan. Bentuk keaktifan dan semangat dari peserta bimtek ditunjukkan dari peserta aktif bertanya dan tugas yang diberikan narasumber dikerjakan dengan baik. Kehadiran peserta dalam kegiatan bimtek sebesar 100%. Penilaian terhadap produk akhir bimtek menunjukkan bahwa 80% dari 10 peserta mempunyai pemahaman dan ketrampilan yang cukup dalam menulis artikel ilmiah berdasarkan penelitian tindakan kelas dalam bidang pendidikan yang dilakukannya. Terdapat perubahan sikap dan cara pandang ke arah yang positif terhadap peningkatan profesionalitas guru dalam menulis artikel ilmiah berdasarkan penelitian tindakan kelas setelah diberikan bimbingan dan pendampingan oleh narasumber. Kegiatan bimtek ini berhasil mencapai tujuan yaitu guru-guru TK sebagai peserta bimtek mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang hakikat penulisan artikel ilmiah dalam kategori cukup, guru-guru TK mempunyai pemahaman tentang etika menulis artikel ilmiah, peserta bimtek mempunyai keterampilan menulis artikel ilmiah berdasarkan penelitian tindakan kelas dan produk hasil bimtek berupa artikel ilmiah yang layak dipublikasikan. Guru-guru TK sebagai peserta bimtek sangat antusias dalam mengikuti bimtek dan aktif melakukan bimbingan dengan narasumber terkait artikel ilmiah yang disusunnya, karena peserta bimtek menyadari tentang pentingnya menulis karya s ilmiah sebagai penunjang profesionalitasnya di dunia pendidikan. Peserta bimtek juga berkomitmen untuk membagikan pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan dari bimtek ini kepada teman guru sejawat di sekolahnya. ## Pembahasan Kegiatan bimtek penulisan artikel ilmiah yang telah dilakukan dinyatakan berhasil berdasarkan pencapaian tujuan bimtek yang meliputi keaktifan, semangat, dan kreativitas peserta dalam menghasilkan artikel ilmiah berdasarkan penelitian tindakan kelas yang layak dipublikasikan. Penyusunan artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah pada prinsipnya hampir sama dengan penyusunan makalah ilmiah dalam forum seminar. Selanjutnya dinyatakan bahwa karakteristik jurnal yang akan dituju merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Jurnal ilmiah kependidikan tidak dapat disamakan semua. Ada yang berfokus pada aspek pembelajaran, penelitian, manajemen, evaluasi, dan bidang studi (misalnya bahasa Indonesia, matematika, sosiologi), dan ada pula jurnal yang menyajikan hasil-hasil penelitian secara khusus serta jurnal yang mewadahi hasil-hasil penelitian maupun pemikiran ilmiah secara konseptual. Jurnal ilmiah berdasarkan tingkat akreditasinya dapat dibedakan ke dalam jurnal yang terakreditasi dan jurnal yang tidak terakreditasi (Herlandy et al., 2018; Tanjung & Arifudin, 2023) . Hal penting yang harus diperhatikan adalah penulis harus menyesuaikan tulisannya dengan gaya selingkung dari jurnal yang dituju. Penyajian karya tulis ilmiah yang dihasilkan guru bisa dalam bentuk laporan penelitian, artikel ilmiah di jurnal, artikel ilmiah popular di media massa, makalah seminar, buku, diktat, modul, maupun karya terjemahan (Marwa & Dinata, 2020) . Kegiatan bimtek pada guru-guru TK dalam menulis karya ilmiah ini juga sangat penting kontribusinya dalam pengembangan profesionalitas guru. Ketika guru telah aktif menulis banyak manfaat yang dirasakan. Pengembangan kemampuan menulis karya ilmiah bagi guru menjadikan guru dapat membagikan gagasan dan temuannya melalui karya ilmiah. Guru terampil dalam menulis karya ilmiah. Guru terhindar dari perilaku plagiat. Guru produktif dalam mengembangkan gagasannya secara tertulis. Guru lebih percaya diri dalam komunitas guru dan di hadapan siswanya dan guru lebih cepat dalam mengembangkan karirnya (Hartini, 2019; Syofyan et al., 2019) . Ada dua dampak utama dari pengembangan kemampuan menulis karya ilmiah bagi guru yaitu wawasan dan pemahaman guru mengenai hal-hal yang berhubungan dengan dunia pendidikan lebih mendalam dan menyeluruh. Selain itu, guru memperoleh penghasilan tambahan dari menulis ilmiah (bila diterbitkan oleh penerbit atau dipublikasikan melalui media massa dan memenangi kompetisi. Menyusun karya ilmiah adalah salah satu bentuk dari kegiatan pengembangan profesi guru. Kegiatan pengembangan profesi guru terdiri dari lima macam bentuk yaitu membuat alat peraga/bimbingan, menciptakan karya seni, menyusun karya tulis ilmiah (KTI), menemukan teknologi tepat dan mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum (Miswar, 2020; Soesatyo et al., 2013; Taufiq & Wiyanto, 2019) . Akan tetapi, pelaksanaan kegiatan pengembangan profesi guru sebagian besar dilakukan melalui menyusun Karya Tulis Ilmiah. KTI adalah laporan tertulis tentang (hasil) suatu kegiatan ilmiah. Ada bermacam-macam kegiatan ilmiah, oleh karena itu laporan kegiatan KTI juga bentuknya beragam. Bisa dalam bentuk laporan penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah populer, prasarana seminar, buku, diktat, dan terjemahan. Pelaksanaan bimtek penulisan artikel ilmiah berdasar hasil penelitian tindakan kelas ini sangat sesuai dengan kebutuhan guru dan menunjang pengembangan profesional guru. Bagi guru menulis artikel ilmiah merupakan kebutuhan yang penting. Guru-guru perlu menambah wawasan dan pemahaman mengenai berbagai hal baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pembelajaran anak usia dini atau TK secara terus menerus dan berkesinambungan. Adapun yang menjadi alasan perlunya pengembangan kemampuan menulis artikel/karya ilmiah bagi guru yaitu guru sebagai agen pembaharu, guru sebagai insan terpelajar; guru sebagai pendorong dan mitra siswa dalam menulis karya ilmiah, guru sebagai penulis karya ilmiah); dan guru sebagai peneliti (terutama PTK. Alasan tersebut menguatkan bahwa guru perlu terus-menerus belajar mengembangkan kemampuannya dalam menulis artikel/karya ilmiah. Temuan diperkuat penelitian sebelumnya menyatakan salah satu kemampuan guru dalam bidang penelitian dapat ditingkatkan melalui pelatihan penelitian tindakan kelas pada satuan pendidikan (Rumidjan et al., 2017; Supriyanto, 2017) . Program pelatihan ini dapat memberikan pengetahuan baru terkait publikasi, penulisan artikel ilmiah, pengenalan aplikasi manajemen sitasi Mendeley, dan praktik langsung akses laman jurnal secara online (Darsono et al., 2021) . Upaya peningkatan kompetensi guru dan pelatihan penulisan karya ilmiah (Foeh et al., 2022; Nilakusmawati et al., 2016) . ## 4. SIMPULAN DAN SARAN Adanya perubahan terkait pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun sikap pada peserta Bimtek, maka dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Artikel Ilmiah bagi guru - guru TK di Propinsi Jawa Tengah sebagai peserta PPG-TK Angkatan 2 tahun 2021 UKSW telah berhasil mencapai tujuan, yang ditunjukkan oleh guru-guru TK peserta bimtek mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang tata cara penulisan artikel ilmiah, guru-guru TK peserta bimtek telah mempunyai ketrampilan menulis artikel ilmiah berdasar hasil penelitian tindakan kelas, guru TK peserta bimtek telah berhasil menyusun artikel ilmiah yang cukup layak dipublikasikan pada jurnal ilmiah. ## 5. DAFTAR RUJUKAN Aalaei, S., Ahmadi, M. A., & Aalaei, A. (2016). A Comparison of Multiple-Choice and Essay Questions In The Evaluation of Dental Students. International Journal of Advandced Biotechnology and Research , 7 (5), 1674 – 1680. https://core.ac.uk/download/pdf/79464641.pdf. Astuti, S., Slameto, S., & Dwikurnaningsih, Y. (2017). Peningkatan Kemampuan Guru Sekolah Dasar Dalam Penyusunan Instrumen Ranah Sikap Melalui In House Training. Jurnal Manajemen Pendidikan , 4 (1), 37 – 47. https://doi.org/10.24246/j.jk.2017.v4.i1.p37-47. Darsono, Teguh, Aji, M. P., Rusilowati, A., & Marwoto, P. (2021). Identifikasi Pemahaman Dan Kemampuan Penulisan Artikel Ilmiah Berbasis PTK Guru SMA Kota Pekalongan. Jurnal Panjar: Pengabdian Bidang Pembelajaran , 3 (2), 42 – 46. https://doi.org/10.15294/panjar.v3i2.52977. Ekawarna, E., & Salam, M. (2020). Pelatihan PTK: Alternatif Solusi Dalam Meningkatkan Kemampuan Guru Menyusun Karya Tulis Ilmiah. Jurnal Karya Abdi Masyarakat , 4 (2), 195 – 205. https://doi.org/10.22437/jkam.v4i2.10519. Foeh, Y., Saingo, Y. A., Daik, M. A., Bekuliu, D., Adu, S. H., Selan, R. F. M., & Daud, K. A. (2022). Upaya Peningkatan Kompetensi Guru Dan Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah di SD GMIT Se-Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao. I-Com: Indonesian Community Journal , 2 (2), 389 – 397. https://doi.org/10.33379/icom.v2i2.1584. Hartini, S. (2019). Kompetensi Profesional Guru dalam Meningkatkan Motif Berprestasi Peserta Didik : Studi di SDN Karangpucung 04 dan SDN Karangpucung 05 Kabupaten Cilacap. Indonesian Journal of Educaton Management and Administration Review , 3 (1), 1 – 6. https://doi.org/10.4321/ijemar.v3i1.2949. Herlandy, P. B., Ismanto, E., Novalia, M., & Alrian, R. (2018). Pelatihan pelaksanaan penelitian tindakan kelas dan teknik publikasi jurnal ilmiah bagi Guru SMK Negeri 1 Rengat. Jurnal Pengabdian UntukMu Negeri , 2 (1), 38 – 42. https://doi.org/10.37859/jpumri.v2i1.418. Marwa, M., & Dinata, M. (2020). Pelatihan penulisan artikel ilmiah dan publikasi di jurnal bagi Guru SMAN 4 Tualang, Kabupaten Siak. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat , 5 (1), 71 – 82. https://doi.org/10.30653/002.202051.256. Melfianora. (2019). Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dengan Studi Literatur. Open Science Framework , 1 – 3. Miswar, D. (2020). Pelatihan Pembuatan Proposal Penelitian PTK bagi Guru-Guru di Kabupaten Way Kanan. Jurnal Sumbangsih , 1 (1), 87 – 93. https://doi.org/10.23960/jsh.v1i1.14. Mulia, D. S., & Suwarno. (2016). PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Dengan Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Dan Penulisan Artikel Ilmiah Di SD Negeri Kalisube, Banyumas. Khazanah Pendidikan Jurnal Ilmiah Kependidikan , IX (2), 11. https://doi.org/10.30595/jkp.v9i2.1062. Nilakusmawati, D. P. E., Sari, K., & Puspawati, N. M. (2016). Upaya Peningkatan Penguasaan Guru Sd Dalam Penelitian Tindakan Kelas Dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Melalui Pelatihan. Jurnal Udayana Mengabdi , 15 (1), 55 – 63. Rumidjan, Sumanto, Sukamti, & Sugiharti, S. (2017). Pelatihan Pembuatan Media Grafis Dan Media Papan Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Bagi Guru Sekolah Dasar. Abdimas Pedagogi , 1 (1), 77 – 81. https://doi.org/10.17977/um050v1i1p%25p. Slameto, S. (2016). Penulisan Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Tindakan Kelas. Scholaria : Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan , 6 (2), 46. https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2016.v6.i2.p46-57. Soesatyo, Y., Subroto, W. T., Sakti, N. C., Edwar, M., & Trisnawati, N. (2013). Pelatihan Penulisan Proposal Peneliti Tindakan (PTK) bagi Guru Ekonomi Kabupaten Sidoarjo. Journal of Chemical Information and Modeling , 53 (9), 1689 – 1699. https://doi.org/10.21009/JPMM.001.2.02. Supriyanto, A. (2017). Peningkatan kemampuan guru dalam penulisan karya ilmiah melalui pelatihan penelitian tindakan kelas. Abdimas Pedagogi: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat , 1 (1). https://doi.org/10.17977/um050v1i1p%25p. Syofyan, H., Susanto, R., Wijaya, Y. D., Vebryanti, V., Tesaniloka, P., & Melinda. (2019). Pemberdayaan Guru Dalam Literasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. International Journal of Community Service Learning , 3 (3), 127 – 132. https://doi.org/10.23887/ijcsl.v3i3.20816. Tanjung, R., & Arifudin, O. (2023). Pendampingan Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa dalam Menulis Jurnal Ilmiah. Jurnal Karya Inovasi Pengabdian Masyarakat (JKIPM) , 1 (1), 42 – 52. http://ojs- steialamar.org/index.php/JKIPM/article/view/61. Taufiq, M., & Wiyanto, W. (2019). Upaya Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan MGMP IPA Kabupaten Batang melalui Pedampingan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Rekayasa , 16 (2), 259 – 270. https://doi.org/10.15294/rekayasa.v16i2.17561.
bc396b3f-bca7-495a-a131-f5f4fbf4a26e
https://jurnal.uns.ac.id/inkuiri/article/download/31712/21250
P-ISSN: 2252-7893 E-ISSN: 2615-7489 https://jurnal.uns.ac.id/inkuiri DOI: 10.20961/inkuiri.v7i2.22966 ## PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS KONTEKSTUAL MATERI KALOR DAN PERPINDAHANNYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII Siti Darmawati 1 , Ashadi 2 , Sarwanto 3 1 Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia [email protected] 2 Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia [email protected] 3 Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia [email protected] ## Abstrak Kemampuan berpikir kritis peserta didik belum optimal dan media cetak yang digunakan dalam pembelajaran belum mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul IPA dan mendeskripsikan karakteristik, kelayakan serta keefektifan modul IPA berbasis kontekstual materi kalor dan perpindahannya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMP kelas VII. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru. Jenis penelitian ini adalah pengembangan, yang mengacu pada model pengembangan Borg dan Gall yaitu: 1) analisis kebutuhan; 2) perencanaan; 3) pengembangan produk; 4) uji coba tahap awal; 5) revisi produk; 6) uji coba lapangan utama; dan 7) revisi produk. Uji coba lapangan dilakukan menggunakan pre-experimental design jenis one-shot case study . Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) modul IPA berbasis kontekstual memiliki karakteristik yaitu memuat langkah pembelajaran berbasis kontekstual yang diintegrasikan kemampuan berpikir kritis pada setiap tahapnya, masing-masing kegiatan belajar terdiri atas satu kompetensi dasar dan modul IPA berbasis kontekstual bersifat self instruction ; (2) modul IPA berbasis kontekstual termasuk kategori layak karena telah melalui uji kelayakan dari ahli materi, ahli media dan ahli bahasa dengan nilai 3,74 kategori sangat baik, praktisi pendidikan dan teman sejawat dengan nilai 3,22 kategori baik, serta melalui tahap uji coba produk dan revisi; (3) modul IPA berbasis kontekstual efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik. Berdasarkan hasil uji coba lapangan utama bahwa modul IPA berbasis kontekstual dapat digunakan sebagai bahan ajar IPA pada materi kalor dan perpindahannya di SMP kelas VII. Kata Kunci: modul IPA, kontekstual, berpikir kritis, kalor, one-shot case study . ## Pendahuluan Abad ke-21 sebagai era globalisasi merupakan ajang persaingan bebas antar bangsa-bangsa di dunia, sehingga menuntut perkembangan yang cepat dan pola pikir setiap individu agar mampu bersaing baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Pola pikir individu dapat dikembangkan melalui pendidikan secara umum dan melalui proses pembelajaran IPA secara khusus. Keterampilan berpikir seperti kemampuan berpikir kritis peserta didik menjadi penting untuk dikembangkan sebab berpikir kritis merupakan proses dasar suatu keadaan dinamis yang memungkinkan peserta didik mampu menanggulangi ketidaktentuan di masa depan atau peserta didik dapat bersaing di era globalisasi agar dapat mempertahankan dirinya dalam memenangkan persaingan. Menurut Lambertus (2009: 140) bahwa berpikir kritis dapat membantu seseorang memahami bagaimana ia memandang dirinya sendiri, bagaimana ia memandang dunia, dan bagaimana ia berhubungan dengan orang lain, membantu meneliti perilaku diri sendiri, dan menilai diri sendiri. Thelma et al (2007) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah komponen penting dari pendidikan sains, dan bahwa hal itu harus dikejar di tingkat menengah dan pasca-sekolah menengah. Manfaat pelatihan kemampuan berpikir kritis peserta didik menurut Rosana (2014: 378) bahwa berpikir kritis sangat berguna bagi seorang mahasiswa terutama membantu dalam memperoleh pengetahuan, memperbaiki teori, memperkuat argumen, mengemukakan dan merumuskan pertanyaan dengan jelas, mengumpulkan, menilai dan menafsirkan informasi dengan efektif, membuat kesimpulan dan menemukan solusi masalah berdasarkan alasan yang kuat, membiasakan berpikiran terbuka dan mengomunikasikan gagasan, pendapat dan solusi dengan jelas kepada lainnya. Facione (2011: 4) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir yang memiliki tujuan (membuktikan sebuah pendapat, menafsirkan arti dari sesuatu dan memecahkan masalah). Indikator berpikir kritis menurut Facione terdiri atas enam indikator meliputi interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, eksplanasi dan regulasi diri. Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas VII SMP Negeri 1 Weru bahwa, peserta didik kurang merespons pertanyaan guru dan peserta didik kurang bertanya. Ini mengindikasikan bahwa terdapat kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik pada materi pembelajaran yang menuntut pemahaman terhadap objek yang dipelajari dan sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Penyebab terjadinya kesenjangan-kesenjangan tersebut adalah kemampuan berpikir kritis peserta didik yang kurang optimal. Hasil analisis awal profil kemampuan berpikir kritis peserta didik SMP Negeri 1 Weru, bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik masih kurang optimal. Hasil analisis rata- rata persentase kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk kemampuan interpretasi sebesar 73,33% dengan kriteria cukup, kemampuan analisis 57,50% dengan kriteria kurang, kemampuan inferensi 62,50% dengan kriteria kurang, kemampuan evaluasi 46,66% dengan kriteria kurang, kemampuan eksplanasi 50,00% dengan kriteria kurang dan kemampuan regulasi diri 69,16% dengan kriteria kurang. Peserta didik dapat dilatih untuk berpikir kritis, sebagaimana menurut Lambertus (2009: 140) bahwa Setiap orang dapat belajar untuk berpikir kritis karena otak manusia secara konstan berusaha memahami pengalaman. Pencariannya yang terus menerus akan makna, otak dengan tangkas menghubungkan ide abstrak dengan konteksnya di dunia nyata. Rosana (2014: 378) berpendapat bahwa keterampilan berpikir merupakan proses keterampilan yang bisa dilatihkan, artinya dengan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif akan merangsang siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Suasana pembelajaran yang kondusif terjadi apabila terdapat sistem interaksi edukasi dalam pembelajaran. Sistem interaksi edukasi tersebut sebagaimana menurut Prastowo (2014: 26) terdiri atas tujuh komponen yaitu tujuan pembelajaran, bahan ajar yang menjadi isi interaksi, siswa yang aktif mengalami, guru sebagai pelaksana, metode pembelajaran, lingkungan belajar dan evaluasi pembelajaran. Bahan ajar dapat berupa buku paket, handout, modul dan LKS. Modul pembelajaran merupakan suatu program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri ( self-instructional ) (Winkel, 2009: 472). Komponen interaksi edukasi selanjutnya dalam proses belajar mengajar IPA adalah metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Menurut Hosnan (2014: 268) bahwa pendekatan kontekstual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, pemodelan, informasi dan data dari berbagai sumber. Berns dan Erickson (2001: 3) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran kontekstual dapat didasarkan pada penggunaan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pengambilan keputusan. Selanjutnya Berns dan Erickson (2001) mendefinisikan bahwa: Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah konsep belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya untuk kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja, serta terlibat dalam pembelajaran yang membutuhkan kerja keras. Pembelajaran kontekstual terdiri atas tujuh komponen yaitu, konstruktivisme (constructivism) , bertanya (questioning) , menemukan (inquiry) , masyarakat belajar (learning community) , pemodelan (modelling) , refleksi (reflection) dan penilaian nyata (authentic assessment) . Hasil analisis terhadap buku sekolah elektronik (BSE) kurikulum 2013 SMP Negeri 1 Weru, bahwa bahan ajar yang digunakan telah mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik yaitu kemampuan interpretasi, kemampuan menganalisis (seperti kemampuan merumuskan masalah, mengajukan dugaan sementara dan menyajikan data dalam bentuk tabel), inferensi, mengeksplanasi dan kemampuan mengevaluasi menggunakan pendekatan saintifik terutama untuk materi kalor dan perpindahannya, namun belum mengukur kemampuan regulasi diri dan kemampuan menganalisis seperti menyajikan data dalam bentuk grafik atau diagram. Berdasarkan analisis perangkat pembelajaran (RPP) SMP Negeri 1 Weru yang memuat materi kalor dan perpindahannya bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik yang diukur meliputi kemampuan interpretasi, eksplanasi, kemampuan analisis seperti menyajikan data praktukum dalam bentuk tabel dan kemampuan menyimpulkan, namun belum mengukur kemampuan evaluasi, kemampuan regulasi diri dan kemampuan analisis seperti merumuskan masalah, mengajukan dugaan sementara dan menyajikan data dalam bentuk grafik. Hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik pada kelas VII SMP Negeri 1 Weru bahwa: (1) guru dan peserta didik membutuhkan modul IPA berbasis kontekstual yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis peserta didik; (2) guru dan peserta didik membutuhkan modul IPA yang materinya dikaitkan dengan fenomena-fenomena alam (kejadian- kejadian nyata) dalam kehidupan sehari- hari; dan (3) guru telah mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik namun tidak di setiap kegiatan belajar, sehingga guru menginginkan adanya kegiatan pembelajaran yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik di setiap kegiatan belajar. Hasil analisis ulangan harian peserta didik kelas VII A – VII E pada materi kalor dan perpindahannya secara berturut-turut memiliki rata-rata 57,40, 66,17, 61,40, 52,03 dan 50,67. Hasil analisis persentase deskripsi nilai akhir IPA peserta didik SMP Negeri 1 Weru kelas VII A – VII E Semester II Tahun Ajaran 2014/2015 aspek pengetahuan pada materi kalor dan perpindahannya bahwa sebanyak 66,7% pengetahuan peserta didik kelas VII A tentang materi kalor dan perpindahannya tergolong masih kurang, kelas VII B sebanyak 43,3%, kelas VII C sebanyak 53,3%, kelas VII D sebanyak 63,3% dan kelas VII E sebanyak 76,7%. Hasil analisis data ujian nasional SMP Negeri 1 Weru Tahun Pelajaran 2014/2015 bahwa penguasaan materi IPA pada konsep zat dan kalor serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari pada tingkat sekolah adalah 56,22%, Kota/Kabupaten sebesar 64,05%, Propinsi 62,05% dan di tingkat Nasional sebesar 66,4%. Berdasarkan masalah-masalah dalam pembelajaran IPA yang telah dikemukakan tersebut, maka perlu dikembangkan bahan ajar (modul) IPA berbasis kontekstual untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan materi kalor dan perpindahannya. Tujuan penelitian dan pengembangan modul IPA berbasis kontekstual adalah untuk: (1) mengetahui karakteristik modul IPA berbasis kontekstual materi kalor dan perpindahannya; (2) mengetahui kelayakan modul IPA berbasis kontekstual materi kalor dan perpindahannya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII; dan (3) Mengetahui keefektifan modul IPA berbasis kontekstual materi kalor dan perpindahannya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII. ## Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan ( research and development ), merupakan metode peneli tian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011: 164). Penelitian dan pengembangan modul mengikuti langkah-langkah Borg dan Gall meliputi: 1) analisis kebutuhan; 2) perencanaan; 3) pengembangan produk; 4) uji coba tahap awal; 5) revisi produk; 6) uji coba lapangan utama; 7) revisi produk; 8) uji coba lapangan operasional; 9) revisi produk akhir; dan 10) diseminasi dan implementasi produk. Uji coba lapangan dilakukan menggunakan pre-experimental design jenis One-Shot Case Study . Teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif-kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru. Validasi modul oleh ahli, praktisi pendidikan dan teman sejawat berupa lembar check list menggunakan skala likert dengan ketentuan skor 4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = kurang dan 1 = sangat kurang. Kemampuan berpikir kritis peserta didik diukur melalui keberhasilan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan berpikir kritis yang ada dalam modul. Penilaian hasil belajar peserta didik meliputi aspek pengetahuan melalui tes, keterampilan melalui observasi dan sikap melalui observasi serta penilaian diri menggunakan skala likert dengan rentang angka 4 (sangat baik) – 1 (kurang). Hasil belajar peserta didik aspek pengetahuan juga dianalisis berdasarkan KKM SMP Negeri 1 Weru yaitu 71. ## Hasil Penelitian dan Pembahasan Pengembangan modul IPA berbasis kontekstual sesuai dengan tahap-tahap pengembangan modul Borg dan Gall. Tahap pertama adalah melakukan analisis kebutuhan. Hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik pada kelas VII SMP Negeri 1 Weru bahwa: (1) guru dan peserta didik membutuhkan modul IPA berbasis kontekstual yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis peserta didik; (2) guru dan peserta didik membutuhkan modul IPA yang materinya dikaitkan dengan fenomena-fenomena alam (kejadian- kejadian nyata) dalam kehidupan sehari- hari; dan (3) guru menginginkan adanya kegiatan pembelajaran yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik di setiap kegiatan belajar. Perencanaan penyususnan modul IPA berbasis kontekstual menggunakan materi kalor dan perpindahannya dengan tujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik. Kompetensi dasar yang digunakan dalam modul adalah KD 3.7, KD 4.10 dan KD 4. Tahap pengembangan produk meliputi desain awal modul, validasi desain dan revisi. Desain awal modul IPA berbasis kontekstual meliputi cover , halaman francis, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, peta kedudukan modul, pendahuluan (meliputi, langkah- langkah pembelajaran kontekstual untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, kompetensi inti dan kompetensi dasar, deskripsi, waktu, dan petunjuk penggunaan modul), glosarium, peta konsep, kegiatan belajar I, kegiatan belajar II, kegiatan belajar III dan daftar pustaka. Kegiatan belajar I membahas materi pada kompetansi dasar 3.7 yakni memahami konsep suhu, pemuaian, kalor, perpindahan kalor, dan penerapannya dalam mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada manusia dan hewan serta dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan belajar II membahas materi pada kompetansi dasar 4.10 melakukan percobaan untuk menyelidiki suhu dan perubahannya, serta pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perubahan wujud benda serta kegiatan belajar III I membahas materi pada kompetansi dasar 4.11 Melakukan penyelidikan terhadap karakteristik perambatan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Langkah pembelajaran pada modul memuat langkah pembelajaran berbasis kontekstual yang mengintegrasikan kemampuan berpikir kritis pada setiap tahapnya. Kegiatan pembelajaran diawali dengan Bertanya ( questioning ). Peserta didik mengamati fenomena yang disajikan dalam modul kemudian melakukan interpretasi (menjawab pertanyaan) yang berkaitan dengan fenomena yang disajikan. Jawaban peserta didik pada tahap questioning digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik yaitu kemampuan interpretasi. Facione (2011) mendeskripsikan bahwa interpretasi merupakan kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna atau arti dari berbagai pengalaman, situasi, data dan peristiwa. Bagian kedua adalah Penemuan ( inquiry ). Pada tahap ini peserta didik merumuskan masalah berdasarkan fenomena yang disajikan, mengajukan dugaan (jawaban) sementara, mengumpulkan data/melakukan percobaan, menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil pekerjaan peserta didik pada tahap penemuan digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan menganalisis. Smith (2010) mengatakan bahwa inquiry merupakan kegiatan multifase yang melibatkan pengamatan, mengajukan pertanyaan, memeriksa buku atau sumber lain untuk mengevaluasi informasi yang telah diketahui dalam menyatakan fakta-fakta eksperimental, menggunakan alat untuk menganalisis dan menginterpretasi data serta mengusulkan jawaban. Konstruktivisme merupakan tahap ketiga dari pembelajaran kontekstual. Peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya dengan cara membuat kesimpulan dan membandingkan jawaban sementara yang telah dibuat sebelumnya dengan hasil (kesimpulan) berdasarkan penemuan. Hasil pekerjaan peserta didik pada tahap ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan menyimpulkan dan mengevaluasi. Kegiatan inquiry dan konstruktivisme dilakukan secara berkelompok (masyarakat belajar), sebagaimana menurut Eilks dan Kapanadze (2012) bahwa konstruktivisme tidak hanya berusaha untuk membuat peserta didik sebagai pemikir aktif, tapi untuk meningkatkan interaksi dan kolaborasi di antara peserta didik. Pemodelan ( modelling ) merupakan bagian keempat dari pembelajaran kontekstual. Dalam pemodelan guru memperagakan sebuah percobaan tertentu, kemudian peserta didik memperhatikan demonstrasi guru dan menjelaskan (melakukan penalaran) terhadap fenomena yang terjadi saat demonstrasi. Hasil pekerjaan peserta didik pada tahap ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik yaitu kemampuan eksplanasi. Menurut Facione (2011) kemampuan mengeksplanasi adalah kemampuan seseorang untuk menyajikan hasil penalaran dengan cara meyakinkan dan masuk akal. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan refleksi berupa pernyataan langsung tentang hal-hal yang diperoleh saat pembelajaran serta kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran yang telah dilaluinya (Hosnan, 2013 :272). Di akhir pembelajaran peserta didik melakukan kegiatan refleksi seperti mengungkapkan bagian materi yang telah dipahami dan bagian yang belum dipahami serta cara yang akan dilakukan oleh peserta didik untuk memahami materi tersebut. Peserta didik mengungkapkan bagain yang paling disukai dan tidak disukai dari peoses pembelajaran, serta memberikan saran dan masukan untuk perbaikan kegiatan belajar selanjutnya. Hasil pekerjaan peserta didik pada tahap ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan regulasi diri berupa self- monitor (memonitor proses kognisi diri) dan self-correct . Draft awal modul IPA berbasis kontekstual yang telah disusun kemudian divalidasi oleh ahli materi, ahli pengembangan media dan ahli bahasa kemudian direvisi sesuai saran dan masukan sehingga menghasilkan draft II. Hasil penilaian oleh ahli materi, ahli media dan ahli bahasa mendapatkan nilai 3,74 dengan kategori sangat baik. Ahli materi melakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran, materi ajar dan validasi soal berpikir kritis. Ahli pengembangan media melakukan validasi terhadap desain modul dan ahli bahasa melakukan validasi terhadap bahasa yang digunakan dalam modul. Draft II modul IPA berbasis kontekstual kemudian divalidasi oleh praktisi pendidikan dan teman sejawat sehingga menghasilkan draft III. Hasil penilaian oleh praktisi pendidikan dan teman sejawat memperoleh nilai 3,22, kategori kriteria baik dengan saran meliputi: a) tambahkan materi kalor tentang asas Black; b) tambahkan ikon berpikir kritis dalam modul; c) ikon untuk masing- masing komponen kontekstual harus terwakili; d) cover modul dapat didesain agar lebih bagus lagi; dan e) gambar cover modul kurang komunikatif. Secara keseluruhan berdasarkan hasil validasi dan revisi dari ahli, praktisi pendidikan dan teman sejawat maka modul IPA berbasis kontekstual telah memenuhi aspek kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian dan kesesuaian bahan ajar dengan pilar pendekatan kontekstual. Uji coba tahap awal draf III modul IPA berbasis kontekstual dilakukan kepada 12 orang peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru secara paralel setelah melalui tahap validasi. Peserta didik dibagi menjadi tiga kelompok dengan ketentuan, kelompok 1 mengerjakan kegiatan belajar I, kelompok 2 mengerjakan kegiatan belajar II, dan kelompok 3 mengerjakan kegiatan belajar III. Data hasil analisis uji coba tahap awal yang diambil adalah data kemampuan berpikir kritis dan data hasil belajar peserta didik aspek pengetahuan. Data kemampuan berpikir kritis bertujuan untuk mengevaluasi kejelasan rumusan dan petunjuk soal kemampuan berpikir kritis. Hasil menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik paling rendah dengan kategori kurang pada kegiatan belajar II khususnya untuk soal analisis, inferensi dan evaluasi (gambar 1). Gambar 1. Rerata Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Perindikator. Data hasil belajar peserta didik aspek pengetahuan bertujuan untuk mengevaluasi kejelasan dan kelengkapan materi yang disajikan dalam modul serta kejelasan perumusan soal uji kompetensi. Peserta didik mengerjakan soal uji kompetensi pada akhir setiap kegiatan belajar setelah membaca uraian materi yang disajikan dalam modul. Rerata hasil menunjukkan bahwa, hasil pada kegiatan belajar II lebih rendah dibandingkan kegiatan belajar I dan III (gambar 2). Pada kegiatan belajar I peserta didik tidak dapat mengerjakan 2 soal yaitu soal nomor 2 dan nomor 9. Pada kegiatan belajar II ada 4 soal yang tidak dapat dikerjakan peserta didik yaitu soal nomor 2, 5, 8 dan 9. Peserta didik tidak dapat mengerjakan soal-soal tersebut karena berdasarkan analisis Quest yang telah dilakukan sebelumnya bahwa soal-soal tersebut berada pada kategori sukar. Selain itu, informasi penjelasan materi yang disampaikan dalam modul masih belum mewakili penjelasan tentang soal-soal tersebut. Pada kegiatan belajar III hanya soal nomor 9 yang tidak bisa dikerjakan peserta didik. Gambar 2. Rerata Hasil Belajar Peserta Didik Aspek Pengetahuan Pada Uji Coba Produk. Revisi modul IPA berbasis kontekstual setelah uji coba tahap awal meliputi: (1) penambahan petunjuk pengerjaan soal uji kemampuan berpikir kritis pada kegiatan belajar II terutama pada soal analisis dan inferensi; (2) revisi soal nomor 2 dan nomor 9 pada kegiatan belajar I, revisi dan penggantian soal nomor 2, 5, 8 dan 9 serta menambah penjelasan materi pada kegiatan belajar II, mengganti soal nomor 9 dengan bentuk yang berbeda dari sebelumnya Pada kegiatan belajar III. Berdasarkan hasil uji coba produk tahap awal dan revisi yang telah dilakukan maka modul IPA berbasis kontekstual dapat dilanjutkan untuk uji coba berikutnya sebagaimana pendapat Daryanto (2013: 21- 22) bahwa bila hasil uji coba modul layak, berarti modul tersebut siap diimplementasikan untuk kepentingan pembelajaran sesungguhnya. Sebaliknya, bila belum layak maka harus dilakukan perbaikan seperlunya. Setyowati dan Parmin (2013) juga mengatakan bahwa revisi yang dilakukan setelah uji coba skala kecil dinilai sangat berperan untuk meningkatkan persentase kelayakan modul. Uji coba lapangan utama dilakukan pada 30 orang peserta didik. Hasil belajar dan hasil kemampuan berpikir kritis peserta didik dianalisis untuk dilakukan evaluasi terhadap keefektifan modul IPA berbasis kontekstual. Menurut Daryanto (2013: 32) bahwa modul yang dikembangkan jika memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi serta sesuai dengan kemampuan peserta didik maka akan dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Gambar 3. Diagram Rerata Hasil Belajar Peserta Didik Aspek Pengetahuan. Rerata hasil belajar aspek pengetahuan (pada gambar 3) yang diperoleh peserta didik setelah belajar dengan menggunakan modul IPA berbasis kontekstual pada kegiatan belajar (KB) I sebesar 3,05 dengan persentase ketuntasan 60%, KB II sebesar 3,08 dengan persentase ketuntasan 70% dan KB III sebesar 3,16 dengan persentase ketuntasan 70%, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2014) bahwa, ketuntasan belajar klasikal pada penerapan modul IPA terpadu berbasis penemuan dengan tema spaghetti mencapai 75%, artinya siswa yang mencapai tuntas belajar 21 siswa dan tidak tuntas 7 siswa. Hasil belajar peserta didik meningkat karena pembelajaran kontekstual membuat peserta didik berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, berdiskusi dan melakukan penemuan serta berkesempatan untuk melakukan sendiri percobaan IPA sebagaimana menurut Rosana (2014) bahwa ciri keberhasilan belajar peserta didik 50% dari hal yang didengar dan dilihat, 70% dari hal yang dibicarakan dengan orang lain, 80% dari hal yang dialami sendiri dan 95% dari hal-hal yang diajarkan kepada orang lain. Gambar 4. Rerata Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Perindikator. Rerata hasil kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk masing-masing indikator pada kegiatan belajar (KB) I, II dan kegiatan belajar III (pada gambar 4) menunjukkan bahwa rerata persentase kemampuan interpretasi peserta didik meningkat pada KB I 71,67%, KB II 82,5% dan KB III 90%. Kemampuan analisis peserta didik pada KB I 74,17%, KB II 85% dan KB III 93,3%. Kemampuan inferensi pada KB I 70%, KB II 76,7% dan KB III 84,2%. Kemampuan evaluasi pada KB I 70%, KB II 73,3% dan KB III 78,3%. Kemampuan eksplanasi pada KB I 71,67%, KB II 75% dan KB III 83,3%. Kemampuan regulasi diri pada KB I 67,5%, KB II 72,5% dan KB III 81,7%. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Valdez et al (2015) bahwa pembelajaran berbasis aktivitas dalam lingkungan pembelajaran kooperatif memotivasi peserta didik untuk berpikir kritis. Selain itu, pembelajaran berbasis aktivitas menarik, menyenangkan dan menggembirakan bagi peserta didik. Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik juga disebabkan implementasi pengintegrasian komponen kontekstual untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis saat proses pembelajaran berlangsung sebagaimana pendapat Berns dan Erickson (2001: 3) bahwa tujuan pembelajaran kontekstual dapat didasarkan pada penggunaan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pengambilan keputusan. Gambar 5. Diagram Rerata Hasil Belajar Peserta Didik Aspek Sikap dan Keterampilan. Aspek sikap yang diukur adalah sikap spiritual dan sikap sosial sedangkan aspek keterampilan yang diukur adalah keterampilan konkret dan keterampilan abstrak. Data hasil belajar peserta didik (gambar 5) menunjukkan bahwa sikap spiritual peserta didik pada KB I sebesar 3,77, KB II sebesar 3,83 dan KB III sebesar 3,87. Sikap sosial peserta didik pada KB I sebesar 3,09, KB II 3,16, dan KB III 3,23, sedangkan hasil belajar aspek keterampilan yang diperoleh peserta didik setelah proses pembelajaran pada aspek keterampilan konkret untuk KB I sebesar 4,00, KB II mengalami penurunan menjadi 3,4 dan KB III mengalami peningkatan menjadi 3,67. Keterampilan abstrak pada KB I sebesar 2,62, KB II sebesar 2,95 dan KB III sebesar 3,62. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik setelah penggunaan modul IPA berbasis kontekstual disebabkan karena proses pembelajaran menekankan pada penemuan dan pengkonstruksian konsep, sehingga peserta didik mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Latihan-latihan yang diberikan kepada peserta didik secara berkelompok maupun secara mandiri masih berada dalam jangkauan kemampuan peserta didik ( zona of proximal development ) serta tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik secara berkelompok juga menimbulkan interaksi kolaboratif antar peserta didik sehingga peserta didik secara langsung mengalami proses perancahan atau saling membantu untuk memecahkan masalah. Respons peserta didik setelah pembelajaran menggunakan modul IPA berbasis kontekstual bahwa peserta didik merasa senang belajar dengan menggunakan modul IPA berbasis kontekstual karena modul mudah untuk dipelajari, tampilan modul menarik, modul dapat meningkatkan minat baca, dapat melatihkan kemampuan berpikir kritis di setiap kegiatan belajar serta gambar dan grafik dalam modul disajikan berwarna. Hal ini sesuai dengan penelitian Khuryati dan Kartika (2014) bahwa respons peserta didik terhadap modul pembelajaran IPA berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk SMP/MTs kelas VII baik dalam uji coba lapangan skala kecil maupun uji coba lapangan skala besar dapat diterima oleh peserta didik sebagai salah satu sumber belajar. Respons guru terhadap modul IPA berbasis kontekstual dengan memberikan penilaian terhadap modul. Rerata nilai yang diperoleh sebesar 3,55 dengan kriteria sangat baik dan menurut guru IPA bahwa modul dapat diimplementasikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Izzati, Hindarto dan Pamelasari (2013) bahwa Penilaian angket tanggapan guru mendapatkan tanggapan yang sangat baik dan respon peserta didik terhadap modul untuk setiap item penilaian berkisar antara baik dan sangat baik. Revisi modul IPA berbasis kontekstual setelah Uji coba lapangan utama yaitu pada kesalahan penulisan kata. Satu orang peserta didik memberikan saran untuk menambah durasi waktu pembelajaran. Penambahan durasi waktu pembelajaran dilakukan apabila waktu yang disediakan tidak cukup untuk menyelasaikan satu kegiatan belajar, namun pada obsevasi selama kegiatan pembelajaran waktu yang disediakan cukup yaitu 2 jam sehingga tidak perlu dilakukan penambahan. ## Kesimpulan dan Rekomendasi Berdasarkan tujuan penelitian, hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) modul IPA berbasis kontekstual memiliki karakteristik yaitu langkah pembelajaran pada modul memuat langkah pembelajaran berbasis kontekstual yang mengintegrasikan kemampuan berpikir kritis pada setiap tahapnya, masing-masing kegiatan belajar terdiri atas satu kompetensi dasar dan modul IPA berbasis kontekstual bersifat self Instruction ; (2) modul IPA berbasis kontekstual termasuk kategori layak karena telah melalui uji kelayakan dari ahli materi, ahli media dan ahli bahasa dengan nilai 3,74 kategori sangat baik, praktisi pendidikan dan teman sejawat dengan nilai 3,22 kategori baik, serta melalui tahap uji coba produk dan revisi; (3) modul IPA berbasis kontekstual efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik serta respons peserta didik dan guru IPA saat uji coba lapangan utama bahwa modul IPA berbasis kontekstual dapat digunakan dalam pembelajaran IPA sebagai bahan ajar. Berdasarkan hasil dan pembahasan maka rekomendasi dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan uji coba lapangan operasional, revisi produk akhir dan tahap diseminasi-implementasi produk modul IPA berbasis kontekstual untuk kontrol kualitas. ## Daftar Pustaka Berns, R. G., & Patricia M. Erickson. (2001). Contextual Teaching and Learning: Preparing Students for the New Economy. The Highlight Zone: Research © Work No. 5. National Dissemination Center for Career and Technical Education, Columbus, OH. Washington, DC. http://www.nccte.com/- publications/infosinthesys. Daryanto. (2013). Menyusun Modul: Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar . Yogyakarta: Gava Media. Facione, P. A. (2011). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts . Measured Reasons and The California Academic Press, Millbrae, CA. Journal . ISBN 13: 978-1-891557-07-1. Hastuti, E. T., dkk. (2014). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Penemuan Dengan Tema Spaghetti. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika . Volume 5 Nomor 1 2014 ISSN : 2302-7827. Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21 . Bogor: Ghalia Indonesia. Izzati, N., Hindarto, N., & S. D. Pamelasari. (2013). Pengembangan Modul Tematik dan Inovatif Berkarakter Pada Tema Pencemaran Lingkungan untuk Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 2 (2) (2013) 183-188. Khuryati., & Kartika, I. (2014). Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk SMP/MTs Kelas VII. Jurnal Vol. X No. 1, April 2014/1435: 50-58. ISSN 1829-5266 (print) ISSN 2301-8550. Lambertus. (2009). Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD. Forum Kependidikan, Volume 28, Nomor 2, Maret 2009. Prastowo, A. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik: Tinjauan Teoritis dan Praktik . Jakarta: Kencana. Rosana, D. (2014). Evaluasi Pembelajaran Sains: Asesmen Pendekatan Saintifik Pembelajaran Terpadu . Yogyakarta: UNY. Setyowati, R., Parmin, & Widiyatmoko, A. (2013). Pengembangan Modul IPA Berkarakter Peduli Lingkungan Tema Polusi Sebagai Bahan Ajar Siswa SMK N 11 Semarang. Unnes Science Education Journal 2 (2) (2013). Smith, B. P. (2010). Instructional Strategies in Family and Consumer Sciences: Implementing the Contextual Teaching and Learning Pedagogical Model. Journal of Family & Consumer Sciences Education , 28(1). Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta. Thelma M. G. et al . (2007). Critical Thinking In Science. http://www.ucalgary.ca/ihpst07/- proceedings/IHPST07%20papers/117 %20Gunn.pdf. Diakses 06/05/2015. Valdez, A. V. et al . (2015). Developing Critical Thinking through Activity –Based and Cooperative Learning Approach in Teaching High School Chemistry. International Journal of Social Science and Humanity , Vol. 5, No. 1, January 2015. Winkel. W. S. (2009). Psikologi Pengajaran . Yogyakarta: Media Abadi
a1860d5e-ca95-423f-b20d-4a4955b39ef7
https://e-journal.trisakti.ac.id/index.php/jipak/article/download/4425/3525
## FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN ## Christina Dwi Astuti Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti ## ABSTRACT The aim of this research is to find out which are factors that impact the timeliness of company's financial statement . The object of this research is companies (except banking, securities, insurance, properties and non banking Credit Agencies) listed at Jakarta Stock Exchange for 2001 - 2005 using purposive judgment sampling. From 207 companies, there are 125 companies being samples of this research. Hypothesis test of this research is using logistic regression method, with a = 5% revealed that auditor reputations, audit opinion, size (proxy by market values) and ownership structure (outsider and insider) have impact to the timeliness of financial statement, but leverage (proxy by debt to equity ratio), ages and profitability (proxy by ROA) haven't impact to the timeliness of financial statement. Keywords : timeliness, ownership structure, debt to equity ratio, ROA, ages, size, audit opinion, auditor reputation ## 1. Pendahuluan Laporan keuangan merupakan potret implementasi pertanggungjawaban perusahaan kepada berbagai pihak yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan suatu perusahaan akan mempunyai manfaat jika disampaikan secara akurat dan tepat waktu kepada para pemakainya guna pengambilan keputusan. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya ketepatan waktu ( timeliness ) penyajian laporan keuangan kepada publik. Penyajian laporan keuangan secara tepat waktu merupakan aspek yang strategis untuk memperoleh keunggulan kompetitif dalam menunjang keberhasilan perusahaan, terutama agar image perusahaan di mata publik menjadi lebih baik, yang kemudian diharapkan timbulnya kepercayaan publik terhadap kualitas informasi yang disajikan oleh pihak perusahaan. Bagi publik, ketepatan waktu atas laporan keuangan mengindikasikan adanya sinyal dari perusahaan untuk menunjukkan kualitas kinerja perusahaan dan kredibilitas kualitas informasi akuntansi yang tinggi atas apa yang dilaporkannya. Kenley dan Stubus (1972) dalam Respati (2004) menyatakan bahwa ketepatan waktu pelaporan keuangan bisa berpengaruh pada nilai laporan keuangan, demikian pula Dyer dan Mchugh (1975) dalam Naim (1999) menyatakan bahwa ketepatan waktu ( timeliness ) merupakan karakteristik penting bagi pelaporan keuangan, dan Givoly dan Palmon, 1982) dalam Saleh (2004) yang menyatakan bahwa nilai dari ketepatan waktu pelaporan keuangan merupakan determinan penting bagi tingkat manfaat suatu laporan keuangan. Di Indonesia, ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan tahunan telah diatur Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 dan telah diperbaharui oleh Bapepam pada tahun 1996 (efektif mulai berlaku pada tanggal 17 Januari 1996) yaitu tentang peraturan pasar modal yang menyatakan bahwa semua perusahaan yang terdaftar di bursa efek wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada Bapepam terhitung sejak tanggal berakhirnya tahun buku dan mengumumkan laporan kepada masyarakat. Apabila perusahaan tersebut terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang akan dikenakan sanksi dan denda yang dikenakan cukup berat Sudah banyak penelitian mengenai ketepatan waktu pelaporan keuangan di Indonesia. Namun, tidak seperti negara maju (Amerika Serikat dan Australia) dimana isu tentang ketepatan waktu pelaporan keuangan termasuk isu yang penting. Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan ketepatan waktu pelaporan keuangan dapat diakibatkan oleh adanya penundaan waktu pelaporan keuangan yang berkaitan dengan adanya berita buruk ( bad news ) tentang perusahaan. Misalnya: adanya kesulitan fiansial, opini tidak wajar oleh auditor perusahaan, adanya kontrak dalam proses dan usaha manajemen untuk menghindari penyelidikan dan ketidakpercayaan investor (Givoly dan Palmon, 1982; Bamber et al, 1993; Schwartz dan Soo 1996 dalam Naim, 1999). Penelitian ini adalah replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Naim (1999), Saleh (2004), dan Respati (2004). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Naim (1999) dimana studinya menguji apakah faktor-faktor seperti ukuran, profitabilitas dan kesulitan finansial mempengaruhi ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan informasi (information regulatory non-compliance (IRN)). IRN perusahaan-perusahaan pada studi ini diukur menggunakan ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan atas ketepatan waktu, yaitu tanggal jatuh tempo penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pada penelitian Saleh (2004) dimana menganalisa ketepatan waktu pelaporan keuangan pada perusahaan manufaktur, dengan menggunakan variable penelitian yaitu rasio gearing, profitabilitas, ukuran perusahaan ( size ), umur perusahaan ( age ), item-item luar biasa dan/atau kontigensi ( extra ) dan struktur kepemlikan ( own ). Hasil penelitian ini hanya menemukan satu bukti empiris yaitu variable extra secara signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan, namun hal ini relatif cukup dapat memberikan implikasi pertimbangan untuk mematuhi peraturan ( compliance theory - perspektif normatif ) dalam mengungkapkan informasi bagi pihak-pihak pengguna atau pemakai sehingga tidak terjadinya asimetri informasi ( agency theory ). Sedangkan Respati (2004) meneliti faktor-faktor seperti debt to equity ratio, ukuran perusahaan, profitability, konsentrasi kepemilikan pihak luar, dan konsentrasi perusahaan oleh pihak dalam yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan dengan menggunakan sample sebanyak dua ratus enam puluh enam (266) perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas dan kepemilikan perusahaan oleh pihak luar ( outsider ownership ) secara signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan, sedangkan ukuran perusahaan, debt to equity rasio dan kepemilikan perusahaan oleh pihak dalam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Tujuan penelitian ingin mencoba menguji kembali leverage , umur perusahaan, opini audit, reputasi auditor) terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah periode pengamatan (2001 2005) dan penambahan variabel penelitian yaitu umur perusahaan, reputasi auditor dan opini auditor. ## Christina Dwi Astuti ## 2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Untuk melihat ketepatan waktu, biasanya suatu penelitian melihat keterlambatan pelaporan ( lag ). Dyer dan McHugh (1975) dalam Respati (2004) menggunakan tiga kriteria keterlambatan dalam penelitiannya: (1) preliminary lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa; (2) auditor's report lag ; interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani (3) total lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal peneriman laporan dipublikasikan oleh bursa. Ketepatan waktu menunjukkan rentang waktu antara penyajian informasi yang diinginkan dengan frekuensi pelaporan informasi. Informasi tepat waktu akan mempengaruhi kemampuan manajer di dalam merespon setiap kejadian atau masalah. Apabila informasi itu tidak disampaikan tepat waktu, akan menyebabkan informasi kehilangan nilainya di dalam mempengaruhi kualitas keputusan. Informasi tepat waktu juga mendukung manajer menghadapi ketidakpastian yang terjadi di lingkungan kerja mereka (Amey, 1979; Gordon dan Narayan, 1984) dalam Mukhlasin dan Petronila (2003). Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan (Hendriksen, 1999:75) mendefinisikan ketepatan waktu ke dalam dua cara. Pertama, ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal melaporkan. Kedua, ketepatan waktu ditentukan dengan ketepatan waktu pelaporan relatif atas tanggal pelaporan yang diharapkan. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan diatur dalam UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Dimana dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa perusahaan publik diwajibkan menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan yang terdaftar di Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal berakhirnya tahun buku. Untuk laporan keuangan tengah tahunan: (1) selambat-lambatnya 60 hari setelah tengah tahun buku berakhir, jika tidak disertai laporan akuntan, (2) selambat-lambatnya 90 hari setelah tengah tahun buku berakhir, jika disertai laporan akuntan dalam rangka penelaahan terbatas, dan (3) selambat-lambatnya 120 hari setelah tengah tahun buku berakhir, jika disertai laporan akuntan yang memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan. Sedangkan untuk laporan keuangan triwulan selambat-lambatnya 60 hari setelah triwulan tahun buku berakhir. Namun, mulai tahun 2002 ketepatan waktu penyampaian pelaporan keuangan diatur dalam KEP- 17/PM/2002 yang ditetapkan pada tanggal 14 Agustus 2002 dinyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Untuk laporan keuangan tengah tahunan disampaikan kepada bapepam dalam jangka waktu sebagai berikut : (1) selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan, jika tidak disertai laporan akuntan, (2) selambat-lambatnya pada akhir bulan kedua setelah tanggal laporan tengah tahunan, jika disertai laporan akuntan dalam rangka penelaahan terbatas; dan (3) selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan yang memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Informasi dalam laporan keuangan akan dicerna oleh para pemakainya guna pengambilan keputusan. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah informasi yang tepat waktu. Informasi yang tepat waktu berarti jangan sampai informasi yang disampaikan sudah basi atau sudah menjadi rahasia umum. Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar di dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut (Badriawan, 1997) dalam Mukhlasin dan Petronila (2003). Pada penelitian Naim (1999), ketepatan waktu dilihat dari keterlambatan pelaporan dan menurut SAK (2004) tepat waktu berarti manfaat suatu laporan keuangan akan berkurang jika laporan tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Suatu perusahaan sebaiknya mengeluarkan laporan keuangannya paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi perusahaan tidak cukup menjadi pembenaran atas ketidakmampuan perusahaan menyediakan laporan keuangan tepat waktu. Menurut Belkaoli (2000: 126) ada tujuh karakteristik tujuan kualitatif yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai yaitu relevan, dapat dipahami, dapat diuji kebenarannya, netral, tepat waktu, dapat diperbandingkan dan kelengkapan. Maksud dari pelaporan keuangan yang tepat waktu berarti mengkomunikasikan informasi seawal mungkin untuk menghindari keterlambatan pembuatan keputusan ekonomi. 1. Leverage dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Leverage (yang diproksi dengan debt to equity ratio) menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat struktur resiko tidak tertagihnya hutang. Menurut Weston & Brigham (1981: 138) dalam Djarwanto (2004), rasio leverage bertujuan mengukur sejauh mana kebutuhan keuangan perusahaan dibelanjai dengan dana pinjaman. Rasio leverage yang dikenal dengan debt to equity ratio adalah perbandingan antara total hutang dengan total modal sendiri. Sedangkan menurut Harahap (1997: 306) rasio leverage ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Penelitian mengenai debt to equity ratio pengaruhnya terhadap ketepatan waktu dilakukan oleh Naim (1999). Dalam penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa debt to equity ratio tidak signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Respati (2004) dalam penelitiannya ini menganalisa pengaruh debt to equity ratio terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hasil penelitian menemukan bukti empiris bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. H1 : Terdapat pengaruh leverage terhadap ketepatan waktu ## 2. Ukuran Perusahaan dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Terkait dengan ketepatwaktuan laporan keuangan, ukuran perusahaan merupakan fungsi dari tepat waktu atau tidak tepat waktunya suatu perusahaan menyampaikan laporan keuangan. Ukuran perusahaan dinyatakan dengan menggunakan market capitalization atau market value yang dirumuskan sebagai berikut: Beberapa penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap ketepatan waktu telah banyak dilakukan. Dyer dan MacHugh (1975) dalam Respati (2004) penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dengan ketepatan waktu pelaporan keuangan. Asston, et.al (1989) menyatakan bahwa perusahaan besar melaporkan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Schwartz dan Soo (1996) dalam Naim (1999) memperkirakan bahwa tingkat kepatuhan pada perusahaan-perusahaan yang ukurannya lebih kecil berbeda dengan perusahaan yang lebih besar karena beberapa hal. Pertama, perusahaan yang lebih kecil mungkin tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang persyaratan pengisian terbaru atau keterbatasan karyawan dan keahlian yang dimiliki. Kedua, perusahaan yang lebih besar berada pada lingkaran pengawasan yang lebih dekat dengan otoritas hukum dan politik. Perusahaan besar lebih mungkin untuk ditanyai tentang motif keterlambatan atas penyampaian laporan karena kemungkinan kerugian investor dan gangguan pasar modal yang lebih besar. Hasil penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan secara signifikan berpengaruh terhadap ketidakpatuhan dan keterlambatan pelaporan keuangan perusahaan. Penelitian lain mengenai ukuran perusahaan dan pengaruhnya terhadap ketepatan pelaporan keuangan dilakukan pula oleh Naim (1999). Hasil penelitian memperoleh bukti empiris bahwa ukuran perusahan ( diproksi dengan total asset dan total penjualan) tidak signifikan mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Sedangkan Bandi (2000) menemukan bahwa keterlambatan pelaporan keuangan antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil berbeda (diukur dari nilai pasarnya). Selain itu ditemukan bukti empiris mengenai hubungan keterlambatan dan ukuran perusahaan adalah positif walaupun hasilnya tidak signifikan. Namun Owusu dan Ansah (2000) dalam Saleh (2004), menemukan bahwa ukuran perusahaan merupakan prediktor signifikan dari ketepatan waktu pelaporan keuangan. Respati (2004) menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. H2 : Terdapat pengaruh ukuran perusahaan dengan ketepatan waktu ## 3. Profitabilitas dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa profit merupakan berita baik bagi perusahaan sehingga perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik. Oleh karena itu, perusahaan yang mampu menghasilkan profit cenderung lebih tepat waktu dalam penyampaian laporan keuangannya dibandingkan dengan perusahaan yang mengalami kerugian. Harahap (2002:304-305) berpendapat bahwa tingkat profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas yaitu menggunakan rasio profit margin , return on asset , dan return on equity . Dalam skripsi ini penulis mengukur perofitabilitas dengan menggunakan R eturn on Assets . R eturn on Assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efektifnya manajemen perusahaan menggunakan aktiva perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Dyer dan Mc Hugh (1975) dalam Petronila (2003) menemukan bahwa profitabilitas tidak signifikan mempengaruhi keterlambatan pelaporan keuangan. Sehingga tidak ada kecenderungan bagi perusahaan yang mengalami keuntungan atau profit untuk menyampaikan laporan keuangannya secara tepat waktu atau perusahaan yang mengalami kerugian atau loss akan melaporkan terlambat. Sedangkan menurut Givoly dan Palmon (1982:489) dalam Petronila (2003), ketepatan waktu dan keterlambatan pengumuman laba tahunan dipengaruhi oleh isi laporan keuangan. Jika pengumuman laba berisi berita baik, mungkin akan cenderung dilaporkan tepat waktu, sedangkan jika pengumuman laba berisi berita buruk maka pihak manajemen akan terlambat untuk Christina Dwi Astuti menyampaikan laopran keuangan. Santoso (1995:96) dalam Petronila (2003) menyatakan bahwa profitabilitas suatu perusahaan mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh suatu operasional perusahaan. Dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai sebagai salah satu cara untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan tentu saja berkaitan dengan hasil akhir berbagai kebijakan dan keputusan perusahan yang dilaksanakan oleh perusahaan pada periode berjalan. Naim (1999) menemukan bahwa profitabilitas (ROA dan ROE) signifikan mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hasil penelitian Naim (1999) senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Respati (2004). Respati (2004) dalam studinya menghubungkan profitabilitas terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan yang diproksi dengan ROA (Return on Asset). Hasil penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa variable ROA secara signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. H3 : Terdapat pengaruh profitabilitas terhadap ketepatan waktu ## 4. Kepemilikan Perusahaan dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pemilik perusahaan dari pihak luar mempunyai kekuatan lebih besar untuk menekan manajemen perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan secara tepat waktu. Pihak luar membutuhkan informasi finansial berupa laporan keuangan yang disampaikan secara tepat waktu untuk pengambilan keputusan investasi mereka. Karena itu kepemilikan pihak luar oleh perusahaan dirasakan memiliki pengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Menurut Respati (2004) dengan adanya konsentrasi kepemilikan pihak luar maka pihak manajemen akan lebih mendapat tekanan dari pihak luar atau shareholder untuk lebih tepat waktu. Bukti empiris menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan pihak luar secara signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Kepemilikan manajemen adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik perusahaan dari pihak manajemen secara aktif ikut didalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan. Hak kepemilikan manajemen adalah hak mutlak yang juga dipunyai oleh para manajemen terhadap perusahaan. Hak kepemilikan ini juga dapat dilihat dari jumlah modal yang ditanamkan oleh para manajer yang bersangkutan. Respati (2004) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan oleh manajer akan mempengaruhi kinerja manajer. Manajer akan lebih bertanggung jawab dalam mengelola perusahaan karena adanya rasa memiliki perusahaan, sehingga akan mempengaruhi kinerja pihak manajemen yang semakin baik. Manajemen dengan kinerja yang baik akan mampu menyampaikan pelaporan keuangannya secara tepat waktu. Namun hasil penelitiannya menunjukkan bukti empiris bahwa kepemilikan perusahaan oleh pihak dalam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. H4a : Terdapat pengaruh kepemilikan pihak luar terhadap ketepatan waktu H4b : Terdapat pengaruh kepemilikan pihak dalam terhadap ketepatan waktu ## 5. Umur Perusahaan dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Umur perusahaan menunjukkkan kredibilitas maupun reputasi perusahaan dimata masyarakat. Jika perusahaan telah lama berdiri biasanya dianggap memiliki kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercaayan masyarakat. Perusahaan yang telah lama berdiri, secara tidak langsung membuktikan bahwa perusahaan mampu bertahan dan meraih laba dalam berbagai kondisi ekonomi. Selain itu pula, menunjukkan bagaimana perusahaaan dapat mempertahankan reputasi maupun posisi dalam industri dalam suatu persaingan yang semakin ketat. Owusu dan Ansah (2000) dalam penelitian Saleh (2004) menyatakan ketika sebuah perusahaan berkembang menyebabkan penundaan laporan keuangan yang luar biasa yang dapat diminimalisasi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa perusahaan yang berumur lebih tua, memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mempublikasikan laporan keuangannya. Perusahaan yang memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih menyadari mengenai pentingnya ketepatan waktu pelaporan keuangan suatu perusahaan. H5 : Terdapat pengaruh umur perusahaan terhadap ketepatan waktu pelaporan ## 6. Reputasi Auditor dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Sorotan publik tahun-tahun belakangan ini tertuju pada profesi akuntan, khususnya akuntan publik. Lahirnya big four ini lebih karena tergelincirnya profesi akuntan publik untuk memperhatikan ketegaran independensi profesi dalam kepentingan jangka pendek untuk mencapai sasaran perusahaannya. Keruntuhan ini dipicu oleh skandal Enron di AS beberapa tahun lalu dimana banyak klien semakin sadar bahwa tidak ada jaminan kalau reputasi akuntan publik yang baik selalu memiliki mutu yang baik pula. Depuch dan Simunic (1980), De Angelo (1981) dan Johnson dan Lys (1990) dalam Naim (1999), ukuran auditor berhubungan dengan kualitas auditor. Dalam literatur tersebut kualitas auditor diukur dengan ukuran seperti apakah kantor akuntan (yang memberikan jasa audit) merupakan anggota KAP besar. Johnson dan Lys (1990) dalam Naim (1999) menemukan bahwa auditor yang besar memiliki dorongan untuk mengembangkan dan memasarkan keahliannya mengenai kepatuhan terhadap standar akuntansi keuangan daripada auditor kecil. Lebih jauh, auditor besar cenderung untuk memberi informasi kepada klien tentang peraturan yang baru dan meminta klien untuk mematuhinya. Hal ini dikarenakan KAP besar lebih banyak disorot publik dan lebih dituntut untuk menghasilkan laporan keuangan yang tidak hanya untuk tujuan akuntanbilitas dan tepat waktu, tetapi untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan. H6 : Terdapat pengaruh reputasi auditor terhadap ketepatan waktu ## 7. Opini auditor dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Opini audit yang diberikan oleh auditor setelah melalui beberapa tahapan audit yang dilakukan sehingga dapat memberikan simpulan atas opini yang harus diberikan terhadap laporan keuangan yang telah diauditnya. Arens (2003) menyatakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan demikian, auditor di dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan professional maupun sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pada umumnya perusahaan yang diberikan pernyataan unqualified opinion oleh audito r pada laporan keuangannya akan menyampaikan laporan keuangan secara tepat waktu. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang menerima jenis pendapat unqualified opinion sebagai kabar baik ( good news ) perusahaan sehingga penyampaian laporan keuangannya akan dipercepat. H7 : Terdapat pengaruh opini audit terhadap ketepatan waktu Christina Dwi Astuti Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini. ## Gabar 1. Skema Kerangka Pemikiran ## 3. Metodologi Penelitian Penelitian ini dianalisis dengan metode deskriptif korelasional untuk menguji adanya pengaruh faktor leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas, struktur kepemilikan, umur perusahaan, reputasi auditor dan opini audit terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan yang go publik di BEJ selama 2001 - 2005. Pengambilan sampel yang dilakukan adalah mengunakan purposive judgment sampling dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta (kecuali perusahaan perbankan, sekuritas, asuransi, real estate, dan Credit Agencies selain bank) selama lima tahun dan menyampaikan laporan keuangan tahun 2001 2005 yang dipublikasikan dan telah diaudit oleh akuntan publik 2. Kelengkapan data atas seluruh variabel penelitian. ## Variable dan Pengukuran Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: JIPAK, Januari 2007 Tabel 1. Variabel dan Pengukuran Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesis, maka digunakan metode logistic regression dikarenakan variabel dependen pada penelitian ini, yaitu ketepatan waktu, dukur dengan skala nominal. Tipe data untuk pengolahan adalah pooling data . Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka dilakukan uji asumsi klasik (multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas). Uji normalitas tidak perlu dilakukan jika pengujian menggunakan logistic regression (Ghozali, 2001 : 90). ## Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF > 10 maka terdapat multikolinearitas, sedangkan jika VIF < 10 maka tidak ada multikolinearitas. b. Uji Autokolerasi Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokolerasi, peneliti menggunakan uji 2 2 Lagrange Multiplier (LM Test). Jika (n-p)*R > c tabel maka terdapat autokorelasi, 2 2 sedangkan jika (n-p)*R < c tabel maka tidak terdapat autokorelasi. c. Uji Heterokedastisitas Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Glesjer, dimana jika signifikansi < 0,05 maka terjadi heterokedastisitas, sedangkan jika signifikansi > 0,05 maka terjadi homokedastisitas. Christina Dwi Astuti ## Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan secara multivariate dengan menggunakan regresi logistik. Regresi logistik digunakan dalam penelitian ini karena variable dependen nya berskala nominal (Ghozali, 2001 : 90). Adapun model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut: Dimana: = Dummy variable ketepatan waktu (kategori 0 untuk perusahaan tidak tepat waktu dan kategori 1 untuk perusahaan yang tepat waktu) DER = Debt to Equity Ratio MV = Market value ROA = Return on Asset OUTCON = Struktur kepemilikan perusahaaan yang dimiliki oleh pihak luar yang terkonsentrasi (outsider ownership concentration) INSIDER = Struktur kepemilikan manager (insider ownership) AGE = Umur perusahaan REPUTATION = Reputasi auditor OPINION = Opini auditor = error ## 4. Analisis dan Pembahasan Dari 207 perusahaan sebagai populasi, didapat 125 perusahaan dari periode tahun 2001 sampai dengan 2005 menggunakan purposive judgment sampling, sehingga dengan metode pooling data didapat 500 oberservant (amatan). a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolineritas adalah nilai VIF melebihi 10 (Ghozali 2001:92) Tabel 2. Uji Multikolinearitas Y = 0 + 1 DER + 2 MV + 3 ROA + 4 OUTCON + 5 INSIDER + 6 7 8 AGE + REPUTATION + OPINION + ## JIPAK, Januari 2007 Berdasarkan tabel 2 diatas, diketahui bahwa seluruh variabel independen mempunyai nilai VIF < 10, yang berarti tidak terdapat multikolinearitas. ## b. Uji Autokolerasi Autokorelasi menunjukkan bahwa ada korelasi antara error dengan error periode sebelumnya dimana pada asumsi klasik hal ini tidak boleh terjadi. Dari hasil pengolahan data dengan SPSS didapat bahwa nilai : 2 (n-p)*R = (500-1)*0,008 = 3,992 2 c tabel = 16,919 ( =0,05 dan df (regresor = jumlah variabel independen dalam uji autokorelasi = 9) 2 Sehingga (n-p)*R < c2 tabel, yang berarti bahwa tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi. ## c. Uji Heterokedastisitas Pengujian heterokedastisitas dilakukan dengan uji Glesjer, dimana hasilnya: Tabel 3. Uji Heterokedastisitas Berdasarkan tabel 3 diatas, diketahui bahwa terdapat variabel yang masuk kategori heteroskedastisitas, namun untuk regresi logistik permasalahan heterokedastisitas diabaikan (Gujarati, 1995 : 558). ## d. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis menggunakan model Regresi Logistik . dengan tingkat signifikasi ( ) yang digunakan sebesar 0,5%. Sebelum dilakukan uji ini, maka perlu dilakukan uji kelayakan model, dengan menggunakan Uji Hosmer dan Lemeshow. Tebel 4. Uji Goodness of Fit Angka probabilitas menunjukkan angka 0.154 dimana 0.154 adalah > 0.05, maka Ho gagal ditolak, yang berarti model regresi ini layak dipakai untuk analisis selanjutnya. Sumber : Data diolah dengan SPSS 14 Langkah selanjutnya adalah menilai keseluruhan model ( overall model fit ). Angka -2 Log Likelihood (LL), dimana pada awal (Block Number = 0) angka -2LL adalah 474,13 terdapat pada tabel 4, sedangkan pada block number = 1 angka -2 LL turun menjadi 442,560 terdapat pada tabel 5. Likelihood pada regresi binary mirip dengan pengertian “ sum of squared error” pada model regresi sehingga penurunan likelihood ini menunjukkkan model regresi yang baik. Hasil ini menunjukan bahwa model regresi logistik pada penelitian ini sudah fit/sesuai dengan data. Tabel 6. Block Number = 1 Dari tabel 6 dapat dilihat Nagelkerke R Square sebesar 0,101 yang berarti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 10,1% dan sebesar 89.9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam model. Tahap terakhir adalah uji koefisien regresi. Hasil pengujian koefisien regresi akan ditunjukkan pada tabel 7. Berikut ini adalah hasil analisis dan deskriptif dari tiap-tiap variable independen (bebas) terhadap variable bebasnya (terikat): Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis ## 1. Leverage dan ketepatan waktu pelaporan keuangan Hasil pengujian regresi logistik mendapatkan nilai wald sebesar 2.018 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,155 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya > 0,05. Artinya, Ho gagal ditolak, dengan kata lain leverage ( debt to equity ratio) tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Na'im (1999) dan Respati (2004) dimana keduanya menemukan bukti empiris bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan dapat menyelesaikan permasalahan hutang melalui proses restrukturisasi hutang. Dalam kondisi masa pemulihan akibat krisis ekonomi permasalahan hutang dianggap biasa selama ada kemungkinan untuk menyelesaikan maupun membayar dana pinjaman. ## 2. Ukuran perusahaan dan ketepatan waktu pelaporan keuangan Hasil pengujian regresi logistik mendapatkan nilai wald sebesar 4.534 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,033 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya < 0,05. Artinya, Ho ditolak, dengan kata lain ukuran perusahan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schwartz dan Soo (1996) dalam Respati (2004) dan Owusu Ansah (2000) dalam Saleh (2004) Hal ini berarti bahwa perusahaan besar cenderung untuk menyampaikan laporan keuangannya secara tepat waktu. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Naim (1999), Bandi (2000), Saleh (2004) dan Respati (2004). Hal ini disebabkan bukan karena ukuran perusahaannya tetapi lebih pada rasa tanggung jawab perusahaan menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara tepat waktu. ## 3. Profitabilitas dan ketepatan waktu pelaporan keuangan Hasil pengujian regresi logistik mendapatkan nilai wald sebesar 0,046 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,830 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya > 0,05. Artinya, Ho gagal ditolak, dengan kata lain profitabilitas yang diproksi dengan ROA tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Dyer dan MgHugh (1975) dalam Respati (2004) yang menemukan bukti empiris bahwa profitabilitas tidak mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan serta mendukung pula penelitian Saleh (2004). ## 4. Struktur Kepemilikan Perusahaan dan Ketepatan Waktu Pelaporan Hasil pengujian regresi logistik untuk kepemilikan pihak luar mendapatkan nilai wald sebesar 4,429 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,035 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya < 0,05. Artinya, Ho ditolak, dengan kata lain kepemilikan pihak luar berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan . Hasil pengujian regresi logistik untuk kepemilikan pihak dalam mendapatkan nilai wald sebesar 4.336 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,037 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya < 0,05. Artinya, Ho ditolak, dengan kata lain kepemilikan pihak dalam berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan Respati (2004) yang menyatakan bahwa kepemilikan pihak luar berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hal ini disebabkan karena adanya pengawasan dari pihak luar sehingga memaksa dan menuntut manajemen perusahaan untuk menunjukkan kinerja yang baik Christina Dwi Astuti sehingga dapat menyampaikan pelaporan keuangan perusahan secara tepat waktu. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Respati (2004) yang menyatakan bahwa insider ownership tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hal ini disebabkan Respati (2004) hanya menggunakan jangka waktu penelitian selama satu tahun, sehingga tidak dapat menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. ## 5. Umur perusahaan dan ketepatan waktu pelaporan keuangan Hasil pengujian regresi logistik mendapatkan nilai wald sebesar 2.580 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,108 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya > 0,05. Artinya, Ho gagal ditolak, dengan kata lain umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan Owusu dan Ansah (2000) dalam Saleh (2004) dan Saleh (2004). Hasil yang tidak signifikan dalam penelitian ini disebabkan perusahaan tidak didasarkan pada berapa lama perusahaan tersebut berdiri atau perusahaan yang memiliki umur yang lebih tua akan lebih tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya tetapi lebih cenderung pada bagaimana suatu perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi perekonomian suatu negara, yang berdampak pada kinerja keuangan suatu perusahaan. ## 6. Reputasi auditor dan ketepatan waktu pelaporan keuangan Hasil pengujian regresi logistik mendapatkan nilai wald sebesar 11,035 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,001 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya < 0,05. Artinya, Ho ditolak, dengan kata lain reputasi auditor berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor yang memilki reputasi yang baik akan memberikan kualitas pengauditan yang baik pula, yang dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas perusahaan emiten. Hal ini berarti, penggunaan auditor yang mempunyai reputasi berkualitas cenderung akan menyampaikan laporan keuangan emiten secara tepat waktu. ## 7. Opini auditor dan ketepatan waktu pelaporan keuangan Hasil pengujian regresi logistik mendapatkan nilai wald sebesar 5,675 pada degree of freedom 1 dan tingkat signifikansi sebesar 0,017 menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya < 0,05. Artinya, Ho ditolak, dengan kata lain opini auditor berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Na'im (1999) yang menyatakan bahwa opini auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hal ini karena ketepatan waktu pelaporan keuangan berhubungan dengan pendapat auditor disebabkan karena adanya kepedulian perusahaan terhadap opini yang diberikan oleh auditor, apabila auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian menjadikan berita baik perusahaan sehingga tidak terlambat dalam menyampaikan laporan keuangannya. ## 5. Simpulan, Keterbatasan Penelitian dan Saran ## Simpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa leverage, profitabilitas dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. JIPAK, Januari 2007 2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, struktur kepemilikan baik pihak luar maupun dalam, reputasi auditor dan opini audit mempunyai pengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. ## Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: 1. Tidak semua perusahaan yang listing di BEJ menjadi objek penelitian. 2. Banyak perusahaan yang tidak memilik data yang lengkap Untuk itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan memperoleh data dari sumber yang lebih lengkap dan akurat, maupun perolehan langsung dari perusahaan yang diteliti. ## Saran Dari hasil penelitian dan pengolahan data, penulis memiliki beberapa rekomendasi yang dapat digunakan untuk penelitian mendatang, yaitu: 1. Memasukkan faktor keterlambatan pelaporan keuangan 2. Penelitian selanjutnya diharapkan juga menggunakan faktor lainnya dari data primer seperti efektivitas komite audit. ## DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh kantor Akuntan Publik . Edisi Ketiga. Cetakan Ke-3. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Arens, Alvin A, Randal J. Elder, dan Mark S Beasley. (2003). Auditing And Assurance th Services . 9 Edition. Upper Saddle River, New Jersey : Pearson Education Bandi, dan Santoso Tri Hananto. (2000). Ketepatan waktu Atas Laporan keuangan Perusahaan Indonesia . Simposium Nasional Akuntansi III. Pp.66-77 Belkaoli, Ahmed-Riahi. (2000). Teori Akuntansi . Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat Chariri, Anis dan Imam Ghozali. (2003). Teori Akuntansi . Edisi Revisi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Djarwanto, PS. (2004). Pokok-Pokok Analisis Laporan Keuangan . Edisi Dua. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS . Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. (1995). Basics Econometric . Third Edition. Singapore : Mc Graw Hill. Harahap, Sofyan Syafri. (2002). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. th Hendriksen, Eldon S. (1992). Accounting Theory. 5 Edition. USA : Richard D. Irwin Inc. Christina Dwi Astuti Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar Akuntansi Keuangan . Jakarta : Salemba Empat. Indonesian Capital Market Directory . (2004) Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (1998). Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen . Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Koesbandijah. (1999). Pengaruh Sikap Para Manager Dan Karyawan Pelaksana Sistem Pengawasan Intern Perusahaan Terhadap Keandalan Informasi Keuangan . Media Akuntansi. Edisi 03. September. Leech, Nancy L, Karen C. Barret dan George a. Morgan. (2005). SPSS for Intermediate nd Statistic Use and Interpretation . 2 edition. Colorado : Lawrance Erlbaum Associates, Inc Munawir, S. (2002). Analisa Laporan Keuangan . Edisi Keempat. Cetakan Ke-13. Yogyakarta : Liberty Naim, Ainun. (1999). Nilai Informasi Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan : Analisis Empirik Regulasi Informasi di Indonesia . Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Volume 14(2): 85-100. Petronila, Thio Anastasia dan Mukhlasin. (2003). Pengaruh Profitabilitas Perusahaan Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Dengan Opini Audit Sebagai Moderating Variable . Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Volume 3(1): 17-26 Respati, Novita Weningtyas. (2004). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan : Studi Empiris Di Bursa Efek Jakarta . Jurnal Maksi. Volume 4: 67-81. Saleh, Rachmaf. (2004). Studi Empiris Ketepatan Waktu Pelaporan keuangan Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta . Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, Bali. Pp. 897-913 Santoso, Singgih. (2001). Menguasai Statitik di Era Informasi Dengan SPSS 12 . Jakarta : PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia.
b23924c1-56ea-4986-90f6-301fb00b0592
https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma/article/download/1386/829
## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 ## Meningkatkan Kemampuan Berwirausaha Pelaku UMKM Nasabah PT. Bank BTPN Syariah Tbk Melalui Program Bestee di Kabupaten Pacitan Mohammad Dimas Aryaputra Pratama 1 , Siti Aminah 2  1,2 Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur , Indonesia, 60294 E-mail : [email protected]  ## Info Artikel: Diterima: 12 Juni 2024 Diperbaiki: 21 Juni 2024 Disetujui: 28 Juni 2024 Abstract: Economic development in Indonesia is strongly influenced by micro, small and medium enterprises (MSMEs), as is the case with Pacitan Regency, which is developing with various MSMEs. The development of MSMEs currently depends on the understanding of the perpetrators of entrepreneurial skills. However, this is currently still a problem for MSME players due to lack of education. PT Bank BTPN Syariah has realized this problem and took steps to create a mentoring program. The mentoring program aims to educate BTPN Syariah customers on entrepreneurship skills so that they can further develop their business to become more advanced. This study aims to determine the implementation of the bestee program created by BTPN Syariah to improve the entrepreneurial skills of its customers. This research uses a qualitative method with a descriptive approach and uses observation and interview techniques through participation in the bestee program for data collection. The results of this study show that the implementation of the bestee program has many outputs that affect the improvement of BTPN Syariah customers' entrepreneurial skills. The conclusion of this study is that the implementation of the Bestee program has an important influence on improving BTPN Syariah's entrepreneurial skills. Abstrak: Perkembangan perekonomian di indonesia sangat dipengaruhi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) begitupun yang terjadi dengan Kabupaten Pacitan yang sedang berkembang dengan berbagai UMKM. Perkembangan UMKM saat ini Keywords: Entrepreneurship Skills, MSMEs, Bestee Program, PT. Bank BTPN Syariah Kata Kunci: Kemampuan Berwirausaha, UMKM, Program Bestee, PT. Bank BTPN Syariah ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 bergantung pada pemahaman para pelakunya terhadap kemampuan berwirausaha. Namun, hal tersebut saat ini masih menjadi masalah bagi para pelaku UMKM karena kurangnya edukasi. PT. Bank BTPN Syariah telah menyadari permasalahan tersebut dan mengambil langkah untuk menciptakan sebuah program pendampingan. Program pendampingan tersebut memiliki tujuan untuk mengedukasi nasabah BTPN Syariah mengenai kemampuan berwirausaha agar dapat lebih mengembangkan usahanya menjadi lebih maju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program bestee yang diciptakan BTPN Syariah untuk meningkatkan kemampuan berwirausaha nasabahnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif serta menggunakan teknik observasi dan wawancara melalui keikutsertaan di Program Bestee untuk pengambilan datanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program bestee memiliki banyak output yang berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berwirausaha nasabah BTPN Syariah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implementasi program bestee memiliki pengaruh penting terhadap peningkatan kemampuan berwirausaha BTPN Syariah. ## Pendahuluan Kabupaten Pacitan mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik. Hal tersebut dibuktikan pada Ekonomi Pacitan pada tahun 2023 mengalami pertumbuhan sebesar 4,46 persen dibandingkan tahun 2022 (BPS Kabupaten Pacitan, 2024). Pertumbuhan tersebut terjadi diakibatkan dari berbagai sektor ekonomi. Salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut adalah sektor UMKM. UMKM merupakan jenis usaha yang dikelompokkan sesuai dengan modal untuk menjalankan usaha tersebut. UMKM sangat banyak di Indonesia karena hanya menggunakan modal yang sedikit, namun memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan perekonomian masyarakat (Hadion et al, 2020). Dibalik pertumbuhan tersebut, pelaku UMKM masih memiliki berbagai kekurangan yang menyebabkan mereka sulit untuk berkembang yaitu kurangnya edukasi mengenai kemampuan berwirausaha. Berawal dari munculnya masalah tersebut, PT Bank BTPN Syariah memiliki sebuah program untuk berkontribusi ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 mengembangkan serta memajukan UMKM. PT. Bank BTPN Syariah merupakan Bank Syariah yang memiliki misi untuk membuka akses, edukasi, dan memberikan pendampingan melalui berbagai program yang dilakukan. Salah satu program yang dilakukan adalah program bestee. Program tersebut memberikan pendampingan layanan dan edukasi kepada segmen usaha ultra mikro agar dapat mengembangkan usahanya. Program bestee merupakan program yang bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Peserta dalam program tersebut adalah mahasiswa dari berbagai Universitas di Indonesia. PT. Bank BTPN Syariah telah memberdayakan 37.311 UMKM di 682 kecamatan di Indonesia (PT. Bank BTPN Syariah, 2024). Para pelaku usaha saat ini harus dapat memanfaatkan digitalisasi yang terjadi untuk dapat mengembangkan usahanya. Terutama pada tingkatan UMKM, pelaku usaha harus dapat mengetahui cara bagaimana untuk mengembangkan kemampuan berwirausahanya. terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh wirausahawan seperti pengetahuan praktis, pengetahuan perhitungan, kemampuan menganalisis masa yang akan datang, berpikir kreatif dan juga kemampuan komunikasi (Casson dalam Yuyun, 1993).Namun, saat ini yang terjadi adalah kurangnya edukasi mengenai hal tersebut. Diperlukannya berbagai pihak untuk meningkatkan edukasi tersebut. Salah satu pihak yang memberikan edukasi kemampuan berwirausaha tersebut adalah PT. Bank BTPN Syariah. BTPN Syariah merupakan salah satu Bank Syariah yang memiliki misi untuk membuka akses, edukasi, dan memberikan pendampingan melalui berbagai program yang dilakukan. Salah satu program yang dilakukan adalah Program Bestee. Program tersebut memberikan pendampingan layanan dan edukasi kepada segmen usaha ultra mikro agar dapat mengembangkan usahanya. Upaya dalam membantu, mengarahkan, dan mendukung terhadap individu atau kelompok melalui perumusan masalah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi dalam pengembangan usahanya adalah pengertian dari pendampingan (Maq, 2022). Mengacu pada pengertian tersebut, program pendampingan yang dilakukan BTPN Syariah telah dilakukan sangat tepat dan sesuai dengan misi utamanya. ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 ## Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan kegiatan observasi dan wawancara. penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks, dan rinci (murdiyanto, 2020). Penulis melakukan pengamatan secara langsung pelaku UMKM nasabah PT. Bank BTPN Syariah yang berada di Kecamatan Punung dan Donorejo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Setiap nasabah tersebut memiliki usaha yang berbeda-beda mulai dari produksi makanan kering hingga peternakan. Kegiatan observasi dan wawancara dilakukan melalui program sosialisasi dan pendampingan. ## Hasil dan Pembahasan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada pelaku UMKM nasabah PT. Bank BTPN Syariah di Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan saat orientasi berlangsung ditemukan bahwa nasabah yang mendapatkan pendampingan tersebut memiliki kemampuan berwirausaha yang sama. persamaan tersebut adalah nasabah tidak memiliki kemampuan praktis. kekurangan tersebut sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan usaha para nasabah. Nasabah hanya bisa membuat produk dan tidak memiliki perbedaan dengan kompetitor dari segi pemasarannya. BTPN Syariah melalui Program Bestee memiliki cara untuk meningkatkan kemampuan berwirausaha setiap nasabahnya. Program Bestee memiliki beberapa tahapan untuk mengoptimalkan edukasi agar dapat berdampak besar dan nyata kepada para nasabahnya. Tahapan tersebut berlaku dan dilakukan di seluruh wilayah cabang PT. Bank BTPN Syariah termasuk pada Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan. Beberapa tahapan tersebut adalah: ## A. Perkenalan Tahap ini adalah tahap awal untuk dapat mengenal lebih dekat dengan nasabah serta usaha yang dijalankannya. Tahap ini juga menjadi tahap awal melakukan pengamatan dan wawancara mengenai kebutuhan serta kekurangan dari usaha nasabah. Analisis SWOT juga digunakan agar pengamatan dapat lebih optimal dan juga dapat menentukan materi atau edukasi yang akan diberikan ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 kepada nasabah. Pada pelaku UMKM nasabah PT. Bank BTPN Syariah di Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo yang berada di Kabupaten Pacitan telah ditemukan kekurangan bahwa para nasabah tersebut kurang memahami tentang pentingnya memiliki identitas usaha dan promosi usaha. ## B. Konsultasi Mentor Konsultasi dengan mentor perlu dilakukan untuk memastikan pendampingan dengan nasabah berjalan dengan lancar dan tidak terdapat kendala. Selain itu juga pada tahap ini mentor dapat memberikan rekomendasi materi yang cocok yang akan diberikan kepada nasabah. ## C. Pengajaran dan Review Materi Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena merupakan tujuan utama PT. Bank BTPN Syariah yaitu memajukan UMKM melalui edukasi. Karena telah dianalisis kekurangan yang ada pada pertemuan pertama dan telah ditentukan materi pada tahap kedua, maka pada tahap ini edukasi dimulai dengan mengajarkan beberapa materi pada setiap nasabah. Materi yang diajarkan kepada pelaku UMKM nasabah PT. Bank BTPN Syariah Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan adalah materi promosi tradisional serta identitas produk yang mencakup logo dan informasi produk. kedua materi tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mempengaruhi, menginformasikan, dan menarik konsumen yang akan berdampak langsung dengan peningkatan pendapatan usaha nasabah. Materi yang disampaikan mencakup pentingnya promosi dan identitas usaha pada usaha nasabah, hambatan yang akan muncul serta solusi dari berbagai kekurangan nasabah dalam mempromosikan usahanya. Agar penyampaian materi tersebut dapat diterima dan dapat dipahami dengan baik oleh nasabah, maka dilakukan review materi. Review materi pada dasarnya adalah mengulang penyampaian materi lalu nasabah juga mempelajarinya sendiri. ## D. Implementasi Materi Setelah dilakukannya pendampingan penyampaian materi, nasabah diharapkan untuk melakukan implementasi dari materi yang telah diajarkan sebelumnya. Pelaku UMKM nasabah PT. Bank BTPN Syariah Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan memiliki usaha yang berbeda-beda namun melakukan implementasi yang tidak jauh berbeda karena memiliki ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 permasalahan yang sama juga. Berikut Implementasi materi yang dilakukan nasabah: ## 1. Usaha Makanan Kering Nasabah yang memiliki usaha makanan kering mengimplementasikan materi melalui bentuk stiker informasi produk. stiker informasi produk tersebut selain penting untuk menarik konsumen melalui desain, berguna juga untuk memberikan informasi mengenai produk yang dipasarkan. informasi produk tersebut berisi mulai dari komposisi produk hingga tanggal kadaluarsa produk. Selain itu juga di dalamnya terdapat Qr Code yang menunjukkan lokasi usaha. Hal itu secara tidak langsung pelaku usaha telah menerapkan Digital Business dan Branding Management Karena memanfaatkan teknologi untuk memperkuat serta mempertahankan produknya tetap dikenal banyak konsumen. ## 2. Usaha Warung Sembako Implementasi materi yang dilakukan nasabah yang memiliki usaha warung sembako adalah pembuatan pamflet. Pamflet tersebut berisi mengenai produk yang diperjualbelikan, jam operasional warung hingga promo yang ada pada warung tersebut. penyebaran pamflet tersebut memanfaatkan media sosial seperti whatsapp dan facebook. Tujuan pamflet ini adalah memperluas pasar dari warung tersebut. Warung sembako yang berada di Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo di Kabupaten Pacitan masih banyak yang berjenis bisnis ritel tradisional karena masih kurangnya memanfaatkan teknologi dan kurangnya kemampuan berwirausaha. Hal itu perlahan menunjukkan peningkatan dengan adanya pembuatan pamflet. ## 3. Usaha Peternakan Terdapat nasabah yang memiliki usaha peternakan dan mereka mendapatkan materi identitas usaha. Hal itu dilakukan karena nasabah tersebut yang berada di Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan tidak memiliki identitas usaha. Maka dari itu untuk memulai pembentukan identitas usaha, mereka memulainya dengan membuat spanduk. Spanduk tersebut juga menjadi sebuah bentuk strategi promosi tradisional karena dapat berdampak kepada peningkatan kesadaran pasar akan keberadaan peternakan nasabah. ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 ## E. Evaluasi Mentor Untuk menjaga kualitas edukasi pada program ini, PT. Bank BTPN Syariah melakukan evaluasi terhadap pendampingan yang telah dilakukan. Hasil dari evaluasi tersebut dapat meningkatkan kualitas Program Bestee selanjutnya. Setelah melalui beberapa tahap pendampingan yang dilakukan oleh para pelaku UMKM, telah terjadi peningkatan kemampuan berwirausaha para pelaku tersebut. Peningkatan itu telah muncul ketika mereka melakukan implementasi materi dalam upaya mengembangkan usaha mereka. Peningkatan selanjutnya adalah para pelaku UMKM tersebut mulai tertarik dan ingin belajar berbagai hal untuk mengembangkan usaha mereka. Program Bestee ini selain meningkatkan kemampuan berwirausaha para nasabahnya, program ini secara tidak langsung meningkatkan kemampuan dari para pendamping yang berpartisipasi. kemampuan tersebut seperti kemampuan berkomunikasi, manajemen waktu hingga kemampuan berpikir kreatif dan inovatif. ## Kesimpulan Program Bestee merupakan program yang diciptakan PT. Bank BTPN Syariah yang bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi. Tujuan yang dimiliki program ini adalah memberdayakan pelaku UMKM yang menjadi nasabahnya. Melalui program tersebut PT. Bank BTPN Syariah telah membantu banyak UMKM dengan melakukan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan berwirausaha. Upaya meningkatkan kemampuan berwirausaha tersebut dilakukan melalui edukasi berbagai materi yang sesuai dengan usaha para nasabahnya. Manfaat program ini tidak hanya dirasakan oleh nasabah PT. Bank BTPN Syariah, namun mahasiswa yang berpartisipasi. Manfaat seperti meningkatnya softskill dan hardskill sangat bisa dirasakan langsung para mahasiswa. Saran yang dapat diberikan adalah PT. Bank BTPN Syariah tetap mendukung serta mempertahankan program ini karena program ini memperdulikan UMKM agar semakin berkembang. Lalu, sistem yang diciptakan saat ini harus ditingkatkan dan perlu adanya perbaikan di beberapa segi seperti pelaporan hingga daftar nasabah. Perbaikan sistem tersebut akan membuat pendampingan terjadi lebih optimal dan maksimal. ## JURNAL PADMA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Piksi Ganesha Vol. 04 No. 01 (2024) https://journal.piksi.ac.id/index.php/Padma p-ISSN : 2797-6394 e-ISSN : 2797-3905 ## Ucapan Terima Kasih Ucapan Terima kasih ini pertama-tama ditujukan kepada penyelenggara Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) yaitu Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi yang telah memberikan wadah kepada mahasiswa untuk berkembang. Ucapan Terima Kasih selanjutnya ditujukan kepada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur karena telah memberikan kesempatan serta mendukung para mahasiswanya kepada untuk mengembangkan potensinya. Ucapan terima kasih terakhir akan disampaikan kepada PT. Bank BTPN Syariah karena telah menjadi tempat mahasiswa berkembang dan ikut memajukan UMKM di Indonesia. ## Referensi Kabupaten Pacitan, B. P. S. S. (2024, February 28). Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pacitan Tahun 2023 . Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan; Badan Pusat Statistik.https://pacitankab.bps.go.id/pressrelease/2024/02/28/127/pertumbuha n-ekonomi kabupaten-pacitan-tahun-2023.html Murdiyanto, Dr. E. (2020). METODE PENELITIAN KUALITATIF ( Teori dan Aplikasi disertai Contoh Proposal ) (1st ed.). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Press 2020. http://eprints.upnyk.ac.id/24095/1/Penelitian%20Kualitatif%20 Eko%20mUrdiya nto.pdf Wirasasmita, Yuyun. (1994). Kewirausahaan . Buku Pegangan Jatinangor : UPT- Penerbitan IKOPIN Maq, M. M. (2022). Program Pendampingan Kewirausahaan Kecil Menengah pada Usaha Makanan Ringan di Desa Leuwimunding. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bestari , 1 (6), 493 – 498. https://doi.org/10.55927/jpmb.v1i6.1295 PT. Bank BTPN Syariah. (2024). Portal Digital Pembelajaran Keahlian . www.bestee.id . https://www.bestee.id/ Wijoyo, H., Vensuri, H., Widiyanti, Sunarsi, D., Haudi, Prasada, D., Kristianti, L. S., Lutfi, A. M., Akbar, I. R., & Musnaini. (2020). DIGITALISASI UMKM (R. Aminor, Ed.).
939c9f9c-f318-4e5e-8611-9f8b3347c943
https://jurnal.stikeswilliambooth.ac.id/index.php/Keb/article/download/393/473
## PERBEDAAN RISIKO KEJADIAN STUNTING BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN Devi Aprilia 1 1 Prodi DIII Kebidanan, STIKES William Booth Surabaya. Jl.Cimanuk No.20 Surabaya Email : [email protected] ## ABSTRAK Stunting merupkan bayi yang memiliki parameter TB/U dengan nilai z-score <-2SD yang dikategorikan pendek dan nilai z-score <-3SD yang dikategorikan sangat pendek. Prevalensi stunting dapat mengakibatkan anak mengalami keterlambatan proses perkembangan motorik dan mental, penurunan produktivitas dan kecerdasan, peningkatan kemungkinan terkena penyakit degeneratif bahkan kematian, kelebihan berat badan dan peningkatan risiko terkena berbagai penyakit infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara umur dan jenis kelamin dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas Kenjeran Surabaya. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional menggunakan pendekatan cross sectional . Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 102 balita menggunakan laporan hasil timbang bulan Desember 2021. Variable independent dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan umur balita, variable dependent adalah kejadian stunting . Teknik analisa data yang digunakan adalah Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 36-48 bulan sejumlah 57.8%, sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sejumlah 55.9%, dan responden yang sangat pendek dan pendek sejumlah 16.6%. Hasil cross tabulasi antara umur dengan kejadian stunting menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur balita dengan kejadian stunting dengan nilai p-value sebesar 0 .000 dan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting dengan nilai p-value sebesar 0 .003. Pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sejak masa prakonsepsi dan selama kehamilan guna mencegah status gizi kurang sejak masa kehamilan dan prakonsepsi, pendampingan tentang ASI eksklusif, asupan gizi anak, asupan gizi ibu menyusui dan k e g i a t a n posyandu rutin. Kata Kunci : stunting , umur, jenis kelamin ## ABSTRACT Stunting is a baby who has a height/age parameter with a z-score value <-2SD which is categorized as short and a z-score value <-3SD which is categorized as very short. The prevalence of stunting can cause children to experience delays in the process of motor and mental development, decreased productivity and intelligence, increased likelihood of developing degenerative diseases and even death, being overweight and increasing the risk of various infectious diseases. The purpose of this study was to determine the relationship between age and gender with the incidence of stunting in toddlers in the working area of the Kenjeran Public Health Center, Surabaya. The research design used in this research is descriptive correlation using a cross sectional approach. The sampling technique used is non- probability sampling with a purposive sampling technique with a sample size of 102 toddlers using the December 2021 weighing report. The independent variables in this study were gender and age of the toddler, the dependent variable was the incidence of stunting. The data analysis technique used is Chi Square. The results showed that the majority of respondents aged 36-48 months were 57.8%, most of the respondents were male, 55.9%, and respondents who were very short and short were 16.6%. The results of the cross-tabulation between age and the incidence of stunting show that there is a relationship between the age of a toddler and the incidence of stunting with a p-value of 0.000 and there is a relationship between gender and the incidence of stunting with a p-value of 0.003. Prevention of stunting should be carried out from the pre-conception period and during pregnancy to prevent undernutrition during pregnancy and pre-conception, assistance on exclusive breastfeeding, child nutrition, nutritional intake for breastfeeding mothers and routine posyandu activities. Keywords: stunting, age, gender. ## PENDAHULUAN Stunting merupkan bayi yang memiliki parameter TB/U dengan nilai z- score <-2SD yang dikategorikan pendek dan nilai z-score <-3SD yang dikategorikan sangat pendek (WHO, 2010) . Stunting terjadi di masa ketika anak dibawah usia lima tahun (balita) yang merupakan masa kritis dalam siklus hidup manusia. Prevalensi stunting dapat mengakibatkan anak mengalami keterlambatan proses perkembangan motorik dan mental, penurunan produktivitas dan kecerdasan, peningkatan kemungkinan terkena penyakit degeneratif bahkan kematian, kelebihan berat badan dan peningkatan risiko terkena berbagai penyakit infeksi (Hana & Martha, 2012). Dampak lain yang terjadi dapat mengakibatkan penurunan daya produksi di masa dewasa anak. Dimana anak dengan kejadian stunting juga dapat mengalami kesulitan dalam belajar membaca apabila dibanding dengan anak yang normal (Picauly dan Toy, 2013). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2020, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menyumbang sekitar 45 persen kekurangan gizi anak. Pada tahun 2019, prevalensi stunting pada anak balita di Indonesia sebesar 27,7%. Prevalensi ini, bagaimanapun, masih kurang dari 20% dari nilai standart WHO (Riskesdas. 2019). Menurut Laporan Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2020, stunting masih ditemukan di beberapa wilayah salah satunya wilayah kerja Puskesmas Kenjeran 14,78 persen. Kejadian stunting yang terjadi masih memerlukan perhatian khusus, maka untuk mendukung upaya perbaikan gizi, pemerintah terus melakukan berbagai upaya percepatan dan penyelamatan perbaikan gizi serta menyusun program dan intervensi lintas sektor kesehatan dan intervensi sensitive program dimana upaya dilakukan berupa kegiatan di masyarakat yang bermanfaat dan berdampak pada status gizi (BAPPENAS, 2013). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara umur dan jenis kelamin dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas Kenjeran Surabaya. ## BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional menggunakan pendekatan cross sectional . Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 102 balita menggunakan laporan hasil timbang bulan Desember 2021. Variable independent dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan umur balita, variable dependent adalah kejadian stunting . Teknik analisa data yang digunakan adalah Chi Square. ## HASIL PENELITIAN Tabel 1 Karakteristik Responden berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Stunting Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 36-48 bulan sejumlah 57.8%, sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sejumlah 55.9%, dan responden yang sangat pendek dan pendek sejumlah 16.6%. Tabel 2 Stunting menurut Umur dan Jenis Kelamin Tabel 2 menjelaskan bahwa ada hubungan antara umur balita dengan kejadian stunting dengan nilai p-value sebesar 0.000 dan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting dengan nilai p-value sebesar 0.003. ## PEMBAHASAN Hasil crosstab menunjukkan bahwa p-value kategori usia dengan kejadian stunting sebesar 0.000 yang bermakna bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian stunting . Prosentase data menujukkan bahwa usia balita 36-48 bulan lebih banyak mengalami kejadian stunting baik kategori pendek sejmulah 12 orang dan kategori sangat pendek sejumlah 1 orang. Angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan usia balita 49-60 bulan, yaitu sejumlah 6 pendek dalam kategori pendek dan 1 orang dalam kategori sangat pendek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mzumara, et al (2018) juga menjelaskan bahwa usia anak berhubungan dengan terjadinya stunting , dengan anak usia balita mengalami risiko stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak usia diatas lima tahun. Menurut hasil yang sama ditunjukkan oleh Schoenbuchner (2016) puncak wasting terjadi pada usia 10-12 bulan sebesar 12- 18%, sedangkan stunting sebesar 37-39% pada usia 24 bulan. Artinya kejadian stunting lebih banyak terjadi pada usia lebih muda. Angka kejadian stunting menurun seiring bertambahnya usia. Pada usia ini pola makan berubah dari makanan cair (ASI) menjadi makanan padat, dan anak kecil sering mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan yang memengaruhi asupan nutrisinya. Pada masa ini aktifitas anak balita lebih banyak dibandingkan saat usia muda, interaksi dengan lingkungan luar yang terjamin kebersihannya, hal ini membuat bayi lebih rentan terhadap penyakit infeksi. Asupan makanan yang kurang dapat menyebabkan penurunan berat badan pada bayi yang jika tidak diperbaiki dapat mempengaruhi tinggi badan bayi sehingga tidak sesuai dengan usianya (Welasaih dan Wirjatmadi, 2012). Hasil uji análisis chi square jenis kelamin dan kejadian stunting menunjukkan bahwa p-value 0.003 yang bermakna bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting . Prosentase data menujukkan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami stunting baik kategori pendek dan sangat pendek. Kategori pendek sejumlah 8 orang dan kategori sangat pendek sebanyak 2 orang. Angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan anak perempuan, yaitu sejumlah 7 pendek dalam kategori pendek dan 0 orang dalam kategori sangat pendek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramli, dkk (2009) dalam Larasati (2017) yang mengatakan bahwa jenis kelamin menentukan jumlah kebutuhan gizi seseorang. Pria membutuhkan lebih banyak energi dan protein daripada wanita. Pria lebih mampu melakukan pekerjaan berat yang tidak bisa dilakukan wanita. Perempuan lebih kecil kemungkinannya dibandingkan anak laki-laki untuk mengalami stunting dan stunting selama masa bayi dan masa kanak-kanak, dan di sebagian besar negara berkembang, termasuk Indonesia, bayi perempuan lebih mungkin bertahan hidup dibandingkan bayi laki-laki. Anak perempuan memasuki masa pubertas dua tahun lebih awal dari laki-laki, dan dua tahun juga merupakan perbedaan puncak pubertas antara kedua jenis kelamin. Anak laki-laki lebih mungkin mengalami stunting dan atau underweight dibandingkan anak perempuan. Beberapa penelitian di sub-Sahara Afrika menunjukkan bahwa anak laki-laki prasekolah lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan anak perempuan (Lesiapeto, et al., 2010). Studi lain oleh Tsani, et al (2018) tentang pengaruh jenis kelamin dan status gizi terhadap statiety pada diet tinggi lemak mencatat perbedaan tingkat kekenyangan antara laki-laki dan perempuan, dengan anak perempuan lebih cepat kenyang dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini mempengaruhi asupan gizi anak sehingga menyebabkan anak laki-laki lebih cenderung mengalami obesitas (kelebihan gizi) dibandingkan anak perempuan. Oleh karena itu, laki- laki dan perempuan memiliki tinggi badan, berat badan dan umur yang sama memiliki komposisi tubuh berbeda, sehingga kebutuhan energi dan nutrisinya juga akan berbeda. Status gizi stunting menggambarkan gangguan pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung lama. Oleh karena itu, banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau tinggi badan linier pada anakusia dibawah lima tahun, antara lain karakteristik balita dan orang tuunya, tingkat konsumsi zat gizi balita, riwayat ASI dan pola konsumsi balita, pola asuh keluarga terhadap balita, kejangkitan penyakit infeksi, dan praktik hygiene sanitasi (Welasasih dan Wirjatmadi, 2012). Tinggi badan menurut umur dianggap sebagai indikator pertumbuhan pada masa balita. Tinggi badan menurut umur juga dapat menggambarkan kecukupan gizi pada masa balita. Balita yang kebutuhan gizinya tidak terpenuhi dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasannya. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan berdampak rendahnya daya saing di masa dewasa (Sulistianingsih, 2018). ## KESIMPULAN DAN SARAN ## KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa di Puskesmas Kenjeran Surabaya ada hubungan antara umur dengan kejadian stunting dan ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian stunting ## SARAN Diharapkan melalui penelitian ini dapat memotivasi tenaga kesehatan untuk pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sejak masa prakonsepsi dan selama kehamilan guna mencegah status gizi kurang sejak masa kehamilan dan prakonsepsi, pendampingan tentang ASI eksklusif, asupan gizi anak, asupan gizi ibu menyusui dan k e g i a t a n posyandu rutin. ## DAFTAR PUSTAKA BAPPENAS. 2013. Pedoman perencanaan program gerakan nasional percepatan perbaikan gizi dalam rangka seribu hari pertama kehidupan Larasati Nabila Nadia. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-59 Bulan di Posyandu Wilayah Puskesmas Wonosari II Lesiapeto, Balita Stunting. In A. Paramitha. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan Dengan kejadian stunting pada balita 25-60 bulan di Kelurahan Kalibiru Depok Tahun 2012 Mzumara, B. et al., 2018. Faktor yang terkait stunting di antara anak-anak di bawah usia lima tahun di Zambia: bukti dari Zambia 2014 survei demografi dan kesehatan. BMC Nutrition, pp. 1-8. Picauly, I Dan Toy, S, M. 2013. Analisis Determinan Dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah Di Kupang Dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(1), 55-62 Sulistianingsih A, Sari R. 2 0 1 8 . ASI eksklusif dan berat lahir berpengaruh terhadap stunting pada balita 2-5 tahun di Kabupaten Pesawaran. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.15(2):45-51. doi: 10.22146/ijcn.39086 Tsani, L. Irawati, and F. F. Dieny. 2018. Pengaruh Faktor Jenis Kelamin dan Status Gizi terhadap Satiety pada Diet Tinggi Lemak. Journal of Nutrition College , vol. 7, no. 4, pp. 203-208,Nov. https://doi.org/10.14710/jnc.v7i4.222 81 Welasasih BD, Wirjatmadi RB. 2 0 1 2 . Beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi balita stunting. The Indonesian Journal of Public Health, vol.8(3):99- 104 World Health Organization. 2010. Nutrition Landscape Information System Country Profile Indicators : Interpretation Guide
8cd4b4c0-dca6-4dc3-a96e-9abacc1c1210
https://ejournal.kompetif.com/index.php/dayasaing/article/download/1777/1259
Salah satu ciri unik daya saing global adalah dampak tingkat ketidakpastian yang signifikan terhadap kinerja dan kemampuan perusahaan dalam lingkungan bisnis. Suatu perusahaan ataupun industri perlu memiliki kemampuan yang tinggi untuk mempertahankan upaya kelangsungan hidupnya di tengah kondisi yang tidak dapat diprediksi. Suatu bisnis harus mampu bertahan dalam segala bentuk persaingan dan membangun keunggulan kompetitif. Sebelum bersiap menghadapi pesaing, dunia usaha perlu menumbuhkan budaya organisasi yang unggul dalam diri mereka. Budaya dan organisasi ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Etos dan karya yang unggul dapat dihasilkan oleh budaya organisasi yang baik, yang dapat memberikan dampak positif terhadap budaya tersebut (Al Qusaeri et al . 2023). Hasil berbagai penelitian mengenai budaya organisasi masihmemiliki kontradiksi hasil. Proses pembuatan strategi internal suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh ciri- ciri budaya. Budaya organisasi mempunyai berbagai dampak buruk. Secara khusus, hal ini mempengaruhi kepemimpinan dan strategi konten dalam suatu organisasi, yang berdampak buruk pada kinerja (Jamshed and Majeed 2023). Sumber daya manusia yang dimiliki suatu lembaga atau organisasi mempunyai ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tacit (pengetahuan yang terdapat dalam otak seseorang), maupun eksplisit (pengetahuan yang telah terdokumentasi). Proses pengelolaan pengetahuan menurutnya adalah (a) Identifikasi Pengetahuan; (b) Akuisisi Pengetahuan; (c) Pengembangan Pengetahuan; (d) Berbagi/Distribusi Pengetahuan; (e) Pemanfaatan Pengetahuan; dan (f) Retensi Pengetahuan (Firmaiansyah 2014). Salah satu proses KM yang telah dijelaskan adalah berbagi pengetahuan. “Berbagi pengetahuan sangat penting bagi keberhasilan perusahaan, hal ini mengarah pada penyebaran pengetahuan yang lebih cepat ke bagian-bagian organisasi yang ## DAMPAK BUDAYA ORGANISASI, BERBAGI PENGETAHUAN DAN TURBULENSI TEKNOLOGI DALAM MENINGKATKAN PERFORMANCE: INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA ARFAH PILIANG 1 ; NURAINI 2 ; WIRDAYANI 3 ; LISA TINARIA 4 1,3,4 STIE Mahaputra Riau Jln. Paus No.52 Tangkerang Barat, Pekanbaru 28282 Telp.(0761)859050 2 Institut Az Zuhra Jln. Melati No.16, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru, Riau 28292 E-mail : [email protected] (Koresponding) Submit: 8 Mei 2024 Review: 28 Mei 2024 Publish: 26 Juni 2024 Abstract : This study aims to determine the relationship between technological turbulence, knowledge sharing, organizational culture, and creative industry performance in Indonesia. This research was conducted on the songket creative industry in Indonesia with a total sample of 328 respondents who are owners of the songket creative industry and their managers. This study uses the SEM-AMOS 24 measuring tool. The results show that organizational culture (BO) affects the creation of knowledge sharing behavior (BP) and organizational culture (BO) affects the creation of ideas to increase technological turbulence (TT). However, technology turbulence does not have an impact on improving performance and knowledge sharing also does not have an impact on increasing technology turbulence in organizations. Therefore, further research is needed that focuses on the dimension of technological turbulence and adds other capabilities such as open innovation. So that open innovation can have an impact on technological turbulence. The findings of this study should be a guide for managers who want to control factors that affect the company's capacity, especially the SME's creative industry. Keywords: Organizational Culture, Knowledge Sharing, Organizational Culture, Technology Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) dapat memperoleh manfaat besar darinya” (Suppiah & Sandhu, 2011) . Proses berbagi pengetahuan adalah inti kesuksesan KM. Tanpa berbagi, proses pembelajaran dan penciptaan pengetahuan akan terhambat. Tanpa berbagi, skala pemanfaatan pengetahuan juga akan sangat terbatas, karena pengetahuan hanya digunakan oleh orang atau unit secara terbatas. Berbagi pengetahuan didefinisikan sebagai interaksi antar karyawan dalam entitas organisasi dalam pengetahuan (Zhao et al., 2020) . Melalui berbagi pengetahuan, anggota staf berbagi kemampuan, dan informasi eksplisit dan implisit. Berbagi informasi dapat didefinisikan secara lebih luas sebagai aktivitas berbagi informasi dan wawasan antar pelaku organisasi melalui saluran komunikasi untuk diterapkan pada aktivitas bisnis (Ritala et al., 2018) . Meskipun pertukaran pengetahuan mungkin bermanfaat, hampir selalu ada keadaan yang tidak terduga. Misalnya, banyak penelitian telah dilakukan mengenai elemen- elemen yang mendorong berbagi pengetahuan di perusahaan dan iklim berbagi yang dihasilkan dari upaya-upaya ini, dan secara umum telah disepakati bahwa salah satu aspek kunci yang mempengaruhi berbagi pengetahuan adalah budaya organisasi. yang memfasilitasi berbagi (Saragih 2017). Makna bersama dan asumsi-asumsi inti yang tidak disadari dan tidak perlu dipertanyakan lagi menjadi ciri budaya organisasi tersebut. Ini terdiri dari simbol-simbol umum, mitos, adat istiadat, dan kepercayaan yang mengikat kelompok bersama-sama dan berubah sepanjang waktu (Ismail 2016). Budaya organisasi memberi organisasi suatu identitas yang berbeda dan memberikan aktivitas yang terjadi dalam konteks dan maknanya. Beberapa aspek penting dalam budaya organisasi antara lain menghargai masukan pegawai, menumbuhkan semangat kerja tim dan kerja sama, serta menumbuhkan kepedulian terhadap keadilan dan kepentingan etis (sewon park 2023). Kapabilitas dipicu oleh budaya organisasi yang kuat. Misalnya pertukaran pengetahuan di antara anggota organisasi dapat menyebabkan munculnya ide-ide reformasi dan terciptanya ide percepatan teknologi dialamnya yang disebut dengan turbulensi teknologi (Santos et al. 2022). Penelitian tentang berbagi pengetahuan telah menghasilkan banyak temuan yang bertentangan. Dari beberapa kontradiksi hasil, penelitian dari Ji & Zou (2017) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki dampak merugikan pada organisasi: Meningkatkan risiko organisasi, ketika berbagi pengetahuan tidak dibatasi dan informasi menjadi rahasia, pesaing dari luar perusahaan dapat mnegetahui hal ini (Ji and Zou 2017). Dampak merugikan kedua adalah fenomena “Free Rider”, dimana karyawan menggunakan informasi mereka semata-mata untuk keuntungan mereka sendiri dan bukan untuk kepentingan organisasi (Zhao et al. 2020). Pentingnya budaya organisasi dapat menciptakan adanya perilaku berbagi pengetahuan yang posisti dalam organisasi. Hal ini diharapkan dapat memunculkan ide untuk penggunanaan percepatan teknologi yang dibutuhkan dalam organisasi. Percepatan teknologi yang disebut dengan turbulensi teknologi, Organisasi, khususnya dalam bisnis kreatif, memerlukan disrupsi teknologi untuk memasarkan dan menjual produk mereka secara efektif. Melalui kontribusinya terhadap penemuan intelektual, industri kreatif komponen utamanya adalah kreativitas, keterampilan, dan bakat mempunyai untuk meningkatkan performance pada industri kreatif sendiri. Perekonomian Indonesia akan mampu tumbuh berkat industri kreatif. Penyediaan langsung barang-barang kreatif kepada konsumen merupakan industri kreatif. Termasuk juga nilai kreatif dari industri lain yang tidak berhubungan langsung dengan konsumen. Beberapa tantangan yang dihadapi produk kreatif Indonesia antara lain siklus produk yang pendek, persaingan yang ketat, dan kemudahan peniruan. Mayoritas usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia didirikan pada bentuk industri budaya (Ismail, 2016) . Penelitian ini Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) ## 326 membahas perlunya menyelidiki hubungan antara kinerja industri kreatif dalam budaya organisasi, berbagi pengetahuan, dan turbulensi teknologi. Sebuah organisasi memerlukan budaya organisasi untuk membimbing para pekerjanya tentang cara mempelajari keterampilan dan inovasi baru dan mengalokasikan sumber daya dengan cara yang memungkinkan bisnis bersaing di masa depan (Ismail, 2016) .Menurut teori Resource Based View (RBV), kapasitas organisasi untuk bersaing sangat bergantung pada sumber kekuatan yang berbeda (Sari et al., 2019) . Untuk memahami strategi bisnis dan memberikan arahan, RBV berfokus pada sumber kekuatan dan kemampuan (Efferin & Hopper, 2007) . Salah satu contoh strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan sumber daya adalah dengan berbagi pengetahuan ( sharing information ). Berbagi pengetahuan terjadi antar individu dalam suatu komunitas, dimana individu berinteraksi dan berbagi pengetahuan dengan individu lain melalui dunia maya atau tatap muka (Jamshed & Majeed, 2023) . “berbagi pengetahuan ( knowledge transfer ) mensyaratkan individu atau kelompok bekerja sama dengan orang lain untuk berbagi pengetahuan dan mencapai keuntungan bersama” (Nezafati et al., 2021) . Hasil organisasi menunjukkan bahwa budaya organisasi mempengaruhi kinerja, menjadikannya komponen efektivitas yang penting (Ismail, 2016) . Manajemen pengetahuan dan budaya organisasi diakui memiliki hubungan yang baik (Malmi et al., 2020) . Pembentukan interaksi pengetahuan dalam suatu organisasi bergantung pada kehadiran budaya internal organisasi. Dengan demikian, hipotesis yang masuk akal berikut ini diajukan: H1: Berbagi pengetahuan dipengaruhi oleh budaya organisasi Kemampuan karyawan untuk mengadopsi berbagi pengetahuan di perusahaan dapat disimpulkan dari budaya organisasi (Raziq & Saleem, 2024) . Budaya menjadi prasyarat terjadinya transformasi digital karena penerapan budaya lebih pada perubahan pola pikir untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ketika informasi dipertukarkan, anggota staf yang memiliki ide-ide segar dapat menghasilkan inovasi dan kreativitas sebagai hasil pembelajaran bersama, yang dapat berdampak pada keberhasilan bisnis (Nezafati et al., 2021) . Menerapkan berbagi pengetahuan di tempat kerja melalui pertemuan sehari-hari adalah cara keahlian manajemen mengembangkan kualitas karyawan (Hidayat et al. 2022). Memungkinkan perusahaan untuk mengendalikan semua aset, kapabilitas (inovasi), proses organisasi, informasi, pengetahuan, dapat membantu mereka memahami dan meningkatkan implementasi strategi perusahaan mereka secara efektif dan efisien (Abid et al., 2024) . Adanya budaya yang baik dalam organisasi akan memicu munculnya ide-ide untuk memanfaatkan percepatan teknologi. Jadi budaya organisasi akan mempengaruhi terciptanya akselerasi teknologi dalam organisasi. Dengan demikian, hipotesis yang masuk akal berikut ini diajukan: H2: Budaya organisasi berpengaruh terhadap turbulensi teknologi Berbagi pengetahuan adalah tindakan memberikan pemahaman seseorang terhadap kepribadian anggota lain dalam suatu organisasi agar dapat diasimilasi dan diterapkan oleh mereka. Pengetahuan yang tersedia secara publik memungkinkan perusahaan menjadi sumber relevansi strategis di dunia saat ini (Piliang et al., 2023) . Bahkan ada yang memandang hal ini sebagai kompetensi inti dan faktor kunci dalam mendorong kinerja bisnis (Ahmad & Karim, 2019) Perusahaan bisnis yang baik, berapapun ukurannya, hanya dapat mencapai keunggulan kompetitif jika perusahaan tersebut dapat secara efektif mengintegrasikan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan dengan tenaga kerjanya dan menerapkan manajemen praktik dalam operasi sehari-hari (Ritala et al., 2018) . Untuk melakukan hal ini, mereka memerlukan berbagi pengetahuan dan Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) transformasi ke dalam praktik (Wang & Wang, 2012) . Semakin efektif individu berbagi pengetahuannya dengan karyawan lain, maka organisasi akan semakin reseptif terhadap informasi. Menjadi pembuka informasi menguntungkan bisnis tersendiri. Ingatlah bahwa di era teknologi saat ini, informasi adalah salah satu sumber daya yang paling berharga. Organisasi transfer pengetahuan dan inovasi sama-sama mendapatkan manfaat dari berbagi pengetahuan (Spanò et al., 2017) . Sehingga hipotesis yang dapat diangkat adalah: H3: Berbagi pengetahuan berpengaruh terhadap Performance Teknologi digital memungkinkan perusahaan untuk mengadopsi inovasi dan meningkatkan efisiensi operasional (Safrizal, Taufik, and Basri 2022). Penggunaan perangkat lunak bisnis, komputeriasai dan otomatisasi proses telah mempercepat operasi bisnis, mengurangi biaya, dan meningkatkan produktivitas. Manfaat bisnis yang menerapkan teknologi informasi adalah menghemat biaya produksi dan operasional (Yusof et al., 2023) . Perkembangan teknologi informasi yang setiap hari menunjukkan perubahan atau kemajuan, akan membuat perusahaan mampu mengawasi atau mengendalikan biaya-biaya yang dikeluarkan setiap harinya. Sisi positifnya, inovasi teknologi telah memfasilitasi efisiensi, produktivitas, dan konektivitas yang lebih baik. Namun, sisi negatifnya tidak dapat diabaikan, terutama jika menyangkut masalah privasi, keamanan data, dan potensi dampak sosial ekonomi yang tidak merata (Korsen dkk., 2022) . Teknologi dalam lingkungan yang kacau cenderung memaksa perusahaan untuk beradaptasi terhadap perubahan lebih cepat karena memungkinkan organisasi untuk menonjol dan mendapatkan keunggulan dibandingkan pesaing (Lyu et al., 2020) . Setiap organisasi atau bisnis menggunakan berbagai teknologi yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhannya. Teknologi ini memiliki kekuatan untuk mendorong dan memicu inovasi yang bermanfaat dalam perusahaan. Sehingga hipotesis yang dapat diangkat adalah: H4: Turbulensi Teknologi Berpengaruh terhadap Perfromance. Budaya perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja, dimana semakin kuatnya budaya perusahaan akan memberikan arahan dan nilai-nilai bagi karyawan di perusahaan tersebut dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya sehingga kinerja karyawan akan meningkat sehingga dapat meningkatkan kinerja organisasi (Aslam & Ajmal, 2019) . Budaya suatu perusahaan akan mempengaruhi bagaimana karyawannya berperilaku dan bagaimana mereka menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini juga akan mempengaruhi cara karyawan mendekati tugas dan bagaimana budaya perusahaan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi organisasi (Jordão et al., 2014) . Karena budaya organisasi mencakup partisipasi, konsistensi, kemampuan beradaptasi, dan kejelasan misi, maka hal ini berdampak pada seberapa produktif suatu perusahaan. Efektivitas sumber daya manusia suatu organisasi mempengaruhi keberhasilannya (Pedraza- Rodríguez et al., 2023) . Sehingga hipotesis dapat diangkat adalah: H5: Kinerja dipengaruhi oleh budaya organisasi ## METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan mengirimkan kuesioner tentang industri kreatif Indonesia, khususnya sektor kreatif songket di Riau (Pekanbaru), Sumbar (Padang) dan Sumatera Selatan (Palembang). Industri kreatif terdiri dari usaha kecil dan menengah dengan keuntungan bersih antara Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp.10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan. Memiliki antara lima hingga sembilan puluh sembilan karyawan. Penelitian ini menggunakan 328 responden yang digunakan untuk Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) ## 328 mengumpulkan data ini. Penelitian ini menggunakan program SEM-AMOS 24. ## HASIL Setelah model pengukuran dianalisis melalui analisis faktor konfirmatori dan terlihat bahwa setiap indikator dapat mendefinisikan konstruk laten, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis model persamaan struktural model lengkap. Proses ini menguji model secara keseluruhan dengan model per konstruk yang dimodifikasi sehingga terbentuk model yang baik. Analisis model persamaan struktural full model dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Persamaan Struktural Full Model Sumber: keluaran AMOS 24 Tabel 4.1 Goodness-of-fit Indicies ## Indeks Kesesuaian Indeks Kebaikan Kesesuaian Nilai Batas Hasil Chi-Square Probability GFI AGFI CFI TLI RMSEA NFI 483.546 0,267 0,918 0,901 0,997 0,996 0,011 0,997 ≥ 0,05 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤ 0,08 ≥0,90 Fit Fit Fit Fit Fit Fit Fit Sumber: keluaran AMOS 24 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian sudah fit. Sehingga dapat disimpulkan uji kelayakan model sudah memenuhi goodness of fit yang baik. Tingkat signifikansi sebesar 0,01 digunakan untuk nilai kriteria nilai kritis ± 2,58 untuk menilai normalitas data . Hasil tes uji normalitas dapat di lihat pada Tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2 Tes Normalitas Variabel min max skew c.r kurtosi s cr BO1 8.00 0 10.00 0 ,006 ,045 ,358 1.304 BO2 7.00 0 10.00 0 -.278 - 2.027 ,567 2.065 BO3 8.00 0 10.00 0 -.092 -.674 -.405 -1.477 BP1 7.00 0 10.00 0 -.216 - 1.579 -.358 -1.370 BP2 7.00 0 10.00 0 -.293 - 2.136 -.376 -1.370 BP3 7.00 0 10.00 0 -.274 - 1.998 -.526 -1.919 BP4 8.00 0 10.00 0 -.102 -.745 -.603 -2.199 BP5 7.00 0 10.00 0 -.368 - 2.680 -.213 -.778 TT1 7.00 0 10.00 0 -.187 - 1.365 -1.110 -4.049 TT2 7.00 0 10.00 0 -.168 - 1.222 -1.098 -4,001 TT3 7.00 0 10.00 0 -.271 - 1.978 -1.011 -3.687 PF1 7.00 0 10.00 0 - .0,84 -615 -,833 -3,687 PF2 7.00 0 10.00 0 -.355 - 2.592 .173 .630 PF3 7.00 0 10.00 0 -.334 - 2.592 -0.72 -.262 PF4 8.00 0 10.00 0 -,041 -.290 -1.257 -4.584 Multivaria n 3.244 1.207 ## Sumber: Keluaran Amos 24 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tanda rasio kritis (CR) kolom multivariat adalah sebesar 1,207 yang berarti kurang dari ± 2,58. Dengan demikian, kriteria hasil menunujukkan normal multivariat terpenuhi. Budaya Organisasi (BO), Berbagi Pengetahuan (BP), Turbulensi Teknologi (TT), dan Performance (PF) semuanya merupakan bagian dari model persamaan struktural yang dikonfirmasi dan diuji berdasarkan perhitungan melalui analisis. Jika nilai CR ≥ 1,967, maka hipotesis penelitian diterima (Haryono, 2016: 256). Menurut Sihabudin et al. (2021: 60-61), jika menggunakan hipotesis 1 arah pihak kanan atau arah positif, Ha diterima jika CR > 1,967 atau sig. < alpha dan arah koefisien positif. Taraf kesalahan α=5% atau 0.05). Serangkaian hasil hipotetis ditunjukkan di bawah ini pada Tabel 4.3 Hipotesi s Jalu r Cr P Hasi l H1 BP <--- BO 4.132 *** Diterim a Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) 329 H2 TT <--- BO 2.115 0.03 4 Diterim a H3 PF<--- BP 8.668 *** Diterim a H4 PF <--- TT -.006 0.04 5 Ditolak H5 TT <--- BP -.355 *** Ditolak ## Sumber: Amos 24 ## PEMBAHASAN Pengaruh budaya organisasi (BO) terhadap berbagi pengetahuan (BP) dapat dilihat pada hipotesis pertama. Hasil perhitungan SEM menunjukkan hipotesis pertama diterima, dibuktikan dengan nilai CR sebesar 4.132, dan nilai P signifikan ≤ 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi memerlukan budaya organisasi untuk membimbing para pekerjanya tentang cara mempelajari keterampilan baru, berinovasi, dan mengalokasikan sumber daya sedemikian rupa sehingga organisasi diharapkan dapat bersaing di masa depan. Sumber keunggulan yang dengan terampil membentuk perilaku, dan kebiasaan kerja, serta menginspirasi manajer dan karyawan untuk berkinerja baik adalah budaya organisasi [5]. Akibatnya, pengaruh individu membentuk perilaku dalam organisasi, termasuk perilaku berbagi pengetahuan. Pengaruh budaya perusahaan terhadap turbulensi teknologi dapat dilihat pada hipotesis kedua. Skor CR sebesar 2.115, dan nilai P signifikan 0.034 ≤ 0.05 dari perhitungan SEM menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Pembentukan lingkungan dan organisasi diperlukan untuk pembentukan budaya organisasi. Akselerasi teknologi terjadi dalam organisasi. Teknologi yang menyebabkan variasi dalam lingkungan tempat suatu organisasi atau percepatan teknologi sebagai teknologi turbulensi. Adanya budaya organisasi yang positif dapat mengembangkan konsep inovatif dan meningkatkan teknologi organisasi. Hipotesis ketiga memperlihatkan bagaimana berbagi pengetahuan (BP) akan mempengaruhi performance. Skor CR sebesar 8.668, dan nilai P signifikan ≤ 0.05 dari perhitungan SEM menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Adanya interaksi berbagi pengetahuan dapat mendukung peningkatan pada performance organisasi. Ini dilihat bahwa adanya pertukaran informasi ataupun pengetahuan akan menambah nilai tambah informasi dan pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kinerja pada karyawan sendiri, hal ini juga dapat berdampak positif pada performance organisasi itu sendiri. Hipotesis keempat memperkirakan bagaimana teknologi akan mempengaruhi performance (kinerja). Nilai CR sebesar - 2.006 yang dan nilai P signifikan 0.045 ≤ 0.05 dari perhitungan SEM menunjukkan bahwa hipotesis keempat ditolak. Dari hasil menunujukkan bahwa percepatan teknologi berpengaruh negative dalam performance. Hal ini dikarenakan penelitian ini dilakukan pada industri kreatif songket. Membuktikan bahwa di industri songket sendiri belum bisa mamakai alat teknologi yang modern dalam menghasilkan produk songket. Hal ini dikarenakan industri songket masih memakai alat tradisional dalam menghasilkan produk yang merupakan ciri khas songket sendiri, seperti memakai alat tradisional dalam menenun kain songket itu sendiri. Memakai alat modern akan merusak ciri khas songket itu sendiri. Dampak berbagi pengetahuan terhadap turbulensi teknologi dapat dilihat dalam hipotesis kelima. Nilai CR sebesar - 3.355 yang dan nilai P signifikan ≤ 0.05 dari perhitungan SEM menunjukkan bahwa hipotesis keempat ditolak. Hal ini menjelaskan dampak berbagi pengetahuan sebagai berikut: Peningkatan Risiko Organisasi (peningkatan risiko perusahaan), yang terjadi ketika berbagi pengetahuan tidak dibatasi dan informasi sensitif diketahui oleh pesaing luar (Ji & Zou, 2017) . Dampak merugikan kedua adalah fenomena “Free Rider”, dimana karyawan menggunakan informasi mereka semata- mata untuk keuntungan mereka sendiri dan bukan untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian, pertukaran informasi tidak banyak berpengaruh terhadap percepatan teknologi (turbulensi teknologi). Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) ## 330 ## SIMPULAN Penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berperan dalam pengembangan berbagi pengetahuan dan turbulensi teknologi dalam organisasi hal ini sesuai juga dalam teori Resource Based View (RBV). Penelitian ini membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh dalam menciptakan perilaku berbagi pengetahuan (BP) dan turbulensi teknolog (TT). Penelitian ini membuktikan bahwa turbulensi teknologi tidak dibutuhkan dalam industri kreatif khususnya industri songket. Hal ini dikarenakan industri songket lebih mempertahankan ciri khas dalam kain songket yang dihasilkan. Yaitu tetap menggunakan alat tradisional. Penelitian ini juga mendukung temuan penelitian dari Ji & Zou (2017) yang menjelaskan bahwa berbagi pengetahuan merugikan risiko organisasi (peningkatan kemungkinan pesaing dari luar akan mengetahui informasi rahasia). Dampak negatif kedua adalah fenomena “Free Rider”, dimana karyawan menggunakan informasi yang dimilikinya hanya untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kepentingan perusahaan. Akibatnya, berbagi pengetahuan tidak memberikan kontribusi terhadap percepatan teknologi atau turbulensi teknologi. Keterbatasan penelitian: penelitian ini dibatasi pada sektor kreatif songket; studi tambahan dapat mencoba menyelidiki industri lain dan memasukkan metrik lain yang berfokus pada berbagi pengetahuan. Tingkat pengukuran karakteristik inovasi dan berbagi pengetahuan dapat ditambahkan untuk meningkatkan kinerja organisasi. ## DAFTAR RUJUKAN Abid, U, M N Faisal, Z H Farooq, and S Nassour. 2024. “EXPLORING THE MODERATING ROLE OF TECHNOLOGICAL.” 29(2): 0–3. doi:10.17512/pjms.2024.29.2.01. Ahmad, Farhan, and Muhaimin Karim. 2019. “Impacts of Knowledge Sharing: A Review and Directions for Future Research.” Journal of Workplace Learning 31(3): 207–30. doi:10.1108/JWL-07-2018-0096. Aslam, Muhammad Ahmad, and Junaid Ajmal. 2019. “The Impact of Corporate Culture on Strategic Management: In Case of Pakistan’s MNC’s.” 7(2): 750–89. www.globalscientificjournal.comw ww.globalscientificjournal.com. Efferin, Sujoko, and Trevor Hopper. 2007. “Management Control, Culture and Ethnicity in a Chinese Indonesian Company.” Accounting, Organizations and Society 32(3): 223–62. doi:10.1016/j.aos.2006.03.009. Firmaiansyah, Danang. 2014. “Pengaruh Berbagi Pengetahuan Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Inovasi.” Jurnal Ilmu Manajemen 2(1): 128–39. Haryono, Siswoyo. 2016. Metode SEM Untuk Penelitian Manajemen Dengan AMOS LISREL PLS . Jawa Barat: PT. Intermedia Personalia Utama. Hidayat, Rahmadani, Arfah Piliang, Safrizal Safrizal, and Sugianto Sugianto. 2022. “Pengaruh Harga Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Hotel Cititel Sisingamangaraja Pekanbaru.” Jurnal Ilmiah Multidisiplin 1(05): 131–36. doi:10.56127/jukim.v1i05.523. Ismail, Tubagus. 2016. “Culture Control, Capability and Performance: Evidence from Creative Industries in Indonesia.” Asian Review of Accounting 24(2): 171–84. doi:10.1108/ARA-01-2014-0014. Jamshed, Samia, and Nauman Majeed. 2023. “Mapping Knowledge-Sharing Behavior through Emotional Intelligence and Team Culture toward Optimized Team Performance.” Team Performance Management 29(1): 63–89. doi:10.1108/TPM-06-2022-0052. Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) Ji, Hong, and Shuyuan Zou. 2017. “The Influence of Knowledge Sharing on Organizational Performance and the Countermeasures.” 106(Icesem). doi:10.2991/icesem-17.2017.57. Jordão, Ricardo Vinícius Dias, Ant Ônio Artur Souza, and Ewerton Alex Avelar. 2014. “Organizational Culture and Post-Acquisition Changes in Management Control Systems: An Analysis of a Successful Brazilian Case.” Journal of Business Research 67(4): 542–49. doi:10.1016/j.jbusres.2013.11.011. Korsen, Eirik Bådsvik Hamre, Marte Daae Qvale Holmemo, and Jonas A. Ingvaldsen. 2022. “Digital Technologies and the Balance between Control and Empowerment in Performance Management.” Measuring Business Excellence 26(4): 583–96. doi:10.1108/MBE- 04-2021-0055. Luqman, Adeel, Qingyu Zhang, Puneet Kaur, Armando Papa, and Amandeep Dhir. 2022. “Untangling the Role of Power in Knowledge Sharing and Job Performance: The Mediating Role of Discrete Emotions.” Journal of Knowledge Management . doi:10.1108/JKM-01-2022-0016. Lyu, Yibo, Yuqing Zhu, Shaojie Han, Binyuan He, and Lining Bao. 2020. “Open Innovation and Innovation ‘Radicalness’—the Moderating Effect of Network Embeddedness.” Technology in Society 62(June): 101292. doi:10.1016/j.techsoc.2020.101292. Malmi, Teemu, David S. Bedford, Rolf Brühl, Johan Dergård, Sophie Hoozée, Otto Janschek, Jeanette Willert, et al. 2020. “Culture and Management Control Interdependence: An Analysis of Control Choices That Complement the Delegation of Authority in Western Cultural Regions.” Accounting, Organizations and Society 86. doi:10.1016/j.aos.2020.101116. Nezafati, Navid, Shokouh Razaghi, Hossein Moradi, Sajjad Shokouhyar, and Sepideh Jafari. 2021. “Promoting Knowledge Sharing Performance in a Knowledge Management System: Do Knowledge Workers’ Behavior Patterns Matter?” VINE Journal of Information and Knowledge Management Systems . doi:10.1108/VJIKMS-11-2020- 0202. Pedraza-Rodríguez, José A., Andrea Ruiz- Vélez, M. Isabel Sánchez- Rodríguez, and Manuel Fernández- Esquinas. 2023. “Management Skills and Organizational Culture as Sources of Innovation for Firms in Peripheral Regions.” Technological Forecasting and Social Change 191(April 2022). doi:10.1016/j.techfore.2023.12251 8. Piliang, Arfah, Meutia, Elvin Bastian, and Munawar Muchlish. 2023. “Use of Enabling Levers and Constraining Levers to Radical Innovation: Intervention of Knowledge Sharing and Technological Turbulence.” Journal of Law and Sustainable Development 11(12): e2302. doi:10.55908/sdgs.v11i12.2302. Al Qusaeri, Muammar Afif, Sunarni, Muthi’atul Khasanah, M. Wahab Khasbulloh, and Romi Mesra. 2023. “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Inovasi Pada Perusahaan Teknologi: Studi Deskriptif Pada Startup XYZ Di Kota Bandung.” Sanskara Manajemen Dan Bisnis 1(03): 114– 23. doi:10.58812/smb.v1i03.220. Raziq, Muhammad Mustafa, and Sharjeel Saleem. 2024. “Organizational Culture , Knowledge Sharing and Organizational Performance : A Multi- Country Study.” doi:10.1108/BPMJ-07-2023-0549. Ritala, Paavo, Kenneth Husted, Heidi Olander, and Snejina Michailova. 2018. “External Knowledge Dampak Budaya Organisasi, Berbagi Pengetahuan dan Turbulensi Teknologi Dalam Meningkatkan Performance: Industri Kreatif di Indonesia (Arfah Piliang; Nuraini; Wirdayani; Lisa Tinaria) ## 332 Sharing and Radical Innovation: The Downsides of Uncontrolled Openness.” Journal of Knowledge Management 22(5): 1104–23. doi:10.1108/JKM-05-2017-0172. Safrizal, Safrizal, Taufeni Taufik, and Yesi Mutia Basri. 2022. “Good Governance on Village Fund Management with The Use of Information Technology as A Moderating Variable.” Indonesian Journal of Economics, Social, and Humanities 4(1): 15–28. doi:10.31258/ijesh.4.1.15-28. Santos, Vanderlei dos, Ilse Maria Beuren, Daniele Cristina Bernd, and Natália Fey. 2022. “Use of Management Controls and Product Innovation in Startups: Intervention of Knowledge Sharing and Technological Turbulence.” Journal of Knowledge Management (2019). doi:10.1108/JKM-08-2021-0629. Saragih, Sautpin Tubipar. 2017. “Pengaruh Knowledge Sharing Behavior Dan Inovasi TeknologiInformasi Terhadap Kinerja Karyawan DiKawasanIndustri BIP.” JSI: Jurnal Sistem Informasi (E-Journal) 9(1): 1186–97. doi:10.36706/jsi.v9i1.4034. Sari, Ria Nelly, Raisya Zenita, Aura Pratadina, and Normah Omar. 2019. “Management Control System and Its Effect on Organizational Citizenship Behaviour and Turnover Intention.” Polish Journal of Management Studies 19(2): 343–52. doi:10.17512/pjms.2019.19.2.29. sewon park. 2023. “Strategic Management and Organizational Culture of Medical Device Companies in Relation to Corporate Performance.” https://doi.org/10.1080/13696998.20 23.2224168. Sihabudin, Danny Wibowo, Sri Mulyono, Jaka Wijaya Kusuma, Irvana Arofah, Besse Arnawisuda Ningsi, Edy Saputra, Ratni Purwasih, and Syaharuddin. 2021. Ekonometrika Dasar Teori Dan Praktik Berbasis SPSS . Jawa Tengah: CV. Pena Persada. Spanò, Rosanna, Alessandra Allini, Adele Caldarelli, and Annamaria Zampella. 2017. “Controlling Innovation and Innovating Control: Insights from a Knowledge Intensive Network.” Business Process Management Journal 23(6): 1359–84. doi:10.1108/BPMJ-02-2017-0036. Suppiah, Visvalingam, and Manjit Singh Sandhu. 2011. “Organisational Culture ’ s Influence on Tacit Knowledge-Sharing Behaviour.” 15(3): 462–77. doi:10.1108/13673271111137439. Wang, Zhining, and Nianxin Wang. 2012. “Knowledge Sharing, Innovation and Firm Performance.” Expert Systems with Applications 39(10): 8899–8908. doi:10.1016/j.eswa.2012.02.017. Yusof, Nor’Aini A., Ernawati Mustafa Kamal, Eric C.W. Lou, and Ahmed Mohammed Kamaruddeen. 2023. “Effects of Innovation Capability on Radical and Incremental Innovations and Business Performance Relationships.” Journal of Engineering and Technology Management - JET-M 67(May 2021): 101726. doi:10.1016/j.jengtecman.2022.10 1726. Zhao, Shuliang, Yanhong Jiang, Xiaobao Peng, and Jin Hong. 2020. “Knowledge Sharing Direction and Innovation Performance in Organizations: Do Absorptive Capacity and Individual Creativity Matter?” European Journal of Innovation Management 24(2): 371–94. doi:10.1108/EJIM-09- 2019-0244
a5a8fe62-0de6-421c-99c3-70da031680a0
https://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/jhls/article/download/4611/2740
licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/jhls/ ## Pemenang Lelang Eksekusi terhadap Jaminan Tanah yang Belum Bersertifikat M. Udik Sugianto 1 , Florianus Yudhi Priyo Amboro 2 , Rufinus Hotmaulana Hutauruk 3 1 Fakultas Hukum, Universitas Internasional Batam, Indonesia, [email protected] 2 Fakultas Hukum, Universitas Internasional Batam, Indonesia 3 Fakultas Hukum, Universitas Internasional Batam, Indonesia ## ABSTRACT The large number of people who do not have proof of land ownership is an obstacle in obtaining credit from banks. However, responding to this, the bank allows the bank to be able to accept credit submitted to it. However, it becomes a problem when the auction winner wants to transfer the rights to the land, it cannot be done because the land has not been certified, which results in the auction winner not being able to pay the BPHTB. The research method used is normative legal research. Legal regulations regarding auctions for land that have not been certified are contained in Article 41 Paragraph 4 of the PP on land registration, Articles 76 and 108 of the Regulation of the Minister of Land Registration, Article 34 of PMK Implementation of auctions. Meanwhile, the conflict that occurred was Article 83 of the PMK for the Implementation of the Auction, which required the auction winner to pay BPHTB, while Article 2 of the BPHTB Law states that land that has not been certified does not include land rights. The solution provided by the author is: the head of the land office and the head of the KPKNL provide concessions for BPHTB payments and change the laws and regulations related to allowing uncertified land to be auctioned. Keywords Legal protection; Auction; Land Guarantee Cite This Paper Sugianto, M. U., Amboro, F. Y., & Hutaruk, R. H. (2023). Pemenang Lelang Eksekusi terhadap Jaminan Tanah yang Belum Bersertifikat. Legal Spirit, 7(2). ## PENDAHULUAN Pembangunan nasional yang dilakukan Indonesia meliputi berbagai sektor salah satunya adalah sektor pembangunan ekonomi. Secara umum salah satu indikator pembangunan ekonomi adalah adanya laju pertumbuhan ekonomi dengan ditandai semakin banyak muncul lembaga perbankan di masyarakat. Tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut merupakan bentuk dari pencapaian negara dalam mewujudkan negara yang sedang mensejahterakan warga negaranya. Kondisi negara yang mewujudkan kesejahteraan warga negaranya merupakan salah bentuk dari upaya negara untuk mengimplementasikan negara kesejahteraan ( welfare state) . 1 Negara kesejahteraan adalah suatu bentuk sistem pemerintahan yang bertujuan untuk memastikan bahwa kesejahteraan dan keamanan sosial dijamin bagi seluruh warga negara, termasuk mereka yang rentan seperti orang miskin, tuna netra, orang cacat, dan lanjut usia. 2 Sistem negara kesejahteraan 1 Supriadi Jufri, Anwar Borahima, and Nurfaidah Said, “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Balai Lelang,” Jurnal Ilmiah Dunia Hukum 4, no. 2 (March 8, 2020): 95, https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1379. 2 Elviandri, “Quo Vadis Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia,” Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 31, no. 2 (June 3, 2019): 252, https://doi.org/10.22146/jmh.32986. sering kali meliputi program-program pemerintah yang memberikan jaminan sosial seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pensiun bagi warga negara. Negara kesejahteraan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, solidaritas sosial, dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan warga negara. 3 Tujuan utama dari negara kesejahteraan adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup seluruh warga negara. Meskipun definisi dan implementasi dari negara kesejahteraan dapat berbeda-beda antara negara satu dengan lainnya, negara kesejahteraan secara umum dianggap sebagai konsep yang penting dalam memastikan keadilan sosial dan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara. 4 Perwujudan dari sebuah negara kesejahteraan adalah dengan berperannya sektor keuangan dalam pilar ekonomi. Peran sektor keuangan tersebut dituangkan dalam bentuk lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang ada dan diakui di indonesia terdiri atas 2 bagian besar yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank 5 . Adapun keberadaan lembaga keuangan bank merupakan lembaga keuangan yang sudah tidak asing diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Bank tidak hanya berperan dalam hal mengumpulkan dana dari masyarakat tetapi juga bank berperan dalam mengelola dana tersebut sehingga menimbulkan perputaran keuangan yang bagus. Pengelolaan dana yang telah dihimpun dalam masyarakat kemudian dituangkan dalam bentuk kredit yang diberikan kepada pihak-pihak yang berdasarkan penilaian bank merupakan pihak yang dapat diberikan tanggung jawab kredit. Kredit diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan bank untuk membantu perekonomian pada masyarakat. Keberadaan kredit dalam masyarakat diupayakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Perputaran dana yang telah dihimpun tersebut diupayakan untuk menambahkan daya beli dan kemampuan ekonomi dari negara serta masyarakat. Pemberian kredit kepada masyarakat merupakan suatu bentuk dari upaya pemerintah untuk menciptakan suatu ekosistem ekonomi yang baik 6 . Pemberian kredit tersebut tidak hanya semata-mata untuk menarik keuntungan dari masyarakat akan tetapi pemberian kredit tersebut pada akhirnya memberikan hasil yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana. Pada umumnya pemberian kredit yang dilakukan oleh lembaga perbankan dengan melakukan sebuah perjanjian kredit. Perjanjian kredit tersebut merupakan sebuah hubungan hukum yang diciptakan untuk saling mengikat antara pemberi kredit (dalam hal ini bank) dan penerima kredit (dalam hal ini masyarakat, perseorangan, badan usaha dan lain-lain). Perjanjian kredit tersebut merupakan sebuah kesepakatan yang terjadi antara bank sebagai kreditur dengan masyarakat atau nasabah sebagai debitur mengenai suatu objek dari perjanjian kredit tersebut. Bank dalam memberikan kreditnya mewajibkan debitur untuk memberikan jaminan terhadap terlaksananya pemenuhan prestasi dari perjanjian tersebut. Jaminan yang dapat diberikan dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Jaminan yang diberikan oleh kreditur dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap terhadap kepastian 3 Suharyo, “Perlindungan Hukum Pertanahan Adat Di Papua Dalam Negara Kesejahteraan,” Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 8, no. 3 (December 11, 2019): 461, https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v8i3.330. 4 Dinda Riskanita and Yeni Widowaty, “Upaya Pemerintah Daerah Mengatasi Kerusakan Lingkungan Akibat Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Konsep Negara Kesejahteraan,” Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum 28, no. 2 (September 16, 2019): 123–35, https://doi.org/10.33369/jsh.28.2.123-135. 5 Ainon Marziah, Sri Walny Rahayu, and Iman Jauhari, “Pembuktian Risalah Lelang Bagi Pemenang Eksekusi Hak Tanggungan,” Jurnal IUS VII (2019). 6 Catur Budi Dianawati and Amin Purnawan, “Kajian Hukum Jaminan Hak Tanggungan Yang Dilelang Tanpa Proses Permohonan Lelang Eksekusi Ke Ketua Pengadilan Negeri,” Jurnal Akta 4 (2017). adanya pemenuhan tanggung jawab debitur yang berupa hutang. Pada praktek sehari-hari yang dijadikan jaminan terhadap utang debitur adalah objek yang berupa tanah. Jaminan berupa tanah tersebut lebih diutamakan karena tanah memiliki nilai jual secara ekonomis yang tinggi, mudah untuk diperjualbelikan 7 . Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit pada dasarnya harus dibarengi dengan adanya bukti kepemilikan terhadap tanah tersebut. Bukti kepemilikan terhadap tanah dapat berbeda-beda tergantung pada negara atau wilayah hukum yang berlaku. 8 Namun, perlu diingat bahwa bukti kepemilikan tanah haruslah sah dan diakui oleh pemerintah setempat serta dibuat oleh pihak yang berwenang. Jika ada keraguan atau perselisihan, sebaiknya konsultasikan dengan pihak berwenang atau ahli hukum. Akan tetapi dikalangan masyarakat masih banyak yang tidak mengenal legalitas kepemilikan atas tanah tersebut sebagai contoh di indonesia ada 126 juta bidang tanah dan yang sudah bersertifikat sebanyak 82,5 juta bidang tanah per Desember 2022 sementara di Kabupaten Karimun target sertifikasi tanah sebanyak 25 ribu bidang tanah dan sudah terealisasi sebanyak 18 ribu bidang tanah yang memiliki sertifikat. Kecenderungan yang terjadi didalam masyarakat adalah ketika masyarakat menempati atau membangun sebidang tanah maka asumsi yang ada adalah masyarakat tersebut menjadi pemilik atas tanah tersebut. Namun hal tersebut tidaklah sesuai dengan Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa demi terciptanya kepastian hukum terhadap tanah maka diperlukan untuk melakukan pendaftaran atas tanah tersebut. Banyaknya masyarakat yang tidak memiliki bukti kepemilikan menjadi hambatan dalam mendapatkan kredit dari bank. Akan tetapi menyikapi hal tersebut bank melalui peraturan pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah (selanjutnya disebut PP Pendaftaran Tanah) terutama di Pasal 41 Ayat 4 yang pada intinya menyatakan bahwa pelaksanaan lelang dapat dilakukan walupun tanah yang akan dilelang belum bersertifikat sepanjang atas tanah tersebut berdasarkan surat keterangan kepala desa/kelurahan dinyatakan bahwa yang bersangkutan telah menguasai bidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut. Bahkan peraturan mengenai lelang memungkinkan bahwa lelang tetap dapat dilakukan terhadap tanah yang belum bersertifikat. Pasal-pasal diatas digunakan untuk memungkinkan untuk dapat menerima tanah yang belum bersertifikat diajukan sebagai jaminan untuk kredit. Dalam perjalanan kredit tersebut ada kemungkinan kredit tersebut berjalan lancar dan tidak lancar. Ketika kredit yang diberikan dikategorikan sebagai kredit macet maka pihak kreditur dibenarkan untuk melakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan perjanjian kredit yang telah ditandatangani antara kreditur dan debitur. Secara perdata terjadi wanprestasi terhadap perjanjian kredit tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka upaya yang dilakukan dapat berupa pengajuan lelang terhadap jaminan dalam perjanjian kredit dimana untuk tanah yang belum terdaftar sebelum itu harus dilakukan gugatan wanprestasi hingga mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap ( Incraht van gewijsde ). Lelang yang dilakukan terhadap jaminan kredit yang berupa tanah dapat dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (selanjutnya disebut KPNL). Terhadap tanah yang tidak memiliki sertifikat setelah dilakukan lelang melalui KPNKL dan didapatkan pemenang lelang maka tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah meminta risalah lelang. Risalah lelang digunakan untuk melakukan balik nama terhadap sertifikat. Untuk mendapatkan risalah lelang maka pemenang lelang harus melakukan pembayaran 7 Offi Jayanti and Agung Darmawan, “Pelaksanaan Lelang Tanah Jaminan Yang Terikat Hak Tanggungan,” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 20 (2018). 8 Rahmat Ramadhani, “Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah,” SOSEK: Jurnal Sosial Dan Ekonomi 2, no. 1 (2021), https://doi.org/10.55357/sosek.v2i1.119. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut BPHTB). BPHTB hanya dapat diberikan terhadap hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan sesuai dengan Pasal 2 Ayat 2 dan Ayat 3. Dengan tidak diperolehnya risalah lelang tersebut maka tidak dapat disahkan kepemilikan atas tanah tersebut yang diperolah pemenang lelang. Contoh kasus yang terjadi adalah Pelaksanaan Eksekusi Lelang Pengadilan Negeri Tg.Balai Karimun berdasarkan Penetapan Nomor 03/Pdt.Eks/2020/Pn. Tbk jo .Putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap Nomor 29/Pdt.G/2015/Pn. Tbk dan Penetapan Pengadilan Nomor 19/Pdt.Eks/2018/Pn.Tbk Jo Putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap Nomor 12/Pdt.G.S/2018/Pn. Tbk. Kedua kasus diatas memiliki kesamaan yaitu bahwa terhadap jaminan kredit yang diberikan oleh debitur kepada kreditur berupa tanah yang belum bersertifikat. Setelah lelang dan memiliki pemenang lelang maka pemenang lelang tidak dapat melakukan perubahan kepemilikan atas tanah tersebut. Keadaan ini tentu sangat tidak mengungtungkan pemenang lelang dikarenakan pemenang lelang tidak memiliki legalitas atas tanah tersebut sekalipun yang bersangkutan telah memenangkan lelang. Oleh karena itu penulis berupaya untuk melakukan penelitian terhadap hal tersebut dengan membahas mengenai pengaturan mengenai lelang eksekusi terhadap jaminan tanah yang belum bersertifikat, perlindungan hukum pemenang lelang terhadap jaminan tanah yang belum bersertifikat serta mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. ## METODE Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif. 9 Tujuan penelitian hukum normatif adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai jenis hukum, seperti undang-undang, peraturan, dan keputusan pengadilan, dan mengevaluasi sejauh mana hukum tersebut efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Penelitian hukum normatif juga dapat digunakan untuk memahami prinsip- prinsip hukum yang mendasari suatu kasus atau situasi hukum. 10 Penelitian hukum normatif atau dikatakan penelitian hukum doktrinal maupun penelitian hukum dogmatik adalah penelitian hukum yang menitikberatkan pada kajian tertulis dengan menggunakan data- data sekunder yaitu peraturan-peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, teori hukum, asas-asas hukum, prinsip hukum maupun doktrin-doktrin para sarjana. Penelitian hukum selalu berhubungan dengan studi kepustakaan 11 . Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu pendekatan melalui peraturan perundang- undangan akan digunakan untuk menganalisa mengenai benturan aturan hukum yang terjadi pada pokok penelitian. benturan aturan hukum tersebut kemudian dibedah menggunakan teori-teori hukum yang relevan sehingga dihasilkan kesimpulan yang berhubungan dengan pokok permasalahan pada penelitian. Dan analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif yang dilakukan dengan cara melakukan membenturkan antara aturan mengenai lelang eksekusi terhadap tanah yang belum bersertifikat terhadap UU BPHTB. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan Mengenai Lelang Eksekusi Terhadap Jaminan Tanah Yang Belum Bersertifikat 9 David Tan, “Metode Penelitian Hukum: Mengupas Dan Mengulasi Metodologi Dalam Menyelenggarakan Penelitian Hukum,” Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 8, no. 8 (2021): 2463–78. 10 Hari Sutra Disemadi, “Lenses of Legal Research: A Descriptive Essay on Legal Research Methodologies,” Journal of Judicial Review 24, no. 2 (November 30, 2022): 289–304, https://doi.org/10.37253/jjr.v24i2.7280. 11 Irwansyah, Penelitian Hukum Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel , Edisi Revi (Yogyakarta: Mirra Buana Media, 2021). Pengertian lelang adalah sebuah kegiatan untuk menjual barang yang dapat diikuti oleh masyarakat secara umum dengan saling memberikan penawaran harga terhadap barang tersebut secara tertulis maupun secara lisan untuk mendapatkan harga tertinggi 12 . Lelang adalah suatu proses penjualan atau pembelian barang atau jasa yang dilakukan dengan cara memasang harga tertinggi atau menawarkan harga terendah. Lelang biasanya dilakukan secara terbuka, di mana semua orang dapat berpartisipasi dengan menawarkan harga untuk membeli barang atau jasa yang dilelang. 13 Dalam lelang, umumnya ada seorang lelangwan atau pelelang yang bertanggung jawab untuk mengatur dan memfasilitasi proses lelang. Lelangwan ini dapat berupa individu atau badan hukum yang memiliki izin untuk melaksanakan lelang. Kegiatan lelang biasanya diawali dengan adanya pengumuman lelang. Lelang yang dilakukan di indonesia dimulai sejak tahun 1908 dengan adanya peraturan mengenai lelang ( Vendu Reglement ) yang dituangkan dalam Staatsblad Nomor 189 Tahun 1908 14 . Lelang harus dilakukan dihadapan pejabat lelang. Untuk itu maka diperlukan lembaga yang menaungi mengenai lelang. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 dibentuklah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang menaungi Kantor Lelang Negara. Eksekusi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang dilaksanakan dengan eksekusi merupakan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap secara paksa 15 . Pada prinsipnya eksekusi tidak dibutuhkan apabila pihak yang kalah dalam putusan pengadilan secara sukarela mau melaksanakan putusan pengadilan tersebut 16 . Lelang eksekusi merupakan satu dari 3 jenis lelang yang biasa dilakukan. Lelang eksekusi merupakan lelang yang dilakukan untuk menjalankan putusan pengadilan. Objek lelang eksekusi terdiri dari eksekusi PUPN, pengadilan, pajak, benda sitaan, benda rampasan, harta pailit, jaminan fidusia, dll. Lelang eksekusi terhadap jaminan tanah yang belum bersertifikat dilakukan berdasarkan PP Pendaftaran Tanah Pasal 41 Ayat 4 yang pada intinya menyatakan bahwa mengenai tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan penolakan pelaksanaan lelang oleh kepala kantor lelang apabila tidak diberikannya bukti hak sesuai dengan Pasal 24 Ayat 1 atau Surat Keterangan Kepala Desa terhadap tanah dimana yang bersangkutan menguasainya dan surat keterangan mengenai tanah tersebut belum memiliki sertifikat. Selain itu terdapat juga di Pasal 76 dan Pasal 108 Permen Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut Permen Pendaftaran Tanah). Pasal 76 Permen Pendaftaran tanah menyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah yang tidak bersertifikat dapat dilakukan dengan adanya pernyataan dari 2 orang atau lebih yang menyatakan bahwa yang bersangkutan merupakan pemilik tanah tersebut. Pasal 108 Permen Pendaftaran tanah menyatakan bahwa terhadap tanah yang belum bersertifikat maka pemenang lelang yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang dapat melampirkan surat bukti kepemilikan sesuai dengan Pasal 76 Permen Pendaftaran tanah. Pasal 31 Ayat 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut PMK Pelaksanaan Lelang) juga menyebutkan bahwa pelaksanaan lelang untuk tanah yang bersertifikat dapat dilakukan dengan 12 Evie Hanavia and Widodo Tresno Novianto, “Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Title Eksekutorial Dalam Sertifikat Hak Tanggungan,” Jurnal Repertorium IV (2017). 13 Jufri, Borahima, and Said, “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Balai Lelang.” 14 Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang (Bandung: CV. Mandar Maju, 2013). 15 M.Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2014). 16 Depri Liber Sonata, “Permasalahan Pelaksanaan Lelang Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata Dalam Praktik,” Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum 6 (2012). memintakan Surat mengenai keterangan tanah tersebut yang berisi data mengenai status kepemilikan tanah, luas, lokasi dan batas-batasnya dan memintakan kepada Kantor Pertanahan berupa surat keterangan pendaftaran tanah yang menerangkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang belum terdaftar. Peraturan perundang-undangan diatas secara eksplisit menyatakan bahwa terhadap tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan lelang apabila tanah tersebut dapat dibuktikan kepemilikannya melalui surat keterangan tanah serta surat keterangan pendaftaran tanah. Atas dasar tersebutlah maka bank dapat menerima jaminan berupa tanah yang belum bersertifikat dan apabila debitur ingkar janji terhadap perjanjian kredit maka bank dapat melakukan upaya penyelesaian utang debitur melalui lelang eksekusi. ## Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Eksekusi Terhadap Tanah Yang Belum Bersertifikat Bank dalam memberikan kredit haruslah membuat perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok yang memiliki fungsi penting dalam melaksanakan seluruh kegiatan perkreditan 17 . Perjanjian kredit juga biasanya diikuti dengan adanya perjanjian jaminan yang merupakan tambahan dalam perjanjian kredit. Jaminan dimaksudkan sebagai bentuk dari pengamanan terhadap dana yang telah diberikan oleh kreditur kepada debitur 18 . Jaminan terdiri atas 2 yaitu jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok yang biasa digunakan berupa bidang tanah, hipotek, fidusia sedangkan untuk jaminan tambahan dapat berupa bank garansi. Jaminan tanah pada prinsipnya harus dilekatkan Hak tanggungan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada kreditur bahwa terhadap bidang tanah tersebut tidak akan mungkin dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa sepengatahuan kreditur 19 . Pembebanan hak tanggungan terhadap tanah sebagai jaminan pinjam meminjam atau kredit diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT) 20 . Jaminan tanah akan dapat dilelang apabila dalam perjalanan kredit ternyata debitur melakukan ingkar janji berdasarkan Pasal 6 UUHT yang menyatakan bahwa pemegang hak tanggungan dapat melakukan penjualan terhadap objek hak tanggungan berdasarkan kekuasaannya dengan melakukan pelelangan umum kemudian menggunakn hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan atas piutangnya apabila debitur ingkar janji. Pembebanan hak tanggungan hanya dapat dilakukan terhadap tanah yang telah bersertifikat sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 UUHT 21 . Pada permasalahan penelitian ini yang menjadi objek jaminan adalah tanah yang belum bersertifikat sehingga tidak mungkin diberikan pembebanan hak tanggungan terhadap tanah tersebut. Merujuk pada sub bab sebelumnya terhadap tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan lelang eksekusi berdasarkan Pasal 41 Ayat 4 PP Pendaftaran Tanah, Pasal 76 dan Pasal 108 Permen Pendaftaran Tanah serta Pasal 31 Ayat 4 PMK Pelaksanaan Lelang. 17 Jufri, Borahima, and Said, “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Balai Lelang.” 18 Asuan, “Perlindungan Hukum Lelang Eksekusi Hak Tanggungan,” Jurnal Solusi 19 (2021). 19 Mohammad Algifarri Sukmaya, Lastuti Abubakar, and Tri Handayani, “Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Eksekusi Terhalang Oleh Gugatan Ditinjau Dari Hukum Jaminan,” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 8 (2020). 20 Asuan, “Perlindungan Hukum Lelang Eksekusi Hak Tanggungan.” 21 Ayup Suran Ningsih, “Kajian Yuridis Efektifitas Penyelesaian Kredit Macet Melalui Lelang Hak Tanggungan,” Jurnal Arena Hukum 14 (2021). Secara umum terdapat beberapa tahapan dalam melaksanakan lelang eksekusi baik terhadap tanah yang bersertifikat maupun terhadap tanah yang belum bersertifikat yaitu 22 : a. Kreditur mengajukan permohonan peringatan/ aanmaning melalui Pengadilan Negeri; b. Ketua Pengadilan Negeri kemudian berdasarkan permohonan tersebut membuat penetapan peringatan/ aanmaning c. Ketua Pengadilan Negeri kemudian memberikan peringatan/ aanmaning kepada debitur d. Debitur akan dipanggil sebanyak 3 kali untuk melakukan pelunasan hutangnya oleh Pengadilan Negeri e. Apabila debitur hadir maka akan disidangkan secara insidentil dan diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya dalam jangka waktu 8 hari. f. apabila debitur tidak melakukan pembayaran hutangnya dalam 8 hari tersebut maka kreditur mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan sita eksekusi. g. Setelah permohonan sita eksekusi diajukan maka Pengadilan Negeri membuatkan penetapan sita eksekusi dan membuatkan berita acara sita eksekusi. h. Kreditur kemudian membuat permohonan lelang eksekusi ke Pengadilan Negeri dengan melampirkan total hutang debitur yang masih tertunggak. i. Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Lelang Eksekusi j. Ketua Pengadilan Negeri Mengeluarkan surat yang ditujukan kepada KPNL untuk membantu melakukan lelang terhadap objek jaminan tersebut. k. KPKNL kemudian menetapkan jadwal pelaksanaan lelang, melakukan pengumuman terhadap jadwal lelang di surat kabar sebanyak 2 kali dengan mencantumkan mengenai persyaratan lelang, limit harga objek lelang. l. Pengadilan menginformasikan kepada kreditur maupun debitur mengenai tanggal pelaksanaan lelang m. Apabila lelang telah selesai dan didapatkan pemenang lelang maka selanjutnya KPKNL akan mengeluarkan risalah lelang n. Pengadilan memberikan berita acara lelang, risalah lelang dan barang yang dijual kepada pemenang lelang. Tahapan dalam melaksanakan lelang diatur dalam PMK Pelaksanaan lelang. PMK tersebut juga mengatur mengenai tahapan setelah pelaksanaan lelang. Yang menjadi permasalahan terhadap tanah yang belum bersertifikat adalah pada saat pemenang lelang menyelesaikan pembayaran harga objek lelang maka berdasarkan PMK Pelaksanaan lelang, pemenang lelang harus membayarkan BPHTB agar diterbitkan risalah lelang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 83 Ayat 1 yang menyatakan bahwa pemenang lelang harus menyerahkan BPHTB dan memperlihatkan kuitansi atau tanda bukti pelunasan lelang. Selain itu pada Pasal 31 Ayat 5 PP Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa untuk dapat didaftarkan peralihan hak atas tanah maka pemenang lelang harus menyerahkan kutipan risalah lelang. Pemenang lelang eksekusi atas tanah yang belum bersertifikat tidak mendapatkan kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah yang telah dimenangkannya melalui lelang. 23 Dikarenakan untuk dapat melakukan peralihan hak atas tanah tersebut dibutuhkan risalah lelang sementara risalah lelang hanya diberikan manakala pemenang lelang telah menyelesaikan pembayaran BPHTB. Objek pajak BPHTB berupa perolehan hak atas tanah dan bangunan. Hak atas tanah yang diakui dalam BPHTB sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Butir 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas 22 R. Suharto, “Lelang Eksekusi Hak Tanggunga,” Jurnal Law, Development & Justice Review 2 (2019). 23 Yenti Murni, Suharizal Suharizal, and Beatrix Benni, “Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru,” Simbur Cahaya 25, no. 1 (2019): 16–29, https://doi.org/10.28946/sc.v25i1.321. Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (selanjutnya disebut UU BPHTB) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak miliki atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Merujuk pada Pasal 2 Ayat 2 Butir 3 UU BPHTB tersebut maka keberadaan tanah yang belum bersertifikat tidak termasuk dalam objek pajak BPHTB. Hal ini mengakibatkan pemenang lelang tidak dapat legalitas atas tanah yang telah dibeli melalui lelang. Secara aturan hukum bahwa pemenang lelang tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap legalitas tanah yang telah dibeli secara lelang. Menurut Philipus M. Hadjon 24 bahwa negara mempunyai kewajiban dalam memberikan perlindungan kepada rakyatnya termasuk juga perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah dimaksudkan agar setiap rakyat dapat menjalankan kewajibannya dan menerima hak-haknya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Terhadap permasalahan mengenai tidak terlindunginya kepentingan hukum dari pemenang lelang dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa lelang terhadap tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan akan tetapi diakhir setelah tanah tersebut dilelang serta telah didapatkan pemenang lelang, pemerintah seolah lepas tangan dengan memasukkan klausul mengenai pembayaran BPHTB padahal sejatinya seharusnya pemerintah harusnya memberikan perlindungan terhadap hak dari pemenang lelang. Seturut dengan pendapat Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum melalui sarana preventif sudah seharusnya dapat dimaksimalkan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Saran perlindungan hukum secara preventif juga dimaksudkan adalah pembentukan aturan baru yang menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan permasalahan penelitian maka sarana preventif ini tidaklah menyediakan bentuk perlindungan terhadap pemenang lelang dikarenakan tidak adanya hak pemenang lelang yang dilindungi dalam aturan hukum tersebut. Demikian juga dengan sarana perlindungan hukum secara represif sebagai bagian dari penyelesaian sengketa tidak dapat dipenuhi dikarenakan ketidakjelasan aturan mengenai lelang eksekusi. Ketidakjelasan aturan dikarenakan adanya benturan aturan antara UU BPHTB dengan PP Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan Lelang. Dengan kata lain tidak ada sinkronisasi antar aturan tersebut yang pada akhirnya mengakibatkan adanya kekosongan hukum. Pemenang lelang tanah yang belum bersertifikat tidak mendapatkan legalitasnya atas tanah yang telah dimenangkan melalui lelang dikarenakan adanya benturan dalam pembayaran BPHTB sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan risalah lelang. Posisi menggantung ini sejatinya merugikan pemenang lelang karena terhadap tanah tersebut tidak ada hak dari pemenang lelang. Pemenang lelang menjadi pihak yang paling dirugikan sementara debitur dan kreditur menjadi pihak yang diuntungkan karena permasalahan hutang piutang kedua pihak telah selesai. Dalam hal perlindungan hukum hal yang menjadi tujuan utama adalah untuk menciptakan keadaan yang terkendali, harmonis, damai dan adil antar subjek subjek hukum 25 . Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam permasalahan penelitian ini pemenang lelang tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap tanah yang telah dibeli melalui lelang. Solusi Terhadap Pemenang Lelang Eksekusi Dengan Jaminan Tanah Yang Belum Bersertifikat 24 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987). Perlindungan hukum sebagai bentuk dari pengejawantahan dari konsep negara hukum menempatkan perlindungan hukum sebagai sebuah indikator yang menyatakan bahwa sebuah negara merupakan sebuah negara hukum atau bukan. Hal ini haruslah diikuti dengan adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, penegakan hukum dan pembagian kekuasaan dalam negara. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa negara sebagai lembaga yang menaungi rakyat diharapkan memberikan kenyamanan, keadilan dan kedamaian kepada rakyatnya. Konsep ini juga sejalan dengan pengertian bahwa negara tidak bisa menutup mata terhadap permasalahan yang timbul ditengah rakyatnya. Tidak adanya perlindungan hukum terhadap pemenang lelang eksekusi dengan jaminan tanah yang belum bersertifikat merupakan sebuah bentuk ketidakmampuan negara dalam menciptakan keadilan ditengah-tengah rakyatnya. Terhadap permasalahan ini negara seharusnya mengambil langkah-langkah yang cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Diperlukan adanya penemuan hukum terhadap kekosongan hukum yang terjadi. Penemuan hukum merupakan bagian dari pembangunan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Mochtar Kusuma Atmadja 26 bahwa hukum tidak hanya memiliki sifat memelihara dan mempertahakan apa yang telah tercapai akan tetapi hukum harus merupakan sarana rekayasa terhadap perubahan terutama perubahan yang mengakibatkan adanya kekosongan hukum dengan tetap mengedepankan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Merujuk pada pendapat Mochtar Kusuma Atmadja tersebut penulis berupaya untuk memberikan solusi antara lain: 1. Upaya jangka pendek yang dapat dilakukan terhadap permasalahan pemenang lelang eksekusi dengan jaminan tanah yang belum bersertifikat adalah dengan adanya kebijakan dari Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala KPKNL yang berupa diskresi kebijakan dengan memberikan kelonggaran pembayaran BPHTB. Kelonggaran yang dimaksudkan adalah BPHTB dapat dibayarkan setelah sertifikat atas tanah tersebut terbit dan disertifikat atas tanah tersebut dibubuhi dengan stempel pajak terutang. Kelonggaran yang diberikan merupakan sebuah tindakan diskresi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Keberadaan diskresi sebagai bagian dari konsep negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia merupakan perwujudan dari freies ermessen 27 . Diksresi sering diartikan sebagai kebebasan bertindak dari pejabat pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul. Diskresi merupakan tindakan atau keputusan yang dilakukan atau dikeluarkan oleh pejabat pemerintah untuk mengahadapi permasalahan konkrit yang dihadapan dalam penyelenggaraan negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU Administrasi Pemerintahan) 28 . Diskresi yang dilakukan oleh Kepala Kantor Tanah dan Kepala KPKNL dikarenakan adanya kekosongan hukum dalam permasalahan pada penelitian ini. Dalam PP Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan Lelang dibenarkan adanya pengalihan status terhadap tanah yang belum bersertifikat sementara bila dilihat dari UUPA dan UU BPHTB tidak diakuinya tanah yang belum bersetifikat. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya masalah baru bagi pemenang lelang yang merasa dirugikan karena terhadap tanah yang dimenangkan melalui lelang tidak dapat ditingkatkan statusnya menjadi hak milik pemenang lelang. Pemenang lelang tidak mendapatkan kepastian dan keadilan hukum yang mengakibatkan hukum hanya sebagai sarana untuk menjebak pemenang lelang. Ketidakadilan ini mengakibatkan adanya hak-hak dari 26 Shidarta, Mochtar Kusuma Atmadja Dan Teori Hukum Pembangunan (Jakarta: Epistema Institute, 2012). 27 Rossi Suparman, “Pelaksanaan Diskresi Aparatur Sipil Negara Dalam Rangka Penegakan Hukum,” Jurnal Hukum Mimbar Justitia 6 (2020). 28 Mhd Taufiqurrahman, “Kedudukan Diskresi Pejabat Pemerintahan,” Jurnal Retentum 1 (2019). pemenang lelang yang terabaikan sehingga diperlukan adanya tindakan korektif dari pejabat pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini, sebagaimana yang dikemukakan Aristoteles dalam teori keadilan bahwa apabila terdapat ketidakadilan maka diperlukan adanya pemulihan sebagai bentuk dari penyeimbangan dari ketidakadilan 29 . Keberadaan diskresi sebagaimana disebutkan diatas juga merupakan bentuk dari kedudukan hukum sebagai sebuah sarana untuk melakukan perubahan untuk menciptakan ketertiban dan pembaharuan hukum sebagaimana disampaikan oleh Mochtar Kusumaatmadja 30 . Upaya jangka panjang adalah dengan melakukan perubahan dalam PP Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan Lelang dengan menghilangkan pasal-pasal yang memberikan celah dapat di lelangnya tanah yang bersertifikat. Dengan kata lain pasal-pasal yang mengatur tentang diperbolehkannya tanah yang belum bersertifikat untuk dilelang agar segera dihapuskan. Hal ini dimaksudkan agar adanya konektivitas antar peraturan perundang-undang dari atas sampai dengan kebawah. Konektivitas antara peraturan yang diberada diatas dengan peraturan yang dibawahnya merupakan satu kesatuan yang utuh sebagaimana dikemukan hans kelsen dalam stufentheorie bahwa norma hukum itu memiliki tata urutan yang berlapis dan berjenjang, norma hukum yang berada dibatas bersumber dan berdasar pada nomor hukum yang berada diatasnya begitu seterusnya hingga sampai pada yang dinamakan grundnorm 31 . Konsep tersebut apabila dihubungkan dengan tata urutan perundang-undangan yang ada di Indonesia sudah sewajarnya bahwa keberadaan PP Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan Lelang haruslah bersumber dan berdasar pada aturan yang berada diatasnya yaitu UUPA dan UU BPHTB akan tetapi dalam kenyataannya ada beberapa pasal yang mengakibatkan adanya benturan diantara aturan tersebut. Secara filosofis keberadaan UUPA dimaksudkan sebagai upaya pembangunan masyarakat indonesia yang adil dan makmur. Secara eksplisit pembentukan UUPA dimaksudkan juga untuk melindungi kepentingan setiap bangsa indonesia atas tanah 32 . Seturut dengan landasan filosofis tersebut maka keberadaan UUPA sebagai lex generalis terhadap peraturan mengenai tanah sudah pasti harus menjadi pondasi bagi aturan yang berada dibawahnya. Keberadaan UUPA dan UU BPHTB sebagai tonggak aturan mengenai pertanahan harusnya tidak lagi berbenturan dengan PP Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan Lelang terutama terhadap tanah yang tidak bersertifikat. Pasal yang memungkinkan terjadinya perubahan status tanah yang bersertifikat melalui pelelangan harus dihapuskan dikarenakan secara nyata menimbulkan polemik hukum. Hal ini juga berbarengan konsep pembangunan hukum yang dikemukan oleh mochtar kusumaatmadja yang mengekehendaki adanya sarana pembaharuan hukum secara nasional yang pada bertujuan untuk melindungi kepentingan bangsa secara keseluruhan. ## PENUTUP Lelang eksekusi terhadap tanah yang belum bersertifikat dilakukan berdasarkan Pasal 41 Ayat 4 PP Pendaftaran Tanah yang pada intinya menyatakan bahwa mengenai tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan penolakan pelaksanaan lelang apabila kepala kantor lelang tidak diberikan bukti surat keterangan tanah yang dikeluarkan oleh kelurahan/desa, Pasal 76 dan Pasal 108 Permen Pendaftaran Tanah yang pada intinya memberikan kemudahan untuk dapat melaksanakan lelang terhadap tanah yang bersertifikat, Pasal 34 Ayat 4 PMK Pelaksanaan Lelang. Perlindungan hukum terhadap pemenang lelang dengan jaminan tanah yang belum bersertifikat tidaklah mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini 29 Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia . 30 Shidarta, Mochtar Kusuma Atmadja Dan Teori Hukum Pembangunan . 31 Eka N.A.M. Sihombing, “Menyoal Ketentuan Usul Pindah Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Barat,” Jurnal Penelitian Hukum De Jure 16 (2016). 32 Indah Sari, “Hak Hak Atas Tanah Dalam Sistem Hukum Pertanahan Di Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Agraria,” Jurnal Mitra Manajemen , 2019. dikarenakan adanya benturan aturan hukum antara PP Pendaftaran Tanah, Permen Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan lelang dengan UU BPHTB. Benturan tersebut berupa bahwa untuk mendapatkan risalah lelang yang akan digunakan untuk peralihan hak atas tanah terseebut diperlukan BPHTB sementara objek BPHTB hanya berupa pajak terhadap hak atas tanah yaitu: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan. Tanah yang belum bersertifikat tidak termasuk bojek pajak BPHTB. Solusi yang ditawarkan terhadap permasalahan tersebut menurut penulis terdiri atas 2 yaitu; upaya jangka pendek berupa adanya kebijakan dari kepala kantor pertanahan dan Kepala KPKNL yang memberikan kelonggaran dalam pembayaran BPHTB dapat dilakukan setelah sertifikat terbit dan upaya jangka panjang adalah melakukan perubahan pada PP Pendaftaran Tanah, Permen Pendaftaran Tanah dan PMK Pelaksanaan Lelang dengan menghilangkan pasal- pasal yang memungkinkan lelang dan peralihan hak terhadap tanah yang belum bersertifikat. Sehingga tercipta sistematika hukum yang saling terkoneksi dengan peraturan-peraturan lain. ## DAFTAR PUSTAKA Asuan. “Perlindungan Hukum Lelang Eksekusi Hak Tanggungan.” Jurnal Solusi 19 (2021). Dianawati, Catur Budi, and Amin Purnawan. “Kajian Hukum Jaminan Hak Tanggungan Yang Dilelang Tanpa Proses Permohonan Lelang Eksekusi Ke Ketua Pengadilan Negeri.” Jurnal Akta 4 (2017). Disemadi, Hari Sutra. “Lenses of Legal Research: A Descriptive Essay on Legal Research Methodologies.” Journal of Judicial Review 24, no. 2 (November 30, 2022): 289–304. https://doi.org/10.37253/jjr.v24i2.7280. Elviandri. “Quo Vadis Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia.” Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 31, no. 2 (June 3, 2019): 252. https://doi.org/10.22146/jmh.32986. Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia . Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987. Hanavia, Evie, and Widodo Tresno Novianto. “Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Title Eksekutorial Dalam Sertifikat Hak Tanggungan.” Jurnal Repertorium IV (2017). Harahap, M.Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata . Jakarta: Sinar Grafika, 2014. Irwansyah. Penelitian Hukum Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel . Edisi Revi. Yogyakarta: Mirra Buana Media, 2021. Jayanti, Offi, and Agung Darmawan. “Pelaksanaan Lelang Tanah Jaminan Yang Terikat Hak Tanggungan.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 20 (2018). Jufri, Supriadi, Anwar Borahima, and Nurfaidah Said. “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Balai Lelang.” Jurnal Ilmiah Dunia Hukum 4, no. 2 (March 8, 2020): 95. https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1379. Marziah, Ainon, Sri Walny Rahayu, and Iman Jauhari. “Pembuktian Risalah Lelang Bagi Pemenang Eksekusi Hak Tanggungan.” Jurnal IUS VII (2019). Murni, Yenti, Suharizal Suharizal, and Beatrix Benni. “Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru.” Simbur Cahaya 25, no. 1 (2019): 16–29. https://doi.org/10.28946/sc.v25i1.321. Ningsih, Ayup Suran. “Kajian Yuridis Efektifitas Penyelesaian Kredit Macet Melalui Lelang Hak Tanggungan.” Jurnal Arena Hukum 14 (2021). Ramadhani, Rahmat. “Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah.” SOSEK: Jurnal Sosial Dan Ekonomi 2, no. 1 (2021). https://doi.org/10.55357/sosek.v2i1.119. Riskanita, Dinda, and Yeni Widowaty. “Upaya Pemerintah Daerah Mengatasi Kerusakan Lingkungan Akibat Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Konsep Negara Kesejahteraan.” Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum 28, no. 2 (September 16, 2019): 123–35. https://doi.org/10.33369/jsh.28.2.123-135. Sari, Indah. “Hak Hak Atas Tanah Dalam Sistem Hukum Pertanahan Di Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Agraria.” Jurnal Mitra Manajemen , 2019. Shidarta. Mochtar Kusuma Atmadja Dan Teori Hukum Pembangunan . Jakarta: Epistema Institute, 2012. Sianturi, Purnama Tioria. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang . Bandung: CV. Mandar Maju, 2013. Sihombing, Eka N.A.M. “Menyoal Ketentuan Usul Pindah Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Barat.” Jurnal Penelitian Hukum De Jure 16 (2016). Sonata, Depri Liber. “Permasalahan Pelaksanaan Lelang Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata Dalam Praktik.” Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum 6 (2012). Suharto, R. “Lelang Eksekusi Hak Tanggunga.” Jurnal Law, Development & Justice Review 2 (2019). Suharyo. “Perlindungan Hukum Pertanahan Adat Di Papua Dalam Negara Kesejahteraan.” Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 8, no. 3 (December 11, 2019): 461. https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v8i3.330. Sukmaya, Mohammad Algifarri, Lastuti Abubakar, and Tri Handayani. “Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Eksekusi Terhalang Oleh Gugatan Ditinjau Dari Hukum Jaminan.” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 8 (2020). Suparman, Rossi. “Pelaksanaan Diskresi Aparatur Sipil Negara Dalam Rangka Penegakan Hukum.” Jurnal Hukum Mimbar Justitia 6 (2020). Tan, David. “Metode Penelitian Hukum: Mengupas Dan Mengulasi Metodologi Dalam Menyelenggarakan Penelitian Hukum.” Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 8, no. 8 (2021): 2463–78. Taufiqurrahman, Mhd. “Kedudukan Diskresi Pejabat Pemerintahan.” Jurnal Retentum 1 (2019).
7545efd0-ed9d-499c-aefa-73cb68680c05
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/sciencemap/article/download/2405/2057
## ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK PADA MINYAK KELAPA FERMENTASI DAN MINYAK KELAPA TRADISIONAL Fatma Al Hamid 1* , J. Leiwakabessy 2 , A. Bandjar 3 1 Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan MIPA FKIP Unpatti 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Unpatti 3 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpatti Email: * [email protected] ABSTRAK . Telah dilakukan analisis asam lemak dalam minyak kelapa fermentasi dan minyak kelapa tradisional dengan GC-MS. Analisis asam lemak dalam minyak kelapa fermentasi diperoleh empat jenis asam lemak yaitu (1). Asam laurat (Metil dodekanoat) 39,13%, (2). Asam miristat (Metil tetradekanoat) 13,78%, (3). Asam palmitat (Metil heksadekanoat) 6,60%, dan (4). Asam oleat (Metil 9-oktadekanoat) 4,81%. Sedangkan dalam minyak kelapa tradisional diperoleh 5 jenis asam lemak yaitu (1). Asam laurat (Metil dodekanoat) 44,83%, (2). Asam miristat (Metil tetradekanoat) 22,82%, (3). Asam palmitat (Metil heksadekanoat) 12,82%, (4). Asam oleat (Metil 9-oktadekanoat) 11,16%, dan (5). Asam stearat (Metil oktadekanoat) 3,90%. Asam stearat tidak ada dalam minyak kelapa fermentasi karena telah habis dikonsumsi khamir. Dari segi jumlah dan jenis asam lemak, minyak kelapa tradisional lebih banyak namun dari segi fisik dalam hal jumlah minyak, waktu pemanasan dan tampilan, minyak kelapa fermentasi lebih baik. Proses pembuatan mempengaruhi komposisi asam lemak. Dalam penelitian selanjutnya perlu diberikan nutrisi tambahan buat khamir agar asam lemak tidak dikonsumsi. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari kondisi optimal proses fermentasi khamir. Masyarakat boleh mengkonsumsi minyak kelapa fermentasi karena mengandung asam lemak yang penting bagi tubuh. Kata Kunci : Asam lemak, transesterifikasi, khamir, fermentasi. ## 1. Pendahuluan Minyak dan lemak pada hakikatnya adalah sama yakni suatu trigliserida, bedanya adalah minyak berwujud cair pada suhu ruang sedangkan lemak berwujud padat pada suhu ruang (Afandi, 1982). Kandungan lemak dan komposisi asam lemak dalam bahan pangan menjadi perhatian utama bagi konsumen maupun saintis, karena mengkonsumsi lemak erat kaitannya dengan masalah gizi dan kesehatan. Perhatian masyarakat terhadap lemak pangan semakin menjadi besar terutama setelah diketahui bahwa mengkonsumsi lemak berlebihan akan mempengaruhi kesehatan, tidak saja terhadap meningkatnya penyakit jantung koroner, tetapi akhir-akhir ini diinformasikan juga terhadap penyakit kanker, diabetes dan tekanan darah tinggi (Almatsier, 2002). Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: jenis, umur dan habitat dari buah kelapa yang dipakai untuk membuat minyak. Selain itu tinggi rendahnya asam lemak dalam minyak juga dapat disebabkan oleh bagaimana proses pengolahan dan penyimpanan dari minyak itu sendiri. Proses pengolahan yang berbeda-beda dapat menyebabkan komposisi asam lemak yang berbeda pula akibat peluang rusaknya asam lemak (mungkin akibat panas, adanya mikroorganisme, dan lain-lain). Pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: cara kering dan cara basah. Cara kering dibuat melalui pembuatan kopra, selanjutnya dipres atau diekstraksi sehingga minyak keluar. Sedangkan pembuatan minyak secara basah adalah dengan melalui pembuatan santan dari daging buah kelapa segar (tanpa pengeringan), kemudian memecah emulsi antara minyak dan air untuk mendapatkan minyaknya. Cara basah tradisional dilakukan dengan memanaskan krim santai hingga seluruh airnya menguap, protein kelapa menggumpal menjadi glendo (tahi minyak) dan diperoleh minyak kelapa (Sukmadi, 1981). Cara lain untuk mendapatkan minyak kelapa secara basah adalah cara fermentasi. Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai inokulum yaitu spesies khamir atau bakteri yang mempunyai daya fermentasi untuk mempercepat pemecahan emulsi krim santan sehingga memisah menjadi tiga fase yaitu: minyak, protein dan air. Sebagai inokulum dapat digunakan ragi roti (gist). Fermentasi santan dengan inokulum dapat menghasilkan pemisahan minyak yang sangt baik (Sukmadi, 1987). Kedua metode pembuatan minyak kelapa secara tradisional berpeluang untuk mengurangi atau merusak salah satu komponen dalam minyak yang sangat dibutuhkan manusia yaitu asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh terdiri atas asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA = monounsatured fatty acid) yang memiliki satu ikatan rangkap dua dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA = Poliunsatured fatty acid) yang memiliki lebih dari dua ikatan rangkap dua. Ikatan rangkap mengandung satu ikatan σ yang kuat dan satu ikatan π yang lemah. Ikatan π dikatakan lemah karena elektron pada ikatan ini letaknya lebih tersingkap ke luar dan jauh dari inti sehingga lebih mudah dipengaruhi efek dari luar seperti serangan oleh atom atau molekul maupun pemanasan, dari pada elektron dari ikatan σ (Fessenden, 1987). Menurut Siburia (2005) MUFA dan PUFA dapat mengurangi kadar kolesterol dan trigliserida darah. PUFA dapat menyebabkan darah menjadi kurang lengket dan kecil kemungkinannya untuk menjadi lengket. PUFA bahkan mampu memperbaiki dinding (pembuluh darah) arteri yang rusak oleh karena kelebihan konsumsi lemak jenuh (penyakit arteriosklerosis) (Winarno, 1999). Asam lemak sangat erat kaitannya dengan masalah gizi dan kesehatan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui komposisi asam lemak pada minyak kelapa hasil fermentasi dengan minyak kelapa tradisional. ## 2. Metode ## 2.1. Alat Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah: gelas kimia (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), labu fermentasi (Pyrex), termometer (Pyrex), batang pengaduk (Pyrex), eksikator, gelas ukur (Pyrex), pipet tetes (Pyrex), alat penghisap (Pyrex), labu alas bulat (Pyrex), penangas air, autklaf (All Americana), oven (Cimarec), seperangkat alat GC-MS (Simadzu), kertas saring whatman nomor 1. 2.2. Bahan Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah: ragi roti (gist) sebanyak 5 gr, buah kelapa tua sebanyak 8 buah, metanol absolut p.a, BF 3 15% p.a, n-Heksana p.a. 2.3. Prosedur Kerja A. Pembuatan minyak kelapa fermentasi 1. Prosedur pembuatan santan Ekstraksi daging buah kelapa segar dicampur aguades dengan perbandingan 1 : 1,5 menghasilkan santan yang setelah didiamkan dalam corong pisah sampai terjadi pemisahan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan atas (krim santan) dan lapisan bawah (skim santan). ## 2. Prosedur pembuatan larutan inokulum Cara pembuatan larutan inokulum adalah sebagai berikut: masukkan skim santan ditambah air kelapa dengan perbandingan 9 : 1 (v/v) ke dalam labu erlenmeyer sebanyak 500 ml. Masukkan campuran tersebut ke dalam autoklaf pada suhu 121ºC, tekanan 1 atm, selama ± 15 menit. Setelah didinginkan kemudian dinokulasi dengan ragi roti (Gist) sebanyak 1 gr untuk 500 ml larutan, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. 3. Prosedur inokulasi substrat Masukkan krim santan dan larutan inokulum ke dalam labu fermentasi dengan perbandingan 5 : 1 v/v (2100 ml krim santan dan 500 ml larutan inokulum). Labu ditutup rapat, diaduk/dikocok sebentar supaya air bibit tercampur dalam substrat kemudian didiamkan (diinkubasi) pada suhu kamar selama 48 jam. ## 4. Prosedur pemisahan minyak kelapa Setelah proses fermentasi, terjadi pemisahan menjadi dua lapisan. Lapisan atas merupakan campuran minyak dan protein sedangkan lapisan bawah merupakan air keseluruhan. Lapisan bawah (air) dikeluarkan dari labu dan sisanya (minyak dan protein) dimasukkan ke dalam labu yang bersih selanjutnya dipanaskan pada suhu 80 -100ºC selama 5 – 10 menit tergantung isi labu sambil diaduk-aduk sampai protein mengendap. Setelah itu didinginkan kemudian difiltrasi untuk memisahkan bagian minyak lebih sempurna kemudian diukur jumlah minyak yang dihasilkan (Sukmadi, 1987). B. Pembuatan minyak kelapa tradisional Cara pembuatan santan sama dengan minyak kelapa fermentasi. Setelah santan siap langsung dipanaskan sampai seluruh airnya menguap, protein terdenaturasi menjadi glendo dan difiltrasi untuk mendapatkan minyak. C. Prosedur uji kualitas minyak kelapa Minyak hasil fermentasi dihilangkan kadar airnya lalu dilakukan transesterifikasi, kemudian hasilnya diidentifikasi dengan GC-MS. Hal yang sama juga dilakukan untuk minyak kelapa tradisional. ## 1. Penghilangan kadar air Tambahkan natrium sulfat anhidrous ke dalam minyak kemudian bahan dimasukkan ke dalam eksikator, disaring lalu ditimbang. Ulangi sampai didapat berat konstan. 2. Transesterifikasi (uji komposisi asam lemak) Ke dalam labu alas bulat 50 ml ditambahkan larutan 1 ml BF3 15% dalam metanol pada kurang dari satu gram minyak kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 30 menit. Setelah dingin ditambahkan 9 ml n-Heksana dan 8 ml aquades. Selanjutnya dikocok dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah yang mengandung gliserol dipisahkan. Sedangkan lapisan atas (organik) yang mengandung metil ester asam lemak dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrous kemudian disaring. Pelarutnya diuapkan, hasilnya campuran metil ester yang telah siap diidentifikasi dengan GC-MS. ## 3. Hasil Penelitian 3.1. Pembuatan Santan dan Proses Fermentasi Hasil isolasi santan yang diekstraksi dari 2,83 kg daging buah kelapa segar yang dicampur aquades dengan perbandingan 1 : 1,5 (g/ml), diperoleh santan sebanyak 3,5 liter. Hasil inokulasi skim santan dengan larutan inokulum selama 48 jam, maka terjadi proses fermentasi yang memecah emulsi krim santan sehingga memisah menjadi fase air, protein, dan minyak. Menurut Sukmadi (1987) peristiwa pemecahan emulsi krim santan secara fermentasi dapat diterangkan sebagai berikut. Mula-mula gula yang terdapat pada krim santan dan bertindak sebagai emulsifier difermentasi oleh khamir menjadi asam-asam organik. Pemecahan gula di atas dilakukan melalui jalur glikolisis atau Embden Mayernof Pathway. Setelah gula hilang dan terbentuk asam, ion-ion H + sebagai hasil penguraian asam-asam tersebut akan mendenaturasi protein yang juga sebagai emulsifier melalui penetralan gugus karboksilnya. Akibatnya protein menjadi tidak stabil dan mudah terlepas dan selanjutnya mengendap. Jika lapisan emulsifier sudah tidak ada seluruhnya, maka butiran minyak akan mudah bersatu untuk membentuk lapisan minyak tersendiri. Pembentukan lapisan minyak ini juga dibantu dengan pemanasan agar protein yang diperkirakan masih terdapat pada lapisan minyak tersenut dapat tergumpalkan dan akhirnya mengendap ke bawah. Sementara itu pada pembuatan minyak kelapa secara tradisional mula-mula santannya dimasak sampai seluruh airnya menguap. Protein kelapa terdenaturasi dan menggumpal menjadi tahi minyak (glendo), selanjutnya difiltrasi untuk mendapatkan minyaknya. Tabel 1. Hasil pengamatan proses pembuatan minyak kelapa fermentasi dan tradisional Parameter Minyak Fermentasi Minyak Tradisional Jumlah santan(ml) Jumlah minyak(ml) Waktu masak (mnt) Warna minyak 500 125 ± 6 Bening 500 112 ± 25 Lembayung Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah minyak yang dibuat secara fermentasi lebih unggul dibandingkan minyak yang dibuat dengan cara tradisional dalam hal jumlah minyak dan lamanya pemanasan, yaitu untuk minyak fermentasi dari 500 ml santan diperoleh minyak 125 ml sedangkan minyak tradisional dari 500 ml santan didapat minyak 112 ml. Waktu pemanasan untuk minyak kelapa fermentasi lebih sedikit dari minyak kelapa tradisional, yaitu 6 menit untuk minyak kelapa fermentasi dan 25 menit untuk minyak kelapa tradisional. Hal ini disebabkan karena pada minyak kelapa fermentasi, setelah proses fermentasi selesai sudah terbentuk minyak seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga pemanasan disini bertujuan untuk menggumpalkan protein yang diperkirakan masih terdapat pada lapisan minyak agar mengendap. Sedangkan pemanasan pada minyak kelapa tradisional berfungsi menguapkan air secara keseluruhan dan mendenaturasi protein. 3.2. Hasil Transesterifikasi dengan GC-MS 1. Minyak Kelapa Fermentasi Hasil analisis dengan menggunakan GC terdapat 11 puncak kromatogram yang menunjukkan bahwa terdapat 11 senyawa dan setelah dilakukan pendekatan pustaka terhadapa spektrum massa dari masing-masing puncak, didapat 6 jenis senyawa yang teridentifikasi, yaitu dua senyawa ..., metil laurat, metil miristat, metil palmitat, dan metil oleat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 16,560 menit dengan kemurnian 9,20 % bukan merupakan senyawa metil ester. Gambar 1. Spektrum masa senyawa dengan waktu retensi 16,560 menit Bila dilihat dari limpahan-limpahan yang dihasilkan oleh spektrum massanya, senyawa ini bukan merupakan senyawa metil ester. Hal ini ditandai dengan tidak munculnya pemecahan α maupun β yang ditandai dengan munculnya limpahan pada m/z 59 dan 31 atau m/z 74. Puncak dasar muncul pada m/z 57 dan disertai dengan limpahan pada m/z 141, 127, 113, 99,85 dan 71 yang merupakan limpahan dari ion C n H 2n+1 + yang merupakan ciri khas dari alkana. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 17,975 menit dengan kemurnian 5,82 % bukan merupakan senyawa metil ester. Gambar 2. Spektrum masa senyawa dengan waktu retensi 17,975 menit Bila dilihat dari limpahan-limpahan yang dihasilkan oleh spektrum massanya, senyawa tersebut bukan merupakan senyawa metil ester. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pemecahan α maupun β yang ditandai dengan munculnya limpahan pada m/z 59 dan 31 atau m/z 74. Puncak dasar muncul pada m/z 57. Ini merupakan ciri khas dari senyawa alkana. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 18,335 menit dengan kemurnian 39,3 % adalah metil laurat. Gambar 3. Spektrum massa senyawa dengan waktu retensi 18,335 menit Puncak ion molekul pada m/z = 183. Hal ini disebabkan karena lepasnya gugus metoksi (M-31). Gugus ini mungkin terlepas pada waktu destilasi untuk menghilangkan pelarut. Puncak dasar muncul pada m/z 74 yang berasal dari C 3 H 6 O 2 + , yang terbentuk karena pemecahan β dari ion molekul melalui penataan ulang Mc. Lafferty (Creswel et al, 1982). Pecahan m/z = 171,157,143,129,115,101 dan 87 merupakan hasil pemecahan deret ion dengan rumus C n H 2n+1 + , yaitu untuk m/z 171 berasal dari pelepasan gugus propil dari puncak ion molekul standar m/z 214. Sedangkan yang lainnya berasal dari pelepasan gugus CH 2 . dari pola fragmentasinya dapat diketahui bahwa senyawa tersebut adalah metil laurat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 20,859 menit dengan kemurnian 13,78% merupakan senyawa metil miristat. Gambar 4. Spektrum massa senyawa dengan waktu tR 20,859 menit Gambar di atas menunjukkan bahwa ion molekul pada m/z = 242. Puncak dasar muncul pada m/z = 74 berasal dari C 3 H 6 O 2 + yang terbentuk karena pemecahan β melalui penataan ulang Mc. Lafferty. Pecahan dengan m/z = 211 (M-31) berasal dari C 14 H 27 O + yang dihasilkan oleh lepasnya gugus metoksi dari puncak ion molekul yang menandakan adanya senyawa metil ester. Pecahan dengan m/z = 199 berasal dari C 12 H 23 O 2 + yang dihasilkan dari lepasnya radikal propil. Puncak dengan m/z = 87, 101, 115, 129, 143, 157,171,185 dan 199 merupakan pola fragmentasi deret ion C n H 2n-1 O 2 +. Pola seperti ini merupakan pola karakteristik untuk senyawa-senyawa golongan ester rantai panjang (Creswel et al. 1982). Deret ion dengan rumus C n H 2n+1 + mempunyai kelimpahan lebih sedikit pada m/z = 57,71 dan 85. Sedangkan deret ion C n H 2n-1 + dengan m/z = 55 limpahannya sedikit lebih banyak. Hal ini membuktikan bahwa senyawa tersebut adalah metil miristat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 23,115 menit dengan kemurnian 6,60% merupakan senyawa metil palmitat. Gambar 5. Spektrum massa senyawa dengan waktu retensi 23,115 menit Ion molekuler [M + ] = 270, puncak dasar muncul pada m/z = 74 yang merupakan pemecahan β melalui penataan ulang Mc. Lafferty. Deret ion dengan rumus C n H 2n+1 + muncul dengan kelimpahan kecil pada m/z = 57,71 dan 85. Sedangkan deret ion C n H 2n-1 + muncul dengan kelimpahan kecil m/z = 55, 69, dan 83. Pemecahan yang paling banyak muncul dari deret ion C n H 2n-1 O 2 + untuk ester alifatik yaitu m/z = 239 berasal dari C 16 H 31 O + yang dihasilkan dari lepasnya gugus metoksi dari puncak ion molekul. Dari pola fragmentasinya dapat diketahui kalau senyawa tersebut adalah metil palmitat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 24,946 menit dengan kemurnian 4,81% merupakan senyawa metil oleat. Gambar 6. Spektrum massa senyawa dengan waktu tR 24,942 menit Puncak dasar muncul pada m/z = 55 berasal dari C 4 H 7 + . Puncak pada m/z = 265 berasal dari C 18 H 33 O + yang dihasilkan oleh lepasnya gugus metoksi dari puncak ion molekul. Fragmen dengan m/z = 222 berasal dari lepasnya gugus C 3 H 7. Fragmen dengan m/z = 180 berasal dari pelapasan gugus C 3 H 6 dari fragmen dengan m/z = 222. Fragmen dengan m/z = 152 berasal dari pelepasan gugus C≡O + dari fragmen m/z 180. Fragmen dengan m/z = 96 berasal dari pelepasan gugus C 4 H 8 dari fragmen dengan m/z 152. Fragmen dengan m/z = 96 mengalami panataan ulang Mc. Lafferty, melepaskan C 3 H 5 menghasilkan fragmen dengan m/z = 55 yang merupakan puncak dasar. Fragmen dengan m/z = 41 berasal dari lepasnya gugus CH 2 dari puncak dasar. Dari spektrum massanya dapat kita lihat kalau puncak ion molekulnya lebih kuat muncul pada m/z = 264, namun pola fragmentasinya justru menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena adanya senyawa nonlipida terlarut yang terdapat dalam sampel tersebut. Dari pola fragmentasinya dapat kita ketahui kalau senyawa tersebut adalah metil oleat. 2. Minyak Kelapa tradisional Hasil analisis dengan menggunakan GC terdapat 8 puncak kromatogram yang menunjukkan bahwa terdapat 8 senyawa dan setelah dilakukan pendekatan pustaka terhadapa spektrum massa dari masing-masing puncak, didapat 5 jenis senyawa yang teridentifikasi, yaitu metil laurat, metil miristat, metil palmitat, metil oleat, dan metil stearat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 18,362 menit dengan kemurnian 44,83 % adalah senyawa metil laurat. Gambar 7. Spektrum masa senyawa dengan waktu retensi 18,362 menit Spektrum massa maupun pola fragmentasinya sama dengan metil laurat pada minyak kelapa fermentasi. Namun pada minyak kelapa tradisional ion molekul muncul sempurna (m/z = 214). Puncak kromatogram dengan waktu retensi 20,864 menit dengan kemurnian 22,83% adalah senyawa metil miristat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 23,118 dengan kemurnian 12,82% adalah senyawa metil palmitat. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 24,949 menit dengan kemurnian 11,68% adalah metil oleat. Spektrum massa dan pola fragmentasi ketiga senyawa ini sama seperti senyawa sejenis dari minyak kelapa fermentasi. Puncak kromatogram dengan waktu retensi 25,158 menit dengan kemurnian 3,90 % adalah senyawa metil stearat. Gambar 8. Spektrum masa senyawa dengan waktu retensi 25,158 menit Terlihat puncak dasar muncul pada m/z = 74 yang berasal dari C 3 H 6 O 2 + yang terbentuk karena pemecahan β melalui pemecahan Mc. Lafferty. Puncak pada m/z = 267 berasal dari C 19 H 32 O + yang dihasilkan dari lepasnya gugus metoksi dari puncak ion molekul. Metil stearat yang stabil memiliki m/z = 298, sementara pada data MS di atas m/z = 267. Tidak munculnya puncak ion molekuler yang sebenarnya dikarenakan adanya senyawa non lipida terlarut yang berasal dari sampel itu (Silverstein et al . 1991) dan juga mungkin saja senyawa tersebut telah rusak saat pemanasan untuk menghilangkan pelarut. Selanjutnya pecahan dengan m/z = 255 disebabkan oleh lepasnya radikal propil. Sementara pecahan dengan m/z = 87, 101, 115, 129, 143, 157, 171, 185, 199, 213, 227, dan 241 dihasilkan dari lepasnya gugus CH 2 . Pola fragmentasinya membuktikan bahwa senyawa tersebut adalah benar metil stearat. Dari hasil analisis dapat kita lihat adanya perbedaan kandungan asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa fermentasi dan minyak kelapa tradisional. Tabel 2. Hasil analisis kandungan asam lemak pada minyak kelapa fermentasi dan minyak kelapa tradisional. Asam lemak Kandungan asam lemak (%) Keterangan M. Fermentasi M. Tradisional Asam laurat (C 13 ) Asam miristat (C 15 ) Asam palmitat (C 17 ) Asam oleat (C 19 ) Asam stearat (C 19 ) 39,13 13,78 6,60 4,81 - 44,83 22,83 12,82 11,68 3,90 Asam lemak jenuh Asam lemak jenuh Asam lemak jenuh Asam lemak tak jenuh Asam lemak jenuh Semestinya kandungan asam lemak pada kedua jenis minyak kelapa ini relatif sama karena keduanya berasal dari satu pohon kelapa. Namun karena proses yang dikenakan kepada mereka berbeda, hasilnyapun berbeda. Baik jumlah minyak, bau, warna, maupun jenis dan komposisi asam lemaknya. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa asam lemak pada minyak kelapa fermentasi dan minyak kelapa tradisional berbeda tidak hanya dalam jumlah tapi juga dalam jenis. Minyak kelapa tradisional mengandung 5 jenis asam lemak yaitu asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam oleat, dan asam stearat.Sedangkan minyak kelapa fermentasi hanya mengandung 4 jenis asam lemak yaitu asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat dan asam oleat. Asam stearat tidak terdapat pada minyak kelapa fermentasi. Keberadaan asam sterat dalam minyak kelapa sangat sedikit (2,5%) sehingga kemungkinan yang menyebabkan asam stearat yang jumlahnya sedikit ini tidak terdapat dalam minyak kelapa fermentasi karena telah habis dikonsumsi khamir. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki kandungan tertinggi pada kedua jenis minyak kelapa ini. Hal ini sesuai dengan penelitian Sinclair (1993) dan Salunkhe et al (1992) bahwa minyak kelapa biasa disebut juga minyak laurat karena asam lemak jenis ini merupakan asam lemak terbanyak yang terkandung dalam minyak kelapa. Selain itu, Tabel 2 juga menunjukkan bahwa jumlah asam lemak tak jenuh (asam oleat) pada minyak kelapa tradisional lebih banyak (11,68%) dari minyak kelapa fermentasi (4,81%). Padahal dalam proses pembuatan minyak kelapa tradisional pemanasan dilakukan lebih lama, sedangkan minyak kelapa fermentasi dilakukan dengan pemanasan yang rendah. Logikanya, kandungan asam lemak dengan ikatan rangkap dalam minyak kelapa fermentasi lebih banyak karena kurangnya pemanasan. Sedangkan minyak kelapa tradisional dengan pemanasan yang lebih lama justru kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi. Sementara itu pada Tabel 2 dapat dilihat juga bahwa bukan hanya asam oleat dan asam stearat dalam minyak kelapa tradisional yang lebih tinggi prosentasinya dibandingkan dengan minyak kelapa fermentasi, tetapi semua jenis asam lemak yang terdapat dalam minyak kelapa lebih tinggi prosentasinya dalam minyak kelapa yang dibuat secara tradisional. Hal ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama , jumlah asam lemak dalam minyak kelapa fermentasi lebih sedikit karena dikonsumsi khamir. Kedua , ada mikroorganisme lain yang juga mengkonsumsi asam lemak untuk menghasilkan energi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa lemak memegang peranan yang sangat penting dalam menghasilkan energi pada mahluk hidup. Senyawa ini mengandung energi tertinggi di antara relatif utama (> 9 kkal/gr) dan disimpan dalam sel sebagai butir-butir lemak yang relatif murni serta dapat disimpan dalam jumlah besar pada jaringan adipose. Kira-kira energi relatif yang tersedia dari lemak terletak pada ketiga komponen asam lemaknya. Energi akan dihasilkan jika asam lemak ini dioksidasi menjadi karbondioksida dan air (Lehninger, 2004). Khamir juga berpeluang untuk mendapatkan energi dengan cara ini, disamping energi yang diperoleh dari proses fermentasi. Karena khamir juga memiliki mitokondria yang merupakan tempat oksidasi asam lemak. Khamir adalah organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat hidup baik secara aerobik maupun anaerobik. Kehadiran mikroorganisme lain juga mempengaruhi komposisi asam lemak dari minyak kelapa fermentasi. Kalau lingkungan fermentasi dimasuki oleh mikroorganisme lain, hasil dari proses ini akan berkurang atau bisa saja yang terbentuk adalah senyawa lain yang merupakan hasil metabolisme mikroorganisme pengganggu tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peak-peak pada kromatogram yang tidak dapat dideteksi oleh MS. Selain itu, mikroorganisme ini kemungkinan besar mengoksidasi asam lemak untuk menghasilkan energi. Hal-hal inilah yang menyebabkan jumlah asam lemak pada minyak kelapa fermentasi lebih sedikit dari yang seharusnya. Sementara itu, pada pembuatan minyak kelapa tradisional prosesnya berlangsung sekaligus. Santan kelapa diuapkan sampai seluruh airnya menguap, protein terdenaturasi menjadi tahi minyak (glendo) kemudian diperoleh minyak. Semua proses itu dibantu dengan pemanasan. Ketiga, kemungkinan panas yang dipakai dalam pembuatan minyak kelapa tradisional belum cukup untuk memutuskan atau merusak ikatan rangkap. Menurut Ketaren (1986), minyak kelapa dan minyak kelapa sawit disamping mengandung asam lemak tak jenuh juga mengandung asam lemak jenuh, sehingga relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. ## 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Jumlah asam stearat pada minyak kelapa sedikit sehingga tidak terdapat asam stearat pada minyak kelapa fermentasi disebabkan karena habis dikonsumsi khamir. 2. Dari segi jumlah dan jenis asam lemak, minyak kelapa tradisional lebih baik. Namun dari segi fisik minyak kelapa fermentasi lebih baik dalam hal jumlah minyak, waktu pemanasan dan tampilan. 3. Proses pembuatan mempengaruhi jumlah dan jenis asam lemak. ## 5. Daftar Pustaka Almatsier, S. 2002. Prinsip dasar ilmu gizi. Gramedia Pustaka utama: Buckle, K. A., Edwars, G. H., Fleet, M., Wooton. 1987. Ilmu pangan. Terjemahan dari food science. Oleh Hari Purnomo dan Adiyono, UI-Press: Jakarta Creswell, C.F., Runguisht, A.O., dan Campell, M.M. 1982. Analisis spektrum senyawa organik. ITB: Bandung Fardianz, S. 1989. Mikrobiologi pangan. ITB : Bandung Fessenden & Fessenden. 1989. Kimia organik. Jilid I. Edisi ketiga. Terjemahan dari organic chemistry. Oleh Aloysius H. P. Erlangga: Jakarta. Hard, H. 2004. Kimia Organik. Edisi keenam. Terjemahan dari Organik Chemistry. Oleh S. Achmadi. Erlangga: Jakarta. Ketaren, S. 1986. Minyak dan lemak pangan. UI-Press: Jakarta. Lehninger, L.A.1987. Dasar-dasar biokimia. Jilid II. Terjemahan dari principles of biotechnology. Oleh M. Thenawidjaja. Erlangga: Jakarta. Marx, J. L. 1991. Revolusi biokimia. Jilid II. Terjemahan dari A Revolution of biotechnology. Oleh W, Yatim. Yayasan obor: Jakarta. Murray, R.K.D.K. Grammer, P.A. Mayer, & V.W. Rodwell. 2003. Biokimia Harper. Terjemahan dari Harper’s Biochemistry. Oleh Kartono. EGC: Jakarta Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip biokimia. Edisi I. Terjemahan dari principles of Biological Chemistry. Oleh R. Soendoro. Erlangga: Jakarta Pine, S., Hendrikson, J.B., Cram, D.J., Hammond, G.S. 1980. Kimia organik. Jilid II. Edisi keempat. Terjemahan dari Organic Chemistry, oleh Roehyati & Sasanti. Institut Teknologi Bandung: Bandung Poetjiadi, A. 1994. Dasar-dasar biokimia. UI-Press: Jakarta Pudjaatmaka, A.H. 2002. Kamus kimia. Balai Pustaka: Jakarta Rahman, A. 1999. Teknologi fermentasi Industrial. Jilid II. Arcan: Jakarta Silverstein, R.M., Blasser, G.C., and Morril, T.C. 1991. Spektrometric identification of organic compounds. 5 th edition. Jhon willey and Sons: USA Sudarmadji, S. 1984. Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty: Yogyakarta Winarno, F.G. 1999. Minyak goreng dalam menu masyarakat. Gramedia pustaka utama: Jakarta Winarno, F.G. & Fardianz. 1993. Biofermentasi dan biosintesa protein. Angkasa: Bandung.
