id
stringlengths
36
36
url
stringlengths
46
109
text
stringlengths
5k
1.51M
2963b58b-c2d2-4fa4-bd17-1dfefffb3a19
http://ejournal.sisfokomtek.org/index.php/jpkm/article/download/558/425
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 ## Penerapan Strategi Digital Marketing UMKM RM Pangek Ombilin dan Ikut Dalam Penjualan Secara Digital Melalui Mitra GoFood dan ShopeeFood 1) Fiolitha Alfinda, 2) Hery Haryanto 1,2) Program Studi Manajemen, Bisnis dan Manajemen, Universitas Internasional Batam, Indonesia Email: 1 [email protected]* ## I. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini telah menunjukkan kemajuan yang besar. Terdapat berbagai hal dari sektor kehidupan telah mengalami kemajuan akibat dari perkembangan teknologi ini sendiri. Kehadiran teknologi memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai sektor, aspek dan dimensi. Demikian halnya dengan teknologi dan komunikasi yang merupakan perangkat keras dalam struktur organisasi yang dapat menunjang individu untuk dapat mengumpulkan, memproses dan saling tukar informasi (Sari et al., 2022). Salah satu sektor yang selama ini menjadi penunjang ekomoni negara Indonesia dan kekuatan ekonomi daerah adalah kehadiran pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pada saat ekonomi dunia dan Indonesia mengalami resesi, pelaku UMKM tidak terlalu memiliki dampak negatif resesi ekonomi tersebut, bahkan sebagian besar pelaku ## INFORMASI ARTIKEL A B S T R A K Kata Kunci: Digital Marketing Food Delivery UMKM Salah satu sektor yang menjadi penunjang ekonomi negara Indonesia dan kekuatan ekonomi daerah adalah kehadiran pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). UMKM merupakan salah satu pilar penyangga pertumbuhan ekonomi di Indonesia. RM Pangek ombilin merupakan salah satu yang merupakan UMKM yang bergerak dibidang kuliner. RM Pangek Ombilin sampai saat ini sudah berbagai macam cara dilakukan dalam meningkatkan omset penjualan, akan tetapi peningkatan yang diharapkan masih belum dapat dicapai. Tujuan dilakukannya kegiatan pengabdian ini adalah mengimplementasiokan penerapan strategi digital merketing dan mendaftarkan Rumah Makan Padang Pangek Ombilin dalam aplikasi online food delivery seperti GoFood dan ShopeeFood. Metode yang digunakan pada kegiatan ini yaitu observasi, wawancara dan melakukan pelatihan atau pendampingan selama proses kegiatan. Seperti yang kita ketahui bahwa aktif dalam pemanfaatan digital di zaman sekarang sudah bisa lebih berkembang dan bersaing serta mengikuti perkembangan zaman yang sudah canggih dan serba online serta tidak perlu takut akan persaingan dengan Rumah Makan Padang yang berada disekitaran lokasi. ## A B S T R A C T Keywords: Digital Marketing Food Delivery MSMEs One of the sectors that supports the Indonesian economy and regional economic strength is the presence of micro, small and medium enterprises (MSMEs). MSMEs are one of the pillars supporting economic growth in Indonesia. RM Pangek Ombilin is one of the MSMEs engaged in the culinary field. Until now RM Pangek Ombilin has carried out various ways to increase sales turnover, but the expected increase has not been achieved. The purpose of this community service activity is to implement the digital marketing strategy and register the Padang Pangek Ombilin Restaurant in online food delivery applications such as GoFood and ShopeeFood. The methods used in this activity are observation, interviews and conducting training or mentoring during the activity process. As we know, being active in digital utilization today can be more developed and competitive and keep up with the times that are sophisticated and all online and you don't need to be afraid of competition with Padang Restaurants around the location. This is an open access article under the CC–BY-SA license. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 UMKM tetap dapat berkembang dalam menunjang kemajuan perekonomian nasional (Febriyantoro & Arisandi, 2018). UMKM merupakan salah satu pilar penyangga pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data dari Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia menunjukkan bahwa sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto/PDB dan mampu menyerap tenaga kerja yang sangat banyak. Terutama Usaha Mikro Kecil (UMK) yang mendominasi perekonomian yang ada di Indonesia. Menurut BPS jumlah UMK di Indonesia mencapai lebih dari 26 juta atau sekitar 98,68% dari total usaha nonpertanian serta menyerap lebih dari 75% tenaga kerja nonpertanian Indonesia. UMK memiliki keunggulan yang membuat UMK dapat bertahan di berbagai situasi ekonomi nasional (Kusumaningrum et al., 2021). Berbagai sektor bisnis UMKM pada saat ini semakin tumbuh dan menjamur serta dapat dengan mudah ditemukan diberbagai wilayah Indonesia khususnya di Kota Batam. Hal ini menandakan bahwa UMKM memiliki potensi pasar yang baik dan terus berkembang terutama dipemukiman dengan kepadatan jumlah penduduk yang besar. Dalam kehidupan saat ini, banyak orang lebih memilih untuk makan ditempat makan yang dengan alasan sibuk, malas dan tidak bisa memasak sekalipun. Hal ini tentu membuat usaha kuliner seperti rumah makan menjadi sangat populer. Dengan banyaknya masyarakat yang memilih untuk makan ditempat makan atau restoran, membuat para pelaku usaha rumah makan berlomba-lomba dalam menciptakan hidangan yang tentunya harus memiliki keinginan para pelanggan, mulai dari selera, rasa, harga, kenyamanan dan menarik untuk disajikan (Sopandi et al., 2022). Salah satu bisnis kuliner konvensional yang sering dijumpai dan bahkan ada dimana-mana sejak dahulu yaitu Rumah Makan Padang. Rumah Makan Padang merupakan gerai kuliner yang menyajikan menu khas masakan Padang yang tentunya mudah ditemukan di seluruh Indonesia. Bahkan di Kota Batam sendiri saja dapat di temukan hampir di seluruh wilayah hingga ke berbagai pelosok gang. Rumah Makan Padang menyajikan hidangan masakan khas Minangkabau (Lesmana & Valentina, 2021). Semenjak fenomena pandemi Covid-19 berbagai sektor bisnis khususnya Rumah Makan Padang perlu berinovasi pada perubahan perilaku konsumen dalam bagaimana cara memesan menu makanan karena erat berkaitan dengan teknologi digital. Teknologi digital akan saat ini memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi digital dapat mengubah sikap dan perilaku manusia dalam mempengaruhi niat pembelian. Perubahan dunia bisnis ini tentunya juga harus diwujudkan oleh pelaku UMKM atau pemilik restoran Rumah Makan Padang akibat perkembangan teknologi (Sari et al., 2022). Teknologi memiliki peran penting dalam perkembangan zaman karena dapat membuka cakrawala baru bagi perkembangan pembangunan bangsa. Di era kemajuan produksi saat ini, teknologi memegang peranan yang sangat penting di berbagai bidang seperti industri kuliner. Betapa banyak usaha kuliner yang tidak bisa berkembang dan bertahan karena kehadiran pesaing lain, dan lebih banyak lagi usaha yang dapat menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik karena didukung oleh faktor pemanfaatan teknologi tersebut. Sebuah bisnis kuliner tidak hanya harus menciptakan hidangan yang lezat, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai tambah untuk memaksimalkan kepuasan konsumen. Untuk itu, salah satu restoran Rumah Makan Padang yang ada di Batam yaitu RM Pangek Ombilin harus ikut berperan dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Pada masa pandemi Covid-19 ini memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan harian dari UMKM ini, Bapak Alfian selaku pemilik sekaligus pengelola rumah makan Pangek Ombilin ini dalam beberapa tahun terkakhir bahkan sebelum pandemi Covod-19 berusaha keras dalam meningkatkan jumlah pemasukan dan jumlah pelanggan setia pecinta kuliner masakan padang. Oleh karena itu, Penulis akan melakukan kerja praktek dan akan terlibat dalam proses menyusun strategi yang tepat agar usaha tersebut dapat terus berkembang dan bertumbuh melalui strategi pemasaran digital dan ikut bergabung dalam platform pemesanan makanan secara online seperti GoFood dan ShopeeFood sehingga dapat memberikan solusi yang tepat dalam permasalahan yang dihadapi oleh Rumah Makan Padang tersebut ditengah persaingan bisnis yang ketat. Untuk itu penulis akan melakukan kerja praktek pada UMKM ini melalui judul “Penerapan Strategi Digital Marketing UMKM RM Pangek Ombilin dan Ikut Dalam Penjualan Secara Digital Melalui Mitra GoFood dan ShopeeFood”. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 ## II. MASALAH RM Pangek Ombilin sampai saat ini sudah berbagai macam cara dilakukan dalam meningkatkan omset penjualan, akan tetapi peningkatan yang diharapkan masih belum dapat dicapai. Hal ini dikarenakan Rumah Makan Padang ini hanya berfokus pada penjualan secara langsung atau offline . Padahal bisnis kuliner seperti Rumah Makan Padang ini dapat melakukan penjualan secara online atau digital. Masalah ini dapat dikarenakan kurangnya pengetahuan pemilik akan pentingnya penerapan strategi digital marketing dan ikut berpartisipasi dalam online food delivery . Oleh karena itu, penerapan strategi digital merketing dan mendaftarkan Rumah Makan Padang Pangek Ombilin dalam aplikasi pemesanan makanan secara online dapat meningkatkan jumlah pelanggan dan omset penjualan sesuai harapan. Seperti yang kita ketahui bahwa aktif dalam pemanfaatan digital di zaman sekarang sudah bisa lebih berkembang dan bersaing serta mengikuti perkembangan zaman yang sudah canggih dan serba online serta tidak perlu takut akan persaingan dengan Rumah Makan Padang yang berada disekitaran lokasi. Gambar 1. Merupakan Penampakan Dari Rumah Makan Pangek Ombilin ## III. METODE ## 1. Teknik Pengumpulan Data Pada tahap penyusunan laporan kegiatan, penulis membutuhkan data dan informasi kemudian untuk dilakukan analisa serta idemtifikasi masalah yang sedang terjadi dan cara menghadapi permasalahan tersebut. Apabila terjadi ketidak sesuaian dalam mengumpulkan data maka proses analisa dan identifikasi pada penelitian ini menjadi berantakan sehingga mengarah pada hasil yang tidak akurat (Sugiyono, 2017). Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah melakukan observasi langsung ke lokasi tersebut untuk meninjau lebih jauh terkait latar belakang UMKM RM Pangek Ombilin dan melakukan wawancara dengan pemilik usaha untuk mendapatkan informasi. Selanjutnya penulis melakukan pelatihan terhadap pemilik tentang bagaimana cara menjalankan perancangan strategi yang akan di implementasikan. ## a. Metode Observasi Kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui kegiatan dan kondisi dari UMKM RM Pangek Ombilin mulai dari sistem operasional, job desk setiap karyawan dan bagaimana pelayanan terhadap pelanggan. Dalam melakukan observasi, penulis dapat mengamati secara langsung mengenai kondisi usaha. Metode observasi ini dapat memudahkan penulis dalam mendapatkan informas dan data yang akurat sesuai dengan Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 pengamatan penulis itu sendiri, dimana dalam melakukan observasi ini penulis akan ikut terlibat dalam aktivitas operasional usaha. Dengan dilakukannya kegiatan observasi ini penulis dapat mengumpulkan informasi yang berkaitan langsung dengan permasalahan dan sistem pemasaran yang sudah diterapkan dari usaha tersebut sehingga dapat menjadi tolak ukur bagi penulis dalam merancang strategi yang tepat dan memberikan solusi kepada pemilik usaha. ## b. Metode Wawancara Metode ini memiliki peran penting dalam menggabungkan hubungan antara kedua belah pihak yaitu antara penulis dengan pemilik usaha sebagai narasumber dalam penelitian ini. Informasi yang tepat dapat didapatkan dengan dilakukannya metode ini. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada pemilih usaha adalah sebagai berikut: Tabel 1. Daftar Pertanyaan Penulis Kepada Pemilik Usaha ## c. Metode Pelatihan atau Training Dalam melakukan implementasi terhadap laporan ini tentunya pemilik usaha memerlukan pendampingan dalam menerapkan rancangan. Kegiatan ini dilakukan agar pemilik lebih familiar terhadap penerapan yang akan dilakukan dan kegiatan tersebut dapat dijalankan dengan baik. Metode ini digunakan sebagai acuan dalam melihat bagaimana perkembangan dan kemajuan dari pemilik usaha dalam mengetahui pemahaman strategi yang telah dirancang oleh penulis. ## 2. Proses Perancangan Luaran Dalam proses perancangan yang akan diimplementasikan pada RM Pangek Ombilin ini terdiri dari berbagai tahapan mulai dari survei, analisa dan identifikasi, implementasi hingga evaluasi. Tujuan dilakukannya tahapan tersebut adalah mengetahui sistem pemasaran dari UMKM ini sehingga dapat dilakukan analisa secara mendalam mengenai cara bagaimana penerapan rancangan yang sesuai dengan kondisi dan usaha ini. Berikut merupakan proses perancangan luaran yang dilakukan oleh penulis : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 ## Gambar 2. Flowchart Proses Perancangan Luaran Kegiatan Tahap pertama adalah melakukan survei dimana pada tahap ini penulis menentukan mitra yang akan dijadikan tempat untuk dijadikan lokasi kerja praktek. Penulis melakukan survei langsung ke lokasi untuk meminta izin kepada pemilik untuk melakukan program pengabdian Tahap selanjutnya melakukan analisa dan identifikasi yaitu penulis melakukan pengamatan langsung mengenai kondisi mitra untuk dilakukannya analisa. Kemudian, penulis melakukan identifikasi mengenai hasil analisa tersebut untuk selanjutnya dapat menentukan rancangan kegiatan yang sesuai dengan hasil tersebut Tahap selanjutnya adalah proses implementasi penerapan strategi dimana ada tahap ini penulis menerapkan perancangan strategi yang telah di rancang pada tahap sebelumnya. Penulis juga menjelaskan apa saja manfaat dan keuntungan dari kegiatan ini dalam jangka waktu panjang Tahap yang terakhir adalah melakukan evaluasi, pada tahap ini penulis dapat mengevaluasi apa saja kekurangan dan hambatan yang ada setelah dilakukannya implementasi. Penulis bersama dengan pemilik melihat langsung kemajuan dan perkembangan antara sebelum dan sesudah dilakukannya kerja praktek ini . ## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun rancangan yang telah diimplementasikan oleh penulis dalam kegiatan ini antara lain seperti, memposting menu yang disajikan RM Pangek Ompilin pada akun media sosial Instagram @rm.pangekombilin. Selain itu, penulis juga memberikan masukan kepada pemilik usaha untuk lebih aktif dalam pemanfaatan fitur instastory yang ada pada Instagram guna untuk meningkatkan minat konsumen. Penulis bersama pemilik juga nantinya akan ikut bergabung dalam aplikasi online food delivery seperti GoFood dan ShopeeFood. ## 1. Memposting Foto dan Video yang Menarik pada Feed Sosial Media Instagram Dalam hal ini penulis membantu UMKM dalam melakukan postingan foto dan video pada akun media sosial media Instagram @rm.pangekombilin. Postingan dilakukan dengan mengambil foto,video atau gambar dari menu-menu apa saja yang disajikan. Pengambilan foto atau gambar dari menu yang disajikan mengalami perubahan dimana pada hasil kegiatan ini kualitas, perspektif dan pencahayaan foto yang ditampilkan lebih menarik dari postingan sebelum dilakukannya kegiatan ini. Tampilan postingan pada Feed Instagram dilakukan dengan menampilkan desain dengan tema yang senada agar lebih menarik minat konsumen. Dengan adanya strategi ini adalah untuk munumbuhkan brand image konsumen terhadap Rumah Makan Padang RM Pangek Ombilin dan diharapkan UMKM ini dapat menjangkau lebih banyak pelanggan baru. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 Gambar 3. Tangkapan Layar Postingan Feed Instagram @rm.pangekombilin ## 2. Pemanfaatan Fitur Instastory pada Akun Instagram Dalam tahap ini penulis memberikan penjelasan dan pemahaman kepada pemilik mengenai pentingnya pendekatan strategi digital. Salah satunya adalah dengan memberi masukan kepada mitra untuk dapat memanfaatkan fitur Instastory yang ada pada akun media sosial Instagram @rm.pangekombilin. Dengan dilakukannya strategi pemanfaatan fitur ini tentu akan membuat minat untuk menkonsumsi menu yang disajikan oleh RM Pangek Ombilin akan semakin meningkat. Gambar 4. Tangkapan Layar Cuplikan Instastory Instagram @rm.pangekombilin 3. Ikut Bergabung Pada Mitra Online Food Delivery Seperti GoFood dan ShopeeFood Dengan ikut bergabung dalam aplikasi online food delivery seperti GoFood dan ShopeeFood, tentunya memberikan keuntungan bagi pemilik usaha dalam mengembangkan usahanya. Dengan terdaftar pada aplikasi ini akan meningkatkan popularitas RM Pangek Ombilin sehingga UMKM dapat dilihat langsung Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 oleh para pengguna aplikasi yang otomatis akan meningkatkan eksposur produk menu yang ditawarkan. Selain itu, dengan adanya aplikasi ini secara otomatis UMKM dapat menjangkau konsumen secara luas dikarenakan ada ratusan ribu ojek online yang siap mengantarkan makanan dan minuman ke pelanggan khususnya yang ada di Kota Batam. Hal ini tentunya juga memudahkan para pelanggan untuk dapat terus menikmati masakan Padang khas RM Pangek Ombilin tanpa harus datang langsung ke lokasi. Gambar 5. Akun GoFood dan ShopeeFood RM Pangek Ombilin ## V. KESIMPULAN Mitra yang terlibat dalam program pengabdian kepada masyarakat dalam penelitian kerja praktek ini adalah salah satu Rumah Makan Padang yang ada di Kota Batam yaitu RM Pangek Ombilin. Penulis melakukan kegiatan kerja praktek dimulai dari tahapan survei, analisa dan identifikasi, implementasi hingga evaluasi hasil kegiatan. Adapun hasil dari kegiatan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis antara lain: (1) Mitra menjadi lebih aktif dalam penggunaan akun media sosial Instagram RM Pangek Ombilin dengan memposting seputar menu apa saja yang tersedia. (2) Mitra dapat dengan baik memanfaatkan fitur yang ada pada akun media Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol.3 No.2,1 Desember 2022 1119-1126 sosial Instragram seperti instastory untuk menarik minat beli pelanggan. (3) RM Pangek Ombilin telah berhasil bergabung menjadi mitra online food delivery pada aplikasi berbasis online GoFood dan ShopeeFood. ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dan telah memberikan dukungan serta dapat bekerja sama selama menjalankan kegiatan. Penulis juga banyak mengucapkan terima kasih terutama kepada Pemilik usaha RM Pangek Ombilin yang telah memberikan dukungan finansial terhadap pelaksanaan kegiatan pengabdian ini. ## DAFTAR PUSTAKA Febriyantoro, M. T., & Arisandi, D. (2018). Pemanfaatan Digital Marketing Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Pada Era Masyarakat Ekonomi Asean. JMD: Jurnal Riset Manajemen & Bisnis Dewantara , 1 (2), 61–76. https://doi.org/10.26533/jmd.v1i2.175 Kusumaningrum, D. A., Pangestu, N. D., Yolanda, D., & Putra, R. H. O. (2021). Strategi Usaha Mikro Kecil (UMK) Kuliner Menghadapi Pandemi Covid-19 di Jakarta. Jurnal Disrupsi Bisnis , 4 (6), 551. https://doi.org/10.32493/drb.v4i6.14536 Lesmana, D., & Valentina, G. M. (2021). Digital Marketing Rumah Makan Padang Melalui Instagram Berdasarkan Social Construction of Technology. COMMENTATE: Journal of Communication Management , 1 (1), 17. https://doi.org/10.37535/103002120212 Sari, N. P., Bahri, & Ardhi. (2022). Buying Behavior in Online Food Delivery Applications During the Covid-19 Pandemic. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis Airlangga , 7 (1), 1211–1231. https://doi.org/10.20473/jraba.v7i1.36182 Sopandi, A., Danial, R. D. M., & Jhoansyah, D. (2022). Sustainability In Padang Restaurant , Sukabumi City Pengaruh Perencanaan Strategi , Keunggulan Bersaing Terhadap Keberlangsungan Usaha Pada Usaha Rumah Makan Padang , Kota Sukabumi . 3 (June), 2176–2182. Sugiyono, P. D. (2017). Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D) (pp. 1–325).
34111386-ca8f-42ac-b672-7b7d4a985313
https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/download/13939/9133
DOI: 10.2473/amnt.v3i4.2019.12-217 Received: 11-07-2019, Accepted: 19-08-2019, Published online: 27-12-2019. doi: 10.20473/amnt.v3.i4.2019.212-217, Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga ## Hubungan antara Kebiasaan sarapan dengan Status Gizi pada siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Relationship between Habits of Breakfast and Nutritional Status of Students in SMP Negeri 5 Banyuwangi Sheila Monica Kelly Amalia 1 , Merryana Adriani 2 ## ABSTRAK Latar Belakang: Meningkatnya kegemukan atau obesitas sebesar 14,8 persen menurut Riskesdas tahun 2018 perlu menjadi perhatian publik. Obesitas pada remaja dapat mengakibatkan tingginya risiko penyakit degeneratif. Salah satu penyebab obesitas yakni kebiasaan sarapan yang sering ditinggalkan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi pada siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi. Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional desain cross sectional . Besar sampel penelitian ini adalah 37 siswa kelas 7 SMP Negeri 5 Banyuwangi. Cara pengambilan sampel dengan Proportionate Stratified Random Sampling . Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner food recall 3x24 jam, kuesioner kebiasaan sarapan, dan status gizi ditentukan berdasarkan pengukuran IMT/U. Analisis data dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase tiap variabel yang diteliti. Analisis statistik yang digunakan adalah uji regresi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memiliki kebiasaan sarapan baik (91,9%), status gizi normal (72,9%). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa adanya hubungan kebiasaan sarapan dengan status gizi (p=0,049). Kesimpulan: Kebiasaan sarapan berhubungan dengan status gizi siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi. Kata kunci: kebiasaan sarapan, status gizi, remaja ## ABSTRACT Background: The increase prevalence in obesity by 14.8 percent according to Riskesdas 2018 needs to be a public concern. Obesity in adolescents can result in a high risk of degenerative diseases in later life. One cause of obesity is breakfast habits that are often left abandoned. Objective: This study was aimed to analyze the relationship between habits of breakfast and nutritional status of students in SMP Negeri 5 Banyuwangi. Method: This study was an observational study using design of cross sectional. The sample size of this study was 37 seventh grade students of SMP Negeri 5 Banyuwangi. The method of sampling was Proportionate Stratified Random Sampling. The data were collected by interviewing using food recall 3x24 hours, habits of breakfast questionnaire, and nutritional status was determined based on BMI for age measurements. Data analysis was performed to determine the frequency distribution and the percentage of each variable studied. The statistical analysis used is a regression test. Results: The results showed that most students had good habits of breakfast (91.9%), normal nutritional status (72.9%). The regression test results show that there was a correlation between habits of eating breakfast and nutritional status (p=0.049). Conclusion: Breakfast habits related to nutritional status of students of SMP Negeri 5 Banyuwangi. Keywords: breakfast habits, nutritional status, adolescents *Koresponden: [email protected] 1 Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Airlangga ## RESEARCH STUDY Open Access DOI: 10.2473/amnt.v3i4.2019.12-217 Received: 11-07-2019, Accepted: 19-08-2019, Published online: 27-12-2019. doi: 10.20473/amnt.v3.i4.2019.212-217, Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga ## PENDAHULUAN Masalah yang dapat terjadi terkait status gizi yakni status gizi kurang dan status gizi lebih atau obesitas. Menurut Riskesdas tahun 2018 prevalensi obesitas meningkat menjadi 14,8 persen dari tahun 2013. Provinsi jawa timur menempati urutan ke-15 tertinggi di Indonesia 1 . Berdasarkan hasil pemeriksaan obesitas menurut jenis kelamin, kecamatan, dan puskesmas Provinsi Jawa Timur tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan sebesar 16,25 persen. Berdasarkan hasil pemeriksaan obesitas menurut jenis kelamin pada Kabupaten Banyuwangi tahun 2017 menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 54,94 persen, sedangkan pada perempuan sebesar 56,21 persen 2 . Obesitas pada usia dini memiliki potensi lebih terhadap faktor risiko kesehatan yang berlanjut pada usia senja 3 . Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap status gizi ialah kebiasaan sarapan. Asupan energi sarapan yang sehat menyumbang sebesar 15-30% dari anjuran kebutuhan gizi dalam sehari. 4 Kebutuhan gizi yang terpenuhi pada anak sekolah berperan penting mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan gizi pada anak usia sekolah dapat meningkat dengan pesat sehingga asupan gizi yang dikonsumsi setiap hari dapat berdampak terhadap kehidupan remaja. Kekurangan maupun kelebihan gizi dapat mempengaruhi aspek fisik dan mental anak. 5 Sarapan menyumbangkan energi dan kebutuhan zat gizi yang dapat mendukung aktivitas harian dan juga mempengaruhi status gizi anak. Anak yang mempunyai kebiasaan melewatkan sarapan berisiko tiga kali lebih tinggi mengonsumsi makanan ringan dan sulit mengontrol nafsu makan sehingga berdampak mengalami kejadian obesitas. 6 Berdasarkan observasi awal pada Agustus 2018 yang menyatakan bahwa 7 dari 10 siswa kelas 7 SMP Negeri 5 Banyuwangi mengalami kejadian pingsan pada saat melaksanakan upacara pagi di sekolah dengan alasan tidak sarapan. Masalah tersebut perlu menjadi perhatian dan tidak dapat dikesampingkan mengingat remaja sekolah mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dengan baik. Rumusan masalah yang dapat diambil dari permasalahan tersebut adalah apakah terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi pada siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi? Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi pada siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi. Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memberi informasi kepada remaja mengenai pentingnya kebiasaan sarapan dalam memenuhi kebutuhan gizi dan sebagai masukan dalam pengelolaan makanan sehat di kantin sekolah. ## METODE Jenis penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan desain cross sectional . Data variabel pada penelitian ini yakni variabel terikat (kebiasaan sarapan) dan variabel bebas (status gizi). 7 Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa dan siswi kelas 7 SMP Negeri 5 Banyuwangi yang berjumlah 220 siswa. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan Rumus Slovin didapatkan sampel penelitian berjumlah 37 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified random sampling . Jumlah sampel diambil sebanyak 37 siswa kelas 7 yang terdiri dari 6 kelas yakni kelas A dengan 6 sampel, kelas B diambil 6 sampel, kelas C diambil 7 sampel, kelas D diambil 6 sampel, kelas E diambil 6 sampel, dan kelas F diambil 6 sampel. Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 di SMP Negeri 5 Banyuwangi. Adapun beberapa kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu siswa laki-laki atau perempuan kelas 7, dalam keadaan sehat, bersedia menjadi responden atau subjek penelitian, dapat berkomunikasi dengan baik, hadir pada saat dilakukan pengambilan data. Cara pengambilan data dalam penelitian ini yaitu data identitas dan jenis kelamin responden diperoleh dari wawancara dengan kuesioner kepada responden, umur responden dapat diketahui dari kuesioner data diri yang berisi umur responden saat penelitian dilakukan, kebiasaan sarapan dengan wawancara menggunakan kuesioner kebiasaan sarapan, status gizi siswa diperoleh dari pengukuran tinggi badan dengan microtoise dan berat badan siswa diukur dengan timbangan. Pengumpulan data terdiri dari kebiasaan sarapan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner food recall 3 hari secara tidak berurutan selama satu minggu dan kuesioner kebiasaan sarapan pengembangan dari penelitian lain yang berisi 12 pertanyaan pilihan ganda untuk mengukur kebiasaan sarapan responden. 8 Untuk pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban: Jawaban A skor 4, jawaban B skor 3, jawaban C skor 2, jawaban D skor 1, dan jawaban E skor 0, serta untuk pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban: jawaban A skor 4, dan jawaban B skor 2. Skor tertinggi adalah 48 dan skor terendah adalah 12. Kemudian skor diubah menjadi bentuk persen dan dilakukan pengkategorian dengan hasil baik >55% jawaban benar dan kurang ≤55% jawaban benar. 9 Status gizi diperoleh dari data tinggi badan dan berat badan responden, selanjutnya dihitung IMT nya serta dikategorikan berdasarkan z-score Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). 10 Analisis data dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase tiap variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, dan status gizi siswa. Penyajian data analisis ini dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini, dilakukan uji normalitas yaitu uji kolmogorov smirnov untuk mengetahui distribusi data. Analisis statistik yang digunakan yaitu dengan uji regresi. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dengan nomor kaji etik 488-KEPK pada tanggal 13 Agustus 2018. DOI: 10.2473/amnt.v3i4.2019.12-217 Received: 11-07-2019, Accepted: 19-08-2019, Published online: 27-12-2019. doi: 10.20473/amnt.v3.i4.2019.212-217, Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia siswa kelas 7 SMP Negeri Banyuwangi adalah 12, 13, dan 14 tahun. Karakteristik usia responden mayoritas siswa berusia 13 tahun berjumlah 22 siswa (59,46%), sedangkan siswa yang berusia 12 tahun berjumlah 13 siswa (35,14%), dan siswa yang berusia 14 tahun berjumlah 2 siswa (5,40%). Sedangkan pada karakteristik jenis kelamin siswa didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 24 siswa (64,86%) daripada laki-laki yaitu 13 siswa (35,14%). Berdasarkan tabel 2 yang menunjukkan sebagian besar kebiasaan sarapan siswa dengan kategori baik sebanyak 24 (91,9%) dari seluruh responden 37 siswa. Pada tabel pertanyaan kebiasaan sarapan rata- rata ( mean ) secara keseluruhan dapat diketahui kebiasaan sarapan dari siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi tergolong baik ditunjukkan dengan nilai rata-rata ( mean ) jawaban sebesar 2,88. Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan usia siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan 13 24 35,14 64,86 Usia - 12 tahun - 13 tahun - 14 tahun 13 22 2 35,14 59,46 5,40 Total 37 100 Tabel 2. Kebiasaan Sarapan siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Kebiasaan Sarapan Jumlah (n) Persentase (%) Kurang 3 8,1 Baik 34 91,9 Total 37 100,0 Hasil kuesioner kebiasaan sarapan diketahui pada indikator ketersediaan sarapan siswa dapat diketahui kemungkinan yang dapat terjadi yaitu sebagian besar siswa tidak biasa sarapan dengan alasan tidak tersedianya sarapan di rumah. Dengan demikian siswa cenderung lebih memilih membeli makanan di kantin sekolah. Tidak tersedianya sarapan di rumah dan keterbatasan waktu yang dekat dengan jadwal masuk sekolah juga dapat menyebabkan siswa memilih mengkonsumsi makanan ringan. Kebiasaan siswa pada era modern ini yaitu terbiasa makan makanan ringan daripada makan makanan seimbang dan sehat. 11 Kebiasaan ini dapat menjadi risiko bagi siswa terutama untuk jangka panjang terhadap penyakit. Selain itu, adapun kemungkinan lain pada indikator ketersediaan sarapan yang dapat terjadi yaitu siswa yang sering sarapan dengan membawa bekal yang disediakan dari rumah atau beli bekal di kantin sekolah maupun diluar sekolah pada saat sebelum berangkat untuk dikonsumsi di kelas ataupun dimakan saat istirahat. Sedangkan indikator teman sebaya siswa dapat menunjukkan pengaruh siswa terhadap teman sebaya dan lingkungan sekitarnya terutama pada saat membeli atau mengonsumsi makanan. Selanjutnya indikator uang saku pada kuesioner kebiasaan sarapan siswa menunjukkan bahwa mayoritas siswa mendapakan uang saku sekolah dari orang tua/wali namun kebanyakan siswa tidak menghabiskan semua uang saku untuk membeli atau mengonsumsi makanan di sekolah. Hal tersebut tentu menjadikan kebiasaan yang baik bagi siswa yaitu siswa dapat menabung dari siswa uang saku sekolah. Namun masih terdapat siswa yang menghabiskan seluruh uang sakunya untuk membeli makanan di sekolah. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena uang saku yang diberikan hanya cukup untuk membeli makanan di sekolah saja atau siswa terbiasa mengonsumsi makanan ringan dalam jumlah yang banyak. Indikator jarak tempuh ke sekolah pada kuesioner kebiasaan sarapan siswa dapat diketahui lebih banyak siswa yang berjarak dekat dengan sekolah dan aksesibilitas dari rumah ke sekolah mudah. Hal tersebut dapat terjadi karena sekolah terletak di pusat Kabupaten Banyuwangi dan mudah dijangkau oleh penduduk. Namun masih terdapat siswa yang jarak tempuh dari rumah ke sekolahnya jauh atau aksesibilitas ke sekolah sulit. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena SMP Negeri 5 Banyuwangi merupakan sekolah favorit di Kabupaten Banyuwangi sehingga adapun siswa yang bersedia dan rela untuk menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Sebagian besar jenis makanan sarapan yang paling sering dikonsumsi pada saat sarapan adalah adalah nasi dan ayam (29,8%) serta nasi, ikan dan sayur (13,5%). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik rata- rata konsumsi beras per kapita seminggu yang berasal dari nasi putih meningkat 67 persen dari Maret 2011 ke Maret 2018. Pola konsumsi nasi putih pada tahun 2011- 2018 secara umum cenderung meningkat, karena nasi putih merupakan makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari. Selain itu, pola konsumsi ikan dan udang segar, daging ayam ras/kampung juga mengalami peningkatan. Dari tahun 2014-2018 peningkatan terbanyak pada konsumsi ikan dan udang segar naik sebesar 0,05 kg, dan untuk daging ayam ras/kampung naik sebesar 0,035 kg. 12 Makanan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi siswa saat sarapan adalah ayam, ikan dan telur. Pada umumnya ayam disajikan atau diolah dengan cara digoreng, sedangkan ikan dan telur juga biasanya diolah dengan cara digoreng baik diceplok maupun didadar. Makanan sumber protein nabati yang sering dikonsumsi siswa saat sarapan adalah tahu dan tempe, yang biasanya diolah dengan cara digoreng, ditumis dan disemur. Makanan sumber vitamin dan mineral yang sering dikonsumsi saat sarapan adalah sayuran yang biasanya diolah dengan cara dikukus dan ditumis. Sedangkan untuk buah-buahan sangat sedikit dan masih jarang siswa yang mengonsumsi. Buah yang dikonsumsi siswa adalah pisang, apel, jeruk, anggur, namun masih jarang dikonsumsi siswa saat sarapan. Sedangkan minuman yang paling banyak dikonsumsi DOI: 10.2473/amnt.v3i4.2019.12-217 Received: 11-07-2019, Accepted: 19-08-2019, Published online: 27-12-2019. doi: 10.20473/amnt.v3.i4.2019.212-217, Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga pada saat sarapan adalah teh manis (8,1%). Hal tersebut dapat terjadi karena sudah menjadi kebiasaan siswa tersebut dan kemungkinan minuman tersebut selalu disediakan oleh orangtua atau wali siswa tersebut ketika di rumah. Jenis minuman lain yang dikonsumsi siswa pada saat sarapan adalah susu. Namun susu perlu dikombinasikan dengan makanan lain. Sebagian besar frekuensi sarapan murid adalah 1-2 kali/minggu atau jarang (40,54%). Sedangkan siswa yang selalu sarapan setiap hari hanya sebesar 24,32%. Sebagian besar siswa yang jarang sarapan beralasan tidak sempat, tidak ada yang menyediakan dan tidak selera karena tidak terbiasa. Biasanya siswa yang jarang sarapan dengan alasan tidak sempat cenderung membeli makanan atau jajanan di kantin sekolah pada saat sebelum masuk kelas, sedangkan sebagian siswa lainnya hanya mengonsumsi jajan saat istirahat saja untuk mengganjal perut agar tidak lapar. Sebaiknya jika tidak sempat sarapan, orang tua atau wali siswa dapat membawakan bekal makanan kepada anak. Sebagian besar kontribusi sarapan terhadap kecukupan gizi dengan kategori cukup yaitu karbohidrat (83,78%), dan protein (72,97%), serta lemak (83,78). Sedangkan kontribusi sarapan terhadap kecukupan gizi dengan kategori kurang yaitu karbohidrat (16,22%), protein (27,03%), dan lemak (16,22%). Kontribusi karbohidrat dalam sarapan dengan kategori kurang sebanyak 6 siswa, dan kontribusi protein yang kurang sebanyak 10 siswa, serta kontribusi lemak yang kurang berjumlah 6 siswa. Jika dibandingkan dengan data jenis sarapan dapat diketahui bahwa siswa yang kontribusi zat gizi makro dalam sarapannya kurang adalah siswa yang mengonsumsi teh manis, susu, susu dan jus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi minuman tersebut pada saat sarapan tidak dapat memenuhi asupan gizi yang cukup dan dapat menyebabkan siswa cepat lapar saat di kelas bahkan dapat mengganggu konsentrasi belajar karena lapar. Sebaiknya tambahkan makanan pokok yang dapat dibawa dengan mudah seperti roti atau bekal makanan bergizi. Kurangnya gizi di waktu pagi hari akan mengakibatkan anak merasa lemas dan tidak bersemangat di sekolah, dan dengan kemungkinan terburuknya yaitu anak mengalami pusing karena kurangnya gula dalam darah dan mengalami kejadian pingsan saat upacara atau beraktivitas di luar kelas. Kekurangan karbohidrat secara terus-menerus dapat menyebabkan berat badan menurun dan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit. Remaja yang kurus atau kurang energi kronis (KEK) akan berdampak buruk terhadap kesehatannya seperti gangguan hormon serta meningkatnya risiko terkena berbagai penyakit infeksi. Tindakan pencegahan agar remaja tidak mengalami kurang energi kronis adalah dengan mengonsumsi makanan gizi seimbang. Tabel 4. Status gizi siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Status gizi Jumlah (n) Persentase (%) Sangat kurus 1 2,7 Kurus 5 13,5 Normal 27 73,0 Gemuk 3 8,1 Obesitas 1 2,7 Total 37 100,0 Kekurangan protein juga menyebabkan tubuh menjadi rentan sakit, dan kehilangan massa otot. Protein merupakan zat gizi pembangun sel tubuh jadi akan sangat penting untuk memenuhi zat gizi tersebut. Kehilangan massa otot akan menyebabkan kita mudah lelah dan sulit bergerak. Kekurangan lemak mengakibatkan tubuh sering merasa kedinginan karena simpanan lemak dibawah jaringan kulit yang sedikit. Tubuh juga menjadi cepat lapar dan dapat menganggu kesehatan jantung dan pembuluh darah. 13 Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat diketahui dari makanan yang dikonsumsi dan penggunan zat-zat gizi dalam tubuh. Penilaian status gizi dengan cara antropometri yaitu dengan mengukur tinggi badan dengan microtoise dan mengukur berat badan dengan timbangan. Pengukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan) dengan menggunakan IMT = BB (kg) / TB 2 (m 2 ). Kemudian dikategorikan berdasarkan z-score Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Tabel 3. Pertanyaan Kuesioner Kebiasaan Sarapan siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Pertanyaan Skor Jawaban Mean Kategori 0 1 2 3 4 Saya sarapan setiap hari 5 10 7 6 9 2,11 Normal Saya sarapan tepat waktu di pagi hari 10 1 1 15 10 2,38 Normal Saya terbiasa membawa bekal ke sekolah 0 0 28 0 9 2,49 Normal Saya biasa membawa bekal bergizi 12 14 1 1 9 1,49 Jarang Saya membeli makanan di kantin sekolah 3 15 6 6 7 1,97 Sering Saya terbiasa membeli makanan dengan teman 1 4 1 28 3 2,76 Baik Saya terbiasa membeli makanan yang sama dengan teman 0 0 15 0 22 3,19 Sangat baik Saya terbiasa menentukan makanan yang akan dibeli 0 0 3 0 34 3,84 Sangat baik Saya mendapatkan uang saku sekolah 0 0 1 0 36 3,89 Sangat baik Saya menggunakan uang saku sekolah untuk membeli makanan 0 0 8 0 29 3,57 Sangat baik Rumah/tempat tinggal saya dengan sekolah berjarak dekat 2 1 4 7 23 3,30 Sangat baik Aksesibilitas (seperti jalan, transportasi dll) ke sekolah mudah 0 0 7 0 30 3,62 Sangat baik Kebiasaan Sarapan 2,88 Baik DOI: 10.2473/amnt.v3i4.2019.12-217 Received: 11-07-2019, Accepted: 19-08-2019, Published online: 27-12-2019. doi: 10.20473/amnt.v3.i4.2019.212-217, Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga Berdasarkan tabel 3 diperoleh data siswa dengan hasil paling banyak yaitu status gizi normal sebanyak 27 siswa (73%), sedangkan status gizi kurus sebanyak 5 orang (13,5%). Ketidakseimbangan gizi dapat berdampak pada gangguan kesehatan jangka panjang. Kelebihan gizi pada siswa dapat menimbulkan risiko penyakit degeneratif, gangguan fungsi pernapasan, dan penyakit kardiovaskular. Sedangkan kekurangan gizi pada siswa dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi. 14 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa data didominasi oleh siswa yang terbiasa sarapan dengan baik dan berstatus gizi normal (70,3%), dan siswa yang terbiasa sarapan dengan baik dan berstatus gizi kurus (8,1%), serta siswa yang terbiasa sarapan dengan baik dan berstatus gizi gemuk (8,1%). Tabel 5. Hubungan Kebiasaan Sarapan terhadap Status Gizi siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Kebiasaan Sarapan Status gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas n % n % n % n % n % Kurang 0 0,0 2 5,4 1 2,7 0 0,0 0 0,0 Baik 1 2,7 3 8,1 26 70,3 3 8,1 1 2,7 Total 1 2,7 5 13,5 27 73,0 3 8,1 1 2,7 Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian siswa yang memiliki kebiasaan sarapan yang baik namun mempunyai status gizi yang sangat kurus (2,7%), dan obesitas (2,7%).Analisis statistik dengan uji regresi yang menunjukkan bahwa hubungan antara kebiasaan sarapan terhadap status gizi siswa (p = 0,049 < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna (signifikan) variabel kebiasaan sarapan dengan variabel status gizi siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang terbiasa sarapan dengan baik menjadi salah satu faktor pendukung status gizi siswa tersebut. Maka dengan adanya sikap terbiasa sarapan dengan baik dapat memenuhi kebutuhan gizi dan mempertahankan status gizi menjadi ideal sesuai dengan berat badan dan kelompok usia. Faktor lain yang tak kalah penting dalam kontribusi mempertahankan status gizi adalah konsumsi makanan seimbang dan status kesehatan. Sebaiknya kebiasaan sarapan dengan makanan yang seimbang perlu terus diperhatikan terutama pada saat di rumah. Orang tua atau wali siswa diharapkan dapat mengerti dan memahami pentingnya kebiasaan sarapan dalam memenuhi kebutuhan gizi siswa pada usia remaja. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Sarma Eko Natalia Sinaga (2016) yang menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap peningkatan status gizi pada siswa SMP Mardi Yuana Rangkasbitung adalah kebiasaan sarapan. 15 ## KESIMPULAN Kebiasaan sarapan siswa didominasi dengan kategori baik sebesar 91,9%. Status gizi pada siswa didominasi dengan kategori normal sebesar 72,9%. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi siswa SMP Negeri 5 Banyuwangi (p=0,049< 0,05). ## ACKNOWLEDGEMENT Peneliti mengucapkan terimakasih kepada SMP Negeri 5 Banyuwangi yang telah memberikan izin untuk dapat terlaksananya penelitian, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada kepala sekolah SMP Negeri 5 Banyuwangi, responden, guru-guru, serta teman-teman yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. ## REFERENSI 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 . Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018). doi:1 Desember 2013 2. Dinas Kesehatan Propinsi JawaTimur. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2017 . Dinas Kesehatan Propinsi JawaTimur (2017). 3. Aprilia, A. Obesitas pada Anak Sekolah Dasar. Majority 4 , 45 – 48 (2015). 4. Hardinsyah., Aries, M. Jenis Pangan Sarapan Dan Perannya Dalam Asupan Gizi Harian Anak Usia 6 — 12 Tahun Di Indonesia. J. Gizi dan Pangan 7 , 89 – 96 (2012). 5. Hardiansyah, MS, D. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi . Gizi Bayi dan Balita (2017). doi:10.1111/j.1600- 0897.2004.00224.x 6. Kral TV1, Whiteford LM, Heo M, F. M. Effects of eating breakfast compared with skipping breakfast on ratings of appetite and intake at subsequent meals in 8- to 10-y-old children. Am. J. Clin. Nutr. 93 , 284 – 91 (2017). 7. Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik . (PT Rineka Cipta : Jakarta., 2010, 2010). 8. Novitasari, A. Hubungan Antara Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Faktor Lingkungan terhadap Perilaku Makan berdasarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) pada Atlet Siswa di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta Tahun 2009. (Universitas Indonesia, 2019). 9. Budiman, R. A. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan . (Salemba Medika, 2013). DOI: 10.2473/amnt.v3i4.2019.12-217 Received: 11-07-2019, Accepted: 19-08-2019, Published online: 27-12-2019. doi: 10.20473/amnt.v3.i4.2019.212-217, Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga 10. Supariasa, I Dewa Nyoman., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu., dan Ester, M. Penilaian Status Gizi . (EGC). 11. Arumsari, I. Hubungan Ketersediaan Sarapan dan Faktor Lainnya dengan Pola Sarapan Siswa/i SMA Terpilih di Kabupaten Tangerang Tahun 2014. (Universitas Indonesia, 2014). 12. Badan Pusat Statistik RI. Pengeluaran untuk Konsumsi Pemduduk Indonesia: Berdasarkan Hasil Susenas Maret 2018 . 13. Furkon, L. A. Ilmu Kesehatan dan Gizi . (Universitas Terbuka, 2014). 14. Sonia, T. & Larega, P. Pengaruh Sarapan Terhadap Tingkat Konsentrasi pada Remaja. J Major. 4 , 115 – 21 (2015). 15. Sinaga, S. E. N. Peningkatan Status Gizi pada Siswa SMP Mardi Yuana Rangkasbitung. J. Sk. Keperawatan 2 , 70 – 76 (2016).
40ca75bb-2235-4183-8bb5-dcbceb6f4141
http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpt/article/download/7407/6302
Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpt ## PARAMETER POPULASI IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN ## FISH POPULATION PARAMETER OF RED SNAPPER (Lutjanus malabaricus) IN SOUTH CHINA SEA Nurulludin 1# , Khairul Amri 2 dan Pratiwi Lestari 2 1 Pusat Riset Perikanan Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara !4430 2 Balai Riset Perikanan Laut Jl. Raya Bogor KM. 47, Cibinong E-mail: [email protected] (Diterima: 12 Maret 2019; Diterima setelah perbaikan: 1 September 2019; Disetujui: 1 September 2019) ## ABSTRAK Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan demersal yang rentan terhadap penangkapan dan mempunyai pengaruh dalam keseimbangan ekosistem. Penelitian dilakukan pada Mei-Desember 2015. Pengambilan data sebanyak 669 ekor ikan kakap merah di wilayah pendaratan ikan Belitung yang termasuk dalam wilayah Laut Cina Selatan. Hasil analisis diperoleh beberapa parameter populasi ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) memiliki koefisien pertumbuhan (=K) sebesar 0,21 per tahun dan panjang asimtotik (=L”) 86,10 cm. Laju mortalitas alami (=M) 0,49 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,59 per tahun, sehingga diperoleh nilai kematian total (=Z) 1,08 pertahun. Panjang pertama kali tertangkap (= Lc) sebesar 38,2 cmTL dan panjang pertama kali matang gonad (=Lm) 45,6 cmTL. Status tingkat pemanfaatan ikan kakap merah (=E) sebesar 0,55. Tingkat pemanfaatan ikan kakap sudah over exploited sebesar 9 persen dari kondisi optimum. KATA KUNCI: Pertumbuhan; tingkat pemanfaatan; Laut Cina Selatan ## ABSTRACT The red snapper as one of the demersal fish are prone to catching and have an influence on the balance of the ecosystem. The study was conducted in May-December 2015. Data collection of 669 red snapper fishes in the landing area of Belitung are included in the South China Sea region. The analysis obtained several population parameters of red snapper (Lutjanus malabaricus) has a coefficient of growth (= K) of 0.21 per year and asymptotic length (= L”) 86.10 cm , The rate of natural mortality (= M) 0.49 arrests per year and mortality (F) of 0.59 per year, so that the value of total mortality (= Z) 1.08 per year. Length at first captured (= Lc) 38.2 cmTL and length at first maturity (= Lm) 45.6 cmTL. Status utilization rate of red snapper (= E) of 0.55. The utilization rate of snapper fish has been over exploited by 9 percent from the optimum conditions. KEYWORDS: Growth; utilization rate; South East Cina Sea Parameter populasi ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) .... (Nurulludin) ## PENDAHULUAN Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan demersal yang menjadi spesies dominan di Perairan Laut Cina Selatan (LCS). Terkait dengan masih jarangnya penelitian di LCS yang khusus ditujukan untuk mengkaji status dan perkembangan sumber daya perikanan ini, maka penelitian menyangkut aspek parameter populasi sumber daya ikan kakap merah menjadi sangat penting untuk dilakukan. Penelitian tentang ikan ini pernah dilakukan di beberapa tempat oleh Fry et.al. (2009), Newman (2002), Edward (1991), Herianti (1993), Prihatiningsih (2012), dan Wahyuningsih (2013). Ikan kakap merah juga rentan terhadap penangkapan, meskipun menurut. Ikan ini juga memiliki aktivitas gerak yang rendah, gerombolan (Schooling) ikan yang kecil, migrasi tidak terlalu jauh dan mempunyai daur hidup lama (Sriati, 2011; Fry & Milton, 2009). Habitat ikan kakap merah yang berada di Laut Cina Selatan berada pada kisaran kedalaman di atas 30-40 meter (Perangin-angin et al., 2016). Perikanan demersal ditangkap menggunakan alat tangkap tradisional diperairan pesisir hampir semua negara yang berbatasan dengan SCS (McManus et al., 2010), dengan target hasil tangkapan yang relatif multi spesies (George 2012). Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Perairan Belitung, Laut China Selatan ditangkap menggunakan pancing ulur dan bubu kayu. Kapal bubu yang menangkap ikan kakap merah di Belitung beroperasi 7 (Tujuh) hari laut dan pancing beroperasi harian (one day fishing). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa aspek parameter populasi seperti rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc), Panjang pertama kali matang gonad (Lm), panjang infinity (L”), Pertumbuhan (K), tingkat kematian alami (M), tingkat kematian akibat penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E) dari ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) sebagai acuan dalam pengelolaan / pemanfaatan sumber daya ikan kakap merah. ## BAHAN DAN METODE ## Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Mei - Desember 2015. Pengambilan data penelitian mencakup ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tanjung Pandan, pasar ikan dan tempat pengumpul ikan (tangkahan). Sampel ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) diperoleh 669 ekor dari hasil tangkapan kapal yang menggunakan alat tangkap pancing ulur, bubu dan payang dalam kurun waktu 8 (delapan) bulan. Analisis Data ## 1. Hubungan panjang-bobot Hubungan panjang-bobot mengacu pada Effendie (1979) dengan formula: Di mana : W = bobot L = panjang a = intersep (perpotongan kurva hubungan panjang- bobot dengan sumbu Y) b = kemiringan (slope) Untuk menguji nilai b = 3 atau b ‘“3 dilakukan uji –t (uji parsial), dengan hipotesis: H 0 : b = 3, hubungan panjang dan bobot adalah issometrik. H 1 : b ‘“3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik yaitu : Pola hubungan panjang-bobot bersifat allometrik positif, bila b > 3 (pertambahan bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang), dan allometrik negatif, bila b < 3 (pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot). ## 2. Pendugaan rata-rata panjang tertangkap (Lc) Pendugaan rata-rata panjang tertangkap dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara panjang ikan (sumbu X) dengan jumlah ikan (sumbu Y) sehingga diperoleh kurva berbentuk S. Nilai length at first capture yaitu panjang pada 50% pertama kali tertangkap dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sparre & Venema, 1998) : Di mana : SL = kurva logistik; S 1 dan S 2 = konstanta pada rumus kurva logistik 3. Pendugaan rata-rata panjang pertama kali matang gonad (Lm) Pendugaan rata-rata panjang pertama kali matang gonad (length at first maturity) dilakukan sesuai dengan prosedur penghitungan yang dilakukan Udupa ......(1) .......... .......... .......... .......... .......... aL W b = ) ........(4 .......... .......... .......... .......... S S L .......(3) .......... L......... * S S 1 SL 1 Ln ..(2) .......... .......... L) * S exp(S 1 1 est S 2 1 50% 2 1 2 1 L = - = úû ù êë é - - + = (1986), melalui rumus : Di mana : m = log ukuran ikan saat pertama matang ovarium Xk = log ukuran ikan dimana 100% ikan sampel sudah matang X = selang log ukuran (log size increment) Pi = proporsi ikan matang pada kelompok ke-i Rata-rata ukuran ikan pertama matang ovarium diperoleh dari nilai antilog (m). ## 4. Estimasi parameter pertumbuhan Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan L ” dan K dilakukan dengan menggunakan metode ELEFAN I, sedangkan t 0 diperoleh melalui persamaan Pauly (1980). Model pertumbuhan yang digunakan adalah model yang dikemukakan oleh Von Bertalanffy (Sparre & Venema, 1999) dengan persamaan sebagai berikut: Di mana : L t = ukuran panjang ikan pada saat umur t tahun (cm) L ” = panjang maksimum ikan yang dapat dicapai t 0 = umur ikan teoritis pada saat panjangnya 0 cm K = Koefisien pertumbuhan ## 5. Umur Nilai dugaan umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (t 0 ) ikan kakap merah diperoleh dengan menggunakan rumus (Pauly, 1980) yaitu : ## 6. Mortalitas Mortalitas dalam suatu kegiatan perikanan tangkap sangat penting untuk menganalisis dinamika populasi atau stok ikan. a. Mortalitas alami (M) diduga dengan metode persamaan empiris Pauly (1980) dengan rumus : b. Mortalitas Total (Z) Pendugaan mortalitas total (Z), mengunakan metode Beverton dan Holt dalam (Sparre et al.,1989) yaitu : = Panjang rata – rata kakap merah yang tertangkap (cm) L’ = Batas terkecil ukuran kelas panjang kakap merah yang telah tertangkap (cm) K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun) = Panjang asimptotik kakap merah (cm) FL c. Mortalitas Penangkapan (F) dengan Laju Eksploitasi (E) ikan kakap merah Dari hasil pendugaan nilai Z dan M, maka mortalitas penangkapan (F) diperoleh dari persamaan; ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil ## Sebaran Panjang Ikan Kakap Merah Sebaran panjang total dari 1003 ekor ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang diukur menyebar dengan beberapa modus. Panjang ikan terkecil yang tertangkap pada kisaran nilai tengah 13,8 cm dan terpanjang pada ukuran 81,7 cm. Perkiraan ukuran panjang yang pertama tertangkap (Lc) sekitar 38,2 cmTL dan pertama kali matang gonad (Lm) 45,6 cm .Distribusi frekuensi panjang total ikan kakap merah disajikan pada Gambar 1, distribusi frekuensi panjang kumulatif ikan kakap merah disajikan pada Gambar 2.Ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lc 38,2 cm < Lm 45,6 cm). ## Hubungan Panjang -Berat Hubungan panjang dengan berat tubuh ikan kakap merah diperoleh persamaan W = 0,075 x 2,532 . Nilai b dari keseluruhan ikan kakap merah adalah 2,532 dan hasil uji t diperoleh t hitung > t tabel yang artinya b < 3. Ini menunjukkan pola pertumbuhan ikan kakap merah di perairan Belitung bersifat allometrik negatif. ## Estimasi Parameter Pertumbuhan Berdasarkan pada data panjang (FL) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang diteliti dengan menggunakan rumus model Von Bertalanffy diperoleh nilai parameter pertumbuhan yaitu panjang asimtotik å - + = ...(5) .......... .......... pi)....... (X X/2 Xk m .......(6) .......... .......... )......... e (1 L L to) k(t t - - ¥ - = (7) ... K Log 1.038 - 0.2752Log 0.3922 ) Log(-t 0 - (8) ...... .......... .......... .......... ... T Ln * 0,4634 K Ln * 0,6543 L Ln * 0,279 0,0152 - M Ln + + - = ¥ ....(9) .......... .......... .......... .......... L' - L L L K Z - = ¥ ..(11) .......... .......... .......... .......... .......... F/Z E (10) ... .......... .......... M Z F atau M F Z = - = + = ¥ L : mana Di ( )= 86,1 cm, koefisien pertumbuhan (K) = 0,21 per tahun, dan umur ikan kakap merah pada saat panjang sama dengan nol (t 0 ) = -0,0235. Dengan demikian persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk kakap merah (Lutjanus malabaricus) adalah L t = 86,1[1-e -0,21(t + 0,0235) ] yang disajikan dalam Gambar 4. Panjang asimtotik ( ) = 86,1 cm diperkirakan terjadi ketika ikan kakap mencapai umur 36 tahun. ¥ L ¥ L Gambar 1. Distribusi frekuensi panjang total ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus). Figure 1. The frequency distribution of total length red snapper (Lutjanus malabaricus). 0 5 10 15 20 25 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 Frekuensi (cm) BIN Rangen (cm TL) n = 669 Gambar 2. Distribusi frekuensi panjang kumulatif ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus). Figure 2. The frequency distribution of cumulative length red snapper (Lutjanus malabaricus). y = 0.0752x 2.5321 R² = 0.973 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Berat (gr ) Panjang (cm) Gambar 3. Hubungan panjang-berat ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus). Figure 3. Fish length-weight relationship red snapper (Lutjanus malabaricus). ## Umur Berdasarkan pada data panjang (FL) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang diteliti dengan menggunakan rumus model Von Bertalanffy diperoleh nilai parameter pertumbuhan yaitu panjang asimtotik ( ) = 86,1 cm, koefisien pertumbuhan (K) = 0,21 per tahun, dan umur ikan kakap merah pada saat panjang sama dengan nol (t 0 ) = -0,0235. Dengan demikian persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk kakap merah (Lutjanus malabaricus) adalah L t = 86,1[1-e -0,21(t + 0,0235) ] Gambar 5. ¥ L Gambar 4 . Kurva pertumbuhan ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus). Figure 4. The growth curve of red snapper (Lutjanus malabaricus). Gambar 5. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kakap merah. Figure 5. The growth rate curve von Bertalanffy of red snapper. ## Mortalitas Nilai mortalitas alami (=M) adalah 0,49 per tahun dan nilai mortalitas karena penangkapan (=F) adalah 0,59 per tahun, sehingga mortalitas total (=Z) 1,08 per tahun. Untuk nilai eksploitasi/tingkat pemanfaatan (=E) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Belitung adalah 0,55. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatannya mengalami lebih tangkap. ## Pembahasan Ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lc 38,2 cm < Lm 45,6 cm). Prihatiningsih (2012), menyatakan bahwa nilai Lc kakap merah (Lutjanus malabaricus) di perairan Kotabaru (Kalimantan Selatan) yaitu 40,5 cmFL. Pada penelitian Wahyuningsih (2013), juga diperoleh Lc < Lm (38,51 cmFl < 50 cmFl). Nilai Lc yang lebih kecil dari Lm dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan-ikan yang tertangkap belum sempat melakukan pemijahan, kondisi ini tidak baik secara biologi. Berdasarkan garis kurva pertumbuhan, diketahui bahwa musim pemijahan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di LCS terjadi pada bulan Mei – Juni. Musim ini berbeda dengan di Indonesia Timur, yaitu di Laut Arafura yang memiliki pola pemijahan dengan dua puncak: Januari-Maret dan Oktober (Fry et al., 2009). Gambar 6. Kurva konversi panjang terhadap penangkapan ikan kakap merah. Figure 6. Length – converted catch curve of red snapper. Pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan beratnya. Hasil ini sama dengan penelitian ikan kakap merah di perairan Sape dan Kupang dengan pola pertumbuhannya bersifat allometrik negatif (Andamari et al., 2004). Hasil yang berbeda terjadi pada penelitian (Prihatiningsih, 2012; Wahyuningsih, 2013), yang menyatakan bahwa hubungan panjang bobot ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di perairan Kalimantan Selatan dan Brondong (Jawa Timur) pola pertumbuhannya bersifat issometrik. Menurut Effendie (2002), pertumbuhan suatu ikan dipengaruhi oleh keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, penyakit, ketersediaan makanan dan suhu perairan. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis (Jenning et al., 2001) dan juga kondisi biologis seperti perbedaan koefisien perkembangan gonad ini disebabkan faktor biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese, 2006). Menurut Prihatiningsih et al., (2017), bahwa ikan kakap merah tergolong ikan karnivora di mana makanan utamanya adalah ikan dan kepiting (Portunidae) . Berdasarkan pada data panjang (FL) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang diteliti dengan menggunakan rumus model Von Bertalanffy diperoleh nilai parameter pertumbuhan yaitu panjang asimtotik (L”) = 86,1 cm, koefisien pertumbuhan (K) = 0,21 per tahun, dan umur ikan kakap merah pada saat panjang sama dengan nol (t 0 ) = -0,0235. Dengan demikian persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk kakap merah (Lutjanus malabaricus) adalah L t = 86,1[1-e -0,21(t + 0,0235) ]. Panjang asimtotik ( ) = 86,1 cm diperkirakan ketika ikan kakap mencapai umur 36 tahun. Menurut Gulland (1983), apabila nilai K yang kurang dari 0,5 menunjukkan bahwa ikan ini mempunyai pertumbuhan yang lambat. Ikan dengan pertumbuhan lambat memiliki umur yang panjang. Menurut Newman et al. (2000) ikan kakap merah jenis Lutjanus malabaricus mempunyai umur yang cukup panjang dapat mencapai 20 tahun. Untuk nilai eksploitasi/tingkat pemanfaatan (=E) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Belitung adalah 0,55. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatannya sudah over exploited. Menurut Gulland (1983), tingkat pemanfaatan optimum berada pada saat E = 0,5. Tingkat pemanfaatan ikan demersal di WPP 711 Laut Cina Selatan telah melewati jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan nilai E mencapai 1,09 dari potensi ikan demersal 482.200 ton/tahun (Suman et al., 2014). Kondisi tersebut perlu kehati- hatian dalam melakukan pengelolaan. Adanya pelarangan alat tangkap trawl dan sejenisnya (Moratorium) diharapkan dapat mengembalikan kelestarian sumber daya ikan. ## KESIMPUL AN Parameter populasi ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Laut Cina Selatan memiliki koefisien pertumbuhan (=K) sebesar 0,21 per tahun dan panjang asimtotik (=L”) 86,10 cm. Laju mortalitas alami (=M) 0,49 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,59 per tahun, sehingga diperoleh nilai kematian total (=Z) 1,08 pertahun. Panjang pertama kali tertangkap (= Lc) sebesar 38,2 cmTL dan panjang pertama kali matang gonad (=Lm) 45,6 cmTL dengan musim ¥ L pemijahan diperkirakan bulan Mei –Juni. Status tingkat pemanfaatan ikan kakap merah (=E) sebesar 0,55. Tingkat pemanfaatan ikan kakap sudah over exploited sebesar 9 persen. ## PESANTUNAN Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil penelitian pengkajian sumberdaya ikan di WPP 711- Laut Cina Selatan, Tahun 2015 di Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. ## DAFTAR PUSTAKA Andamari, R., Milton, D., Velde, T. V., & Sumiono, B. (2004). Pengamatan aspek biologi reproduksi ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) dari perairan Sape dan Kupang. Jurnal Penangkapan Perikanan Indonesia Sumber Daya dan Penangkapan, 10(4), 65-75. Edwards, R. R. C., & Shaher, S. (1991). The biometrics of marine fishes from the Gulf of Aden. Fishbyte Journal, 9(2) 27-29. Effendie, I. M. (2002). Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 pp. Froese, R. (2006). Cube law, condition factor and weight–length relationships: history, meta- analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology, 22(5), 241–253. Fry G. C., Milton D.A., Velde. V.T., Stobutzki. I., Andamari, R., Badrudin., & Sumiono, B., (2009). Reproductive dynamics and nursery habitat preferences of two commercially important red snappers Lutjanus erythropterus and Lutjanus malabaricus. Fisheries Science Journal. 75:145– 158 Fry G.C., & Milton, D.A. (2009). Age, growth and mortality estimates for populations of red snappers Lutjanus erythropterus and Lutjanus malabaricus from northern Australia and eastern Indonesia. Fisheries Science. Japan. 75(7), 1219 – 1229. George, M. (2012). Fisheries protections in the context of the geo-political tensions in the South China Sea. Journal of Maritime Law & Commerce 43 (1): 85-128. Gulland, J. A. 1983. Fish stock assessment. A Manual of Basic Methods. John Wiley & Sons. Chicester. 233 p. Herianti, I., & Djamal, R. (1993). Dinamika populasi kakap merah Lutjanus malabaricus (Bloch and Schneider) di perairan Utara Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 78, 18 – 25. McManus, J.W., Shao, K.T., & Lin, S.Y. (2010). Toward establishing a Spratly Island International Marine Peace Park: ecological importance and supportive collaborative activities with an emphasis on the role of Taiwan. Ocean Development & International Law 41: 270-280. Newman.S.J. (2002). Growth rate, age determination, natural mortality and production potential of the scarlet seaperch,Lutjanus malabaricus Schneider 1801, off the Pilbara coast of north-western Australia. Fisheries Research, 58(2) 215–225. Newman, S. J., Cappo, M & Williams, D. (2000). Age, growth, mortality rates, and corresponding yield estimates using otoliths of the tropical red snappers, Lutjanus erythropterus, L.malabaricus, and L. Sebae, from the central Great Barrier Reef. Fisheries Research 48, 1-14. Pauly, D. 1980. A selection of simple methods for the assessment of tropical fish stocks. FAO Fish. Circ. FIRM/C 729. Roma. 54 pp. Perangin-angin, R, Sulistiono, Kurnia R, Fahrudin A, Suman A. 2016. Kepadatan dan stratifikasi komposisi sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan (wpp – nri 711). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 22(3), 161-172. Prihatiningsih. (2012). Pertumbuhan, umur dan mortalitas ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) dari perairan Kotabaru (Pulau Laut) Kalimantan Selatan. Prosiding. Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Manado 30-31 Oktober 2012. Hal 373- 383. Prihatiningsih., Kamal, M.M., Rahmat Kurnia., & Suman, A. (2017). Hubungan Panjang-Berat, Kebiasaan Makanan, Dan Reproduksi Ikan Kakapmerah (Lutjanus Gibbus: Famili Lutjanidae) Di Perairan Selatan Banten. Bawal, 9(1), 21-32. Sparre, P. & S. C. Venema. 1998. Introduksi pengkajian stok ikan tropis. Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Terjemahan) : Introduction to Tropical fish stock assessment. FAO Fish Tech. Paper. 306.(1) 376 pp. Sriati. (2011). Kajian Bio-Ekonomi Sumberdaya Ikan Kakap Merah yang didaratkan di Pantai Selatan Tasikmalaya, Jawa Barat. Jurnal Akuatika. 2(2 ), 79- 90. Suman, A., Wudianto., Sumiono, B., Irianto, H.E., Badrudin., & Amri, K. (2014). Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI. Balai Penelitian Perikanan Laut: 199 Hlm. Udupa, K. S. (1986). StatisticaL method of estimating the size of first maturity in fish. Fishbyte ICLARM. Manila. 4(2), 8-1. Wahyuningsih., Prihatiningsih., & Ernawati, T. (2013). Parameter Populasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus Malabaricus)Di Perairan Laut Jawa Bagian Timur. Bawal. Vol. 5 (3) Hal: 175-179. ¥ L
4df85256-6a34-4e37-8d66-b2fa3b2b1b13
https://journal.bio.unsoed.ac.id/index.php/biosfera/article/download/259/209
Kajian Etnobotani Pisang-pisang Liar ( Musa spp.) Di Malinau, Kalimantan Timur Lulut D. Sulistyaningsih dan Albert H. Wawo Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi - LIPI Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, P.O Box 25 Cibinong. Indonesia Telp. (021) 8765067 Fax. 8765069, Email: [email protected] ## Diterima April 2010 disetujui untuk diterbitkan Januari 2011 ## Abstract Ethnobotany studies of wild banana species in Malinau, East Kalimantan has been done. There are two varieties of wild banana species in Malinau, e.g. Musa borneensis Becc. var. flavida Häkkinen & Meekiong and Musa acuminata Colla var. microcarpa Nasution. They have an important roles in the customs of the local communities in Malinau, Punan tribes as land certificate. In addition, young pseudostem of M. borneensis Becc. var. flavida often used as food in the traditional parties. The description and the uses of M. borneensis var. flavida and M. acuminata var. microcarpa are presented here. Key words : ethnobotany, wild banana, Malinau, land sertificate ## Pendahuluan Pisang merupakan komoditas buah tropis yang populer dan termasuk ke dalam salah satu jenis tanaman buah dengan prospek cerah di masa datang karena memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Pisang (marga Musa ) merupakan salah satu dari tiga marga dalam suku Musaceae. Dua marga yang lain adalah Musella C. Y. Wu ex H. W. Li dan Ensete Horan. Beberapa ahli botani berpendapat bahwa nama Musa berasal dari Antonius Musa, nama salah seorang dokter pribadi dan seorang ahli botani pada zaman Kaisar Octavianus Augustus dari Roma yang menyarankan kaisar dan keluarganya untuk mengonsumsi pisang guna menjaga kesehatan. Sementara itu, beberapa ahli botani lainnya berpendapat bahwa nama Musa berasal dari bahasa Arab, mouz atau mouwz , yang berarti pisang (Hyam dan Pankhurst, 1995). Secara umum pisang-pisangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pisang tanpa biji atau pisang budidaya yang terdiri atas lebih kurang 500 kultivar (Valmayor et al ., 2002) dan pisang liar yang terdiri atas lebih kurang 70 jenis (Häkkinen dan Väre 2008a-c; Häkkinen 2009). Kawasan Indo-Malesia merupakan pusat keanekaragaman utama pisang-pisangan dan salah satu pusat penyebaran pisang-pisang liar di kawasan ini adalah Borneo. Pulau terbesar ketiga di dunia ini meliputi kawasan Kalimantan (Indonesia), Sarawak dan Sabah (Malaysia), serta Brunei Darussalam. Eksplorasi untuk melihat keanekaragaman pisang- pisang liar di Borneo telah dilakukan secara intensif di kawasan Sarawak, Sabah, dan Brunei Darussalam, sedangkan untuk daerah Kalimantan masih jarang dilakukan eksplorasi. Häkkinen (2004) melaporkan bahwa setidak-tidaknya terdapat 20 jenis pisang- pisang liar yang endemik di kawasan ini. Secara keseluruhan, Indonesia mempunyai jumlah pisang budidaya dan pisang liar yang cukup melimpah. Hingga saat ini telah tercatat sebanyak 325 kultivar pisang (Setyadjit et al. , 2003). Sementara itu, Nasution dan Yamada (2001) melaporkan bahwa setidak-tidaknya telah ditemukan 12 jenis pisang liar dan 15 varietas M. acuminata Colla di Indonesia, yang tersebar luas mulai dari Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Dilihat dari aspek sosial ekonomi, pemanfaatan pisang-pisangan, khususnya pisang budidaya telah melekat dan memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat telah memanfaatkan pisang sebagai bahan pangan, pakan ternak, bahan obat-obatan, sumber serat, penutup semai atau bibit tanaman, pengikat, dan pembungkus makanan. Filosofi pohon pisang, yang selalu melakukan regenerasi melalui tunasnya sebelum berbuah dan mati sehingga tetap mampu bertahan untuk memberikan manfaat kepada manusia, menjadikan pohon pisang seringkali digunakan sebagai simbol dalam upacara adat pernikahan. Bagi masyarakat Madura, buah pisang sendiri melambangkan kesejahteraan, kesuburan, dan kemegahan. Oleh karena itu, buah pisang sering kali dijadikan hantaran pada waktu meminang, mengantarkan mempelai, menjenguk anak yang baru lahir dan orang sakit (Rifai, 1976). Kajian pemanfaatan pisang, khususnya pisang-pisang liar dalam kehidupan masyarakat Indonesia, masih sangat diperlukan mengingat pemanfaatan tanaman ini telah mencakup banyak aspek dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan sebagian besar di antaranya belum banyak disentuh dan dikaji lebih dalam. ## Materi dan Metode Kajian etnobotani pisang-pisang liar telah dilakukan di Kabupaten Malinau yang terletak antara 1°21 36 dan 4°10 50 LU serta antara 114°35 22 dan 116°50 55 BT. Daerah ini mempunyai luas 42.620,7 km 2 dan berbatasan dengan Kabupaten Nunukan di utara, Kabupaten Bulungan di timur, Kabupaten Kutai Barat di selatan, dan Serawak – Malaysia Timur di barat. Penelitian dilakukan menggunakan metode survei eksploratif dan wawancara semi structural dengan masyarakat setempat. Pengambilan koleksi tumbuhan mengikuti Bridson dan Forman (1992) serta Bean (2006). Karakter morfologi Musa spp. diidentifikasi menggunakan Descriptors for Banana ( Musa spp.) dari International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI)–INIBAP. ## Hasil dan Pembahasan Desa-desa di Kabupaten Malinau banyak dihuni oleh masyarakat dayak Kenyah, Merap, Punan, dan beberapa kelompok minoritas yang sebenarnya merupakan masyarakat dayak pendatang dengan ketergantungan kepada hutan yang masih sangat tinggi. Kabupaten Malinau sendiri merupakan habitat yang luas untuk pisang liar ( Musa spp.). Selama penelitian dilakukan telah ditemukan dua varietas pisang liar, yaitu Musa borneensis Becc. var. flavida (Hotta) Häkkinen & Meekiong (Bovong) dan Musa acuminata Colla var. microcarpa Nasution (Tibak Li). M. borneensis Becc. var. flavida merupakan salah satu dari enam varietas anggota M. borneensis yang endemik di Borneo dengan daerah penyebaran di Miri, Limbang, dan Lawas (Malaysia), serta kawasan Temburong (Brunai Darusalam) (Häkkinen dan Meekiong, 2005). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa M. borneensis var. flavida juga mempunyai daerah penyebaran di Malinau, Kalimantan Timur. Varietas ini ditemukan tumbuh berumpun pada lokasi yang terbuka. M. acuminata var. microcarpa , atau yang biasa disebut oleh masyarakat Punan dengan nama Tibak Li, merupakan salah satu dari dua varietas M. acuminata yang ditemukan di Kalimantan (Nasution, 1991). Sama halnya dengan M. borneensis var. flavida , M. acuminata var. microcarpa ini ditemukan pada daerah yang terbuka. Sementara itu, apabila lokasi masih berupa hutan yang kanopinya sangat padat, maka kedua varietas ini hanya dapat ditemukan di tepi jalan, sedangkan di bawah lantai hutan tidak ditemukan kedua jenis pisang tersebut. Musa borneensis Becc. var. flavida Häkkinen & Meekiong (Bovong) mempunyai tinggi 4-5 m, pelepah bagian luar berwarna hijau muda, bagian dalam berwarna kuning dengan bercak-bercak ungu; panjang tangkai daun mencapai 1 m, tepian tegak; daun tegak, panjang 2-3 m, lebar 60-80 cm, oblong, permukaan atas berwarna hijau, permukaan bawah berwarna hijau terang, lekukan pada pangkal daun asimetris, kedua pangkal meruncing, tulang daun bagian atas berwarna hijau terang hingga kuning, tulang daun bagian bawah bebercak ungu-cokelat; perbungaan horizontal, panjang 130-200 cm; jantung bulat, panjang 20 cm, lebar 16 cm, diameter 12.7 cm, braktea menyirap, berwarna hijau, bagian ventral berwarna kuning pucat, bagian dorsal berwarna kuning terang; tandan panjang sampai 2 m, terdapat 7-20 sisir, setiap sisir 8-9 buah; bunga dan buah tersusun dalam 2 baris; buah berwarna hijau, panjang 12-14 cm, diameter 4.8 cm, berbentuk curva, daging buah berwarna kuning pucat; biji hitam, berbetuk seperti buah pir, diameter 4-5 mm, tinggi 6-7 mm, tersusun membentuk barisan. Gambar 1. (a) lahan (jakau) yang telah ditumbuhi M. borneensis var. Flavida , (b) perbungaan, (c) permukaan bawah daun, (d) jantung dan batang semu, (e) buah, (f) keseluruhan perawakan Figure 1. (a) land covered with M. borneensis var. Flavida , (b) flowering, (c) lower surface of leaf, (d) flower and pseudopetiole, (e) fruit, (f) habitus Musa acuminata Colla var. microcarpa Nasution (Tibak Li) mempunyai tinggi 1-1,8 m, batang semu ramping, diameter 9,5-12,7 cm, berwarna keunguan; panjang daun 2,5- 3,5 m, lebar 50-60 cm, jumlah daun 4-5 helai, permukaan bawah dan atas berwarna hijau, pangkal daun membundar; perbungaan menjuntai, panjang 115-120 cm; jantung bulat, panjang 12-15 cm, diameter 6,4 cm, ujung meruncing, berwarna keunguan; Jumlah sisir per tandan 7-9, setiap sisir 25-30 buah; bunga dan buah tersusun dalam 2 baris; buah panjang 7-8 cm, keliling 2-3 cm, tebal kulit 2-3 mm, rasa kesad, tekstur kasar; biji banyak, hitam, berbetuk segitiga tidak beraturan. Gambar 2 (a) perbungaan M. acuminata Colla var. Microcarpa , (b) jantung, (c) tandan buah, (d) buah dengan irisan melintang, (e) jakau yang sudah ditumbuhi oleh M. acuminata Colla var. microcarpa Figure 2 (a) flowering of M. acuminata Colla var. Microcarpa , (b) flower, (c) fruit, (d) fruit with cross section, (e) land covered with M. acuminata Colla var. microcarpa Meskipun kaya akan sumber daya alam, kesuburan tanah di daerah Malinau masih relatif rendah. Oleh karena itu, setelah membuka hutan untuk kebun, masyarakat Malinau, khususnya suku Punan, langsung mengolah kebun tersebut selama 3 hingga 4 tahun. Selanjutnya, kebun akan dibiarkan menjadi tanah bera yang dalam bahasa Punan disebut dengan jakau. Jakau akan dibiarkan begitu saja selama beberapa tahun hingga terjadi pemulihan kesuburan secara alami. Di sini nampak adanya kearifan lokal masyarakat setempat terhadap alam. Masyarakat setempat tidak menghendaki hutan tempat mereka menggantungkan diri secara tidak langsung menjadi rusak. Dalam hal ini, orang lain yang bukan orang pertama tidak akan menggunakan jakau yang telah subur tersebut menjadi kebunnya karena di dalam jakau itu telah tumbuh M. borneensis var. flavida dan M. acuminata Colla var. microcarpa . Kedua varietas pisang liar tersebut digunakan sebagai a b c d e f a b e c d penanda bahwa jakau tersebut adalah milik orang pertama. Oleh karena itu, masyarakat suku Punan menginterpretasikan pisang hutan yang tumbuh dalam jakau tersebut sebagai ”surat tanah” bagi suku Punan. Gambar 3. (a) perbandingan jantung M. borneensis var. flavida dan M. acuminata var. microcarpa , (b) perbungaan M. borneensis var. flavida dan M. acuminata var. microcarpa Figure 3. (a) comparison of M. borneensis var. flavida dan M. acuminata var. Microcarpa flower, (b) flowering of M. borneensis var. flavida dan M. acuminata var. Microcarpa Masyarakat Malinau dikenal sebagai masyarakat yang selalu memulung hasil hutannya. Keterikatan antara masyarakat dan lingkungan hutan masih relatif tinggi. Masyarakat masih menggantungkan hidupnya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada hutan di sekitarnya. Apabila ada acara pesta adat di kampung, seperti membangun rumah atau pernikahan adat, masyarakat sering memotong ternak, terutama babi. Babi merupakan binatang ternak utama bagi suku Punan. Pada saat upacara adat, sebagian daging babi dimasak bersama-sama dengan batang muda kedua varietas pisang hutan ini, terutama dari M. borneensis var. flavida (bovong) yang kemudian menjadi hidangan saat acara adat tersebut berlangsung. Pisang-pisang yang tumbuh secara liar tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Di habitat alaminya, M. borneensis var. flavida dan M. acuminata var. microcarpa berguna sebagai makanan bagi beberapa hewan seperti musang, kelelawar, tikus, babi, dan burung. Persebaran kedua varietas pisang liar tersebut secara tidak langsung dilakukan oleh hewan-hewan tersebut. ## Kesimpulan Sekurang-kurangnya telah ditemukan dua varietas pisang liar di kawasan Malinau, yaitu Musa borneensis var. flavida dan M. acuminata var. microcarpa . Ditemukannya M. borneensis var. flavida di kawasan ini merupakan catatan baru bagi distribusi varietas pisang liar ini. Di habitat alaminya kedua varietas tersebut berfungsi sebagai makanan bagi musang, kelelawar, tikus, babi, dan burung. Sementara itu, bagi masyarakat suku Punan kedua varietas pisang liar ini berfungsi sebagai surat tanah dan hidangan dalam upacara adat. ## Daftar Pustaka Bean, A.R., 2006. Collecting and Preserving Plant Specimens: a Manual. Queesland Herbarium, Environmental Protection Agency Biodiversity Sciences Unit, Brisbane, Australia. Bridson D. and Forman, L., 1992. The Herbarium Handbook. Royal Botanic Gardens, Kew, Great Britain. Häkkinen, M., 2004. Musa voonii , a new Musa species from northern Borneo and discussion of the section Callimusa in Borneo. Acta Phytotax. Geobot . 55 (2), 79-88. a b Häkkinen, M., 2009. Musa chunii Häkkinen, a new species (Musaceae) from Yunnan, China and taxonomic identity of Musa rubra . Journal of Systematics and Evolution 47, 87-91. Häkkinen, M. and Väre, H., 2008c. Typification and check-list of Musa L. names (Musaceae) with nomenclatural notes. Adansonia ser 3, 30 (1), 63-112. Häkkinen, M. and Meekiong, K., 2005. Musa borneensis Becc. (Musaceae) and its intraspecific taxa in Borneo. Acta Phytotac. Geobot . 56 (3), 213-230. Hyam, R. and Pankhurst, R., 1995. Plants and Their Names: A Concise Dictionary . Oxford University Press, Oxford. Nasution, R. E., 1991. A taxonomic study of the Musa acuminata Colla with its intraspecific taxa in Indonesia. Memoirs of the Tokyo University of Agriculture 32, 1- 122. Nasution, R. E. and Yamada, I., 2001. Pisang-pisang Liar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI, Bogor. Rifai, M. A., 1976. Pendayagunaan tanaman pisang: sebuah tinjauan etnobotani. Buletin Kebun Raya 2 (6), 193-197. Setyadjit, Dimyati, A, Lokollo, E.M., Kuntarsih, S., Basuki, R.S., Hidayat, A., Hofman, P.J., Ledger, S.N., and Woods, E.J., 2003. Analysis of the constrains to banana industry development in Indonesia using the supply chain concept. In: Proceeding of international workshop of Agri-product supply chain management in developing countries , ACIAR, Canberra. Valmayor, R.V., Espino, R.R.C., and Pascua, O.C., 2002. The Wild and Cultivated Bananas of the Philippines. Philippine Agriculture and Resource Research Foundation, Laguna.
75a46534-d647-4558-9ac2-3c442d33c79f
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/sabda/article/download/16986/12296
## GLADHEN DALAM SENI PERTUNJUKAN TARI TRADISIONAL JAWA ## Sri Rochana Widyastutieningrum Institut Seni Indonesia Surakarta Telepon: 08122655590 ## Abstract Gladhen in dance performances is always done by its dancers as an effort to be able to show good performance and aesthetic values. Professional dancers are required to create innovation. The birth of professional dancers is strongly influenced by the training process they experienced. To produce a beautiful dance performance, a professional dancer needs hard training and practice, which is called gladhen. This paper discusses on the proccess of training and practice to produce professional Javanese dancers. Key words : gladhen, Javanese dancers, performance, training and practice 1. Pendahuluan Gladhen 1 dalam seni pertunjukan tari tradisional Jawa adalah proses pelatihan sebagai bagian dan persiapan pertunjukan tari. Proses pelatihan itu melibatkan seluruh pendukung pertunjukan tari, yaitu: seniman pencipta tari (koreografer), seniman pencipta musik (komposer), penyaji tari (penari), penyaji musik (pengrawit), penata kostum, penata rias, penata cahaya, penata suara, penata panggung, penanggung jawab properti, penanggung jawab artistik, dan penanggung jawab produksi. Waktu yang diperlukan untuk proses persiapan ini sangat tergantung pada besar atau kecilnya pertunjukan tari dan jumlah pendukung yang terlibat. Semakin besar pertunjukan tari dan jumlah seniman yang terlibat, semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk proses persiapan. Persiapan pertunjukan tari dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: penciptaan tari, pelatihan tari, dan pergelaran tari. Penciptaan tari adalah tahap ketika seorang pencipta tari (koreografer) menciptakan sebuah susunan tari (koreografi). Dalam proses penciptaan ini seorang koreografer mengungkapkan pengalaman jiwa atau nilai-nilai kemanusiaan yang penting ( wigati ) ke 1 Gladhen berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yaitu „ gladhi’ atau „ gladhe’ , yang berarti berlatih atau belajar. dalam susunan tari. Dalam proses ini seorang koreografer menggali ide-ide kreatif dan melakukan eksplorasi, improvisasi, dan pembentukan koreografi. Untuk itu, seorang koreografer memerlukan bekal pengetahuan mengenai konsep-konsep koreografi, teknik penciptaan, dan proses penciptaan. Koreografer yang baik juga harus memiliki kemampuan kepenarian. Dalam proses penciptaan ini seorang koreografer telah melibatkan penari untuk mewujudkan ide karyanya. Pelatihan tari adalah suatu proses pembentukan sebuah karya tari, yang diawali dengan penuangan gagasan dan koreografi hasil ciptaan koreografer kepada para penari. Dalam proses ini para penari berlatih untuk menginterpretasikan dan menarikan koreografi yang diciptakan oleh koreografer. Mereka juga berusaha menjiwai dan mengekspresikan nilai-nilai estetis melalui gerak-gerak tubuhnya. Seorang koreografer dalam proses ini juga bekerja sama dengan komposer untuk mencipta musik. Proses pelatihan untuk mendapatkan keharmonisan antara gerak dan musik memerlukan waktu yang relatif lama. Proses penciptaan musik dapat dilakukan bersamaan dengan penciptaan koreografi, atau dilakukan setelah koreografi terwujud, atau dapat pula dilakukan terlebih dahulu sebelum penciptaan koreografi. Hal ini sangat tergantung pada senimannya. Apabila keharmonisan antara susunan gerak dengan musik sudah terwujud, proses pelatihan selanjutnya melibatkan seluruh pendukung pertunjukan tari termasuk penata kostum, penata panggung, penata cahaya, penata suara, dan penata properti. Proses saling menyesuaikan, saling mendukung, dan saling mengisi di antara pendukung pertunjukan dikoordinasi oleh penanggung jawab artistik atau sutradara. Proses memadukan berbagai elemen dalam pertunjukan tari bertujuan untuk menghasilkan karya tari yang mantap dan memenuhi harapan para pendukungnya. Pergelaran tari melibatkan banyak pendukung, dan masing-masing mempunyai tanggung jawab yang berbeda. Pada saat pergelaran, semua pendukung dikoordinasi oleh penanggung jawab artistik atau sutradara yang mengatur jalannya pertunjukan secara terintegrasi. Keberhasilan pergelaran tari ditentukan oteh keprofesionalan semua pendukung yang terlibat, terutama para penarinya. Dalam tulisan ini dibahas mengenai gladhen dalam seni pertunjukan tari tradisional Jawa (seni pertunjukan tari Jawa), terutama menyangkut gladhen yang dilakukan oleh para penari Jawa. Untuk memberikan gambaran yang relatif Iengkap mengenai penari Jawa, terlebih dahulu dibicarakan mengenai konsep- konsep estetis tari Jawa. 2. Konsep-konsep Estetis Tari Jawa Menurut konsep tari Jawa, penari adalah seseorang yang dapat memadukan secara harmonis tiga unsur, yaitu: wiraga, wirama, dan wirasa. Dalam konsep ini ditunjukkan adanya hubungan erat antara gerak tari seorang penari, musik (karawitan) tari, dan penjiwaan penari sesuai dengan karakter tari yang disajikan (Widyastutieningrum, 2004: 121). Tari Jawa mempunyai kekhususan dalam karawitan tarinya; hubungan antara gerak dan ritme sangat erat, sehingga menghasilkan tari yang sangat indah. Hubungan itu menciptakan pula hubungan langsung antara keadaan batiniah dan lahiriah secara seimbang dan menciptakan ketenangan, keagungan, dan keindahan gerak maknawi. Konsep tari Jawa yang lain dikenal sebagai konsep Joged Mataram , yang terdiri atas empat prinsip, yaitu: (1) sewiji atau sawiji , yaitu konsentrasi total tanpa menimbulkan ketegangan jiwa; artinya seluruh sanubari penari dipusatkan pada satu peran yang dibawakan untuk menari sebaik mungkin dalam batas kemampuannya dengan menggunakan segala potensi yang dimiliki. Konsentrasi adalah kesanggupan untuk mengarahkan semua kekuatan rohani dan pikiran ke arah satu sasaran yang jelas dan dilakukan terus-menerus selama dikehendaki; (2) greget , adalah dinamik, semangat dalam jiwa seseorang untuk mengekspresikan kedalaman jiwa dalam gerak dengan pengendalian yang sempurna; (3) sengguh , adalah percaya pada kemampuan sendiri tanpa mengarah pada kesombongan. Kepercayaan diri ini menumbuhkan sikap pasti dan tidak ragu-ragu; (4) ora mingkuh, adalah sikap pantang mundur dalam menjalani kewajiban sebagai penari, yang berarti tidak takut menghadapi kesulitan dan melakukan kesanggupan dengan penuh tanggung jawab serta keteguhan hati untuk memainkan perannya. (Dewan Ahli, 1981: 14; Suryobrongto, 1981: 88-93). Konsep Joged Mataram yang diterapkan dalam seni tari Jawa bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan lahir dan batin. Ekspresi lahir akan dapat diisi dan dikontrol oleh jiwa, yang akan diarahkan ke kedisiplinan dan identifikasi pribadi agar akhirnya tercapai keyakinan dan pengendalian yang dalam. Selain itu, penari Jawa yang baik dituntut untuk dapat memenuhi persyaratan dalam konsep Hasthasawanda , yang terdiri atas delapan prinsip, yaitu: (1) pacak , menunjuk pada penampilan fisik penari yang sesuai dengan bentuk dasar (pola dasar dan kualitas gerak sesuai dengan karakter yang dibawakan) dan terlihat pada sikap dasar, posisi tubuh, posisi lengan, tangan, dan kepala; (2) pancat , menunjuk pada gerak peralihan yang diperhitungkan secara matang sehingga enak dilakukan; (3) ulat , menunjuk pada pandangan mata dan ekspresi wajah sesuai dengan kualitas, karakter peran yang dibawakan, dan suasana yang diinginkan; (4) lulut , menunjuk pada gerak yang menyatu dengan penarinya sehingga yang hadir dalam penyajian tari bukanlah pribadi penarinya, melainkan keutuhan tari yang disajikan, yaitu keutuhan tari yang merupakan perpaduan antara gerak, musik tari, dan karakter tari yang diwujudkan; (5) luwes , adalah kualitas gerak yang sesuai dengan bentuk dan karakter tari yang dibawakan dengan tanpa canggung, rapi, tenang, dan terampil bergerak secara sempurna serta menimbulkan kesan yang menyentuh bagi penonton; (6) wiled , adalah garap variasi gerak yang dikembangkan berdasarkan kemampuan bawaan penarinya dan mengembangkan gerak berdasarkan pada pola gerak yang ada; (7) wirama , menunjuk pada hubungan antara gerak dan karawitan tari serta alur tari secara keseluruhan; dan (8) gendhing , menunjuk pada penguasaan karawitan tari meliputi: bentuk-bentuk gendhing , pola tabuhan, rasa lagu, irama, tempo, rasa seleh, kalimat lagu, dan penguasaan tembang serta vokal yang lain. Selain prinsip-prinsip di atas, terdapat pula tiga persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang penari, yaitu: (1) luwes , adalah dasar pembawaan tari yang terlihat wajar dan tidak kaku sehingga semua gerak yang dilakukan tampak wajar, lancar, dan mengalir dalam irama yang dapat dinikmati; (2) patut adalah sesuai, serasi, dan mungguh (pantas) untuk menarikan peran serta karakter tertentu yang didukung oleh keserasian tubuh, wanda (bentuk wajah dan pandangan mata), dan teknik gerak; (3) resik (bersih), adalah penguasaan teknik tari yang baik dan cermat yang berkaitan dengan kepekaan gendhing, kepekaan irama gerak, dan kepekaan irama jarak serta dapat memperhitungkan ketepatan gerak tari (Widyastutieningrum,. 2004 : 124). Berbagai konsep estetis tari Jawa yang menunjuk pada kriteria-kriteria mengenai penari tari Jawa yang baik tersebut menjadi dasar bagi seorang guru tari dalam mengarahkan kemampuan siswanya agar dapat memiliki kemampuan tari yang sesuai dengan konsep Joged Mataram dan Hasthasawanda . Hal itu juga menjadi pijakan bagi seorang calon penari yang ingin memiliki kemampuan kepenarian yang baik dan profesional. Berbagai konsep estetis itu menunjukkan bahwa tari Jawa merupakan unsur paling esensial dan paling estetis dan budaya Jawa, karena seni tari memiliki makna yang mendalam dan keindahan yang sempurna serta penuh dengan lambang-lambang. Tari Jawa juga memenuhi syarat-syarat koreografi, isi yang dalam dan bentuk gerak yang murni ritmis; keduanya seimbang dalam kesatuan estetis (Lelyveld, 1993: 61). Bentuk tari Jawa memiliki ciri atau sifat: formal, rumit, halus, dan terukur. Meskipun demikian, bentuk dan nilai estetis tari Jawa sebagai tari tradisi selalu berubah dan berkembang seiring dengan zamannya. ## 3. Tubuh sebagai Media Ekspresi Tari Bentuk pertunjukan tari tidak dapat dipisahkan dari peran penari, karena melalui penarilah bentuk sajian tari itu ditampilkan, baik dalam bentuk fisik maupun bentuk ungkapnya. Keberhasilan sebuah pertunjukan tari sangat ditentukan oleh kehandalan dan kepiawaian para penarinya. Pertunjukan tari tersampaikan kepada penghayat melalui tubuh para penarinya. Tubuh seorang penari adalah instrumen untuk media ekspresi dalam pertunjukan tari, yang berarti bahwa tubuh menjadi sarana ungkap yang digunakan untuk mewadahi nilai atau makna yang diungkapkan dalam tari. Berkaitan dengan hal itu, tari Jawa memiliki “wadah” (bentuk fisik) dan “isi” (nilai yang diungkapkan). Apabila konsep Joged Mataram dan Hasthasawanda dicermati, akan tampak bahwa konsep mengenai tubuh diartikan sebagai seluruh totalitas diri seorang penari. Tubuh bukan hanya menunjuk pada wujud fisik, tetapi juga daya spiritual dan intelektual. Dalam konteks budaya Jawa, tubuh atau badan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu “badan kasar” fisik) dan “badan halus” (roh atau jiwa). Pada kenyataannya, seorang penari dalam mengekspresikan tari pasti melibatkan seluruh kemampuan jiwa dengan segaa potensi dan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian tubuh sebagai media ekspresi tari berarti meliputi “tubuh luar” (fisik) dan “tubuh dalam” (jiwa). Berkaitan dengan pengertian tubuh sebagai bentuk fisik, seorang penari harus memiliki tubuh yang sehat dan cerdas secara kinestetis sebagai bekal yang mendasar dalam kemampuan kepenarian. Tubuh seorang penari harus memiliki kekuatan, kelenturan, keseimbangan, dan keluwesan agar ia mampu bergerak sesuai dengan tuntutan koreografinya. Sementara itu dalam kaitannya dengan pengertian tubuh yang menunjuk pada jiwa, seorang penari ditutut pula untuk memiliki kecerdasan emosional, kecerdasaan spiritual, dan kecerdasan intelektual serta kepekaan dan pengalaman yang dalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu, seorang penari perlu memiliki bekal-bekal yang lain, di antaranya adalah: bakat, latar belakang budaya, kebiasaan, dan keterlatihan. Bakat merupakan dasar kepandaian, sifat, dan pembawaan yang dimiliki seseorang sejak lahir. Bakat seni biasanya diturunkan dari orang tua atau keluarga dekat yang mempunyai bakat atau keahlian dalam bidang seni. Bakat dapat berkembang subur di dalam lingkungan budaya yang kondusif. Latar belakang budaya Jawa yang disertai dengan kebiasaan dan keterlatihan dapat berpengaruh pada kepekaan “rasa Jawa” dan kemampuan mengekspresikan nilai-nilai estetis. Melalui tubuh penari, karya tari diungkapkan pada penghayat (penikmat). Untuk itu, seorang penari harus mampu membawakan suatu tari dengan baik, luwes , menjiwai secara tepat dan indah segala sikapnya, menguasai irama karawitan (musik) tari, dan mempunyai postur (bentuk, ukuran, dan garis-garis tubuh) yang pantas sebagai penari (Wardhana, 1984: 28). Selain itu, seorang penari perlu memiliki kesehatan jasmani dan rohani secara total atau kesegaran total, yang berarti memiliki kesegaran fisik, emosi, mental, dan sosial. Kondisi fisik penari harus sesehat olah ragawan yang baik, cukup enerjik, relaks, dan memiliki sistem ekspresi serta evaluasi yang baik seperti: keseimbangan, kelenturan, keterampilan, ketepatan, gerak eksplosif, dan penguasaan irama. Dengan modal itu seorang penari dapat tergerak semangatnya dalam mengekspresikan tari dengan dilandasi kenikmatan dan keindahan serta penghayatan lahir dan batin. Penari juga disebut seniman interpretatif atau seniman penafsir. Dalam hal ini seorang penari dalam menyajikan tari menafsirkan atau menginterpretasikan karya tari dari seorang koreografer. Lebih jauh, penari adalah seseorang yang mengobjektifkan subjektivitas karya koreografer (Langer. 1980: 7). Dalam konteks ini, seorang penari mewujudkan ide dan karya seorang koreografer dalam pertunjukan tari. 4. GIadhen Penari Jawa 4.1. Gladhen Penari Jawa di Keraton- keraton Jawa Gladen (pelatihan) atau pendidikan tari telah dilakukan sejak masa kejayaan keraton-keraton atau kerajaan di Jawa. Keraton pada waktu itu merupakan pusat pemerintahan, budaya, dan pendidikan seni. Dengan demikian keraton menjadi patron atau kiblat kehidupan seni. Para raja di Jawa, baik di Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman maupun Mangkunegaran adalah tokoh-tokoh pelindung seni di Jawa. Pendidikan tari pada mulanya terpusat di keraton-keraton. Bahkan di lingkungan keraton dibentuk abdi dalem khusus yang bertindak sebagai penari, yaitu: abdi dalem bedhaya , abdi dalem srimpi , dan abdi dalem Ian gentaya . Abdi dalem berperan sebagai penari sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Pendidikan tari dilakukan di keraton dengan cara memilih anggota masyarakat yang dianggap mampu untuk menjadi penari yang baik. Mereka yang terpilih kemudian menjadi abdi dalem dan mengikuti proses pelatihan tari, yang biasanya diajar oleh para empu tari di keraton. Corak pendidikan tari yang dilakukan di keraton-keraton Jawa maupun di dalam lingkup budaya tradisi biasanya lebih bersifat spesialistis. Seorang siswa hanya diminta belajar satu jenis tari atau satu jenis karakter tari tertentu yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan cara ini dilahirkan penari-penari yang mumpuni, yaitu: terampil, mahir, dan mampu menghayati karakten tari yang disajikan dengan baik. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, keraton bukan lagi menjadi pusat pemerintahan. Keberadaannya sebagai pusat budaya pun mulai tergeser seiring dengan penyelenggaraan pendidikan seni yang meluas ke luar keraton. Pembelajaran tari Jawa di luar keraton dilakukan melalui pelatihan-pelatihan tari dari generasi tua kepada generasi muda secara terus- menerus sampai generasi penerusnya itu dapat mewarisi kemampuan tari secara baik. Kegiatan itu biasanya dilakukan untuk kalangan terbatas dan hanya pada lingkup keluarga, sehingga tidak setiap orang yang berminat belajar tari dapat merigikutinya. Sebelum muncul sistem pendidikan formal dalam bidang pendidikan tari di Indonesia, seniman tradisi mengenal sistem belajar tari melalui magang , nyantrik , dan ngenger . Belajar secara magang adalah proses penyampaian materi dan guru kepada siswa secara tidak langsung. Seseorang yang magang belajar dengan cara mengamati segala hal yang dilakukan oleh seniman yang menjadi gurunya. Dan mengamati proses belajar-mengajar dan seniman senior ke seseorang yang magang ini. Sementara itu belajar secara nyantrik dan ngenger adalah belajar dengan cara mengabdi pada seorang guru yang dianggap memiliki kemampuan pada bidang yang diminati. Belajar secara nyantrik tidak hanya dilakukan pada seorang gum saja, tetapi dapat pula pada beberapa guru secara bergantian. Cara yang digunakan dalam belajar nyantrik tergantung pada gurunya. Cara belajar seperti ini sangat efektif jika dilihat dari segi kualitas, akan tetapi cara ini sulit dilakukan dengan jumlah siswa lebih dari lima orang. Belajar secara nyantrik dan ngenger juga membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Belajar menari tidak hanya terkait dengan kemampuan fisik, tetapi juga olah rasa untuk dapat menjiwai karakter tari yang dipelajari. OIah rasa dapat dipelajari melalui tapa brata seperti tirakat atau lelaku . Cara mempelajari olah rasa melalui tirakat pernah dilakukan oleh S. Ngalimani dan S. Maridi. 2 Mereka melakukan tirakat dalam berbagai cara, di antaranya: puasa pada hari Senin dan Kamis, tidur setelah pukul 24.00, tidur di ruang terbuka, dan berendam di sungai ( kungkum ). S. Maridi pernah menceritakan pengalamannya melakukan tirakat dengan cara beredam di Sungai Bengawan Solo, yaitu di bagian yang merupakan pertemuan dua sungai ( tempuran ). Arus air di tempat itu sangat deras. Tirakat dengan cara kungkum dilakukan pada malam hari selama 40 hari secara berturut-turut. Berbagai bentuk tirakat yang dilakukan dimaksudkan untuk mencapai kemampuan religius dan spiritual, yang dengan cata itu seseorang dapat mempunyai kepekaan dan penghayatan yang dalam. 2 S. Ngaliman (R.T. Candrapangrawit) dan S. Maridi (K.R.T. Taridhakusuma) adalah empu tari gaya Surakarta yang sangat produktif dalam berkarya tari. Karya-karya tarinya sampai sekarang masih dipelajari dan sering dipergelarkan. Upaya pengembangan pendidikan tari untuk kalangan Iebih luas dilakukan oleh G.P.H. Tejakusuma melalui pendirian Kridha Beksa Wirama pada 1918 di Yogyakarta. Pendirian Iembaga yang bergerak dalam pembelajaran tari juga terjadi di Surakarta, dengan munculnya Pemulangan Beksa Mangkunegaran (PBMN), Anggana Laras, Wignyahambeksan, Wirobnatarian, Kusumakesawan, dan Kemlayan pada 1940-an. Pada 1950 didirikan Himpunan Budaya Surakarta (HBS) yang berupaya untuk mengembangkan tari gaya Surakarta. Dalam perkembangan, muncul berbagai sanggar tari yang dipelopori oleh Yayasan Kesenian Indonesia. Tampak bahwa sampai dengan 1950, pendidikan tari dilakukan di pusat-pusat budaya di keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Kasultanan Yogyakarta, dan Pura Pakualaman. Di samping itu, terdapat berbagai sanggar tari yang tersebar di Jawa Tengah yang lebih banyak menekankan transmisi kemampuan kepenarian. Lembaga-lembaga pendidikan itu berperan besar dalam pelestarian dan pengembangan tari tradisi. ## 4.2. Pendidikan Tari di Lembaga Pendidikan Formal Proses pelatihan tari di lembaga pendidikan formal baru dimulai pada 1950- an ketika didirikan Konservatori Tari (Konri) di Yogyakarta dan Konservatori Karawitan (Konser) di Surakarta. Dalam perkembangan, didirikan pula lembaga pendidikan tari tingkat perguruan tinggi, yaitu Sekolah Seni Tari Indonesia (ASTI) di Yogyakarta pada 1963 dan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) di Surakarta pada 1964. Kedua lembaga itu kini berkembang menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Surakarta. Pendidikan formal tari sekarang ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bidang Seni yang tersebar di beberapa kota, antara lain: Yogyakarta, Surakarta, Banyumas, dan Surabaya. Sementara untuk tingkat perguruan tinggi, di antaranya: ISI Yogyakarta, ISI Denpasar, ISI Surakarta, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, STSI Padang Panjang, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Pendidikan formal tari di tingkat perguruan tinggi tidak hanya dilakukan pada jenjang S1, tetapi juga pada jenjang S2 dan S3. Pendidikan tari jenjang S2 dalam hal ini diselenggarakan di ISI Yogyakarta dan ISI Surakarta, sedangkan jenjang S3 diselenggarakan di ISI Yogyakarta. Pendidikan tari dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan apresiasi terhadap tari tradisi dan sebagai langkah penting untuk melakukan proses transmisi kemampuan di bidang tari dan generasi sebelumnya kepada generasi penerusnya, baik itu kemampuan kepenarian, koreografi, maupun penelitian tari. Proses pelatihan yang dilakukan di lembaga pendidikan formal didasarkan pada rencana yang jelas, meliputi: program, metode, siswa, para pengajar, waktu, sarana dan prasarana, dan tuntutan yang akan dicapai. Waktu yang digunakan terikat pada jadwal tertentu, sehingga pelatihan itu sangat tergantung pada kebutuhan program studi. Tujuan pendidikan tari di lembaga pendidikan formal adalah untuk melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan kesenimanan tari dengan pengetahuan tari yang luas dan memiliki sifat kreatif serta inovatif. Untuk mengetahui Iebih dekat mengenai pendidikan tari di perguruan tinggi, dipilih contoh pendidikan tari di ISI Surakarta. Pendidikan tari di lSl Surakarta mempunyai tujuan, antara lain untuk membentuk penari-penari yang mampu berperan dalam kehidupan tari. Mengingat lulusan ISI Surakarta bergelar Sarjana Seni (S.Sn.), menjadi logis apabila selama proses pendidikan, mereka diberi bekal pengetahuan teoretis, filsafat, sejarah, dan berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan tari melalui beberapa mata kuliah, di antaranya: Pengetahuan Tari, Analisis Tari, Estetika Tari, Antropologi Tari, Kritik Tari, Seminar Tari, dan Notasi Tari. Sementara mata kuliah yang berkaitan dengan pembentukan seorang penari tampak pada beberapa mata kuliah praktik, di antaranya: Tari Gaya Surakarta, Tari Gaya Yogyakarta, Tari Gaya Sunda, Tari Gaya Bali, Tari Gaya Jawa Timuran, Tari Gaya Minang, dan Tari Non Tradisi. Di samping itu, terdapat mata kuliah OIah Tubuh, Teknik Tari, dan Koreografi. Metode pengajaran praktik tari pada umumnya merupakan perpaduan antara metode imitatif, informatif, dan drill yang dilakukan secara klasikal. Sistem klasikal yang berlaku di ISI Surakarta mempertimbangkan rasio antara jumlah pengajar dan jumlah mahasiswa, yaitu 1 : 4. Dengan rasio ini memungkinkan seorang pengajar mencermati 4 (empat) orang mahasiswa. Penguasaan materi tari diawali dengan penguasaan keterampilan dan kemampuan teknik, yang pada dasarnya tidak lepas dari: (1) penguasaan susunan gerak tari; (2) ketepatan cara pelaksanaan gerak tari yang meliputi: bentuk badan, kepala, lengan, tungkai, dan kaki; (3) kecermatan gerak dan volume, kecepatan tekanan, dan bentuk gerak sehingga dapat memunculkan kualitas gerak; dan (4) keharmonisan gerak dengan musik tari. Penguasaan keterampilan dan kemampuan teknik Iebih menunjuk pada kemampuan fisik yang harus didukung oleh kesegaran tubuh yang prima. Latihan yang disiplin dan tekun sangat diperlukan baik untuk membentuk tubuh yang sehat dan memiliki kelenturan, keseimbangan, dan kekuatari maupun untuk menguasai teknik gerak. Juga diperlukan waktu yang cukup untuk dapat berlatih secara kontinu dan berulang- ulang. Untuk dapat menguasai keterampilan tari secara baik, para penari memerlukan waktu latihan minimal 4 jam per hari. Pengayaan karakter gerak dilakukan para penari dengan menjelajahi berbagai karakter gerak, di antaranya: gerak pencak, silat, karate, dan gerak-genak olah raga. Penjelajahan itu dilakukan untuk pengayaan kualitas gerak yang sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan kepenarian. Pelatihan yang keras dilakukan untuk membentuk tubuh dan otot-otot yang lentur dan dapat bergerak sesuai dengan koreografi yang dibawakan. Berkaitan dengan pembentukan tubuh penari yang handal, Gendhon Humardani pernah melakukan pelatihan yang disebut “injeksi”. Pelatihan ini melatih para penari dengan sangat keras dan dilakukan setiap hari. Materi latihan merupakan ragam gerak tari tradisi yang dilakukan berulang- ulang, misalnya gerak: tayungan , srisig , onclang , Iumaksana , trecet , jengkeng kodhok, dan laku dhodhok , yang dilakukan dengan melingkari pendapa. Gerak yang dilakukan harus “benar” sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dalam bagian sebelumnya telah disebut bahwa penari Jawa harus dapat memadukan kemampuan wiraga, wirama , dan wirasa . Oleh karena itu, keterampilan yang mengarah pada kemampuan fisik saja belum cukup bagi seorang penari. Seorang penari juga dituntut mempunyai kepekaan terhadap musik dan ritme gerak serta penghayatan dan penjiwaan terhadap karakter tarinya. Penari yang mumpuni dapat menari dengan penghayatan yang dalam. Di Bali, penari yang demikian disebut memiliki taksu . Penari-penari Jawa yang mumpuni dan mampu berekspresi dengan penjiwaan yang dalam di antaranya adalah: Retno Maruti, Sardono W. Kusuma, Rusini, Nora Kustaritina Dewi, Wahyu Santosa Prabawa, Daryono, Eko Supriyanto, dan Nuryanto. Kesempurnaan menari Jawa kasik hanya dapat diraih apabila penari juga mendalami mistik Jawa. Kehidupan mistik adalah kebatinan manusia Jawa yang dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan. Karena kebatinan merupakan unsur penting, maka selama penari beridentitas asli Jawa, ia tetap melakukan olah kebatinan. Para penari Jawa sekarang sudah jarang yang memahami mstik, sehingga sekalipun mereka dapat menari Jawa dengan penguasaan teknik yang baik narnun terasa hambar dan kosong. Ukuran kehebatari penari Jawa adalah pada isi atau bobot magis. Penari yang demikian akan selalu patut dalam perannya, luwes dan terampil dalam penampilan, dan berada dalam puncak prestasi keteladanan. Fenomena mengenai penari sekarang ini mengindikasikan bahwa kemampuan kepenarian yang mereka milik cenderung bersifat fisik, atau mereka Iebih mementingkan kemampuan fisik daripada kemampuan penjiwaan dan penghayatan. Faktor-faktor penyebabnya adalah adanya perbedaan dalam cara belajar, Iingkungan, waktu, dan semangat mempelajari secara Iebih dalam tari Jawa. Di samping itu, para penari sekarang kurang memahami konsep-konsep estetis tari Jawa, terutama konsep Joged Mataram dan Hasthasawanda . ## 5. Simpulan Gladhen dalam pertunjukan tari Jawa selalu dilakukan oleh para pendukungnya sebagai upaya untuk dapat mempertunjukkan karya tari yang baik, memenuhi nilai-nilai estetis, nllai-nilai kemanusiaan, dan dapat dihayati oleh penikmat serta mampu memperkaya pengalaman jiwa para penontonnya. Penari profesional diperlukan untuk mendukung pergelaran-pergelaran tari yang kreatif dan inovatif. Lahirnya penari-penari yang profesional sangat dipengaruhi oleh proses pelatihan yang dialaminya. Pelatihan tari yang keras, disiplin, dan penuh kreativitas akan mampu melahirkan penari-penari yang tangguh dan handal. Hadirnya penani-penari yang handal akan mendukung kehidupan tari yang semakin semarak dan mampu memperkaya pengalaman lahir dan batin para pendukung dan penonton. ## Daftar Pustaka Dewan Ahli. 1981 . Kawruh Joged Mataram . Yogyakarta: Dewan Ahli Yayasan Siswa Beksa Ngayogyakarta. Humardani, S.D. 1982 . Kumpulan Kertas Tentarig Kesenian . Surakarta: ASKI Surakarta. Kusumo, Sardono W. 2004 . Sardono W. Kusumo, Hanuman, Tarzan, Homo Erectus. Jakarta: Penerbit Kubuku. Langer, Suzanne K. 1980 . Problematika Seni (Diterjemahkan oleh F.X. Widaryanto). Bandung: ASTI. Lelyveld, Th. B. Van. 1993. Seni Tari Jawa ( De Javaansche Dansk unst, 1931) (Diterjemahkan oleh K.R.T. M. Husodo Pringgokusuma). Surakarta: Reksa Pustaka Mangkunegaran. Murgiyanto, Sal. 2004. Tradisi dan Inovasi : Beberapa Masalah Tari di Indonesia. Jakarta: Wedatama Widyasastra. Papenhuyzen, Clara Brakel. 1991. Seni Tari Jawa Tradisi Surakarta dan Peristilahannya (Diterjemahkan oleh Mursabyo). Leiden: Universitas Leiden, Proyek Pengembangan Bahasa Indonesia (ILDEP). Rustopo. 2001. Gendhon Humardani Sang Gladiator: Arsitek Kehidupan Seni Tradisi Modern . Yogyakarta: Yayasari Mahavira. Sedyawati, Edi (Editor). 1984. Tari: Tinjauan dan Berbagai Segi . Jakarta: Pustaka Jaya. Soedarsono, R.M. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata . Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI) bekerja sama dengan Artline. Suryobrongto, G.BPH. 1981. “ Penjiwaan dalam Tari Klasik Gaya Yogyakarta, dalam Dewan Kesenian Propinsi DIY, Mengenal Tari Klasik Yogyakarta . Yogyakarta: Proyek Pengembangan Kesenian DIY Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wardhana, R.M. Wisnu. 1984. “Aspek- aspek Penciptaan Tari”, dalam Sedyawati (Editor) Tari Tinjauan dan Berbagai Segi . Jakarta: Pustaka Jaya. ___________________. 1994. “Dunia Seni Tari dan Joged Jawa”. Jurnal Wiled Th. I Juli 1994. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta. Widyastutieningrum, Sri Rochana. 2004 . Sejarah Tari Gambyong : Dari Rakyat Menuju Istana , Surakarta: Citra Etnika. ____________________________. 2007 . Tayub di Blora Jawa Tengah: Pertunjukan Ritual Kerakyatan . Surakarta: ISI Press.