7897bb7f-5e3a-413f-92e7-6e75b08ea9b8
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gorga/article/download/20660/14453
## ESTETIK TARI SINING PADA MASYARAKAT GAYO KABUPATEN ACEH TENGAH Magfhirah Murni Bintang Permata 1* , Rika Wirandi 2* , Berlian Denada 3* Jurusan Seni Pertunjuk an Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh Jl. Transmigrasi, Gampong Buk it Meusara, Kec. Kota Jantho,Kab. Aceh Besar, Kode Pos 23911 Aceh. Indonesia Email: [email protected], rik [email protected], [email protected] ## Abstrak Penelitian Nilai Estetik Tari Sining pada masyarakat Gayo bertujuan mendeskripsikan koreografi dan nilai estetik Tari Sining Koreografi Tari Sining merupakan salah satu daya Tarik yang memiliki nilai estetik lebih sehingga tarian ini sebelumnya pernah punah, hingga pada akhirnya dilestarikan kembali melalui upaya revitalisasi dan menjadi warisan budaya daerah Aceh. Dengan memiliki nilai estetik koreografi yang lebih dan dapat tergambar melalui gerakan yang dihasilkan sehingga dapat menyatu dengan konsep kehidupan masyarakat tarian ini dapat di terima dengan baik oleh masyarakat. Analisis koreografi Tari Sining menggunakan konsep koreografi Sumandiyo Hadi. Analisis nilai estetik menggunakan konsep nilai estetik menurut The Liang Gie, yang didukung oleh konsep ciri-ciri sifat benda estetik oleh Monroe Beardsley, dan konsep pengungkapan nilai-nilai kehidupan dalam karya seni oleh De Witt H. Parker. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan estetik. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tari Sining memiliki nilai estetik karena dari sudut pandang yang mampu diserat oleh inderawi memiliki nilai bentuk dan dari sisi manapun mengungkapkan nilai-nilai kehidupan pada masyarakat Gayo menjadikan Tari Sining sebagai salahs atu ritual dari budaya dan tradisi masyarakat pada masanya. Kata Kunci: estetik, tari sining, gayo . ## Abstract Research on the Aesthetic Value of Sining Dance in the Gayo community aims to describe the choreography and aesthetic value of the Sining Dance. The choreography of Sining Dance is one of the attractions that has more aesthetic value so that this dance has previously been extinct, until it is finally preserved again through revitalization efforts and becomes the cultural heritage of Aceh. . By having more choreographic aesthetic value and can be illustrated through the resulting movements so that it can be integrated with the concept of community life, this dance can be well received by the community. The choreography analysis of Sining Dance uses the choreography concept of Sumandiyo Hadi. Aesthetic value analysis uses the concept of aesthetic value according to The Liang Gie, which is supported by the concept of the characteristics of aesthetic objects by Monroe Beardsley, and the concept of expressing the values of life in work s of art by De Witt H. Park er. This research uses qualitative research methods with an aesthetic approach. Data collection techniques used were observation, interviews and literature study. The results showed that Sining Dance has aesthetic value because from the point of view that the senses are able to nibble it has a form value and from any side reveal the values of life in the Gayo community making Sining Dance a ritual or ritual of the culture and traditions of the people of its time. Keywords: aesthetic, sining dance, gayo. ## PENDAHULUAN Tari Sining sebagai salah satu wujud hasil karya ciptaan manusia yang dimiliki oleh masyarakat Gayo dengan nilai keindahan di dalamnya. Keindahan merupakan salah satu mutu pada sebuah seni sehingga berpengaruh pada kesenian itu agar tetap ada. Bertahan tanpa tergerus oleh perkembangan zaman, semakin tinggi nilai estetika seni, maka dan semakin diminati oleh masyarakat. sehingga eksistensinya mengalami kemajuan dan dapat dilihat melalui proses bagaimana seni tercipta indah. Proses seni tercipta “indah” dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu dilihat melalui bentuk atau wujud, isi, dan penampilan, sehingga dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana nilai keindahan Tari Sining dengan kajian pokok dilihat melalui bentuk pertunjukan yang terdiri dari aspek pokok dan aspek pendukung. Isi terdiri dari gagasan/ ide, ## Gorga : Jurnal Se ni Rupa Volume 09 Nomor 02 Juli-Desember 2020 p-ISSN: 2301-5942 | e-ISSN: 2580-2380 suasana, dan pesan. Penampilan terdiri dari bakat, keterampilan, dan sarana atau media. Tari Sining pada dasarnya menggunakan bentuk gerak yang mengambarkan gerakan mimitif seeokor burung sering disebut oleh masyarakat sebagai manuk uwo . Gerakan yang dilakukan didominasi oleh gerakan kaki berbentuk pararel (Wawancara dengan Petriana Kobat, di Takengon. 2020). Bentuk-bentuk gerak yang disajikan tidak-lah sama dengan gerak sining yang terdapat pada Tari Guel. Ciri khas gerak yang dimiliki Tari Sining menjadi daya tarik yang kuat sehingga Tari yang dahulunya pernah terhenti, saat ini kembali muncul dan dapat diterima baik oleh masyarakat. Hal ini menjadi salah s atu bukti bahwa Tari Sining memiliki nilai estetika sehingga mampu diterima baik oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Selain itu, juga mampu menjadikan tarian ini sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2020. Bentuk, gaya dan gerak Tari Sining yang berbeda antara Tari Sining dan gerak sining yang ada pada Tari Guel menjadikan beberapa gerakan sining susah untuk dilakukan oleh penarinya karena masih terbawa oleh kebiasan gerak yang dilakukan pada Tari Guel. Hal tersebut menyebabkan penari mengalami kesulitan dalam mengolah gerak. Menurut Simatupang, kondisi tubuh yang sudah dibiasakan pada teknik dan bentuk gerak merupakan salah satu pembatas untuk menerima teknik dan bentuk yang lainnya (Simatupang, 2013). Pada mulanya, Tari Sining ditarikan di atas rumah pangung/ rumah adat masyarakat gayo. Dimulai dari teras rumah hingga tangga menjadi tempat pertunjukannnya, pada sejarahnya ditarikan di atas ketinggian 8-12 meter dari permukaan tanah, tepat di atas kerangka rumah adat. Pada saat ini, teknik gerak yang dilakukan lebih rendah di atas ketinggian dua setengah sampai tiga meter. Perubahan teknik bentuk gerak, menyebabkan tarian ini memiliki kemudahan untuk ditarikan di atas pentas dan memilki kemantapan estetis sendiri saat dipertunjukan, dan dapat dilakukan oleh penari. Hal itu menyebabkan peneliti melakukan penelitian. Ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini, di antaranya: pertama , bagaimana koreografi Tari Sining pada Sanggar Kuta Dance ; k edua, bagaimana nilai estetik Tari Sining pada Sanggar Kuta Dance . ## KAJIAN TEORI 1. Analisis Koreografi Analisis koreografi Tari Sining menggunakan landasan teori elemen-elemen koreografi menurut Sumandiyo Hadi. Elemen-elemen tari terdiri dari: judul tari, tema tari, tipe atau jenis tari, mode atau cara penyajian, penari, gerak, ruang, musik tari, tata rias dan busana, properti, serta tata cahaya (Hadi, 2003). Elemen- elemen koreografi tersebut digunakan untuk menganalisis koreografi Tari Sining pada masyarakat Gayo. ## 2. Nilai Estetik Landasan teori yang digunakan untuk me n g a nalisis n ila i e s t etik Ta ri Sin in g adalah teori nilai estetik dari The Liang Gie. Nilai estetik dalam sebuah karya seni terdiri dari bentuk yang memiliki nilai bentuk (inderawi), dan isi yang mampu mengungkapkan nilai- nilai kehidupan (Gie, 1976). Nilai bentuk Tari Sining Pandhelori dianalisis dengan tiga ciri-ciri sifat benda estetik yang dikemukakan oleh Monroe Beardsley, yaitu kesatuan ( u n i ty), ke ru mit an (c omplexity), d a n kesungguhan (intensity) (Kartika, 2007) . Nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam Tari Sining dianalisis dengan teori milik De Witt H. Parker. Menurut Parker, nilai- nilai kehidupan sebagai isi sebuah karya seni dapat dirasakan melalui lambang sense, yang d ibe ntuk dari me d iu m u ngkap y ang digunakan. Lambang sense itu membentuk sebuah rasa, dari rasa itu akan menuntun imajinasi penghayat untuk menangkap nilai-nilai kehidupan (Parker, 1979). ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, d e n gan p e ndeka tan e s te tik. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung partisipasi, dengan mengamati langsung. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada narasumber pemilik Sanggar Kuta Dance, Aceh Tengah, sebagai sanggar yang pernah merekonstruksi Tari Sining. St u di p u staka d ila ku ka n p e n e liti d engan me mb a c a beberapa buku. Buku-buku itu dibaca dan kemudian informasi dan hal penting dikutip menurut kebutuhan. Referensi yang dikumpulkan dalam studi pustaka sangat berperan dalam memilih fokus penelitian ini Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat deskriptif-kualitatif. Penelitian kualitatif penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada saat konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong. 2008). ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## 1.Hasil ## 1). Koreografi Tari Sining Bentuk gerak non-representatif yaitu bentuk gerak yang maknanya sulit untuk dipahami, namun memiliki kekuatan ungkap yang bisa dirasakan. Gerakan- gerakannya sangat dinamis dan heroik. Tidak sembarang orang dapat melakukannya tarian yang dilakukan di atas bere umah . Dahulu, penari melakukan puasa terlebih dahulu kemudian baru dapat menari (Manan, 2017). Di dalam Tari Sining sangat identik sebagai bentuk komunikasi gerak dan respon ekspresi sebagaimana pengadaptasian dari gerak burung wo dan ungguk . Antara penari memiliki sinergi gerak saling mendukung dan berimbang seolah saling menjaga keseimbangan, dan kerjasama yang baik. Penari dalam karya tari merupakan pendukung utama y a ng me n e n tuka n keberhasilan atau kemantapan sajian tari (Prihatini, et.al. 2007). Penari dalam sebuah karya tari dapat dirinci menjadi jumlah penari dan jenis kelamin. Tari Sining saat ini disajikan dalam sebuah pertunjukan dilakukan oleh dua orang penari laki- laki dewasa. Tiap penari dalam Tari Sining seolah mengambarkan dan memiliki peranan, sebagai manuk uwo dan manuk ungguk . Tari Sining menggunakan kaki pararel dan mujingket (jinjit) , dengan sikap wajah tegas namun mengayomi. Gambaran pemimpin yang berwibawa. Dengan arah gerak yang mengarah ke sebelah kiri mengikuti rotasi bumi yang melambangkan menjaga keseimbangan, dan diartikan sebagai menjaga keseimbangan pemimpin yang berada di dalam rumah. Munete adalah gerakan yang dilakukan saat menaiki anak tangga dilakukan dengan kaki sesekali mujingket (jinjit) , dan gerak luncet adalah gerak terumit yang dilakukan dalam tarian ini sikap badan yang digunakan dari membungkuk hingga melompat ke atas properti tari yang telah dibuat dari sembilah papan yang memiliki tinggi hingga dua setengah sampai tiga meter. Sedangkan k epur nungguk adalah gerak mengibas kain. Motif gerak itu ada yang merupakan motif gerak penghubung dan motif gerak pengulangan. Motif gerak penghubung adalah mo t if g e ra k y a ng digunakan u n tuk menghubungkan dari motif gerak satu ke motif gerak yang lainnya. Motif gerak pengulangan adalah motif gerak yang dilakukan lebih dari satu kali (diulang) dalam sebuah sajian karya tari (Hadi, 2003). Di dalam motif gerak Tari Sining terdapat motif gerak penghubungdan motif gerak pengulangan. Motif gerak penghubung pada Tari Sining adalha k epur nunguk. Motif gerak pengulangan jenyong, pantik , geritik , jingk et, nete, luncet, sini k aso, jejak bere, tangak bere, sining, temabur 145ngin, k epur nunguk , tari nuwo, ayun, gerdak , tinyo, gelani manuk , rajah/tebes, poroh. Ru a ng d a lam s a jia n t a ri d a pa t dibedakan menjadi dua, yaitu ruang pentas dan ruang gerak. Ruang pentas adalah t e mp at yang d ig una kan p e n ari d alam menyajikan karyanya. Ruang gerak adalah ruang yang t e rb entuk karena a d a nya gerakan yang dilakukan oleh penari. Ruang gerak dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu ruang motif gerak, level, formasi, dan pola lantai (Hadi, 2003). Motif gerak Tari Sining memiliki ruang atau volume besar (luas), karena disajikan dalam bentuk gerak tari laki-laki dan kepakan burung. Level yang digunakan pada Tari Sining adalah level rendah dan level tinggi. Kedua penari Tari Sining menggunakan level yang selalu sama, level rendah digunakan pada bentuk gerak kaki munete , geritik. Selain itu, penari juga menggunakan level tinggi. Bentuk musik Tari Sining pada dasarnya sama dengan bentuk tari Gayo pada umumnya terdapat nada, syair, dan sebuku. Notasi y ang d igunakan a dalah notasi gaya Gayo, namun rasa garap yang muncul adalah keselaran musik yang dimainkan oleh beberapa alat musik tradisi Gayo yang tergolong hampir lengkap, yaitu suling ines (suling bambu), uluhsiring , (susunan bambu dengan tangga nada), gegedem , rapai , bantal didong , gerantung , uluhnaru , teritit , serta teganing . Hal itu disebabkan dalam proses revitalisasi koreografer dan komposer mencoba mengangkat dan menyatukan musik daerah gayo. Struktur sajian tari yang digunakan dalam Tari Sining, sesok , jenyong, ayun langkah dan tari uwo, nete, sining, poroh dan rajah/tebes, jingket, k epurnunguk , luncet, gertik , pantik , dan jenyong. ## 2). Tata Rias Busan Tata rias Tari Sining adalah corrective makeup, dengan penebalan pada warna alis, kelopak mata, tulang pipi, hidung, dan bibir, yang memberi kesan tegas dan tampan (Mangundiharjo, 2014a). Kostum yang digunakan pada Tari Sining dengan mengunakan kostum baju tradisi adat Gayo. yaitu, ## Gorga : Jurnal Se ni Rupa Volume 09 Nomor 02 Juli-Desember 2020 p-ISSN: 2301-5942 | e-ISSN: 2580-2380 kain kerawang dan mengunakan kain ulen-ulen sebagai kostum sekaligus properti. mengunakan tangang ringit / kalung yang terbuat dari uang logam, gelang kaki, mengunakan gelang kaki, baju dan celana lengan panjang, menggunakan ikat pinggang bermotif kerawang, disebut dengan kerawang, bulang k erawang , dan opoh ulen-ulen . Gambar 1. Penari Dan Kostum pertunjukan PKA ke 7 ( Sumber: Petriana Kobat, 2018) ## 3). Properti Tari Properti tari adalah perlengkapan yang seolah-olah menjadi satu dengan badan penari (Soedarsono, 1978). Gambar 2. Tiang Tengah Melintang Tepat di Bawah Atap Disebut dengan Bere , Dahulu Digunakan sebagai Pentas untuk Menari Sebelum Mendirikan Atap ( Sumber: Magfhirah Murni Bintang Permata, 2019) Properti tari adalah opoh ulen-ulen dan sembilah papan yang dibuat tinggi mengunakan tangga dari sudut kanan dan kiri, seoalah seperti bere numah. Gambar 3. Properti Tari yang Digunakan sebagai Gambaran Rumah Bere Umah Adat Pitu Ruang ( Sumber: Petriana Kobat, 2020) Properti yang digunakan sebagai sebagai simbol kekokohan sebuah bangunan. Sebilah papan menggambarkan teras rumah dan kedua sisi tangga menggambarkan tangga tinggi yang satu terdapat di depan rumah dan satunya lagi berada di belakang rumah. Keunikan dari Tari Sining salah satu salah satunya adalah medium ungkap yang digunakan properti tarinya. Menurut The Liang Gie sebuah karya seni sebagai ciptaan manusia mempunyai n ila i e s t e tik untuk me mu a s kan s u atu keinginan manusia. Nilai estetik karya seni dapat dirasakan dari nilai bentuk dan nilai ke h id upan d i lu ar s eni y ang ma mp u diungkapkan dalam sebuah karya seni. Nilai bentuk dapat dirasakan dari pengamatan inderawi. Melalui bentuk karya tari penghayat dapat mengagumi dan menikmati sebuah keindahan. Nilai kehidupan adalah nilai-nilai dari kehidupan manusia di luar seni yang diteruskan sebagai isi melalui medium ungkap yang digunakan. Nilai kehidupan dapat diungkapkan melalui sebuah rasa yang dibentuk dari medium ungkap. Keberhasilan p e n gungkapan itu a ka n me n imb ulkan kepuasan batin manusia (Gie, 1976). ## 2.Pembahasan ## 1). Nilai Bentuk Nilai bentuk Tari Sining dapat dirasakan dari ciri-ciri sifat benda berbagai aturan-aturan dan teknik-teknik dalam melakukannya. Aturan dan teknik digunakan untuk mencapai kualitas pengungkapan rasa dalam mewujudkan isi yang ingin diungkapkan. Tari Sining memiliki kerumitan, yang dapat dirasakan dari aturan dan teknik yang dibutuhkan dalam proses pengungkapan rasa melalui medium ungkapnya dan geraknya. Setiap motif gerak yang digunakan dalam Tari Sining memiliki kerumitan, karena adanya aturan-aturan yang telah ditentukan. Aturan-aturan itu d apa t dilihat d a n d irasakan me la lu i bentuk gerakan kaki yang memiliki kerumitan selalu parerel dan sering menjijit, posisi atau tempat yang dilakukan dengan arah seimbang, dan proses perpindahan yang telah ditentukan yang hanya berarah dan berputar ke arah kiri. Didalam setiap motif gerak juga sudah memiliki struktur yang d it etapkan. Struktur itu dapat dilihat dan dirasakan dari bagaimana cara mengawali motif gerak, kemudian diikuti gerak berikutnya, dan bagaimana cara mengakhiri pelaksanaan motif gerak itu. Gambar 4. Tehnik Gerak Jinjit yang Cenderung Dilakukan dari Awal hingga Akhir Pertunjukan Tari Sining. ( Sumber: Magfhirah Murni Bintang Permata, 2020) Setiap pelaksanaan motif gerak Tari Sining memiliki teknik. Teknik- teknik tersebut digunakan untuk mencapai ketepatan wujud dari motif gerak, sehingga mampu mengungkapkan rasa.Teknik yang dimaksud berupa cara melakukan gerak dan pengaturan tempo gerak supaya sesuai dengan irama gegedem (gendang). Hasil dari penguasaan teknik dalam melakukan setiap motif gerak yang sesuai dengan irama gegedem dan mantra, akan menimbulkan kemantapan rasa Tari Sining. Gengedem dan semua alat musik tradisional yang digunakan pada Tari Sining memiliki kerumitan sendiri. Kerumitan tampak dengan dibutuhkannya kemampuan mendalam para pemain musik untuk menyajikan menyatukan harmoni musik dan melakukan syair/ mantra dalam Tari Sining. Kualitas Tari Sining dapat juga dapat dirasakan dari kesatuan, kerumitan, dan variasi medium ungkap pengunaan property yang digunakan. Elemen-ele me n pembentuk Tari Sining memiliki kesatuan, sehingga bisa mencapai tataran kualitas rasa yang dalam. Tari Sining memiliki variasi yang dapat dirasakan ada pada motif gerak, ka ra wit an t a ri, d a n t a t a b u sana yang digunakan. Variasi medium ungkap itu dapat memberi kesan dinamis sehingga tidak monoton. ## 2). Nilai Kehidupan Tari Sin in g memiliki nilai estetik karena di dalamnya mampu mengungkapkan nilai-nilai kehidupan. Menurut Dharsono Sony Kartika, nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya seni (tari) dipengaruhi pandangan, gagasan, pijakan, dan latar belakang budaya masing- masing daerah (Kartika, 2007). Nilai-nilai yang terkandung pada Tari Sining d ip e ngaruhi o le h p a n dangan, p ija kan dan g a g asa n ma s y ara kat Ga y o s a a t me ndirikan b a n guna n y a n g d ila ku ka n se cara bergotong ro y o ng. M u la i d a ri p e n c aria n b a h a n ru mah h in g ga ru ma h b erdiri ko ko h. Sining adalah salah satu tari tradisional yang ada pada masyarakat dataran tinggi Gayo. Tari Sining dalam kehidupan berbudaya masyarakat gayo digelar dalam dua prosesi adat yang sakral kedua prosesi tersebut adalah sebagai tarian prosesi dalam rangka membangun tempat hunian (rumah), yang ditarikan secara berpasangandan sebagi tarian prosesi upacara memandikan raja dalam rangka melantik pemimpin baru yang ditarikan secara tunggal. (Fajiah. 2018). Ta ri s in in g s e b agai s a la h s a t u me d ia u ngkap ra s a s y u kur p e n ebus ra s a le la h , ka re n a Ta ri Sin in g hidup dan berkembang di lingkungan masyarakat Gayo. Nilai-nilai kehidupan Tari Sining dipengaruhi pandangan, pijakan dan latar belakang budaya masyarakat Gayo dan bangunan Umah Pitu Ruang sebagai tempat pertunjukan tarinya. Hal itu disebabkan karena Umah Pitu Ruang sebagai memiliki otoritas estetis pada Tari Sining, sehingga mempengaruhi kemantapan estetik Tari Sining, baik dari bentuk maupun isi yang diungkapkan. Tari Sining pada jaman dahulu memiliki otoritas estetis terhadap Tari Sining pada saat ini. Karena Tari Sining sudah berada pada wilayah yang baru, yaitu dapat disaksikan pertunjukannya di atas pentas dan dapat dipentaskan di luar memberikan kesan rasa senang pada tiap penampilannya. Nilai kehidupan dan pesan sosial terhadap masyarakatnya memilki nilai kekerabatan, gotong royong, kerja keras, rasa syukur hingga watak pemimpin di dalam rumah yang tergambar dari raut penari yang tegas, kuat dan adil. Meminta ijin dalam segala hal terhadap pemilik tempat dalam kepercayaan dahulunya dan meminta izin pada tuhan. Bersifat intuitif dan kontemplatif yang secara terus menerus tertuju pada sasaran pengenalan diri, penyatuan diri dengan Tuhan (teosentris) dan jagad raya (kosmosentris), serta mawas diri yang tulus (Mangundiharjo, 2014b). Hal ## Gorga : Jurnal Se ni Rupa Volume 09 Nomor 02 Juli-Desember 2020 p-ISSN: 2301-5942 | e-ISSN: 2580-2380 itu dapat dirasakan dari rasa sajian Tari Sining pada saat awal pembuka, mantra dan saaat menaiki bere numah atau pada saat ini saat menaiki properti tari. Dalam setiap kemasan Tari Sining menjadi salah satu bagian budaya Gayo. Kebudayaan juga berfungsi menentukan norma untuk berprilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Tari Sining memiliki nilai dan pesan yang terkandung di dalamnya dari bagian bentuk penyajian tari menjadi ciri khas dan budaya masyarakat Gayo sendiri, mulai dari, kostum, gerak, properti, alat musik iringan , dan syair yang ada di dalam tari sining menjadi hal penting yang harus diketahui agar sesuai dalam bentuk penyajian saat pertunjukaannya. Tari Sining juga berisi harapan dan cita-cita masyarakat terhadap raja. Di dalam Tari Sining terdapat pesan moral, yang diungkapkan melalui medium ungkap. Pe s an mo ra l it u merupakan salah satu cara untuk mencapai harapan dan cita-cita raja. Pesan moral Tari Sining adalah memiilki kekuatan, namun tetap dalam keadaan baik bukan terpecah belah, hanya menimbulkan perpecahan, maka meskipun memiliki kekuatan yang hebat, lebih baik menjalin kebersamaan, karena dengan kebersamaan akan mempermudah untuk mencapai ketentraman, ke s ejahte raan, dan kemulyaan hidup. Melalui bentuk garap Tari Sining mengungkapkan pesan moral itu, untuk menuntun masyarakatnya dalam mencapai kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan hidup. Ke d a ma ia n, ke t e n t rama n, kesejahteraan hidup merupakan harapan dan cita-cita dari seorang masyarakat raja terhadap masyarakat terkait kepada penghuni rumah sebagai seorang pemimpin. Tari Sining merupakan t a ri yang masuk dalam golongantari mimtif, Tari Sin in g menggunakan kulcapi Gayo dengan nada-nada (alunan-alunan lagu) yang menimbulkan rasa nikmat hingga menjadi khas nuasa musik Gayo tersusun secara baik, dapat menimbulkan rasa indah dan halus, serta dapat membawa jiwa manusia kesuasana luhur tradisi Gayo. Tari Sining merupakan salah satu simbol dari dua sisi yang saling bersamaan yaitu baik dan saling peduli. Tari Sining adalah karya tari yang disajikan tergolong pada jenis tari duet pada saat ini namun dahulu tarian ini tidak dibatasi untuk penari yang dilakukan dengan spontanitas baik penonton dan pemusik diperbolehkan untuk menari. Bentuk gerak, tata rias dan busana yang sama, serta konflik yang seimbang (tidak ada yang kalah dan menang) pada Tari Sining, mampu mengungkapkan keselarasan dan keseimbangan ( equilibrium ). Pengendalian diri dapat dirasakan setelah terdapat konflik/klimkas yang seimbang, ke d u a p enari b e rp utar, me n a iki p a p an mundur, ke mudian s a lin g respon b erhadapan, me nghentak kaki, dan me ma in ka n o p oh ul en-ulen , harmonis. Kesatuan yang utuh dapat dilihat dan dirasakan dari bentuk gerak dan arah hadap yang sama, serta bentuk pola lantai yang melingkar dan simetris. Pola lantai Tari Sining memiliki pola dasar yang melingkar dan simetris. Pola lantai melingkar ke arah kiri yang dibentuk oleh sepasang penari ( sining ) mampu mengungkapkan keseimbangan dan kesatuan alam dari dua sisi yang berlawanan, karena memiliki bentuk yang menyerupai simbol manuk uwo dan manuk nunguk . Manuk uwu dan nunguk adalah dua jenis burung yang berbeda adalah sebagai beda namun tetap dalam dapat saling bekerjasama melalui kerjasama amka akan terwujudnya sebuah tujuan, simbol walau dalam simbol dari baju dan ulen-ulen memiliki makan dan warna khas dari daerah Gayo. Berhadapan dengan seimbang laksana roda yang berputar ke s eimbangan, y ang h arus d ilakukan kompak dan b e rsamaan t a npa b e rat s e belah hingga me mb u tuhkan ke rja sama s a ling p e duli d alam g e ra k. Simb ol ini me ru pa kan la mb a ng penyadar a ka n h a kika t kehidupan manusia tentang sifat yang telah menjadi kodrat keilahian manusia yaitu kebaikan dan keburukan (Kresna, 2010). Dalam Tari Sining tetap memilih jalan kebaikan dan kearjasama bahwa hidup tidak akan seimbang jika dilakukan sendiri. Tari Sin in g me ru pa kan s imb ol pengendalian diri dan keseimbangan alam dalam kosmologi Gayo. Kedua penari Tari Sining merupakan gambaran kesimbangan alam sama halnya seperti tari yang terdahulu Tari Guel yang menjadikan alam sebagai sumber inpirasi geraknya, alam pula sebagai guru terciptanya Tari Guel pada masyarakat Gayo. Menjadikan apa yang ada di dalam sebagai alat musik pengiring tarinya. Begitu halnya dengan Tari Sining yang nama tari ini juga ada apa unsur gerak di dalam Tari Guel. Tari Sining juga berakar dan terinspirasi dari alam, keseimbangan antara alam dan penghuni alam gerakan mimitif hewan, pengambilan bahan rumah dari alam, keseimbangan penari dan poros putaran yang hanya dilakukan ke sebelah kiri seperti poros perputaran bumi. Tari Sining adalah tari rakyat, yang pada sebelumnya dipertunjukan di alam terbuka, rumah panggung dan saat ini di atas panggung dengan pola lantai me lingkar d a n h o rizo ntal a n t ar ke d u a p e n a ri b a ik saat b e ra da d i a t a s p ro p erti ma u p un s e b aliknya, s e p erti s atu p enari b erada di b e re n i umah (bere d ig a mb arkan d i a t a s p a p an) s isi kiri d an satu p e n ari b erada d i sisi ka nan b awah, simetris pada Ta ri Srimp i Pandhelori. Masyarakat gayo me miliki b e b e rapa konsep ke h id upan y a n g diungkapkan dalam Tari Sining. Konsep kehidupan itu merupakan nilai-nilai kehidupan masyarakat Gayo yang menjadi sebuah pandangan, dan pijakan kebiasan dan budaya masyarakat Gayo dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Nilai-nilai kehidupan masyarakat Gayo yang diungkapkan dalam seni tertuang dalam Tari Sining tentang kerjasama dan kekeluargaan serta ungkapan rasa syukur, tetap memegang etika. Etika mempunyai sifat yang sangat mendasar yaitu sifat kritis, etika mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki norma-norma itu. Bahwa etika adalah tingkah laku manusia menganai baik atau buruknya sifat seseorang dalam kehidupannya sebagai mahkluk sosial dan bagaimana manusia bertindak (Saadah, 2013). Dalam kesenian Gayo terdapat etika dan beberapa kata yang tidak boleh diucapakan pada saat pelantunan seniman digolongkan tidak beradab dan tidak boleh di ucapkan pada saat pelantunan apabila menyebutkan kata-kata berikut: 1. Jis adalah perbuatan yang dapat melukai atai orang lain 2. Jengkat adalah perkataan yang menyakiti atau menyinggung hati dan perasaan oran lain. 3. Kemali adalah perbuatan, tindakan atau perkataan yang melanggar ketentuan aturan adat yang bahsanya kembali kepada si pelaku. 4. Sumang perkataan yang melanggar aturan adat dan dampaknya dengan dosa dalam syariat islam. (Joni, ed . 2017). Tari Sining mengangkat dua gambaran dari alam berserta isi, yang mana keduanya harus berimbang agar alam tetap terjaga dan menjadikan alam sebagai sahabat, gambaran Tari Sining bercerita dengan bermula, dari keberangkatan sekolompok laki-laki dewasa yang mencari kayu terbaik di hutan untuk dijadikan sebagai bahan pokok pembuatan rumah di mulai dari pemilihan kayu kecil hingga sampai pada peletakan reje tiang saat membangun rumah, perjalanan di tengah hutan dengan melihat dua ekor burung manuk owo dan manuk ungguk menjadikan inspirasi sehingga pada saat selesai pendirian rumah, mereka mengungkapkan apa yang mereka lihat ke dalam Tarian Sining, dan melihat dua pasang ekor yang berbeda menggambarkan perbedaan watak dari tiap orang yang ada di dalam kelompok bukanlah satu masalah yang bisa menghalangi segala tujuan ingin dicapai bersama. Namun perbedan lantas menjadi hal yang indah dan beragam hingga dapat menjadi satu ide kaya jika dapat disatukan dengan baik layaknya gerak burung uwo dan unguk yang berbeda jenis namun beberapa gerakkan mencoba untuk tetap sama, sesekali tampak berbeda memunculkan khas karakter masing-masing namun tetap saling menjaga satu sama lain agar tetap seimbang tetap saling adil, tanpa harus ada yang mencolok satu sama lainnya, terlihat pada pola yang terus dijaga horizontal oleh penari, kerjasama adalah hal utama yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Tari Sining adalah salah satu tarian berasal dari daerah Gayo Kabupaten Aceh Tengah. Tarian ini pada tahun 2020 telah ditetapkan menjadi salah satu warisan budaya tak benda (WBTB). Upaya terus dilakukan revitalisasi agar tarian ini menjadi salah satu upaya, agar tarian ini kembali dikenal oleh masyarakat, dalam perjalanan revitalisasi salah satu sanggar pertama yang merekonstruksi gerak Tari Sining adalah sanggar Kuta Dance, yang berada di Kabupaten Aceh Tengah. Gambar 5. Sertifkat Tari Sining sebagai Salah Satu Tari Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). ( Sumber: Magfhirah Murni Bintang Permata, 2020) ## KESIMPULAN DAN SARAN 1.Kesimpulan Pela Tari Sining adalah salah satu karya tari yang berasal dari daerah Gayo Kabupaten Aceh Tengah, n a mu n t e rdapa t t e knik pelaksanaan gerak baru yang telah direvitalisasi kemudian direkontruksi oleh sanggar Kuta Dance Takengon. Gerakkan-gerakan yang hadir dalam Tari Sining adalah gerakan-gerakan mengadopsi gerakan dari manuk uwo dan manuk ungguk , gerak dan ## Gorga : Jurnal Se ni Rupa Volume 09 Nomor 02 Juli-Desember 2020 p-ISSN: 2301-5942 | e-ISSN: 2580-2380 properti juga tempat pertunjukannya menyebabkan Tari Sining memiliki karakteristik tersendiri, ke mu dian d isebut dengan n a ma Tari Sin in g . Tari Sining memiliki nilai estetik dari bentuk maupun isi yang me n ja di s a tu kesatuan. Nilai bentuk Tari Sining dapat dirasakan dari kesatuan, kerumitan, dan kualitas yang dimiliki. Isi tari sining adalah nilai-nilai kehidupan ma s yarakat Ga yo. Nilai-nilai kehidupan itu mampu diungkapkan melalui lambang-lambang sensa medium ungkap Tari Sining. Nilai-nilai kehidupan masyarakat Gayo yang diungkapkan dalam tari tersebut adalah nilai kekerabatan, kekeluargan dan nilai keseimbangan, serta pengendalian diri. ## 2.Saran Tari Sining merupakan salah satu wawasan baru untuk masyarakat Aceh khususnya masyarakat Aceh bagian dataran tinggi Gayo, dalam upaya revitilasi menjadikan tarian ini menjadi salah satu WBTB bukan hal yang mudah, banyak unsur terdapat unsur estetika lebih sehingga tarian ini menjadi salah satu tari yang pernah punah namun dapat diterima kembali oleh masyarakat, adapun beberapa saran bagi pemerintah khusunsya masyarakat Gayo, agar lebih mengenal, mempelajari, meneruskan apa yang telah diupayakan oleh beberapa seniman sehingga tarian semakin mudah berekembang dan dapat kenal oleh masyarakat serta generasi muda dapat mengalami pengalaman emperis dari praktik tarinya. ## DAFTAR RUJUKAN Fajiah, Nur, Selain, Rida Safuan & Hartati, Teungku. (2018). Sining dalam Konteks Kebudayaan Gayo. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik Fak ultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah , 3(3), 299-310. Gie, The Liang. (1976) . Garis Besar Estetika . Yogyakarta: Penerbit Karya. Hadi, Y. Sumandiyo. (2003). Aspek -aspek Dasar Koreografi Kelompok . Yogyakarta: Manthili. Joni, ( ed. ). (2017). Meretas Seni dan Budaya Gayo . Aceh Tengah: Elmarzaki Publisher. Kartika, Dharsono Sony. (2007). Budaya Nusantara, Kajian Konsep Mandala dan Tri-Loka terhadap Pohon Hayat pada Batik Klasik . Bandung: Rekayasa Sains. Kresna, Ardian. (2010). Semar dan Togog Yin Yang dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Narasi. Manan, Abdul, et.al ( ed. ). (2017). Revitalisasi Seni yang Hampir Punah: Landoq Sempot, Rapai Guriempeng, Tari Sining Gayo, Tari Lawet. Jakarta: Kemendikbud. Mangundiharjo, Slamet. (2014a). Barongan Blora Menari di Atas Politik dan Terpaan Zaman . Surakarta: Citra Sains. -----------. (2014b) . Garan Joged Sebuah Pemikiran Sunarno . Surakarta: Citra Sains. Moleong, Lexy J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Parker, De Witt H. Humardani, SD (terj). (1979). Dasar-Dasar Estetika . Sub Proyek ASKI, Proyek Pengembangan IKI. Prihatini, et.al. (2007). Ilmu Tari Joged Tradisi Gaya Kasunanan Surak arta . Surakarta: ISI Press. Saadah & Rahma, Sitti. (2013). Estetika dan Etika Tari Guel pada Masyarakat Gayo Kabupaten Aceh Tengah . Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni Unimed , 1(1), 1-13. Simatupang, Lono. (2013). Pergelaran : Sebuah Mozaik Penelitian Seni Budaya . Yogyakarta: Jalasutra. Soedarsono, R.M. (1978). Diktat Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yogyakarta: ASTI Yogyakarta.
049ac9d2-ffeb-4b3c-9e51-873bd62d34c0
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/download/4424/2976
## REVIEW FAKTOR DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN (Review on Determinant Factors of Dietary Diversity) Hardinsyah 1 ## ABSTRACT Index of food intake diversity or dietary diversity reflects the nutritional quality of the diet; and it is associated with nutritional health outcomes. Understanding factors determine index of dietary diversity is important for improving nutritional-health status of the people. However, no studies have been done to capture completely the determinant factors of dietary diversity. This journal article is intended to review the determinants factor of dietary diversity from studies done in both develop and developing countries at individual and household levels. The results show that four studies analyzed the food data at individual level and the other four studies analyzed the food data at household level; and most of the studies were done in USA. Method of dietary diversity measurement and its statistical analysis varies among the studies. A few dietary diversity studies have investigated particular determinant factors with attention given to assessing nutrition knowledge and socio-demographic factors; and the others on economic and ecological factors. The present review suggested that the determinant factors of dietary diversity are nutrition knowledge, food preference, household size and composition, food availability and ecological factors, time availability for food preparation, and food purchasing power e.g. income, food expenditure and food prices. Based on this review a comprehensive conceptual framework and model of the determinant factors of dietary diversity could be developed. Keywords: determinant factors, dietary diversity, PENDAHULUAN 1 ## Latar Belakang Konsep keragaman konsumsi pangan un- tuk hidup sehat telah berkembang sejak abad ke-2 Sebelum Masehi di zaman Cina kuno. Pada zaman tersebut, makanan yang dianjur- kan adalah yang terdiri dari lima jenis biji-bijian, lima jenis pangan hewani, lima jenis buah dan lima jenis sayur, dan makanan atau minuman lain yang enak aroma dan rasanya (Zhi-chien, 1993). Perkembangan Ilmu Gizi sekitar seabad lalu tentang identifikasi dan manfaat berbagai komponen karbohidrat, komponen lemak dan komponen protein melahirkan konsep ilmiah tentang keragaman konsumsi pangan yang se- suai zamannya. Pada masa tersebut keragam- an konsumsi pangan dimaknai sebagai kera- gaman jenis pangan sumber karbohidat, jenis pangan sumber lemak dan jenis pangan sum- ber protein. Kemudian sejalan dengan pene- muan berbagai vitamin, konsep ilmiah kera- gaman konsumsi pangan berkembang menjadi keragaman konsumsi pangan yang terdiri dari 1 Guru Besar pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB jenis-jenis pangan dari lima kelompok pangan utama, yaitu pangan sumber energi, pangan sumber protein, buah dan sayur (Hardinsyah, 1996). Berbagai penelitian telah menganalisis situasi keragaman konsumsi pangan dan man- faat mengonsumsi anekaragam pangan bagi pemenuhan kebutuhan gizi dan perbaikan kua- litas gizi makanan (Hardinsyah & Heywood 1993). Selain itu ada pula penelitian tentang manfaat mengonsumsi anekaragam makanan bagi kesehatan dan hasilnya menunjukkan bah- wa skor keragaman konsumsi pangan yang ting- gi mengurangi risiko berbagai jenis penyakit ti- dak menular (Hardinsyah & Mark, 1996; Moore et al., 2002) dan memperpanjang usia harapan hidup atau mengurangi risiko kematian (Kant et al., 1993; Trichopoulou et al., 1996). Walau demikian, penelitian yang meng- ungkap tentang faktor determinan keragam- an konsumsi pangan penduduk baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang sangat terbatas. Sementara informasi tentang faktor-faktor yang menjadi determinan kera- gaman konsumsi pangan diperlukan bagi pem- buat kebijakan dan pengelola program pangan dan gizi guna menetapkan kebijakan dan prog- ram yang mendorong peningkatan keragaman konsumsi pangan untuk percepatan perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat (Hardinsyah, 1996). Selain itu produsen pangan atau pimpin- an industri pangan juga memerlukan informasi tertang hal ini agar bisa membuat analisis ke- cenderungan permintaan pangan dan arah pengembangan produk industri pangan. Berbadasarkan hal-hal tersebut maka review tentang berbagai faktor yang mempe- ngaruhi keragaman konsumsi pangan dipan- dang perlu untuk dilakukan. ## Tujuan Tujuan review ini adalah untuk membuat tinjauan dan kesimpulan dari studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya tentang faktor- faktor menjadi determinan keragaman kon- sumsi pangan penduduk. ## METODE Review ini dilakukan dengan mengum- pulkan pustaka dari berbagai publikasi atau artikel berbahasa Inggris dan Indonesia sejak tahun 1970-an tentang faktor yang berhu- bungan atau mempengaruhi keragaman kon- sumsi pangan dengan keywords food diversi- fication, food diversity, dietary diversity. Jumlah artikel yang diperoleh diperkirakan underestimate karena tidak mencakup publi- kasi atau artikel selain bahasa Inggris dan Indonesia. Ada tujuh studi yang mengungkap peu- bah yang berhubungan atau peubah yang mem- pengaruhi (determinan) keragaman konsumsi pangan. Faktor determinan keragaman kon- sumsi pangan yang dikaji mencakup faktor pe- ngetahuan gizi, sosio demografi dan ekonomi. Berkaitan dengan sampel, tiga (Lee & Brown, 1989; Lee, 1987; Hardinsyah, 1996) dari tujuh penelitian tersebut mengkaji kera- gaman konsumsi pangan keluarga atau rumah- tangga, sedangkan penelitian lainnya mengka- ji di tingkat individu. Dua penelitian menga- nalisis faktor determinan keragaman konsum- si pangan pada anak-anak, yaitu penelitian Caliendo et al. (1977) di USA dan Dewey (1981) di Mexico. Dua penelitian dilakukan di negara berkembang, yaitu penelitian yang di- lakukan oleh Dewey (1981) di Meksiko dan Hardinsyah (1996) di Indonesia. Sehubungan dengan jumlah penelitian yang sedikit dan untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang diduga sebagai deter- minan keragaman konsumsi pangan, review ini tidak hanya tergantung pada tujuh studi terse- but, tapi juga berbagai penelitian lain yang terkait. Selanjutnya artikel tersebut disarikan dalam suatu tabel untuk membandingkan se- cara ringkas tentang ukuran contoh dan lokasi studi, metode pengumpulan data dan pengu- kuran keragaman konsumsi pangan, metode analisis statistika, faktor determinan yang di- analisis dan hasil analisisnya. Penelitian tersebut menerapkan ukuran keragaman konsumsi pangan yang bervariasi, bahkan sebagian menurut Hardinsyah (1996) mempunyai validitas yang rendah, dikaitkan dengan kualitas gizi makanan, seperti skor ke- ragaman Konsumsi Pangan Sederhana (SKKS), Indeks Dewey, Indeks Shannon, dan Indeks Harfindahl. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Rangkuman hasil review penelitian ten- tang faktor determinan keragaman konsumsi pangan disajikan secara ringkas pada Tabel 1. Beberapa penelitian menganalisis faktor so- sial-demografi dan ekonomi dalam hubungan- nya dengan keragaman konsumsi pangan. Sa- ngat terbatas penelitian yang menganalisis faktor pengetahuan gizi. ## Pengetahuan Gizi Caliendo (1977) merupakan peneliti per- tama yang mengkaji hubungan antara penge- tahuan gizi dan skor keragaman konsumsi pa- ngan (Tabel 1). Penelitian ini membuktikan bahwa keragaman pangan pada balita berkore- lasi positif secara signifikan dengan pengeta- huan gizi ibunya (r=0.28). Kelemahan peneliti- an ini adalah menggunakan analisis hubungan peubah berpasangan (bivariate analysis), bu- kan multivariate analysis yang mempertim- bangkan berbagai faktor pengganggu (con founding factors), dan menggunakan ukuran keragaman konsumsi pangan yang sederhana, yaitu simple food diversity score. Meski memiliki kelemahan, hasil peneli- tian tersebut sejalan dengan dugaan bahwa ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan keragaman konsumsi pangan anak bali- tanya. Beberapa hasil penelitian menunjuk- kan bahwa makin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka perilaku gizinya juga akan makin baik (Burns et al., 1988; Wandel, 1994). ## Tabel 1. Beberapa Penelitian mengenai Analisis Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan No Sumber Sampel dan Tempat Data Pangan Ukuran Keragaman Pangan Analisis Determinan yang diduga Hasil b) 1 Schorr et al. (1972) 118 pelajar, Wilayah pedesaan, NY, USA Record konsumsi (3 hari) SFD Analisis/ korelasi bivariat Umur Jenis kelamin Ukuran Rumahtangga Pendidikan ibu Status pekerjaan ibu Ns Ns Ns S (0.15) S (0.22) 2 Caliendo et al. (1977) 113 anak pra sekolah, Ithaca, NY, USA Recall 24 jam SFD Analisis/ korelasi bivariat Umur Jenis kelamin Ukuran Rumahtangga Pendapatan Rumahtangga Pendidikan Ayah Pengetahuan Gizi Ibu Pendidikan Ibu Status pekerjaan ibu Ns Ns Ns Ns Ns S (0.28) Ns Ns 3 Lee (1991) 15000 Rumahtangga (NFCS), USA Record konsumsi 7 hari SFD Multiple regresi Ukuran Rumahtangga Komposisi Rumahtangga Biaya Pangan Pendidikan Ibu Status Pekerjaan Ibu Musim (4 musim) Wilayah 1 (desa-kota) Wilayah 2 (utara-selatan) S S S S S Ns Ns S 4 Lee et al. (1989) 1061 Rumahtangga, wilayah timur laut, USA Rocord konsumsi 14 hari WFD: Indeks Shannon, Indeks Harfindahl, 19 kelompok pangan Multiple regresi Ukuran Rumahtangga Komposisi Rumahtangga Biaya Pangan S S S 5 Dewey (1981) 76 anak pra sekolah, Socios, Meksiko Recall 2 hari WFD: Indeks Dewey, 43 kelompok pangan Analsis/ korelasi bivariat Keragaman Panen S (0.25) 6 Kant et al. (1991) 11529 orang dewasa (NHANES II), USA Recall 24 jam WFD: Score 1 Kant, 5 kelompok pangan Multiple regresi Pendidikan Rasio indeks kemiskinan a) S S 7 Hardinsyah (1996) 17117 rumahtangga (Susenas), Indonesia Recall 7 hari dgn food list WFD Regresi berganda Pendapatan Harga beras Paparan media massa Umur ibu Pendidikan ibu Pendidikan ayah Besar rumahtangga Daerah pantai Daerah kota a) Merupakan rasio pendapatan rumahtangga dengan pendapatan yang diperlukan untuk kecukupan konsumsi pangan keluarga. Rasio pendapatan kemiskinan mencerminkan kemampuan ekonomi rumahtangga tersebut. b) S = Signifikan (p>0.01) dan Ns = tidak siginifikan. Nilai dalam kurung merupakan koefesien korelasi, tetapi tidak semua penelitian menggunakan nilai tersebut. Pada keluarga yang memiliki cukup akses seca- ra ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pa- ngan, pengetahuan gizi orang tua yang baik akan berpengaruh terhadap semakin baiknya keragaman konsumsi pangan anggota keluarga- nya, yang merupakan cerminan dari perilaku gizi yang baik. Secara umum, di negara berkembang, ibu memainkan peranan penting dalam memi- lih dan mempersiapkan pangan untuk dikon- sumsi anggota keluarganya. Walaupun sering- kali para ibu bekerja di luar, mereka tetap mempunyai andil besar dalam kegiatan pemi- lihan dan penyiapan makanan (Huffman, 1987; Iwao, 1993). Cohen (1981) mengidentifikasi pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Pola yang umum dalam pengambilan keputus- an pemilihan pangan di Indonesia adalah pola istri dominan (keputusan dibuat oleh istri) dan pola sinkretik (keputusan dibuat bersama oleh suami dan istri) (Sayogyo, 1989; Sayogyo, 1990). Pada pola yang pertama sepintas tam- pak suami mempunyai peran yang kecil dalam menentukan pilihan keragaman jenis pangan. Pada kenyataannya pilihan jenis-jenis makanan yang dibeli atau disiapkan oleh isteri bagi sua- mi dan anggota keluarganya setiap hari me- rupakan proses pengalaman panjang ibu dalam memahami keinginan suami dan anggota kelu- arga lainya, sehingga istri memperoleh penga- kuan atau kepercayaan untuk melakukan pilih- an pangan yang disukai anggota keluarganya. Saat kedua orang tua memegang peran- an penting dalam pemilihan pangan untuk anggota keluarganya, maka pengetahuan gizi keduanya akan mempengaruhi jenis pangan dan dan mutu gizi makanan yang dikonsumsi anggota keluarga. Oleh karena itu, tingkat pengetahuan gizi yang baik dapat mewujukan perilaku atau kebiasaan makan yang baik pula. Meskipun pada kenyataannya hubungan antara pengeta- huan gizi dan kebiasaan makan tidak seder- hana (Den Hartog, 1983; Sayogyo, 1990). Goldfarb (1985), Johnson (1985) serta Kapka- Schutt dan Mitchell (1992) mengungkap bah- wa tingkat pengetahuan gizi yang baik secara konsisten terwujud menjadi perilaku makan yang baik. Tetapi beberapa peneliti berpen- dapat bahwa tingkat pengetahuan gizi yang baik tidak selalu terwujud dalam perilaku makan yang baik karena adanya faktor daya beli pangan yang rendah dan keterbatasan waktu untuk mengolah makanan atau mem- persiapkan makanan. Masyarakat miskin bisa jadi tidak dapat mengonsumsi aneka ragam pangan yang baik meskipun mereka berada dekat dari pasar yang menjual aneka ragam pangan dan memiliki pengetahuan gizi yang baik (Lang, 1992; Schafer et al., 1993; Per- Andersen, 1987; Food and Agricultura Organi- zation, 1987). Penelitian yang dilakukan oleh Schafer et al. (1993) mengungkap bahwa alasan eko- nomi merupakan pertimbangan pertama da- lam pemilihan pangan pada warga Amerika sedangkan yang menjadi pertimbangan kedua adalah kandungan gizi dari bahan pangan ter- sebut dimana hal itu mencerminkan variabel pengetahuan gizi. Di Afrika, peningkatan alo- kasi waktu wanita pada kegiatan-kegiatan ekonomi telah mengurangi frekuensi mereka dalam memasak dan semakin berkurangnya jenis bahan pangan yang dimasak walaupun mereka telah dilibatkan dalam program pen- didikan gizi (Food and Agriculture Organiza- tion, 1987). Keluarga dengan ibu yang bekerja di bidang profesional lebih memilih untuk mengonsumsi buah dan makanan yang telah siap santap dibandingkan dengan keluarga dengan ibu tidak bekerja. Hal ini terjadi kare- na makin terbatasnya waktu yang tersedia untuk penyiapan makanan (Gofton & Ness, 1991) sehingga cukup beralasan jika pengeta- huan gizi, pendapatan dan alokasi waktu ibu berpengaruh terhadap keragaman konsumsi pangan. Preferensi atau kesukaan dan keperca- yaan seseorang terhadap jenis pangan terten- tu dapat meniadakan pengaruh baik penge- tahuan gizi dalam perilaku mengonsumsi ane- karagam pangan bergizi. Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu baik yang rasional mau- pun irrasional, dapat ditemukan pada bebera- pa kelompok agama, etnis atau fisiologis ter- tentu (Williams, 1992; Renner, 1944; Herman, 1990; Eschleman, 1991). Pangan yang tidak ha- lal, meskipun bergizi tidak dimakan kelompok agama Islam (Eschleman, 1991). Reaburn et al. (1974) melaporkan bahwa para wanita di wila- yah selatan Ontario menghindari untuk meng- konsumsi hati sapi (bahan pangan sumber pro- tein dan zat besi) karena alasan tidak suka. Susu sapi tidak dianggap sebagai bagian yang penting dalam susunan menu makanan di China sehingga etnis China kurang suka minum susu (Eschleman, 1991). Contoh yang lain adalah wanita hamil yang tidak suka aroma dan rasa bakso padahal ketika tidak hamil sangat menyukai bakso. Ketersediaan pangan dan kekhawatiran yang berlebihan juga dapat membiaskan pe- ngaruh pengetahuan gizi terhadap perilaku makan (Per-Andersen, 1987; Ellis et al., 1976). Kelangkaan pangan karena bencana alam atau gangguan distribusi pangan bisa jadi membuat orang tidak bisa mengonsumsi pangan bergizi kesukaannya. Kekhawatiran yang berlebihan seperti trauma mengonsumsi saturan hijau yang berulat bisa jadi membuat seseorang ti- dak berkenan lagi makan sayuran hijau seumur hidup meskipun dia tahu bahwa saturan hijau itu bergizi. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa pengetahuan gizi dapat mempengaruhi kera- gaman konsumsi pangan penduduk. Meskipun demikian, pengaruh positif pengetahuan gizi terhadap keragaman konsumsi pangan dapat berubah atau ditiadakan oleh faktor daya beli atau ekonomi, ketersediaan waktu untuk mem- beli atau menyiapkan makanan, kepercayaan, kesukaan pangan dan, ketersediaan pangan. ## Pendidikan Formal dan Paparan Media Massa Tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, ter- masuk pengetahuan gizi. Di suluruh negara, termasuk Indonesia, pengetahuan gizi secara formal (dari tingkat SD sampai SMU) diajarkan sebagai pendidikan gizi, bagian dari pelajaran Ekonomi Rumahtangga (Syarief et al., 1988). Soper et al. (1992) telah menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal secara positif ber- asosiasi dengan pengetahuan gizi para instruk- tur aerobik di Texas. Di Indonesia, pengetahu- an gizi juga diajarkan sebagai bagian dari pendidikan nonformal, terutama yang meli- batkan wanita dalam organisasi atau kelom- pok sosial seperti dalam PKK, Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) dan organisasi Dharma Wanita. Jadi, partisipasi wanita dalam berba- gai kegiatan sosial (PKK, POSYANDU, Dharma Wanita) akan dapat mempengaruhi pengeta- huan gizi mereka (jadi lebih baik) karena me- reka mendapat pendidikan gizi sebagai bagian dari pendidikan nonformal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka aksesnya terhadap media massa (koran, majalah, media elektronik) juga makin tinggi yang juga berarti aksesnya terhadap informasi yang berkaian dengan gizi juga semakin ting- gi. Wanita terpelajar cenderung untuk terta- rik terhadap informasi gizi dan banyak di an- tara mereka yang memperoleh informasi ter- sebut dari media cetak, khususnya majalah dan koran (Hickman et al., 1993). Sebuah pe- nelitian yang dilakukan di Indonesia menun- jukkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan dan penghasilan lebih tinggi mendapat papar- an dari media massa lebih tinggi juga (National Board for Family Planning (BKKBN) and Com- munity System Foundation, 1986). Di Indonesia, seseorang dengan tingkat penda- patan lebih tinggi relatif lebih mudah meng- akses TV dan mereka yang tinggal di daerah perkotaan lebih mudah mengakses berbagai majalah populer. Berdasarkan hasil penelitian Jacobs (1981) di USA dinyatakan bahwa arti- kel gizi dan kesehatan dari majalah-majalah populer jauh lebih akurat dan detil jika diban- dingkan dengan artikel serupa yang berasal dari koran. Oleh karena itu, tingkat pendi- dikan orang tua, pendapatan rumahtangga dan wilayah tempat tinggal (desa atau kota) di- asumsikan mempengaruhi kondisi individu se- seorang/rumahtangga untuk terpapar media massa. Rozenwig (1986) serta Wolfe dan Behrman (1982) menyatakan bahwa pasangan orang tua dengan usia lebih tinggi kemung- kinan mempunyai pengetahuan gizi dan kese- hatan lebih baik jika dibandingkan dengan pasangan orang tua dengan usia muda karena pengalaman mereka dalam menggunakan ber- bagai layanan kesehatan. Tetapi, Wolfe men- catat bahwa pasangan orang tua dengan usia dengan usia lebih tinggi mungkin mempunyai kekurangan informasi tentang pengetahuan gizi yang terbaru jika dibandingkan dengan pasangan orang tua dengan usia muda (Wolfe & Behrman, 1982). Hal ini terjadi karena perkembangan ilmu gizi dan berbagai promosi produk-produk gizi dan kesehatan. Pengalam- an dalam menderita penyakit karena keku- rangan/kelebihan zat gizi tertentu dapat me- ningkatkan pengetahuan gizi (Wolfe & Behrman, 1982; Mann & Huddleston, 1987). Orang yang menderita penyakit tersebut bia- sanya mendapat berbagai saran dari ahli gizi dan kesehatan atau bahkan dari teman- temannya untuk memasukkan bahan pangan yang mengandung zat gizi tertentu dalam su- sunan dietnya. Berdasarkan hal tersebut da- pat dikatakan bahwa kelompok orang dengan pendapatan yang lebih tinggi kemungkinan memiliki pengalaman di bidang gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok de- ngan pendapatan rendah. Selain itu, kelom- pok orang yang tinggal di daerah perkotaan atau wilayah dengan berbagai fasilitas penun- jang lengkap memiliki pengalaman di bidang gizi yang lebih baik dibandingkan kelompok yang tinggal di wilayah pedesaan. Alasannya adalah karena kelompok yang berpendapatan lebih tinggi dan tinggal di daerah perkotaan mempunyai akses ke para ahli gizi dan kese- hatan (sebagai sumber informasi gizi) yang lebih mudah. Pertanyaan yang muncul kemudian ada- lah apakah pengetahuan gizi yang diperoleh dari berbagai sumber itu relevan/sejalan de- ngan konsep untuk mengonsumsi beragam je- nis makanan untuk meningkatkan kualitas gizi dalam diet. Hubungan antara pengetahuan gizi dan keragaman konsumsi pangan mungkin ti- dak terlihat jika pengetahuan gizi yang diper- oleh tidak relevan/sejalan dengan konsep keragaman konsumsi pangan. Beberapa penelitian di negara berkem- bang menunjukkan adanya hubungan yang sig- nifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan asupan gizi di tingkat rumahtangga (Kant et al., 1991; Bairagi, 1980; Behrman & Wolfe, 1987; Behrman et al., 1988). Berdasarkan analisis multivariat (Behrman & Wolfe, 1987; Behrman et al., 1988), di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, tingkat pen- didikan ibu dipandang sebagai determinan penting dari asupan gizi atau pengelolaan gizi di tingkat rumahtangga. Dengan tingkat pendi- dikan yang lebih tinggi, para ibu dari rumah- tangga berpendapatan rendah dapat lebih mampu untuk mengelola sumberdaya yang di- miliki di rumahtangganya secara lebih efesien dibandingkan para ibu yang berpendidikan ren- dah (Behrman & Wolfe, 1987; Behrman et al., 1988; World Bank, 1993). Dengan kata lain, para ibu dengan pendidikan lebih baik dapat memilih dan mengkombinasikan beragam jenis pangan dengan harga yang tidak mahal. Belum ada penelitian di negara berkem- bang yang dilakukan untuk melihat hubungan antara pendidikan (sebagai sumber pengeta- huan gizi) dan keragaman konsumsi pangan, maupun hubungan antara setiap faktor deter- minan yang diduga yang telah disebut di atas (paparan media massa dan pengalaman gizi) dan keragaman konsumsi pangan. Penelitian kecil yang dilakukan oleh Caliendo et al., (1977) di USA dengan menggunakan analisis bivariat gagal menguatkan/menegaskan hu- bungan antara tingkat pendidikan ibu dengan keragaman konsumsi pangan anak-anak prase- kolah (Tabel 1). Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya kelemahan pada desain peneli- tian dan ukuran keragaman konsumsi pangan yang digunakan. Penelitian tersebut dirancang untuk mengidentifikasi prevalensi gizi kurang pada anak-anak prasekolah (pasien sebuah kli- nik di Ithaca, New York). Anak-anak yang menjadi sampel penelitian tersebut berasal dari pasien klinik dan dipilih dengan metode non-probability sampling. Seluruh ibu dalam penelitian ini umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang baik yang ditunjukkan de- ngan angka variasi yang rendah pada variabel pendidikan. Penelitian tersebut menggunakan skor keragaman konsumsi pangan sederhana dimana skor ini sedikit lebih tepat dibanding- kan skor keragaman pangan terbobot, dan da- lam analisisnya tidak mempertimbangkan fak- tor-faktor yang potensial menjadi penggang- gu. Selain itu, penelitian tersebut tidak meng- gunakan data laporan menu diet anak-anak yang sudah ditentukan oleh klinik yang mung- kin data keragaman konsumsi pangannya ku- rang bervariasi (homogen). Penelitian lain yang dilakukan di wila- yah yang sama (sebuah desa kecil di bagian barat New York, USA) oleh (Schorr et al., 1972), menggunakan ukuran keragaman kon- sumsi pangan yang sama tetapi dengan desain atau rancangan dan metode pengumpulan da- ta pangan yang berbeda (Caliendo et al., 1977), menunjukkan bahwa tingkat pendidik- an ibu berkaitan dengan keragaman konsumsi pangan anak-anaknya ( kelompok remaja, pe- lajar) (Tabel 1). Penelitian Kant et al., (1991) yang menggunakan data survai nasional Ame- rika (NHANES II) merupakan satu-satunya pe- nelitian yang menganalisis determinan kera- gaman konsumsi pangan dengan menerapkan skor keragaman pangan terbobot dan pendi- dikan sebagai sumber pengetahuan gizi. Pene- litian tersebut menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang dewasa Amerika berhubung- an nyata dengan keragaman pangan yang di- konsumsinya. Lima puluh persen orang dewa- sa dalam kelompok dengan tingkat pendidikan tertinggi mempunyai skor keragaman konsum- si pangan tertinggi pula (skor 20), sedangkan skor yang sama hanya diperoleh 27 persen orang dewasa dalam kelompok dengan tingkat pendidikan terendah. Nilai koefesien korelasi penelitian ini tidak dipublikasikan/disebutkan. Berdasarkan review di atas, pendidikan gizi, paparan media massa dan pengalaman gizi diduga berpengaruh terhadap pengetahu- an gizi yang akhirnya akan mempengaruhi keragaman konsumsi pangan. Selain itu, ting- kat pendidikan orang tua (ayah dan ibu), Usia kedua orang tua, partisipasi ibu dalam kegi- atan sosial, pendapatan rumahtangga dan lo- kasi tempat tinggal (desa atau kota) kemung- kinan menentukan keragaman konsumsi pa- ngan rumahtangga melalui empat variabel yang disebut pendidikan gizi, paparan media massa, pengalaman gizi dan pengetahuan gizi. ## Pengeluaran Pangan dan Harga Faktor penting yang diduga sebagai de- terminan dalam keragaman konsumsi pangan adalah daya beli pangan. Pola ’daya beli pa- ngan’ ini merupakan hal yang umum dalam pustaka ekonomi, walaupun hal ini tidak da- pat diukur secara langsung. Daya beli pangan biasanya didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi rumahtangga untuk memperoleh ba- han pangan yang ditentukan oleh besarnya alokasi pendapatan untuk pangan, harga ba- han pangan yang dikonsumsi, dan jumlah ang- gota rumahtangga (Immink, 1982; Pinstrup- Andersen, 1985; Foster, 1992). Dengan kata lain, daya beli pangan tergantung pada be- sarnya pendapatan dan harga bahan pangan. Karena daya beli pangan tidak mempunyai ukuran yang jelas, maka pengukuran daya beli pangan dilakukan dengan pendekatan berba- gai faktor determinan/penentunya, seperti alokasi pendapatan untuk pangan (selanjutnya disebut biaya pangan), harga pangan dan ukuran rumah tangga. Pandangan umum me- ngenai hubungan antara biaya pangan dan ke- ragaman konsumsi pangan berasal dari hipo- tesis yang menyatakan bahwa seiring ber- ubahnya pengeluaran pendapatan untuk pa- ngan, maka rumahtangga akan merubah jum- lah dan jenis pangan yang dikonsumsinya sesuai dengan harga pangan yang tersedia. Tetapi besarnya biaya pangan untuk pembeli- an beragam pangan tidak hanya bergantung pada besarnya pendapatan rumahtangga, tapi juga bergantung pada pengetahuan gizi pe- nentu (kepala rumahtangga/ibu rumahtangga) pembelian pangan dan komposisi anggota rumahtangga. Dua penelitian di USA yang mengguna- kan data nasional (penelitian pertama (Lee & Brown, 1989) menggunakan data Survei Belan- ja Konsumen Nasional/NCES dan penelitian kedua (Lee, 1987) menggunakan data Survei Konsumsi Pangan Nasional/NFCS) menyimpul- kan bahwa semakin tinggi biaya pangan suatu rumahtangga maka akan semakin beragam konsumsi pangan rumahtangga tersebut (Tabel 1). Untuk mengetahui dampak turunan biaya pangan pada keragaman konsumsi pangan, pe- nelitian kedua menerapkan logaritma biaya pa- ngan dalam analisis modelnya. Walaupun pe- nelitian pertama menggunakan indeks Shannon dan Herfindahl sebagai ukuran keragaman kon- sumsi pangan dan penelitian kedua mengguna- kan SFD, mengingat akan kurang tepat jika menggunakan WFD, kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan penggunaan anali- sis multivariat, ukuran rumahtangga, komposisi rumahtangga dan biaya pangan akan berpenga- ruh signifikan terhadap keragaman konsumsi pangan. Teori mikroekonomi menyebutkan bah- wa harga pada beberapa komoditi/barang ter- tentu berpotensi untuk mempengaruhi jumlah dan/atau jenis komoditi/barang yang dibeli (Pinstrup-Andersen, 1985; Foster, 1992; Raunikar & Huang, 1987; Tyrell & Mount, 1987). Berdasarkan teori umumnya, hubungan antara harga pangan dan keragaman konsumsi pangan dapat dijelaskan. Analisis pada data SUSENAS tahun 1987 menunjukkan bahwa har- ga beras merupakan faktor yang secara signi- fikan menentukan asupan kalori/energi pada rumahtangga di Indonesia (Ravallion, 1992). Dengan menggunakan data SUSENAS tahun 1978, Pitt dan Rosenzwig (1985) menganalisis hubungan antara agregat/total harga kelom- pok pangan dan asupan gizi. Hasil dari peneli- tian itu menunjukkan bahwa peningkatan harga pangan akan mengakibatkan penurunan sebagian besar asupan zat gizi dari pangan. Contohnya jika harga daging, susu dan ikan meningkat, maka asupan protein akan menu- run; begitu juga dengan konsumsi vitamin A dan C jika harga sayuran dan buah-buahan meningkat. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Bouis (210) yang menggunakan data rumahtangga petani Filipina. Hasil-hasil terse- but mengimplikasikan bahwa setidaknya un- tuk beberapa komoditi pangan jika mengalami perubahan harga maka jumlah dan jenis pa- ngan yang dikonsumsi juga akan berubah. Teori harga menyatakan bahwa harga pangan di daerah tertentu dipengaruhi oleh ketersediaan dan permintaan komoditi pangan tersebut (Pinstrup-Andersen, 1985; Bouis, 1989). Perbedaan kualitas di antara bahan pa- ngan yang serupa, seperti perbedaan rasa dan karaktristik gizi serta pengemasan akan dapat mengakibatkan perbedaan harga (Immink, 1982; Giese, 1994; Lyman, 1989). Dengan menggunakan data suatu penelitian crossec- tional di USA (NFCS), Lee (1987) mengguna- kan variabel wilayah sebagai variabel dummy untuk mengetahui perbedaan harga secara sis- tematis antara wilayah karena data harga pa- ngan tidak dikumpulkan. Berdasarkan data NFCS, Bikeway (Buce, 1987) mencatat bahwa data crossectional (NFCS) menunjukkan variasi harga yang rendah yang berarti variabel harga pangan tersebut tidak dapat mendukung hasil penelitiannya. Tetapi seperti telah dibahas pa- da bagian sebelumnya, Pitt dan Rosenzweig (1985) serta Ravallion (1992) menggunakan da- ta crossectional yang berasal dari Indonesia (SUSENAS) untuk menganalisis hubungan antara agregat/total harga kelompok pangan dan asupan gizi. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa harga pangan da- pat dianggap sebagai salah satu determinan dalam konsumsi pangan di Indonesia. Oleh ka- rena itu, biaya pangan dan harga pangan ada- lah dua faktor penting, sebagai komponen da- ya beli pangan, yang diduga menjadi determin- an keragaman konsumsi pangan di Indonesia. Berkenaan dengan metode analisis har- ga pangan, karena konsumsi meliputi beragam pangan, maka harga-harga satuan pangan jadi mungkin untuk dianalisis (Pitt & Rosenzweig, 1985; Pinstrup-Andersen et al., 1976; Timmer & Alderman, 1979; Goungetas et al., 1993). Jadi hal itu lebih tepat menggunakan harga ag- regat kelompok pangan atau harga pangan ter- tentu yang superior atau dalam hal ini dike- nal luas dan bergizi tinggi, seperti yang dian- jurkan oleh para peneliti (Pitt & Rosenzweig, 1985; Pinstrup-Andersen et al., 1976; Timmer & Alderman, 1979; Goungetas, 1993). ## Pendapatan Pendapatan merupakan determinan yang dikenal luas dalam model perilaku konsumen, dan juga termasuk dalam model penawaran pangan. Rumahtangga sebagai satuan/unit pri- mer penghasil pendapatan juga merupakan unit primer konsumsi pangan. Semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang dialokasikan un- tuk pangan (biaya pangan) (Raunikar & Huang, 1987; Goungetas et al., 1993; Pinstrup- Andersen & Caicedo, 1978). Seperti telah diba- has dalam bagian 2.6.3 bahwa semakin tinggi alokasi pendapatan untuk pangan maka akan semain tinggi daya beli pangan yang pada ak- hirnya akan meningkatkan keragaman konsum- si pangan (Lee & Brown, 1989). Pandangan umum mengenai hubungan antara pendapatan dan keragaman konsumsi pangan berasal dari bukti empiris umum bahwa ada perbedaan po- la konsumsi pangan pada kelompok masyarakat menengah ke atas dan menengah ke bawah. Umumnya pola konsumsi pangan kelompok me- nengah ke bawah lebih sederhana dimana me- reka lebih mengutamakan mengonsumsi sum- ber kalori yang murah (bahan pangan pokok), sedangkan pada kelompok menengah ke atas pola konsumsi pangannnya lebih beragam de- ngan lebih banyak mengonsumsi pangan sum- ber protein dan vitamin (Kantor Menteri Koor- dinator Kesejahteraan Rakyat, 1989; Raunikar & Huang, 1987; Shah, 1983; Bouis, 1990). Ada dua penelitian yang menganalisis hubungan antara pendapatan rumahtangga de- ngan keragaman konsumsi pangan (Caliendo et al., 1977; Kant et al., 1991). Kedua peneli- tian tersebut dilakukan di negara maju USA. Penelitian pertama dilakukan oleh Caliendo et al. (1977) pada 113 anak prasekolah yang ha- silnya menunjukkan bahwa tidak ada hubung- an yang signifikan antara pendapatan rumah- tangga dengan keragaman konsumsi pangan anak-anak prasekolah. Penelitian kedua (Kant et al., 1991) menggunakan sampel dalam jum- lah besar (11 967 orang dewasa dari data NHANES II) menunjukkan bahwa semakin ting- gi pendapatan maka semakin beragam kon- sumsi pangannya (Tabel 1). Penjelasan yang mungkin untuk penelitian yang pertama sama dengan penjalasan yang dibahas dalam bagian 2.6.2, yaitu karena adanya kelemahan desain penelitian dan ukuran keragaman konsumsi pangan. Ravallion (1992), dengan menggunakan data SUSENAS tahun 1987, menunjukkan bah- wa pendapatan rumahtangga berhubungan de- ngan asupan total kalori dan asupan kalori dari kelompok pangan utama. Semakin tinggi pen- dapatan rumahtangga maka semakin tinggi asupan kalori dari kelompok pangan hewani, sayur dan buah-buahan. Hal tersebut meng- implikasikan bahwa semakin tinggi pendapa- tan maka semakin tinggi kemungkinan untuk mengonsumsi beragam jenis pangan. Pengumpulan data pendapatan rumah- tangga di negara berkembang seperti di Indonesia masih tetap mengalami kesulitan. Besarnya pendapatan yang dilaporkan oleh ru- mahtangga berpendapatan tinggi cenderung lebih rendah dari yang sebenarnya karena me- reka ingin mengurangi atau menghindari pajak dan pada rumahtangga yang berpendapatan rendah, hal yang sama juga terjadi karena me- reka cenderung mengabaikan hutang-hutang serta pendapatan lain yang sejenis (Sigit, 1985; van de Walle, 1988). Para ahli ekonomi berpendapat bahwa di negara berkembang, meskipun arus pendapatan dapat diukur de- ngan tepat, pengeluaran total kemungkinan tetap lebih tepat sebagai determinan konsumsi karena pengeluaran total lebih mewakili besar- nya pendapatan tetap atau yang biasa disebut sebagai pendapatan dan aset rumahtangga (Immink, 1982; van de Walle, 1988; Atkinson 1975). Perubahan sesaat pada pendapatan ru- mahtangga akan berpengaruh kecil terhadap pengeluaran rumahtangga. Oleh karena itu, pengeluaran rumahtangga yang mewakili pen- dapatan tetap lebih tepat digunakan untuk analisis konsumsi pangan, khususnya di Indonesia (Megawangi, 1991; Sigit, 1985; van de Walle, 1988). ## Status dan Jenis Pekerjaan Ibu Faktor ketiga yang diduga sebagai de- terminan keragaman konsumsi pangan (diba- has dalam bagian 2.6.1) adalah waktu ibu yang tersedia untuk penyiapan pangan (selanjutnya disini disebut waktu yang tersedia). Keterlibat- an ibu dalam kegiatan ekonomi dibatasi oleh waktu mereka untuk kegiatan domestik/ rumahtangga, termasuk pengelolaan pangan di rumahtangga (Huffman 1987). Horton dan Campbell (1991) menyatakan bahwa jika ibu bekerja di luar rumah, maka akan ada dua dampak terhadap pola konsumsi rumahtang- ganya. Dampak yang pertama yaitu adanya peningkatan terhadap pangan yang dikonsumsi rumahtangga. Kualitas pangan yang dikonsumsi akan tetap normal atau bahkan jadi lebih baik. Dampak yang kedua yaitu terjadinya perubah- an dalam waktu untuk kegiatan konsumsi dan kegiatan rumahtangga lainnya yang menjadi lebih singkat. Berdasarkan pola pikir tersebut, maka faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap ketersediaan waktu ibu adalah status dan jenis pekerjaan ibu, kehadiran ibu di rumah, ketersediaan berbagai peralatan masak modern dan ketersediaan pangan yang praktis (siap saji/siap santap). Saat ini, jumlah wanita (ibu) yang ter- libat dalam sektor formal jadi semakin ba- nyak, khususnya di daerah perkotaan dan jum- lah tersebut akan terus meningkat sebagai konsekuensi dari perkembangan sosial ekono- mi. Alasan para wanita tersebut bekerja umumnya merupakan alasan ekonomi yaitu untuk memperbaiki kondisi ekonomi rumah- tangganya (Huffman, 1987; McGuire & Popkin, 1989; Chatterjee, 1989; Zeitlin et al., 1992; Iwao, 1993). Beberapa dari mereka, khusus- nya yang terpelajar dan berasal dari rumah- tangga berpendapatan tinggi masuk ke dunia kerja bukan hanya karena alasan ekonomi. Alasan mereka bekerja adalah agar mereka dapat mengaktualisasikan dirinya, meningkat- kan pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki serta berasosiasi dengan orang lain (Adrian & Daniel, 1976). Keterlibatan para ibu tersebut akan berpengaruh terhadap kera- gaman konsumsi pangan dan asupan gizi ru- mahtangganya karena mereka berperan pen- ting dalam kegiatan pengelolaan pangan un- tuk anggota rumahtangganya (Huffman, 1987; Campbell & Sanjur, 1992; Kirk & Gillespie, 1990). Besarnya pengaruh dari berbagai faktor yang disebutkan sebelumnya juga bergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan ibu (di dalam atau di luar rumah). Faktor-faktor yang mempengaruhi hal itu adalah kehadiran pem- bantu di rumah, waktu yang tersedia untuk pengelolaan peralatan memasak dan waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan. Rumahtangga di Kanada dengan ibu yang bekerja penuh di luar rumah mengonsumsi lemak, karbohidrat dan kalori lebih sedikit tetapi mengonsumsi vitamin A dan C lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang bekerja di rumah (Horton & Campbell, 1991). Rumah- tangga di Amerika yang mempunyai pendapat- an lebih tinggi mempunyai elastisitas konsumsi vitamin C yang lebih tinggi pula (Adrian & Daniel, 1976). Sebanyak 70 persen vitamin C dalam menu makanan masyarakat Amerike berasal dari buah-buahan dan salad (Robinson, 1968). Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu yang bekerja di luar rumah mengurangi kon- sumsi pangan sumber kalori dan lemak dan meningkatkan konsumsi sayur dan buah pada rumahtangganya yang berarti konsumsi pangan rumahtangganya jadi lebih beragam. Sebuah penelitian di Skotlandia memper- kuat hasil penelitian di atas. Rumahtangga dengan ibu bekerja di luar rumah lebih banyak mengonsumsi buah daripada rumahtangga de- ngan ibu di rumah. Hal itu dilakukan karena alasan waktu untuk pengelolaan pangan yang lebih singkat (Gofton & Ness, 1991). Hal ini juga didukung dengan hasil Survei Gizi Victoria yang menyebutkan bahwa ibu yang bekerja di luar rumah lebih banyak mengonsumsi bera- gam sayur dan buah (Worsley 1991). Penjelas- an yang masuk akal untuk rendahnya konsumsi kalori, karbohidrat dan lemak pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah adalah karena me- reka lebih peduli dengan berat badannya daripada ibu-ibu yang di rumah. Seperti yang dicatat Abraham (1988) bahwa pandangan ten- tang body image, tubuh yang langsing, dan penampilan yang menarik merupakan hal yang penting bagi wanita Australia untuk mendapat pekerjaan yang baik, sukses dalam karier dan pergaulan. Walaupun mereka banyak meng- konsumsi makanan yang diolah di rumahtang- ga, mereka lebih memilih jenis makanan yang rendah lemak, salad dan buah- buahan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Becker (1965) menyatakan rumahtangga de- ngan ibu yang bekerja mungkin lebih banyak mengonsumsi makanan yang praktis (siap san- tap/siap saji) daripada rumahtangga dengan ibu yang tinggal di rumah. Hal-hal berikut me- rupakan bagian dari pengelolaan pangan yang praktis di rumahtangga. Pertama, berbagai kompor gas atau listrik, oven, mikrowave, le- mari es dan lainnya yang tergolong sebagai peralatan masak modern. Kedua adalah ma- kanan siap santap, siap saji dan golongan ba- han pangan yang dapat langsung dikonsumsi seperti sayur dan buah. Ketersediaan peralat- an masak modern di rumahtangga serta kemu- dahan akses terhadap berbagai pangan yang praktis dapat mengurangi atau bahkan menghi- langkan peranan ibu dalam pengelolaan pa- ngan di rumahtangga (Wahlqvist, 1988; Miller, 1990; Burnett & Rees, 191). Contoh lain sebagai dampak dari makin berkembangnya penggunaan pangan yang prak- tis adalah di Jepang dimana rata-rata waktu yang dialokasikan oleh wanita untuk kegiatan domestik termasuk pengelolaan pangan di ru- mahtangga, selama tiga dekade ini mengalami penurunan sampai 20%, yaitu dari 51.8 jam menjadi 41.8 jam per minggu. Selama periode tersebut konsumsi pangan yang dikelola di rumahtangga juga mengalami peningkatan (Iwao, 1993). Hal ini merupakan penjelasan mengapa di negara maju, rumahtangga dengan ibu yang bekerja dapat mengonsumsi bera- gam jenis pangan. Di Indonesia, beragam jenis pangan yang dikelola rumahtangga tersedia baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Harga dari pangan tersebut berbeda antara di wilayh perkotaan dengan di pedesaan. Sesuai dengan data CBS (1992), pada tahun 1990 rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk pangan ada- lah sebesar 8.4%. Seorang pembantu atau wa- nita anggota rumahtangga yang tinggal di rumah biasanya menggantikan peran ibu untuk mengelola pangan di rumahtangga. Di daerah perkotaan, sekalipun ibu rumahtangga tidak bekerja di luar rumah biasanya tetap memiliki pembantu karena keinginan anggota rumah- tangga, termasuk ibu untuk memiliki waktu luang yang lebih banyak. Rumahtangga dengan pendapatan tinggi, khususnya yang tinggal di daerah perkotaan biasanya mempunyai pera- latan masak modern juga. Beberapa penelitian telah dilakukan un- tuk mengetahui efek dari status dan jenis pe- kerjaan ibu terhadap asupan gizi dan makan- an rumahtangga di negara berkembang. Huffman (1987) mencatat bahwa permintaan yang tinggi terhadap alokasi waktu wanita untuk kegiatan ekonomi dan kegiatan rumah- tangga pada rumahtangga menengah ke ba- wah dapat mempengaruhi variasi pangan yang dikonsumsi. Seperti yang telah dibahas di bagian 2.6.1, di negara berkembang, wanita memegang peranan penting dalam pengelolan pangan rumahtangga. Saat wanita dari rumah- tangga menengah ke bawah lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk kegiatan eko- nomi/bekerja di luar rumah, biasanya me- reka akan mengurangi waktu untuk mengelola makanan di rumahtangga dengan cara mengu- rangi frekeunsi memasak atau mengurangi je- nis makanan yang dimasak yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas gizi pada menu ma- kanannya (Food and Agriculture Organization, 1987). Pada kasus ini, keberadaan saudara atau anggota rumahtangga wanita yang ber- usia remaja (Adrian & Daniel, 1976; Choudry et al., 1986; Leibowitz, 1974; Popkin, 1980) akan dapat mencegah terjadinya dampak bu- ruk yang disebutkan sebelumnya. Walaupun demikian, tidak ada peneliti- an di negara berkembang yang menganalisis hubungan antara status dan jenis pekerjaan ibu dengan keragaman konsumsi pangan ru- mahtangganya. Seluruh penelitian yang telah disebutkan sebelumnya dilakukan di negara maju (ditunjukkan di Tabel 1). Penelitian yang dilakukan Caliendo et al., (1977) menun- jukkan bahwa tidak ada hubungan yang signi- fikan antara status dan jenis pekerjaan ibu dengan keragaman konsumsi pangan anak- anaknya. Kelemahan dari penelitian ini telah disebutkan di bagian 2.6.2. Penjelasan lain untuk hasil penelitian ini yaitu kemungkinan rumahtangga dengan ibu bekerja di luar ru- mah memiliki pembantu atau menggunakan berbagai peralatan masak modern dan anak- anaknya makan siang di tempat penitipan anak. Hal yang disayangkan dari penelitian ini adalah tidak disebutkannya berbagai faktor yang mungkin menjadi faktor pengganggu/ confounder. Penelitian yang dilakukan oleh Schorr et al. (1972) di sebuah desa kecil di USA menun- jukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara status dan jenis pekerjaan ibu dengan keragaman konsumsi pangan anak- anaknya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lee (1987), menggunakan analisis multivariat dan jumlah sampel yang besar menyimpulkan bahwa status dan jenis pekerjaan ibu meru- pakan determinan keragaman konsumsi pa- ngan rumahtangga. Jenis pangan yang dikon- sumsi pada rumahtangga dengan ibu yang be- kerja di luar lebih sedikit dibandingkan de- ngan rumah tangga tanpa wanita/ibu yang be- kerja di luar rumah. Penjelasan untuk hal ini adalah karena adanya perbedaan karakteristik populasi pada kedua penelitian tersebut (da- lam hal pendapatan, pendidikan dan kebuda- yaan) dan perbedaan metode analisis yang digunakan. Oleh karena itu, status dan jenis peker- jaan ibu, kehadiran pembantu dalam rumah- tangga, ketersediaan berbagai peralatan ma- sak modern dan bahan-bahan pangan praktis, yang seluruhnya mempengaruhi ketersediaan waktu ibu untuk mengelola pangan cenderung untuk menjadi determinan keragaman kon- sumsi pangan di rumahtangga. Tetapi belum ada penelitian yang secara sistematis meng- analisis dampak dari berbagai faktor yang di- duga sebagai determinan tersebut yang dila- kukan di Indonesia, dimana jumlah wanita yang terlibat di pasar tenaga kerja semakin meningkat. ## Preferensi dan Ketersediaan Pangan Preferensi/kesukaan pangan biasanya merujuk pada daya terima dari pangan ter- sebut, yang dipengaruhi oleh kebiasaan, kua- litas rasa pangan dan zat gizi yang terkandung dalam pangan tersebut (Giese, 1994; Lyman, 1989; Wahlqvist, 1988). Preferensi pangan ada yang bersifat tetap sepanjang waktu dan da juga yang dapt berubah dari waktu ke waktu. Seringkali sesorang atau kelompok etnis ter- tentu tidak menyukai pangan-pangan tertentu (Lyman 1989). Selain itu preferensi pangan juga dapat berbeda di antara kelompok umur dan jenis kelamin (Lyman, 1989; Buce, 1987), seperti pada anak-anak dan orang dewasa. Setiap kelompok sosial memiliki tradisi dan kepercayaan tertentu yang berhubungan dengan pangan, apakah bersifat rasional atau irasional, menguntungkan atau merugikan, yang pada mulanya berkembang karena keter- sediaan pangan di tempat tersebut dan juga berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan agama kelompok etnik tersebut (Eschleman, 1991; Wahlqvist, 1988; Ramington, 1948). Me- nurut Ramington (1948), kebiasaan makan pa- da satu atau kelompok orang terbentuk kare- na faktor ekologi dimana kelompok tersebut tinggal. Tanah dan iklim menentukan produksi dan ketersediaan pangan. Lebih lanjut, faktor tradisi dan kepercayaan mengatur penerima- an pangan, pengelolaannya serta preferensi pangan. Preferensi pangan selanjutnya ditu- runkan dari generasi ke generasi lewat penga- laman dalam keluarga dan hal itu dapat dipe- ngaruhi oleh faktor sosial ekonomi dari waktu ke waktu (Williams, 1992; Wahlqvist, 1988; Ramington, 1948). Secara umum, menu ma- kanan barat biasanya terdiri atas susu, daging, roti dan sereal, buah dan sayur. Seluruh susun- an menu makanan orang Asia biasanya terdiri atas nasi, ikan, seafood dan kacang-kacangan serta sayur dan buah. Susu hanya digunakan dalam jumlah terbatas karena kemungkinan adanya prevalensi laktos intolerans dan ku- rangnya ketersediaan susu (Eschleman, 1991). Seluruh agama yang ada di dunia secara implisit menganjurkan pemeluknya untuk mengonsumsi beragam jenis makanan. Da- lam seluruh agama ada larangan bagi peme- luknya untuk mengonsumsi makanan terten- tu yang jumlahnya sangat terbatas. Makanan yang dilarang tersebut digantikan dengan ma- kanan lain yang secara kandungan gizi hampir sama. Walaupun daging babi dilarang bagi orang Yahudi dan Islam, daging, buah sayuran dan susu mempunyai nilai yang khusus dalam ajaran agama Yahudi, Kristen dan Islam (Williams, 1992; Rahman, 1980). Saat preferensi pangan diturunkan dari generasi ke generasi, sebagian dari preferensi itu kemungkinan ada yang mengalami peru- bahan, maka ibu sebagai orang yang berperan penting dalam pengelolaan pangan di rumah- tangga akan berperan untuk menerapkan pre- ferensi yang baru tersebut dalam rumahtang- ganya (Williams, 1992; Wahlqvist, 1988). Pre- ferensi pangan yang baru tersebut biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi yang me- reka miliki, yang dapat diperoleh dari satu atau lebih informasi gizi dari sumber-sumber yang telah dibahas di bagian 2.6.1, yaitu pe- ngalaman, pendidikan gizi, paparan media massa dan iklan. Randall mencatat bahwa pa- da keluarga dengan menu makanan yang bera- gam biasa jadi ada beberapa pangan yang di- larang sebagai bentuk dari preferensi pangan (Randall, 1982). Pada pertanian subsisten, ketersediaan pangan lokal hanya dipengaruhi oleh produksi pangan lokal dan pangan yang diperoleh dari kegiatan berburu meramu (mengumpulkan ma- kanan). Para petani memproduksi beragam pangan lokal yang sesuai dengan kondisi alam dan berbagai faktor ekologi seperti tanah, ik- lim, musim dan sumberdaya biologis (Fleuret P & Fleuret A, 1980; Cooper, 1992). Konseku- ensi dari hal tersebut adalah adanya keragam- an produksi pangan (pola panen) dan keterse- diaan pangan pada pertanian subsisten yang bergantung pada berbagai faktor ekologi. Ada- nya pengenalan teknologi pertanian baru, pe- ningkatan infrastruktur dan pengelolaan fak- tor-faktor ekologi telah meningkatkan produk- si pangan (Wolfe & Behrman, 1982). Sejalan dengan hal tersebut, kondisi infrastruktur yang lebih baik, dan teknologi penanganan, penge- masan, penyimpanan serta pengembangan pro- duk pangan yang lebih baik telah meningkat- kan distribusi dan akses pangan ke berbagai daerah (Wahlqvist, 1988). Hasil dari hal tersebut yaitu adanya keseragaman jenis ke- lompok pangan yang tersedia pada daerah- daerah yang berdekatan. Dewey (Lee & Brown, 1989) merupakan satu-satunya peneliti yang telah menganalisis hubungan antara keragaman pola panen pa- ngan rumahtangga dengan keragaman konsum- si pangan. Kelemahan penelitian ini yaitu pa- da ukuran keragaman konsumsi pangan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hu- bungan yang signifikan antara keragaman kon- sumsi pangan dengan keragaman panen di Socios, Meksiko (Tabel 1). Kedua hal tersebut (keragaman konsumsi pangan dan keragaman panen) tidak mempunyai hubungan yang kuat. Kemungkinan, analisis tersebut dapat lebih te- pat di daerah pertanian subsisten atau daerah yang pertaniannya hampir subsisten. Tetapi di daerah pertanian non-subsisten, jenis pangan yang diproduksi mungkin tidak berhubungan dengan jenis produksi pangan lokal. Di negara maju, keberhasilan produksi pangan, distribusi dan teknologi pangan me- ningkat, seiring produksi pangan komersial ke- butuhan rumahtangga yang ada di pasar yang seluruhnya tidak dipengaruhi oleh musim (Wahlqvist, 1988). Penelitian yang dilakukan oleh Lee (1987) di Amerika menegaskan bah- wa tidak ada dampak yang signifikan dari mu- sim (guugur, dingin, semi dan panas) terhadap keragaman konsumsi pangan pada rumahtang- ga Amerika (Tabel 1). Dalam pertanian non- subsisten di negara berkembang, walaupun pangan lokal tetap dikonsumsi, jenis konsumsi pangan tidak lagi sama dengan jenis produksi pangan lokal (Dewey, 1980; Harvey & Heywood, 1983; Leonard & Thomas, 1988). Faktor ekologi/alam dapat berpengaruh juga terhadap kebiasaan yang berhubungan de- ngan konsumsi pangan pada kelompok etnis tertentu yang hidup wilayah tersebut. Untuk mengetahui besarnya variasi yang tidak dapat dihitung dari perbedaan ekologi antar wila- yah, beberapa konsep sosial ekonomi turut di- masukkan. Hal ini dilakukan untuk memudah- kan penggolongan wilayah ekologi seperti men- jadi daerah perkotaan dan pedesaan. Dalam analisis multivariat pangan, variabel wilayah pedesaan dan perkotaan dimasukkan sebagai variabel dummy agar dapat mencakup bebera- pa perbedaan variasi ekologi (yang tidak dapat dihitung) seperti pada variasi wilayah dan kelompok etnis (Lee, 1987; Adrian & Daniel, 1976; Reynolds, 1990; MacMillan et al., 1972). Keragaman konsumsi pangan dapat di- pengaruhi oleh preferensi pangan yang diten- tukan oleh nilai-nilai kebiasaan/adat (tradisi dan kepercayaan) yang berhubungan dengan pangan, pengetahuan gizi dan kualitas pa- ngan. Walaupun beberapa jenis pangan ter- tentu seringkali digantikan dengan pangan la- in yang kandungan gizinya serupa. Konsekuen- sinya, preferensi pangan mungkin berhubung- an dengan keragaman konsumsi pangan seper- ti yang telah diperhitungkan dari keragaman konsumsi pangan sejenis tetapi tidak dengan keragaman konsumsi pangan seperti yang te- lah diperhitungkan dari sebagian besar kelom- pok pangan. Sebagai tambahan, jika jenis pa- ngan yang tersedia di seluruh wilayah sama, maka akan sulit untuk memasukkan jenis pa- ngan yang tersedia sebagai salah satu deter- minan keragaman konsumsi pangan. ## Besar dan Komposisi Rumahtangga Model analisis yang umum pada deter- minan konsumsi pangan biasanya mengguna- kan ukuran rumahtangga, pendapatan atau pe- ngeluaran dan harga sebagai faktor determin- an yang mungkin (Buce, 1987; Raunikar, & Huang, 1987). Umumnya, pada rumahtangga- rumahtangga dengan tingkat pendapatan yang sama, total konsumsi pangan rumahtangga meningkat seiring dengan peningkatan jumlah anggota rumahtangganya (Adrian & Daniel, 1976; Worsley, 1991; Longhurst, 1984; Blanciforti et al., 1981). Pendapatan yang terbatas pada rumahtangga berukuran besar akan mengakibatkan jenis pangan yang dikon- sumsi jadi kurang bervariasi dan memiliki kua- litas gizi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan rumahtangga yang berukuran lebih ke- cil (Dewey, 1981 ; Fleuret P & Fleuret A, 1980). Horton mensimulasikan sebuah model ekonometrik dengan menggunakan data Gujarat untuk menganalisis dampak ukuran ru- mahtangga terhadap asupan pangan. Hasilnya menunjukkan bahwa pengurangan satu anggota rumahtangga akan meningkatkan konsumsi kalori sebesar 240-400 kalori per kapita, ter- gantung pada umur dan jenis kelamin anggota rumahtangganya (Horton, 1985). Preferensi pangan pada anak-anak ber- beda dengan kelompok orang dewasa dan ke- lompok usia lanjut (Buse & Salathe 1978). Konsumsi pangan pada kelompok anak-anak umumnya bergantung dari apa yang diberikan oleh ibu atau orangtuanya (Abraham 1988; Blanciforti et al. 1981; Horton 1985; Buse & Salathe 1978) yang tentunya berbeda dengan yang diberikan untuk kelompok remaja atau dewasa. Kelompok remaja dan dewasa lebih suka untuk memilih pangan yang dikonsumsi- nya sendiri dan pada kelompok remaja biasa- nya kurang begitu peduli dengan kandungan gizi yang tinggi pada pangan dan mereka cen- derung lebih menyukai pangan yang sedang populer (Blanciforti et al. 1981; Rappoport et al. 1992; Kelly 1981; Woodward 1985). Penelitian yang dilakukan di USA dan UK menunjukkan bahwa wanita berpendapatan tinggi lebih sedikit mengonsumsi pangan sum- ber kalori dan lebih banyak mengonsumsi sayur dan buah daripada pria karena faktor body image dan kesadaran untuk hidup sehat. (Wandel 1994; Rappoport et al. 1992). Rappoport et al. (1992) menyimpulkan bahwa alasan penting untuk mengonsumsi pangan tertentu bagi wanita berpendapatan tinggi di Kansas adalah karena pertimbangan gizi dan kesehatan. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan teori Maslow mengenai tingkatan yang lebih tinggi dari kebutuhan motivasi perilaku manusia. Pendidikan dan pendapatan yang le- bih tinggi akan mendorong manusia untuk le- bih perhatian terhadap kesehatannya (Maslow 1970). Hal tersebut mendorong mereka untuk mengonsumsi beragam jenis pangan dengan porsi pangan sumber kalori yang lebih kecil. Sementara itu, kelompok usia lanjut di USA dan Australia, khususnya yang tinggal di dae- rah perkotaan, lebih menghargai kesehatan- nya (Blanciforti et al. 1981; Rappoport et al. 1992; Crawford & Baghurst 1990; Slesinger et al. 1980) yang akhirnya mendorong mereka untuk mengonsumsi beragam jenis pangan. Berdasarkan hal tersebut, kami mengajukan suatu hipotesis bahwa perbedaan konsumsi pangan berhubungan dengan jenis kelamin dan tahapan dalam siklus hidup. Beberapa penelitian tentang keragaman konsumsi pangan turut mempertimbangkan ukuran dan komposisi rumahtangga dalam analisisnya karena setiap rumah tangga memi- liki ukuran dan komposisi yang berbeda. Caliendo et al. (1977) dan Schorr et al. (1972) (menggunakan analisis bivariat) melaporkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak-anak dengan keragaman kon- sumsi pangan mereka atau antara jenis kela- min anak-anak dengan keragaman konsumsi pangannya (Tabel 1). Sampel pada penelitian yang pertama adalah anak-anak prasekolah, yang berusia antara 1 sampai 4 tahun (Caliendo et al. (1977) dan sampel penelitian kedua adalah remaja dengan rentang usia an- tara 7 sampai 12 tahun (Schorr et al. 1972). Karena sampel tidak mencakup seluruh ren- tang usia (tahapan siklus hidup), maka hu- bungan antara usia dan keragaman konsumsi pangan tidak dapat dianalisis dengan lebih teliti. Ukuran keragaman konsumsi pangan yang digunakan pada penelitian lain yang menggunakan data nasional dengan berma- cam-macam kelompok usia di Amerika (Lee & Brown 1989; Lee 1987), menunjukkan bukti yang konsisten bahwa kelompok umur dan je- nis kelamin merupakan determinan keragam- an konsumsi pangan setelah dikontrol dengan biaya pangan. Ukuran rumahtangga mempu- nyai hubungan yang berkebalikan dengan kera- gaman konsumsi pangan. Lee dan Brown (1989) menunjukkan bahwa penambahan satu orang anggota rumahtangga pada rumahtangga yang terdiri atas dua orang akan berdampak lebih besar terhadap keragaman konsumsi pangan- nya dibandingkan penambahan jumlah anggota yang sama pada rumahtangga yang terdiri atas empat orang. Oleh karena itu, jumlah anggota rumah- tangga dan komposisinya merupakan faktor yang diduga sebagai determinan keragaman konsumsi pangan di Indonesia. Variasi pada komposisi rumahtangga juga turut mencer- minkan variasi dalam preferensi pangan dan unit konsumennya di rumahtangga. Hal ini da- pat diidentifikasi, termasuk pada variabel ke- lompok umur dan jenis kelamin yang diguna- kan untuk analisis determinan keragaman konsumsi pangan. Berkaitan dengan unit konsumen rumah- tangga dalam analisis pendapatan dan data asupan pangan di tingkat rumahtangga, Para ahli ekonomi menyarankan untuk mengguna- kan unit dewasa yang ekuivalen (Prais & Huothaker 1955; Price 1970; Deaton & Meullbauer 1980). Unit dewasa yang ekuivalen lebih tepat daripada unit per capita karena hal tersebut diperbolehkan untuk data rumah- tangga yang memiliki perbedaan ukuran dan perbedaan komposisi umur dan jenis kelamin. Dengan kata lain, hal itu merupakan ukuran serta komposisi (umur dan jenis kelamin) ru- mahtangga yang standar. Saat ini, para ahli gizi (Jus’at 1991; Chen et al. 1990; Hardinsyah 1990) dan para ahli ekonomi (Popkin 1980; Balnciforti et al. 1981; Trairatvorakul 1984; Braun et al. 1989) telah menerapkan penggu- naan unit dewasa pria ekuivalen berdasarkan kebutuhan kalori untuk analisis variabel eko- nomi dan gizi pada tingkat rumahtangga. Singkatnya, review dari berbagai litera- tur ini menyatakan bahwa determinan yang mungkin mempengaruhi keragaman konsumsi pangan di tingkat rumahtangga mencakup pengetahuan gizi, daya beli pangan, waktu yang tersedia bagi ibu untuk pengelolaan pangan, preferensi pangan dan ketersediaan pangan. Setiap faktor tersebut kemungkinan ditentukan oleh berbagai faktor sosial demo- grafi, faktor ekonomi dan faktor lainnya. Fak- tor sosial demografi yang dimaksud adalah pendidikan, paparan media massa, status dan jenis pekerjaan ibu, komposisi dan ukuran ru- mahtangga, sedangkan faktor ekonominya se- perti biaya pangan, pendapatan dan harga pangan dan yang terakhir ditentukan pula oleh berbagai faktor lain seperti kepercayaan dan tradisi yang berhubungan dengan pangan, pro- duksi dan distribusi pangan. ## Diagram Pohon Faktor Determinan Berdasarkan review yang telah dipapar- kan di bagian sebelumnya, maka dapat disu- sun suatu diagram pohon dari faktor-faktor yang diduga sebagai determinan dari kera- gaman konsumsi pangan. Ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting kera- gaman konsumsi pangan yaitu daya beli pa- ngan, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan (gambar 2.1). De- ngan menggunakan prinsip metode formulasi kerangka pikir, yang diusulkan oleh Delp et al. (1977), maka diagram pohon yang dikembang- kan untuk menggambarkan kerangka pikir ke- ragaman konsumsi pangan ditunjukkan pada gambar 1. Variabel yang diduga merubah daya beli pangan adalah biaya pangan, harga pangan dan ukuran rumahtangga. Biaya pangan ke- mungkinan dipengaruhi oleh pendapatan ru- mahtangga, komposisi rumahtangga da penge- tahuan gizi orang tua, khususnya ibu. Harga pangan kemungkinan dipengaruhi oleh kuali- tas pangan, penawaran (ketersediaan) pangan dan penawaran pangan. Gambar 1. Diagram Pohon Faktor yang Diduga sebagai Determinan Keragaman Konsumsi Pangan Variabel yang diduga merubah pengeta- huan gizi adalah pendidikan gizi, yang ke- mungkinan dipengaruhi tingkat pendidikan kedua orang tua, dan partisipasi ibu dalam kegiatan sosial. Paparan media massa pada anggota rumahtangga kemungkinan dipenga- Infrastruktur Teknologi Pangan Infrastruktur Teknologi Pertanian Faktor Ekologi Ketersediaan Pangan Lokal Kelompok Etnis Distribusi Pangan Produksi Pangan Sifat Gizi dan Kesehatan Sifat rasa Teknologi Pangan Waktu luang Lokasi Pendapatan Waktu luang Lokasi Pendapatan Waktu luang Ukuran dan komposisi rumahtangga Pendapatan Pendidikan Ibu Pendapatan Kualitas Pangan Ketersediaan Pangan Lokal Permintaan Pangan Lokal Pengetahuan Gizi Ukuran dan komposisi rumahtangga Pendapatan Lokasi Pendapatan Umur ayah Umur Ibu Waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan Pengetahuan Gizi Daya beli pangan Ketersediaan pangan lokal Preferensi pangan Pendidikan Gizi Paparan media massa Pengalaman Gizi Distribusi pangan Produksi pangan Biaya Pangan Ukuran dan komposisi rumahtangga Harga Pangan Status dan jenis pekerjaan ibu Pembantu rumahtangga Peralatan masak modern Pangan praktis Kualitas Pangan Ketersediaan Pangan Pengetahuan Gizi Paparan Media massa Tradisi dan kepercayaan yang berhubungan dengan pangan Keragaman konsumsi pangan Keterlibatan ibu dalam kegiatan sosial Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Ukuran dan komposisi rumahtangga Kehadiran wanita Sakit yang berhubungan dengan malnutrisi Lokasi Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Agama ruhi oleh pendapatan rumahtangga, tingkat pendidikan formal kedua orang tua, lokasi tempat tinggal (apakah di desa atau kota) dan pengalaman gizi anggota rumahtangga. Peng- alaman ini dipengaruhi oleh usia kedua orang tua, pengalaman sakit yang terkait dengan malnutrisi, pendapatan rumahtangga, dan lo- kasi tempat tinggal. Waktu yang dialokasikan oleh wanita un- tuk pengelolaan pangan ditentukan oleh status dan jenis pekerjaan ibu, kehadiran pembantu rumahtangga, ketersediaan peralatan masak modern (kompor gas atau listrik, oven, micro- wave dan lemari pendingin) dan ketersediaan bahan pangan yang praktis (siap santap/siap saji), yang akan dapat mempersingkat waktu penyiapan pangan. Status dan jenis pekerjaan ibu kemungkinan dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga dan tingkat pendidikan ibu. Se- dangkan kehadiran pembantu di rumahtangga kemungkinan dipengaruhi oleh pendapatan ru- mahtangga, jumlah wanita yang dapat mem- bantu untuk memasak, komposisi rumahtangga dan waktu luang atau istirahat yang diingin- kan oleh ibu. Ketersediaan peralatan masak modern dan pangan yang praktis (siap masak/ siap saji) dipengaruhi oleh pendapatan, lokasi tempat tinggal, dan teknologi. ## DAFTAR PUSTAKA Abraham S. 1988. What does food mean to young Australian women. In: Truswell AS, Wahlqvist ML. Food habits in Australia, Proceeding of the first Deakin/Sydney Universities Symposium on Australian Nutrition, 85-93. Adrian J, Daniel R. 1976. Impact of socioekonomic factors on consumption of selected food nutrients in the United States. American Journal of Agriculture Ekonomics, 58,31-38. Atkinson AB. 1975. The ekonomics of Inequal- ity. Clarendon Press, Oxford, 1-295. Bairagi R. 1980. Is income the only constraint on child nutrition in rural Bangladesh ? Bulletin of the World Health Orga- nization, 58,767-772. Becker GS. 1965. A theory of the allocation of time. Economics Journal, 75,493-517. Behrman JR, Deolalikar AB, Wolfe BL. 1988. Nutrients: Impact and determinants. The World Bank Ekonomic Review, 2,299- 319. Behrman JR, Wolfe BL. 1982. How does Mother’s schooling affect family health, nutrition, medical care usage, and household sanitation ? Journal of Econo- metrics, 36,185-204. Blanciforti L, Green R, Lane S. 1981. Income and expenditure for relatively more versus relatively less nutritious food over the life cycle. American Journal of Agricultural Economics, 63,255-260. Bouis HE. 1989. The determinants of house- hold-level demand for micronutrients: an analysis for Philippine farm house- hold. Final report submitted to the World Bank, Population, Health and Nutrition Division. International Food Policy Research Institute, Washington DC, 1-68. Bouis HE. 1990. Evaluating demand for calories for urban and rural populations in the Philippines: Implications for nutrition policy under ekonomic recovery. World Development, 18,281-299. Braun JV, Puetz D, Webb P. 1989. Irrigation technology and commercialization of rice in the Gambia: Effects on income and nutrition. International Food Policy Research Institute, 75,1-68. Buce RC. 1987. Socioeconomic, demographic and psychological variables in demand analysis. In: Raunikar R, Huang C-L, eds. Food demand analysis: Problems, issues and empirical evidence. Iowa University Press, Ames, Iowa, 186-215. Burnett S-A, Rees AM. 1991. Advantages and disadvantages associated with the increased use of microwave energy in food preparation. Journal of Consumer Studies and Home Ekonomics, 15,231- 239. Burns C, McGeorge D, caterson ID. 1988. Nutriton Knowledge and practice in an obese population. In. Trusswell AS, Wahlqvist L, eds. Proceeding of the First Deakin/Sydney University Symposium on Australian Nutrition. North Balwyn: R Gordon, 1-421. Buse RC, Salathe LE. 1978. Adult equivalent scales: An alternative approach. American Journal of Agricultural Econo- mics, 60,460-468. Caliendo MA, Sanjur D, Wright J, Cummings G. 1977. Nutritional status of preschool children. Journal of the American Dietetic Association, 71,21-25. Campbell ML, Sanjur D. 1992. Single employ- ed mother and preschool child nutrition – an ecological analysis. Journal of Nutrition Education, 24,67-74. Central Bureau of Statistics. 1992. Expenditure for consumption of Indonesia 1990, Book I. Central Bureau of Statistics, Jakarta, 1-195 Chatterjee M. 1989. Socio-economic and socio- cultural influences on women’s nutri- tional status and roles. In: Gopalan C, Kaur S, eds. Women and nutrition in India. Nutrition Foundation of India, New Delhi, 296-323. Chen J, Campbell TC, Li J, Peto R. 1990. Diet lifestyle and mortality in China: A study of the Characteristic of 65 Chinese counties. Oxford, UK: Joint publication of Oxford University Press, Cornell University Press and China People’s Publishing House, 1-894. Choudry M, Jain S, Saini V. 1986. Nutritional status of children of working mothers. Indian Pediatrics, 23,267-270 Cohen D. 1981. Consumer behavior. Random House Business Division, New York, 1- 504. Cooper D. In: Cooper D, Vellve R, Hobbelink H, eds. Growing diversity: Genetic resour- ces and local food security. Intermediate Technology Publication, Barcelona, 1-16. Crawford DA, Baghurst KI. 1990. Diet and health: A national survey of beliefs, behaviors and barriers to change in the community. Australian Journal of Nutrition and Dietetics, 47,97-104. Deaton A, Muellbauear. 1980. Economics and concumer behavior. Cambridge Univer- sity Press, Cambridge, 1-450. Delp P, Thesen A, Motiwalla, Seshadri N. 1977. Systems tools for project planning. International Development Institute, Indiana, 1-112. Den Hartog AP. 1983. Evaluation of nutrition education: assessment of the social context. In: Schuch B, ed. Evaluation of nutrition education in third world communities. Hans Huber Publishers Bern, Vienna, 45-55. (Nestle Found- ation Publication Series, vol 3). Dewey KG. 1980. The impact of agricultural development on child nutrition in Tabasco, Mexico. Medical Anthropology, 4,21-54. Dewey KG. 1981. Nutritional consequences of transformation from subsistence to commercial agriculture. Human Ecolo- gy, 9,151-187. Ellis J, Wiens J, Rodel C, Anway J. 1976. A conceptual model of diet selection as an ecosystem process. Journal of Theoretic- al Biology, 60,93-108. Eschleman MM. 1991. Introductory nutrition and diet therapy. JB Lippincot Compa- ny, Philadelphia, 1-664. Fleuret P, Fleuret A. 1980. Nutrition con- sumption, and agricultural change. Human Organization, 39,250-260. Food and Agriculture Organization. 1987. Women in African food production and food security. In: Gittinger JP, Leslie J, Hoisington C, eds. Food policy: Integrat- ing supply, distribution, and consump- tion. The John Hopkins University Press, Baltimore, 133-140. Foster P. 1992. The world food problem: Tackling the causes of undernutrition in the third world. Lynne Rienner Publishers, Boulder, 1-367. Giese J. 1994. Modern alchemy: use of flavors in food. Food Technology, 106-116. Gofton L, Ness M. 1991. Twin trends: health and convenience in food change or who killed the lazy housewife. British Food Journal, 93,17-23. Goldfarb SM. 1985. Nutrition knowledge, attitudes and practices of runners [Master Thesis]. Institute of Health Professions, USA, 2,S11-S35. Goungetas BP, Jensen HH, Johnson SR. 1993. Food demand projections using full demand systems. Food Policy, 18,55-63 Hardinsyah. 1990. Seasonal variation of household vitamin A and iron availability based on food security data in Indonesia. Unpublished report to Cornell Food and Nutrition Policy Program (CFNPP)-Cornell University. Ithaca-NY, 1-24. Hardinsyah. 1996. Measurement and deter- minants of food diversity: Implications for Indonesia’s food and nutrition policy. Nutrition Program, Medical School, University of Queensland. Hardinsyah, Heywood PF, 1993. Review of the association between food diversity and diet quality. Abstract of the XV International Congress of Nutrition, Adelaide. Hardinsyah, Mark GC, 1996. Dietary diversity and nutrition related health outcomes: A Review. Abstract of the XII International Congress of Dietetics, Manila. Harvey PW & Heywood PF. 1983. Twenty-five years of dietary change in Simbu Province, Papua New Guinea. Ecology of Food and Nutrition, 13,27-35 Helman CG. Culture, health and illness, an introduction for health professionals. Wright, London, 1-344. Hickman BW, Gates GE, Dowdy RP. Nutrition claims in advertising: a study of four women’s magazine. Journal of Nutrition Education, 25,227-235. Horton S. 1985. The determinants of nutrient intake, result from Western India. Journal of Development Economics, 19,147-162. Horton S, Campbell. 1991. Wife’s employ- ment, food expenditure, and apparent nutrient intake: Evidence from Canada. American Journal of Agricultural Economics, 73,784-794. Huffman SL. 1987. Women’s activities and impacts on child nutrition. In: Gittinger P, Leslie J. Hoisington C, eds. Food policy, integrating supply, distribution and consumption. The John Hopkins University Press, Baltimore, 371-384. Immink MDC. 1982. Purchasing power and food consumption behavior. In: Sanjur D, ed. Social and cultural perspectives in nutrition. Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, NY, 91-122. Iwao S. 1993. The Japanese women, the traditional image and changing reality. The Free Press, a Division of Macmillan Inc, New York, 1-304. Jacobs BL. 1981. Communication content of nutrition information in selected popular print media [Master Thesis]. Michigan State University, Michigan, 1-190. Johnson DW, Johnson RT. 1985. A meta analysis and synthesis of nutrition education research. Journal of Nutrition Education, 1-67. Jus’at I. 1991. Determinants of nutritional status of preschool children in Indonesia: An analysis of national socio-ekonomic survey (SUSENAS), 1987 [Dissertation]. Faculty of the Graduate School of Cornell University, Ithaca, NY, 1-214. Kant AK, Block G, Schatzkin A, Ziegler RG, Nestle M. 1991. Dietary diversity in the US population, NHANES II 1976-1980. Journal of the American Dietetic Association, 91,1526-1531. Kant AK, Schatzkin A, Harris TB, Ziegler RG, Block G, 1993. Dietary diversity and subsequent mortality in the first National Health and Nutrition Examin- ation Survey Epidemiologic Follow Up Study. The American Journal Clinical Nutrition, 57,434-440. Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Walfare Ministry). 1989. Pola umum perbaikan menu makanan rakyat (General guideline for the improvement of people’s diet). Kantor Menteri Koor- dinator Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 1-26 Kapka-Schutt, Mitchell ME. Positive effect of a nutrition instruction model on a dietary behavior of a selected group of elderly. Journal of Nutrition for Elderly, 12,29- 53. Kelly AC. 1981. Demographic impact on demand patterns in the low income setting. Economic Development and Cultural Change, 30,1-16. Kirk M, Gillespie AH. 1990. Factors affecting food choices of working mothers with young families. Journal of Nutrition Education, 22,161-168. Lang T. 1992. Food policy and public health. Public Health, 106,91-125. Lee J, Brown MG. 1989. Consumer demand for food diversity. Southern Journal of Agri- cultural Economics, 21,47-53. Lee J-Y. 1987. The demand for food varied diet with econometric models for count data. American Journal of Agriculture Economics, 69,687-692. Leibowitz A. 1974. Education and home production. The American Ekonomic Review, 74,243-251. Leonard WR & Thomas RB. 1988. Changing dietary patterns in the Peruvian Andes. Ecology of Food and Nutrition, 21,245- 263. Longhurst R. 1984. Agricultural production and food consumption: Some neglected linkages. Food and Nutrition, 9,2-5. MacMillan JA, Tung F-L, Loyns RMA. 1972. Differences in regional household con- sumption patterns by urbanization: A cross-section analysis. Journal of Region- al Sciences, 12,417-424. Lyman B. 1989. A psychology of food. Van Nostrand Renhold Company, New York, 1-189. Mann CK, Huddleston B. 1987. Introduction and summary. In: Mann CK, Huddleston B, eds. Food policy, framework for analysis and action. Indiana University Press, Bloomington, 1-13. Maslow AH. 1970. Motivation and personality. Harper and Row, New York, 1-369. McGuire J, Popkin BM. 1989. Beating the zero- sum game: Women and nutrition in the third world. Part I. Food and Nutrition Bulletin, 11,38-63 Megawangi R. 1991. Preschool aged nutri- tional status parameters for Indonesia, and their application to nutrition-related policies [Dissertation]. The School of Nutrition, Tuft university, Boston, 1-214. Miller DT. 1990. The impact of mothers’ employment on the family meal. Journal of Home Ekonomics, 82,25-26. Moore H, Svetkey L, Lin P-H, Karanja N, Jenkins M, 2002. The DASH Diet for Hypertension. The Free Press, New York. National Board for Family Planning (BKKBN) and Community Systems Foundation. 1986. KB-Gizi – An Indonesian integrated family planning, nutrition and health program: The Evaluation of the first five years of program implementation in East Java and Bali. BKKBN and community Systems Foundation, Ann Arbor, Michigan, 1-269. Per-Andersen P. An analytical framework for assessing nutrition effects of policies and programs. In: Mann CK, Huddleston B, eds. Food Policy, framework for analysis and action. Indiana University Press, Bloomington, 55-79. Pinstrup-Andersen P. 1985. Food prices and the poor in developing countries. European Journal of Agricultural Economics, 12,69-81. Pinstrup-Andersen P, Caicedo E. 1978. The potential impact of changes in income distribution on food demand and human nutrition. American Journal of Agri- cultural Economics, 60,402-415. Pinstrup-Andersen P, de Londono NR, Hoover E. The impact of increasing food supply on human nutrition: Implications for commodity priorities in agricultural research policy. American Journal of Agricultural Economics, 58,131-142. Pitt MM, Rosenzweig MR. 1985. Health and nutrient consumption across and within farm household. The review of ekonomics and statistics, 67,213-223. Popkin BM. 1980. Time allocation of the mother and child nutrition. Ecology of Food and Nutrition, 9,1-9. Prais SJ, Houthake HS. 1955. The analysis of family budget. Cambridge University Press, London, 1-372. Price DW. 1970. Unit equivalent scale for specific food commodities. American Journal of Agricultural Economics, 52,224-233. Rahman A. 1980. Muhammad the educator of mankind. The Muslim School Trust, London, 1-473. Ramington. 1948. In: Young PT. Appetite, palatability and feeding habit: A critical review. Psychological Bulletin, 45,289- 318. Randall E. 1982. Food preferences as a determinant of food behavior. In: Sanjur D, ed. Social and cultural perspectives in nutrition. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, NY, 123-145. Rappoport LH, Peters GR, Huff-Corzine, Downey RG. 1992. Reasons for eating: An explanatory cognitive analysis. Ecology of Food and Nutrition, 28,171-189. Raunikar R, Huang C-L. 1987. Food demand analysis: Problems, issues and empirical evidence. Iowa University Press, Ames, Iowa, ix-xiii. Ravallion M. 1992. Does undernutrition respond to incomes and prices ? Dominance tests for Indonesia. The World Bank Ekonomic Review, 6,109- 124. Reaburn JA, Krondl M, Lau D. 1974. Social determinants in food selection. Journal of the American Dietetic Association, 74,637-641. Renner HD. 1944. The origin of food habits. Faber and Faber Ltd., London, 1-261. Reynolds A. 1990. Analyzing fresh vegetables consumption from household survey data. Southern Journal of Agricultural Economics, 22,31-38. Robinson C. 1968. Fundamentals of normal nutrition. The Macmillan Company, New York, 1-665. Rosenzweig, MR. 1986. Birth spacing and sibling inequality: Asymetric inform- ation within the family. International Economic Review, 27,55-76 Sayogyo. 1990. Women’s integration in rural development and women’s reproductive behavior. Center for Development Studies, Research Institute of Bogor Agricultural University, for Food and Agriculture Organization of the United Nations, Bogor, 1-104. Sayogyo P. 1989. Pengambilan keputusan dalam menentukan pola makan keluarga (The decision making on foods). In: Sastrapradja S, Muhilal, eds. Proceeding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IV (The Fourth National Food and Nutrition Workshop). LIPI, Jakarta, 461-475. Schafer E, Schafer RB, Bultena GL, Hoiberg EO. 1993. Safety of the US food supply: Consumers concerns and behavior. Journal of Consumer Studies and Home Economics. 17,137-144. Schorr BC, Sanjur D, Erickson EC. 1972. Teen- age food habits. Journal of the American Dietetic Association, 61,415-421. Shah CH. 1983. Food preference, poverty, and the nutrition gap. Economic Develop- ment and Cultural Change, 32,121-141. Sigit H. 1985. Income distribution and household characteristics. Bulletin of Indonesian Ekonomic Studies, 21,51-68. Slesinger DP, McDivitt M, O’Donnell FM. 1980. Food patterns in an urban population: Age and sociodemographic correlates. Journal of Gerontology, 35,432-441. Soper J, Carpenter RA, Shannon BM. 1992. Nutrition knowledge of aerobic dance instructors. Journal of Nutrition Edu- cation, 24,59-66. Syarief H, Madanijah S, Hardinsyah, Pranadji DK. 1988. Model pendidikan gizi bagi sekolah dasar (A nutrition education model for primary school students). Pusat Antar Universitas, Institut Per- tanian Bogor, Bogor, 1-120. Timmer PC, Alderman H. estimating consump- tion parameters for food policy ana- lysis. American Journal of Agricultural Economic, 61,982-994. Trairatvorakul P. 1984. The effect on income distribution and nutrition of alternative rice price policies in Thailand. Inter- national Food Policy Reasearch Insti- tute, 46,1-82. Trichopoulou A, Kouris-Blazos, Wahlqvist, ML, 1996. Diet and overall survival in erderly people. British Medical Journal, 311,1457-1460. Tyrell TJ, Mount TD. 1987. Analysis of food and other expenditures using a linear logit model. In: Raunikar R, Huang C-L. Food demand analysis: Problem, issues and empirical evidence. Iowa University Press, Ames, Iowa, 143-153. Van de Walle D. 1988. On the use of SUSENAS for modelling consumer behavior. Bulletin of Indonesian Ekonomic Studies 24,107-122. Wahlqvist ML. 1988. Australian eating pat- terns. In: Wahlqvist ML, ed. Food and nutrition in Australia. Thomas Nelson, Canberra, 30-47. Wandel M. 1994. Understanding Consumer concern about food-related health risks. British Food Journal, 96,35-40. Williams SR. 1992. Basic nutrition and diet therapy. Moby Year Book, St. Louis, 1- 486. Wolfe BL, Behrman JR. 1982. Is income overated in determining adequate nutrition ? Economic Development and Cultural Change, 31,525-549. Woodward DR. 1985. Teenagers and their food: The effects of physical behavior and socioekonomic characteristics on intake of five food categories in Tasmania. Journal of Food and Nutrition, 42,7-12. World Bank. 1993. World development report: investing in health, executive summary. Oxford University Press, Oxford, 1-23. Worsley A. 1991. Mothers, work and food consumption: Going out to to work changes mother’s diets ? Ecology of Food and Nutrition, 25,59-69. Zeitlin MF, Megawangi R, Kramer EM, Colletta ND, Babatunde ED, Garman D. 1992. Strengthening the family to participate in development. Medford, MA: Academy for Educational Development, 1-122. Zhi-chien H. 1993. Principles of diet therapy in ancient Chinese medicine. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 2,91-95.
3961f6f1-739a-4b60-8941-a4cc0d4a53d4
https://iptek.its.ac.id/index.php/jats/article/download/2765/2129
## Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya Ismail Saud Staft Pengajar Program Studi D-III Teknik Sipil FTSP - ITS email: [email protected] ## ABSTRAK Kali Surabaya merupakan sungai yang sangat potensial sebagai pengendali banjir dan transportasi air. Perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas bagian hulu berdampak pada proses angkutan sediment sepanjang Kali Mas. Kondisi angkutan sedimen dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga semakin memperkecil bank full capacity karena banyaknya pengendapan di sepanjang Kali Mas. Proses utama yang menyebabkan terbawanya sediment oleh aliran sungai adalah proses erosi. Erosi yang terjadi karena turunnya air hujan, yang bukan hanya membantu memperbanyak kandungan sedimen juga menjadi factor hilangnya partikel tanah yang kemudian terbawa dalam aliran sungai sebagai "suspended load". Dan akan mengendap di Kali Mas. Untuk mengoptimalkan kapasitas penampang Kali Mas diperlukan pengerukan, Agar pelaksanaan pengerukan dapat berjalan dengan baik yang ditinjau dari waktu maupun lokasi, maka diperlukan analisis mengenai prediksi besarnya sedimentasi dan distribusinya. Dari hasil analisa di peroleh besarnya suspended load = 58.05 m3/hari, bed load = 35.60 m3/hari dan Total load = 913.65 m3/hari. ## 1. PENDAHULUAN Proses sedimentasi yang terjadi pada beberapa saluran pembuang di Kota Surabaya yang bermuara / outfall di Kali Mas mempunyai pengaruh terhadap berkurangnya kapasitas tampung pada beberapa saluran tersebut. Tingginya angkutan sedimen dari erosi lahan di bagian hulu menyebabkan semakin tingginya biaya pemeliharaan untuk memperbesar daya tampung sungai dan saluran di Kota Surabaya agar dapat berfungsi secara optimal. Selain itu kualitas air di Kalimas sangat jelek karena buangan limbah domestik dan sampah sehingga mencemari Kali Mas, hal ini sangat berpengaruh kalau Kali Mas difungsikan sebagai transportasi air terutama menimbulkan bau yang tidak sedap dan kotor. Pemerintah pusat, Propinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya beserta jajarannya sudah berupaya secara maksimal untuk melakukan pemeliharaan berupa pengalian sedimen, namun hasilnya belum sesuai yang di harapkan. Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka diperlukan analisis tentang prediksi sedimentasi yang diharapkan dapat memberikan hasil tentang besarnya jumlah sedimentasi akibat pengaruh degradasi pada DAS Brantas terutama pada Kali Mas di Surabaya yang nantinya dapat berguna untuk mempermudah dalam pemeliharaan sungai terutama dalam hal pengerukan sedimen yang dapat mengembalikan fungsi sungai sebagai saluran drainase kota. ## 2. DASAR TEORI 2.1. Kapasita Angkutan Sedimen Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai. Pada penampang memanjang sungai adalah besaran sedimen yang lewat penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu. Terjadinya penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang perlu diketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses tersebut. Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika kapasitas sedimen yang masuk pada suatu penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang keluar dalam satuan waktu tertentu. Pengendapan terjadi ## Jurnal APLIKASI ISSN.1907-753X dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu. Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu. Gambaran berikut ini memperlihatkan keadaan suatu penampang sungai apakah akan terjadi penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang. Gamb. 1 - Angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai Bila : T1 < T2 maka terjadi penggerusan (degradasi) T1 = T2 terjadi pengangkutan sediment tetapi kondisi dasar stabil T1 > T2 maka terjadi pengendapan (agradasi) T = kapasitas pengangkutan Adapun beberapa faktor yang menentukan angkutan sedimen (sediment transport) adalah (Mardjikoen, 1988) : a. Sifat - sifat aliran air (flow characteristic) b. Sifat - sifat sedimen (sediment characteristic) c. Pengaruhnya timbal balik ( interaction )) 2.2. Angkutan sediment di sungai a. Muatan Dasar (Bed Load Transport) Muatan dasar (bed load) adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan cara berguling, meluncur dan meloncat. Muatan dasar keadaanya selalu bergerak,oleh sebab itu pada sepanjang aliran dasar sungai selalu terjadi proses degradasi dan agradasi yang disebut sebagai “alterasi dasar sungai”. Beberapa formulasi untuk menghitung jumlah transportasi muatan dasar telah dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun ke tahun. Formula muatan dasar ini didasarkan pada prinsip bahwa kapasitas aliran sediment transport sepanjang dasar bervariasi secara langsung dengan perbedaan antara shear stress pada partikel dasar dan shear stress (tegangan geser) kritis yang diijinkan untuk partikel yang bergerak. Beberapa formula, Meyer Peter Muller (1948) didasarkan pada hasil eksperimental yang minim. Einstein (1950) mempunyai latar belakang semi teoritis, teori statistic dan probabilitas yang dipakai sebagai dasar pembentukan formula dan eksperimental dipakai koreksi berbagai konstanta. Formula ini sangat sesuai digunakan dalam menetukan angkutan sedimen yang bergradasi, dan kondisi aliran yang menyebabkan terbentuk konfigurasi dasar. 1. Frijlink Qb = (  .D35)/(g.µ.R.I)1/2 dalam m3/dt/m’  = (  .D50 )/(µ.R.I) µ = (C / CD90)3/2 C D90 = 18 log (12R/D90) C = 18 log (12R / k) K = 10(Log 12 H – (V x 5,75U*)) Dimana : R = Jari – jari Hidroulis D90 = Diameter butiran g = Gravitasi I = Kemiringan dasar sungai 2. Meyer – Peter dan Muller (1948) Qb =  ( g.  . D503)1/2  = ( 4  ‘– 0.188) 3/2  =  .  / (  .  w. G. D50)  =  w. g. R. I  = ( C/C‘ )3/2 C‘ = 18 log ( 12R / D90 ) ## 3. Formula Einstein Einstein menetapkan persamaan muatan dasar sebagai persamaan yang meng T 1 T 2 pengendapan seimbang Penggerusan Jurnal APLIKASI ISSN.1907-753X hubungkan material dasar dengan pengaliran setempat (local flow). Per samaan itu menggambarkan keadaan seimbang daripada pertukaran butiran dasar antara lapisan dasar (bed layer) dan dasarnya. Einstein menggunakan D= D35 untuk parameter angkutan, sedangkan untuk kekasaran digunakan D = D65. Hubungan antara kemungkinan butiran akan terangkut dengan intensitas ang kutan dasar dijabarkan sebagai berikut : Qb = (  ( g.  . D353)1/2 ).B  = 0.044638 + (0.36249.  ‘) – (0.226795.  2) + (0.036.  3)  = (  . R. I ) / (  . D35 )  =  w. g. R. I  = ( C/C‘ )3/2 C‘ = 18 log ( 12R / D65 ) C = V / ( R. I )1/2 A = Luas penampang basah ( m2 ) P = Keliling basah ( m ) R = Jari – jari hidroulis (A/P) V = Kecepatan ( m/dt ) Q = Debit ( m3/dt )  V. A a. Muatan Layang ( Suspended Load Transport ) Muatan layang (suspended load) yaitu partikel yang bergerak dalam pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama aliran. Ukuran par tikelnya lebih kecil dari 0,1 mm. ## 1. Metode USBR Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan menggunakan metode USBR (United State Beureu Reclamation) dimana untuk menghitung angkutan muatan layang.diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, yang dikombinasikan dengan konsentrasi sedimen (C) dalam mg/lt, yang menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari dihitung dengan persamaan (Strand, 1982:7) Qs = 0,0864 C. Qw Dari perhitungan, dibuat lengkung aliran sedimen yang merupakan garis regresi antara angkutan sedimen dan debit air dengan persamaan: Qs = a. Qwb Dimana : Qs = Beban layang (ton/hari) c = Konsentrasi sedimen (mg/lt) Qw = Debit sungai (m3/det) a,b = Konstanta b. Total Muatan (Total Lod) 1. Englund dan Hansen ‐ Qb =  . I ( m3/dt/m) ‐  = 0,1 . ( 1/f ).  2.5 ‐ W = ( R . I )/(  . D50 ) ‐ f = ( 2.g )/C2 ‐ C = V / ( R. I )1/2 ‐ A = Luas penampang basah ( m2 ) ‐ P = Keliling basah ( m ) ‐ R = Jari – jari hidroulis (A/P) ‐ V = Kecepatan ( m/dt ) ‐ Q = Debit ( m3/dt )  V. A Dimana : R = Jari – jari Hidroulis D50 = Diameter butiran g = Gravitasi I = Kemiringan dasar sungai ## 3. METODOLOGI Langkah – langkah yang dilakukan dalam studi ini adalah sebagai berikut : ‐ Melakukan pengukuran debit secara langsung dilapangan dengan mengukur luas penampang basah dan kecepatan diukur dengan current meter ‐ Melakukan pengambilan sample sedimen ‐ Menganalisa butiran sediment di laboratorium ‐ Melakukan perhitungan angkutan sediment meliputi : Suspended load, Bed load, dan Total load. ## Jurnal APLIKASI ISSN.1907-753X ## 4. ANALISA Gamb. 2 - Skema 1 Permodelan Sistem Kali Surabaya, Kali Mas dan kali Wonokromo Gamb. 3 – Skema 2 Permodelan Sistem Kali Surabaya, Kali Mas dan kali Wonokromo Tabel .1 – Titik Pengukuran Debit Kali Mas Sumber : Hasil Pengamatan Tabel.2 - Ringkasan Hasil Pengamatan konsentrasi sedimen melayang Tabel 3 - Diskripsi material sedimen dan nilai Spesific Gravity (GS) 4.1. Perhitungan Angkutan Sedimen Hasil Pengamatan a. Perhitungan angkutan sedimen layang (suspended load ). Seperti telah dijelaskan bahwa perhitungan angkutan sedimen layang dapat ditentukan berdasarkan hasil pengukuran langsung dari debit air dan konsentrasi sedimen. Dimana perumusannya adalah : Qs = 0,0864 x Qw x C ton/hari dimana : Qs = debit sedimen (sedimen transport) ton/hari Qw = debit aliran (m3/det) C = konsentrasi sedimen (mg/lt) K = 0,0864 = faktor peruba han unit. Hasil perhitungan sedimen layang untuk lokasi pengamatan adalah sebagai berikut : 1 2 5 K. Mas X - 0692607 X - 0692822 Jemb.Yos Sudarso Y - 9196868 Y - 9196882 Jam : 12.50 6 K. Mas X - 0691934 X - 0691894 Jemb. Petekan Y - 9201158 Y - 9201156 Jam : 14.35 No Lokasi / Waktu Lokasi KIRI KANAN KOORDINAT UTM Tanggal : 26 Juli 2006 T‐5 T‐6 K.mas K.mas Jb. Yos Sudarso Jb. Petekan Kiri 63.00 60.00 Tengah 69.00 61.00 Kanan 65.00 62.00 65.67 61.00 0.04 0.04 0.06 0.06 0.07 0.08 0.70 0.70 Kanan Tengah Keterangan Lokasi C, ppm Rerata D 35 (mm) D 50 (mm) D 60 (mm) D 90 (mm) Titik Pengamatan Ko n se n tr as i Se d im en (C ) pp m Jurnal APLIKASI ISSN.1907-753X Tabel.4- Perhitungan Suspended Load Kali Mas dengan Metode USBR b. Perhitungan angkutan sedimen dasar (bed load). Dengan menggunakan persamaan dari : 1. Meyer Peter Muler. 2. Einstein 3. Frijlink Dimana perhitungan tersebut meng gunakan data distribusi ukuran butir endapan dasar dan hidrolis sungai. Hasil perhitungan sedimen dasar berdasarkan data pengamatan di masing-masing titik pengambilan adalah sebagai berikut : Tabel.5 - Data Konsentrasi Sedimen dan Analisis D 35, D 50, D 60 dan D 90 Tabel.6 - Perhitungan Bed Load Kali Mas Metode Meyer Peter and Muller ( MPM ) Tabel.7 – Perhitungan Bed Load Kali Mas Metode Einstein T‐5 T‐6 K.mas K.mas Jb. Yos Sudarso Jb. Petekan B (m) 16.00 36.00 H (m) 1.33 1.95 A (m 2 ) 17.70 62.70 P (m) 16.49 36.64 R (m) 1.07 1.71 V (m/dt) 0.50 0.47 Qw (m 3 /dt) 8.79 29.40 C (m 0.5 /dt) 60.82 45.40 C' (m 0.5 /dt) 94.77 97.37  0.80 0.68  2.13 2.91  0.14 0.07 m3/dt 0.000001 0.000001 m3/hr 0.12 0.13 ton/hr 0.31 0.34 Qb (Debit Bed Load) Titik Pengamatan T‐5 T‐6 K.mas K.mas Jb. Yos Sudarso Jb. Petekan Kiri 63.00 60.00 Tengah 69.00 61.00 Kanan 65.00 62.00 65.67 61.00 0.04 0.04 0.06 0.06 0.07 0.08 0.70 0.70 Kanan Tengah 0.001 0.001 2.68 2.67 2.68 2.67 0.63 0.62 Keterangan :  w (Rapat massa air)  = 1.00 ton/m3  s (Rapat massa sedimen)  = Gs .  w  D 50 (mm) D 60 (mm) D 90 (mm) Keterangan Lokasi C, ppm Rerata D 35 (mm) Slope rata ‐ rata Spes.Gravity (Gs) Rap. Massa sed. (  s) Titik Pengamatan Konse n tr as i Se di me n (C ) pp m T‐5 T‐6 K.mas K.mas Jb. Yos Sudarso Jb. Petekan B (m) 16.00 15.00 H (m) 1.33 1.95 A (m2) 17.70 62.70 P (m) 16.49 36.64 R (m) 1.07 1.71 V (m/dt) 0.50 0.47 Qw m3/dt 8.79 29.35 Qs ton/hari 49.88 154.70 Qs m3/hari 18.63 58.05 Titik Pengamatan ## Jurnal APLIKASI ISSN.1907-753X Tabel.8 - Perhitungan Bed Load Kali Mas ## Metode Frijlink 4.2. Perhitungan angkutan sedimen total (total load). Untuk menghitung angkutan sedimen total bisa digunakan metode penjumlahan antara sedimen layang (suspended load) dengan sedimen dasar (bed load) atau Qt = Qs + Qb Namun demikian ada beberapa formula empiris yang juga dapat digunakan menghitung laju sedimen total, dimana hasil perhitungan sudah merupakan laju angkutan sedimen total (Qt), diantaranya: a. Engelund and Hansen b. Kikawa – Ashida Hasil perhitungan sedimen total di masing-masing titik pengambilan adalah sebagai berikut : Tabel.9 - Perhitungan Total Load Metode Engelund dan Hansen 5. KESIMPULAN ‐ Perhitungan Sedimentasi di Kali Mas pada titik pengamatan Jembatan Yos Sudarso dan Jembatan Petekan ‐ Besarnya Debit yang terukur di Jembatan Yoa Sudarso = 8.75 m3/dt dan di Jembatan Petekan = 29.35 m3/dt. ‐ Perhitungan Suspended Load di Jembatan Yoa Sudarso = 18 m3/hari dan di Jembatan Petekan = 58.05 m3/hari. ‐ Perhitungan Bed Load di Jembatan Yoa Sudarso = 16.90 m3/hari dan di Jembatan Petekan = 35.60 m3/hari. ‐ Perhitungan Total Sedimen ( Total Load ) di Jembatan Yos Sudarso = 544.35 m3/hari dan di Jembatan Petekan = 913.65 m3/dt. ## 6. DAFTAR PUSTAKA ‐ Unibraw 2006, Studi Sediment Transport Sistem Kali Surabaya, Kali Mas, dan Kali Wonokromo. Unibraw Malang. ‐ JICA. 1998. The Studi on Comrehensive Management Plan for The Water Resources of The Brantas T‐5 T‐6 K.mas K.mas Jb. Yos Sudarso Jb. Petekan B (m) 16.00 36.00 H (m) 1.33 1.95 A (m 2 ) 17.70 62.70 P (m) 16.49 36.64 R (m) 1.07 1.71 V (m/dt) 0.50 0.47 Qw (m 3 /dt) 8.79 29.40 U* 0.0256 0.0323 k (m) 0.0067 0.0705 C 60.78 45.38 C d90 78.46 81.43  0.68 0.42  0.77 0.85  3.40 3.70 m3/dt 0.000064 0.000017 m3/hr 5.56 14.38 ton/hr 14.88 38.33 Qb (Debit Bed Load) Titik Pengamatan T‐5 T‐6 K.mas K.mas Jb. Yos Sudarso Jb. Petekan B (m) 16.00 36.00 H (m) 1.33 1.95 A (m 2 ) 17.70 62.70 P (m) 16.49 36.64 R (m) 1.07 1.71 V (m/dt) 0.50 0.47 Qw (m 3 /dt) 8.79 29.40 C 15.16 11.32 f 0.09 0.15  30.60 45.65  6064.69 9190.66 m3/dt 0.00630 0.01057 m3/hr 544.35 913.65 ton/hr 1457.24 2434.88 Q (total) Titik Pengamatan Jurnal APLIKASI ISSN.1907-753X River Basin in The Republic of Indonesia. Surabaya. ‐ Chow VT 1959, Open Channel Hydraulics Mc Graw Hill Kogakusha, LTD. ‐ Thorne CR 1987, Sediment Transport in Gravel – Bed Rivers. John Wiley & Son, New York. ‐ Meyer – Peter, E and Muller, R 1948, Formulas for Bed load Transport in Proc. 2nd Congr. IAHR Stockholm, Vol. 2, Paper. 2, PP : 39 – 64. ‐ Einstein, H. A. 1950, The Bed Load Function, for Sediment Transport in open channel flow. US. Dept. of Agric. Bull. 1026.
284b94b7-5986-4150-99ed-267efe005c33
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/gojhes/article/download/13611/4098
## POLA RESISTENSI BAKTERI VIBRIO CHOLERAE TERHADAP ANTIBIOTIK CIPROFLOXACIN DAN TETRACYCLINE ## POLA RESISTENCY OF VIBRIO CHOLERAE BACTERIA TO THE ANTIBIOTIC CIPROFLOXACIN AND TETRACYCLINE Adelia Agustanty 1 , Andre Budi 2 Program Studi Farmasi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Prima, Indonesia email : [email protected] Abstrak Diare merupakan kegiatan defekasi (buang air besar) yang biasanya berbentuk 1/2 padat atau cenderung lebih cair yang berlangsung lebih dari tiga kali sehari atau dalam waktu yang singkat, vibrio cholera adalah salah satu penyebabnya, bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk koma galibnya masa inkubasi bakteri ini adalah 12-72 jam. Bakteri vibrio cholerae menyulut penyakit bakteri. Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium eksperimental dengan menggunakan arsip sampel bakteri vibrio cholerae dan cakram antibiotik ciprofloxacin. Tujuan penelitian untuk mengetahui pola resistensi antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri vibrio cholerae. Populasi yang digunakan adalah isolate murni bakteri Vibrio cholera dan sampel yang digunakan adalah sediaan cakram dari antibiotik Ciprofloxacin dan Tetracycline. Nilai rata-rata (mm) selama 24 jam ciprofloxcacin : 37.425 , tetracycline : 24,175 Nilai rata-rata (mm) selam 48 jam ciprofloxacin : 29,875 tetracycline : 22,95 Berdasarkan hasil data dan gambar penelitian dapat di simpulkan bahwa diameter zona hambat atau zona bening dari biakan bakteri vibrio cholera yang terdapat dalam cawan petri dengan media MHA serta cakram antibiotik ciprofloxacin dan tetracycline menunjukkan bahwa bakteri uji masih sensitive terhadap kedua antibiotik uji yang dimana nilai rata-rata nya adalah 29,875 dan 22,95 mm dimana menurut standart CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute), diameter zona hambat bakteri ≥ 17 mm, kategori intermediet apabila diameter zona hambat bakteri 14-16 mm, dan kategori resisten apabila diameter zona hambat bakteri yaitu ≤ 13mm. Kesimpulan bahwa biakan bakteri vibrio choleramasih sensitive terhadap kedua antibiotic ciprofloxacin dan tetracycline. Kata kunci : Ciprofloxacin; Cholera; Diare; Tetracycline; Vibrio Cholerae. ## Abstract Diarrhea is a defecation activity (defecation) which is usually in the form of 1/2 solid or tends to be more liquid (watery) which lasts more than three times a day or in a short time, Vibrio cholera is one of the causes, this bacterium is a gram-negative bacterium that causes diarrhea. In the form of a comma, the incubation period for this bacterium is 12-72 hours. Vibrio cholerae bacteria cause bacterial disease. This type of research is an experimental laboratory study using archived samples of Vibrio cholerae bacteria and ciprofloxacin antibiotic discs. This study aims to determine the pattern of resistance to ciprofloxacin antibiotics against Vibrio cholerae bacteria. The population that will be used is pure isolate of Vibrio cholera bacteria and the sample used is disc preparation of the antibiotics Ciprofloxacin and Tetracycline. Average value (mm) for 24 hours ciprofloxcacin: 37.425, tetracycline: 24.175 Average value (mm) for 48 hours ciprofloxacin : 29.875 tetracycline : 22.95 Based on the results of the data and research images it can be concluded that the diameter of the inhibition zone or clear zone of the Vibrio cholera bacteria culture contained in petri dishes with MHA media and ciprofloxacin and tetracycline antibiotic discs showed that the test bacteria were still sensitive to the two test antibiotics where the average value was 29.875 and 22.95 mm where according to the CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute) standard, the diameter of the bacterial inhibition zone was 17 mm, the intermediate category if the diameter of the bacterial inhibition zone was 14-16 mm, and the category of intermediate was 14-16 mm. resistant if the diameter of the bacterial inhibition zone is 13 mm. The conclusion is that the vibrio cholera bacteria culture is still sensitive to both ciprofloxacin and tetracycline antibiotics. Keywords: Ciprofloxacin ; Cholerae; Diarrhea ; Tetracycline ; Vibrio Cholerae. Received: February 28 th , 2022; 1 st Revised March 13 th , 2022; Accepted for Publication :8 April th , 2022 © 2022Adelia Agustanty, Andre Budi Under the license CC BY-SA 4.0 ## Journal Health and Science ; Vol. 6, No. 1 (2022) : April ## 1. PENDAHULUAN Diare merupakan kegiatan defekasi (buang air besar) yang biasanya berbentuk 1/2 padat atau cenderung lebih cair (encer) yang berlangsung lebih dari tiga kali sehari atau dalam waktu yang singkat, vibrio cholera adalah salah satu penyebabnya, bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk koma galibnya masa inkubasi bakteri ini adalah 12-72 jam. Bakteri vibrio cholera+e menyulut penyakit bakteri yang biasa dikenal dengan penyakit kolera.(1) Kolera sendiri didapati oleh Robert Koch pada tahun 1883 dimana penyakit ini disebabkan oleh bakteri vibrio cholerae dengan gejala antara lain diare, mual, keram perut serta dehidrasi (kehilangan cairan dalam tubuh melebihi cairan yang masuk). Kolera kebanyakan menyebar melalui air, dimana air tersebut sudah terkonamniasi bakteri v.cholerae yang berasal dari feses manusia yang disebabkan sanitasi yang buruk (2). Mencuci tangan dengan air mengalir, serta penggunaan antiseptik setelahnya dan makan makanan yang diolah sendiri dengan tingkat kematangan dan kebersihan terjaga juga menjaga kebersihan sanitasi sangatlah penting untuk menghindari terjangkit bakteri ini. Pemberian antibiotik diharapkan dapat menghentikan dan membunuh bakteri, Ciprofloxacin dan Tetracycline adalah jenis antibiotik yang dapat digunakan untuk penderita diare akibat bakteri vibrio cholera , tetapi sekarang ini antibiotik di Indonesia masih belum tepat edukasi penggunaanya di masyarakat yang menimbulkan efek resistensi (3). Nilai MIC (minimum inhibitory concentration) ialah salah satu cara memprediksi resistensi antibiotik dimana diambil dari literatur AST (Antimicrobial Susceptibility Testing) dari CLSI (Clinical and Laboratory Standart Institute) tahun 2019. Bila kadar obat berada pada bawah MIC maka antibiotik tidak dapat membunuh mikroorganisme. Sedangkan Bila kadar obat sama dengan atau berada di atas MIC maka mikroorganisme dapat terbunuh oleh antibioti k (4) . Asiatic cholera atau tak jarang disebut dengan kolera merupakan penyakit menular pada saluran pencernaan yang disebabkan sang bacterium Vibrio Cholerae . Bakteri ini umumnya masuk kedalam tubuh melalui air minum yang sudah tercemar sang bakteri vibrio cholera yang umumnya ditimbulkan sanitasi y an g tidak sahih atau dengan memakan ikan yang tak dimasak benar terutama kerang. Tanda- tandanya termaksud diare (diarrhoea), perut keram, mual, muntah serta kehilangan cairan tubuh. Kematian biasanya terjadi sebab dehidrasi, fatalnya bila dibiarkan tidak terawat maka penderita beresiko kematian tinggi (5). Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan quinolon yang bekerja mensugesti enzim DNA gyrase pada bakteri. Bentuk double helix DNA wajib dipisahkan menjadi dua rantai DNA pada waktu akan berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Pemisahan ini akan selalu mengakibatkan terjadinya puntiran berlebihan (overwinding) pada double helixDNA sebelum titik pisah. Kendala mekanik ini dapat diatasi bakteri menggunakan bantuan enzim DNA gyrase (topoisomerase II) yang kerjanya mengakibatkan negative supercoiling. Antibiotik golongan quinolon mengganggu kerja enzim DNA gyrase pada bakteri sehingga terjadi gangguan dalam proses replikasi dan transkripsi. Oleh sebab itu antibiotik ini termasuk golongan bakterisid (6). Tetrasiklin mempunyai spektrum antibakteri yang luas, efektif terhadap kuman gram positif juga gram negatif, mencakup spektrum penisilin, streptomisin dan kloramfenikol. Selain itu juga mampu menghambat pertumbuhan riketsia, amuba, mikroplasma dan klamidia. Tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik (7). Mekanisme kerja asal tetrasiklin yaitu menggunakan cara menghambat sintesis protein ribosom sub unit 70s dan ribosom sub unit 80s. Dampak tetrasiklin mensugesti tRNA- ribosom ## Journal Health and Science ; Vol. 6, No. 1 (2022) : April terlihat menggunakan terhambatnya ikatan aminosial-tRNA pada reseptor penerima di ribosom. Tetrasiklin tidak tertentu menghambat penyusunan peptida atau termin translokasi, namun mengganggu terminasi rantai peptida di kodon terminasi.(8) Mekanisme penembusan tetrasiklin untuk masuk ke dalam sel bakteri, kemungkinan sama dengan cara menghambat sintesis protein ditambah modifikasi struktur guna penghambatan buatan protein.(9) Selain mutasi pada bakteri itu sendiri salah satu faktor resistensi yang banyak terjadi adalah dengan kebiasaan tidak menghabiskan antibiotik serta kurangnya pemahaman dan mudahnya mendapatkan antibiotik tanpa resep. Untuk itu penelitian ini dibuat agar menambah ilmu pengetahuan tentang Polaresistensi Bakteri Vibrio Cholerae Terhadap Antibiotik Ciprofloxacin dan Tetracycline. ## 2. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium eksperimental dengan menggunakan arsip sampel bakteri vibrio cholerae dan cakram antibiotik ciprofloxacin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri vibrio cholerae. ## Lokasi Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia Medan. ## Waktu Penelitian Waktu penelitian ini diperkiraan selama 3 hari yang dimulai dari 27 Oktober 2021 sampai dengan 29 Oktober 2021 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang akan digunakan adalah isolate murni bakteri Vibrio cholera yang telah dibiakkan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia dan sampel yang digunakan adalah sediaan cakram dari antibiotik Ciprofloxacin dan Tetracycline . ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, cawan petri berisi bakteri uji vibrio cholera dengan dua cakram antibiotik uji yaitu ciprofloxacin dan tetracycline menunjukkan bahwa diameter zona bening yang telah di ukur secara vertikal dan horizontal selama 24 jam serta 48 jam dengan 2 kali pengulangan adalah sebagai berikut : ## 3.1. 24jam Gambar tersebut menunjukkan bahwa penulangan isolate yang dilakukan dengan frekwensi sebanyak dua kali, selama dalam kurun waktu 24 jam. cakram antibiotik ciprofloxacin dan tetracycline untuk kemudian diinkubasi selama 24 dan 48 jam dengan suhu 37 °C untuk dihitung diamternya. Gambar.1.4 Pengulangan I 24jam. Gambar.1.5 Pengulangan II 24jam. ## Journal Health and Science ; Vol. 6, No. 1 (2022) : April Tabel.1.1 Data Hasil Pengukuran Diameter Zona Bening Ciprofloxacin & Tetracycline 24 jam 24 jam Vertikal (mm) Horizontal (mm) Diameter total (mm) Nilai rata -rata (mm) Cipro I Cipro II 29,6 30,7 30,2 29,6 29,9 44,95 = 37.425 Tetracycline I Tetracycline II 25,3 24,3 23,4 23,7 24,35 24 = 24,175 Hasil penelitian pada tabel diatas menperlihatkan bahwa antibiotik tetracycline didapatkan zona hambat untuk 24 jam pengulangan I adalah secara horizontal 23,4 mm, vertikal 25,3 mm, dan untuk pengulangan II secara diameter horizontal 23,7 mm, vertikal 24,3 mm dengan nilai rata- rata 24,175 mm. Dan untuk 48 jam pengulangan I secara horizontal 23,2 mm, vertikal 23,2 mm, dan untuk pengulangan II secara vertical adalah 22, 1mm, horizontal 23,3 mm dengan nilaai rata-rata 22,95mm. 3.1. 48jam Gambar.1.6.Pengulangan I48Jam. Gambar.1.7.Pengulangan II 48Jam. Gambar diatas menunjukkan bahwa penulangan isolate yang dilakukan dengan frekwensi sebanyak dua kali, selama dalam kurun waktu 48 jam. cakram antibiotik ciprofloxacin dan tetracycline untuk kemudian diinkubasi selama 24 dan 48 jam dengan suhu 37 °C untuk dihitung diameternya. Tabel.1.2.Data Hasil Pengukuran Diameter Zona Bening Ciprofloxacin & Tetracycline 48 Jam. 48 jam Vertikal (mm) Horizotal (mm) Diameter total (mm) Nilai rata-rata (mm) Cipro I Cipro II 29,8 30,1 29,3 30,3 29,55 30,2 29,875 Tetra I Tetra II 23,2 23,3 23,2 22,1 23,2 22,7 22,95 Hasil penelitian pada tabel diatas menperlihatkan bahwa antibiotik tetracycline didapatkan zona hambat untuk 48 jam didapatkan nilai rata-rata Cipro I dan II yaitu 29.875 dan nilai rata- rata Tetra I dan II adalah 22,95. ## Journal Health and Science ; ## 3.3. Pembahasan Vibrio Cholerae adalah bakteri penyebab kolera yang biasanya hidup di dalam air yang sanitasinya buruk, vibrio cholera sendiri adalah bakteri penyebab penyakit kolera dimana gejalanya adalah diare,mual,dan dehidrasi. Kolera sendiri tidak menyebabkan infeksi yang menetap (invasif), bakteri ini tidak dapat mencapai aliran darah, tetapi akan tetap berada di saluran pencernaan manusia. Bakteri Vibrio cholerae bisa menyebabkan penyakit menggunakan cara melekat di mikrofili pada bagian atas sel, vibrioakan memperbanyak dan melepaskan enderotoksin serta toksik kolera.(10) Antibiotik penghambat zona pertumbuhan vibrio cholera dalam hal ini antara lain adalah ciprofloxacin dan tetracycline. Ciprofloxacin sendiri merupakan antibiotik golongan quinolon yang bekerja mensugesti enzim DNA g y rase pada bakteri. Bentuk double helix DNA wajib dipisahkan menjadi dua rantai DNA pada waktu akan berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Sedangkan Tetrasiklin mempunyai spektrum antibakteri yang luas, efektif terhadap kuman gram positif juga gram negatif, mencakup spektrum penisilin, streptomisin dan kloramfenikol. Selain itu juga mampu menghambat pertumbuhan riketsia, amuba, mikroplasma dan klamidia. Tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik.(9) Pada penelitian ini menggunakan media pertumbuhan bakteri MHA (Mueller HintonAgar) yang kemudian di gunakan untuk bakteri uji vibrio cholera dengan cara diletakkan menggunakan jarum ose steril secara perlahan. Lalu di letakkan cakram antibiotik ciprofloxacin dan tetracycline untuk kemudian diinkubasi selama 24 dan 48 jam dengan suhu 37 °C untuk dihitung diamternya.Dari hasil penelitian ini didapatkan Vibrio cholera sensitive terhadap ciprofloxacin sebagaimana didapat diameter zona hambat pengulangan I selama 24 jam dengan hasil horizontal 30,2mm, vertika l29,6mm, dan pengulangan II selama 24jam horizontal 29,6 mm, vertikal 30,7 mm dengan nilai rata-rata 37.425 mm. Sedangkan untuk 48 jam diameter zona hambatnya pengulangan I adalah horizontal 29,3 mm, vertikal 29,8 mm, sedangkan untuk pengulangan II secara horizontal didaptkan hasil 30,3 mm, vertikal 30,1 mm dengan nilai rata-rata 29,875mm. Sedangkan untuk antibiotik tetracycline didapatkan zona hambat untuk 24 jam pengulangan I adalah secara horizontal 23,4 mm, vertikal 25,3 mm,dan untuk pengulangan II secara diameter horizontal 23,7 mm, vertikal 24,3 mm dengan nilai rata- rata 24,175 mm. Dan untuk 48 jam pengulangan I secara horizontal 23,2 mm, vertikal 23,2mm, dan untuk pengulangan II secara vertical adalah 22, 1 mm, horizontal 23,3 mm dengan nilaai rata-rata 22,95 mm. Dari hasil data diatas menunjukan bahwa bakteri vibrio cholera sensitive terhadap antibiotik ciprofloxacin dan tetracycline dikarena zona bening yang rata-ratanya adalah 29,875 mm dan 22,95 mm dimana menurut standart CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute) , diameter zona hambat bakteri ≥ 17 mm, kategori intermediet apabila diameter zona hambat bakteri 14-16 mm, dan kategori resisten apabila diameter zona hambat bakteri yaitu ≤ 13mm. ## 4. KESIMPULAN Bahwa diameter zona hambat atau zona bening dari biakan bakteri vibrio cholera yang terdapat dalam cawan petri dengan media MHA serta cakram antibiotik ciprofloxacin dan tetracycline menunjukkan bahwa bakteri uji masih sensitive terhadap kedua antibiotik. ## UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta karunianya. Serta kepada kedua orangtua, adik,dan seluruh keluarga serta teman-teman yang berkat dukungan serta doanya penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. ## Journal Health and Science ; Vol. 6, No. 1 (2022) : April ## DAFTAR PUSTAKA 1 Marliani L. Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Mencegah Diare Pada Balita Di Ruang Samolo 3 Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur. Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Kencana Bandung; 2018. 2. Dhinarananta. Identifikasi Serotipr Bakteri Vibrio Cholerae Yang Terisolasi Dari Batu Jenis Tube Dan Jenis Balok Dari Pedagang Makanan Dan Minuman Di Kota Denpasar ,Bali Cube Ice Type In Food And Beverages Seller At Denpasar City , Bali. E-Jurnal Med Udayana. 2014;5(1):1–15. 3. Ferwanda Ge. Perbandingan Efektivitas Terapi Obat Pada Pasien Diare. 2016. 4. Khasanah, R.N; Puspitasari, K; Nuryastuti, T; Yuniarti N. Prevalensi Multidrug- Resistant Klebsiella Pneumonia Dan Evaluasi Kesesuaian Antibiotik Empiris Berdasarkan Nilai Prediksi Farmakokinetik Terhadap Outcome Klinis Di Rsup Dr . Soeradji Tirtonegoro Klaten Prevalence Of Multidrug-Resistent Klebsiella Pneumoni. Maj Farm. 2020;16(1):27–33. 5. Anggaraditya Ba. Menekan Laju Penyebaran Kolera Di Asia Dengan 3sw (Sterilization, Sewage, Sources, And Water Purification). Intisari Sains Medis. 2015;3(1):83. 6. Indrawati Y. Perbedaan Daya Antibakteri Fraksi N-Heksana Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dengan Ciprofloxacin Terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (Mrsa) Hasil Isolat Abses Odontogenik. Universitas Padjajaran; 2016. 7. Pratiwi Rh. Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap Antibiotik. J Pro-Life. 2017;4(2):418–29. 8. Sy. Pakaya M, Mustapa Ma, Ali Mr. Antibacterial Potential Test In Agarwood (Gyrinops Versteegii) Stem Extract Towards Escherichia Coli And Staphylococcus Aureus. Indones J Pharm Educ. 2021;1(3):443–52. 9. Wasitaningrum Ida. Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Dari Isolat Susu Sapi Segar Terhadap Beberapa Antibiotik Skripsi Oleh : Ika Dyah Ayu Wasitaningrum Fakultas Farmasi. Ilmu Alam Dan Lingkung. 2009;0–29. 10. Putra Gfa. Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Salak Pondoh (Salacca Zalacca) Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Vibrio Cholerae. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya; 2018.
6eee1f88-a7c3-40c2-994c-e31a45b247c0
http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/bawal/article/download/7835/6626
Telp. +62 812-7285-7774 DOI: http://dx.doi.org/10.15578/bawal.11.1.2019.161-173 Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/bawal e-mail:[email protected] BAWAL WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP Volume 11 Nomor 3 Desember 2019 p-ISSN: 1907-8226 e-ISSN: 2502-6410 Nomor Akreditasi Kementerian RISTEKDIKTI: 21/E/KPT/2018 BAWAL. 11 (3) Desember 2019: 161-173 PERIKANAN TUNA SIRIP KUNING ( Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) PADAARMADA TONDA DI SAMUDERA HINDIA SELATAN JAWA YELLOWFIN TUNA ( Thunnus albacares Bonnaterre, 1788 ) FISHERIES ON TROLL LINE FLEET IN THE INDIAN OCEAN PART OF SOUTH JAVA Maya Agustina* 1 , Bram Setyadji 1 dan Prawira A.R.P. Tampubolon 1 1 Loka Riset Perikanan Tuna, Denpasar, Jl. Mertasari No. 140, Br. Suwung Kangin, Sidakarya, Denpasar, Bali 80224, Indonesia Teregistrasi I tanggal: 31 Mei 2019; Diterima setelah perbaikan tanggal: 18 Februari 2020; Disetujui terbit tanggal: 18 Februari 2020 ## ABSTRAK Tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) merupakan hasil tangkapan terbanyak dibandingkan dengan jenis tuna lainnya di Indonesia. Ketersediaan stok tuna sirip kuning di Samudra Hindia, pada saat ini, diperkirakan dalam keadaan lebih tangkap. Oleh karena itu, pengelolaan secara tepat dan bertanggungjawab penting dilakukan untuk melindungi spesies tuna, salah satu caranya dengan mengkaji alat tangkap yang digunakan. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan produktivitas dan hasil tangkapan armada tonda, serta struktur ukuran dan hubungan panjang bobot ikan tuna sirip kuning yang di daratkan di selatan Jawa. Komposisi tangkapan tertinggi dari armada tonda diseluruh pendaratan ikan tuna di selatan Jawa terdiri atas tuna sirip kuning dan cakalang. Analisis CPUE menunjukkan hasil yang fluktuatif di setiap lokasi pendaratan tuna sirip kuning di Selatan Jawa. Tuna sirip kuning yang tertangkap di selatan Jawa dengan armada tonda sebagian besar adalah ikan yang belum layak tangkap karena berukuran kurang dari 100 cmFL. Struktur ukuran panjang tuna sirip kuning yang tertangkap semakin ke Timur semakin panjang ukurannya. Pola pertumbuhan tuna sirip kuning yang tertangkap di Binuangeun memiliki pola isometrik, PPN Palabuhanratu bersifat allometrik Positif, PPP Sadeng, P2SKP Pacitan, PPN Prigi dan P2SKP Sendang Biru bersifat allometrik negatif. ## Kata Kunci: Armada tonda; CPUE; pola pertumbuhan; tuna sirip kuning ## ABSTRACT Yellowfin tuna (Thunnus albacares) is the largest catch compared to other tuna species in Indonesia. The availability of yellowfin tuna stock in the Indian Ocean, at present, is estimated to be in overfished condition. Therefore, proper and responsible management is important to protect the species. One of the ways is by studying the used fishing gear. This paper aims at determining vessel’s productivity, as well as composition, size structure and length-weight relationship of yellowfin tuna catches from troll line fleet in the Indian Ocean part of south Java. The highest catch of tuna in all of the troll line landing places was yellowfin tuna, following by skipjack tuna. CPUE analysis showed fluctuating results at each landing site. Yellowfin tuna sizes caught by troll line fleet were mostly less than 100 cmFL and categorized as should not be properly caught. Geographically, getting to the east the average size of the catches tend to be larger. The growth pattern of yellowfin tuna catches landed in Binuangeun was isometric; Palabuhanratu was positive allometric; while those landed in Sadeng, Pacitan, Prigi and Sendang Biru were negative allometric. Keywords: Troll line; CPUE; growth pattern; yellowfin tuna Agustina, M., et al/BAWAL. 11 (3) Desember 2019: 161-173 ## PENDAHULUAN Sumberdaya ikan pelagis besar di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 merupakan salah satu komoditas penting perikanan Indonesia yang sudah dieksploitasi sejak lama. Tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) merupakan hasil tangkapan terbanyak dibandingkan dengan jenis tuna lainnya di Indonesia. Hasil tangkapan tuna di Indonesia secara keseluruhan pada kurun waktu 2004 hingga 2011 mencapai 1.297.062 ton, dari jumlah ini sebanyak 69% hasil tangkapan adalah tuna sirip kuning (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2012). Tingginya permintaan tuna sirip kuning di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir berdampak terhadap pemanfaatan yang makin intensif. Hal ini membuat ketersediaan stok tuna sirip kuning ( yellowfin tuna ) di Samudra Hindia diperkirakan pada saat ini, dalam keadaan lebih tangkap (IOTC, 2016). Kondisi ini akan menjadi lebih buruk lagi jika sumber daya ini tidak dikelola dengan lebih baik. Oleh karena itu, pengelolaan secara tepat dan bertanggungjawab penting dilakukan untuk melindungi spesies tuna. Salah satunya dengan mengkaji alat tangkap yang digunakan. Pemanfaatan sumber daya tuna pada perikanan skala kecil di berbagai daerah di Indonesia banyak menggunakan armada tonda. Salah satu alat tangkap yang digunakan oleh armada tonda yaitu pancing ulur. Menurut Nurdin et al., (2015) alat tangkap pancing ulur banyak dioperasikan oleh nelayan skala kecil ( artisanal ) di Palabuhanratu dan jumlah armada tonda terus meningkat setiap tahunnya. Alat tangkap pancing ulur juga digunakan oleh nelayan Sendang Biru untuk menangkap tuna di perairan Samudera Hindia (Nurdin & Nugroho, 2007). Tuna sirip kuning merupakan salah satu hasil tangkapan utama dari nelayan pancing ulur yang beroperasi di perairan sekitar rumpon Muhammad & Barata, (2012). Pancing ulur sendiri pertama kali dikenalkan oleh nelayan bugis yang berada di Sendang Biru, Malang. Mulai tahun 2005 hingga tahun 2009 pancing ulur jumlahnya lebih banyak dari jaring insang (Anggawangsa & Hargiyatno, 2012 dalam Hargiyatno et al ., 2013). Pancing ulur sering juga disebut sebagai pancing tonda. Jumlah nelayan yang menggunakan pancing ulur terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini terjadi karena pengoperasian pancing ulur (pancing tonda) memiliki banyak keunggulan yaitu biaya operasi yang relatif kecil, hasil tangkapan yang merupakan komoditas ekspor, operasi penangkapan tidak tergantung pada musim ikan, daerah penangkapan sudah pasti pada rumpon yang dipasang dan produktivitas penangkapan yang tinggi (Wudianto et al., 2003). Keunggulan- keunggulan pengoperasian pancing ulur dikarenakan dalam satu armada penangkapan dioperasikan empat alat tangkap sekaligus (Hargiyatno et al., 2013). Untuk menjamin kelangsungan usaha pemanfaatan dan kelestarian sumber daya ikan perlu diupayakan manajemen yang tepat. Tulisan ini menyajikan Informasi mengenai produktivitas armada tonda, hasil tangkapan, struktur ukuran dan panjang berat ikan di WPP 573 sehingga dapat menjadi bahan pendukung dalam menentukan langkah-langkah pengelolaan untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya tuna sirip kuning yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. ## BAHANDANMETODE Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan di beberapa pelabuhan yang berada di selatan Jawa dengan tenggang waktu Maret – Desember 2016. Lokasi pengambilan sampel yaitu PPI Binuangeun, PPN Palabuhanratu, PPP Sadeng, P2SKP Tamperan Pacitan, PPN Prigi dan P2SKP Pondokdadap Sendang Biru (Gambar 1). Data primer diperoleh melalui enumerasi. Dari data enumerasi yang terkumpul, diperoleh data total pengukuran panjang sebanyak 16.925 ekor tuna sirip kuning yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan di selatan Jawa. Hasil pengukuran panjang tuna sirip kuning di PPI Binuangeun sebanyak 3.747 ekor, PPN Palabuhanratu ikan yang diukur sebanyak 1.166 ekor, PPI Sadeng sebanyak 960 ekor, P2SKP Tamperan sebanyak 4089 ekor, PPN Prigi ikan yang dapat diukur sebanyak 4161 ekor dan P2SKP Pondokdadap Sendang Biru sebanyak 2.602 ekor. Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel ikan. Figure 1. Location of fish sampling. Beberapa daerah di selatan Jawa memiliki alat tangkap pancing ulur yang sama jenisnya biasanya hanya sebutannya saja yang berbeda. Setiap alat tangkap yang dioperasikan memiliki karakteristik umpan dan waktu penangkapan yang bervariasi. Jenis – jenis umum alat tangkap pancing ulur yang digunakan nelayan dalam menangkap ikan tuna ( Thunnus sp ) adalah pancing tonda (pancing tonda panjang), pancing taber, pancing tomba, pancing coping dan pancing layang-layang. Alat-alat tangkap tersebut dioperasikan dalam satu armada penangkap ikan yang disebut armada tonda. Adapun spesifikasi maupun cara pengoperasian alat-alat tangkap armada tonda adalah sebagai berikut: 1. Pancing tonda (pancing tonda panjang) Pancing tonda terdiri atas tali utama, kili-kili, tali cabang dan pancing. Tali utama berbahan monofilamen No. 80 – 100 memiliki panjang 120 m, kili-kili berjumlah 1 – 2 buah, sedangkan tali cabang memiliki panjang 7,5 m dengan bahan monofilamen No. 50 -70. Dalam setiap setting pancing yang digunakan adalah sebanyak 5 pancing dengan no. 7 dan diberi umpan buatan dari tali serabut sutra. Pancing tonda dioperasikan dengan target tangkapan adalah ikan-ikan yang berenang di permukaan air laut seperti tuna dan cakalang. Pancing Tonda banyak digunakan oleh nelayan Binuangeun, Palabuhanratu, Sadeng, Prigi, Pacitan dan Sendang Biru. Nelayan Sendang Biru menggunakan batu sebagai pemberat. 2. Pancing taber Pancing taber terdiri atas tali utama memiliki panjang 30 m berbahan monofilamen No. 200, tali cabang utama memiliki panjang 13,5 – 22,5 m berbahan monofilamen No. 140, sedangkan tali cabang pancing memiliki panjang 1 m berbahan monofilamen No. 100 dengan diameter 0,8 mm. Pancing yang digunakan No. 6 dengan jumlah 50 buah dan pemberat timah dengan berat 5 ons serta menggunakan umpan tiruan berupa rumbaian benang sutra atau tali plastik rafia atau kain perca yang berwarna-warni sehingga menarik perhatian ikan. Target penangkapan pancing ini adalah yuwana tuna dan cakalang. Pancing ini banyak digunakan di Palabuhanratu dan Prigi 3. Pancing tomba/ Pancing pelampung Pancing tomba dioperasikan dengan melepaskan pancing yang terikat pada pelampung ke dalam air laut. Konstruksi pancing ini cukup sederhana hanya mengikat tali pancing pada pelampung yang menggunakan jerigen. Umpan yang digunakan adalah umpan hidup berukuran kecil seperti tongkol dan cakalang. Tali utama yang digunakan berbahan monofilamen No. 300 dengan panjang 75 m. Pancing ini dilengkapi pemberat dari timah baja 100 gr yang dipasang sekitar 15 m di atas tali cabang. Tali cabang berbahan monofilamen No. 200 dengan panjang 15 m, serta dilengkapi kili-kili. Pancing yang digunakan yaitu No. 3. Dalam setiap setting menggunakan 5 – 12 pancing. Target penangkapan pancing tomba adalah tuna berukuran besar dan juga jenis ikan marlin ( Fam. Istiophoridae ). Pancing ini banyak digunakan di Palabuhanratu 4. Pancing coping Pancing coping terdiri atas tali utama, tali cabang, pemberat dan pancing. Tali utama memiliki panjang sekitar 80 – 100 m berbahan monofilamen No. 150. Tali cabang memiliki panjang 7,5 m berbahan monofilamen No. 50. Pemberat terbuat dari timah dengan berat 1 kg dan pancing yang digunakan tipe J No. 7 dengan menggunakan umpan buatan dari kepingan DVD dan bekas botol oli. Pengoperasian pancing coping setelah selesai menggunakan pancing taber. Pengoperasian pancing coping dilakukan saat kapal berjalan pelan memotong arus di arah depan rumpon. Pancing diturunkan pada kedalaman tertentu, kemudian pemberat timah dipegang dan dilemparkan sehingga pancing yang sudah dipasang umpan bergerak di dalam air laut untuk menarik perhatian ikan. Pancing ditarik secara perlahan sambil menggerakkan umpan sampai ke permukaan dan terlihat kondisi pancing dalam keadaan baik untuk diturunkan kembali ke perairan. Target penangkapan pancing coping adalah cakalang dan yuwana tuna. Pancing ini banyak digunakan di Palabuhanratu dan Prigi 5. Pancing layang – layang Pancing layang-layang dioperasikan dengan menggunakan bantuan angin. Apabila angin kencang maka digunakan layang-layang berukuran kecil, sedangkan apabila angin tidak kencang digunakan layang-layang berukuran besar. Layang-layang diterbangkan dan digerakkan sehingga umpan terlihat berada di permukaan air laut dan bergerak-gerak menyerupai umpan hidup. Umpan yang digunakan adalah umpan buatan yang menyerupai cumi dan ikan lemuru yang terbuat dari bahan karet silikon. Tali yang digunakan terbuat dari monofilamen No. 300 dengan panjang 13,5 m. Dilengkapi kili-kili setelah ikatan pada layang-layang. Pancing yang digunakan adalah pancing cabang 3 tipe J No. 3 digabung dan terangkai pada umpan buatan. Pancing ini banyak digunakan nelayan Binuangeun, Palabuhanratu, Sadeng, Prigi, Pacitan dan Sendang Biru. ## Analisis Data Data biologi ikan yang dikumpulkan berupa data panjang dan bobot ikan yang diperoleh dari pencatatan enumerator daerah LRPT terhadap pendaratan hasil tangkapan armada tonda. Kemudian data tersebut di analisis berdasarkan: 1. Komposisi Hasil Tangkapan Data yang dikumpulkan adalah jenis ikan yang tertangkap, jumlah hasil tangkapan untuk setiap jenis ikan, dan ukuran panjang ikan yang tertangkap. Setelah data tersebut diperoleh, dilakukan tabulasi data untuk memisahkan komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis ikan dan armada penangkapannya. Komposisi hasil tangkapan dinyatakan dalam persen dan dianalisis dengan pendekatan deskriptif, yang disajikan dalam bentuk grafik. ## 2. Catch Per-Unit of Effort (CPUE) Catch per-unit of Effort (CPUE) dihitung dengan menggunakan rumus Sparre & Venema (1999): .........................................................(1) ## Dimana: CPUE : Catch per unit of effort Catch : Jumlah hasil tangkapan (kg) Effort : Jumlah upaya (hari) 3. Sebaran Panjang Sebaran frekuensi panjang disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat sebaran ukurannya. Dari grafik tersebut dapat terlihat puncak (modus) yang menggambarkan ukuran ikan paling banyak tertangkap dengan alat tangkap pancing ulur kemudian dibandingkan dengan ukuran pertama kali ikan memijah (Lm) dengan studi pustaka. 4. Hubungan Panjang Berat Analisis hubungan panjang-berat ikan menggunakan rumus Effendie (2002): W = aL b ...............................................................................(2) Dimana: W = berat ikan (kg) L = panjang cagak ikan (cm) a = intercept (perpotongan antara garis regresi dengan sumbu y) b = koefisien regresi (sudut kemiringan garis) Pola pertumbuhan ikan yang diamati dapat diketahui dari persamaan tersebut. Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menentukan pola pertumbuhan dengan kriteria: a. Jika b = 3, pertumbuhan bersifat isometrik, yaitu pertambahan panjang sama dengan pertambahan berat, b. Jika b > 3, maka pola pertumbuhan bersifat allometrik positif, yaitu pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjangnya, c. Jika b < 3, maka pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif, yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat. Untuk mengetahui apakah nilai b yang diperoleh lebih besar, sama dengan atau lebih kecil dari 3 digunakan uji t pada selang kepercayaan 95% (Steel & Torrie, 1989). ## 5. Faktor Kondisi Analisis faktor kondisi dilakukan pada setiap kisaran panjang dan setiap bulan. Faktor kondisi dihitung dengan membandingkan berat rata-rata ikan dengan berat prediksi yang diperoleh dari parameter penghitungan panjang berat secara umum. Metode yang digunakan untuk penghitungan faktor kondisi relatif menggunakan rumus King (2007): .....................................................................(3) Dimana: K n = factor kondisi relatif W m = rata-rata berat W p = berat prediksi dari berat ikan pada ukuran yang sama ## HASIL DAN BAHASAN Hasil ## Komposisi Hasil Tangkapan Komposisi hasil tangkapan armada tonda tahun 2016 yang didaratkan di pelabuhan selatan Jawa memiliki kesamaan disetiap lokasinya. Secar umum, hasil tangkapan tertinggi adalah tuna sirip kuning (YFT) dan cakalang (SKJ), diikuti oleh albakor, lemadang, tuna mata besar serta hasil samping lainnya. Hasil tangkapan di PPI Binuangeun didominasi oleh tuna sirip kuning sebanyak 34% dan cakalang sebanyak 32% sedangkan di PPN Palabuhanratu didominasi oleh tuna sirip kuning sebanyak 47.96% kemudian diikuti cakalang 33.23%. Komposisi hasil tangkapan di PPP Sadeng didominasi oleh yuwana tuna dan cakalang masing-masing sebanyak 51% dan 31 %. Komposisi hasil tangkapan yang didaratkan di P2SKP Tamperan Pacitan tahun 2016 didominasi oleh yuwana tuna dan albakor sebanyak 37% dan 18%, sedangkan di PPN Prigi didominasi oleh juwana tuna dan tuna sirip kuning sebanyak 28% dan 22%. Sementara itu, di P2SKP Pondokdadap Sendang Biru sedikit berbeda, hasil tangkapan didominasi oleh ikan albakora dan tuna sirip kuning sebanyak 43% dan 41% (Gambar 2). Effort Catch CPUE  p W m W n K  Agustina, M., et al/BAWAL. 11 (3) Desember 2019: 161-173 Keterangan: ALB Albakor MLS Setuhuk Loreng BET Tuna Mata Besar OAI Angel Fish BLM Setuhuk Hitam RRU Sunglir BLT Tongkol Lisong RUS Layang Benggol BUM Setuhuk Biru SDX Layang CDF Lemadang SFA Layaran CUMI Cumi SKJ Cakalang DCC Layang Deles TUN Juwana Tuna KAW Tongkol Komo YFT Tuna sirip kuning MLJ Kambing-kambing Gambar 2. Komposisi hasil tangkapan armada tonda. Figure 2. Troll line catch composition. Catch Per-Unit of Effort (CPUE) Tuna Sirip Kuning Berdasarkan analisis CPUE tuna sirip kuning menunjukkan hasil yang fluktuatif disetiap lokasi pendaratan tuna sirip kuning di selatan Jawa. Untuk Lokasi Binuangeun, CPUE tertinggi diperoleh pada bulan April dan terendah pada bulan Agustus, untuk lokasi Sadeng tertinggi terjadi pada September dan terendah bulan Juli, November dan Desember. Sedangkan di Pacitan CPUE tertinggi diperoleh pada bulan Juli dan terendah pada bulan April. CPUE tertinggi di Prigi terdapat pada bulan April dan terendah pada bulan September, sementara di Sendang Biru tertinggi terjadi pada bulan April dan terendah bulan Juli (Gambar 3). CPUE Palabuhanratu tidak dapat ditampilkan karena data yang diperoleh tidak dilengkapi dengan jumlah hari laut. Gambar 3. CPUE bulanan tuna sirip kuning per lokasi. Figure 3. Monthly CPUE of yellowfin tuna by sampling location. ## Sebaran Panjang Hasil pengukuran panjang tuna sirip kuning di PPI Binuangeun berkisar antara 23 – 168 cm FL yang didominasi oleh ukuran 26 – 50 cm FL. Sedangkan di PPN Palabuhanratu ukuran panjang yang diperoleh antara 15 – 156 cm FL, PPI Sadeng didominasi ukuran panjang antara 23 – 53 cmFL, P2SKP Tamperan didominasi ukuran antara 32 – 56 cm FL, PPN Prigi ikan didominasi ukuran 32 – 50 cm FL dan P2SKP Pondokdadap Sendang Biru didominasi ukuran panjang 32 – 65 cm FL(Gambar 4). Gambar 4. Frekuensi panjang cagak ikan tuna sirip kuning yang tertangkap di selatan Jawa. Figure 4. Fork length frequency of yellowfin tuna caught in southern part of Java. ## Hubungan Panjang-Berat Data ukuran panjang dan berat tuna sirip kuning dikumpulkan dengan cara pengamatan dan pengukuran langsung terhadap tuna sirip kuning. Sebanyak 14.028 ekor tuna sirip kuning yang tertangkap di selatan Jawa diukur panjang dan beratnya. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang berat tuna sirip kuning di PPI Binuangeun dengan jumlah sampel 3456 ekor diperoleh persamaan W = 0,0191FL 2,9991 dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,9714. Hasil uji t menunjukkan bahwa pertumbuhan tuna sirip kuning yang tertangkap di Binuangeun memiliki pola isometrik (b = 3), dimana pertambahan panjang sama dengan pertambahan berat. Sedangkan hubungan panjang berat di PPN Palabuhanratu dengan jumlah sampel 755 ekor didapatkan persamaan W = 0,0104FL 3,1287 dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,9927. Hasil uji t menunjukkan bahwa pertumbuhan tuna sirip kuning yang tertangkap di PPN Palabuhanratu bersifat allometrik Positif (b > 3) dengan kata lain pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang. Untuk tuna sirip kuning yang tertangkap di PPP Sadeng mengikuti persamaan W = 0,0281L 2,8681 dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,9865 dengan jumlah sampel 201 ekor. Sedangkan di P2SKP Pacitan ukuran panjang dan berat tuna sirip kuning yang berhasil diperoleh sebanyak 4.089 ekor dan memiliki persamaan W = 0,049FL 2,7485 dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,9911. Sebanyak 4.155 ekor tuna sirip kuning yang berhasil dikumpulkan di PPN Prigi didapatkan persamaan W = 0,0313FL 2,8543 dengan nilai koefisiensi determinasi (R 2 ) = 0,997. Sedangkan di P2SKP Sendang biru terdapat 1.372 ekor tuna sirip kuning yang diukur panjang beratnya dan memiliki persamaan W = 0,454FL 2,7726 dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,9946. Tuna sirip kuning yang tertangkap di PPP Sadeng, P2SKP Pacitan, PPN Prigi dan P2SKP Sendang Biru bersifat allometrik negatif (b < 3) dengan kata lain pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan berat (Gambar 5). Gambar 5. Hubungan panjang berat tuna sirip kuning yang tertangkap di selatan Jawa. Figure 5. Length weight relationship of yellowfin tuna caught in southern part of Java. ## Faktor Kondisi Faktor kondisi relatif (Kn) Tuna sirip kuning adalah 0.96 dan cenderung berfluktuasi pada ikan-ikan berukuran kecil, sedangkan pada ikan yang dewasa menunjukkan kecenderungan yang menurun seiring dengan bertambahnya ukuran panjang. Faktor kondisi relatif tertinggi terjadi pada batas atas kelas panjang 20 cm sebesar 2.52 dan terendah terjadi pada batas atas kelas panjang 175 cm sebesar 0.69 (Gambar 5). Sedangkan faktor kondisi relatif perlokasi cenderung stabil dengan nilai tertinggi terjadi di Binuangeun sebesar 1,19 dan terendah terjadi di Sadeng sebesar 0.87 (Gambar 6). Gambar 6. Faktor kondisi relatif berdasarkan kisaran panjang Tuna Sirip Kuning (T. albacares ). Figure 6. Relative condition factor of T. albacares according to the fish length. Gambar 7. Faktor kondisi relatif berdasarkan lokasi pendaratan Tuna Sirip Kuning (T. albacares ). Figure 7. Relative condition factor according to the landing sites. ## Bahasan Tingkat pemanfaatan tuna sirip kuning oleh nelayan skala kecil saat ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Armada tonda merupakan salah satu armada skala kecil yang banyak digunakan oleh nelayan dalam menangkap tuna sirip kuning. Alat tangkap yang digunakan dalam armada tonda yaitu pancing. Pancing tonda memiliki beberapa alat tangkap untuk menangkap ikan yaitu pancing tonda (pancing tonda panjang), pancing taber, pancing tomba, pancing coping dan pancing layang-layang. Keunggulan pengoperasian armada tonda dikarenakan dalam satu armada penangkapan dioperasikan empat alat tangkap sekaligus. Selain itu keunggulan pancing tonda diantaranya daerah penangkapan berada di sekitar rumpon sehingga produktivitas penangkapannya tinggi (Wudianto et al ., 2003). Komposisi hasil tangkapan armada tonda di selatan Jawa didominasi oleh tuna sirip kuning dan cakalang. Hal ini karena tuna sirip kuning dan cakalang merupakan ikan yang berasosiasi dengan rumpon. Rumpon berfungsi sebagai alat pengumpul ikan. Kajian Cayre (1990) membuktikan bahwa rumpon dapat meningkatkan efesiensi penangkapan melalui ketepatan daerah penangkapan. Menurut Hidayat et al . (2014) dengan menggunakan rumpon maka migrasi ikan tuna akan tertahan di sekitar rumpon. Sebagaimana Fonteneau et al. (2000), menyatakan bahwa cakalang dan tuna sirip kuning mendominasi ikan yang berada di rumpon yaitu masing- masing sebesar 63% dan 25%. Hal ini mengindikasikan bahwa penangkapan ikan dengan menggunakan armada tonda lebih efektif dibuktikan dengan adanya tangkapan ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Akan tetapi memperhatikan ukuran ikan yang tertangkap armada tonda berukuran kecil, maka armada tonda ini dianggap masih kurang efektif dan masih memerlukan pengaturan ulang. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurdin et al . (2015) terhadap komposisi hasil tangkapan pancing tonda di Palabuhanratu selama bulan April – Juli 2015 menunjukkan bahwa hasil tangkapan tuna didominasi oleh tuna sirip kuning (yellowfin tuna) sebesar 53,6% dan cakalang ( Katsuwonus pelamis ) 29,54%. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Hargiyatno et al . (2013) selama bulan September – November 2010 menunjukkan hasil tangkapan armada tonda didominasi oleh tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) sebanyak 41% dan cakalang ( Katsuwonus pelamis ) sebanyak 28%. Menurut Wahju et al . (2013) hasil tangkapan tuna dari armada tonda di perairan Palabuhanratu sangat dipengaruhi oleh faktor musim. Bulan Desember sampai Februari dikategorikan sebagai musim paceklik, sedangkan musim puncak yaitu Juni-September. Sedangkan menurut Faizah & Aisyah, (2011), Hasil tangkapan pancing ulur yang didaratkan di Sendang Biru terutama jenis tuna sirip kuning dan tuna mata besar ( Thunnus obesus ). Pada bulan tertentu tertangkap juga jenis ikan tuna albakora ( Thunnus alalunga ). Jika dilihat dari komposisi hasil tangkapan di setiap lokasi semakin ke timur ikan albakora semakin banyak tertangkap oleh nelayan tonda. Suhu perairan memegang peranan penting dalam penyebaran albakora. Menurut Triharyuni et al. (2012), albakora berukuran kecil biasanya tertangkap di perairan dengan suhu rendah sedangkan albakora berukuran lebih besar banyak tertangkap di perairan yang lebih hangat. Albakora yang didaratkan di Cilacap banyak tertangkap di lokasi 10° - 14° LS yang merupakan perairan dengan suhu relatif hangat. Jika dilihat dari daerah penangkapannya yang berada pada garis 10° - 14° LS, maka sama halnya dengan nelayan di Pelabuhan Sadeng, Pacitan, Prigi dan Sendang Biru yang banyak melakukan aktivitas pencarian ikan di lokasi tersebut, sehingga komposisi ikan albakor semakin banyak ditemui. Analisis Catch Per Unit Effort (CPUE) tuna sirip kuning digunakan untuk mengetahui kelimpahan tuna sirip kuning suatu perairan dan tingkat pemanfaatan yang dihitung berdasarkan pembagian total hasil tangkapan ( Catch ) dengan upaya penangkapan ( Effort ). Nilai CPUE cenderung fluktuatif di setiap daerah pendaratan ikan di Selatan Jawa. Rata – rata nilai CPUE cenderung meningkat di bulan Maret – Mei kemudian menurun sampai Juli. Bulan Agustus nilai CPUE di setiap daerah mengalami kenaikan kembali dan mulai turun di bulan Oktober hingga akhir tahun. Nilai CPUE sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor penangkapan dan kondisi perairan (Sadiyah et al ., 2012). Menurut Sulistyaningsih et al . (2011) nilai CPUE tangkapan utama pancing ulur dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya yaitu pengaruh musim. adanya gelombang dan angin besar mengakibatkan penurunan upaya penangkapan (trip). Sementara itu, Nurdin et al . (2018) mengatakan bahwa peningkatan CPUE armada tonda di Palabuhanratu terjadi pada saat musim timur yaitu antara bulan Juni hingga Agustus serta musim peralihan II, antara bulan September – November, dimana kondisi SPL rendah dengan kandungan klorofil-a yang tinggi. Nilai CPUE di beberapa daerah yang digunakan dalam penelitian ini juga serupa dengan hasil penelitian Nugroho et al . (2018) yang menunjukkan bahwa musim penangkapan ikan di barat Sumatera terjadi pada bulan Maret, April, Mei dan Oktober. Sedangkan bulan Januari, Februari, Juni, Juli, Agustus, November dan Desember bukan merupakan musim tangkap ikan. Struktur ukuran tuna sirip kuning yang tertangkap di setiap lokasi rata-rata memiliki kesamaan dalam ukuran panjang ikan, kecuali di PPI Binuangeun, PPN Palabuhanratu dan PP Sadeng. Tuna sirip kuning yang tertangkap armada tonda di wilayah-wilayah tersebut memiliki ukuran yang kecil (juwana tuna) dan sangat jarang menangkap tuna sirip kuning yang berukuran besar. Hal ini berbeda dengan tuna sirip kuning yang tertangkap di P2SKP Pacitan, PPN Prigi dan P2SKP Sendang Biru, selain mendapat juwana tuna nelayan lokasi tersebut juga banyak mendapatkan tuna sirip kuning yang berukuran besar. Jika dilihat dari lokasi penangkapannya maka semakin ke arah timur semakin besar tuna sirip kuning yang tertangkap oleh nelayan tonda. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kondisi perairan tersebut. Menurut Allain et al . (2005), faktor lingkungan perairan dapat mempengaruhi penyebaran tuna baik secara horisontal dan vertikal. Secara horisontal, daerah penyebaran tuna di Indonesia meliputi perairan barat dan selatan Sumatera, perairan selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Flores, Laut Banda, Laut Sulawesi dan perairan utara Papua. Secara vertikal, penyebaran tuna sangat dipengaruhi oleh suhu dan kedalaman renang. Suhu pada setiap strata kedalaman juga mempengaruhi kelimpahan ikan tuna di suatu perairan. Berdasarkan penelitian Barata et al . (2011), jenis tuna sirip kuning dan albacore tertangkap pada kisaran kedalaman 35,15 - 299,04 m dengan suhu 12,51- 26,96° C. Jika dilihat dari kondisi tersebut diduga nelayan PPN Prigi, Pacitan dan Sendang Biru menangkap tuna sirip kuning di perairan yang lebih dalam. Hal tersebut karena tuna sirip kuning yang diperoleh memiliki ukuran lebih panjang dan albakor yang banyak tertangkap. Ukuran ikan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui panjang ikan, maka dapat menentukan kedewasaan dan ukuran layak tangkap ikan tersebut. Ukuran ikan layak tangkap adalah ukuran ikan pada panjang pertama kali Agustina, M., et al/BAWAL. 11 (3) Desember 2019: 161-173 matang gonad ( length at first maturity = Lm) (Jamal et al ., 2011). Sebanyak 16.925 ekor tuna sirip kuning yang didaratkan mempunyai panjang cagak antara 23 – 168 cm FL. Jika dilihat dari ukuran panjang ikan tuna sirip kuning yang tertangkap diduga didominasi oleh juwana tuna sirip kuning dan belum pernah mengalami matang gonad atau melakukan pemijahan. Nilai ukuran pertama kali matang gonad tuna sirip kuning di Samudera Hindia sekitar 100 cmFL (Zhu et al ., 2008). Jika di total dari seluruh ikan yang diukur panjangnya ikan yang belum pernah mengalami matang gonad sebanyak 71,63% dan yang sudah matang gonad 28,37%. Sehingga dapat diketahui bahwa ikan tuna sirip kuning yang tertangkap di selatan Jawa dengan alat tangkap Pancing ulur sebagian besar adalah ikan yang belum layak tangkap. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hargiyanto et al . (2013) yang mengatakan bahwa tuna sirip kuning yang tertangkap oleh pancing tonda dan pancing ulur di Palabuhanratu pada umumnya berukuran kecil dan tergolong juvenile. Muhammad & Barata, (2012) juga menjelaskan bahwa ikan tuna sirip kuning yang berukuran kecil (yuwana tuna) lebih banyak berkumpul di perairan sekitar rumpon. Begitupun dengan Nurhakim & Suprapto, (2009) yang menyampaikan bahwa data produksi hasil tangkapan utama armada pancing ulur yuwana tuna sirip kuning yang didaratkan di Kedonganan lebih dominan (82,97%) bila dibandingkan ikan tuna sirip kuning (17,02%) yang berukuran besar. Hasil ini sangat berbeda dengan tuna sirip kuning yang tertangkap di laut banda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Damora & Baihaqi, (2013), ikan tuna sirip kuning yang tertangkap pancing ulur di Laut Banda memiliki kisaran panjang cagak antara 55-215 cm, dengan panjang pertama kali tertangkap (Lc) sebesar 131,85 cmFL. Hal ini diduga karena laut Banda merupakan alur migrasi sekaligus daerah mencari makanan bagi ikan-ikan tuna, khususnya ikan tuna sirip kuning. Pola pertumbuhan tuna sirip kuning yang didaratkan di PPI Binuangeun memiliki pola pertumbuhan isometrik. Sementara itu, di PPN Palabuhanratu bersifat allometrik Positif (b > 3). Untuk tuna sirip kuning yang tertangkap di PPP Sadeng, P2SKP Pacitan, PPN Prigi dan P2SKP Sendang Biru bersifat alllometrik negatif (b < 3). Berdasarkan hasil penelitian Nishida & Sono, (2007), tuna sirip kuning di perairan Samudera Hindia tergolong pada pola pertumbuhan isometrik, yang artinya pertumbuhan tuna sirip kuning di perairan Samudera Hindia sebanding dengan pertumbuhan beratnya. Sedangkan analisis hubungan panjang dan berat yang dilakukan oleh Darondo et al. (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan tuna sirip kuning yang di daratkan di PPS Bitung, memiliki pola pertumbuhan allometrik positif (b>3), dengan kata lain pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang. Perbedaan laju pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang meliputi umur dan jenis ikan dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan dan kondisi perairan (Breet, 1979; Kamler, 1992 dan wootton, 1998 dalam Schluderman et al., 2009). Csirke (1980) dalam Hartaty dan Sulistyaningsih, (2014) lebih lanjut menyatakan bahwa faktor lingkungan mempengaruhi perbedaan nilai pertumbuhan dari spesies ikan yang sama pada lokasi yang berbeda. Faktor lingkungan tersebut seperti ketersediaan makanan, suhu perairan dan oksigen terlarut. Sementara itu, menurut Sukimin et al. (2002), faktor lingkungan dan jenis serta ukuran makanan yang dimakan dapat mempengaruhi sifat pertumbuhan. Selain hal tersebut perbedaan pola pertumbuhan di setiap lokasi dapat disebabkan oleh perbedaan musim dan tingkat kematangan gonad serta aktivitas penangkapan karena aktivitas penangkapan yang cukup tinggi pada suatu daerah cukup mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan populasi ikan (Sumadhiharga, 1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, faktor kondisi relatif ( Kn ) Tuna sirip kuning yang tertangkap dengan armada tonda adalah 0.96. Terjadi fluktuasi nilai faktor kondisi rata-rata ikan tuna sirip kuning pada setiap ukuran. Faktor kondisi yang paling tinggi terjadi pada ukuran ikan yang lebih kecil yaitu 20 – 65 cmFl dengan nilai faktor kondisi rata-rata yaitu 2.52 – 1.08, sementara faktor kondisi yang lebih kecil terjadi pada ukuran ikan yang lebih besar yaitu dengan panjang 70 – 190 cmFl dengan nilai faktor kondisi sebesar 0.69 – 0.96. Hal serupa juga ditunjukkan dari hasil penelitian Faizah & Aisyah, (2011), faktor kondisi rata-rata untuk ikan tuna sirip kuning yang didaratkan di Sendang Biru adalah 1,66 dengan faktor kondisi yang paling tinggi terjadi pada ukuran ikan yang lebih kecil dan faktor kondisi yang lebih kecil terjadi pada ukuran ikan yang lebih besar. Hal ini diduga karena adanya fase reproduksi tuna sirip kuning yang mengalami pertama kali matang gonad pada ukuran 100 cmFL (Zhu et al., 2008) sehingga menambah berat tubuh ikan (faktor kemontokan). Faizah & Aisyah, (2011) juga mengatakan bahwa perbedaan faktor kondisi antara ikan kecil dan ikan besar disebabkan oleh adanya perbedaan pertumbuhan dan tingkat kematangan gonad dari masing-masing ikan. Pada ukuran ikan kecil ada ikan yang masih dalam proses pertumbuhan somatik sehingga secara fisik tubuh ikan lebih cepat berkembang dan faktor kondisinya menjadi lebih besar, sementara pada ukuran yang lebih besar atau ikan dewasa yang akan memijah, energi yang diperoleh digunakan untuk proses kematangan gonadnya sehingga menyebabkan faktor kondisinya lebih kecil. Sedangkan faktor kondisi relatif untuk masing-masing lokasi pendaratan cenderung stabil. Nilai faktor kondisi relatif tertinggi terjadi di Binuangeun sebesar 2,52 dan terendah di Sadeng dengan nilai 0.69. Lingkungan perairan dan sumber makanan yang relatif sama di perairan Samudera Hindia diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai faktor kondisi relatif tuna sirip kuning cenderung stabil. Nilai Faktor kondisi relatif dipengaruhi oleh kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin, dan umur ikan (Effendie, 2002). Faktor kondisi dapat menunjukkan indikasi keadaan baik atau tidaknya panjang berat ikan yang dinyatakan dalam angka dan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie, 1997). Faktor kondisi ikan tuna sirip kuning yang didaratkan dengan alat tangkap armada tonda mengindikasikan dalam kondisi yang baik dan dapat dikonsumsi dengan nilai 0,69 – 2,52. ## KESIMPULAN Tuna sirip kuning dan cakalang merupakan hasil tangkapan terbesar dari armada tonda di seluruh pendaratan ikan tuna di selatan Jawa. CPUE berfluktuasi di setiap lokasi pendaratan tuna sirip kuning di selatan Jawa. Sebagian besar tuna sirip kuning yang tertangkap di selatan Jawa dengan alat tangkap pancing ulur adalah ikan yang belum layak tangkap. Ukuran tuna sirip kuning yang tertangkap semakin ke arah timur, yang tertangkap semakin besar. Pola pertumbuhan tuna sirip kuning yang tertangkap di Binuangeun memiliki pola isometrik; di PPN Palabuhanratu bersifat allometrik positif, sementara di PPP Sadeng, P2SKP Pacitan, PPN Prigi dan P2SKP Sendang Biru bersifat allometrik negatif. ## PERSANTUNAN Penelitian ini dibiayai dari DIPA kegiatan riset Loka Riset Perikanan Tuna (LRPT) pada tahun 2016. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada enumerator dan PJ lokasi di PPI Binuangeun, PPN Palabuhanratu, PPP Sadeng, P2SKP Tamperan, PPN Prigi dan P2SKP Pondok Dadap yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA Allain, G., Lehodey, P.., Kirby, D. S., & Leroy, B. (2005). The Influence of the environment on Horizontal and Vertical Bigeye Tuna Movements Investigated by Analysis of Archival tag Records and Ecosystem Model Outputs. WCPFC-SC1, 3:13p. Barata, A., Novianto, D., & Bahtiar, A. (2011). Sebaran ikan tuna berdasarkan suhu dan kedalaman di Samudera Hindia. ILMU KELAUTAN, 16(3), 165-170. https://doi.org/10.14710/ik.ijms.16.3.165-170 Cayre, P. (1990). “Behaviour of yellow fin tuna ( Thunnus albacares ) and skipjack tuna ( Katsuwonus pelamis ) around FADs in the Comoros Islands as determind by ultrasonic tagging”. Aqua Living Resour , 4. 1-12. Damora, A., & Baihaqi. (2013). Struktur ukuran ikan dan parameter populasi tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) di Perairan Laut Banda. BAWAL, 5(1), 59- 65. http://dx.doi.org/10.15578/bawal.5.1.2013.59-65 Darondo, F.A., Manoppo, L., & Luasunaung, A. (2014). Komposisi tangkapan tuna hand line di pelabuhan perikanan Samudera Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap, 1(6), 227- 232. https://doi.org/10.35800/jitpt.1.6.2014.6962 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. (2012). Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2011 . Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 190 pp. Effendie, M.I. (1997). Biologi perikanan (p. 163). Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Effendie, M.I. (2002). Biologi perikanan (p. 112). Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Faizah, R., & Aisyah. (2011). Komposisi Jenis Dan Distribusi Ukuran Ikan Pelagis Besar Hasil Tangkapan Pancing Ulur di Sendang Biru, Jawa Timur. BAWAL, 3(6), 377-385. http://dx.doi.org/10.15578/ bawal.3.6.2011.377-385 Fonteneau, A., Farales, P., & Pianet, R. (2000). “ Aworidwide review of purse seine fisheries on FADs” . Session I. Regional Syntheses. p, 15-35. Hargiyatno, I.T, Anggawangsa, R.F., & Wudianto. (2013). Perikanan pancing ulur di Palabuhanratu/ : Kinerja Teknis Alat Tangkap Hand Lines Fishery in Palabuhanratu / . J. Lit. Perikan. Ind. 19(3), 121–30. http://dx.doi.org/10.15578/jppi.19.3.2013.121-130 IOTC ( Indian Ocean Tuna Commission ). (2016). Report of the Twelve Session of the IOTC Working Party on Data Collection & Statistic. Victoria, Seychelles. 28– 30 November 2016. 37 p. Jamal, M., Sondita, M.F.A., Haluan, J., & Wiryawan, B. (2011). Pemanfaatan data biologi ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis ) dalam rangka pengelolaan perikanan bertanggung jawab di Perairan Teluk Bone. Jurnal Natur Indonesia , 14(1), 107-113. ISSN 1410- 9379 King, M. (2007). Fisheries biology, Assessment and Management (p. 381). Second edition. Blackwell Sciencetific Publication. Oxford. Muhammad, N., & Barata, A. (2012). Struktur Ukuran Ikan Tuna sirip kuning ( Thunnus Albacares ) yang Tertangkap Pancing Ulur di Sekitar Rumpon Samudera Hindia Selatan Bali Dan Lombok. BAWAL, 4(3), 161- 167. Agustina, M., et al/BAWAL. 11 (3) Desember 2019: 161-173 Nishida, T., & Sono, H. (2007). “stock assessment of yellowfin tuna (Thunnus albacares) in the Indian Ocean by the Age Structured Production Model (ASPM) Analysis”. Submitted to the IOTC 9th WPTT Meeting, July 16-20. Victoria: 1 –17. Halaman 3 –4. Nugroho, S.C., Jatmiko, I., & Tampubolon, P.A.R.P. (2018). Struktur Ukuran, Hasil Tangkapan Per Unit Upaya dan Musim Penangkapan Tuna Mata Besar ( Thunnus obesus Lowe, 1839) di Bagian Timur Samudera Hindia. J.Lit.Perikan.Ind. 24(3), 217-225. http://dx.doi.org/ 10.15578/jppi.24.3.2018.%25p Nurdin, E., Sondita, M.F.A., Yusfiandayani, R., & Baskoro, M. (2015). Produktivitas dan musim penangkapan ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) pada Perikanan Skala Kecil di Palabuhanratu, Jawa Barat. J.Lit.Perikan.Ind . 21(3), 147 – 154. http:// dx.doi.org/10.15578/jppi.21.3.2015.147-154 Nurdin, E., & Nugraha, B. (2007). Penangkapan tuna dan cakalang dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur ( Hand Line ) yang Berbasis di Pangkalan Pendaratan Ikan Pondokdadap Sendang Biru, Malang. BAWAL. 2(1), 27 – 33. http://dx.doi.org/10.15578/ bawal.2.1.2008.27-33 Nurdin, E., Panggabean, A.S., & Restiangsih, Y.H. (2018). Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan Armada Tonda di Sekitar Rumpon di Palabuhanratu. J.Lit. Perikan. Ind. 2(2), 117-126. http:/ /dx.doi.org/10.15578/jppi.24.2.2018.117-128 Nurhakim, S., & Suprapto. (2009). Laporan teknis riset; kebijakan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan perikanan tuna di Samudera Hindia . Balai Riset Perikanan Laut. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta: 29 p. Sadiyah, L., Dowling, N., & Prisantoso, B. I. (2012). Developing recommendations for undertaking CPUE standardization using observer program data. Ind.Fish.Res.J. 18(1), 19-33. http://dx.doi.org/10.15578/ ifrj.18.1.2012.19-33 Schluderman, E. Keckeis, H., & Nemeschkal, L. (2009). Effect of initial size on daily growth and survival in freshwater Chondrostoma nasus larvae: a field survey. Journal of Fish Biology , 74, 939-955. https://doi.org/ 10.1111/j.1095-8649.2009.02182.x Sparre, P., & Venema, S. C. (1999). Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1: Manual. Terjemahan dari Introduction to Tropical Fish Stock Assessment Part 1: Manual. Food and Agriculture Organization Fisheries Technical Paper Number 306/1. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Jakarta. 554 hal. Steel R.G.H & Torrie J.H. (1989). Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik (Terjemahan dari Principle and procedure of statistic: a biometri approach). Sumantri B (penerjemah). Edisi kedua. PT.Gramedia. Jakarta. 748 pp. Sukimin, S., Isdrajat, S., & Yon Vitner. (2002). Petunjuk praktikum biologi perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulistyaningsih, R.K., Barata, A., & Siregar, K. (2011). Perikanan pancing ulur tunadi kedonganan, Bali . J. Lit. Perikan. Ind . 17(3), 185-191. http://dx.doi.org/ 10.15578/jppi.17.3.2011.185-191 Sumadhiharga, K. (1991). Struktur populasi dan reproduksi ikan momar merah ( Decapterus ruselli ) di teluk Ambon. Di dalam: BPPSL. Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI. Perairan Muluku dan Sekitarnya. Hidayat T., Chodrijah U., & Noegroho T. (2014). Karakteristik Perikanan Pancing Tonda di Laut Banda. J. Lit. Perikan. Ind. 18 (1), 35-41. http://dx.doi.org/ 10.15578/jppi.20.1.2014.43-51 Triharyuni, S., Sulaiman P. S., & Rianto, J. (2012). Hubungan panjang berat, tingkat eksploitasi dan fluktuasi hasil tangkapan albakora ( Thunnus alalunga, Bonnaterre) di Samudera Hindia. J. Lit. Perikan. Ind. 8 (1), 35 -41. http://dx.doi.org/10.15578/jppi.18.1.2012.35-41 Wahju, R.I, Zulbainarni, N., & Soeboer, D.A. (2013). Hasil Tangkapan Pancing Tonda Berdasarkan Musim Penangkapan dan Daerah Penangkapan Tuna dengan Rumpon di Perairan Selatan Palabuhanratu. BULETIN PSP 21(1), 97-105 Wudianto, Wagiyo, K., & Wibowo, B. (2003). Sebaran daerah penangkapan tuna di Samudera Hindia. J. Lit. Perikan. Ind . Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. 9(7), 19-28. http://dx.doi.org/10.15578/jppi.9.7.2003.19- 27 Zhu, G., L. Xu., Y. Zhou., & X. Dai. (2008). Length- Frequency Compotitions and Weight-Length Relation for Big-Eye Tuna , Yellowfin Tuna and Albacore (Percoformes: Scombrinae) in the Atlantic, Indian and Eastern Pasific Oceans. Acta Ichthyologica et piscatoria . 38(2), 157 – 161. DOI: 10.3750/ AIP2008.38.2.12
51e36855-beda-4292-a70c-b587a73772b1
https://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/article/download/2275/1446
## KAJIAN EFEKTIFITAS PELAYANAN BUS KAMPUS DI IPB DRAMAGA (Studi Kasus: Koridor 01, 03, dan 04) ## Oke Riswanto Program Studi Teknik Sipil, Universitas Ibn Khaldun Bogor E-mail: [email protected] ## ABSTRAK Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berada di Dramaga sedang mencanangkan Green Campus ,rektor mengeluarkan kebijakan berupa SK Rektor IPB Nomor 205/IT3/LK/2015 tentang pelaksanaan gerakan green campus 2020 di lingkungan IPB yang salah satunya adalah green transportation. Moda utama transportasi dalam kampus sesuai prioritasnya ialah berjalan kaki, bersepeda, bus kampus, dan mobil listrik.Bus kampus sendiri merupakan salah satu sarana transportasi untuk menunjang aktivitas warga kampus.Tujuan penelitianmengetahui kinerja bus kampus di IPB Dramaga pada tahun 2018 dan menganalisa dan menghitung efektifitas kinerja bus kampus di IPB Dramaga dalam memenuhi standar pelayanan minimun angkutan umum.Bus IPB beroperasi pada pukul 06.00 hingga pukul 18.00 dengan jumlah armada sebanyak 7 armada bus. Pelayanan bus kampus IPB hingga saat ini dibagi menjadi 3 koridor yaitu Koridor 1 sepanjang 1.8 km dengan Rute Koridor dari GWW menuju FKH via Asrama Puttri, Koridor 3 sepanjang 1.5 km dengan Rute Koridor dari GWW menuju FKH via LSI/Perpustakaan, dan Koridor 4 sepanjang 1.2 km dengan Rute Koridor dari GWW menuju FKH via Rektorat. Pelayanan jasa angkutan bus kampus di IPB dikenakan biaya jasa sebesar 1000 rupiah pada setiap pemakaian jasa. Aspek yang ditinjau mengacu kepada Standar Pelayanan yang telah diatur oleh Negara tersebut ditetapkan di dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 141 paragraf 2 tentang Standar Pelayanan Angkutan Orang. Adapun penjelasan selengkapnya tentang Standar Pelayanan tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek. Kata-kata kunci: Bus kampus; standar pelayanan; green transportation. ## ABSTRACT The Bogor Institute of Agriculture (IPB) campus in Dramaga is launching the Green Campus, the chancellor issued a policy in the form of IPB Rector's Decree Number 205 / IT3 / LK / 2015 regarding the implementation of the green campus movement in IPB 2020, one of which is green transportation. on campus according to its priorities are walking, cycling, campus buses, and electric cars. The campus bus itself is one of the means of transportation to support campus activities. The purpose of the research is to know the performance of campus buses in IPB Dramaga in 2018 and analyze and calculate the effectiveness of campus bus performance in Dramaga's IPB in meeting the minimum service standards of public transport. The IPB bus operates from 6:00 to 18:00 with a total fleet of 7 bus fleets. The IPB campus bus service is currently divided into 3 corridors, namely 1.8 km along Corridor 1 with the Corridor Route from GWW to FKH via Puttri Boarding, Corridor 3 along 1.5 km with Corridor Route from GWW to FKH via LSI / Library, and Corridor 4 along 1.2 km with the Corridor Route from GWW to FKH via the Rector. Campus bus transportation services at IPB are subject to a service fee of 1000 rupiah for each service use. Aspects that are reviewed refer to the Service Standards that have been regulated by the State stipulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation in article 141 paragraph 2 concerning the Standard of People's Transport Services. The full explanation of the Service Standards is contained in the Minister of Transportation Regulation of the Republic of Indonesia Number PM 29 of 2015 concerning Amendments to the Minister of Transportation Regulation Number PM 98 of 2013 concerning Minimum Service Standards for People with Public Vehicles in Routes. Key words: Campus bus; service standard; green transportation. ## PENDAHULUAN Bus kampus merupakan salah satu sarana transportasi untuk menunjang aktivitas warga kampus, yang mengantarkan warga kampus dari gedung satu ke gedung lainnya. Selain untuk medukung program green transportation , moda transportasi berperan dalam mendukung warga kampus untuk mencapai tempat tujuan tepat pada waktunya atau sesuai dengan jadwal keberangkatan yang terdapat disetiap halte. Waktu sangatlah penting terutama bagi warga kampus yang akan menjalani aktivitas perkuliahan, sehingga waktu tempuh dari halte menuju gedung perkuliahan harus sesuai dengan jadwal yang ditentukan, agar warga kampus dapat memperkirakan waktu tempuh dari halte ke tempat tujuan. Waktu Tempuh adalah lama waktu yang terpakai dalam perjalanan untuk menempuh suatu jarak tertentu. Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2020 mencanangkan Green Campus , rektor mengeluarkan kebijakan berupa SK Rektor IPB Nomor 205/IT3/LK/2015 tentang pelaksanaan gerakan green campus 2020 di lingkungan IPB.Sebuah kampus hijau yang merupakan komunitas pendidikan tinggi yang meningkatkan efisiensi energi, konservasi sumber daya dan meningkatkan kualitas lingkungan dengan mendidik untuk menciptakan hidup sehatdan lingkungan belajar yang kondusif secara berkelanjutan, untuk mencapai tujuan tersebut, gerakan Green Campus di IPB akan diimplementasikan melalui 4 elemen, yang salah satunya adalah green transportation. Moda utama transportasi dalam kampus sesuai prioritasnya ialah berjalan kaki, bersepeda, bus kampus, dan mobil listrik (Syaiful, 2005; Syaiful, 2012; Syaiful, 2015; Ngadimo dan Syaiful, 2014). ## Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui kinerja bus kampus di IPB Dramaga pada tahun 2018 b. Menganalisa dan menghitung efektifitas kinerja bus kampus di IPB Dramaga dalam memenuhi standar pelayanan minimun angkutan umum dalam trayek. ## Batasan penelitiaan Batasan masalah untuk studi kasus efektifitas pelayanan bus kampus di IPB Dramaga adalah mengevaluasi kinerja bus kampus di IPB Dramaga yang melayani koridor 01, koridor 03, dan koridor 04, dengan aspek yang ditinjau mengacu kepada Standar Pelayanan yang telah diatur oleh Negara tersebut ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 141 paragraf 2 tentang Standar Pelayanan Angkutan Orang. Adapun penjelasan selengkapnya tentang Standar Pelayanan tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek, standar yang digunakan adalah Standar Pelayanan Minimal Angkutan Perkotaan. ## Jaringan Transportasi Sistem transportasi adalah untuk menggerakan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Seorang penumpang bermaksud untuk pergi dari suatu tempat yakni suatu asal ke tempat yang lain, yakni suatu tujuan; sama halnya dengan angkutan barang. Karena pelayanan transportasi tidak selalu ada disetiap tempat dari jenis dan kualitas yang sama, maka penting untuk diikut sertakan dalam setiap analisis karakteristik lokalisasi prasarana yang menetap dari sistem tersebut yaitu terminal, ruas jalan dan persimpangan jalan. Ini dilakukan dengan menggunakan konsep jaringan. ## Waktu Perjalanan Waktu perjalanan (travel time) adalah waktu total diperlukan untuk melewati suatu panjang jalan tertentu, termasuk waktu- berhenti dan tundaan pada simpang. Waktu perjalanan tidak termasuk berhenti untuk istirahat atau perbaikan kendaraan (MKJI, 1997; Dian Anggraini dan Syaiful, 2013). Waktu Perjalanan merupakan ukuran kinerja sistem yang penting dalam bidang transportasi. Sebenarnya waktu perjalanan yang masing-masing dibutuhkan pengguna jalan untuk melintasi ruas jalan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti volume lalu lintas, kondisi cuaca, perilaku pengendara dan karakteristik kendaraan. Estimasi waktu perjalanan merupakan proses perhitungan rata-rata pengguna jalan kewaktu berdasarkan pada kondisi lalu lintas. ## Kecepatan Kecepatan adalah tingkat pergerakan lalu-lintas atau kendaraan tertentu yang sering dinyatakan dalam kilometer per jam. Terdapat dua kategori kecepatan rata-rata. Yang pertama adalah kecepatan waktu rata-rata yaitu rata-rata dari sejumlah kecepatan pada lokasi tertentu. Yang kedua adalah kecepatan ruang rata-rata atau kecepatan perjalanan yang mencakup waktu perjalanan dan hambatan. Kecepatan ruang rata-rata dihitung berdasarkan jarak perjalanan dibagi waktu perjalanan pada jalan tertentu. Kecepatan merupakan besaran jarak yang ditempuh oleh suatu kendaraan yang dibagi waktu tempuh (km/jam). Semakin cepat kecepatan yang dapat disediakan suatu sistem, maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai tempat tujuan. ## Angkutan Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirimkan barang dari tempat asal ke tempat tujuan.Sedangkan angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dijelaskan angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau teratur dan tidak dalam trayek. ## Standar Pelayanan Angkutan Umum Pelayanan yang efektif dapat diukur dengan mengacu pada standar pelayanan yang diatur oleh negara secara sah dalam suatu Undang- Undang agar dapat dilaksanakan oleh aparatur negara dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan nyaman. Standar Pelayanan untuk Angkutan Umum yang telah diatur oleh Negara tersebut ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 141 paragraf 2 tentang Standar Pelayanan Angkutan Orang. Adapun uraian selengkapnya tentang Standar Pelayanan tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek. Dijelaskan dalam Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang tersebut terdapat beberapa penjelasan dari jenis pelayanan yang dicantumkan dalam Standar yang dikeluarkan oleh Pemerintah, yaitu sebagai berikut: Keamanan 1) Identitas kendaraan Nomor kendaraan dan nama trayek berupa stiker yang ditempel pada bagian depan dan belakang kendaraan. 2) Identitas awak kendaraan a. BagiPengemudi - mengenakan pakaian seragam dan dilengkapi dengan identitas nama pengemudi dan perusahaan; - menempatkan papanj kartu identitas nama pengemudi, nomor induk pengemudi dan nama perusahaan di ruang pengemudi. b. Bagi Kondektur, mengenakan pakaian seragam dan dilengkapi dengan identitas nama kondektur dan perusahaan. 3) Lampu kendaraan Berfungsi sebagai sumber cahaya di dalam mobil bus untuk memberikan keamanan bagi pengguna jasa. 4) Kaca film Lapisan pada kaca kendaraan guna mengurangi cahaya matahari secara langsung. 5) Lampu isyarat tanda bahaya Lampu sebagai pemberi informasi adanya keadaan bahaya di dalam kendaraan. B. Keselamatan 1) Awak kendaraan - Standar Operasional Prosedur (SOP) pengoperasian kendaraan Pengemudi Wajib: a. mengutamakan keselamatan dan kelancaran lalu lintas. b. mengangkut penumpang yang memiliki tiket atau membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. c. mengangkut penumpang dengan tidak melebihi kapasitas yang ditentukan. d. memindahkan penumpang dalam perjalanan ke kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas. e. menggunakan lajur jalan yang telah ditentukan atau menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah f. menaikkan dan/atau menurunkan penumpang ditempat yang ditentukan. g. menutup pintu selama kendaraan berjalan h. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum, dan i. melayani lintas sesuai izin trayek yang diberikan - Kompetensi Pengemudi memiliki pengetahuan, keterampilan, dan perilaku sebagai berikut: a. pengetahuan tentang rute yang dilayani, tata cara mengangkut orang, dan tata cara berlalu-lintas b. keterampilan mengemudi kendaraan sesuai dengan jenis kendaraan c. sikap dan perilaku yang baik, hormat dan ramah terhadap penumpang. - Kondisi Fisik a. badan dalam keadaan sehat mental dan fisik serta tidak dalam pengaruh narkoba dan alkohol. b. pengemudi wajib istirahat paling lama 15 (lima belas) menit setelah mengemudikan kendaraan selama 2 (dua) jam berturut- turut. 2) Sarana a. Peralatan keselamatan. Fasilitas keselamatan dalam keadaan darurat, dipasang ditempat yang mudah dicapai dan dilengkapi dengan keterangan tata cara penggunaan berbentuk stiker, paling sedikit meliputi; - alat pemecah kaca - alat pemadam api ringan, dan - alat penerangan b. Fasilitas kesehatan fasilitas kesehatan yang digunakan untuk penanganan darurat kecelakaan dalam mobil bus, berupa perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). c. Informasi tanggap darurat Informasi dalam keadaan darurat berupa stiker berisi nomor telepon dan/atau SMS pengaduan ditempel pada tempat yang strategis dan mudah terlihat di dalam kendaraan. d. Fasilitas pegangan penumpang berdiri Fasilitas pegangan ( handgrip ) bagi penumpang berdiri untuk bus sedang dan bus besar. e. Pintu masuk dan atau keluar penumpang Pintu masuk dan atau keluar penumpang haru tertutup pada saat kendaraan berjalan. f. Ban Ban depan tidak diperbolehkan menggunakan ban vulkanisir. g. Rel korden (gorden) di jendela Posisi rel gorden yang terpasang tidak mengganggu evakuasi apabila terjadi keadaan darurat (pada saat kaca haru dipecahkan). h. Alat pembatas kecepatan Alat pembatas kecepatan yang dipasang pada kendaraan angkutan umum i. Pintu keluar masuk pengemudi, sekurang- kurangnya untuk bus sedang Untuk mesin bus yang berada di belakang tidak ada pintu pengemudi. Untuk mesin di depan, pintu hanya boleh digunakan teknisi. j. Kelistrikan untuk audio visual yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) Kabel listrik untuk fasilitas penunjan k. Sabuk keselamatan Sabuk keselamatan minimal 2 (dua) titik (jangkar) pada semua tempat duduk. 3) Prasarana Fasilitas penyimpanan dan pemeliharaan kendaraan ( pool ) Berfungsi sebagai tempat peristirahatan kendaraan, dan juga tempat pemeliharaan dan perbaikan kendaraan. C. Kenyamanan 1) Daya angkut Kendaraan beroperasi mengangkut penumpang sesuai daya angkut yang diizinkan. 2) Fasilitas pengatur suhu ruangan Fasilitas yang dipersyaratkan untuk mewujudkan kondisi ruangan penumpang kendaraan. 3) Fasilitas kebersihan Berupa tempat sampah. 4) Larangan merokok Berupa stiker dan dengan gambar dan/atau tulisan “Dilarang Merokok”. D. Keterjangkauan 1) Tarif Biaya yang dikenakan pada pengguna jasa untuk satu kali perjalanan. Untuk kelas Non Ekonomi, harga tiket sesuai dengan pelayanan. Untuk kelas Ekonomi, dapat diberikan dengan subsidi. E. Kesetaraan 1) Tempat duduk prioritas Tempat duduk di mobil bus yang diperuntukkan bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak dan wanita hamil. 2) Ruangan tempat kursi roda Ruangan yang dikhususkan bagi penumpang yang menggunakan kursi roda. F. Keteraturan 1) Informasi pelayanan Informasi yang berisi: a. Keberangkatan b. Kedatangan c. Tarif d. Trayek yang dilayani 2) Waktu berhenti di halte Waktu yang diperlukan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. 3) Headway Jarak antar kendaraan. 4) Kinerja operasional a. Memberikan kepastian besarnya suplai pelayanan pada rute yang ditetapkan. b. Agar kendaraan beroperasi dengan biaya ekonomis dan efisien. Untuk mengukur setiap kategori dalam Standar Pelayanan Angkutan Umum yang terdapat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek penulis menggunakan skala Likert, dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti. Skala ini merupakan suatu skala psikometrik yang biasa diaplikasikan dalam angket dan paling sering digunakan untuk riset yang berupa survei, termasuk dalam penelitian survei deskriptif. ## Bus Kampus IPB Dramaga Bus kampus di IPB mulai diterapkan sesuai SK Rektor IPB Nomor 241/IT3/LK/2015 pada tanggal 29 September 2015 tentang Green Transportasi kampus. Dan dimulai dengan pengelolaan kendaraan transportasi kampus. IPB memiliki tujuh unit bus kampus dengan bahan bakar gas yang merupakan hibah dari PT Sinar Mas. Program Green Transportation khususnya bus kampus yang beroperasi ditiga koridor. Bus IPB beroperasi pada pukul 06.00 hingga pukul 18.00 dengan jumlah armada sebanyak 7 armada bus. Pelayanan bus kampus IPB hingga saat ini dibagi menjadi 3 koridor yaitu Koridor 01 dengan Rute Koridor dari GWW menuju FKH via Asrama Putri, Koridor 03 dengan Rute Koridor dari GWW menuju FKH via LSI/Perpustakaan, dan Koridor 04 dengan Rute Koridor dari GWW menuju FKH via Rektorat. Pelayanan jasa angkutan bus kampus di IPB dikenakan biaya jasa sebesar 1000 rupiah pada setiap pemakaian jasa. ## METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dimulai pada minggu keempat bulan Maret 2018 dan diperkirakan selesai pada minggu keempat bulan Juli 2018. Pengambilan data dilakukan selama 2 hari, dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data untuk mendapatkan perbandingan data. Tempat penelitian bertempat di Kampus IPB Dramaga Bogor yaitu di koridor yang dilayani oleh bus kampus terdiri dari koridor 01, koridor 03, dan koridor 04. Peta lokasi ditunjukkan pada Gambar 2. ## Gambar 2 Peta Lokasi ## Bagan Alir Penelitian Dalam kegiatan Analisis Kinerja Bus Kampus di IPB Dramaga ini, metode analisis yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3. Start Pengambilan Data Primer - Observasi - Wawancara Hasil dan Analisis End Studi Literatur Data Sekunder - Data Jumlah Armada - Data Panjang Koridor - Data Rute Koridor -Data Armada Yang Melayani Tiap Koridor Kesimpulan & Saran ## Gambar 3. Bagan Alir Penelitian ## HASIL DAN BAHASAAN Inventarisasi Bus Kampus Jumlah Armada Pelayanan bus dalam kampus terbagi dalam tiga koridor dan pada kondisi normal memiliki delapan armada bus. Bus akan datang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan berhenti hanya di halte-halte yang telah disediakan. Saat ini pelayanan dengan bus hanya sebanyak 7 unit untuk melayani tiga koridor, satu unit bus digunakan sebagai cadangan bila ada kerusakan pada tujuh unit bus operasional. Tabel 2 . Jumlah Armada Bus Kampus IPB Dramaga ## Panjang Koridor Panjang koridor yang dilayani bus kampus berdasarkan data dari PT. BLST ditunjukkan pada Tabel 3. ## Tabel 3. Panjang Koridor Bus Kampus IPB Dramaga Kinerja Bus Kampus IPB Dramaga Tahun 2018 Keamanan Tabel 4. Standar Keamanan Kendaraan Pada Bus Kampus IPB Dramaga Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada indikator keamanan ini mendapatkan persentase skor jawaban sebesar 77.6%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga telah menerapkan standar keamanan, seperti adanya nomor kendaraan, pengemudi maupun kernet angkutan bus kampus IPB Dramaga mengenakan pakaian seragam dan dilengkapi dengan identitas nama, dan pada semua angkutan bus kampus IPB Dramaga telah terdapat lapisan pada kaca yang berfungsi untuk mengurangi cahaya matahari secara langsung Keselamatan Tabel 5 . Standar Keselamatan Pada Bus Kampus IPB Dramaga Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada indikator keselamatan ini mendapatkan persentase skor jawaban sebesar 70.67%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga telah menerapkan standar keselamatan, seperti pengemudi tertib dalam berlalu-lintas, menutup pintu selama kendaraan berjalan, mengetahui rute yang dilayani, bersikap baik kepada penumpang, dan telah menyediakan beberapa fasilitas keselamatan. Kenyamanan Tabel 6 . Standar Kenyamanan Pada Bus Kampus di IPB Dramaga Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada indikator kenyamanan ini mendapatkan skor jawaban sebesar 74.4%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga sudah berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015. ## Keterjangkauan Tabel 7. Standar Keterjangauan Bus Kampus IPB Dramaga Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada indikator keterjangkauan ini mendapatkan persentase skor jawaban sebesar 76.27%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kmapus IPB Dramaga sudah berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015. Hal ini dapat diketahui bahwa pihak pengelola yaitu PT. BLST menerapkan harga sebesar Rp. 1000,- untuk satu kali jalan di setiap koridor. Kesetaraan Tabel 8. Standar Kesetaraan Pada Bus Kampus.IPB Dramaga Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada indikator kesetaraan ini mendapatkan persentase skor jawaban sebesar 37.33% yaitu nilai terrendah dari semua indikator yang di teliti. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga belum sepenuhnya sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015. Dalam indikator kesetaraan ini berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa belum tersedia kursi prioritas bagi penumpang penyandang cacat/difabel di dalam angkutan bus kampus IPB Dramaga. ## Keteraturan Tabel. 9. Standar Keteraturan Pada Bus Kampus IPB Dramaga Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada indikator keteraturan ini mendapatkan persentase skor jawaban sebesar 72.53%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga sudah berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 Persentase Kuisioner Dari Standar ## Pelayanan Bus Kampus Untuk mengetahui Interval dari Skala Likert sebagai acuan penilaian agar lebih spesifik dan interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan metode mencari Interval skor persen (I) I = 100 / Jumlah Skor Maka = 100 / 5 = 20 Hasil (I) = 20 Hasil perhitungan Interval diatas adalah intervalnya jarak dari terendah 0 % hingga tertinggi 100%, berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval Tabel 10 . Interval Skala Likert Berdasarkan penilitian tentang efektivitas standar pelayanan bus kampus IPB dengan menggunakan pengukuran efektivitas melalui indikator dari Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek yang meliputi: Keamanan, Keselamatan, Kenyamanan, Keterjangkauan, Kesetaraan dan Keteraturan, ditunjukan pada tabel 11. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 75 responden, pada semua indikator Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek mendapatkan persentase rata-rata skor jawaban sebesar 68.13% yang berada pada kategori baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga sudah berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek. ## KESIMPULAN Adapun penjelasan selengkapnya terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek dapat disimpulkan bahwa efektivitas pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan data yang kemudian diolah secara sistematis yang menunjukkan bahwa persentase skor jawaban variabel efektivitas pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga adalah sebesar 68.13% dan termasuk dalam kelas interval 60%- 79.99% yang berarti masuk dalam kategori Baik. Hasil tersebut dari perolehan perhitungan skor jawaban pada masing-masing indikator pengukuran variabel efektivitas pelayanan angkutan bus kampus IPB Dramaga yang sebagian besar berada pada kategori Baik dan terdapat satu indikator yang berada dalam kategori Tidak Baik. Indikator pertama yaitu keamanan memperoleh persentase skor jawaban sebesar 77.6% dalam kategori Baik, indikator yang kedua yaitu keselamatan memperoleh persentase skor jawaban sebesar 70.6% dalam kategori Baik, indikator ketiga yaitu kenyamanan memperoleh persentase skor jawaban sebesar 74.27% dalam kategori Baik, indikator keempat yaitu keterjangkauan memperoleh persentase skor jawaban sebesar 76.27% dalam kategori Baik, indikator kelima yaitu kesetaraan memperoleh persentase skor jawaban 37.33% dalam kategori Tidak Baik, dan indikator keenam yaitu keteraturan memperoleh persentase skor jawaban sebesar 72.53% dalam kategori Baik. ## DAFTAR PUSTAKA Fina Mustaina, 2017. Pelayanan Bus Kampus Terhadap Mahasiswa Universitas Riau Di Pekanbaru http://rri.co.id/jakarta/post/berita/384573/ metropolitan/ipb_disumbang_lima_bus_pt _ sinar_mas.html Khisty, dan Lall., (2003). Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi. Terjemahan oleh Miro, Erlangga, Jakarta. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Morlok, E. K. 1985. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor. Peraturan Menteri Perhubungan No.98 tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimam Angkutan Dalam Trayek Peraturan Menteri Perhubungan No.29 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimam Angkutan Dalam Trayek SK Rektor IPB, (2015), tentang Green Transportation, Nomor 241/IT3/LK/2015 pada tanggal 29 September 2015 Tamin, O.Z. (1997). “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi”, Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung. Undang – undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Uswatul Fitroh, 2015. Efektivitas Pelayanan Angkutan Bus Sekolah Gratis Oleh Dinas Perhubungan Komunikasi Dan Informatika Kota Blitar Warpani, Suwarjoko. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung: Penerbit ITB Weksi Budiaji, 2013. Skala Pengukuran Dan Jumlah Respon Skala Likert. Syaiful, Syaiful, 2005, Analisis Kebisingan Arus Lalu Lintas Dan Geometri Jalan Di Kawasan Simpang Lima Kota Semarang. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diponegoro University, Semarang: INSTITUTIONAL REPOSITORY. Syaiful (2012), STUDI KASUS TENTANG TINGKAT KEBISINGAN YANG DITIMBULKAN KENDARAAN BERMOTOR DI BOGOR (Kajian di Depan Rumah Sakit Azra Jalan Pajajaran Kota Bogor), ISSN 2302-4240, Vol 1, No 1 (2012). http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/arti cle/view/785 Dian Anggraini, Syaiful (2013), Analisis Konsep Parkir pada Plaza Ekalokasari Bogor, ISSN 2302-4240, Vol 2, No 2 (2013). http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/arti cle/view/794 Ngadimo, Syaiful (2014), Analisis Polusi Suara Yang Ditimbulkan Kecepatan Kendaraan Bermotor (Kajian di Depan Rumah Sakit Bunda Jalan Margonda Raya Kota Depok), ISSN 2302-4240, Vol 3, No 1 (2014). http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/arti cle/view/803 Syaiful (2015). Tingkat Resistensi Polusi Suara di Depan RSIA Sentosa Bogor, Jurnal Astonjadro, ISSN 2302-4240, Vol 4, No 2 (2015). http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/arti cle/view/828
7c410460-4076-4474-a63c-6f3f5ebbaa36
https://ojs.serambimekkah.ac.id/jse/article/download/2605/2070
p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 Peningkatan Akurasi pada Prediksi Beban Listrik Menggunakan Metode Moving Average Erliza Yuniarti 1* , Wardiman 2 , Wirangga 3 , Bengawan Alfarezi 4 1,2,3,4 Electrical Engineering Department, Universitas Muhammadiyah, Palembang * Koresponden email : [email protected] Diterima: 7 Desember 2020 Disetujui: 14 Desember 2020 ## Abstract This paper discusses improving the accuracy of electrical load forecasting by imputation on empty load data. It is important to estimate the demand for electricity loads for the power plant operating system, fuel supply and maintenance of the power system. The forecast of the electrical load is carried out on the basis of the historical data of electrical load which is generally represented in the load curve. The load curves in research at the Singkarak substation Borang show that there are several load patterns, some missing data and data that is suddenly increasing. The percentage of blank data in 2015 was 1.8379%, while the highest in September at was 0.5137% or 45 hours. To fill in the missing data, three imputation techniques were used, i.e., filling in the data from the previous day's data at the same time ; perform regression analysis on the month the data was missing; and using the mean values from monthly data. The results of forecast using the moving average method provide a forecast of the electrical load on January 1, 2016 wll be 138 kW. The Mean Absolute Error (MAE) for the best load forecast is 9.59, using a data set equipped with the imputation of the mean. Keywords: substation, imputation, moving average, feeders, Singkarak ## Abstrak Paper ini membahas peningkatan akurasi peramalan beban listrik dengan melakukan imputasi pada data beban yang kosong. Perkiraan permintaan beban listrik penting dilakukan untuk sistem operasi pembangkit, penyediaan bahan bakar dan perawatan sistem tenaga listrik. Peramalan beban listrik dilakukan berdasarkan data historis beban listrik yang umumnya direpresentasikan dalam kurva beban. Kurva beban pada penelitian di penyulang Singkarak gardu induk Borang menunjukkan terdapat beberapa pola beban, beberapa data yang hilang dan data yang naik secara tiba-tiba. Persentase data yang kosong di tahun 2015 sebesar 1,8379% dan terbanyak pada bulan September sebesar 0,5137% atau 45 jam. Untuk mengisi data yang hilang digunakan tiga teknik imputasi, yaitu melakukan pengisian data dari data satu hari sebelumnya di jam yang sama; melakukan analisis regresi pada bulan terdapatnya data yang hilang; dan menggunakan nilai mean dari data bulanan. Hasil peramalan menggunakan metode moving average mendapatkan prediksi beban listrik pada tanggal 1 Januari 2016 adalah 138 kW. Akurasi perhitungan peramalan beban mean absolut error (MAE) terbaik adalah 9,5942 dengan menggunakan data set yang dilengkapi dari imputasi mean. Kata Kunci: gardu induk, imputasi, moving average, penyulang, Singkarak ## 1. Pendahuluan Beban listrik di Indonesia meningkat pada kisaran 3% pada beberapa tahun terakhir. Beban listrik yang dikategorikan menjadi empat jenis konsumen listrik dengan jumlah konsumen terbesar adalah perumahan diikuti dengan beban komersial, industri, dan fasiltas umum [1]. Beban listrik bervariasi tergantung dengan aktifitas penduduk, cuaca atau iklim [2][3][4], ekonomi [4][5][6] , kegiatan sosial [7], perencanaan daerah industri [3][8], dan demografi [6]. Perusahaan Listrik Negara (PLN) memiliki tugas sebagai penyedia dan regulator kebutuhan energi listrik di Indonesia. Supply kebutuhan daya listrik dari PLN diharapkan selalu kontinu dari waktu ke waktu, sehingga perencanaan operasi supply-demand [9] menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Peramalan atau prediksi beban listrik dapat diketahui dari data beban sebelumnya. Peramalan beban listrik bertujuan untuk mengenali pola beban dengan mengolah data historis beban listrik yang direpresentasikan dalam kurva beban harian [10]. Pemilihan metode statistik seperti regresi linier, regresi berganda, moving average , autoregressive moving average , dan lainnya dipilih berdasarkan pada jenis data dan akurasi peramalan. Akurasi peramalan bermanfaat untuk menekan biaya operasi [11][12] dalam memproduksi daya listrik, pengaturan sistem distribusi transmisi atau perencanaan manajemen energi [3]. Peramalan beban yang berlebihan mengakibatkan kelebihan supply dan sebaliknya kekurangan supply berimbas pada kontinuitas pelayanan [13]. Peramalan beban diperlukan untuk aktivitas penjadwalan yang tepat sehingga diperlukan dan mengoreksi operasi utilitas energi listrik. [2] Data beban listrik merupakan data yang berurutan ( time series ) diperoleh dari Gardu Induk Borang 150 kV di penyulang Singkarak, yang memuat data jam, hari, tanggal, tegangan, arus phasa, daya aktif, dan daya reaktif dalam bentuk logsheet harian. Logsheet dikumpulkan oleh operator dalam satu folder bulanan. Pengisian logsheet dilakukan secara manual oleh operator transmisi di gardu induk untuk masing-masing penyulang dalam gardu induk yang sama. Selain logshee t terdiri dari banyak data beban terdapat juga one line diagram sistem kelistrikan sampai ke penyulang-penyulang, busbar, data transformator gardu induk, dan suhu trasformator. Peramalan beban jangka pendek dengan metode moving average mempergunakan daya aktif, jam, dan tanggal, sehingga data lainnya akan direduksi [14]. Gambar 1 . Kurva beban harian penyulang Singkarak Sumber: Dokumen pribadi Gambar 2 . Kurva beban penyulang Singkarak Tahun 2015 Sumber: Dokumen pribadi ## 2. Metode Penelitian Data set disusun pada logsheet dalam tabel excel harian dengan data dari pukul 00.00-24.00 WIB, pukul 18.30-19.30 WIB sebagai data beban puncak atau 27 data setiap harinya. Interval yang tidak sama membuat horizon bervariasi, untuk itu data pada pukul 18.30 dan pukul 19.30 tidak akan digunakan, demikian juga untuk data pukul 00.00 WIB dan pukul 24.00 WIB adalah data yang sama, maka dalam penyusunan data dipilih salah satu. Sebagai daya untuk pukul 00.00 WIB dan atau 24.00 ( Gambar 1 ). Data beban listrik tidak selalu lengkap ( Gambar 2 ) karena terdapat data yang kosong ( missing value ) yang kosong bernilai nol, beberapa data pencilan ( outlier ) sehingga data menejadi kurang baik. Keduanya harus dilengkapi dan disesuaikan karena akan mempengaruhi akurasi peramalan. Metode imputasi dipilih sebagai solusi untuk melengkapi data-data yang kosong dan mengganti data pencilan dengan data pendekan dari data sebelum-sesudahnya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil prediksi beban listrik dengan metode moving average berdasarkan hasil tiga teknik imputasi untuk menyusun data set dan mereduksi data pencilan. Akurasi peramalan sebagai parameter ketepatan prediksi dari data time series yang dinyatakan dalam rata-rata absolut atau Mean Absolute Error (MAE) dan Root Mean Square Error (RMSE) [13][15]. 100 120 140 160 180 200 220 00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 D ay a ( kW ) 0 50 100 150 200 250 300 350 D a y a ( kW ) Teknik imputasi yang dipergunakan dalam pengisian data pada kolom yang kosong adalah melakukan pengisian data kosong dari dengan data sehari sebelum-sesudahnya pada jam yang sama; melakukan analisis regresi linier terhadap data dalam minggu yang sama; dan imputasi dengan nilai rata- rata atau mean dari data pada bulan yang sama [16]. Diagram alir penelitan yang menjelaskan langkah- langkah penelitian dimulai dengan penyusunan data, mereduksi data dengan interval yang tidak sama dan pencilan, metode imputasi, peramalan, validasi dan penarikan kesimpulan ( Gambar 3 ). Gambar 3 . Langkah-langkah penelitian Sumber: Dokumen pribadi ## 3. Hasil dan Pembahasan Hasil penyusunan data pada penyulang Singkarak dalam bentuk kurva beban yang akan memperlihatkan karakteristik beban. Kurva beban ( Gambar 1 ) dapat memperlihatkan karakteristik atau perubahan beban yang terjadi, beban naik setelah pukul 17.00 WIB dan beban puncak terjadi pada pukul 21.00 WIB. Hal yang sama umumnya terjadi pada minggu dan bulan-bulan lainnya, hal ini disebabkan komposisi beban di penyulang Singkarak cenderung seragam yaitu perumahan penduduk, toko-toko, dan industri-industri kecil. Gambar 3 . Persentase grafik data yang kosong pada penyulang Singkarak ## Sumber: Dokumen pribadi Beban bulanan dalam satu tahun ( Gambar 2 ) memperlihatkan karakteristik yaitu beban terendah, beban tertinggi dan trend beban. Pada bulan Januari dan akhir Mei beban trend beban naik. Sebaliknya pada akhir bulan Januari sampai dengan akhir bulan Mei trend beban cendrung stabil. Di bulan Juni- Desember besarnya beban terpakai cendrung stabil, walaupun terdapat beberapa data pencilan di bulan Oktober-Desember. Data set dalam satu tahun terdiri dari 8760 jam, dengan satuan beban dalam kW. Data beban penelitian tidak semuanya terisi, sebagian data adalah kosong ( missing value ). Jumlah data nol dari data konsumsi daya listrik setiap bulannya di penyulang Singkarak pada tahun 2015 bervariasi antara 0-45 jam, atau 161 jam (1,8379%) selama satu tahun ( Gambar 3 ). Persentase nilai nol atau tanpa beban dibandingkan dengan keseluruhan data beban menjadi relatif kecil. Nilai nol merupakan ketiadaan data supply daya listrik menuju konsumen, atau tidak adanya pencatatan dalam jam tersebut. Namun bila dievaluasi dari sisi kehandalan sistem tenaga, supply energi listrik dari penyulang Singkarak menjadi kurang baik. Missing value terjadi cukup tinggi di musim penghujan yaitu pada bulan September, Oktober, dan November. Data kosong pada bulan September-November terjadi karena gangguan cuaca atau petir, dan Penyusunan data bulanan Reduksi data dengan interval yang tidak sama; evaluasi data kosong dan pencilan Reduksi data pencilan, imputasi data kosong dengan 3 metode Hitung peramalalan dengan metode moving average Validasi peramalan dengan MAE dan RSME Analisa dan Kesimpulan p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 saluran udara yang tersentuh ranting yang mengakibatkan short circuit . Jumlah data pencilan pada data set sebesar 13 data (0,1484%) selama satu tahun, sehingga data ini cukup diganti dengan data pada jam yang sama pada hari sebelumnya. Tabel 1 . Imputasi pada missing value Jam Daya (kW) Data Penyulang Imputasi dengan data kolom sebelumnya Imputasi dengan Mean Imputasi dengan Regresi Linier 10.00 181 181 181 181 11.00 189 189 189 189 12.00 197 197 197 197 13.00 202 202 202 202 14.00 207 207 207 207 15.00 0 199 181 189,4 16.00 201 201 201 201 17.00 206 206 206 206 18.00 211 211 211 211 19.00 246 246 246 246 20.00 261 261 261 261 21.00 262 262 262 262 22.00 245 245 245 245 23.00 228 228 228 228 ## Sumber: Dokumen pribadi Teknik imputasi dengan pengisian data pada kolom yang kosong dengan data sehari sebelumnya pada jam yang sama cukup sederhana, imputasi ini dapat dikerjakan dengan cepat. Untuk beberapa data yang diimputasi dengan cara ini data yang diisikan menjadi kurang sesuai dengan trend atau kurang konsisten dengan keadaan beban saat itu. Kondisi yang sama juga terjadi pada data yang dihitung dari nilai mean bulan yang perlu diimputasi, trend data menjadi kurang sesuai berdasarkan hari imputasi, karena dalam satu bulan terdapat data yang memiliki lebih dari satu trend. Penggunaan metode regresi linier untuk imputasi menggunakan data harian sebelum nilai nol, perhitungan nilai imputasi ini sama seperti melakukan prediksi. Persamaan regresi linier yang dipergunakan berbeda di setiap bulannya. Hasil regresi digunakan sebagai pengganti missing value . Tabel 1 merupakan ilustrasi data missing value dan imputasi dengan ketiga teknik di bulan Oktober 2015. Gambar 4 . Hasil imputasi daya listrik pada bulan Oktober dengan tiga metode ## Sumber: Dokumen Pribadi Hasil imputasi data dengan ketiga metode (Gambar 4) memperlihatkan grafik hasil ketiga imputasi pada bulan Oktober, pada bulan tersebut banyak terdapat data kosong yaitu 45 jam atau 6%. Imputasi terhadap missing value dengan ketiga metode sebagian besar memperlihatkan hasil yang mendekati dengan kosistensi data. Pada data dengan imputasi nilai mean memiliki hasil lebih rendah pada awal dan 50 100 150 200 250 300 1 25 49 73 97 1 2 1 1 4 5 1 6 9 1 9 3 2 1 7 2 4 1 2 6 5 2 8 9 3 1 3 3 3 7 3 6 1 3 8 5 4 0 9 4 3 3 4 5 7 4 8 1 5 0 5 5 2 9 5 5 3 5 7 7 6 0 1 6 2 5 6 4 9 6 7 3 6 9 7 7 2 1 D ay a ( kW ) Jam ke - Kolom Mean Regresi akhir bulan terhadap data imputasi kolom dan regresi. Pada imputasi kolom terdapat satu data pencilan dari kolom sebelumnya, ketidakcocokan dengan kondisi beban pada jam sama pada hari sebelumnya disebabkan faktor hari kerja maupun cuaca hari itu. Imputasi data dengan tiga metode membentuk tiga data set beban tahunan yang berbeda ( Gambar 4 ). Prediksi atau peramalan beban listrik pada jangka pendek (satu jam ke depan) dilakukan dengan metode moving average dengan orde 2. Hasil prediksi jangka pendek yang dilakukan, dapat dipergunakan untuk prediksi beban pada tanggal 1 Januari 2016 pukul 01.00. Berdasarkan ketiga dataset yang dilengkapi dari imputasi, didapatkan hasil prediksi beban listrik di penyulang Singkarak yaitu 139 kW. Hasil prediksi mendapatkan nilai yang sama dari ketiga jenis imputasi. Hasil prediksi beban listrik dalam tiga data set menggunakann metode moving average selanjutnya dibandingkan, diuji validasi/akurasi menggunakan MAE dan RSME ( Tabel 2 ). Tabel 2 . Validasi prediksi beban menggunakan moving average Validasi Imputasi dengan Kolom Imputasi dengan Mean Imputasi dengan Regresi MAE 9,6066 9,5942 9,7475 RSME 144,5024 143,0288 146,79560 Sumber: Dokumen pribadi Besaran nilai validasi MAE berturut adalah 9,5942 untuk imputasi mean, 9,6066 untuk imputasi kolom dan 9,7475 untuk imputasi dengan regresi linier. Hal yang sama juga untuk validasi RSME nilai terkecil adalah pada imputasi mean. Penggunaan imputasi dengan metode mean masih terdapat penyimpangan atau error namun relatif kecil. Kecocokan hasil prediksi dengan metode imputasi mean dan metode regresi sangat besar terlihat pada grafik yang cendrung berhimpit ( Gambar 4 ). Keduanya mendapatkan nilai data set dengan konsistensi yang tinggi atau sesuai dengan trend. Berbeda dengan imputasi kolom, pada data ke 350 terjadi pola beban puncak yang berbeda dengan kedua metode lainnya sehingga nilai MAE dan RSME menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan metode mean. ## 4. Kesimpulan Beban listrik pada penyulang Singkarak terbanyak adalah perumahan, dengan karakteristik beban beban puncak terjadi pada pukul 19.00-21.00 WIB dan turun kembali setelahnya. Selain itu, besarnya konsumsi listrik juga tergantung pada kelembaban dan musim. Jumlah data kosong pada data set beban listrik di penyulang Singkarak adalah 1,8379% dan data pencilan sebanyak 0,1484%. Solusi imputasi data kosong menggunakan metode mean mendapatkan MAE dan RSME terendah, dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk imputasi data lainnya. Prediksi beban listrik jangka pendek menggunakan metode moving average orde dua pada tanggal 1 Januari 2016 pukul 01.00 WIB adalah 139 kW. ## 5. Referensi [1] D. J. E. dan S. D. M. Kementrian Ketenagalistrikan, “Statistik Kelistrikan 2016,” 2017. [2] V. Mansouri and M. E. Akbari, “Efficient Short-Term Electricity Load Forecasting Using Recurrent Neural Networks,” J. Artif. Intell. Electr. Eng. , vol. 3, no. 9, pp. 46–54, 2014. [3] N. Phuangpornpitak and W. Prommee, “A Study of Load Demand Forecasting Models in Electric Power System Operation and Planning,” GMSARN Int. J. , vol. 10, pp. 19–24, 2016. [4] P. Bunnoon, K. Chalermyanont, and C. Limsakul, “Energy Procedia Mid-Term Load Forecasting : Level Suitably of Wavelet and Neural Network based on Factor Selection,” in International Conference on Advances in Energy Engineering , 2012, vol. 14, pp. 438–444, doi: 10.1016/j.egypro.2011.12.955. [5] I. A. Samuel, E. Adetiba, and I. Odigwe, “A Comparative Study of Regression Analysis and Artificial Neural Network Methods for Medium-Term Load Forecasting,” Indian J. Sci. ang Technol. , vol. 10, no. March, pp. 1–7, 2017, doi: 10.17485/ijst/2017/v10i10/86243. [6] N. Cetinkaya, “Long-term Electrical load forecasting based on economic and demographic data for Turkey,” in 2013 International Symposium of Computational Intelligent ang Impormatics , 2014, pp. 1–6. [7] S. Wang, Z. Lu, S. Ge, and C. Wang, “An Improved Substation Locating and Sizing Method Based on the Weighted Voronoi Diagram and the Transportation Model,” J. Appl. Math. , vol. 2014, pp. 1– 9, 2014. [8] R. M. Ward et al. , “A data-centric bottom-up model for generation of stochastic internal load profiles based on space- use type,” J. Build. Perform. Simul. , vol. 12, no. 5, pp. 620–636, 2019, doi: 10.1080/19401493.2019.1583287. [9] A. El, M. Hamlich, and N. Belbounaguia, “Short-term load forecasting using machine learning and periodicity decomposition,” AIMS Energy , vol. 7, no. June, pp. 382–394, 2019, doi: 10.3934/energy.2019.3.382. [10] J. A. Perdana, A. Soeprijanto, and S. Wibowo, “Peramalan Beban Listrik Jangka Pendek Menggunakan Optimally Pruned Extreme Learning Machine ( OPELM ) pada Sistem Kelistrikan Jawa Timur,” J. Tek. ITS , vol. 1, no. 1, pp. 64–69, 2012. [11] P. Kuo, “A High Precision Artificial Neural Networks Model for Short-Term Energy Load Forecasting,” Energies , vol. 11, no. 213, pp. 1–13, 2018, doi: 10.3390/en11010213. [12] B. Yildiz, J. I. Bilbao, J. Dore, and A. B. Sproul, “Short-term forecasting of individual household electricity loads with investigating impact of data resolution and forecast horizon,” Renew. Energy Environ. Sustain. , vol. 3, no. 3, pp. 1–9, 2018, doi: 10.1051/rees/2018003. [13] S. Bouktif, A. Fiaz, A. Ouni, and M. A. Serhani, “Optimal deep learning LSTM model for electric load forecasting using feature selection and genetic algorithm: Comparison with machine learning approaches,” Energies , vol. 11, no. 7, 2018, doi: 10.3390/en11071636. [14] E. Yuniarti, Nurmaini, B. Y. Suprapto, and M. Naufal Rachmatullah, “Short Term Electrical Energy Consumption Forecasting using RNN-LSTM,” ICECOS 2019 - 3rd Int. Conf. Electr. Eng. Comput. Sci. Proceeding , pp. 287–292, 2019, doi: 10.1109/ICECOS47637.2019.8984496. [15] H. Chang, C. Kuo, Y. Chen, W. Wu, and E. J. Piedad, “Energy Consumption Level Prediction Based on Classification Approach with Machine Learning Technique,” in 4th World Congress on New Technologies , 2018, pp. 1–8, doi: 10.11159/icert18.108. [16] J. Harlan, Data kosong dan Imputasi Ganda , 1st ed. Depok: Penerbit Guna Darma, 2016.
c99b405d-fd08-4e30-ac5f-5cfc53b36d09
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JKPS/article/download/13069/10876
## PERAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN KOTA KENDARI DALAM PEMBERDAYAAN POTENSI WANITA RAWAN SOSIAL EKONOMI Hasmi 1 , Juhaepa 2 , Ambo Upe 3 1 Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Halu Oleo Kendari, Indonesia 2 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Halu Oleo Kendari, Indonesia 3 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Halu Oleo Kendari, Indonesia [email protected] ## ABSTRACT The study aims to 1) to find out the role of sub-district social welfare staff in empowering the potential of women with socio-economic vulnerability, 2) to find out the supporting and inhibiting factors in the implementation of the role of the social welfare staff in the district of Kendari in empowering in socio- economic vulnerability. The data analysis used was a qualitative analysis with the number fifteen people consisting of four sub-district social welfare workers, eight socioeconomic women, one social services secretary, one staff database holder, while the data sources used are primary data and secondary data. As for the data collection techniques used are observation, interview and documentation techniques. The results showed that there were several roles of sub-district social welfare staff in empowering the potential for socio-economic vulnerable women, namely 1) data collection and validation, 2) looking for potential, 3) coordination with social services, 4) implementation of social welfare. As for the supporting factors of social welfare workers in implementing the potential empowerment of women with socio- economic vulnerability, they are 1) giving authority, 2) motivation, 3) sub-district social welfare workers approaching women with socio-economic vulnerability. While the inhibiting factors of sub-district social welfare staff carrying out empowerment are 1) transportation, 2) dislike of women who are socio- economic vulnerable. Keywords: role, sub-district social welfare staff, empowerment, women vulnerable to social economy. ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui peran tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) Kota Kendari dalam pemberdayaan potensi wanita rawan sosial ekonomi, (2) untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan peran tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) Kota Kendari dalam pemberdayaan potensi wanita rawan sosial ekonomi. Analisi data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan jumlah informan penelitian 15 orang yang terdiri dari 4 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan, 8 Wanita Rawan Sosial Ekonomi, 1 Sekertaris Dinas Sosial, 1 Kepala Bidang Jaminan Sosial, 1 Staf Pemegang Basis Data Terpadu (BDT), sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah tekhnik observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunujukkan bahwa terdapat beberapa peran Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan dalam pemberdayaan potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi yaitu 1) Pendataan dan Validasi Data, 2) Mencari Potensi, 3) Koordinasi dengan Pihak Dinas Sosial, 4) Penyelenggaraaan Kesejahteraan Sosial. Adapun faktor pendukung Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan dalam melaksanakan pemberdayaan potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah 1) Memberikan Kewenangan, 2) Motivasi, 3) TKSK melakukan pendekatan dengan WRSE. Sedangkan faktor penghambat Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan melaksanakan pemberdayaan adalah 1) Transportasi, 2) Ketidakterbukaan WRSE. Kata-Kata Kunci: Peran, TKSK, Pemberdayaan, Wanita Rawan Sosial Ekonomi. ## PENDAHULUAN Kemiskinan menjadi masalah yang penting, sehingga menjadi fokus perhatian saat ini di Indonesia. Masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal didunia, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang. Kemiskinan yang terjadi memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang sangat serius, karena saat ini kemiskinan membuat banyak masyarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat, inilah yang membuat sulitnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga angka kemiskinan selalu ada. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah warga masyarakat yang peduli terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan memiliki wawasan tentang ilmu kesejahteraan sosial dan komitmen terhadap usaha kesejahteraan sosial. Maka Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) melakukan pembinaan dalam penyelenggaraan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) bekerja dengan arahan dari Kementerian Sosial dan melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten/ Kota. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) tidak terkait langsung dengan struktur dalam pemerintah kecamatan tetapi merupakan binaan dari Dinas Sosial dan Kementrian Sosial. Peran Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan dalam memberi pelayanan sosial maupun pemberdayaan sosial kepada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) tersebut yaitu Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) akan lebih banyak berinteraksi dan berkoordinasi dengan unsur pemerintah dan desa/ kelurahan, unit pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial P4S (Pengelolaan Raskin dan PKH), kantor pos kecamatan, serta masyarakat pada umumnya. Selanjutnya menyediakan informasi mengenai akses sumber kesejahteraan sosial yang tersedia dan prosedur yang diperlukan untuk mempermudah interaksi antara Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) dengan pemilik sumber. Tujuan dan peran tenaga kesejahteraan membina pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat agar dapat menggunakan dan mengakses sumberdaya yang mereka miliki maksimal mungkin, pada dasarnya pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses yang terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat mencapai kesejahteraan. Dalam hal ini diperlukannya pemberdayaan perempuan melalui pelatihan keterampilan, khususnya pemberdayaan bagi Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE). Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) merupakan salah satu kategori dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) berkaitan dengan Peraturan Mentri No.8 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS). Dalam Permensos No. 8 Tahun 2012 menyebutkan bahwa Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah, atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Selain itu dalam Permensos tersebut juga disebutkan kriteria seseorang digolongkan menjadi wanita rawan sosial ekonomi adalah perempuan berusia delapan belas tahun sampai lima puluh sembilan tahun, merupakan istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan, menjadi pencari nafkah utama keluarga, dan berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi kebutuhan hidup layak. Selain faktor kemiskinan yang menjadi penyebab seorang wanita menjadi golongan wanita rawan sosial ekonomi adalah faktor pendidikan dan faktor mental mereka. Dengan pendidikan yang relatif rendah menjadikan mereka kehilangan akal sehatnya dalam mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut menyebabkan mereka terjerumus dalam penyimpangan sosial. Dinas sosial mengemukakan bahwa semua kecamatan yang ada di Kota Kendari telah terdapat Tenaga kesejahteraan sosial (TKSK) sejak tahun 2009, dimana masing- masing dalam satu kecamatan hanya ada satu orang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang ditugaskan di Dinas Sosial Kota Kendari. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) tersebut mengunjungi satiap kelurahan atau kecamatan hanya ketika ada permasalahan yang harus ditangani (Sumber Dinas Sosial Kota Kendari). Untuk data terkait Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Kota Kendari, terlihat dari pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial melalui Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), program Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan program bantuan seperti Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Program- program tersebut adalah berbagai macam usaha dari Dinas Sosial Kota Kendari untuk melakukan pemberdayaan Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE). ## METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kota Kendari mulai bulan Desember-Januari 2020. Jenis penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif dengan fokus penelitiannya adalah Peran Tenaga Kesejahtraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kota Kendari Dalam Pemberdayaan Potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE). Menurut Sugiyono (2009:15), penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawan dari eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Adapun informan dalam penelitian ini adalah tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) berjumlah empat orang, wanita rawan sosial ekonomi (WRSE) berjumlah delapan orang, sekertaris Dinas Sosial Kota Kendari satu orang, staf pemegang Basis Data Terpadu (BDT) berjumlah satu orang, kepala bidang Jaminan Sosial satu orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data model Miles dan Hurberman (Upe dan Damsid, 2010): yaitu : Reduksi Data, Penyajian Data, Verifikasi. Adapun langkah-langkah yang peneliti gunakan adalah :Mengumpulkan atau merangkum data yang diperoleh dari proses wawancara dengan pihak untuk dianalisis, Menafsirkan data yang diperoleh, Menarik kesimpulan terhadap apa yang diteliti. ## PEMBAHASAN Peran Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kota Kendari Dalam Pemberdayaan Potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi ## 1. Pendataan dan Validasi Data Pendataan adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dilakukan oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) terhadap Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE). Pendataan WRSE bertujuan untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh Wanita rawan sosial ekonomi tersebut. Validasi basis data terpadu (BDT) sangatlah penting untuk menentukan siapa saja orang-orang yang akan diberikan bantuan. ## 2. Mencari Potensi Mencari potensi WRSE adalah peran TKSK untuk menentukan potensi apa yang ada pada WRSE agar dana WRSE dapat berguna dengan baik. ## 3. Melakukan Koordinasi dengan Pihak Dinas Sosial Melakukan koordinasi dengan pihak dinas sosial kota Kendari adalah untuk menjaga, menciptakan, mendukung, dan memperkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial wanita rawan sosial ekonomi (WRSE). ## 4. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan TKSK dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar WRSE yang meliputi pemberdayaan sosial. (Undang- Undang Dasar Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1). Adapun Tenaga Kesejahteraaan Sosial Kecamatan (TKSK) Kota Kendari dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah: a. Pada program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kube adalah kelompok usaha bersama yaitu salah satu program pemeritah yang ada pada kementriansosial RI khususnya di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan kemiskinan yang bertujuan untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin dengan pemberian modal usaha melalui program bantuan langsung. KUBE beranggotakan sepuluh kepala keluarga dari masyarakat miskin yang masuk dalam data terpadu penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu. b. Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah bantuan social pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah yang diberikan kepada kader pembangunan (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan/ e-warong yang bekerjasama dengan bank. ## Faktor Pendukung TKSK dalam pemberdayaan potensi WRSE ## 1. Memberikan kewenangan Dinas Sosial Kota Kendari memberikan kewenangan kepada TKSK selaku pihak yang bekerja dilapisan terbawah masyarakat dan merupakan local community organization dalam memberikan pertolongan untuk menanggulangi masalah kesejahteraan sosial yang mereka temui dilapangan. Menurut (Kartasasmita, 1997:15-17) pemberdayaan masyarakat harus melibatkan segenap potensi yang ada dalam masyarakat. Beberapa aspek diantaranya dapat diketengahkan antara lain, untuk dapat menjalankan misi birokrasinya harus ditingkatkan kewenangannya sampai lapisan terendah, ditingkatkan kualitasnya agar benar-benar mampu memberikan bimbingan dan pemberdayaan masyarakat. ## 2. Motivasi Bertekad untuk mendukung terwujudnya peningkatan kesejahteraan social wanita rawan sosial ekonomi (WRSE) serta membantu menyelenggarakan kesejahteraan social ditingkat kecamatan. ## 3. TKSK Melakukan Pendekatan dengan WRSE Melakukan pendekatan dengan wanita rawan social ekonomi (WRSE) merupakan peran penting agar tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) dapat dengan mudah menggali informasi yang menjadi masalah bagi wanita rawan sosial ekonomi tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Pendekatan direktif (Instruktif) Bagi WRSE yang belum berkembang maka kami menggunakan pendekatan direktif. b. Pendekatan non-direktif (partisipatif) Bagi WRSE yang sudah mampu mendayagunakan potensi yang dimilikinya perlu didekati dengan pendekatan non-direktif. ## Faktor-Faktor penghambat TKSK dalam pemberdayaan potensi WRSE 1. Transportasi Transportasi menjadi penghambat karena jarak yang jauh dan lokasi yang tidak mendukung menjadi hambatan tenaga kesejahteraan social kecamatan dalam melakukan pemberdayaan sosial. ## 2. Ketidak terbukaan WRSE Ketidak terbukaan Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) dikarenakan wanita rawan sosial ekonomi (WRSE) tidak ingin memberitahukan status yang dimilikinya. ## PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan tentang “Peran Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kota Kendari Dalam Pemberdayaan Potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi” maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:Peran TKSK dalam pemberdayaan potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi terdapat empat peran yaitu: Pendataan dan Validasi Basis Data Terpadu (BDT), Mencari Potensi, Melakukan koordinasi dengan pihak dinas sosial, Penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Namun dalam pemberdayaan potensi Wanita Rawan Sosial Ekonomi, TKSK terkadang mengalami kesulitan atau hambatan dikarenakan WRSE terkesan menyembunyikan data tersebut. Sehingga Tenaga Kesejahtraan Sosial Kecamatan harus menberikan kewenangan, memotivasi, dan melakukan pendekatan kepada Wanita Rawan Sosial Ekonomi. ## DAFTAR PUSTAKA Gafur, Abdul. (2017). Peran Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Dalam Memfasilitasi Masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Di Kecamatan Tangan-Tangan Aceh Barat Daya. Skripsi . Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Negeri Ar-Raniry. Kartasasmita, Ginanjar. (1997). Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat . Yogyakarta: UGM. Panduan TKSK. (2013). Program Percepatan Dan Perlindungan Sosial (P4S) Dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Pembangunan Sosial, dan Kajian Sosial. Peraturan Menteri No. 8 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan Dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif, dan R&D . Bandung: Alfabeta. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial . Upe, Ambo dan Damsid. (2010). Asas-Asas Multiple Research . Yogyakarta: Tiara Wacana.
7d69462c-09fe-4272-be0d-4befbbc2bbe3
http://journal-nusantara.com/index.php/EKOMA/article/download/3484/2806
## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.4, Mei 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) ## 472 Optimalisasi Kepuasan dan Produktivitas Kerja Karyawan Melalui Pendekatan Insentif dan Teknik Manajemen Stres Yang Efektif Pada Perusahaan Starup Teknologi Indonesia ## Elli Sulistyaningsih Universitas Borobudur E-mail: [email protected] Article History: Received: 30 April 2024 Revised: 09 Mei 2024 Accepted: 10 Mei 2024 Abstract: Incentive approaches and effective stress management techniques, technology startup companies in Indonesia can increase the productivity of their employees. Employees will be more motivated, more high-performing, and produce better results. Through an incentive approach and effective stress management techniques, technology startup companies can create a work environment that allows employees to feel satisfied and productive. Satisfied and productive employees can contribute to improving company performance and achieving long-term success. The results of the correlation analysis between compensation and employee performance of 0.809 indicate a significant and very strong relationship. Work stress with employee performance of 0.680 shows a significant and strong relationship. Job satisfaction with employee performance shows a significant and very strong relationship with a correlation value of 0.786. In this study, a combined incentive approach and effective stress management techniques can significantly increase employee satisfaction and work productivity in Indonesian technology startup companies. Keywords: Job Satisfaction, Work Productivity, Incentives, Stress Management PENDAHULUAN Di era digital yang semakin berkembang pesat, perusahaan startup teknologi menjadi salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang signifikan. Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan perkembangan startup teknologi yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dukungan pemerintah, populasi yang besar, dan pertumbuhan penetrasi internet yang tinggi adalah faktor penting yang mendorong perkembangan startup teknologi di Indonesia . Indonesia memiliki ekosistem startup yang berkembang pesat. Berbagai perusahaan dan inisiatif telah muncul untuk mendukung perkembangan startup teknologi di negara ini. Co- working space, inkubator, akselerator, dan komunitas startup yang aktif memainkan peran penting dalam memberikan dukungan dan memfasilitasi pertumbuhan startup . Melek teknologi masyarakat Indonesia turut berperan dalam perkembangan startup teknologi. Penetrasi internet yang tinggi dan penggunaan smartphone yang luas memiliki peran penting dalam memperluas pasar bagi startup teknologi. Konsumen yang semakin melek teknologi dan terbiasa dengan aplikasi dan platform digital telah membuka peluang bagi berbagai jenis startup, termasuk e-commerce, fintech, edtech, dan banyak lagi. Hal ini mendorong pertumbuhan dan adopsi teknologi di berbagai sektor ekonomi. Indonesia merupakan tanah yang subur untuk pertumbuhan startup. Terbukti Indonesia menduduki posisi lima dunia dengan 2.193 startup pada 2019 setelah AS, India, Inggris, dan Kanada. Tak hanya unggul kuantitas. Kualitas startup di Indonesia pun kian tangguh dengan munculnya empat unicorn (valuasi lebih dari 1 juta dollar AS) dan satu decacorn (valuasi lebih dari 10 juta dollar AS).Valuasi pasar unicorn dan decacorn itu juga mendominasi dunia startup Asia Tenggara. Beberapa di antaranya Gojek (11 miliar dollar AS), Tokopedia (7 miliar dollar AS), Traveloka (4,5 miliar dollar AS), OVO (2,9 miliar dollar AS), dan Bukalapak (12 miliar dollar AS).( www.kominfo.go.id) Salah satu karakteristik penting dari startup teknologi di Indonesia adalah fokus pada pemecahan masalah lokal. Startup di Indonesia cenderung mengembangkan solusi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal dan mengatasi tantangan yang khas dalam konteks Indonesia. Contohnya adalah startup yang menyediakan layanan transportasi online yang mengatasi masalah kemacetan di perkotaan, atau startup yang menyediakan layanan akses keuangan untuk masyarakat yang tidak terlayani oleh perbankan tradisional. Pada perusahaan startup teknologi, tantangan bagi manajemen adalah bagaimana menciptakan sebuah lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan untuk merasa puas dengan pekerjaan mereka dan meningkatkan produktivitas mereka secara efektif. Dalam upaya untuk mencapai tujuan ini, perusahaan startup teknologi perlu memperhatikan pendekatan insentif dan teknik manajemen stres yang efektif. Dalam mencapai tujuan organisasi maka salah salah satu hal yang perlu dilakukan oleh manager adalah meningkatkan daya dorong dan memberikan aturan- aturan kepada karyawan agar dapat bekerja sesuai dengan apa yang di inginkan oleh organisasi. Sementara itu pihak manager juga harus memeperhatikan keinginan karyawan agar dapat bekerja dengan maksimal bagi perusahaan. Daya pendorong tersebut yaitu berupa motivasi, disiplin kerja dan kepuasan kerja pada karyawan Perusahaan startup teknologi menempati peran yang penting dalam dunia bisnis digital saat ini.. Namun, Karyawan perusahaan startup teknologi sering menghadapi tingkat stres yang tinggi karena tuntutan pekerjaan yang intens dan lingkungan yang kompetitif. Oleh karena itu, manajemen stres yang efektif juga perlu diperhatikan. Teknik manajemen stres yang efektif dapat membantu karyawan menghadapi tantangan pekerjaan dengan lebih baik, menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, dan meningkatkan kepuasan kerja serta produktivitas mereka. Keberhasilan perusahaan startup teknologi tidak hanya ditentukan oleh inovasi teknologi yang mereka tawarkan, tetapi juga oleh kepuasan kerja dan produktivitas karyawan di dalamnya.Karyawan perusahaan startup teknologi seringkali menghadapi tingkat stres yang tinggi akibat tuntutan pekerjaan yang intens dan lingkungan yang kompetitif. Oleh karena itu, manajemen stres yang efektif sangat diperlukan untuk memastikan kepuasan kerja dan produktivitas karyawan tetap optimal. Pendekatan insentif adalah salah satu cara yang umum digunakan oleh perusahaan startup teknologi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas karyawan. Insentif yang tepat dapat memberikan motivasi kepada karyawan untuk mencapai tujuan mereka dengan lebih baik. Beberapa contoh insentif yang dapat diberikan adalah bonus kinerja berdasarkan pencapaian target, tunjangan kesehatan, dan kesempatan pengembangan karir. Insentif adalah salah satu cara yang umum digunakan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas karyawan, hal ini ## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.4, Mei 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) ## 474 dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka. Implementasi insentif yang efektif dapat memberikan dampak positif pada kepuasan kerja karyawan dan memacu kinerja yang lebih baik. Dalam penelitian ini akan di membahas bagaimana pendekatan insentif dan teknik manajemen stres yang efektif dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui pendekatan insentif yang tepat dan teknik manajemen stres yang efektif, perusahaan startup teknologi dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas karyawan mereka. Memberikan insentif yang relevan, adil, dan memberikan dampak jangka panjang dapat memotivasi karyawan untuk mencapai target yang ditetapkan. Novelty dalam penelitian ini dengan menerapkan pendekatan ini, perusahaan startup teknologi dapat membangun lingkungan kerja yang sehat dan produktif, yang bertujuan untuk pertumbuhan dan keberhasilan jangka panjang. ## LANDASAN TEORI Kepuasan Kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. Sedangkan produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Dengan demikian produktivitas diartikan sebagai seberapa efisien hasil konkret atau produk yang dihasilkan ( output ) jika dibandingkan dengan daya yang dikerahkan ( input ). Artinya, produktivitas akan meningkatkan efisiensi waktu, bahan, tenaga, sistem kerja, teknik produksi, hingga peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya. Istilah motivasi berasal dari kata Latin movere , yang berarti “bergerak”. Arti ini adalah bukti dari definisikomprehensif berikut ini : motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis dan psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukkan untuk tujuan atau insentif. Motivasi dan moral individu karyawan sangat memengaruhi kualitas perilakunya. Dalam kehidupan organisasi, perilaku individu tersebut berperan dalam membentuk perilaku kelompok dan perilaku organisasi dalam upaya mencapai tujuan. P enghargaan atau imbalan yang diberikan untuk memotivasi pekerja atau anggota organisasi agar motivasi dan produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu- waktu . Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Terdapat empat jenis manajemen stress yang dilakukan perawat, yaitu Emotional Freedom Techniques , strategi koping, sikap positif dan koping yang lebih berfokus pada problem . Keempat artikel menunjukan bahwa manajemen stres mampu menurunkan tingkat stres. Kerangka Pemikiran Kompensasi Stres Kerja Kinerja Karyawan nn Kepuasan Kerja Keterangan: X 1 : kompensasi X 2 : Stress Kerja Y : Kepuasan Kerja Z : Kinerja Karyawan Sumber : hasil penulis (2024) ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik analisis regresi berganda, dan alat analisis data menggunakan program SPSS versi 25. Menurut Sugiyono (2021) dalam menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini akan menggunakan Teknik Slovin. Penelitian ini menggunakan rumus Slovin karena dalam penarikan sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan perhitungannya tidak memerlukan tabel jumlah sampel, namun dapat dilakukan dengan rumus dan perhitungan yang sederhana. penelitian ini ditentukan berjumlah 100 responden. Teknik penarikan jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin menurut (Sugiyono 2021), yaitu : n = � 1+�(�) 2 Dimana : n = ukuran sampel N = Populasi e = derajat kesalahan yang masih dalam batas toleransi, misal 10% Dalam menggunakan rumus ini lebih dahulu tentukan besar batas toleransi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil batas toleransi maka semakin akurat sampe yang menggambarkan populasi. Pada penelitian ini batas toleransi kesalahan yang penulis gunakan yaitu 10% atau 0,1. Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. (Ghozali, Imam. 2020). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi variabel penelitian dilakukan untuk mendapatkan persepsi responden terhadap pernyataan yang diberikan terkait dengan variabel-variabel penelitian yang digunakan. Analisis deskriptif dilakukan atas persentase jawaban responden terhadap pernyataan penelitian dengan menggunakan nilai rata-rata ( mean ) dari setiap indikator yang diajukan untuk menggambarkan persepsi seluruh responden. Berdasarkan nilai rata-rata ( mean ) tersebut, selanjutnya dilakukan interprestasi persepsi responden dengan mengunakan kriteria three-box method (Gozali, Imam 2016), yaitu 1,0 – 2,3 = rendah/ kurang baik, 2,4 – 3,7 = sedang/ cukup baik, dan 3,8 – 5,0 = tinggi/sangat baik. Berdasarkan kriteria tersebut ditentukan indeks persepsi responden terhadap variabel-variabel dalam penelitian. Tabel 1. Uji Reliabilitas Variabel Nilai Alpha Nilai Batas Status Kompensasi 0,898 0.70 Reliabel Stres kerja 0,927 0.70 Reliabel Kepuasan Kerja 0,955 0.70 Reliabel Kinerja Karyawan 0,899 0.70 Reliabel ## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.4, Mei 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) Sumber : Data yang diolah (2024) Hasil uji Reliabilitas memperlihatkan nilai Cronbach Alpha untuk semua variabel di atas 0,70 sehingga dapat disimpulkan indikator yang digunakan oleh semuah variabel independen dapat dipercaya atau handal untuk digunakan sebagai alat ukur variabel, sehingga dapat dinyatakan bahwa kuisioner tersebut reliabel dan dapat disebarkan kepada responden sebagai sumber instrumen penelitian ini, karena tiap-tiap butir menunjukan hasil yang valid dan realibel, maka dengan demikian dapat dilakukan analisa selanjutnya. Tabel 2. Metode liliefors Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Kinerja ,089 100 ,200 * ,975 100 ,145 Kompensasi ,083 100 ,200 * ,981 100 ,323 Stres Kerja ,090 100 ,200 * ,973 100 ,104 Kepuasan ,087 100 ,200 * ,970 100 ,072 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Sumber : Data yang diolah (2024) Pada output diatas yaitu hasil uji normalitas, data Kinerja Karyawan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,089, data kompensasi 0,083, data Stres Kerja 0,090, data Kepuasan Kerja 0,087. Ketentuan untuk uji ini yaitu apabila signifikansi > 0,05 maka data berdistribusi Normal, apabila signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Maka dari output tersebut seluruh data berdistribusi normal karena nilai signifikansi > 0,05. ## Tabel 3. Uji t-Parsial Sub Struktur I Coefficients a Model Standardized Coefficients T Sig. Collinearity Statistics Beta Tolerance VIF 1 (Constant) -1,587 ,000 Kompensasi ,659 8,551 ,000 ,323 3,091 Stres Kerja ,507 3,9100 ,000 ,323 3,091 a. Dependent Variable: kepuasan kerja Sumber : Data yang diolah (2024) Dari hasil uji t yang disajikan pada tabel di atas dapat disimpulkan jika: a). Kompensasi secara parsial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Kepuasan. Hal ini didasari oleh nilai sig yang dihasilkan berada di bawah 0,05 yaitu 0,000 (0,000 < 0,05) dengan nilai pengaruh sebesar 65,9% b) Stres Kerja secara parsial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Kepuasan. Hal ini didasari oleh nilai sig yang dihasilkan berada di bawah 0,05 yaitu 0,000 (0,000 < 0,05) dengan nilai pengaruh sebesar 50,7%. (1) Kompensasi berpengaruh langsungterhadap kepuasan kerja karyawan. Pada Tabel Coefficients menunjukan uji secara Individual (parsial) / uji t didapat nilai Sig 0,000, dimana nilai Sig 0,000 lebih kecil dari 0,05 atau[0,000< 0,05] , maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya koefisien analisis jalur adalah signifikan. Jadi. Kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Tabel 4. Hasil Analisis Korelasi Sub Struktur I Correlations Kompensasi Stres Kerja Kepuasan Kompensasi Pearson Correlation 1 ,823 ** ,911 ** Sig. (2-tailed) ,000 ,000 N 100 100 100 Stres Kerja Pearson Correlation ,823 ** 1 ,848 ** Sig. (2-tailed) ,000 ,000 N 100 100 100 Kepuasan Pearson Correlation ,911 ** ,848 ** 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 N 100 100 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). ## Sumber : Data yang diolah (2024) Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai koefisien korelasi antara kompensasi dengan kepuasan kerja sebesar 0,911, artinya bahwa hubungan antara kompensasi kerja dengan kepuasan kerja dinyatakan sangat kuat. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan arah hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja adalah searah. Begitu pula dengan hasil analisis nilai koefisien korelasi antara stres kerja dengan kepuasan kerja sebesar 0,848, artinya bahwa hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja dinyatakan kuat. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan arah hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja adalah searah. Uji signifikansi atas besaran korelasi menggunakan t-test menghasilkan probabilitas sebesar 0,000. Nilai probabilitas ini lebih rendah dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu sebesar 0,05 sehingga H 0 (tidak ada hubungan yang signifikan) ditolak dan H 1 (ada hubungan yang signifikan) diterima. Dengan demikian hubungan antara kompensasidengan kepuasan kerja adalah kuat, searah dan signifikan. Serta hubungan Stres kerja dengan kepuasan kerja adalah kuat, searah dan signifikan. Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi Variabel Kompensasi, Stres kerja dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan ## Correlations Kompensasi Stres Kerja Kepuasan Kinerja Kompensasi Pearson Correlation 1 ,823 ** ,911 ** ,809 ** Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 100 100 100 100 Stres Kerja Pearson Correlation ,823 ** 1 ,848 ** ,680 ** Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 100 100 100 100 Kepuasan Pearson Correlation ,911 ** ,848 ** 1 ,786 ** Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.4, Mei 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) N 100 100 100 100 Kinerja Pearson Correlation ,809 ** ,680 ** ,786 ** 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 100 100 100 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Hasil analisis korelasi antara Kompensasi dengan kinerja karyawan sebesar 0,809 menunjukkan hubungan yang signifikan dan sangat kuat. Stres kerja dengan kinerja karyawan sebesar 0,680 menunjukkan hubungan yang signifikan dan kuat. Kepuasan kerja dengan kinerja karyawan menunjukkan hubungan yang signifikan dan sangat kuat dengan nilai korelasi 0,786. Dalam penelitian ini, pendekatan kombinasi insentif dan teknik manajemen stres yang efektif signifikan dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan produktivitas kerja di perusahaan starup teknologi Indonesia. Dengan memberikan insentif yang tepat dan menerapkan teknik manajemen stres yang efektif, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat, memotivasi karyawan, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan insentif dan teknik manajemen stres yang efektif signifikan meningkatkan kepuasan karyawan dan produktivitas kerja pada perusahaan starup teknologi Indonesia. Penggunaan insentif yang relevan dan menarik, serta pelatihan manajemen stres yang diberikan kepada karyawan, dapat memotivasi mereka untuk mencapai target kerja dan menghadapi tekanan kerja dengan lebih baik. Peningkatan kepuasan dan produktivitas karyawan melalui pendekatan insentif dan teknik manajemen stres yang efektif sangat penting diterapkan pada perusahaan starup teknplogi Indonesia. Ada pun beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencapai tujuan ini adalah pertama memahami kebutuhan karyawan, setiap karyawan memiliki kebutuhan dan motivasi yang berbeda-beda. Penting bagi perusahaan untuk memahami apa yang mendorong karyawan mereka agar dapat memberikan insentif yang sesuai. Ini dapat dilakukan melalui survei kepuasan karyawan, wawancara individu, atau kelompok diskusi. Dengan memahami kebutuhan karyawan, perusahaan dapat memberikan insentif yang relevan dan menarik bagi mereka. Pelatihan manajemen stres, pelatihan ini harus meliputi pengenalan tentang stres dan strategi untuk mengatasi stres. Karyawan perlu diberikan keterampilan dan alat untuk mengidentifikasi dan mengelola stres dalam pekerjaan mereka. Misalnya, mereka dapat diajari teknik relaksasi, manajemen waktu, atau komunikasi efektif. Dengan adanya pelatihan ini, karyawan akan lebih mampu menghadapi tekanan kerja dan mengurangi tingkat stres yang mereka hadapi. Perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung karyawan. Hal ini termasuk membangun sikap saling mendukung, komunikasi yang terbuka, dan kebijakan yang adil. Selain itu, penting juga untuk memastikan adanya dukungan manajemen yang memahami dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi oleh karyawan. Dengan adanya lingkungan kerja yang positif dan dukungan yang memadai, karyawan akan merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik. Dengan mengimplementasikan pendekatan insentif dan teknik manajemen stres yang efektif, perusahaan starup teknologi di Indonesia dapat meningkatkan kepuasan karyawan serta produktivitas mereka. Karyawan yang puas cenderung bekerja dengan lebih baik dan lebih bersemangat, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada kinerja dan hasil produksi perusahaan. Hasil ini dapat bervariasi tergantung pada konteks perusahaan starup dan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi kepuasan dan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan dan observasi yang lebih mendalam untuk memastikan validitas dan generalisasi temuan ini dalam konteks yang lebih luas. Perkembangan startup teknologi di Indonesia terus berlanjut dan menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Dukungan pemerintah, penetrasi internet yang tinggi, ekosistem yang berkembang, dan fokus pada pemecahan masalah lokal adalah faktor-faktor yang memainkan peran penting dalam perkembangan ini. Dengan kondisi ini, perkembangan startup teknologi di Indonesia diharapkan akan terus berkembang dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi digital negara ini. ## DAFTAR REFERENSI Anta Kusuma, I. G. K. C. B., & Simanungkalit, Y. T. S. (2022). Implementasi Insentif Pajak Menurut Model G Edward III. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN) , 3 (2), 236– 248. https://doi.org/10.31092/jpkn.v3i2.1523 Cahyani, E. (2021). PENGARUH GAJI DAN INSENTIF KARYAWAN TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA GEDUNG WANITA RAJAWALI PALEMBANG. Jurnal Manajemen , 8 (1), 18–42. https://doi.org/10.36546/jm.v8i1.384 Dyanto, D., & Sitorus, D. H. (2022). Pengaruh Motivasi, Komunikasi, Dan Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Bravo Engineering. Jesya , 6 (1), 92–101. https://doi.org/10.36778/jesya.v6i1.876 Falah, A. M., & Ayuningtias, H. G. (2020). PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. XYZ. Jurnal Mitra Manajemen , 4 (6), 990–1001. https://doi.org/10.52160/ejmm.v4i6.417 Ghaniiyyu Nafinoor, G., & Ali Alam, I. (2022). Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di Masa Pandemi CoViD-19. SINOMIKA Journal: Publikasi Ilmiah Bidang Ekonomi Dan Akuntansi , 1 (3), 473–480. https://doi.org/10.54443/sinomika.v1i3.286 Ghozali, Imam. 2020. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program. 23 (Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit. Hidayat, M. T., & Hariyanto, E. (2020). Etos Kerja Islam, Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja pada Tenaga Paramedis. Al-Urban: Jurnal Ekonomi Syariah Dan Filantropfi Islam , 4 (2), 141– 152. Retrieved from https://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban/article/view/5659 Hartoyo Soehari. (2021). MOTIVASI DAN PENGUKURANNYA. Jurnal Visi Manajemen , 7 (1), 43–55. https://doi.org/10.56910/jvm.v7i1.152 https://www.kominfo.go.id/content/detail/23975/di-wef-2020-menkominfo-pamerkan-pesatnya- perkembangan-startup-indonesia/0/sorotan_media Kurniawan Khoirunnisa Nur Afifah Gambaran Manajemen Stres Perawat pada Masa Pandemi Covid-19: Narrative Review. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2021) 9(3) 665-674 Rasyad Zein, & Sunanto, S. (2022). Analisis Pengaruh Gaya kepemimpinan Terhadap Produktifitas Kerja Berbasis SPSS dan Regresi Linear Berganda. Jurnal CoSciTech ## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.4, Mei 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) (Computer Science and Information Technology) , 3 (2), 121–126. https://doi.org/10.37859/coscitech.v3i2.3949 Mohammad Ferdy Maulana, Rusdi Hidayat NugrohoPengaruh Motivasi, Disiplin Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. Intan Ustrix Gresik)Jurnal Bisnis Indonesia (2020) Olivia, S. (2021). Pengaruh Perkembangan Teknologi Terhadap Peningkatan Jumlah Freelancer (Analisis pada PT. Sribulancer). Http://Repository.Untag-Sby.Ac.Id/Id/Eprint/7050 . Http://Repository.Untag-Sby.Ac.Id/Id/Eprint/7050 (2021) Pengertian Produktivitas Menurut Para Ahli Konsep Ekonomi 2021 (seon.co.id) Sugiyono (2021), Pengantar Statistik, Alfabeta, Bandung Prayogo, A., & Najilatil Mazda, C. (2021). Inovasi Teknologi Plecing Kaleng Sebagai Pemulihan Ekonomi Pasca Gempa Lombok. Jurnal Informatika Teknologi Dan Sains , 3 (3), 376–383. https://doi.org/10.51401/jinteks.v3i3.1254 Siti Kurnia Rahayu, & Isniar Budiarti. (2021). STRATEGI PENINGKATAN LABA UMKM DAN STAR UP MELALUI TEKNOLOGI DIGITAL. J-ABDI: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat , 1 (5), 825–834. https://doi.org/10.53625/jabdi.v1i5.389 Sopiah, & Sangadji, E. M. (2020). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. (D. Prabantini, Ed.) . (Ed.1). Yogyakarta: CV Andi Offset. Sugiyono (2021), Pengantar Statistik, Alfabeta, Bandung Stres Kerja: Pengertian, Jenis, Faktor, Dampak, Cara Mengatasi, dsb - serupa.id Sylvani, S., Jufri, A., & Qodriah, S. L. (2020). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Dimediasi Oleh Keadilan Organisasi Pada RSIA Cahaya Bunda Cirebon. Eqien: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis , 7 (1), 1–10. https://doi.org/10.34308/eqien.v7i1.104 Rahayu, D. L., & Onida, M. (2020). Kompensasi Dan Sistem Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Outsourcing. Epigram , 17 (1), 51–58. https://doi.org/10.32722/epi.v17i1.3364
b84bb52c-c795-4c94-a055-df5dec348a70
https://jurnal.syntax-idea.co.id/index.php/syntax-idea/article/download/3016/1857
Anjas Trayana, Ricky Rohmanto (2024), Perancangan Sistem Informasi Penjualan Barang Berbasis Website di Mulya Jaya Putra Meubel Rancaekek, (6) 2, DOI 10.46799/syntax-idea.v6i2.3016 E-ISSN: 2684-883X Published by: Ridwan Institute ## Perancangan Sistem Informasi Penjualan Barang Berbasis Website di Mulya Jaya Putra Meubel Rancaekek Anjas Trayana 1* , Ricky Rohmanto 2 Manajemen Informatika, Universitas Ma’soem, Indonesia email: [email protected], [email protected] ## Abstrak Penelitian ini berfokus pada perancangan sistem informasi berbasis web untuk penjualan meubel di Mulya Jaya Putra Meubel, yang berlokasi di Rancaekek, Bandung. Penelitian bertujuan untuk mengatasi kekurangan dalam strategi penjualan dan promosi saat ini. Sistem yang diusulkan mencakup layanan penjualan online dan informasi produk, dengan tujuan meningkatkan ketersediaan layanan di luar jam kerja, memperluas jangkauan pasar, dan menyediakan informasi produk yang detail. Penelitian ini memberikan manfaat bagi Mulya Jaya Putra Meubel dengan meningkatkan kualitas layanan, membantu mahasiswa AMIK Al Ma’soem sebagai referensi, menjadi tolak ukur akademis bagi penulis, dan memperkaya pengetahuan pembaca. Kata Kunci: Penjualan Berbasis Website, Sistem Informasi, Meubel, Mulya Jaya Putra Meubel ## Abstract This research focuses on the design of a web-based information system for selling furniture at Mulya Jaya Putra Meubel, located in Rancaekek, Bandung. The study aims to address the shortcomings in the current sales and promotion strategies. The proposed system encompasses online sales services and product information, aiming to enhance service availability beyond working hours, expand market reach, and provide detailed product information. The study benefits Mulya Jaya Putra Meubel by improving service quality, aids AMIK Al Ma’soem students as a reference, serves as an academic benchmark for the author, and enriches the reader's knowledge. ## Keywords: Website-Based Sales, Information System, Furniture, Mulya Jaya Putra Meubel ## PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan dan Teknologi telah berkembang dengan sangat pesatnya sehingga kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat, dan akurat sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan, organisasi serta bidang lainnya (Hidayat, 2020). Teknologi internet sudah terbukti merupakan salah satu media informasi yang dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja (Hidayat & Alifah, 2022). Teknologi internet mempunyai efek yang sangat besar pada perdagangan atau bisnis (Agus Rohmat Hidayat, Nur Alifah, 2023). Internet merupakan sebuah perpustakaan besar yang didalamnya terdapat jutaan informasi atau data yang dapat berupa teks, grafik, audio maupun animasi dan lain-lain JOURNAL SYNTAX IDEA p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 6, No. 02, February 2024 dalam bentuk media elektronik (Sugita et al., 2020). Orang dapat berkunjung ke perpustakaan tersebut kapan saja serta dimana saja, dari segi komunikasi (Anisa et al., 2021). Selain itu internet juga banyak menyediakan informasi penjualan berbagai macam barang serta jasa yang tersedia secara lengkap, sehingga walaupun kita tidak membeli secara online , kita bisa mendapatkan banyak informasi penting yang diperlukan untuk memilih suatu produk yang akan dibeli (Ferdika & Kuswara, 2017). Mulya Jaya Putra Meubel, yang berlokasi di Jl Raya Rancaekek-Majalaya Kabupaten Bandung, merupakan perusahaan yang berfokus pada penjualan meubel. Perusahaan ini menyediakan layanan pada jam kerja Senin hingga Sabtu dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB di tempat mereka sendiri. Media promosi yang digunakan mencakup metode "mulut ke mulut," dengan pesan informasi produk atau obrolan di antara teman dan keluarga mengenai produk serta harga yang ditawarkan oleh Mulya Jaya Putra Meubel (Munawarah, 2022). Sarana komunikasi untuk pemesanan barang dapat dilakukan secara langsung atau melalui telepon (Utami & Triyono, 2013). Berdasarkan hasil penelitian di Mulya Jaya Putra Meubel, dapat disimpulkan bahwa penjualan dan promosi yang dilakukan belum optimal. Ditemukan beberapa kelemahan dan keterbatasan, antara lain waktu pelayanan penjualan terbatas hanya pada jam kerja, adanya keterbatasan jangkauan pemasaran, dan kurangnya sarana informasi produk yang menyebabkan konsumen harus datang langsung ke perusahaan untuk memperoleh informasi mengenai meubel. Ruang lingkup Tugas Akhir ini mencakup Penjualan Barang Berbasis Website di Mulya Jaya Putra Meubel, dengan batasan masalah yang melibatkan penyediaan layanan penjualan online dan informasi serta promosi produk. Maksud dari penulisan ini adalah merancang sistem informasi penjualan barang berbasis website di Mulya Jaya Putra Meubel, dengan tujuan mempermudah pelayanan di luar jam kerja, meningkatkan jangkauan pasar, dan memberikan informasi produk. Tugas akhir ini diharapkan memberikan manfaat bagi Mulya Jaya Putra Meubel dalam meningkatkan pelayanan, AMIK Al Ma’soem sebagai referensi bagi mahasiswa, penulis sebagai tolak ukur pemahaman teori, dan pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan. ## METODE PENELITIAN ## A. Struktur Organisasi Struktur organisasi pada hakekatnya merupakan penegasan akan susunan kerangka yang menunjukkan saling hubungan atau tata kerja antara bagian-bagian atau sub bagian yang ada dalam suatu unit kerja, sehingga setiap bagian atau sub bagian mengetahui secara jelas apa yang menjadi bidang tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya (Palima et al., 2020). Demikian pula kepada siapa bagian mempertanggung jawabkan aktivitas yang dilakukannya. Tata hubungan kerja sama ini biasanya dibuat dalam bentuk bagan. Realisasi struktur organisasi digambarkan dalam sebuah bagan yang terstruktur dan sistematis sehingga setiap personil memiliki tanggung jawab terhadap fungsi dan tugasnya sehingga setiap personil dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya (DR HA Rusdiana & Zaqiyah, 2022). Struktur organisasi yang akan digambarkan hanya dibatasi pada ruang lingkup permasalahan yang diambil (Santoso, 2021)(R. Setiawan, 2015)(Rahman, 2018)(N. Setiawan & Fitrianto, 2021). Gambaran umum struktur organisasi di Mulya Jaya Putra Meubel Rancaekek adalah sebagai berikut: ## Gambar 1. Struktur Organisasi Mulya Jaya Putra Meubel Rancaekek ## B. Ketenagakerjaan Dalam mengelola sebuah toko, barang yang akan di jual harus senantiasa memiliki kemampuan menarik konsumen dan memberikan pelayanan yang sangat baik. Berikut ini adalah ketenaga kerjaan dan tugas-tugas dari pengelolaan di Mulya jaya Putra Meubel: 1. Direktur Direktur merupakan posisi tertinggi di Mulya Jaya Putra Meubel yang merupakan pimpinan di perusahaan dan sekaligus juga sebagai pemilik perusahaan. Dimana tugasnya mengkontrol perkembangan perusahaan dan kinerja para pegawainya. Diperusahaan mulya jaya putra meubel, pengelola website ini adalah direktur juga, karena perusahaan ini masih relatif kecil. 2. Kepala Toko Tugas Seorang kepala toko di Mulya Jaya Putra Meubel adalah memantau SPG/SPB dalam bekerja serta menerima laporan penjualan dari SPG/SPB. 3. Kepala Gudang Merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam pengadaan barang, adapun tugasnya adalah : a. Mengkontrol stok barang yang ada b. Melakukan pengadaan produk ## C. Disiplin Kerja Disiplin kerja merupakan suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketentraman, dan ketertiban terhadap pekerjaan. Adapun disiplin kerja yang diterapkan berdasarkan penelitian di Mulya Jaya Putra Meubel antara lain: 1. Kepatuhan terhadap jam-jam kerja. 2. Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, serta pada peraturan dan tata tertib yang berlaku. 3. Berpakaian yang baik pada tempat kerja. 4. Menggunakan dan memelihara bahan-bahan serta alat-alat perlengkapan perusahaan dengan penuh hati-hati. 5. Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan D. Deskripsi Prosedur Kerja Deskripsi prosedur kerja penjualan barang berbasis website di Mulya Jaya Putra Meubel adalah sebagai berikut : 1. Pelanggan langsung datang ke perusahaan untuk melakukan pembelian produk dan bisa melihat jenis-jenis produk secara langsung. 2. Pelanggan juga dapat melakukan pemesanan barang. Seluruh proses pengerjaan pesanan dilakukan oleh bagian produksi. ## E. Deskripsi Dokumen Dokumen adalah kumpulan berkas yang berisi data-data dan berfungsi sebagai Informasi yang berguna serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk dijadikan bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Berikut dokumen yang terdapat dalam sistem ini. 1. Kategori Produk Fungsi : Untuk melihat macam-macam produk yang tersedia di Mulya Jaya Putra meubel Sumber : Admin Distribusi : Pengunjung Frekuensi : Setiap awal bulan Isi Dokumen : Id produk, Id Kategori, Nama Produk, Produk Seo, Deskripsi produk, Harga produk, Stok , Berat, Tgl Masuk, Gambar, Dibeli ## F. Identifikasi Kebutuhan Pemakai Identifikasi kebutuhan pemakai sistem informasi penjualan barang berbasis website dapat diidentifikasikan sebagi berikut : 1. Sistem yang dibuat harus mudah dalam penggunaannya. 2. Sistem yang dibuat dapat melakukan transaksi selama 24 jam. 3. Sistem yang dibuat dapat membantu konsumen dalam melihat produk atau melakukan transaksi karena dapat menghemat waktu tanpa harus datang ke tempat. ## G. Analisa Kebutuhan Sistem Pada tahap analisis kebutuhan sistem dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai user requirement specification yaitu spesifikasi kebutuhan perangkat lunak atau software dari sisi pengguna( user ). Sehingga user dapat menjalankan sistem dengan baik dan permodelan sistem yang menunjukan kebutuhan tersebut. ## H. Kebutuhan Informasi Kebutuhan informasi memang harus memenuhi kualifikasi yang baik. Sistem informasi penjualan barang berbasis website ini harus dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam mengoperasikannya baik bagi perusahaan maupun konsumen. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kebutuhan informasi No Kebutuhan Informasi Tujuan 1 Informasi Produk Pengunjung 2 Informasi Keranjang Belanja Pengunjung 3 Informasi Hubungi Kami Pengunjung 4 Informasi mengenai cara pemesanan Pengunjung 5 Informasi mengenai kelola produk,profil,keranjang belanja,cara pemesanan, ongkos kirim, admin Admin 6 Laporan dan konfirmasi pembayaran Admin Sumber: Data penelitian 2014 ## I. Kebutuhan Aplikasi Kebutuhan aplikasi yang digunakan untuk mendukung pembuatan dan pengoperasian program ini adalah sebagai berikut : 1. Macromedia Dremweaver 2. Web Server 3. Web Browser 4. Adobe Photoshop ## J. Kebutuhan Perangkat Keras Dalam pengolahan dan penyimpanan data kita memerlukan perangkat keras dengan spesifikasi yang dapat mendukung agar dapat menghasilkan informasi yang cepat. Untuk itu spesifikasi minimum yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : Tabel 2. Spesifikasi Perangkat Keras No. Kebutuhan Perangkat Keras Spesifikasi 1. Server 1 2. Client 1 3. Modem 1 4. Internet 1 Sumber: Data penelitian 2014 ## K. Analisa Kebutuhan Perangkat Lunak Perangkat lunak (software) merupakan salah satu pendukung untuk jalannya suatu komputer, dimana tanpa adanya software tersebut maka komputer tidak bias digunakan. Adapun perangkat lunak yang akan dibuat harus dapat mempermudah pekerjaan pemakai. Dengan demikian proses yang biasanya memerlukan waktu yang lama, dengan terkomputerisasi akan terselesaikan dengan cepat dan memperoleh hasil yang maksimal. ## L. Deskripsi Kebutuhan Fungsional Kebutuhan fungsional merupakan kebutuhan secara fungsional yang harus dipenuhi perangkat lunak yang akan dibangun, dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas dan layanan yang harus disediakan oleh sistem. Kebutuhan fungsional tersebut telah dideskripsikan dalam tabel berikut: 1. Pengunjung Website Tabel 3. Kebutuhan Fungsional Pengunjung No. Kode Kebutuhan Deskripsi Kebutuhan 1. PN-1 Browse Home 2. PN-2 Browse Profil 3. PN-3 Browse Cara Pembelian 4. PN-4 Browse Semua Produk 5. PN-5 Browse Keranjang Belanja 6. PN-6 Browse Hubungi Kami 2. Admin Tabel 4. Kebutuhan Fungsional Admin No Kode Kebutuhan Deskripsi Kebutuhan 1. AD-1 Login 3. AD-2 Home 4. AD-3 Ganti Password 5. AD-4 Manajemen Modul 6. AD-5 Kategori Produk 7. AD-6 Produk 8. AD-7 Order 9 AD-8 Ongkos Kirim 10. AD-9 Profil 11. AD-10 Cara Pembelian 12. AD-11 Hubungi Kami 13. AD-12 Banner 14. AD-13 Laporan 5. AD-14 Modul YM 16. AD-15 Logout ## M. Permodelan Kebutuhan Fungsional Pemodelan kebutuhan fungsional adalah pemodelan jenis kebutuhan yang berisikan proses-proses apa saja yang diberikan oleh suatu sistem informasi. Dengan demikian, pengguna sistem akan lebih paham dan mengerti kegunaan sistem yang akan dibangun/dibuat. ## N. Fungsi Sistem Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energy untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi. Jadi fungsi sistem adalah untuk menghubungkan semua material atau komponen-komponen yang ada, sehingga dapat mencapai suatu tujuan. ## O. Proses Business Object Model Proses bisnis digambarkan dengan bisnis use case model , yang menggambarkan interaksi bisnis aktor dengan sistem, seorang aktor adalah sebuah entitas yang berinteraksi dengan sistem untuk melakukan pekerjaan tertentu. ## 1. Proses Business Object Model Pengunjung Pengunjung Informasi Penjualan Gambar 1. Proses Business Object Model Pengunjung Sumber: Penelitian 2. Proses Business Object Model Administrator Administrator Setting Kelola Penjualan Gambar 2. Proses Business Object Model Administrator Sumber: Penelitian ## P. Use Case Diagram Use case diagram merupakan diagram yang menggambarkan semua kasus (case) yang akan ditangani oleh perangkat lunak beserta aktor atau pelakunya. 1. Use Case Pengunjung Pengunjung Home PN - 1 Profil PN - 2 Cara Pembelian PN - 3 Keranjang Belanja PN - 5 Semua Produk PN - 4 Hubungi Kami PN - 6 Kursi Sudut Kursi Tamu Lemari Pakaian Meja Makan Sofa Tamu Tempat Tidur PN - 4.1 PN - PN - PN - PN - PN - 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 Data Pembeli PN - 6.1 ## Gambar 3. Use Case Diagram Pengunjung 2. Use Case Admin AD-2 Admin Login Home AD-1 Ganti Password Manajemen Modul Kategori Produk Produk Order Ongkos Kirim Profil Cara Pembelian Hubungi Kami Banner Laporan Modul YM AD-3 AD-4 AD-5 AD-6 AD-7 AD-8 AD-9 AD-10 AD-11 AD-12 AD-13 AD-14 Logout AD-15 ## Gambar 4. Use Case Diagram Admin ## HASIL DAN PEMBAHASAN PERANCANGAN SISTEM ## A. Perancangan Perangkat Lunak Pada tahap perancangan perangkat lunak ini merupakan gambaran secara garis besar sistem yang dibuat pada penelitian yang digambarkan dengan sequence diagram, class diagram, rancangan user interface beserta rancangan database. 1. Sequence Diagram Sequence merupakan diagram untuk mengetahui alur kerja dan interaksi sistem dengan pengguna ( user ), maka digunakan squence diagram untuk sistem yang dirancang dalam menggambarkan urutan perilaku sistem terhadap suatu interaksi antar kelas berdasarkan urutan waktu. Alur kerja sistem di Mulya Jaya Putra Meubel direpresentasikan melalui Sequence Diagram, sebuah diagram yang memvisualisasikan interaksi antara kelas dan urutan waktu dalam sistem. Diagram ini memberikan gambaran mengenai bagaimana sistem berinteraksi dengan pengguna. Pada langkah awal, pengguna berinteraksi dengan sistem dengan memicu suatu event, seperti mengakses website atau melakukan pemesanan. a. Event Triggering 1) Pengguna mengakses website Mulya Jaya Putra Meubel. 2) Pengguna memilih kategori produk atau melakukan pemesanan. b. Interaction with System 1) Sistem merespons permintaan pengguna dengan menampilkan informasi produk atau memproses pemesanan. 2) Jika pengguna melakukan pemesanan, sistem mengonfirmasi pemesanan dan mengarahkan pengguna untuk melengkapi data pribadi atau alamat pengiriman. c. Processing Order 1) Sistem melakukan verifikasi ketersediaan produk. 2) Jika produk tersedia, sistem menyimpan informasi pemesanan dan menghitung total biaya. 3) Sistem memberikan konfirmasi pesanan kepada pengguna. d. Transaction Confirmation 1) Pengguna menerima konfirmasi pesanan. 2) Sistem menyimpan data transaksi dan mengirim notifikasi ke pengguna terkait status pesanan. e. Completion and Delivery 1) Pengguna melengkapi pembayaran. 2) Sistem memproses pembayaran dan mengatur pengiriman produk ke alamat yang telah diinformasikan. ## Penjelasan secara spesifik a. Event Triggering Interaksi dimulai ketika pengguna mengakses website atau melakukan tindakan tertentu, seperti pemilihan produk. Ini memicu respons dari sistem untuk memberikan informasi atau memproses permintaan. b. Interaction with System Sistem merespons permintaan pengguna dengan menampilkan informasi atau mengarahkan pengguna ke langkah-langkah selanjutnya dalam proses pemesanan. c. Processing Order Saat pengguna melakukan pemesanan, sistem melakukan verifikasi ketersediaan produk, menghitung biaya, dan memberikan konfirmasi pesanan. Ini melibatkan proses internal sistem untuk memastikan kelancaran transaksi. d. Transaction Confirmation Pengguna menerima konfirmasi pesanan dan sistem menyimpan data transaksi. Notifikasi dikirim untuk memberi tahu pengguna tentang status pesanan. e. Completion and Delivery Pengguna melengkapi pembayaran, sistem memprosesnya, dan mengatur pengiriman produk sesuai alamat yang telah diinformasikan. Proses ini menutup siklus transaksi, dan pengguna menerima produk yang telah dipesan. 2. Class Diagram Class diagram menggambarkan struktur statis class di dalam sistem, class mempresentasikan sesuatu yang ditangani oleh sistem. Class diagram sangat membantu dalam visualisasi struktur kelas dari suatu sistem untuk memberikan pandangan global atas sebuah sistem. Sebuah sistem biasanya mempunyai beberapa class diagram. a. Panduan Antar Muka Pemakai 1) Tata Letak Layar Pengunjung Dalam perancangan antarmuka pengunjung, diperhatikan tata letak layar yang memudahkan pengguna untuk menjelajahi produk atau melakukan pemesanan. Tata letak ini mencakup elemen-elemen seperti navigasi produk, informasi produk, dan prosedur pemesanan. (Sumber: Data Penelitian 2014, Gambar 4.23 Tata Letak Layar Pengunjung) 2) Tata Letak Layar Admin Antarmuka untuk admin dirancang dengan tata letak yang memudahkan administrasi sistem, mencakup pengelolaan produk, verifikasi pesanan, dan manajemen akun pengguna. Tata letak ini harus memberikan kemudahan penggunaan dan efisiensi dalam mengelola aspek-aspek administratif. (Sumber: Data Penelitian 2014, Gambar 4.24 Tata Letak Layar Admin) 3) Tata Letak Layar Login Admin Tata letak layar login admin adalah antarmuka awal yang akan diakses oleh admin untuk masuk ke sistem. Desainnya mencakup elemen-elemen keamanan seperti username dan password untuk memastikan akses terbatas hanya pada pihak yang berwenang. (Sumber: Data Penelitian 2014, Gambar 4.25 Tata Letak Layar Login Admin) b. Perancangan Perangkat Keras 1) Konfigurasi Perangkat Keras:** Perancangan perangkat keras melibatkan konfigurasi spesifikasi yang akan mendukung operasional sistem. Ini mencakup informasi tentang jenis server, kapasitas penyimpanan, kecepatan prosesor, dan elemen-elemen kunci lainnya. Spesifikasi perangkat keras harus memenuhi kebutuhan perangkat lunak sistem yang dibangun. (Gambar 4.26 Arsitektur Jaringan) 2) Spesifikasi Perangkat Keras Perangkat keras yang disarankan untuk menjalankan aplikasi ini adalah sebagai berikut : a) Prosesor dengan kecepatan 2,4 GHz b) Harddisk 320 GB c) Memori 2GB d) Network Interface Card PCI D-Link 10/100 Mbps e) VGA Card PCI Express NVidia 64 MB f) Monitor LCD 14” g) Keyboard dan Mouse Standard h) Modem i) Printer Ink Jet c. Spesifikasi Perangkat Lunak Sistem Perangkat lunak yang disarankan untuk menjalankan aplikasi ini adalah sebagai berikut : 1) Browser seperti Internet Explorer, Mozilla Firefox, dan lainya. 2) Sistem Operasi Windows7 atau lainnya. 3) Adobe Dreamweaver cs8, sebagai editor code. 4) AppServer sebagai web server aplikasi. 5) MySQL Front 2.5 untuk databasenya. 6) Coreldraw X5 dan adobe photoshop 7.1 untuk pembuatan desain gambar 7) Microsoft Power Point sebagai sofware presentasi. 8) Microsoft Word 2010 sebagai software pengolah laporan. ## B. Pembuatan Email 1. Email Langkah-langkah pembuatan email: a. Pertama buka situs yang akan dituju sebagai email. Saya memilih yahoo indonesia sebagi contoh. b. Klik mail pada sebelah kanan atas layer untuk masuk ke menu email. c. Setelah itu klik daftar untuk membuat email baru. d. Setelah masuk anda akan ditampilkan form pendaftaran. e. Isi semua identitas anda dengan benar. f. Setelah selesai mengisi identitas jangan lupa untuk memasukan kode yang tertera dengan benar. g. Setelah selesai klik yang diberi tanda lalu klik juga buat akun saya. h. Jika anda ingin melihat email anda, anda tinggal mengklik sign in dan memasukan ID password yang telah anda buat. 2. Membuat Domain dan Hosting a. Domain Contoh pembuatan domain .co.cc 1) Masukan url http: //www.co.cc/ 2) Pada halaman .co.cc masukan nama domain yang diinginkan, kemudian pilih Check availability . 3) Pilih continue to registrastion. 4) Pilih create an account now. 5) Isi formulir pendaftaran dengan lengkap. 6) Jika sudah terisi semua, berikan tanda centang pada i accept the terms of services , kemudian pilih create an account now . 7) Nama domain telah terdaftar b. Hosting 1) Buka website gratis milik 000webhost, kemudian pilih sign up untuk segera mendaftar 2) Masukan nama calon website, nama user, alamat email dan password. Kemudian pilih create my account. 3) Bila proses pendaftran berhasil, anda akan langsung masuk pada home pengaturan. 4) Setelah semua langkah-langkah diatas selesai, lakukan aktivasi agar website tersebut bisa di akses. ## c. Upload File dan Database Website Upoad File Berikut ini akan dijelaskan cara mengupload file di 000webhost. 1) Login di 000webhost 2) Klik link go to Cpanel 3) Pilih file manager 4) Klil link public HTML 5) Klil tombol upload 6) Cari file yang akan di upload , kemudian klik tombol centang/cek. ## Upload Database 1) Buka akun 000webhost ,pilih Go to CPanel. Gambar 5. Menu Pilih Go to CPanel 2) Setelah itu anda akun masuk ke menu Cpanel dan jika anda ingin mengupload database arah kan kursor anda ke Phpmyadmin seperti gambar dibawah ini. Gambar 6. Menu Cpanel 3) Dan langkah selanjutnya klik seperti gambar yang dibawah ini Gambar 7. Pilih MySQL Management 4) Selanjutnya anda diarahkan untuk menciptakan database sendiri. Seperti Contoh di bawah ini ,dan setelah anda mengisi tabel di bawah lalu anda Create database. Gambar 8. Pilih Create Database 5) Dan hasil nya anda pindahkan ke file koneksi yang anda buat untuk web yang anda buat. 6) Lalu Back To Mysql / kembali ke sql . 7) Dan proses selanjutnya klik icon kunci yang ada di kolom action, klik seperti dibawah ini. Gambar 9. Pilih Icon Kunci 8) Pilih Enter PhpMyAdmin seperti gambar di bawah. Gambar 10. Pilih Enter phpMyAdmin 9) Langkah Terakhir import database yang telah dibuat. Gambar 11. Import Database ## KESIMPULAN Dalam tahap perancangan sistem informasi penjualan barang berbasis website di Mulya Jaya Putra Meubel, perancangan perangkat lunak melibatkan Sequence Diagram dan Class Diagram untuk menggambarkan alur kerja sistem dan struktur kelas. Sequence Diagram memvisualisasikan interaksi antara pengguna dan sistem, mencakup proses pemesanan, verifikasi, dan konfirmasi transaksi. Class Diagram memberikan pandangan statis terhadap struktur kelas dalam sistem. Panduan antarmuka pemakai untuk pengunjung dan admin dirinci melalui Tata Letak Layar Pengunjung, Tata Letak Layar Admin, dan Tata Letak Layar Login Admin. Perancangan perangkat keras mencakup konfigurasi jaringan dan spesifikasi perangkat keras. Rekomendasi perangkat lunak termasuk browser, sistem operasi, dan aplikasi pengembangan web. Langkah- langkah pembuatan email, domain, hosting, serta proses upload file dan database dijelaskan secara rinci. Keseluruhan perancangan sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, pelayanan, dan jangkauan pasar Mulya Jaya Putra Meubel. ## BIBLIOGRAFI Agus Rohmat Hidayat, Nur Alifah, A. A. R. (2023). Kontribusi Digitalisasi Bisnis Dalam Menyokong Pemulihan Ekonomi dan Mengurangi Tingkat Pengangguran di Indonesia. Jurnal Syntax Idea , 5 (9), 1259–1269. https://doi.org/10.46799/syntax- idea.v5i9.2559 Anisa, A. R., Ipungkarti, A. A., & Saffanah, K. N. (2021). Pengaruh kurangnya literasi serta kemampuan dalam berpikir kritis yang masih rendah dalam pendidikan di Indonesia. Current Research in Education: Conference Series Journal , 1 (1), 1–12. DR HA Rusdiana, M. M., & Zaqiyah, Q. Y. (2022). Manajemen Perkantoran Modern . Penerbit Insan Komunika Jurusan Ilmu Komunikasi UIN SGD Bandung. Ferdika, M., & Kuswara, H. (2017). Sistem Informasi Penjualan Berbasis Web Pada PT Era Makmur Cahaya Damai Bekasi. Information System For Educators And Professionals: Journal of Information System , 1 (2), 175–188. Hidayat, A. R. (2020). Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Jual Beli Online Account Game Mobile Legends: Bang Bang Dalam Tinjauan Fiqih Muamalah. Jurnal Syntax Admiration , 1 (1), 13–22. Hidayat, A. R., & Alifah, N. (2022). Marketing Communication Strategy for Coffee Through Digital Marketing. Return: Study of Management, Economic and Bussines , 1 (4), 139–144. Munawarah, D. (2022). Strategi Marketing Syariah Dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Pada Usaha Mikro Rujak Salak Pliek di Kabupaten Pidie Jaya . UIN Ar-Raniry Fakultas Syariah dan Hukum. Palima, A. A., Anwar, H., & Otaya, L. G. (2020). Pengorganisasian Pendidikaan Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis. Jurnal Al Himayah , 4 (2), 351–374. Rahman, F. (2018). Evaluasi penerapan enterprise resources planning (erp) terhadap penyajian laporan keuangan (Studi kasus di PT. Surya Citra Televisi). Kreat. J. Ilm. Prodi Manaj. Univ. Pamulang , 6 (3), 109. Santoso, K. (2021). Rancang Bangun Sistem Informasi Pengadaan Bahan Baku Di PT. Derma International Bandung. INTERNAL (Information System Journal) , 4 (1), 1– 15. Setiawan, N., & Fitrianto, A. (2021). Pengaruh Work From Home (WFH) terhadap Kinerja Karyawan Pada Masa Pandemi COVID-19. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan , 3 (5), 3229–3242. Setiawan, R. (2015). Perancangan Arsitektur Enterprise Untuk Perguruan Tinggi Swasta Menggunakan TOGAF ADM. Jurnal Algoritma , 12 (2), 548–561. Sugita, A., Hidayat, A. R., Hardiyanto, F., & Wulandari, S. I. (2020). Analisis Peranan Pengelolaan Dana Ziswaf Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pada Lazisnu Kabupaten Cirebon. Jurnal Indonesia Sosial Sains , 1 (01), 9–18. Utami, A. D., & Triyono, R. A. (2013). Pemanfaatan Blackberry sebagai sarana komunikasi dan penjualan batik online dengan sistem dropship di batik Solo 85. Speed-Sentra Penelitian Engineering Dan Edukasi , 3 (3). ## Copyright Holder: Anjas Trayana, Ricky Rohmanto (2024) First publication right: ## Syntax Idea This article is licensed under:
015ed7e8-3f90-4a0d-82cd-76919b5888bb
https://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/download/65237/6684
Abstrak—Tugu Pahlawan Kota Surabaya merupakan representasi dari sejarah yang terjadi di Kota Surabaya. Terdapat bangunan yang bersifat simbolik di dalam areal Tugu Pahlawan Kota Surabaya. Dari simbol tersebut dapat menimbulkan pemaknaan berbeda dari berbagai perspektif dan masih belum banyaknya literasi yang membahas Tugu Pahlawan. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya dan dua sasaran yang dapat menentukan zona-zona secara fisik maupun non fisik. Penelitian ini menggunakan metode content analysis dan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan data survei menggunakan metode wawancara in- depth interview terhadap 8 responden. Responden berasal 3 stakeholder (pengelola, ahli, dan masyarakat). Lalu menginterpretasikan pendapat responden mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi konfigurasi spasial. Penelitian ini didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konfigurasi spasial, yaitu: organisasi keruangan, tata letak, sirkulasi, orientasi, penanda, persepsi, perilaku masyarakat, nilai ekonomi, pemanfaatan ruang, nilai ruang dan zonasi ruang. Temuan bentuk konfigurasi spasial yang berupa penggambaran peta mental yang dimaknai sebagai zonasi non fisik. Pembagian zonasi berupa ruang kontemplatif, ruang ceremonial, ruang sosial, dan ruang sarana pendukung. Temuan ini berkontribusi untuk mengkonseptualisasikan dan memahami hubungan struktur spasial pada konteks kawasan lingkungan. Konfigurasi spasial digunakan untuk menjadi pedoman untuk pengembangan lingkungan yang terstruktur. Kata Kunci—Content Analysis, Konfigurasi Spasial, Pemaknaan, Ruang Publik. ## I. PENDAHULUAN OTA telah menjadi masalah yang akrab sekaligus menarik bagi para perencana kota. Kota didefinisikan sebagai sistem yang kompleks dimana banyak faktor berinteraksi satu sama lain [1]. Pembangunan sebuah kota tidak akan jauh dari kebutuhan warga kota akan sarana ruang [2]. Terdapat banyak perbedaan pendapat terhadap konsep ruang, Habermas menyatakan bahwa ruang publik adalah dianggap sebagai ruang di mana warga negara memiliki akses dan menikmati hak penggunaan secara gratis [3]. Kawasan Tugu Pahlawan sendiri memiliki fungsi sebagai Kawasan wisata sejarah yang mana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya (RTRW) tahun 2014. Tugu Pahlawan dibangun dengan tujuan mengenang peristiwa yang pernah terjadi di kawasan tersebut. Peristiwa yang dikenang tersebut adalah pertempuran mempertahankan legalitas tanah Surabaya dari sekutu, pertempuran tersebut telah menghancurkan Gedung marka PTKR (Polisi Tentara Keamanan Rakyat) yang sebelumnya adalah markas Kompeitei Jepang, dan dimasa pendudukan Belanda merupakan Gedung Pengadilan yang bernama Raad van Justice [4]. Tugu Pahlawan sendiri termasuk tipe ruang publik memorial. Konsepsi memorial public spaces tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan ruang publik lain. Sehingga akan sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian. Makna simbolis yang terdapat pada sebuah ruang memang menjadi faktor penentu timbulnya kekuatan sebuah tempat (sense of place). Terlebih lagi adanya peristiwa bersejarah yang amat lekat pada kehidupan Kota Surabaya. Pengembangan area ruang publik Tugu Pahlawan bertujuan untuk menghormati kemonumentalannya. Pengembangan Tugu Pahlawan disertai dengan pembangunan museum 10 November dengan tujuan memberikan edukasi kepada masyarakat. Tidak hanya itu, Ruang publik Tugu Pahlawan memiliki konsep berupa keheningan atau dengan kata lain mengajak pengunjung untuk mengingat dan refleksi diri akan sejarah Kota Surabaya. Sebuah tempat yang memiliki keunikan dan keberbedaan akan memberikan sense of place. Sense of place adalah sebuah konsekuensi dari hubungan timbal balik antara manusia dengan suatu tempat yang dalam hal ini adalah ruang publik Tugu Pahlawan. Dari sini terlihat sebuah kecenderungan manusia untuk lebih menyukai suatu tempat tertentu dimana mereka merasa nyaman dan aman [5]. Keberbedaan ini pada akhirnya akan memberikan identitas pada suatu tempat. sense of place memiliki hubungan yang kuat dengan beberapa variabel seperti komunitas, rasa memiliki, karakter tempat, kekeluargaan, dan rasa kualitas hidup. Sehingga hubungan ini dapat digunakan untuk melihat ketertarikan pengunjung pada ruang publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya. Dengan adanya karya patung landmark diwujudkan secara kongkret ( visualized ) melalui monumen Tugu Pahlawan adalah sebuah upaya rekayasa simbolis agar dapat tercipta dialog atau komunikasi dengan khalayak luas atau publik. Monumen Tugu Pahlawan merupakan salah satu bangunan cagar budaya. Kedudukan landmark tersebut sangatlah masif dan merupakan praktik legitimasi kekuasaan yang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan patung ruang publik tersebut [6]. Konstruksi tiga dimensi menunjukkan bentuk ruang dan kenampakan elemen spasial menentukan hubungan antara desain dan persepsi [7]. Pada dasarnya secara teoritis disebutkan bahwa persepsi manusia dalam kaitannya dengan tanda, simbol, dan spasial dimaksudkan untuk melihat komunikasi yang terjadi antara bangunan dengan manusia yang melihatnya [8]. Konfigurasi spasial dapat digunakan untuk mengkoneksikan nilai dan konsepsi ruang terhadap peradaban masa kini dan dilakukan dengan cara memetakan [9]. Oleh karena itu Tugu Pahlawan Kota Surabaya diperlukan konfigurasi spasial yang terkorelasi antara ## K ## Konfigurasi Spasial Ruang Publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya Muhammad Arfiansyah Husein dan Putu Rudy Satiawan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail : [email protected] konsep perancangan yang bersifat simbolik dengan pola pikir pengguna[10]. ## II. METODE PENELITIAN ## A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adala pendekatan rasionalistik Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. ## B. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan untuk merumuskan konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya antara lain: organisasi keruangan, tata letak, sirkulasi, orientasi, penanda (signages), persepsi, perilaku masyarakat, nilai ekonomi, pemanfataan ruang, nilai ruang, dan zonasi ruang. ## C. Sampel Untuk sampel yang diambil adalah stakeholder yang memiliki hubungan dengan penelitian ini, yang selanjutnya akan dilakukan in-depth interview (IDI). Narasumber yang dilibatkan dalam IDI diambil dari tiga kategori stakeholder yakni pengunjung, pengelola, perancang Tugu Pahlawan dan ahli (expert). Pemilihan stakeholder berdasarkan prinsip “triple helix” yang mana pengunjung merepresentasikan pengguna (masyarakat), pengelola dan perancang merepresentasikan penentu kebijakan/ arahan (pemerintah), dan ahli merepresentasikan pengamat (swasta) oleh karena itu setiap stakeholder memiliki peran masing-masing dalam memaknai ruang dan perlakuan terhadap ruang. ## D. Mengkaji Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bentukan Konfigurasi Spasial pada Ruang Publik Tugu Pahlawan Untuk mendapatkan data yang diperlukan sebagai bahan kajian faktor-faktor yang membentuk konfigurasi spasial pada ruang publik Tugu Pahlawan, dilakukan wawancara (in-depth interview) kepada narasumber yang memenuhi kriteria. Setelah itu dilakukan analisa menggunakan teknik Content Analysis. Content Analysis adalah analisis yang melibatkan kode-kode dari hasil wawancara dengan subjek di lapangan (berupa sebuah teks perekaman data Content Analysis mulanya dilakukan dengan memberi kode pada transkrip hasil wawancara tersebut. Kode-kode ini adalah kategori-kategori yang dikembangkan dari permasalahan penelitian, hipotesis, konsep-konsep kunci, atau tema tema penting. Kode-kode ini kemudian berfungsi sebagai alat pengorganisasian data (klasifikasi). Pemberian kode diberikan kepada variabel dan responden untuk memudahkan klasifikasi data. Kode variabel tertera pada Tabel 1. Lalu analisis selanjutnya menggunakan tabel frekuensi unit analisis per responden. Tabel 2 digunakan untuk menginterpretasi kutipan dari responden yang masih berupa teks menjadi konteks (penyamaan latar belakang teks dengan definisi operasional). Lalu dari interpretasi tersebut dapat disintesa menjadi kesimpulan apakah mempengaruhi bentukan konfigurasi spasial. Lalu dibuat tabel perhitungan kutipan dan pengaruh di setiap variabelnya. Setelah itu deskripsi kesimpulan setiap variabel yang mempengaruhi. ## E. Merumuskan konfigurasi Spasial Ruang Publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya Dalam merumuskan konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisa ini digunakan setelah mendapatkan input dari hasil analisis CA pada sasaran 1 yang berupa fenomena untuk menafsirkan pendapat dari responden serta faktor-faktor yang sudah disimpulkan Gambar 1. Peta delinasi. Tabel 1. Kode variabel Kode Indikator/Variabel A Elemen Fisik A1 Organisasi Keruangan A2 Tata Letak A3 Sirkulasi A4 Orientasi (arah hadap) A5 Penanda Elemen Non Fisik B B1 Persepsi B2 Perilaku Masyarakat B3 Nilai Ekonomi B4 Pemanfaatan Ruang B5 Nilai ruang B6 Zonasi Ruang Gambar 2. Peta elemen utama. Tabel 2. Frekuensi unit analisis per responden Kode Responden Total Hasil R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 A1 2 2 4 2 2 1 1 1 15 P A2 2 1 5 1 2 2 1 4 18 P A3 2 1 2 1 1 1 1 2 11 P A4 2 3 2 1 1 1 1 2 13 P A5 2 3 2 1 2 1 1 2 14 P B1 5 5 3 5 1 1 3 7 30 P B2 3 1 2 1 1 1 2 2 13 P B3 3 2 2 1 2 1 1 1 13 P B4 7 2 10 3 5 2 4 3 36 P B5 2 1 1 1 1 1 2 6 15 P B6 2 2 2 1 2 1 1 1 12 P pengaruhnya dan dikorelasikan dengan data sekunder hingga ditemukan konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan. Dalam proses pembuatan peta mental peneliti meminta narasumber untuk menggambarkan zona-zona yang dimaknai sebagai ruang-ruang tertentu. Lalu dilakukan analisa deskriptif terkait pengaruh dan dasar terbentuknya peta mental tersebut. Produksi peta mental berdasarkan sintesa dari responden yang memunculkan konstruksi spasial dari pemaknaan dan perilaku terhadap ruang. Hasil rumusan ini berupa peta konseptualisasi zonasi spasial dan deskripsi zona. ## III. HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. Batas Wilayah Penelitian Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah Tugu Pahlawan Kota Surabaya. Peta delinasi tertera pada Gambar 1. Adapun batas wilayah penelitian ini sebagai berikut: Sebelah Utara : KPW Bank Indonesia Sebelah Selatan : Jalan Tembaan Sebelah Timur : Jalan Pahlawan Sebelah Barat : Jalan Bubutan ## B. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Konfigurasi Spasial Ruang Publik Tugu Pahlawan Pada tahapan ini, untuk mengetahui faktor yang berpengaruh pada Kampung Maspati dilakukan analisis menggunakan Content Analysis dengan melakukan wawancara kepada 8 stakeholder . Tahapan pertama berupa wawancara dengan stakeholder, lalu mentranskrip wawancara dan dilakukan koding manual pada transkrip. Nantinya diketahui faktor yang mempengaruhi Konfigurasi Spasial Ruang Publik Tugu Pahlawan. Dan hasil analisis ini didapatkan faktor-faktor yang sering dibahas pada saat wawancara dengan stakeholder. Frekuensi unit analisis per responden penelitian dapat peneliti sajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada Tabel 2 dari 8 responden dan 11 variabel, didapatkan sebelas variabel yang mempengaruhi konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya, meliputi faktor-faktor berikut: ## 1) Organisasi Keruangan (A1) Berdasarkan hasil content analysis faktor organisasi keruangan yang dimaknai di dalam Areal Tugu Pahlawan membentuk identitas ruang dan kesan ruang. Berdasarkan hasil analisa content analysis di dalam areal dimaknai memiliki beberapa elemen yang menjadi identitas ruang bernilai sejarah. Elemen tersebut berupa tugu, museum, relief, patung, dan alat perang. Gambar 2 merupakan visualisasi dari peta elemen utama. ## 2) Tata Letak Elemen Ruang (A2) Berdasarkan hasil content analysis dalam konsepsi ruang Areal Tugu Pahlawan, peletakan elemen dibuat secara sekuen. Tujuannya agar pengunjung dapat menikmati areal sambil berjalan kaki. Sekuen yang dimaksud berupa lintasan gerak manusia yang terdiri dari berbagai macam tempat yang tersusun secata berurutan dan masing-masing memancarkan makna yang terkandung didalamnya. Setiap elemen ruang yang ada di Areal Tugu Pahlawan memiliki hubungan secara non fisik (makna) yang saling berkaitan untuk memberikan pesan kepada pengunjung. Pengaturan setiap elemen yang ada dikonsep agar memiliki alur yang jelas, jadi ketika Gambar 5. Peta pemaknaan penanda. Gambar 6. Peta zonasi pemanfaatan ruang berdasarkan fungsi ruang. Gambar 3. Peta pemaknaan tata letak. Gambar 4. Peta pola sirkulasi menurut fungsinya. pengunjung memasuki areal dapat memahami apa yang ingin disampaikan. Gambar 3 merupakan visualisasi peta pemaknaan tata letak elemen ruang yang ada di areal Tugu Pahlawan. ## 3) Sirkulasi (A3) Seluruh bagian sirkulasi berorientasi langsung terhadap monumen sehingga dapat dirasakan bahwa monumen merupakan bagian utama dari ruang luar. Pola sirkulasi tersebut diselaraskan dengan jalan cerita yang ingin disampaikan oleh perancang melalui penataan elemen- elemen yang ada. Jalan cerita yang dibentuk menyambung dari awal masuk areal hingga akhir areal. maka dari itu sirkulasi berpengaruh dalam pembentukan konfigurasi spasial. Gambar 4 merupakan visualisasi peta pola sirkulasi menurut fungsinya di areal Tugu Pahlawan. ## 4) Orientasi (A4) Berdasarkan hasil content analysis penataan ruang luar areal Tugu Pahlawan ini menggunakan sistem sumbu yang tujuannya antara lain untuk membuat Tugu Pahlawan menjadi pusat orientasi kawasan. Secara kongkret bangunan tugu dimaknai memberikan ciri visual sudut kota tertentu, sehingga memberikan orientasi arah bagian suatu kota. Maka dari tugu dimaknai memiliki arah hadap yang netral. Tugu dimaknai sebagai landmark kawasan yang dapat dilihat dari berbagai sisi. Oleh karena itu faktor orientasi memberikan pengaruh terhadap terbentuknya konfigurasi spasial. 5) Penanda (A5) Berdasarkan hasil content analysis komponen yang dimaknai sebagai penanda yang berada di areal Tugu Pahlawan tidak hanya tersurat, melainkan dapat tersirat dengan wujud elemen ruang. Elemen tersebut dapat dimaknai secara mental oleh pengguna. Mulai yang nampak dari depan gerbang selatan terluar bersifat sculpture yang dimaknai untuk memberikan petunjuk sebuah perjalanan sejarah dari suatu wilayah areal. Maka dari itu penanda memberikan pengaruh terhadap terbentuknya konfigurasi spasial. Visualisasi peta pemaknaan penanda di areal Tugu Pahlawan tertera pada Gambar 5. ## 6) Persepsi (B1) Berdasarkan hasil content analysis areal Tugu Pahlawan memuat nilai-nilai yang ditanamkan kepada masyarakat dan diharapkan masyarakat dapat memahami dan memaknai nilai tersebut. Keberadaan areal Tugu Pahlawan memang dijadikan sebagai landmark bersejarah tingkat I di Kota Surabaya. Yang membuat segala elemen yang ada di areal, menyiratkan simbol tertentu sehingga melengkapi makna sebagai tempat bersejarah. ## 7) Perilaku Masyarakat (B2) Berdasarkan hasil content analysis dalam konsepsi ruang Tugu Pahlawan seharusnya desain yang ada dimaknai dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memanfaatkan ruang yang ada. Keberadaan areal yang tertutup dari hiruk pikuk seharusnya dapat dimaknai bahwa tempat ini tidak bisa diperlakukan seenaknya. Perilaku masyarakat terhadap ruang Tugu Pahlawan dimaknai harus sesuai dengan norma- norma sosial yang ada di masyarakat. Perilaku masyarakat dalam berkegiatan dimaknai berhubungan dengan nilai ruang yang ada. Gambar 7. Peta zonasi penguasaan ruang. Gambar 8. Peta zonasi spiritual ruang. Gambar 9. Pemetaan zonasi persepsional ruang. Gambar 10. Peta orientasi spasial. Adanya upaya pembatasan akses pintu masuk dan jam operasional juga dimaknai bahwa areal ini tidak sebebas ruang publik lainnya. Maka dari itu perilaku masyarakat memberikan pengaruh terhadap konfigurasi spasial yaitu dalam pembentukan ruang sosial. ## 8) Nilai Ekonomi (B3) Berdasarkan hasil content analysis Tugu Pahlawan dimaknai sebagai bangunan monumental. Dikarenakan tugu yang sangat tinggi menjulang dan dapat dilihat dari berbagai arah. Hal itu menyebabkan Tugu Pahlawan dimaknai menjadi pusat orientasi kawasan. Sehingga kawasan sekitar Tugu Pahlawan dapat merasakan pengaruh dari ruang itu sendiri. Tugu Pahlawan juga dimaknai oleh masyarakat sebagai ikon kegiatan ekonomi di sekitar areal. Karena kegiatan yang berada di sekitar Tugu Pahlawan dimaknai keberadaannya lebih mudah diingat. Salah satu yang terkenal adalah kegiatan pasar pagi pada hari minggu. Kegiatan tersebut tidak berada didalam areal Tugu Pahlawan tetapi masyarakat memaknai Tugu Pahlawan dapat menjadi tetenger kegiatan ekonomi di sekitar. Sehingga faktor nilai ekonomi memberikan pengaruh terhadap pembentukan konfigurasi spasial. ## 9) Pemanfaatan Ruang (B4) Berdasarkan hasil content analysis pemanfaatan ruang yang ada di Tugu Pahlawan dipengaruhi oleh fungsi ruang secara internal dan fungsi ruang secara eksternal. Setiap elemen yang ada memiliki fungsi yang merepresentasikan kegiatan yang dilakukan pada ruang ruang tersebut. Sehingga pemanfaatan ruang yang ada di Tugu Pahlawan dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan konfigurasi spasial. ## 10) Nilai Ruang (B5) Berdasarkan hasil content analysis konsepsi ruang yang didesain oleh perancang, keberadaan elemen berserta susunannya yang melingkupi areal Tugu Pahlawan bukan tanpa arti. Salah satunya dengan keberadaan elemen pagar dan tembok penyengger yang dimaknai untuk mengenclose ruang agar menciptakan suasana/kesan sakral. Kesan tersebut menimbulkan adanya tingkatan ruang yang tidak terlihat secara fisik. Kesan sakral tersebut diciptakan untuk membatasi perilaku masyarakat dalam menggunakan ruang dan memperkuat nilai kesejarahan yang ditampilkan dalam areal. Nilai sakralitas mampu mempengaruhi situasi di sekitarnya. Misalnya pemaknaan sakral di areal ini sebagai bentuk penghormatan peristiwa sejarah yang pernah terjadi. Maka dari itu ruang yang digunakan untuk kegiatan tersebut dianggap suci/khidmat. 11) Zonasi Ruang (B6) Berdasarkan hasil content analysis konsepsi ruang Tugu Pahlawan memang diperuntukkan untuk publik. Seluruh elemen yang ada pun dimaknai untuk kepentingan publik. Keberadaan seluruh elemen yang ada juga dapat dinikmati oleh publik. Tetapi ruang Tugu Pahlawan memang dibatasi secara fisik oleh keberadaan pagar dan tembok penyengger yang menyebabkan pemaknaan terhadap areal ruang publik ini menjadi ruang privat. Meskipun begitu dalam mengakses areal Tugu Pahlawan secara fisik pengguna harus melalui pintu utama terlebih dahulu untuk bisa menikmati secara suasana. Adanya prosesi dalam penggunaan ruang yang dimaknai menimbulkan zonasi ruang yang dapat mempengaruhi terbentuknya konfigurasi spasial. ## C. Perumusan Konfigurasi Spasial Ruang Publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya yang Terbentuk Berdasarkan Kajian Faktor Menurut Bill Hillier (2007) konfigurasi seperti sebuah konsep yang menunjukan sebagian kecil yang menuju sesuatu yang lebih rumit dari sebuah kesatuan. Konfigurasi spasial yang terbentuk dimaknai sebagai pola hubungan spasial yang membentuk susunan sehingga memiliki arti yang dapat dibaca dan dipahami oleh setiap orang. Temuan yang dihasilkan pada areal Tugu Pahlawan berupa ruang luar. Ruang luar ialah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dapat terdiri dari satu ruang, dua ruang atau sejumlah ruang-ruang yang lebih kompleks. Salah satu cara untuk menciptakan ruang dengan segala kaidah- kaidahnya yaitu dengan menetapkan daerah- daerah dalam hubungan dengan penggunaan dan fungsi- fungsinya. Susunan dari ruang ke ruang setiap area yang digunakan lalu dimaknai secara hierarki. Maka dalam sub bab ini akan membahas mengenai pembentukan konfigurasi spasial secara detail menurut pola penggunaan ruang dan struktur ruangnya. ## D. Zonasi Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Fungsi Ruang Hasil bentuk konfigurasi dipengaruhi oleh faktor pemanfaatan ruang. Berdasarkan hasil analisa disimpulkan terdapat beberapa zona. Berikut penjabaran zonasi pemanfaatan ruang berdasarkan fungsinya. Zona rekreasi pada areal Tugu Pahlawan yang terdiri dari area tugu dan plasa. Didalam zona tersebut pengunjung dapat melakukan swafoto dan menikmati suasana areal dengan keheningan yang diciptakan oleh desain areal. Pengunjung memaknai tugu sebagai objek inti areal yang biasanya dijadikan latar belakang dalam mengabadikan momen di ruang tersebut. Zona edukasi pada areal Tugu Pahlawan berupa area museum. Museum dimaknai sebagai ruang untuk menyimpan koleksi benda sejarah dan visualisasi peristiwa perjuangan kemerdekaan. Di dalam ruang tersebut pengunjung dapat mempelajari runtutan peristiwa sejarah dan tokoh tokoh yang terlibat dalam peristiwa. Zona ruang terbuka hijau pada areal Tugu Pahlawan berupa taman taman di sisi barat dan timur areal. Ruang Gambar 11. Peta keterpusatan ruang. tersebut dimaknai sebagai ruang menikmati suasana dan bersantai dari areal. Ruang tersebut juga digunakan sebagai fungsi ekologis areal. Oleh karena itu pada ruang tersebut ditanami beberapa tumbuhan langka dan pohon keben. Tumbuhan langka yang ditanam disitu dimaknai agar tumbuhan tersebut bisa tetap lestari. Keberadaan pohon keben dimaknai sebagai manifestasi dari kelanggengan. Zona administrasi pada areal Tugu Pahlawan berupa kantor pengelola. Keberadaan kantor tersebut dimaknai untuk mengelola areal agar tetap terjaga seperti konsepsi ruang yang dicanangkan. Fungsi dari kantor tersebut untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan areal agar tetap sesuai dengan nilai dari areal tersebut. Zona aksesibilitas pada areal Tugu Pahlawan berupa pagar dan area parkir. Pagar tersebut dimaknai sebagai pembatas areal ruang luar dengan areal luar kawasan. Pagar tersebut tidak semua digunakan sebagai akses masuk areal. Area parkir dimaknai sebagai ruang akses dan parkir kendaraan. Zona-zona tersebut divisualisasikan dalam bentuk peta zonasi pemanfaatan ruang berdasarkan fungsi ruang yang tertera pada Gambar 6. ## 1) Zonasi Penguasaan Ruang Keberadaan hierarki yang dibentuk berupa zonasi ruang yang ada dimaknai karena adanya pengaruh berupa akses secara fisik dan nilai ruang yang ada. Pembagian zona didasari oleh batasan ruang secara fisik yang terwujud dengan elemen-elemen ruang. Hasil bentuk konfigurasi dipengaruhi oleh faktor organisasi keruangan dan zonasi ruang. Berikut penjabaran zonasi penguasaan ruang. Zona publik yang dimulai ketika memasuki areal melalui pintu selatan terluar hingga tempat parkir, Areal tersebut ditandai dengan adanya ruang yang berbeda tingginya dan keberadaan tangga. Hal itu dimaknai bahwa adanya perbedaan zona dan tangga sebagai alat penghubung ruang tersebut. Pada zona ini pemakaian ruang berupa areal parkir dan pintu masuk. Selanjutnya memasuki zona semi-privat yang ditandai dengan keberadaan pintu masuk utama areal dan patung Soekarno-Hatta. Hal ini ditandai dengan adanya ruang yang berbeda tingginya antara zona publik dengan zona semi- privat. Peralihan zona tersebut dihubungkan melalui pintu masuk dan tangga. Didalam zona ini dibatasi secara fisik oleh tembok penyengger pada bagian utara, barat dan timur areal. Pada zona ini terdapat beberapa elemen yang dimaknai sebagai inti dari areal. Sehingga areal ini dimaknai penguasaannya pada zona semi privat. Lalu zona privatnya berada di ruang museum, karena museum dibatasi akses secara fisik. Museum yang dibatasi secara fisik oleh pintu masuk dan pintu keluar dimaknai sebagai ruang privat. Keberadaan museum yang berada di bawah tanah sebagai penanda ruang privat, karena adanya perbedaan tinggi dan dihubungkan dengan tangga untuk memasuki areal. Museum juga berada pada ruang tertutup. Sehungga areal ini dimaknai penguasaannya pada zona privat. Peta zonasi penguasaan ruang tertera pada Gambar 7. ## 2) Zonasi Spritual Ruang Zonasi spiritual ruang yang dibentuk karena keberadaan elemen-elemen yang ada di Tugu Pahlawan. Elemen elemen tersebut dimaknai secara non fisik sehingga menciptakan kesan ruang sakral. Kesan tersebut dibentuk karena adanya elemen pembatas areal secara fisik berupa elemen tembok penyengger (barat dan timur) dan viaduct (utara). Elemen pembatas dimaknai sebagai elemen yang melingkupi ruang agar tercipta kesan ruang sakral. Keberadaan pembatas itu juga menjadi sebuah pembenaran tertutupnya areal dari hiruk-pikuk areal luar kawasan. Dapat dilihat bahwa ruang dengan nilai sakral cukup luas dibandingkan ruang profan. Ruang sakral berada pada areal setelah pintu masuk utama. Pada ruang sakral terdapat elemen-elemen inti areal yang memiliki hubungan secara non fisik berupa cerita sejarah dibalik keberadaan elemen tersebut. Berikut deskripsi pembagian zonasi spiritual ruang. Adanya prosesi dalam menikmati areal Tugu Pahlawan menimbulkan kesan ruang sakral yang dimaknai oleh pengunjung. Prosesi berupa untuk menikmati ruang inti dari areal pengguna diharus melewati beberapa pintu masuk. Prosesi tersebut membentuk kesan terhadap ruang. Kesan berupa khidmat yang dimaknai sebagai pendukung dari konsep ruang Tugu Pahlawan berupa keheningan. Ruang sakral yang dimaksud di areal ini digunakan untuk kegiatan kontemplasi akan nilai sejarah yang ada, agar muncul suasana khidmat/suci di dalam areal. Sakralitas yang dibangun juga untuk membatasi perilaku masyarakat dalam penggunaan ruang. Oleh karena itu pada ruang sakral tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai norma- norma sosial. Selanjutnya ruang profan yang terdiri dari areal parkir yang berada di halam luar areal. Ruang profan ini dibatasi oleh pagar masuk utama areal. Ruang ini dimaknai hanya sebagai ruang penunjang areal karena digunakan untuk parkir kendaraan roda dua dan roda empat. Ruang ini juga tidak digunakan untuk kegiatan kegiatan inti seperti kontemplasi. Peta zonasi spiritual ruang tertera pada Gambar 8. ## 3) Zonasi Persepsional Ruang Elemen yang ada di tugu pahlawan tidak hanya dilihat secara fisik fungsi bangunannya saja. Secara pemaknaan ruang elemen yang ada di areal Tugu Pahlawan dimaknai terbagi dalam beberapa bentuk pemetaan zonasi. Terdapat beberapa zona yang dibentuk oleh pemaknaan tiap ruangnya. Dapat disimpulkan bahwa pola ruang yang terdapat pada areal Tugu Pahlawan dapat dikelompokan menjadi beberapa zona sebagai berikut: Ruang kontemplatif pada areal Tugu Pahlawan terdiri dari elemen museum, elemen patung dan elemen relief. Museum yang dimaknai sebagai ruang kontemplatif inti. Museum diperuntukkan untuk pengunjung merefleksikan diri akan sejarah yang pernah terjadi. Selain untuk mengajak pengunjung merenung, area ini digunakan sebagai media edukasi dan ruang penyimpanan koleksi benda-benda bersejarah. Ruang Seremonial pada areal Tugu Pahlawan berada di lapangan terbuka. Lapangan berupa hamparan rumput hijau yang berada di depan tugu merupakan ruang yang diperuntukkan untuk mengadakan kegiatan ceremonial seperti upacara hari-hari penting, peringatan 10 November dan festival. Ruang sosial pada areal Tugu Pahlawan berupa taman di sebelah barat dan timur areal dan plaza di sekitar tugu. Ruang sosial yang dimaknai untuk memenuhi kebutuhan ekologis dan menikmati suasana. Pengunjung dapat bersantai dan belajar sejarah. Hasil bentuk konfigurasi tersebut dipengaruhi oleh faktor persepsi dan nilai ruang. Visualisasi pemetaan zonasi persepsional ruang tertera pada Gambar 9. ## 4) Orientasi Spasial Ruang Tugu Pahlawan di desain untuk menciptakan suasana yang berbeda ketika memasuki areal. Areal Tugu Pahlawan mengadopsi susunan elemen ruang dengan konsep jawa yang cenderung menempatkan elemen ruang dalam konsepsi sumbu Utara dan Selatan. Penataan ruang luar areal Tugu Pahlawan ini menggunakan sistem sumbu yang tujuannya antara lain untuk membuat Tugu Pahlawan menjadi pusat orientasi kawasan. Secara kongkret bangunan tugu dimaknai memberikan ciri visual sudut kota tertentu, sehingga memberikan orientasi arah bagian suatu kota. Maka dari tugu dimaknai memiliki arah hadap yang netral. Tugu dimaknai sebagai landmark kawasan yang dapat dilihat dari berbagai sisi. Hasil bentuk konfigurasi tersebut dipengaruhi oleh orientasi dan tata letak. Visualisasi peta orientasi spasial yang ada di Tugu Pahlawan tertera pada Gambar 10. ## 5) Keterpusatan Ruang Pembagian hierarki berupa ruang inti dan ruang penunjang. Tiap ruang tersebut memiliki karakteristik dari tiap ruang. Yang tentunya membedakan penggunaan ruang inti dan ruang penunjang. Didalam ruang inti terdapat beberapa elemen penting berupa tugu, museum, patung, lapangan, plasa, relief, dan taman. Secara fungsi ruang didalam ruang inti digunakan sebagai ruang kontemplasi, ruang upacara, hingga tempat berkumpul. Sehingga merepresentasikan pusat kegiatan utama yang ada di areal terjadi di ruang inti tersebut. Elemen ruang yang berada di ruang inti memiliki keterhubungan secara non fisik. Keterhubungan tersebut dimaknai sebagai runtutan atau alur cerita sejarah yang disampaikan dalam bentuk elemen ruang. Di ruang tersebut tidak bisa sembarangan di akses dan harus melalui ruang penunjang terlebih dahulu. Didalam ruang penunjang terdapat elemen berupa areal parkir, mushola, pagar masuk areal dan kantor. Secara fungsi ruang didalam ruang penunjang digunakan sebagai ruang sarana pendukung. Yang mana ruang tersebut digunakan sebagai kegiatan pendukung areal. Sehingga tidak terjadi kegiatan penting di areal tersebut. Hasil bentuk konfigurasi dipengaruhi oleh faktor organisasi keruangan dan tata letak. Visualisasi peta keterpusatan ruang tertera pada Gambar 11. ## IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: Didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan Kota Surabaya, meliputi: organisasi keruangan, tata letak, sirkulasi, orientasi, penanda, persepsi, perilaku masyarakat, nilai ekonomi, pemanfaatan ruang, nilai ruang, dan zonasi ruang. Temuan bentuk konfigurasi spasial ruang publik Tugu Pahlawan berupa zonasi pemanfaatan ruang, zonasi penguasaan ruang, zonasi spiritual ruang, zonasi persepsional ruang, orientasi spasial dan keterpusatan ruang yang digambarkan dalam bentuk peta mental berdasarkan pemaknaan yang dipengaruhi oleh faktor- faktor pada poin 1. ## DAFTAR PUSTAKA [1] A. S. Günaydin and M. Yücekaya, “Evaluation of the history of cities in the context of spatial configuration to preview their future,” Sustain. Cities Soc. , vol. 59, pp. 102--202, 2020, [Online]. Available: https://doi.org/10.1016/j.scs.2020.102202. [2] Y. Liem and R. C. Lake, “Pemaknaan ruang terbuka publik taman nostalgia Kota Kupang,” J. Arsit. , vol. 2, no. 2, 2018. [3] K. Ucunan and J. Lopes, “Reclaiming Public Space In Avenida Dos Aliados: An Ethnographic Approach in The Way Society Perceptualize Their Ideal Public Space,” in IOP Conference Series: Earth and Environmental Science , 2019, pp. 012--026. [4] R. D. Mutfianti, “Optimalisasi perubahan taman tugu pahlawan Surabaya dari close square menjadi market square,” e-jurnal Eco- Teknologi (eJETU) , vol. 1, no. 2, pp. 11--17, 2013. [5] D. N. Aulia, B. O. Marpaung, and W. Zahrah, “Konsep Komunitas Layak Huni pada Ruang Publik Perumahan Taman Setia Budi Indah,” in Temu Ilmiah IPLBI, 2016. [6] M. H. Himawan, “Kuasa Simbolik Patung Ruang Publik Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta,” Departemen Seni Murni: Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, 2017. [7] M. Liu and S. Nijhuis, “Mapping landscape spaces: Methods for understanding spatial-visual characteristics in landscape design.,” Environ. Impact Assess. Rev. , vol. 82, no. 106376, 2020, [Online]. Available: https://doi.org/10.1016/j.eiar.2020.106376. [8] A. Harisah and Z. Masiming, “Persepsi manusia terhadap tanda,simbol dan spasial,” SMARTek , vol. 6, no. 1, 2008. [9] M. I. Perkasa, “Konfigurasi Spasial pada Kawasan Peninggalan Islam di Wilayah Perkotaan Jawa Timur: Studi Kasus Kawasan Maulana Malik Ibrahim, Ampel, dan Giri,” Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2020. [10] N. W. Paramitha and P. Salura, “Relasi antara sakralitas ritual peribadatan berjamaah dengan konfigurasi spasial arsitektur Masjid Sulthoni Plosokuning,” J. Arsit. , vol. 5, no. 2, pp. 143--152, 2020.
214e112f-bc3b-4e88-b965-118cdcc10255
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/platax/article/download/35746/33972
## Estimasi Karbon Tersimpan Pada Vegetasi Mangrove Pulau-Pulau Kecil Taman Nasional Bunaken ( Estimation of Carbon Stored Mangrove Vegetation in Small Islands Bunaken National Park ) Joshian Nicolas William Schaduw Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado Indonesia 95119 *Corresponding Author: [email protected] ## Abstract Mangrove ecosystems have many roles in maintaining balance in coastal areas and on small islands because they are very productive and contribute as a source of organic carbon and other nutrients, and can absorb carbon in the atmosphere and store it in biomass and sediments, so that mangroves play a very important role in mitigating global climate change. The purpose of this study is to find out how much potential carbon stock is stored in mangrove vegetation in Bunaken National Park North Minahasa Region (Mantehage Island and Nain Island). This study uses the line transect method for sampling plots in data collection, where at each research station 3 plots measuring 10x10 m2 are made with a distance that adjusts to the condition of the mangroves. Each individual in the plot was recorded for the type, number, and circumference of the tree trunk. Calculation of the biomass of mangrove trees using the allometric equation Komiyama et al., (2005) and estimating the amount of carbon (C) stored using the Brown (1997) and IPCC (2006) equations. The results of the estimation of total carbon stored in mangrove vegetation in KDP National Park Bunaken North Minahasa Region (Mantehage Island and Nain Island) the total potential of biomass and carbon stored in mangrove vegetation in KDP TNB North Minahasa Region (Mantehage Island and Nain Island) amounted to 75.91 tons /ha or the equivalent of 35.68 tons C/ha. Keywords : Small islands; Mangrove; Biomass; Carbon ## Abstrak Ekosistem mangrove memiliki banyak peranan dalam menjaga keseimbangan di wilayah pesisir maupun pulau-pulau kecil karena sangat produktif dan berkontribusi sebagai sumber karbon organik dan nutrien lainnya, serta dapat menyerap karbon di atmosfer dan menyimpannya dalam biomassa dan sedimen, sehingga mangrove sangat berperan dalam mitigasi perubahan iklim global. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui seberapa besar potensi stok karbon tersimpan pada vegetasi mangrove di PPK Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain). Penelitian ini menggunakan metode garis transek petak contoh dalam pengambilan data, dimana pada setiap stasiun penelitian dibuat 3 plot berukuran 10 x10 m2 dengan jarak menyesuaikan keadaan mangrove. Setiap individu yang terdapat dalam plot dicatat jenis, jumlah, dan keliling lingkar batang pohon. Perhitungan biomassa tegakan pohon mangrove menggunakan persamaan allometrik Komiyama et al., (2005) dan mengestimasi jumlah karbon (C) tersimpan menggunakan persamaan Brown (1997) dan IPCC (2006). Hasil estimasi total karbon tersimpan pada vegetasi mangrove di PPK Taman Nasional Bunaken Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain) total potensi biomassa dan karbon tersimpan vegetasi mangrove di PPK TNB Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain) yakni sebesar 75,91 ton/ha atau setara 35,68 ton C/ha. Kata Kunci: Pulau-Pulau Kecil (PPK), Mangrove, Biomassa, Karbon ## PENDAHULUAN Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki ekosistem mangrove terbesar di dunia yakni sebesar 19% dari luas ekosistem mangrove dunia, sehingga banyak tantangan dalam pengelolaan ekosistem mangrove, khususnya ekosistem mangrove PPK (Pulau-Pulau Kecil). Ekosistem mangrove pulau-pulau kecil seringkali mendapat berbagai tantangan, antara lain yakni dampak dari aktivitas manusia yang melakukan pemanfaatan di sekitar ekosistem mangrove serta dampak dari luar seperti pemanasan global. Selain itu ancaman lain berupa bencana alam seperti badai, angin topan, gelombang pasang, dan tsunami juga turut mempengaruhi eksistensi dari ekosistem mangrove. Dampak dari berbagai hal yang telah diuraikan tadi dapat menyebabkan degradasi sumberdaya yang terdapat pada ekosistem mangrove, sehingga perlunya perhatian ekstra dan kesadaran akan pentingnya ekosistem mangrove (Shaduw, 2015). Ekosistem mangrove memiliki banyak peranan dalam menjaga keseimbangan di wilayah pesisir maupun pada pulau-pulau kecil karena sangat produktif dan berkontribusi sebagai sumber karbon organik dan nutrien lainnya (Donato et al., 2011 dalam Bachmid et al., 2020). Ekosistem mangrove memberikan banyak jasa lingkungan, termasuk siklus hara, perangkap sedimen, dan habitat untuk berbagai organisme. Di antara yang paling penting dari fungsi-fungsi tersebut adalah ekosistem mangrove sebagai penyimpan karbon (C). Perkiraan stok karbon tersimpan di ekosistem ini begitu besar sehingga membuat mangrove penting dalam menjaga keseimbangan di lingkungan sekitarnya (Analuddin et al., 2016 dalam Verisandria et al., 2018). Karbon stok yang tersimpan pada hutan mangrove berlipat ganda jika dibandingkan hutan lainnya. Cadangan karbon tersebut terutama berasal dari biomassa yang membusuk, terdekomposisi, dan kemudian tersimpan pada lapisan tanah atau sedimen yang biasanya diperhitungkan sebagai total stok karbon (Lestari, 2016). Melihat begitu besarnya peranan hutan mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi stok karbon tersimpan pada vegetasi mangrove di PPK Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain). Kedua pulau ini termasuk pulau kecil terluar, salah satu dari pulau ini merupakan pulau yang memiliki hutan mangrove terluas di Sulawesi Utara yakni Pulau Mantehage, sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu sumber dalam mengurangi emisi gas karbondioksida (CO2) serta menjaga keseimbangan lingkungan. ## METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2020, bertempat dikawasan Pulau-Pulau Kecil (PPK) Taman Nasional Bunaken (TNB) Wilayah Minahasa Utara yaitu Pulau Mantehage dan Pulau Nain (Gambar 1). Pada kedua pulau, jumlah stasiun penelitian berbeda, dimana pada Pulau Mantehage terdapat 4 stasiun penelitian dan Pulau Nain ada 2 stasiun. Penentuan jumlah stasiun berdasarkan titik keberadaan hutan mangrove pada setiap pulau. Penelitian ini menggunakan metode garis transek petak contoh dalam pengambilan data, dimana pada setiap stasiun penelitian dibuat 3 plot berukuran 10x10 m2 dengan jarak menyesuaikan keadaan mangrove. Setiap individu yang terdapat dalam plot dicatat jenis, jumlah, dan keliling lingkar batang pohon. Objek yang difokuskan dalam penelitian ini hanya vegetasi mangrove yang memiliki lingkar batang pohon 16 cm atau berdiameter >5 cm masuk dalam kategori pohon untuk dianalisis lanjut nilai biomassa dan stok karbon tersimpan. Biomassa suatu tegakan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa variabel seperti data diameter dan tinggi pohon, namun pada penelitian ini hanya menggunakan data diameter batang pohon setinggi dada (DBH). Dalam menghitung biomassa tegakan pohon mangrove menggunakan persamaan allometrik Komiyama et al., (2005) dan mengestimasi jumlah karbon (C) tersimpan menggunakan persamaan Brown (1997) dan IPCC (2006) (Tabel 1). Table 1. Estimasi total karbon (C) tersimpan persamaan Brown (1997) dan IPCC (2006) Parameter Persamaan Biomassa (ton/ha) Wtop = ρ*0,251DBH 2,46 Komiyama et al ., (2005) Karbon (ton/ha) Kandungan Karbon = Biomassa x 50% Brown (1997) dan IPCC (2006) Keterangan: Wtop = Biomassa di atas permukaan tanah (ton) DBH = Diameter batang pohon yang diukur setinggi dada ± 1,3 m p = Berat jenis pohon/kayu 50% = Perkiraan konsentrasi karbon tersimpan dalam bahan organik ## HASIL DAN PEMBAHASAN Biomassa Dan Karbon Tersimpan Di Pulau Mantehage Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan biomassa dan stok karbon tersimpan vegetasi mangrove di Pulau Mantehage (Tabel 2), dapat dilihat nilai rata-rata biomassa yang diperoleh yakni sebesar 13,68 ton/ha dengan kandungan karbon atau jumlah karbon tersimpan sebesar 6,43 ton C/ha. Pada pulau/lokasi ini terdapat 4 stasiun penelitian, dimana nilai biomassa dan karbon tertinggi terdapat pada stasiun 4 dan yang terendah yakni pada stasiun 1. Stasiun 4 memiliki nilai tertinggi dikarenakan nilai rata-rata diameter batang pohon yang ditemukan pada stasiun ini jauh lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Biomassa Dan Karbon Tersimpan Di Pulau Nain Dari hasil perhitungan biomassa dan estimasi stok karbon tersimpan vegetasi mangrove di Pulau Nain (Tabel 3), dapat dilihat nilai rata-rata biomassa yang didapatkan yakni sebesar 13,68 ton/ha dengan kandungan karbon atau jumlah karbon tersimpan sebesar 6,43 ton C/ha. Pada pulau/lokasi ini berbeda dengan pulau sebelumnya karena hanya terdapat 2 stasiun penelitian, dimana nilai biomassa dan karbon tertinggi terdapat pada stasiun 1. Hal ini dikarenakan stasiun 1 memiliki nilai rata-rata diameter batang pohon yang ditemukan pada stasiun ini lebih tinggi dibandingkan stasiun 2. ## Total Biomassa Dan Karbon PPK Wilayah Minahasa Utara Biomassa merupakan total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Kauffman & Donato 2012). Biomassa suatu tegakan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa variabel seperti data diameter dan tinggi pohon, namun dalam penelitian ini hanya menggunakan data diameter batang pohon setinggi dada (DBH). Nilai biomassa yang telah diperoleh dapat menunjukkan berapa banyak kandungan karbon yangtersedia atau tersimpan pada suatu tegakan. Dikarenakan hampir 50% dari biomassa suatu tumbuhan tersusun oleh unsur karbon (Brown 1997). Total potensi biomassa dan karbon tersimpan vegetasi mangrove di PPK TNB Wilayah Minahasa Utara dapat di lihat pada Gambar 2 dan 3. ## Tabel 2. Potensi biomassa dan karbon tersimpan vegetasi mangrove di Pulau Mantehage Stasiun Diamater (cm) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) ST1 12,12 6,04 2,84 ST2 14,99 10,02 4,71 ST3 19,28 19,26 9,05 ST4 19,45 19,40 9,12 Rata-Rata 16,46 13,68 6,43 Tabel 3. Potensi biomassa dan karbon tersimpan vegetasi mangrove di Pulau Nain Stasiun Diamater (cm) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) ST1 24,95 11,96 5,62 ST2 13,99 9,24 4,34 Rata-Rata 19,47 10,60 4,98 Gambar 2. Total potensi biomassa vegetasi mangrove di PPK TNB Wilayah Minahasa Utara Gambar 2. Total potensi karbon tersimpan vegetasi mangrove di PPK TNB Wilayah Minahasa Utara Dari hasil perhitungan dan estimasi yang disajikan pada Gambar 2 dan 3 di atas, dapat dilihat total potensi biomassa dan karbon tersimpan vegetasi mangrove di PPK TNB Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain) yakni sebesar 75,91 ton/ha atau setara 35,68 ton C/ha. Hasil ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan di kawasan hutan mangrove Subelen, Siberut Sumatera Barat yakni sebanyak 49,13 ton/ha atau setara dengan 24,56 ton C/ha (Bismark et al., 2008). Akan tetapi jauh lebih rendah bila dibandingakan dengan hasil penelitian yang diperoleh Rianti (2012) di hutan mangrove Marine Station Dumai Barat, Kota Dumai yakni sebesar 139,11 ton/ha atau setara dengan kandungan karbon sebesar 69,56 ton C/ha. Nilai biomassa selain dipengaruhi oleh kerapatan pohon juga di pengaruhi oleh besarnya diameter pohon itu sendiri, hal ini dikarenakan semakin besar diameter suatu pohon maka nilai biomassanya juga akan semakin besar. Pengaruh dari tingginya nilai diameter batang terhadap nilai biomassa suatu tegakan pohon sangat besar dibanding dengan kerapatan sejalan dengan pendapat Adinugroho (2001) bahwa terdapat hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassanya terutama dengan diameter pohon. Seiring pertumbuhan suatu tegakan pohon maka akan menghasilkan nilai biomassa dan karbon tersimpan yang besar pula karena terjadi penyerapan CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis menghasilkan biomassa yang kemudian dialokasikan ke daun, ranting, batang dan akar yang mengakibatkan penambahan diameter serta tinggi pohon (Bismark et al., 2008). ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil estimasi total karbon tersimpan pada vegetasi mangrove di PPK Taman Nasional Bunaken Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain) total potensi biomassa dan karbon tersimpan vegetasi mangrove di PPK TNB Wilayah Minahasa Utara (Pulau Mantehage dan Pulau Nain) yakni sebesar 75,91 ton/ha atau setara 35,68 ton C/ha. ## UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi ;Universitas Sam Ratulangi; Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat; Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI dan Balai Taman Nasional Bunaken. ## DAFTAR PUSTAKA Adinugroho, C. W. dan S. Kade, 2001. Model Pendugaan Biomassa Pohon Mahoni (Swietenia macrophylla King) di atas Permukaan Tanah. Jurnal penelitian Hutan dan Konservasi Alam. III (1) : 103 - 117. Bachmid, F., J. N. W. Schaduw., C. F. A. Sondak., U. N. W. J. Rembet., S. V. Mandagi., D. A. Sumilat., dan A. Luasunaung. 2020. Potensi Penyerapan Karbon Hutan Mangrove Di Desa Sarawet Dusun Kuala Batu Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 8 (2) : 152-158 Bismark M, Subiandono E, Heriyanto NM. 2008. Keragaman dan Potensi Jenis serta Kandungan Karbon Hutan Mangrove di Sungai Subelen Siberut, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(3): 297-306. Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. Forestry Paper 134. USA: FAO Donato, D. C., J. Kauffman., B., D. Murdiyarso., S. Kurnianto., M. Stidham., dan M. Kanninen. 2011. Mangroves among the most carbon- rich forests in the tropics. Nature Geoscience, 4 (5), 293-297 IPCC, (Intergovermental Panel on Climate Change), 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Agriculture, Forestry and Other Land Use. Keith Paustian, N. H. Ravindranath, Andre van Amstel, Michael Gytarsky, Werner A. Kurz, Stephen Ogle, Gary Richards, and Zoltan Somogyi: The Institute for Global Enviromental Strategies (IGES). Hal 9 Kauffman, J. Boone & Donato, D.C. (2012). Protocols for The Measurement, Monitoring and Reporting of Structure, Biomass and Carbon Stocks in Mangrove Forest. CIFOR. Komiyama, A., S. Poungparn., dan S. Kato. 2005. Common allometric equations for estimating the tree weight of mangroves. Journal of Tropical Ecology 21 : 471 –477 Lahabu, Y., Schaduw, J. N., & Windarto, A. B. (2015). Kondisi Ekologi Mangrove Di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 3(2), 41-52. Lestari. 2016. Pendugaan Simpanan Karbon Organik Ekosistem Mangrove Di Areal Perangkap Sedimen-Pesisir Cagar Alam Pulau Dua Banten. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB Rianti AP. 2012. Potensi Karbon Tersimpan Tegakan Hutan Mangrove Marine Station Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Schaduw, J. N., Yulianda, F., Bengen, D. G., & Setyobudiandi, I. 2011. Pengelolaan ekosistem mangrove pulau-pulau kecil Taman Nasional Bunaken berbasis kerentanan. Agrisains, 12(3). Schaduw, J.N.W. 2015. Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau Mantehage, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal UNSRAT bidang Sains dan Teknologi, 2 (2) : 60-70 Schaduw, J. N.W. 2016. Kondisi Ekologi Mangrove Pulau Bunaken Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi, 3(2), 64-74. Schaduw, J. N. W. 2018. Distribusi dan karakteristik kualitas perairan ekosistem mangrove pulau kecil Taman Nasional Bunaken. Majalah Geografi Indonesia, 32(1), 40-49. Schaduw, J. N. W. 2019. Struktur Komunitas dan Persentase Penutupan Kanopi Mangrove Pulau Salawati Kabupaten Kepulauan Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Majalah geografi indonesia, 33(1), 26-34. Verisandria, R.J., J.N.W. Schaduw., C.F.A. Sondak, M. Ompi., A. Rumengan., J. Rangan. 2018. Estimasi Potensi Karbon Pada Sedimen Ekosistem Mangrove Di Pesisir Taman Nasional Bunaken Bagian Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1 (1) 81-97
6cf74400-aaa3-43ad-86ad-86bab46f3b19
https://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/almutsla/article/download/34/17
## Lembaga Keuangan Mikro dan Kedudukannya Dalam Perekonomian Islam Try Subakti, Nurhidayah Marsono Institut Agama Islam Negeri Madura Email : [email protected], [email protected] Abstrak Artikel ini membahas tentang BMT, dimana Baitul Māl wat Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al- tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul Māl wat Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. Baitul Māl wat Tamwil yang sebenarnya dalam konsepsi Islam merupakan alternatif kelembagaan keuangan syari’ah yang memiliki dimensi sosial dan produktif dalam skala nasional bahkan global, di mana perekonomian umat terpusat pada fungsi kelembagaan ini yang mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi lainnya. BMT melakukan fungsi lembaga keuangan, yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat, penyaluran dana kepada masyarakat, dan memberikan jasa-jasa lainnya. Kata Kunci: BMT, Pembiayaan, Ekonomi, Bank Syariah ## Pendahuluan Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah- masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Bersamaan dengan semakin semangatnya masyarakat untuk mempelajari agama, mulai banyak bermunculan beberapa lembaga ekonomi yang menerapkan prinsip-prinsip Islam seperti perbankan, asuransi dan Baitul Māl wat Tamwil yang biasa kita kenal dengan BMT. Umat Islam sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah dalam kancah pemberdayaan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan ekonomi lemah. Baitul Māl wat Tamwil ini mulai populer diperbincangkan oleh insan perekonomian terutama dalam perekonomian Islam. BMT merupakan salah satu lembaga keuangan Islam yang mana sistemnya hampir mirip dengan sistem pada perbankan. Penghimpunan dana yang diperoleh BMT yakni melalui simpanan.dimana BMT itu sendiri menjadi wadah dalam mengelola dana sosial seperti zakat, wakaf, infak dan sedekah. Dengan kehadiran BMT diharapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan dana untuk bisnis kecil dengan mudah dan bersih, lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan bebas riba, lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan produktivitas. Peran umum BMT adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba cukup maka BMT mempunyai tugas penting dalam penemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat. 1 ## Pembahasan BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Māl wat Tamwil , yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu 2 : 1. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. 2. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Baitul Māl wat Tamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat martabat dan serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil ( Bait = Rumah, At Tamwil = 1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h.84 2 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , cet. ke-3, (Jakarta: kencana, 2012), h. Pengembangan Harta). Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan. 3 Sebagai lembaga usaha yang mandiri, BMT memiliki ciri-ciri sebagai berikut 4 : 1. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan untuk mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya. 2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf. 3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat sekitarnya. 4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar masyarakat sekitar BMT. Kegiatan Operasional Berdasarkan fungsi dan jenis dana yang dikelola oleh BMT, maka terdapat dua tugas penting BMT, yakni terkait dengan pengumpulan dan penggunaan dana. 5 ## 1. Pengumpulan Dana BMT Pengumpulan dana BMT dilakukan melalui bentuk simpanan tabungan dan deposito. Adapun akad yang mendasari berlakunya simpanan terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya, yakni: a. Simpanan wadiah , adalah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemilik atau anggota dengan mengeluarkan semacam surat berharga pemindahbukuan atau transfer dan perintah membayar lainnya. Simpanan yang berakad wadiah ada dua macam, yakni wadiah amanah , yaitu titipan dana zakat, infak dan shadaqah 3 Abdul aziz dan Mariyah ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer , (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 115 4 Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa tamwil , cet. ke-1, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 24 5 Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, cet. ke-1, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 19-20 dan wadiah yadhomanah , yaitu titipan yang akan mendapat bonus dari pihak bank syariah jika bank syariah mengalami keuntungan. b. Simpanan mudharabah , adalah simpanan pemilik dana yang penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pengkongsian antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan dana, dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. 6 Simpanan mudharabah tidak memberikan bunga tetapi diberikan bagi hasil. Sumber dana BMT antara lain berasal dari dana masyarakat, simpanan biasa, simpanan berjangka atau deposito, serta melalui kerja sama antar institusi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggalangan dana antara lain momentum, prospek usaha, rasa aman, dan profesionalisme. ## 1) Penyaluran Dana BMT Dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada anggotanya. Pinjaman dana kepada anggota disebut juga pembiayaaan, yaitu suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada anggota yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan BMT dari anggota yang surplus dana. Terdapat berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, yang semuanya itu mengacu pada dua jenis akad, yakni akad tijarah dan akad syirkah . 7 1. Akad tijarah (jual beli), yakni suatu perjanjian pembayaan yang disepakati antara BMT dengan anggota dimana BMT enyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran atau pengembalian dibayarkan pada saat jatuh tempo pengembaliannya. 2. Akad syirkah (penyertaan dan bagi hasil) - Musyarakah: penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara seimbang dengan porsi penyertaan. - Mudharabah: suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggota dimana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dna tersebut untuk pengembangan usahanya. 6 Ibid., h. 10 7 Ibid., h. 20 Dalam operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non-keuangan. Adapun jenis-jenis usaha BMT yang berhubungan dengan keuangan dapat berupa 8 : 1) Setelah mendapatkan modal awal berupa simpanan pokok khusus, simpanan pokok, dan simpanan wajib sebagai modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobilisasi dana dengan mengembangkannya dalam aneka simpanan sukarela (semacam tabungan umum) dengan berasaskan akad mudarabah dari anggota berbentuk: a) Simpanan biasa b) Simpanan pendidikan c) Simpanan haji d) Simpanan umrah e) Simpanan qurban f) Simpanan Idul Fitri g) Simpanan walimah h) Simpanan akikah i) Simpanan perumahan (pembangunan dan perbaikan) j) Simpanan kunjungan wisata, dan k) Simpanan mudarabah berjangka (semacam deposito 1, 3, 6, 12 bulan). Dengan akad wadi’ah (titipan tidak berbagi hasil), di antaranya: a) Simpanan yad al-amanah : titipan dana zakat, infak, dan sedekah untuk disampaikan kepada yang berhak. b) Simpanan yad ad-dhamanah : giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh penyimpan. 2) Kegiatan pembiayaan/kredit usaha kecil bawah (mikro) dan kecil, antara lain dapat berbentuk: 9 a. Pembiayaan mudharabah , yaitu pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil. b. Pembiayaan musyarakah , yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan mekanisme bagi hasil. 8 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , cet. ke-3, (Jakarta: kencana, 2012), h. 463-464 9 Ibid., h. 464. c. Pembiayaan murabahah , yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar pada saat jatuh tempo. d. Pembiayaan bay’ bi saman ajil , yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan. e. Pembiayaan qard al-hasan , yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas biaya administrasi. Selain kegiatan yang berhubungan dengan keuangan di atas, BMT dapat juga mengembangkan usaha di bidang sektor riil, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktivitas hasil para anggota, menodorng tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi, serta usaha lain yang layak, menguntungkan dan tidak mengganggu program jangka pendek, dengan syarat dikelola dengan sistem manajemen yang terpisah dan profesional. ## 2. Fungsi BMT dalam perekonomian umat usaha mikro BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin. Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi sebagai berikut 10 : a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya. b. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. d. Menjadi perantara keuangan ( financial intermediary ) antara agniya sebagai shohibul māl dengan du’afa sebagai mudhorib , terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dll. 10 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) , cet. ke-2, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 131 e. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana ( shohibul māl ), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana ( modhorib ) untuk pengembangan usaha produktif. Fungsi BMT untuk masyarakat adalah 11 : a. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih profesional, salām (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global. b. Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar orgnisasi untuk kepentingan rakyat banyak. c. Mengembangkan kesempatan kerja. d. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota. e. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan banyak berdirinya lembaga keuangan yang secara operasional menggunakan prinsip bagi hasil atau dikenal dengan prinsip syariah. Beberapa kalangan membuat penilaian tersebut dari segi keberadaan dan peranan lembaga keuangan syariah, sedangkan mengukur segi sosialisasi sistem ekonomi syariah kepada masyarakat relatif masih terbatas. Padahal sosialisasi ekonomi syariah kepada masyarakat merupakan aspek penunjang dalam strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Wawasan dan pengetahuan tentang ekonomi syariah umumnya hanya di kalangan akademisi dan praktisi lembaga keuangan syariah, sedangkan masyarakat bawah belum tentu mengenal dan memahaminya secara jelas. Padahal ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang lebih memberikan daya tawar positif, tidak hanya dari aspek hukum, tetapi uga bisa menjadi sistem ekonomi alternatif yang dapat mendukung proses percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia. 11 Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah (suatu kajian teoretis praktis) , cet. ke-1, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 325 BMT bukan lembaga pemerintah atau lembaga independen yang dapat bekerja sendiri. BMT tidak akan berfungsi efektif karena lembaga ini memerlukan dukungan dari banyak pihak, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Bahkan, kunci dari dukungan terhadap BMT adalah komponen masyarakat. Dukungan masyarakat terhadap optimalisasi peran BMT sangat penting sebab lembaga BMT didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Segala ide dasar dan tujuan dari didirikannya BMT adalah untuk kepentingan masyarakat sendiri dan dilakukan secara swadaya dan berkesinambungan. Jika dilihat dalam kerangka sistem ekonomi Islam, tujuan BMT dapat berperan melakukan hal-hal berikut 12 : a. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan. b. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dn peningkatan kesejahteraan umat. c. Menciptakan sumber pemiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah. d. Mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan gemar menabung. e. Menumbuh kembangkan usaha-usaha yang produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota di bidang usahanya. f. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian Islam. g. Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman. h. Menjadi lembaga keuangan elternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai lembaga pengelola dana masyarakat dalam skala kecil dan menengah, BMT menawarkan pelayanan jasa dalam bentuk kredit dan pembiayaan kepada masyarakat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelayanan BMT, antara lain 13 : a. Meraih keuntungan bagi hasil dan investasi dengan cara syariah 12 Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa tamwil , cet. ke-1, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 37-38 13 Ibid., h. 44-45. b. Pengelolaan dana berdasarkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan akan menjadikan setiap simpanan dan pinjaman di BMT aman, baik secara syari’i maupun ekonomi. c. Komitmen pada ekonomi kerakyatan, BMT membuat setiap transaksi keuangan, memperoleh kredit berikut pengelolaannya bermanfaat bagi pengembangan ekonomi umat Islam. d. BMT dan masyarakat dapat berperan membangun citra perekonomian yang dikelola umat Islam. e. Menggairahkan usaha-usaha kecil produktif dan membebaskan mereka dari jeratan rentenir f. Partisipasi positif bagi kemajuan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan Islam termasuk di dalamnya BMT Selain itu, BMT juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu 14 : 1) Adanya jaminan pelayanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah dan bebas dari praktik riba. 2) Masyarakat dapat memperoleh pelayanan langsung, cepat, dan mudah dalam menyimpan atau meminjam dana berdasarkan prinsip bagi hasil. 3) BMT dan nasabah dapat berbagi resiko karena masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan proporsinya. 4) Terhindarnya praktik-praktik manipulasi dan monopoli keuangan karena praktisi BMT memegang teguh prinsip amanah, kejujuran, dan keadilan. 5) Adanya pemerataan dan keseimbangan dalam perolehan keuntungan bersama. Manfaat dan keunggulan yang dimiliki BMT tersebut merupakan penjabaran dari sistem ekonomi Islam. Sebagai instrumen lembaga keuangan syariah, BMT juga banyak memberikan perhatian pada pengembangan usaha kecil dan menengah di Indonesia, khususnya dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat lemah. 3. Prinsip Dan Produk Inti Dari Baitul Māl wat Tamwil Baitul Māl wat Tamwil sebenarnya merupakan dua kelembagaan yang menjadi satu, yaitu lembaga Baitul Māl dan lembaga Baitut Tamwil yang masing-masing 14 Ibid., h. 45. keduanya memiliki prinsip dan produk yang berbeda meskipun memiliki hubungan yang erat antara keduanya dalam menciptakan suatu kondisi perekonomian yang merata dan dinamis. Secara ringkas P3UK (1994) menerangkan prinsip dan produk inti dari Baitul Māl wat Tamwil adalah sebagai berikut: 15 ## a. Prinsip dan Produk inti Baitul Māl Memiliki prinsip sebagai sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqah-nya. Dapat diungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Māl terdiri atas: 1) Produk Penghimpun Dana Baitul Māl menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, dan juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, atau wakaf serta dana-dana yang sifatnya sosial. 2) Produk Penyaluran Dana Penyaluran dana harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena sudah ditetapkan dalam nash, yaitu kepada 8 asnaf . Sedangkan dana di luar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya- biaya operasional kegiatan sosial lainnya. 16 ## b. Prinsip dan Produk inti Baitut Tamwil Dalam Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank Islam. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil , yaitu: 17 1) Prinsip bagi hasil Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara pemodal dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dan penyedia dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah . 2) Prinsip jual beli dengan keuntungan ( Mark-up ) 15 Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syari’ah, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), h. 33 16 Ibid., h. 34 17 Ibid., h. 35 Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin Mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai’ Bitsaman Ajil. 3) Prinsip non profit Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebijakan, prinsip ini lebih bersifat social dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya ( non cost of money ) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan. 18 ## Penutup BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan. Sebagai lembaga usaha yang mandiri, BMT memiliki ciri-ciri: 1. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan untuk mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya. 2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf. 3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat sekitarnya. 4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar masyarakat sekitar BMT. 18 Ibid., h. 36-38 BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Pada fungsi kedua, dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan, BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) yang memercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT. ## Daftar Rujukan Al-Arif, Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah (suatu kajian teoretis praktis) , cet. ke-1, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, cet. ke-1, Bandung: Alfabeta, 2009. Aziz, Abdul dan Mariyah ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer , Bandung: Alfabeta, 2010. Ridwan, Ahmad Hasan, Manajemen Baitul Mal wa tamwil , cet. ke-1, Bandung: Pustaka Setia, 2013. Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) , cet. ke-2, Yogyakarta: UII Press, 2005. Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , cet. ke-3, Jakarta: kencana, 2012. Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , Yogyakarta: Ekonisia, 2003. Yunus, Jamal Lulail, Manajemen Bank Syari’ah, Malang: UIN-Malang Press, 2009.
c0577cd4-1611-48f5-91b6-8f9522863ee3
https://online-journal.unja.ac.id/edusains/article/download/1668/7358
## Proses Berpikir Logis Siswa Sekolah Dasar Bertipe Kecerdasan Logis Matematis dalam Memecahkan Masalah Matematika Logical Thinking Process of Logical-Mathematicals Intelligence-Elementary Student in Solving Mathematical Problems Liska Yanti Pane 1*) , Kamid 2) , dan Asrial 2) 1 Alumni Program Magister IPA UNJA; guru di SD Islam Al Falah Jambi 2 Staf Pengajar di Program Magister Pendidikan IPA UNJA *Corresponding author: [email protected] ## Abstract This research aims to describe logical thinking process of a logical-mathematical intelligence student. We employ qualitative method to disclose the subject’s learning process. Data are collected by interview and modified think aloud methods. The results show that subject has capability to find and organize problems and data correctly. Subject describes conditions that are needed to do the steps of problem solving strategy. The steps are done systematically until the end of problem solving process. Key words : Logical thinking process, logical-mathematical intelligence-students, ## problem solving ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir logis siswa bertipe kecerdasan logis matematis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif eksploratif untuk mengungkap proses berpikir tersebut pada subjek penelitian. Untuk pengumpulan data dilakukan wawancara dan metode think aloud yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dapat menemukan dan menyusun masalah serta data yang diketahui dengan tepat dan benar. Subjek menyebutkan syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan langkah strategi pemecahan masalah. Langkah pemecahan masalah dilakukan secara teratus hingga selesai proses pemecahan masalah. Kata kunci : Proses berpikir logis, siswa bertipe logis matematis, pemecahan masalah ## PENDAHULUAN Pembahasan mengenai kemampuan kognitif dan pemecahan masalah berhubungan erat dengan perkembangan kognitif siswa dan kecerdasan yang mereka miliki. Saat siswa mengorganisasikan pengetahuan ke dalam pikirannya secara tidak langsung siswa juga menggunakan beberapa jenis kecerdasan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner (Suparno, 2001) yang menyatakan bahwa ada 9 tipe kecerdasan manusia, yaitu kecerdasan logis matematis, bahasa, musikal, visual-spasial, kinestetis, interpersonal, intrapersonal, naturalis dan eksistensial. Seseorang dengan kecerdasan logis matematis memiliki ciri diantaranya mampu berpikir menurut aturan logika, berdasarkan struktur, menurut urutan yang sesuai, mengklasifikasi, mengkategorisasi dan mampu menganalisis angka-angka serta memiliki ketajaman dalam berspekulasi dengan menggunakan kemampuan logikanya. Siswa yang memiliki kecerdasan tipe ini cenderung melakukan proses berpikir logis. Berpikir logis berhubungan erat dengan penalaran dalam menarik kesimpulan, berpikir secara tepat, baik dalam kerangka maupun materi. Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu. Ia menyenangi berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis dan mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Siswa dengan kecerdasan logi juga cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan masalah matematika. Menurut Piaget (Santrock, 2008), seorang individu mengalami 4 tahapan perkembangan kognitif diantaranya adalah tahap Sensorimotor pada usia 0 – 2 tahun, tahap Praoperasi pada usia 2 – 7 tahun, tahap Operasi konkret pada usia 7-11, tahap Operasi formal pada usia 11 tahun ke atas. Setiap tahapan yang dialami seorang siswa berbeda dengan siswa lain. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Papalia dkk. (2008), bahwa ada beberapa kemampuan kognitif selama tahap operasional konkret, diantaranya adalah pemikiran spasial, kausalitas (sebab-akibat), klarifikasi, seriasi dan kesimpulan transitif, penalaran induktif dan deduktif serta konservasi. Pemahaman guru terhadap proses berpikir siswa sangat membantu dalam pembelajaran matematika. Hal ini diharapkan agar pada proses pembelajaran guru selalu memperhatikan kemampuan berpikir matematika siswa, juga memperhatikan pemilihan penggunaan strategi, media dan materi pembelajaran, agar tercapai hasil yang maksimal dari proses pembelajaran tersebut. Setelah mengetahui kesesuaian antara karakteristik materi pelajaran matematika dengan proses berpikir logis pada siswa yang perkembangan kognitifnya berada pada tahap operasi konkret dan memiliki kecerdasan logis matematis dapat dijadikan dasar bagi guru untuk mendapatkan informasi tentang kesalahan pemahaman matematika atau terjadinya miskonsepsi pada siswa terhadap pelajaran matematika pada saat mengkonstruk pengetahuan. Kemudian, jika hal ini terjadi guru dapat mengarahkan siswa untuk memperbaiki kesalahan pemahaman agar miskonsepsi tidak terjadi kembali. Jadi proses berpikir logis pada siswa dan proses pemecahan masalah matematika sangat penting untuk diketahui dan dilatih. Berpikir adalah kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori untuk membentuk konsep, menalar, membuat keputusan, dan memecahkan masalah (Santrock, 2008). Berpikir secara logis yang terjadi pada siswa yang berada pada tahap operasi konkret merupakan kegiatan kategorisasi. Kemampuan mengkate-gorisasi akan membantu siswa untuk berpikir secara logis. Kegiatan kategorisasi itu mencakup beberapa kegiatan, yaitu konservasi (sitem kekekalan), seriasi (kemampuan mengurutkan), transitive inference (kemampuan menyimpulkan), inklusi kelas dan penalaran induktif dalam menyelesaikan masalah matematika (Papalia dkk., 2008). Kemampuan untuk mengikuti aturan logis yang bersifat konservasi pada tahap operasional konkret ditandai dengan kemampuan dalam identitas, reversibility, dan decenter. Contoh konservasi volume atau kekekalan volume: volume zat cair tetap, meskipun dimasuki benda padat yang mengakibatkan tinggi permukaan air naik (Gambar 1). Selanjutnya, indikator pengukur kemampuan konservasi volume siswa SD disajikan pada tabel 1 (Manurung, 2003). Gambar 1. Konsep konservasi volume ## Tabel 1. Indikator Proses Berpikir Logis No Proses Berpikir Logis Indikator 1. Identitas SubjSubjek menyebutkan/menuliskan  data berupa fakta atau pernyataan dari masalah yang ada di lembar soal  data berupa ukuran bangun ruang yang ada pada lembar soal berserta satuannya  penyelesaian hitungan matematika (mencari volume masing- masing bangun ruang) dengan memenuhi syarat untuk melakukan operasi hitung.  mengecek kembali kebenaran data berupa fakta dan data yang digunakan untuk menyelesaikan masalah  pengecekan kembali kebenaran langkah-langkah/prosedur/rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah  kesesuaian antara data dan strategi yang digunakan dengan masalah 2. Reversibility dan decenter Subjek menentukan/menyebutkan/menjelaskan  strategi/cara/langkah/rumus yang tepat untuk memecahkan masalah  perubahan bentuk tempat suatu wadah tidak mengubah ukuran zat yang ada di dalamnya  jika suatu benda berada di dalam wadah berisi air dan benda tersebut dikeluarkan maka berkurangnya volume air sebesar volume benda yang dikeluarkan  alasan dan jawaban yang sama (ketika subjek berada pada tahap kedua penyelesaian masalah bagian reversibility dan decenter)  kebenaran konservasi (reversibility dan decenter) Dalam mengeksplorasi pikiran manusia terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu melalui metode think aload dan task analysis. Metode think aload memiliki dua langkah penting yaitu: (1) siswa menuliskan atau menyatakan kesadaran berpikir ketika menyelesaikan soal, (2) siswa harus melaporkan apa yang benar-benar dipikirkan saat ini. Langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Bransford & Stein (Santrock, 2008) yaitu menemukan dan menyusun masalahnya, mengembangkan strategi pemecahan masalah yang baik, mengevaluasi solusi-solusi, memikirkan dan mendefinisikan kembali kesesuaian antara masalah dengan solusi. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SD Islam Al Falah Jambi, menggunakan metode kualitatif eksploratif. Hal ini sesuai dengan fokus penelitian ini, yaitu untuk mengungkap proses berpikir logis siswa bertipe kecerdasan logis matematis dalam menyelesaikan soal matematika. Proses berpikir akan terlihat dari respon yang diberikan oleh siswa saat menyelesaikan soal matematika, baik berupa pernyataan atau jawaban secara lisan dan atau tulisan. Penelitian ini berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh peneliti di lapangan. Peyesuaian ini dilakukan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil penelitian. Hasil yang didapat tidak untuk digeneralisasi, tetapi untuk menyimpulkan fenomena aktual yang terjadi di lapangan sesuai dengan tujuan. Penelitian dengan pendekatan yang demikian dalam Moleong (2007) dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif-eksploratif. SLM adalah subjek penelitian dengan kecerdasan logis matematis yang menjadi sampel dalam penelitian ini. SLM dipilih melalui tes Talenta dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children). SLM merupakan sumber informasi utama dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara pada SLM menggunakan wawancara terstruktur menggunakan panduan wawancara yang telah divalidasi oleh ahli pendidikan. Prosedur penggunaan instrument- instrumen penelitian secara garis besar dapat digambarkan dalam diagram pada Gambar 2. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Sajian data hasil penelitian dilakukan secara berurutan terhadap subjek saat memecahkan masalah pertama dilanjutkan dengan pemecahan masalah kedua. Data yang diperoleh sesuai dengan pertanyaan- petanyaan penelitian dalam panduan wawancara. Paparan data tersebut diperoleh dari pengamatan (apa yang terjadi) dan atau hasil wawancara (apa yang dikatakan) serta deteksi informasi lainnya (misalnya berasal dari dokumen dan rekaman video). Proses berpikir logis SLM ditinjau dari setiap langkah penyelesaian masalah. Proses Identitas terungkap pada setiap langkah yang dilakukan subjek dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan proses Reversibility dan decenter terungkap pada tahap kedua sampai keempat sesuai tahap penyelesaian masalah menurut Brandford dan Stein (Santrock, 2008). Kemampuan SLM saat menyatakan data yang diketahui dan menyusun masalah yang terdapat dalam soal menunjukkan bahwa konsep identitas sudah dikuasi oleh SLM. Kemampuan ini normalnya dimiliki oleh siswa yang berada di tahap operasional konkret, sesuai tahap perkembangan kognitif menurut Piaget. Dengan tepat dan benar SLM menentukan data dan masalah yang terdapat dalam soal. Tidak Ya Gambar 2.Alur Proses Pengumpulan Data Penelitian SLM menyatakan strategi yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah yang ada. Hal ini menandakan bahwa kemampuan identitas SLM pada tahap Pengumpulan data Subjek diberi soal matematika Penyelesaian masalah berdasarkan langkah Bransford dan Staein Data jawaban tertulis Wawancara terstruktur Data hasil wawancara Data Pengumpulan data ke-2 Subjek diberi soal matematika Penyelesaian masalah berdasarkan langkah Bransford dan Staein Data jawaban tertulis Wawancara terstruktur Data hasil wawancara Data Coc ok ? Data yang valid dan reliabel Data yang dianalisi kedua pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein terlaksana secara urut dan teratur. Selanjutnya SLM menyatakan syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan operasi hitung. Misalnya, sebelum mencari hasil perkalian antara ukuran-ukuran suatu bangun yang tidak sama satuannya. Maka satuan dari ukuran itu wajib disamakan terlebih dahulu. Dari beberapa langkah pemecahan masalah yang dinyatakan SLM terlihat bahwa dia menguasai konsep reversibility dan decenter. Hal ini terlihat dari strategi pemecahan masalah yang dinyatakan oleh SLM, yaitu: untuk mendapatkan volume air dalam sebuah wadah yang berisi air (terisi sampai penuh) dan kayu didapat dengan mengurangkan antara volume wadah dengan volume kayu. Setelah SLM menyatakan secara lisan langkah strategi pemecahan masalah, lalu melanjutkan langkah berikutnya yaitu melaksanakan setiap langkah yang telah disusun. Saat melakukan langkah demi langkah pemecahan masalah SLM menemukan beberapa kendala yang memaksanya untuk mengingat kembali cara melakukan operasi hitung bilangan desimal. Meskipun mengalami kesulitan, namun SLM tetap mampu melaksanakan langkah pemecahan masalah sesuai dengan rencana. Pada tahap ke dua pemecahan masalah, yaitu kembangkan strategi pemecahan masalah kemampuan identitas reversibility dan decenter yang dimiliki SLM dapat terungkap. Sama halnya untuk tahap ke tiga pemecahan masalah, yaitu mengevaluasi solusi. Ke tiga kemampuan yang merupakan syarat seseorang dapat berpikir logis pada tahap operasional konkret juga terungkap. Terbukti dengan aktivitas SLM melakukan yang melakukan pencarian ulang hasil operasi hitung yang telah dilakukan. Memperhatikan data-data (identitas) yang digunakan saat melakukan hitungan matematika SLM memberikan alasan mengapa untuk mendapatkan volume air dalam suatu wadah yang berisi air dan kayu kubus dilakukan pengurangan antara volume wadah (berisi air dan kayu kubus) dengan volume kubus (reversibility dan decenter). SLM juga menjelaskan mengapa jika sejumlah air dipindahkan dari suatu wadah ke wadah yang lain volume air itu tidak berubah meskipun posisi air berubah. Misalnya, air di dalam balok dipindahkan ke dalam sebuah wadah yang berbentuk bola, maka volume air itu tidak berubah (reversibility dan decenter). Pada tahap terakhir pemecahan masalah, yaitu memikirkan dan mendefiniskan kembali kesesuaian antara masalah dengan solusi, juga terungkap kemampuan identitas, reversibility dan decenter. Hal ini terlihat dari aktivitas SLM yang terdiam sambil memperhatikan lembar jawaban dan cariannya, lalu mengatakan bahwa sudah sesuai antara strategi pemecahan masalah yang dilakukan dengan masalah yang ada. Dari penjelasan tentang aktivitas SLM saat memecahkan masalah matematika dapat dikategorikan bahwa dia telah melakukan proses berpikir logis untuk memecahkan masalah ini. Hal ini diperkuat oleh Suparno (2001) bahwa anak pada masa operasional konkrit salah satu perkembangan kognitifnya adalah kemampuan konservasi volume. Kemampuan konservasi volume didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang bersifat logis. Diantaranya adalah kemampuan identitas, reversibility dan decenter. ## 20 Proses Berpikir Logis SLM saat Memecahkan Masalah Matematika SLM 1. Menemukan n data 2. Menyebutkan ukuran akuarium berbentuk balok adalah 55cm 3. Menyebutkan Dalam akuarium terdapat balok padat 4. Menyebutkan ukuran balok padat 10 cm x 5 mm x 3 cm 5. Menuliskan data yang diketahui 6. Menyebutkan volume akuarium berbentuk balok sama dengan yang berbentuk kubus 7. Menyusun masalah 8. Menuliskan masalah (yang ditanya) dari soal 9. Menyatakan Syarat 10. Mengubah satuan ukuran lebar balok padat (mm ke cm) 11. Memberikan alasan mengapa satuan lebar balok padat dirubah ke cm 12. Mengembangkan strategi pemecahan masalah 13. Mencari volume kubus (akuarium yang berbentuk kubus) 14. Mencari Volume balok padat 15. Mengurang volume kubus dengan balok padat untuk mendapat volume air dalam akuarium kubus 16. Menuliskan dan mencari pemecahan masalah sesuai strategi 17. Mencari volume kubus (55 cm x 55 cm x 55cm = 166.375 cm 3 ) 18. Mengubah satuan lebar balok padat menggunakan tangga satuan 19. Kebingungan mencari hasil 20. Diperoleh hasil 21. Kebingungan mencari hasil perkalian 22. Mulanya menggunakan perkalian bersusun ke bawah diperoleh hasil 105,0 26. Mengurang 3 dengan 15 cm 3 = 166.360 cm 3 27. Volume akuarium kedua sama dengan air yang dipindahkan dari akuarium pertama 23. Mengevaluasi solusi 24. Mengevaluasi cara mencari volume balok padat dengan mengubah bilangan 0,5 menjadi , sehingga perkaliannya menjadi 3 25. Perkalian mencari volume balok padat berkali-kali dievaluasi dan hasil sama yaitu 15 cm 3 28. Memberikan alasan mengapa volume kubus dikurang dengan volume balok padat ## 29. Memikirkan kesesuaian antara solusi dengan masalah 30. Menyatakan bahwa masalah yang terdapat pada soal diselesaikan dengan langkah strategi pemecahan masalah yang telah dilakukan 31. Menyatakan bahwa mengali 55 cm x 55 cm x 55 cm merupakan cara mencari volume kubus. Sedangkan mengali 10 cm dengan 0,5 cm dengan 3 cm merupakan cara mencari volume balok 32. Terdiam sambil memperhatikan lembar jawaban dan carian lalu menjawab selesai ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa SLM dapat berpikir logis ketika memecahkan masalah matematika. Melalui empat tahap pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein. Kemampuan melakukan identitas, reversibility dan decenter muncul dalam empat tahap proses pemecahan masalah. Ketiga kemampuan ini dimiliki seseorang ketika berada pada masa operasinal konkret. ## DAFTAR PUSTAKA Manurung, S.R (2003). Identifikasi Kemampuan berpikir Logik tentang Konservasi Besaran bagi Siswa SD. Mimbar Pendidikan, 19-25: Universitas Negeri Medan Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdyakarya Bandung Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group Suparno, D.P (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius Papilia, D.E., Old, S.D., and Feldman, R.D. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi ke-9. Jakarta: Kencana.