77a4d7f1-3680-4552-90e8-180f54c5e589
https://ejournal.uas.ac.id/index.php/auladuna/article/download/1115/543
## ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM PADA BUKU THE GREAT PROPHET MUHAMMAD UNTUK PEMBELAJARAN SKI DI MADRASAH IBTIDAIYAH ## Nisrina Roihanah Zakiyah Nur Imansyah 1 Dadan F. Ramdhan 2 Inne Marthyane Pratiwi 3 123 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 1 [email protected] , 2 [email protected] , 3 [email protected] ## ABSTRACT Given the importance of increasing confidence to Allah Swt to establish a good personality early on by instilling the value of islamic education in learners. Because of that This study aims to expresent the value of islamic education embodied in the book the great prophet muhammad and its relevance to the eye of learning of islamic culture. Because of that, This study aims to expresent the value of islamic education embodied in the book the great prophet muhammad and its relevance to the eye of learning of islamic culture. Research methods used in data analysis by labour-study methods and descriptive qualitative approaches. Data collection techniques use the study of documentation: written sources, pictures, scientific works relating to research and can provide information for the research process. The data analysis techniques used are three stages: data reduction, data presentation, and deduction drawing. Based on research found the value of islamic education in the book the great prophet muhammad for the value of akidah: faith in god and faith in prophets and apostles, the value of worship: conscience, works of the heart, prayer, shadaqah, treasure, observance of amaliah, and moral value: shunning actions of god SWT: the apostle of god brings truth, morality to the prophet: Love and love each other. Chastity to ourselves: honesty, hard work, forgiveness, leadership, philanthropy, thoughtful, affectionate others, not puffed up, not interrupting others' talk, and a good listener. The relevance of the educational values of Islam with the study of the history of islamic culture on the book the great prophet muhammad's value of worship, moral value, acidah value in 3rd and 4th grades. Keywords : The values of islamic education, books, the history of islamic culture ## ABSTRAK Mengingat pentingnya meningkatkan rasa kepercayaan diri kepada Allah Swt untuk membentuk kepribadian yang baik sejak dini dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada diri peserta didik. Karena itu penelitian ini bertujuan untuk memaparkan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat pada buku The Great Prophet Muhammad dan relevansinya terhadap pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis data dengan menunggunakan metode penelitian studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi: sumber tertulis, gambar, karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian dan dapat memberikan informasi untuk proses penelitian. Teknik analisis data yang digunakan ada tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku The Great Prophet Muhammad yaitu nilai akidah: Iman kepada Allah dan Iman kepada Nabi dan Rasul, nilai ibadah (syariah): ucapan hati, perbuatan hati, shalat, shadaqah, harta, mengamalkan amaliyah, dan nilai akhlak: akhlak terhadap Allah Swt: menghindari perbuatan maksiat, bertakwa, akhlak terhadap Rasulullah: meyakini bahwa Rasul Allah membawa kebenaran, akhlak terhadap orang tua: saling menyayangi dan mencintai sesama keluarga.akhlak terhadap diri sendiri: jujur, berkerja keras, amanah, pemaaf, pemimpin, dermawan, bijaksana, menyayangi orang lain, tidak sombong, tidak memotong pembicaraan orang lain, dan pendengar yang baik. Relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada buku The Great Prophet Muhammad nilai ibadah, nilai akhlak, nilai akidah di jenjang kelas 3 dan 4. ## Inne Marthyane Pratiwi Kata kunci : nilai-nilai pendidikan Islam, buku, Sejarah Kebudayaan Islam ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sesuatu dasar yang penting untuk kehidupan seseorang agar mendapatkan pemahaman dan mengembangkan keterampilannya. Hal ini seiring dengan pengertian pendidikan yaitu berbagai usaha mengembangkan pengetahuan keterampilan seseorang yang dilaksanakan oleh guru terhadap siswa agar terbentuk pengembangan yang optimal. 1 Menurut Marimba bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik untuk perannya di masa depan melalui kegiatan orientasi atau pelatihan”. 2 Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar yang diberikan guru kepada siswa untuk mengembangkan kepribadian utama pada siswa. Dalam Undang-undang Nomor 20 Republik Indonesia Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu tujuan Pendidikan Agama Islam memantapkan keimanan peserta didik melalui pembelajaran, pengalaman agama islam, melahirkan peserta didik yang taat pada ajaran Islam dan mengembangkan iman dan takwa serta berguna bagi bangsa dan negara. 3 Menurut Ahmad Tafsir rumah sudah tidak berfungsi secara penuh untuk pendidikan, alasan itulah lembaga pendidikan formal dijadikan tempat yang wajib untuk peserta didik. 4 Agar tujuan pendidikan tersebut terwujud dan berjalan dengan baik banyak lembaga-lembaga pendidikan melakukan banyak segala cara. Pada zaman ini telah banyak lembaga sekolah berbasis agama. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mewujudkan suatu tujuan pendidikan dengan cara menanamkan nilai-nilai agama dalam diri siswa. Karena pada dasarnya setiap orang Islam dalam memerankan pendidikan harus bisa menguasai pentingnya pengetahuan ajaran agama terutama pada nilai-nilai Islam. Dalam pendidikan Islam setiap kurikulumnya akan menggabungkan suatu nilai keagamaan dalam setiap mata pelajarannya. Yang berarti pendidikan keagamaan merupakan bagian terpadu dalam kurikulum pendidikan, di mana nilai-nilai agama akan memberikan warna 1 Tafsir , Ahmad. 2013. Ilmu Pendidikan Islam . Bandung : PT:Remaja Rosdakarya. 2 Marimba , A. D. (1982). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam . Bandung : PT.Al-Ma'rif . 3 Andrayani, Abdul Majid, and Dian. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi . Bandung: Remaja Rosdakarya. 4 Dahwadin, & Nugraha, F. S. (2019). Motivasi Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Wonosobo: CV:Mangku Bumi Media. dalam pendidikan nasional. Maka sebab itu lembaga pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dengan sistem pendidikan nasional. Dalam perspektif Islam, pendidikan adalah proses untuk memajukan generasi muda menjadi lebih baik, memiliki potensi dan mengamalkan nilai-nilai pendidikan Islam yang telah dipelajari. Manusia tidak hanya berkutat dengan urusan dunia tetapi juga bisa dijadikan ladang ibadah untuk bekal di akhirat. 5 Imam Abu al-Hasan al-Asy’ri mengatakan tiga unsur nilai pokok yang termasuk ajaran Islam adalah akhlak, syariah atau ibadah dan akidah. Tiga nilai itulah yang harus dimiliki setiap manusia dalam kehidupan. 6 Tiga nilai dasar pokok ajaran Islam, pada zaman yang sudah maju akan teknologi ini banyak manusia yang masih tidak menjalankan tiga nilai unsur tersebut. Melihat dari segi pandang pendidikan masih banyak siswa ataupun mahasiswa yang masih kurang taat beribadah kepada Allah Swt. Dari segi moral pun masih banyak perhatian banyak pihak. Masih banyak siswa atau mahasiswa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perkelahian, tindakan asusila, ataupun yang dasar saja tidak menghormati orang yang lebih tua, berbicara tidak sopan, dan malu untuk mengucapkan kata maaf dan terima kasih. Maka dari itu lembaga pendidikan kembali tertuju untuk menanamkan nilai dasar ajaran Islam pada diri siswa. Sejarah Kebudayaan Islam adalah subjek yang mencakup materi sejarah berupa kronologi fakta sejarah di masa lampau. Sejarah merupakan bagian penting dari perjalanan suatu bangsa, negara dan individu. Keberadaan sejarah adalah bagian dari proses kehidupan. Karena itu tanpa mengenal sejarah, mustahil untuk mengetahui proses kehidupan. Melalui sejarah manusia dapat memetik banyak pelajaran dari proses kehidupan berbangsa, bernegara dan sebagainya. Salah satu hikmah penting yang dapat dipetik dari sejarah adalah untuk melindungi dan melestarikan sesuatu yang baik dari suatu umat atau bangsa. Ketika menyangkut hal-hal yang tidak benar, maereka harus ditinggalkan dan dihindari. 7 Peneliti akan mengambil salah satu sastra anak yang akan dijadikan sebuah acuan pada siswa untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam kedalam diri peserta didik khususnya di Madrasah Ibtidaiyah dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Menurut Mitchell sastra anak ialah suatu buku yang didesain untuk anak membaca seperti novel, puris, dongeng, mitos, sejarah, dan yang lainnya. 8 Dapat disimpulkan bahwa sastra anak adalah suatu karya tulis yang ditunjukan kepada mereka, dengan dibaca atau dibacakan kepada mereka. Saat ini banyak cerita-cerita religius yang diambil dari cerita yang terdapat di Al-Qur’an dan Hadis dengan memberikan suatu dalil Al- 5 Laggulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam . Bandung: Al-Ma'arif. 6 Shihab , Muhammad Quraisy. 2018. Islam Yang Saya Anut :Dasar-dasar Ajaran Islam . Tanggerang: Penerbit Lentera Hati. 7 Nurjannah. 2016. "Menemukan Nilai Karater Dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam." Vol 2 No 1. 8 Salahudin, Anas, and Inne Marthyane Pratiwi. 2018 . "Internalisasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Sastra." I`TIBAR : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 6 (11): 149-166. Qur’an maupun Hadis. Salah satu buku cerita religius yang berisikan kisah-kisah Nabi Muhammad Saw yang dapat dibaca oleh anak sekolah dasar yaitu The Great Prophet Muhammad. ## KAJIAN TEORI a) Pengertian Nilai Nilai adalah sekumpulan keyakinan atau perasaan yang dianggap sebagai identitas yang memberikan pola pikir secara khusus dan perilaku. 9 Scheler mengatakan nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada sesuatu yang bernilai yaitu benda. Ketergantungan tidak hanya berpacu bada objek di dunia tetapi juga terhadap benda atau nilai. Sedangkan menurut Steeman nilai adalah sesuatu yang memberikan arti untuk hidup atau tujuan hidup dengan lebih dihargai. 10 Nilai dapat memberikan warna kepada tindakan seseorang lebih dari sekedar keyakinan dengan menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga hubungan nilai dan pola pikir amat erat. b) Pengertian pendidikan Islam Pendidikan Islam merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk mengembangkan potensi manusia baik lahir atau batin agar terbentuknya sebuah kepribadian Islami didalamnya. 11 Seorang pendidik ditugaskan untuk mengembangkan potensi tersebut. Akal manusia sangat harus diarahkan untuk memperoleh tingkat kecerdasan yang tinggi semaksimal mungkin. Pendidikan Islam merupakan suatu wadah dalam sistem pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai pendidikan Islam, nilai akidah, nilai syariah (ibadah) dan nilai akhlak. c) Nilai-nilai pendidikan Islam Menurut Shihab Islam memiliki tiga ajaran komponen dasar akidah, Syariah, Akhlak. Secara garis besar ketiga nilai tersebut adalah: Menurut pandangan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (873- 935 M) dalam bidang akhlak, mazhab Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dalam bidang syariah atau Ibadah, dan Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazaly dalam bidang akhlak, dengan menguraikan nilai akidah, syariah atau ibadah, dan aqidah yang secara dasar menjadi tiga usur nilai dasar pokok ajaran Islam. 12 Aspek nilai-nilai pendidikan Islam pada intinya akan dibedakan menjadi tiga pokok yaitu nilai-nilai akidah, nilai-nilai ibadah, dan nilai-nilai akhlak. Nilai akidah mengajarkan manusia atau umat muslim untuk percaya kepada Allah Swt yang merupakan Tuhan satu-satunya yang harus mereka sembah Allah Swt yang maha esa dan maha kuasa. Nilai-nilai ibadah mengajarkan kepada manusia atau umat muslim untuk melakukan segala perbuatan dengan landasi hati yang ikhlas 9 Darajat , Z. (1984). Dasar - Dasar Agama Islam . Jakarta: Bulan Bintang . 10 Adisusilo, S. (2013). Pembelajaran Nilai-karakter Kontruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif . Jakarta: Rajawali Pers. 11 Daulay , H. P. (2014 ). Pendidikan Islam dalam Persepektif . Jakarta : Kencana . 12 Shihab, Q. (1992). Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan. agar memperoleh ridha Allah Swt. Nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada manusia atau umat Islam agar bersikap dan berperilaku yang baik sesuai dengan norma dan adab. 13 ## METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kulitatif. Pendekatan kualitatif mengacu kepada penelitian yang memahami peristiwa yang dialami oleh peneliti melalui deskripsi dalam teks dan bahasa. 14 Penelitian kualitatif deskriptif yaitu mendeskripsikan hasil penelitian untuk mengetahui penjelasan dan arahan sehingga dapat membuat kesimpulan. 15 Sedangkan dalam metode yang digunakan adalah metode studi kepustakaan, metode yang berkaitan dengan pengumpulan data melalui membaca, mempelajari, menganalisis dan mengolah data. Metode kepustakaan tidak memerlukan turun kelapangaan, tetapi hanya menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti buku ataupun kepustakaan yang lainnya. 16 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kuailitatif. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan peneliti adalah buku Encyclopebee The Great Prophet Muhammad. Adapun data sekunder berupa skripsi, buku, jurnal artikel, tesis, dan websit e. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti menggunakan teknik dokumentasi. Teknik ini terbagi menjadi dua yaitu teknik membaca dan mencatat. Pada teknik ini peneliti mengumpulkan dan menggunakan kepustakaan berupa catatan, e-book , atau tinjauan pustaka berupa penelitian terdahulu sebagai referensi. Dalam model penelitian ini menggunakan model analisis data Miles dan Huberman. Teknik analisis data dapat dilakukan dengan tiga alur yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data (meringkas), penyajian data ( menyajikan data berbentuk narasi) dan penarikan kesimpulan (hasil analisis). 17 ## PEMBAHASAN Pada pembahasan ini, peneliti akan mendeskripsikan temuan dari nilai-nilai pendidikan Islam yang telah ditemukan dalam buku The Great Prophet Muhammad: Masa Kecil dan Teladan Sifat Rasulullah, kemudian menggabungkan hasil temuan ini dengan teori pengetahuan untuk menjelaskan hasil temuan dalam konteks yang lebih luas, dan diterapkan pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah. Nilai-nilai pendidikan Islam yang berada dalam buku The Great Prophet Muhammad disajikan dalam deskrpisi cerita, atau tingkah laku 13 Suryana , T. (1996 ). Pendidikan Agama Islam . Bandung : Tiga Mutiara . 14 Pratiwi, I. M., & Ariawan, V. A. (2017). Analsisi kesulitan siswa dalam membaca permulaan di kelas satu sekolah dasar . Jurnal Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, 26(1), 69-76. 15 Sukmadinata, N. S. (2013). Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: Remaja Rosdakarya. 16 Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 17 Miles , & Huberman. (1992). Analisis Data Kuanlitatif . Jakarta : Universitas Indonesia Press. tokoh. Adapun nilai-nilai pendidikan Islam yang dimaksud itu adalah: Nilai Akidah, Nilai Ibadah, Nilai Akhlak. ## 1. Nilai pendidikan Akidah dalam buku The Great Prophet Muhammad Akidah adalah keyakinan. Tauhid adalah menyatukan Allah, mengabdikan diri kepada Allah. Hakikat tauhid adalah awal dan akhir jalan hidup. Semua perbaikan dan tingkatan didedikasi untuk tauhid sehingga Manusia bisa mengukur kedekatan dan jarak hati manusia dengan Allah. 18 Sebagai umat muslim harus menyakini Allah yang maha Esa. Hanya Allah Swt yang patut disembah tiada lagi Tuhan selain Allah Swt. a. Iman Kepada Allah Swt Iman kepada Allah meyakinkan dan membenarkan hanya ada Allah Swt. yang memiliki kesempurnaan, sangat mustahil jika Allah mempunyai kekurangan pada sifat-Nya. Allah maha pencipta alam dunia dan segala sesuatu. Allah Swt merupakan satu-satunya Tuhan yang harus disembah oleh umat Islam, karena tidak ada Tuhan selain Allah yang memiliki sifat ksempurnaan tanpa adanya kekurangan. Sebagai umat Islam, seseorang harus beriman kepada Allah Swt. 19 Salat satu cara beriman kepada Allah Swt yaitu selalu membagikan rezeki kepada orang lain apalagi jika orang tersebut sangat membutuhkannya sebagai umat muslim harus bisa memberikan sebagian rezekinya untuk orang tersebut. Allah Swt akan memberikan rezeki kembali untuk orang yang suka berbagi rezeki terhadap seksama umat muslim. b. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah Swt mengutuskan dua orang manusia yang akan menyampaikan suatu kebenaran untuk orang-orang dimuka bumi. Pertama seorang Nabi adalah seseorang yang diangkat derajatnya oleh Allah Swt dan menerima wahyu. Untuk yang kedua adalah Rasul yang diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah) dari Allah Swt. 20 Nabi Muhammad Saw merupakan Nabi terakhir yang diutus oleh Allah Swt. Tidak ada lagi seorang Nabi selain Nabi Muhammad Saw. Allah Swt menugaskan beliau untuk menyampaikan dakwah kepada umat-Nya. Beliau menyampaikan kepada keluarga sendiri, kepada para sahabat dan umat Islam. Dengan yakin beliau menyampaikan dakwah Allah Swt dan membaawa umat-Nya ke jalan yang benar sesuai petunjuk Allah Swt. 2. Nilai pendidikan Ibadah dalam buku The Great Prophet Muhammad Ibadah adalah suatu bentuk perbuatan yang dilandasi ketakwaan kepada Allah SWT.Ibadah juga merupakan kewajiban agama Islam yang tidak dapat dipisahkan dari aspek 18 Kaffie , Jamaluddin . 2003 . Tasawuf Kontemporer . Jakarta : Republika . 19 Ilyas, Yunahar. 2013. Kuliah Aqidah Islam . Yogyakarta: LPPI. 20 Prahara, Erwin Yudi . 2009. Materi Pendidikan Agama Islam . Ponorogo: STAIN Po Press. keyakinan. Akidah adalah fondasinya sedangkan Ibadah adalah bukti dari suatu pernyataan keyakinan. 21 Ibadah merupakan ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan, karena Ibadah merupakan salah satu bentuk perwujudan iman. Dengan demikian, kuat atau lemahnya Ibadah seseorang ditentukan oleh kualitas keimannya. Semakin tinggi nilai ibadah maka semakin tinggi pula keimananya. Jadi Ibadah merupakan cermin atau bukti konkrit dari sebuah Akidah. 22 a. Ucapan Hati Ucapan hati atau qaulun qalbi adalah keyakinan yang wajib untuk diyakini, dengan beriman kepada sifat-sifat terhadap semua nama Allah Swt. keyakinan terhadap malaikat, kitab, rasul, dan hari akhir. 23 Ucapan hati merupakan suatu ibadah yang terus bertambah akan keyakinanya dan taat akan perintahnya serta menjauhi dari segala perbuatan yang buruk. Qoulun qalbi merupakan ucapan hati yang selalu meyakini dan mengucapkan kalimat- kalimat Allah Swt. Umat Islam harus mempunyai sifat qaulun qalbi, seperti harus selalu besyukur dengan rezeki yang mereka punya, selalu mengucapkan kalimat-kalimat Allah Swt jika mengagumi sesuatu yang indah. Qaulun qalbi ini merupakan suatu ibadah untuk meyakini akan cinta Allah Swt. Sebagaimana pendapat bahwa qoulun qalbi merupakan ucapan hati yang membenarkan dan meyakinkannya. Sebagaimana pendapat Abu Shim qoulun qalbi atau perbuatan hati yang meyakini dan membenarkan-Nya. 24 b. Perbuatan Hati Perbuatan Hati atau amanul qalbi adalah perbuatan yang menunjukkan untuk mencintai Allah Swt dan takut akan siksa kubur-Nya, berharap akan mendapatkan pahala dan ampunan Allah swt Perbuatan hati merupakan segala kegiatan ibadah didasari oleh hati yang ikhlas, sabar dan terus taat kepada Allah Swt hal ini serupa dengan cerita Nabi Muhammad Saw. Sebagai umat Islam yang harus wajib meneladani salah satu sifat Nabi Muhammad Saw yaitu keteguhan hati. Contoh dari keteguhan hati adalah jika seseorang ingin mencapai sesuatu maka harus tetap yakin dengan apa yang telah dikerjakan, karena kesuksesan membutuhkan usaha yang keras dan dukungan yang tinggi. Sebagaimana Liana keteguhan hati adalah keyakinan yang dimiliki seseoramg untuk dapat melakukan seuatu yang sebelumnya tidak bisa dilakukan. 25 Seorang umat muslim yang wajib meneladani sifat ikhlas Nabi Muhammad Saw, Salah satunya 21 Razak, Yusron, and Tohirin. 2011. Pendidikan Agama Untuk Perguruan Tinggi . Jakarta : Uhamka Press. 22 Shihab , M.Quraish . 2008 . Membumikan Al-Qur'an . Bandung: Bandung . 23 Saputro . 2015. "Penanam Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam melalui Kegiatan Cinta Alm." Penididikan Agama Islam 117-146. 24 Abu 'Ashim . 2006. Mukhtashor Ma'arijul Qabul . Mesir : Daar as-shofwah . 25 Liana , Yuyuk. 2018. "Kajian Wanita Berwirausaha Seabagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Keluarga." Ilmiah Bisnis dan Ekonomi 83-90. pada saat melakukan ibadah kepada Allah Swt. Seorang umat muslim diwajibkan untuk ikhlas dalam perbuatan atau ucapan. Pada saat melakukan hal pekerjaan janganlah berkeluh kesah. Mengejarkan sesuatu harus dengan ikhlas dalam mengerjakannya agar mendapatkan pahala dari Allah Swt.. Sebagaimana pendapat Shodiq ikhlas merupakan pekerjaan yang dilakukan semata- mata hanya untuk Allah Swt tanpa mendapatkan imbalan apapaun. 26 Sebagai umat muslim selain meneladani sifat ikhlas, sifat sabar dalam melakukan hal perbuatan atau mendapat cobaan, jika seseorang mempunyai sifat sabar maka kebenaran akan datang. Sebagaimana menurut Shihab sabar ialah untuk menahan untuk mencapai keinginan demi sesuatu yang baik atau lebih baik. 27 ## 3. Nilai Akhlak pendidikan pada buku The Great Prophet Muhammad Akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak mazmumah (akhlak tercela). Akhlak dapat dikatakan perilaku terpuji menurut agama yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah bukan menurut manusia atau adat istiadat. 28 a. Akhlak terhadap Allah Akhlak terhadap Allah Swt merupakan sikap yang harus dilakukan oleh manusia kepada Allah Swt yang maha khaliq. Akhlak terhadap Allah Swt seperti beribadah kepada Allah Swt, mencintai kepada-Nya, tidak menyekutukan Allah Swt dan selau bersykur kepada-Nya. Hal ini dapat dibuktikan dengan selalu beriman kepada-Nya dan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Akhlak terhadap Allah Swt adalah sebuah sikap yang merasakan kehadiran Allah Swt di dalam hidup kita. 29 1) Bertakwa Pada dasarnya takwa merupakan benteng kehidupan bagi seorang umat muslim. Sebagai orang yang bertakwa kepada Allah Swt yang akan selalu menunaikan kewajiban ibadah yang harus dikerjakan, seperti selalu menjalankan shalat lima waktu, beriman kepada Allah swt dan selalu ta’at akan perintah-Nya. Dengan menjadi orang yang selalu bertakwa akan menjaga kepribadian diri umat muslim dari siksa Allah Swt. ## 2) Menghindari perbuatan maksiat Perbuatan maksiat merupakan akhlak tercela yang sangat dilarang oleh Allah Swt untuk dilakukan. Maksiat akan mambawa seseorang ke dalam kegelapan. Siapapun umat Islam yang melanggar batasan yang sudah Allah Swt peringatkan makan orang tersebut akan masuk ke dalam api neraka. Dalam Al-Qur’an perbuatan maksiat merupakan hal yang bertentangan dengan 26 Shodiq, M. 1988 . Kamus Istilah Agama. Jakarta : CV.SIENTTRAMA . 27 Shihab, M. 2007. Secercah Cahaya Ilahi . Bandung: Mizan . 28 Daudy , Ahmad . 1986. Kuliah Filsafat Islam . Jakarta : Bulan Binatang . 29 Abdullah, Yatimin. 2007. Studi akhlak dalam perspektif . Jakarta : Amzah . perintah Allah Swt. Maka dari itu Allah Swt memerintahkan setiap umat-Nya untuk menjauhi segala hal yang diharamkan. b. Akhlak terhadap Rasulullah Saw Akhlak kepada Rasulullah, yaitu sejauh mana manusia meneladani sifat Rasulullah Saw yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Semakin diri seseorang dekat kepada Allah Swt untuk mentatati perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya, maka orang tersebut membuktikan sebagai manusia yang berakhlak mulia kepada Rasulnya. Semua umat muslim diwajibkan untuk mencintai Rasulnya yaitu Nabi Muhammad Saw. Hal ini termasuk kedalam keyakinan seorang umat muslim kepada Rasul Allah Swt. Semua orang Islam akan selalu meyakini Rasullullah yang merupakan utusan Allah Swt. Sebagaimana pendapat Jawas bahwa meneladani Rasulullah dengan menaati ajarannya dan perintahnya dan juga mengagungkannya. 30 c. Akhlak terhadap keluarga Akhlak terhadap keluarga yaitu hubungan yang harmonis antara ayah ibu dan anak dengan saling menghormati dan salaing memberi tanpa harus diminta. Sikap orang tua akan memberikan banyak dukungan perhatian serta contoh untuk anak-anaknya, orang tua akan memberikan bimbingan yang terbaik untuk anaknya agar terbentuk menjadi pribadi yang baik. Lingkungan keluarga menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan pada mereka. Keluarga merupakan organisasi sosial terkecil yang biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak yang terjalin rasa saling mencintai, berbagi, tanggung jawab, dan melaksanakan aktifitas pendidikan terhadap anak, sehingga memungkinkan sebuah keluarga bertanggung jawab dalam kehidupan. Keluarga merupakan wadah utama dan pertama bagi pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan sebuah perilaku seorang anak. Jika suasana dalam sebuah keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik. Jika tidak maka anak akan tumbuh terhambat pada anak tersebut. 31 d. Akhlak terhadap diri sendiri Akhlak terhadap diri sendiri yang harus dibiasakan sejak masih kecil, karena seseorang sering kali lupa akan akhlak kepada diri sendiri. Padahal ini merupakan sebuah kunci untuk memperoleh akhlak yang harus seseorang miliki sebagai manusia. Seseorang yang berperilaku dan berbuat baik untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, akan menentukan bagaimana sikap dan perbuatannya yang baik untuk orang lain. Bahwasannya Nabi Muhammad Saw pernah berpesan bahwa muliakanlah sesuatu dari diri sendiri. Sebagaimana menurut Assegaf bahwa bentuk presepti akhlak manusia itu 30 Jawas , Yazid bin Abdul Qadir . 2013. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah . Bogor : Pustaka Imam Syafi'i . 31 Djamarah , Syaiful Bahri . 2018 . Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga . Jakarta : Rineka Cipta. dari diri sendiri berdasarkan sumber ajaran Islam ialah dengan menjaga harga diri, menjaga kehormatan, mengembangkan sikap berani dalam kebenaran serta bijaksana. 32 ## 1) Jujur Menurut Mustari jujur merupakan tingkah laku seseorang yang didasarkan untuk dijadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan maupun tindakan. Dengan jujur seseorang dapat menjadikan dirinya sebagai orang yang dipercaya dalam segiapapun. 33 Allah Swt sangat mencintai seseorang yang mempunyai sifat kejujuran. Pada dasarnya rasa kejujuran harus sudah hinggap dalam diri manusia. Allah Swt selalu memerintahkan umat-Nya untuk selalu berperilaku jujur kepada sesama umat manusia baik dalam ucapan maupun berperilaku. Dengan kejujuran seseorang akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain, betapa senangnya jika seseorang bisa mendapatkan kepercayaan orang lain hal itu harus seorang umat muslim miliki untuk mempunyai kepribadian yang sangat baik. 2) Berkerja keras Bekerja keras merupakan tipe manusia yang sangat suka berkerja dengan maksud seseorang akan berkerja sesuai permintaan dan tuntutan perkerjaanya. Setiap manusia akan bersungguh-sungguh untuk melakukan suatu perkerjaan yang diminta. Jadi berkerja keras adalah sesuatu perkerjaan yang bukan hanya fisik saja tetapi juga sebuah prinsip yang harus dijalankan. 34 Seseorang yang berkerja keras pasti akan selalu memanfaatkan waktunya dengan sangat baik, tidak akan berleha-leha dan selalu memakai waktunya dengan sangat baik. Setiap orang akan melakukan perkerjaan dengan sangat profesional dan tidak akan melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Seorang pekerja keras tidak memiliki sifat pemalas dan akan melakukan pekerjaan dengan sangat bersungguh-sungguh dan banyak yang memuji jika seseorang yang suka berkerja keras. Tetapi banyak orang yang rajin beribadah kepada Allah Swt tetapi mereka tidak berkerja keras, hal ini merupakn sifat yang sangat dibenci oleh Nabi Muhammad Saw, karena merupakan sifat pemalas. Sebagaimana pendapat Tasmara manusia akan senantiasa didorong untuk selalu berkerja keras, karena manusia tidak akan pernah merasa cukup dalam hidupnya. Maka dari itu jika seseorang ingin mempunyai kehidupan yang terus berkecukupan, berkerja keraslah dalam melakukan setiap pekerjaan agar menghasilkan yang memuaskan. 35 ## 3) Amanah Amanah yaitu dapat dipercaya. Amanah merupakan salah satu yang termasuk akhlak terpuji yang didalamnya terdapat sebuah sifat kejujuran. Orang yang jujur akan mempunyai sifat 32 Assegaf , Abd.Rachman . 2005. Ilmu Pendidikan Islam . Bandung: Reamaja Rosdakarya . 33 mustari, muhammad. 2013. Jujur adalah Perilaku . Jakarta: PT.Raja Grafindo. 34 Tjahjono, Herry. 2012 . Berkerja Saja Tidak Cukup . Jakarta : PT Elex Media Komputindo . 35 Tasmara , Toto. 2002. Memberdayakan Etos Kerja Islami . Jakarta: Gema Insani. amanah atau dapat dipercaya. Dalam sikap amanah yang memiliki unsur kejujuran, dengan mempunyai sifat kejujuran maka dalam diri seseorang akan terdapat sifat percaya diri dalam kehidupan. 36 Pada dasarnya mempunyai sifat amanah atau dipercayaa kan mempunyai banyak keuntungan bagi diri sendiri. Mempunyai sifat amanah, seseorang akan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang. Orang-orang tersebut tidak akan segan untuk berbagi cerita kehidupannya, karena orang-orang tersebut percaya bahwa seseorang yang mempunyai sifat amanah dapat menjaga rahasia orang-orang tersebut. Seseorang yang mempunyai sifat amanah akan merasa dihormati karena pada dasarnya mempunyai sifat amanah untuk menjaganya sangat sulit. Orang- orang akan melihat seseorang yang mempunyai sifat amanah memmiliki kepribadian yang lebih berwibawa. Amanah adalah salah satu sifat yang sama dengan sifat jujur. Amanah merupakan salah satu sifat terpuji dari Rasulullah Saw yang mampu melahirkan sifat seorang tersebut dipercaya. Dengan sikap amanah seseoran akan mendapatkan jalan kebenaran dari Allah Swt karena dengan melakukan perbuatan baik maka Allah Swt akan membalas dengan yang lebih baik. ## 4) Pemaaf Banyak sekali di dalam Al-Qur;an memerintakan kepada setiap manusia untuk menjadi orang yang pemaaf atau saling memaafkan, bukan untuk menjadi seseorang yang pendendam. Sifat pemaaf merupakan sebuah sikap yang sangat mulia untuk diteladani banyak orang. Seorang pemaaf merupakan orang yang selalu memberikan maaf nya dengan ikhlas tanpa ada dendam sedikitpun. Nabi Muhammad Saw seseorang suri tauladan bagi umat muslim, untuk sesama manusia agar saling memaafkan tanpa adanya rasa dendam dan harus ikhlas dari hati yang terdalam. Semua manusia pasti pernah mengalami kesalahan. Keasalahan merupakan salah satu sifat yang melekat pada diri manusia. Tetapi sebagai seorang umat Islam harus bisa mamaafkan kesalahan orang lain dengan tulus tanpa adanya dendam sekalipun. Sebagaimana menurut Nuh orang yang memberikan maaf akan menghapuskan dosa seseorang dan akan bertambah pahala dan anugerahnya. 37 Menjadi seorang pemaaf akan membuat pikiran seseorang lebih dewasa. Seseorang akan mempelajari hal baru dengan sebuah kesalahan dan saling memaafkan. Manusia akan belajar bagaimana dirinya menghadapi kesalahan dan lebih mengutamakan memaafkan daripada meyimpan rasa benci dan dendam. Meminta maaf merupakan sebuah tindakan yang sederhana. 36 Ramadhani , H. (2019). Pendidikan Karakter Fast (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh) Dan Implementasi Di Sekolah. Sleman: Deepublish. 37 Nuh, Muhammad . 2013. "Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII ." Politeknik negeri media kreatif 74. ## 5) Pemimpin Kepemimpian dalam Islam dapat dikatakan pembimbingan umatnya untuk selalu beriman kepada Allah Swt dengan melakukan perintah-Nya atau sikap yang diridhai Allah Swt. kepemimpinan Islam mencerminkan bagaimana pemimpin agama Islam dalam memimpin untuk memberikan petunjuk dan kebenaran bagi umatnya. 38 Nabi Muhammad Saw saat memimpin kota Mekkah tidak langsung dapat mengubah dengan begitu cepat. Banyak usaha-usaha Nabi Muhammad Saw dalam membentuk masyarakat Islam di kota Mekkah dengan membutuhkan waktu yang tidak cepat. Nabi Muhammad Saw melakukannya secara bertahap-tahap dan memakan waktu yang sangat lama, selain membentuk masyarakat Islam Nabi Muhammad Saw juga mengubah pola pikir masyarakat pada saat itu di kota Yastrib. Maka dari itu Nabi Muhammad Saw dapat membina dan menjadi pemimpin yang bijaksana dan bersahaja. Sebagai seorang muslim yang harus mengikuti kegigihan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang pemimpin. Sebagaimana pendapat Bella Nabi Muhammad Saw tidak akan pernah diragukan lagi kepimpinannya dalam memimpin masyarakat Arab agar lebih baik. 39 6) Dermawan Dermawan merupakan sifat manusia yang saling mencintai atau menyayangi dan akan meluangkan waktu ataupun bahkan tenaga untuk menolognya. 40 Seseorang yang dermawan akan selalu datang jika seseorang sedang membutuhkan bantuannya dan akan membantunya tanpa meminta balas budi. Sifat dermawan merupakan sifat yang mulia. Seseorang yang memiliki sifat kedermawanan akan suka rela untuk memabantu orang lain yang sedang terkena musibah dan akan senantiasa membantunnya dengan ikhlas. Memiliki sifat dermawan dalam diri sendiri akan lebih bahagia hidupnya karena akan dikelilingi oleh kebaikan di sekitanya. Orang yang memiliki sifat dermawan akan selalu ikhlas untuk memberi bantuan kepada siapapun tanpa melihat orang itu siapa. Nabi Muhammad Saw selalu mengajarkan untuk membantu siapa saja tanpa melihat orang itu siapa kedudukannya sekalipun musuhnya. 7) Bijaksana Kebijaksanaan merupakan seseorang yang dapat menetukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan. Seorang yang bijaksana akan menyikapi setiap keadaan dengan tepat. Balasan sebuah kebahagiaan bagi orang-orang yang bijaksana yaitu dengan senantiasa menjadikan Allah Swt untuk dijadikan tempat umat muslim yang bergantung dan 38 Sakdiah. 2015. "Manajemen Organisasi Islam Suatu Pengantar ." Dakwah Ar-Raniry Press 115 . 39 Bella , Robert N. 2000. Beyond Belief . Jakarta : Paramadina . 40 Solihin. 2008. Kedermawanan . Yogayakarta : Insan Madani. bersandar dari berbagai persoalan hidupnya. 41 Kehebatan dan kekuasaan di dalam kehidupan ini hanya milik Allah Swt, dan manusia diwajibkan untuk berusaha, berdoa, dan menjaga atau yakin atas pertolongan Allah Swt, karena sesungguhanya lakukanlah sebuah kebaikan sekecil apapun karena sebagai manusia tidak akan pernah tahu kebaikan apa yang akan membawa diri ke surga. 8) Menyayangi orang lain Umat muslim diharuskan mempunyai sikap saling menyayangi, agar terciptanya hubungan manusia yang sangat erat dalam sebuah tali persaudaraan. Allah Swt akan senantiasa menyayangi umat-Nya jika sesama umat muslim saling menyayangi, karena Allah Swt akan memberikan cinta dan kasih sayang yang berlimpah kepada umat-Nya. Menurut Wibowo kasih sayang adalah rasa cinta atau menyanyangi terhadap diri sendiri atau orang lain. Islam selalu mengajarkan bahwa setiap manusia harus saling menyayangi terhadap sesama makhluknya. 42 Sebagai umat muslim kita wajib menyayangi satu sama lain, tidak boleh bertengkar dan harus saling menyayangi. Hidup dengan saling menyayangi akan membuahkan hasil kebahagiaan. Kasih sayang sesama umat muslim tidak hanya ditunjukan kepada satu orang tetapi sesama umat muslim. Karena kasih sayang itu tidak memandang batas. Konsep hubungan yang ada di dalamnya itu ada dua yaitu hubungan keapada Allah dan juga hubungan kepada sesama manusia. Umat muslim sebagi sesama manusia harus dapat menunjukkan kasih sayang dengan saling menyayangi. Karena manusia itu merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sebagai individual atau hidup sendiri. ## 9) Suka tolong menolong Tolong menolong merupakan perbuatan yang menguntungkan untuk orang lain yang lebih membutuhkan dari pada diri sendiri. Tolong menolong harus dilakukan dengan ikhlas tanpa adanya paksaan maupun permintaan upah untuk menolong sesama ciptaan Allah Swt. tolong menolong merupakan sikap untuk saling membantu, karena dari itu tidak hanya dilakukan pada semua manusia tetapi sesama semua makhluk hidup. Karena Allah akan senantiasa menolong hamba nya selama seorang hamba itu adalah saudaranya. 43 Menolong sesama manusia tidak boleh memiliih-milih atau membedakan-bedakan. Karena jika seseorang membeda-bedakan maka tidak akan tahu apa yang akan terjadi. Dengan saling tolong menolong umuat muslim akan memperluas tali silaturahmi, akan menambah pertemanan, dan juga bertambahnya keluarga sesama muslim. 10) Tidak sombong 41 Basyar , Ibnu . 2016. Menjadi Bijak dan Bijaksana . Jakarta : Gema Insani . 42 wibowo , Marsudi fito . 2005 . Ijtihad Kemanusiaan . Bandung : Pustaka Bani Quraisy 43 Isya , Putri . 2009. Hidup Tolong-menolong . Pustaka Sukse . Sombong merupakan menolak suatu kebenaran dan meremehkan manusia lainnya, karena meraka menganggap dirinya cantik, kaya atau beilmu pengetahuan dan meremehkan atau menghina orang lain. Sikap sombong merupakan sikap tercela yang harus dijauhi orang yang memiliki sikap sombong akan mempunyai kehidupannya akan terasa sulit. Jika orang yang memiliki sifat sombong akan jadi bahan pergunjingan di sekitar lingkungannya dan biasanya akan terjadi penolakan jika orang tersebut ingin bergabung atau bersosialisai dengan orang lain. Sikap sombong sangat tidak disukai oleh Allah Swt karena sombong bisa dikatakan dengan sebuah penyakit mental. Sebagaimana pendapat Sukanto bahwasannya orang yang sombong memiliki ganguan mental. 44 Dalam Islam tidak dianjurkan memiliki sifat sombong karena, sombong merupakan penyakit hati. Jika salah seorang mempunyai sikap sombong berarti seseorang tersebut menolak sebuah kebenaran. Sebagaimana yang disebutkan oleh Hawwa sifat sombong merupakan menolak sebuah kebenaran. 45 Kemuliaan seseorang itu tergantung pada hati dan takwanya. Kemudian akan ada di mana seseorang yang berada di atas akan hancur ketika mereka berperilaku sombong atau meremehkan orang lain, karena pada dasarnya semua itu haanyalah titipan Allah Swt yang tidak akan dibawa mati. ## 11) Tidak memotong pembicaraan orang lain Etika berbicara adalah bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan tatacara berbahasa yang baik. Tata cara berbahasa sangat penting untuk diperhatikan. Terrdapat norma- norma di dalamnya yang harus setiap orang aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi. 46 Perilaku menyela pembicaraan orang lain termasuk dalam perbuatan yang tidak terpuji, orang yang menyela perkataan orang tanpa meminta izin merupakan perilaku yang tidak menghormati orang lain dan juga perilaku yang tidak memiliki sopan santun. Terutama menyela pembicaraan orang yang lebih, seperti menyela pembicaraan dari orang tua dan guru, karena itu merupakan hal yang tidak baik, seseorang yang menyela pembicaraan orang lain akan menghambat apa yang akan seseorang itu sampaikan atau informasikan. Alangkah lebih baik jika ada yang ingin disampaikan terhadap seseorang izin terlebih dahulu untuk menyampaikan apa yang ingin diutarakan. 12) Selalu mendengarkan pendapat orang lain Kesantunan dalam perbuatan merupakan tatacara bertindak ketika sesama manusia mengahadapi sesuatu di dalam situasi tertentu. Hal ini berkaitan dengan kesantunan berbahasa, yang menerapkan norma-norma didalamnya. Maka dai itu seseorang harus bisa berbicara dengan 44 Sukanto . 1985 . Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi . Jakarta : Intergrita Press . 45 Hawwa , Sa'id . 2006 . Mensucikan jiwa Intisari ihya ulumuddin . Jakarta : Robbani Press . 46 Rahardi, Kunjana. 2002. Pragmatik Kesantunan Impreftif Bahasa indonesia . Jakarta : Penerbit Erlangga . orang lain dengan baik dan mengikuti norma atau adab dalam hal tata krama menghargai pembicaraan orang lain. Mendengarkan pendapat orang lain merupakan salah satu sikap yang mampu mendatangkan kebaikan. Dengan sikap ini, seseorang mampu bersosialisasi dengan baik, mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara bermusyawarah dan mendengarkan juga mempertimbangkan pendapat orang lain, dengan begitu solusi yang akan diterima adalah solusi yang disepakati oleh semua orang yang penuh pertimbangan. Selain dari itu, orang yang mampu mendengarkan pendapat orang lain maka seseorang akan dihargai ketika mengeluarkan sebuah pendapat dan juga orang lain memandangnya sebagai orang yang berwibawa. ## PENUTUP Buku The Great Prophet Muhammad tedapat nilai-nilai pendidikan Islam didalamnya yaitu nilai akidah: Iman kepada Allah Swt dan Iman kepada Nabi dan Rasul, nilai ibadah: ucapan hati dan perbuatan hati, dan nilai akhlak: akhlak terhadap Allah Swt, Akhlak terhadap Rasulullah Saw, Akhlak terhadap keluarga dan Akhalak terhadap diri sendiri. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terdapat adanya relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku The Great Prophet Muhammad dengan pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di madrasah ibtidaiyah iman kepada Allah Swt memiliki relevasi dengan kelas 3 dan kelas 4 pada KI.1 dan K.D 1.1 dan 1.2, iman kepada kepada Nabi dan Rasul memiliki relevansi dengan kelas 3 pada KI.1 dan K.D 4.2, ucapan hari memiliki relevansi dengan kelas 4 pada KI.2 dan K.D 2.3 maksiat dan bertakwa memiliki relevansi dengan kelas 3 KI.2 dan K.D 2.3, akhlak terhadap keluarga memiliki relevansi dengan kelas 3 KI.1 dan K.D 4.4, amanah, pemaaf dan tolong menolong memiliki relevansi dengan kelas 3 pada KI.2 dan K.D 2.1, 2.2, dan 2.4, berkerja keras, dermawan, bijaksana, saling menyayngi, tidak memotong pembicaraan orang lain dan selalu mendengarkan pendapat orang lain memiliki relevansi dengan kelas 4 pada KI.3 dan K.D 3.2 . Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti memberikan saran untuk semua pihak di antaranya: Kepada pendidik dan pemerhati pendidikan selalu meningkatkan kualitas pendidikan Islam dengan media sumber belajar yang lebih variatif dan menarik, agar materi yang disampaikan dapat diterima, dimengerti oleh peserta didik secara maksimal, serta mampu mendalami, menanamkan dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kepada orang tua masa depan anak-anak jauh lebih penting yaitu pada masa depan di akhirat, menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam sedari dini dapat memproses perkembangan belajarnya dan dapat terkontrol dengan baik dan lebih bijak memilih untuk apa yang dilakukan. ## Inne Marthyane Pratiwi ## DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Y. (2007). Studi akhlak dalam perspektif . Jakarta : Amzah . Abu 'Ashim . (2006). Mukhtashor Ma'arijul Qabul . Mesir : Daar as-shofwah . Adisusilo, S. (2013). Pembelajaran Nilai-karakter Kontruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif . Jakarta: Rajawali Pers. Andrayani, Majid, A., & Dian. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Assegaf , A. (2005). Ilmu Pendidikan Islam . Bandung: Reamaja Rosdakarya . Basyar , I. (2016). Menjadi Bijak dan Bijaksana . Jakarta : Gema Insani . Bella , R. N. (2000). Beyond Belief . Jakarta : Paramadina . Dahwadin, & Nugraha, F. S. (2019). Motivasi Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Wonosobo: CV:Mangku Bumi Media. Daradjat, Z. (2009). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Bumi Aksara . Darajat , Z. (1984). Dasar - Dasar Agama Islam . Jakarta: Bulan Bintang . Daudy , A. (1986). Kuliah Filsafat Islam . Jakarta : Bulan Binatang . Daulay , H. P. (2014). Pendidikan Islam dalam Persepektif . Jakarta : Kencana . Djamarah , S. B. (2018 ). Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga . Jakarta : Rineka Cipta . Hawwa , S. (2006). Mensucikan jiwa Intisari ihya ulumuddin . Jakarta : Robbani Press . Ilyas, Y. (2013). Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI. Isya , P. (2009). Hidup Tolong-menolong . Pustaka Sukse . Jawas , Y. A. (2013). Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Bogor : Pustaka Imam Syafi'i . Kaffie , J. (2003 ). Tasawuf Kontemporer . Jakarta : Republika . Laggulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma'arif. Liana , Y. (2018). Kajian Wanita Berwirausaha Seabagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Keluarga. Ilmiah Bisnis dan Ekonomi , 83-90. Marimba , A. D. (1982). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam . Bandung : PT.Al-Ma'rif . Miles , & Huberman. (1992). Analisis Data Kuanlitatif . Jakarta : Universitas Indonesia Press. mustari, m. (2013). Jujur adalah Perilaku. Jakarta: PT.Raja Grafindo. Nuh, M. (2013). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII . Politeknik negeri media kreatif , 74. Nurjannah. (2016). Menemukan Nilai Karater Dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Vol 2 No 1 . Prahara, E. Y. (2009). Materi Pendidikan Agama Islam . Ponorogo: STAIN Po Press. Pratiwi, I. M., & Ariawan, V. A. (2017). Analsisi kesulitan siswa dalam membaca permulaan di kelas satu sekolah dasar. Jurnal Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, 26 (1), 69-76. Rahardi, K. (2002). Pragmatik Kesantunan Impreftif Bahasa indonesia . Jakarta : Penerbit Erlangga. Ramadhani , H. (2019). Pendidikan Karakter Fast (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh) Dan Implementasi Di Sekolah. Sleman: Deepublish. Razak, Y., & Tohirin. (2011). Pendidikan Agama Untuk Perguruan Tinggi . Jakarta : Uhamka Press. Sakdiah. (2015). Manajemen Organisasi Islam Suatu Pengantar . Dakwah Ar-Raniry Press , 115 . Salahudin, A., & Pratiwi, I. M. (2018). Internalisasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Sastra. I`TIBAR : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 6 (11), 149-166. Saputro . (2015). Penanam Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam melalui Kegiatan Cinta Alam. Penididikan Agama Islam , 117-146. Shihab , M. (2008). Membumikan Al-Qur'an . Bandung: Bandung . Shihab , M. Q. (2018). Islam Yang Saya Anut :Dasar-dasar Ajaran Islam. Tanggerang: Penerbit Lentera Hati. Shihab, M. (2007). Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: Mizan. Shihab, Q. (1992). Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan. Shodiq, M. (1988). Kamus Istilah Agama. Jakarta: CV.SIENTTRAMA . Solihin. (2008). Kedermawanan . Yogayakarta : Insan Madani. Sukanto . (1985 ). Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi . Jakarta : Intergrita Press . Sukmadinata, N. S. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryana , T. (1996 ). Pendidikan Agama Islam . Bandung : Tiga Mutiara . Tafsir , A. (2013). Ilmu Pendidikan Islam . Bandung : PT:Remaja Rosdakarya. Tasmara , T. (2002). Memberdayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani. Tjahjono, H. (2012). Berkerja Saja Tidak Cukup. Jakarta : PT Elex Media Komputindo . wibowo , M. f. (2005). Ijtihad Kemanusiaan . Bandung : Pustaka Bani Quraisy . Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
e1b2787d-914c-4700-aaeb-1acf82030902
https://transpublika.co.id/ojs/index.php/Transekonomika/article/download/286/226
## ANALISIS PEREKRUTAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA INDUSTRI KREATIF AGENSI PERIKLANAN ## (Studi Kasus Pada Sojourner Creative Agency Medan) Said Furqan 1* , Onan Marakali Siregar 2 1,2 Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan E-mail: 1) [email protected] , 2) [email protected] ## Abstrak Untuk mendapatkan pegawai yang berkualitas, sebuah organisasi perlu memperhatikan proses rekrutmen dan pengembangan, karena dari rekrutmen akan ditemukan pegawai yang berkompeten atau sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh perusahaan dilakukan pengembangan pegawai agar pengetahuan pegawai dapat meningkat dan dengan pengembangan karyawan dapat membantu mewujudkan tujuan perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana program rekrutmen yang dilaksanakan oleh Sojourner Creative Agency dan untuk menganalisis bagaimana langkah-langkah pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja karyawan di Sojourner Creative Agency. Penelitian ini mengumpulkan informasi dari wawancara informan yang terdiri dari informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Teknik analisis data menggunakan proses reduksi data, penyajian data dan pembahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses rekrutmen yang dilakukan oleh Sojourner Creative Agency sudah berjalan dengan baik, perusahaan merekrut karyawan dengan melihat kemampuan dan potensi karyawan di bidang videografi dan fotografi, dalam proses pengembangan karyawan perusahaan berkembang dalam hal memberikan motivasi, pengembangan diri, dan mengembangkan keterampilan karyawan, karyawan juga diawasi dan dievaluasi dalam setiap pekerjaan yang dilakukan dan ini dapat membantu dalam proses peningkatan kinerja karyawan. Kata Kunci: Rekrutmen, Pengembangan, Kinerja Karyawan ## Abstract To obtain good quality employees, organizations need to pay attention to the recruitment and development process, because from recruitment, competent employees will be found or in accordance with the criteria determined by the company, employee development is carried out so that employee knowledge can increase and with employee development can help realize the goals of the company. This study aims to analyze how the recruitment program is implemented by Sojourner Creative Agency and to analyze how the steps of developing human resources are to improve employee performance at Sojourner Creative Agency. This study collects information from interviewing informants consisting of key informants, main informants and additional informants. The data analysis technique uses the data reduction process, data presentation and discussion. The results of this study show that in the recruitment process carried out by Sojourner Creative Agency has been well pursued, companies recruit employees by looking at the abilities and potential of employees in the field of videography and photography, in the process of developing employees the company develops in terms of providing motivation, self-development, and developing employee skills, employees are also supervised and evaluated in every job done and this can help in the process of improving employee performance. Keywords: Recruitment, Development, Employee Performance ## 1. PENDAHULUAN Perusahaan-perusahaan selama ini saling berupaya untuk dapat menjadi yang terbaik, terutama pada perusahaan jasa. Oleh karena itu, sumber daya manusia menjadi sangat penting bagi perusahaan, terutama pada perusahaan yang menjual layanan jasa yang bergantung pada kualitas sumber daya manusia untuk memberikan kualitas layanan terbaik (Kasmir, 2016). Perusahaan wajib mengetahui bahwasanya memiliki SDM yang bermutu ialah jawaban atas kemajuan serta persaingan yang ada. Maka daripada demikian, tidak ada jalan yang lain terkecuali melakukan pengoptimalan terhadap potensi sumber daya manusia yang ada. Pada sebuah unit usaha atau organisasi dalam upaya mendapatkan SDM yang berkompeten perlu memperhatikan setiap langkah perekrutan yang dilakukan, terutama pada unit usaha sektor industri kreatif, dalam industri ini melekat dengan keterampilan ataupun kreativitas yang dimilikii oleh setiap individu yang bekerja dalam industri ini (Sutrisno, 2021). Salah satu unsur penting dalam industri kreatif ialah kreativitas, saat ini kreativitas sulit untuk dibedakan, apakah menjadi tahapan atau proses yang bisa dipelajari atau menjadi karakteristik dari para manusia. Salah satu isu yang menarik guna dijadikannya sebagai suatu pembahasan, yakni tentang ketersediaannya sumber daya manusia yang terampil, kreatif, serta juga profesional dalam bidangnya. Rekrutmen ialah sebuah tahapan guna memperoleh beberapa pekerja atau karyawan yang bermutu guna mendudukinya sebuah pekerjaan maupun jabatan pada sebuah organisasi maupun perusahaan (A. T. Hasibuan & Prastowo, 2019). Melalui aktivitas rekrutmen tersebut, perusahaan bisa mengetahui perilaku serta juga sifat yang dipunyai oleh seorang pelamar, sehingga organisasi maupun perusahaan bisa melakukan pertimbangan serta melihat apakah pelamar itu sesuai ataupun tidak sesuai dengan budaya organisasi yang sudah diterapkan oleh perusahaan. Setelah dilakukannya perekrutan karyawan, organisasi tentu akan mendapati permasalahan, permasalahan pada rekrutmen kerap kali ditemukan bahwa karyawan yang didapati belum terlalu memahami secara signifikan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, Permasalahan tersebut dapat ditangani dengan perbaikan sumber daya manusia yang dapat dilakukan dengan pengembangan pada SDM, pengembangan ini wajib untuk dilakukan organisasi yang bertujuan agar SDM tersebut mempunyai kompetensi baik itu terhadap keterampilan, pengetahuan, sikap, serta juga kepribadian yang selalu selaras dengan perkembangan, kebutuhan, dan tuntutan zaman. Pengembangan SDM dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau organisasi dalam waktu tertentu untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sumber daya manusianya dalam organisasi dan pada akhirnya meningkatkan produktivitas organisasi serta pengembangan sumber daya manusia ini dapat melahirkan perubahan sikap karyawan menjadi lebih baik (Heru & Al Fajar, 2015). Peneliti melakukan penelitian pada Sojourner Creative Agency Medan, unit usaha ini memiliki permasalahan pada tahapan rekrutmen serta pengembangan, Berdasarkan Pra penelitian, pada awal terbentuknya sojourner creative ini mengalami kesulitan dalam merekrut karyawan yang memiliki latar belakang pengetahuan pada agensi periklanan, hal itu dikarenakan sangat sulit untuk menemukan individu yang memiliki kreativitas dan minat pada bidang industri periklanan ini, dan saat sudah menemukan karyawan, Sojourner mendapati kesulitan dalam mengembangkan SDM yang dimiliki, dikarenakan SDM yang ada tidak terbiasa dengan istilah-istilah atau ilmu baru dalam dunia pengeditan dan pengambilan foto maupun video. Dengan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana program rekrutmen yang dilaksanakan oleh Sojourner Creative Agency dan untuk menganalisis bagaimana langkah-langkah pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja karyawan di Sojourner Creative Agency. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA Pembahasan tentang manajemen sumber daya manusia (SDM) tentulah tidak terlepas dari yang namanya manajemen secara umum. Teruntuk perihal demikian perlu diketahuinya arti mengenai apa yang disebut dengan manajemen menurut dari para ahli dengan memandang dari sudut pandang tertentu. Menurut Hasibuan (2016) mengemukakan bahwasanya manajemen SDM ialah seni serta ilmu yang mengatur antara hubungan dan peranan dari para tenaga kerja agar jauh lebih efisien serta efektif dalam membantu tercapainya target atau tujuan yang dipunyai oleh karyawan, perusahaan, serta juga masyarakat. MSDM memiliki peran besar untuk mengarahkan orang-orang yang berada di organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yang mampu bekerja secara efektif dan efisien (Larasati, 2018). Tujuan umum bagian MSDM ialah agar mampu memberikan kepuasan kerja yang maksimal kepada pihak manajemen perusahaan yang lebih mampu membawa pengaruh pada nilai perusahaan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Lalu definisi SDM menurut Hamali (2016), ialah suatu pendekatan yang strategis terhadap keterampilan, motivasi, pengembangan dan manajemen pengorganisasian tenaga kerja. Maka dari itu Manajemen Sumber Daya Manusia juga menjadi komponen penting dalam kehidupan yang akan menunjang kebutuhan manusia baik dalam organisasi maupun individual. Perekrutan menurut Hasibuan (2016) adalah usaha mencari dan mempengaruhi calon tenaga kerja agar mau melamar lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Definisi yang serupa juga dikemukakan oleh Nurmansyah dalam Widyani & Putra (2020) yang mendefinisikan rekrutmen sebagai kegiatan untuk mendapatkan tenaga kerja baru untuk mengisi lowongan-lowongan jabatan yang ada pada unit-unit dalam perusahaan. Rekrutmen merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam hal pengadaan tenaga kerja. Jika suatu rekrutmen berhasil dengan kata lain banyak pelamar yang memasukan lamarannya, maka peluang perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang terbaik akan menjadi semakin terbuka lebar Menurut Hasibuan (2016), pengembangan adalah fungsi operasional kedua dari manajemen Personalia, pengembangan perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan, agar pengembangan dapat dilaksanakan dengan baik harus lebih dahulu ditetapkan suatu program pengembangan. Pengembangan SDM dilakukan guna menyiapkan pegawai atau karyawan yang akan memegang pertanggung jawaban pekerjaan di era kedepannya. Pengembangan SDM diperlukan agar karyawan dapat beradaptasi ataupun bertahan atas perubahan zaman yang mungkin terjadi kedepannya Menurut Siagian dalam Hani (2021), menyatakan pengembangan SDM meliputi kesempatan belajar yang bertujuan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan yang sedang dijalani. Pengembangan lebih difokuskan untuk jangka panjang. Selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan karyawan sesuai dengan pertumbuhan dan perubahan organisasi. Menurut Osborn dalam (Rahayu, 2017) mengatakan bahwa kinerja adalah sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan individu atau kelompok yang mengikuti tata cara atau prosedur sesuai standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan menurut Lawler dan Porter dalam Sutrisno (2016) menyatakan kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut. Menurut Simamora (2015) kinerja SDM merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Kinerja tidak hanya dilihat dari energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil yang dicapai apakah sudah sesuai dengan aturan- aturan yang telah ditetapkan. ## 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan atas fenomena yang terjadi (Moleong, 2010). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Sumber data diambil dari data primer dan data sekunder Penelitian ini mengumpulkan informasi dari mewawancarai para informan yang terdiri atas informan kunci, informan utama dan informan tambahan serta melakukan observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan proses reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di Sojourner Creative Agency yang mana Sojourner Creative Agency merupakan anak usaha dari PT. Mutiara Hijau yang menjalankan usahanya di bidang industri kreatif jasa periklanan yang berdiri pada tahun 2018. Tabel 1 Karakteristik Karyawan Sojourner Creative Indikator Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Laki-Laki 13 76% Perempuan 4 24% Usia 21-22 4 24% 23-24 7 40% 25-26 4 24% 27-28 1 6% 29-30 1 6% Pendidikan SMA 4 23% D3 1 6% S1 12 71% Sumber: Data diolah, 2022 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa Karyawan Sojourner Creative didominasi oleh laki-laki dengan persentase 76%, sedangkan sisanya perempuan sejumlah 4 orang (24%). Pada indikator usia Karyawan Sojourner Creative didominasi oleh usia 23-24 tahun sejumlah 7 orang (40%), karyawan yang berusia 21-22 tahun sejumlah 4 orang, 25-26 tahun sejumlah 4 orang, sisanya usia 27-28 tahun dan 29-30 tahun masing-masing 1 orang. Dari latar belakang Pendidikan Karyawan Sojourner Creative didominasi oleh lulusan S1 dengan persentase 71% atau 12 orang, latar belakang Pendidikan SMA sejumlah 4 orang atau 23%, dan D3 dengan persentase 6% atau 1 orang. ## 1) Perekrutan Karyawan Perekrutan karyawan pada Sojourner Creative terbagi menjadi tiga bagian yaitu proses perekrutan, metode perekrutan dan sumber perekrutan. Untuk proses perekrutan pada tahap awal perusahaan melakukan identifikasi jabatan atau posisi yang kosong dengan melakukan rapat strategis internal untuk menemukan kebutuhan penambahan karyawan serta pihak manajerial operasional perusahaan melihat terlebih dahulu beban kerja yang ada dan melihat kualitas kerja karyawan, jika beban kerja berlebih yang mengakibatkan kualitas kerja karyawan menurun maka perusahaan akan melakukan penambahan karyawan. Tahap Selanjutnya perusahaan berusaha mencari atau mengajak para calon karyawan melalui unggahan foto atau video pada media sosial calon karyawan, selain itu perusahaan juga mencari serta mengajak calon karyawan melalui komunitas-komunitas industri videografi dan fotografi, mencari serta mengajak para calon karyawan melalui program- program seminar dan magang yang diselenggarakan oleh perusahaan setiap enam bulan sekali, serta mengajak para calon karyawan yang direkomendasikan. Tahap selanjutnya ialah seleksi Sojourner Creative Agency telah menetapkan kualifikasi bagi calon karyawannya agar karyawan dapat ditempatkan pada pekerjaan yang tepat, proses seleksi telah dilaksanakan secara sistematis, mulai dari tahapan seleksi administrasi hingga tahap akhir uji standar kriteria, Sojourner Creative Agency melakukan seleksi berkas seperti memastikan calon karyawan asal Warga Negara Indonesia (KTP), telah mencapai usia kerja atau di atas 18 tahun, berkelakuan baik atau tidak pernah tersangkut perbuatan kriminal, Tidak pernah diberhentikan karena tindakan tidak disiplin di perusahaan sebelumnya (bagi yang sudah pernah bekerja), memiliki minat, hobi dan potensi pada bidang fotografi dan videografi. Dan hal yang lebih penting dalam proses seleksi pada Sojourner Creative Agency ialah dengan menguji beberapa standar kriteria seperti Style dalam edit video atau foto, gaya artistik, tes dasar ilmu-ilmu dalam agensi periklanan, kemampuan komunikasi dan sosial, dan karya apa yang sudah pernah diciptakan. Tahap selanjutnya ialah penempatan karyawan Sojourner Creative Agency menetapkan pekerjaan karyawan sesuai dengan apa yang dikuasai karyawan, akan tetapi perusahaan tetap melakukan rotasi pekerjaan agar ilmu karyawan terus bertambah, sehingga jika kedepannya ada karyawan yang terkendala hadir maka karyawan lainnya sudah mampu untuk menggantikan sementara karyawan yang berhalangan hadir tersebut. Pada metode perekrutan Sojourner Creative Agency menerapkan dua metode rekrutmen yaitu metode terbuka dan metode tertutup. Metode terbuka dilakukan untuk merekrut calon karyawan karena dengan metode terbuka lebih banyak pelamar yang dapat diseleksi yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan melakukan pengiklanan untuk menarik perhatian calon karyawan. Untuk metode perekrutan tertutup diterapkan untuk merekrut calon karyawan pada posisi-posisi strategis, dilakukan secara tertutup untuk mendapatkan Sumber Daya Manusia yang lebih berkualitas dan dapat dipercaya, perusahaan menerapkan metode tertutup seperti kenaikan jabatan, memprioritaskan rekomendasi-rekomendasi dari orang yang dapat dipercaya. Sumber rekrutmen karyawan pada unit usaha Sojourner Creative ini berasal dari pengiklanan, komunitas industri kreatif videografi dan fotografi, program magang dan seminar, serta dari rekomendasi dari rekan kerja yang dapat dipercaya, selama ini perusahaan lebih menyukai perekrutan yang berasal dari rekomendasi orang-orang kepercayaan karena lebih mudah untuk dilakukannya pengembangan karena lebih mudah dibina dan diberi penjelasan. ## 2) Pengembangan Karyawan Pengembangan pada karyawan Sojourner Creative dilakukan melalui pengembangan motivasi, pengembangan kepribadian, dan pengembangan keterampilan. Pada pengembangan motivasi Sojourner Creative Agency memberikan bentuk motivasi secara kebutuhan fisik yang diberikan perusahaan kepada karyawan ialah dengan pemberian bonus dalam bentuk uang dan pentingkatan fasilitas kantor, motivasi secara kebutuhan rasa aman atau keselamatan ialah dalam bentuk penyediaan obat-obatan dan vitamin dan bertanggung jawab atas keselamatan karyawan selama proses pekerjaan berlangsung dan pemberian asuransi jiwa, motivasi secara kebutuhan sosial ialah dalam bentuk penyediaan program company trip yang bertujuan agar karyawan dapat berinteraksi semakin baik antar satu dengan yang lain, lalu penyediaan program penyegaran mental atau konseling yang bertujuan sebagai media atau tempat bercerita dan berkeluh kesah jika ada masalah yang dihadapi karyawan, dan seluruh karyawan dibebaskan atas segala macam bentuk pendapat. Sojourner juga memberikan motivasi secara kebutuhan penghargaan ialah dalam bentuk apresiasi dengan pemberian insentif terhadap karyawan. Pada pengembangan kepribadian Sojourner Creative Agency memberikan hasil review performa karyawan setiap bulannya, perusahaan juga melakukan review performa komunikasi karyawan, diberikan pelatihan mengenai tata cara produksi, sosialisasi menerus mengenai tata cara penggunaan alat elektronik dan alat produksi seperti kamera dan lainnya. Perusahaan juga terbuka dengan memberikan ruang bercerita kepada karyawan jika karyawan memiliki masalah yang mengganggu stabilitas emosi para karyawan. Pada pengembangan keterampilan Sojourner Creative Agency menerapkan diskusi secara langsung dan juga forum diskusi di sosial media dengan agenda mereview karya karya terbaru baik dari hasil perusahaan maupun data yang bisa ditemukan di internet mengenai industri kreatif agensi periklanan dan juga perusahaan melatih setiap karyawan untuk menulis jurnal harian, membiasakan merancang apa yang ingin dilakukan ( moodboard ), memahami kosakata yang tidak umum digunakan, hal tersebut dilakukan demi melatih ide- ide kreatif para karyawan serta perusahaan menerapkan rotasi tim pada setiap projek, program training dan seminar-seminar agar dapat lebih maksimal dalam menyelesaikan pekerjaan. Pengembangan keterampilan yang dilakukan perusahaan dapat membentuk pola berpikir yang lebih kreatif dan juga dapat membuat kinerja karyawan menjadi lebih maksimal. ## 3) Kinerja Karyawan Pada kinerja karyawan Sojourner Creative memperhatikan kuantitas, kualitas, keahlian dan kemampuan bekerjasama. Pada kuantitas dan kualitas Sojourner Creative Agency menetapkan target dalam penjadwalan dengan terperinci yang diawasi langsung oleh projek manajer yang selalu mengelola progress dan memberikan update setiap harinya, perusahaan juga melakukan reward dan punishment kepada karyawan, Perusahaan juga menempatkan orang yang berpengalaman untuk memimpin setiap projek yang ada agar kualitas pekerjaan lebih terjamin, dan setiap hasil akhir pekerjaan akan di review terlebih dahulu disebuah forum untuk dilakukan pengecekan hasil akhir projek yang dikerjakan. Pada keahlian karyawan Sojourner Creative Agency memberikan referensi ide, forum diskusi terbuka untuk membahas isu terkini, program magang dan seminar yang dilakukan. Pada kemampuan bekerja sama karyawan Sojourner Creative telah memperbanyak aktivitas bersama, baik hal yang berhubungan dengan pekerjaan maupun diluar pekerjaan seperti melakukan kegiatan sosial, dalam meningkatkan kemampuan bekerja sama tim perusahaan melakukan efisiensi pengerjaan projek dengan memperkerjakan karyawan seminimal mungkin terhadap beberapa projek atau membagi-bagi karyawan terhadap beberapa projek yang sedang dikerjakan, akan tetapi pembagian tersebut tetap terukur tidak sampai menurunkan mutu kerja karyawan, hal tersebut dilakukan agar setiap karyawan dapat dengan maksimal melakukan pekerjaannya. ## 5. KESIMPULAN Perekrutan yang dilakukan pada Sojourner Creative dilakukan atas dasar identifikasi kebutuhan perusahaan, perusahaan juga menetapkan metode perekrutan secara terbuka untuk karyawan lapangan dan tertutup untuk karyawan posisi strategis. Sumber karyawan berasal dari pengiklanan di media massa, rekomendasi dari komunitas industri kreatif videografi dan fotografi, serta dari rekomendasi dari orang yang dapat dipercaya, akan tetapi ditemukan bahwa perusahaan saat sekarang ini memiliki karyawan yang mayoritasnya tidak memiliki latar belakang ilmu agensi periklanan karena perusahaan masih kesulitan untuk menemukan karyawan yang memiliki latar belakang pendidikan yang mengetahui ilmu agensi periklanan Pada pengembangan karyawan Sojourner Creative Agency telah melakukan program pengembangan dengan cara pemberian motivasi dalam bentuk kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan motivasi dalam bentuk kebutuhan penghargaan. Sojourner Creative Agency juga menerapkan pengembangan kepribadian dan pengembangan keterampilan karyawan. Pada proses perekrutan dan pengembangan yang dilakukan oleh Sojourner Creative Agency terhadap kinerja karyawannya telah diusahakan dengan semaksimal mungkin, akan tetapi pada perekrutan yang dilakukan oleh Sojourner Creative Agency ditemukan bahwa perusahaan masih kesulitan dalam menemukan karyawan yang sesuai dengan keinginian yang ditetapkan, maka perekrutan yang dilakukan masih tergolong belum berjalan dengan baik, pada proses pengembangan yang dilakukan telah menerapkan langkah yang baik agar dapat menciptakan kinerja karyawan secara maksimal akan tetapi karena karyawan yang ada masih belum memiliki ilmu yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Sojourner Creative Agency maka pengembangan karyawan yang dilakukan lebih memakan waktu yang lama. ## DAFTAR PUSTAKA Hamali, A. Y. (2016). Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan . Prenamedia group. Hani, D. A. (2021). Pengembangan SDM . CV. Media Sains Indonesia. Hasibuan, A. T., & Prastowo, A. (2019). Kepemimpinan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia . Bumi Aksara. Hasibuan, M. S. P. (2016). Manajemen sumber daya manusia (revisi) . Bumi Aksara. Heru, T., & Al Fajar, S. (2015). Manajemen Sumberdaya Manusia Sebagai Dasar Meraih Keunggulan Bersaing. Cetakan Ketiga. Penerbit: Unit Penerbit Dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta . Kasmir. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik) . PT. Rajagrafindo Persada. Larasati, S. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia . Deepublish. Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif . Rosda Karya. Rahayu, K. W. (2017). Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur. Ekonomia , 6 (1), 177–182. Simamora, H. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia . STIE YKPN. Sutrisno. (2021). Improvement Of Human Resources Competence With Academic Quality Policy In The Economic Sector Of Higher Education Providers In East Java. Transformational Language, Literature, and Technology Overview in Learning (TRANSTOOL) , 1 (1), 19–28. https://doi.org/https://doi.org/10.55047/transtool.v1i1.104 Sutrisno, E. (2016). Manajemen sumber daya manusia . Kencana Prenada Media Group. Widyani, A. A. D., & Putra, I. W. A. P. (2020). Pengaruh Rekrutmen dan Promosi Jabatan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Sinarmas Cabang Denpasar. Widya Manajemen , 2 (1), 80–88.
b0ea5146-b9a9-4301-b72e-f3db8d051d8c
https://attractivejournal.com/index.php/aj/article/download/931/698
Variasi Bahasa Sunda di Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran: Analisis Dialektologi Undang Sudana 1 , Novi Resmini 1 , Jatmika Nurhadi 1 , Hilmi Aziz Rahmatullah 1 , Diah Wulandari 1 1 Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Corresponding Author : [email protected] ## ARTICLE INFO Article history: Received Oktober 12, 2023 Revised November 23, 2020 Accepted November 26, 2023 ## ABSTRACT The research formulation (1) What are the linguistic differences that occur in Parigi District, Pangandaran Regency? (2) How is language kinship in Parigi District, Pangandaran Regency? This research was conducted to obtain an overview of language variations and/or dialect differences in Parigi District, Pangandaran Regency. The research method used is a descriptive method using fieldwork methods through note-taking, observing, and recording techniques. The instruments used in collecting data were swadesh vocabulary and 200 cultural vocabulary which were modified into a list of questions. Furthermore, data analysis was carried out through phonetic transcription, classification, identification, and dialectometric calculations or comparisons between points of observation. First, the language data from the interviews that have been obtained are then phonetically transcribed. Second, after the data has been phonetically transcribed, each given is classified based on phonological, morphological, and lexical aspects. The third process is to identify any differences at the phonological level so that a conclusion can be drawn about how many differences there are. The next process is to determine the differences in linguistic elements between the observation point areas using dielectrometry calculations, in order to obtain results that will determine whether the differences are differences in language, dialect, sub-dialect, speech differences, or there are no differences in the four observation point areas. in Parigi District, Pangandaran Regency. Keywords : Language Variety, Dialect, Dialectology, Dialectometry Journal Homepage https://www.attractivejournal.com/index.php/aj/ This is an open access article under the CC BY SA license https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ Published by CV. Creative Tugu Pena ## PENDAHULUAN Chaer (2004) menyatakan bahwa dialek erat kaitan dengan individu yang berkenaan dengan warna suara, gaya bahasa, pilihan kata, susunan kalimat dan sebagainya. Dari berbagai hal tersebut antara satu individu dan individu lainnya akan memiliki beberapa kesamaan terlebih jika mereka di dalam satu wilayah yang sama. Misalnya para penutur dalam satu daerah memiliki dialek yang sama meskipun mereka mempunya idioleknya masing-masing. Namun karena memiliki ciri khas dalam dialek, mereka pun dapat menandai bahwa masih dalam satu dialek. Pada penelitian ini, Kecamatan Parigi yang terletak di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat menjadi lokasi dari penelitian. Di antara sepuluh desa yang termasuk ke dalam Kecamatan Parigi, penulis meneliti empat desa dari kesepuluh desa tersebut. Empat desa yang diteliti yaitu, Desa Karangjaladri, Desa Selasari, Desa Parakanmanggu, dan ## Attractive : Innovative Education Journal Desa Parigi. Daerah Kabupaten Pangandaran, termasuk keempat desa yang dijadikan objek penelitian, terdapat variasi bahasa yang disebabkan oleh kondisi masyarakat yang heterogen. Para penutur Sunda sebagai penutur asli dan penutur Jawa sebagai pendatang. Variasi antara penutur Sunda yang terpengaruh oleh penutur Jawa tersebut menjadi poin menarik untuk diteliti. Khususnya di Kecamatan Parigi sebagai titik fokus karena mayoritas penduduk di daerah tersebut menggunakan bahasa Sunda sebagai tuturan asli. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian dialektologi yang hampir serupa dengan apa yang dilakukan penulis, di antaranya penelitian dialektologi yang mengkaji (1) variasi dialek dalam budaya Jawa di Kabupaten Tangerang, (2) variasi dialek bahasa Bawean di wilayah pulau Bawean Kabupaten Gresik, (3) geografi dialek bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, (4) kajian dialektologi bahasa Madura dialek Bangkalan Penelitian-penelitian tersebut memiliki titik fokusnya masing-masing, tetapi tetap dalam satu lingkup dialektologi. Terdapat penelitian yang membahas tentang (1) percampuran antara dialek Jawa ngapak dan Jawa bandek di lingkungan yang mayoritas berbahasa Sunda, ada juga peneliti yang mengangkat (2) perbedaan fonologis dan leksikal dialek Bawean yang disebabkan oleh letak geografis antara kecamatan Sangkapura dan kecamatan Tambak (3) perbedaan dialek yang digunakan masyarakat masing-masing perbatasan desa di kecamatan Parung Panjang, Bogor, (4) Variasi Bahasa Sunda Di Daerah Pesisir Jabar Selatan (5 perbedaan dialek yang diakibatkan oleh letak geografis antara pesisir pantai dan wilayah pegunungan di Kabupaten Bangkalan, tepatnya di kecamatan Arosbaya dan Kecamatan Geger. Semua itu terdapat dalam penelitian (Purwaningrum & Pangestu, 2021), (Wijayanti, 2016), (Rahmawati, 2011), (Afsari & Muhtadin, 2019), dan (Dewi, Widayati, & Sucipto, 2017). Mayoritas dari penelitian tersebut melakukan analisis terhadap unsur fonologis pada dialek setiap daerah. Penelitian ini memiliki titik fokus yang hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan terdapat pada objek bahasa yang diteliti. Pada penelitian ini, objek bahasa yang diteliti telah mengalami percampuran dengan bahasa lain. Di daerah Kabupaten Pangandaran bahasa Sunda telah mengalami sedikit percampuran dengan bahasa Jawa sehingga memunculkan dialek yang unik di setiap titik pengamatan. Alasan peneliti meneliti variasi bahasa Sunda di Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran khususnya di Desa Karangjaladri, Selasari, Parigi, dan Parakanmanggu karena belum ada penelitian yang mengkaji dialek di daerah tersebut. Selain itu, percampuran antara bahasa Sunda dan Jawa di keempat desa tersebut memunculkan dialek yang unik pada masing-masing daerah. Kabupaten Pangandaran yang berbatasan dengan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya keunikan tersebut. Hal itu hampir sama dengan penelitian Afsari & Muhtadi (2019) yang meneliti variasi bahasa Sunda di daerah pesisir Jabar Selatan. Hal itu disebabkan oleh faktor bahwa Pangandaran merupakan salah satu wilayah yang ada di lintasan pantai Jabar Selatan. Daerah ini banyak didatangi oleh penduduk yang berasal dari Jawa, seperti Cilacap yang menyeberang ke daerah Jawa Barat (Afsari & Muhtadi, 2019). Dialek Dialek merujuk pada variasi dalam bahasa yang timbul akibat faktor geografis, sosial, atau historis. Hal ini menunjukkan bahwa di suatu wilayah atau kelompok sosial tertentu, penggunaan bahasa dapat mengalami perbedaan dalam pelafalan, tata bahasa, kosa kata, dan gaya bicara. Dialek bisa berkembang secara alami karena perubahan geografis, kontak dengan budaya atau bahasa lain, perubahan sosial, dan sejumlah faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut kemudian menghasilkan lima pembeda dari satu dialek ke dialek yang lainnya. Kelima hal tersebut: 1. Perbedaan secara fonetik Perbedaan ini merujuk pada bidang fonologi yang mencakup perbedaan dalam produksi bunyi-bunyi tertentu, intonasi, vokal nasal, penyebutan konsonan, serta hal- hal yang berkaitan dengan fonologi lainnya. Biasanya penutur atau pemakai dialek tidak menyadari perbedaan tersebut. 2. Perbedaan secara semantik Perbedaan ini mengacu pada variasi pada makna kata, frasa, atau kalimat antara berbagai dialek, variasi bahasa, atau bahasa yang berbeda. Satu kata yang sama dapat bermakna berbeda di wilayah satu dengan yang lainnya. 3. Perbedaan secara onomasiologis Perbedaan ini mengenai penamaan yang berbeda untuk kata yang sama berdasarkan kata tersebut berasal. 4. Perbedaan secara semasiologis Perbedaan ini merujuk pada pemberian nama yang sama untuk konsep yang beragam. 5. Perbedaan secara morfologis Perbedaan ini menunjukkan adanya inovasi bahasa baru dengan penambahan fonem atau imbuhan yang mengubah bentuk suatu kata. Pada penelitian ini hanya akan membahas perbedaan secara fonetis, morfologis, dan leksikal. Serta gloss yang tidak memiliki perbedaan di setiap TP yang dibandingkan. ## Dialektologi Dialektologi merupakan salah satu cabang dari kajian linguistik. Ruang lingkup kajian dialektologi adalah perbedaan isolek. Istilah isolek merupakan istilah netral yang dapat digunakan untuk menunjuk pada bahasa, dialek, atau subdialek. Namun tidak menimbulkan munculnya bahasa yang berbeda. Ciri dialek adalah perangkat bentuk ujaran yang berbeda namun memiliki ciri umum yang lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa (Meilet dalam Rohaedi, 1983: 2). Pateda (1988:51) mengatakan bahwa dialektologi disebut juga sebagai variasi bahasa berdasarkan geografi, serta ilmu yang membandingkan bahasa- bahasa yang masih serumpun untuk mencari titik persamaan dan titik perbedaannya. ## Variasi Bahasa berdasarkan penutur Variasi bahasa memiliki dua pandangan yaitu variasi bahasa terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa, sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Variasi bahasa berdasarkan penutur terdiri atas: idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat individu. Dalam konsepnya variasi idiolek berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif dalam suatu wilayah tertentu. Kronolek merupakan variasi bahasa oleh suatu kelompok sosial dalam masa tertentu. Sementara itu, sosiolek merupakan variasi bahasa dengan status atau kelas sosial masyarakat tutur. ## METODE Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan bagaimana perbedaan kebahasaan yang terjadi di kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran serta kekerabatan bahasa yang ada di kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, maka penelitian ini bersifat deskriptif. Arikunto (2010) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan- hubungan antara variabel yang diteliti. Dengan kata lain, penelitian yang bersifat deskriptif ini tidak memandang benar dan salah bahasa yang dituturkan oleh penutur atau informan. Peneliti harus bersifat objektif terhadap tuturan dari penutur di titik pengamatan. Metode yang digunakan dalam penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode pupuan lapangan yang meliputi dua cara, yaitu pencatatan langsung dan perekaman (Ayatrohaedi, 1983:34). Teknik pencatatan dilakukan dengan cara mencatat berian yang dituturkan oleh informan. Sementara itu, teknik perekaman dilakukan untuk mengantisipasi terdistorsinya data hasil pencatatan. Adapun instrumen yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data yaitu daftar tanyaan berjumlah 200 kata yang diadaptasi dari daftar kosakata Swadesh. Daftar kosakata Swadesh tersebut terbagi ke dalam beberapa kategori, seperti kata ganti atau sapaan; bagian tubuh; sistem kekerabatan; kehidupan masyarakat; rumah dan bagiannya; peralatan dan perlengkapan; makanan dan minuman; tumbuh-tumbuhan, buah, dan hasil olahan; binatang dan bagiannya; waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah; gerak dan kerja; dan kosakata budaya lainnya. Informan atau informan kemudian menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan dialek mereka masing- masing. Analisis data dilakukan melalui transkripsi fonetis, klasifikasi, dan identifikasi dari setiap gloss yang dijadikan instrumen penelitian. Pertama, data bahasa hasil wawancara yang telah didapat selanjutnya ditranskripsi secara fonetis. Kedua, setelah data tersebut ditranskripsi fonetis, setiap berian diklasifikasikan berdasarkan aspek fonologis, morfologis, dan leksikal serta gloss yang tidak memiliki perbedaan dari setiap TP. Proses ketiga adalah menganalisis variasi bahasa secara fonetis, morfologis, dan leksikal dalam setiap perbedaan sehingga didapat kesimpulan berapa banyak perbedaan yang ada. Selain itu, penelitian ini juga menghitung jumlah gloss yang tidak memiliki perbedaan di setiap TP yang dijadikan tempat pengamatan. Berian kata-kata bahasa Sunda yang mengalami percampuran dengan bahasa Jawa yang dituturkan oleh warga di Desa Karangjaladri, Selasari, Parakanmanggu, dan Parigi sebagai objek dalam penelitian ini. Objek tersebut telah disesuaikan dengan daftar tanyaan yang berjumlah 200 kata yang diadaptasi dari daftar kosakata Swadesh. Dalam penelitian ini terdapat syarat untuk informan yang menjadi sumber data. Informan yang menjadi sumber data penelitian ini merupakan informan yang memenuhi syarat-syarat: (1) Penduduk asli Kabupaten Pangandaran, (2) Berusia antara 40-50 tahun, (3) berpendidikan maksimal SMA, (4) Mampu dan menguasai bahasa daerah di Kabupaten Pangandaran, (5) Memiliki artikulasi yang jelas, (6) tidak cacat dalam berbahasa serta memiliki pendengaran yang baik untuk menangkap pertanyaan dengan tepat. ## Deskripsi Daerah Titik Pengamatan ## 1. Gambaran Umum Kecamatan Parigi Kecamatan Parigi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Geografis wilayah yaitu berada pada 108°30’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7050’20’’ Lintang Selatan. Batas utara kecamatan parigi yaitu Kabupaten Ciamis, sebelah timur kecamatan Sidamulih, sebelah barat Cigugur, dan selatan Samudera Hindia. Kecamatan Parigi terdiri dari 10 Desa. Luas wilayahnya yaitu ±100, 149 km2. Jumlah penduduk kecamatan Parigi adalah sebanyak 44.529 jiwa dengan mata pencaharian di sektor pertanian, kelautan, perdagangan, industri, dan jasa. Keadaan topografi kecamatan Parigi termasuk ke dalam daerah dataran rendah dan pesisir, dengan ketinggian 5-160 meter di atas permukaan laut. Kecamatan yang menjadi salah satu kawasan usaha perikanan ini memiliki potensi sumber air yang berlimpah. Hal tersebut disebabkan karena wilayah ini merupakan alur perlintasan saluran air sehingga lokasi ya dekat dengan pantai pesisir ini berpotensi dijadikan usaha perikanan. Wilayah Kecamatan Parigi beriklim tropis dengan curah hujan rata 353, 88 mm3 dan suhu rata- rata berkisar antara 23◦C sampai 32◦C. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (2018) jumlah penduduk per Desa di Kecamatan Parigi sebanyak 44.529 jiwa yang terdiri dari: laki-laki sebanyak 21.933 jiwa, perempuan 22.596 jiwa dengan jumlah KK 16.206 secara keseluruhan. Sementara itu, tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Parigi masih rendah. Hal tersebut terbukti dengan persentase tamatan SD sebanyak 34%. Tingkat pendidikan yang rendah dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menempuh pendidikan dan mencari ilmu pengetahuan. Selain itu, faktor ekonomi yang rendah juga berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Berdasarkan data-data yang disebutkan di atas, Kecamatan Parigi merupakan tempat yang layak untuk diteliti kebahasaannya. Penelitian ini akan membanding empat desa yang ada di Kecamatan Parigi. Artinya, setiap desa akan dibandingkan dengan desa yang lain tanpa terkecuali. Adapun untuk desa tersebut, yaitu Desa Parakanmanggu, Desa Parigi, Desa Karangjaladri, dan Desa Selasari Selanjutnya, keempat desa tersebut menjadi tempat penelitian yang disingkat TP (Titik Pengamatan sesuai dengan urutan dari desa tersebut). 2. G a m b a r an Umum Desa Parakanmanggu Desa Parakanmanggu umumnya terdiri dari dataran yang agak tinggi. Misalnya di Kampung Cimanggu, Dukuh Satu dan Dukuh Dua. Wilayah ini terdiri dari batuan kapur dan Perkebunan Albasiah atau sejenisnya. Sedangkan Kampung Cijoho dan Parakan didominasi oleh perkebunan seperti Jagung, kacang tanah, serta sawah milik perorangan. Penduduk di Desa Parakanmanggu tersebar di enam dusun yakni Dusun Parakan, Cijoho, Cimanggu, Dukuh Satu, dan Dukuh Dua. Menurut Badan Pusat Statistik (2018) jumlah penduduk Desa Parakanmanggu adalah 1888 jiwa. Mata pencaharian masyarakat Desa Parakanmanggu didapatkan dari hasil bumi, desa ini bersama desa yang lainnya menyumbang banyak dari Kelapa serta kacang tanah dan jagung. Seperti umumnya mata pencaharian orang pedesaan, kebanyakan penduduk Parakanmanggu berprofesi sebagai petani. Profesi yang lain adalah pedagang serta PNS yang kebanyakan guru. Hampir setiap hari hasil bumi Tempat Pengamatan Daerah TP 1 Desa Parakanmanggu TP 2 Desa Parigi TP 3 Desa Karangjaladri TP 4 Desa Selasari tersebut diangkut ke berbagai kota di Jawa Barat, Jakarta, dan Jawa Tengah. Selain itu, Desa ini juga menghasilkan hasil bumi dari perkebunan perorangan berupa pohon Albasiah. Jenis pohon ini banyak ditanam oleh penduduk, karena selain gampang menjualnya juga pertumbuhannya relatif cepat. Kehadiran Perusahaan pengolahan kayu di Kota Banjar turut andil dalam penanaman dan penebangan pohon jenis ini. Pendidikan di Desa Parakanmanggu tergolong memenuhi akses pendidikan Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah sekolah yang memadai dan merata. ## 3. Gambaran Umum Desa Parigi Batas utara Kecamatan Parigi, yaitu Desa Karangbenda, sebelah timur Desa Karangbenda, sebelah barat kecamatan Cijulang, dan selatan Desa Karangjaladri. Kecamatan Parigi terdiri dari 10 Desa. Luas wilayah ±100, 149 km2. Jumlah penduduk Desa Parigi yang semakin mengalami peningkatan dengan mata pencaharian di sektor pertanian, kelautan, perdagangan, industri, dan jasa. Keadaan topografi kecamatan Parigi termasuk ke dalam daerah dataran rendah dan pesisir, dengan ketinggian 5 - 160 meter di atas permukaan laut. Kecamatan yang menjadi salah satu kawasan usaha perikanan ini memiliki potensi sumber air yang berlimpah. Wilayah Kecamatan Parigi beriklim tropis dengan curah hujan rata 353, 88 mm3 dan suhu rata - rata berkisar antara 23◦C sampai 32◦C. Penduduk di Desa Parigi tersebar di empat dusun yaitu Dusun Parigi, Babakan, Purwasari, dan Cijoho. Menurut Badan Pusat Statistik (2018) jumlah penduduk Desa Parigi adalah 2326 jiwa.. Jumlah penduduk yang terus meningkat di Desa Parigi menjadikan kecamatan ini memiliki potensi yang sangat besar apabila sumber daya manusianya dikelola dengan baik sesuai dengan potensi dari wilayah administrasi masing-masing. Mata pencaharian di sektor pertanian dan perikanan, berpengaruhnya terhadap laju ekonomi di wilayah kecamatan Parigi. Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh kondisi wilayah pesisir pantai. Pemerintah setempat memfokuskan pengembangan pada sektor Pertanian. Cakupan sektor Pertanian meliputi Pertanian tanaman pangan, Perikanan, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan. Pendidikan di Desa Parigi tergolong memenuhi akses pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah sekolah yang memadai dan merata. Meskipun letak SMAN 1 Parigi terletak di Desa Parakanmanggu. ## 4. Gambaran Umum Desa Karangjaladri Karangjaladri terdiri dari beberapa dusun, di antaranya Buniayu, Astamaya dan Bojongsalawe. Penduduk di Desa Karangjaladri berjumlah 2.359 jiwa. Mayoritas mata pencaharian di Desa Karangjaladri merupakan seorang nelayan. Namun selain itu juga terdapat petani sebagai mata pencaharian di Desa Karangjaladri. Pendidikan di Desa Parakanmanggu tergolong memenuhi akses pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah sekolah yang memadai dan merata. Terdapat 4 Sekolah Dasar,1 Sekolah Menengah Umum, yaitu SMA Negeri 1 Parigi. ## 5. Gambaran Umum Desa Selasari Desa Selasari berada dalam wilayah Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Desa Selasari berada pada ketinggian 200-500 mdpl dan memiliki luas wilayah ±2.292.500 ha. yang terbagi dalam 45 RT, 17 RW dan 8 Dusun, yaitu Dusun Salakambang, Dusun Cikawung, Dusun Banjarsari, Dusun Tenjosari, Dusun Karangmukti, Dusun Giriharja, Dusun, Cikadu dan Dusun Pepedan. Desa Selasari memiliki perbukitan yang cukup indah, dengan udaranya yang sejuk berkisar 28◦C dengan persawahan yang luas. Desa Selasari umumnya terdiri dari dataran tinggi. Terdapat beberapa desa wisata yang terdapat di Desa Selasari, yaitu Santirah, Sutra Reregan, Jojogan, dan Pepedan Hills. Adapun batas wilayah Desa Selasari yaitu sebelah utara desa Bangunkarya Kec. Langkaplancar, sebelah selatan Desa Cintaratu, Kec. Parigi, sebelah timur Desa Cikalong Kec. Bojong, sebelah barat desa Jadimulya Kec. Sidamulih. Menurut Badan Pusat Statistik (2018) jumlah penduduk Desa Selasari adalah 2.604 jiwa. Masyarakat memiliki semangat yang tinggi untuk membangun desa dalam upaya mengatasi permasalahan. Masih banyak tenaga-tenaga teknis seperti tukang kayu, tukang tembok, bengkel dll. yang masih peduli di Desa Selasari. Di Desa ini juga tersedia guru, bidan, kader, pelaku kesenian, tenaga profesional, tokoh agama, seperti ustaz dan guru mengaji. Pendidikan di Desa Parigi tergolong memenuhi akses pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah sekolah yang memadai dan merata. ## Analisis dan Temuan ## Variasi Unsur Bahasa (Fonologis, Morfologis, dan Leksikal) Variasi unsur bahasa yang mengacu pada 200 kosakata Swadesh dan terdiri dari berbagai gloss yang berhubungan dengan bagian tubuh, peralatan dan perlengkapan, rumah dan bagiannya, kehidupan desa dan masyarakat, sistem kekerabatan, bagian tubuh, kata ganti, makanan dan minuman, tumbuh-tumbuhan, waktu dan musim, serta gerak dan kerja. Dari 200 gloss yang dibandingkan pada semua TP diperoleh perbedaan leksikal, morfologi, fonetis, dan juga tidak ada perbedaan. Terdapat 99 gloss memiliki perbedaan secara leksikal, 29 gloss memiliki perbedaan secara fonetis, 8 gloss memiliki perbedaan secara morfologi, dan 82 gloss tidak mengalami perbedaan. a. Variasi Fonologi Gloss yang mengalami perbedaan secara fonologis terdiri dari 29 gloss, yaitu (2), (7), (10), (15), (21), (32), (40), (41), (54), (59), (65), (73), (74), (75), (76), (85), (88), (95), (96), (115), (118), (145), (152), (160), (175), (176), (179), (190), dan (193). Contohnya: 1. (21) gloss pinggang Gloss pinggang/cangkeng terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /c/ ~ /ф/. Fonem /c/ berkorespondensi dengan fonem zero berada pada posisi awal yaitu korespondensi cangkeng dengan angkeng . 2. (32) gloss kakak Gloss kakak/lanceuk terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /l/ ~ /ф/. Fonem /l/ berkorespondensi dengan fonem zero berada pada posisi awal yaitu korespondensi lanceuk dengan lanceuk . 3. (41) gloss khitanan Gloss khitanan/sepitan terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /s/ ~ /ñ/. Fonem /s/ berkorespondensi dengan fonem /ñ/ berada pada posisi awal yaitu korespondensi sepitan dengan nyepitan . 4. (73) gloss kue Gloss kue/kueh terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /ф/ ~ /h/. Fonem zero berkorespondensi dengan fonem /h/ berada pada posisi di akhir yaitu korespondensi kue dengan kueh . 5. (74) gloss makanan Gloss makanan/daharan terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /a/ ~ /ö/. Fonem /a/ berkorespondensi dengan fonem /ö/ berada pada posisi di tengah yang diapit oleh fonem konsonan yaitu korespondensi daharan dengan dahareun . 6. (145) gloss jatuh (untuk daun atau benda) Gloss jatuh/ragrag terdapat satu pasangan bunyi yang berkorespondensi, yaitu /l/ ~ /r/. Fonem /l/ berkorespondensi dengan fonem /r/ berada pada posisi di awal kata yaitu korespondensi ragrag dengan ragrag. 7. (152) gloss membakar ikan Gloss membakar ikan/meuleum lauk terdapat satu pasangan bunyi yang berkorespondensi, yaitu /m/ ~ /b/. Fonem /m/ berkorespondensi dengan fonem /b/ berada posisi awal yaitu korespondensi meuleum lauk dengan beuleum lauk. 8. (160) gloss mendengar Gloss mendengar/ngadenge terdapat dua pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /e/ ~ /a/ dan /u/ ~ /e/. Fonem /e/ berkorespondensi dengan fonem /a/ berada pada posisi di tengah diapit oleh konsonan, fonem /u/ berkorespondensi dengan fonem /e/ berada pada posisi di akhir yaitu korespondensi ngadenge dengan ngadangu . 9. (175) gloss tampolong Gloss tampolong/ terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /a/ ~ /e/. Fonem /a/ berkorespondensi dengan fonem /e/ berada pada posisi di tengah diapit oleh konsonan yaitu korespondensi tampolong dengan tempolong . 10. (176) gloss undem Gloss undem/batok terdapat satu pasangan bunyi berkorespondensi, yaitu /t/ ~ /l/. Fonem /t/ berkorespondensi dengan fonem /l/ berada pada posisi di tengah diapit oleh vokal yaitu korespondensi batok dengan balok . b. Variasi Morfologi Gloss yang mengalami perbedaan secara morfologis terdiri dari 8 gloss, yaitu (16), (71), (78), (93), (122), (139), (153), dan (164). contohnya: 1. (16) gloss lemak/ ( gajih ) Gloss lemak/ gajih yang memiliki berian gajih terdapat perbedaan morfologi pada bagian gaji dan gagah. Perubahan itu adalah R- + gaji = gaji 2. (122) gloss debu/ ( kebul ) Gloss debu/ kebul yang memiliki berian kebul terdapat perbedaan morfologis pada berian kebul dan kekebul. Perubahan itu adalah R- + kebul = kebul. 3. (139) gloss bekerja/ ( gawe ) Gloss bekerja/gawe yang memiliki berian gawe terdapat perbedaan morfologi pada berian gawe dan digawe. Perubahan itu adalah di + gawe = gawe. ## c. Variasi Leksikal Perubahan leksikal ditemukan mengalami perbedaan paling banyak. Sebagaimana disebutkan, terdapat 99 gloss yang memiliki perbedaan secara leksikal, yaitu (1), (2), (4), (5), (6), (10), (12), (13), (14), (15), (16), (17), (19), (20), (22), (23), (24), (26), (27), (30), (32), (34), (35), (36), (37), (38), (39), (40), (41), (43), (44), (45), (46), (49), (50), (52), (53), (54), (55), (57), (59), (61), (62), (64), (65), (67), (69), (70), (74), (77), (78), (79), (81), (84), (86), (88), (89), (92), (93), (96), (102), (107), (119), (120), (122), (126), (129), (132), (135), (139), (140), (142), (143), (144), (147), (148), (149), (150), (151), (153), (154), (155), (157), (158), (159), (162), (163), (164), (165), (167), (168), (174), (177), (178), (184), (190), (191), (192), dan (194). Gloss perbedaan secara leksikal, contohnya: 1. (84) gloss cabang Gloss cabang terdapat tiga bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian cagak, regang, dan ranting. 2. (92) gloss rotan Gloss rotan terdapat dua bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian hoe dan babaran. 3. (107) gloss rusa Gloss rusa terdapat tiga bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian uncal, peucang, dan rusa. 4. (129) gloss guntur Gloss guntur terdapat tiga bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian gugur, beledag, dan guludug. 5. (132) gloss kabut Gloss kabut terdapat tiga bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian halimun, pepedut, dan kabut. 6. (140) gloss berbaring Gloss berbaring terdapat dua yang berbeda secara leksikal, yaitu berian ngedeng dan sasarean. 7. (144) gloss duduk Gloss duduk terdapat dua bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian diuk dan calik. 8. (184) gloss jorang Gloss jorang terdapat dua bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian jejer dan jorang. 9. (194) gloss condre Gloss condre terdapat dua bagian yang berbeda secara leksikal, yaitu berian pakakas dan bedog. d. Kosakata Sama Bentuk Kosakata yang tidak memiliki perubahan bentuk dalam penelitian ini memiliki kesamaan antar TP dalam penyebutan gloss tersebut. Kosa kata ini tidak mengalami perbedaan baik secara leksikal, morfologi, ataupun fonetis. Dari 200 kosakata swadesh yang menjadi instrumen penelitian, terdapat 82 gloss yang tidak memiliki perbedaan bentuk, yaitu (3), (8), (9), (11), (18), (25), (28), (29), (42), (47), (48), (51), (56), (58), (60), (63), (66), (68), (72), (80), (82), (83), (87), (90), (91), (94), (97), (98), (99), (100), (101), (103), (104), (105), (106), (108), (109), (110), (111), (112), (113), (114), (116), (117), (121), (123), (124), (125), (127), (128), (130), (131), (133), (134), (136), (137), (138), (141), (146), (156), (161), (166), (169), (170), (171), (172), (173), (180), (181), (182), (183), (185), (186), (187), (188), (189), (195), (196), (197), (198), (199), dan (200). Gloss yang tidak mengalami perbedaan, contohnya: 1. (28) gloss ayah Gloss ayah hanya memiliki satu bagian, yaitu bapak. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss ayah. Artinya setiap TP menggunakan berian bapak menyebutkan gloss ubi kayu. 2. (29) gloss ayah dari orang tua Gloss ayah dari orang tua hanya memiliki satu bagian, yaitu aki. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss ayah dari orang tua. Artinya setiap TP menggunakan berian aki menyebutkan ayah dari orang tua. 3. (48) gloss halaman Gloss halaman hanya memiliki satu bagian, yaitu buruan. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss halaman. Artinya setiap TP menggunakan berian buruan menyebutkan halaman. 4. (51) gloss pintu Gloss pintu hanya memiliki satu bagian, yaitu panto. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss pintu. Artinya setiap TP menggunakan berian panto menyebutkan pintu. 5. (60) gloss cobek Gloss cobek hanya memiliki satu bagian, yaitu coet. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss cobek. Artinya setiap TP menggunakan berian coet menyebutkan cobek. 6. (63) gloss jarum Gloss jarum hanya memiliki satu bagian, yaitu jarum . Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss jarum. Artinya setiap TP menggunakan berian jarum dalam menyebutkan gloss jarum. 7. (66) gloss tempat beras Gloss tempat beras hanya memiliki satu bagian, yaitu pabeasan. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss tempat beras. Artinya setiap TP menggunakan berian pabeasan dalam menyebutkan gloss tempat beras. 8. (68) gloss tikar Gloss tikar hanya memiliki satu bagian, yaitu samak. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss tikar. Artinya setiap TP menggunakan berian samak dalam menyebutkan gloss tempat beras. 9. (72) gloss ketupat Gloss ketupat hanya memiliki satu bagian, yaitu kupat. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss ketupat. Artinya setiap TP menggunakan berian kupat dalam menyebutkan gloss ketupat. 10. (83) gloss bunga Gloss bunga hanya memiliki satu bagian, yaitu kembang. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss bunga. Artinya setiap TP menggunakan berian kembang dalam menyebutkan gloss kembang. 11. (94) gloss rumput Gloss rumput hanya memiliki satu bagian, yaitu jukut. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss rumput. Artinya setiap TP menggunakan berian jukut dalam menyebutkan gloss rumput. 12. (97) gloss ubi kayu Gloss ubi kayu hanya memiliki satu bagian, yaitu sampeu. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss ubi kayu. Artinya setiap TP menggunakan berian sampeu menyebutkan gloss ubi kayu. 13. (131) gloss hutan Gloss hutan hanya memiliki satu bagian, yaitu leuweung. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss hutan. Artinya setiap TP menggunakan berian leuweung dalam menyebutkan gloss hutan. 14. (134) gloss pantai Gloss pantai hanya memiliki satu bagian, yaitu basisir. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss hutan. Artinya setiap TP menggunakan berian basisir dalam menyebutkan gloss pantai 15. (136) gloss tanah Gloss tanah hanya memiliki satu bagian, yaitu taneuh. Pada setiap TP tidak memiliki perbedaan dalam gloss tanah. Artinya setiap TP menggunakan berian taneuh dalam menyebutkan gloss tanah. Penelitian yang berfokus pada variasi bahasa di Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulunya. Afsari (2019) meneliti variasi bahasa di Pangandaran secara menyeluruh. Terdapat kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian Afsari (2019). Persamaan tersebut yaitu meliputi daerah yang diteliti sama-sama berbatasan dengan Cilacap sehingga memungkinkan proses terjadinya variasi bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Meski begitu, penelitian ini berfokus pada empat titik pengamatan, yaitu Desa Parakanmanggu, Desa Parigi, Desa Karangjaladri, dan Desa Selasari. Artinya penelitian ini lebih spesifik menyasar desa-desa tersebut untuk menggambarkan secara khusus variasi bahasa yang terjadi di Kecamatan Parigi. Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Rahmawati (2011) yang juga menemukan adanya variasi dialek bahasa Sunda di suatu wilayah tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa variasi dialek bahasa Sunda merupakan fenomena linguistik yang umum terjadi di berbagai wilayah. Namun, hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Rahmawati (2011) dalam hal aspek kajian. Hal ini menunjukkan bahwa variasi dialek bahasa Sunda memiliki dimensi yang kompleks dan dinamis yang memerlukan kajian lebih lanjut. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Purwaningrum dan Pangestu (2021) dan Wijayanti (2016) yang juga menggunakan pendekatan dialektologi untuk mendeskripsikan dan memetakan variasi dialek bahasa di suatu wilayah tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan dialektologi merupakan metode yang efektif dan relevan untuk mengkaji variasi bahasa. Namun, hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Purwaningrum dan Pangestu (2021) dan Wijayanti (2016) dalam hal subjek kajian. Hal ini menunjukkan bahwa variasi bahasa tidak hanya terbatas pada bahasa Sunda, tetapi juga terjadi pada bahasa Jawa dan bahasa Bawean. Hal ini menunjukkan bahwa variasi bahasa merupakan fenomena linguistik yang universal dan lintas bahasa. Hasilnya penelitian ini menemukan berbagai perbedaan gloss secara leksikal, morfologi, fonetis, serta gloss yang tidak memiliki perbedaan. Dari 200 gloss, ditemukan sebanyak 99 gloss yang berbeda secara leksikal yang terdiri dari 5 gloss kata ganti, sapaan, dan acuan; 12 gloss bagian tubuh; 4 gloss sistem kekerabatan; 8 gloss kehidupan desa dan masyarakat; 10 gloss rumah dan bagiannya; 9 gloss peralatan dan perlengkapan; 4 gloss makanan dan minuman; 8 gloss tumbuh- tumbuhan, bagian, buah, dan hasil olahan; 2 gloss binatang dan bagiannya; 7 gloss waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah; 19 gloss gerak dan kerja; dan 11 gloss kosakata budaya lainnya. Ditemukan pula sebanyak 29 gloss berbeda secara fonetis yang terdiri dari 2 gloss kata ganti, sapaan, dan acuan; 3 gloss bagian tubuh; 1 gloss sistem kekerabatan; 2 gloss kehidupan desa dan masyarakat; 1 gloss rumah dan bagiannya; 2 gloss peralatan dan perlengkapan; 4 gloss makanan dan minuman; 4 gloss tumbuh-tumbuhan, bagian, buah, dan hasil olahan; 1 gloss binatang dan bagiannya; 1 gloss waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah; 3 gloss gerak dan kerja; dan 5 gloss kosakata budaya lainnya. Sementara itu, ditemukan sebanyak 8 perbedaan secara morfologis yang terdiri dari 1 gloss bagian tubuh; 2 gloss makanan dan minuman; 1 gloss tumbuh-tumbuhan, bagian, buah, dan hasil olahan; 1 gloss waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah; serta 3 gloss gerak dan kerja. Selain itu, ditemukan pula 82 gloss tanpa ada perbedaan dari setiap TP. Gloss tersebut terdiri dari 1 gloss kata ganti, sapaan, dan acuan; 5 gloss bagian tubuh; 2 gloss sistem kekerabatan; 1 gloss kehidupan desa dan masyarakat; 3 gloss rumah dan bagiannya; 6 gloss peralatan dan perlengkapan; 1 gloss makanan dan minuman; 8 gloss tumbuh-tumbuhan, bagian, buah, dan hasil olahan; 15 gloss binatang dan bagiannya; 15 gloss waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah; 4 gloss gerak dan kerja; dan 21 gloss kosakata budaya lainnya. Dari temuan-temuan tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan terbanyak adalah secara leksikal, yaitu 99 gloss. Pada perbedaan leksikal, terjadi paling banyak pada gloss gerak dan waktu. Diikuti dengan perbedaan secara fonetis sebanyak 29 gloss. Sementara perbedaan paling sedikit adalah secara morfologi, yaitu 8 gloss dengan gloss terbanyak pada gloss gerak dan kerja. Selain itu tidak ditemukannya perbedaan bahasa antar TP sebanyak 82 gloss. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penjabaran pembahasan hasil penelitian di atas mengenai variasi bahasa Sunda di Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran dengan menggunakan instrumen 200 kosakata swadesh yang mencakup (a) kata ganti, sapaan, dan acuan sebanyak 7 gloss, (b) bagian tubuh sebanyak 18 gloss, (c) sistem kekerabatan sebanyak 8 gloss, (di) kehidupan desa dan masyarakat sebanyak 9 gloss, (e) rumah dan bagiannya sebanyak 13 gloss, (f) peralatan dan perlengkapan sebanyak 15 gloss, (g) makanan dan minuman sebanyak 9 gloss, (h) tumbuh-tumbuhan, bagian, buah, dan hasil olahan sebanyak 18 gloss, (i) binatang dan bagiannya sebanyak 18 gloss, (j) waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah sebanyak 23 gloss, (k) gerak dan kerja sebanyak 26 gloss, (l) kosakata budaya lainnya sebanyak 36 gloss. Perbedaan terbanyak terjadi secara leksikal, yaitu 99 gloss. Perbedaan tersebut lebih banyak ditemukan pada gloss gerak dan waktu sebanyak 19 gloss. Sementara perbedaan paling sedikit ditemukan pada perbedaan secara morfologi, yaitu 8 gloss dengan gloss terbanyak pada gerak dan waktu sebanyak 3 gloss. Hasil tersebut membuktikan begitu banyak variasi bahasa yang terjadi di Kecamatan Parigi, khususnya di keempat titik pengamatan, yaitu Desa Parakanmanggu, Desa Parigi, Desa Karangjaladri, dan Desa Selasari. Hal itu dibuktikan dengan tingginya jumlah perbedaan bahasa baik secara leksikal, morfologi, ataupun fonetis. ## UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih diberikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), UPI atas pendanaan yang telah diberikan. Kemudian pada pimpinan di Kecamatan Parigi yang mengizinkan peneliti untuk mengambil data di beberapa lokasi. ## REFERENSI Afsari, A. S., & Muhtadin, T. (2019). Variasi Bahasa Sunda di daerah pesisir Jabar Selatan. Pustaka: Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya, 19(1), 13-16. Arikunto, S. (2010). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 173. Ayatrohaedi. (1983). Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Chaer, A. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Dewi, F., Widayati, W., & Sucipto, S. (2017). Kajian dialektologi bahasa madura dialek bangkalan. Fonema, 4(2), 60-77. Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik (Sebuah Pengantar). Angkasa: Bandung Purwaningrum, P. W., & Pangestu, M. (2021). Variasi Dialek dalam Budaya Jawa di Kabupaten Tangerang (Sebuah Kajian Dialektologi). Jurnal Sastra Indonesia, 10(1), 9-15. Rahmawati, S. (2011). Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor (kajian Dialektologi Sinkronis). Jurnal Bahtera Sastra Indonesia, 1(2). Rohaedi, A. (1983). Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: pusat Bahasa. Rosviana, R., Sudaryat, Y., & Haerudin, D. (2019). Analisis Situasi Kebahasaan Dialek Sunda dan Jawa Masyarakat Ciasem Kabupaten Subang. In Seminar Internasional Riksa Bahasa. Susiati, S., & Iye, R. (2018). Kajian Geografi Bahasa dan Dialek di Sulawesi Tenggara: Analisis Dialektometri. Gramatika: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan, 6 (2), 137-151 Wijayanti, E. D. (2016). Variasi Dialek Bahasa Bawean di Wilayah Pulau Bawean Kabupaten Gresik: Kajian Dialektologi (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga). Copyright Holder : © Undang Sudana, et al., (2023). First Publication Right : © Attractive : Innovative Education Journal This article is under:
ad9377b0-be00-4a31-b23a-d69c18231b37
https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/download/6740/4125
E-ISSN: 2548-1398 Published by: Ridwan Institute Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 7, No. 4, April 2022 ## EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN QURMA (QUR’AN MASSIVE) BIDANG TAHFIDZ DENGAN METODE TALAQQI DI MADRASAH DINIYYAH DARUSSALAM KELURAHAN TOSAREN KOTA KEDIRI ## Siti Mahmudah Universitas Islam Kadiri, Kediri Indonesia Email: [email protected] ## Abstrak Penelitian ini dilator belakangi oleh banyaknya lembaga-lembaga sekolah atau diniyyah yang mana program tahfidz dijadikan sebagai program unggulan atau sebagai branding lembaga tersebut untuk menarik minat siswa untuk masuk pada lembaga tersebut. Dalam hal ini Pemerintah Kota Kediri mengadakan program QURMA (Qur’an Massive) yang mana disetiap kelurahan diwakili satu lembaga yang menjadi tempat untuk pembelajaran. Qur’an Massive memiliki empat bidang pembelajaran, a. Bidang Tahfidz, b. Bidang Khat, c. Bidang Tilawah, d. Bidang Tarjim. Namun dalam penelitian ini penulis hanya menfokuskan penelitian di bidang Tahfidz. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut, bagaimana proses implementasi Qur’an Massive? Efektif kah program tersebut? Bagaimana solusinya apabila ada target capain yang belum tercapai. Dalam penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data penggunaan metode interview dan observasi. Sedangkan dalam menganalisis data penulis menggunakan tiga tahapan diantaranya, reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, Secara keseluruhan Proses implementasi Qur’an Massive di Kota Kediri berjalan dengan baik. Namun masih belum sempurna, terlihat dengan adanya beberapa problem-problem yang di hadapi. Kedua, Hasil yang telah di capai dari Program Qur’an Massive sudah bagus tetapi belum merata disetiap lemabaga dikarenakan tidak samanya metode yang digunakan. Dalam hal ini penulis memberikan solusi Metode Talaqqi untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran Qur’an Massive di Madin Darussalam Kelurahan Tosaren Kota Kediri demi tarcapainya cita-cita Pemerintah Kota Kediri untuk membumikan Al-Qur’an di Kota Kediri. Kata Kunci : efektifitas; pembelajaran; qur’an massive ## Abstract This research is motivated by the number of school institutions or diniyyah in which the tahfidz program is used as a superior program or as a branding of the institution to attract students' interest to enter the institution. In this case, the Government of the City of Kediri held a QURMA (Massive Qur'an) program in which each village was represented by an institution that became a place for learning. Qur'an Massive has four areas of learning, a. Tahfidz field, b. Khat field, c. Recitation field, d. Tarjim Field. However, in this study the author only focuses on research in the field of Tahfidz. Based on the background above, the formulation of the problem can be taken as follows, how is the process of implementing the Massive Qur'an? Is the program effective? What is the solution if there are targets that have not been achieved. This study uses a qualitative descriptive method with a phenomenological approach. Meanwhile, the data collection technique used interview, observation and documentation methods. Meanwhile, in analyzing the data, the author uses three stages, including data reduction, data display and drawing conclusions. The results showed: First, the overall process of implementing the Massive Qur'an in Kediri City went well. However, it is still not perfect, as can be seen from the problems faced. Second, the results that have been achieved from the Massive Qur'an Program are good but not evenly distributed in every institution due to the different methods used. In this case, the author provides a solution for the Talaqqi Method to increase success in Massive Qur'an learning in Madin DARUSALAM, Tosaren Village, Kediri City for the sake of achieving the goals of the Kediri City Government to ground the Al-Qur'an in Kediri City. ## Keywords: effectiveness; learning; massive qur'an ## Pendahuluan Al-Qur'an sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi setiap muslim. Berbeda dengan kitab suci yang lain, maka Al-Qur'an adalah kitab suci yang keaslian dan kemurniannya telah dijamin oleh Allah SWT, yang tidak akan mengalami perubahan, penambahan maupun pengurangan, tidak ada satu hurufpun bergeser atau berubah dari tempatnya, tidak satu huruf atau katapun yang mungkin dapat disisipkan oleh siapa pun kedalamnya, seperti jaminan Allah SWT yang termaktub dalam Al- Qur’an Surat Al-Hijr Ayat 9: ## َن ْوُظِف ٰحَل ٗهَل اَّنِا َو َرْكِ ذلا اَنْلَّزَن ُن ْحَن اَّنِا Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya Sebagaimana masalah rizqi, kedudukan dan pangkat adalah dari Allah SWT. Demikian juga kemurnian Al-Qur'an adalah telah menjadi Sunnatullah, bahwa Allah telah memberikan rizqi, pangkat kepada seseorang biasanya melalui manusia, maka demikian juga Allah SWT, memelihara dan menjaga kemurnian Al - Qur'an ini pun melalui manusia dengan cara memberikan kemudahan kepada orang-orang yang dikehendaki untuk menghafal Al-Qur'an. Sebagaimana Firman Allah SWT Surat Al Qomar Ayat 17. ## رِكَّدُّم ْنِم ْلَهَف ِرْكِ ذلِل َنٰا ْرُقْلا اَن ْرَّسَي ْدَقَل َو Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran.(QS Al-Qomar : 17) Dan perlu diketahui bahwa orang-orang yang hafal Al-Qur'an pada hakikatnya adalah orang -orang pilihan sebagaimana telah termaktub di hadits Nabi Muhammd SAW. َو ِ َّاللَّ ُلْهَأ ْمُه ِنآ ْرُقْلا ُلْهَأ : َلاَق ؟ِ َّاللَّ َلوُسَر اَي ْمُه ْنَم : اوُلاَق ِساَّنلا َنِم َنيِلْهَأ ِ َّ ِلِلّ َّن ِِ ## ُهُتَّصاَخ Artinya: “Sesungguhnya Allah memiliki keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya,“ Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al-Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.” (HR. Ahmad) Bisa jadi itulah yang melatar belakangi banyaknya orang yang ingin menghafalkan Al-Qur’an. Dalam dunia proses belajar mengajar (PBM), bisa jadi metode jauh lebih penting dari materi yang akan disampaikan. Demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran. Sebuah proses belajar mengajar bisa dikatakan tidak berhasil bila dalam proses tersebut tidak menggunakan metode yang baik dan benar. Karena metode menempati posisi kedua terpenting setelah tujuan dari sederetan komponen-komponen pembelajaran, yakni: tujuan, metode, materi, media dan evaluasi. Sebuah metode dikatakan baik dan efektif manakala bisa mengantar kepada tujuan yang dimaksud. Begitupun dalam menghafal Al-Qur’an, metode yang baik akan berpengaruh kuat terhadap proses hifzhul Qur’an, sehingga sangat menunjang terciptanya keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an. Saat ini banyak sekali program – program untuk pembelajaran Al – Qur’an, diantarannya Qur’an Massive yang berada di kota Kediri. Qur’an Massive merupakan program Pemerintah Kota Kediri yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan Diniyyah yang bertujuan membumikan Al-Qur’an atau mencetak generasi-generasi Qur’ani. Untuk mencapai suatu tujuan teresebut diperlukan strategi atau cara yang jitu dan sesuai dengan yang di butuhkan,Sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Demikian pula dengan pelaksanaan menghafal Al-Qur’an, diperlukan strategi atau metode yang memudahkan untuk mencapai hasil dengan maksimal. Qur’an Massive memiliki empat bidang pembelajaran, a. Bidang Tahfidz, b. Bidang Khat, c. Bidang Tilawah, d. Bidang Tarjim. Dalam hal ini penulis mefokuskan pada metode tahfidz. Di Madin Darussalam Tosaren dalam program Qur’an Massive untuk membimbing anak-anak didik dalam menghafal Al-Qur’an menggunakan metode talaqqi. Metode ini sengaja digunakan dilatar belakangi oleh peserta yang ikut di Qur’an Massive disyaratkan masih berusia sekolah dasar. Sedangkan di usia tersebut seorang anak belum bisa mandiri dalam belajar, artinya masih perlu pendampingan. Di Madin Darussalam Tosaren yang mengikuti Program Qur’an Massive tentunya juga masih banyak persoalan-persoalan yang harus diselesaikan, dikarenakan juga masih program baru. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menyusun sebuah Jurnal dengan judul : “Efektifitas Pembelajaran Qurma ( Qur’an Massive ) Bidang Tahfidz Dengan Metode Talaqqi Di Madrasah Diniyyah Kelurahan Tosaren Kota Kediri”. ## Metode Penelitian Bahan dalam penelitian ini berupa informasi atau fakta yang diperoleh melalui pengamatan atau penilaian di lapangan yang bisa dianalisis dalam rangka memahami sebuah fenomena atau untuk mensupport sebuah teori. Adapun bahan yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling dan snowball sampling . Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, pertimbangan tertentu ini misalnya orang yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti. Kemudian snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar. Informan kunci dalam penelitian ini adalah ustadzah atau Tutor Qur’an Massive bidang Tahfidz serta informan lain yang perlu diwawancarai yaitu santri penghafal Al- Qur’an Program Qu’an Massive bidang Tahfidz di Madrasah Diniyyah Darussalan yang beralamatkan Kelurahan Tosaren Kecamatan Pesantren Kota Kediri Jawa Timur di bawah naungan YPI DARUSSALAM. Untuk metode, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu secara interview dan observasi. Peneliti melakukan observasi terhadap proses pengajaran, metode yang digunakan, dan kemampuan pemahaman peserta didik. Sedangkan observasi yang disebar digunakan untuk untuk memperoleh data mengenai: a) Memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu b) Metode talaqqi diterapkan secara langsung face to face c) Metode talaqqi diterapkan oleh seorang guru yang hafal al-Quran d) Antara guru dan murid harus terlibat aktif dalam menghafal al-Quran e) Guru akan membaca atau menghafal di depan muridnya dalam rangka memberikan hafalan baru f) Guru akan membaca atau menghafal di depan muridnya dalam rangka memperbaiki kekeliruan ayat-ayat yang dihafal seperti pelafalan huruf-huruf, makhorijul al-huruf, waqaf, ibtida’ dan lain-lain g) Hafalan yang masih kurang akan diperbaiki langsung oleh guru.(Qowi, 2017) h) Ketepatan bacaan sesuai dengan tajwid i) Kelancaraan bacaan. (Rofi, 2019) j) Membaca secara tartil k) Membuat target hafalan.(Sa’dulloh, 2008) l) Memahami ayat yang telah dihafal m) Setoran hafalan dan muroja’ah .(Massul, 2014) Data hasil kuesioner kemudian diolah melalui hasil-hasil dari uji hipotesis. Analisis ini merupakan tahapan untuk memberi keputusan apakah ada efektivitas metode talaqqi ini, dalam meningkatkan hafalan al-Quran peserta didik Qur’an Massive di Madin Darussalam Tosaren Kota Kediri. ## Hasil dan Pembahasan A. Hasil Dari observasi yang kami lakukan, menunjukkan bahwa dari hasil penelitian dengan jumlah responden 15 peserta didik, tutor atau guru pengajar beserta beberapa orang yang ahli di bidang tahfidz menunjukkan bahwa metode menghafal Al –Qur’an yang paling cocok untuk sekalas Madrasah Diniyyah adalah dengan menggunakan metode talaqqi, akan tetapi metode kurang efektif dikarenakan dalam program Qur’an Massive ini, waktu yang di berikan dalam proses pengajaran sangat singkat, yaitu hanya 2 jam pembelajaran yakni 90 menit dalam satu minggu. Hal ini membuat guru tidak bisa mengajarkan hafalan kepada murid dengan maksimal, mengingat bahwa metode talaqqi sendiri harus diajarkan secara satu persatu dan membutuhkan waktu yang lama dan kontinyu agar murid bisa memahami sekaligus menghafalkan Al – Qur’an dengan baik dan benar. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Qur’an Massive di Madrasah Diniyah Darussalam Tosaren bidang tahfidz dengan menggunakan metode talaqqi secara umum sudah efektif akan tetapi untuk mencapai target mencetak tahfidz professional masih perlu adanya perbaikan-perbaikan. ## B. Pembahasan Qur’an Massive atau yang disingkat QURMA adalah sebuah program yang digagas oleh pemerintah Kota Kediri yang dikomandani oleh Mas Abu Bakar Abdullah, SE. sebagai Wali Kota. Yang mana pada program tersebut ada empat bidang, diantaranya : Tahfidz, Khat, Tilawah dan Tarjim. Karena yang punya gagasan adalah Pemerintah Kota Kediri maka sebagai pelaksana tetntunya jajaran pemerintahan kelurahan sebagai ujung tombak, dalam hal ini kelurahan menyerahkan kepada Kordinator Kelurahan untuk menyediakan Spot atau tempat untuk pembelajaran Qur’an Massive. Perlu diketahui bahwa Qur’an Massive memeliki 46 Spot atau tempat pembelajaran yang mana setiap kelurahan menyediakan satu Spot yang itu bekerjasama dengan salah satu Lembaga pendidikan di kelurahan tersebut, bisa TPQ atau Madrasah Diniyyah. Setiap Spot atau tempat pembelajaran Qur’an Massive menyediakan empat bidang pembelajaran, yang mana setiap satu bidang terdiri maksimal 15 Santri dan satu Tutor sebagai pengajar. Sedangkan kriteria umur yang boleh mengikuti pada program tersebut adalah 6 sampai 13 tahun, karena program ini memang di utamakan usia Sekolah Dasar. ## C. Pengertian Metode Metode merupakan suatu cara yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seorang guru perlu menggunakan metode dalam proses pembelajaran, karena guru tidak dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode pembelajaran secara tepat. Seperti yang diungkapkan oleh Fathurrahman; Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara- cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didk untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Jadi metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses pembelajaran metode memiliki kedudukan yang penting. Selain untuk membantu guru dalam menyampaikan materi, metode juga merupakan alat untuk membantu siswa agar termotivasi dalam belajar. ## D. Pengertian Metode Talaqqi Metode talaqqi merupakan cara menghafal Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendengarkan bacaan ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh guru yang hafal Qur’an. Talaqqi artinya cara belajar menghafal Al-Qur’an secara langsung kepada seseorang yang ahli dalam membaca Al-Qur’an. Jadi dalam proses menghafal dengan metode talaqqi perlu diajarkan oleh guru penghafal Qur’an yang memang sudah hafal Al-Qur’an dan mampu membaca Al- Qur’an sesuai dengan tajwid (aturan dalam membaca Al-Qur’an). Menurut Sayyid metode talaqqi merupakan metode menghafal dengan membacakan ayat-ayat yang akan dihafalkan secara berulang-ulang kepada anak. Jadi maksut dari metode tersebut adalah belajar secara langsung kepada seseorang yang ahli dalam membaca Al- Qur’an. Seorang guru membaca dengan baik dan benar lalu siswa menirukan bacaan tersebut persis seperti yang dibaca oleh guru atau seorang ustadz. Metode ini lebih sering dipakai orang untuk menghafal Al-Qur’an di tingkat anak-anak, karena tingkatan anak-anak belum bisa membaca dengan baik dan benar dengan disertai ilmu tajwid, maka di perlukan pendampingan seorang guru secara massive. E. Unsur-Unsur Metode Talaqqi Adapun unsur-unsur dalam metode talaqqi sebagai berikut: a) Metode talaqqi harus terdiri atas guru yang hafizd Al-Qur’an. b) Ada murid yang ingin benar-benar serius berniat mengahafal Al-Quran. c) Antara guru dan murid harus terlibat aktif dalam menghafal Al-Qur’an. d) Guru akan membaca atau menghafal di depan muridnya dalam rangka memberikan hafalan baru. e) Atau guru akan membaca atau menghafal di depan muridnya dalam rangka memperbaiki kekeliruan ayat-ayat yang dihafal oleh muridnya seperti pelafalan huruf-huruf, makharijul al-huruf, waqaf, ibtida’ dan lain-lain. f) Jika ada hafalan murid yang masih kurang maka akan diperbaiki langsung oleh guru ## F. Ciri-ciri Pembelajaran Metode Talaqqi Metode talaqqi juga sering disebut mushafahah, adalah metode pengajaran di mana guru dan murid berhadap-hadapan secara langsung, individual, tatap muka, face to face. Metode talaqqi ini didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah SAW atau pun Nabi-nabi yang lainnya menerima ajaran dari Allah SWT. Merujuk dari Hasan bin Ahmad bin Hasan Hamam ciri-ciri metode talaqqi sebagai berikut: a) Talaqqi adalah salah satu metode mengajar menghafal Al-Qur’an peninggalan Rasulullah Muhammad SAW yang terus menerus dilakukan oleh orang-orang setelah Beliau, para sahabat, tabi’in, hingga para ulama pada zaman sekarang. Itulah yang kemudian menjadi cetak biru (blue print) sistem pengajaran Al-Qur’an di dunia Islam hingga saat ini. b) Metode talaqqi diterapkan oleh seorang guru yang hafizh Al-Qur’an, telah mantap agama dan ma’rifat yang telah dikenal mampu menjaga dirinya. c) Metode talaqqi diterapkan secara langsung face to face oleh seorang guru kepada muridnya dalam sebuah kelas atau ruang belajar. d) Metode talaqqi diterapkan secara langsung face to face murid duduk di hadapan gurunya untuk memperdengarkan bacaan Al-Quran dengan syarat secara bertatap muka dengan gurunya tanpa perantaraan apapun, apabila terdapat kesalahan guru akan menegur si murid di dalam bacaannya serta membetulkan kesalahan tadi secara terus menerus. e) Metode talaqqi terbukti paling lengkap dalam mengajarkan menghafal dan membaca Al-Qur'an yang benar, dan paling mudah diterima oleh semua kalangan. f) Metode talaqqi sering pula disebut musyafahah, yang bermakna dari mulut ke mulut yakni seorang pelajar belajar Al-Qur'an dengan memperhatikan gerak bibir guru untuk mendapatkan pengucapan makhraj yang benar. g) Metode talaqqi di Indonesia dikenal dengan sebutan sistem talaqqi Al- Qur’an. h) Dalam belajar menghafal Al-Qur’an, metode talaqqi sangat berguna dalam pengajaran ayat-ayat yang belum dihafal dan pengulangan hafalan untuk menguatkan dan melancarkan hafalan. Apalagi yang diajar masih tingkat anak- anak. i) Dalam penerapan metode talaqqi para santri maju satu persatu untuk menyetor hafalan di hadapan seorang guru. Dari setiap ciri-ciri tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ciri dari metode talaqqi ini yakni metode yang diterapkan secara langsung face to face oleh seorang guru kepada muridnya dalam sebuah kelas atau ruang belajar, dimana seorang murid duduk di hadapan gurunya untuk memperdengarkan bacaan Al-Qur’an dengan syarat secara bertatap muka tanpa perantaraan apapun. Inti dari metode talaqqi yaitu proses menghafal dilakukan secara tatap muka dengan guru penghafal Qur’an yakni Ustadz. Di mana anak mendengarkan guru membacakan ayat Al-Qur’an yang akan di hafal secara berulangulang. Dalam metode ini diperlukan kerjasama yang maksimal antara guru dan murid, karena proses hafalan dilakukan secara bertatap muka dengan guru penghafal Qur’an. Seperti yang dikemukakan oleh Sa’dullah bahwa talaqqi yaitu metode menghafal dengan cara menyetorkan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru atau instruktur (tutor). Dalam metode talaqqi terdapat dua cara penyampain menghafal Al-Qur’an yang pertama dilakukan dengan mendengarkan terlebih dahulu ayat yang akan di hafal secara berulang-ulang. Kemudian dilanjutkan dengan menyetorkan hafalan yaitu membacakan surat yang sudah dihafal kepada guru secara individual atau satu persatu. Dalam metode talaqqi menghafal ayat Al-Qur’an dilakukan dengan cara mendengarkan bacaan ayat yang dibacakan oleh guru secara berulang-ulang sampai hafal. Setelah ayat yang dibacakan sudah dapat dihafal maka murid akan meyetorkan yaitu membacakan hafalan kepada guru secara individu. Seperti yang disampaikan oleh Sa’dullah bahwa metode talaqqi merupakan cara menghafal Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menyetorkan atau memperdengarkan hafalan ayat yang baru dihafal kepada guru. Jadi dalam menghafal dengan metode talaqqi dilakukan dengan dua tahap yaitu pertama mendengarkan terlebih dahulu bacaan ayat yang akan dihafal secara berulang-ulang. Kemudian dilanjutkan dengan menyetorkan hasil ayat yang sudah dihafal secara individu kepada guru. Saat guru membacakan ayat Al-Qur’an yang dibacakan secara berulang-ulang murid akan mengikuti cara guru membaca setiap ayat yang akan dihafal sesuai dengan makhrajnya. Syarifudin menyampaikan bahwa metode talaqqi merupakan metode menghafal Al-Qur’an yang dilakukan mendengarkan ayat yang dibacakan secara berulang-ulang oleh guru. Selain mendengarkan bacaan secara berulang murid juga mengikuti bacaan yang sudah dibacakan secara berulang tersebut baik secara individu maupun secara bersama-sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode talaqqi bepusat pada guru, dimana posisi guru sebagai sumber belajar atau pusat informasi dalam proses pembelajaran. Sehingga guru Qur’an dalam metode talaqqi dituntut untuk dapat membaca Al-Qur’an secara tartil (berdasarkan tajwid yang baik dan benar). Karena itu, metode ini juga diilhami oleh kewajiban membaca Al-Qur’an secara tartil. Metode ini sudah dipakai pada zaman Rasulullah dan para sahabat. Metode talaqqi yang digunakan Nabi mengajar para sahabat tersebut, dikenal juga dengan metode belajar kuttab. G. Tingkat Keefektifan Bidang Tahfidz Dalam Program Qur’an Massive Di Madrasah Diniyyah Tosaren Kota Kediri Dengan Menggunakan Metode ## Talaqqi Seperti yang sudah dibahas di atas, bahwasanya pembelajaran Qur’an Massive Kota Kediri mempunyai jam belajar yang sangat terbatas, yakni 90 menit dalam satu minngu. Dari sisi metode sudah sanagat pas karena metode ini sangat cocok diterapkan pada anak-anak, yang mana seorang anak ketika menghafal al-Qur’an harus mendapatkan pendampingan yang serius. Karena ketika dalam hafalan pertama kali salah dalam melafalkan ayat-ayat al-Qur’an maka akan mempunyai konsekuensi sulit untuk membenahi ketika hafalan tersebut sudah menancap di dalam hatinya. Ketika kami wawancarai salah satu orang yang ahli di bidang tahfidz al-Qur’an bahwasanya ketika sudah hafal al-Qur’an hal yang paling penting dikakukan adalah selalu muroja’ah yakni mengulang-ulang hafalan yang sudah di hafalkan. Seperti kita ketahui bahwasanya tingkat tanggung jawab anak terhadap apa yang sudah di hafal tentunya sangat kurang, ya itu bisa dimaklumi karena seusia Sekolah Dasar masih asik-asiknya untuk bermain. Seperti yang kita tahu, bahwa sanya segala sesuatu yang berlangsung selama perkembangan anak itu adalah produk dari interaksi pelibatan faktor hereditas dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, bakat dan potensi alami anak patut diperhitungkan dalam kegiatan dalam usaha perawatan dan pendidikan, dalam hal ini tentunya dalam konteks seberapa besar anak tersebut bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dihafalkan yakni al-Qur’an. Memang, perkembangan setiap anak pada batas tertentu sangat dipastikan/ dideterminasi oleh bibit dari mana ia tumbuh. Bibit ini memastikan kemungkinan dan limitasi dari setiap potensi psiko-fisik anak. Jika fungsi-fungsi psiko-fisik ini mengalami proses pematangan, maka terjadilah proses pemekaran dan pembukaan diri dari "lipatan-lipatan" pada setiap potensi organisme. Inilah yang disebut sebagai proses perkembangan. Sedang pada proses pematangan dan pertumbuhan kemudian diikuti dengan usaha belajar. Namun, ketika memang bibitnya kurang bagus dapat dicarikan solusi membuat lingkungan yang bagus, yang mendukung proses pembentukan karakter yang di inginkan. Dalam hal ini tentu saja dalam hal menhafalkan al-Qur’an dengan maksimal. Dalam konteks Qur’an Massive di bidang tahfidz al-Qur’an yang jam belajarnya sangat terbatas, peran orang tua lah yang sangat dibutuhkan. Dengan cara selalu memberikan dorongan untuk selalu muroja’ah atau mengulang-ulamg terhadap al- Qur’an yang sudah dihafalkan. Salah satu caranya adalah orang menyimak bacaan al- Qur’an yang sudah dihafalkan setiap selesei Sholat atau minimal setiap pagi dan sore ketika anak belum mulai aktifitas belajar pelajaran yang lain atau sore hari setelah anak selesei bermain. ## Kesimpulan Dari penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat ke-efektifan bidang tahfidz dalam program Qur’an massive di Madrasah Diniyyah Tosaren masih kurang, dikarenakan waktu yang diberikan masih terlalu singkat, mengingat bahwa metode yang pas dan paling cocok untuk tingkat anak – anak Madin dalam menghafalkan Al – Qur’an adalah metode talaqqi yang mana membutuhkan waktu yang lama dan terus menerus dan butuh pendamping seorang guru. Solusinya peran serta orang tua untuk selalu mendukung atau mendampingi anaknya dalam muroja’ah terhadap al-Qur’an yang sudah dihafalkannya. ## BIBLIOGRAFI Ahmadi, Iif Khoiru, Amri, Sofan, & Elisah, Tatik. (2011). Strategi pembelajaran sekolah terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka . Google Scholar Al Hafidz, Ahsin W., & Al Hafidz, K. H. Muntaha. (1994). Bimbingan praktis menghafal Al-Qur’an . Bumi Aksara. Google Scholar Arief, Armai. (2002). Pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam . Ciputat Pers. Google Scholar Bin Hasan Hamam, Hasan bin Ahmad. (2008). Menghafal al-Qur’an Itu Mudah. Jakarta: At-Tazkia . Google Scholar Hammam, Hasan bin Ahmad Hasan. (2007). Perilaku Nabi SAW Terhadap Anak-anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam . Google Scholar Ridwan, Syakir. (2000). Study Al-Qur’an. Jombang: Unit Tahfid Madrasatul Qur’an . Google Scholar Rochmah, Elfi Yuliani. (2016). Mengembangkan karakter tanggung jawab pada pembelajar (Perspektif psikologi barat dan psikologi Islam). AL-MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan Dan Keislaman , 3 (1), 36–54. Google Scholar Sadulloh, S. Q. (2008). 9 Cara Praktis Menghafal Al-Quran . Gema Insani. Google Scholar Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Bandung: Alfabeta. Google Scholar Sulaeman, Dina Y. (2007). Doktor cilik: hafal dan paham Al-Quran . Pustaka Iman. ## Google Scholar Syarifuddin, Ahmad. (2004). Mendidik anak: membaca, menulis dan mencintai Al- Quran . Gema Insani. Google Scholar Copyright holder: Siti Mahmudah (2022) First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia This article is licensed under:
579f3f14-16fc-4b02-8b46-622c1be05fe8
https://jurnal.pbsi.uniba-bpn.ac.id/index.php/BASATAKA/article/download/238/148
Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 ## NILAI MORAL DAN SOSIAL NOVEL “SENJA DI LANGIT ASAHAN” KARYA AYE MAYE DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH Tri Ledis Pasaribu 1 , Fransiska Evitasari Veronika Lumban Raja 2 , Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hety Diana Septika 5 Universitas Prima Indonesia 1 , Universitas Prima Indonesia 2 , Universitas Prima Indonesia 3 , Universitas Prima Indonesia 4 , Universitas Mulawarman 5 Pos-el: [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3 , [email protected] 4 , [email protected] 5 ## ABSTRAK Senja di Langit Asahan merupakan novel karya Sari Ramayani yang mengisahkan nilai sosial serta karakter kehidupan yang dinarasikan secara terperinci. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai sosial serta karakter di novel senja di langit asahan yang dapat dikaji menggunakan kajian sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data ini adalah content analysis yang membahas tentang isi informasi yang mengaitkan penelitian kualitatif secara holistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan aspek moral dan sosial. Aspek moral yang ditemukan ialah kepatuhan pada orang tua, berpendirian teguh, saling menolong, bekerja keras, pemberani, sabar. Aspek sosial terdapat 3 aspek yaitu interaksi sosial, aspek pendidikan, aspek pekerjaan. Kata Kunci: Sosiologi Sastra, Novel, Nilai Moral dan Sosial. ## ABSTRACT Sari Ramayani's book Senja di Langit Asahan, which is described in depth, discusses social values and life's character. Finding social values and characters in the book Twilight in the Sky Asahan that can be analyzed through the study of sociology of literature is the goal of this research. This method of gathering data is called content analysis, and it talks about the information that connects qualitative research in an all-encompassing, descriptive way. The study's findings hinghlight the social and moral dimensions. Obedience to parents, constancy, assisting one another, working hard, being bold, and patience were among the moral qualities discovered. Social interaction, educational aspects, and work aspects make up the the three categories of social life. Keywords: Sociology of Literature, Novel, Moral and Social Values. ## 1. PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat tertentu pada itu. Sebuah karya sastra dianggap sebagai struktur simbolik yang signifikan. Makna yang diungkapkan dalam karya sastra adalah memberikan pemikiran, pendapat, dan pandangan tentang hidup dan kehidupan. Karya sastra yang bercirikan fiksi mengungkapkan premis-premis sosial dan budaya masyarakat. Latar belakang yang di tampilkan meliputi tata cara hidup, kebiasaan, adat istiadat, sikap, ritual adat, adat istiadat, hubungan sosial, cara berpikir dan cara memandang sesuatu salah satu bentuk karya sastra yang paling populer ialah Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 novel. Dalam novel, karya tersebut memberi warna yang beragam terhadap persoalan hidup masyarakat. Pentingnya mengkaji karya sastra untuk memahami daya tarik antar karya sastra yang berdampak signifikan bagi masyarakat dan masyarakat sehari-hari. Sosiologi sastra adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam masyarakat, lembaga, dan proses sosial secara ilmiah dan objektif. Sosiologi adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari interaksi sosial manusia. Fokusnya adalah pada pola hubungan dan interaksi, khususnya apa pola-pola ini. Ia tumbuh dan berkembang, bagaimana ia bertahan dan bagaimana ia berubah (Brinkerhoft dan White dalam Damsar, 2015:8). Sastra merupakan cerminan masyarakat. Sastra tidak jauh berbeda dengan tuturan sebagai ekspresi manusia (Endraswara, 2011:55). Sosiologi sastra dapat mempelajari sastra paling tidak dari tiga aspek. Pertama, perspektif teks sastra menyiratkan bahwa peneliti menganalisisnya sebagai ekspresi kehidupan populer dan sebaliknya. Teks biasanya dibedah dan diklasifikasikan dan makna sosialnya dijelaskan. Kedua, pendekatan biografi, artinya peneliti menganalisis penulis. Pendekatan ini terkait dengan sejarah hidup seniman dan lingkungan sosial. Ketiga, sudut pandang yang dapat diterima yang menganalisis persepsi orang terhadap teks sastra. Ilmu yang secara ilmiah dan obyektif mempelajari orang-orang dalam masyarakat, institusi, dan proses sosial. Sosiologi adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari interaksi sosial manusia. Menurut Ratna, (2007) Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan nilai dan norma sosial. Aspek sosial dikaitkan dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik sebagai konteks sosial. Menurut Endraswara, (2013). Sosiologi sastra ialah kajian yang berkaitan pada sosial agar membangun karya sastra. Kenyataan yang ada dalam sosiologi ialah kenyataan subjektif tidak objektif, jadi pengarang bebas menuliskan pemikiran dan dugaan untuk mengekspresikan karyanya. Dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai keterkaitan antara novel Senja di Langit Asahan dengan pendekatan sosiologi. Dalam novel ini, pengarang terlebih dahulu memaparkan latar belakang sosial pengarang, kemudian menganalisis isi cerita, kemudian menghubungkannya dengan permasalahan novel, kemudian menyelaraskannya dengan kondisi sosial. Novel ini sangat menarik untuk dibaca karena novel ini berkaitan dengan kehidupan yang sering dilalui seorang gadis, yaitu tentang kisah cinta, kisah perjuangan dalam mengejar pendidikan, dan interaksi sosial orang-orang yang terlibat dalam kegiatan sosial. Manfaat pembelajaran sastra yang seperti ini didukung oleh pernyataan Rahmanto (1992:38) bahwa jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat maka pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit dipecahkan masyarakat. Jadi sastra benar-benar memberi manfaat bagi manusia. Karya sastra berisi nilai- nilai yang mengarahkan manusia untuk menyelesaikan masalah, menemukan dirinya sebagai manusia dan nilai-nilai yang membina kepribadian manusia. Menurut Rosenbaltt (Gani, 1998:13) tujuan pengajaran sastra melibatkan peneguhan kesadaran tentang sikap etika. Hampir mustahil membicarakan cipta sastra seperti novel, puisi, atau drama tanpa menghadapi masalah etik dan tanpa menyentuhnya dalam konteks filosofi sosial, tanpa menghadapkan siswa pada masalah kehidupan sosial yang digelutinya sepanjang hari di tengah-tengah masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya. Oleh karena itu, pengajaran sastra di sekolah khususnya Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 Siswa perlu di lakukan untuk membimbing siswa agar semakin terampil berbahasa, mengetahui kebudayaan bangsanya, dan mampu mengekspresikan diri melalui karya sastra di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. ## 2. METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan penelitian skenario (analisis isi), dimana peneliti membaca, memahami isi secara keseluruhan dan menganalisis data untuk mengidentifikasi nilai-nilai sosial, budaya dan karakter novel Senja di Langit Asahan. Instrumen kunci dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena peneliti mereduksi bagian-bagian penting, menampilkan data dan menyimpulkan data berdasarkan data yang telah dianalisis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah studi tentang fenomena yang terjadi pada subjek, seperti perilaku, motif, perilaku, dll. Penelitian untuk pemahaman. Seluruh baris bersifat deskriptif atau ilmiah dijelaskan dengan kata-kata (Moelung, 2006). Sumber atau data yang digunakan dalam ini, penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Jika penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengumpulkan data berupa kata- kata, dengan demikian laporan hasil penelitian berupa kata-kata berupa kutipan yang diperoleh dari sumber penelitian yaitu Novel Senja di Langit Asahan. Menganalisis data penelitian merupakan langkah yang sangat penting. Decoding data sangat penting dalam teknik analisis data untuk mendapatkan data yang tepat. Metodologi analisis data penelitian ini dapat menggunakan metode analisis Miles dan Huberman. Peneliti menyederhanakan data dengan memilih hal-hal yang paling penting, berfokus pada satu hal penting, dan mengubah bahasa data mentah menjadi informasi yang bermakna sehingga nantinya lebih mudah menarik kesimpulan. Peneliti menyajikan data dalam bentuk naratif tentang obyek penelitian yaitu nilai-nilai budaya dan karakter tokoh. Penyajian data berupa informasi yang tersusun secara sistematis dan mudah dipahami. Pada langkah ini peneliti membandingkan satu diantara yang lain untuk mendapat kesimpulan dari jawaban atas masalah yang ada. Prosedur penelitian merupakan penjelasan tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu penelitian. Langkah penelitian tersebut sebagai berikut: 1) Tahap perencanaan merupakan tahap awal penelitian. Pada titik ini peneliti baru memulai kegiatan menyusun rumusan masalah, menyusun rencana penelitian, dan menentukan bagaimana data akan dikumpulkan. 2) Tahap implementasi, yaitu pengumpulan data, agregasi data, analisis data dan interpretasi data. 3) Tahap pelaporan merupakan tahap akhir dari proses penelitian, yang dilakukan setelah semua data yang diperlukan telah dikumpulkan, direduksi, dianalisis dan dilengkapi. Tahap ini merupakan hasil penelitian yang diperoleh dalam bentuk laporan ilmiah. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Aspek sosial yang terdapat pada novel ini digolongkan menjadi 3 kategori dimana terdiri dari aspek interaksi sosial. Dimana umumnya pada novel ini interaksi hanya antara individu dan individu. Untuk aspek pendidikan paling dominan dalam novel ini dimana tokoh utama yaitu Aisy dengan segala keterbatasan ekonomi dan persoalan asmaranya terus berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya di Volkshcool. Aspek ekonomi atau Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 pekerjaan pada novel ini, dimana novel ini berlatar pada era penjajahan belanda sehingga menyebabkan keadaan ekonomi begitu sulit dan dari segi pekerjaan yang dilakoni okoh utama pada novel ini terdiri anatara nelayan, petani, tabib dan guru. ## Pembahasan Perjuangan hidup anak wanita jelas terpapar dalam novel. Seperti novel lain yang berlatar belakang Melayu, pada novel ini juga mengangkat adat Melayu sebagai latar perselisihan. Adapun hal yang menarik dalam novel ialah kandungan nilai moral yang ada didalam novel tersebut. ## Nilai Moral a. Pentingnya Persatuan Sebagaimana pepatah yang biasa sering kita dengar yaitu dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, novel ini menggambarkan nilai moral yaitu pentingnya beradaptasi dengan wilayah tempat kita merantau seperti yang terkandung dalam kutipan: Bukan kapak sembarang kapak Kampak pembelah kayu Bukan Batak sembarang Batak Tapi Batak sudah jadi Melayu ## b. Baik Dalam Bertutur Kata Nilai moral yang tergambar dalam novel ini ini adalah kebiasaan berbicara orang-orang melayu memiliki logat yang mendayu dan tutur kata yang digunakan haruslah sesuai Bacakap Resam melayu juga mengajarkan, kalo bacakap mestilah lemah lembut. segi aspek kehidupan dalam hal berkomunikasi atau bertutur sapa kalimat yang lemah lembut kepada lawan bicara kita. Pemilihan kata yang digunakan harus sesuai dengan siapa kita berbicara. Seperti apabila berbica dengan orang yang lebih tua harus menggunakan kalimat yang hormat, dan apabila berbicara dengan orang yang lebih muda harus menggunakan kata yang mengandung kasih sayang. ## c. Saja Berhak Untuk Memperoleh Pendidikan Dari banyaknya nilai moral yang terkandung dalam novel ini, nilai moral yang paling mencolok dalam cerita ini adalah kesamaan hak bagi perempuan atau laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Dimana dalam novel ini berlatar pada erah penjajahan belanda yang pada waktu itu masih banyak terdapat diskriminatif dikalangan penduduk salah satu contohnya dibidang pendidikan, dimana umumnya orang yang berhak mengenyam bangku pendidikan adalah orang dari kalangan atas yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih. Namun dalam novel ini menceritakan seorang perempuan bernama Sity Aisy yang berasal dari keluarga biasa yang terus berjuang untuk menamatkan pendidikannya demi meraih cita-sebagai seorang guru, yang pada waktu itu terasa mustahil karena ia merupakan seorang perempuan dan ayahnya hanya seorang nelayan dan petani. ## d. Berbakti Pada Orangtua Dalam novel ini juga mengankat nilai moral tentang bakti seorang anak kepada orang tuanya. Dimana Sity Aisy tokoh utama dalam cerita ini merupakan seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya dimana ia rela menunda pernikahannya demi mematuhi keinginan sang ayah agar ia menyelesaikan pendidikannya dan terlebih dahulu bekerja hal ini tergambar dalam kutipan. Empat pekan aisy melalui hari-hari dengan selalu menghidupkan kinerja otak kanan dan kiri. Aisy berhasil untuk meraih kesempatan untuk berkarir di Holand India Scholl. Aisy menorekan prestasi yang sangat kemilau selain cerdas dan ramah aisy juga dikenal Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 bersahabat dengan siswanya. Semua rekan di volkschool juga bangga dengan keberhasilannya. Ibunya dalam keadaan letih pun langsung masuk kedalam rumah. Meninggalkan Sity Aisy bersama ayahnya yang duduk di anak tangga. Ayahnya tetap memperingatkan Aisy agar selalu mendengarkan perkataan ibunya dan harus mulai tahu hal apa yang disukainya. Aisy mengangguk dan menyeka air matanya, mengerti bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan dan mulai detik itu Aisy berniat untuk tidak mandi lagi kesungai. ## Nilai Sosial Pembahasan tentang sosial, maka sosial selalu dihubungkan dengan ilmu pengetahuan ( science ). Manusia pada umumnya diberikan kelebihan oleh Tuhan sebagai makhluk yang sadar akan kemampuan berpikir sehingga melahirkan ilmu pengetahuan yang penulis ketengahkan yaitu ilmu-ilmu sosial. Soekanto (2013:11) mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial menjadikan masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek kajiannya. Bagian dari sosial adalah interaksi sosial, kelompok sosial, perubahan sosial, dan masalah sosial. ## a. Aspek pendidikan Novel ini berlatar pada era penjajahan belanda di tanah asahan dimana pada saat itu untuk mengenyam bangku pendidikan sangat sulit didapatkan dari masyarakat kalangan bawah yang mengakibatkan banyak orang-orang yang tak mampu bersekolah di tambah adanya anggapan kalau perempuan tak usah sekolah lebih baik mengurus rumah saja. Dari beberapa tokoh utama yang terdapart dalam novel ini hanya tokoh aisy saja yang mengenyam bangku pendidikan. Aspek pendidikan tergambar jelas melalui tokoh Aisy. Aisy bersekolah di Volkscoll Sei Kepayang dan meneruskan jenjang pendidikannya ke Volkscholl sebagai siswa yang cerdas dan berprestasi. Sehingga ketika lulus, ia langsung diterima untuk bekerja di Holland Indie Scholl. Seperti yang terdapat pada kutipan berikut: Mendengar hal itu, Habonaran bahagia dan memutuskan mulai besok akan membuatkan sampan untuk Aisy sebagai transportasi Aisy menuju Volkschool. (Hal:50) Habonaron meminta kepada Aisy agar fokus menyelesaikan jenjang Volkschool. Cepat Aisy, nanti terlambat ke sekolah titah habonaron yang menggebu ingin lekas mengantarkan ke Volkschool. Pagi itu Aisy menyambut mentari dengan senyum yang merekah dalam jiwanya mengalir debar-debar kebahagian. Ini adalah pertama kalinya Aisy menjalankan kakinya kebangunan Volkschool yang ada di sei kepayang setelah enam tahun lamanya menanti sambil menyakinkan ibunya bahwa ia mampu di andalakan menjadi anak yang mampu dalam urusan rumah. Setelah berhasil mengumpulakan pundi-pundi uangan dari hasil berujualan tembakau dan ayaman daun tembikar. ## b. Aspek Pekerjaan Aspek pekerjaan yang terdapat dalam novel Senja di Langit Asahan ini adalah nelayan, pertanian. Tukang obat, dan guru. Sebagai mana yang terdapat dalam kutipan tersebut tentang penggambaran wilayah dalam cerita. Sungai silau merupakan sungai yang memiliki ukuran yang cukup besar. Terdapat beberapa kampung di sepanjang aliran sungai dan merupakan pengekspor padi, ikan, lilin dan sejumlah rempah-rempah. Berikut ditampilkan beberapa kutipan yang menggambarkan tentang pekerjaan yang dilakukan oleh setiap tokoh dalam novel ini: Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 Siang itu, saat bedug adzan zuhur sayu-sayu terdengar, Aisy melihat ayahnya dalam keadaan basah seluruh tubuhnya. Tak ada tangguk dan jala yang dipegang membungkuk dan terbata-bata berjalan. Kenapo Ayah? tanya Aisy mendekat. Karam sampan." jawab Ayahnya sedikit lesu. Mendengar kabar bahwa sampan suaminya karam, Hayati pun bertanya penyebab sampan suaminya karam segelas the dan ubi rebus menjadi pendengar budiman saat Habonaran menceritakan kronologinya. Berawal dari ombak dan angin yang kencang serta kapal- kapal besar yang lalu lalang, membuat dirinya tak dapat menyeimbangi sampan. Akibatnya Habonaran terpelanting dan ikut terguling. Semua peralatan menjala hanyut dan sebagian tenggelam. Sampan pun dibawa arus dan menabrak pohon barombang. (hal 32) Dari kutipan tersebut menggambarkan bagaimana kehidupan seorang nelayan yang sedang tertimpa nasib malang dimana sampannya karam dan seluruh alat menangkap ikannya ikut hanyut dan tenggelam. Adapun untuk kutipan mengenai pekerjaan dibidang pertanian adalah sebagai berikut: Dua tahun tetap berada di bandar pulau dan bercocok tanam Habonaran memilih melanjutkan kehidupan di desa Sirantau. Sirantau merupakan desa yang besar dan disisi sungainya di tanami dengan tanaman padi dan perkebunan tembakau dan sisi sungainya ditanami berbagai macam kacang-kacangan, tebu, serai pisang dan pohon kelapa. Sirantau merupakan desa yang besar dan tempat yang makmur dibandingkan dengan tempat- tempat yang lain dengan kampung- kampung yang berada di sepanjang tepian sungai. Sebagai pendengar yang baik, Syaikul merupakan desa yang besar dan disisi sungainya mendapatkan ilmu. Dahulu ketika berumur 10 tahun Syaikul kerap mendengar perkataan atoknya bahwa alam adalah obat segala penyakit. Saat itu ia tidak mengerti banyak kecuali mengingat jenis-jenis tumbuhan yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit ilmu dari atoknya yang bernama Muhammad Ilyas, kini diwarisinya setelah atoknya meninggal, ilmu tentang meracik obat. Tungku disiapkan, api dinyalakan dan periuk untuk merebus sudah disiapkan, satu persatu dedaunan yang ia petik dari hutan dimasukkan untuk di rebus. Empat pekan Aisy melalui hari- hari dengan selalu menghidupkan kinerja otak kanan dan kiri. Aisy berhasil untuk meraih kesempatan untuk berkarir di Holand India Scholl. Aisy menorekan prestasi yang sangat kemilau. Selain cerdas dan ramah Aisy juga dikenal bersahabat dengan siswa. Semua rekan di volkschool juga bangga dengan keberhasilan Aisy. (hal: 144) ## 4. SIMPULAN Aspek sosial yang terdapat pada novel ini digolongkan menjadi 3 kategori dimana terdiri dari aspek interaksi sosial. Dimana umumnya pada novel ini interaksi hanya antara individu dan individu. Untuk aspek pendidikan paling dominan dalam novel ini dimana tokoh utama yaitu Aisy dengan segala keterbatasan ekonomi dan persoalan asmaranya terus berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya di Volkshcool. Aspek ekonomi atau pekerjaan pada novel ini, dimana novel ini berlatar pada era penjajahan belanda sehingga menyebabkan keadaan ekonomi begitu sulit dan dari segi pekerjaan yang dilakoni okoh utama pada novel ini Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 terdiri anatara nelayan, petani, tabib dan guru. Nilai moral yang terkandung dalam novel ialah bahwa siapa saja berhak memperoleh pendidikan. Dan sebagai seorang anak kita harus selalu mematuhi permintaan dan perkataan dari orang tua kita. Dalam novel ini juga mengajarkan pentingnya pengorbanan dalam meraih cita-cita sebagaimana yang dilakukan oleh Siti Aisy yang mengorbankan cintanya demi cita- citanya untuk menjadi seorang guru. Penelitian dan analisis yang dilakukan dalam novel tersebut hanya berfokus pada aspek sosial budaya, sehingga penelitian ini tepat sasaran. Penulis berharap masih ada ruang bagi penulis lain untuk menganalisa aspek lain dan melanjutkan penelitian. Penelitian sastra dan sosiologis terhadap novel sangat menarik karena kita dapat menemukan realitas yang terjadi di masyarakat seperti yang digambarkan oleh pengarang dalam karyanya. Oleh karena itu, peneliti harus dapat melanjutkan penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. ## 5. DAFTAR PUSTAKA Aye, Maye (2021). Senja di Langit Asahan . Cirebon. CV. Rin Media. Damsar, MA. (2015) Pengantar Sosiologi Politik . Jakarta: Prenadamedia Group. Endraswara, Suwardi 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS . Endraswara, Suwardi 2013 . Teori Kritik Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center Academic Publishing Service). Indriawati, P., Prasetya, K. H., Sinambela, S. M., & Taufan, I. S. (2022). Peran Guru dalam Mengembangkan Kompetensi Sosial pada Anak Usia Dini di TK Cempaka Balikpapan. Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 2 (03), 521-527. Indriawati, P., Prasetya, K. H., Susilo, G., Sari, I. Y., & Hayuni, S. (2023). Pengembangan Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran Pada Kurikulum Merdeka di SMK Negeri 3 Balikpapan. Jurnal Koulutus, 6 (1). Indrawati, P., Prasetya, K. H., Ristivani, I., & Restiawanawati, N. M. (2022). Peran Guru dalam Penggunaan Media Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Jurnal Penelitian, Pendidikan dan Pengajaran: JPPP, 3 (3), 225-234. Moleong, J, Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurcahyani, D., Maulida, N., & Prasetya, K. H. (2018). Analisis nilai-nilai pendidikan karakter tokoh utama guru honorer dalam komik pak guru inyong berbasis webtoon karya Anggoro Ihank. Jurnal Basataka (JBT), 1 (2), 35- 40. Prasetya, K. H., Subakti, H., & Musdolifah, A. (2022). Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa Peserta Didik terhadap Guru Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6 (1), 1019-1027. Rahmanto, B (1992). Metode Pengajaran Sastra . Yogyakarta: Kanisius. Ratna, Nyoman Kunta. (2007). Estetika dan Budaya . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roeslan, Abdulgani. (1998). Pancasila Parjalanan Sebuah Ideologi . LP3ES. Septika, H. D., & Prasetya, K. H. (2020). Local Wisdom Folklore for Literary Learning in Elementary School. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 5 (1), 13-24. Soekanto, Soejono. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta: Rajawali Pres. Jurnal Basataka ( J B T ) Chavita Agustina Br. Ginting 3 , Dani Sukma Agus Setiawan 4 , Hetty Diana Septika 5 Subakti, H., & Prasetya, K. H. (2021). Analisis Pembelajaran Daring Bahasa Indonesia Melalui Pemberian Tugas Pada Siswa Kelas Tinggi SDN 024 Samarinda Utara. Jurnal Basataka (JBT), 4 (1), 46-53. Subakti, H., & Prasetya, K. H. (2022). Permasalahan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Masa Pandemi Covid-19 Siswa Sekolah Dasar di Kota Samarinda. Jurnal Basicedu , 6 (6), 10067-10078.
79ffc24a-91ff-4150-b4f7-5a62960ea3d1
http://ojs.uho.ac.id/index.php/pharmauho/article/download/3458/2612
Uji Efek Antiinflamasi secara In Vivo Nanopartikel Kurkumin yang Diformulasikan menggunakan Metode Reinforcement Gelasi Ionik Suryani * , Faichal Benny, Wahyuni Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Kendari 93232 ## Abstrak Telah dilakukan penelitian uji efek antiinflamasi nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik pada mencit ( Mus musculus ) yang diinduksi karagenan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik pada mencit yang diinduksi karagenan serta mengetahui perbandingan efek antiinflamasi formula nanopartikel kurkumin dengan kurkumin pada mencit ( Mus musculus ) yang diinduksi karagenan. Hewan uji yang berjumlah 28 ekor dibagi menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor mencit. Formula nanopartikel kurkumin, kurkumin konsentrasi 0,0033%, suspensi celebrex ® 0,104 mg/g Berat Badan, dan suspensi natrium carboximetil cellulosa 0,5% diberikan secara oral. Volume awal kaki mencit diukur dengan pletismometer modifikasi. Satu jam setelah perlakuan, hewan uji dibuat udem dengan diinduksi 0,1 mL larutan karagenan 1 % secara intraplantar pada telapak kaki. Volume kaki mencit diukur setiap 30 menit setelah diinduksi selama 6 jam. Volume udem merupakan selisih volume kaki mencit sebelum dan sesudah diinduksi. Persentase penghambatan volume udem dihitung berdasarkan persen penurunan udem dibandingkan kontrol negatif. Berdasarkan data tersebut, dari keempat formula, yang memberikan efek antiinflamasi paling besar adalah formula nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan metode reinforcement gelasi ionik adalah A 2 dengan perbandingan konsntrasi kurkumin : kitosan : Tripolifosfat : natrium alginat : kalsium klorida (0,01% : 0,02% : 0,01% : 0,02% : 0,01%) dan nilai hambat inflamasi 70%. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis varians satu jalan dan dilanjutkan uji beda nyata terkecil. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa formula nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan metode reinforcement gelasi ionik mempunyai efek antiinflamasi lebih besar dibandingkan dengan kurkumin. Kata kunci : antiinflamasi, nanopartikel kurkumin, reinforcement , gelasi ionik, karagenan ## 1. Pendahuluan Peradangan dikenal dengan istilah inflamasi yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gejala proses inflamasi berupa panas, merah, nyeri, bengkak dan perubahan fungsi. Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia perusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah suatu usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika terjadi proses penyembuhan, biasanya peradangan akan meredah [1]. Berbagai contoh penyakit yang berhubungan dengan inflamasi antara lain asma, rhinitis alergi, osteoarthritis, dan lain-lain. Obat yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi adalah golongan obat Anti Inflamasi Non Steroid * KBK Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Email : [email protected] (AINS). Obat golongan AINS bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin yang memblokir kedua jenis siklooksigenase (COX) [2]. Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Efek samping yang sering terjadi adalah tukak lambung dan gangguan fungsi ginjal [3]. Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang dapat ditemukan pada ekstrak temulawak, temugiring, dan kunyit. Secara tradisional, kurkumin sudah dimanfaatkan dalam pengobatan di Asia, termasuk Indonesia. Penggunaan kurkumin yang diketahui memiliki efek sebagai antiinflamasi, antioksidan, antidiabetes, antibakteri, antifungi, antiprotozoa, antivirus, hipotensif, dan hipokolesteremik [4]. Beny, dkk : Uji Efek Antiinflamasi secara In Vivo Nanopartikel Kurkumin yang Diformulasikan menggunakan Metode Reinforcement Gelasi Ionik Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dimiliki oleh kurkumin yaitu dengan membuat formulasi senyawa kurkumin menjadi bentuk nanopartikelnya. Nanopartikel memiliki banyak keuntungan dalam sistem penghantaran obatnya. Hal itu disebabkan oleh ukuran partikel yang lebih kecil dan lebih mudah berpenetrasi melalui kapiler yang lebih kecil, sehingga memungkinkan akumulasi obat secara efisien pada sisi target [5]. Formula formula nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik ini telah dilakukan , namun belum dilakukan uji antiinflamasi [6]. Kurkumin merupakan bagian terbesar pigmen kuning yang terdapat dalam rimpang kunyit ( Curcuma longa L.) yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antitumor, antioksidan, antiartritis, antiamiloid dan antiiskemik. Pengujian klinis memperlihatkan bahwa kurkumin aman untuk manusia bahkan pada dosis tinggi (12 gram/hari) tetapi memilki bioavailabilitas yang sangat rendah. Kurkumin tidak terdeteksi pada hati, hanya terdapat pada mukosa saluran cerna dengan dosis oral mencapai 1000 mg/kg pada binatang pengerat [7]. O O H 3 CO HO OCH 3 OH Gambar 1 . Struktur kurkumin (1,7-bis-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion) Profil farmakokinetika kurkumin menunjukkan kadar dalam darah yang sangat eratik (naik turun) dan cepat hilang dari peredaran darah [8]. Profil farmakokinetik yang kurang baik ini diduga karena sifat kurkumin bersifat sukar larut dalam air, sehingga mengakibatkan kecepatan disolusinya dan ketersediaan hayatinya rendah. Kurkumin dalam terapi antiinflamasi bekerja dengan beberapa mekanisme antara lain menghambat pembentukan asam arakidonat dengan fosfolipid dan menghambat dealkilasi asam arakidonat yang telah dilabel dengan fosfolipid. Selain itu, kurkumin juga dapat menghambat sintesis prostaglandin tertentu dengan menghambat enzim sikloogenase. Mekanisme aksi kurkumin yang lain yaitu dengan menurunkan sintesis leukotrien dengan menghambat enzim lipoksigenase. Berdasarkan pada beberapa mekanisme tersebut, dapat diketahui bahwa kurkumin dapat menurunkan infiltrasi neutrofil dalam kondisi inflamasi dan menghambat agregasi platelet [9]. Derivat sulfonamid ini adalah obat AINS pertama dengan khasiat menghambat selektif COX-2. Pada dosis biasa COX-1 tidak dirintangi, maka PGI2 dengan daya protektifnya atas mukosa lambung–usus tetap terbentuk. Karena itu praktis tidak menyebabkan efek buruk terhadap lambung-usus. Diserap mencapai kadar darah maksimal setelah 2-3 jam. Profil plasmanya adalah 97% dan masa paruh eliminasi 8-12 jam [2]. Celecoxib di dalam hati diubah menjadi metabolik inaktif yang dikeluarkan dengan kemih. Pasien jantung, hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes harus berhati-hati minum obat ini. Dosis penggunaan obat ini 2 kali sehari 100-200 mg sesudah makan [2]. ## 2. Bahan dan Metode ## 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas (Pyrex), Hotplate (Ake Bonno), Hotplate and Magnetic Stirrer (Stuart CB162), Mikropipet (Smart Gen-nex), pH Meter (Jenway 370), plestismometer modifikasi, Sentrifuge (Boeco Zentrifugen D-78532), Shaker Inkubator (Stuart SI500), Stopwatch (Olympic), Timbangan analitik (Vibra), Vortex Mixer (Stuart SA8), Jarum Suntik (One Med), Oral Sonde Mencit, Lumpang dan Alu. Kurkumin, Na-alginat, NaCl 0,9% (Otsuka), akuades (Otsuka), CMC ( Sigma-Aldrich ), karagenan ( Sigma- Aldrich ), tripolifosfat ( Sigma-Aldrich ), natrium asetat ( Merck ), asam asetat glasial ( Merck ), etilasetat ( Merck ), etanol 96% ( Merck ), asam klorida 37% ( Merck ), natrium hidroksida ( Merck ) dan kalium hidrofosfat ( Sigma Aldrich ) serta Celebrex ® (Pfizer). ## 2.2 Formulasi Nanopartikel Formulasi nanopartikel pada penelitian ini dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu kurkumin, kitosan, tripolifosfat, natrium alginat dan kalsium klorida dengan berbagai variasi konsentrasi. Formulasi menggunakan botol vial dengan volume akhir sebanyak 8 mL. Sebanyak 2 mL larutan kurkumin 0,01% dalam etanol 96% dicampurkan dengan 2 mL larutan kitosan dalam buffer asetat pH 4 (konsentrasi 0,02%), kemudian dilakukan pencampuran dan pengecilan ukuran menggunakan magnetic stirrer . Setelah pencampuran berlangsung selama 5 menit, larutan tripolifosfat dalam akuades (variasi konsentrasi 0,01-0,03%) sebanyak 2 mL. Kemudian ditambahkan larutan natrium alginate dalam akuades (variasi konsentrasi 0,01-0,06%) sebanyak 2 mL. Setelah pencampuran berlangsung selama 2,5 menit, larutan kalsium klorida dalam akuades (variasi konsentrasi 0,01% - 0,06%) sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam campuran tersebut. Pencampuran Beny, dkk : Uji Efek Antiinflamasi secara In Vivo Nanopartikel Kurkumin yang Diformulasikan menggunakan Metode Reinforcement Gelasi Ionik dan pengecilan ukuran menggunakan alat magnetic stirrer kembali dilakukan selama 2,5menit. Pada tahap akhir pelarut etanol diuapkan hingga volume akhir menjadi 8 mL. Penguapan dilakukan dengan menuangkan campuran pada cawan petri, agar penguapan berjalan lebih cepat (kontak dengan udara luar lebih besar). Preparat disimpan selama 1 minggu untuk mengamati sistem dispersi yang stabil sebagai formula terpilih [9]. ## 2.3 Uji Antiinflamasi Sebelum pengujian, mencit dipuasakan selama ±18 jam dengan tetap diberi air minum. Mencit dikelompokkan ke dalam 7 kelompok perlakuan dengan jumlah masing-masing kelompok 4 ekor, yaitu kelompok bahan uji (formula nanopartikel kurkumin dengan perbandingan konsentrasi kurkumin : kitosan : TPP : natrium alginat : kalsium klorida 0,01% : 0,02% : 0,01% : 0,01% : 0,01% (A 1 ), 0,01% : 0,02% : 0,01% : 0,02% : 0,01% (A 2 ), 0,01% : 0,02% : 0,02% : 0,01% : 0,01% (B 1 ) dan 0,01% : 0,02% : 0,02% : 0,02% : 0,01% (B 2 ), kelompok kontrol negatif (suspensi Na CMC 0,5%), dan kelompok kontrol positif (suspensi Celebrex ® ). Masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pada kaki kirinya yang akan diinduksi, kemudian volume kaki diukur terlebih dahulu dengan cara memasukkan telapak kaki mencit ke dalam raksa hingga batas tanda, dicatat angka sebagai volume awal (V o ) yaitu volume kaki sebelum diberi bahan uji, kontrol dan diinduksi dengan larutan karagenan. Masing-masing mencit diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai dengan kelompoknya. Satu jam kemudian, masing- masing telapak kaki mencit disuntik secara intraplantar dengan 0,1 mL larutan karagenan 1%. Setiap 30 menit setelah induksi karagenan, volume telapak kaki mencit diukur pada jam ke – 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, dengan cara memasukkan telapak kaki mencit ke dalam alat pletismometer modifikasi hingga batas tanda. Perubahan volume cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki mencit (V t ). Volume radang adalah selisih volume telapak kaki mencit setelah dan sebelum disuntikkan karagenan. Pada waktu pengukuran, volume cairan harus sama setiap kali pengukuran, tanda batas pada kaki mencit harus jelas, kaki mencit harus tercelup sampai batas tanda yang dibuat. ## 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan pengujian efek antiinflamasi nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik pada mencit ( Mus musculus ) yang diinduksi karagenan. Karagenan dipilih sebagai penginduksi karena berperan dalam pembentukan edema dalam model inflamasi, dapat melepaskan prostaglandin setelah disuntikkan ke hewan uji [10]. Oleh karena itu, karagenan dapat digunakan sebagai iritan dalam metode uji yang bertujuan untuk mencari obat-obat antiinflamasi. Kontrol positif Celebrex ® digunakan untuk membandingkan efek antiinflamasi dari formula nanopartikel kurkumin. Pada dosis biasa COX-1 tidak dirintangi, maka PGI 2 dengan daya protektifnya atas mukosa lambung–usus tetap terbentuk. Celebrex ® praktis tidak menyebabkan efek buruk terhadap lambung-usus dan diserap mencapai kadar darah maksimal setelah 2-3 jam. Protein plasmanya adalah 97%, masa paruh eliminasi 8-12 jam (Tjay dan Rahardja, 2007). Sebelum perlakuan masing-masing mencit dipuasakan selama kurang lebih delapan jam, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya pengaruh makanan terhadap efek bioavailibilitas dan proses farmakokinetik (absorbsi, distribusi, metobolisme dan ekskresi) kurkumin yang diformulasi dalam bentuk nanopartikel dalam memberikan efek antiinflmasi. Pengamatan secara visual yang terjadi dalam proses inflamasi pada kaki mencit ditandai dengan adanya kemerahan ( rubor ) dan pembengkakan karena perubahan pada pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan edema ( tumor ). Perubahan ini dapat teraktivasi dalam beberapa detik dan bertahan dalam hitungan menit hingga jam. Mediator inflamasi akut dalam jaringan yang terinflamasi menyebabkan kontraksi endotel pembuluh darah yang disertai hilangnya taut antarsel. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan di jaringan interstitial yang menimbulkan pembengkakan jaringan atau tumor [11]. Gambar2 . Pengamatan secara visual terjadinya inflmasi pada telapak kaki mencit Beny, dkk : Uji Efek Antiinflamasi secara In Vivo Nanopartikel Kurkumin yang Diformulasikan menggunakan Metode Reinforcement Gelasi Ionik Analisis dilakukan terhadap hasil perubahan volume kaki mencit dimulai menit ke-30 hingga menit ke-360 setelah penyuntikan karagenan. Dari perubahan volume kaki mencit, dapat dihitung persen radang pada kaki mencit. Selanjutnya dibuat grafik perubahan persen inflamasi rata-rata kaki tikus dan grafik perubahan persen inhibisi inflamasi rata-rata kaki mencit. Perubahan volume telapak kaki mencit diukur dengan pletismometer modifikasi. Kelompok persen radang pada kaki mencit yang lebih kecil dari kelompok kontrol menunjukkan bahwa bahan uji mampu menekan radang yang disebabkan oleh karagenan. Gambar 3. Grafik persen inflamasi rata-rata telapak kaki mencit tiap waktu pengamatan. Formula nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik dengan perbandingan konsentrasi kurkumin : kitosan : TPP : natrium alginat : kalsium kloida. Berdasarkan Gambar 3, terlihat nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik formula A 2 (perbandingan konsentrasi kurkumin : kitosan : TPP : natrium alginat : kalsium klorida 0,01% : 0,02% : 0,01% : 0,02% : 0,01%) memberikan efek yang maksimal, ditandai dengan penurunan persen inflamasi sama seperti awal (normal) pada menit ke-330 sampai ke-360. Sedangkan suspensi Na CMC yang terus naik dari menit ke-30 sampai menit ke-330 dan turun pada menit ke-360. Hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu yaitu edema bertahan pada volume maksimal sekitar 5 jam setelah induksi (Morris, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa formula nanopartikel kurkumin, suspensi Celebrex ® dan suspensi kurkumin mampu menghambat inflamasi yang disebabkan karagenan. Selain itu, formula nanopartikel kurkumin yang memiliki persen inflamasi dari yang paling besar berturut-turut adalah formula nanopartikel kurkumin A 2 , B 1 , B 2 dan A 1 . Formula nanopartikel kurkumin A 1 , A 2 , B 1 dan B 2 memiliki persen inflamasi lebih besar dari pada suspensi Celebrex ® , formula nanopartikel kurkumin A 1 , A 2 , B 1 dan B 2 memiliki persen inflamasi lebih kecil dari pada suspensi kurkumin, dan formula nanopartikel kurkumin A 1 , A 2 , B 1 dan B 2 memiliki persen inflamasi lebih besar dari pada suspensi Na CMC. Penurunan radang berdasarkan waktu adalah setelah beberapa jam setelah pemberian obat, edema yang terjadi pada telapak kaki kiri mencit semakin menurun. Hal ini menandakan bahwa terjadi proses farmakokinetika nanopartikel kurkumin. Gambar 4. Persen hambat radang rata-rata telapak kaki Formula nanopartikel kurkumin yang memiliki persen hambatan inflamasi dari yang paling besar berturut-turut adalah formula nanopartikel kurkumin A 2 , B 2 , A 1 dan B 1 , sehingga formula nanopartikel kurkumin A 2 yang memiliki persen hambatan inflamasi paling besar. Hal ini kemungkinan karena formula nanopartikel kurkumin A 2 mempunyai efisiensi penjerapan paling tinggi [6]. Formula nanopartikel kurkumin A 2 mempunyai efisiensi penjerapan paling tinggi yaitu 91,41% kemudian formula nanopartikel kurkumin B 2 88,29%, formula nanopartikel kurkumin A 1 87,17%, dan formula nanopartikel kurkumin B 1 86,88%. Efisiensi penjerapan adalah jumlah obat yang terjerap di dalam nanopartikel, sehingga dengan efisiensi penjerapan yang tinggi maka jumlah obat yang terjerap di dalam nanopartikel juga tinggi. Formula nanopartikel kurkumin A 1 , A 2 , B 1 dan B 2 memiliki persen antiinflamasi lebih besar dari pada suspensi kurkumin. Hal ini disebabkan formula nanopartikel kurkumin mempunyai ukuran partikel yang lebih rendah yang membuatnya lebih mudah berpenetrasi melalui kapiler yang lebih kecil, sehingga memungkinkan akumulasi obat secara efisien pada sisi target, disamping itu dengan dibuat menjadi nanopartikel, dapat meningkatkan efisiensi penghantaran obat dengan meningkatkan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 30 60 90 120150180210240270300330360 In flam as i ( % ) Waktu (Menit ke-) A1 A2 B1 B2 kurkumin K+ K- 67 70 60 63 50 67 0 10 20 30 40 50 60 70 80 A1 A2 B1 B2 kurkumin K+ A nt iin fla m as i ( % ) Kelompok perlakuan Beny, dkk : Uji Efek Antiinflamasi secara In Vivo Nanopartikel Kurkumin yang Diformulasikan menggunakan Metode Reinforcement Gelasi Ionik kelarutan dalam air sehingga meningkatkan bioavailabilitas [12]. Data dianalisis dengan metode ANAVA (analisis varians) satu jalan dan dilanjutkan dengan uji LSD menggunakan program SPSS 20. Uji LSD dimaksudkan untuk melihat kelompok perlakuan mana yang memilliki efek yang sama atau berbeda dan efek terkecil sampai dengan yang terbesar antara kelompok yang satu dengan yang kelompok lainnya sehingga diperoleh susunan kelompok yang berbeda. Uji dengan nilai signifikansi α 0,05 menunjukkan bahwa antar pelakuan tidak ada perbedaan yang bermakna dan sebaliknya bila nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan untuk semua perlakuan. Selain itu, diperoleh nilai F hitung sebesar 7,935 dengan nilai probabilitas 0,000. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai probabilitas yang diperoleh berdasarkan analisis jauh dibawah 0,05 sehingga dapat diputuskan bahwa hipotesis dasar (H 0 ) ditolak dan menerima hipotesis alternatif (H 1 ) yang dinyatakan bahwa Terdapat perbedaan efek antiinflamasi yang nyata secara simultan antara nanopartikel kurkumin dengan kurkumin secara in vivo . Aktivitas antiinflamasi kurkumin bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Aktivitas antiinflamasi kurkumin bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase [13]. Kurkumin juga dapat menghambat pembentukan senyawa leukotrien dengan menghambat aktivitas enzim lipooksigenase. Beberapa mekanisme antara lain menghambat pembentukan asam arakhidonat dengan fosfolipid dan menghambat dealkilasi asam arakhidonat yang telah dilabel dengan fosfolipid. Berdasarkan pada beberapa mekanisme tersebut, dapat diketahui bahwa kurkumin dapat menurunkan infiltrasi neutrofil dalam kondisi inflamasi dan menghambat agregasi platelet. ## 4. Kesimpulan Nanopartikel kurkumin yang diformulasikan menggunakan teknik reinforcement gelasi ionik mempunyai efek antiinflamasi, serta memiliki efek antiinflamasi yang lebih besar dibandingkan dengan kurkumin, serta menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan analisis statistik. ## Daftar Pustaka 1. Mycek M. J., Harvey R. A., Champe P. C., Farmakologi Ulasan Bergambar . Edisi II, Jakarta : Widya Medika, 2001, hal. 276-279. 2. Tjay H. T., Rahardja K., Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi V, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2002, hal. 303-314. 3. Wilmana P. F., Sulistia G. G., Farmakologi dan terapi, Edisi V. Jakarta : Bagian Farmakologi FK Universitas Indonesia, 2007, hal. 230-246, 500-506. 4. Chattopadhyay K., Uday B., and Ranajit K. B., Turmeric and Curcumin: Biological Actions and Medical Applications, Current Science ., 87(1) , 2004 : hal. 44-53. 5. Sahoo S. K., Labhasetwar V., Nanoparticle Interface : An Important Determinant in Nanoparticle-Mediated Drug/Gene Delivery in Nanoparticle Technology for Drug Delivery , Taylor & Francis Group, 2006, hal. 140- 150. 6. Halid N. A., Formulasi Nanopartikel Kurkumin dengan Teknik Reinforcement Gelasi Ionik, Skripsi , Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, Kendari. 7. Bisht, S., Savita, B., Georg., Sheetal, S., Rajani, R., Collins, K., Amarnath, M., and Anirban, M., 2007, Polymeric Nanoparticle-Encapsulate Curcumin (Nanocurcumin): A Novel Strategy For Human Cancer Therapy, Journal of Nanobiotechnol ., 5 : 1-18. 8. Kustaniah, 2001, Profil Kadar Senyawa 2,5-bis-(4’- hidroksi-3’-metoksi benzilidin) siklopentanon dalam Darah setelah Pemberian secara Oral pada Tikus Betina SD, Skrips i, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. 9. Suryani, 2012, Preparasi Nanopartikel Kurkumin menggunakan Kitosan Rantai Pendek dan Tripolifosfat dengan Variasi Konsentrasi Berbeda serta Uji Cellular Uptake pada Kultur Sel Hela secara In Vitro , Thesi s, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10. Singh, R. & Lillard J.W., 2009, Nanoparticle-based targeted drug delivery, Exp Mol Pathol , 215-230. 11. King TC. 2007. Elsevier’s Integrated Pathology. Philadelphia: Mosby Elsevier. 12. Rawat, dkk, 2006, Nanocarriers : Promising Vehicle for bioactive drugs. Biological and pharmaceutical Bulletin. 29 13. Kohli, K., Ali, J., Ansari, M.J., dan Raheman, Z, 2005, Curcumin: A Natural Antiinflammatory Agent , Indian J Pharmacol, 37 , 141-147.
6e1beec2-dd29-4496-b37a-5147a3929a49
https://e-journal.lp2m.uinjambi.ac.id/ojp/index.php/iltizam/article/download/1077/615
Iltizam Journal of Shariah Economic Research Vol. 6, No.1 (2022) June 2022, pp. 48-58 E-ISSN:2598-2540 P-ISSN:2598-2222 ## Pengelolaan Zakat dan Wakaf di Malaysia dan Turki: Studi Komparatif Adrianna Syariefur Rakhmat 1 dan Irfan Syauqi Beik 2 1 Universitas Pelita Bangsa, [email protected] 2 IPB University, [email protected] ail ## ABSTRACT This paper aims to analyze the management of zakat and waqf in Malaysia and Turkey. This study uses a descriptive-comparative analysis method to describe the similarities and differences in the management of zakat and waqf between Malaysia and Turkey. The results of this study include that zakat in Malaysia is mandatory, while zakat in Turkey is voluntary. Zakat in Malaysia and Turkey are both tax deductible. The Government of Malaysia is involved in the management of zakat, while the Government of Turkey does not participate in the management of zakat. The Government of Malaysia and Turkey both participate in the management of waqf. The ministry involved in waqf management in Malaysia is the ministry of religion, while the ministry involved in waqf management in Turkey is the Ministry of Culture and Tourism. Secularism has a negative influence on the practice of waqf in Malaysia and Turkey. The issue of waqf that should have been handled in a sharia court, however, turned out to be handled by a civil court. Meanwhile, the change in the term waqf to ta'sis in Turkey has resulted in a decrease in the number of waqf collections. Keyword: Zakat, Waqf, Comparative, Management ## PENDAHULUAN Zakat dan wakaf merupakan sumber keuangan publik Islam yang memiliki peranan sangat penting dalam pembangunan ekonomi khususnya dalam menyediakan layanan publik bagi masyarakat. Penyaluran dana zakat sudah tentu ditujukan kepada 8 golongan yang disebutkan dalam Surat At Taubah ayat 60. Penyaluran zakat secara khusus diperuntukkan kepada golongan yang memang terkendala mengenai pemenuhan kebutuhan dasarnya selain amil zakat. Di sisi lain penyaluran zakat juga memiliki visi bagaimana mustahiq zakat agar naik peringkat menjadi muzakki juga di kemudian hari, sehingga beberapa program penyaluran zakat dikombinasikan dengan pemberdayaan ekonomi mustahiq. Sementara wakaf merupakan sedekah harta seperti zakat, namun harta wakaf tidak dapat dimiliki oleh individu, tidak berkurang nilainya, dan tidak boleh dijual. Masyarakat hanya menerima manfaat dari harta wakaf yang dikelola oleh pengelola harta wakaf tersebut. Pada masa keemasan Islam, wakaf memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian sebagai penyedia barang publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas, seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, sekolah, masjid, universitas, rumah sakit, dan lain sebagainya. Kesuksesan zakat dan wakaf dapat dilihat bagaimana negara mengelola kedua sumber keuangan publik Islam tersebut. Bagaimana negara memberikan ruang gerak bagi zakat dan wakaf adalah salah satu kunci kesuksesan pengelolaan zakat dan wakaf. Beberapa negara sudah melakukan terobosan terobosan seperti misalnya privatisasi lembaga zakat dan wakaf, melindungi praktik zakat dan wakaf melalui regulasi, dan keterlibatan langsung pemerintah pusat terhadap praktik zakat dan wakaf. Makalah ini bertujuan melakukan analisis pengelolaan zakat dan wakaf di Negara Malaysia dan Turki. Malaysia merupakan negara yang memiliki riset terbanyak mengenai wakaf. Sementara untuk riset zakat, Malaysia menempati peringkat kedua setelah Indonesia. Sedangkan Turki merupakan negara peringkat ketiga dengan riset wakaf terbanyak setelah Malaysia dan Indonesia (Atan & Johari, 2017) (Rusydiana & Al Farisi, 2016). ## TINJAUAN PUSTAKA ## Pengelolaan Zakat di Malaysia Zakat dimalaysia sudah bersifat mandatory berdasarkan undang undang yang dikeluarkan oleh negara bagian. Tidak membayar zakat merupakan kesalahan yang boleh didakwa (WIRA, 2019). Berdasarkan regulasi yang bersifat mandatory seperti ini menjadikan pengelolaan zakat di Malaysia lebih efektif dibanding Indonesia (Purwatiningsih & Yahya, 2020), karena semakin tinggi tingkat regulasi maka dapat berpengaruh signifikan terhadap pembayaran zakat (Munandar et al., 2019). Pengelolaan zakat di Malaysia pada awalnya berada di bawah Pusat Pengumpulan Zakat (PPZ) wilayah persekutuan pada tahun 1991. Hal ini merupakan bentuk privatisasi lembaga zakat yang bertujuan untuk meningkatkan citra institusi, terutama melalui pengenalan dan implementasi nilai-nilai perusahaan (Ngayesah et al., 2016). Privatisasi lembaga zakat adalah bertujuan untuk optimalisasi dan efektifitas pengelolaan dana zakat (Mohd Shahril Ahmad Razimi et al., 2016). Selain itu, beberapa negara bagian di Malaysia pun sudah mulai membentuk lembaga zakat tersendiri seperti Lembaga Zakat Selangor (LZS) yang sebelumnya Pusat Zakat Selangor (PZS), Pusat Kutipan Zakat Pahang (PKZ), Pusat Zakat Negeri Sembilan (PZNS), Pusat Zakat Melaka (PZM), Lembaga Zakat Negeri Kedah Darul Aman (LZNKDA), Pusat Zakat Sabah (PZS), Pusat Pungutan Labuan (PPL), Tabung Baitulmal Sarawak (TBS), dan sisanya pengelolaan zakat masih berada dibawah naungan Majlis Agama Islam. Meskipun sudah terjadi privatisasi lembaga zakat di beberapa negara bagian, namun tetap saja lembaga tersebut masih berada dibawah Majlis Agama Islam. Lembaga Zakat di Malaysia dikendalikan di pemerintah negara bagian. Setiap negara bagian terdapat sultan dan Majlis Agama Islam yang bertanggung jawab terhadap zakat. Sehingga otoritas tertinggi perihal pengelolaan zakat adalah sultan dan MAI di setiap negara bagian. Sementara itu Pemerintah Pusat melalui lembaga pengawasan korupsi mengawal laporan keuangan. (MIGDAD, 2019). Pengelolaan zakat di Malaysia sangat tergantung kepada undang-undang masingmasing negeri. Di Malaysia belum ada undang undang zakat pada peringkat kabangsaan yang boleh menyatukan sistem pengelolaan zakat. Di samping itu, pengelolaan zakat juga masih berdasarkan kepada kebijakan wilayah persekutuan dan negeri-negeri masing-masing (WIRA, 2019). Saat ini Malaysia juga tengah memanfaatkan teknologi dalam hal pengumpulan zakat secara digital. Pengumpulan zakat secara digital menunjukkan perkembangan yang signifikan baik itu dari total pengumpulan dana dan jumlah pembayar zakat. Total pengumpulan dana secara digital pada tahun 2018 adalah 26 juta RM dengan pertumbuhan sebesar 25,7 persen dibanding tahun sebelumnya. Jumlah pembayar zakat secara digital sudah mencapai 22160 orang dengan pertumbuhan sebesar 43,5 persen dibanding tahun sebelumnya (MAIWP, 2018). Sama seperti halnya di Indonesia pembayaran zakat melalui lembaga resmi zakat akan mengurangi pajak. Begitu juga zakat yang dibayarkan oleh korporasi, dimana dikemudian hari dapat juga diklaim sebagai pengurang pajak (Undang Undang Pajak Penghasilan Malaysia Pasal 44 – 11A). ## Gambar 1. Pengelolaan Zakat di Malaysia (Sumber : (Migdad, 2019) ## Pengelolaan Zakat di Turki Sejak menjadi negara sekuler, pembayaran zakat bersifat voluntary. Opsi pembayaran zakat bagi masyarakat turki juga beragam, bisa melalui komunitas, dan Yayasan amal seperti Red Crescent Turkish Kizilay , Turkiye Diyanet Foundation, dan IHH Insani Yardim Vakfi. Akan tetapi mereka berjalan sendiri sendiri tidak bekerja satus sama lain, sehingga sulit menghitung basis zakatnya (Zagrali, 2017). Sama seperti di Malaysia dan Indonesia, Zakat di Turki dapat menjadi pengurang pajak. Selain zakat juga, bahwa sumbangan perusahaan yang diberikan kepada Red Crescent Turkish Kizilay atau lembaga amal yang bekerja untuk kepentingan umum juga dapat menjadi pengurang pajak dengan syarat jumlah sumbangannya tidak melebihi 5 % dari pendapatan (https://www.kizilay.org.tr dan https://www.ihh.org.tr/en/tax-allowance). Dalam undang undang sangat sulit menemukan secara eksplisit mengenai istilah zakat. Seperti undang undang mengenai tax exceptions atau tax deduction, istilah yang disebut adalah bukan zakat namun adalah donasi dan dalam kaitannya dengan ini zakat merupakan dikategorikan donasi. Sampai saat ini belum ada privatisasi lembaga zakat di Turki. Bahkan pengelolaan zakat di tingkat pemerintah pusat juga belum ada. Sampai saat ini unit unit di kementerian agama Turki (Presidency Religious Affair) belum ditemukan unit khusus yang bertugas langsung mengelola zakat. Oleh karena itu (Zagrali, 2017) mengusulkan bahwa Presidency Religious Affair bertindak sebagai koordinator atas lembaga amal yang mengumpulkan dana zakat. Presidency Religious Affair nantinya menawarkan transparansi dan akuntabilitas system zakat ini. Karena tidak adanya privatisasi lembaga zakat oleh pemerintah pusat Turki, maka akan sangat sulit menemukan data zakat Turki secara nasional. Sehingga perhitungan estimasi zakat akan sulit dilakukan dengan berdasarkan data histori pengumpulan zakat. Sehingga dalam menghitung potensi zakat di Turki menggunakan 3 metode. Pertama adalah berdasarkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian dan industri sebesar 5 atau 10 persen. Kemudian dari PDB sektor jasa sebesar 2,5 persen. Metode kedua adalah berdasarkan data Global Weath Report mengenai 10 persen masyarakat terkaya Turki yang didapat dari aset dikurangi utang. Metode ketiga adalah berdasarkan data FORBES mengenai pendapatan 100 orang masyarakat terkaya Turki (ALTINTAŞ, 2019) ## Pengelolaan Wakaf di Malaysia Wakaf di Malaysia tidak lepas dari peran Majlis Agama Islam Negeri (MAIN) sebagai pemegang tunggal amanah harta wakaf. Wakaf yang ada pada waktu itu adalah wakaf yang bersifat sosial dan spiritual seperti masjid, sekolah agama dan rumah anak yatim. Dalam perjalanannya, pemerintah Malaysia melalui Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) menunjuk Property Development Coordinating Waqf (Jawatan Penyelaras Pembangunan Harta Wakaf) untuk membantu MAIN dengan melibatkan pejabat dari instansi swasta dan pemerintah yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidangnya masing masing untuk mengembangkan wakaf lahan pada level nasional (Afendi et al., 2010) Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan wakaf, pemerintah membentuk JAWHAR (Jabatan Wakaf Zakat dan Haji) pada tahun 2004. JAWHAR bertugas dalam membantu MAIN dalam administrasi wakaf. Pada tahun 2008 dibentuk kembali sebuah lembaga pengelola wakaf dibawah JAWHAR yaitu Yayasan Wakaf Malaysia (YWM) yang bertugas membantu MAIN dalam mengumpulkan dana wakaf serta mengembangkan wakaf pada sektor sektor yang komersil sebagai bentuk pembangunan wakaf yang berkelanjutan Sumber : (Norzilan, 2018) Secara kelembagaan pengelolaan wakaf di Malaysia diamanahkan kepada MAIN di setiap negara negara bagian dan bertanggungjawab kepada sultan. Untuk pengelolaan wakaf pada level nasional, MAIN di setiap negara bagian berkoordinasi dengan JAWHAR. Dibawah kendali JAWHAR terdapat YWM yang diawasi oleh Menteri di Jabatan Perdana Menteri (Hal Ehwal Agama). Wakil Dewan Pengawas adalah Ketua Pengarah JAWHAR. Anggota lainnya adalah perwakilan dari Majlis Agama Islam Negeri masing masing negara bagian, perwakilan dari Kementerian Keuangan serta akademisi. Pengelolaan wakaf di negara bagian yang ada di Malaysia memiliki corak yang beragam. Beberapa negara bagian ada yang menjadikan MAIN sebagai lembaga yang memiliki otoritas terhadap wakaf tanah. Negara bagian yang pertama kali menjadikan MAIN sebagai lembaga yang memiliki otoritas terhadap wakaf tanah adalah Selangor yang kemudian diikuti oleh negara bagian lainnya (Yaacob & Hisham Yaacob, 2013). Pada beberapa negara bagian, ada yang sudah membuat lembaga khusus di bawah MAIN untuk alokasi wakaf. Di Selangor ada Perbadanan Wakaf Selangor yang dibentuk tahun 2009. Tujuannya adalah agar wakaf juga berkembang seperti halnya zakat. Selain daripada itu di Negeri Sembilan ada Perbadangan Wakaf Negeri Sembilan. Di Sabah dan Kedah pengelolaan wakaf berada dibawah Baitulmal Negeri Sabah dan Tabung Baitul Mal Kedah. Selain daripada itu, pengelolaan wakaf masih berada dibawah pengawasan Majlis Agama Islam Negeri seperti di Johor dan Kelantan. Peruntukan dana wakaf di Malaysia disalurkan kepada sektor pendidikan melalui pembangunan sekolah, madrasah dan pesantren. Ada juga yang disalurkan untuk sektor sosial seperti untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan dan pengembangan fasilitas kesehatan. Selain itu disalurkan pula kepada sektor ekonomi seperti pembangunan sarana aktifitas ekonomi semacam toko dan ruko, serta pengembangan sektor pertanian semisal lahan perkebunan, pertanian dan bendungan. Terakhir adalah untuk sektor keagamaan atau spiritual seperti pembangunan fasilitas ibadah semacam masjid serta pembelian lahan untuk kuburan (Rahman, 2009) Tantangan pengembangan wakaf di Malaysia terdiri dari 4 hal yaitu regulasi, kesadaran sosial, perbedaan administrasi antar negara bagian, dan komersialisasi lahan wakaf (Harun et al., 2016). Pertama, regulasi mengenai wakaf belum bisa mengakomodasi semua permasalahan wakaf, misalnya jika terdapat permasalahan mengenai agama atau syariah, justru Pengadilan Sipil memiliki otoritas lebih tinggi daripada pengadilan syariah, sehingga banyak permasalahan syariah seperti wakaf dibawa ke pengadilan sipil (Yaacob & Hisham Yaacob, 2013). Kedua, kesadaran sosial yang dimaksud adalah pemahaman mengenai wakaf. Karena masih terdapat kasus kasus yang berkaitan dengan wakaf, seperti penjualan lahan wakaf oleh anak anak dari wakif setelah orang tua mereka meninggal (orang yang mewakafkan hartanya). Ketiga adalah perbedaan administrasi, yaitu bahwa MAIN adalah pemegang amanah tunggal lahan wakaf. Kemudian pengembangan lahan wakaf dibantu oleh JAWHAR. Proyek pengembangan lahan wakaf harus mendapatkan izin dari MAIN dan JAWHAR. Selain JAWHAR bertindak sebagai coordinator, ia juga bertindak seperti mediator antara MAIN dengan pihak yang ingin mengembangkan lahan wakaf. Terakhir adalah komersialiasi lahan wakaf yang perlu ditingkatkan dimana sejarah wakaf pada masa lalu mempu menyediakan layanan gratis seperti kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya. ## Pengelolaan Wakaf di Turki Pada sejarah turki utsmani, wakaf merupakan kategori fiskal ketiga dalam perekonomian setelah system pembendaharaan negara dan system timar yaitu pajak pendapatan dari lahan yang kebanyakan dari lahan pertanian (Babacan, 2014). Turki Usmani telah sukses membangun negaranya dengan berlandaskan wakaf. Lembaga wakaf berhasil menunjukkan signifikansinya dalam membangun perekonomian dengan menyediakan barang publik untuk memberikan layanan layanan sosial. Setidaknya ada 5 sektor yang dibangun melalui wakaf, yaitu pertama adalah sektor infrastrukur seperti jembatan, trotoar, saluran air, dan jalan. Kedua adalah sektor pendidikan diantaranya adalah universitas, perpustakaan, dan kompleks bangunan yang terdiri dari masjid sebagai pusatnya serta dikelilingi oleh lembaga pendidikan, rumah sakit, dapur umum, pemandian, dan layanan sosial lainnya. Ketiga adalah sektor kesehatan. Keempat adalah sektor keagamaan seperti masjid, mushalla, dan pondok. Kelima adalah sektor ekonomi seperti penginapan dan bazar (https://www.republika.co.id). Setelah kejayaan Turki Usmani runtuh, yaitu pada tahun 1926 rezim republik sekular Turki pernah mengganti nama wakaf dengan nama “ Ta’sis ”. Pengubahan nama “wakaf” selama 41 tahun (1926-1967) berdampak pada merosotnya minat masyarakat beramal. Tercatat hanya 73 wakaf baru didirikan antara 1923-1967 (Babacan, 2014). Nama wakaf dikembalikan dalam UU sipil pada 13 Juli 1967. Pengembalian nama wakaf ini langsung menarik masyarakat kembali berwakaf. Setidaknya dalam rentang waktu 10 tahun sejak dikembalikannya nama “Wakaf”(1967 -1977) jumlah pewakaf jauh melampaui periode nama “ Ta’sis ”selama 41 tahun (https://www.republika.co.id). Wakaf di Turki pada masa sekarang adalah dikelola oleh Direktorat Jendral Wakaf serta dikelola oleh lembaga wakaf serta mutawalli yang bisa berbentuk lembaga pendidikan, NGO, dan lembaga sosial lainnya. Direktorat Jendral Wakaf bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dalam mengelola wakaf untuk museum, serta bangunan dan benda kebudayaan. Direktorat Jendral Wakaf bersama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata memiliki 3 fungsi, yaitu pelayanan sosial, investasi dan perawatan kekayaan budaya. Pertama , fungsi pelayanan sosial terdiri dari pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, tunjangan untuk masyarakat miskin, dan beasiswa pendidikan. Kedua , fungsi investasi ditujukan untuk pembangunan rumah susun berbasis lahan ( flat for land based construction ). Sejak tahun 2003, metode ini telah mengevaluasi 519 lahan sebagai rumah, toko, kantor, vila, apartemen dan sekolah swasta. Selain itu juga memiliki fungsi restorasi atau pemulihan melalui model conditional leasing on restoration . Sejak tahun 2003, melalui model ini beberapa lahan telah dievaluasi menjadi pusat perdagangan, perkantoran, hotal, stasiun pengisian bahan bakar, apartemen, rumah sakit, sekolah swasta, asrama mahasiswa, rumah, kawasan industry, serta beragam fasilitas seperti olah raga, pariwisata, komersial, pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Selanjutnya adalah fungsi rekonstruksi melalui conditional leasing on reconstruction , dimana sejak tahun 2003 melalui model ini beberapa lahan dievaluasi sebagai hotel, tempat kerja, penginapan, perpustakan, pabrik, madrasah, serta berbagai fasilitas seperti kesehatan berbasis kebudayaan, pariwisata berbasis kebudayaan, pendidikan berbasis pariwisata, dan fasilitas kebudayaan berbasis komersil. Ketiga adalah fungsi perawatan kekayaan budaya seperti museum, bangunan budaya serta benda budaya ( www.vgm.gov.tr ). ## Penelitian Terdahulu Hamzah (2018) melakaukan studi pengelolaan zakat di Bangladesh yang hasilnya masih belum maksimal dikarenakan mindset zakat hanya sebagai kegiatan sukarela bukan kewajiban agama, sehingga program zakat belum menjadi bagian dari program pengentasan kemiskinan yang sela mini justru program tersebut banyak tergantung dengan bantuan asing. Selain itu asepk pengetahuan dan teknologi juga menghambat pengumpulan dana zakat dan distribusi zakat juga cenderung lebih banyak ke hal yang bersifat konsumtif. Sedangkan hasil penelitian Rabitah Harun et al., (2012) menemukan praktik wakaf di Brunei sudah cukup maju dan berbasis teknologi. Prakteknya dibawah Majlis Ugama Islam Brunei (MUIB) yang telah berhasil menghasilkan pendapatan yang tinggi dan memberikan manfaat penuh bagi semua Muslim dari pendapatan properti wakaf di Brunei. MUIB mengelola dan mengelola harta wakaf dengan menggunakan teknologi e-government dan menjadi wali satu-satunya bagi seluruh wakaf di tanah air. Dalam pengelolaan wakaf, harta milik MUIB menggunakan teknologi e-government. MUIB juga memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang tata cara wakaf. Dewan akan menjadi satu-satunya wali dari semua wakaf, baik wakaf umum maupun khusus (Rabitah Harun et al., 2012) Penelitian Stibbard, QC, & Bromley, (2012) menunjukkan di Iran pengelolaan wakaf sarat dengan kepentingan politik dikarenakan politik syiah yang berbeda dengan sunni. Kekeuasaan politik ini juga yang rentan memebuatnya terkena imbas korupsi. Mereka juga merupakan sumber dari banyak korupsi. KUHPerdata tahun 1928 mengatur kerangka hukum untuk wakaf yang memungkinkan baik wakaf keluarga dan amal. Yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi tanpa menghabiskan modal. Khusus Wakaf pendidikan di Iran berada di bawah kendali Kementerian Pendidikan. Departemen Wakaf diciptakan di bawah Departemen Pendidikan dan 1934 kekuasaan diberikan kepada DOE untuk mengawasi wakaf. Pada tahun 1951 pemerintah syiah Iran juga memerintahkan agar semua tanah mahkota yang diwarisi dibagikan kepada para petani. Hingga kini berdasarkan undang-undang 1984 Iran disahkan membuat semua wakaf Iran harus dikelola oleh Organisasi Urusan Ziarah, Wakaf dan Amal ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa jurnal, laporan tahunan, data statistik dan sumber lain yang membahas tentang pengelolaan zakat dan wakaf di Malaysia dan Turki. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur dengan mempelajari buku atau literatur dan jurnal ilmiah untuk memperoleh perbandingan pengelolaan zakat dan wakaf di Malaysia dan Turki. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-komparatif. Analisis ini diawali dengan memaparkan pengelolaan zakat dan wakaf di Malaysia, kemudian menjelaskan pengelolaan zakat dan wakaf di Turki. Selanjutnya adalah menganalisis persamaan dan perbedaan pengelolaan zakat dan wakaf antara Malaysia dan Turki. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Pengelolaan Zakat di Malaysia dan Turki Pengelolaan zakat di Malaysia dan Turki keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun perbandingan pengelolaan zakat Malaysia dan Turki adalah sebagai berikut : 1. Zakat di Malaysia sudah bersifat mandatory . Bahkan bagi masyarakat yang tidak membayar zakat merupakan kesalahan yang dapat didakwa secara hukum. Sementara zakat di Turki masih bersifat voluntary . 2. Baik zakat di Turki dan Malaysia keduanya sama sama menjadi pengurang pajak. Akan tetapi karena di Turki pernah dikendalikan oleh paham sekularisme, istilah zakat sebagai pengurang pajak tidak ditemukan secara eksplisit. Dalam regulasinya bahwa undang undang mengenai tax exceptions atau tax deduction hanya ditemukan istilah donasi atau sumbangan sebagai pengurang pajak. Dan dalam kaitannya dengan hal ini zakat merupakan masuk kedalam kategori donasi atau sumbangan. 3. Pemerintah ikut serta dalam pengelolaan zakat di Malaysia melalui Pusat Pengumpul Zakat, Baitulmal dan Majlis Agama Islam. Sementara di Turki pemerintah pusat belum turut serta dalam pengelolaan zakat, bahkan di Presidency Religious Affair atau setingkat kementerian agama tidak ditemukan unit khusus untuk pengelolaan zakat. Dari pengelolaan zakat di Malaysia dan Turki, Indonesia dapat mengambil meniru pola pendekatan mandatory yang dilakukan oleh Malaysia dalam pengumpulan zakat. Prinsip mandatory ini adalah mewajibkan kepada seluruh masyarakat muslim untuk membayar zakat dan memberikan sanksi bagi yang tidak membayar zakat. Dengan pendekatan ini sudah tentu akan berdampak terhadap peningkatan pengumpulan dana zakat di Indonesia, dan apabila dana zakat ini dikelola dengan sebaik baiknya, maka dampak yang diberikan akan signifikan. ## Pengelolaan Wakaf di Malaysia dan Turki Pengelolaan wakaf di Malaysia dan Turki keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun perbandingan pengelolaan wakaf di Malaysia dan Turki adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah berkoordinasi bersama lembaga wakaf dalam pengelolaan wakafnya di negara masing masing. Pengelolaan wakaf di Malaysia dikelola oleh Yayasan Wakaf Malaysia (YWM) yang Dewan Pembinanya adalah Menteri di jabatan perdana Menteri (hal ehwal agama), sementara Wakil Dewan Pembinanya Ketua Pengarah JAWHAR dan anggotanya adalah perwakilan akademisi, kementrian keuangan, serta perwakilan dari Majlis Agama Islam Negeri masing masing negara bagian. Sementara pengelolaan wakaf di Turki berada dibawah Direktorat Jendral Wakaf yang bekerja sama dengan Kementerian Budaya dan Pariwisata dalam mengelola asset asset budaya peninggalan Kesultanan Turki Usmani. Persamaannya adalah bahwa pemerintah pusat ikut mengawal pengelolaan wakaf di negara tersebut. Sementara perbedaannya adalah bahwa di Malaysia melibatkan kementrian agama dalam pengelolaanya, yaitu menjadi Dewan Pembina YWM. Adapun di Turki yaitu melibatkan Kementrian Budaya dan Pariwisata dalam mengelola asset wakafnya. 2. Perbedaan sejarah kebudayaan islam antara kedua negara menjadikan Turki telah lama mengalami sekularisasi termasuk dalam hal wakaf. Sebagai dampak sekularisme, wakaf di turki pernah berubah nama menjadi ta’sis dalam kurun waktu 41 tahun dari 1926 - 1967 dan bahkan berpengaruh terhadap penurunan jumlah penghimpunan wakaf di Turki. Sementara itu Malaysia juga ditemukan beberapa paham sekularisme sebagai dampak dari negara yang penduduknya memiliki keragaman etnis, budaya dan agama. Permasalahan yang terjadi adalah sering ditemukannya perselisihan sistem hukum, dimana terdapat sistem hukum sekuler dan system hukum syariah. Pengadilan hukum sipil sebagai representasi sistem hukum sekuler memiliki otoritas tertinggi daripada pengadilan syariah. Sehingga banyak permasalahan syariah seperti wakaf ditangani oleh pengadilan sipil. Berdasarkan pengelolaan wakaf di Malaysia dan Turki, Indonesia dapat meniru bagaimana pengelolaan wakaf di Turki yang merambah sektor pariwisata. Indonesia merupakan negara yang kaya akan aset budaya yang dapat menjadi daya tarik wisatawan, sehingga pengelolaan wakaf berbasis kearifan lokal dapat dikembangkan. Pengelolaan wakaf yang berkaitan dengan pariwisata juga dapat berupa membangun beberapa unit bisnis di sekitar lokasi wisata melalui aset wakaf (Dikuraisyin, 2020) ## SIMPULAN Berdasarkan analisis dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Zakat di Malaysia bersifat mandatory, sedangkan zakat di Turki bersifat voluntary. 2. Zakat di Malaysia dan Turki sama sama menjadi pengurang pajak. 3. Pemerintah Pusat Malaysia ikut serta dalam pengelolaan zakat, sementara Pemerintah Pusat Turki tidak ikut serta dalam pengelolaan zakat. 4. Pemerintah Pusat Malaysia dan Turki sama sama turut serta dalam pengelolaan wakaf. Kementrian yang dilibatkan dalam pengelolaan wakaf di Malaysia adalah kementrian agama, sementara kementrian yang dilibatkan dalam pengelolaan wakaf di Turki adalah Kementrian Budaya dan Pariwisata. Sekulerisme memiliki pengaruh negatif terhadap praktek wakaf di Malaysia dan Turki. Permasalahan wakaf yang seharusya ditangani di pengadilan syariah, namun ternyata malah ditangani oleh pengadilan sipil. Sementara itu perubahan istilah wakaf ke ta’sis di Turki telah berdampak terhadap penurunan jumlah penghimpunan wakaf ## DAFTAR PUSTAKA Afendi, M., Rani, M., & Aziz, A. A. (2010). Waqf Management and Administration in Malaysia : Its Implementation From the. Malaysian Accounting Review, Special Issue , 9 (2), 115 – 121. Ahmad, A. (2008). Pelaksanaan Skim Wakaf Tunai oleh Yayasan Wakaf Malaysia. Jurnal Pengurusan Jawhar , 2(2), 27 – 61 ALTINTAŞ, N. (2019). the Role of Zakat Potential in Reducing Poverty in Turkey. International Journal of Islamic Economics and Finance Studies , 90 – 110. https://doi.org/10.25272/ijisef.575488 Atan, N. A. B., & Johari, F. B. (2017). A review on literature of Waqf for poverty alleviation between 2006-2016. Library Philosophy and Practice , 2017 (1). Babacan, M. (2014). Munich Personal RePEc Archive Economics of Philanthropic Institutions, Regulation and Governance in Turkey Economics of Philanthropic Institutions, Regulation and Governance in Turkey. UTC Journal of Economic and Social Research , 57829 . Dikuraisyin, B. (2020). Manajemen Aset Wakaf Berbasis Kearifan Lokal Dengan Pendekatan Sosio-Ekonomi di Lembaga Wakaf Sabilillah Malang. Ziswaf: Jurnal Zakat Dan Wakaf , 7 (2), 100. https://doi.org/10.21043/ziswaf.v7i2.7903 Hamzah MM, (2018). Manajemen Pengelolaan Zakat di Bangladesh. Indonesian Journal of Islamic Ecnonomics and Business. 3 (2) pp 46-57 Harun, F. M., Possumah, B. T., Mohd Shafiai, M. H. Bin, & Nor, A. H. M. (2016). Issues and Economic Role of Waqf in Higher Education Institution: Malaysian Experience. Al- Iqtishad: Journal of Islamic Economics , 8 (1), 149 – 168. Isahaque Ali and Zulkarnain A.Hatta, 2014. Zakat as a Poverty Reduction Mechanism Among the Muslim Community : Case Study of Bangladesh, Malaysia, and Indonesia. Asian Social Work and Policy Review 59-70 MAIWP, P. P. Z. (2018). Laporan Zakat 2018 Annual Report. Pusat Pungutan Zakat MAIWP , 78. MIGDAD, A. (2019). Managing Zakat Through Institutions: Case of Malaysia. International Journal of Islamic Economics and Finance Studies , 28 – 44. Mohd Shahril Ahmad Razimi, Abd Rahim Romle, & Muhammad Farid Muhammad Erdris. (2016). Zakat Management in Malaysia: A Review. American-Eurasian Journal of Scientific Research , 11 (6), 453 – 457. Munandar, A., Syakhroza, A., Martani, D., & Siswantoro, D. (2019). Does regulation increase zakat payment? Academy of Accounting and Financial Studies Journal , 23 (6), 1 – 7. Ngayesah, S., Hamid, A., Jamaliah, W., & Jusoh, W. (2016). Corporate image of zakat institutions in Malaysia. Geografia : Malaysian Journal of Society and Space , 12 (2), 47 – 57. Norzilan, N. I. (2018). Waqf in Malaysia and Its New Waves in the Twenty-First Century. Kyoto Bulletin of Islamic Area Studies , 11 , 140 – 157. Purwatiningsih, A. P., & Yahya, M. (2020). Why Zakat Collection in Indonesia is Not As Effective As it is in Malaysia. Jurnal Penelitian , 14 (1), 23. https://doi.org/10.21043/jp.v14i1.6785 Rahman, A. A. (2009). Peranan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat Islam Dan Aplikasinya Di Malaysia. Jurnal Syariah , 17 (1), 113 – 152. Rusydiana, A. S., & Al Farisi, S. (2016). Studi Literatur tentang Riset Zakat. AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah , 16 (2), 281 – 290. https://doi.org/10.15408/ajis.v16i2.4458 Rabitah Harun, Zuraidah Mohamed Isa, & Norhidayah Ali. (2012). Preliminary Findings on Waqf Management Practices among Selected Muslim Countries. International Conference on Economics Marketing and Management , 28, 117 – 120. Stibbard, P., QC, D. R., & Bromley, B. (2012). Understanding the waqf in the world of the trust. Trusts & Trustees. http://doi.org/10.1093/tandt/tts087 Shalahuddin, H. 2021. Sakralitas Wakaf di Negara Turki. Internet diakses pada 1 februari 2022. tersedia pada https://www.republika.co.id/berita/qo1exd825000/sakralitas-wakaf- di-negara-turki Turkish Red Crescent. 2022. Laman internet diakses 2 februari 2022 tersedia pada https://www.kizilay.org.tr/ WIRA, A. (2019). Studi Pengelolaan Zakat Di Malaysia. Maqdis : Jurnal Kajian Ekonomi Islam , 4 (1), 91. https://doi.org/10.15548/maqdis.v4i1.214 Yaacob, H., & Hisham Yaacob. (2013). Waqf History and Legislation in Malaysia : a Contemporary Perspective. Journal of Islamic and Human Advanced Research , 3 (6), 387 – 402. Zagrali, F. N. (2017). an Analysis of the Institutional Structure of Zakat and the Case for Turkey. Share: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam , 6 (1), 85 – 100. https://doi.org/10.22373/share.v6i1.1521
d96eb2a0-7063-4f71-a3ab-4ca25eda065c
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JEAM/article/download/15115/8692
Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… : 2459-9816 ## KONSEP AKUNTABILITAS DALAM GEREJA KATOLIK (STUDI KASUS PADA GEREJA KATOLIK HATI TERSUCI SANTA PERAWAN MARIA) Leonita Catherine Wijaya 1 Email: [email protected] Whedy Prasetyo 2 Email: [email protected] Alwan Sri Kustono 3 Email: [email protected] ## Abstract This study aims to describe the concept of income and burden on the Holy Heart of the Virgin Mary Catholic Church. This research chooses the Sacred Heart of the Virgin Mary Catholic Church as the object of research, because the Sacred Heart of the Virgin Mary is a newly established church, so that accountability is an important pillar for the newly established church to gain the trust of the people. This research uses the interpretivis paradigm by using the case study method in its research method. Thus, primary and secondary data sources are needed in research, and use interviews, observations and documentation in this study. Data analysis methods used are data collection, data reduction, data presentation, and verification as well as drawing conclusions. The results of this study indicate that in general the Sacred Heart Church of the Virgin Mary has carried out finansial management properly, where finansial management is carried out accordingly, starting from planning to accountability. In this church the proposal is made in issuing funds used for ecclesiastical activities. The finansial reporting system made by finansial managers is fairly simple because 137 tis based on trust in managing finances obtained through collectives and contributions from the people to fulfill the operational activities of the church. Keywords: Accountability, Transparency, Church, Accounting 1 Coresponding Author, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember, Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Kecamatan Sumbersari, Jember, 68121, Jawa Timur, Indonesia. 2,3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember, Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Kecamatan Sumbersari, Jember, 68121, Jawa Timur, Indonesia. Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… ## 1. PENDAHULUAN Akuntabilitas adalah kewajiban dari pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan aktivitas yang telah menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (Mardiasmo 2009). Akuntabilitas dari sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting. Akuntabilitas menjadi sebuah indikator untuk penilaian terhadap kinerja sebuah organisasi. Pengelolaan yang dilakukan secara transparan menjadikan sebuah organisasi dapat dipercaya oleh pihak internal dan pihak eksternal. Semua organisasi dituntut untuk memberikan laporan pertanggungjawaban kepada semua pihak yang terlibat di dalamnya. Stakeholder akan mendesak tentang pentingnya pelaksanaan akuntabilitas. Dalam melaksanakan akuntabilitas perlu memperhatikan prinsip-prinsip good governance yang meliputi transparansi dan rasa keadilan dalam organisasi merupakan suatu fenomena yang perlu dicermati setiap organisasi agar dipercaya oleh stakeholder. Desakan dari para stakeholder tidak terbatas pada organisasi privat, namun juga pada organisasi publik atau nirlaba sehingga diperlukan kajian khusus tentang praktik akuntabilitas yang menjadi prinsip dari GCG. Akuntabilitas dalam organisasi nirlaba sangat diperlukan. Pertanggungjawaban kinerja dalam organisasi nirlaba diharapkan transparan dan akuntabel agar para pemberi sumber daya dapat memastikan bahwa sumber daya yang mereka berikan telah digunakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pimpinan organisasi nirlaba diharapkan mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan akuntabilitas, permasalahan yang terjadi dalam internal organisasi, pertanyaan dari masyarakat yang ingin tahu penggunaan dana yang diberikan dan tuntutan pertanggungjawaban dari pemerintah (Ebrahim 2010). Pada entitas nirlaba praktik akuntabilitas harus muncul dari pengelolaan pendapatan dan beban. Pendapatan merupakan sumber daya yang didapatkan entitas diluar penambahan modal dari pemilik. Pendapatan dalam suatu entitas nirlaba perlu dilakukan transparansi karena pendapatan ini dapat berupa sumbangan atau beragam penerimaan dari berbagai pihak, sehingga perlu untuk dipertanggungjawabkan dengan baik (Behesti et al. 2014). Beban merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh entitas diluar penarikan modal dari pemilik. Beban perlu dilakukan transparansi karena dana pendapatan dari umat, juga memerlukan pertanggungjawaban. Fokus pada akuntabilitas dalam organisasi keagamaan sangat menarik untuk dijjabarkan karena dalam kenyataannya terdapat beberapa kasus yang ada dan terpublikasi tentang kegagalan Gereja katolik dalam mengelola akuntabilitas keuangan seperti yang dilaporkan oleh Wall Street Journal yaitu adanya pendeta dan administrasi diosesan Gereja Katolik yang telah melakukan penggelapan dana Gereja sebesar US$ 3,5 juta dengan kurun waktu tiga tahun, serta adapun kasus terakhir yang menggegerkan organisasi Gereja Katolik yaitu novel yang berjudul The Da Vinci Code karangan (Brown dan Moore 2001). Penelitian akuntabilitas pada lembaga keagamaan, telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti akuntansi (Simanjuntak dan Januarsi 2011). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Randa et al. (2011) yang menyimpulkan bahwa akuntabilitas spiritual pada organisasi Gereja Katolik memberikan makna pada komunitas gereja yang berguna untuk menjaga hubungan vertikal dan horizontal. Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… Dengan demikian maka peneliti ingin membuat penelitian tentang akuntabilitas di organisasi keagaaman. Penelitian ini berbeda dengan penelitian- penelitian sebelumnya karena penelitian ini ingin memahami bagaimana akuntabilitas dalam Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria, dalam pengelolaan dana umatnya. Dengan demikian penelitian ini ingin melihat bagaimana pendapatan dan beban yang didapatkan dan dikeluarkan oleh Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria, serta sistem manajemen keuangan serta pertanggungjawaban yang mereka lakukan. Penelitian ini memilih Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria sebagai objek penelitian, karena Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria merupakan gereja yang masih baru berdiri, sehingga akuntabilitas merupakan pilar penting untuk gereja yang masih baru berdiri untuk mendapatkan kepercayaan dari umat. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui bagaimana konsep akuntabilitas pada Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep akuntabilitas pada Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria. ## 2. TINJAUAN LITERATUR ## 2.1 Akuntabilitas Akuntabilitas adalah syarat yang diperlukan dalam mencapai kinerja yang berkesinambungan (Pasoloran 2018). Akuntabilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah ( agent ) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan semua aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah ( principal ) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo 2009). Pada pemimpin gereja diharapkan memiliki integritas yang tinggi dalam hal keuangan gereja, seperti tidak mencuri uang, tidak menipu orang untuk mendapatkan uang, tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun untuk memperoleh uang, dan tidak mau menerima suap. Selain itu, pemimpin gereja diharuskan menjaga tangannya agar tetap bersihdalam hal keuangan dan bersedia setiap saat untukdiaudit dari awal sampai akhir pelayanannya. Nabi Samuel dalam 1 Samuel 12:3-5 menegaskan perilaku pemimpin gereja yang benar dalam hal pengelolahan keuangan gereja: “Di sini aku berdiri. Berikanlah kesaksisan menetang aku di hadapan TUHAN dan di hadapan orang yang diurapi-Nya: Lembu siapakah yang telah kuambil? Keledai siapakah yang telah kuambil? Siapakah yang telah kuperas?Siapakah yang telah kuperlakukan dengan kekerasan? Dari tangan siapakah telah kuterima sogok sehingga aku harus tutup mata? Aku akan mengembalikannya kepadamu. Jawab mereka: “Engkau tidak memeras kami dan engkau tidak memperlakukan kami dengan kekerasan dan engkau tidak menerima apa-apa dari tangan siapapun. Lalu berkatalah ia kepadamereka: “TUHAN menjadi saksi kepadakamu, dan orang yang diurapi-Nya pun menjadi saksi pada hari ini, bahwa kamu tidak mendapat apa-apa dalam tanganku.”Jawab mereka: “Dia menjadi saksi.” ## 2.2 Pendapatan dan Beban Pendapatan menurut Suwardjono (2010) dapat didefinisikan dari beberapa konsep. Dengan konsep aliran masuk, pendapatan adalah kenaikan aset. Apabila dari definisi aliran keluar, pendapatan adalah penyerahan produk yang diukur atas dasar penghargaan produk tersebut. Soekartawi (2012) menjelaskan pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsikan, bahwa sering kali dijumpai Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah, tapi juga kualitas barang tersebut ikut menjadi perhatian. Misalnya sebelum adanya penambahan pendapatan beras yang dikonsumsikan adalah kualitas yang kurang baik, akan tetapi setelah adanya penambahan pendapatan maka konsumsi beras menjadi kualitas yang lebih baik. Kieso et al. (2010) menyatakan pengakuan pendapatan menetapkan bahwa pendapatan diakui pada saat direalisasi atau dapat direalisasi dan pendapatan saat dihasilkan. Pendapatan direalisasi apabila barang dan jasa dapat ditukar dengan kas atau diklaim atas kas (piutang). Selain itu, pendapatan dapat direalisasi apabila aset yang diterima dalam pertukaran segera dapat diakui menjadi kasa atau klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui (Kustono dan Nanggala 2020). Jika, pendapatan pada saat dihasilkan jika entitas yang bersangkutan telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan agar dapat mendapatkan hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu. Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan atau dikonsumsi untuk mendapatkan barang dan jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau masa mandatang. Apabila beban mencakup semua biaya yang telah habis dipakai (expired) yang dapat dikurangkan dari pendapatan (Mulia 2007). ## 2.3 Gereja Katolik Dalam sejarah gereja katolik meliputi rentang waktu selama dua ribu tahun. Sejarah gereja katolik sendiri merupakan bagian integrah dari sejarah kekristenan secara keseluruhan. Istilah dari gereja katolik yang digunakan secara khusus untuk menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari Nazaret (sekitar tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik yang berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, yang dikepalai oleh Uskup Roma sebagai penganti St. Petrus, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Paus.“Gereja Katolik” diketahui digunakan pertama kali dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa “Dimana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ sama seperti dimana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir disitu.”Di pusat doktrin-doktrin sendiri Gereja Katolik ada Suksesi Apostolik, yaitu keyakinan bahwa para uskup adalah para penerus spiritual dari keduabelas rasul, mula-mula melalui rantai konsekrasi yang tak terputus secara historis. Perjanjian baru berisi tentang peringatan-peringatan terhadap ajaran- ajaran yang sekedar bertopengkan kekristenan, dan menunjukkan bahwa para pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk memutuskan manakah yang merupakan ajaran yang benar. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah keberlanjutan dari orang-orang yang tetap setia kepada kepemimpinan apostolik (rasuli) dan episkopal (keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran yang palsu. ## 3. METODE PENELITIAN ## 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma interpretivis. Paradigma interpretivis yaitu penelitian yang dilakukan untuk menafsirkan dan memahami sebuah fenomena yang ada. Agar dapat sampai pada tujuan tersebut, maka peneliti menggunakan metode studi kasus dalam melakukan metode riset. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis. ## 3.2 Jenis dan Sumber Data Adapun sumber data yang akan digunakan penelitian ini meliputi, data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara secara dan pengamatan secara mendalam kepada para informannya langsung yaitu Romo Paroki pada Gereja Hati Tersuci Perawan Maria. Jika data sekunder, yaitu sumber data yang tidak langsung namun dapat memberikan data tambahan yang mendukung data primer. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari mengumpulkan catatan-catatan akuntansi dari setiap pendapatan dan biaya yang didapatkan dan dikeluarkan oleh gereja dalam melakukan kegiatan keagamaan, pemasukan biaya, dan laporan mengenai program sosial yang dijalankan. ## 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: wawancara secara mendalam, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pengelola keuangan gereja, seperti bendahara gereja, observasi, merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara lansung secara cermat yang dilakukan di lokasi penelitian, dan studi dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan catatan akuntansi terkait dengan pengeluaran dan pemasukan yang terjadi di Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria, Jember. ## 3.4 Keabsahan data Dalam penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Untuk memperoleh kebenaran informasi peneliti menggunakan hasil dari wawancara dan observasi yang nantinya akan di bandingkan dengan data dokumentasi yang ada. ## 3.5 Metode Analisa Data Miles et al. (2014) menyebutkan terdapat empat langkah dalam teknik data kualitatif, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi serta penarikan kesimpulan. Implementasi empat tahapan teknik analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data. Pengumpulan data merupakan suatu tahapan dimana peneliti melakukan penghimpunan data-data mentah dari hasil penelitian melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang ada. 2. Reduksi data. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mempertajam analisis. Proses reduksi ini berkaitan dengan pemilahan data yang dilihat dari relevansinya pertanyaan penelitian. 3. Penyajian data. Pada tahap ini data-data terkait yang telah dikumpulkan dan diurutkan yang selanjutnya akan disajikan secara deskripsi. 4. Verifikasi dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dan dirangkum harus dicocokkan pada reduksi dan penyajian data agar kesimpulan yang dihasilkan dapat disepakati dan di susun sebagai sebuah laporan. Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem Pengelolaan Keuangan pada Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria Pertama yang dilakukan dalam pengelolaan keuangan gereja hati tersuci perawan maria adalah perencanaan. Namun dalam gereja hati tersuci perawan maria belum melaksanakan tahap penganggaran ini. Setelah melakukan perencanaan maka tahap selanjutnya adalah tahap monitoring, dimana dalam tahap ini pengurus akan melakukan pengawasan terhadap kegiatan penggunaan dana yang telah diajukan apakah sudah digunakan dengan sebagaimana mestinya atau belum. Setelah melaksanakan mentoring kegiatan pengurus akan melakukan tahap evaluasi dimana dalam tahap ini akan mengevaluasi kegiatan penggunaan dana yang telah dilakukan. Setelah melaksanakan tahap evaluasi selanjutnya adalah perencanan ulang, tahap ini berguna untuk meminimalisir dana guna untuk perkembangan gereja dan kegiatan gereja itu sendiri. Semua tahap tersebutakan adanya pelaporan, dimana dalam pelaporan tersebut bendahara akan membuat laporan kegiatan dari seluruh kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan penerimaan dan pengeluaran dana gereja. Setelah pelaporan telah dibuat, tahap terakhir adaalah pertanggungjawaban. Proses dari pertanggungjawaban dari pengelolaan keuangan adalah bentuk responsibility pihak yang memiliki tugas dalam mengelola keuangan terhadap pihak yang memberikan tugas. Responsibility adalah sebagai accountabilility yang merujuk pada perhitungan dan laporan pelaksanaan tugas. ## 4.2 Sumber Dana atau Keuangan pada Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria Setiap organisasi memiliki tujuan yang spesifik yang ingin dicapai. Karena organisasi kegamaan termasuk dalam organisasi nirlaba, maka tujuannya bukanlah untuk mencari laba sebagaimana organisasi privat atau swasta. Dalam mencapai tujuan tersebut maka gereja mendapatkan penerimaan dari sumbangan keagamaan dalam bentuk cash (kolekte dan sumbangan langsung) pelayanan yang telah diberikan seperti ibadah dan pelayanan langsung ke umat. Namun tidak hanya penerimaan itu saja ada pula sumbangan dalam bentuk aset, makanan, dan hibahan-hibahan yang lainnya. Semua penerimaan dicatat sesuai dengan pos-pos oleh pengurus gereja. Namun penerimaan tersebut tidak seolah-olah hanya demi kepentingan gereja, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan umat itu sendiri. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Romo Agik, selaku Romo Paroki “ Penerimaan gereja dari sumbangan umum yah sumbangan keagamaan atau apalah termasuk kolekte, sumbangan-sumbangan biasa. Kalau kolekte kan dari ekaristi, kalau sumbangan orang menyumbang langsung. Ya dua itu, itu yang cash, yang natural juga ada misalnya hibahan tanah, hibahan aset seperti mobil, barang-barang, makanan.” (Agik, 2019) Sumber dana atau penerimaan di gereja menentukan apakah gereja dapat berjalan atau tidak. Oleh karena itu, penerimaan yang diterima gereja dapat menjamin terlaksananya kegiatan pelayanan secara optimal. Selain itu kepercayaan umat kepada pengurus paroki juga menjadi pengaruh terhadap berlangsungnya kegiatan gereja ini. Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… Pada Gereja Hati Tersuci Perawan Maria, dimana semua kegiatan gerejani didalam maupun luar gereja menggunakan dana dari dana umat. Dalam hal ini dana tersebut bersumber dari sumbangan-sumbangan yang ada baik itu sumbangan secara chash maupun dana hibahan. Pernyataan tersebut didukung dari hasil wawancara dengan Romo Paroki “ Gereja nantinya ke mandiri, jadi kolekte atau sumbangan umat itu mencukupi kebutuhan umat itu sendiri. Lah apa kebutuhan umatnya, tiap minggu ada misa butuh biaya, listrik harus nyala, lilin harus ada, ada karyawan, perlu dibersihkan. Jadi banyak keperluan rumah tangga gereja perlu dibiayai yang notabennya mendukung pelayanan itu sendiri.” (Agik, 2019) Dari pernyataan romo diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber dana atau penerimaan pada gereja merupakan dana yang digunakan untuk kegiatan gerejani tersebut bersumber dari sumbangan-sumbangan umat. Sumber dana gereja sendiri akan disalurkan kembali untuk kepentingan umat melalui dengan pelayan. Pelayan ini sendiri sudah mendarah daging mulai dari ajaran Kristus sendiri. Dimana dalam pelayanan ini gereja ingin menunjukan bahwa keselamatan dalam Kristus itu total bukan hanya kekayaan duniawi saja, namun juga rohani. Dalam melakukan penerimaan, gereja juga mengeluarkannya untuk kepentingan umat kembali sebagai bentuk solidaritas. Dimana prinsip solidaritas sendiri telah menjadi satu dari duabelas prinsip katolisitas ajaran sosial gereja katolik itu sendiri. Prinsip solidaritas adalah prinsip bahwa hidup manusia berada dalam tataran komuniter. Gereja bersolider dengan mereka yang merasakan penderitaan, ketidakadilan, yang kelaparan, yang mengalami bencana, yang miskin, yang lemah, dan yang terabaikan dalam societas. Selain itu dana gereja juga digunakan dalam untuk pemeliharan gereja. Dimana dalam hal ini juga termasuk dalam prinsip tanggung jawab pemeliharaan. Selain itu juga terdapat penerimaan gereja dari stips atau stipedium. Dimana penerimaan ini termasuk kedalam sumbangan. Sumbangan uang tersebut diserahkan oleh orang beriman kepada imam atau pada yayasan amal, agar Misa dipersembahkan demi ujud si pemberi atau intensi. Uang tersebut bukanlah harga untuk sebuah Misa namun bentuk derma untuk keperluan imam sehari-hari dengan syarat bahwa imam mempersembahkan Misa untuk ujud penderma. Kebiasaan ini berkembang dari apa yang sejak semula dipersembahkan umat pada perayaan Ekaristi untuk perjamuan bersama. Sisanya digunakan untuk imam dan orang-orang miskin. Seorang imam hanya boleh menerima satu stipendium saja untuk satu Misa. Uang yang melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh keuskupan harus diserahkan ke kas keuskupan dan tidak boleh dipakai untuk kas pastoran atau oleh imam sendiri. Aturan ketat tentang penerimaan dan pemakaian stipendium ditetapkan dalam Hukum Gereja untuk mencegah kesan buruk dalam masyarakat tentang Gereja. Tentang hukum kanonik tersebut, telah diatur dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 945-958. Semua penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan gereja semua hanya untuk kembali kepada umat. Semua itu diharapkan supaya semua umat dapat merasakan kesejahteraan bersama demi menuju kepada keselamatan bersama seperti yang dijanjikan oleh Tuhan sendiri. Sejatinya semua manusia memiliki kesederajat yang Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… sama antara satu dengan yang lain. Kesederajatan tidak memiliki maksud bahwa semua manusia memperoleh jumlah yang sama dalam hal distribusi. Namun, yang dimaksud dengan kesederajatan adalah perlakuan yang sama secara adil, potensi untuk berkembang bersama dalam mengangkat keterpurukan, dan memiliki hukum yang sama dalam pemberlakuannya. 4.3 Akuntabilitas dan Transparansi Dana Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria Tidak hanya organisasi bisnis saja yang wajib melaporkan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, tetapi organisasi nirlaba seperti pura sebagai organisasi nirlaba bidang keagamaan wajib melaporkan laporan keuangan. Ikatan akuntansi indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 45 tahun 2011 mengenai organisasi nirlaba, yang menyatakan bahwa organisasi nirlaba harus dan berhak untuk membuat laporan keuangan dan melaporkan kepada para pemakai laporan keuangan. Unsur-unsur laporan keuangan yang dipaparkan dalam PSAK 45 adalah laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Pernyataan diatas, didukung oleh hasil wawancara dengan Romo “Ketika akuntabilitas dan transparansi sudah bagus silahkan kerja terus. Tetapi, ketika ada masalah tidak mampu ngatasi maka akan diambil alih sampai diberdayakan lagi. Tetap tidak dilepas penuh, bukan sentralisasi penuh bukan desentralisasi tetapi subsidialitas..prinsipnya gitu gereja.” (Agik, 2019) Jadi dari pemaparan diatas, dapat terlihat bahwa gereja telah berusaha melakukan laporan pertanggungjawaban dan transparansi sesuai dengan prosedur yang ada. Namun, ketika ada gereja yang belum dapat mempertanggungjawabkan sesuai dengan prosedur yang ada dan terdapat masalah keuangan serta belum bisa mengatasinya, maka laporan pertanggungjawabannya akan diikutan dengan keuskupan hingga gereja dapat mengatasi masalah yang ada dan dapat mempertanggungjawabkan laporan keuangannya dengan baik. Adapun prosedur pertanggungjawaban pengelolaan keuangan yang diterapkan oleh gereja yang dinyatakan oleh Romo Agik “Bertahap keatas. Jadi perbulan harus laporan penggunaan dana. Memang selama ini hanya pelaporan keuangannya, belum penggunaannya. Yang penting kamu laporan, ada laporan setiap bulan rutin, jadi membangun ritme tiap bulan laporan dulu. Tahap kedua yaitu pengalokasian penggunaan dananya untuk dievaluasi. Itu kedua pertanggungjawaban secara akuntabilitas keuangan benar tidak saldo dengan realcashnya itu dulu yang ditempuh, terus laporan rutin tertulis laporkan dan yang kedua penggunaannya benar tidak.” (Agik, 2019) Jadi, menurut pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa laporan pertanggungjawaban gereja dilakukan secara bertahap keatas. Dimana dalam hal ini tahap yang dilakukan mulai dari bendahara lingkungan dimana bendahara lingkungan memberikan laporannya kepada bendahara paroki. Setelah itu bendahara paroki akan merekap semua laporan dari bendahara-bendahara lingkungan setelah semua terekap, Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… bendahara paroki juga akan merekap penerimaan dan pengeluaran paroki dalam satu bulan. Setelah pelaporan pertanggungjawaban telah selesai maka akan disetor kepada keuskupan sebelum tanggal 10. Selain itu dalam melakukan pertanggungjawaban gereja sedang melakukan pengupayaan agar laporan pertanggungjawaban yang dilakukan sudah benar. Laporan pertanggungjawaban juga dilakukan secara rutin oleh gereja kepada pihak keuskupan dimana dalam hal ini keuskupan dianggap sebagai instansi diatas paroki. Setelah dilaporkan maka pihak keuskupan akan memeriksa dan mengoreksi apakah pelaporan yang gereja lakukan benar adanya dan pemanfaatannya sudah benar atau belum. Oleh karena itu pihak keuskupan akan meminta pembenaran akan hal tersebut setelah memeriksa dan mengkoreksi laporan keuangan yang telah disetor. Namun pembenaran tersebut tidak selalu dilakukan, karena akan diminta pembenaran jika adanya keganjalan yang ditemukan. Hal ini diperjelas oleh romo “Akuntanbilitas keuangan gereja ya sedang diupayakan agar dapat dipertanggungjawabkan secara benar.” (Agik, 2019) Setelah melakukan laporan pertanggungjawaban alangkah baiknya jika bisa disampaikan secara transparan kepada umat dan pihak-pihak yang ingin mengetahui tentang keuangan gereja. Dalam hal ini penyampaian secara transparansi laporan keuangan gereja telah dilakukan kepada umat. Tidak ada aturan dalam penyampaian pelaporan keuangan tersebut. Hal tersebut diperjelas oleh pernyataan romo “Transparansinya ya itu disampaikan kepada umat.” (Agik, 2019) Jadi dari pernyataan diatas, gereja telah melakukan akuntabilitas dan transparansi yang cukup baik, meskipun masih dalam tahap yang sederhana. ## 4.4 Pos-Pos dalam Pelaporan Keuangan Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria Pembuatan pelaporan keuangan tentu saja terdapat aturan-aturan yang telah disediakan. Begitupula dengan pelaporan keuangan yang ada dalam gereja. Gereja memiliki pos-pos tertentu yang tidak sama dengan pos-pos yang pada umumnya. Pos- pos yang ada di gereja dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan gereja. Gereja melakukan pelaporan keuangan agar dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah dipercayakan umat kepada mereka agar semua umat dan gereja sendiri memperoleh keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bersama. Hal tersebut juga diperjelas melalui ayat di alktab 2 Korintus 8:7-15 “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu,dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan,dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini.Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. Karena kamu telah mengenal kasih karuniaTuhan kita Yesus Kristus,bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kayaoleh karena kemiskinan- Nya. Inilah pendapatkutentang hal itu, yang mungkin berfaedah bagimu. Memang sudah sejak tahun yang lalu kamu mulai melaksanakannya dan Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… mengambil keputusan untuk menyelesaikannya juga.Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu,dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu. Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu,bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu. Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekuranganmereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan”. Ayat alkitab diatas mengajarkan kita bahwa kita harus berbagi dengan satu sama lain. Seperti halnya umat yang memberi sumbangan pada gereja dalam bentuk apapun. Hal tersebut semata-mata agar kita semua di dunia ini tidak ada yang merasa kekurangan satu sama lain dan selalu bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan. Tidak kecuali dengan gereja yang diberi kepercayaan untuk mengelola keuangan gereja. Pengelolaan yang dilakukan berdasarkan apa yang mereka yakinin tanpa mengurangi apa yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan pelaporan keuangan, tentunya ada aturan-aturan yang mengikatnya secara langsung maupun tidak langsung. Demikian pula dengan organisasi keagamaan seperti Gereja. Dalam gereja terdapat nama-nama akun atau pos-pos dalam laporan keuangan yang dibuatnya. Hal itu di perkuat oleh pernyataan romo “Kan ada pos-posnya toh, ya dimasukan sesuai dengan pos-posnya. Seperti contohnya ada orang nyumbang romo ini sumbangan terserah untuk apa itu masuk sumbangan umum. Ya masuk masing-masing supaya jelas darimana, untuk mengukur kemampuan gereja itu hidup di kemudian hari” (Agik, 2019) Pernyataan romo tersebut sejalan dengan PSAK No.45 yang menyatakan bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut, namun belum ada aturan yang mewajibkan hal tersebut. Disisi lain untuk pihak internal tujuan laporan keuangan adalah untuk mengetahui situasi keuangan yang ada dalam organisasi tersebut, sedangkan untuk pihak eksternal bertujuan untuk mengetahui apakah dana yang ada telah dipergunakan dengan baik dan terlampir dalam laporan keuangan organisasi tersebut (Cintokowati 2010). Sehingga menurut pernyataan romo diatas bahwa gereja melakukan pelaporan dan memasukan semua penerimaan dan pengeluaran gereja sesuai dengan pos-posnya (lihat lampiran 3). Hal tersebut sejalan dengan Sundjaja dan Barlian (2001) yang menyatakan bahwa laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaanNama-nama akun atau pos-pos yang ada dalam laporan keuangan gereja pun dibuat sesuai dengan kebutuhan gereja. Berdasarkan pos-pos dan pernyataan romo diatas juga didukung dalam kalimat ayat di kitab suci Lukas pasal 16: 10-13 yang menyebutkan bahwa Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… “ Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara- perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamonyang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon ”. Pernyataan romo diatas juga didukung dengan ayat alkitab diatas yang juga merujuk pada pengaturan perihal keuangan dengan baik. Ini sebagai syarat utama yang digunakan Tuhan untuk membagi segala hal yang lebih besar, misalnya cara membagi uang, tanggungjawab atas uang, dan sebagainya. Orang-orang Kristen seringkali membuat pendapat sendiri mengenai ajaran Yesus Kristus dengan mengamati orang lain menjalani pekerjaan dan hidupnya, terutama mengenai keuangan. Dengan begitu munculah rasa penasaran, ketertarikan dan terpengaruh akan hal buruk. Oleh sebab itulah mengapa kita sebagai pemimpin atau angora gejera harus senantiasa mengamalkan firman Tuhan dalam Alkitab untuk mengelola keuangan. Salah satu caranya adalah dengan menyusun laporan dana sumbangan dengan transparan dan jujur dengan menggunakan teknologi software akuntasi agar lebih praktis. Jadi berdasarkan penerimaan, pengeluaran, akuntanbilitas dan transparansi yang dilakukan oleh gereja demi menuju pada keselamatan dalam Kristus itu total dan untuk menerapkan prinsip-prinsip katoliksitas ajaran sosial gereja katolik. Dimana dalam keselamatan dalam Kristus itu total dinyatakan bahwa gereja tidak memiliki ambisi dalam duniawi, namun memiliki maksud lain bahwa dengan bimbingan Roh Penghibur akan melangsungkan karya dari Kristus sendiri yang datang kedunia demi memberikan kesaksian akan kebenaran, menyelamatkan, dan bukan untuk mengadili namun untuk melayani (Kristiyanto 2010). Hal tersebut didukung oleh pernyataan romo “Tujuannya semuanya untuk, jadi pengelolaan semua ini tidak untuk mencari profit, meskipun ditaruh mesti cari bank yang menguntungkan gak rugi untuk administrasi, supaya apa supaya tidak dirugikan pelayanan ini seperti bensin, kalau ada orang miskin perlu dibantu. Ada jaminan untuk pemeliharan aset, ada jaminan untuk orang yang membutuhkan, ada jaminan untuk orang yang sakit. Jadi arahnya pengelolaan itu adalah supaya dapat menjamin kesejahteraan. Jadi dari umat untuk umat.” (Agik, 2019) Pernyataan romo diatas juga didukung oleh ayat yang ada dalam kitab suci (1 Yohanes 3:17) yang mengatakan bahwa “ Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? ” Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… Dari ayat tersebut sudah terlihat jelas bahwa Tuhan sendiri telah mengajarkan kita umat manusia untuk membantu orang lain yang kesusahan. Selain itu Tuhan juga yang memberi kemampuan bagi kita untuk mendapatkan kekayaan, mengharapkan kita untuk menggunakannya dengan cara yang bertanggung jawab – termasuk membantu mereka yang membutuhkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan romo yang mengatakan “ada jaminan untuk orang yang membutuhkan, ada jaminan untuk orang yang sakit”. (Agik, 2019) Konsili Vatikan II juga menjelaskan bahwa hubungan gereja dengan dunia modern ditegaskan dan ditemukan dengan pemahaman secara biblis mengenai dengan keselamatan. Dalam biblis keselamatan total adalah keselamatan yang menyangkut eksistensi manusia secara utuh baik di dunia maupun akhirat. Keselamatan sendiri tidak hanya pada jiwa manusia, namun untuk manusia sebagai manusia yang utuh baik secara rohani maupun jasmani, dan tidak hanya untuk manusia sebagai makhluk individu tetapi juga sebagai makhluk sosial. Oleh sebab itu kita sebagai umat manusia selalu diajarkan untuk selalu menjadi pribadi yang rendah hati sesuai dengan ayat yang ada dikitab suci (1 Timotius 6:17). “ Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati ”. Makhluk sosial dalam hal diatas menyangkut tentang kebersamaan yang lain dalam masyarakat. Secara tegas keselamatan itu adalah pertama-tama komuniter , dan dalam keselamatan itu manusia sebagai perorangan diselamatkan. Keselamatan yang dimaksudkan tidak hanya untuk perorangan namun juga untuk semua orang. Keselamatan sendiri juga tidak hanya menyangkut manusia tetapi juga dunia ciptaan. Keselamatan total sendiri dapat dilihat menjadi dua segi yaitu segi negatif dan segi positif. Keselamatan total jika dilihat dari segi negatif, keselamatan pertama-tama dapat diartikan sebagai pembebasan dari dosa. Namun, bukan hanya dosa, melainkan juga dari keburukan yang menekankan dan merendahkan martabat manusia. Termasuk dalam hal ini penindasan, penghisapan, korupsi, ketidakadilan, kemiskinan yang tidak manusiawi, juga seperti penyakit, kelaparan, perang, kematian, ratap tangis, dan duka cita. Hal ini juga diperjelas di ayat yang ada dikitab suci Amsal 11:4 dan Matius 25:34 “ Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari mau. Uang tidak akan berguna bagi siapa pun ketika mereka berdiri di hadapan Hakim semesta alam. Prioritas dan hati kita harus berlabuh pada hal-hal yang suci dan berfokus pada kehidupan yang tinggi. Tuhan benar-benar peduli bagaimana kita mendapatkan dan membelanjakan uang kita, dan Dia mengamati sikap kita terhadap kekayaan. Tetapi keadaan keuangan kita pada akhirnya hanya sementara. Kekayaan sejati dan kekal hanya ditemukan dalam hubungan yang dekat dan saling percaya dengan Tuhan yang mengasihi Anda dan ingin Anda mewarisi kerajaan-Nya ”. Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… Apablika secara positif, keselamatan berarti kehidupan, kedamaian, keadaan sehat, kegembiraan, karena Roh Allah berada dalam dan ditengah-tengah manusia dalam kebangkitan, kemuliaan, serta kosmos yang di transmormasikan dan dijadikan baru. Hal ini juga didukung oleh pernyataan ayat yang ada dialkitab 1 Korintus 10:33 “ Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal,bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat. ” Ayat diatas mempunyai maksud bahwa apa yang kita punya dan kita juga membagi dengan orang lain dengan demikian bahwa secara langsung maupun tidak langsung kita sudah menyenangkan hati sesama kita dengan berbagi. Berbagi dalam hal ini tidak hanya berfokus tentang harta, namun segala sesuatu yang kita punya. Dengan demikian kita tidak hanya menyenangkan hati orang lain, namun juga memperoleh keselamatan yang dijanjikan oleh Tuhan sendiri. Selain itu gereja juga berbagi dengan sesamanya. Berbagi dalam gereja yang dimaksud adalah penerimaan yang didapatkan oleh gereja melalui umat akan kembali kepada umat kembali. Apa yang dimaksud hal tersebut ialah penerimaan yang diterima oleh gereja akan kembali dinikmati oleh umat itu sendiri dengan cara melakukan pelayanan secara langsung melalui peribadatan, menggaji karyawan, pelayanan kerumah-rumah, dan lain-lain. Hal ini didukung oleh pernyataan romo “Mencukupi kebutuhan umat itu sendiri. Lah apa kebutuhan umatnya, tiap minggu ada misa butuh biaya, listrik harus nyala, lilin harus ada, ada karyawan, perlu dibersihkan. Jadi banyak keperluan rumah tangga gereja perlu dibiayai yang notabennya mendukung pelayanan itu sendiri”. (Agik, 2019) Dari pernyataan diatas terlihat bahwa gereja juga telah berbagi dengan sesamanya melalui dengan penerimaan yang diterimanya. Karena gereja sendiri bukanlah organisasi profit yang mengambil keuntungan atau laba. Melainkan gereja adalah lembaga non profit. Organisasi nirlaba atau organisasi non profit merupakan organisasi yang sasaran pokoknya untuk mendukung suatu isu atau perihal yang menarik perhatian publik, untuk suatu tujuan yang tidak komersil tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba. Pelayanan sosial yang sebagian orang menyebutnya dengan usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan perwujudan konsep-konsep kesejahteraan sosial dalam memberikan bantuan kepada masyarakat. ## 5. KESIMPULAN Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan secara mendetail berbagai pokok permasalahan ataupun fenomena dari penelitian ini dan dikaitkan dengan jawaban- jawaban narasumber terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, terkait penerapan unsur-unsur transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria. Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai bahwa secara umum Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria sudah melaksanakan pengelolaan keuangan dengan baik, dimana pengelolaan Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… keuangan yang dilaksanakan sudah sesuai yaitu dimulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria meskipun belum terdapat perencanaan dan penganggaran tahunan secara mendalam gereja tetap melakukan pembuatan proposal dalam mengeluarkan dana yang digunakan untuk kegiatan gerejani. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa sistem pelaporan keuangan yang dibuat oleh pengelola keuangan masih terbilang cukup sederhana ini dibuktikan pada hasil observasi dan dokumentasi dengan melihat sistem pembukuan keuangan yang disajikan hanya mencatat pemasukan dan pengeluaran kas yang dijadikan satu tidak membuat laporan lengkap (laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan) ini masih jauh dari standar pelaporan keuangan sesuai PSAK 45 yang telah diganti menjadi ISAK 35 tentang pelaporan organisasi nirlaba. Pelaporan keuangan yang dibuat oleh Gereja Katolik Hati Tersuci Perawan Maria masih dibuat secara sederhana karena didasari oleh kepercayaan dalam mengelola keuangan yang didapat melalui kolekte dan sumbangan-sumbangan dari umat untuk memenuhi kegiatan operasional gereja. Alasan kenapa sistem pelaporan keuangan gereja masih dibuat secara sederhana karena Gereja masih tergolong baru, oleh karenanya dilakukan pelaporan secara sederhana terlebih dahulu. ## DAFTAR PUSTAKA Behesti, F., W. A. Winarno, dan A. Roziq. 2014. Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Berdasarkan PSAK NO. 109 Pada Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh Muhammadiyah Cabang Kabupaten Jember. Brown, L. D., dan M. H. Moore. 2001. Accountability, a Strategy, and International Non Government Organization. Working Paper, Harvard University . Cintokowati. ASP: Akuntansi Masjid vs Gereja . Wordpress 2010 [cited. Available from http://cintokowati.wordpress.com/2010/11/14/asp-akuntansi-masjid-vs- gereja/ . . Ebrahim, A. 2010. The many Faces of Non Profit Accountability. Harvard Bussiness School . Kieso, D. E., J. J. Weygant, Warfield, dan D. Terry. 2010. Akuntansi Intermediate Terjemahan, Edisi Kesepuluh. Jakarta : Erlangga . Kristiyanto, A. 2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Pendidikan. Jasmani dan Olahraga . Surakarta: UNS Press. Kustono, A. S., dan A. Y. A. Nanggala. 2020. Preparing The Quality of Financial Statements at Health Centers : To Explore The Role of Regional Inspectorates and Professionalism of Accounting Personnel. The Indonesian Accounting Review 10 (1). Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi . Miles, M. B., A. M. Huberman, dan S. J. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. Sage Publications . Mulia, B. 2007. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan pada PT. Raya Utama Travel Medan. Skripsi Surabaya : Universitas Airlangga . Wijaya et al., Konsep Akuntabilitas dalam Gereja… Pasoloran, O. 2018. Pembaharuan Penatalayanan Keuangan Gereja Menuju Good Chruch Governance: Sistem Akuntansi Organisasi Gereja (Konsep dan Aplikasi). Randa, F., I. Triyuwono, U. Ludigdo, dan E. G. Sukoharsono. 2011. Studi Etnografi Akuntabilitas Spiritual pada Organisasi Gereja Katolik yang Terinkulturasi Budaya Lokal. MAMI: Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia 2 (1):35-51. Simanjuntak, D. A., dan Y. Januarsi. 2011. Akuntabilitas dan Pengelolaan Keuangan di Masjid. SNA XIV ACEH 2011 . Soekartawi. 2012. Faktor-Faktor Produksi. Jakarta : Salemba Empat . Sundjaja, R., dan I. Barlian. 2001. Manajemen Keuangan I . Jakarta: PT Prenhallindo. Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi Edisi Ketiga. Yogyakarta .