6c7cb04f-95a8-47d7-a2c6-4bfa15264df2
https://jurnalppak.or.id/ojs/index.php/jppak/article/download/77/29
## Dewan Editor ## JPPAK (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Katolik) Pemimpin Redaksi dan Manajer Jurnal JPPAK: (Pst.) Ferry Hartono, S.S., Lic. S.S. (STIKAS Santo Yohanes Salib, Kalbar) Wakil-wakil Pemimpin Redaksi: 1. Dr. Albertus Heriyanto, M.Hum. (STFT Fajar Timur Jayapura) 2. (Pst.) Fransiskus Zaverius M. Deidhae, M.A. (STP Atma Reksa Ende) ## Editor-editor Pelaksana: 1. Yosua Damas Sadewo, M.Pd. 2. Silvester, M.Pd. 3. Pebria Dheni Purnasari, M.Pd. Admin OJS: Azriel Christian Nurcahyo, M.Kom. Editor Desain dan Tataletak: Yosua Damas Sadewo, M.Pd. Mitra Bebestari: 1. (Pst.) Prof. Dr. Armada Riyanto, STFT Widya Sasana, Malang, Jatim 2. Dr. Basilius Redan Werang, S.S., S.Sos., JCL, Universitas Musamus, Merauke 3. Dr. Paskalis Edwin I Nyoman Paska, STP-IPI, Malang, Jatim 4. (Rev.) Gilbert Duuk, STL., St. Peter’s College, Kuching, Sarawak, Malaysia 5. (Pst.) Dr. Carolus Patampang, S.S., M.A., Sekolah Tinggi Kateketik dan Pastoral Rantepao, Toraja, Makassar, Sulawesi Selatan. 6. (Pst.) Ignasius Samson Sudirman Refo, STPAK St. Yohanes Penginjil, Ambon, Maluku 7. Capt. Cahya Fajar Budi Hartanto, M.Mar., M.Si., Politeknik Bumi Akpelni, Semarang, Jateng. 8. Vinsensius Crispinus Lemba, S.Fil., M.Pd., Institut Keguruan dan Teknologi, Larantuka, NTT. 9. Anselmus Yata Mones, S.Fil, M.Pd., STP ST. PETRUS Atambua 10. Andarweni, S.E., M.M., STPKat St. Fransiskus Asisi, Semarang, Jateng. 11. Dr Simplesius Sandur, S.S., Lic. Phil., STIKAS Santo Yohanes Salib, Bandol, Kalbar 12. Anselmus Dorewoho Atasoge, S.Fil.Mth., STP Reinga Larantuka, NTT ## Penerbit: ## PERPETAKI Perkumpulan Perguruan Tinggi Agama Katolik Indonesia Jl. Seruni No. 6, Malang 65141, Jawa Timur, Indonesia ## DAFTAR ISI JPPAK Volume 3 Nomor 1, Maret 2023 Hubungan antara Partisipasi Siswa dalam Kegiatan Sekolah dengan Perilaku Prososial pada Siswa Sekolah Menengah Katolik Romaria Magdalena Naibaho; Theresia Galuh Kartika Genturwati; Sesilia Adhi Wahyu Utami Hal 001-019 Model Pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK) pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pontianak Gustaf Hariyanto; Florentinus Sutami; Kristina Laora; Aldi Alfrianza Sinulingga Hal 020-040 Perkembangan Iman Orang Muda Katolik di Perkotaan Adelbred Sinaga; Antonius Denny Firmanto Hal 041-054 Studi tentang Peran Sosial Sekolah di SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta Purnama Dian; Emilya Tyas Wahyu Ningsih; Theresia Mardinah Hal 055-076 Spiritualitas Pelayanan dalam Model Kepemimpinan Pastoral Romo Janssen, CM Fabianus Selatang; Tomas Lastari Hatmoko; Gregorius Kukuh Nugroho Hal 077-097 Persepsi Masyarakat tentang Pembentukan Karakter Siswa pada Sekolah Katolik di Ambarawa Rininta Cintya Sari; Budi Hartana; Adi Wasito Hal 098-111 ## J P P A K , V O L U M E 0 3 N O M O R 0 1 , M A R E T 2 0 2 3 ## JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK https://jurnalppak.or.id/ojs/index.php/jppak Doi: https://doi.org/10.52110/jppak e-issn : 2774-4094 ## Studi tentang Peran Sosial Sekolah di SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta Purnama Dian 1 ) ; Emilya Tyas Wahyu Ningsih 2) ; Theresia Mardinah 3) 1) SD Kanisius Kumendaman, Jl. M.T Haryono No 17, Yogyakarta, Indonesia Email: [email protected] 2) SD Kanisius Minggir, Minggir, Sleman, Indonesia Email: [email protected] 3) SD Kanisius Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Indonesia Email: [email protected] All publications by Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Katolik (JPPAK) is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License (CC BY-SA 4.0) ## A R T I C L E I N F O A B S T R A K ## Article History Received 01-11-2022 Revised 18-03-2023 Accepted 21-03-2023 Sekolah merupakan tempat yang baik untuk mengembangkan masyarakat. Agar terbentuk masyarakat yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi, hal tersebut dapat dimulai dengan cara mengembangkan sekolah yang ada di sekitarnya. Kerja sama antara warga masyarakat sekitar dan pemerhati pendidikan tersebut membuahkan hasil di daerah Sorowajan, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mendeskripsikan tentang peran sosial SD Kanisius Sorowajan di tengah-tengah masyarakat. Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Kanisius Sorowajan, Bantul, Yogyakarta. Peneliti menggunakan pendekatan studi kasus secara kualitatif. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya, data yang telah diperoleh dianalisis dengan teknik ( in depth analysis ) yaitu dengan meringkas, mengkategorikan, dan menginterpretasikan data menjadi narasi. Informan atau narasumber dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, siswa, guru, karyawan dari SD Kanisius Sorowajan dan warga masyarakat sekitar sekolah. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei hingga September 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran sosial SD Kanisius Sorowajan bukan hanya berupa kegiatan sosial namun juga keterlibatan aktif sekolah dalam setiap aspek kehidupan masyarakat sekitar sekolah. Kegiatan sosial yang sudah dilaksanakan yaitu: menengok warga yang sakit, membagikan sembako bagi lansia, warga masyarakat yang ## Kata Kunci: Peran sosial; sekolah; masyarakat terkena covid-19, warga mayarakat yang membutuhkan, melayat, doa bersama lintas agama dan ruwahan. Dukungan sekolah bagi masyarakat saat warga membutuhkan tempat untuk kegiatan pemuda, arisan RT, tirakatan , temu alumni, Sekolah Minggu, resepsi perkawinan, misa lingkungan setiap Selasa malam, dan lain-lain; sambil menyediakan pula tikar, sound system , maupun tenaga untuk membantu kegiatan perbaikan jalan. ## A B S T R A C T Keywords: Social roles; school; community School is a good place to develop a community. Forming a society with high social awareness can be started by developing schools in the community. The collaboration between local community members and education observers in the Sorowajan Yogyakarta area has been fruitful. This study aims to describe the social role of Kanisius Sorowajan Elementary School in society. The research was conducted at SD Kanisius Sorowajan, Bantul, Yogyakarta. Researchers used a qualitative case study approach. The methods used in this research for data collecting were interviews and documentation. The data obtained was analyzed using techniques (in-depth analysis), namely by summarizing, categorizing, and interpreting the data into narratives. Informants or resource persons in this study were school principals, students, teachers, employees of Kanisius Sorowajan Elementary School, and members of the community around the school. The research was conducted from May to September 2022. The results showed that the social role of Kanisius Sorowajan Elementary School was found not only in its social activities but also in the school's active involvement in every aspect of the life of the community around the school. The social activities aforementioned were visiting sick residents, distributing groceries for the elderly, community members affected by Covid-19, community members in need, mourning, interfaith joint prayers, and ruwahan . Schools can support the community by providing locals for youth activities, arisan RT , tirakatan , alumni gatherings, Sunday School, wedding receptions, community Masses every Tuesday night, etc. while also providing mats, sound system, and sometimes assisting the society in repairing public streets. ## I. PENDAHULUAN Berdirinya SD Kanisius Sorowajan berawal dari keprihatinan banyaknya pemerhati pendidikan yang secara umum menginginkan adanya lembaga pendidikan yang berada di daerah mereka. Proses belajar mengajar dimulai dengan sarana dan prasarana seadanya. Salah satu pemrakarsa rela meminjamkan tempat untuk kegiatan proses belajar mengajar. Kerja sama antara warga masyarakat sekitar dan pemerhati pendidikan tersebut membuahkan hasil. Banyak warga masyarakat sekitar mempercayakan pendidikan anaknya di sekolah tersebut, yang waktu itu belum ada namanya. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dapat diselenggarakan dengan turut serta memberdayakan semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikannya sehingga tercapailah apa yang menjadi cita-cita dalam pendidikan nasional dengan sasaran pembentukan karakter bangsa yang cerdas, kreatif, mandiri, arif, bertanggung jawab, serta memiliki iman dan spiritualitas yang baik. SD Kanisius Sorowajan turut serta mendukung tujuan pendidikan nasional dengan melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah. Sekolah pun secara aktif terlibat dalam kegiatan- kegiatan kemasyarakatan di sekitar Sorowajan di mana sekolah berada. Siswa maupun tenaga pendidik dan kependidikan yang bersekolah dan bekerja di SD Kanisius Sorowajan juga ada yang berasal dari masyarakat sekitar. Sarana prasana sekolah pun dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat jika diperlukan. Maka dari itu peneliti ingin menggali peranan sosial SD Kanisius Sorowojan di tengah-tengah masyarakat sekitar. Peran sosial yang dimaksud yaitu bukan hanya kegiatan sosial yang telah dilaksanakan oleh sekolah selama ini namun lebih dalam yaitu bagaimana sekolah ikut ambil bagian dalam kegiatan di masyarakat. Peneliti menilai karena peran sosial SD Kanisius Sorowajan tersebut sesuai dengan salah satu cita-cita Keuskupan Agung Semarang dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang/ RIKAS (2015) 2016-2035 yaitu meningkatkan peran masyarakat di bidang sosial, kemasyarakatan dan politik. Penyelenggaraan pendidikan di SD Kanisius Sorowojan untuk menciptakan pendidikan yang komprehensif, integral, berwawasan kebangsaan, dan berdasarkan Pancasila bagi masyarakat sama seperti yang tertuang dalam Misi Arahan Rencana Induk KAS. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan temuan dari penelitian- penelitian sebelumnya sebagai bahan kajian dan refleksi. Adapun penelitian- penelitian yang dijadikan rujukan, pembanding, dan refleksi adalah penelitian yang masih berkaitan dengan topik penelitian ini, yakni peran sosial sekolah Katolik di dalam masyarakat. Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Yuniatiningtyas (2020) mengenai kegiatan sosial dengan cara live in yang dilakukan oleh siswa SMAK St. Albertus Malang dalam masyarakat, yang mana dalam pelaksanaannya terdapat input dan feedback . Hasilnya menunjukkan bahwa kegiatan sosial sekolah Katolik yang dilakukan dalam masyarakat seperti berkunjung dan mengadakan bakti sosial di panti jompo Budi Luhur yang letaknya di dekat sekolah dan melakukan kerja bakti atau gotong royong guna membersihkan sampah-sampah di dalam masyarakat tersebut, dapat menumbuhkan rasa toleransi antara warga sekolah dengan masyarakat; tumbuhnya empati siswa kepada masyarakat yang kurang mampu; dan rasa kepercayaan masyarakat terhadap sekolah tersebut. Puspitaningtyas (2013) dalam penelitiannya menyajikan kegiatan sosial sekolah yang dilakukan oleh sekolah SDK Santa Maria II Malang seperti open house , bazar, bakti sosial, penghijauan/ pelestarian lingkungan, buka bersama, yang diikuti warga sekolah dan masyarakat sekitar. Dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa rasa kepercayaan masyarakat terhadap sekolah tersebut semakin meningkat atau bahkan rasa kepercayaan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut semakin meningkat, terjalin komunikasi yang baik antara pihak sekolah dengan masyarakat sekitar, dan sekolah tersebut semakin dikenal oleh masyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah pada penelitian ini: Bagaimana peran sosial SD Kanisius Sorowajan di masyarakat? Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan peran sosial SD Kanisius Sorowajan di masyarakat. Adapun manfaat yang diberikan dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan peran sosial sekolah di masyarakat. 2. Manfaat Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi sekolah-sekolah Katolik dan Kesukupan Agung Semarang dalam merancang kegiatan kemasyarakatan serta mengambil kebijakan terkait dengan peran sosial sekolah di masyarakat ## II. METODE PENELITIAN Menurut Creswell (2007) ada 5 jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian naratif, fenomena, grounded , etnografi, dan studi kasus. Berikut digambarkan fokus setiap jenis dari penelitan kualitatif. Gambar 1. Jenis Penelitian Kualitatif (Cresswell, 2007) Pada penelitian naratif berfokus pada telaah hidup individu, fokus penelitian fenomena adalah identifikasi fenomena, fokus penelitian grounded adalah mengembangkan suatu teori, fokus penelitian etnografi adalah gambaran budaya suatu kelompok atau individu, dan fokus studi kasus adalah menggali sebuah permasalahan atau kasus dalam kejadian yang dialami oleh individu, kelompok maupun gambaran kehidupan Berdasarkan definisi tersebut, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif studi kasus. Creswell menyatakan bahwa inti dari studi kasus adalah: 1. Identifikasi kasus; 2. Penggalian data yang mendalam dengan melibatkan berbagai macam sumber seperti: observasi, wawancara, rekaman audio visual, dokumen, dan laporan. Penelitian dilakukan di SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta pada bulan Mei-September 2022. Informan penelitian terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, karyawan, dan warga masyarakat sekitar sekolah. Menurut Yin (1989) ada enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu: (1) dokumentasi tertulis yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; (2) rekaman arsip yang pernah diterbitkan yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender, dsb; (3) wawancara dengan pertanyaan bersifat open-ended ; (4) pengamatan langsung; (5) pengamatan partisipan dan (6) melalui perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni, dll. Dalam penelitian studi kasus ada 4 bentuk analisis data menurut Stake (1995) yaitu: (1) mengkategorikan, di mana peneliti menemukan kategori yang muncul dari sekumpulan data yang diperoleh dan memberi makna yang relevan dengan topik yang ingin diangkat; (2) interpretasi langsung, peneliti dapat memaknai satu contoh serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak contoh. Hal ini merupakan suatu proses dalam menarik data secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama agar lebih bermakna; (3) peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori. Kesepadanan ini dapat dilaksanakan melalui tabel 2x2 yang menunjukkan hubungan antara dua kategori; (4) pada akhirnya, peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik melalui analisa data, generalisasi ini diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari suatu kasus, apakah kasus mereka sendiri atau menerapkannya pada sebuah populasi kasus. ## III. STUDI TENTANG PERAN SOSIAL SEKOLAH di SD KANISIUS SOROWAJAN ## A. Pengertian Peran Sosial Secara Umum Menurut Soekanto (2002) peran sosial adalah seperangkat perilaku, hak, kewajiban, kepercayaan, dan norma sosial yang saling berhubungan dalam suatu situasi sosial. Hal ini meliputi seperangkat tindakan yang ditetapkan atau ditugaskan untuk setiap individu di dalam masyarakat. Menurut Soekanto, peranan ( role ) merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya berarti dia telah menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah dari segi ilmu pengetahuan, karena pada dasarnya baik kedudukan maupun peranan tak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu berarti bahwa peranan seseorang akan menentukan apa yang akan diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan- kesempatan apa yang akan diberikan oleh masyarakat kepadanya. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan bahwa peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam kehidupan bermasyarakat. Posisi seseorang merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada lembaga masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Artinya seseorang yang menduduki suatu posisi dalam masyarakat memiliki peranan yang harus dijalankan. Sedangkan menurut Pairin (2010), status seseorang dalam struktur sosial akan menentukan perilaku yang akan ditunjukkannya dalam masyarakat dan peranan yang akan diambilnya dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut Sarah Rahmadika (2021) menyimpulkan bahwa peran sosial adalah peranan yang dipegang oleh lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat agar terbentuk akhlak yang mulia bagi generasi selanjutnya. Interaksi yang baik antara keluarga, masyarakat dan sekolah akan membantu anak dalam membentuk kepribadiannya di masa yang akan datang. Peran sosial merupakan hasil kerjasama yang baik antara keluarga, sekolah dan masyarakat. ## B. Pengertian Peran Sosial Sekolah Katolik Dalam Seri Dokumen Gerejawi no 97 (2015), pada Hari Perdamaian Sedunia Paus Fransiskus menyampaikan bahwa kita semua adalah saudara. Maka penting untuk memiliki prinsip bahwa orang lain bukanlah musuh atau lawan yang harus kita singkirkan. Dengan ini pendidikan Katolik diharapkan dapat memberikan dukungan yang luar biasa dan sumbangan yang diperlukan untuk membangun masyarakat berdasarkan persaudaraan dan bela rasa. Berdasarkan Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016-2035 (RIKAS), Road Map 2021-2025: 1. Sekolah Katolik diharapkan dapat menumbuhkan kebanggaan masyarakat sekitar karena proses pendidikan yang berkarakter dan kualitas para alumninya; 2. Sekolah Katolik berorientasi pada civic innovators (warga negara kreatif); 3. Sistem pendidikan sekolah Katolik dapat menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan jaman; 4. Sekolah Katolik turut serta mendirikan lembaga/ sekolah untuk anak/ orang berkebutuhan khusus yang terencana secara matang serta mampu melayani sesuai standar mutu yang berkesinambungan. Menurut Wetu (2017), seperti sekolah lainnya, sekolah Katolik diharapkan juga dapat mencapai tujuan-tujuan budaya dan pendidikan yang memanusiakan manusia namun tetap dengan ciri khasnya, yaitu menciptakan lingkungan hidup bersama yang dijiwai oleh semangat Injil, kebebasan dan cinta kasih. Pengetahuan yang mereka peroleh mengenai dunia, kehidupan dan manusia juga harus disinari oleh iman, agar mereka menjadi ragi keselamatan bagi masyarakat. Sejalan dengan Wetu, menurut Budiarto (2013) sekolah-sekolah Katolik diharapkan mengambil peranan untuk membangun kesadaran para siswanya dengan memberi pengalaman hidup yang secara nyata dialami oleh siswanya dalam konteks hidup bermasyarakat dan konteks pendidikan di sekolah. ## C. Pengertian Sekolah Kata ‘’sekolah’’ sendiri menurut Abdullah (2011) berasal dari bahasa Latin yaitu skhhole , scola atau skhola yang berarti waktu luang atau waktu senggang. Sehingga sekolah sebenarnya merupakan kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah kegiatan mereka yang utama. Kegiatan utama anak-anak adalah bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan di waktu luang adalah bersekolah dengan cara mempelajari cara berhitung, membaca huruf, dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Dewey (1961) mendefinisikan sekolah sebagai sebuah cerminan dari masyarakat. Proses pendidikan yang diajarkan di sekolah merupakan gambaran dari kehidupan yang akan ditemui saat siswa sudah menyelesaikan pendidikannya. Sementara menurut Berns (2004) sekolah adalah sarana bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan sosial siswanya dengan memberikan pengalaman nyata sehingga mereka menjadi individu yang memiliki pengetahuan dan skill dalam kehidupan bermasyarakat. Sekolah harus memberikan konsepsi yang jelas kepada murid-muridnya tentang kebutuhan dan masalah kehidupan modern dan membimbing para murid untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Sekolah diharapkan dapat mempersiapkan agar siswanya dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat di luar. ## D. Unsur-Unsur Sekolah Mengacu pada pengertian sekolah di atas, ada beberapa unsur penting di dalam sekolah. Adapun unsur-unsur sekolah ialah sebagai berikut: ## 1. Bangunan Sekolah Sebagian besar kegiatan belajar dan mengajar dilakukan di dalam bangunan sekolah, adapun beberapa bagian dari sekolah tersebut terdiri dari: 1) kelas 2) perpustakaan sekolah 3) ruang laboratorium sekolah 4) kantor guru 5) toilet siswa dan guru 6) kantin sekolah 7) dan lain-lain. ## 2. Murid/Siswa Murid atau siswa merupakan unsur sekolah yang paling utama. Murid adalah peserta didik yang akan mendapatkan pengajaran dari para guru/ pengajar. ## 3. Guru/ Tenaga Pengajar Guru atau tenaga pengajar ialah unsur sekolah yang tidak kalah pentingnya karena tanpa adanya guru maka proses belajar-mengajar tidak akan terjadi. Tenaga pengajar tersebut harus memenuhi standar kualifikasi tertentu agar dapat memberikan pengajaran yang bermutu kepada para siswa. ## 4. Peraturan Sekolah Peraturan sekolah adalah semua aturan yang ditetapkan oleh sekolah tertentu di mana tujuannya untuk memberikan batasan aturan kepada para peserta didik, tenaga pengajar dan unsur sekolah lainnya. ## E. Sejarah SD Kanisius Sorowajan Sejarah berdirinya SD Kanisius Sorowajan tidak dapat terlepaskan dari beberapa sesepuh dusun Sorowajan dan sekitarnya diantaranya: 1) Bapak Cokro Diharjo ( Kepala Dukuh Sorowajan) 2) Bapak Suwito Atmojo (Tokoh masyarakat Sorowajan) 3) Bapak Dwi Susanto (Seorang Guru dari Baciro, Yogyakarta) Pada masa itu mereka merasa prihatin terhadap kondisi pendidikan yang dimiliki anak-anak Sorowajan dan sekitarnya, bagi anak yang ingin sekolah SD saja harus ke kota dengan berjalan kaki sejauh ±3 km. Akhirnya hanya orang- orang tertentu saja yang mampu menyekolahkan anaknya. Adanya kondisi seperti itu maka mereka terpanggil untuk mendirikan sekolah terdekat di Sorowajan. Pada tahun 1962, pak dukuh Cokro, pak Suwito dan pak Dwi merasa prihatin dengan kondisi anak-anak yang kesulitan untuk bersekolah karena jarak ke sekolah terdekat kurang lebih 3 km. Hanya keluarga tertentu yang dapat bersekolah. Akhirnya dibukalah sekolah di rumah pak Cokro yang merupakan seorang Dukuh saat itu. Anak-anak yang bersekolah berasal dari latar belakang agama Islam, Hindu, Budha, Kristen dan Katolik. SD Kanisius Sorowajan merupakan salah satu Sekolah Kanisius Cabang Yogyakarta yang terletak di segitiga emas antara Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kotamadya Yogyakarta. Kondisi geografis dan topografis SD Kanisius Sorowajan terletak di Jalan Sorowajan No. 111, Banguntapan Bantul Yogyakarta. Sekolah ini berdiri tanggal 2 Juli 1962 dengan jumlah murid pertama kali kelas satu dibuka 8 anak, bertempat di rumah bapak Cokro Diharjo, sebelum dibuatkan gedung oleh Yayasan Kanisius. Dapat dibayangkan pendidikan diselenggarakan di pendopo asli bangunan Jawa dengan pondasi besar yang mengelilingi. Tahun 1966 gedung sebelah barat mulai didirikan sebanyak lima lokal berkat bantuan masyarakat, orangtua, dan Yayasan Kanisius. Pada tahun 1966, sekolah dipindah ke lokasi yang sudah disiapkan oleh Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta. Tahun 1968 berhasil meluluskan murid pertama sebanyak 30 murid, karena mendapat pindahan dari murid SD lain. Pada Tanggal 1 Agustus 1968 sekolah secara de jure diresmikan. Tahun 1978 sekolah mendapat bantuan gedung baru di sebelah timur sebanyak tujuh lokal ruang kelas. Tahun 2006 sekolah mendapat bantuan pemerintah karena bencana gempa Yogya untuk rehab gedung lima lokal sebelah barat dan pembangunan pendopo Kanisius Sorowajan tahun 2008 mendapat bantuan pemerintah tahun anggaran 2008/2009 untuk pembangunan dua lokal lantai lantai dasar di sebelah utara pendopo. Keberadaan pendopo di SD Kanisius Sorowajan memberikan dampak baik bagi sekolah dan masyarakat lingkungan Sorowajan. Tahun 2013 sekolah mendapat bantuan pemerintah rehab ruang tahun anggaran 2013/2014 sebanyak 3 lokal kelas, 5 lokal kelas sebelah timur mandiri swadaya sekolah bersama orang tua dan mitra sekolah melalui proposal dan dana kasih pembangunan Rp 500,00 per siswa. Tahun 2014 SD Kanisius Sorowajan mendapat prestasi Sekolah Adiwiyata Nasional yang diawali dengan Adiwiyata tingkat Kabupaten Bantul dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013. Perjuangan ini masih terus berlanjut untuk mempersiapkan Sekolah Adiwiyata Mandiri dan di tahun 2016 SD Kanisius Sorowajan ditunjuk untuk mengikuti Lomba Sekolah Sehat (LSS) di Kabupaten Bantul. Tahun Pelajaran 2017/2018, sekolah memugar halaman sekolah dengan pembaharuan konblok dan lapangan basket secara swadaya. 1 Agustus 2018 sekolah merayakan Pesta Emas dan mendapat kado terindah dari pemerintah bantuan yaitu 1 ruang perpustakaan. Pembangunan masih berlanjut untuk 1 ruang IT, ruang kantin, dan ruang musik beserta tangga secara mandiri swadaya sekolah bersama orang tua dan dana kasih pembangunan sebesar Rp 500,00 per siswa dan dengan dana talangan pinjaman dari Yayasan Kanisius. Hadirnya SD Kanisius Sorowajan menjadikan dinamika masyarakat semakin baik. Bersama para guru, masyarakat Sorowajan merasa “handarbeni”. Setapak demi setapak jati diri sekolah semakin tampak dengan berprosesnya pembangunan sekolah dan prestasi yang dicapai. Prestasi dan letak sekolah yang strategis menjadikan SD Kanisius Sorowajan menempatkan diri sebagai sekolah yang tetap sederhana tetapi “berkelas” dan mampu bersaing dengan sekolah lain. Daftar nama guru yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah dari awal pendirian dan sekarang: 1) Bapak Jumakir 2) Bapak Ig. Suryadi 3) Bapak Dwijo Susanto 4) Bapak Y. Nawiyo 5) Bapak Suprapto. 6) Bapak YB. Achmadi 7) Bapak R. Arsanto 8) Bapak Suwardi 9) Ibu Anna Maria Wahyuni ## F. Pengertian Masyarakat Masyarakat mempunyai makna keikutsertaan atau istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab, yakni berakar dari kata syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Sementara di bahasa Inggris, istilah masyarakat disebut dengan society yang berasal dari kata Latin socius berarti kawan. Koentjaraningrat (2002) menyebutkan bahwa masyarakat merupakan suatu kesatuan manusia yang dapat mempunyai suatu perangkat yang dihasilkan melalui interaksi para warganya. ## G. Ciri-ciri Masyarakat Masyarakat mempunyai ciri yang khas. Adapun ciri-ciri masyarakat sebagai berikut: ## 1. Hidup Berkelompok Manusia senantiasa membutuhkan orang lain dalam pemenuhan segala aspek kehidupannya, seperti pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Untuk itulah mereka cenderung hidup berkelompok. ## 2. Melahirkan Kebudayaan Manusia biasanya akan membentuk kelompok dengan pertimbangan kesamaan kebutuhan, hobi, ataupun pengalamn hidupnya. Manusia akan berupaya menyatukan pikiran dan pengalaman bersama agar terbentuk suatu rumusan yang dapat menjadi pedoman tingkah laku mereka, yakni kebudayaan. Selanjutnya, budaya itu dipelihara dan diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. ## 3. Mengalami Perubahan Masing-masing individu yang bergabung dalam kelompok masyarakat membawa latar belakang yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menambah kekayaan dalam aspek keberagaman dan kemajuan dalam kelompok sehingga melahirkan sebuah perubahan. ## 4. Berinteraksi Masyarakat terbentuk dari adanya interaksi yang diperoleh baik secara pribadi maupun kolektif untuk membentuk masyarakat dengan ciri yang unik dan dinamis. ## 5. Terdapat Kepemimpinan Pemimpin sebagai penggerak akan membuat kebijakan dan peraturan dalam masyarakat dan tentunya akan menjadi pegangan bagi seluruh masyarakat dalam berdinamika untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat ada peranan pemimpin yang membantu mengakomodir gagasan dari individu-individunya. ## 6. Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial menempatkan seseorang pada kedudukan dan perannya di dalam masyarakat. Ketidakseimbangan hak dan kewajiban masing-masing individu atau kelompok menimbulkan adanya penggolongan masyarakat dalam kelas-kelas tertentu. Dalam kehidupan bermasyarakat, stratifikasi sosial didasari atas kasta sosial, usia, suku, pendidikan, dan beberapa aspek lain yang memicu keberagaman. ## IV. DISKUSI Berdasarkan hasil wawancara secara mendalam maka didapatkan hasil sebagai berikut: ## Tabel 1. Hasil Wawancara Teks Coding Kategori Tema Kalau ada event-event ulang tahun sekolah, ulang tahun yayasan banyak kegiatan (WA1) Kegiatan sekolah dan yayasan Norma sosial Toleransi dan solidaritas Menengok orang yang sakit (WA1) Kegiatan yang tidak terencana Norma sosial Empati Kampung kalo ada apa-apa yang dipake sini. Kegiatan jalan sehat, olahraga juga di sini (WA1) Kegiatan kampung Norma sosial Solidaritas Ada kegiatan doa bersama dari lintas agama (RI1) Doa lintas agama Norma agama Toleransi SD membantu beberapa warga memberikan sembako-sembako yang sekiranya warga itu terdampak atau terkena Covid (RI1) Kegiatan sekolah Norma sosial Empati Sekolah membagikan sembako kepada Ibu-Ibu lansia dan orang yang kurang mampu di Pedukuhan Sorowajan (RI1) Kegiatan sekolah Norma sosial Empati SD Kanisius men- suppport pemuda dengan mengijinkan pemakaian pendopo, misal untuk malam Tirakatan (RI1) Kegiatan pemuda Norma sosial Toleransi SD itu juga ikut andil membantu program kegiatan perbaikan jalan sampai ke utara (RI1) Kegiatan kemasyarakatan Norma sosial Solidaritas SD membantu kegiatan perbaikan jalan berupa uang buat dibelanjakan untuk konsumsi dan lain-lain (RI1) Kegiatan kemasyaratakatan Norma sosial Solidaritas Memberi sembako ke orang yang lebih membutuhkan (IN1) Kegiatan kemasyarakatan Norma sosial Empati Kalau kegiatan sosial memakai pendopo untuk bazar, untuk kegiatan lingkungan setiap Selasa malam (EN1) Kegiatan kemasyarakatan Norma sosial Toleransi Pada bulan Ramadhan, pernah dipakai untuk Ruwahan mendoakan arwah yang dipimpin oleh 5 tokoh agama sebelum nyekar ke makam (EN1) Ruwahan lintas agama Norma budaya Kepercayaan Lapangan sekolah digunakan untuk Lomba HUT RI oleh RT.03 untuk anak – anak dan dewasa (HO1) Kegiatan RT Norma sosial Solidaritas Ikut mengecor jalan dan sekolahan memberi kontribusi berupa material seperti semen (MA1) Program desa Norma sosial Solidaritas Kalau ada warga sekitar yang meninggal, pasti warga sekolah seperti karyawan, guru, dan Kepala Sekolah akan pergi melayat (MA1) Kegiatan tidak terduga Norma sosial Empati SD K Sorowajan juga meminjamkan pendopo untuk PKK ataupun resepsi masyarakat sekitar. serta meminjamkan kursi, tikar, ataupun sound system ketika warga masyarakat mengadakan kegiatan di sekolah (MA1) Pemakaian sarpras sekolah Norma sosial Toleransi Depan halaman SD K Sorowajan dipakai untuk Kegiatan ekonomi masyarakat Norma sosial Solidaritas menjual secara lesehan oleh masyarakat sekitar (MA1) Di sore hari, anak-anak sekitar, bermain di area sekolahan (MA1) Kegiatan masyarakat sekitar Norma sosial Toleransi Pihak SD K Sorowajan meminjamkan pendopo sekolah untuk latihan paduan suara dari luar, bahkan dari kampus (VI1) Kegiatan kemasyarakatan Norma sosial Solidaritas Pendopo tersebut juga pernah dipinjamkan untuk temu alumni, arisan PKK, Sekolah Minggu ataupun resepsi (VI1) Kegiatan kemasyarakatan Norma sosial Toleransi Pihak SD K Sorowajan ikut serta dalam kerja bakti memperbaiki jalan yang ada di timur SD K Sorowajan secara materi dan tenaga (VI1) Kegiatan kemasyarakatan Norma sosial Toleransi SD K Sorowajan juga mengadakan bakti sosial ketika perayaan 3 hari besar (Paskah, Kartini, dan Perayaan Kanisius) dengan sasaran masyarakat kurang mampu di 4 RT sekitar SD K Sorowajan (VI1) Kegiatan sosial sekolah Norma sosial Toleransi dan solidaritas Berdasarkan hasil penelusuran dokumentasi sekolah diperoleh kegiatan- kegiatan yang pernah diadakan dengan memanfaatkan lingkungan SD Kanisius Sorowajan: 1) Dokumentasi kegiatan MMP (Membaca dan Menulis Permulaan Sekolah memberi kesempatan bagi calon siswa baru (Siswa TK B) untuk belajar membaca dan menulis permulaan yang diampu oleh ibu guru SD. ## 2) Dokumentasi kegiatan bersama LPPM Sanata Dharma Gambar 2. Kegiatan LPPM Sanata Dharma( Sumber: Dokumen Sekolah ) Sekolah menjalin kemitraan dengan LPPM Sanata Dharma untuk peningkatan SDM. 3) Kegiatan pertemuan orang tua wali murid kelas VI Gambar 3. Pertemuan Orang tua siswa ( Sumber:Dokumen Pribadi Peneliti ) 4) Dokumentasi kegiatan bakti sosial. ## 5) Dokumentasi kegiatan Misa Selasa Kliwon masyarakat sekitar Sorowajan Gambar 5. Kegiatan misa lingkungan ( Sumber: Dokumen Sekolah ) 6) Dokumentasi arisan RT 5 Sorowajan Gambar 6. Kegiatan arisan PKK RT 5 ( Sumber: Dokumen Pribadi Peneliti ) Pengelolaan sekolah diambil alih oleh Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta dan diberi nama SD Kanisius Sorowajan yang telah berpindah tempat tahun 1966 dan menjadi berada di tengah pemukiman penduduk. Kanan dan kiri sekolah langsung bertetangga dengan rumah warga. Pagar yang mengelilingi sekolah dibuat tidak tinggi, sehingga kegiatan yang di dalam sekolah dapat dilihat dari luar pagar sekolah. Tidak ada CCTV di sekitar sekolah. Warga menjadi pagar mangkok bagi sekolah karena rasa kebersamaan antar warga sekolah dan masyarakat. Tak jauh dari sekolah juga terdapat masjid dan pura. Anak-anak yang bersekolah di SD Kanisius Sorowajan tidak hanya yang beragama Katolik saja tetapi ada yang beragama Islam, dan Hindu. Kegiatan antar umat beragama beberapa kali diadakan di SD Kanisius Sorowajan, seperti ruwahan dan doa lintas agama. Biasanya diadakan di pendopo sekolah atau di halaman sekolah. Warga dapat menggunakan sarana prasarana sekolah untuk kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan sosial. Pak Dukuh saat ini merasakan saat ia menjadi ketua pemuda, sekolah mengijinkan para pemuda untuk menggunakan sekolah sebagai tempat kegiatan pemuda, misal lomba RT saat tujuh belasan dan tirakatan. Ibu-ibu RT 5 setiap bulan datang ke pendopo sekolah untuk mengadakan arisan RT dan menyampaikan informasi dari pedukuhan bagi ibu, anak, dan lansia. Misa Lingkungan diadakan setiap Hari Selasa Kliwon. Umat diperkenankan memakai kursi dan sound system sekolah dalam kegiatan tersebut. Bahkan ada warga yang pernah memakai sekolah SD Kanisius Sorowajan sebagai tempat mengadakan resepsi pernikahannya. Namun untuk kegiatan resepsi pernikahan sudah tidak dilanjutkan lagi dikarenakan merusak tanaman dan membuat kotor selokan yang ada di lingkungan sekolah. Para alumni sekolah biasanya menggunakan SD Kanisius Sorowajan sebagai tempat kumpul alumni. Setiap Minggu sebelum pandemi biasanya Sekolah Minggu diadakan di pendopo sekolah. Secara rutin sekolah juga mengadakan kegiatan pembagian sembako bagi warga yang membutuhkan. Biasanya diadakan pada bulan April dalam rangka perayaan Paskah, Kartini, dan Pesta Nama Santo Pelindung Kanisius. Kegiatan pembagian sembako melibatkan guru, karyawan sekolah, orang tua siswa, dan para siswa. Para siswa diajak membagikan sembako dengan didampingi para guru. Mereka langsung terlibat mengunjungi warga yang membutuhkan dan melihat langsung kondisi warga tersebut. Tumbuh rasa empati saat melihat warga yang menerima sembako adalah warga yang membutuhkan, seperti pemulung sampah dan lansia. Pada saat pandemi Corona yang terjadi di awal tahun 2020 yang lalu, pihak SD Kanisius Sorowajan membagikan sembako bagi warga sekitar yang terkena Covid-19 tanpa membeda-bedakan agama mereka. Data warga yang pantas mendapatkan sembako diperoleh dari Pak RT, Pak RW dan Pak Dukuh. Pernah ada warga yang merasa keberatan karena yang mendapatkan sembako merupakan warga yang mampu. Akhirnya pada kegiatan selanjutnya warga yang akan mendapatkan sembako dikirimin undangan dari sekolah untuk datang langsung ke sekolah dan menerima sembako di sekolah. Anak-anak di sekitar SD Kanisius Sorowajan juga sudah terbiasa bermain di halaman sekolah. Pak Dukuh menceritakan saat bersekolah teman-temannya selalu mengajak bermain ke Kanisius Sorowajan karena mereka selalu membicarakan mengenai sekolah ini maka ia pun ikut bermain ke SD Kanisius Sorowajan. Meskipun ia bersekolah di sekolah Muhamadiyah namun sudah terbiasa bermain di sekitar SD Kanisius Sorowajan. Warga sekitar juga diijinkan untuk berjualan lesehan di sore hari di depan sekolah. Mereka tidak dipungut biaya, hanya diwajibkan untuk menjaga kebersihan setelah memakai tempat ataupun fasilitas sekolah. Ditemukan 3 tema besar dari penelitian ini yaitu solidaritas, toleransi, dan empati. Peran sosial SD Kanisius Sorowajan telah menumbuhkan rasa solidaritas dan toleransi sosial di lingkungan warga sekolah yaitu siswa, guru serta karyawan sekolah. Mereka dengan sukarela ikut serta dalam kegiatan baik yang diadakan sekolah maupun masyarakat sekitar sekolah baik kegiatan sukacita seperti lomba dan perayaan maupun kegiatan dukacita seperti melayat orang meninggal dan orang sakit. Di dalam diri siswa juga tumbuh rasa empati yang besar saat ikut serta membagikan sembako kepada masyarakat yang memang membutuhkan seperti pemulung. Warga masyarakat sekitar pun tumbuh rasa kepercayaan terhadap SD Kanisius Sorowajan karena sekolah bersedia terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang diadakan seperti perbaikan jalan. Dengan adanya kegiatan doa lintas agama dan ruwahan menunjukkan tingkat kenyakinan beragama dan budaya sekolah dan masyarakat yang tinggi dan tidak membeda-bedakan agama dan budaya meskipun masyarakat mengetahui bahwa SD Kanisius Sorowajan berlatar belakang agama Katolik namun tidak menjadi halangan dalam mengadakan kegiatan di sekolah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni dengan metode penelitian studi kasus maka dapat disimpulkan bahwa peran sosial di SD Kanisius Sorowajan terlaksana dengan baik. Hasil wawancara secara mendalam terhadap 8 informan ditemukan bahwa SD Kanisius Sorowajan telah melaksanakan peran sosialnya melalui kegiatan-kegiatan berikut: 1) Menengok warga sekitar yang sakit 2) Pembagian sembako bagi warga yang terkena Covid-19 3) Pembagian sembako bagi lansia 4) Doa bersama lintas agama 5) Membantu program perbaikan jalan 6) Mengijinkan pemakaian pendopo sekolah untuk kegiatan pemuda, arisan RT, Tirakatan, latihan koor, temu alumni, Sekolah Minggu, dan resepsi. 7) Misa lingkungan setiap Selasa malam 8) Melayat warga sekitar 9) Meminjamkan tikar/ kursi/ sound system jika ada warga yang berkegiatan di sekolah 10) Bakti sosial setiap bulan April dalam rangka perayaan Paskah, Kartini, dan Pesta Nama Santo Pelindung Kanisius 11) Ruwahan 12) Anak-anak sekitar boleh bermain di area luar sekolah 13) Warga sekitar diijinkan untuk berjualan lesehan di sore hari di luar sekolah Dengan mengambil peran sosial secara aktif dan melaksanakannya secara konsisten selama bertahun-tahun SD kanisius Sorowajan mampu membangun kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Meskipun berlatar belakang sekolah Katolik namun warga masyarakat percaya untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah ini meskipun berlatar agama/ kepercayaan yang berbeda. Pendaftaran peserta didik baru selalu melebihi kuota minimal yang ditetapkan dari dinas yaitu 28 siswa/ kelas dan keamanan sekolah selalu terjaga. Setelah melaksanakan penelitian di SD Kanisius Sorowajan, peneliti memberikan saran: 1) Sekolah sebaiknya mempertahankan kegiatan partisipasi dan pelayanan yang sudah dilaksanakan selama ini dan meningkatkan peran sosial kepada masyarakat, terutama sebagai penyelenggara kegiatan sehingga sekolah menjadi tempat rujukan bagi masyarakat untuk mendapatkan ilmu, misalnya: sekolah mengadakan pelatihan hidroponik sederhana. 2) Sekolah sebaiknya meningkatkan partisipasi alumni sehingga sekolah bisa memperluas dan memperbesar peran sosial kepada masyarakat. ## V. DEKLARASI KEPENTINGAN Penelitian ini dilakukan demi perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak ada konflik kepentingan maupun finansial dalam seluruh proses penelitian ini. ## VI. PENDANAAN Sumber pendanaan dalam penelitian ini merupakan Hibah Penelitian Unit Pengembangan Pastoral Pendidikan Keuskupan Agung Semarang (UP3-KAS) Tahun 2022. ## VII. PENUTUP Tim penulis sekaligus peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Unit Pengembangan Pastoral Pendidikan Keuskupan Agung Semarang (UP3-KAS), terkhusus kepada Romo Deni, Pak Johan, dan tim yang telah memberi peneliti kesempatan untuk turut serta dalam Kompetensi Hibah Penelitian ini sehingga kami dapat berperan dalam pengambilan kebijakan bagi sekolah-sekolah Katolik di Keuskupan Agung Semarang (KAS) serta memberi masukan sehingga penelitian ini dapat kami susun dengan baik. ## VIII. REFERENSI Abdullah. (2011). Sosiologi Pendidikan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Berns, R. M. (2004). Child, Family, School, Community: Socialization and Support . Edisi ke 6. Belmont: Wadsworth/Thomson Learning. Budiarto, O. J. (2013). Peranan Sekolah Katholik Dalam Mengembangkan Kepedulian Sosial Remaja Usia SMA. Dokumen Skripsi . Yogyalarta: Universitas Sanata Dharma. Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing Among Five Approaches . California: Sage Publications. Dewey , J. (1961). Democracy and Education . New York: The Macmillan Company. DP KAS. (2015). Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016-2035. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: Rineka Cipta. Moloeng, L. I. (2011). Metode Penelitian Kualitatif . Malang: PT Remaja Rosdakarya. Mingkid, G. J., dkk. (2017). Efektifitas Penggunaan Dana Desa Dalam Peningkatan Pembangunan. Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan .Vol.2 No.2. Pairin, P. (2010). Struktur Sekolah di Sekolah . https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/shautut- tarbiyah/article/download/129/130 Puspitaningtyas, L. E. (2013). Publikasi Lembaga Pendidikan Katholik (Studi Kasus di sekolah dasar Sabta Maria II Kota Malang). Universitas Negeri Malang. Rahmadika, S. (2021). Peran Sosial Dalam Pendidikan Akhlak. Tarbawy . Vol.8 No.1. Seri Dokumen Gerejawi no.97. (2015). Mendidik di Masa Kini dan Masa Depan: Semangat Yang Diperbarui . Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syam, S., dkk. (2021). Pengantar Ilmu Pendidikan . Yayasan Ilmu Pendidikan Uwes, H. S., & Rusdiana, H. A. (2017). Sistem Pemikiran ManajemenPendidikan Alternatif Memecahkan Masalah Pendidikan . Bandung: CV. Pustaka Setia. UU No 20. (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusdiklat Perpusnas. Walgito, B. (2000). Psikologi Sosial : Suatu Pengantar . Yogyakarta : Andi Offset. Wetu, H. E. (2017). Pastoral dan Keteketik, Karakter Sebagai Bagian dari Revolusi Mental Menurut Pandangan Gereja Katolik . Vol. 2 Yin, R. K. (1989). Case Study Research Design and Methods . Washington: COSMOS Corporation. Yuniatiningtyas, C. R. (2020). Implementasi Kegiatan Live-In Sebagai Program Penguatan Pendidikan Karakter Peserta Didik (Studi Kasus di SMAK St. Albertus Malang). Diploma Thesis . Universitas Negeri Malang.
f98d98f5-29d8-431b-8a08-7351713cdced
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/ph/article/download/37726/19214
## PENGGUNAAN MEDIA RODA PUTAR PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 RANAH PESISIR Nantri Ayunda Putri 1 , Ranti Nazmi 2 , Juliandry Kurniawan Junaidi 3 Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas PGRI Sumatera Barat [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3 ## ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh belum optimalnya penggunaan media dalam proses belajar mengajar, akibatnya adalah peserta didik kurang paham dengan materi yang disampaikan, Atas dasar tersebut penelitian ini difokuskan untuk mendeskripsikan penggunaan media roda putar pada pembelajar an sejarah kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ranah pesisir. Dan mengungkapkan kendala-kendala yang dialami guru dalam penggunaan media roda putar pada pembelajaran sejarah kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ranah Pesisir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu dengan memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu. Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang meliputi guru sejarah, kepala sekolah, wakil kurikulum dan peserta didik kelas XI IPS1. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian dilakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penggunaan media roda putar pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ranah pesisir sudah tergolong baik, dengan adanya media roda putar membuat peserta didik lebih aktif dikelas serta membangun semangat peserta didik dalam proses belajar mengajar. Namun ada juga kendala yang dihadapi oleh guru dan peserta didik yaitu bagi guru media roda putar membutuhkan banyak tenaga dalam kelas karena harus menyiapkan media dan materi terlebih dahulu, bagi peserta didik kendalanya yaitu terbatasnya waktu dalam penggunaan media roda putar dalam kelas, membuat pembelajaran menjadi tergantung atau belum sampai pada akhir pembahasan. Kata Kunci: Media, Roda Putar, Pembelajaran Sejarah ## PENDAHULUAN Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup . Menurut Hasan Basri (2013: 13) menyatakan bahwa Pendidikan diartikan sebagai proses pembinaan dan bimbingan yang dilakukan seseorang secara terus-menerus kepada anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Hamalik (2011:79) menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran dalam rangka mempengaruhi peserta didik, agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya. Menurut Alfiatun Nur Azizah (2020: 29-30) menyatakan bahwa media pembelajaran merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audio (peserta didik) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik. Proses pembelajaran sejarah media sangat diperlukan guru untuk memberikan penjelasan agar penggunaan media di suatu pendidikan merupakan dasar yang sangat penting. Media yang diperlukan bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru harus mampu mengembangkan media dalam proses pembelajaran sejarah, sehingga dalam pembelajaran sejarah media yang digunakan yang menggandung fakta sejarah. Sedangkan, dalam menyampaikan materi secara efektif guru harus mampu untuk menguasai media, terutama media yang berkaitan dengan alat teknologi. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka penulis membantu memberikan solusi untuk penggunaan media pembelajaran yaitu media roda putar dalam pembelajaran sejarah. Media roda putar adalah obyek berbentuk bundar atau lingkaran yang dapat diputar. Media pembelajaran roda putar dapat dijadikan solusi guru dalam kegiatan pembelajaran peserta didik yang suka bermain tet Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan pada 14-18 Oktober 2021 di SMA 2 Ranah pesisir diperoleh informasi bahwa guru yang sedang mengajar di kelas sering menggunakan metode ceramah, sehingga waktu menggunakan media terbatas. Seharusnya dalam proses pembelajaran guru mampu mengatur waktu dalam menggunakan metode untuk menjelaskan materi, agar tidak ada peserta didik yang mengantuk dan kurang memperhatikan guru pada saat pembelajaran dikelas. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru sejarah SMA 2 Ranah pesisir tentang tingkat ketuntasan mata pelajaran sejarah kelas XI IPS dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.1 Tingkat ketuntasan mata pelajaran sejarah kelas XI IPS SMA 2 Ranah pesisir semerter ganjil/2021 No. Kelas KKM Tuntas Tidak tuntas Jumlah peserta didik 1. IPS I 80 10 11 21 2. IPSII 80 11 12 23 Jumlah peserta didik kelas XI SMA 2 Ranah Pesisir 44 Sumber: Guru sejarah kelas XI IPS ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang, yaitu mengenai penggunaan media pada pembelajaran sejarah kelas XI IPS SMA 2 Ranah pesisir. Penelitian kualitatif lebih mementingkan pada penjelasan mengenai hubungan antara gejala yang diteliti dan sasaran yang diteliti (Moleong, 2012:5). ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBASAHAN 1. Penggunaan Media Roda Putar Pada Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ranah Pesisir Pengamatan pertama dilakukan pada hari Kamis, tanggal 07 April 2022 di kelas XI IPS I dengan guru ibu NL di alokasi waktu 60 menit. Ibu NL masuk kelas pada jam ke 3-4 atau jam 11:00, kemudian guru melihat keaadan kelas seperti meminta peserta didik memilih sampah yang ada di kelas, setelah itu baru guru bertanya kepada peserta didik siapa yang tidak hadir dan siapa yang sakit pada hari ini. Selanjutnya Peneliti juga mengamati ibu NL dalam memberikan KD pelajaran kepada peserta didik sebagai tanda pembelajaran akan dimulai, KD yang diberikan ibu NL biasanya dimulai dengan urutan pembelajaran yang ada di RPP, pada pertemuan kali ini ibu NL memasukan KD 3.6 tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kemudian ibu NL memberi penjelasan tentang materi proklamasi kemerdekaan Indonesia kepada peserta didik. Kondisi pelaksanaan pembelajaran menggunakan media roda putar pada pembelajaran sejarah, berdasarkan observasi guru dan peserta didik saling interaksi ketika proses pembelajaran pada materi dan pelaksanaan tersebut meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. 1. Pada kegiatan pendahuluan biasanya guru selalu menanyakan kabar peserta didik di kelas, serta menanyakan pelajaran minggu lalu. Setelah itu guru mengingatkan untuk mengisi absen dan menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Pada kegiatan inti guru menyampaikan materi tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti guru menyampaikan materi, dalam kondisi pembelajaran dengan menggunakan media roda putar pada pembelajaran sejarah. 3. Kemudian pada kegiatan penutup guru menutup pembelajaran dengan menyampaikan kesimpulan dari materi yang telah di pelajari, menyampaikan materi yang akan di sampaikan pada pertemuan selanjutnya. Guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan materi tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan waktu 15 menit sebelum menggunakan media roda putar. Setelah guru menjelaskan materi peserta didik di minta untuk memahami materi selama 5 menit sebelum menggunakan media, setelah peserta didik memahami materi maka guru mulai mempersiapkan media roda putar dengan cara ditempel di papan tulis. ## Gambar 1. Gambar media roda putar Pengamatan selanjutnya yaitu setelah guru menempelkan media di papan tulis, guru mempersiapkan beberapa pertanyaan dan dimasukan ke dalam kotak yang warnanya sesuai dengan warna-warna yang ada di media roda putar yang telah di tempel di papan tulis. Setelah itu guru NL memulai permainan media roda putar dengan memilih secara acak peserta didik di kelas, peserta didik yang terpilih yaitu RY, kemudian RY maju kedepan dan memutar media yang di papan tulis, dan Ketika media tersebut berhenti di warna hijau, maka RY mengambil kertas di kotak warna hijau yang berisikan pertanyaan tentang “sebutkan salah satu nama pahlawan yang ikut Menyusun teks proklamasi”, selanjutnya RY menjawab pertanyaannya yaitu “salah satu namanya yaitu Insinyur Soekarno” setalah terjawab pertanyaan guru dan teman-teman di kelas memberi aplus kepada RY. Berdasarkan hasil penelitian mulai awal sampai habis jam pembelajaran, guru NL sudah menggunakan media pembelajaran sejarah dengan semestinya, dalam penyampaian materi pembelajaran sudah menggunakan media agar proses belajar mengajar lebih efektif. 2. Kendala Pengguanaan Media Roda Putar Pada Pemebelajara Sejarah Penggunaan media Roda Putar Pada Pembelajaran Sejarah di SMAN 2 Ranah Pesisir terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru maupun peserta didik, kendala yang di alami oleh guru seperti, keterbatasan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran waktu pembelajaran yang digunakan dalam media roda putar terbatas, guru hanya bisa menyampaikan point - point pentingnya saja. Penyampaian Kompetensi Dasar (KD) dan materi yang akan di ajarkan pada setiap pertemuan. Kendala lainnya yang di alami oleh guru dan peserta didik dalam penggunaan media roda putar yaitu dalam mempersiapkan media juga membutuhkan waktu. Penggunaan media roda putar adalah metode yang sangat efektif di kelas karena akan membuat peserta didik lebih aktif untuk mengikuti pembelajaran, namun ada beberapa peserta didik yang belum berpartisipasi dalam pemebelajaran dengan menggunakan media ini karena peserta didik tersebut kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat di depan kelas. ## 3. Teknis Belajar Dengan Menggunakan Roda Putar Pada penelitian ini ketika melakukan observasi dan wawancara dengan Kepala Sekolah, Wakil Kurikulum, Guru dan Peserta didik banyak hal yang didapatkan. Dengan penggunaan media roda putar pada pembelajaran sejarah dikelas dapat membantu guru dalam menjelaskan materi dan membantu peserta didik dalam memahami materi. Di dalam kelas proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik karena guru telah menerapkan beberapa medel dan media pembelajaran. Namun ada juga peserta didik yang kurang memahami materi, dan terbatasnya waktu guru dalam penggunaan media roda putar. Dari hasil temuan di lapangan yang di jelaskan di atas, dapat diperoleh bahwa penggunaan media roda putar pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ranah pesisir tergolong kurang dari segi media yang disampaikan, waktu penggunaan dan cara penggunaannya. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam menggunakan media roda putar pada pemlajaran sejarah dikelas XI IPS 1 SMAN 2 Ranah Pesisir adalah sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan media roda putar di papan tulis 2) Guru menjelaskan materi tantang proklamasi kemerdekaan Indonesia selama 15 menit 3) Setelah itu guru meminta peserta didik untuk memahami materi selama 5 menit 4) Lalu guru memulai pelajaran dengan menggunakan media roda putar, guru memilih peserta didik secara acak didalam kelas 5) Guru memilih 1 peserta didik untuk maju kedepan, lalu peserta didik mulai memainkan media dengan cara memutar jarum yang ada di media tersebut 6) Setelah itu apabila jarum berhenti pada suatu warnah maka peserta didik harus mengambil 1 kertas yang berisikan pertanyaan dikotak yang warnahnya sama dengan media 7) Lalu peserta didik menjawab pertanyaan yang ada di kertas tersebut. Implikasi Penggunaan Media Roda Putar pada Pembelajaran Sejarah adalah ada beberapa peserta didik kurang berpatisipasi dalam proses pembelajaran dikelas, dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan 6 peserta didik kelas XI IPS1 yang menjelaskan bahwa ada beberapa kendala yang dihadapinya pada saat pembelajaran dikelas, ditambah juga sistem belajar yang lebih banyak tugas dari pada guru menerangkan pembelajaran membuat peserta didik banyak yang mengeluh dan kurang memotivasi dalam pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran roda putar terhadap kendala-kendala yang di hadapi peserta didik. Peneliti membuat soal wawancara yang peneliti buat untuk Kepala Sekolah, Wakil Kurikulum, Guru dan peseta didik, yang mana soal yang peneliti buat terkait dengan penggunaan media roda putar serta kendala-kendala yang di rasakan selama pembelajaran dengan media roda putar saat belajar peserta didik. Soal terdiri dari tentang proses pembelajaran, apakah pembelajaran menarik, cara penggunaan media roda putar dan kendala selama belajar menggunakan media roda putar. ## KESIMPULAN Kesimpulan dalam penelitian tentang “Penggunaan Media Roda Putar pada Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IPS1 SMA Negeri 2 Ranah Pesisir” adalah sebagai berikut: Bahwa pengunaan media roda putar pada pembelajaran sejarah merupakan media yang mampu membuat peserta didik lebih mudah memahami materi dikelas. Media ini dilakukan dalam proses pembelajaran dikelas berbentuk media atau alat peraga yang melingkar atau berputar, hal ini dilakukan guru untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang telah disediakan. Namun ada kendala dalam penggunaan media roda putar yaitu terbatasnya waktu dalam penggunaan media dan ada beberapa siswa kurang berpatisipasi dalam proses pembelajaran, guru sejarah jarang menggunakan media dalam belajar beliau sering menggunakan metodeh ceramah dalam kelas. Seharusnya guru lebih kreatif dalam kelas seperti banyak menggunakan metode dan media baru sehingga membuat peserta didik semangat untuk belajar. ## DAFTAR REFERENSI Arikunto Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad azhar. 2008. Media Pembelajaran . Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Dardiri Ahmad. 2010. Dinamika Pendidikan . Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta. Basri Hasan. 2013. Landasan Pendidikan . Bandung: CV Pustaka Setia. Djamarah Bahri Syaipul, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta:PT Asdi Mahasatya Hamalik Oemar. 2014. Proses Belajar Mengajar . Jakarta: PT Bumi Aksara. Moleong j lexy.2012. penelitian kualitatif . Bandung: Rineka Cipta Suhatril, Afriani.2014. Buku Ajar Modul Dan Media Pembelajaran Geografi . STKIP Ahlussunnah: Bukittinggi. Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan .Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja (Aura)
d795cbdb-d99c-45bf-9d4d-534ace62a97a
http://journal-nusantara.com/index.php/EKOMA/article/download/2884/2332
## Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Karyawan Indri Shahidah Taufik 1 , Mutdi Ismuni 2 1,2 Universitas Pertiwi E-mail: [email protected] Article History: Received: 10 Januari 2024 Revised: 20 Januari 2024 Accepted: 23 Januari 2024 Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi berprestasi terhadap kinerja karwayan outsoursing di PT. Surya rengo Containers karawang dengan fenomena tidak adanya jenjang karir yang jelas dan tetap berkerja bertahun-tahun walau tidak dapat hak makan dikarenakan status outsoursing. maka dari itu peneliti mendalami motivasi berprestasi terhadap kinerja karwayan outsoursing di PT. Surya Rengo Containers karawang Objek yang menjadi penelitian oleh penulis adalah PT. Surya Rengo Containers Karawang yang beralamat di Jl. Maligi Raya Lot Q5-Q6 Desa Margakaya Teluk Jambe Barat. Dengan pengambilan sample sebanyak 60 orang. Secara umum disimpulkan bahwa, motivasi berprestasi karyawan PT. Kary Indomas Elok yaitu tidak baik, karena nilai rata-rata dari total skor motivasi berprestasi (X) sebesar 59,25%. terletak pada interval kelas 55,7 – 63,3 yaitu tidak baik. Keywords: Motivasi, Kinerja Karyawan. PENDAHULUAN Setiap perusahaan pada dasarnya mempunyai tujuan tertentu yang harus dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara lebih efesien dan efektif. Alasan tersedianya sumber-sumber seperti tanah, modal dan keahlian belum menjamin tercapainya tujuan perusahaan, apabila sumber daya manusia tidak diperhatikan. Motivasi merupakan daya dorong seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan perusahaan mencapai tujuannya. Dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan perusahaan berarti tercapai pula tujuan pribadi pada anggota perusahaan yang bersangkutan. Mangkunegara (2011:94) menyatakan bahwa Motivasi Berprestasi adalah, “Motivasi Berprestasi adalah didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja”. Pada dasarnya motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Bagi instansi Motivasi atau dorongan sangatlah penting diberikan kepada pegawai untuk menaikan kinerja peagawainya. Winardi (2010:238) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Karyawan, yaitu, “Bahwa seseorang pegawai akan bersedia melakukan upaya lebih besar apabila diyakini bahwa upaya itu akan berakibat pada penilaian kinerja yang baik dan ## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.2, Januari 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) bahwa penilaian kinerja yang baik akan berakibat pada imbalan yang lebih besar kesemuanya itu memungkinkan yang bersangkutan untuk mencapai tujuan pribadinya”. Setiap organisasi atau perusahaan perlu mengetahui tingkat Sumber Daya Manusia yang profesional dan berkualitas akan membentuk kinerja karyawan, baik individu maupun kelompok yang tinggi yang kemudian berdampak pada efektifitas organisasi secara keseluruhan. Rivai dan Sagala (2011:548) mendefinisikan kinerja sebagai berikut, “Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai Kerja kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Priansa (2014:207) menyatakan ada beberapa model atau teori tentang motivasi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli antara lain : 1. T eori Motivasi Kebutuhan dari Abraham Maslow Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow, ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), social (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang , dan pemenuhan diri sendiri). Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan, kebutuhan fisiologis dan rasa aman di deskripsikan sebagai kebutuhan tingkat atas. Pernbedaan antara kedua tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. 1. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya) 2. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindungi, jauh dari bahaya) 3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki) 4. Kebutuhan akan penghargaan (Kerja, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan) 5. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif, mengetahui, memahami, dan keindahan kebutuhan aktualisasi diri, mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya). Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energy untuk memnuhi minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat di penuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotannya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman. Prinsip pikiran Abraham maslow berangkat dari kebutuhan manusia yang disusun secara hierarki fisiologis sampai kebutuhan pemenuhan diri. Abraham maslow menekankan prilaku manusia disebabkan oleh motivasi tertentu yang bergerak secara sistematis demi sebuah “ grow need ” atau pemuasan kebutuhan. 2. T eori X dan Y Teori ini dicetuskan oleh Douglas McGregor menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri dari dua jenis yaitu ada jenis manusia X dan jenis manusia Y yang masing-masing memiliki karakteristik tertentu. Jenis manusia X adalah manusia yang ingin menghindari pekerjaan bilamana mungkin, sementara jenis manusia Y menunjukan sifat yang senang bekerja yang diibaratkan bahwa bekerja baginya seperti bermain. Kemudian jenis manusia X tidak punya inisiatif dan senang diarahkan, sedangkan jenis manusia Y adalah sebaliknya. 3. T hree Needs Theory Teori ini dikemukakan oleh David McClelland, yang mengatakan bahwa ada tiga kebutuhan manusia, yaitu : a. Kebutuhan Kerja, yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu lebih baik dibandingkan sebelumnya. b. Kebutuhan afiliasi, yaitu kebutuhan untuk disukai, mengembangkan atau memelihara persahabatan dengan orang lain. c. Kebutuhan untuk berkuasa, yaitu kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain. ## METODE PENELITIAN Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis kualitatif. Namun sebelum memulai kedua langkah tersebut, angket atau kuesioner yang akan diolah datanya harus melalui uji validitas dan reliabiltas terlebih dahulu. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Hasil Penelitian Berdasarkan analisis data, dapat diperoleh bebearapa kesimpulan, antara lain : 1. Berdasarkan Analisis Deskriptif Variabel X (Motivasi Berprestasi) a. Motivasi Berprestasi yang terdapat pada PT. Surya Rengo Containers Karawang yaitu tidak baik, karena nilai rata-rata dari total skor Motivasi Berprestasi (X) sebesar 59,25 terletak pada interval kelas 55,7 – 63,3 yaitu tidak baik. Diperoleh temuan masalah mengenai Motivasi Berprestasi pada soal nomor 11 karena mendapatkan nilai terendah yaitu 148. Pernyataan soal nomor 11 tersebut adalah “Saya bekerja diperusahaan untuk memperoleh kompensasi tanpa memperdulikan hasil kerja” sehingga hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya karyawan yang ada pada PT. Surya Rengo Containers Karawang lebih mementingkan kompensasi dan tidak memperdulikan hasil kerja, padahal dengan motivasi berprestasi yang ada pada di dalam diri karyawan tentunya akan meningkatkan hasil kerja mereka. b. Diperoleh pencapaian terbaik mengenai Motivasi Berprestasi pada soal nomor 7 karena mendapatkan nilai terbesar yaitu 220. Pernyataan soal nomor 7 tersebut adalah “Lingkungan kerja saya aman dan nyaman” sehingga hal tersebut menggambarkan bahwa lingkungan bekerja di PT. Surya Rengo Containers Karawang aman dan nyaman sehingga seharusnya mampu memunculkan motivasi untuk berprestasi lebih baik lagi. ## 2. Berdasarkan Analisis Deskriptif Variabel Y (Kinerja Karyawan) a. Kinerja Karyawan yang terdapat pada PT. Surya Rengo Containers Karawang yaitu tidak baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata dari total skor Kinerja Karyawan (Y) sebesar 62,18 terletak pada interval kelas 58,1 – 66,1 yaitu tidak baik. b. Diperoleh temuan masalah mengenai Kinerja Karyawan pada soal nomor 4 karena mendapatkan nilai terendah yaitu 192. Pernyataan soal nomor 4 tersebut adalah “Saya memiliki pengalaman sebelumnya dalam melakukan pekerjaan ini” sehingga hal ini mengindikasikan bahwa beberapa karyawan pada PT. Surya Rengo Containers Karawang ternyata belum memiliki pengalaman ## EKOMA : Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi Vol.3, No.2, Januari 2024 …………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5298 (online) ## 714 kerja sebelumnya dalam mengemban pekerjaannya yang dipercayakan kepadanya saat ini. c. Diperoleh pencapaian terbaik mengenai Kinerja Karyawan pada soal nomor 18 karena mendapatkan nilai terbesar yaitu 238. Pernyataan soal nomor 18 tersebut adalah “Saya mematuhi aturan keselamatan kerja” sehingga hal ini mengindikasikan bahwa karyawan Outsoursing pada PT. Surya Rengo Containers Karawang bersedia untuk selalu mematuhi aturan keselamatan kerja. 3. Berdasarkan analisis pengaruh Motivasi Berprestasi (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y). a. Diperoleh persamaan regresi yang dapat digunakan untuk memprediksi variabel Kinerja Karyawan Outsoursing melalui variabel Motivasi Berprestasi yaitu Y’ = 2,681 + 1,004 X. Nilai a sebesar 2,681 memiliki makna bahwa, jika Motivasi Berprestasi pada PT. Surya Rengo Containers Karawang tetap seperti saat ini, maka akan tetap terdapat Kinerja Karyawan sebesar 2,681 pada PT. Surya Rengo Containers Karawang tersebut. Sedangkan nilai b sebesar 1,004 memiliki makna bahwa, jika terjadi kenaikan satu poin pada Motivasi Berprestasi, maka akan mengakibatkan Kinerja Karyawan pada PT. Surya Rengo Containers Karawang akan naik sebesar 1,004 atau menjadi sebesar 3,685. Begitupula sebaliknya, jika terjadi penurunan satu poin pada Motivasi Berprestasi maka Kinerja Karyawan Outsoursing pada PT. Surya Rengo Containers Karawang akan turun sebesar 1,004 atau menjadi sebesar 1,676. b. Diperoleh nilai r sebesar 0,740 Maka dapat disimpulkan bahwa Motivasi Berprestasi memiliki pengaruh positif kuat terhadap Kinerja Karyawan Outsoursing. c. Motivasi Berprestasi memiliki kontribusi pengaruh sebesar 54,7 % terhadap Kinerja Karyawan Outsoursing PT. Surya Rengo Containers Karawang. Sedangkan sisanya yang sebesar 45,3 % dipengaruhi oleh faktor lainnya. d. Terdapat pengaruh antara Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Karyawan Outsoursing pada PT. Surya Rengo Containers Karawang karena nilai t hitung (8,372) lebih besar daripada nilai t tabel (2,000) sehingga H1 diterima serta nilai t hitung terletak pada daerah penolakan H0 atau H1 diterima. ## KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan penjelasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Motivasi Berprestasi yang terdapat pada PT. Surya Rengo Containers Karawangyaitu tidak baik, karena nilai rata-rata dari total skor Motivasi Berprestasi (X) sebesar 59,25 terletak pada interval kelas 55,7 – 63,3 yaitu tidak baik. 2. Kinerja Karyawan yang terdapat pada PT. Surya Rengo Containers Karawangyaitu tidak baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata dari total skor Kinerja Karyawan (Y) sebesar 62,18 terletak pada interval kelas 58,1 – 66,1 yaitu tidak baik. 3. Terdapat pengaruh antara Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Surya Rengo Containers Karawangkarena nilai t hitung (8,372) lebih besar daripada nilai t tabel (2,000) sehingga H1 diterima serta nilai t hitung terletak pada daerah penolakan H0 atau H1 diterima. Kemudian Motivasi Berprestasi memiliki pengaruh positif kuat (nilai r sebesar 0,740) serta memiliki kontribusi pengaruh sebesar 54,7 % terhadap Kinerja Karyawan PT. Surya Rengo Containers. Sedangkan sisanya yang sebesar 45,3 % dipengaruhi oleh faktor lainnya. Selain itu diketahui pula persamaan regresi yang dapat digunakan untuk memprediksi variabel Kinerja Karyawan melalui variabel Motivasi Berprestasi yaitu Y’ = 2,681 + 1,004 X. ## DAFTARA PUSTAKA Adijaya, Rendy. 2016. Pengaruh Motivasi Berprestasi Anggota Koperasi Dalam Meningkatkan Kinerja Koperasi Pada Koperasi Karyawan Kopertis Wilayah IV Jawa Barat . Universitas Widyatama, Bandung. Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia . Erlangga, Bandung. Hasibuan, Malayu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia , Bumi Aksara, Jakarta. Mangkuprawira, Sjafri. 2009. Bisnis, manajemen, dan Sumber daya Manusia . PT. Gramedia, Jakarta. Mangkunegara, A.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia , Rosdakarya, Bandung. Mariadi, Adi. 2017. Pengaruh Motivasi Berprestasi Dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di PT. Taspen (Persero) Kantor Cabang Utama Bandung . Universitas Pasundan, Bandung. Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian . Alfabeta, Jakarta. Rivai, Veithzal dan Sagala, Ela Jauvani. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan . PT. Raja Garfindo Persada, Jakarta. Siagian, Sondang P., Manajemen Sumber Daya Manusia , Bumi Aksara, Jakarta, 2009. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian . Alfabeta, Bandung. Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian . Pustaka Baru Press, Yogyakarta. Sujarweni, Wiratna. 2014. Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi . Pustaka Baru Press, Yogyakarta. Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi . Penerbit Erlangga, Jakarta. Wibowo. 2016. Manajemen Kinerja . Rajawali Pers, Jakarta. Winardi. 2010. Motivasi Pemotivasian . PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
c9411d90-c213-4c04-80cd-85ae5d94f15f
https://journal.umpr.ac.id/index.php/jsm/article/download/7725/4437
## PENDAHULUAN Diabetes mellitus berdampak negatif terhadap kesehatan di banyak negara, termasuk Indonesia, merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular yang dipantau oleh otoritas dunia. Urin dalam jumlah banyak merupakan gejala utama diabetes mellitus, diikuti dengan peningkatan kadar glukosa darah. Berdasarkan penyebab yang mendasarinya dapat di klasifikasikan yakni diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan jenis diabetes lainnya (Sholikhah et al., 2021). Diabetes yang paling umum adalah diabetes mellitus tipe 2, yang menyumbang 90- 95% kasus dan disebabkan oleh perubahan gaya hidup,pengetahuan deteksi dini, kurangnya aktivitas fisik, ## Hubungan Kepatuhan Pasien Diabetes dalam Mengkonsumsi Obat Antidiabetes Oral Terhadap Kadar Gula Darah Puasa di RSUD Ulin Banjarmasin Relationship Between Diabetic Patients Compliance in Compsumpting Oral Anti- Diabetic Drug with Fasting Blood Sugar Level at Ulin General Hospital Banjarmasin Umi Hasanah 1* Darini Kurniawati 1 Mustaqimah 1 ## Iwan Yuwindry Universitas Sari Mulia, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia *email: [email protected] ## Abstrak Diabetes Mellitus merupakan penyakit karena Pankreas yang tidak dapat mensekresi insulin atau salah satu dari keduanya adalah penyebab hiperglikemia dalam diabetes melitus (DM). Adalah untuk menentukan hubungan antara kepatuhan pasien diabetes yang mengonsumsi obat antidiabetes oral dan kadar gula darah mereka di RSUD ULIN Banjarmasin.Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan cross- sectional. Sampel dari 32 pasien diabetes rawat inap di RSUD ULIN Banjarmasin dikumpulkan dari bulan Mei hingga Juni 2023. Pengumpulan sampel ini dilakukan secara tidak sengaja. Data dikumpulkan melalui skala kepatuhan HILL-BONE dan uji Spearman Rank.Berdasarkan hasil penelitian Didapatkan Tingkat Kepatuhan Terhadap Kadar Gula Darah Puasa Sebanyak 18 Pasien (56%). Dan Pencapaian Target Kadar Gula Darah Puasa Normal Sebanyak 14 Pasien (44%). Berdasarkan Analisa Uji Spearman Rho Didapatkan p value = (0,002) < (0,05). Sehingga H1 Diterima, Artinya Ada Hubungan Antara Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 Di RSUD ULIN Banjarmasin.Sebagian besar pasien sangat patuh. Hal ini menunjukkan bahwa orang mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan pentingnya mematuhi peraturan tenaga kesehatan dalam hal pemberian obat. ## Kata Kunci: Diabetes Mellitus Kepatuhan Minum Obat Kadar Gula Darah Puasa Keywords : Diabetes Mellitus Mediaction Compliance Fasting Blood Sugar Levels ## Abstract Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia which occurs due to the inability of the pancreas to secrete insulin, impaired insulin action, or both.This research was conducted with a cross sectional The population and sample are inpatients suffering from Diabetes Mellitus at the Ulin General Hospital in Banjarmasin in the period May - June 2023 with a total sample of 32 people. Collecting samples using accidental sampling.Data collection used the HILL-BONE compliance scale. Data were analyzed using the Spearmanrank. Based on the research that has been done, the majority of patients have a high level of adherence. This illustrates that people are aware of the importance of maintaining health and are starting to realize the importance of complying with orders from health workers in terms of administering drugs.from the results of the study it is also known that there are still patients who have a lowlevel of adherence. Through the Spearman's rho correlation test, it is known that there is a relationship between patient adherence in taking oral anti-diabetic drugs and blood sugar levels, which is interpreted as a Sig value of 0.002 <0.05. through the value of the correlation coefficient of 0.524, it can be interpreted between the variables, namely adherence to taking medication and blood sugar levels, have a relationship in a fairly strong category. © 2024The Authors. Published by Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. This is Open Access article under the CC-BY-SA License (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). DOI: https://doi.org/10.33084/jsm.v10i2.7725 dan pola makan yang tidak tepat. Diabetes mellitus tipe 2 dikenal juga sebagai diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin, karena sebagian penderita diabetes tidak memerlukan insulin tambahan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) (Sulistiawan, Rudandika, D., 2019) Proporsi penderita DM di dunia tergolong tinggi dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Terdapat 415 juta orang dewasa di dunia yang menderita DM pada tahun 2015. World Health Organisation (WHO) menyebutkan bahwa separuh dari penderita diabetes dewasa di dunia berada di 5 negara, yaitu China,India, Amerika Serikat, Brazil, dan Indonesia. Wilayah Asia Tenggara dimana Indonesia berada, menempati peringkat ke -3 dengan prevalensi sebesar 11,3%. International Diabetes Federation menyebutkan bahwa jumlah pengidap diabetes mellitus di Indonesia menduduki peringkat ke -7 di dunia. Tahun 2016 Indonesia memiliki sekitar 9,1 juta pengidap diabetes mellitus, diperkirakan jumlah tersebut dapat meningkat jumlah menjadi 12,4 juta orang pada tahun 2025 dan mencapai 14,1 juta orang pada tahun 2035 Kepatuhan merupakan sikap menjaga dan mematuhi aturan dosis obat terhadap suatu penyakit. Kepatuhan pengobatan yang rendah dapat mengakibatkan peningkatan resiko biaya perawatan, peningkatan komplikasi penyakit dan resiko pasien untuk di rawat inap. Empat puluh lima persen pasien diabetes gagal dalam mengontrol kadar gua darah dalam batas normal. Salah satu faktor utama yang menghambat pengontrolan kadar gula darah adalah ketidakpatuhan minum obat pasien diabetes mellitus, proporsi ketidakpatuhan minum obat pasien diabetes mellitus di dunia berkisar antara 25 sampai 91% (Khunti et al.,2017). ## METODOLOGI Pada penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik (non eksperimental) dengan pendekatan cross sectional yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien dengan rentang usia 45- 59 tahun pada pasien rawat Inap yang menderita Diabetes Melitus pada periode bulan Mei - Juni 2023 sebanyak 66 pasien. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 32 responden, pengambilan sampel ini sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan oleh peneliti. Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner Kepatuhan Hill- Bone dengan terdiri dari 14 butir yang terdiri dari 3 bagian utama meliputi pertanyaan tentang diet dan pola makan, 2 pertanyaan tentang ketepatan jadwal kontrol, dan 9 pertanyaan tentang kepatuhan minum obat. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel 1. ## Karakteristik Responden Karakteristik Responden Jumlah Persentasi Usia 45-51 14 44% 52-59 18 56% Total 32 100% Jenis Kelamin Laki- laki 14 44% Perempuan 18 56% Total 32 100% ## Karakteristik Responden Subyek Pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang menggunakan terapi antidiabetes oral. Data yang digunakan adalah dari data kuisioner dan catatan rekam medik. Sampel pada penelitian ini adalah yang telah memenuhi kriteria inklusi sebanyak 32 responden. ## Data berdasarkan Usia Pada kelompok usia 51-59 tahun yaitu sebanyak 18 (56%). Menurut (Yuswantina, R.,&Dyahariesti, 2017) usia diatas 40 tahun lebih mudah menderita DM tipe 2 dikarenakan dengan bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan aktivitas fisik. Penurunan aktivitas fisik dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas metabolism glukosa yang nantinya akan mempengaruhi induksi glukosa terhadap sekresi insulin dan resistensi insulin. Data Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan gambaran distribusi penyakit DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 18 (56%) pasien. Perempuan lebih beresiko mengidap diabetes karena secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan ( Premenstrual syndrome ) pasca menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita DM. (Anita,2018). Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Antidiabetes Oral Tabel II. Distribusi Frekuensi Pasien DM Tipe 2 RSUD Ulin Banjarmasin Berdasarkan Tingkat kepatuhan minum obat Kepatuhan Frekuensi Persentase % Tidak Patuh 14 44% Patuh 18 56% Total 32 100% Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasien yang patuh yaitu sebanyak 18 (56%) pasien. Kurangnya kepatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang efektif. Dengan demikian, pasien akan kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi secara bertahap memburuk (Maryanti, 2017) Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan didapatkan 14 responden menyatakan lupa meminum obat karena kurangnya dukungan keluarga dan ketiduran, dari kedua alasan tersebut sebagian besar menyatakan bahwa kurangnya dari dukungan keluarga. Dalam penelitian ini dukungan keluarga yang dimaksud yaitu tidak mengingatkan waktu minum obat dan kurangnya pemahaman keluarga tentang kepatuhan minum obat sehingga berdampak pada masalah kesehatan seperti komplikasi dan hospitalisasi ulang. Sebagian dari mereka beralasan ketiduran atau tidak sengaja tertidur walaupun telah diingatkan oleh keluarganya ataupun ketiduran karena merasa lelah (Mangendai,2017). Kepatuhan minum obat anti diabetik mempengaruhi kadar gula darah pasien, oleh sebab itu kepatuhan minum obat anti diabetik dapat menjadi pilihan pasien dalam mengendalikan kadar gula darahnya. Pada penelitian ini pasien pasien mengkonsumsi obat Metformin dan Glimepirid. Metformin merupakan obat anti diabetik pilihan utama yang berfungsi untuk menurunkan resistensi insulin dan mengurangi produksi glukosa hati. Glimepiride merupakan obat golongan sulfonylurea yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Toharin, 2013) Terapi pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan bagi pasien diabetes terutama bagi pasien yang yang diwajibkan mengkonsumsi obat dalam waktu lama dan seumur hidup. ## Karakteristik Pasien Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa Tabel III. Distribusi Frekuensi Pasien DM Tipe 2 Di RSUD Ulin Banjarmasin Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa KGDP Frekuensi Persentase % Target Tidak Tercapai 18 56% Target Tercapai 14 44% Total 32 100% Pada tabel 3. dapat diketahui bahwa pasien yang memiliki kadar gula darah puasa dengan target tercapai yaitu sebanyak 14 (44%) pasien. Hasil penelitian sejalan dengan yang dilakukan oleh (Fahmiyah, I., & Latra, 2016) dimana pasien lebih banyak yang memiliki kadar GDP tidak terkendali/target tidak tercapai yaitu sebanyak 33 pasien (66%) dan 17 pasien (34%) memiliki GDP terkendali/ target tercapai. Tingkat kadar gula darah puasa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: jenis kelamin, dimana pasien dalam penelitian ini mayoritas adalah perempuan. Setelah perempuan mengalami menopause maka akan terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan progesterone sehingga dapat memicu naik turunnya kadar gula dalam darah (Rachmawati,2017). ## Analisis Hubungan Kepatuhan Dengan Kadar Gula Darah Puasa Variabel Sampel (n) P value (signifikansi) Koefisien korelasi Arah korelasi Kadar gula darah puasa 32 0,002 0,524 + (Positif) kepatuhan Berdasarkan hasil analisis bivariat Melalui uji korelasi Spearman’s rho diketahui bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antidiabetes oral terhadap kadar gula darah dimaknai dari nilai Sig 0,002 < 0,05. Melalui nilai koefisien korelasi (correlation coefficient) sebesar 0,524 dapat dimaknai bahwa antarvariabel yaitu kepatuhan minum obat dan kadar gula darah memiliki hubungan dalam kategori yang cukup kuat. Arah koefisien korelasi positif menunjukkan bahwa semakin patuh pasien dalam mengkonsumsi obat antidiabetes oral maka semakin tercapai target normal kadar gula darahnya. ## KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan, mayoritas pasien memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Hal tersebut menggambarkan bahwa masyarakat menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan mulai menyadari pentingnya mematuhi perintah tenaga kesehatan dalam hal pemberian obat. Namun dari hasil penelitian juga diketahui masih terdapat pasien yang memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Jenis ketidakpatuhan pada terapi obat mencakup melalaikan dosis, kesalahan dalam waktu pemberian konsumsi obat dan penghentian obat sebelum waktunya. Kurangnya kepatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang efektif. Alasan ketidakpatuhan pasien yang lain dapat disimpulkan pada saat menjawab pertanyaan kuisioner pasien tidak berkonsentrasi dengan baik sehingga jawaban yang diberikan oleh pasien bersifat subjektif dan belum tentu sesuai dengan kondisi sebenarnya. ## UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada RSUD Ulin Banjarmasin yang telah memberi izin sebagai lokasi pengambilan responden dalam penelitian ini. ## REFERENSI Anita, A. T. 2018. Hubungan Tingkat Stres dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Madiun (STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun). Dinkes. 2020. Jumlah Penderita DM di Kalimantan Selatan Tahun 2019 . Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Fahmiyah, I., & Latra, I. N. 2016. Faktor yang Memengaruhi Kadar Gula Darah Puasa Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli Diabetes RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menggunakan Regresi Probit Biner. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2), 456–461. Maryanti, R. 2017. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika. Sholikhah, A., Widiarini, R., & Wibowo, P. A. 2021. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dan Perilaku Self-Management Dengan Tingkat Stres Menjalani Diet Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo Kota Madiun. J- KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat : 6(2), 106. https://doi.org/10.35329/jkesmas.v6i2. 1874 Sulistiawan, Rudandika, D., & Y. 2019. Analisis Pengaruh Kepatuhan Pola Diet Dm Terhadap Kadar Gula Darah Dm Tipe II. Toharin, S. N. R., Cahyati, W. H., Zainafree, I. 2013. Hubungan Modifikasi Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetic Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitua Tipe 2 Di RS QIM. Unnes J. Public Heal . 4,153-161 Yuswantina, R., & Dyahariesti, N. 2017. Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Oral Tunggal Dan Kombinasi Pada Pasien BPJS Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah sakit x . 1340-13
bdf8dacd-49ae-4082-bfd2-e8759456ab28
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/12220/8319
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 3 Tahun 2024 Page 14774-14783 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative ## Deskripsi Permasalahan Guru Dalam Pembelajaran Pada Kurikulum Merdeka Kelas IV SD Negeri 11 Singkawang Catur Sinta Pamuji 1 ✉ , Siti Halidjah 2 , Rio Pranata 3 Universitas TanjungPura Pontianak Email: [email protected] 1 ✉ ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang permasalahan guru dalam pada pembelajaran kurikulum merdeka di SD Negeri 11 Singkawang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah Guru dan datanya adalah wawancara dengan guru Bahasa Indonesia dan dokumentasi. Menunjukkan adanya permasalahan yang menajadi kendala untuk guru disekolah, dalam kurikulum merdeka ini guru juga dituntut kreatif dalam membuat atau merancang dan mengembangkan proses pembelajaran agar pembelajaran berjalan sesuai dengan materi yang ditentukan. Hasil penelitian di SD Negeri 11 Singkawang mempunyai permasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan dan kendala adalah kesulitan dalam menganalisis CP, merumuskan TP dan menyusun ATP dan mengembangkan Modul Ajar, Bahan Ajar, LKPD, menentukan metode dan strategi pembelajaran minimnya dalam mengadakan seminar atau workshop, serta masih berdiskusi dengan kolega, kurangnya mengunakan metode dan media pembelajaran, materi yang terlalu luas. Kata Kunci: Deskripsi,Permasalahan,Kurikulum Merdeka ## Abstract This study aims to describe the problems of teachers in learning the independent curriculum at SD Negeri 11 Singkawang. This study uses a descriptive method in the form of qualitative research. The source of data for this research is Teachers and the data is interviews with Indonesian teachers and documentation. Showing that there are problems that are obstacles for teachers in schools, in this independent curriculum teachers are also required to be creative in creating or designing and developing the learning process so that learning runs in accordance with the specified material. The results of the research at SD Negeri 11 Singkawang have problems in planning, implementation and obstacles are difficulties in analyzing CP, formulating TP and compiling ATP and developing Teaching Modules, Teaching Materials, LKPD, determining minimal learning methods and strategies in holding seminars or workshops, and still discussing with colleagues, lack of use of learning methods and media, materials that are too broad. Keyword: Description,Problems, Independent Curriculum. ## PENDAHULUAN Perkembangan suatu bangsa sangat bergantung pada kondisi pendidikan yang ada, maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh maju mundurnya sistem pendidikan nasional, pendidikan mendorong terjadinya perubahan kualitas aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang (Siregar, 2022). Berdasarkan Permendikbudristek No. 262/M/2022 Tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka pemulihan pembelajaran menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dengan prinsip pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan, tingkat pencapaian, dan kebutuhan peserta didik, pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas pembelajaran sepanjang hayat, proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik, pembelajaran relevan dengan keadaan lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan komunitas sebagai mitra, serta pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan. Sistem Pendidikan di Indonesia, Pendidikan telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak sebelas kali, dimulai dari tahun 1947, dengan kurikulum yang sangat sederhana kemudian sampai terakhir adalah kurikulum 2013. Meskipun berganti-ganti kurikulum tidak lain tujuannya adalah perbaikan terhadap kurikulum sebelumnya. Setiap perubahan yang terjadi merupakan kebijakan pihak-pihak yang digunakan saat dikenal sebagai kurikulum merdeka atau konsep merdeka belajar. Kurikulum merdeka ini sesuai dengan cita-cita tokoh nasional pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara, berfokus pada kebebasan untuk belajar secara mandiri dan kreatif. Seiring perkembangan zaman, dunia pendidikan mengalami berbagai perubahan, baik dalam konteks materi, media ajar, maupun pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Pendidikan merupakan hubungan keterkaitan antara guru dan siswa dalam sebuah proses pembelajaran. terkait dengan materi maupun metode serta model pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan. Selain itu, penyusunan dan penerapan kurikulum yang baik di sekolah juga memberikan adil penting bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam menerapkan kurikulum merdeka tidak hanya dilihat dari perencanaan pembelajarannya saja. Tetapi dilihat juga dari pelaksanannya pembelajaran sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat (Mustafida et al, 2022). Permasalahan yang dialami guru saat melaksanakan pembelajaran yaitu permasalahan yang terjadi dikarenakan masih terbatasnya buku ajar berupa buku siswa, kurangnya kemampuan dan kesiapan guru dalam menggunakan media pembelajaran dan belum mahir dalam mengaplikasikan teknologi dalam pembelajaran (Kurniawan et al, 2021). Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dimana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Kurikulum merdeka mengacu pada landasan filosofi merdeka belajar yang dinyatakan pada rencana strategis, merdeka belajar memberikan dorongan dalam perubahan paradigma yang di dalamnya termasuk paradigma terkait kurikulum dan pembelajaran. Kurikulum merdeka memberikan kebebasan kepada guru menggunakan metode yang lebih interaktif, lebih mendalam dan lebih menyenangkan dalam merencanakan, menyiapkan, menyampaikan, hingga mengevaluasi pembelajaran. Guru juga dituntut untuk senantiasa menyempurnakan dan menyesuaikan pembelajaran dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan kebutuhan lokal, nasional, dan global sehingga guru penggerak kurikulum merdeka yang diterapkan disekolah betu-betul dibutuhkan pesertaa didik sesuai dengan kebutuhan lingkungan, perkembangan jaman serta tuntutan dan beban tugas yang akan dilakuakan kelak di masyarakat (Ghasya, DAV, dkk 2023) Kurikulum merdeka merupakan solusi bagi kondisi pendidikan Indonesia saat ini, klaim pemerintah. Sebenarnya tidak ada yang membedakan kurikulum merdeka dengan kurikulum sebelumnya ketika kita mempelajarinya. Dalam pelaksanaannya, instruktur dan lembaga pendidikan diberikan kebebasan sebesar-besarnya. Pemerintah hanya memberikan peringatan yang harus diperhatikan oleh para pendidik dan lembaga pendidikan (Siti Halidjah, dkk 2023, h.112) Mengembangkan modul ajar pada kurikulum merdeka dapat dianalisis beberapa bagian yaitu: Pertama, melakukan analisis pada peserta didik, guru, dan satuan pembelajaran terhadap kondisi dan kebutuhannya. Pada tahap ini guru mampu mendeskripsikan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, guru mampu menganalisis kondisi dan kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran sehingga modul ajar yang direncanakan mampu menjadi akurat dengan masalah yang ada dalam pembelajaran dan menjadikan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Kedua, melakukan asesmen diagnostik secara spesifik untuk mendeskripsikan kompotensi, kekuatan dan kelemahan peserta didik. Pada tahap ini guru menentukan kesiapan peserta didik sebelum mengajar. Ketiga, menentukan profil pelajar pancasila yang dicapai setelah pembelajaran, pada tahap ini guru mendeskripsikan kebutuhan peserta didik dan beracuan dengan berkarakter. Profil pelajar pancasila hakikatnya dapat dicapai dengan melakukan sebuah project, sehingga guru harus dapat merancang alokasi waktu agar selaras dengan dimensi program profil pelajar pancasila. Keempat, mengembangkan modul ajar yang bersumber dari Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), alur tersebut sesuai dengan Capaian Pembelajaran (CP). Kelima, modul ajar disusun berdasarkan komponen-komponen yang telah ditentukan. Sekolah sudah menerapkan kurikulum merdeka sejak awal semester ganji tahun ajaran 2022/2023. Namun guru belum mengembangkan modul ajar sendiri masih berkelompok, kurikulum merdeka ini baru saja diterapkan di SD Negeri 11 Singkawang sehingga para guru masih kesulitan kurangnya pemahaman tentang kurikulum merdeka. Berdasarkan hasil wawancara di SD Negeri 11 Singkawang, guru masih kesulitan dalam mengembangkan modul ajar seperti Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), tidak adanya ketentuan yang baku dalam merancang modul ajar yang diberikan dari sekolah, kurangnya seminar tentang merancang modul ajar yang diberikan dari sekolah, kurangnya kesiapan pemerintah pendidikan dalam peluncuran kurikulum merdeka. Ada beberapa cara bagi guru untuk mengatasi kesulitan mengembangkan modul ajar kurikulum merdeka seperti mengadakan seminar atau workshop, mengubah dan mengembangkan modul ajar yang sudah disediakan oleh kemendikbud, serta berdiskusi dengan kolega, kurangnya mengunakan metode dan media pembelajaran, materi ajar terlalu luas ## METODE PENELITIAN Jelnis pelnellitian yang digunakan pada pelnellitian ini adalah pelnellitian kualitatif delngana meltoldel delskriptif. Melnurut Sugiyolnol (2020, h.9) melnyelbutkan bahwa meltoldel pelnellitian kualitatif melrupakan meltoldel pelnellitian yang belrlandaskan pada filsafat polstpolsitivismel,digunakan untuk melnelliti pada kolndisi olbyelk yang alamiah, dimana pelnelliti adalah selbagai instrumeln kunci pelngumpulan data dilakukan selcara wawancara,olbselrvasi,dolkumelntasi data yang dipelrollelh data kualitatif , analisis data belrsifat induktif atau kualitatif dan hasil pelnellitian kualitatif lelbih melnelkankan makna dari pada gelnelralisasi. Melnurut Bolgdan dan Bikleln (dalam Sugiyolnol,2020, h.7) meltoldel pelnellitian kualitatif delskriptif adalah pelngumpulan data yang belrbelntuk kata-kata atau gambar-gambar. Selhingga tidak melnelkankan pada angka, data yang telrkumpul seltellah dianalisis sellanjutnya di delskripsikan selhingga mudah dipahami olrang lain. Pelnellitian delskriptif ini telntang pelngumpulan data untuk melmbelrikan gambaran atau pelnelgasan. Ollelh karelna itu pelnellitian delskriptif dalam pelnellitian ini adalah suatu prolseldur pelmelcahan masalah dalam pelnellitian, yang disellidiki delngan cara melndelskripsikan dan melnjellaskan belrbagai pelristiwa selbagaimana adanya pada saat ini. Ollelh karelna itu, dalam pelnellitian ini melnggunakan pelnellitian delskripsi delngan tujuan melndelskripsikan pelrmasalahan guru dalam perencanaan pelmbellajaran yang dilakukan guru dalam kurikulum melrdelka di kellas IV Selkollah Dasar Nelgelri 11 Singkawang. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Data pelnellitian ini melrupakan data infolrmasi yang dipelrollelh dari wawancara, olbselrvasi dan dolkumelntasi kelpada guru wali kellas IV SD Nelgelri 11 Singkawang telntang pelrmasalahan guru dalam pelmbellajaran kurikulum melrdelka yaitu, pelrelncanaan, pellaksanaan dan kelndala dalam perencanaan yang dilakukan guru dalam pelmbellajaran kurikulum melrdelka dan jelnis kurikulum yang ditelrapkan di SDN 11 Singkawang ada 2 yaitu untuk kellas 1,2,4, dan 5 melnelrapkam kurikulum melrdelka. Seldangkan kellas 3 dan 6 masih melnggunakan kurikulum K13 ,selrta infolrmasi yang dipelrollelh telntang pelmbellajaran pada kurikulum melrdelka. Pada tahun ajaran 2023/2024. Hasil wawancara yang dilakukan delngan wali kellas IV SD Nelgelri 11 Singkawang yaitu melnggunakan wawancara pada pelrelncanaan kurikulum melrdelka. Pelnelliti melwawancarai guru kellas IV SDN 11 Singkawang yaitu, guru Bahasa Indonesia telntang mengembangkan modul ajar dalam pelmbellajaran di kellas IV belrdasarkan kurikulum melrdelka. Belrikut pelrnyataan dari wali kellas IV telntang pelrmasalahan dalam melrelncanakan pelmbellajaran. 1. Pelrelncanaan melrupakan bagian yang sangat pelnting selbellum mellaksanakan kelgiatan. Tanpa adanya pelrelncanaan maka kelgiatan tidak akan belrjalan lancar, karelna delngan melmbuat pelrelncanaan kelgiatan tidak akan kelhilangan arah untuk melncapai tujuan. Delmikian pula halnya delngan pelmbellajaran di kellas, pelnting bagi guru untuk melmpelrsiapkan dan mengembangkan pelrelncanaan modul ajar, agar pellaksanaan pelmbellajaran belrjalan lancar dan tujuan yang tellah diteltapkan telrcapai. 2. Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum Merdeka di SDN 11 Singkawang Pelaksanaan pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka yang dilaksanakan guru dibangun dalam suasana pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi kreativitas peserta didik sesuai dengan minat dan bakat. dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, guru melakukan pemetaan kebutuhan, kemampuan, dan profil belajar peserta didik kemudian melakukan penyesuaian dengan proses pembelajaran dengan deferensiasi konten, proses, produk/tugas., guru melakukan deferensiasi konten dengan penerapkan materi pembelajaran yang divariasikan berdasarkan tingkat pemahaman dan kesiapan peserta didik serta media pembelajaran yang sesuai dengan kerakteristik peserta didik, guru melakukan deferensiasi proses dengan melakukan penyesuaian proses pembelajaran dengan memperhatikan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakterisik peserta didik, kemudian dalam deferensiasi produk/tugas, guru belum melaksanakannya, guru memberikan produk/tugas kepada peserta didik baik secara individu maupun kelompok tanpa memberikan pilihan produk/tugas yang mereka inginkan. Kurikulum Merdeka memberikan ruang dan peluang yang cukup besar bagi guru dan kepala sekolah 3. Kendala guru dalam Pembelajaran Kurikulum Merdeka Kendala yang terdapat dalam pembelajaran kurikulum merdeka ialah guru belum paham kurikulum merdeka bagi guru kurikulum merdeka merupakan hal yang sangat baru, guru dituntut untuk dapat beradaptasi dalam perubahan kurikulum yang baru. Kendala dalam mengembangkan modul ajar kurangnya kesiapan dalam peluncuran kurikulum merdeka, tidak adanya ketentuan yang baku dalam merancang modul ajar pada tahun pertama, kurangnya seminar tentang merancang modul ajar yang diberikan dari sekolah, guru kesulitan dalam menempat komponen dari modul ajar seperti Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Kendala dalam mengembangkan Bahan ajar ialah, perlu memperhatikan berbagai aspek, seperti tuntutan kurikulum, karakteristik siswa, pemecahaan dalam proses belajar dan lain sebaginya, referensi buku yang masih minim, kurang menguasai dalam menggunakan teknologi modern. Kendala yang sering terjadi dalam mengembangkan LKPD, kesulitan dalam merancang LKPD, kekurangan pemahaman guru terhadap LKPD, ketersedian pemilihan jenis materi mengenai LKPD yang sulit ditemukan guru sehingga guru kurang termotivasi untuk membuat LKPD yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. ## Pembahasan Pelnellitian yang tellah dilaksanakan di Selkollah Dasar Nelgelri 11 Singkawang delngan wali kellas IV di lakukan delngan wawancara, olbselrvasi dan dolkumelntasi. Seltellah melngumpulkan data dan melmilih hal-hal polkolk yang akan disajikan. Selmua pelmbellajaran pasti melmelrlukan relncana pelmbellajaran. Karelna, relncana pelmbellajaran melmudahkan guru dalam melnyampaikan matelri kelpada pelselrta didik dan melmimpin kellas dalam kelgiatan pelmbellajaran. Delngan pelrelncanaan pelmbellajaran selpelrti ini tujuan pelmbellajaran mudah telrcapai. Selmua pelmbellajaran pasti melmelrlukan pelrelncanaan pelmbellajaran, telrmasuk melmbelrikan matelri kelpada pelselrta didik dan melngellolla kellas. ## 1. Pelrelncanaan Pelmbellajaran Kurikulum Melrdelka di SDN 11 Singkawang Dalam prolsels pelrelncanaan di pelrollelh hasil pelmbellajaran kurikulum melrdelka, guru melngelmbangkan moldul ajar, guru melnganalisis capaian pelmbellajaran, guru melrancang aselsmeln diagnolstik, guru pelnyelsuaian tahap capaian dan karaktelristik pelselrta didik. Hal telrselbut prolsels dalam pelrelncanaan pelmbellajaran kurikulum melrdelka dalam (Susanti, elt,2021, h.17). seltiap pelmbellajaran pasti melmelrlukan pelrelncanaan pelmbellajaran. Karelna, relncana pelmbellajaran melmbantu guru dalam kelgiatan pelmbellajaran, telrmasuk melmbelrikan matelri kelpada pelselrta didik. Prolsels pelrelncanaan pelmbellajaran di kellas IV SDN 11 Singkawang, guru sellalu melnyiapkan pelrangkat ajar yang dibutuhkan selpelrti moldul ajar, bahan ajar, LKPD selbellum mellaksanakan pelmbellajaran jika moldul ajar bellum siap belrarti guru bellum melmpelrsiapkan pelmbellajaran selcara matang, bellum jellas kolnselp dan tujuan pelmbellajarannya. Moldul ajar yang di buat dan di selsuaikan delngan capaian pelmbellajaran yang harus di capai ollelh pelselrta didik. melmbelrikan kelselmpatan bagi pelselrta didik untuk melndalami pellajaran yang diambil selsuai kelbutuhan pelselrta didik. 2. Pellaksanaan Pelmbellajaran Kurikulum Melrdelka di SDN 11 Singkawang Dalam prolsels pellaksanaan pelmbellajaran kurikulum melrdelka melrupakan salah satu kelgiatan belrnilai eldukatif, telrdapat pada intelraksi yang telrjadi antara pelndidik dan pelselrta didik dalam (Sudjana,2019, h.26). Sellain itu, dalam pellaksanaan pelmbellajaran harus melmiliki suasana bellajar pelmbellajaran intelraktif, suasana bellajar inspiratif, suasana bellajar yang melnyelnangkan, suasana bellajar yang melnantang, suasana bellajar yang melmoltivasi. Prolsels pellaksanaan pelmbellajaran di kellas IV SDN 11 Singkawang, dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, guru melakukan pemetaan kebutuhan, kemampuan, dan profil belajar peserta didik kemudian melakukan penyesuaian dengan proses pembelajaran dengan deferensiasi konten, proses, produk/tugas., guru melakukan deferensiasi konten dengan penerapkan materi pembelajaran yang divariasikan berdasarkan tingkat pemahaman dan kesiapan peserta didik serta media pembelajaran yang sesuai dengan kerakteristik peserta didik, guru melakukan deferensiasi proses dengan melakukan penyesuaian proses pembelajaran dengan memperhatikan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakterisik peserta didik, kemudian dalam deferensiasi produk/tugas, guru belum melaksanakannya, guru memberikan produk/tugas kepada peserta didik baik secara individu maupun kelompok tanpa memberikan pilihan produk/tugas yang mereka inginkan. Kurikulum Merdeka memberikan ruang dan peluang yang cukup besar bagi guru dan kepala sekolah 3. Kendala guru dalam Pelmbellajaran Kurikulum Melrdelka di SDN 11 Singkawang Adapun kelndala yang di hadapi informan dalam pelmbellajaran kurikulum melrdelka ialah: a. Modul ajar kendala dalam merancang modul ajar kurikulum merdeka yang dialami di SD Negeri 11 Singkawang yaitu: a) Kurangnya kesiapan dalam peluncuran kurikulum merdeka b) Tidak adanya ketentuan yang baku dalam merancang modul ajar pada tahun pertama c) Kurangnya seminar tentang merancang modul ajar yang diberikan dari sekolah d) Guru kesulitan dalam menempat komponen dari modul ajar seperti Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). b. Bahan ajar a) Perlu memperhatikan berbagai aspek, seperti tuntutan kurikulum, karakteristik siswa, pemecahaan dalam proses belajar dan lain sebaginya b) Referensi buku yang masih minim, kurang menguasai dalam menggunakan teknologi modern. c. Lkpd a) Kesulitan dalam merancang Lkpd b) Kekurangan pemahaman guru terhadap Lkpd c) Ketersedian pemilihan jenis materi mengenai Lkpd yang sulit ditemukan guru sehingga guru kurang termotivasi untuk membuat Lkpd yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. ## SIMPULAN Pelrelncanaan pelmbellajaran di SD Nelgelri 11 Singkawang dilakukan selsuai delngan pelrelncanaan pelmbellajaran kurikulum melrdelka dimulai melngelmbangkan moldul ajar yang akan digunakan untuk pelselrta didik, guru melngembangkan bahan ajar dan Lkpd yang digunakan. Pellaksanaan pelmbellajaran di SD Nelgelri 11 Singkawang sudah dilakukan selsuai delngan prinsip pelmbellajaran kurikulum melrdelka. Pellaksanaan pelmbellajaran melmbangun suasana pelmbellajaran yang belrmakna melmbelrikan suasana bellajar yang intelraktif, melmbelrikan suasana bellajar yang inspiratif, guru melmbelrikan suasana bellajar yang melnyelnangkan, guru melmbelrikan suasana bellajar melnantang, guru melmbelrikan suasana bellajar yang melmoltivasi. berdiferensiasi, guru melakukan pemetaan kebutuhan, kemampuan, dan profil belajar peserta didik kemudian melakukan penyesuaian dengan proses pembelajaran dengan deferensiasi konten, proses, produk/tugas. Kelndala yang dihadapi guru di SD Nelgelri 11 Singkawang dilakukan delngan mengembangkan Modul ajar, Bahan ajar dan LKPD yang terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pelmbellajaran kurikulum melrdelka. ## DAFTAR PUSTAKA Barlian, U. C., Sollelkah, S., & Rahayu, P. (2022). Implelmelntasi Kurikulum Melrdelka Dalam Melningkatkan Mutu Pelndidikan. Jolurnal olf Elducatiolnal and Languagel Relselarch (JOlElL), 1(12), 2105–2118. Ghasya, DAV, dkk, (2023). Deskripsi Kendala Guru dalam Penerapan Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar. Jurnal of Education. Diunduh di http://jonedu.org/index.php/joe Kemendikbud. 2022. " Buku Saku Kurikulum Merdeka; Tanya Jawab". Buku Saku Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Halaman 1 – 50. Kelmdikbudristelk. (2022). Pelrmelndikbudristelk Nol. 56 Tahun 2022 telntang peldolman pelnelrapan kurikulum melrdelka dalam rangka pelmulihan pelmbellajaran. In Kelmdikbudristelk Siti Halidjah, dkk. (2023). Peran Orang Tua dalam Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 8(3), 112-117. Diunduh di https://journal.stkipsingkawang.ac.id/index.php/JPDI/article/view/4730 Sugiyolnol. 2020. Meltoldel Pelnellitian Kualitatif. Bandung: Alfabelta Siregar, R. S, Saputro, A.N.C, dkk. (2022). Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Yayasan Kita Menulis
bfadbdb8-69fc-4d02-afca-8a69edd10fa4
https://ejournal.uas.ac.id/index.php/falasifa/article/download/91/59
Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 291 ## PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP CITRA PERUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN Studi Kasus PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Lantabur Tebuireng Jombang Fikrotul Ulyah Ririn Susilawati Fakultas Ilmu Adminisrasi Unipdu Jombang [email protected] [email protected] ## ABSTRACT Good communication can attract new customer so companies can earn profits that have an impact on financial performance.The purpose of this study is to analyze the influence of interpersonal communication on crporate image and the financial performance study of PT. BPRS Lantabur Tebuireng Jombang. The population in this research is the entire clientele of PT. BPRS Lantabur Tebuireng Jombang is 980 customer and sample as much as 98 client using random sampling techniques. It also uses financial report publication company from 2011 to 2016. These studies use quantitative methods using simple regression analysis of data with 5% significance.The results of the analysis show that variable interpersonal communication significantly influential taking action against corporate image with t value calculate of 8.06 and have 0,00 significance. Whereas interpersonal communication variables there is not influance against financial performance because the t value calculate amounted to 1.236 with 0.236 significanc Keywords : Corporate Image, BPRS Lantabur, Financial Performance Interpersonal Communication. ## PENDAHULUAN Peran komunikasi dalam memasarkan produk mempunyai fungsi untuk memperkenalkan perusahaan agar tercipta komunikasi yang positif ditingkat konsumen sehingga citra perusahaan dapat lebih baik. Peran komunikasi interpersonal juga mempunyai fungsi sebagai alat untuk mendongkrak citra perusahaan yang mana diungkapkan oleh Harrison dalam Akkas 1 , penggunaan 1 Nasruhlhak Akkas, ”Pengaruh Kounikasi Pemasaran Terpadu Terhadap Citra Perusahaan dan Dampaknya Terhadap Kepuasan Pelanggan Membeli Mobil pada 292 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 komunikasi sebagai alat pemasaran merupakan masalah yang penting dalam menunjang kegiatan usaha dalam rangka untuk meningkatkan citra perusahaan dimata nasabah sehingga dapat mempertahankan kepercayaan nasabah untuk tetap percaya terhadap peusahaan tersebut. Selain mempertahankan citra, peran komunikasi juga diharapkan dapat menstabilkan kinerja keuangan pada perusahaan. Dengan adanya komunikasi yang dilakukan proses penerimaan pesan akan dengan mudah tersalurkan, sehingga pesan positif dari marketer dapat diterima dan calon nasabah dapat melakukan transaksi dengan bank tersebut. Adanya proses komunikasi yang baik dapat menimbulkan kenyamanan kepada nasabah dengan begitu secara otomatis nasabah tersebut dapat melakukan promosi berupa word of mouth secara interpersonal kepada rekan, keluarga, teman, saudara ataupun orang-orang terdekatnya. Dari situlah kemudian bermunculan nasabah-nasabah baru. Strategi tersebut digunakan oleh PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang untuk mendapatkan calon-calon nasabah. Dengan adanya nasabah-nasabah baru tesebut, PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang mendapatkan bagi hasil atas dana yang dititipkan. Bagi hasil tersebut merupakan laba bagi perusahaan. Dari laba dan dana titipan tersebut, untuk menstabilkan sirkulasi keuangan perusahaan maka dana tersebut disalurkan untuk pembiayaan dan dirupakan aset lainnya dan begitu seterusnya. Dengan demikian kinerja kuangan perusahaan akan baik sehingga dapat menarik investor dan nasabah lain. Dengan posisi kantor pusat yang berada di tengah pasar tradisional yang memungkinkan kemudahan bagi para pelaku usaha mikro untuk melakukan transaksi dalam menjalankan usahanya. Sehingga perlu adanya analisis kinerja keuangan untuk menentukan baik tidaknya perusahaan tersebut. Kestabilan sirkulasi keuangan sangat penting karena perbankan tersebut bukan hanya memegang amanah dari nasabah namun juga berdamapak pada keberlangsungan lini usah dari Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Dengan melihat peningkatan laba yang didapatkan tetapi jika tidak dibarengi dengan peningkatan pembiayaan yang dilakukan dapat menjadikan masalah keuangan untuk operasional BPRS serta berimbas pada citra PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang. Tujuan dalam penelitian ini adalah 1)untuk menganalisis pengaruh Komunikasi interpersonal terhadap Citra Perusahaan PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang 2) untuk menganalisis pengaruh komunikasi intepersonal terhadap Kinerja Keuangan PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang. PT.Hadji Kalla Cabang Palu”, diakses dari http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ katalogis/article/viewfile/6505/518, pada 12 November 2016. Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 293 ## PEMBAHASAN Landasan Teori ## Komunikasi Interpersonal Menurut Liweri dalam Putra 2 , Efektivitas komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri, yaitu : 1). Keterbukaan yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. 2). Empati yaitu kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain. 3). Dukungan yaitu membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. 4) Rasa Positif yaitu menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga/berprasangka yang dapat menggangu jalinan interaksi. 5). Kesamaan yaitu memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, idelogi dan sebagainya. ## Citra Perusahaan Tjiptono dalam Nasihah 3 , citra perusahaan merupakan bagian dari konsep kualitas total jasa. Citra adalah penghargaan yang didapatkan oleh perusahaan karena adanya keunggulan yang ada pada perusahaan tersebut. Dari keseluruhan definisi dapat dikatakan bahwa citra adalah penilaian masyarakat terhadap perusahaan yang menimbulkan presepi tentang baik- buruknya perusahaan sehingga dapat menjadi dasar akan kepercayaan masyarakat dalam memilih perusahaan tersebut. Citra perusahaan dapat dilihat dari kompetensi dan keunggulan perusahaan yang dibandingkaan. Kompetensi dan keunggulan yang dimiliki oleh suatu perusahaan menurut Herbig dan Milewcz dalam Nasihah 4 dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain : ## Staff dan karyawan yang dimiliki Perusahaan terantung pada kinerja staff dan karyawan dalam bekeja dan melayani konsumen. Staff dan karyawan yang berkompeten dan berkualitas 2 Dicky A Putra, “Komunikasi Interpersonal dan Perilaku Konsumen (Studi Korelasi Antara Komunikasi Antarpersonal Sales Promotion Girl dan Perilaku Konsumen Baru Terhadap Keputusan Pembelian Produk Rokok Dunhill Mild di Kawasan Lesehan Jalan dr Moewardi Surakarta)”, diakses dari http://www.jurnalkommas.com/docs /JURNAL-diky,pada 30 November 2016). 3 Umi Nasihah, Analisis Pengaruh Citra Lembaga dan Promsi terhadap Minat Sekolah Siswa Di MTsN Sumombito Jombang (skripsi) , (Jombang: Unipdu,2014),hal 11 . 4 Ibid , hal.11 294 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 membuat kinerja perusahaan menjadi maksimal dan akan dapat melayani konsumen secara optimal. Apabila konsumen merasa puas akan pelayanan staff dan karyawan perusahaan maka akan menimbulkan respon positif sehingga konsumen mampu menggambarkan perusahaan tersebut memiliki citra yang baik dimata masyarakat. ## Kredibilitas perusahaan Kredibilitas di sini lebih mengacu kearah komitmen perusahaan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen. Suatu perusahaan yang memiliki tingkat kredibilitas yang baik membuat perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat konsumen puas akan pelayanan yang diberikan perusahaan. ## Memiliki manajemen yang berpengalaman Bagai penggerak dalam kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang memiliki manajemen yang baik, bepengalaman, dan berkompeten merupakan jaminan bahwa perusahaan tersebut memiliki basic yang baik dalam menjalankan suatu usaha. ## Tingkat reputasi yang baik daripada pesaing Persaingan dalam dunia usaha merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Perusahaan akan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dalam suatu persaingan dengan harapan perusahaan tersebut mendapat suatu respon dari konsumen. Jika suatu perusahaan memiliki suatu reputasi yang lebih unggul daripada pesaing membuat perusahaan tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih besar agar bisa mendapatkan konsumen. ## Dikenal oleh masyarakat luas Pencitraan suatu perusahaan akan timbul apabila masyarakat atau konsumen mendapatkan suatu informasi yang jelas tentang perusahaan tersebut. Akses informasi tersebut merupakan suatu bentuk informasi apakah kelebihan dan kelemahan perusahaan. Selain itu informasi tersebut merupakan tolak ukur, apakah suatu perusahaan telah dikenal masyarakat luas. ## Analisis Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan kondisi atau prestai-prestasi dimasa lalu dan membantu Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 295 menggambarkan trend pola perubahan tersebut untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada peusahaan yang bersangutan 5 Secara garis besar, saat ini dalam praktiknya setidaknya ada 5 (lima) jenis rasio keuangan yang sering digunkan untuk menilai kondisi keuangan dan kinerja prusahaan 6 .Kelima rasio tersebut adalah : ## Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo. Rasio likuiditas diperlukan untuk kepentingan analisis kredit atau analisis risiko keuangan. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung rasio likuiditas adalah sebagai berikut: Rasio lancar ( Current Ratio) = Ase t Lancar Kewa jiban Lancar ## Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Adapun rumus yang digunakan dalam meghitung rasio solvabilitas adalah sebagai berikut : Debt to Equity ratio (DER) : Tota l Utang tota l modal ## Rasio Aktivitas Rasio akivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atas pemanfaatna sumber daya yang dimiliki perusahaan atau untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung rasio aktivitas adalah; a) Rasio perputaran piutang usaha = penjualan kredit rata − rata piutang usaha , b) Rasio perputaran persediaan = penjualan rata − rata penjualan , c) Rasio perputaran modal kerja = penjualan rata − rata aset lancar , d) Rasio perputaran aset tetap = penjualan aset tetap awal tahun +aset tetap akir tahun :2 , e) Rasio perputaran total aset = penjualan rata − rata total ast Rasio Profitabilitas 5 Irham Fahmi, Analisis Kinerja Keuangan , (Bandung: Alfabeta,2014),hal 45-46 6 Hary, Analisis Kinerja Manajemen, (Jakarta : Grasindo,2015), hal.142 296 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas normal bisnisnya. Adapun rumus dalam menghitung rasio profitabilitas adalah a) Return On Asset (ROA) = laba bersih tota l aset , b) Return On Equity (ROE) = laba bersih tota l ekuitas ,c) Operating Profit margin (OPM) = laba operasional penjualan bersih , d) Net Profit Margin (NPM) = laba bersih penj ualan bersih ## Rasio Penilaian atau Rasio Ukuran Pasar Merupakan rasio yang digunakan untuk mengestimasi nilai intrinsik perusahaan (nilai saham).Adapun rumus dalam rasio penilaian adalah a) Price to Earning Ratio ( PER) = 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛 𝑔𝑠 , b) Market to Book Ratio = 𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑏𝑜𝑜𝑘 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 Kerangka Konseptual ## Hipotesis H 1 : Komunikasi interpersonal berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan H 2 : Komunikasi interpersonal berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan perusahaan ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan ( filed research) dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode survey serta analisis data keuangan yang terpublikasi. H 1 H 2 Komunikasi Interpersonal (X) Citra Perusahaan (Y1) Kinerja Keuangan (Y2) Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 297 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah pada PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang yakni 980 nasabah. Populasi dalam penelitian ini lebih dari 100, maka diambil beberapa sampel untuk mewakili populasi dengan diwakili oleh 10% dari populasi yakni 98 nasabah dengan menggunakan teknik sampel acak ( random sampling). ## Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan analisis data dengan menggunakan program SPSS. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan uji regresi sederhana dengan 2 kali uji yakni variabel X terhadap Y1 dan X terhadap Y2. Model penelitian ini menurut Sugiyono 7 digolongkan pada pola hubungan atau paradigma penelitian dengan paradigma ganda dengan dua variabel dependen. Dalam penelitian ini terdapat 2 model, model 1 yakni pengaruh X ke Y1 dan model 2 yakni pengaruh X ke Y2. Untuk mencari besar hubungan atau pengaruh X dengan Y1 dan X dengan Y2 dapat digunakan teknik korelasi sederhana atau regresi sederhana. ## Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel. Adapun kriteria dalam uji validitas adalah Apabila r hitung > r tabel dengan df = n-2, maka item kuisioner tersebut dapat dinyatakan valid. Apabila r hitung < r tabel dengan df = n-2, maka item kuisioner tersebut dapat dinyatakan tidak valid. 8 Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan program SPSS, hasil analisis tersebut akan diperoleh melalui cronbach’s alpha , variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach’s alpha > 0,60 9 . Uji Asumsi Klasik Uji Heteroskedastisitas Dasar analisis dalam uji heteroskdastisitas yakni Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu dan teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas . Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah 7 Sugiyono, Metode Penelitian kualitatif,kuantitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2015),Hal:12 8 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 19, (Semarang: UNDIP, 2011), Hal: 53 9 Imam Ghozali, Aplikasi SPSS , (Semarang: UNDIP,2006), Hal: 42 298 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Homoskedastisitas. 10 ## Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu memiliki distribusi normal. Cara menguji normalitas residual dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorof-Smirnov (K-S) dapat digunkan perogram SPSS. Dari hasil uji SPSS yang dapat dilihat jika menunjukkan nilai sig> α (taraf signifikansi = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data sampel berdistribusi normal. Penguji normalitas juga didapat dari grafik normal probability plot . Dasar pengambilan keputusan dari uji normalitas yakni jika data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas dan Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas 11 . ## Uji Autokorelasi Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi. Salah satu ukuan dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin-watsson (DW), dengan ketentuan apabila a)terjadi autokorelasi positif jika nilai DW dibawah -2 (DW < 2), b)tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 ( -2 < DW < +2), c)terjadi autokorelasi negative jika nilai DW +2 atau DW > +2. 12 ## Uji Hipotesis Uji T-test (Uji Parsial) Uji statistik t menurut pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengembalian keputusannya adalah dengan menggunakan angka probabilitas signifikansi dan perbandingan nilai t, yaitu a)Apabila probabilitas siginifikan > 0,05 maka H 0 diterima dan H a ditolak, b)apabila probabilitas signifikan < 0.05 maka H 0 ditolak dan H a diterima, c)membandigkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. 10 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 19, (Semarang: UNDIP,2011), Hal: 139 11 Imam Ghozali , Aplikasi SPSS, (Semarang: UNDIP, 2006),Hal: 112 12 Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis ,(Yogyakarta: CAPS, 2009), hal: 91 Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 299 Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, maka hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara independen mempengaruhi variabel dependen. 13 Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel- variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan presentase pengaruh semua variable independen terhadap variable dependen. Nilai R Menjelaskan besarnya kontribusi yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen 14 ## HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Regresi Linier Sederhana Tabel 1 Hasil Uji regresi sederhana 1 Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) ,457 ,113 4,047 ,000 Komunikasi interpersonal ,677 ,084 ,635 8,060 ,000 a. Dependent Variable: Citra_perusahaan Persamaan regresi : Y 1 = a+ b X = 0,457 + 0,677 X Konstanta (a) sebesar 0,457 menyatakan bahwa jika tidak ada komunikasi intepersonal (X) maka nilai citra perusahaan (Y 1 ) adalah 0,457. Koefisien regresi (b) sebesar 0,677 menyatakan bahwa setiap penambahan satu satuan akan meningkatkan nilai citra perusahaan sebesar 0,677. 13 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 19, (Semarang: UNDIP, 2011), hal: 99 14 Imam Ghozali, Aplikasi SPSS, (Semarang: UNDIP, 2006), hal: 83 300 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 ## Tabel 2 Hasil Uji regresi sederhana 2 Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 9,296 28,563 ,325 ,749 Komunikasi_ I nterpersonal 27,967 22,634 ,295 1,236 ,234 a. Dependent Variable: kinerja_keuangan Persamaan regresi : Y2 = a+ b X = 9,296+27,967 X Konstanta(a) sebesar 9,296 menyatakan bahwa jika tidak terjadi komunikasi interpersonal , maka kinerja keuangan bernilai 9,296 %. Koefisien regresi (b) sebesar 27,967 menyatakan bahwa setiap penambabahan 1 satuan komunikasi interpersonal maka kinerja keuangan meningkat 27,967 %. Uji T- test (Parsial) Dari tabel 2 diketahui bahwa t hitung sebesar + 8,06 dengan signifikansi 0,00. Nilai t hitung sebesar 8,06 > t tabel (1,985) dan nilai signifikansi 0,00 < 0,05. Maka variabel komunikai interpersonal (X) berpengaruh positif signifikan terhadap variabel citra perusahaan (Y1). Dapat dikatakan bawa hipotesis peneliti (H 1 ) diterima dan H 0 ditolak. Nilai positif yang dimiliki oleh koefisien pada nilai t menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif atau searah antara variabel X (komunikasi interpersonal ) tehadap Y 1 (citra perusahaan). Kemudian dari tabel 3 dapat diketaui bahwa t hitung adalah +1,236 dengan signifikansi 0,236. nilai t hitung 1,236 > t tabel yakni 2,1009 dan nilai signifikasi (0,234) > 0,05. Dapat dikataka bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara variabel X (Komunikasi interpesonal ) terhadap Y 2 (Kinerja keuangan) dengan demikian maka H 2 ditolak dan H 0 diterima. Nilai positif yang dimiliki oleh koefisien pada nilai t menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif atau searah antara variabel X (komunikasi interpersonal ) tehadap Y 2 ( kinerja keuangan). Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 301 ## H1=Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Citra Perusahaan Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 0 1 ,635 a ,404 ,397 ,12862 a. Predictors: (Constant), Komunikasi_ interpersonal Dari hasil analisis didapatkan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima karena nilai signifikansi pengaruh komunikai interpersonal terhadap citra perusahaan yakni 0,00 < 0,05 dan juga mempunyai nilai positif yang mana ditunjukkan oleh nilai koefisien beta yakni sebesar 0,635, sehingga terdapat pengaruh signifikan antara komunikasi interpersonal terhadap citra perusahaan. Pengaruh komunikasi perusahaan terhadap citra perusahaan cukup tinggi yakni sebesar 0,635 atau setara dengan 63,5 % dan sisanya 46,5% dipengaruhi oleh variabel lain. Pengaruh komunikasi interpersonal terhadap citra perusahaan dalam hal ini menjelaskan ketika perusahaan memperhatikan metode berkomunikasi secara interpersonal untuk mengkmunikasikan produk-produk jasa yang dikeluarkan oleh perusahaan maka nasabah dapat memberikan penilaian positif kepada perusahaan untuk meningkatkan citra perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yakni penelitian Mahairani dan Deddy (2012), Sisilia Herlina (2015) dan Nasruhlhak (2016) bahwa komunikasi berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan. H2= Pegaruh Komunikasi interpersonal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate dimension0 1 ,295 a ,087 ,030 17,25010 a. Predictors: (Constant), Komunikasi_ Interpersonal b. Dependent Variable: kinerja_keuangan Dalam penelitian ini variabel komunikasi interpersonal (X) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (Y2). Hal ini menunjukkan bahwa nasabah tidak mempetimbangkan komunikasi interpersonal untuk memilih produk yang ada di PT.BPRS Lantabur Syariah sehingga kinerja keuangan perusahaan tidak dapat meningkat. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai sigifikansi kinerja keuangan yakni sebesar 0,234 lebih dari 0,05. Dari hasil tersebut diketahui bahwa H2 ditolak atau salah dalam memberikan dugaan. Komunikasi interpersonal hanya mempunyai sedikit pengaruh pada peningkatan kinerja keuangan, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien 302 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 determinasi sebesar 0,295 atau 29,5 % dan sisanya 70,5 % dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil perolehan informasi dilapangan juga mendukung hal tersebut, bahwa nasabah melakukan transaksi dengan PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang dikarenakan berbagai macam alasan salah satunya yakni karena pelayanan dengan metode pengambilan kas atau penarikan yang menggunakan metode jemput bola. Dengan metode jemput bola tersebut bank dapat meningkatkan laba yang dampaknya terhadap kinerja keuangan. Selain itu, fasilitas seperti ATM juga berpengaruh terhadap keputusan bertransaksi di bank tersebut. Dalam laporan triwulan publikasi untuk rasio profitabilitas memamang mengalami penurunan sehingga dapat mempengaruhi analisis pada penelitian ini. Banyaknya data yang dimasukkan juga berpegaruh terhadap output SPSS yakni sejumlah 18 bulan. Hasil penelitian ini tidak dapat mendukung penelitian terdahulu yakni penelitian Soedewi Soedorowerdi (2007), Cecep,dkk (2014), dan Hadiza (2014). ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dalam penelitia ini, diperoleh kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang. Hasil ini mendukung hipotesis pertama, yang menyatakan bawa komunikasi interpersonal berpengarush signifikan terhadap citra perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya komunikasi interpersonal yang baik akan menyebabkan timbulnya persepsi yang baik terhadap citra perusahaan. Komunikasi interpersonal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang. Hasil ini menolak hipotesis kedua, yang menyatakan bawa komunikasi interpersonal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya komunikasi interpersonal tidak dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka penulis memberikan usulan bebeapa saran sebagai berikut : ## Bagi Perusahaan Untuk menjaga citra perusahaan agar tetap dipandang positif dan baik, maka pihak bank dapat menggunakan strategi untuk mempertahankan atau meningkatkan citra perusahaan dengan cara menjaga komunikasi secara interpersonal kepada nasabah. Dengan demikian nasabah akan merasakan kenyamanana dan menimbulkan prespektif yang baik dalam penilaian citra Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 303 perusahaan. Dalam mempertahankan atau meningkatkan kinerja keuangan bank perlu meningkatkan strategi pemasaran dan pelayanan untuk meningkakan profitabilitas serta mempertahankan dan meningkatkan strategi dalam perlakuan kredit dan risiko keuangan. Pengontrolan secara berkala dan intens kepada nasabah pembiayaan juga perlu diperhatikan agar tingkat NPF perusahaan terkontrol sehingga likuiditas perusahaan juga baik.Selain itu fasilitas seperti ATM dan lain- lain juga dapat mempengaruhi keputusan nasabah untuk bertransaksi di PT.BPRS Lantabur Tebuireng Jombang. ## Bagi Penelitian Selanjutnya Pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan rasio keuangan yang belum diteliti atau menambah rumus yang tidak digunakan oleh peneliti.Pada penelitian selanjutnya dengan fokus penelitian citra perusahaan dapat menambahkan variabel lain untuk pengembangan penelitian. ## DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Hadiza. Impact of Marketing Communication on Financial Performance of Banks : A study of first Bank of Nigeria PLC . Research Journal of Finance and Accounting Vol.5 No.24 ( http://iiste.org/journals/index.php/RJFA/ article/viewFiles/18503/19047 . Diakses pada 12 November 2016). 2014 Akkas, Nasruhlhak. Pengaruh Kounikasi Pemasaran Terpadu Terhadap Citra Perusahaan dan Dampaknya Terhadap Kepuasan Pelanggan Membeli Mobil pada PT.Hadji Kalla Cabang Palu. e-jurnal Katalogis,vol.4 No.1 hal. 24-36 (http://jurnal.untad.ac.id/ jurnal/index. php/katalogis/article/viewfile/6505/518.Diakses pada 12 November 2016). 2016 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI) . Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2006 Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi,Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu sosial lainnya edisi ke dua. Jakarta : Prenamedia Kencana . 2011. Fahmi, Irham. Analisis Kinerja Keuangan . Bandung: Alfabeta. 2014 Ghozali, Imam. Aplikasi SPSS. Semarang: UNDIP. 2006 ____________. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 19 . Semarang: UNDIP. 2011 Gunawan, A. Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan PT.Fajar Surya Wisesa Tbk. Periode 2009,2010 dan 2011 . Yogyakarta: UNP 304 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 (http://eprints.uny.ac.id/7632/. Diakses pada 3 Desember 2016). 2012 Herlina,Sisilia. Strategi Komunikasi Humas Dalam Membentuk Citra Pemerintahan Di Kota Malang. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikVol.4,No.3( http:// publikasi.unitri.ac.id/ index.php/fisip/article/view/ 132 . Diakses pada 12 November 2016). 2015. Hidayat,Cecep dkk. Interdependensi Strategi Pemasaran Terhadap Kinerja Perusahaan (Suatu Penelitian Pada Perusahaan Asuransi Indonesia Yang Sudah Go Public). Binus Business Review Vol. 5 No. 1 Mei 2014: 18- 27(http://journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article /dow nload/1192/1060. Diakses pada 20 November 2016).2014 Hary. Analisis Kinerja Manajemen . Jakarta : Grasindo. 2015 Kasmir. Manajemen Perbankan edisi Revisi . Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2014 Kotler,P dan Keller. Manajemen Pemasaran edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2008 Kurniawan, Novalianto. Strategi Integrated Marketing Communications (Imc) Pt. Indosat Tbk Dalam Meningkatkan Citra Perusahaan . Jakarta: Univesitas Mercu Buana. (http://digilib.mercubuana.ac.id/ manager /n!file@skripsi /04203031%20%20 Novalianto%kur niawan. Diakses pada 20 November 2016). 2008. Limakrisna, Nandan. Pengaruh Komunikasi Pemasaran dan Kerelasian Nasabah Terhadap Loyalitas Nasabah . Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1 Vol. 13 ( http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php /ekbis/artcle /view/323 . Diakses pada 20 November 2016). 2008 Nasihah, Umi. Analisis Pengaruh Citra Lembaga dan Promsi terhadap Minat Sekolah Siswa Di MTsN Sumombito Jombang (skripsi). Jombang: Unipdu . 2014 Maharani, Natasya dan Ninik Sri. Pengaruh Kualitas Komunikasi Interpersonal Terhadap Tingkat Loyalitas Pelanggan (Studi Kasus Pada Pelanggan Kedai Kopi Espresso Bar Yogyakarta) . E-jurnal Uajy ( http://ejournal.uajy . ac.id/5190/1/ jurnal%20natasya%20Areta.pdf. Diakses pada 25 November 2016). 2013. Marhaini, dan Deddy Zebua. Pengaruh Komunikasi Pemasaran PT.Telkomsel Terhadap Citra Perusahaan pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi,Vol.15 No.3. ( http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/43515/1/marhaini%20deddy.pdf. Diakses pada 25 November 2016). 2012. Purwanto, Djoko. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga. 2011. Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 305 Putra, Dicky A. Komunikasi Interpersonal dan Perilaku Konsumen (Studi Korelasi Antara Komunikasi Antarpersonal Sales Promotion Girl dan Perilaku Konsumen Baru Terhadap Keputusan Pembelian Produk Rokok Dunhill Mild di Kawasan Lesehan Jalan dr Moewardi Surakarta) . Surakarta: UNS (http://www.jurnalkommas.com /docs /JURNAL-diky. Diakses pada 30 November 2016). 2015. Putri, Dianti N. Spiritual Capital Melalui Service Quality untuk meningkatkan profitabilitas pada rumah sakit Nahdlatul Ulama Jombang (Skripsi) . Jombang: Unipdu. 2016. Sawir, Agnes. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. 2001. Setiadi, Nugroho. Perilaku Konsumen . Jakarta : Prenamedia Group. 2015. Soedorowerdi,Soedewi. Pengaruh Pemasaran Terhadap Kinerja Keuangan Industri Berskala Kecil . Majalah Ekonomi tahun XVII,No 2. (http://adln.lib.unair.ac.id/?file/disk1/786/gdlhub-gdl-s1-215-alquraniaw- 39291-4-kata--r. Diakses pada 28 November 2016). 2007. Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial . Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2008. Sugiyono. Metode Penelitian kualitatif,kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2015. ____________. Statistik untuk Penelitian . Bandung: Alfabeta. 2015. Sumarti, Murti. Marketing Perbankan .Yogyakarta:Liberty Yogyakarta. 1993. Sunyoto, Danang . Analisis Regresi dan Uji Hipotesis . Yogyakarta: CAPS. 2009. _____________. Metode dan Instrumen Penelitian Ekonomi dan Bisnis . Yogyakarta:CAPS. 2013. Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011. www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-keuangan/bank/bpr-syariah/ Defaulat.aspx (diakses pada 11 Desember 2016). www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/UU_21_08_ Syariah (Diakses pada 10 Desember 2016). www.nu.or.id/post/read/54919/pt-bprs-lantabur-tebuireng-kembali-ukir-prestasi. (Diakses pada 9 Desember 2016). www.ojk.go.id. (diakses pada 9 Desember 2016). 306 | Falasifa , Vol. 8 Nomor 2 September 2017
db0d9079-4a1c-4c3c-8061-d48840d976a5
https://journal.cattleyadf.org/index.php/jatilima/article/download/310/263
## Jurnal Multimedia dan Teknologi Informasi Volume 04 Number 02, 01 oktober 2022, pp. 47-64 e-ISSN : 2721-1800 pISSN : 2722-0907 doi.org/10.54209/jatilima.v4i02.310 Homepage : https://journal.cattleyadf.org/index.php/jatilima/index Jaringan Syaraf Tiruan Dalam Menganalisis Algoritma Kohonen Untuk Pengenalan Pola Penyakit Paru Article Info ABSTRACT Article history: Algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dalam pengenalan pola penyakit paru dalam mempercepat proses pembelajaran (training) yang signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit. Algoritma Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaran supervised learning, yaitu pembelajaran yang membutuhkan pengawasan dalam proses pembelajarannya. Pada supervised learning terdapat pasangan data input dan output yang dipakai untuk melatih Jaringan Syaraf Tiruan hingga diperoleh bobot penimbang (weight) yang diinginkan. Dalam penelitian ini, dalam pengenalan pola penyakit paru yaitu: Pneumonia dan TBC Paru-paru. Penulis menggunakan 2 data input yang sama dan data yang satu dilatih menggunakan algoritma backpropagation dimana pembobotannya secara random dan data yang kedua dilatih menggunakan algoritma backpropagation tapi pembobotannya menggunakan algoritma Kohonen. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dengan pembobotan menggunakan kohonen dan dilatih dengan algoritma backpropagation ternyata dapat mempercepat proses pembelajaran (training) dalam mengenali suatu pola penyakit paru. Received Augt 16, 2022 Revised Sept 19, 2022 Accepted Oct 01, 2022 ## Keywords: Penyakit Paru, Jaringan Syaraf Tiruan, Backpropagation, Kohonen (SOM) This is an open access article under the CC BY-SA license. ## Corresponding Author: ## Pranoto Siregar Universitas Putra Indonesia “YPTK” , Padang, Indonesia Email Address: [email protected] ## 1. Pendahuluan Salah satu teknik komputasi yang dikelompokkan dalam AI adalah jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network). Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu sistem pemrosesan yang dirancang dan dilatih untuk memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh manusia dalam menyelesaikan persoalan yang rumit dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya. Jaringan syaraf mensimulasi struktur proses- proses otak (fungsi syaraf biologis) dan kemudian membawanya kepada perangkat lunak kelas baru yang dapat mengenali pola-pola yang kompleks serta belajar dari pengalaman- pengalaman masa lalu. Jaringan saraf tiruan Self Organizing Maps (SOM) atau disebut juga dengan jaringan Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk pengenalan pola baik berupa pola penyakit, citra, suara, dan lain-lain. Jaringan SOM sering pula digunakan untuk ekstraksi ciri (feature) pada proses awal pengenalan pola. Ia mampu mereduksi dimensi input pola ke jumlah yang lebih sedikit sehingga pemrosesan komputer menjadi lebih hemat. Penggunaan algoritma Kohonen pada jaringan syaraf tiruan backpropagation diharapkan dapat menghasilkan hasil yang jauh lebih baik pada proses pelatihan (traning) yang dapat mempercepat dalam pengenalan pola suatu penyakit. ## 2. Metode ## Rancangan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisa algoritma kohonen pada Jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk mempercepat proses pembelajaran (training) yang signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit. ## a. Algoritma Backpropagation Algoritma pelatihan Backpropagation Neural Network (BPNN) pertama kali dirumuskan oleh Werbos dan dipopulerkan oleh Rumelhart & Mc.Clelland. Pada supervised learning terdapat pasangan data input dan output yang dipakai untuk melatih JST hingga diperoleh bobot penimbang (weight) yang diinginkan. Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase: 1) fase propagsi maju (feedforward) pola pelatihan masukan. Pola masukan dihitung maju mulai dari layer masukan hingga layer keluaran dengan fungsi aktivasi yang ditentukan; 2) fase propasi mundur (backpropagation) dari error yang terkait. Selisih antara keluaran dan target merupakan kesalahn yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasi mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit- unit dilayar keluaran; 3) fase modifikasi bobot. Ketiga tahapan tersebut diulangi terus-menerus sampai mendapatkan nilai error yang diinginkan. Setelah training selesai dilakukan, hanya tahap pertama yang diperlukan untuk memanfaatkan jaringan syaraf tiruan tersebut. Kemudian, dilakukan pengujian terhadap jaringan yang telah dilatih. Pembelajaran algoritma jaringan syaraf membutuhkan perambatan maju dan diikuti dengan perambatan mundur. b. Prosedur Pelatihan Backpropagation Seperti halnya jaringan syaraf yang lain, pada jaringan feedfoward (umpan maju) pelatihan dilakukan dalam rangka perhitungan bobot sehingga pada akhir pelatihan akan diperoleh bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan error (kesalahan) yang terjadi. Error (kesalahan) dihitung berdasarkan rata-rata kuadrat kesalahan (MSE). Rata-rata kuadrat kesalahan juga dijadikan dasar perhitungan unjuk kerja fungsi aktivasi. Sebagian besar pelatihan untuk jaringan feedfoward (umpan maju) menggunakan gradien dari fungsi aktivasi untuk menentukan bagaimana mengatur bobot-bobot dalam rangka meminimumkan kinerja. Gradien ini ditentukan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut backpropagation. Pada dasarnya, algoritma pelatihan standar backpropagation akan menggerakkan bobot dengan arah gradien negatif. Prinsip dasar dari algoritma backpropagation adalah memperbaiki bobot-bobot jaringan dengan arah yang membuat fungsi aktivasi menjadi turun dengan cepat. Langkah-langkah yang dilakukan pada prosedur pelatihan adalah: Langkah 01 : Inisialisasi bobot keterhubungan antara neuron dengan menggunakan bilangan acak kecil (-0.5 sampai +0.5). Langkah 1 : Kerjakan langkah 2 sampai langkah 9 selama kondisi berhenti yang ditentukan tidak dipenuhi. Langkah 2 : Kerjakan langkah 3 sampai langkah 8 untuk setiap pasangan pelatihan. ## Propagasi maju Langkah 3 : Setiap unit masukan (xi, i = 1,…., n) menerima sinyal masukan xi, dan menyebarkannya ke seluruh unit pada lapisan tersembunyi Langkah 4 : Setiap unit tersembunyi (xi, I = 1,…….,p) jumlahkan bobot sinyal masukannya : z _ in j = vo j +  x i v ij i = 1 v oj = bias pada unit tersembunyi j aplikasikan fungsi aktivasinya untuk menghilangkan sinyal keluarannya, zj = f (z_inj), dan kirimkan sinyal ini keseluruh unit pada lapisan diatasnya (unit keluaran) Langkah 5 : tiap unit keluaran (yk, k = 1,…….m) jumlahkan bobot sinyal masukannya : y _ in k = wo k +  z j w jk j = 1 wok = bias pada unit keluaran k dan aplikasikan fungsi aktivasinya untuk menghitung sinyal keluarannya, y k = f(y_in k ) ## Propagasi balik Langkah 6 : tiap unit keluaran (yk, k = 1,…..,m) menerima pola target yang saling berhubungan pada masukan pola pelatihan, hitung kesalahan informasinya, hitung koreksi bobotnya (digunakan untuk mempengaruhi wjk nantinya),  k = ( t k − y k ) f '( y _ in k )  w jk =  k z j hitung koreksi biasnya (digunakan untuk mempengaruhi wok nantinya)  wo k =  k dan kirimkan δk ke unit-unit pada lapisan dibawahnya, Langkah 7 : Setiap unit lapisan tersembunyi (zj, j = 1,…..p) jumlah hasil perubahan masukannya (dari unit-unit lapisan diatasnya), m  _ in j =   k w jk k = 1 kalikan dengan turunan fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi kesalahannya,  j =  _ in j f '( z _ in j )  v ij =  j x koreksi bias  vo j =  j j Langkah 8 : Update bobot dan bias pada hubungan antar lapisan doi.org/10.54209/jatilima.v4i02.310 w jk ( baru ) = w jk ( lama ) +  w jk v ij ( baru ) = v ij ( lama ) +  v ij Langkah 9 : Tes kondisi terhenti c. Algoritma Kohonen Jaringan Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk pengenalan pola baik berupa pola/citra, suara, dan lain-lain. Jaringan SOM sering pula digunakan untuk ekstraksi ciri (feature) pada proses awal pengenalan pola. Ia mampu mereduksi dimensi input pola ke jumlah yang lebih sedikit sehingga pemrosesan komputer menjadi lebih hemat. Prinsip kerja dari algoritma SOM adalah pengurangan node-node tetangganya (neighbor), sehingga pada akhirnya hanya ada satu node output yang terpilih (winner node). Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan inisialisasi bobot untuk tiap- tiap node dengan nilai random. Setelah diberikan bobot random, maka jaringan diberi input sejumlah dimensi node/neuron input. Setelah input diterima jaringan, maka jaringan mulai melakukan perhitungan jarak vektor yang didapatkan dengan menjumlah selisih/jarak antara vektor input dengan vektor bobot. Secara matematis dirumuskan : 𝑑 𝑗 = ∑(𝑥 𝐼 (𝑡) − 𝑤 𝑖𝑗 (𝑡)) 2 𝑛−1 𝑖=0 d. Langkah-langkah Algoritma Kohonen Berikut merupakan langkah-langkah algoritma Kohonen : 0 : Inisialisasi bobot : Wij Set parameter-parameter tetangga Set parameter learning rate 1 : Kerjakan jika kondisi berhenti bernilai FALSE a. Untuk setiap vektor input x, kerjakan : 1) Untuk setiap j, hitung : boboti=∑i(Wij–Xi)2 2) Bandingkan boboti untuk mencari bobot terkecil 3) Untuk boboti terkecil, ambil Wij (lama) untuk mendapatkan : Wij(baru) = Wij(lama) + α (xi – Wij(lama)) b. Perbaiki learning rate (baru) = 0,5 * α c. Kurangi radius ketetanggaan pada waktu-waktu tertentu, dengan cara meng- update nilai boboti d. Tes kondisi berhenti (min error atau maxepoch terpenuhi). ## Proses penelitian Data yang digunakan adalah data sekunder dari gejala umum Pneumonia atau radang paru- paru dan TBC Paru-paru atau Tuberkulosis paru-paru yang diambil dari Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: "Sistem Pendukung Keputusan Klinis ", internet dan buku-buku yang mendukung tanpa menggunakan proses uji mikroskopis, foto thoraks atau rontgen. Data input yang digunakan : ## Pranoto Siregar a. Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin b. Berdasarkan gejala penyakit c. Berdasarkan lingkungan dan kebiasaan a. Data set berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Dalam penilaian ini yang menjadi tolak ukur adalah dari segi umur dan jenis kelamin pasien, keduanya berpengaruh langsung pada jenis penyakit pasien. Untuk penilaian pasien dengan umur yang lebih tua memiliki tingkat rentan lebih tinggi dibandingkan dengan umur pasien yang relative lebih muda. Berdasarkan jenis kelamin pasien, dimana kasus laki-laki lebih sering terjangkit kanker paru lebih besar dari pada pasien berjenis kelamin wanita. Umur dan jenis kelamin pasien dijadikan bagian dari inputan jaringan syaraf buatan yang akan menentukan pola penyakit kanker paru, bentuk penilaian secara spesifik dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Identitas pasien Skala/Ket Penilaian < 20 Thn 0,06 20 – 35 thn 0.07 Umur/Usia 36 – 50 thn 0.08 51 – 65 thn 0.09 > 65 thn 1 Jenis Kelamin Pria 0.1 Wanita 0.05 Tabel 2. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Pneumonia (radang paru-paru) Gejala Penyakit Skala/Net Penilaian Tidak Batuk 0 Ringan (< 25 ml / 24 Jam) 0.007 Batuk Sedang (25 -250 ml / 24 Jam) 0.008 Berat (250-600 ml / 24 Jam) 0.009 Masif ( >600 ml / 24 Jam 0.01 Tidak Batuk 0 Ringan (< 25 ml / 24 Jam) 0.008 Batuk yang di sertai sulit bernafas Sedang (25 -250 ml / 24 Jam) 0.009 Berat (250-600 ml / 24 Jam) 0.01 Masif ( >600 ml / 24 Jam) 0.02 Hasil Rontgen dada menunjukkan ada bagian yang berwarna putih-putih di bagian kiri atau kanan paru Ya 0.08 Tidak 0 Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak (sputum) Ya 0.07 Tidak 0 Hasil tes darah menunjukkan Ya 0.06 peningkatan sel darah putih dengan dominasi netrofil untuk pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri Tidak 0 Kesulitan bernapas disertai gejala sianosis sentral Ya 0.02 Tidak 0 Sulit Minum Ya 0.01 Tidak 0 Terdengar napas yang kasar, dan jika diperiksa dengan stetoskop akan terdengar suara yang lemah. Ya 0.01 Tidak 0 Tabel 3. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan TBC Paru Gejala Penyakit Skala/Net Penilaian Tidak batuk 0 Ringan 0.05 Batuk Darah Sedang 0.06 Berat 0.07 Masif 0.08 Demam Ya 0.2 Tidak 0 Sesaknafas Ya 0.05 Tidak 0 Sakit dada persisten Ya 0.02 Tidak 0 Suara serak/Perau Ya 0.01 Tidak 0 Ujung jari membesar dan terasa sakit Ya 0.01 Tidak 0 Berat badan menurun dan kehilangan nafsu makan Ya 0.02 Tidak 0 Tabel 4. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Lingkungan dan Kebiasaan Lingkungan dan Kebiasaan Skala Nilai Perokok Ya 0.1 Tidak 0 Lokasi T T dekat Pabrik, atau daerah polusi tinggi Ya 0.1 Tidak 0 Riwayat anggota keluarga penderita penyakit paru Ya 0.1 Tidak 0 Untuk setiap penilaian kriteria akan di berikan bobot sesuai dengan keinginan sipembuat. Di sini untuk kriteria penilaian identitas pasien karena tidak terlalu signifikan mempengaruhi diagnosa maka diberikan bobot 20%, penilaian gejala penyakit diberikan bobot 50% penilaian diberikan bobot lebih tinggi karena dianggap sangat mempengaruhi diagnosa secara signifikan, penilaian lingkungan dan kebiasaan pasien diberikan bobot 30% ,dan bentuk represenasi bobot sistem ini disajikan pada tabel 5. Data set Bobot Umur dan jenis kelamin 20 % Gejala penyakit 50 % Lingkungan dan kebiasaan 30 % ## b. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Pada permasalahan ini arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan adalah Jaringan Syaraf Tiruan dengan banyak lapisan (multilayer) dengan algoritma Backpropagation, yang terdiri dari: 1) Lapisan masukan (input) dengan 20 simpul (x1, x2, …., x20). 2) Lapisan tersembunyi (Hidden) dengan jumlah simpul ditentukan oleh pengguna (Z1, Zn). 3) Lapisan keluaran (Output) dengan 1 simpul (Y). INPUT HIDDEN LAYER OUTPUT Gambar 1. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Pengenalan Pola Keterangan : 1) X = 20 2) Z = 2 3) Y = 1 4) Learning rate (α) = 0,01 5) Error maximum = 0,001 6) Jumlah Data Training = 30 7) Epoch Maximum = 1500 8) Momentum = 1 c. Pembobotan Awal Untuk melakukan training terhadap data maka jumlah hidden layer, harus diisi terlebih dahulu. Untuk inisialisasi bobot awal dapat dipilih metode Kohonen, jika tidak dipilih maka sistem akan melakukan pembobotan secara random menggunakan algoritma backpropagation. Untuk menghentikan program maka terdapat 2 cara yang dapat digunakan yaitu dengan menentukan Epoch dan bobot error telah tercapai. Sebelum pengisian data maka pembobotan dan pengisian konstanta dilakukan terlebih dahulu. Pada tahap pembobotan akan dihitung bobot dan bias yang akan digunakan untuk pelatihan. Pada tahap pembobotan ini jika dilakukan dengan memilih pembobotan metode random maka bobot yang diperoleh akan digunakan untuk feedforward (arus maju). Pada tahap feedforward akan menerima sinyal masukan Xi (data yang mempengaruhi pengenalan penyakit paru). Sinyal masukan yang diterima akan dikalikan dengan bobot pada satu node dari input layer menuju hidden layer ditambah dengan bias. Setelah tahap ini dilakukan pada masing- masing node pada hidden akan dihasilkan sinyal bobot pada satu node hidden layer. Untuk menghitung sinyal output pada hidden layer digunakan fungsi aktivasi sigmoid dan threshold untuk hidden layer. Setelah itu akan menjumlahkan bobot dari sinyal input sehingga didapat sinyal output dari output layer yang sudah diaktifkan. Sinyal yang diperoleh dari output layer akan dihitung error-nya dengan mengurangkan dengan data target. Selisih pengurangannya disebut dengan nilai error. Nilai error harus dicari nilainya lebih kecil dari batas error yang digunakan. Jika nilainya masih diatas batas error maka dilakukan koreksi bobot dan bias, koreksi bobot dan bias dilakukan untuk mengurangi nilai error sehingga sistem menemukan pola untuk mendapatkan target. Selanjutnya bobot yang dapat menemukan pola untuk prediksi akan disimpan. Pada tahap pengujian bobot yang diperoleh pada saat pembobotan akan digunakan untuk menguji sistem, apakah sistem sudah dapat menemukan target. Pengujian dilakukan sampai diperoleh error paling rendah atau yang mendekati target. Adapun gambar saat dilakukan pembobotan adalah seperti gambar 2. Gambar 2. Program Saat dilakukan Pembobotan Dari gambar 2 dapat dilihat bobot-bobot yang digunakan dari setiap input yang dibuat berdasarkan penilaian kriteria yangdiperoleh dari faktor resiko tinggi sampai terendah dengan penilaian secara spesifik atas dasar referensi dokter spesialis paru. Dalam penilaian dari segi umur dan jenis kelamin pasien, kasus laki-laki lebih sering terjangkit kanker paru dari pada pasien berjenis kelamin wanita. Oleh karena itu bobot jenis kelamin laki-laki dibuat lebih tinggi dari pada jenis kelamin perempuan. Bobot keseluruhan dibuat 20%. Penilaian kriteria lingkungan dan kebiasaan pasien diperoleh dari faktor resiko tinggi. Merokok yang aktif sangat mempengaruhi gejala penyakit paru, begitu juga dengan lokasi tempat tinggal dan faktor keturunan. Oleh karena itu bobot masing-masing dibuat tinggi, yaitu 0.1. Bobot keseluruhan dibuat 30%. Dalam penilaian kriteria gejala penyakit merupakan yang menjadi perhatian utama dalam menentukan jenis penyakit paru dan dianggap sangat mempengaruhi diagnosa secara signifikan karena itu diberi bobot keseluruhan sampai 50%. d. Pengisian Nilai Bias Setelah selesai melakukan pembobotan maka ditentukan nilai bias yang akan digunakan dari input layer menuju hidden layer. Gambar 3. Program saat dilakukan Pengisian Nilai Bias e. Input Data Dan setelah selesai melakukan pembobotan dan pengisian konstanta maka data di input ke form pelatihan. Gambar 4. Program saat dilakukan Input Data Pada saat menginput data, harus diperhatikan metode yang digunakan karena apabila tidak dipilih antara backpropagation dengan Kohonen maka akan secara otomatis sistem menggunakan metode Backpropagation. Pastikan semua data diisi sesuai dengan keadaan pasien, dan setelah selesai diisi maka pilih tombol save maka sistem akan menyimpan data yang telah diinput. f. Training Data Setelah dilakukan pembobotandan input data maka langkah selanjutnya adalah data dilatih. Proses pelatihan akan berhenti jika pada awal ditentukan jumlah epoch maksimum dan apabila batas error telah tercapai. Pada saat proses training data dipilih maka sistem akan menunjukkan epoch terakhir dan batas error pada epoch akhir. Pada proses pelatihan yang dilakukan akan menunjukkan nilai error pada setiap data yang diprediksi. Semua bobot yang telah ditentukan harus disimpan. Cara menyimpan bobot harus benar-benar teliti dimana bobot harus disimpan ditempat yang sama dean dengan nama yang sama. Kesalahan penyimpanan bobot akan mengakibatkan sistem menggunakan bobot yang tidak tepat yaitu sistem akan menggunakan bobot yang sudah tersimpan terlebih dahulu. Adapun proses pada saat dilatih dan saat disimpan dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Program saat dilakukan Pelatihan Pada sistem ini ada 20 nilai yang akan dilatih. Setiap proses pelatihan dilakukan akan ditunjukkan jumlah iterasi pada setiap data yang diprediksi untuk mendapatkan pola yang tepat. Pada proses pelatihan ini juga ditunjukkan nilai error pada setiap data yang diprediksi. Setelah melakukan pelatihan data dengan model jaringan yang telah ditentukan, maka akan dihasilkan output data yang merupakan pola terbaik dalam mendekati nilai ideal yang diinginkan. Dari setiap data yang dilatih akan menghasilkan nilai output yang berbeda sehingga dapat dijadikan pola data pada data test yang lainnya, harapannya agar nilai output yang dihasilkan pada saat pelatihan sama dengan nilai output yang di hasilkan pada saat menggunakan data test sesungguhnya. Pada penelitian ini, nilai output hasil pelatihan yang dihasilkan model jaringan syaraf yang dipilih ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Pola Output Pelatihan ## 3. Hasil dan Pembahasan Dalam kedua metode yang digunakan, nilai bobot dan bias sangat berperan penting untuk mengenal pola yang digunakan. ## Pranoto Siregar Analisis terhadap bobot dapat dilihat dari 2 jenis bobot yang digunakan yaitu: a. Bobot dari input layer menuju hidden layer Semakin besar nilai bobot dari lapisan input menuju hidden layer, maka sinyal output yang dihasilkan hidden layer akan meningkat. Hal ini akan membuat informasi error semakin kecil. b. Bobot dari hidden layer menuju output layer Perubahan nilai bobot dari hidden layer menuju output layer memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan bobot dari lapisan input menuju hidden layer. Bobot dari hidden layer menuju lapisan output dikalikan dengan sinyal keluaran dari hidden layer. Sinyal keluaran hidden layer telah mendapatkan nilai tambahan dari nilai input yang merupakan dari data pengenalan pola. 1) Pengaruh Bias Untuk meningkatkan sinyal keluaran dari suatu lapisan maka salah satu cara adalah dengan menambah bias. Penambahan bias dari lapisan input menuju hidden layer akan menambah nilai bobot pada hidden layer. ## 2) Pengujian Terhadap Program Langkah terakhir adalah melakukan pengujian pengenalan pola dengan menginput jumlah hidden layer yang sama pada saat dilakukan pengujian. Pada tahap akhir ini diharapkan data testing yang diinput akan terklasifikasi pada kelas yang benar. Pada saat proses pengujian dilakukan akan ditunjukkan nilai prediksi pengenalan pola yang dihasilkan. Pada program ini pola paru-paru pneumonia dibuat target 1 dan Paru-paru TBC dibuat target 0.8, sehingga setiap gejala penyakit paru yang dimasukkan dapat dikenali jenis penyakitnya. Jenis penyakit paru-paru Pneumonia hampir semua ditemukan pada iterasi 46 dan 47, ini dikarenakan akibat range target antara penyakit paru-paru pneumonia dan Paru-paru TBC hanya 0.2, yaitu antara 0.8 sampai 1, sedangkan penyakit Paru-paru TBC nilai targetnya berada antara 0.01 sampai 0.79, sehingga jumlah iterasi sampai ribuan sesuai dengan jumlah epoch yang ditentukan. 3) Pengujian dengan algoritma Backpropagation Data yang ada dijadikan training set, data uji dimasukkan secara manual pada sistem berdasarkan gejala yang dialami pasien. Data tersebut diolah dengan menggunakan algoritma Backpropagation untuk mengetahui jarak terdekat data testing dengan data training, agar diketahui prediksi penyakit yang diderita pasien, apakah termasuk Pneumonia (radang paru- paru) atau TBC Paru-paru (Tuberkulosis paru-paru). Pada percobaan ini data yang digunakan sebagai data training berjumlah 35 data dengan menggunakan data training. Hasil dari percobaan tersebut disajikan pada gambar 7 : Gambar 7. Hasil Pengujian dengan algoritma Backpropagation Di tampilkan menggunakan grafik : Gambar 8. Hasil Pengujian dengan algoritma Backpropagation dalam bentuk Grafik. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penyakit paru-paru pneumonia lebih cepat ditemukan dari pada penyakit Paru-paru TBC. 4) Pengujian dengan Algoritma Kohonen pada JST Backpropagation Di percobaan ini juga menggunakan data yang dimasukkan secara manual pada sistem berdasarkan gejala yang dialami pasien. Data tersebut diolah dengan menggunakan algoritma Kohonen pada pembobotannya dan setelah itu dilanjutkan menggunakan algoritma Backpropagation agar diketahui prediksi penyakit yang diderita pasien, apakah termasuk Pneumonia atau TBC Paru-paru. Data yang digunakan sebagai data training berjumlah 35 data. Hasil dari percobaan tersebut disajikan dalam gambar berikut ini : Gambar 9. Hasil Percobaan dengan algoritma Kohonen Ditampilkan dalam bentuk Grafik : Gambar 10. Hasil Percobaan dengan algoritma Kohonen dalam bentuk Grafik Hasil pencobaan yang dilakukan dengan metode Kohonen lebih baik dari pada algoritma backpropagation dimana dengan menggunakan algoritma ini jauh lebih cepat mengenali pola penyakit. Setelah dianalisis bahwa hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : a) Jumlah node pada input layer Jumlah node pada input layer sangat mempengaruhi nilai bobot dan bias yang dihasilkan dengan metode ini. Jumlah node pada input layer adalah tergantung pada jumlah input dari data yang diteliti. b) Jumlah node pada hidden layer Jumlah node pada hidden layer sangat berpengaruh dalam menentukan nilai bobot dan bias. Jika jumlah node pada hidden layer semakin besar maka faktor skala juga akan semakin besar. Jika faktor skala besar maka nilai bobot juga akan bertambah dan interval bias dari input layer menuju hidden layer akan semakin besar juga. c) Nilai awal yang digunakan. Nilai awal yang digunakan dalam metode Kohonen dapat bertambah atau berkurang dimana metode Kohonen akan menyesuaikan untuk pengenalan pola. 5) Hasil Pengujian Dengan Penggabungan Algoritma Backpropagation dengan Algoritma Kohonen Dari Penelitian yang telah dilakukan, maka didapat hasil bahwa algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation jauh lebih cepat dibanding dengan hanya menggunakan algoritma Backpropagation. Dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini: Gambar 11. Hasil Percobaan dengan penggabungan Algoritma Kohonen dengan Algoritma Backpropagation Dari gambar 11 dapat dianalisis bahwa antara hasil dari metode Backpropagation dengan metode Kohonen pada JST Backpropagation jauh berbeda. Dimana hasil metode Kohonen pada JST Backpropagation jauh lebih baik yaitu lebih cepat mengenali pola penyakit dari pada menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. Hal ini diakibatkan karena pembobotan awal yang dilakukan dengan metode Backpropagation berada dalam interval -1 sampai dengan 1. Sedangkan metode yang dilakukan dengan algoritma kohonen nilai awalnya berada pada interval -0.5 sampai dengan 0.5. Hal ini disebabkan karena metode Kohonen akan menyesuaikan bobot awalnya untuk pengenalan pola, sehingga bobot awal dapat bertambah maupun berkurang dari nilai awal. Dengan pembobotan awal menggunakan metode Kohonen maka jumlah jumlah node pada hidden layer akan menentukan besar biasyang akan digunakan dari input layer menuju hidden layer. Dan juga dengan menggunakan metode Kohonen, dapat memperkecil nilai error, dapat dilihat seperti tabel 6. Tabel 6. Tabel Perbandingan Nilai Error Pada Algoritma Backpropagation dan Algoritma Kohonen Dengan Bobot Awal : 0.5 ERROR (Y) NO Zin_1 Zin_2 Backpropagation Kohonen pada Backpropagation 1 0.0794 0.2364 0.6378 0.5636 2 0.0434 0.1824 0.6755 0.6235 3 0.0841 0.2138 0.6763 0.6237 4 0.1056 0.1918 0.6758 0.6236 5 0.0731 0.2001 0.6191 0.5634 6 0.0624 0.1698 0.6751 0.6235 7 0.0737 0.2005 0.7353 0.6236 8 0.0727 0.2101 0.6193 0.5635 9 0.0975 0.2266 0.6767 0.6238 10 0.0799 0.1996 0.6759 0.6236 11 0.0902 0.2203 0.6196 0.5635 12 0.1088 0.2175 0.6195 0.5634 13 0.0688 0.1814 0.6184 0.5628 14 0.0691 0.1834 0.6185 0.5633 15 0.0898 0.2097 0.6762 0.6237 16 0.0819 0.2085 0.6425 0.5879 17 0.0799 0.1871 0.7511 0.7057 18 0.0801 0.1926 0.6431 0.6121 19 0.1014 0.1911 0.6527 0.6014 20 0.0721 0.2212 0.6091 0.5418 Hasil dari tabel diatas, bahwa hasil nilai error pada fase propagasi maju (feedforward) antara data yang menggunakan metode Backpropagation dan data yang menggunakan Kohonen pada JST Backpropagation berbeda, dimana tingkat error lebih besar jika menggunakan metode algoritma Backpropagation. Hal ini dipengaruhi oleh perhitungan bobot awal. Semakin besar nilai perhitungan bobot dari lapisan input menuju hidden layer, maka sinyal output yang dihasilkan hidden layer akan meningkat. Hal ini akan membuat informasi error semakin kecil. Tabel 7. Tabel Perbandingan Nilai Error Pada Algoritma Backpropagation dan Algoritma Kohonen Dengan Bobot Awal : -0.5 ERROR (Y) No Zin_1 Zin_2 Backpropagation Kohonen Pada Backpropagation 1 0.075 0.219 0.6961 0.5891 2 0.037 0.174 0.7506 0.6849 3 0.083 0.212 0.7516 0.6824 4 0.099 0.183 0.7509 0.6825 5 0.067 0.192 0.6942 0.6224 ## Pranoto Siregar 6 0.059 0.164 0.7151 0.6632 7 0.069 0.197 0.7653 0.6334 8 0.072 0.210 0.6193 0.5635 9 0.096 0.222 0.7714 0.6832 10 0.079 0.199 0.6759 0.6236 11 0.089 0.228 0.6794 0.5933 12 0.104 0.212 0.6592 0.5437 13 0.064 0.178 0.6788 0.5323 14 0.064 0.181 0.6884 0.5939 15 0.087 4 0.2048 0.6969 0.6632 16 0.084 3 0.2126 0.6829 0.5974 17 0.076 3 0.1839 0.7819 0.7092 18 0.078 9 0.1958 0.6924 0.6142 19 0.105 8 0.1967 0.6823 0.6517 20 0.069 6 0.2265 0.6397 0.5624 Hasil dari tabel diatas bahwa jika bobot awalnya -0.5, maka hasil nilai error pada fase propagasi maju (feedforward) antara data yang menggunakan metode Backpropagation dan data yang menggunakan Kohonen pada JST Backpropagation juga berbeda. Nilai Zin_1 dan Zin_2 nilainya semakin kecil tetapi tingkat error semakin besar dibandingkan dengan bobot awal 0.5 . Tetapi kalau dilihat dari segi tingkat error, Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation lebih kecil dari pada hanya menggunakan metode algoritma Backpropagation. ## 4. Kesimpulan Jaringan syaraf tiruan Backpropagation dengan Algoritma Kohonen pada Jaringan syaraf tiruan Backpropagation pada penelitian ini dapat mengenali pola dengan baik sesuai dengan target. Algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruam Backpropagation dapat melakukan pembelajaran dan pengenalan terhadap suatu pola dengan tingkat kecepatan yang jauh lebih tinggi dari pada yang hanya menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. Dimana dengan pembobotan awal menggunakan algoritma Kohonen mampu mengurangi error dalam backpropagation sehingga hasil pengenalan pola menjadi lebih akurat dibandingkan dengan pembobotan awal menggunakan random.. ## Referensi [1]. Hasibuan, A. (2019). Analisis Penggunaan Metode Algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ) pada Pengenalan Pola. [2]. Primawati, A. (2017). Penentuan Cepat Status Kelulusan Matakuliah Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Self Organizing Maps (Som) Kohonen. [3]. Kapita, S. N. (2020). Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen Self Organizing Map (K-SOM) pada Data Mutu Sekolah. JIKO (Jurnal Informatika Dan Komputer), 3(1), 56-61. [4]. Irawan, D. (2018). Klasifikasi Gangguan Pada Saluran Transmisi Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Kohonen. E-Link: Jurnal Teknik Elektro dan Informatika, 13(1), 1-13. [5]. Latifah, R., Efendi, R., & Erlansari, A. (2020). Rancang Bangun Implementasi Metode Jaringan Syaraf Tiruan Self Organizing Map Kohonen Dalam Mengidentifikasi Telapak Tangan Manusia. Rekursif: Jurnal Informatika, 8(2). [6]. Phonna, D., Azmi, Z., St, M., Pranata, A., Kom, S., & Kom, M. (2020). Jaringan Syaraf Tiruan Pengenalan Pola Rambu Lalu Lintas Dengan Metode Kohonen. Jurnal SAINTIKOM P-ISSN, 9800, 3456. [7]. LESMANA, M., Samsuryadi, S., & Arsalan, O. (2019). PERBANDINGAN JARINGAN SARAF PROPAGASI BALIK DAN KOHONEN SOM UNTUK IDENTIFIKASI PENYAKIT KULIT (Doctoral dissertation, Sriwijaya University). [8]. Depinta, L., & Abdullah, Z. (2017). Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Deteksi Penyakit Tuberculosis (TB) Paru dari Citra Rontgen. Jurnal Fisika Unand, 6(1), 61-66. [9]. Kurnia, R., Aini, F., & Elfitri, I. (2014). Deteksi Dini Penyakit Paru secara Mobile Berbasis Bayesian Network. In PROCEEDINGS OF CONFERENCE ON INFORMATION TECHNOLOGY AND ELECTRICAL ENGINEERING (p. 133). [10]. Syafria, F., Buono, A., & Silalahi, B. P. (2014). Pengenalan Suara Paru-Paru dengan MFCC sebagai Ekstraksi Ciri dan Backpropagation sebagai Classifier. Jurnal Ilmu Komputer dan Agri-Informatika, 3(1), 27-36. [11]. Lusiyanti, D., Musdalifah, S., Sahari, A., & Darmawanti, Y. (2022). Rancang Bangun Sistem Clustering Kualitas Bawang Merah Palu (Alliumascalonium L.) Menggunakan Algoritma Kohonen. JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN TERAPAN, 19(1), 103-110. [12]. Siregar, S. D., Lestari, L., Ernala, I., Simarmata, D. P., & Nainggolan, A. S. (2019). PENCOCOKAN FOTO ## BERDASARKAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN. Journal Of Informatic Pelita Nusantara, 4(1). [13]. Azmi, Z., Taufik, F., & Susilo, B. (2018). Implementasi Jaringan Kohonen Dalam Pengenalan Citra Huruf Aksara Jawa. Jurnal SAINTIKOM (Jurnal Sains Manajemen Informatika dan Komputer), 17(2), 214-217. [14]. Windarto, A. P., Nasution, D., Wanto, A., Tambunan, F., Hasibuan, M. S., Siregar, M. N. H., ... & Nofriansyah, D. (2020). Jaringan Saraf Tiruan: Algoritma Prediksi dan Implementasi. Yayasan Kita Menulis. [15]. Tambunan, H. S. (2016). Pengenalan Pola HIV dan Aids Menggunakan Algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. InfoTekJar: Jurnal Nasional Informatika dan Teknologi Jaringan, 1(1), 65-69. [16]. Windarto, A. P., Nasution, D., Wanto, A., Tambunan, F., Hasibuan, M. S., Siregar, M. N. H., ... & Nofriansyah, D. (2020). Jaringan Saraf Tiruan: Algoritma Prediksi dan Implementasi. Yayasan Kita Menulis.
c9a0f276-4257-4db8-b1b0-45ba8cdedec4
https://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/article/download/2257/1431
## KAJIAN VOLUME LALULINTAS DAN PEJALAN KAKI DALAM PENENTUAN FASILITAS PENYEBERANG JALAN ( STUDI KASUS: JALAN PADJAJARAN KOTA BOGOR STA. 0+000 – 0+250 ) Saefudin Saefudin, Rulhendri Rulhendri Program Studi Teknik Sipil Universitas Ibn Khaldun Bogor E-mail: [email protected] ## ABSTRAK Studi kasus di jalan Padjajaran Sta 0+00 – 0+250 penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kendaraan bermotor yang melalui jalan Padjajaran dengan meninjau hambatan samping yang terjadi akibat dari pergerakan untuk menyeberang dengan memotong jalan, pengambilan data dilakukan melalui survei langsung secara langsung dilokasi pengamatan dengan menggunakan sistem acak pada hari libur dan hari kerja sehingga akan menghasilkan nilai P atau hambatan samping (penyeberang jalan) nilai V atau jumlah rata-rata kendaraan yang melintas pada waktu tersibuk dilokasi pengamatan dan hari kerja, dengan menggunakan rumus PV 2 = P x V 2 sesuai standar acuan yang dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga dalam pemilihan fasilitas penyeberangan di perkotaan. Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang diperoleh menghasilkan nilai PV 2 sebesar 2,5 x 10 9 maka fasilitas penyeberangan yang direkomendasikan adalah Zebra Cross sesuai dengan kondisi di lapangan. Kata Kunci : Volume kendaraan; volume penyeberang jalan ## ABSTRACT Case study on Padjajaran Street Sta 0 + 00 - 0 + 250 This research was conducted to find out how many motorized vehicles pass through Padjajaran road by reviewing the side obstacles that occur as a result of the movement to cross by crossing the road, data collection is done through direct surveys at the observation site by using a random system on holidays and working days so that it will produce a P value or a side obstacle (crossing the road) V value or the average number of vehicles that pass at the busiest time at the observation location and work day, using the formula PV 2 = P x V 2 according to the reference standard issued by the Department of Highways in the selection of crossing facilities in urban areas. Based on the calculation results from the data obtained to produce a PV 2 value of 2.5x10 9 , the recommended crossing facility is Zebra Cross according to field conditions. Keywords: Vehicle volume; the volume of crossers ## PENDAHULUAN Setiap orang dituntut untuk melakukan aktivitas diluar rumah yang akhirnya menuntut setiap manusia melakukan pergerakan / perpindahan dari satu tempat menuju tempat tujuan, bentuk aktivitas tentunya berbeda antara manusia/masyarakat yang hidup di wilayah pedesaan dengan manusia/masyarakat yang hidup di perkotaan dimana aktivitas manusia/masyarakat pedesaan lebih dominan/mayoritas tidak membutuhkan jarak tempuh yang jauh mereka lebih banyak beraktivitas disekitar tempat tinggal mereka dibandingkan dengan yang melakukan aktivitas keluar jauh dari tempat tinggal mereka yang membutuhkan jarak tempuh yang jauh, berbeda dengan masyarakat yang hidup diperkotaan mereka berbanding terbalik dengan masyarakat pedesaan, masyarakat yang melakukan aktivitas yang keluar rumah jauh lebih banyak daripada yang melakukan aktivitas disekitar tempat tinggal dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, hal itu terlihat pada lokasi objek kajian di Jalan Padjajaran pada perempatan lampu merah depan Plaza Jambu Dua yang berada tidak jauh dari pemukiman penduduk, dan jalan tersebut merupakan jalan nasional yang merupakan perlintasan masyarakat dari Jadetabek menuju daerah Puncak Bogor yang merupakan tempat wisata yang masih menjadi tempat tujuan pilihan bagi masyarakat, tentunya pada hari libur maupun jam sibuk akan terjadi peningkatan jumlah pejalan kaki, penyeberang jalan dan kendaraan yang melintas karena jalan Padjajaran juga menjadi jalur perlintasan masyarakat untuk menuju dan atau pulang dari tempat aktifitas mereka. Tujuan Penelitian Pada penulisan penelitian ini bertujuan : 1. Menganalisis volume lalu-lintas kendaraan dari dua arah yang melintasi jalan Padjajaran pada lokasi tinjauan pada jam sibuk. 2. Menganalisis volume pejalan kaki yang menyeberang jalan Padjajaran dari dua arah pada lokasi tinjauan pada jam sibuk. 3. Menentukan fasilitas pejalan kaki yang menyeberang pada lokasi studi. ## Pengertian Penyeberangan Jalur penyeberangan merupakan jalur Saefudin, Rulhendri, Kajian volume lalu lintas dan pejalan kaki dalam penentuan fasilitas penyeberang jalan (Studi Kasus Jalan Pajajaran Kota Bogor STA + 0.000 - 0+250) pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur seberang untuk mengatasi dari konflik dari moda angkutan yang lain. Adapun jenis fasilitas penyeberangan terdiri atas penyeberangan sebidang dan penyeberangan tidak sebidang ## Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki Semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki adalah jalur yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki tersebut. Dan arus pejalan kaki adalah jumlah pejalan kaki yang melewati suatu titik tertentu, biasanya dinyatakan dengan jumlah pejalan kaki per satuan waktu (pejalan kaki/menit) (Direktorat Jenderal Bina Marga 1990; Syaiful, 2015). Ketentuan Ketentuan Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Bina Marga tentang tata cara perencanaan fasilitas pejalan kaki di kawasan perkotaan (Tahun 1995 ), Fasilitas pejalan kaki adalah semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki harus direncanakan berdasarkan ketentuan- ketentuan sebagai berikut (Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Dirjen Bina Marga, Tahun 1995; Syaiful,2005; Syaiful, 2012): 1) Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman dari lalu lintas yang lain dan lancar. 2) Terjadinya kontinuitas fasilitas pejalan kaki, yang menghubungkan daerah yang satu dengan yang lain. 3) Apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain harus dilakukan 4) Pengaturan lalu lintas, baik dengan lampu pengatur ataupun dengan marka penyeberangan, atau tempat penyeberangan yang tidak sebidang. 5) Jalur pejalan kaki yang memotong jalur lalu lintas berupa penyeberangan ( Zebra Cross ), marka jalan dengan lampu pengatur lalu lintas ( Pelican Cross ), jembatan penyeberangan dan terowongan. 6) Fasilitas pejalan kaki harus dibuat pada ruas-ruas jalan di perkotaan atau pada tempat-tempat dimana volume pejalan kaki memenuhi syarat atau ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. 7) Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa dari jalur lalu lintas yang lainnya, sehingga keamanan pejalan kaki lebih terjamin. 8) Dilengkapi dengan rambu atau pelengkap jalan lainnya, sehingga pejalan kaki leluasa untuk berjalan, terutama bagi pejalan kaki yang tuna daksa. 9) Perencanaan jalur pejalan kaki dapat sejajar, tidak sejajar atau memotong jalur lalu lintas yang ada. 10) Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air serta disarankan untuk dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh. 11) Untuk menjaga keamanan dan keleluasaan pejalan kaki, harus dipasang kerb jalan sehingga fasilitas pejalan kaki lebih tinggi dari permukan jalan. ## Kriteria pemasangan fasilitas pejalan kaki Sesuai Surat Keputusan Direktorat Jendral Bina Marga tentang tata cara perencanaan fasilitas pejalan kaki di kawasan perkotaan (Tahun 1995). Fasilitas Pejalan kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut: 1) Fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi dimana pemasangan fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya. 2) Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau jumlah konflik dengan kendaraan dan jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan fasilitas pejalan kaki yang memadai. 3) Pada lokasi-lokasi / kawasan yang terdapat sarana dan prasarana umum. 4) Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau pada suatu kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. Tempat-tempat tersebut antara lain: (1). Daerah-daerah industri (2). Pusat perbelanjaan (3). Pusat perkantoran (4). Terminal Bus (5). Perumahan (6). Pusat hiburan 5) Fasilitas pejalan kaki yang normal terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut: (1). Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a. Trotoar b. Penyeberangan a) jembatan penyeberangan b) zebra cross c) pelican cross d) terowongan e) Non Trotoar (2). Pelengkap Jalur Pejalan kaki yang terdiri dari : a. Lapak tunggu b. Rambu c. Marka d. Lampu lalu lintas e. Bangunan pelengkap Teknis Perencanaan Fasilitas Penyeberangan Pedestrian Jembatan ## Penyeberangan Fasilitas ini bermanfaat jika ditempatkan dijalan dengan arus penyeberang jalan dan kendaraan yang tinggi, khususnya pada jalan dengan arus kendaraan berkecepatan tinggi. Pembangunan jembatan penyeberangan disarankan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan Pelican Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada. 2. Pada ruas jalan dimana frekwensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggi. 3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang tinggi. ## Penyeberangan Sebidang Kriteria yang dapat digunakan dalam memilih fasilitas penyeberangan pedestrian sebidang didasarkan pada formula empiris PV2 (Idris, Zilhardi, Januari 2007) dimana: V= Arus lalu lintas kendaraan dua arah setiap jam (kendaraan/jam). P = Arus pejalan kaki yang menyeberang di ruas jalan sepanjang 100 m setiap 1 jam (orang/jam). Nilai V dan P diatas merupakan arus rata- rata pejalan kaki dan kendaraan dalam kurun waktu empat jam sibuk. Dari nilai PV2 direkomendasikan pemilihan jenis fasilitas penyeberangan pedestrian seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pemilihan fasilitas penyeberangan sebidang PV² P V Rekomendasi > 108 50 - 100 300 - 500 Zebra cross (Zc) > 2 x 108 50 - 1100 400 - 750 Zc dengan pelindung > 108 50 - 1100 > 500 Pelikan (p) > 108 > 1100 > 500 Pelikan (p) > 2 x 108 50 - 1100 > 700 Pelikan dengan pelindung > 2 x 108 > 1100 > 400 Pelikan dengan pelindung Sumber: Idri, Zilhard, 2007 Gambar 1. Grafik Pemilihan fasilitas penyeberangan ## Penyeberangan tidak sebidang Fasilitas penyeberangan orang tidak sebidang ditempat sesuai kriteria berikut: 1) Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana di atas 75 km/jam 2) Pada kawasan kawasan startegis dimana penyeberang tidak memungkinkan 3) Untuk penyeberang jalan, kecuali hanya pada jembatan 4) PV2 > 2 x 108 dengan P > 1100 orang/jam dan V > 750 kend./jam. Nilai V diambil dari nilai arus rata-rata selama 4 jam tersibuk. Kriteria penentuan fasilitas penyeberangan tidak sebidang dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi suatu fasilitas jembatan penyeberangan orang yaitu aspek keselamatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki. Dengan demikian yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) Kebebasan vertikal antara balok terendah jembatan penyeberangan dengan jalan >5.0 m. 2) Tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm. 3) Lebar anak tangga 30 cm. 4) Panjang jalur turun minimum 1.5 m. 5) Lebar landasan tangga dan jalur penyeberang (pedestrian) minimum 2.0 m. 6) Kelandaian maksimum 10%. Asumsi asumsi yang digunakan dalam kriteria di atas didasarkan kepada kecepatan rata-rata pedestrian pada jalan datar 1.5 m/detik, pada tempat miring 1.1 m/detik dan pada tempat vertikal 0.2 m/detik. ## Tabel 2. Pemilihan jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang PV² P V Rekomendasi > 5 x 108 100 - 1250 2000 - 5000 Zebra cross (Zc) > 1010 3500- 7000 400 - 750 Zc dengan lampu pengatur > 5 x 109 100 - 1250 > 5000 Dengan lampu pengatur/jembatan > 5 x 109 > 1250 > 2000 Dengan lampu pengatur/jembatan > 1010 100 - 1250 > 7000 Jembatan > 1010 > 1250 > 3500 Jembatan Sumber: Idri, Zilhardi, 2007 ## Volume lalu lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu, dan karena itu biasanya diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu. Menghitung volume lalu lintas perjam pada jam-jam puncak arus sibuk, agar dapat menentukan kapasitas jalan maka data volume kendaraan arus lalu lintas (per arah 2 total) harus diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang. Ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total dinyatakan dalam 1 jam. Semua nilai smp untuk kendaraan yang berbeda berdasarkan koefisien emp, untuk menentukan emp jalan perkotaan terbagi dan satu arah ditunjukkan pada Tabel 3, dan faktor penentuan frekuensi kejadian ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 3 Emp jalan perkotaan terbagi dan satu arah No. Tipe jalan satu arah dan jalan terbagi Arus lalu lintas total 2 arah (kend/jam) emp HV MC 1 Dua lajur satu arah(2/1) dan empat lajur terbagi (4/2D) 0 1,3 0,4 > 1050 1,2 0,25 2 Tiga lajur satu arah (3/1) dan empat lajur tebagi (6/2D) 0 1,3 0,4 > 1100 1,2 0,25 Sumber: MKJI 1997 dengan : HV = kedaraan berat MC = kendaran bermotor LV = kendaraan ringan, LV diasumsikan 1 untuk semua tipe jalan Tabel 4 Faktor penentuan frekuensi kejadian No. Hambatan Samping Faktor Bobot 1 Pejalan kaki/pnyeberang jalan 0.5 2 Kendaraan umum dan kendaraan berhenti 1.0 3 Kendaraan masuk dan keluar dari sisi jalan 0.7 4 Kendaraan lambat 0.4 Sumber: MKJI 1997 Hambatan samping/ Penyeberang jalan Hambatan samping/ Penyeberang jalan adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas segmen jalan. Faktor hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah: 1) Jumlah Penyeberang jalan berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan(P); 2) Jumlah kendaraan berhenti dan parkir (PSV); 3) Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan dan jalan sisi (EEV); dan 4) Arus kendaraan yang bergerak lambat (SMV), yaitu total (kendaraan/jam ) dari sepeda, becak, gerobak, dan sebagainya. Evaluasi pengaruh hambatan samping jalan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan nilai hambatan samping yang terjadi dari fasilitas lalu lintas dalam penyesuaian pergerakan arus lalu lintas itu sendiri, kelas hambatan samping seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Kelas hambatan samping No. Kelas hambatan samping (SFC) Kode Jumlah berbobot kejadian per 200 m per jam (dua sisi) Kondisi khusus 1 Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman, jalan dengan jalan samping. 2 Rendah L 100 – 299 Daerah pemukiman, beberapa kendaraan umum dan sebagainya. 3 Sedang M 300 – 499 Daerah industri, beberapa toko di sisi jalan. 4 Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi 5 Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial dengan aktivitas pasar di samping jalan Sumber: MKJI 1997 Frakuensi kejadian penyebeang jalan dikalikan dengan faktor bobot terlebih dahulu, faktor bobot ditunjukkan dalam Tabel 6. ## Tabel 6 Efisiensi hambatan samping No. Hambatan Samping Faktor Bobot 1 Penyeberang jalan/pejalan kaki 0.5 2 Kendaraan umum dan kendaraan berhenti 1.0 3 Kendaraan masuk dan keluar dari sisi jalan 0.7 4 Kendaraan lambat 0.4 Sumber: MKJI 1997 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Kajian Teknis Karakteristik penyeberang jalan dan kebutuhan fasilitas penyeberangan jalan di jalan perkotaan pada ruas jalan Padjajaran ( di depan Plaza jambu Dua ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013). ## Bahan dan Alat ## Bahan Bahan yang digunakan pada kajian teknis ini berupa data yang diambil langsung dari lokasi yang diamati, data tersebut seperti data lalu lintas, Pejalan Kaki atau hambatan samping dan geometrik jalan. ## Alat Alat yang digunakan pada tinjaun median terhadap kinerja jalan, yaitu: 1) Meteran panjang 50 meter untuk mengukur geometrik jalan, Gambar 2 Photo meteran roll 50 M. 2) Alat pencacah ( hand tally counter ) 8 buah untuk menghitung data lalu lintas dan hambatan samping, Gambar 3 Photo handtally counter. 3) Seperangkat alat tulis untuk pencatatan data lalu lintas, Pejalan Kaki atau hambatan samping dan geometrik jalan 4) Microsoft Office Excel 2007 untuk perhitungan tinjauan median terhadap kinerja ruas jalan, dan 5) AutoCAD 2010 untuk menggambar hasil pengukuran geometrik jalan. ## Bagan alir Penelitian Metode yang diterapkan dalam penelitian ini diuraikan melalui tahapan- tahapan yang terangkum dalam diagram alir. Diagram alir penelitian, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. ## Mulai Data Survei lalu lintas 1) Data lalu lintas kendaraan 2) Data Hambatan samping 3) Data geometrik jalan Pengolahan Data: 1. Volume kendaraan 2. Volume Penyeberang jalan / hambatan samping Analisis perlu atau tidaknya jembatan penyeberangan orang pada ruas jalan ## Selesai Gambar 4 . Diagram alir analisis pemilihan penyeberangan manusia ## Data Survei lalu lintas Pengambilan data lalu lintas dilaksanakan selama 4 (empat) hari dalam satu minggu, hal ini dimaksudkan agar nantinya didapat bukan hanya jam tersibuk saja melainkan juga kemungkinan hari tersibuk pada ruas jalan tersebut, adapun pengambilan data ini dimulai pada tanggal 05 Agustus 2013 - 12 Agustus 2013. Metode penelitian ini berdasarkan pengamatan dilapangan dengan 4 buah parameter yaitu Kendaraan ringan (LV), Kendaraan berat (HV), Sepeda motor (MC), dan Penyebrang jalan (P). proses pengamatan dilakukan bedasarkan 2 titik pengamatan pada dua jalur lalu lintas untuk satu jalan yang sama yaitu sisi A dan sisi B yang saling berlawanan arah. Sisi A adalah jalur dari arah perempatan lampu merah jalan Padjajaran dari arah jakarta menuju Kota Bogor/arah Puncak dan sisi B adalah arah sebaliknya. Untuk masing-masing titik pengamatan ditempatkan 4 orang untuk menghitung tiap- tiap parameter tersebut. Data lalu lintas yang diamati dilakukan pada jam- jam puncak/sibuk, dengan asumsi jam puncak/sibuk, yaitu: (1) Pagi hari, jam 07.00 –10.00 WIB (2) Sore hari, jam 16.00 –19.00 WIB Semua data yang didapat dicatat dalam jangka 60 menit, berdasarkan pada MKJI 1997. Dan pencatatan data lalu lintas dibagi menjadi 3 bagian yaitu: ## Data lalu lintas kendaraan Pencatatan data lalu lintas kendaraan, untuk masing-masing jenis kendaraan dikelompokkan, seperti berikut: (1) Kendaraan ringan (LV), misalnya mobil penumpang, sedan, minibus, pickup, jeep; (2) Kendaraan berat (HV), misalnya dump truck, trailler, bus; (3) Sepeda motor (MC), misalnya kendaraan roda dua dan tiga. Dari data tersebut diatas diharapkan diperoleh data volume lalu lintas pada jam puncak/sibuk. ## Data hambatan samping Pengambilan frekuensi kejadian hambatan samping disarkan pada aturan MKJI 1997. Untuk pencatatan masing-masing jenis data hambatan samping dikelompokkan seperti berikut: (1) Penyeberang jalan (P); (2) Pejalan kaki (PED); (3) Kendaraan berhenti dan parkir (PSV); (4) Kendaraan masuk dan kendaraan keluar (EEV); (5) Kendaraan lambat (SMV), misalnya, becak, cidomo, dan (6) Sepeda motor (MC); misalnya kendaraan roda dua dan tiga. Akan tetapi dalam pencatatan data hambatan samping ini diambil hanya penyeberang jalan (P), dikarenakan kajian untuk pembangunan JPO hanya pada perhituan volume kendaraan (V) dan volume penyeberang jalan (P) (Dinas Bina Marga 1995). Semua data lalu lintas hasil pengamatan dilokasi yang diamati tertuang dalam Tabel (dilampirkan). ## Data geometrik jalan Pengambilan data geometrik jalan dilakukan sebelum memulai survei lalu lintas. Dengan pengukuran lebar dan panjang jalan yang diamati menggunakan meteran roll 50 meter. Data geometrik jalan yang diambil, yaitu: 1) Ruas jalan Padjajaran yang diamati dari STA. 0+000 – 0+250 ; 2) Lebar rata-rata jalur jalan untuk masing- masing sisi, dimana dibagi menjadi dua sisi, yaitu: (1) Sisi A, dibagi menjadi dua lajur; dan (2) Sisi B, dibagi menjadi dua lajur. 3) Lebar trotoar efektif untuk masing- masing sisi, yaitu : (1) Sisi A (2) Sisi B 4) Lebar Median efektif Data geometrik jalan Padjajaran untuk STA. 0+000 (STA. awal) sampai STA.0+250 (STA akhir pengamatan) di peroleh dari hasil pengukuran dilapangan. ## Pengolahan Data Pengolahan data setelah adanya median dapat diperoleh dengan cara: 1) Perhitungan volume lalu lintas diperoleh dari data lalu lintas satuan kend/jam dikalikan dengan nilai emp yang terdapat dari tabel 2.3 dan Tabel 2.4; 2) Perhitungan Penyeberang jalan / hambatan samping diperoleh dari data lalu lintas hambatan samping yang dikalikan efisiensi hambatan samping yang terdapat pada Tabel 2.6; ## Analisis dan Pembahasan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Analisis dan Pembahasan JPO merupakan pemaparan kondisi arus lalu lintas pada ruas jalan, dan apakah ruas jalan tersebut perlu atau tidaknya diadakan JPO. ## HASIL DAN BAHASAN Data Survei Lalu Lintas Data survei lalu lintas kendaraan Data hasil pengamatan jumlah lalu lintas di lapangan selama 4 hari, yang dilaksanakan pada hari senin, selasa, sabtu dan minggu dengan mengasusumsikan jam-jam sibuk, yaitu pagi pada jam 07.00-10.00, siang pada jam dan sore pada jam 16.00-19.00, data hasil survei kendaraan seperti ditunjukkan pada Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10. Tabel 7 Data kendaraan hari senin Jam Puncak Senin Sisi A Sisi B LV HV MC TOT LV HV MC TOT 07.00-08.00 1475 43 1582 3100 1032 42 1352 2426 08.00-09.00 1365 74 2536 3975 932 55 1676 2663 09.00-10.00 1346 90 2387 3823 1182 87 1715 2984 16.00-17.00 1258 42 1403 2703 1170 55 920 2145 17.00-18.00 1422 48 2436 3906 1745 104 2545 4394 18.00-19.00 1329 61 1772 3162 2217 72 2911 5545 Jumlah 20069 20157 ## Tabel 8 Data kendaraan hari selasa Jam Puncak Selasa Sisi A Sisi B LV HV MC TOT LV HV MC TOT 07.00-08.00 1542 39 1673 3254 1127 37 1433 2597 08.00-09.00 1285 77 2397 3759 1153 63 2355 3571 09.00-10.00 1493 96 2476 4065 1213 89 1689 2991 16.00-17.00 1221 46 1545 2812 1197 58 1238 2493 17.00-18.00 1569 43 2467 4079 1698 99 2469 4266 18.00-19.00 1358 74 1853 3285 2297 78 3105 5480 Jumlah 21254 21398 Tabel 9 Data kendaraan hari sabtu Jam Puncak Sabtu Sisi A Sisi B LV HV MC TOT LV HV MC TOT 07.00-08.00 895 25 1355 2275 987 38 1784 2809 08.00-09.00 1325 39 2765 4129 2345 37 2032 4414 09.00-10.00 2115 55 3532 5702 2511 41 3957 6509 16.00-17.00 1011 25 3769 4805 1509 76 2767 4352 17.00-18.00 1124 67 2365 3556 1895 97 3039 5031 18.00-19.00 1743 96 2610 4449 1487 122 3115 4724 Jumlah 24916 27839 Tabel 10 Data kendaraan hari minggu Jam Puncak Minggu Sisi A Sisi B LV HV MC TOT LV HV MC TOT 07.00-08.00 1189 25 1355 2569 987 26 1164 2177 08.00-09.00 2249 46 3565 5060 2345 32 1932 4309 09.00-10.00 2106 42 4138 4780 2511 35 1757 4303 16.00-17.00 975 38 1769 2782 1097 66 2055 3218 17.00-18.00 1193 96 1365 2654 1255 47 2573 3875 18.00-19.00 1353 65 1910 3328 1701 81 3198 4980 Jumlah 21173 22862 Keterangan: LV = Kendaraan ringan, HV = Kendaraan berat, MC = Sepeda motor, TOT = Total, Sisi A = Arah arus lalu lintas arah kanan, Sisi B = Arah arus lalu lintas arah kiri. ## Data survei lalu lintas hambatan samping/penyeberang jalan Data hasil pengamatan hambatan samping selama 4 hari, seperti ditunjukkan pada Tabel 11, Tabel 12, Tabel 13, Tabel 14. Tabel 11 Data hambatan samping hari senin Jam Senin Sisi A Sisi B P P 07.00-08.00 81 112 08.00-09.00 120 137 09.00-10.00 162 142 16.00-17.00 108 112 17.00-18.00 369 208 18.00-19.00 153 166 ## Tabel 12 Data hambatan samping hari selasa Jam Selasa Sisi A Sisi B P P 07.00-08.00 112 85 08.00-09.00 215 121 09.00-10.00 198 87 16.00-17.00 121 77 17.00-18.00 471 289 18.00-19.00 197 259 Tabel 13 Data hambatan samping hari sabtu Jam Sabtu Sisi A Sisi B P P 07.00-08.00 95 43 08.00-09.00 132 82 09.00-10.00 85 97 16.00-17.00 75 120 17.00-18.00 151 75 18.00-19.00 351 99 Tabel 14 Data hambatan samping hari minggu Jam Minggu Sisi A Sisi B P P 07.00-08.00 72 59 08.00-09.00 85 75 09.00-10.00 55 129 16.00-17.00 83 215 17.00-18.00 60 146 18.00-19.00 101 156 Keterangan: P = Penyeberang jalan, Sisi A = Arah arus lalu lintas arah kanan, Sisi B = Arah arus lalu lintas arah kiri. ## Data survei geometrik jalan Data geometrik yang diambil, seperti berikut: 1) Ruas jalan Padjajaran di amati dari STA. 0+000 – 0+250 2) Lebar rata-rata jalur jalan untuk masing masing sisi adalah: (1) Sisi A = 7,50 Meter, (2) Sisi B = 7,50 Meter. 3) Lebar trotoar efektif yaitu: (1) Sisi A = 2,50 Meter, (2) Sisi B = 2,50 Meter. 4) Lebar median tengah efektif sebesar = 5,00 Meter Profil jalan Padjajaran, denah situasi dari Sta. 0+000 – 0+250 dan potongan melintang, seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 5. Denah situasi jalan Padjajaran sta. 0+00 – 0+ 250 Gambar 6. Potongan melintang jalan Padjajaran Kota Bogor Perhitungan Volume Lalu lintas Perhitungan volume kendaraan (smp/jam) Perhitungan untuk menentukan volume lalu lintas dalam smp digunakan emp untuk jenis kendaraan yang berbeda. Perhitungan volume lalu lintas (kend/jam) diambil berdasarkan survei diketahui hari senin . Contoh perhitungan Perhitungan volume lalu lintas per jam Hari sibuk = Senin Jam puncak = 07.00-08.00 WIB sisi A Kendaraan ringan (LV) = Volume lalu lintas (kend/jam) x emp LV = 1475 x 1,00 = 1475 smp/Jam Kendaraan berat (HV) = Volume lalu lintas (kend/jam) x emp HV = 43 x 1,2 = 52 smp/Jam Sepeda motor (MC) = Volume lalu lintas (kend/jam) x emp MC = 1582 x 0,25 = 396 smp/Jam Total sisi A = LV + HV +MC = 1475 + 52 + 396 = 1923 smp/Jam Total kedua sisi (V) = sisi A + sisi B = 1923 + 1421 = 3344 smp/jam Hasil perhitungan volume lalu lintas pada hari senin, seperti ditunjukkan pada Tabel 15. ## Tabel 15 Volume lalu lintas kendaraan pada hari Senin Jam Puncak Senin Total Kedua arah ( V ) Arah A Arah B LV HV MC Q LV HV MC Q Emp = 1,00 Emp = 1,20 Emp = 0,25 Total Emp = 1,00 Emp = 1,20 Emp = 0,25 Total smp/jam smp/jam smp/jam smp/ja m smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam 07.00-08.00 1475 52 396 1922 1032 50 338 1420 3343 08.00-09.00 1365 89 634 2088 932 66 419 1417 3505 09.00-10.00 1346 108 597 2051 1182 104 429 1715 3766 16.00-17.00 1258 50 351 1659 1170 66 230 1466 3125 17.00-18.00 1422 58 609 2089 1745 125 636 2506 4595 18.00-19.00 1329 73 443 1845 2217 86 728 3031 4876 Jumlah Rata-rata perjam 3868 Keterangan : LV : Kendaraan ringan HV : Kendaraan berat MC : Sepeda motor Q : Volume total V : Volume total kendaraan kedua arah Arah A: Arah arus lalu lintas sebelah kanan jalan Arah B : Arah arus lalu lintas sebelah kiri jalan Hasil perhitungan volume lalu lintas untuk hari yang lain dilampirkan ## Perhitungan volume hambatan smping (smp/jam) Perhitungan frekuensi kejadian hambatan samping terlebih dahulu jenis kendaraan harus dikalikan dengan faktor bobot ada pada Tabel 2.6 efisiensi hambatan samping. Contoh perhitungan Hari sibuk = Senin Jam puncak = 07.00-08.00 WIB sisi A Pejalan kaki (P) = 81x 0,5 = 40,5 Disetarakan =41 Total kedua sisi (P) = sisi A + sisi B = 41 + 56 = 97 Hasil perhitungan frekuensi hambatan samping pada hari senin, seperti ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Frekuensi bobot hambatan samping pada hari senin Jam Puncak Penyeberang jalan (P) Faktor Bobot (0,5) Sisi A Sisi B Total A+B 07.00-08.00 41 56 97 08.00-09.00 60 69 129 09.00-10.00 81 71 152 16.00-17.00 54 56 110 17.00-18.00 185 104 289 18.00-19.00 77 83 160 Jumlah Rata-rata per jam 156 Keterangan: Hasil perhitungan volume hambatan samping untuk hari yang lain dilampirkan ## Perhitungan PV² Perhitungan PV² dilakukan dengan mengalikan penyeberan jalan (P) sama volume kendaraan (V) yang di kuadratkan, seperti contoh perhitungan berikut: ## Contoh perhitungan Hari sibuk = Senin Jam puncak = 07.00-08.00 WIB sisi A PV² = P x V² = 10233 x (1304²) = 13,6 x1010 Tabel 17 Perhitungan PV² Jam Puncak Volume lalu lintas V P PV² 07.00-08.00 3343 97 1,0x109 08.00-09.00 3505 129 1,5x109 09.00-10.00 3766 152 2,1x109 15.00-16.00 3125 110 1,0x109 16.00-17.00 4595 289 6,0x109 17.00-18.00 4876 160 3,8x109 Jumlah Rata-rata per jam 2,6x109 keterangan: V = volume kendaraan P = volume penyeberang jalan Hasil perhitungan PV² untuk hari yang lain dilampirkan Analisis Perlu dan Tidaknya Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) Untuk mengetahui apakah jalan tersebut perlu dan tidaknya diadakan JPO dapat diperoleh melalui dari hasil perhitungan volume kendaraan (V) dan volume penyeberang jalan (P) yang tertinggi pada jalan yang diamati dengan melihat standar persyartatan fasilitas pembangunan JPO oleh Dinas Bina Marga tentang fasilitas pejalan kaki, seperti di tunjukan pada Tabel 18 Hasil perhitungan Volume lalu lintas rata-rata dan Tabel 19 Pemilihan fasilitas penyeberangan tidak sebidang . Tabel 18 Hasil perhitungan volume lalu lintas rata-rata (smp/jam) Hari Volume lalu lintas rata-rata V PV² Senin 3868 156 2,3x109 Selasa 4048 203 3,3x109 Sabtu 4680 117 2,5x109 Minggu 4396 103 1,9x109 Jumlah rata-rata 4248 299 2,5x109 Sumber : Hasil perhitungan Tabel 19 Pemilihan fasilitas penyeberangan tidak sebidang PV² P V Rekomendasi > 5 x 108 100 - 1250 2000 - 5000 Zebra cross (Zc) > 1010 3500- 7000 400 - 750 Zc dengan lampu pengatur > 5 x 109 100 - 1250 > 5000 Dengan lampu pengatur/jembatan > 5 x 109 > 1250 > 2000 Dengan lampu pengatur/jembatan > 1010 100 - 1250 > 7000 Jembatan > 1010 > 1250 > 3500 Jembatan Sumber: Departemental Advice Note TA/10/80 dalam Idri, Zilhardi, 2007 dan Jurnal Rekayasa dan Menajemen Trasportasi. Hasil perhitungan volume lalu lintas rata-rata dari hasil pengamatan secara acak yang mewakili hari kerja dan hari libur pada jalan Padjajaran Kota Bogor dari Sta. 0+000 – 0+250 ditunjukkan pada Tabel 1 8 untuk V rata-rata sebesar 4248, P rata-rata sebesar 145, dan PV² rata- rata sebesar 2,5x109, dan standar persyaratan pembangunan fasilitas pejalan kaki yang direkomendasikan oleh Dinas Bina Marga untuk pemilihan penyeberangan tidak sebidang seperti terlihat pada Tabel 19, bahwa V 2000 - 5000, P 100 - 1250 dan PV² > 5x108. Dari hasil perhitungan data lapangan dan disesuaikan dengan standar Dinas Bina Marga dapat disimpulkan bahwa jalan tersebut telah memenuhi standar persyaratan untuk pembangunan fasilitas penyeberang pejalan kaki, maka fasilitas penyeberangan yang disarankan adalah Zebra Cross (Lihat Tabel 19) dengan volume kendaraan dan volume pejalan kaki yang menyeberang ruas jalan pada asumsi jam sibuk sangat tinggi ## KESIMPULAN Volume lalu lintas mengalami puncaknya pada hari sabtu pada posisi tinjaun pada lokasi A ( arah jakarta menuju bogor ), dan pada hari minggu terjadi pada waktu jam puncak sore pada posisi tinjauan lokasi B ( arah bogor menuju jakarta ). Volume pejalan kaki yang menyeberang jalan pada jam-jam sibuk secara keseluruhan tidak terjadi peningkatan yang terlalu tinggi baik pada hari kerja maupun hari libur. Kondisi fasilitas penyeberangan pada lokasi pengamatan dilapangan sudah sesuai dengan standard perhitungan perlu penyempurnaan saja, karena kondisinya sudah tidak terlalu terlihat oleh pengguna jalan baik penyeberang maupun pengendara kendaraan. ## DAFTAR PUSTAKA Andreas, Richard. Tugas Akhir. 2012. Studi Efektifitas Jembatan Penyeberangan Badan Standarisasi Nasional. RSNI. 2004. Geometri Jalan Perkotaan. Direktorat General Bina Marga Directorate OF Development (Bincot), Swroad In Association With PT Bina Karya (Persero), dan Consulting Service Saefudin, Rulhendri, Kajian volume lalu lintas dan pejalan kaki dalam penentuan fasilitas penyeberang jalan (Studi Kasus Jalan Pajajaran Kota Bogor STA + 0.000 - 0+250) For HCM Phose. 1997. Implemention, Pelatihan Diseminasi Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Teknik, Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Iskandar Hikmat. Perencanaan Volume Lalu-Lintas Untuk Jalan. ## SYAIFUL, SYAIFUL (2005) ANALISIS KEBISINGAN ARUS LALU LINTAS DAN GEOMETRI JALAN DI KAWASAN SIMPANG LIMA KOTA SEMARANG. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diponegoro University, INSTITUTIONAL REPOSITORY. Syaiful (2012), STUDI KASUS TENTANG TINGKAT KEBISINGAN YANG DITIMBULKAN KENDARAAN BERMOTOR DI BOGOR (Kajian di Depan Rumah Sakit Azra Jalan Pajajaran Kota Bogor), ISSN 2302- 4240, Vol 1, No 1 (2012). http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/a rticle/view/785 Syaiful (2015). Tingkat Resistensi Polusi Suara di Depan RSIA Sentosa Bogor, Jurnal Astonjadro, ISSN 2302-4240, Vol 4, No 2 (2015). http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/ASTONJADRO/a rticle/view/828 Mashuri dan Ikbal Muh. Jurnal Rekayasa dan manajemen transportasi. 2011 . KH, V. Sunggono. 1995 . Bandung.
b24712b0-9128-41ec-b6a8-aa1a0b0fe49b
https://www.jurnal.gentiaras.ac.id/index.php/Gema/article/download/226/206
Jurnal Gentiaras Manajemen dan Akuntasi Laman Jurnal: jurnal.gentiaras.ac.id/index.php/Gema/index ISSN : 2086-9592 (p) , 2721-5490 (e) Pengembangan Desa Wisata Berkonsep Smart Tourism Melalui Pemberdayaan Kompetensi Masyarakat Desa Pujorahayu Helmita 1* , Oktavia Nila Sari 2 , Niluh Tiara Julianti 1 , Julpan Dwinata 2 1. Fakultas Bisnis, Universitas Mitra Indonesia, Lampung, Indonesia 2. Fakultas Komputer, Universitas Mitra Indonesia, Lampung, Indonesia *email: [email protected] ## A R T I C L E I N F O A B S T R A C T Artikel History: Received: December 28, 2020 Revised: January 31, 2021 Published: Februrari 9, 2021 Changes in technology make tourists more intelligent, aware and technology literate on the tourism sector, making competition very fierce so that it requires new breakthroughs to survive. This research is a qualitative research with descriptive methods. The aim of this research is to determine the development of a tourism village by using the concept of smart tourism through the empowerment of the Pujo Rahayu village community. The data was obtained through literature review from various journal articles and questionnaires, as a comparison material. The sample used is local people, tourism awareness groups and tourists as many as 98 people, by using a purposive technique. The analysis used includes data validity test, reliability test, normality test, linearity test, homogeneity test, multiple regression analysis, multicollinearity, heteroscedacity test, autocorrelation test, t test, and F test. The results of the research show that the development of tourism village by using smart tourism concept through the empowerment of community competence is a solution for the development of a village. In addition, the application of the concept of smart tourism creates a good tourism experience, community welfare, increases effectiveness - competitiveness - of business goals and leads to overall competitive sustainability. Keywords: Development, Smart Tourism, Empowerment, Community ## I N F O A R T I K E L A B S T R A K Riwayat Artikel: Diterima: 28 Desember 2020 Direvisi : 31 Januari 2021 Dipublikasikan: 9 Februari 2021 Perubahan teknologi membuat wisatawan semakin cerdas, sadar dan melek teknologi, dari bidang pariwisata membuat persaingan yang sangat ketat sehingga memerlukan terobosan baru guna bertahan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengembangan desa wisata berkonsep smart tourism melalui pemberdayaan masyarakat desa Pujo Rahayu, data diperoleh melalui melalui kajian literatur dari berbagai artikel jurnal, kuesioner, sebagai bahan perbandingan. Sampel yang digunakan adalah masyarakat lokal, kelompok sadar wisata, wisatawan sebanyak 98 orang dengan teknik purposive. Analisis yang digunakan meliputi uji validitas data, uji reliabilitas, uji normalitas, uji liniearitas, uji homogenitas, analisis regresi berganda, multikolinieritas, uji heteroskadasitas, uji otokorelasi, uji t, dan uji F. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan desa wisata berkonsep smart tourism melalui pengembangan kompetensi masyarakat merupakah solusi bagi perkembangan sebuah desa. Selain itu pengaplikasian konsep smart tourism membuat sebuah pengalaman wisata yang baik, kesejahteraan masyarakat, meningkatkan efektifitas – daya saing – tujuan bisnis serta mengarah pada keberlanjutan yang kompetitif secara keseluruhan. Kata kunci: Pengembangan, Smart Tourism, Pemberdayaan, Masyarakat ## PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang terus di kembangkan oleh pemerintah indonesia, karena indonesia di anugerahi begitu banyak keindahan Alam yang harus terus di kembangkan guna meningkatkan sektor perekonomian dan menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar tempat wisata, pariwisata merupakan sektor perekonomian yang tumbuh paling cepat diantara sektor – sektor lainnya. Sektor pariwisata merupakan unggulan menjadi kunci terpenting dalam pembangunan wilayah pada suatu negara serta peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Pengembangan pariwisata berbasis kemasyarakatan menjadi alternatif pariwisata ber- kelanjutan yang menekankan titik berat keterlibatan masyarakat secara aktif dalam mengembangkan sektor pariwisata. Pariwisata berbasis smart tourim merupakan ekosistem baru yang dapat mendukung dan memfasilitasi terciptanya inovasi baru yang berhubungan menggunakan pengaplikasian teknologi dan pengembangan pengalaman wisata cerdas. Pengembangan hubungan setara teknologi dan bidang pariwisata berdampak lahirnya konsep smart tourism. Smart tourism berfungsi menggambarkan situasi terbaru bagaimana pengembangan dalam bidang pariwisata serta telah di pengaruhi evolusi dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi menjadi jembatan untuk menyatukan ussaha – usaha mikro dari masyarakat setempat dan nomanden yang ada kearah pasar global. Pengembangan inovasi teknologi dan informasi merupakan konsep dari smart dalam smart tourism. Smart tourism merupakan pemanfaatan semua potensi yang dimiliki serta sumber daya yang ada guna meningkatkan pengalaman dalam bidang pariwisata. Smart tourism merupakan solusi yang memberikan penawaran berbagai macam bisnis dengan lokasi menyebar sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan. Konvergensi konten pariwisata, pelayanan, dan IT dapat membantu para wisatawan untuk memperpanjang batas kognitif dari rencana perjalanan traveling wisatawan dengan detail mengenai sestinasi yang sudah tervisualisasi secara baik. Tujuan utama dari smart tourism yaitu bertitik fokus pada pemenuhan kebutuhan wisatawan dengan menggabungkan perkembangan IT dengan kearipan lokal dan budaya serta inovasi untuk mempromosikan, meningkatkan manajemen pariwisata dan memperbesar skala industri yang lebih luas lagi. Tantangan utama dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan berbasis smart torism adalah memerlukan pemberdayaan masyarakat yang sungguh - sungguh dilakukan oleh, dari, dan untuk masyarakat berpartisipatif timbul sebagai alternatif terhadap pendekatan pembangunan yang serba sentralistik dan bersifat top down. Timbulnya proses partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat mendasarkan atas dua perspektif, Pertama; pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan, program yang akan mewarnai kehidupan masyarakat. Kedua; partisipasi transformasional sebagai tujuan untuk mengubah kondisi lemah dan marjinal menjadi lebih kuat dan mandiri. Menurut Dra. Dian Kagungan., MH (2019 : 2) Pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Lampung antara lain dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten Pesawaran. Dalam Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Ripparda) Kabupaten Pesawaran, Pemerintah Kabupaten Pesawaran menegaskan bahwa Visi pengembangan pariwisata Kabupaten Pesawaran adalah menjadi destinasi wisata unggulan dan berdaya saing tinggi untuk kesejahteraan masyarakat. Potensi pariwisata yang besar untuk dikembangkan di Kabupaten Pesawaran antara lain mulai dari pantai, pegunungan, air terjun, pulau, serta perkebunan yang menarik untuk dikunjungi sebagai tujuan wisata. Desa wisata merupakan pengembangan sebuah desa yang mempunyai potensi wisata serta dilengkapi fasilitas pendukung misalnya transportasi, akses jalan menuju desa wisata, penginapan, kuliner, pusat kerajinan tangan, pusat oleh – oleh. Selain itu, alam serta lingkungan pedesaan yang masih asli serta terjaga dengan baik merupakan faktor terpenting dari wilayah desa wisata. Dengan desa wisata, semua aktifitas sehari – hari masyarakat dapat menjadi daya tarik wisatawan, sehingga desa wisata tidah harus mengubah wajah desa, akan tetapi harus memperkuat ciri khas yang dimiliki oleh setiap desa, baik ciri khas budaya ataupun ciri khas sumberdaya alamnya. Desa wisata yang terdapat di Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran menjadi salah satu alternatif tujuan wisata yang sangat menarik dan dan tidak boleh terlewatkan untuk dikunjungi. Di desa wisata tersebut para pengunjung mendapatkan kesegaran dan kenyamanan yang terpancar dari pemandangan alamnya yang sangat indah. adalah sebuah desa di Kabupaten Pesawaran, kecamatan Negeri katon berada di sebelah utara dari Lomberejo. Jarak Kecamatan Negeri Katon ke pusat pemerintahan Kabupaten Pesawaran adalah 4.00 km. Desa Pujo Rahayu mempunyai luas wilayah 445,75 Ha, dihuni oleh 864 KK. Jumlah keseluruhan penduduk desa Pujo Rahayu adalah 3.185 orang dengan rincian jumlah laki-laki 801 orang dan penduduk perempuan 663 orang dengan kepadatan penduduk mencapai 0.00 jiwa/km2. Jumlah angkatan kerja desa Pujo Rahayu kabupaten pesawaran adalah 1.464 orang, dengan jumlah penduduk bekerja 1.621 orang dan jumlah penduduk tidak bekerja orang. (Badan Pusat Statistik Kabupaten pesawaran, 2020/2021/ data desa) Menurut Gumelar dalam Zakaria (2014) Komponen utama dari desa wisata dapat dilihat dari keunikan serta kealian suatu desa wisata, letaknya berdampingan dengan keadaan alam yang sangat luar biasa, memiliki kebudayaan yang unik untuk menarik minat pengunjung, serta mempunyai potensi yang dapat di kembangkan baik dari sisi sarana maupun prasarana. Sedangkan menurut Prasiasa dalam Zakaria (2014) komponen utama desa wisata ada empat komponen yaitu : 1) partisipasi masyarakat lokal; 2) terdapat sistem norma yang berlaku di desa tersebut; 3) adat – istiadat desa setempat dan; 4) kebudayaan desa yang masih asli. Sebuah desa wisata wajib memiliki potensi pariwisata, seni, serta adap kebiasaan warga setempat, lingkungan desa masuk dalam lingkup kawasan pengembangan pariwisata ataupun masuk dalam rute perjalanan yang dijual kepada wisatawan, adanya pengelola, pelatih, serta pelaku seni yang dapat mendukung keberlangsungan pengembangan desa wisata tersebut, aksebilitas yang dapat mendukung desa wisata, terjaminnya keamanan, ketertiban serta kebersihan lingkungan desa wisata. Menurut Gajdosik (2018) dalam Fauziah Hanum, Dadang Suganda, dkk (2020 : 14) konsep smart torism terlahir melalui pengembangan kajian mengenai hubungan antara teknologi dan bidang pariwisata. Smart Torism menggambarkan situasi terkini mengenai pengembangan dalam bidang pariwisata dan di pengaruhi pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Basis Smart Torism menyatukan usaha – usaha kecil mikro, menjembatani masyarakat desa wisata memperkenalkan pariwisata yang dimiliki kepada pasar global. Desa Wisata Pujo Rahayu merupakan desa yang berada di Kecamatan Negeri katon, kabupaten pesawaran, terletak di jalan Jl. Lintas Branti Desa Pujo Rahayu, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Desa Wisata Pujo Rahayu memiliki banyak potensi wisata yang sangat menarik dan wajib dikunjungi oleh wisatawan. Desa wisata yang berada cukup dekat dengan perbukitan, menghadirkan panorama alam yang sangat menarik untuk dinikmati sehingga dapat memberikan kesegaran dan ketentraman hati, panorama alam pesawahan dan pepohonan yang rindang serta kejernihan airnya juga rumah-rumah adat seperti sesat dengan halaman yang luas, bisa dipakai media bermain sambil menikmati sejuknya udara serta suasana kearipan lokal desa yang masih sangat alami, khas pedesaan yang menjunjung tinggi nilai – nilai budaya serta adat istiadat yang berlaku. Menurut Undang – Undang No 6 tahun 2014 tentang desa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan dan kesadaran masyarakat. Menurut Hadiwijoyo (2021 : 28) dalam Dra. Dian Kagungan., MH (2019 : 48) berpendapat pemberdayaan masyarakat menggambarkan suatu proses yang berjalan terus menerus dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat serta meningkatkan taraf hidup, dalam proses tersebut masyarakat bersama–sama : Mengidentifikasikan dan mengkaji permasalahan serta potensi yang di nmilikinya; Menyusun rencana kegiatan berdasarkan hasil kajian; Mengimplementasikan rencana tersebut; Secara terus menerus mamantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (memonitoring dan evaluasi). Fenomena atau masalah yang terjadi mengenai masih tingginya tingkat penggangguran di kabupaten pesawaran, rendahnya komitmen dan kesadaran masyarakat dalam mendukung kegiatan pariwisata, dan keterbatasan dalam keterampilan dan pengetahuan guna mendukung kegiatan pariwisata, terbatasnya sarana dan prasarana pendukung kebudayaan serta pariwisata, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia yang profesional untuk mengelola dan mengembangkan potensi bidang pariwisata, belum tergalinya potensi seni dan budaya di desa Pujo Rahayu secara maksimal.. Artikel ini khusus mengukur dan mengetahui pengaruh pengembangan berupa hasil desa wisata berbasis smart torism melalui pemberdayaan kompetensi masyarakat desa Pujo Rahayu kecamatan pesawaran. Selain itu, akan melihat faktor penghambat dan faktor pendukung pengembangan desa wisata berkonsep smart torism melalui pemberdayaan kompetensi masyarakat desa Pujo Rahayu. ## METODE PENELITIAN ## Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian purposive yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan dua sumber data yaitu primer dan sekunder. Penelitian ini dilakukan di Desa Wisata Pujo Rahayu, Kec. Negeri Katon, Kab. Pesawaran ## Desain penelitian Menurut Umar (2015 : 6) desain penelitian merupakan rencana kerja yang terstruktur dari hubungan antar variabel secara menyeluruh agar hasil penelitiannya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan dari penelitian. Desain penelitian tersebut mencakup semua hal yang akan dilakukan dalam penelitian, bermulai dari perumusan masalah hingga analisis hasil akhir penelitian. Proses desain penelitian sebagai berikut : Rumusan Masalah Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Tempat & Waktu Penelitian Populasi & Sampel Pengumpulan Data Perumusan Hipotesis Analisis Data Pengolahan Data Kesimpulan & Saran Gambar 1. Skema Desain penelitian ## Kerangka Pikir Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Permasalahan di Desa Pujo Rahayu : · Potensi alam dan budaya belum digali secara maksimal. · Tingginya angka penggangguran. · kurangnya kemampuan pengelolaan wisata · Kesadaran masyaraka akan wisata rendah Potensi Wisata di Desa Pujo Rahayu : · Panorama Desa · Pertanian · Peternakan · Sarana Outbond · Kebudayaan · Rumah Penduduk · Agro Wisata Pengembangan Desa Wisata Berkonsep Smart Torism Melalui Pemberdayaan Kompetensi Masyarakat Desa Pujo Rahayu Hasil Pemberdayaan Masyarakat Yaitu Meningkatnya Keterampilan dan Kemandirian Masyarakat Serta Dalam Pengembangan Desa Wisata Berkonsep Smart Torism Faktor Pendukung Faktor Penghambat Gambar 2. Skema Kerangka Pikir Penelitian ## Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat lokal, kelompok sadar wisata dan wisatawan sejumlah 3.616 orang. Penarikan sampel dari populasi guna mewakili populasi dalam penelitian dikarenakan untuk menarik kesimpulan dalam penelitian yang dilakukan pada populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat lokal, kelompok masyarakat sadar wisata, dan pengunjung/ wisatawan desa wisata Pujorahayu. Menurut Sugiyono (2015 : 81) sampel merupakan sebagian dari jumlah populasi yang dimiliki, jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 98 orang yang terdiri dari masyarakat lokal, kelompok sadar wisata dan wisatawan. ## Definisi Operasional Berdasarkan Variabel yang diteliti, penulis menyajikan operasional variabel dengan masing- masing indikatornya sebagai berikut : Tabel 1. Defini operasional Penelitian Variabel Penelitian Indikator Definisi Alat Ukur Sumber Pengembangan Desa Wisata Partisipasi masyarakat lokal Terdapat sistem norma yang berlaku Adat istiadat desa setempat Kebudayaan desa yang masi asli Desa wisata merupakan pengembangan sebuah desa yang mempunyai potensi wisata serta dilengkapi fasilitas pendukung misalnya transportasi, akses jalan menuju desa wisata, penginapan, kuliner, pusat kerajinan tangan, pusat oleh – oleh. Selain itu, alam serta lingkungan pedesaan yang masih asli serta terjaga dengan baik merupakan faktor terpenting dari wilayah desa wisata. Proceedings. undip.ac.id Smart Torism Pelaku Wisata Atraksi Transportasi Fasilitas penunjang wisata Smart Torism adalah suatu transformasi yang sistematik dan intensif yang berbasis integrasi generasi baru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan tujuan memenuhi kebutuhan pribadi wisatawan, memperbaiki pengalaman dan kepuasan wisatawan dalam berwisata, agar dapat terwujud efektifitas dan optimalitas sumber daya pariwisata dan sumber daya sosial. (Zhang 2012) Teknik Skoring https://jurnal. uns.ac.id/regi on Region Jurnal Pembanguna n Wilayah dan Perencanaan Partisipatif Pemberdayaan kompetensi Masyarakat Pemilihan Lokasi Sosialisasi pemberdayaan Masyarakat Proses Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan merupakan suatu aktifitas untuk menguragi tingkat ketergantungan dengan tindakan yang dapat meningkatkan potensi kelompok miskin untuk mengambil langkah – langkah politik tanpa kendali guna kemaslahatan diri pribadi. Moeljarto (1987 : 25) Moeljarto (1987 : 25) ## Teknik Pengumpulan Data Menurut sugiyono (2015 : 291) langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1) Observasi (observation). 2) Kuisioner (Quetionnaires); pengumpulan data penelitian pada kondisi tertentu kemungkinan tidak memerlukan kehadiran peneliti. Pernyataan peneliti dan responden dapat dikemukakan peneliti dan responden dapat dikemukakan secara tertulis melalui kuisioner. Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan. 3) wawancara (interview) merupakan teknik dalam pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek peneliti. ## Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Analisis regresi linier berganda untuk menghitung besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu perubahan (variavel X) terhadap kejadian lainnya (variabel Y), maka menggunakan rumus : Y = α + β1X1 + β2X2+ et 1. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Menurut Sugiyono (2015 : 172) Analisis dilakukan mengkorelasiikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap. Pengujian menggunakan uji dua piihak dengan taraf signifikansi 0,05. Menurut Siswoyo Haryono dan Parwoto Wardoyo (2013:74) uji reability adalah ukuran internal consistency indikator suatu konstruk. Hasil reabilitas yang tinggi memberikan keyakinan bahwa indikator individu semua konsisten dengan pengukurannya. Tingkat reabilitas yang diterima secara umum adalah >0.70 sedangkan reabilitas < 0.70 dapat diterima untuk penelitian yang bersifat eksploratory. 2. Uji Asumsi Klasik, Terdiri dari : 1) Uji Normalitas, 2) Uji Heterokedasitas, 3) Uji multikolinieritas, 4) Uji Autokorelasi 3. Uji Hipotesis, pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Analisis linier berganda dilakukan dengan uji koefisien determinasi, uji R², Uji F dan uji T. Model regresi dalam penelitian ini adalah : Y = α + β1X1 + β2X2+ et 4. Uji Koefisien Determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali:2011) Dari koefisiensi determinasi ini (R) dapat diperoleh suatu nilai untuk mengukur besarnya sumbangan dari beberapa variabel X terhadap variasi naik turunnya variabel Y. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel- variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. 5. Uji Statistik F, apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel , maka dapat dikatakan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Menentukan F tabel dan F hitung. 6. Uji Statistik t, digunakan dalam penelitian ini untuk menguji variabel bebas secara satu persatu ada atau tidaknya pengaruh terhadap variabel terikat (Y). Jika t hitung > t tabel, maka menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2011). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia memiliki potensi besar di bidang pariwisata. Hal ini terbukti dari besarnya animo wisatawan khususnya wisatawan manca negara untuk berkunjung ke Provinsi Lampung. Dalam lima tahun terakhir, kunjungan wisatawan mancanegara mengalami pertumbuhan sekitar tujuh kali lipat. Menurut Dra. Dian Kagungan., MH (2019 : 2) Pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Lampung antara lain dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten Pesawaran. Dalam Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Ripparda) Kabupaten Pesawaran, Pemerintah Kabupaten Pesawaran menegaskan bahwa Visi pengembangan pariwisata Kabupaten Pesawaran adalah menjadi destinasi wisata unggulan dan berdaya saing tinggi untuk kesejahteraan masyarakat. Potensi pariwisata yang besar untuk dikembangkan di Kabupaten Pesawaran antara lain mulai dari pantai, pegunungan, air terjun, pulau, serta perkebunan yang menarik untuk dikunjungi sebagai tujuan wisata Menurut Gumelar dalam Zakaria (2014) Komponen utama dari desa wisata dapat dilihat dari keunikan serta kealian suatu desa wisata, letaknya berdampingan dengan keadaan alam yang sangat luar biasa, memiliki kebudayaan yang unik untuk menarik minat pengunjung, serta mempunyai potensi yang dapat di kembangkan baik dari sisi sarana maupun prasarana. Sedangkan menurut Prasiasa dalam Zakaria (2014) komponen utama desa wisata ada empat komponen yaitu : 1) partisipasi masyarakat lokal; 2) terdapat sistem norma yang berlaku di desa tersebut; 3) adat – istiadat desa setempat dan; 4) kebudayaan desa yang masih asli. Sebuah desa wisata wajib memiliki potensi pariwisata, seni, serta adap kebiasaan warga setempat, lingkungan desa masuk dalam lingkup kawasan pengembangan pariwisata ataupun masuk dalam rute perjalanan yang dijual kepada wisatawan, adanya pengelola, pelatih, serta pelaku seni yang dapat mendukung keberlangsungan pengembangan desa wisata tersebut, aksebilitas yang dapat mendukung desa wisata, terjaminnya keamanan, ketertiban serta kebersihan lingkungan desa wisata. Smart tourism merupakan tahapan terbaru dari pengembangan pariwisata yang dipengaruhi dari evolusi dari perkembangan teknologi dan informasi.Menurut Gajdosik (2018) dalam Fauziah Hanum, Dadang Suganda, dkk (2020 : 14) konsep smart torism terlahir melalui pengembangan kajian mengenai hubungan antara teknologi dan bidang pariwisata. Smart Torism menggambarkan situasi terkini mengenai pengembangan dalam bidang pariwisata dan di pengaruhi pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Basis Smart Torism menyatukan usaha – usaha kecil mikro, menjembatani masyarakat desa wisata memperkenalkan pariwisata yang dimiliki kepada pasar global. Menurut Piu Liu dan Yuan Liu (2016) dalam Azrina Farania dkk (2017 : 38) mengatakan smart torism atau yang di kenal sebagai pariwisata cerdas sangat kuat berkaitan dengan kota cerdas atau smart city, dikarenakan smart torism muncul dari konsep kota cerdas dan sangat tergantung terhadap imprastruktur dan memperkuat kontribusi setiap sub-sistem pada smart city serta keterkaitan antar sistem smart city mampu memperkaya konsep smart city. Menurut Zhang (2012) dalam Azrina Farania dkk (2017 : 39) Smart torism merupakan perubahan yang terstruktur dan intensif yang menjadi rujukan integrasi generasi baru teknologi informasi dan komunikasi. Dengan tujuan memenuhi kebutuhan wisatawan, menyempurnakan pengalaman dan kepuasan wisatawan selama berlibur, sehingga dapat terwujud efektifitas, dan optimalisasi sumber daya sosial. Menurut Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang desa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan dan kesadaran masyarakat. Menurut Hadiwijoyo (2021 : 28) dalam Dra. Dian Kagungan., MH (2019 : 48) berpendapat pemberdayaan masyarakat menggambarkan suatu proses yang berjalan terus menerus dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat serta meningkatkan taraf hidup, dalam proses tersebut masyarakat bersama–sama, yaitu Mengidentifikasikan dan mengkaji permasalahan serta potensi yang di nmilikinya; Menyusun rencana kegiatan berdasarkan hasil kajian; Mengimplementasikan rencana tersebut; Secara terus menerus mamantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (memonitoring dan evaluasi). Prinsip-prinsip pemberdayaan menurut Agus Tri Cahyono (2008:11–12) adalah Pembanguna yang dilakukan wajib bersifat lokal; Lebih mengutamakan aktifitas sosial; Menggunakan strategi organisasi komunitas atau sosial lokal; Terdapat kesamaan kedududkan dalam hubungan kerja; Menggunakan strategi partisipasi, seluruh anggota kelompok sebagai subjek; Usaha kesejahteraan sosial guna keadilan Tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yang ingin dicapai adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut yaitu kebebasan berfikir, melakukan tindakan serta mengendalikan tindakan yang telah mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat yaitu dimana suatu keadaan yang di alami masyarakat yang ditandai dengan kemampuan guna memikirkan sesuatu, mengambil keputusan dan melakukan suatuhal yang dipandang tepat guna mencapai pemecahan masalah – masalah yang di hadapi dengan memanfaatkan daya dan kemampuan yang dimiliki, terdiri dari kemampuan psikologis, konatif, psikomotororik, pengorganisasian sumber daya yang dimiliki oleh organisasi internal masyarakat, dari itu guna mencapai kemandirian memerlukan dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif, psikomotorik dan efektif, serta sumber daya lainnya sarana dan prasarana. Dari angket beserta kuesioner yang disebarkan pada masyarakat lokal, kelompok ssadar wisata, dan wisatawan yang mengisi kuesioner dalam penelitian ini maka didapat kenyataan yang ditemui dilapangan, menunjukkan bahwa Pengembangan desa wisata masih harus ditiingkatkan lagi. Karena masih adanya keluhan dan kritikan dari wisatawan tentang pasilitas di tempat wisata, data base sebagai basis dalam Smart Tourism masih belum tertata dengan baik, karena masih belum terdapat update pengembangan desa wisata, dan juga dalam melakukan pemberdayaan kompetensi masyarakat masih belum maksimal. Masih banyak masyarakat yang kurang peduli terhadap pemberdayaan kompetensi yang dilakukan oleh aparatur desa untuk masyarakat. Wisatawan yang berwisata di desa wisata Pujo rahayu berpersepsi pengembangan desa wisata berkonsep smart tourism melalui pemberdayaan kompetensi masyarakat masih dianggap kurang karena di dapati nilai koefisien korelasi yang menunjukkan tingkat hubungan antara variabel sebesar 0,737, yang berarti berpengaruh positif antar variabel. Sedangkan koefisien determinasi yang menunjukkan tingkat pengaruh sebesar 0,533hal ini menjelaskan bahwa variabel Pemberdayaan kompetensi Masyarakat (Y) di pengaruhi oleh variabel Pengembangan desa Wisata (X1) dan Smart tourism (X2) sebesar 0,543 atau sebesar 54,3% dan sisanya (1 – 0,54) = 0,46 atau 46% di pengaruhi oleh variabel lain yang diteliti. ## KESIMPULAN Kesimpulan peneltian ini merupakan hasil penyelidikan yaitu Pengembangan Desa Wisata Berbasis Smart Tourism secara parsial maupun simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pemberdayaan Kompetensi masyarakat desa Wisata Pujo Rahayu. Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi (R2), maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,533 (55%). Hal ini berarti bahwa variabel Pengembangan Desa Wisata Berbasis Smart Tourism menjelaskan pengaruhnya terhadap Pemberdayaan Kompetensi Masyarakat Desa Wisata Pujo Rahayu sebesar 55 %, sedangkan sisanya 45% merupakan variabel lain diluar model. Sedangkan, implikasi peneltian ini berupa wisatawan merasa pengembangan desa wisata Pujo Rahayu masih belum maksimal hal ini terlihat dari belum tersentalnya tempat wisata yang dimiliki oleh desa wisata Pujo Rahayu, wisatawan masih merasa bahwa tempat wisata yang dimiliki oleh desa wisata Pujo Rahayu masih kurang terawat, petunjuk jalan menuju tempat wisata masih belum banyak jadi wisatawan harus bertanya, hanya memiliki pintu gapura saja yg menuju arah masuknya, wisatawan dan masyarakat lokal merasa bahwa pemberdayaa kompetensi masyarakat masih belum terlaksana dengan baik, hal ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki kreatifitas guna meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung. Serta belum terpeliharanya pasilitas umum di tempat wisata desa Pujo Rahayu. Saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi Desa Wisata Pujo Rahayu kec. Negeri Katon, Kab. Pesawaran, khususnya bagi pengelola desa wisata Pujo Rahayu yaitu : 1. Hendaknya pengelola tempat wisata di desa wisata Pujorahayu Kec. Negeri katon, kab. Pesawaran lebih menjaga pasilitas yang telah dimilikinya agar wisatawan lebih merasa nyaman pada saat berwisata. 2. Petunjuk arah menuju tempat wisata dewa wisata Pujo rahayu hendaknya di perbanyak agar wisatawan yang ingin berkunjung tidak merasa binggung menuju tempat wisata yang ada di desa wisata Pujorahayu. 3. Pemberdayaan kompetensi masyarakat sekitar hendaknya lebih di tingkatkan lagi dengan memberikan pelatihan sehingga masyarakat sekitar lebih kreatif lagi. 4. Desa wisata Pujo Rahayu hendaknya memahami keinginan wisatawan dan selalu update tempat – tempat bersua fhoto yang instagram mebel. 5. Masyarakat sekitar hendaknya mendapatkan pelatihan dalam meningkatkan skill guna menjadi salah satu destinasi tujuan wisata di desa wisata Pujo Rahayu. 6. Pengelola di tempat wisata hendaknya diberi pelatihan bagaimana cara mengelola tempat wisata yang bai, agar pengelolaan lebih baik lagi. ## DAFTAR PUSTAKA Dra. Dian Kagungan, MH (2019) Kebijakan Penata Kelolaan Pariwisata di Daerah Otonom Baru. Bandar Lampung, Pustaka Media. Sugiyono (2015) Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta Undang-Undang No 6Tahun 2014, Tentang Desa. Peraturan Pemerintah No 43Tahun 2014Tentang Peraturan Pelaksanaan undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Profile desa pujo rahayu Kec. Negeri Katon, Kab. Pesawaran tahun 2020, dilihat pada tanggal 01 Desember 2020. Undang-Undang No 6Tahun 2014, Tentang Desa. Peraturan Pemerintah No 43Tahun 2014Tentang Peraturan Pelaksanaan undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. rev.ed. Bandung: Alfabeta. Manahati Zebua. 2016. Inspirasi Pengembangan Pariwisata. Yogyakarta: depublish. Gajdosik, Tomas. 2018. Smart Tourism: Concepts and Insights from Central Europe. Czech Journal of Tourism.Vol 1. Fandeli, C. (2002). Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta. Zakaria, F. & Suprihardjo, R.D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabuapaten Pamekasan. Jurnal Teknik Pomits Vol. 3 No. 2, hal. 245-249 Lopez de Avila, A. (2015). Smart Destinations: XXI Century Tourism. Presented at the ENTER2015 Conference on Information and Communication Technologies in Tourism, Lugano, Switzerland Alex Winarno dan Yoga Perdana, 2015, ‘The Effecs of Competence andMotivation on Employee Performance at PT Pos Indonesia BandungCilaki Head Office’,Journal Conference on Business, Marketing, andInformation System Management, hh. 1-5, dilihat 24 November 2020,<http://icehm.org/upload/2512ED1115030.pdf>. Fauziah Hanum, Dadang Suganda, Eng. Budi Muljana, Cipta Endyana, Heryadi Rachmat 2020. Konsep Smart Tourism Sebagai implementasi Digitalisasi di Bidang Pariwisata. TORNARE- Journal Of Sustainable Tourism Reserch. Volume 3 No. 1, Mei 2020, dilihat pada tanggal 01 November 2020. Hendry Ferdiansyah, Cipta Endyana, Heryadi Rachmat, Ute Lies Siti Khadijah 2020. Pengembangan Pariwisata Halal di Indonesia Melalui Konsep Smart Tourism. TORNARE- Journal Of Sustainable Tourism Reserch. Volume 2, No. 1, Januari 2020, dilihat pada tanggal 04 November 2020. I W. Pantiyasa, 2019, Kontruksi Model Pengembangan Desa Wisata Menuju Smart Eco-Tourism di Desa Paksebali, Klungkung Bali, Jurnal Kajian Bali Volume 09, No. 01, April 2019, dilihat pada tanggal 06 November 2020 Azrina Farania, Ana Hardiana, Rufia Andisetyana Putri 2017, Kesiapan Kota Surakarta Dalam Mewujudkan Pariwisata Cerdas (Smart Tourism) Ditinjau Dari Aspek Fasilitas dan Sistem Pelayanan. Region Volume 12 No. 1 Januari 2017, dilihat pada 06 November 2020 Christne N. Lumenta, Michael S. Mantiri, Donald K. Monintja 2019, Pengelolaan Objek Wisata Pantai Pulisan di Desa Pulisan Kecamatan Likupang Timur Minahasa Utara. EKSEKUTIF- Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan Volume 3 No. 3 Tahun 2019, dilihat pada tanggal 07 November 2020. Andree E. Widjaja, Hery dan Riswan E Taringan 2016, Meningkatkan Potensi Pariwisata Danau Toba Melalui Konsep Smart Tourism : Aplikasi dan Tantangannya. SNITI-3 Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi November 2016, dilihat pada tanggal 15 November 2020.