f3b2b103-63e7-4a29-9a68-5b943e1b3278
http://jurnal.unpad.ac.id/jnc/article/download/38271/19220
## Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses Ivana Sundari, Kurniawan Yudianto, Aan Nuraeni Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran Email: [email protected] ## Abstrak Burnout merupakan sindrom kelelahan emosional yang sering terjadi pada perawat IGD. Perawat IGD memberikan perawatan dengan cepat, tanggap, dan tepat. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat burnout adalah coping. Teori terdahulu belum menjelaskan coping yang positif bagi perawat yang mengalami burnout, serta studi literatur mengenai burnout dan coping pada perawat IGD masih minim, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran burnout dan coping pada perawat IGD. Penelitian ini menggunakan metode narrative review. Pencarian artikel penelitian pada database CINAHL, Pubmed, Science Direct, dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci “burnout” AND “coping” AND “emergency nurse” OR “perawat IGD.” Kriteria inklusi yaitu artikel 10 tahun terakhir, penelitian primer, dengan sampel perawat IGD. Artikel yang tidak sesuai dieklusi. Sehingga didapatkan 19 artikel relevan yang dianalisis menggunakan teknik compare dan contrast. Hasil studi literatur ini ditemukan bahwa perawat IGD rentan mengalami burnout, khususnya dimensi emotional exhaustion. Coping yang sering digunakan oleh perawat IGD yaitu planful problem solving, seeking social support dan positive reappraisal yang efektif dalam menghadapi masalah dan memodifikasi sikap. Problem focused coping dikaitkan dengan risiko rendah mengalami burnout. Pelatihan penggunaan coping yang tepat dalam pencegahan burnout bagi perawat IGD diperlukan agar kesalahan kerja menurun dan kualitas pelayanan meningkat. Kata Kunci: burnout, koping, perawat IGD ## Abstract Burnout is an emotional fatigue syndrome that often occurs on nurses in Emergency Department (ED). Emergency room nurses provide care quickly, responsively, and precisely. One of the factors that influence the burnout level is coping. Previous theories have not been able to explain positive coping for nurses who experience burnout, as well as literature review concerning burnout and coping among emergency room nurses are still minimal, so further research is needed. This study aims to identify burnout and coping among emergency room nurses. This research is a narrative review. Conduct search for research articles in the CINAHL, Pubmed, Science Direct, and Google Scholar databases using “burnout” AND “coping” AND “emergency nurse” OR “perawat IGD.” Inclusion criteria are articles on last ten years, primary research, sample of emergency nurses. Unrelevant articles are excluded. Thus, 19 relevant articles were obtained which were analysed using compare and contrast techniques. The results of this literature study found that emergency room nurses are prone to burnout, especially on emotional exhaustion dimension. Coping strategies that are often used by emergency room nurses are planful problem solving, seeking social support, and positive reappraisal which are effective coping in dealing with problems and modifying attitudes. Problem focused coping is associated with low risk of experiencing burnout. Training in the use of appropriate coping strategies in burnout prevention for emergency room nurses should be done so that work errors reduced and service quality improved. Keywords: Burnout, coping, emergency nurses ## Pendahuluan Perawat merupakan salah satu profesi di bidang kesehatan, dimana perawat memiliki peranan penting terhadap derajat kesehatan pasien. IGD merupakan pelayanan rumah sakit yang dituntut untuk menyanggupi jumlah dan kondisi pasien yang tidak terduga. Semua pasien yang masuk ke ruang IGD tentunya harus diberikan perawatan, hal ini menjadi pemicu mengapa perawat di ruang IGD merupakan kelompok rentan (Moukarzel et al., 2019). Burnout merupakan sindrom kelelahan emosional yang sering terjadi pada tenaga kesehatan, khususnya perawat IGD. Gejala yang digambarkan oleh burnout yaitu seseorang akan mengalami kelelahan emosional, menunjukkan sikap tidak peduli yang biasa disebut depersonalisasi, dan juga berakibat pada penghargaan terhadap diri sendiri yang menurun, yang biasa ditandai dengan kelelahan fisik, emosional dan mental (Ding et al., 2015; Maslach & Jackson, 1981). Burnout yang tidak ditangani dapat berdampak negatif bagi perawat, pasien, dan rumah sakit. Burnout dapat berpengaruh buruk terhadap patient safety yang dilakukan oleh perawat. Penelitian terdahulu juga mendapatkan bahwa burnout memengaruhi kualitas perawatan yang diberikan oleh perawat. Jika burnout mempengaruhi kualitas perawatan yang diberikan oleh perawat, tentunya hal ini dapat berdampak pula pada tingkat kepuasan pasien (Johnson et al., 2018). Faktor situasional dan faktor individual merupakan kedua faktor penyebab burnout. Sudah banyak penelitian sebelumnya yang meneliti keterkaitan burnout dengan faktor lain selain coping. Sementara untuk penelitian yang meneliti hubungan antara burnout dan coping sendiri masih minim. Coping merupakan faktor penyebab burnout yang dapat dilatih, sehingga coping yang digunakan sesuai dengan situasi yang dihadapi agar meminimalkan dan mengurangi burnout (Günüşen & Üstün, 2010). Meskipun coping hanya salah satu faktor, namun jika coping yang digunakan seseorang adaptif maka risiko burnout pun akan menurun. Coping merupakan bagian dari faktor individual, dimana penelitian terdahulu menunjukkan bahwa avoidance coping adalah gaya coping yang meningkatkan risiko terjadinya burnout (Maslach, Schaufeli, & Leiter, 2001). Studi literatur mengenai burnout dan coping sudah cukup banyak, akan tetapi yang terkhusus pada perawat IGD masih minim. Sementara burnout pada perawat IGD masih menjadi perhatian. Karakteristik IGD dengan beban kerja yang lebih besar, situasi tegang dan penuh tekanan, jika tidak bisa mengatasi hal tersebut dengan coping yang tepat akan memicu rentannya perawat IGD mengalami burnout. Penelitian terdahulu belum sepenuhnya menjawab kaitan antara burnout dan coping, sehingga penulis akan melakukan penelitian yang berjudul “Studi Literatur: Gambaran Burnout dan Coping pada Perawat Instalasi Gawat Darurat” dengan metode narrative review. ## Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi literatur dengan metode narrative review. Tujuan studi literatur ini untuk mengetahui gambaran burnout dan coping pada perawat IGD agar dapat mengidentifikasi coping yang efektif dalam menurunkan burnout. Artikel yang akan ditinjau didapatkan dari beberapa basis data yang telah terindeks yaitu CINAHL, PubMed, Science Direct, Google Scholar. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian artikel yaitu “burnout” AND “coping” AND “emergency nurse” OR “perawat IGD.” Artikel penelitian yang ditinjau didapatkan dengan kriteria inklusi dan eklusi seperti pada tabel 1. Alur pencarian artikel dilakukan berdasarkan bagan 1. Variabel penelitian ini adalah burnout pada perawat IGD dan coping pada perawat IGD. Tahapan dalam narrative review ini terdiri dari identify keyword, conduct search, review abstract and articles, dan document results. Kemudian dianalisis menggunakan teknik compare dan contrast, hasil analisis dituliskan ke dalam bentuk narasi yang terdiri dari beberapa kategori berdasarkan hasil yang ditemukan. Penulis memperhatikan etika dalam melakukan studi literatur ini, yaitu penulis tidak melakukan tindak penipuan, pemalsuan data hasil penelitian, mengutip sumber tanpa memberikan keterangan sumber atau plagiarisme. Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses ## Tabel 1. Kriteria Inklusi dan Eklusi Kriteria Inklusi Eklusi Tahun terbit 2011-2020 (10 tahun terakhir) Diluar tahun terbit 2011-2020 Bahasa Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Diluar bahasa Inggris dan bahasa Indonesia Jenis artikel Artikel penelitian primer Tersedia full text Artikel penelitian sekunder Populasi dan sampel Perawat IGD Bukan perawat IGD Bagan 1. Alur proses dalam studi literatur Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses ## Hasil Penelitian Jumlah artikel penelitian yang ditinjau dan dianalisis sebanyak 19 artikel. Artikel dengan penelitian kuantitatif ditemukan sebanyak 17 artikel, sementara 2 artikel termasuk dalam kualitatif. Artikel penelitian membahas mengenai burnout dan coping pada perawat IGD. Sebanyak 8 artikel membahas burnout, 8 artikel membahas coping, dan 3 artikel membahas hubungan antara burnout dan coping. Karakteristik dari tiap artikel tertulis pada tabel 2. ## Tabel 2. Karakteristik Literatur Studi (Penulis, Tahun Publikasi) Populasi dan Sampel Jumlah Sampel Metode I n s t r u m e n / A l a t Ukur Subskala Hamdan & Hamra (2017) Health workers in Emergency Departement 161 perawat, 142 dokter, 141 petugas administrasi Cross-sectional MBI-HSS EE, DP, PA Alqahtani et al. (2019) Perawat dan Dokter IGD 187 perawat, 95 dokter Cross-sectional MBI EE, DP, PA Elshaer et al. (2017) Critical care health workers 82 perawat dan teknisi kesehatan Cross-sectional Maslach Burnout Inventory of Health and human service Questionnaire. EE, DP, PA Abdo et al. (2015) Perawat dan Dokter IGD 284 perawat dan 266 dokter Cross-sectional MBI EE, DP, PA Moukarzel et al. (2019) Profesional IGD 379 profesional IGD Cross-sectional MBI EE, DP, PA Baruah et al. (2019) Perawat, dokter, paramedik IGD 68 perawat, dokter, paramedik Cross-sectional MBI EE, DP, PA Jiang et al. (2017) Perawat IGD 976 perawat Cross-sectional MBI EE, DP, PA Rios-Risquez et al. (2016) Perawat IGD 148 perawat 390 pasien Cross-sectional Maslach Burnout Inventory – GS EE, CC, PE Isa et al. (2019) Perawat IGD dan kritis 85 perawat Cross-sectional Ways of Coping questionnaire PFC, EFC Ribeiro et al. (2015) Perawat IGD 89 perawat Cross-sectional Ways of Coping questionnaire PFC, EFC Xu et al. (2019) Perawat dan dokter IGD 250 perawat 150 dokter Cross-sectional Jalowiec Coping Scale PC, NC Lu et al. (2015) Perawat IGD 127 perawat Cross-sectional Coping strategies questionnaire PC, NC Jan et al. (2017) Perawat IGD dan perawat umum 120 perawat Comparative Modified Ways of coping q u e s t i o n n a i r e (WOCQ) PFC, EFC Ai et al. (2016) P r o f e s i o n a l IGD 366 staff IGD Cross-sectional Brief COPE Questionnaire – French version AC, PL, IS, ES, VT, PR, ACC Yeni Mulyani, Evi Risa M., Littia Ulfah (2017) Perawat IGD dan ICU 62 perawat Correlative K u e s i o n e r mekanisme coping dan stres kerja A d a p t i f , maladaptive Dhiny Easter Yanti, Yeti Septiasari (2017) Perawat IGD 4 perawat Kualitatif W a w a n c a r a mendalam dan observasi PFC, EFC Howlet et al. (2015) P r o f e s i o n a l IGD 616 dokter, perawat, dan staff Cross-sectional MBI-HSS Coping Inventory for Stressful Situations (CISS) EE, DP, PA TOC, EOC Portero de la Cruz et al. (2020) Perawat IGD 171 perawat Cross-sectional, Multicenter study Maslach Burnout Inventory, Brief COPE EE, DP, PA PFC, EFC, AVC ## Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses Dian Indrayani Rante (2013) Perawat IGD 6 perawat Kualitatif W a w a n c a r a mendalam K e l e l a h a n emosional, PFC, EFC Catatan. Pengukuran burnout: EE = emotional exhaustion; DP = depersonalization; PA = personal accomplishment; CC = Cynicism; PE = personal effectiveness, Skala coping: PFC = problem focused coping; EFC = emotion focused coping; AVC = avoidance coping; TOC; task-oriented coping: EOC; emotion- oriented coping; PC = positive coping style; NC = negative coping style; AC = active coping; PL = planning; IS = instrumental support; ES = emotional support; VT = venting; PR = positive reinterpretation; ACC = acceptance Tabel 3. Hasil Analisis Artikel Penulis & Tahun Publikasi Hasil Penelitian Faktor Hamdan & Hamra (2017) Presentase perawat IGD yang memilki hasil tinggi pada tiap dimensi, yaitu EE (69,8%), DP (48,8%), dan RPA (49,7%). EE dipengaruhi oleh tekanan kerja, burnout dikaitkan dengan faktor usia Alqahtani et al. (2019) Prevalensi tiga dimensi burnout pada perawat IGD, yaitu high EE (92,5%), high DP (20,6%) and low PA (48,1%). Burnout dikaitkan dengan gender, seseorang dengan pekerjaan panggilan, perokok, dan medikasi. Elshaer et al. (2017) Presentase hasil tinggi pada tiap dimensi yaitu EE (80,5%), DP (21,9%), dan RPA (31,7%). EE, DP, dan RPA disebabkan oleh coping maladaptive dan kurangnya sumber daya diri pekerja. Abdo et al. (2015) Perawat IGD memiliki skor DP rendah (48,2%) dan (44,4%) skor sedang. Pada dimensi RPA 96,5% perawat memiliki skor tinggi. Faktor penyebab burnout yaitu usia, terpapar kekerasan kerja, lama bekerja, beban kerja, pengawasan, dan aktivitas kerja. Moukarzel et al. (2019) EE dan DP yaitu 15.8% and 29.6% dari seluruh profesional di IGD. Prevalensi burnout adalah 34.6%. EE, DP, dan RPA dipengaruhi oleh shift malam, tekanan pekerjaan, gangguan tidur. Baruah et al. (2019) Tingkat rendah-sedang pada EE, tingkat sedang pada DP, dan tingkat sedang-rendah pada PA. EE dipengaruhi jam kerja. DP dikaitkan dengan tahun bekerja. Jiang et al. (2017) Tingkat burnout perawat IGD pada ketiga dimensi didapatkan hasil yang tinggi. Tingginya burnout tidak berkaitan dengan usia, tingkat pendidikan, tingkat akademik, pengalaman kerja di IGD. Rios-Risquez et al. (2016) EE rendah, tingginya cynicism, dan tingkat personal effectiveness tinggi. Burnout tidak berkaitan dengan faktor demografi, occupational variable, persepsi stres, dan kepuasan pasien. Isa et al. (2019) Planful problem solving dan positive reappraisal merupakan coping yang paling sering digunakan. Sementara confrontative coping dan escape- avoidance adalah strategi yang paling jarang digunakan. Pada confrontive coping dikaitkan dengan status menikah. Sementara coping lainnya tidak dipengaruhi oleh faktor demografi. Ribeiro et al. (2015) Perawat IGD tidak hanya menggunakan satu coping. Coping yang sering digunakan adalah problem solving, positive reappraisal and social support. Coping yang paling jarang digunakan adalah confrontation. Confrontation dikaitkan dengan gender laki-laki. Positive reappraisal dikaitkan dengan status menikah. Shift malam memengaruhi penggunaan escape-avoidance. ## Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses Xu et al. (2019) Strategi coping yang digunakan oleh perawat IGD positive coping. Namun, sebagian perawat ada yang menggunakan coping yang negatif. Perbedaan penggunaan coping dipengaruhi oleh persiapan pendidikan, tingkat pengetahuan, otoritas, posisi, pendapatan dan mobilitas karier. Lu et al. (2015) Sebagian besar perawat IGD menggunakan strategi coping yang positif. Negative coping dipengaruhi oleh reaksi psikologis perawat yang tidak mampu beradaptasi, sensitif, dan mudah marah. Jan et al. (2017) Planful problem solving dan positive reappraisal merupakan coping yang paling sering digunakan. Coping yang jarang digunakan adalah confrontive coping, accepting responsibilities, dan escape-avoidance. Coping memiliki kaitan dengan faktor demografi. Ai et al. (2016) Perawat cenderung menggunakan active coping, venting dan positive reinterpretation. Penggunaan coping oleh perawat dipengaruhi oleh masalah kesehatan dan keselamatan, ketidakberdayaan, kurangnya rasa hormat dan tidak merasa dihargai. Yeni Mulyani, Evi Risa M., Littia Ulfah (2017) 59 orang (95,5%) dari total responden menggunakan mekanisme coping adaptif. Mekanisme coping dapat dipengaruhi oleh lama kerja. Howlet et al. (2015) -Problem-focused coping sebagai prediktor dalam EE dan DP yang lebih rendah, serta lebih tingginya PA. -Emotion-oriented coping siginifikan dengan lebih tingginya EE dan DP serta rendahnya PA Coping tertentu dikaitkan dengan risiko burnout pada staff IGD. Faktor demografi juga memengaruhi burnout. Portero de la Cruz et al. (2020) -Perawat IGD memiliki prevalensi EE kategori rendah (59.65%), DP kategori tinggi (43.27%) dan PA kategori tinggi (53.22%). Prevalensi tingkat burnout tinggi yaitu 8.19%. -Strategi coping yang sering digunakan adalah problem- focused coping. -Dimensi EE dan DP dipengaruhi oleh penggunaan avoidance coping. -EE and DP dipengaruhi oleh gender wanita dan juga penggunaan avoidance coping. -Kontrak kerja berpengaruh pada tingkat DP. -Dimensi PA memiliki kaitan dengan umur dan lama bekerja. -Kurangnya latihan fisik merupakan prediktor burnout. Dian Indrayani Rante (2013) Perawat IGD mengalami kelelahan emosional dan menanganinya dengan menggunakan strategi Emotional Focused Coping dan Problem Focused Coping -Kelelahan emosional dipengaruhi oleh faktor situasional. -Penggunaan coping dipengaruhi oleh gender Catatan. EE = emotional exhaustion; DP = depersonalization; PA = personal accomplishment; RPA = reduce personal accomplishment ## Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses ## Burnout pada Perawat IGD Burnout merupakan masalah psikologis yang penting untuk dicegah dan ditangani karena dampak buruk yang dapat ditimbulkannya. Maslach Burnout Inventory (MBI) merupakan alat ukur yang dirancang untuk menilai aspek burnout dengan tiga subskala diantaranya emotional exhaustion, depersonalization, dan personal accomplishment. Sebagian besar artikel penelitian yang digunakan dalam studi literatur ini menggunakan MBI sebagai alat ukur burnout. Artikel penelitian burnout pada perawat IGD menunjukkan hasil yang bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Moukarzel et al. (2019) dengan 379 responden mendapatkan hasil prevalensi burnout yang terjadi di IGD tersebut adalah 34.6%. Penelitian mengenai burnout di Shanghai dalam studi Jiang et al. (2017) pada 976 perawat IGD menggambarkan hasil yang tinggi pada setiap dimensi burnout. Kedua penelitian tersebut menyebutkan bahwa karakteristik lingkungan IGD yang menempatkan tekanan kerja pada perawat dan menjadi alasan mengapa burnout terjadi. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, studi Ríos-Risquez (2016) menunjukkan prevalensi burnout pada penelitian tersebut rendah, yaitu 3,4%. Sementara penelitian Baruah et al. (2019) menunjukkan tingkat rendah-sedang pada EE, tingkat sedang pada DP, dan tingkat sedang-rendah pada RPA. High Emotional Exhaustion Penelitian Hamdan & Hamra (2017) mendapatkan persentase perawat IGD yang memiliki hasil tinggi pada emotional exhaustion (EE) yaitu 69,8%. Tingginya dimensi EE pada pekerja IGD di Palestina diakibatkan oleh tekanan kerja yang berlebihan karena angka cedera dan trauma yang tinggi. Studi Alqahtani, Awadalla, Alsaleem, Alsamghan, & Alsaleem (2019) memiliki prevalensi high emotional exhaustion pada perawat IGD, yaitu 92,5%. Pekerja di IGD dihadapkan pada situasi karakteristik IGD yang memicu berkembangnya stres dan burnout pada pekerja IGD. Elshaer, Moustafa, Aiad, & Ramadan (2018) menggambarkan persentase hasil tinggi pada emotional exhaustion 80,5%. Dimensi EE mendominasi dari dimensi lainnya, hal ini dapat dipengaruhi oleh penggunaan coping yang maladaptif kemudian dapat berpengaruh pula pada dimensi yang lainnya. Penelitian Abdo, El-Sallamy, J. (2016) didapatkan hasil lebih dari setengah perawat (52,8%) mendapatkan hasil tinggi pada dimensi emotional exhaustion yang dipengaruhi oleh karakteristik organisasi. ## High Depersonalization Prevalensi high depersonalization pada Alqahtani, Awadalla, Alsaleem, Alsamghan, & Alsaleem (2019) yaitu sebesar 20,6%. Hasil serupa juga didapatkan oleh Elshaer, Moustafa, Aiad, & Ramadan (2018) dalam penelitiannya menggambarkan presentase hasil tinggi pada depersonalization pada perawat IGD yaitu 21,9%. Penelitian Hamdan & Hamra (2017) mendapatkan hasil bahwa depersonalization (DP) yang tinggi didominasi oleh perawat IGD. ## Reduced Personal Accomplishment Penelitian Elshaer, Moustafa, Aiad, & Ramadan (2018) memiliki persentase hasil tinggi pada dimensi reduced personal accomplishment sebanyak 31,7%. Studi Alqahtani, Awadalla, Alsaleem, Alsamghan, & Alsaleem (2019) mendapatkan hasil low personal accomplishment sebesar 48,1%. Pada penelitian Hamdan & Hamra (2017) persentase perawat IGD yang memilki hasil reduced personal accomplishment yaitu 49,7%. ## Koping pada Perawat IGD Instrumen pada beberapa artikel yaitu jalowiec coping scale, coping strategies questionnaire, brief COPE, dan kuesioner mekanisme coping. Sementara Ways of Coping questionnaire (WOCQ) merupakan instrumen yang paling banyak digunakan. Perbedaan penggunaan instrumen tentunya berpengaruh pada hasil penelitian. Penelitian Isa et al. (2019) pada 95 perawat IGD dan ICU didapatkan bahwa coping yang paling sering digunakan oleh perawat IGD adalah planful problem solving dan positive reappraisal. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Ribeiro, Pompeo, Pinto, & De Cassia Helú Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses Mendonça Ribeiro (2015) pada penelitiannya yaitu perawat IGD sering menggunakan problem solving, positive reappraisal dan social support. Jan et al. (2017) mendapatkan hasil bahwa staf perawat IGD lebih sering menggunakan strategi planful problem solving dan positive reappraisal saat dihadapkan pada masalah. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyani, Risa M, & Ulfah (2017) yaitu 95,5% dari total responden yang merupakan perawat IGD dan ICU menggunakan mekanisme coping yang adaptif. Xu et al. (2019) menunjukkan sebagian besar petugas klinis di ruang IGD menggunakan strategi coping positif dan hanya sebagian kecil yang menggunakan strategi coping maladaptif. Studi Lu et al. (2015) didapatkan bahwa sebagian besar perawat IGD memilih menggunakan strategi coping positif dalam menghadapi situasi stres Namun, beberapa perawat memilih menggunakan strategi coping negatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Sementara, hasil penelitian yang dilakukan Ai et al. (2016) didapatkan bahwa perawat cenderung menggunakan active coping, venting dan positive reinterpretation. Pada penelitian kualitatif yang dilakukan Yanti & Septiasari (2017) perawat IGD menggunakan berbagai variasi emotion-focused coping dalam menghadapi situasi permasalahan. ## Efektivitas Koping Pada artikel yang digunakan dalam literature review ini, sebagian besar menyebutkan bahwa perawat IGD memilih planful problem solving dan seeking social support sebagai coping mereka. Kedua strategi tersebut dikatakan sebagai coping yang positif dan efektif dalam mengatasi masalah, individu yang menggunakannya memilih untuk menyelesaikan masalah dan memodifikasi sikap mereka, sehingga mengurangi atau menghilangkan situasi yang menyebabkan stres (Ribeiro et al., 2015). Perawat IGD juga sering menggunakan emotion focused coping, yaitu positive reappraisal. Positive reappraisal berupaya dengan memunculkan nilai positif dan memanfaatkannya untuk mengembangkan diri dalam kegiatan yang positif serta mendekatkan diri kepada Tuhan. Perawat IGD menggunakan positive reappraisal dengan alasan memanfaatkannya dalam menghadapi masalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan daripada melakukan hal lain (Jan, 2017). Efektivitas strategi coping tertentu tergantung pada konteks di mana itu terjadi. Penggunaan coping oleh individu dipengaruhi beberapa faktor. ## Burnout dan Coping pada Perawat IGD Teori terdahulu mengatakan bahwa coping merupakan salah satu faktor penyebab seseorang mengalami burnout. Studi yang dilakukan Howlett et al. (2015) menunjukkan hasil task-oriented coping memiliki hubungan yang signifikan dengan EE rendah, DP rendah, RPA tinggi, dan tingkat burnout yang rendah. Sementara tingkat burnout yang tinggi dikaitkan dengan emotion-oriented coping. Pada penelitian Cruz, Cebrino, Herruzo, & Vaquero-Abellán (2020) mendukung penelitian Howlett et al. (2015) yang mengemukakan penggunaan task-oriented coping berisiko rendah mengalami burnout. Penelitian Rante (2013) menunjukkan perawat IGD mengalami kelelahan emosional dan memilih emotion focused coping saat mereka lebih mampu mengelola emosi, dan ketika mereka dapat bertahan menghadapi permasalahan serta mampu mengelola emosi problem focused coping yang dipilih. ## Pembahasan Burnout pada tenaga kesehatan masih menjadi perhatian dan kekhawatiran. Burnout dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu situational factor dan individual factor. Coping merupakan salah satu faktor personal yang memicu burnout apabila mengarah pada upaya maladaptif (Maslach et al., 2001). Burnout pada perawat IGD pada beberapa artikel mendapatkan hasil yang bervariasi, akan tetapi sebagian besar menunjukkan bahwa perawat IGD mengalami high emotional exhaustion. Emotional exhaustion (EE) merupakan komponen utama burnout. Penyebab tingginya EE dan burnout bervariasi pada tiap artikel. Hamdan & Hamra (2017) menyebutkan tingginya EE dipengaruhi oleh tekanan kerja Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses yang berlebihan, sementara tingginya burnout banyak ditemukan pada pekerja yang lebih muda. Jiang et al. (2017) berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu faktor tingginya burnout tidak berkaitan dengan usia, tingkat pendidikan, tingkat akademik, dan pengalaman kerja di IGD. Sementara pada tiga artikel penelitian hanya mendapatkan hasil tinggi pada dimensi EE yaitu lebih dari 50% partisipan (Abdo, El-Sallamy, 2016; Alqahtani et al., 2019; Elshaer et al., 2018). Pada ketiga artikel tersebut mengidentifikasi faktor burnout yang berbeda-beda. Abdo, El-Sallamy (2016) menyebutkan bahwa faktor penyebab burnout yaitu usia, terpapar kekerasan kerja, lama bekerja, beban kerja, pengawasan, dan aktivitas kerja. Burnout pada penelitian Alqahtani et al. (2019) dikaitkan dengan gender, seseorang dengan pekerjaan panggilan, perokok, dan medikasi. Sementara pada penelitian Elshaer et al. (2018) burnout dikaitkan dengan coping maladaptif dan kurangnya sumber daya diri perawat. Tingginya emotional exhaustion juga dapat disebabkan oleh workplace violence and aggression yang menimbulkan dampak negatif pada pekerjaan (Hamdan & Hamra, 2017). Sebagai salah satu komponen utama burnout, emotional exhaustion dapat memberikan dampak negatif pada pemberian pelayanan. Perawat IGD yang mengalami emotional exhaustion akan merasa terbebani dan putus asa dalam melakukan pekerjaannya, serta merasa kehilangan energi yang menyebabkan perawat kurang responsif terhadap klien. Coping maladaptif disebutkan sebagai salah satu faktor penyebab burnout. Coping merupakan upaya seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan, dapat mengarah pada upaya adaptif atau maladaptif. Pada studi literatur ini ditemukan hasil yang bervariasi terkait coping pada perawat IGD. Sebagian besar perawat IGD menggunakan problem focused coping dan emotion focused coping, akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa sebagian perawat masih memiliki coping negatif. Problem focused coping yang sering digunakan oleh perawat IGD dalam artikel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu planful problem solving. Alasan perawat menggunakannya adalah karena memberikan rasa mampu mengontrol melalui perencanaan langkah demi langkah yang cermat, sehingga coping tersebut dapat menjadi yang paling tepat apabila faktor stres yang dihadapi dibawah kendali sehingga dapat mengelolanya dengan efektif. Selain planful problem solving, perawat IGD juga menggunakan seeking social support dalam mengatasi masalahnya. Pada penelitian terdahulu seeking social support memiliki hubungan yang negatif dengan EE dan DP. Strategi ini dapat membantu seseorang agar tidak mengalami ataupun mengurangi emotional exhaustion dan depersonalization. Sementara strategi PFC yang paling jarang digunakan oleh perawat IGD yaitu confrontive coping. Positive reappraisal merupakan strategi emotion focused coping yang sering digunakan oleh perawat IGD. Perawat menggunakannya dengan memberi makna positif dan memanfaatkan situasi permasalahan untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan daripada melakukan hal negatif (Jan, 2017). Strategi emotion focused coping yang mengarah pada hal negatif seperti menghindar akan meningkatkan risiko terjadinya burnout. Strategi yang berdampak positif bagi perawat IGD yang mengalami burnout diantaranya planful problem solving, positive reappraisal, dan seeking social support. Penggunaan ketiga coping itu tidak memicu tingginya emotional exhaustion dan depersonalization, sehingga dinilai efektif jika digunakan dalam menghadapi permasalahan. Akan tetapi, positive reappraisal tergolong pada emotion focused coping, dimana hanya mengelola emosi dan permasalahan yang sebenarnya belum terselesaikan. Hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan pelatihan coping pada perawat IGD. Pelatihan coping dapat mengurangi tingkat burnout pada perawat, khususnya pada dimensi emotional exhaustion (Günüşen & Üstün, 2010). ## Simpulan Perawat IGD rentan mengalami burnout, ditunjukkan dengan hasil mayoritas artikel yaitu perawat IGD mengalami emotional exhaustion (EE) yang tinggi. Planful problem solving dan seeking social support merupakan strategi problem focused coping Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses yang sering digunakan oleh perawat IGD, sementara emotion focused coping yang sering digunakan adalah positive reappraisal. Ketiga coping ini efektif dalam mengatasi permasalahan yang dialami oleh perawat IGD. Akan tetapi, positive reappraisal tidak menyelesaikan masalah dan hanya mengelola emosi, sehingga dapat disimpulkan bahwa problem focused coping, khususnya problem focused coping dan seeking social support efektif jika digunakan perawat IGD menghadapi stresor dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Bagi pelayanan keperawatan, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat dalam menggunakan coping yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sehingga dapat mengurangi angka burnout dan kualitas pelayanan keperawatan akan meningkat serta kesalahan kerja akan menurun.Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelaahan lebih dalam atau penelitian spesifik terkait faktor yang berpengaruh karena memungkinkan adanya perbedaan hasil burnout dan coping di Indonesia dengan penelitian yang sudah ada di negara lain. Penelitian selanjutnya diperlukan agar pencegahan atau penanganan burnout berkaitan dengan coping dapat dilakukan dalam pelayanan keperawatan. Hal ini menjadi penting karena penelitian di Indonesia mengenai burnout dan coping pada perawat IGD masih minim. ## Daftar Pustaka Abdo, S., El-Sallamy, R., J, A. E.-S.-… M. H., & 2016, U. (2016). Burnout among physicians and nursing staff working in the emergency hospital of Tanta University, Egypt. Apps. who.int. Retrieved from https://apps.who. int/iris/bitstream/handle/10665/326714/ EMHJ_21_12_2015.pdf#page=52 Ai, L., Lm, S., Jp, P., F, D., F, G., & G, B. (2016). Coping behavior and risk and resilience stress factors in French regional emergency medicine unit workers: a cross- sectional survey. Journal of Medicine and Life, 9(4), 363–368. https://doi.org/10.22336/ jml.2016.0408 Alqahtani, A. M., Awadalla, N. J., Alsaleem, S. A., Alsamghan, A. S., & Alsaleem, M. A. (2019). Burnout Syndrome among Emergency Physicians and Nurses in Abha and Khamis Mushait Cities, Aseer Region, Southwestern Saudi Arabia. The Scientific World Journal, 2019, 1–14. https://doi. org/10.1155/2019/4515972 Baruah, A., Das, S., Dutta, A., Das, B., Sharma, T., & Hazarika, M. (2019). Degree and Factors of Burnout Among Emergency Healthcare Workers in India. Int J Sci Res (Ahmedabad), 8(4), 41–45. https://doi. org/10.15373/22778179 Ding, Y., Yang, Y., Yang, X., Zhang, T., Qiu, X., & He, X. (2015). The Mediating Role of Coping Style in the Relationship between Psychological Capital and Burnout among Chinese Nurses. PLoS ONE, 10(4), 1–14. https://doi.org/10.1371/journal. pone.0122128 Elshaer, N. S. M., Moustafa, M. S. A., Aiad, M. W., & Ramadan, M. I. E. (2018). Job Stress and Burnout Syndrome among Critical Care Healthcare Workers. Alexandria Journal of Medicine, 54(3), 273–277. https://doi. org/10.1016/j.ajme.2017.06.004 Günüşen, N. P., & Üstün, B. (2010). An RCT of coping and support groups to reduce burnout among nurses. International Nursing Review, 57(4), 485–492. https://doi. org/10.1111/j.1466-7657.2010.00808.x Hamdan, M., & Hamra, A. A. (2017). Burnout among workers in emergency Departments in Palestinian hospitals: Prevalence and associated factors. BMC Health Services Research, 17(1). https://doi.org/10.1186/ s12913-017-2356-3 Howlett, M., Doody, K., Murray, J., LeBlanc- Duchin, D., Fraser, J., & Atkinson, P. R. (2015). Burnout in emergency department healthcare professionals is associated with coping style: A cross-sectional survey. Emergency Medicine Journal, 32(9), 722–727. https:// doi.org/10.1136/emermed-2014-203750 Isa, K. Q., Ibrahim, M. A., Abdul-Manan, H. H., Mohd-Salleh, Z. A. H., Abdul-Mumin, K. H., & Rahman, H. A. (2019). Strategies used to cope with stress by emergency and critical care nurses. British Journal of Nursing, 28(1), 38–42. https://doi.org/10.12968/ bjon.2019.28.1.38 Jan, F. (2017). Level of Stress Among Staff Nurses Working in Emergency and General Wards of Skims Hospital; a Comparative Study. International Journal of Advanced Research, 5(4), 1469–1476. https://doi. org/10.21474/ijar01/3969 Jiang, H., Ma, L., Gao, C., Li, T., … L. H.-E. M., & 2017, U. (2017). Satisfaction, burnout and intention to stay of emergency nurses in Shanghai. Emerg Med J, 34, 448–453. https:// doi.org/10.1136/emermed-2016-205886 Johnson, J., Hall, L. H., Berzins, K., Thompson, C., Baker, J., & Melling, K. (2018). Mental healthcare staff well-being and burnout : A narrative review of trends, causes, implications, and recommendations for future interventions. International Journal of Mental Health Nursing, 27, 20–32. https:// doi.org/10.1111/inm.12416 Lu, D. M., Sun, N., Hong, S., Fan, Y. Y., Kong, F. Y., & Li, Q. J. (2015). Occupational Stress and Coping Strategies Among Emergency Department Nurses of China. Archives of Psychiatric Nursing, 29(4), 208–212. https:// doi.org/10.1016/j.apnu.2014.11.006 Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. (2001). Job Burnout. Annu. Rev. Pyschol, 52, 397–422. https://doi.org/10.1146/annurev. psych.52.1.397 Moukarzel, A., Michelet, P., Durand, A., Sebbane, M., Bourgeois, S., Markarian, T., … Gentile, S. (2019). Burnout Syndrome among Emergency Department Staff : Prevalence and Associated Factors. BioMed Research International, 2019, 1–10. https:// doi.org/10.1155/2019/6462472 Mulyani, Y., Risa M, E., & Ulfah, L. (2017). Hubungan Mekanisme Koping dengan Stres Kerja Perawat IGD dan ICU di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 3(2), 513–524. Portero de la Cruz, S., Cebrino, J., Herruzo, J., & Vaquero-Abellán, M. (2020). A Multicenter Study into Burnout, Perceived Stress, Job Satisfaction, Coping Strategies, and General Health among Emergency Department Nursing Staff. Journal of Clinical Medicine, 9(4), 1007. https://doi. org/10.3390/jcm9041007 Ribeiro, R. M., Pompeo, D. A., Pinto, M. H., & De Cassia Helú Mendonça Ribeiro, R. (2015). Coping Strategies of Nurses in Hospital Emergency Care Services. ACTA Paulista de Enfermagem, 28(3), 216–223. https://doi. org/10.1590/1982-0194201500037 Ríos-Risquez, M. I., & García-Izquierdo, M. (2016). Patient satisfaction, stress and burnout in nursing personnel in emergency departments: A cross-sectional study. International Journal of Nursing Studies, 59, 60–67. https://doi.org/10.1016/j. ijnurstu.2016.02.008 Xu, H. (Grace), Johnston, A. N. B., Greenslade, J. H., Wallis, M., Elder, E., Abraham, L., … Crilly, J. (2019). Stressors and coping strategies of emergency department nurses and doctors: A cross-sectional study. Australasian Emergency Care, 22(3), 180–186. https://doi. org/10.1016/j.auec.2018.10.005 Yanti, D. E., & Septiasari, Y. (2017). Coping Stress Perawat IGD RSI Asy-Syifaa Lampung Tengah. Jurnal Dunia Kesmas, 6(4), 171–178. https://doi.org/10.33024/jdk.v6i4.497 Ivana Sundari: Literature Study: Burnout And Coping Among Emergency Room Nurses
4dd65fa6-bff3-4e4b-9241-7dc0bfb12209
https://e-jurnal.pnl.ac.id/vokasi/article/download/3057/2540
Jurnal Vokasi, Vol. 6 No.2 Juli 2022 ISSN : 2548-9410 (Cetak) | ISSN : 2548-4117 (Online) Jurnal hasil-hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat EDUKASI PEMBUATAN BIO HAND SANITIZER NANOPOLIMER INFUSA BERBAHAN PIPER BETLE UNTUK MENCEGAH PENYEBARAN COVID-19 Agus Muliaman 1* ,Syarifah Rita Zahara 2 ,Henni Fitriani 1 1 Pendidikan Kimia, Unversitas Malikussaleh (Jl.Cot Tengku Nie, Reulet Kab. Aceh Utara) 2 Pendidikan Fisika, Unversitas Malikussaleh (Jl.Cot Tengku Nie, Reulet Kab. Aceh Utara) * Email:[email protected] ## Abstrak Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat berharga didalam hidup. Mulai tahun 2019 dunia dikejutkan dengan suatu permasahan dalam bidang kesehatan yaitu virus COVID-19. Pada pertengahan tahun 2020 pemerintah menerapkan kebijakan New Normal dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan Perwakilan Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha, kami mendapatkan informasi bahwa dayah ini telah menerapkan kebijakan new normal sehingga kegiatan pembelajaran dilakukan di dayah. Melalui analisis kebutuhan didapat beberapa masalah yaitu : 1) Kurangnya sumber daya dalam hal penyediaan hand sanitizer di Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha, 2)Minimnya pengetahuan mengenai konsep virus covid 19 dan cara penyegahan yang tepat, 3) Minimnya keterampilan dalam pembuatan hand sanitizer yang murah, praktis dan ramah lingkungan. Berdasarkan analisis sebelumnya maka tujuan pengabdian ini ialah : 1) Membuat hand sanitizer alami berbahan Piper Betle yang aman, praktis, ekonomis dan ramah lingkungan 2) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam membuat hand sanitizer alami. Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan solusi dengan memberikan pelatihan berupa edukasi pembuatan Bio Hands Sanitizer Nanopolimer Infusa Berbahan Piper Betle Untuk Mencegah penyebaran Covid-19. Bio Hands Sanitizer berbahan Piper Betle ini dibuat ramah lingkungan serta aman digunakan dalam jangka panjang tanpa menimbulkan iritasi atau kekeringan kulit karena berbahan alami. Kegiatan ini telah terlaksana dengan baik, maka didapat hasil antara lain ; (1) Pengetahuan santri (santri) mengenai corona dan bio handsanitizer nanopolimer dari Piper Betle meningkat (2) Santri (santri) termotivasi dan antusias untuk mempraktikkan di rumah masing-masing.. Berdasarkan hasil angket santri pelatihan pada aspek kepuasan mendapatkan rata-rata nilai sebesar 92,3 (sangat tinggi), aspek ketertarikan rata-rata nilai yang didapat sebesar 88,5 (tinggi), aspek motivasi mendapatkan rata-rata nilai sebesar 95,6 (sangat tinggi), aspek pengembangan diri rata-rata nilai yang didapat sebesar 85,8 (tinggi). Kata kunci: Bio HandSanitizer, Piper Betle Covid-19 ## PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 memberikan batasan: kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yang paling baru yaitu bahwa kesehatan merupakan keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Pada dasarnya kesehatan mencakup tiga aspek yaitu fisik, mental, dan sosial, tetapi menurut undang-undang No. 23/1992, kesehatan mencakup empat aspek yaitu fisik, mental, sosial, dan ekonomi[1]. Jadi Kesehatan merupakan suatu gejala di mana kondisi tubuh maupun jiwa dalam kondisi yang produktif baik dari segi fisik, mental, sosial maupun ekonomi, di mana History Artikel Received : November-2021; Reviewed: November-2021; Accepted: November-2021; Published: Juli-2022 - 03-2022 Jurnal Vokasi, Vol. 6 No.2 Juli 2022 ISSN : 2548-9410 (Cetak) | ISSN : 2548-4117 (Online) Jurnal hasil-hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat kesehatan suatu kondisi tubuh yang sangat penting dalam menjalani aktifitas dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kesehatan akan menghambat aktifitas dalam kehidupan baik rohani maupun jasmani. Kesehatan tubuh sangat berperan penting dalam menjalani aktifitas-aktifitas baik dari segi fisik atau pikiran di mana kesehatan merupakan modal utama dalam melakukan aktifitas dalam menjalani kehidupan. Coronavirus disease (Covid-19) merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru yaitu SARS-CoV-2. Keberadaan Covid-19 berawal dari sekelompok kasus pneumonia virus yang terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei-Cina, sejak Desember 2019 [2]. Berdasarkan data kasus yang ditemukan, Covid-19 tidak memberikan dampak yang begitu besar dengan angka kematian kecil. Dimana hingga tanggal 19 Januari 2020 hanya terjadi 2 kematian dari 198 kasus yang dilaporkan di Wuhan. Data ini menjadi acuan WHO dan pemerintah Indonesia secara khusus dalam menetapkan kebijakan pencegahan penularan Covid19[3]. Akan tetapi, penularan Covid-19 yang terjadi begitu cepat di Indonesia, khususnya pada bulan maret dengan angka kematian 4 orang dari 69 kasus menyebabkan permasalahan baru bagi pemerintah dan masyarakat [4]. Permasalahan di atas mendapat respon yang beragam dari masyarakat terkait upaya pencegahan penularan Covid-19. Usaha pencegahan yang dilakukan antara lain menghindari kontak fisik seperti jabat tangan dan memperbanyak mencuci tangan dikarenakan tangan menjadi sarana percepatan penularan mikroorganisme seperti mikroba dan virus[5]. Selain sabun, hand sanitizer menjadi pilihan lain yang penggunaannya dilaporkan meningkat secara signifikan. Hand sanitizer merupakan antiseptik pembersih tangan yang digunakan sebagai alternatif pengganti sabun [6]. Beberapa keunggulan hand sanitizer antara lain penggunaan yang simpel, mudah disimpan, dan efektif membunuh mikroorganisme di tangan dalam waktu relatif cepat[7]. Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan Perwakilan Dayah Terpadu Al- Madinatuddiniyah Syamsuddhuha, kami mendapatkan informasi bahwa dayah ini telah menerapkan kebijakan new normal sehingga kegiatan pembelajaran dilakukan di dayah dengan menerapkan protokol kesehatan diantaranya menggunakan hand sanitizer untuk mencegah penyebaran virus COVID-19, namun harga hand sanitizer tergolong mahal dan jumlah santri yang relative banyak sehingga pengadaan hand sanitizer di dayah tersebut terbatas dan hand sanitizer yang tersedia disekolah tidak cukup dan memadai untuk digunakan oleh santri dalam jangka waktu lama. Selain itu Hand Sanitizer berbahan alkohol dirasa kurang aman apabila digunakan terus menerus karena alkohol adalah pelarut organic yang dapat melarutkan sebum pada kulit, dimana sabun tersebut bertugas melindungi kulit dari mikroorganisme. Penggunaan hand sanitizer yang meningkat memberi dampak terhadap ketersediaan dan harga penjualan di pasaran. Dimana, ketersedian hand sanitizer yang terbatas di pasaran, menjadikan harga penjualan juga meningkat [8]. Fenomena tersebut juga terjadi pada masyarakat Desa Tehoru Kabupaten Maluku Tengah. Selain itu juga fenomena yang terjadi, yaitu masyarakat melakukan cuci tangan hanya menggunakan sabun. Hal ini mendorong masyarakat melakukan inovasi dalam menyediakan hand sanitizer, diantaranya adalah pembuatan hand sanitizer berbahan alam seperti daun sirih [9]. Pemilihan daun sirih didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu bahan baku yang melimpah di masyarakat, harga produksi murah, dan kandungan senyawa bioaktif dalam daun sirih efektif menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme[10] . Tumbuhan sirih merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan dalam pengobatan herbal. Tumbuhan ini tergolong ke dalam famili Paperaceae yang tumbuh merambat dan menjalar. Bagian-bagian dari tumbuhan sirih ini seperti akar, biji dan daunnya berpotensi untuk pengobatan. Akan tetapi, bagian yang paling sering dimanfaatkan dalam pengobatan adalah bagian daun [11]. Daun sirih memiliki bentuk menyerupai jantung, Jurnal Vokasi, Vol. 6 No.2 Juli 2022 ISSN : 2548-9410 (Cetak) | ISSN : 2548-4117 (Online) Jurnal hasil-hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat berujung runcing, teksturnya kasar jika diraba serta mengeluarkan bau yang aromatis (Putri, 2010). Daun sirih dimanfaatkan sebagai antisariawan, antibatuk, astringent, dan juga antiseptik. Kandungan minyak atsiri dalam ekstrak daun sirih sebesar 4,2%, hal tersebut menyebabkan ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan efektifitas antibakteri yang tinggi[12]. Menurut [13]kemampuan efektivitas antibakteri tersebut disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi sel bakteri. Komponen utama dari minyak atsiri yaitu fenol dan senawa turunannya. Salah satu senyawa turunan yang terkandung dalam minyak atsiri adalah kavikol yang memilikidaya bakterisida 5 kali lebih kuat dibandingkan dengan fenol [14]. Oleh sebab itu, kami sebagai tim PKM Universitas Malikussaleh memutuskan memberikan pelatihan pembuatan bio hand sanitizer nanopolimer berbahan Piper Betle menjadi hand sanitizer yang praktis dan ekonomis serta ramah lingkungan karena menggunakan bahan alami sebagai solusi dari permasalahan yang dialami oleh santri di dayah ini. Hal ini juga harapannya akan diproduksi secara massal sehingga menjadi peluang usaha dan membantu ekonomi para santri. Berdasarkan uraian diatas maka didapat tujuan pengabdian ini ialah : 1) Membuat hand sanitizer alami berbahan Piper Betle yang aman, praktis, ekonomis dan ramah lingkungan 2) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam membuat hand sanitizer alami . ## METODE PELAKSANAAN Metode pelaksanaan pada kegiatan PKM dilakukan secara bertahap yang di laksanakan di Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha di Aceh Utara. Adapun jumlah santri yang mengikuti edukasi ini sebanyak 30 santri, dengan pelaksanaan kegiatan tanggal 4 November hingga 6 November 2021. Kegiatan pengabdian ini dilkakukan secara tatap muka dengan memperhatikan protokol kesehatan seperti memakai masker. Untuk mencapai tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat maka dibutuhkan pendekatan yang tepat sehingga pelaksaanan dapat berjalan secara efisien dengan metode sebagai berikut. a. Metode Direct Instruction, dimaksudkan untuk menyampaikan informasi tentang materi yang bersifat teoritis dan umum, dalam hal ini diterapkan dalam bentuk pelatihan dengan parameter, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan mitra mengenai edukasi hand sanitizer. b. Metode Dialog, dimaksudkan adanya tanya jawab yang terjalin 2 arah sehingga didapatkan feedback yang baik, dan pelaksana dapat membantu masalah yang dialami secara aktual oleh mitra Adapun tahapan Kegiatan pengabdian ini ialah : 1. Survey Lokasi dan Perizinan kegiatan, kegiatan ini berupa peninjauan kebutuhan Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha dan meminta ijin serta koordinasi dengan pihak mitra mengenai pelaksanaan kegiatan serta protokol kesehatan. 2. Edukasi Pengenalan Alat dan Bahan, kegiatan berupa seminar tentang perkenalan alat dan bahan sering digunakan oleh di laboratorium serta juga yang bisa didapat dalam kehidupan sehari-hari. 3. Edukasi Materi Covid-19 dan Piper Betle , kegiatan ini berupa seminar mengenai covid-19, penyebab, asal, serta keadaan sekarang ini. Kegiatan ini juga membahas berbagai bahan alam yang dapat digunakan mencegah penyebaran covid-19 khususnya Piper Betle yaitu daun sirih. Jurnal Vokasi, Vol. 6 No.2 Juli 2022 ISSN : 2548-9410 (Cetak) | ISSN : 2548-4117 (Online) Jurnal hasil-hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat 4. Demonstrasi Pembuatan Handsanitizer dari Piper Betle , kegiatan ini berupa demonstrasi (praktikum sederhana) tentang pembuatan bio handsanitizer nanopolimer dengan alat praktikum sederhana. Pelaksanaan evaluasi dari Edukasi terkait pembuatan Bio Hand Sanitizer Nanopolimer Infusa berbahan Piper Betle untuk mencegah penyebaran Covid-19 dilakukan dengan memberikan kuesioner bagi para santri pelatihan,yaitu guru. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana santri memahami dan mampu membuat Bio Hands Sanitizer Nanopolimer Infusa berbahan Piper Betle untuk dapat digunakan di lingkungan sekolah maupun di tempat lainnya. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang dicapai dalam kegiatan PKM pembuatan Bio Hand Sanitizer Nanopolimer Infusa berbahan Piper Betle untuk mencegah penyebaran Covid-19, secara garis besar terdiri atas ; (1) santri memahami alat dan bahan laboratorium sederhana (2) santri memahami covid-19 dan Piper Betle (3) santri memahami cara pembuatan handsanitizer dari Piper Betle . Hasil yang telah dicapai dari kegiatan program kemitraan masyarakat ini dapat dikatakan terlaksana dengan baik. Langkah awal kegiatan ini adalah melakukan survey lokasi dan perizinan dengan mitra di Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha, kemudian menganalisis permasalahan yang ditemukan yaitu (1) Tingkat kasus penyebaran Covid-19 masih tinggi, (2) minimnya handsanitizer yang ada di sekolah, dan (3) Handsanitizer tergolong mahal untuk santri sehingga santri jarang memakai handsanitizer. Berdasarkan masalah tersebut dirancang solusi dan koordinasi, kegiatan pada tanggal 4 November 2021 hinga 6 November 2021 bertempat di Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha dengan sasaran santri di Kecamatan Dewantara yang berjumlah keseluruhan sebanyak 30 Santri(santri) dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. Gambar 1. Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian dan Produk Jadi Hand Sanitizer Evaluasi dilaksanakan dengan mengadakan sesi khusus diakhir kegiatan dengan menerima masukan langsung, wawancara, diskusi dan penyebaran angket kepada santri pelatihan dan kepala sekolah. Hasil Angket evaluasi pelaksanaan PKM pada gambar 2. Gambar 2. Persentase evaluasi pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat 80 85 90 95 100 Jurnal Vokasi, Vol. 6 No.2 Juli 2022 ISSN : 2548-9410 (Cetak) | ISSN : 2548-4117 (Online) Jurnal hasil-hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat Pada aspek kepuasan, mendapatkan rata-rata nilai sebesar 92,3, nilai ini tergolong sangat tinggi artinya rata-rata santri merasa sangat puas dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian ini. Pada aspek ketertarikan rata-rata nilai yang didapat sebesar 88,5, nilai ini tergolong tinggi sehingga dapat diartikan bahwa santri merasa tertarik pada kegiatan pengabdian ini. Pada aspek motivasi, mendapatkan rata-rata nilai sebesar 95,6, nilai ini tergolong sangat tinggi artinya rata-rata santri merasa sangat termotivasi terhadap pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, dan untuk aspek pengembangan diri rata-rata nilai yang didapat sebesar 85,8, nilai ini tergolong tinggi sehingga dapat diartikan bahwa santri merasa adanya pengembangan dalam diri santri pada kegiatan pengabdian ini. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara didapatkan saran dari santri berupa adanya edukasi ini mulai dari edukasi pengenalan alat dan bahan, edukasi materi corona dan Piper Betle hingga demonstrasi pembuatan handsanitizer dari Piper Betle , semua kegiatan terlaksana dengan baik. Sedangkan hasil evaluasi tim terhadap santri dan internal tim pelaksana PKM antara lain ; (1) Pengetahuan santri (santri) mengenai corona dan bio handsanitizer nanopolimer dari Piper Betle meningkat (2) Santri (santri) termotivasi dan antusias untuk mempraktikkan di rumah masing-masing. ## KESIMPULAN Edukasi pembuatan Bio Hand Sanitizer Nanopolimer Infusa berbahan Piper Betle untuk mencegah penyebaran Covid-19 telah terlaksana dengan baik. Adapun kesimpulan yang didapat ialah 1) Diperoleh produk yaitu Nanopolimer Infusa Berbahan Piper Betle yang alami, aman, praktis, ekonomis dan ramah lingkungan (2) Pengetahuan dan keterampilan Santri (santri) mengenai corona maupun pembuatan hand sanitizer berbahan alami meningkat. Berdasarkan hasil angket santri pelatihan pada aspek kepuasan mendapatkan rata-rata nilai sebesar 92,3 (sangat tinggi), aspek ketertarikan rata-rata nilai yang didapat sebesar 88,5 (tinggi), aspek motivasi mendapatkan rata-rata nilai sebesar 95,6 (sangat tinggi), aspek pengembangan diri rata-rata nilai yang didapat sebesar 85,8(tinggi). ## DAFTAR PUSTAKA [1] S. Notoatmodjo, Prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat . Jakarta: Rineka Cipta, 2003. [2] Y. Yuliana, “Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah tinjauan literatur,” Wellness Heal. Mag. , vol. 2, no. 1, pp. 187–192, 2020. [3] L. Abdillah, “Stigma Terhadap Orang Positif COVID-19 (Stigma on Positive People COVID-19),” Pandemik COVID-19 Antara Persoalan Dan Refleks. Di Indones. Forthcom. , 2020. [4] D. Handayani, D. . Hadi, F. Isbaniah, E. Burhan, and H. Agustin, “Corona virus disease 2019,” J. Respirologi Indones. , vol. 40, no. 2, pp. 119–129, 2020. [5] M. T. P. L. Bulan and Yusnawati, “Sosialisasi Penggunaan dan Pembuatan Hand Sanitizer dalam Mengantisipasi Dampak Corona Virus Disease (Covid-19),” Glob. Sci. Soc. J. Ilm. Pengabdi. Kpd. Masy. , vol. 3, no. 1, pp. 24–30, 2021. [6] D. Fahruzi, “Pemberdayaan Masyarakat di Masa Pandei Melalui Pembuatan Hand Sanitizer dengan Antiseptik Alami,” Univ. Negeri Semarang , 2020. [7] W. M. Hidayat, M. Aziz, and L. F. Akbar, “Sosialisasi Pembuatan Hand Sanitizer Berbahan Dasar Lidah Buaya Sebagai Upaya Penerapan Pola Hidup Bersih Dan Sehat Di Masa Pandemi Covid-19,” Univ. Negeri Semarang , 2020. [8] D. N. Bima, “Pembuatan Hand Sanitizer dari Limbah Kulit Jeruk,” Semin. Nas. Pengabdi. Kpd. Masy. UNDIP 2020 , vol. 1, no. 1, 2020. [9] L. Oktavia, T. Budiarti, D. Rahmawati, and E. Trisnowati, “PEMANFAATAN TUMBUHAN SIRIH HIJAU SEBAGAI HAND SANITIZER ALAMI GUNA PENCEGAHAN COVID-19 DI DUSUN SUROJOYO,” ABDIPRAJA (Jurnal Pengabdi. Jurnal Vokasi, Vol. 6 No.2 Juli 2022 ISSN : 2548-9410 (Cetak) | ISSN : 2548-4117 (Online) Jurnal hasil-hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kpd. Masyarakat) , vol. 2, no. 1, pp. 19–25, 2021. [10] N. Ermawati, D. Rahmawati, and A. N. S. Restuti, “Upaya Peningkatan Personal Higiene Masyarakat Melalui Pembuatan Hand Sanitizer Berbahan Alami,” J. Kreat. Pengabdi. Kpd. Masy. , vol. 4, no. 1, pp. 145–151, 2021. [11] R. D. Moeljanto and D. Mulyono, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab dari Masa ke Masa . Jakarta: Agromedia Pustaka, 2003. [12] H. Mariyatin, E. Widyowati, and S. Lestari, “Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) dan Sirih (Piper Betle L.) sebagai Bahan Alternatif Irigasi Saluran Akar (The Efectiveness of Red Piper Betle (Piper Crocatum) Leaf and Green Piper Betle (Piper Bettle L) Leaf Extract,” e-Journal Pustaka Kesehat. , vol. 2, no. 3, pp. 556–562, 2014. [13] M. Harapini, A. Agusta, and R. D. Rahayu, “Analisis komponen kimia minyak atsiri dari dua macam sirih (Daun kuning dan hijau),” in Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatika , 1995, pp. 10–12. [14] K. Heyne, Tumbuhan Berguna Indonesia II Edisi 2 . Jakarta.: Yayasan Sarana Wana Jaya, 1987.
5dd36efd-863b-4336-b3b1-c856306c3ee7
https://journals.ums.ac.id/index.php/jiti/article/download/623/363
## SIMULASI KETERSEDIAAN BERAS DI JAWA TIMUR Annisa Kesy Garside 1 ; Hasyim Yusuf Asjari 2 Abstract : East Java province is one of the rice granary and is an important national food buffer. In 2014, East Java targeted to contribute 60% of 10 million tons national surplus in P2NB program. Objective of this research is to predict rice availability in 2013 to 2020 and analyze East Java readiness on achieving the target. Research steps starts from cause-effect diagram, stock and flow diagram, math formulation inside the diagram, verification and validation of the model, and simulation of developed model. Result of dynamical system indicates availability of rice in 2014 is 3,944,377.7 tons. With such availability, East Java target to contribute 60% of 10 million national rice surplus in 2014 cannot be achieved. Keywords : simulation, dynamic systems, rice, East Java. ## PENDAHULUAN Jawa Timur merupakan salah satu lumbung beras dan berperan sebagai penyangga pangan nasional. Jawa Timur mampu memasok lebih dari 17 persen beras nasional dan menyuplai kebutuhan beras di 15 provinsi lain melalui move nasional Bulog (BPS, 2012). Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan menuju kemandirian pangan nasional, salah satu fokus kebijaksanaan pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur adalah meningkatkan produksi sub sektor tanaman pangan diantaranya padi. Salah satu kegiatannya adalah pelestarian swasembada padi, untuk mendukung program pemerintah yaitu Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014. Dalam program ini Provinsi Jawa Timur mentargetkan dapat menyumbang sekitar 60%. Berbagai skenario pencapaian telah ditargetkan antara lain peningkatan areal tanam, areal panen, produktivitas dan penurunan konsumsi beras per kapita/tahun. Simulasi merupakan suatu metode untuk mempelajari macam-macam model sistem di dunia nyata secara luas dengan evaluasi numerik menggunakan software yang didesain untuk meniru operasi atau karakteristik tertentu sistem (Kelton, 2010). Simulasi telah terbukti sebagai alat evaluasi performansi yang efektif dan alat pemodelan untuk sistem stokastik di dunia nyata yang sangat kompleks.Salah satu pendekatan simulasi yang akhir-akhir ini banyak dipakai adalah dengan sistem dinamis. Penerapan simulasi sistem dinamis pada supply chain produk pertanian telah dilakukan. Irawan (2005) menggunakan pendekatan sistem dinamis untuk mensimulasikan ketersediaan beras nasional sampai tahun 2020 berdasarkan kebijakan yang ada saat ini. Hasil penelitian Irawan (2005) menunjukkan bahwa kebijakan laju konversi lahan sawah di Jawa, Bali dan NTB ditekan sampai 0% mulai tahun 2010 (penetapan lahan sawah abadi) dan peningkatan produktivitas padi sebesar 2,5%/tahun merupakan kebijakan terbaik karena akan menghasilkan surplus 1 Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144 Jawa Timur Email: [email protected] 2 Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111 Naskah diterima: 21 Peb 2015, direvisi: 1 Mei 2015, disetujui: 20 Mei 2015 produksi beras menjelang tahun 2010. Selanjutnya Artrivrida (2008) menggunakan simulasi sistem dinamis untuk mengevaluasi pengaruh koordinasi terhadap kinerja supply chain pisang di Jawa Timur ditinjau dengan ukuran performansi yang digunakan adalah pendapatan penjualan , oversupply, lost sales, dan ketersediaan . Khumairoh (2010) menggambarkan hubungan keterkaitan antar pelaku rantai pasok industri gula nasional yang terdiri dari pabrik gula (gula kristal dan gula rafinasi), pedagang gula (importir, pedagang besar dan retailer), serta BULOG yang bertanggung jawab dalam kegiatan distribusi gula. Sedangkan Widodo, dkk. (2010) menerapkan simulasi sistem dinamis untuk mengetahui kondisi supply chain CPO di Indonesia dalam kurun waktu 30 tahun mendatang . Berdasarkan kemampuan simulasi dalam menirukan perilaku sistem sehingga dapat memprediksikan kondisi mendatang maka tujuan penelitian ini adalah memprediksikan ketersediaan beras di Jawa Timur pada tahun 2013-2020 dan menganalisis kesiapan Jawa Timur dalam mencapai target surplus tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait pencapaian target sebesar 60% surplus beras nasional sebesar 10 juta ton pada tahun 2014. ## METODOLOGI PENELITIAN Sesuai dengan metodologi pengembangan model sistem dinamis maka tahapan yang dilakukan dimulai dengan konseptualisasi sistem yang terdiri dari penyusunan diagram sebab akibatberdasarkan konfigurasi supply chain beras yang telah diperoleh . Penyusunan diagram sebab akibatbertujuan untuk menggambarkan interaksi antar elemen dalam sistem supply chain beras. Interaksi ini mempunyai kemungkinan interaksi yang positif ataupun negatif. Hubungan tersebut bisa bersifat positif jika penambahan pada satu variabel akan menyebabkan penambahan pada variabel lain. Namun, apabila penambahan pada satu variabel akan menyebabkan pengurangan pada variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antar kedua variabel tersebut adalah negatif. Setelah model konseptual tersusun secara terstruktur, tahap berikutnya adalah formulasi model. Formulasi model dilakukan dengan menggambarkan stock and flow diagram dan menyusun formulasi matematis dalam diagram tersebut. Stock and flow diagram merupakan model yang kemudian disimulasikan setelah dilakukan formulasi matematis. Dalam penyusunan stock and flow diagram , sistem supply chain beras di Jawa Timur memiliki beberapa submodel yang akan mewakili subsistem produksi (produsen/petani sebagai pelaku), subsistem konsumsi (konsumen sebagai pelaku), dan subsistem distribusi (distributor dan pedagang). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan (2005), variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam mensimulasikan ketersediaan beras nasional, antara lain: luas sawah, kecenderungan laju konversi lahan sawah, indeks pertamanan, produktivitas padi, pertambahan jumlah penduduk, dan konsumsi beras per kapita. Model sistem dinamis tersebut memiliki keterbatasan, karena belum memasukkan variabel-variabel dalam sub sistem distribusi dan mengabaikan pengaruh harga gabah dan beras terhadap tingkat penawaran atau produksi. Pada penelitian ini, simulasi ketersediaan beras akan mempertimbangkan pengaruh harga dan variabel dalam sub sistem distribusi, namun ruang lingkup penelitian hanya di Jawa Timur. Selanjutnya formulasi dilakukan dengan menginputkan keterkaitan antar variabel secara matematis dan dilakukan untuk semua variabel yang ada pada semua sub model. Verifikasi model adalah tahapan untuk memastikan apakah model yang dibuat sudah berjalan sesuai dengan persepsi pembuat model dengan melakukan check model pada software Stella. Selain check model, proses verifikasi juga dilakukan dengan pengecekan unit atau satuan variabel yang terdapat di model dengan melakukan unit check pada software Stella. Validasi model adalah tahapan untuk melihat apakah model sudah mampu menggambarkan sistem nyata dengan benar. Dalam penelitian ini, validasi model akan dilakukan dengan membandingkan produksi padi sawah, padi ladang, dan jumlah penduduk Jawa Timur antara hasil simulasi dengan kondisi aktual sistem. Model dikatakan valid, jika rata-rata dari keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik. Oleh karena itu validasi akan dilakukan dengan uji statistik t-paired test menggunakan bantuan software Minitab . Setelah model dinamis sistem supply chain beras dikatakan verify dan valid, maka dilanjutkan dengan simulasi model yang telah dikembangkan dengan menggunakan software Stella. Simulasi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perilaku model sistem supply chain beras yang telah dibuat, dengan cara memasukkan nilai-nilai pada konstanta dan tabel fungsi sesuai dengan kondisi yang terdapat pada sistem nyata. Selanjutnya simulasi bertujuan untuk memproyeksikan ketersediaan beras di Jawa Timur pada tahun 2013-2020, berdasarkan kebijakan ketahanan pangan dan sistem pemberasan Jawa Timur yang dijalankan saat ini. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Supply Chain Beras di Jawa Timur Supply chain atau rantai pasokan merupakan kumpulan para pelaku usaha yang terlibat dalam serangkaian proses bisnis dalam suatu rantai pasokan. Berdasarkan hasil wawancara dan penyebaran kuesioner pada tujuh kabupaten yang merupakan sentra produksi padi di Jawa Timur, sistem rantai pasokan perberasan Jawa Timur teridentifikasi memiliki pelaku-pelaku usaha, yang terdiri atas: petani, pedagang gabah lokal, pedagang gabah luar kabupaten/provinsi, KUD, pengusaha penggilingan, pedagang beras grosir, pedagang beras eceran, pedagang beras antar provinsi, mitra kerja Bulog, Satgas Pengadaan Dalam Negeri Bulog, dan UB-PGB milik Bulog dan konsumen (Garside dan Syaifullah, 2013). Gambar 1 menunjukkan jaringan rantai pasokan industri perberasan Jawa Timur yang menunjukkan keterkaitan antar pelaku usaha dan aliran material (gabah dan beras) yang berlangsung. Pedagang gabah lokal atau tengkulak (di tingkat desa/kecamatan/kabupaten) berperan membeli gabah petani berupa Gabah Kering Panen (GKP), kemudian hasil pembeliannya dijual ke unit penggilingan padi. Selanjutnya gabah yang ditampung tersebut dikeringkan menjadi gabah kering giling (GKG) dan digiling/diselep menjadi beras oleh pengusaha penggilingan. Di setiap kabupaten yang menjadi sampel penelitian, pengusaha penggilingan yang memiliki RMU dan lantai jemur juga berperan sebagai pedagang beras dan aktif melakukan kegiatan pemasaran beras. Beras yang telah dikemas dalam ukuran 5 kg, 10 kg, dan atau 25 kg, dengan merek mereka, selanjutnya dijual ke pasar bebas melalui pedagang beras antar provinsi (eksportir), pedagang beras grosir, dan pedagang beras pengecer. Sebagian besar penggilingan skala besar (sebagai contoh penggilingan beras merk ”Mentari” di Kediri) menjual beras langsung ke pedagang grosir, kemudian pedagang grosir menjualnya ke pedagang pengecer dan selanjutnya konsumen membeli dari pedagang pengecer. Sedangkan penggilingan skala kecil, cenderung langsung menjual beras ke pedagang pengecer (diantaranya pedagang di pasar-pasar). Dengan ketatnya persaingan antar penggilingan-penggilingan dan terbatasnya pasokan gabah dari pedagang gabah lokal pada wilayah tertentu, maka pihak penggilingan juga bisa membeli gabah secara langsung dari petani atau membeli dari pedagang gabah luar kabupaten/provinsi untuk bisa memenuhi permintaan pasar dengan harga yang bersaing dengan menggunakan bantuan perantara atau informan. ## Sumber : Garside dan Syaifullah (2013) ## Gambar 1. Struktur dan aliran distribusi gabah/beras di Jawa Timur Pembelian gabah dari Petani yang dilakukan oleh Bulog Divre. Jawa Timur dilakukan melalui tiga saluran: 1) mitra kerja Bulog, dapat berupa penggilingan padi, Gapoktan, KTNA, KUD, dan sejenisnya; 2) Satgas Bulog; dan 3) unit bisnis pengelolaan gabah beras (UB-PGB) milik Bulog. Setelah dilakukan pembelian gabah dari petani, mitra kerja Bulog dan UB-PGB akan menggiling gabah tersebut dan mengirim beras ke Gudang Bulog Divre maupun Sub Divre yang ada di Jawa Timur. Sedangkan Satgas Bulog akan membeli dalam bentuk gabah dan langsung dikirimkan ke gudang Bulog. Selain itu, Koperasi Unit Desa (KUD) juga berperan dalam sistem rantai pasokan perberasan dengan membeli gabah dari petani dan selanjutnya menjual beras ke pedagang grosir, pedagang pengecer atau langsung ke konsumen. ## Pengembangan Model Dinamis Rantai Pasokan Beras ## Diagram Sebab Akibat Sistem Supply Chain Beras Tahapan awal dalam pendekatan sistem dinamis adalah membuat diagram sebab akibat ( causal loop diagram ). Pembuatan diagram sebab akibat merupakan tahapan kualitatif untuk menggambarkan struktur pembentuk sistem dan memahami kompleksitas kebergantungan berbagai variabel yang terdapat dalam supply chain beras. Variabel-variabel yang digunakan dalam membuat model dinamis berasal dari hasil wawancara dengan beberapa pihak yaitu Kepala Bidang Ketersediaan-Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur,Kepala Bidang Distribusi-Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, Kasie Analisa Harga-Perum BULOG Drive Jawa Timur, Kasie Data-Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. Gambar 2. Diagram sebab akibat supply chain beras Variabel yang merupakan penyebab yang ditunjukkan oleh panah atas, sedangkan variabel yang merupakan hasil yang ditunjukkan oleh hubungan panah, jika hubungan adalah arah yang sama. Akhir arah panah adalah positif (+) atau negatif (-). Gambar 2 memperlihatkan diagram sebab akibat sistem rantai pasokan beras di Jawa Timur yang diukur berdasarkan ketersediaan beras. Produksi padi sawah dipengaruhi secara positif oleh luas baku sawah dan teknologi usaha tani yang diterapkan (penggunaan bibit unggul, irigasi, dan lain-lain). Luas baku sawah mempengaruhi luas areal pertanaman padi. Indikator teknologi usaha tani dapat dilihat dari produktivitas dan Intensitas Pertanaman (IP). Semakin besar intensitas pertanaman maka luas areal tanam padi akan bertambah, meskipun luas baku sawah Produksi Padi Sawah Produktivitas lahan sawah Intensitas Pertanaman (IP) iklim Mutasi lahan Sawah Luas baku Sawah Produksi gabah di Jawa Timur Produksi Padi Ladang Produktivitas lahan ladang Luas tanam lahan ladang iklim Produksi Beras di Jawa Timur Padi tercecer rendemen Kebutuhan Beras di Jawa Timur Konsumsi Beras penduduk Jatim Konsumsi Beras untuk non pangan Loses/ter- cecer Jumlah Penduduk konsumsi beras per kapita Pertumbuhan penduduk Ketersediaan Beras di Jawa Timur Ekspor beras Movenas Bulog impor beras Cadangan beras pemerintah Harga gabah di petani Distribusi beras dalam provinsi Jatim Harga beras di penggilingan Harga beras di pedagang + - + + - + + - + + + - + + kebutuhan benih, industri - - + + + + - + - + + + + + + + + - - - + - + yang dimiliki tetap. Selanjutnya luas areal tanam dan produktivitas yang tinggi akan berdampak pada produksi padi sawah semakin meningkat (+). Sebaliknya, iklim berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi padi sawah. Iklim dan musim yang tidak menentu menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), sehingga sebagian lahan gagal panen (puso) dan menyebabkan penurunan jumlah produksi padi sawah. Produksi padi ladang dipengaruhi secara positif oleh luas tanam dan produktivitas. Sebaliknya, iklim berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi padi sawah. Iklim dan musim yang tidak menentu menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan, dan serangan OPT, sehingga sebagian lahan gagal panen (puso) dan menyebabkan penurunan jumlah produksi padi ladang. Setiap panen pada lahan padi sawah maupun ladang menghasilkan gabah yang biasanya disebut Gabah Kering Panen (GKP). Hasil produksi gabah tersebut tidak 100% akan dipergunakan untuk beras, namun juga untuk keperluan pakan, bibit, dan dalam prosesnya selalu ada padi yang tercecer. Pertambahan produksi gabah di sentra akan menambah produksi beras di Jawa Timur. Transformasi gabah menjadi beras dilakukan oleh penggilingan beras, dimana produktivitas penggilingan beras ditentukan oleh tingkat rendemen beras yang dihasilkan dari proses yang dilakukannya. Jumlah produksi beras yang dihasilkan akan berpengaruh pada kegiatan distribusi beras di Jawa Timur. Semakin banyak produksi beras yang dihasilkan akan berdampak pada distribusi antar daerah Jawa Timur yang baik dan lancar. Selanjutnya distribusi beras antar daerah Jawa Timur akan mengurangi ketersediaan beras di Jawa Timur. Keterkaitan ketersediaan beras di Jawa Timur dengan distribusi beras membentuk umpan balik negatif ( negative feedback ) yang akan menghasilkan perilaku ke arah kesetimbangan. Produksi beras di Jawa Timur dipengaruhi positif oleh kebutuhan beras di Jawa Timur. Kebutuhan beras tidak hanya meliputi konsumsi beras penduduk melainkan juga untuk pakan ternak, industri makanan dan tercecer. Semakin tinggi konsumsi beras penduduk Jatim dan konsumsi beras untuk non pangan maka menyebabkan kebutuhan beras semakin besar juga. Faktor pembentuk konsumsi beras penduduk Jatim adalah jumlah penduduk dan konsumsi beras per kapita per tahun. Semakin banyak penduduk dan semakin tinggi konsumsi beras per kapita akan menyebabkan konsumsi beras penduduk Jatim akan bertambah. Sedangkan jumlah penduduk Jatim sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduknya. Dalam diagram sebab akibat, terlihat bahwa ketersediaan beras tidak hanya dipengaruhi oleh distribusi beras namun juga dipengaruhi oleh ekspor beras yang dilakukan oleh pengusaha/pedagang swasta (daerah ekspor termasuk juga domestik, yaitu luar Jawa Timur) dan Movement Nasional (movenas) Beras dari Perum Bulog Divre Jawa Timur ke Divre provinsi lainnya. Kedua variabel ini berpengaruh negatif terhadap ketersediaan beras karena menyebabkan sebagian beras yang diproduksi Jatim berpindah ke tempat lain. Demikian pula cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Perum Bulog akan mengurangi ketersediaan beras karena cadangan tersebut merupakan penyisihan dari produksi beras yang akan dimanfaatkan untuk saat darurat, kerawanan pangan pasca bencana dan stabilisasi harga. Pada situasi darurat, pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk menyalurkan beras CBP sebanyak 200 ton setahun dan pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk menyalurkan maksimal 100 ton setahun. Sedangkan impor beras akan berpengaruh secara positif terhadap ketersediaan beras di Jawa Timur. Dalam supply chain beras, terdapat keterkaitan antar pasar dengan sentra produksi. Produksi beras akan menentukan harga beras di level pedagang, semakin banyak produksi beras maka harga beras di level pedagang akan turun. Selanjutnya, penurunan harga beras tersebut berdampak pada penurunan harga beras di penggilingan dan harga gabah di petani. Harga gabah pada petani di sentra produksi akan menentukan produksi gabah di sentra produksi tersebut. Semakin banyak produksi gabah maka harga gabah akan turun. Dalam kurun waktu tertentu, semakin tinggi harga gabah akan menyebabkan harga beras di penggilingan dan level pedagang akan naik juga. Selain itu terdapat keterkaitan antara kenaikan harga beras dengan konsumsi beras penduduk Jatim, dimana harga beras berpengaruh secara negatif terhadap konsumsi beras penduduk Jatim. Pada saat terjadi kenaikan harga beras di level pedagang, sebagian masyarakat miskin akan mengurangi konsumsi beras karena tidak mampu membeli. ## Stock and Flow Diagram Sistem Supply Chain Beras Tahap ini berkaitan dengan langkah menerjemahkan diagram sebab akibat dalam diagram simulasi. Diagram simulasi dilakukan dengan merumuskan konsep matematis menurut hubungan antara variabel stock dan flow . Model simulasi dalam penelitian ini menggunakan STELLA© ( i-See System ) sebagai perangkat lunak simulasi. Tujuan membuat stock dan flow diagram adalah untuk elaborasi lebih lanjut dari sistem yang sebelumnya ditunjukkan oleh diagram sebab akibat karena pengaruh waktu pada hubungan antara variabel. Jadi setiap variabel menunjukkan hasil untuk akumulasi yang disebut stock , dan aktivitas sistem variabel setiap periode waktu disebut flow . Gambar 3 menunjukkan stock and flow diagram pada supply chain beras di Jawa Timur. ## Formulasi Model Perumusan model menunjukkan bagaimana model didasarkan pada rumus matematika dan pendekatan kuantitatif lainnya. Tabel 1 menunjukkan formulasi berdasarkan rumusan matematik yang dibangun dari model untuk sektor s upply demand dan kebutuhan beras. Tabel 1. Formulasi matematika sektor supply, demand dan kebutuhan beras No Variabel di causal loop Model Building Formulasi 1 Luas Tanam Lahan Ladang stock Luas_Tanam_Ladang(t) = Luas_Tanam_Ladang(t - dt) + (Perluasan_Ladang) * dt 2 Perluasan Ladang flow Perluasan_Ladang = Luas_Tanam_Ladang * Laju_Perluasan_Luas_Ladang 3 Luas panen ladang stock Luas_Panen_Ladang = (Luas_Tanam_Ladang * (1- Persentase_Luas_Fuso_Ladang))*Konversi_Galengan_Ladang 4 Luas tanam sawah stock Luas_Tanam_Sawah = Luas_Baku_Sawah*IP 5 Luas panen sawah stock Luas_Panen_Sawah = (Luas_Tanam_Sawah*(1- Persentase_Luas_Fuso_Sawah))*Konversi_Galengan_Sawah 6 stok padi ladang stock Stok_Padi_Ladang(t) = Stok_Padi_Ladang(t - dt) + (Produksi_Padi_Ladang - Produksi_Gabah_Ladang) * dt 7 Produksi padi ladang flow Produksi_Padi_Ladang = (Luas_Panen_Ladang*Produktivitas_Ladang)/10 8 Produksi gabah ladang flow Produksi_Gabah_Ladang = Stok_Padi_Ladang*Conv_GKP_ke_GKG 9 Stok padi swah stock Stok_Padi_Sawah(t) = Stok_Padi_Sawah(t - dt) + (Produksi_Padi_Sawah - Produksi_Gabah_Sawah) * dt 10 Produksi padi sawah flow Produksi_Padi_Sawah = (Luas_Panen_Sawah*Produktivitas_Sawah)/10 Tabel 1. Formulasi matematika sektor supply , demand dan kebutuhan beras (lanjutan) No Variabel di causal loop Model Building Formulasi 11 Produksi gabah sawah flow Produksi_Gabah_Sawah = Stok_Padi_Sawah*Conv_GKP_ke_GKG 12 Stok gabah stock Stok_Gabah(t) = Stok_Gabah(t - dt) + (Produksi_Gabah - Penggilingan - Gabah_Tercecer - Pakan_Ternak - Industri_Lain - Bibit) * dt 13 Produksi Gabah flow Produksi_Gabah = Conv_GKP_ke_GKG*(Stok_Padi_Ladang+Stok_Padi_Sawah) 14 Produksi beras pangan flow Penggilingan = Stok_Gabah*Produktivitas_Penggilingan*Conv_GKG_ke_Beras *Stok_Gabah*Persentase_Industri_Lain 15 Padi tercecer flow Gabah_Tercecer = Stok_Gabah*Persentase_Gabah_Tercecer 16 Kebutuhan industri flow Pakan_Ternak = Stok_Gabah*Persentase_Pakan_Ternak Industri_Lain = 17 Kebutuhan benih flow Bibit = Stok_Gabah*Persentase_Bibit 18 Jumlah Penduduk stock Penduduk_Jatim(t) = Penduduk_Jatim(t - dt) + (Pertumbuhan_Penduduk) * dt 19 Pertumbuhan penduduk flow Pertumbuhan_Penduduk = Penduduk_Jatim*Laju_Pertumbuhan_Penduduk 20 Konsumsi beras penduduk flow Kebutuhan_Beras = (Penduduk_Jatim*Konsumsi_Beras_per_Kapita)/1000 21 Kebutuhan beras flow Kebutuhan_Beras_Total = Kebutuhan_Beras*(1-Loses) 22 Stok Beras di Jawa Timur stock Stok_Beras(t) = Stok_Beras(t - dt) + (Hasil_Penggilingan - Beras_Pakan - Beras_Tercecer - Beras_Pangan) * dt 23 Produksi Beras di Jawa Timur flow Hasil_Penggilingan = Stok_Gabah*Conv_GKG_ke_Beras*Conv_GKP_ke_GKG 24 Konsumsi beras non pangan flow Beras_Pakan = Persentase_Beras_Pakan*Stok_Beras 25 Beras tercecer /loses flow Beras_Tercecer = Stok_Beras*Persentase_Beras_Tercecer 26 Produksi beras pangan flow Beras_Pangan = Stok_Beras*Persentase_Beras_Pangan 27 Ketersediaan Beras stock Ketersediaan_Beras_Pangan(t) = Ketersediaan_Beras_Pangan(t - dt) + (Impor + Beras_Pangan' - Konsumsi_Pangan - Ekspor - Movenas - CBP) * dt 28 Impor beras flow Impor = Tingkat_Impor 29 Konsumsi pangan flow Konsumsi_Pangan = Kebutuhan_Beras 30 Ekspor beras flow Ekspor = Tingkat_Ekspor 31 Movenas bulog flow Movenas = Tingkat_Movenas_2007_sd_2012 + (Stok_Beras_Pangan*Movenas_2013) 32 Cadangan beras pemerintah flow CBP = Stok_Beras_Pangan*Persen_Pengadaan_Bulog ## Uji Verifikasi dan Validasi Model Dinamis Supply Chain Beras Berdasarkan model yang telah dikembangkan sebelumnya maka dilakukan uji coba simulasi. Selanjutnya akan dilakukan verifikasi dan validasi untuk mengetahui apakah model berjalan dan dapat mewakili sistem nyatanya. Verifikasi dilakukan dengan memeriksa formulasi matematis dan memeriksa satuan (unit) variabel model. Jika ada kesalahan dalam model atau saat menjalankan model, model tidak dapat dikatakan terverifikasi. Verifikasi model bertujuan untuk memeriksa kesalahan dan memastikan bahwa model tersebut berperilaku sesuai dengan logika penelitian. Gambar 4 dan 5 menggambarkan hasil uji konsistensi dan verifikasi untuk semua variabel dalam model simulasi. Gambar 4. Uji konsintensi untuk stock and flow diagram Gambar 5. Uji verifikasi untuk stock and flow diagram Berdasarkan hasil uji konsistensi dan verifikasi dengan menggunakan fasilitas yang ada pada software Stella, dapat disimpulkan model simulasi dinamis supply chain beras yang dikembangkan sudah diverifikasi. ## Uji Validasi Model Simulasi Validasi bertujuan menentukan model simulasi dapat diterima dan mewakili sistem nyata atau tidak, dengan membandingkan struktur dan perilaku model yang dikembangkan dengan struktur dan perilaku sistem pada situasi nyata. Ada dua metode validasi yang digunakan, kotak putih dan kotak hitam. Metode kotak putih ( white box validation ) dilakukan dengan mengamati cara kerja interval model simulasi, misalnya input distribusi dan logika sistem, baik statis maupun dinamis . Sedangkan metode validasi kotak hitam ( black box validation ) dilaksanakan dengan melakukan observasi perilaku sistem riil pada suatu kondisi tertentu dan menjalankan model pada kondisi yang sedapat mungkin mendekati kondisi sistem riil. Model dianggap valid jika tidak ada perbedaan yang signifikan antara observasi model dengan sistem riil. Dalam penelitian ini, uji validasi model dilakukan dengan metode kotak hitam. Pengujian dilakukan dengan membandingkan rata-rata output sistem nyata dan rata-rata output hasil simulasi dengan menggunakan uji statistik yaitu p aired sample t-test . Output yang dibandingkan adalah: jumlah penduduk Jawa Timur, produksi padi sawah, dan produksi padi ladang selama tahun 2007-2012. Hipotesis yang diajukan dalam uji ini adalah: H 0 : 0   awal Nyata   , artinya tidak ada perbedaan signifikan output sistem nyata dan output simulasi. H 1 : 0   Awal Nyata   , artinya ada perbedaan signifikan output sistem nyata dan output simulasi. Dari uji statistik, selanjutnya diambil keputusan dengan menggunakan taraf keberartian ( ) = 5%: Signifikansi 2 tailed ≥ α maka H o diterima Signifikansi 2 tailed < α maka H o ditolak Tabel 2 menunjukkan rekapitulasi P value atau nilai signifikansi 2 tailed dari seluruh uji statistik dengan menggunakan software Minitab. Tabel 2. Hasil validasi model simulasi Variabel Tahun Hasil simulasi Data aktual P value Kesimpulan Produksi padi sawah (ton/tahun) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 9.029.176 10.665.542 11.006.796 11.207.500 10.863.417 12.891.511 9.029.176 10.017.560 10.758.398 11.126.703 10.029.728 11.499.199 0,057 H 0 diterima Produksi padi ladang (ton/tahun) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 372.853 481.952 516.186 549.109 622.519 732.551 372.853 549.457 500.687 517.069 546.815 699.508 0,054 H 0 diterima Jumlah penduduk Jawa Timur (orang/tahun) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 36.706.081 36.963.024 37.224.955 37.463.947 37.673.560 37.883.356 36.706.081 36.972.282 37.236.149 37.476.757 37.687.622 37.898.672 0,056 H 0 diterima Karena P value ≥ α maka H 0 diterima, yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara output nyata dan output simulasi. Model dinyatakan valid. Simulasi Model Dinamis Supply Chain Beras di Jawa Timur Setelah model supply chain beras telah verify dan valid, maka dilanjutkan dengan simulasi untuk memprediksikan produksi, kebutuhan, dan ketersediaan beras. Tabel 3 menunjukkan proyeksi produksi beras yang meningkat dari tahun ke tahun, walaupun pertumbuhannya berjalan lambat sejak tahun 2015. Kenaikan produksi beras ini disebabkan oleh kenaikan produksi padi sawah dan ladang yang terjadi selama kurun waktu tersebut seperti ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 3. Proyeksi produksi, kebutuhan dan ketersediaan beras di Jawa Timur tahun 2013-2020 (ton) Tahun Produksi beras Konsumsi beras penduduk Kebutuhan beras Ketersediaan beras 2013 8.781.165,13 3.542.771,86 3.637.363,87 3.399.122,448 2014 9.850.600,55 3.562.500,84 3.657.619,61 3.944.377,7 2015 10.160.168,00 3.582.339,68 3.677.988,15 4.639.116,325 2016 10.281.215,54 3.602.289,01 3.698.470,12 4.855.054,765 2017 10.346.791,53 3.622.349,42 3.719.066,15 5.131.502,143 2018 10.395.724,64 3.642.521,55 3.739.776,87 5.299.949,071 2019 10.440.651,98 3.662.806,01 3.760.602,93 5.382.131,402 2020 10.485.911,48 3.683.203,43 3.781.544,96 5.397.672,448 Konsumsi beras penduduk meningkat dari tahun ke tahun selama tahun 2013- 2020 hal ini dikarenakan jumlah penduduk Jawa Timur juga meningkat selama kurun waktu tersebut seperti ditunjukkan pada tabel 4. Dari hasil simulasi diperoleh pertumbuhan penduduk Jawa Timur rata-rata meningkat 0,56% per tahunnya dan konsumsi beras per kapita sebesar 93 kg/tahun. Variabel lain yang merupakan output dari hasil simulasi adalah kebutuhan beras yang merupakan kebutuhan beras untuk pangan dan non pangan (misal pakan, tercecer dan lainnya). Sama seperti konsumsi beras penduduk maka kebutuhan beras juga meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 4. Proyeksi produksi padi dan jumlah penduduk di Jawa Timur tahun 2013-2020 Tahun Produksi padi sawah (ton) Produksi padi ladang (ton) Produksi padi (ton) Jumlah Penduduk (orang) 2013 12.728.040,33 784.368,51 13.512.408,84 38.094.321 2014 12.710.352,71 832.281,52 13.542.634,23 38.306.461 2015 12.708.438,91 882.310,48 13.590.749,39 38.519.782 2016 12.708.231,84 935.259,07 13.643.490,91 38.734.290 2017 12.708.209,43 991.375,69 13.699.585,12 38.949.994 2018 12.708.207,01 1.050.858,35 13.759.065,36 39.166.898 2019 12.708.206,75 1.113.909,86 13.822.116,61 39.385.011 2020 12.708.206,72 1.180.744,45 13.888.951,17 39.604.338 Selanjutnya dengan membandingkan produksi beras yang jauh lebih besar daripada kebutuhan beras dan ekspor, maka ketersediaan beras menunjukkan surplus sampai tahun 2020 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,75% per tahunnya.Walaupun terjadi surplus dapat dilihat bahwa besarnya cenderung stabil yaitu sekitar 5 juta ton mulai tahun 2017. Dengan kondisi surplus ini, ketahanan pangan di Jawa Timur diharapkan tetap terjaga dengan baik. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh ketersediaan beras pada tahun 2014 sebesar 3.944.377,7 ton. Dengan ketersediaan tersebut, maka target Jawa Timur untuk menyumbang 60% dari surplus 10 juta ton beras nasional 2014 belum bisa tercapai. ## KESIMPULAN Dari hasil simulasi yang telah dilakukan, diperoleh ketersediaan beras di Jawa Timur pada tahun 2014 sebesar 3.944.377,7 ton. Dengan ketersediaan tersebut, maka target Jawa Timur untuk menyumbang 60% dari surplus 10 juta ton beras nasional 2014 belum bisa tercapai. Perlu dikembangkan kebijakan ketahanan pangan untuk meningkatkan kemampuan aksesibilitas beras oleh masyarakat dan mendukung program pemerintah melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014. ## Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M- DIKTI atas dukungan dana dalam kegiatan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2013. ## Daftar Pustaka Artrivrida, N. 2008, Simulasi Koordinasi Supply Chain Pisang: Studi Kasus Pisang Mas dari Lumajang . Thesis. Jurusan Teknik Industri - Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. BPS. 2012. Berita Resmi Statistik No. 06/01/35/Th.X. Garside, A.K.; Syaifullah, Y. 2013, Pola Distribusi dan Margin Pemasaran Beras di Jawa Timur . Proceeding Indonesia Statistical Analysis Conference, Bandung. Irawan, 2005. Analisis Ketersediaan Beras Nasional: Suatu Kajian Simulasi Pendekatan Sistem Dinamis . Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Pertanian dan Ketahanan Pangan. Balittanah, Departemen Pertanian, Bogor. Kelton, W.D; Sadowski, R.P.; Swets, N.B. 2010. Simulation with Arena . New York: McGraw Hill. Khumairoh, L. 2010. Analisis Keterkaitan Pelaku Pergulaan Nasional: Suatu Penghampiran Model Dinamika Sistem . Tugas Akhir. Jurusan Teknik Industri- Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Widodo, K.H.; Abdullah, A.; Arbita, K.P.D. 2010. “Sistem Supply Chain Crude- Palm-Oil Indonesia dengan Mempertimbangkan Aspek Economical Revenue, Social Welfare dan Environment”. Jurnal Teknik Industri . Vol. 12 (1), pp. 47- 54.
e5988ead-1e8b-4890-af89-a4d74158a3ac
https://journal.undiknas.ac.id/index.php/manajemen/article/download/2157/518
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/manajemen ## ANALISIS DETERMINAN MINAT MAHASISWA AKUNTANSI DALAM BERWIRAUSAHA Ni Putu Lisa Ernawatiningsih Universitas Mahasaraswati Denpasar [email protected] ## ABSTRAK Analisis Determinan Minat Mahasiswa Akuntansi Dalam Berwirausaha. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali pengaruh variabel motivasi, pengetahuan kewirausahaan, ekspektasi pendapatan, dan kebebasan kerja terhadap minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Program Studi Sarjana Akuntansi Angkatan 2015 Universitas Mahasaraswati Denpasar. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yang dihitung dengan rumus Slovin sehingga diperoleh 85 sampel. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif motivasi, pengetahuan kewirausahaan, dan kebebasan bekerja terhadap minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha. Sedangkan ekspektasi pendapatan tidak berpengaruh terhadap minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha mahasiswa Universitas Mahasaraswati Denpasar. Kata kunci: motivasi, pengetahuan kewirausahaan, ekspektasi pendapatan, kebebasan dalam bekerja, minat wirausaha. ## PENDAHULUAN Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia, pengangguran terjadi karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Fenomena pengangguran yang terjadi dewasa ini adalah pengangguran intelektual (terdidik). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 sampai dengan 2016 tingkat pengangguran pada tingkat univesitas mengalami peningkatan tahun 2015 sebanyak 3,05 % menjadi 4,35 % pada tahun 2016. Namun, pada tahun 2017 pengangguran pada tingkat universitas justru mengalami penurunan menjadi 2,51 %. Penurunan tingkat pengangguran ini bisa saja disebabkan karena ada beberapa dari mereka yang berwirausaha. Dengan menjadi wirausaha akan menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menanamkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa. Mereka perlu diarahkan dan didukung agar tidak hanya berorientasi sebagai pencari kerja (job seeker) tetapi juga sebagai pencipta lapangan pekerjaan (job creactor), banyaknya faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa terhadap kewirausahaan diantaranya adalah dorongan (motivasi). Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Mu’alimah, 2015). Penelitian Mu’alimah (2015) menyatakan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap minat bewirausaha mahasiswa karena motivasi yang tinggi akan menambah minat seseorang untuk berwirausaha. Namun, hasil berbeda ditemukan pada penelitian Hendrawan dan Sirine (2017), hasil penelitiannya menyatakan bahwa motivasi tidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Pengetahuan kewirausahaan juga memegang peran penting dalam penentuan minat seseorang menjadi wirausaha. Dengan memiliki pengetahuan tentang kewirusahaan yang cukup akan menumbuhkan rasa percaya diri untuk mendirikan sebuah usaha, karena keuntungan dan risiko dalam berwirausaha sudah mampu ia pahami dengan baik. Penelitian dari Hendrawan dan Sirine (2017) menyatakan bahwa pengetahuan kewirausaaan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. Namun, berbeda dengan hasil penelitian dari Puspita (2017) dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengetahuan kewirausahaan tidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Ekspektasi pendapatan adalah harapan seseorang akan pendapatan yang diperolehnya dari kegiatan usaha ataupun bekerja (Setiawan, 2016). Menjadi seorang wirausaha mengharapkan pendapatan yang tinggi daripada menjadi karyawan perusahaan. Hasil penelitian Setiawan (2016), menyatakan bahwa ekspektasi pendapatan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2018) dimana ekspektasi pendapatan tidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha mahasiswa. Kebebasan dalam bekerja merupakan sebuah model kerja dimana seseorang melakukan pekerjaan sesuai kemauannya tetapi memperoleh hasil yang besar. Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal. Hasil penelitian Mahesa (2012) menyatakan bahwa kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. ## Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah sebagai berikut: 1) Apakah motivasi berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha? 2) Apakah pengetahuan kewirausahaan berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha? 3) Apakah ekspektasi pendapatan berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha? 4) Apakah kebebasan dalam bekerja berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha ## Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha. 2) Untuk mengetahui pengaruh pengetahuankewirausahaan terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha. 3) Untuk mengetahui pengaruh ekspektasi pendapatan terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha. 4) Untuk mengetahui pengaruh kebebasan dalam bekerja terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha. ## Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1) Bagi Penulis Dapat menambah wawasan dalam hal kewirausahaan dan semakin mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi keinginan seseorang untuk berwirausaha. 2) Bagi Mahasiswa Memberi manfaat untuk memperluas gambaran dalam menulis skripsi serta dapat menjadi referensi pada penelitian dengan topik yang serupa di masa mendatang. 3) Bagi pihak Universitas Dapat menjadikan masukan bagi pihak Universitas untuk mengembangkan kurikulum atau mata kuliah yang lebih baik terutama berhubungan dengan kewirausahaan. ## KAJIAN LITERATUR ## Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Toeri Hirarki Kebutuhan Maslow (1996) dalam (Octavionica, 2016), membagi kebutuhan manusia menjadi 5 yaitu: 1. Kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya. 2. Kebutuhan rasa aman, meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tua pada saaat mereka tidak lagi bekerja. 3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. 4. Kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian, potensi yang dimiliki seseorang. ## Minat Berwirausaha Menurut Rusdiana (2014: 70), motivasi merupakan proses psikologi yang mencerminkan interaksi sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologi timbul akibat faktor dari dalam diri seseorang berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, sedangkan dari luar diri seseorang berbagai faktor lain yang sangat kompleks. Berdasarkan penjelasan di atas, motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu berupa sikap, persepsi dan keputusan guna mencapai tujuan. ## Motivasi Istilah motivasi memiliki akar kata dari bahasa latin movere, yang berarti gerak atau dorongan untuk bergerak. Atau bisa disebut dengan motif yang diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat guna mencapai suatu tujuan. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendoronng keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Handoko, 2013). Selain itu motivasi merupakan keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan tertentu. Dan menurut Greenberg juga mengemukakan motivasi merupakan proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku kearah suatu tujuan. Setiap wirausaha memiliki motivasi meskipun dalam bentuk yang berbeda. Motivasi diartikan sebagai sumber penggerak bagi wirausaha untuk melakukan tindakan agar tujuan dan harapan dapat tercapai. Menurut Rusdiana (2014: 71), mengemukakan motivasi mempunyai tiga fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu: a) Mendorong manusia untuk berbuat, motivasi penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan oleh wirausaha b) Sebagai penentu arah perbuatan. Motivasi memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan. c) Menyeleksi perbuatan yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan. ## Pengetahuan Kewirausahaan Menurut Anggraeni (2015) mengartikan pengetahuan kewirausahaan adalah keseluruhan yang diketahui tentang segala bentuk informasi berupa ingatan dan pemahaman tentang cara berwirausaha sehingga menimbulkan keberanian mengambil resiko dalam merintis, menjalankan, dan mengembangkan usaha. Pendidikan kewirausahaan adalah senjata penghancur pengangguran dan kemiskinan, dan menjadi tangga menuju impian setiap masyarakat untuk mandiri secara finansial, memiliki kemampuan membangun kemakmuran individu, sekaligus ikut membangun kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah mengeluarkan Intruksi Presiden No 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Instruksi ini mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan programprogram kewirausahaan. Banyaknya wirausaha merupakan salah satu penopang perekonomian nasional sehingga harus diupayakan untuk ditingkatkan terus-menerus. Pendidikan kewirausahaan mengajarkan penanaman nilai-nilai kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar peserta didik dapat mandiri. Pendidikan kewirausahaan juga mampu membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi kewirausahaan yang nantinya akan membawa manfaat besar bagi kehidupannya. ## Ekspektasi Pendapatan Ekspektasi pendapatan merupakan harapan untuk memperoleh penghasilan lebih tinggi sehingga dengan ekspektasi pendapatan yang lebih tinggi maka akan semakin meningkat minat berwirausaha pada mahasiswa (Adhitama, 2014). Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang maupun barang. Berwiraswasta dapat memberikan pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang dapat menimbulkan minatnya untuk berwirausaha (Suhartini, 2011). Dalam bisnis, pendapatan adalah jumlah uang yang diterima perusaha-an dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran. Ekspektasi akan pengha-silan yang lebih baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausaha-wan atau tidak. Jika seseorang berharap mendapatkan pendapatan lebih tinggi dengan menjadi wirausahawan, ia akan semakin terdorong menjadi wirausahawan. ## Kebebasan dalam Bekerja Kebebasan dalam bekerja merupakan suatu model kerja dimana orang dapat mengelola pekerjaan dan manajemen perusahaannya sendiri. Orang yang bebas dalam bekerja tidak terikat dengan waktu dan tidak memiliki komitmen dengan atasan (Adi, 2010). Kebebasan dalam bekerja adalah nilai lebih bagi seorang entrepreneur. Pada dasarnya, orang yang mem-punyai jiwa kepemimpinan ataupun orang yang memiliki inisiatif, akan lebih tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan yang membebaskan segala inovasi dan kreativitasnya. Kebebasan dalam bekerja merupakan sebuah model kerja dimana seseorang melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri dan tidak berkomitmen untuk majikan pada jangka panjang tertentu. Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal, atau berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapat untung, untungnya cukup untuk dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian minggu ke depan. ## Hipotesis Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Motivasi merupakan proses psikologis yang mendasar, dan merupakan salah satu unsur yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Octavionica (2016), membuktikan bahwa variabel motivasi berpengaruh positif pada minat mahasiswa untuk berwirausaha. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah: H 1 : Motivasi berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha mahasiswa. ## Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Semakin tinggi pengetahuan kewirausahaan yang dimiliki mahasiswa maka semakin tinggi juga minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha. Penelitian Hendrawan dan Sirine (2017) menyatakan bahwa pengetahuan kewirausaaan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah: H 2 : Pengetahuan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. ## Pengaruh Ekspektasi Pendapatan Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Semakin tinggi harapan seseorang akan pendapatan yang dihasilkan dari berwirausaha maka akan semakin tinggi pula minat seseorang untuk berwirausaha. Penelitian yang dilakukan Adhitama (2014) dan Setiawan (2016) menyatakan bahwa ekspektasi pendapatan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha mahasiswa. Dengan demikian maka hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut: Volume 4, No. 1, Juni 2019 H 3 : Ekspektasi pendapatan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha ## Pengaruh Kebebasan Dalam Bekerja Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Hasil penelitian Mahesa (2012) dan Oktarilis (2012) menyatakan bahwa kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. Oleh karena itu, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut : H 4 : Kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. ## METODE ## Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar. ## Definisi Operasional variabel Variabel Dependen Minat (Y) Menurut Mahesa (2012) minat berwirausaha merupakan kecenderungan hati dalam diri subyek untuk tertarik menciptakan suatu usaha dan kemudian mengorganisir, mengatur, menanggung resiko, dan mengembangkan usaha yang diciptakannya. Indikator yang digunakan yaitu : keinginan, perasaan senang, dan pengalaman (Mu’alimah, 2015). Adapun variabel independen (X) sebagai berikut: ## Varibel Independen Motivasi (X 1 ) Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendoronng keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Handoko, 2013). Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Prihantoro (2015) yaitu: alasan keuangan, alasan sosial, alasan pelayanan, alasan pemenuhan diri. Pada penelitian ini menggunakan skala likert. Responden diminta menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan 5 skala likert, dari sangat tidak setuju (1) sampai dengan sangat setuju (5). ## Pengetahuan Kewirausahaan (X 2 ) Anggraeni (2015) mengartikan pengetahuan kewirausahaan adalah keseluruhan yang diketahui tentang segala bentuk informasi berupa ingatan dan pemahaman tentang cara berwirausaha sehingga menimbulkan keberanian mengambil resiko dalam merintis, menjalankan, dan mengembangkan usaha. Indikator pengetahuan kewirausahaan diadopsi dari penelitian Nasution (2017) yaitu: pengetahuan usaha yang akan dirintis, pengetahuan lingkungan usaha, pengetahuan peran dan tanggung jawab usaha, pengetahuan tentang kemampuan diri, pengetahuan tentang manajemen. Pada penelitian ini menggunakan skala likert. Responden diminta menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan 5 skala likert, dari sangat tidak setuju (1) sampai dengan sangat setuju (5). ## Ekspektasi Pendapatan (X 3 ) Ekspektasi pendapatan merupakan harapan untuk memperoleh penghasilan lebih tinggi sehingga dengan ekspektasi pendapatan yang lebih tinggi maka akan semakin meningkat minat berwirausaha pada mahasiswa (Adhitama, 2014). Adapun indikator yang digunakan diadopsi dari penelitian Setiawan (2016) yaitu, pendapatan yang tinggi dan pendapatan yang tidak terbatas. Pada penelitian ini menggunakan skala likert. Responden diminta menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan 5 skala likert, dari sangat tidak setuju (1) sampai dengan sangat setuju (5). Volume 4, No. 1, Juni 2019 http://journal.undiknas.ac.id/index.php/manajemen Kebebasan Dalam Bekerja (X 5 ) Kebebasan dalam bekerja merupakan suatu model kerja dimana orang dapat mengelola pekerjaan dan manajemen perusahaannya sendiri. Orang yang bebas dalam bekerja tidak terikat dengan waktu dan tidak memiliki komitmen dengan atasan. Kebebasan dalam bekerja diukur dengan indikator yang diadopsi dari penelitian Adi (2010) sebagai berikut : tidak suka diatur, kebebasan pribadi, suka mengambil inisiatif, keras kepala, bersifat intuisi. Pada penelitian ini menggunakan skala likert. Responden diminta menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan 5 skala likert, dari sangat tidak setuju (1) sampai dengan sangat setuju (5). ## Teknik Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi S1 akuntansi angkatan 2015 pada Universitas Mahasaraswati Denpasar yang jumlahnya 545 orang. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh poplasi, tetapi terfokus pada target. Purposive Sampling artinya bahwa pengambilan sampel terbatas pada jenis orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan. Adapun kriteria dari mahasiswa yang akan dijadikan sampel adalah mahasiswa program studi S1 akuntansi angkatan 2015 yang sudah mendapatkan mata kuliah kewirausahaan. Jumlah sampel yang akan diambil ditentukan kembali dengan rumus slovin dengan batas toleransi kesalahan 10%, sehingga sampel yang digunaka sejumlah 85 orang. ## Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner. ## Teknik analisis data Uji Instrumen 1. Uji Validitas Ghozali (2016:52) Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dasar Pengambilan keputusan valid atau tidaknya butir-butir pertanyaan dalam kuesioner adalah apabila total nilai dari pearson correlation untuk masing-masing butir pertanyaan menunjukkan nilai diatas 0,30 maka data dinyatakan valid. 2. Uji Reliabilitas Ghozali (2016:47) Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,7. ## Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan informasi tentang karakteristik variabel penelitian antara lain, nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum. ## Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tiga pengujian sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Jika tidak normal, maka prediksi yang dilakukan dengan model tersebut akan tidak baik, atau dapat memberikan hasil prediksi yang menyimpang (Ghozali, 2016:160-161). Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji kolmogorov-smirnov untuk mengetahui data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Kriteria pengujian normalitas menggunakan probabilitas yang diperoleh dengan level signifikan sebesar 0,05. Apabila nilai probabilitas lebih dari 0.05, maka data telah berdistribusi normal dan sebaliknya apabila nilai probabilitas kurang dari 0.05, maka data tidak terdistribusi normal. 2. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas dugunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi/ketidaksamaan varians antar variabel bebas (Ghozali, 2016:103). Adanya model regresi yang mengalami korelasi antar variabel bebas dapat dilihat dari Tolerance Value lebih dari 0,10 atau sama dengan nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independennya. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi. 3. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2016: 125). Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah Uji Glejser yang mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen (Gujarati dalam Imam Ghozali, 2016: 129). Jika variabel independen secara signifikan mempengaruhi variabel dependen, terdapat indikasi terjadi heteroskedastisitas atau sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari kriteria pengujian jika nilai signifikan dari variabel independen lebih dari 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas, dan jika nilai sigifikansi lebih dari variabel independen kurang dari 0,05 maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.(Ghozali, 2016: 137-138). ## Analisis Regresi Linier Berganda Analisis ini digunakan karena peneliti ingin mengtahui bagaimana variabel terikat dapat diprediksikan melalui variabel bebas secara individual dengan kata lain untuk melihat pengaruh varabel bebas terhadap variabel terikat (Sugiyono, 2017:207). Persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut : MB =α+β 1 MO+ β 2 PK+β 3 EP+β 4 KB+e………………………………………………………….(1) Keterangan : MB : Minat Berwirausaha. Α : Konstanta βi : Koefisien Regresi Variabel Xi MO : Motivasi PK : Pengetahuan Kewirausahaan EP : Ekspektasi Pendapatan KB : Kebebasan Dalam Bekerja e : Error ## Uji Kelayakan Model 1. Analisis Koefisien Determinasi ( Adjusted R 2 ) Menurut Ghozali (2016:95) koefisien determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai adjusted R 2 yang kecil atau mendekati nol berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel-variabel terikat sangat terbatas. Semakin tinggi nilai adjusted R 2 maka semakin tinggi variabel bebas dapat menjelaskan variasi variabel terikat. 2. Uji F Uji F bertujuan untuk menunjukan apakah semua variabel bebas yang dimakasudkan pada model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (terikat). Dasar pengambilan keputusan yang digunakan uji F yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai signifikansi  0,05 maka dapat dikatakan terdapat model Fit dengan data. Namun, jika nilai probabilitas > 0,05 maka model tidak Fit dengan data (Ghozali 2016:96) 3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Uji t bertujuan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variabel-variabel independen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi level 0,05 (α-5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria : a) Jika nilai Sig > 0,05 ini berarti variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Jika nilai Sig  0,05 ini berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016:97). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Uji instrumen 1. Uji Validitas Tabel 1 Uji Validitas Variabel Item Pernyataan Nilai Pearson Correlation Keputusan Motivasi (X 1 ) MT.1 0,414 Valid MT.2 0,713 Valid MT.3 0,749 Valid MT.4 0,574 Valid MT.5 0,543 Valid MT.6 0,558 Valid MT.7 0,726 Valid MT.8 0,771 Valid MT.9 0,540 Valid Pengetahuan Kewirausahaan (X 2 ) PK.1 0,679 Valid PK.2 0,553 Valid PK.3 0,671 Valid PK.4 0,530 Valid PK.5 0,763 Valid PK.6 0,792 Valid PK.7 0,733 Valid Ekspektasi Pendapatan (X 3 ) EP.1 0,670 Valid EP.2 0,705 Valid EP.3 0,751 Valid EP.4 0,753 Valid EP.5 0,795 Valid Kebebasan dalam bekerja (X 4 ) KB.1 0,701 Valid KB.2 0,602 Valid KB.3 0,675 Valid KB.4 0,675 Valid KB.5 0,725 Valid Minat (Y) MW.1 0,808 Valid MW.2 0,478 Valid MW.3 0,582 Valid MW.4 0,696 Valid MW.5 0,791 Valid Berdasarkan Tabel 1 diatas terlihat semua item pertanyaan memiliki nilai pearson correlation diatas 0,30, maka semua item pernyataan pada kuesioner dinyatakan valid untuk digunakan. ## 2. Uji Reliabilitas Tabel 2 Uji Reliabilitas Variabel Nilai Cronbach Alpha Keputusan Motivasi (X 1 ) 0,794 Reliabel Pengetahuan Kewirausahaan (X 2 ) 0,805 Reliabel Ekspektasi Pendapatan (X 3 ) 0,786 Reliabel Kebebasan dalam Bekerja (X 4 ) 0,703 Reliabel Minat Berwirausaha (Y) 0,702 Reliabel Berdasarkan Tabel 2 diatas terlihat semua variabel memiliki nilai Cronbach Alpha diatas 0,70, maka semua item pernyataan pada kuesioner dinyatakan reliabel untuk digunakan. ## Uji Statistik Deskriptif Tabel 3 Uji Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation X1 85 33.00 44.00 39.0000 2.76457 X2 85 23.00 35.00 29.6706 2.29071 X3 85 18.00 25.00 22.5176 1.82321 X4 85 17.00 25.00 20.7176 1.51667 Y 85 18.00 23.00 20.5529 1.39306 Valid N (listwise) 85 Berdasarkan Tabel 3 diatas diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Variabel Y yaitu minat mahasiswa menjadi wirausaha adalah 18,00 dan nilai maksimumnya adalah 23.00. 2) Untuk variabel X 1 yaitu motivasi nilai minimumnya adalah 33,00 dan nilai maksimumnya adalah 44,00. 3) Untuk variabel X 2 yaitu pengetahuan kewirausahaan nilai minimumnya adalah 23,00 dan nilai maksimumnya adalah 35,00. 4) Untuk variabel X 3 yaitu ekspektasi pendapatan nilai minimumnya adalah 18,00 dan nilai maksimumnya adalah 25,00. 5) Untuk variabel X 5 yaitu kebebasan dalam bekerja nilai minimumnya adalah 17,00 dan nilai maksimumnya adalah 25,00. ## Hasil uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Tabel 4 Uji Normalitas Unstandard ized Residual N 85 Normal Parameters a,b Mean .0000000 Std. Deviation 1.0382037 4 Most Extreme Differences Absolute .093 Positive .093 Volume 4, No. 1, Juni 2019 Negative -.067 Test Statistic .093 Asymp. Sig. (2-tailed) .068 c Berdasarkan hasl pengolahan data diperoleh besarnya nilai signifikansi pada 0,068 lebih besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal. ## 2. Uji Heteroskedastisitas Tabel 5 Uji Heteroskedastisitas Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1.943 1.368 1.421 .159 X1 -.029 .036 -.116 -.794 .429 X2 -.040 .045 -.135 -.906 .368 X3 .077 .046 .206 1.702 .093 X4 -.029 .058 -.063 -.498 .620 a. Dependent Variable: ABS_RES Berdasarkan Tabel 5 diatas menunjukkan nilai signifikansi semua variabel bebas lebih dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. ## 3. Uji Multikolinieritas Tabel 6 ## Uji Multikolinearitas Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) X1 .546 1.830 X2 .527 1.899 X3 .795 1.257 X4 .717 1.396 Tabel 6 diatas menunjukkan nilai Tolerance Value lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas. Analisis Regresi Linier Berganda Tabel 7 Analisis Regresi Berganda Model Unstandardized Coefficients t Sig. B Std. Error 1 (Constant) 5.420 2.146 2.526 .014 MT .131 .057 2.303 .024 PK .206 .070 2.949 .004 EP -.003 .071 -.038 .970 KB .192 .090 2.126 .037 Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 7 diatas maka diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: e KB LK PK MT MW + + − + + = 192 , 0 003 , 0 206 , 0 131 , 0 420 , 5 ……………………………(1) Keterangan : MW :Minat Berwirausaha MT : Motivasi PK : Pengetahuan Kewirausahaan EP : Ekspektasi Pendapatan KB : Kebebasan Dalam Bekerja  : Konstanta 4 3 2 1 , , ,     : Koefisien Regresi e : eror Interpretasinya adalah sebagai berikut: 1. Konstanta Nilai konstanta sebesar 5,420 artinya jika nilai variabel motivasi, pengetahuan kewirausahaan, ekspektasi pendapatan, dan kebebasan dalam bekerja sama dengan nol, maka nilai minat menjadi wirausaha sebesar 5,420. 2. Koefisien 131 , 0 1 =  menunjukkan jika motivasi (MT) mengalami peningkatan sebesar satu satuan, maka akan terjadi peningkatan minat menjadi wirausaha (MW) sebesar 0,131 dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. 3. Koefisien 206 , 0 2 =  menunjukkan jika pengetahuan kewirausahaan (PK) mengalami peningkatan sebesar satu satuan, maka akan terjadi peningkatan minat menjadi wirausaha (MW) sebesar 0,206 dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. 4. Koefisien 0,192 4 =  menunjukkan jika kebebasan dalam bekerja (KB) mengalami peningkatan sebesar satu satuan, maka akan terjadi peningkatan minat menjadi wirausaha (MW) sebesar 0,190 dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. ## Uji Kelayakan Model 1. Uji Koefisien Determinasi Tabel 8 Uji Koefisien Determinasi Mod el R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .667 a .445 .417 1.06384 a. Predictors: (Constant), X4, X3, X1, X2 Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa adjusted R square yang diperoleh sebesar 0,417 atau sebesar 41,7%. Hal ini berarti variasi dari naik turunnya minat menjadi wirausaha mampu dijelaskan sebesar 41,7 % oleh motivasi, pengetahuan kewirausahaan, ekspektasi pendapatan, dan kebebasan dalam bekerja. Sedangkan sisanya sebesar 58,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model. ## 2. Uji F Tabel 9 Uji F Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regressi on 72.471 4 18.118 16.008 .000 b Residual 90.541 80 1.132 Total 163.012 84 a. Dependent Variable: Y b. Predictors: (Constant), X4, X3, X1, X2 Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016: 96). Hasil uji dapat dilihat pada lampiran 2, bahwa F statistiknya dapat dilihat pada nilai signifikansinya yaitu 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi, pengetahuan kewirausahaan, ekspektasi pendapatan, dan kebebasan dalam bekerja, secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat menjadi wirausaha, yang artinya model regresi dalam penelitian ini layak dipakai untuk analisis selanjutnya. ## 3. Uji t Tabel 10 Uji t Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s t Sig. B Std. Error Beta 1 (Consta nt) 5.420 2.146 2.526 .014 X1 .131 .057 .260 2.303 .024 X2 .206 .070 .339 2.949 .004 X3 -.003 .071 -.004 -.038 .970 X4 .192 .090 .209 2.126 .037 a. Dependent Variable: Y Berdasarkan Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa: a) Variabel motivasi berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha karena nilai signifikansinya sebesar 0,024 yang lebih kecil dari 0,05. b) Variabel pengetahuan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha karena nilai signifikansinya sebesar 0,004 yang lebih kecil dari 0,05. c) Variabel Ekspektasi pendapatan tidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha karena nilai signifikansinya sebesar 0,970 yang lebih besar dari 0,05. d) Variabel kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha karena nilai signifikansinya sebesar 0,037 yang lebih kecil dari 0,05. ## Pembahasan Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Variabel insentif (X1) menunjukkan nilai beta sebesar 0,131 dengan nilai signifikansi 0,024. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, maka H 1 diterima yang berarti semakin banyak motivasi seseorang untuk berwirausaha maka minat untuk berwirausaha juga akan semakin tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Octavionica (2016) yang menyatakan motivasi berpengaruh positif terhadap minat menjadi wirausaha. ## Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Variabel pengetahuan kewirausahaan (X2) menunjukkan nilai beta sebesar 0,206 dengan nilai signifikansi 0,004. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, maka H 2 diterima yang berarti semakin tinggi pengetahuan kewirausahaan seseorang maka minat menjadi wirausaha akan semakin tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hendrawan dan Sirine (2017) yang menyatakan pengetahuan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap minat menjadi wirausaha. ## Pengaruh Ekspektasi Pendapatan Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Variabel ekspektasi pendapatan (X3) menunjukkan nilai beta sebesar -0,003 dengan nilai signifikansi 0,97. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, maka H 3 ditolak yang berarti tidak ada pengaruh variabel ekspektasi pendapatan terhadap minat mahasiswa akuntansi menjadi wirausaha. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Adhitama (2014) dan Setiawan (2016) yang menyatakan ekspektasi pendapatan berpengaruh positif terhadap minat menjadi wirausaha. ## Pengaruh Kebebasan Dalam Bekerja Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha Variabel kebebasan dalam bekerja (X4) menunjukkan nilai beta sebesar 0,192 dengan nilai signifikansi 0,037. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, maka H 4 diterima yang berarti semakin bebas seseorang dalam mengatur waktunya dalam bekerja maka akan meningkatkan minat menjadi wirausaha. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mahesa (2012) dan Oktarilis (2012) yang menyatakan kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat menjadi wirausaha. ## SIMPULAN ## Simpulan 1. Variabel motivasi berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha, yang berarti semakin tinggi motivasi yang dimiliki maka akan semakin meningkatkan minat mahaiswa untuk menjadi wirausaha. 2. Variabel pengetahuan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha, yang berarti semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa tentang kewirausahaan maka semakin tinggi minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha. 3. Variabel ekspektasi pendapatan tidak berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha. 4. Variabel kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa menjadi wirausaha. ## Saran Penelitian ini tidaklah terlepas dari keterbatasan, hal ini diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian selanjutnya. Adapun saran yang dapat diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya yaitu : 1. Penelitian ini dilakukan hanya pada Universitas Mahasaraswati Denpasar. Untuk selanjutnya diharapkan agar meneliti dengan jangkauan responden yang lebih luas lagi misalnya di perguruan tinggi di seluruh Bali baik swasta maupun negeri dengan program Diploma dan Sarjana. 2. Untuk penelitianselanjutnya agar dapat menambah variabel bebas yang diduga dapat mempengaruhi variabel minat berwirausaha seperti lingkungan sosial, inovatif dan kreatifitas. ## REFERENSI Adhitama, Paulus Patria, and Fitrie AriantiI. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha (Studi kasus mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP, Semarang) . Diss. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Anggraeni, B., & Harnanik, H. 2015. Pengaruh pengetahuan kewirausahaan dan lingkungan keluarga terhadap minat berwirausaha siswa kelas xi smk islam nusantara comal kabupaten pemalang. Dinamika Pendidikan , 10 (1), 42-52. Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate . Semarang : Universitas Diponegoro. Handoko, T. Hani. 2013. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia . Yogyakarta : BPFE Hendrawan, J. S., & Sirine, H. 2017. Pengaruh Sikap Mandiri, Motivasi, Pengetahuan Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha (Studi Kasus pada Mahasiswa FEB UKSW Konsentrasi Kewirausahaan). AJIE-Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship , 2 (03), 291-314. Kao, Raymond Russel M. Knight. 1987. Entrepreneurship and New Venture Management. Prentice-Hall Canada. Scarborough, Ontario. Mahesa, A. D., & Rahardja, E. 2012. Analisis faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi minat berwirausaha. Diponegoro Journal of management , 1 (4), 130-137. Mualimah, U. 2015. Analisis pengaruh faktor motivasi, lingkungan dan pengetahuan terhadap minat wirausaha mahasiswa (studi kasus pada koperasi mahasiswa stain salatiga tahun 2014) (Doctoral dissertation, IAIN Salatiga). Nasution, A. 2017. Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan Kreativitas Kewirausahaaan terhadap Minat Berwirausaha pada Mahasiswa S1 Manajemen Ekstensi 2014-2015 Universitas Sumatera Utara. Oktarilis, N. S. 2012. Pengaruh Faktor-faktor yang dapat memotivasi mahasiswa berkeinginan wirausaha. Jurnal Ekonomi Manajemen. Universitas Gunadarma . Octavionica. 2016. Pengaruh Motivasi Berwirausaha, Lingkungan Internal, dan Lingkungan Eksternal Terhadap Minat berwirausaha . Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Prihantoro, W. S. G., & Hadi, S. 2016. Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Motivasi Berwirausaha dan Lingkungan Keluarga Terhadap Sikap Mental Kewirausahaan. Economic Education Analysis Journal , 5 (2), 705-705. Puspita. 2017. Pengaruh Ekspektasi Pendapatan, Motivasi, Pendidikan Kewirausahaan, dan Norma Subyektif Terhadap Minat Berwirausaha (studi Kasus Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Angkatan 2013-2014). Jurnal Profita: Kajian Ilmu Akuntansi , 5 (7). H.A. Rusdiana. 2014. Kewirausahaan Teori dan Praktik. Bandung: CV PUSTAKA SETIA. Sari. 2018. Pengaruh Ekspektasi Pendapatan, Lingkungan Keluarga, Self –Efficacy, Motivasi, dan Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Minat Merwirausaha (Studi kasus pada mahasiswa akuntansi Universitas Mahasaraswati Denpasar). Skripsi. Program Studi Akuntansi Universitas Mahasaraswati Denpasar Setiawan, Deden. 2016. Pengaruh Ekspektasi Pendapatan, Lingkungan Keluarga, dan Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausha . (Studi Kasus pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta). Diss. Fakultas Ekonomi , 2016. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D .Bandung : Alfabeta. BPS. 2019. Publikasi. https://bali.bps.go.id/publication.html. (Diunduh: 2 Maret 2019). Suhartini, Y. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa dalam Berwiraswasta. Jurnal Akmenika UPY , 7, 38-59.