0a513512-f279-4ccc-805c-522e039c0a8e
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jagaditha/article/download/125/152
## ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN KEPERCAYAAN PASIEN RUMAH SAKIT UMUM SHANTI GRAHA BULELENG Kadek Brahma Shiro Wididana ## Universitas Warmadewa ## Abstrak Industri kesehatan di wilayah Kabupaten Buleleng dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang berkelanjutan, hal ini menyebabkan terjadinya persaingan untuk mempertahankan dan mening- katkan kuantitas pasien menjadi semakin sulit. Rumah sakit Umum Shanti Graha sebagai salah satu industri yang bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan merasakan dampak dari persaingan indus- tri pelayanan kesehatan ini. Mempertahankan pasien merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Kualitas pelayanan yang prima dan optimal diharapkan mampu memenuhi harapan pasien, sehingga rumah sakit mampu memenangkan persaingan sehingga tujuan kegiatan operasional usaha secara internal dan eksternal dapat dicapai secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien. Responden penelitian ini adalah para pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Jumlah responden penelitian ditetapkan sebanyak 140 responden dengan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode stratified proportional random sampling . Penelitian ini menggunakan analisis partial least square (PLS) dengan bantuan program software PLS 2.0. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien, 2) kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keprcayaan pasien, 3) kepuasan pasien ber- pengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien, sedangkan hipotesis 4) pengaruh kepuasan pasien memediasi sebagian antara kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien. Im- plikasi manajerial penelitian ini yaitu Rumah sakit Umum Shanti Graha sebaiknya melakukan perbai- kan kinerja dengan meningkatkan kualitas pelayanan khususnya pada indikator-indikator kualitas pelayanan yang berada dibawah rata-rata total, seperti : fasilitas fisik rumah sakit, teknologi rumah sakit yang modern, kemampuan petugas medis rumah sakit yang dapat dipercaya, rasa aman pasien atas pelayanan kesehatan rumah sakit dan ketertarikan pasien dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang telah di aplikasikan untuk meminimalkan komplain pasien. Kata kunci: Kualitas Pelayanan, Mediasi, Kepuasan Pasien, dan Kepercayaan Pasien. Pendahuluan Perkembangan industri kesehatan dewasa ini terus mengalami pertumbuhan yang pesat, salah satu jasa pelayanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit baik itu rumah sakit milik pemerintah maupun swasta. Kebutuhan akan jasa pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit semakin meningkat jumlahnya. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah jumlah penduduk pulau Bali yang setiap tahunnya sela- lu bertambah. Selain itu, masyarakat dewasa ini mulai cendrung meninggalkan pelayanan kesehatan konvensional seperti puskesmas, dikarenakan rendahnya pelayanan yang diberikan oleh pihak puskesmas kepada pasien, disamping itu jumlah dokter spesialis yang masih terbatas membuat masyarakat lebih memilih untuk berobat ke ru- mah sakit jika dibandingkan dengan puskesmas. Kabupaten Buleleng adalah salah satu Kabu- paten yang ada di Provinsi Bali, Kabupaten Buleleng memiliki empat rumah sakit swasta, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Shan- ti Graha. Rumah sakit ini sudah terakreditasi oleh KARS (Komisi akreditasi Rumah Sakit) tahun 2015, dibawah naungan Kementrian Kesehatan dengan tipe D, lima puluh tempat tidur dengan pelayanan empat spesialis dasar dan dua pelayanan dokter sub spesialis yang berlokasi di Buleleng Barat. Rumah Sakit Umum Shanti Graha secara khusus memiliki misi untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Buleleng Barat. Namun seiring dalam perkembanganya rumah sakit ini mem- bukukan pendapatan yang tidak pernah men- capai target setiap tahunya. Menurut dr. Wayan Suarjana (2015) selaku direktur operasional Rumah Sakit Shanti Graha mengatakan, kega- galan tersebut terjadi akibat dari beberapa faktor seperti persaingan yang semakin kom- petitif antar rumah sakit baik pemerintah mau- pun swasta dalam menarik minat pasien. Selain hal tersebut, masyarakat sekarang cukup sel- ektif dalam menentukan pilihan, termasuk da- lam hal memilih rumah sakit. Banyak faktor yang dipertimbangkan dalam memilih, akan tetapi salah satu cara untuk menarik pelanggan dan memenangkan persaingan adalah dengan cara memberikan jasa pelayanan yang bermutu yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Kepuasan atau ketidak puasan terhadap jasa pelayanan yang didapat akan memberikan pengaruh terhadap tingkat keputusan kunjungan berikutnya (Kotler, 2000). Data yang disajikan menunjukan bahwa pencapaian realisasi tahun 2015 adalah yang paling rendah. Hal ini mem- buktikan bahwa semakin ketatnya persaingan menyebabkan jumlah calon pasien terbagi dengan munculnya beberapa praktek bersama dokter umum dan spesialis yang baru khu- susnya di kecamatan Seririt, kota Singaraja dan di kota Denpasar. Kondisi ini menyebabkan semakin menurunnya kunjungan pasien pada Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Data dari Rumah Sakit Umum Shanti Graha (2015) menunjukkan kunjungan pasien dari tahun ke tahun masih berfluktuasi. Masih adanya perbedaan hasil penelitian yang dilakukan Kartikasari (2012) yang menemukan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan pasien, maka dalam penelitian ini kepuasan pasien digunakan sebagai variabel mediasi. Peran kepuasan pasien sebagai variabel mediasi akan menjelaskan hubungan kualitas pelayanan dengan kepercayaan pasien. ## Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumus- kan masalah penelitian sebagai berikut : 1) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Shanti Graha ? 2) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha ? 3) Bagaimana pengaruh kepuasan pasien ter- hadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha ? 4) Bagaimanakah peran kepuasan pasien dalam memediasi pengaruh kualitas pelayanan ter- hadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, pokok permasalahan, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1) Menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. 2) Menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. 3) Menganalisis pengaruh kepuasan terhadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. 4) Menganalisis peran kepuasan pasien dalam memediasi pengaruh kualitas pelayanan ter- hadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. ## Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: ## Manfaat Teoritis 1) Hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan keterkaitan antara teori kuali- tas pelayanan terhadap kepuasan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap ke- percayaan pasien. 2) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi ref- erensi bagi peneliti-peneliti lainya yang melakukan penelitian dengan obyek yang sama. ## Manfaat Praktis 1) Sebagai bahan masukan dan evaluasi prak- tek lapangan, khususnya bagi pihak rumah sakit tentang pentingnya manfaat kualitas pelayanan dalam perspektif pasien berdasar- kan strategi pemasaran yang akan dilakukan rumah sakit sebagai dasar menentukan langkah strategis pemasaran guna mening- katkan kepercayaan pasien. 2) Penelitian ini diharapakan dapat mem- berikan kontribusi dan sebagai bahan eval- uasi bagi manajemen Rumah Sakit Umum Shanti Graha dalam rangka penyusunan strategi dan sitem pelayanan dalam mencip- takan kepuasan dan kepercayaan pasien guna tercapainya target visi dan misi Rumah Sakit Umum Shanti Graha. ## Tinjauan Pustaka Pemasaran Jasa Menurut Lupiyoadi (2006;5), pemasaran jasa adalah setiap tindakan yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebab- kan perpindahan kepemilikan apapun. Se- dangkan menurut Umar (2003;76), pemasaran jasa adalah pemasaran yang bersifat intangible dan immaterial dan dilakukan pada saat kon- sumen berhadapan dengan produsen. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran jasa adalah suatu tindakan yang ditawarkan pihak produsen kepada konsumen, dalam arti jasa yang diberikan tidak dapat dilihat, dirasa, didengar atau diraba sebelum dikonsumsi. Bauran pemasaran jasa merupakan pengem- bangan bauran pemasaran. Bauran pemasaran ( marketing mix ) produk hanya mencakup 4P, yaitu : product , price , place , dan promotion . Sedangkan untuk jasa keempat P tersebut masih kurang mencukupi, sehingga para ahli pemasa- ran menambahkan 3 unsur, yaitu : people , pro- cess , dan customer service . Menurut Lupiyoadi (2006;70), elemen marketing mix terdiri dari tujuh hal, yaitu : product (jasa seperti apa yang ingin ditawarkan kepada konsumen), price (bagaimana strategi penentuan harga), place (bagaimana sistem penghantaran / penyampaian yang akan diterapkan), promotion (bagaimana promosi yang harus dilakukan), people (tipe kualitas dan kuantitas orang yang akan terlibat dalam pemberian jasa), process (bagaimana proses dalam operasi jasa), customer service (bagaimana yang akan diberikan kepada kon- sumen). ## Kualitas Pelayanan Parasuraman, Zeithaml, dan Malhotra dalam Kotler (2005:122-123) merumuskan model mu- tu yang terdiri dari lima dimensi kualitas pela- yanan jasa. Kelima dimensi kualitas pelayanan jasa seperti yang disebutkan: 1) Kehandalan ( reliability ) Kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat 2) Daya Tanggap ( responsiveness ) Kemampu- an membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3) Jaminan (assurance) Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mere- ka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4) Empati (emphaty) Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepa- da masing-masing pelanggan. 5) Beruwujud ( tangibles ) Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi. Kepuasan Konsumen Kotler & Amstrong (2007:10) kepuasan konsumen ( consumer satisfaction ) tergantung pada anggapan kinerja ( perceived performance ) produk dalam memberikan nilai dalam hi- tungan relatif terhadap harapan konsumen. Bila kinerja produk jauh lebih rendah daripada hara- pan konsumen, maka pembelinya tidak puas. Namun bila kinerja produk sesuai dengan hara- pan maka konsumen akan merasa sangat puas. Oliver (1997), dalam Javadein, Khanlari and Estiri (2008) mendefinisikan kepuasan kon- sumen sebagai penentu sebuah fitur jasa, atau produk itu sendiri, ditetapkan atau menetapkan konsumsi tingkat kepuasan yang terpenuhi. Kepuasan konsumen adalah rasa ketika keingi- nan kita sebagai konsumen sudah terpenuhi dan menemukan harapan konsumen sebagai kunci dari kualitas pelayanan yang memiliki peranan penting terhadap kepuasan jasa secara kese- luruhan. Konsumen yang merasa puas akan cendrung untuk menggunakan jasa tersebut, atau memberitahukan hal yang positif kepada konsumen lain yang berpotensi terhadap jasa tersebut (Pattersen and Spreng, 1997) dalam (Javedein, Khanlari and Estiri, 2008). ## Kepercayaan Kepercayaan dianggap sebagai elemen yang penting dalam segala jenis hubungan, terutama dalam hubungan bisnis. Kepercayaan juga di- anggap menjadi hal yang sangat penting dalam membangun dan menjaga hubungan jangka panjang (Sighn and Sidershmukh, 2000). Mor- gan and Hunt (1994) menyatakan bahwa “Kepercayaan hanya eksis ketika satu pihak memiliki tingkat kepercayaan untuk melakukan pertukaran reliabilitas dan integritas”. Ke- percayaan sebagai elemen kunci bukan hanya saat sedang bertranksaski saja, akan tetapi hub- ungan jangka panjang terhadap konsumen dan merupakan kesuksesan sebuah bisnis, Chauduri and Hoolbrook, (2001) dan Sidershmukh et al (2002). ## Manajemen Rumah Sakit Wikipedia (2015) mendefinisikan bahwa Rumah Sakit ( hospital ) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelaya- nanya disediakan oleh dokter, perawat dan tena- ga ahli kesehatan lainya. Rumah sakit merupa- kan organisasi yang rawan konflik, karena seba- gian besar orang-orang dalam keadaan sakit atau gawat darurat, yang oleh karena itu men- jadi peka dan mudah emosional. ## Hubungan Antara Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Kepercayaan Dasar daripada kepercayaan yang murni didasari pada kepuasan konsumen, dimana kualitas pelayanan merupakan faktor input kunci. Kepuasan yang tinggi ataupun me- nyenangkan konsumen lebih mungkin menjadi percaya kepada perusahaan, menggabungkan pembelianya dengan menyebarkan word of mouth yang positif. Sebaliknya ketidakpuasan, mendorong pelanggan untuk menjauh dan merupakan faktor kunci yang menyebabkan pelanggan beralih. Kerangka Berpikir, Kerangka Konseptual, dan Hipotesis Penelitian Kerangka Berpikir dan Kerangka Konsep- tual Penelitian Dalam penelitian ini teori yang menjadi acu- an adalah teori pemasaran terutama yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, kepuasan dan kepercayaan pasien. Kerangka berfikir penelitian ini dikembangkan dan disusun ber- dasarkan pemikiran pengaruh kualitas pela- yanan, terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien. Pelayanan pasien merupakan fokus uta- ma bagi setiap bisnis rumah sakit, karena tanpa pasien rumah sakit tidak bisa memperoleh pen- dapatan untuk menjalankan operasionalnya, oleh karena itu memelihara dengan mem- berikan pelayanan yang berkualitas terhadap pasien sehingga menciptakan kepercayaan pasien. Kualitas pelayanan merupakan alat ukur yang digunakan untuk penilaian kinerja rumah sakit, oleh karena itu rumah sakit dikatakan mempunyai kinerja yang baik apabila rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang berkualitas (Nurcaya, 2008). Sedangkan Love- lock (2002) menyatakan bahwa kualitas pela- yanan merupakan suatu cara untuk mem- bandingkan antara persepsi layanan yang diterima pelanggan dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan pasien. Hal ini didukung hasil penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa, kualitas pelayanan ber- pengaruh positif dan signifikan terhadap kepua- san nasabah pada sektor retail banking di Bang- ladesh (Sidiqqi, 2011). M. Arab et al. (2012) juga menemukan ada pengaruh signifikan anta- ra kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pada rumah sakit swasta di Teheran. Kualitas pelayanan juga berpengaruh signif- ikan terhadap kepuasan maupun kepercayaan. Hal ini diungkapkan Shpetim (2012) yang men- eliti hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasan, dan kepercayaan pada industri retail konsumen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signif- ikan terhadap kepuasan, kualitas pelayanan ber- pengaruh positif terhadap kepercayaan, dan kepuasan secara positif mempengaruhi ke- percayaan. Pepur, Mihanovic dan Pepur (2013) meneliti pengaruh kualitas pelayanan kepada pengguna jasa pada hotel-hotel di Kroasia. Hasil penelitian ini menunjukan hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas pelayanan dan kepuasan, selain itu juga ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kuali- tas pelayanan dan kepercayaan. Kepuasan pasien merupakan hal yang pent- ing untuk diperhatikan dalam membangun ke- percayaan pasien. Kepuasan terhadap jasa pela- yanan yang didapat akan memberikan pengaruh terhadap tingkat keputusan kunjungan beri- kutnya (Kotler, 2000). Pasien dan keluarga akan berkunjung kembali apabila mereka mera- sa puas, dan percaya akan kualitas pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, kepuasan pasien harus ditingkatkan dengan memberi pe- layanan yang terbaik, sehingga kepercayaan pasien dapat dibangun. Hasil penelitian Al- rubaiee (2011) pada empat rumah sakit di Am- man, Jordania menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan mampu meningkatkan kepuasan pasien dan kepercayaan pasien. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Javeddin et al . (2008), hasil penelitian menunjukkan bah- wa kepuasan konsumen secara parsial menjelas- kan persepsi konsumen atas kualitas pelayanan. Guspul dan Ahmad (2014), yang meneliti ten- tang kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan kepercayaan pada koperasi jasa keuangan syari- ah di Wonosobo, ditemukan bahwa hubungan antara kualitas pelayanan terhadap kepercayaan nasabah adalah positif dan signifikan. Variabel kepuasan nasabah mampu memediasi kualitas pelayanan terhadap kepercayaan nasabah, yang berarti nasabah akan percaya terhadap ke- percayaan jasa keuangan syariah apabila nasa- bah sudah merasa puas dengan kualitas pela- yanan yang diberikan. Meningkatnya persaingan menuntut setiap rumah sakit untuk mampu memberikan kepua- san pelayanan kesehatan yang maksimal bagi pasien, sehingga mereka enggan untuk berpal- ing ke rumah sakit lain, bahkan pasien dianggap bisa menjadi tenaga pemasar pasif bagi rumah sakit dengan menyampaikan rekomendasi posi- tif dari mulut ke mulut ( word of mouth ) yang menguntungkan bagi rumah sakit. Jika hub- ungan antara kepuasan dengan kepercayaan pasien positif, maka kepuasan yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan pasien. Hal ini dibuktikan oleh Ranaweera dan Prabhu (2003) dalam Shpetim (2012) pengaruh dari kepuasan dan kepercayaan yang dikombinasikan secara berulang memberikan dampak yang positif bagi konsumen sehingga mereka merekomendasikan dari mulut ke mulut ( word of mouth ). Kerangka konseptual adalah suatu kerangka dasar yang dipergunakan untuk menyusun hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini akan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan ter- hadap kepuasan dan kepercayaan pasien, Al- rubaiee (2011) menemukan bahwa kualitas pe- layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien, dan kepercayaan pasien sebagai variabel yang memediasi kuali- tas pelayanan dan kepercayaan. Berikut peneliti sajikan kerangka konseptual penelitian pengaruh variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien di Rumah Sakit Umum Shanti Graha, sebagaima- na digambarkan dalam gambar 3.1 berikut ini JAGADITHA: Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 3, No. 1, Maret 2017, 82 ## Gambar 1 Kerangka Konseptual Penelitian Hipotesis Penelitian Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien 1) H1: Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Ke- percayaan Pasien 2) H2: Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien Pengaruh Kepuasan Pasien Terhadap ke- percayaan Pasien 3) H3: Kepuasan pasien berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien. Peran Kepuasan Pasien Dalam Memediasi Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Ke- percayaan Pasien 4) H4: Kepuasan pasien mampu memediasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap ke- percayaan pasien. ## Metode Penelitian Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah kausalitas yang meru- pakan prinsip sebab akibat yang dalam ilmu pengetahuan dengan sendirinya bisa diketahui tanpa membutuhkan pengetahuan dan peranta- raan ilmu yang lain, dan pasti antara segala kejadian serta setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainya yang menda- huluinya, merupakan hal-hal yang dapat diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien yang dimediasi oleh kepuasan pasien pada Rumah Sakit Umum Shanti Graha, Kabupaten Buleleng. Objek dari penelitian ini adalah perilaku para responden yang diwujudkan dalam pasien di Rumah Sakit Umum Shanti Graha antara tiga konstruk yaitu kualitas pelayanan, kepuasan pasien dan ke- percayaan pasien. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Shanti Graha yang meru- pakan Rumah Sakit Umum swasta yang ter- letak di Dusun Taman sari, Desa Sulanyah, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pertimbangan dipilihnya tempat penelitian ini karena Rumah Sakit Umum Shanti Graha adalah salah satu Rumah Sakit yang sudah terakreditasi paling pertama versi 2012 pada tahun 2015 di Kabupaten Buleleng dengan predikat lulus tingkat dasar oleh KARS dibawah naungan Kementrian Kesehatan Re- publik Indonesia. ## Variabel Penelitian 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel eksogenous adalah variabel kualitas pelayanan (X), dan yang menjadi variabel endogenous adalah kepuasan pasien (Y 1 ) dan kepercayaan pasien (Y 2 ). 2. Definisi Operasional Variabel 1) Variabel Kualitas Pelayanan/ Service Quali- ty (X) dengan Dimensi sebagai berikut: a) Tangibles (kualitas fisik) (X 1 ), dengan indi- kator pengukuran seperti : Fasilitas fisik rumah sakit (X 1.1 ), penampilan karyawan (X 1.2 ), kelengkapan peralatan yang modern (X 1.3 ), kebersihan rumah sakit (X 1.4 ) b) Reliability (reliabilitas) (X2), dengan indi- kator pengukuran seperti: Karyawan front office (X 2.1 ), Validitas pelayanan (X 2.2 ), pe- layanan rumah sakit (X 2.3 ), profesionalisme karyawan (X 2.4 ) c) Responsiveness (daya tanggap) (X3), dengan indikator pengukuran seperti : Pem- JAGADITHA: Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 3, No. 1, Maret 2017, 83 beritahuan waktu pelayanan (X 3.1 ), ke- cepatan pemberian pelayanan (X 3.2 ), respon permintaan pasien (X 3.3 ), kesediaan karya- wan membantu (X 3.4 ) d) Assurance (jaminan (X4), dengan indikator pengukuran seperti :Kesopanan petugas medis (X 4.1 ), dukungan rumah sakit ter- hadap karyawan (X 4.2 ), kepercayaan ke- mampuan karyawan (X 4.3 ), rasa aman (X 4.4 ) e) Empathy (empati) (X5), dengan indikator pengukuran seperti : Permintaan maaf ter- hadap kesalahan pelayanan (X 5.1 ), ke- percayaan pasien terhadap rumah sakit (X 5.2 ), Mengucapkan terimakasih telah bero- bat dan semoga lekas sembuh kepada pasien (X 5.3 ), memahami kebutuhan pasien (X 5.4 ). 2) Kepuasan Pasien (Y1), adapun item-item pengukuranya adalah Pelayanan Rumah Sakit Umum Shanti Graha memuaskan secara keseluruhan (Y 1.1 ), Rumah Sakit memberikan pelayanan tinggal yang me- nyenangkan bagi pasien (Y 1.2 ), pilihan menggunakan Rumah Sakit Umum Shanti Graha adalah tindakan yang benar (Y 1.3 ), pengalamam pasien saat memanfaatkan jasa Rumah Sakit (Y 1.4 ) 3) Kepercayaan Pasien (Y2), adapun item-item pengukuranya adalah: Konsisten dalam memberikan jasa pelayanan (Y 2.1 ), seluruh pelayanan yang diberikan berkualitas baik (Y 2.2 ), Rumah Sakit Umum Shanti Graha adalah Rumah Sakit yang handal (Y 2.3 ), niat untuk kembali menggunakan jasa Rumah Sakit Umum Shanti Graha (Y 2.4 ). ## Jenis Data dan Sumber Data Jenis Data Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini informasi penyebab penurunan pendapatan rumah sakit dan penurunan kunjun- gan pasien rumah sakit yang diberikan oleh divisi marketing dan keuangan dan divisi rekap medis Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini seperti data mengenai jumlah target dan realisasi pendapatan rumah sakit tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015. ## Sumber Data Data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jawaban responden me- lalui penyebaran kuesioner, hasil wawancara dengan pasien dan hasil diskusi dengan direktur Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data dalam bentuk tabel-tabel, dan diagram yang diperoleh dari berbagai pihak, seperti data mengenai jumlah kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015. Yang di- peroleh dari divisi rekap medik, Manajemen Rumah Sakit Umum Shanti Graha. ## Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini ada- lah 140 responden dengan pertimbangan ukuran sampel 5 kali dari jumlah indikator yang ada (5 dikali 28 indikator = 140 responden), yang terdiri atas pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Shanti Graha. ## Teknik Pemilihan Sampel Pemilihan teknik pengambilan sampel di- tujukan untuk memberikan gambaran terhadap populasi yang ada. Penelitian ini dilakukan pa- da tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan 19 Februari 2016 menggunakan judgment sam- pling dua tingkat. Tahap pertama yaitu purpos- ive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pasien Rawat Inap : Jumlah pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Shanti Graha dari tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan 19 Februari 2016 yang baru pertama kali mendapatkan perawatan rawat inap di rumah sakit dan yang sudah pernah mendapatkan rawat inap dirumah sakit. 2) Pasien Rawat Jalan : Jumlah pasien rawat jalan Rumah Sakit Umum Shanti Graha dari tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan 19 Februari 2016 yang baru pertamakali melakukan rawat jalan di rumah sakit dan yang sudah pernah melakukan rawat jalan di rumah sakit. Tahap kedua adalah menentukan cara pem- ilihan sampel. Dalam penelitian ini cara yang dilakukan adalah accidental sampling , yakni siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sam- pel, bila dipandang responden tersebut memen- uhi kiteria sampel yang sudah ditetapkan sebe- lumnya. ## Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan kuesioner ## Instrumen Penelitian Penelitian variabel dalam penelitian ini dil- akukan dalam pertanyaan berskala melalui per- tanyaan kuesioner secara langsung kepada pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha untuk mendapatkan data yang akurat. Jawaban yang terkumpul kemudian disusun dengan skala se- mantik. Dalam kuesioner ini digunakan skala Likert 1-5, dimana responden diberikan kebebasan untuk menentukan pendapat atau opini sesuai dengan yang dialaminya terhadap indikator-indikator pada kuesioner tersebut. Skala Likert umumnya menggunakan poin ska- la dan derajat persetujuan dengan sangat tidak setuju, sampai sangat setuju. Dalam penilaian ini digunakan rentang penilaian 1 sampai 5, dimana nilai 1 dikategorikan ukuran pern- yataan sangat tidak setuju, 2 menunjukan uku- ran tidak setuju, nilai 3 menunjukan ukuran penilaian netral, nilai 4 menunjukan ukuran setuju dan nilai 5 menunjukan ukuran sangat setuju. ## Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Merupakan analisis yang berfungsi untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh, gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang kita peroleh, dalam hal ini data yang dideskripsikan adalah data kuantitatif. ## Analisis PLS Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen . Variabel tersebut merupakan variabel laten yang dibentuk dari beberpa indikator ( confirmatory variable ). Oleh karena itu untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan teknik Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan program PLS. PLS atau Partial Least Square merupakan suatu alat analisis statistik yang dapat di- pergunakan baik untuk model dengan indikator reflektif maupun formatif . Model reflektif ada- lah indikator dipengaruhi oleh konsep (konstruk), sedangkan model formatif adalah konsep (konstruk) dipengaruhi indikatornya. PLS bersifat prediktif, dengan tujuan mendapatkan hasil estimasi terbaik untuk se- tiap blok indikatornya dari setiap blok variabel laten yang memaksimumkan variance ex- plained , sehingga sangat optimal untuk ketepatan prediksi. ## Tahapan Pemodelan dengan Menggunakan Analisis Partial Least Square (PLS) 1) Evaluasi Model Pengukuran ( Measurement Model/Outer Model) a) Covergent Validity Convergent validity merupakan suatu kriteria dalam pengukuran validitas indikator yang bersifat refleksif. Evaluasi ini dilakukan melalui pemeriksaan terhadap koefisien outer loading masing- masing indikator terhadap variabel latennya. Suatu indikator dikatakan valid, jika koefisien outer loading diantara 0,60-0,70 b) Discriminant Validity Diskriminan validitas dapat dilakukan dengan membandingkan koefesien Akar AV E (√ AVE atau Square root Average Variance Extracted ) setiap variabel dengan nilai korelasi antar variabel dalam model. Suatu variabel dikatakan valid, jika akar AV E (√ AVE atau Square root Average Variance Extracted ) lebih besar dari nilai korelasi antar variabel dalam model penelitian (Lathan dan Ghozali, 2012:78-79), dan AV E lebih besar dari 0,50. c) Composite Reliability dan Cronbachs Alpha Suatu pengukuran dapat dikatakan reliabel, apabila composite reliability dan cronbach alpha memiliki nilai lebih besar dari 0,70. 2) Menyusun Diagram Jalur Pada langkah ke dua, model teoritis yang dibangun pada langkah pertama akan diagambarkan pada path diagram . Path diagram tersebut akan mempermudah untuk melihat hubungan- hubungan kausalitas berdasarkan dari kajian teori dan kerangka teoritis yang ada, kemudian dibuat gambar jalur hubungan kausalitas antara variabel (konstruk) beserta indikatornya 3) Menyusun Persamaan Struktural Selanjut- nya adalah mengubah diagram jalur ke da- lam persamaan struktural dan model pen- gukuran. a) Persamaan-persamaan struktural ( structural equations ). Y1 = ϒ1 χ1 + ɛ1………………………...(1) Y2 = ϒ1 χ1 + β1 + ɛ2……………...……(2) ϒ ( gamma ) = hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen β ( beta ) = hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen ɛ ( epsilon ) = measurement error 4) Evaluasi Model Pengukuran ( measurement model/outer model ) Evaluasi model struktural ( structural model/inner model ) adalah pengukuran untuk mengevaluasi tingkat ketepatan model dalam penelitian secara keseluruhan, yang dibentuk melalui beberapa variabel beserta dengan indikator- indikatornya. a) Evaluasi Model Struktural Melalui R- Square (R 2 ) R-Square (R 2 ) dapat menunjukkan kuat lemahnya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel dependen terhadap variabel independen. R-Square(R 2 ) juga dapat menunjukkan kuat lemahnya suatu model penelitian. b. Evaluasi Model Struktural melalui Q- Square Predictive Relevance (Q 2 ) Q-Square Predictive Relevance (Q 2 ) adalah merupakan pengukur seberapa baik observasi yang dilakukan memberikan hasil terhadap model penelitian. Nilai Q-Square Predictive Relevance (Q 2 ) berkisar antara 0 (nol) samai dengan 1 (satu). Semakin mendekati 0 nilai Q-Square Predictive Relevance (Q 2 ), memberikan petunjuk bahwa model penelitian semakin tidak baik, sedangkan sebaliknya semakin menjauh dari 0 (nol) dan semakin mendekat ke nilai 1 (satu), ini berarti model penelitian semakin baik. c) Evaluasi Model Struktural melalui Goodness of Fit (GoF) Goodness of Fit (GoF) merupakan pengukuran ketepatan model secara keseluruhan, karena dianggap merupakan pengukuran tunggal dari pengukuran outer model dan pengukuran inner model . Nilai pengukuran berdasarkan Goodness of Fit (GoF) memiliki rentang nilai antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Nilai Goodness of Fit (GoF) yang semakin mendekati 0 (nol), menunjukkan model semakin kurang baik, sebaliknya semakin menjauh dari 0 (nol) dan semakin mendekat 1 (satu), maka model semakin baik. ## Hasil Penelitian Deskripsi Obyek Penelitian Sejarah Rumah Sakit Umum Shanti Graha Rumah Sakit Umum Shanti Graha didirikan pada tanggal 12 desember Tahun 2007, beralamat di Dusun Taman Sari, Desa sul- anyah, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali oleh Profesor. DR. dr. Putu Gede Konthen dan dr. Wayan Tharsana Sp. PD. ## Hasil Penelitian 1) Karakteristik Responden Merujuk hasil penelitian lapangan terhadap 140 orang responden di Rumah Sakit Umum Shanti Graha tahun 2016, maka dapat diidentif- ikasi karakteristik responden penelitian seperti umur dalam tahun, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, karakteristik responden berdasar- kan variabel demografi ditujukan pada tabel dibawah ini. Tabel 1 Karakteristik Responden Menurut Variabel Demografi Variabel Klasifikasi Jumlah Orang Persentase Umur (tahun) 11-20 24 17,1 21-30 30 21,4 31-40 24 17,1 41-50 25 17,8 >50 37 26,5 Jumlah 140 100,00 Jenis Ke- lamin Laki-laki 64 45,7 Perempuan 76 54,3 Jumlah 140 100,00 Tingkat Pendidikan SMP 24 17,1 SMA 60 42,9 Diploma 12 8,6 Sarjana dan Lainya 44 31,4 Jumlah 140 100,00 Jeni Pasien Rawat Jalan Rawat Inap 65 2) Analisis Deskriptif Berkaitan dengan distribusi frekuensi jawa- ban responden pada variabel eksogenous (X) dan endogenous (Y 1 dan Y 2 ) ditujukan pada tabel sebagai berikut Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Variabel Eksogenous (X), dan Endog- enous (Y 1 dan Y 2 ) Di- mensi / Indi- kator Jawaban Responden (%) Tidak Baik Ku- rang Baik Netral Baik Sangat Baik Ra- ta- rata (1) (2) (3) (4) (5) X-total 5,5 9,29 43,75 37,0 7 5,39 3,26 X1 2,32 9,82 36,25 38,7 5 17,86 3,50 X1.1 0,71 7,86 32,14 47,8 6 11,43 3,61 X1.2 2,14 11,43 43,57 31,4 3 11,43 3,39 X1.3 4,29 16,43 40,71 32,8 6 5,71 3,19 X1.4 2,14 3,57 28,57 42,8 6 22,86 3,81 X2 8,93 16,07 46,43 27,3 2 1,25 2,97 X2.1 8,57 16,43 53,57 21,4 3 0 2,89 X2.2 10 16,43 40,71 32,1 4 0,71 2,99 X2.3 7,14 17,86 46,43 26,4 3 2,14 2,99 X2.4 10 13,57 45 29,2 9 2,14 3,00 X3 6,96 8,93 45,36 36,0 7 2,68 3,18 X3.1 7,14 12,86 44,29 35,7 1 0 3,09 X3.2 7,86 5,71 51,43 33,5 7 1,43 3,15 X3.3 10,71 13,57 46,43 27,1 4 2,14 2,94 X3.4 2,14 3,57 39,29 47,8 6 7,14 3,54 X4 4,29 3,57 46,61 43,3 9 2,14 3,36 X4.1 2,86 2,14 32,86 60,7 1 1,43 3,56 X4.2 6,43 5 60 26,4 3 2,14 3,13 X4.3 5 5 51,43 37,1 4 1,43 3,26 X4.4 2,86 2,14 42,14 49,2 9 3,57 3,49 X5 5 8,04 44,11 39,8 2 3,04 3,28 X5.1 3,57 2,14 36,43 54,2 9 3,57 3,52 X5.2 4,29 4,29 49,29 39,2 9 2,86 3,32 X5.3 5,71 15 47,14 30 2,14 3,08 X5.4 6,43 10,71 43,57 35,7 1 3,57 3,19 Y1 4,64 3,93 48,57 39,6 4 3,21 3,32 Y1.1 5,71 5 50 37,1 4 2,14 3,24 Y1.2 2,86 5,71 52,86 36,4 3 2,14 3,29 Y1.3 4,29 2,86 51,43 40 1,43 3,31 Y1.4 5,71 2,14 40 45 7,14 3,45 Y2 5,89 3,04 46,96 41,6 1 2,5 3,32 Y2.1 2,86 1,43 50,71 43,5 7 1,43 3,39 Y2.2 9,29 3,57 45,71 37,8 6 3,57 3,23 Y2.3 6,43 1,43 47,86 42,8 6 1,43 3,31 Y2.4 5 5,71 43,57 42,1 4 3,57 3,34 3) Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan realibilitas dilakukan dengan melihat hasil uji stnadarized pearson correlation . Uji validitas di tunjukan pada tabel sebagai berikut: Tabel 3 Uji Validitas Indikator-Indikator Konstruk Dimensi Kode Correlation Standart Correlation Keterangan Tangibles 1 X 1.1 0,04 > 0,30 Unvalid 2 X 1.2 0,01 > 0,30 Unvalid 3 X 1.3 0,02 > 0,30 Unvalid 4 X 1.4 0,18 > 0,30 Unvalid Reliability 1 X 2.1 0,40 > 0,30 Valid 2 X 2.2 0,35 > 0,30 Valid 3 X 2.3 0,44 > 0,30 Valid 4 X 2.4 0,47 > 0,30 Valid Respon siveness 1 X 3.1 0,67 > 0,30 Valid 2 X 3.2 0,65 > 0,30 Valid 3 X 3.3 0,61 > 0,30 Valid 4 X 3.4 0,57 > 0,30 Valid Assurance 1 X 4.1 0,55 > 0,30 Valid 2 X 4.2 0,43 > 0,30 Valid 3 X 4.3 0,58 > 0,30 Valid 4 X 4.4 0,60 > 0,30 Valid Empathy 1 X 5.1 0,45 > 0,30 Valid 2 X 5.2 0,64 > 0,30 Valid 3 X 5.3 0,60 > 0,30 Valid 4 X 5.4 0,58 > 0,30 Valid Satisfaction 1 Y 1.1 0,71 > 0,30 Valid 2 Y 1.2 0,67 > 0,30 Valid 3 Y 1.3 0,72 > 0,30 Valid 4 Y 1.4 0,77 > 0,30 Valid Trust 1 Y 2.1 0,72 > 0,30 Valid 2 Y 2.2 0,74 > 0,30 Valid 3 Y 2.3 0,78 > 0,30 Valid 4 Y 2.4 0,78 > 0,30 Valid Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa hasil uji validitas terdapat empat indikator kon- struk yang menunjukan hasil tidak valid ( unvalid ) , indikator konstruk tersebut adalah fasilitas fisik rumah sakit menarik (X 1.1 ), karya- wan mengenakan seragam dan berpenampilan rapi (X 1.2 ), teknologi Rumah Sakit modern (X 1.3 ), dan area rumah sakit yang bersih (X 1.4 ). Faktor yang menyebabkan nilai standard corre- lation dari dimensi tangibility (X 1 ) tidak valid ialah terdapat sangat sedikit responden yang menjawab kuesioner dengan jawaban tidak baik dan sangat banyak responden yang menja- wab kuesioner dengan jawaban baik dan netral, selanjutnya beberapa responden yang menja- wab kuesioner dengan jawaban sangat baik dan kurang baik, hal itulah yang menyebabkan dis- tribusi frekuensi daripada jawaban responden tidak merata, yang menyebabkan ketika data tersebut diolah menggunakan program SPSS muncul dengan nilai tidak signifikan. Dalam tahapan proses analisis PLS selanjutnya, di- mensi tangibles (X 1 ) dikeluarkan dari model penaksiran agar tidak menganggu dimensi yang dibentuk oleh indikator-indikator lainya. ## Tabel 4 Uji Reliabilitas Indikator Konstruk Reliability Statistics (X) Kualitas Pelayanan Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items ,80 ,80 20 Reliability Statistics (Y 1 ) Kepuasan Pasien Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items ,69 ,69 4 Reliability Statistics (Y 2 ) Kepercayaan Pasien Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items ,74 ,75 4 Dari Tabel diatas, menunjukkan bahwa se- luruh konstruk adalah reliabel, hal ini dapat dibuktikan dari nilai cronbachs alpha based on standardized item di masing-masing konstruk, pada konstruk kualitas pelayanaan sebesar 0,80, pada konstruk kepuasan pasien sebesar 0,69 dan konstruk kepercayaan pasien sebesar 0,75. Ketiga nilai cronbachs A lpa tersebut melebihi dari 0,60 (> 0,60) yang berarti ketiga konstruk tersebut adalah reliabel, (Nunnaly, 1969). 4) Analisis Model Partial Least Square a) Evaluasi Model Pengukuran ( Measurement Model/Outer Model ) 1) Convergent Validity Pada Tabel outer loading sebelum rekontruksi mode terdapat empat indikator yaitu X 2.2 , X 4.2 dan X 4.3 dan X 5.1 yang memiliki nilai outer loading kurang dari 0,50 (< 0,50) maka dilakukan rekonstruksi ulang model dengan menghilangkan keempat indikator tersebut. Setelah rekonstruksi hasil perhitungan ulang dapat dilihat pada Tabel outer loading setelah rekontruksi model. Tabel outer loading setelah rekontruksi model menunjukkan bahwa seluruh nilai outer loading indikator pengukuran konstruk telah memiliki nilai lebih besar dari 0,50 (> 0,50) dan seluruh indikator tersebut adalah signifikan pada level 0,05. ## 2) Discriminant Validity Konstruk AVE √ AVE Kepercayaan Kepuasan Pasien Kualitas Pelayanan Kepercayaan 0,58 0,76 1,00 Kepuasan Pasien 0,52 0,72 0,71 1,00 Kualitas Pelayanan 0,36 0,60 0,70 0,72 1,00 Tabel Discriminant Validity diatas menun- jukkan bahwa nilai √ AVE seluruh konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk maka memenuhi syarat validitas berdasarkan kriteria discriminant validity . 3) Composite Reliability dan Cronbach Alpha Konstruk Composite Reliability Cronbachs Alpha Kepercayaan 0,84 0,75 Kepuasan Pasien 0,81 0,69 Kualitas Pelayanan 0,87 0,84 Tabel composite reliability dan cronbach alpha diatas menunjukkan bahwa nilai composite reliability seluruh konstruk telah menunjukkan nilai lebih besar dari 0.70 sehing- ga memenuhi syarat reliable berdasarkan krite- ria composite reliability. Sedangkan nilai cronbach alpha menunjukkan seluruh konstruk lebih tinggi dari 0,70, kecuali kepuasan pasien yang mendekati nilai 0,70. Evaluasi model Struktural ( Structural Mod- el/Inner Model ) Evaluasi Model Struktural Melalui R-Square (R 2 ) Tabel 5 Evaluasi Model Struktural Inner Konstruk R Square Kepercayaan 0,58 Kepuasan Pasien 0,52 Kualitas Pelayanan Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai R 2 kepuasan pasien memiliki nilai R-square sebesar 0.52 atau termasuk model moderat menuju kuat, artinya variasi kualitas pelayanan mampu menjelaskan variasi kepuasan pasien yaitu sebesar 52 persen sisanya 48 persen dijelaskan oleh variasi konstruk lain diluar model. Sedangkan R 2 kepercayaan sebesar 0.58, (Lathan dan Ghozali, 2012:85), maka model tersebut termasuk kriteria model moderat mendekati kuat, yang berarti variasi kepercayaan mampu dijelaskan oleh variasi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien sebesar 58 persen, sisanya 42 persen dijelaskan oleh variasi variabel lain. Evaluasi Model Struktural Melalui Q- Square Predictive Relevance (Q 2 ) Rumus Q-Square adalah : Q 2 = 1 - (1- R 1 2 ) (1-R 2 2 ) (1 – R 3 2 ). 1 - (1- R 1 2 ) (1-R 2 2 ) (1 – R 3 2 ) = 1 – ( 1 – 0.5805) (1 – 0,5159) = 1 – 0,2031 = 0.80 Berdasarkan hasil ini maka model hasil esti- masi adalah termasuk dalam kriteria kuat, artinya 80 persen variasi konstruk endogen dapat diprediksi oleh variasi konstruk eksogen. Evaluasi Model Struktural melalui Good- ness of Fit (GoF) ## Tabel 6 Evaluasi Goodness of Fit Konstruk R Square Communality Kepercayaan 0,58 0,58 Kepuasan Pasien 0,52 0,51 Kualitas Pelayanan 0,36 Rata-Rata 0,55 0,48 Perhitungan dengan GoF menunjukkan nilai sebesar : √ AR 2 * A.Com = √ 0,55*0,48 = 0,51, Artinya model global adalah prediktif yang terletak antara kriteria model bagus ( large ) Analisis Direct and Indirect Effect, Pengaruh Mediasi Kepuasan Pasien ## Gambar 2 Peran mediasi Kepuasan Pasien atas Kualitas Pelayanan Terhadap Kepercayaan Pasien Gambar 5.6 menunjukkan bahwa hubungan langsung antara kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien adalah sebesar 0.72 dan signifikan, sedangkan hubungan langsung antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien sebesar 0.38 dan signifikan, sedangkam hubungan langsung kepuasan pasien terhadap kepercayaan pasien sebesar 0,44 dan signifikan. Oleh karena nilai hubungan langsung kepuasan pasien menuju kepercayaan pasien lebih kecil daripada hubungan langsung kualitas pelayanan menuju kepercayaan, maka berdasarkan kriteria Hair et.al (2010), kepuasan pasien merupakan mediasi sebagian antara kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien. Path Analysis dan Pengujian Statistik ## Tabel 7 Pengujian Statistik dan Path Analysis Konstruk Original Sample (O) T Statistics (|O/ STERR|) Kepuasan Pasien -> Kepercayaan 0,44 4,40 Kualitas Pelayanan -> Kepercayaan 0,38 3,52 Kualitas Pelayanan -> Kepuasan Pasien 0,72 13,72 Tabel 7 menunjukkan bahwa kepuasan pasien berpengaruh positif sebesar 0,44 ter- hadap kepercayaan, dan hubungan tersebut sig- nifikan pada level 0,05, karena nilai t-statistik lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 4,40. Kualitas pelayanan berpengaruh positif sebesar 0.38 terhadap kepercayaan pasien, dan hub- ungan tersebut signifikan dengan nilai t sebesar 3,52 > 1,96. Demikian juga kualitas pelayanan berpengaruh positif sebesar 0,72 terhadap kepuasan pasien, dan hubungan tersebut signif- ikan dengan nilai t hitung sebesar 13,72. Hasil uji kausalitas bertujuan untuk menge- tahui hubungan kausalitas antar konstruk eksogenous dengan konstruk endogenous Pada Tabel 5.11 juga dapat dilakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan data yang terdapat pada tabel 5.11 adalah sebagai berikut : Hipotesis 1: Bahwa kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Untuk hipotesis ini di- peroleh nilai t-statistics 13,72 dimana kualitas pelayanan berpengaruh positif sebesar 0,72 terhadap kepuasan pasien, dan hubungan terse- but signifikan pada level 0,05 dan t-statistics > 1,96 yang berarti secara statistik kualitas pe- layan berpengaruh positif dan signifikan ter- hadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Hipotesis 2: Bahwa kualitas pelayanan mempengaruhi kepercayaan pasien Rumah Sa- kit Umum Shanti Graha. Untuk hipotesis ini diperoleh nilai t-statistics 3,52 dimana kualitas pelayanan berpengaruh positif sebesar 0.38 terhadap kepercayaan pasien, dan hubungan tersebut signifikan pada level 0,05 dan t-statistics > 1,96 yang berarti secara statistik kualitas pelayan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Hipotesis 3: Bahwa kepuasan pasien mempengaruhi kepercayaan pasien Rumah Sa- kit Umum Shanti Graha. Untuk hipotesis ini diperoleh nilai t -statistics 4,40 dimana kepuasan pasien berpengaruh pos- itif sebesar 0,44 terhadap kepercayaan pasien, dan hubungan tersebut signifikan pada level 0,05 dan t-statistics > 1,96 yang berarti secara statistik kepuasan pasien berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Hipotesis 4 : Bahwa kepuasan pasien mam- pu memediasi pengaruh kualitas pelayanan ter- hadap kepercayaan pasien Rumah Sakit Shanti Graha. Untuk hipotesis ini diperoleh nilai koefisien 0,44 dalam analisis direct dan indirect effect (pada gambar 5.6) dan signifikan, dimana nilai koefisien c < b yang berarti secara statistik kepuasan pasien memediasi sebagian pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien. ## Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Shpetim, 2012) yang meneliti hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasan, dan kepercayaan pada retail konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh (Shpetim, 2012) menemukan bahwa kualitas pelayanan ber- pengaruh signifikan terhadap kepuasan, kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap ke- percayaan, dan kepuasan secara positif mempengaruhi kepercayaan. Alrubaiee (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan mampu meningkatkan kepuasan pasien dan kepercayaan pasien di provider pela- yanan kesehatan Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Berdasarkan pada output hasil penelitian bab V menunjukan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien pada level 0,05 didapat dari nilai t-statistics dengan nilai t lebih besar dari 1,96 (t > 1,96) dengan nilai t = 13,72. Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum Shanti Graha maka akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan begitu juga sebaliknya. Indikator-indikator yang berkontri- busi positif pada kualitas pelayanan yaitu indi- kator dengan nilai rata-rata yang melebihi nilai rata-rata total kualitas pelayanan seperti : fasili- tas fisik rumah sakit yang menarik, karyawan mengenakan seragam dan berpenampilan rapi, teknologi rumah sakit yang modern, kebersihan area rumah sakit, petugas medis bersedia mem- bantu pasien, petugas medis memberikan pela- yanan dengan sopan, kemampuan petugas medis rumah sakit yang dapat dipercaya, rasa aman pasien atas pelayanan kesehatan rumah sakit, petugas medis segera meminta maaf saat terjadi complain pasien, dan ketertarikan pasien dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan ru- mah sakit. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Ke- percayaan Pasien Berdasarkan tabel 5.2 skor hasil perhi- tungan penelitian, pada dimensi Trust (Y 2 ) secara keseluruhan, Indikator yang berkonstribusi dominan yaitu : keseriusan petu- gas medis dalam menangani pasien, Rumah Sakit Shanti Graha adalah rumah sakit yang handal, pelayanan petugas medis berkualitas baik, dan pasien akan kembali menggunakan jasa pelayanan kesehatan rumah sakit. Hal ini mengindikasikan tingkat kepercayaan pasien responden penelitian yang dipengaruhi oleh kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Shanti Graha memberikan kepercayaan kepada pasien secara keseluruhan. ## Pengaruh Kepuasan Pasien Terhadap ke- percayaan Pasien Berdasarkan hasil penelitian bab V menun- jukan bahwa kepuasan pasien memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepercayaan. Hal ini berarti bahwa tingkat kepuasan yang dirasakan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha berpengaruh positif ter- hadap kepercayaan. Hasil penelitian ini men- dukung hasil penelitian sebelumnya yang dil- akukan oleh Javedein, Khanlari dan Estiri (2008) yang menemukan bahwa terdapat hub- ungan positif dan signifikan antara kepuasan dan kepercayaan konsumen, dalam penelitian- ya yang dilakukan pada jasa industri olahraga di iran. Indikator yang berpengaruh dominan dalam kepuasan pasien adalah rumah sakit ber- pengalaman dalam melayani pasien (Y 1.4 ). Peran Kepuasan Pasien Dalam Memediasi Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Ke- percayaan Pasien Berdasarkan hasil penelitian Bab V menun- jukan bahwa peran kepuasan pasien sebagai variabel yang memediasi kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pasien memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Hipotesis ini diuji melalui Analisis direct and indirect effect, dimana diperoleh nilai hubungan lang- sung variabel kualitas pelayanan terhadap vari- abel kepuasan pasien sebanyak 0,38 signifi- cance dan hubungan langsung variabel kuali- tas pelayanan terhadap variabel kepercayaan pasien sebanyak 0,72 significance , sementara hubungan langsung variabel kepuasan pasien terhadap kepercayaan pasien sebanyak 0,44 significance . Oleh karena itu nilai hubungan langsung variabel kepuasan pasien terhadap variabel kepercayaan pasien lebih kecil da- ripada hubungan langsung antara variabel kepuasan pasien terhadap variabel kepercayaan pasien, maka variabel kepuasan pasien merupa- kan mediasi sebagian (Hair et.al. 2010). ## Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan pengujian hipotesis dan pemba- hasan hasil penelitian, maka dapat dikemuka- kan hasil penelitian sebagai berikut : 1) Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Shanti Graha. Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum Shanti Graha maka akan dapat meningkatkan kepuasan pasien, begitu juga sebaliknya. 2) Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien Ru- mah Sakit Umum Shanti Graha. Hal ini be- rarti bahwa semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum Shanti Graha akan dapat meningkat- kan kepercayaan pasien. 3) Kepuasan Pasien berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pasien Ru- mah Sakit Umum Santi Graha. Hal ini berar- ti bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan pasien maka akan semakin meningkat pula kepercayaan pasien akan kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Shanti Graha, begitu juga sebaliknya. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembaha- san, maka dapat disarankan kepada pihak ma- najemen Rumah Sakit Umum Shanti, sebagai berikut:  Manajemen Rumah Sakit Umum Shanti Graha hendaknya memperbaiki dan mening- katkan kualitas pelayanan khususnya pada dimensi dengan indikator-indikator yang berada dibawah rata-rata total dimensi kuali- tas pelayanan, seperti :  Tangibility, dengan indikator sebagai beri- kut :  Teknologi rumah sakit yang modern  Reliability, dengan indikator sebagai beri- kut :  Front office akurat dalam melayani per- mintaan  Karyawan rumah sakit memberikan penjela- san dengan baik  Karyawan rumah sakit memberikan pela- JAGADITHA: Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 3, No. 1, Maret 2017, 92 yanan tepat waktu  Karyawan rumah sakit melayani secara pro- fessional  Responsiveness, dengan indikator sebagai berikut :  Petugas medis memberitahukan jadwal pe- layanan  Petugas medis memberikan pelayanan dengan cepat  Petugas medis tidak terlalu sibuk untuk me- layani permintaan pasien  Assurance, dengan indikator sebagai beri- kut :  Petugas medis memberikan pelayanan dengan sopan  Empathy, dengan indikator sebagai beri- kut :  Petugas medis menyapa dengan menyebut nama pasien  Petugas medis memahami kebutuhan pasien  Berdasarkan keterbatasan penelitian, maka penelitian yang akan datang disarankan un- tuk mengkaji variabel/konstruk lain seperti loyalitas, word of mouth (WOM), dan harga yang dapat mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan konsumen terutama pada in- dustri rumah sakit.  Berdasarkan keluasan penelitian, maka penelitian di masa yang akan datang dis- arankan untuk mengkaji pada beberapa ru- mah sakit di kabupaten lain/provinsi lain di indonesia dan menambah variabel-variabel yang akan diteliti  Berdasarkan perspektif penelitian, penelitian ini hanya mengkaji dari sisi ek- sternal rumah sakit, yaitu kepuasan dan ke- percayaan pasien terhadap kualitas pela- yanan. Maka di penelitian yang akan datang disarankan untuk mengkaji dari sudut pan- dang internal rumah sakit. ## Dafter Pustaka Achmad Hardiman. 2003. Rumah Sakit Indo- nesia Belum Siap Bersaing . Melalui http://www.kompas.com/kompas- cetakr/0412/22/humaniora1455383 html- 4k.[4/21/04]. Al-Rousan, M. Ramzi, Badarudin Mohamed, 2010. Customer Loyalty and the Impact of Service quality : The Case of The Five Star Hotel in Jordan, International Jour- nal of human and Social Sciences, Vol. 20 No. 4.pp.455-472. Alrubaiee, L. 2011. The Mediating Effect of Patient Satisfaction in the Patients’ Per- ception of Healthcare Quality-Patient Trust Relationship, International Journal of Marketing Studies . Vol. 3, No. 1, pp. 103-127. Aykac, D.S.O., Aydin, S., and Ates, M., Cetin, A.T. 2007. Effect of Service Quality On Customer Satisfaction and Customer Loyalty, Marmara University Hospital . pp. 1-11. Barnes, James G. 2003. Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan. Andreas Winardi (penerjemah). Yogyakarta: Andi Bologlu, Seyhmus. 2002. Dimention of custom- er loyalty – Separating Friends from Well Wisher Cornell Hotel and Restau- ran. Administration Quarterly, Cornel University. Bowen, John T & Shiang-Lih Chen. 2001. The Relationship Between Customer Loyalty and Customer Satisfaction, International Journal of Contemporary Hospitality Management, Volume 13/5. Pp. 213-217. Chuang, L.M., Tsai, M.T., Wu, Z.E., and Shiu, J.J. 2012. The Impact of Customer Inter- action on Customer Loyalty in Taiwan’s International Tourist Hotels: The Mediat- ing effect of Service Quality and Trust, Innovative Marketing . Vol. 8, Issue 2, pp 33-45. Chumpitaz, R., Paparoidamis, N,G. 2004. Ser- vice Quality and Marketing Performance In Business to Business markets: Explor- ing the Mediating Role of Client Satis- faction, Managing Service Quality, Em- erald Insight . Vol. 14, Number 2/3, pp. 235-248. Costabile, M., Raimondo, M.A & Miceli, G. 2002. A Dynamic Model Of Customer Loyalty. Proceedings of 31 st Annual Con- ference of the European Marketing Acad- emy, 28-31 May, Braga. Daldiyono. 2007. Pasien pintar & dokter bijak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Ke- lompok Gramedia. p. 187-199 Dominici Gandolfo and Rosa Guzzo. 2010. Customer Satisfaction In The Hotel In- dustry : A Case Study from Sicily. Inter- national Journa Of Marketing Studies. Vol. 2 No.2. Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Mod- eling Dalam Penelitian Manajemen . Fakulktas Ekonomi Universitas Diponogoro, Semarang. Garbarino dan Johnson, 1999. The different Roles of Satisfaction . Journal of Market- ing. Ghozali, H dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling. Teori, Konsep dan Aplikasi Dengan Program Lisrel 8.54. Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Sema- rang. Guspul, A., Ahmad, A. 2014. Kualitas Pela- yanan, Kepuasan dan Kepercayaan Nasa- bah Pada Koperasi Jasa Keuangan Syari- ah di Wonosobo, Jurnal PPKM III . pp. 156-170 Hair et al. 2010. Multivariate Data Analysis, Seventh Edition. Pearson Prentice Hall Jacobalis, S., 2000. Rumah Sakit Indonesia Dalam Dinamika Sejarah. Transforma- si , Globalisasi dan Krisis Nasional. Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta. Javedein, S.R.S., Khanlari, A., and Estiri, M. 2009. Customer Loyalty in the Sport Service Industry : The Role of Service Quality, Customer Satisfaction, Commit- ment and Trust, International Journal Of Human Science . Vol. 5, Issue 2, pp 1-19. Jiun, 2005. Rumah Sakit Era Global. (online), (http://health.yahoogroup.com/health- talk) Karmaya, N. Beberapa Aspek Hubungan Dok- ter dan Odha. Bali. (online), ( http:// www.ibase.info.itpc/indonesian/spirita/ docs/Pembicara%Tamu/Hubungan- Dokter-Odha.ppt .) Koc, F., Ozbek, V., Alniacik, E. 2014. The Moderating Role of Service Environ- ment On The Effect of Firm Reputation and Perceived Service Quality On Con- sumer Trust : a study In The Healthcare Industry, Journal of Global Strategic Management . Vol. 16, pp 111-120. Kotler P dan Amstrong, 2007. Dasar-Dasar Pemasaran, Jilid Sembilan. Edisi Baha- sa Indonesia. PT Indeks, Jakarta. Kotler, Philip, and Gary Amstrong, 2007. Da- sar-dasar Pemasaran Edisi Kesembilan Jilid 1, PT Indeks, Jakarta. Latan, H., Ghozali, I. 2012. Konsep, Teknik dan Aplikasi Smart PLS 2.0 M3 untuk Penelitian Empiris.Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Lupiyoadi, H. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa . Edisi Kedua, Jakarta. Penerbit Salemba Empat Parasuraman, A.: Zeithamyl, Valerie.A.: Berry, Leonard L. 1988. 1988. SERVEQUAL : Multiple-Item Scale for Measuring Con- sumer Perception Of Service Quality, Journal of Retailing , Vol. 64, 1. Pp 12. Pepur, M., Mihanovic, Z., and Pepur, S. 2013. Analysis Of The Effect Of Perceived Service Quality To The Relationship Quality On The Business To Business Market, Preliminary Communication . pp. 97-109 Pollack, B.L. 2007. Linking The Hierarchical Service Quality Model to Customer Sat- isfaction and Loyalty, Emerald Journal of Service Marketing . Vol. 23, Number 1, pp. 42-50 Presbury, Rayka; Anneke Fitzgerald and Ross Chapman. 2005. Impediments To Im- provement In Service Quality In Luxury Hotel. Managing Service Quality. Vol. 15. No. 4. Pp. 353-373 Rangkuti, F. 2006. Measuring Customer Satis- faction. Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rasheed, F.A., Abadi, M.F. 2014. Impact of Servuce Quality, Trust and Perceived Value on Customer Loyalty in Malaysia Service Industries, Procedia Social and Behavioral Science . Vol. 164, pp 298- 304. Santoso, S. 2007. Riset Pemasaran (Konsep dan aplikasi dalam SPSS) . Jakarta : PT Alex Medis Komputindo. Shpetim, C. 2012. Exploring The Relationship Among Service Quality, Satisfaction, Trust and Store Loyalty among Retail Customer, Journal of Competitiveness . Vol. 4, Issue 4, pp. 16-35. Sideshmuhk, Deepak, Singh J. and Berry S, 2002. Customer Trust, Value, and Loyal- ty in Relational Exchange. Journal Of Marketing. Sugiyono, 2008. Meotde Penelitian Bisnis . Bandung : Alfabeta. Suparto, Adikoesoemo. 1995. Manajemen Ru- mah Sakit. Pustaka Sinar Harapan. Ja- karta. Srivastava, M., Rai, A.K. 2013. Investigating The Mediating Effect of Customer Satis- faction In he Service Quality-Customer Loyalty Relationship, Banaras Hindu University, Varanasi, India . Vol. 26. pp 97-109. Tabaku, E ., Cerri, S. 2015. An Investigation of Mobile Telephony Customers in Albania, The Macrotheme Review, A Multidisci- plinary Journal of Global Macro Trends . Vol. 4, Issue 6, pp. 144-155. Tjandra Yoga Aditama. Manajemen Admin- istrasi Rumah Sakit. Universitas Indone- sia, Jakarta. Umar, H. 2003. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen . Jakarta. Gramdia Pustaka Utama. Widayat, R. 2005. Kepemimpinan Rumah Sa- kit , Suara Merdeka desember, Jawa Ten- gah Wikipedia, 2015. Hospital. (online), ( http:// id.wikipedia.org/wiki/Rumah Sakit )
fd750121-ae15-4abf-8492-9872bf0b8d0e
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/download/621/558
## Efektivitas Pembelajaran Agama Islam Pada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus ## Agus Budiman Universitas Darussalam Gontor [email protected] ## Abstract The effectivity and efficiency of learning is not only dependent on the plan and learning model, but the most importent is on the ability of teachers to know the opportunities in learning models and how to use it. For learners with special needs, learning on Islamic religion requires special approaches and methods for learning in order it can be enjoyed by learners. An appropriate learning design will allow students to understand teaching materials despite they have limitation, both physically or mentally. This paper tries to explain some of the Development of Islamic teachings with the modification methods, allocation of time, the approach and the development of appropriate learning resources. And this paper concluded that builds confidence in children with special needs is the main thing to do, and providing learning programs that appropriate with the conditions of learners, as well as provide opportunities for children with special needs get all their rights. Keywords: Learners With Special Needs, Teaching Methode, Islamic Teaching. ## A. Pendahuluan S ecara psikologis manusia yang sedang belajar akan dapat merasakan adanya perubahan dalam dirinya, tetapi pada saat yang sama diapun secara hakiki dapat meresapi betapa keterbatasan dirinya untuk mengetahui begitu banyak hal. Allah menciptakan manusia dengan kesempurnaan ciptaan sekaligus dengan keterbatasan yang ada pada dirinya termasuk keterbatasan fisik, akal dan mental. Dalam paradigma pembelajaran mutakhir, ternyata tidak jauh dari pemahaman filosofis yang terkandung dalam firman Allah dalam Agus Budiman 24 surah al-‘Alaq ayat 4 allazy ‘allama bi al-qalam yakni Allah memberi- kan ilmu kepada manusia melalui proses belajar mengajar (pem- belajaran), jadi tidak ada kewenangan para guru untuk memberi- kan tambahan ilmu kepada para peserta didiknya. Melainkan harus diakui bahwa tugas penting seorang guru adalah membelajarkan peserta didiknya dengan menggunakan alat bantu (media) dan menjalankan metode yang cocok untuk bahan yang diajarkan termasuk untuk peserta didik dengan keterbatasan tertentu. Interaksi yang edukatif memberikan suasana kondusif bagi peserta didik untuk mendapatkan karunia ilmu dari yang maha pemilik Ilmu yaitu Allah swt. Interaksi yang berlangsung antara guru dengan murid, dengan kata lain antara pendidik dengan peserta didik haruslah mencerminkan adanya hubungan yang sangat manusiawi sehingga terjalin rasa dan semangat yang sama dalam menuju pencapaian tujuan dari interaksi tersebut. Sebuah kebutuhan yang mendesak merumuskan pola pembelajaran khusus bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus, teori pembelajaran yang berbasis pembelajaran aktif, innovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan bisa dimodifikasi sesuai dengan kondisi peserta didik. Oleh karena dilakukan secara terencana dan bertujuan, maka seyogianya juga memberikan suatu indikasi secara jelas dan terukur melalui suatu perumusan tujuan instruksional, penetapan proses dan kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode mengajar yang tepat, pelibatan media (alat peraga) yang diperlukan dan menunjang pembelajaran dan sebagainya. Itulah sebabnya maka pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu proses instruksional yang terstruktur dalam artian prosesnya terkait dengan suatu rangkaian komponen pembelajaran yang saling terkait satu dengan yang lain menuju pencapaian tujuan instruksional yang telah digariskan sebelumnya. Jika tidak demikian, maka pembelajaran dapat dianggap kurang efektif. Untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus, pembelajaran agama Islam memerlukan pendekatan dan metode khusus agar pembelejaran bisa dinikmati oleh pesarta didik terutama kalau sudah berhubungan dengan fiqih dan praktek ibadah. Disain pembelajaran yang tepat akan memudahkan peserta didik mencerna bahan ajar meskipun dengan keterbatasan fisik, akal ataupun mental. ## B. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial”. Ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Menurut agama, anak berkebutuhan khusus juga mesti mendapat hak pendidikan yang sama. Dalam Surat An Nisa ayat 9 Allah berfirman yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak- anak (keturunan) yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. Dalam surat Az Zuhruf ayat 32; “Allah telah menentukan diantara manusia penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Allah telah meninggikan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat saling mengambil manfaat (membutuhkan)”. Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental, maupun, karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak berkelaian. Oleh karena itu, dalam pendidikan perlu adanya pendekatan, model dan startegi khusus dalam mendidik anak berkelainan. Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menanda- kan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mem- punyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Istilah anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya, dalam hal fisik, mental, Agus Budiman 26 maupun karakteristik perilaku sosialnya, atau anak yang berbeda dari rata-rata umumnya, dikarenakan ada permasalahan dalam kemampuan berpikir, penglihatan, pendengaran, sosialisasi, dan bergerak. Istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan bagi anak-anak berkelaiann (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah adalah inklusi. Berdasarkan pengertian tersebut, anak yang dikategorikan memiliki   kelainan  dalam  aspek  fisik  meliputi  kelainan  indera penglihatan (tunanetra), kelainan indera pendengaran (tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa). Anak yang memiliki kelainan dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki kemampuan mental lebih (supernormal) yang dikenal sebagai anak berbakat atau anak unggul, dan anak yang memiliki kemampuan mental sangat rendah (subnormal) yang dikenal dengan sebagai anak tunagrahita. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras. Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut : 1. Tuna Netra 2. Tuna Rungu 3. Tuna Grahita 4. Kesulitan Belajar 5. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 ) 6. Autis 7. Korban Penyalahgunaan Narkoba 8. Indigo ## C. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Landasan utama dalam mencapai keberhasilan belajar adalah kesiapan mental. Tanpa kesiapan mental, maka tidak akan dapat bertahan terhadap berbagai kesulitan yang dihadapi selama belajar. Peserta didik dengan kebutuhan khusus mesti dimotivasi minat belajarnya. Koreositas peserta didik akan pentingnya belajar meski dengan keterbatasan harus terus dipompa sehingga semangat untuk tahu jauh lebih penting dari pengetahuan itu sendiri. Proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik adalah target utama peserta didik, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan sesuatu dan lain sebagainya. Perubahan tersebut merupakan perubahan yang timbul karena adanya pengalaman dan latihan. Jadi belajar bukanlah suatu hasil, akan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan menuntut ilmu. Belajar efektif dan efisien dapat tercapai apabila dalam belajar peserta didik menggunakan teknik belajar yang tepat. Kegagalan peserta didik dalam belajar lebih banyak disebabkan karena mereka tidak mengetahui teknik belajar yang efektif dan efisisen. Pembelajaran sebagai proses interaktif antara subjek belajar, guru sebagai fasilitator dan motivator, sarana dan media pembelajar- an perlu saling bekerjasama agar menghasilkan suatu perubahan yang bermakna pada diri peserta didik sebagaimana ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran yang nantinya berdayaguna dan berhasil guna. Untuk itu dapat dianalisis berbagai faktor yang terkait dengan pembelajaran agar menghasilkan suatu pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang yang berdayaguna. Efektivitas dan efisiensi pembelajaran tidak hanya bergantung pada rencana dan model pembelajaran, tetapi yang terutama adalah pada kemampuan guru untuk memanfaatkan setiap peluang yang muncul pada saat-saat pembelajaran sedang berlangsung. Di sinilah peran guru dalam pembelajaran peserta didik dengan kebutuhan khusus benar-benar dituntuk lebih dari guru pada pembelajaran peserta didik pada umumnya. Model pembelajaran dengan pola-pola khusus akan me- munculkan peluang-peluang tertentu yang diinginkan. Keberhasilan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan suatu model pembelajaran bergantung pada kemampuan guru dalam mengetahui kapan peluang-peluang yang terdapat pada model pembelajaran itu muncul dan bagaimana cara memanfaatkannya. Jika dalam suatu pembelajaran ada peluang-peluang yang muncul, tetapi guru tidak mengetahui atau tidak memanfaatkannya, model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran itu tidak termanfaatkan oleh guru dan peserta didik. Perbedaan guru yang profesional dengan yang kurang profesional terletak pada kemampuannya dalam mengetahui kapan peluang-peluang itu muncul dan cara memanfaatkannya. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk meningkatkan kompetensi- nya dalam menyusun pembelajaran yang akan memunculkan peluang-peluang itu, mengetahui kapan peluang-peluang itu muncul, dan cara memanfaatkannya. Memang harus diakui bahwa, cara belajar efektif dan efisien bagi sebagian orang, belum tentu efektif dan efisien bagian sebagian lainnya. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai cara belajar yang efektif dan efisien, ada baiknya kita memahami dulu makna cara belajar efektif dan efisien. Cara belajar efektif dan efisien yang sesuai dengan kondisi personal peserta didik, baik dari segi metode, penggunaan tempat, ataupun penggunaan waktu, dengan meminimalkan usaha tetapi mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam kaidah umum perlu diingat, tidak ada orang pintar atau bodoh dalam belajar, yang ada hanyalah orang malas, dan tak tahu cara belajar yang baik. Dalam kaitan dengan peserta didik yang memang dalam kondisi yang tidak seperti lainya, peran guru/pembimbing amatlah penting, guru hendaknya dapat menanamkan pada diri peserta bahwa mereka tidak memiliki kesempatan lebih kecil dari peserta didik pada umumnya, mereka hanya sedang dikurangi oleh Allah beberapa bagian dari dirinya tapi Allah lebihkan di bagian lainnya jadi tidak ada yang perlu disesali namun harus selalu disyukuri apa yang telah Allah karuniakan kepada setiap hamabanya. Guru yang dapat menanamkan rasa syukur pada diri peserta yang mempunyai kebutuhan khusus tersebut akan menjadikan mereka bersemangat menuntut ilmu dan mandiri. Kemandirian peserta didik termasuk juga kemandirian dalam belajar, dengan latihan yang kontinyu dan telaten sedikit demi sedikit akan menjadikan mereka memahami sendiri apa yang harus dilakukan dalam belajar meskipun peran guru /pembimbing tidak akan bisa lepas paling tidak dalam mengevaluasi perkembangan belajar anak tahap demi tahap. Perkembangan yang berlangsung pada tiap anak tentu berbeda apalagi anak dengan kebutuhan khusus, masing-masing memiliki keterbatasan dengan stadium yang berbeda dan jenis ketebasannya. Jenis keterbatasannya pun juga tidak sama satu dengan lainya, ada yang berupa fisik, akal dan juga mental. Dalam hal ini ketelatenan pembimbing/guru dituntut lebih daripada menangani anak pada umumnya. Lingkungan yang kondusif akan mempercepat kemandirian dan ketergantungan anak. Sudah banyak sekali contoh bagaimana anak dengan keterbatasan tertentu namun dapat meraih yang membanggakan bahkan belum tentu dapat diraih anak normal pada umumnya. ## D. Pendidikan Agama Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (di- improvisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap: alokasi waktu, isi/materi kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Modifikasi/ pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah dan koordinasi Dinas Pendidikan. Membelajarkan anak berkebutuhan khusus pendidikan agama tentu harus dengan cara-cara yang khusus pula namun demikian tetap mengacu pada aspek-aspek pembelajaran pada umumnya. Ranah tujuan pembelajaran bisa menilik taksonomi yang dibuat Benjamin Samuel Bloom, yang mana terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap. Sedangkan ranah Psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan motorik/kemampuan fisik, berenang, dan meng- operasikan mesin. Para trainer biasanya mengkaitkan ketiga ranah ini dengan Knowledge, Skill and Attitude (KSA). Kognitif menekankan pada Knowledge, Afektif pada Attitude, dan Psikomotorik pada Skill. Sebenarnya di Indonesia pun, kita memiliki tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan doktrinnya Cipta, Rasa dan Karsa atau Penalaran, Penghayatan, dan Pengamalan. Cipta dapat diidentikkan dengan ranah kognitif , rasa dengan ranah afektif dan karsa dengan ranah psikomotorik. Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses Agus Budiman 30 berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation (penilaian). Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks. Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya. Per- kembangan tersebut dpat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psiko- motorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit. Untuk anak berkebutuhan khusus penekanannya ada pada aspek afektif melalui dua aspek psikomotor dan kognitif. Prinsip penggunaan metode dalam pembelajaran agama Islam yang meliputi Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Akidah-Akhlak, dan Qur’an-Hadits adalah dengan penyesuaian dan modifikasi dengan peserta didik khususnya anak berkebutuhan khusus. Allah SWT mengingatkan dalam surat An-Nahl : 125, yang artinya sebagai berikut : Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik, serta berbantahlah mereka dengan cara yang baik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAI khususnya untuk anak berkebutuhan khusus yaitu; dengan kegiatan yang sifatnya membimbing, peserta didik harus disiapkan sesuai kondisinya, bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan pendidikan agama Islam. Pengembangan metode pengajaran agama Islam yang mem- belajarkan Fiqih, Akidah-Akhlak, Qur’an-Hadits dapat dilakukan dengan memodifikasi metode, alokasi waktu, pendekatan dan pengembangan sumber belajar yang tepat. Berikut ini adalah pilihan motode pengajaran dengan beberapa penjelasan dan modifikasinya; a. Metode Diskusi Metode diskusi adalah suatu penyajian bahan pelajaran dengan cara siswa membahas, dengan bertukar pendapat mengenai topik atau masalah tertentu untuk memperoleh suatu pengertian bersama yang lebih jelas dan teliti  tentang   topik/ sesuatu, atau   untuk   mempersiapkan   dan  merampungkan keputusan bersama. Meskipun tidak seperti anak normal kebanyakan, siswa berkebutuhan khusus juga bisa diajak berdiskusi dengan kemampuan yang dimilikinya. Dengan bimbingan telaten seorang guru siswa berkebutuhan khusus juga dapa memecahkan masalah tertentu dalam menelaah ayat al-Qur ’an maupun Hadits yang berkaitan dengan ibadah muamalah misalnya. Hal ini dapat mengembangkan sifat kerjasama dan interaksi antar mereka. b. Metode Peragaan Menyajikan materi dengan cara peragaan adalah salah satu cmetode yang efektif untuk anak berkebutuhan khusus terutama anak dengan keterbelakangan mental. Guru dapat memperagakan gerakan shalat, wudlu dan bentuk ibadah lainya. Untuk pembelajaran Fiqih, metode ini dapat menjadi pilihan utama sebab tujuan utama membelajarkan Fiqih adalah agar siswa dalam melakukan praktek ibadah. Aspek psikomotor dalam ranah taksonomi tujuan belajar akan bisa dimaksimalkan dengan penggunaan metode ini. Peragaan merupakan miniatur dari pendekatan suri tauladan (uswah hasanah) dimana guru mesti memberikan teladan dalam segala hal, paling tidak apa- apa yang sehari hari dilihat oleh peserta didik c. Metode Observasi Menganalisis juga dapat dilakukan oleh anak dengan kebutuhan khusus, terutama anak yang over cerdas (indigo) atau anak yang cacat fisik namun memiliki kemampuan berfikir normal. Obser- vasi bisa dilakukan dalam hal penelitian Sejarah Kebudayaan Islam dengan menggunakan kombinasi metode karya wisata misalnya. Observasi perlu dilatihkan kepada anak dengan ke- butuhan khusus supaya kelak bisa mandidik kemandiriannya. d. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) Metode yang menghadapkan siswa dengan masalah tertentu untuk dipecahkan baik individu maupaun bersama-sama. Untuk pembelajaran anak berkebutuhan khusus sebaiknya dilaksanakan dengan kelompok sebab akan melatih ketrampil- an sosial dan kerja sama. Penggunaan metode ini dapat dilaku- kan untuk masalah hidup sehari dan dikaitkan dengan pem- belajaran Fiqih dan Hadits atau ayat al-Qur’an yang berhubung- an dengan masalah yang sedang dipecahkan, sehingga anak bisa dibiasakan berpikir rasional sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. e. Metode Karyawisata Karyawisata menyajikan  bahan  pelajaran  dengan  membawa murid langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas. Dengan melihat dan mengamati objek secar langsung, siswa dengan kebutuhan khusus akan lebih mudah mencerna pelajar- an karena belajar menggunakan pendekatan kontekstual sehingga dengan demikian pembelajaran berlangsung lebih kongkrit. Metode Karyawisata ini tepat untuk semua jenis anak dengan kebutuhan khusus. Metode Karyawisata cocok untuk membelajarkan Sejarah Kebudayaan Islam. f. Metode Permainan Metode inilah salah satu metode yang menjadi pihan utama pembelajaran anak dengan kebutuhan khusus. Dengan bermain anak akan menemukan dirinya sendiri, bukankah mereka masih dalam dalam fase bermain. Permainan membuat proses belajar-mengajar menjadi menyenangkan sehingga dengan demikian anak dengan kebutuhan khusus tidak merasa kalau mereka sedang belajar. Penanaman akhidah dan akhlak bahkan bisa dilakukan dengan permainan. Permainan dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung tema dan tujuan pembelajarannya. g. Metode Bermain Peran (Role Playing) Bermain peran merupakan bentuk permainan pendidikan (education games) yang tujuannya menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan perasaan dengan penghayatan peran. Bermain peran seperti ini cukup membantu anak berkebutuhan khusus khusus untuk mengekspresikan perasaan dalam bentuknya yang berbeda. Anak dilatih mengeluarkan unek-uneknya dengan memerankan tokoh tertentu dalam sebuah skenario yang ditata dengan tujuan-tujuan tertentu. Metode ini cukup efektif menanamkan nilai-nilai sosial sebab peserta didik berkebutuhan khusus merasakan seakan-akan dia terlibat langsung dalam peran yang ia mainkan. Hampir semua mata pelajaran dapat diajarkan dengan metode role playing, namun yang paling sesuai adalah pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Hal lain yang perlu diperhatikan pada pembelajaran anak berkebutuhan khusus adalah bagaimana bentuk evaluasi atau penilaiannya. Pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus dilaksanakan dengan pengembangan tertentu pada aspek proses dan evaluasi. Penerapan metode evaluasi yang fleksibel sesuai dengan kondisi peserta didik akan memberikan gambaran yang tepat pada perkembangannya. Evaluasi tidak harus dalam bentuk tulisan atau hasil evaluasi tertulis, numun dapat pula penilaian didasarkan pada nilai tingkah laku harian siswa. Penilaian tidak terfokus pada aspek kognitif siswa namun yang terpenting justru aspek psikomotor dan afektifnya. ## E. Kesimpulan Mendidik anak dengan kebutuhan khusus memerlukan pendekatan dan metode yang khusus pula. Setelah apa yang telah dipaparkan dapat diambil disimpulkan beberapa hal yang urgen untuk diperhatikan. Pertama, membangun kepercayaan diri anak berkebutuhan khusus adalah hal utama yang harus dilakukan. Membangun kepercayaan diri bisa dilakukan dengan memotivasi mental spiritual anak. Kedua, memberikan program pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik sehingga dengan demikian hak untuk memperoleh pendidikan yang selayaknya bisa terpenuhi. Ketiga, memberi kesempatan anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan semua hak-haknya, untuk itu orang tua, guru dan masyarakat luas perlu menghargai dan tidak memandang sebelah mata meskipun mereka mempunyai kekurangan–kekurangan dan itulah bantuan terbesar bagi mereka untuk berkembang. ## Daftar Pustaka Bloom, B. S. ed. et al., Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain, (New York: David McKay, 1956). Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Tunagrahita Suatu Pengantar dalam Pendidikan Inklusi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Gronlund, N. E., Stating Objectives for Classroom Instruction 2nd ed. (New York: Macmilan Publishing, 1978). Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenang- kan, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009), Krathwohl, D. R. ed. et al. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook II, Affective Domain, (New York: David McKay, 1964), Rahman, Nazarudin, Manajemen Pembelajaran; Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I, (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2009), Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, cet ketiga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Smart, Aqila, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Katahati, 2010), Smith, David, Sekolah Inklusif Konsep dan Penerapan Pembelajaran, (Bandung: Nuansa, 2006), Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet kedelapan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), ## Jurnal Schmidt, Majda and Branka Èagran, (2008), Self-Concept Of Students In Inclusive Settings, International Journal of Special Education, Vol 23. No: 1. 2008, ISSN 08273383 Skinner, Michael E and Allison T. Smith, (2011), Creating Success for Students with Learning Disabilities in Postsecondary Foreign Language Courses, International Journal of Special Education, Vol 26. No: 2. 2012, ISSN 08273383. Kurt, Onur and Chris Parsons,(2008), Improving Classroom Learning: The Effectiveness Of Time Delay Within The Teacch Approach, International Journal of Special Education, Vol 24. No: 3. 2008, ISSN 08273383 Leyser, Yona and Rea Kirk, (2011), Parents’ Perspectives on Inclusion and Schooling of Students with Angelman Syndrome: Suggestions for Educators, International Journal of Special Education, Vol 26. No: 2. 2012, ISSN 08273383 Mulholland, Rita & Norma Blecker, (2008), Parents And Special Educators: Pre-Service Teachers’ Discussion Points, International Journal of Special Education, Vol 23. No: 1. 2008, ISSN 08273383 Ajuwon, Paul M, (2012), General Education Pre-Service Teachers’ Perceptions of Including Students with Disabilities in Their Classroom, International Journal of Special Education, Vol 27. No: 3. 2012, ISSN 08273383. Al-Shabatat, Ahmad Mohammad, (2008), The Direct And Indirect Effects Of Environmental Factors On Nurturing Intellectual Giftedness, International Journal of Special Education, Vol 26. No: 2. 2008, ISSN 08273383 Aspland, Tania,(2012), Curriculum policies for students with special needs in Australia, International Journal of Special Education, Vol 27. No: 3. 2012, ISSN 08273383.
b780202a-b766-409d-beb6-5e8f044a32a4
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/platax/article/download/44396/40842
Kajian Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Alo, Kecamatan Rainis, Kabupaten Kepulauan Talaud (Study of Welfare Level of Fisherman Community in Alo Village, Rainis District, Talaud Islands Regency) Fritwin Toesan 1 , Lefrand Manoppo 2 *, Mariana E Kayadoe 2 . 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115 Sulawesi Utara, Indonesia 2 Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115 Sulawesi Utara, Indonesia *Corresponding author: [email protected] ## Abstract Talaud Islands Regency is a maritime area with a sea area of around 37,800 km² (95.24%) and a land area of 1,251.02 km². The fishing community in Alo Village utilizes fishery resources as their main source of life. especially the coastal community of Alo village which is dominated by fishermen who are classified as labor fishermen or small fishermen. Fishing communities are small groups of people living in coastal areas whose main livelihood is utilizing the natural resources found in the ocean, whether in the form of fish, shrimp, seaweed, shellfish, coral reefs and other marine wealth. To determine the level of welfare of the fishing community in Alo Village. The type of research method used in this research is census research using descriptive analysis. So it can be concluded that the level of welfare of the fishing community in Alo Village, Rainis District, Talaud Islands District, with the number of respondents representing as many as 30 respondents was categorized as quite prosperous or moderate with a percentage of 66.67% and a score of 13. Keywords: Alo Village, Welfare, Income, Expenditures, education. ## Abstrak Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah bahari dengan luas lautnya sekitar 37.800 km² (95,24%) dan luas wilayah daratan 1.251,02 km². Masyarakat nelayan di Desa Alo memanfaatkan sumberdaya perikanan sebagai sumber kehidupan utama. khususnya masyarakat pesisir desa Alo yang di dominasi oleh nelayan yang tergolong nelayan buruh atau nelayan – nelayan kecil. Masyarakat nelayan yaitu kelompok kecil masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama adalah memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam lautan, baik itu berupa ikan, udang, rumput laut, kerang- kerangan, terumbu karang dan hasil kekayaan laut lainnya. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan Desa Alo. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sensus dengan menggunakan analisis deskriptif. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Alo Kecamatan Rainis Kebupatan Kepulauan Talaud, dengan jumlah responden yang mewakili sebanyak 30 responden dikategorikan cukup sejahtera atau sedang dengan persentase 66,67% dan nilai skor 13. Kata kunci: Desa Alo, Kesejahteraan, Pendapatan, Pengeluaran, pendidikan. ## PENDAHULUAN Kondisi Kabupaten Kepulauan Talaud masih termasuk daerah tertinggal di Indonesia dan sebagian wilayah masih terisolir karena faktor geografis dengan berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial budaya, perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan. Namun ada beberapa desa yang dinilai memiliki tingkat kesejahteraan yang cukup baik dari desa terbelakang lainnya. Khususnya desa Alo merupakan salah satu daerah pulau Talaud yang disebut sebagai kampung bahari nusantara dan dinilai memiliki potensi perikanan yang cukup baik. Masyarakat nelayan di Desa Alo memanfaatkan sumberdaya perikanan sebagai sumber kehidupan utama. Khususnya masyarakat pesisir desa Alo yang di dominasi oleh nelayan yang tergolong nelayan buruh atau nelayan – nelayan kecil. Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang bermukim di pesisir dan sangat bergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan dan pesisir untuk kehidupannya. Sumberdaya tersebut meliputi hewan, tumbuhan, serta lahan yang dapat digunakan langsung maupun dilakukan upaya pembudidayaan. Selama ini nelayan memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyarakat di pesisir dan pedesaan. (Marta dan Andry, 2020). Desa Alo yang disebut sebagai kampung bahari nusantara serta memiliki potensi sumberdaya perikanan seharusnya dapat menjadi pondasi yang kuat dalam peningkatan sosial-ekonomi masyarakat nelayan di Kabupaten Kepulauan Talaud. Potensi sumberdaya tersebut pasti akan memberikan peluang manfaat bagi nelayan yang tentunya akan berperan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengangkat judul penelitian “ kajian tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Alo Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Alo, Kecamatan Rainis, Kebupaten Kepulauan Talaud selama ± satu bulan Pada bulan Maret sampai bulan april 2022. Desa Alo merupakan salah satu desa Kecamatan Rainis dengan Luas 3600 km2 terletak di 4º2’23.39” LU dan 126º50’6,91”BT yang termasuk di wilayah daratan rendah dengan rata-rata 46 meter dari permukaan laut. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu kuesioner sebagai instrumen dalam pengumpulan data, alat tulis menulis untuk mencatat hasil yang diperoleh di tempat penelitian, kamera digital untuk dukumentasi kegiatan pengumpulan data, dan Komputer untuk pengolahan data serta populasi nelayan sebagai bahan penelitian. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang menggambarkan karakteristik populasi atau fenomena yang sedang diteliti. Sehingga metode penelitian satu ini fokus utamanya adalah menjelaskan objek penelitiannya. Sehingga menjawab apa peristiwa atau apa fenomena yang terjadi. Berdasarkan informasi tersebut, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan bantuan kuesioner, dimana respondennya adalah masyarakat nelayan di Desa Alo, kecamatan Rainis, Kabupaten Kepulauan Talaud sebanyak 100 populasi yang sudah berpartisipasi dan mewakili 30% dari 100 populasi menggunakan metode random sampling atau metode dalam melakukan sampel secara acak. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipakai adalah dengan survei melalui penyebaran kuesioner yang diberikan kepada responden. Survei atau dalam bahasa Inggris survey adalah satu bentuk teknik penelitian dimana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang, melalui pertanyaan-pertanyaan (Sugiyono 2011). Dalam metode survey, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner model tertutup. Kuesioner tertutup adalah kuesioner penelitian dengan daftar pertanyaan atau pernyataan yang sudah dilengkapi pilihan jawabannya sekaligus. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik deskriptif yang memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness. (Ghozali, 2011). Dalam penelitian ini data yang dihimpun adalah data yang siap diolah, dengan mengidentifikasi sampel dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi berdasarkan persentase dan skor pada sampel menggunakan kepustakaan, BPS (Badan Pusat Statistik), Instansi atau lembaga terkait lainnya berdasarkan kriteria masing - masing indikator kesejahteraan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Skor untuk tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik yaitu: a. Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 15 – 18 b. Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 11 – 14 c. Tingkat kesejahteraan rendah : nilai skor 6 – 10 Tabel 1. Indikator keluarga sejahtera menurut kriteria Badan Pusat Statistik No Indikator Kesejahteraan Kriteria Skor 1 Pendapatan/Bulan Tinggi >Rp 3.000.000, 3 Sedang Rp.2.000.000 - Rp.3.000.000, 2 Rendah <Rp.2.000.000, 1 2 Pengeluaran/Bulan Tinggi >Rp 3.000.000, 3 Sedang Rp.2.000.000 - Rp.3.000.000, 2 Rendah <Rp.2.000.000, 1 3 Pendidikan SMA 3 SMP 2 SD 1 4 Keadaan tempat tinggal Permanen 3 Semi permanen 2 Non permanen 1 5 Fasilitas tempat tinggal Lengkap 3 Cukup 2 Kurang 1 6 Status kepemilikan Rumah Milik sendiri 3 Rumah sewa / kontrakan 2 Milik orang tua / saudara 1 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Talaud 2020 ## HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Alo Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud ditentukan dengan mengacu kepada 6 (enam) indikator kesejahteraan sesuai dengan yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Indikator yang dimaksudkan, yaitu terdiri dari ; (1) Tingkat Pendapatan (jumlah pendapatan per bulan), (2) Tingkat Pengeluaran (Jumlah pengeluaran perbulan), (3) Tingkat Pendidikan (jenjang pendidikan yang ditamatkan), (4) Keadaan Tempat Tinggal, (5) Fasilitas Tempat Tinggal, dan (6) Status Kepemilikan Rumah. Enam indikator kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Alo dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa total pendapatan nelayan selama 1 bulan yaitu >Rp. 3.000.000 sebanyak 24 Responden dengan persentase 80,0% Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan tergolong tinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa total biaya pengeluaran respnden berdasarkan indikator pengeluaran tergolong tinggi yaitu lebih dari Rp.3.000.000 sebanyak 24 responden dengan persentase 80.00% dan pengeluaran kurang dari Rp. 2.000.000 hanya 1 responden dengan persentase 3.33 %. Tabel 4 menunjukkan bahwa responden banyak menyelesaikan pendidikannya hanya sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu 18 dari 30 responden dengan persentase 60.00% ini berarti bahwa pendidikan kepala rumah tangga di Desa Alo dikategorikan sedang atau cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh seperti yang terlihat pada Tabel 5 maka dapat diketahui bahwa tidak satu pun responden yang keadaan tempat tinggalnya dapat dihuni secara permanen. Kebanyakan diantara para nelayan tersebut memiliki keadaan tempat tinggal yang bersifat non permananen dengan jumlah responden sebanyak 21 responden atau 70.00%, sementara 9 orang responden memiliki kondisi perumahan yang sifatnya semi permanen. Seperti yang terlihat pada Tabel 6 diperoleh data bahwa diantara 30 responden tergolong sedang atau cukup dengan 1atau 3,33% rumah tangga yang fasilitas tempat tinggalnya tergolong lengkap, sementara fasilitas tempat tinggal yang lebih banyak dimiliki oleh responden yaitu berada pada kategori cukup dengan jumlah responden sebanyak 29 atau 96.67%, responden yang fasilitas tempat tinggalnya tergolong kurang tidak ada. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa secara umum masyarakat nelayan di Desa Alo memiliki rumah dengan status kepemilikan yaitu milik sendiri terdapat 29 dengan presentase 96,67% dari 30 responden yang status rumahnya milik sendiri dan 1 responden yang tinggal di rumah keluarga Kemudian untuk rumah sewa tidak ada responden yang menempati rumah sewa. Tabel 2. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Pendapatan Pendapatan/bulan Responden Persentase >Rp. 3.000.000 24 80.0% Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 4 13.3% < Rp. 2.000.000 2 6.67% Total 30 100.0% Tabel 3. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Pengeluaran Pengeluaran/bulan Responden Persentase >Rp. 3.000.000 24 80.00% Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 5 16.67% < Rp. 2.000.000 1 3.33% Total 30 100.00% Tabel 4. Tingkat kesejahteraan Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Responden Persentase SD 7 23.33% SMP 18 60.00% SMA 5 16.67% Total 30 100% Tabel 5. Kesejahteraan Berdasarkan Keadaan Tempat Tinggal Keadaan Tempat tinggal Responden Persentase Permanen 0 0,00% Semi permanen 9 30,00% Non Permanen 21 70,00% Total 30 100% Tabel 6. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Fasilitas Tempat Tinggal Fasilitas tempat tinggal Responden Persentase Lengkap 1 3,33% Cukup 29 96,67% Kurang 0 0,00% Total 30 100% Tabel 7. Kesejahteraan Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Status kepemilikan Rumah Jumlah responden Persentase Rumah sendiri 29 96,67% Rumah sewa 0 0% Rumah keluarga 1 3,33% Total 30 100% Tingkat Kesejahteraan Masyarakat nelayan Di Desa Alo Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud. Masyarakat nelayan sebagaimana telah diuraikan dan disajikan dalam bentuk tabel pada pembahasan sebelumnya, maka diperoleh hasil tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Alo Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud diwakili sebanyak 30 responden dengan tiga kriteria yaitu tinggi, sedang, rendah sebagai berikut. Tingkat kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Alo paling tinggi dengan presentase 26,67% dan terbilang cukup baik atau sedang dengan persentase 66,67% sedangkan tingkat kesejahteraan rendah dengan presentase 6,67% maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat nelayan desa Alo berdasarkan 6 hasil indikator termasuk cukup baik dengan skor 13,6 tingkat kesejahteraan sedang. Besarnya potensi laut dan didukung dengan adanya otonomi daerah, maka dapat dikatakan bahwa "idealnya" nelayan mendapatkan kesejahteraan yang cukup layak karena mereka juga menguasai laut secara nyata. Alasan masyarakat nelayan desa Alo belum dikategorikan tingkat kesejahteraan tinggi berdasarkan survei dan wawancara nelayan dikarenakan kurangnya antusias nelayan untuk bisa lebih produktif dalam melaut sedangkan umur nelayan rata-rata termasuk umur produktif dan kurangnya pengetahuan dalam mengelolah keuangan yang disebabkan oleh masyarakat nelayan yang cenderung konsumtif hal ini dikarenakan faktor pendidikan yang rata-rata nelayan hanya sampai pada tahap SMP sedangkan pendidikan merupakan faktor yang dominan untuk kelangsungan hidup nelayan yang dapat dilihat dari kepedulian terhadap lingkungan, keadaan tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal yang layak selain itu faktor keadaan tempat tinggal kebanyakan diantara para nelayan tersebut memiliki keadaan tempat tinggal yang bersifat non permananen. Gambar 1.Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Alo Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Alo Kecamatan Rainis Kebupatan Kepulauan Talaud dapat dengan nilai skor 13 sesuai jumlah responden yang mewakili sebanyak 30 orang sesuai indikator pendapatan dan pengeluaran dikategorikan tinggi akan tetapi tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan Di Desa Alo masih belum dikatakan sejahtera karena ada keterbatasan pada indikator Pendididkan, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal yang masih kurang dan masih dikategorikan cukup baik dengan Persentase 67% kategori sedang dari 100%, Hal ini dapat dilihat dari tabel indikator tingkat pendidikan nelayan yang umumnya hanya sampai SMP sebanyak 13 resposden atau 43,33% , dan fasilitas tempat tinggal mereka masih belum lengkap, Beserta keadaan tempat tinggal responden masih banyak yang belum permanen sebanyak 21 responden atau 70,00% dari 100%. ## UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada masyarakat nelayan desa Alo yang telah berkontribusi dalam pengambilan data penelitian ini. Terima kasih juga kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten kepulauan Talaud. 2020. Statistik Kesejahteraan Rakyat. Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Marta, W dan Andry., 2020. Perubahan Profesi Masyarakat Nelayan di Era 5.0. Insan Cendekia Mandiri. Sumatera Barat. Nurfadhila T. 2016. Peranan masyarakat nelayan terhadap peningkatan ekonomi di desa kanje kecamatan campalogian kabupaten polewali mandar. Sukmawardhana, N. dan Bambang, R. 2013. Analisis Tingkat Kesejahteraan Nelayan Alat Tangkap Gill Net Desa Asinan Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Jurnal. Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Widyastuti, A. 2012. Analisis antara produktivitas pekerja dan tingkat pendidikan pekerja terhadap kesejahteraan keluarga di jawa tengah tahun 2009.
c9f7ad68-7f4c-40e0-a9cb-abd32f29091b
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAUJ/article/download/10687/7774
Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja APBDesa (Studi Kasus Desa Bulak Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan) Dizzy Asrinda Siswi Ramadhani [email protected] Universitas Jember ## Nur Hisamuddin Universitas Jember ## Moch. Shulthoni Universitas Jember ## ABSTRACT The research was conducted to analyze financial ratios in order to assess the performance of village governments through village revenue and expenditure budgets for 2015, 2016, and 2017. The financial ratios used in the study were 5 namely independence ratio, harmony ratio, growth ratio, efficiency ratio, and effectiveness ratio. This research is quantitative descriptive. The research object is Bulak Village, Magetan Regency. The research was conducted using data from the village revenue and expenditure budget from 2015-2017. The results showed that the performance of the Bulak Village government from the aspect of independence and aspects of harmony was still very lacking. The growth rate of Desa Bulak is quite good, and the efficiency levels of 2015 and 2016 are inefficient, while 2017 is quite efficient, while the effectiveness of 2015, 2016 and 2017 is effective. Keywords: Expenditure Budget, Financial Ratio, Performance Measurement, Village Revenue. ## 1. PENDAHULUAN Prinsip otonomi daerah tidak terlepas dari pembangunan daerah yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Kewenangan dan tanggung jawab daerah dalam menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya didasarkan pada prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggungjawaban. Pelaksanaan otonomi daerah memiliki alasan penting salah satunya untuk memperbaiki kinerja di pemerintahan Kabupaten/Kota. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam rangka asas desentralisasi (Mardiasmo, 2006). Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dibawah kabupaten atau kota terdapat kecamatan, dimana kecamatan terdiri atas desa-desa atau kelurahan-kelurahan. Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang dimiliki desa untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri tersebut termasuk dalam pengelolaan keuangannya. Berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 membahas tentang pengelolaan keuangan desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi penerimaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa dilakukan sendiri oleh pemerintah desa. Pemerintah desa sebagaimana dimaksud adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh Perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain. Pemerintah desa memiliki sumber-sumber pendapatan untuk membiayai semua kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan desa sebagai bentuk pelaksanaan kewenangan. Setiap desa memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengelola penerimaan dan pengeluarannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau yang biasa disebut APBDes. APBDes merupakan rencana keuangan Pemerintah Desa dalam jangka waktu satu tahun. Konsep yang dilakukan pemerintah desa untuk mencapai tujuan dalam pembangunan dan pengaturan desa terdapat APBDes tersebut. Hal tersebut juga diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, bahwa desa diberi kewenangan dalam pengelolaan keuangan desanya, sehingga desa semakin terbuka (transparan) dan responsible terhadap proses pengelolaan keuangan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, pasal 73 menjelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa, sesuai dengan hasil musyawarah. Pembangunan desa dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaannya akan menghasilkan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan pendanaan perencanaan pembangunan tersebut akan dituangkan dalam APBDes. Ketergantungan desa terhadap dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih sangat kuat, karena desa belum maksimal dalam mengelola sumber-sumber pendapatan yang berasal dari kekayaan atau potensi desa dan juga kurangnya pemanfaatan pada sumber keuangan sendiri. Pemanfaatan sumber keuangan sendiri pada desa dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Desa (PADesa) yang sumber utamanya berasal dari hasil usaha desa, pajak dan retribusi. Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. Peneliti memilih Desa Bulak Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan sebagai objek penelitian. Desa Bulak merupakan salah satu desa yang menyusun APBDes setiap tahunnya. Desa Bulak memiliki visi yaitu terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Desa Bulak melalui peningkatan kinerja aparatur pemerintah dan SDM serta gotong royong membangun desa. Berdasarkan visi Desa Bulak, kinerja aparatur pemerintah desa dapat diukur melalui APBDes menggunakan rasio keuangan daerah. Rasio keuangan daerah yang digunakan untuk mengukur tingkat kinerja dari APBDes ada 5 yaitu rasio kemandirian, rasio pertumbuhan, rasio keserasian, rasio efisiensi, dan rasio efektivitas. Penelitian ini menggunakan APBDes Desa Bulak tahun anggaran 2015-2017, sehingga kinerja pemerintah desa dapat dibandingkan dan disimpulkan kekurangan serta kelebihan dari kinerja pemerintah desa 3 tahun terakhir. Apabila terdapat kekurangan maka dapat dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki kinerja kedepannya. Peneliti memilih Desa Bulak karena jika dibandingkan Desa lain seperti Desa Tanjung, Desa Tegalarum, dan Desa Kincang dengan anggaran yang sama namun memiliki infrastruktur yang lebih baik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja APBDes. Desa Bulak pasti memiliki tujuan dan hasil kerja tertentu yang akan dicapai. Pemanfaatan sumber daya dan penggunaan dana yang rendah diharapkan bisa secara optimal dilakukan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang akan dicapai. Hal tersebut dapat dilihat dan dianalisis dalam susunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). ## 2. METODE PENELITIAN ## Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Bulak, Sekertaris Desa Bulak, Bendahara Desa Bulak, dan BPD. Pengumpulan data dengan dokumentasi diperoleh dari APBDes tahun 2015-2017, dan RPJMDes yang kemudian dibaca dan dipahami oleh peneliti. ## Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio keuangan pemerintah daerah diantaranya: 1. Rasio kemandirian Rasio kemandirian = Pendapatan Asli Daerah Bantuan Pusat + Pinjaman Rasio kemandirian menggambarkan kemandirian keuangan daerah yang berkaitan erat dengan besar atau kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) yang kemudian dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lainnya. Tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan mengacu pada Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut: ## 2. Rasio keserasian a. Rasio belanja rutin = 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑅𝑢𝑡𝑖𝑛 ## 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑃𝐵𝐷 b. Rasio belanja modal ## = 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑃𝐵𝐷 Rasio ini menggambarkan prioritas alokasi dana belanja rutin dan belanja modal secara optimal oleh pemerintah daerah. Pedoman berapa besarnya rasio belanja rutin dan rasio modal atau pembangunan belum ada, dikarenakan dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang perlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. ## 3. Rasio pertumbuhan Rasio pertumbuhan menggambarkan bahwa pemerintah daerah mampu untuk mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai setiap periodenya. 1. Rasio efisiensi Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara keluaran atau output (biaya) yang dihasilkan dengan input (pendapatan) yang digunakan. Tingkat efisiensi dan kinerja keuangan mengacu pada Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut : ## 2. Rasio efektivitas Rasio efektivitas menggambarkan perbandingan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) dengan target yang telah ditetapkan atas dasar potensi riil. Tingkat efektivitas dan kinerja keuangan mengacu pada Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut : ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Desa Bulak merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Magetan, Jawa Timur yang berdiri pada tahun 1669 (mengacu pada berdirinya Kabupaten Magetan). Desa Bulak memiliki luas wilayah kurang lebih 163,040 Ha. Batas wilayah Desa Bulak yaitu di bagian barat dengan Desa Kinandang, di bagian timur dengan Desa Tegalarum, di bagian utara dengan Desa Kincang, dan di bagian selatan dengan Desa Tanjung. Mayoritas masyarakat Desa Bulak bermata pencaharaian dari hasil pertanian, sebagian dari kerajinan rumah tangga gerabah, dan sebagian lainnya dari hasil peternakan. Desa Bulak terdiri dari 2 Dusun, 18 RT, dan 9 RW. Desa Bulak memiliki beberapa permasalahan, seperti belum adanya sarana tempat pendidikan untuk pendidikan anak usia dini maupun TK, sarana prasarana transportasi pengangkutan hasil pertanian, saluran irigasi, dan penguat jalan atau talud. Bidang pemerintahan perlu adanya kelengkapan yang dibutuhkan desa, tunjangan perangkat desa dan kebutuhan lain. Sosial budaya juga perlu adanya pelestarian, seperti adat istiadat dan peringatan hari besar nasional. Bidang ekonomi juga perlu adanya tambahan modal pada kelompok-kelompok simpan pinjam. Pemerintahan Desa Bulak telah menetapkan visi seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) Bulak tahun 2014-2019 yaitu terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Desa Bulak melalui peningkatan kinerja aparatur pemerintah dan SDM serta gotong royong membangun desa. Guna mencapai visi tersebut Desa Bulak juga telah menetapkan misi diantaranya: a. Melaksanakan pelayanan administrasi pemerintahan dan keuangan desa melalui pelayanan satu pintu yang akuntabel. b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pelayanan terhadap masyarakat di berbagai bidang. c. Mengembangkan potensi desa dalam mengelola SDA dan SDM. d. Meningkatkan dan memperkuat fungsi dan peranan lembaga desa. e. Memperkuat nilai-nilai luhur budaya gotong royong dalam membangun desa. f. Mewujudkan suasana aman dan kondusif. g. Membentuk karakter berwirausaha dalam pengelolaan pemerintahan kelembagaan dan kemasyarakatan. h. Mewujudkan Desa Bulak menjadi desa yang selalu terdepan dalam melaksanakan pembangunan dengan memanfaatkan sektor-sektor unggulan. i. Melestarikan budaya, tradisi dan adat istiadat masyarakat. Penyusunan APBDes Desa Bulak diawali dengan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) yang disusun 5 tahun sekali setelah pemilihan Kepala Desa sebagai visi misi Kepala Desa. Lanjut penyusunan RKP Des (Rencana Kerja Pembangunan Desa) pada bulan Oktober. Penyusunan RKP Des selesai, dilanjutkan dengan penyusunan PAK (Perubahan Anggaran Keuangan), PAK disusun satu kali dalam satu tahun anggaran. PAK disusun hanya jika desa mengalami kendala tertentu seperti bencana alam, perubahan kebijakan mendasar dari pemerintahan pusat atau daerah, adanya penambahan atau pengurangan pendapatan desa pada tahun berjalan. Cara PAK sama dengan cara penetapan APBDes awal. Desa Bulak memiliki arah kebijakan yang mengacu pada Peraturan perundang undangan antara lain: 1. Permendagri Nomor 113 tahun 2015 tentang Pedoman Keuangan Desa. 2. Perbup Magetan Nomor 07 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, yang mencerminkan keberpihakan terhadap kebutuhan riil masyarakat, yang setiap tahunnya pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menetapkan Peraturan Desa tentang APBDes secara partisipatif dan transparan yang prosesnya melalui berbagai tahapan diantaranya musyawarah desa. ## Rasio Kemandirian Rumus: Rasio kemandirian = Pendapatan Asli Daerah Bantuan Pusat+Pinjaman PAD Desa Bulak tahun 2015 berasal dari tanah desa dan pungutan desa yang sah, PAD Desa Bulak tahun 2016 hanya berasal dari tanah desa, sedangkan PAD Desa Bulak tahun 2017 berasal dari tanah desa dan tanah bengkok. Desa Bulak mendapat bantuan dana eksternal dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Bantuan dana dari provinsi disebut dana desa, sedangkan bantuan dana dari kabupaten disebut ADD (Alokasi Dana Desa). Desa Bulak juga mendapat dana bantuan selain dari kabupaten dan provinsi yaitu dari bagi hasil pajak dan retribusi daerah. Berikut data olahan dari APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017: ## Perhitungan Rasio Kemandirian Desa Bulak Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 PAD Rp 22.100.000 Rp 18.400.000 Rp18.400.000,00 Bantuan pemerintah Rp 727.957.992 Rp 1.061.168.600 Rp1.263.345.700 Presentase 3,04% 1,73% 1,45% Perhitungan diatas terlihat bahwa rasio kemandirian Desa Bulak pada tahun 2015 sebesar 3,04% dan bertambah kecil pada tahun 2016 yaitu hanya sebesar 1,73%. Tahun 2017 rasio kemandirian Desa Bulak sebesar 1,45%. ## Rasio Keserasian Rumus : a. Rasio belanja rutin = 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑟𝑢𝑡𝑖𝑛 ## 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑃𝐵𝐷 ## b. Rasio belanja modal = 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑃𝐵𝐷 Belanja rutin merupakan belanja yang rutin dikeluarkan untuk kegiatan operasional desa. Belanja rutin Desa Bulak terdiri dari belanja bidang penyelenggara pemerintahan desa dan bidang pemerintahan desa. Belanja modal atau pembangunan ini merupakan belanja investasi yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi bagi masyarakat. Belanja modal atau pembangunan ini berasal dari belanja bidang pelaksanaan pembangunan desa. Berikut data olahan dari APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017: ## a. Perhitungan rasio belanja rutin Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Belanja rutin Rp 315.373.000 Rp 410.819.580 Rp 631.541.000 Total APBDes Rp 750.057.992 Rp 1.079.568.600 Rp 1.456.245.700 Presentase 42% 38% 43% b. Perhitungan rasio belanja modal Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Belanja modal Rp 307.831.400 Rp 355.359.198 Rp 607.548.868 Total APBDes Rp 750.057.992 Rp 1.079.568.600 Rp 1.456.245.700 Presentase 41% 33% 42% Perhitungan diatas terlihat bahwa jika presentase belanja rutin lebih besar maka rasio belanja modal akan lebih kecil. Tahun 2015 rasio belanja rutin sebesar 42% dan rasio belanja modal sebesar 41%. Tahun 2016 rasio belanja rutin sebesar 38% dan rasio belanja modal sebesar 33%. Tahun 2017 rasio belanja rutin sebesar 43%, sedangkan rasio belanja modal sebesar 42%. ## Rasio Pertumbuhan Rumus: Pendapatan Desa Bulak yang digunakan untuk menghitung rasio pertumbuhan adalah total pendapatan, sedangkan pengeluaran yang digunakan untuk menghitung rasio pertumbuhan adalah pengeluaran belanja rutin dan belanja pembangunan. Berikut data olahan APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017: ## a. Perhitungan rasio pertumbuhan pendapatan Tahun Total Pendapatan Rasio pertumbuhan pendapatan (%) 2015 Rp 750.057.992 - 2016 Rp 1.079.568.600 43,93% 2017 Rp 1.456.245.700 34,89% ## b. Perhitungan rasio pertumbuhan belanja 2015 2016 2017 Belanja rutin Rp 315.373.000 Rp 410.819.580 Rp 631.541.000 Belanja modal Rp 307.831.400 Rp 355.359.198 Rp 607.548.868 Rasio pertumbuhan belanja rutin (%) - 30,26% 15,44% Rasio pertumbuhan belanja modal (%) - 53,73% 70,97% Perhitungan rasio pertumbuhan pendapatan Desa Bulak diatas terlihat bahwa total pendapatan tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 43,93%, dan mengalami penurunan pada tahun 2017 menjadi 34,89%. Perhitungan rasio pertumbuhan belanja Desa Bulak diatas terlihat bahwa belanja rutin mengalami kenaikan yaitu ditahun 2016 sebesar 30,26% naik ditahun 2017 menjadi 53,73%. Belanja modal mengalami pertumbuhan sangat tinggi dari tahun 2016 sebesar 15,44% menjadi 70,97% ditahun 2017. ## Rasio Efisiensi Rumus: Realisasi belanja daerah untuk menghitung rasio efisiensi menggunakan total keseluruhan belanja pada APBDes Desa Bulak periode tahun 2015-2017 . Realisasi pendapatan daerah menggunakan APBDes Desa Bulak periode tahun 2015-2017. Berikut data olahan dari APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017 : ## Perhitungan Rasio Efisiensi Desa Bulak Tahun Realisasi Belanja Desa Realisasi Pendapatan Desa Rasio Efisiensi 2015 Rp 750.057.992 Rp 750.057.992 100% 2016 Rp 1.079.568.600 Rp 1.079.568.600 100% 2017 Rp 1.280.442.368 Rp 1.456.245.700 87,93% Perhitungan rasio efisiensi APBDes Desa Bulak pada tahun 2015 dan tahun 2016 adalah 100%, yang berarti bahwa kinerja pemerintah Desa Bulak tidak efisien. Perhitungan rasio efisiensi Desa Bulak tahun 2017 sebesar 87,93%, yang berarti bahwa kinerja pemerintah Desa Bulak cukup efisien. ## Rasio Efektivitas Rumus: Realisasi pendapatan asli desa Bulak sesuai yang tercantum di APBDes tahun 2015- 2017, sedangkan target pendapatan asli desa yang riil sesuai yang tercantum diRPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa). Berikut data olahan dari APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017: ## Perhitungan Rasio Efektivitas Desa Bulak Tahun Realisasi PADesa Target PADesa Rasio Efektivitas 2015 Rp 22.100.000 Rp 22.100.000 100% 2016 Rp 18.400.000 Rp 18.400.000 100% 2017 Rp18.400.000,00 Rp18.400.000,00 100% Perhitungan rasio efektivitas APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017 sama yaitu 100%, yang berarti bahwa kinerja pemerintah Desa Bulak efektif. Target PADesa dan realisasinya setiap tahun selalu sama. ## Pembahasan Rasio Kemandirian Rasio kemandirian menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal atau luar. Tingginya tingkat rasio kemandirian mengartikan bahwa tingkat ketergantungan desa terhadap dana bantuan dari pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan daerah) adalah rendah, dan berlaku sebaliknya. Rasio kemandirian selain menggambarkan tingkat ketergantungan terhadap dana bantuan dari pihak eksternal juga menggambarkan partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi. Tingginya masyarakat yang membayar pajak dan retribusi menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat daerah tersebut juga tinggi, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian mengatakan bahwa rasio kemandirian Desa Bulak pada tahun 2015 sebesar 3,04% dan pada tahun 2016 yaitu hanya sebesar 1,73%, sedangkan tahun 2017 rasio kemandirian Desa Bulak sebesar 1,45%. Hal tersebut berarti bahwa Desa Bulak masih belum bisa dikatakan sebagai desa yang mandiri karena rasio kemandiriannya dari 3 tahun tersebut masih sangat rendah. Tingkat kemandirian Desa Bulak masih sangat rendah karena PADesa masih belum maksimal, banyak sumber- sumber pendapatan asli desa yang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah desa. Sumber-sumber PADesa yang belum dikelola dengan baik seperti hasil BUMDes, aset desa, hasil swadaya partisipasi, dan pendapatan asli desa lainnya yang sah. Pemerintah Desa Bulak harus lebih maksimal lagi dalam mengelola pendapatan asli desa (PADesa), agar dapat menjadikan Desa Bulak menjadi desa yang mandiri dengan PADesa yang besar. ## Rasio Keserasian Rasio keserasian menggambarkan alokasi dana pemerintah daerah pada belanja rutin dan belanja modal secara optimal. Pedoman berapa besarnya rasio belanja rutin dan rasio modal belum ada, dikarenakan dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang perlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Hasil perhitungan rasio belanja rutin dan belanja modal atau pembangunan Desa Bulak pada tahun 2015 adalah rasio belanja rutin sebesar 42%, sedangkan rasio belanja pembangunan 41%. Tahun 2016 perhitungan rasio belanja rutin dan rasio pembangunan Desa Bulak adalah belanja rutin sebesar 38%, sedangkan rasio belanja modal sebesar 33%. Tahun 2017 hasil perhitungan rasio belanja rutin dan belanja modal Desa Bulak adalah belanja rutin sebesar 43%, sedangkan belanja modal sebesar 42%. Hasil persentase rasio keserasian Desa Bulak tahun 2015-2017 cenderung lebih besar pada belanja rutin dibandingkan dengan belanja modal. Besarnya alokasi dana untuk belanja rutin akan mempengaruhi pada besarnya alokasi dana untuk belanja modal dan belanja pemberdayaan serta pembinaan masyarakat desa. Pemerintah Desa Bulak lebih banyak menggunakan anggarannya untuk keperluan belanja rutin desa dibandingkan untuk belanja modal sebagai anggaran pembangunan desa. Persentase belanja modal dan belanja untuk pemberdayaan dan pembinaan masyarakat seharusnya lebih besar karena dipergunakan untuk kepentingan masyarakat desa, salah satunya seperti pembangunan infrastruktur. Hal tersebut berarti kinerja pemerintah Desa Bulak kurang optimal dalam mengalokasikan dananya, masih banyak terjadi pemborosan dalam penganggarannya. ## Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari periode ke periode selanjutnya. Hasil penelitian rasio pertumbuhan pendapatan Desa Bulak, total pendapatan tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 43,93%, dan mengalami penurunan pada tahun 2017 menjadi 34,89%. Penurunan rasio pertumbuhan pendapatan dikarenakan perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh pemerintah desa Bulak, seperti dana desa, ADD, bagi hasil retribusi dan pajak daerah. Perhitungan rasio pertumbuhan belanja rutin Desa Bulak pada tahun 2016 sebesar 30,26% meningkat pada tahun 2017 menjadi 53,73%. Hal tersebut dikarenakan semakin besarnya pendapatan maka pengeluaran untuk belanja rutin juga meningkat. Belanja modal mengalami pertumbuhan sangat tinggi dari tahun 2016 sebesar 15,44% menjadi 70,97% ditahun 2017. Peningkatan rasio belanja pembangunan tersebut dikarenakan pembangunan infrastruktur desa untuk kesejahteraan masyarakat. ## Rasio Efisiensi Rasio efisiensi menggambarkan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah desa akan semakin baik dan semakin besar rasio berarti semakin buruk. Perhitungan rasio efisiensi APBDes Desa Bulak pada tahun 2015 dan tahun 2016 adalah 100%, yang berarti bahwa kinerja pemerintah Desa Bulak kurang efisien. Perhitungan rasio efisiensi Desa Bulak tahun 2017 sebesar 87,93%, yang berarti bahwa kinerja pemerintah Desa Bulak cukup efisien. Kinerja yang kurang efisien cenderung dikarenakan adanya pemborosan, saat memperhitungkan alokasi keuangan untuk biaya pembangunan dan aktivitas pemerintah desa tidak cermat dalam mengkalkulasi kapasitas keuangan desa serta tingkat prioritas pendanaan, sehingga pencapaian sasaran tidak optimal. Kinerja pemerintah Desa Bulak harus meningkatkan lagi kinerja dengan memperhitungkan alokasi keuangan secara cermat agar tidak menimbulkan keborosan dan kesalahan dalam penentuan prioritas pendanaan. ## Rasio Efektivitas Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah desa dalam merealisasikan pendapatan asli desa dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil. Semakin tinggi rasio efektivitas berarti kinerja akan semakin baik dan semakin rendah rasio efektivitas berarti semakin buruk. Perhitungan rasio efektivitas APBDes Desa Bulak tahun 2015-2017 sama yaitu 100%, yang berarti efektif. Pemerintah Desa Bulak berhasil mengelola PADesa secara optimal dan efektif selama tahun 2015-2017. Target PADesa dan realisasinya setiap tahun selalu sama. Hal tersebut berarti bahwa kinerja pemerintah Desa Bulak dalam mengelola PADesanya efektif. PADesa Bulak yaitu tanah kas desa dan tanah bengkok. ## 4. KESIMPULAN Hasil analisis rasio keuangan Desa Bulak tahun 2015-2017 yang dilakukan menunjukkan dari aspek kemandirian masih sangat rendah yaitu sebesar 3,04% (2015), 1,73% (2016), dan 1,45% (2017), sedangkan dari aspek keserasian juga masih kurang baik yaitu belanja rutin sebesar 42% (2015), 38% (2016), dan 43% (2017), untuk belanja modal sebesar 41% (2015), 33% (2016), dan 42% (2017). Aspek pertumbuhan Desa Bulak cukup baik, dilihat dari total pendapatan yaitu sebesar 43,93% (2016), dan 34,89% (2017), dari belanja rutin sebesar 30,26% (2016), dan 53,73% (2017), sedangkan dari belanja modal sebesar 15,44% (2016), dan 70,97% (2017). Aspek efisiensi tahun 2015 dan 2016 adalah tidak efisien sebesar 100%, dan tahun 2017 cukup efisien yaitu sebesar 87,93%. Aspek efektivitas tahun 2015, 2016, dan 2017 yaitu sebesar 100% yang berarti efektif. Berdasarkan hasil analisis rasio keuangan Desa Bulak tahun 2015-2017 tersebut, kinerja pemerintah Desa Bulak dari aspek kemandirian dan keserasian adalah masih kurang optimal, perlu adanya peningkatan kinerja terutama dalam mengelola PADesa seperti BUMDes, dan juga pengalokasian dana yang tepat agar tidak terjadi pemborosan pada anggaran. Kinerja pemerintah desa dari aspek pertumbuhan cukup baik diliat dari total pendapatan, belanja rutin, dan belanja modal tahun 2015-2017. Kinerja pemerintah desa dari aspek efisiensi cukup baik dan efisien, sedangkan dari aspek efektivitas kinerja pemerintah desa sudah efektif. ## DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi. Republik Indonesia. 2014. Permendagri No.113 tentang Pengelolaan Keuangan Desa . Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 113. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Pasal 18 ayat 2 tentang Pemerintahan Daerah . Lembaran Negara RI Tahun 1945. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.32 tentang Pemerintahan Daerah . Lembaran Negara RI Tahun 2002, No. 32. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 6 tentang Desa . Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 6. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2015. Peraturan Pemerintah No.47 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa . Lembaran Negara RI Tahun 2015, No. 47. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.33 tentang Pengembangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah . Lembaran Negara RI Tahun 2004, No. 33. Sekretariat Negara. Jakarta. Depdagri. 1997. Kepmendagri No.690.900.327, 1996, Tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan. Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Akuntansi Sektor Publik . Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Halim, Abdul dan Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah . Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, Nur dan Supomo. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Manajemen . Yogyakarta: BPFE. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Bandung: Alfabeta. Joko Pramono. 2014. Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta). 7(13). Umi Yunianti. 2015. Analisis Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBDes). Universitas PGRI Yogyakarta. Mauliyanna M. Amin. 2017. Efektivitas Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2015 di Desa Pulau Sengkilo Kecamatan Kelayang Kabupaten Indragiri Huu. 4(2).
87cccb23-e743-4a0a-8992-9a9ce4a6a420
https://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/INOVA-TIF/article/download/5474/2853
## PEMBUATAN WEB BACKEND UNTUK WEBSITE COMPANY PROFILE RA BAHRUL ULUM Nadia Amanda Febrianti1, Safaruddin Hidayat Al Ikhsan2 Universitas Ibn Khaldun Bogor E-mail: [email protected] 1 ## ABSTRAK Hidup di jaman modern dan serba canggih sekarang ini, tentunya internet sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Internet merupakan kebutuhan bagi hampir setiap individu untuk menunjang kebutuhan dalam beraktivitas. Menurut riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk “ Digital 2021 ”, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,3% dari total penduduk Indonesia yaitu 274,9 juta jiwa. Raudhatul Athfal atau RA merupakan taman kanak-kanak yang berada dibawah naungan Departemen Agama melalui SK Menag yang dikelola secara profesional oleh IGRA (Ikatan Guru Raudhatul Athfal). RA Bahrul Ulum merupakan salah satu lembaga pendidikan taman kanak-kanak yang berada dibawah naungan Departemen Agama. Berada di Kota Bogor, 02 Oktober 2006 merupakan awal ijin operasioal RA Bahrul Ulum. Dengan visi dan misinya RA Bahrul Ulum mempunyai tujuan yang sangat besar untuk generasi anak-anak Indonesia. Jumlah siswa yang bersekolah di RA Bahrul Ulum terus mengalami peningkatan, namun RA Bahrul Ulum sampai saat ini belum memiliki media untuk menyalurkan informasi-informasi mengenai semua aktivitas sekolah. Maka dari itu kami memandang perlu adanya media informasi profil berbasis web untuk menyalurkan informasi mengenai semua aktivitas sekolah RA Bahrul Ulum. Kata Kunci : Sekolah RA Bahrul Ulum, Kota Bogor, Web Site ## ABSTRACT Living in today's modern and sophisticated era, of course the internet has become an important part of everyday life. The internet is a necessity for almost every individual to support their activities. According to research on social media management platform HootSuite and social marketing agency We Are Social entitled "Digital 2021", internet penetration in Indonesia in early 2021 reached 73.3% of Indonesia's total population of 274.9 million people. Raudhatul Athfal or RA is a kindergarten under the auspices of the Ministry of Religion through a Minister of Religion Decree which is professionally managed by IGRA (Raudhatul Athfal Teachers Association). RA Bahrul Ulum is one of the kindergarten educational institutions under the auspices of the Ministry of Religion. Located in Bogor City, October 2, 2006 was the beginning of RA Bahrul Ulum's operational permit. With his vision and mission, RA Bahrul Ulum has a very big goal for the generation of Indonesian children. The number of students attending RA Bahrul Ulum continues to increase, but RA Bahrul Ulum does not yet have the media to distribute information about all school activities. Therefore, we see the need for a web-based profile information media to distribute information about all RA Bahrul Ulum school activities. Keywords: RA Bahrul Ulum School, Bogor City, Website ## 1. PENDAHULUAN Hidup di jaman modern dan serba canggih sekarang ini, tentunya internet sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari- hari. Internet merupakan kebutuhan bagi hampir setiap individu untuk menunjang kebutuhan dalam beraktivitas. Menurut riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk “ Digital 2021 ”, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,3% dari total penduduk Indonesia yaitu 274,9 juta jiwa. Perkembangan internet yang terus meningkat memudahkan para penggunanya untuk melakukan segala aktivitasnya, termasuk mencari dan meyebarkan informasi. Hampir semua perusahaan dan instansi baik itu negeri maupun swasta sudah memanfaatkan internet dalam melakukan berbagai pekerjaan, salah satunya instansi pendidikan. Hampir semua instansi pendidikan sudah menggunakan internet dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan penyebaran informasi- informasi sekolah. Raudhatul Athfal atau RA merupakan taman kanak-kanak yang berada dibawah naungan Departemen Agama melalui SK Menag yang dikelola secara profesional oleh IGRA (Ikatan Guru Raudhatul Athfal). RA Bahrul Ulum merupakan salah satu lembaga pendidikan taman kanak-kanak yang berada dibawah naungan Departemen Agama. Berada di Kota Bogor, 02 Oktober 2006 merupakan awal ijin operasioal RA Bahrul Ulum. Dengan visi dan misinya RA Bahrul Ulum mempunyai tujuan yang sangat besar untuk generasi anak-anak Indonesia. Jumlah siswa yang bersekolah di RA Bahrul Ulum terus mengalami peningkatan, namun RA Bahrul Ulum sampai saat ini belum memiliki media untuk menyalurkan informasi- informasi mengenai semua aktivitas sekolah. Maka dari itu kami memandang perlu adanya media informasi profil berbasis web untuk menyalurkan informasi mengenai semua aktivitas sekolah RA Bahrul Ulum. Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskanlah beberapa permasalahan yaitu: 1. Bagaimana RA Bahrul Ulum memiliki media informasi berbasis web untuk disalurkan pada publik. 2. Bagaimana cara mengelola konten website melalui halaman admin . 3. Bagaimana cara mengelola data-data yang berkaitan dengan RA Bahrul Ulum melalui halaman admin . Adapun tujuan penelitian di Sekolah RA Bahrul Ulum adalah sebagai berikut: 1. Membuat website informasi profil tentang Sekolah RA Bahrul Ulum. ## 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, seperti ditunjukkan pada gambar: Gambar 1. Metode Penelitian ## 3. HASIL ## Analisis Kebutuhan Dalam laporan ini terdapat dua analisis kebutuhan yaitu analisis kebutuhan pengguna dan analisis kebutuhan proses bisnis sistem. ## Analisis Pengguna Berdasarkan kerja praktik yang dilakukan, penggunaan website ini berfokus pada bagian backend , seperti pengelolaan konten di frontend dan pengelolaan data- data sekolah RA Bahrul Ulum. ## Analisis Proses Bisnis Pada bisnis sistem dengan pembuatan “Pembuatan web backend untuk website company profile RA Bahrul Ulum” untuk mengelola konten pada web frontend . Analisis Proses Bisnis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Analisis Proses Bisnis Perancangan ## Context Diagram Context Diagram adalah gambaran sistem secara keseluruhan, berisi tentang satu proses yang menggambarkan sistem terhubung dengan entitas eksternal. Context Diagram dari website RA Bahrul Ulum ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Context Diagram ## Use Case Diagram Use Case diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah sistem. Use Case diagram menjelaskan manfaat suatu sistem jika dilihat menurut padangan orang yang berada diluar sistem. Use Case diagram ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Use Case Diagram ## Identifikasi Aktor Identifikasi aktor terdiri dari Admin dan Visitor. Identifikasi aktor dapat dilihat pada Tabel 1. ## Activity Diagram Activity Diagram merupakan diagram yang memodelkan proses-proses yang terjadi pada sebuah sistem. Runtutan proses dari suatu sistem digambarkan secara vertikal. ## 1. Activity Diagram Login Activity Diagram Login merupakan aktivitas yang dilakukan oleh aktor ketika ingin masuk ke dalam sistem. Activity Diagram Login dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Activity Diagram Login ## 2. Activity Diagram Dashboard Activity Diagram Dashboard merupakan aktivitas aktor untuk dapat melihat jumlah data guru, jumlah admin , jumlah video pembelajaran dan jumlah data siswa baik secara keseluruhan maupun jumlah pertahun ajaran. Activity Diagram Dashboard dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Activity Diagram Dashboard Implementasi dan Pengujian Sistem Implementasi Interface Implementasi ini mencakup tampilan pada setiap menu dan tampilan manajemen untuk semua menu. 1. Login Login dipergunakan untuk menampilkan halaman form login. Login dapat dilihat pada Gambar 4.95. Gambar 4.95 Login ## 2. Dashboard Dashboard dipergunakan untuk menampilkan halaman dashboard , terdiri dari jumlah data guru, jumlah data siswa, jumlah data user, dan jumlah data video pembelajaran. Dashboard dapat dilihat pada No Aktor Keterangan 1 Admin Admin memiliki hak akses semua menu dan dapat melakukan kegiatan seperti melihat, menambahkan, menghapus, dan mengubah data. 2 Visitor Visitor Hanya dapat melihat website bagian Frontend beserta menu-menunya. Gambar 4.96. Gambar 4.96 Dashboard ## 3. Manajemen Kegiatan Terbaru Manajemen Kegiatan Terbaru dipergunakan untuk menampilkan halaman manajemen kegiatan terbaru. Manajemen Kegiatan Terbaru dapat dilihat pada Gambar 4.97. ## Gambar 4.97 Manajemen Kegiatan Terbaru ## Pengujian Sistem Pengujian sistem dimaksudkan untuk menguji semua elemen-elemen perangkat lunak yang dibuat apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan. ## Rencana Pengujian Pengujian software dalam kerja praktik ini dilakukan oleh pihak user atau admin , untuk metode pengujian yang digunakan adalah pengujian black box. Pengujian black box adalah pengujian aspek fundamental sistem tanpa memperhatikan struktur logika internal perangkat lunak. Metode yang digunakan untuk mengetahui apakah perangkat lunak berfungsi dengan benar. Pengujian black box merupakan metode perancangan data uji yang didasarkan pada spesifikasi perangkat lunak yang dibuat. Pengujian didasarkan pada detail sistem seperti tampilan, fungsi-fungsi yang ada pada sistem, dan kesesuaian alur fungsi dengan proses bisnis yang diinginkan. Adapun hal-hal yang akan diujikan menggunakan metode black box ini adalah sebagai berikut: Tabel 3. Penjelasan Pengujian Sistem Kelas Uji Butir Uji Jenis Pengujian Login Login Black Box Manajemen Informasi - Manajemen Kegiatan Terbaru - Manajemen Sambutan Kepala Sekolah - Manajemen Galeri Terbaru - Manajemen Profil Sekolah - Manajemen Visi Sekolah - Manajemen Misi Sekolah - Manajemen Tujuan Sekolah - Manajemen Data Guru - Manajemen Info Sekolah - Manajemen Kegiatan Sekolah - Manajemen Kurikulum Black Box - Manajemen Fasilitas Sekolah - Manajemen Fasilitas Permainan - Manajemen Prestasi Sekolah - Manajemen Video Pembelajaran - Manajemen Galeri Kegiatan Internal - Manajemen Galeri Kegiatan Eksternal - Manajemen Data Siswa - Manajemen User ## 4. KESIMPULAN Mengacu pada hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembuatan Web Backend pada website company profile RA Bahrul Ulum adalah salah satu solusi untuk mengelola konten informasi pada website frontend RA Bahrul Ulum secara dinamis . 2. Penerapan fitur kelola data siswa adalah solusi untuk menggantikan database data siswa yang berbentuk fisik berkas menjadi digital. 3. Berdasarkan hasil pengujian black box yang telah dilakukan kinerja website telah beroperasi dengan baik. ## DAFTAR PUSTAKA [1] G. P. Riyanto, "Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta," 23 Februari 2021. [Online]. Available: https://tekno.kompas.com/read/2021 /02/23/16100057/jumlah-pengguna- internet-indonesia-2021-tembus- 202-juta. [Accessed 25 Juni 2021]. [2] N. College, "Pengertian RA, Pengertian TK, Arti RA, Arti TK sehingga Apa perbedaan antara RA dengan TK," 20 September 2014. [Online]. Available: https://nusagama.com/pengertian-ra- pengertian-tk-arti-ra-arti-tk- sehingga- apa-perbedaan-antara-ra- dengan-tk/. [Accessed 25 Juni 2021]. [3] M. Institute, "Front-End, Back-End, Full-Stack, Apa Artinya?," 4 April 2017. [Online]. Available: https://medium.com/@makersinstitu te/front-end- back-end-full-stack- apa-artinya-36e0f25e8142. [Accessed 25 Juni 2021]. [4] M. R. Adani, "Pengenalan Apa Itu Website Beserta Fungsi, Manfaat dan Cara Membuatnya," 16 Desember 2020. [Online]. Available: https://www.sekawanmedia.co.id/pe ngertian-website/. [Accessed 25 Juni 2021]. [5] Fifin, F. Sonata and V. W. Sari, "Pemanfaatan UML (Unified Modeling Language) Dalam Perancangan Sistem Informasi E- Commerce Jenis Customer-To- Customer," Jurnal Komunika, vol. 8, no. 1, p. 23, 2019. [6] Appkey, "Interface Adalah ? Simak Pengertian dan Contoh Lengkapnya," 1 Februari 2020. [Online]. Available: https://markey.id/blog/development/ design/interface-adalah. [Accessed 25 Juni 2021]. [7] Y. K, "Pengertian CSS dan Cara Kerjanya," 7 Mei 2020. [Online]. Available: https://www.niagahoster.co.id/blog/ pengertian-css/. [Accessed 25 Juni 2021]. [8] S. Awwaabiin, "Pengertian PHP, Fungsi dan Sintaks Dasarnya," 2 November 2020. [Online]. Available: https://www.niagahoster.co.id/blog/ pengertian-php/. [Accessed 25 Juni 2021]. [9] idcloudhost.com, "Mengenal Apa itu Framework CodeIgniter," 4 Agustus 2017. [Online]. Available: https://idcloudhost.com/panduan/me ngenal-apa- itu-framework- codeigniter/. [Accessed 25 Juni 2021]. [10] A. Nugroho, "Apa itu Bootstrap? Inilah Pengertian dan Cara Menggunakannya," 8 Desember 2019. [Online]. Available: https://qwords.com/blog/apa-itu- bootstrap/. [Accessed 25 Juni 2021]. [11] idcloudhost.com, "XAMPP," [Online]. Available: https://idcloudhost.com/kamus- hosting/xampp/. [Accessed 25 Juni 2021]. [12] Heri, "SIMBOL FLOWCHART : Pengertian, Jenis, Fungsi dan Contohnya," 27 April 2017. [Online]. Available: https://salamadian.com/simbol- simbol- flowchart/. [Accessed 25 Juni 2021]. [13] Y. K, "Pengertian MySQL, Fungsi, dan Cara Kerjanya (Lengkap)," 24 Juli 2019. [Online]. Available: https://www.niagahoster.co.id/blog/ mysql- adalah/. [Accessed 25 Juni 2021]. [14] Syafnidawaty, "BLACK BOX TESTING," 20 Oktober 2020. [Online]. Available: https://raharja.ac.id/2020/10/20/blac k-box-testing/. [Accessed 25 Juni 2021].
4d611c49-66df-4f5b-af29-ea1b26ed00f1
https://journal-isi.org/index.php/isi/article/download/103/61
## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 e-ISSN: 2656-4882 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi Published By DRPM-UBD 135 This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . ## Penerapan Aplikasi Location Based Service Dalam Penangganan Gangguan Jaringan Berbasis Mobile Dwi Ade Hanyani Capah 1 , Tazkiyah Herdi 2 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mercu Buana, Jakarta, Indonesia Email: 1 [email protected], 2 [email protected] ## Abstrak Location Based Service adalah kemampuan untuk mencari lokasi geografis dari mobile device dan menyediakan layanan berdasarkan lokasi yang diperolehnya. Perkembangan aplikasi location base service sudah banyak digunakan saat ini, salah satu bidang yang perlu diterapkan aplikasi tersebut adalah penanganan gangguan jaringan pada perusahaan jasa. Pada bidang penanganan gangguan jaringan terdapat masalah yaitu dimana masih ada keterlambatan dalam penanganan gangguan, hal tersebut dikarenakan lamanya pencarian lokasi gangguan. Tulisan ini bertujuan untuk meningkatkan penanganan gangguan jaringan dengan menggunakan mobile device. Dengan mobile device yang terintegrasi dengan location base service dapat mampu menyelesaikan masalah keterlambatan penanganan gangguan jaringan. Kata Kunci : Gangguan Jaringan, Location Based Service, Mobile Data ## 1. PENDAHULUAN Location Based Service atau disingkat LBS adalah kecakapan untuk mencari daerah geografis dari perangkat telepon genggam dan menyediakan fasilitas berdasarkan lokasi yang diperolehnya [1]. LBS menghasilkan layanan informasi yang dapat dicocokkan dengan lokasi keberadaan calon penerima informasi[2][3]. Hal ini menyebabkan peningkatan nilai informasi dikarenakan penerima dapat mengasosiasikan pengetahuan atau informasi yang didapat dengan keberadaanya [4][5]. Pada saat ini penggunaan mobile device sangatlah berkembang pesat, hampir segala bidang usaha sudah menggunakannya [6][7]. Kemajuan tersebut mempermudah seseorang untuk mendapatkan informasi tempat suatu lokasi [8]. Masyarakat bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dimana saja dan setiap waktu bahkan perangkat telepon atau mobile device yang masyarakat miliki dapat memberikan informasi lokasi keberadaan masyarakat secara langsung atau pun secara tidak langsung [9]. ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 Teknologi yang terdapat pada mobile device sangat membantu seseorang dalam mengetahui titik lokasi keberadaan orang tersebut serta mengetahui juga informasi lokasi tempat yang ingin di datanginya adalah Location Based Service. Fasilitas informasi tersebut bisa diakses melalui telepon genggam atau mobile device dengan memakai jaringan dan memanfaatkan teknologi GPS, sistem LBS ini bisa dipakai dalam mengetahui posisi akurat berdasarkan titik geografis dari lokasi pengguna dan lokasi yang dituju [10]. Android merupakan salah satu platform smartphone terbaru yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan sistem LBS. LBS yaitu layanan berbasis lokasi merupakan sebuah teknologi layanan informasi yang bisa diakses dengan perangkat bergerak menggunakan jaringan dan bisa menampilkan posisi secara geografis titik lokasi perangkat bergerak tersebut [11][12]. LBS juga memiliki fungsi sebagai fasilitas untuk mengidentifikasi titik lokasi dari seseorang atau suatu objek tertentu, salah satu contoh menemukan lokasi tempat ibadah terdekat atau lokasi lainnya. Pada sebuah perusahaan jasa memiliki masalah dalam penanganan jaringan yaitu keterbatanyannya dalam mennetukan lokasi, dari latar belakang tersebut maka penelitian ini dibuat untuk merumuskan sebuah aplikasi untuk mengetahui informasi lokasi data pelanggan yang mengalami gangguan dan rute jalan pada peta yang dapat diakses melalui perangkat mobile. Dengan teknologi LBS ini dapat menyelesaikan kegiatan penanganan gangguan jaringan yang menerapkan sebuah aplikasi mobile divice yang terintegrasi LBS untuk membantu para teknisi untuk mengetahui lokasi gangguan, petunjuk jalan menuju lokasi gangguan dan data pelanggan. Dari penelitian ini bertujuan membantu para teknisi mengetahui rute tercepat ke lokasi gangguan berdasar koordinat lokasi serta memberikan informasi data teknis pelanggan yang berefek dapat mempercepat menanggani gangguan, karena letak lokasi HandHole berdasarkan koordinat lokasi cukup tepat. Sedangkan penelitian ini bermanfaat untuk mempersingkat waktu para teknisi dalam menangani gangguan, meningkatkan keakuratan dalam menetukan setiap kabel fiber optic dalam mengetahui arah handhole yang bermasalah, sehingga mempercepat waktu dan biaya yang terbuang serta berujung kepada meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap cepatnya pekerjaan suatu masalah. ## 2. METODE PENELITIAN ## 2.1. Teknik Pengumpulan Data Untuk menjawab dan mengungkap tujuan penelitian, digunakan metode dalam pengumpulan data. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu: ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 Dwi Ade Hanyani Capah, Tazkiyah Herdi | 143 ## 1. Field research Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai pada objek yang diteliti melalui data yang bersumber dari tempat penelitian yang bersangkutan secara langsung, telah dilakukan wawancara dengan beberapa teknisi. Data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah kembali dengan mempertimbangkan aspek kesesuaian analisis. 2. Desk research Dilakukan dengan cara mempelajari, meneliti, dan menelaah berbagai literatur (jurnal, buku, dan artikel) yang relevan dengan topik penelitian. Data yang diperoleh berupa data sekunder yang dipakai untuk memberikan landasan teori yang kuat untuk analisis yang dilakukan. ## 2.2. Diagram Alir Penelitian Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan penelitian: Gambar 1. Diagram Alir Penelitian ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 Pada tahapan pertama yaitu menentukan tema penelitian yang akan dilakukan, dengan melakukan studi literatur berupa buku, jurnal, dan informasi yang terkait dengan tema penelitian ini. Setelah itu tahapan kedua melakukan penentuan metode yang cocok digunakan, pada penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti memilih menggunakan metode NDLC (Network Development Life Cycle) dikarenakan aplikasi penanganan gangguan jaringan ini sudah ada tetapi belum maksimal. Yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah menambahkan system LBS pada penanganan gangguan jaringan. Pada metode ini yang dilakukan pertama kali adalah analisa masalah yang muncul dengan wawancara, melihat manual blueprint dokumentasi serta menelaah data- data penanganan gangguan jaringan sebelumnya. Kemudian melakukan design yaitu dengan menggambarkan topologi jaringan yang akan terkoneksi dengan aplikasi yang akan dibangun. Selanjutnya melakukan simulasi prototyping yg dibuat dalam bentuk visio pada alur kegiatan penanganan gangguan jaringa. Pada tahap berikutnya melakukan implementasi berupa aplikasi beta untuk melihat sejauh mana aplikasi ini bekerja dan mencatat hambatan-hambatan yang terjadi. Selanjutnya managemet yaitu pembuat kebijakan dalam mengatur agar aplikasi penangannan gangguan jaringan menggunakan LBS ini dapat berjalan dengan baik. Tahapan terakhir adalah penarikan kesimpulan dari tahapan-tahapan penelitian yang telah berhasil dilaksanakan. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 3.1 Analisa Masalah Analisa permasalahan yang muncul pada sistem berjalan adalah penanganan ganguan jaringan yang ada saat ini masih manual untuk bagian teknisi. Customer service mendapatkan keluahan dari pelanggan, CS mencatat nomor pelanggan. CS melaporkan kepada Admin melalui email. Heldesk melihat nomor pelanggan, kemudian menelpon PIC pelanggan untuk melakukan maintenance melalui telpon. Bila masalah tidak terselesaikan Admin akan membuat tiket gangguan untuk teknisi melalui Dispetcher. Dispetcher mengirimkan ticket gangguan melaui email, telepon, atau whatapps group. Para teknisi setelah mendapatkan tugas mereka akan membuka aplikasi google earth yang sudah di save lokasi data pelanggan atau handhole. Setelah mengetahui patokan lokasi mereka akan menggunakan google maps untuk sampai pada lokasi. Pada lokasi teknisi mulai mengerjakan gangguan tanpa ada update pada Dispetcher masalah yang di hadapi. Status perkerjaan selesai hanya terlihat pada sistem Dispetcher. Dapat dilihat dari gambar dibawah ini. ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 Dwi Ade Hanyani Capah, Tazkiyah Herdi | 143 Gambar 2. Sistem Berjalan A. Solusi Penyelesaian Masalah Dari data-data yang telah didapatkan pada tahap analisa, kemudian tahap selanjutnya adalah tahap design. Yaitu dengan membuat gambar desain topologi jaringan interkoneksi dengan local base service yang akan dibangun. Dengan gambar desain struktur topologi dibawan ini memberikan gambaran keseluruhan dari kebutuhan yang ada. Berikut gambar topologi system yang akan dibangun. z USER DEVICE ADMIN / DISPATCHER Output Informasi gangguan Teknisi Database Stellite Internet Gambar 3. Arsitektur Topologi Sistem jaringan LBS ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 ## B. Simulasi Prototyping Beberapa pekerja jaringan dilakukan dalam bentuk simulasi dengan menggunakan bantuan tools tertentu di bidang jaringan yaitu Packet Tracer. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah kinerja awal dari topologi jaringan yang akan diimplementasikan dapat berjalan dengan benar atau tidak. Selain itu juga sebagai bahan melakukan paparan dan berbagi informasi dengan bagian lainnya. Gambar 4. Struktur Tampilan Aplikasi Pada gambar diatas dapat terlihat system ini digunakan oleh 3 (tiga) actor dimana masing-masing actor memiliki tampilan yang dapat dilihat. Bagian admin bertugas memasukkan data tugas, data pelanggan, data hanhole, data teknisi dan data asset pelanggan. Untuk teknisi dapat melihuat tugas, data pelanggan, data handhole, data history problem dan data asset pelanggan. Sedangkan pada pimpinan dapat melihat laporan dari seluruh kegiatan yang berlangsung pada system ini. ## C. Implementasi Pada bagian implementasi dan pengujian sistem, telah dilakukan sebelumnya adalah bagian analisis dan perancangan sistem. Pada bagian implementasi ini akan dijelaskan asil implementasi dari aplikasi sistem yang menggunakan beberapa fungsi yang telah dibuat, terdiri dari tampilan detail tugas teknis beserta map lokasi, tampilan list data tugas dan informasi data customer. SISTEM LBS ADMIN TEKNISI PIMPINAN DATA PELANGGAN DATA PELANGGAN DATA HANDHOLE DATA TUGAS TUGAS LAPORAN DATA HANDHOLE DATA TEKNISI DATA HISTORY PROBLEM DATA ASET PELANGGAN DATA ASET PELANGGAN ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 e-ISSN: 2656-4882 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi Published By DRPM-UBD Dwi Ade Hanyani Capah, Tazkiyah Herdi | 141 Gambar 5. Tampilan Aplikasi Terdapat beberapa level pengguna aplikasi, disini akan di jelaskan untuk level pengguna yang harus dilakukan pengaturan, salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah masalah kebijakan. Kebijakan dalam mengatur agar sistem yang telah telah dibangun dan berjalan dengan baik dapat berlangsung lama dan unsur reliability terjaga. Kebijakan ini sangat tergantung dengan kebijakan level pengguna dan strategi bisnis perusahaan tersebut. IT sebisa mungkin harus dapat mendukung atau alignment dengan strategi bisnis perusahaan. ## D. Evaluasi Hasil yang didapat dari pembahasan permasalahan yang ada adalah terciptanya sebuah program aplikasi penanganan gangguan jaringan dengan menggunakan Location Based Service. Dimana aplikasi ini tercipta dengan baik dikarenakan penganalisaan sistem, perancangan program berdasarkan data yang didapat dari metode yang digunakan, pengumpulan data yang tepat sehingga apa yang dibutuhkan sistem dapat terpenuhi. Dalam pembuatan aplikasi penanganan gangguan jaringan dengan menggunakan Location Based Service, menggunakan bahasa pemrograman PHP, JAVA dan menggunakan MySQL untuk database. Tampilan yang ada pada aplikasi dibangun cukup mudah untuk dipahami karena pemakai cukup mengklik tombol-tombol yang sudah tersedia sesuai kebutuhan dan pekerjaan. Alasan di atas dapat menjadi tujuan untuk meningkatkan efektivitas pencarian dan bisa lebih memaksimalkan karyawan atau teknisi yang terkait dengan aplikasi penanganan gangguan jaringan dengan menggunakan Location Based Service. ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 ## 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah di uraikan, maka diambil kesimpulan bahwa telah berhasil dibangun sebuah aplikasi penanganan gangguan jaringan dengan menggunakan Location Based Service yang membantu mempermudah para teknisi untuk menangani suatu masalah gangguan jaringan dengan mengetahui lokasi pelanggan, handhole, data tugas, serta history gangguan yang tersimpan otomatis setelah menganti status tugas menjadi selesai. Berhasil diimplementasikan sebuah aplikasi sistem informasi berbasis android yang mampu menyajikan data akurat dengan dukungan web sebagai aplikasi pengolahan data yang dilakukan oleh admin. Setelah melakukan implementasi maka penulis memberikan saran yang dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan system agar lebih baik, diantarannya Diperlukan informasi lebih seperti data core management dan data handhole lebih mendetail, diperlukannya back up data secara teratur untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, pengembangan sistem dari sisi tampilan agar lebih mudah digunakan, menyadari bahwa aplikasi yang dibangun masih jauh dari sempurna, maka sebaiknya dilakukan perbaikan dengan penambahan fitur ataupun hal lain yang bisa meningkatkan performa aplikasi, seperti menambahkan fitur Augmented realty pada pencarian customer dan handhole. ## Daftar Pustaka [1] I. Nurhaida, D. Ramayanti, and R. Riesaputra, “Digital Signature & Encryption Implementation For Increasing Authentication, Integrity, Security And Data Non- Repudiation,” Int. Res. J. Comput. Sci. , vol. 4, no. 11, pp. 4 – 14, 2017, doi: 10.26562/IRJCS.2017.NVCS10080. [2] A. Geniusa and F. Samopa, “Pembuatan Sistem Informasi Perjalanan Dinas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (SIPD- Kanwil DJPBN),” J. Tek. POMITS , vol. 2, no. 2, pp. 366 – 370, 2013. [3] B. Anwar, H. Jaya, and P. I. Kusuma, “Implementasi Location Based Service Berbasis Android untuk Mengetahui Posisi User,” J. Saintikom , vol. 13, no. 2, pp. 121 – 133, 2014. [4] A. Mudzakir and R. Arifudin, “Aplikasi Location Based Service Fasilitas Umum Berbasis Android,” Unnes J. Math. , vol. 4, no. 2, 2015, doi: 10.15294/ujm.v4i2.10464. [5] B. Priambodo, N. Ani, and Y. Jumaryadi, “An Efficient and Affordable Push Strategy of Mobile Advertising for Micro Enterprises,” Internetworking Indones. J. , vol. 10, no. 2, pp. 43 – 48, 2018. [6] B. Destian Wijaya, F. E.M.A, and A. Fiade, “Implementasi JSON Parsing Pada Aplikasi Mobile E-commerce Studi Kasus : CV V3 Tekno Indonesia,” J. Pseudocode , vol. 2, no. 1, pp. 1 – 9, 2015, doi: ## Journal of Information Systems and Informatics Vol. 3, No. 1, March 2021 p-ISSN: 2656-5935 http://journal-isi.org/index.php/isi e-ISSN: 2656-4882 Dwi Ade Hanyani Capah, Tazkiyah Herdi | 143 10.33369/pseudocode.2.1.1-9. [7] R. Akbar, A. Hasan, and N. Ardiesa, “Perancangan Aplikasi Web Dengan Fitur Mobile Pada Dan Perlengkapan (Studi Kasus : UPTD Balai Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat),” J. Teknoif , vol. 3, no. 1, pp. 1 – 11, 2015. [8] D. Firdaus, B. Priambodo, and Y. Jumaryadi, “Implementation of Push Notification for Business Incubator,” Int. J. Online Biomed. Eng. , vol. 15, no. 14, pp. 42 – 53, 2019. [9] A. Triansah, D. Cahyadi, and I. F. Astuti, “Membangun Aplikasi Web Dan Mobile Android Untuk Media Pencarian Kost Menggunakan Phonegap Dan Google Maps API,” Inform. Mulawarman J. Ilm. Ilmu Komput. , vol. 10, no. 1, p. 58, 2016, doi: 10.30872/jim.v10i1.21. [10] N. Agustina, S. Risnanto, and I. Supriadi, “Pengembangan Aplikasi Location Based Service Untuk Informasi Dan Pencarian Lokasi Pariwisata Di Kota Cimahi Berbasis Android,” J. Ilm. Teknol. Infomasi Terap. , vol. 3, no. 1, 2016, doi: 10.33197/jitter.vol3.iss1.2016.121. [11] G. W. Sasmito and F. Hadiansah, “Implementasi Location Base d Service Rute Objek Wisata Tegal,” J. INFOTEL - Inform. Telekomun. Elektron. , vol. 7, no. 2, p. 107, 2015, doi: 10.20895/infotel.v7i2.37. [12] N. Ani, M. R. Novaldi, M. Ega, and T. Mafaza, “Pemanfaatan Aplikasi Mobile Berbasis Ios Dalam Menunjang Usaha We dding Organizer,” JITK (Jurnal Ilmu Pengetah. dan Teknol. Komputer) , vol. 5, no. 2, pp. 251 – 258, 2020, doi: 10.33480/jitk.v5i2.1154.
c5144bdd-6b99-4986-8293-07fac10afe5c
https://ejournal.upi.edu/index.php/cakrawaladini/article/download/10538/6533
## PENGENALAN GREEN BEHAVIOUR MELALUI ECOLITERACY PADA ANAK USIA DINI Suci Utami Putri ([email protected]) 1 Gia Nikawanti ([email protected]) 2 ## ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk memberikan deskprisi mengenai ecoliteracy sebagai salah satu upaya untuk membangun green behaviour pada anak usia dini. Pada abad 21 pardigma isu yang berkembang berhubungan dengan isu-isu global salah satunya adalah isu tentang earth issue yang di dalam kajiannya terdapat kajian tentang pentingnya manusia untuk melindungi dan menjaga keseimbangan ekosistem . Pengenalan green behaviour melalui ecoliteracy sangat penting diberikan pada anak melalui peran orang dewasa. Anak harus mempunyai kesadaran dalam mencintai lingkungan sehingga ketika anak sudah mempunyai kesadaran untuk mencintai lingkungan maka anak dengan senang hati akan memperlihatkan perilaku untuk menjaga alam semesta. Pada studi ini, dilakukan kajian literatur terhadap berbagai sumber terkait ecoliteracy yang relevan dengan penanaman sikap green behaviour untuk anak usia dini. Hasil analisis kajian dari berbagai sumber ini kemudian dijadikan dasar dalam merumuskan sebuah strategi pengenalan sikap ramah lingkungan yang relevan untuk anak usia dini . Kata Kunci: Pengenalan green behaviour, ecoliteracy, anak usia dini ## A. PENDAHULUAN Paradigma isu yang berkembang pada abad 21 berhubungan dengan isu global salah satunya adalah isu yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup dianggap sebagai suatu akses manusia untuk mencapai suatu kesejahteraan. Lingkungan hidup bukan hanya dianggap sebagai tempat makhluk hidup untuk tinggal di dalam suatu tempat saja, namun lebih dari itu lingkungan hidup adalah suatu produktivitas kesinergisan alam semesta yang di dalamnya terjalin kontak kehidupan antara alam dan perilaku makhluk hidup. Wujud perilaku makhluk hidup dalam menjaga alam semesta tersebut disebut sebagai green behaviour. Golman & Barlow (2012) menjelaskan bahwa green behaviour adalah perilaku manusia dalam menjaga dan memelihara lingkungan hidup yang berada di lingkungan terdekatnya. Green behaviour muncul dikarenakan adanya kesadaran manusia untuk mencintai alam semesta. Kesadaran seseorang untuk mencintai alam semesta tersebut harus ditanamkan sedari dini pada anak salah satunya melalui ecoliteracy . Ecoliteracy adalah kesadaran manusia dalam menjaga dan melestarikan alam. Kesadaran tersebut dapat dimiliki oleh individu melalui proses pembelajaran sepanjang hayat yang pada akhirnya akan membentuk pengetahuan, sikap, watak, dan keterampilan dalam mengolah serta melestarikan alam. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Capra (2010) bahwa ecoliteracy adalah kesadaran moral komunitas manusia untuk menghargai komunitas biotik. Kedudukan manusia dalam ecoliteracy ialah melek akan isu-isu kritis serta memberikan solusi efektif dan bijak yang berhubungan dengan lingkungan hidup baik di lingkungan manusia itu tinggal maupun lingkungan hidup secara global. Maka dari itu cara untuk mengenalkan anak usia dini agar mereka sadar akan pentingnya mencintai alam semesta yaitu dengan cara menanamkan ecoliteracy. Ecoliteracy bagi anak usia dini adalah mengenalkan kesadaran anak untuk memelihara dan menjaga 1 UPI Kampus Purwakarta 2 STKIP Purwakarta lingkungan sekitar dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak sehingga pada akhirnya mereka memiliki perilaku cinta pada lingkungan yang diimplementasikan pada kehidupan mereka sehari-hari. Berlandaskan dari pemaparan latar belakang di atas, melalui artikel ilmiah ini akan dipaparkan mengenai deskripsi teori mengenai ecoliteracy serta green behaviour yang akan mengantarkan pada sebuah rumusan argumentasi mengenai strategi pengenalan green behaviour untuk anak usia dini. ## B. KAJIAN TEORI 1 . Green Behaviour Green behaviour adalah perilaku menjaga dan memelihara lingkungan hidup yang dilakukan karena adanya kesadaraan dan rasa tanggung jawab atas kelestarian alam semesta. Seperti yang dijelaskan oleh Keraf (2014) bahwa pada dasarnya manusia mempunyai rasa memiliki dan mencintai alam tempat dirinya hidup sehingga seharusnya manusia mampu belajar berhadapan dengan lingkungannya. Green behaviour harus mewujud menjadi tindakan yang dilandasi oleh nilai, norma dan kasih sayang terhadap alam semesta. Pola-pola green behaviour dapat dilihat dari perilaku individu sehari-hari seperti memelihara kebersihan lingkungan rumah, membuang sampah pada tempatnya, mengonsumsi makanan sehat, mendaur ulang sampah rumah tangga, menggunakan listrik dan air seperlunya. Sejalan dengan pengertian green behaviour dari Capra (2010) yang menjelaskan bahwa green behaviour manusia dapat dikatakan sebagai etika manusia dalam memperlakukan lingkungan hidupnya. Fokus dari green behaviour yaitu kaidah moral manusia dalam menjiwai perilaku cinta terhadap alam semesta. Green behaviour merupakan refleksi dari tanggung jawab serta kepedulian terhadap lingkungan yang harus ada dan dimiliki oleh setiap manusia. Pembentukan perilaku manusia terhadap lingkungan berhubungan dengan sikap dan nilai yang bersumber dari pengetahuan, perasaan dan kecenderungan bertindak. Dari hal itu tindakan manusia terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan keputusan yang berasal dari informasi lingkungan dan dari latar belakang pengalaman serta sikap terhadap lingkungan. Hal menarik dari green behaviour dalam hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya adalah identitas tempat dan kesadaran lingkungan. Identitas tempat adalah substruktur dari identitas diri seseorang yang berisikan pengetahuan mengenai lingkungan fisik tempat dia hidup. Hal ini terkait dengan tempat yang berarti dan secara emosi memiliki makna hidup bagi dirinya. Green behaviour diharapkan menjadi sebuah gaya hidup yang dimiliki oleh seluruh individu pada abad 21. Green behaviour sebagai gaya hidup akan menciptakan keseimbangan ekosistem sehingga alam dan makhluk hidup di dalamnya dadpat hidup sejahtera. Tentunya hal tersebut bukanlah seseuatu yang dapat diciptakan tanpa adanya usaha nyata. Syaodih & Handayani (2015) di dalam penelitiannya memaparkan bahwa green behaviour perlu ditumbuhkan sedari dini kepada anak-anak agar di masa depan anak-anak akan menjadi makhluk dewasa yang mempunyai perilaku hijau mencintai alam semesta. Bentuk menumbuhkan green behaviour pada anak usia dini adalah dengan memberikan bentuk pembelajaran proyek sehingga dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis pada anak, menumbuhkan keterampilan menyelesaikan masalah pada anak, dan menjadikan anak sebagai pelajar yang mandiri. Anak-anak diberikan pengetahuan yang disertai dengan praktik tentang pentinya menjaga lingkungan sekitar seperti cara menghemat air, cara memelihara tanaman, serta memilah sampah organik dan non-organik. Penelitian yang dilakukan oleh Syaodih & Handayani diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dahlia (2014) yang menyatakan bahwa green behaviour sangat penting diberikan pada anak usia dini melalui pemberian pendidikan wawasan lingkungan hidup dan pembentukan budi pekerti agar anak dapat memiliki nilai-nilai cinta terhadap lingkungan yang diwujudkan dalam perilakunya sehari-hari. ## 2 . Ecoliteracy Ecoliteracy adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh pendidik Amerika David W. Orr dan fisikawan Fritjof Capra pada tahun 1990 untuk mengenalkan pola hidup ramah terhadap lingkungan sekitar melalui praktik pendidikan nilai. Nilai- nilai yang diberikan adalah nilai tanggung jawab dan cinta pada bumi. Proses ecoliteracy sesungguhnya adalah proses sepanjang hayat yaitu berawal dengan membentuk kesadaran pada suatu individu tentang pentingnya hidup bersinergi dengan alam semesta. Hyun (2000) menjelaskan bahwa manusia mempunyai kesadaran akan ekologi namun kesadaran manusia tersebut harus dimunculkan melalui pengetahuan dan pemahaman tentang alam semesta tujuannya adalah agar kesadaran tersebut muncul menjadi suatu perilaku yang nampak nyata dalam menjaga bumi tempat dirinya hidup. Ecoliteracy dapat menuntun manusia hidup selaras dengan alam terlihat dari adanya pola gaya hidup yang dimiliki seseorang dalam mencintai alam semesta sehingga gaya hidup tersebut dapat berkembang menjadi sebuah budaya cinta terhadap alam semesta yang akan mempengaruhi pola hidup masyarakat dunia. Puk & Behm (2003) menjelaskan bahwa sadar akan lingkungan hidup merupakan cara berpikir seseorang hasil dari kesadaran manusia dalam menjaga ekologis yang dapat dilihat dari interaksi dirinya dengan alam sekitar yang akan mempengaruhi keseimbangan ekologi global. Kesadaran lingkungan amatlah penting dalam mewujudkan tingkah laku perlindungan lingkungan. Seseorang akan melakukan perlindungan lingkungan apabila ia menyadari bahwa lingkungan yang berada disekitarnya perlu dilindungi. Seseorang akan muncul kesadaran lingkungannya, apabila ia memiliki sikap yang postif terhadap lingkungan. Kesadaran lingkungan akan terkait pula dengan dukungan sosial. Artinya, apabila dukungan sosialnya kuat untuk melakukan perlindungan lingkungan, maka keadaran lingkunannya pun semakin kuat. Namun apabila dukungan sosialnya kurang kuat, kesadaran lingkungan belum dapat dipastikan akan kuat atau bahkan tidak memiliki kesadaran terhadap lingkungan. Diperkuat oleh Lickona (2013) yang menjelaskan bahwa sesuatu karakter positif berawal dari adanya kesadaran (awareness), pemahaman (understanding) , kepedulian (concern) dan komitmen (commitment) menuju tindakan (doing atau acting). Oleh karena itu, keberhasilan penanaman karakter cinta lingkungan sangat bergantung pada ada tidaknya kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen dari seseorang. Maka dari itu ecoliteracy dapat diartikan sebagai kesadaran yang dimiliki oleh seseorang tentang pentingnya menjaga dan mengolah sumber alam. Seseorang yang telah memiliki pemahaman tentang ecoliteracy adalah individu yang memiliki kesadaran bahwa begitu pentingnya menjaga dan merawat bumi sebagai tempat tinggal dan berkembangnya kehidupan. ## C. METODE Pendekatan yang digunakan dalam studi ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat literature review dengan tekhnik systematic mapping study sebagai penelusuran pustakanya. Kegiatan literature review s ystematic mapping study bertujuan untuk menganalisis trend isu atau topik penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya dan dianalisis sesuai dengan perkembangan keilmuan yang relevan. Langkah-langkah kegiatan literature review s ystematic mapping study yang dilakukan adalah sebagai berikut: ## Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian 1. Textbook , pada tahap ini dilakukan pengkajian mengenai isu yang berhubungan dengan dengan earth issue melalui buku-buku grand master yang untuk memperdalam pengetahuan mengenai bahan kajian. 2. Related research. Yaitu upaya mencari hasil penelitian yang berhubungan dengan isu yang akan diteliti dengan membaca jurnal-jurnal penelitian terbaru dan relevan baik jurnal bersekala Nasional maupun Internasional yang diakses secara manual fisik maupun dengan melakukan online aceses. Selain membaca jurnal-jurnal penelitian, analisis hasil penelitian terdahulu juga dapat diperoleh dari hasil- hasil pertemuan ilmiah dalam bentuk proseding yang berkaitan dengan green behaviour, ecoliteracy dan pendidikan anak usia dini . 3. State-of-the-art research , pada tahap ini dilakukan proses menganalisis teori-teori yang didapatkan dari sumber buku, hasil penelitian baik dari sumber jurnal maupun proseding untuk dijadikan sintesa. ## D. PEMBAHASAN Pengenalan nilai-nilai cinta lingkungan pada anak usia dini dapat diberikan melalui keteladanan, pembiasaan, dan pengulangan dalam kehidupan sehari-hari. Suasana dan lingkungan yang aman dan nyaman, perlu diciptakan dalam proses penanaman nilai-nilai cinta lingkungan. Pengenalan nilai cinta lingkungan pada anak bukan hanya sekadar mengharapkan kepatuhan, tetapi harus disadari dan diyakini oleh anak sehingga mereka merasa bahwa nilai tersebut memang benar dan bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya. Sejalan dengan pemaparan dari Kemendikbud (2015) bahwa pengenalan nilai-nilai pada anak usia dini harus diberikan oleh orang dewasa dengan beberapa cara yaitu: 1. Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak. 2. Menentukan nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari. 3. Menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi. 4. Menghadapi anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian. 5. Meyakini akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki. 6. Menciptakan pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan. Orang dewasa dapat terlebih dahulu memberikan kesadaran lingkungan pada anak dengan cara menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan melalui kegiatan yang membuat anak tertarik salah satunya dengan cara bercerita yang berhubungan dengan kegiatan menjaga lingkungan sekitar. Bercerita pada anak tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup dapat dikatakan sebagai pengenalan ecoliteracy . Menurut Gunarti, Suryani, & Muis (2008) tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan bercerita adalah mengembangkan kemampuan berbahasa, serta kemampuan menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita tersebut. Selain bercerita memberikan kesadaran lingkungan pada anak dapat dilakukan dengan mengajak anak melakukan kegiatan field-trip atau karyawisata. Kegiatan field-trip dapat dilakukan dengan mengunjungi perkebunan, perternakan, kebun binatang, taman, hutan lindung, bumi perkemahan atau tempat agrowisata lainnya. Kegitan field-trip dapat Textbook related research state-of-the-art research menciptakan suasana baru dan menyenangkan bagi anak dalam mempelajari alam sekitar karena anak dapat mengeksplor secara langsung lingkungan yang mereka kunjungi. Juniarti (2015) dalam penelitiannya memaparkan bahwa metode pembelajaran field- trip dapat meningkatkan kecerdasan naturalis anak usia dini. Kegiatan field-trip dapat menghadirkan suasana belajar yang berbeda dari sebelumnya dimana anak-anak mampu mengenal langsung obejek yang akan dikunjunginya seperti melihat langsung aneka jenis flora dan fauna. Desfandi, Maryani, & Disman (2017) menjelaskan bahwa ecoliteracy menggambarkan kesadaran tentang pentingnya manusia menjaga lingkungan hidup. Ketika seseorang telah sangat menyadari betapa pentingnya lingkungan hidup serta pentingnya menjaga dan merawat bumi sebagai alam tempat tinggal makhluk hidup berati seseorang tersebut sudah masuk pada taraf ecoliteracy. Ketika seseorang telah mencapai taraf ecoliteracy dipastikan seseorang tersebut memiliki green behaviour . Pola seseorang yang memiliki green behaviour yaitu mempunyai perilaku menghormati bumi, merawat kehidupan dan mengadopsi pola produksi, konsumsi, dan reproduksi yang di sediakan oleh alam. Hal ini sejalan dengan penelitian Dahlia (2014) yang dilakukan di PAUD Jogja Green School. Temuan yang dihasilkan dari penelitiannya mengungkapkan bahwa PAUD tersebut mengenalkan kesadaran ekologi kepada anak dengan menggunakan model pendidikan berbasis sistem belajar kembali ke alam di mana alam sekitar dijadikan sebagai laboratorium utama anak untuk mencari sumber pengetahuannya. Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Jhonson (2014) tentang pengenalan ecoliteracy yang dilakukan kepada anak usia 2- 6 tahun di Amerika menemukan bahwa anak- anak akan mempunyai kesdaran ekologi ketika mereka berada dalam satu kelompok bermainnya melakukan kegiatan di alam seperti menjelajah alam bersama dan bermain bersama di sungai sehingga pada akhirnya anak-anak akan menampakan perilaku green behaviour seperti bijak dalam menggunakan air, tidak membuang sampah sembarangan dan mau merawat tanaman. Kegiatan proyek dimulai dari mengajarkan anak untuk menanam tanaman herbal, merawatnya, memanennya, membuat pupuk kompos sampai dengan mengkonsumsi hasil panennya sendiri. Sehingga selain memunculkan green behaviour pada anak melalui ecoliteracy perilaku positif lainnya pun dimunculkan, perilaku yang muncul tersebut adalah perilaku hidup sehat dan toleransi. Penjelasan di atas sejalan dengan prinsip yang dimiliki oleh Center for Ecoliteracy (2015) yang menyatakan bahwa ecoliteracy akan menghasilkan green behaviour yang mana ketika sudah terdapat suatu kedinamisan diantara kedunya maka akan menghasilkan gaya hidup manusia di abad 21 yaitu manusia yang sehat, sejahtera dan mampu hidup menjaga mata rantai ekologi dengan seimbang. ## E. KESIMPULAN DAN SARAN Mengenalkan green behaviour melalui ecoliteracy pada anak usia dini dapat diberikan melalui keteladanan, pembiasaan, dan pengulangan dalam kehidupan sehari-hari oleh orang dewasa dengan cara yang menarik. Terdapat beberapa cara yang menarik untuk mengenalkan green behaviour melalui ecoliteracy pada anak usia dini yang didapat dari hasil pengkajian penelitian-penelitian relevan antara lain dengan cara menggunakan metode bercerita, melakukan kegiatan field-trip atau karyawisata, dan melakukan kegiatan proyek memelihara lingkungan sekitar. ## DAFTAR PUSTAKA Capra. F, & Stone, K, Michael. (2010). Smart by Nature: Schooling for Sustainability. The Journal of Sustanaibilty Education. [Online] June, 20, 2017. Retrived from: http://www.susted.com/wordpress/content/trial-author-change_2010_05/ Center for Ecoliteracy. (2015). Cultivating 20 Years of Ecoliteracy. California: Center for Ecoliteracy. Dahlia (2014). Pendidikan anak usia dini berwawasan lingkungan dan budi pekerti di joga green school. Thesis. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Desfandi, Mirza,.Maryani, Enok,. & Disman. (2017). Enhancing the role of early childhood education institution in an effort to grow ecoliteracy. Proceeding Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR). 58, p. 312. Gunarti, Winda,. Suryani, Lilis,. & Muis, Azizah. (2008) . Metode pengembangan perilaku dan kemampuan dasar anak usia dini . Jakarta : Universitas Terbuka. Goleman, D,. & Barlow, Z (2012). Ecoliterate: how educators are cultivating emotional, social an ecological intelligence. Jossey Bass. A Wiley Imprint. USA Healdsburg, CA: Watershed Media. Hyun, E. (2000). Ecological human brain and young children’s ‘naturalist intelligence’ from the perspective of developmentally and culturally appropriate practice (DCAP) . Presented at the Annual Conference of the American Educational Research Association. New Orleans, LA: American Educational Research Association. Johnson, Kelly. (2014). Creative connecting: early childhood nature journaling sparks wonder and develops ecological literacy. International Journal of Early Childhood Environmental Education. 2 (1), p. 126. Juniarti, Yenti. (2015). Peningkatan kecerdasan naturalis melalui metode kunjungan lapangan ( field trip ) (Penelitian tindakan di BPAUD terpadu Bintuhan Bengkulu Tahun 2015). Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 9 (2), p. 267. Kemendikbud. (2015). Penanaman sikap pendidikan anak usia dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Lickona, Thomas. (2013). Mendidik untuk membentuk karakter: Bagaimana sekolah dapat memberikan pendidikan tentang sikap hormat dan tanggung jawab. Jakarta: Bumi Aksara. Puk, T.G. & Behm, D. (2003). The diluted curriculum: the role of government in developing ecological literacy as the first imperative in ontario secondary schools. Canadian Journal of Environmental Education . 8, p. 217–232. Syaodih, Ernawulan, & Handayani, Hany. (2015). Menumbuhkan green behaviour pada anak usia dini melalui pembelajaran proyek. Proceeding 6 th Pedagogy International Seminar 2015. II, p. 521.
b98cf6be-4802-4178-b6c3-9674f4e44bb1
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/dustur/article/download/3257/2264
## TIM PENGELOLA JURNAL DUSTURIYAH ## Redaktur Rahmat Efendy Al Amin Siregar, S. Ag., MH Arifin Abdullah, S. HI., MH Bendahara Safira Mustaqilla, S. Ag, M. Ag Anggota/Editor Edi Yuhermansyah Israr Hirdayadi, Lc Syuhada, S. Ag., M. A Tata Letak/ Grafis Sunaidi,SH Pembaca Ahli: Prof. Dr. H. Muslim Ibrahim, M. A., Prof. Dr. H. Alyasa’ Abubakar, M. A., Prof. Dr. H. Iskandar Usman, M. A., Prof. Drs. H. Yusni Saby., M. A., Ph. D., Prof. Dr. H. A. Hamid Sarong, S.H ., M. H., Dr. Nazaruddin A. Wahid, M. A., Dr. Ridwan Nurdin, MCL., Dr. Hj. Nurjannah Ismail, M. Ag., Dr. A. Jalil Salam, M. Ag., Dr. Khairudin, M. Ag. ## Mitra Bestari Prof. Dr. Duskri Ibrahim, M. A., Prof. Dr. Abdullah Idi, M. Ed.,Prof. Dr. Husni Jalil, M. A. ## Alamat Redaksi Fa kul t as S yari ah da n Hu ku m U IN Ar -Rani r y Banda Aceh Pro vi nsi Aceh 23111 No. T el p: 0651 - 75529 66 Fax: 0651 - 755296 6 E mai l : ar i f i n_bdl l [email protected] m Jurnal Dusturiyah menerima naskah dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab dengan ketentuan sebagai berikut: kajian tentang hukumdan perundang-undangan: hukum, fiqh, ekonomi Islam, politik dan pranata sosial lainnya; Naskah yang dikirim diketik dengan tulisan times new roman ukuran 12 spasi 1,5 dengan jumlah 15-20 halaman; Naskah diserahkan dalam bentuk Hardcopy (Print Out) dan softcopy dalam CDatau flashdisk atau bisa juga dikirim melalui e-mail; Naskan menggunakan footnote dengan referensi (min 15 buku/Jurnal/karya ilmiah lainnya); Abstrak dibuat dalam Bahasa Inggris lebih kurang 150-200 kata dan disertai kata Kunci (key word) maksimal 5 kata dalam Bahasa Inggris; Naskah yang belum layak untuk dimuat dapat diambil kembali oleh penulis pada tim redaksi; Naskah harus sudah diterima redaksi dua bulan sebelum diterbitkan; Jurnal Dusturiyah diterbitkan dalam setahun dua edisi bulan Juni dan Desember. ## Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol VII. NO.2.Juli-Desember 2017 P-ISSN 2088-9712 E-ISSN 977-2580536 ## DAFTAR ISI ## WAKAF TUNAI DALAM PERSPEKTIF MAJELIS ULAMA INDONESIA (Analisis Terhadap Fatwa MUI No.2. Tahun 2002 Tentang Wakaf Uang) ## Armiadi Konflik Etnis Dayak dan Madura dalam Masalah Hutan Kalimantan : Perspektif Green Thought ## Mumtazinur Mazhab Fiqh Dalam Pandangan Syariat Islam (Mengkritisi Pendapat Mewajibkan Satu Mazhab) Muhammad Yusran Hadi , Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Dprd) Dalam Pengawasan Keuangan Daerah Ayumiati, se.m. Si Pengenyampingan Pidana Denda Bagi Penjual Khamar: Qanun, Putusan Hakim Dan Teori Hukum Progresif ## Ihdi Karim Makinara Pengenyampingan Pidana Denda Bagi Penjual Khamar: Qanun, Putusan Hakim Dan Teori Hukum Progresif Ihdi Karim Makinara Serpihan Pemikiran Hukum Islam Dalam Mazhab Syiah Muhammad Siddiq Armia ## PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH ## Ayumiati, Se.M. Si ## ABSTRAK Budgeting is planning arranged systematically in form of numeral and stated in unit of monetary which covering entire company activities for particular period in the future. In arrangement of budget for public sector should be determined the allocation of amount of fund in each program and government activity in monetary unit. In this case, role of DPRD to monitor local finance is very needed, so that the program which has arranged can run effectively, efficient and economical. In addition, monitoring conducted by DPRD should be direct and indirectly. As for the direct monitoring was observing, investigating, and inspection, while the indirect monitoring was to learn the report accepted from implementation. Be sides, in implementation of monitoring the DPRD has special committee referred to Budgeting Committee. Keyword: Budget, DPRD, Local Finance Monitoring ## A. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah di Indonesia banyak membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) atau legislatif. Kondisi Perubahan ini sangat berimplikasi pada peran legislatif dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk salah satunya adalah penganggaran daerah. Indonesia saat ini merupakan negara terkorup di Asian Tenggara, ini merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri selama ini. Diantaranya bayak anggota dan mantan legislatif yang divonis bersalah oleh pengadilan karena menyalahgunakan APBD. Hal ini terkait dengan peran legislatif yang sangat besar dalam penganggaran, terutama dalam hal perencanaan atau perumusan kebijakan anggaran dan pengesahan anggaran. Menurut Keef dan Khemani, Dugaan adanya misalokasi dalam anggaran karena politisi memiliki kepentingan pribadi dalam penganggaran 1 Kondisi powerful yang dimiliki legislatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar. Posisi eksekutif yang “lebih rendah” dari legislatif membuat eksekutif sulit menolak “rekomendasi” legislatif dalam pengalokasian sumberdaya yang 1 Keefer, Philip & Stuti Khemani. 2003. The political economy of public expendituresBackground paper for WDR 2004: memberikan keuntungan kepada legislatif, sehingga menyebabkan outcome anggaran dalam bentuk pelayanan publik mengalami distorsi dan merugikan publik. Dengan demikian, meskipun penganggaran merupakan bagian dari sistem informasi yang dapat digunakan untuk mengurangi oportunisme agen, kenyataannya dalam proses pengalokasian sumberdaya selalu muncul konflik kepentingan di antara actors 2 . Untuk menjelaskan fenomena self-interest dalam penganggaran publik tersebut, teori keagenan dapat dipakai sebagai landasan teoretis 3 . Alokasi sumberdaya dalam anggaran mengalami distorsi ketika politisi berperilaku korup. Perilaku korup ini terkait dengan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi pada proyek-proyek yang akan dibiayai dengan anggaran, yakni pengalokasian akan lebih banyak untuk proyek-proyek yang mudah dikorupsi 4 dan memberikan keuntungan politis bagi politisi 5 . Artinya, korupsi dan rent seeking activities pada pemerintahan berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi pengeluaran pemerintah. Menurut Garamfalvi, 6 korupsi dapat terjadi pada semua level dalam penganggaran, sejak perencanaan sampai pada pembayaran dana-dana publik. 7 Korupsi secara politis ( political corruption ) terjadi pada fase penyusunan anggaran pada saat keputusan politik sangat dominan, dengan cara mengalihkan alokasi sumberdaya publik. Sementara korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan anggaran disebut korupsi administratif ( administrative corruption ) karena keputusan administrasi lebih dominan. Pada akhirnya korupsi politik akan menyebabkan korupsi administratif. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah pusat juga telah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan Otonomi Daerah 2 Jackson, P. M. 1982. The Political Economy of Bureaucracy. Oxford: Philip Allan. 3 Christensen, Jorgen Gronnegard. 1992. Hierarchical and contractual approaches to budgetary reform . Journal of Theoretical Politics 4(1): 67-91. 4 Mauro, Paolo. 1998a. Corruption and the composition of government expenditure. Journal of Public Economics 69: 263-279. 5 Keefer, Philip & Stuti Khemani. 2003. The political economy of public expenditures. Background paper for WDR 2004: 6 Garamfalvi, L. 1997. Corruption in the public expenditures management process . Paper presented at 8th International Anti-Corruption Conference, Lima, Peru, 7-11 September. 7 Ibid tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang, yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi sektor publik di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pada prinsipnya, mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terjadi purubahan yang signifikan mengenai hubungan legislatif dan eksekutif di daerah karena kedua lembaga tersebut memiliki kekuatan yang sama dan bersifat sejajar menjadi mitra. Dalam pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa di daerah dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya. Implikasi positif dari berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD yang selanjutkan disebut dewan akan lebih aktif didalam menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama- sama Kepala Daerah (Bupati dan Walikota). Dampak lain yang muncul dengan adanya otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan mengedepankan akuntanbilitas, partisipasi dan transparansi. Sehubungan dengan hal itu maka peran dewan menjadi sangat meningkat dalam mengontrol kebijakan pemerintahan. Dalam pendekatan behaviorisme, individulah yang dipandang secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Oleh karena itu untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya, melainkan latar belakang individu yang secara aktual mengendalikan lembaga. ## B. KONSEP, FUNGSIDAN PRINSIP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK Anggaran merupakan rencana yang diungkapkan secara kuantitatif, biasanya dalam unit moneter 8 . Sementara memberikan definisi mengenai angagaran, bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. 9 Menurut Anthony dan Govindarajan, proses penyusunan anggaran pada dasarnya memiliki 4 tujuan utama yaitu: (1) menyelaraskan dengan rencana strategik, (2) untuk mengkoordinasikan kegiatan dari beberapa bagian dalam organisasi, (3) untuk memberikan tanggungjawab kepada manajer atau pimpinan, guna mengotorisasi jumlah dana yang dapat digunakan, dan untuk memberitahukan hasil yang mereka capai, serta (4) untuk mencapai kerjasama. 10 Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung aspek yang bersifat politis sehingga proses penganggaran dalam organisasi sektor publik dapat dikategorikan sebagai proses politik bukan hanya proses ekonomi. Hal ini sangat berbeda dengan penganggaran pada perusahaan swasta yang relatif kecil bahkan mungkin tidak mengandung aspek politis. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan .Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. 11 Penyusunan anggaran pada institusi publik berkaitan dengan proses penentuan alokasi jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas pemerintah dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan implementasi hasil perumusan strategi dan perencanaan strategik yang telah dibuat dan ditetapkan. Proses penyusunan anggaran 8 Halim. 2004 Otonomi Daerah, Penganggaran Daerah, Dan Korupsi, Seminar Nasional Dalam rangka Dies Natalis ke-44 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. 9 Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. 10 Anthony, R. N. dkk, 2003, Sistem Pengendalian Manajemen , Edisi 1, Buku 2, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 11 Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan atau strategi yang sudah disusun. Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi: aspek perencanaan, aspek pengendalian; dan aspek akuntabilitas publik. Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran. Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Tidak semua aspek kehidupan masyarakat tercakup oleh anggaran sektor publik.Terdapat beberapa aspek kehidupan yang tidak tersentuh oleh anggaran sektor publik, baik skala nasional maupun lokal.Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan dan sebagainya agar terjamin secara layak.Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat. Dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat dan anggaran menunjukan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut. Anggaran merupakan blue print keberadaan sebuah negara dan merupakan arahan di masa yang akan datang. Dalam arti luas, anggaran daerah atau anggaran sektor publik memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai: (1) instrumen politik, (2) intrumen kebijakan fiskal, (3) instrumen perencanaan, dan (5) instrumen pengendalian. 12 Sedangkan menurut Mardiasmo, anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: (1) sebagai alat perencanaan, (2) alat 12 Halim. 2004 Otonomi Daerah, Penganggaran Daerah, Dan Korupsi, Seminar Nasional Dalam rangka Dies Natalis ke-44 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. pengendalian, (3) alat kebijakan fiskal, (4) alat politik, (5) alat koordinasi dan komunikasi, (6) alat penilaian kinerja, (7) alat motivasi, dan (8) alat menciptakan ruang publik. Oleh karena itu, anggaran sektor publik atau anggaran daerah harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut: 13 1. Keadilan anggaran 2. Efisiensi dan efektivitas anggaran 3. Anggaran berimbang dan defisit 4. Desiplin anggaran 5. Transparansi dan akuntabilitas anggaran ## C. PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK Anggaran Perdapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Menurut Marsdiasmo Proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan yaitu: 1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah. 2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemprioritasan. 3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja. 4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas. Menurut Mardiasmotapan-tahapan yang dilakukan dalam penyusunan anggaran sektor Publik adalah sebagai berikut: 1. Tahap persiapan dan penyusunan anggaran (budget preparation ) Pada tahap persiapan dan penyusunan anggatan dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia.Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat.Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika 13 Ibid anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran. Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya faktor “ uncertainty” ' (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi.Oleh sebab itu, manajer keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran.Besarnya suatu mata anggaran sangat tergantung pada teknik dan sistem anggaran yang digunakan. 2. Tahap ratifikasi anggaran Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif (kepala daerah) dituntut tidak hanya memiliki "managerial skill” namun juga harus mempunyai “political skill," "salesmanship," dan "coalition building" yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan- bantahan dari pihak legislatif. 3. Tahap pelaksanaan anggaran (budget impleméntation) Setelah anggaran disetujui oleh legislaiif, tahap berikutnya adalah pelaksanaan anggaran. Dalam tahap ini, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendahan anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang digunakan hendaknya juga mendukung pengendalian anggaran. 4. Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Apabila pada tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka pada tahap pelaporan dan evaluasi anggaran biasanya tidak akan menemui banyak masalah. ## 5. Ruang lingkup, peran, dan fungsi DPRD Sesuai dengan paradigma baru yang berkembang saat ini, DPRD mempunyai posisi, tugas, dan fungsi yang strategis dan penting dalam perencanaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah. Fungsi pengawasan dan perencanaan hendaknya sudah dilakukan DPRD sejak proses penjaringan aspirasi masyarakat hingga penetapan arah dan kebijakan umum APBD serta penentuan strategi dan prioritas APBD. Sementara itu, fungsi pengawasan hendaknya dilakukan oleh DPRD pada saat perencanan APBD, pelaksanaan APBD, dan pelaporan APBD. ## C. EVALUASI SISTEM PENGANGGARAN Penganggaran berbasis kinerja mulai diterapkan di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 pada tahun anggaran 2003 atau 2004. Anggaran kinerja mendorong partisipasi dari stakeholders sehingga tujuan pencapaian hasil sesuai dengan kebutuhan publik. Legislatif diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam penyusunan dan penetapan anggaran sebagai produk hukum. Proses penyusunan anggaran dalam penganggaran kinerja dimulai dari satuan kerja- satuan kerja yang ada di Pemda, melalui dokumen usulan anggaran yang disebut Rencana Kerja dan Anggaran Pejababat Pengelola Keuangan Daerah (RKA-PPKD) kemudian diteliti oleh tim anggaran eksekutif untuk dinilai kelayakannya (berdasarkan urgensi dan ketersediaan dana) diakomodasi dalam RAPBD yang akan disampaikan kepada legislatif. RAPBD kemudian dipelajari oleh panitia anggaran legislatif dan direspon oleh semua komisi dan fraksi dalam pembahasan anggaran. Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah proses penyusunan APBD yang diberlakukan dengan harapan dapat mendorong proses tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Penerapannya diharapkan akan membuat proses pembangunan menjadi lebih efisien dan partisipatif, karena melibatkan pengambil kebijakan, pelaksana kegiatan, bahkan dalam tahap tertentu juga melibatkan warga masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik. Melalui ABK keterkaitan antara nilai uang dan hasil dapat diidentiikasi, sehingga program dapat dijalankan secara efektif. Dengan demikian, jika ada perbedaan antara rencana dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumber-sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output dan outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program. Pengawasan DPRD dan masyarakat harus sudah dilakukan sejak tahap persiapan dan penyusunan APBD. Dalam tahap ratifikasi anggaran, peran DPRD hendaknya tidak lagi sebagai "tukang stempel" saja, namun harus benar-benar memainkan fungsinya sebagai pemegang hak budget. Prinsip-prinsip pokok siklus anggaran harus diketahui dan dikuasai dengan baik oleh penyelenggara pemerintahan. ## H. PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH OLEH DPRD Pengawasan terhadap pelaksaanaan perlu dilakukan, hal ini untuk memantau apakah pelaksanaan anggaran tersebut telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta berjalan efisien, efektif dan ekonomis. Proses pengawasan di sini diartikan sebagai proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan pemerintah daerah seuai dengan rencanan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Keppres No. 74 Tahun 2001). Selain itu untuk mendukung akuntabilitas pemerintah daerah di samping diperlukan pengawasan yang bersifat internal juga diperlukan pengawasasan yang bersifat eksternal yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Fungsi pengawasan secara internal selama ini dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh BPK, BPKP, serta DPR dan DPRD; sehingga akan diperoleh suatu laporan pelaksanaan pemerintahan yang diperoleh berdasarkan prosedur chek and balances . Dalam penelitian ini, proses pengawasan akan difokuskan pada pengawasan yang dilakukan oleh DPRD. Dalam melaksanakan tugas pengawasan tersebut, DPRD memiliki bagian khusus yang disebut Panitia Anggaran. Pengawasan yang dilakukan DPRD atau Dewan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan yang bersifat langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan minta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalu pre audit sebelum pekerjaan dimulai. Sedangkan pengawasan represif dilakukan melaui post audit melalui pemeriksaan di tempat (Sopanah dan Mardiasmo, 2003). ## Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kewajiban memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan organisasi meliputi keberhasilan dan kegagalan misinya kepada pihak yang berwenang meminta pertanggungjawaban. Semua instansi pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya harus memahami lingkup akuntabilitas masing-masing. Prinsip-prinsip Akuntabilitas dalam penyelenggaraan akuntabilitas instansi pemerintah, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 14 1. Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf. 2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin kegunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran. 4. Harus berorientasi kepada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh. 5. Harus jujur, obyektif, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas. Akuntabilitas juga menyajikan deviasi (selisih, penyimpangan) antara realisasi kegiatan dengan rencana dan keberhasilan/kegagalan pencapaian sasaran. Accountability menurut Oxford Advance Learner's Dictionary, Oxford university Press, 1989 adalah required or expected to give an explanation for one's action . Sementara menurut Kamus Inggris Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadly, accountability adalah keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan dapat dimintai pertanggungjawaban. Dapat dipahami bahwa dalam akuntabilitas terkandung kewajiban seseorang atau organisasi untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama dibidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasan. 14 Osborne dan Plastrik (1997), Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government Reading, Mass.: Addison Wesley Dalam hal ini terminologi akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan. Menurut J.B. Ghartey, 15 akuntabilitas ditujukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Dengan demikian pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain: apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan, dan sebagainya. Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum memadai, oleh karena itu harus diikuti dengan jiwa intrepreneurship pada pihak-pihak yang melaksanakan akuntabilitas. Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam suasana yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Oleh karena itu pemerintah harus betul-betul menyadari bahwa pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari publik. Ada empat dimensi yang membedakan akuntabilitas dengan yang lain, yaitu Osborne dan Plastrik: 16 1. Siapa yang harus melaksanakan akuntabilitas. 2. Kepada siapa ia berakuntabilitas. 3. Apa standar penilaian akuntabilitasnya. 4. Nilai akuntabilitas itu sendiri. Efektivitas akuntabilitas publik banyak tergantung pada apakah pengaruh dari pihak- pihak yang berkepentingan direfleksikan dalam sistem monitoring dan insentif dari pelayanan publik. Pihak-pihak yang berkepentingan itu adalah : 1. Publik dan konsumen pelayanan (stakeholders) . 2. Pemimpin, pengawas pelayanan publik. 3. Penyaji pelayanan itu sendiri yang mungkin punya tujuan berbeda. 15 J.B. Ghartey (1987) Crisis, Accountability and Development in the Third World , London. 16 Osborne dan Plastrik (1997), Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government Reading, Mass.: Addison Wesley Secara absolut akuntabilitas memvisualisasikan ketaatan kepada peraturan, kemampuan melakukan evaluasi kinerja, keterbukaan, mengacu jadwal, penerapan efisiensi dan efektivitas biaya. Standarisasi pelaporan itu perlu, tetapi tidak harus mengakomodasi semua kebutuhan pemakai, karena bila demikian akan menjadi semakin sangat kompleks "format laporan" yang seharusnya berlaku umum untuk semua instansi pemerintah. Untuk itu perlu diperhatikan ciri-ciri akuntabilitas menurut Plumptre T, 17 yang efektif antara lain : 1. Utuh dan menyeluruh. 2. Mencakup aspek integritas keuangan, ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan prosedur; 3. Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja individu atau satuan organisasi. 4. Akuntabilitas harus dibangun berdasarkan sistem informasi yang andal untuk menjamin keabsahan, akurasi, obyektivitas, dan ketepatan waktu penyampaian informasi. 5. Adanya penilaian yang obyektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu satuan organisasi. 6. Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas. Anggaran bagi perusahaan berfungsi sebagai alat untuk menentukan perencanaan, alat pengendalian, koordinasi, sebagai salah satu alat untuk menilai kinerja manajer dan juga sebagai alat pencapaiaan tujuan perusahaan. Penetapan tujuan seringkali dipandang sebagai permasalahan yang kompleks dalam perusahaan, karena seringkali terjadi konflik antara kepentingan individu dengan kepentingan perusahaan. ## I. PERAN DEWAN DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH Pengawasan diperlukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah disusun dapat berjalan dengan efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan menurut Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 (Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pemerintah Daerah) 17 Plumptre T, 1981 “An Empirical Assesment of Organizational Commitment and Organizational Effectiveness”. Administrative Science Quarterly 26. pp. 1-14. Pasal 1 (6) menyebutkan bahwa pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dilakukan oleh dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksanuan. Pengawasan preventif dila kukan melalui pre-audit yaitu sebelum pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi). Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD.Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001). Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dimulai pada saat proses penyusunan APBD, pengesahan APBD, pelaksanaan APBD, dan pertanggungjawaban APBD. Adapun menurut Sopanah menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk: 18 1. Mengetahui bagaimana cara penyusunan APBD. 2. Pelaksanaan APBD yang sebenarnya harus dilakukan oleh eksekutif. 3. Mengetahui jika terjadi kebocoran dalam pelaksanaan APBD.. 4. Mampu mengidentifikasi pemborosan / kegagalan didalam pelaksanaan proyek. Dalam menjalankan fungsi dan peran anggota dewan, kapasitas dan posisi dewan sangat ditentukan oleh kemampuan bargaining position dalam memproduk sebuah kebijakan. Kapabilitas dan kemampuan dewan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam menyusun dalam menyusun berbagai peraturan daerah selain kepiawaian dewan dalam berpolitik mewakili konstituen dan kepentingan kelompok dan partainya. Menurut Indradi,dalam penelitiannya membuktikan bahwa kualitas dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap 18 Sopanah, dan Mardiasmo, Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah, Simposium Nasional Akuntansi VI , Semarang , 2003, Hal 1160-1173. kinerja dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang. 19 Yudono menyatakan bahwa, DPRD akan mampu menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan publik dan sebagainya. 20 Pengetahuan yang akan dibutuhkan dalam melakukan pengawasan keuangan daearah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota dewan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggaran. 19 Indradi, Syamsiar, 2001. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman anggota DPRD dengan Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang. 20 Yudono, Bambang, Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah , http://www.bangda.depdagri.go.id./jurnal/jendela 3.htm , di akses 2013. ## J. PENUTUP Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. proses penyusunan anggaran pada dasarnya memiliki 4 tujuanyaitu: menyelaraskan dengan rencana strategik, untuk mengkoordinasikan kegiatan dari beberapa bagian dalam organisasi, untuk memberikan tanggungjawab kepada manajer atau pimpinan, guna mengotorisasi jumlah dana yang dapat digunakan, dan untuk memberitahukan hasil yang mereka capai, serta untuk mencapai kerjasama.Pengawasan merupakan tahap paling integral dalam tahap penyusunan dan pelaporan APBD. Adapun tujuan pengawasan APBD adalah untuk mengetahui bagaimana cara penyusunan APBD, Pelaksanaan APBD yang sebenarnya harus dilakukan oleh eksekutif, Mengetahui jika terjadi kebocoran dalam pelaksanaan APBD, dan untuk mengidentifikasi pemborosan / kegagalan didalam pelaksanaan proyek.Pengawasan dilakukan oleh dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksanuan. Pengawasan preventif dila kukan melalui pre-audit yaitu sebelum pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi). ## DAFTAR PUSTAKA Anthony, R. N. dkk, 2003, Sistem Pengendalian Manajemen , Edisi 1, Buku 2, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Christensen, Jorgen Gronnegard. 1992. Hierarchical and contractual approaches to budgetary reform . Journal of Theoretical Politics 4(1): 67-91. Garamfalvi, L. 1997. Corruption in the public expenditures management process . Paper presented at 8th International Anti-Corruption Conference, Lima, Peru, 7-11 September. Halim. 2004 Otonomi Daerah, Penganggaran Daerah, Dan Korupsi, Seminar Nasional Dalam rangka Dies Natalis ke-44 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Halim. 2004 Otonomi Daerah, Penganggaran Daerah, Dan Korupsi, Seminar Nasional Dalam rangka Dies Natalis ke-44 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Indradi, Syamsiar, 2001. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman anggota DPRD dengan Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang. J.B. Ghartey (1987) Crisis, Accountability and Development in the Third World , London. Jackson, P. M. 1982. The Political Economy of Bureaucracy. Oxford: Philip Allan. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001, Tentang Tata Cara Penyelenggaraan PemerintaDaerah Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Keppres No. 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Keefer, Philip & Stuti Khemani. 2003. The political economy of public expendituresBackground paper for WDR 2004: Mauro, Paolo. 1998a. Corruption and the composition of government expenditure. Journal of Public Economics 69: 263-279. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Osborne dan Plastrik (1997), Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government Reading, Mass.: Addison Wesley Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Plumptre T, 1981 “An Empirical Assesment of Organizational Commitment and Organizational Effectiveness”. Administrative Science Quarterly 26. pp. 1-14.
79b5e901-d282-40ed-a60d-b005b12c98a4
http://jurnal.utu.ac.id/jcommunity/article/download/147/137
Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ PERKEMBANGAN MASYARAKAT DESA: STUDI PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT GAMPONG JEUMPEUK KABUPATEN ACEH JAYA Nurkhalis1), Zulfadhli2) 1 Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar email:[email protected] 2Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN ) Ar-Raniry email:[email protected] ## ABSTRACT Social change is an event (phenomenon) that is common in society, over time social change, on the one side gives positive impact (cooperation or kinship) and the other side can also be negative (disputes, individual and even conflict). The problem formulations in this study are (1). What is the social change of society that happened before and after the tsunami in Gampong Jeumpheuk, Aceh Jaya. (2). What are the factors that cause social change of society in Gampong Jeumpheuk, Aceh Jaya. The method used in this research is qualitative- descriptive method, where the process of collecting data in the field using the technique of observation and in-depth interview, previously determined informant research. Determination of informant used Purposive Sampling Technique. The theoretical basis used by the theory of symbolic interactionism, is a way of looking at individuals and social and attempts to perceive that man is the creator of the actors, the execution, and the self- directed. The results show that the social changes of the gampong jeumpheuk community have faded (shifted) from before. It can be seen from comparing before and after tsunami and also proven from several factors that lead to economic factors, education, social and moral culture. Keywords: Society, Village, Social Change 1. PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, memiliki dorongan ingin tau, ingin maju dan berkembang. Maka salah satu sarananya adalah komunikasi, karena komunikasi merupakan kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan manusia. 1 Selain itu juga diberikan berupa akal pikiran yang 1 H.A.W. Widjaja , Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hal 4 - 5. Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ berkembang serta dapat dikembangkan. dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Sementara itu, untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini faktor komunikasi memainkan peranan yang penting, apalagi bagi manusia modern. Manusia modern manusia yang cara berpikirnya tidak spekulatif tetapi berdasarkan logika dan rasional dalam melaksanakan segala kegiatan dan aktivitasnya. Kegiatan dan aktivitas akan terselenggara dengan baik melalui proses hubungan timbal balik antar manusia. 2 Kerjasama suatu kegiatan yang dilakukan secara kebersamaan dari setiap lapisan masyarakat, saling bahu-membahu dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Sikap kebersamaan itu seharusnya dimiliki oleh seluruh elemen (lapisan) masyarakat, karena dengan adanya kesadaran setiap elemen (lapisan) masyarakat dalam melakukan setiap kegiatan dengan cara bergotong royong. Dengan demikian, segala sesuatu yang akan dikerjakan dapat lebih mudah dan cepat diselesaikan dan pastinya pembangunan di daerah tersebut akan semakin lancar dan maju. Bukan itu saja, tetapi dengan adanya kesadaran setiap elemen(lapisan) masyarakat dalam menerapkan perilaku kerjasama, maka hubungan persaudaraan dan silaturahim akan semakin erat. Dibandingkan dengan cara individualisme yang mementingkan diri sendiri, maka akan memperlambat pembangunan di suatu daerah. Karena individualisme itu dapat menimbulkan keserakahan dan kesenjangan antar masyarakat. Sikap kerjasama merupakan budaya didalam masyarakat dan juga salah satu alat pemersatu, yang mencerminkan satu ideologi yang sama dalam kehidupan sehari-hari. Budaya juga merupakan hasil dari cipta karya manusiadi dalamnya mengandung banyak hal yang positif dan bisa memberikan warna kehidupan pada masyarakat itu sendiri. Gampong Jeumpheuk merupakan salah satu Gampong di Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya hasil peninggalan nenek monyang. MasyarakatGampong Jeumpheuk,adalah sebuah masyarakat yang termasuk dalam korban ganasnya musibah tsunami pada tanggl 26 Desember2004 yang lalu ini, telah lama memiliki sistem budaya yang sangat menarik untuk dicermati secara ilmiah serta memiliki nilai-nilai 2 Ibid , hal 1. Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ yang tinggi sebagai cerminan sekaligus bagian daripada falsafah masyarakat itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jeumpheuk Kecamatan Sampoiniet tampak semakin jauh saja bergeser dari kebiasaan yang sebelumnya, dahulu masyarakat saling bekerja sama, bahu membahu secara suka rela, memiliki persatuan tanpa mengharapkan upah dari pekerjaan yang telah mereka kerjakan. Namun, hal itu mulai hilang dan lebih terlihat sikap- sikap memisahkan diri serta kurang memperhatikan dalam masyarakat. Sebagai contoh dalam aktifitas membagun dan memajukan gampong demi kepentingan bersama. Seperti merehabilitasi masjid, meunasah, membangun lapangan bola dan juga membersihkan sarana umum lainnya. Dulu mareka menganggap dengan terciptanya suatu kebersamaan maka apapun aktifitas yang telah direncanakan akan tercapai dan bisa berjalan dengan mudah seperti yang diharapkan. Memudarnya sikap kerja sama dikalangan masyarakat gampong ini, dikarenakan telah muncul wacana masyarakat bahwa hal tersebut terjadi akibat masuknya bantuan moril dan materil dari pihak-pihak NGO (Non Government Organization) asing yang hadirnya manajemen bantuan mereka seringkali memanjakan masyarakat gampong. Misalnya, adanya manajemen strategy cash for work yang dipraktekkan oleh beberapa NGO pada masa emergency, yaitu strategi NGO tersebut membayar upah terhadap korban yang membersihkan rumahnya sendiri atau ketika relawan melakukan pekerjaan, mereka diberikan upah langsung pada sore harinya. Bukan hanya itu, namun ada juga yang melakukan model pendekatan mobilisasi massa dalam rentang waktu membangun kembali Aceh yang segalanya diukur dengan uang dan tanpa uang suatu pekerjaan tiada artinya. Praktek inilah disinyalir mematikan nilai- nilai kerjasama yang sudah “mendarah daging” menjadi kebiasaan masyarakat. Namun sayangnya kita hanya bisa menyalahkan pihak yang memberikan bantuan, karena memberikan bantuan dengan strategi itu. Hal itu saya rasa bisa mengatasi permasalahan kecil yang timbul. Pasca bencana tsunami, Gampong Jeumpheuk kembali menguatnya harapan agar sikap kebersamaan yang telah lama terjalin tidak hancur serta adat, kebiasaan dan tradisi budaya masyarakat sebelumnya. Namun realita yang terjadi saat ini sangat kontradiktif ditambah lagi dengan kedatangan bala bantuan dari pihak asing ke gampong Jeumpheuk, yang mengubah nilai-nilai budaya yang telah tertanam dalam masyarakat. Sehingga menjadimasyarakat yang bekerja dengan pamrih/upah dan sulit untuk mebangunkan kembali jiwa kebersamaan dan saling membantu. Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ Perubahan kebudayaan berdampak pada perubahan sosial, karena perubahan sosial terjadi akibat sistem kemasyarakatan. Proses perubahan sosial mengandung urutan perubahan yang bersifat statis dalam waktu yang lama, perubahan itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada rencana tertentu. Hal itu berlangsung akibat adanya tindakan-tindakan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluannya, dengan suasana dan keadaan yang muncul akibat perkembangan masyarakat. 3 Memudarnya sikap kebersamaan ataupun kerja sama di masyarakat pesisir ini, maka sangat ditakutkan akan hilang bahkan lenyap dari kultural budaya masyarakat. Padahal sikap kerjasama sangat penting untuk dikembangkan, inilah sebuah dinamika yang terjadi di Gampong Jeumpheuk. Segala persoalan di atas, menunjukkan pada perilaku dari masyarakat dan proses interaksi dalam penyampaian dan menerima informasi yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu juga menjadi upaya mengkomunikasikan sebuah simbol, yang dianggap sesuai dari sikomunikator kepada komunikan baik secara individu maupun kelompokmasyarakat Berkenaan dengankomunikasi yang terjadi di Gampong Jeumpheuk,selama ini telah teridetifikasi merusak sistem yang telah “mendarah daging” menjadi sebuah sistem baru dalam kehidupan masyarakatnya. Komunikasiyang sebenarnya adalah warna dari tatacara penyampaian informasi dan menerima informasi. Namun dalam prakteknya,komunikasi yang terjadi di Gampong Jeumpheuk pada saat ini telah terjadi suatu perubahan dari fenomena yang dulu sehingga dalam waktuyang akan datang sifat dan budayaan kebersamaan (kerjasama) akan luntur pada generasi-generasi muda selanjutya.Hal ini didukung pula oleh budaya modern. Maka peneliti terdorong untuk mendalami tentangkomunikasi serta perubahan masyarakat Gampong Jeumpheuk Kecamatan Sampoiniet, sehingga peneliti bisa menemukan teknik komunikasiyang mampu merubah sistem masyarakat. Berangkat dari permasalahan diatas peneliti terdorong untuk mendalami lebih jauh lewat sebuah penelitian yang mendalam untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial masyarakat yang terjadi sebelum dan sesudahnya tsunami diGampong Jeumpheuk Aceh Jaya dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial masyarakat di Gampong Jeumpheuk Aceh Jaya. 3 Hajjah Bainar, Ruslan Abdul Rahman, Muhammad Jafar Anwar, Ilmu Sosial Budaya Dan Kealaman Dasar , (Jakarta : Jenki Satria, 2006),hal. 44 2. TINJAUANPUSTAKA Desa atau Gampong dan Perubahan Sosial Desa adalah suatu hasil terpadu antara kelompok manusia dengan lingkungan, hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud kelompok yang nampak dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur sosial budaya, ekonomi dan kultural yang saling berinteraksi. antar unsur tersebut dan hubungan kelompok juga dengan daerah lainnya. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, dinyatakan bahwa desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Letak suatu desa pada umumnya agak sedikit jauh dari kota atau dari pusat keramain. Desa-desa yang letaknya pada perbatasan kota mempunyai kemungkinan berkembang yang lebih banyak daripada desa-desa perdalaman. Desa merupakan suatu wilayah yang tidak begitu dan jumlah penduduknya tidak besar juga. Dengan corak kehidupannya sangat sederhana juga mempunyaihubungan yang lebih erat dan mendalam antar sesama warganya dalam sistem kehidupan berkelompok, atas dasar kekeluargaan. 4 ## 1. Sejarah Pemukiman Pedesaan Ketika mengungkapkan sejarah pemukiman desa, maka ada baiknya menguraikan secara terpisah antara makna pemukiman itu sendiri dan desa. Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman atau permukiman, adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 5 Pemukiman dapat dipahami sebagai suatu daerah yang dijadikan olehsekelompok orang sebagai tempat tinggal. Dari tempat tersebut penghuninya pergi bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hasrat dan kebutuhan hidup. Pemukiman mempunyai beraneka ragam bentuk atau pola sesuai dengan kondisi lingkungan, sistem sosial yang berlaku, dan kebutuhan. Dengan bahasa lain, pola pemukiman ini ditentukan oleh karakteristik yang khas seperti faktor geografik (lembah, bukit, pinggir sungai, gurun, dataran berpadang rumput, pinggir laut atau pantai dan sebagainya), faktor sosial (saling bekerja sama, bahu membahu 4 Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar , (Jakarta, Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, hal. 239 - 240 5 Budi Fathony, Pola Pemukiman Masyarakat Madura di pegunungan Buring , (Malang: Cita Intrans Selaras, 2009), hal. 12 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ dalam mencapai tujuan bersama untuk kemajuan bersama), disamping sistem kepercayaan yang dianut para pemukim. 6 Sedangkan yang dimaksud dengan desa, sebagai bentuk pemukiman dalam suatu daerah yang berada pada posisi di luar batas perkotaan, mempunyai bentuk yang berbeda-beda pula dari satu daerah dengan daerah lainnya. Meskipun demikian, dalam karakteristiknya satusama lain secara umum tidak berbeda. Di dalam literatur sosiologi dari kajian lokal dan Indonesia secara utuh, desa mendapat perbedaan atas namanya. Misalnya untuk wilayah Aceh (disebut dengan gampong), beberapa daerah di Aceh Tengah (di sebut dengan mukim). Nagari (identik namanya bagi wilayah Sulawesi), huta (kuta) di tanah Batak, ada juga penyebutan dengan ranah Minang (sebagaimana orang Minang kabau) dan lain sebagainya, termasuk Indonesia bagian timur juga mempunyai istilah khusus dalam menyebutkan kata desa. 7 Pada umumnya, suatu pemukiman mempunyai beberapa ciri atau aspek tertentu yang memungkinkan ia berdiri sebagai satu pemukiman yang utuh yang disebut desa. Ciri atau aspek yang dimaksudkan di antaranya: a. Suatu desa biasanya terdiri dari sekelompok rumah, sejumlah lumbung padi, dan gudang-gudang atau bangunan lain yang dipakai bersama. Dari lahan itu yang dimungkinkan kepemilikan secara sendiri-sendiri atau dimiliki dengan dipakai secara bersama-sama. b. Di dekat atau disekitar desa biasanya terdapat lahan pekarangan, yang diusahakan dan mungkin dipakai sebagai lahan usaha untuk mendukung kehidupan atau kebutuhan sehari-hari. c. Lahan usaha tani umumnya terdapat jauh atau terpisah dari pusat pemukiman. d. Sering pula di sela-sela lahan usaha tani terdapat padang pengembalaan. e. Di luar ciri yang tersebut di atas, dan mungkin juga sebagai batas alami satu desa dengan desa-desa lain di sekitarnya terdapat hutan semak belukar yang sering pula merupakan sumber energi bagi pemukiman desa. 8 ## 2. Faktor Terjadinya Perubahan Sosial Masyarakat 6 Ibid ..., hal. 12 7 Jurnal Siti Muriah, Model Pengembangan Desa-desa Wilayah Perbatasan Secara Institut , hal. 47-49 8 Bahrein T. Sugihen, Sosiologi Pedesaan , (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 73 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosial lama dan mulai beralih mengunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami perubahan. Hal-hal yang penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai berikut, perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, perubahan budaya materi. 9 Menurut Pitrim A Sorokin, Perubahan sosialyang terjadi pada masyarakat terutama pada beberapa decade terakhir ini dapat dikatagorikan sebagai perubahan sosial yang terjadi karena disengaja (intended change) yaitu "perubahan sosial" yang terjadi karena kehendak atau dinamika masyarakat yang bersangkutan itu sendiri tanpa pengaruh dari luardan karena tidak disengaja (unintended change) yaitu "perubahan sosial" yang bersumber dari luar masyarakat atau spontan dikomunikasikan oleh pihak-pihak dari luar masyarakat.Sedangkan Menurut Selo Soemarjan, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempegaruhi sistem sosial termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap dan pola perilaku antara kelompok masyarakat. Perubahan sosial yaitu perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi yang meliputi berbagai aspek kehidupan, akibat adanya dinamika anggota masyarakat yang bersangkutan. 10 Melihat begitu luasnya cakupan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, maka untuk mengetahui suatu perubahan sosial dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan secara cermat terhadap suatu masyarakat dan keadaan masyarakat tersebut pada masa sebelumnya (lampau), untuk memahami fenomena perbedaan keadaannya. Pada dasarnya tidak ada satu pun manusia yang normal kehidupannya yang merasakan kepuasan terhadapa apa yang ada pada saat ini. Ketidak puasan ini didorong oleh keinginan hidup yang lebih mudah, lebih mapan, lebih baik dan sebagainya. Namun untuk mempelajari berbagai faktor penyebab perubahan sosial tidaklah cukup hanya dengan melihat gejala-gejala tersebut, ada beberapa faktor yang mengakibatkan masyarakat mengalami perubahan sosial. 9 Agus Salim, Perubahan Sosial , (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), hal. 20 10 Wikipedia, Stratifikasi Sosial . diakses pada tanggal http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi sosial , Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) faktor dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor ekternal), dan (2) faktor yang berasal dari luar masyarakat (faktor eksternal). 11 Mengenal faktor dari dalam dapat disebabkan oleh beberapa sumber, yaitu: a. Bertambah dan berkurangnya penduduk. Pertambahan penduduk baik pendatang yang menetap di daerah tersebut. Sehingga terjadilah suatu perubahan dalam mastarakat. b. Muncurnya penemuaan-penemuan baru dipicu oleh beberapa hal, diantaranya: • Adanya kesadaran diri dari setiap individu atau kelompok orang akan kekurangan dalam kebudayaan. • Kualitas para ahli (pendidikan) dalam suatu kebudayaan. • Perangsang bagi aktivitas penciptaan (penemuan-penemuan baru) dalam masyarakat. c. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat sosial Konflik sosial merupakan pertentangan yang terjadi dalam masyarakat yang hetorigen atau masyarakat majemuk yang merupakan bagian dari dinamika sosial. Konflik sosial di awali oleh perbedaan-perbadaan kepentingan, pemikiran dan pandangan yang ditemukan dalam suatu kelompok (wadah). 12 Sedangkan faktor penyebab dari luar adalah di antaranya: a. Faktor berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia. Seperti bencana alam alam, gemba bumi dan gelombang pasang air laut (tsunami). b. Gejala peperangan yang terjadi dan mengubah skruktur sosial budaya c. Pengaruh budaya masyarakat lain, sebagaimana yang dapat dilihat pada diri anak-anak muda (generasi baru) perkotaan saat ini. 13 Dan pada jurnal ini menggunakan teori Interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolis merupakan usaha untuk memandang bahwa manusia merupakan pencipta pelaku, pelaksanaan dan pengarah diri sendiri. Diri sendiri ( the self ) dalam perfektif ahli interaksionalisme simbolis adalah obyek sosial yang kita bagi dengan orang lain dalam suatu interaksi. Dengan demikian, individu pertama kali melihat dirinya sendiri adalah pada saat ia melakukan interaksi dengan orang lainmerupakan cara pandang yang 11 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 300 12 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial Teory Aplikasi dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 624-628 13 I bid , 629-630 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ memperlakukan individu dan diri sosial. Kita bisa menentukan makna subyektif pada setiap obyek yang kita temui, ketimbang kita menerima apa adanya makna yang dianggap obyektif yang telah dirancang sebalumnya. Struktur sosial bisa kita lihat sebagai hasil produksi interaksi bersama, demikian pula dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Suatu upaya yang agak melemahkan pandangan-pandangan kaum structural fungsional yang melihat ‘struktur sosial’ Sebagai adanya dalam dirinya. 14 . Penggunaan teori tersebut, menurut peneliti sangat sesuai dengan fokus yang peneliti lakukan. Berbicara komunikasi kelompok dengan perubahan sosial yang berlangsung di dalamnya, maka lebih tepat memperhatikan secara mikro (dimana setiap individu memiliki pengaruh dalam interaksi). Akan menarik nantinya, apabila subjektif dari setiap individu dicermati dengan seksama. Dari sikap, tindakan maupun perilaku akan dapat tersimpul bahwa apa benar atau tidaknya perubahan sosial terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti merasa teori Interaksionisme Simbolik menjadi teori tepat pada penelitian ini. ## 3. METODEPENELITIAN Setiap penelitian memerlukan metode penelitian tertentu sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang mendekati dengan keadaan sebenarnya.Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif. 15 Metode Penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif secara deskriptif. Memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang adaberdasarkan data, hanya memerhatikan proses- proses kejadian suatu fenomena bukan kedalaman data ataupun makna data. 16 Dengan metode kualitatif ini, penulis ingin mengambarkan suatu keadaan yang terjadi pada waktu penelitianlakukan dan menjelajahi penyebab dari perubahan-perubahan tertentu, serta mengumpulkan informasi yang ada tentang keadaan-keadaan nyata sekarang. Metode ini tepat untuk menggambarkan kondisi terkini bagaimana komunikasi yang terjadi dalam masyarakat Gampong Jeumpheuk Kec. Sampoinit Kab. Aceh Jaya. Selain itu. Dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini mencakup informan-informan yang diseleksi 14. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik, (Malang: Averroes Press, 2009), hal. 173 15 Mohammad Nasir, Metode Penelitian , (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), Cet. I. hal. 65 16 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif , (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 146 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ atas dasar kriteri a-kriteria yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan tujuan yang ingin diteliti, siapa saja yang pantas dan sesuai dijadikan informan agar memperoleh data yang akurat yang sesuai dengan tujuan penelitian. 17 Informan penelitian yang dimaksud disini adalah keutjik gampong, tgk. imam, tuha pheut, sekdes gampong, ketua pemuda, kepala dusun suka damai dan ulee gunong. Juga beberapa masyarakat yang ada di Gampong Jeumpheuk Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya. Dan pengumpulan data merupakan bagian yang paling penting dalam sebuah penelitian. Untuk mendapatkan data dilapangan penulis menggunakan teknik pengumpulan data denganwawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang dijadikan sebagai informan, bertatap muka langsung dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Teknik ini diaplikasikan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan secara langsung terhadap responden yang dijadikan informan, dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah disiapkan untuk memperoleh jawaban-jawaban yang sesuai dengan kebutuhan peneliti tentang perubahan sosial masyarakat. Informan yang diwawancarai seperangkat desa dan beberapa masyarakat gampong Jeumpheuk kabupaten Aceh Jaya. Sementara itu, dokumentasi merupakan kumpulan berkas berisi artikel/ profil atau data khusus yang mendeskripsikan keterangan pada lokasi penelitian yang peneliti lakukan. ## 4. TEMUAN DANPEMBAHASAN Keadaan Penduduk Peduduk gampong Jeumpheuk pada umumnya terdiri dari penduduk asli suku Aceh, meskipun sebagian kecil ada juga suku Jawa, Padang, Malaya dan lain-lain. Namun jumlah mereka tidak banyak dan pada umumnya mereka termasuk dalam kaum pendatang yang berdomisili di gampong Jeumpheuk Kecamatan Sampoiniet untuk bekerja dan mencari nafkah.Menurut data tahun 2012 jumlah penduduk yang terhimpun dari beberapa dusun berjumlah 317 jiwa dengan 117 kepala keluarga. No Dusun Jumlah Penduduk Persentase 1. Suka Damai 214 70 % 2. UleeGunong 68 20 % 3. Suak Anoe 35 10 % JUMLAH 317 100 % Tabel 3.1. Dokumen Penduduk Gampong Jeumpheuk Kecamatan Sampoiniet. 18 17 Rahmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 154 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ Sedangkan untuk mata pencaharian masyarakat pada umumnnya masyarakat berprofesi sebagai petani dan nelayan, dan sebagian lainnya bermata pencaharian sebagai pedagang, tukang, dan penjual ikan keliling. Sebutan bagi penjual ikan itu dalam istilah orang Aceh disebut mugee , namun dari hasil tangkapan itu ada juga sekelompok pembeli yang langsung membeli ikan-ikan tersebut sendiri tanpa perantaraan mugee, ada juga yang bermata pencaharian sebagai peternak seperti beternak sapi, kambing dan kerbau. Bagi peternak dapat memanfaatkan tanah kosong yang ditumbuhi padang rumput yang luas nan hijau sehingga menguntungkan bagi masyarakat yang beternak dan ada juga masyarakat yang berprofesi sebagai wiraswasta. No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase 1. Nelayan 193 60 % 2. Petani 78 20 % 3. Pedagang 27 10 % 7. Lain-lainnya 19 10 % Jumlah 317 100 % Tabel 3.2. Dokumen Mata Pencaharian Penduduk 19 Dari tabel di atas dapat disimpulkan, bahwa manyoritas mata pencaharian masyarakat gampong Jeumpheuk adalah nelayan dengan jumlah persentasi sebanyak 60%. Dari angka tersebut membuktikan bahwa dominan mata pencaharian mereka pada kawasan pesisir yakni melaut. ## A. Perubahan Sosial Sebelum dan Sesudah Tsunami Perubahan sosial merupakan situasi dan kondisi yang lazim terjadi dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Dari perubahan sosial dalam masyarakat terutama di kawasan Gampong Jeumpheuk Kabupaten Aceh jaya, apabila diamati lebih lanjut maka akan terlihat beberapa berubahan yang terjadi pada saat sebelum dan sesudah tsunami. Juga bisa dilihat dari beberapa beberapa faktor yang ditemukan. Informan yang ingin diwawancara dalam penelitian ini telah terpilih, sebagian berjumlah 4 (empat) orang. Diantaranya keutjik gampong, tgk imam, tuha pheut dan kepala dusun suka damai diambil dari perubahan sosial masyarakat yang terjadi sebalum dan sesudanya tsunami di gampong Jeumpheuk. Kemudian 4 (empat) ditemukan dari mereka akibat faktor-faktor atas perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Jeumpheuk. Simak beberapa 18 Data gampong Jeumpheuk, tahun 2012 19 Data Arsip gampong Jeumpheuk Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ deretan hasil wawancara mengarah kepada perubahan sosial masyarakat gampong Jeumpheuk, “Melihat dari fenomena yang terjadi,dulu masyarakat Gampong Jeumpheuk lebih erat ikatan yang terjalin, saling bahu-membahu (bersatu) dan bekerja sama dalam membangun sarana-sarana yang ada digampong. Seperti, membangun masjid, meunasah, lapangan bola dan saranan lainnya. Untuk mencapai tujuan bersama, masyarakat Gampong jeumpheuk sering mengadakat mufakat (musyawarah) agar semua masyarakat bisa ikot serta disetiap kegiatang yang dilaksanakan di gampong jeumpheuk.” Tambahnya, “fenomena sekarang, minat masyarakat sudah kurang dalam hal berkerja sama, bermusyawarah dalam membangun dan mensejatrakan Gampong. Padahal itu yang kita lakukan semua untuk kepentingan masyarakat juga dan kepentingan kita juga selaku warga gampong. Ini juga disebabkan oleh ekonomi dan pergaulan.” 20 Dengan dampak perubahan sosial yang terjadi secara individu maupun kelompok dalam masyarakat gampong jeumpheuk, sebagai Keutjik gampong sudah berupaya membina kembali persatukan dan kesadaran masyarakat untuk membangun kerjasama dalam diri masyarakat itu sendiri, baik individu maupun kelompok masyarakat. Sehingga ikatan (silaturrahmi) antar sesama masyarakat selalu terjaga dan harmonis. “Kondisi sekarang (sesudah tsunami), masyarakat Gampong Jeumpheuk sudah jarang melakukankan musyawarah. Pada dasarnya musyawarah itu untuk mencapai tujuan yang sama apa yang ingin buat agar tercapai tanpa pemecahan antara individu-individu. Apalagi dengan bekerja sama (gotong royong) itu sudah kurang, mungkin disebabkan individu- individu tadi. Kondisi dulu (sebelum tsunami). Misalnya, ketika ada acara adat yaitu kendurie blang (sawah) anak muda, orang tua, bersama-sama membantu mempersiapkan acara, artinya ke inginan kerja sama itu masih kuat. Bagi masyarakat aceh musyawarah, kerja sama (gotong 20 Hasil Wawancara dengan bapak Taufik (Keucik /Kepala Desa gampong Jeumpheuk) pada tanggal 09 Juni 2016 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ royong) bukanlah sesuatu yang asing, melainkan watak dan kepribadian mareka.” 21 “Saya melihat dari warga gampong kita sekarang dengan sebelum tsunami sudah banyak berbeda “sebelum tsunami” warga sangat inisiatif melakukan kerja sama. Dengan dilakukan kerja sama juga meringan kan ekonomo masyarakat gampong dalam pembangunan. Seperti dulu pembangunan mesjid kita melakukan dengan gotong royong bersama, saling membantu dan menyumbang. “sesudah tsunami” kita lihat dari pembanguna mesjid sekarang, ketika ingin buat pagar mesjid kita harus menunggu dana dari intansi-intansi terkait baru bisa membangunnya. Karna telah bergantungan dengan dana itu tanpa ada upaya mencari jalan lain.” 22 “Menurut saya keadaannya sudah berbeda dengan keadaan sebelum tsunami, sebelum tsunami warga sangat gemar bekerjasama dan bergotong royong membersihkan sarana-sarana umum digampong. Mareka sering melakukan gotong royong seminggu sekali, paling kuran sebulan sekali pasti ada. Sekarang sesudah tsunami jangankan seminggu sekali sebulan sekalipun jarang ada, jika ingin melaksanakan suatu kegiatan baru bergotong royong dan itu pada saat mengadakan kegiatan tertentu saja. Itupun saya lihat tidak semua masyarakat yang hadir” 23 Dari beberapa hasil wawancara di atas sudah terlihat bahwa masyarakat gampong Jeumpheuk sudah mengalami pergeseran, baik itu disadari maupun tidak. Sehingga pergeseran ini menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat. Dari fenomena masyarakat yang dulu suka bermusyawarah dan berkerja lama, lama-kelamaan sifat kebersamaan itu sudah memudar dan menjadi masyarakat yang individualisme tanpa memperhatikan kepertingan bersama. ## B. Faktor-Faktor Perubahan Sosial Yang Terjadi Dalam Masyarakat Gampong Jeumpheuk Terkait dengan adanya perubahan sosial yang terjadi di lokasi penelitian, dari hasil temuan peneliti di lapangan memperoleh adanya beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan sosial. simak penuturan dari wawancara dengan beberapa informan berikut, 21 Hasil Wawancara Bustami YN (Tuha Pheut gampong Jeumpheuk ) pada tanggal 17 Juni 2016 22 Hasil Wawancara dengan Tgk. Zainon (Tengku Imam gampong Jeumpheuk), pada tanggal 20 Juni 2016 23 Hasil wawncara dengan Iswadi (kepala dusun suka damai gampong Jeumpheuk pada), pada tanggal 22 Juni 2016 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ “Menurut saya melihat dari faktornya, salah satunya adalah ekonomi yang terjadi di Gampong. Setelah terjadinyan musibah tsunami masyarakat sering mendapatkan bantuan dan sumbangan dari instansi terkait (NGO). Tanpa harus bekerja keras, mereka juga akan mendapatkan bantuan dan sumbangan tersebut, juga ada yang memberikan modal usaha sehingga membuat masyarakat berharap. Terkadang menjadi malas melakukan usaha. Apalagi untuk bekerja sama membersihkan atau membangun sarana-sarana dalam gampong. Sehingga menjadi orang-orang yang mengharapkan upah atas setiap pekerjaan-perkerjaan yang dilakukan.” 24 Dari apa yang dituturkan oleh informan menjadi bukti faktor ekonomi berasal dari bantuan pasca bencana dan gempa Tsunami menjadikan selanjutnya perubahan sosial masyarakat kian berorientasi kepada sisi ekonomi atau bisa dikatakan bahwa segala hal akan dikerjakan seseorang di gampong tersebut tatkala diberikan upah (pembayaran). “Kemudian, peneliti menemukan faktor lain, “Menurut saya, apabila kita perhatikan pada anak muda saat ini termasuk anak remaja. Mareka telah menyamakan pergaulan dengan dikota-kota, pergaulan yang bermewah-mewahan dan juga telah mengikuti pergaulan luar, seperti yang sering dilihat di TV, Majalah dan media lainnya. Sebagian anak muda lebih mengutamakan pergaulan dari pada pendidikan, inilah yang saya lihat sekarang.” 25 Singkat kata faktor yang satu ini, peneliti melihat masyarakat semakin terpengaruh atau menular budaya pergaulan yang terlihat melalui media massa, sehingga ke tertular dari seseorang kepada yang lainnya dengan proses pergaulan di masyarakat dalam hal ini masyarakat desa Jeumpheuk. Faktor pergaulan ini bisa dilihat dari apa yang diungkapkan oleh informan, sebagai Ketua Pemuda di desa Jeumpheuk. Apa yang disampaikan, bisa dikatakan faktor pergaulan menjadi pemicu yang mengambil tempat pada perubahan sosial yang terjadi di desa Jeumpheuk. “Saya lebih melihat faktor di bidang pendidikan. Kenapa, karena saya bisa melihat waktu saya kuliah dulu diantara kami tidak ada persaingan dalam bidang pendidikan pada saat kami di telah digampong. Apapun yang telah saya dan kawan-kawan dapatkan, kami akan berbagi digampong dan sama-sama tujuan kami untuk menyatukan masyarakat 24 Hasil Wawancara dengan Idris (Kepala dusun ulee gunong gampong Jeumpheuk), tanggal 23 Juni 2016 25 Wawancara dengan Musliadi. Z (Ketua pemuda gampong jeumpheuk ) pada tanggal 9 Juli 2016 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ dalam membangun gampong. Dengan cara bagaimana kita semua untuk menyatukan masyarakat dan mensejatrakan masyarakat dalam gampong ini. Berbeda dengan kondisi sekarang, mareka hanya bersaing dalam bidang pendidikan namun tidak tau untuk mengembangkan ilmu mereka dan berbagi dengan masyarakat.” 26 Faktor pendidikan juga menjadi faktor mempengaruhi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Jeumpheuk. Dimana terlihat kecendrungan bagi mereka yang telah menuntut ilmu lebih tinggi akan tampak memisahkan diri dengan orang yang pendidikan lebih rendah. Ditambahkan pula oleh Teuku Muntasir, pendidikan, budaya pergaulan dan ekonomi yang kedua menjadi faktor yang disampaikan berpengaruh terhadap perubahan masyarakat desa Jeumpek. Seperti apa yang disampaikannya, “Menurut saya, penyebab perubahan di antaranya ekonomi, karena apapun sarana yang ingin dibangun dalam gampong membutuhkan dana dan pergaulan dan pendidikan. mareka melihat pergaulan yang setara dengan mareka, sama halnya dibidang pendidikan.” 27 Adapun yang menjadi faktor lain yang peneliti temukan dengan perubahan sosial masyrakat di desa Jeumphek, yakni faktor sosial, seperti apa yang disampaikan Azhari yang merupakan masyarakat desa (gampong) Jeumpheuk, “Saya lebih setuju menyebutkan salah satu penyebab kuatnya adalah faktor sosial, karena kurangnya rasa kebersamaan dan saling memiliki dalam masyarakat, disebabkan oleh sikap individu yang mementingkan diri sendiri. Jika watak individu, namun sangat lah susah untuk membangun gampong jeumpheuk.” 28 “Saya melihat faktor utamanya kekemauan dari masyarakatnya kurang, mareka tidak menyadari bagaimana peran selaku warga dalam gampong, dalam melakukan aktifitas bersama disitu kita tidak mengharapkan upah sedikitpun, disitu kita juga meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kita untuk kepentingan bersama. Kepentingan itu adalah untuk membangun dan men sejaterakan gampong. Memelihara, 26 Hasil wawancara dengan Samsinar (Warga gampong Jeumpheuk) pada tanggal 27 2016 28 Hasil wawancara dengan Azhari (warga gampong Jeumpheuk) pada tanggal 19 Agustus 2016 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ menjaga saranan yang telah ada selalu utuh dan bisa dipakai oleh masyarakat kita sendiri khususnya” 29 Dari apa yang sudah peneliti peroleh beberapa informan di atas, bahwa memang benar adanya faktor perubahan soaial dalam masyarakat gampong Jeumpheuk. Di antaranya ekonomi, pendidikan, budaya pergaulan dan moral (kepentingan) menjadi hal yang selama ini terjadi dalam perubahan sosial. ## 5. KESIMPULAN Setelah memperhatikan dengan seksama, dimulai dari latar belakang penelitian sampai dengan laporan hasil pada penelitian ini. Maka ada beberapa poin kesimpulan yang bisa peneliti dapatkan dalam penelitian ini adalah; Pertama , adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan sosial masyarakat desa Jeumpek terdiri dari ekonomi, pendidikan, budaya pergaulan dan kondisi sosial. Kesemua faktor tersebut muncul pasca tsunami. Perubahan menjadi keadaan yang biasa terjadi dalam suatu masyarakat desa maupun kota tidak terkecuali dengan apa yang terjadi di masyarakat Desa Jeumphek Kedua, mengenai sisi positif dan negatif dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat desa Jeumphek. Sisi positif ialah dianggap sebagai pelajaran untuk selanjutnya dipahami sehingga saat merasa tidak erat lagi akan kembali mempererat demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan bersahabat. Sedangkan pada sisi negatif, perubahan sosial menjadi ancaman bagi keadaan masyarakat yang tidak peduli satu sama bahkan apabila perubahan tidak tampak sehat bisa saja akan menyebabkan konflik. 6. DAFTAR KEPUSTAKAAN Buku Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial . Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya Bahrein T. Sugihen. 1996. Sosiologi Pedesaan . Jakarta: RajaGrafindo Persada, Budi Fathony. 2009. Pola Pemukiman Masyarakat Madura di pegunungan Buring . Malang: Cita Intrans Selaras Burhan Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif . Jakarta: Kencana Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial Teori Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana 29 Hasil wawancara dengan Rasmadi (sekdes gampong Jeumpheuk) pada tanggal 28 Agustus 2016 Community: Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN: 2477-5746 ____________________________________ H.A.W. Widjaja . 2008. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta : Bumi Aksara, Hajjah Bainar, Ruslan Abdul Rahman, Muhammad Jafar Anwar. 2006. Ilmu Sosial Budaya Dan Kealaman Dasar . Jakarta : Jenki Satria Hartomo dan Arnicun Aziz. 2008. Ilmu Sosial Dasar . Jakarta, Bumi Aksar Mohammad Nasir. 1985. Metode Penelitian . Jakarta: Ghalia Indonesia Riyadi Soeprapto. 2009. Interaksionisme Simbolik. Malang: Averroes Press Soerjono Soekanto. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali ## Jurnal dan Website Jurnal Siti Muriah. 2011. Model Pengembangan Desa-desa Wilayah Perbatasan Secara Institut , hal. 47-49 Wikipedia, Stratifikasi Sosial .diakses pada tanggal tanggal 20 Juli 2016 http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi sosial,
1bf9c79f-3d5f-447c-91cf-c8a2cc6c90b8
https://jurnal.stkippgritulungagung.ac.id/index.php/jipi/article/download/59/68
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 ## PERSEBARAN LOKASI PRAKTEK BIDAN MELALUI PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING Andi Setiawan 1) , Sri Nining 2) , dan Tri Ginanjar Laksana 3) 1, 2) Rekayasa Perangkat Lunak, STMIK IKMI Cirebon Jl. Raya Perjuangan No. 10B Majasem Kota Cirebon 3) Rekayasa Perangkat Lunak, STMIK IKMI Cirebon Jl. Raya Perjuangan No. 10B Majasem Kota Cirebon e-mail: [email protected] 1) , [email protected] 2) , [email protected] 3) ## ABSTRAK Persebaran praktek bidan delima (pelayanan berkualitas) di Kabupaten Cirebon sulit untuk diketahui keberadaan lokasi tempat praktek karena luasnya wilayah Kabupaten Cirebon.Kemudian, banyaknya ibu hamil yang kurang mendapatkan pertolongan secara cepat (melahirkan tanpa bantuan medis) karena ketidaktahuan lokasi praktek bidan delima (pelayanan berkualitas) terdekat. Dan banyaknya bidan delima (pelayanan berkualitas) yang sudah senior, banyaknya bidan delima, dan bidan yang dalam daftar tunggu pengesahan untuk menjadi bidan delima(calon bidan delima). Penelitian ini menggunakan metode clustering, dimana metode clustering dapat mengelompokkan data, yang digunakan untuk mempermudah pencarian informasi bidan delima (pelayanan berkualitas). Metode clustering memiliki tahapan representasi pola, pemilihan ciri atau sifat, kedekatan pola, pengukuran jarak, data yang diperoleh dari secretariat bidan delima Kab.Cirebon dan tools yang digunakan : PHPmyadmin, notepad++, xampp, Google Map Api, dreamwaver. Sistem informasi ini dapat diharapkan memetakan lokasi praktek bidan delima (pelayanan berkualitas) di kabupaten Cirebon, dapat mengetahui lokasi terdekat bidan delima (pelayanan berkualitas), dapat mengetahui bidan delima yang berkerja sama dengan BPJS untuk melakukan transaksi pembayaran. Kemudian, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam penanganan ibu hamil secara cepat.Dan, diharapkan mengurangi angka kematian ibu dan anak. Kata Kunci : bidan delima, clustering, Google Map Api, phpMyadmin, Sistem Informasi Geografis, ## ABSTRACT Distribution of midwife practice pomegranate (quality of service) in Cirebon is difficult to know where the location of the practice because of the vast area of Cirebon. Then, the number of pregnant women who are less get help quickly (giving birth without medical assistance) because of ignorance location midwife practice pomegranate (quality of service) nearby. And the number of midwives pomegranate (quality of service) has not cooperated with the insurance BPJS to perform payment transactions. This study uses a clustering method, which can segment data clustering method, which is used to facilitate information retrieval midwife pomegranate (quality of service). Clustering methods have representation stage pattern, the selection traits or characteristics, pattern proximity, distance measurement, data obtained from IBI (Indonesian Midwives Association) and the tools used: phpMyAdmin, notepad ++, xampp, GoogleMapApi, Dreamwaver. This system can be expected to map the location of the practice of midwives pomegranate (quality of service) in the district of Cirebon, can find the nearest location midwife pomegranate (quality of service), can find pomegranate midwives who work with BPJS to perform payment transactions. Then, hopefully it can help people in handling pregnant women rapidly. And, is expected to reduce maternal and child mortality. Keywords : clustering, midwife pomegranate, phpMyAdmin, Google Map Fire, Geographic Information Systems ## I. , P ENDAHULUAN eiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan informasi menjadi semakin kompleks dan beragam. Tingginya minat masyarakat akan informasi membuat masyarakat memerlukan akses secara cepat dan mudah untuk memperolehnya. Salah satu perkembangan teknologi yang telah berkembang dengan pesat yaitu teknologi Internet termasuk di dalamnya adalah perkembangan website. perkembangan teknologi ini juga harus dapat membantu dalam bidang kesehatan berupa pemberian suatu informasi kesehatan yang akan menguntungkan masyarakat luas melalui suatu website, salah satu nya yaitu suatu sistem informasi geografis tentang persebaran lokasi praktek bidan delima swasta. Dimana Program bidan delima ini merupakan implementasi dari upaya awal penerapan sistem legislasi dan lisensi yang dimotori oleh IBI (Ikatan Bidan Indonesia) sebagai rangka peningkatan kualitas pelayan sesuai standar pelayanan WHO. Mengingat betapa besar nya peran bidan di masyarakat dalam hal S ## JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 ini diperlukan sebuah informasi berupa peta dari dimunculkan dalam sebuah website yang aktual dan terupdate sehingga masyarakat tau akan langkah kongkrit yang harus dilakukan adalah memberikan pelayanan berkualitas sehingga baik dirinya maupun kliennya dapat terlindungi dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai. Menurut penelitian Nur Rochmah Dyah P.A dan Efawan Retza Arsandyyang berjudul Sistem Informasi Geografis Tempat Praktek Dokter Spesialis Di Provinsi D.I Yogyakarta Berbasis Web Pada Program Studi Teknik Informatika Unversitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, menjelaskan bahwa : ”Sistem Informasi Geografis adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personal yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisa dan memanipulasi semua bentuk informasi yang bereferensi geografi” [1]. Penelitian Siti Nurjanah yang berjudul pengaruh pelayanan bidan delima terhadap kepuasan klien di wilayah kecamatan banyumanik kota semarang Pada program studi DIII Kebidanan fakultas ilmu keperawatan dan kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang, menyatakan bahwa : “Bidan Delima merupakan praktek swasta yang telah terstandarisasi seseuai dengan SPK (Standar Pelayanan Kebidanan) IBI 2002 serta telah terregistrasi sesuai dengan Permenkes No.900/VII/2002, dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas. Dengan pelayanan prima yang diberikan oleh bidan delima diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi klien atau pasien”[2]. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Gilang Yudistira Hilman, bandi sasmito, arwan putra wijaya yang berjudul pemetaan daerah rawan kriminalitas di wilayah hokum poltabes semarang dengan menggunakan metode clustering Pada program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro semarang, menyatakan bahwa : “Clustering adalah metode penganalisisan data yang sering dimasukkan sebagai salah satu metode data mining yang tujuannya adalah untuk mengelompokkanm data dengan karakteristik yang berbeda ke wilayah yang lain atau dengan kata lain untuk mendapatkan kelompok objek yang memiliki niali/karakteristik sama”[3]. Penelitian Hasyrif SY, Rismayani yang berjudul Pemetaan Titik Perumahan Pada Kota Makassar Menggunakan Google Maps Api tahun 2015 Pada program studi Teknik Informatika dan Sistem Informasi di STMIK Dipanegara Makassar, Menyatakan bahwa: “Google Maps Api adalah sebuah layanan (service) yang diberikan oleh google kepada para pengguna untuk memanfaatkan Google Map dalam mengembangkan aplikasi. Google maps Api menyediakan beberapa fitur untuk memanipulasi peta, menambah konten melalui berbagai jenis services yang dimiliki, serta mengijinkan kepada pengguna untuk membangun aplikasi interprise di dalam websitenya”[4]. Berdasarkan hasil Perolehan data dari di IBI, didapatkan data bidan delima, fasilitator, dan calon bidan delima per enam Tahun sekali adalah sebagai berikut: ## Grafik 1 Data bidan delima Berdasarkan grafik 1 tentang data bidan delima menjelaskan bahwa jumlah bidan delima per enam tahun sekali mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 jumlah bidan delima 33 orang, pada tahun 2008 56 orang dan pada tahun 2015 bidan delima 83 orang. Maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bidan delima di kabupaten Cirebon ini pada tahun 2015 bertambah. Hasil tersebut menunjukan bahwa banyaknya persebaran praktek bidan delima di kebupaten sumber sehingga masyarakat kesulitan dalam mengetahui letak praktek bidan delima yang ada di Kabupaten Cirebon. Banyaknya Bidan Delima di Kabupaten Cirebon pada tahun 2016 ini, Maka dari itu diperlukanlah suatu media yang dapat ## JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 memberikan informasi secara detail kepada masyarakat yang memerlukan informasi lokasi praktek bidna delima tersebut.Dengan upaya tersebut, maka dapat dipastikan lokasi praktek bidan delima di seluruh kabupaten Cirebon dapat diketahui oleh masyarakat yang membutuhkannya. Fokus masalah pada penelitian ini adalah membuat aplikasi pemetaan menggunakan sistem geografis dengan metode clustering dalam mendukung pemberian informasi mengenai persebaran lokasi praktek bidan delima di kabupaten Cirebon. Sehingga nanti informasinya dapat membantu masyarakat untuk mengetahui mengenai lokasi praktek bidan delima. ## 1. Teori Persebaran Berdasarkan penelitian yang dilakukan jane anggun yg berjudul Sistem Informasi Geografis Untuk Analisis Pesebaran Pelayanan Kesehatan Di Kota Bengkulu, menyatakan bahwa: “Persebaran terdiri dari Salah satu prinsip dasar yang menjadi menjadi uraian, pengkajian dan pengungkapan gejala, faktor, variabel dan masalah geografi”[5]. ## 2. Teori Bidan Delima Penelitian Siti Nurjanah yang berjudul pengaruh pelayanan bidan delima terhadap kepuasan klien di wilayah kecamatan banyumanik kota semarang Pada program studi DIII Kebidanan fakultas ilmu keperawatan dan kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang, menyatakan bahwa : “bidan delima dalam pelayanan nya dituntut untuk memberikan pelayanan berkualitas sehingga dengan pelayanan prima yang diberikan oleh bidan delima maka diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi klien”[6]. ## 3. Teori Metode Clustering Berdasarkan penelitian yang dilakukan johan Oscar ong yang berjudul Implementasi Algoritma K-means clustering Untuk menetukan Strategi Marketing President University, menyatakan bahwa: “clustering digunakan dalam pengelompokkan data, yang terdiri dari hierarchica l clustering dan non-hierachical clustering maksudnya metode ini diterapkan tanpa adanya latihan (taining) dan tanpa ada guru (teacher) serta tidak memerlukan target output ” [7]. Dengan demikian kesimpulan dari penelitian di atas clustering metode yang dapat mengelompokkan data dengan karakteristik yang sama ke suatu ‘wilayah’ yang sama dan data dengan karakteristik yang berbeda ke ‘wilayah’ yang lain, atau dengan kata lain untuk mendapatkan kelompok objek yang memiliki nilai/karakteristik sama. Berpijak pada konsep teori yang bersumber dari beberapa literatur, terdapat tahapan – tahapan yang harus dilakukan untuk menentukan jumlah cluster, perumusannya sebagai berikut : Rumus pengukuran jarak : Adapun rumus perhitungan jarak lainnya didefinisikan sebagai berikut : Keterangan : d = titik dokumen y = data centroid x = data record a. Implementasi Sistem informasi geografis Tujuan implementasi adalah untuk menerapkan perancangan yang telah dilakukan terhadap sistem sehingga pengguna dapat memberi masukan demi berkembangnya sistem yang telah dibangun sebagai simulasi dari Metode ## JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 clustering. Tampilan antarmuka merupakan gambaran untuk memaparkan gambaran secara visual dari sistem. Adapun bentuk tampilan pada sistem ini adalah sebagai berikut : Di kepengurusan IBI ini khususnya program bidan delima juga terdapat suatu kegiatan sasaran atau rekruitmen bidan-bidan yang nantinya akan menjadi bidan delima yang juga dimonitoring oleh bidan delima fasilitator. Kemudian dapat disimpulkan bahwa bidan delima ini ada beberapa kriteria atau kategori sehingga dapat dibuatkan pengelompokkan atau klasterisasi pada program SIG yang akan dibuat, sebagai berikut pengklasteran nya: Tabel 1 pembagian kelas kluster No Bagian kelas cluster Pengelompokkan / cluster 1 Cluster 1 Bidan delima fasilitator 2 Cluster 2 Bidan delima 3 Cluster 3 Calon bidan delima Berdasarkan tabel 1. Menjelaskan atribut klaster bagian (kelas) menunjukan cluster yang terbentuk dari setiap bidang, kemudan atribut pengelompokan (cluster) berdasarkan objek dari tiap bidan yang bertugas. ## a. Halaman Awal Aplikasi ## Gambar 1 Halaman Awal Aplikasi Berdasarkan gambar 1. Menjelaskan sebagai menu awal aplikasi system informasi geografis, memberikan informasi pemetaan bidan delima yang tersebut di kabupaten Cirebon, dimana mapping tersebut, akan menempatkan lokasi – lokasi yang sesuai dengan tempat bidan di kabupaten Cirebon ## JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 ## b. Halaman login admin ## Gambar 2 Halaman login admin Berdasarkan gambar 2. Menjelaskan sebagai menu login bagi administrator untuk mengelola aplikasi system informasi geografis, dimana memiliki hak akses penuh dalam mengelola system informasi geografis. ## c. Halaman tambah lokasi ## Gambar 3 Halaman Tabel Tambah lokasi Berdasarkan gambar 3. Menjelaskan sebagai menu tambah lokasi bidan yang akan ditambahkan di mapping system informasi geografis ini, kemudian diberikan informasi – infomasi yang akan diberikan di mapping jika sudah ditemukan. ## JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 ## d. Halaman clustering ## Gambar 4 Halaman clustering Berdasarkan gambar 4. Menjelaskan pengelompokan yang terbentuk berdasarkan hasil pemetaan berdasarkan kateori (clustering), diperoleh nama kategori, bidan yang berdinas, alamat bidan, drajat posisi longitude dan untuk melihat maping maka diberikan tombol aksi. ## KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan selama pengembangan sistem informasi geografis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: Mengetahui penyebaran lokasi bidan delimameliputi letak, nama, email, alamat, dan kategori bidan delima sehingga mempermudah masyarakat dalam menetukan pencarian lokasi praktek bidan delima. Aplikasi sistem informasi geografis dengan metode clustering ini dirancang dengan berbasis web. Sehingga masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah. Aplikasi yang dikembangakan merupakan aplikasi single user dan tidak dapat di ubah oleh user (user hanya dapat berinteraksi dengan objek yang telah dibuat). Sistem informasi geografis pemetaan lokasi bidan ini tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, untuk kebaikan pengembangan sistem selanjutnya, maka penulis menyarankan beberapa hal diantaranya : Perlu adanya fitur tambahan berupa jarak terdekat pencarian lokasi sesuai titik tepat pasien bisa menggunakan metode k-means. Perlu adanya perbaikan pada desain tampilan sistem agar lebih menarik dan mudah dimengerti. Perlu adanya pengecekan dan perbaikan sistem dari sisi keamanan ( security ). Adanya suatu dukungan sarana/peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan proses pembuatan GIS (misalnya: meja digitasi, GPS, dll) akan membantu menghasilkan GIS yang lebih akurat. ## UCAPAN TERIMAKASIH Dihaturkan banyak terimakasih, kepada keluarga dan sahabat, teman dosen dan para mahasiswa dalam penulisan karya ilmiah ini, mudah – mudahan karya ilmiah ini dapat dipergunakan bagi para peneliti selanjutnya ## JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika) Volume 2, Nomor 1, Mei 2017: 1 – 7 ## D AFTAR P USTAKA [1] N. R. D. P. A and E. R. Arsandy, “Sistem Informasi Geografis Tempat Praktek Dokter Spesialis Di Provinsi D . I . Yogyakarta Berbasis Web,” vol. 10, no. 1, 2015. [2] S. Nurjanah, “Pengaruh Pelayanan Bidan Delima Terhadap Kepuasan Klien Di Wilayah Kecamatan Banyumanik Kota Semarang,” Pros. Semin. Nas., vol. 87, 2012. [3] G. Yudistira hilman, D. sasmito, Bandi, and A. Putra wijaya, “pemetaan daerah rawan kriminalitas di wilayah hokum poltabes semarang tahun 2013 dengan menggunakan clustering,” vol. 3, pp. 141–154, 2014. [4] H. SY and Rismayani, “PEMETAAN TITIK PERUMAHAN PADA KOTA MAKASSAR,” pp. 6–8, 2015. [5] N. M. D. Kurniasari, P. A. swandewi Astuti, and H. Mulyawan, “Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Memetakan Distribusi Sasaran Pemantauan Kesehatan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan,” vol. 1, no. 1, pp. 18–27, 2011. [6] D. R. Tobergte and S. Curtis, “No Title No Title,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2013. [7] F. Jannatin Aliyah, “Sistem Informasi Geografis Berbasis Web Mengenai Penyebaran Fasilitas Pendidikan, Perumahan, Dan Rumah Sakit Di Kota Bekasi,” 2012.
c416d606-ab6f-4b10-a25b-0adce050e3e5
https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib/article/download/7098/3752
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 ## Prediksi Banjir Berdasarkan Indeks Curah Hujan Menggunakan Deep Neural Network (DNN) Safira Alya Fafaza, Muhammad Syaifur Rohman * , Ricardus Anggi Pramunendar, Nurul Anisa Sri Winarsih, Galuh Wilujeng Saraswati, Filmada Ocky Saputra, Danny Oka Ratmana, Guruh Fajar Shidik Fakultas Ilmu Komputer, Program Studi Teknik Informatika, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, Indonesia Email: 1 [email protected], 2,* [email protected], 3 [email protected], 4 [email protected], 5 [email protected], 6 [email protected], 7 [email protected], 8 [email protected] Email Penulis Korespondensi: [email protected] Abstrak− Banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi dan merupakan salah satu bencana alam yang paling merusak karena mempunyai dampak ekonomi dan sosial yang besar. Prediksi banjir yang tepat sangat penting untuk mengelola risiko dan mengatur perencanaan tanggap darurat secara efektf. Penelitian ini menggunakan Deep Neural Network (DNN) untuk membangun model prakiraan banjir yang mengandalkan indikator indeks curah hujan, selain itu untuk menangkap pola rumit dan selalu berubah yang diperoleh dari data indeks curah hujan. Dengan menggunakan informasi historis dari kejadian bencana banjir di Kerala, India, analisis dilakukan untuk menilai dampak dari berbagai faktor, khususnya dalam learning rate dan jenis optimizer, terhadap performa model. Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis optimizer merupakan faktor penting dalam menentukan efektivitas model yang ditunjukkan dalam statistik ANOVA dengan nilai P-value sebesar 0.008493, yang jauh lebih rendah dari ambang batas umum yaitu 0,05. Hal ini dikarenakan jenis optimizer dapat sangat meningkatkan akurasi prediksi. Dengan jenis optimizer Adam pada kisaran learning rate antara 0,1 hingga 0,4 menunjukkan tingkat akurasi mencapai 100%. Namun, pemilihan learning rate tampaknya tidak memiliki dampak yang signifikan, yang menunjukkan bahwa penekanan utama pada penyesuaian parameter harus ditentukan secara akurat. Maka dari itu, dengan telah dilakukannya penyesuaian parameter yang tepat dan validasi yang menyeluruh, sampai menemukan konfigurasi optimal yang dapat meningkatkan akurasi dalam prediksi bencana banjir berdasarkan indeks curah hujan, dapat disimpulkan bahwa model DNN memiliki potensi untuk menjadi alat yang dapat membantu dalam perencanaan dan manajemen risiko banjir. Kata Kunci: Klasifikasi; Deep Learning; Deep Neural Network; Indeks Curah Hujan; Prediksi Banjir Abstract− Floods are natural disasters that often occur and are among the most destructive because they have significant economic and social impacts. Accurate flood predictions are essential to manage risk and organize emergency response planning effectively. This research uses Deep Neural Network (DNN) to build a flood forecasting model that relies on rainfall index indicators and captures complex and ever-changing patterns obtained from rainfall index data. Using historical information from flood disaster events in Kerala, India, an analysis was conducted to assess the impact of various factors, particularly in learning rate and optimizer type, on model performance. The experimental results show that the type of optimizer is a crucial factor in determining the model's effectiveness, as shown in the ANOVA statistics with a P-value of 0.008493, much lower than the general threshold of 0.05. This is because this type of optimizer can significantly improve prediction accuracy. With the Adam optimizer type, the learning rate range is between 0.1 and 0.4, showing an accuracy level of up to 100%. However, the choice of learning rate does not significantly impact, indicating that the main emphasis on parameter adjustment should be determined accurately. Therefore, by carrying out appropriate parameter adjustments and thorough validation to find the optimal configuration that can increase accuracy in predicting flood disasters based on rainfall indices, the DNN model has the potential to become a tool that can assist in flood risk planning and management. Keywords : Classification; Deep Learning; Deep Neural Network; Rainfall Index; Flood Prediction ## 1. PENDAHULUAN Banjir merupakan salah satu bencana alam yang paling merusak, dalam arti menimbulkan kerusakan yang meluas pada kehidupan manusia seperti pada infrastruktur, sektor pertanian, serta pada sistem sosial dan ekonomi [1]. Seperti yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 01 Januari sampai 03 Oktober 2023, terdapat 839 kejadian banjir dari total 3.056 kejadian bencana alam yang terjadi. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kejadian banjir di Indonesia telah menyebabkan 10 orang hilang, 204 orang meninggal dunia, 5.555 orang luka-luka, 5,35 juta orang menderita dan mengungsi serta kerusakan yang terjadi pada 25.116 rumah dan 714 fasilitas umum [2]. Akibat dari terjadinya banjir yang sering melanda Indonesia pada tahun 2023, ekonomi penduduk yang terkena dampaknya mengalami kemunduran selama periode tertentu dan diperlukan waktu yang cukup lama bagi mereka untuk dapat kembali menjalankan pekerjaan sehari-hari mereka. Banjir yang terjadi pada suatu daerah disebabkan oleh berbagai faktor yang berkontribusi dominan, antara lain karena intensitas curah hujan, infiltrasi air sungai, dan bangunan pengendali banjir [3]. Aktivitas manusia seperti perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman dan pertanian juga berkontribusi dalam terjadinya banjir [4]. Selain itu ekstremnya kondisi iklim dan perubahan pola cuaca yang disebabkan karena pemanasan global, yang secara signifikan berkontribusi pada peningkatan frekuensi dan intensitas bencana banjir [5]. Memahami faktor-faktor penyebab banjir yang ada, diperlukan adanya kewaspadaan terhadap kejadian banjir yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Karena bencana alam terbukti sangat berdampak pada keselamatan hidup masyarakat dan pembangunan pada suatu daerah [6]. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan prediksi dan analisis dengan menggunakan data seperti indeks curah hujan yang berisi kumpulan data dari kejadian-kejadian banjir sebelumnya. Curah hujan merupakan suatu peristiwa yang acak dan penyebab terjadinya sangat kompleks [7]. Dengan melakukan prediksi banjir melalui data indeks curah hujan dari kejadian banjir sebelumnya, dapat membantu dalam melakukan penilaian bahaya dari suatu kejadian bencana yang akan terjadi, persiapan dan respons yang lebih baik dalam manajemen bencana. Prediksi yang akurat dapat menyelamatkan nyawa, mengurangi kerusakan infrastruktur, dan meningkatkan alokasi sumber daya, pengiriman, dan evakuasi korban yang terdampak serta meminimalkan kerugian dalam bidang sosial dan ekonomi [8]. Terdapat beberapa penelitian yang telah membahas mengenai klasifikasi atau prediksi hujan dengan menggunakan data indeks curah hujan, baik menggunakan metode Machine Learning (ML) [8]–[10] dan Deep Learning (DL) [5], [7]. Dalam proses klasifikasi atau prediksi dengan menggunakan metode Machine Learning (ML) terdapat beberapa metode yang sering digunakan, seperti Naïve Bayes, K-Nearest Neighbors (KNN), Logistic Regression, Decision Tree, Random Forest, dan Ensemble Learning. Penelitian [9] yang menggunakan Naïve Bayes untuk melakukan klasifikasi bencana banjir dengan RapidMiner dan library Gaussian Naïve Bayes dari Scikit-Learn. Dari pengujian pada penelitian tersebut yang menggunakan library dari Scikit-Learn, Naïve Bayes mampu memberikan akurasi sebesar 79,16%. Sedangkan pengujian menggunakan RapidMiner sebagai pembanding, ternyata hasil akurasi dari RapidMiner cukup jauh yaitu sebesar 98,31%. Dari perbedaan yang cukup signifikan itu, peneliti menjadi sulit menyimpulkan apakah Naïve Bayes efektif untuk digunakan pada klasifikasi atau prediksi untuk dataset banjir. Proses splitting dataset yang berbeda antara Python dan RapidMiner juga dapat mempengaruhi akurasi yang diperoleh. Selanjutnya, pada penelitian [10] yang juga melakukan klasifikasi atau prediksi banjir dengan menggunakan dataset yang sama seperti penelitian [9] yaitu dataset dari Kaggle dengan judul “Monthly Rainfall Index and Flood Probability”. Pada penelitian tersebut didapatkan akurasi sebesar 86,08% dengan menggunakan Logistic Regression, namun disampaikan bahwa sistem prediksi dengan menggunakan Logistic Regression ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan perbaikan sistem. Selain itu, juga ada penelitian tentang prediksi hujan yang dilakukan [8] dengan menggunakan dataset yang berisi beberapa atribut terkait hujan seperti, cuaca, suhu, tekanan atmosfer, kelembaban, dan lain-lain di kota Lahore, Pakistan. Penelitian tersebut juga membandingkan teknik data mining seperti Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes, KNN, Decision Tree, dan Multilayer Perceptron. Dihasilkan bahwa penggunaan teknik klasifikasi bekerja dengan baik pada kelas no- rain, sedangkan pada kelas rain tekniknya tidak bekerja dengan baik. Terdapat beberapa alasan dibalik rendahnya akurasi pada kelas rain seperti, terdapat nilai yang hilang, tidak adanya atribut penting mengenai iklim pada dataset, dan kebanyakan karena tingkat curah hujan yang lebih rendah serta disarankan agar penelitian lanjutan dilakukan dengan menggunakan atribut iklim yang berbeda dalam data cuaca untuk mendapatkan hasil prediksi yang lebih akurat. Penelitian [7] juga melakukan prediksi hujan namun dengan menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu menggunakan metode DL, dengan Intensified LSTM (ILSTM) berbasis Recurrent Neural Network dan dibandingkan dengan metode lain, seperti Holt-Winters, ARIMA, ELM, RNN, dan LSTM. Didapatkan hasil akurasi dari ILSTM sebesar 88%, walaupun jika dibandingkan dengan metode lain peningkatan akurasinya hanya sedikit seperti pada metode LSTM sebesar 87,01%, RNN dengan SILU sebesar 86,91%, RNN dengan RELU sebesar 86,44%, ELM sebesar 63,5%, ARIMA sebesar 81,15%, dan Holt-Winters sebesar 77,55%. Penelitian menggunakan DL untuk prediksi hujan yang berfokus pada suhu dan curah hujan dilakukan oleh [5] dengan metode Deep Neural Network (DNN) dan dibandingkan dengan metode ML seperti SVM, KNN dan Naïve Bayes. Hasil dari beberapa algoritma berbeda memperlihatkan bahwa DNN memberikan kinerja akurasi tertinggi yaitu sebesar 91,18%. Sedangkan metode SVM, KNN, dan Naïve Bayes didapatkan akurasi masing-masing 85,57%, 85,73%, dan 87,01%. Namun, terdapat keterbatasan dalam penelitian tersebut yaitu karena menggunakan dataset dari tahun yang sudah cukup lama yaitu 1990 hingga 2002 yang tidak mencakup data terbaru serta tidak adanya pertimbangan terhadap ketidakseimbangan distribusi dalam penelitian. Selain itu, ada juga penelitian [11] yang melakukan perbandingan ML dengan menggunakan KNN, Naïve Bayes, Decision Tree, Random Forest, SVM dan DL dengan menggunakan DNN untuk memprediksi dampak dari arus lalu lintas dan cuaca secara real-time sebagai parameter terjadinya kecelakaan. Dihasilkan bahwa metode DL dengan algoritma DNN didapatkan akurasi sebesar 68.95%, sedangkan algoritma ML lainnya, seperti KNN, Naïve Bayes, Decision Tree, Random Forest, SVM, Logistic Regression Biner didapatkan akurasi dengan masing-masing sebesar 62,56%, 72,15%, 72,15%, 62,56%, 67,12%, 62,10%, 57,99%, dan 68,95%. Namun, disampaikan juga bahwa dalam penelitian tersebut terdapat masalah dalam penyetelan parameter untuk metode DL yang digunakan, sehingga mungkin dapat mempengaruhi transferabilitas dan efektivitas algoritma pada kumpulan data yang berbeda. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan diatas, ternyata masih terdapat kesulitan untuk menentukan algoritma mana yang lebih tepat khususnya untuk digunakan pada prediksi hujan terutama yang berfokus pada indeks curah hujan, seperti pada penelitian [9], [10]. Walaupun berbagai metode pada penelitian sebelumnya telah dieksplorasi dan diuji, terdapat ketidakpastian mengenai pendekatan atau metode mana yang terbaik. Sehingga terdapat tantangan dalam menentukan metode yang paling efektif. Penentuan metode yang tepat tidak hanya berguna untuk meningkatkan akurasi prediksi hujan tetapi juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan manajemen bencana. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam proses mengidentifikasi dan memvalidasi metode dan model yang paling efisien dan akurat ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 untuk prediksi hujan yang berfokus pada data indeks curah hujan setiap bulannya dengan menggunakan metode DL yaitu algoritma DNN. Hal ini dilakukan melalui penerapan dan penyesuaian parameter dari algoritma DNN. Melalui penyesuaian ini, diharapkan juga dapat menemukan konfigurasi optimal yang meningkatkan efisiensi dan akurasi prediksi untuk bencana banjir dalam algoritma DNN berdasarkan data indeks curah hujan. Penelitian ini terbagi menjadi 4 bagian utama yang mencakup berbagai aspek penting. Bagian 1 adalah pendahuluan, menetapkan latar belakang penelitian, merumuskan masalah, dan menyajikan tujuan penelitian. Bagian 2 metodologi penelitian yang berisi penjelasan secara rinci mengenai kerangka kerja, detail metode yang akan digunakan dan proses persiapan sebelum melakukan eksperimen. Bagian 3 hasil dan pembahasan yang memaparkan temuan, interpretasi penelitian, dan memberikan bukti untuk mendukung teori penelitian serta memberikan pemahaman mendalam tentang topik yang sedang diteliti. Terakhir, bagian 4 kesimpulan, merangkum temuan penelitian dan merefleksikan dampak dan kontribusi terhadap penelitian serta menutup penelitian ini. ## 2. METODOLOGI PENELITIAN ## 2.1. Tahapan Penelitian Berikut merupakan tahapan penelitian. ## Gambar 1. Tahapan Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan tahapan penelitian dalam pembangunan prediksi menggunakan algoritma DNN, seperti pada gambar 1. Tahap pertama Pengumpulan Data dengan mengumpulkan dataset sekunder yang relevan. Selanjutnya, pada tahap Analisis Data Eksploratif, data dianalisis untuk memahami tren dan pola yang ada. Setelah analisis awal, dilakukan Data Pre-processing di mana data dibersihkan dan diubah untuk mempersiapkan pelatihan model. Langkah berikutnya adalah melakukan pemrosesan data yang digunakan untuk melatih algoritma dengan klasifikasi data DL menggunakan algoritma DNN. Terakhir, melakukan Evaluasi Performa Algoritma untuk menilai seberapa baik model DNN dapat memprediksi hasil yang diinginkan berdasarkan matrik yang telah ditentukan. ## 2.2. Pengumpulan Data Penelitian ini memanfaatkan dataset “Monthly Rainfall Index and Flood Probability” yang tersedia di Kaggle melalui tautan https://www.kaggle.com/datasets/mukulthakur177/kerela-flood. Dataset ini berisikan catatan indeks curah hujan bulanan di Kerala, India, dari tahun 1900-2018. Tujuan penggunaan dataset ini adalah untuk melatih sebuah algoritma klasifikasi biner yang dapat memprediksi kemungkinan bencana banjir. Dengan memanfaatkan dataset ini dan melalui pendekatan analisis data yang mendalam, diharapkan dapat menggali pola- pola signifikan yang mungkin tidak tampak secara langsung sehingga dapat mengungkap korelasi antara intensitas curah hujan dan frekuensi banjir. ## 2.3. Analisis Data Eksploratif Analisis Data Eksploratif atau Exploratory Data Analysis (EDA) adalah suatu proses investigasi awal yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola, menemukan anomali, menguji hipotesis, dan meninjau asumsi yang akhirnya dapat mengungkap wawasan yang menarik dari data. Melakukan EDA sebelum membuat model pembelajaran memiliki beberapa manfaat, seperti mengidentifikasi pola dan tren yang mungkin tidak terlihat hanya berbentuk data biasa dan mengungkap hubungan dan struktur dari kumpulan data [12]. Selain itu, EDA juga membantu menghasilkan pengelompokan dan visualisasi data berkualitas tinggi untuk kumpulan data yang mengarah pada peningkatan efisiensi komputasi dan kualitas solusi [13]. Secara keseluruhan EDA merupakan langkah penting dalam ilmu data dan proses pembelajaran yang memberikan wawasan dan karakteristik utama. ## 2.3. Data Pre-processing Data Pre-processing dalam ML dan DL adalah proses mengubah data menjadi format yang lebih mudah dan efektif diproses dalam penambangan data, pembelajaran mesin, dan tugas mengenai data science lainnya. Dalam pra- ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 pemrosesan data terdiri dari tiga fase utama yaitu Data Cleaning, Data Transformation, dan Data Reduction [14]. Pada tahap Data Pre-processing dalam penelitian ini, diterapkan metode Data Cleaning dan Data Transformation untuk meningkatkan kualitas data sebelum melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan DL. Kedua langkah ini sangat penting untuk memastikan kualitas data, yang pada akhirnya akan mendukung keakuratan hasil dari algoritma klasifikasi yang akan digunakan. Proses ini juga bertujuan untuk mengoptimalkan dataset, sehingga memungkinkan ekstraksi wawasan yang lebih mendalam dan membuat basis data menjadi lebih tergambarkan untuk peristiwa atau kejadian yang sedang diteliti. ## 2.4. Klasifikasi dengan Deep Learning Deep Learning (DL) adalah subbidang dari ML di mana algoritmanya terinspirasi dari struktur dan fungsi otak manusia, yang biasanya dikenal sebagai jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf dalam DL mampu mempelajari fitur dan tugas secara langsung dari data mentah, dan menghilangkan kebutuhan untuk ekstraksi fitur manual, yang menjadi perbedaan dengan ML tradisional. DL menggunakan teknik yang memungkinkan komputer untuk memproses dan memahami tugas-tugas perseptual yang kompleks dengan menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi. Istilah ”deep” dalam DL merujuk pada serangkaian banyak lapisan yang dilewati oleh data, di mana informasi diubah secara bertahap [15]. Metode ini menggunakan neuron yang merupakan unit dasar dari perhitungan untuk menerima dan memproses berbagai sinyal masukan. Singkatnya, DL secara inheren adalah metode pembelajaran dengan berbagai level representasi, di mana setiap level mewakili konsep yang lebih abstrak dari data. Metode ini kemudian memperoleh tingkatan representasi yang lebih mendalam dan signifikan secara bertahap, yang kemudian diaplikasikan dalam sistem deteksi, prediksi atau klasifikasi [16]. Dalam DL, lapisan representasi dikenal sebagai Neural Network (NN), yang dirancang dengan struktur berlapis-lapis di mana setiap lapisan diletakkan di atas lapisan lain [17]. DL telah banyak digunakan diberbagai bidang seperti kedokteran [18], otomotif [19], keuangan [20], dan lain-lain. Keberhasilan DL dalam menghasilkan representasi data yang abstrak menjadikannya sebuah alat yang vital, yang mampu memecahkan masalah-masalah yang memerlukan pemahaman mendalam tentang data yang kompleks. Terdapat jenis arsitektur atau model spesifik dalam metode DL yaitu Recurrent Neural Network (RNN) dan DNN. ## 2.5. Deep Neural Network (DNN) Deep Neural Network (DNN) adalah bentuk spesifik dari metode DL yang terdiri dari jaringan syaraf tiruan dengan berbagai lapisan tersembunyi di antara input dan outputnya. Tujuan dari lapisan tersembunyi pada DNN adalah untuk menangkap dan mewakili hubungan input-output yang kompleks, sehingga memungkinkan jaringan untuk mempelajari dan membuat prediksi berdasarkan representasi ini [21]. Setiap lapisan terhubung melalui node di mana setiap lapisan tersembunyi memberikan hasil prediksi berdasarkan prediksi dari lapisan sebelumnya [22]. Strukturnya yang kompleks dan bersarang memungkinkan penggunaan neuron canggih, yang seringkali melibatkan operasi tingkat lanjut atau fungsi aktivasi yang lebih kompleks dibandingkan fungsi aktivasi standar [23]. DNN dirancang untuk otomatis mengekstrak fitur penting dari data yang mentah, kompleks, dan abstrak serta meminimalisir kebutuhan rekayasa fitur manual. Dengan kemampuannya mengidentifikasi pola kompleks dan abstrak melalui pemrosesan berlapis. DNN juga efektif untuk berbagai aplikasi termasuk klasifikasi atau prediksi dan regresi yang memungkinkan komputer untuk belajar dan menafsirkan data dengan cara yang lebih mendalam dan intuitif. Dapat dilihat pada gambar 2 yang merupakan representasi proses dari DNN. Ini menunjukkan tiga lapisan utama: a. Input Layer: Lapisan ini menerima input dari data eksternal. b. Hidden Layers: Satu atau lebih lapisan tersembunyi, masing-masing terdiri dari neuron yang terhubung dengan lapisan sebelum dan sesudahnya, karena DNN adalah jaringan syaraf dengan setidaknya satu lapisan tersembunyi [20]. Neuron-neuron ini memproses input dengan bobot dan bias melalui fungsi aktivasi. c. Output Layer: Lapisan ini menghasilkan output akhir dari jaringan, yang bisa berupa prediksi kelas dalam klasifikasi, nilai dalam regresi, atau jenis data lain tergantung pada tugas yang dilakukan. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 Evaluasi model dalam ML dan DL merupakan tahap krusial yang menentukan seberapa efektif model dalam menangani data yang belum pernah dilihat sebelumnya. Proses evaluasi model pada penelitian ini menggunakan beberapa matrik evaluasi dan uji statistik, seperti ANOVA, untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang kinerja model. Matrik evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah accuracy dan losses. Matrik- matrik ini memberikan informasi tentang berbagai aspek mengenai kinerja model, seperti keakuratan dalam klasifikasi atau prediksi dan besarnya kesalahan dalam prediksi. Selain itu, uji statistik dengan menggunakan ANOVA digunakan untuk mengevaluasi signifikansi perbedaan dalam kinerja antara konfigurasi model. Dengan demikian, kombinasi antara matrik evaluasi dan uji statistik dengan ANOVA memberikan wawasan yang menyeluruh tentang efektivitas model dalam menjalankan tugas prediksi atau klasifikasi yang diberikan. ## 2.6.1. Matrik Evaluasi Tabel 1. Confusion Matrix Prediksi 0 1 Aktual 0 True Negative False Positive 1 False Negative True Positive Untuk mengukur kemampuan dan validasi model prediksi yang diusulkan, matrik evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah accuracy dan losses dengan menggunakan Cross-Entropy Loss. Perhitungan dilakukan dengan membuat Confusion Matrix yaitu teknik untuk mengulangi efisiensi algoritma yang direpresentasikan sebagai TN, TP, FN, dan FP seperti pada tabel 1 [5]. Di mana, pada TN (True Negative) model memprediksi data ada di kelas Negatif dan yang sebenarnya data memang ada di kelas Negatif, sebaliknya pada True Positive (TP) model memprediksi data ada di kelas Positif dan yang sebenarnya data memang ada di kelas Positif. Selanjutnya pada FN (False Negative) model memprediksi data ada di kelas Negatif namun yang sebenarnya data ada di kelas Positif, sedangkan pada FP (False Positive) model memprediksi data ada di kelas Positif namun yang sebenarnya data ada di kelas Negatif. Accuracy adalah matrik yang mengukur proporsi prediksi yang tepat yang dilakukan oleh model dibandingkan dengan label sebenarnya, di mana rumusnya adalah: Accuracy = TP+TN TP+FP+FN+TN (1) Losses adalah ukuran kesalahan yang dibuat oleh model dalam memprediksi hasil. Ada berbagai jenis loss function, namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross-Entropy Level yang sering digunakan untuk tugas-tugas klasifikasi dalam DL. Dengan rumusnya sebagai berikut: Cross − Entropy Loss = −Σ i=1 n y i log( ŷ i ) + (1 − y i ) log(1 − ŷ i ) (2) di mana: yi = label sebenarnya (0 atau 1) ŷ i = probabilitas yang diprediksi oleh model bahwa sampel i berlabel 1 ## 2.6.2. Uji Statistik ANOVA (Analysis of Variance) adalah teknik uji statistik yang digunakan untuk membandingkan dua atau lebih kelompok untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan antara kelompok tersebut, yang biasanya digunakan dalam eksperimen dan penelitian untuk menilai pengaruh variabel independen pada variabel terikat. Teknik ini telah diaplikasikan dalam berbagai konteks untuk mengeksplorasi bagaimana ML, termasuk jaringan syaraf dua lapis dan nonlinier berkinerja dalam hal generalisasi [24]. Dalam konteks pengujian model, ANOVA telah digunakan untuk menganalisis variabilitas dalam kesalahan prediksi, menyelidiki dampak dari faktor-faktor seperti inisialisasi model, gangguan pada label, dan kualitas data pelatihan [25]. Komponen utama dari ANOVA adalah sebagai berikut: a. Sum of Squares (SS), mengukur total variasi dalam data, dengan rumus: SST = ∑(Y ij − Y ̅ ) 2 (3) SSB = ∑ n j ( Y ̅ j − Y ̅) 2 (4) SSW = ∑ ∑(Y ij − Y ̅ j ) 2 (5) Di mana SST adalah Sum of Squares Total, SSB adalah Sum of Squares Between, dan SSW adalah Sum of Squares Within. Dengan Y ij merepresentasikan nilai individual dalam data, Y ̅ adalah rata-rata keseluruhan dari semua nilai, sedangkan Y ̅ j = rata-rata setiap kelompok. Terakhir, n j menunjukkan jumlah sampel dalam kelompok ke-j. b. Degrees of Freedom (df), jumlah nilai dalam perhitungan yang bebas untuk bervariasi, dengan rumus: df total = N – 1 (6) ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 df between = k – 1 (7) df between = N – k (8) Di mana, variabel k merujuk pada jumlah kelompok yang terlibat dalam analisis, sedangkan N merepresentasikan jumlah total sampel dalam keseluruhan dataset. c. Mean Square (MS), rata-rata dari SS, dihitung dengan membagi SS dengan df yang sesuai, dengan rumus: MS between = SSB df between (9) MS within = SSW df within (10) d. P-value, menunjukkan signifikansi statistik dari hasil yang diperoleh. Nilai P yang rendah (biasanya di bawah 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan antara kelompok adalah signifikan secara statistik. e. F-statistik, rasio variabilitas antara kelompok terhadap variabilitas di dalam kelompok, dengan rumus: F = MS between MS within (11) f. F-crit (nilai F kritis), nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan signifikansi statistik perbedaan antar kelompok. Jika nilai F lebih besar dari nilai F-crit dari distribusi F pada tingkat signifikansi tertentu (biasanya 0,05), maka perbedaan antara kelompok dianggap signifikan secara statistik. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Dataset Tabel 2. Penjelasan Atribut dalam Dataset Monthly Rainfall Index and Flood Probability No Atribut Tipe Data Deskripsi 1. SUBDIVISION object Lokasi yang diukur pada dataset ini, yaitu wilayah Kerala, India 2. YEAR int64 Tahun pengukuran, dalam dataset ini yaitu dari tahun 1900-2018 3. JAN float64 Curah hujan bulan Januari yang diukur dalam milimeter 4. FEB float64 Curah hujan bulan Februari yang diukur dalam milimeter 5. MAR float64 Curah hujan bulan Maret yang diukur dalam milimeter 6. APR float64 Curah hujan bulan April yang diukur dalam milimeter 7. MAY float64 Curah hujan bulan Mei yang diukur dalam milimeter 8. JUN float64 Curah hujan bulan Juni yang diukur dalam milimeter 9. JUL float64 Curah hujan bulan Juli yang diukur dalam milimeter 10. AUG float64 Curah hujan bulan Agustus yang diukur dalam milimeter 11. SEP float64 Curah hujan bulan September yang diukur dalam milimeter 12. OCT float64 Curah hujan bulan Oktober yang diukur dalam milimeter 13. NOV float64 Curah hujan bulan November yang diukur dalam milimeter 14. DEC float64 Curah hujan bulan Desember yang diukur dalam milimeter 15, ANNUAL RAINFALL float64 Jumlah dari curah hujan bulanan dari Januari hingga Desember dalam milimeter 16. FLOODS object Menandakan apakah akan terjadi banjir atau tidak dalam tahun yang bersangkutan, dengan nilai “YES” untuk tahun yang akan mengalami banjir dan “NO” untuk tahun yang tidak mengalami banjir Dataset “Monthly Rainfall Index and Flood Probability” yang diteliti merupakan kumpulan data yang mencakup pengukuran curah hujan bulanan di wilayah Kerala, India, selama periode lebih dari satu abad. Data ini digunakan dengan tujuan untuk menilai dan menganalisis tren curah hujan serta hubungannya dengan kejadian banjir menggunakan metode DL dengan algoritma DNN. Variabel target dalam dataset ini adalah “FLOODS” yang menentukan kemungkinan terjadinya banjir sebagai “Ya” atau “Tidak”. Dataset ini memiliki 16 atribut dan 118 record yang berisikan bagian dari suatu negara, bulan, dan lain-lain seperti yang dijelaskan pada tabel 2. ## 3.2. Data Analisis Eksploratif Sebelum melakukan analisis yang mendalam, dilakukan Data Analisis Eksploratif untuk mendapatkan pemahaman awal yang lebih baik mengenai dataset indeks curah hujan. Dilakukan serangkaian Data Analisis Eksploratif untuk memahami distribusi, tren, dan pola dalam dataset serta memeriksa hubungan antar variabel dan menyiapkan data analisis lebih lanjut [12]. Proses ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa data yang digunakan dalam ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 penelitian ini telah dipahami secara mendalam. Berikut beberapa EDA yang dilakukan pada kumpulan data indeks curah hujan: (a) (b) (c) Gambar 3. Data Analisis Eksploratif: (a) Distribusi curah hujan bulanan; (b) Analisis tren curah hujan tahunan; (c) Analisis curah hujan pada 5 tahun terakhir a. Distribusi curah hujan bulanan untuk menentukan bulan dengan curah hujan tertinggi dan terendah. Dapat diketahui dari gambar 2.a bahwa bulan dengan curah hujan tertinggi berada pada bulan Juli. Sedangkan bulan dengan curah hujan terendah berada pada bulan Januari. b. Analisis tren curah hujan tahunan untuk melihat apakah ada peningkatan atau penurunan seiring waktu. Dapat diketahui dari gambar 2.b terdapat fluktuasi yang signifikan dalam total curah hujan tahunan dari tahun ke tahun, yang menunjukkan variabilitas tinggi dalam curah hujan pada kota Kerala, India. Selain itu grafik juga menunjukkan beberapa puncak yang sangat tinggi salah satunya pada tahun 2018, yang menandakan tahun dengan curah hujan yang sangat tinggi, yang mungkin berkaitan dengan peristiwa cuaca ekstrem seperti La Nina atau El Nino, atau kondisi meteorologi lain yang menghasilkan curah hujan tinggi. c. Analisis curah hujan bulanan pada 5 tahun terakhir dari dataset yaitu pada tahun 2014 hingga 2018. Dapat diketahui dari gambar 2.c terdapat beberapa konsistensi dari tahun ke tahun dalam intensitas curah hujan, seperti pada bulan April hingga Juli yang umumnya memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya. Di sisi lain, pada bulan November hingga Februari cenderung memiliki curah hujan yang lebih rendah, ditunjukkan oleh warna yang lebih terang pada heatmap. Selain itu, pada tahun 2018 memiliki curah hujan tahunan yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang ditunjukkan oleh warna yang paling gelap pada heatmap. ## 3.3. Data Pre-processing Pada Data Pre-processing di penelitian ini digunakan metode Data Cleaning dan Data Transformation, karena data yang bersih dan terstruktur dengan baik menjadi sebuah pondasi penting untuk menentukan keakuratan dari model ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 DNN yang digunakan. Data Cleaning melibatkan perbaikan atau penghapusan yang tidak akurat, rusak, data yang diformat dengan tidak benar, duplikat, atau tidak lengkap dalam sebuah kumpulan data [14]. Proses pembersihan data yang dilakukan pada kumpulan data “Monthly Rainfall Index and Flood Probability” yang pertama adalah penghapusan data yang tidak digunakan untuk prediksi yaitu pada kolom ”SUBDIVISON” karena berisi data kategorikal yang merupakan label atau nama lokasi yang tidak memberikan informasi numerik yang bermanfaat untuk model pembelajaran. Tahap kedua, pengecekan kosong dan duplikat pada data. Selain itu, juga mengganti nilai dalam kolom ”FLOODS” pada setiap entri dengan teks “YES” diganti dengan angka 1 dan setiap entri teks “NO” diganti dengan angka 0. Proses memgonversi data kategorikal menjadi numerik dilakukan agar dapat digunakan dalam model pembelajaran. Setelah dilakukan proses pembersihan data, dilakukan proses pemisahan data 80%:10%:10% menjadi training (pelatihan), data validation (validasi) dan data testing (pengujian). Data Transformation adalah teknik yang melibatkan pengubahan data menjadi struktur yang memungkinkan proses penambangan data menjadi lebih mudah dan efektif dalam mengekstrak informasi yang penting [14]. Dengan menggunakan MinMaxScaler yang bertujuan untuk menyesuaikan skala nilai-nilai pada data sehingga rentangnya berada antara 0 dan 1. Ini dilakukan dengan mengurangkan nilai minimum dari setiap fitur dan membaginya dengan rentang (nilai maksimum – nilai minimum) untuk setiap kolom. Proses ini dilakukan untuk menghindari masalah yang disebabkan karena perbedaan pada skala fitur sehingga memungkinkan model untuk berlatih lebih efisien. Hal ini juga dilakukan pada penelitian [26] yang menggunakan normalisasi min-max sehingga dapat mencapai akurasi yang lebih tinggi. 3.4. Deep Neural Network (DNN) ## Gambar 4. Parameter dan Arsitektur Model Sebuah model jaringan syaraf tiruan (neural network) dikembangkan dalam penelitian ini dengan menggunakan framework Keras. Model ini terdiri dari tiga lapisan (layer) utama, dengan masing-masing lapisan memiliki sepuluh node tersembunyi (hidden layer nodes). Lapisan pertama menggunakan fungsi aktivasi ReLU (Rectified Linear Unit) untuk mengintegrasikan fitur-fitur input sejumlah 13 dimensi. Lapisan kedua juga memiliki sepuluh node dan menggunakan fungsi aktivasi ReLU. Fungsi aktivasi ReLU digunakan untuk mengaktifkan neuron secara selektif, yang membuat jaringan lebih jarang dan meningkatkan efisiensi serta kemudahan dalam komputasi [5]. Lapisan ketiga, yang merupakan lapisan output, hanya memiliki satu node dengan fungsi aktivasi sigmoid, sesuai dengan tugas klasifikasi biner yang sedang dijalankan. Sigmoid adalah fungsi yang sering digunakan dalam lapisan tersembunyi dari Artificial Neural Network (ANN), yang bertugas untuk mengkonversi rentang nilai input menjadi kisaran antara 0 dan 1 [7]. Fungsi aktivasi sigmoid yang digunakan untuk jaringan syaraf, mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan teknik yang lainnya. Struktur model ini dapat dijelaskan menggunakan fungsi “summary()” yang memberikan gambaran lengkap tentang jumlah parameter dan arsitektur model seperti pada gambar 4. Selanjutnya, dilakukan pelatihan model dengan memilih algoritma optimasi, dalam percobaan ini dilakukan dengan beberapa optimasi seperti, ADAM (Adaptive Moment Estimation), SGD (Stochastic Gradient Descent), RMSprop (Root Mean Square Propagation), dan Adagrad (Adaptive Gradient Algorithm). Selain melakukan percobaan dengan berbagai optimasi, dilakukan juga percobaan dengan berbagai learning rate yaitu 0,001, 0,01, 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, dan 0,9. Model ini di-compile dengan fungsi kerugian (loss function) binary_crossentropy, yang sesuai untuk tugas klasifikasi biner, serta diukur dengan matrik akurasi. Proses pelatihan model dilakukan sebanyak 50 epoch (siklus pelatihan) dengan data pelatihan dibagi menjadi batch-batch berukuran 32 observasi untuk efisiensi perhitungan. Selama pelatihan, juga dilakukan validasi menggunakan data holdout (data validasi) untuk memantau kinerja model dan meminimalkan overfitting. ## 3.5. Evaluasi Model Evaluasi model merupakan langkah penting dalam mengukur sejauh mana model dapat melakukan prediksi yang akurat pada data yang belum pernah ditemui sebelumnya. Tahap percobaan pada penelitian ini setelah proses pelatihan selesai adalah evaluasi model menggunakan data uji (x_test dan y_test) dan hasil evaluasi termasuk nilai kerugian (loss) dan akurasi yang dicetak untuk mengevaluasi kinerja model pada data yang belum pernah dilihat ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 sebelumnya. Di mana x_test adalah input data uji, sedangkan y_test adalah label atau target yang sesuai. Dengan menggabungkan nilai kerugian dan akurasi, dapat memahami kinerja model secara komprehensif. Hasil evaluasi dapat membantu mengevaluasi sejauh mana model dapat digunakan dalam konteks seperti klasifikasi, prediksi, atau pengambilan keputusan. 3.5.1. Matrik Evaluasi Gambar 5. Perbandingan Accuracy antara ADAM, SGD, RMSprop, dan Adagrad berdasarkan Jumlah dari Learning Rate Gambar 6. Perbandingan Loss antara ADAM, SGD, RMSprop, dan Adagrad berdasarkan Jumlah dari Learning Rate Dari data pada tabel 3 yang divisualisasikan pada gambar 5 dan gambar 6 yang menampilkan hasil evaluasi dari empat optimizer yang berbeda yaitu ADAM, SGD, RMSprop, dan Adagrad pada berbagai tingkat learning rate, ditinjau dari dua matrik evaluasi yaitu accuracy dan loss. Dapat dilihat pada learning rate rendah yaitu 0,001, optimizer ADAM memiliki loss yang cukup tinggi sebesar 63,68% dengan akurasi sebesar 79,16%. Sedangkan, pada learning rate 0,1 hingga 0,4, terjadi penurunan loss yang signifikan dan peningkatan akurasi mencapai sempurna yaitu 100%, menunjukkan kinerja optimal pada rentang ini. Namun, pada learning rate 0,5 dan seterusnya, terjadi peningkatan loss yang drastis dan penurunan akurasi, menunjukkan bahwa learning rate yang lebih tinggi tidak menguntungkan untuk optimizer ADAM. Selanjutnya pada optimizer RMSprop, dimulai dengan loss yang lebih tinggi sebesar 64,36% dan akurasi yang lebih rendah sebesar 66,66% pada learning rate 0,001. Sedangkan, pada learning rate 0,01, RMSprop menunjukkan peningkatan akurasi yang luar biasa yaitu sebesar 87,50%, tetapi dengan loss yang masih relatif tinggi. Hal ini menunjukkan RMSprop memiliki kinerja yang stabil pada learning rate 0,1 dengan akurasi yang baik, tetapi kemudian kinerjanya menurun pada learning rate yang lebih tinggi. Berikutnya pada optimizer SGD dengan akurasi terendah pada learning rate 0,001 dan loss yang relatif tinggi. Ditunjukkan juga dengan peningkatan akurasi yang konsisten seiring peningkatan learning rate, mencapai puncaknya pada learning rate 0,1 dan stabil di kisaran 87,50% hingga learning rate 0,9. Kemudian pada optimizer terakhir yaitu Adagrad menunjukkan akurasi yang lebih baik pada learning rate rendah 0,001 dibandingkan dengan RMSprop. Adagrad memiliki peningkatan akurasi yang konsisten hingga learning rate 0,2 dengan mencapai puncak akurasi pada learning rate 0,5 yaitu sebesar 91,66% dengan loss terendah yaitu sebesar 22,91% pada learning rate 0,2. Pada learning rate yang lebih tinggi, terjadi sedikit penurunan akurasi tetapi tetap berada di atas 83%. Dari tabel 3 yang divisualisasikan pada gambar 5 dan gambar 6, dapat disimpulkan bahwa ADAM tampaknya dapat dianggap sebagai optimizer yang paling efektif pada learning rate tertentu yaitu 0,1 hingga 0,4 dengan mencapai akurasi optimal yaitu 100%. Lalu pada SGD menunjukkan konsistensi yang baik pada learning rate yang lebih tinggi. Kemudian, RMSprop dan Adagrad memiliki performa yang baik pada learning rate rendah dan menengah, namun tidak pada learning rate yang lebih tinggi. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 Tabel 3. Hasil Performa menggunakan Optimasi ADAM, SGD, RMSprop, dan Adagard (%) ## 3.5.2. Uji Statistik Tabel 4. Analisis dengan ANOVA Source of Variation SS df MS F P-value F crit Learning Rate 0.220533 10 0.022053 1.48263 0.194362 2.16458 Optimizer 0.208788 3 0.069596 4.678913 0.008493 2.922277 Error 0.446233 30 0.014874 Total 0.875553 43 Berdasarkan data uji statistik ANOVA pada tabel 4, dapat dilakukan analisis untuk menilai pengaruh learning rate dan jenis optimizer terhadap kinerja model. Ditunjukkan dengan SS untuk learning rate adalah 0,220533, menunjukkan total variasi yang diatributkan kepada learning rate dengan 10 df, MS dihitung menjadi 0,022053. Nilai F untuk learning rate adalah 1,48263, yang merupakan rasio MS terhadap MS Error. P-value untuk learning rate adalah 0,194362, yang lebih tinggi dari 0,05, menunjukkan bahwa perbedaan dalam learning rate tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja model secara statistik, karena tidak melebihi F-crit yang sebesar 2,16458. Kemudian SS untuk optimizer adalah 0,208788, menunjukkan variasi yang diatributkan kepada perbedaan optimizer dengan 3 df, MS adalah 0,069596. Nilai F yang signifikan untuk optimizer adalah 4,678913, yang menunjukkan bahwa variasi kinerja model disebabkan oleh perbedaan optimizer lebih signifikan. P-value yang sangat rendah yaitu 0,008493 menunjukkan bahwa efek optimizer terhadap kinerja model sangat signifikan secara statistik, karena lebih rendah dari nilai ambang batas yaitu 0,05 dan melebihi F-crit sebesar 2.922277. Analisis ini menunjukkan bahwa jenis optimizer memiliki efek yang signifikan pada kinerja model, sementara perbedaan dalam learning rate tidak menunjukkan dampak yang signifikan. Sehingga, dalam hal ini pemilihan optimizer dapat dianggap lebih penting daripada penyesuaian spesifik learning rate. ## 4. KESIMPULAN Penelitian ini berhasil mengidentifikasi dan memvalidasi bahwa algoritma Deep Neural Network (DNN) merupakan metode Deep Learning (DL) yang efektif dan akurat untuk memprediksi banjir dengan memanfaatkan data indeks curah hujan. Hal ini dibuktikan melalui pencapaian tingkat akurasi yang mengesankan, yaitu mencapai puncak optimalnya sebesar 100%, khususnya ketika menggunakan jenis optimizer ADAM dengan rentang learning rate antara 0,1 hingga 0,4. Dari analisis statistik menggunakan ANOVA, juga dapat diketahui bahwa pemilihan jenis optimizer memiliki pengaruh yang signifikan terhadap performa model prediksi atau klasifikasi. Hal ini berbanding terbalik dengan variasi learning rate yang ternyata tidak memperlihatkan efek yang berarti. Sehingga, perlu di garis bawahi bahwa penting untuk melakukan pemilihan jenis optimizer yang tepat dalam memaksimalkan kinerja algoritma DNN, sedangkan penyesuaian learning rate, meskipun relevan, tidak Optimizer Learning Rate Loss Accuracy Optimizer Learning Rate Loss Accuracy ADAM 0,001 63,68 79,16 R M S pr op 0,001 64,36 66,66 0,01 22,45 83,33 0,01 44,65 87,50 0,1 5,60 100 0,1 35,74 87,50 0,2 6,85 100 0,2 50,69 79,16 0,3 3,11 100 0,3 68,66 58,33 0,4 6,33 100 0,4 67,99 58,33 0,5 68,48 58,33 0,5 69,14 58,33 0,6 69,18 58,33 0,6 68,06 58,33 0,7 16,63 91,66 0,7 68,38 58,33 0,8 68,61 58,33 0,8 67,97 58,33 0.9 68,30 58,33 0.9 67,94 58,33 S GD 0,001 65,74 58,33 Ada ga rd 0,001 63,69 66,66 0,01 67,45 70,83 0,01 64,13 70,83 0,1 46,02 87,50 0,1 39,09 79,16 0,2 37,41 87,50 0,2 22,91 91,66 0,3 30,13 87,50 0,3 23,08 87,50 0,4 30 87,50 0,4 25,52 87,50 0,5 43,52 83,33 0,5 27,07 91,66 0,6 25,35 83,33 0,6 30,52 87,50 0,7 28,34 87,50 0,7 31,64 83,33 0,8 32,93 87,50 0,8 32,79 83,33 0.9 41,31 87,50 0.9 33,57 83,33 ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 memberikan dampak yang sama signifikannya terhadap akurasi model dalam konteks prediksi hujan berdasarkan indeks curah hujan. ## UCAPAN TERIMAKASIH Pusat kajian IDSS (Intelligent Distributed and Surveillance System) Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, seluruh dosen IDSS, serta dosen pembimbing yang telah membuka wawasan dan memberikan kesempatan berharga bagi saya untuk belajar dan mengembangkan diri saya dalam penelitian ini. ## REFERENCES [1] A. Mosavi, P. Ozturk, and K. W. Chau, “Flood Prediction using Machine Learning Models: Literature Review,” Water (Switzerland), vol. 10, no. 11, pp. 1–40, 2018, doi: 10.3390/w10111536. [2] C. M. Annur, “Ada 3 Ribu Bencana di Indonesia sampai Awal Oktober 2023, Banjir Terbanyak,” databoks, 2023. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/03/ada-3-ribu-bencana-di-indonesia-sampai-awal-oktober-2023- banjir-terbanyak (accessed Nov. 28, 2023). [3] R. Handika et al., “Identifying Environmental Variables in Potential Flood Hazard Areas using Machine Learning Approach at Musi Banyuasin Regency, South Sumatra,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 1201, no. 1, 2023, doi: 10.1088/1755-1315/1201/1/012037. [4] W. G. Bennett et al., “Modelling Compound Flooding: A Case Study from Jakarta, Indonesia,” Nat. Hazards, vol. 118, no. 1, pp. 277–305, 2023, doi: 10.1007/s11069-023-06001-1. [5] S. Sankaranarayanan, M. Prabhakar, S. Satish, P. Jain, A. Ramprasad, and A. Krishnan, “Flood Prediction based on Weather Parameters using Deep Learning,” J. Water Clim. Chang., vol. 11, no. 4, pp. 1766–1783, 2020, doi: 10.2166/wcc.2019.321. [6] Y. Zhang, “Urban Flood Disaster Prediction Based on K-means Clustering and GRU Network,” Proc. - 2022 6th Annu. Int. Conf. Data Sci. Bus. Anal. ICDSBA 2022, pp. 83–88, 2022, doi: 10.1109/ICDSBA57203.2022.00045. [7] S. Poornima and M. Pushpalatha, “Prediction of Rainfall using Intensified LSTM based Recurrent Neural Network with Weighted Linear Units,” Atmosphere (Basel)., vol. 10, no. 11, 2019, doi: 10.3390/atmos10110668. [8] S. Aftab, M. Ahmad, N. Hameed, M. S. Bashir, I. Ali, and Z. Nawaz, “Rainfall Prediction in Lahore City using Data Mining Techniques,” Int. J. Adv. Comput. Sci. Appl., vol. 9, no. 4, pp. 254–260, 2018, doi: 10.14569/IJACSA.2018.090439. [9] S. Triyanto, A. Sunyoto, and M. R. Arief, “Analisis Klasifikasi Bencana Banjir Berdasarkan Curah Hujan Menggunakan Algoritma Naïve Bayes,” JOISIE (Journal Inf. Syst. Informatics Eng., vol. 5, no. 2, pp. 109–117, 2021, doi: 10.35145/joisie.v5i2.1785. [10] S. Naik, A. Verma, S. A. Patil, and A. Hingmire, “Flood Prediction using Logistic Regression for Kerala State,” Int. J. Eng. Res. Technol., vol. 9, no. 3, pp. 2020–2022, 2021, [Online]. Available: www.ijert.org [11] A. Theofilatos, C. Chen, and C. Antoniou, “Comparing Machine Learning and Deep Learning Methods for Real-Time Crash Prediction,” Transp. Res. Rec., vol. 2673, no. 8, pp. 169–178, 2019, doi: 10.1177/0361198119841571. [12] V. Da Poian et al., “Exploratory Data Analysis (EDA) Machine Learning Approaches for Ocean World Analog Mass Spectrometry,” Front. Astron. Sp. Sci., vol. 10, no. May, pp. 1–17, 2023, doi: 10.3389/fspas.2023.1134141. [13] R. Barriga, M. Romero, H. Hassan, and D. F. Nettleton, “Energy Consumption Optimization of a Fluid Bed Dryer in Pharmaceutical Manufacturing Using EDA (Exploratory Data Analysis),” Sensors, vol. 23, no. 8, 2023, doi: 10.3390/s23083994. [14] D. Varma, A. Nehansh, and P. Swathy, “Data Preprocessing Toolkit : An Approach to Automate Data Preprocessing,” Interantional J. Sci. Res. Eng. Manag., vol. 07, no. 03, pp. 1–5, 2023, doi: 10.55041/ijsrem18270. [15] S. Dargan, M. Kumar, M. R. Ayyagari, and G. Kumar, “A Survey of Deep Learning and Its Applications: A New Paradigm to Machine Learning,” Arch. Comput. Methods Eng., vol. 27, no. 4, pp. 1071–1092, 2020, doi: 10.1007/s11831-019-09344-w. [16] D. Sharma, “Deep Learning without Tears: A Simple Introduction,” Resonance, vol. 25, no. 1, pp. 15–32, 2020, doi: 10.1007/s12045-019-0919-9. [17] T. Sulistyowati, P. PURWANTO, F. Alzami, and R. A. Pramunendar, “VGG16 Deep Learning Architecture Using Imbalance Data Methods For The Detection Of Apple Leaf Diseases,” Monet. J. Keuang. dan Perbank., vol. 11, no. 1, pp. 41–53, 2023, doi: 10.32832/moneter.v11i1.57. [18] N. Coudray et al., “Classification and Mutation Prediction from Non-Small Cell Lung Cancer Histopathology Images Using Deep Learning,” Nat. Med., vol. 24, no. 10, pp. 1559–1567, 2018, doi: 10.1038/s41591-018-0177-5. [19] S. Mozaffari, O. Y. Al-Jarrah, M. Dianati, P. Jennings, and A. Mouzakitis, “Deep Learning-Based Vehicle Behavior Prediction for Autonomous Driving Applications: A Review,” IEEE Trans. Intell. Transp. Syst., vol. 23, no. 1, pp. 33– 47, 2022, doi: 10.1109/TITS.2020.3012034. [20] Z. Hu, Y. Zhao, and M. Khushi, “A Survey of Forex and Stock Price Prediction Using Deep Learning,” Appl. Syst. Innov., vol. 4, no. 1, pp. 1–30, 2021, doi: 10.3390/ASI4010009. [21] L. Das, A. Sivaram, and V. Venkatasubramanian, “Hidden Representations in Deep Neural Networks: Part 2. Regression Problems,” Comput. Chem. Eng., vol. 139, p. 106895, 2020, doi: 10.1016/j.compchemeng.2020.106895. [22] R. Firmansyah and G. F. Shidik, “Peningkatan Deep Neural Network pada Kasus Prediksi Diabetes Menggunakan PSO,” Techno.com, vol. 22, no. 4, pp. 882–892, 2023, doi: https://doi.org/10.33633/tc.v22i4.9209. [23] D. Muchlinski, “Machine Learning and Deep Learning,” Elgar Encycl. Technol. Polit., pp. 114–118, 2022, doi: 10.4337/9781800374263.machine.learning.deep. [24] M. Nasiri and H. Rahmani, “DENOVA: Predicting Five-Factor Model using Deep Learning based on ANOVA,” J. AI Data Min., vol. 9, no. 4, pp. 451–463, 2021, doi: 10.22044/JADM.2021.10471.2186. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7098 [25] L. Lin and E. Dobriban, “What Causes The Test error? Going Beyond Bias-Variance via ANOVA,” J. Mach. Learn. Res., vol. 22, pp. 1–83, 2021. [26] S. Sinsomboonthong, “Performance Comparison of New Adjusted Min-Max with Decimal Scaling and Statistical Column Normalization Methods for Artificial Neural Network Classification,” Int. J. Math. Math. Sci., vol. 2022, 2022, doi: 10.1155/2022/3584406.
ce706f28-4201-48c8-aa4f-5a9042155276
https://jurnalunibi.unibi.ac.id/ojs/index.php/eprofit/article/download/509/457
## Pengaruh Variasi Produk Dan Iklan Di Instagram Terhadap Keputusan Pembelian Pada Brand Khansfootwear Online Store Elan Rusnendar 1 , Yunus Nawawi 2 Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia 1,2 Email : [email protected] 1 , [email protected] 2 ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Variasi Produk dan Iklan Instagram Terhadap Keputusan Pembelian pada Produk Khansfootwear. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif dan verifikatif. Populasi penelitian ini adalah jumlah pembeli sandal dari akun Instagram khansfootwear sebanyak 12.336 dari bulan Januari 2020 - Juni 2021, kemudian sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang pembeli sandal dari akun Instagram Khansfootwear dengan menggunakan teknik probability sampling dengan menggunakan teknik random sampling. Berdasarakan hasil penelitian diperoleh bahwa keputusan pembelian termasuk kedalam kategori tinggi/baik, variasi produk berada pada kategori tinggi/baik dan iklan instagram berada pada kategori tinggi/baik. Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi diperoleh bahwa Variasi Produk berpengaruh sebesar 48,20% terhadap Keputusan Pembelian, Iklan Instagram berpengaruh sebesar 44,30 % terhadap Keputusan Pembelian, Variasi Produk dan Iklan Instagram berpengaruh sebesar 55,00% terhadap Keputusan Pembelian. Kata Kunci : Iklan Instagram, Keputusan Pembelian, Variasi Produk ## Abstract This study aims to determine the description of Product Variations and Instagram Ads on Purchase Decisions on Khansfootwear Products. This study uses quantitative research methods with descriptive and verification approaches. The population of this research is the number of sandal buyers from the Khansfootwear Instagram account as many as 12,336 from January 2020 - June 2021, then the sample used in this study is 100 sandal buyers from the Khansfootwear Instagram account using probability sampling technique using random sampling technique. Based on the results of the study, it was found that purchasing decisions were included in the high/good category, product variations were in the high/good category and Instagram ads were in the high/good category. Based on the results of the coefficient of determination test, it was obtained that Product Variations had an effect of 48.20% on Purchase Decisions, Instagram Ads had an effect of 44.30 % on Purchase Decisions, Product Variations and Instagram Ads had an effect of 55.00% on Purchase Decisions . Keywords : Instagram Ads, Purchase Decisions, Product Variations ## 1. PENDAHULUAN Persaingan bisnis dalam industri fashion pada era 4.0 saat ini di indonesia sangat ketat dan membuat para pengusaha berlomba – lomba untuk mencari strategi yang sangat tepat dalam memasarkan produknya, dimana fashion merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari – hari. Fashion tidak hanya untuk mempercantik penampilan saja tetapi untuk menggambarkan karakter seseorang. Dengan berkembangnya teknologi yang semakin pesat, industri kreatif ini menjadi salah satu aktivitas ekonomi yang memanfaatkan kreatifitas, serta mengembangkan bakat untuk mencitptakan sesuatu yang berbeda dengan yang lain. Industri kreatif dapat di artikan sebagai aktivitas ekonomi, dan ekonomi kreatif ini adalah kegiatan ekonomi berdasarkan keterampilan dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat (Inpres No.6 tahun 2009) dan menurut (UNESCO, 2016), industri kreatif bukan saja bidang milik para seniman atau perusahaan, melainkan menjadi minat setiap orang, tidak hanya terbatas pada satu sektor dan sudah mereambah ke negara maju. Didunia dewasa ini sedang berada pada tahap trasformasi ke arah ekonomi dan budaya yang kreatif. (jhon Hartley,2015). Menurut Jhin Howkins, dalam bukunya The Creative Economy, orang – orang yang memiliki ide akan kuat di bandingkan orang- orang yang bekerja dengan mesin produksi. Ekonomi kreatif pada hakikatnya adalah kegiatan ekonomi yang mengutamakan pada kreativitas berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang memiliki nilai dan bersifat komersial. Ekonomi kreatif merupakan salah satu isu strategis dalam mengatasi persaingan global dan usaha meningkatkan nilai tambah ekonomi melalui kapitalisasi ide kreatif di era revolusi industri 4.0. Ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi yang digerakan oleh industri kreatif sendiri digerakan oleh para enterpreneur atau wirausaha, yaitu seorang yang memiliki kemampuan kreatif dan inovatif dalam menciptakan produk – produk seni budaya serta kerajinan. Instagram bisnis khansfootwear merupakan akun onlineshop yang ada pada media sosial. Dimana akun khansfootwear mempunyai followers (pengikut) sebanyak 81.500 orang dan telah memposting sebanyak 783 postingan sampai saat ini dari setiap postingan di akun instagram dengan rata – rata jumlah orang yang menyukai postingan berkisar 500 – 1400 orang. Instagaram bisnis merupakan salah satu media sosial yang menjadi salah satu alternatif bagi perusahaan untuk memasarkan produknya. Strategi pemasaran sendiri merupakan langkah dalam bidang marketing untuk meningkatkan penjualan, memperkuat brand image perusahaan, dan lain-lain. Strategi pemasaran marketing mix terdapat bidang promotion yang memiliki banyak jenis kegiatan. Kegiatan promosi yang paling sering digunakan salah satunya advertising, dimana advertising merupakan langkah pemasaran melalui media iklan baik cetak maupun digital. Disimpulkan bahwa adanya suatu masalah yang terjadi dalam keputusan pembelian dikarenakan konsumen biasanya melihat variasi dari produk itu sendiri tetapi pada penelitian ini brand Khansfootwear kurang memperhatikan variasi produk sehingga dapat terkalahkan oleh brand lainnya, terlihat pada tabel 1.2 mengenai data perbandingan variasi produk, brand Khansfootwear berada pada posisi paling rendah, selain itu menurunnya data penjualan yang berkaitan dengan keputusan pembelian dapat dilihat pada tabel 1.1, serta iklan yang dilakukan oleh brand Khansfootwear belum ternilai baik hal ini terlihat dari hasil prasurvey pada tabel 1.3 mayoritas responden menilai tidak setuju. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA ## 2.1 Manajemen Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2012:6) dalam jurnal Marcell, Mananeke ,dan Loindong (2020) , mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai ilmu dan seni memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan membutuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.sedangkan menurut badrudin (2013:24) dalam jurnal Marcell, Mananeke, dan Loindong (2020), mendefinisikan manajemen pemasaran merupakan proses perencanaan, pelaksanaan penetapan konsep produk, penetapan harga, promosi dan pendistribusian gagasan, barang atau jasa yang memungkinkan terjadinya pertukaran untuk memenuhi tujuan individu dan oraganisasi. Dari kedua definisi diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu seni dan ilmu yang di lakukan oleh kelompok atau individu melalui kegiatan perencanaan, penetapan konsep produk, promosi, untuk memenuhi tujuan individu dan organisasi . 2.2 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan hal-hal dari seorang konsumen untuk membeli sebuah produk tertentu. Hal ini berdasarkan dari penertian perilaku konsumen menurut solomon (2013 : 31), consumer behavior is the “study of the process inloved when individuals or group select, purchase, use, or dispose od product, services, ideas, or experience to satisfy needs and desire artinya perilaku konsumen adalah studi tentang proses terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau membuang produk, layanan, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Definisi ini dapat bagaimana individu, kelompok dan organisasi dalam memilih, membeli, menggunakan, dan membuang barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhannya konsumen akan melakukan tindakan yaitu pembelian 2.3 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan hal – hal yang sangat penting di pahami oleh pemasar agar produk yang dijual dapat diterima oleh konsumen, seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Amstrong (2012:75) bauran pemasaran marketing mix is the set of tactical marketing tools that the frim blendeds to produce the response it want in the target market, artinya menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran taktis yang memadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang di inginkan dalam target pasar. Adapun beberapa elemen bauran pemasaran yaitu: 1. Produk (Product) Produk merupakan alat pemasaran yang paling mendasar dalam bauran pemasaran. Produk merupakan penawaran dari perusahaankepada pasar yang dituju. Produk ini dapat beruoa barang, jasa, kualitas produk, rancangan produk, bentuk, merem dan kemasan produk. 2. Harga (price) Harga merupakan jumlah yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Harga merupakan elemen yang paling fleksibel dari bauran pemasaran, harga seringkali jadi salah satu faktor penentu dalam pembelian. Umumnya harga ditetapkan oleh pembeli dan penjual yang sedang bernegoisasi. 3. Tempat (Place) Tempat menyangkut beberapa kegiatan yang di lakukan perusahaan agar produk dapat tersedia bagi pelangan. Terdapat enam hal keputusan yang berhubungan dengan distribusi ini yaitu saluran yang dipakai, ruang lingkup distribusi, penyortiran, pemilihan alokasi, persediaan dan pengangkutan. 4. Promosi (promotion) Promosi merupakan salah satu bagian dari kegiatan pemasaran suatu barang dan jasa. Promosi juga merupakan kegiatan untuk menyebar informasi tentang produk atau jasa yang ditawarkan, sehingga konsumen mengenal dan mengetahui produk Jasa tersebut ataupun untuk membuat produk yang sudah dikenal konsumen menjadi lebih disukai. Bagi pemasaran modern, terciptanya produk yang baik disertai harga yang tepat dan tersedia ditempat yang mudah diperoleh berjumlah cukup. Perusahaan perlu mengkomunikasikan roduk kepada konsumen sasaran kegiatan promosi. 5. Partisipan (people) Partisipan disini adalah karyawan penyedia jasa layanan maupun penjualan, atau orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pelayanan itu sendiri, misalnya dalam jasa kecantikan: para reception, dokter, dan beauty therapis 6. Proses (Process) Proses adalah kegiatan yang menunjukan bagaimana pelayanan diberikan kepada konsumen selama melakukan pembelian barang. Pengelola usaha melalui front liner sering menawrkan berbagai macam macam bentuk pelayanan untuk tujuan menarik konsumen. Fasilitas jasa konsultasi gratis, pengiriman produk, credit card, card member, dan fasilitas layanan yang berpengaruh pada image perusahaan 7. Lingkungan fisik (Physical Evidance) Physical evidence atau lingkungan pisik merupakan keadaan atau kondisi yang di dalamnya dapat menggambarkan situasi geografis dan lingkungan institusi, dekorasi, ruangan, suara, aroma, cahaya, cuaca, pelatakan dan layout. ## 3.METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2019:2) metode penelitian “Merupakan proses kegiatan dalam bentuk pengumpulan data, analisis dan memberikan interpretasi yang terkait dengan tujuan penelitian”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif dan verifikatif. Menurut Silalahi (2015:9) metode penelitian kuantitatif merupakan cara memberi solusi atas masalah atau memberi jawaban atas pertanyaan melalui data numerik yang dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara, dan dianalisis dengan menggunakan statistik. Sugiyono (2017:58) metode deskriptif merupakan penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang berkenaan dengan pernyataan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya satu variabel atau lebih. Dapat ditarik kesimpulannya bahwa metode deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan objek penelitian atau hasil penelitian Selain menggunakan metode deskriptif, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian verifikatif. Menurut Sugiyono (2016:8) Metode penelitian verifikatif digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik, kemudian apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak. 3.2 Populasi Menurut Yusuf (2017:145) populasi merupakan salahsatu hal yang esensial dan perlu mendapat perhatian dengan saksama apabila peneliti ingin menyimpulkan sesuatu hasil yang dapat dipercaya dan tepat guna untuk daerah atau objek penelitiaanya. Sedangkan menurut sugiyono (2018:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah pembeli sandal dari akun Instagram khansfootwear sebanyak 12.336 dari bulan Januari 2020 – Juni 2021. 3.3 Sampel Menurut Sugiyono (2019:127) sampel adalah “Bagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan teknik probability sampling dan penulis memilih random sampling. Menurut Sugiyono (2019:128) probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Menurut Sugiyono (2019:128) random sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Dalam menentukan ukuran sampel dapat digunakan berbagai rumus statistik, sehingga sampel yang di ambil dari populasi itu benar – benar memenuhi persyaratan tingkat kepercayaan yang dapat diterima dan kadar kesalahan sampel yang mungkin di toleransi. ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil data yang terkumpul melalui penyebaran kuesioner kepada 100 responden dengan pengolahan data yang dilakukan menggunakan bantuan Microshoft Excel dan SPSS 24. Adapun hasil penelitiannya yaitu meliputi: 4.2 Pembatasan Penelitian Pembatasan penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan secara ringkas mengenai gambaran Variasi Produk (X1), Iklan Instagram (X2) dan Keputusan Pembelian (Y) pada produk Khansfootwear. Selain itu pembahasan penelitian ini juga menjelaskan lebih ringkas mengenai seberapa besar pengaruh variasi produk terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear, seberapa besar pengaruh iklan Instagram terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear, dan seberapa besar pengaruh variasi produk dan iklan Instagram terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear. 4.2.1 Analisis Gambaran Variasi Produk (X1), Iklan Instagram (X2) Dan Keputusan Pembelian (Y) Pada Produk Khansfootwear Berdasarkan hasil analisis deskriptif untuk variabel Keputusan Pembelian hasil menunjukkan bahwa Keputusan Pembelian pada produk Kkhansfootwear sudah tinggi / baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,76 dimana nilai tersebut berada pada interval 3,41-4,20 yang artinya tinggi/baik. Adapun nilai rata-rata tertinggi yaitu pada pernyataan “Saya akan membeli sandal Khansfootwear saat ada promo” dengan skor rata-rata 3,98, hal tersebut berarti konsumen Khansfootwear lebih banyak membeli produk pada Khansfootwear saat ada promo. Sedangkan skor terendah ada pada pernyataan “Khansfootwear menawarkan banyak varian produk” dengan rata-rata skor 3,33, artinya konsumen kurang setuju jika Khansfootwear menawarkan banyak varian produk. Berdasarkan hasil analisis deskriptif untuk variabel Variasi Produk hasil menunjukkan bahwa variasi produk pada produk Kkhansfootwear sudah tinggi / baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,83 dimana nilai tersebut berada pada interval 3,41- 4,20 yang artinya tinggi/baik. Adapun nilai rata- rata tertinggi yaitu pada pernyataan “Khansfootwear selalu memiliki banyak persediaan produk” dengan skor rata-rata 4,36, hal tersebut berarti konsumen Khansfootwear lebih menyukai barang yang tersedia langsung dibandingkan dengan pre oerder. Sedangkan skor terendah ada pada pernyataan “Khansfootwear memiliki bentuk ukuran yang bervariasi” dengan rata-rata skor 3,14, artinya konsumen kurang menyetujui jika produk dari Khansfootwear memiliki bentuk yang bervariasi. Berdasarkan hasil analisis deskriptif untuk variabel Iklan Instagram hasil menunjukkan bahwa Keputusan Pembelian pada produk Kkhansfootwear sudah tinggi / baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,81 dimana nilai tersebut berada pada interval 3,41- 4,20 yang artinya tinggi/baik. Adapun nilai rata- rata tertinggi yaitu pada pernyataan “Saya tertarik membeli produk Khansfootwear karena pengaruh iklan” dengan skor rata-rata 4,37, hal tersebut berarti konsumen tertarik dengan produknya karena pengaruh iklan dari Khansfootwear. Sedangkan skor terendah ada pada pernyataan “Isi pesan iklan Khansfootwear sangat bermakna” dengan rata-rata skor 3,14, artinya konsumen kurang setuju dengan isi iklan Khansfootwear yang berwarna. 4.2.2 Besaran Pengaruh Variasi Produk (X1) Terhadap Keputusan Pembelian Pada Produk Khansfootwear Variasi produk adalah pengembangan dari suatu produk sehingga menghasilkan bermacam-macam pilihan (Rahmawati,2015:92), Ketertarikan konsumen pada terhadap produk yang bervariatif akan sangat mempengaruhi volume penjualan pada suatu produk. Adapun untuk mengetahui besaran pengaruh variasi produk terhadap keputusan pembelian menggunakan uji koefisien determinasi. Uji koefisien determinasi variasi produk terhadap keputusan pembelian adalah sebesar 0,482 atau 48,20%. Nilai ini tergolong cukup berarti karena termasuk dalam golongan interval 17%-49%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel variasi produk terhadap keputusan pembelian adalah cukup berarti, sedangkan sisanya sebesar 51,80% (100%- 48,20%) dipengaruhi oleh variabel iklan Instagram dan variabel lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Selanjutnya berdasarkan hasil Uji t diketahui nilai t-hitung untuk variabel Variasi Produk adalah t- hitung 4,812 > t-tabel 1,985. Dengan demikian t- hitung > t-tabel dan berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, diperoleh signifikansi berdasarkan tabel hasil SPSS tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka angka tersebut menunjukan nilai signifikan yang artinya terdapat pengaruh signifikan untuk variasi produk terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear. Sejalan dengan hasil penelitian (Nurrahman & Utama, 2016:62) menunjukan bahwa variasi produk memiliki pengaruh positif secara parisal terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian lainnya yaitu (Rahmawati, 2015:92) bahwa variasi produk mempunyai pengaruh positif secara parsial terhadap keputusan pembelian. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang penulis paparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa variasi produk berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. 4.2.3 Besaran Pengaruh Iklan Instagram (X2) Terhadap Keputusan Pembelian (Y) Pada Produk Khansfootwear Iklan melalui sosial media adalah sebagai media baru untuk menjangkau konsumen kini suatu perusahaan menggunakan iklan melalui sosial media sebagai sarana promosi untuk mempermudah atau memperkenalkan produk baru kepada konsumen (Richadinata & Astitiani, 2021:195) Iklan merupakan salah satu media komunikasi pemasaran yang kerap digunakan dalam aktivitas ekonomi dalam upaya mengenalkan produk kepada konsumen. Adapun untuk mengetahui besaran pengaruh iklan instagram terhadap keputusan pembelian menggunakan uji koefisien determinasi. Uji koefisien determinasi iklan instagram terhadap keputusan pembelian adalah sebesar 0,443 atau 44,30%. Nilai ini tergolong cukup berarti karena termasuk dalam golongan interval 17%-49%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel iklan Instagram terhadap keputusan pembelian adalah cukup berarti, sedangkan sisanya sebesar 55,70% (100%- 44,30%) dipengaruhi oleh variabel variasi produk dan variabel lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Selanjutnya berdasarkan hasil Uji t dapat diketahui nilai t-hitung untuk variabel iklan Instagram adalah thitung 3,840 > ttabel 1,985. Dengan demikian t-hitung > t-tabel dan berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, diperoleh signifikansi berdasarkan tabel hasil SPSS tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka angka tersebut menunjukan nilai signifikan yang artinya terdapat pengaruh signifikan untuk iklan Instagram terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear. Sejalan dengan hasil penelitian (Dewi, 2018:21) menunjukan bahwa iklan online melalui Instagram berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. 4.2.4. Besaran Pengaruh Variasi Produk (X1) Dan Iklan Instagram (X2) Terhadap Keputusan Pembelian (Y) Produk Khansfootwear Keputusan pembelian adalah tahap berikutnya setelah adanya niat atau keinginan membeli. Keinginan untuk membeli timbul setelah konsumen merasa tertarik dan ingin memakai produk yang dilihatnya. Adapun untuk mengetahui besaran pengaruh variasi produk dan iklan instagram terhadap keputusan pembelian menggunakan uji koefisien determinasi. Uji koefisien determinasi variasi produk dan iklan instagram terhadap keputusan pembelian adalah sebesar 0,550 atau 55,00%. Nilai ini tergolong tinggi atau kuat karena termasuk dalam golongan interval 50%- 81%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel variasi produk dan iklan instagram terhadap keputusan pembelian adalah tinggi atau kuat, sedangkan sisanya sebesar 45,00% (100%- 55,00%) dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Selanjutnya berdasarkan hasil Uji F diketahui nilai signifkan variabel variasi produk dan iklan Instagram adalah 0,000<0,05 dan F hitung sebesar 59,333 > 3,090. sehingga keputusan hipotesisnya yaitu menolak H0 dan menerima Ha yang berarti bahwa variasi produk dan iklan Instagram memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear. Dikarenakan hingga saat ini penulis belum menemukan jurnal yang membahas mengenai variabel Variasi Produk dan Iklan Instagram Terhadap Keputusan pembelian secara bersama-sama maka dari itu penulis merupakan penelitian pertama untuk variabel tersebut. ## 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan hasil penelitian penulis lakukan mengenai Pengaruh Variasi Produk dan Iklan Instagram terhadap Keputusan Pembelian pada produk Khansfootwear, maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian sebagai berikut: Hasil penelitian mengenai gambaran variabel Variasi Produk, Iklan Instagram dan Keputusan Pembelian pada produk Khansfootwear Berdasarkan variabel keputusan pembelian yang diukur dengan 6 indikator, hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata mengenai keputusan pembelian (Y) sebesar 3,76. Maka nilai rata-rata tersebut menunjukan bahwa tanggapan responden mengenai keputusan pembelian dinilai tinggi, karena berada pada kategori 4 dengan nilai 3,41-4,20. Adapun nilai tertinggi terdapat pada pernyataan P38 “Saya akan membeli sendal Khansfootwear saat promo” dengan skor rata-rata 3,98, adapun skor terendah terdapat pada pernyataan P35 “Khansfootwear menawarkan banyak varian produk” dengan skor rata-rata 3,33. Berdasarkan variabel variasi produk yang diukur dengan 4 indikator, hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata mengenai Variasi Produk (X1) sebesar 3,83. Maka nilai rata-rata tersebut menunjukan bahwa tanggapan responden mengenai variasi produk dinilai tinggi, karena berada pada kategori 4 dengan nilai 3,41-4,20. Adapun nilai tertinggi terdapat pada pernyataan P12 “ Khansfootwear selalu memiliki banyak persediaan produk” dengan skor rata-rata 4,36, adapun skor terendah terdapat pada pernyataan P2 “Khansfootwear memiliki bentuk ukuran yang bervariasi” dengan skor rata-rata 3,14. Berdasarkan variabel iklan Instagram yang diukur dengan 4 indikator, hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata mengenai Iklan Instagram (X2) sebesar 3,81. Maka nilai rata-rata tersebut menunjukan bahwa tanggapan responden mengenai iklan Instagram dinilai tinggi, karena berada pada kategori 4 dengan nilai 3,41-4,20. Adapun nilai tertinggi terdapat pada pernyataan P22 “Saya tertarik membeli produk Khansfootwear karena pengaruh iklan” dengan skor rata-rata 4,37, adapun skor terendah terdapat pada pernyataan P14 “Isi pesan iklan Khanfootwear sangat bermakna” dengan skor rata-rata 3,14. Hasil penelitian mengenai besaran pengaruh variasi produk terhadap keputusan pembelian menggunakan uji koefisien determinasi. Uji koefisien determinasi variasi produk terhadap keputusan pembelian adalah sebesar 0,482 atau 48,20%. Nilai ini tergolong cukup berarti karena termasuk dalam golongan interval 17%-49%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel variasi produk terhadap keputusan pembelian adalah cukup berarti, sedangkan sisanya sebesar 51,80% (100%-48,20%) dipengaruhi oleh variabel iklan Instagram dan variabel lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Kemudian berdasarkan hasil Uji t diketahui nilai t-hitung untuk variabel Variasi Produk adalah t-hitung 4,812 > t-tabel 1,985. Dengan demikian t-hitung > t-tabel dan berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, diperoleh signifikansi berdasarkan tabel hasil SPSS tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka angka tersebut menunjukan nilai signifikan yang artinya terdapat pengaruh signifikan untuk variasi produk terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear Hasil penelitian mengenai besaran pengaruh iklan instagram terhadap keputusan pembelian menggunakan uji koefisien determinasi. Uji koefisien determinasi iklan instagram terhadap keputusan pembelian adalah sebesar 0,443 atau 44,30%. Nilai ini tergolong cukup berarti karena termasuk dalam golongan interval 17%-49%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel iklan Instagram terhadap keputusan pembelian adalah cukup berarti, sedangkan sisanya sebesar 55,70% (100%-44,30%) dipengaruhi oleh variabel variasi produk dan variabel lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Kemudian berdasarkan hasil Uji t dapat diketahui nilai t-hitung untuk variabel iklan Instagram adalah thitung 3,840 > ttabel 1,985. Dengan demikian t-hitung > t-tabel dan berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, diperoleh signifikansi berdasarkan tabel hasil SPSS tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka angka tersebut menunjukan nilai signifikan yang artinya terdapat pengaruh signifikan untuk iklan Instagram terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear. Hasil penelitian mengenai besaran pengaruh variasi produk dan iklan instagram terhadap keputusan pembelian menggunakan uji koefisien determinasi. Uji koefisien determinasi variasi produk dan iklan instagram terhadap keputusan pembelian adalah sebesar 0,550 atau 55,00%. Nilai ini tergolong tinggi atau kuat karena termasuk dalam golongan interval 50%-81%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel variasi produk dan iklan instagram terhadap keputusan pembelian adalah tinggi atau kuat, sedangkan sisanya sebesar 45,00% (100%- 55,00%) dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti pada penelitian ini. Kemudian berdasarkan hasil Uji F diketahui nilai signifkan variabel variasi produk dan iklan Instagram adalah 0,000<0,05 dan F hitung sebesar 59,333 > 3,090. sehingga keputusan hipotesisnya yaitu menolak H0 dan menerima Ha yang berarti bahwa variasi produk dan iklan Instagram memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian pada produk Khansfootwear 5.2. Saran Setelah melakukan penelitian dan didapatkannya hasil kesimpulan mengenai Variasi Produk, Iklan Instagram dan Keputusan Pembelian pada produk Khansfootwear, penulis ingin menyampaikan beberapa hal sebagai masukkan atau saran berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini: a. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Keputusan Pembelian mendapatkan penilaian yang kurang baik pada indikator keputusan jumlah pembelian khususnya pada pernyataan “Khansfootwear menawarkan banyak varian produk”. Maka saran yang dapat diberikan ialah hendaknya Khansfootwear dapat menambah varian produk yang berbeda dari kompetitor, seperti menggunakan material yang lebih berkualitas, lalu membuat bentuk yang unik agar mendapatkan perhatian dari calon konsumen. b. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Variasi Produk mendapatkan penilaian yang kurang baik pada indikator ukuran khususnya pada pernyataan “Khansfootwear memiliki bentuk ukuran yang bervariasi”. Maka saran yang dapat diberikan adalah Khansfootwear dapat menambah ukuran sandal yang lebih bervariasi atau beragam dari mulai ukuran standar sampai ukuran lebih besar sehingga diharapkan dapat membuat keinginan dan kebutuhan konsumen terpenuhi. c. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Iklan Instagram mendapatkan penilaian yang kurang baik pada indikator Emphaty khususnya pada pernyataan “Isi pesan iklan Khansfootwear sangat bermakna”. Maka saran yang dapat diberikan ialah diharapkan iklan yang ditayangkan di sosial media Instagram hendaknya mampu menarik perhatian konsumen, misalnya membuat iklan series yang mempunyai arti yang menarik. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya kontribusi variasi produk dalam menumbuhkan keputusan pembelian pada produk Khansfootwear, sebaiknya tetap mempertahankan ketersediaan berbagai variasi produk dengan berbagai ukuran dan model sandal agar dapat memudahkan konsumen untuk membeli produk Khansfootwear tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya kontribusi iklan Instagram dalam menumbuhkan keputusan pembelian pada produk Khansfootwear, sebaiknya terus meningkatkan iklan di sosial media Instagram, dengan membuat iklan yang lebih menarik perhatian calon konsumen, serta meningkatkan pembuatan iklan yang mempunyai arti dari suatu produk tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa total besar pengaruh Variasi Produk dan Iklan Instagram terhadap Keputusan pembelian pada produk Khansfootwear ini tergolong tinggi / kuat yaitu 55,00%. Dengan demikian brand Khanfootwear tidak boleh mengabaikan promosi melalui sosial media khususnya sosial media Instagram dengan menggunakan iklan-iklan yang menarik, dan terus berusaha menambah variasi produk untuk menarik perhatian para calon konsumen, besar harapan dengan adanya kontribusi dari variasi produk dan iklan Instagram dapat meningkatkan keputusan pembelian pada produk Khansfootwear. ## 6. REFERENSI Anggraini, Novia Eka; Rachma, N.; Rizal, Mohammad (2020) Pengaruh Persepsi Kualitas Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang Angkatan tahun 2016-2019 pengguna Smartphone Samsung). Jurnal Ilmiah Riset Manajemen, 2020, 9.15. (dimensi keputusan pembelian)` Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (apjii.or.id) (di akses pada bulan agustus 2021) Disa Fitri Pradwika & Sudharto P. Hadi (2018). Pengaruh Promosi Kreatif dan Variasi Produk Terhadap Keputusan Pembelian Pada Konsumen E-Commerce Zalora.co.id (Studi Kasus Pada Konsumen Di Jakarta). Dipenogoro Journal Of Social And Politic Tahun 2018 Hal 1-8 Dwi Warni Wahyuningsih (2019). Pengaruh variasi produk, harga dan promosi penjualan terhadap keputusan konsumen dalam membeli motor Yamaha N-Max di Wonogiri. Edunomika, Vol. 03 No. 02. Agustus 2019. Dwinanda, G., & Nur, Y. (2020). Bauran Pemasaran 7p Dalam Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Pada Industri Retail Giant Ekspres Makassar. Jurnal Mirai Management, 6(1), 120-136. (bauran pemasran) https://www.instagram.com (diakses pada bulan agustus 2021) Indra Nurrahman, Rd. Dian Herdiana Utama (2016). Pengaruh Variasi Produk Terhadap Keputusan Pembelian (Survei Pada Pembeli Smartphone Nokia Series X di BEC Bandung). Journal Of Business Manajemen And Enterpreneurship Education, Volume 1, Number 1, April 2016 Kadek Riyan Putra Richadinata, Ni Luh Putu Surya Astitiani (2021). Pengaruh Iklan Sosial Media Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Di Lingkungan Universitas Bali International. E-Jurnal Manajemen, Volume 10, No.2 2021. Khans Footwear (@khansstorefootwear) • Instagram photos and videos (diakses pada bulan agustus 2021) Kotler & Keller (2014). Manajemen Pemasaran. Edisi 13 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kotler & Keller. (2012) Marketing Manajemen. (Edisi 14). Global Edition: Pearson Education. Marcell, Thomas, Lisbeth Mananeke, and Sjendry SR Loindong. (2020). "Analisis Marketing Mix Dan Customers Relatihoship Management Terhadap Kepuasan Pelanggan Rm. Kios Baru Manado." Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 8.3 (2020). Penny Rahmawati, Msi (2015). Pengaruh Variasi Produk, Harga, Dan Customer Experience Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Roti Bread Talk Yogyakarta. Jurnal Ilmu Manajemen, Volume 12, Nomor 1 Januari 2015. Purwati, Astri Ayu, Josua Julius Siahaan, and Zulfadli Hamzah. "Analisis Pengaruh Iklan, Harga dan Variasi Produk terhadap Keputusan Pembelian di Toko Rumah Mebel Pekanbaru." Jurnal Ekonomi KIAT 30.1 (2019): 20-28. Prof. Dr.A.Muri Yusuf, M.Pd. (2017) metode penelitian, kuantitatif, kualitatif & penelitian gabungan Putri, Deviana, Burhanuddin Burhanuddin, and Ratna Damayanti (2019). "Analisis Keputusan Pembelian Konsumen Ditinjau dari Kualitas Produk Lokasi dan Promosi Terhadap Busana Batik di Pusat Grosir Solo." Jurnal Ilmiah Edunomika 3.02 (2019). Rahmi, Asri Noer (2018)."Perkembangan industri ekonomi kreatif dan pengaruhnya terhadap perekonomian di indonesia." Seminar Nasional Sistem Informasi (SENASIF). Vol. 2. No. 1. 2018. Ridwan, Achmad F., Erna Maulina, and Arianis Chan (2017) "Comparisons of Factors that Influence Male Consumer Behavior in Purchasing Skin Care Products (Case Study: Men from Suwon City, South Korea and Bandung, Indonesia)." Review of Integrative Business and Economics Research 6 (2017): 176. Rinova & Dora (2018) "Pengaruh Bauranpemasaran Terhadap Keputusan Belanja Batik Khas Lampung Di Kota Bandar Lampung." e-JKPP 4.1 (2018):23- 38. Solomon, Michael. R. (2013). Consumer Behaviour: Buying, Having, and Being. New Jersey: Pearson Education,Inc. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Ulber Silalahi. (2018). Metodologi Analisis Data dan Interpretasi Hasil Untuk Penelitian Kuantitatif. Bandung: Refika Aditama Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018. Websindo | Indonesia Digital 2019 : Tinjauan Umum (di akses pada bulan agustus 2021)
9e1ca163-e798-454b-a7fd-640d1f2256fb
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/3299/2339
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 3 Tahun 2023 Page 9694-9701 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Perbandingan Hasil Belajar Antara Model Problem Based Learning Dengan Discovery Learning Pada Materi Dinamika Penduduk Kelas XI IPS SMAN 12x11 Kayu Tanam Nurul Anggriani 1 ✉ , Rery Novio 2 Program Studi Pendidikan Geografi FIS Universitas Negeri Padang Email: [email protected] 1 ✉ ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran Discovery Learning pada materi dinamika dikelas XI IPS 1 dan XI IPS 2 SMAN 1 2X11 Kayu Tanam. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS semester genap SMAN 1 2X11 Kayu Tanam yang berjumlah adalah 43 orang. Instrumen penelitian ini adalah analisis uji coba instrumen, analisis reliabilitas, analisis tingkat kesukaran dan analisis daya pembeda. Teknik analisis data menggunakan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. Prosedur penelitian terdiri dari tahap awal, tahap pelaksanaan penelitian.Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, maka kesimpulan bahwa “terdapat perbandingan yang signifikan dari model pembelajaran problem based learning dan model pembelajaran discovery learning di kelas XI IPS 1 dan XI IPS2 pada materi dinamika penduduk. Besar pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPS SMAN 1 2X11 Kayutanam pada model problem based learning Thitung 6,58, Ttabel sebesar 1,71714 dengan taraf signifikan α 0.05 dan n = 22 – 1 = 21 orang, sedangkan model discovery learning Thitung 6,31, Ttabel sebesar 1,72074 dengan taraf signifikan α 0.05 dan n = 21 – 1 = 20 orang. Maka Thitung Problem based learning < Thitung discovery learning 6,58 <6,31. Jadi dapat disimpulkan t perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran problem based learning di kelas XI IPS1 dengan model pembelajaran discovery learning di kelas XI IPS2. Kata kunci: hasil belajar,Problem based learning,Discovery learning ## Abstract Comparison of Learning Outcomes Between Problem Based Learning Learning Models and Discovery Learning on Class XI Social Studies Population Dynamics Material 1 Sman 1 2x11 Planting Wood. This study aims to determine the comparison of student learning outcomes using the Problem Based Learning learning model and the Discovery Learning learning model on the dynamics material in class XI Social Studies 1 and XI Social Studies 2 SMAN 1 2X11 Kayu Tanam. This type of research is quantitative research. The population and sample of this study were all students of grade XI social studies in the even semester of SMAN 1 2X11 Kayu Tanam which amounted to 43 people. The instruments of this research are instrument trial analysis, reliability analysis, difficulty level analysis and differentiating power analysis. Data analysis techniques use normality tests, homogeneity tests and hypothesis tests. The research procedure consists of the initial stage, the stage of research implementation. Based on the results of research and hypothesis testing, it was concluded that "there is a significant comparison of the problem-based learning model and the discovery learning learning model in classes XI IPS 1 and XI IPS2 on population dynamics material. The magnitude of the influence of the learning model on the learning outcomes of grade XI IPS SMAN 1 2X11 Kayutanam students in the problem based learning model Tcalculate 6.58, Ttabel is 1.71714 with a significant level of α 0.05 and n = 22 – 1 = 21 people, while the discovery learning model Tcalculate 6.31, Ttabel is 1.72074 with a significant level of α 0.05 and n = 21 – 1 = 20 people. Then Tcalculate Problem based learning < Tcalculate discovery learning 6.58 < 6.31. So it can be concluded t significant difference between the problem-based learning model in class XI IPS1 with the discovery learning learning model in class XI IPS2. Keywords: learning outcomes,, problem based learning,discovery learning ## PENDAHULUAN Usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak lepas dari upaya peningkatan dan pengembangan di bidang pendidikan. Pembangunan di bidang pendidikan dititik beratkan pada mutu setiap jenis dan jenjang pendidikan. Mengingat di era globalisasi sekarang ini membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.Salah satu masalah yang sering dihadapi pendidikan indonesia adalah masalah melemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan untuk mengembangkan informasi yang ada, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menghafal berbagai informasi yang telah diberikan tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari (Sanjaya,2006:1). Pendidikan juga merupakan sektor yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu, diantaranya melalui pendidikan formal pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena pendidikan SMA memiliki tujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Pidarta, 2007). Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL) adalah dua pendekatan pembelajaran yang berbeda namun sering dibandingkan dalam konteks hasil belajar. Berikut adalah latar belakang perbandingan hasil belajar antara kedua model tersebut: 1. Model Problem Based Learning (PBL): - PBL adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa mempelajari materi dengan cara memecahkan masalah nyata. - PBL mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, pemikiran kritis, kerja sama, dan komunikasi. - Dalam PBL, siswa aktif terlibat dalam menentukan masalah, mencari sumber daya, mengidentifikasi solusi, dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh. - Tujuan PBL adalah mengembangkan pemahaman yang mendalam dan memotivasi siswa untuk belajar secara mandiri. 2. Model Discovery Learning (DL): - DL adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa diberikan kesempatan untuk menemukan dan mengonstruksi pengetahuan sendiri melalui eksplorasi dan eksperimen. - DL mendorong siswa untuk bertindak sebagai penemu pengetahuan, mengamati, menyelidiki, dan menarik kesimpulan sendiri. - Dalam DL, siswa memainkan peran yang aktif dalam membangun pemahaman mereka sendiri melalui tugas-tugas penemuan yang relevan. - Tujuan DL adalah mempromosikan keterlibatan siswa, meningkatkan pemahaman konsep, dan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Perbandingan Hasil Belajar: 1. Pemahaman Konsep: Kedua model pembelajaran dapat memfasilitasi pemahaman konsep yang kuat. PBL membantu siswa memahami konsep melalui pemecahan masalah kontekstual, sementara DL memungkinkan siswa untuk menemukan konsep-konsep tersebut melalui eksplorasi mandiri. 2. Motivasi: PBL cenderung memotivasi siswa karena mereka terlibat dalam masalah yang relevan dan nyata. Mereka melihat aplikasi langsung dari apa yang mereka pelajari. DL juga dapat meningkatkan motivasi siswa karena mereka memiliki otonomi untuk mengeksplorasi dan menemukan pengetahuan baru. 3. Keterampilan Berpikir: Kedua model pembelajaran mendorong pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan keterampilan analitis. Namun, PBL cenderung lebih fokus pada kerja sama dan komunikasi, sedangkan DL menekankan pengamatan, penelitian, dan eksperimen. 4. Kolaborasi: PBL secara alami mendorong siswa untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka memecahkan masalah. DL juga dapat melibatkan kolaborasi, tetapi lebih menekankan pada penemuan individual. 5. Pembimbingan: PBL biasanya membutuhkan pembimbing yang memandu dan memberikan arahan kepada siswa dalam proses pemecahan masalah. DL juga dapat melibatkan peran pembimbing, tetapi siswa lebih mandiri dalam menemukan pengetahuan. Perlu diperhatikan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk implementasi yang baik dari masing-masing model pembelajaran, karakteristik siswa, dan konteks pembelajaran. Tujuan dalam penelitian ini adalah :Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran Discovery Learning pada materi dinamika. Dan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan terhadap hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan model pembelajaran Discovery Learning pada materi dinamika penduduk. Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul skripsi yang peneliti angkat “ Perbandingan hasil belajar antara model Problem based learning dengan Discovery learning pada materi dinamika penduduk kelas XI IPS SMAN 1 2X11 Kayutanam” ## METODE PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka jenis penelitian yang akan diterapkan adalah penelitian kuantitatif .Jenis penelitian pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan analisisnya pada rata-rata numerial (angka) yang diolah dengan statistik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Metode dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen yakni metode dalam penelitian ini membandingkan dua kelompok eksperimen, penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu dengan uji hipotesis menggunakan uji –t yang menganalisis pengaruh antara variabel × dan variabel y berdasarkan perbedaan antara kelompok yang diberikan perlakuan yakni kelompok pertama yaitu menggunakan model pembelajaran problem based learning dan kelompok kedua yaitu model pembelajaran discovery learning Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 2X11 Kayu Tanam Sampel siswa yang digunakan adalah dua kelas. Dimana kelas XI IPS1 dijadikan sebagai kelas eksperimen-1 yang dibelajarkan dengan Problem based learning berbantu eksperimen sedangkan kelas kedua yaitu XI IPS2 dijadikan eksperimen-2 yang dibelajarkan dengan menggunakan model discovery learning. Uji coba instrumen dianalisis dengan menggunakan program Ms. Excel dan uji hipotesis penelitian ini digunakan Uji -T dengan signifikansi 5%. Instrumen penelitian ini adalah analisis uji coba instrumen, analisis reliabilitas, analisis tingkat kesukaran dan analisis daya pembeda. Teknik analisis data menggunakan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. Prosedur penelitian terdiri dari tahap awal, tahap pelaksanaan penelitian. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu bagaimana hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran problem based learning dan discovery learning yang dapat menguatkan sebuah hipotesis atau jawaban sementara. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMAN 1 2X11 Kayutanam sebagai berikut. Data Pretest Siswa Kelas XI IPS 1 Melalui Model Problem Based Learning dan Model Discovery Learning pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMAN 1 2x11 Kayutanam Pretest PBL Pretest DL Posttest PBL Posttest DL 39,95 43 82 80 Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, maka kesimpulan bahwa “terdapat perbandingan yang signifikan dari model pembelajaran problem based learning dan model pembelajaran discovery learning di kelas XI IPS 1 dan XI IPS2 pada materi dinamika penduduk. Besar pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPS SMAN 1 2X11 Kayutanam pada model problem based learning Thitung 6,58, Ttabel sebesar 1,71714 dengan taraf signifikan α 0.05 dan n = 22 – 1 = 21 orang, sedangkan model discovery learning Thitung 6,31, Ttabel sebesar 1,72074 dengan taraf signifikan α 0.05 dan n = 21 – 1 = 20 orang. Maka Thitung Problem based learning < Thitung discovery learning 6,58<6,31 Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai post-test. Nilai pots-test pada kelas dengan penggunaan model pembelajaran problem based learning kelas eksperimen 1 memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan kelas eksperimen 2 dengan penggunaan model pembelajaran discovery learning.Ini berarti bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning dan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa walaupun terdapat sedikit perbedaan pada nilai rata-rata hasil post-test, kedua kelas tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan hasil belajar geografi siswa khususnya pada materi dinamika penduduk . ## Pembahasan Penelitian ini diawali dengan melakukan pree test dengan mengukur kemampuan siswa kelas XI IPS SMAN1 2X11 Kayutanam, setelah itu pemberian perlakuan selama 6 kali pertemuan dengan materi dinamika penduduk di masing-masing kelas model problem based learning (XI IPS1) dan kelas model discovery learning (XI IPS2 ) , dan kemudian melakukan post test dengan mengukur kembali kemampuan siswa kelas model problem based learning (XI IPS1) dan kelas model discovery learning (XI IPS 2). Dengan menggunakan desain preetest-posttest berfungsi untuk membandingkan sebelum dan sesudah diberi perlakuan, sehingga dapat diketahui lebih akurat perbedaannya. 1. Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem based learning pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMAN 1 2X11 Kayutanam. Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar gepgrafi siswa kelas XI IPS1 SMAN1 2X11 Kayutanam, yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning dengan nilai rata-rata 82 pada nilai post-test. Nilai post-test termasuk tinggi hal ini karena proses pembelajaran Problem based learning lebih menekankan pada partisipasi siswa secara aktif dalam menentukan topik bahasan, menyelesaikan masalah atau kasus, serta menganalisis kasus atau masalah yang terjadi. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas dan partisipasi siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) mengembangkan pemahaman yang mendalam dan memotivasi siswa untuk belajar secara mandiri. dengan menggunakan bantuan berbagai sumber belajar seperti buku pembelajaran yang relevan maupun dengan menggunakan internet. Membaca berbagai referensi maka secara langsung dapat menambah penegetahuan siswa sehingga dapat mendorong daya berpikir kritis. Akan tetapi pada saat proses pembelajaran ini kebanyakan dari siswa acuh tak acuh pada saat proses pembelajaran dan lebih mengharapkan ketua kelompok saja yang mencari informasi dari masalah yang diberikan sehingga pemahaman mereka kurang. 2. Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Discovery learning Pada Kelas XI IPS2 SMAN1 2X11 Kayutanam. Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar geografi siswa kelas XI IPS2 SMAN1 2X11 Kayutanam , yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dalah 80 pada nilai post-test. Hasil belajar geografi siswa yang diajar dengan penggunaan model pembelajaran discovery learning yang mendapatkan nilai pada kategori tinggi cukup banyak. Pembelajaran discovery learning dipilih dalam penelitian ini karena melalui model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan siswa untuk bertindak sebagai penemu pengetahuan, mengamati, menyelidiki, dan menarik kesimpulan sendiri.siswa memainkan peran yang aktif dalam membangun pemahaman mereka sendiri melalui tugas- tugas penemuan yang relevan.meningkatkan pemahaman konsep, dan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Perbedaan Hasil Belajar geografi Siswa kelas XI IPS SMAN1 2X11 Kayutanam menggunakan Model Pembelajaran problem based learning dan discovery learning Telah dikemukakan sebelumnya bahwa untuk pengujian hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikansi  = 0,05 Syarat yang harus dipenuhi untuk pengujian hipotesis adalah data yang diperoleh berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Oleh karena itu sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalisasi bertujuan untuk melihat apakah data tentang hasil belajar geografi tidak menyimpang dari distribusi normal atau tidak sedangkan uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok berasal dari populasi yang homogen atau tidak., maka diperoleh nilai Tabel di atas menunjukan besar pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPS SMAN 1 2X11 Kayutanam, diperoleh sebesar di model problem based learning Thitung 6,58 sedangkan Ttabel sebesar 1,71714 dengan taraf signifikan α 0.05 dan n = 22 – 1 = 21 orang,sedangkan di model discovery learning Thitung 6,31 sedangkan Ttabel sebesar 1,72074 dengan taraf signifika n α 0.05 dan n = 21 – 1 = 20 orang. Berdasarkan pengambilan keputusan di atas maka Thitung Problem based learning < Thitung discovery learning 6,58 <6,31.Jadi dapat di simpulkan ada nya perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran problem based learning di kelas XI IPS1 dengan model pembelajaran discovery learning di kelas XI IPS2 ## SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa “Terdapat perbandingan yang signifikan dari model pembelajaran problem based learning dan model pembelajaran discovery learning di kelas XI IPS 1 dan XI IPS2 pada materi dinamika penduduk. Besar pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPS SMAN 1 2X11 Kayutanam, diperoleh sebesar di model problem based learning Thitung 6,58616094 sedangkan Ttabel sebesar 1,71714 dengan taraf signifikan α 0.05 d an n = 22 – 1 = 21 orang,sedangkan di model discovery learning Thitung 6,31245269 sedangkan Ttabel sebesar 1,72074 dengan taraf signifikan α 0.05 dan n = 21 – 1 = 20 orang. Berdasarkan pengambilan keputusan di atas maka Thitung Problem based learning < Thitung discovery learning (6,58616094 < 6,31245269). Jadi dapat di simpulkan ada nya perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran problem based learning di kelas XI IPS1 dengan model pembelajaran discovery learning di kelas XI IPS2. ## DAFTAR PUSTAKA Amalia , N. A., Sitorus, M., & Perkasa, R. D. (n.d.). Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang Diajarkan Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X MAN 1 Kabupaten Labuhanbatu Utara. jurnal pendidikan Aksara, T. D. (2020). Pengaruh Model Problem based learning terhadap hasil belajar. Jurnal pendidikan. Astika, Urip, K., I ketut, S., & I wayan, S. ( 2016). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Sikap Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis. Buleleng: Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Astuti, I. D., & Hadi, S. (n.d.). Efektivitas model pembelajaran problem based efektivitas model pembelajaran problem based komputer jaringan smk ma’arif 1 wates. jurnal pendidikan. Efendi, & Akhmad. (2012.). Efektivitas Penggunaan Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas X SMK Diponegoro Yogyakarta Sleman. Diponegoro Yogyakarta Sleman: Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN. Emzir. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif Edisi Revisi. Jakarta: Rajagrafindo. Fitri, Mariza, & Derlina. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar . Jurnal inpati.
36c5420d-2660-4536-99d7-bf50cb02a54e
https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/didaktika/article/download/182/111
## KONSEP PENDIDIKAN ANAK MENURUT AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 13-19 ## M. Zubaedy [email protected] Program Studi Pendidian Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone ## Abstract Supervision is a professional supervision, because it is also more specific in addition to observing academic activities that are based on scientific ability, and the approach is no longer the usual management supervision, but more demanding democratic and humanistic professional abilities by education supervisions. Supervision carried out by supervisors using group techniques, namely through activities such as: orientation meetings, teacher meetings, group studies between teachers, discussions as an exchange of thoughts or opinions, workshops, sharing of experiences, panel discussions, seminars and symposiums. In addition to group supervision techniques used also use individual techniques. Individual supervision techniques used by supervisors in carrying out teaching supervision programs such as class visits, classroom observations, intervisitation, self-assessment, teaching demonstrations, and supervision bulletins. Based on the implementation of various academic supervision techniques, the teacher is expected to have competence so that the learning process is conducive. Keywords: supervision, academic supervision, learning process ## PENDAHULUAN Anak adalah anugerah sekaligus amanat yang diberikan Allah SWT. kepada setiap orang tuanya. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan bagian terpenting dari kebahagiaan setiap rumah tangga. Orang tua atau keluarga yang telah dikaruniai anak, wajib berterimakasih atau bersyukur hanya kepada Allah SWT. yang telah memberikan kepadanya kebahagiaan dengan memberikan karunia berupa keturunan atau anak yang menjadi pujaan hati dan kesayangan, sekaligus menjadi tumpuan harapan bagi kebahagiaan masa depannya. Selain sebagai anugerah atau nikmat, anak juga merupakan amanat atau titipan Allah SWT. Orang tua wajib memperlakukan anak-anaknya secara baik dengan memberikan pemeliharaan, penjagaan, dan pendidikan yang baik, lahir maupun batin, agar di kemudian hari mereka dapat tumbuh sebagai anak-anak yang shalih dan shalihah yang senantiasa taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orang tua dan berguna bagi sesamanya. Melaksanakan kewajiban memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, menyia-nyiakan dan tidak memberikan pendidikan yang baik kepada mereka, adalah suatu bentuk pengkhianatan terhadap nikmat dan amanat yang diberikanNya kepada kita. Pendidikan Islam yang digambarkan di dalam al Qur‟an surat Luqman ayat 13-19 adalah merupakan salah satu jawabandari berbagai aspek permasalahan pendidikan yang menjangkiti umat pada zaman ini, seperti pendidikan akhlaq dan ibadah. Luqman adalah nama hamba yang Allah jadikan namanya menjadi nama di salah satu surat di al-Qur‟an karena sifat beliau yang amat bijak dan takwa yang dimilikinya serta bagaimana beliau mendidik anaknya agar menjadi pribadi muslim yang setia kepada Allah SWT. ## PEMBAHASAN Luqman nama aslinya adalah Luqman bin Anqa bin Sadun seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia termasuk diantara penduduk Mesir yang berkulit hitam, serta dia adalah orang yang hidup sederhana, dan Allah telah memberinya hikmah kepadanya. Dalam suatu riwayat, Luqman adalah cicit Azar, ayahnya nabi Ibrahim as. Luqman hidup selama 1000 tahun, ia sezaman bahkan gurunya nabi Daud. Sebelum nabi Daud diangkat menjadi Nabi, Luqman sudah menjadi mufti saat itu, tempat konsultasi dan bertanya nabi Daud as. Luqman dijuluki sebagai Ahlul hikmah, mungkin kita sudah sering mendengar hikmah, namun pada kenyataannya kita sering meleset akan arti hikmah tersebut. Hikmah adalah kemampuan memecahkan masalah dan mampu mencari solusi yang terbaik dari suatu masalah, sehingga hasil dari hikmah itu adalah kemaslahatan bagi orang tersebut. Adapun syarat seseorang dapat memiliki kemampuan untuk memiliki hikmah yang baik adalah kuatnya ibadah kepada Allah serta ilmu yang tinggi, ini terbukti Luqman menjadi guru dari seorang Nabi Daud. Suatu hal yang harus diperhatikan, bahwa apa yang diisyaratkan Allah tentang Luqman al hakim bukan hannya khusus bagi dirinya dan bukan hanya sekedar kabar cerita yang tidak berguna. Akan tetapi cerita ini merupakan metode bagi setiap orang tua dan bagi setiap anak dalam kehidupan serta menjadi tauladan yang turun temurun dari masa kemasa. Metode Luqman dengan anaknya dinisbatkan oleh ulama ilmu jiwa modern dengan “metode pendidikan dengan nasehat.” Mereka berpendapat bahwa metode ini harus diiringi dengan cara lannya, yaitu metode “pendidikan ketauladanan” karena nasehat walaupun mampu membangkitkan jiwa, akan tetapi membutuhkan unsur penggerak semangat jiwa yang mampu mengarahkan dengan sempurna. Keutamaan Luqman al-Hakim adalah beliau menggabungkan hikmah dan syukur menjadi karakter pendidik yang unggul. Karakter di mana ketika seorang hamba yang pandai berhikmah maka dia akan menjadi pribadi yang tenang akan setiap masalah karena tinggi ilmu yang dimiliki sehingga mudah saja memikirkan jalan keluar yang terbaik, bukan karena melupakannya. Syukur merupakan perilaku yang senantiasa meningkatkan kapasitas diri ketika nikmat di beri atasnya dan akan terus meningkatkan kapasitasnya dalam segi ibadah maupun muamalah ketika nikmat itu di tambah oleh Allah SWT. Luqman al-Hakim, sebagaimana telah dikatakan oleh para mufashirin adalah seorang hamba yang shaleh bukan seorang nabi, akan tetapi Allah mengaruniakan kepadanya hikmah (kepahaman dan ilmu serta kelembutan dalam berbicara) dan kesyukuran kepada Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan di dalam al Qur‟an : َأ َةَمْن ِحْىا َنبَمْقُى بَىْيَتآ ْدَقَى َو ٌديِمَح ٌّيِىَغ َ هاللَّ هنِإَف َسَفَم هَم َو ِهِسْفَىِى ُسُنْشَي بَمهوِإَف ْسُنْشَي هَم َو ِ ه ِلِلّ ْسُنْشا ِن Artinya: Dan sesungguhya kami telah berikan kepada Luqman, yaitu: “Bersyukur kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha kaya lagi Maha tepuji. (QS-Luqman Ayat 12). Ayat di atas menerangan bahwa Luqman telah memperoleh hikmah itu. Dia sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntunan ilmunya sendiri. “Bahwa bersyukurlah kepada Allah”. Inilah hikmah yang didapati oleh Luqman. Syukur kepada Allah, karena bila mau bersyukur, Allah akan menambah (kebaikan dan rezeki), tetapi bila manusia kufur nikmat, maka sungguh siksa Allah amat dahsyat. Seperti firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 berikut: َو ِشَلا ْمُت ْسَنَش ْهِئَى ْمُنُّب َز َنهذَأَت ْذِا دْيِدَشَى ْىِباَرَع هنِا ْمُت ْسَفَم ْهِئَى َو ْمُنهو َدْي Artinya: “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Pada hakekatnya nikmat itu adalah suatu kesatuan tapi mungkin terbawa oleh sifat manusia yang sentimentil, maka kenyataannya nikmat iut dirasakan ada dua macam yaitu nikmat yang bersifat fitri atau zasi yang dibawa manusia ketika lahir, yang kedua nikmat yang mendatangkan yang dapat diterima dan yang dapat dirasakan sewaktu-waktu. ## A. Pendidikan Akidah Nasehat pertama yang diberikan Lukma terhadap anaknya (Tsaran) ialah ”wahai anakku! Janganlah menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah adalah kedzaliman yang besar.” Maka seorang pendidik wajib mendidik anaknya agar mengesakan Allah SWT. dari lainnya dengan sifat wahdaniyah (KeEsaan Tuhan) dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Bahwa pendidikan tauhid atau akidah ini merupakan pendidikan yang pertama yang harus di berikan kepada peserta didik, karena sebagai dasar bagi dirinya untuk dapat melanjutkan tahapan pendidikan selanjutnya, sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 13: ٌميِظَع ٌمْيُظَى َك ْسِّشىا هنِإ ِ هلِلّبِب ْك ِسْشُت َلا هيَىُب بَي ُهُظِعَي َىُه َو ِهِىْب ِلا ُنبَمْقُى َهبَق ْذِإ َو Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. Dalam ayat 13 di atas, Allah mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada anaknya, (Luqman bin „Anqa bin Sadun, dan nama anaknya Saran) sebagaimana yang telah disebutkan oleh Suhaili dalam tafsir Ibnu Katsir (Kairo, 2000: 53) agar anaknya tersebut hanya menyembah Allah semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Ungkapan “la tusyrik billah” dalam ayat ini, memberi makna bahwa ketauhidan merupakan materi pendidikan terpenting yang harus ditanamkan pendidik kepada anak didiknya (orang tua dan anak) karena hal tersebut merupakan sumber petunjuk Ilahi yang akan melahirkan rasa aman. Imam Bukhari telah meriwatakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas‟ud. Ibnu Mas‟ud telah menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An‟am: 82). Maka hal itu dirasakan sangat berat oleh para sahabat, lalu mereka berkata :” siapakah diantara kita yang mencampuradukan imannya dengan perbuatan zalim?” Maka Rasulullah saw berkata: “sesungguhnya perbuatan zalim tidaklah demikian, tidakkah kalian pernah mendengar perkataan Luqman? (kemudian Rasulullah membaca surat Luqman ayat 13). Penyampaian materi pendidikan dalam ayat 13 surat Luqman, diawali dengan penggunaan kata “Ya bunayya” (wahai anakku) merupakan bentuk tashgir (diminutif) dalam arti belas kasih dan rasa cinta, bukan bentuk diminutif penghinaan atau pengecilan. Itu artinya bahwa pendidikan harus berlandaskan aqidah dan komunikasi efektif antara pendidik dan anak didik yang didorong oleh rasa kasih sayang serta direalisasikan dalam pemberian bimbingan dan arahan agar anak didiknya terhindar dari perbuatan yang dilarang. Oleh karena itu, Al- Ghazali dalam “Ihya „Ulumuddin” (Al-Manshurah, 1996: 85) menyebutkan bahwa salah satu diantara tugas pendidik ialah menyayangi anak didiknya sebagaimana seorang ayah menyayangi anaknya, bahkan lebih. Dan selalu menasehati serta mencegah anak didiknya agar terhindar dari akhlak tercela. Dari segi anak didik, ungkapan “la tusyrik billah innassyirka lazhulmun azhim” (janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar) mengandung arti bahwa sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh anak didik tidak hanya sebatas larangan, tetapi juga diberi argumentasi yang jelas mengapa perbuatan itu dilarang. Anak didik diajak berdialog dengan menggunakan potensi pikirnya agar potensi itu dapat berkembang dengan baik. Komunikasi efektif antara Luqman dan anaknya mengisyaratkan bahwa hendaknya seorang pendidik menempatkan anak didiknya sebagai objek yang memiliki potensi fikir. Dari segi lain, ungkapan “Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar” menimbulkan rasa kehati- hatian dalam diri anak didik melakukan kewajiban kepada Allah serta usaha untuk menghindar dari persoalan yang dilarang, sehingga dengan demikian materi pendidikan lebih mudah diterima oleh anak didik. Luqman al-Hakim meralarang anaknya mempersekutukan Allah dengan alasan bahwa perbuatan syirik adalah suatu yang amat besar. Beliau menekankan hakikat ini dua kali. Sekali dengan mengemukakan larangan dan menjelaskan alasannya sekali lagi dengan menggunakan kata-kata penguat yaitu “ inna ” dan “ lam ” pada “ lazulmun ”. Inilah hakikat yang dikemukakan nabi Muhammad SAW. ## B. Pendidikan Akhlak Setelah Allah menuturkan apa yang diwasiatkan oleh Luqmanterhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan semua nikmat, yang tiada seorangpun yang bersekutu dengan-Nya dalam menciptakan sesuatu. Kemudian Luqmanmenegaskan bahwasannya perbuatan syirik itu adalah perbuatan yang buruk. Selanjutnya Allah mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tuanya, karena sesungguhnya kedua orang tua merupakan penyebab dari keberadaannya di dunia ini. Lebih-lebih terhadap ibu, karena ibu telah mengandungnya, sedangkan ia dalam kadaan lemah yang kian bertambah disebabkan makin besarnya kandungan sehingga melahirkannya, kemudian sampai selesai masa nifasnya. Di samping itu ibu telah merawatnya dengan penuh kasih sayang dan merawatnya dengan sebaik-baiknya sewaktu ia belum bisa berbuat apa-apa bagi dirinya dan menyapihnya dari persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun,selama masa itu, ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan kesulitan dalam rangka mengurus keperluan anaknya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW ketika ada seseorang bertanya tentang siapa yang paling berhak ia berbakti kepadanya, maka beliau menjawab, ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu. Sesudah itu baru Rasulullah SAW mengatakan, kemudian ayahmu. Allah memerintahkan kepada anak tersebut untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang dilimpahkan kepadanya, dan juga bersyukur kepada kedua ibu bapaknya, karena sebab merekalah ia ada di dunia ini. Alasan dari perintah bersyukur ialah karena hanya kepada Allahlah dirinya kelak akan kembali. Dalam surat Luqman ayat 14 Allah SWT berfirman: ِى َو يِى ْسُنْشا ِنَأ ِهْيَمبَع يِف ُهُىبَصِف َو ٍهْه َو ىَيَع ًبىْه َو ُهُّمُأ ُهْتَيَمَح ِهْيَدِىا َىِب َنبَسوِ ْلْا بَىْيهص َو َو ُسي ِصَمْىا هيَىِإ َلْيَدِىا َى Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Ayat di atas tidak menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahannya, hal ini berbeda dengan bapak. Di sisi lain, peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan dibandingkan dengan peranan ibu. Setelah pembuahan semua proses kelahiran anak dipikul oleh ibu sorang diri. Bukan hanya sampai masa kelahirannya, tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu. Betapapun peranan ayah tidak sebesar peranan ibu dalam proses kelahiran anak, namun jasanya tidak diabaikan, karena itu anak berkewajiban berdoa untuk ayahnya, sebagaimana berdoa untuk ibunya. Perhatikan doa yang diajarkan al- Qur‟an: (Tuhanku! Kasihanilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.) (al-Isra‟:24). Pentingnya penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua itu sehingga menempati posisi kedua setelah pengagungan kepada Allah SWT. Al-Qur‟an seringkali menggandengkan perintah menyembah Allah dan perintah berbakti kepada kedua orang tua. Kendati nasehat ini bukan nasehat Luqman, namun tidak berarti bahwa beliau tidak menasehati anaknya dengan nasehat serupa. Al-Biqa‟i menilainya sebagai lanjutan dari nasehat Luqman. Ayat ini menurutnya bagaikan menyatakan: “Luqman menyatakan hal itu kepada anak-anaknya sebagai nasehat kepadanya, padahal Kami telah mewasiatkan anaknya dengan wasiat itu seperti apa yang dinasehatkannya menyangkut hak Kami. Tetapi redaksinya diubah agar mencakup semua manusia.” Al-Qur‟an hampir tidak berpesan kepada ibu bapak untuk berbuat baik kepada anaknya kecuali sangat terbatas, yaitu pada larangan membunuh anak. Ini karena seperti riwayat yang dinisbahkan Ibnu Asyur kepada Luqman di atas, Allah telah menjadikan orang tua secara naluriah rela kepada anaknya. Kedua orang tua bersedia mengorbankan apa saja demi anaknya tanpa keluhan. Bahkan mereka memberi kepada anak, namun dalam pemberian itu sang ayah atau ibu justru merasa menerima dari anaknya. Ini berbeda dengan anak, yang tidak jarang melupakan sedikit atau banyak jasa-jasa ibu bapaknya. Di antara hal yang menarik dari pesan-pesan ayat di atas dan ayat sebelumnya adalah bahwa masing-masing pesan disertai dengan argumennya: “Jangan mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan-Nya adalah penganiayaan yang besar.” Sedangkan ketika mewasiati anak menyangkut orang tuanya ditekankannya bahwa “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan dan menyapihnya setelah dua tahun menyusui.” Demikianlah cara mendidik dan mengajari anak yang seharusnya. Menyampaikan kebenaran hendaknya disertai argumentasi untuk membuktikan kebenaran itu melalui penalaran akal yang dapat diterima oleh anak. Metode ini bertujuan agar manusia merasa bahwa ia ikut berperan dalam menemukan kebenaran dan dengan demikian ia merasa memiliki serta bertanggung jawab untuk mempertahankannya. Keterkaitan ayat 13 dan 14 juga menunjukkan adanya urutan kewajiban untuk berbuat baik, yakni berbuat baik kepada Allah, kemudian berbuat baik kepada sesama manusia yang didahului dengan kewajiban berbakti kepada orang tua. Kewajiban mematuhi kedua orang tua dibatasi oleh larangan ketika keduanya, atau salah satu dari mereka (orang tua) mengajak atau menyuruh kepada pebuatan syirik. Kemudian ayat 15 Allah menceritakan dalam firmanNya: يِب َك ِسْشُت نَأ ىيَع َكاَدَهبَج نِإ َو هيَىِإ َةبَوَأ ْهَم َويِبَس ْعِبهتا َو ًبفو ُسْعَم بَيْوُّدىا يِف بَمُهْب ِحبَص َو بَمُهْعِطُت َلََف ٌمْيِع ِهِب َلَى َسْيَى بَم هيَىِإ همُُ َنىُيَمْعَت ْمُتىُم بَمِب مُنُئِّبَوُأَف ْمُنُع ِج ْسَم Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Dalam hal ini ketaatan kepada Allah SWT. ditempatkan pada posisi yang paling tinggi. Perintah atau ajakan kedua orang tua tidak perlu ditaati, bahkan wajib ditolak jika bertentangan dengan dengan ajaran-Nya. Sekalipun demikian, jangan memutuskan hubungan dengan kedua orang tua atau tidak menghormatinya. Bagaimanapun juga, anak tetap berkewajiban mempergauli kedua orang tuanya dengan cara yang baik, dengan catatan jangan sampai hal ini mengorbankan prinsip-prinsip aqidah. Tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, dan ini adalah perintah Allah SWT. Dalam konteks ini, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Asma‟ binti Abu Bakar, bahwa ia pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih musyrikah. Asma‟ bertanya kepada Rasulullah saw. bagaimana seharusnya ia bersikap. Maka Rasulullah saw. memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya. Thabathaba‟i menulis bahwa hal ini mengandung pesan; Pertama, bahwa mempergauli dengan baik itu, hanya dalam urusan keduniaan, bukan keagamaan. Kedua, bertujuan meringankan beban kedua orang tua, dan beban tugas itu hanya untuk sementara yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepadanya. ## C. Pendidikan Ibadah Ibadah merupakan tujuan utama dari di ciptakannya jin dan manusia. Oleh karena itu, penanaman akan pentingnya ibadah untuk dilakukan, hendaknya di mulai sejak dini. Karena setiap perbuatan yang dilakukan manusia akan menjadi ibadah manakala perbuatan itu dilakukan dengan dasar ilmu dan juga keikhlasan yang tinggi dari si pelaku ibadah. Sehinggga akan mmperoleh balasan dari Allah SWT. Sekalipun perbuatan atau amal itu hanya sebesar biji sawi, dengan catatan di dasari Ilmu dan rasa ikhlas. Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui (QS. Luqman: 16). Dalam ayat 16 ini tersirat tujuan pendidikan, yaitu pengarahan kepada perilaku manusia untuk meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang sia-sia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wasiat Luqman dalam ayat ini dimaksudkan untuk mengusik perasaan anaknya agar tumbuh keyakinan akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas. Jika keyakinan ini tumbuh, maka akan lahir pula sikap-sikap dan perbuatan baik, sesuai dengan keyakinan akan keMahatahuan Allah yang telah tertanam dalam dirinya. Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsir Al-Jami‟ li Ahkaamil Qur‟an (Kairo, 1994: 68): “Makna ayat ini yaitu bahwa Allah menghendaki amal-amal perbuatan, baik itu perilaku maksiat maupun perilaku ketaatan. Maksudnya: Jika amal itu adalah amal baik atau amal itu adalah amal buruk, meski itu seberat biji sawi, niscya Allah akan mendatangkannya. Yakni bahwa seorang manusia tidak akan kehilangan sesuatu yang telah ditakdirkan padanya.” Dalam ayat ini pula terdapat konsep keimanan pada hari akhir. Dari konsep tersebut butuh dua pemahaman untuk menjalankannya dengan baik. Pertama adalah Ihsan, yaitu sikap muraqabatullah di mana manusia itu berada, maka Allah akan mengetahui apa yang dia lakukan maupun niat yang ada dalam hatinya. Kedua adalah tanggung jawab Ilahiyah, di mana seseorang harus bertanggung jawab akan tindakannya selama di dunia di hadapan Allah kelak. Menjadi shalih/shalihah bukanlah hal yang biasa jika dia saja yang menjadi shalih/shalihah tanpa merubah lingkungan sekitarnya. Terdapat dalam surat Luqman ayat 17, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. Kewajiban ini merupakan konsep tanggung jawab secara konstitusi antara Allah dengan hamba-Nya yang bertaqwa. Konsep pertama yaitu, seorang hamba yang bertaqwa senantiasa melakukan amar ma‟ruf dan nahi munkar. Komunikasi pendidikan melalui penghayatan yang melibatkan lingkungan untuk memperoleh penguatan yang lebih mendalam, tidak hanya sebatas pengetahuan. Hal ini tampak dalam ungkapan “mitsqala habbatin min khardalin” (seberat biji sawi). Kata-kata “habbatin min khardalin” merupakan upaya komunikasi melalui kata-kata yang mendekatkan makna nilai yang dididiknya dengan pengalaman yang telah dimiliki anak didik. Pengungkapan materi pendidikan dalam ayat ini dilakukan melalui perumpamaan yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman anak didik mengenai suatu konsep yang abstrak dengan cara mengambil sesuatu yang telah diketahuinya sebagai bandingan, sehingga sesuatu yang baru itu dapat dipahami karena terkait dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya (apersepsi). Kata-kata “di dalam batu”, “di langit”, atau “di perut bumi” merupakan ungkapan- ungkapan yang dikenal dan dipersepsi keadaannya oleh anak didik sebagai sesuatu yang tidak mungkin diketahuinya, karena keadaannya yang jauh, dalam dan tidak terjangkau oleh pengetahuan manusia. Dalam tempat dan keadaan seperti itu, sebuah biji sawi yang kecil diketahui oleh Allah SWT. Ayat ini diakhiri dengan menunjukkan sifat Allah yaitu Lathif (فيطى) karena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya agar memperoleh kemaslahatan dan kemudahan. Allah telah menyediakan sarana dan prasarana di jagad raya yang terbentang luas, guna memberikan kemudahan pula untuk meraihnya. Dia yang bergegas menyingkirkan kegelisahan pada saat terjadinya cobaan, serta melimpahkan anugerah sebelum tersembul dalam benak. Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah berbuat baik, apalagi kepada orang tua yang berbeda agama, merupakan salah satu bentuk dari luthf (فطى) Allah SWT. karena betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dengan kedua orang tuanya, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing. Kata berikutnya adalah Khabir (سيبخ) yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu pengetahuan dan kelemahlembutan. Sementara ulama berpendapat bahwa kata ini bermakna “membelah”, seakan-akan yang bersangkutan membahas sesuatu sampai dia membelah bumi untuk menemukannya. Pakar dalam bidangnya yang memiliki pengetahuan mendalam rinci menyangkut hal-hal yang tersembunyi, dinamai khabir. Menurut al-Ghazali, Allah adalah al- Khabir , karena tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, sekalipun ada hal-hal yang sangat dalam dan yang sangat disembunyikan oleh makhluk-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi dalam kerajaan-Nya, baik di langit maupun di bumi, kecuali pasti diketahui-Nya. Tidak satu zarrahpun yang bergerak atau yang diam, tidak ada satu jiwapun yang bergejolak maupun yang tenang tenang, kecuali semua itu ada beritanya di sisi Allah SWT. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kalau ayat yang lalu berbicara tentang keEsaan Allah dan larangan mempersekutukan-Nya, maka ayat ini menggambarkan kuasa Allah melakukan perhitungan atas amal-amal perbuatan manusia di akhirat nanti. Demikian, melalui keduanya tergabung uraian tentang keEsaan Allah dan keniscayaan hari kiamat. Dua prinsip dasar akidah Islam yang sering kali mewakili semua akidahnya. Luqman melanjutkan nasehat kepada anaknya, dimulai dengan perkataan yang dapat menjamin terpeliharanya nilai tauhid serta kehadiran Ilahi dalam kalbu sang anak, dengan nasehat mendirikan shalat. Beliau berkata: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah SWT) .” (Qs. Luqman ayat 17). Menyuruh mengerjakan ma‟ruf mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang ke- munkar-an, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan ma‟ruf dan menjauhi munkar, melainkan memerintahkannya untuk menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah yang munkar. Di sisi lain, hal ini juga bermakna membiasakan diri anak untuk berbuat sesuatu, dan melaksanakan tuntutan amar ma‟ruf nahi munkar yang dapat menumbuhkan jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial pada dirinya. Al-Ma‟ruf (فوسعمىا) adalah apa yang baik menurut pandangan masyarakat umum dan telah mereka kenal luas, selama sejalan dengan Al-Khair (سيخىا) yang berarti kebajikan, yaitu nilai-nilai Ilahi . AL-Munkar (سنىمىا) adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. Ma‟ruf, karena telah menjadi kesepakatan umum masyarakat, maka sewajarnya ia diperintahkan. Sebaliknya dengan munkar yang juga telah menjadi kesepakatan bersama, ia perlu dicegah demi menjaga keutuhan masyarakat dan keharmonisannya. Di sisi lain, karena keduanya merupakan kesepakatan umum masyarakat, maka ia bisa berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat muslim yang lain, bahkan bisa berbeda antara satu waktu dan waktu yang lain dalam satu wilayah tertentu, namun kesemuanya itu tidak boleh bertentangan nilai-nilai Ilahi, tidak boleh bertentangan dengan aturan Allah SWT. Sedangkan sabar (سب ّصىا) memiliki makna menahan atau konsisten. Karena orang yang bersabar berarti dia sedang bertahan, menahan diri pada satu sikap. Seseorang yang sabar akan menahan diri, dan untuk itu ia memerlukan kekukuhan jiwa dan mental agar dapat mencapai ketinggian derajat yang diharapkannya. Sabar adalah menahan gejolak nafsu demi mencapai yang baik atau yang terbaik, keteguhan dan tekad akan terus ada selama masih ada kesabaran. Perintah shalat pun tidak lepas dari nasehat Luqman kepada anaknya. Pembiasaan ibadah shalat hendaknya di berikan kepada anak didik sejak dini, walaupun belum merupakan kewajiban baginya. Akan tetapi hal ini untuk membiasakan dirinya untuk mendirikan shalat. Sehingga ketika ia tumbuh dewasa nanti akan terbiasa dengan shalat. Materi pendidikan berupa shalat, yaitu bentuk ibadah ritual yang wajib dilakukan oleh setiap muslim dengan cara dan waktu yang telah ditentukan, materi amar ma‟ruf nahyi munkar , yaitu kewajiban setiap muslim untuk mengajak orang lain berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkarmerekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali-Imran: 104) dan materi sabar, yaitu menerima dengan lapang dada hal-hal yang menyakitkan dan menyusahkan serta menahan amarah atas perlakuan kasar. Dalam Ayat 18 Luqman mengatakan: Jangan kamu palingkan wajahmu dari manusia ketika berbicara kepada mereka atau mereka berbicara denganmu karena merendahkan mereka dan sombong kepada mereka. Akan tetapi berlemah lembutlah kamu, dan tampakkan keramahan wajahmu pada mereka (Sebagaiman dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur‟nul „Adzim, Kairo, 2000: 56). Ini menunjukan etika berinteraksi dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Sopan dan rendah hati dapat dipandang sebagai materi yang sangat penting untuk diajarkan sebagai bekal bersosialisasi. Allah Ta‟ala berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37). Allah berfirman: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Nilai pendidikan yang terdapat dalam ayat ini berkaitan dengan metode pendidikan, yaitu menyampaikan komunikasi melalui pemisalan. Tamsil yang dimaksud adalah keledai dengan sifat yang melekat dalam dirinya yang digunakan untuk mengumpamakan orang yang bersuara keras. Sedangkan tujuan yang tersirat di dalamnya adalah agar terdidik tidak berbuat sombong, tetapi dapat berkata dan berperilaku lemah lembut dan sopan. Selain itu, dalam ayat ini binatang (keledai) digunakan sebagai alat pendidikan. Penggunaaan alat pendidikan yang diambil dari lingkungan yang akrab dengan anak didik mengandung makna dan nilai paedagogis yang dalam, karena komunikasi pendidikan yang ditunjang oleh alat pendidikan akan memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif, yaitu anak didik dapat mencerap makna didikan secara utuh, karena alat yang digunakan telah dikenal secara akrab oleh terdidik. Dengan demikian materi pendidikan dapat disampaikan dengan baik yang dalam konteks ayat ini adalah adab kesopanan. Pendidikan akhlak dan sopan santun dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Kemuliaan budi pekerti (akhlaq al-karimah) merupakan bagian inti dari ajaran yang dibawa Nabi saw. Oleh karena itu, dalam mendidik anak, pendidikan akhlak atau budi pekerti merupakan bagian penting yang sama sekali tidak boleh diabaikan. Nasehat Luqman Al-Hakim bagian terakhir ini, dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti seolah beliau mengatakan: “Wahai anakku, jangan engkau berkeras memalingkan mukamu dari manusia, karena penghinaan dan kesombongan. Tampillah dihadapan setiap orang dengan wajah yang berseri penuh rendah hati. Bila engkau melangkah maka janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh tawadhu‟. Sesungguhnya Alah tidak menyukai (yakni tidak menganugerahi kasih sayang) kepada orang- orang yang sombong lagi membanggakan diri. Bersikaplah sederhana dalam berjalan, yakni jangan membusungkan dada dan jangan pula merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan-lahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai.” Asal manusia dari tanah (bumi), sehingga hendaknya dia tidak menyombongkan diri dan melangkah angkuh dimuka bumi. dengan demikian kesan yang diemperoleh bahwa bumi adalah tempat berjalan semua orang, yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semua sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama merasa lebih dari yang lain dengan menampakkan kesombongan. ## Wallahu „alam ## KESIMPULAN Mendidik anak yang baik dan benar hendaknya dimulai dengan memberikan pemahaman tentang kewajiban bersyukur kepada Allah SWT. dan menjauhi perilaku kufur, dengan berbuat baik kepada Allah (vertikal) dan berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaanNya (horisontal). Selanjutnya butir-butir nasehat Luqman kepada anaknya pada ayat 13- 19 dapat dipahami sebagai petunjuk mengenai cara mendidik anak yang baik dan benar. Butir- butir tersebut dapat digolongkan dan diperincikan sebagai berikut: 1. Berbuat baik kepada Allah, berisi tentang: a. Pendidikan tauhid, meng-Esakan Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun. b. Pendidikan perilaku ubudiyah untuk memelihara dan menyuburkan tauhid, seperti shalat, puasa, zakat,dan sebagainya. c. Pendidikan untuk menanamkan kesadaran bertanggung jawab dan keyakinan bahwa semua perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. 2. Berbuat baik kepada sesama manusia dan sesama makhluk ciptaan Allah, meliputi: a. Pembelajaran untuk berbuat baik kepada sesama manusia atau lingkungannya yang harus dimulai dari lingkungan terdekat dan terpenting, yaitu dengan pembelajaran untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. b. Pembelajaran untuk taat kepada Allah, membangkitkan semangat serta kesadaran untuk beramal (berbuat/bekerja) dan melaksanakan tugas amar ma‟ruf nahi munkar (peduli lingkungan). c. Pendidikan akhlaq, seperti; bersikap sabar, tahan uji, menghindari perilaku angkuh, sombong, dan sebagainya. ## DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Nurwadjah. 2010. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Bandung: Marja. Alim, Muhamad. 2006. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Al-Maraghi (terj.). Semarang: Toha Putra. Al-Qur`an dan Terjemahanya. 2011. Jakarta: CV Darus Sunnah, Depdiknas. Amirudin, Teuku. 2000. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Jakarta: Remaja Rosda Karya. An-Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Reorientasi Managemen Pendidikan Islam di era Indonesia Baru. Yogyakarta: UII Press. Arief, Romly. 2003. Pendidikan Islam di Rumah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press. Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. 2000. Tafsir ibnu Katsir (terj.). Jakarta: Gema Insani. Budiyanto, Mangun. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya Santri. Daradjat, Zakiyah dkk. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Agama RI. 2002. Kaidah Kaidah Tafsir. Jakarta: Amzah. Hasan mansyur, Hasan. 2002. Metode Islam dalam Mendidik Remaja. Kairo: Al-Ahrom. Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hamka. 1979. Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong. Isa Al Babi Al Halabi.Al Qusyairi, Imam Abu Husain Muslim Bin Hajjaj. 1993. Attarbiyah Al Islamiyah WaFalsafatuha . Mesir. Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media. Muslim, Shahih. 1994. Juz IV. Semarang: CV Asy Syifa Al Tuwaisi, Ali Al Jumbulati Abdul Futuh. Syukur, Amin. 2010. Studi tentang Pendidikan Menurut Al Ghozali. Semarang: Toha Putra.