b257e9c3-d36e-450c-8b86-2419a6556890
https://ejournal.kompetif.com/index.php/diklatreview/article/download/515/415
Pada aera persaingan yang sangat ketat yang terjadi saat ini, setiap perusahaan dituntut untuk selalu dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia agar dapat bertahan dan memenuhi permintaan konsumen. Pada beberapa dekade terakhir, telah terjadi pergeseran paradigma dalam pendekatan manajemen yang diikuti oleh organisasi (Sondhi, 2018). Sebelumnya fokus pada fungsi seperti perencanaan, pengorganisasian, staf, koordinasi kemudian pindah ke kehadiran, gaji, perekrutan, dan lain lain. Artinya perusahaan harus bisa mengelola karyawan yang ada dalam organisasi agar tetap mempertahankan daya saing yang terjadi. Sumber daya manusia secara langsung berhubungan dengan kinerja keseluruhan organisasi (Stockley, 2017), sehingga menjadi hal yang penting bagi organisasi untuk melakukan pelatihan dan pengembangan yang diberikan kepada sumber daya manusia yang ada karena sumber daya manusia merupakan aset penting bagi organisasi. Maka hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan aspek penting bagi perusahaan, karena setiap kegiatan yang dilakukan di perusahaan dibawah kendali manusia. Perusahaan perlu melakukan pengelolaan sumber daya manusia yang ada karena dengan kualitas sumber daya manusia yang baik maka akan membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Menurut (Gita dan Yuniawan, 2016) sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan menghasilkan kinerja yang diharapkan sesuai ekspektasi perusahaan, maka akan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Terdapat ## Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja pada PT. Sinde Multi Kemasindo MUFTI KUSUMA FIRDAUS 1 , ARY FERDIAN 2 1,2 Universitas Telkom Jl. Telekomunikasi Jl. Terusan Buah Batu, Sukapura, Kec. Dayeuhkolot, Bandung, Jawa Barat 40257, Telp (022) 7565930 E-mail: 1 [email protected], 2 [email protected] Abstract : In the era of very strict competition that is happening today, every company is required to always be able to improve and develop the quality of human resources in order to survive and achieve the objectives of the company. As PT. Sinde Multi Kemasindo is engaged in the field of plastic packaging that produces prefom, bottle 200ml and cap screw makes human resources an important aspect in the company. The methods used in this research are quantitative methods with descriptive analytical techniques, multiple linear analyses, hypothesis testing, and coefficient of determination. Data collection method is done by spreading the questionnaire using sample technique with the number of respondents as many as 84 respondents in PT. Sinde Multi Kemasindo. The questionnaire used in this study was as many as 27 statements. Data processing in this study was conducted using IBM SPSS statistic 24 software. Based on the results of the data processing conducted, it is known that the level of transformational leadership, job satisfaction, and employee performance in PT. Sinde Multi Kemasindo, belong to the high category. The results of the regression test showed that the variables of the Transformational leadership style and job satisfaction have significant effect on the employees performance at PT. Sinde Multi Kemasindo. The result of the coefficient of influence of transformational leadership style and job satisfaction of the employee's performance is 75.7% and the rest is influenced by other variables. PT. Sinde Multi Kemasindo needs to improve and maintain the level of transformational leadership and employee satisfaction, thereby delivering performance at special category positions. Keywords: Transformational leadership style, job satisfaction and performance 144 banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan di perusahaan, diantaranya adalah motivasi karyawan, pengembangan karyawan, lingkungan kerja, sistem penghargaan karyawan, kepuasan karyawan, perilaku karyawan, dan gaya kepemimpinan (Setyawan, 2018), faktor individu, faktor organisasi, dan faktor manajemen (Devita, 2017), stress kerja, motivasi, dan variabel kominikasi (Muda et al , 2014). Penelitian- penelitian tersebut menunjukkan bahwa kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini lebih fokus kepada gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan diperusahaan. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan sifat atau sikap yang dimiliki oleh pemimpin dalam mengarahkan bawahannya, seperti yang dijelaskan Fermi (2018) gaya kepemimpinan transformasional seorang pemimpin dalam suatu perusahaan baik, maka kinerja bawahan akan baik, dan apabila gaya kepemimpinan transformasional seorang pemimpin kurang baik, maka kinerja karaywan akan menurun. Pada dasarnya setiap manusia memiliki rasa kepuasan yang berbeda-beda setiap individu. Ketika karyawan mendapatkan kepuasan yang diinginkan maka, akan meningkatkan kinerjanya. Sepeti yang dijelaskan Fitrianto (2016) bahwa dengan kepuasan kerja yang ada akan memberikan dorongan kepada karyawan untuk belajar lebih banyak dari yang sebelumnya dan meningkatkan kinerja karyawan. Dengan perusahaan memperhatikan kepuasan karyawan dalam pekerjaannya maka akan meningkatkan kinerja karyawan setiap individu (Octaviannand et al , 2017). Industri minuman jamu menjadi salah satu peluang usaha yang selalu berkembang dikarenakan keuntungan yang diperoleh dari industri ini menjanjikan. Perusahaan yang menjadi objek pada penelitian ini adalah PT sinde Multi Kemasindo, perusahaan yang bergerak di bidang produksi botol plastik yang menjadi anak perusahaan PT Sinde Budi Sentosa. Persaingan yang ketat dalam industri minuman jamu menjadikan perusahaan dituntut untuk memiliki hasil dengan kualitas dan pelayanan yang baik. Kinerja karyawan merupakan hal penting dalam perusahaan, karena keberhasilan dan efisiensi suatu perusahaan sangat tergantung pada kinerja karyawan di perusahaan tersebut. Karena itu, karyawan pada perusahaan memiliki peran penting dalam keberhasilan suatu perusahaan. Melihat dari kondisi ini perusahaan harus bisa mengelola dan mempertahankan kinerja karyawan dengan baik, sehingga pencapaian yang diinginkan oleh perusahaan dapat tercapai. PT. Sinde Multi Kemasindo menggunakan konversi nilai prestasi (NP) yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Berikut merupakan konversi nilai prestasi di PT. Sinde Multi Kemasindo Tabel 1 Konversi Nilai Prestasi (NP) PT. Sinde Multi Kemasindo Nilai Gradasi Keterangan BS 461 - 500 Istimewa B+ 426 - 460 Baik Sekali B 374 - 425 Baik C+ 310 - 373 Cukup Baik C 247 - 309 Cukup K 146 - 246 Kurang Sumber : Data Internal PT. Sinde Multi Kemasindo Berikut penilaian kinerja karyawan PT. Sinde Multi Kemasindo dari tahun 2016-2018. Grafik 1 Presentase Kinerja Karyawan di PT. Sinde Multi Kemasindo ## Sumber : Data internal PT. Sinde Multi Kemasindo Data pada grafik 1 di ambil dari nilai prestasi (NP) pertahun dari 106 karyawan yang ada di PT. Sinde Multi Kemasindo. Dapat disimpulkan berdasarkan data kinerja karyawan yang didapat dari internal PT. Sinde Multi Kemasindo mendapatkan hasil kinerja karyawan yang ada baik namun belum maksimal, dapat dilihat dari data di atas dari tahun 2016, 2017 dan 2018 tingkat kinerja karyawan mengalami naik turun atau flutuatif. Di tahun 2016 kinerja karyawan bisa di katakan baik, karena nilai yang paling mendominasi adalah nilai B sebanyak 86.66%. Seperti halnya pada tahun 2017 nilai yang paling mendominasi yaitu nilai B naik menjadi 93.33% mengalami kenaikan sebesar 6.67% dari tahun yang sebelumnya. Kemudian pada tahun 2018 kinerja karyawan yang mendapatkan nilai B mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 90%. Terlihat belum optimal dan tidak adanya yang masuk kategori baik sekali apalagi istimewa. PT. Sinde Multi Kemasindo selaku anak perusahaan yang bergerdak dibidang industri minuman jamu memiliki kinerja yang tinggi perlu memiliki pemimpin gaya kepemimpinan transformasional yang tinggi untuk mempertahankan semangat dan kinerja karyawan. preliminary study dilakukan dengan menyebarkan pernyataan kepada 15 karyawan PT. Sinde Multi Kemasindo secara acak. Berikut merupakan hasil preliminary study gaya kepemimpinan transformasional. Tabel 2 Preliminary study gaya kempemimpinan transformasional Dimensi SS S CS TS STS Presentase Pengaruh Ideal 1 2 12 65,33% Pertimbangan Individu 1 10 4 56% Motivasi Inspriasional 1 8 6 53,33% Stimulasi Intelektual 1 5 7 2 66,66% Jumlah 60,33% Sumber : Hasil data yang telah diolah penulis, 2020 Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pada karyawan di PT. Sinde Multi Kemasindo, gaya kepemimpinan transformasional di PT. Sinde Multi Kemasindo tergolong cukup baik dengan presentase 60,33%. Namun hal ini masih menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional di PT. Sinde Multi Kemasindo belum optimal. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kepuasan kerja yang ada di PT. Sinde Multi Kemasindo maka dilakukan preliminary study kepada 15 karyawan PT. Sinde Multi Kemasindo secara acak untuk mengetahui kepuasan kerja karyawan. Berikut merupakan tabel hasil preliminary study kepuasan kerja. Tabel 3 Preliminary Study Kepuasan Kerja di PT. Sinde Multi Kemasindo Dimensi SS S CS TS STS Presentase Upah 2 7 5 1 72.00% Pekerjaan 6 8 1 65% Kesempatan promosi 1 11 2 1 52% Penyelia 8 6 1 68.00% Rekan sekerja 7 6 2 67% Jumlah 64.80% Sumber : Hasil data yang telah diolah penulis, 2019 Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pada karyawan di PT. Sinde Multi Kemasindo, kepuasan kerja di PT. Sinde Multi Kemasindo tergolong cukup baik dengan presentase 64.80%. Namun hal ini masih menunjukkan tingkat kepuasan kerja di PT. Sinde Multi Kemasindo belum optimal. Berdasarkan penjabaran tersebut, penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap kinerja PT. Sinde Multi Kemasindo. Sumber daya manusia merupakan asset yang sangat penting bagi suatu organisasi, sehingga manajemen sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan agar dapat bekerja secara optimal. Ganyang (2018:3) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, penempatan, dan pengendalian terhadap individu ataupun kelompok dan semua pihak yang ada dalam perusahaan untuk mencapai tujuan bersama. Robbins dan Judge (2019:261) menerangkan bahwa pemimpin yang transformasional dapat menginspirasi para pengikutnya untuk melampaui kepentingan diri sendiri mereka demi keuntungan organisasi. Selanjutnya menurut Northouse (2013:175) kepemimpinan transformasional 146 adalah proses untuk merubah orang-orang. Hal ini berkaitan tentang etika, standar, emosi, nilai dan tujuan yang ditetapkan dalam jangka panjang. Hal ini bertujuan untuk memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Soegiarto (2016) terdapat empat alat ukur yang digunakan untuk mengukur kepemimpinan transformasional yaitu pengaruh ideal, pertimbangan individual, motivasi inspirasional, dan stimulasi intelektual. Priansa (2017:27) setiap individu karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Tinggi rendahnya kepuasan kerja seorang karyawan maka dapat mempengaruhi tingkat kinerja seorang karyawan dalam organisasi. Mulyadi (2015:39) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat diartikan sebagai kepuasan individu karyawan terhadap pekerjaannya. Menurut Luthans (2006:243) ada lima alat ukur yang dapat mengukur kepuasan kerja suatu pekerjaan suatu karyawan yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan, dan rekan kerja. Dessler (2015:331) menjelaskan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kinerja setiap individu atau tim karyawan sudah sejauh mana karyawan telah mencapai sasaran dari organisasi yang diberikan. Selanjutnya menurut Mangkunegara (2017:67) kinerja adalah hasil pencapaian yang didapat oleh karyawan terhadap kualitas dan kuantitas yang dilakukannya dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Menurut Edison et al (2017:193) terdapat beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur suatu pekerjaan yaitu target, kualitas, waktu penyelesaian, dan taat asas. Penelitian ini menggunakan hasil pemikiran Soegiarto tentang gaya kepemimpinan transformasional (2016) yang menerangkan bahwa terdapat empat dimensi gaya kepemimpinan transformsional yaitu pengaruh ideal, pertimbangan individu, motivasi inspirasional, dan stimulasi intelektual. Selanjutnya Luthans (2006:243) mengembangkan lima dimensi kepuasan kerja yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan, dan rekan kerja. Kemudian Edison et al (2017:193) menjelaskan terdapat empat dimensi kinerja karyawan yaitu target, kualitas,waktu, dan taat asas. ## Gambar 1 Kerangka Pemikiran Sumber: Data diolah oleh penulis, 2019 ## METODE Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tipe peneyelidikan kausal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaiabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan adalah gaya kepemimpinan transformasional (X 1 ) dan kepuasan kerja (X 2 ). Variabel terikat yang digunakan adalah kinerja karyawan (Y). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Sinde Multi Kemasindo yang berjumlah 106 orang, sedangkan sampel yang diugunakan dalam penelitian ini berjumlah 84 orang. Dalam penelitian ini tidak memanipulasi data (intevensi). Setting penelitian ini adalah non-contived setting, yang artinya penelitian dilakukan dalam lingkungan normal, yang biasanya terjadi atau disebut juga alamiah (Indrawati, 2015:118). Menurut Indrawati (2015:118) desain penelitian berdasarkan waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu cross section, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dalam satu periode, kemudian data itu diolah dan dianalisis. Skala pengukuran dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan lima skala pilihan, yaitu sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara serta tanggapan yang diberikan oleh responden pada kuesioner yang terlah diberikan ke Sebagian karyawan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa, artikel internet, jurnal penelitian, dan buku referensi. ## HASIL Tabel 3 hasil analisis deskriptif Variabel Presentase Kategori Gaya Kepemimpinan Transformasional 72,5% Baik Kepuasan Kerja 72,0% Baik Kinerja Karyawan 73.0% Baik Sumber : Hasil oleh penulis, 2020 Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan transformasional berada pada kategori baik dengan presentase sebesar 72,5%, tingkat kepuasan kerja berada pada kategori baik dengan presentase sebesar 72%, dan kinerja karyawan berada pada kategori baik dengan presentase sebesar 73%. Tabel 4 Hasil Regresi Linier Berganda ## Sumber : Hasil olahan penulis, 2020 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui melalui regresi linier berganda menghasilkan nilai konstanta sebesar 0,330, nilai koefisien gaya kepemimpinan transformasional sebesar 0,634, dan nilai koefisien kepuasan kerja sebesar 0,270. Sehingga didapatkan persamaan regresi Y = 0,330 + 0,634X 1 + 0,270X 2. ## PEMBAHASAN ## Tabel 5 Hasil Uji t ## Sumber : Hasil olahan penulis, 2020 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui nilai t hitung untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional (X1) adalah sebesar 10,056 > 1,990, sehingga t hitung > t tabel. Artinya H01 ditolak dan Ha1 diterima, maka terdapat pengaruh signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan. Begitu pula dengan t hitung kepuasan kerja dengan t hitung sebesar 6,963 > 1,990, sehingga t hitung > t tabel. Artinya H 02 ditolak dan Ha 2 diterima, maka terdapat pengaruh signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Tabel 6 Hasil Uji F Sumber : Hasil olahan penulis, 2020 Berdasarkan hasil perhitungan F hitung diperoleh sebesar 125,915 dengan nilai F tabel sebesar 3,109. Kriteria pengujiannya adalah “tolak Ho jika F hitung > F tabel ”. Karena dari hasil pengujiam diperoleh nilai F hitung = 125,915 > F tabel = 3,109, maka pada α = 5% diputuskan untuk menolah H 03 sehingga h a3 diterima. Jadi berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Tabel 7 Hasil Koefisien Determinasi Sumber : Hasil olahan penulis, 2020 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai korelasi (R) adalah sebesar 0,870 kemudian nilai nilai koefisien determinasi (R 2 ) diperoleh nilai sebesar 0,757. Artinya ada pengaruh antara gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 75,7% sedangkan sisanya 24,3% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. ## SIMPULAN Tingkat gaya kepemimpinan transformasional di PT. Sinde Multi Kemasindo berada pada kategori baik 148 dengan presentase 72,5%. Artinya, pimpinan PT. Sinde Multi Kemasindo sudah memberikan sifat dan sikap yang baik dan memberikan rasa nyaman kepada karyawannya sehingga karyawan merasa senang dalam bekerja dan dapat membantu perusahaan dalam mencapai target yang diinginkan perusahaan. Tingkat kepuasan kerja di PT. Sinde Multi Kemasindo berada pada kategori baik dengan presentase 72%. Artinya, karyawan PT. Sinde Multi Kemasindo merasa puas dengan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan serta rekan kerja yang saling membantu menimbulkan perasaan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya saat ini. Tingkat kinerja karyawan di PT. Sinde Multi Kemasindo berada pada kategori baik dengan presentase 73%. Artinya, karyawan sudah melakukan pekerjaannya dengan baik dan selalu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan mencapai target serta menghasilkan pekerjaan yang berkualitas bagi pelanggannya. Gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Sinde Multi Kemasindo adalah sebesar 75,7%, sedangkan sisanya sebesar 24,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. ## DAFTAR RUJUKAN Dessler, G. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia (14th ed). Jakarta: Salemba Empat. Devita, M. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Di Restaurant Alpha Hotel Pekanbaru. JOM FISIP , Vol. 4 No. 2, 1 - 15. Edison, E., Anwar, Y., & Komariyah, I. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia . Bandung: Alfabeta. Fermi, E. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Disiplin Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru. Jurnal Pembangunan Nagari , Vol. 3, No. 2, 39 - 50. Fitrianto, I. (2016). Pengaruh Motivasi, Disiplin, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bumi Rama Nusantara. Jurnal Mirai Management , Vol. 1, No. 1. Ganyang, M. T. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan 1). Bogor: Penerbit IN Media. Gita, R., & Yuniawan, A. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi Kerja, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT BPR Arta Utama Pekalongan). Jurnal Studi Manajemen & Organisasi , 161 - 170. Indrawati. (2015). Metode Penelitian Manajemen dan Bisnis Konvergensi Teknologi Komunikasi dan Informasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi (10th ed). Yogyakarta: Andi. Mangkunegara, A. P. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Cetakan 14). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muda, I., Rafiki, A., & Harahap, M. R. (2014). Factors Influencing Employees’ Performance: A Study on the Islamic Banks in Indonesia . International Journal of Business and Social Science , Vol. 5, No. 2, 73 - 80. 149 Mulyadi, D. (2015). Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan. Bandung: Alfabeta. Northouse, P. G. (2013). Kepemimpinan (6th ed). Jakarta Barat: PT. Indeks. Octaviannand, R., Pandjaitan, N. K., & Kuswanto, S. (2017). Effect of Job Satisfaction and Motivation towards Employee's Performance in XYZ Shipping Company. Journal of Education and Practice , Vol.8, No.8, 72-79. Priansa, D. J. (2017). Perilaku Organisasi Bisnis. Bandung: Alfabeta. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2019). Perilaku Organisasi (16th ed). Jakarta Selatan: Salemba Empat. Setyawan, A. (2018). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan ( Studi Kasus Pada Tiga Perusahaan Fabrikasi Lepas Pantai Di Batam Dan Karimun). Journal of Accounting & Management Innovation , Vol. 2, No. 1, 67 - 89. Soegiarto, M. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. Norton Surabaya. AGORA, Vol. 4, No. 2. 320-327. Sondhi, P. (2018). Growing Importance and Evolution of the Role of HR Over the Years : Entrepreneur [online]. www.entrepreneur.com/article/3068 92 [12 November 2019] Stockley, D. (2017) Human resource issues need constant attention : Derek Stockley [online] http://www.derekstockley.com.au/a- hr-issues [12 November 2019]
b33d96e4-56cb-4a3c-8239-b76873cea038
https://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN/article/download/274/277
Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN ## GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN JANIN PADA MASA KEHAMILAN DI KLINIK CAHAYA MEDAN Christina Magdalena T. Bolon Dosen Prodi S1 Keperawatan, STIKes Imelda, Jalan Bilal Nomor 52 Medan Email: [email protected] ## ABSTRAK Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim seorang wanita (Waryana, 2010). Pada tahun 2011 WHO memperkirakan bahwa ada 500.000 kematian ibu melahirkan diseluruh dunia setiap tahunnya. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Gambaran Pengertahuan Ibu Tentang Perkembangan Janin Pada Masa Kehamilan DiKlinik Cahaya Medan.JenisPenelitianinimenggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan tehnik Non Probaliti Sampling. Populasi dalampenelitian iniadalah 34 orang ibu hamil di Klinik Cahaya Medan.Sampel dalam penelitian adalah 25 orang ibu hamil. Pada penelitian ini menggunakan data primer dengan membagikan kuesioner untuk pengumpulan data.Karateristik Responden yang diteliti adalah umur, pendidikan, sumber informasi, pekerjaan.Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa umur ibu hamil mayoritas sebanyak 12 orang (48%), sumber informasi yang di peroleh dari ibu hamil mayoritas menggunakan tenaga kesehatan sebanyak 12 orang (48%)pengetahuan ibu hamil tentang perkembangan janin pada masa kehamilan mayoritas cukup yaitu sebanyak orang 12 (48%) dan pendidikan ibu hamil mayoritas SMA sebanyak 13 orang (52%).Dari hasil penelitian ini Gambaran pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di Klinik Cahaya Medan. Dari hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di Klinik Cahaya Medan berdasarkan pengetahuan ibu mayoritas cukup.Ibu mendapat sumber informasi mayoritas dari tenaga kesehatan. Dan disarankan kepada ibu hamil agar selalu memperhatikan kehamilannya dengan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada seperti Posyandu atau juga Puskesmas. Kata kunci: Ibu; Perkembangan Janin; Kehamilan. PENDAHULUAN Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim seorang wanita (Waryana 2011). Pada tahun 2011 WHO memperkirakan bahwa ada 500.000 kematian ibu melahirkan diseluruh dunia setiap tahunnya. Adapun 99% terjadi dinegara berkembang,berdasarkan angka tersebut diperkirakan bahwa hampir satu orang disetiap menit meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Angka kematian maternal dinegara berkembang diperkirakan mencapai 100 sampai 1000 lebih per 100.000 kelahiran hidup,sedangkan dinegara maju berkisar antara 7 sampai 15 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa dinegara berkembang resiko kematian maternal adalah salah satu diantara 29.000 persalinan. Di indonesia angka kematian ibu jumlahnya bervariasi tergantung jenis penelitian, peneliti, tahun penelitian, dan angka denumenator yang dipakai. Angka kematian maternal di suatu RSUD rata-rata sebanyak 1.855 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian maternal berturun-turut disebabkan oleh perdarahan 77,2 persen, preklamasi atau eklamasi 22 persen,infeksi 19,1 persen, dan lain-lain 4,4 persen. Komplikasi kehamilan yang terjadi diberbagai negara berkembang menjadi penyebab kematian utama kematian wanita meninggal setiap menit dan diperkirakan 585.000 wanita meninggal setiap tahun. Kurang dari satu persen kematian ini terjadi dinegara maju. Hal ini tersebut jika sumber daya dan jasanya tersedia (Ronald. 2011). Hasil survey bulan April – Mei di Klinik Cahaya Medan 2016 , 48% dari total ibu hamil berjumlah 12 orang cukup mengetahui tentang perkembangan janin pada masa kehamilan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN e-ISSN 2597-7172, p-ISSN 2442-8108 Dari latar belakang diatas dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan pentingnya untuk diteliti, karna angka insidensinya menunjukan peningkatan dari waktu kewaktu, oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk menurunkan insidensi perkembangan janin pada masa kehamilan sampai persalinan dengan demikian tingkat pengetahuan ibu semakin meningkat dengan sendirinya masalah yang muncul seperti ancaman cacat bawaan, bayi prematur,kematian ibu dan BBLR, tidak akan terjadi sebaliknya bila tingkat pentahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan tidak dilakukan penelitian kemungkinan besar akan terjadi peningkatan resiko tinggi tentang perkembangan janin pada masa kehamilan. Karena kurangnya tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan sehingga penulis tertarik melakukan peneliti ini. ## Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan? 2. Bagaimana ibu mengetahui tentang tanda-tanda kehamilan? 3. Mengapa ibu harus mengetahui tentang kehamilan? 4. Mengapa angka kejadian ibu hamil terus meningkat? 5. Mengapa ibu harus mengetahui tentang bahayanya perkembangan janin pada masa kehamilan? ## Rumusan Masalah Bagaimanakah tingkat pengetahuan Ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di Klinik Cahaya Medan. ## Manfaat Penelitian 1. Institusi pendidikan keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi perpustakaan di Institusi pendidikan di STIKes imelda medan. 2. Bagi pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini khususnya bagi tenaga kesehatan agar dapat memeberikan penyuluhan dengan baik kepada ibu tentang pekembangan janin pada masa kehamilan. 3. Bagi Ibu Menambah pengetahuan bagi para ibu ag ar selalu memperhatikan perkembangan janin pada masa kehamilan. 4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan masukan dan data tambahan referensi untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut. ## METODE ## Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang perkembangan janin pada masa kehamilan. ## Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan April sampai bulan Mei 2016 di Klinik Cahaya Medan. ## Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Klinik Cahaya Medan pada bulan April sampai Mei Tahun 2016. ## Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Populasi juga dapat berupa orang, benda, gejala atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Setiadi, 2011). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang ada diklinik Cahaya Medan Padabulan April- Mei 2016 sebanyak 34 orang. ## Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian iniadalah Non Probability Sampling yaitu teknik yang tidak memberi kesempatan yang sama kepada semua populasi untuk dipilih menjadi sampel dengan menggunakan insidental sampling yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN e-ISSN 2597-7172, p-ISSN 2442-8108 kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Setiadi, 2011). ## Sampel Sampel adalah sabagian dari seluruh objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Ada dua kriteria sampel yang perlu dicantumkan yaitu: a) Kriteria Inklusi (kriteria yang layak diteliti) yaitu: Ibu yang hamil berumur 20-39 tahun, ibu hamil mau menjadi responden, memahami bahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani, dapat membaca dan menulis. b) Kriteria ekslusi (kriteria yang tidak layak diteliti) yaitu: ibu yang hamil berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 39 tahun, ibu hamil tidak mau menjadi responden, tidak memahami bahasa Indonesia, ibu hamil yang sedang sakit, tidak dapat membaca dan menulis. Berikut ini adalah rumus yang dipakai dalam menentukan sample dalam penelitian deskriptif, rumus ini dipakai jika jumlah populasi lebih kecil dari 10.000: Rumus: 𝑛 = 𝑁 1+𝑁(𝑑 2 ) = 34 1+34(0.01) = 34 1+0.34 = 34 1.34 = 25,3 = 25 Keterangan: N = Besar populasi (N=34) n = Besar sampel d = Tingkat kepergayaan yang diinginkan (d=10% atau 0,1) Jadi peneliti mengambil sampel sebanyak 25 orang. ## Tehnik Pengumpulan Data Sebelum melakukan proses pengumpulan data, tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan persiapan untuk kelancaran pelaksanaan penelitian, berupa surat izin penelitian dan survey awal ketempat yang akan dijadikan lokasi penelitian. Selain melakukan survey terlebih dahulu, peneliti juga harus melakukan pendekatan kepada ibu hamil di puskesmas pulo brayan yang akan dijadikan responden pada penelitian yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan alasan dan tujuan dari informed consent kepada responden. Peneliti harus menjelaskan kepada responden bahwa penelitian yang akan dilakukan ini tidak akan merugikan dan tidak akan berdampak negatif kepada mental maupun fisik dan kerahasiaan responden tetap terjaga dan bahkan menambah wawasan ibu hamil tentang perkembangan janin pada masa kehamilan. Setelah semua persyaratan di atas terpenuhi, kemudian dilaksanakan proses pengambilan data dari tempat penelitian. ## Data primer Data primer adalah data yang diperoleh oleh peneliti secara langsung. dengan melakukan pengukuran, pengamatan, survey, wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan konsep tertulis dan lain-lain. ## Data Skunder Data yang diperoleh dari pihak lain, badan/instansi yang secara rutin mengumpulkan data. ## Data Tersier Data yang diperoleh dari buku di Perpustakaan STIkes Imelda, dari hasil penelitian dan jurnal yang telah di publikasikan di Perpustakaan STIkes Imelda Medan. ## Variabel Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatnya (Setiadi, 2007). Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, ibu, perkembangan janin, dan masa kehamilan. ## Defenisi Operasional Operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2011). Pengetahuan adalah hasil tahu ibu tentang perkembangan Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN e-ISSN 2597-7172, p-ISSN 2442-8108 janin pada masa kehamilan di Klinik Cahaya Medan tahun 2016. ## Tehnik Pengukuran Aspek pengukuran yang dilakukan peneliti melalui angket kuesioner tertutup kepada responden sebanyak 15 pertanyaan, melalui skala Notoadmodjo pengukuran untuk pengetahuan dapat dibagi yaitu apabila mampu menjawab benar skor 1, sedangkan kalau menjawab salah skor 0. ## Variabel Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Variabel dalam penelitian ini menggunakan skala Guttman yaitu apabila jawaban responden benar bernilai 1 sedangkan jawaban yang salah bernilai 0, dengan jarak kelas melalui rumus Range yaitu : I = 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 𝐾 = skor maksimal−skor minimal 3 = 15−0 3 = 5 Keterangan I : interval Range : skor maksimal – skor minimal K : jumlah kelas/kategori Sedangkan untuk mengetahui persentase jawaban responden melalui kriteria responden menggunakan rumus Determinan oleh setiadi (2011), yaitu: Rumus: P = F N x 100% Keterangan: P = persentase F = jumlah jawaban benar N = jumlah soal Penentu gambaran pengetahuan responden dapat disimpulkan melalui skor dan presentase jawaban sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Interval Jawaban dengan Kategori Pengetahuan Ibu tentang Perkembangan Janin pada Masa Kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 No Kategori Pengetahuan Skor Jawaban Persentase (%) 1 Baik 11-15 73-100 2 Cukup 6-10 40-67 3 Kurang 0-5 0-33 ## Tehnik Analisa Data Dalam melakukan analisa data terlebih dahulu data harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan dalam penangulangan masalah. Tujuan analisa/interprestasi data adalah: a) Untuk mengetahui komponen-komponen yang mempunyai sifat yang menonjol dan mempunyai nilai yang ekstrim. b) Membandingkan antara komponen dengan menggunakan nilai rasio c) Membandingkan antara komponen dengan keseluruhan menggunakan nilai proporsi (persentase) kemudian menyimpulkannya (Setiadi, 2011). Rancangan analisa data hasil penelitian diformulasikan dengan menempuh langkah- langkah yang dimulai dari: 1. Editing Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data.Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai ini dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi jawaban. 2. Coding Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. 3. Sorting Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki. 4. Entry Data Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan kedalam bentuk tabel dengan cara menghitung Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN e-ISSN 2597-7172, p-ISSN 2442-8108 frekuensi data. Memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui pengolahan komputer. 5. Cleaning Adalah tahap memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan kedalam pengolahan data sudah selesai dengan sebenarnya. 6. Mengeluakan informasi Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2011) ## HASIL Setelah dilakukan penelitian terhadap 25 responden dengan judul “Gambaran Pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di klinik Cahaya Medan Tahun 2016”. Kemudian hasilnya disajikan dalam tabel berikut: ## Data Umum Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Hamil Tentang Perkembangan Janin Pada Masa Kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 No Umur (Tahun) Frekuensi (F) Persentase (%) 1 20-24 7 28 2 25-29 12 48 3 30-34 4 16 4 35-39 2 8 Total 25 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 25 responden berumur mayoritas berumur 25-29 sebanyak 12 orang (48%)berumur 20-24 tahun sebanyak 7 orang (28%), responden yang berumur, responden 30-34 tahun sebanyak 4 orang (16%) dan minoritas responden berumur 35-39 tahun sebanyak 2 orang (8%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu Hamil Tentang Perkembangan Janin Pada Masa Kehamilan Pertama di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 No Tingkat Pendidikan Frekuensi (F) Persentase (%) 1 SD 2 8 2 SMP 6 24 3 SMA 13 52 4 Perguruan 4 16 Tinggi Total 25 100 Dari tabel di atas dapat simpulkan bahwa dari 25 responden mayoritas respondens berpendidikan SMA sebanyak 13 responden (52%), SMP sebanyak 6 responden (24%), perguruan tinggi sebanyak 4 responden (16%).dan minoritas responden berpendidikan SD berjumlah 2 responden (8%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Perkembangan Janin pada Masa Kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 No Sumber Informasi Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Media Cetak 1 4 2 Tenaga Kesehatan 12 48 3 Media Elektronik 1 4 4 Keluarga dan teman 11 44 Total 25 100 Dari tabel di atas dapat dilihat dari 25 responden mayoritas yang memperoleh informasi tentang perkembangan janin pada masa kehamilan dari tenaga kesehatanberjumlah 12 responden (48%), dari keluarga dan teman berjumlah 11 responden (44%) dan minoritas yang memperoleh informasi dari media Cetak sebanyak 1 responden (4%), Media Elektronik sebanyak 1 responden (4%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan tentang Perkembangan Janin pada Masa Kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 No Pekerjaan Frekuensi (F) Persentase (%) 1 IRT 6 24 2 PNS 1 4 3 Pedagang 7 28 4 Wiraswasta 11 44 Total 25 100 Dari tabel di atas dapat dilihat dari 25responden mayoritas bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 11 responden (44%) dan minoritas bekerja sebagai PNS sebanyak 1 responden (4%). Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN e-ISSN 2597-7172, p-ISSN 2442-8108 Data Khusus Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Perkembangan Janin pada Masa Kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 No Pengetahuan Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Baik 8 32 2 Cukup 12 48 3 Kurang 5 20 Total 25 100 Dari tabel di atas dapat dilihat tingkat pengetahuan responden mayoritas berpengetahuan cukup berjumlah 12 responden (48%), berpengetahuan baik berjumlah 8 responden (8%) dan minoritas berpengetahuan buruk berjumlah 5 responden (20%). ## PEMBAHASAN Setelah penulis melakukan penelitian dengan mengumpulkan data melalui uji test dan melakukan tehnik analisa data yang dilakukan kepada responden tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016, maka penulis akan melakukan pembahasan hasil penelitian yang ditemukan sebagai berikut : Pengetahuan Ibu Hamil tentang Perkembangan Janin pada Masa Kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 Berdasarkan data dari 25 respondenyang diteliti menunjukkan bahwa pengetahuan ibu hamil tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di Klinik Cahaya Medan Tahun 2016 mayoritas dengan kategori cukup sebanyak 12 responden (48%) dan minoritas pengetahuan dengan kategori buruk sebanyak 5 responden (20%). Menurut asumsi peneliti, ibu hamil berpengetahuan cukuptentang perkembangan janin pada masa kehamilan di klinik cahaya medan tahun 2016 karena ibu hamil masih kurang berusaha mencari berbagai sumber informasi tentang perkembangan janin pada masa kehamilan, dimana dalam penelitian ini mayoritas ibu hamil mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan dan juga masih kurangnya pengetahuan ibu hamil karena berpendidikan SMP, sehingga ibu hamil masih kurang mengetahui apa perkembangan janin pada masa kehamilan. Sesuaidengan teori Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dari tahu seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sedangkan menurut teori Maulana (2009), mengatakan bahwa Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang ( overt behavior ). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan berdasarkan teori Notoatmodjo (2007)adalah faktor usia, faktor sosial budaya dan ekonomi, faktor media, faktor pendidikan, faktor pengalaman dan faktor lingkungan. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semakin luas pula pengetahuannya. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, sumber informasi yang didapat ibu hamil mayoritas diperoleh dari tenaga kesehatanberjumlah 12 responden (48%), jadi semakin banyak sumber informasi yang diperoleh semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan, berdasarkan umur mayoritas responden berumur 25-29 sebanyak 12 responden (48%), jadi semakin bertambahnya usia akan semakin berkembang pula daya tanggap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik sedangkan dari tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 13responden (52%), jadi semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pula pengetahuannya. Namun dalam penelitian ini sesuai dengan teori, baik teori Notoatmodjo (2007), teori Maulana (2009) dan teori Notoatmodjo (2010) karena dalam penelitian ini, peneliti memperoleh hasil bahwa pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa kehamilan di klinik Cahaya Medan tahun 2016 dalam kategori cukup. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan April - Mei 2016di Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda Vol. 3, No. 2, September 2017 http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN e-ISSN 2597-7172, p-ISSN 2442-8108 Klinik Cahaya Medan tahun 2016, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Responden di Klinik Cahaya Medan tergolong berpengetahuan cukup tentang Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Perkembangan Janin Pada Masa Kehamilan. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan ibu hamil yang mayoritas berpendidikan SMA sebanyak 13 responden (52%) dan berpengetahuan SMP sebanyak 6 responden (24%) dan juga motivasi ibu hamil untuk mencari berbagai sumber informasi tentang perkembangan janin pada masa kehamilan yang mayoritas dari tenaga kesehatan berjumlah 12 responden (48%). Ibu hamil mengganggap bahwa pentingnya pengetahuan tentang perkembangan janin pada masa kehamilan untuk mengurangi resiko angka kematian janin dan kesehatan janin dalam kandungan. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi pengetahuan, makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi sehingga semakin banyak atau luas pengetahuan tentang sesuatu objek. SARAN 1. Institusi Pendidikan Keperawatan Institusi Pendidikan Keperawatan diharapkan dapat mengajarkan kepada Ibu tentang perkembangan jnin pada masa kehamilan, terutama pada ibu-ibu yang saya teliti sehingga dapat menambah wawasan. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit seluruh Indonesia Diharapkan kepada pihak rumah sakit di Indonesia memberikan penyuluhan gambaran pengetahuan ibu tentang perkembangan janin pada masa Kehamilan. 3. Ibu-ibu Meningkatkan pengetahuannya tentang perkembangan janin pada masa kehamilan sampai persalinan, sehingga para ibu mau bekerja sama dengan tim kesehatan supaya informasi yang didapat mudah dimengerti tentang perkembangan janin pada masa kehamilan. 4. Penelitian selanjutnya Diharapkan kepada penelitian selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang perkembangan janin pada masa kehamilan bahkan dapat mengembangkan penelitian dengan cara melakukan penelitian teradap topik – topik yang baru. ## DAFTAR PUSTAKA Azhari. (2011). Kewajiban Ibu . Dikutip Tanggal 4 Maret 2016 pukul19.00 http://. Kompasiana .Com. Chaniago. (2012). Kewajiban Ibu . Dikutip Tanggal 5 Maret 2016 pukul 19.00 http://. Kompasiana.Com. Depkes. (2008). Definisi Ibu . Yogyakarta. H.S, Ronald. (2010). Pedoman dan Perawatan Kehamilan yang Sehat dan Menyenangkan. Bandung: Nuansa Aulia. Maulana,Mirza. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan . Yogyakarta: Katara. Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta. Riduwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian . Bandung: Alfabeta. Setiadi. (2007). Konsep dan Riset Keperawatan. Jakarta: Graha Ilmu Sibagariang, Pusmaika, Rismalinda. (2010). Kesehatan Reproduksi Wanita . Jakarta: Tim. Walyani.(2015). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan .Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Wawan dan Dewi. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
22a7bd8a-1ab6-45b6-92ff-a63ac77b41fe
https://jurnal.stie-lpi.ac.id/index.php/neraca/article/download/98/92
E-ISSN: 2746-5926 P-ISSN: 2621-0479 Vol. 7, No. 1, (2024) https://jurnal.stie-lpi.ac.id/index.php/neraca ## PENERAPAN METODE KAS MENUJU AKRUAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PADA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI SELATAN Indah Ramadhani Amir [email protected] ## Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan metode kas menuju akrual terhadap laporan keuangan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang di peroleh melalui observasi, wawancara langsung, serta dokumentasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan maksud untuk di interprestasi untuk mengetahui penerapan basis kas menuju akrual telah sesuai dengan PP No. 71 Tahun 2010. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan metode kas menuju akrual pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berdasarkan PP No.71 Tahun 2010. Laporan keuangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan laporan keuangan yang dipertanggungjawabkan berdasarkan SAP PP No.71 Tahun 2010. Termasuk pengakuan terhadap suatu transaksi yang terjadi diakui berdasarkan metode kas menuju akrual. ## Kata Kunci : Kas Menuju Akrual, Laporan Keuangan, PP No.71 Tahun 2010 ## ABSTRACT This study aims to determine how the implementation of method cash toward accrual on financial reports at Regional Office of Manpower and Transmigration of South Sulawesi. The data used in this study is primary data collected through an observation, interview, and documentation. Data analysis uses qualitative descriptive method to interpretation the implementation of method cash toward accrual on financial reports signicicant with PP No.71 in 2010. The result of the study using qualitative descriptive method showed that implementation of method cash toward accrual significant with Government Accounting Standart according to PP No. 71 in 2010. The financial reports of Manpower and Transmigration Office is the financial reports who be answered according to PP No.71 in 2010. Including recognition of a transaction that happened be approved according cash toward accrual method. Keyword : Cash Toward Accrual, Financial Reports. PP No.71 in 2010 ## PENDAHULUAN Sistem pengelolaan keuangan daerah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik dalam satu darsa warsa terakhir seiring dengan tuntutan dalam peningkatan kualitas laporan keuangan demi tercapainya transparansi dan akuntabiliatas pengelolaan keuangan negara. Berbagai perkembangan dalam penatausahaanpun dilakukan demi menghasilkan konsep yang baik. Salah satu perkembangan yang dihasilkan adalah kebijakan sistem akuntansi pemerintahan yang bertujuan untuk memberikan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintahan, baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan ## Jurnal Ilmiah Akuntansi Ekonomi Bisnis, Manajemen Akuntansi daerah. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) telah ditetapkan sebagaimana sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005. Dengan terbitnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini diharapkan bias semakin mengukuhkan peran penting akuntansi dalam pelaporan keuangan di pemerintahan yang juga menandai dimulainya era baru dalam pelaporan keuangan kegiatan pemerintah Indonesia. Reformasi Keuangan Negara ditandai dengan lahirnya paket Undang-Undang (UU) di bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU No 17 Tahun 2003,UU No 1 Tahun 2004, dan UU No 15 Tahun 2004. Ketiga Undang- Undang ini mengamanatkan tentang pentingnya tata kelola keuangan yang baik (good governance) berdasarkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta mengikuti praktik terbaik taraf internasional (international best practices) yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Pada tahun 2015, seluruh instansi pemerintah baik yang ada di pusat maupun di daerah harus sudah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual (accrual basis). Setelah aturan SAP berbasis akrual ditandatangani maka pemerintah pusat dan daerah harus sudah menerapkan SAP per 1 Januari 2015, dasar hukum penerapan SAP berbasis akrual adalah PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP, sebagai amanat dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 17 Tahun 2003 mengamanatkan instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah di minta untuk menerapkan SAP berbasis akrual. PP No. 71 Tahun 2010 disebutkan SAP berbasis akrual dilaksanakan empat tahun setelah tahun 2010, yang artinya dilaksanakan pada tahun 2015. Diharapkan manfaat basis akrual secara nyata dalam menyajikan informasi atau seluruh aktivitas yang terjadi. Dan diharapkan laporan keuangan pemerintah dewasa ini baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah sangat komprehensif. Sehingga manfaat laporan keuangan itu dapat berarti bagi keputusan ekonomi politik kedepannya. Akan tetapi penerapan basis akrual yang telah ditetapkan dalam PP No. 71 Tahun 2010 pada kebanyakan instansi pemerintah belum begitu optimal. Masih banyak instansi pemerintah yang belum menerapkan basis ful akrual. Oleh karena itu instansi yang belum menggunakan metode ful akrual , mengacu kepada metode kas menuju akrual. Metode kas menuju akrual ini adalah basis transisi, yang cukup bagus dalam standar akuntansi pemerintahan. Karena dari basis kas dan harus beralih ke basis akrual cukup memberikan perubahan yang luas, sehingga perlu tahap tahap transisi yaitu menggunakan basis kas menuju akrual. Basis akuntansi begitu sangat penting dalam laporan keuangan. Basis akuntansi diatur dalam standar akuntansi pemerintah (SAP). Aturan basis merupakan aturan tentang kapan dampak dari suatu transaksi diakui. Kesesuaian dalam menerapkan basis yang sudah tepat sesuai standar akuntansi pemerintah yang mengatur membantu menghasilkan laporan yang baik. Dan sebaliknya menerapkan basis yang tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP) yang mengatur menghasilkan laporan yang tidak baik. ## TINJAUAN PUSTAKA ## 1. Basis Akuntansi Basis akuntansi dimaksudkan untuk menentukan kapan suatu transaksi dicatat, digunakan sebagai basis atau dasar akuntansi pencatatan. .Basis akuntansi adalah himpunan dan standar-standar akuntansi yang menetapkan kapan dampak keuangan dari transaksi- transaksi dan peristiwa lainnya harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan.Basis-basis tersebut berkaitan dengan penetapan waktu (timing) atas pengukuran yang dilakukan, terlepas dari sifat pengukuran tersebut (Sudaryo, 2017:53). Basis akuntansi berhubungan dengan saat mengakui (mencatat) pendapatan dan biaya/belanja (expenditure).Ada dua basis dalam akuntansi, yaitu basis kas menuju akrual ( cash towards accrual) dan basis akrual (accrual basis).Selain itu, dikenal juga basis kas modifikasi (modified cash basis) dan basis akrual modifikasi (modified accrual basis).Untuk organisasi pemerintah, penggunaan basis kas dan basis akrual dapat dimodifikasi. Basis sangat menentukan arah dari laporan keuangan karena basis merupakan dasar cara atau prinsip pengakuan pencatatan transaksi. Perhatian terhadap penggunaan basis akuntansi sangat perlu. Terutama dalam penerapan basis kas dan basis akrual selama ini dalam pengakuan pencatatan transaksi. Setiap basis sangat diperlukan entah basis kas, kas menuju akrual maupu basis akrual dalam sistem akuntansi pemerintahan, mengingat kelemahan kelemahan yang mungkin terjadi dari basis tunggal. Basis akuntansi yang digunakan di pemerintahan, yaitu: Basis kas menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 didukung dengan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis kas menuju akrual menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 didukung dengan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 adalah basis akuntansi yang mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan berbasis kas serta mengakui aset, utang dan ekuitas dana berbasis akrual. Basis akrual menurut Lampiran I.02 PSAP 01 dalam paragraf 8 PP Nomor 71 Tahun 2010 didukung dengan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 Pasal 1 ayat (10) adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. ## 2. Basis Akrual Akuntansi berbasis akrual merupakan suatu dasar akuntansi yang mana permasalahan ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan tertuang pada laporan keuangan disaat transaksi tersebut dilakukan, tidak memperhatikan jangka kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Selain itu, akuntansi berbasis akrual memperhatikan durasi waktu apa yang dicatat apakah sudah benar dengan arus sumber daya, maka informasi yang disediakan akan bersifat komprehensif dimana semua arus sumber daya tercatat (Andriasari & Prabowo, 2022). Pengertian basis akrual menurut Lampiran I.02 PSAP 01 paragraf 8 PP Nomor 71 Tahun 2010 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat terjadi, tanpa memerhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar (Sudaryati & Permana, 2020) Basis akrual pada akuntansi pemerintah daerah adalah basis akrual untuk pengakuan pendapatan LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Dan dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis kas, maka LRA disusun berdasarkan basis kas. Pada intinya basis akrual mengakui suatu transaksi apabila transaksi telah terjadi tanpa ada atau menunggu kas diterima lalu dicatat. Pada basis kas transaksi diakui apabila ada penerimaan kas. Terdapat perbedaan yang cukup jelas dan tegas antara metode basis kas dan metode basis akrual. Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 basis akrual merupakan dasar akuntansi yang menerima asset, pendapatan, beban, utang, dan modal pada laporan finansial dengan berbasis akrual, serta menerima terkait belanja, pendapatan, dan pembiayaan pada laporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tujuan penggunaan basis akrual (accrual basis) adalah memberikan gambaran yang utuh terhadap posisi keuangan suatu entitas. Karakteristik sistem akuntansi berbasis akrual adalah: a. Pendapatan dan beban diakui pada saat terjadinya. b. Penyajian beban dilakukan sesuai dengan periode terjadinya. c. Beban yang dibayar di muka disesuaikan pada setiap akhir periode pelaporan. d. Kewajiban disesuaikan pada setiap akhir periode pelaporan, sehingga mencerminkan kewajiban yang sesungguhnya terjadi pada periode tersebut. e. Penghapusan piutang tidak dilakukan secara langsung, tetapi melalui pembentukan cadangan kerugian piutang. Sistem akuntansi akrual mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut: a. Menggambarkan posisi keuangan organisasi secara lebih akurat. b. Pengitungan surplus/defisit pada suatu periode menjadi lebih realistis. c. Konsisten dengan prinsip mempertemukan pendapatan dan biaya pada periode yang sama (prinsip matching). d. Mencerminkan kinerja periodik organisasi sesungguhnya. e. Meningkatkan akuntabilitas. f. Memudahkan manajemen untuk melakukan analisis untuk tujuan pengambilan kebijakan tertentu. Meski lebih mencerminkan kinerja yang lebih realistis, penggunaan basis akrual juga mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu: a. Diperlukan pemahaman akuntansi yang lebih baik, sehingga membutuhkan sumber daya manusia yang handal di bidang akuntansi. b. Adanya risiko piutang tak tertagih tetap tercatat sebagai pendapatan, sehingga pendapatan dicatat terlalu tinggi. c. Pembentukan cadangan kerugian piutang mengurangi pendapatan pada suatu periode. d. Karena dibentuk melalui suatu estimasi yang seringkali bersifat subyektif, menimbulkan risiko penyajian laporan keuangan yang tidak menggambarkan yang sebenarnya. ## 3. Basis Kas Menuju Akrual Pada pencatatan berbasis kas merupakan salah satu metode akuntansi yang mengakui dan mencatat transaksi pada saat ada penerimaan dan pengeluaran kas namun, tidak terjadi pengakuan dan pencatatan asset dan kewajiban (Qintharah & Khomsiyah, 2022). Menurut Halim (2008:49) basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi.Sedangkan menurut Sudaryo et.al (2017:43)basis akrual merupakan dasar akuntansi yang mengakui transaksi peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi. Sesuai dengan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, basis kas menuju akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan berbasis kas serta mengakui aset, utang dan ekuitas dana berbasis akrual tanpa memperhatikan waktu kas diterima dan dibayarkan(Airlangga, 2016) Menurut Simanjuntak (2005) basis kas menuju akrual adalah basis akuntansi yang dikembangkan di Indonesia sebagai transisi menuju basis akrual penuh, dengan cara menggunakan basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam LRA dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. Berikut kekurangan dari basis kas menuju akrual: a. Belum memperlihatkan kinerja pemerintah secara keseluruhan (hanya fokus pada sumber daya keuangan berupa kas – financial assets). b. Tidak menggambarkan beban keuangan yang sesungguhnya, karena c. Beban yang diakrualkan (misalnya beban penyusutan, beban penyisihan piutang tak tertagih dan beban yang terutang lainnya) tidak diinformasikan dalam Laporan Realisasi Anggaran maupun laporan lainnya d. Kurang memberikan jejak atas perubahan nilai ekuitas pemerintah, karena setiap transaksi terkait aset dan kewajiban akan langsung membebani ekuitas e. Hanya memberikan gambaran parsial bukan menyeluruh tentang keuangan negara sesuai maksud UU 17 Tahun 2003 f. Informasi akrual hanya dapat disajikan secara periodik yaitu pada saat pelaporan (semester dan tahunan). Bila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi hak dan kewajiban maka diperlukan usaha-usaha tambahan yang tidak berdasarkan sistem. ## METODE PENELITIAN ## 1. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian merupakan suatu konsep atau cara untuk mencari, memperoleh, menyimpulkan atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor- faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data yang diperoleh (Anggraini & Oliver, 2019). ## 2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi Lokasi yang dipilih oleh peneliti sebagai tempat penelitian yaitu pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan dengan waktu penelitian kurang lebih selama dua bulan. ## 3. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder.Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung.Adapun data primer dalam penelitian ini, yaitu melalui hasil observasi, wawancara langsung serta dokumentasi.Sementara data sekunder yaitu data yang tidak langsung diperoleh oleh peneliti.Adapun data sekunder dalam penelitian ini, yaitu berupa buku-buku, artikel ilmiah, laporan, dan sumber referensi lainnya yang relevan dengan variabel penelitian. ## 4. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan. Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kesesuaian antara teori yang digunakan dengan keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Dalam studi lapangan ini menggunakan tiga cara yaitu observasi (pengamatan), interview dan studi dokumentasi. ## 5. Metode Analisis Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu menganalisis hasil penerapan basis kas menuju akrual pada laporan keuangan Disnakertrans Provinsi Sulawesi Selatan dan disesuaikan dengan pedoman standar akuntansi pemerintah. Tahapan-tahapan analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Pengumpulan data, yaitu peneliti mencatat semua data secara objektif yang sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan. b. Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. c. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya pengambilan tindakan atau keputusan. d. Pengambilan keputusan, berarti bahwa setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan menganalisis data tersebut dengan menggunakan pendekatan interpretatif. Pendekatan interpretatif merupakan suatu teknik menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## 1. Uraian Singkat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu unit organisasi atau lembaga daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang bertugas membantu Gubernur Sulawesi Selatan dalam bidang tenga kerja dan transmigrasi. Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan merupakan gabungan dari Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan PPh Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka menindaklanjuti Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai daerah otonomi serta dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 tentang pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka dari itu dibentuklah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan. Dinas Tenaga Keraja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan berlokasi di Jl. Perintis Kemerdekaan No.KM 12, Tamalanrea, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari beberapa bidang fokus seperti; bidang pembinaan pelatihan, pemagangan, penempatan, dan perluasan kesempatan kerja, bidang hubungan industrial dan jaminan social, bidang pengawasan ketenagakerjaan, bidang ketransmigrasian. ## 2. Deskripsi Data Penelitian a. Data Wawancara Narasumber dalam penelitian ini adalah kepala sub.bagian keuangan dan bendahara pengeluaran, tentang penerapan metode kas menuju akrual terhadap laporan keuangan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai berikut : 1. Wawancara Bapak Andrianzah Azis,S.Sos.,M.Si ( Kepala Sub.Bagian Keuangan). a. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan apakah basis akuntansi yang digunakan? - Jawaban bapak andri : ”basis akuntansi yang diimplementasikan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan basis kas menuju akrual berdasarkan standar akuntansi pemerintah yang berlaku”. b. Kapan basis akuntansi kas menuju akrual diimplementasikan pada Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi? - Jawaban bapak andri : ” akuntansi kas menuju akrual itu mulai diberlakukan pada saat PP No.71 Tahun 2010 diterbitkan. Tapi pemprov kasih kebijaksanaan untuk pelaksanaannya baru dilaksanakan awal tahun 2015 sesuai dari kebijakan PP itu sendiri ”. c. Apakah yang membedakan penerapan basis akuntansi ini dan sebelum penerapannya? - Jawaban bapak andri : ” sebelum basis akuntansi kas menuju akrual basis yang digunakan merupakan basis kas. Dengan adanya basis kas menuju akrual kami merasa lebih baik dalam pengakuan transaksi”. d. Bagaimana penerapan basis kas menuju akrual pada akuntansi aset? - Jawaban bapak andri : ” penerapan pada akuntansi aset kami mengikuti peraturan standar akuntansi pemerintah terutama PP No.71 Tahun 2010. Pada dasarnya mengakui aset berdasarkan basis akrual”. e. Apakah kendala yang dialami pertama kali saat PP No.71 Tahun 2010 diimplementasikan? - Jawaban bapak andri : ” kendala yang dialami pertama kali pada saat PP No.71 Tahun 2010 ini diterapkan untuk saya sedikit merasa bingung karena pengalaman pertama bagi saya”. ## 2. Wawancara ibu Jumriati,SE ( Bendahara Pengeluaran ) a. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan apakah basis akuntansi yang digunakan? - Jawaban ibu jumriati : ” basis akuntansi yang digunakan adalah basis kas menuju akrual yang didasarkan pada standar akuntansi pemerintah PP No. 71 Tahun 2010”. b.Kapan basis akuntansi kas menuju akrual diimplementasikan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi? - Jawaban ibu Jumriati : ” setahu saya awal-awal akrual muncul dan gencar gencarnya pada saat menjelang akhir tahun 2014. Orang-orang provinsi bilang awal tahun 2015 harus sudah diterapkan karena PP- nya sudah terbit dan mau tidak mau tahun 2015 harus dijalankan”. c. Apakah yang membedakan penerapan basis akuntansi kas menuju akrual dengan sebelumnya? - Jawaban ibu Jumriati : ” saya sangat mendukung sistem akuntansi saat ini dari pemerintah, dan dengan diterapkannya PP No. 71 Tahun 2010 ini pertama kalinya cukup bingung akan tetapi setelah sudah terbiasa saya merasa membuat laporan keuangan menjadi lebih praktis”. d. Bagaimana penerapan basis kas menuju akrual pada akuntansi aset? - Jawaban ibu Jumriati : ”dalam pencatatan aset daerah berkaitan dengan aturannya laporan aset di disnakertrans harus sesuai dengan pencatatan aset di pemprov”. e. Apakah kendala yang dialami pertama kali pada saat PP No.71 Tahun 2010 diimplementasikan? - Jawaban ibu Jumriati : ” kendala yang dialami dalam penggunaan basis kas menuju akrual adalah apabila ada kesalahan dalam mengakui suatu transaksi maka untuk mengoreksi kembali membuat saya cukup bingung tetapi sekarang saya merasa sudah terbiasa ”. ## 3. Analisis dan Pembahasan a. Penerapan Basis Kas Menuju Akrual Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan Sesuai dengan PP No 71 Tahun 2010 Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan menunjukan hasil bahwa penerapan basis akuntansi yang digunakan merupakan basis kas menuju akrual dimana sesuai dengan SAP PP No 71 Tahun 2010. Basis Kas Menuju Akrual merupakan basis akuntansi yang mengakui aset, kewajiban, dan ekuitas secara akrual dan LRA secara kas. Pendapatan dan belanja pada aset, kewajiban, dan ekuitas semuahnya diungkapkan berdasarkan basis akrual. Dan khusus untuk LRA pendapatan dan belanja harus di dasarkan pada basis kas. Basis kas pada laporan LRA bertujuan untuk menghasilkan laporan yang benar sesuai dengan keadaan kas. Berdasarkan SAP PP No 71 Tahun 2010 laporan keuangan SKPD meliputi: a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) b. Neraca c. Laporan Operasional (LO) d. Laporan Perubahan Ekuitas e. Catatan Atas Laporan Keuangan Penerapan basis kas menuju akrual pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Selawesi Selatan di implementasikan pada awal tahun 2015. Implementasi tersebut berdasarkan kebijakan dari pemerintah provinsi dalam rangka melaksanakan/menerapkan PP No 71 Tahun 2010 yang menyatakan dapat diberlakukan selambat lambatnya lima tahun setelah PP tersebut di sahkan. Oleh karena itu awal tahun 2015 seluruh SKPD Provinsi Sulawesi Selatan diwajibkan telah menerapkan PP No 71 Tahun 2010 terutama berkaitan dengan basis akuntansi yang digunakan. Dengan adanya basis ini proses akuntansi yang dilakuan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi lebih mudah dan cukup praktis. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak lagi harus menunggu kas diterima dalam melakukan pencatatan akuntansi karena sedikit menjadi lebih rumit dan menjadikan pencatatan dan pengakuaan lebih lama dan tidak praktis. Proses akuntansi dalam mengakui suatu transaksi semuanya dilaksanakan dengan bantuan aplikasi dimana secara akrual pengakuan transaksi tersenut secara otomatis terinput. Dan seluruh pos pos akuntansi yang tersediah secara sistematis menampilkan hasil jurnal dari transaksi yang terjadi. Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan adalah untuk memberikan dan menyajikan laporan pertanggung jawaban sesuai dengan amanat peraturan perundang- undangan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, dan kinerja keuangan suatu entitas akuntansi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat. Dalam hubungannya dengan itu peraturan mengenai basis akuntansi juga diatur dalam SAP terutama PP No 71 tahun 2010. Yang artinya aturan mengenai basis akuntansi mempunyai peranan yang penting dari seluruh rangkaian standar yang harus ditentukan. Letak esensi dari basis akuntansi tersebut yaitu pada dukungan terhadap kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. Laporan keuangan merupakan output dari seluruh peristiwa ekonomi. Laporan keuangan disajikan pada akhir periode yang telah melalui proses proses pengukuran dan pencatatan dari awal peiode berjalan. Dan pemilihan penggunaan basis akuntansi menjadi ukuran dalam pengakuan transaksi selama periode agar diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang menggambarka kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu kualitas laporan keuangan juga ditentukan dari kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah (SAP) yang mana kelalaian dalam penerapan basis akuntansi juga termasuk ketidaksesuaian dengan SAP terutama PP No 71 Tahun 2010. ## b. Laporan Keuangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis PengelolaanKeuangan Daerah. Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 73 Tahun 2014 tentang kebijakan akuntansi Pemerintah Prov. Sulawesi Selatan dan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 74 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus menyusun laporan yang terdiri atas : a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) b. Neraca c. Laporan Operasional (LO) d. Laporan Perubahan Ekuitas ## e. Catatan Atas Laporan Keuangan ## KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatana, adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penerapan basis kas menuju akrual terhadap laporan keuangan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan telah sesuai dengan PP No 71 Tahun 2010. Penerapan metode kas menuju akrual terhadap laporan keuangan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan diimplementasikan pada tahun 2015 sebagai bentuk pelaksanaan PP No. 71 Tahun 2010 yang mengaruskan seluruh SKPD menerapkan standar Akuntansi pemerintah berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010. Laporan keuangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan merupakan laporan keuangan yang dipertanggungjawabkan berdasarkan pedoman PP No.71 Tahun 2010. Termasuk pengakuan terhadap suatu transaksi yang terjadi pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi diakui berdasarkan basis kas menuju akrual. ## DAFTAR PUSTAKA Andriasari, W. S., & Prabowo, A. (2022). Analisa Keberhasilan Implementasi Sistem Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Kabupaten Magelang. AkMen JURNAL ILMIAH, 19(1), 101 –110. https://doi.org/10.37476/akmen.v19i1.1871 Angelicca, Maya. 2019. Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. Skripsi. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Anggraini, A. R., & Oliver, J. (2019). Metode Penelitian. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689 –1699. http://repository.unpas.ac.id Asmah, N. U. R., Akuntansi, P. S., Ekonomi, F., Bisnis, D. A. N., & Makassar, U. M. (2022). Pengelolaan Keuangan Aset Dan Daerah ( Bpkad ) Kota Makassar. Bhrellian Narendro Putri.2016. . Akuntansi. Perpustakaan Universitas Airlangga, Surabaya. Elsye, Rosmery., Dadang Suwanda dan Muchidin. 2016. Dasar-Dasar Akuntansi Akrual Pemerintah Daerah. Ghalia Indonesia, Bogor. Hariyanto, A. (2015). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berlaku dewasa ini menggunakan basis kas menuju akrual (cash towards accrual). Padahal pada akhir tahun 2010, pemerintah telah menerbitkan PP No 71 tahun 2010 mengenai penerapan basis akrual penuh didalam akuntans. Dharma Ekonomi, 36. file:///C:/Users/USER/Downloads/44-142-1-PB.pdf Hasmi, N., & Sunarsi, S. (2022). Pengaruh Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa. Jurnal Akuntansi Kompetif, 2. https://www.ejournal.kompetif.com/index.php/akuntansikompetif/article/view/956 Kapojos, P., Maramis DPE Saerang, J., Dotulong, L., Soepeno, D., Marshall Kapojos, P., Barens Maramis, J., Paul Elia Saerang, D., Otto Herman Dotulong, L., & Soepeno, D. (2022). “Substansi Mengungguli Bentuk Formal” Atau “Bentuk Formal Mengungguli Substansi” ? Application of a Principle in Government Financial Reporti ng “Substance Over Form” or "Form Over Substance? 10(2), 1082 –1089. Mahmudi,(2019). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Edisi Keempat, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Profitabilitas, D., Implikasinya, D. A. N., & Nilai, T. (2023). Jurnal maneksi vol 12, no. 1, maret 2023. 12(1), 58 –70. Qintharah, Y. N., & Khomsiyah. (2022). Paradigma Thomas Kuhn: Revolusi Pencatatan Akuntansi Dari Kas Basis Menuju Accrual Basis. Jurnal Akuntansi, 11(1), 83 –92. http://ejournal.stiemj.ac.id/index.php/akuntansi Sinjal, J. F. (2022). Analisis Pencatatan Dan Pelaporan Laporan Realisasi Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Pada Dinas Kelautan Dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Analysis of Recording and Reporting of Budget Realization Reports in Regional Work Units at Th. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, 6(1), 345 –354. Sudaryati, E., & Permana, T. D. (2020). Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur. Berkala Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 5(1), 1. https://doi.org/10.20473/baki.v5i1.16965 Sudaryo, Yoyo, et.al, 2017. "Keuangan Di Era Otonomi Daerah". Edisi 1, Yogyakarta : CV. Andi Offset. Sukamulja, Sukmawati. 2019. Analisis Laporan Keuangan. ANDI, Yogyakarta. Tanjung, Abdul Hafiz. 2018. Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Akrual. Alfabeta, Bandung. Wijayanti, Nur. 2018. Pengaruh Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, Sistem Pengendalian Intern dan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Studi Pada SKPD Kabupaten Sragen. Skripsi. IAIN Surakarta, Surakarta.
8c10b5ec-eee8-4ae1-9077-53b5d486342f
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jmi/article/download/4949/3695
## Implementasi Rest Api Pada Aplikasi E-Perpus (Studi Kasus: SMA Gama Yogyakarta) Yanuar Muhammad Bukhori 1 , Selfi Artika 2 1 Mahasiswa Program Studi Informatika Fakultas Sains & Teknologi Universitas Teknologi Yogyakarta e-mail: [email protected] 2 Dosen Program Studi Informatika Fakultas Sains & Teknologi Universitas Teknologi Yogyakarta e-mail: [email protected] Kampus 1: Jl. Siliwangi (Ringroad Utara), Jombor, Sleman, D.I. Yogyakarta 55285 Telp (0274) 623310 & Fax (0274) 623306 (Received: Mei 2023, Revised: Agustus 2023, Accepied: Oktober 2023) Abstract —The library information system is a software development application used to monitor transaction processes within a library. These transactions encompass book borrowing and returning. This library information system is capable of handling both the book borrowing and returning processes, as well as managing master data, thereby aiding in the organization of the library's book collection. It also facilitates book searches through a catalog and generates transaction reports. The research process included surveys and interviews with library personnel, revealing that the duration of service for transaction activities and difficulties in book management were the primary challenges faced by the GAMA Yogyakarta High School library. With the implementation of the library information system, it is anticipated that it will assist library staff in their work, enhancing the efficiency and effectiveness of library operations, and expediting the service provided by staff for book borrowing and returning transactions. Keyword: Library Information System, Website, Mobile Application, Borrowing, Returning. Intisari — Sistem informasi perpustakaan adalah sebuah pengembangan aplikasi yang digunakan untuk mengetahui proses transaksi yang ada pada perpustakaan. Transaksi yang ada pada perpustakaan meliputi proses peminjaman dan pengembalian buku, sistem informasi perpustakaan ini dapat menangani proses peminjaman dan pengembalian buku beserta mengelola data master sehingga dapat membantu mengatur koleksi buku yang ada pada perpustakaan, proses pencarian buku menggunakan katalog dan menampilkan laporan transaksi simpan dan kembali. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah survey dan wawancara dengan petugas perpustakaan, didapatkan informasi bahwa lamanya pelayanan terhadap kegiatan transaksi dan kesulitan dalam melakukan mengelola buku yang menjadi kendala utama pada perpustakaan SMA GAMA Yogyakarta. Hasil dengan adanya aplikasi sistem informasi perpustakaan diharapkan dapat membantu pekerjaan petugas perpustakaan sehingga efisiensi dan efektivitas kinerja perpustakaan dapat ditingkatkan dan mempercepat pelayanan petugas terhadap transaksi peminjaman dan pengembalian buku Kata Kunci : Sistem informasi perpustakaan, website, mobile, peminjaman, pengembalian ## I. PENDAHULUAN Perpustakaan adalah unit organisasi dalam sebuah institusi yang mengelola berbagai materi perpustakaan, baik dalam bentuk buku maupun non- buku, secara sistematis sesuai dengan aturan tertentu, sehingga membuatnya dapat diakses sebagai sumber informasi (Suhendar, 2005:3).Sesuai dengan namanya, perpustakaan sekolah biasanya berlokasi di sekolah itu sendiri, dikelola oleh sekolah, dan berfungsi sebagai pusat pembelajaran, melakukan penelitian sederhana, menyediakan materi bacaan untuk meningkatkan pengetahuan, serta sebagai tempat rekreasi yang sehat di tengah aktivitas akademik yang rutin. Peran perpustakaan sangat penting dalam proses pembelajaran di SMA GAMA Yogyakarta. Perpustakaan berperan besar dalam mendukung pembelajaran siswa dengan menyediakan beragam buku yang membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu, perpustakaan juga memperkaya pengetahuan siswa dengan menawarkan buku fiksi dan non-fiksi. Secara umum, struktur perpustakaan melibatkan staf, anggota, manajemen koleksi, dan katalog buku. Perpustakaan SMA GAMA Yogyakarta setiap harinya menyambut siswa dari berbagai kelas, baik untuk meminjam maupun mengembalikan buku. Namun, proses sirkulasi di perpustakaan ini masih manual, meskipun jumlah transaksi harian cukup besar. Akibatnya, staf perpustakaan sering menghadapi kesulitan dalam mengakses data, baik saat proses peminjaman, pengembalian, atau pengecekan sanksi. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini, teknologi dapat dimanfaatkan untuk membangun sistem informasi perpustakaan berbasis web mobile. Sistem semacam ini akan membantu staf perpustakaan dalam mengelola data perpustakaan dan memudahkan anggota dalam proses peminjaman dan pengembalian buku. Manfaat penelitian ini memberikan kenyamanan kepada pengguna dalam memanfaatkan sistem informasi perpustakaan kapan saja dan di mana saja, hanya dengan menggunakan koneksi internet dan menyederhanakan manajemen data dan sirkulasi peminjaman dan pengembalian buku bagi staf perpustakaan. ## II. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka penelitian merupakan konsep pada penelitian yang saling berhubungan. Yang mana penggambaran antara variabel yang satu dengan penggambaran yang lain dapat terkoneksi secara detail dan juga sistematis, menjelaskan alur proses pembuatan sistem informasi perpustakaan yang akan dirancang sehingga membentuk sebuah aplikasi yang bernama e-perpus, adapun lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1: Gambar 1 Arsitektur Sistem Informasi Perpustakaan ## III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelian yang didapatkan antara lain: A. Kebutuhan Fungsional 1. Pengelolaan data admin dan anggota bertujuan untuk mengatur transaksi peminjaman dan pengembalian buku, serta mengelola jumlah petugas yang memantau sistem dan anggota yang terdaftar sebelum melakukan transaksi. 2. Pengelolaan data koleksi buku perpustakaan digunakan untuk mencatat informasi buku seperti judul, pengarang, penerbit, kondisi, jumlah, dan kategori buku. 3. Fungsi pencarian koleksi buku memudahkan petugas dan anggota dalam mencari dan meminjam buku yang telah terdaftar dalam sistem. 4. Pengelolaan transaksi peminjaman dan pengembalian buku mempermudah petugas dan anggota dalam menggunakan sistem perpustakaan, memudahkan proses peminjaman dan pengembalian buku. 5. Fungsi laporan perpustakaan digunakan untuk merekap transaksi peminjaman dan pengembalian buku oleh anggota, laporan ini dapat dicetak atau diserahkan kepada admin atau atasan. B. Desain Sistem Berikut ini adalah Diagram Konteks sistem informasi perpustakaan: Gambar 2 Diagram Konteks Sistem Informasi Perpustakaan Berikut ini adalah DFD Level 2 dari proses mengelola petugas pada DFD Level 1. Gambar 3 DFD Level 2 Mengelola Petugas Berikut ini adalah DFD Level 2 dari proses mengelola buku pada DFD Level 1. Gambar 4 DFD Level 2 Mengelola Buku Berikut ini adalah DFD Level 2 dari proses mengelola peminjaman pada DFD Level 1. Gambar 5 DFD Level 2 Mengelola Peminjaman Berikut ini adalah DFD Level 2 dari proses mencari buku pada DFD Level 1. Gambar 6 DFD Level 2 Mencari Buku C. Implementasi dan Pengujian Rancangan yang telah dibuat melalui proses pembuatan dan perancangan secara rinci menghasilkan sebuah produk aplikasi sistem informasi perpustakaan yang dimana berguna bagi SMA GAMA Yogyakarta dalam mengelola perpustakaan. ## 1. Tampilan Login Admin dan User Gambar 7 Tampilan Menu Daftar & Login Halaman Login awal yang dimana digunakan untuk menginputkan nama pengguna dan kata sandi, yang dimana sebelumnya akun telah dibuat dibagian daftar sebagai member. 2. Dashboard Admin Dashboard Admin menampilkan secara keseluruhan halaman interface pada saat admin atau petugas melakukan login. 3. Tampilan Halaman Data Anggota Gambar 9 Data Anggota Halaman Data Anggota menampilkan data para pengguna atau anggota yang membuat akun secara mandiri atau yang sudah didaftarkan oleh petugas perpustakaan. 4. Halaman Data Administrator Gambar 10 Data Administrator Halaman Data Administrator digunakan untuk mengelola admin atau petugas yang melayani proses transaksi peminjaman dan pengembalian buku oleh para pengguna atau anggota. 5. Tampilan Dashboard Pengguna Gambar 11 Dashboard Pengguna Dashboard Pengguna menampilkan secara keseluruhan halaman interface pada saat pengguna atau anggota melakukan login. 6. Tampilan Halaman Peminjaman Buku Gambar 12 Halaman Peminjaman Buku 7. Tampilan Halaman Pengembalian Buku Gambar 13 Pengembalian Buku 8. Tampilan Halaman Profil Saya Gambar 14 Profil Saya Pada halaman ini Halaman Profil Saya digunakan untuk mengedit identitas para pengguna atau anggota 9. Tampilan Halaman Login Mobile ## Gambar 15 Halaman Login Mobile ## IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk memaksimalkan pemanfaatan: 1. Petugas dapat melakukan pemantauan transaksi peminjaman dan pengembalian buku serta dapat mengelola buku perpustakaan hingga menambahkan admin pengurus sistem. 2. Pengguna dapat melakukan proses peminjaman dan pengembalian buku, melalui smartphone masing-masing tanpa harus mencatat lagi di buku catatan harian. 3. Implementasi Rest Api CRUD yang berhasil, baik dari segi membuat, membaca, mengedit dan menghapus data. ## D AFTAR P USTAKA [1] Al Fatta, H. (2007), Analisis dan Perancangan Sistem Informasi , Yogyakarta: Andi. [2] Belajar, Jurnal Perpustakaan Sekolah , Tahun 1. Nomor 1 April 2007ISSN 1978-9548. Pgs. 1-10. [3] Darmono (2007), Pengembangan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber [4] Dudut, L. (2005), Perancangan dan Pembuatan Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web dengan Menggunakan ASP dan SQL Server (Studi Kasus Ruang Baca FTIF) , Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh November. [5] Hutahaen, J. (2015), Konsep Sistem Informasi , Yogyakarta: DEEPUBLISH Publisher. [6] Hermawan, A. (2009), Penelitian Bisnis , Jakarta: PT. Grasindo. [7] Iskandar, I.A. (2016), Perancangan Aplikasi Perpustakaan Desa Pada Kantor Desa Curuglemo Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang , Skripsi, S.Si., Sekolah Tinggi Manajemen Dan Ilmu Komputer STMIK Raharja Tangerang, Tangerang. [8] in Librarianship, Documentation and the Book Crafts and Reference Book. [9] Lasa, H.S. (2009). Kamus Kepustakawanan Indonesia , Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. [10] Masse, M. (2011), REST API Design Rulebook , USA: O’Reilly Media Inc. [11] Montague, H.L. (1990), Harrod’s Librarians’ glossary of Terms Used7th ed , England: Gower. [12] Suhendar, Y. (2005), Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah , Jakarta: Prenada Media group. [13] Siregar, B. (2007), Gedung dan Perlengkapan Perpustakaan , Medan: Program [14] Studi Ilmu Perpustakaan. Fakultas Sastra: USU. [15] Sinaga. D (2005), Perpustakaan Sekolah , Jakarta: Kreasi Media Utama. [16] Trimo, S. (2005), Pedoman Pelaksanaan Perpustakaan , Bandung: Remaja Karya. [17] Yakub (2012), Pengantar Sistem informasi , Yogyakarta: Graha Ilmu. .
55079191-b1f6-4420-87d6-08ac4e8cf966
https://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/download/4735/3723
## PAJAK PENGHASILAN BAGI OVER-THE-TOP DI INDONESIA: SEBUAH PELUANG DAN TANTANGAN Amelia Cahyadini Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran email: [email protected] Zainal Muttaqin Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran email: [email protected] Sinta Dewi Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran email: [email protected] Dewi Kania Sugiharti Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran email: [email protected] disampaikan 1/4/2021 – di -review 14/8/2021 – diterima 22/5/2022 DOI: 10.25123/vej.v8i1.4735 ## Abstract Over-the-Top (OTT) is a form of information technology innovation that is growing very rapidly, including in Indonesia as one of the largest OTT market country. OTT can earn income from users in Indonesia, while the right to tax this income cannot be imposed in Indonesia because OTT generally operates across national borders and does not have a permanent establishment in Indonesia. Therefore, it is necessary to consider income tax arrangements for OTT operating in Indonesia to provide legal certainty. This paper focuses on discussing the positive legal provisions of Income Tax that apply to OTT operating in Indonesia and the implementation of each of these regulations in the current era of economic digitalization. The author uses a normative juridical research method with a qualitative research approach. Based on this research, it is known that the provision of Income Tax for OTT does not yet exist, therefore the Government of Indonesia needs to design a national tax law that is able to accommodate income tax for OTT. Keywords: digital economy; income tax; Over-the-Top ## Abstrak Over-the-Top (OTT) adalah salah satu bentuk inovasi teknologi informasi yang berkembang dengan sangat pesat, termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu negara pangsa pasar OTT terbesar di dunia. OTT dapat memperoleh penghasilan dari pengguna di Indonesia, sementara hak pemajakan atas penghasilan tersebut tidak dapat dikenakan di Indonesia karena pada umumnya OTT beroperasi lintas batas negara dan tidak memiliki BUT di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pengaturan Pajak Penghasilan bagi OTT yang beroperasi di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum. Tulisan ini memfokuskan pada pembahasan mengenai ketentuan hukum positif Pajak Penghasilan yang berlaku bagi OTT yang beroperasi di Indonesia dan implementasi dari setiap peraturan tersebut pada era digitalisasi ekonomi saat ini. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa ketentuan Pajak Penghasilan untuk OTT hingga saat ini belum ada, oleh karena itu Pemerintah Indonesia perlu merancang hukum perpajakan nasional yang mampu mengakomodir pengenaan Pajak Penghasilan bagi OTT. Kata Kunci: ekonomi digital; Over-the-Top ; pajak penghasilan. ## Pendahuluan Over-the-Top (selanjutnya disebut OTT) merujuk pada layanan yang “menumpang” pada penyedia kabel ( cable providers ), khususnya layanan streaming . Layanan OTT didefinisikan sebagai layanan yang disediakan melalui saluran penyedia layanan internet, tetapi mereka sama sekali tidak terlibat dalam perencanaan atau penyampaian layanan, karena layanan ini ditawarkan langsung kepada konsumen OTT dari jaringan penyedia layanan internet. 1 Istilah OTT telah diterapkan pada banyak produk dan layanan lain yang mengalirkan konten ke pengguna menggunakan internet sebagai pengganti infrastruktur yang sudah ada sebelumnya (layanan televisi kabel, layanan keuangan, layanan seluler). 2 Sebagai contoh yang termasuk OTT adalah Whatsapp, YouTube, Netflix, Apple TV+, HBO, Instagram, dan sebagainya. Faktor utama berkembang pesatnya OTT adalah penetrasi smartphone dan paket internet seluler berkecepatan tinggi yang dapat diakses, sehingga melalui perangkat tersebut layanan OTT telah memungkinkan dapat diakses tanpa terbatas lokasi dan waktu. Pasar OTT Indonesia bernilai US$ 360 juta pada 2019, nilai tersebut diproyeksikan terus meningkat mencapai US$ 1,5 miliar pada enam tahun ke depan, dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 27,7% dari tahun 2020 hingga 2026. 3 Saat ini, OTT menjadi tren di seluruh dunia dan diproyeksikan akan bertransformasi menjadi lebih inovatif dan canggih kedepannya. Hal ini membuat OTT menjadi digemari dalam menjual produk fisik bersamaan dengan penawaran layanan audio dan video. 1 Rachita Rake dan Supradip Baul, Indonesia Over The Top (OTT) Market, Opportunity Analysis and Industry Forecast, 2019-2026, Portland: Allied Market Research, 2019 , hlm. 4. 2 K.C. Karnes, What is OTT (Over-The-Top) and How Does it Relate to Apps?, https://clevertap.com/blog/ott/, diakses 5 Januari, 2021. 3 Rachita Rake dan Supradip Baul, supra no. 1, hlm. 12. Pandemi Covid-19 berdampak positif terhadap pertumbuhan pasar OTT di Indonesia karena penggunaan akan layanan OTT terus meningkat. 4 Penggunaan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan yang berkelanjutan dalam layanan komunikasi dan hiburan online . Menurut Media Partners Asia (MPA), total menit streaming video online mingguan di smartphone tumbuh 60% secara agregat di seluruh Indonesia antara 20 Januari dan 11 April 2020. 5 Pada 2019, konten streaming yang paling digemari pengguna internet di Indonesia adalah online video , yaitu sebesar 98%; lalu streaming konten televisi melalui internet sebesar 50%; 46% bermain game secara live streaming ; 36% menonton live streaming orang lain bermain game ; dan menonton e-sport tournaments sebesar 17%. 6 Pemanfaatan internet oleh pengguna di Indonesia juga berpengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Berdasarkan laporan Google dan Temasek pada e-Conomy SEA 2019 , pada 2025, ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai US$ 130 miliar, sudah mencapai US$ 40 miliar pada tahun 2019 dengan rata-rata pertumbuhan 49% per tahun. 7 Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia lebih cepat dibandingkan dengan enam negara lain di Asia Tenggara. Salah satu faktor pendukung perkembangan tersebut adalah kondisi geografis Indonesia yang luas dan populasi yang besar. 8 OTT memperoleh pendapatan dengan menggunakan model monetisasi. Monetisasi adalah kerangka kerja khusus yang menentukan cara tepat dimana OTT mendorong pendapatan dan menghasikan laba atas investasi ( return on investment atau ROI) yang memungkinkan pelaku usaha menjawab pertanyaan mengenai nilai apa yang akan saya berikan dan berapa harganya dan sumber pendapatan apa yang 4 We Are Social dan Hootsuite, Digital 2019 Q2 Global Digital Statshot , https://andi.link/data- statistik-digital-dan-pengguna-internet-di-dunia-tahun-2019-kuartal-kedua-q2/, diakses 2 Januari, 2020. 5 Id. 6 Hootsuite dan We Are Social, Indonesian Digital Report 2019, https://www.slideshare.net/DataReportal/digital-2019-indonesia-january-2019-v01, diakses 8 Juli 2020. 7 Google, Temasek, dan Bain & Company, e-Conomy SEA 2019, https://dailysocial.id/post/indonesias-digital-economy-is-now-at-40-billion-e-commerce-as- the-biggest-participant , diakses 3 Januari 2020. 8 Id. akan didapatkan. 9 Secara singkat monetisasi adalah proses memanfaatkan basis pengguna aplikasi dan mengubah tindakan dan keterlibatan pengguna menjadi aliran pendapatan. 10 Berdasarkan model pendapatannya, OTT dikelompokan menjadi berbasis langganan ( subscription-based ), berbasis iklan ( advertising- based ), berbasis transaksi ( transaction based ), dan model hybrid . 11 Pertumbuhan pasar OTT di Indonesia dipengaruhi oleh meningkatnya popularitas direct carrier billing dan langganan video ( subscription of over-the-top videos atau SVoD). Hal ini juga didukung dengan biaya yang relatif terjangkau untuk mengakses layanan OTT, berlangganan, dan kecepatan internet yang semakin baik (semakin tinggi). Berdasarkan tingginya akses terhadap OTT yang dilakukan oleh pengguna di Indonesia dan dengan model monetisasi yang digunakan OTT, maka OTT akan mendapatkan keuntungan (pendapatan) dari jumlah pengakses dan pelanggan ( subscriber ) yang merupakan penduduk negara pangsa pasar, dalam hal ini Indonesia. Mengacu pada asas sumber untuk pengenaan Pajak Penghasilan, 12 maka secara teori hukum pajak, Indonesia memiliki kewenangan untuk mengenakan Pajak Penghasilan terhadap OTT yang beroperasi di Indonesia. Pada praktiknya, hingga saat ini Indonesia belum dapat mengenakan Pajak Penghasilan terhadap OTT. Diperkirakan ada potensi besar dari pajak yang hilang dengan tidak ditariknya Pajak Penghasilan atas Facebook, YouTube, Netflix, dan layanan OTT lainnya. 13 Skala dan luasnya revolusi teknologi yang sedang berlangsung akan membawa perubahan ekonomi, sosial, dan budaya yang begitu fenomenal, sehingga hampir tidak dapat dibayangkan, termasuk pada proses penyelenggaraan negara. 14 Salah satu dampak terbesarnya adalah perubahan cara pemerintah mengatur hubungan saat ini dengan pelaku usaha dan masyarakat, termasuk internet citizen , serta bagaimana kekuatan teknologi yang begitu besar dapat membangun 9 Bornflight, Business Models for Mobile App Monetization, Croatia , www.bornflight.com, hlm. 6. 10 Id. 11 Id. 12 Kees Van Raa, Nondiscrimination in International Law, Deventer, Kluwer, 1986, hlm. 26. 13 Wahyunanda Kusuma Pertiwi, Sejak 2016, Netflix Belum Pernah Bayar Pajak di Indonesia, https://tekno.kompas.com/read/2020/01/16/07560027/sejak-2016-netflix-belum-pernah- bayar-pajak-di-indonesia?page=all , diakses 12 Februari, 2020. 14 Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, World Economic Forum, Switzerland, 2016, hlm. 31. hubungan antara negara maju dengan negara berkembang, dan bukan sebaliknya. Hal tersebut juga termasuk dalam hal pengenaan Pajak Penghasilan kepada para pelaku usaha OTT yang berdomisili di luar Indonesia, yang tanpa kehadiran fisiknya di Indonesia tetap dapat memperoleh keuntungan ekonomis. Berdasarkan uraian tersebut, tulisan ini memfokuskan pada pembahasan bagaimana ketentuan hukum positif Pajak Penghasilan yang berlaku bagi OTT yang beroperasi di Indonesia, serta bagaimana implementasi dari setiap peraturan tersebut pada era digitalisasi ekonomi saat ini. Penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mendasarkan pada norma hukum positif (peraturan perundang-undangan) dengan juga memperhatikan norma yang ada dalam masyarakat. Tujuannya untuk mendapatkan pemahaman, mengembangkan teori, dan menggambarkan secara lengkap dan jelas. 15 Mengingat instrumen Pajak Penghasilan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan yuridis normatif, 16 karena objek yang diteliti adalah norma atau kaidah yang dirumuskan dalam undang-undang dengan tidak mengesampingkan pula fakta empiris yang terdapat di lapangan. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang mengambarkan teori hukum yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi objek penelitiannya dan juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat. 17 Sehingga tujuan penelitian ini adalah menggambarkan penerapan Pajak Penghasilan bagi OTT berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku. ## Pembahasan Pengenaan pajak terhadap pelaku usaha luar negeri (termasuk OTT) pada era digitalisasi ekonomi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu direct tax dan indirect tax . 18 Direct tax berbentuk Pajak Penghasilan atau dikenal pada beberapa 15 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum , Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105. 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , UI Pres, Jakarta, 1986, hlm. 22. 17 Zainuddin Ali, supra no. 15, hlm. 106. 18 Ichwan Sukardi dan Sophia She Jiaqian, Taxing the Digital Economy in Indonesia , https://www.internationaltaxreview.com/article/b1ngz37n2ts6ct/taxing-the-digital- economy-in-indonesia, diakses 22 Januari 2021. negara dengan sebutan digital services tax (DST), withholding tax , atau digital permanent establishment . Indirect tax berupa value added tax (VAT) atau goods and services tax (GST). 19 Pengenaan Pajak Penghasilan bagi pelaku usaha luar negeri pada dasarnya telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; dan 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang- Undang. Serta, penegasan berlakunya ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan Indonesia pada kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya disebut PMSE) sebagaimana terdapat pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019). 20 Subjek pajak yang dinilai paling relevan dengan OTT adalah subjek pajak luar negeri (baik merupakan orang pribadi atau badan) dan Bentuk Usaha Tetap (selanjutnya disebut BUT) (bagi OTT yang memiliki perwakilan di Indonesia). Mengenai subjek pajak luar negeri dan BUT dalam masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut, diuraikan sebagai berikut: ## Pengaturan Pajak Penghasilan OTT dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang ketentuan material dari Pajak Penghasilan, seperti subjek, objek, dasar pengenaan pajak, dan tarif pajak. Undang-Undang Pajak Penghasilan membedakan subjek pajak menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. 21 Subjek pajak luar negeri 19 Id. 20 Peraturan Pemerintah R.I., Nomor 80 Tahun 2019, tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, L.N.R.I Tahun 20l4 No. 45, Pasal 8 jo. Pasal 25 dan Penjelasan Pasal 25. 21 Aristanti Widyaningsih, Hukum Pajak dan Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map, Alfabeta, Bandung, 2017, hlm. 24 dan Undang-Undang R.I., Nomor 36 Tahun 2008, tentang Perubahan salah satunya adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, tetapi menjalankan usaha di Indonesia, baik melalui BUT ataupun tidak. 22 Dalam konsep hukum pajak positif, BUT merupakan bentuk usaha yang digunakan subjek pajak luar negeri ( non-resident taxpayer ) sebagai sarana untuk mendapatkan active income . 23 BUT dapat dikatakan cabang atau perwakilan perusahaan luar negeri yang ada di Indonesia. BUT berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Pasal 111 Undang-Undang Cipta Kerja didefinisikan sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c, dan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d (tersebut di atas) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesi. Mengacu pada pengertian BUT dalam Pasal 2 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 111 Undang- Undang Cipta Kerja tersebut, kata- kata “tidak bertempat”; “tidak lebih dari 183 hari”; dan “tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia” menunjukan bahwa BUT hanya dapat dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri. Badan perwakilan di suatu negara dapat dikatakan sebagai BUT apabila memenuhi syarat, yaitu adanya suatu tempat usaha ( place of business ) yang dapat berupa tanah, gedung, dan peralatan; tempat usaha tersebut bersifat tetap; dan kegiatan usahanya dilakukan pada tempat tersebut. 24 Karakteristik lainnya adalah BUT bersifat produktif, artinya memberikan sumbangsih dalam memperoleh keuntungan atau penghasilan bagi kantor pusatnya. 25 Pengertian BUT dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan memiliki cakupan yang cukup luas dan secara tegas merumuskan “ komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis ( automated equipment ) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, L.N.R.I Tahun 2000 No. 128, Pasal 2 ayat (2). 22 Id. 23 Zsazya, Apa Itu Bentuk Usaha Tetap?, Bentuk Usaha Tetap: Kenali Ketentuan dan Perhitungan Pajaknya di Sini! (online-pajak.com), diakses 14 Desember 2020. 24 Raden Agus Suparman, BUT: Subjek Pajak Luar Negeri Tapi Diperlakukan Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri, https://aguspajak.com/2018/08/10/but-subjek-pajak-luar-negeri-tapi- diperlakukan-sebagai-subjek-pajak-dalam-negeri/, diakses 29 Februari 2021. 25 Id. transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet ” sebaga i BUT. 26 Hal tersebut juga ditegaskan dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 3 Tahun 2016 yang mengatur mengenai OTT yang didirikan oleh subjek pajak luar negeri wajib mendirikan BUT sebagaimana diatur dalam Nomor 5 poin 5.3. Surat Edaran Menkominfo Nomor 3 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa “… Layanan OTT dapat disediakan oleh perorangan atau badan usaha asing dengan ketentuan wajib mendirikan BUT di Indonesia. BUT didirikan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan … . .”. Pada N omor 5 poin 5.5 Surat Edaran Menkominfo Nomor 3 Tahun 2016 disebutkan kewajiban penyedia layanan OTT adalah menaati ketentuan peraturan perundang-undangan salah satunya di bidang perpajakan. Meskipun demikian, konsep BUT pada peraturan perundang-undangan yang berlaku tetap mengacu pada tipe BUT, yang terdiri dari BUT tipe aset atau tipe fasilitas fisik; BUT tipe aktivitas; BUT tipe agen; dan BUT tipe asuransi, 27 yang kesemuanya mengacu pada konsep place of business test ; location test ; right use test ; dan business activity test . 28 BUT merupakan terminologi penting dalam perpajakan internasional karena berkaitan dengan taxing right atau hak pemajakan suatu negara; source rules yaitu sekumpulan ketentuan hukum yang menentukan syarat- syarat bagi suatu jenis penghasilan agar negara tempat diterimanya penghasilan menjadi negara sumber yang berhak memungut pajak atas penghasilan; dan threshold atau ambang batas, yaitu kriteria yang memungkinkan suatu negara sumber untuk memajaki penghasilan usaha antar negara. Subjek pajak luar negeri akan menjadi subjek pajak dalam negeri time test - nya diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan subjek pajak luar 26 Undang-Undang R.I., Nomor 36 Tahun 2008, Tentang Pajak Penghasilan jo. Undang-Undang R.I., Nomor 11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja, L.N.R.I Tahun 2008 Nomor 133, Pasal 111. 27 Gunadi, Pajak Internasional, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2017, hlm. 29. 28 OECD Model Convention, BUT model basic rule sebagaimana terdapat dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) OECD Model Convention, Pasal 5 ayat (3). negeri menjadi BUT time test -nya pada perjanjian penghindaran pajak berganda atau tax treaty (selanjutnya disebut tax treaty ), sebagai berikut: Tabel 1: Perbedaan time test Subjek Pajak Luar Negeri menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan BUT SPLN menjadi SPDN SPLN menjadi BUT a. Orang pribadi SPLN 1) Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan 2) Bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan SPLN yang bertempat kedudukan, didirikan, dan menjalankan usaha di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. SPLN menjadi BUT time test -nya dibedakan menurut kegiatannya sebagai berikut: a. Building site/construction ; b. Installation ; c. Assembley (perakitan); d. Supervisory activities (pengawasan); e. O ther services; yang batasan waktunya diatur dalam tax treaty antara Indonesia dengan negara treaty partner . Sumber: Djoko Muljono, Pajak Berganda? Tidak Lagi! Pedoman Mudah dan Praktis Memahami Tax Treaty, Andi, Yogyakarta, 2011, hlm. 139 Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa Pemerintah Indonesia telah berupaya keras dalam pengenaan Pajak Penghasilan terhadap pelaku usaha yang berdomisili di luar negeri dan memperoleh pendapatan atau tambahan kemampuan ekonomis dari Indonesia dengan beroperasi di Indonesia melalui BUT. 29 Pendapatan yang diperoleh OTT dari negara pangsa pasar dengan penggunanya yang merupakan Warga Negara Indonesia, semestinya dapat memberikan sumbangsih penerimaan negara, khususnya dari sektor Pajak Penghasilan, sebagaimana berlaku dan diakuinya asas sumber untuk pengenaan Pajak Penghasilan secara internasional. 30 Hal ini juga sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menegaskan yurisdiksi sumber yang berlaku di Indonesia mendasarkan pada dua unsur, yaitu menjalankan aktivitas ekonomi secara signifikan dan menerima penghasilan yang bersumber 29 OECD The Development of Fixed Broadband Networks, http://www.oecd.org/officialdocuments/publicdisplaydocumentpdf/?cote=DSTI/ICCP/CISP( 2015)2/FINAL&docLanguage=En, diakses 10 Desember 2020. 30 Kees Van Raa, supra no. 12 , hlm. 26. dari negara tersebut. 31 Hal ini juga diperkuat dengan rumusan Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Pajak Penghasilan yaitu dalam kalimat “… baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia…”. Asas sumber penghasilan mendasarkan pemajakan pada tempat dimana sumber penghasilan itu berada, 32 atau karena adanya hubungan antara negara dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan, 33 sehingga negara tempat sumber berada memiliki wewenang mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu. 34 Menurut Ongwamuhana, yurisdiksi sumber mendasarkan pada argumentasi bahwa negara sumber memberikan kontribusi kepada perusahaan milik bukan wajib pajak dalam negeri untuk memperoleh penghasilan dari negara tersebut, sehingga memiliki hak alokasi pemajakan. 35 Meskipun demikian, rumusan ketentuan yang berlaku sebagaimana tersebut di atas mempunyai konsekuensi tersendiri, yaitu otoritas perpajakan melihat adanya keberadaan fisik sebagai relevansi pengenaan pajak terhadap pelaku usaha asing. Termasuk operasi penghitungan melalui website di internet atau server , baru sebagai BUT dalam hal memiliki kualifikasi yang sama dengan tempat usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas. 36 Pada kenyataannya, digitalisasi ekonomi menciptakan ekosistem bisnis baru, dimana batas-batas geografis tidak lagi terasa nyata 37 yang menyebabkan perekonomian dunia telah bersatu secara global, sehingga pelaku usaha dapat melakukan aktivitasnya dimanapun selain negara tempat kedudukannya atau domisilinya. 38 31 Gunadi, supra no. 27, hlm., 59. 32 Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hlm. 16. 33 Bjorn Wesberg, Cross Border Taxation of Commerce, International Bureau of Fiscal Documentation, Amsterdam , 2002, hlm. 93. 34 Rochmat Soemitro, Hukum Pajak Internasional Indonesia Perkembangan dan Pengaruhnya, Eresco, Bandung, 1986, hlm. 51. dan Mansury, Perpajakan Internasional Berdasarkan Undang- Undang Domestik Indonesia, YP4, Jakarta, 1998, hlm. 63. 35 Kibuta Ongwamuhana, The Taxation of Income from Foreign Investment – a Tax Study of Some Developing Countries, Kluwer, Deventer , 1991, hlm. 78. 36 Gunadi, supra no. 27, hlm., 62. 37 Steven Harnad, Post-Gutenberg Galaxy The Fourth Revolution in the Means of Production of Knowledge, Vol. 2 No. 1, Public-Access Computer System Review , hlm. 41, 1991. 38 Sean Lowry, Digital Services Taxes (DSTs): Policy and Economic Analysis, Congressional Research Service , https://fas.org/sgp/crs/misc/R45532.pdf, diakses 15 Desember 2020. Dengan demikian, ketentuan tentang BUT yang membutuhkan kehadiran fisik menjadi sulit diterapkan dalam konteks digitalisasi ekonomi, meskipun secara normatif, kehadirian fisik ini masih tetap dipertahankan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hal ini ditegaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Permanent Establishment . PMK tersebut menguraikan kegiatan yang dapat diklasifikasikan sebagai BUT dan menegaskan kewajiban BUT berdasakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk penegasan kriteria BUT yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yang saat ini berlaku. Apakah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 mengatur Pajak Penghasilan bagi Over-the-Top ? Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang secara umum mengatur kebijakan keuangan negara untuk menghadapi ancaman perkenomian Nasional Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19, juga mengatur mengenai ketentuan perpajakan, yaitu Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan yang diatur adalah Pajak Penghasilan dari kegiatan PMSE yang dilakukan oleh wajib pajak luar negeri dan/atau oleh PPMSE. PMSE adalah kegiatan perdagangan yang transaksinya dilakukan secara online , sehingga membutuhkan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. 39 PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk PMSE. 40 Kewajiban Pajak Penghasilan dalam kegiatan PMSE timbul apabila subjek pajak luar negeri dan/atau PPMSE memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan. 41 Pelaku usaha luar negeri atau PPMSE luar negeri yang memenuhi syarat kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai BUT, sehingga 39 Undang-Undang R.I., Nomor 2 Tahun 2020, Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, L.N.R.I Tahun 2020 No. 132, Pasal 4 ayat (2). 40 Id. dapat dikenakan Pajak Penghasilan. 42 Kehadiran ekonomi signifikan yang dimaksud dalam undang-undang ini berupa (1) peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu; (2) penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau (3) pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu. 43 Bagi PPMSE yang tidak dapat ditetapkan sebagai BUT karena adanya tax treaty , maka PPMSE tersebut dapat dikenakan Pajak Transaksi Elektronik. 44 Pajak Transaksi Elektronik dikenakan atas transaksi penjualan barang dan/atau jasa dari luar Indonesia melalui PMSE kepada pembeli atau pengguna di Indonesia yang dilakukan oleh pelaku usaha luar negeri, secara langsung atau melalui PPMSE luar negeri. 45 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 menyebutkan bahwa besarnya tarif, dasar pengenaan, dan tata cara penghitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Transaksi Elektronik diatur dengan Peraturan Pemerintah. 46 Pada dasarnya, konsep kehadiran ekonomi yang signifikan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2020 mengacu pada konsensus internasional yang diusung oleh OECD yang membahas penanganan Tax Challenges of the Digital Economy , yang hingga saat ini masih belum ditentukan kesepakatan akhirnya. Meskipun telah diatur, namun Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Transaksi Elektronik belum berlaku, sebagaimana disampaikan oleh Febrio Nathan Kacabiru, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. 47 Hal ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Indonesia untuk menunggu konsensus OECD dapat diterapkan. Pada Juli 2021, OECD/G20 Inclusive Framework menyetujui dua pilar sebagai solusi perpajakan dunia dalam menghadapi tantangan digitalisasi ekonomi. Pillar One dirancang untuk menyesuaikan hak pemajakan dengan mempertimbangkan model bisnis 42 Id. 43 Id. 44 Id. 45 Id. 46 Id. 47 Febrio Nathan Kacabiru, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Seri Diskusi: Regulasi Ekonomi Digital #2, Bagaimana Kebijakan Perpajakan Mengantisipasi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik?” , diakses Selasa 4 Agustus 2020. baru dan dengan demikian memperluas hak perpajakan yurisdiksi pasar, yang untuk beberapa model bisnis adalah yurisdiksi tempat pengguna berada. 48 Yurisdikisi pengguna atau yurisdiksi pasar ( market jurisdiction ) adalah yurisdiksi dimana grup Multinational Enterprise (MNE) menjual produk atau layanannya atau dalam kasus bisnis digital dan perkembangannya, memberikan layanan kepada pengguna atau meminta dan mengumpulkan data atau kontribusi konten dari mereka. Pillar One dimaksudkan untuk menstabilkan kembali sistem perpajakan internasional, dilengkapi dengan prosedur pencegahan dan penyelesaian sengketa yang lebih baik. Pendekatan Pillar One mencakup tiga jenis laba kena pajak yang dapat dialokasikan pada yurisdiksi pasar, dideskripsikan dalam Amount A, Amount B, dan Amount C. Amount A mengatur bagian dari sisa keuntungan yang dialokasikan ke yurisdiksi pasar ( market jurisdiction ) menggunakan pendekatan formula yang diterapkan pada tingkat grup MNE termasuk lini bisnisnya. Laba sisa yang digunakan untuk Amount A akan menjadi hasil dari penyerhanaan konvensi yang disepakati atas dasar konsensual. Hak pemajakan baru ini dapat berlaku terlepas dari keberadaan fisiknya, terutama untuk layanan digital otomatis. Ini mencermikan keuntungan yang terkait dengan partisipasi aktif dan berkelanjutan dari bisnis dalam ekonomi yurisdiksi pasar, melalui aktivitas di atau dari jarak jauh diarahkan ke yurisdiksi tersebut, dan oleh karena itu merupakan respon utama dari pendekatan terpadu terhadap tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi. Kategori bisnis yang termasuk dalma ruang lingkup Amount A adalah automated digital services dan consumer-facing businesses . 49 Amount B bertujuan untuk mencapai tingkat penyederhanaan yang lebih besar dalam administrasi perpajakan untuk transfer pricing dan menurunkan biaya kepatuhan bagi wajib pajak dan meningkatkan kepastian pajak tentang penetapan 48 OECD 2020, Statement by the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS on the Two-Pillar Approach to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy – January 2020 , OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS, OECD, Paris, www.oecd.org/tax/beps/statement-by-the-oecd-g20-inclusive-framework-on-beps-january- 2020.pdf. hlm. 8. harga transaksi, yang seharusnya mengarah pada pengurangan kontroversi antara otoritas pajak dan pembayar pajak. Sehingga secara umum Amount B ingin menciptakan hubungan antara administrasi pajak dengan pembayar pajak yang lebih efisien dari segi sumber daya, fokus pada kasus beresiko tinggi dengan potensi untuk meningkatkan pendapatan pajak yang substansial. Amount C mengatur pengembalian keuntungan tambahan dimana fungsi dalam negara melebihi aktivitas dasar yang dikompensasikan berdasarkan Amount B. 50 Aspek lebih lanjut dari Amount C adalah penekanan yang diberikannya pada kebutuhan untuk proses penyelesaian sengketa yang lebih baik, seperti mengenai permasalahan yurisdiksi dan pengumpulan pajak dapat dibatasi atau ditangguhkan selama durasi perselisihan. 51 Ketentuan dan pelaksanaan lebih lanjut dari konsensus ini akan difinalisasi pada Oktober 2021. 52 Berdasarkan uraian tersebut, maka keputusan belum mengimplementasikan aturan Pajak Penghasilan dan pajak transaksi elektronik dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, Penulis menilai merupakan langkah yang cukup tepat dengan pertimbangan bahwa pada konteks digitalisasi, terdapat dua isu utama yang masih memerlukan pembahasan menyeluruh dan mendalam untuk pengenaan direct tax , yaitu pertama, permasalahan yurisdiksi pemajakan atau dimana PPMSE dan/atau OTT akan dikenakan pajak, bagaimana negara menjaga dan mempertahankan hak pemajakan dimana bisnis dapat menyediakan layanan secara digital dengan sedikit atau tanpa kehadiran fisik di negara tersebut untuk mendapatkan kehadiran atau manfaat secara ekonomis. Kedua, apa yang akan dipajaki, dalam konteks digitalisasi ekonomi, terdapat kesulitan untuk menentukan karakter transksi (dimana dan dengan cara apa) PPMSE dan/atau OTT memperoleh tambahan kemampuan ekonomis. 50 Id. 51 Id. 52 OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting Project, Statement on a Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising From the Digitalisation of the Economy , 1 Juli 2021, https://www.oecd.org/tax/beps/statement-on-a-two-pillar-solution-to-address-the-tax- challenges-arising-from-the-digitalisation-of-the-economy-july-2021.pdf , hlm. 1. Pertimbangan lainnya adalah terkait dengan isu yang lebih politis, yaitu isu retaliasi atau balas dendam, sebagaimana yang terjadi antara Amerika Serikat dengan negara-negara European Union . 53 Negara-negara yang mengambil tindakan unilateral menetapkan Pajak Penghasilan bagi platform digital, nyatanya banyak menghadapi retalisasi perdagangan dengan Amerika Serikat. Diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 juga mendapat perhatian dari Amerika Serikat. Melalui United States Trade Representative (USTR), Amerika Serikat melakukan investigasi terkait dengan skema pemajakan atas transaksi digital yang disiapkan oleh Indonesia meskipun belum diterapkan sepenuhnya. 54 Terdapat tiga poin yang dicantumkan dalam Section 301 Investigations Status Update on Digital Service Tax Investigation of Brazil, the Czech Republic, the European Union, and Indonesia , yaitu, pertama, Amerika Serikat menilai skema pemajakan digital Indonesia diskriminatif karena hanya berlaku untuk perdagangan elektronik yang dilakukan oleh subjek pajak nonresiden. 55 Pemberlakuan pajak khusus tersebut dinilai menargetkan perusahaan Amerika Serikat dan cara ini dinilai mendiskriminasi perusahaan Amerika Serikat. Kedua, Amerika Serikat menilai pajak digital yang diatur Indonesia tidak konsisten dengan prinsip perpajakan internasional, terutama Pajak Penghasilan dan Pajak Transaksi Elektronik. 56 Prinsip perpajakan internasional yang dimaksud oleh USTR adalah prinsip mengenai BUT dan risiko pajak berganda. Ketiga, USTR khawatir pajak digital Indonesia membatasi perdagangan Amerika Serikat melalui penciptaan beban pajak tambahan yang memaksa perusahaan Amerika Serikat mengeluarkan biaya 53 Yustinus Prastowo, Kuliah Umum Hukum Pajak “Hukum Pajak dan Tantangan Ekonomi Digital, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, https://www.youtube.com/watch?v=JXiWV8x-4rE , disampaikan pada 8 Februari 2021. 54 Administrator Harian Bisnis Indonesia, “AS Tuding Indonesia Diskriminatif” , http://www.sfconsulting.co.id/sf/?mod=berita&page=show&stat=&id=17151&q=&hlm=163, diakses pada 16 September 2021. 55 Office of the United State Trade Representative Executive Office of the President, Section 301 Investigations Status Update in Digital Services Tax Investigastions of Brazil, the Czech Republic, the European Union, and Indonesia, https://ustr.gov/sites/default/files/files/Press/Releases/StatusUpdate301InvestigationsBEUI ndCR.pdf, hlm. 10-11. 56 Id. lebih besar untuk menaati aturan perpajakan di Indonesia dan pengenaan pajak berganda pada korporasi Amerika Serikat. 57 Lebih lanjut, berdasarkan definisi PPMSE yang dirumuskan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2020, maka tidak dapat dikatakan bahwa PPMSE juga mencakup OTT, dengan pertimbangan bahwa OTT dirumuskan sebagai penyedia layanan aplikasi dan/atau konten melalui internet. 58 Layanan aplikasi merupakan pemanfaatan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam bentuk pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, daring percakapan ( chatting ), transaksi finansial dan komersial, penyimpanan dan pengambilan data, permainan ( game ), jejaring dan media sosial, serta turunannya. 59 Sementara itu, layanan konten melalui internet adalah penyediaan semua bentuk informasi digital yang terdiri dari tulisan, gambar, animasi, musik, video, film, permainan ( game ), atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang dialirkan ( streaming ) atau diunduh ( download ) dengan memanfaatkan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi berbasi protokol internet. 60 Demikian juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019, mengatur mengenai PMSE dan PPMSE, yang rumusan pengertiannya sama dengan yang ada pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 itu sendiri merupakan peraturan pelaksana dari Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut Undang- Undang Perdagangan), khususnya merupakan amanat Pasal 66 Undang-Undang Perdagangan, yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai transaksi 57 Id. 58 International Telecommunication Union, Recommendation ITU-T D.262, New ITU Recommendation Provides Parameters for a Collaborative Framework for OTTs , https://news.itu.int/new-itu-recommendation-provides-parameters-for-a-collaborative- framework-for-otts/, diakses 13 Maret 2020 dan Nomor 5 Poin 5.1.3 Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet ( Over The Top ). 59 Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika R.I. Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet ( Over The Top ), Nomor 5 Poin 5.1.1. 60 Id. perdagangan melalui sistem elektronik diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Perdagangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan/atau jasa, baik di dalam Indonesia, maupun yang melampaui batas wilayah Indonesia dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi. Oleh karena itu, OTT tidak termasuk dalam cakupan peraturan ini. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 dapat dikatakan merupakan suatu tindakan unilateral dalam upaya pengenaan Pajak Penghasilan bagi OTT. Cara unilateral umumnya digunakan sebelum diterapkannya tax treaty , yang dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak berganda dalam undang- undang suatu negara yang ditetapkan sepihak oleh negara itu sendiri. 61 Penggunaan cara ini merupakan wujud kewibawaan dan kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu undang-undang. 62 Meskipun cara ini merupakan salah satu cara yang dikenal pada praktik perpajakan internasional, namun pada konteks digitalisasi ekonomi cara ini akan menimbulkan banyak permasalahan mengenai pengenaan pajak berganda. Dengan OTT yang beroperasi secara global, maka pendekatan multilateral dinilai menjadi salah satu pilihan yang paling tepat. Cara multilateral dilakukan melalui suatu perundingan oleh lebih dari dua negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. 63 Cara mencegah pajak ganda dengan perjanjian multilateral relatif jarang terjadi, 64 namun dalam menghadapi digitalisasi ekonomi, cara ini dinilai menjadi cara yang paling tepat untuk melaksanakan hasil Konsensus OECD/G20 Inclusive Framework. 61 Chairil Anwar Pohan, Pedoman Lengkap Pajak Internasional, Konsep, Strategi, dan Penerapan , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2019, hlm. 133. 62 Id. 63 Id. 64 Rochmat soemitro, Supra no. 35, hlm. 136. ## Penutup Pemerintah Indonesia telah mengupayakan pengenaan Pajak Penghasilan yang dapat menjangkau pelaku usaha asing khususnya dalam bidang perdagangan barang dan jasa melalui ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, meskipun belum dapat dilaksanakan pada saat ini. Secara khusus untuk Pajak Penghasilan bagi OTT hingga saat ini belum ada ketentuan hukum positif yang mengatur, adapun Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet ( Over The Top ) bukanlah merupakan pengaturan mengenai Pajak Penghasilan, tetapi hanya sebagai pedoman internal dalam mengkategorikan OTT dalam kegiatan dalam lingkup Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagaimana kekuatan mengingat surat edaran dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai upaya mengatur Pajak Penghasilan bagi OTT, pendekatan multilateral melalui Konsensus OECD/G20 Inclusive Framework dinilai sebagai pilihan yang tepat untuk menghindari terjadinya pengenaan pajak ganda. ## Daftar Pustaka Buku: Aristanti Widyaningsih, Hukum Pajak dan Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map, Alfabeta, Bandung, 2017. Bjorn Wesberg, Cross Border Taxation of Commerce , International Bureau of Fiscal Documentation, Amsterdam, 2002. Chairil Anwar Pohan, Pedoman Lengkap Pajak Internasional, Konsep, Strategi, dan Penerapan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2019. Djoko Muljono, Pajak Berganda? Tidak Lagi! Pedoman Mudah dan Praktis Memahami Tax Treaty, Andi, Yogyakarta, 2011. Gunadi, Pajak Internasional, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2017. Kees Van Raa, Nondiscrimination in International Law, Kluwer, Deventer, 1986. Kibuta Ongwamuhana, The Taxation of Income from Foreign Investment – a Tax Study of Some Developing Countries , Kluwer, Deventer, 1991. Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution , World Economic Forum, Switzerland, 2016. Mansury, Perpajakan Internasional Berdasarkan Undang-Undang Domestik Indonesia, YP4, Jakarta, 1998. Rachita Rake dan Supradip Baul, Indonesia Over The Top (OTT) Market, Opportunity Analysis and Industry Forecast , 2019-2026, Allied Market Research, Portland, 2019. Rochmat Soemitro, Hukum Pajak Internasional Indonesia Perkembangan dan Pengaruhnya, Eresco, Bandung, 1986. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , UI Pres, Jakarta, 1986. Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Salemba Empat, Jakarta, 2007. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum , Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Jurnal Steven Harnad, Post-Gutenberg Galaxy: The Fourth Revolution in the Means of Production of Knowledge, Public-Access Computer System Review, Vol. 2 No. 1, hlm. 41, 1991. ## Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. ## Organisation for Economic Co-operation and Development Model Tax Convention on Income and on Capital Condensed Version 2017. Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet ( Over the Top ). Situs Daring: Bornflight, Business Models for Mobile App Monetization, Croatia, www.bornflight.com. Google, Temasek, dan Bain & Company, e-Conomy SEA 2019, https://dailysocial.id/post/indonesias-digital-economy-is-now-at-40- billion-e-commerce-as-the-biggest-participant , diakses 3 Januari 2020. Hootsuite dan We Are Social, Indonesian Digital Report 2019, https://www.slideshare.net/DataReportal/digital-2019-indonesia- january-2019-v01, diakses 8 Juli 2020. Ichwan Sukardi dan Sophia She Jiaqian, Taxing the Digital Economy in Indonesia, https://www.internationaltaxreview.com/article/b1ngz37n2ts6ct/taxing- the-digital-economy-in-indonesia , diakses 22 Januari 2021. International Telecommunication Union, Recommendation ITU-T D.262, New ITU Recommendation Provides Parameters for a Collaborative Framework for OTTs, https://news.itu.int/new-itu-recommendation-provides- parameters-for-a-collaborative-framework-for-otts/ , diakses pada 13 Maret 2020. K.C. Karnes, What is OTT (Over-The-Top) and How Does it Relate to Apps?, https://clevertap.com/blog/ott/, diakses 5 Januari 2021. OECD, The Development of Fixed Broadband Networks, http://www.oecd.org/officialdocuments/publicdisplaydocumentpdf/?cote =DSTI/ICCP/CISP(2015)2/FINAL&docLanguage=En , diakses 10 Desember 2020. Over The Top (OTT) Market Size, Share and Global Market Forecast to 2024 | MarketsandMarke ts™ Raden Agus Suparman, BUT: Subjek Pajak Luar Negeri Tapi Diperlakukan Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri, https://aguspajak.com/2018/08/10/but- subjek-pajak-luar-negeri-tapi-diperlakukan-sebagai-subjek-pajak-dalam- negeri/, diakses 29 Februari 2021. Sean Lowry, Digital Services Taxes (DSTs): Policy and Economic Analysis. Congressional Research Service, https://fas.org/sgp/crs/misc/R45532.pdf , diakses 15 Desember 2020. Wahyunanda Kusuma Pertiwi, Sejak 2016, Netflix Belum Pernah Bayar Pajak di Indonesia, https://tekno.kompas.com/read/2020/01/16/07560027/sejak-2016- netflix-belum-pernah-bayar-pajak-di-indonesia?page=all , diakses 12 Februari 2020. We Are Social dan Hootsuite, Digital 2019 Q2 Global Digital Statshot ” , https://andi.link/data-statistik-digital-dan-pengguna-internet-di-dunia- tahun-2019-kuartal-kedua-q2/ , diakses 2 Januari 2020. Zsazya, Apa Itu Bentuk Usaha Tetap?, Bentuk Usaha Tetap: Kenali Ketentuan dan Perhitungan Pajaknya di Sini! (online-pajak.com), diakses 14 Desember 2020. ## Webinar: Febrio Nathan Kacabiru, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Seri Diskusi: Regulasi Ekonomi Digital #2, Bagaimana Kebijakan Perpajakan Mengantisipasi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik?”, Selasa, 4 Agustus 2020, 17:00. Yustinus Prastowo, Kuliah Umum Hukum Pajak “Hukum Pajak dan Tantangan Ekonomi Digital, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, https://www.youtube.com/watch?v=JXiWV8x-4rE , disampaikan pada 8 Februari 2021.
6106d27e-5dd7-4de8-8960-795209eaf230
https://stiemuttaqien.ac.id/ojs/index.php/OJS/article/download/743/510
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 11 No. 1 Juli 2022 P - ISSN : 2503-4413 E - ISSN : 2654-5837, Hal 2 96 – 299 ## PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN PROFITABILITAS TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN UKURAN PERUSAHAAN SEBAGAI PEMODERASI Oleh : Aminul Amin, Sarah Octaviani STIE Malangkucecwara Malang [email protected], [email protected] . Article Info Abstract Article History : Received 16 July - 2022 Accepted 25 July - 2022 Available Online 31 July - 2022 This study aims to examine the effect of corporate social responsibility and profitability on tax aggressiveness with firm size as a moderating variable. In this study, there are two independent variables, namely corporate social responsibility(X1) and profitability (X2). The dependent variable in this study is tax aggressiveness (Y). The moderating variable in this study is company size (X3). The population in this study are manufacturing companies in the consumer goods industry sector listed on the Indonesia Stock Exchange in 2017- 2019 as many as 144 companies. The method used is purposive sampling and obtained as many as 66 companies as samples. The hypothesis in this study was tested using SPSS. The results of this study indicate that 1) corporate social responsibility has no effect on tax aggressiveness 2) profitability has no effect on tax aggressiveness 3) company size has a negative effect on tax aggressiveness 4) company size is unable to moderate the influence betweencorporate social responsibility on tax aggressiveness 5) company size is able to moderate the effect of profitability on tax aggressiveness. Keyword : corporate social responsibility, profitability, tax aggressiveness, firm size. ## 1. PENDAHULUAN Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1, pengertian pajak adalah konstribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan suatu kewajiban bagi wajib pajak pribadi maupun badan. Pajak merupakan penghasilan terbesar Negara Indonesia dan memberikan konstribusi yang besar bagi pembangunan Negara. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak membangun berbagai infrastruktur. Dalam hal ini dibutuhkan dana yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Salah satu dana yang dibutuhkan dari dalam negeri ini yaitu dari sector pajak. Pemerintah tentunya harus memaksimalkan pendapatan pajak, salah satunya yaitu pajakn penghasilan dari perusahaan. Sedangkan tujuan pemerintah untuk memaksimalkan pajak tersebut dijadikan sebuah instrument untuk menentukan sebuah kebijakan perusahaan. Pajak sendiri dianggap sebagai beban oleh perusahaan, sedangkan pajak memiliki sifat memaksa yang mengakibatkan perusahaan melakukan berbagai cara untuk meminimalkan beban pajaknya. Salah satu tindakan manajemen yang berusaha untuk menghindari pajak perusahaan yang tinggi dilakukan agresivitas pajak (Lanis dan Richardson,2013). Nugraha dan Meiranto (2015) menyatakan bahwa agresivitas pajak adalah kegiatan perencanaan pajak (tax planning) semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak yang efektif. Lanis dan Richardson (2012) berpendapat bahwa pandangan masyarakat mengenai perusahaan yang melakukan tindakan agresivitas dianggap telah membentuk suatu kegiatan yang tidak bertanggung jawab social. Sedangkan perusahaan yang memiliki peringkat rendah dalam pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dianggap sebagai perusahaan yang tidak bertanggung jawab secara social (Watson,2011). Dari kedua pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR rendah memungkinkan untuk melakukan agresivitas pajak lebih besar. Wibisono (2007:7) menyatakan bahwa CSR merupakan komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk bertindak secara etis dan berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi masyarakat setempat atau masyarakat luas, serta meningkatkan taraf hidup karyawan dan keluarga mereka. Sama halnya dengan pajak sebagai kontribusi perkembangan ekonomi Negara. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas pajak adalah profitabilitas. Menurut Chen dkk (2010) semakin profitable perusahaan, maka semakin termotivasi untuk memposisikan diri dalam perencanaan pajak. Perusahaan semakin agresif terhadap kewajiban membayar pajak dengan semakin meningkatnya profitabilitas. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan membayar pajak lebih tinggi dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas lebih rendah (Lestari dan Febrianti, 2016). Profitabilitas dapat diukur menggunakan ROA. Jadi semakin besar presentase ROA, semakin baik pula manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan hasil penelitian. Misalnya pada penelitian Nugraha (2015) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negative terhadap agresivitas pajak. Berbeda dengan hasil penelitian lainnya yaitu Andhari dan Sukartha (2017) yang menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif pada agresivitas pajak. Sedangkan pada penelitian lainnya Goh dkk (2019) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility berpengaruh negatif signifikan terhadap agresivitas pajak. Penelitian lainnya Handayani dkk (2018) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Menurut Sari dan Putri (2016) pendekatan kontinjensi mengungkapkan bahwa harus dikembangkan suatu variabel untuk menjernihkan hasil inkonsistensi penelitian terdahulu. Pendekatan kontinjensi akan memberi peluang kepada variabel-variabel lain yang bertindak sebagai variabel moderating atau intervening (Ayuni dan Erawati, 2018). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah ditambahnya ukuran perusahaan sebagai variabel moderating. Menurut Tiaras dan Henryanto (2015) agresivitas pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ukuran perusahaan. Semakin besar asset perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Perusahaan yang tergolong perusahaan kecil tidak dapat mengelola pajak dengan optimal dikarenakan kekurangan ahli dalam hal perpajakan. Berbeda dengan perusahaan yang tergolong perusahaan besar yang memiliki sumber daya yang lebih besar sehingga dapat dengan mudah mengelola pajak ( Dharma dan Ardiana, 2016 : 590). Berdasarkan pernyataan tersebut, perusahaan besar cenderung memiliki peluang lebih besar untuk melakukan agresivitas pajak. Pada penelitian Sumarwan dkk (2019) menyatakan bahwa CSR dan profitibalitas berpengaruh terhadap agresivitas pajak sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Menurut Sari (2019) menyatakan bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak sedangkan CSR tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Dengan adanya inkonsisten dalam penelitian terdahulu peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh CSR dan profitabilitas terhadap agresivitas pajak dengan menambahkan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi. ## 2. KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak Menurut teori stakeholder, perusahaan tidak hanya berfokus kepada kepentingan pemegang saham saja, namun juga harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak yaitu masyrakat, pemerintah, konsumen dsb. Sedangkan menurut teori legitimasi yang mengharuskan suatu perusahaan untuk beroperasi sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembayaran pajak yang taat tanpa melakukan agresivitas pajak merupakan salah satu contoh penerapan kedua teori tersebut. Apabila suatu perusahaan taat melakukan pembayaran pajak dapat dikatakan perusahaan tersebut peduli terhadap pemerintah dan menerapkan nilai dan norma masyarakat sehingga perusahaan tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat. Selain melakukan pembayaran pajak yang taat tanpa melakukan agresivitas pajak, perusahaan juga dapat melakukan kegiatan CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat. Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa sebuah perusahaan yang melakukan agresivitas pajak merupakan perusahaan yang tidak bertanggungjawab sosial. Karena pembayaran pajak yang taat termasuk bentuk tanggung jawab perusahaan kepada pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson (2012) telah menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan maka perusahaan semakin menghindari adanya tindakan agresivitas pajak. Karena pada dasarnya perusahaan yang mengungkapkan CSR adalah perusahaan yang ingin membangun hubungan yang baik dengan shareholder . Pada penelitian terdahulu Ayu dan Sukartha (2017) menyatakan bahwa CSR berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Sejalan dengan penelitian Veranika (2019). H1 : CSR berpengaruh terhadap agresivitas pajak Pengaruh Profitabilitas terhadap agresivitas ## pajak Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin besar laba yang diterima perusahaan maka semakin besar pula beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Salah satu rasio profitabilitas adalah ROA. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2012:158) return on assets (ROA) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atas asset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio ROA maka semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA mengakibatkan kenaikan ETR sehingga ROA berpengaruh positif terhadap ETR. Sejalan dengan hasil penelitian Putri Kumala Sari (2019) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas pajak. H2 : profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas pajak Pengaruh ukuran perusahaan terhadap agresivitas pajak Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan. Dalam hal ini perusahaan besar akan memiliki sumber daya yang memadai dalam hal mengelola perpajakan suatu perusahaan. Putri Kumala Sari (2019) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak. H3 : ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak Ukuran perusahaan sebagai pemoderasi antara CSR terhadap agresivitas pajak Sembiring (2005) dalam Wijaya (2012), secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Menurut Putri (2017) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap CSR. Menurut Wahyu dkk (2019) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Dari kedua penelitian terdahulu menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat berpengaruh terhadap CSR dan agresivitas pajak, maka hipotesis sebagai berikut. H4 : ukuran perusahaan dapat memoderasi hubungan antara CSR terhadap agresivitas pajak Ukuran perusahaan sebagai pemoderasi antara profitabilitas terhadap agresivitas pajak Pengaruh antara profitabilitas terhadap agresivitas pajak dapat diperkuat dengan menambahkan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi. Perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan besar akan lebih bisa dalam menghasilkan laba dan stabil dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Laba yang tinggi akan menyebabkan kewajiban pajak membesar dan cenderung perusahaan akan melakukan agrsivitas pajak. Perusahaan besar juga memiliki sumber daya yang memadai untuk mengelola beban pajaknya. Siregar (2016) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil analisis menunjukkan interaksi antara profitabilitas dengan ukuran perusahaan akan menyebabkan tingkat agrsivitas pajak yang dilakukan perusahaan akan menurun ( Putra dan Jati, 2018). H5 : ukuran perusahaan dapat memoderasi hubungan antara profitabilitas terhadap agresivitas pajak ## 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang berjenis kausalitas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji suatu variabel terhadap variabel lainnya. Desain enelitian kausalitas dapat berbentuk pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan melibatkan variabel mediasi dan variabel kontrol. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh CSR dan profitabilitas terhadap agresivitas pajak dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi. Populasi adalah wilayah yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karkteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2015). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2019. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 48 perusahaan. . Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling karena peneliti memiliki kriteria khusus agar sampel yang diambl sesuai dengan tujuan penelitian. ## 4. HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini untuk menguji model regresi nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah nilai adjusted (R 2 ). Berikut hasil uji adjusted (R 2 ) : ## Tabel 1. Koesfisien Determintasi Persamaan Adj R 2 Y = α + β1*X1 + β2*X2 + e -.011 Y = α + β1*X1 + β2*X2 + β3*X3 + e .084 Y = α + β1*X1 + β2*X2 + β3*X3 + β4(X1*X3) + β5(X2*X3) + e .159 Berdasarkan tabel menunjukkan nilai adjusted R 2 pada persamaan pertama sebesar - 0.011. Persamaan kedua terdapat penambahan variabel ukuran perusahaan menghasilkan nilai adjusted R 2 sebesar 0.084. Pada persamaan ketiga yaitu menjadikan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi antara CSR terhadap agresivitas pajak dan profitabilitas terhadap agresivitas pajak naik sebesar 0.159. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh CSR dan profitabilitas terhadap agresivitas pajak dengan adanya ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi sebesar 0.159 atau 15.9% dan sisa sebesar 84.1% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian. Pada penelitian ini untuk menguji hipotesis menggunakan level of significance sebesar 5% atau ( 𝛼 ) = 0.05. Selain itu juga pengujian hipotesis juga dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Uji hipotesis statistic yang digunakan yaitu : a. H 0 : b1 = 0 maka tidak terdapat pengaruh X terhadap Y b. H a : b1 ≠ 0 maka terdapa t pengar uh X terhada p Y Dasar keputu san H0 diterim a atau ditolak sebagai berikut : a. Jika sig > 0.05 atau t hitung < t tabel maka H 0 diterima dan H a ditolak b. Jika sig < 0.05 atau t hitung > t tabel maka H 0 ditolak dan H a diterima Pengaruh corporate social responsibility (X1) terhadap agresivitas pajak (Y) Hasil uji hipotesis 1 diperoleh signifikansi corporate social responsibility 0.915 > 0.05 dan t hitung 0.107 < t tabel 1.999 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 ditolak karena corporate social responsibility (X1) tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak (Y). Hal ini bisa saja terjadi karena masih rendahnya praktik CSR yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia (Wahyudi,2015). Hal tersebut dapat dilihat pada hasil uji statistik deskriptif, dimana variabel CSR memiliki rata-rata sebesar 0.2146. Berdasarkan uji tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata perusahaan hanya melakukan pengungkapan CSR sekitar 21.46% dari total item indicator GRI G.4 yang berjumlah 91 item. Selain itu CSR tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak dikarenakan pengungkapan CSR yang dilakukan sebuah perusahaan tersebut belum tentu mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu perusahaan mengeluarkan pengungkapan CSR yang cenderung sama setiap tahunnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri Kumala Sari (2019). Pengaruh profitabilitas (X2) terhadap agresivitas pajak (Y). Hasil uji hipotesis 2 diperoleh signifikansi profitabilitas 0.245 > 0.05 dan t hitung -1.175 < t tabel 1.999 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak karena profitabilitas (X2) tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak (Y). hipotesis 2 ditolak menunjukkan bahwa tingginya nilai profitabilitas pada suatu perusahaan tidak akan mempengaruhi sebuah perusahaan dalam melakukan tindakan agresivitas pajak. Profitabilitas merupakan kemampuan keuangan perusahaan dalam memperoleh laba dengan memanfaatkan asset yang dimiliki. Profitabilitas merupakan satu indikitor untuk menilai kesehatan keuangan suatu perusahaan. Dalam hal ini beberapa perusahaan akan melakukan manajemen laba sehingga sulit untuk diketahui laba yang sebenarnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marpaung dan Sudjiman (2020). Pengaruh ukuran perusahaan (X3) terhadap agresivitas pajak (Y) Hasil uji hipotesis 3 diperoleh signifikansi ukuran perusahaan 0.012 < 0.05 dengan t hitung -2.611 sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan (X3) berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak (Y). Artinya semakin besar ukuran perusahaan (yang dihitung menggunakan proxy lock total asset) maka semakin rendah agresivitas pajak. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran perusahaan maka untuk menjaga citra perusahaan dimata publik pihak manajemen perusahaan akan cenderung untuk tidak melakukan penghindaran pajak. Menurut Utami (2013) yaitu semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan tersebut akan melaporkan kondisi keuangannya dengan lebih akurat, sehingga manajer dalam perusahaan tersebut akan memiliki kesempatan lebih kecil dalam memanipulasi laba atau dapat dikatakan melakukan praktik penghindaran pajak dibandingkan perusahaan yang jauh lebih kecil, Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Siektriet (1972) dalam Richardson dan lanis (2007) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negative terhadap agresifitas pajak. Pengaruh corporate social responsibility (X1) terhadap agresivitas pajak (Y) dengan ukuran perusahaan (X3) sebagai variabel moderasi Hasil uji hipotesis 4 diperoleh signifikansi CSR*ukuran perusahaan 0.110 > 0.05 dan t hitung -1.627 < t tabel 1.999 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh corporate social responsibility (X1) terhadap agresivitas pajak (Y). Hal ini dapat terjadi karena masih rendahnya praktik Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan di Indonesia, baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Pada hipotesis 1 dapat dilihat bahwa Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh terhadap agresifitas pajak. Pengaruh profitabilitas (X2) terhadap agresivitas pajak (Y) dengan ukuran perusahaan (X3) sebagai variabel moderasi Hasil uji hipotesis 5 diperoleh siginikansi Profitabilitas*Ukuran perusahaan 0.018 < 0.05 dan t hitung 2.442 > t tabel 1.999 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mampu memoderasi pengaruh profitabilitas (X2) terhadap agresivitas pajak (Y). Koefesien interaksi pada penelitian ini sebesar 0.019 yang artinya keberadaan ukuran perusahaan memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap agresivitas pajak. Perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan besar akan lebih bisa dalam menghasilkan laba dan stabil dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Laba yang tinggi akan menyebabkan kewajiban pajak membesar dan cenderung perusahaan akan melakukan agrsivitas pajak. Perusahaan besar juga memiliki sumber daya yang memadai untuk mengelola beban pajaknya. ## 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak, profitabilitas tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak, ukuran perusahaan berpengaruh negative terhadap agresivitas pajak, ukuran perusahaan tidak memoderasi pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap agresivitas pajak, dan ukuran perusahaan mampu memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap agresivitas pajak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai keterkaitan teori stakeholders dan penerapan nyata mengenai pengaruh Corporate Social Responsibility dan profitabilitas terhadap agresivitas pajak dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi, serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam bidang kajian yang sama. Dan diharapkan dapat memberikan masukan kepada Direktorat Jendral Pajak untuk membuat kebijakan perpajakan yang efektif terhadap wajib pajak dimasa mendatang. Sedangkan bagi investor, penelitian ini dapat dijadikan pandangan bagaimana sebuah manajemen perusahaan mengelola kebijakan terkait dengan perpajakan. Pada penelitian ini terdapat keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil olah data penelitian. Keterbatasan penilitian adalah sampel pada penelitian ini hanya berjumlah 22 perusahaan manufaktur sektor industry barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Effect Indonesia (BEI) sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, periode pada penelitian ini hanya 3 tahun yaitu dati tahun 2017 – 2019, penelitian ini hanya menggunakan 2 variabel independen saja, yaitu Corporate Social Responsibility dan Profitabilitas . Berdasarkan dari hasil penelitian pengolahan data dan pembahasanyang sudah dilakukan, terdapat saran-saran yang dapat dikaji ulang oleh peneliti selanjutnya, disarankan mengambil sampel dengan ruang lingkup yang lebih luas selain perusahaan sektor industry barang konsumsi dan bagi peneliti selanjutnya disarankan agar menambah tahun penelitian sehingga jumlah sampel bisa lebih banyak. ## REFERENSI Ayuni, N. M. K., & Erawati, N. M. A. (2018). Pengaruh Asimetri Informasi Pada Senjangan Anggaran dengan Kejelasan Sasaran Anggaran dan Komitmen Organisasi Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi , 22 , 492. https://doi.org/10.24843/eja.2018.v22.i01. p19 Dharma, I. M. S., & Ardiana, P. A. (2016). Pengaruh Leverage, Intensitas Aset Tetap, Ukuran Perusahaan, dan Koneksi Politik Terhadap Tax Avoidance. E- Jurnal Akuntansi Universitas Udayana , 15 , 584–613. https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akunta nsi/article/view/17463 lanis, grant. (2013). corporate social responsibility and tax andggressiveness . Nugraha, M. (2015). PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, LEVERAGE DAN CAPITAL INTENSITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2013) . Prasetyo, A., & Wulandari, S. (2021). Capital Intensity, Leverage, Return on Asset, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak. Jurnal Akuntansi , 13 , 134–147. https://doi.org/10.28932/jam.v13i1.3519 tiaras, henryanto. (2015). PENGARUHLIKUIDITAS, LEVERAGE, MANAJEMEN LABA, KOMISARIS INDEPENDEN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK . Tobergte, D. R., & Curtis, S. (2013). The Corporate Social Responsibility Debate. Journal of Chemical Information and Modeling , 53 (9), 1689–1699. watson. (2011). Corporate Social Responsibilityand Tax Aggressiveness: An Examination of Unrecognized Tax Benefits . (Ayuni & Erawati, 2018; Dharma & Ardiana, 2016; lanis, 2013; Nugraha, 2015; Prasetyo & Wulandari, 2021; tiaras, 2015; Tobergte & Curtis, 2013; watson, 2011)
4be81e7b-c86c-4523-b219-9a0a297b802b
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/download/1345/1298
## AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR MESJID AL-MARKAZ AL-ISLAMI MAKASSAR (Sebuah Tinjauan Kebudayaan Islam) Oleh: Syamsuez Salihima Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar ## Abstract Community Economic Activity Around Almarkas Masjid Al-Islami Makassar: A Review of Islamic Culture. The central issue in this study is the Mosque of Al - Markaz al - Islami Makassar reveal new phenomena with market tradition that adorn celebration Islamic holy days. In terms of the traditional Islamic culture is a new phenomenon that is interesting to study through this research. The market is a means of buying and selling that bring together buyers and sellers who gave birth to a healthy transactions between them. What happens in the court of Al - Masjid Al - Islami Makassar Headquarters indeed a new tradition certainly be an interesting phenomenon because market participants in general are people who are aware of the function of the mosque. Associated with the Islamic tradition of religiosity based on the elements that promote the concept of Al - Quran and Hadith that turned out to purchase it is a tradition that is set in the legal sources that tentutsaja if executed properly or in accordance with the rules then it will get the glory. Economic activity in the al - al - Islami Headquarters certainly have differences in their purpose element carrying out market or buy goods selling at Masjid Al - Headquarters Al - Islami they make buying and selling while conducting worship, Sellers also easily offer their goods because economic activity is concentrated in one place, namely the courtyard of the mosque, making it easier for consumers looking for all kinds of needs them. The attractiveness of the market on big days in the Al - Al - Islami headquarters in the context of how to dress consumers and sellers in the market on a day -to-day religious identical to the Islamic dress code . Keywords: Economy in Masjid Al - Headquarters, Islamic Culture Overview ## A. Latar Belakang Islam memiliki aneka ragam kebudayan yang terbangun secara alamiah bagi pemeluknya. Sebagai agama yang memiliki kapasitas pemeluk di Indonesia yang sangat besar, Islam tentu tak terlepas dari panorama kebudayaan yang melingkunginya. Hampir disetiap daerah di Indonesia dapat ditemukan kebudayaan-kebudayaan islam yang dianut oleh masyarakat pemeluknya. Kekhasan budaya Islam dengan keanekaragamannya tentu tak terlepas dari hasil cipta karya yang dilaksanakan secara turun temurun oleh generasi-generasi Islam. Di Jawa misalnya, tradisi dzikiran telah terbangun sejak dahulu baik itu dzikiran yang dilaksanakan oleh pengelola badan berjamaah di masjid maupun dzikiran-zikiran yang bersifat komunitas seperti yang banyak dilaksanakan oleh kelompok-kelompok Majelis Taklim. Tradisi serupa juga banyak terdapat di Makassar dengan praktik dzikiran yang sama yang dilakukan oleh masyarakat Islam Jawa. Di Makassar juga dapat dijumpai tradisi-tradisi seperti Yasinan, Syukuran, Maulid dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin moderen, Islam juga merespon perkembangan itu dengan munculnya tradisi-tradisi baru. Tradisi-tradisi baru itu bermunculan dengan dukungan perkembangan teknologi. Dapat dijumpai seperti penggunaan alat musik canggih yang sangat kental dengan bantuan elektronik dalam musik-musik islami. Kalau dahulu musik islami sangan kental dengan Kasidah Rebana dengan menggunakan media lokal yang juga diproduksi secara lokal. Tetapi itu dalam hal seni. Respon kebudayaan moderen juga dapat ditemukan melalui aktivitas-aktivitas yang bersifat tayangan elektronik seperti berkembangnya perfilman yang bernuansa religi, munculnya tayangan-tayangan di TV yang sangat bernuansa islami seperti Mutiara Hati, Renungan Kalbu dan Tauziah-tauziah disetiap momen seperti menyambut Bulan Puasa (Rhamadhan), Bulan Haji dan yang lainnya. Tidak hanya itu, kebudayaan juga setiap saat dapat dijumpai pada simbol-simbol Islam seperti Masjid sebagai sarana ibadah. Dengan demikian Islam dapat dikategorikan sebagai laboratorium kebudayaan yang dapat mengiringi zaman berdasarkan pergeseran-pergeseran iklim kebudayaan tanpa mengabaikan kebudayaan yang telah terbangun sejak lama. Dalam kehidupan keagaamaan khususnya Umat Islam, Mesjid merupakan sarana beribadah. Berdasarkan fungsinya Mesjid merupakan tempat beribadah seperti, shalat lima waktu, shalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha dan ibadah-ibadah lainnya. Mesjid disamping merupakan simbol kebudayaan yang besar bagi Umat Islam, juga menjadi media otentik yang memiliki keindahan dari segi nilai arsitekturnya. Artinya mesjid juga mengalami pergeseran dari segi arsitektur seiring perkembangan zaman modern ini. Di Indonesia bangunan fisik masjid memiliki teknologi yang modern. Mulai dari unsur perangkat pengeras suaranya, desain bangunannya yang memiliki keindahan dan juga didukung oleh fasilitas teknologi modern seperti pintu otomatis, pendingin ruangan, tempat berwudhu yang modern dan juga dikelolah dengan manajeman yang semakin maju. Kalau dahulu mesjid hanya menjadi saran ibadah dan musawarah semata, sekarang mesjid memiliki multi fungsi. Multi fungsi itu seperti keberadaan toko-toko buku, sekretariat pengkajian keagamaan dan bahkan dapat dijumpai mesjid yang memiliki sarana dan prasarana perjamuan pernikahan. Zaman sekarang ini ada tradisi baru yang menarik untuk dilihat dalam prespektif budaya Islam mengenai keberadaan mesjid sebagai sarana ibadah. Di Makassar, seperti yang dijumpai oleh calon peneliti berdasarkan hasil observasi, menemukan bahwa mesjid tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah semata, akan tetapi menjadi sarana membangun perekonomian. Dimesjid Al-Markas Al-Islami Makassar yang kita kenal sebagai mesjid besar di Kota Makassar terbangun fenomena kemasyarakatan yang menarik yaitu adanya prkatik jual beli yang terjadi di lingkungan Mesjid Al-Markas Al- Islami yang dapat dijumpai setiap hari-hari besar seperti hari Jumat yang merupakan hari besar Umat Islam. Dilihat dari letaknya, mesjid bukanlah tempat yang strategis untuk berjualan karena mesjid merupakan tempat ibadah semata. Berbeda dengan tempat yang memang menjadi sarana jual beli seperti pasar, Mall ataupun sarana jual beli yang lainnya yang telah dipersiapkan oleh pemerintah yang memang difungsikan sebagai sarana jual beli. Mesjid apabila memiliki fungsi lain berdasarkan tradisi yang selama ini terbangun dalam kehidupan islam, tentu memiliki daya tarik untuk dikaji dan dilihat sebagai fenomena baru yang terjadi dalam kehidupan Islam sekarang ini. Dengan rutinitas masyarakat menjadikan mesjid sebagai media membangun ekonomi tentu merupakan fenomena baru. Apalagi dilihat dari struktur masyarakat yang memanfaatkan mesjid sebagai objek berjual beli pada hari besar Islam seperti pada hari Jumat dan hari- hari besar lainnya memiliki keragaman. Untuk itu peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Aktivitas Ekonomi Masyarakat di sekitar Mesjid Al- Markaz Al-Islami Makassar: Sebuah Tinjauan Kebudayaan. Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini dilaksanakan oleh saudara Safari yang meneliti tentang Kontestasi Mesjid Kubamas di Jakarta Selatan pada tahun 2013 dengan temun bahwa Mesjid Kubamas di Jakarta Selatan merupakan mesjid yang memiliki peran ganda dan menjadi diaspora kemasyarakatan khususnya Umat muslim di sekitar Jakarta Selatan. Mesjid Kubamas menjadi media transaksi pasar dan rutinitas sosial lainnya. ## B. Rumusan Masalah Adapun masalah pokok yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah Mesjid Al- Markaz Al-Islami Makassar menampakkan fenomena baru dengan tradisi pasar yang menghiasi perayaan hari-hari besar Islam. Ditinjau dari segi kebudayaan Islam tradisi tersebut merupakan fenomena baru sehingga menarik untuk dikaji melalui penelitian ini. yang. Dengan demikian berdasarkan masalah pokok tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tradisi pasar yang menghiasi Mesjid Al-Markaz Al-Islami Makassar ditinjau dari segi kebudayaan Islam? 2. Faktor apakah yang menyebabkan para pelaku pasar di Mesjid Al-Markaz Al- Islami Makassar untuk berjualan setiap hari-hari besar Islam? 3. Mengapa Mesjid Al-Markaz Al-Islami menjadi daya tarik bagi pelaku pasar untuk berjualan setiap hari-hari besar Islam? ## C. Tinjauan Tentang Kebudayaan Kebudayaan merupakan unsur yang sangat dekat dengan perilaku manusia yang melambangkan pola hidup manusia. Menurut Hari Poerwanto (2008:46) mengatakan bahwa sejak pertama kalinya makhluk yang bercirikan manusia muncul di muka bumi sekitar satu juta tahun yang lalu, yaitu dengan ditemukannnya fosil dari makhluk Pithecanthropus Erectus, sampai dengan sekarang ini, telah terjadi berbagai perubahan kebudayaan yang di milikinya. Ditinjau dari segi sifatnya kebudayaan menurut A.L. Kroeber dalam Hari Poerwanto berpendapat bahwa: Salah satu sifat kebudayaan ialah seperorganik. Jika proses evolusi kebudayaan dibandingkan dengan proses evolusi fisik dari makhluk manusia, sampai pada suatu kurun waktu tertentu masih berjalan sejajar. Akan tetapi pada suatu tahap perkembangan tertentu, diduga proses perubahan kebudayaan berjalan amat cepat sekali seolah-olah meninggalkan proses evolusi organiknya. Hari Poerwanto (2008:46) Apa yang dikatakan A. L. Krober sejalan dengan fenomena pergeseran kebudayaan yang terdapat dalam Islam, selain itu fenomena tersebut merupakan wujud pergeseran kemanusiaan dari zaman ke zaman. Lahirnya kebudayaan baru tentu tak terlepas dari semakin perubahan lingkungan sehingga fenomena mesjid sebagai sarana ibadah kemudian muncul tradisi baru dengan lahirnya tradisi pasar tentu dapat dikatakan sebagai hasil invensi kebudayaan atau dapat juga disebabkan karena pengaruh akulturasi budaya. Menurut Nursyam (2011:104) mengatakan bahwa perubahan dalam bidang agama, budaya dan politik cenderung tidak linear. Pandangan Nursyam kedalam tiga aspek tersebut tentu bukanlah seseutu yang keliru karena dapat dijumpai perubahan- perubahan di masyarakat yang cenderung tidak linear. Mungkin apa yang terjadi di Mesjid Al-Markaz Al-Islami Makassar dengan munculnya tradisi pasar pada setiap Jumat mungkin dapat dikatakan perubahan yang tidak linear oleh karena mesjid dipahami sebagai sarana ibadah bukan sarana jual beli. Selanjutnya Islam ditinjau dari perkembangan kebudayaannya tentu tak terlepas dari keberadaannya sebagai agama yang besar. Agama dipahami melalui psikogenesisnya dari sifat manusia itu sendiri, sebagaimana dikemukakan Feuerbach dalam Brian Morris (2003:22), hal ini mengandaikan suatu hubungan terbalik antara sifat-sifat yang dilekatkan pada Tuhan dan sifat-sifat yang dilekatkan pada manusia dan dunia yang terbatas. Apa yang ditolak oleh manusia dilekatkan pada dirinya sendiri kemudian dilekatkan pada Tuhan, dia mengemukakan bahwa ” kehidupan yang lebih kosong, yang lebih penuh, yang lebih konkrit adalah Tuhan” pemiskinan dunia real dan pengayaan Tuhan adalah satu hal. Hanya manusia yang miskin yang memiliki Tuhan yang kaya. Pandangan Morris tersebut tentu memiliki relevansi dengan paradigma perkembangan budaya Islam. Artinya, masyarakat Islam memahami bahwa Islam merupakan suatu agama yang dianut dan didalamnya terbangun banyak kebudayaan. Selanjutnya Kluckholn dalam Nursyam (2011:89-90) memberikan pengertian kebudayaan kedalam beberapa pandangan yaitu : (1) keseluruhan cara hidup suatu masyarakat, (2) warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya, (3) suatu cara berfikir, merasa, dan percaya, (4) suatu abstraksi dari tingkah laku, (5) suatu teori pada pihak antropolog tentang cara suatu kelompok masyarakat nyatanya bertingkah laku, (6) suatu gudang untuk mengumpulkan hasil belajar, (7) seperangkat orientasi-orientasi standar pada masalah yang sedang berlangsung, (8) tingkah laku yang dipelajari, (9) suatu mekanisme untuk penataan tingkah laku yang bersifat normatif, dan (10) seperangkat teknik untik menyesuaikan, baik dengan lingkungan luar maupun dengan orang-orang lain (11) suatu endapan sejarah. Menurut Lalu Ariadi (2013:9) mengatakan, agama dalam prespektif sosiocultural, agama selalu terkait dengan lokalitas kultur yang sifatnya relatif dan partikular sehingga kehidupan beragama bisa dipahami melalui dimensi personal dan dimensi kultural. Oleh Geertz agama disebut sebagai suatu sistem budaya oleh karena agama memiliki simbol-simbol sistem kultural yang menjadi landasan realitas dan konstruksinya. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan aktivitas manusia yang tak terbatas berdasarkan ruang dan waktu. ## D. Budaya Konsumen Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan yang bersifat estetis dan seni. Oleh karena itu, manusia sebagai pelaku kebudayaan akan melahirkan berbagai macam tradisi yang menghiasi keseluruhan aspek kehidupannya. Budaya murni adalah hasil produksi manusia yang dapat dijumpai melalui hasil perilaku dan pola hidup manusia. Indonesia sebagai sebuah negara yang terdiri dari beberapa provinsi tentu memiliki kekayaan dalam hal kebudayaan karena didukung oleh banyaknya warga negara yang menghuni mulai dari pelosok desa hingga ke perkotaan. Dari banyaknya warga negara itulah tentu melahirkan perilaku hidup yang berbeda-beda sehingga kaya akan kebudayaan berdasarkan perilaku hidup dari warga negaranya. Sejalan dengan uraian di atas, Featherstone memandang bahwa istilah budaya konsumen, kita harus menekankan bahwa dunia benda serta prinsip-prinsip strukturasinya merupakan hal terpenting dalam memahami masyarakat kontemporer. Ini melibatkan dua fokus; pertama pada dimensi budaya dari ekonomi, simbolisasi serta pemakaian benda-benda material sebagaimana , para komunikator, tidak sekedar menggunakannya dan kedua pada ekonomi benda-benda budaya, prinsip- prinsip pasar yaitu penyediaan, permintaan, penumpukan modal, persaingan serta monopolisasi yang beroperasi dalam gaya hidup, benda-benda dan komoditas budaya (Featherstone 2008: 201). Selanjutnya Featherstone memandang bahwa estetikasi realitas melatarbelakangi arti penting gaya, yang juga didorong oleh dinamika pasar modernis dengan pencarian yang konstan akan adanya model baru, gagasan mengenai konter budaya sebelumnya yang dipandang artistik terwujud dalam modernisme dimana kehidupan adalah harus merupakan suatu karya seni sehingga disesuaikan dengan peredaran yang lebih luas . William Leiss (1983) dalam penelitiannya mengenai periklanan di kanada telah mencatat adanya suatu perubahan dalam lima puluh tahun terakhir (khususnya yang tampak dalam televisi) dari periklanan yang berisi informasi produk menjadi periklanan yang menhubungkan perumpamaan yang begitu longgar dan perumpamaan gaya hidup. Masalah gaya hidup, dengan stylisasi kehidupan, menegaskan bahwa praktik- praktik konsumsi,perencanaan,purchase dan pertunjukan benda-benda dan pengalaman konsumen dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat difahami sekedar dengan berbagai konsepsi tentang nilai tukar dan kalkulasi rasional instrumental. Dimensi instrumental dan ekspresif tidak boleh dipandang sebagai eksklusif dan atau polaritas, namun dapat difahami sebagai suatu keseimbangan yang dibawa serta oleh budaya konsumen, oleh karna itu dimungkinkan untuk dibicarakan tentang hidonisme penghitungan, kalkulus mengenai efek stylistikdan ekonomi emosional disatu pihak, dan estetikasi dimensi rasional instrumental atau fungsional melalui promosi penjarakan yang bersifat estetikasi di pihak lain. Selanjutnya Featherstone 2008:211 menguraikan bahwa unsur selera dalam gaya hidup memiliki ketrkaitan dengan kepemilikan ekonomi. Featherstone melanjutkan paham Boerdieu bahwa dalam upaya memetakan selera secara murni dalam kaitannya dengan income maka harus menghilangkan prinsip ganda yang digunakan, karena capital budaya memiliki struktur nilai sendiri, yang dapat memunculkan konvertibilitas yang berarti ke dalam, kekuatan sosial, income atau uang yang independen. Dengan demikian, alam budaya memiliki logika dan peredaran serta kecepatan konversi sendiri menjadi kapital ekonomi. Untuk para pemilik kapital budaya volume tinggi, yaitu kaum intelektual dan akademisi, maka prestise, legitimasi, kejarangan relatif dan dengan demikian juga nilai sosial dari kapital budaya ini, semua tergantung pada penolakan pasar atas benda-benda budaya, penolakan mengenai relevansi dan kebutuhan untuk merubah kapital budaya menjadi kapital ekonomi. Pengakuan yang salah terhadap kenyataan bahwa suatu nilai tukar, di mana benda-benda budaya yang prestisius dapat ditebus sebagai uang, mempunyai arti adanya pertahanan lingkup budaya yang ‘lebih tinggi’, ‘sakral’ yang di dalam lingkup budaya itu para seniman dan intelektual berjuang untuk menampilkan produk- produk hasil keahlian ‘asli’ mereka sendiri (ideology karisma). Ini pun memiliki arti prestise menurut produksi simbolik vis-à-vis produksi ekonomis, serta cara yang digunakan oleh para intelektual untuk menetapkan suatu monopoli dalam mendefinisikan selera sah dalam alam budaya, untuk membedakan, menetapkan, dan menetapkan hierarki antara sesuatu yang penuh cita rasa dengan yang tanpa cita rasa, antara yang benar-benar dapat ditatap dengan yang vulgar, antara penjarakan estetik dengan kenikmatan sensori langsung. Oleh karena itu, kaum intelektual (fraksi kelas dominan yang mendominasi) menggunakan logika sistem simbolik untuk menghasilkan pembedaan yang memberikan kontribusi pada reproduksi antara fraksi kelas dan kelas-kelas yang ada. Dalam hal ini mereka sama dengan kaum borjuis (fraksi yang dominan dari kelas yang dominan) yang tertarik untuk mempertahankan kondisi material hubungan kelas yang ada di dalam hubungan kelas itu kapital ekonomi memiliki prestise dan nilai tukar yang tinggi jika dirubah menjadi kapital budaya. Oleh karena itu, mereka akan selalu berupaya untuk meningkatkan otonomi bidang budaya serta menambha langkahnya kapital budaya dengan cara menolak demokratisasi budaya. ## E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Tradisi Pasar Yang Menghiasi Mesjid Al-Markaz Al-Islami Makassar Ditinjau dari Segi Kebudayaan Islam. Tradisi apabila diberikan pengertian maka dapat diberikan makna adat kebiasaan yang terbangun sejak lama atau sejak dahulu. Tradisi sebagaimana dipahami bahwa ia lahir dan berkembang dimasyarakat maka secara etimologi tentu merupakan produk sosial yang murni lahir dari kehidupan sosial manusia. Sejalan dengan uraian tersebut, sesuai dengan paparan data yang ditemukan peneliti dalam penelitian bahwa terdapat fenomena pasar di pelataran mesjid merupakan fenomena aktivitas ekonomi yang tak terpisahkan dengan kegiatan keagamaan. Pasar di pelataran mesjid menjadi hal yang lumrah ditemukan di setiap perayaan-perayaan hari besar Islam seperti pada hari Jumat, dan hari besar lainnya seperti bulan Ramadhan. Sebagai tempat ibadah umat Islam, masjid memiliki peran multi sosial bagi seluruh umat Islam. Apa yang ditemukan peneliti pada pelataran mesjid Al-Markaz Al-Islami Makassar merupakan tardisi baru dalam Islam oleh karena seperti telah dipahami bahwa fungsi masjid dahulu hanya sebagai sarana ibadah dan tempat bermusyawarah. Dalam aktivitas pasar seperti yang terjadi di masjid Al Markaz Al Islami Makassar, aneka ragam barang jualan dapat ditemukan di setiap aktivitas pasar. Hasil observasi seperti yang dilakukan oleh peneliti menemukan keanekaragaman barang jualan seperti sarung shalat, songkok, baju koko, sajadah, mukenah yang pada umumnya adalah perlengkapan sholat. Hal lain dapat ditemukan seperti aktivitas ekonomi kuliner, ada warung bakso, warung gorengan, penjual es cendol, kelapa muda dan lain-lain. Selain itu tampak juga jualan seperti pakaian sehari- hari, wangi-wangian, buku-buku bacaan, kitab al-quran, dan buku-buku islam. Dengan demikian, fenomena pasar seperti yang dikatakan oleh Featherstone (2008:201) yang memandang bahwa dalam tradisi pasar tentu ada terdapat budaya konsumen. Dalam budaya konsumen, kita harus menekankan bahwa dunia benda serta prinsip-prinsip strukturasinya merupakan hal terpenting dalam memahami masyarakat kontemporer. Ini melibatkan dua focus; pertama pada dimensi budaya dari ekonomi, simbolisasi serta pemakaian benda-benda material sebagaimana, para komunikator, tidak sekedar menggunakannya dan kedua pada ekonomi benda-benda budaya, prinsip-prinsip pasar yaitu penyediaan, permintaan, penumpukan modal, persaingan serta monopolisasi yang beroperasi dalam gaya hidup, benda-benda dan komoditas budaya. Sejalan dengan pendapat Featherstone tersebut, hasil temuan peneliti dilapangan tentang alasan konsumen melakukan transaksi ekonomi di moment hari raya berbeda satu dengan yang lain, semuanya berdasarkan kebutuhan masing- masing konsumen. Ada yang hanya sekedar melihat-lihat sambil cuci mata, ada yang memang mencari kebutuhan perlengkapan ibadah. Ada juga yang mencari hadiah lebaran untuk sanak saudara. Khususnya ibu-ibu rumah tangga cenderung mencari kebutuhan perlengkapan rumah tangga misalnya kebutuhan dapur di antaranya bahan-bahan memasak, bahan-bahan membuat kue dan lain sebagainya. Adapun keperluan perlengkapan pernak-pernik rumah misalnya kain gorden, taplak meja, sarung bantal sofa, vas bunga, toples-toples unik yang bisa ditemukan di pelataran masjid pada saat moment hari keagamaan. Selain kebutuhan ibu rumah tangga, ornamen-ornamen lain pun bisa dijumpai pelataran masjid, seperti aneka macam hadiah atau maianan yang diberikan misalkan pada moment lebaran bagi anak-anak mereka sebagai upaya merangsang anak-anak tersebut untuk giat dalam melaksanakan ibadah puasa. Ada juga penjual kembang api, mercon yang juga sangat marak di bulan puasa, menambah warna-warni aktivitas ekonomi di pelatarn masjid, itu artinya berdasarkan temuan peneliti bahwa terbangun budaya konsumen pada diri pembeli. Apabila ditinjau dari perkembangan pasar sekarang ini yang memasuki area global di tahun milenia 2014 ini, maka tentulah sarana pasar di pelataran masjid memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya oleh karena masih banyak pasar yang lebih moderen dan tersedia kelengkapan-kelengkapan secara lengkap tetapi mereka memilih masjid sebagai daya tarik tersendiri. Dalam tradisi islam, pasar merupakan sarana jual beli yang mempertemukan pembeli dan penjual yang melahirkan transaksi secara sehat diantara keduanya. Apa yang terjadi di pelataran Masjid Al-Markas Al-Islami Makassar sungguh merupakan tradisi baru yang tentu saja menjadi fenomena menarik karena pelaku pasar pada umumnya adalah orang- orang yang sadar atas fungsi masjid. Dikaitkan dengan tradisi Islam tentu berdasarkan pada unsur religiusitas yang mengedepankan konsep Al-Quraan dan Hadits bahwa ternyata jual beli itu merupakan tradisi yang diatur didalam sumber hukum tersebut yang tentutsaja apabila dilaksanakan dengan baik atau sejalan dengan aturan tersebut maka akan mendapatkan kemuliaan. Selanjutnya peneliti juga menemukan barang jualan seperti parcel atau hadiah lebaran misalnya, identik dengan aneka macam jajanan. Parcel berdasarkan hasil observasi peneliti ditemukan keragaman yang terdapat dalam aktivitas ekonomi di masjid Al-Markaz Al-Islami dalam menyambut perayaan hari raya Idul Fitri. Ada berbagai macam parcel yang identik dengan ramadhan. Misalnya parcel yang dikemas dari berbagai cookies. Parcel jenis ini sangat trend pada Ramadhan lalu. Parcel cookies ini sengaja dibuat agar lebih terlihat beda. Namun tetap terkesan mewah dan unik. Setiap parcel terdiri dari tiga jenis cookies. Di antaranya, Choco Chips Cookies, Almond Butter Cokies dan Cokelat Stik. Agar tampilan lebih mewah ketiga jenis cookies tersebut ditata dalam toples bening dibungkus plastic bermotif, diberi pita dan hiasan ornamen lebaran. Semua parcel ini dapat ditemukan di pelataran masjid. Kerinduan akan berdirinya sebuah pusat kegiatan islam memang sudah lama diharapkan. Itu terlihat dari sambutan masyarakat atas peresmian dan ramainya orang-orang yang ingin beribadah, terutama selama bulan Ramadhan, baik yang datang dari Makassar maupun yang datang dari luar daerah. 2. Faktor Yang Menyebabkan Para Pelaku Pasar di Masjid Al-Markas Al- Islami Makassar untuk Berjualan Setiap Hari-Hari Besar Islam. Berbagai macam alasan menjadi latar belakang hingga para penjual dan pembeli tertarik melakukan aktivitas ekonomi di pelataran Masjid. Ditinjau dari pihak penjual mereka memiliki alasan tersendiri dalam melakukan aktivitas ekonomi tersebut. Aktivitas ekonomi di pasar Masjid memberikan peluang besar dalam menambah income para penjual terutama pada hari jum’at. Mengapa demikian karena berjualan di pelataran Masjid selama proses keagamaan berlangsung pajak penjualan tidak dibebankan kepada para penjual. Hingga harga barang yang dijual dibeli bawah harga dari harga di toko. Seuai dengan temuan peneliti, bahwa selain tidak dibebani pajak penjualan keuntungan yang dirasakan oleh penjual adalah mereka dapat melakukan transaksi jual beli sambil melakukan ibadah. Dengan menyediakan buku-buku bacaan amalan ibadah secara tidak langsung juga memuat aktivitas syiar agama dan tentunya menjadi ladang pahala bagi penjual. Penjual juga dengan mudah menawarkan barang dagangannya karna aktivitas ekonomi tersebut terpusat pada satu tempat saja yaitu pelataran masjid, sehingga mempermudah konsumen mencari segala macam keperluan mereka. Bagi konsumen selain kemudahan dalam beribadah, kemudahan dalam menemukan segala keperluan sehari-hari juga menjadi alasan utama lainnya dalam melakukan aktivitas ekonomi di pelataran masjid. Konsumen dengan mudahnya mendapatkan segala macam kebutuhan, di antaranya keperluan perlengkapan sholat, rumah tangga, kuliner, bahkan buku-buku bacaan semua ada di pelataran masjid. Barang-barang tersebut bisa dibeli dengan harga murah karena setiap barang dijual tidak dikenakan biaya pajak penjualan. Transaksi tawar- menawar menjadi warna tersendiri di setiap momen hari keagamaan. Pada bulan Ramadhan di masjid Al Markaz Al Islami sering diadakan bazaar Ramadhan yang digelar di halam mesjid Al Markaz Al Islami. Para pedagang mengambil lokasi di pelataran sisi selatan, timur dan utara. Sehari sebelum Ramadhan mesjid terbesar di Indonesia Timur ini sudah dipenuhi pedagang. Bahkan pedagang yang tidak kebagian tempat di pelataran mesjid memilih membangun lapak darurat di sebelah barat menara dan menempati taman mesjid. Selain itu ada ratusan penjual yang hanya membentangkan tikar di halaman mesjid. Pasar ramadhan ini diadakan untuk membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat. Menjajakan barang dagangan di mesjid Al Markaz Al Islami selama Ramdhan menjanjikan untung yang lumayan besar. Salah seorang pedagang mengungkapkan bahwa keuntungan yang dia raih saat mengikuti bazaar Ramadhan 2011 lalu mencapai Rp. 5 juta. (Koran Sindo ; 2012) Selain proses transaksi ekonomi yang berlangsung di pelataran masjid, ada pula kegiatan lain yang bisa ditemukan di sana, yaitu aktivitas sosial seperti memberi sedekah kepada para tuna wisma, fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan para manula yang mengharap belas kasih para dermawan. Ini berarti membuka peluang dalam meningkatkan empati kita terhadap sesama, saling tolong-menolong dan berbagi rejeki serta nikmat yang Allah Swt berikan. Hasil dari sedekah yang diberikan juga dimanfaatkan oleh mereka untuk memberi segala kebutuhan hidup yang bisa juga mereka dapatkan di pelataran masjid tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung kita dapat melakukan amalan islam yang bernilai ibadah di mata Allah Swt, yaitu berderma atau bersedekah dengan pahala yang berlipat ganda karena momennya yang bertepatan dengan hari besar keagamaan. Dengan aktivitas pasar yang terjadi di masjid Al-Markas Al-Islami tidak hanya debagai sarana untuk menunjang kebutuhan gaya hidup akan tetapi terdapat momen lain yang syarat dengan nilai religiusitas. Bukan dengan cara mengadopsi suatu gaya hidup secara tidak refleksif, dengan menggunakan tradisi dan kebiasaan para pahlawan baru budaya konsumen menjadikan gaya hidup sebagai sebagai suatu proyek kehidupan dan menunjukan indivdualitas mereka serta pengertian mereka tentang gaya dalam kekhususan benda-benda, busana praktik, pengalaman, penampakan serta disposisi jasmaniah yang mereka desaing sendiri kedalam suatu gaya hidup. Individu modern dalam budaya konsumen itu didasarkan bahwa dia tidak hanya berbicara dengan busananya, tetapi dengan rumahnya, prabotannya, dekorasi, mobil dan berbagai aktivitas lain yang harus difahami dan diklasifikasikan dalam kaitannya dengan kehadiran serta tidak adanya selera Featherstone (2008:203). Berdasarkan pandangan Featherstone di atas, maka apa yang tampak pada aktivitas ekonomi di masjid Al-Markas Al-Islami tentu memiliki perbedaan dalam unsur tujuan mereka melaksanakan pasar atau membeli barang-barang jualan di Masjid Al-Markas Al-Islami. Akan tetapi individu-individu tersebut mereka dapat melakukan transaksi jual beli sambil melakukan ibadah, Penjual juga dengan mudah menawarkan barang dagangannya karna aktivitas ekonomi tersebut terpusat pada satu tempat saja yaitu pelataran masjid, sehingga mempermudah konsumen mencari segala macam keperluan mereka. Bagi konsumen selain kemudahan dalam beribadah, kemudahan dalam menemukan segala keperluan sehari-hari juga menjadi alasan utama lainnya dalam melakukan aktivitas ekonomi di pelataran masjid. ## 3. Daya Tarik Bagi Pelaku Pasar Untuk Berjualan Setiap Hari-Hari Besar Islam. Pasar sebagai sarana jual beli identik dengan suasana yang ramai oleh karena dalam aktivitas pasar terdapat keragaman konsumen yang sengaja berkunjung untuk keperluan perseorangan. Pasar sebagai tempat yang ramai dengan konsumen tentu didukung pula oleh banyaknya penjual yang menawarkan berbagai jenis barang. Dari keramaian itu pastilah ditemukan keragaman dari konsumen sebagai pengunjung pasar. Dalam hal berpakaian misalnya, pasar yang umumnya sebagai pasar yang telah dibangun oleh pemerintah memiliki perbedaan dengan pasar seperti pada hari-hari besar keagamaan di masjid Al Markaz Al Islami di kota Makassar. Adapun perbedaan pasar umum yang dibangun pemerintah dengan pasar pada hari-hari besar keagamaan ditinjau dari aspek berpakaian adalah ditemukannya keragaman berpakaian yg islami di masjid Al Markaz Al Islami. Sedangkan cara berpakaian konsumen di pasar umum yang dibangun oleh pemerintah cenderung bersifat eksotik dan kedaerahan. Eksotik yang dimaksud adalah gaya berpakain yang berkaitan dengan fashion trend masa kini, artinya para konsumen yang datang menggunakan pakaian yang sehari-hari yang sedang mode. Sedangkan cara berpakaian yang bersifat kedaerahan maksudnya adalah cara berpakaian yang identik dengan asal daerah, misalnya kain sarung, kebaya dan lain-lain. Dengan fenomena tersebut tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung lainnya untuk menyaksikan keragaman sesam pengunjung lainnya. Dengan demikian fenomena pasar tersebut sejalann dengan apa yang dikatakan Featerstone 2008 bahwa estetikasasi realitas melatarbelakangi arti penting gaya, yang juga didorong oleh dinamika pasar modernis dengan pencarian yang konstan akan adanya model baru, gagasan mengenai konter budaya sebelumnya yang dipandang artistic terwujud dalam modernisme dimana kehidupan adalah / harus merupakan suatu karya seni sehingga di sesuaikan dengan peredaran yang lebih luas. Itu artinya bahwa aktivitas ekonomi pada masjid Al-Markas Al-Islami disamping merupakan aktivitas sebagaimana pasar saja, juga merupakan cipta seni dalam kehidupan umat manusia. Selanjutnya peneliti juga menemukan daya tarik pasar pada hari-hari besar di Masjid Al-Markas Al-Islami dalm konteks cara berpakaian konsumen maupun penjual di pasar pada hari-hari besar keagamaan identik dengan cara berpakaian yang islami. Sebagian besar bahkan hampir semua pelaku ekonomi di pasar tersebut mengenakan pakaian yang islami. Ibu-ibu dan remaja putri memakai busana muslim seperti berjilbab, dan menggunakan gamis, baju kaftan dan baju muslim lainnya. Sedangkan bapak-bapak dan remaja putra menggunakan baju koko dan songkok. Cara berpakaian yang islami ini dipengaruhi oleh tujuan utama dari maksud kedatangan mereka yakni menjalankan ibadah sholat, di samping itu aktivitas ekonomi pun bisa dilakukan sebelum atau setelah ibadah. Corak berpakaian para pengunjung pasar di masjid Al-Markas Al-Islami tentu dapat dipandang sebagai sesuatu yang lahir muarni sebagai produk sosial yang oleh Featerstone mengutif pendapat Webber bahwa dalam dimensi kebudayaan konsumen tentu akan lahir yang disebut budaya konsumen. Budaya yang dibangun secara utuh oleh pelaku pasar baik itu penjual maupun pengunjungnya. Di masjid Al-Markas Al-Islami, Selain transaksi jual beli yang identik dengan pasar terdapat pula pameran buku. Buku-buku yang di dijual bukan hanya buku-buku islami yang dipamerkan, tetapi ada juga pernak-pernik lainnya yang berkaitan dengan ibadah dan kesehatan. Namun dari semua yang dipamerkan belum ada yang menga lahkan pamor kitab suci Al Qur’an. Begitu banyak peminat kitab suci Al Qur’an hingga di setiap stand buku bisa dipastikan ada Al Qur’an yang dijual, mulai dari yang ukuran kecil sampai yang berukuran paling besar. Peneliti menemukan adanya tren yang bergaun pendidikan dan bercorak religiusitas dalam diri pengunjung pasar, hal itu dapat dilihat dari animo konsumen terhadap buku- buku yang banyak dicari oleh konsumen. Nilai pendidikan yang terbangun dalam karakter konsumen tentu bukan style semata melainkan kebaraadan konsumen yang tentu terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Featerstone 2008: 204 bahwa Gerakan kearah budaya konsumen kons- modern yang tampak jelas ini di dasarkan pada banyaknya informasi serta perkembangan imaje yang pada akhirnya tidak dapat distabilkan, atau di buat heirarkhi menjadi suatu sistem yang berkorelasi dengan berbagai pembagian masyarakat tertentu, selanjutnya menegaskan relavansi pembagian sosial dan akhirnya juga tujuan sosial sebagai suatu titik rujukan yang signifikan. Keberadaan pengunjung atau konsumen dalam sebuah pasar tentu memilki tanda tersendiri ataua pencirian tersendiri berdasarkan imajiner konsumen atau kegemaran konsumen. Bagi yang gemar membeli buku bacaan misalnya tentu memberi gambarang bahwa tradisi yang terbangun dalam hidup pembeli buku tersebut tentu tradisi baca. Pembeli busana muslim yang bermacam-macam model tentu akan melahirkan pandangan bahwa pembeli yang condong pada aspek. ## F. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa Dimasjid Al-Markas Al-Islami Makassar seperti yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian ini, yang kita kenal sebagai Masjid besar di Kota Makassar terbangun fenomena kemasyarakatan yang menarik yaitu adanya parkatik jual beli yang terjadi dilingkungan Masjid Al-Markas Al-Islami yang dapat dijumpai setiap hari-hari besar seperti hari Jumat yang merupakan hari besar Umat Islam. Dilihat dari letaknya, Masjid bukanlah tempat yang strategis untuk berjualan karena masjid merupakan tempat ibada semata. Berbeda dengan tempat yang memang menjadi sarana jual beli seperti pasar, Mall ataupun sarana jual beli yang lainnya yang telah dipersiapkan oleh pemerintah yang memang difungsikan sebagai sarana jual beli. Masjid apabila memiliki fungsi lain berdasarkan tradisi yang selama ini terbangun dalam kehidupan islam, tentu memiliki daya tarik untuk dikaji dan dilihat sebagai fenomena baru yang terjadi dalam kehidupan Islam sekarang ini. Dengan rutinitas masyarakat menjadikan Masjid sebagai media membangun ekonomi tentu merupakan fenomena baru. Apalagi dilihat dari struktur masyarakat yang memanfaatkan Masjid sebagai objek berjual beli pada hari besar Islam seperti pada hari Jumat dan hari- hari besar lainnya memiliki keragaman. Untuk itu peneliti memberikan simpulan dalam penelitian ini sebagai berikut: Pertama: dalam tradisi Islam, pasar merupakan sarana jual beli yang mempertemukan pembeli dan penjual yang melahirkan transaksi secara sehat diantara keduanya. Apa yang terjadi di pelataran Masjid Al-Markas Al-Islami Makassar sungguh merupakan tradisi baru yang tentu saja menjadi fenomena menarik karena pelaku pasar pada umumnya adalah orang-orang yang sadar atas fungsi masjid. Dikaitkan dengan tradisi Islam tentu berdasarkan pada unsur religiusitas yang mengedepankan konsep Al- Quraan dan Hadits bahwa ternyata jual beli itu merupakan tradisi yang diatur didalam sumber hukum tersebut yang tentutsaja apabila dilaksanakan dengan baik atau sejalan dengan aturan tersebut maka akan mendapatkan kemuliaan. Kedua : aktivitas ekonomi di masjid Al-Markas Al-Islami tentu memiliki perbedaan dalam unsur tujuan mereka melaksanakan pasar atau membeli barang-barang jualan di Masjid Al-Markas Al-Islami mereka melakukan transaksi jual beli sambil melakukan ibadah, Penjual juga dengan mudah menawarkan barang dagangannya karna aktivitas ekonomi tersebut terpusat pada satu tempat saja yaitu pelataran masjid, sehingga mempermudah konsumen mencari segala macam keperluan mereka. Bagi konsumen selain kemudahan dalam beribadah, kemudahan dalam menemukan segala keperluan sehari-hari juga menjadi alasan utama lainnya dalam melakukan aktivitas ekonomi di pelataran masjid. Selain proses transaksi ekonomi yang berlangsung di pelataran masjid, ada pula kegiatan lain yang bisa ditemukan di sana, yaitu aktivitas sosial seperti memberi sedekah kepada para tuna wisma, fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan para manula yang mengharap belas kasih para dermawan. Ini berarti membuka peluang dalam meningkatkan empati kita terhadap sesama, saling tolong- menolong dan berbagi rejeki serta nikmat yang Allah Swt berikan. Ketiga : daya tarik pasar pada hari-hari besar di Masjid Al-Markas Al-Islami dalm konteks cara berpakaian konsumen maupun penjual di pasar pada hari-hari besar keagamaan identik dengan cara berpakaian yang islami. Sebagian besar bahkan hampir semua pelaku ekonomi di pasar tersebut mengenakan pakaian yang islami. Ibu-ibu dan remaja putri memakai busana muslim seperti berjilbab, dan menggunakan gamis, baju kaftan dan baju muslim lainnya. Sedangkan bapak-bapak dan remaja putra menggunakan baju koko dan songkok. Cara berpakaian yang islami ini dipengaruhi oleh tujuan utama dari maksud kedatangan mereka yakni menjalankan ibadah sholat, di samping itu aktivitas ekonomi pun bisa dilakukan sebelum atau setelah ibadah. Corak berpakaian para pengunjung pasar di masjid Al-Markas Al-Islami dapat dipandang sebagai sesuatu yang lahir muarni sebagai produk sosial yang oleh Featerstone mengutif pendapat Webber bahwa dalam dimensi kebudayaan konsumen tentu akan lahir yang disebut budaya konsumen. Budaya yang dibangun secara utuh oleh pelaku pasar baik itu penjual maupun pengunjungnya. ## DAFTAR PUSTAKA Akbar S. Ahmad. Kearah Antropologi Islam (Definisi Dogma dan Tujuan). Jakarta: Media Da’wah. 1992. Andi Harianto http://lomba.kompasiana.com/puasa;dulu;baru;lebaran/2010/09/07/al- markaz-al-islami-tidak-sekedar-ritual-keagamaan-252608.html Brian Morris. Antropologi Agama Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer. Penerjemah. Imam Khoiri. Yoyakarta: AK Group Bugin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta Rajawali Press 2012. Clifford, Geertz, Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius 1992. Featherstone, Mike. Postmodernisme Budaya dan Konsumen. Yogyakarta Pustaka Pelajar 2008. Hari Poerwanto. Kebudayaan dan Lingkungan dalam prespektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2008. http://gemari.or.id/cetakanartikel.php?id=752 http://www.infomaks.co/03/beribadah-belajar-dan-berbelanja-di-mesjid-al-markaz/ http://ramadhan.sindonews.co./read/660295/70/mesjid-di-makassar-bersolek- menyambut-bulan-ramadhan http://wisata.kompasiana.com/jalan.jalan/2013/18/07serunya-ibadah-sekaligus- belanja-di-al-marka-582763.html Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat,Cet. II; Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006. Koentjaraningrat, Pokok-Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: UI Press, 1985. Lalu Muhammad Ariadi. Haji Sasak Sebuah Potret Dialektika Haji dalam Kebudayaan Lokal. Jakarta: Impressa 2013. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya 2005. Nursyam. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: LKIS. Perry Anderson, Asal Usul Postmodernisme. Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2008. Sadari, Kontestasi Masjid Kuba Mas. Hasil Penelitian Jakarta. 2014. Sri Anindiati Nursastri http://travel.detik.com/read/2013/03/21/133729/2199984 /1383/masjid-al-markaz-kebanggan-orang-makassar
adcc79a5-7c48-4343-904b-ac35802ab6d0
https://journals.usm.ac.id/index.php/julr/article/download/7916/3725
Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto Magister Hukum, Universitas Semarang, Semarang, Indonesia [email protected] ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan Risalah Lelang beserta kendala dan solusinya yang dibuat oleh Pejabat Lelang atas objek lelang yang tidak dapat dibalik nama. Proses pelaksanaan lelang telah diatur sedemikian rupa dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Begitu juga dengan proses balik nama atas objek lelang, telah diatur dalam peraturan perundangan dengan jelas. Dalam praktiknya, terdapat beberapa kasus bahwa objek lelang tidak dapat dibalik nama meskipun lelang telah dilaksanakan sesuai ketentuan dan telah dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan. Hasilnya, dalam hal terdapat objek lelang yang tidak dapat dibalik nama, tidak serta merta mengakibatkan proses lelang berikut Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang menjadi batal dan tidak sah. Sebagai contoh, kasus dalam putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016. Dari putusan pengadilan tinggi tersebut keabsahan Risalah Lelang tetap diakui, meskipun dengan adanya putusan tersebut mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum bagi penjual lelang dan KPKNL Semarang. Guna mewujudkan asas kepastian hukum dan asas keadilan bagi penjual dan KPKNL Semarang, disarankan untuk mengajukan gugatan dan penetapan kepada pengadilan negeri untuk memastikan kedudukan dan status hukum atas proses pasca lelang yang telah terjadi. Kebaruan penelitian ini yaitu kajian tentang Risalah Lelang atas objek lelang yang tidak dapat dibalik nama. Kata kunci: Balik Nama; Lelang; Risalah Lelang ## Abstract The study aims to analyze the validity of the auction bulletin and the constraints and solutions made by the Office of Auctions on the object of the auction that cannot be renamed. The process of execution of the auction has been regulated in this way by various laws and regulations. In practice, there are some cases where the auction object cannot be renamed, even though the auctions have been carried out in accordance with the conditions and have been made by the Auction Office. The type of research used in this investigation is normative jurisprudence with a method of legislative approach. As a result, in the event that there is an auction object that cannot be named after, it does not immediately result in the following auction process: The auction notice made by the auction office becomes invalid. For example, the case in the decision of the Central Java High Court No. 161/PDT/2016/PT.SMG dated July 15, 2016. The Supreme Court's judgment recognizes the validity of the Auction, although the judgement leads to legal uncertainty for the auction vendor and KPKNL Semarang. In order to establish the basis of legal certainty and the foundation of justice for the seller and KPKNL Semarang, it is recommended to file a lawsuit and settlement to the state court to ensure the status and legal status of the post auction process that has taken place. The novelty of this research is the study of the Auction Records on an auction object that cannot be renamed. Keywords: Auction; List Auctions; Rename Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 ## 1. PENDAHULUAN Pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan adalah bagian dari perjanjian kredit. Salah satu alasan mengapa perjanjian penjaminan diperlukan adalah untuk menjamin pelunasan dan memudahkan penyelesaian sengketa jika debitur tidak memenuhi kewajibannya. 1 Sebagai persyaratan kredit, debitur diminta untuk menyerahkan jaminan tertentu kepada kreditur untuk memastikan bahwa mereka akan membayar hutang. 2 Ketika debitur melakukan wanprestasi, kreditur memiliki hak untuk meminta ganti rugi kepada debitur melalui eksekusi atas jaminan kredit. Wanprestasi ini dapat berupa kegagalan debitur memenuhi kewajiban pelunasannya pada saat utangnya sudah matang untuk ditagih atau kegagalan debitur untuk memenuhi janji-janji yang dibuat untuk diperjanjikan. 3 Salah satu bentuk dari eksekusi jaminan yaitu dengan dilakukan secara lelang. Lelang merupakan suatu cara menjual barang yang sudah dikenal sejak sebelum masehi. Lelang di Indonesia telah ada sejak tahun 1908, ditandai dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Lelang yaitu Vendu Reglement yang diundangkan dalam Staatsblad Nomor 189 Tahun 1908. Pada awal mula pemberlakuannya, Vendu Reglement hanya berlaku bagi warga Belanda. Lelang memiliki pengertian sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. 4 Setiap lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang memiliki tahapan proses yang terdiri dari proses pra lelang, pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Proses pra lelang merupakan proses persiapan, mulai dari pemberkasan permohonan lelang hingga proses pengumuman lelang berikut segala macam kegiatan yang harus dilakukan sebelum hari pelaksanaan lelang. Tahapan pelaksanaan lelang adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pada hari pelaksanaan lelang sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan, meliputi pertemuan antara Pejabat Lelang, Penjual, Peserta (apabila peserta hadir), penawaran lelang dan pembukaan penawaran dan penunjukan/penetapan Pembeli/Pemenang Lelang. Tahapan pasca lelang merupakan rangkaian aktifitas yang dilakukan setelah lelang dilaksanakan, yang meliputi penyelesaian kewajiban dan administrasi oleh Pembeli/Pemenang Lelang, penyerahan objek dan dokumen kepemilikan oleh Penjual kepada Pembeli/Pemenang Lelang, penyusunan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang berikut turunannya, hingga proses balik nama objek lelang. Dalam praktiknya, terdapat kasus dimana Pembeli/Pemenang Lelang yang telah menyerahkan Kutipan Risalah Lelang kepada instansi yang berwenang dalam balik nama, tidak dapat atau terkendala pada saat melakukan proses balik nama atas objek yang 1 Nur Rizki Siregar and Mohamad Fajri Mekka Putra, “Tinjauan Hukum Kekuatan Eksekutorial Terhadap Permohonan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Atas Debitur Wanprestasi,” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (2022): 128, https://doi.org/10.26623/julr.v5i1.4872. 2 Agung Pribadi, “Pengalihan Piutang Secara Cessie Atas Pembiayaan Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Perbankan Syari’Ah : Suatu Telaah Hukum Islam Dan Prinsip Perbankan Syari’Ah,” Jurnal Ius Constituendum 2, no. 2 (2017): 137, https://doi.org/10.26623/jic.v2i2.657. 3 Apul Oloan Sipahutar et al., “Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Praktek Pada Debitur Yang Wanprestasi,” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (2021): 144–56, https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26623/julr.v5i1.4254. 4 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang” (2020). Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 diperoleh dari lelang. Salah satu kasus objek lelang tidak dapat dibalik nama terjadi di KPKNL Semarang. Objek lelang tersebut berupa tanah dan tidak dapat dibalik nama karena terhadap objek lelang tersebut terdapat pembebanan sita pajak. Dari permasalahan ini, pihak yang paling dirugikan adalah pihak Pembeli/Pemenang Lelang. Untuk itu perlu adanya kepastian hukum untuk menjamin hak-hak Pembeli/Pemenang Lelang agar dapat menguasai objek lelang tersebut secara penuh, baik secara fisik maupun yuridis. Maka dinilai perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut apakah permasalahan dalam proses balik nama ini disebabkan oleh keabsahan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau dikarenakan hal-hal lainnya. Serta apakah dengan adanya objek lelang yang tidak dapat dibalik nama berimplikasi terhadap keabsahan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian sebelumnya dari Ilhami (2017). 5 Penelitian ini mengkaji keabsahan Risalah Lelang sebagai akta autentik yang merupakan sebuah produk pasca lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II, yang mana setiap Pejabat Lelang khususnya Pejabat Lelang Kelas II sebagai pejabat umum memiliki wilayah jabatan tertentu sesuai dengan keputusan pengangkatan masing-masing Pejabat Lelang Kelas II. Dalam kasus tersebut, ditemukan bahwa objek lelang berada di luar wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II. Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II tersebut tidak memenuhi unsur sebagai akta autentik sebagaimana ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata. Penelitian ini fokus pada wilayah jabatan Pejabat Lelang dan belum memuat kajian mengenai keabsahan risalah lelang dalam kaitannya dengan kendala balik nama atas objek lelang. Penelitian berikutnya dari Karina (2019), 6 membahas mengenai keabsahan Risalah Lelang sebagai akta autentik dalam pelaksanaan lelang yang dilaksanakan secara lelang elektronik. Penelitian tersebut mengkaji perbedaan proses bisnis lelang yang semula dilakukan secara konvensional kemudian beralih menjadi digital/secara elektronik melalui internet. Hasil penelitian menyimpulkan, dengan adanya perubahan proses bisnis pelaksanaan lelang secara elektronik, tidak mengurangi keabsahan Risalah Lelang. Risalah Lelang yang dibuat sebagai akta autentik berita acara pelaksanaan lelang telah memenuhi unsur dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Penelitian dari Tiara (2018) 7 mengulas mengenai kasus adanya pemenang lelang eksekusi hak tanggungan yang tidak dapat menguasai objek lelang yang dibelinya dari proses lelang. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Pemenang lelang tidak menemui kendala dalam proses penguasan objek secara yuridis. Namun pemenang lelang mengalami kendala pada saat akan menguasai objek lelang secara fisik. Sehingga pada prakteknya untuk dapat 5 Siti Rafika Ilhami, “Keabsahan Akta Risalah Lelang Terhadap Objek Lelang Yang Tidak Berada Dalam Wilayah Jabatan Pejabat Lelang Kelas II (Studi Kasus PT. M Finance Pekanbaru Dan Pejabat Lelang Kelas II Bekasi)” (2017). 6 Ahnia Septya Karina, “Keabsahan Akta Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik Dalam Pelaksanaan Lelang Elektronik Oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL)” (2019). 7 Ressha Tiara, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Yang Tidak Dapat Menguasai Obyek Lelang Di Kota Padang” (2018). Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 menguasai objek lelang secara fisik, pemenang lelang perlu melakukan upaya pengosongan melalui pengadilan. Terdapat beberapa kajian terdahulu mengenai keabsahan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang dengan pendekatan yang dilakukan pada lelang barang secara elektronik dan wilayah kerja jabatan Pejabat Lelang, belum terdapat kajian mengenai keabsahan Risalah Lelang dalam hal terdapat kendala dalam proses balik nama atas objek lelang. Padahal dalam praktiknya, masih terdapat kasus adanya objek lelang yang tidak dapat dibalik nama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan Risalah Lelang beserta kendala dan solusinya yang dibuat oleh Pejabat Lelang atas objek lelang yang tidak dapat dibalik nama. ## 2. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, yaitu penelitian hukum yang mengutamakan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut bahan data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana implementasinya dalam praktik. 8 Yuridis normatif adalah dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 9 Spesifikasi dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan lelang, penyusunan Risalah Lelang dan proses balik nama objek lelang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer sebagai data pendukung. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan, buku buku hukum, artikel jurnal, dan putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mendapatkan konsepsi-konsepsi, teori-teori atau pendapat-pendapat atau landasan teoritis yang berhubungan erat dengan permasalahan yang dibahas. Data primer diperoleh dengan penelitian lapangan langsung dari objeknya. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan narasumber yaitu dari KPKNL Semarang selaku instansi penyelenggara lelang. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi-konsepsi, teori-teori atau pendapat-pendapat atau landasan teoritis yang berhubungan erat dengan permasalahan yang dibahas. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu dalam bentuk mempelajari literatur, peraturan perundang-undangan, serta bahan-bahan hukum lain yang erat kaitannya dengan pajak karbon. Metode analisis data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu analisa yang tidak mendasarkan pada data dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk pernyataan- pernyataan saja. Data yang diperoleh dikumpulkan dan disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif berdasarkan disiplin ilmu hukum dan dibantu dengan ilmu sosial 8 Yulianto Achmad Mukti Fajar ND, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013). 9 Rizky Syahputra, Doddy Kridasaksana, and Zaenal Arifin, “Perlindungan Hukum Bagi Musisi Atas Hak Cipta Dalam Pembayaran Royalti,” Semarang Law Review (SLR) 3, no. 1 (2022): 84, https://doi.org/10.26623/slr.v3i1.4783. Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 lainnya. Di samping itu hanya hasil-hasil penelitian yang dipandang relevan akan dipilih untuk menyusun kesimpulan akhir. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Pada dasarnya, pemegang hak tanggungan dapat melakukan eksekusi tanpa izin pemberi, seperti yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, yang menyatakan: "Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut." Pemegang hak tanggungan dapat langsung melakukan eksekusi dengan menghubungi Kepala Kantor Lelang untuk memulai lelang atas objek hak tanggungan yang bersangkutan. 10 Setelah melalui proses lelang, dan penetapan pemenang lelang maka proses selanjutnya adalah proses balik nama bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi Pembeli/Pemenang Lelang. Dengan selesainya proses balik nama, maka Pembeli/Pemenang Lelang secara sah telah mencatatkan namanya sebagai pemilik baru atas objek lelang tersebut sehingga kedudukan di mata hukum telah diakui sah dan penuh. Bukti kepemilikan hak atas tanah pada dasarnya merujuk pada bukti tertulis yang memuat nama pemegang hak dan kemudian setiap riwayat peralihannya berturut-turut sampai pemegang hak terakhir sebagaimana dibukukan dalam pendaftaran tanah menjadi dasar penentuan kepemilikan hak. 11 Mekanisme proses balik nama untuk objek lelang berupa tanah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sedangkan untuk objek lelang berupa kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor. Dalam kedua peraturan tersebut diatur bahwa untuk pendaftaran peralihan hak atas objek berupa tanah atau kendaraan yang diperoleh dari lelang harus dibuktikan dengan Kutipan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Jelas bahwa Kutipan Risalah Lelang yang merupakan salah satu turunan dari Risalah Lelang merupakan produk yang menjadi syarat utama untuk proses peralihan hak atas objek yang diperoleh dari proses lelang. Salah satu kasus atau fakta hukum yang terjadi di KPKNL Semarang terkait adanya objek lelang yang tidak dapat dibalik nama adalah perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dengan nomor putusan 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016. Lelang tersebut merupakan lelang eksekusi hak tanggungan yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2013, sebagaimana tercantum dalam Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 dengan objek lelang berupa tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha 10 Ryan Dwitama Hutadjulu, Lastuti Abubakar, and Tri Handayani, “Akibat Hukum Terhadap Bank Atas Pembatalan Hak Tanggungan Melalui Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap,” Jurnal USM Law Review 6, no. 1 (2023): 209–25, https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26623/julr.v6i1.6646. 11 Audry Zefanya and Fransiscus Xaverius Arsin Lukman, “Tolak Ukur Pemenuhan Penguasaan Fisik Atas Tanah Melalui Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah,” Jurnal USM Law Review 5, no. 2 (2022): 441, https://doi.org/10.26623/julr.v5i2.4878. Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Objek lelang berupa tanah dan bangunan tersebut tidak dapat dibalik nama dikarenakan atas tanah tersebut terdapat pembebanan sita pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat. Sehingga permohonan pendaftaran balik nama yang diajukan oleh pembeli/pemenang lelang tersebut ditolak oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang. Adapun kronologi pelaksanaan lelang tersebut adalah sebagai berikut: KPKNL Semarang selaku instansi pemerintah penyelenggara lelang menerima surat permohonan lelang dari PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. melalui suratnya nomor 276/RD/ARR-BLWGI- JTG/X11/2012 tanggal 20 Desember 2012. Objek lelang terdiri dari 3 (tiga) aset berupa tanah dan bangunan yang merupakan jaminan utang debitur an. CV. Wita Saputra, dimana salah satu jaminan tersebut adalah tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah yang merupakan objek sengketa dalam perkara tersebut. Permohonan lelang tersebut diajukan oleh PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Berdasarkan dokumen-dokumen yang disampaikan, debitur an. CV. Wita Saputra terbukti tidak dapat melunasi kewajibannya kepada PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kedua belah pihak. Sehingga debitur dinyatakan wanprestasi dan berdasarkan Sertipikat Hak Tanggungan Peringkat Pertama Nomor 1233/2005 tanggal 18 Februari 2005 yang dimiliki oleh PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku kreditur, diajukanlah permohonan lelang eksekusi Hak Tanggungan melalui KPKNL Semarang. KPKNL Semarang melakukan verifikasi terhadap berkas permohonan lelang tersebut. Setelah dinyatakan lengkap dan sesuai, KPKNL Semarang menetapkan waktu dan tanggal pelaksanaan lelang melalui surat Nomor S-419/WKN.09/KNL.01/2013 tanggal 23 Januari 2013 yang ditujukan kepada PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku pemohon lelang/penjual. PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku pemohon lelang/penjual melakukan Pengumuman Pertama Lelang Eksekusi Hak Tanggungan tanggal 30 Januari 2013 dan Pengumuman Kedua Lelang Eksekusi Hak Tanggungan melalui surat kabar Wawasan terbitan tanggal 14 Februari 2013 serta memberitahukan rencana lelang kepada CV. Wita Saputra selaku debitur dengan surat Nomor 008/RD/ARR-BLWGI-JT/11/2013 tanggal 04 Februari 2013. PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku pemohon lelang/penjual juga telah menyerahkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) atas objek lelang kepada KPKNL Semarang. Objek sengketa dalam perkara dengan nomor SKPT untuk objek sengketa adalah SKPT Nomor 1053/2012 tanggal 14 Mei 2012 dengan catatan masih dibebani hak tanggungan peringkat pertama pada PT. Bank Niaga, Tbk. berkedudukan di Jakarta (tidak ada catatan diblokir ataupun disita oleh Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat). Lelang eksekusi hak tanggungan yang dimohonkan oleh PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. tersebut dilaksanakan oleh KPKNL Semarang pada tanggal 28 Februari 2013, Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 sebagaimana tercantum dalam Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013. Terhadap salah satu objek yang dijual lelang yaitu berupa tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah telah laku terjual kepada Enrico Sulistono Abadi (selaku Penggugat dalam perkara ini) dengan harga lelang sebesar Rp.251.000.000,- (dua ratus lima puluh satu juta rupiah). Berdasarkan hasil pelaksanaan lelang tersebut, saudara Enrico Sulistono Abadi selaku pemenang lelang/pembeli menindaklanjutinya dengan melakukan pelunasan kewajiban sebagai pemenang lelang kemudian melanjutkan dengan pengurusan proses balik nama ke Kantor Pertanahan Kota Semarang. Namun Kantor Pertanahan Kota Semarang menolak permohonan balik nama tersebut dikarenakan atas tanah SHM Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah dalam status sita pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat. Atas dasar kendala tidak dapat melakukan proses balik nama terhadap objek berupa tanah dan bangunan yang diperoleh dari lelang, saudara Enrico Sulistono Abadi yang merupakan pemenang lelang/pembeli melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 366/Pdt.G/2014/PN.Smg yang kemudian diteruskan dengan pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dengan nomor perkara 161/PDT/2016/PT.SMG. Majelis Hakim dalam perkara memutus untuk mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. Putusan angka 2 menyatakan bahwa perbuatan Tergugat I, dalam hal ini adalah PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. cq. Bank CIMB Niaga Semarang dan Tergugat II, dalam hal ini adalah KPKNL Semarang yang telah melakukan pelelangan atas jaminan hutang dengan hak tanggungan yaitu tanah Hak Milik Turut Tergugat III SHM No, 3062/Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang yang telah diletakkan sita oleh Turut Tergugat II, dalam hal ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat adalah perbuatan melawan hukum. 12 Perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.” Merujuk Pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum ialah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam konteks ini, pemaknaan Pasal 1365 KUHPerdata hanya merumuskan perbuatan melawan hukum (PMH) sebagai perbuatan yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri sebagaimana yang tertuang dalam hukum tertulis. 13 Perbuatan melawan hukum memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur adanya perbuatan melawan 12 Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 (2016). 13 Syukron Salam, “Perkembangan Doktrin Perbuatan Melawan Hukum Penguasa,” Nurani Hukum 1, no. 1 (December 2018): 33, https://doi.org/10.51825/nhk.v1i1.4818. Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 hokum; b. Unsur adanya kesalahan; c. Unsur adanya hubungan sebab akibat; d. Unsur adanya kerugian. Berdasarkan teori di atas dan memperhatikan petitum yang diajukan Penggugat, dalam hal ini adalah pembeli/pemenang lelang, cukup beralasan jika Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, dikarenakan Penggugat sangat dirugikan karena telah membeli melalui lelang atas objek berupa tanah yang dibebani sita pajak dan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya terkait informasi pembebanan sita tersebut. Sehingga pembeli yang telah melunasi seluruh kewajibannya tidak dapat menguasai objek lelang secara penuh dikarenakan objek lelang tidak dapat dibalik nama. Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata memberikan beberapa jenis penuntutan yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum, antara lain: 14 a. Ganti kerugian atas kerugian dalam bentuk uang; b. Ganti kerugian dalam bentuk natura atau pengembalian keadaan pada keadaan semula; c. Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum; d. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan; e. Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum; f. Pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki. Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa atas putusan bahwa Tergugat I (PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. cq. Bank CIMB Niaga Semarang) dan Tergugat II (KPKNL Semarang) dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, maka dapat dijatuhi hukuman ganti rugi untuk mengganti kerugian yang telah dialami Penggugat. Hal ini termuat dalam amar putusan angka 5. Kemudian memperhatikan amar putusan angka 3, dimana dinyatakan oleh Majelis Hakim bahwa penetapan pemenang lelang oleh Tergugat II (KPKNL Semarang) atas objek perkara, tertanggal 28 Februari 2013, tidak mempunyai kekuatan hukum. Kaidah “tidak mempunyai kekuatan hukum” dalam suatu putusan bermakna bahwa peraturan atau undang- undang atau peristiwa dimaksud not legally binding, yang berarti bahwa putusan tidak membatalkan suatu peraturan atau undang-undang atau peristiwa, tetapi menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat lagi. 15 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 diatas khusunya angka 3, tidak menyatakan bahwa peristiwa penetapan pemenang lelang oleh Tergugat II (KPKNL Semarang) dibatalkan. Hal ini selaras dengan materi pertimbangan hukum yang dimuat dalam halaman 41 putusan dimaksud, yang menyatakan bahwa “…..penetapan pemenang lelang Tergugat II tersebut bukan dinyatakan dibatalkan melainkan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, …”. 14 Sri Redjeki Slamet, “Tuntutan Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan Hukum,” Lex Jurnalica Volume 10, no. Nomor 2 (2013): 107–20. 15 Ali Marwan Hsb and Hisar P. Butar Butar, “Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 / PUU- Tentang Sumber Daya Air (Legal Consequences of the Constitutional Court Decision Number 85 / Puu-Xi / 2013 About Review of Law Number 7 of 2004 on Water Resources),” Jurnal Legislasi Indonesia 13, no. 4 (2016): 359–67. Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 Putusan yang menyatakan bahwa penetapan pemenang lelang tidak mempunyai kekuatan hukum dapat dimaknai bahwa dengan adanya putusan tersebut maka segala peristiwa hukum yang akan terjadi di kemudian hari yang didasarkan pada penetapan pemenang lelang tersebut tidak dapat dilakukan atau tidak dapat diakui keabsahannya. Seperti tidak dapat dilakukan proses balik nama, tidak dapat dilakukan penguasaan objek, dan segala tindakan hukum yang mendasarkan atas keputusan penetapan pemenang lelang tersebut. Memperhatikan amar putusan dalam putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada satupun amar putusan yang menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan ataupun peristiwa lelang yang telah dilaksanakan dibatalkan. Begitu juga dengan Risalah Lelang yang merupakan berita acara pelaksanaan lelang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan lelang pada tanggal 28 Februari 2013 berikut Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 yang dibuat oleh Pejabat Lelang KPKNL Semarang adalah sah dan mengikat, dikecualikan dalam hal penetapan pemenang lelang atas nama Enrico Sulistono Abadi (Penggugat) atas objek lelang berupa tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Berdasarkan analisis, putusan tersebut sangatlah tepat karena telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang mengatur bahwa “Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan.” 16 Hal ini juga telah sesuai dengan ketentuan pada Buku II Mahkamah Agung tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan 17 yang dengan tegas menyatakan “bahwa suatu pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.” Adapun PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang merupakan Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku dan dijadikan pedoman pelaksanaan lelang pada saat lelang tersebut terjadi di tahun 2013. Apabila ditinjau dalam perspektif ketentuan lelang terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, hal serupa juga diatur dalam PMK lelang terbaru pada Pasal 25 yang menyatakan bahwa “Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dapat dibatalkan.” Risalah Lelang yang tidak dinyatakan batal maka tetap diakui keberadaannya dan keabsahannya. Sehingga hal-hal yang termuat di dalamnya tetap sah dan mengikat, dikecualikan hal-hal yang telah diputus dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tersebut. Risalah Lelang dalam pengertiannya juga dinyatakan sebagai akta autentik yang mempunyai pembuktian sempurna. Sebagai akta autentik sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang” (2011). 17 Mahmakah Agung RI, “Buku II Mahkamah Agung Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan” (n.d.). Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 1868 KUHPerdata bahwa suatu akta autentik haruslah dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Berdasar penjelasan tersebut maka suatu akta dikatakan sebagai akta autentik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 18 a. Bentuk dan susunan (vorm) akta tersebut dibuat sesuai dengan bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (wettelijkje vorm) ; b. Akta itu dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) pejabat umum (openbaar ambtenaar) ; c. Pejabat umum yang membuat akta tersebut haruslah pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta itu sesuai dengan wilayah kerjanya. Unsur-unsur atau syarat-syarat yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut apabila diterapkan pada Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 yang dibuat oleh Pejabat Lelang KPKNL Semarang dalam pelaksanaan lelang dalam perkara adalah sebagai berikut: 1) Unsur Pertama, bahwa akta autentik dibuat berdasarkan bentuk yang diatur dalam undang-undang. Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 dibuat mengacu pada bentuk dan ketentuan yang diatur dalam Vendu Reglement Pasal 37, 38, 39 serta PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 2) Unsur Kedua, Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 dibuat oleh Pejabat Lelang pada KPKNL Semarang, yang mana Pejabat Lelang pada KPKNL adalah Pejabat Lelang Kelas I yang juga dikatakan sebagai pejabat umum sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 PMK Nomor 94/PMK.06/2019 tentang Pejabat Lelang Kelas I. 19 “Pejabat Lelang Kelas I adalah Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan yang diangkat sebagai Pejabat Lelang yang merupakan pejabat umum sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.” Sehingga Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 telah memenuhi unsur kedua; 3) Unsur Ketiga, dalam hal ini Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 dibuat oleh Pejabat Lelang yang berkedudukan di KPKNL Semarang. Secara kewenangan jelas bahwa Pejabat Lelang mempunyai kewenangan untuk menjalankan lelang berikut membuat Risalah Lelangnya, dan untuk menjalankan tugas lelang, Pejabat Lelang bertindak berdasarkan Surat Tugas dari Kepala KPKNL tempat kedudukan Pejabat Lelang. Sedangkan objek lelang berupa tanah dalam perkara berada di Kota Semarang, dimana Kota Semarang merupakan wilayah kerja KPKNL Semarang. Unsur ketiga pun jelas tepenuhi. Dengan terpenuhinya ketiga unsur atau syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata, maka Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 yang dibuat oleh Pejabat Lelang KPKNL Semarang dapat dikatakan sebagai akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna sebagaimana pengertian Risalah Lelang sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Sesuai dengan Teori Tujuan Hukum, Gustav Radbruch, bahwa hukum memiliki tiga tujuan yang hendak diwujudkan, yaitu kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. 18 Usman Rachmadi, Hukum Lelang , 2016. 19 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.06/2019 Tentang Pejabat Lelang Kelas I” (2019). Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 Berkaca dari putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 berikut segala pertimbangan hukum yang telah diterapkan, dapat dikatakan bahwa hukum telah mampu mewujudkan kemanfaatan, dengan penjualan melalui lelang, dimana setiap pihak yang berkepentingan dapat memperjuangkan haknya secara proporsional. Penjual tetap dapat melakukan lelang atas objek jaminan debitur yang bermasalah, KPKNL selaku penyelengara lelang tetap diakui produk-produk hukumnya seperti Risalah Lelang. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat tetap dapat memperjuangkan hak atas pembayaran pajak oleh wajib pajak/penanggung pajak. Begitu juga dengan Pembeli dapat memperjuangkan haknya untuk menguasai objek yang diperolehnya secara penuh. Dalam asas keadilan, putusan ini pun mencerminkan hak setiap pihak dilindungi secara adil dan tepat, dimana pembeli memperoleh kesempatan untuk mendapatkan haknya tanpa harus mengorbankan/menciderai hak pihak lain. Dengan tidak dibatalkannya proses lelang dan Risalah Lelang, maka hak pembeli lain dalam lelang tersebut tetap dilindungi. Pembeli lain yang tidak mengalami kendala dalam proses balik nama, tetap dapat melakukan proses peralihan hak menjadi atas nama Pembeli tanpa terdampak atas putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah tersebut. Sedangkan peraturan-peraturan yang telah diterapkan baik dalam pelaksanaan lelang, pembuatan Risalah Lelang maupun dalam pertimbangan putusan, telah memberikan kepastian hukum yang jelas bagi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak perlu menafsirkan sendiri karena peraturan yang ada dan berlaku mampu dijadikan pedoman yang tepat dalam pelaksanaan lelang dan juga pedoman bagi semua pihak untuk memperjuangkan haknya. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah tersebut juga menjadi salah satu bukti bahwa lelang yang dilaksanakan oleh KPKNL, dalam hal ini adalah KPKNL Semarang, dapat dipertanggungjawabkan bahwa telah dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila dikaji dalam teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman, di mana dalam perspektif Lawrence M. Friedman, terdapat tiga elemen dalam sistem hukum, meliputi: 20 a. Substansi Hukum; b. Struktur Hukum; dan c. Budaya Hukum. apabila diaplikasikan dalam perkara sebagaimana diputus oleh Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dengan putusan Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016, dapat diuraikan sebaga berikut: 1) PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. cq. Bank CIMB Niaga Semarang sebagai pemohon lelang, dalam pengajuan permohonan lelang atas jaminan debitur an. CV. Wita Saputra telah mendasarkan perbuatan tersebut pada ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT) 21 ; Dalam proses pelaksanaan lelang, KPKNL Semarang telah menerapkan ketentuan-ketentuan dalam PMK tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat selaku instansi pemerintah yang melakukan sita jaminan atas objek 20 Lalu M. Alwin Ahadi, “Efektivitas Hukum Dalam Perspektif Filsafat Hukum: Relasi Urgensi Sosialisasi Terhadap Eksistensi Produk Hukum,” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (April 2022): 110, https://doi.org/10.26623/julr.v5i1.4965. 21 “Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah” (1996). Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 dalam perkara, dalam proses penyitaan jaminan telah menerapkan ketentuan dalam Undang- undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP); Majelis Hakim dalam putusannya telah mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam PMK tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang serta ketentuan dalam Buku II Mahkamah Agung tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Hal ini juga sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 323/K/Sip/1968 menyatakan bahwa 22 “suatu lelang yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta dimenangkan oleh pembeli lelang yang beritikad baik, maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan dan kepada pembeli lelang yang beritikad baik tersebut wajib diberikan perlindungan hukum.” Maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap pelaksanaan lelang, begitu juga dalam suatu peradilan, khususnya dalam perkara terkait lelang, telah terdapat ketentuan-ketentuan berupa peraturan perundang-undangan yang memadai dan jelas. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut benar-benar dijadikan pedoman dalam setiap pelaksanaan lelang oleh setiap pihak yang terlibat dalam proses lelang serta dijadikan pedoman dalam sistem peradilan yang ada di Indonesia, dalam hal ini Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Dalam teori struktur hukum, adanya pembagian yang jelas mengenai tugas dan fungsi tiap-tiap lembaga/instansi. KPKNL Semarang selaku instansi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan lelang, Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat memiliki kewenangan dalam pelaksanaan tugas perpajakan termasuk dalam hal melakukan sita jaminan atas objek wajib pajak atau penanggung pajak. Kantor Pertanahan Kota Semarang memiliki kewenangan dalam hal pertanahan, menerbitkan sertipikat, menerbitkan Sertipikat Hak Tanggungan, menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, pencatatan blokir dan sita atas objek berupa tanah. Pengadilan Tinggi Jawa Tengah sebagai institusi peradilan yang memiliki kewenangan menangani dan memutus perkara tersebut. Budaya hukum secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu pemikiran yang hidup di masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap lelang, khususnya lelang eksekusi, saat ini dapat dikatakan tidak terlalu baik atau bahwa dapat dikatakan negatif. Hal ini dapat dikaitkan dengan banyaknya gugatan atas pelaksanaan lelang, beberapa kasus adanya debitur yang tidak mau melepaskan asetnya meskipun sudah terjual melalui lelang, beberapa kendala dalam penguasaan objek lelang. Dengan adanya peristiwa objek lelang berupa tanah tidak dapat dibalik nama dikarenakan adanya sita pajak dalam perkara ini dapat menambah citra negatif lelang di masyarakat. Meskipun secara secara substansi hukum sudah memadai dan dilaksanakan dengan baik, apabila terdapat peristiwa yang merugikan pihak tertentu, pasti akan membangun budaya hukum yang tidak baik di masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap proses lelang dan terhadap kredibilitas instansi pemerintahan terkait akan tergerus yang akan berdampak pada citra lelang dan instansi terkait di masyarakat menjadi negatif. 22 Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 323/K/Sip/1968 (1968). Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 3.2 Kendala dan Solusi atas Keabsahan Risalah Lelang atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Dalam suatu rangkaian proses pasca lelang, s esuai dengan ketentuan Pasal 76 PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dalam hal Pembeli lelang telah melunasi kewajiban-kewajiban pelunasannya, Penjual/pemilik barang harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli. Fakta hukum bahwa permohonan proses balik nama atas objek lelang kepada Kantor Pertanahan Kota Semarang yang dilakukan oleh Penggugat ditolak, menunjukan bahwa asli dokumen kepemilikan telah diserahkan oleh Penjual/pemilik barang kepada Penggugat selaku Pembeli/pemenang lelang. Akibat hukum lain yang harus dilakukan oleh Penjual dengan adanya objek lelang yang telah laku terjual melalui lelang adalah diterbitkannya surat roya oleh Penjual selaku pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama dan memperhitungkan hasil penjualan lelang tersebut terhadap jumlah hutang debitur yang dilakukan eksekusi lelang. KPKNL Semarang selaku instansi penyelengara lelang juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan lelang yang laku terjual dan telah dilunasi oleh Pembeli/pemenang lelang. Antara lain adalah menyetorkan hasil bersih lelang kepada Penjual dan menyetorkan bea lelang Penjual sebesar 1,5% dari harga lelang, bea lelang Pembeli sebesar 2% dari harga lelang dan PPh Final ke Kas Negara segera setelah adanya pelunasan harga lelang oleh Pembeli. Selain itu, atas dasar permohonan dari Pembeli/pemenang lelang, KPKNL Semarang telah menerbitkan Kutipan Risalah Lelang dengan nomor 333/2013 tertanggal 28 Mei 2013. Kutipan Risalah Lelang merupakan kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian Risalah Lelang yang diperlukan sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran balik nama ke Kantor Pertanahan setempat. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016, menyatakan bahwa perbuatan melakukan pelelangan atas jaminan berupa tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah yang merupakan objek perkara adalah perbuatan melawan hukum dan kemudian PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. cq. Bank CIMB Niaga Semarang selaku Penjual/pemohon lelang dijatuhi hukuman untuk mengembalikan kepada Penggugat seluruh uang pembelian lelang dan biaya lainnya yang telah dibayarkan oleh Penggugat. Adanya amar putusan tersebut, menimbulkan dampak adanya ketidakpastian hukum bagi Penjual. Salah satunya adalah berkenaan dengan perlakuan terhadap hasil penjualan lelang yang telah diperhitungkan terhadap hutang debitur. Adanya objek jaminan hutang milik debitur yang telah dilelang dan laku terjual, maka hasil penjualan lelang tersebut harus diperhitungkan sebagai pengurang terhadap hutang debitur. Apabila kemudian berdasarkan amar putusan tersebut Penjual dihukum untuk mengganti seluruh uang pembelian lelang termasuk biaya-biaya lelang, berarti uang hasil penjualan lelang tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai pengurang hutang debitur. Apabila telah terlanjur diperhitungkan, Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 maka perhitungan itu seharusnya dapat dibatalkan. Hal ini tentunya guna menjamin asas keadilan hukum yang lahir sebagai akibat dari putusan pengadilan. Setelah Penjual melaksanakan amar putusan dengan mengembalikan uang pembelian lelang berikut segala biaya yang telah dibayarkan Penggugat berikut pembayaran tuntutan ganti rugi sebagaimana dalam amar putusan, tentunya Pembeli berkewajiban menyerahkan kembali objek lelang tersebut berikut asli dokumen kepemilikannya kepada Penjual. Setelah objek lelang berikut asli dokumen kepemilikannya kembali dikuasi oleh Penjual, apakah status hukumnya kembali seperti semula, dimana PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku kreditur masih berhak atas Hak Tanggungan Peringkat Pertama atas objek tanah dengan bukti kepemilikan berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Objek tersebut merupakan jaminan atas hutang debitur, dimana dalam suatu artikel yang menyatakan bahwa jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi pada umumnya karena dalam pemberian pinjaman modal dari lembaga keuangan mensyaratkan adanya suatu jaminan. 23 Maka dengan adanya tindakan hukum pengembalian uang hasil lelang dari kreditur kepada pembeli lelang, harus dipastikan kembali status objek jaminan tersebut. Hal lainnya adalah terkait dengan status debitur yang semula dinyatakan wanprestasi dan telah ditindaklanjuti dengan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang. Dengan telah dilaksanakannya putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016, apakah status debitur tetap dalam keadaan wanprestasi atau perlu adanya penetapan lain oleh pengadilan bahwa debitur wanprestasi. Berdasarkan analisa-analisa di atas, putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 telah menimbulkan beberapa ketidakpastian hukum bagi Penjual. Ketidakpastian hukum ini juga memicu tidak terpenuhi asas keadilan hukum bagi Penjual. Agar Penjual tetap dapat mempertahankan hak-haknya serta memperoleh kepastian hukum dalam perkara ini, Penjual dapat mengajukan gugatan wanprestasi melalui pengadilan negeri. Berdasarkan pada putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah tersebut, Penjual mengajukan gugatan wanprestasi melalui pengadilan negeri dengan maksud untuk memperoleh kepastian hukum dalam hal: 1) Kepastian hubungan hukum antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku kreditur dan CV. Wita Saputra selaku debitur serta status hukum debitur tetap dalam keadaan wanprestasi sebagai akibat berlakunya putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016; 2) Penetapan perhitungan atau rincian hutang terbaru yang merupakan akibat adanya proses pelaksanaan lelang jaminan yang telah laku dan hasilnya telah diperhitungkan terhadap hutang debitur serta akibat hukum atas berlakunya putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah; 3) Kepastian kedudukan hukum PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama atas objek lelang berupa tanah 23 Soegianto, Diah Sulistiyani R S, and Muhammad Junaidi, “Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Kajian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,” Jurnal Ius Constituendum 4, no. 2 (2019): 191, https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1658. Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 dan bangunan sesuai dengan SHM Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah sebagaimana Sertipikat Hak Tanggungan Peringkat Pertama Nomor 1233/2005 tanggal 18 Februari 2005, yang sebelumnya telah dilaksanakan lelang dan telah laku terjual serta telah diterbitkan surat roya atas tanah tersebut. KPKNL Semarang selaku instansi penyelenggara lelang tentunya juga terdampak atas berlakunya putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016. KPKNL Semarang selaku instansi penyelenggara lelang telah menyetorkan bea lelang dan PPh Final ke Kas Negara. Berlakunya amar putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 yang menyatakan bahwa penetapan Penggugat sebagai pemenang lelang bukan dinyatakan dibatalkan melainkan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, serta adanya amar putusan yang menghukum PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. selaku Penjual untuk mengembalikan seluruh uang pembelian lelang berikut segala pajak dan biaya lelang, menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap bea lelang dan PPh Final yang telah disetorkan ke kas negara. Bea lelang dan PPh Final yang telah disetorkan ke kas negara oleh KPKNL Semarang, sebelum adanya putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, sah dan jelas bahwa merupakan pendapatan negara berupa pajak dan bukan pajak (PNBP) yang berasal dari hasil penjualan lelang atas objek berupa tanah dan bangunan dalam perkara. Namun dengan berlakunya putusan tersebut menjadi tidak jelas kedudukan hukumnya. Atas dasar pelaksanaan lelang tanggal 28 Februari 2013 dan berdasar permohonan dari Pembeli/pemenang lelang, KPKNL Semarang telah menerbitkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 333/2013 tertanggal 28 Mei 2013. Kutipan Risalah Lelang tersebut merupakan salah satu syarat untuk proses balik nama objek lelang ke Kantor Pertanahan setempat. Meskipun amar putusan telah menyatakan bahwa penetapan Penggugat sebagai pemenang lelang atas objek lelang berupa tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, dengan telah diterbitkannya Kutipan Risalah Lelang oleh KPKNL Semarang dan telah berada dalam penguasaan pemenang lelang (Penggugat), terdapat resiko penyalahgunaan atas Kutipan Risalah Lelang tersebut. Sebagai upaya mitigasi resiko tersebut, KPKNL Semarang seharusnya meminta kepada Penggugat untuk mengembalikan Kutipan Risalah Lelang tersebut dengan alasan penetapan Penggugat sebagai pemenang lelang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka KPKNL Semarang dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menetapkan bahwa Kutipan Risalah Lelang Nomor 333/2013 tertanggal 28 Mei 2013 dengan objek lelang berupa tanah dan bangunan sesuai dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3062, luas 132 m2, tercatat atas nama Yudha Tri Sakti, terletak di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah, dengan Pembeli/pemenang lelang atas nama Enrico Sulistono Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 Abadi tidak mempunyai kekuatan hukum dan memerintahkan Enrico Sulistono Abadi untuk mengembalikan Kutipan Risalah Lelang tersebut kepada KPKNL Semarang. ## 4. PENUTUP Penjualan objek melalui lelang masih terdapat kemungkinan adanya kendala dalam proses balik nama objek lelang. Namun demikian, apabila terdapat objek lelang yang tidak dapat dibalik nama, tidak serta merta mengakibatkan proses lelang yang telah terjadi menjadi batal serta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang menjadi batal dan tidak sah. Sebagaimana dalam putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016, tidak terdapat satupun amar putusan yang menyatakan bahwa proses lelang dan Risalah Lelang dibatalkan. Proses lelang atas objek dalam perkara tetap diakui ada dan terjadi. Begitu juga dengan berita acara pelaksanaan lelang berupa Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 yang dibuat oleh Pejabat Lelang KPKNL Semarang tetap sah dan mengikat. Namun dengan adanya putusan tersebut membuat klausul penetapan Penggugat sebagai pembeli lelang dalam Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Sedangkan bagian-bagian lain dalam Risalah Lelang Nomor 333/2013 tanggal 28 Februari 2013 tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum yang sah dan mengikat. Perlu adanya perbaikan dan peningkatan dalam hal koordinasi antar lembaga permerintahan khususnya yang berkaitan dalam proses pelaksanaan lelang maupun terkait objek lelang. Dengan peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintahan tersebut, diharapkan dapat meminimalisir resiko adanya kendala yang terjadi sebagai akibat hukum atas pelaksanaan lelang, termasuk namun tidak terbatas dalam hal kendala proses balik nama atas objek lelang. ## DAFTAR PUSTAKA Ahadi, Lalu M. Alwin. “Efektivitas Hukum Dalam Perspektif Filsafat Hukum: Relasi Urgensi Sosialisasi Terhadap Eksistensi Produk Hukum.” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (April 2022): 110. https://doi.org/10.26623/julr.v5i1.4965. Hsb, Ali Marwan, and Hisar P. Butar Butar. “Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 / PUU-Tentang Sumber Daya Air (Legal Consequences of the Constitutional Court Decision Number 85 / Puu-Xi / 2013 About Review of Law Number 7 of 2004 on Water Resources).” Jurnal Legislasi Indonesia 13, no. 4 (2016): 359–67. Hutadjulu, Ryan Dwitama, Lastuti Abubakar, and Tri Handayani. “Akibat Hukum Terhadap Bank Atas Pembatalan Hak Tanggungan Melalui Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap.” Jurnal USM Law Review 6, no. 1 (2023): 209–25. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26623/julr.v6i1.6646. Ilhami, Siti Rafika. “Keabsahan Akta Risalah Lelang Terhadap Objek Lelang Yang Tidak Berada Dalam Wilayah Jabatan Pejabat Lelang Kelas II (Studi Kasus PT. M Finance Pekanbaru Dan Pejabat Lelang Kelas II Bekasi),” 2017. Indonesia, Kementerian Keuangan Republik. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (2020). Karina, Ahnia Septya. “Keabsahan Akta Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik Dalam Keabsahan Risalah Lelang Atas Objek Lelang Yang Tidak Dapat Dibalik Nama Muhammad Junaidi, Tri Wibowo, Diah Sulistyani Ratna Sediati Zaenal Arifin, Soegianto Soegianto e-ISSN: 2621-4105 Pelaksanaan Lelang Elektronik Oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL),” 2019. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.06/2019 tentang Pejabat Lelang Kelas I (2019). ———. Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (2011). Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris . Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013. Pribadi, Agung. “Pengalihan Piutang Secara Cessie Atas Pembiayaan Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Perbankan Syari’Ah : Suatu Telaah Hukum Islam Dan Prinsip Perbankan Syari’Ah.” Jurnal Ius Constituendum 2, no. 2 (2017): 137. https://doi.org/10.26623/jic.v2i2.657. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 161/PDT/2016/PT.SMG tanggal 15 Juli 2016 (2016). Rachmadi, Usman. Hukum Lelang , 2016. RI, Mahkamah Agung. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 323/K/Sip/1968 (1968). RI, Mahmakah Agung. Buku II Mahkamah Agung tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (n.d.). Salam, Syukron. “Perkembangan Doktrin Perbuatan Melawan Hukum Penguasa.” Nurani Hukum 1, no. 1 (December 2018): 33. https://doi.org/10.51825/nhk.v1i1.4818. Sipahutar, Apul Oloan, Zaenal Arifin, Kukuh Sudarmanto, and Diah Sulistyani Ratna Sediati. “Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Praktek Pada Debitur Yang Wanprestasi.” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (2021): 144–56. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26623/julr.v5i1.4254. Siregar, Nur Rizki, and Mohamad Fajri Mekka Putra. “Tinjauan Hukum Kekuatan Eksekutorial Terhadap Permohonan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Atas Debitur Wanprestasi.” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (2022): 128. https://doi.org/10.26623/julr.v5i1.4872. Soegianto, Diah Sulistiyani R S, and Muhammad Junaidi. “Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Kajian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.” Jurnal Ius Constituendum 4, no. 2 (2019): 191. https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1658. Sri Redjeki Slamet. “Tuntutan Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan Hukum.” Lex Jurnalica Volume 10, no. Nomor 2 (2013): 107–20. Syahputra, Rizky, Doddy Kridasaksana, and Zaenal Arifin. “Perlindungan Hukum Bagi Musisi Atas Hak Cipta Dalam Pembayaran Royalti.” Semarang Law Review (SLR) 3, no. 1 (2022): 84. https://doi.org/10.26623/slr.v3i1.4783. Tiara, Ressha. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Yang Tidak Dapat Menguasai Obyek Lelang Di Kota Padang,” 2018. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (1996). Zefanya, Audry, and Fransiscus Xaverius Arsin Lukman. “Tolak Ukur Pemenuhan Penguasaan Fisik Atas Tanah Melalui Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah.” Jurnal USM Law Review 5, no. 2 (2022): 441. https://doi.org/10.26623/julr.v5i2.4878.
a28f04f9-0401-4a06-92e9-8b9ddf3ed038
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/media/article/download/7991/4838
## IMPLEMENTASI KELAS MULTIMEDIA SMP NEGERI 1 SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA ## Aripuddin Thalib ## Universitas Muhammadiyah Makassar Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kelas multimedia di SMP Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan jenis pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelas multimedia merupakan salah satu program di SMP Negeri 1 Sungguminasa kelas multimedia ini merupakan kelas unggulan, program kelas multimedia ini dibentuk sebagai ciri dari sekolah dari sekolah dan menjadi pembeda dengan sekolah lain. Proses dalam kelas multimedia ini dimuai dengan penyeleksihan siswa yang dimana memiih siswa yang memiliki prestasi maupun nilai yang tinggi dari hasil tes masuk di SMP Negeri 1 Sungguminasa. Adapun faktor pendorong dan peghambat dalam dalam program ini dimana salah satu pendorongnya yakni sekolah sudah menyiapakan beberapa alat yang disediakan dikelas sebagai penunjang dalam pembelajaran serta penghambatnya yakni masih ada beberapa siswa yang tidak memiliki laptop padahal sudah diketahui bahwa kelas ini diwajibkan untuk siswanya memiliki laptop. Kata kunci : Implementasi, Kelas Multimedia ## PENDAHULUAN Pendidikan adalah satu proses perjalanan individu ke arah yang lebih baik dengan berbagai kemampuan–kemampuan yang dimiliki. Dengan kata lain pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Dua buah konsep pendidikan yang saling berkaitan yakni belajar ( Learning ) dan mengajar ( Instruction ). Konsep belajar mengacu pada peserta didik dan konsep mengajar mengacu pada tenaga pendidik. Dalam pendidikan kita mengenal istilah belajar dan pembelajaran. belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ia ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Menurut Hasarin (2008:10) Menyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara tetangga di dunia dan tidak terlepas dari tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Kini kualitas pendidikan belum merata hingga pelosok tanah air. Kualitas pendidikan dianggap baik di pulau-pulau yang cukup strategis untuk mendapatkan segala faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu kondisi dan proses serta hasil pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri serta keterampilan yang dibutuhkan untuk dirinya dan masyarakat (Leonard, 2015). Selain itu menurut Higley, Heesacker, & Brenneman (2019) untuk meningkatkan mutu pendidikan di US terdapat lima faktor penting yang harus diperhatikan yaitu: social support, time perception, enjoyment of the process, accessibility to materials and training and the motivation for desired activities . Tetapi, di Indonesia masih ditemukan bahwa mutu pendidikan dasar dan menengah belum seperti yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan bahwa hasil pemetaan mutu pendidikan secara nasional pada tahun 2014 menunjukan hanya sekitar 16% satuan pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan (SNP). Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang ada di daerah masing- masing. Faktor-faktor tersebut bisa meliputi kualitas tenaga pendidik, ketersediaan sarana prasarana, metode pembelajaran, alat bantu belajar dan manajemen sekolah. Belum meratanya mutu pendidikan di Indonesia juga disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang terbagi menjadi pulau-pulau dan terpisah satu dengan yang lain. Hal ini juga bisa menjadi kendala bagi pemerintah dalam pemberian fasilitas pendidikan. Permasalahan di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ekawati (2017) bahwa kualitas pendidik di Indonesia masih jauh berbeda dari negara-negara lain dan hal menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Pendidikan yang berkualitas juga masih belum di nikmati di daerah-daerah terpencil, sementara itu pendidikan yang berkualitas bisa didapatkan dan dinikmati di daerah-daerah yang mudah dijangkau oleh fasilitas-fasilitas dan faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan itu sendiri. Kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarananya.Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 24 oktober 2019 di SMP Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa, Jl. H. Habibu Kulle No. 25, Sungguminasa, Somba Opu, Sulawesi Selatan. Adapun temuan yang ditemukan peneliti , yaitu : 1). Terakreditasi A 2). Memiliki tempat yang strategis , mudah dijangkau dan aman 3). Memiliki fasilitas yang terbilang lengkap antara lain: Ruang tata usaha, ruang Kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, ruang data, kelas, perpustakaan, masjid, lab IPA, lab komputer, lab bahasa, lab multimedia, ruang keterampilan, lapangan upacara, lapangan olahraga, sanggar seni, toilet guru, toilet siswa, dan kantin. 4).Memiliki banyak kegiatan ekstrakulikuler, diantaranya : Palang merah remaja (PMR), paskibra smp negeri 1 sungguminasa, osis smp negeri 1 sungguminasa, English club 5) Memiliki 85 orang tenaga kependidikan yang mampu mendukung peningkatan layanan dan mutu pendidikan di sekolah 6) menggunakan kurikulum 13. Dari hasil temuan peneliti maka smp negeri 1 sungguminasa telah memenuhi 8 standar nasional pendidikan dan dapat dikatakan sebagai sekolah rujukan. Adapun dalam prosesnya SMP Negeri 1 Sungguminasa sebagai sekolah rujukan menerapkan sebuah program baru yang bernama program kelas multimedia yang dimana dalam proses pembelajaran siswa diwajibkan menggunakan laptop dan internet sebagai media pembelajaran. Hal ini sangat menarik bagi peneliti untuk teliti karena alasan di atas dan kemudian peneliti ingin mengetahui lebih jelas tentang kelas multimedia baik dari proses, tahapan-tahapan seleksi dalam kelas multimedia serta faktor pendorong dan penghambat dalam program ini. Adapun yang menjadi harapan dalam penelitian ini dimana program ini bisa berjalan semestinya sesuai dengan harapan sekolah sebagai penunjang peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan pemaparan diatas, Maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan mengangkat judul “Implementasi kelas multimedia smpn 1 sungguminasa kabupaten gowa” Multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, gambar, animasi dan video yang disampaikan dengan komputer dan dapat disampaikan secara interaktif dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi (Kurniawati dan Nita, 2018: 70). Peran komputer sebagai pembantu tambahan dalam belajar, pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pelajaran latihan atau kedua-duanya. Modus ini dikenal sebagai Computer-Assisted Instruction ( CAI ). CAI mendukung pembelajaran dan pelatihan akan tetapi ia bukanlah penyampai utama materi pelajaran, penyaji informasi dan tahapan pembelajaran lainnya (Arsyad, 2017: 93) Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Negeri 1 Sungguminasa dapat dikatakan sebagai sekolah rujukan karena telah memenuhi 8 standar nasional pendidikan. Dalam prosesnya SMP Negeri 1 Sungguminasa sebagai sekolah rujukan menerapkan suatu kebijakan program baru yang bernama program kelas multimedia, yang mana dalam proses pembelajaran siswa diwajibkan menggunakan laptop dan internet sebagai media pembelajaran. Program kelas multimedia dibentuk sebagai ciri sekolah rujukan SMP Negeri 1 Sungguminasa yang menjual di masyarakat. ## METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar bukan angka-angka. menurut Miles dan Huberman, data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kukuh, serta serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif, salah satu jenis peneliti yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai situasi sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji. Dalam penelitian ini, peneliti telah memiliki definisi jelas tentang subjek penelitian dalam menggali informasi yang dibutuhkan. Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong,2000 : 97) . informan merupakan orang-orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat 6 informan diantaranya : 1. Informan kunci (key informan) yaitu Kepala sekolah,2. Informan utama yaitu Wali Kelas Multimedia, Informan tambahan yaitu 2 guru dan 2 siswa. Instrumen penelitian kualitatif yaitu peneliti itu sendiri. Karena peneliti yang merancang dan melakukan penelitian, menganalisis data hingga menyimpulkan data yang berkaitan dengan implementasi kelas multimedia Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non-partisipatif karena peneliti tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan implementasi kelas multimedia. Selanjutnya peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur yang bertujuan agar saat wawancara nanti dapat berjalan secara alami dan peneliti bisa mendapatkan lebih banyak informasi dari narasumber terkait dengan implementasi kelas multimedia. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu, 2) Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu objek dengan sistematika fenomena yang di selidiki, 3) Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset, rekaman video, foto dan sebagainya. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif model interaktif yang dikemukakan oleh Metthew B. Miles, A. Michael Huberman & Johnny Saldana (2014:31-33) bahwa analisis data dilakukan setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Menurut Sugiyono (2012:121) uji keabsahan data meliputi uji kredibilitas data, uji transferability, uji depenability, dan uji confirmability. Keabsahan data pada penelitian ini diperiksa menggunakan uji kredibilitas data dengan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan pengecekan dengan berbagai cara, berbagai sumber, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga triangulasi dalam keabsahan data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah rujukan merupakan sekolah yag menjadi percontohan untuk sekolah-sekolah lain yang ada diwilayah tersebut, di kabupaten gowa untuk sekolah menengah pertama SMPN 1 Sungguminasa merupakan sekolah percontohan untuk sekolah-sekolah menengah pertama lainnya yang ada di kabupaten gowa SMPN 1 Sungguminasa ditetapkan sebagai sekolah rujukan itu karena sudah memenuhi standar nasional pendidikan / SNP yang mempunyai keunggulan dalam penyelenggaraan kependidikan yang dapat meningkatkan daya saing dan berperan sebagai pengimbas atau implementasi SNP dan ke unggulan yang di miliki dibandingkan dengan sekolah lain. (Ibu Adriani, Kepala Sekolah. 7 januari 2021) Sebagai sekolah rujukan SMPN 1 Sungguminasa memiliki beberapa program yang ada disekolah tersebut antara lain program kelas multimedia, program kelas multimedia ini merupakan salah satu program di SMP Negeri 1 Sungguminasa kelas multimedia ini merupakan kelas unggulan, program kelas multimedia ini dibentuk sebagai ciri dari sekolah dan menjadi pembeda dengan sekolah lain, smpn 1 sungguminasa merupakan sekolah rujukan jadi harus bisa menjadi contoh untuk sekolah-sekolah lain. “Kelas rujukan ini dibentuk karena salah satu ciri yang bisa menjual atau ada nilai dalam masyarakat maka kita harus membuat inovasi-inovasi yang tidak ada pada sekolah lain itulah mengapa kami para guru-guru dan dewan staf tata usaha dari hasil rapat terbentuklah kelas multimedia”. (Ibu Adriani, Kepala Sekolah. 7 januari 2021) Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa alasan utama dibentuknya kelas multimedia ini selain dari kareena smpn 1 sungguminasa merupakan sekolah rujukan juga karena ingin membuat program yang dimana tidak ditemukan di sekolah lain dan menjadi ciri dari smpn 1 sungguminasa “Itu kelas multimedia kelas yang anak-anaknya yang siap memang untuk di ikut sertakan ketika ada lomba karena kelas ini kayak kelas unggulan dari kelas-kelas lain dalam artian siswa disini merupakan masyarakat belajar memang” (Ibu Adriani, Kepala Sekolah. 7 januari 2021). Dengan adanya kelas unggulan ini juga membantu sekolah untuk memilih siswa ketika ada lomba baik lomba akademik maupun non akademik sekolah biasanya akan mengambil siswa dari kelas ini untuk mewakili sekolah karena dalam kelas ini memiliki beberapa aspek yang dikembangkan bukan saja ilmu ICT namun ilmu-ilmu lain yang turut mendukung disana. “Keberadaan kelas multimedia ini juga merupakan sebagai bentuk atau upaya yang dilakukan smpn 1 sungguminasa secara imperen sebagai masyarakat belajar, penguasaan komputer yang diajarkan di kelas multimedia bisa saja apa yang diperoleh dari kelas itu bisa disosialisasikan ke kelas-kelas bawahannya” (Ibu Adriani, Kepala Sekolah. 7 januari 2021) Jadi proses belajar mengajar dalam kelas ini sama halnya dengan kelas lain namun dalam kelas ini proses belajar mengajarnya lebih banyak menggunakan media sepert powerpoint dalam mengajar karena fasilitas yang memadai seperti LCD dalam kelas yang sudah disiapkan sekolah dalam menunjang proses belajar mengajar. Tahapan pertama dalam kelas multimedia yakni dalam penerimaan siswa, dalam penerimaan siswa baru sekolah memberikan tes kepada siswa yang memiliki nilai yang tinggi dalam tes penerimaan siswa baru akan ditempatkan di kelas multimedia. “siswa yang ditempatkan disitu secara aturan adalah siswa yang mempunyai pertama di luar dari nilai tes yakni siswa harus memiliki laptop, yang kedua siswa dilihat dari perangkingan waktu penerimaan siswa baru jadi nilai-nilai yang terbaik akan ditempatkan di kelas multimedia” (Ibu Sompawali, Wali Kelas Multimedia. 7 januari 2021) Jadi dalam kelas multimedia ini juga guru berharap kelas ini menjadi contoh untuk kelas lain bukan hanya dari segi akademik tapi juga dari sikap serta nilai-nilai akhlaknya jika siswa di kelas multimedia tersebut tidak mampu untuk memenuhi semua standar tersebut siswa akan dipindahkan ke kelas lain. Yang menjadi faktor pendorong dalam program kelas multimedia ini baik dalam pelaksanaan proses pembelajaran dalam kelas ini antara lain: Fasilitas jaringan internet yang memadai, tersedianya proyektor, komputer untuk guru, penggunaan media visual dalam pembelajaran. “Iye dikelas multimedia bagus, karena ada wifi na bisa kerja tugas yang nakasikan ki guru (aisyah, siswa 15 januari 2021) Faktor penghambat dalam program kelas multimedia ini baik dalam pelaksanaan proses pembelajaran kelas antara lain: Masih terdapat adanya siswa yang masih belum paham betul menggunakan komputer dalam pembelajaran, dalam proses pembelajaran guru hanya menggunakan media visual yang masih terbilang monoton atau kurang variatif, kurangnya dana untuk memperagakan komputer untuk tiap tiap siswa. Iye kak, masih banyak teman-teman ku yang tidak na tau pake laptop saya juga tidak terlalu tau ka juga kak tapi ya biasa na bantu jaki juga guru na arahkan ki (aisyah, siswa 15 januari 2021) Dari hasil wawancara masih ada beberapa siswa kurang tau menggunakan komputer namun dalam kelas multimedia ini siswa memang dituntut untuk mampu megoprasikan komputer apalagi dalam proses belajar mengajar. ## PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan program kelas multimedia di SMPN 1 Sungguminasa baik dalam pengertiannya itu sendiri, proses pelaksanaanya serta faktor penghambat dan pendorong program kelas multimedia ini. Program kelas multimedia ini merupakan program yang bisa dikatakan satu-satunya yang ada di kabupaten gowa khususnya sekolah menengah pertama, dan program ini merupakan ciri dari SMPN 1 Sungguminasa. Di Kelas multimedia dimana siswa diwajibkan membawa laptop setiap pertemuannya di kelas ini juga merupakan kelas unggulan yang dimana siswa di kelas ini merupakan para siswa-siswa yang berprestasi untuk dididik dan dibimbing untuk nantinya mewakili sekolah ketika ada lomba-lomba antar sekolah. SMPN 1 Sungguminasa sebagai salah satu sekolah rujukan yang ada di kabupaten gowa yang menjadi percontohan dimana harus mampu menjadi contoh kepada sekolah-sekolah lain atau sekolah imbas, “adanya sekolah rujukan diharapkan mampu membantu pemerintah dalam meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan melalui kerjasama dan pengimbasan dari sekolah rujukan ke sekolah yang ada disekitarnya” (Kemendikbud, 2016). Proses dalam dalam program kelas multimedia ini yang dimana siswa akan dipilih berdasarkan perangkingan serta berdasarkan nilai yang didapat ketika tes penerimaan siswa baru dan siswa di kelas ini bisa saja dipindahkan ke kelas lain ketika siswa tersebut tidak mampu bersaing dan memenuhi standar nilai yang sudah ditentukan. Adapun beberapa faktor penghambat dan pendorong dalam program kelas multimedia ini yang dimana sekolah sudah menyiapkan fasilitas- fasilitas yang menunjang dalam program kelas multimedia ini yakni ada proyektor, wifi, komputer untuk guru. Beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan program kelas multimedia yakni masih ada beberapa siswa yang tidak memiliki laptop, kedisiplinan siswa yang masih kurang dll. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh, menurut Miles dan Huberman (1992:16) analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data,, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data, dari penelitian yang peneliti lakukan banyak hal yang bisa didapatkan dari program kelas multimedia ini baik dari pengertian secara umumnya, prosesnya hingga faktor pendorong dan penghambat dalam penelitian ini, dimana dari penelitian yang dilakukan peneliti dapat memilih hal-hal yang yang lebih mendasar lebih tajam dari beberapa hasil wawancara yang dilakukan peneliti baik ke siswa, guru maupun kepala sekolah sebagai pimpinan di sekola. Penyajian data, peneliti menarik beberapa bagian- bagian penting dalam program kelas multimedia ini yakni kelas multimedia itu sendiri, proses dalam pelaksanaan kelas multimedia meliputi tahapan awal yang dilakukan sekolah ketika memilih beberapa siswa yang berprestasi dan memiliki nilai yang tinggi untuk dimasukkan dalam kelas ini dan juga faktor penghambat dan pendorong misalnya sudah disediakannya beberapa. alat sebagai pendorong berlangsungnya program kelas multimedia ini dan beberapa faktor penghambat misalnya masih ada saja siswa yang di kelas ini terkendala masalah laptop. Menarik kesimpulan, jadi dalam penelitian yang peneliti lakukan tentang implementasi dari program kelas multimedia ini dimana kelas multimedia ini sudah ada sejak tahun ajaran 2017-2018 jadi bisa diketahui bahwa sudah 2 tahun program ini berjalan, implementasi dari program kelas multimedia ini sudah berjalan lancar sebagai kelas percontohan untuk kelas lain yang ada di SMPN 1 Sungguminasa, siswa di kelas ini sering dipilih ketika ada perlombaan antara sekolah baik tingkat kabupaten maupun provinsi, di kelas ini juga siswa dituntut untuk bisa dan mampu menggunakan alat elektronik sebagai penunjang dalam mengikuti kelas ini karena siswa yang tidak mampu mendapatkan nilai atau ranking siswa tersebut akan digantikan dengan siswa dari kelas lain yang memiliki peringkat tertinggi dikelasnya. ## SIMPULAN Dilihat dari hasil penelitian yang peneliti lakukan ada beberapa hal yang ada dalam fokus penelitian tentang implementasi program kelas multimedia antara lain: 1. Kelas Multimedia merupakan program yang ada di SMPN 1 Sungguminasa yang dimana sebagai sekolah rujukan menjadi percontohan untuk sekolah-sekolah lain SMPN 1 Sungguminasa membuat suatu program yang dinamakan kelas multimedia yang dimana kelas ini dalam proses pembelajarannya menggunakan media elektronik baik berupa laptop dan hal-hal yang menunjang lainnya yang dapat membantu siswa dalam pembelajaran , 2. Proses dalam kelas multimedia ini dimulai dengan penyeleksian siswa yang dimana memilih siswa yang memiliki prestasi maupun nilai tinggi dalam tes masuk di SMPN 1 Sungguminasa dan dalam setiap semester kelas ini akan dirombak lagi siswa yang dapat nilai rendah akan digantikan oleh siswa ranking dari kelas lain, 3. Faktor pendorong maupun penghambat dalam program ini dimana salah satu pendorongnya yakni sekolah sudah menyiapkan beberapa alat yang disediakan di kelas sebagai penunjang dalam pembelajaran serta penghambatnya yakni masih ada beberapa siswa yang tidak memiliki laptop padahal sudah diketahui bahwa kelas ini diwajibkan untuk siswanya memiliki laptop. ## DAFTAR PUSTAKA Baahrun, Murniati, R. S. P. (2017 ). Strategi peningkatan mutu pendidikan pada SMA negeri 3 meulaboh kecamatan johan pahlawan kabupaten aceh barat . Jurnal Magister Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala , 5 (3), 161–166. Cut, F., Muniarti, A., & Nasir, U. (2017). Kompetensi Profesional Guru Dalam pengelolaan Pembelajaran Di MTs Muhammadiyah Banda Aceh 88-95 Direktorat Jenderal Pendidikan, D. dan M. (n.d.). Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Ekawati Y, 2017. Implementasi Kebijakan Sekolah Dasar Rujukan di SD Negeri 1 Bantul . 67-72 Fadli, M. (2017). Manajemen Peningkatan Mutu . 1 (02), 26. Husmita husman, 2020. Dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi kebijakan sekolah rujukan di smp negeri 1 taliabu barat dalam meningkatkan mutu pendidikan . Jejen Musfah,2018 .Analisis Kebijakan Pendidikan : Mengurai krisis karakter bangsa , Jakarta timur : KENCANA Kemendikbud, 2016. Panduan pembinaan dan pengembangan sekolah rujukan pada sekolah menengah pertama Kurniawan, N.2017. Pengaruh standar sarana dan prasarana terhadap efektifitas pembelajaran di Tk Al-Firdaus. Jurnal warna : Jurnal pendidikan dan pembelajaran anak usia dini ,14-26 Miles, dkk, 2014. quadlitative data analysis,a methods sourcebook-third edition . London : Sage Publication,inc Miles, Ma. B., & Huberman, M. A. (1994) . Data Management and Analysis Method. In Handbook of Qualitative Research. M.Hasbullah, 2015. Kebijakan Pendidikan: Dalam Perspektif Teori, Aplikasi ,dan Kondisi Objektif pendidikan di Indonesia . Jakarta: Rajawali Pers. Nasrudin, & Maryadi. (2018). Manajemen sarana dan prasarana pendidikan dalam pembelajaran di SD . Jurnal Manajemen Pendidikan , 13 (1), 15–23 Nasrullah, M. (2015). Implementasi Sistem Informasi Manajemen Berbasis Teknologi Informasi di Universitas Negeri Makassar . 5 (1), 53–63. Peraturan Pemerintah RI No 32 Tahun 2013. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013. The World Economy , 30 (11), 1662–1681. https://doi.org/10.1161/01.STR.32.1.139 Purwadi Sutanto, 2016. Konsep dan Pengembangan SMA Rujukan . Oleh : Kemendikbud Qurban Hajar,2020. Implementasi kebijakan peningkatan profesionalisme guru smp negeri 3 Hu,u kabupaten dompu nusa tenggara barat Ramdhani, A. (2017). Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik . (February) Rika, M. (2014). Peningkatan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Untuk Meningkatkan KUuakitas Pembelajaran di SMPN 5 BUKITTINGGI . 2 , 636–648 Rusdiana, 2015. Kebijakan pendidikan dari filosofi ke implementasi , Bandung : Pustaka Setia Sudiyono, 2017. Buku Ajar: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Pendidikan . Yogyakarta: FIP UNY Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kualitatif: Untuk penelitian yang bersifat: eksploratif, interaktif dan konstruktif , Bandung: Alfabeta Sugiyono, 2015 Metode Penelitian Pendidikan: Pendekata Kuantitat Kualitatif dan R&G. Bandung: Alfabeta.
c5b5b565-67b4-43ed-ad8b-e7acacd35071
https://ejournal.itn.ac.id/index.php/jati/article/download/7051/4161
## DESAIN USER INTERFACE DAN USER EXPERIENCE APLIKASI RARANGGE CORNER MENGGUNAKAN METODE HUMAN CENTERED DESIGN (HCD) ## Rosma Arismawaty Putri, Ismi Kaniawulan, Lise Sri Andar Muni Program Studi Teknik Informatika S1, Sekolah Tinggi Teknologi Wastukancana Purwakarta Jalan Cikopak No.53, Mulyamekar, Kec. Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat 41151 [email protected] ## ABSTRAK Rarangge Corner merupakan suatu usaha makanan yang berada di Purwakarta, pemasalahan dalam rarangge corner adalah penyediaan layanan saat ini masih manual menggunakan media alat tulis dan kertas, sehingga catatan pesanan sering mengalami kesalahpahaman dalam pembuatan menu pemesanan. Sehingga permasalah tersebut pelanggan merasa kurang nyaman dalam pelayanan pemesanan dan bagi pihak tempat makan dalam melayani pelanggan terjadi penumpukan antrian. Tujuan mengatasi permasalahan yang dialami perlu membuat desain awal antarmuka yang bisa memudahkan pelayanan dalam bertransaksi agar tidak menumpuknya antrian dengan penekanan pada penggunaan sistem dan penerapan faktor manusia serta ekonomi. Penelitian ini berfokus pada perancangan aplikasi dengan menganalisis dan mendesain UI/UX menggunakan metode Human Centered Design(HCD) dengan tahapan seperti memahami sfesifikasi pengguna dengan hasil koesioner online dan wawancara responden , mengidentifikasi pengguna dengan user persona untuk pengumpulan data dengan user scenario bagaimana munculnya permasalahan untuk proses perancangan desain aplikasi, mendesain hasil yang berupa sitemap kerangka aplikasi desain dan user flow alur penyusunan desain aplikasi rarangge corner dan dilakukan prototype pertama menggambaran desain awal rarangge corner, prototype kedua desain tampilan jadi aplikasi mobile , tahapan terakhir yaitu mengevaluasi desain pengembangan sistem bertujuan mengembangkan sistem interaktif. Perancangan desain dibentuk menggunakan aplikasi tools Figma dan diuji pada 35 responden, menggunakan pengujian System Usability Scale (SUS) hasil yang didapatkan yaitu 83,7 maka dapat dinyatakan bahwa penelitian menunjukan perancangan ini acceptable (dapat diterima pengguna). Kata Kunci: Rarangge Corner, UI/UX, HCD, SUS, Figma ## 1 PENDAHULUAN Kebutuhan manusia menjadi lebih banyak dan kompleks, dan peningkatan teknologi juga mengalami banyak perubahan. Saat ini, teknologi banyak digunakan dalam berbagai industri, antara lain bisnis, kedokteran, pendidikan, dan lain-lain [1]. Bisnis terlibat dalam kegiatan organisasi untuk menawarkan barang dan jasa yang dibutuhkan publik secara teratur dengan tujuan menghasilkan keuntungan. Jika dikelola secara efektif dan benar, peluang usaha di bidang makanan memiliki prospek yang sangat baik dan menguntungkan [2]. User Interface dan User Experience , yang bersama-sama membentuk aplikasi mobile, mungkin akan bergeser saat berbicara tentang aplikasi mobile . Antara pengguna dan sistem, user interface berfungsi sebagai mediator. Desain User Interface yang layak harus dibuat agar pengguna merasa nyaman untuk digunakan. User Experience adalah reaksi yang dimiliki pengguna saat menggunakan sistem, layanan, atau produk. User Experience merupakan tanggapan responden dalam penggunakan sebuah produk, layanan atau sistem. Komponen User Interface (UI) dan User Experience (UX) aplikasi atau alat pemasaran digital, seperti website, memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra merek suatu bisnis atau perusahaan melalui tampilan visual yang menarik dan pengalaman pengguna yang baik [3]. Tujuan dari pendekatan atau metodologi desain Human Centered Desig n (HCD) yang berpusat kepada manusia adalah untuk membangun sistem yang dapat berinteraksi langsung demi mencapai tujuan dan penggunaan mencapai keberhasilan. Strategi ini meningkatkan kemanjuran, efisiensi, kenyamanan pengguna, dan kepuasan. Desain Human Centered Design (HCD) yang berpusat pada manusia digunakan untuk berbagai alasan, termasuk menurunkan ketidaknyamanan dan ketegangan, meningkatkan kegunaan, dan yang paling signifikan, meningkatkan pengalaman pengguna [4]. Di Rarangge Corner , sebuah bisnis usaha rumah makan di Purwakarta, pelayanan tetap diberikan dengan menggunakan media alat tulis. Salah satunya adalah tantangan menuliskan pesanan secara manual di atas kertas, yang mengakibatkan seringnya komunikasi yang terlewatkan antara kasir dan dapur saat membuat menu pesanan. Pelanggan akan menjadi tidak puas dengan layanan ini dan akibatnya berhenti menggurui bisnis. Menanggapi permasalahan tersebut, Rarangge Corner mengembangkan aplikasi mobile dengan menggunakan teknologi digital. Metodologi Human Centered Design (HCD) digunakan dalam penelitian ini untuk membuat desain aplikasi mobile dengan beberapa tahapan penyelesaian masalah. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perancangan Perancangan adalah proses mendeskripsikan, merencanakan, dan menggambar atau menyusun beberapa komponen terpisah menjadi satu kesatuan yang berfungsi dengan baik. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk merancang sistem adalah dengan membuat diagram alir sistem, yang juga dikenal sebagai diagram alir sistem. Diagram alir sistem adalah alat grafis yang dapat digunakan untuk menunjukkan proses urutan yang terlibat dalam sistem [5]. 2.2. User Interface (UI) User interface ( ui ) merupakan desain antar muka yang muncul sebagai tampilan pada aplikasi, website, dan peralatan elektronik seperti komputer dan gadget lainnya. Tata letak dan desain grafis dari tombol aplikasi, teks, grafik, bidang entri teks, dan semua elemen lain yang berinteraksi dengan membentuk antarmuka pengguna. Penempatan masing-masing elemen ini dilakukan untuk mengsukseskan kenyamanan pengguna [6]. 2.3. User Experience (UX) User experience (ux) merupakan aplikasi untuk mencakup cara kerjanya, serta pemikiran, perasaan, dan reaksi pengguna terhadapnya. Human Computer Interaction (HCI) memiliki suatu ide yang terhubung dengan User Experience (UX) yang dapat diterapkan dalam berbagai konteks di luar sitem komputer maupun perangkat komputer saja. Hal ini berlaku untuk masyarakat, produk, layanan, budaya, dan area lainnya serta User Experience (UX), atau bagaimana hal itu dirasakan oleh individu yang menggunakannya setiap hari [7]. 2.4. Human Centered Design (HCD) Metode Desain Berpusat Mnusia (HCD) adalah metode atau pendekatan untuk desain dan pengembangan sistem yang berfokus pada penggunaan sistem, integrasi elemen manusia dari perspektif ekonomi untuk menghasilkan sistem interaktif yang bermanfaat. Strategi ini meningkatkan kemanjuran, efisiensi, kenyamanan pengguna, dan kepuasan. Langkah - langkah pendekatan HCD ditunjukkan pada Gambar 1. Desain yang berpusat pada manusia digunakan untuk berbagai alasan, termasuk menurunkan ketidaknyamanan dan ketegangan, meningkatkan kegunaan, dan yang paling signifikan, meningkatkan pengalaman pengguna. Gambar 1. Metode Human Centered Design (HCD) 2.5. System Usability Scale (SUS) Metode yang dikenal sebagai System Usability Scale digunakan untuk mengevaluasi seberapa mudah sistem komputer yang berfokus pada pengguna atau pengguna untuk digunakan selama proses penelitian, metode skala kegunaan sistem memiliki 10 jumlah pertanyaan dan 5 jawaban. Untuk menghitung skor rata-rata, aturan berikut digunakan: a. Skor pengguna untuk pertanyaan dengan nomor ganjil akan dikurangi 1 dari sepuluh pertanyaan yang tersedia, b. Dari sepuluh pertanyaan yang tersedia, skor akhir pertanyaan bernomor genap akan dikurangi 5 dan c. Jumlah skor rata-rata total diperoleh dari penjumlahan semua angka, kemudian dikalikan 2,5 [8]. Tabel 1. Pertanyaan SUS No Pertanyaan SUS Skala 1 Saya berpikir akan menggunakan aplikasi ini lagi 1-5 2 Saya merasa aplikasi ini rumit digunakan 1-5 3 Saya merasa aplikasi ini mudah digunakan 1-5 4 Saya membutuhkan bantuan dari orang lain dalam menggunakan aplikasi ini 1-5 5 Saya merasa fitur yang ada telah berjalan dengan semestinya 1-5 6 Saya merasa ada hal yang tidak konsisten dalam aplikasi ini 1-5 7 Saya merasa orang lain akan memahami cara menggunakan aplikasi ini dengan cepat 1-5 8 Saya merasa aplikasi ini membingungkan 1-5 9 Saya merasa tidak ada hambatan dalam menggunakan aplikasi ini 1-5 10 Saya perlu membiasakan diri terlebih dahulu menggunakan aplikasi ini. 1-5 ## 2.6. Figma Figma adalah salah satu alat desain paling populer dan dapat digunakan untuk membuat tampilan untuk aplikasi mobile, desktop, website, dan lainnya. Bisa diakses melalui internet di sistem operasi Windows , Linux , dan Mac . Orang yang bekerja di bidang User Interace dan User Experience , web design, dan bidang lain biasanya menggunakan Figma . Aplikasi Figma membantu banyak desainer membuat prototype website atau aplikasi dengan cepat dan efektif, dan fiturnya memungkinkan lebih dari satu orang bekerja sama untuk pekerjaan yang sama, bahkan di lokasi yang berbeda [3]. ## 3 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah Human Centered Design (HCD) dengan melakukan proses penelitian secara bertahap dan terstruktur. Terdapat pada gambar 2. ## Gambar 2. Alur metode HCD 4.1. Understand And Specify The Context Of Use Memahami konteks penggunaan, atau fase proses pencarian data menggunakan kuesioner online dan melakukan wawancara terhadap pengguna untuk mendapatkan data yang sesuai. Tujuan penelitian pengguna adalah untuk mengumpulkan masukan dari pengguna potensial untuk menginformasikan desain user interface (ui) dan user experience (ux) untuk aplikasi Rarangge Corner . Penelitian menggunakan kuesioner online dan wawancara dengan calon pengguna untuk mencari data. ## 4.2. Specifying the user requirtments Penelitian melewati proses penentuan kebutuhan pengguna dan kebutuhan fungsional yang diperlukan untuk mulai menyusun informasi mengenai Rarangge corner . Saat ini, dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan aplikasi corner adalah User Persona dan User Scenario . ## 4.3. Producing design solutions Proses menghasilkan solusi desain penelitian menyelesaikan tugas-tugas seperti membuat prototipe desain, menyusun alur proses dan alur pengguna, membuat peta situs pemetaan kerangka kerja dan, berdasarkan kebutuhan yang ditemukan selama proses sebelumnya, merancang dan mengembangkan konsep desain solusi Rarangge Corner . ## 4.4. Evaluating the design solutions Saat melakukan proses pengujian pada tahap evaluasi solusi desain, metode pengujian usability harus digunakan untuk mengevaluasi besarnya nilai usability aplikasi. Ini akan memungkinkan untuk memperkuat kekurangan yang telah ditemukan. Uji System Usability Scale (SUS) pada desain solusi digunakan dalam uji penulisan, dengan melakukan penyebaran kuesioner online seabnyak 35 responden yang sudah dibuat pada tahap menentukan konteks pengguna, alasannya untuk mengevaluasi sistem dan mengukur kepuasan pengguna. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Understand and specify the context of use Melakukan proses riset yang dilakukan pada tahap pertama, untuk mengumpulkan data dengan koesioner online dan melakukan wawancara kepada pengguna agar mendukung desain User Interface dan User Experience di Rarangge Corner Purwakarta. Tahap ini dikenal sebagai tahap context of use . 4.2. Kuesioner Langkah pertama adalah melakukan survei online menggunakan kuesioner. Dengan menggunakan platform Google Form , kuesioner dibuat yang berisi pertanyaan yang didasarkan pada data yang diperlukan dan berfungsi sebagai panduan untuk membangun user interface (ui) dan user experience (ux) untuk aplikasi Rarangge Corner Purwakarta. Pelanggan, kasir, dan pemilik Rarangge Corner Purwakarta mendapatkan survey online berdasarkan penyebaran kuesioner. Menurut data yang dikumpulkan melalui kuesioner, calon pelanggan mengeluhkan pelayanan yang lambat dan mengalami kesulitan untuk memesan menu makanan. Oleh karena itu, perancangan aplikasi yang mengutamakan warna merah untuk digunakan oleh calon pengguna atau responden diperlukan. Ini akan memudahkan proses pemesanan melalui aplikasi berbasis iOS. ## 4.3. Wawancara Hasil wawancara yang didapatkan oleh pemilik dari rarangge corner , didapatkan informasi mengenai permasalah pemesanan menu makanan. maka penelitian merancang desain aplikasi rarangge corner agar pemilik maupun kasir dapat melakukan pelayanan dengan nyaman dan cepat. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi tambahan yang tidak ditemukan dalam tanggapan kuesioner. User interface (ui) dan user experience (ux) aplikasi Rarangge Corner Purwakarta. ## 4.4. Specifying the user requirments Mengidentifikasi kebutuhan pengguna dan spesifikasi fungsional yang diperlukan terjadi dalam fase penentuan kebutuhan pengguna, yang juga dikenal sebagai "spesifikasi kebutuhan pengguna." Saat ini, terdapat dua pendekatan utama yang digunakan untuk mengidentifikasi permintaan pengguna, yaitu menggunakan "persona pengguna" dan "skenario pengguna." ## 4.5. User Persona Persona pengguna ialah gambaran individu sasaran pengguna aplikasi seluler. Ini melibatkan profil, biografi, keperluan, isu, dan aspirasi mereka, yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam menetapkan keperluan pengguna aplikasi. Dalam metode User Reasearch , informasi dikumpulkan melalui wawancara dengan pelanggan, kasir, dan pemilik Rarangge Corner Purwakarta. Gambar 3. User Persona 4.6. User Scenario User Scenario adalah Sejarah bagaimana masalah terjadi dan perlunya desain aplikasi Rarangge Corner akan dibahas selama proses User Scenario . User Scenario dibuat berdasarkan situasi, tindakan, dan sikap yang terjadi dalam skenario dunia nyata bagi manusia. Gambar 4. User Scenario ## 4.7. Producing design solutions. Prpses menghasilkan desain solusi juga disebut sebagai merancang solusi adalah saat kerangka kerja dipetakan, antarmuka aplikasi Rarangge Corner dibuat, dan konsep desain dibuat berdasarkan tuntutan yang ditemukan selama proses sebelumnya. Sitemap , User Flow , dan Pembuatan Prototipe adalah tiga prosedur atau tahapan yang sekarang terlibat dalam pengembangan desain solusi. ## 4.8. Sitemap Sitemap merupakan gambaran tata letak halaman sistem atau peta struktur sistem. Dalam prosedur, pondasi aplikasi Rarangge Corner Purwakarta dipetakan atau disiapkan untuk Sitemap . Kerangka kerja untuk aplikasi akan dibuat sebagai hasil dari prosedur ini, terdiri dari fitur, konten aplikasi, dan struktur halaman aplikasi. Gambar 5. Sitemap 4.9. User Flow Alur aplikasi atau User Flow akan diatur pada langkah berikut membuat alur fitur aplikasi pada tahap User Flow supaya mempelajari menggunakan fitur yang dibuat. User Flow yang dikembangkan ditunjukkan di bawah ini. Gambar 6. User Flow 4.10. P rototyping Sitemap dan user flow dibuat pada langkah sebelumnya, selanjutnya tahap prototyping yang menghasilkan pembuatan kerangka kerja aplikasi. Pengembangan kerangka aplikasi kemudian akan diterjemahkan ke dalam desain tampilan aplikasi selama prosedur ini. Ada berbagai proses yang terlibat dalam pembuatan desain tampilan aplikasi. ## Gambar 7. Prototype 4.11. Low-Fidelity Prototype (Wireframe) Dalam melakukan pembuatan wireframe yang merupakan gambaran pertama proses pembuatan aplikasi dan terdiri dari desain tampilan sederhana atau sketsa fitur yang ditawarkannya serta tata letak komponen pada tampilan setiap halaman. Figma digunakan untuk membuat desain wireframe . Low- Fidelity Prototype aplikasi Rarangge Corner Purwakarta ditunjukkan di bawah ini. Gambar 8. Low-fidelity prototype ## 4.12. High-Fidelity Prototype Selanjutnya dilanjutkan menjadi desain jadi High-Fidelity Prototype sering disebut dengan mockup aplikasi, setelah mendapatkan desain wireframe yang dapat diterima. Desain tampilan aplikasi menyeluruh yang sangat mirip dengan hasil akhir akan dibuat selama proses ini. Desain dibuat menggunakan desain sistem, material siap pakai seperti warna, tipografi, ikon, dan foto, serta prototype interaktif yang memungkinkan desain berfungsi sebagai produk jadi akhir. Alasan mengapa pada tahap mockup ini melatarbelakangi warna “merah” karena setelah melakukan wawancara kepada beberapa narasumber dengan hasil yang didapatkan dominan mengingkan warna merah. Gambar 9. High-fidelity prototype ## 4.13. Evaluating the design solutions Untuk menilai kepuasan pengguna yang telah dibangun pada tahap sebelumnya, tahap terakhir dari metode Human Centered Design (HCD) adalah Evaluasi Desain Solusi. Untuk menyelesaikan proses pengujian, kegunaan aplikasi harus dianalisis dengan menggunakan Skala Kegunaan Sistem. ## 4.14. Menentukan responden Langkah pertama dalam prosedur pengujian kegunaan adalah memilih responden, 1734angkah ini sangat penting untuk proses usability . Pemilik, kasir, serta pembeli Rarangge Corner Purwakarta adalah responden yang berpartisipasi dalam pengujian. Tabel 2. Responden No Responden Jumlah 1 Pemilik Rarangge Corner Purwakarta 1 Orang 2 Kasir Rarangge Corner Purwakarta 2 Orang 3 pembeli Rarangge Corner Purwakarta 32 Orang Total Responden 35 Orang 4.15. Uji System Usability Scale (SUS) Bahwa skala penilaian SUS adalah dari 1 hingga 5, di mana 1 menunjukkan tingkat ketidaksetujuan dan 5 menunjukkan tingkat persetujuan. Dengan 35 responden dan hasil yang berbeda, Anda dapat menghitung rata-rata skor dari seluruh tanggapan untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kepuasan pengguna secara keseluruhan. Tabel 3. Hasil Pengujian SUS Responden Skor Hasil Perhitungan SUS TOTAL Nilai Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Jumlah x 2,5 R1 4 3 4 4 3 3 3 3 3 2 32 80 R2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 38 95 R3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 36 90 R4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 2 35 87,5 R5 4 3 3 4 3 3 4 4 3 2 33 82,5 R6 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 33 82,5 R7 4 3 3 4 3 2 3 2 3 4 31 77,5 R8 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 29 72,5 R9 3 3 4 3 4 2 1 3 3 2 28 70 R10 4 3 4 4 3 3 3 2 4 3 33 82,5 R11 3 4 4 3 3 2 4 4 3 3 33 82,5 R12 3 4 4 3 4 2 3 4 3 3 33 82,5 R13 4 3 3 3 4 4 3 2 4 4 34 85 R14 3 3 4 3 4 2 3 3 4 3 32 80 R15 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 34 85 R16 4 3 3 3 4 3 3 4 3 2 32 80 R17 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 37 92,5 R18 4 3 3 3 3 4 4 2 3 3 32 80 R19 4 3 3 3 3 2 3 4 3 4 32 80 R20 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 33 82,5 R21 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 34 85 R22 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 34 85 R23 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 36 90 R24 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 34 85 R25 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 35 87,5 R26 4 3 3 2 4 3 3 3 4 3 32 80 R27 4 3 3 2 4 4 4 2 4 2 32 80 R28 4 3 4 4 3 4 3 2 3 4 34 85 R29 4 3 4 4 3 4 4 3 3 2 34 85 R30 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 34 85 R31 3 2 4 4 4 3 3 3 4 4 34 85 R32 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 33 82,5 R33 4 3 4 4 4 2 3 3 4 3 34 85 R34 3 3 4 3 3 4 3 2 4 4 33 82,5 R35 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 38 95 Total 83,64285 Jawaban dari pertanyaan tentang skala system usability scale dan hasil akhir evaluasi yang memiliki skor rata-rata 83,7. prototype aplikasi dianggap dapat diterima jika skor kegunaan keseluruhan sistem lebih besar dari 70 dan jika lebih besar dari 80, mendapat nilai A (Acceptable) dapat diterima oleh pengguna) sehingga skala penilaian sus dapat dilihat pada gambar 10. ## Gambar 10. Skala SUS ## 5 KESIMPULAN DAN SARAN Setelah penelitian selesai, peneliti menemukan bahwa dengan menggunakan metode Human Centered Design (HCD), desain UI/UX aplikasi Rarangge Corner harus dilakukan dalam beberapa tahapan: memahami dan menentukan konteks penggunaan, menentukan kebutuhan pengguna, membuat solusi desain, dan mengevaluasi solusi desain. Pengujian terhadap desain aplikasi dilakukan dengan menggunakan metode pengujian sistem skala usability (sus) dengan rata-rata nilai yang didapatkan 83,7 maka dapat disimpulkan Aplikasi Kas Rarangge Corner Purwakarta mendapatkan Grade yang dihasilkan yaitu “A” untuk Adjective Excellent mendapatkan Acceptable dapat diterima oleh pengguna. Ada banyak kekurangan dan keterbatasan yang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk pengembangan perancangan menjadi lebih baik lagi yaitu desain aplikasi dikembangkan bisa lebih lanjut menjadi aplikasi mobile yang sesungguhnya dan Melakukan pengujian dengan metode lain untuk mencapai hasil pengujian yang lebih akurat. ## DAFTAR PUSTAKA [1] C. Ophelia S, S. N. Marwiyah, and S. Suyanti, “Perancangan Aplikasi Pemesanan Menu Pada Rumah Makan Segar Menggunakan Model Waterfall dan Berbasis Web,” KLIK Kaji. Ilm. Inform. dan Komput. , vol. 2, no. 6, pp. 192–198, 2022, doi: 10.30865/klik.v2i6.395. [2] M. D. Ariawan, A. Triayudi, and I. D. Sholihati, “Perancangan User Interface Design dan User Experience Mobile Responsive Pada Website Perusahaan,” J. Media Inform. Budidarma , vol. 4, no. 1, p. 161, 2020, doi: 10.30865/mib.v4i1.1896. [3] M. A. Muhyidin, M. A. Sulhan, and A. Sevtiana, “Perancangan Ui/Ux Aplikasi My Cic Layanan Informasi Akademik Mahasiswa Menggunakan Aplikasi Figma,” J. Digit , vol. 10, no. 2, p. 208, 2020, doi: 10.51920/jd.v10i2.171. [4] A. N. Aniesiyah, H. Tolle, and H. Muslimah Az- Zahra, “Perancangan User Experience Aplikasi Pelaporan Keluhan Masyarakat Menggunakan Metode Human-Centered Design,” J. Pengemb. Teknol. Inf. dan Ilmu Komput. , vol. 2, no. 11, pp. 5503–5511, 2018. [5] F. Fariyanto and F. Ulum, “Perancangan Aplikasi Pemilihan Kepala Desa Dengan Metode Ux Design Thinking (Studi Kasus: Kampung Kuripan),” J. Teknol. dan Sist. Inf. , vol. 2, no. 2, pp. 52–60, 2021, [Online]. Available: http://jim.teknokrat.ac.id/index.php/JTSI [6] E. Ulfada, N. Nurfiana, and R. D. Handayani, “Perancangan DesaiN UI/UX Pada Implementasi Sistem Kontrol Smart Farming Berbasis Internet of Things (IoT),” Semin. Nas. Has. Penelit. dan Pengabdi. Masy. , pp. 145–155, 2022, [Online]. Available: https://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/06/02 [7] M. P. Prabowo and A. G. Persada, “Perancangan User Experience Aplikasi Booking Menggunakan Pendekatan Human-Centered Design,” Semin. Nas. Mhs. Ilmu Komput. dan Apl. , no. April, pp. 75–85, 2022, [Online]. Available: http://j-ptiik.ub.ac.id [8] C. Damayanti, A. Triayudi, and I. D. Sholihati, “Analisis UI / UX Untuk Perancangan Website Apotek dengan Metode Human Centered Design dan System Usability Scale,” vol. 6, pp. 551–559, 2022, doi: 10.30865/mib.v6i1.3526.