152462c0-01bb-4818-b527-f7abbdb135e6
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPKM/article/download/9102/5877
## PELATIHAN PEMBUATAN RUMPON BAGI KELOMPOK NELAYAN DI DESA LES, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG Kadek Rihendra Dantes Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Kejuruan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected], ## Abstrak Seperti yang diketahui bahwasanya kekayaan dan potensi perairan Indonesia sangatlah melimpah, yang menjadi salah satu potensi pengembang dan pendongkrak perekonomian masyarakat, khusunya para nelayan. Rumpon adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pembuatan rumpon ikan sebenarnya adalah salah satu cara untuk mengumpulkan ikan, dengan membentuk kondisi dasar laut menjadi mirip dengan kondisi karang –karang alami, rumpon membuat ikan merasa seperti mendapatkan rumah baru. Kegiatan ini dirancang dengan mengidentifikasi masalah yang timbul dengan menggunakan model Partisipatory Rural Apprasial (PRA) . PRA adalah suatu teknik untuk menyusun dan mengembangkan program operasional dalam pembangunan tingkat desa. Metode ini ditempuh dengan memobilisasi sumber daya manusia dan alam setempat, serta lembaga lokal guna mempercepat peningkatan produktivitas, menstabilkan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta mampu pula melestarikan sumberdaya setempat. Pelatihan pembuatan rumpon ikan ini mampu menjadi inspirasi bagi nelayan untuk membuat rumpon dan sekaligus mampu meningkatkan hasil tangkapan masyarakat khususnya nelayan di sekitar Desa Les. Kegiatan pelatihan pembuatan rumpon ini mampu didayagunakan dengan optimal untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat, khususnya bagi kelompok nelayan Segara Ening maupun masyarakat sekitar di kawasan Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng-Bali. Kata kunci: nelayan, pelatihan, perikanan, rumpon. ## PENDAHULUAN Desa Les adalah sebuah desa yang terletak di wilayah utara Provinsi Bali, tepatnya di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Potensi yang ada di Desa Les sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai implementasi ideologi Ajeg Bali . Implementasi ideologi Ajeg Bali secara nyata yaitu pengembangan potensi yang sesuai dengan kearifan lokal masyarakatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan potensi perairan kelautan dikawasan Desa Les, mengingat mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Belum banyaknya teknologi yang bisa diterapkan oleh masyarakat sekitar dikarenakan kurang tanggapnya mereka terhadap perkembangan media dan teknologi seperti sekarang ini. Masyarakat masih mengandalkan cara-cara tradisional untuk mendapatkan ikan, misalnya dengan memancing dan menebar jala dengan hasil yang tidak menentu. Hal tersebut tentu saja mengakibatkan masyarakat susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ditambah dengan terus meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok seperti sekarang ini. Seperti yang diketahui bahwasanya kekayaan dan potensi perairan Indonesia sangatlah melimpah, yang menjadi salah satu potensi pengembang dan pendongkrak perekonomian masyarakat, khusunya para nelayan. Dari profil Desa Les di atas dan beberapa ketersediaan sumber daya alam lokal potensial yang belum termanfaatkan secara maksimal, maka masalah yang ditemui di Desa Les, Kecamatan Tejakula, adalah sebagai berikut: 1. Warga Desa Les masih belum mampu memanfaatkan sumber daya alam lokal potensialnya untuk sebuah usaha yang memberikan prospek ekonomi yang baik. 2. Ekonomi kreatif terutama di bidang perikanan yang berkembang sebagai mata pencaharian masyarakat setempat belum berkembang dengan baik karena beberapa kendala yaitu: (a) masih menggunakan cara tradisional yang kurang inovasi, (b) pemanfaatan potensi-potensi alam di daerah tersebut, (c) sumber daya manusia yang masih rendah, (d) penerapan media dan teknologi yang kurang diketahui dikalangan masyarakat setempat. Oleh karena itu pada pengabdian ini, tim akan memberikan pelatihan dan penerapan rumpon bagi masyarakat setempat, khususnya yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Rumpon adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Rumpon dalam bahasa kelautan adalah karang buatan yang dibuat oleh manusia dengan tujuan sebagai tempat berkumpul ikan. Rumpon merupakan rumah buatan bagi ikan di dasar laut yang dibuat secara sengaja dengan menaruh berbagai jenis barang di dasar laut seperti ban, dahan dan ranting dengan pohonnya sekaligus. Barang – barang tersebut dimasukkan dengan diberikan pemberat berupa beton, batu – batuan dan penberat lainnya sehingga posisi dari rumpon tidak bergerak karena arus laut. Barang –barang yang dimasukkan kedalam laut dapat terus ditambah secara berlanjut untuk menambah massa rumpon. Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir- akhir ini penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan semakin banyak digunakan oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan) maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Hal tersebut dikarenakan rumpon memberikan manfaat yang cukup nyata dalam upaya peningkatan hasil tangkapan ikan. Disamping itu rumpon juga dapat membantu dalam penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap ikan, baik alat tangkap ikan yang aktif (seperti purse seine) maupun alat tangkap pasif (pancing, dan lain lain). Pembuatan rumpon ikan sebenarnya adalah salah satu cara untuk mengumpulkan ikan, dengan membentuk kondisi dasar laut menjadi mirip dengan kondisi karang –karang alami, rumpon membuat ikan merasa seperti mendapatkan rumah baru. Meski untuk mengetahui keberhasilanya dibutuhkan waktu yang tidak sedikit sekitar 3- 6 bulan namun usaha pembuatan rumpon ini merupakan solusi terbaik meningkatkan hasil perikanan di laut. Agar kepemilikkan rumpon tidak tertukar atau hilang, maka diberi tanda, misalnya dengan bendera, pelampung, cermin atau tanda lain sesuai keinginan pemiliknya. Pembuatan rumpon selain untuk diambil hasil ikannya untuk keperluan sendiri, dapat juga disewakan kepada para pemancing laut yang memang mencari kesenangan mencari ikan di lokasi yang banyak ikannya. Para pemancing yang memang membutuhkan hot spot memancing yang bagus dapat menyewa pemilik rumpon ini sebagai alternatif memancing yang cukup mudah. Terdapat 3 jenis rumpon, yaitu: 1. Rumpon Perairan Dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. 2. Rumpon Perairan Dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan padaperairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter. 3. Rumpon Perairan Dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman diatas 200 meter. Dengan makin majunya rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal rumpon, nelayan menangkap ikan dengan cara mengejar ikan atau menangkap kelompok ikan di laut, kini dengan makin berkembangnya rumpon maka pada saat musim penangkapan, lokasi penangkapan menjadi pasti di suatu tempat. Dengan telah ditentukan daerah penangkapan maka tujuan penangkapan oleh nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir lautan yang luas yang tentunya akan menghabiskan biaya yang lebih besar. Adapun tujuan dan manfaat yang di dapat dari pelaksanaan kegiatan desa binaan ini adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat dapat memanfaatkan media dan teknologi untuk membantu meningkatkan penghasilan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Media dan teknologi itu nantinya bisa diadopsi dan diterapkan dengan mudah oleh para nelayan. 2. Masyarakat mampu mengembangkan dan meningkatkan penghasilannya, sehingga kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa terpenuhi. Berdasarkan analisis situasi serta tujuan dan manfaat kegiatan yang dilaksanakan, maka target luaran dari kegiatan yang dilaksanakan adalah: 1. Menghasilkan masyarakat yang mampu memanfaatkan media dan teknologi yang berkembang, sehingga dapat dikelola dengan lebih optimal. 2. Menghasilkan suatu cara yang memiliki ciri khas dan memiliki aspek kearifan lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Les. ## METODE Kegiatan ini dirancang dengan mengidentifikasi masalah yang timbul dengan menggunakan model Partisipatory Rural Apprasial (PRA) . Partisipatory Rural Apprasial (PRA) adalah suatu teknik untuk menyusun dan mengembangkan program operasional dalam pembangunan tingkat desa. Metode ini ditempuh dengan memobilisasi sumber daya manusia dan alam setempat, serta lembaga lokal guna mempercepat peningkatan produktivitas, menstabilkan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta mampu pula melestarikan sumberdaya setempat. Bertolak dari konsep Partisipatory Rural Apprasial (PRA) , maka tahapan kegiatan dalam model ini adalah melaksanakan identifikasi masalah setiap perumusan program maupun pendanaannya dilaksanakan secara terarah dengan berpihak dan melibatkan masyarakat di Desa Les. Dengan demikian dalam merumuskan masalah, mengatasi masalah, penentuan proses dan kriteria masalah harus mengikutsertakan atau bahkan ditentukan oleh masyarakat/kelompok sasaran. Dengan penggunaan model pendekatan diatas diharapkan akan: (1) dikenalnya masalah secara tepat/efektif sesuai dengan persepsi, kehendak, dan ukuran/kemampuan serta kebutuhan masyarakat tempat dilaksanakannya kegiatan, (2) tumbuhnya kekuatan ( empowering ) masyarakat atau kelompok sasaran dalam pengalaman merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan/pertumbuhan diri dan ekonominya, dan (3) efektifitas dan efesiensi penggunaan sumber daya manusia pada masyarakat atau kelompok sasaran. Selanjutnya melalui analisis akan terinventarisir keterbatasan dan keberadaan berbagai sumberdaya, sarana dan prasarana, maupun jenis-jenis usaha masyarakat. Disamping itu pula akan ditemukan berbagai jenis kesenjangan dan kemiskinan secara mendalam baik secara natural, struktural, ataupun kultural. Desain kegiatan adalah kerangka konseptual pelaksanaan kegiatan. Kegiatan ini akan dilaksanakan dengan model Enthrepreneurship Capacity Building (ECB) dan Technology Transfer (TT) serta dengan menerapkan Teknologi Tepat Guna (TTG) . Model Enthrepreneurship Capacity Building (ECB) terkait dengan kemampuan berwirausaha dari masyarakat, dengan model ini kedepannya diharapkan: (1) memberikan wawasan, sikap, dan keterampilan usaha, (2) memberikan peluang, (3) memfasilitasi (modal pinjaman dsb.), dan (4) memonitor dan mengevaluasi bagaimana perkembangan usahanya. Sementara itu model Technology Transfer (TT) dilakukan adalah dengan maksud agar masyarakat atau kelompok sasaran: (1) menguasai prinsip-prinsip penerapan teknologi terutama yang berkaitan dengan proyek yang sedang/akan dilaksanakan, (2) apabila teknologi yang digunakan dirasa sulit untuk diterapkan untuk menyelesaikan masalah/kebutuhan, maka ketua pelaksana mempunyai kewajiban untuk menyederhanakannya melalui penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) , (3) melakukan kegiatan produksi dengan mereplikasi/memodifikasi dengan alat sederhana yang dapat menyelesaikan masalah/kebutuhan. Pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat/kelompok sasaran dilakukan dengan keaksaraan pelatihan dan pemahaman untuk mengembangkan mata pencaharian baik itu yang berkenaan dengan media/teknologi, desain, dan pegembangan. Dengan cara diatas maka masyarakat/kelompok sasaran akan dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki sehingga mampu bersaing dengan masyarakat lainnya. Dalam proses pemberdayaan dan pembelajaran akan dipandu dengan silabus sehingga terarah dalam mengembangkan usaha. Selain panduan silabus, juga disiapkan tenaga professional di bidang Ilmu Material dan Desain dari Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, khususnya bahan-bahan yang nantinya digunakan sebagai sarana pembuatan media rumpon. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan pengembangan Desa Binaan Pelatihan Pembuatan Rumpon bagi kelompok nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng ini memiliki keterkaitan yang erat dengan Jurusan S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Ganesha, dikarenakan kegiatan ini merupakan penerapan teknologi di bidang Teknik Mesin khususnya Ilmu Bahan. Selain itu hal ini juga dilandasi oleh kualifikasi yang dimiliki oleh tim pelaksana yang berasal dari Jurusan Pendidikan Teknik Mesin. ## Gambar 1. Kelompok nelayan Segara Ening, selaku mitra kegiatan P2M. Pada pembuatan rumpon ini tim pelaksana bekerja sama dengan mitra yaitu kelompok nelayan Segara Ening di Desa Les, Kecamatan Tejakula-Buleleng. Ditempat ini tim pelaksana menyiapkan segala keperluan untuk pelatihan pembuatan rumpon, secara garis besar komponen tersebut adalah pelampung ( float ), tali ( rope ), pemikat ( atractor ), pemberat ( sinker ). Secara ringkas, pelaksanaan pelatihan ini dipaparkan berdasarkan pembuatan komponen yang dilakukan.  Pelampung Pelampung merupakan komponen terpenting, karena mempengaruhi berapa lama suatu rumpon dapat bertahan ditengah laut. Syarat-syarat yang diperhatikan dalam pemilihan pelampung adalah: a. Mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas air 1/3 bagian), b. Konstruksi cukup kuat, c. Tahan terhadap gelombang dan air, d. Mudah dikenali dari jarak jauh, dan e. Bahan pembuatnya mudah didapat. Dengan memperhatikan syarat- syarat diatas maka dipilihlah pelampung dari bahan Styrofoam yang nantinya digunakan dalam pelatihan pembuatan rumpon ini. Gambar 2. Styrofoam yang digunakan dalam pelatihan pembuatan rumpon. Pelampung ini diikat dengan menggunakan tali dan ditambah dengan beberapa batang bambu dengan disusun berbentuk persegi panjang dimana pelampung ditempatkan pada bagian tengah dari susunan bambu. Gambar 3. Pelampung dari styrofoam yang diletakkan ditengah- tengah pelampung dari bambu dengan cara diikat dengan tali.  Pemikat Pembuatan pemikat yang tediri dari susunan yang berbentuk vertikal maupun horizontal, pemikat ini bertujuan untuk menarik ikan-ikan agar tertarik untuk datang dan tinggal di rumpon yang kita buat nantinya. Pembuatan pemikat ini dapat memanfaatkan bahan bekas yang tersedia, dimana selain sebagai pemikat juga dapat menjadi rumah dan melindungi ikan dari serangan ikan-ikan lainnya yang menjadi pemangsanya ataupun dari pergerakan arus dan ombak laut. Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. ## Gambar 4. Pemikat yang dibuat dari daun nyiur dan tali plastik. Adapun beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pemikat yang dapat digunakan adalah: a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, b. Tahan lama, c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertical dengan arah ke bawah, d. Melindungi ikan-ikan kecil, dan e. Terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah.  Tali temali Tali digunakan untuk menghubungkan pemberat dengan pelampung, selain itu tali menjadi tempat diikatkannya pemikat. Panjang tali bervariasi, tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam/ditempatkan. Gambar 5. Tali yang digunakan untuk menghubungkan pemberat dan pelampung. Melihat petingnya tali dalam suatu rumpon, maka adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh tali yang digunakan adalah: a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk, b. Harganya relatif murah, c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda- benda lainnya dan terhadap arus, dan d. Tidak bersimpul ( less knot ).  Pemberat Pembuatan pemberat rumpon dari ban bekas yang dipadukan dengan bahan utama berupa beton yang di cor sehingga nantinya rumpon tidak hanyut terbawa arus ataupun ombak. Gambar 6. Salah satu proses pembuatan rumpon (pembuatan pemberat). Dalam pelatihan pembuatan rumpon ini, dipilih pemberat dari beton yang dicor adalah untuk memenuhi syarat-syarat seperti: a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh b. Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram Selanjutnya, rumpon-rumpon yang dibuat sudah siap untuk ditempatkan, penempatannya haruslah strategis dimana harus memperhitungkan potensi dimana ikan-ikan biasanya banyak dijumpai atau berkerumun. Hal ini adalah agar rumpon bisa dengan mudah dan cepat menjadi rumah/hunian bagi ikan- ikan yang kita sasar, dalah hal ini adalah ikan tuna. Pada penempatannya, tim pelaksana bekerja sama dengan mitra yaitu kelompok nelayan Segara Ening di Desa Les, Kecamatan Tejakula-Buleleng untuk mengetahui lokasi strategis untuk memasang rumpon yang telah di buat. Hal ini dikarenakan tentunya nelayan disekitar lebih mengetahui dimana posisi yang strategis untuk menempatkan rumpon- rumpon, melihat keseharian mereka yang selalu bergelut dengan keadaan di laut. Gambar 7. Rumpon yang telah dibuat, kemudian dibawa ke tengah laut yang ditempatkan pada suatu titik potensial. Proses akhir dalam pengabdian pada masyarakat ini adalah membawa rumpon pada posisi yang telah dipilih dengan menggunakan perahu. ## SIMPULAN DAN SARAN Dari pengabdian pada masyarakat yang dilakukan oleh tim pelaksana, diimplementasikan kepada kelompok nelayan Segara Ening di Desa Les melalui pelatihan pembuatan rumpon. Dimana kegiatan pelatihan pembuatan rumpon ini diikuti pula oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Dipilihnya rumpon ini mengingat potensi penjualan dan pengolahan ikan sangatlah luas. Selain itu kandungan gizi dari ikan juga menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih dan mengkonsumsi ikan. Dengan demikian pelatihan pembuatan rumpon ikan ini kedepannya mampu menjadi inspirasi bagi para nelayan untuk membuat rumpon dan sekaligus mampu meningkatkan hasil tangkapan masyarakat khususnya nelayan di sekitar Desa Les. Diharapkan kegiatan pelatihan pembuatan rumpon ini mampu didayagunakan dengan optimal untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat, khususnya bagi kelompok nelayan Segara Ening maupun masyarakat sekitar di kawasan Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng-Bali. ## DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1993. Status dan Rencana Pengembangan Budidaya Ikan di Perairan Umum di Propinsi Jambi . Makalah pada Pertemuan Teknis Pengendalian Budidaya Ikan di Perairan Umum, Jambi 1-2 September 1993. Dinas Perikanan Propinsi Jambi, Jambi. Anonim. 1995. Pengembangan dan Pelestarian Sumber Daya Ikan Perairan Umum Secara Terpadu . Rapat Kerja Teknis Direktorat Jenderal Perikanan, Sukabumi 14- 15 Juli 1995. Direktur Bina Sumber Hayati, Sukabumi. Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wiroatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi . Edisi Dwi Bahasa Inggris- Indonesia. Periplus Edition (HK) Ltd. Bekerjasama dengan Kantor Menteri KLH, Jakarta, Indonesia. Subani, W. 1986. Telaah Penggunaan Rumpon dan Payaos dalam Perikanan Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, BPPL, Jakarta, 35: 35-45 Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Penggunaan Payaos/Rumpon di Indonesia . Jakarta 11 hal. Syandri, H. & Agustedi. 1996. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan untuk Usaha Budidaya yang Berwawasan Lingkungan . Makalah pada Pertemuan Teknis Pengendalian Budidaya Air Tawar, Ditjen Perikanan, Deptan. Bukittinggi, 09-10 Desember 1996. Tim Pengkajian Rumpon Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 1987. Laporan Akhir Survey Lokasi dan Desain Rumpon di Perairan Ternate, Tidore, Bacan dan sekitarnya . Laporan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
81b80303-351a-4959-9106-2f4cb3c1705a
https://jurnal.polines.ac.id/index.php/orbith/article/download/4398/108537
## RANCANG BANGUN APLIKASI SENSOR OPTOELEKTRIK SEBAGAI PENGONTROL LAMPU TANPA SENTUHAN Oleh: Suryono 1 , Supriyati 2 , Dadi 3 , Sri Kusumastuti 4 , Sasongko 5 1,2,3,4,5 Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang. Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Tembalang Semarang 50275 E-mail : 1 [email protected], 2 [email protected] ## Abstrak Saklar adalah salah satu dari perangkat elektrik yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol tegangan listrik ke beban yang biasanya berupa lampu listrik Ada banyak jenis saklar yang digunakan dalam rangkaian instalasi tenaga listrik maupun cahaya. Pada rumah tangga, perkantoran, hotel, sekolah, kampus, mall, industri dan bangunan lainnya, saklar digunakan untuk mengontrol nyala dan matinya lampu. Dengan menggunakan saklar elektronik jenis sentuhan (touch switch), untuk menyalakan dan mematikan lampu, cukup dilakukan dengan menyentuh permukaan saklar yang tidak menggunakan knob. Jenis saklar jarak jauh (wire less) untuk menyalakan dan mematikan lampu dilakukan dengan menekan tombol “ON” atau “OFF” pada remote transmiternya. Pengontrolan nyala lampu jarak jauh yang menggunakan aplikasi android via Bluetooth atau wifi, untuk menyalakan dan mematikan lampu dilakukan dengan cara menyentuh gambar aplikasi pada layar smartphone. Saklar elektronik yang dirancang pada penelitian ini adalah dengan memanfaatkan sensor optoelektrik yang diaplikasikan untuk mengganti saklar manual. Sifat dari sensor optoelektrik adalah memberikan respon dalam bentuk data berlogika level rendah (Low level) jika pada bidang depan sensor ada gerakan usapan tangan. Nilai data 0 atau 1 ini menjadi input Solid State Relai (SSR) yang berfungsi sebagai driver lampu, jika data 0 lampu mati, sebaliknya jika data 1 lampu menyala. Untuk membuat data out-put digital menjadi 0 atau 1, dilakukan dengan cara mengibas tangan bagian depan sensor optoelektrik, jadi tidak dilakukan dengan cara menyentuhnya. Kata kunci : sensor optoelektrik, arduino, saklar, driver, tanpa sentuhan ## Abstract The switch is one of the electrical devices that has a function as a controller of the electric voltage to the load, which is usually an electric lamp. In households, offices, hotels, schools, campuses, malls, industries, and other buildings, the switch is used to control the on and off lights. By using a touch-type electronic switch to turn the lights on and off, it is enough to touch the surface of the switch, which does not use a knob. The type of remote switch (wireless) to turn the lights on and off is activated by pressing the "ON" or "OFF" button on the remote transmitter. Remote light control via Bluetooth or wifi is accomplished by touching the application image on the smartphone screen to turn the lights on and off. The electronic switch designed in this study utilizes an optoelectric sensor, which is applied to replace the manual switch. The nature of the optoelectric sensor is to provide a response in the form of low-level logic data if there is a hand swipe movement on the front of the sensor. This data value of 0 or 1 becomes the Solid State Relay (SSR) input, which functions as a lamp driver if data 0 turns the lights off, or otherwise if data 1 turns the lights on. To make the digital output data 0 or 1, it is done by waving, like waving the front of the optoelectric sensor, so it is not done by touching it. Keywords : optoelectric sensor, Arduino, switch, driver, touchless. ## 1. Pendahuluan Untuk mengontrol peralatan listrik, yang dalam penelitian ini adalah berupa lampu listrik, dikondisakan menyala atau mati, peralatan yang digunakan berupa saklar ( switch ). Saklar merupakan salah satu perangkat penting dalam bidang instalasi elektrikal, yang mempunyai fungsi utama sebagai pemutus atau menghubungkan rangkaian listrik. Rangkaian listrik tersebut tersambungnya antara sumber tegangan listrik dengan RANCANG BANGUN ……………… Suryono 1 , Supriyati 2 , Dadi 3 , Sri Kusumastuti 4 , Sasongko 5 beban. Beban adalah semua peralatan yang dalam bekerjanya membutuhkan energi listrik. Pada kontruksi instalasi elektrikal ada banyak jenis saklar yang digunakan dalam rangkaian instalasi cahaya yang empunyai fungsi berbeda. Untuk mengubah kedudukan saklar dari menghubung menjadi terputus atau sebaliknya dilakukan dengan cara menekan bagian knob yang biasanya terletak pada bagian tengah badan saklar. Dengan menggunakan saklar elektronik yang otomatis berdasarkan kuat cahaya yang menyinarinya ( automatic light switch ), untuk menyalakan dan mematikan lampu secara otomatis, tergantung dari kuat cahaya yang menyinari sensornya. Jenis saklar jarak jauh ( wire less ) untuk menyalakan dan mematikan lampu dilakukan dengan menekan tombol “ON” atau “OFF” pada remote transmiternya. Pengontrolan nyala lampu yang menggunakan aplikasi android via Bluetooth atau wifi , untuk menyalakan dan mematikan lampu dilakukan dengan menyentuh gambar pada layar smartphone yang sesuai dengan kode lampu. Semua saklar yang telah disebutkan sebelumnya, dalam pengoperasiannya selalu dibuat aktif, karena pada instalasinya memang dibuat seperti itu. Dengan demikian siapapun dapat menyalakan dan mematikan lampu atau peralatan listrik dengan mudah. Pengoperasian lampu atau peralatan listrik tertentu yang menggunakan saklar selalu menggunakan sentuhan untuk mengubah posisi kontak saklar dalam keadaan menyambung atau terputus. Untuk menghindari orang yang mengoperasikan lampu dan peralatan listrik dengan cara menyentuh saklar, maka pada penelitian ini dibuat pengontrol lampu listrik yang bebas dari sentuhan. Sensor optoelektrik ( optoelektrik sensor ) difungsikan sebagai saklar elektronik tanpa sentuhan, untuk mengkondisikan lampu atau peralatan listrik menyala/kerja atau padam/tidak kerja. Digunakan sensor optoelektrik karena setelah berfungsi sebagai saklar tanpa sentuhan, maka pada perubahan kondisi tegangan listrik menyambung atau putus tidak terdapat getaran mekanis seperti yang terjadi pada saklar manual. ## 2. Tinjauan Pustaka Andri Susanto dkk (2018) membuat rancang bangun aplikasi android untuk kontrol lampu gedung menggunakan media Bluetooth. Kontrol lampu berbasis arduino menggunakan aplikasi untuk mengontrol simulasi lampu gedung berupa empat buah LED yang dihubungkan langsung pada keluaran arduino melalui sebuah resistor. Untuk mengaktifkan LED sebagai simulasi lampu gedung, dilakukan dengan cara menyentuh lampu yang dipilih pada layar smartphone yang sudah diinstal dengan aplikasi android. Penelitian yang dilakukan oleh Andri Susanto dkk hanya berupa simulasi, jarak maksimal antara smartphone sebagai pemancar dengan panel arduino yang terpasang Bluetooth sebesar tuju meter. Setiap ingin mengoneksi dengan Bluetooth, smartphone harus dipairing lebih dulu supaya kedua bluetoth bisa berkomunikasi. Budi Novianto (2016) membuat rancang bangun kendali dan monitoring lampu dengan teknologi Short Message Service (SMS). Lampu yang dikendalikan sebanyak tiga buah yang masing-masing lampu dihungkan menggunakan relai elektro mekanik untuk driver lampu. Sebagai driver relay digunakan rangkaian transistor NPN dan resistor yang dilengkapi dengan LED sebagai indikator keaktifan setiap relay. Masing-masing relay dikoneksikan dengan sebuah fiting duduk yang dibebani dengan sebuah lampu dengan daya 5 Watt/220 Volt. Untuk memonitor keaktifan lampu, pada layar smartphone ada aplikasi yang berupa tampilan tiga buah lingkaran dengan tulisan ON dan OFF. Penelitian Budi Novianto mempunyai beberapa kelemahan antara lain adalah: setiap menyalakan atau mematikan lampu selalu menggunakan smartphone, pulsa pada smartphone pasti berkurang karena digunakan untuk mengirim SMS. Tampilan monitoring lampu juga bisa terjadi kesalahan, pada tampilan smartphone terlihat lampu menyala, tetapi pada kenyataannya lampu masih mati karena koneksi lampu pada fiting tidak tepat dan tidak ada notasi umpan balik dari lampu ke smartphone. Chyusa Rizky Afryzar (2018) membuat rancang bangun pengontrol lampu jalan otomatis berbasis android dan bluetooth. Rancangan tersebut menggabungkan pengontrolan android dengan basis bluetooth dan pengontrolan cahaya otomatis dengan menggunakan sensor cahaya yang berupa modul Light Dependent Resistor (LDR). Default dari pengontrolan lampu jalan tersebut adalah otomatis, artinya pada keadaan gelap otomatis lampu jalan menyala, sebaliknya jika keadaan terang lampu menjadi padam. Fungsi dari aplikasi android smartphone adalah untuk pengontrolan lampu jalan yang bersifat manual. Pada saat lampu menyala disaat gelap, lampu dapat dimatikan lewat smartphone. Muhammad Makmun dkk (2018) merancang sistem kendali lampu jarak jauh bebrbasis web. Pengontrolan lampu jarak jauh berbasis web ini mampu mengontrol lampu sampai jauh, selama ada jaringan internet. Sebagai pengontrol menggunakan smartphone dengan aplikasi android yang bisa terkoneksi dengan jaringan internet atau wifi. Bagian yang dikontrol berada pada kotak panel adalah modul modemcu esp 8266 harus selalu terkonek dengan wifi. Salah satu keluaran dari modul modemcu esp 8266 digunakan sebagai masukan dari modul Solid State Relay (SSR). Dari Solid State Relay (SSR) ini dihubungkan lampu yang terkoneksi dengan tegangan listrik 220 volt. Jika sistem kendali lampu jarak jauh beberbasis web ini diterapkan pada sebuah bangunan yang belum ada jaringan internetnya. Supaya pengendalian tetap bisa bekerja, maka harus disediakan modem wifi sebagai akses point untuk koneksi data dengan modul modemcu esp 8266. Dengan menggunakan modem wifi, untuk pengendalian lampu yang kontinyu, harus memperhatikan masa aktif kartu SIM prabayar yang dipasang pada modem wifi. Wika Janatul Uyun (2017) membuat rancang bangun saklar lampu dengan perintah suara via aplikasi android voicetooth berbasis arduino uno. Saklar hasil rancang bangun dapat diaktifkan dengan perintah suara yang ditransmisikan dari Aperangkat Android ke arduino melalui Bluetooth. Hasil pengolahan suara dari arduino berupa data digital yang digunakanan untuk mengkaktifkan relai elektromekanik. Ada empat buah relai yang masing-masing relai dibebani dengan sebuah LED dan dihubung serie dengan sebuah resistor dan dicatu dengan tegangan DC 12 volt. Untuk menyalakan lampu nomor satu, pada smartphone yang sudah di install dengan aplikasi voicetooth operator harus merbicara: lampu satu menyala. Begitu juga jika ingin mematikan lampu nomor satu, operator harus berbicara: lampu satu mati. Penilitian yang dilakukan oleh Wika Janatul Uyun hanya bersifat simulasi model lampu yang diwakili oleh sebuah display berupa LED (light Emiting Diode) alat hasil penelitian ini tidak dapat digunakan oleh orang yang tuna wicara. ## 3. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat rancang bangun yang hasilnya berupa produk purwa rupa yang berupa alat pengontrol lampu listrik dengan memanfaatkan sensor optoelektrik tanpa sentuhan. Adapun langkah-lahkah dari penelitian ini mengikuti alur diagram alir yang terlihat pada gambar 1. Gambar 1 : Diagram Alir penelitian Uraian dari diagram alir prosedur penelitian adalah sebagai berikut: RANCANG BANGUN ……………… Suryono 1 , Supriyati 2 , Dadi 3 , Sri Kusumastuti 4 , Sasongko 5 Studi literature adalah suatu kegiatan untuk mencari referensi dari hasil penelitian- penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang ada kaitannya dengan kegiatan penelitian yang sedang dilakukan. Dari hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan pada masa lalu dicari kekurangan dan kelemahannya kemudian disempurnakan pada penelitian ini supaya menjadi lebih baik. Perancangan sistem dimulai dari menganalisa sistem secara lengkap dan kebutuhan input, perangkat kontrol dan output dari sistem serta perangkat pendukung lainnya yang diperlukan baik software maupun hardware. Setelah semua perangkat lengkap kemudian dibuatlah gambar rangkaian yang menghubungkan input ke perangkat kontrol dilanjutkan hubungan ke output sehingga menjadi sebuah rancangan sistem kontrol. Setelah pembuatan sistem selesai dilanjutkan dengan pengujian sistem, pengujian sistem ini dilakukan untuk mengetahui apakah sistem sudah bekerja seperti yang diharapkan. Jika terjadi kesalahan maka rancangan semula dievaluasi pada bagian yang terjadi kesalahan untuk segera disempurnakan. Kecuali itu hasil dari pengujian sistem dapat digunakan sebagi data pada pembuatan sepesifikasi alat, dan sebagai referensi untuk perbaikan jika terjadi kerusakan. ## 3.1. Diagram Blok Alat Desain penelitian dapat digambarkan dalam bentuk gambar diagram blok yang terlihat seperti pada gambar 2 Gambar 2: Blok Diagram Desain Penelitian Keterangan gambar 2 : Tangan = Untuk mengibas Sensor Opto Sensor Opto = Sensor Opto Elektrik E18- D80NK ARD = Arduino Uno R3 SSR = Modul Solid State Relay 4 Chanel BEBAN = 2 x 2 Lampu Kecil dan Besar Beberapa macam perangkat Elektronika yang digunakan dalam perancangan penelitian ini antara laian adalah: dua buah Sensor Optoelektrik (Touchless Switch), sebuah mikrokontroller Arduino R3, satu set Solid State Relay (SSR) empat chanel dan empat buah Lampu Listrik sebagai beban. ## 3.2. Sensor Optoelektrik E18-D80NK Sensor Optoelektrik E18-D80NK atau sering disebut dengan Infrared Proximity Distan Sensor Switch ini yang difungsikan sebagai sensor saklar tanpa sentuhan (Touchless Switch). Sensor ini merupakan perangkat elektronika yang dalam keadaan normal keluaranya berlogika tinggi (Hight level = 1) dan menghasilkan pulsa berlogika rendah (Low level = 0), jika pada bagian depan sensornya terdapat obyek yang menghalanginya. Obyek tersebut berupa anggota badan atau benda-beda lain baik yang terdiri dari kertas, plastic kayukulit, logam dan sebagainya. Kemampuan sensor Optoelektrik E18- D80NK ini menghasilkan keluaran berlogika rendah saat ada halangan didepan sensornya. Halangan tersebut yang disebabkan oleh adanya obyek yang berada pada jarak jangkauanya, maka sensor tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk merancang saklar tanpa sentuhan (Touchless switch). Sensor tersebut mampu mendeteksi adanya obyek yang menghalangi dengan jarak jangkauan maksimal 80 cm. Sensor Optoelektrik E18- D80NK Infrared Proximity Distan Sensor Switch seperti terlihat pada gambar 3. ## Gambar 3 : Sensor Optoelektrik ## 3.2.1. Karakteristik Sensor Optoelektrik E18-D80NK Sensor Optoelektrik E18-D80NK dalam pemakaianya dilengkapi dengan tiga buah kabel dengan warna Coklat (Brown), Hitam (Black), dan Biru (Blue). Fungsi dari masing-masing kabel tersebut adalah sebagiai berikut: a. Kabel warna Coklat (Brown), untuk dihubungkan ke suplay tegangan= +5 Volt. b. Kabel warna Hitam (Black), sebagai kabel keluaran sinyal. c. Kabel warna Biru (Blue). untuk dihubungkan ke suplay tegangan = 0 Volt. Tune VR (Variable Resistor) digunakan untuk mengatur jarak deteksi terhadap obyek yang berada pada jangkauanya. Sebagai tanda suatu obyek yang berada pada bagian depan sensor sudah terdeteksi, indikator LED (Light Emiting Diode) Status warna merah menjadi menyala. Pemancar dan penerima pada sensor optoelektrik dapat diatur jarak deteksinya dengan menggunakan cahaya tak nampak tanpa saling berinterferensi. Secara umum Sensor Optoelektrik E18-D80NK mempunyai karakter sebagai berikut a. Arus keluaran untuk mensuplay beban sebesar = 100 mA. b. Konsumsi tegangan DC 5 Volt, dengan arus = 25 mA. c. Waktu respon Indikator LED menyala = 2 mS. d. Sudut deteksi = 15 o \ , efektif pada jarak 3 s/d 50 cm. e. Obyek yang dapat dideteksi = transparan dan berwarna f. Temperature kerja = - 25 s/d + 55 o Celcius g. Standar Uji obyek pada intensitas cara matahari = 3.000 s/d 10.000 LX h. Casing material = plastik diameter 17 mm, panjang 68 mm, dan dengan masing-masing kabel panjang 45 s/d 50 cm. Bagian-bagian Sensor Optoelektrik E18- D80NK seperti terlihat pada gambar 4 Gambar 4: Jarak Deteksi Optoelektrik ## 3.2.2. Cara Kerja Sensor Optoelektrik E18-D80NK Kerja dari sensor Sensor Optoelektrik E18-D80NK atau sering juga sering dinamakan Obstacle Infrared Sensor jika setiap kali sensor tersebut pada jarak jangkau sensingnya terdapat suatu obyek. Sensor tersebut pada kabel keluaran warna hitam menghasilkan sebuah pulsa berlogika rendah (Low level = 0), dengan lebar pulsa yang acak (random) tergantung dari lamanya obyek terdeteksi sensor. Karena sensor ini bersifat memancarkan dan menerima pantulan cahaya dari obyek, jika pada bagian sensingnya terdapat obyek apapun, maka pada kabel keluaranya selalu menghasilkan sebuah pulsa berlogika rendah. Dua kali ada obyek pada jarak sensingnya, kabel keluaranya menghasilkan dua pulsa rendah seperti terlihat pada gambar 5 Sensor Optoelektrik E18-D80NK (touchless switch) ini sangat sensitive terhadap gerakan obyek yang berada pada RANCANG BANGUN ……………… Suryono 1 , Supriyati 2 , Dadi 3 , Sri Kusumastuti 4 , Sasongko 5 jarak sensingnya. Obyek transparan maupun berwarna, baik yang terbuat dari logam maupun non logam, bila dikibaskan pada daerah sensingnya maka pada kabel keluaranya pasti membangkitkan sebuah pulsa berlogika rendah. Pulsa-pulsa yang dibangkitkan dari sensor Optoelektrik E18- D80NK sebagai masukan (input) mikrokontroller Arduino Uno. Gambar 5: Dua kali Obyek Terdeteksi Sensor ## 3.3. Mikrokontroller Arduino Uno R3 Mikrokontroller Arduino Uno adalah sebuah papan rangkaian mikrokontroler berbasis ATmega328. Mikrokontroller Arduino Uno memiliki 14 digital pin input/output, yang mana 6 pin digunakan sebagai output PWM, 6 pin untuk input analog, dengan sumber detak 16 MHz resonator keramik, koneksi USB, jack catu daya eksternal, header ICSP, dan tombol reset. Semua yang diperlukan untuk mendukung mikrokontroler sdah tersedia di papan rangkaian tercetak Arduino Uno. Cukup dengan menghubungkan tegangna 12 Volt dengan kabel USB atau sumber tegangan dari adaptor AC-DC atau baterai dengan tegangan yang sesuai untuk dapa mengoperasikan Arduino. Bentuk fisik Mikrokontroller Arduino Uno dengan IC controller SMD ditunjukan pada gambar 6. Gambar 6 : Bentuk Fisik Arduino Uno 3.4. Solid State Relay (SSR) Modul 4 Chanel Sebuah perangkat relay elektro mekanik dalam penggunaannya mempunyai banyak keterbatasan, relai memerlukan biaya yang cukup besar untuk membuatnya, memiliki masa pakai kontak yang cukup singkat, mengambil banyak ruang, dan proses switching -nya kontaknya sangat pelan jika dibandingkan dengan perangkat semikonduktor modern. Keterbatasan ini terutama berlaku untuk relai kontaktor dengan daya yang besar. Untuk mengatasi keterbatasan ini, banyak produsen relai menawarkan “solid-state” relay , yang menggunakan SCR, TRIAC, atau output transistor, bukan dengan kontak mekanik, untuk switch atau memindahkan kontrol daya listrik. Perangkat output (SCR, TRIAC, atau transistor ) secara optik-digabungkan ke sumber cahaya LED di dalam relai. Relai dihidupkan oleh sebuah LED, biasanya dengan tegangan DC daya rendah. Pilihan perangkat isolasi optik antara input ke outpu t dengan menggunakan SSR merupakan pilihan yang terbaik dari pada jenis relai elektromekanik. Solid state relay dan relai semikonduktor keduanya adalah nama perangkat relai yang bekerja seperti relai biasa. Keduanya biasanya disebut juga dengan SSR. SSR adalah sebuah perangkat semikonduktor yang dapat digunakan menggantikan relay mekanik untuk menghubungkan arus listrik ke beban dalam banyak aplikasi. Artinya Solid state relay adalah sebuah saklar elektronik yang tidak memiliki bagian yang bergerak. Contohnya foto- coupled SSR, transformer-coupled SSR, dan sebuah SSR. ( Solid-state relay) adalah murni komponen elektronik, biasanya terdiri dari sisi kontrol yang bertegangan rendah ( low current control side) setara dengan tegangan kumparan relai elektromekanik dan sisi yang dikontrol bertegangan tinggi ( high-current load side) setara dengan kontak pada relai konvensional. Contoh bentuk modul Solid State Relay empat chanel seperti terlihat pada gambar 7 Gambar 7: Modul Solid State Relay 4 Chanel SSR mempunyai kemampuan mengisolasi listrik beberapa ribu volt antara masukan kontrol dan keluaran kebeban. Karena isolasi ini, beban sendiri hanya diberi power dari switch line sendiri dan hanya menjadi terhubung apabila ada kontrol sinyal yang mengoperasikan relai. SSR berisi satu atau lebih LED di input (drive ). Input ini menyediakan kopling optik sebuah phototransistor atau photodiode array , yang pada gilirannya menghubungkan ke sirkuit driver yang menyediakan sebuah interface ke perangkat switching atau perangkat pada output . Perangkat swithing biasanya terdiri dari MOS-FET atau TRIAC. ## 3.5. Koneksi Arduino dengan SSR Koneksi (hubungan) antara Arduino dengan Solid State Relai (SSR) Empat chanel terlihat seperti pada gambar 8. Pin- pin pada Arduino yang dipilih sebagai out- put dihubungkan dengan Solid State Relai (SSR) dua chanel menggunakan kabel jamper konektor pelangi jenis female to male. Panjang dari kabel jamper pelangi menyesuaiakan dengan jarak letak pemasangan antara Arduino dengan letak Solid State Relai (SSR) dua chanel. Warna kabel pelangi yang digunakan harus dibuat berbeda, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dan menghilangkan kesalahan dalam mengoneksi antara pin- pin Arduino dengan Solid State Relai (SSR) dua chanel. Sebagai contoh warna kabel jamper pelangi untuk koneksi adalah sebagai berikut: Pin VCC dikoneksi dengan kabel warna merah, pin GND dikoneksi dengan kabel warna hitam, pin input chanel 1 dikoneksi dengan kabel warna biru, pin chanel 2 dikoneksi dengan kabel warna hijau. Gambar 8: Koneksi Arduino dengan SSR 3.6. Koneksi SSR dengan Lampu Pada prinsipnya untuk menyambungkan Arduino, SSR dan dengan sebuah lampu dapat dilakukan sperti pada gambar 9. Gambar 9: Koneksi Arduino, SSR dengan Sebuah Lampu ## 3.7. Deskripsi Kerja Alat Deskripsi kerja dari alat rancang bangun aplikasi sensor optoelektrik sebagai pengontrollampu listrik tanpa sentuhan adalah sebagai berikut: Pada awalnya semua lampu pada alat ini padam, jika indikator LED warna merah pada power suplay switching menyala, maka alatnya sedang aktif. Dengan aktifnya alat ini, untuk menyalakan lampu dapat dilakukan dengan mengibaskan tangan pada salah satu sensor Optoelektrik, maka lampu nomor 1 yang berhubungan sensor Optoelektrik menjadi menyala, sedangkan lampu yang lainnya masih padam. Untuk RANCANG BANGUN ……………… Suryono 1 , Supriyati 2 , Dadi 3 , Sri Kusumastuti 4 , Sasongko 5 menyalakan lampu yang lainya dapat dilakukan dengan mengibaskan tangan pada area sensing pada sensor Optoelektrik yang sama, maka lampu nomor 2 yang berhubungan sensor Optoelektrik menjadi menyala. Untuk mematiakan lampu, dapat dilakukan dengan mengibaskan tangan kembali pada sensor Optoelektrik yang berhubungan dengan lampu yang bersangkutan. Pada alat ini terdapat dua buah sensor Optoelektrik yang dipasang pada sebelah kiri dan sebelah kanan dan empat buah lampu yang dipasang pada bagian bawah dua buah dan pada bagian atas dua buah. Sensor optoelektrik sebelah kiri digunakan untuk mengontrol dua buah lampu sebelah kiri atas dan bawah. Sedangkan sensor optoelektrik sebelah kanan digunakan untuk mengontrol dua buah lampu sebelah kanan atas dan bawah ## 4. Hasil dan Pembahasan Hasil akhir dari penelitian yang telah dilaksanakan adalah sebuah prototype Pengontrol Peralatan Listrik Menggunakan Sensor Optoelektrik (Touchless sensor) atau sensor tanpa sentuh. Prototype Pengontrol Peralatan Listrik Menggunakan Sensor tanpa Sentuh (Touchless) hasil dari rancang bangun kegiatan penelitian seperti terlihat pada gambar 10. Gambar 10 Alat Lengkap Hasil Penelitian Dengan telah berakhirnya penenelitian yang menghasilkan sebuah alat Pengontrol Peralatan Listrik Menggunakan Sensor Tanpa Sentuh (Toucless Sensor), maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian alat. Pengujian alat dilakukan untuk mendapatkan data dari sepesifikasi alat dan untuk mengevaluasi jika alat tersebut tiadak bekerja seperti yang diharapkan. Evaluasi meliputi bagian perangkat lunak ( soft ware ) yang berupa koding dan perangkat keras ( hard ware ) yang berupa perangkat elektronik dan modul-modul elektronik serta pengawatan ( wiring ). ## 4.1. Pengujian Alat Untuk keperluan pengujian dan pengukuran alat hasil rancang bangun Pengontrol Peralatan Listrik Menggunakan Sensor Tanpa Sentuh (Touchless Sensor), dibutuhkan tempat, bahan-bahan, peralatan yang memadai, dan peralatan bantu untuk menunjang pengujian. Adapun bahan-bahan dan peralatan pengujian dan pengukuran yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: ## 4.1.1. Bahan yang Digunakan Sebagai bahan pendukung untuk pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut: a. Kabel rol yang dilengkapi dengan steker dan stop kontak, b. Stop kontak dengan tegangan sumber PLN 220 volt/50 Hz, c. Kabel NYA-HY untuk saluran listrik dari kotak panel ke lampu, d. Lampu LED/LHE empat buah dengan jenis dan daya yang berbeda, e. Kabel cord inlet untuk kotak Panel dengan sumber tegangan AC 220 Volt, f. Buku cacatan dan alat tulis untuk mencatat data hasil pengujian. 4.1.2. Alat Ukur Pada Pengujian a. Peralatan bantu yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pengujian alat hasil rancang bangun Aplikasi Sensor Optoelektrik Sebagai pengontrol Lampu Tanpa Sensuhan (Touchless) lain adalah: meja untuk menempatkan kotak panel dan papan peraga lampu serta stop kontak satu fasa yang mempunyai tegangan 220 volt/ 50 Hz sumber dari PLN dengan tiga buah saluran kabelyaitu: Fasa, Netral, dan Protection Eart (PE). b. Peralatan ukur yang digunakan 1. Nama peralatan : Digital Multimeter Merek, buatan : SANWA, Tokyo, Jepang Type : Model CD772 Range : 0 – 1.000 Volt/ 0 – 15 Ampere (AC / DC) 2. Nama peralatan : Rol meter Merek, buatan : STRAUSS, China Type : Prolock x25MM Range : 0 – 7,5 meter 3. Nama peralatan : Digital LUX Meter Merek, buatan : KYORITSU, Jepang Type : 5202 Range : 2000 Lumen 4.1.3. Cara Melakukan Pengujian dan Pengukuran Pertama kali yang harus dilakukan dalam melakukan pengujian dan pengukuran alat adalah menyiapakan alat yang diuji, bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian, peralatan bantu yang digunakan untuk mendukung pengujian serta semua peralatan ukur yang dibutuhkan. Alat hasil rancang bangun Aplikasi Sensor Optoelektrik Sebagai pengontrol Lampu Tanpa Sensuhan (Touchless) untuk mengontrol empat buah lampu), yang siap diuji. 4.1.4. Pengujian Tegangan Keluaran ## Sensor Optoelektrik Pengujian tegangan keluaran Sensor Optoelektrik dilakukan untuk mengetahui apakah level tegangan yang dihasilkan dari keluaran sensor Optoelektrik masih mampu untuk mengaktifkan Arduino, sehingga keluaran digital Arduino dapat merespon perubahan level tegangan dari sensor Optoelektrik. Pengukuran besarnya tegangan keluaran Sensor Optoelektrik dilakukan dengan menggunakan Digital Multimeter Sanwa. Untuk mengetahui Arduino dapat merespon perubahan level tagangan sensor Optoelektrik, dapat dilihat dari nyala LED indikator SSR empat chanel yang sudah tersambung dengan Arduino. Pengujian dilakukan dengan menyambungkan tegangan catu 5 Volt pada sensor Optoelektrik, dengan cara mengibaskan telapak tangan diareasensing masing-masing sensor Optoelektrik, kemudian diukur tegangan keluaranya, data-data hasil pengukuran dicatat dan ditabelkan seperti pada tabel 5.1. Tabel 5.1: Pengukuran Tegangan Keluaran Sensor Optoelektrik NO. Sensor Opto V. Logik 1 V. Logik 0 Ket. 1 Optoele ktrik 1 4,95 (volt) 0,01 volt 2 Optoele ktrik 2 4,95 (volt) 0,01 volt 4.1.5. Pengujian Jarak Kibasan Tangan. Pengujian respon jarak kibasan tangan dilakukan untuk mengetahui pada jarak maksimal berapakah sensor Optoelektrik masih dapat merespon adanya telapak tangan yang mendekat pada sensor Optoelektrik . Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan Roll meter yang mampu mengukur pada orde 1.0 mm, pada pengukuran jarak ini dilakukan setiap 50 mm. Kibasan dengan telapak tangan dilakukan mulai dari jarak yang paling dekat kemudian menjauh antara telapak tangan dengan area sensing sensor Optoelektrik , apakah sensor Optoelektrik tersebut masih dapat merespon walaupun telapak tangan dijauhkan dari area sensingnya. Sebagai tanda sensor Optoelektrik masih merespon ditandai dengan menyalanya indikator LED warna merah yang terdapat pada bagian bodi belakang sensor Optoelektrik . Lampu yang berhubungan dengan sensor Optoelektrik yang kondisinya padam menjadi menyala dan lampu yang sedang menyala menjadi padam. Respon sensor Optoelektrik terhadap jarak kibasan telapak tangan seperti pada tabel 5.2. RANCANG BANGUN ……………… Suryono 1 , Supriyati 2 , Dadi 3 , Sri Kusumastuti 4 , Sasongko 5 Tabel 5.2: Respon Jarak Kibasan Telapak Tangan. NO JARAK RESPON KETERANGAN 1 50 (mm) Ya LED menyala 2 100 (mm) Ya LED menyala 3 150 (mm) Ya LED menyala 4 200 (mm) Ya LED menyala 5 250 (mm) Ya Jarak maksimal 6 300 (mm) Tidak ## 4.2. Pembahasan Hasil Pengujian dan Pengukuran Dari data hasil pengukuran catu daya switching seperti pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa kebutuhan arus saat alat tidak aktif dan aktif adalah 50 mA. dan 120 mA. Karena catu daya switching yang digunakan mempunyai rating arus 500 mA, maka catu daya tersebut masih memenuhi syarat untuk digunakan. Konsumsi daya pada saat alat tidak aktif hanya 0,60 watt atau kurang dari 1 watt, konsumsi daya pada saat alat sedang aktif adalah 1,44 watt atau hampir 1,5 watt kurang sedikit untuk keempat chanel SSR semua aktif. Pada hasil pengukuran tegangan keluaran sensor sentuh seperti pada tabel 5.2, dengan level tegangan 0,01 Volt saat berlogika rendah (0) dan 4,95 Volt saat berlogika tinggi (1). Level tegangan tersebut adalah normal dan dapat digunakan sebagai masukan Arduino. Pada hasil pengukuran tegangan masukan Solid State Relay (SSR) seperti pada tabel 5.3, dengan tegangan 0,01 Volt saat berlogika rendah (0) dan 4,9 Volt saat berlogika tinggi (1). Level tegangan tersebut adalah masih dalam batas nominal dari pin keluaran digital dari Arduino. Dengan tegangan masukan dari PLN sebesar 227,5 Volt, sedangkan yang terukur pada saat semua lampu menyala seperti pada tabel 5.4, hanya sebesar 226,5 Volt, 227 Volt, 225,6 Volt dan 225,3 Volt, menandakan telah terjadi drop tegangan yang kecil pada kontak SSR. Pada tabel 5.5, menunjukan bahwa sensor Optoelektrik tetap merespon walaupun kibasan tangan makin menjauh dari area sensingnya, tetapi berjarak maksimal hanya 250 mm. Jika kibasan tangan berjarak lebih dari 250 mm, sensor Optoelektrik tidak mampu merespon. Untuk membuat jarak kibasan semakin jauh dapat dilakukan dengan menseting trimming yeng terdapat pada bagian belakang sensor Optoelektrik. ## 4.3. Spesifikasi Alat Dari hasil pengujian dan pengukuran yang telah dilakukan dengan peralatan ukur digital dan prosedur yang berlaku, hasil Rancang Bangun Aplikasi Sensor Optoelektrik Sebagai Pengontrol Lampu Tanpa Sentuhan mempunyai spesifikasi sebagai berikut: a. Catu Daya: Tegangan : 12 Volt (DC) Arus : 50 mA.(SSR tidak aktif) Arus : 120 mA (4 SSR aktif) Daya : 0,6 Watt/ 1,44 Watt b. Catu Daya SSR : Regulator 5 Volt c. Type Kontroller : Arduino Uno R3 d. Type Relai : Modul Solid State Relay Empat chanel : 220 Volt/2Amp. e. Type Sensor : Sensor Optoelektrik E18-D80NK f. Jarak Sensor maks. : 250 mm (Efektif) g. Tampilan Lampu : 4 buah Lampu h. Daya Lampu maksimum: 200 Watt/220 Volt per Fiting i. Dimensi Kotak panel (P x L x T) : 220x 180 x 70 mm, j. Bahan Kotak Panel : PVC warna Abu- abu k. Berat panel dengan isinya : +/- 2 Kg. ## 5. Kesimpulan Setelah dilakukan pengujian dan pengukuran dari beberapa besaran yang berkaitan dengan kelistrikan dari hasil Rancang Bangun Aplikasi Sensor Optoelektrik Sebagai Pengontrol Lampu Tanpa Sentuhan, kemudian dibahas dalam pembahasan hasil pengujian, maka hasil dari pembahasan dapat disimpulkan dan dibuatlah saran-saran sebagai berikut : a. Hasil penelitian berupa Rancang Bangun Aplikasi Sensor Optoelektrik Sebagai Pengontrol Lampu Tanpa Sentuhan (Touchless Switch). b. Dalam keadaan alat sedang aktif penyalaan lampu melalui sensor optoeletrik dengan cara mengibaskan tangan atau obyek lain didepan area sensornya pada jarak jangkau sensingnya. c. Untuk mengatur jarak jangkauan sensingnya, supaya alat dapat bekerja dengan efektif dilakukan dengan cara mengatur VR (Variable Resistor) yang terdapat pada sisi belakang sensornya. d. Kapasitas daya lampu maksimum pada setiap fiting adalah sebesar 200 watt. ## DAFTAR PUSTAKA Budi Novianto. 2016 . Rancang Bangun Kendali dan Monitoring Lampu dengan Teknologi Short Message Service (SMS), Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Narotama, Surabaya. Wika Janatul Uyun. 2017. Rancang Bangun Saklar Lampu dengan Perintah Suara Via Aplikasi Android Voicetooth Berbasis Arduino Uno. Jurusan Teknik Elektro Universitas Islam Malang. Andri Susanto dkk. 2018. Rancang bangun Aplikasi Android Untuk Kontrol Lampu Gedung Menggunakan Media Bluetooth berbasis Arduino Uno. Program Studi Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Muhamadiyah Tangerang. Chyusa Rizky Afryzar. 2018. Pengontrol Lampu Jalan Otomatis Berbasis Android dan Bluetooth. Prodi Teknik Informatika, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Muhammad Maknur dkk. 2018. Sistem Kendali Jarak Jauh Berbasis Web. Jurnal Cendekia.Volume:16
16e19282-9547-43a7-b6c2-9dacf3b44b13
https://journal.trunojoyo.ac.id/simantec/article/download/1025/901
## PEMODELAN MATEMATIKA DAN SIMULASI NUMERIK LEMPAR LEMBING Rani Rotul Muhima 1) , Maftahatul Hakimah 2) 1,2 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Adhitama Surabaya Email: 1 [email protected], 2 [email protected] ## ABSTRAK Lempar lembing merupakan salah satu cabang olahraga atletik. Hasil lemparan dalam lempar lembing tergantung beberapa faktor, antara lain kekuatan, kecepatan, persiapan fisik dan psikologis pelempar. Teknik melakukan lemparan,kondisi cuaca saat melakukan lemparan, jenis lembing yang digunakan, kondisi lapangan juga berpengaruh pada hasil lemparan . Pengembangan model matematikagerak lembing setelah dilempar pada makalah ini bertujuan untuk mengoptimalkan hasil lemparan pelempar lembing. Pengoptimalan hasil lemparan dititikberatkan pada pemilihan kecepatan awal lemparan dan sudut arah lemparan. Model matematika dikembangkan dalam bentukdua dimensi. Tiga paremeter yang dikaji dalam model matematika gerak lembing, yaitu: geometri, massa dan gaya aerodinamika. Persamaan Nonlinear Three Degrees of Freedom (3 DOF) digunakan untuk model matematika gerak lembing. Karakteristik aerodinamika lembing dianalisa menggunakan metode analitik, empiris dan hasil-hasil eksperimen. Karakteristik tersebutdihitung dengan memasukkan geometri umum lembing. Geometri lembing yang digunakan pada makalah ini adalah geometri lembing wanita.Simulasi numerik dari model matematika dilakukan dengan variasi kecepatan awal lemparan dan arah lemparan. Hasil simulasi numerik gerak lempar lembing disajikan dalam bentuk grafik dan diperoleh tinggi maksimum H sebesar 28,62 m dan jangkauan maksimum x sebesar157,476 m pada kecepatan awal V 0 =40 m/s dan sudut lemparan θ 0 = 35 deg. Kata Kunci : gerak lembing, model matematika, aerodinamika, simulasi numerik, 2D. ## ABSTRACT Javelin throw is one of the sport of athletics. Results in the javelinthrow depends on several factors, such as strength, speed, physical preparation, and psychological thrower. Technical thrower, the weather conditions when making the throw, javelin used species, field conditions also affect the results of the throw. Development of mathematical models of motion javelin after being thrown on the paper aims to optimize the results throw javelin thrower. . Optimization of the results focused on the selection of the initial speed of the throw and angle of direction of the throw. The mathematical model of javelin motion developed in 2D. Three parameter were studied in the mathematical model of javelin throw: geometry, mass, and aerodynamic forces. NonlinearThree Degrees of Freedom(3DOF) equations of motion used in the mathematical model of javelin motion. Javelin aerodynamic characteristics were analyzed using the analytical method, emperical and results of the experimental. The characteristic was calculated by including the general geometry of the javelin. Geometri of javelin that used in this paper was the geometry of female javelin. The model was simulated for different initial velocities and throwing angles. The simulation results are presented in graphical form and maximum height H = 28,62 m and maximum rangevalue R = 157,476 m was obtained at the initial velocity V 0 = 40 m/s and the pitch angle θ 0 = 35 deg. Keywords: javelin throw, mathematical model, aerodynamics, numerical simulation, 2D. ## PENDAHULUAN Lempar lembing merupakan salah satu dari nomor lempar yang terdapat pada cabang olahraga atletik [1]. Alat yang digunakan dalam olah raga ini berbentuk panjang dan bulat dengan berat tertentu yang terbuat dari kayu, bambu atau metal dan disebut lembing. Hasil lemparan dalam lempar lembing tergantung beberapa faktor, antara lain kekuatan, kecepatan, persiapan fisik, dan psikologis pelempar. Teknik melakukan lemparan, kondisi cuaca saat melakukan lemparan, jenis lembing yang digunakan, kondisi lapangan juga mempengaruhi hasil lemparan[2]. Penelitian tentang lempar lembing yang mengkaji pengembangan teknologi lempar telah banyak dilakukan. Penelitian [1] menganalisis gerak lempar lembing yang benar dengan sudut elevasi yang tepat dari segi biomekanika dan kinesiologi. Penelitian [3] memberikan model gerak lembing untuk mengoptimalkan hasil lemparan. Penelitian [4] mengkaji karakteristik aerodinamika tiga jenis lembing dan menentukan sudut lempar yang optimal pada masing masing jenis lembing. Penelitian [2] memodelkan gerak lembing setelah dilempar bersama vibrasi elastis transfersalnya secara matematik dengan mempertimbangkan geometri, massa dan gaya aerodinamika. Penelitian ini menyajikan model matematika gerak lembing setelah dilempar menggunakan persamaan Nonlinear Three Degrees of Freedom (3 DOF) . Model gerak lembing yang disajikan mengkaji geometri, massa dan gaya aerodinamika. Gaya aerodinamika yang bekerja pada lembing memainkan peran utama dalam mempengaruhi cara lembing bergerak di udara[4]. Beberapa penelitian tentang perhitungan dan analisa karakteristik aerodinamika sebelumnya telah banyak dilakukan. Penelitian [4] melakukan penelitian terkait karakteristik aerodinamika lembing secara eksperimental. Penelitian secara eksperimental selain memerlukan waktu yang lama juga biaya yang cukup tinggi. Penelitian[5] mengkaji perhitungan dan analisa karakteristik aerodinamika pada pelat datar dan daerah endwall dengan menggunakan CFD. Software CFD memiliki ketelitian yang cukup tinggi dalam perhitungan dan analisa karakteristik aerodinamika. Kelemahan CFD adalah waktu yang diperlukan dalam proses perhitungan karakteristik aerodinamika juga cukup lama, meskipun dibandingkan penelitian secara eksperimental relatif singkat. Pada penelitian [6], Software Digital Datcom digunakan untuk menghitung dan menganalisa karakteristik aerodinamika roket RX 250 LAPAN. Ketelitian Digital Datcom lebih rendah daripada CFD tetapi proses perhitungan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah dengan hasil yang cukup akurat. Digital Datcom secara khusus dibuat untuk USAF (United States Air Force) menggunakan metode analitik, empiris dan hasil-hasil eksperimen[6]. Karakteristik aero- dinamika lembing pada penelitian ini dihitung menggunakan perangkat lunak Digital Datcom dengan memasukkan geometri umum lembing. Simulasi numerik persamaan gerak lembing yang telah diformula- sikan dilakukan dengan variasi sudut awal, kecepatan awal lemparan. Dari hasil simulasi diperoleh sudut awal dan kecepatan awal lemparan yang optimal. ## METODE Sistem Koordinat Lembing Terhadap Kerangka Acuan dan Hubungan Kinematika Mengikuti [2], sistem koordinat lembing terhadap kerangka acuan bumi digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1. Sistem Koordinat Lembing terhadap Kerangka Acuan Bumi [2] OXZ : kerangka acuan bumi CX g Z g : kerangka acuan yang berpusat di titik pusat massa lembing, paralel dengan kerangka acuan bumi CX l Z l : sistem koordinat lembing V 0 : kecepatan awal lemparan U,W : unsur unsur kecepatan pada sistem koordinat lembing : sudut antara CX g dan CX l : sudut serang q : kecepatan angular lembing m : massa lembing Dari Gambar 1, hubungan kinematika antara sistem koordinat lembing dengan kerangka acuan: - Kecepatan linier lembing 2 2 2 0 W U V   (1) ) cos( 0      V x V x  (2)         sin 0 V z V z  (3) - Sudut serang        U W arctan  (4) q     (5) ## Persamaan Gerak Lembing di Udara Setelah Dilempar Gerak lembing setelah dilempar lebih mendekati gerak dua dimensi. Sehingga, pada penelitian ini digunakan persamaan Nonlinear Three Degree of Freedom (3 DOF). Persamaan 3DOF terdiri atas dua persamaan gerak translasi dan satu persamaan gerak rotasi [6]. Masing-masing persamaan merupakan persamaan diferensial orde satu. Berdasarkan hukum Newton II, gaya total dan momen gaya total yang bekerja pada lembing dalam Persamaan 6 adalah:               l l l V dt dV m dt mV d F    l l l l I I I M             (6) Persamaan 6 diuraikan menjadi:           Vr Wq dt dU m F x           Wp Ur dt dV m F y           Uq Vp dt dW m F z (7)   yy zz xx xx I I qr dt dI p dt dp I L       zz xx yy yy I I pr dt dI q dt dq I M       xx yy zz zz I I pq dt dI r dt dr I N     (8) Gaya yang bekerja pada lembing adalah gaya gravitasi bumi ( F g ) dan gaya aerodinamika ( F a ). Persamaan gerak lembing untuk kasus dua dimensi dengan trayektori pada bidang XZ diperoleh dengan memasukkan harga V = p = r = 0 pada Persamaan 7, sehingga diperoleh:          Wq dt dU m F F ax gx          Uq dt dW m F F az gz (9) Persamaan 9 merupakan persamaan gerak translasi. Persamaan 8 pada kasus dua dimensi menjadi; dt dq I M yy  (10) Persamaan 10 merupakan persamaan gerak rotasi yang diperoleh dengan memasukkan harga V = p = r = 0 dan nilai I xx = I yy = I zz = konstan. Persamaan 9 dan 10 merupakan persamaan 3 DOF. Mengikuti persamaan gaya gravitasi bumi, gaya aerodinamika, dan momen gaya aerodinamika, Persamaan 9 dan 10 menjadi:          Wq dt dU m C ldV mg x 2 2 1 sin            Uq dt dW m C ldV mg z 2 2 1 cos   dt dq I cC SV yy m  2 2 1  (11) dengan, m : massa lembing = 600 g g : percepatan gravitasi = 2 0 1           bumi R H g  : kerapatan udara l : panjang lembing S : luas acuan (penampang lembing) c : panjang acuan (diameter lembing) V : kecepatan z x C C , : koefisien aerodinamika m C : koefisien momen aerodinamika yy I : momen inersia Dari Persamaan 5, 9 dan 10, maka: 0 U dt Wq m F F U ax gx              0 W dt Uq m F F W az gz              0 2      t d I M yy (12) Persamaan 2 dan 3 menjadi:     0 0 ) cos( x dt V x        0 0 ) sin( z dt V z   (13) Persamaan 12 dan 13 merupakan solusi numerik persamaan 3DOF dari gerak lembing. ## Perhitungan Parameter Aerodina- mika Lembing Perhitungan parameter aerodina- mika lembing pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak Datcom. Dengan memasukkan geometri lembing pada perangkat lunak Datcom, diperoleh parameter aerodinamika lembing yang digunakan dalam persamaan 3DOF. ## Gambar 2. Skema Geometri Lembing [4] Skema geometri lembing pada Gambar 2 dijelaskan secara rinci pada Tabel 1. Geometri lembing yang digunakan pada penelitian ini adalah geometri lembing untuk wanita. ## Tabel 1. Geometri lembing untuk wanita[2] Geometri lembing (cm) Panjang total lembing ( l ) 220 Panjang mata lembing ( l 1 ) 33 Diameter d 1 1,8 Panjang ujung -pusat massa lembing ( l 3 ) Panjang ujung - pegangan lembing ( l 2 ) 92 85 Panjang pegangan ( l 4 ) Diameter pada pegangan d 3 Diameter d 2 14 2,3 2,2 Geometri lembing untuk data input pada perangkat lunak Datcom ditunjukkan Tabel 2. Model lembing hasil data input pada Datcom ditunjukkan Gambar 3. Tabel 2. Data input geometri lembing pada Datcom X (cm) Zupper (cm) Zlower (cm) 0 0 0 5 0,4763 -0,4763 10 0,64539 -0,64539 15 0,75433 -0,75433 20 0,82722 -0,82722 25 0,87315 -0,87315 30 0,89627 -0,89627 33 0,9 -0,9 55 1 -1 75 1,1 -1,1 85 1,1 -1,1 85 1,15 -1,15 99 1,15 -1,15 99 1,1 -1,1 165 1,1 -1,1 170 1 -1 180 0,8 -0,8 200 0,4 -0,4 220 0,1 -0,1 220 0 0 Gambar 3. Model lembing dari ac3dview Datcom ## HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 4,5, dan 6 merupakan grafik koefisien aerodinamika lembing terhadap sudut serang untuk berbagai bilangan Mach. Koefisien aerodinamika C D , C L , C m diperoleh dari perhitungan Datcom. Nilai C L pada Gambar 5 dan C m pada gambar 6 tidak berubah untuk kenaikan bilangan Mach, hal ini disebabkan rentang bilangan Mach yang tidak signifikan. Lembing dalam keadaan stabil statik pada keadaan sudut serang dengan nilai C m negatif. Pada gambar 6, keadaan stabil statik pada rentang - 8 o < α < 0 o . Gambar 7 mempresentasikan hasil simulasi pada θ =35 deg dengan variasi kecepatan awal lemparan. Untuk V 0 =20 m/s diperoleh tinggi maksimum ( H ) = 8,505 m, jangkauan maksimum ( x ) = 41,579 m dengan t = 2,575 s. Untuk V 0 =25 m/s, H = 12,433 m, x = 61,962 m, t = 3,092 s. Untuk V 0 =30 m/s diperoleh H = 16,891 m, x = 89,635 m, t =3,759 s. Untuk V 0 =35 m/s, diperoleh H = 22,342 m, x =119,451 m, t = 4,337 s. Untuk V 0 = 40 m/s, H = 28,62 m, x =157,476 m, t = 5,019 s. Gambar 8 mempresentasikan hasil simulasi pada V 0 = 25 m/s dengan variasi sudut awal lemparan. Untuk θ 0 =20 deg diperoleh H = 5,459 m, x = 45,661 m dengan t = 1,97 s. Untuk θ 0 =25 deg, H = 7,463 m, x = 52,7 m, t = 2,373 s.Untuk θ 0 =30 deg, H = 9,73 m, x = 58,418 m, t = 2,581s. Untuk θ 0 =35 deg, H = 12,243 m, x = 62,554 m, t = 3,192 s. Untuk θ 0 = 40 deg diperoleh H = 14,928 m, x = 64,944 m pada t = 3,405 s. Gambar 4. Grafik koefisien aerodinamika(C D ) lembing terhadap sudut serang untuk berbagai bilangan Mach Gambar 5. Grafik koefisien aerodinamika(C L ) lembing terhadap sudut serang untuk berbagai bilangan Mach Gambar 6. Grafik koefisien aerodinamika(C m ) lembing terhadap sudut serang untuk berbagai bilangan Mach 0 20 40 60 80 100 120 140 160 -5 0 5 10 15 20 25 30 Jangk auan (m) T in g g i (m ) Vo=20 m/s Vo=25 m/s Vo=30 m/s Vo=35 m/s Vo=40 m/s Gambar 7. Hasil simulasi gerak lempar lembing pada θ 0 =35 deg dengan variasi kecepata awal lemparan 0 10 20 30 40 50 60 70 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Jangkauan (m) T in g g i (m ) 20 deg 25 deg 30 deg 35 deg 40 deg Gambar 8. Hasil simulasi gerak lempar lembing pada V 0 =25 m/s dengan variasi sudut lemparan ( θ ) ## SIMPULAN Hasil simulasi numerik gerak lempar lembing menunjukkan tinggi maksimum H sebesar 28,62 m dan jangkauan maksimum x sebesar 157, 476 mdiperolehpada kecepatan awal V 0 =40 m/s dan sudut θ 0 = 35 deg. Praktek di lapangan, kecepatan awal lemparan yang digunakan para pelempar lembing tidak lebih dari (30- 35) m/s. Model gerak yang disajikan dapat membantu pelempar mengop- timalkan jarak maksimum lemparan khususnya dalam pemilihan sudut awal lemparan. ## DAFTAR PUSTAKA [1] A.S.B. Suwadj, “Analisis Gerak Lempar Lembing”, E-Journal Kesehatan dan Olahraga Universitas Negeri Surabaya , vol. 2, no. 1, pp. 93-105, 2014. [2] J. Maryniak, and L. Kozdras, “Mathematical Modeling and Numerical Simulation of javelin Throw ” , Human Movement , vol. 10 no.1, pp. 16-20, 2009. [3] L. Hatton, “Optimising The Javelin Throw in The Presence of Prevailing Winds”, Faculty of Computing, Information Systems and Mathematics, University of Kingston , 2007, Website: http://www. leshatton.org /javelin_2005.html diakses 27 Januari 2011. [4] H. Chowdhury, F. Alam, A. Muscara, and I. Mustary, “An Experimental Study of New Rule Javelins”, 6 th Asia-Pacific Congress on Sports Technology, pp. 485-490, 2013. [5] G. Nugroho, and F. Imaduddin, “PenentuanKarakteristik Aero- dinamika Aliran Melalui Airfoil Joukowski/ Pelat Datar pada Daerah Endwall”, Jurnal Teknologi dan kejuruan, vol.31, no.1, pp. 39-49, 2008. [6] S.S. Wibowo,“Perhitungan Karak- teristik Aerodinamika dan Analisis Dinamika dan Kestabilan Gerak Dua Dimensi Pada Modus Longitudinal Roket RX 250 LAPAN”, Tugas Akhir Departemen Teknik Penerbangan, ITB, Bandung , 2002.
86a4e873-cdda-4213-b9f8-f3409cdca95b
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/sanjiwani/article/download/2036/1309
## Filosofi Tradisi Ruwatan dalam Ritual Hindu Bali (Analisis Wayang Kulit Sudhamala dan Sapuhleger ) ## I Ketut Muada Universitas PGRI Mahadewa Indonesia [email protected] ## Keywords: ABSTRACT Function; Meaning; Philosophy of Ruwatan The ritual of ruwatan in Balinese Hindu society basically removes or cleanses oneself from dirt, which is practiced almost the same in general throughout Bali. In ruwatan using wayang kulit media, there are two types of performing arts which contain the function and meaning of ruwatan, such as; puppet show gedog (weak puppet) and puppet show Peteng. The source of the pangruwatan play presented by the puppeteers refers to the ruwatan standard although in practice it changes according to the situation and conditions of the performance itself. The play taken in the wayang gedog is Sudhamala, while in the shadow puppet show at night it is Sapuhleger. Ruwatan or in Java known as murwakala has a broad meaning not only a literary work and pakeliran but its function and philosophy, it turns out that it refers to the micro and macro essence of humans as being creative, intellect and intention. This research specifically reveals problems regarding; the form of the play, the function and meaning of spiritual philosophy, as well as the role of government in relation to ritual rituals. In revealing this, the researchers used qualitative methods, as well as several theories that complement this research. Kata Kunci ABSTRAK Fungsi; Makna; dan Filosofi Ruwatan Ritual ruwatan pada masyarakat Hindu Bali pada dasarnya membuang atau pembersihan diri dari kotoran, yang pelaksanaannya hampir sama pada umumnya diseluruh Bali. Dalam ruwatan dengan media wayang kulit, ada dua jenis seni pertunjukan yang mengandung fungsi dan makna ruwatan seperti; pertunjukan wayang gedog (wayang lemah) dan pertunjukan wayang Peteng. Sumber lakon pangruwatan yang disajikan oleh para dalang mengacu pada pakem ruwatan walaupun dalam pelaksanaannya berubah menurut situasi dan kondisi pertunjukan itu sendiri. Lakon yang diambil dalam wayang gedog adalah Sudhamala sedangkan, dalam pertunjukan wayang kulit pada malam hari adalah Sapuhleger. Ruwatan atau di Jawa dikenal dengan murwakala mempunyai makna yang luas tidak hanya sebuah karya sastra dan pakeliran akan tetapi fungsi dan filosofinya, ternyata mengacu pada esensi mikro dan makro manusia sebagai insan yang berdaya cipta, budi dan karsa. Penelitian ini khusus mengungkap permasalahan tentang; bentuk lakon, fungsi dan makna filosopi ruatan, serta peranan pemerintah terkait ritual ruatan. Dalam mengungkap hal tersebut peneliti memakai metode kualitatif, serta beberapa teori-teori yang melengkapi penelitian ini. ## I. PENDAHULUAN Dijaman era globalisasi sekarang ini, akibat pengaruh penalaran dan semakin mantap keyakinannya terhadap agama yang dianggap modern, ada sebagian masyarakat tidak perlu lagi menyelenggarakan upacara ruwatan. Bahkan ada segolongan masyarakat yang menganggapnya sebagai peristiwa yang tidak rasional. Namun, dalam kenyataanya tradisi ruwatan itu pada berbagai masyarakat Hindu Bali masih bertahan sampai sekarang. Tidak hanya terbatas dikalangan masyarakat pedesaan, tetapi dikalangan masyarakat kota dan bahkan yang tergolong kelompok intelektualpun dewasa ini turut mengikuti tradisi ruwatan itu dengan serius. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan dengan berbagai macam sesaji yang sangat rumit oleh kalangan orang berada diupayakan selengkap mungkin. Kenyataan itu sebagai bukti bahwa dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali, upacara ruwatan masih memilki fungsi yang tidak dapat dikesampingan. Istilah ruwatan berasal dari kata “ Ruwat ” yang berarti pembersihan dari kotoran, kutukan atau kemalangan (Subalinata, 1985:11). Upacara ruawatan dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali dengan tujuan untuk membebaskan diri dari malapetaka yang diperkirakan akan menimpa salah satu keluarganya, yang disyaratkan dalam kelahirannya, sakit berkepanjangan, prilaku diluar batas yang bikin kesal keluarga, dan anak tersebut selalu sial dalam kreativitasnya sehari-hari. Orang-orang tersebut dikatagorikan harus diruawat dengan pertunjukan wayang kulit sebagai wayang ruwatan dengan cerita khas ruwatan yaitu Sudhamala dan Sapuhleger. Cara seperti ini sebagai upaya pembebasan terhadap hal-hal yang buruk yang akan menimpanya. Menurut masyarakat Hindu Bali, jika ruawatan itu tidak dilaksanakan maka orang yang bersangkutan akan dimangsa oleh Bhatara Kala. Artinya orang yang termasuk katagori kotor/ sukerta (Istilah Jawa) tetapi tidak diruwat akan mengalami nasib sial dalam hidupnya. Secara umum ruwatan di Bali merupakan suatu fenomena kehidupan sosial dimana manusia mulai sadar dengan kekutan alam yang besar di luar dirinya yang dapat mempengaruhi kehidupanya. Manusia mulai ingin mengadakan kontak dengan kekuatan tersebut untuk memperoleh perlindungan dan pembebasan dari berbagai bahaya. Peranan pemerintah di Bali sudah menunjukan keseriusannya dalam menyelamatkan masyarakat yang di katagori kotor/ sukerta, dengan melaksanakan ruwatan masal. Hal ini dimaksudkan, agar pengiritan biaya ruwatan dengan mengelar seni pertunjukan wayang ruwatan Sapuhleger. ## II. METODE Bentuk penelitian ini adalah seni pertunjukan yang kontekstual, namun menggunakan pendekatan secara ekletik yaitu pendekatan berbaga faktor secara komolatif. Penelitian ini bersifat menerangkan, menguji hipotesis-hipotesis tentang adanya hubungan kausalitas berbagai variabel yang diteliti. Berdasarkan sifat-sifat penelitian di atas, metode kualitatif dianggap telah tepat digunakan sebagai pedoman atau prinsif penelitian, melalui pengumpulan data, proses analisis sampai memberikan kesimpulan sebuah penelitian. ## III. PEMBAHASAN 2.1 Bentuk Lakon Ruwatan Wayang Kulit di Bali Kerangka bentuk pengruwatan dengan media pertunjukan wayang kulit jenisnya ada 2 pertunjukan diantaranya;(1) Ruwatan Sudhamala , pelaksanaannya pada siang hari, wayang ruwatan ini sering di Bali disebut wayang lemah/wayang gedog. Wayang lemah berasal dari kata “ lemah” yang artinya siang hari. Ruwatan wayang lemah berbeda dengan ruwatan yang dilaksanakan pada ruwatan malam hari. Bentuk pertunjukan wayang ruwatan lemah secara garis besar yaitu: (a) Tidak menggunakan kelir/ kain putih, melainkan memakai tali benang, (b) Pembatas sebelah kiri dan kanan sebagai pengikat tali benang adalah ranting kayu dadap , (c) 1 batang pohon pisang berfungsi sebagai penancab wayang, (d) Di sebelah dalang tepatnya diranting pohon dadap berisi uang kepeng 250 sebelah kanan, 250 kepeng sebelah kiri. (2) Ruwatan Sapuhleger, pelaksanaannya sebagian besar pementasan wayangnya pada malam hari dengan acuan lontar Siwagama , Kala tatwa, dan Siwa tatwa . Aparatus pementasannya sangat besar, khusus anak yang lahir pada wuku wayang sesuai kelender Bali. 2.2 Lakon Sudhamala Ruwatan Wayang Lemah/Gedog Lontar Siwagama dan Gaguritan Empehan Lembu Petak menceritakan Hyang Siwa menyuruh istrinya Dewi Uma untuk mencari obat ke mercapada/ dunia manusia. Hyang Siwa berpura-pura sakit hanya bermaksud menguji kesetian seorang Dewi Uma. Tidak membuang waktu, Dewi Umapun berangkat ke alam manusia. Keberangkatan Sang Dewi rupanya di ikuti oleh Hyang Siwa dengan berubah wujud menjadi seorang gembala sapi. Perjalanan Dewi Uma mengarungi lautan, gunung, sawah, dan sungai besar maupun kecil, lama tidak menemukan obat yang beliau inginkan. Suatu ketika, Dewi Uma berjalan-jalan di hutan yang sangat lebat sekali, disana ada seorang gembala sapi yang sedang duduk menunggu sapi-sapinya yang sedang makan rumput. Malihat sapi putih yang beliau cari-cari selama ini, akhirnya Dewi Uma menemui gembala sapi tersebut. Perbincangan Dewi Uma dengan Gembala sapi sangat alot, dari perkenalan, tujuan /maksud kedatangan hingga sebuah kesepakatan. Tujuan Dewi Uma ke hutan adalah mencari air susu sapi warna putih untuk obat suami yang sakit, karena air sapi putih tidak boleh dibeli dengan uang atau emas, akhirnya segala cara oleh Dewi Uma dilakukan agar mendapat air susu sapi berwarna putih. Sang gembala sapi membuat kesepakatan dengan Dewi Uma, jika ingin air susu sapi warna putih, Dewi Uma harus melayani sang gembala layaknya hubungan suami istri. Setelah hubungan tersebut selesai, Dewi Uma kembali ke Siwa loka dengan membawa air susu sapi untuk obat sang suami. Sedangkan gembala sapi tiada lain Hyang Siwa telah kembali duluan ke sorga agar rencana ini tidak diketahui oleh Dewi Uma. Kedatangan Dewi Uma di sorga, disambut oleh Hyang Siwa bersama anaknya hyang Gana . Dialog antara ketiga dewa tersebutpun terjadi, ketika di tanya Dewi Uma tentang bagaimana cara mendapatkan air susu sapi berwarana putih, Dewi Uma sedikit berbohong. Kebohongan ini pada akhirnya kentara ketiga Hyang Siwa menyuruh Hyang Gana untuk menenung /melihat dengan sebenarnya melalui Panca Indranya Hyang Gana. Dewi Uma marah membakar ilmu tenung Hyang Gana ketika memberitahu kebenaran tersebut pada Hyang Siwa. Dewi Uma dikutuk menjadi rupa yang seram dengan nama Dewi Durga, tempat beliau di kuburan. Ditempat baru ini (Kuburan) Dewi Durga mempunyai 7 abdi diantaranya; I Rarung, I Lende Lendi, Mahesawedana, I Jaran guyang, Waksirsa , I dan Suatu hari Pandawa membuat ritual (Pitra Yadnya ) akibat meninggalnya Raja Pandhu. Upacara/ritual Pandawa dirusak oleh abdi Dewi Durga yang menyebabkan Sri Krisna menyuruh Sang Sahdewa mendatangi kuburan. Kedatangan Sang Sahdewa sebagai penjelmaan Sanghyang Usadhadewa (Dewanya Dukun/balian ) membuat Dewi Durga merasa dibersihkan dengan senjata Tebusala ( tebas/tebus dan sala/mala ) yang mengandung arti pembersihan kotoran/ mala . Berdasarkan cerita/lakon tersebut darah Sang Dewi yang tumpah di tanah tumbuh menjadi bunga mitir, tulang menjadi pohon tebu sala , air susu menjadi pohon pisang sabha , dan kotorannya tumbuh menjadi pohon buah mengkudu, semua ini tidak diperbolehkan menjadi persembahan/ sesajen para dewa-dewa (Dewa Yadnya ). Dewi Durga akhirnya kembali kesorga dengan wujud Dewi Uma, sedangkan Sahdewa dianugrahkan mantra Sudhamala yang mengandung fungsi dan makna pembersihan lahir dan batin. 2.3 Lakon Sapuhleger dalam Wayang Ruwatan di Bali Istilah sapuh leger berasal dari kata dasar “ sapuh” dan ”leger:” Dalam Kamus Bali-Indonesia, terdapat kata “sapuh” (alus mider) artinya alat untuk membersihkan; nyapuh artinya membersihkan; kesapuhan artinya dibersihkan; mesapuh-sapuh artinya melakukan pembersihan, kata leger sinonim dengan kata “lenget” yang artinya tercemar/kotor. Sapuh Leger secara harafiah berarti pembersihan atau penyucian dari keadaan yang tercemar atau kotor. Secara keseluruhan, Wayang sapuh leger adalah suatu drama ritual dengan serana pertunjukan wayang kulit yang bertujuan untuk membersihkan atau mencucikan diri seseorang akibat tercemar atau kotor secara rohani. Naskah Lontar Siwagama dan lontar Tantu Pagelaran , cukup jelas menyebutkan adanya pertunjukan wayang kulit lengkap dengan aparatusnya. Secara ekplisit lontar ini menyebutkan asal mula wayang ruwatan sesuai yawa mandala . Lontar ini menceritakan Dewa Kala mendapat kedudukan yang istimewa dalam kehidupan masyarakat Bali, karena lakon tersebut termasuk mitos yang diyakini dan dipercayainya. Menurut Peursen mengatakan bahwa, mitos adalah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang, cerita yang mengandung simbol dan berkaitan pada hal-hal yang bersifat magis dan religius. Sejalan pendapapat diatas bahwa anak yang laih pada wuku wayang harus mengikuti kebiasaan-kebiasaan turun temurun dalam prilaku kehidupan sosial masyarakat Bali. Lakon sapuh leger adalah jenis cerita/lakon yang mengandung pasemon filosofik dan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat magis. Jadi dengan demikian maka upacara/sajian sapuh leger merupakan paduan yang serasi antara materi dan serana, antara isi dan wadah. Lakon Sapuh leger berawal dari kelahiran Dewa kala, ketiaka Hyang Siwa bersama Dewi Uma (Istrinya) berkunjung ketepi laut. Sesampainya di tepi laut, Hyang Siwa terpesona melihat kemolekan Dewi Uma pada saat busana sang istri diterpa angin laut. Paha Dewi Uma yang putih mulus mampu membangkitkan asmara Hyang Siwa. Karena tidak mampu menahan asmara, air Kama/ nafsu Hyang Siwa ( Kama salah ) jatuh di samudra yang luas. Kedua dewa inipun kembali ke sorga namun, kama salah yang hanyut tersebut semakin hari, semakin bulan membesar dan bercahaya hingga para dewa di sorga tidak mampu merasakan panas cahaya yang ditimbulkan oleh benih Hyang Siwa tersebut. Atas perintah dan inisiatif para dewa-dewa, benih tersebut akhirnya di bombardir dengan senjata milik dewa masing-masing. Namun, benih salah tersebut semakin membesar hingga berwujud Raksasa. Raksasa besar tersebut mengamuk mencari jati diri, semua dewa yang menghalangi lari tunggang langgang. Melihat hal tersebut, Hyang Siwa menemui raksasa besar tersebut dan mengakui bahwa dia adalah anak Hyang Siwa. Pertemuan tersebut pada akhirnya raksasa tersebut di berinama Dewa Kala, di samping itu, Dewa Kala dianugrahkan tugas pokok salah satunya berhak memangsa yang lahir dalam wuku wayang (perhitungan dalam kalender Bali). Adik Dewa Kala yang bernama Hyang Kumara tepat kelahirannya pada hari Sabtu Wuku Wayang(Tumpek Wayang) menjadi target santapan Dewa Kala. Suatu ketika Dewa Kala memohon ijin pada Hyang Siwa agar mengijinkan menyantap Hyang Komara namun, Hyang Siwa menggagalkan maksud tersebut karena adiknya masih kecil. Agar Hyang kumara terindar dari santapan Dewa Kala, akhirnya diberi ajian/ mantra penunda dewasa. Karena setiap hari diminta untuk disantap, akhirnya Hyang Kumara lari kedunia manusia/ Mercapada. Di alam manusia ini Hyang Kumara berlari kesana kesini guna menghindari santapan Dewa Kala. Setiap objek yang dipakai tempat bersembunyi dikutuk oleh Dewa kala seperti tempat masak (bungut paon), membuang bambu yang tidak berisi bukunya/ ruasnya, pohon kelapa dan sebagainya. Posisi sudah kepayahan akibat lari, Hyang Siwa mengadang perjalanan Dewa kala wujud seorang petani membajak sawah dengan menggunakan satu ekor lembu dan dikuti prempuan cantik, dengan maksud agar Hyang Kumara dapat istirahat sebentar. Dewa Kala disuruh menjawab pertanyaan Hyang Siwa. “Asta Padha, Sad Lungayan, Dwi Serenggi, Eka Banggo, muka enggul, catur Putuh, Sapta Loncanem”. Pertanyaan Hyang Siwa tidak bisa dijawab mengakibatkan Dewa Kala merasa diolok-olok seraya lagi mengejar Hyang Kumara. Pada suatu malam, disebuah pedesaan ada pertunjukan wayang kulit dengan upacara/ banten yang sangat lengkap. Di muka pertunjukan wayang disajikan upacara yang besar dengan berisi satu ekor babi guling , sanggah surya dibawahnya taur ayam brumbun, 2 sanggah tutuan samping kanan dan kiri kain putih yang membentang( kelir ), dan pohon pisang beserta jantungnya sebagai alas menancabkan wayang ketika pertunjukan berlangsung. Dewa Kala yang sudah tahu Hyang kumara sudah duluan dihadapan dalang, merasa lapar ketika nonton wayang. Tidak ada basa-basi, Dewa Kala langsung menyantap babi guling dan di ikuti kala-kali anak buahnya. Upacara di hadapan wayang rusak, Ki dalang bertanya; wahai Dewa upacara ini tidak untukmu kenapa Dewa merusaknya?. Dari kesalahan ini Dewa Kala mohon maap pada Ki dalang dan sebagai gantinya Ki dalang dianugrahi melukat /menyucikan orang yang lahir pada wuku wayang, dengan catatan harus melalui pertunjukan wayang Sapuh Leger. Dewa Kala merasa puas dan pulang ke sorga, sedangkan Hyang Kumara akhirnya tertolong dengan sebuah ruwatan Sapuh leger. ## 2.4 Fungsi Wayang Ruwatan Bagi Kehidupan Masyarakat Bali Fungsi kesenian bagi masyarakat Hindu Bali adalah salah satunya sebagai alat komonikasi untuk memperkuat keyakinan, nilai-nilai, norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Secara universal dikaitkan pertama dan utama dan relegi, karena dalam relegi tertanam berbagai nilai dan norma yang membawa masyarakat kesuatu kemungkinan untuk berkomonikasi dengan hakekat tertinggi secara lebih tenang dan tepat. Fungsi kesenian khususnya seni pertunjukan, R.M.Soedarsono, seorang pakar seni pertunjukan tari, musik,dan teater mengutarakan tiga fungsi utama, yaitu: (1) Sarana upacara atau Ritual; (2) Hiburan pribadi; dan (3) Penyajian estetis. I Made Bandem juga mengamati fungsi kesenian khususnya wayang kulit yang di yakini oleh orang Bali memiliki arti dan makna sebagai: (1) Penggugah rasa indah dan kesenangan; (2) Memberi hiburan sehat; (3) Media komonikasi; (4) Persembahan simbolis; (5) Penyelenggaraan keserasian norma-norma masyarakat; (6) Pengukuhan institusi sosial dan upacara keagamaan; (7) Kontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas kebudayaan; (8) Pencipta integritas masyarakat. Sebagai fungsi sosial efek dari suatu keyakinan adat yang berkaitan dengan ritual keagamaan. Pementasan wayang ruwatan sebagai ritual keagamaan, berfungsi untuk upacara manusa Yajna, yang berhubungan dengan Mengacu pendapat kedua pakar terseb5ut di atas, fungsi wayang ruwatan Sudhamala dan Sapuh Leger sebagai warisan budaya Bali adalah kelahiran anak khususnya yang lahir sebagai anak sukerta/ kotor, hari atau wuku wayang dalam sistem pawukon kalender Bali. Khusus drama ritualnya mengandung tiga asas-asas relegi tentang upacara penyajiannya yakni; (a) Sistem upacara merupakan suatu perwujudan dari relegi, disamping sistem keyakinan dan doktrin; (b) Upacara relegi atau agama dilaksanakan oleh banyak warga pemeluk relegi bersangkutan, yang mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat Hindu di Bali; dan (c) Fungsi upacara bersaji pada pokoknya, dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang sebgai persembahan, untuk mendorong solidaritas dengan dewa atau para dewa. Wayang ruwatan Sudhamala dan Sapuh Leger dianggap sebagai salah satu manifestasi dari usaha legitimasi ritual keagamaan dalam kerangka pengajaran kerohanian (Hindu). Asumsi ini didasarkan atas beberapa alasan yaitu; Pertama, terlaksananya upacara lukatan/ruwatan (penyucian) setelah selesai pergelaran wayang kulit; Kedua, repertoar yang digunakan sebagai dasar cerita/lakon adalah Murwakala, lakon tersebut dikramatkan hingga sekarang oleh masyarakat Hindu Bali. Lakon tersebut mengandung sastra agama (Itihasa) yang bersumber pada lontar Siwagama dan lontar Tantu Pagelaran; dan Ketiga, penggunaan serana upacara/sesajen jumlahnya sangat besar dan jenisnya cukup banyak, rinci, dan rumit. Bentuk-bentuk sesajen terebut mengukuhkan genre wayang ruwatan Sudhamala dan Sapuh Leger sebagai bagian upacara agama, karena dalam pelaksanaan masyarakat Hindu Bali lebih mengedepankan pada penekanan upacara /ritual dari karangka dasar penghayatan agama Hindu yaitu; Tatwa (Filsafat), Susila (Etika) dan upacara (Ritual) 2.5 Makna Wayang Ruwatan Sudhamala dan Sapuh Leger dalam Masyarakat Hindu Bali Lakon Sudhamala dalam lontar Siwagama berawal dari Hyang Siwa menyuruh Dewi Uma ke alam manusia guna mencari obat, walau ini merupakan akal-akalan Hyang Siwa untuk menguji kesetian Dewi Uma sebagai Istrinya. Di alam manusia Dewi Uma melakukan Kama Salah ( Manik Sphatika ) dengan pengembala sapi, kepulangan beliau ke sorga menjadi titik kesalahan Dewi Uma hingga dikutuk menjadi penghuni kuburan. Wajah yang seram dengan sebutan Dewi Durga, pada akhirnya di bersihkan/ Sudhamala oleh Sang Sahdewa. Kembalinya Dewi Uma dalam wujud cantik merupakan simbol penyucian kotoran yang membelenggunya. Lontar Cepa Kala/Japa Kala dalam lakon Sapuh Leger disebutkan bahwa lahirnya Dewa Kala bermula dari segumpal bola api yang di sebut Manik Sphatika yang artinya sperma yang mengkristal, tiada lain adalah sperma Hyang Siwa jatuh di samudra. Kama yang sepat ditunggu oleh para Dewa di Sorga. Karena kelahirannya lama sekali tidak muncul, seluruh dewata memecahkan dengan senjata mereka masing-masing. Maka muncullah seorang raksasa besar, giginya runcing, rambut gempal, suara membelah akasa serta mata yang nyemporot, semua dewata melarikan diri menjauhinya. Makna kedua cerita lontar tersebut adalah pertemuan laki dan perempuan dalam memadu kasih tidak pada tempatnya, awal terbentuknya benih janin dalam kandungan seorang istri/ibu. Manik Sphatika tiada lain adalah sperma dari ayah akibat hubungan yang menyimpang. Pertemuan Kama-Jaya dan Kama-Ratih menghasilkan cabang bayi dalam kandungan. Menurut dalang I Made Sidja bahwa setiap adegan wayang dalam lakon Sudhamala dan Sapuh Leger mengandung makna sebuah proses kelahiran bayi beserta perwatakanya. Seperti adegan terakhir lakon Sapuh Leger, terjadi perselisihan Bhatara Kala/Dewa Kala dengan dalang Sambirana, dan berakhir dengan tunduknya Dewa Kala berkat kekuatan magis seorang dalang. Makna akhir alur mitos ini adalah upaya keras dalam pendewasaan pribadi dan akhlat manusia. Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara psikologis mitos Sudhamala dan Sapuh Leger adalah norma-norma yang menyangkut nilai-nilai etis berhubungan dengan hidup manusia sebagai mahluk pribadi, mahluk alam, mahluk sosial, dan mahluk Tuhan. ## 2.6 Filosofis Wayang Ruwatan Aspek filosofis wayang ruwatan kalau diamati dari fungsinya, ia mengikuti konsep yang berorientasi temporal, kosmologi dan spritual. Secara temporal pertunjukan wayang Sudhamala dan Sapuh Leger diselenggarakan pada saat-saat tertentu saja yaitu pada hari tertentu menurut kalender/ pawukon Bali. Mitologi ritual ruwatan mengharuskan masyarakat umat Hindu Bali percaya bahwa dilarang berpergian pada siang hari ( tungai tepet ), sore hari (Sandikala ), dan tengah malam ( Tengah lemeng ), karena diyakini bahwa waktu-waktu tersebut adalah waktu transisi yang mengancam keamanan seseorang yang melakukan perjalanan. Tumpek wayang salah satu hari tertentu merupakan tumpukan dari waktu-waktu transisi dan hari itu jatuh pada Sabtu Kajeng Kliwon Wuku Wayang, di mana hari Sabtu merupakan hari terakhir dalam perhitungan Saptawara ( Redite /Minggu, Soma/ Senin, Anggara /Selasa, Bhuda/ Rabu, Wrasphati /Kamis, Sukra /Jumat, Saniscara /Sabtu); Kajeng merupakan hari terakhir dalam Triwara (Pasah, Beteng, dan Kajeng ); dan Kliwon menjadi hari terakhir dalam perhitungan Pancawara (Umanis, Paing, Pon, Wage, dan Kliwon). Sedangkan wuku wayang adalah tumpek terakhir dari urutan enam tumpek yang ada dalam siklus kalender Bali ( Tumpek Landep, Tumpek Pengarah, Tumpek Kuningan, Tumpek Krulut, Tumpek Kandang, dan Tumpek Wayang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumpek wayang menjadi hari yang penuh dengan waktu- waktu peralihan, dan oleh karenanya anak-anak yang lahir pada saat ini ditakdirkan menderita karena mengalami gangguan emosi dan menyusahkan orang lain. Untuk melawan hal tersebut, orang Hindu Bali melakukan upacara’ penebusan dosa khusus” yang dinamakan ritual ruwatan/ lukatan Sapuh Leger, dengan harapan para dewa akan menganugrahkan nasib baik pada anak itu dan menjamin bahwa hari lahir yang tidak baik itu tidak akan berpengaruh buruk pada perkembangan kehidupannya sehari-hari. Di dalam estetika Hindu dikenal rumusan bahwa suatu hasil seni untuk dapat dkatakan indah dan bermutu, harus memenuhi 6 syarat yang disebut sadangga yaitu: (1 ) Rupa-bheda, bentuk-bentuk yang digambarkan harus sesuai dengan ide yang dikandungnya; (2) Sadrsya, kesamaan dalam pengelihatan; (3 ) Pramana, sesuai dengan ukuran yang tepat; (4) Warnika-bhangga, penguraian dan pembikinan warna; (5) Bhawa , suasana dan pancaran rasa; dan (6) Lawanya, keindahan dan daya pesona. Keenam syarat di atas sudah dipenuhi dalam tatanan pertunjukan wayang ruatan. Lakon dapat diketahui dan dihayati makna kefalsafahnya yang mendalam dari setiap cerita atau lakon wayang bersifat klasik tradisional. Lakon wayang ruatan merupakan mitos yang memberikan gambaran, bahwa nilai etika dan moral agar segala tindakan dan prilaku tidak melanggar tata susila atau norma-norma yang berlaku. Dalam naskah ruatan sapuhleger mengandung filosofi sebagai isyarat suatu kelahiran, dikuti oleh empat cairan seperti ; yeh nyom (air ketuban), rah/getih (darah), lamad/lamas (v ermix caceosa) dan ari-ari (plasenta ). Keempat unsur atau jasad tersebut dalam kepercayaan masyarakat Bali sering disebut Catur Sanak dengan menyerupai empat saudara. Janin yang ada dalam kandungan mendapat pemeliharaan serta penjagaan dari empat unsur tersebut, seperti: (1) Yeh nyom, adalah merupakan cairan yang melindungi si bayi terhadap sentuhan/getaran-getaran dari luar; (2) Lamas/lamad, adalah lemak yang membungkus jasmani si bayi; (3) Getih/darah, adalah mengedarkan sat makanan, air dan lain-lainnya; (3) Ari-ari, adalah tempat melekatnya tali pusat, penyerap makanan dan lain sebagainya. Keempat unsur cairan tersebut sering di sebut Kanda-Empat empat bagian yang terdiri dari Kanda Pat Rare, Kanda Pat Bhuta, Kanda Pat Dewa, dan Kanda Pat Sari. Kanda Pat Rare , penetahuan mistik tentang kewajiban manusia melanjutkan keturunan, dari pertemuan K amajaya-Kamaratih sehingga menghasilkan janin bayi yang disebut Sanghyang Legaprana. Secara simbolis dalam pelaksanaan ari-ari bayi di tanam di depan pintu rumah, setelah dilukat dengan air suci empat saudara ini diberinama baru; Sang Gargha, Sang Maitri, Sang Kurusya dan Sang Pratanjala (Sang Catur Sanak). Kanda Pat Bhuta , penetahuan mistik yang mengasosiasikan wadag manusia (mikrokosmos) laksana wadag jagat raya yang disebut b huta. Dalam tubuh manusia mempunyai misi mengemban manusia sampai dewasa, seiring bertambah usia/umur maka nama barupun didapat seperti; Anggapati menjadi bhuta Dengen (Utara), Prajaphati menjadi bhuta Kala (Selatan), Bhanaspati menjadi bhuta Preta (Barat), dan Banaspatiraja menjadi bhuta anta (Utara). Ka nda Pat Dewa, pengetahuan mistik tentang persemayaman dewa-dewa (Panca Dewata) dalam manusia, dengan mengikut sertakan “saudara empat” dan aksara/hurup suci, seperti; (a) Yeh nyom berwujud Dewa Wisnu dengan aksara Ang bertempat di utara, menempati suku kiwa /kaki kiri; (b ) Getih/ darah perwujudan Dewa Brahma aksara Bang bertempat di selatan serta menempati suku tengen / kaki kanan; (c) Ari-ari berwujud Dewa Iswara dengan aksara suci Sang bertempat di timur, serta menempati tangan tengen /tangan kanan; (d) Lamas, perwujudan Dewa Mahadewa, dengan aksara suci Tang , bertempat di barat, serta menempati tangan kiwa/tangan kiri; dan (e) Ditengah persemayaman Dewa Siwa, aksara Ing, serta menempati bagian atma/ Jiwatman . Sedangkan Kanda Pat Sari, mencakup ketiga kanda Empat dengan mengambil nama depan orang Bali seperti; (1) Sang Bhuta Anggapati menjadi I Ratu Tangkeb Langit, menguasai sawah, danau, dan binatang; (2) Sang Bhuta Mrajapati menjadi I Ratu Wayan Tebeng , menguasai gunung, Hutan, Kayu, dan Jalan Raya; (3) Sang Bhuta Banaspati menjadi I Ratu Made Jalawung’ menguasai pengarangan rumah, dan ladang; (4) Sang Bhuta Banaspatiraja menjadi I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, menguasai kuburan, suangai, jurang, setan, wong samar, taksu, burung, pragina, dalang, balian, usadha, dan kesaktian;(5) Sang Bhuta Dengen menjadi I Ratu Ketut Petung, menguasai pasar, pelangkiran, pengempu Rare, Tukang, undagi, Sangging, dan Tukang Gambelan. ## 2.7 Peran Pemerintah dalam Ruatan sebagai Tradisi yang Disakralkan Pertunjukan Wayang ruatan khususnya wayang Sapuhleger dipentaskan secara periodic, yaitu tiap-tiap 6 bulan atau 210 hari menurut kalender pawukon Bali, tepatnya pada waktu hari/ wuku wayang, suadah menjadi tradisi yang begitu kuat berakar pada budaya masyarakat Bali. Dari sifatnya yang religious, magis, dan spiritual. Hari atau Wuku wayang merupakan wuku terakhir dari enam wuku dalam siklus kalendar Bali, dianggap hari yang paling kramat dan disucikan, sehingga hari hari tersebut tidak hanya untuk kelahiran yang leteh/ sukerta, namun pada hari itu dirayakan pula sebagai o tonan/odalan wayang yang disebut Saniscara kliwon Tumpek Wayang. Pertunjukan wayang kulit ruatan Sudhamala dan Sapuhleger merupakan ritual yang sangat besar terutama dalam pendanaan/biaya ritual. Dengan dana yang besar menyebabkan banyak kabupaten-kabupaten di Bali menyelenggarakan ruatan masal, dengan tujuan bisa membantu menyucikan orang-orang yang dikatagorikan orang leteh/sukerta. Berdasarkan surve peneliti kemasing-masing tempat ruatan disekitar pulau Bali, ada beberapa kabupaten yang telah melaksanakan ruatan masal diantaranya; No Kabupaten Th 2018 Banyaknya Th 2019 Banyaknya Th 2020 Banyaknya Th 2021 Banyaknya 1 Kabupaten Badung Terlaksana 407 orang Terlaksana 525 orang Covid Covid 2 Kabupaten Tabanan Terlaksana 248 orang Terlaksana 267 orang Covid Covid 3 Walikota Denpasar Terlaksana 324 orang Terlaksana 301 orang Covid Covid 4 Kabupaten Gianyar Terlaksana 279 orang Terlaksana 167 orang Covid Covid 5 Kabupaten klungkung Terlaksana 342 orang Terlaksana 292 orang Covid Covid 6 Kabupaten Karangasem Terlaksana 501 orang Terlaksana 235 orang Covid Covid 7 Kabupeten Singaraja Terlaksana 367 orang Terlaksana 237 orang Covid Covid Data Peneliti/penulis 2018-2021 Pelaksanaan ruatan Sapuhleger masal setiap kabupaten sebagian besar digelar/ dilaksanakan di lapangan umum setempat kecuali, Kabupaten Badung pelaksanaan ruatan di Kantor pemerintahan Bupati Badung. ## IV. PENUTUP Wayang Sudhamala dan Sapuhleger adalah jenis wayang kulit Bali yang mengandung fungsi dan bermakna sebagai upacara ritual, Ia termasuk sacral dalam konteksnya karena merupakan bagian wali sebuah upacara Hindu Bali dalam lingkungan siklus kehidupan manusia. Bentuk kerangka lakon pengeruwatan yang pelaksanaanya pada siang hari dengan pertunjukan wayang kulit lakon Sudhamala . Wayang ruatan ini sering di Bali disebut wayang lemah/wayang gedog, lakon diambil dari lontar Siwatatwa. Ruatan yang dilaksanakan pada malam hari disebut Sapuhleger, khusus dipertunjukan pada kelahiran anak yang lahirnya persis pada hari – hari kramat seperti; Sabtu/Saniscara Kajeng Kliwon Tumpek Wayang. Lakon berasal dari Lontar Siwagama. Pementasan wayang ruwatan sebagai ritual keagamaan, berfungsi untuk upacara manusa Yajna, ruwatan Sudhamala dan Sapuh Leger merupakan warisan budaya Bali khususnya yang lahir sebagai anak sukerta/ kotor, hari atau wuku wayang dalam sistem pawukon kalender Bali. Drama ritualnya mengandung tiga asas-asas relegi tentang upacara penyajiannya yakni; (a) Sistem upacara merupakan suatu perwujudan dari relegi, disamping sistem keyakinan dan doktrin; (b) Upacara relegi atau agama dilaksanakan oleh banyak warga pemeluk relegi bersangkutan, yang mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat Hindu di Bali; dan (c) Fungsi upacara bersaji pada pokoknya, dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang sebagai persembahan, untuk mendorong solidaritas dengan dewa atau para dewa. Wayang ruwatan Sudhamala dan Sapuh Leger dianggap sebagai salah satu manifestasi dari usaha legitimasi ritual keagamaan dalam kerangka pengajaran kerohanian (Hindu). Makna akhir alur mitos ruwatan ini adalah sebagai upaya keras dalam pendewasaan pribadi dan akhlat manusia. Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara psikologis mitos Sudhamala dan SapuhLeger adalah norma-norma yang menyangkut nilai-nilai etis berhubungan dengan hidup manusia sebagai mahluk pribadi, mahluk alam, mahluk sosial, dan mahluk Tuhan. Naskah ruatan Sapuhleger mengandung filosofi sebagai isyarat suatu kelahiran, dikuti oleh empat cairan seperti ; yeh nyom (air ketuban), rah/getih (darah), lamad/lamas (v ermix caceosa) dan ari-ari (plasenta ). Keempat unsur atau jasad tersebut dalam kepercayaan masyarakat Bali sering disebut Catur Sanak dengan menyerupai empat saudara. Janin yang ada dalam kandungan mendapat pemeliharaan serta penjagaan dari empat unsur tersebut, seperti: (1) Yeh nyom, (2) Lamas/lamad, (3) Getih/darah, (4) Ari-ari, Keempat unsur cairan tersebut sering di sebut Kanda-Empat empat yang terdiri dari Kanda Pat Rare, Kanda Pat Bhuta, Kanda Pat Dewa, dan Kanda Pat Sari. Dilihat dari materi/biaya, pertunjukan wayang kulit ruatan Sudhamala dan Sapuhleger merupakan ritual yang sangat besar terutama dalam pendanaan/biaya ritual. Dengan dana yang besar menyebabkan banyak kabupaten-kabupaten di Bali menyelenggarakan ruatan masal, dengan tujuan pemerintah bisa membantu menyucikan orang-orang yang dikatagorikan orang leteh/ sukerta. ## DAFTAR PUSTAKA Bagus, I Gusti Ngurah. 1985. Upacara Ruatan di Bali menurut konsepsi Orang Jawa . Sudarsono (ed) . Yogyakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bandem, I Made. (1994). Mengembangkan Lingkungan Sosial yang Mendukung Wayang. Mudra: Jurnal Seni Budaya . Bandem, I Made. 1988. Transformasi Kesenian dalam Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Bali. dalam Atmaja (ed). Denpasar: CV Kayumas. Haryanto, S. 1992. Bayang-Bayang Adhiluhung, Filsafat, Simbol dan Mistik dalam Wayang . Semarang: Effhar dan Dahara Prize. Hooykaas, C. 1973. Kama and Kala, Material For The Study Of Shadow Theater In Bali. Amsterdam: Nort-Hollend Publising Company. Hooykaas, C. 1973. Lontar Kala Purana. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. Kamajaya, H Karkono et al. 1992. Ruwatan Murwakala: Suatu Pedoman . Duta Wacana University Press. Lontar Tatwa Japakala. 1988. Pusat Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bali. Lontar Kala Tatwa . 1986. Pusat Dukumentasi Kebudayaan Bali. Lontar Cepe Kala, K. 504, Turunan lontar Gedung Kirtya (Singaraja). Lontar Kekawin Sanghyang Kala , Turunan Lontar Kirtya (Singaraja). Lontar Kidung Sapuhleger. 1974. Koleksi Gedong Kirtya-LISTIBYA Daerah Bali. Mulyono, Sri. 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang: Sebuah Tinjauan Filosofis . Jakarta: PT Gunung Agung. Putra, Ny I Gusti Agung Mas. 1987. Upacara Manusa Yadnya . Jakarta. Rota, Ketut . 1990. Retorika sebagai Ragam Bahasa Panggung dalam Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali . Laporan Penelitian STSI Denpasar. Rota, Ketut. 1992. Dharma Pewayangan Kulit Bali; Study Eksploratif tentang Identitas dan Fungsinya. Laporan Penelitian STSI Denpasar. Soetarno. 1995. Ruwatan di Daerah Surakarta. Surakarta: CV Cendrawasih. Sudha, Ida Bagus Raka. 1980. Manusa Yadnya dalam Hubungannya dengan Wayang Sapuhleger. (Skripsi). Institut Hindu Dharma. Wiryamartana, I Kuntara. 1977. Permenungan Tentang Lakon Ruwat, Dalang Karurungan dari Sudut-Sudut Filsafat: Sebuah Bungan Rampai. Yogyakarta: Kanisius. Wicaksana, I Dewa. (1996). Wayang Lemah Refleksi Nilai-Nilai Budaya dan Agama Hindu Masyarakat Bali. Mudra: Jurnal Seni Budaya. Wicaksana, I Dewa. 2007. Wayang Sapuhleger, Fungsi dan Makna dalam Masyarakat Bali. (Disertasi). Pascasarjana ISI Denpasar.
22321a22-9101-40c7-b4d4-e08725283cf0
https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet/article/download/3968/2445
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 ## Inventory of Historical Sites in North Padang Lawas District ## Inventarisasi Situs Bersejarah di Kecamatan Padang Lawas Utara Agus Salim Tanjung 1a (*) M Nasihudin Ali 2b 12 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, Indonesia a [email protected] b [email protected] (*) Corresponding Author a [email protected] How to Cite: Agus Salim Tanjung . (2024). Inventarisasi Situs Bersejarah di Kecamatan Padang Lawas Utara doi : …………………………………………………………………………………………………………………………………… .10.36526/js.v3i2.3968 Received: 18-04-2024 Revised : 11-04-2024 Accepted: 30-06-2024 Keywords: Inventory, Historical Sites, Local History Abstract This article examines the inventory of historical sites in North Padang Lawas Regency, which have significant Hindu-Buddhist cultural heritage. The urgency of this research lies in efforts to preserve historical sites that are threatened with extinction due to natural factors, human actions, and lack of attention from the government and local communities. The problem faced is how to document and preserve these sites so that they can be a source of information and further research. The methodology used in this research is a qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques include direct observation, in-depth interviews, and documentation studies. Data sources came from historical sites in North Padang Lawas Regency, including the Bahal temple complex and ancient Batak tombs. Data analysis techniques involved the steps of data organisation, data reduction, data presentation, and conclusion drawing. Data validity testing was conducted through triangulation of data sources and methods to ensure the accuracy and validity of the findings. The results showed that North Padang Lawas Regency has a number of important historical sites, such as the Bahal temple which was built between the 11th and 14th centuries AD. Many of these sites are endangered and require serious preservation efforts. The research provides recommendations for increased government and community attention in preserving this cultural heritage, as well as the importance of more comprehensive documentation for future research and educational purposes. ## PENDAHULUAN Indonesia memiliki banyak situs sejarah yang tersebar di seluruh wilayahnya, menunjukkan warisan budaya yang kaya. Kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara, seperti Martadipura di Kalimantan dan San-fo-tsi di Sumatera Selatan, sangat dipengaruhi oleh budaya India karena India adalah pusat perkembangan agama Hindu dan Buddha (Hartawan & Afrilian, 2022; Tjhin & Putri, 2021). Hubungan perdagangan antara pedagang India dan masyarakat Nusantara menguatkan ikatan budaya ini, membawa pengaruh signifikan terhadap budaya lokal. Di Sumatera Timur, kini dikenal sebagai Sumatera Utara, terdapat banyak situs sejarah yang mencerminkan keberagaman budaya, seperti kompleks candi Bahal di Padang Lawas Utara, makam-makam kuno Batak, dan kompleks vihara lainnya. Sayangnya, banyak situs ini terancam punah akibat alam, tindakan manusia, atau kurangnya perhatian dari pemerintah dan masyarakat setempat (Pahrudin, 2012; Vita, 2018). Peradaban Hindu-Buddha di Nusantara berkembang dari abad ke-4 hingga ke-15 Masehi, dengan pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat lokal melalui pembangunan candi mencatat kebudayaan Hindu-Buddha tidak hanya tersebar di Pulau Jawa tetapi juga di Sumatera, yang dikenal sebagai Suvarnabhumi, dengan peninggalan seperti biaro di berbagai daerah termasuk Sumatera Utara (S. M. Siregar, 2018). Wilayah Padang Lawas Utara adalah tempat penyebaran candi-candi Hindu-Buddha terbesar di Sumatera Utara, termasuk kompleks candi Bahal yang dibangun antara abad ke-11 dan ke-14 Masehi. Vihara di Padang Lawas Utara dibangun bersamaan dengan Situs Muara Takus pada abad ke-12 Masehi (Tjhin & Putri, 2021). Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 Padang Lawas Utara, yang sekarang menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara, adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 (Siburian et al., 2021). Dengan ibu kota di Gunung Tua, wilayah ini memiliki 12 kecamatan, 2 kelurahan, dan 386 desa dengan luas 3.918,05 km² dan populasi sekitar 268.158 jiwa pada tahun 2017. Kawasan ini memiliki peradaban Hindu-Buddha yang signifikan, dengan peninggalan seperti candi Bahal dan situs-situs lainnya di sepanjang Sungai Batang Pane. Salah satu kerajaan penting di wilayah ini adalah kerajaan Pannai, bagian dari Buddhisme Vajrayana, dengan banyak peninggalan di kompleks candi Bahal (Mendrofa & Hastuti, 2023). Situs sejarah di Padang Lawas Utara tidak hanya mencakup masa Hindu-Buddha tetapi juga makam Batak kuno, seperti kuburan Lobu Tua (Ayeris & Herwindo, 2023). Berdasarkan penggalian oleh Balai Arkeologi Sumut pada tahun 2019, ditemukan tembikar dari abad ke-16 dan ke-17 Masehi, menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki sejarah yang lebih tua. Masyarakat Batak, sebelum mengenal konsep "Tuhan" dari pengaruh Hindu dan Buddha, mempercayai roh leluhur dan benda-benda supranatural. Kepercayaan ini sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka (S. Siswanto, 2018). Kekayaan situs sejarah di Padang Lawas Utara mencerminkan kompleksitas dan keanekaragaman peradaban yang pernah berkembang di wilayah ini. Candi Bahal, sebagai kompleks candi terbesar di Sumatera Utara, tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan pada masa itu (Fitria et al., 2022). Penelitian arkeologi menunjukkan bahwa candi ini dibangun dengan teknologi dan arsitektur yang maju, mencerminkan pengaruh budaya India yang kuat. Hal ini didukung oleh penemuan berbagai artefak, seperti patung dewa-dewi Hindu dan Buddha, yang memberikan bukti nyata tentang adanya sinkretisme budaya dan agama di Nusantara pada masa lalu (Yanti et al., 2023). Di samping warisan Hindu-Buddha, peninggalan budaya Batak di Padang Lawas Utara juga penting untuk dipelajari. Kompleks makam Lobu Tua dan makam Sutan Nasinok Harahap menggambarkan tradisi penguburan dan kepercayaan masyarakat Batak kuno (Nasoichah et al., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Sumut menemukan artefak seperti tembikar dan alat-alat sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Batak pada abad ke-16 hingga ke-17 Masehi. Kepercayaan terhadap roh leluhur yang dominan dalam budaya Batak menunjukkan adanya sistem kepercayaan yang kompleks sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke wilayah ini. Dengan demikian, inventarisasi dan pelestarian situs-situs sejarah di Padang Lawas Utara menjadi sangat penting untuk menjaga dan mengapresiasi warisan budaya yang kaya ini, serta untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perkembangan peradaban di Indonesia (Nasoichah, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana ahli sejarah melakukan inventarisasi situs-situs sejarah di Kabupaten Padang Lawas Utara. Peninggalan sejarah di wilayah ini meliputi makam, prasasti, candi, dan kerajaan. Inventarisasi oleh ahli sejarah bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan respons dari pemerintah dan masyarakat mengenai pentingnya merawat, melindungi, dan menjaga warisan sejarah ini. Perlindungan dan pelestarian peninggalan sejarah sangat penting sebagai bukti nyata perkembangan kehidupan manusia dari zaman ke zaman. METODE Penelitian kualitatif, kajian yang menganalisis aktivitas manusia, sejarah, tingkah laku, organisasi, gerakan sosial, atau jalinan kekeluargaan, tidak dapat diperoleh melalui metode kuantitatif. Penelitian kualitatif sebagai metode riset yang menghasilkan data berupa bahasa, tulisan, dan perilaku orang yang diamati. Dalam riset ini, pendekatan arkeologi kesejarahan dan historiografi (Hakim, 2018). Historiografi mencatat kejadian masa lalu berdasarkan kenyataan yang ada, menggunakan bahasa yang baik dan mengikuti patokan penulisan logis dan sistematis. Pendekatan Arkeologi Kesejarahan menggabungkan ekskavasi sebagai prosedur arkeologi dengan statistika sejarah yang saling melengkapi. Penelitian ini adalah riset lapangan yang dilakukan di Kabupaten Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 Padang Lawas Utara, menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pengumpulan data sumber primer dan sekunder melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi (Gultom, 2018). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melibatkan observasi partisipan, wawancara, dan dokumentasi. Observasi partisipan melibatkan peneliti secara aktif dengan subjek penelitian, sedangkan wawancara digunakan untuk mengumpulkan data percakapan mendalam antara peneliti dan narasumber. Pengumpulan data juga dilengkapi dengan metode dokumen yang mengumpulkan data dari berbagai sumber tertulis seperti surat, koran, arsip foto, dan notulen. Data yang dikumpulkan dianalisis melalui teknik reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data untuk menemukan kaitan dan kesesuaian antara subjek riset dan rancangan awal. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padang Lawas Utara dengan sumber data utama sejarawan, situs sejarah, dan pemerintah kabupaten. Penelitian ini menggabungkan penelusuran literatur dan lapangan untuk mendapatkan kerangka riset yang mendalam dan teoritis (Teneo et al., 2023). ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Pentingnya Inventarisasi Situs Sejarah di Padang Lawas Utara Padang Lawas Utara, terletak di Provinsi Sumatera Utara, merupakan wilayah yang kaya akan peninggalan sejarah dan budaya. Wilayah ini menyimpan banyak situs bersejarah yang mencerminkan kejayaan peradaban Hindu-Buddha serta warisan budaya masyarakat Batak kuno. Melakukan inventarisasi situs-situs sejarah di wilayah ini adalah langkah penting untuk mendokumentasikan, melindungi, dan melestarikan warisan budaya tersebut bagi generasi mendatang. Inventarisasi yang tepat dan komprehensif akan membantu mengidentifikasi kondisi saat ini dari setiap situs sejarah dan merumuskan strategi yang efektif untuk pelestariannya (Oetomo, 2018). Inventarisasi situs sejarah di Padang Lawas Utara sangat penting karena memungkinkan pemerintah dan masyarakat setempat untuk memiliki data yang akurat dan terkini mengenai keberadaan dan kondisi situs-situs tersebut. Data ini menjadi dasar untuk perencanaan konservasi dan restorasi, serta menjadi sumber informasi yang berharga bagi penelitian ilmiah dan pendidikan sejarah. Tanpa inventarisasi yang tepat, banyak situs sejarah berisiko mengalami kerusakan lebih lanjut atau bahkan hilang tanpa jejak, akibat faktor alam maupun tindakan manusia (Rahmawan et al., 2021). Melalui inventarisasi, setiap situs sejarah dapat didokumentasikan secara detail, termasuk lokasinya, struktur fisik, dan nilai sejarah serta budayanya. Proses ini melibatkan pengumpulan data lapangan melalui observasi langsung, wawancara dengan penduduk setempat, dan analisis dokumentasi sejarah. Pendekatan ini memastikan bahwa informasi yang diperoleh adalah komprehensif dan dapat dipercaya. Selain itu, inventarisasi membantu mengidentifikasi prioritas konservasi, yaitu situs mana yang memerlukan tindakan segera dan mendesak untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (Wijaya, 2023). Inventarisasi situs sejarah juga berperan penting dalam meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya mereka. Dengan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang nilai sejarah dan budaya dari situs-situs ini, masyarakat akan lebih terdorong untuk ikut serta dalam upaya pelestarian. Partisipasi aktif dari masyarakat adalah kunci keberhasilan pelestarian jangka panjang, karena mereka adalah penjaga utama dari warisan budaya di lingkungan mereka (Yasin et al., 2022). Selain itu, inventarisasi situs sejarah di Padang Lawas Utara dapat membuka peluang untuk pengembangan pariwisata budaya yang berkelanjutan. Dengan data yang lengkap dan akurat, pemerintah daerah dapat merancang rute wisata sejarah yang menarik dan edukatif, menarik wisatawan domestik dan internasional. Pariwisata budaya tidak hanya meningkatkan perekonomian lokal tetapi juga memperkuat identitas budaya dan kebanggaan masyarakat setempat (Widiati & Permatasari, 2022). Secara keseluruhan, inventarisasi situs sejarah di Padang Lawas Utara adalah langkah mendasar dalam melestarikan warisan budaya yang berharga. Hal ini tidak hanya membantu dalam dokumentasi dan konservasi tetapi juga memainkan peran kunci dalam edukasi, penelitian, dan Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dengan upaya yang terkoordinasi dan partisipasi aktif dari semua pihak, warisan sejarah di Padang Lawas Utara dapat terus dilestarikan dan dinikmati oleh generasi mendatang (Adnan, 2018). Tabel 1. situs-situs ternama di padang lawas utara NO NAMA SITUS JENIS SITUS DESKRIPSI SINGKAT LOKASI PERIODE SEJARAH 1 Kompleks Candi Bahal Candi / Vihara Kompleks candi terbesar di Sumatera Utara, terdiri dari beberapa candi yang berfungsi sebagai tempat peribadatan. Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak Abad ke- 11 hingga ke-14 2 Situs Lobu Tua Makam Kuno Kompleks makam kuno Batak yang berbentuk gundukan dengan batu pipih, diperkirakan berasal dari abad ke-16 dan ke-17. Desa Lobu Tua, Kecamatan Portibi Abad ke- 16 hingga ke-17 3 Candi Sipamutung Candi / Biaro Salah satu biaro peninggalan peradaban Hindu-Buddha di Padang Lawas Utara, berfungsi sebagai pusat keagamaan. Kecamatan Barumun Tengah Abad ke- 11 hingga ke-13 4 Situs Gunung Tua Kerajaan / Situs Arkeologi Pusat dari kerajaan Pannai, dengan berbagai peninggalan arkeologi yang menunjukkan pengaruh Buddhisme Vajrayana. Gunung Tua, Ibu Kota Kabupaten Abad ke- 12 hingga ke-14 5 Makam Sutan Nasinok Harahap Makam Kuno Makam tokoh penting Batak dengan peninggalan arkeologis berupa tembikar dan artefak dari abad ke-16. Desa Simangambat, Kecamatan Siabu Abad ke- 16 6 Candi Tandihat Candi / Vihara Candi Hindu-Buddha dengan arsitektur khas, berfungsi sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Kecamatan Padang Bolak Julu Abad ke- 12 hingga ke-13 7 Situs Barumun Kompleks Arkeologi Kawasan dengan peninggalan arkeologi berupa candi, biaro, dan artefak yang menunjukkan aktivitas keagamaan dan budaya. Kecamatan Barumun Abad ke- 11 hingga ke-14 8 Candi sitopayan Candi / Vihara Salah satu biaro peninggalan peradaban Hindu-Buddha di Padang Lawas Utara, berfungsi sebagai pusat keagamaan. Kecamatan Portibi Abad ke 12 hingga ke 14 Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 Inventarisasi situs-situs sejarah di Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan langkah penting untuk mendokumentasikan dan melestarikan warisan budaya yang kaya di wilayah ini. Padang Lawas Utara, bagian dari Provinsi Sumatera Utara, menyimpan berbagai situs bersejarah yang mencerminkan kejayaan peradaban Hindu-Buddha serta warisan budaya masyarakat Batak kuno. Melalui inventarisasi yang tepat, pemerintah dan masyarakat setempat dapat memperoleh data yang akurat dan terkini mengenai keberadaan dan kondisi situs-situs tersebut, yang menjadi dasar penting untuk perencanaan konservasi dan restorasi (Mansyur & Effendi, 2023). Salah satu situs paling menonjol di wilayah ini adalah Kompleks Candi Bahal. Terletak di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, kompleks ini merupakan candi terbesar di Sumatera Utara dan terdiri dari beberapa candi yang berfungsi sebagai tempat peribadatan. Dibangun pada abad ke-11 hingga ke-14, Candi Bahal mencerminkan pengaruh budaya dan agama Hindu-Buddha yang kuat pada masa itu. Keberadaan candi ini tidak hanya menunjukkan kemajuan arsitektur kuno tetapi juga menandakan pentingnya agama dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat masa lalu (Nursahadah, 2019). Di Kecamatan Portibi, terdapat Situs Lobu Tua, sebuah kompleks makam kuno Batak yang berbentuk gundukan dengan batu pipih. Diperkirakan berasal dari abad ke-16 dan ke-17, situs ini memberikan wawasan penting mengenai praktik penguburan dan kepercayaan masyarakat Batak pada masa itu. Makam-makam kuno ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Batak kuno memiliki tradisi yang kuat terkait pemujaan leluhur dan penguburan yang bersifat sakral (Ningsih et al., 2017). Candi Sipamutung di Kecamatan Barumun Tengah merupakan salah satu biaro peninggalan peradaban Hindu-Buddha di Padang Lawas Utara. Didirikan pada abad ke-11 hingga ke-13, candi ini berfungsi sebagai pusat keagamaan yang penting. Seperti Candi Bahal, Candi Sipamutung menunjukkan kemajuan arsitektur dan seni dari zaman itu, serta peran sentral agama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Keberadaan biaro ini juga memperkuat hipotesis mengenai hubungan erat antara masyarakat lokal dengan budaya dan agama Hindu-Buddha (Novita & Ardiwijaya, 2020). Situs Gunung Tua di ibu kota kabupaten adalah pusat dari kerajaan Pannai, yang menunjukkan pengaruh Buddhisme Vajrayana. Dengan berbagai peninggalan arkeologi dari abad ke-12 hingga ke-14, situs ini memberikan gambaran jelas mengenai kehidupan politik, ekonomi, dan spiritual dari kerajaan kuno tersebut. Peninggalan ini mencakup berbagai artefak yang mengindikasikan hubungan perdagangan dan budaya dengan wilayah lain, termasuk India dan wilayah-wilayah lain di Asia Tenggara (Nasoichah, 2019). Makam Sutan Nasinok Harahap di Desa Simangambat, Kecamatan Siabu, merupakan makam tokoh penting Batak dengan peninggalan arkeologis berupa tembikar dan artefak dari abad ke-16. Makam ini memberikan bukti tentang praktik keagamaan dan sosial masyarakat Batak pada masa tersebut. Penelitian arkeologis di makam ini membantu memahami lebih dalam mengenai kehidupan sehari-hari, kepercayaan, dan struktur sosial masyarakat Batak kuno (Nisa, 2020). Kompleks arkeologi lainnya adalah Candi Tandihat dan Candi Sitopayan, yang terletak di Kecamatan Padang Bolak Julu dan Kecamatan Portibi. Kedua candi ini juga merupakan peninggalan peradaban Hindu-Buddha dan berfungsi sebagai tempat peribadatan dan pendidikan. Dibangun pada abad ke-12 hingga ke-14, candi-candi ini menambah kekayaan warisan arsitektur dan seni dari periode tersebut. Dengan melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap situs-situs ini, kita dapat merumuskan strategi yang efektif untuk pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan, termasuk pengembangan pariwisata budaya yang dapat meningkatkan perekonomian lokal dan memperkuat identitas budaya masyarakat setempat (Pasaribu, 2018). Tantangan dalam Pelestarian Situs Sejarah Indonesia dikenal sebagai negara dengan warisan budaya yang sangat kaya, termasuk berbagai situs sejarah yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Situs-situs ini tidak hanya menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa, tetapi juga merupakan aset berharga yang memiliki nilai budaya, edukatif, dan ekonomi. Namun, menjaga dan melestarikan situs-situs sejarah ini bukanlah Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 tugas yang mudah. Berbagai tantangan muncul dalam upaya pelestarian, mulai dari kerusakan alami hingga campur tangan manusia yang kurang bijak. Kesadaran akan pentingnya pelestarian dan peran aktif semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga warisan ini tetap utuh bagi generasi mendatang (Ayomi, 2023). Padang Lawas Utara, sebuah wilayah di Sumatera Utara, merupakan contoh konkret dari daerah yang kaya akan situs sejarah. Kompleks candi Bahal, candi Sipamutung, dan situs Lobu Tua adalah beberapa di antara peninggalan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Meskipun demikian, upaya pelestarian di daerah ini menghadapi berbagai kendala yang kompleks. Mulai dari faktor alam yang merusak hingga kurangnya perhatian dari pihak-pihak terkait, menjadikan pelestarian situs sejarah sebagai tantangan besar yang memerlukan solusi komprehensif (Rahmah et al., 2023). Salah satu tantangan utama dalam pelestarian situs sejarah di Padang Lawas Utara adalah kerusakan alami yang tidak dapat dihindari. Erosi, gempa bumi, dan perubahan iklim dapat merusak struktur bangunan kuno seperti candi dan biaro. Misalnya, curah hujan yang tinggi dapat mempercepat proses pelapukan batu, sementara gempa bumi dapat menyebabkan retakan atau bahkan runtuhnya struktur bangunan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan penelitian dan teknik konservasi yang sesuai dengan kondisi lokal serta pemantauan rutin terhadap kondisi fisik situs-situs tersebut (Restiyadi, 2018). Selain faktor alam, aktivitas manusia juga memberikan dampak negatif terhadap kelestarian situs sejarah. Vandalism, pencurian artefak, dan pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan nilai sejarah sering kali mengancam keberadaan situs-situs ini. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga warisan budaya sering kali menjadi penyebab utama. Misalnya, beberapa situs di Padang Lawas Utara telah mengalami kerusakan akibat pencurian batu-batu candi untuk bahan bangunan. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya pelestarian situs sejarah sangat diperlukan untuk mengurangi risiko ini (Muliaman et al., 2023). Pendanaan yang terbatas juga menjadi kendala serius dalam upaya pelestarian. Proyek konservasi dan restorasi sering kali memerlukan biaya yang besar, sementara anggaran yang dialokasikan pemerintah sering kali tidak mencukupi. Akibatnya, banyak situs sejarah yang terbengkalai dan tidak mendapatkan perawatan yang memadai. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga non-pemerintah untuk menyediakan dana yang cukup bagi program-program pelestarian (Sulistyo et al., 2021). Tantangan lainnya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang konservasi dan arkeologi. Keterbatasan ini mengakibatkan kurangnya tenaga ahli yang mampu melakukan konservasi dengan metode yang tepat dan sesuai standar internasional. Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi tenaga lokal di bidang konservasi dan arkeologi sangat penting untuk memastikan bahwa upaya pelestarian dapat dilakukan dengan baik dan berkelanjutan (A. Siswanto et al., 2020). Terakhir, kurangnya dukungan kebijakan dan regulasi yang kuat juga menjadi hambatan dalam pelestarian situs sejarah. Kebijakan yang tidak jelas atau tidak konsisten sering kali mengakibatkan kebingungan dalam pelaksanaan program pelestarian. Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait pelestarian situs sejarah dan memastikan implementasinya berjalan efektif. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, seperti vandalisme dan pencurian artefak, juga harus ditingkatkan untuk melindungi situs-situs sejarah dari kerusakan lebih lanjut (Safira et al., 2020). Secara keseluruhan, tantangan dalam pelestarian situs sejarah di Padang Lawas Utara memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk mengatasi berbagai kendala yang ada. Dengan langkah-langkah yang tepat, warisan budaya yang berharga ini dapat terus terjaga dan dinikmati oleh generasi-generasi mendatang (M. Siregar & Prayogo, 2024). Inventarisasi situs sejarah di Padang Lawas Utara adalah langkah penting dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya yang kaya di wilayah tersebut. Dengan mengumpulkan data yang Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 akurat dan terkini tentang situs-situs bersejarah, pemerintah dan masyarakat setempat dapat merancang strategi pelestarian yang efektif. Langkah ini sangat penting mengingat kompleksitas tantangan yang dihadapi dalam menjaga keutuhan situs-situs tersebut. Dari tantangan alami seperti erosi dan gempa bumi hingga campur tangan manusia seperti vandalisme dan kurangnya perhatian terhadap nilai sejarah, inventarisasi memberikan dasar yang kuat untuk mengatasi masalah-masalah ini (Muslihin et al., 2021). Pengetahuan yang akurat tentang lokasi dan kondisi setiap situs sejarah memungkinkan pengembangan rencana konservasi yang sesuai. Misalnya, melalui pemantauan rutin terhadap kondisi fisik situs-situs tersebut, pihak berwenang dapat merespons cepat terhadap kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam. Selain itu, dengan memahami ancaman seperti vandalisme dan pencurian artefak, langkah-langkah perlindungan yang tepat dapat diimplementasikan untuk menjaga keamanan situs sejarah (Irawan et al., 2023). Namun, penting juga untuk mengatasi tantangan yang lebih sistemik, seperti pendanaan yang terbatas dan kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang konservasi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga non-pemerintah menjadi kunci dalam menyediakan dana yang cukup dan meningkatkan kapasitas tenaga ahli. Di samping itu, dukungan kebijakan dan regulasi yang kuat dari pemerintah juga diperlukan untuk menegakkan perlindungan hukum terhadap situs-situs sejarah (Gemilang et al., 2019). Dalam konteks Padang Lawas Utara, novelty dan temuan baru dapat menjadi dasar untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap warisan budaya. Penelitian yang mendalam tentang situs-situs yang belum terdokumentasikan dengan baik dapat membuka peluang untuk menemukan peninggalan sejarah yang lebih luas dan menarik. Dengan demikian, pendekatan ini tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah lokal, tetapi juga dapat menjadi dorongan bagi upaya pelestarian yang lebih intensif dan berkelanjutan. PENUTUP Inventarisasi dan pelestarian situs sejarah di Padang Lawas Utara adalah langkah mendesak dan krusial untuk menjaga warisan budaya yang kaya dari peradaban Hindu-Buddha dan masyarakat Batak kuno. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kerusakan alami, aktivitas manusia, keterbatasan dana, hingga kurangnya sumber daya manusia dan dukungan kebijakan yang kuat, upaya ini tetap harus dilakukan secara holistik dan terintegrasi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk memastikan bahwa warisan berharga ini tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang, sekaligus membuka peluang bagi pengembangan pariwisata budaya yang berkelanjutan. ## DAFTAR PUSTAKA Adnan, H. (2018). Fungsi Inventarisasi Barang Milik Daerah Dalam. Jurnal KAPenda: Kajian Administrasi Dan Pemerintah Daerah , 12 (7), 1 – 12. Ayeris, P. T., & Herwindo, R. P. (2023). Studi Penjajaran Candi Buddha di Padang Lawas, Sumatra Utara dan Mataram Kuno. Riset Arsitektur (RISA) , 7 (01), 66 – 83. https://doi.org/10.26593/risa.v7i01.6362.66-83 Ayomi, P. K. (2023). Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Pasir Panjang di Desa Ngilngof Kabupaten Maluku Tenggara. Journal of Community Service , 5 (1), 282 – 291. https://doi.org/10.56670/jcs.v5i1.138 Fitria, F., Fahmi, M. I., Fanani, F. R., Rahma, N. A. A., Dewi, P. J. S., Fauziah, A. U., Vianisa, R. W., Wulandari, D. P., Anam, C., & Herachwati, N. (2022). Pengembangan Potensi Peninggalan Sejarah di Desa Bendoasri dan Tritik Nganjuk Sebagai Desa Wisata Edukasi Sejarah. Archive: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat , 1 (2), 85 – 96. https://doi.org/10.55506/arch.v1i2.35 Gemilang, W. A., Ridwan, N. N. H., & Wisha, U. J. (2019). Identifikasi Situs Arkeologi Bawah Air Tinggalan Perang Dunia II di Perairan Teluk Ambon. KALPATARU , 28 (1), 1 – 12. https://doi.org/10.24832/kpt.v28i1.571 Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 Gultom, A. Z. (2018). Situs Arkeologis Kota Rentang dan Jejak Kemaritiman Masa Lampau. MUKADIMAH: Jurnal Pendidikan, Sejarah, Dan Ilmu-Ilmu Sosial , 2 (1), 20 – 27. https://doi.org/10.30743/mkd.v2i1.658 Hakim, L. (2018). Historiografi Modern Indonesia: Dari Sejarah Lama Menuju Sejarah Baru. Khazanah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam , 8 (16), 69 – 82. https://doi.org/10.15548/khazanah.v0i0.75 Hartawan, F.-, & Afrilian, P. (2022). Strategi Pengembangan Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) studi kasus Benteng Fort de Kock Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi. I-Tourism: Jurnal Pariwisata Syariah , 1 (2), 55 – 69. https://doi.org/10.31958/i- tourism.v1i2.5349 Irawan, A. G., Harahap, M. H., Nasution, K. S., Hanafi, M. R., & Khalis, S. A. (2023). Tradisi Pertunjukan Wayang Kulit Bahasa Jawa: Studi Kasus Pertunjukan di Desa Sidoharjo-1 Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang. Journal Of Human And Education (JAHE) , 3 (2), 197 – 202. https://doi.org/10.31004/JH.V3I2.191 Mansyur, M., & Effendi, R. (2023). Tipologi dan Ragam Hias Makam Sultan Banjar di Kawasan Lahan Basah Kesultanan Banjar Tahun 1526-1860. Yupa: Historical Studies Journal , 7 (1), 17 – 27. https://doi.org/10.30872/yupa.v7i1.1072 Mendrofa, N. I., & Hastuti, W. P. (2023). Strategi Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata dalam Pengembangan Objek Wisata Candi Sipamutung di Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Publik , 17 (01), 52 – 65. https://doi.org/10.52434/jp.v17i01.207 Muliaman, A., Syafrizal, S., Sari, A. M., & Dewi, U. M. (2023). Mapping of PH and Temperature Soil in The Malikussaleh Site Cultural Reserve Area. JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DAN SAINS , 4 (3), 172 – 176. https://doi.org/10.51673/jips.v4i3.1854 Muslihin, H. Y., Pranata, O. H., Nurlaela, W., & Cahyana, C. (2021). Hambatan dan Tantangan Proses Pelestarian Budaya Lokal dalam Konteks Seni Tradisi Pencak Silat di Tasikmalaya. Jorpres (Jurnal Olahraga Prestasi) , 17 (2), 99 – 108. https://doi.org/10.21831/jorpres.v17i2.37041 Nasoichah, C. (2017). Makam Kuno Sutan Nasinok Harahap, Pola Penguburan Etnis Batak Angkola- Mandailing di Padang Lawas Utara. Forum Arkeologi , 30 (1), 55 – 64. https://doi.org/10.24832/fa.v30i1.120 Nasoichah, C. (2019). Keberadaan Prasasti dalam Konteks Kepurbakalaan Hindu-Buddha di Padang Lawas, Sumatera Utara. Berkala Arkeologi Sangkhakala , 21 (2), 101 – 115. https://doi.org/10.24832/bas.v21i2.362 Nasoichah, C., Restiyadi, A., Oetomo, R. W., Susilowati, N., Soedewo, E., Khairunnisa, N., & Karina Purba, I. V. (2020). Konteks Penguburan Kompleks Makam Kuno Sutan Nasinok Harahap. Forum Arkeologi , 33 (2), 89. https://doi.org/10.24832/fa.v33i2.678 Ningsih, M., Melay, R., & Kamaruddin. (2017). Sejarah Kesultanan Bilah Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara Tahun 1630-1945. JOM FKIP , 4 (1), 1 – 15. Nisa, K. (2020). Figur Hewan pada Batu-Batu Pipih di Kompleks Pemakaman Sutan Nasinok Harahap. Berkala Arkeologi Sangkhakala , 23 (1), 46 – 57. https://doi.org/10.24832/bas.v23i1.369 Novita, A., & Ardiwijaya, R. (2020). Pemanfaatan Situs Karang Kapal Sebagai Obyek Wisata Minat Khusus. Siddhayatra: Jurnal Arkeologi , 25 (1), 31 – 46. https://doi.org/10.24832/siddhayatra.v25i1.161 Nursahadah, N. (2019). Ekspolarasi Etnomatematika pada Bagunan Candi Portibi. Jurnal MathEducation Nusantara , 2 (2), 120 – 126. https://doi.org/10.54314/JMN.V2I2.80 Oetomo, R. W. (2018). Pemanfaatan dan Pengembangan Obyek Arkeologi di Padang Lawas dan Padang Lawas Utara Sebagai Kawasan Wisata Budaya Terpadu. Berkala Arkeologi Sangkhakala , 14 (27), 148 – 164. https://doi.org/10.24832/bas.v14i27.163 Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 Pahrudin, P. (2012). Situs Koto Rayo dan Kearifan Tradisional di Tepi Sungai Tabir Jambi. Komunitas , 4 (1). https://doi.org/10.15294/komunitas.v4i1.2396 Pasaribu, P. A. (2018). Penentuan Sebaran Situs Purbakala Candi Tandihat I Menggunakan Metode Geolistrik dan Geomagnetik di Desa Tandihat Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Padang Lawas . Universitas Negeri Medan. Rahmah, M., Malihah, L., & Karimah, H. (2023). Analisis Peluang dan Tantangan Pengembangan Potensi Wisata di Kabupaten Banjar. Jurnal Kebijakan Pembangunan , 18 (2), 199 – 208. https://doi.org/10.47441/jkp.v18i1.344 Rahmawan, G. A., Ridwan, N. N. H., Wisha, U. J., Ilham, I., Gemilang, W. A., Andriani, F. W., Sudaryadi, A., & Irwansyah, I. (2021). Ekowisata Terintegrasi Situs Kapal Tenggelam di Tidore Kepulauan, Maluku Utara. Jurnal Kelautan Nasional , 16 (3), 169. https://doi.org/10.15578/jkn.v16i3.10189 Restiyadi, A. (2018). Jejak Teknik Pemahatan Relife di Biara Mangaledang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Berkala Arkeologi Sangkhakala , 15 (1), 1 – 10. https://doi.org/10.24832/bas.v15i1.133 Safira, F., Salim, T. A., Rahmi, R., & Sani, M. K. J. A. (2020). Peran Arsip dalam Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia: Sistematika Review. BACA: JURNAL DOKUMENTASI DAN INFORMASI , 41 (2), 289. https://doi.org/10.14203/j.baca.v41i2.593 Siburian, M. T., Sitohang, A., Silitonga, M., & Gultom, J. A. (2021). Analisa Debit Andalan di Daerah Irigasi (D.I) Batang Ilung Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. ATDS SAINTECH JOURNAL OF ENGINEERING , 2 (2), 52 – 62. https://www.ojs.atds.ac.id/index.php/atdssaintech/article/view/40 Siregar, M., & Prayogo, A. (2024). Preservasi Artefak Islam Situs Bongal dan Penegasan Penting Awal Islam di Nusantara. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan , 18 (4), 2881. https://doi.org/10.35931/aq.v18i4.3555 Siregar, S. M. (2018). Persebaran Situs-Situs Hindu-Buddha dan Jalur Perdagangan di Daerah Sumatera Selatan (Indikasi Jejak-Jejak Perdagangan di Daerah Aliran Sungai Musi). Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi , 2 (1), 1 – 10. https://doi.org/10.24832/ke.v2i1.5 Siswanto, A., Ardiansyah, A., Wargadalem, F. R., & Indriastuti, K. (2020). Tata Spasial Candi Bahal I, II dan III di Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia , 9 (3), 96 – 101. https://doi.org/10.32315/jlbi.v9i3.107 Siswanto, S. (2018). Pembelajaran Berparadigma Konstruktivistik: Mengembangkan Standar Kompetensi Lulusan Program Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Madura. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam , 13 (2), 307 – 321. https://doi.org/10.19105/tjpi.v13i2.2070 Sulistyo, W. D., Khakim, M. N. L., Jauhari, N., Dewanti, M. A., & Setyawan, A. D. (2021). Implementasi Aplikasi Model Pembelajaran “Jelajah Situs Air Malang Raya” untuk Menumbuhkan Kesadaran Sejarah Lokal dan Upaya Pelestarian Situs Sejarah Bagi Siswa SMKN 2 Singosari. Jurnal Artefak , 8 (1), 27 – 36. https://doi.org/10.25157/ja.v8i1.4124 Teneo, M., Ndoen, F. A., Madu, A., Neolaka, S. Y., & Sipa, S. N. (2023). Pemanfaatan Situs Sejarah sebagai Sumber Belajar dengan Metode Field Trip. Jurnal Inovasi Hasil Pengabdian Masyarakat (JIPEMAS) , 6 (3), 514 – 524. https://doi.org/10.33474/jipemas.v6i3.19676 Tjhin, S., & Putri, R. (2021). Perancangan Aplikasi Informasi Warisan Budaya Megalitik Studi Kasus: Pasemah Megalitik Sumatera. Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa Dan Desain , 6 (2), 179 – 202. https://doi.org/10.25105/jdd.v6i2.10655 Vita, V. (2018). Etnobotani Sagu (Metroxylon Sagu) Warisan Budaya Masa Sriwijaya di Lahan Basah Air Sugihan, Sumatera Selatan. KALPATARU , 26 (2), 107 – 122. https://doi.org/10.24832/kpt.v26i2.314 Widiati, I. A. P., & Permatasari, I. (2022). Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development) Berbasis Lingkungan Pada Fasilitas Penunjang Pariwisata di Kabupaten Badung. KERTHA WICAKSANA , 16 (1), 35 – 44. https://doi.org/10.22225/kw.16.1.2022.35-44 Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3968 Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523 Wijaya, C. I. (2023). Arsitektur Stasiun Lasem Ditinjau dari Pendekatan Arkeologi Kesejarahan. AMERTA , 41 (1), 35 – 52. https://doi.org/10.55981/amt.2023.685 Yanti, M. Y., Yanuarmi, D., & Prastawa, W. (2023). Candi Bahal sebagai Motif pada Kemeja Padang Lawas, Sumatera Utara. Style : Journal of Fashion Design , 2 (2), 13. https://doi.org/10.26887/style.v2i2.3720 Yasin, N. Il, Indrayani, N., & Nurdin, F. (2022). Menelusuri Sejarah Kuliner Jambi sebagai Inventarisasi Aset dan Promosi Wisata Kuliner di Provinsi Jambi. Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Budaya , 8 (4), 1403. https://doi.org/10.32884/ideas.v8i4.1046
5ad45c99-058b-4432-ade8-ac70e110487b
https://jurnal.pap.ac.id/index.php/JTPA/article/download/126/100
## IMPLEMENTASI KEPMEN ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 TERKAIT KEDALAMAN AKHIR PENAMBANGAN LEBIH DARI 45 METER DALAM PERSPEKTIF ASPEK TEKNIS PERTAMBANGAN DAN ASPEK KONSERVASI MINERAL DAN BATUBARA IMPLEMENTATION OF THE DECREE OF THE MINISTER OF ENERGY AND MINERAL RESOURCES No. 1827 K/30/MEM/2018 RELATED TO THE FINAL DEPTH OF MINING MORE THAN 45 METERS IN THE PERSPECTIVE OF TECHNICAL ASPECTS OF MINING AND ASPECT OF MINERAL AND COAL CONSERVATION Yoan Desianda Inspektur Tambang Ahli Muda, Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Provinsi Sumatera Selatan Corresponding Author E-mail: [email protected] Abstract: Guidelines for the Implementation of Good Mining Engineering Rules, in Appendix II concerning Guidelines for Mining Technical Management, and looking more deeply on page 94 letter (x) states that “if the final mining depth is more than 45 (forty five) meters, two accesses are available. for entry and exit. Therefore, on this occasion the author will try to put it in an article. The research used is descriptive qualitative. Samples were taken from coal mining business activities and calculations were carried out at the PT XYZ mine using the open pit mining method in South Sumatra Province. Data analysis was carried out based on several modeling access roads that can be planned and optimization of coal recovery that can be achieved from these road access models. Data is presented in the form of pictures, tables, narratives and maps. The current mining/production road with one access road in and out (two directions) with a width of 25 meters, total coal reserves is estimated at 12,984,664 tons. Modeling with two separate access roads between OB Hauling and Coal Hauling with a road width of 20 m, the amount of coal reserves extracted is reduced to 8,841,657 tons with a maximum depth of 140 m or based on conservation aspects, the reserves that can be extracted will be reduced by 4,143,007 tons . Based on considerations of technical aspects and aspects of mineral and coal conservation, so that reserves can be taken optimally, the choice is made by making the existing road with a width of 25 m, the road will be modified by dividing the width of the road into 2 (two) sections with separator, which is 9 m for coal transportation equipment and 13 m for OB material transportation means, so that the estimated coal reserves of 12,984,664 tons can be taken entirely with a maximum depth of 200 m Keywords: Pit, Mine Road, Technical Aspect, Conservation, Optimization, Reserve Abstrak : Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik, pada Lampiran II tentang Pedoman Pengelolaan Teknis Pertambangan, dan menilik lebih dalam lagi pada halaman 94 huruf (x) menyatakan bahwa dalam hal kedalaman akhir penambangan lebih dari 45 (empat puluh lima) meter maka tersedia dua akses untuk jalan masuk dan jalan keluar. Oleh sebab itu, penulis dalam kesempatan ini akan mencoba menuangkan dalam sebuah tulisan. Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif. Sample diambil pada kegiatan usaha pertambangan batubara dan perhitungan yang dilakukan pada tambang PT XYZ dengan menggunakan metode tambang terbuka di Provinsi Sumatera Selatan. Analisis data dilakukan berdasarkan beberapa pemodelan akses jalan yang dapat direncanakan dan optimalisasi perolehan batubara yang dapat dicapai dari beberapa pemodelan akses jalan tersebut. Data disajikan dalam bentuk gambar, tabel, narasi dan peta. Jalan tambang/produksi saat ini dengan satu akses jalan masuk dan keluar (dua arah) dengan lebar 25 meter, jumlah cadangan batubara terkira 12.984.664 ton. Pemodelan dengan dua akses jalan terpisah antara OB Hauling dan Coal Hauling dengan lebar jalan 20 m, maka jumlah cadangan batubara terambil berkurang menjadi 8.841.657 ton dengan kedalaman maksimal 140 m atau berdasarkan aspek Konservasi maka cadangan yang bisa diambil akan berkurang sebanyak 4.143.007 ton . Dengan berdasarkan pertimbangan aspek teknis dan aspek konservasi mineral dan batubara, agar cadangan bisa terambil secara optimal, maka pilihan diambil dengan membuat jalan yang sudah ada saat ini dengan lebar 25 m, jalan tersebut akan dimodifikasi dengan membagi lebar jalan menjadi 2 (dua) bagian dengan separator, yaitu 9 m untuk alat angkut batubara dan 13 m untuk alat angkut material OB, sehingga cadangan batubara terkira 12.984.664 ton dapat terambil seluruhnya dengan kedalaman maksimal 200 m. Kata kunci : Pit, Jalan Tambang, Aspek Teknis, Konservasi, Optimalisasi, Cadangan. ## 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai bentuk karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Tahap selanjutnya, kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan dearah secara berkelanjutan. Sehingga berdasarkan pertimbangan perkembangan nasional maupun internasional untuk dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan, maka lahirlah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada tanggal 12 Januari 2009 sebagai pengganti Undang- undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada tanggal 10 Juni 2020. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan undang undang diatur dalam beberapa aturan turunan, seperti : peraturan pemerintah, peraturan menteri, keputusan menteri dan sebagainya. Pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 1827K/30/MEM/2018 tanggal 7 Mei 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik, merupakan ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai pengganti dari Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Umum tanggal 22 Mei 1995. ## 1.2 Batasan Masalah Merujuk pada Kepmen ESDM Nomor 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik, pada Lampiran II tentang Pedoman Pengelolaan Teknis Pertambangan, dan menilik lebih dalam lagi pada halaman 94 huruf (x) menyatakan bahwa “ dalam hal kedalaman akhir penambangan lebih dari 45 (empat puluh lima) meter, maka tersedia dua akses untuk jalan masuk dan jalan keluar ”. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam mengimplementasikan ketentuan tersebut, karena akan menjadi sangat penting apabila dilihat dari sudut pandang teknik pertambangan dan optimalisasi (aspek konservasi) kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Pada kesempatan ini diambil sampel hasil inspeksi atas perhitungan yang dilakukan pada tambang PT XYZ komoditas batubara dengan menggunakan metode tambang terbuka di Provinsi Sumatera Selatan. ## 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan ini antara lain: 1. Untuk memberikan gambaran terkait implementasi tersedianya dua akses untuk jalan masuk dan jalan keluar dari perspektif teknik pertambangan dan konservasi mineral dan batubara. 2. ntuk mengetahui beberapa model dua akses untuk jalan masuk dan jalan keluar yang dapat diterapkan dari aspek teknik pertambangan. 3. Mengetahui tingkat efektivitas keterambilan cadangan apabila ditinjau dari aspek konservasi mineral dan batubara. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2021 pada Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT XYZ komoditas batubara menggunakan metode tambang terbuka di Provinsi Sumatera Selatan. ## 2.2 Alat dan Bahan a. Alat Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian ini bekerja sama dengan hasil perhitungan teknis PT XYZ menggunakan pemrograman komputer Minescape . b. Bahan Bahan-bahan yang digunakan, seperti: dokumen studi kelayakan, dokumen kajian teknis, dokumen rencana kerja dan anggaran biaya, dan peraturan perundangan. ## 2.3 Sifat dan Pendekatan Penelitian Tulisan ini menggunakan data dari dokumen kelayakan, kajian teknis, rencana kerja dan peraturan perundangan yang berlaku saat ini serta literatur ilmiah mengenai jalan tambang, pit, aspek teknis, aspek konservasi dan optimalisasi cadangan. Penyelesaian dimodelkan melalui diagram alir untuk mencapai tujuan penulisan, dan ditambahkan analisis dan pembahasan untuk mendukung tujuan penulisan. Selanjutnya kesimpulan diambil dari analisis dan pembahasan yang dihubungkan dengan perundangan dan literatur dan teori untuk menjawab tujuan penelitian. Dari kesimpulan tersebut kemudian di kelola untuk mendapatkan saran. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 2.1. 2.4 Populasi dan Sampel Pada kesempatan ini penulis mengambil sample IUP OP PT XYZ komoditas batubara atas perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan metode tambang terbuka di Provinsi Sumatera Selatan. ## 2.5 Prosedur Kerja Langkah-langkah kerja secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: inspeksi, pengolahan data, dan analisis data a. Inspeksi, dilakukan dalam beberapa cara, yaitu: dengan melakukan penelusuran dokumen administrasi yang dimiliki berupa: dokumen laporan eksplorasi, dokumen studi kelayakan dan pelaksanaan kegiatan penambangan di lapangan. 1. Untuk dokumen laporan eksplorasi dilakukan dengan cara membaca data bor dan hasil perhitungan sumber daya dan cadangan perusahaan. Selanjutnya untuk dokumen studi kelayakan dilakukan dengan cara menentukan rencana penambangan pada pit dengan kedalaman > 45 m; 2. Untuk pelaksanaan lapangan dengan melakukan peninjauan kondisi terkini dari Pit dengan kedalaman >45 m; b. Pengolahan data, data diambil dari informasi dokumen dan kondisi lapangan yang menyatakan bahwa pit tersebut akan digali dengan kedalaman >45 m, data yang didapat diolah menggunakan pemrograman komputer Minescape . c. Analisis data, menggunakan pemrograman komputer Minescape, dengan menghasilkan beberapa simulasi model jalan dan ketercapaian maksimum dari kedalaman yang dapat dicapai dengan beberapa pemodelan akses jalan, serta perolehan batubara yang optimal dari beberapa model akses jalan yang direncanakan. ## 2.6 Analisis Data Analisis data dilakukan berdasarkan pemodelan akses jalan yang direncanakan dan optimalisasi perolehan batubara yang dapat dicapai dari pemodelan akses jalan tersebut. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 3.1 Data Sekunder Lokasi Penelitian Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. Merujuk kepada Standar Nasional Indonesia, terkait sumberdaya dan cadangan batubara berpedoman pada (SNI 5015;2019) tentang Pedoman Pelaporan Sumberdaya dan Cadangan Batubara: a. Sumberdaya batubara Sumberdaya batubara adalah bagian dari batubara dalam bentuk dan kualitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis. Sumberdaya batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaan geologi. Perhitungan sumberdaya batubara menggunakan metode kemenerusan batubara yang telah dibuktikan dengan lubang bor dan dibentuk radius sesuai dengan jarak titik pengamatan menurut kondisi geologi (gambar 3.1) sehingga membentuk kategori Tereka, Terunjuk dan Terukur, dengan persamaan sebagai berikut: Dimana: R = jumlah sumberdaya (ton) L = daerah pengaruh dari titik informasi (m 2 ) T = ketebalan batubara (true thickness) (m) ID = densitas batubara (ton/m 3 ) Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Gambar 3.1 Model Perhitungan Sumberdaya Dari perhitungan tersebut, didapat penampang melintang secara 2-Dimensi dari deposit batubara PT XYZ seperti gambar 3.2. Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Gambar 3.2 Penampang Melintang Seam Didapat total estimasi sumberdaya batubara yang telah divalidasi oleh Competent Person Indonesia sebesar 80.908.052 ton, terdiri dari 24.489.067 ton sumberdaya tereka, 41.426.311 ton sumberdaya terunjuk, dan 14.992.674 ton sumberdaya terukur sebagaimana tabel 3.1. Tabel 3.1 Sumberdaya Batubara PT XYZ b. Cadangan batubara Cadangan batubara adalah bagian dari sumberdaya batubara terunjuk dan/atau terukur yang dapat ditambang secara ekonomis. Dalam proses estimasi cadangan batubara, studi yang tepat pada tingkat minimum pra-studi kelayakan harus sudah dilakukan dengan mempertimbangkan semua faktor pengubah ( modifying factors ) yang relevan meliputi teknis penambangan, pengolahan, sarana dan prasarana, ekonomi, pemasaran, legal, sosial, lingkungan, dan peraturan yang berlaku. Studi tersebut harus bisa mendemonstrasikan bahwa cadangan batubara tersebut secara teknis dapat ditambang dan secara ekonomi menguntungkan. Perhitungan estimasi cadangan batubara mempertimbangkan rencana kedalaman, jumlah estimasi dilusi dan losses , kerapatan data, kualitas batubara, dan perangkat lunak yang digunakan untuk menghitung cadangan adalah Xpac . Perhitungan cadangan batubara berpedoman pada (SNI 5015;2019), dibagi menjadi Terkira, Terbukti, Tidak tertambang, dan Marginal. Berdasarkan tingkat keyakinannya, maka cadangan batubara dibagi menjadi cadangan terkira dan cadangan terbukti. Didapat total estimasi cadangan batubara yang telah divalidasi oleh Competent Person Indonesia sebesar 26.508.325 ton, terdiri dari 17.283.066 ton cadangan terkira, dan 9.225.258 ton cadangan terbukti sebagaimana tabel 3.2. ## Tabel 3.2 Cadangan Batubara PT XYZ Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Cadangan yang telah tertambang sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2019 sebanyak 14.390.032 ton. Dengan sudah tervalidasinya cadangan batubara oleh Competent Person Indonesia sebagaimana tabel 3.2 di atas, maka luas bukaan pit penambangan sampai dengan tahun 2030 nanti sebesar 103,27 Ha., dengan elevasi terendah pit penambangan adalah RL-130. c. Sistem/metoda penambangan Dasar dalam penentuan metode penambangan adalah berdasarkan pada keuntungan terbesar yang dapat diperoleh, pemilihan metode penambangan juga berdasarkan pada perolehan tambang ( mining recovery ) yang terbaik. Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penambangan batubara adalah karakteristik spesial dari endapan, kondisi geologi dan hidrogeologi, sifat-sifat geoteknik, konsiderasi ekonomi, teknologi dan lingkungan. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka sistem penambangan yang paling sesuai untuk diterapkan pada IUP OP PT XYZ adalah sistem tambang terbuka ( open pit mining ). Open pit adalah salah satu metode dalam tambang terbuka yang digunakan pada endapan batubara yang relatif datar dengan permukaan tanah, dan memiliki satu atau lebih lapisan batuan penutup di atasnya. Ilustrasi skema penambangan metode open pit mining dapat dilihat pada (Gambar 3.3). Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Gambar 3.3 Skema Penambangan Open Pit Mining Berdasarkan hasil analisis kajian geoteknik yang dilakukan, maka rekomendasi lereng tunggal dan keseluruhan untuk masing-masing Pit dapat digambarkan sebagaimana Tabel 3.3. Tabel 3.3 Rekomendasi Single Slope dan Overall Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Dari rekomendasi geoteknik pada tabel 3.3, maka untuk Pit Alam 1-3 PT XYZ akan membentuk elevasi terbawah pit di level -130 mdpl, sehingga kedalaman pit Alam 1-3 dari rona awal akan mencapai rata-rata 200 meter. Berdasarkan data tersebut, berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik pada halaman 94 huruf (x) dinyatakan bahwa “ dalam hal kedalaman akhir penambangan lebih dari 45 (empat puluh lima) meter maka tersedia dua akses untuk jalan masuk dan jalan keluar ”, sehingga diperlukan suatu kajian teknis. d. Peralatan Operasi Penambangan dan Jalan Pertambangan Peralatan operasi penambangan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah alat yang digunakan dalam mendukung kegiatan penambangan PT XYZ. Peralatan yang digunakan terdiri dari peralatan utama (alat gali/muat, alat angkut) dan peralatan pendukung, sebagaimana Tabel 3.4 sampai dengan Tabel 3.6 berikut: Tabel 3.3 Peralatan Utama (Alat Gali/Muat) Tabel 3.5 Peralatan Utama (Alat Angkut) Sumber : Data Teknis PT XYZ, 2021 Tabel 3.6 Peralatan Pendukung Sumber : Data Teknis PT XYZ, 2021 Berdasarkan data tersebut, maka perusahaan harus menyediakan jalan pertambangan berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1827K/30/MEM/2018, dengan ketentuan: 1) Lebar jalan tambang/produksi mempertimbangkan alat angkut terbesar yang melintasi jalan tersebut paling kurang : a) tiga setengah kali lebar alat angkut terbesar, untuk jalan tambang dua arah, b) dua kali lebar alat angkut terbesar, untuk jalan tambang satu arah, dan c) lebar jalan pada jembatan sesuai ketentuan. 2) Pada setiap jalan tambang/ produksi tersedia tanggul pengaman di sisi luar badan jalan dengan tinggi minimal 3/4 (tiga per empat) diameter roda kendaraan terbesar dan memperhitungkan potensi air limpasan dan/atau meterial lepas yang dapat masuk ke jalan; 3) Dalam hal jalan tambang/ produksi menggunakan tipe box cut , tanggul dapat tersedia; 4) Dalam hal kondisi jalan tambang/ produksi menggunakan tipe box cut dan berpotensi material lepas, dilakukan penguatan lereng; 5) Sepanjang jalan tambang/ produksi memiliki sistem penyaliran yang mampu mengalirkan debit air larian tertinggi dan dipelihara baik; 6) Sepanjang permukaan badan jalan tambang/produksi dibentuk kemiringan melintang ( cross slope ) paling kurang 2% (dua persen); 7) Kemiringan ( grade ) jalan tambang/produksi dibuat tidak boleh >12% memperhitungkan: spesifikasi kemampuan alat, jenis material jalan, fuel ratio penggunaan bahan bakar; 8) Dalam hal kemiringan jalan tambang/produksi >12%, lakukan kajian teknis; 9) Lebar, radius tikungan, dan super elevasi pada setiap jalan pertambangan yang menikung mampu menahan gaya dari setiap jenis kendaraan yang melintas dengan batasan kecepatan yang telah ditentukan; 10) Jalan pertambangan dilakukan pemeliharaan dan perawatan sehingga tidak menghambat kegiatan pengangkutan; 11) Daya dukung jalan pertambangan lebih kuat dari kapasitas terbesar beban kendaraan dan muatan yang melintas pada beban statis dalam kurun waktu tertentu berdasarkan kajian teknis; 12) Pada setiap tikungan dan persimpangan jalan tambang/ produksi dipasang pemisah jalur (separator) dengan tinggi paling kurang setengah diameter roda kendaraan terbesar dan lebar bagian atas paling kurang sama dengan lebar roda kendaraan terbesar; 13) Sudut belokan pada pertigaan jalan tidak boleh kurang dari 70 o ; Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Gambar 3.4 Dimensi Jalan Tambang Lebar jalan lurus menurut AASHTO: L= n x Wt + 0,5 x (n+1) x Wt Lebar jalan berdasarkan Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018: ………………… Dimana : L = lebar jalan angkut (m) n = jumlah jalur Wt = lebar alat angkut (m) e. Pemodelan Akses Jalan dalam Studi Kelayakan Dalam terminologi Kepmen ESDM Nomor 1827K/30/MEM/2018, jalan terdiri dari Jalan Pertambangan, Jalan Tambang/Produksi, Jalan Penunjang, dan Jalan Masuk. 1) Jalan pertambangan adalah jalan khusus yang yang diperuntukkan untuk kegiatan pertambangan dan berada diarea pertambangan atau area proyek yang terdiri atas jalan penunjang dan jalan tambang; 2) Jalan tambang/produksi adalah jalan yang terdapat pada area pertambangan dan/atau area proyek yang digunakan dan dilalui oleh alat pemindah tanah mekanis dan unit penunjang lain dalam kegiatan pengangkutan tanah penutup, bahan galian tambang, dan kegiatan penunjang pertambangan; 3) Jalan penunjang adalah jalan yang disediakan untuk jalan transportasi barang/orang dalam suatu area pertambangan dan/atau area proyek untuk mendukung operasi pertambangan atau penyediaan fasilitas tambang; 4) Jalan masuk adalah jalan untuk memasuki area tambang permukaan dan tambang bawah tanah; Saat ini berdasarkan dokumen studi kelayakan PT XYZ untuk Pit 1-3 yang telah mencapai kedalaman lebih dari 45 m pemodelan jalan tambang/produksi di design dengan satu akses jalan masuk dan keluar dengan lebar 25 m, jumlah cadangan batubara terkira per Februari 2021 adalah 12.984.664 ton dan OB 113.848.687 BCM dengan SR 8,77:1. Luas bukaan pit 211,09 Ha. dan kedalaman 200 m. Dengan lebar unit terbesar yang dipakai LGMG CMT 96 sebesar 3,67 m, maka diperlukan lebar jalan 3,5 x unit terbesar, yaitu 12,8 m. berdasarkan alat angkut terlebar (3,77 m) maka lebar jalan 13,2m. Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Gambar 3.5 Desain Pit dan Jalan Angkut Pit Alam 1-3 dengan 1 Akses Jalan Sumber : Studi Kelayakan PT XYZ, 2020 Gambar 3.6 Cross Section Pit Alam 1-3 dengan 1 Akses Jalan ## 3.2 Simulasi Pemodelan Akses Jalan Desain dua akses jalan masuk dan keluar, maka akses dibentuk di low wall dan high wall dimana akses highwall untuk akses hauling OB dan akses low wall untuk akses coal getting dengan lebar jalan masing-masing 20 m. Design dua akses jalan ini jumlah cadangan batubara berkurang menjadi 8.841.657 ton dan OB 61.631.882 bcm dengan SR 6,97. Kedalaman tambang maksimal sampai level -90 atau 140 m dari permukaan rona awal, lebih dari itu sudah tidak bisa dilakukan karena ujung jalan paling bawah sudah bertemu di bottom pit . Berdasarkan aspek teknis pertambangan mineral dan batubara, maka dengan ketinggaian single slope 10 m dan sudut kemiringan lereng Pit Alam 1-3 HW RL-150, LW RL-150, dan HW RL-127 dan sebesar 45 o , LW-127 sebesar 40 o , LW RL-120 sebesar 30 o , Pit 1-3 SW Timur dan Barat RL- 120 sebesar 40 o dan lereng masih termasuk dalam kategori aman dengan nilai safety factor sebesar 1,2. Sumber : Kajian Teknis PT XYZ, 2021 Gambar 3.7 Desain Pit dan Jalan Angkut Pit Alam 1-3 dengan 2 Akses Jalan Sumber : Kajian Teknis PT XYZ, 2021 Gambar 3.8 Cross Section Pit Alam 1-3 dengan 2 Akses Jalan Namun, merujuk pada aspek Konservasi, maka cadangan yang bisa diambil akan berkurang sebanyak 4.143.007 ton, ini tidak optimal dalam good mining practice , dan akan berakibat terpengaruhnya finansial perusahaan yang juga akan berkurang. ## 3.3 Perolehan Optimum yang Didapat dari ## Pemodelan Akses Jalan Dengan berdasarkan pertimbangan aspek teknis dan aspek konservasi mineral dan batubara, agar cadangan bisa terambil secara optimal. Untuk mengikuti rekomendasi dari kajian geotek dengan ketinggaian single slope 10 m dan sudut kemiringan lereng Pit Alam 1- 3 HW RL-130, LW RL-130, dan HW RL-130 dan sebesar 30 o (single) dan 23 o (overall) dengan (H=284 m), LW-130 sebesar 30 o (single) dan 16 o (overall) dengan (H=214 m), Pit 1-3 SW Timur dan Barat RL-130 sebesar 30 o dengan (H=219 m) dan lereng dalam kategori aman dengan nilai safety factor sebesar 1,3. Sehingga pilihan diambil dengan membuat jalan yang sudah ada saat ini dengan lebar 25 m, dengan membagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu 9 m untuk alat angkut komoditas batubara dan 13 m untuk alat angkut material OB dengan separator untuk membagi dua jalan tersebut seperti pada tabel 3.7. Tabel 3.7 Lebar Jalan ## Sebagaimana dapat diilustrasikan pada gambar 3.9. Gambar 3.9 Pembagian Jalan ## 4. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Dibuat beberapa model akses untuk jalan masuk dan jalan keluar yang dapat diterapkan dari aspek teknik pertambangan, yaitu: a. Design dua akses jalan masuk dan keluar, akses dibentuk di low wall dan high wall dimana akses highwall untuk akses OB dan akses low wall untuk akses coal dengan lebar jalan masing- masing 20 m; b. Membuat jalan yang sudah ada saat ini dengan lebar 25 m, dengan membagi jalan menjadi 2 (dua) bagian dengan separator, yaitu 9 m untuk alat angkut batubara dan 13 m untuk alat angkut material OB; 2. Tingkat efektivitas keterambilan cadangan apabila ditinjau dari aspek konservasi mineral dan batubara adalah: a. Design dua akses jalan masuk dan keluar, yang dibentuk di low wall dan high wall, maka cadangan terambil akan berkurang menjadi 8.841.657 ton dari total 12.984.664 ton. b. Membuat jalan yang sudah ada saat ini dengan lebar 25 m, dengan membagi jalan menjadi 2 (dua) bagian dengan separator, maka cadangan terambil seluruhnya sebanyak 12.984.664 ton. ## DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2018, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik , Jakarta. Badan Standarisasi Nasional, SNI 5015;2019, Pedoman Pelaporan Hasil Eksplorasi, Sumber Daya, dan Cadangan Batubara , Jakarta. Anonim, 2020, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara , Jakarta. Anonim. 2020, Dokumen Studi Kelayakan Revisi III PT XYZ , Lahat. Anonim. 2021, Dokumen Rencana Kerja Anggaran dan Biaya Tahun 2021 PT XYZ , Lahat. Anonim. 2021, Kajian Teknis Akses Jalan PT XYZ , Lahat.
4df8b40c-0f46-4afd-8076-d7dcc7304c6c
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/6807/4682
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 6 Tahun 2023 Page 3529-3541 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Bentuk Cerita Menggunakan Prosedur Newman Di Kelas VII UPT SMP Negeri 37 Medan Franjimson Naiborhu 1 ✉ , Golda Novatrasio Sauduran 2 , Christina Sitepu 3 Universitas HKBP Nommensen, Medan Email: [email protected] 1 ✉ ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kesalahan dan penyebab kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita menggunakan Prosedur Newman. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-E UPT SMP Negeri 37 Medan. Teknik analisis data menggunakan tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kesalahan memahami terdapat sebanyak 26 siswa yang melakukan kesalahan, dimana persentase kesalahannya sebesar 83,87%, disebabkan karena siswa kurang teliti dalam memahami apa yang diminta dalam soal dan terburu-buru untuk mengerjakan soal. Kemudian pada jenis kesalahan transformasi terdapat 29 siswa yang melakukan kesalahan, dimana persentase kesalahannya sebesar 93,55%, disebabkan karena siswa lupa atau bingung dengan rumus yang akan digunakan untuk menjawab soal tersebut. Pada jenis kesalahan kemampuan proses terdapat 19 siswa yang melakukan kesalahan, dimana persentase kesalahan 61,29% disebabkan karena siswa tidak bisa menyelesaikan proses perhitungan soal dengan baik dan tidak membuat jalan untuk mencari jawaban akhir soal. Dan pada jenis kesalahan yang terakhir yaitu kesalahan penulisan jawaban akhir terdapat 30 siswa yang melakukan kesalahan, dimana persentase kesalahannya sebesar 96,77% disebabkan karena siswa ragu dengan teknik penyelesaian yang sudah dikerjakan sehingga siswa tidak menuliskan jawaban akhir. Kata Kunci: Kesalahan Siswa, Prosedur Newman, Soal Cerita Matematika Abstract This research aims to determine the types of errors and causes of errors made by students in solving math problems in story form using the Newman Procedure. The type of research used in this research is descriptive qualitative research. The subjects of this research were students in class VII-E UPT SMP Negeri 37 Medan. The data analysis technique uses three stages, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of the research showed that 26 students made errors in understanding, where the percentage of errors was 83.87%, because the students were not careful in understanding what was asked in the questions and were in a hurry to do the questions. Then in the transformation error type, there were 29 students who made errors, where the percentage of errors was 93.55%, because students forgot or were confused about the formula that would be used to answer the question. In the process ability error type, there were 19 students who made errors, where the percentage of errors was 61.29% due to students not being able to complete the problem calculation process properly and not making a way to find the final answer to the question. And in the last type of error, namely errors in writing the final answer, there were 30 students who made errors, where the percentage of errors was 96.77% because students were doubtful about the solution technique that had been used so students did not write the final answer. Keywords: Student Errors, Newman Procedure, Math Story Problems ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting setiap individu. Pendidikan juga salah satu proses mengubah perilaku dan kemampuan manusia. Pendidikan mampu mengubah pola pikir masyarakat untuk melakukan pembaharuan ataupun inovasi dalam berpikir yang selanjutnya menjadikan inovasi dalam bertindak. Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang di harapakan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan (Yusuf et al, 2022). Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pemerintah Rebuplik Indonesia, 2003). Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk mengubah segala kebiasaan yang tidak baik dalam diri manusia menjadi kebiasaan yang baik selama hidupnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri menjadi pribadi yang mampu bersaing dan menjawab berbagai tantangan di masa depan. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, matematika memegang peranan penting karena dalam pembelajaran matematika dituntut untuk berfikir kritis dan cermat dalam mengelola informasi, memecahkan suatu masalah sehingga bermanfaat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun sebagai bahasa atau sebagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika memegang peranan penting, karena dengan matematika dapat membantu sains menjadi lebih sempurna. Matematika adalah alat yang efisien dan dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan matematika tidak akan ada kemajuan yang begitu berarti (Sinaga et al, 2022). Matematika merupakan ilmu pasti sehingga tidak cukup hanya dihafalkan saja, akan tetapi harus dimengerti. Menurut Susanto (2016), pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Pembelajaran Matematika sangat berperan penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang handal. Hal ini karena matematika hampir memakai segala jenis dimensi kehidupan. Dengan demikian, kemampuan matematika menjadi sebuah kompetensi penting bagi sumber daya manusia Indonesia yang handal. Kemampuan dasar dalam matematika tersebut harus di peroleh secara bertingkat yaitu dari tingkat yang paling mudah hingga ke tingkat yang paling sulit. Karena itu dalam belajar matematika di tingkat dasar diperlukan suatu penyajian yang sederhana dan menarik, begitu pula pada tingkat menengah pertama penyajian materinya harus sederhana dan semenarik mungkin sehingga matematika menjadi lebih mudah untuk dipelajari. Dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika ialah siswa mampu melakukan pemecahan masalah mencakup kemampuan memahami masalah matematika, menyusun dan menyelesaikan model matematika, mendefinisikan solusi yang ditemukan, serta memiliki sikap percaya diri dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Di Indonesia masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika, terutama dalam bentuk soal cerita. Kesulitan belajar matematika memiliki karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lain, dalam matematika kesulitan tersebut antar lain kesulitan membedakan angka, simbol matematika, dan ketidakmampuan mengingat pernyataan matematika yang ada (Ratnasari & Setiawan, 2019). Terlihat dari rendahnya nilai siswa dalam pelajaran matematika yang dibawah nilai KKM, baik dari tugas, ulangan harian, maupun ujian lainnya (Diniyah et al, 2019; Jiyanti et al., 2020). Sejalan dengan hasil penelitian (Pangestu et al., 2015), bahwa hasil belajar matematika siswa tergolong rendah dilihat dari standar KKM yang telah ditentukan sekolah. PISA (Programme for International Student Assessment) ialah studi tingkat internasional yang diadakan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) setiap 3 tahun untuk mengukur prestasi siswa yang berusia 15 tahun dalam lingkup literasi membaca, matematika dan sains (Puspitasari & Ratu, 2019). Hal ini merupakan upaya untuk melihat sejauh mana program Pendidikan suatu negara di banding negara-negara lain, termasuk Indonesia. Hasil survey yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2018 Indonesia berada di peringkat 73 dari 79 negara dengan rata-rata 379 dimana nilai rata-rata tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2015 yaitu 386 (Tohir, 2019). Hal yang serupa juga tampak dari hasil survey yang dilakukan oleh TIMSS (Trends Mathematics Science Study) pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata 397 dari nilai rata-rata internasional 500 dan menduduki posisi ke 44 dari 49 negara yang mengikuti tes tersebut (Hadi & Novaliyosi, 2019). Hasil tersebut menandakan bahwa kemampuan siswa di menyelesaikan soal matematika masih tergolong sangat rendah. Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan peneliti pada tanggal 07 Juni 2023 dengan Bapak J. Aritonang, S.Pd selaku guru matematika di UPT SMP Negeri 37 Medan mengenai proses pembelajaran yang dimana guru matematika menyatakan proses pembelajaran yang masih menggunakan metode ceramah tanpa melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran menjadi monoton dan membosankan. Proses pembelajaran setiap harinya akan berulang seperti itu terus tanpa ada sesuatu yang berbeda setiap harinya. Terlebih lagi mata pelajaran matematika memerlukan proses pembelajaran lainnya karena membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi. Dan observasi peneliti pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika yang tergolong masih rendah. Salah satu alternatif untuk mengetahui kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita adalah dengan menggunakan Prosedur Newman (Newman Error Analysis atau NEA). Analisis Newman Error pertama kali diperkenalkan di Australia pada tahun 1977 oleh seorang guru matematika bernama Anne Newman (Lestari, 2023). Sesuai dengan NEA, ada 5 kesalahan yang mungkin terjadi ketika anak menyelesaikan masalah soal cerita matematika, meliputi kesalahan membaca, kesalahan dalam memahami, kesalahan transformasi, kesalahan proses perhitungan, dan kesalahan dalam penulisan jawaban akhir (Karnasih, 2015). Pemilihan prosedur ini untuk menganalisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi Persamaan Linear Satu Variabel diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui variasi kesalahan siswa dan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesalahan yang dilakukan siswa. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Bentuk Cerita Menggunakan Prosedur Newman Di Kelas VII UPT SMP Negeri 37 Medan” ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan tujuan mendeskripsikan jenis-jenis kesalahan dan tingkat respon siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita pada pokok bahasan materi persamaan linear satu variabel menggunakan Prosedur Newman. Pada penelitian ini hanya memiliki satu variabel yaitu kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita pada materi persamaan linear satu variabel. Kesalahan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kesalahan membaca soal, kesalahan memahami, kesalahan transformasi, kesalahan kemampuan proses, dan kesalahan penulisan jawaban akhir. Penelitian akan dilaksanakan di UPT SMP Negeri 37 Medan dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada akhir bulan Juli – awal Agustus semester ganjil T.A 2023/2024. Penelitian ini dilakukan di UPT SMP Negeri 37 Medan yang berlokasi di Jl. Timor No.36 B Gaharu, Kec. Medan Timur, Kota Medan. Sekolah ini terpilih karena didasarkan adanya siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal matematika bentuk cerita khususnya pada materi Persamaan Linear Satu Variabel. Sesuai dengan latar belakang dalam penelitian ini, informasi yang didapat yaitu dari hasil diskusi yang dilakukan terhadap guru matematika UPT SMP Negeri 37 Medan. Kelas yang dijadikan penelitian adalah kelas VII pada tahun ajaran 2023/2024. Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data kualitatif, dimana data kualitatif berupa non-numerik misalnya kata, gambar, warna dan sebagainya. Data ini membantu peneliti dalam menentukan permasalahan. Data dalam penelitian ini yaitu hasil dari tes tertulis dan wawancara. Subjek dalam penelitan ini ditentukan oleh peneliti berdasarkan permasalahan yang akan diteliti yaitu kesalahan-kesalahan dan penyebab kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita materi persamaan linear satu variabel. Peneliti menentukan subjek penelitian berdasarkan orang yang paling bisa memberi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menelusuri situasi yang diteliti. Tentunya siswa yang memiliki nilai terendah adalah siswa yang memiliki banyak kesalahan atau kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Dari sudut pandang Prosedur Newman terdapat lima indikator kesalahan yang bisa saja terjadi pada saat siswa menyelesaikan soal. Atas dasar pertimbangan penulis, berpodeman dengan teori penelitian dan juga teori analisis, 6 siswa yang mewakili nilai terendah menggunakan Prosedur Newman untuk dijadikan subjek penelitian pada wawancara. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu tes dan wawancara. Dalam penelitian ini teknik keabsahan data yang digunakan peneliti adalah dengan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Adapun teknik ini digunakan yaitu untuk memperoleh subjek penelitian terkait dengan pemahamannya terhadap materi Persamaan Linear Satu Variabel. Pembuktian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi yang dimana pada tahap ini peneliti menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa berdasarkan lembar jawaban dan wawancara. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah verifikasi dan penarikan kesimpulan. Kesimpulan ini mengenai faktor-faktor penyebab siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita matematika khususnya materi Persamaan Linear Satu Variabel pada setiap kategori letak kesalahan berdasarkan Prosedur Newman. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil Proses pengumpulan data tentang analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita menggunakan Prosedur Newman khususnya materi persamaan linear satu variabel yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa tahap. Pertama untuk memperoleh ijin melakukan penelitian di UPT SMP Negeri 37 Medan, pada tanggal 7 Juni 2023 penulis menjumpai Kepala Sekolah dan guru bidang studi UPT SMP Negeri 37 Medan, namun pada saat itu Kepala sekolah tidak ada di sekolah UPT SMP Negeri 37 Medan sehingga penulis menjumpai Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan yang kebetulan berada di sekolah. Setelah itu untuk memperoleh informasi dan langkah- langkah dalam melaksanakan penelitian, penulis berkonsultasi dengan guru matematika yang mengajar di kelas VII dan melakukan observasi terhadap siswa kelas VII UPT SMP Negeri 37 Medan. Persiapan yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data yaitu terlebih dahulu peneliti melakukan pengajaran singkat mengenai materi persamaan linear satu variabel yang sebelumnya telah diajarkan oleh guru. Kemudian peneliti memberikan pengarahan kepada siswa mengenai tes dan wawancara yang akan dilakukan, dimana tes dan wawancara dilakukan pada hari yang berbeda. Kemudian penulis melakukan tes yang berupa soal uraian kepada siswa kelas VII pada tanggal 24 Juli 2023. Mengingat keterbatasan waktu serta faktor lainnya penulis memilih 6 orang siswa dari 31 siswa yang telah diberikan tes, untuk kemudian dilakukan wawancara pada tanggal 2 Agustus 2023. Enam orang siswa tersebut diambil berdasarkan hasil jawaban terendah dari 31 siswa yang telah diberikan tes. ## Diagram Tingkat Kesalahan Siswa Menggunakan Prosedur Newman Dari hasil diagram diatas maka, pada jenis kesalahan memahami (Comprehension) terdapat 26 siswa yang melakukan kesalahan dengan persentase kesalahannya sebesar 83,37%, dimana siswa masih banyak yang belum memahami sepenuhnya maksud dari soal yang diberikan sehingga siswa kurang paham untuk mengerjakan soal tersebut. Pada jenis kesalahan transformasi (Transformation) terdapat 29 siswa yang melakukan kesalahan dengan persentase kesalahan sebesar 93,55%, dimana keseluruhan siswa masih banyak yang melakukan kesalahan saat memasukkan rumus maupun subsitusi nilai saat mengerjakan soal. Kemudian pada jenis kesalahan kemampuan proses (Process Skills) terdapat 19 siswa yang melakukan kesalahan dengan persentase kesalahan 61,29%, dimana siswa tidak dapat melakukan proses perhitungan yang benar sehingga siswa tidak mendapatkan hasil akhir perhitungan soal. Dan pada jenis kesalahan yang terakhir yaitu penulisan jawaban akhir (Encoding) terdapat 30 siswa yang melakukan kesalahan dengan persentase kesalahan 96,77%, dimana siswa tidak menuliskan jawaban akhir dari penyelesaian soal tersebut karena siswa merasa jawaban akhir yang dikerjakannya adalah benar sampai disitu saja. Melihat hasil persentase siswa yang melakukan kesalahan dengan tingkat kualitas respon siswa menggunakan prosedur newman diatas, maka dapat dideskripsikan dengan hasil wawancara dari 6 orang siswa kelas VII. Peneliti menyajikan kutipan wawancara yang dilakukan dengan 6 orang siswa berdasarkan nilai terendah, kutipan wawancara yang dilakukan dengan 6 orang berdasarkan nilai terendah. Soal No. 1 Diwakili Oleh Siswa WP Nama yang dicantumkan pada laporan penelitian ini adalah nama inisial siswa berdasarkan lembar jawaban siswa. WP merupakan kode nama seorang siswa laki-laki yang melakukan kesalalahan dalam menjawab soal nomor 1. Gambar 1. Penyelesaian Siswa Pada Soal Nomor 1 Berdasarkan lembar jawaban siswa WP pada soal gambar 1, letak kesalahan siswa pada analisis kesalahan memahami ( comprehension), kesalahan transformasi ( transformation), dan kesalahan penulisan jawaban akhir (encoding). Berdasarkan hasil analisis dan hasil wawancara, siswa WP mengalami kesulitan dalam pemahaman soal dan proses transformasi matematis tetapi memalui bimbingan, siswa WP berhasil memperbaiki pemahaman dan langkah-langkah penyelesaian masalahanya. Soal No. 2 Diwakili Oleh Siswa MA Nama yang dicantumkan pada laporan penelitian ini adalah nama inisial siswa berdasarkan lembar jawaban siswa. MA merupakan kode nama seorang siswa laki-laki yang melakukan kesalalahan dalam menjawab soal nomor 2. Gambar 2. Penyelesaian Siswa Pada Nomor 2 Dari hasil lembar jawaban pada gambar 2 terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan siswa MA berdasarkan Prosedur Newman antara lain yaitu: kesalahan memahami ( comprehension), kesalahan transformasi (transformation), kesalahan kemampuan proses ( process skills), dan kesalahan penulisan jawaban akhir (encoding) Berdasarkan hasil analisis dan hasil wawancara, siswa MA mengalami kesulitan dalam pemahaman soal, transformasi soal, kemampuan proses, dan penulisan jawaban akhir dalam pengerjaan soal. Wawancara dengan siswa MA menunjukkan perbaikan dengan pemahaman soal dan langkah penyelesaian setelah mendapatkan bimbingan dengan baik. Soal No. 3 Diwakili Oleh Siswa GA Nama yang dicantumkan pada laporan penelitian ini adalah nama inisial siswa berdasarkan lembar jawaban siswa. GA merupakan kode nama seorang siswa perempuan yang melakukan kesalalahan dalam menjawab soal nomor 3. Dari hasil lembar jawaban pada gambar 3 terdapat kesalahan penulisan jawaban akhir ( encoding), dimana siswa GA menuliskan jawaban akhir yang kurang lengkap dari soal tersebut. Berdasarkan hasil analisis dan hasil wawancara, Siswa GA melakukan kesalahan dalam penulisan jawaban akhir. Wawancara menunjukkan bahwa siswa GA bisa memahami langkah-langkah yang benar setelah mendapatkan bimbingan dan mengetahui pentingnya memahami langkah akhir dalam menyelesaikan soal matematika untuk mendapatkan jawaban akhir yang benar sesuai rubrik penilaian siswa. Soal No. 4 Diwakili Oleh Siswa NR Nama yang dicantumkan pada laporan penelitian ini adalah nama inisial siswa berdasarkan lembar jawaban siswa. NR merupakan kode nama seorang siswa perempuan yang melakukan kesalalahan dalam menjawab soal nomor 4. Gambar 4. Penyelesaian Siswa Pada Nomor 4 Dari hasil lembar jawaban NR pada gambar 4 terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan siswa NR berdasarkan Prosedur Newman antara lain yaitu: kesalahan transformasi ( transformation), kesalahan kemampuan proses (process skills), dam kesalahan penulisan jawaban akhir ( encoding). Berdasarkan hasil analisis dan hasil wawancara, siswa NR mengalami kesulitan dalam transformasi soal, kemampuan proses, dan penulisan jawaban akhir. Wawancara menunjukkan siswa NR perlu meningkatkan pemahaman soal dan kemampuan perhitungan matematis agar dapat mengerjakan soal dengan benar. Soal No. 5 Diwakili Oleh Siswa WUP Nama yang dicantumkan pada laporan penelitian ini adalah nama inisial siswa berdasarkan lembar jawaban siswa. WUP merupakan kode nama seorang siswa laki-laki yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal nomor 5. Gambar 5. Penyelesaian Siswa Pada Nomor 5 Dari hasil lembar jawaban siswa WUP pada soal gambar 5, letak kesalahan siswa pada analisis kesalahan memahami ( comprehension), kesalahan transformasi ( transformation), kesalahan kemampuan proses (process skills), dan kesalahan penulisan jawaban akhir ( encoding). Berdasarkan hasil analisis dan hasil wawancara, siswa WUP mengalami kesulitan dalam pemahaman soal, transformasi soal, kemampuan proses dalam pengerjaan soal. Wawancara menunjukkan siswa WUP perlu meningkatkan pemahaman soal dan keterampilan perhitungan matematis agar dapat mengerjakan soal dengan benar. Soal No. 6 Diwakili Oleh Siswa AR Nama yang dicantumkan pada laporan penelitian ini adalah nama inisial siswa berdasarkan lembar jawaban siswa. AR merupakan kode nama seorang siswa laki-laki yang melakukan kesalalahan dalam menjawab soal nomor 6. ## Gambar 6 Penyelesaian Siswa Pada Nomor 6 Dari lembar jawaban siswa AR pada soal gambar 6, letak kesalahan siswa pada analisis kesalahan memahami (comprehension), kesalahan transformasi (transformation), kesalahan kemampuan proses (process skills), dan kesalahan penulisan jawaban akhir (encoding). Berdasarkan hasil analisis dan hasil wawancara, siswa AR mengalami kesulitan dalam pemahaman soal, transformasi soal, kemampuan proses, dan penulisan jawaban akhir dalam pengerjaan soal. Wawancara menunjukkan siswa AR perlu meningkatkan pemahaman soal dengan baik, kemampuan perhitungan matematis yang akurat, dan kemampuan penulisan jawaban akhir yang benar dalam mengerjakan soal matematika. Pembahasan Secara umum dapat kita lihat, bahwa kesalahan yang dilakukan siswa terjadi karena proses yang tidak tepat. Kurangnya perhatian dan ketelitian siswa terhadap suatu masalah dimana siswa cenderung menyepelekan hal-hal kecil pada saat mengerjakan soal, sehingga siswa kurang memahami konsep saat mengerjakan soal dan salah dalam menentukan rumus apa dan kapan rumus itu digunakan, selain itu kurangnya keterampilan siswa terutama keterampilan siswa terutama keterampilan menghitung, dan penulisan jawaban akhir dari soal tersebur, hal ini terjadi karena kurangnya latihan siswa saat dirumah maupun disekolah, sehingga siswa belum memahami dengan baik konsep mengenai materi dan soal persamaan linear satu variabel yang telah diajarkan. Guru perlu fokus pada peningkatan kemampuan siswa dalam memahami dengan baik teks soal matematika bentuk cerita. Hal ini dapat dilakukan melalui latihan berulang dan penekanan pada identifikasi informasi kunci dalam soal. Siswa juga perlu diberikan latihan perhitungan yang cukup untuk memperkuat keterampilan dasar dalam matematika. Guru dapat mengadakan aktivitas yang membantu siswa mengembangkan kemampuan logika dalam pemecahan masalah seperti memberikan permainan matematika dan studi kasus yang relevan. ## SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kesalahan memahami (comprehension) dimana persentase kesalahan sebesar 83,87%, kesalahan transformasi (transformation) dimana persentase kesalahan sebesar 93.55%, kesalahan kemampuan proses (process skills) dimana persentase sebesar 61,29%, dan yang terakhir kesalahan penulisan jawaban akhir (encoding) dimana persentase sebesar 96,77%. ## DAFTAR PUSTAKA Diniyah, A. N., Akbar, G. A. M., Akbar, P., Nurjaman, A., & Bernard, M. (2018). Analisis kemampuan kemampuan penalaran dan self confidence siswa sma dalam materi peluang. Journal on Education, 1(1), 14 – 21. Ayuwirdayana, C. (2019). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Berdasarkan Prosedur Newman Di Mtsn 4 Banda Aceh. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Uin Ar-Raniry Banda Aceh. Https://Repository.Ar- Raniry.Ac.Id/Id/Eprint/10269 Halim, F. A., & Rasidah, N. I. (2019). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Aritmatika Sosial Berdasarkan Prosedur Newman. Gauss: Jurnal Pendidikan Matematika, 2(1), 35 – 44. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.30656/Gauss.V2i1.1406 Hadi, S., & Novaliyosi, N. (2019). TIMSS Indonesia (Trends in international mathematics and science study). Prosiding Seminar Nasional & Call For Papers. Jiyanti, A. N., Setyawan, A., & Citrawati, T. (2020). Studi Pendahuluan Identifikasi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V di SDN Telang 1. Prosiding Nasional Pendidikan: LPPM IKIP PGRI Bojonegoro, 1(1). Karnasih, I. (2015). Analisis kesalahan Newman pada soal cerita matematis (Newmans error analysis in mathematical word problems). Jurnal Paradikma, 8(01), 37 – 51. Lestari, W. N. (2023). Analisis Newman Error yang Dilakukan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Berfikir Fungsional Berdasarkan Self Esteem. (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau). Pangestu, A. D., Samparadja, H., & Tiya, K. (2015). Pengaruh minat terhadap hasil belajar matematika siswa sma negeri 1 uluiwoi kabupaten kolaka timur. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika, 3(2), 17 – 26. Pemerintahan Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. In Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Puspitasari, P., & Ratu, N. (2019). Deskripsi Pemahaman Konsep Siswa dalam Menyelesaikan Soal PISA pada Konten Space and Shape. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 8(1), 155 – 166. Rahmawati, D., & Permata, L. D. (2018). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Program Linear Dengan Prosedur Newman. Jurnal Pembelajaran Matematika, 5(2). Ratnasari, S., & Setiawan, W. (2019). Analisis kesulitan belajar siswa pada materi himpunan. Journal On Education, 1(2), 473 – 479. Sinaga, S. J., Panggabean, P. M. T., & Hutauruk, A. J. (2022). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Kearifan Lokal terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Segiempat dan Segitiga Kelas VII SMP Swasta Putri Sion Yusmarsah. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(5), 2734-2741. Susanto, A. (2016). Teori belajar dan pembelajaran di sekolah dasar. Kencana. Tohir, M. (2019). Hasil PISA Indonesia tahun 2018 turun dibanding tahun 2015. Yusuf, M., Sestia, L. L., Hasanuddin, H., & Mawaddah, M. (2022). Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam. Bacaka: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(2), 204-213.