328631b3-9f57-4c90-980b-e5865cade39d
https://ejournal.goacademica.com/index.php/japp/article/download/650/599
## ARTIKEL ## PERUBAHAN UNDANG-UNDANG SITEM PENDIDIKAN NASIONAL DARI DULU HINGGA KINI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKKAN ISLAM Anisa Rahma Nada 1 , Tugiah 2 , Ridwal Trisoni 3 1 SLB Etnik Kreatif Nusantara 2 SMPN 11 Sijunjung 3 UIN Mahmud Yunus Batusangkar Email: [email protected] ## ABSTRAK Seiring dengan berjalannya waktu serta untuk menjawab relevansi tuntutan zaman dalam perkembangan pedidikan. Indonesia telah mengalami perubahaan UU Sistem Pendidikan Nasional. Perubahan tersebut bertujuan untuk menyempurnakan undang-undang dalam bidang ppendidikan. Peruma bahan ini dimulai sejak UU No. 4 Tahun 1950 dan UU No. 12 Tahun 1954, tentang Dasar –Dasar Pendidikan dan Pengajaran Sekolah di seluruh Indonesia, selanjutnya diikuti dengan lahirnya Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Siotem Pendidikan Nasional, Undang-Undang ini secara subtansi mmengubah dasar pendidikan Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada perkembangan berikutnya sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk perbaika pendidikan Indonesia serta masih kurang relevannya UU No 2 Tahun 1989 untuk itu diganti dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini lebih menekankan bahwasanya penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeaadilan, tidak deskriminatif serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, kultur dan kemajemukan bangsa. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional ini dalam Bab XVII Bagian Ketiga, Pasal 61 memuat ketentuan tentang srtifikaasi yang selanjutnya diperkuat oleh UU No.14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan telah terlaksanak dan terintegrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional yang diatur oleh UU No. 20 Tahun 2003. Dengan demikian seluruh komponen yang terlibat dalam lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dapat memanfaatkan regulasi ini untuk membuka peluang peningkatan mutu pendidikan secara umum serta mutu pendidikan Islam secara khusus. Kata Kunci : Perubahan, Undang-Undang, Pendidikan, Implikasi, Pendidikan Islam. ## ABSTRACT Along with the passage of time and to answer the relevance of the times in the development of education. Indonesia has experienced changes to the Law on the National Education System. These changes aim to improve the law in the field of education. Housing for this material was started since Law no. 4 of 1950 and Law no. 12 of 1954, concerning the Fundamentals of Education and Teaching of Schools throughout Indonesia, followed by the birth of Law No. 2 of 1989 concerning the National Education System, this Law substantially changed the basis of Indonesian education, namely Pancasila and the Basic Law. 1945. In subsequent developments as a form of government commitment to improving Indonesian education and the lack of relevance of Law No. 2 of 1989, it was replaced with Law No. 20 of 2003 concerning the National Education System. This law emphasizes that education must be implemented in a democratic and fair manner, not discriminatory and uphold human rights, religious values, culture and national pluralism. In Law no. 20 of 2003 concerning the National Education System in Chapter XVII Part Three, Article 61 contains provisions regarding certification which are further strengthened by Law No. 14 of 2005 concerning Teacher and Lecturer Certification and Government Regulations. Based on this, it can be concluded that efforts to improve the quality of education have been carried out and integrated into the National Education System regulated by Law no. 20 of 2003. Thus all components involved in educational institutions from elementary to tertiary levels can take advantage of this regulation to open up opportunities to improve the quality of education in general and the quality of Islamic education in particular. Keywords: Change, Act, Education, Implications, Islamic Education. ## A. PENDAHULUAN Indonesia dalam perhatiannya terhadap pendidikan memiliki Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. dan Undang- undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua undang- undang yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional tersebut, Indonesia hanya memiliki undang-undang tentang pokok- pokok pengajaran dan pendidikan yaitu undang- undang Nomor 4 tahun 1950 (Gunawan, 2020; Ansori, 2020). Perubahan UUSPN No.2 tahun 1989 menjadai UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 bertujuan agar sistem pendidikan nasional menjadi lebih baik dibanding dengan sebelumnya. Hal ini diharapkan agar dapat menjadi pedoman untuk memiliki suatu sistem pendidikan nasional yang mantap, yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar global (Ramadhan et al., 2020; Inkiriwang, 2020). Melihat kualitas pendidikan Indonesia saat ini menjadi kekhawatiran bagi kita semua yang masih tertinggal dari negara-negara lain termasuk negara-negara tetangga di Asean. Oleh sebab itulah dengan perhatian khusu pada sistem pendidikan nasional diharapkan dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia internasional khususnya dalam era keterbukaan pasar tersebut. Dari pemaparan ini, pemakalah tertarik untuk membahas makalah ini dengan judul “Perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional”. ## B. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian Sistem Pendidikan Nasional Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. sedangkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Manurung et al., 2021; Siddik, 2022). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkasn bahwa sistem pendidikan adalah keseluruhan yang terpadu dari satuan kegiatan pendidikan yang berkaiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam kependidikan, banyak definisi yang dipaparkan terkait makna pendidikan itu sendiri. Istilah pendidikan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mendidik dalam mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Awwaliyah & Baharun, 2019). Adapun makna pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai- nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.6 Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. ## Fungsi dan Tujuan Sistem Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 nomor 20 dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Saihu, 2020; Roza et al., 2019). Fungsi dan tujuan pendidikan nasional merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan karena akan menentukan corak dan isi pendidikan. Tujuan pendidikan akan menentukan arah peserta didik. Pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan yang telah ada sebelumnya yang merupakan evolusi budaya bangsa secara turun temurun (Ahmad, 2019). Ada pun fungsi pendidikan nasional, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 3, yaitu mengembangkan kemampuam serta meingkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Yang tertuang dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dengan tujuan akhir mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuan-tujuan pendidikan di Indonesia seperti yang terumuskan pada surat keputusan Mentri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan No. 104/Bhg. Tanggal 1 Maret 1946 yang berbunyi untuk menanamkan jiwa patriotisme, dalam UU No 4 Tahun 1950 (UU Pendidikan dan Pengajaran) berbunyi untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air, pada penetapan Presiden No 19 Tahun 1965 berbunyi melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila, dalam MPRS Nomor II Tahun 1966 berbunyi untuk mendidik anak kea rah terbentuknhya manusia yang berjiwa Pancasila dan bertamnggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur, dan dalama Ketetapan MPRS No XXVII Tahun 1966 berbunyi membentuk manusia Pancasiala sejati berdasarkan ketentuan yang dikehendaki oleh UUD 1945. ## Proses Perbahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dalam perkembangannya sudah mengalami beberapa kali perubahan Sistem Pendidikan Nasional tentunya juga secara pasti akan merubah undang-undang yang mengatur pendidikannya, hal tersebut banyak dilatar belakangi oleh berbagai faktor dan perubahan masa pemerintahan yang berdampak pada kebijakan-kebijakan khususnya dalam sistem pendidikan nasional. Berikut ini paparan terkait proses perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional: ## 1. UU No. 4 Tahun 1950 jo UU NO. 12 Tahun 1954 Dalam undang-undang tersebut menjelaskan tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yaitu pada pasal 3 bab. II yang berbunyi ”membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air” Selanjutnya pada tahun 1954 dikeluarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia.8 Undang-undang ini lahir sebagai akibat dari perubahan sistem pemerintahan Indonesia pada saat itu, dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berganti menjadi Negara Republik Indonesia Serikat, dan kembali lagi menjadi negara kesatuan. Sistem pendidikan nasional pada masa ini masih belum mencerminkan adanya kesatuan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 hanya mengatur pendidikan dan pengajaran di sekolah, sementara penyelenggaraan pendidikan tinggi belum diatur. Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan Pendidikan Tinggi baru lahir pada tahun 1961 dengan disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1961 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi.Sejak saat itu, Berlakunya dua undang-undang dalam sistem pendidikan, yaitu Undang- undang Nomor 4 Tahun 1950 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 dan Undang-undang No. 22 Tahun 1961 sering dipandang sebagai kendala yang cukup mendasar bagi pembangunan pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang tersebut, di samping tidak mencerminkan landasan kesatuan sistem pendidikan nasional, karena didasarkan pada Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat, juga tidak sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 (Risdiany, 2021). Penyelenggaraan pendidikan yang diatur dengan dua undang-undang yang berlainan menyebabkan konsolidasi dalam perwujudan satu sistem pendidikan nasional seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 yang belum terlaksana sepenuhnya. Sesuai dengan kedua undang-undang tersebut, persekolahan pada waktu itu memiliki penjenjangan berikut. a) Pendidikan prasekolah yang disebut Taman Kanak-kanak.(TK) dengan lama belajar satu atau dua tahun. Berdasarkan undang-undang yang berlaku hanya diatur bahwa pendidikan taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk sekolah tetapi tidak diatur bahwa pendidikan prasekolah merupakan prasyarat untuk memasuki sekolah dasar. b) Sekolah dasar (SD) dengan lama pendidikan enam tahun yang menampung murid- murid baik yang telah lulus maupun tidak lulus pendidikan taman kanak-kanak. c) Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) adalah pendidikan dengan lama belajar tiga tahun setelah lulus SD. Dalam undang-undang ini, pendidikan kejuruan mulai dilakukan pada tingkat SLTP. Pada waktu itu SLTP terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan umum yang diselenggarakan melalui sekolah menengah pertama (SMP) dan pendidikan kejuruan melalui sekolah menengah kejuruan tingkat pertama (SMKTP) d) Sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) adalah pendidikan sekolah dengan lama belajar tiga atau empat tahun setelah SMP atau SMKTP. Undang- undang yang berlaku pada waktu itu sudah menganggap penting dikembangkannya pendidikan menengah kejuruan sehingga, di samping pendidikan menengah umum yang diselenggarakan di sekolah menengah atas (SMA) juga berkembang jenis-jenis sekolah menengah kejuruan tingkat atas (SMKTA). Perguruan Tinggi (PT) adalah pendidikan dengan lama kuliah tiga sampai empat tahun untuk tingkat sarjana muda dan lima sampai tujuh tahun untuk tingkat sarjana yang ditempuh baik melalui universitas, institut, akademi, maupun sekolah tinggi Di lain pihak, pendidikan masyarakat juga merupakan bagian yang integral dalam sistem pendidikan nasional pada waktu itu. Pendidikan masyarakat atau pendidikan luar sekolah bertujuan untuk: pertama; memberikan pengetahuan dan keterampilan, termasuk kemampuan membaca, menulis dan berhitung kepada orang-orang dewasa yang buta huruf yang tidak berkesempatan bersekolah, kedua; membantu orang-orang dewasa yang sudah bekerja agar lebih produktif di dalam usaha-usahanya, dan ketiga; memperkecil jurang antara kemajuan di daerah perkotaan dengan kemajuan di daerah pedesaan. 2. Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional meneguhkan dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut termaktub dalam Bab II pasal 2 yang bunyi lengkapnya adalah ”Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Sedangkan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Sistem pendidikan nasional mengamanatkan jaminan untuk memberikan pendidikan bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang- kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, serta menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah sampai ke tingkat yang sesuai dengan kemampuannya. Sistem Pendidikan Nasional memberikan kesempatan belajar seluas-luasnya kepada setiap warga negara, sehingga tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi dalam penerimaan murid baru (Maghfury, 2020; Mangku et al., 2020). UU No.2 tahun 1989 memberikan arah terwujudnya satu sistem pendidikan nasional, dengan salah satu penegasan bahwa sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta diartikan terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh berarti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sedangkan terpadu berarti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional. Dengan demikian, di dalam UU ditetapkan segala bentuk satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan beserta peraturan pelaksanaannya, termasuk tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dari semua jenis dan jenjang pendidikan. UU No.2 tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar- mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar- mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional Sedangkan Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan luar sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan. Jenjang pendidikan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989 adalah jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan dasar diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990, pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat. Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan program 6 tahun adalah SD (umum), SDLB, dan Madrasah Ibtidaiyah. Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan program tiga tahun adalah SLTP, SLTPLB, dan Madrasah Tsanawiyah. Jenjang berikutnya adalah jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi melanjutkan pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah, yang terdiri atas pendidikan akademis dan pendidikan profesional. Pendidikan akademis terutama diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan profesional lebih diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. Satuan penyelenggara pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi. Satuan pendidikan ini dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (Mangku & Yuliartini, 2020). Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 pasal 12 ayat 2, selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksudkan di atas, diselenggarakan pula pendidikan prasekolah, yang bertujuan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jasmani dan rohani anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan jenis pendidikan ini adalah Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain, Penitipan Anak, Bustanul Athfal atau Raudhlatul Athfal. 3. UU No.20 Tahun 200310 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi, pemerintah telah banyak mengadakan perubahan/membuat, merevisi, dan menghapus undang-undang pendidikan dengan berbagai ketetapan dan kesepatakatan11.tetap mempertahankan dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut termaktub dalam Bab II pasal 2 yang bunyi lengkapnya adalah “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Undang-undang sisdiknas terbaru ini memberikan penekanan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Selain itu, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembang-kan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat dan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Tabroni, 2019; Darmawan, 2020). Undang-Undang No.20 tahun 2003 Bab VI pasal 13 menetapkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan melalui jalur formal, non formal, dan informal yang penyelenggaraannya dapat saling melengkapi dan saling memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan vokasi. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Sementara itu, undang-undang ini juga mengatur pendidikan anak usia dini (PAUD), yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. UU No. 20 tahun 2003 juga mengatur pendidikan kedinasan, yaitu pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah non-departemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non-departemen. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu agama. Pengendalian penyelenggaraan dan mutu pendidikan dilaksanakan dengan indikator Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab IX pasal 35. Pelaksanaan pengaturan SNP telah dijabarkan dalam sejumlah Peraturan Pemerintah yang telah diundangkan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bab XVII, Bagian Ketiga, Pasal 61 terdapat ketentuan tentang Sertifikasi. Ketentuan ini selanjutnya diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen, serta berbagai peraturan pemerintah. Didalam ketentuan tersebut dinyatakan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan peningkatan mutu guru dan dosen melalui program sertifikasi yang diarahkan pada peningkatan guru kearah yang lebih profesional, yaitu guru yang memiliki kompetensi akademik, profesional, kompetensi pedagogi, kompetensi dan kompetensi sosial. Bangun sistem pendidikan nasional paling komprehensif dan desentralistik sudah terlihat pada UU No. 20 tahun 2003. Undang-undang ini sangat kuat, karena pada tahun yang sama UUD 1945 juga diamandemen dan hasilnya menempatkan pendidikan pada posisi sangat penting, alokasi anggaran pendidikan diamanatkan minimal 20% dari APBN. Namun demikian, pelaksanaannya sampai tahun kelima (2008) masih belum sempurna. Alokasi anggaran pendidikan masih kurang dari 20% dari APBN. Sinkronisasi peraturan pelaksanaan UU No. 20/2003 masih belum sempurna. Dari pemaparan diatas terdapat beberapa hal yang mendasar diantara ketiga sistem pendidikan nasional yaitu: Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 jo UU NO. 12 Tahun 1954, Undang-Undang No.2 Tahun 1989 dan undang-undang No. 20 tahun 2003 yang akan dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 1. Perubahan system dalam tiga undang-undang pendidikan UU No. 4/1950 jo UU No. 12/1954, UU No.2/1989 UU No. 20/2003 Pendidikan sosial dan demokratis Pendidikan Pancasila Pendidikan Pancasila, sosial demokratis dan sepanjang hayat - - Menghargai keragaman Belum terintegratif Sentralistik Komprehensif dan desentralistik Penetapan jenjang pendidikan dasar dan menengah Jenjang Pendidikan formal, informal dan non-formal Standar Nasional Pendidikan Didasarkan pada Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat Belum link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja. Link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja. Berdasarkan Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan mutu Pendidikan sudah terintegrasi ke dalam Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Oleh karena itu, keadaan ini seharusnya dimanfaatkan oleh seluruh komponen yang terlibat dalam lembaga- lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi, karena Undang-undang tersebut membuka peluang untuk mutu pendidikan secara umum, termasuk mutu pendidikan Islam. ## Implikasi Perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Setelah melewati berbagai perubahan, undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 lahir sebagai penyempurnah sistem pendidikan nasional sebelumnya dengan memuat 22 Bab, dan 77 Pasal yang cukup ideal dan akomodatif dalam mengatur sistem pendidikan di Indonesia secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, pasal 1 bahwa: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Secara konseptual, dasar pendidikan nasional ini mengandung nilai-nilai yang jelas, ideal dan luhur, dan secara konsensus seluruh bangsa Indonesia sudah menerimanya. Karena hakekat kedua dasar tersebut secara filosofis merupakan bagian dari filsafat Islam, artinya seluruh kandungan isi dan maknanya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan tercerminkan dalam ajaran Islam. Karena itu, kedua dasar tersebut harus diterjemahkan dan ditafsirkan secara Islami, dengan pola menginternalisasikan nilai-nilai Islami ke dalam seluruh kandungan isi dan makna kedua dasar tersebut. Dengan demikian, setiap penyelenggaraan negara termasuk penyelenggaraan satuan pendidikan akan terisi oleh nilai-nilai yang semakin identik dengan ajaran Islam. Sedangkan hakekat fungsi pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Pasal 2, yakni: “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. memiliki makna yang dalam dan luas. Di mana bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dibangun atas tiga pilar. Pertama, memiliki kemampuan dalam menguasai berbagai aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, sosial, politik, hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aspek agama. Kedua, memiliki watak kepribadian yang luhur dan anggun, patriotis dan nasionalis, serta watak bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga, memiliki peradaban yang humanis religius, serta kewibawaan yang tinggi, sehingga bangsa-bangsa lain tidak memperlakukan dan mengintervensi bangsa Indonesia sekehendaknya. Semua ini menjadi tanggung jawab pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Setiap satuan pendidikan, termasuk pendidikan Islam dituntut dalam programnya mencerminkan tiga pilar tersebut, sehingga dapat mencerdaskan kehidupan peserta didik dengan mengembangkan kemampuannya dalam menguasai berbagai aspek kehidupan termasuk aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dipandu secara utuh oleh keimanan dan ketakwaan, sehingga akan menampilkan sosok manusia yang berketrampilan luhur dan tinggi. ## 2. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Bab III, pasal 4: “Pendidikan diselenggarakan dengan prinsip demokratis, berkeadilan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; prinsip satu kesatuan yang sistemik; prinsip pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik; prinsip keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik; prinsip pengembangan budaya membaca, menulis dan berhitung; prinsip pemberdayaan semua komponen masyarakat”. ini menunjukkan prinsip yang holistik (menyeluruh), terbuka dan akomodatif dari berbagai aspirasi atau tuntutan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak bangsa. penekanan prinsip- prinsip tersebut terletak pada penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan, desentralisasi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pendidikan yang seperti ini akan memberikan kebebasan dalam berfikir dan berkreasi positif bagi anak didik, serta terbuka bagi masyarakat. Prinsip tersebut berimplikasi pada penyelenggaraan satuan pendidikan Islam diletakkan pada prinsip berwawasan semesta, demokratis, keterpaduan yang sistemik, pembudayaan dan pemberdayaan, uswatun hasanah, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia yang akan melahirkan paradigma baru dalam pendidikan Islam. 3. Hak dan Kewajiban Bab IV, pasal 5: “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. Konsep ini menekankan pada pemerataan pendidikan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ditetapkannya hak dan kewajiban warga negara tersebut dalam rangka mengantisipasi, mengatasi dan menuntaskan adanya kesenjangan memperoleh pendidikan yang bermutu. Ini berimplikasi terhadap tuntutan agar pendidikan Islam ke depan dapat meningkatkan pemerata-an, mutu dan relevansi pendidikan, serta manajemen pendidikan bagi warga negara dalam memperoleh pendidikan. Hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu bagi semua pihak itu tentu pula ditindaklanjuti dengan menghilangkan diskriminasi dari Pemerintah, baik antara sekolah swasta dengan negeri maupun Islam dengan umum 4. Peserta Didik Bab V, pasal 12: setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: “mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama” dan “mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”. Substansi Bab ini menekankan arti pentingnya pendidikan agama bagi peserta didik yang sesuai dengan agama yang dianutnya, karena bertujuan untuk melindungi akidah agama dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan agama yang dianutnya. Hal ini sebagai realisasi dari Pancasila, terutama sila pertama : “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggara-kan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003, sebagaimana di atas. Pendidikan agama ini memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pembelajaran. Kejelasannya terletak pada keinginan untuk mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan, kultural serta kerpibadian. Hak peserta didik untuk mendapatkan pendidikan agama, perlu disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya. Karena itu, dalam mengimplementasikan pasal tersebut perlu ditekankan kepada penciptaan atmosfir dan proses pembelajarannya, sehingga peserta didik benar-benar memahami, menghayati, dan mengamalkan dari setiap apa yang diajarkan. 5. Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Bab VI dijelaskan secara rinci mengenai jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Pada pasal 13 disebutkan : “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”, dan “diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan melalui jarak jauh”. Dalam penjelasan dijelaskan, pasal tersebut cukup jelas. Namun di sini ada kalimat yang menimbulkan berbagai penafsiran, yakni “yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Jika kata “melengkapi” ini tidak dijelaskan secara rinci dalam konteks apa ia digunakan, maka akan timbul penafsiran- penafsiran lain. Implikasi dari hal tersebut adalah mengakui keberadaannya tetapi tidak disetarakan hasil pendidikannya melalui proses penilaian atau lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dengan demikian pasal 26 ayat 6, dan pasal 27 ayat 2 perlu ditindak lanjuti. 6. Standar Nasional Pendidikan Sebagaimana ditetapkan dalam Bab IX, pasal 35, menyebutkan: “Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala”. Konsep ini jelas dan rinci sebagai bahan acuan dalam penyelenggaraan satuan pendidikan termasuk acuan pengembangan program-programnya. Oleh karena itu, implikasinya terhadap pendidikan Islam adalah setiap penyelenggaraan satuan pendidikan, harus mengacu kepada standar nasional pendidikan tersebut, sehingga dapat secara kompetitif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. 7. Kurikulum Sebagaimana ditetapkan dalam Bab X pasal 36, 37, 38 yang intinya dijelaskan: “Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Pengembangan kurikulum yang ditetapkan ini, dalam rangka membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah, yang berpengaruh juga pada pemberian otonomi pendidikan, menuntut adanya pengembangan kurikulum yang lebih akomodatif di sekolah. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan Islam dituntut untuk mampu mengembangkan kurikulum, selain mengacu pada standar nasional pendidikan, juga harus mengacu pada keragaman kultur, dan potensi lingkungan daerah, sebagai bentuk pengembangan kurikulum muatan lokal, yakni menggali dan memberdayakan keragaman kultur dan potensi daerah sebagai bagian dari pengembangan kurikulum pendidikan. Dengan mengorientasikan pada peningkatan keimanan dan ketakwaan sebagai pemandu dalam menggali ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menggali dan memberdayakan keragaman kultur dan potensi daerah, akan tampil sosok yang berketrampilan dan berakhlak mulia dalam rangka memenuhi tuntutan dunia kerja. ## 8. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pasal 40 ayat 2. Bab XI: “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”. Konsep yang ideal ini jika dapat diaplikasikan dalam setiap penyelenggaraan satuan pendidikan Islam, maka akan terwujud akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, dan pada gilirannya akan mewujudkan kemajuan suatu bangsa dan negara. Tentunya kewajiban-kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan seperti inilah yang dituntut dan diharapkan, sebab pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan- perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti pembaharuan kurikulum, pengembangan metode- metode mengajar, penyediaan sarana dan prasarana hanya akan berati manakala melibatkan tenaga pendidik (guru/dosen) dan tenaga kependidikan. Namun demikian, kewajiban-kewajiban yang luhur dan amat berat tersebut, perlu diimbangi dengan peningkatan gaji. Perlu dibuat peraturan gaji khusus untuk pendidik dan tenaga kependidikan yang memungkinkan struktur penggajian tersebut berbeda dengan PNS lainnya, sehingga pendidik dan tenaga kependidikan tidak perlu melakukan aktivitas-aktivitas lain, selain berkonsentrasi secara profesional dalam menjalankan tugas-tugas yang luhur dan berat tersebut. Realisasi dari harapan ini adalah dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 9. Sarana dan Prasarana Pendidikan Bab XII pasal 45 ayat 1 dijelaskan bahwa: “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”. Pasal ini menekankan pentingnya sarana dan prasarana dalam satuan pendidikan, sebab tanpa didukung adanya sarana dan prasarana yang relevan, maka pendidikan tidak akan berjalan secara efektif. Pendayagunaan sarana dan prasarana tidak hanya secara fungsional membuat lembaga pendidikan Islam bersifat efektif, efisien, melainkan lebih dari itu akan memunculkan citra di mata publik sebagai lembaga yang bergengsi. Namun di sini yang lebih ditekankan adalah sarana dan prasarana yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan semua potensi peserta didik, dan disesuaikan dengan kondisi daerah di mana satuan pendidikan itu diselenggarakan, serta kemampuan pengelola dalam menggunakannya. 10. Pendanaan Pendidikan Pasal 46 ayat 1 yang menetapkan: “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat”. Dan pasal 47 ayat a dan 2, yakni: “Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan, dan Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pasal ini nampak terlalu politis, artinya keberanian pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan adalah minimal 20 persen dari APBN dan APBD, ditambah lagi dalam pasal 34 ayat 2, disebutkan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Jika hal ini dapat diwujudkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, maka akan dapat membantu dalam suksesnya pendidikan di Indonesia, namun di sini lagi-lagi ada tambahan kata “bersama dengan masyarakat”. Di sinilah letak politisasi tersebut, sehingga pihak sekolah pada jenjang pendidikan dasar, masih ada pemungutan biaya sekolah. Namun demikian tidak menjadi masalah, asal pemerataan, mutu dan relevansi pendidikan, serta manajemen pendidikan lebih ditingkatkan, sehingga dapat mengantarkan anak didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. ## C. KESIMPULAN Dari pemaparan diatas, pemakalah mengambil kesimpulan bahwa Proses Perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Sistem pendidikan nasional yang diatur UU No. 4/1950 jo UU No. 12/1954 masih belum terintegratif dan utuh. Sistem pendidikan nasional yang terintegratif dan utuh mulai muncul pada UU NO. 2/1989, namun pada undang-undang ini hakikat pendidikan yang menghargai keragaman belum terakomodasi. Sistem pendidikan nasional menurut UU NO. 2 tahun 1989 masih bersifat sentralistik. Sistem pendidikan nasional paling komprehensif dan desentralistik sudah terlihat pada UU No. 20 tahun 2003. Undang-undang ini sangat kuat, karena pada tahun yang sama UUD 1945 juga diamandemen dan hasilnya menempatkan pendidikan pada posisi sangat penting, alokasi anggaran pendidikan diamanatkan minimal 20% dari APBN. Namun demikian, pelaksanaannya sampai tahun kelima (2008) masih belum sempurna. Alokasi anggaran pendidikan masih kurang dari 20% dari APBN. Sinkronisasi peraturan pelaksanaan UU No. 20 tahun 2003 masih belum sempurna, bahkan ada yang bertentangan. Hal tersebut misalnya tampak dari masih dilaksanakannya ujian nasional untuk standarisasi evaluasi hasil belajar. ## DAFTAR PUSTAKA Ahmad, G. (2019). Hakikat Pendidikan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. ISTIGHNA: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam , 1 (1), 42-59. Ansori, M. (2020). Dimensi HAM dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 . Iaifa Press. Awwaliyah, R., & Baharun, H. (2019). Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional (Telaah Epistemologi terhadap Problematika Pendidikan Islam). Jurnal Ilmiah Didaktika: Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran , 19 (1), 34-49. Darmawan, C. (2020). Implementasi Kebijakan Profesi Guru Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam Perspektif Hukum Pendidikan. Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum , 19 (2), 61-68. Gunawan, B. (2020). Analisis Yuridis Pendidikan Jarak Jauh dalam Perspektif Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945 pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia. Jurnal HAM , 11 (3), 387-404. Inkiriwang, R. R. (2020). Kewajiban Negara dalam Penyediaan Fasilitas Pendidikan kepada Masyarakat menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional. Lex Privatum , 8 (2). Maghfuri, A. (2020). Analisis Kebijakan Pendidikan Islam pada Awal Era Reformasi (1998- 2004). Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam , 8 (1), 14-26. Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Penggunaan Media Sosial Secara Bijak sebagai Penanggulangan Tindak Pidana Hate Speech pada Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaaan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Media Ganesha FHIS , 1 (2), 57-63. Manurung, O., Lubis, M. Y., & Affan, I. (2021). Tinjauan Yuridis Pancasila sebagai Staatfundamentalnorm dalam Menghadapi Kapitalisme Penyelenggaraan Pendidikan dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Metadata , 3 (2), 490-507. Ramadhan, M. G., Ma'mun, A., & Mahendra, A. (2020). Implementasi Kebijakan Olahraga Pendidikan sebagai Upaya Pembangunan Melalui Olahraga Berdasarkan Undang- Undang Sistem Keolahragaan Nasional. JTIKOR (Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan) , 5 (1), 69-80. Risdiany, H. (2021). Pengembangan Profesionalisme Guru dalam Mewujudkan Kualitas Pendidikan di Indonesia. Al-Hikmah (Jurnal Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam) , 3 (2), 194-202. Roza, D., Nurhafizah, N., & Yaswinda, Y. (2019). Urgensi Profesionalisme Guru Pendidikan Anak Usia Dini dalam Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 4 (1), 277. Saihu, S. (2020). Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam Menurut Fazlurrahman. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam , 2 (1), 82-95. Siddik, H. (2022). Konsep Dasar Pendidikan Islam. Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan , 14 (1), 35-51. Tabroni, I. (2019). Model Pendidikan Islam: Teknik Mendidik Anak dengan Treatment di Era 4.0 . CV Cendekia Press.
7629ca36-0e2a-488d-86c1-de989404fb34
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/download/31093/17446
- 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - ## 1702 ## PERANAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT SYARIAH WANITA ISLAM ## Tyas Susilo Haryono, Fifiana Wisnaeni, Irma Cahyaningtyas Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : [email protected] ## Abstract Notary Public is a public official appointed by the Government who is authorized to make an authentic deed. Sharia contracts made notarially so that they can be called authentic deeds must comply with the provisions of the applicable laws and regulations, therefore the notary in formulating the form of sharia contract must pay attention to the provisions of the Notary Position Act and the sharia principles contained in the contract. One form of sharia contract that is widely used in BMT cooperatives is murabaha contract. The purpose of writing this article is to find out and analyze the murabahah contract and the role of the notary in making the murabahah financing deed in the BMT Cooperative. The method used in this article is empirical juridical method, descriptive specifications with primary and secondary data and analyzed qualitatively. This article produces: (1) Murabahah Financing Agreement is an agreement in accordance with sharia principles regarding the sale and purchase of goods with an exchange instrument accompanied by specified additions and (2) Notary is a public official who has the authority to make an authentic deed, see the authority and role of the Notary public. very important mentioned above, the Notary must have extensive knowledge or insight, one of them is about the technique of making a deed that will be made later. It is important for a Notary to understand the principles of sharia, the principles whose activities are based on Islamic law. ## Keywords : murabahah financing agreement; notary public ## Abstrak Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah yang berwenang untuk membuat akta otentik. Akad syariah yang dibuat secara notariil agar dapat disebut sebagai akta otentik harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dari itu notaris dalam memformulasikan bentuk akta akad syariah wajib memperhatikan ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris dan prinsip-prinsip syariah yang terkandung dalam akad. Salah satu bentuk akad syariah yang banyak digunakan pada koperasi BMT yaitu akad murabahah. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis akad murabahah dan peranan Notaris dalam membuat akta akad pembiayaan murabahah di Koperasi BMT. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode yuridis empiris, spesifikasi deskriptif dengan data primer dan sekunder serta dianalisis secara kualitatif. Artikel ini menghasilkan: (1) akad Pembiayaan Murabahah adalah perikatan yang sesuai dengan prinsip syariah mengenai jual beli barang dengan alat tukar disertai tambahan yang telah ditentukan dan (2) Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik, melihat kewenangan dan peranan Notaris yang sangat penting tersebut di atas maka Notaris harus memiliki pengetahuan atau wawasan yang luas, salah satunya mengenai teknik pembuatan akta yang akan dibuat nantinya. Penting bagi seorang Notaris untuk memahami prinsip syariah, yaitu prinsip-prinsip yang seluruh aktivitasnya bersumber pada hukum Islam. ## Kata kunci : akad pembiayaan murabahah; notaris - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 ## A. Pendahuluan Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Jabatan Notaris.(Undang-undang Tentang Jabatan Notaris, 2014). Sehingga Notaris memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Kepastian dan perlindungan hukum itu terwujud dalam sebuah akta otentik yang dibuat oleh Notaris sebagai alat bukti yang sempurna di Pengadilan. Dikatakan sebagai alat bukti yang sempurna karena akta otentik mengandung tiga kekuatan pembuktian, yaitu pembuktian formal (formele bewijskracht) , kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijsracht) dan kekuatan pembuktian material ( materiele bewijskracht ) (Adjie, Habib & Hafidh, 2011). Jasa Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki wewenang dalam membuat akta otentik sangat dibutuhkan di dalam lembaga keuangan baik itu Bank maupun Lembaga Keuangan Bukan Bank, salah satunya dalam pembuatan perjanjian (akad) kredit atau pembiayaan sebagai dasar hubungan hukum antara lembaga keuangan dengan masyarakat yang menggunakan jasa lembaga keuangan. Dalam kategori Bank Indonesia, Lembaga Keuangan Masyarakat (LKM), dibagi menjadi dua yaitu LKM bank dan non bank. LKM yang berwujud bank antara lain BRI Unit Desa, BPR dan Badan Kredit Desa (BKD). Sementara yang berwujud non bank antara lain Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Lembaga Dana Kredit Pedesaan, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT ), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Arisan, Pola Pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), credit union dan lain-lain (Imaniyati, 2018). BMT yang berbadan hukum koperasi tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.(Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha dan Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi., 2017) Dalam menjalankan kegiatan usahanya BMT berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha dan Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.(Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha dan Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi., 2017). - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Koperasi sendiri merupakan bentuk badan usaha yang relatif lebih dekat untuk BMT, meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sebagaimana ternyata dalam pasal 44 ayat (1) Undang-undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, atau koperasi lain dan/atau anggotanya (Undang-undang Tentang Perkoperasian, 1992). Baitul Maal wat Tamwil lebih dikenalnya dengan sebutan BMT. Yang terdiri dari dua istilah yakni baitul maal dan baitul tamwil. Secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Bait yang artinya rumah dan tamwil (pengembangan harta kekayaan) yang asal katanya maalatau harta. Jadi baitul tamwil di maknai sebagai tempat untuk mengembangkan usaha atau tempat mengembangkan harta kekayaan (Rusby, 2016). Berdasarkan definisi di atas BMT memiliki 2 fungsi, yaitu sebagai baitul maal dan baitul tamwil. Sebagai baitul maal , BMT menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai peraturan dan amanahnya. Sedangkan sebagai baitul tamwil, BMT melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan (Prastiawati, Fitriani & Darma, 2016). Pada fungsinya sebagai baitul tamwil dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi dan bertugas menghimpun dana dari Anggotanya yang mempercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkanya dana kepada Anggota yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan. Dalam melaksanakan fungsi menghimpun dana dari Anggota dan masyarakat, BMT menyediakan produk simpanan dalam bentuk tabungan harian, simpanan berjangka, tabungan umroh, tabungan qurban dan bentuk simpanan lainnya yang diperbolehkan oleh Undang-Undang. Dana yang telah terhimpun tersebut kemudian disalurkan kembali kepada Anggota yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan berprinsip syariah.Dalam fungsi bisnis, BMT merupakan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang berlandaskan syariah secara operasionalnya. Dengan pembiayaan model bagi hasil (mudharabah) , sistem kemitraan penyertaan modal (musyarakah) , dan sistem jual beli dengan margin (murabahah) (Hidayat, 2018). - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Melihat kegiatan BMT dalam menyalurkan dana kepada anggotanya dalam bentuk pembiayaan maka, antara BMT dengan Anggota sangat berkepentingan untuk membuat suatu akad pembiayaan diantara mereka sebagai suatu alat bukti yang akan digunakan sebagai pembuktian yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris. Maka dari itu Notaris yang memformulasikan akad pembiayaan diharapkan memperhatikan rukun dan syarat sahnya akad sebagaimana ditentukan syariat Islam, klausula yang tercantum pada setiap pasal akad syariah dapat dilihat konstruksi hukumnya telah sesuai atau tidak sesuai dengan hukum kontrak syariah. Notaris dalam memformulasikan akta akad koperasi syariah, harus juga memperhatikan hal yang diatur didalam Undang-undang Jabatan Notaris, serta pentingnya pemahaman di bidang lembaga keuangan syariah. Peraturan khusus mengenai bentuk akta syariah atau klausul akta akad syariah belum ada sampai sejauh ini. Pada prakteknya, akad yang dibuat antara pihak BMT dan Nasabah masih mengacu pada hukum positif, begitu juga akad pembiayaaan yang dibuat secara notariil. Bentuk akta akad syariah yang dibuat secara notariil agar dapat disebut sebagai akta otentik harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dari itu notaris dalam memformulasikan bentuk akta akad syariah wajib memperhatikan ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk mengangkat permasalahan mengenai peranan Notaris dalam membuat akta akad pembiayaan di Koperasi Syariah khususnya di BMT Syariah Wanita Islam.Adapun alasan penulis memilih Koperasi BMT Syariah Wanita Islam sebagai tempat penelitian adalah karena Koperasi BMT tersebut memiliki jumlah Anggota pembiayaan yang banyak dan sebagian besar menggunakan fasilitas pembiayaan murabahah. Permasalahan hukum yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah : 1) bagaimanakah akad pembiayaan murabahah pada koperasi BMT? 2) bagaimana peranan Notaris dalam membuat akta akad pembiayaan murabahah di Koperasi BMT Syariah Wanita Islam? mengingat Koperasi BMT memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional. Untuk mengetahui orisinalitas pada penelitian ini, maka perlu adanya upaya komparisi atau perbandingan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang memiliki kemiripian, apakah terdapat unsur-unsur perbedaan ataupun persamaan dengan kajian dalam penelitian ini. Berikut ini jurnal penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan. Artikel ini memiliki perbedaan dari artikel-artikel sebelumnya, seperti halnya yang ditulis oleh Sentiya Dwi Ningsih dan Munsharif Abdul Chalim yang membahas mengenai Peran Notaris - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Di Bank Syariah Menurut Undang- undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris , dalam artikel ini membahas permasalahan mengenai peran Notaris dalam pembuatan akta akad pembiayaan di Bank Syariah (Ningsih, Sentiya Dwi & Chalim, 2017). Selanjutnya artikel dari Muhammad Zaky Mushaffa dan Lathifa Hanim dengan judul Peranan Notaris Dalam Pengikatan Agunan Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada KSPPS BMT Bahtera Kota Pekalongan) (Mushaffa, Muhammad Zaky & Hanim, 2017). Artikel tersebut membahas permasalahan mengenai peran Notaris dalam pengikatan dengan hak tanggungan pada tanah yang belum bersertifikat. Selain dua artikel tersebut di atas, penulis memberikan salah satu contoh artikel lain sebagai bentuk orisinalitas dalam artikel ini, yaitu artikel dari Dudi Badruzaman yang berjudul Isu Kontemporer Peran Notaris Dalam Akad Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah dan membahas mengenai isu-isu seputar peranan Notaris dalam Akad Murabahah di perbankan syariah (Badruzaman, 2019). ## B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode empiris. Metode empiris ini betitik tolak dari data primer atau dasar, yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber yang pertama dengan melalui penelitian di lapangan yang dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara, ataupun kuesioner (Jonaedi,Efendi & Ibrahim, 2016). Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan (menggambarkan) suatu permasalahan di daerah tertentu atau pada saat tertentu. Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penulisan artikel ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan melalui penelitian, yaitu dari perilaku yang ada di masyarakat sedangkan data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya (Soekanto, Soerjono & Mamudji, 2001). Data primer pada penelitian ini adalah hasil pengamatan langsung di Koperasi BMT Syariah Wanita Islam Purbalingga,wawancara langsung dengan karyawan dan Notaris setempat. ## C. Hasil Dan Pembahasan 1. Akad Pembiayaan Murabahah Pada Koperasi BMT Pengertian akad dari sisi etimologi berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi. Adapun pengertian - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 akad dalam arti khusus adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan syara’ (prinsip syariah) yang berdampak pada objeknya (Imaniyati, 2018). Akad menjadi sesuatu yang penting dalam setiap transaksi, termasukakad/transaksi dalam Bisnis syariah. Agar suatu perjanjian mendapatkan kekuatanhukum, maka harus tercatat di hadapan Notaris. Karena itu, setiap bisnis termasukdi dalamnya adalah bisnis syariah selalu membutuhkan Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik sesuai dengan tugasnya yang diatur dalamUndang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang JabatanNotaris jo Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Nurwulan, 2019). Akad ini digunakan dalam pengikatan perjanjian antara pihak koperasi syariah dengan anggotanya dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana kepada anggotanya. Salah satu produk penyaluran dana pada koperasi syariah yaitu produk pembiayaan murabahah . Murabahah secara bahasa diambil dair kata rabiha - yarbahu - ribhan - warabahan yang berarti beruntung atau memberi keuntungan, sedangkan kata ribh itu berarti kelebihan yang diperoleh dari produksi atau modal (profit). Murabahah berasal dari masdhar yang berarti ”keuntungan, laba, atau faedah” (Munawwir, 1997). Secara istilah, murabahah ini banyak didefinisikan oleh para fuquha, jual beli murabahah yaitu jual beli dengan harga jualnya sama dengan harga belinya ditambah keuntungan. Gambaran murabahah ini, sebagaimana dikemukakan oleh Malikiyah , adalah jual beli barang dengan harga beli beserta tambahan yang diketahui oleh penjual dan pembeli (Janwari, 2015). Dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah jual beli barang dengan alat tukar disertai tambahan yang telah ditentukan (resale with a state profit) . Dapat disimpulkan, murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah berdasarkan pada penetapan harga, yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan harga yang merupakan jumlah harga perolehan ditambah laba tertentu. Dalam murabahah ini setidaknya ada dua pihak yang terlibat, yakni penjual dan pembeli. Di samping itu, dalam murabahah ini mesti ada kejelasan tentang harga awal dan harga jual yang disampaikan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli.(Janwari, 2015) Dalam hal pembiayaan murabahah di koperasi BMT yang menjadi penjual adalah pihak koperasi dan yang menjadi pembeli adalah anggota koperasi. - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 2. Peranan Notaris Dalam Membuat Akta Akad Pembiayaan Murabahah di Koperasi BMT Syariah Wanita Islam, Mengingat Koperasi BMT Memiliki Karakteristik yang Berbeda dengan Lembaga Keuangan Konvensional. Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris, adalah sebagai berikut (Undang-undang Tentang Jabatan Notaris, 2014). 1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. 2) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus 3) Membuat kopi asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. 4) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. 5) Memberikan penyuluhan hukum dalam pembuatan akta. 6) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau 7) Membuat risalah lelang. Selain wewenang Notaris diatas, ada 4 wewenang lain yang dikemukakan oleh G.H.S Lumban Tobing yaitu : (Tobing, 1983) 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu; 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Melihat kewenangan dan peranan Notaris yang sangat penting tersebut di atas maka Notaris harus memiliki pengetahuan atau wawasan yang luas, salah satunya mengenai teknik pembuatan akta yang akan dibuat nantinya, karenanya apabila Notaris itu melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tertentu yang diakibatkan oleh minimnya pengetahuan atau wawasannya maka akan berakibat pada akta yang dibuatnya tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan, atau dapat pula akta itu menjadi batal demi hukum, sehingga bagi pihak yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris seperti yang tertera pada Pasal 84 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Undang-undang Tentang Jabatan Notaris, 2014). - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi seperti yang tertera pada pasal 1320 KUHPerdata. Pada pasal tersebut terdapat dua syarat yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat subyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang membuat atau mengadakan perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Sedangkan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang (Kitab Undang-undang Hukum Perdata, n.d.). Keberadaan akta notaris digunakan untuk melindungi dan menjamin hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga apabila di kemudian hari ada salah satu pihak yang melanggarnya maka dapat dikenakan sanksi atau hukuman. Hal inilah yang membuat masyarakat percaya, bahwa Notaris dapat menuangkan kehendak mereka dalam bentuk akta notariil serta memberikan perlindungan hukum. Akta otentik sebagaimana halnya juga dengan akta notaris, pada dasarnya memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materiil.(Pramono, 2015) ## a. Kekuatan Pembuktian Lahiriah Kekuatan pembuktian lahiriah, artinya adalah kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Menurut Pasal 1875 KUHPerdatakekuatan pembuktian lahiriah itu tidak ada pada akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan hanya berlaku sah terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila pihak yang disebutkan dalam akta mengakui kebenaran tanda tangan miliknya (Kitab Undang-undang Hukum Perdata, n.d.). Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya. Hal itu mengandung arti bahwa suatu akta yang memenuhi syarat dan memiliki bentuk seperti akta otentik, maka akta tersebut berlaku dan dianggap seperti aslinya (acta publika probant seseipsa) sampai ada pembuktian sebaliknya. Dengan kekuatan pembuktian lahiriah akta otentik, maka persoalan pembuktiannya hanyalah mengenai keaslian tanda tangan pejabat dalam akta. Menurut Pasal 148 KUHPerdata, pembuktian sebaliknya oleh pihak lawan hanya diperkenankan dengan memakai surat, saksisaksi dan ahli (Kitab Undang-undang Hukum Perdata, n.d.). - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Kekuatan pembuktian lahiriah suatu akta otentik merupakan pembuktian yang lengkap, berlaku terhadap setiap orang dan tidak terbatas kepada para pihak saja. Sebagai alat bukti. Keistimewaan akta otentik (akta pejabat maupun akta para pihak) terletak pada kekuatan pembuktian lahiriahnya. Akta notaris bentuk lahiriah yang sempurna, berlaku dan mengikat terhadap setiap orang sebagai suatu akta otentik, oleh karena ia dibuat dan ditanda tangani oleh pejabat negara yang berwenang untuk itu. ## b. Kekuatan Pembuktian Formal Akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian formal berarti terjaminnya kebenaran dan kepastian tanggal akta, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta, indentitas dari orang-orang yang hadir (comparaten) dan juga tempat dimana akta itu dibuat. Dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya, maka pembuktian formal akta otentik merupakan pembuktian lengkap, dimana kekuatan pembuktian akta pejabat maupun akta para pihak adalah sama, artinya adalah bahwa keterangan pejabat yang terdapat dalam kedua golongan akta maupun keterangan para pihak dalam akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang. ## c. Kekuatan Pembuktian Material Kekuatan pembuktian material akta otentik merupakan suatu kepastian bahwa para pihak tidak hanya sekedar menghadap dan Kekuatan Pembuktian Akta yang Dibuat oleh Notaris Selaku Pejabat Umum Menurut Hukum Acara Perdata di Indonesia menerangkan kepada notaris akan tetapi juga membuktikan bahwa mereka juga telah melakukan seperti apa yang tercantum dalam materi akta. Kekuatan pembuktian akta notaris menurut Pasal 1870, 1871 dan 1875 KUHPerdata memberikan pembuktian yang sempurna dan mengikat tentang kebenaran yang terdapat dalam akta bagi para pihak yang bersangkutan, ahli waris serta penerima hak, dengan pengecualian bilamana yang tercantum dalam akta hanya sekedar penuturan belaka atau tidak memiliki hubungan langsung dengan akta (Kitab Undang-undang Hukum Perdata, n.d.). Notaris membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap, tanpa ada permintaan dari para pihak, Notaris tidak akan membuat akta apapun, dan Notaris membuat akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau pernyataan - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 penghadap/para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan kepada atau dihadapan Notaris, dan selanjutnya Notaris membingkai secara lahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta Notaris, dengan tetap berpijak pada aturan hukum dan tata cara atau prosedur pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta (Mushaffa, Muhammad Zaky & Hanim, 2017). ## D. Simpulan Akad Pembiayaan Murabahah adalah perikatan yang sesuai dengan prinsip syariah mengenai jual beli barang dengan alat tukar disertai tambahan keuntungan yang telah ditentukan. Dalam akad murabahah ini setidaknya ada dua pihak yang terlibat, yakni penjual dan pembeli. Selain itu, dalam murabahah ini harus ada kejelasan tentang harga awal dan harga jual yang disampaikan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli. Dalam hal ini yang menjadi penjual adalah pihak koperasi BMT dan yang menjadi pembeli adalah anggota koperasi. Peranan notaris dalam membuat akta pembiayaan murabahah sesuai dengan kewenangan notaris yang tercantum pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang UUJN-P yaitu membuat akad pembiayaan murabahah antara koperasi syariah dengan nasabah adalah untuk memberikan sifat otentik pada akta tersebut dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Kepastian hukum yang dimaksudkan adalah akta pembiayaan murabahah yang dibuat secara otentik harus dapat menjamin adanya kepastian hukum dalam sudut pandang perjanjian, karena dalam perjanjian/akad pembiayaan murabahah menimbulkan perikatan yang berlaku sebagai Undang- undang bagi para pihak yang membuatnya. Akta pembiayaan murabahah yang dibuat secara otentik juga disebut sebagai alat pembuktian yang sempurna karena memiliki 3 kekuatan nilai pembuktian, yaitu: kekuatan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materiil. ## DAFTAR PUSTAKA ## Buku Adjie, Habib & Hafidh, M. (2011). Akta Perbankan Syariah (Yang Selaras Pasal 38 UUJN). Semarang: Pustaka Zaman. Imaniyati, N. S. (2018). Aspek-Aspek Hukum BMT(Baitul Maal Wat Tamwil). Bandung: Citra Aditya Bakti. Janwari, Y. (2015). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Remaja Rosdakarya. - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Jonaedi, Efendi & Ibrahim, J. (2016). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Jakarta: Kencana. Munawwir, A. W. (1997). Al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif. Soekanto, Soerjono & Mamudji, S. (2001). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo. Tobing, G. H. . L. (1983). Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga. ## Artikel Jurnal Badruzaman, D. (2019). Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Di Bank Syariah Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Muslim Heritage, Vol. 4 No. 1. Hidayat, S. (2018). Persepsi Masyarakat Terhadap Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Journal of Islamic Economics, Vol. 2 No. 2, hlm. 198– 212. Mushaffa, Muhammad Zaky & Hanim, L. (2017). Peranan Notaris Dalam Pengikatan Agunan Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada KSPPS BMT Bahtera Kota Pekalongan). Jurnal Akta, Vol. 4 No. 1, hlm. 41–46. Ningsih, Sentiya Dwi & Chalim, M. A. (2017). Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Di Bank Syariah Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal Akta, Vol. 4 No. 1, hlm. 79–82. Nurwulan, P. (2019). Akad Perbankan Syariah dan Penerapannya dalam Akta Notaris Menurut Undang-undang Jabatan Notaris. Hukum, Vol. 25 No. 3, hlm. 623–644. Pramono, D. (2015). Kekuatan Pembuktian Akta yang Dibuat Oleh Notaris Selaku Pejabat Umum Menurut Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Lex Jurnalica, Vol. 12 No. 3, hlm. 248–258. Prastiawati, Fitriani & Darma, E. S. (2016). Peran Pembiayaan Baitul Maal Wat Tamwil Terhadap Perkembangan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Anggotanya dari Sektor Mikro Pedagang Pasar Tradisional. Akutansi Dan Investasi, Vol 17 No. 2, hlm. 197–208. Rusby, Z. & H. Z. & H. (2016). Analisa Permasalahan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) melalui Pendekatan Analytical Network Process (ANP). Al-Hikmah, Vol 13 No. 1, hlm. 1412–5382. ## Undang-undang dan Peraturan Undang-undang Tentang Jabatan Notaris. , (2014). Undang-undang Tentang Perkoperasian. (1992). - 1702 ▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015) ▪ ISSN:2086 - 1702 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha dan Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi. (2017).
031ba3c8-eed2-4cdb-a8b0-5fb4db57765e
https://journals.ums.ac.id/index.php/emitor/article/download/7037/4511
## Sistem Penjadwalan Shift Jaga di PT. Air Mancur Berbasis Web dan SMS Gateway ## Anisah Tri Setyowinarti, Yogiek Indra Kurniawan Program Studi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Surakarta, Indonesia [email protected], [email protected] PT. Air Mancur khususnya bagian pengelolaan penjadwalan karyawan satuan keamanan (security) masih menggunakan sistem lama seperti mengkoordinasi satu persatu kepada setiap karyawan. Sistem lama tersebut dinilai tidak optimal dan tidak efisien. Maka dari itu dibuatlah sebuah sistem penjadwalan shift jaga berbasis web dan sms gateway. Tujuan pembuatan sistem penjadwalan ini untuk memudahkan kepala keamanan dalam mengelola penjadwalan shift jaga di PT. Air Mancur. Sistem penjadwalan shift jaga berbasis web menggunakan metode waterfall, bahasa pemrograman yang digunakan PHP dan tampilan web menggunakan bootstrap, pengelolaan database menggunakan MySQL, sedangkan sms gateway menggunakan Gammu. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, kuesioner dan wawancara. Penelitian ini menghasilkan sebuah aplikasi sistem penjadwalan shift jaga berbasis web dan sms gateway. Sistem ini terdapat beberapa menu diantaranya data pegawai, data log jadwal dan sms gateway. Fitur dalam sistem ini telah valid berdasarkan pengujian blackbox. Hasil pengujian kuesioner 89% responden mengatakan bahwa sistem penjadwalan shift jaga berbasis web dan sms gateway ini mudah digunakan dan sangat membantu dalam penjadwalan shift jaga di PT. Air Mancur. Kata Kunci: Sistem Informasi, Sistem Penjadwalan, SMS Gateway, Web ## I. P ENDAHULUAN Kemajuan teknologi saat ini sangat pesat. Hal ini memudahkan kita mengakses segala informasi, tidak terkecuali dalam penjadwalan shift jaga dalam sebuah perusahaan berbasis website dan Sms Gateway . Sistem penjadwalan adalah kumpulan mekanisme proses yang berjalan sesuai urutan dalam sistem komputer. Sms gateway adalah sistem penghubung antara komputer dengan client melalui sms. Gammu adalah sebuah aplikasi yang digunakan untuk mengkomunikasikan database sms gateway dengan sms device . PT. Air Mancur adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang meracik obat-obatan tradisional. PT. Air Mancur memiliki 17 karyawan Satuan Keamanan ( security ) yang terbagi menjadi 3 shift jam kerja yaitu shift pagi mulai dari jam 06.00 pagi sampai 14.00 siang, shift siang mulai dari jam 14.00 siang sampai 22.00 malam, dan shift malam mulai dari jam 22.00 malam sampai jam 06.00 pagi. Permasalahan yang muncul adalah sistem penjadwalan shift jaga di PT. Air Mancur masih menggunakan sistem lama seperti mengkoordinasi satu per satu kepada setiap karyawan. Sistem lama tersebut dirasa kurang optimal karena Kepala Satuan Pengamanan harus koordinasi pada setiap karyawannya. PT tersebut memiliki 16 karyawan laki-laki dan 1 karyawan perempuan divisi Keamanan, Sering kali Kepala Satuan Pengamanan kesulitan dalam mengatur penjadwalan untuk itu dibuatlah sistem penjadwalan shift jaga berbasis website dan SMS Gateway , dengan berbasis website memudahkan Kepala Satuan Keamanan dalam mengatur penjadwalan setiap karyawan dan karyawan dapat mengetahui jadwal yang sudah diatur Kepala Satuan Keamanan. Fasilitas SMS Gateway tersebut karyawan mendapat pemberitahuan melalui sms untuk mengingatkan jadwal shift jaga. Permasalahan yang timbul dalam jurnal (budi setyawan dkk, 2013) adalah informasi tidak sampai ke semua siswa dan apabila ada pengumuman siswa harus ke kampus untuk melihat pengumuman dipapan pengumuman. Untuk itu dibuatlah layanan sistem informasi berbasis SMS Gateway . Dengan adanya layanan sistem informasi berbasis SMS Gateway tersebut dapat memudahkan siswa dalam mengetahui informasi seputar perkuliahan lebih efektif dan efisien. [1] Jurnal Supriyono dkk (2016) menjelaskan bahwa SMP Muhammadiyah 1 Kartosuro masih belum memiliki sistem komputerisasi yang mendukung dalam mengelola kehadiran siswa. Banyak siswa yang masuk tanpa keterangan dan tidak adanya tindak lanjut. Orang tua pun tidak dapat mengetahui kehadiran anak-anaknya. Oleh karena itu dibuatlah sistem komputerisasi untuk mengelola kehadiran siswa berbasis SMS Gateway karena sangat mudah digunakan dan biaya sangat murah. [2] Aswiya dan waryanto (2017) permasalahan dalam skripsinya menjelaskan bahwa tidak efisiennya pendataan jadwal yang masih menggunakan sistem lama, dan sering mengganti jadwal berdampak jadwal yang tepat menjadi sulit terbaca sehingga sulit dalam pengecekan gaji. Maka dari itu muncul ide penulis untuk membuat sistem informasi berbasis website untuk memudahkan admin mendapatkan informasi ## Anisah Tri Setyowinarti, Yogiek Indra Kurniawan, Sistem Penjadwalan Shift Jaga di PT. Air Mancur Berbasis Web dan SMS Gateway yang efisien. Sistem ini difasilitasi dengan SMS Gateway. SMS Gateway dibuat untuk melihat dan mengganti jadwal, sehingga admin dapat melihat dan mengganti jadwal tanpa mengakses website secara langsung. [3] Skripsi dari Muchtar (2015) memiliki kendala personel, pengumuman, kurang komunikasi, pembentukan jadwal, dll. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka dibuatlah sistem informasi untuk membantu warga mengetahui informasi yang terbaru melalui via SMS, membantu dalam mengatur jadwal rapat, jadwal ronda dan melakukan komputasi denda. [4] Yogiek Indra Kurniawan (2018) telah menerapkan media promosi sekolah di SMA Negeri Kerjo berbasis website untuk menyelesaikan permasalahan sebelumnya. Dengan adanya website yang telah dibuat maka semua kalangan dapat mengetahui informasi berkaitan dengan SMA Negeri Kerjo melalui website tersebut menjadi lebih efektif. [5] Sebagian besar penduduk Indonesia memiliki telepon seluler untuk berkomunikasi satu sama lain, untuk itu dibuatlah aplikasi sistem penjadwalan berbasis webiste dan SMS Gateway . Adanya aplikasi sistem penjadwalan shift jaga berbasis website kepala satuan pengamanan dapat mengatur penjadwalan di setiap bulannya dengan mudah dan SMS Gateway untuk memberi informasi jadwal setiap karyawan dengan format yang telah ditentukan. Dengan ini dapat memudahkan Kepala Satuan Keamanan dalam mengatur penjadwalan shift jaga pada PT Air Mancur. ## II. DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Sistem penjadwalan adalah kumpulan mekanisme proses yang berjalan sesuai urutan dalam sistem komputer. [6] Sms gateway adalah sistem penghubung antara komputer dengan client melalui sms. Gammu adalah sebuah aplikasi yang digunakan untuk mengkomunikasikan database sms gateway dengan sms device . [7] ## III. METODE Penelitian ini menggunakan Metode Waterfall , yang merupakan suatu metode dalam pengembangan perangkat lunak atau sering disebut dengan classic life cycle (Pressman, 2010). [8] Metode Waterfall disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Metode Waterfall Pembuatan Sistem 2.1 Analisis Kebutuhan Tahap awal ini merupakan analisis terhadap kebutuhan sistem dimana mencari informasi dari user untuk membuat sistem yang di inginkan oleh user. Tahap ini penulis menggunakan metode wawancara ke PT. Air Mancur. 2.2 Perancangan Sistem Tahap kedua adalah perancangan sistem, dimana proses perancangan sistem ini terdiri dari use case diagram, activity diagram, tabel relasi. 2.2.1 Use Case Diagram Use case adalah sebuah interaksi sederhana yang menjelaskan tentang identifikasi siapa saja yang dapat menggunakan fungsi dalam sistem tersebut dan urutan yang dilakukan oleh sistem tersebut. Use case tersebut hanya memiliki satu aktor yaitu admin. Admin, memiliki hak penuh yaitu dapat melakukan login, manage data master, manage data jadwal, akses SMS Gateway, logout . Use case diagram ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Use Case Diagram 2.2.2 Activity Diagram Activity diagram adalah sebuah diagram aktivitas dimana dalam diagram tersebut menjelaskan alur kerja antara admin, sistem, dan SMS Gateway. Activity diagram ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Activity Diagram Langkah awal Admin diharuskan login , setelah login admin dapat memanage data karyawan, sistem menampilkan data karyawan, lalu admin dapat memanage data jadwal, sistem menampilkan data karyawan, selanjutnya admin dapat memanage sms gateway , pada activity sms gateway dapat menerima dan mengirim sms, setelah itu admin dapat logout dari sistem. 2.2.3 Tabel Relasi Terdapat banyak tabel relasi dalam sebuah database yang bernama sistem penjadwalan diantaranya tabel pegawai, log jadwal pegawai, jadwal dan sistem. Serta tabel Gammu berisi inbox, outbox, sentitems, pbk, pbk_group, outboxmultipart, phones serta daemons untuk pengolahan sms gateway . Tabel relasi ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Tabel Relasi 2.3 Pengkodean (Coding) Bahasa pemrograman adalah bahasa disusun sesuai input dan output yang diinginkan dan bahasa dapat dikenali atau dimengerti oleh komputer. Coding menggunakan PHP (hypertext preprocessor) sebagai bahasa pemrogramannya, bootstrap sebagai templatenya, MySQL untuk databasenya dan SMS Gateway menggunakan gammu. Setelah itu masuk ke fase pengujian sistem. 2.4 Pengujian Sistem Sistem diuji dengan dua tahap yaitu tahap pengujian sistem dengan blackbox dan tahap kedua dengan kuesioner. Tahap kuesioner dibagikan kepada 17 pegawai di PT. Air Mancur yang terdiri dari 1 Kepala Keamanan dan 16 pegawai serta 23 responden dipilih secara random . Total keseluruhan ada 40 kuesioner. ## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan sistem penjadwalan yang berbasis website dan sms gateway . Bahasa pemrograman yang digunakan PHP, database menggunakan MySQL, Bootstrap sebagai user interface dan menggunakan GAMMU untuk mangelola sms gateway . Halaman beranda admin berisi jumlah pegawai apabila di view details menampilkan keseluruhan data pegawai, Quick SMS menampilkan form untuk mengirim sms, Contact Us menampilkan data contact pabrik dan kantor pusat dan Company Profile menampilkan profil perusahaan. Halaman beranda admin ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Beranda Admin Halaman Log Jadwal Pegawai menampilkan form shift berdasarkan bulan dan tahun yang dipilih. Ditunjukkan pada Gambar 6. ## Anisah Tri Setyowinarti, Yogiek Indra Kurniawan, Sistem Penjadwalan Shift Jaga di PT. Air Mancur Berbasis Web dan SMS Gateway Gambar 6. Halaman Log Jadwal Pegawai Halaman data pegawai menampilkan form untuk melihat pegawai yang ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Halaman Data Pegawai Apabila pegawai mengirimkan pesan untuk mengingatkan jadwal sesuai dengan format sms seperti berikut Jadwal#id_pegawai#tanggal kemudian dikirim ke nomor server, misal Jadwal#36254#2018-01-01 maka tampilan sms pengingat jadwal beserta jawabannya ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Tampilan SMS Auto Reply Pada tahapan pengujian sistem dilakukan 2 tahap yaitu pertama tahap pengujian black box dan tahap kedua yaitu kuesioner. Pengujian black box dilakukan langsung pada sistem untuk mengetahui sistem penjadwalan tersebut berjalan dengan lancar atau tidak. Tahap kuesioner meminta kepada calon pemakai sistem ini dan mengisi kuesioner yang telah disiapkan. Pengujian black box ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengujian Black Box Module/Fitur Test Case Hasil yang Diharapkan Hasil Login User dan Password Benar User dapat masuk ke menu beranda Valid User dan Password Salah User tidak dapat masuk ke menu beranda Valid Pengolahan Data Master Pegawai Tombol Tambah Pegawai Menampilkan halaman form tambah pegawai Valid Klik Icon Edit Pegawai Menampilkan halaman form untuk ubah data pegawai Valid Klik Icon Hapus Pegawai Menampilkan form untuk hapus data pegawai dan muncul pop up persetujuan hapus pegawai Valid Pengolahan Data Jadwal Log Jadwal Pegawai Tombol Pilih Bulan dan Tahun Menampilkan halaman pilih bulan dan tahun yang sesuai dipilih Valid Tombol Buat Jadwal Menampilkan form untuk mengenerate jadwal atau membuat jadwal Valid Tombol Tampil Tabel Menampilkan form jadwal dalam versi tabel Valid Pengolahan data jadwal pengaturan shift Klik icon edit Menampilkan form edit pengaturan shift Valid Klik icon delete Menampilkan pop up hapus data Valid Module/Fitur Test Case Hasil yang Diharapkan Hasil Pengolahan data jadwal pengaturan jadwal Klik tombol tambah sistem Menampilkan form tambah sistem Valid Klik icon edit Menampilkan form edit pengaturan jadwal Valid Klik icon delete Menampilkan pop up hapus data Valid Pengolahan Data Jadwal Auto reply Klik cawang Menjalankan mesin auto reply Valid Pengolahan SMS Gateway Send SMS Klik drop down no telepon Menampilkan daftar kontak pegawai yang terdaftar Valid Klik isi pesan Menampilkan form untuk mengisi pesan Valid Klik tombol kirim pesan Untuk mengirim pesan yang telah diisi Valid Pengolahan SMS Gateway Inbox Klik icon delete Untuk menghapus pesan Valid Pengolahan SMS Gateway Outbox Menampilk an pesan yang tidak terkirim Menampilkan pesan yang tidak terkirim pada outbox Valid Pengolahan SMS Gateway Send Item Klik icon delete Untuk menghapus pesan terkirim Valid Logout Klik Tombol Logout Muncul notifikasi logout Valid Dari Tabel 1. Pengujian black box menunjukkan bahwa sistem berjalan dengan baik dan tidak ada kesalahan dalam sistem penjadwalan shift jaga di PT. Air Mancur. Pengujian kuesioner dibagikan kepada 1 kepala keamanan, 16 karyawan keamanan, dan 23 responden dipilih secara random dengan total sebanyak 40 responden. Pengujian kuesioner ini menggunakan perhitungan dengan rumus persamaan 1 sebagai berikut: Persentase = …………….. (1) Untuk menghitung nilai Smax yaitu dengan rumus persamaan 2. Smax = Ʃ Responden x 5 …………………..(2) Keterangan: 5 didapat dari nilai SS. Jadi untuk nilai Smax dalam kuesioner ini yaitu 40 x 5 = 200. Tabel 2. Hasil Kuesioner Pengujian Sistem Shift Jaga No Kode Jumlah Jawaban Total Skor Persent ase SS (5) S (4) N (3) TS (2) STS (1) 1. P1 17 16 7 0 0 170 85% 2. P2 24 12 4 0 0 180 90% 3. P3 11 27 2 0 0 169 84,5% 4. P4 28 9 3 0 0 185 92,5% 5. P5 28 10 2 0 0 186 93% Rata-rata Persentase 89% Gambar 9. Grafik kuesioner Pengujian Sistem Penjadwalan. Keterangan: P1: Tampilan login dan sistem menarik. P2: Sistem penjadwalan mudah digunakan dan bekerja sesuai kebutuhan. P3: SMS Gateway memudahkan untuk melihat jadwal shift jaga. P4: Format sms mudah digunakan. P5: Output yang dihasilkan sesuai yang diharapkan. Pengujian black box menunjukkan bahwa sistem berjalan dengan baik dan tidak ada kesalahan dalam sistem penjadwalan shift jaga. Pengujian kuesioner didapatkan hasil sebesar 89% dari 40 responden yang menunjukkan bahwa sistem ## Anisah Tri Setyowinarti, Yogiek Indra Kurniawan, Sistem Penjadwalan Shift Jaga di PT. Air Mancur Berbasis Web dan SMS Gateway penjadwalan mudah digunakan dan memudahkan pengelolaan penjadwalan shift jaga di PT. Air Mancur oleh kepala keamanan ( security ). ## V. PENUTUP Penelitian ini menghasilkan sistem penjadwalan shift jaga berbasis web dan sms gateway dapat membantu kepala keamanan dalam mengelola penjadwalan shift jaga di PT. Air Mancur. Dari sistem tersebut terdapat menu beranda yang menampilkan fitur lihat pegawai, quick sms, contact us, company profile , dan format sms pengingat jadwal. Menu pegawai menampilkan data pegawai. Menu jadwal menampilkan log jadwal pegawai, pengaturan shift dan auto reply machine . Menu sms gateway menampilkan send sms , inbox, outbox dan send items . Pengujian black box menunjukkan sistem berjalan dengan baik dan tidak ada kesalahan dalam sistem. Pengujian kuesioner menghasilkan persentase 85% dari P1, 90% dari P2, 84.5% dari P3, 92.5% dari P4 dan 93% dari P5 dengan total rata-rata persentase sebesar 89%. Saran untuk penelitian yang sudah dilakukan sebaiknya menambahkan format pergantian shift pada sms gateway , menambahkan fitur form printout tabel penjadwalan shift dan fitur-fitur lainnya sesuai dengan kebutuhan. ## D AFTAR P USTAKA [1] Setyawan, B. (2016). Strategy Development Policy Course Information For Submission Of Application Based Sms Gateway To High School Teacher Training And Education (STKIP PGRI Pacitan). Publikasi Internasional, 1(1). [2] Supriyono, H., Saputro, N. A., & Pradessya, R. A. (2016). Rancang Bangun Sistem Informasi Manajemen Presensi Berbasis SMS Gateway (Studi Kasus: SMP Muhammadiyah 1 Kartasura). [3] Aswiya, T. A., & Waryanto, N. H. (2017). SISTEM INFORMASI OPERATOR LAYANAN INTERNET MAHASISWA UNY BERBASIS WEBSITE DILENGKAPI DENGAN SMS GATEWAY. Jurnal Matematika-S1, 6(1), 24-33. [4] Muchtar, A. F. (2015). Aplikasi Sistem Informasi Perkumpulan Kepala Keluarga Berbasis SMS Gateway (Studi Kasus: Wilayah RW-IV Kelurahan Kratonan) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). [5] Kurniawan, Y. I. (2018). PEMBANGUNAN WEBSITE INFORMASI SEKOLAH DI SMA NEGERI KERJO, KARANGANYAR. J- ABDIPAMAS (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat), 2(1), 116-129. [6] Zuhaeri, Andi, 2018, Penjadwalan Proses Sistem Operasi Komputer , [pdf], (http://www.academia.edu/8785380/Penjadwalan_Proses_Sistem_Opera si_Komputer.pdf, diakses tanggal 01 oktober 2018). [7] Alhifi dan hindarto, (2018), Jurnal Aplikasi Pemesanan Produk Berbasis SMS Gateway di PT Sinar Sosro , [pdf], (http://www.academia.edu/15289717/Jurnal_Aplikasi_Pemesanan_Prod uk_Berbasis_SMS_Gateway_di_PT_Sinar_Sosro.pdf , diakses tanggal 01 oktober 2018). [8] Pressman RS. (2010). Software Engineering: A Practitioner’s Approach, 7 th ed.Mc Graw Hill.
02cd5691-591a-458b-aa51-7c22dd5df00b
https://journal.umpr.ac.id/index.php/restorica/article/download/741/691
ETIKA PERIKLANAN INDONESIA DARI SEGI TEORI KRITIS ## Indonesian Advertising Ethics In Terms Of Critical Theory ## Abstrak Stefani Made Ayu * Program Ilmu Komunikasi, Universitas Terbuka Palangka Raya, Central Kalimantan, Indonesia email: [email protected] Penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana pandangan mengenai praktek dunia periklanan di Indonesia bila ditinjau dari pendekatan teori kritis. Ketika industri budaya dan media hanya berorientasi pada komoditas audiens, hanya berfokus pada nilai ekonomi yang merupakan proses jual-beli, maka pernjunjungan pada etika hanya dilihat menjadi nomor kesekian. Akhirnnya, bermunculanlah iklan- iklan yang melanggar etika, demi mendapatkan perhatian khalayak serta mammpu menjual produknnya ke pasar. Persoalan kode etik sebanarnnya dapat diatasi bila kode etik periklanan tersosialisasi dengan baik di kalangan praktisi periklanan, khususnya agency dan masyarakat. Khusus untuk agency, sosialisasi perlu ditanamkan agar menghindari ketidaktahuan mereka dalam membuat iklan yang melangggar kode etik. Kata Kunci: Etika Iklan Teori Kritis Keywords : Ethics Ads Critical theory ## Accepted June 2016 ## Abstract This study aims to discuss how the view of the practice of advertising in Indonesia is reviewed from a critical theory approach. When the cultural and media industries are only oriented to the commodity of the audience, only focusing on the economic value that is the trading process, the fact that ethics is only seen as the number one. In the end, there are advertisements that violate ethics, in order to get the attention of the audience and to sell their products to the market. The issue of the code of Ethics can be addressed when the code of advertising is well-socialized among advertising practitioners, especially agencies and communities. Especially for agencies, socialization needs to be implanted in order to avoid their ignorance in creating ads that are in the code of ethics. ## Published ## October 2016 ## PENDAHULUAN Kebebasan merupakan satu kata yang bermakna bahwa tidak ada lagi penghalang, tidak ada rintangan, bisa melakukan sesuatu yang diinginnkan tanpa ada yang menghalangi. Namun sebagai makluk sosial, manusia tidak sebebas seperti yang telah dijabatkan diatas. Sebebas apapun manusia, sebagai makhluk sosial ia memiliki batasan. Batasan tersebut berupa norma, nilai, etika, dan peraturan atau hukum, yang merupakan kesepakatan bersama untuk mengatur jalannya hidup bersama. Saat kita berbicara mengenai kebebasan yang terbatas, mengenai kebebasan pers, tentunya kita mengingat bagaimanan kebebasan pers yang saat ini diraih tidak lepas dari peranan reformasi di tahun 1997 era reformasi telah membuat pers bebas untuk berekpresi, bebas untuk mencari informasi, menyampaikan informasi tanpa intrupsi yang membelenggu seperti di era orde baru berlangsung. Kebebasan pers mencapai kejayaannya dapat dilihat dengan hadirnnya UU RI No.40 Tahun 1999 tentang pers, yang memuat betapapun pers mencapai kebebasan, tataplah kebebasan yang bermartabat, yang terbatas untuk kepentingan bersama dalam kehidupan masyarakat yang beragam. UU ini menggantikan UU Pokok Pers No.21 Tahun 1982 yang dinilai represif dan membelenggu kemerdekaaan dan kebebasan pers. Landasan hukum yang menyokong kebebasan dan kemerdekaan pers tertuang dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (Haryatmoko,2007). Dimana dari isi pesal-psasl tersebut memang berisi tentang penjaminan atas kemerdekaan pers, tentang penjaminan atas pers nasional atas penyensoran, pembrendelan atau pelaranagn penyiaran. Bahkan dalam pasal 18 ayat (1) benar-benar menjamin untuk menghukum pihak yang menghalangi kemerdekaan pers tersebut. Dengan adanya UU ini, kebebasan Pers akan dapat mendukung terciptanya demokrasi yang lebih baik lagi di Indonesia, karena dengan kebebasan Pers, masyarakat akan lebih bebas untuk mendapatkan informasi, menyampaikan infomasi dan aspirasinya. Begitu kebebasan pers ini muncul, banyak usaha dalam bidang pers bermunculan. Mereka berlomba-lomba untuk bersaing dan berusaha untuk menyebarkan infromasi yang dikonsumsi masyarakat. Bisa kita lihat beraoa statiun TV swasta muncul baik nasional apalagi lokal yang mencapai ratusan saat ini bermunculan dan berusah untuk mencari pangsa pasar dan audiens dengan beribu taktik. Belum lagi koran, majalah, tabloid yang juga banyak menjamur dengan suburnya, dan media lain seperti radio serta media elektronik dan cetak lainnya. Dengan munculnya media massa yang beragam, masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan informasi atau kegunaan media lainnya. Hal ini dinilai positif karena selain masyarakat diuntungkan dengan banyak infomasi yang dengan mudah diakses, media dengan segala aktifitasnnya adalah lahan bisnis yang besar. Lahan bisnis ini mampu menyerap banyak tenaga ahli, mendorong pendidikan ahli media (seperti maraknya ilmu komunikasi, media dan grafis akhir-akhir ini selain ilmu eksak seperti kedokteran yang sangat tenar sebagai pilihan studi), juga mendongkrak ekonomi masyarakat (mendorong konsumerisme dan pergerakan roda ekonomi masyarakat). Apalagi saat ini ada pula teknologi seperti handphone, arus informasi akan semakin cepat diterima dan dikirim. Seperti pada saat musibah tanah longsor dan banjir yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Repotse banyak dilakukan oleh para awam melalui kamera handphone. Reportase ini sampai ke seluruh penjuru negeri dengan begitu cepat, sehingga banyak bantuan yang dikirimkan dari untuk membantu pemulihan bencana. Walaupun dengan lahirnnya teknologi baru juga personal seperti surat menyurat dan telegram, tergantikan dengan penggunaan SMS, Chat dan E-mail. Namu dibalik nilai positif, menurut para ahli dalam pendekatan teori kritis, media komunikasi serta teknologinya yang sangat maju ini telah mengubah paradigma media massa. Media massa bukan lagi satu tempat yang penuh idealisme dna bebas nilai untuk menyampaikan informasi ke masyarakat luas. Media massa yang telah memiliki kebebasan ini sekarang berubah orientasi menjadi sebuah industri komersil. Dengan adanya media massa yang swasta, tentunya membutuhkan modal yang besar untuk tetap dapat menyampaikan infromasi. Berbicara mengenai modal tentunya akan mengarah pada pemodal dan pengiklan sebagai pemasukan bagi media. Bagi para pemikir kritis, media masa adalah industri dan apa yang dijual bagi para pengiklan dan pemodal adalah audiensnya itu sendiri. Etika merupakan sebuah set individual mengenai nilai yang dipengaruhi oleh latar belakang regilious, pendidikan dan atribut sosial lainnya. Etika memiliki konsekuensi dalam pelanggarannnya. Sebanrnnya kebanyakan dari kita tidak memiliki kekuasaaan atau keterlibatan dalam menentukan konsekuensi itu. Namun dalam banyak hal, etika tidaak memiliki hukum mutlak karena tidak memiliki hukum mutlak , karena etika bukanlah hukum yang jelas untuk menghukum. Namun untuk kode etik suatu kelompok, ada badan yang memberikan sanksi dan mengawasi anggotanya apakah ada pelanggarn. Etika atau moral tidak secara gamblang diajarkan melalui edukasi formal. Oleh karena itu, kebanyakan dari kita sering kali individual menghadapi kseulitan dalam mengambil keputusan yang menyangkut masalah norma dan etika. ## METODOLOGI Penelitian ini tergolong pada penelitian yang bersifat kualitatif. Berdasarkan perspektif konstruktivisme pemhaman tentang suatu realitas, atau temuan suatu penelitian menajdi prosuk antara peneliti dengan yang diteliti. Guna menjawab dan mencari pemecahan permsalahan maka penelitia ini menggunakan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Ratusan karya iklan mengisi layar kaca dan disaksiakan setiap hari dan hampir setiap waktu. Apa yang dinobatkan sebgai karya iklan indah ini merupakan proses panjang sejak ide, konsep, eksekusi, sutradiri dan adonan multidispiliner. Namun akhir-akhir ini, bermunculan iklan yang memiliki pelanggaran terhadap kode etik periklanan. Seperti yang diutarakan staf ahli menteri komunikasi dan informasi (Menkominfo) Bidang media massa Henry Subiakto, bahwa banyak iklan terutama iklan dari perator seluler yang melanggar kode etik periklanan karena mencantumkan kata “paling” dan “ter” (dikutip dari antaranews). Iklan seprti itu melangggar pasal 17 Undang-undang perlindungan konsumen yang menyatakan bahwa setiap iklan harus megikuti etika. Dan pelanggaran terhadap etika periklanan bisa dikenakan sanksi hukum. Sanksi hukum berupa denda dan pindana. Banyak iklan menyesatkan karena tidak memberikan infromasi yang lengkap. Dan problem iklan yang menyesatkan ketika mereka memberikan informasi yang tidak lengkap kepada publik, bahwa kami harganya sekian, nol rupiah tapi tidak dijelaskan bahwa itu apa,untuk on net sesam operator. Sedangkan biaya interkoneksinnya berapa? Iklan itu juga sebenarnnya merupakan sarana komunikasi produsen kepada masyarakat sehingga tidak boleh membiasakan informasi. Adannya iklan yang melanggar kode etik periklanan ini bahwa banyak orang yang tidak peduli terhadap tatat krama periklanan yang telah dibuat oleh PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia). Hingga oktober 2009, setidaknya 150 iklan yang beredar di masyarakat dianyatakan bermasalah dan 100 diantarannya melanggar kode etik. Pelanggaran terjadi terkait penggunaan istilah atau kata yang bersifat superlati tanapa bukti pendukung yang objektif ini meskipun sudah diungkapkan melalui media massa, nampak tidak ada tindak lanjut tehadap periklana yang sudah melanggar kode etik tersebut. Belum lagi iklan yang sedang marak tampil di TV seperti iklan untuk PILKADA. Terhadang sungguh memperihatinkan bagaimana kode etik iklan dilanggar ketika untuk mempromosikan pasangan calon pemimpin bangsa ternya pembut iklan menggunakan anak kecil, yang sebenarnnya belum mengerti apa itu pilkada dan tida ada kaitanya dengan pilkada untuk menarik minat para pemilih untuk memilih calin yang dipromosikan. Padahal ada banyak cara/ide selain itu untuk menyampekan pasangan tersebut. Ketika iklan sangat berorientasi pada bagaimana mengambil perhatian konsumen dan membuat konsumen membeli produk yang diiklankan, maka kode etik akan menadi hal yang kurang penting. Namun dibalik itu semua, menurut salah satu paraktisi periklanan ada faktor ketidak tahuan praktisi terhadap kode etik yang berlaku bagi mereka. Dan kode etik sebagai norma tidak mengikat kuat seperti layaknya hukum. Walaupun sebenarnya pelanggagran kode etikpun bisa diselesaikan secara hukum seperti yang tertera pada KUH Perdata/BW tentang perdagangan , UU RI No 8 tahun 1999 tenteng perlindungan konsumen, UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, UU No 7 tahun 1996 tentang pangan, PP RI No 69 tahun 1999 tentang label dna iklan pangan, PP Ri No 81 tahu 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, PP RI No 38 tahun 2000 tentang perubahan atas PP RI No 81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan dan SK Menteri Kesehsatan RI No 368/Men.Kes/SK/IV/1994 tentangpedoman periklanan obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan minumam. Namun persoalan penegakan kode etik sebagai kontrol bagi iklan yang muncul di layar kca Indoensia tidak semudah mebalik telapak tangan. Kurangnnya penegakan kode etik membuat iklan-iklan semakin pintar untuk melanggarnya. Banyak iklan yang berada di daerah abu-abu (tidak jelas melanggar atau tidak). Selain itu banyak pula pekangggaran yang dilakukan bebas dari gugatan. Selain mungkin penegak hukum seperti jaksa tidak atau jarang menggugat pelnggaran etika periklanan. Ternayta ketika iklan digugat pun masa untuk promosi yang dijalankan melalui iklan tersebut sudah terpenuhi. Sehingga iklan tersebut memang sudah tidak tayang lagi. Biasanya iklan memiliki masa tayang sesuai dengan strategi promosi yang pendek, seperti untuk 3 buan atau 4 bulan. ## KESIMPULAN Dalam Persoalan kode etik sebenarnnya dapat diatasi bila kode etik periklanan tersosialisasikan dengan baik di kalangan praktisi periklanan khususnya agency dan masyarakat. Khusus untukagency, sossialisi perlu ditanamkan agar menghindar ketidaktahuan mereka dalam membuat iklan yang melanggar kode etik. Hal inipenting, mengingat maraknnya pertumbuhan TV lokal yang akan menayangkan iklan yang berkonten lohal agency kecil yang juga patut mengetahui kode etiknya. Kode etik juga layak disosialisasikan kepada khalayak atau masyarakat karene dengan mengedukasi masyarakat, masyarakat akan menjadi kritis dalam melihat dan mencerna pesan yang setiap hati mereke tonton atau baca. Jadi dengan masyarakat yang kritis, juga akan memicu lahirnnya iklan yang baik dan ethis. Masyarakat akan menjadi kontrol terhadap iklan yang mereka lihat dna pembuat iklan akan menjadi lebih kreatif dalam menyajikan iklan yang baik dan benar serta kreatif tentunnya. ## REFERENSI Assegaf, Dja ’fa r H. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta: Ghalia Indoensia. Banyaknnya iklan yang langgar kode etik. www.anntara.co.id akses jumat 4 Januari 2016. Barus, Sedia Willing.2010. Jurnalistik : Petunjuk Tejnis menulis Berita. Jakarta : Erlangga. Bertens, K.1981. Filsafat barat Kontemporer Inggris- jerman. Jakarta : PT gramedia Pustaka Utama. Bertens, K.1993. Etika. Jakarta : PT gramedia Pustaka Utama. Girsang, Jurniver. 2007. Penyelesaian sengketa Pers. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. PPI : 100 Iklan Langgar Kode Etik. Akses 22 Juni 2016. Subidyo,Agus. 2001. Politik media dan Pertarungan Wacana. Ygyakarta : LKIS. Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
89ffc68d-b7c7-41ab-a363-4cd580390685
https://journal.isas.or.id/index.php/JACEIT/article/download/61/21
Terbit online pada laman web jurnal: http://journal.isas.or.id/index.php/JACEIT ## JOURNAL OF APPLIED CIVIL ENGINEERING AND INFRASTRUCTURE TECHNOLOGY (JACEIT) Vol. 1 No. 1 (2020) 43 - 49 ISSN Media Elektronik: 2723-5378 Penilaian Green Building Berdasarkan Perangkat Greenship Untuk Bangunan Baru Versi 1.2 Menggunakan Logika Fuzzy (Studi Kasus : Gedung Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember) Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 1 Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jember 2 3 Dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jember 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] ## Abstract Green Building Council Indonesia (GBCI) is an institution established by building construction and construction sector professionals with a rating system for each building called Greenship. Greenship is a value as a benchmark of green building. One of the GBCI certifications is Greenship for new buildings. Jember University is a tertiary institution which has started to build high-rise buildings to provide facilities for the students. One of the multi-story buildings being built is the Postgraduate building for 5 (five) floors of law faculty students who completed their work in October 2019 so that the assessment is carried out until the Final Assessment stage. Using the assessment of Greenship for new buildings version 1.2 an assessment is carrie d out to determine the rating of the building. Assessment is done by direct observation, interviews, and questionnaires. The assessment results are processed using the fuzzy logic method through the Matlab application which refers to the Greenship guide for new buildings 1.2. After the assessment, the Postgraduate Faculty of Law building received a score of 40,6 (Bronze). Based on these results a recommendation is made so that it gets a value of 46,6 with a Silver rating. Keywords: Green Building, Greenship for New Building Version 1.2, Fuzzy Logic, Postgraduate Building ## Abstrak Green Building Council Indonesia (GBCI) merupakan organisasi yang didirikan oleh para profesional sektor perencanaan dan kontruksi bangunan dengan memiliki sistem rating untuk setiap bangunan bernama Greenship. Greenship merupakan nilai sebagai tolok ukur dari green building . Salah satu sertifikasi GBCI adalah Greenship untuk bangunan baru. Universitas Jember merupakan perguruan tinggi yang mulai membangun gedung-gedung bertingkat untuk memberikan fasilitas bagi para mahasiswanya. Salah satu gedung bertingkat yang dibangun adalah gedung Pascasarjana untuk mahasiswa fakultas hukum dengan 5 (lima) lantai yang telah selesai pengerjaannya pada bulan Oktober tahun 2019 sehingga penilaian dilakukan sampai pada tahap Final Assessment . Dengan menggunakan panduan penilaian Greenship untuk bangunan baru versi 1.2 dilakukan penilaian untuk mengetahui rating dari gedung tersebut. Penilaian dilakukan dengan cara pengamatan langsung, wawancara, dan kuesioner. Hasil penilaian diolah dengan menggunakan metode logika fuzzy melalui aplikasi Matlab yang mengacu pada panduan Greenship untuk bangunan baru versi 1.2. Setelah dilakukan penilaian, gedung Pascasarjana Fakultas Hukum mendapat nilai 40,6 ( Bronze ). Berdasarkan hasil tersebut dilakukan rekomendasi sehingga mendapat nilai 46,6 dengan peringkat Silver . Kata kunci: Green Building, Greenship untuk Bangunan Baru Versi 1.2, Logika Fuzzy, Gedung Pascasarjana Diterima Redaksi : 28-07-2020 | Selesai Revisi : 30-07-2020 | Diterbitkan Online : 03-08-2020 ## 1. Pendahuluan Salah satu penyumbang dari perubahan lingkungan alam ialah sektor konstruksi yang mengambil andil dalam penyebab utama terjadinya pemanasan global, yaitu dengan kerusakan lingkungan dan emisi karbon yang harusnya dapat diminimalisirkan dengan konsep bangunan yang ramah lingkungan atau biasa dikenal sebagai green building . Green building akhir-akhir ini memang banyak diperbincangkan dan mulai diterapkan di Indonesia karena proses perencanaan, perancangan, pelaksaan konstruksi, operasi serta pemeliharaan bangunannya relatif lebih terdefinisi dan industri juga komunitas telah mendukung hal-hal yang terlibat dalam daur hidupnya [1]. Universitas Jember merupakan perguruan tinggi yang pada tahun 2019 mulai membangun gedung-gedung bertingkat untuk memberikan fasilitas bagi para mahasiswanya. Salah satu gedung bertingkat yang Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 Journal of Applied Civil Engineering and Infrastructure (JACEIT) Vol . 1 No. 1 (2020) 43 – 49 dibangun adalah gedung Pascasarjana untuk mahasiswa fakultas hukum dengan 5 (lima) lantai yang telah selesai pengerjaannya pada bulan Oktober tahun 2019. Dengan adanya konsep green building, gedung tersebut harusnya telah menerapkan konsep tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian agar bangunan tersebut mencapai kriteria dari konsep Greenship pada bangunan baru. Dengan menilai bangunan sesuai syarat kelayakan bangunan dan keenam aspek yakni Tepat Guna Lahan, Efisiensi dan Konservasi Energi, Konservasi Air, Sumber dan Sikluas Material, Kualitas Udara Kenyamanan, dan Manajemen Lingkungan Bangunan sesuai dengan acuan perangkat Penilaian dari greenship Bangunan Baru dengan acuan 4 (empat) tingkat peringkat yakni platinum, gold, silver, dan bronze [2] yang kemudian hasil akhir analisis dari penelitian akan dihitung menggunakan bantuan metode Logika fuzzy . Prof. Lotfi Asker Zadeh, merupakan seorang guru besar di University of California, Berkeley, Amerika Serikat pada tahun 1965 yang pertama kali memperkenalkan Logika Fuzzy . Pada umumnya, perhitungan menggunakan metode logika fuzzy merupakan cara hitung pengganti angka atau bilangan dengan perhitungan menggunakan variabel kata ( linguistic variable ) [3] . Himpunan yang dimanan setiap elemen keanggotaannya tidak memilik batasan yang jelas merupakan pengertian dari himpunan fuzzy (fuzzy set) . Derajat keanggotaan atau nilai keanggotaan ( membership function ) merupakan ciri utama dari penalaran dengan logika fuzzy yang menjelaskan pemetaan input -kotak hitam- output [4]. Tipe pengerjaan FIS ( Fuzzy Inference System ) memiliki dua metode yakni pengerjaan FIS tipe Sugeno dan FIS tipe Mamdani dalam pengerjaan logika fuzzy. Pada pengerjaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Mamdani. Metode Mamdani atau dapat disebut metode Max-Min dibawakan pertama kali oleh Ebrahim Mamdani di tahun 1975 dengan perancangan sistem memerlukan 4 (empat) tahapan agar mendapatkan output meliputi pembentukan himpunan fuzzy , mengaplikasikan metode implikasi, komposisi aturan yang meliputi metode max, additive probabilistik, dan defuzzyfikasi [5]. 2. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti acuan Greenship untuk bangunan baru versi 1.2. Penilaian/pengukuran kriteria Greenship dilakukan berdasarkan kondisi saat gedung Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember telah selesai pembangunannya dan telah diresmikan, maka penelitian ini menilai sampai tahap FA ( Final Assessment ). Dalam pengolahan data didapatkan melalui tahap wawancara kepada pihak perencana maupun pengelola, membagikan kuesioner kepada pengguna gedung, melakukan pengamatan langsung, dan mengamati data proyek yang telah didapatkan. Kemudian hasil analisis setiap kriteria dimasukkan kedalam tabel poin Greenship untuk mengetahui poin penilaian green building yang didapatkan dari gedung Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember, lalu hasil analisis tersebut di olah dengan bantuan perhitungan menggunakan metode logika fuzzy. ## 2.1. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian dilakukan di Fakultas Hukum yang terletak di Jalan Kalimantan no. 37, Kabupaten Jember, Jawa Timur. ## Gambar. 1 Lokasi Penelitian ## 2.2. Data Penelitian Penelitian ini membutuhkan data primer yang meliputi data sistem penerapan proteksi kebakaran, pengukuran cahaya [6], fasilitas umum sekitar gedung, pengukuran tingkat kebisingan [7], pengukuran suhu dan kelembapan ruangan, wawancara kepada pihak pelaksana dan pengelola, serta pengisian kuesioner oleh mahasiswa selaku pengguna gedung tersebut, dan untuk data sekunder dibutuhkan data gambar rencana gedung, rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), Bill of Quantity (BQ), dokumen RTRW Kabupaten Jember, serta panduan teknis perangkat penilaian greenship bangunan baru versi 1.2. 2.3. Metode Penelitian Data primer yang didapatkan melalui pengukuran serta pengamatan langsung dilapangan, dan data sekunder yang didapatkan dari pihak perencana digunakan untuk menganalisis kriteria sesuai acuan greenship bangunan baru versi 1.2. Kemudian menentukan variabel penelitian yang meliputi 6 kategori greenship yakni, kategori tepat guna lahan (ASD), efisiensi dan konservasi energi (EEC), konservasi air (WAC), sumber siklus material (MRC), kesehatan dan kenyamanan dalam ruang (IHC), dan manajemen lingkungan bangunan (BEM) yang digunakan untuk input pada logika fuzzy dan tingkat peringkat platinum, gold, silver dan bronze untuk output nya. Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 Journal of Applied Civil Engineering and Infrastructure (JACEIT) Vol . 1 No. 1 (2020) 43 – 49 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Penilaian Green Building Bangunan Baru Versi 1.2 Hasil dan pembahasan penilaian green building yang dilakukan pada gedung Pascasarjana Fakultas Hukum mencakup hasil analisis dari syarat kelayakan bangunan serta keenam aspek yakni Tepat Guna Lahan, Efisiensi dan Konservasi Energi, Konservasi Air, Sumber dan Sikluas Material, Kualitas Udara Kenyamanan, dan Manajemen Lingkungan Bangunan (Tabel 1). Syarat Kelayakan Bangunan ( Egibility) Minimum Luas Gedung adalah 2500 m 2 Luas Lantai 1 = 780,085 m 2 Luas Lantai 2 = 844,5368 m 2 Luas Lantai 3 = 844,5368 m 2 Luas Lantai 4 = 844,5368 m 2 Luas Lantai 5 = 986,8044 m 2 Total Luas = 4300,5 m 2 Berdasarkan pengukuran setiap lantai, luas total 4300,5 m 2 telah memenuhi karena > 2500 m 2 . Kesedian Data Gedung untuk Diakses GBCI Terkait Proses Sertifikasi, tidak adanya kerjasama dengan pihak Green Building Council Indonesia terkait penilaian dan sertifikasi Greenship, sehingga pada persyaratan kelayakan ini tidak memenuhi persyaratan. Fungsi Gedung Sesuai Dengan Peruntukan Lahan Berdasarkan RTRW Setempat, berdasarkan hasil wawancara dan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Jember [8], gedung Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember telah memenuhi syarat fungsi gedung untuk fasilitas pendidikan. Kepemilikan AMDAL dan/atau Rencana UKL/UPL, berdasarkan hasil wawancara dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PERMEN RI) No.27 Tahun 2012 [9], gedung Pascasarjana Fakultas Hukum tidak mengurus surat kepemilikan AMDAL dan UKL/UPL. Kesesuaian Gedung Terhadap Standar Keselamatan untuk Kebakaran, berdasarkan hasil wawancara dan data yang diperoleh, gedung Pascasarjana Fakultas Hukum telah menerapkan standar keselamatan untuk kebakaran terlihat dari lantai 1 sampai lantai 5 terdapat sistem proteksi aktif dan pasif. Kesesuaian Gedung Terhadap Standar Ketahanan Gempa, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola dan perencana, gedung Pascasarjana Fakultas Hukum telah menerapkan sistem ketahanan gempa pada strukturnya. Kesesuaian Gedung Terhadap Standar Aksesibilitas Difabel, berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada pengelola dan perencana, gedung Pascasarjana Fakultas Hukum telah menyediakan fasilitas aksesibilitas difabel pada toilet, lift dan juga ramp menuju pintu utama gedung. ## Tabel 1 Syarat Kelayakan Bangunan Tepat Guna Lahan (ASD), kriteria prasyarat tidak memenuhi sedangkan untuk kriteria kredit telah terpenuhi sebanyak 12 poin (Tabel 2). Tabel 2 Analisis Kategori Tepat Guna Lahan (ASD) Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC), kriteria prasyarat pertama tidak memenuhi sedangkan prasyarat kedua memenuhi, pada kriteria bonus kategori ini tidak memenuhi dan untuk kriteria kredit telah terpenuhi sebanyak 11 poin (Tabel 3). Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 Journal of Applied Civil Engineering and Infrastructure (JACEIT) Vol . 1 No. 1 (2020) 43 – 49 Tabel 3 Analisis Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC) Konservasi Air (WAC), kedua kriteria prasyarat tidak memenuhi, sedangkan untuk kriteria kredit terpenuhi sebanyak 3 poin (Tabel 4). Tabel 4 Analisis Katagori Konservasi Air (WAC) Sumber dan Siklus Material (MRC), kriteria prasyarat telah memenuhi, sedangkan untuk kriteria kredit telah terpenuhi sebanyak 4 poin (Tabel 5). Tabel 5 Analisis Kategori Sumber dan Siklus Material (MRC) Kesehatan dan Kenyamanan Dalam Ruang (IHC), kriteria prasyarat telah memenuhi, sedangkan kriteria kredit telah terpenuhi sebanyak 6 poin (Tabel 6). Tabel 6 Analisis Kategori Kesehatan dan Kenyamanan Dalam Ruang (IHC) Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM), kriteria prasyarat telah memenuhi, sedangkan untuk kriteria kredit telah terpenuhi sebanyak 6 poin (Tabel 7). Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 Journal of Applied Civil Engineering and Infrastructure (JACEIT) Vol . 1 No. 1 (2020) 43 – 49 Tabel 7 Analisis Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM) 3.2. Perhitungan Greenship Bangunan Baru Versi 1.2 Menggunakan Logika Fuzzy Melalui Aplikasi MatLab Terdapat tahap rancangan sederhanna kerja FIS logika fuzzy pada matlab yakni membuka Current Directory Matlab, mengetik “fuzzy”pada command window , mengolah FIS, mengolah membership function editor, mengolah rule editor , input data padda rule viewer [10]. Mengolah FIS Editor, Pengolahan FIS editor dilakukan dengan memasukkan keenam kategori pada bagian input dan penilaian akhir green buuilding pada bagian ouput .(Gambar 2). Mengolah Membership Function, dilakukan dengan memasukkan range nilai dari setiap input (Gambar 3 a, b) (a) Input (b) Output Gambar. 3 Membership Function Menentukan Rules, dilakukan untuk mendapatkan hasil penilaian gedung (Gambar 4). Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 Journal of Applied Civil Engineering and Infrastructure (JACEIT) Vol . 1 No. 1 (2020) 43 – 49 Gambar. 4 Hasil Pengolahan Rules Rules Viewer , merupakan penampilan pengelompokan nilai setelah ditentukan rules untuk menentukan hasil penilaian greenship (Gambar 5). ## Gambar. 5 Rules Viewer 3.3. Evaluasi dan Rekomendasi Teknis Tahap evaluasi dan rekomendasi teknis dibutuhkan dengan tujuan agar dilakukan perbaikan guna menambah peringkat kriteria pada gedung Pascasarjana Fakultas Hukum. Pemberian Rekomendasi dilakukan dengan cara memberikan masukan atau usulan pada kriteria yang belum terpenuhi dan rekomendasi yang disarankan akan disesuaikan dengan kemampuan gedung untuk menerapkan tolok ukur tersebut. Pada awalnya gedung Pascasarjana memperoleh peringkat Bronze, dan setelah dilakukan rekomendasi peringkat naik menjadi Silver dengan hasil rekapitulasi (Tabel 8). ## Tabel 8 Hasil Rekomendasi Penilaian Gedung Setelah dilakukan rekomendasi, gedung Pascasarjana Fakultas Hukum mendapat penambahan 3 poin dari kategori Tepat Guna Lahan, 6 poin dari kategori Konservasi Air dan 1 poin dari kategori Manajemen Lingkungan Bangunan yang kemudian dapat di masukkan kedalam perhitungan logika fuzzy untuk mendapatkan hasil peringkat (Gambar 6). Gambar. 6 Penilaian Rekomendasi ## 4. Kesimpulan 4.1. Kesimpulan Kriteria yang telah sesuai dengan acuan greenship bangunan baru versi 1.2 untuk kategori tepat Guna Lahan, yakni aksesibilitas komunitas dan iklim mikro; kategoriEfisiensi dan Konservasi Energi, yakni perhitungan OTTV, pencahayaan buatan, dan ventilasi; Konservasi Air yakni fitur air;Sumber dan Siklus Material, yakni menggunaan refrigeran tanpa ODP dan material regional;Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang, yakni kendali asap rokok di lingkungan, polutan kimia, pemandangan kelura gedung, kenyamanan termal, dan kenyamanan visual; Manajemen Lingkungan Bangunan, yakni pengelolaan sampah Fajrin Nur Arlisyah 1 , Sri Sukmawati 2 , Anita Trisiana 3 Journal of Applied Civil Engineering and Infrastructure (JACEIT) Vol . 1 No. 1 (2020) 43 – 49 tingkat lanjut, sistem komisioning yang baik dan benar, dan survei penggunaan gedung. Berdasarkan hasil penilaian yang telah didapat berdasarkan penelitian yang kemudian diaplikasikan menggunakan metode logika fuzzy didapatkan peringkat Bronze . Dalam upaya untuk meningkatkan peringkat gedung Pascasarjana Fakultas Hukum supaya mendapat nilai setingkat lebih tinggi yakni Silver maka dilakukan rekomendasi dengan memberikan lahan parkir sepeda yang terletak di depan gedung, memberikan shower untuk setiap unit sepeda, menanam tanaman lokal di sekitar gedung, menyediakan tangki penampung air hujan, memanfaatkan air alternatif seperti air wudhu dan air kondensasi AC, serta pengelompokan limbahlimbah dari aktivitas kontruksi yang telah dilakukan. 4.2. Saran Penilaian telah dilakukan sampai tahap FA ( Final Assessment ) dengan hasil beberapa kriteria banyak yang belum terpenuhi sehingga perlu dilakukan beberapa perbaikan agar mendapat hasil maksimal berdasarkan acuan Greenship . Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk digunakan pada penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode ANFIS agar mendapat hasil yang lebih valid. ## Daftar Rujukan [1] Abduh, M., Fauzi, R.T. 2012. Kajian Sistem Assessment Proses Konstruksi pada Greenship Rating Tool . KoNTekS (Konferensi Nasional Teknik Sipil) . Jakarta, 1 -2 November 2012, Universitas Trisakti : Jakarta. [2] Green Building Council Indonesia. 2013. Greenship untuk Bangunan Baru Versi 1.2. Jakarta : Departement of Rating Development GBCI. [3] Naba, A., 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan Matlab . Yogyakarta: Penerbit Andi [4] Falani, A., Z. 2013. Analisis Laporan Keuangan Perusahaan Sebagai DasarPengambilan Keputusan Investasi Saham Berbasis Du Point System & Fuzzy Logic . Jurnal Link, 18(1), pp. 1 -7. [5] Pahlevi, R., Widyarto, W.,O., Munandar, T., A. 2013. Implementasi Fuzzy Mamdani untuk Penentuan Pengadaan Kartu Operator pada Distributor Kartu Perdana PT. XYZ. In : Universitas Serang Raya. Prosiding Seminar Nasional Industrial Service (SNIS) II . Cilegon, 8 Oktober 2013. [6] SNI 6197-2011 tentang Konservasi Energi Pada Sistem Pencahayaan. 2011. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. [7] Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. SNI 03-6386-2000 Tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan . Badan Standardisasi Nasional Indonesia. [8] Peraturan Daerah Kabupaten Jember. 2015. Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jember Tahun 2015-2035 . [9] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan pada BAB II mengenai Penyusunan AMDAL dan UKL/UPL. [10] Hanifah, D. 2019. Identifikasi Risiko Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi Menurut Prepes Nomor 54 Tahun 2010 Komparasi Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Menggunakan Fuzzy Logic . Jember: Jurusan Teknik Sipil, Universitas Jember.
fef03044-8b79-435b-8804-02dc3f81a218
https://jurnal.ceredindonesia.or.id/index.php/mesil/article/download/807/894
## Pemograman Sistem Pada Mesin Filling Bottle PLC Dengan Menggunakan Penggerak Pneumatik Dan Intelegensi Sensor Andre Dwi Sevtian 1* , Fadli A. Kurniawan 2 , Yulfitra 3 , Muhammad Arifin 4 Email: [email protected] 1*,2,3,4 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Komputer , Universitas Harapan Medan ## ABSTRAK Otomasi adalah penggunaan sistem kontrol dan teknologi informasi untuk mengurangi interaksi manusia dalam proses produksi barang serta jasa. Penelitian ini ditujukan untuk mempermudah dan membantu bagi penggiat usaha yang berskala UMKM dalam proses produksinya, yaitu dengan merancang sistem otomasi dengan penggunaan PLC sebagai pengendali utama dari sistem pada proses pengisian dan penguncian tutup botol, dengan harga yang terjangkau bagi seluruh penggiat usaha yang berskala kecil. Pada proses pemrograman menggunakan metode gerbang logika yang dijadikan sebuah dasar dalam pembentukan sistem elektronika digital yang berfungsi untuk mengubah beberapa input menjadi sebuah sinyal output logis. Pemrograman PLC menggunakan Ladder Diagram dimana pada diagram tangga disinilah seluruh perintah yang akan dibuat di rancang, kemudian diagram tangga tersebut selanjutnya akan dikirim melalui kabel USB untuk ditanam di dalam hardware outseal PLC secara permanen. Pada ladder diagram juga terdapat beberapa jenis perintah yang paling sering digunakan dalam pemrograman seperti perintah TON (Time On Delay) yang fungsinya adalah untuk menentukan waktu dari setiap proses otomasi. Perintah berikutnya adalah perintah CTU (Counter Up) yang fungsinya untuk mengatur jumlah botol yang akan dibaca oleh sensor. Pengisian secara otomatis terhadap 4 botol membutukan waktu sekitar 16,62detik untuk botol ukuran 500 ml, sedangkan pada botol ukuran 250 ml membutuhkan waktu pengisian mencapai 7,81 detik, dengan kecepatan conveyor 0,146 m/s, dan tekanan udara yang ideal ke pneumatic sebesar 0,002 bar, serta maksimal jarak pembacan dari sensor di angka 80-90 cm. Dalam permenit untuk botol ukuran 500 ml menghasilkan sekitar15-16 botol, dan untuk botol ukuran 250 ml permenitnya menghasilkan sekitar 63-64 botol. Pada akhirnya sistem yang di terapkan di mesin filling bottle dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil produksi yang baik. Kata Kunci : PLC, Ladder Diagram ## ABSTRACT Automation is the use of control systems and information technology to reduce human interaction in the process of producing goods and services. This research is intended to facilitate and assist UMKM in the production process, namely by designing an automation system using PLC as the main controller of the system in the process of filling and locking bottle caps, at an affordable price for all small-scale business activists. In the programming process using the logic gate method which is used as a basis in the formation of a digital electronic system that functions to convert several inputs into a logical output signal. PLC programming uses a Ladder Diagram where in the ladder diagram this is where all the commands that will be designed are designed, then the ladder diagram will then be sent via a USB cable to be permanently embedded in the PLC outseal hardware. In the ladder diagram there are also several types of commands that are most often used in programming such as the TON (Time On Delay) command whose function is to determine the time of each automation process. The next command is the CTU (Counter Up) command whose function is to set the number of bottles to be read by the sensor. Automatically filling 4 bottles takes about 16.62 seconds for a 500 ml bottle, while a 250 ml bottle requires a filling time of 7.81 seconds, with a conveyor speed of 0.146 m/s, and an ideal air pressure to pneumatic of 0.002 bar, and the maximum reading distance from the sensor is 80-90 cm. In a minute for a 500 ml bottle it produces about 15-16 bottles, and for a 250 ml bottle per minute it produces about 63-64 bottles. In the end, the system applied to the bottle filling machine can run well and get good production results. Keyword : PLC, Ladder Diagram ## 1. PENDAHULUAN Mesin merupakan suatu peralatan yang mutlak diperlukan perusahaan dalam melakukan proses produksi. Dalam dunia industri sistem otomasi merupakan hal yang sangat penting diluar manufactur. Otomasi adalah penggunaan sistem kontrol dan teknologi informasi untuk mengurangi interaksi manusia dalam proses produksi barang serta jasa [1] . Dalam sistem otomasi juga memerlukan peran oprator yang bertujuan untuk mengatur dan menjalankan sistem agar dapat bekerja dengan baik. Dalam perkembangan sistem otomasi tentunya disini kita membutuhkan sebuah alat pengontrol yang bersifat umum ( Universal ) yang tidak membutuhkan tenaga khusus dalam pengoprasianya, dan dapat diterapkan diberbagai macam alat serta tepat dalam tujuan penggunaannya [2]. Dalam dunia industri kebanyakan sistem elektronikanya menggunakan pengendali berupa PLC ( Programmable Logic Controller ) sebagai komponen utamanya, serta unit sensor sebagai pembaca dari keadaan suatu proses, dengan menggunakan Ladder Diagram sebagai pemrograman dari unit PLC. Pada penelitian sebelumnya [3] merancang Sistem Pengisian dan Penutup Botol Otomatis Berdasarkan Tinggi Botol Berbasis Programmable Logic Controller dengan menggunakan Ladder Diagram sebagai bahasa pemroramannya. PLC lebih banyak dipilih sebagai sistem kendali dikarenakan memiliki berbagai kelebihan seperti sifatnya yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan industri dan penggunaan listrik yang relativ lebih rendah dibandingkan dengan sistem relay. Pada umumnya mesin filling bottle yang digunakan di dunia industri juga menggunakan sistem otomasi. Mesin filling bottle merupakan suatu alat atau mesin yang berfungsi untuk memasukan cairan kedalam suatu wadah / botol secara otomatis yang diatur melalui sebuah sistem. Pada industri makanan dan minuman berskala UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) mengalami kemajuan serta perkembangan yang sangat baik, namun pada industri minuman dalam kemasan masih memeiliki beberapa masalah seperti kurangnya para penggiat usaha memperhatikan kemasan dan kebersihan produknya yang menjadikan adanya masalah ini adalah karena keterbatasan pemahaman para pelaku usaha yang berskala UMKM dengan pentingnya citra, kualitas dan tampilan kemasan serta masih terbatasnya sarana jasa kemasan yang mampu meningkatkan daya saing produk UMKM. Pada penelitian sebelumnya [4] mengembangkan sebuah mesin pengisi cairan dan penutup botol secara otomatis dengan menggunakan Arduino Uno Rev 1.3 sebagai pengendali utama sistemnya , serta digunakan juga sensor photodioda sebagai pendeteksi botol dan penutup botol. Namun pada penelitian tersebut menggunakan sistem mikrocontroller dimana pada sistem tersebut masih memiliki kekurangan pada suatu kondisi dimana sering mengalami eror di bandingkan dengan PLC yang memiliki sistem yang lebih kompleks dan lebih stabil . Kemudian pada penelitian berikutnya [5] juga mengembangkan sebuah mesin pengisi cairan semi otomatis berbasis timer dan sensor ultrasonic serta menggunakan hard ware Arduino UNO sebagai pengontrol utamanya.. Tetapi dalam penelitian tersebut terdapat sedikit kekurangan dimana masih menggunakan sistem semi otomatis. Dengan berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan serta dengan di dukung studi literatur tentang mesin filling bottle , dan masih sedikitnya peneliti yang merancang mesin fillig bottle dengan menggunakan PLC. Oleh karena itu disini penulis ingin merancang sebuah sistem pada mesin filling bottle berbasis PLC dengan pemrograman menggunakan metode Ladder Diagram dan sistem sensor sebagai pemberi informasi. Serta mesin yang memiliki harga terjangkau untuk para penggiat usaha yang masih berskala kecil tanpa mengurangi sistem otomasi yang ada. 1.1 Mesin Filling Bottle Mesin filling Bottle juga tidak hanya digunakan pada industri minuman saja, melainkan pada industri kosmetik serta pada bahan makanan yang berbentuk cairan seperti santan dan bumbu masak lainnya. Mesin filling bottle juga memiliki beberapa jenis sesuai dengan kebutuhan produksi dan pemrograman yang ditujukan kepada mesin tersebut, yaitu sesuai Jurnal Mesil (Mesin, Elektro, Sipil,) E-ISSN : 2723-7052 url: https://ceredindonesia.or.id/index.php/mesil Vol. 3, No. 2, Desember 2022, Hal 11-17 dengan tingkat kekentalan dari suatu cairan yang akan diproduksi seperti : • Mesin filling bottle yang di program hanya untuk cairan yang memiliki tingkat kekentalan yang rendah seperti, air mineral, susu kedelai, minuman sari buah, parfum, alkohol, dan produk produk lainnya. • Mesin filling bottle yang di program dengan tingkat kekentalan yang cukup tinggi seperti, minyak goreng ,madu, kecap, dan saus 1.2 Pneumatic Cylinder Pneumatic cylinder atau sering juga disebut sebagai air cylinder adalah sebuah alat mekanis yang memiliki cara kerja maju mundur dengan memanfaatkan tekanan udara sebagai penggeraknya [8]. Gaya dari udara yang bertekanan itulah menggerakkan sebuah piston dalam silinder sehingga tiang penghubung ( stroke ), akan bergerak ke arah yang memiliki tekanan udara lebih rendah, stroke itulah yang dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi. Biasanya pada penggunaan Cylinder Pneumatic lebih banyak disukai untuk di oprasikan pada sistem kendali dikarenakan lebih tidak berisik di bandingkan dengan perangkat motor, serta kelebihan lainnya seperti tidak membutuhkan ruang yang banyak untuk menyimpan udara. Dikarenakan fluida yang digunakan adalah udara maka pada saat terjadinya kebocoran pada tangki penyimpanan udara tidak akan menetes dan mengkontaminasi pada lingkungan sekitar silinder. ## Gambar 1. Pneumatic Cylinder ## 2. Metode Penelitian Dalam melakukan sebuah perancangan tentunya memerlukan persiapan serta perencanaan yang matang, karena untuk mempermudah dalam menentukan alat yang akan di rancang serta proses pengerjan alat tersebut. Langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan melakukan studi literatur, dimana studi literatur bertujuan untuk mengetahui beberapa masalah yang ada dan nantinya dapat di kembangkan sebagai tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Kemudian setelah semua data dan permasalahan didapatkan lanjut dengan melakukan perancangan dan perencanaan, ini bertujuan agar mempermudah pada saat proses pengerjaan alat. Berikutnya adalah dengan melakukan pemilihan bahan bahan apa saja yang akan digunakan pada penelitian tersebut, seperti pada perancangan mesin filling bottle kali ini menggunakan beberapa alat serta bahan yang digunakan seperti besi holo dan plat stainless steel untuk bagian rangka, juga beberapa jenis komponen mecatronika seperti relay , power suplay , dan beberapa jenis sensor untuk mendukung kinerja dari sistem yang akan digunakan, serta terdapat sistem pneumatik dan motor DC sebagai penggerak. ## Rancangan Desain Sistem Mesin Filling Bottle Gambar 2. Rangkaian Sistem Urutan Sistem : Power suplay – Elektronik speed control – Relay – PLC – Relay – Sensor – Motor DC. Keterangan : IN = Input ( Arus Masuk ) S1,S2,S3,S4 = Sensor OUT = Output ( Arus Keluar ) ## 3. Hasil dan Pembahasan Ladder Diagram Perintah Counter Gambar 3. Ladder Diagram Perintah (Counter) Keterangan : S2 = Sensor C.1.DN = Counter 1 Down R4 = Relay 4 Jurnal Mesil (Mesin, Elektro, Sipil,) E-ISSN : 2723-7052 url: https://ceredindonesia.or.id/index.php/mesil Vol. 3, No. 2, Desember 2022, Hal 11-17 Setelah sensor 2 telah membaca keberadaan botol sebanyak 1, kemudian Counter 1 akan Down dan Relay 1 akan aktif dan akan meneruskan sinyal untuk ke proses berikutnya. ## Ladder Diagram Perintah Untuk Proses Pengisian Gambar 4. Ladder Diagram Perintah Untuk Proses Pengisian Keterangan : C.2.DN = Counter 2 Down T.2.DN = Timer 2 Down R1 = Relay 1 T.4.DN = Timer 4 Down. Wiring Diagram Sistem Pengisian & Pengunci Gambar 5. Wiring Diagram (Sistem Pengisian & Pengunci) Jurnal Mesil (Mesin, Elektro, Sipil,) E-ISSN : 2723-7052 url: https://ceredindonesia.or.id/index.php/mesil Vol. 3, No. 2, Desember 2022, Hal 11-17 ## Wiring Diagram Pada Sistem Pencengkam Botol Gambar 6. Wiring Diagram (Sistem Pencengkam) ## 4. Kesimpulan Dan Saran Hasil dari beberapa pengujian yang telah dilakukan pada mesin filling bottle terdapat beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Perancangan sistem pada mesin Filling Bottle agar dapat melakukan pengisian dan mengunci tutup secara otomatis dengan menggunakan controller berupa PLC sebagai pengendali penuh dari sistem. Pengisian cairan secara otomatis terhadap 4 botol ukuran 500 ml memiliki waktu 16,62 detik, sehingga permenitnya untuk botol ukuran 500 ml menghasilkan sekitar15-16 botol dengan kecepatan conveyor 0.146 m/s . Tekanan udara yang diberikan ke pneumatik sebesar 0,002 bar sehingga pergerakan pneumatik sangatlah aman untuk setiap proses pada mesin filling bottle . Sensor yang di gunakan memiliki batas maksimal pembacaan di angka 80-90 cm. 2. Dalam pembuatan ladder diagram menggunakan metode 7 gerbang logika (gate logic) yang dijadikan sebuah dasar dalam pembentukan sistem elektronika digital yang berfungsi untuk mengubah beberapa input menjadi sebuah sinyal output logis, gerbang logika tersebut juga bisa dikatakan sebagai bahasa pemrograman dari Outseal PLC. Pada ladder diagram juga terdapat beberapa jenis perintah yang paling sering digunakan dalam pemrograman, seperti perintah TON (Time On Delay) yang fungsinya adalah untuk menentukan waktu dari setiap proses otomasi. Perintah berikutnya adalah perintah CTU (Counter Up) yang fungsinya untuk mengatur jumlah botol yang akan dibaca oleh sensor sehingga jika sensor belum membaca jumlah botol yang sudah di tentukan dari perintah tersebut maka sistem tidak akan melanjutkan ke proses selanjutnya. 3. Dalam wiring diagram berisikan susunan dari rangkain rangkain komponen yang digunakan, dan ditujukan untuk mempermudah dalam merawat serta perbaikan pada sistem kelistrikan, wiring diagram juga dapat mempercepat mengetahui kesalahan serta mempersingkat waktu perawatan. 4. Pada struktur algoritma pemrograman berisikan tentang urutan proses kerja pada setiap komponen yang terdapat pada mesin. AIR Compressor Pneumatic Valve Power Suplay Elektronik speed control Relay Relay PLC S Pencengkam Massa _ + IN IN IN IN IN IN OUT OUT OUT OUT OUT Jurnal Mesil (Mesin, Elektro, Sipil,) E-ISSN : 2723-7052 url: https://ceredindonesia.or.id/index.php/mesil Vol. 3, No. 2, Desember 2022, Hal 11-17 ## Daftar Pustaka [1] A. N. Abubakar, S. L. Dhar, A. A. Tijjani, and A. M. Abdullahi, “Automated liquid filling system with a robotic arm conveyor for small scale industries,” Mater. Today Proc. , vol. 49, no. xxxx, pp. 3270–3273, 2020, doi: 10.1016/j.matpr.2020.12.923. [2] I. Sahroni, D. M. Dewi, and E. Kurnia, “Perancangan dan Pembuatan Mesin Pengisian Air Minum Untuk Resto (Café) Dengan Menggunakan PLC Sebagai Kontrolnya,” Ed. Mei , vol. 6, no. 1, pp. 23–27, 2016. [3] R. Ardianto, B. Arifin, and E. N. Budisusila, “Rancang Bangun Sistem Pengisian dan Penutup Botol Otomatis Berdasarkan Tinggi Botol Berbasis Programmable Logic Controller,” J. Tek. Elektro dan Vokasional , vol. 7, no. 1, pp. 114–127, 2021. [4] S. Rumalutur and S. L. Allo, “SISTEM KONTROL OTOMATIS PENGISIAN CAIRAN DAN PENUTUP BOTOL MENGGUNAKAN ARDUINO UNO Rev 1.3,” Electro Luceat , vol. 5, no. 1, pp. 23–34, 2019, doi: 10.32531/jelekn.v5i1.129. [5] A. Arifudin, J. T. Mesin, F. Teknik, and U. Surabaya, “RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL MESIN PENGISI DAN PENAKAR JAMU SEMI OTOMATIS BERBASIS TIMER DAN SENSOR ULTRASONIK Wahyu Dwi Kurniawan Sistem Kontrol Mesin Pengisi Jamu Semi Otomatis Berbasis Timer dan Sensor Ultrasonik,” vol. 06, pp. 18–25, 2021. [6] P. C. Hermawan et al. , “Perancangan Miniatur Mesin Pengisian Air Otomatis Menggunakan Arduino Nano Berbasis Internet of Things ( Iot ),” JOM UNPAK Bid. Elektro , vol. 1, no. 1, pp. 1–14, 2020. [7] I. Parinduri and S. Nurhabibah Hutagalung, “Perangkaian Gerbang Logika Dengan Menggunakan Matlab (Simulink),” JURTEKSI (Jurnal Teknol. dan Sist. Informasi) , vol. 5, no. 1, pp. 63–70, 2019, doi: 10.33330/jurteksi.v5i1.300. [8] W. Suwito, M. Rif’an, and P. Siwindarto, “Pengaturan Posisi Piston Silinder Pneumatic Pada Lengan Robot Krai,” J. Mhs. Tek. Elektro Univ. Brawijaya , vol. 2, no. 1, p. 117268, 2014, [Online]. Available: http://elektro.studentjournal.ub.ac.id/index.php/teub/article/view/174 [9] R. P. Moniaga, D. Mamahit, and N. M. Tulung, “Rancang Bangun Alat Penyaji Air Otomatis Menggunakan Sensor Jarak Dengan Keluaran Lcd,” E-Journal Tek. Elektro Dan Komput. , vol. 4, no. 6, pp. 25–34, 2015. [10] A. Bakhtiar, “Panduan Dasar Outseal PLC,” Agung Bakhtiar , pp. 1–183, 2019. [11] A. E. B. ADAM ROHMATUL, “Perancangan Dan Realisasi Sistem Otomasi Alat Pencucian Galon Menggunakan Progammable Logic Controller ( Plc ) Di Cv . Barokah Abadi Design and Realization Automation System of Gallon Washer Using Programmable Logic Controller ( Plc ),” e-Proceeding Eng. Vol.4, No.2 Agustus 2017 , vol. 4, no. 2, pp. 2627–2634, 2017. [12] L. A. Bryan and E. A. Bryan, Programmable Controllers: Theory and Implementation . 1997. [13] A. S. S. N. Jumriady, “15312-47272-1-Sm,” Peranc. Conveyorberdasarkan Berat Berbas. Arduino , vol. 10, no. 2, pp. 1018–1024, 2019. [14] O. Suhendri and B. Lanya, “Rancang Bangun Bucket Elevator Pengangkat Gabah,” J. Tek. Pertan. Lampung , vol. 3, no. 1, pp. 17–26, 2014.