2b326df7-bc0d-4d54-b77a-ddbad9d63785
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/krisna/article/download/8997/5555
Jurnal KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi; Vol. 15 No. 2 Januari 2024 pp 317-329 ISSN: 2301-8879 E-ISSN: 2599-1809 Available Online At: https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/krisna ## PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, FASILITAS DAN HARGA TERHADAP KEPUASAN PASIEN PRAKTEK BIDAN MEGAWATI David Sebastian 1) , Tin Agustina Karnawati 2) ,Moh. Bukhori 3) 1 Fakultas Manajemen Bisnis, Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang Email : [email protected] 2 Fakultas Manajemen Bisnis, Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang Email : [email protected] 3 Fakultas Manajemen Bisnis, Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang Email : [email protected] DiPublikasi: 01/01/2024 https://doi.org/10.22225/kr.15.2.2024.317-329 ## Abstract The number of independent midwifery practices has been steadily increasing each year, particularly in the area of North Tambun sub-district, necessitating the need for competitiveness to compete with other independent midwifery practices. This research aims to determine the influence of Service Quality, Facilities, and Price on Patient Satisfaction in North Tambun sub-district. The respondents of this study were 100 outpatient patients at Bidan Megawati Debataraja's clinic. The research utilized the accidental sampling method, employing a Google Form questionnaire through a quantitative analysis approach processed using SPSS 25. The statistical data analysis used Classic Assumption Test, Determinant Test, Multiple Linear Regression Analysis, and Hypothesis Test. The results of the study indicate that there is a positive and significant partial influence of service quality on patient satisfaction. However, there is no significant positive partial influence of facilities on patient satisfaction. Additionally, there is a positive and significant partial influence of price on patient satisfaction. Simultaneously, there is a positive and significant influence of service quality, facilities, and price on patient satisfaction. Keywords: Quality, Facilities, Price, Patient Satisfaction. ## PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi masyarakat. Salah satu penyedia layanan kesehatan yang sering dikunjungi oleh masyarakat adalah Praktek Bidan. Bidan Prakte i k Mandiri me i miliki pe i ran yang sangat pe i nting dalam me i mbe i rikan layanan ke i se i hatan te i ru i tama pada wanita dan anak-anak. Pe i ratu i ran Ke i me i ntrian Ke i se i hatan Nomor 9 Tahu i n 2014 me i nje i laskan bahwa Prakte i k me i ru i pakan u i saha yang masu i k dalam kate i gori u i saha ke i cil me i ne i ngah, dimana haru i s diawasi ole i h orang-orang yang me i miliki kompe i te i nsi te i rte i ntu i . Dalam u i paya me i ndu i ku i ng ke i se i hatan dipe i rlu i kan Te i naga Ke i se i hatan yang be i rtu i gas me i laku i kan ke i giatan pe i layanan ke i se i hatan yang be i rku i alitas se i su i ai de i ngan bidang kompe i te i nsi dan ke i we i nangannya. Bidan adalah salah satu i kate i gori te i naga ke i se i hatan yang dapat be i rpe i ran dalam u i paya me i wu i ju i dkan pe i ncapaian de i rajat ke i se i hatan masyarakat yang optimal khu i su i snya pada ke i se i jahte i raan ibu i dan anak. Faktor pe i nting yang me i mpe i ngaru i hi Su i stainable i De i ve i lopme i nt Goals (SDGs) salah satu i nya adalah ke i se i hatan ibu i dan anak. Ke i me i nte i rian Ke i se i hatan me i ne i tapkan pe i rce i patan pe i nu i ru i nan angka ke i matian ibu i (AKI) pe i r tahu i n se i be i sar 7,5% se i hingga AKI pada tahu i n 2024 me i njadi 151 pe i r 100.000 Ke i lahiran Hidu i p dan Angka Ke i matian Bayi me i njadi 12 pe i r 1000 Ke i lahiran Hidu i p pada tahu i n 2024. Be i rdasarkan data Komdat yang diu i ndu i h pada 11 Janu i ari 2022, ju i mlah ke i matian ibu i tahu i n 2021 se i ju i mlah 1.188 kasu i s, dan tahu i n 2020 te i rdapat 745 kasu i s ke i matian ibu i , tahu i n 2021 me i ngalami pe i ningkatan kasu i s ke i matian ibu i se i be i sar 443 kasu i s se i hingga me i njadi ke i matian te i rbanyak tahu i n 2021 kare i na dikare i nakan Covid-19 de i ngan pe i rse i ntase i 40%. (Dinkes Jawa Barat, 2022) Tingginya Angka Ke i matian Ibu i (AKI) di Jawa Barat dise i babkan ole i h ku i rang ## Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Praktek Bidan Megawati optimalnya pe i layanan ke i se i hatan dalam pe i rtolongan pe i rsalinan ole i h te i naga ke i se i hatan. Bidan Prakte i k Mandiri te i ru i s be i rke i mbang pada saat ini di dae i rah ke i camatan Tambu i n U i tara te i mpat Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja be i rope i rasi, baik dalam ju i mlah, kapasitas mau i pu i n sarana prasarana se i iring de i ngan pe i rke i mbangan te i knologi dan pe i rtu i mbu i han Bidan Prakte i k Mandiri yang se i makin me i njamu i r dimasyarakat. Hal ini me i mbu i ktikan ote i ntik bahwa pe i miliki Prakte i k Bidan Mandiri te i lah me i mbe i ri re i spon yang baik dan me i lihat pe i lu i ang u i saha dari ke i bu i tu i han masyarakat akan jasa pe i layanan ke i se i hatan di wilayah Ke i camatan Tambu i n U i tara. Se i bagai salah satu i pe i nye i dia jasa pe i layanan ke i se i hatan, Prakte i k Mandiri Bidan Me i gawati De i bataraja haru i s me i mbe i ri pe i layanan de i ngan baik su i paya pe i langgan me i rasa pu i as de i ngan layanannya. Ku i alitas Pe i layanan me i ru i pakan salah satu i yang me i mpe i ngaru i hi ke i pu i asan pasie i n te i rhadap pe i layanan ke i se i hatan di masyarakat u i mu i m. Se i lain me i ningkatkan ku i alitas pe i layanan yang dibe i rikan ke i pada pasie i n, Prakte i k Mandiri Bidan ju i ga pe i rlu i me i mpe i rhatikan te i ntang harga pe i layanannya yang dibande i rol haru i s se i su i ai dan te i pat sasaran de i ngan pe i langgan yang ditu i ju i , kare i na itu i harga yang dite i tapkan pada u i mu i mnya te i rjangkau i dan se i su i ai ke i mampu i an e i konomi masyarakat di dae i rah se i te i mpat. Walau i pu i n saat ini ada te i rdapat program jaminan sosial dibidang ke i se i hatan yaitu i BPJS akan te i tapi banyak masyarakat yang me i re i sa tidak pu i as dalam pe i layanan BPJS yang cu i ku i p me i re i potkan dalam prose i snya dan tidak se i mu i a pe i nyakit/pe i ngobatan ditanggu i ng ole i h pihak BPJS se i hingga banyak ibu i dan anak le i bih su i ka be i robat langsu i ng ke i Prakte i k bidan mandiri. Kadang harga digu i nakan se i bagai indikator te i rhadap ku i alitas jasa ke i pada pasie i n. Se i bagai contoh, harga yang tinggi maka pasie i n akan me i ndapat pe i layananan yang be i rku i alitas. Se i baliknya, pasie i n de i ngan harga re i ndah se i ring me i ndapat pe i layanan yang tidak me i mu i askan. Harga dapat me i mpe i ngaru i hi marke i t share i nya dan jasa ju i ga dapat me i mpe i ngaru i hi posisi pe i rsaingan. Te i rkadang fasilitas biasanya dipe i ngaru i hi ole i h tingkat harga, artinya ke i naikan atau i pe i nambahan fasilitas dalam Bidan Prakte i k Mandiri akan me i nye i babkan me i ningkatnya harga. Harga disini me i lipu i ti harga jasa me i dis, harga obat-obatan, dan harga administrasi. Se i lain dari ku i alitas layanan dan harga, hal yang pe i rlu i dipe i rhatikan agar ke i pu i asan pasie i n dapat dirasakan de i ngan baik dari Prakte i k Mandiri Bidan Me i gawati De i bataraja yaitu i fasilitas pe i nu i njang pe i layanan ke i se i hatan. Fasilitas yang baik dan me i madai dapat me i mbu i at pe i langgan me i rasa nyaman dalam me i ne i rima pe i ngobatan dari Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja. Me i nu i ru i t (Kotler, 2014), fasilitas adalah se i gala se i su i atu i yang be i rsifat pe i ralatan fisik dan dise i diakan ole i h pihak pe i nju i al/pe i layan jasa u i ntu i k me i ndu i ku i ng ke i nyamanan pe i langgan/pasie i n. Pe i ningkatan sarana dan prasarana Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja pe i rlu i dilaku i kan se i hingga me i njadi pe i layanan ke i se i hatan yang nyaman dan be i rku i alitas Ke i pu i asan pasie i n dapat me i mbe i rikan be i be i rapa manfaat ke i pada pe i milik prakte i k diantaranya hu i bu i ngan antara pe i milik Prakte i k Mandiri Bidan Me i gawati De i bataraja dan pe i langgannya me i njadi harmonis dan me i mbe i rikan dasar yang baik ke i pada pe i makai jasa se i cara be i ru i lang dan te i rciptanya ke i pu i asan pe i langgan se i rta te i rbe i ntu i knya re i kome i ndasi dari mu i lu i t ke i mu i lu i t yang dapat me i ngu i ntu i ngkan bagi pe i milik prate i k bidan. Me i nu i ru i t (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2016) , me i mbe i rikan pe i nge i rtian ke i pu i asan pasie i n me i njadi konse i p se i ntral dalam wacana bisnis dan mane i je i me i n pasie i n, u i mu i mnya yang me i ngharapkan jasa yang digu i nakan dapat dite i rima dan dinikmati de i ngan pe i layanan yang baik atau i me i mu i askan. Ke i pu i asan pasie i n dapat me i mbe i ntu i k pe i rse i psi dan dapat me i mposisikan pe i layanan Bidan Prakte i k Mandiri dimata calon pasie i n. Ke i pu i asan pasie i n me i njadi foku i s u i tama dalam pe i layanan ke i se i hatan di Bidan Prakte i k Mandiri. Pasie i n yang me i rasa pu i as de i ngan pe i layanan Bidan Prakte i k Mandiri akan ke i mbali datang u i ntu i k me i mpe i role i h layanan ke i se i hatan yang le i bih baik. Ku i alitas layanan, fasilitas dan harga me i njadi faktor pe i nting dalam me i ne i ntu i kan ke i pu i asan pasie i n di Prakte i k Bidan. Ke i pu i asan pasie i n me i ru i pakan pe i nilaian, re i spon e i fe i ktif atau i e i mosional te i rhadap ku i alitas pe i layanan ke i se i hatan dan harapan pasie i n te i rhadap pe i rawatan te i rse i bu i t. Pe i ningkatan ku i alitas pe i layanan, fasilitas dan harga ke i se i hatan me i njadi satu i hal yang pe i nting u i ntu i k me i ningkatkan ke i pu i asan pasie i n di e i ra pe i rsaingan saat ini. Ke i pu i asan pasie i n me i njadi salah satu i u i ku i ran pe i nting dalam me i nge i valu i asi ku i alitas pe i layanan ke i se i hatan. Pada ke i nyataannya, ku i alitas pe i layanan ke i se i hatan yang bu i ru i k dapat me i nye i babkan ke i ke i ce i waan dan ke i tidakpu i asan pasie i n, bahkan dapat me i nye i babkan pasie i n me i ncari pe i layanan ke i se i hatan di te i mpat lain. Ke i mu i dian pe i ne i liti ju i ga te i lah me i ne i mu i kan gap pe i ne i litian yang dicari dari be i be i rapa pe i ne i litian te i ntang pe i ngaru i h ku i alitas pe i layanan, fasilitas dan harga te i rhadap ke i pu i asan pasie i n yang mana su i dah banyak dite i liti ole i h banyak pe i ne i liti yang me i miliki kre i dibilitas de i ngan ke i simpu i lan yang be i rbe i da. Gap yang dite i mu i kan se i pe i rti pe i ne i litan (Hasrianty et al, 2020) , me i nu i nju i kan bahwa pe i layanan tidak be i rpe i ngaru i h signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n. Ke i mu i dian pe i ne i litian (Mita Novitasari et al., 2020) , Fasilitas se i cara parsial tidak be i rpe i ngaru i h te i rhadap ke i pu i asan pasie i n dan pe i ne i litian (Ana Fitriyatuil Bilgieis, 2016) harga tidak be i rpe i ngaru i h pada ke i pu i asan pasie i n. Ole i h kare i na itu i ini me i njadi tantangan pe i nu i lis u i ntu i k me i ngangkat variabe i l te i rse i bu i t dalam pe i ne i litian ini. Be i rdasarkan latar be i lakang yang te i lah diu i raikan di atas, pe i nu i lis me i ngangkat ju i du i l pe i ne i litian yakni “Pe i ngaru i h Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas Dan Harga Te i rhadap Ke i pu i asan Pasie i n Di Prakte i k Mandiri Bidan Me i gawati De i bataraja Di Ke i camatan Tambu i n U i tara.” Ole i h kare i na ada gap dari pe i ne i litian se i be i lu i mnya, pe i ne i litian te i rtarik u i ntu i k me i nge i tahu i i pe i ngaru i h ku i alitas pe i layanan, fasilitas, dan harga te i rhadap ke i pu i asan pasie i n di Prakte i k Mandiri Bidan Me i gawati De i bataraja di Ke i c. Tambu i n U i tara Pe i ne i litian ini diharapkan dapat me i mbe i rikan masu i kan bagi pihak Prakte i k dalam me i ningkatkan ku i alitas pe i layanan, fasilitas, dan harga yang dibe i rikan agar dapat me i ningkatkan tingkat ke i pu i asan pasie i n. ## KAJIAN LITERATUR ## Kualitas Pelayanan ## Pengertian Kualitas Pelayanan Ku i alitas Pe i layanan me i ru i ju i k pada e i valu i asi yang dilaku i kan u i ntu i k me i nilai prose i s dan hasil nyata dari layanan yang dibe i rikan. Ku i alitas pe i layanan yang baik me i njadi standar kine i rja yang se i cara konsiste i n me i me i nu i hi atau i bahkan me i le i bihi harapan pe i langgan. Se i me i ntara itu i , me i nu i ru i t (Tjiptono, 2014), ku i alitas jasa dapat dide i finisikan se i bagai tingkat ke i se i su i aian antara harapan atau i ke i bu i tu i han pe i langgan de i ngan apa yang se i be i narnya me i re i ka te i rima atau i alami saat me i nggu i nakan jasa. Pe i nilaian ku i alitas jasa ini be i rsifat su i bje i ktif dan didasarkan pada pe i rse i psi pe i langgan te i rhadap layanan yang dite i rima. Ada tiga landasan konse i ptu i al u i tama yang me i njadi dasar dari konse i p ku i alitas jasa ini, yaitu i ku i alitas jasa le i bih su i lit die i valu i asi ole i h pe i langgan daripada ku i alitas barang, pe i rse i psi te i rhadap ku i alitas jasa be i rasal dari pe i rbandingan antara harapan pe i langgan/pasie i n de i ngan kine i rja nyata dari jasa yang dite i rima, dan e i valu i asi ku i alitas tidak hanya me i libatkan hasil akhir jasa te i tapi ju i ga me i ncaku i p e i valu i asi te i rhadap prose i s pe i nyampaian jasa. Be i rdasarkan de i finisi ini, dapat disimpu i lkan bahwa ku i alitas pe i layanan adalah pe i nilaian te i rhadap kine i rja su i atu i layanan be i rdasarkan pe i rbandingan antara harapan pe i langgan/pasie i n de i ngan kine i rja aktu i al yang dibe i rikan ole i h Prakte i k Bidan. Indikator Kualitas Pelayanan Me i nu i ru i t (Parasuraman et al., 1988), te i rdapat lima dime i nsi u i tama dari ku i alitas pe i layanan, yaitu i : 1) Ke i handalan, me i ncaku i p ke i mampu i an Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja u i ntu i k me i mbe i rikan layanan yang dijanjikan se i cara andal (te i rpe i rcaya) dan aku i rat. 2) Daya tanggap, me i ncaku i p ke i se i diaan pe i gawai Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja u i ntu i k me i re i spons de i ngan ce i pat te i rhadap pasie i n dan me i mbe i rikan pe i layanan yang ce i pat. 3) Jaminan, me i ncaku i p pe i nge i tahu i an, ke i sopanan, dan ke i pe i rcayaan yang dimiliki pe i gawai Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja se i hingga pasie i n me i rasa yakin de i ngan layanan jasa yang dibe i rikan. 4) E i mpati, me i ncaku i p ke i pe i du i lian te i rhadap ke i bu i tu i han pasie i n dan pe i mbe i rian pe i rhatian individu i al dari Prakte i k Bidan Mandiri. 5) Bu i kti fisik, me i ncaku i p fasilitas fisik, pe i ralatan, dan pe i nampilan pe i gawai Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja. Dalam Prakte i k Bidan Mandiri, pe i nting u i ntu i k me i ngu i tamakan ku i alitas pe i layanan ke i pada pe i langgan atau i pasie i n. De i ngan me i ningkatnya ku i alitas pe i layanan, akan be i rdampak pada te i rciptanya ke i pu i asan dan rasa nyaman bagi para pasie i n. Hal ini me i mastikan ke i bu i tu i han dan harapan pe i langgan te i rpe i nu i hi, dan me i mbe i rikan nilai tambah bagi Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja se i hingga diaku i i se i bagai prakte i k bidan yang profe i sional dalam me i mbe i rikan pe i layanan yang ce i pat dan te i pat ke i pada pasie i n. Fasilitas Pengertian Fasilitas Me i ngacu i pada Pe i ratu i ran Me i nte i ri Ke i se i hatan Re i pu i blik Indone i sia Nomor 71 Tahu i n 2013, fasilitas ke i se i hatan adalah fasilitas pe i layanan ke i se i hatan yang digu i nakan u i ntu i k me i nye i le i nggarakan u i paya pe i layanan ke i se i hatan pe i rorangan, te i rmasu i k layanan promotif, pre i ve i ntif, ku i ratif, dan re i habilitatif yang dilaku i kan ole i h Pe i me i rintah, Pe i me i rintah Dae i rah, dan/atau i Masyarakat. Fasilitas ke i se i hatan me i ncaku i p pe i layanan u i paya ke i se i hatan pe i rorangan (U i KP) dan U i paya Ke i se i hatan Masyarakat (U i KM), baik dalam be i ntu i k rawat jalan mau i pu i n rawat inap, se i rta me i lipu i ti Strata I, II, dan III. Contoh fasilitas ke i se i hatan di Strata I adalah Pu i ske i smas, BP Pe i me i rintah dan Swasta, Prakte i k Swasta. Se i dangkan fasilitas ke i se i hatan di Strata II dan III me i lipu i ti balai ke i se i hatan inde i ra masyarakat, balai pe i ngobatan be i sar paru i masyarakat, ru i mah sakit pe i me i rintah, dan swasta. Fasilitas atau i sarana prasarana me i ru i pakan salah satu i faktor pe i ndu i ku i ng te i rcapainya tu i ju i an Prakte i k Bidan Mandiri se i bagai pe i nye i dia layanan ke i se i hatan. (Kotler, 2014) me i nyatakan bahwa fasilitas me i ncaku i p se i gala se i su i atu i yang be i rbe i ntu i k pe i ralatan fisik dan dise i diakan ole i h pe i nye i dia jasa u i ntu i k me i ndu i ku i ng ke i nyamanan pe i langgan. Se i lain itu i , sarana prasarana pe i layanan ke i se i hatan dapat dide i finisikan se i bagai prose i s ke i rjasama dari se i mu i a prasarana dan sarana ke i se i hatan de i ngan cara yang e i fe i ktif dan e i fisie i n u i ntu i k me i mbe i rikan layanan se i cara profe i sional dalam prose i s pe i layanan ke i se i hatan. ## Indikator Fasilitas (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2016) me i nye i bu i tkan be i be i rapa indikator ku i alitas fasilitas yang digu i nakan dalam me i nge i valu i asi ke i pu i asan pe i langgan, yaitu i : 1. Ke i be i rsihan fasilitas. 2. Ke i le i ngkapan fasilitas. 3. Kondisi fisik fasilitas. 4. Ke i te i rse i diaan fasilitas. 5. Ke i pu i asan pe i nggu i na fasilitas. 6. Ke i amanan fasilitas. 7. Ke i mu i dahan akse i s fasilitas. 8. Fasilitas pe i nu i njang. Harga Pengertian Harga Me i nu i ru i t (Kotler & Keller, 2016) , harga bu i kan hanya angka pada labe i l, te i tapi ju i ga me i ncaku i p be i rbagai be i ntu i k dan me i miliki be i rbagai fu i ngsi, se i pe i rti iu i ran, tarif, se i wa, u i pah, biaya, dan komisi yang dibayarkan dalam me i mpe i role i h barang dan jasa. Me i nu i ru i t (Kotler & Armstrong, 2018) , harga adalah ju i mlah u i ang yang dike i nakan pada su i atu i produ i k atau i jasa, dan harga ju i ga me i ru i pakan ju i mlah dari se i mu i a nilai yang dibe i rikan pe i langgan u i ntu i k me i ndapatkan ke i u i ntu i ngan dari me i miliki atau i me i nggu i nakan produ i k atau i jasa te i rse i bu i t. Harga ju i ga digu i nakan se i bagai cara u i ntu i k me i ne i ntu i kan nilai pada se i bu i ah produ i k atau i layanan de i ngan tu i ju i an u i ntu i k me i mpe i role i h laba dan me i me i nu i hi targe i t yang te i lah dite i ntu i kan. Indikator Harga Me i nu i ru i t (Kotler & Armstrong, 2018) , ada be i be i rapa indikator dari harga yang diu i ku i r, yaitu i : 1. Ke i se i su i aian harga de i ngan ku i alitas produ i k. 2. Daya saing harga. 3. Ke i te i rjangkau i an harga. 4. Ke i se i su i aian harga de i ngan manfaat. Kepuasan Pasien Pengertian Kepuasan Pasien Ke i pu i asan pe i langgan, me i nu i ru i t (Kotler & Keller, 2016) , me i ru i ju i k pada pe i rasaan se i nang atau i ke i ce i wa se i se i orang yang mu i ncu i l se i te i lah me i mbandingkan jasa yang diharapkan de i ngan kine i rja yang se i be i narnya dite i rima. Pasie i n akan me i rasa pu i as jika kine i rja layanan me i me i nu i hi harapan me i re i ka. Kine i rja di sini adalah pe i rse i psi pe i langgan te i ntang apa yang me i re i ka te i rima se i te i lah me i nggu i nakan layanan, se i dangkan harapan adalah pikiran pe i langgan te i ntang apa yang akan me i re i ka te i rima saat me i nggu i nakan layanan te i rse i bu i t. Ke i pu i asan me i ru i pakan fu i ngsi dari pe i rse i psi atau i ke i san te i ntang kine i rja dan harapan. Ke i pu i asan pasie i n dapat diartikan se i bagai e i valu i asi dari pasie i n te i rhadap ku i alitas pe i layanan yang dite i rima, di mana se i makin tinggi ku i alitas pe i layanan yang dite i rima, se i makin tinggi pu i la tingkat ke i pu i asan pe i langgan. (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2016) me i nyatakan bahwa ke i pu i asan pe i langgan me i ru i pakan faktor pe i nting dalam me i mpe i rtahankan pasie i n dan me i ningkatkan loyalitas me i re i ka. Ke i pu i asan pasie i n dapat me i mpe i ngaru i hi pe i rilaku i pe i langgan dalam me i laku i kan pe i mbe i lian u i lang, me i mbe i rikan re i kome i ndasi ke i pada orang lain, dan me i njadi pe i langgan se i tia di Prakte i k Bidan Mandiri. Ole i h kare i na itu i , Prakte i k Bidan Mandiri pe i rlu i me i mpe i rhatikan ke i pu i asan pasie i n dan me i laku i kan be i rbagai u i paya u i ntu i k me i ningkatkannya, se i pe i rti de i ngan me i ningkatkan ku i alitas pe i layanan, me i mbe i rikan pe i layanan yang baik, dan be i rkomu i nikasi de i ngan pasie i n se i cara e i fe i ktif. ## Indikator Kepuasan Pasien (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2016) . Me i nyatakan ada be i be i rapa konse i p inti dalam me i ngu i ku i r ke i pu i asan pe i langgan yaitu i : 1. Ke i se i su i aian Harapan Konse i p ini ke i pu i asan tidak diu i ku i r langsu i ng namu i n diku i mpu i lkan be i rdasarkan pada ke i se i su i aian atau i ke i tidakse i su i aian antara harapan pe i langgan de i ngan kine i rja actu i al jasa dari produ i k Prakte i k Bidan Mandiri pada se i ju i mlah indikator. 2. Niat me i mbe i li atau i me i nggu i nakan u i lang Ke i pu i asan pasie i n diu i ku i r se i cara tindakan de i ngan cara me i nanyakan ke i pada pasie i n apakah akan me i nggu i nakan jasa prakte i k bidan mandiri ke i mbali lagi atau i tidak. 3. Ke i se i diaan u i ntu i k me i re i kome i ndasikan Ke i se i diaan pasie i n u i ntu i k me i re i kome i ndasikan jasa ke i pada te i man, re i kanan, atau i ke i lu i arganya me i njadi u i ku i ran yang pe i nting u i ntu i k ditindaklanju i ti. ## METODE PENELITIAN Pe i ne i litian ini dilaku i kan de i ngan me i ngu i mpu i lkan ku i isione i r dari re i sponde i n pe i ne i litian se i banyak 100 re i sponde i n dari pasie i n rawat jalan di Bidan Me i gawati De i bataraja de i ngan pe i ngu i ku i ran me i nggu i nakan skala like i rt. Lokasi dari Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati di Jl. Raya Villa Be i kasi No 45 RT 003 RW 001, De i sa Je i jale i n Jaya, Ke i c. Tambu i n u i tara Kabu i pate i n Be i kasi, Jawa Barat, 17510 dan pe i ngambilan sampling Ju i ni 2023. Pe i ne i litian ini me i nggu i nakaan me i tode i accide i ntal sampling de i ngan me i nggu i nakan ku i e i sione i r formu i lar Google i form me i lalu i i pe i nde i katan Analisa ku i antitatif yang diolah me i nggu i nakan SPSS 25. Analisa statistik data yang digu i nakan adalah U i ji Asu i msi klasik, U i ji De i te i rminan, Analisa Re i gre i si Line i ar Be i rganda, dan U i ji Hipote i sis. Gambar 1 Kerangka Konseptual Ke i t: Pe i ngaru i h parsial Pe i ngaru i h simu i ltan ## Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Praktek Bidan Megawati ## HASIL DAN DISKUSI ## Uji Instrumen Penelitian ## 1. Uji Validitas U i ntu i k dapat me i nge i tahu i i se i jau i h mana ku i e i sione i r yang dibu i at itu i te i pat maka pe i ne i liti me i laku i kan U i ji Validitas, de i ngan kondisi jika pe i rnyataannya konsiste i n atau i stabil se i rta mampu i me i ngu i ngkapkan variabe i l yang akan diu i ku i r de i ngan harapannya bahwa ku i e i sione i r yang die i darkan dapat me i ngu i mpu i lkan data yang aku i rat. Pe i ne i litian ini dilaku i kan de i ngan me i nggu i nakan SPSS 25. Pe i ne i litian ini me i laku i kan u i ji validitas me i nggu i nakan kole i rasi corre i cte i d ite i m-total corre i lation . Me i nu i ru i t (Sugiyono, 2012) pe i rlu i dike i tahu i i bahwa ke i pu i tu i san hasil pe i rhitu i ngan kore i lasi dapat dinyatakan de i ngan r hitu i ng dan r kritis yaitu i se i bagai be i riku i t: 1. Jika r hitu i ng kritis atau i ≥ bila r kore i lasi kritis le i bih be i sar dari 0,30 dinyatkan hasilnya valid. 2. Jika r hitu i ng atau i ≤ bila r kore i lasi kritis le i bih re i ndah dari 0,30 dinyatakan hasilnya tidak valid. Hasil u i ji validitas variabe i l Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, Harga dan Ke i pu i asan Pe i langgan dan be i rdasarkan hasil analisa, dipe i role i h informasi bahwa se i lu i ru i h pe i rnyataan yang diaju i kan u i ntu i k variabe i l Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, Harga, dan Ke i pu i asan Pasie i n Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja me i miliki nilai r hitu i ng yang le i bih be i sar dari r tabe i l se i hingga se i lu i ru i h pe i rnyataan yang diaju i kan dinyatakan valid. Dalam pe i ne i litian ini le i ve i l signifikan yang digu i nakan pada u i ji validitas ini adalah se i be i sat 5%. 2. Uji Reliabilitas Me i nu i ru i t (Sugiyono, 2007) U i ji re i liabilitas me i ru i pakan pe i ngu i ku i ran atau i alat u i ku i r yang me i miliki konsiste i nsi bila pe i ngu i ku i ran yang dilaku i kan de i ngan alat u i ku i r itu i dilaku i kan se i cara be i ru i lang. Analisis re i liabilitas adalah salah satu i ciri dari instru i me i n pe i ngu i ku i ran yang baik. Bagian yang pe i nting pada u i ji re i liabilitas adalah se i jau i h mana hasil yang dipe i role i h dari su i atu i pe i ngu i ku i ran dapat dipe i rcaya. Re i ndah tingginnya u i ji re i abilitas se i cara e i mpiris ditu i nju i kan ole i h su i atu i angka yang dise i bu i t de i ngan koe i fisie i n. Ke i mu i dian nilai dari koe i fisie i n ini haru i s be i rkisar antara 0,00-1,00 dan ju i ga dapat be i rtanda positif (+) mau i pu i n ne i gatif (-). Be i rdasarkan pada nilai koe i fisie i n dalam re i liabilitas yang be i sarnya ku i rang dari nol (0,00) maka koe i fisie i n te i rse i bu i t dapat dinyatakan tidak ada artinya. Hal ini dikare i nakan inte i rpre i tasi re i liabilitas se i lalu i me i ngacu i ke i pada koe i fisie i n yang be i rnilai positif, se i dangkan pe i ne i litian ini me i nggu i nakan u i ji re i liabilitas Cronbach Alpha, dimana krite i ria be i sarnya koe i fisie i n re i liabilitas minimal haru i s dipe i nu i hi ole i h su i atu i alat u i ku i r yaitu i 0,60 yang artinya se i cara ke i se i lu i ru i han alat u i ku i r su i dah me i miliki konsiste i nsi yang dapat diandalkan. Pada hasil pe i ngolahan data dari pe i ne i litian ini didapatkan nilai re i liabilitas yang me i mbe i rikan indikasi bahwa ke i andalan ku i e i sione i r yang digu i nakan pada variabe i l Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, Harga, dan Ke i pu i asan Pasie i n di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja se i bagai alat pe i ngu i ku i r te i rmasu i k kate i gori r kore i lasi ku i at kare i na nilainya le i bih be i sar dari 0,6. Uji asumsi klasik 1. Uji Normalitas Pada u i ji normalitas syarat yang haru i s dipe i nu i hi didalam me i laku i kan analisis re i gre i si adalah haru i s me i miliki data dan mode i l re i gre i si yang be i rdistribu i si normal. Ke i normalan data dapat dilihat dari u i ji normalitas Kolmogorov- Smirnov pada se i tiap variabe i l pada pe i ne i litian ini. Pe i ngolahan data analisis ini dibantu i an me i nggu i nakan kompu i te i r yang me i miliki program SPSS 25. Dasar dari pe i ngambilan ke i pu i tu i san pada pe i ne i litian di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraj dibe i rdasarkan pada hasil probabilitasnya. Jika hasil probabilitasnya > 0,05 maka data pe i ne i litian di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja be i rdistribu i si normal. Be i riku i t dibawah ini me i ru i pakan hasil dari u i ji normalitas yang su i dah di olah datanya me i nggu i nakan SPSS 25 dan bisa dilihat se i le i ngkapnya pada tabe i l dibawah ini: Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Kolmogrov- Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test U i nstandardize i d Re i sidu i al N 100 Normal Parame i te i rs a,b Me i an .0000000 Std. De i viation 2.04318405 Most E i xtre i me i Diffe i re i nce i s Absolu i te i .064 Positive i .064 Ne i gative i -.057 Te i st Statistic .064 Asymp. Sig. (2-taile i d) .200 c,d Sumber: Data Primer Diolah SPSS 25 (2023) Pada tabe i l di atas, te i rlihat bahwa pada bagian baris "asymp. Sig" dipe i role i h hasil de i ngan nilai signifikansi variabe i l "u i nstandardize i d Re i sidu i al" se i be i sar 0,200. Jika nilai signifikansi le i bih dari 0,05, be i rarti bahwa hipote i sis nol (Ho) dite i rima, atau i data dari masing-masing variabe i l be i rdistribu i si normal. Ole i h kare i na itu i , variabe i l pada pe i ne i litian di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati dapat dianggap be i rdistribu i si normal. Se i lanju i tnya, u i ji normalitas ju i ga dapat dilihat dari "Plot of Re i gre i ssion Standardize i d Re i sidu i al" de i ngan kondisi grafik yang dipe i role i h dari hasil ou i tpu i t SPSS 25, di mana titik-titik me i nde i kati garis diagonal. De i ngan de i mikian, dapat disimpu i lkan bahwa mode i l re i gre i si be i rdistribu i si normal. Hasil u i ji normalitas data le i bih je i lasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Gambar 2. Hasil Uji Normalitas P-P Plot Pada hasil grafik di atas, hasil ou i pu i t dari program me i nghasilkan titik-titik yang me i nde i kati garis diagonal yang artinya bahwa mode i l re i gre i si ini me i nghasilkan re i gre i si yang be i rdistribu i si normal. 2. Uji Heteroskedastisitas U i ji he i te i roske i dastisitas yang dilaku i kan dalam pe i ne i litian ini me i miliki tu i ju i an u i ntu i k me i ngu i ji bahwa apakah te i rjadi ke i tidaksamaan varian dari re i sidu i al satu i pe i ngamatan ke i pe i ngamatan yang lain. Me i nu i ru i t (Ghozali, 2013) Pe i ne i litian yang tidak me i ngandu i ng he i te i roske i dastisitas dapat dinyatakan bahwa pe i ne i litian te i rse i bu i t me i miliki mode i l re i gre i si yang tinggi. Ge i jala he i te i roske i dastisitas dapat di ke i tahu i i de i ngan me i laku i kan pe i ngamatan pada grafik scatte i rplot me i lalu i i program SPSS 25, jika pola titik – titik yang dihasilkan me i nye i bar maka ini dinyatakan bawha me i miliki mode i l yang be i bas dari he i te i roske i dastisitas. Hal ini bisa te i rlihat le i bih je i las pola scatte i r plot dari hasil pe i rhitu i ngan dipe i rlihatkan di bawah ini: ## Gambar 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Be i rdasarkan hasil grafik scatte i rplots, te i rlihat bahwa titik-titik dalam grafik te i rse i bar se i cara acak dan tidak me i ngiku i ti pola te i rte i ntu i di atas mau i pu i n di bawah angka 0 pada su i mbu i Y. De i ngan de i mikian, dapat disimpu i lkan bahwa tidak te i rjadi he i te i roke i dastisitas pada mode i l re i gre i si yang digu i nakan. Ole i h kare i na itu i , mode i l re i gre i si yang dihasilkan dari pe i ne i litian di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja dapat dianggap layak u i ntu i k digu i nakan dalam me i mpre i diksi variabe i l te i rikat be i rdasarkan variabe i l be i bas. ## Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Praktek Bidan Megawati ## 3. Uji Multikolonieritas Pe i ne i litian ini pe i rlu i dilaku i kan u i ji mu i ltikolonie i ritas u i ntu i k me i ngu i ji apakah ada kore i lasi antara variabe i l inde i pe i nde i n dalam mode i l re i gre i si. U i ji mu i ltikolonie i ritas be i rtu i ju i an u i ntu i k me i mastikan bahwa tidak te i rdapat kore i lasi yang tinggi antara variabe i l inde i pe i nde i n. Me i nu i ru i t (Ghozali, 2013), variabe i l dikatakan tidak orthogonal jika te i rdapat kore i lasi antara variabe i l inde i pe i nde i n dalam pe i ne i litian. U i ji mu i ltikolonie i ritas me i nggu i nakan Valu i e i Inflation Factor (VIF) yang dihasilkan dari pe i rhitu i ngan. Jika nilai VIF le i bih be i sar dari 10, maka te i rdapat indikasi adanya mu i ltikolonie i ritas pada variabe i l inde i pe i nde i n. Se i baliknya, jika nilai VIF ku i rang dari 10, maka variabe i l inde i pe i nde i n dianggap tidak me i ngalami mu i ltikolonie i ritas. Me i lalu i i u i ji mu i ltikolonie i ritas, pe i ne i litian dapat me i mastikan bahwa mode i l re i gre i si yang digu i nakan me i miliki variabe i l inde i pe i nde i n yang tidak saling be i rkore i lasi se i cara ku i at, se i hingga analisis re i gre i si me i njadi le i bih dapat diandalkan dalam me i mpre i diksi variabe i l te i rikat be i rdasarkan variabe i l be i bas yang dimasu i kkan dalam mode i l te i rse i bu i t. Pada pe i ne i litian ini de i ngan be i rdasarkan pada pe i ngu i jian mu i ltikolinie i ritas didapatkan dari hasil pe i rhitu i ngan maka nilai VIF dari masing- masing variabe i l bisa te i rlihat pada tabe i l dibawah ini: Pada table i hasil di atas, dapat diartikan bahwa: U i ntu i k variabe i l Ku i alitas Pe i layanan(X1), Fasilitas(X2) dan Harga(X3) tidak te i rdapat mu i ltikolinie i ritas, hal ini me i ngacu i pada hasil angka tole i rance i -nya > 0,10 dimana hasilnya adalah se i be i sar 0,269, 0,340, dan 0,424 se i rta nilai VIF-nya <10 yaitu i se i be i sar 3,722, 2,942, dan 2,359. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Pada pe i ne i litian ini dilaku i kan U i ji Koe i fisie i n de i te i rminansi be i rtu i ju i an u i ntu i k me i ncari be i sarnya su i mbangan atau i pe i ran variabe i l Ku i alitas Pe i layanan(X1), Fasilitas(X2) , dan Harga(X3) yang be i rpe i ngaru i h te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan(Y) de i ngan me i nggu i nakan koe i fise i n de i te i rminasi (Kd). U i ntu i k me i ndapatkan nilai koe i fisie i n de i te i rminasi (Kd) dapat digu i nakan ru i mu i s se i bagai be i riku i t: 𝐾𝑑 = 𝑟 2 𝑥 100% Be i sarnya pe i ran atau i su i mbangan dari variabe i l Ku i alitas Pe i layanan(X1), Fasilitas(X2) , dan Harga(X3) yang be i rpe i ngaru i h te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan(Y) dapat dilihat me i lalu i i tabe i l dibawah ini: Tabel 3. Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary Mode i l R R Squ i are i Adju i ste i d R Squ i are i Std. E i rror of the i E i stimate i 1 .830 a .690 .680 2.075 a. Pre i dictors: (Constant), Harga, Fasilitas, Ku i alitas Pe i layanan Sumber: Data Primer Diolah SPSS 25 (2023) Pada table i diatas dihasilkan nilai se i be i sar R Squ i are i = 0,690 yang me i miliki arti bahwa variabe i l Ke i pu i asan Pe i langgan bisa dije i laskan me i lalu i i variabe i l Ku i alitas Pe i layanan(X1), Fasilitas(X2) , dan Harga(X3) se i be i sar 69% dimana hasil dipe i role i h de i ngan pe i rhitu i ngan dari 0,690 x 100%. Hasil 69% ini me i miliki arti yaitu i bahwa su i mbangan atau i kontribu i si Ku i alitas Pe i layanan(X1), Fasilitas(X2) , dan Harga(X3) te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan(Y) se i be i sar 69% dan se i dangkan su i mbangan atau i kontribu i si dari 31% lainnya bisa dipe i ngaru i hi ole i h faktor lain ## Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Praktek Bidan Megawati yang be i lu i m dite i liti pada pe i ne i litian dilaku i kan saat ini. Analisa Regresi Linear berganda Pada pe i ne i litian ini dilaku i kan analisis re i gre i si line i ar be i rganda be i rtu i ju i an u i ntu i k dapat me i nge i tahu i i su i atu i pe i ngaru i h atau i hu i bu i ngan se i cara line i ar antara du i a atau i le i bih variabe i l inde i pe i nde i n de i ngan satu i variabe i l de i pe i nde i n se i hingga dapat dike i tahu i i pe i ngaru i h variabe i l inde i pe i nde i n te i rhadap variabe i l de i pe i nde i n. Be i riku i t dibawah ini adalah hasil pe i rhitu i ngan dari analisis re i gre i si line i ar be i rganda: Be i rdasarkan hasil tabe i l di atas pada bagian U i nstandardize i d Coe i fficie i nts kolom B, dapat dilihat bahwa nilai konstanta (α) adalah 3,641. Se i lanju i tnya, nilai koe i fisie i n re i gre i si u i ntu i k variabe i l Ku i alitas Pe i layanan (X₁) adalah 0,169, nilai u i ntu i k variabe i l Fasilitas (X₂) adalah 0,022, dan nilai u i ntu i k variabe i l Harga (X₃) adalah 0,382. De i ngan de i mikian, pe i rsamaan re i gre i si antara variabe i l Ku i alitas Pe i layanan (X₁), Fasilitas (X₂), dan Harga (X₃) te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan (Y) dapat diru i mu i skan se i bagai be i riku i t: Y = 3,641 + 0,169X₁ + 0,022X₂ + 0,382X₃ Hasil pe i rhitu i ngan dari pe i ngu i jian ini dapat dije i laskan se i bagai be i riku i t: a. Konstanta (α) Nilai konstanta (α) se i be i sar 3,641 me i nu i nju i kkan bahwa jika variabe i l inde i pe i nde i n (Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, dan Harga) be i rnilai nol, maka nilai Ke i pu i asan Pe i langgan (Y) akan me i njadi se i be i sar 3,641. b. Koe i fisie i n Re i gre i si b₁ X₁ (Ku i alitas Pe i layanan) Koe i fisie i n re i gre i si u i ntu i k variabe i l Ku i alitas Pe i layanan (X₁) adalah 0,169. Artinya, se i tiap ke i naikan 1 u i nit dalam Ku i alitas Pe i layanan (X₁) akan me i nye i babkan pe i ningkatan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y) se i be i sar 0,169, de i ngan asu i msi variabe i l inde i pe i nde i n lainnya te i tap konstan. c. Koe i fisie i n Re i gre i si b₂ X₂ (Fasilitas) Koe i fisie i n re i gre i si u i ntu i k variabe i l Fasilitas (X₂) adalah 0,022. Ini be i rarti se i tiap ke i naikan 1 u i nit dalam Fasilitas (X₂) akan me i nye i babkan pe i ningkatan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y) se i be i sar 0,022, de i ngan asu i msi variabe i l inde i pe i nde i n lainnya te i tap konstan. d. Koe i fisie i n Re i gre i si b₃ X₃ (Harga) Koe i fisie i n re i gre i si u i ntu i k variabe i l Harga (X₃) adalah 0,382. De i ngan de i mikian, se i tiap ke i naikan 1 u i nit dalam Harga (X₃) akan me i nye i babkan pe i ningkatan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y) se i be i sar 0,382, de i ngan asu i msi variabe i l inde i pe i nde i n lainnya te i tap konstan. Uji Hipotesis 1. Uji Parsial (Uji-t) Pada pe i ne i litian ini dilaku i kan u i ji parsial (U i ji-t) u i ntu i k me i nge i tahu i i pe i ngaru i h dari masing- masing variabe i l inde i pe i nde i n te i rhadap variabe i l de i pe i nde i n. U i ntu i k me i ngu i ji hipote i sis, dilaku i kan pe i ngu i jian de i ngan α (alpha) se i be i sar 0,05. Jika nilai t hitu i ng le i bih ke i cil dari t tabe i l, maka hipote i sis nol (Ho) dite i rima, dan jika t hitu i ng le i bih be i sar dari t tabe i l, maka hipote i sis alte i rnatif (Ha) dite i rima. Be i riku i t dibawah ini me i ru i pakan hasil pe i rhitu i ngan u i ji signifikansi parsial (U i ji-t) yang dilaku i kan de i ngan me i nggu i nakan bantu i an program SPSS 25 dan hasil pe i ngu i jian ini dapat dilihat me i lalu i i tabe i l dibawah ini: ## Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Praktek Bidan Megawati ## a. Hasil Pengujian Hipotesis I Dalam pe i ne i litian di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja, hipote i sis I me i nyatakan bahwa Ku i alitas Pe i layanan (X1) me i miliki pe i ngaru i h yang signifikan te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Hasil u i ji me i nu i nju i kkan bahwa te i rdapat pe i ngaru i h yang signifikan antara variabe i l Ku i alitas Pe i layanan (X1) dan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Hal ini dinyatakan be i rdasarkan pe i rbandingan nilai t-hitu i ng yang se i be i sar 3,199, me i le i bihi nilai t-tabe i l se i be i sar 1,984 (3,199 > 1,984), dan nilai signifikansi se i be i sar 0,002, le i bih ke i cil dari tingkat signifikansi 0,05 (0,002 < 0,05). Ole i h kare i na itu i , dapat disimpu i lkan bahwa Hipote i sis I dite i rima. b. Hasil Pengujian Hipotesis II Hipote i sis II me i nyatakan bahwa Fasilitas (X2) me i miliki pe i ngaru i h yang signifikan te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Namu i n, hasil u i ji me i nu i nju i kkan bahwa tidak te i rdapat pe i ngaru i h yang signifikan antara variabe i l Fasilitas (X2) dan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Hal ini dike i tahu i i dari pe i rbandingan nilai t-hitu i ng se i be i sar 0,572, le i bih ke i cil dari nilai t-tabe i l se i be i sar 1,984 (0,572 < 1,984), dan nilai signifikansi se i be i sar 0,569, le i bih be i sar dari tingkat signifikansi 0,05 (0,569 > 0,05). Ole i h kare i na itu i , dapat disimpu i lkan bahwa Hipote i sis II ditolak. c. Hasil Pengujian Hipotesis III Hipote i sis III me i nyatakan bahwa Harga (X3) me i miliki pe i ngaru i h yang signifikan te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Hasil u i ji me i nu i nju i kkan bahwa te i rdapat pe i ngaru i h yang signifikan antara variabe i l Harga (X3) dan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Pe i rbandingan nilai t-hitu i ng se i be i sar 5,586, me i le i bihi nilai t-tabe i l se i be i sar 1,984 (5,586 > 1,984), dan nilai signifikansi se i be i sar 0,000, le i bih ke i cil dari tingkat signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05). Ole i h kare i na itu i , dapat disimpu i lkan bahwa Hipote i sis III dite i rima. 1. Uji Simultan (Uji F) Dalam pe i ne i litian ini, dilaku i kan u i ji simu i ltan (u i ji F) u i ntu i k me i nge i tahu i i apakah se i cara be i rsama-sama atau i simu i ltan variabe i l inde i pe i nde i n yaitu i Ku i alitas Pe i layanan (X1), Fasilitas (X2), dan Harga (X3) me i mpe i ngaru i hi variabe i l de i pe i nde i n yaitu i Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Adapu i n hasil pe i rhitu i ngan de i ngan me i nggu i nakan program SPSS 25 dapat dilihat me i lalu i i tabe i l dibawah ini: Tabel 5.18 Hasil Uji Simultan ANOVA a Mode i l Su i m of Squ i are i s d f Me i an Squ i ar e i F Sig. 1 Re i gre i ssi on 918.27 4 3 306.0 91 71.1 00 .00 0 b Re i sidu i al 413.28 6 9 6 4.305 Total 1331.5 60 9 9 a. De i pe i nde i nt Variable i : Ke i pu i asan Pe i langgan b. Pre i dictors: (Constant), Harga, Fasilitas, Ku i alitas Pe i layanan Sumber: Data Primer Diolah SPSS 25 (2023) Pe i ne i litian ini me i nggu i nakan tingkat signifikansi se i be i sar 5% dan te i rdapat 3 variabe i l pre i diktor. Ole i h kare i na itu i , dipe i role i h nilai de i rajat ke i be i basan (df) se i be i sar 96 de i ngan me i ngacu i pada ru i mu i s df = n - k - 1, di mana n adalah ju i mlah sampe i l dan k adalah ju i mlah variabe i l pre i diktor. Hasil dari pe i rhitu i ngan adalah nilai Ftabe i l se i be i sar 2,69. Be i rdasarkan hasil te i rse i bu i t, dapat disimpu i lkan bahwa te i rdapat pe i ngaru i h yang signifikan antara variabe i l Ku i alitas Pe i layanan (X1), Fasilitas (X2), dan Harga (X3) te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Hal ini didasarkan pada pe i role i han nilai Fhitu i ng se i be i sar 71,100, yang le i bih be i sar dari Ftabe i l (71,100 > 2,69), se i rta nilai signifikansi se i be i sar 0,000, yang le i bih ke i cil dari 0,05 (0,000 < 0,05). ## DISKUSI Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien. Dari hasil pe i ne i litian, te i rbu i kti bahwa ku i alitas pe i layanan (X1) me i miliki pe i ngaru i h signifikan te i rhadap ke i pu i asan pe i langgan (Y) de i ngan nilai signifikansi se i be i sar 0,002, yang le i bih ke i cil dari tingkat signifikansi 0,05. Se i lain itu i , nilai thitu i ng se i be i sar 3,199 ju i ga le i bih be i sar dari ttabe i l yaitu i 1,993, se i hingga dapat disimpu i lkan bahwa ku i alitas pe i layanan (X1) be i rpe i ngaru i h positif te i rhadap ke i pu i asan pe i langgan (Y). Pe i ne i litian ini didasarkan pada te i ori yang me i nyatakan bahwa ke i pu i asan pasie i n dipe i ngaru i hi ole i h ku i alitas pe i layanan. Ke i pu i asan pasie i n dide i finisikan se i bagai kondisi di mana ke i bu i tu i han, ke i inginan, dan harapan pe i langgan te i rpe i nu i hi de i ngan baik dan me i mu i askan me i lalu i i produ i k atau i layanan yang dibe i rikan ole i h su i atu i pe i ru i sahaan atau i organisasi. Hal ini te i rce i rmin dari hasil distribu i si fre i ku i e i nsi dan me i an ku i alitas pe i layanan (X1) se i be i sar 4,25, se i rta me i an ke i pu i asan pasie i n se i be i sar 4,33. U i ji t ju i ga me i nu i nju i kkan hasil yang signifikan, me i ne i gaskan hu i bu i ngan positif antara ku i alitas pe i layanan dan ke i pu i asan pasie i n. Indikator ke i andalan, jaminan, ke i tanggapan, dan pe i du i li ju i ga me i miliki pe i ngaru i h yang signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n, yang te i rce i rmin dari nilai me i an yang di atas 4. Hasil pe i ne i litian ini se i jalan de i ngan pe i ne i litian se i be i lu i mnya ole i h (Mita Novitasari et al., 2020) , yang me i ne i mu i kan hu i bu i ngan yang be i rmakna antara ku i alitas pe i layanan dan ke i pu i asan pasie i n. Namu i n, hasil pe i ne i litian yang dilaku i kan ole i h (Hasrianty et al, 2020) me i nu i nju i kkan hasil yang be i rbe i da, di mana pe i layanan tidak me i miliki pe i ngaru i h signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n. Pe i rbe i daan hasil ini mu i ngkin dise i babkan ole i h pe i rbe i daan ju i mlah re i sponde i n dan popu i lasi pe i ne i litian yang dilaku i kan ole i h ke i du i a ke i lompok pe i ne i liti. Pengaruh Fasilitas terhadap kepuasan pasien. Hasil pe i ne i litian me i nu i nju i kkan bahwa nilai signifikansi u i ntu i k pe i ngaru i h variabe i l Fasilitas (X2) te i rhadap ke i pu i asan pe i langgan (Y) adalah se i be i sar 0,569, yang le i bih be i sar dari tingkat signifikansi 0,05. Se i lain itu i , nilai thitu i ng se i be i sar 0,572 ju i ga le i bih ke i cil dari ttabe i l, yaitu i 1,984. Ole i h kare i na itu i , dapat disimpu i lkan bahwa Fasilitas (X2) tidak me i miliki pe i ngaru i h yang signifikan te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Me i nu i ru i t de i finisi dari (Kotler, 2014) , fasilitas me i ru i ju i k pada se i gala se i su i atu i yang be i rsifat pe i ralatan fisik yang dise i diakan ole i h pihak pe i nju i al jasa u i ntu i k me i ndu i ku i ng ke i nyamanan pe i langgan atau i pasie i n. Me i skipu i n Fasilitas (X2) me i nu i nju i kkan nilai me i an se i be i sar 4,09 dalam distribu i si u i ji t, yang me i nandakan bahwa rata-rata pe i rse i psi re i sponde i n be i rada di tingkat se i tu i ju i , namu i n hal ini tidak be i rpe i ngaru i h te i rhadap ke i pu i asan pasie i n (Y). Hasil pe i ne i litian ini konsiste i n de i ngan pe i ne i litian se i be i lu i mnya yang dilaku i kan ole i h (Mita Novitasari et al., 2020) , yang me i ne i mu i kan bahwa tidak ada hu i bu i ngan yang signifikan antara fasilitas dan ke i pu i asan pasie i n. Namu i n, hasil pe i ne i litian ini me i nolak hasil pe i ne i litian ole i h (Anna, 2021) dan (Lira Netriadi et al., 2021) yang me i nyatakan bahwa fasilitas me i miliki pe i ngaru i h parsial yang signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n. Pe i rlu i diingat bahwa hasil pe i ne i litian ini me i nyatakan bahwa tidak ada pe i ngaru i h yang signifikan antara Fasilitas (X2) dan Ke i pu i asan Pe i langgan (Y). Hal ini mu i ngkin dise i babkan ole i h variasi dalam me i todologi pe i ne i litian, ju i mlah re i sponde i n, atau i karakte i ristik popu i lasi yang be i rbe i da dalam pe i ne i litian-pe i ne i litian se i be i lu i mnya. Pengaruh Harga terhadap kepuasan pelanggan. Hasil pe i ne i litian me i nu i nju i kkan bahwa nilai signifikansi u i ntu i k pe i ngaru i h variabe i l harga (X3) te i rhadap ke i pu i asan pe i langgan (Y) adalah se i be i sar 0,000, yang le i bih ke i cil dari tingkat signifikansi 0,05. Se i lain itu i , nilai thitu i ng se i be i sar 5,586 ju i ga le i bih be i sar dari ttabe i l, yaitu i 1,984. Ole i h kare i na itu i , dapat disimpu i lkan bahwa variabe i l harga (X3) me i miliki pe i ngaru i h positif te i rhadap ke i pu i asan pe i langgan (Y). Pe i ne i litian ini dilaku i kan be i rdasarkan te i ori yang me i nyatakan bahwa ke i pu i asan pe i langgan dipe i ngaru i hi ole i h harga. Me i nu i ru i t (Kotler & Keller, 2016) , harga bu i kan hanya se i kadar angka pada labe i l, te i tapi me i miliki be i rbagai be i ntu i k dan fu i ngsi, se i pe i rti iu i ran, tarif, se i wa, biaya, komisi, dan u i pah, yang dibayarkan u i ntu i k me i mpe i role i h barang dan jasa. Hasil me i an dari variabe i l harga (X3) adalah 4,25, se i dangkan nilai me i an ke i pu i asan pasie i n adalah 4,33. Hal ini me i nu i nju i kkan bahwa se i cara rata-rata, pe i rse i psi re i sponde i n ce i nde i ru i ng me i nu i ju i pada tingkat se i tu i ju i te i rhadap harga, de i ngan se i mu i a indikator me i nu i nju i kkan tingkat pe i rse i tu i ju i an yang tinggi, se i pe i rti Ke i se i su i aian harga de i ngan ku i alitas produ i k (me i an: 4,23), Daya saing harga (me i an: 4,25), Ke i te i rjangkau i an harga (me i an: 4,28), dan Ke i se i su i aian harga de i ngan manfaat (me i an: 4,24). Me i nu i ru i t (Kotler & Armstrong, 2018: 298) , dalam kondisi normal, pe i rmintaan dan harga akan be i rbanding te i rbalik, artinya se i makin tinggi harga, maka pe i rmintaan akan se i makin re i ndah. Namu i n, dalam pe i ne i litian ini, te i rlihat hu i bu i ngan yang se i arah antara harga dan Ke i pu i asan Pasie i n. Hal ini mu i ngkin te i rjadi kare i na pasie i n di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja me i rasa se i makin mahal harga yang me i re i ka bayar, se i makin yakin me i re i ka de i ngan harapan yang ingin dicapai dari layanan te i rse i bu i t. Hasil pe i ne i litian ini me i ndu i ku i ng te i mu i an pe i ne i litian se i be i lu i mnya ole i h (Lira Netriadi et al., 2021) , yang me i ne i mu i kan hu i bu i ngan yang signifikan antara harga dan ke i pu i asan pasie i n. Namu i n, hasil te i rse i bu i t be i rbe i da de i ngan pe i ne i litian (Ana Fitriyatuil Bilgieis, 2016) yang me i nyimpu i lkan bahwa harga tidak me i miliki pe i ngaru i h signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n. Pe i rbe i daan hasil ini mu i ngkin dise i babkan ole i h variasi dalam ju i mlah re i sponde i n dan karakte i ristik popu i lasi pe i ne i litian yang be i rbe i da dalam pe i ne i litian- pe i ne i litian se i be i lu i mnya. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas, dan Harga secara simultan terhadap kepuasan pelanggan. Be i rdasarkan hasil pe i ne i litian, dite i mu i kan nilai signifikansi u i ntu i k pe i ngaru i h variabe i l Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, dan Harga te i rhadap Ke i pu i asan Pe i langgan de i ngan tingkat signifikansi se i be i sar 5%. Ju i mlah variabe i l yang digu i nakan adalah tiga, yaitu i Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, dan Harga. Dari pe i rhitu i ngan te i rse i bu i t, dipe i role i h nilai de i rajat ke i be i basan (df) se i be i sar 96, de i ngan me i ngacu i pada ru i mu i s df = n - k - 1, di mana n adalah ju i mlah sampe i l dan k adalah ju i mlah variabe i l pre i diktor. Se i lanju i tnya, nilai Ftabe i l yang digu i nakan dalam pe i ne i litian ini adalah 2,69. Hasil dari pe i rhitu i ngan nilai Fhitu i ng, yaitu i 71,100, me i nu i nju i kkan bahwa nilai te i rse i bu i t le i bih be i sar dari nilai Ftabe i l yaitu i 2,69 (71,100 > 2,69). Se i lain itu i , nilai signifikansi yang dipe i role i h se i be i sar 0,000, yang le i bih ke i cil dari tingkat signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05). Dari hasil te i rse i bu i t, dapat disimpu i lkan bahwa se i cara simu i ltan variabe i l Ku i alitas Pe i layanan, Fasilitas, dan Harga me i mpe i ngaru i hi Ke i pu i asan Pe i langgan pada Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja di Ke i camatan Tambu i n U i tara. (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2016) , ke i pu i asan pe i langgan adalah kondisi di mana ke i bu i tu i han, ke i inginan, dan harapan pe i langgan te i rpe i nu i hi de i ngan baik dan me i mu i askan me i lalu i i produ i k atau i layanan yang dibe i rikan ole i h pe i ru i sahaan atau i klinik. Ke i pu i asan pe i langgan ju i ga dapat diartikan se i bagai e i valu i asi pe i langgan te i rhadap ku i alitas produ i k atau i layanan yang dite i rima, fasilitas yang dise i diakan, dan harga yang ditawarkan. Se i makin tinggi ku i alitas pe i layanan, fasilitas yang le i ngkap dan dipe i rbaru i i, se i rta harga yang kompe i titif, maka akan be i rpe i ngaru i h positif te i rhadap ke i pu i asan pe i langgan. Hasil pe i ne i litian se i be i lu i mnya yang dilaku i kan ole i h (Mita Novitasari et al., 2020) ju i ga me i nyatakan bahwa harga, ku i alitas pe i layanan, fasilitas, dan harga se i cara simu i ltan be i rpe i ngaru i h positif dan signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n. ## KESIMPULAN Ke i simpu i lan yang dapat diambil be i rdasarkan hasil analisis dan pe i mbahasan dari pe i ne i litian ini adalah se i bagai be i riku i t Ku i alitas pe i layanan se i cara partial be i rpe i ngaru i h positif dan signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja. Fasilitas se i cara partial tidak be i rpe i ngaru i h dan tidak signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja.Harga se i cara partial be i rpe i ngaru i h positif dan signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja. Ku i alitas pe i layanan, Fasilitas dan Harga se i cara simu i ltan be i rpe i ngaru i h positif dan signifikan te i rhadap ke i pu i asan pasie i n Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja. SARAN ## Saran Praktis Te i rhadap Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja u i ntu i k dapat me i ningkatkan pe i layanan te i rhadapa pasie i n te i ru i tama pada bagian ke i andalan dan jaminan pe i layanan yang ## Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Praktek Bidan Megawati dibe i rikan se i hingga dapat me i ningkatkan ke i pu i asan pasie i n ke i de i pannya yang akan bisa be i re i fe i k pada bisnis dari Prakte i k Mandiri Me i gawati De i bataraja, ke i mu i dian te i rkait de i ngan waktu i tu i nggu i yang dirasa dari be i be i rapa pasie i n me i rasa cu i ku i p lama se i hingga ke i te i patan waktu i dipe i rlu i kan u i ntu i k me i ningkatkan ke i pu i asan pasie i n. Fasilitas yang ada di Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja ju i ga pe i rlu i di tingkatkan dalam se i gi pe i mbaru i an alat atau i pu i n pe i nambahan fasilitas yang me i nu i njang pe i layanan ke i bidanan di Prakte i k Bidan Mandiri, se i hingga me i njadikan Prakte i k Bidan Mandiri Me i gawati De i bataraja le i bih be i rsaing de i ngan Prakte i k Bidan Mandiri yang lain. Saran teoritis Bagi Pe i ne i liti se i lanju i tnya dapat me i mpe i rtimbangkan variable i yang akan di jadikan pe i ne i litian yang bisa me i mpe i ngaru i hi ke i pu i asan pasie i n te i rhadap obje i k pe i ne i litian dan ju i ga mu i ngkin dapat me i ningkatkan ju i mlah re i sponde i n yang le i bih banyak se i hingga dapat me i ningkatkan hasil yang le i ngkap dan me i miliki validitas yang tinggi dan pe i ne i litian ini dipe i rlu i kan pe i ne i litian yang le i bih lanju i t de i ngan dilaku i kan pe i ne i litian me i nggu i nakan Te i knik pe i ngu i mpu i lan yang be i rbe i da se i pe i rti obse i rvasi mau i pe i n me i tode i pe i ne i litan ku i alitatifnya. ## REFERENSI Ana Fitriyatuil Bilgieis. (2016). Peran Kualitas Produk, Harga Dan Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Billagio Skincare Clinic Sidoarjo. In Lamongan: Uiniveirsitas Islam Daruil Uiluim . Universitas Islam Darul Ulum. Anna, R. (2021). Pengaruh kualitas pelayanan, fasilitas dan lokasi terhadap kepuasan pelanggan di klinik kesehatan dan kebidanan Hellen Widyawati, Jakarta utara. In Jakarta: STIEi Indoneisia . STIE Indonesia. Dinkes Jawa Barat. (2022). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat . Jabarprov.Go.Id. Fandy Tjiptono, & Anastasia Diana. (2016). Pemasaran Esesi dan Aplikasi . Andi Offset. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariant Dengan Program SPSS Edisi 17 . Universitas Dipenogoro. Hasrianty et al. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Palu: Universitas Muhammadiyah . Kotler, P. (2014). Manajemen Pemasaran (Edisi 18. Jilid 2). Prenhalindo. Kotler, P., & Armstrong, G. (2018). Prinsip- prinsip Pemasaran (Edisi 13. Jilid 1). Erlangga. Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Manajemen Pemasaran (Bob Sabran, Ed.; Edisi 12. Jilid 2). Erlangga. Lira Netriadi et al. (2021). Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Pada Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Padang : Universitas Ekasakti . Mita Novitasari et al. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas, Dan Harga Terhadap Kepuasan Pasien Di Paviliun Kartika Rspad Jakarta. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia . Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. (1988). SERVQUAL: A multiple-item scale for measuring consumer perceptions of service quality. Journal of Retailing . Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Alfabeta. Tjiptono, F. (2014). Pemasaran jasa (Prinsip, Penerapan, Penelitian) . Andi.
6de57d03-b0ba-4d7e-ab5f-f3acc193ff94
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/download/2067/1255
## JIUBJ Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(2), Juli 2022, 1291-1295 Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat universitas Batanghari Jambi ## Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Hero Tank Mobile Legends Terbaik dengan Metode Moora ## Alterga Agus Prasetyo*, Fatkhul Amin Universitas Stikubank *Correspondence email: [email protected], [email protected] Abstrak. Sistem pendukung Keputusan (SPK) yang dibuat dengan benar akan bisa membantu semua masyarakat dalam memilih keputusan secara efektif dan efisien. Kebanyakan orang membuat SPK hanya sebagai rekomendasi profesi terbaik atau pelajar yang berprestasi saja padahal SPK sangat luas dan bisa mencakup semua aspek. Mobile Legends adalah game Mobile bergenre MOBA yang mempunyai banyak karakter atau hero di dalam game nya yang terbagi dalam 6 tipe salah satunya adalah tipe Tank, namun tidak semua player terutama player baru yang tahu hero mana yang cocok di mainkan. Oleh karena itu perlu nya SPK untuk permasalahan seperti ini agar para pemain tidak bingung dalam pemilihan karakter hero Tank dan di SPK ini nantinya user bisa memasukan berapapun data beserta nilai atribut masing – masing. MOORA merupakan salah satu metode terbaik yang di gunakan untuk SPK, MOORA memiliki perhitungan yang tidak rumit namun menghasilkan rekomendasi yang di urutkan dari yang paling bagus hingga yang tidak direkomendasikan. Berdasarkan dari perhitungan, hero Tank terbaik yang di rekomendasikan menurut metode Moora adalah Khufra dengan nilai akhir 10.87841 sedangkan hero Tank yang tidak di rekomendasikan adalah Hilda yang memiliki nilai akhir -2.4623. Kata kunci : MOORA; Mobile Legends; SPK; Tank Abstract. A properly made Decision Support System (DSS) will assist all communities in making effective and efficient decisions. Most people make SPK only as a recommendation for the best profession or students who have achievements, even though the DSS is very broad and can cover all aspects. Mobile Legends is a MOBA game with the Mobile genre that has many characters or heroes in the game which are divided into 6 types, one of which is the Tank type, but not all players, especially new players, know which heroes are suitable to play. Therefore, the need for an SPK for problems like this so that players don't get confused in choosing the Tank hero character and in this SPK later the user can enter any amount of data along with the value of each attribute. MOORA is one of the best methods used for DSS, MOORA has an uncomplicated calculation but produces recommendations from the best to the least recommended. Based on calculations, the best recommended Tank hero according to the Moora method is Khufra with a final value of 10.87841 while the non-recommended Tank hero is Hilda who has a final value of -2.4623. ## Keywords: MOORA; Mobile Legends; SPK; Tank ## PENDAHULUAN Mobile Legends merupakan sebuah game berbasis Android yang diluncurkan pada pertengahan tahun 2016 yang berarti sudah lebih 5 tahun game ini hadir, sebenarnya game yang mirip seperti Mobile Legens sudah lama ada seperti DOTA dan League of Legends tapi game tersebut berbasis game PC yang artinya jika kita tidak memiliki PC atau laptop sendiri tentu nya harus bermain di Warnet dan alasan Mobile Legends ini bisa bertahan lama karena game ini bisa dimainkan dengan teman dan tidak membutuhkan PC atau Laptop untuk memainkan nya tapi cukup memakai Smartphone saja sudah bisa memainkan nya terlebih lagi game ini tidak membutuhkan Smartphone dengan spek high tapi dengan spek medium juga sudah bisa. Mobile Legends merupakan game online yang mempunyai genre Multiplayer Online Battle Arena atau biasa disebut MOBA yang berarti game ini bisa di mainkan oleh 1 tim yang berisi 5 orang untuk melawan tim lain yang berjumlah 5 orang juga. Game ini memiliki banyak karakter atau biasa di sebut Hero yang di bagi menjadi 6 Class yaitu Tank , Fighter , Assassin , Marksman , Mage , dan Support , tentunya dari 6 Class itu memiliki tugas dan fungsi masing-masing untuk bisa memenangkan sebuah pertandingan, dan setiap tim di rekomendasi kan untuk menggunakan Hero yang memiliki Class yang berbeda agar bisa memaksimalkan kekuatan tim. Realita yang terjadi adalah banyak orang yang malas untuk menggunakan Hero dengan Class Tank dikarenakan Hero ini kurang bisa memberikan Damage yang besar dan memiliki Mobilitas yang lambat, sebenarnya hal ini bisa di maklumi karena memang tugas dari Hero dengan Class Tank adalah untuk menahan serangan dari tim lawan dan untuk mencari lawan yang lengah, namun tetap saja meski memiliki fungsi yang sangat berguna di dalam pertandingan tidak membuat Hero Tank laku jika dibanding dengan Class yang lain seperti Assassin atau Marksman karena 2 Class itu memiliki Damage serangan yang tinggi. Dan jika ada orang yang menggunakan Hero Tank pasti kebanyakan memilih Hero yang di kurang tepat karena pemakaian Hero Tank juga harus berdasarkan kondisi lawan juga, dan jika memakai Hero Tank yang tidak tepat maka peran Hero Tank itu juga tidak akan berguna. Solusi Alterga Agus Prasetyo dan Fatkhul Amin, Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Hero Tank Mobile Legends Terbaik dengan Metode Moora untuk membantu memilih Hero dengan Class Tank yang tepat agar bisa menyelesaikan pertandingan dengan baik yaitu dengan mengimplementasikan sebuah Sistem Pendukung Keputusan atau biasa disingkat dengan SPK dengan metode Moora , Moora sendiri adalah Multi- Objective Optimization on the Basis of Ratio Analysis atau disingkat MOORA sebagai metode untuk mentukan Hero Tank terbaik, metode MOORA ini yang diperkenalkan Breuers dan Zavadskas pada tahun 2006, MOORA menggunakan sistem rasio di mana setiap respons dari suatu alternatif pada suatu tujuan dibandingkan dengan penyebut yang merupakan perwakilan untuk semua alternatif mengenai tujuan itu (Mandal & Sarkar, 2012). Metode ini memiliki fleksibilitas dengan tingkat yang tinggi dan memberi kemudahan penggunanya untuk dipahami dalam memisahkan bagian subjektif dari suatu proses evaluasi yang dimasukan kedalam kriteria yang berbobot keputusan dengan atribut-atribut pengambilan keputusan. Metode ini diharapkan bisa memberi solusi alternatif pemilihan karakter Hero Class Tank yang terbaik (Braures, 2008). ## METODE ## Layout Halaman (Page Layout) Mobile Legends Mobile Legends: Bang Bang atau yang bisa di sebut dengan ML adalah game Moba yang berbasis Mobile yang artinya bisa di mainkan di Android maupun IOS, secara singkat game ini nantinya akan ada 10 pemain yang akan terbagi menjadi 2 tim, pertandingan di game ini biasa berdurasi 10 – 30 menit tergantung dengan pemain nya dan setiap pemain bisa memilih 1 karakter yang di sebut Hero dari puluhan daftar Hero yang tersedia. ## Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah sistem yang dapat menghasilkan suatu keputusan yang nantinya bisa memberikan solusi dari pengguna yang mana pengguna sebelumnya bisa memilih faktor atau kriteria dahulu, sistem pendukung keputusan juga sudah banyak membantu masyarakan baik dalam jangka pendek maupun sampai jangka panjang , dan sistem ini bisa mencakup semua hal dari tentang pendidikan, bisnis, wisata, kuliner bahkan bisa tentang game, sistem ini juga dapat di gunakan oleh satu pengguna di PC maupun banyak orang dengan berbasis web (Hidayatulloh, 2017). ## MOORA Moora diperkenalkan Brauers dan Zavadskas pada tahun 2006, diterapkan untuk memecahkan banyak permasalahan ekonomi ,manajerial dan konstruksi dengan perhitungan rumus matematika dengan hasil yang tepat. Yang membuat metode ini adalah Brauers ketika tahun 2004 untuk " Multi-Objective Optimization " yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah pengambilan keputusan yang rumit pada lingkungan pabrik. Metode MOORA sangat fleksibilitas dan sangat mudah untuk dipahami dalam memisahkan subjektif dari proses evaluasi untuk kriteria bobot keputusan dengan atribut pengambilan keputusan. Metode ini memiliki tingkat selektifitas baik karena dapat menentukan tujuan dari kriteria yang bertentangan. Di mana kriteria bisa menguntungkan atau Benefit dan bisa merugikan atau Cost . Moora diterapkan untuk memecahkan banyak permasalahan ekonomi, manajerial dan konstruksi pada sebuah perusahaan maupun proyek. Metode ini memiliki tingkat selektifitas yang baik dalam menentukan suatu alternatif. Pendekatan yang dilakukan MOORA didefinisikan sebagai suatu proses secara bersamaan guna mengoptimalkan dua atau lebih kriteria yang saling bertentangan pada beberapa kendala (Braures, 2008). ## Algoritma MOORA Implementasi MOORA tentang sistem pendukung keputusan pemilihan hero tank mobile legends terbaik dengan metode moora memiliki langkah sebagai berikut: 1. Langkah pertama yaitu menentukan tujuan dan mengindentifikasi atribut evaluasi yang bersangkutan. 2. Langkah kedua menampilkan seluruh informasi yang tersedia untuk menampilkan seluruh atribut kedalam bentuk matriks keputusan. X merupakan nilai kriteria, semua kriteria yang direpresentasikan sebagai matriks X= [ 𝑥11 𝑥12 𝑥1𝑛 𝑥21 𝑥22 𝑥2𝑛 𝑥𝑚1 𝑥𝑚2 𝑥𝑚𝑛 ] Keterangan: Xij: Nilai dari alternatif i pada kriteria j; i : 1, 2, 3, …,m sebagai banyaknya alternatif; j : 1, 2, 3, … n sebagai banyaknya kriteria. 3. Langkah ketiga ialah menentukan matriks normalisasi dimana rasio Xij akan menunjukan ukuran ke I dari setiap alternatif yang ada pada kriteria ke j, m akan menampilkan semua jumlah alternatif dan dimana n merupakan jumlah kriteria. Dapat disimpulkan bahwa untuk denominator, pilihan terbaik dari akar kuadrat dari penjumlahan kuadrat dari setiap alternatif perkriteria,untuk mengitung normalisasinya menggunakan rumus 2 𝑋 𝑖𝑗 ∗ = 𝑋 𝑖𝑗 √∑ 𝑥 𝑖𝑗 2 𝑚 𝑖=1 Keterangan: Xij: Nilai dari alternatif i pada kriteria j; i: 1, 2, 3, …,m sebagai banyaknya alternatif. X*; ij: Bilangan tidak berdimensi yang termasuk dalm interval [0,1] Alterga Agus Prasetyo dan Fatkhul Amin, Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Hero Tank Mobile Legends Terbaik dengan Metode Moora 4. Langkah ke empat menentukan normalisasi terbobot dimana melakukan penjumlahan dalam pemaksimalan dari benefit dan mengurangkan dalam pemininimalan dari cost. Setelahnya mengoptimasi dengan rumus 3 𝑦 𝑖 = ∑ 𝑥 𝑖𝑗 𝑔 𝑗=1 = ∑ 𝑥 𝑖𝑗 𝑛 𝑖=𝑔+1 Keterangan: yi: Nilai penilaian normalisasi alternatif I kepada atribut; g: Nilai untuk kriteria yang max; n: Nilai untuk kriteria yang min. 5. Beberapa kasus kriteria yang dianggap lebih penting dari kriteria yang lainnya maka akan dikalikan dengan bobot yang sesuai, dimana W j merupakan bobot dari kriteria ke – j 𝑦 𝑖 = ∑ 𝑤 𝑗 𝑔 𝑗=1 𝑥 𝑖𝑗 = ∑ 𝑥 𝑖𝑗 𝑛 𝑖=𝑔+1 6. Langkah terakhir yaitu menentukan perangkingan, yang dilakukan dengan cara mengurutkan nilai optimasi setiap alternatif dari nilai tertinggi ke nilai terendah, dimana alternatif dengan nilai optimasi tertinggi merupakan alternatif terbaik (Braures, 2008). Data dan informasi yang di peroleh diambil dari video di youtube, website resmi dan pada game nya langsung, serta melakukan wawancara kepada beberapa orang yang bermain game ini untuk mendapatkan data dan informasi terhadap topik penelitan agar bisa digunakan untuk proses penelitian dan juga mengumpulkan data dengan cara membaca artikel atau membaca di website resmi Mobile Legends atau dari referensi jurnal yang membahas tentang sistem dan metode yang sama dan di olah untuk menghasilkan data yang di butuhkan (Sinaga, 2017) ## HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Sistem pendukung keputusan pemilihan Hero Tank Mobile Legends terbaik menggunakan metode Moora dibuat menggunakan unified modelling language (UML) yang artinya bahasa yang menjadi standart dalam sebuah industri untuk visualisasi , desain maupun dokumentasi sistem Software (Widyatama, 2018). Selanjutnya adalah implementasi sistem pendukung keputusan pemilihan hero tank mobile legends terbaik dengan metode moora. Sistem ini memakai PHP sebagai bahasa pemrograman nya lalu Xampp untuk webserver nya serta sublime text 3 untuk editor program dan mozila firefox sebagai web browser- nya. Perancangan sistem ini dimulai dari User memasukan username dan pass di form login lalu user menginputkan data alternatif berserta nilai nya lalu sistem akan menghitung proses untuk mendapatkan hasil akhir sedangkan kriteria dan subkriteria tidak bisa dirubah karena itu menjadi fitur default di sistem (Sinaga, 2017). Tampilan Login menunjukan bahwa di dalam tampilan login terdapat dua form yaitu form username dan password yang harus di isi oleh user untuk memasuki program dengan cara klik tombol masuk dan agar lebih jelas. Sumber: data olahan Gambar 1. Tampilan login Tampilan Kriteria menunjukan bahwa di dalam tampilan kriteria ini terdapat tabel yang berisikan daftar kriteria untuk program ini yang nantinya digunakan untuk proses perhitungan, dan di penelitian ini terdapat 20 data alternatif yaitu Alice, Tigreal ,Akai Franco Minotaur, Lolita, Ruby, Johnson, Hilda, Gatotkaca, Grock, Hylos, Uranus, Belerick, Khufra, Esmeralda Baxia Atlas, Barats, Gloo. Tabel 1. Tampilan kriteria Id kriteria Nama kriteria bobot tipe C1 Hit point 15 Benefit C2 Ability 15 Benefit C3 CrowdControl 30 Benefit C4 Use energy 30 Cost C5 Difficulty 10 Cost ## Sumber: data olahan Sub Kriteria adalah pecahan dari kriteria, sub kriteria sendiri berfungsi sebagai nilai value dari masing- masing kriteria, tiap kriteria memiliki point value dari 2- 4 dan tiap point memiliki bobot dan yang sudah di jelaskan diatas bahwa kriteria jenis Benefit mengambil jumlah bobot terbanyak sedangkan kriteria jenis Cost mengambil jumlah bobot yang paling sedikit Tabel 2. Tampilan subkriteria Id kriteria Nama kriteria keterangan Nilai C1 Hit point Sedikit 1 Cukup 2 banyak 3 C2 Ability Rendah 1 Sedang 2 Tinggi 3 C3 CrowdControl Tidak ada 1 1 2 2 3 3 4 C4 Use energy Ya 1 Alterga Agus Prasetyo dan Fatkhul Amin, Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Hero Tank Mobile Legends Terbaik dengan Metode Moora Tidak 2 C5 Difficulty Susah 1 Medium 2 Mudah 3 Sumber: data olahan Selanjutnya setelah menentukan data alternatif, kriteria dan sub kriteria adalah mencocokan nilai alternatif dengan sub kriteria Tabel 3. Matrik kecocokan Alternatif C1 C2 C3 C4 C5 Alice 1 2 2 1 1 Tigreal 2 3 4 1 3 Akai 2 3 2 1 2 Franco 2 2 3 1 2 Minotaur 3 3 2 2 2 Lolita 1 3 3 1 2 Ruby 1 2 3 1 2 Johnson 2 3 3 2 1 Hilda 3 3 1 2 3 Gatotkaca 1 3 3 2 3 Grock 3 3 2 1 2 Hylos 3 3 2 1 3 Uranus 1 3 1 1 3 Belerick 2 3 3 1 3 Khufra 2 3 4 1 1 Esmeralda 1 2 1 1 3 Baxia 2 3 2 1 3 Atlas 3 3 2 1 2 Barats 1 3 3 1 3 Sumber: data olahan Lalu akan didapat matrix x sebagai berikut: X = ( 1 2 2 1 1 2 3 4 1 3 2 3 2 1 2 2 2 3 1 2 3 3 3 2 2 1 3 3 1 2 1 2 3 1 2 2 3 3 2 1 3 3 1 2 3 1 3 3 2 3 3 3 2 1 2 3 3 2 1 3 1 3 1 1 3 2 3 3 1 3 2 3 4 1 1 1 2 1 1 3 2 3 2 1 3 3 3 2 1 2 1 3 3 1 3 3 2 3 1 1) Kemudian dilakukan normalisasi terhadap matrix x sebagai berikut Setelah proses normalisasi matrix X selesai lalu hasil masing-masing alternatif dibuat menjadi matrix Y sebagai berikut: [ 0,1060 0,1606 0,1721 0,1767 0,0940 0,2120 0,2409 0,3442 0,1767 0,2822 0,2120 0,2409 0,1721 0,1767 0,1881 0,2120 0,1606 0,2581 0,1767 0,1881 0,3179 0,2409 0,1721 0,3535 0,1881 0,1060 0,2409 0,2581 0,1767 0,1881 0,1060 0,1606 0,2581 0,1767 0,1881 0,2120 0,2409 0,2581 0,3535 0,0940 0,3179 0,2409 0,0860 0,3535 0,2822 0,1060 0,2409 0,2581 0,3535 0,2822 0,3179 0,2409 0,1721 0,1767 0,1881 0,3179 0,2409 0,1721 0,1767 0,2822 0,1060 0,2409 0,0860 0,1767 0,2822 0,2120 0,2409 0,2581 0,1767 0,2822 0,2120 0,2409 0,3442 0,1767 0,0940 0,1060 0,1606 0,0860 0,1767 0,2822 0,2120 0,2409 0,1721 0,1767 0,2822 0,3179 0,2409 0,1721 0,1767 0,1881 0,1060 0,2409 0,2581 0,1767 0,2822 0,3179 0,1606 0,2581 0,1767 0,0940] Kemudian di lakukan perhitungan nilai optimasi Yi = Max – Min, Max adalah kriteria bertipe Benefit sedangkan Min adalah kriteria bertipe Cost, di penelitian Alterga Agus Prasetyo dan Fatkhul Amin, Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Hero Tank Mobile Legends Terbaik dengan Metode Moora ini Max adalah C1 C2 C3 dan Min adalah C4 C5Setelah melakukan perhitungan maka akan di dapatkan nilai Yi sebagai berikut: Setelah melakukan perhitungan maka akan didapatkan nilai Yi sebagai berikut: Tabel 4. Nilai Yi Alternatif Nilai Yi Alternatif Nilai Yi Alice 2.919611 Grock 6.363713 Tigreal 8.996973 Hylos 5.422992 Akai 4.773716 Uranus -0.33899 Franco 6.150876 Belerick 6.414984 Minotaur 1.060412 Khufra 10.87841 Lolita 5.765708 Esmeralda -1.54382 Ruby 4.560879 Baxia 3.832995 Johnson 2.993125 Atlas 6.363713 Hilda -2.4623 Barats 4.824987 Gatotkaca -0.47831 Grock 8.681593 Sumber: data olahan Setelah masing-masing data alternatif mendapatkan nilai Yi lalu di lakukan proses perangkingan Rank Alternatif Nilai 1 Khufra 10.87841 2 Tigreal 8.996973 3 Gloo 8.681593 4 Belerick 6.414984 5 Grock 6.363713 6 Atlas 6.363713 7 Franco 6.150876 8 Lolita 5.765708 9 Hylos 5.422992 10 Barats 4.824987 11 Akai 4.773716 12 Ruby 4.560879 13 Baxia 3.832995 14 Johnson 2.993125 15 Alice 2.919611 16 Minotaur 1.060412 17 Uranus -0.33899 18 Gatotkaca -0.47831 19 Esmeralda -1.54382 20 Hilda -2.4623 Sumber: data olahan Berdasarkan dari tabel diatas hero Tank terbaik yang di rekomendasikan menurut metode Moora adalah Khufra dengan nilai akhir 10.87841 sedangkan hero Tank yang tidak di rekomendasikan adalah Hilda yang memiliki nilai akhir -2.4623 ## SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1. Sistem pendukung keputsan pemilihan hero role Tank di game Mobile Legends terbaik menggunakan metode Moora ini dapat membantu semua orang yang ingin bermain game Mobile Legends menggunakan role Tank 2. Pemilihan hasil akhir dihitung dengan adil karena user dapat melihat data yang telah dimasukan sendiri di bagian tabel normalisasi dan di tabel nilai optimasi 3. Berdasarkan pengujian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sistem pendukung keputusan pemilihan hero role Tank di game Mobile Legends terbaik ini dapat memberikan hasil yang lebih akurat namun memiliki rumus perhitungan yang simple. ## DAFTAR PUSTAKA Braures, W.K.M., et all., 2008. Multi-Objective Contractor's Ranking by Applying The MOORA Method. Journal of Bussiness Economics and Management . 9(4), 245-255.. Hidayatulloh, I. dan Nafi’an, M. Z. (2017) “Metode MOORA dengan Pendekatan Price-Quality Ratio untuk Rekomendasi Pemilihan Smartphone”. Semin. Nas. Teknol. Inf. dan Apl. Komput. no. November. pp. 62–68. Hidayatulloh, I., & Naf’an, M. Z. 2017. Metode MOORA Dengan Pendekatan Price-Quality Ratio Untuk Rekomendasi Pemilihan Smartphone. Proceeding SINTAK , 1(1), 62–68. Mandal, U. K., & Sarkar, B. 2012. Selection of best intelligent manufacturing system (ims) under fuzzy moora conflicting mcdm environment. International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering , 2 (9), 301-310. Sinaga, M. 2017, Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Curling Iron Terbaik Dengan Menerap Kan Metode Moora (Multi Objective Optimization On The Basis Of Rasio Analysis) (Studi Kasus : New Beauty Toko). 16, 444– 449. Widyatama & Suprapty. 2018. Bab II Landasan Teori. Journal of Chemical Information and Modeling , 53(9), 1689–1699.
236edc38-8fb1-495f-a490-617450bd4995
https://cdkjournal.com/index.php/cdk/article/download/118/90
## HASIL PENELITIAN [email protected] ## Hubungan antara Konstipasi dengan Akne Vulgaris dan Derajat Keparahannya pada Mahasiswa Kedokteran di Jakarta ## Anastasia Refina Renate, Julia Rahadian Tanjung Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia ## ABSTRAK Latar Belakang : Teori koneksi organ otak-usus-kulit menunjukkan hubungan erat antara kondisi usus dan kondisi dermatologis. Keadaan konstipasi dapat menyebabkan produk sekretori usus menuju peredaran sistemik yang dapat meningkatkan inflamasi organ kulit, sehingga rentan terhadap akne vulgaris. Metode : Penelitian cross-sectional pada 100 mahasiswa laki-laki usia 17-22 tahun dengan metode stratified random sampling . Penilaian konstipasi menggunakan kuesioner gejala konstipasi berdasarkan Kriteria Rome III dan penilaian derajat keparahan akne vulgaris menggunakan Evaluator Global Severity Score (EGSS). Hubungan antara variabel independen dan dependen diuji menggunakan Chi-Square dan Fisher-exact . Hasil : Didapatkan 100 responden, usia terbanyak yang mengalami akne vulgaris adalah 19 tahun dan usia terbanyak yang mengalami konstipasi adalah 20 tahun.Terdapat hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris (p=0,012). Berdasarkan derajat keparahannya, tidak terdapat hubungan antara konstipasi dan akne vulgaris derajat ringan (p=0,973) namun terdapat hubungan antara konstipasi dan akne vulgaris derajat sedang – berat (p=0,048). Simpulan : Penelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris. Kata kunci : Akne vulgaris, konstipasi ## ABSTRACT Background: The theory of brain-intestinal-skin connections shows a relationship between intestinal and dermatological conditions. Constipation stimulate the intestine secretory products towards systemic circulation and increase inflammation of the skin, acne vulgaris. Method: This cross-sectional study involved 100 male students aged 17-22 years with stratified random sampling method. Constipation assessment used constipation questionnaire based on Rome III Criteria and assessment for severity of acne vulgaris used Evaluator Global Severity Score (EGSS). The relationship between independent and dependent variables was tested using Chi-Square and Fisher-exact. Result: Majority respondents who have acne vulgaris is 19 year-old and constipation is mostly found in 20 year-old. There is significant relationship between constipation and acne vulgaris (p=0.012). No significant relationship between constipation and mild acne vulgaris (p=0.973) but there is a significant relationship between constipation and moderate to severe acne vulgaris (p=0.048). Conclusion: This study shows possible role of digestive organ health in acne vulgaris incidence. Anastasia Refina Renate, Julia Rahadian Tanjung. Correlation between Constipation with Acne Vulgaris and Its Severity among Medical Students in Jakarta Keywords: Acne vulgaris, constipation ## Pendahuluan Konstipasi merupakan masalah umum di seluruh dunia; prevalensi pada usia remaja di kota Bali sebesar 11,1%. 1 Berdasarkan penelitian Intan di SMA Kesatrian 1 Semarang, asupan serat dan cairan yang kurang sering menjadi penyebab konstipasi pada usia remaja. 2 Konstipasi memberikan efek negatif pada kualitas hidup kelompok remaja dan dewasa awal yang sering berlanjut dan menurunkan produktivitas sehari-hari, sehingga konstipasi pada usia remaja perlu menjadi perhatian. 3 Akne vulgaris atau biasa disebut jerawat adalah penyakit kulit yang umum pada remaja dan dewasa muda, lebih sering pada wanita, dengan puncak tingkat keparahan usia 17-21 tahun, biasa lebih berat pada pria. 4 Menurut Kligman, 5 setiap orang pernah menderita akne vulgaris. Akne vulgaris pada remaja biasanya didukung oleh kebiasaan konsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat yang memicu terjadinya konstipasi. 5 Konsumsi makanan rendah serat, yang merupakan salah satu faktor risiko konstipasi, juga dapat menyebabkan hilangnya biofilm mikrobial normal di usus, sehingga permeabilitas epitel usus meningkat. Akibatnya, produk sekretori usus menuju peredaran sistemik dan dapat meningkatkan inflamasi pada organ kulit sehingga rentan terhadap akne vulgaris. 6 Berdasarkan hipotesis Bowe dan Logan, 7 terdapat hubungan antara organ otak-usus-kulit dengan timbulnya jerawat, selain itu Stokes dan Pillsbury berhipotesis bahwa keadaan saluran cerna ## HASIL PENELITIAN dapat berkontribusi terhadap peradangan sistemik, seperti jerawat. 8 Berdasarkan beberapa teori tersebut, organ otak-usus- kulit diduga memiliki peranan penting dalam patogenesis akne vulgaris. 7,8 ## Metode Jenis penelitian ini deskriptif analitik dengan desain penelitian cross-sectional . Sampel penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki pre- klinik Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya usia 17-22 tahun angkatan 2017, 2018, 2019, dengan teknik pengambilan sampel stratified random sampling . Total jumlah responden penelitian adalah 100 mahasiswa laki-laki, 33-34 mahasiswa di setiap angkatan. Pengambilan data dimulai dengan pengisian kuesioner gejala konstipasi, dilanjutkan dengan evaluasi derajat keparahan akne vulgaris menggunakan Evaluator Global Severity Score (EGSS) oleh peneliti berdasarkan foto wajah masing-masing responden dari tiga sisi, yaitu: sisi depan, sisi samping kanan, dan samping kiri sesuai panduan dan pemantauan peneliti. Hubungan antara konstipasi dengan akne vulgaris dan derajat keparahannya dianalisis menggunakan uji Chi-square dengan hasil p ≤0.05 dianggap signifikan secara statistik. Apabila data tidak memenuhi syarat uji Chi-square , akan digunakan uji Fisher. ## Hasil Berdasarkan derajat keparahan akne vulgaris dengan alat ukur kuesioner EGSS, didapatkan 38 responden (38%) derajat normal, 32 responden (32%) derajat ringan, 19 responden (19%) derajat sedang, dan 11 responden (11%) derajat berat, dengan usia terbanyak yang mengalami akne vulgaris yaitu usia 19 tahun. Distribusi mahasiswa yang memiliki gejala konstipasi sebanyak 17 responden (17%) dan mahasiswa yang tidak memiliki gejala konstipasi sebanyak 83 responden (83%), dengan usia terbanyak yang mengalami konstipasi, yaitu usia 20 tahun. Pada uji analisis Fisher, didapatkan nilai p sebesar 0,012 yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris pada Mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Uji kemaknaan chi- square antara konstipasi dan akne vulgaris derajat ringan menunjukkan hasil p=0,973, menunjukkan konstipasi tidak memiliki hubungan bermakna dengan akne vulgaris derajat ringan. Namun, uji kemaknaan chi- square antara konstipasi dengan akne vulgaris derajat sedang - berat menunjukkan hasil p=0,048; menunjukkan konstipasi memiliki hubungan bermakna dengan akne vulgaris derajat sedang–berat. Pada klasifikasi normal, tampak kulit bersih dan normal. Wajah tampak jernih tanpa bukti jerawat vulgaris. Papula non-inflamasi atau hiperpigmentasi akibat bekas peradangan akne vulgaris tidak tampak pada ketiga sisi wajah responden. Lesi inflamasi berupa papul, pustul, nodul, atau kista tidak terlihat pada responden klasifikasi normal ini. Pada klasifikasi ringan, terdapat beberapa hiperpigmentasi merah muda dan gelap di bagian pipi sisi samping kanan dan samping kiri akibat bekas peradangan akne vulgaris. Pada wajah bagian depan, terdapat sedikit lesi inflamasi berupa papula di sekitar bagian hidung, namun tidak ditemukan lesi nodulokistik. Pada responden klasifikasi sedang, terdapat banyak hiperpigmentasi merah muda dan beberapa lesi non-inflamasi mendominasi pada wajah tampak samping kanan, samping kiri, dan depan, disertai lesi inflamasi berupa papul/pustul dan terdapat satu lesi nodulokistik kecil di bagian dagu. Pada responden klasifikasi berat, lesi inflamasi lebih jelas dan mendominasi wajah bagian samping kanan, samping kiri, dan tampak depan, terdapat banyak papula, pustula, dan beberapa lesi nodulokistik. Bekas peradangan akne vulgaris juga banyak terlihat dengan warna kehitaman dan merah muda. ## Pembahasan Pada penelitian ini usia terbanyak yang mengalami akne vulgaris adalah 19 tahun. Umumnya insidens akne vulgaris terjadi pada usia 14 hingga 17 tahun pada wanita, dan usia 16 hingga 19 tahun pada pria. 9 Pada usia tersebut, tubuh mengalami berbagai penyesuaian fisik, sosial, dan psikologi yang disebabkan oleh hormon androgen, pengaruh hormonal ini membuat akne vulgaris lebih sering muncul pada masa remaja. Peningkatan hormon androgen dalam darah dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi glandula sebasea dan menghasilkan minyak berlebih pada wajah, pada akhirnya akan menyumbat pori-pori bersama kotoran dan bakteri Propionibacterium acnes , sehingga memunculkan akne vulgaris. 10 Kadar hormon androgen meningkat dan mencapai puncak pada usia 18-20 tahun, sehingga pada usia tersebut sering timbul akne vulgaris. 11 Selain peran androgen, hormon testosteron juga Tabel 1. Karakteristik usia responden berdasarkan derajat akne vulgaris Usia Derajat Akne Vulgaris (n) Total Normal Ringan Sedang-Berat 17 Tahun 1 - - 1 18 Tahun 6 3 3 12 19 Tahun 13 14 14 41 20 Tahun 10 8 9 27 21 Tahun 8 5 4 17 22 Tahun - 2 - 2 Tabel 2. Karakteristik usia responden berdasarkan derajat konstipasi Usia Konstipasi Tidak Konstipasi Total 17 Tahun - 1 1 18 Tahun - 1 1 19 Tahun 4 37 41 20 Tahun 10 17 27 21 Tahun 2 15 17 22 Tahun 1 1 1 Tabel 3. Hubungan konstipasi dengan akne vulgaris dan derajat keparahannya Derajat Keparahan Akne Vulgaris Status Konstipasi Normal Ringan Sedang - Berat Total Konstipasi 2 6 9 17 Tidak Konstipasi 36 26 21 83 Total 38 32 30 100 Nilai P 0,973 0,048 0,012 ## HASIL PENELITIAN memengaruhi terjadinya akne vulgaris pada laki-laki. Testosteron dapat meningkatkan sekresi dan ukuran kelenjar pilosebasea dengan mengikat reseptor adrenal. Hormon testosteron meningkatkan proliferasi keratinosit folikuler yang dapat menyumbat kanal pilosebasea, menyebabkan obstruksi aliran sebum, sehingga terjadi pembentukan mikro komedo sebagai lesi awal akne vulgaris. 12 Pada penelitian ini didapatkan usia terbanyak yang mengalami konstipasi adalah 20 tahun. Konstipasi primer atau dikenal dengan konstipasi fungsional, sering terjadi pada usia remaja yang disebabkan oleh faktor asupan makanan dan pengaruh gaya hidup. 13 Pada usia remaja, kecenderungan pola makan tinggi energi, kurang serat, dan kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko konstipasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Intan di Semarang (2018) yang menunjukkan adanya hubungan antara asupan serat makanan dan asupan cairan dengan kejadian konstipasi fungsional pada remaja. Penelitian ini menjelaskan peran asupan cairan dalam terjadinya konstipasi pada remaja; jika tubuh kekurangan air, gerak kolon akan lambat dan mengakibatkan feses lebih kering dan keras, sehingga pengeluaran feses menjadi sulit. 2 Hasil penelitian lain yang juga sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian di Jakarta (2020), 14 prevalensi kejadian konstipasi fungsional pada usia remaja cukup tinggi, yaitu 75,3% akibat asupan serat dan cairan serta aktivitas fisik siswa tergolong kurang. Remaja yang memiliki aktivitas fisik kurang, berisiko 3,5 kali lebih besar mengalami konstipasi fungsional. 14 Beberapa penelitian sejenis menunjukkan prevalensi kejadian konstipasi fungsional pada remaja di berbagai wilayah berbeda-beda, sebesar 18,2% di Brazil, 15 12,7% di Colombia, 16 dan 15,6% di Hongkong. 17 Angka kejadian konstipasi yang lebih besar, yaitu 36,9% pada siswa di Jakarta didapatkan oleh Shera (2015) 18 yang menjelaskan peran aktivitas fisik sebagai faktor dominan konstipasi fungsional. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian konstipasi adalah asupan serat dan cairan yang rendah, aktivitas fisik sedentari, status gizi berlebih, jenis kelamin, stres, dan pengetahuan gizi. 18 Oleh karena itu, penting dilakukan upaya untuk meningkatkan aktivitas fisik remaja seperti memaksimalkan kegiatan olahraga tiga kali dalam seminggu selama minimal 30 menit. 18 Kecenderungan remaja dan dewasa muda yang jarang mengonsumsi makanan berserat dan kurangnya asupan cairan, meningkatkan kejadian konstipasi pada usia ini. 19 Pada konstipasi, keadaan mikrobiota usus dalam saluran cerna tidak seimbang ( dysbiosis ) dan permeabilitas usus meningkat, sehingga memungkinkan endotoksin keluar, salah satunya menuju organ kulit. 6 Hal ini yang memicu terjadinya inflamasi dan mendukung pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dan menyebabkan timbulnya jerawat. 18 a. Tampak Samping Kiri b. Tampak Depan c. Tampak Samping Kanan Gambar 1. Klasifikasi normal a. Tampak Samping Kiri b. Tampak Depan c. Tampak Samping Kanan Gambar 2. Klasifikasi ringan a. Tampak Samping Kiri b. Tampak Depan c. Tampak Samping Kanan Gambar 3. Klasifikasi sedang a. Tampak Samping Kiri c. Tampak Samping Kanan Gambar 4. Klasifikasi berat ## HASIL PENELITIAN Monireh Harimi di Iran juga membuktikan adanya hubungan antara konstipasi dan akne vulgaris; manifestasi gastrointestinal, seperti konstipasi berpengaruh dalam terjadinya akne vulgaris. 6 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Zhang, et al , yang mengevaluasi lebih dari 13.000 remaja dan menemukan bahwa gejala gastrointestinal secara signifikan memengaruhi pasien penyakit kelenjar sebaseus, termasuk jerawat. 7 Penelitian Volvoka, et al , juga menunjukkan bahwa 54% pasien akne vulgaris mengalami perubahan mikroflora usus yang signifikan, hal ini dapat menjelaskan mengapa penambahan probiotik dapat berperan dalam terapi akne vulgaris. 20 Beberapa penelitian di atas mendukung teori Bowe dan Logan 7 bahwa terdapat hubungan antara usus dan kulit, kesehatan organ pencernaan berpengaruh terhadap peradangan sistemik, seperti jerawat. 21 Berdasarkan derajat keparahannya, penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris derajat ringan, namun terdapat hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris derajat sedang-berat. Pada akne vulgaris derajat ringan, pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes lebih ringan, sehingga timbulnya inflamasi berupa jerawat akibat konstipasi juga lebih rendah. Penelitian Monireh Halimi, dkk. di Iran (2014) terhadap 120 remaja memberikan hasil tidak signifikan antara konstipasi dan akne vulgaris derajat ringan; namun menunjukkan hasil signifikan antara konstipasi dan akne vulgaris derajat sedang-berat. Hal ini menunjukkan peran derajat keparahan akne vulgaris dalam terjadinya konstipasi. Temuan ini makin menguatkan hipotesis sumbu “otak-usus- kulit” bahwa integritas fungsional usus ataupun penghuni mikroba berperan dalam gejala psikologis dan peradangan kulit seperti akne vulgaris. 6 ## Simpulan Terdapat hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris. Berdasarkan derajat keparahannya, konstipasi tidak memiliki hubungan bermakna pada akne vulgaris derajat ringan, konstipasi memiliki hubungan bermakna pada akne vulgaris derajat sedang – berat. ## DAFTAR PUSTAKA 1. Dharmatika IMP, Nesa NNM, Hartawan INB, Putra IGNS, Karyana IPG. Prevalensi konstipasi dan gambaran asupan serat makanan dan cairan pada anak remaja. Fakultas Kedokteran: Universitas Udayana. J Medika Udayana 2019;8(7). 2. Claudina I, Rahayuning D, Kartini A. Hubungan asupan serat makanan dan cairan dengan kejadian konstipasi fungsional pada remaja di SMA Kesatrian 1 Semarang. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. J Kes Mas (e-Journal). 2018;6(1). 3. Costa ML, Oliveira JN, Tahan S, Morais MB. Overweight and constipation in adolescents. BMC Gastroenterol. 2011;11:40. 4. Sitohang IB, Wasitaatmadja SM. Akne vulgaris. In: Djuanda A, Suriadiredja AS, Sudharmono A, et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th Ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. p.288-92. 5. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM. Acne vulgaris and acneiform eruptions. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill 2012. p. 897-917. 6. Halimi M, Esmaeili H, Hagigi A. Gastrointestinal dysfunction symptoms and lipids profile in patients with various severities of acne vulgaris. J Med Sci. 2014;14:130-6. 7. Bowe WP, Logan AC. Acne vulgaris, probiotics and the gut-brain-skin axis-back to the future? Gut Pathogens 2011;3(1):1. 8. Stokes JH, Pillsbury DM. The effect on the skin of emotional and nervous states. The theorical and practical consideration of a gastro-intestinal mechanism. Arch Derm Syphilol. 1930;22(6):962-93. doi:10.1001/archderm. 9. Ayudianti P. Indramaya DM. Studi retrospektif: Faktor pencetus akne vulgaris. Departemen /Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya. Artikel Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. 2014;26(1):41-7. 10. Kurniawaty E, Latifah S. Stres dengan akne vulgaris. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Bagian Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran, Universtas Lampung. E-journal Majority 2015;4(9) 11. Manarisip C, Kepe lK, Rompas BJ, Sefty S. Hubungan stress dengan kejadian akne vulgaris pada mahasiswa semester V (lima) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. E-journal Keperawatan (e-Kep) 2015;3(1). 12. Setianingrum, Firmina Kus. Shw, Tantari. Widiatmoko, Arif. Uji komparasi kadar testosteron serum pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris laki-laki. Smf Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin. FK Universitas Brawijaya/Rsud Dr. Saiful Anwar, Malang. Artikel Asli Perdoski. Media Dermato-Venereologica Indon. 2019;46(2):66-9. 13. Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi NTB [Internet]. 2020. Available from: http://ntb.bkkbn.go.id/?p=1467 14. Thea F, Sudiarti T, Djokosujono, Kusharisupeni. Faktor dominan kejadian konstipasi fungsional pada remaja di Jakarta. J Gizi Klinik Indon. 2020;16(4):129-36. DOI: https://doi.org/10.22146/ijcn.47987 15. Costa ML, Oliveira JN, Tahan S, Morais MB. Overweight and constipation in adolescents. BMC Gastroenterol. 2011;11:40. doi: 10.1186/1471-230X-11-4 16. Lu PL, Velasco-Benítez CA, Saps M. Sex, age, and prevalence of pediatric irritable bowel syndrome and constipation in Colombia: A population-based study. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2017;64(6):137–41. doi: 10.1097/MPG.0000000000001391 17. Huang R, Ho SY, Lo WS, Lam TH. Physical activity and constipation in Hongkong adolescents. PLoS One. 2014;9(2):e90193. doi: 10.1371/journal.pone.0090193 18. Dhias S. Faktor dominan terhadap kejadian konstipasi fungsional pada siswa SMA Islam Al-Azhar Pejaten Jakarta Selatan tahun 2015 [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2015 19. Vaughn AR, Notay M, Clark AK, Sivamani RK. Skin-gut axis: The relationship between intestinal bacteria and skin health. World J Dermatol. 2017;6(4):52-8. 20. Volkova LA, Khalif IL, Kabanova IN. Impact of the impaired intestinal microflora on the course of acne vulgaris. Klin Med. (Mosk). 2001;79:39-41. 21. .Kumar B, Pathak R, Mary PB, Jha D, Sardana K, Gautam HK. New insights into acne pathogenesis: Exploring the role of acne-associated microbial populations. Dermatol Sin 2016;1-7:67-73.
50e6a5d2-17fe-4928-a37f-8422c712e41d
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/9198/6478
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 2 Tahun 2024 Page 523-533 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative ## Pengaruh Pengetahuan Pajak, Moral Pajak, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Bantalia Universitas Teuku Umar Email: [email protected] ## Abstrak Tujuan penelitian ini ialah untuk pengaruh pengetahuan pajak, moral pajak, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Peneliti, di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat berharap dapat mempelajari bagaimana pemahaman wajib pajak tentang pajak, sikap mereka terhadap pembayaran pajak, dan ancaman hukuman mempengaruhi kepatuhan mereka terhadap hukum. Strategi penelitian untuk penelitian ini didasarkan pada kuesioner yang mengumpulkan data primer dan menggunakan teknik analisis data deskriptif kuantitatif. Untuk mengumpulkan data, survei dikirim menggunakan Google Forms. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak tidak terpengaruh oleh pemahaman wajib pajak tentang pajak. Terdapat korelasi yang baik antara kepatuhan wajib pajak dan moralitas dengan sanksi pajak. Kata Kunci: Pengetahuan Perpajakan, Moral Perpajakan, Sanski Perpajakan ## Abstract The aim of this research is to determine the influence of tax knowledge, tax morale, and tax sanctions on taxpayer compliance. Researchers, in Leuhan Village, Johan Pahlawan District, West Aceh Regency hope to study how taxpayers' understanding of taxes, their attitudes towards paying taxes, and the threat of punishment affect their compliance with the law. The research strategy for this study is based on a questionnaire that collects primary data and uses quantitative descriptive data analysis techniques. To collect data, surveys were sent using Google Forms. The findings of this research indicate that taxpayer compliance does not affect taxpayers' understanding of taxes. There is a good correlation between taxpayer compliance and morality with tax sanctions. Keywords: Tax Knowledge, Moral Taxation, Tax Sanctions ## PENDAHULUAN Di urutan teratas dari semua aliran pendapatan negara adalah penerimaan pajak, yang merupakan salah satu yang paling penting. Menurut sebuah laporan dari Republika, Kemenkeu telah melaporkan penerimaan pajak sebesar Rp1.246,97 triliun per Agustus 2023. Target APBN 2023 adalah Rp 1.718,0 triliun, dan jumlah ini menyumbang 72,58 persen dari target tersebut. Pemerintah Republik Indonesia memungut pajak di dua tingkat: tingkat nasional dan tingkat daerah. “Pasal 1 ayat 10 UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa pajak daerah adalah pajak yang diamanatkan oleh undang-undang, yang dipungut berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah, serta tidak digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak ini tidak secara langsung memberikan keuntungan kepada negara tetapi digunakan untuk tujuan daerah.” PKB provinsi merupakan salah satu komponen dari sekian banyak pungutan daerah. “Pasal 1, 12, dan 13 UU No. 28/2009 mendefinisikan pajak kendaraan bermotor sebagai pajak atas kepemilikan dan penguasaan kendaraan bermotor. Pengumpulan dan pelaksanaan data merupakan tanggung jawab Kantor Bersama SAMSAT. Kantor Bersama SAMSAT terdiri dari tiga instansi pemerintah: Dinas Pendapatan Daerah, Kepolisian Daerah, dan PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja.” Ada hubungan antara pendidikan pajak, moral pajak, dan sanksi pajak; ketika orang memahami sistem pajak, mereka akan memiliki dorongan internal untuk membayar bagian mereka yang adil. Ketika masyarakat antusias dalam membayar pajak, maka akan lebih sedikit penalti yang akan dikenakan, dan ketika mereka tidak membayar pajak, maka akan lebih banyak penalti yang akan dikenakan. Masalah yang dihadapi pemerintah adalah rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai sejauh mana wajib pajak memenuhi kewajiban mereka untuk mengajukan dan melengkapi Surat Pemberitahuan (SPT) secara akurat dan tepat waktu berdasarkan fakta-fakta yang relevan. Anggaran negara cenderung lebih baik ketika wajib pajak lebih teliti. Askanda dan Umaimah (2022) Untuk meningkatkan kepatuhan pajak, penting bagi semua pembayar pajak untuk memiliki pemahaman mendasar tentang perpajakan. Kebanyakan orang mempelajari hal- hal baru melalui pengajaran di kelas, pengalaman di tempat kerja, dan bentuk-bentuk pendidikan resmi dan informal lainnya (Notoatmodjo, 2007). Ketika masyarakat memiliki moral pajak yang tinggi, mereka lebih mungkin untuk secara sukarela berkontribusi pada penyediaan barang publik dengan mematuhi dan membayar pajak mereka. Moral pembayar pajak secara langsung berdampak pada tingkat kepatuhan mereka, yang pada gilirannya memaksimalkan penerimaan pajak dan memungkinkan adanya kepatuhan sukarela. (Laskar & Mahmudah, 2018). Ketika wajib pajak memiliki pengetahuan pajak, mereka dapat membayar pajak dengan adil karena mereka memahami sistem perpajakan dan cara kerjanya. Menurut Kartikasari dan Yadna (2020), wajib pajak yang memiliki pengetahuan pajak lebih mampu menggunakan hak dan memenuhi tanggung jawabnya terkait pajak. Pengetahuan ini berfungsi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, tindakan, dan pengembangan rencana dan strategi tertentu. Moral pajak didefinisikan sebagai "pemahaman internal yang memotivasi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya" (Hermi & Soko, 2021). Pengenaan kewajiban moral tidak didasarkan pada tekanan eksternal, tetapi pada perasaan wajib pajak itu sendiri tentang benar dan salah. Di antara alasan-alasan ini, Anda mungkin merasa tidak enak jika tidak membayar pajak atau memiliki dorongan internal untuk melakukannya. Perpajakan memiliki dasar hukum yang kuat, menurut Rexy & Mulyani (2019), karena akan ada konsekuensi bagi individu yang menolak atau gagal memenuhi tanggung jawab perpajakan mereka. Jika wajib pajak percaya bahwa mereka akan menderita secara pribadi dari hukuman pajak, mereka lebih mungkin untuk membayar bagian yang adil. Kepatuhan wajib pajak diantisipasi akan meningkat dalam skenario ini karena adanya hukuman pajak. ## METODE PENELITIAN Lokasi penelitian kuantitatif ini ialah dusun Cot Seumatang di desa Leuhan, Kabupaten Aceh Barat. Data primer digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik sampel acak dasar untuk pengambilan sampel. Wajib pajak Dusun Cot Seumatang memberikan data yang digunakan dalam penelitian ini pada tahun 2023. Survei yang dibuat menggunakan Google Formulir dan didistribusikan melalui berbagai saluran digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, skala Likert digunakan sebagai alat. ## Populasi dan Sampel Masyarakat yang membayar pajak dan tinggal di wilayah Dusun Cot Seumatang merupakan populasi penelitian ini. Di sekitar Dusun Cot Seumatang, terdapat 288 orang yang membayar pajak. “Setiap orang dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian ketika pendekatan pengambilan sampel digunakan. Berikut adalah ukuran sampel yang ditentukan dengan menggunakan Rumus Slovin:” n = 288 1 + 288(0.1) 2 = 74.2268 “Setelah dihitung berdasarkan rumus Slovin, maka dalam penelitian ini akan diambil sampel sebanyak 74 wajib pajak.” ## Uji Kualitas Data ## 1. Uji Validitas “Pada uji validitas ini untuk menyatakan sejauhmana data yang diperoleh melalui instrumen penelitian (pada kuesioner) hendak mengukur apa yang ingin diukur (Abdullah, 2015:256).” ## 2. Uji Reliabilitas “Reliabilitas yaitu suatu nilai yang memperlihatkan konsistensi dari suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama, pada setiap alat pengukur semestinya memiliki kemampuan yang memberikan hasil pengukuran secara konsisten (Abdullah, 2015:260).” ## Uji Regresi Linier Berganda Model regresi linier berganda ini dirumuskan sebagai berikut (Basuki & Prawoto, 2015:37) : Ŷ = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e ## Keterangan: Ŷ = kepatuhan Wajib Pajak α = konstanta β1 = koefisien Regresi Pengetahuan Pajak β2 = koefisien Regresi Moral Pajak β3 = koefisien Regresi Sanksi Pajak X1 = Pengetahuan Pajak X2 = Moral Pajak X3 = Sanksi Pajak e = Standart Eror ## Uji Hipotesis 1. Uji Parsial (Uji t) “Uji Parsial (t) bertujuan untuk melihat pengaruh yang disebabkan oleh masing - masing variabel bebas terhadap variabel terikat secara keseluruhan dengan menentukan apakah model regresi disebut layak, dengan nilai signifikannya > 0,05 (Basuki & Prawoto, 201 5:75).” ## 2. Uji Simultan (Uji F) “Digunakannya uji signifikan simultan (uji F) pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh yang disebabkan variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat secara keseluruhan (Basuki & Prawoto, 2015:75).” 3. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) “Apabila semakin tinggi nilai Adjusted R Square maka dapat dikatakan semakin baik model regresi yang dipakai karena menandakan bahwa kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen juga semakin besar, demikian pula jika yang terjadi sebaliknya (Basuki & Prawoto, 2015:12- 14)” . ## HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Responden Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 1. Grafik Pie Chart (Diagram Lingkaran) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mayoritas peserta dalam survei ini ialah laki-laki, dengan 47 laki-laki dan 27 perempuan memberikan tanggapan. ## Deskripsi Responden Berdasarkan Usia Gambar 2. Histogram Karakteristik Responden Berdasarkan Usia “Responden dalam penelitian ini sebagian besar berusia antara 21 - 25 tahun yaitu sebanyak 21 orang, usia 15 - 20 tahun yaitu sebanyak 13 orang, usia 26 - 30 tahun sebanyak 8 orang, usia antara 31 - 40 tahun sebanyak 11 orang, dan antara 41 - 50 tahun sebanyak 9 orang, terakhir usia 51 - 60 tahun sebanyak 12 orang.” ## Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Gambar 3. Grafik Batang Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan “Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 38 orang, kemudian TIDAK SEKOLAH sebanyak 30 orang, SMP sebanyak 5 orang, dan terakhir SD sebanyak 1 orang.” ## Deskripsi Responden Berdasarkan Pekerjaan Gambar 4. Grafik Pie Chart (Diagram Lingkaran) Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan “Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga sebanyak 26 orang, buruh sebanyak 30 orang, petani sebanyak 15 orang, dan pegawai sebanyak 3 orang.” ## Hasil Uji Kualitas Data Sebagai langkah pertama untuk memastikan data yang berkualitas tinggi, kami melakukan uji validitas. Karena nilai r-tabel penelitian kami adalah 0,226 pada tingkat signifikansi 0,05 dan jumlah sampel kami adalah 74, kami dapat menyimpulkan bahwa semua instrumen penelitian kami valid. Pengujian kedua adalah reliabilitas, dan hasil untuk variabel pengetahuan pajak dalam penelitian ini adalah 0.673 > 0.6, menurut Cronbach's Alpha. Nilai variabel Moral Pajak adalah 0,633, yang lebih besar dari 0,6. Nilai variabel Sanksi Perpajakan adalah 0,725 > 0,6. Oleh karena itu, 0,725 > 0,6 adalah nilai variabel Sanksi Perpajakan. Hal ini membuktikan bahwa variabel dependen dan independen dapat dipercaya. ## Hasil Uji Regresi Linier Berganda Penjelasan untuk nilai konstanta sebesar 1,595 diberikan oleh model persamaan regresi linier berganda yang diperoleh. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai kepatuhan wajib pajak tetap sebesar 1,595 pada saat variabel independen dalam keadaan stabil atau konstan. Dengan menganggap semua faktor lain konstan, maka kenaikan kepatuhan wajib pajak sebesar satu satuan dapat dicapai dengan menyesuaikan variabel pengetahuan perpajakan sebesar satu satuan, sesuai dengan koefisien regresi sebesar 0,095. Dengan asumsi semua faktor lain tetap konstan, kenaikan satu satuan pada moral pajak akan menyebabkan kenaikan 0,208 satuan pada kepatuhan wajib pajak, sesuai dengan koefisien regresi variabel moral pajak. Dengan asumsi semua variabel lain tetap konstan, maka peningkatan kepatuhan wajib pajak sebesar satu satuan dapat dicapai dengan menyesuaikan variabel Sanksi Perpajakan sebesar 0,208 satuan, sesuai dengan koefisien regresinya sebesar 0,420. meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,420, dengan asumsi semua faktor lain tetap.. Hasil Uji Hipotesis 1. Uji Parsial (Uji t) Nilai t-tabel untuk sampel yang berjumlah 74 sebesar 1,995. Hasil dari uji parsial (uji t) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil Uji t Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1,595 1,313 1,214 0,229 PENGETAHUAN PAJAK (X1) 0,095 0,053 0,171 1,799 0,076 MORAL PAJAK (X2) 0,208 0,093 0,245 2,228 0,029 SANKSI PAJAK (X3) 0,420 0,109 0,430 3,858 0,000 “Hipotesa pertama, yaitu Pengetahuan Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, ditolak karena nilai t-hitung sebesar 1,799 < t-tabel 1,995 dan nilai signifikansi sebesar 0,075 > 0,05, seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas, mengindikasikan bahwa uji t berhasil. Karena nilai t-hitung sebesar 2,228 > t-tabel 1,995 dan nilai signifikansi sebesar 0,029 < 0,05 pada variabel Moral Pajak, maka dapat disimpulkan bahwa Moral Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, dan dengan demikian menerima hipotesis kedua. Hipotesis ketiga, bahwa Sanksi Perpajakan berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, diterima karena nilai t-hitung sebesar 3,852 > t-tabel 1,995 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 pada variabel Sanksi Perpajakan mendukung kesimpulan ini” . ## 2. Uji Signifikan Simultan (Uji F) ## Tabel 2. Hasil Uji f ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 80,189 3 26,730 23,255 <,001 b Residual 80,459 70 1,149 Total 160,649 73 “Nilai signifikansi adalah 0,001, yang kurang dari 0,05, dan nilai F adalah 23,255, seperti yang terlihat pada tabel di atas. Hal ini membuktikan bahwa faktor-faktor independen mempengaruhi variabel dependen secara bersamaan.” ## 3. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) ## Tabel 3. Hasil Determinasi ## Model Summary Model R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate 1 .707 a 0.499 0.478 1.07211 KD = R 2 x 100% = 0,499 x 100% = 49,9 % Terlihat jelas dari data pada tabel bahwa nilai R-squared adalah 0,499. Dengan demikian, pengetahuan pajak (X1) dan kepatuhan wajib pajak (X2) menjelaskan 49,9% dari varians kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Meskipun faktor-faktor tambahan yang tidak dianalisis menyumbang 50,1% sisanya. ## Pembahasan Pengaruh Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak “Tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara kepatuhan wajib pajak dengan variabel keahlian perpajakan. Karena nilai t-hitung sebesar 1,799 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1,995 dan nilai signifikansi sebesar 0,075 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Pengetahuan Perpajakan tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ditolak. Rendahnya tingkat kepatuhan pajak merupakan akibat langsung dari ketidaktahuan masyarakat mengenai hal tersebut. Akan bermanfaat bagi tingkat kepatuhan pajak jika semua wajib pajak memiliki pemahaman dasar tentang sistem perpajakan. Temuan dari penelitian ini konsisten dengan temuan dari penelitian lain (Aska & Umaimah, 2022) yang tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara kepatuhan wajib pajak dan keahlian perpajakan.” ## Pengaruh Moral Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak “Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi secara signifikan oleh variabel moral pajak. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa moral pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak diterima karena nilai variabel moral pajak (2,228) lebih besar dari nilai t-tabel (1,995) dan tingkat signifikansi (0,029) lebih kecil dari 0,05. Penerimaan kas negara yang digunakan untuk membangun infrastruktur di berbagai lokasi akan lebih terealisasi jika masyarakat lebih teliti dalam membayar pajak. Moral pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sesuai dengan penelitian ini (Sriniyati, 2020), (Mahayuni, 2021).” ## Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak “Sanksi Pajak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kepatuhan wajib pajak. Hipotesis ketiga, bahwa Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, didukung karena nilai t-hitung sebesar 3,852 > t-tabel 1,995 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Sanksi pajak dapat membuat wajib pajak berpikir dua kali untuk menghindari tanggung jawab mereka dan mendorong mereka untuk membayar bagian yang seharusnya. Temuan mengenai kepatuhan wajib pajak cukup besar, yang sejalan dengan penelitian ini ( Putra, 2020).” Pengaruh Bersama-sama Pengetahuan Pajak, Moral Pajak, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi secara positif oleh sejumlah faktor jika dilihat secara keseluruhan. ## SIMPULAN Pengetahuan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, sehingga mengakibatkan minimnya tingkat kepatuhan dalam perpajakan. Moral pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan adanya kesadaran dalam membayar pajak maka akan meningkatkan realisasi penerimaan kas Negara yang digunakan untuk membangun infrastruktur di berbagai daerah. Sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan adanya sanksi pajak maka dapat membuat efek jera bagi wajib pajak yang melanggar, sehingga dapat menimbulkan rasa patuh atas kewajiban perpajakannya Saran 1. “Wajib Pajak perlu memerhatikan ketentuan sanksi yang diterima apabila terlambat membayar pajak maupun tidak membayar Pajak.” 2. “Perlunya peringatan secara rutin agar kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya secara disiplin dapat terlaksana dengan baik.” . ## DAFTAR PUSTAKA Ara Faridah Nur Sausan Aska & Umaimah. (2022). Pengaruh Pengetahuan Pajak, Moral Pajak, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak. Basuki, A. T. R. I., & Prawoto, N. (2015). Analisis Regresi. Rajawali Pers. Hartini & Sopian (2018). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajin Pajak Orang Pribadi. Manek, K. J., & Subardjo, A. (2019). Pengaruh Pengetahuan Pajak, Kesadaran Wajib Pajak Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajin Pajak. Oki Sri Hartini, Dani Sopian. (2018). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees) Piry, Riffay M. (2013). “Sanksi Hukum Atas Pelanggaran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Perundang- undangan di Indonesia”. Putra, A. F. (2020). Kepatuhan Wajib Pajak UMKM: Pengetahuan Pajak, Sanksi Pajak, dan Modernisasi Sistem. Jurnal Riset Akuntansi & Perpajakan (JRAP), 1 – 12. Diperoleh dari https://doi.org/10.35838/jrap.v7i01.1212 Sriniyati, S. (2020). Pengaruh Moral Pajak, Sanksi Pajak, dan Kebijakan Pengampunan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Akuntansi, Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, 14 – 23. Diperoleh dari https://doi.org/10.30871/jaemb.v8i1.1913 Sriniyati, S. (2020). Pengaruh Moral Pajak, Sanksi Pajak, dan Kebijakan Pengampunan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Yuni Setyowati. (2014). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Kalidengen, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon, Progo Tahun 2014.
2d4eb218-d89a-43ef-ac8f-783c07b7c2a8
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jgkp/article/download/14607/11960
## HUBUNGAN PEMBERIAN PENGUATAN DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI KELAS IV SD NEGERI 067689 MEDAN ## Husna Parluhutan Tambunan Program Studi PGSD FIP Universitas Negeri Medan Surel: [email protected] Abstract: The Relationship between Strengthening and Student Motivation in Class IV SD 067689 Medan. This study aims to determine whether there is a significant relationship between the skills to provide reinforcement with the motivation to learn students of SD Negeri 067689 Medan. This type of research is a descriptive study that is correlational. Which explains the relationship between variables, namely reinforcement as the independent variable (X) and student learning motivation as the dependent variable (Y). The population in this study was 30 students. The sample used was a total sample of 30 students. From the results of the calculation of data analysis shows that there is a positive and significant relationship between the relationship of giving reinforcement with student motivation in elementary school 067689 Medan. Keywords: Relationships, Strengthening, Learning Motivation Abstrak: Hubungan Pemberian Penguatan dengan Motivasi Belajar Siswa di Kelas IV SD Negeri 067689 Medan. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara keterampilan memberi penguatan dengan motivasi belajar siswa SD Negeri 067689 Medan.Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bersifat korelasional. Yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel, yaitu penguatan sebagai variabel bebas (X) dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terikat (Y). Populasi dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa. Sampel yang digunakan adalah sampel total yang berjumlah 30 orang siswa. Dari hasil perhitungan analisis data menunjukkan bahwaterdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan pemberian penguatan dengan motivasi belajar siswa di SD Negeri 067689 Medan. Kata Kunci : Hubungan, Penguatan, Motivasi Belajar ## PENDAHULUAN Dalam praktik pendidikan, banyak sekali tingkah laku yang ditampilkan oleh peserta didik. Diantara tingkah laku tersebut , banyak yang perlu diberi penguatan, disamping itu ada juga yang kurang baik yang perlu dihilangkan. Sayangnya, banyak sekali tingkah laku yang baik itu sering terlewatkan begitu saja, dan tidak mendapatkan penguatan.Sehingga tingkah laku yang sebenarnya baik itu, karena tidak mendapatkan perhatian dan penguatan, menjadi mengendur dan akhirnya menghilang. Dan apabila hal ini terus menerus maka tingkah laku yang baik itu akan semakin langka (krisis tingkah laku). Biasanya krisis itu akan disertai dengan membanjirnya tingkah laku yang jelek. Hal ini tentu saja tidak baik jika terjadi dalam praktik pendidikan kita, khususnya dalam proses pembelajaran. Karena pada hakikatnya pembelajaran itu bukan hanya sebagai transfer of knowledge saja, tapi juga diharapkan sebagai transfer of value. Motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya motivasi, hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan optimal sebab siswa tidak aktif, kurang bersosialisasi, tidak bertanggung jawab, dan hasil belajar yang rendah, sehingga stimulus belajar yang diberikan oleh gurupun tidak akan berarti. Kebutuhan akan belajar pada siswa akan mendorong timbulnya motivasi dari dalam diri siswa, sedangkan stimulus dari guru mendorong timbulnya motivasi dari luar diri siswa. Dalam proses pembelajaran , guru merupakan sosok yang memiliki peranan yang sangat menentukan. Guru bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan , tetapi posisi dan perannya sangatlah penting untuk diperhitungkan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesuksesan dalam proses pembelajaran, guru harus melengkapi dirinya dengan berbagai aspek yang mendukung ke arah keberhasilan, khususnya keberhasilan dalam membangkitkan motivasi siswanya ketika ia sedang mengajar. Guru dituntut memiliki Keterampilan mengajar yang kompleks, salah satunya ialah menguasai keterampilan memberi penguatan. Penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali perilaku tersebut. Menurut Asril (2013:77) Penguatan adalah respon terhadap tingkah laku yang positif yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Menurut Helmiati (2013:74) Penguatan ( reinforcement ) adalah segala bentuk respon, apakah bersifat verbalataupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan memberikan informasi atau umpan balik ( feed back ) bgi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Penguatan merupakan suatu alat pendidikan yang merupakan pujian, hadiah, dan tanda penghargaan yang bertujuan untuk memperkuat tingkahlaku anak didik yang sudah baik, sukses dalam belajar serta berprestasi yang diberikan sebagai imbalan atas prestasinya. Menurut Usman (2011:81) Penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan sebagai berikut: a. Meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran. b. Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar. c. Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif. Menurut Helmiati (2013:74) keterampilan memberikan penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu di pahami dan dikuasai, antara lain; a. Penguatan verbal Penguatan verbal yaitu komentar yang berupa kata-kata pujian, dukungan, pengakuan, dorongan yang dipergunakan untuk menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa.Penguatan jenis ini dapat berupa kata-kata dan kalimat. Kata- kata ,misalnya, benar, bagus, hebat, pintar, ya, tepat. Berupa kalimat, misalnya, jawaban kamu benar, pendapatmu benar sekali, pekerjaanmu baik sekali, seratus untuk kamu. b. Penguatan nonverbal 1) Penguatan berupa mimik dan gerakan badan Penguatan ini berupa mimik dan gerakan-gerakan badan (gesture) seperti ekspresi wajah yang manis dan bangga, senyuman, kerlingan mata, anggukan kepala, acungan jempol, dan tepukan tangan. 2) Penguatan dengan cara mendekati Yaitu berupa mendekatnya guru kepada siswa untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pekerjaannya, tingkah laku atau penampilan siswa. 3) Penguatan dengan sentuhan Penguatan yang demikian dapat berupa menepuk-nepuk bahu, atau pundak siswa, menjabat tangan siswa, atau mengangkat tangan siswa yang menang pertandingan. 4) Penguatan dengan Kegiatan yang menyenangkan Yaitu dengan memberikan tugas-tugas atau kegiatan- kegiatan yang disenangi siswa. 5) Penguatan berupa simbol atau benda Penguatan jenis ini dapat berupa komentar tertulis pada buku siswa, kartu bergambar, bintang plastik, lencana, dan hadiah berupa benda. Menurut Usman (2011:82) mengemukakan prinsip penggunaan penguatan adalah sebagai berikut: a. Kehangatan dan keantusiasan b. Sungguh – sungguh dan bermakna c. Menghindari respon yang negatif. d. Penguatan harus bervariasi e. Sasaran penguatan harus jelas Menurut Sabri (2010:85) mengemukakan cara menggunakan penguatan adalah sebagai berikut: a. Penguatan kepada pribadi tertentu Penguatan harus jelas kepada siapa ditunjukkan sebab bila tidak, akn kurng efektif. Oleh karena itu sebelum memberikan penguatan terlebih dahulu menyebut nama siswa yang bersangkutan sambil menatap kepadanya. b. Penguatan kepada kelompok Penguatan dapat pula diberikan kepada sekelompok siswa, misalnya apabila suatu tugas telah selesai dengan baik oleh satu kelas, guru membolehkan kelas itu main bola volly yang menjadi kegemrannya. Berdasarkan pengertian ini, maka pemberian penguatan dianggap dapat memotivasi siswa agar dapat terus melakukan sesuatu hal secara tetap dan berkelanjutan ketika belajar. Pemberian penguatan secara tepat dalam kelas akan mendorong siswa untuk meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar serta dapat mencapai tujuan guru dalam memelihara motivasi belajar siswa. Motivasi berasal dari bahasa Latin “ movere ” , yang berarti menggerakkan.Berdasarkan pengertian ini makna motivasi jadi berkembang. Mc. Donald (dalam Islamuddin 2012:259) Motivasi adalah perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian dan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil yang telah ditentukan. Secara umum menurut Dimyati (2013:86) motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder. a. Motivasi Primer Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar.Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmaniah manusia. b. Motivasi Sekunder Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari.Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Menurut Djamarah (2011:149- 151) motivasi hanya akan di bahas dari dua sudut pandang, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. a. Motivasi intrinsic Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif- motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap hari individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. b. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.Motivassi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Menurut Ali Imron dalam Siregar (2010:53) mengemukakan enam unsur atau faktor yang mempengaruhi motivasi dalam proses pembelajaran. Keenam faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Cita – cita / aspirasi pembelajar. b. Kemampuan pembelajar. c. Kondisi pembelajar. d. Kondisi lingkungan pembelajar. e. Unsur-unsur dinamis belajar/ pembelajaran. f. Upaya guru dalam membelajarkan pembelajaran. Menurut Islamuddin (2012:264) mengemukakan fungsi motivasi dalam proses belajar mengajar yaitu sebagai berikut: a. Motivasi sebagai pendorong perbuatan b. Motivasi sebagai penggerak perbuatan c. Motivasi sebagi pengarah perbuatan Disamping itu, ada juga fungsi- fungsi yang lain yaitu motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Menurut Burton dalam Evelin (2010:4) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individun karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari uraian di atas, kalau dirangkum dan ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis. a. Untuk mendapatkan pengetahuan b. Penanaman konsep dan keterampilan c. Pembentukan sikap. Menurut Gagne ( dalam Siregar 2010:7) mencatat ada delapan tipe belajar, yaitu sebagi berikut: a. Belajar isyarat ( signal learning ). b. Belajar stimulus respon. c. Belajar merantaikan ( chaining) . d. Belajar asosiasi verbal ( verbal association) . e. Belajar membedakan ( discrimination) . f. Belajar konsep ( concept learning) . g. Belajr dalil ( rule learning ). h. Belajar memecahkan masalah ( problem solving) . Menurut Djamarah (2011:15) mengemukakan ciri-ciri belajar sebagai berikut: a. Perubahan yang terjadi secara sadar b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto (2013:27) mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu sebagai berikut: a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar b. Sesuai hakikat belajar c. Sesuai materi / bahan yang harus dipelajari d. Syarat keberhasilan belajar. Namun berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis , masih menemukan beberapa gejala yang mengindikasikan bahwa motivasi belajar siswa di sekolah tersebut masih rendah, gejala tersebut antara lain: Masih ada siswa yang tidak bersemangat ketika pembelajaran berlangsung, Masih ditemukan siswa yang mengganggu teman ketika pembelajaran berlangsung, Masih ada sebagian siswa yang tidak mau bertanya ketika menemui kesulitan belajar, Masih terdapat siswa yang mengobrol ketika pembelajaran berlangsung, masih ada siswa yang mengabaikan tugas dari guru, Masih terdapat siswa yang menyontek ketika mengerjakan tugas, Masih ada siswa yang terlambat hadir dalam mengikuti pelajaran, Masih ditemukannya siswa yang tidk disiplin dlm belajar. Sehubungan dengan gejala-gejala tersebut diatas, mak timbullh fenomena hasil belajar siswa yang rendah akibat menurunnya motivasi belajar siswa. Berdasarkan fenomena dan akibat yang ditimbulkan ini, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “ Hubungan Pemberian Penguatan Dengan Motivasi Belajar Siswa SD Negeri 067689 Medan ” . ## METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat korelasional. Yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel, yaitu penguatan sebagai variabel bebas (X) dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terikat (Y). Penelitian dilaksanakn di SD Negeri 067689 Medan.Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai dengan Maret 2019.Populasi dalm penelitian ini adalah semua siswa kelas IV SD Negeri 067689 Medan.Yang berjumlah 30 orang siswa, yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 17 orang siswa perempuan.Karena populasi dalam penelitian ini bersifat homogen, maka sampel yang akan digunakan adalah sampel total yaitu siswa kelas IV SD Negeri 067689 Medan yang berjumlah 30 orang. Teknik Pengumpulan Data, Uji coba instrument Angket 1) Uji Validitas r xy = ## 2) Uji Reliabilitas ## PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian penguatan dengan motivasi belajar siswa di SD Negeri 067689 Medan.sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random total yang berjumlah 30 orang siswa. Namun sebelum penelitian dilaksanakan di lokasi penelitian yang dipilih, instrumen penelitian yang digunakan terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari hasil angket yang diisi oleh siswa pada saat diadakan penelitian. Sesuai dengan hasil perhitungan korelasi dan dikonsultasikan dengan tabel harga kritik dari r product moment diperoleh harga r hitung lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,423 > 0,361 maka dapat dinyatakan bahwa pemberian penguatan yaitu: Memberikan penguatan secara verbal Memberikan penguatan secara Gesture, Memberikan penguatan dengan mendekati siswa, Memberikan penguatan dengan sentuhan, Memberikan penguatan dengan memberikan hadiah memiliki hubungan yang positif dengan motivasi belajar yaitu: Ketekunan dalam belajar, Mengulangi pelajaran, Antusias siswa atau keingintahuan, Berprestasi dalam belajar, Belajar yang bervariasi dan menarik bagi siswa di SD Negeri 067689 Medan. Selanjutnya koefisien korelasi tersebut diuji keberartiannya dengan menggunakan uji t. Hasil perhitugan uji t menunjukkan bahwa harga nilai t hitung lebih besar dari nilai t tbel yaitu 2,461 > 1,701 maka dapat dilihat bahwa pemberian penguatan memiliki hubungan yang signifikan dengn motivasi belajar siswa SD Negeri 067689 Medandapat diterima. Dimana semakin baik pemberian penguatan maka semakin baik pula tingkat motivasi belajar siswa. ## KESIMPULAN 1. Pemberian penguaatan pada siswa SD Negeri 067689 Medan. tergolong baik, hal itu tampak pada data yang diperoleh dalam penelitian ini dimana 22 orang siswa (47,34%) dari 30 orang sampel memiliki skor rata-rata ke atas. 2. Motivasi belajar pada siswa SD Negeri 067689 Medan. tergolong baik, hal itu tampak pada data yang diperoleh dalam penelitian tampak 23 orang siswa (60,00%) dari 30 orang sampel memiliki skor rata-rata ke atas. 3. Koefisien korelasi yang diperoleh setelah data diolah adalah sebesar 0,423 dengan r tabel 0,361 sehingga 0,423 > 0,361 atau nilai r hitung lebih besar dari r tabel sehingga kriteria penafsiran koefisien kerelasinya termasuk kategori sangat tinggi karena berada di antara 0,40 sampai dengan 0,59. 4. Dari hasil perhitungan uji t untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak maka diperoleh                      2 2 2 2 Y Y N X X N Y X X Y N t hitung sebesar 2,461 sedangkan r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df= n-2 = sebesar 1,701 sehingga 2,461 > 1,701 sehingga nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel , yang artinya hipotesis dalam penelitian ini diterima. 5. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pemberian penguatan dengan motivasi belajar siswa SD Negeri 067689 Medan. Adapun saran dari peneliti yaitu sebagai berikut: 1. Bagi guru disarankan agar memperbaiki cara-cara pemberian penguatan dan memperdalam keterampilan dalam memberikan penguatan karena pemberian penguatan merupakan salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki guru dalam kegiatan pembelajaran. Hal itu juga didasarkan pada penelitian ini yang menunjukkan bahwa pemberian penguatan ternyata memiliki hubungan yang postif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa. 2. Bagi siswa diharapkan untuk selalu memperbaiki perilaku terutama dalam proses pembelajaran berlangsung agar kegiatan pembelajaran lebih baik dan hasilnya optimal. 3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut tentang topik yang sama agar diperoleh suatu hasil yang lebih menyeluruh sehingga memberiksn kontribusi yang besar khususnya dalam pemberian penguatan, karena akan memacu semangat motivasi yang tinggi bagi siswa. ## DAFTAR RUJUKAN ------------------------ 2013. Prosedur Penelitian . Jakarta:Rineka Cipta Asril, Zainal. 2013. Micro Teaching . Jakarta: Rajawali Pers. Dimyati,dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT.Rineka Cipta. ----------------------------. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar . Jakarta: Rineka cipta. Helmiati. 2013. Micro Teaching . Pekanbaru. Aswaja Perssindo. Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan . Jember: Pustaka Belajar. Slameto.2013. Belajar Dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sabri, Ahmad. 2010. Strategi Belajar Mengajar Dan Micro Teaching . Ciputat: Quantum Teaching. Siregar, Evelin dan Hartini nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran . Bogor: Galia Indonesia. Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Usman, uzer. 2011. Menjadi Guru Propesional . Bandung: PT Remaja
75bd9967-18ff-4c1f-91c8-dc9e6d672dbf
https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/download/56/51
## Implementasi Algoritma Genetika untuk Optimasi Penempatan Kapasitor Shunt pada Penyulang Distribusi Tenaga Listrik ## Carwoto Program Studi Teknik Informatika, STMIK ProVisi Semarang e­mail : [email protected] Abstract : Genetic Algorithm is a kind of search algorithm based on the mechanics of natural selection and genetics.  This  algorithm can  search  for  a  global  optimum  solution  using  multiple  path  and  treat  integer problem naturally. This paper presents application of Genetic Algorithm for determining the size, location, type, and number of capacitors to be placed on radial distribution system. The objective is to minimize the peak power losses and energy losses in the distribution system considering the capacitor cost. The algorithm was implemented in Delphi programming language and tested for a realistic physically­existing feeder to show its feasibility and capabilities. Keyword : implementation algorithm genetic ## PENDAHULUAN Kapasitor  shunt  banyak  dipakai  sebagai kompensator  daya  reaktif    pada  penyulang distribusi  primer  sistem  tenaga  listrik.  Dengan memasang  kapasitor  shunt,  rugi­rugi  energi ( energy losses ) dan rugi­rugi daya puncak ( peak power losses ) dapat dikurangi sampai ke tingkat yang  dikehendaki  (Grainger,  1981).  Besar kompensasi  yang  diberikan  kapasitor  terhadap sistem  distribusi sangat tergantung pada formasi penempatan  kapasitor  tersebut,  yang  meliputi penentuan  lokasi,  ukuran,  jumlah,  dan  tipe kapasitor. Metode  yang semula sering  dipakai untuk menyelesaikan  masalah  optimasi  penempatan kapasitor  shunt  pada  sistem  distribusi  primer adalah  metode­metode  deterministik  (Grainger, 1983).  Metode  ini  memerlukan  informasi tambahan,untuk  dapat  mencapai  solusi  optimal yang diinginkan, seperti kontinuitas dan turunan fungsi.  Disamping  itu,  karena  metode  deter­ ministik  melakukan  pencarian  nilai  optimum dari  titik  ke  titik  dalam  ruang  penyelesaian, maka  sangat  memungkinkan  pencapaian  opti­ mum  lokal  ( local  optima ),  apabila  dalam  ruang pencarian  terdapat  banyak  titik  penyelesaian (Goldberg, 1989). Algoritma  Genetika  merupakan  algoritma pencarian  yang  dilandaskan  atas  mekanisme genetika  dan  seleksi  alam  (Sastry,  K.  et.al., 2004).  Dalam  ilmu  komputer,  Algoritma Genetika  termasuk  dalam  kajian  komputasi lunak  ( soft  computing )    dan    kecerdasan  buatan ( artificial  inteligence ).  Pada  beberapa  literatur, seperti  ditulis Runarsson (2005)  dan Jun He,  et. al.  (2005),  algoritma  dengan  cara  kerja  yang serupa  disebut  dengan  Algoritma  Evolusi ( Evolutionary  Algorithm ).  Algoritma  Genetika memulai pencarian solusi dengan suatu populasi titik  solusi  penyelesaian  secara  simultan, sehingga  kemungkinan  pencapaian  optimum lokal  dapat  diperkecil.  Karena  terbukti  sebagai cara  pendekatan  valid  untuk  menyelesaikan masalah  optimasi  yang  memerlukan  pencarian efektif  dan  efisien,  sekarang  ini  Algoritma  Ge­ netika  telah  diterapkan  secara  luas  dalam  ber­ bagai  aplikasi  bisnis,  ilmu  pengetahuan,  teknik dan rekayasa. Tulisan  ini  memaparkan  hasil  studi  kasus optimasi pemilihan ukuran dan lokasi penempatan  kapasitor  shunt  pada  penyulang distribusi  tenaga  listrik  primer  berbentuk  radial tanpa cabang  menggunakan Algoritma Genetika yang  dioperasikan  secara  mandiri  ( GA  alone ). Maksudnya,  tidak  ada  algoritma  perhitungan lain  yang  dipakai  mendahului,  bersamaan,  atau sesudah  pengoperasian  rutin­rutin  Algoritma Genetika  pada  proses  optimasi  tersebut.  Untuk mengimplementasikan  Algoritma Genetika pada kasus  yang  dipilih,  telah  dibuat  aplikasi komputer  menggunakan  bahasa  pemrograman Delphi 7.0. ## PRINSIP DASAR ALGORITMA GENETIKA Algoritma  Genetika  adalah  algoritma pencarian  yang  berdasarkan  mekanisme  seleksi alam Darwin dan prinsip­prinsip genetika, untuk menentukan  struktur­struktur  (yang  masing­ masing disebut individu) berkualitas tinggi yang terdapat  dalam  sebuah  domain  (yang  disebut populasi).  Pencarian  dilakukan  dengan  suatu prosedur  iteratif  untuk  mengatur  populasi individu  yang  merupakan  kandidat­kandidat solusi. Dibanding  metoda  optimasi  lain,  Algo­ ritma Genetika memiliki perbedaan dalam empat hal,  yaitu  Algoritma  Genetika  bekerja  dengan struktur–struktur  kode  variabel,    menggunakan banyak titik pencarian ( multiple point ), informasi  yang  dibutuhkan  hanya  fungsi obyektifnya saja (sehingga menjadikan implementasinya lebih sederhana), serta menggunakan operator stokastik dengan pencarian terbimbing (Goldberg, 1989) . ## 1.  Operator­Operator Genetika Tiga  operator  dasar  yang  sering  digunakan dalam  Algoritma  Genetika  adalah  repro­ duksi, pindah silang (crossover), dan mutasi. Dalam  proses  reproduksi,  setiap  individu populasi  pada  suatu  generasi  diseleksi berdasarkan  nilai  fitnessnya  untuk  berepro­ duksi  guna  menghasilkan  keturunan.  Pro­ babilitas  terpilihnya  suatu  individu  untuk bereproduksi  adalah  sebesar  nilai  fitness individu tersebut dibagi dengan jumlah nilai fitness  seluruh  individu  dalam  populasi (Davis, 1991; ). Pindah silang adalah proses pemilihan posisi string  secara  acak  dan  menukar  karakter­ karakter  stringnya  (Goldberg,  1989;  Davis, 1991).  Ilustrasi  proses  pindah  silang  dapat dilihat pada  Gambar 1. String 1 dan String 2 mengalami proses pindah silang, menghasilkan  String  1  Baru  dan  String  2 Baru. Operator  mutasi  dioperasikan  sebagai  cara untuk  mengembalikan  materi  genetik  yang hilang.  Melalui  mutasi,  individu  baru  dapat diciptakan  dengan  melakukan  modifikasi terhadap  satu  atau  lebih  nilai  gen  pada individu  yang  sama.  Mutasi  mencegah kehilangan  total  materi  genetika  setelah reproduksi  dan  pindah  silang.  Ilustrasi proses mutasi dapat dilihat pada Gambar 2. ## 1  1  1  1  1  1  1  1 0  0  0  0  0  0  0  0 Titik pindah silang 1  1  1  1  0  0  0  0 0  0  0  0  1  1  1  1 Pindah Silang String 1 String 2 String 1 Baru String 2 Baru Gambar  1. Ilustrasi Proses Pindah Silang 0  0  0  0  0  0  0  0 Mutasi String 1 String 1 Baru 0  0  1  0  0  1  0  0 ## Titik mutasi Gambar  2. Ilustrasi Proses Mutasi ## 2.  Parameter­Parameter Genetika Parameter­parameter genetika berperan dalam  pengendalian  operator­operator  ge­ netika  yang  digunakan  dalam  optimasi menggunakan  Algoritma  Genetika  (Davis, 1991;  Sundhararajan,  1994;  Sastry,  2004). Parameter  Genetika  yang  sering  digunakan meliputi  ukuran  populasi  (N),  probabilitas pindah  silang  (P c ),  dan  probabilitas  mutasi (P m ). Pemilihan  ukuran  populasi  yang  digunakan tergantung pada masalah yang akan diselesaikan.  Untuk  masalah  yang  lebih kompleks biasanya diperlukan ukuran populasi  yang  lebih  besar  guna  mencegah konvergensi  prematur  (yang    menghasilkan optimum lokal). Pada  tiap  generasi,  sebanyak  P c *N  individu dalam  populasi  mengalami  pindah  silang. Makin  besar  nilai  P c yang  diberikan,  makin cepat struktur individu baru yang diperkenalkan  ke  dalam  populasi.  Jika  nilai P c yang  diberikan  terlalu  besar,  individu yang  merupakan  kandidat  solusi  terbaik dapat  hilang  lebih  cepat  dibanding  seleksi untuk peningkatan  kinerja. Sebaliknya, nilai P c yang  rendah  dapat  mengakibatkan stagnasi karena rendahnya angka eksplorasi. Probabilitas  mutasi  adalah  probabilitas dimana  setiap  posisi  bit  pada  tiap  string dalam  populasi­baru  mengalami  perubahan secara  acak  setelah  proses  seleksi.  Dalam satu  generasi,  dengan  L  panjang  struktur, kemungkinan terjadi mutasi sebanyak P m *N*L. ## 3.  Fungsi Fitness Dalam  Algoritma  Genetika,  fungsi  fitness merupakan  pemetaan  fungsi  obyektif  dari masalah  yang  akan  diselesaikan  (Goldberg, 1989).  Setiap  masalah  yang  berbeda  yang akan diselesaikan memerlukan pendefinisian fungsi fitness yang berbeda. Misalkan fungsi obyektif g(x) berupa fungsi besaran  yang  ingin  diminimumkan,  maka bentuk  fungsi  fitness  f(x)    dapat  dinyatakan sebagai: f(x)  =  C max ­  g(x),  untuk  g(x)  <  C max ,  =  0 , untuk  g(x) ³ C max ……………………...(1) C max dapat  diambil  sebagai  koefisien masukan,  misalnya  nilai  g  terbesar    yang dapat diamati, nilai g terbesar pada populasi saat  ini,  atau  nilai  g  terbesar  k  generasi terakhir. ## 4.  Siklus Eksekusi Algoritma Genetika Dalam  satu  siklus  iterasi  (yang  disebut generasi)  pada  Algoritma  Genetika  terdapat dua  tahap,  yaitu  tahap  seleksi  dan  tahap rekombinasi (Goldberg, 1989; Jun He, et.al., 2005).  Secara  garis  besar,  siklus  eksekusi Algoritma  Genetika  dapat  diringkas  dalam bentuk diagram alir seperti Gambar 3. Tahap seleksi dilakukan dengan mengevaluasi  kualitas setiap individu  dalam populasi untuk mendapat peringkat kandidat solusi. Berdasarkan hasil evaluasi, selanjutnya  dipilih  individu­individu  yang akan  mengalami  rekombinasi.  Tahap  re­ kombinasi  meliputi  proses­proses  genetika untuk  mendapatkan  populasi  baru  kandidat­ kandidat  solusi Mulai t=0 Inisialisasi Populasi P(t) t=t+1 Evaluasi String Populasi P(t) Seleksi P(t) dari P(t­1) Rekombinasi Struktur P(t) (Crossover dan Mutasi) Evaluasi Struktur P(t) Konvergensi dicapai? Selesai Ya Tidak ## Gambar  3. Siklus Eksekusi Algoritma Genetika ## IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR SHUNT Penulis  telah  membuat  aplikasi  (program) komputer  menggunakan  bahasa  pemrograman Delphi  7.0  guna  mensimulasikan  unjuk  kerja Algoritma  Genetika  yang  dioperasikan  secara mandiri (GA alone ) untuk melakukan perhitungan  optimasi  penempatan  kapasitor shunt pada penyulang distribusi primer radial. Berikut  ini  akan  dipaparkan  teknik pengkodean  parameter,  inisialisasi  populasi, fungsi  evaluasi,  dan  algoritma  optimasi  yang digunakan  pada  aplikasi  komputer  yang  dibuat. Hal­hal  teknis  terkait  dengan  rekayasa  piranti lunak aplikasi optimasi tersebut tidak dipaparkan ada  tulisan  ini,  sebab  paparan  tulisan  ini  lebih ditekankan  pada  proses  penyelesaian  kasus optimasi menggunakan Algoritma Genetika. ## 1.  Pengkodean Parameter Parameter­parameter  yang  akan  diproses oleh Algoritma Genetika  dalam optimasi ini dikodekan  menjadi  string  bilangan  biner bulat  positif.    Pengkodean  parameter  ke dalam bentuk biner dipilih dengan pertimbangan  bahwa  bilangan  biner  cukup sederhana,  mudah  diproses  oleh  operator­ operator genetika, dan mampu merepresentasikan  titik­titik  dalam  ruang pencarian. Tingkat  beban  sistem  distribusi  didiskritkan ke  dalam n tingkat  beban.  Algoritma Genetika  difungsikan  untuk  menentukan ukuran  kapasitor pada kandidat­kandidat lo­ kasi selama n tingkat beban. Kandidat lokasi ditentukan sama dengan x jumlah node pada penyulang. Oleh karena itu struktur individu yang  menyatakan  ukuran­ukuran  kapasitor untuk  setiap  generasi  direpresentasikan dalam sebuah struktur multiparameter dengan parameter sejumlah k =nx . ## 2.  Inisialisasi Inisialisasi  populasi  awal  dalam  Algoritma Genetika  dilakukan  dengan  memilih  string secara random. Dalam setiap kasus, populasi awal  harus  mengandung  varitas  struktur yang  luas  untuk  menghindari  konvergensi prematur.  Dalam  tulisan  ini,  string  individu diinisialisasi  dengan  menerapkan  kaidah pelemparan mata uang logam bias. ## 3.  Fungsi Evaluasi Fungsi  fitness  dalam  optimasi  ini  adalah fungsi  obyektif  minimasi  biaya  akibat penempatan  kapasitor  berdasarkan  rugi­rugi daya  puncak  dan  rugi­rugi  energi,  dengan mempertimbangkan biaya kapasitor. Misalkan  terdapat n tingkat  beban  dan m kandidat  lokasi  kapasitor,  maka  fungsi obyektif  penempatan  kapasitor  shunt  pada penyulang  distribusi  primer  radial  adalah meminimalkan  biaya  rugi­rugi  yang  didapat dengan memasang sejumlah  kapasitor shunt dengan  konfigurasi  jumlah,  ukuran,  lokasi, dan  tipe  tertentu.  Minimasi  tersebut  dapat dinyatakan sebagai: å å = = + + M j j c p n i i i e C K P K P T K 1 0 1 . . min .(2) dimana  Pi  adalah  rugi­rugi  energi  pada tingkat  beban  i,  Po  rugi­rugi  daya  puncak, Cj  ukuran  kapasitor  pada  lokasi  j,  Ke konstanta  biaya  energi,  Kp  konstanta  biaya kapasitas  daya,  dan  Kc  adalah  biaya kapasitor (Sundhararajan, 1994). ## 4.  Algoritma Optimasi Sejalan  dengan  alur  kerja  Algoritma  ge­ netika, maka algoritma optimasi penempatan kapasitor  shunt  pada  penyulang  distribusi primer  radial  dapat  dijabarkan  sebagai berikut: 1.  Bentuk  populasi  awal  (inisialisasi) dengan k string  yang  merepresentasikan nx variabel  (ukuran  kapasitor  pada x lokasi  gardu  distribusi  untuk n tingkat beban). 2.  Evaluasi besar fitness setiap string, yaitu dengan mengevaluasi fungsi obyektifnya.  Beban  ke­0  menyatakan tingkat  beban  puncak,  sehingga  biaya rugi­rugi  daya  puncak  dihitung  pada tingkat beban ini. 3.  Pada  setiap  generasi  string­string  ini diurutkan  menurut nilai fitness ­nya. De­ ngan memakai strategi seleksi elit ( elitist strategy ),  maka  jika  nilai  fitness individu  terendah  ini  lebih  kecil  dari nilai fitness tertinggi generasi sebelumnya,  individu  yang  memiliki nilai  fitness  terendah  pada  suatu generasi  diganti  dengan  individu  yang memiliki  fitness  tertinggi  pada  generasi sebelumnya. 4.  Ulangi  langkah  3  sampai  mencapai jumlah maksimum generasi. Pada  setiap  lokasi,  ukuran kapasitor minimum  yang  diperlukan  untuk  setiap tingkat beban dapat dipertimbangkan sebagai  ukuran  kapasitor  tetap  yang  dapat dipasang di lokasi tersebut. ## STUDI KASUS Pada  program  aplikasi  komputer  yang penulis  buat  untuk  perhitungan  optimasi menggunakan  Algoritma  Genetika  ini,  telah dilakukan  pengujian  dengan  data  masukan  yang dipilih  untuk  mensimulasikan  unjuk  kerja Algoritma  Genetika  sebagai  algoritma  optimasi penempatan kapasitor shunt. Berikut adalah detil data masukan dan hasil simulasinya. ## 1.  Data Masukan Sebagai  studi  kasus,  dipilih  data  Sistem  23 kV  pada  jurnal  IEEE  PAS­102  No.  10, October  1983  (Grainger,  1983)  sebagai masukan  program  komputer.  Data  sistem tersebut adalah sebagai berikut: Tengangan Antar Fasa :  23 kV Jumlah Gardu Distribusi :  9 Biaya Kapasitas Daya (Kp)  : $ 200/kW/th Biaya Energi (Ke) : $  0.03/kWh Biaya kapasitor (Kc) : $ 0.2145/kVAR/th Panjang  masing­masing  segmen,  resistansi segmen,  dan  besar  kVAR  pada  ujung  akhir tiap  segmen  penyulang  dapat  dilihat  pada Tabel  1.  Penyulang  dioperasikan  pada tingkat  beban  diskrit  0,45  p.u  selama  waktu satu tahun (8760 jam). Interval  waktu untuk tiap­tiap  tingkat  beban  didiskritkan  seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Ukuran kapasitor standar  untuk data tersebut adalah 150, 300, 450, 600, 900, dan 1200 kVAR (Sundhararajan,  1994,  Karen,  1997,  dan Grainger, 1981). Tabel  1. Data panjang, resistansi,  arus reaktif saluran Sistem 9 Bus 23 kV Nomor Segmen Panjang (mil) Resistansi (ohm/mil) kVAR Beban pada Akhir Segmen 1 0,63 0,1957 460 2 0,88 0,2803 340 3 1,70 0,4390 446 4 0,81 0,8622 1840 5 2,30 0,8622 600 6 1,05 0,8622 110 7 1,50 1,3701 60 8 3,50 1,3701 130 9 3,90 1,3701 200 Tabel  2. Interval Waktu tiap Tingkat  Beban Sistem 9 Bus 23 kV Tingkat Beban (p.u) Waktu (jam) 0,92 820 0,79 539 0,66 831 0,34 6570 ## 2.  Hasil Simulasi Pada  studi  kasus  yang  dibahas  pada  tulisan ini,  diterapkan  Algoritma  Genetika  dengan strategi  seleksi  elit.  Grafik  biaya  rugi­rugi minimum  tiap  generasi  dapat  dilihat  pada Gambar 4 dan Gambar 5. Gambar  4. Grafik biaya minimum tiap generasi, ukuran kapasitor kontinyu Gambar  5. Grafik biaya minimum tiap generasi, ukuran kapasitor diskrit Sedangkan  hasil  optimasinya  dapat  dilihat pada  Tabel  3.  Besar  parameter  genetika yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Probabilitas  Crossover    (P c )  =  0,7, Probabilitas  Mutasi    (P m )  =  0,005,  dan Ukuran  Populasi  (N)  =  100.  Jumlah generasinya  adalah 1000 generasi. Penjelasan  sekilas  mengenai  hasil  optimasi tersebut adalah seperti gambar 3. ## 3.  Ukuran Kapasitor Kontinyu Seperti  terlihat  pada  pada  Gambar  4,  pada sekitar  generasi  ke­413  Algoritma  Genetika telah  menemukan  konfigurasi  pemasangan kapasitor ukuran kontinyu yang memerlukan biaya    terendah  (minimum).  Biaya  rugi­rugi energi,  biaya  rugi­rugi  daya  puncak,  dan biaya  kapasitor  terendah  hasil  optimasi dengan  skenario  ini  adalah  sebesar  899,43 dollar per tahun. Dengan demikian penghematan  biaya  maksimum  yang  dapat dicapai dengan konfigurasi ukuran kapasitor Tabel  3. Hasil optimasi dengan Algoritma Genetika untuk berbagai skenario Ukuran Kapasitor Kontinyu Ukuran Kapasitor Diskrit No. Gardu l = 0.92 l = 0.79 l = 0.66 l = 0.34 l = 0.92 l = 0.79 l = 0.66 l = 0.34 1 59 66 82 57 300 300 300 150 2 79 45 50 15 300 300 300 0 3 849 559 409 225 600 600 300 300 4 1200 1126 1192 659 1200 1200 1200 600 5 685 577 275 105 600 450 450 150 6 103 51 43 102 300 150 0 0 7 154 126 63 42 0 0 0 0 8 73 62 58 78 150 150 150 150 9 226 166 181 16 150 150 150 0 Biaya rugi­rugi tanpa kapasitor $11.928,62 $11.928,62 Biaya Rugi­rugi Minimum $899,43 $980,37 Penghematan Biaya $11.029,19 $10.948,25 seperti pada Tabel 3 adalah 11.928,62 dollar dikurangi  899,43  dollar  atau  sebesar 11.029,19 dollar per tahun. ## 4.  Ukuran Kapasitor Diskrit Terlihat  pada  pada  Gambar  5,  pada  sekitar generasi  ke­577  Algoritma  Genetika  telah menemukan konfigurasi pemasangan kapasitor  ukuran  diskrit  yang  memerlukan biaya  terendah (minimum), yaitu 10.948,25 dollar per tahun (Tabel 3).. Untuk mencapai penghematan  biaya  per  tahun  sebesar 10.948,25  dollar  tersebut,  pada  lokasi  gardu nomor  7  tidak  memerlukan  pemasangan kapasitor  shunt.  Di  lokasi  gardu  nomor  8, memerlukan  pemasangan  sebuah  kapasitor tetap  (fixed  capacitor)    sebesar  150  kVAR. Sebuah kapasitor tersaklar (switched capacitor) ukuran 150  kVAR  dipasang pada lokasi  gardu  nomor  9.  Kapasitor  tersaklar tersebut  diaktifkan  pada  tingkat  beban  0,66 ke atas. Pada  beberapa  lokasi  gardu  dan  tingkat beban  lainnya  dapat  dipahami  dengan  cara serupa.  Di  lokasi  gardu  distribusi  nomor  6, misalnya,  dapat  dipasang  2  buah  kapasitor tersaklar masing­masing sebesar 150 kVAR. Pada  tingkat  beban  di  bawah  0,79  kedua kapasitor  tersebut  dinonaktifkan.  Pada tingkat  beban  0,79,  cukup  mengaktifkan salah  satu  kapasitor  saja.  Sedangkan  pada tingkat beban 0.92, kedua kapasitor tersebut harus diaktifkan. ## ANALISA HASIL OPTIMASI Unjuk  kerja  Algoritma  Komputer  secara internal  yang  diterapkan  pada  kasus  optimasi penempatan  kapasitor  shunt  sebagaimana  studi kasus yang dipilih untuk tulisan ini dapat dilihat berdasar kemampuannya melakukan perhitungan optimasi untuk data yang detil, misalnya dengan ukuran  kapasitor  kontinyu  (tidak  diskrit). Sebagai  bahan  perbandingan,  perlu  dilihat perbedaan hasil perhitungan optimasi menggunakan  Algoritma  Genetika  ini  dengan hasil perhitungan menggunkan metode konvensional yang dilakukan secara deterministik. ## 1.  Pengaruh Diskritisasi Ukuran Kapasitor Seperti  dapat  dilihat  pada  Tabel  3,  proses diskritisasi  ukuran  kapasitor  menghasilkan penghematan  biaya  maksimum  yang  lebih rendah  dibandingkan  tanpa  diskritisasi (menggunakan  ukuran  kapasitor  kontinyu). Penggunaan ukuran kapasitor diskrit mengakibatkan penurunan penghematan biaya  sebesar  11.029,19  dollar  dikurangi 10.948,25  dollar  atau  sama  dengan      80,94 dollar per tahun. Mudah dipahami, kenapa diskritisasi ukuran kapasitor menyebabkan  penghematan biaya yang  diperoleh  menjadi  lebih  kecil.  Sebab, dengan  memberikan  ruang  penyelesaian (ukuran  kapasitor)  diskrit  pada  ukuran­ ukuran  tertentu  maka  nilai  maksimum  yang dapat  dicapai  jika  ukurannya  berada  di  luar ukuran­ukuran  diskrit  tersebut  tidak  pernah (kecil kemungkinannya) dicapai. Kemungkinan didapatnya penghematan biaya    yang  sama  antara  menggunakan kapasitor  kontinyu  dengan  kapasitor  diskrit yaitu apabila berdasarkan perhitungan dengan  ukuran  kapasitor  kontinyu,  ukuran kapasitor­kapasitor optimumnya sama persis dengan  ukuran­ukuran  kapasitor  diskrit (standar) di lapangan. Kemungkinan terjadinya hal seperti ini sangat kecil. ## 2.  Perbedaan dengan Metode Optimasi De­ terministik Optimasi  penempatan  kapasitor  shunt  pada Sistem  23  kV  yang  dipakai  sebagai  data studi  kasus  pada  tulisan  ini  telah  dilakukan oleh J. J. Grainger dan kawan­kawan (1983). Grainger dkk. menghitung lokasi dan ukuran optimum  kapasitor  dengan  terlebih  dahulu membuat normalisasi arus reaktif penyulang nonuniform  menjadi  penyulang  ekivalen yang  uniform.  Lokasi  dan  ukuran  kapasitor optimum  ditentukan  dengan  menerapkan kriteria sama luas (equal area criterion) pada representasi  grafik  penyulang  ekivalen dengan  arus  reaktif  yang  dinormalisasi tersebut.  Hasil  akhir  optimasi  tersebut (jumlah  kapasitor  tiga  buah)  dapat  dilihat pada Tabel 4. Tabel  1 Lokasi dan ukuran kapasitor  optimum, serta penghematan biaya optimum, hasil optimasi  oleh Grainger dkk. No. Lokasi Kapasitor (mil) Ukuran Kapasitor (kVAR) Penghematan Biaya Tahunan (dollar) 1 4,02 1318 10.677,00 2 6,32 732 3 16,27 294 Optimasi dengan Algoritma Genetika menggunakan  strategi  seleksi  elit,  diperoleh hasil penghematan biaya maksimum sebesar 11.029,19  dollar  per  tahun  jika  ukuran kapasitornya  kontinyu  dan  10.948,25  dollar per  tahun  jika  ukuran  kapasitornya  diskrit. Dengan demikian, Algoritma Genetika dapat menemukan menemukan konfigurasi pemasangan  kapasitor  yang  menghasilkan penghematan  biaya  yang  lebih  besar.  Jika dipakai kapasitor berukuran kontinyu, terdapat selisih atau perbedaan penghematan biaya  sebesar  352,19  dollar  per  tahun, sedangkan  jika  dipakai  kapasitor  berukuran diskrit  terdapat  selisih  penghematan  biaya sebesar 271,25 dollar per tahun. ## PENUTUP ## 1.  Kesimpulan Berdasarkan  uraian  di  atas,  dapat  ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a.  Algoritma Genetika yang telah diimplementasikan menggunakan program  komputer  dapat  membantu menyelesaikan  masalah  optimasi penen­ tuan  ukuran,  jumlah,  lokasi,  dan  tipe kapasitor shunt pada penyulang distribusi primer radial. b.  Algoritma  Genetika  yang  diterapkan secara  mandiri  pada  proses  optimasi penempatan kapasitor shunt dapat mencapai  penyelesaian  optimum  global ( global optimum solution ). c.  Algoritma Genetika mampu memberikan perhitungan optimasi dengan  melakukan  diskritisasi  ukuran kapasitor  (ukuran  kapasitor  yang  akan dipasang disesuaikan dengan ukuran ka­ pasitor standar di lapangan) atau dengan ukuran kontinyu. ## 2.  Saran a.  Jika  masalah  optimasi  cukup  kompleks sehingga  jumlah  parameternya  banyak, sebaiknya  Algoritma  Genetika  tidak dioperasikan secara mandiri. Perhitungan  awal  untuk  inisialisasi  data atau  penggunaan  metode  lain  untuk mengurangi  jumlah  parameter  yang dicari, akan sangat membantu. b.  Untuk menyelesaikan masalah penempatan  kapasitor  praktis  pada penyulang distribusi primer radial, perlu diperhitungkan  faktor­faktor  lain  agar sesuai dengan keperluan praktis. Misalnya,  dengan  memperhitungkan kapasitor  yang  sudah  dipasang  pada penyulang sehingga diperhitungkan perlu tidaknya mengganti atau memindah kapasitor yang telah terpasang. ## DAFTAR PUSTAKA 1. Davis,  L.  (1991).  Handbook  of  Genetic Algorithms.  New  York  :  Van  Nostrand Reinhold. 2. Goldberg, D. E. (1989). Genetic Algorithms in  Search,  Optimization,  and  Machine Learning.  Massachusetts:  Addison­Wesley Publishing Company, Inc.. 3. Grainger,  J.  J.,  S.  Civanlar,  and  S.  H.  Lee. (1983).  “Optimal  Design  and  Control Scheme for Continuous Capacitive Compensation  of  Distribution  Feeders”, IEEE Transactions  on Power  Apparatus and Systems,  vol.  PAS­102,  No.  10,  October 1983, pp. 3271­3278. 4. Grainger,  J.J.  and  S.  H.  Lee.  (1981). “Optimum  Size  and  Location  of  Shunt Capacitor  for  Reduction  of  Losses  on Distribution Feeders”, IEEE Transactions on Power  Apparatus  Systems,  vol.  PAS­100, No. 3, March 1981, pp. 1105­1118. 5. He,  J.,  Xin  Y.,  and  Jin  L.  (2005).  A “Comparative  Study  of  Three  Evolutionary Algorithms Incorporating Different Amounts  of  Domain  Knowledge  for  Node Covering  Problem”.  IEEE  Transactions  on Systems, Man, and Cybernetics, vol. 35, no. 2, May 2005. pp.266­271. 6. Karen Nan Miu, Hsiao­Dong Chiang, and G. Darling.  (1997).  “Capacitor  Placement,  Re­ placement  and  Control  in  Large­Scale  Dis­ tribution Systems by a GA­Based Two Stage Algorithm”,  IEEE  Transactions  on  Power Systems,  Vol.  12,  No.  3,  August  1997,  pp. 1160­1166. 7. Kusumadewi,  S.  dan  Hari  P.  (2005). Penyelesaian  Masalah  Optimasi  dengan Teknik­teknik Heuristik.  Yogyakarta: Graha Ilmu. 8. Runarsson,  T.  P.  (2005).  Search  Biased  in Constrained Evolutionary Optimization. IEEE  Transactions  on  Systems,  Man,  and Cybernetics,  vol.  35,  no.  2,  May  2005.  pp. 233­243. 9. Sastry, K. et.al. (2004). Genetic Programming  for  Multiscale  Modeling. Urbana:  University  of  Illinois  at  Urbana­ Champaign. 10. Sundhararajan,  S.  and  A.  Pahwa.  (1994). “Optimum  Selection  of  Capacitors  for Radial  Distribution  Systems  Using  A Genetic  Algorithm”,  IEEE  Transactions  on Power Systems, Vol. 9, No. 3, August 1994, pp. 1499­1507. 11. Turkcan,  A.  and  M.  Selim  A.  (2003).  “A Problem  Space  Genetic  Algorithm  in Multiobjective  Optimization”.  Journal  of Intelligent  Manufacturing,  14,  pp.  363­378, 2003. Kluwer Academic Publishers.
d8efc303-9702-40a2-9c89-60e7d32d0bcc
https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar/article/download/5685/3206
PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. AKIBAT HUKUM NOTARIS YANG MELAKSANAKAN PENANDATANGANAN AKTA RUPS DI LUAR WILAYAH JABATAN (STUDI KASUS NOTARIS A BERKEDUDUKAN DI KABUPATEN TANGERANG) Nevie Maharani Putri*, Mohamad Fajri Mekka Putra** Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Indonesia Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Depok, 16424. Email: [email protected] Naskah diterima : 10/04/2022, revisi : 20/06/2022, disetujui 05/07/2022 ## ABSTRAK Seorang Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota dan Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum terhadap akta rapat umum pemegang saham (RUPS) yang ditandatangani diluar wilayah jabatan notaris dan bagaimana tanggung jawab notaris yang melakukan penandatanganan akta RUPS di luar wilayah jabatannya. Metode analisis yang digunakan dengan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan sumber data sekunder atau bahan pustaka yang mencakup bahan hukum primer dan sekunder.Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa akibat hukum dari akta akta rapat umum pemegang saham (RUPS) yang di tandatangani diluar wilayah jabatan adalah aktanya menjadi cacat hukum serta menyebabkan akta tersebut menjadi dibawah tangan dan bentuk tanggung jawab dari Notaris yaitu kepadanya dapat dikenakan sanksi. Kata Kunci: Wilayah Jabatan Notaris, Akibat Hukum dan Tanggung Jawab Notaris/ ## ABSTRACT A Notary has a region position in a district or city area and a Notary has a position area covering the entire provincial area of his region position. The main problem in this study is how the legal effect of the GM's deed signed outside the notary position area and how the responsibility of the notary who signed the general meeting of shareholders (GM's) deed outside his office area. Analytical methods are used with normative juridical research, using secondary data sources or library materials that include primary and secondary legal materials. The results of the study can be concluded that the legal result of the general meeting of shareholders (GM's) deed signed outside the office area is that the deed becomes legally flawed and causes the deed to be under the hands and forms of responsibility of the Notary can be sanctioned. Keywords: Region Position of Notary, Legal Effect and Notary Responsibilities. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. ## A. Pendahuluan Adanya Lembaga kenotariatan di Indonesia berawal pada zaman penjajahan Belanda, dimana kala itu dibutuhkan alat bukti autentik untuk di bidang perdagangan. Dewasa ini, Lembaga Kenotariatan berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk mengadakan suatu perbuatan hukum, yang mana dibutuhkannya suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dan berkekuatan hukum sebagai alat pembuktian yang sempurna. 1 Notaris dianggap sebagai seseorang pejabat yang dapat diandalkan, segala yang ditulis dan ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses hukum. 2 Keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dipercaya, serta tanda tangan dan capnya memberikan jaminan dan bukti yang kuat, bahwa tidak memihak dan penasehat yang tidak ada cacatnya ( onkreukbaar atau unimpeachanle ). 3 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik, sehingga akta autentik yang dibuat oleh notaris adalah akta yang dapat dipercaya 4 dan dapat digunakan sebagai alat bukti tertulis. Mengingat fungsi notaris sebagai Pejabat Umum yang membuat alat bukti tertulis berupa akta autentik, keberadaan jabatan notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat luas. Dalam perkara perdata maupun pidana, tidak lepas dari pembuktian, menang atau kalahnya suatu perkara tergantung pada kebenaran bukti yang diajukan ke pengadilan. Semakin kuat buktinya, semakin kuat pula keyakinan hakim terhadap kebenaran kasus tersebut. Salah satu bentuk alat bukti dalam perkara adalah akta. Akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 5 Menurut Hasanudin Rahman, akta ialah suatu tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 6 Sebagai pejabat umum, notaris berperan penting dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta autentik yang dibuat oleh dan dihadapannya. Dapat dikatakan bahwa akta notaris merupakan alat bukti yang kuat dan apabila terjadi sengketa di Pengadilan akta notaris memberikan suatu pembuktian yang sempurna kecuali dapat dibutikan ketidakbenarannya, sehingga seperti yang disebutkan di dalam Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUHPerdata”) kepada para pihak yang membuatnya apabila terjadi sengketa terhadap akta tersebut maka akta tersebut bisa dibatalkan atau batal demi hukum. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya notaris berpedoman kepada peraturan perundang-undangan dan kode etik jabatan. Hal ini dilakukan untuk menghindari 1 Stephanie Maria Hasan, “Pembuatan Akta Notaris yang Memuat Keterangan Palsu (Studi Kasus Putusan Tanggal 20 Desember 2005 Nomor 01/B/Mj.PPN/2005)”, (Jakarta : Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, , 2012), hlm 1. 2 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007), hlm. 444. 3 Tan Thong Kie, Studi…, hlm. 162. 4 Sudarsono, Kamus Hukum , Cet. V, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 3. 5 Sudikno Mertukusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum , (Yogyakarta: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.151 6 Ahdiana Yuni Lestari dan Endang Heriyani, Dasar-Dasar Pembuatan Kontrak dan Aqad , (Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008), hlm. 24. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. permasalahan hukum yang akan timbul di kemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun akta yang dibuatnya. Akta atau surat yang autentik bisa dikatakan sebagai alat bukti yang paling sempurna. 7 Menjaga merahasiakan atau segala hal yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya sangatlah penting hal ini guna melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta tersebut. 8 Notaris merupakan profesi hukum yang mulia ( nobile officium ), disebut nobile officium karena profesi Notaris begitu erat kaitannya dengan profesi yang berkaitan dengan kemanusiaan. Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan, “akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.” Pejabat umum yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1868 tersebut adalah Notaris. Menurut Sudikno Mertokusumo, “Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau dminta oleh para pihak yang membuat akta”. 9 Pengertian Notaris di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut “UUJN”), berdasarkan Pasal 1 angka 1, “Notaris adalah, pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 UUJN, “Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang”. Dengan demikian arti kata autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 10 Notaris memiliki wilayah jabatan di seluruh provinsi yang merupakan tempat kedudukannya 11 , sedangkan daerah kerja PPAT ialah merupakan wilayah kerja dari suatu kantor pertanahan kabupaten/kotamadya. 12 Jika kita bandingkan antar keduanya, maka wilayah kerja notaris lebih besar dibandingkan dengan wilayah kerja PPAT. Selain itu Notaris dan PPAT diangakat oleh dua kementerian yang berbeda. Maka sering terjadi seorang Notaris yang telah bekerja untuk suatu wilayah kerja tertentu kemudian setelahnya diangkat pula menjadi PPAT tetapi di wilayah kerja yang berbeda dengan wilayah kerjanya sebagai Notaris. 7 Baharudin, “Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah”, Jurnal Hukum Universitas Bandar Lampung (2014), hlm. 2. 8 Habib Adji, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT , (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,, 2014), hlm. 12 9 Sudikno Mertokusumo, “Arti Penemuan Hukum bagi Notaris,” Majalah Renvoi Nomor 12 (3 Mei 2004), hlm. 49 10 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris , (Bandung: Refika Aditama, 2015), hlm. 6. 11 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris , UU No. 2 Tahun 2014, LN Nomor 2, TLN No. 5491, Ps. 18. 12 Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah , No. 37 Tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN No. 3746, Ps. 12 Ayat (1) dan Ps 12A. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. Meskipun dilakukan pengawasan oleh Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan, pelanggaran yang dilakukan Notaris dalam menjalankan jabatan dan profesinya masih sering terjadi. Dalam praktek ditemukan adanya Notaris yang melakukan penandatanganan di luar wilayah jabatannya berinisial A yang berkedudukan di Kabupaten Tangerang dan wilayah jabatannya meliputi Provinsi Banten. Dalam hal ini diketahui bahwa Notaris A telah melaksanakan penandatanganan akta di Kota Administrasi Jakarta Utara, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang merupakan diluar wilayah jabatannya. Diketahui bahwa Notaris tersebut menghadiri rapat umum pemegang saham salah satu kliennya yang dilaksanakan di kantor klien tersebut. Hal ini jelas melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf a UUJN. Dari pemaparan di atas, menunjukan bahwa terdapat suatu pelanggaran yang dilakukan notaris akibat adanya kelalaian dari notaris yang tidak memperhatikan wilayah jabatannya. Penulis merumuskan masalah dalam kasus ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana Akibat Hukum Terhadap Akta RUPS Yang Ditandatangani Diluar Wilayah Jabatan Notaris? 2. Bagaimana Tanggungjawab Notaris Yang Melakukan Penandatanganan Akta RUPS Di Luar Wilayah Jabatannya? ## B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan sumber data sekunder atau bahan pustaka yang mencakup bahan hukum primer dan sekunder.” 13 . Adapun alat pengumpulan data dalam artikel ini menggunakan studi dokumen dengan melakukan penelusuran bahan hukum sekunder di perpustakaan dan penelusuran melalui internet. Analisis data dalam penulisan artikel ini dilakukan mempergunakan metode analisis kualitatif. Hal ini dikarenakan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, sehingga data-data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan data-data kepustakaan. 14 ## C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Kasus ini bermula pada saat PT YY mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) terkait dengan jual beli saham. Tuan X selaku direksi PT YY meminta Notaris A, yang merupakan notaris langanan PT YY untuk menghadiri RUPS LB tersebut dan membuat Akta Berita Acara RUPS terkait. RUPS LB tersebut diketahui diadakan di tempat kedudukan PT YY, yaitu di Kota Administrasi Jakarta Utara. Notaris A merupakan notaris yang tempat kedudukannya di Kabupaten Tangerang dan memiliki wilayah jabatan di Provinsi Banten. Atas permintaan Tuan X, Notaris A datang menghadiri RUPS LB PT YY di kantor yang beralamat di Jakarta Utara. Notaris A ditemani salah seorang karyawannya turut hadir menyaksikan RUPS LB tersebut. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 2014), hlm.51. 14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji , Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.13. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. Setelah seluruh pihak yang berkepentingan hadir RUPS LB pun di mulai, Tuan X menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya RUPS LB tersebut. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan kepada seluruh peserta rapat Tuan X mempersilahkan Notaris A untuk melanjutkan rapat yaitu penandatanganan Akta yang telah disiapkan sebelumnya. Notaris A dibantu karyawannya nona B membacakan isi akta yang telah ia buat dan menjelaskan kepada para peserta rapat. Setelah para peserta rapat memahami isi akta dan menyetujuinya dilakukan penandatangan oleh para pihak yang berkepentingan. ## 1. Akibat Hukum Terhadap Akta RUPS Yang Ditandatangani Diluar Wilayah Jabatan Notaris Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik, sehingga akta autentik yang dibuat oleh notaris adalah akta yang dapat dipercaya 15 dan dapat digunakan sebagai alat bukti tertulis. Mengingat fungsi notaris sebagai Pejabat Umum yang membuat alat bukti tertulis berupa akta autentik, keberadaan jabatan notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat luas. Tugas dan kewenangan notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu sebagai berikut: 16 a. Membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang- undang. b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. c. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. d. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan/ e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta. g. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan. h. Membuat Akta risalah lelang. i. Membetulkan kesalahan penulisan dan/atau kesalahan pengetikan yang terdapat pada minuta akta yang sudah ditanda tangani, dengan: 1) Membuat berita acara (BA) serta memberikan catatan hal tersebut pada minuta akta asli. 15 Sudarsono, Kamus Hukum , Cet. V, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 3. 16 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Jabatan Notaris , UU No. 30 Tahun 2004, LN Nomor 117, TLN No. 4432 , Ps 15. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. 2) Menyebutkan nomor BA pembetulan dan tanggal, serta salinan tersebut dikirimkan ke para pihak. Alat bukti berdasarkan Pasal 1866 KUHPerdata terdiri dari bukti lisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Pasal 1867 KUHPerdata menyebutkan pembuktian dengan tulisan dapat berupa tulisan autentik dan tulisan dibawah tangan. Akta autentik merupakan alat bukti yang sempurna, yaitu apabila diajukan sebagai alat bukti dalam persidangan maka tidak diperlukan alat bukti pendukung lainnya. Dalam Pasal 1868 KUHPerdata dijelaskan yang dimaksud dengan “Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”. Berdasarkan ketentuan tersebut, sebuah akta dikatakan autentik apabila memenuhi persyaratan tersebut, yakni: 17 a. Akta dibuat oleh ( door ) atau dihadapan ( ten overstaan ) seorang Pejabat Umum, kata “dihadapan” menunjukan bahwa akta tersebut dibuat atas permintaan seseorang sedangkan “oleh” dikarenakan adanya suatu kejadian. b. Dibuat dan diresmikan dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dalam hal akta notaris maka harus memenuhi ketentuan dalam UUJN c. Pejabat umum yang dimaksud harus berwenang untuk membuat akta tersebut, berwenang dalam hal ini menyangkut jabatan dan jenis akta yang dibuat, hari tanggal pembuatan akta dan tempat dimana akta dibuat. Dalam hal notaris sebagai pejabat umum maka ia harus diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM dan telah disumpah. Akta yang dibuat Notaris mempunyai kekuatan hukum sempurna karena dibuat dalam bentuk akta auntentik dalam tataran hukum kenotariatan yang benar mengenai akta Notaris dan Notaris. Dalam pembuatan akta autentik, hal yang perlu diperhatikan adalah walaupun semua syarat dan unsur-unsur akta autentik telah terpenuhi, suatu akta autentik dapat dikatakan autentik jika akta tersebut sepanjang tidak ada orang atau pihak yang mempermasalahkan ke autentikan akta tersebut. 18 Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu akta dapat dibatalkan adalah: 19 1) Adanya kesalahan dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan Undang-undang; 2) Adanya kesalahan ketikan pada salinan akta Notaris; 3) Adanya kesalahan bentuk akta Notaris; Adanya kesalahan atas isi akta Notaris; 4) Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris dalam pembuatan akta. 17 Habib Adjie, Kebatalan…, hlm6 18 Cindy Amelia Iskandar, “Notaris Kota Tangerang Yang Melaksanakan Penandatanganan Akta Di Luar Wilayah Jabatan (Studi Kasus Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor 11/B/MPPN/XII/2018)”, Indonesia Notary, Vol. 2 No. 4 (2020): 137-138. 19 Cindy Amelia Iskandar, “Notaris…”, hlm. 138. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. Selain kewenangan yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notarsis terdapat kewenangan lainnya yang diatur dalam perundang-undang. Notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di wilayah jabatannya yang telah ditentukan dan ditetapkan. Khususnya pada Pasal 18 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa wilayah kerja/wilayah jabatan notaris meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Hal ini berarti notaris hanya berwenang untuk melakukan pembuatan akta sepanjang hal tersebut dilakukan di wilayah jabatannya, yang meliputi seluruh provinsi di tempat kedudukan notaris yang bersangkutan. Undang-Undang Jabatan Notaris juga menjelaskan mengenai larangan-larangan yang dimiliki oleh notaris, diantaranya: 20 a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah. c. Merangkap sebagai pegawai negeri. d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara. e. Merangkap jabatan sebagai advokat. f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta. g. Merangkap jabatan di luar tempat kedudukan Notaris h. Menjadi Notaris Pengganti. i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Berdasarkan uraian diatas maka akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris A yang penandatanganannya dilakukan di Kota Administrasi Jakarta Utara tetap memiliki kekuaran pembuktian sebagai akta autentik namum apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan mengajukan gugatan ke pengadilan, ketika hakim mengadili mendegradasi kekuatan pembuktian akta tersebut akibat adanya pelanggaran membuat akta tersebut menjadi akta dibawah tangan. Sebagai pejabat umum yang mendapatkan kewenangan dari negara sudah seharusnya notaris bertanggung jawab mengenai tugas dan kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang Jabatan Notaris dan juga Kode Etik Notaris. Dalam menjalankan tugas Notaris perlu memperhatikan aturan-aturan tersebut ## 2. Tanggung Jawab Notaris Yang Melakukan Penandatanganan Akta Di Luar Wilayah Jabatannya Didalam UUJN telah diatur mengenai tempat kedudukan dan wilayah kerja Notaris. Notaris tidak berwenang menjalankan tugas jabatannya di luar kedudukannya secara berturut-turut dan diluar wilayah jabatannya. Tempat kedudukan notaris diatur dalam Pasal 18 UUJN, yang menjelaskan bahwa notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah 20 Ibid., Ps 17 ayat (1). PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. kabupaten atau kota. dimaksud tempat kedudukan disini adalah notaris wajib membuka 1 (satu) kantor di daerah atau kota. Hal ini menegaskan walaupun notaris dipandang sebagai jabatan yang bebas tetapi memiliki batasan. 21 Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya, artinya notaris dapat membuat akta di luar tempat kedudukannya sepanjang masih berada pada provinsi yang sama. Notaris dilarang menjalankan jabatannya di luar wilayah jabatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UUJN yang yan mana atas pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi, berupa: 22 a. Peringatan tertulis; b. Pemberhentian sementara; c. Pemberhentian dengan hormat; atau d. Pemberhentian dengan tidak hormat. Akta Notaris yang ditandatangani diluar wilayah jabatan tidaklah sah kecuali, dalam keadaan darurat meliputi: a. Dalam kondisi nyawanya kritis/sekarat, akan meninggal dunia; b. Dalam keadaan bahaya, kecelakaan atau kapal laut mau karam; c. Dalam keadaan perang atau huru hara, dan lain lain. Bila terjadinya keadaan memaksa yang tidak dapat diprediksi oleh Notaris secara objektif, dan tidak dapat dihindarkan dengan usaha apapun juga, maka dapat dikatakan bahwa Notaris sama sekali tidak ada kesalahan, dan seharusnya ia dibebaskan dari pertanggung jawaban. Penandatanganan akta diluar wilayah jabatan bila ditemukan unsur kesengajaan, maka akta yang dibuat menjadi terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan. Notaris yang menandantangani akta diluar wilayah jabatannya adalah melawan hukum. Atas penandatanganan akta diluar wilayah jabatan tersebut apabila para pihak mengalami kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum Notaris maka Notaris bertanggunggugat untuk menggantikan biaya kerugian tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka, Notaris A yang berkedudukan di Kabupaten Tanggerang hanya memiliki kewenangan wilayah jabatan di seluruh Provinsi Banten. Sehingga perbuatannya yang melakukan penandatanganan akta di Kota Administrasi Jakarta Utara yang merupakan wilayah Provinsi DKI Jakarata sudah melampaui kewenangan terkait wilayah jabatannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Notaris A telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (1) huruf a UUJN Akibatnya Notaris A dapat dikenakan sanksi-sanksi sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 ayat (2) UUJN. Penerapan sanksi atas pelanggaran wilayah jabatan notaris dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris. Notaris juga dapat dikenakan sanksi perdata, administrasi dan kode etik notaris. Pertanggung jawaban 21 Sendy Melinda, Gunawan Djajaputra, “Pembuatan Akta Notaris Di Luar Wilayah Jabatannya Berdasarkn Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris”, Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 6, No. 7. (2021):3533-3534 22 Undang-Undang Jabatan Notaris, Op. Cit, Ps. 17 ayat (2). PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. atas pelanggaran Pasal 17 ayat (1) UUJN diatur dalam Pasal 84 dan 85 UUJN. Adapun bentuk pertanggung jawaban berupa: a. Sanksi Perdata Dalam Pasal 84 ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal yang tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainnya, yaitu: 1) Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan; dan 2) Akta Notaris menjadi batal demi hukum. b. Sanksi Administratif Diatur dalam Pasal 85 UUJN yang dapat berupa: 1) Teguran lisan. 2) Teguran tertulis. 3) Pemberhentian sementara. 4) Pemberhentian dengan hormat. 5) Pemberhentian tidak hormat. Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat, karena Notaris melanggar pasal 17 UUJN tersebut. ## D. Simpulan dan Saran Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Notaris A yang melakukan penandatanganan di luar wilayah jabatannya terbukti telah melanggar Pasal 17 ayat (1) UUJN dan juga melanggar Kode Etik Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf a, d dan m. Akibat pelanggaran yang dilakukan notaris dapat menyebabkan akta yang dibuatnya menjadi mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta dibawah tangan. Hal ini akan terjadi apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan mempermasalahkan terkait dengan penandatanganan akta tersebut yang dilakukan di luar wilayah jabatan Notaris A. Dalam hal ini Notaris A harus bertanggung jawab atas perbuatannya, bentuk tanggung jawab yang dapat dikenakan notaris yaitu tanggung jawab secara perdata dan administrasi. Pertanggungjawaban perdata dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, pertanggung jawaban administrasi dapat diberi sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat ## E. Ucapan Terimakasih Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kesehatan dan karunianya kepada penulis dapat menyelesaikan pengerjaan naskah jurnal ini. Penulis sadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun penyajian, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Mohamad Fajri Mekka Putra, S.H, M.Kn yang telah meluangkan waktu untuk membantu dengan membimbing penulis sehingga pembuatan jurnal ini selesai. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. ## F. Biodata Penulis Nevie Maharani Putri, S.H. merupakan mahasiswi semester akhir yang sedang menyusun penelitiannya dalam rangka meraih gelar Magister Kenotariatan dari Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sebelumnya penulis telah menyelesaikan Pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Trisakti pada tahun 2020 dengan program kekhususan Hukum Bisnis. PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. ## DAFTAR PUSTAKA ## A. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris , UU No. 30 Tahun 2004, LN Nomor 117, TLN No. 4432. ___________, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris , UU No. 2 Tahun 2014, LN Nomor 2, TLN No. 5491. __________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah , No. 37 Tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN No. 3746. ## B. Buku-Buku Ahdiana Yuni Lestari dan Endang Heriyani, Dasar-Dasar Pembuatan Kontrak dan Aqad, Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008. Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2015. Habib Adji, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta: Universitas Indonesia, 2014. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. V, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Sudikno Mertokusumo, “Arti Penemuan Hukum bagi Notaris,” Majalah Renvoi Nomor 12, 3 Mei 2004. Sudikno Mertukusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta: Citra Aditya Bakti, 1993. Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007. ## C. Jurnal Stephanie Maria Hasan, “Pembuatan Akta Notaris yang Memuat Keterangan Palsu (Studi Kasus Putusan Tanggal 20 Desember 2005 Nomor 01/B/Mj.PPN/2005)”, (Jakarta : Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, , 2012), hlm 1. Baharudin, “Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah”, Jurnal Hukum Universitas Bandar Lampung (2014), hlm. 2. Cindy Amelia Iskandar, “Notaris Kota Tangerang Yang Melaksanakan Penandatanganan Akta Di Luar Wilayah Jabatan (Studi Kasus Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor 11/B/MPPN/XII/2018)”, Indonesia Notary, Vol. 2 No. 4 (2020): 137- 138. Sendy Melinda, Gunawan Djajaputra, “Pembuatan Akta Notaris Di Luar Wilayah Jabatannya Berdasarkn Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas PALAR (Pakuan Law Review) Volume 08, Nomor 03, July-September 2022, Halaman 639-650 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : 10.33751/palar. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris”, Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 6, No. 7. (2021):3533-3534
c53c8ad7-d649-4287-b0bd-887d1453f794
http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/modeling/article/download/1488/876
## 179 MODELING : Jurnal Program Studi PGMI Volume 9, Nomor 4, Desember 2022; p-ISSN: 2442-3661; e-ISSN: 2477-667X, 179-189 ## STRATEGI PEMASARAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH ## ( PLUORETUS OSTREATUS ) TERHADAP PETANI DI DESA KLUMPANG KAMPUNG Raissa Amanda Putri 1 , Budi Askhori Sirait 2 , Audy Andini Lubis 3 , Agusni Firi Hasian Dalimunthe 4 , Jihan Fadhilah Taher 5 Universitas Islam Negeri Sumatera Medan e-mail : [email protected] ## Abstract This service in this paper was carried out in Klumpang Kampung Village, namely in Dusun V. This silver expanse district has many flat areas that are used as agricultural land by the local community. Many people here are farmers in an effort to earn an income. The targets for the participants of this service activity are farmer families with the profile: are small farmers, have a farming business on flat dry land, have no other job besides farming, live in the village where the activity is located, have strong motivation and intentions as well as the ability to improve agricultural productivity, and of course willing to be fostered and willing to follow and implement all programs consistently and responsibly. The beginning of the service activity was preceded by students seeing and paying attention to the mushroom cultivation process which the community explained in detail from beginning to end. One example is assisting in the manufacture of organic fertilizers and oyster mushroom cultivation in wood and polybag fermentation systems, as well as marketing management in an effort to assist farmers in developing income-generating profits from farming. The purpose of this community service is to increase family income in mushroom cultivation business by maximizing marketing in the market. The results of this community service show that the marketing statefi carried out can be said to be successful by looking at the results of demand in the market and the amount of income generated. The implementation of the marketing strategy carried out produces 15-20 kg of oyster mushrooms in a day, with an income profit of ± Rp. 300,000-400,000 per day after implementing the marketing strategy. Keywords : Strategy, Marketing, Mushroom Cultivation Strategi Pemasaran Budidaya Jamur Tiram Putih ( Pluoretus Ostreatus ) t erhadap Petani di Desa Klumpang Kampung 180 | MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 ## Abstrak Pengabdian dalam tulisan ini dilakukan di Desa Klumpang Kampung yakni di Dusun V. Kecamatan hamparan perak ini banyak memiliki daerah datar yang dijadikan lahan pertanian oleh masyarakat setempat. Masyarakat di sini banyak yang menjadi petani sebagai upaya untuk mencari penghasilan. Sasaran untuk peserta kegiatan pengabdian ini adalah keluarga petani dengan profil: merupakan petani kecil, mempunyai usaha tani di lahan kering datar, tidak ada pekerjaan lain selain bertani, berdomisili di desa lokasi kegiatan, memiliki motivasi dan niat yang kuat juga kemampuan untuk memperbaiki produktivitas pertaniannya, dan tentunya bersedia dibina dan bersedia mengikuti dan melaksanakan seluruh program secara konsisten dan bertanggung jawab. Awal kegiatan pengabdian didahului dengan mahasiswa melihat dan memperhatikan bagaimana proses budidaya jamur yang mana masyarakat menjelaskan dengan detail dari awal hingga akhir. Salah satu contohnya yaitu membantu pembuatan pupuk organik dan budidaya tanaman jamur tiram dalam sistem permentasi bahan kayu dan polybag, serta manajemen pemasaran dalam upaya membantu petani dalam mengembangkan profit pendapatan dari hasil bertani. Tujuan pengabdian masyarakat ini untuk meningkatkan pendapatan keluarga dalam usaha budidaya jamur dengan memaksimalkan pemasaran di pasar. Hasil pengabdian masyarakat ini, menunjukkan bahwa statefi pemasaran yang dilakukan dapat dikatakan berhasil dengan melihat hasil permintaan dipasar serta jumlah pendapatan yang dihasilkan. Pengimplementasian stategi pemasaran yang dilakukan menghasilkan 15-20 kg jamur tiram dalam sehari, dengan profit pendapatan ± Rp. 300.000-400.000 per-hari setelah menerapkan startegi pemasaran. Kata Kunci : Strategi, Pemasaran, Budidaya Jamur PENDAHULUAN Dalam pengembangan usaha di bidang hortikulturan adalah salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pihak pemerintah dalam meningkatkan kontribusi di sektor pertanian. Pengembangan komoditas horticultural merupakan penggerak suatu program diversifikasi, ekstensifikasi, intensifikasi, dan rehabilitas pertanian yang merupakan inti dari kegiatan pembangunan pertanian. (Budasi, Ambarawati dan Astati, 2014). Keberadaan jamur tiram sebagai salah satu jenis bahan pangan yang memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan. Jamur memiliki protein MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 | 181 nabati yang tiinggi, karbohidrat yang sebanding, serta kandungan lemaknya lebih rendah dari daging. Sehingga jamur tiram ini maerupakan pilihan alternatif yang cocok untuk dijadikan sbeagai menu makanan yang sehat. Namun mengingat bahwa pembudidayaan jamur tiram ini tidak terlalu besar, dan merupak usaha yang dikeloa oleh petani kecil, sehingga untuk cangkupan pemasarannya masih dalam kategori kecil. Jamur hanya sebatas dipasarkan kemasyarakat setempat dan daerah-derah yang tidak jauh dari desa tersebut. oleh karena itu, dilakukan upaya pengembangan pemasaran dengan menerapkan manajemen pemasaran dengan fokus pada perancangan stategi pemasaran jamur tiram. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, strategi adalah rencana yang cermat kegiatan untuk mencapai sasaran khusus mengenai (Departemem Pendidikan Nasional, KBBIPB, 2008). Sedangkan pemasaran merupakan proses, cara, perbuatan memasarkan suatu barang dagangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa strategi pemasaran merupakan bagian dari manajemen pemasaran. Manajemen pemasaran harus senantiasa juga harus diperhatikan dalam proses pembuatan rencana sampai dengan pelaksanaannya. Kotler dan Armstrong (Kotler dan Armstrong, 2008) mengatakan bahwa pemasaran merupakan analisis, perencanaan implementasi dan pengendalian dari berbagai program yang dirancang guna menciptakan, membangun, dan menjaga pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapa tujuan. Maka dapat dipahami bahwa manajemen pemasaran adalah sebagai analisis, perencanaan, penerapan serta pengendalian program yang disusun untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan penjualan yang menguntungkan dengan pasar sasaran guna mencapai tujuan. Strategi pemasaran juga diartikan serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapilingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. (Syafri Fadillah, 2021: 59) Konsep pemasaran mencakup: kebutuhan, keinginan, permintaan, ultitas dan kepuasan, pertukaran, transaksi dan hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Dapat dibedakan bahwa kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan merupakan suatu keadaan dimana dirasakannya ketidakpuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kemauan yang tinggi dengan sesuatu barang Strategi Pemasaran Budidaya Jamur Tiram Putih ( Pluoretus Ostreatus ) t erhadap Petani di Desa Klumpang Kampung 182 | MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 atau hal lainnya yang dibantu dengan mampu atau tidaknya untuk dibeli. Sedangkan permintaan adalah bentuk keiinginan akan produk yang digunakan dengan kemampuan dan kesediaan untuk membelinya. (Farida Yulianti, dkk, 2019) Macam-Macam Stretegi Pemasaran Stategi pemasaran yang digunakan dalam pengabdian masyarakat ini mencakup: 1. Strategi kebutuhan primer. Dimana strategi-strategi dalam pemasaran jamur tiram untuk merancang kebutuhan primer yaitu: a. Menambah jumlah pemakai b. Meningkatkan jumlah pembeli a. Strategi Kebutuhan Selektif. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah: 1) Mempertahakan pengguna yang sudah pernah membeli, dengan cara tetap dengan kualitas yang baik, menyederhanakan proses pembelian, maupun meningkatkan ketertarikan pelanggan dengan produk. 2) Menjaring pelanggan baru. Maksudnya yaitu mencari pelanggaran baru dengan mempromosikan produk, sehingga dapat manarik minat konsumen. Untuk Pemasaran ada enam konsep yang mana ini adalah awal pelaksanaan kegiatan pemasaran suatu organisasi, yakni: a. Konsep produksi b. Konsep produk c. Konsep Penjualan d. Konsep Pemasaran e. Konsep Pemasaran sosial f. Konsep pemasaran global Dalam memaksimalkan pemasaran kualitas produk sangat penting untuk diperhatikan. Maka dari itu, upaya pembudidayaan dilakukan dengan memperhatikan alat serta bahan yang digunakan untuk pembudidayaan. Dari hasil komunikasi interaksi, serta identifikasi terhadap persoalan apa yang sedang dihadapi oleh petani, maka salah satu bentuk kegiatan pengabdian masyarakat ini mengarah pada bagaimana stategi pemasaran jamur tiram sebagai upaya untuk meningkatan pemasaran atau penjualan jamur tiram. METODE PENELITIAN Pelaksanaan program pengabdian diawali dengan kegiatan sosialisasi kemudian dilanjutkan dengan komunikasi liner yang hanya melibatkan petani budidaya jamur dan pihak terkait lainnya. Pengenalan lebih jauh dilakukan terhadap pembudidayaan jamur tiram dengan melakukan wawancara untuk menemukan pokok permasalahan yang MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 | 183 sedang dihadapi oleh petani jamur tiram. Program pengabdian ini mencangkup praktek pembudidayaan jamur dan merancang strategi untuk meningkatkan pemasaran jamur tiram di lingkungan masyarakat. ## PEMBAHASAN Alat Dan Bahan Budidaya Jamur Tiram Alat : 1) Dandang 2) Kompor 3) Baglog 4) Tali plastik Bahan: 1) Serbuk kayu 2) Bibit jamur khusus 3) Dedak 4) Dulumit 5) Jagung giling kering 6) Pestisida lanat (vitamin jamur) 7) Air Proses Pembuatan Baglog sebagai Media Pertumbuhan Jamur Tiram Tahapan awal dalam budi daya jamur ini dimulai dari pembuatan baglog untuk tempat bertumbuhnya jamur. Hal pertama yang dilakukan adalah pengadonan atau pencampuran serbuk kayu rambung dengan sekam (dedak padi), jagung giling sebagai nutrisi, dan dulumit yang berguna menetralkan zat asam. Presentasi bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat dari serbuk kayu yang dipakai. Jika serbuk kayunya 15 goni (100 kg), maka dedaknya 50kg, lalu jagungnya 10 kg, dan dulumit 3 kg. setelah itu campur semua bahan dalam drum besar. Yang mana dalam drum bear tersebut kira-kira dapat menampung bahan 140 baglog. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah diairi. Air yang ada dalam drum tidak boleh terlalu banyak juga tidak boleh terlalu sedikit. Bisa dilihat jika bahan digenggam Minimal bisa menggumpal atau tidak pecah. Setelah itu bahan-bahan tersebut di peram selama 3 hari. Setelah peram dilakukan hal yang selanjutnya dilakukan adalah bahan-bahan tersebut dibungkus padat dalam baglog dibantu dengan alat pres yang ada. Setelah itu akan berlanjut ke tahap perebusan dimana seluruh baglog direbus/kukus selama 7 jam. Setelah perebusan selesai hal selanjutnya adalah didinginkan minimal 1 hari. Setelah seluruhnya dingin dengan sempurna bibit dapat dimasukkan. Setelah dimasukkan bibit baglog sudah dapat di fermentasikan minimal selama 1 bulan. Sesudah satu bulan berjalan baglog dapat dimasukkan ke tempat dimana kita melakukan budi daya. Strategi Pemasaran Budidaya Jamur Tiram Putih ( Pluoretus Ostreatus ) t erhadap Petani di Desa Klumpang Kampung 184 | MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 Gambar 1. Baglog media pertumbuhan Jamur Agar budidaya jamur ini bisa berhasil, kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Baglog jamur harus dihindari dari terkena sinar matahari secara langsung. Jika baglog terkena sinar matahari langsung maka dapat merusak lapisan miselium dan membuat jamur tidak tumbuh sama sekali. Tempat pembudidayaan jamur ini harus ditempat lembab, 2. Untuk tumbuh, Miselium membutuhkan udara yang cukup untuk dapat tumbuh dengan baik dan cantik. Kita harus senantiasa membuat ruangan budidaya mempunyai udara yang mengalir dengan baik. 3. Tanaman jamur tiram tidak dapat disiram menggunakan air yang deras. Miselium akan hancur jika terkena tetesan air yang terlalu kuat. Alat yang dapat digunakan adalah spray kabut dan disemprotkan dengan pelan. 4. Baglog yang dapat tumbuh harus cukup air namun juga tidak boleh mendapatkan air yang berlebihan juga. Maka dari itu air juga harus diatur. Baglog yang terlalu basah akan membuat lumut hijau bisa tumbuh dan merusak seisi baglog. Baglog yang sudah rusak tidak bisa digunakan lagi dan kita harus membuat baglog dari awal kembali. Proses Pembudidayaan Jamur Tiram Setelah melakukan proses membuat baglog yang sudah disebutkan diatas maka kita akan menunggu ada miselium yang tumbuh. Jika miselium sudah menutup sempurna. Pada bagian depan baglog sudah dapat dipotong. Namun sebelum itu harus dilihat dahulu miseliumnya lengket atau tidak karena jika lengket harus ditunggu terlebih dahulu sebelum dipotong. Selama menunggu, selama itulah harus terus disiram agar tidak lagi lengket ke plastik baglog. Jika miselium sudah tidak lengket baglog sudah dapat dipotong lagi untuk penumbuhan jamurnya. MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 | 185 Gambar 2. Jamur Mulai Tumbuh pada Baglog Jamur dapat tumbuh setelah 10- 15 hari kemudian. Perlu diketahui, dari proses panen hingga akhir produksi jamur di baglog subur dan bagus ini minimal 4 bulan. Jika baglog berproduksi lebih dari 4 bulan maka kualitas jamur akan berkurang. Jamur yang bisa dihasilkan dalam satu tungkul perminggu adalah 1 ons hingga satu 1 1/2 ons. Jika dikumpulkan dalam sebulan satu baglog dapat menghasilkan 1 kg jamur. Dan jika digabungkan seluruhnya dalam satu hari dapat memproduksi Minimal 10 kg perhari. Dapat diperhatikan sebelumnya cuaca yang ada didalam tempat pembudidayaan jamur haruslah diatur sedemikian rupa agar semua jamur tumbuh dengan baik dan cantik. Pemanenan 1. Waktu panen jamur tiram yang baik Waktu saat panen jamur tiram memang harus dipilih hati-hati. Memanen jamur bisa dilakukan 5 sampai 7 hari setelah bagian bakal jamur mulai keluar. Diusahakan jamur tidak terlambat untuk dipanen, karena warna jamur akan berubah menjadi kuning dan tidak bagus lagi bentuknya. Hal yang seperti ini akan mengurangi harga jual jamur yang dipanen. 2. Memilah jamur tiram yang baik dan layak untuk dipanen Tidak semua jamur tiram bisa langsung dipanen. Sebelum itu, Pastikan jamur tiram yang akan dicabut sudah matang dan punya kualitas yang baik. 3. Menyayat jamur dengan baik Untuk dapat memanen jamur tiram dengan baik, sayat jamur tiram pada bagian pangkal batangnya. Untuk menyayat jamur tiram ini, dapat dilakukan dengan pisau cutter atau pisau yang tajam. Juga siapkan tempat atau wadah untuk meletakkan jamur yang sudah dipanen 4. Membersihkan jamur tiram setelah dipanen Setelah berhasil dipanen, jangan lupa bersihkan media tanam jamur yang masih menempel. Pembersihan ini sebaiknya tidak dilakukan di area tempat budidaya agar tidak ada pembusukan di sisa-sisa jamur yang menyebabkan Strategi Pemasaran Budidaya Jamur Tiram Putih ( Pluoretus Ostreatus ) t erhadap Petani di Desa Klumpang Kampung 186 | MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 tumbuhnya hama ulat dan menghambat pertumbuhan jamur setelahnya 5. Membuat kemasan jamur tiram dengan baik Setelah selesai dipanen dan dibersihkan, jamur tiram harus dikemas dengan baik. Pengemasan ini harus dilakukan dengan hati- hati dan rapi agar tidak ada bagian jamur yang terlipat. Plastik kemasan juga jangan dibiarkan terlalu menggembung karena gas yang dikeluarkan jamur tiram bisa membuat plastik menjadi mengencang. Kita harus memberikan sedikit ruang pada kemasan untuk gas yang keluar dari jamur. Gambar 3. Jamur Siap Panen Strategi Pemasaran Dalam setiap proses jual beli ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Selain dari proses produksi yang ada, kita juga tidak boleh menomorduakan proses pemasaran. Kemana sajakah produk atau dalam hal ini jamur dapat didistribusikan, bagaimana agar semua jamur laku terjual. Maka strategi pemasaran adalah kuncinya. Jikalau tidak dibarengi dengan usaha dalam memasarkan maka produk kita tidak akan terkenal dikhalayak ramai dan bakal membuat usaha kita jadi tidak naik penghasilannya. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk membuat strategi pemasaran adalah sebagai berikut: 1. Pertama yang harus kita tentukan adalah target pasar yang ingin kita bidik. Target pasar yang akan dijajaki untuk memasarkan produk kita pastinya harus dimulai dari lingkungan terkecil lebih dahulu. Salah satunya adalah tetangga atau keluarga dekat kita. dari sana juga kita bisa menanyakan kira-kira apa yang harus diperbaiki kedepannya untuk kualitas jamurnya. Setelah sudah banyak didapatkan pelanggan dari tetangga ataupun keluarga dekat melalui mulut ke mulut tetangga maka akan lebih besar lagi ruang kita dapat memasarkan jamur. Banyak orang yang mungkin jamur itu untuk langsung dikonsumsi dan ada pula yang membuka usaha olahan jamur agar bisa menghasilkan penghasilan yang lain. Selain itu kita dapat memasarkannya kepada pasar-pasar terdekat. Kita harus MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 | 187 pertahankan kualitas jamur yang ditawarkan. Karena memasarkan jamur dalam keadaan segar, maka sebisa mungkin jaga kualitas jamur agar tetap prima sampai ke tangan konsumen. 2. Pengemasan yang menarik guna menarik minat pelanggan sebagai bentuk strategi pemasaran. Membuat kemasan yang menarik dan unik merupakan salah satu strategi pemasaran. Karena dengan menggunakan kemasan dapat membedakan produk satu dengan produk lainnya. Dalam pembuatan kemasan dapat dilakukan dengan memberikan label yang mungkin berupa logo atau nama produk jamur yang dipasarkan. Tak hanya untuk membuat produk jamur semakin dikenal, kemasan ini dapat menarik konsumen dan membangun branding yang kuat, dan juga pengemasan yang baik akan membantu kualitas jamur. 3. Mengawasi stok atau persediaan jamur Penting bagi kita sebagai penjual jamur untuk menjaga kestabilan persediaan jamur yang akan dipasarkan. Oleh sebab itu lakukan penjadwalan dalam membudidayakan jamur sehingga persediaan jamur mumpuni dan seimbang dengan permintaan pembeli. Strategi pemasaran yang dilakukan tidak hanya dalam bentuk jamur tiram yang siap diolah, namun juga memasarkan bibit jamur tiram ke masyrakat atau petani yang masih dalam tahap sebagai pemula dalam pembudidayaan jamur. Pemanenan jamur per-harinya menghasilkan minimal 10 kg dan sudah memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen. Setelah dilakukan upaya peningkatan pemasaran terhadap jamur tiram, permintaan dipasar meningkat sehingga untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari konsumen, dibutuhkan minimal 15- 20 kg per-hari. Permintaan yang meningkat tentu menambah sumber pendapatan petani sehingga dapat mengembangkan uhasa pembudidayaan jamur tiram. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah permintaan dipasar dan jumlah pendapatan yang dihasilkan menunjukkan bahwa strategi perencanaan yang dilakukan dapat dikatakan berhasil. Dari segi jumlah permintaan meningkat, dari 10 Kg/hari menjadi 15-20 Kg/hari. Sedangkan Jumlah Pendapat Rp. 3.000.000 per- bulan setelah dipotong biaya perawatan menjadi Rp. 4.000.000 per-bulan setelah dikurang biaya perawatan selama pembudidayaan jamur. Strategi Pemasaran Budidaya Jamur Tiram Putih ( Pluoretus Ostreatus ) t erhadap Petani di Desa Klumpang Kampung 188 | MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 ## SIMPULAN Berdasarkan hasil dilapangan, menunjukkan bahwa dalam mempertahankan kualitas jamur, banyak hal serta tahapan yang penting untuk diperhatikan. Prosedur pada pembudidayaan mempengaruhi kualitas jamur yang dihasilkan. Kualitas jamur yang baik tentu akan mempengaruhi tingkat permintaan serta menarik minta pelanggan. Setalah dilakukan upaya dalam meningkatan pemasaran, permintaan konsumen serta pendapatan petani meningkat. Dapat dilihat bahwa penghasilan jamur perhari sebanyak 10 kg sudah mencukupi permintaan di pasar, setelah dilakukan upaya strategi pemasaran guna meningkatkan permintaan konsumen, per-harinya dibutuhkan ± 15-20 kg per-hari untuk memenuhi permintaan pelanggan, sehingga pendapatan pun meningkat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, bahwa profit pendapat sebelumnya menghasilkan Rp. 3.000.000 per-bulan setelah dipotong biaya perawatan jamur. Kemudian meningkat menjadi Rp. 4.000.000 per- bulan setelah di kurangi biaya perawatan pembudidyaan jamur. Dari peningkatan tersebut, petani merasa terbantu dari segi ekonomi. ## DAFTAR PUSTAKA Budasih, NL. Ambarawati, IGAA. dan Astiti, S. NW. 2014. Strategi Pemasaran Produk Olahan Jamur Tiram pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Spora Bali. Jurnal Manajemen Agribisnis. Program Studi Magister Agribisnis. Program Pascasarjana Universitas Udayana Bali Departemen Pendidikan Nasional. 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum Fadillah, Syafri Marpaung. 2021, Sosiologi Ekonomi Suatu Pengantar Manajemen Bisnis, Medan, Yayasan Fadillah Malay Islami Kotler & Armstrong, 2008, Prinsip- Prnsip Pemasaran, Terjemahan. Edisi 12, Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta. MODELING, Volume 9, Nomor 4, Desember 2022 | 189 Yulianti, Farida, dkk, 2019, Manajemen Pemasaran. Yogyakarta : Cetakan pertama, Deepublish Publisher
4d432522-5d22-4988-b422-2e62362036dd
http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/ma/article/download/363/366
## PENDAHULUAN Pembenihan udang dalam kegiatan proses produksi benih udang memanfaatkan beberapa jenis pakan alami antara lain cacing laut, kekerangan, dan cumi-cumi. Jenis- jenis pakan alami tersebut diperoleh dari penangkapan di alam. Pemanfaatan pakan alami tersebut disebabkan kandungan gizi yang terkandung di dalamnya dipercaya dapat menstimulasi sistem bioreproduksi udang. Di antara jenis pakan alami tersebut yang paling berperan penting dalam bioreproduksi udang adalah cacing laut. Cacing laut bagi kebanyakan orang merupakan binatang yang menjijikkan, namun di balik semua itu ternyata cacing laut mempunyai keunggulan dan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi induk udang (Yuwono, 2005). Keberhasilan cacing laut sebagai pakan alami induk udang telah banyak diteliti khususnya dalam proses pematangan gonad dan pemijahan induk udang (Wouters et al ., 2001; Coman et al ., 2007; Meunpol et al. , 2007; Kian et al ., 2004; Nguyen et al ., 2011). Produksi benih udang selama ini dihasilkan dari pembenihan udang yang tersebar di pusat-pusat pembenihan baik skala besar maupun skala kecil. Kegiatan produksi benih ini menggunakan beberapa jenis pakan alami baik untuk induk dan naupli. Salah satu jenis pakan alami yang banyak digunakan sebagai pakan induk udang adalah cacing laut. Di habitat aslinya cacing laut sebenarnya mempunyai fungsi yang penting. Dalam rantai makanan cacing laut merupakan pakan alami bagi hewan-hewan air yang ada di lingkungannnya misalnya udang dan ikan. Selain itu, cacing laut dalam bidang ekologi dapat juga dijadikan bioindikator kualitas perairan (Tomassetti & Porrello, 2005). Walaupun demikian cacing laut yang berasal dari alam mempunyai risiko membawa penyakit dan zat-zat toksik berbahaya yang dapat menular ke induk udang (Vijayan et al ., 2005; Morales et al ., 2008). Oleh karena itu, diperlukan budidaya cacing laut, karena dengan budidaya lingkungan dapat dikontrol sehingga produk hasil budidaya lebih aman dibandingkan dengan hasil penangkapan di alam. Untuk menuju budidaya tentunya diawali dari pengenalan spesies yang mungkin dapat dibudidayakan. ## MENGENAL JENIS-JENIS CACING LAUT DAN PELUANG BUDIDAYANYA UNTUK PENYEDIAAN PAKAN ALAMI DI PEMBENIHAN UDANG Rasidi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: rasidi_clp @yahoo.com ## ABSTRAK Cacing laut merupakan salah satu jenis pakan alami yang banyak digunakan sebagai pakan induk udang di pembenihan udang. Jenis-jenis cacing laut yang dimanfaatkan sebagai pakan alami induk udang di pembenihan udang antara lain dari famili Nereidae dan Eunicidae. Famili Nereidae terdiri atas Nereis sp., Namalycastis, Perinereis nuntia. Famili Eunicidae terdiri atas Marphysa sp.-1, dan Marphysa sp.-2. Berbagai jenis cacing laut tersebut mempunyai nama lokal yang berbeda-beda di beberapa wilayah seperti di Kabupaten Serang, Cilacap, Situbondo, dan Barru. Masyarakat setempat memperoleh cacing laut tersebut dari penangkapan di alam antara lain di kawasan mangrove, tambak, dan pantai. Pembenihan udang sebagai pengguna sangat mengharapkan cacing laut dapat dibudidayakan sehingga kebutuhan pakan alami tidak tergantung dari hasil penangkapan saja. Pembenihan udang telah siap menerima produksi cacing laut dari hasil budidaya jika cacing laut berhasil dikembangkan, hal ini menjadi peluang pasar yang menjanjikan sehingga potensi dan peluang sebagai salah satu komoditas penting untuk memenuhi kebutuhan pakan alami dalam industri akuakultur terpenuhi. KATA KUNCI : cacing laut, induk udang, pakan alami, dan pembenihan udang ## Media Akuakultur Volume 8 Nomor 1 Tahun 2013 Tulisan ini bertujuan untuk mengenal beberapa jenis cacing laut yang dimanfaatkan di pembenihan udang. Dalam tulisan ini juga akan disajikan potensi budidaya dan perkembangan budidaya cacing laut di luar negeri yang sudah dikerjakan dan berkembang pada skala industri. ## Jenis-jenis Cacing Laut Cacing laut termasuk dalam filum Annelida kelas Polychaeta (Fauchald, 1977). Polychaeta berasal dari bahasa latin yang terdiri atas Poly dan chetae, poly artinya banyak sedangkan chetae merupakan bagian yang menyerupai rambut yang terletak di pinggir kanan dan kiri badan cacing. Ciri khas dari Polychaeta adalah banyaknya chetae yang terlihat seperti kaki-kaki di seluruh badannya. Anggota filum Annelida yang telah teridentifikasi sekitar 9.000 spesies dan sebagian besar terdiri atas Polychaeta sebanyak 8.000 spesies. Karena banyaknya spesies Polychaeta sehingga untuk membedakannya diperlukan keahlian antara spesies yang satu dengan yang lainnya. Bagian-bagian badan utama cacing laut pembeda famili dan genus adalah prostomium , peristomium , farink , parapodia , dan setae . Morfologi umum cacing laut terdiri atas kepala, badan, dan ekor (Fauchald, 1977) disajikan pada Gambar 1. Cacing laut yang dimanfaatkan di beberapa daerah sentra pembenihan udang ternyata mempunyai jenis yang berbeda-beda. Secara umum masyarakat mengenal cacing laut dengan nama lokal masing-masing daerah. Sebagian masyarakat mengenal cacing laut semua jenis dengan nama cacing Nereis. Walaupun jika ditelusuri lebih lanjut cacing laut dari beberapa daerah tersebut ternyata mempunyai nama ilmiah yang berbeda. Jenis-jenis yang dimanfaatkan sebagai pakan alami induk udang antara lain dari famili Eunicidae dan Nereidae . Famili Eunicidae terdiri atas Marphysa sp.-1, Marphysa sp.-2, dan Marphysa sanguinea Famili Nereidae terdiri atas Nereis sp., Namalycastis sp., Perinereis nuntia (Rasidi, 2012). Jenis-jenis cacing laut yang ditemukan di beberapa pusat pembenihan udang di Kabupaten Serang, Cilacap, Situbondo, dan Barru disajikan pada Gambar 2–7. Cacing Nereis sp. lebih banyak dikenal masyarakat lokal dan dijadikan nama umum untuk semua jenis cacing laut yang dimanfaatkan di pembenihan udang, walaupun setelah diidentifikasi nama ilmiah cacing laut tersebut belum tentu Nereis sp. Hal ini wajar karena sangat sulit membedakan jenisnya secara visual, untuk membedakannya harus dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop dan keahlian identifikasi. ## Potensi dan Status Budidaya Cacing Laut di Indonesia Cacing laut sebenarnya mempunyai potensi untuk dibudidayakan di Indonesia. Potensi tersebut dapat dilihat dari banyaknya pembenihan udang yang memanfaatkannya sebagai pakan induk di beberapa sentra pembenihan udang di Indonesia antara lain di wilayah Kabupaten Serang, Cilacap, Situbondo, dan Barru (Rasidi, 2012). Cacing laut tersebut ternyata masih harus didatangkan dari luar daerah masing-masing misalnya pembenihan udang di Situbondo memperoleh cacing laut dari penangkap lokal dari Situbondo, Banyuwangi, dan Tuban. Pembenihan udang di Cilacap harus dikirim juga dari Tuban. Pembenihan udang di Gondol juga mendapatkan cacing laut dari Banyuwangi. Hal ini disebabkan belum adanya penangkap cacing di Sumber: Fauchald (1977). Gambar 1. Morfologi cacing laut Polychaeta a = Kepala b = Tubuh c = Ekor Mengenal jenis-jenis cacing laut dan peluang budidayanya .... (Rasidi) Gambar 5. Perinereis nuntia (skala 1 cm) (a); morfologi kepala Perinereis nuntia (20x) (b) Gambar 2. Marphysa sp.-1 (skala 1 cm) (a); morfologi kepala Marphysa sp .-1 (20x) (b) Gambar 3. Marphysa sp.-2 (skala 1 cm) (a); morfologi kepala Marphysa sp .-2 (20x) (b) Gambar 4. Marphysa sanguinea (skala 1 cm) (a); morfologi kepala Marphysa sanguinea (20x) (b) a a a a b b b b masing-masing wilayah. Keadaan ini sebenarnya menjadi peluang pemasaran produk cacing laut hasil budidaya ke depan. Jika di luar negeri saja cacing laut dapat dikembangkan kemungkinan besar di Indonesia juga dapat dibudidayakan. Pembenihan udang akan siap menerima produksi hasil budidaya cacing laut ini jika dapat dikembangkan di Indonesia. Jika dilihat dari permintaan pasar, pembenihan udang yang tersebar di wilayah di Jawa maupun luar Jawa selama ini banyak yang memanfaatkannya sebagai salah satu pakan alami untuk induk udang. Selain untuk pakan induk udang, cacing laut juga dapat dimanfaatkan sebagai umpan memancing. Berdasarkan hasil survai di Serang, Banten pedagang cacing laut dapat menjual cacing laut berkisar 10-20 botol pada hari-hari biasa jika pada akhir pekan akan lebih banyak lagi. Harga cacing laut untuk umpan memancing sebesar Rp 5.000,-/botol. Jika dalam satu hari dapat menjual cacing laut sebanyak 10 botol dapat terkumpul Rp 50.000,-/hari. Hal ini dapat dijadikan peluang pekerjaan cukup bagus. Harga cacing laut di beberapa daerah sentra pembenihan udang di Serang, Cilacap, Situbondo, dan Baru berkisar Rp 22.000,- – Rp 50.000,- dengan rata-rata Rp 32.315,-/ kg (Rasidi, 2012). Harga cacing laut dari penangkapan di alam masih jauh lebih murah, jika dibandingkan dengan harga cacing laut hasil budidaya harganya mencapai US$ Gambar 6. Namalycastis sp. (skala 1 cm) (a); morfologi kepala Namalycastis sp. (20x) (b) Gambar 7. Nereis sp. (skala 1 cm) (a); morfologi kepala Nereis sp. (20x) (b) Gambar 8. Lokasi penangkapan cacing laut (a) dan pemanfaatan cacing sebagai umpan memancing (b) a a a b b b 40 (Anonim, 2007). Tingginya harga cacing laut produksi budidaya tersebut disebabkan sudah ada jaminan bebas penyakit. Pemenuhan kebutuhan pakan alami untuk pakan benih ikan dan udang di Indonesia seperti halnya Artemia yang masih harus diimpor dari luar negeri, impor cacing laut juga sudah mulai merambah negeri ini, walaupun jumlahnya masih relatif kecil. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya pada tahun 2012 impor cacing laut beku ( frozen Polychaeta ) sebesar 2.550 ton dengan nilai US$ 17.973,80 (Anonim, 2012). Hal ini menunjukkan cacing laut telah menjadi salah satu komoditas penting di dalam dunia akuakultur sehingga harus impor dari luar negeri. Impor cacing laut dilakukan karena di Indonesia budidaya cacing laut belum berkembang. Kendala budidaya cacing laut di Indonesia belum berkembang antara lain cacing laut belum dianggap sebagai komoditas penting sehingga perhatian akan komoditas ini juga belum ada. Akibatnya data produksi cacing laut hasil penangkapan di beberapa sentra pembenihan udang juga tidak terekam dengan baik, walaupun data-data hasil penangkapan tersebut sangat penting untuk menentukan status produksi cacing laut ke depan. Berbeda dengan budidaya cacing tanah yang telah berkembang, budidaya cacing laut di Indonesia masih pada taraf penelitian. Penelitian budidaya cacing laut sebenarnya juga telah dirintis di Indonesia sejak tahun 2000-an. Pembenihan cacing laut jenis cacing lur ( Dendronereis pinnaticirris ) telah berhasil dilakukan (Yuwono et al., 2002; Yuwono, 2003). Penelitian dari berbagai aspek budidaya untuk jenis-jenis cacing laut yang lain, yang dimanfaatkan di pembenihan udang di masing-masing daerah masih sangat diperlukan sehingga budidaya cacing laut dapat berkembang di Indonesia sebagai salah satu upaya penyediaan pakan alami untuk induk udang. ## Perkembangan Budidaya Cacing Laut Skala Industri Secara umum beberapa jenis cacing laut telah berhasil dikembangkan skala industri di beberapa negara, misalnya Nereis sp. telah berhasil dibudidayakan oleh perusahaan Sea Bait Ltd. (Inggris) yang telah mengembangkannya sejak tahun 1985. Di Inggris telah berhasil mengembangkan budidaya Nereis virens skala massal. Budidaya dilakukan di ruangan (indoor) dan outdoor untuk pembesaran secara intensif dengan menggunakan sistem teknologi resirkulasi (Gambar 8a-c) dan pengemasan telah dilakukan untuk dikirim ke konsumen di berbagai negara (Gambar 9). Jika di luar negeri cacing laut dapat dikembangkan kemungkinan besar di Indonesia juga dapat dibudidayakan. ## KESIMPULAN Jenis-jenis cacing laut yang dimanfaatkan sebagai pakan induk terdiri atas 2 famili dan 6 jenis. Semua jenis tersebut telah dimanfaatkan sebagai salah satu pakan alami untuk induk udang di pembenihan udang. Cacing laut mempunyai potensi untuk dikembangkan melalui budidaya. Cacing laut masih memerlukan berbagai penelitian untuk menuju budidayanya di Indonesia seperti yang telah dikembangkan Gambar 9. Budidaya cacing laut dapat dilakukan di skala ruangan tertutup ( indoor ) (1); dengan menggunakan rak- rak (2); dan di luar ruangan terbuka ( outdoor ) (3) Gambar 10. Jenis cacing laut Nereis virens (1) yang sudah dibudidayakan skala massal (2) dan cacing dalam kemasan (3) 1 2 3 di luar negeri. Budidaya cacing laut dapat dijadikan salah satu alternatif peluang penelitian dan usaha yang masih terbuka lebar untuk penyediaan pakan alami di pembenihan udang. ## DAFTAR ACUAN Anonim. 2007. Polychaetes: SPF super worms. Feed Technology Update , 2(1): 41. Anonim. 2012. Statisik impor pakan perikanan budidaya tahun 2012. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (tidak dipulikasi). Coman, G.J., Arnold, S.J., Callaghan, T.R., & Preston, N.P. 2007. Effect of two maturation diet combinations on reproductive performance of domesticated Penaeus monodon. Aquaculture , 263: 75-83. Fauchald, K. 1977. The Polychaeta worms definition and keys to the orders, famili and genera. Natural History Museum. Los Angeles, 198 pp. Kian, A.Y.S., Mustafa, S., & Rahman, R.A. 2004. Broodstock condition and egg quality in tiger prawn, Penaeus monodon, resulting from feeding bioencapsulated live prey. Aquaculture International , 12: 423-433. Meunpol, O., Iam-Pai, S., Suthikrai, W., & Piyatiratitivorakul, S. 2007. Identification of progesterone and 17á hydroxyprogesterone in polychaetes ( Perinereis sp.) and the effects of hormone extracts on penaeid oocyte development in vitro. Aquaculture, 270: 485-492. Morales-Caselles, C., Ramos, J., Riba, I., & DelValls, T.Á. 2008. Using the polychaete Arenicola marina to determine toxicity and bioaccumulation of PAHS bound to sediments. Environmnetal Monitoring Assessment , 142: 219-226. Nguyen, B.T., Koshio, S., Sayikama, K., Ishikawa, M., Yokoyama, S., & Kader, M.A. 2011. Effects of polychaete extracts on reproductive performance of kuruma shrimp, Marsupenaeus japonicus Bate.-Part II. Ovarian maturation and tissue lipid compositions, Aquaculture, doi: 10.1016/j.aquaculture.2011.11.038. Rasidi. 2012. Pertumbuhan, sintasan, dan kandungan nutrisi cacing Polychaeta Nereis sp. yang diberi jenis pakan berbeda dan kajian pemanfaatan Polychaeta oleh masyarakat sebagai pakan induk di pembenihan udang. Tesis. Fakultas MIPA Program Pascasarjana Biologi. Universitas Indonesia. Depok. Tomassetti, P. & Porrello, S. 2005. Polychaetes as indicators of marine fish farm organic enrichment. Aquaculture International, 13: 109-128. Vijayan, K.K., Stalin Raj, V., Balasubramanian, C.P., Avalandi, S.V., Thillai Sekhar, V., & Santiago, T.C. 2005. Jurnal Diseases of aquatic organisms, 63: 107-111. Wouters, R., Lavens, P., Nieto, J., & Sorgeloos, P. 2001. Penaeid shrimp broodstock nutrition: an updated review on research and development. Aquaculture, 202: 1-21. Yuwono, E., Haryadi, B., Susilo, U., Sahri, A., & Sugiharto. 2002. Fertilisasi serta pemeliharaan larva dan juvenil sebagai upaya pengembangan teknik budidaya cacing lur. Biosfera, 19(3): 20-26. Yuwono, E. 2003. Studi aspek fisiologi untuk aplikasi dalam budidaya cacing lur ( Nereis sp.). Sains Akuatik , hlm. 66-74. Yuwono, E. 2005. Kebutuhan nutrisi Crustacea dan potensi cacing lur ( Nereis , Polychaeta) untuk pakan udang. Jurnal Pembangunan Pedesaan , V(1): 42-49.