68a1ccff-87a4-4f8d-87e3-793bcdb52d2e
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/17376/13370
## TERTIB JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA Bayu Dwi Anggono Fakultas Hukum Universitas Jember Jalan Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto Jember [email protected] ## Abstract There are 2 rules of legislation that is the basic rules of legislation and orderly formulation of legislation. The practice of the Indonesian legislation system following the enactment of Law 12/2011 points to the issue of the basic rules of legislation that are less controlled by the types of regulations that can be classified as legislation, not all types of laws and regulations are clearly located in the hierarchy and the extent of the content and similarity of material content between laws and regulations. Efforts to realize the orderliness of legislation can be done by issuing unregistered types of regulatory bodies as legislation, putting each type of legislation in the hierarchy, and tightening of a content material that can be regulated by legislation, as well as making a distinction clearly the content of each type of legislation . Keyword: Orderly Type; Hierarchy; Material Content. ## Abstrak Terdapat 2 tertib peraturan perundang-undangan yaitu tertib dasar peraturan perundang- undangan dan tertib pembentukan peraturan perundang-undangan. Praktik sistem perundang- undangan Indonesia pasca diberlakukannya UU 12/2011 menunjukkan permasalahan pada tertib dasar perundang-undangan yaitu kurang terkontrolnya jenis peraturan yang dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan, tidak semua jenis peraturan perundang-undangan jelas letaknya dalam hierarki dan terlalu luasnya materi muatan serta kesamaan materi muatan antar peraturan perundang-undangan. Upaya mewujudkan tertib peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan mengeluarkan jenis peraturan lembaga yang tidak berkategori sebagai peraturan perundang-undangan, meletakkan setiap jenis peraturan perundang-undangan dalam hierarki, dan pengetatan suatu materi muatan yang dapat diatur dengan peraturan perundang- undangan, serta melakukan pembedaan secara jelas materi muatan tiap jenis peraturan perundang-undangan . Kata kunci: Tertib Jenis; Hierarki; dan Materi Muatan. ## A. Pendahuluan Untuk memastikan agar peraturan perundang-undangan dapat mendukung tegaknya prinsip negara hukum maka setidaknya diperlukan 2 tertib yaitu tertib dasar peraturan perundang-undangan dan tertib pembentukan peraturan perundang- undangan. Tertib dasar peraturan perundang- undangan terkait dengan asas, jenis, hierarki dan materi muatan, sementara tertib pembentukan peraturan perundang-undangan terkait dengan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan (Natabaya, 2006). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan (UU 12/2011) di bagian penjelasan umum menyatakan pentingnya 2 tertib tersebut. Pengakuan tersebut terwujud dengan UU 12/2011 memuat materi-materi pokok tentang asas; jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan perundang-undangan; p e r e n c a n a a n ; p e n y u s u n a n ; t e k n i k p e n y u s u n a n ; p e m b a h a s a n d a n pengesahan/penetapan rancangan peraturan perundang-undangan. Praktik sistem perundang-undangan Indonesia pasca diberlakukannya UU 12/2011 menunjukkan bahwa tertib dasar peraturan perundang-undangan dan tertib p e m b e n t u k a n n y a m a s i h m e n g h a d a p i permasalahan. Dalam The Worldwide Governance Indicators (WGI) project tahun 2016 yang disusun oleh Bank Dunia untuk dimensi kualitas regulasi ( regulatory quality ) Indonesia berada di peringkat 93 dari 193 negara. Dari skala skor -2.5 (lemah) sampai 2.5 (kuat) Indonesia mendapatkan skor -0.12 (World Bank, 2016). Indikator regulatory quality dalam WGI adalah menggambarkan mengenai sejauh mana penghormatan warga negara dan negara terhadap regulasi yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial di antara mereka (Kaufmann, Daniel. Kraay, Aart & Mastruzzi, n.d.). Secara garis besar problematika tertib dasar peraturan perundang-undangan disebabkan oleh banyak faktor, pertama, kurang terkontrolnya jenis peraturan yang dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan. Kedua, materi muatan peraturan perundang-undangan yang tidak dapat ditetapkan secara pasti. Ketiga, ketidakjelasan hierarki peraturan perundang- undangan sehingga menyulitkan dalam pengujiannya (Anggono, 2014) A d a p u n p e r m a s a l a h a n t e r t i b pembentukan peraturan perundang-undangan adalah penyusunan dan realisasi program p e r e n c a n a a n p e m b e n t u k a n p e r a t u r a n perundang-undangan yang kurang rasional, permasalahan dalam proses harmonisasi rancangan peraturan perundang- undangan, minimnya ruang partisipasi publik dalam pembahasan, dan belum dilembagakannya evaluasi peraturan perundang-undangan (Anggono, 2014). Secara khusus akibat belum tertib nya pembentukan ini berakibat tingginya peraturan perundang-undangan yang dibatalkan oleh pengadilan. Sejak putusan Mahkamah Konstitusi pertama tahun 2003, sampai tanggal 31 Desember 2017 tercatat telah ada 1134 perkara pengujian UU yang masuk ke MK dengan jumah putusan terunggah sebanyak 1007 putusan. Komposisi putusan MK adalah permohonan dikabulkan sebanyak 222 perkara (20.40 %); ditolak 379 perkara (34.83 %); tidak dapat diterima 355 perkara (32.63%); penarikan permohonan 100 perkara (9.19%); gugur 22 perkara (2.02%), dan bukan kewenangan MK 10 perkara (0.92%) (Laporan LeIP, 2018). M e n g i n g a t l u a s n y a l i n g k u p pembahasan mengenai 2 jenis tertib tersebut, maka tulisan ini hanya akan membahas upaya m e w u j u d k a n t e r t i b d a s a r p e r a t u r a n perundang-undangan, adapun mengenai tertib pembentukan peraturan perundang- undangan akan dibahas di tulisan lainnya. Mewujudkan tertib peraturan perundang- undangan yang dimaksud adalah penataan ulang terhadap jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan. ## B. Pembahasan ## 1. J e n i s P e r a t u r a n P e r u n d a n g - undangan Sebagai konsekuensi dari pilihan negara hukum maka segala aspek kehidupan d a l a m b i d a n g k e m a s y a r a k a t a n d a n pemerintahan Indonesia harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang salah satunya terwujud dalam berbagai peraturan negara. Peraturan negara ( staatsregelings ) menurut M.Solly Lubis adalah peraturan-peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi, baik dalam pengertian lembaga maupun dalam pengertian pejabat tertentu meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Daerah, instruksi, surat edaran, pengumuman, surat keputusan, dan lain-lain (Lubis, 1977) . Peraturan negara ( staatsregelings ) atau keputusan dalam arti luas ( besluiten ) dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yakni wettelijk regeling (peraturan perundang- u n d a n g a n ) , b e l e i d s re g e l s ( p e r a t u r a n kebijaksanaan), dan beschikking (penetapan). Termasuk dalam wettelijk regeling (peraturan p e r u n d a n g - u n d a n g a n ) , s e p e r t i U U D , Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Desa, dan lain-lain. Te r m a s u k b e l e i d s re g e l s ( p e r a t u r a n kebijaksanaan), seperti instruksi, surat e d a r a n , p e n g u m u m a n d a n l a i n - l a i n . S e m e n t a r a t e r m a s u k b e s c h i k k i n g (penetapan), seperti surat keputusan dan lain- lain(Astawa, I Gde Pantja & Na,a, 2008) Terdapat 4 sifat atau ciri dari suatu peraturan perundang-undangan ( wettelijk regeling ) yaitu, pertama, berupa keputusan tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format tertentu. Kedua, dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah berdasarkan atribusi maupun delegasi. Ketiga, berisi aturan pola tingkah laku, dengan demikian peraturan perundang- undangan bersifat mengatur ( regulerend ), tidak bersifat sekali jalan ( einmahlig ). Keempat, mengikat secara umum (karena ditujukan kepada umum), artinya tidak ditujukan kepada seseorang atau individu t e r t e n t u / t i d a k b e r s i f a t i n d i v i d u a l (Ranggawidjaja, 1998). Mengenai apa saja jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini, maka rujukannya adalah Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011. Pasal 7 ayat (1) mengatur jenis peraturan perundang- undangan adalah: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Selain jenis peraturan perundang- undangan yang diakui oleh Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) juga mengatur Jenis Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis P e r m u s y a w a r a t a n R a k y a t , D e w a n Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Untuk dapat diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan h u k u m m e n g i k a t s e b a g a i p e r a t u r a n perundang-undangan maka Pasal 8 ayat (2) m e n s y a r a t k a n p e r a t u r a n p e r u n d a n g - undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Terhadap pengaturan jenis peraturan perundang-undangan oleh Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian. K e b e r a d a a n P a s a l 8 a y a t ( 1 ) t e l a h menimbulkan permasalahan mengingat sesuai dengan sifat atau ciri peraturan perundang-undangan maka tidak semua jenis peraturan yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan. Keberadaan P a s a l 8 a y a t ( 1 ) t e l a h m e m b e r i k a n pemahaman baru bahwa semua peraturan seperti peraturan MPR, peraturan DPR, peraturan DPD, peraturan MA, peraturan MK masuk kategori peraturan perundang- undangan sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih t i n g g i a t a u d i b e n t u k b e r d a s a r k a n kewenangan. Padahal tidak semua lembaga tersebut dapat membentuk peraturan yang mengikat ke luar. Sebagai contohnya adalah Peraturan MA dan Peraturan MK, dimana tidak seharusnya badan peradilan diberikan kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan. Sudah menjadi pemahaman bahwa dalam sistem negara yang berdasarkan hukum syarat yang pertama adalah pengadilan itu tidak seharusnya membuat peraturan yang bersifat umum dan mengatur keluar. K e b e r a d a a n P e r a t u r a n M A d a n Peraturan MK seharusnya tidak boleh bersifat perundang-undangan artinya tidak boleh mengikat keluar. Menurut Alexander Hamilton dalam Federalist Paper 78 kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang paling “netral” dalam pengertian bahwa sesuai dengan sifat dan fungsinya kekuasaan yudikatif berbeda dengan kekuasaan eksekutif yang memegang kekuasaan pelaksana negara dan cabang legislatif yang memegang kekuasaan penggunaan keuangan negara dan menentukan Undang-Undang yang berlaku, maka kekuasaan yudikatif tidak memegang salah satu pun dari kekuasaan tersebut (Thalib, 2006). Berdasarkan sifat kekuasaan yudikatif yang netral, maka hakim diberikan kekuasaan tidak hanya untuk menangani kasus peradilan Bayu Dwi Anggono, Tertib Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan umum pidana atau perdata, melainkan lebih luas dari itu, juga menjadi hakim untuk keadilan konstitusi. Bentuk dari menjadi hakim keadilan konstitusi dilakukan dengan meletakkan kewenangan badan kehakiman untuk melakukan uji materiil peraturan perundang-undangan yang diberlakukan apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak. Di Indonesia kekuasaan tersebut diletakkan di tangan Mahkamah Konstitusi d a n M a h k a m a h A g u n g . M a h k a m a h Konstitusi sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD. Sementara MA sesuai Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang- undang. Mengingat konstruksi sifat dasar kekuasaan yudikatif dan diberikannya kewenangan menguji konstitusionalitas peraturan perundang-undangan kepada badan yudikatif yaitu MK dan MA, maka keputusan menggolongkan Peraturan MK dan Peraturan MA sebagai jenis peraturan perundang- undangan akan menimbulkan potensi kesewenang-wenangan dan melanggar prinsip supremasi konstitusi mengingat peraturan tersebut tidak dapat menjadi objek pengujian di pengadilan. Tentu tidak mungkin MA akan mengadili permohonan judicial review pengujian Peraturan MA apabila diajukan oleh warga negara mengingat MA pula yang membentuk Peraturan MA tersebut. Selain MK dan MA maka terdapat beberapa lembaga negara yang dari segi fungsi dan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 sebenarnya tidak memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang bersifat umum dan berlaku keluar. Diantara lembaga negara yang dimaksud tersebut adalah MPR, DPR (sebatas membentuk UU dengan persetujuan Presiden), DPD (hanya sebatas mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR), dan BPK yang hanya berwenang membentuk p e r a t u r a n y a n g m e n g i k a t k e d a l a m (Soeprapto, 2007). Dari cabang-cabang kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif pada dasarnya yang diberikan kuasa mengatur melalui pembentukan peraturan perundang- undangan adalah cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif. Lembaga legislatif merupakan organ utama pembentuk produk legislatif sementara lembaga eksekutif bertindak s e b a g a i l e m b a g a s e k u n d e r d a l a m pembentukan peraturan perundang-undangan (utamanya peraturan di bawah undang- undang). Menurut A Hamid S. Attamimi kekuasaan mengatur oleh lembaga legislatif dinamakan dengan pouvoir legislatif , sedangkan kekuasaan mengatur yang dimiliki oleh lembaga eksekutif untuk menjalankan atau mengatur bekerjanya UU disebut dengan pouvoir reglementaire (Latif, 2014). Meskipun badan-badan diluar lembaga legislatif memiliki wewenang untuk membentuk peraturan perundang-udangan namun pada dasarnya tidak semua jenis peraturan yang disebut dalam Pasal 8 ayat (1) tepat disebut sebagai peraturan perundang- u n d a n g a n , m e l a i n k a n m a s i h d a p a t dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu, Pertama, peraturan lembaga yang mempunyai daya ikat hanya internal saja, yaitu hanya mengikat organisasi pembuat peraturan karena berkaitan dengan peraturan tata tertib lembaga, susunan organisasi dan sejenis. Masuk kategori ini diantaranya adalah Peraturan MPR, Peraturan DPR, Peraturan DPD, Peraturan Komisi Yudisial. Kedua, Peraturan lembaga yang pada prinsipnya sebenarnya mengikat internal, namun dalam pelaksanaannya banyak berhubungan dengan subjek-subjek lain di luar organisasi yang akan terkait bila hendak melakukan perbuatan hukum tertentu yang b e r k a i t a n d e n g a n l e m b a g a t e r s e b u t , diantaranya Peraturan MA dan Peraturan MK, terutama untuk berbagai peraturan mengenai pedoman beracara. Ketiga, Peraturan lembaga yang masuk kategori peraturan perundang-undangan karena mempunyai kekuatan mengikat umum yang lebih luas, misalnya Peraturan Bank Indonesia. Atas berbagai permasalahan terkait jenis peraturan perundang-undangan dalam UU 12/2011 maka perlu dilakukan usaha p e n y e m p u r n a a n y a i t u m e n g e l u a r k a n beberapa jenis peraturan lembaga/badan yang sebenarnya tidak berkategori sebagai peraturan perundang-undangan melainkan berkategori sebagai peraturan intenal yang mengikat ke dalam dari jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1). Beberapa peraturan lembaga yang harus dikeluarkan diantaranya adalah peraturan MPR, peraturan DPR, peraturan DPD, peraturan MA, peraturan MK, Peraturan Komisi Yudisial dan Peraturan BPK. ## 2. Hierarki Peraturan Perundang- undangan H i e r a r k i p e r a t u r a n p e r u n d a n g - undangan memiliki arti penting mengingat hukum adalah sah jika hukum tersebut dibentuk atau disusun oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dengan berdasarkan norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih rendah tidak akan bertentangan dengan norma yang lebih tinggi sehingga tercipta suatu kaedah hukum yang berjenjang atau hierarki (Soeprapto, 2007). Pentingnya hierarki dalam sistem perundang-undangan sesuai dengan teori m e n g e n a i j e n j a n g n o r m a h u k u m ( Stufenbautheorie ). Menurut Hans Kelsen Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu Norma Dasar (Kelsen, 1973). Keharusan setiap peraturan perundang- undangan jelas letak kedudukannya dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah dalam rangka kemudahan pengujian atas keabsahan (validitas) nya. Dalam konsep n e g a r a h u k u m d e m o k r a t i k , s e t i a p pembentukan peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah harus dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya kepada rakyat. Menurut Widodo Ekatjahjana Rakyat yang menjadi sasaran berlakunya suatu peraturan perundang-undangan memiliki hak untuk mengontrol materi hukum (peraturan perundang-undangan) yang dibuat oleh badan-badan berwenang (Ekatjahjana, 2008). Dalam hal secara materiil ditemukan adanya materi muatan peraturan perundang- undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, rakyat berhak menggugat atau mengajukan keberatan atas keabsahan berlakunya peraturan perundang-undangan t e r s e b u t k e p a d a b a d a n - b a d a n y a n g b e r w e n a n g . B a d a n - b a d a n t e r s e b u t selanjutnya melakukan pengujian atas keabsahan (validitas) peraturan perundang- undangan itu (Ekatjahjana, 2008). S a a t i n i t a t a u r u t a n p e r a t u r a n perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 yang menyebutkan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Atas ini masih menimbulkan permasalahan, diantaranya adalah. Pertama, belum semua peraturan yang dikategorikan sebagai peraturan perundang- undang jelas penempatannya dalam hierarki peraturan perundang-undangan sehingga menyulitkan dalam pelaksanaannya dan pengujiannya di badan peradilan. Sebagai contoh dimanakah letak Peraturan Bank Indonesia, peraturan badan, peraturan lembaga, atau Peraturan komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang- Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, yang oleh Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan. Kedua, terdapat pandangan yang m e n y a t a k a n b a h w a j e n i s p e r a t u r a n perundang-undangan seperti Peraturan Bank Indonesia, peraturan badan, peraturan l e m b a g a , a t a u P e r a t u r a n k o m i s i kedudukannya dalam tata urutan sejajar dengan Peraturan Pemerintah karena sama- sama menjalankan UU. Namun terdapat juga pandangan bahwa peraturan-peraturan tersebut benar ada di bawah Undang-Undang, tetapi tidak dapat dikatakan sejajar dengan Peraturan Pemerintah mengingat Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 jelas menyebutkan peraturan yang secara langsung berada di bawah UU hanyalah peraturan pemerintah yang dibentuk oleh pemerintah dengan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Tidak ditentukannya secara jelas kedudukan tiap jenis peraturan perundang- u n d a n g a n d a l a m h i e r a r k i p e r a t u r a n perundang-undangan jelas bertentangan dengan pemahaman teoritik bahwa suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma yang diatasnya, tetapi ke bawah ia menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya. Sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku ( rechtskracht ) yang relatif oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum yang berada di atasnya. Apabila norma hukum yang berada di atasnya dicabut atau dihapus, maka norma-norma hukum yang berada di bawahnya tercabut atau terhapus pula. Atas berbagai permasalahan yang ada terkait hierarki peraturan perundang- undangan ini maka perlu dilakukan upaya meletakkan setiap jenis peraturan perundang- undangan dalam hierarki. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengelompok- l o m p o k k a n b e r b a g a i j e n i s p e r a t u r a n perundang-undangan dalam kelompok- kelompok norma hukum. Kelompok- kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada dalam tata susunan norma hukum setiap negara walaupun mempunyai istilah yang berbeda-beda ataupun jumlah norma h u k u m y a n g b e r b e d a d a l a m t i a p kelompoknya. Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara itu menjadi 4 kelompok besar yang terdiri atas: Kelompok I : staatsfundamentalnorm (norma f u n d a m e n t a l n e g a r a ) ; K e l o m p o k I I : staatsgrundgezets (aturan dasar/pokok negara); Kelompok III: formaile gezets (undang-undang “formal”); Kelompok IV: verordnung & autonome satzung (aturan pelaksana dan aturan otonom) (Vlies, 2005). Pengelompokkan norma-norma hukum menurut Hans Nawiasky di atas apabila diterapkan dan diterjemahkan dalam konteks Indonesia didapati pengelompokkan sebagai berikut: staatsfundamentalnorm (Pancasila); staatsgrundgezets (aturan dasar negara); formaile gezets (undang-undang (formal)); verordnung & autonome satzung (peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom). Mendasarkan kepada pengelompokan norma-norma hukum tersebut, maka seluruh jenis peraturan perundang-undangan pada dasarnya dapat masuk dalam hierarki. Untuk itu seharusnya hierarki peraturan perundang- undangan di Indonesia terdiri atas: (i) Undang-Undang Dasar; (ii) Ketetapan MPR; (iii) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (iv) Undang- Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (v) Peraturan Pemerintah; (vi) Peraturan Presiden/peraturan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang; (vii) Peraturan Menteri; (viii) Peraturan Daerah Provinsi; (ix) Peraturan Kepala Daerah P r o v i n s i ; ( x ) P e r a t u r a n D a e r a h Kabupaten/Kota; (xi) Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota; dan (xi) Peraturan Desa. ## 3. Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan Pembentukan peraturan perundang- undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan dikarenakan beberapa sebab, pertama, sebagai konsekuensi adanya tata urutan (hierarki) peraturan perundang- undangan sehingga setiap jenis peraturan perundang-undangan hanya dapat memuat materi sesuai dengan tingkatan jenis peraturan perundang-undangan. Kedua, dalam membentuk peraturan perundang- undangan yang baik harus diperhatikan m e n g e n a i m a t e r i m u a t a n y a n g a k a n dituangkan dalam peraturan perundang- undangan tersebut, setiap jenis peraturan perundang- undangan mempunyai materi muatan tersendiri yang biasanya didasarkan pada peraturan perundang-undangan di atasnya (Thaib, 2009). Ketiga, peraturan perundang-undangan itu tersusun secara hierarkis dan mempunyai proporsi materi muatan tertentu (MD, 2010). Setiap jenis peraturan perundang- undangan itu pasti mengatur suatu materi atau hal keadaan/ konkret. Materi apa dan mana yang diatur oleh suatu peraturan itu telah ada ketentuannya. Suatu materi yang menurut ketentuannya harus diatur dengan UU itu tidak dapat dan tidak dibenarkan diatur dengan jenis atau bentuk peraturan lain, misalnya dengan Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden, begitu juga sebaliknya (Soehino, 2006) Mengenai materi muatan peraturan p e r u n d a n g - u n d a n g a n , U U 1 2 / 2 0 1 1 mengaturnya dalam beberapa ketentuan yaitu Pasal 10 menyebutkan materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi: a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. perintah suatu Undang- Undang untuk diatur dengan Undang- U n d a n g ; c . p e n g e s a h a n p e r j a n j i a n internasional tertentu; d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau; e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Pasal 12 yang menyebutkan Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Pasal 13 yang menyebutkan materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh UU, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Pasal 14 yang menyebutkan Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Terhadap pengaturan materi muatan dalam UU 12/2011 Terdapat permasalahan sebagai berikut pertama, meskipun hanya memuat lima butir materi muatan UU namun pengaturan dalam Pasal 10 ayat (1) ini menjadi sangat luas dan tidak terbatas dengan adanya butir di huruf e yaitu pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Ketentuan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat ini terlalu luas mengingat bisa selalu dipakai tanpa ukuran yang jelas. Kriteria pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat ini juga kerap menjadi pilihan bagi pembentuk UU untuk mengakomodir kepentingannya dalam pembentukan UU, karena kriteria ini seakan mudah untuk dibuktikan, tanpa harus merujuk kepada peraturan perundang-undangan manapun. Pengaturan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat sebagai materi muatan yang harus diatur dengan UU ini telah membuka penafsiran yang luas bahwa semua hal dapat diatur dengan UU, akibatnya program pembentukan UU rawan tidak terkontrol dan terukur. Sebagai contoh adalah pembentukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, yang seharusnya perihal kesehatan jiwa cukup diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 151 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebenarnya telah sangat jelas mengatur dan memberikan delegasi bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perintah pengaturan dengan Peraturan Pemerintah ini dikarenakan UU 36/2009 Bab IX Pasal 144 sampai dengan Pasal 155 telah mengatur pokok-pokok perihal kesehatan jiwa. Penyebab kesehatan jiwa yang awalnya didelegasikan untuk dibentuk dengan PP menjadi dibentuk dengan UU oleh DPR dikarenakan alasan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat karena adanya desakan kelompok masyarakat. Kedua, ketidakjelasan mengenai pembedaan materi muatan PP dengan materi muatan Perpres utamanya sama-sama berisi materi yang diperintahkan oleh UU. Hal ini menyulitkan dalam prakteknya utamanya saat pembentuk UU akan memberikan delegasi pengaturan lebih lanjut UU. Seharusnya materi muatan PP dan Perpres dapat d i p i s a h k a n s e c a r a t e g a s m e n g i n g a t kedudukan PP dan Perpres adalah berbeda. PP merupakan kategori verordnung (peraturan delegasi/pelaksana) sementara Perpres merupakan kategori autonome satzung (peraturan Otonom). Peraturan delegasi/pelaksana adalah peraturan perundang-undangan di bawah UU yang dibentuk sebagai akibat adanya pelimpahan kewenangan membentuk peraturan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah (bersumber dari kewenangan delegasi). Peraturan Otonom adalah peraturan perundang-undangan di bawah UU yang dibentuk atas dasar pemberian kewenangan membentuk peraturan oleh grondwet (UUD) atau oleh wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga negara atau lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat atau daerah (bersumber Bayu Dwi Anggono, Tertib Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan dari kewenangan atribusi). Atas berbagai permasalahan yang ada terkait materi muatan peraturan perundang- undangan dalam UU 12/2011 maka perlu dilakukan usaha penyempurnaan yaitu pertama, pengaturan mengenai butir-butir materi muatan UU dalam Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011 perlu disempurnakan oleh Pembentuk UU dengan mendasarkan pada 12 butir materi muatan UU menurut para ahli dan kesamaan petunjuk materi UU yang diatur dalam konstitusi yang sedang dan pernah berlaku di Indonesia. 12 butir materi muatan UU Indonesia adalah : (i) tegas-tegas diperintahkan oleh UUD; (ii) tegas-tegas diperintahkan oleh Ketetapan MPR; (iii) dinyatakan oleh suatu Undang-Undang untuk d i a t u r d e n g a n U n d a n g - U n d a n g ; ( i v ) mengatur hak-hak (asasi) manusia; (v) mengatur hak dan kewajiban warga Negara; (vi) mengatur lebih lanjut ketentuan UUD; (vii) mengatur pembagian kekuasaan negara; (viii) mengatur organisasi pokok lembaga- lembaga tertinggi/tinggi Negara; (ix) mengatur pembagian wilayah/daerah negara; (x) mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh/kehilangan kewarganegaraan; (xi) pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara; dan (xii) pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara/Keuangan Negara (Anggono, 2014) Kedua, penegasan kedudukan Perpres sebagai Autonome Satzung (peraturan Otonom). Oleh karenanya Pasal 13 UU 1 2 / 2 0 11 p e r l u d i u b a h d e n g a n h a n y a menyebutkan materi muatan Perpres berisi materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. ## C. Simpulan S i s t e m p e r u n d a n g - u n d a n g a n Indonesia yang di dalamnya ada unsur jenis, h i e r a r k i , d a n m a t e r i m u a t a n d a l a m kenyataannya masih mengandung sejumlah permasalahan diantaranya peraturan internal lembaga yang masuk dalam jenis peraturan perundang-undangan, tidak semua jenis peraturan perundang-undangan jelas letaknya dalam hierarki peraturan perundang- undangan, dan terlalu luasnya materi muatan serta kesamaan materi muatan antar peraturan perundang-undangan. Untuk itu diperlukan upaya penataan kembali terhadap jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan. Penataan terhadap jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang- u n d a n g a n d i l a k u k a n d e n g a n c a r a mengeluarkan jenis peraturan yang tidak termasuk peraturan perundang-undangan, m e m a s u k k a n s e m u a j e n i s p e r a t u r a n perundang-undangan dalam hierarki, melakukan pengetatan terhadap suatu materi muatan yang dapat diatur dengan peraturan perundang-undangan, serta melakukan pembedaan secara jelas materi muatan tiap jenis peraturan perundang-undangan. Penataan ini dapat dilakukan melalui perubahan UU 12/2011. Untuk itu DPR bersama dengan Presiden saat perlu segera untuk merealisasikan rencana perubahan UU 12/2011 agar terwujud tertib perundang- undangan di Indonesia sebagaimana menjadi tujuan negara hukum. ## DAFTAR PUSTAKA Anggono, B. D. (2014). Asas Materi Muatan Yang Tepat Dalam Pembentukan U n d a n g - U n d a n g , S e r t a A k i b a t Hukumnya: Analisis Undang-Undang Republik Indonesia Yang Dibentuk Pada Era Reformasi (1999-2012). Jakarta: Universitas Indonesia. Astawa, I Gde Pantja & Na,a, S. (2008). Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia. Bandung: Alumni. Ekatjahjana, W. (2008). Pengujian Perundang-undangan dan Sistem Peradilannya di Indonesia. Jakar: Pustaka Sutra. Kaufmann, Daniel. Kraay, Aart & Mastruzzi, M. (n.d.). The Worldwide Governance Indicators Methodology and Analytical Issues, Retrievered. Retrieved January 2 , 2 0 1 8 , f r o m http://info.worldbank.org/governance/ wgi/pdf/wgi.pdf. Kelsen, H. (1973). General Theory Of Law and State. Translated By Anders Wedberg. Ney York: Russel&Russel. Laporan LeIP. (2018). Retrieved from http://leip.or.id/Latif, A. (2014). Hukum Administrasi Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Edisi 2. Jakarta: Kencana. Lubis, M. S. (1977). Landasan dan Teknik P e r u n d a n g - u n d a n g a n . B n a d u n g : Alumni.MD, M. M. (2010). Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press. Natabaya, H. A. . (2006). Sistem Peraturan P e r u n d a n g - u n d a n g a n I n d o n e s i a . Jakarta: Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi. Ranggawidjaja, R. (1998). Pengantar Ilmu P e r u n d a n g - u n d a n g a n I n d o n e s i a . Bandung: Mandar Maju. Soehino. (2006). Hukum Tata Negara, Teknik Perundang-undangan (setelah dilakukan perubahan pertama dan perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). ed.Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM. Soeprapto, M. F. I. (2007). Ilmu Perundang- undangan jilid I, Jenis, Fungsi dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius. Thaib, D. (2009). Ketatanegaraan Indonesia, Perpektif Konstitusional. Yogyakarta: Total Media.Thalib, A. R. (2006). Wewenang Mahkamah Konstitusi & I m p l i k a s i n y a d a l a m S i s t e m Ketatanegaraan RI. Jakarta: Citra Aditya Bakti. V l i e s , I . C . v a n d e r. ( 2 0 0 5 ) . B u k u Perancangan Peraturan Perundang- undangan. Terjemahan oleh Linus Doludjawa. Jakarta: Direktur Jenderal P e r a t u r a n P e r u n d a n g - u n d a n g a n Departemen Hukum dan HAM.
266e1f6f-f57e-4f74-be53-0a7e653f8d28
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM/article/download/1743/1372
## PELATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF MODEL SBAR DALAM KEGIATAN TIMBANG TERIMA BAGI MAHASISWA KEPERAWATAN ## Maria Yulita Meo*, Fransiska Aloysia Mukin, Pembronia Nona Fembi Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan, Universitas Nusa Nipa, Jl. Kesehatan No.3, Beru, Alok Timur, Sikka, Nusa Tenggara Timur 86094, Indonesia *[email protected] ## ABSTRAK Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting dan menjadi pondasi dalam penerapan keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, berkualitas dan bebas dari resiko cedera. Untuk mencapai keselamatan pasien diperlukan keterampikan komunikasi yang efektif dengan menggunakan kerangka komunikasi efektif model SBAR (Situation Background Assessment Recommendation). Tujuan Pengabdian kepada masyarakat Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan komunikasi efektif model SBAR dalam kegiatan timbang terimabagi mahassiswa keperawatan.mengoptimalkan pelaksanaan timbang terima komunikasi efektif metode SBAR dalam meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Metode kegiatan menggunakan FGD dan role play. Peserta dalam kegiatan ini sebanyak 15 orang, kegiatan berlangsung selama 12 hari. Hasil PKM menunjukkan bahwa rata-rata nilai pre-test responden adalah 53,67 (SD 12.083), sedangkan rata-rata nilai post- test responden setelah mendapatkan pelatihan komunikasi efektif model SBAR dalam kegiatan timbang terima adalah 87,23 (SD 13.407). Berdasarkan uji paired t test menunjukan bahwa p-value adalah 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan komunikasi efektif model SBAR dalam kegiatan timbang terimabagi mahassiswa keperawatan. Pelatihan komunikasi efektif menggunakan model SBAR dapat meningkatkan aspek kognitif dan keterampilan mahasiswa keperawatan dalam kegiatan timbang terima sebagai upaya mewujudkan keselamatan pasien dalam praktik keperawatan. Kata kunci: komunikasi efektif; SBAR; timbang terima ## SBAR EFFECTIVE COMMUNICATION MODEL TRAINING IN HANDOVER ACTIVITIES FOR NURSING STUDENTS ## ABSTRACT Patient safety culture becomes important and adherence to the implementation of patient safety. Patient safety is a system where hospitals make patient care safer, of better quality and free from the risk of injury. To achieve patient safety, effective communication skills are required using the SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) model of effective communication framework. This community service is intended to increase knowledge and effective communication skills of the SBAR model in handover activities for fellowship students. improve the implementation of weighing and receiving effective communication of the SBAR method in improving the quality of patient care services. The activity method uses FGD and role play. Participants in this activity were 30 people, the activity lasted for 2 days. The PKM results show that the average value of the respondent's pretest of 67.84 (SD 12,083), where the average post-test score after receiving SBAR model effective communication training in handover activities was 87.23 (SD 13,407). Based on the ## Jurnal Peduli Masyarakat Volume 5 Nomor 2, Juni 2023 e-ISSN 2721-9747; p-ISSN 2715-6524 http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM paired t test shows that the p-value is 0.00. It can be interpreted that there is an increase in knowledge and effective communication skills of the SBAR model in handover activities for students who are involved. Effective communication training using the SBAR model can improve cognitive aspects and student expertise skills in handover activities as an effort to realize patient safety in coaching practice. Keywords: effective communication; handover; SBAR ## PENDAHULUAN Keselamatan pasien menjadi hal dasar pada mutu layanan kesehatan dan layanan keperawatan. Dalam Permenkes Tahun 2011 keselamatan pasien di RS merupakan sebuah sistemdimana RS menciptakan asuhan pasien lebih aman dariassesment awal, mengidentifikasi hingga menganalisis kejadian agar dapat meningkatkan layanan kesehatannya. Tujuan keselamatan pasien di RS berupa adanya budaya keselamatan pasien, peningkatan akuntabilitass RS terhadap pasien dan masyarakat, menuurunnya kejadianyang tidak diharapkan dan terlaksanaya program pencegahan hingga tidak terulang kembali peristiwa tidak diharapkan ( Hariyanto, 2019). Menurut International Patient Safety Goals dan JCI ( Joint Commision International ) terdapat 6 sasaran keselamatan pasien, mencakup tepat dalam mengidentifikasi pasien, peningkatan komunikasi efektif, meningkatkan keamanan obat yang harus diwaspadai, kepastian tepat lokasi (tepat prosedur dan tepat operasi), mengurangi resiko infeksi berkaitan layanan Kesehatan beserta mengurangi resiko pasien jatuh ( Rahmatulloh,2022). Dalam Permenkes Nomor 11 Tahun 2017 menjelaskan insiden keselamatan pasien sebagai peristiwa tidak disengaja dan keadaan yang berakibat cedera, hal ini dapat dicegah, IKP berupa kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera, kejadian potensial cedera, dan sentinel atau kematian ( Faisal,2019 ). Komunikasi memiliki hubungan yang paling bermakna dalam menerapkan keselamatan pasien sebuah RS. Pada AHRQ ( 2003) dalam PERSI-KARS ( 2006) menjelaskan peneyebab kejadian keselamatan pasien paling sering adalah masalah komunikasi. Komunikasi efektif pada lingkungan perawatan kesehatan memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan empati. Walaupun selalu dipakai pada praktik keperawatan, keterampilan ini harus dipelajari, dipraktekkan serta dilakukan penyempurnaan oleh seluruh perawat supaya bisa berkomunikasi secara baik di lingkungan yang cepat dan tegang. Maka, dibutuhkan pendekatan sistematik dengan menggunakan kerangka komunikasi efektif model Situation, Background, Assessment Recommendation (SBAR) agar memperoleh skill berfikir kritis serta penghematan waktu dalam merawat pasien. Situation menggambarkan keadaan terbaru pada pasien (nama pasien, tanggal masuk, lama hari rawat, dokter penanggung jawab pasien, menyebutkan diagnose medis dan keperawatan, yang belum ataupun telah diatasi beserta keluhan utamanya), Background : informasi penting terkait keadaan pasien terbaru (daftar pasien, Nomor medical record , membust diagnose dan tanggal pendiagnosaannya, daftar obat terkini, alergi dan hasil labor), assessment : hasil pengkajian dari dari kondisi pasien saat ini (KU: TTV, GCS, skala nyeri, skala resiko Jurnal Peduli Masyarakat, Volume 5 No 2, Juni 2023 Global Health Science Group jatuh, dan ROS), recommendation : hal yang dilakukan untuk mengatasi masalah pada pasien, tindakan yang telah dilaksanakan, dilanjutkan, distop, modifikasinya serta strategi terbaru ( Anggraini, 2017). Komunikasi SBAR ini mempermudah dalam meningkatkan keselamatan pasien di RS. Pemakaian komunikasi ini dapat mencegah info salah dari perawat ke dokter, sebab komunikasi ini menjadi komunikasi yang baik, maka ilmu terkait Teknik komunikasi SBAR harus selalu ditingkatkan ( Hadi,2021). World Health Organization (WHO) melaporkan kejadian tidak diharapkan (KTD) pasien rawat inap sebesar 3-16%. Diantaranya di New Zealand sebesar 12,9%, Inggris sebesar 10,8%, Kanada sebesar 7,5% (Burgener, 2017). Sedangkan menurut Joint Commission International (JCI) terdapat KTD kisaran 10% pada United Kingdom, dan 16,6% pada Australia (WHO, 2013). Penelitian di Canada mendapatkan 7%-12% pasien mengalami insiden keselamatan dimana 30%-40%nya bisa dicegah (Freitag & Carroll, 2011). Laporan IKP pada 2017 di Indonesia yakni dari 145 kejadian, diantaranya 37,9% di Jakarta, 15,9% di Jawa Tengah, 13,8% di Yogyakarta, 11,7% di Jawa Timur 6,9% di Sumatra Selatan, 2,8% di Jawa Barat, 1,4% di Bali, 0,69% di Sulawesi Selatan dan 0,68% di Aceh. Laporan IKP tahun 2010 di Indonesia berdasarkankepemilikan RS menjelaskan jika RS pemerintah daerah mempunyai presentasi lebih besar yakni 16% daripada RS swasta yakni 12% (Kemenkes RI, 2017; Purwanza et al., 2020). Berdasarkan hasil praktik manajemen Profesi Ners pada bulan November sampai dengan Desember tahun 2022 di Ruang Mawar RSUD dr. T.C Hillers Maumere di dapatkan data bahwa timbang terima dilakukan tidak tepat pada waktu yang sudah ditetapkan, pelaksanaan timbang terima tidak sesuai dengan SPO. Perawat tidak melakukan validasi bed to bed pada pasien tetapi hanya ada depan pintu masuk ruang pasien dan laporan timbang terima masih tercatat pada buku khusus. Terdapat 13 perawat (100%) belum mengetahui dengan baik terkait teknik dalam menyampaikan timbang terima pada pasien. Komunikasi efektif melalui pendekatan SBAR menjadi hal penting karena berfungsi menambah mutu layanan, mengurangi kejadian keselamatan pasien, dan pencegahan peristiwa tidak diinginkan, dan memberikan pengaruh pada rasa puas pasien serta loyalitas perawat. Pelatihan Komunikasi Efektif Model SBAR Dalam Kegiatan Timbang Terima Bagi Mahasiswa Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi bagi mahasiswa keperawatan, sehingga menjadi bekal dalam melaksanakan praktik keperawatan di klinik. ## METODE 1. Alat dan bahan: kuesioner, lembar observasi, SOP timbang terima, 2. Metode : Fokus Group Discussion dan role play 3. Peserta : Mahasiswa Program Studi Profesi Ners sebanyak 30 orang. 4. Tahap pelaksanaan: Alur kegiatan pengabdian kepada masyarakat Pelatihan Komunikasi Efektif Model SBAR Dalam Kegiatan Timbang Terima Bagi Mahasiswa Keperawatan sebagai berikut: 1. Melakukan koordinasi dengan kepala ruangan dan Clinical Case Manager. 2. Melakukan survei pendahuluan mengenai penerapan SOP timbang terima yang ada di ruang rawat inap. 3. Melakukan koordinasi dengan Tim pengabdian dalam menentukan judul pengabdian 4. Menyiapkan tempat dan peralatan bimbingan. 5. Kegiatan : Kegiatan dilaksanakan pada Selasa, tanggal 10 – 11 Januari 2023 Pukul 10.00 - 12.00 WITA, di ruang melati RSUD dr.T.C.Hillers Maumere diawali dengan mengukur pengetahuan dan keterampilan mahasiswa profesi Ners tentang komunikasi efektif model SBAR dalam kegiatan timbang terima menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan FGD terkait materi komunikasi efektif model SBAR dalam timbang terima dilanjutkan dengan role play . 6. Tahap evaluasi: Melakukan evaluasi proses kegiatan dengan mengukur pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan komunikasi efektif model SBAR ketika timbang terima. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Pengabdian Masyarakat berjalan sukses seperti rencananya. Kegiatan dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama dilakukan pengukuran pengetahuan dan keterampilan peserta menggunakan kuesioner dan lembar observasi tentang penerapan komunikasi efektif bermodel SBAR ketika kegiatan timbang terima, dilanjutkan FGD dan role play . Hari kedua tim melakukan evaluasi dengan mengukur pemahaman peserta terkait komunikasi efektif model SBAR dan mengobservasi keterampilan peserta pada saat pelaksanaan timbang terima saat pergantian shif malam ke pagi dan pagi ke dinas siang. Komunikasi menjadi kunci dalam kesuksesan layanan keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang terlibat langsung dalam praktik keperawatan harus mempunyai ilmu dan skill komunikasi baik. Komunikasi dapat terjadi diantara perawat ataupun sejawat lainnya yang terlibat pada pengelolahan pasien. Komunikasi menjadi ujung tombak keberhasilan asuhan keperawatan atau pada saat menerima pasien baru, handover, ronde keperawatan, discharge planning, sentralisasi obat, supervisi dan dokumentasi keperawatan yang dimulai sejak pasien pertama kali datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sampai pasien keluar rumah sakit. Gagalnya komunikasi menjadi sebab utama peristiwa sentinel ( Suardana,2018). Timbang terima pasien menjadi cara dalam penyampaian dan penerimaan laporan terkait keadaannya pasien. Timbang terima dilaksanakan seefektik mungkin sesuai standar operasional procedural untuk menjamin berkesinambungannya asuhan keperawatan bisa lancer. Tujuan pelaksanaan timbang terima yakni penyampaian keadaan pasien, hal yang telah ataupun belum dilaksanakan dalam asuhan keperawaran, penyampaian hal penting yang harus dilaksanakan perawat selanjutnya dan penyusunan rencana kerja bagi dinas selanjutnya (Nursalam, 2016). Beberapa fungsi pelaksanaan timbang terima berdampak positif untuk pasien seperti asuhan keperawatan menjadi lebih efektif dan efisien, lama hari rawat lebih singkat, biaya perawatan relative lebih murah dan meminimalisir terpaparnya infeksi nosokomial. Manfaat lain yang dirasakan oleh perawat sebagai professional pemberi asuhan adalah meningkatnya komunikasi antara perawat, bekerja sama dan bertanggungjawab antara perawat, dan perawat bisa ikut pada perkembangannya pasien dengan paripurna. Keterampilan Komunikasi yang baik menjadi inti sebuah kerja sama tim secara efektif demi keselamatannya pasien (Hadi,2018). Komunikasi disebut efektif jika tepat waktu, memiliki akurasi, lengkap, dan bisa diterima secara baik, ini bertujuan agar tidak terdapat kesalahan dan untuk peningkatan keselamatannya pasien (Akhun, 2020). Komunikasi efektif melalui metode SBAR bisa digunakan perawat ketika handover (Akhun, 2020). Komunikasi ini dalam timbang terima berkaitan untuk memberikan jaminan agar berkesinambungan, berkualitas serta untuk keselamatan pasien pada layanan kesehatan yang diberikan (Astuti, dkk. 2019). Efektivitas proses komunikasi timbang terima tiap bertukar shift antara perawat dengan menggunakan komunikasi SBAR dapat memberikan penjelasan terkait keadaan pasien, maka sangat direkomendasikan agar menerapkan metode ini dalam pelayanan kesehatan khususnya di RS, hal ini juga dapat mengurangi angka kejadian tidak terduga misalnya cedera hingga keselamatannya pasien dapat meningkat (Julimar,2018). Komunikasi SBAR merupakan cara atau salah satu kerangka komunikassi efektif yang dipakai perawat saat melaksanakan timbang terim. Komunikasi SBAR efektif untuk meningkatkan pelaksanaannya serah terima antara shift, tidak hanya pada individu teman perawat lain tetapi seluruh anggota tim kesehatan dalam memberi masukan terkait keadaan pasiennya. SBAR memberi celah untuk anggota tim kesehatan agar melakukan diskusi (Tatiwakeng,2021). Kegiatan PKM dilaksanakan pada 10 -11 Januari 2023 dengan sasaran kegiatan ini adalah mahasiswa keperawatan yang merupakan calon perawat profesional masa depan. Kegiatan ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur pengetahuan dan keterampilan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Hasil pengukuran pre test menunjukan bahwa rata-rata nilai pre-test responden sebesar 67,84 (SD 12.083). Berdasarkan hasil pre test tim PKM melakukan pelatihan komunikasi efektif model SBAR dalam kegiatan timbang terima yang mencakup aspek Knowleddge, Attitude dan Skill. Kegiatan berlangsung dengan metode FGD dan role play, selanjutnya tim PKM melakukan post test. Rata-rata nilai post-test responden sesudah memperoleh pelatihan Komunikasi Efektif Model SBAR adalah 87,23 (SD 13.407). Dari uji paired t test didapatkan p-value sebesar 0,00. Maka dapat diartikan terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa keperawatan tentang komunikasi efektif model SBAR dalam kegiatan timbang terima. Pelatihan komunikasi efektif menggunakan model SBAR dapat meningkatkan aspek kognitif dan keterampilan mahasiswa keperawatan dalam kegiatan timbang terima sebagai upaya mewujudkan keselamatan pasien dalam praktik keperawatan. ## SIMPULAN Kegiatan PKM ini berbentuk pelatihan komunikasi efektif model SBAR bagi mahasiswa keperawatan dalam kegiatan timbang terima efektif dalam meningkatkan knowledge, attitude dan skill mahasiswa keperawatan dalam melaksanakan timbang terima. Melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi mahasiwa keperawatan untuk menjadi perawat profesional di masa yang akan datang, turut membantu menjaga mutu atau kualitas asuhan keperawatan. ## DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D., Novieastari, E., & Nuraini, T. (2020). Peningkatan Kemampuan Timbang Terima Pasien Melalui Budaya Komunikasi SITUATION, BACKGROUND, ASSESSMENT, RECOMMENDATION (SBAR) di RS di BEKASI. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) , 4 (2), 91-97. Arlina, J. (2013). Perbedaan Perilaku Perawat Dalam Pelaksanaan Timbang Terima Pasien Sebelum Dan Sesudah Pelatihan Timbang Terima Pasien Metode Komunikasi Sbar Di Ruang Penyakit Dalam Rsud Solok Tahun 2013 (Doctoral Dissertation, Universitas Andalas). de Jesus Araujo, O., Triharini, M., & Krisnana, I. (2022). Efektivitas Komunikasi Perawat terhadap Serah Terima Pasien. Journal of Telenursing (JOTING) , 4 (2), 582-593. Diniyah, K. (2017). Pengaruh Pelatihan SBAR Role-Play terhadap Skill Komunikasi Handover Mahasiswa Kebidanan. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit , 10 , 35-46 Faisal, F., Syahrul, S., & Jafar, N. (2019). Pendampingan hand over pasien dengan metode komunikasi situation, background, assesment, recommendation (SBAR) pada perawat di RSUD Barru Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Jurnal Terapan Abdimas , 4 (1), 43-51. Hadi,I (2018) Manajemen Keselamatan Pasien (Teori Dan Aplikasi). Mataram: Deepublish Hadi, M., & Sulaeman, S. (2021). Penerapan Komunikasi Efektif Isobar Dengan SBAR Pada Pengetahuan Dan Kualitas Operan Perawat Di Rumah Sakit. Dunia keperawatan: Jurnal Keperawatan dan Kesehatan , 9 (2), 224-234. Handayani, F., & Lubis, V. H. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat Terhadap Komunikasi Efektif (SBAR) Dalam Serah Terima Pasien di Rumah Sakit X dan Y. Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro Vol. II No. 1, 22 , 37 . Hariyanto, R. (2019). Analisis Penerapan Komunikasi Efektif dengan Tehnik SBAR (Situation Background Assessment Recommendation) terhadap Risiko Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Anton Soedjarwo Pontianak. ProNers , 4 (1). Joint Commission International (JCI) 2011, Standar Akreditasi Rumah Sakit : Enam Sasaran Keselamatan Pasien, Edisi ke-4, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kemenkes RI, 2011, Permenkes RI No.1691/Menkes/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Jakarta Nursalam (2016). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam praktik Keperawatan profesional. Jakarta: Salemba Medika Oxyandi, M., & Endayni, N. (2020). Pengaruh Metode Komunikasi Efektif Sbar Terhadap Pelaksanaan Timbang Terima. Jurnal'Aisyiyah Medika , 5 (1). Purwanza, S. W., Fitryasari, R., & Rahayu, P. (2020). Nurses Shift Handover Instrument Development Evaluation Using SBAR Effective Communication Method. International Journal of Psychosocial Rehabilitation , 24 (09). Rahmatulloh, G., Yetti, K., Wulandari, D. F., & Ahsan, A. (2022). Manajemen Handover Metode SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) dalam Meningkatkan Komunikasi Efektif. Journal of Telenursing (JOTING) , 4 (1), 153-159 . Suardana, K. (2018). Pengaruh metode komunikasi efektif SBAR terhadap efektifitas pelaksanaan timbang terima pasien di ruang griyatama RSUD Tabanan. Jurnal Skala Husada: The Journal of Health , 15 (1). Tatiwakeng, R. V., Mayulu, N., & Larira, D. M. (2021). Hubungan Penggunaan Metode Komunikasi Efektif Sbar Dengan Pelaksanaan Timbang Terima (Handover) Systematic Review. Jurnal Keperawatan, 9(2), 77-88. Word Health Organization. 2015. Comuniaction During Patient SAFETY Solution (online) http://www.Who.int / Patient SAFETY/PS-Solution Jurnal Peduli Masyarakat, Volume 5 No 2, Juni 2023 Global Health Science Group
d4aaa58c-28f6-45e3-a96a-79163d2cccb2
http://jmas.unbari.ac.id/index.php/jmas/article/download/1543/790
## J-MAS Jurnal Manajemen dan Sains, Vol 9, No 1 (2024): April, 185-197 Program Magister Manajemen Universitas Batanghari ISSN 2541-6243 (Online), ISSN 2541-688X (Print), DOI: 10.33087/jmas.v9i1.1543 Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan ## Bimo Harnaji*, Andika, Wika Harisa Putri Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Janabadra *Correspondence: [email protected] ## ABSTRAK Dalam konteks Industri 4.0, penetrasi internet yang meluas telah mengubah dinamika sosial dan politik, serta perilaku konsumsi secara signifikan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh eksistensi sosial dalam e- commerce, persepsi kewajaran harga, dan kepercayaan konsumen terhadap niat pembelian online di Indonesia, termasuk dampak langsung maupun tidak langsung dari variabel-variabel tersebut. Studi ini juga mengeksplorasi peran afiliasi politik dalam konteks manajemen citra online oleh tokoh publik, yang relevan untuk keberlangsungan bisnis di Indonesia. Studi ini mengadopsi pendekatan kuantitatif, dengan survei terhadap 153 responden di Indonesia. Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan Analisis Statistik Deskriptif dan Structural Equation Modeling (SEM) untuk memvalidasi hipotesis yang diajukan. Temuan menunjukkan bahwa eksistensi sosial dalam e-commerce memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap persepsi kewajaran harga dan kepercayaan. Demikian pula, persepsi kewajaran harga dan kepercayaan memiliki dampak signifikan secara parsial terhadap niat pembelian di pasar online. Namun, sinyal afiliasi politik tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap niat pembelian online. Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang dinamika pembelian online di Indonesia, khususnya terkait dengan faktor-faktor sosial dan politik. Temuan ini penting bagi pelaku bisnis e-commerce untuk mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif, mempertimbangkan aspek sosial dan persepsi kewajaran harga. Selain itu, bagi tokoh publik dan politisi, penelitian ini menyarankan pentingnya memisahkan citra politik dari aktivitas bisnis online untuk menghindari dampak negatif terhadap persepsi konsumen. Akademisi dan praktisi dapat menggunakan temuan ini sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam mengkaji dampak variabel sosial-politik terhadap perilaku konsumen online. Kata kunci : Sinyal Afiliasi Poitik; Eksistensi Sosial; Kepercayaan; Niat Beli; Persepsi Kewajaran Harga . ## ABSTRACT In the context of Industry 4.0, widespread internet penetration has significantly changed social and political dynamics and consumption behavior. This study analyzes the influence of social presence in e-commerce, perceived price fairness, and consumer trust on online purchase intentions in Indonesia, including these variables' direct and indirect impacts. This study also explores the role of political affiliation in the context of online image management by public figures, which is relevant for business continuity in Indonesia. The study adopted a quantitative approach, surveying 153 respondents in Indonesia. Data was collected and analyzed using Descriptive Statistical Analysis and Structural Equation Modeling (SEM) to validate the proposed hypotheses. The findings show that social presence in e-commerce partially influences perceived price fairness and trust. Similarly, perceived price fairness and trust have a partially significant impact on purchase intentions in online marketplaces. However, political affiliation signals have no significant influence on online purchase intentions. This research provides new insights into the dynamics of online purchasing in Indonesia, particularly concerning social and political factors. The findings are essential for e-commerce businesses to develop more effective marketing strategies, considering social aspects and perceived price fairness. In addition, this study suggests the importance of separating political image from online business activities for public figures and politicians to avoid negative impacts on consumer perceptions. Academics and practitioners can use these findings as a basis for further research examining the impact of socio-political variables on online consumer behavior. Keywords: Perceived Price Fairness; Purchase Intention; Signals of Political Affiliation; Social Existence; Trust. ## PENDAHULUAN Penggunaan internet yang semakin meluas dalam era industri 4.0 telah memicu transformasi sosial yang signifikan, memperluas wacana kebebasan berpendapat dan mengubah isu-isu privat menjadi topik publik (Nagy et al., 2018). Fasilitas akses informasi yang mudah melalui internet berdampak pada pengambilan keputusan individu, baik yang bersifat terencana maupun spontan (Jie et al., 2022). Fenomena ini menghasilkan interaksi intensif antara pengguna internet, menciptakan ruang untuk interaksi tak terbatas dengan beragam individu (Lüders et al., 2022). Internet memudahkan penghapusan batas jarak antar pengguna, mendorong pembentukan hubungan timbal balik yang mencakup berbagai aspek, termasuk pembentukan komunitas sosial tanpa batasan. Komunitas ini kemudian berkembang menjadi media sharing interaktif, tempat anggota berbagi dan membahas berbagai topik sesuai minat mereka (Sheth, 2020). Penelitian oleh Hossain et al. (2018) secara spesifik menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu dalam berbagi konten politik di media sosial. Temuannya menunjukkan bahwa opini publik berperan penting dalam memotivasi individu untuk berbagi konten politik. Media sosial diakui sebagai platform yang efektif untuk berbagi dan bahkan mempengaruhi keputusan individu, memberikan wawasan tentang dinamika media sosial dalam konteks politik dan menyoroti peranannya sebagai medium berpengaruh dalam pembentukan dan pertukaran opini publik. Dengan meningkatnya interaksi di media sosial, eksistensi sosial individu juga meningkat, memperluas peluang interaksi dan pemenuhan berbagai kebutuhan, termasuk konsumsi (O’Day & Heimberg, 2021; Shahbaznezhad et al., 2021). Respons terhadap tren ini tercermin dalam pertumbuhan eksponensial e-commerce , yang didorong oleh kemudahan interaksi lintas batas yang ditawarkan oleh internet (Attar et al., 2022). Growiec (2023) menambahkan bahwa peningkatan keterampilan seseorang dalam berinteraksi secara online memudahkan pembentukan hubungan sosial, termasuk dalam konteks bisnis. Namun, Della et al. (2022) menekankan bahwa meskipun ada peningkatan kemudahan interaksi online, banyak pengguna masih membutuhkan sentuhan manusiawi. Lu et al . (2016) menegaskan bahwa kurangnya elemen manusiawi ini merupakan salah satu hambatan utama dalam pertumbuhan e-commerce , menyoroti kebutuhan untuk mempertimbangkan aspek dasar manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksi online. Oleh karena itu, platform online harus dirancang untuk tidak hanya memfasilitasi transaksi, tetapi juga menciptakan pengalaman yang lebih personal dan empatik. Dwivedi et al. (2021) menegaskan pentingnya komunikasi dua arah, keaslian, dan personalisasi dalam interaksi online. Platform yang berhasil mengintegrasikan unsur-unsur ini cenderung menarik lebih banyak pengguna dan membangun loyalitas pelanggan, berkontribusi pada keberhasilan jangka panjang dalam dunia e- commerce yang semakin kompetitif. Faktor psikologis seperti kepercayaan (Setiawan et al., 2023; J. Wang et al., 2022) dan persepsi kewajaran harga (Putri & Bernarto, 2023), juga penting untuk memperkuat hubungan antara pengguna dan merek, membuka jalan bagi transaksi yang lebih berkelanjutan dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dalam konteks belanja online, kepercayaan antar pihak sangat penting, terutama untuk mengurangi risiko dalam transaksi. Lembaga perantara online yang terpercaya memainkan peran penting dalam membentuk niat pembelian (Wei et al., 2019). Faktor lain adalah persepsi kewajaran harga, yang menentukan niat pembelian dengan mempertimbangkan kebutuhan individu (Andika et al., 2023). Penelitian menunjukkan bahwa persepsi ketidakwajaran harga dapat mendorong konsumen untuk membandingkan harga (Li et al., 2018). Di industri jasa, persepsi kewajaran harga sangat mempengaruhi keputusan pembelian (Tan & Le, 2023). Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh eksistensi sosial dalam e-commerce , persepsi kewajaran harga, dan kepercayaan terhadap niat pembelian online di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dikaitkan dengan kondisi terkini di Indonesia, penambahan variabel sinyal afiliasi politik menjadi penting sebagai masukan bagi tokoh publik dalam mengelola citra online mereka, agar tidak mengganggu keberlangsungan bisnis. Implikasi dari penelitian ini dapat memberikan wawasan baru bagi para pelaku bisnis online dan pembuat kebijakan dalam mengoptimalkan strategi komunikasi dan pemasaran yang lebih efektif, berfokus pada pembangunan kepercayaan, nilai sosial, dan persepsi kewajaran harga, sambil memperhatikan dampak dinamika politik dalam interaksi online. Ini juga menawarkan panduan bagi para tokoh publik dalam memahami bagaimana afiliasi politik mereka dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku konsumen, membantu dalam mengambil keputusan yang lebih berhati-hati dalam aktivitas online mereka. ## Eksistensi Sosial dalam e-Commerce dan Persepsi Kewajaran Harga Diskusi mengenai eksistensi sosial dalam e-commerce secara efektif dimulai dengan memahami 'social commerce '. Social commerce didefinisikan sebagai sebuah platform yang memungkinkan individu untuk berbagi pengalaman, memperoleh rekomendasi, menjelajahi produk dan layanan, serta melakukan transaksi pembelian (Shirazi et al., 2022). Fu et al. (2020) mengidentifikasi tiga elemen utama yang berkontribusi pada social commerce : teknologi sosial, interaksi komunitas, dan aktivitas komersial. Secara umum, tujuan dari social commerce adalah untuk melaksanakan kegiatan komersial. Namun, Cuomo et al. (2020) menegaskan bahwa pada hakikatnya, social commerce merupakan gabungan antara aktivitas sosial dan kegiatan komersial Integrasi sosial dalam ranah e-commerce memainkan peran penting dalam mendorong partisipasi individu dalam aktivitas social commerce . Fenomena ini muncul sebagai akibat dari interaksi intensif pengguna dengan internet, yang secara tidak langsung mengintegrasikan mereka ke dalam ekosistem social commerce (Doha et al., 2019). Selanjutnya, ketersediaan luas informasi online tentang produk dan layanan mempermudah konsumen dalam mengakses informasi harga yang wajar. Peran eksistensi sosial dalam e-commerce , oleh karena itu, menjadi krusial dalam membentuk persepsi konsumen tentang kewajaran harga (Hride et al., 2021). Dalam konteks social commerce, interaksi antara pengguna tidak hanya sebatas berbagi pengalaman atau rekomendasi, tetapi juga mencakup diskusi mengenai harga dan nilai produk (Fu et al., 2020). Ketika konsumen berinteraksi di platform e-commerce , mereka seringkali bertukar informasi tentang harga yang mereka anggap wajar, berdasarkan pengalaman pribadi atau referensi dari orang lain (Gulfraz et al., 2022). Hal ini memungkinkan konsumen untuk mendapatkan perspektif beragam mengenai harga yang berlaku di pasar, baik dari segi harga historis, harga pesaing, maupun biaya produksi (Bolton et al., 2003). Lebih lanjut, eksistensi sosial dalam e-commerce memungkinkan konsumen untuk mengakses ulasan dan testimoni dari pengguna lain, yang seringkali mencakup penilaian terhadap harga (Chen et al., 2022). Ulasan ini dapat mempengaruhi persepsi konsumen tentang apa yang dianggap sebagai 'harga yang wajar’. Misalnya, jika sebuah produk memiliki banyak ulasan positif yang menekankan nilai yang baik dibandingkan dengan harga, hal ini dapat memperkuat persepsi konsumen bahwa harga tersebut adalah wajar. Sebaliknya, jika banyak ulasan negatif yang berfokus pada ketidaksesuaian antara harga dan kualitas, ini dapat membuat konsumen meragukan kewajaran harga tersebut (Malc et al., 2016). Oleh karena itu, eksistensi sosial dalam e-commerce memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk dan mempengaruhi persepsi kewajaran harga di kalangan konsumen. Interaksi sosial ini, melalui pembagian pengetahuan dan pengalaman, membantu konsumen dalam mengevaluasi dan memutuskan apakah harga suatu produk di pasar online dianggap wajar atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan pemaparan diatas hipotesis berikut diajukan: H1 : Eksistensi sosial dalam e-Commerce memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk persepsi kewajaran harga pada konsumen pasar online. ## Eksistensi Sosial dalam e-Commerce dan Kepercayaan Konsumen pada Pasar Online Eksistensi sosial dapat diukur melalui kemudahan komunikasi dan interaksi antarpengguna. Dalam konteks perusahaan, penerapan informasi yang menarik untuk pengguna, penggunaan loop dialogis , serta strategi afektif dan koheif dalam memproyeksikan eksistensi sosial, dapat meningkatkan keterlibatan pengguna secara signifikan (Men et al., 2018). Kualitas interaksi antar seluruh pengguna, termasuk penjual dan pembeli, memainkan peran penting dalam keterlibatan pengguna. Lingkungan sosial yang efektif dapat meningkatkan eksistensi sosial, yang kemudian berdampak pada kepercayaan pengguna (Weidlich & Bastiaens, 2017). Oleh karena itu, eksistensi sosial dapat menjadi faktor utama yang mendasari kepercayaan. Dalam konteks social commerce , berbagai konstruksi dapat memengaruhi interaksi sosial dari segi kognitif dan afektif. Misalnya, dukungan sosial di platform perdagangan dapat mendorong keakraban dan keterlibatan pengguna, sementara kehadiran sosial dan dukungan informasional dapat mempengaruhi keyakinan kepercayaan konsumen (Lazaroiu et al., 2020). Dalam konteks ini, kepercayaan dalam pasar online menjadi faktor penting yang dipengaruhi oleh eksistensi sosial. Tseng et al. (2022) menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti umpan balik instan dan fokus pribadi, yang berkontribusi pada kekayaan media, dapat meningkatkan eksistensi sosial dan loyalitas terhadap platform seperti Pesan Instan Seluler. Penelitian terdahulu telah menemukan korelasi positif dan signifikan antara eksistensi sosial dan kepercayaan dalam hubungan pertukaran online serta niat pembelian (Attar et al., 2023; Hajli et al., 2017; Wang et al., 2022). Namun, dimensi kepercayaan yang dipertimbangkan bervariasi, mencakup kepercayaan pada media, merek, informasi, dan pengguna lain. Jiang, Rashid and Wang (2019) mengamati bahwa eksistensi sosial meningkatkan interaksi di platform perdagangan dan memiliki dampak positif dalam membangun kepercayaan. Dengan demikian, peningkatan eksistensi sosial dapat memfasilitasi akses informasi yang kaya dan mendukung pengambilan keputusan yang efektif, yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan pengguna pada pasar online. Berdasarkan analisis ini, hipotesis berikut diusulkan: H2 : Eksistensi sosial dalam e-commerce berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada pasar online ## Sinyal Afiliasi Politik dan Niat Pembelian di Pasar Online Keterbukaan individu dalam berbagi konten di media sosial yang menandakan afiliasi politik— seperti dukungan terhadap kelompok politik atau tokoh ikonik—mempunyai potensi mempengaruhi perilaku konsumsi mereka (Weismueller et al ., 2022). Proses ini dapat dijelaskan melalui teori kognitif sosial, yang menekankan pada pengaruh observasi sosial terhadap perilaku individu (Bandura, 2001). Ketika tokoh ikonik di media sosial menampilkan afiliasi politik tertentu, mereka dapat mempengaruhi preferensi konsumen melalui mekanisme identifikasi dan imitasi, dimana konsumen yang mengidentifikasi diri mereka dengan tokoh tersebut cenderung mengadopsi preferensi yang serupa, termasuk dalam hal pilihan produk dan layanan. Berdasarkan teori identitas sosial (Islam, 2014), individu cenderung mengasosiasikan diri mereka dengan kelompok yang mereka identifikasikan, termasuk dalam hal afiliasi politik. Afiliasi ini dapat berpengaruh signifikan terhadap pilihan merek dan produk, mencerminkan identitas kelompok mereka (Cătălin & Andreea, 2014). Lebih lanjut, konsep 'product personality', atau sejauh mana citra produk mencerminkan kepribadian konsumen, juga dipengaruhi oleh afiliasi politik ini (Banerjee, 2016). Konsumen lebih cenderung memilih produk yang mereka anggap sejalan dengan identitas politik mereka (Jung & Mittal, 2020), menunjukkan adanya korelasi antara afiliasi politik dan preferensi produk. Hasil penelitian Matos, Vinuales and Sheinin (2017) mengungkap bahwa keterkaitan antara identitas diri konsumen dengan suatu merek, serta niat pembelian mereka, cenderung lebih tinggi ketika posisi politik merek tersebut selaras dengan afiliasi politik individu. Demikian juga temuan Jungblut and Johnen (2022) menunjukkan bahwa ketidaksetujuan konsumen terhadap posisi politik suatu merek memiliki pengaruh absolut yang lebih kuat terhadap citra merek dan niat membeli mereka. Berdasarkan paparan dan beberapa temuan diatas, maka peneliti menduga bahwa sinyal afiliasi politik yang berasal dari pasar online dan ditangkap oleh konsumen akan direspon sesuai dengan kepribadian konsumen, sehingga hipotesis berikut diajukan: H3: Sinyal afiliasi politik berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan pembelian di pasar online ## Persepsi Kewajaran Harga dan Niat Pembelian di Pasar Online Beberapa penelitian telah mengkaji pengaruh persepsi kewajaran harga terhadap intensi pembelian di pasar online. Salah satu penelitian dari Wang & Chen (2016) menemukan bahwa persepsi kewajaran harga memiliki dampak langsung yang signifikan pada nilai yang dirasakan, risiko yang dirasakan, dan niat pembelian. Penelitian lain dari Shaw et al. , (2022) mengeksplorasi peran gaya berpikir konsumen terhadap persepsi kewajaran harga dan niat pembelian, menemukan bahwa faktor ini dapat mengurangi dampak negatif dari persepsi ketidakwajaran dan menempatkan perusahaan dalam posisi kompetitif yang lebih baik. Selanjutnya, sebuah studi dari Shane et al ., (2023) menemukan bahwa persepsi kewajaran harga ditemukan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap niat membeli dibandingkan persepsi keaslian . Secara keseluruhan, penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi kewajaran harga memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan dan hasil yang dicapai konsumen di pasar online, oleh karena itu kami mengajukan hipotesis berikut: Bimo Harnaji et al., Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan H4 : Persepsi kewajaran harga berpengaruh pada niat untuk melakukan pembelian di pasar online ## Kepercayaan Konsumen pada Pasar Online dan Niat Pembelian Kepercayaan merupakan faktor penting dalam keputusan pembelian online, khususnya untuk pembelian berbasis pengalaman (Sung et al., 2023). Hal ini disebabkan oleh keterbatasan konsumen untuk mengakses dan mengevaluasi produk secara langsung sebelum pembelian terlaksana dan produk tersebut sampai di tangan mereka (Hidayat et al., 2021). Dalam konteks pasar online, keputusan pembelian konsumen potensial seringkali dibentuk berdasarkan rekomendasi dari teman atau keluarga dalam lingkaran sosial yang mereka percayai (Peña-García et al., 2020). Kepercayaan yang terbentuk dari interaksi dalam komunitas sosial ini menjadi landasan utama bagi konsumen untuk memberikan kepercayaan mereka pada pasar online (Soleimani, 2022). Beberapa penelitian telah mengungkap korelasi positif dan signifikan antara kepercayaan konsumen dan niat pembelian di pasar online. Misalnya, penelitian Mahliza (2020) dan Wang et al. (2022) menemukan bahwa kepercayaan terhadap perantara atau penjual berperan penting dalam membentuk niat pembelian konsumen. Penelitian Hongsuchon et al . (2022) juga menunjukkan bahwa kepercayaan dan komitmen pelanggan berkontribusi signifikan dan positif terhadap niat perilaku pembelian mereka, terutama dalam konteks e-commerce. Namun, penelitian oleh Putra et al. (2017) memberikan perspektif yang berbeda, menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mereka untuk membeli secara online. Variasi temuan ini menciptakan peluang untuk penelitian lebih lanjut. Dengan mempertimbangkan temuan tersebut, kami mengajukan hipotesis berikut: H5 : Kepercayaan konsumen berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan pembelian di pasar online ## Gambar 1 . Kerangka Penelitian ## METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain deskriptif untuk meneliti perilaku pembelian online konsumen Indonesia. Ukuran sampel ditentukan dengan mengikuti pedoman Chin (1998) dengan menggunakan metode yang biasa disebut sebagai "power analysis", yang difasilitasi oleh G*Power (Faul et al., 2007). Analisis ini mengindikasikan jumlah sampel minimum 76 untuk mencapai power yang lebih besar dari 0,80 (Quoquab et al., 2020). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel nonprobabilitas dengan metode Purposive Sampling, di mana individu yang memenuhi kriteria dimasukkan sampai jumlah subjek yang dibutuhkan tercapai. Kriteria responden adalah individu berusia 21 tahun ke atas yang merupakan pengguna aktif aplikasi pasar online Indonesia, yaitu Lazada Indonesia, Tokopedia, Bukalapak, Blibli.com, Shopee, MatahariMall dan Zalora. Kuesioner dibuat secara online melalui Google Forms dan didistribusikan melalui WhatsApp dan Instagram, menghasilkan 153 tanggapan. Dari jumlah tersebut, terdapat 47 responden pria dan 106 responden wanita, yang melebihi ukuran sampel minimum yang disarankan. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan Partial Least Squares (PLS) berdasarkan Model Persamaan Struktural (SEM). Proses evaluasi meliputi penilaian model pengukuran (Model Luar), evaluasi model struktural (Model Dalam), dan analisis koefisien jalur sesuai panduan Hair et al. (2017). ## HASIL Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini tercermin melalui distribusi jumlah dan persentase sampel, berdasarkan kriteria seperti jenis kelamin, usia, dan pasar online favorit. Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin wanita, yaitu sebesar 69%. Dari segi usia, sebagian besar berusia 41 tahun, dengan persentase mencapai 47%. Selanjutnya, dari segi pilihan marketplace, Shopee mendominasi sebagai platform terfavorit di kalangan responden, dengan persentase 41%. Tabel 1. Karakteristik Responden Kategori Sub-kategori Frequency % Jenis Kelamin Pria 47 31% Wanita 106 69% Usia 17-21 3 2% 22-26 41 27% 27-31 20 13% 32-36 17 11% >41 72 47% Marketplace terfavorit Blibli.com 8 5% Bukalapak 21 14% Lazada 11 7% MatahariMall 4 3% Shopee 63 41% Tokopedia 46 30% ## Pengujian Model Pengukuran Metodologi penelitian ini menggunakan analisis outer model untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas model. Pengujian validitas dilakukan dengan memeriksa validitas konvergen melalui loading factor dan validitas diskriminan dengan menggunakan Average Variance Extracted (AVE), sementara reliabilitas komposit diukur melalui Composite Reliability . Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa loading factor setiap indikator melebihi nilai 0,5, menandakan validitas sesuai kriteria yang ditetapkan (Hair et al., 2017). Uji diskriminan mengonfirmasi kevalidan semua indikator variabel, dengan nilai AVE setiap variabel lebih besar dari 0,50 (Hair et al., 2017). Selanjutnya, pengukuran Composite Reliability menunjukkan bahwa semua konstruk memiliki nilai melebihi 0,70, menunjukkan tingkat konsistensi dan stabilitas yang tinggi (Hair et al., 2017). Dengan demikian, instrumen ini terbukti dapat diandalkan untuk mengukur variabel yang diteliti secara tepat dan akurat. Tabel 2. Hasil Uji Indikator Variabel Outer Loading Composite Reliability AVE SPE (Eksistensi Sosial) >0.50 SPE1 0.66 >0.70 0.81 >0.50 0.516 SPE2 0.766 SPE3 0.718 SPE4 0.727 PPF (Harga Wajar) PPF1 0.752 0.876 0.639 PPF2 0.852 PPF3 0.75 PPF4 0.837 TM (Kepercayaan) TM1 0.85 0.893 0.675 TM2 0.838 TM3 0.824 TM4 0.773 PSA (Afiliasi Politik) PSA1 0.687 0.863 0.619 PSA2 0.599 PSA3 0.884 PSA4 0.93 PI (Niat Beli) PI1 0.909 0.864 0.685 PI2 0.644 PI3 0.902 ## Evaluasi Model Struktural Penelitian ini menerapkan metode Partial Least Squares (PLS) dalam kerangka Structural Equation Modeling (SEM) untuk menganalisis model teoritis secara prediktif. Berbagai ukuran evaluasi, termasuk R square, Q square, dan PLS Predict (Hair et al., 2019), digunakan untuk menilai kelayakan model yang diusulkan. R dan Q Square Tabel 3. Hasil Uji R dan Q Square R Square Q Square PI 0.279 0.164 PPF 0.136 0.079 TM 0.103 0.063 Interpretasi nilai R-squared menunjukkan tingkat dampak variabel: minimal (0,25), moderat (0,50), dan signifikan (0,75) (Hair et al., 2011). Hasil uji R Square pada tabel 3 menunjukkan bahwa eksistensi sosial berdampak minimal pada persepsi kewajaran harga (0,136) dan kepercayaan (0,103), serta pada niat beli yang dipengaruhi oleh kewajaran harga, kepercayaan, dan afiliasi politik (0,279). Penelitian ini juga menyertakan interpretasi kualitatif dari nilai Q-squared, dengan tingkat pengaruh: minimal (0), sedang (0,25), dan cukup besar (0,50) (Hair et al., 2019). Nilai Q square pada tabel 3 menunjukkan bahwa persepsi kewajaran harga, kepercayaan, dan afiliasi politik berpengaruh minimal terhadap niat beli (0,164), demikian juga pengaruh eksistensi sosial terhadap persepsi kewajaran harga dan kepercayaan terukur pada 0,079 dan 0,063. Semua nilai ini lebih besar dari 0, menandakan tingkat akurasi prediksi minimal pada penelitian. ## PLS Predict Tabel 4. Hasil Uji PLS Predict PLS LM RMSE MAE RMSE MAE PI1 0.531 0.475 0.532 0.452 PI2 0.744 0.533 0.77 0.568 P13 0.572 0.469 0.572 0.457 PPF1 0.61 0.42 0.625 0.437 PPF2 0.542 0.426 0.543 0.426 PPF3 0.634 0.454 0.664 0.484 PPF4 0.528 0.372 0.557 0.396 TM1 0.53 0.347 0.547 0.368 TM2 0.504 0.328 0.508 0.356 TM3 0.607 0.452 0.618 0.456 TM4 0.455 0.309 0.462 0.327 Untuk mengevaluasi kinerja prediktif model PLS, dibandingkan dengan model regresi linier dasar (LM), dianalisis nilai Root Mean Squared Error (RMSE) atau Mean Absolute Error (MAE) (Hair et al., 2019). Dua skenario dieksplorasi: (a) Jika model PLS secara konsisten menghasilkan nilai RMSE dan MAE yang lebih rendah dibandingkan LM, ini menunjukkan kapasitas prediksi yang kuat. (b) Jika hanya beberapa komponen yang memiliki nilai lebih rendah, kapasitas prediksi dianggap moderat. Berdasarkan hasil uji PLS, pada tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas komponen pengukuran dalam model PLS memiliki nilai RMSE dan MAE yang lebih rendah dibandingkan dengan LM, mengindikasikan kapasitas prediksi yang moderat untuk model PLS yang diusulkan. Bimo Harnaji et al., Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan ## Hasil Uji Hipotesis Penelitian ini mengusulkan lima prediksi tentang hubungan sebab akibat. Dari analisis statistik, empat hubungan terkonfirmasi, sedangkan satu (H3) tidak. Hipotesis diuji menggunakan SmartPLS 3.3, dengan pendekatan Bootstrapping yang memfokuskan pada T-statistik dan P-value. Kriteria evaluasi meliputi: T-statistik harus lebih dari 1,96, P-value kurang dari 0,05 (5%), dan koefisien beta yang positif. Hasil lengkap pengujian hipotesis disajikan dalam Tabel 5. Gambar 2 . Hasil Boostrapping Tabel 5 . Hasil Uji Koefisien Jalur Original Sample T Statistics P Values Simpulan H1 SPE -> PPF 0.368 4.299 0.000 Diterima H2 SPE -> TM 0.32 3.942 0.000 Diterima H3 PSA -> PI -0.118 0.951 0.342 Ditolak H4 PPF -> PI 0.4 4.898 0.000 Diterima H5 TM -> PI 0.194 2.091 0.037 Diterima Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Gambar 2 dan Tabel 5 menggunakan smartPLS 3.3.3, dapat diuraikan pengaruh variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen, dengan penjelasan sebagai berikut: ## Eksistensi Sosial dalam e-Commerce dan Persepsi Kewajaran Harga Berdasarkan hasil uji koefisien jalur, diperoleh nilai t-statistik sebesar 4,299, yang lebih besar dari 1,96, dan nilai p-value sebesar 0,000, lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima, yang berarti bahwa eksistensi sosial dalam e-commerce memberikan pengaruh positif dan signifikan dalam membentuk persepsi kewajaran harga pada konsumen di pasar online. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Hride et al. (2021) yang menunjukkan bahwa eksistensi sosial dalam e-commerce memiliki peran yang krusial dalam membentuk persepsi konsumen tentang kewajaran harga. Demikian juga hasil penelitian Chen et al. (2022) yang menunjukkan bahwa eksistensi sosial dalam e-commerce memungkinkan konsumen untuk mengakses ulasan dan testimoni dari pengguna lain, yang seringkali mencakup penilaian terhadap harga. Temuan ini menunjukkan bahwa aspek-aspek seperti ulasan pelanggan, rating, testimoni, forum diskusi, dan interaksi sosial lainnya memiliki dampak positif dalam membentuk persepsi kewajaran harga oleh konsumen (Malc et al., 2016). Ini berarti ketika konsumen melihat ulasan positif, diskusi, dan interaksi sosial lainnya mengenai suatu produk atau layanan, mereka cenderung mempersepsikan harga yang ditawarkan sebagai lebih wajar. Bagi pelaku e-commerce , temuan ini menekankan pentingnya membangun dan memelihara aspek sosial di platform mereka. Mendorong ulasan produk, memfasilitasi diskusi antar pengguna, dan memelihara komunitas online dapat meningkatkan persepsi positif konsumen terhadap harga dan meningkatkan kepercayaan serta loyalitas pelanggan. Bimo Harnaji et al., Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan ## Eksistensi Sosial dalam e-Commerce dan Kepercayaan Konsumen pada Pasar Online Berdasarkan hasil uji koefisien jalur, diperoleh nilai t-statistik sebesar 3.942, yang lebih besar dari 1,96, dan nilai p-value sebesar 0,000, lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima, yang berarti bahwa eksistensi sosial dalam e-commerce memberikan pengaruh positif dan signifikan dalam membentuk kepercayaan konsumen pada pasar online. Temuan ini senada dengan hasil penelitian Attar et al. (2023); Hajli et al. (2017); & Wang et al. (2022) menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara eksistensi sosial dan kepercayaan dalam hubungan pertukaran online serta niat pembelian. Temuan ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana eksistensi sosial dalam e- commerce dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen. Ini menunjukkan bahwa eksistensi sosial yang kuat dan interaksi manusia dalam lingkungan e-commerce dapat secara signifikan meningkatkan kepercayaan konsumen, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keputusan pembelian dan loyalitas merek. Bisnis e-commerce harus mempertimbangkan untuk menginvestasikan sumber daya dalam membangun dan memelihara aspek-aspek sosial di platform mereka untuk meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan. ## Sinyal Afiliasi Politik dan Niat Pembelian di Pasar Online Berdasarkan hasil uji koefisien jalur menunjukkan nilai t-statistik sebesar 0.951, lebih rendah dari ambang batas 1,96, serta nilai p-value sebesar 0.342, yang melampaui batas 0,05. Temuan ini mengindikasikan penolakan terhadap hipotesis ketiga (H3), menegaskan bahwa sinyal afiliasi politik tidak memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk niat pembelian konsumen di pasar online. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Matos, Vinuales and Sheinin (2017) yang menemukan hubungan yang lebih kuat antara identitas diri konsumen dengan merek dan niat pembelian mereka ketika posisi politik merek sesuai dengan afiliasi politik individu. Demikian temuan Jungblut and Johnen (2022) juga menunjukkan bahwa ketidaksetujuan konsumen terhadap posisi politik suatu merek secara signifikan mempengaruhi citra merek tersebut dan niat membeli mereka. Temuan ini memberikan wawasan bahwa dalam konteks pasar online tertentu, afiliasi politik mungkin tidak seberpengaruh seperti yang diperkirakan sebelumnya dalam mempengaruhi niat pembelian konsumen. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami konteks spesifik ketika menganalisis hubungan antara politik dan perilaku konsumen. Variabilitas dalam temuan antara penelitian ini dan studi lain juga menggarisbawahi bahwa perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan konteks yang berbeda, termasuk budaya, situasi ekonomi, dan dinamika pasar tertentu. ## Persepsi Kewajaran Harga dan Niat Pembelian di Pasar Online Berdasarkan hasil uji koefisien jalur, diperoleh nilai t-statistik sebesar 4.898, yang lebih besar dari 1,96, dan nilai p-value sebesar 0,000, lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat (H4) diterima, yang berarti bahwa persepsi kewajaran harga memberikan pengaruh positif dan signifikan dalam membentuk niat pembelian konsumen di pasar online. Temuan ini selaras dengan hasil penelitian Wang & Chen (2016), yang menemukan bahwa persepsi kewajaran harga berdampak langsung dan signifikan pada nilai yang dirasakan, risiko yang dirasakan, dan niat pembelian. Penelitian Shane et al ., (2023) juga menguatkan temuan ini, dengan menunjukkan bahwa persepsi kewajaran harga memiliki pengaruh yang lebih besar dalam membentuk niat beli dibandingkan dengan persepsi keaslian. Temuan ini memiliki implikasi penting bagi pelaku pasar online. Menetapkan harga yang dirasakan wajar oleh konsumen bisa menjadi strategi penting untuk meningkatkan niat pembelian. Ini juga menekankan perlunya transparansi dan keadilan dalam penetapan harga untuk membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan. ## Kepercayaan Konsumen pada Pasar Online dan Niat Pembelian Berdasarkan hasil uji koefisien jalur, diperoleh nilai t-statistik sebesar 2.091, yang lebih besar dari 1,96, dan nilai p-value sebesar 0,037, lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kelima (H5) diterima, yang berarti bahwa kepercayaan konsumen memberikan pengaruh positif dan signifikan dalam membentuk niat pembelian di pasar online. Temuan ini konsisten dengan penelitian Mahliza (2020) dan Wang et al. (2022), di mana kepercayaan pada perantara atau penjual terbukti penting dalam membentuk niat pembelian konsumen. Selanjutnya, penelitian oleh Hongsuchon et al . (2022) juga menegaskan bahwa kepercayaan dan komitmen pelanggan memiliki kontribusi yang signifikan dan positif terhadap niat perilaku pembelian mereka, khususnya dalam lingkup e- commerce . Temuan ini memberikan bukti kuat bahwa dalam konteks pasar online, kepercayaan konsumen adalah faktor kunci yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Hal ini menegaskan pentingnya strategi bisnis yang membangun dan mempertahankan kepercayaan pelanggan untuk sukses di pasar e-commerce . ## SIMPULAN Penelitian ini mengeksplorasi dampak eksistensi sosial dalam e-commerce , persepsi kewajaran harga, kepercayaan dan sinyal afiliasi politik dalam membentuk niat pembelian konsumen di pasar online. Hasilnya menunjukkan bahwa eksistensi sosial, seperti ulasan dan interaksi sosial, memiliki pengaruh positif yang signifikan dalam membentuk persepsi kewajaran harga dan kepercayaan konsumen di pasar online, yang pada gilirannya meningkatkan niat pembelian. Namun, sinyal afiliasi politik tidak ditemukan berpengaruh signifikan dalam niat pembelian. Penelitian ini menegaskan pentingnya elemen sosial dalam e-commerce , persepsi harga yang wajar, dan kepercayaan untuk membangun niat beli konsumen, sementara afiliasi politik mungkin tidak selalu berdampak pada keputusan pembelian dalam konteks tertentu. Berikut rekomendasi penelitian lebih lanjut mengenai perilaku pembelian konsumen di pasar online : (1) Penelitian yang menggunakan pendekatan survei cenderung rentan terhadap bias. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya, kuesioner yang diadopsi harus disusun dalam bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami, agar tidak menimbulkan jawaban yang bias pada responden. (2) Mengingat pentingnya eksistensi sosial dalam membentuk persepsi kewajaran harga dan kepercayaan konsumen, studi selanjutnya bisa fokus pada faktor-faktor yang memperkuat eksistensi sosial dalam e- commerce , seperti kualitas konten, keaslian ulasan, dan interaksi pengguna. (3) Melakukan studi kasus pada industri tertentu (misalnya, fashion, elektronik, atau makanan) untuk melihat bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi dalam konteks industri yang spesifik. (4) Melakukan studi komparatif untuk memahami bagaimana berbagai platform e-commerce menerapkan strategi sosial yang berbeda dan dampaknya terhadap persepsi harga dan kepercayaan konsumen. Ini bisa memberikan wawasan tentang praktik terbaik yang dapat diadopsi oleh berbagai pemain di pasar e-commerce . ## DAFTAR PUSTAKA Andika, A., Luthfiana, D. N., Ridwan, R., & Nur, B. L. (2023). Health versus Price : The Mediating Role of Attitudes in Organic Food Purchasing Decisions. Dinasti International Journal of Management Science , 5 (1), 98–112. Attar, R. W., Almusharraf, A., Alfawaz, A., & Hajli, N. (2022). New Trends in E-Commerce Research: Linking Social Commerce and Sharing Commerce: A Systematic Literature Review. Sustainability (Switzerland) , 14 (23). https://doi.org/10.3390/su142316024 Attar, R. W., Amidi, A., & Hajli, N. (2023). The role of social presence and trust on customer loyalty. British Food Journal , 125 (1), 96–111. https://doi.org/10.1108/BFJ-11-2021-1218 Bandura, A. (2001). Social cognitive theory of mass communication. Media Psychology , 3 (3), 265– 299. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1207/S1532785XMEP0303_03 Banerjee, S. (2016). Influence of consumer personality, brand personality, and corporate personality on brand preference: an empirical investigation of interaction effect. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics , 28 (2). https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/APJML-05-2015-0073 Bolton, L. E., Warlop, L., & Alba, J. W. (2003). Consumer perceptions of price (un)fairness. Journal of Consumer Research , 29 (4), 474–491. https://doi.org/10.1086/346244 Cătălin, M. C., & Andreea, P. (2014). Brands as a Mean of Consumer Self-expression and Desired Personal Lifestyle. Procedia - Social and Behavioral Sciences , 109 , 103–107. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.12.427 Chen, T., Samaranayake, P., Cen, X. Y., Qi, M., & Lan, Y. C. (2022). The Impact of Online Reviews on Consumers’ Purchasing Decisions: Evidence From an Eye-Tracking Study. Frontiers in Psychology , 13 (June). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.865702 Chin, W. W. (1998). The partial least squares approach to structural equation modelling. In Bimo Harnaji et al., Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan Marcoulides G. A. (Ed.). Modern Methods for Business Research , 295 (2), 295–336. Cuomo, M. T., Mazzucchelli, A., Chierici, R., & Ceruti, F. (2020). Exploiting online environment to engage customers: social commerce brand community. Qualitative Market Research , 23 (3), 339–361. https://doi.org/10.1108/QMR-12-2017-0186 Della Longa, L., Valori, I., & Farroni, T. (2022). Interpersonal Affective Touch in a Virtual World: Feeling the Social Presence of Others to Overcome Loneliness. Frontiers in Psychology , 12 (January), 1–17. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.795283 Doha, A., Elnahla, N., & McShane, L. (2019). Social commerce as social networking. Journal of Retailing and Consumer Services , 47 (August 2017), 307–321. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2018.11.008 Dwivedi, Y. K., Ismagilova, E., Hughes, D. L., Carlson, J., Filieri, R., Jacobson, J., Jain, V., Karjaluoto, H., Kefi, H., Krishen, A. S., Kumar, V., Rahman, M. M., Raman, R., Rauschnabel, P. A., Rowley, J., Salo, J., Tran, G. A., & Wang, Y. (2021). Setting the future of digital and social media marketing research: Perspectives and research propositions. International Journal of Information Management , 59 (June 2020), 102168. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2020.102168 Faul, F., Erdfelder, E., Lang, A.-G., & Buchner, A. (2007). G*Power 3: A flexible statistical power analysis program for the social, behavioral, and biomedical sciences. Behavior Research Methods , 39 (2), 175–191. https://doi.org/https://doi.org/10.3758/BF03193146 Fu, J. R., Lu, I. W., Chen, J. H. F., & Farn, C. K. (2020). Investigating consumers’ online social shopping intention: An information processing perspective. International Journal of Information Management , 54 (June), 102189. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2020.102189 Growiec, K. (2023). Social Network Dynamics in the Context of Age: An Empirical Investigation. In Social Indicators Research (Vol. 170, Issue 2). Springer Netherlands. https://doi.org/10.1007/s11205-023-03210-w Gulfraz, M. B., Sufyan, M., Mustak, M., Salminen, J., & Srivastava, D. K. (2022). Understanding the impact of online customers’ shopping experience on online impulsive buying: A study on two leading E-commerce platforms. Journal of Retailing and Consumer Services , 68 (March), 103000. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2022.103000 Hair, Hult, Ringle, & Sarstedt. (2017). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). In Asia-Pacific Pte. Ltd (Second). SAGE Publications, Inc. Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a silver bullet. Journal of Marketing Theory and Practice , 19 (2), 139–152. https://doi.org/10.2753/MTP1069- 6679190202 Hair, J. F., Risher, J. J., Sarstedt, M., & Ringle, C. M. (2019). When to use and how to report the results of PLS-SEM. European Business Review , 31 (1), 2–24. https://doi.org/10.1108/EBR-11- 2018-0203 Hajli, N., Sims, J., Zadeh, A. H., & Richard, M. O. (2017). A social commerce investigation of the role of trust in a social networking site on purchase intentions. Journal of Business Research , 71 , 133–141. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2016.10.004 Hidayat, A., Wijaya, T., Ishak, A., & Endi Catyanadika, P. (2021). Consumer trust as the antecedent of online consumer purchase decision. Information (Switzerland) , 12 (4), 1–10. https://doi.org/10.3390/info12040145 Hongsuchon, T., Alfawaz, K. M., Hariguna, T., & Alsulami, O. A. (2022). The effect of customer trust and commitment on customer sustainable purchasing in e-marketplace, the antecedents of customer learning value and customer purchasing value. Frontiers in Environmental Science , 10 (August), 1–13. https://doi.org/10.3389/fenvs.2022.964892 Hossain, M. A., Dwivedi, Y. K., Chan, C., Standing, C., & Olanrewaju, A. S. (2018). Sharing Political Content in Online Social Media: A Planned and Unplanned Behaviour Approach. Information Systems Frontiers , 20 (3), 485–501. https://doi.org/10.1007/s10796-017-9820-9 Hride, F. T., Ferdousi, F., & Jasimuddin, S. M. (2021). Linking perceived price fairness, customer satisfaction, trust, and loyalty: A structural equation modeling of Facebook-based e-commerce in Bangladesh. Global Business and Organizational Excellence , 41 (3), 41-54. https://doi.org/https://doi.org/10.1002/joe.22146 Islam, G. (2014). Social Identity Theory. In Encyclopedia of Critical Psychology (Encycloped). Bimo Harnaji et al., Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan Springer. https://doi.org/https://doi.org/10.1007/978-1-4614-5583-7_289 Jiang, C., Rashid, R. M., & Wang, J. (2019). Investigating the role of social presence dimensions and information support on consumers’ trust and shopping intentions. Journal of Retailing and Consumer Services , 51 (April), 263–270. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2019.06.007 Jie, W., Poulova, P., Haider, S. A., & Sham, R. B. (2022). Impact of internet usage on consumer impulsive buying behavior of agriculture products: Moderating role of personality traits and emotional intelligence. Frontiers in Psychology , 13 (August), 1–14. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.951103 Jung, J., & Mittal, V. (2020). Political Identity and the Consumer Journey: A Research Review. Journal of Retailing , 96 (1), 55–73. https://doi.org/10.1016/j.jretai.2019.09.003 Jungblut, M., & Johnen, M. (2022). When Brands (Don’t) Take My Stance: The Ambiguous Effectiveness of Political Brand Communication. Communication Research , 49 (8), 1092–1117. https://doi.org/10.1177/00936502211001622 Lazaroiu, G., Negurita, O., Grecu, I., Grecu, G., & Mitran, P. C. (2020). Consumers’ Decision- Making Process on Social Commerce Platforms: Online Trust, Perceived Risk, and Purchase Intentions. Frontiers in Psychology , 11 (May), 1–7. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.00890 Li, W., Hardesty, D. M., & Craig, A. W. (2018). The impact of dynamic bundling on price fairness perceptions. Journal of Retailing and Consumer Services , 40 (October 2017), 204–212. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2017.10.011 Lu, Fan, & Zhou. (2016). Social presence, trust, and social commerce purchase intention: An empirical research. Computers in Human Behavior , 56 , 225–237. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.11.057 Lüders, A., Dinkelberg, A., & Quayle, M. (2022). Becoming “us” in digital spaces: How online users creatively and strategically exploit social media affordances to build up social identity. Acta Psychologica , 228 (June), 103643. https://doi.org/10.1016/j.actpsy.2022.103643 Mahliza, F. (2020). Exploring Trust in Purchase Intention: An Empirical Research on Agricultural Application. 4th International Conference on Management, Economics and Business (ICMEB 2019) , 120 (Icmeb 2019), 72–76. https://doi.org/10.2991/aebmr.k.200205.015 Malc, D., Mumel, D., & Pisnik, A. (2016). Exploring price fairness perceptions and their influence on consumer behavior. Journal of Business Research , 69 (9), 3693–3697. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2016.03.031 Matos, G., Vinuales, G., & Sheinin, D. A. (2017). The Power of Politics in Branding. Journal of Marketing Theory and Practice , 25 (2), 125–140. https://doi.org/10.1080/10696679.2016.1270768 Men, L. R., Tsai, W. H. S., Chen, Z. F., & Ji, Y. G. (2018). Social presence and digital dialogic communication: engagement lessons from top social CEOs. Journal of Public Relations Research , 30 (3), 83–99. https://doi.org/10.1080/1062726X.2018.1498341 Nagy, J., Oláh, J., Erdei, E., Máté, D., & Popp, J. (2018). The role and impact of industry 4.0 and the internet of things on the business strategy of the value chain-the case of hungary. Sustainability (Switzerland) , 10 (10). https://doi.org/10.3390/su10103491 O’Day, E. B., & Heimberg, R. G. (2021). Social media use, social anxiety, and loneliness: A systematic review. Computers in Human Behavior Reports , 3 (October 2020), 100070. https://doi.org/10.1016/j.chbr.2021.100070 Peña-García, N., Gil-Saura, I., Rodríguez-Orejuela, A., & Siqueira-Junior, J. R. (2020). Purchase intention and purchase behavior online: A cross-cultural approach. Heliyon , 6 (6). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e04284 Putra, B. A. P. W., Rochman, F., & Noermijati. (2017). the Effect of Trust, Risk, and Web Design on Consumer Intention By Means of Consumer Attitude To Purchase Online. Jurnal Aplikasi Manajemen , 15 (3), 472–479. https://doi.org/10.21776/ub.jam.2017.015.03.12 Putri, A. N. A., & Bernarto, I. (2023). The Influence of Price Fairness, Promotion, and Perceived Ease of Use on the Repurchase Intention. MEC-J (Management and Economics Journal) , 7 (1), 77– 90. https://doi.org/10.18860/mec-j.v7i1.19585 Quoquab, F., Jaini, A., & Mohammad, J. (2020). Does it matter who exhibits more green purchase behavior of cosmetic products in Asian culture? A multi-group analysis approach. International Journal of Environmental Research and Public Health , 17 (14), 1–20. Bimo Harnaji et al., Memahami Faktor Pembentuk Niat Pembelian Online di Indonesia: Eksistensi Sosial dalam e-Commerce, Sinyal Afiliasi Politik, Persepsi Kewajaran Harga, dan Kepercayaan https://doi.org/10.3390/ijerph17145258 Setiawan, R. N. B., Andika, A., Wahyudi, D., & Deliani, E. (2023). The Power of Trust: Exploring Its Contribution to E-commerce Purchase Decisions. International Journal of Economics (IJEC) , 2 (1), 120–134. https://doi.org/10.55299/ijec.v2i1.423 Shahbaznezhad, H., Dolan, R., & Rashidirad, M. (2021). The Role of Social Media Content Format and Platform in Users’ Engagement Behavior. Journal of Interactive Marketing , 53 , 47–65. https://doi.org/10.1016/j.intmar.2020.05.001 Shane, L., Kesuma, A., & Kusumawardhana, I. (2023). The Influence of Perceived Authenticity and Price Fairness on The Purchase Intention at Samwon House Restaurant Jakarta. E3S Web of Conferences , 426 , 01074. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202342601074 Shaw, S., Chovancová, M., & Bejtkovský, J. (2022). Managing price changes: Role of consumer thinking styles on perceived price fairness and purchase intention. Innovative Marketing , 18 (2), 212–223. https://doi.org/10.21511/im.18(2).2022.18 Sheth, J. N. (2020). Borderless Media: Rethinking International Marketing. Journal of International Marketing , 28 (1), 3–12. https://doi.org/10.1177/1069031X19897044 Shirazi, F., Hajli, N., Sims, J., & Lemke, F. (2022). The role of social factors in purchase journey in the social commerce era. Technological Forecasting and Social Change , 183 (July), 121861. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2022.121861 Soleimani, M. (2022). Buyers’ trust and mistrust in e-commerce platforms: a synthesizing literature review. Information Systems and E-Business Management , 20 (1), 57–78. https://doi.org/10.1007/s10257-021-00545-0 Sung, E., Chung, W. Y., & Lee, D. (2023). Factors that affect consumer trust in product quality: a focus on online reviews and shopping platforms. Humanities and Social Sciences Communications , 10 (1), 1–10. https://doi.org/10.1057/s41599-023-02277-7 Tan, L. P., & Le, T.-H. (2023). the Influence of Perceived Price and Quality of Delivery on Online Repeat Purchase Intention: the Evidence From Vietnamese Purchasers. Cogent Business and Management , 10 (1). https://doi.org/10.1080/23311975.2023.2173838 Tseng, F.-C., Huang, T.-L., Pham, T. T. L., Cheng, T. C. E., & Teng, C.-I. (2022). How does media richness foster online gamer loyalty? International Journal of Information Management , 62 , 102439. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2021.102439 Wang, J., Shahzad, F., Ahmad, Z., Abdullah, M., & Hassan, N. M. (2022). Trust and Consumers’ Purchase Intention in a Social Commerce Platform: A Meta-Analytic Approach. SAGE Open , 12 (2). https://doi.org/10.1177/21582440221091262 Wang, Y.-H., & Chen, L.-Y. (2016). An Empirical Study of the Effect of Perceived Price on Purchase Intention Evidence from Low-Cost Carriers. International Journal of Business and Social Science , 7 (4), 97–107. www.ijbssnet.com Wei, K., Li, Y., Zha, Y., & Ma, J. (2019). Trust, risk and transaction intention in consumer-to- consumer e-marketplaces: An empirical comparison between buyers’ and sellers’ perspectives. Industrial Management and Data Systems , 119 (2), 331–350. https://doi.org/10.1108/IMDS-10- 2017-0489 Weidlich, J., & Bastiaens, T. J. (2017). Explaining Social Presence and the Quality of Online Learning with the SIPS Model 1 Introduction 2 Social Presence Research. Computers in Human Behavior , 72 , 479–487. Weismueller, J., Harrigan, P., Coussement, K., & Tessitore, T. (2022). What makes people share political content on social media? The role of emotion, authority and ideology. Computers in Human Behavior , 129 (July 2021), 107150. https://doi.org/10.1016/j.chb.2021.107150
08676b33-a5ba-4e80-9b53-c83d2f59f887
https://journal.untar.ac.id/index.php/jmts/article/download/2668/1583
## PERBANDINGAN ANTARA PLS SEM DAN ANALISIS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI FAKTOR PENGARUH EKSTERNAL PROYEK Glenn Jonathan 1 dan Basuki Anondho 2 1 Program Studi Sarjana Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No.1 Jakarta Email: [email protected] 2 Program Studi Sarjana Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No.1 Jakarta Email: Basukia @ft.untar.ac.id ## ABSTRAK Proyek konstruksi gedung merupakan sektor industri yang sedang marak di Indonesia. Proyek konstruksi gedung memiliki nilai rata-rata sebesar 36% dari nilai total keseluruhan proyek konstruksi yang ada di Indonesia (konstruksi jalan, konstruksi bendungan, dll.) terhitung dari tahun 2004 hingga 2012. Sedangkan untuk DKI Jakarta sendiri bangunan gedung memiliki nilai konstruksi rata-rata sebesar 35,3% terhitung dari tahun 2007 hingga tahun 2011 (Data Badan Pusat Statistik). Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, keterlambatan dan kelebihan biaya merupakan permasalahan yang pada umumnya sering terjadi. Keterlambatan diartikan sebagai kelebihan waktu, kelebihan yang melewati batas waktu penyelesaian yang telah ditentukan dalam kontrak atau melewati batas waktu serah terima yang telah disetujui oleh pihak-pihak yang terkait. Keterlambatan pada proyek konstruksi memberikan dampak pada setiap tahap pekerjaan, mengurangi produktivitas kerja, peningkatan biaya pada proyek itu sendiri, hingga menyebabkan pemutusan kontrak. Maka banyak penelitian terdahulu dan sekarang cenderung untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek konstruksi. Metode pembahasan dimulai dari tahap mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan proyek konstruksi melalui studi literatur. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data kuesioner dengan menggunakan analisis faktor untuk memperoleh hubungan antar faktor. Dari hasil analisis data, diperoleh faktor keterlambatan yang berpengaruh yaitu desain bangunan atau desain struktur yang kompleks, koordinasi antar pemangku kepentingan proyek (kontraktor, owner, subkontraktor, dan konsultan) selama proses konstruksi berlangsung, kerusakan peralatan/equipment selama proses konstruksi berlangsung, keterlambatan owner dalam membayar progress kepada kontraktor, jumlah pekerja yang tersedia di lapangan. Dengan diperolehnya faktor-faktor tersebut, model ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengidentifikasi faktor dominan penyebab keterlambatan proyek di Jakarta. Kata kunci: keterlambatan , proyek konstruksi, faktor pengaruh, analisis faktor . ## 1. PENDAHULUAN ## Latar Belakang Pembangunan adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander, 1994). Pada zaman sekarang ini, kesejahteraan suatu negara dapat dilihat dari kualitas maupun kuantitas pembangunannya. Setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya dalam penyelesaiannya. Dalam pembangunan sebuah proyek terdapat banyak sumber daya yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan tersebut. Sumber daya yang sangat berpengaruh dalam pembangunan suatu proyek adalah ekonomi, sumber daya manusia, dan teknologi. Berbagai faktor tersebut menentukan keberhasilan atau kegagalan pencapaian sebuah proyek konstruksi. (Kog ,2011). Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, keterlambatan, dan kelebihan biaya merupakan faktor – faktor eksternal yang penting seperti ekonomi, sumber daya manusia, dan teknologi sangat berpengaruh dalam tepatnya durasi suatu proyek. Salah satu hal terpenting dalam suatu proyek adalah tepatnya waktu pengerjaan suatu proyek. Terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi durasi suatu proyek konstruksi. Perubahan desain, produktivitas tenaga kerja yang buruk, dan perencanaan dan sumber daya yang tidak memadai dapat dianggap bertanggung jawab atas penundaan di Indonesia (Marzouk, 2012). Untuk mencari faktor yang mempengaruhi durasi suatu proyek dapat mempergunakan beberapa metode analisis statistik. Dari berbagai metode analisis statistik yang ada, dua metode yang sangat sering dipergunakan dalam penelitian-penelitian adalah analisis faktor dan PLS SEM. Metode analisis faktor dan PLS SEM dipergunakan untuk mengklasifikasikan berbagai faktor ekternal yang ada dan melihat kontribusi faktor mana yang lebih besar terhadap durasi proyek. Adapun perbedaan antara kedua metode analisis tersebut terletak pada cara menganalisis yang digunakan. Metode analisis faktor yang sudah berkembang sejak beberapa decade yang lampau didasarkan pada analisis teoritis terhadap variabel yang ingin diteliti. Sementara itu, PLS SEM merupakan metode analisis terkini yang menggabungkan analisis faktor dan regresi berganda, yang didasarkan pada faktor aktual atau kenyataan bukan hanya didasarkan pada teoritis belaka. Dengan menggunakan PLS SEM, membuka kemungkinan untuk suatu model teoritis baru yang sesuai dengan kenyataan lapangan, yaitu proyek konstruksi di daerah Jakarta dan sekitarnya. Sampai saat ini, penelitian yang membandingkan kedua metode analisis tersebut di Indonesia masih sangat jarang. Padahal ada kesenjangan antara teori-teori konstruksi yang berasal dari negara Barat dan kenyataan perealisasian konstruksi di Indonesia. Negara-negara Barat sangatlah maju dengan teknologi mereka yang terkini dan mutakhir, sementara Indonesia masih mengandalkan sumber daya manusia dengan teknologi yang sederhana. Atas dasar kesenjangan inilah maka peneliti tertarik untuk meneliti dan membandingkan kedua metode analisis tersebut, yaitu faktor analisis dan PLS SEM dalam penerapanya pada proyek-proyek konstruksi di Jakarta dan sekitarnya. ## Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu membandingkan metode terbaru (SEM berbasis PLS) terhadap metode analisa faktor untuk mengetahui faktor yang berpengaruh agar dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dan dapat menjadi pertimbangan ke depan dalam usaha mencegah keterlambatan sebuah proyek.. ## Rumusan Masalah Rumusan masalah yang didapat sebagai berikut: 1. Apa saja komposisi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi durasi proyek berdasar metode analisis faktor dan PLS SEM? 2. Apa saja kelebihan dan kekurangan kedua metode tersebut? 3. Bagaimana cara membandingkan metode analisis faktor dan PLS SEM dalam melakukan identifikasi terhadap faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi durasi proyek? ## Tujuan Penelitian 1. Membangun dan menghitung komposisi faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi durasi proyek berdasarkan metode analisis faktor dan PLS SEM. 2. Membandingkan kelebihan dan kekurangan metode analisis Faktor dan PLS SEM. 3. Membandingkan faktor faktor eksternal yang mempengaruhi durasi proyek berdasarkan metode PLS SEM dan metode analisis faktor. ## Batasan Penelitian 1. Variabel pembanding berdasarkan studi literatur. 2. Konfirmasi perbandingan dilakukan dengan studi kasus identifikasi faktor eksternal terukur untuk kedua metode. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA ## Durasi Proyek Durasi proyek adalah hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam berjalannya sebuah proyek konstruksi. Durasi adalah penunjuk lamanya waktu yang dibutuhkan dalam melakukan sebuah pekerjaan. Keberhasilan suatu proyek juga dilihat dari ketepatan waktu proyek itu sendiri. Keterlambatan sebuah proyek dapat mengakibatkan mundurnya waktu selesai proyek tersebut. Hal ini dapat membuat kerugian untuk proyek yang sedang berlangsung. ## Pengaruh Eksternal yang Mempengaruhi Durasi Proyek Faktor eksternal adalah faktor luar pengaruhdurasi sebuah proyek yang tidak bisa diprediksi. Pada dasarnya faktor eksternal yang mempengaruhi proyek merupakan faktor-faktor berasal dari luar proyek seperti faktor teknologi, sumber daya, dan teknologi.Penyebab keterlambatan dalam membangun proyek di Amerika Serikat adalah cuaca, pasokan tenaga kerja, dan sub-kontraktor(Marzouk, 2012). Faktor – faktor ini tidak bisa diprediksi secara akurat. Faktor – faktor ini disebut variabel laten seperti faktor ekonomi, faktor sumber daya, faktor cuaca, dan sebagainya. ## SEM Berbasis PLS Model persamaan struktural SEM (Structural Equation Modeling) sangat populer di banyak disiplin ilmu. PLS merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan terorinya atau untuk pengujian proposisi. PLS juga dapat digunakan untuk pemodelan structural dengan indiaktor bersifat reflektif ataupun formatif. Structural Equation Modeling (SEM) adalah alat statistik yang dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear. SEM dapat juga dianggap sebagai gabungan dari analisis regresi dan analisis faktor. SEM dapat dipergunakan untuk menyelesaikan model persamaan dengan variabel terikat lebih dari satu dan juga pengaruh timbal balik (Sarwono, 2015).Pendekatan parsial least squares (PLS) terhadap SEM menawarkan alternatif untuk SEM berbasis kovarian, yang sangat sesuai untuk situasi ketika data tidak terdistribusi normal.Pemodelan jalur PLS disebut sebagai teknik pemodelan sederhana dengan permintaan minimum pada skala pengukuran, ukuran sampel dan distribusi residual. Paket SEM PLS menyediakan kemampuan untuk memperkirakan model jalur PLS dalam lingkungan pemrograman R. Pengaturan yang berbeda untuk estimasi nilai faktor dapat digunakan. Selanjutnya berisi metode modular untuk perhitungan interval bootstrap , parameter model dan beberapa indeks kualitas. Berbagai fungsi plot membantu mengevaluasi model. Persamaan strukturan dengan metode partial least square (PLS-SEM) merupakan alternatif estimasi model persamaan struktural selain model berbasis kovarian.SEM menggunakan PLS hanya mengijinkan model hubungan antar variabel yang recursif (searah) saja. Hal ini sama dengan model analisis jalur ( path analysis ) tidak sama dengan SEM yang berbasis kovarian yang mengijinkan juga terjadinya hubungan non-recursif (timbal-balik). SEM dengan PLS digunakan saat tujuan penelitian ialah memprediksi dan mengembangkan teori (Sarwono, 2015). Contoh jalur PLS-SEM dapat dilihat pada gambar 1 berikut. ## Gambar 1.Contoh jalur PLS – SEM Model di atas mempunyai dua variabel laten exogenous (variabel bebas), yaitu Y1 dan Y2 dengan satu variabel laten endogenous (variabel tergantung), yaitu Y3. Variabel Y1 dan Y2 diukur oleh dua indikator secara formatif, yaitu X1, X2 dan X3, X4. Sedang Variabel Y3 diukur dengan tiga indikator secara reflektif. Langkah penghitungan dalam SEM menggunakan PLS sebagai berikut: Tahappertama: estimasi iterasi nilai – nilai variabel laten melalui langkah sebagai berikut: 1) aproksimasi bagian luar dari nilai-nilai variabel laten (Y1, Y2 dan Y3) dihitung dengan didasarkan pada nilai-nilai variabel manifest / indikator dan koefesien bagian luar dari langkah ke 4; 2) estimasi indikator – indikator untuk hubungan model struktural antara variabel - variabel laten (P1 dan P2); 3) aproksimasi bagian dalam dari nilai – nilai variabel laten yang didasarkan pada nilai-nilai untuk Y1, Y2 dan Y3 yang dihasilkan dari langkah 1 dan indikator – indikator untuk hubungan model struktural P1 dan P2 di langkah ke 2; 4) estimasi indikator – indikator untuk koefesien dalam model-model pengukuran (hubungan antara variabel – variabel indikator dengan variabel – variabel laten dengan nilai – nilai yang dihasilkan pada langkah 3 (W1 – W7). ## Analisis Faktor Analisis statistik multivariat adalah alat yang digunakan untuk menganalisis data statistik yang bersifat umum. Analisis statistic multivariate sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua jenis teknik, Hair et al (2006), yaitu teknik dependensi dan teknik interdependensi. Teknik dependensi digunakan apabila antar-variabel memiliki ketergantungan satu sama lain dan ciri penting dari dependensi adalah adanya dua jenis variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Teknik interdependensi digunakan apabila variabel-variabel yang ada tidak saling ketergantungan satu sama lain dan ciri-ciri utamanya adalah semua variabel bersifat independen. Teknik analisis faktor berawal dari metode yang dikembangkan oleh Spearman pada tahun 1904. Dalam studinya terdahulu dijelaskan tentang analisis dua faktor yang mengidentifikasi faktor intelegensia seseorang dimana faktor intelegensia ini dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu kemampuan kuantitatif dan kemampuan verbal. Tujuan utama dari analisis faktor adalah mendefinisikan struktur suatu data matrik dan menganalisis struktur saling hubungan (korelasi) antar sejumlah besar variabel ( test score , test items , jawaban kuesioner) dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi dan sering disebut dengan faktor, (Santoso, 2015). Jadi dengan analisis ini dapat diidentifikasi dimensi suatu struktur dan kemudian dapat ditentukan sampai seberapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh setiap dimensi, begitu dimensi dan penjelasan setiap variabel diketahui maka dua tujuan utama analisis faktor dapat dilakukan yaitu data summarization dan data reduction . ## 3. METODOLOGI PENELITIAN Seluruh langkah kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat melalui kerangka berpikir yang dapat dilihat melalui gambar 2. MULAI SELESAI STUDI KASUS ## PERBANDINGAN HASIL IDENTIFIKASI FAKTOR PENGARUH EKSTERNAL PLS SEM & ANALISIS FAKTOR ## STUDI LITERATUR PLS SEM DAN ANALISIS FAKTOR VARIABEL PEMBANDING ## Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner. Jawaban dari kuesioner tersebut diolah dengan menggunakan metode analisis faktor dan PLS SEM (Anondho, 2017). Berikut merupakan tabel pertanyaan dari variabel Ekonomi, SDM, dan Teknologi pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3. Sedangkan hasil dari kuisioner dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 1. Tabel pertanyaan faktor ekonomi No Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan 1 2 3 4 5 ## 1 Tingkat inflasi memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 2 Indeks harga material memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 3 Tingkat produk domestik bruto memengaruhi durasi proyek konstruksi 4 Nilai tukar/kurs mata uang asing mempunyai pengaruh pada durasi proyek konstruksi 5 Tingkat suku bunga memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi Tabel 2. Tabel pertanyaan faktor sumber daya No Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan 1 2 3 4 5 ## 1 Indeks ketersediaan tenaga kerja memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 2 Indeks pengalaman kerja tenaga kerja memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 3 Indeks tingkat pendidikan memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 4 Indeks kesehatan tenaga kerja memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi Tabel 3. Tabel pertanyaan faktor teknologi No Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan 1 2 3 4 5 1 Ketersediaan teknologi baru dapat memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 2 Tingkat penyerapan teknologi baru dapat memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi 3 Inovasi dalam teknologi baru dapat memengaruhi durasi dalam proyek konstruksi Tabel 4. Hasil kuesioner Faktor 1 2 3 4 5 Inflasi EKONOMI 1 4 25 17 5 Material EKONOMI 3 6 16 21 6 PDB EKONOMI 4 9 26 13 0 Nilai tukar EKONOMI 2 9 21 16 4 Suku bunga EKONOMI 6 8 22 11 5 Ketersediaan SDM 1 4 25 17 5 Pengalaman SDM 3 6 16 21 6 Pendidikan SDM 4 9 26 13 0 Kesehatan SDM 2 9 21 16 4 Ketersediaan teknologi 0 1 8 28 15 Penyerapan teknologi 0 4 12 22 14 Inovasi teknologi 0 0 9 25 18 ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ## Outer Model Analisa Outer Model melewati beberapa tahap, pertama dilakukan pengecekan Reabilitas dan Validitas. Pengecekan nilai Reabilitas dapat dilihat pada hasil output muatan luar ( outer loading ) dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Outer Loadings Variabel Laten 1 Variabel Laten 2 Variabel Laten 3 Variabel Laten 4 Suku Bunga 0.808 - - - Penyerapan - - 0.882 - Pengalaman - 0.695 - - Pendidikan - 0.894 - - PDB 0.894 - - - Nilai Tukar 0.596 - - - Material 0.46 - - - LL - - - 0.95 Ketersediaan 2 - - 0.802 - Ketersediaan 1 - -0.23 - - Kesehatan - 0.207 - - JL - - - 0.935 Inovasi - - 0.936 - Inflasi 0.076 - - - Outer Loadings (Muatan Luar) harus mempunyai nilai sebesar 0.5. Setiap Variabel Laten harus dapat merepresentasikan indicator sekurang kurangnya 50 % (Sarwono dan Narimawati, 2015). Apabila nilainya kurang dari 0.4 maka indicator tersebut tidak terpakai maka dapat disimpulkan: • Pada Faktor Ekonomi terdapat 1 indikator yang dihilangkan yaitu inflasi (nilai di bawah 4) • Pada Faktor SDM terdapat 2 indikator yang dhilangkan yaitu kesehatan dan ketersediaan Tenaga Kerja (nilai di bawah 4) Indikator pada Teknologi dan Durasi memiliki nilai > 0.4 jadi tidak ada indicator yang dihilangkan. Dikarenakan adanya penghilangan beberapa variabel pada konstruk awal, maka dilakukan lagi perhitungan kedua dengan SmartPLS, hasil dari perhitungan ulang dapat dilihat pada gambar 2 berikut. ## Gambar 2. Perhitungan lanjutan dengan SmartPLS Setelah dilakukan perhitungan ulang dengan menghilangkan faktor yang tidak memenuhi syarat akan didapat diagram seperti diatas. Kemudian dilanjutan dengan perhitungan muatan luar (outer loadings). Tabel perhitungan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Outer Loadings Latent Variable 1 Latent Variable 2 Latent Variable 3 Latent Variable 4 Suku Bunga 0.829 - - - Penyerapan - - - 0.887 Pengalaman - 0.853 - - Pendidikan - 0.908 - - PDB 0.899 - - - Nilai Tukar 0.586 - - - LL - - 0.939 - Ketersediaan 2 - - - 0.795 JL - - 0.946 - Inovasi - - - 0.933 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa: • Pada faktor ekonomi indikator PDB dan suku bunga memiliki nilai diatas 0.7 yang berarti bahwa indikator tersebut dapat dijelaskan dalam variabel laten faktor ekonomi, sedangkan indikator nilai tukar memiliki nilai di atas 0.5 yaitu 0.586. • Pada faktor SDM, indikator pendidikan dan pengalaman memiliki nilai lebih dari 0.7 yang berarti indikator tersebut dapat dijelaskan dalam variabel laten faktor ekonomi • Pada faktor teknologi, indikator inovasi, ketersediaan teknologi dan penyerapan teknologi memiliki nilai lebih dari 0.7 yang berarti indikator tersebut dapat dijelaskan dalam variabel laten faktor ekonomi, • Dalam variabel laten durasi, indikator luas lantai dan jumlah lantai memiliki nilai lebih dari 0.7 dapat dijelaskan dalam variabel laten durasi. Pengecekan Reliabilitas juga dilakukan dengan menggunakan pengecekan nilai Cronbach’s Alpha dan Composite reliability yang dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability pp Cronbach's Alpha Composite Reliability Average Variance Extracted (AVE) Latent Variable 1 0.721 0.822 0.613 Latent Variable 2 0.714 0.874 0.776 Latent Variable 3 0.875 0.941 0.889 Faktor Ekonomi 0.729 0.823 Faktor SDM 0.711 0.872 Faktor Teknologi 0.871 0.920 Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa: • Variabel laten durasi memiliki nilai cukup karena nilai Cronbach’s Alpha berkisar antara 0.4 – 0.6 dan memiliki nilai pengaruh konsistensi internal masuk kriteria yaitu diatas 0.6. • Variabel laten faktor ekonomi dan faktor SDM memiliki nilai baik dengan nilai Cronbach’s Alpha berkisar antara 0.6 – 0.8, dan memiliki nilai pengaruh konsistensi internal masuk kriteria yaitu diatas 0.6. • Variabel laten faktor teknologi memiliki nilai sangat andal karena nilai Cronbach’s Alpha berkisar antara 0.8 – 1.0, dan memiliki nilai pengaruh konsistensi internal masuk kriteria yaitu diatas 0.6. Pada penelitian ini, pengecekan nilai validitas menggunakan metode AVE ( Average Variance Extracted) . Nilai AVE digunakan untuk menentukan apakah variabel laten mampu menjelaskan lebih setengah variabel indikatornya. Semua nilai AVE variabel laten lebih besar dari 0.5. Hal ini menunjukan bahwa variable konvergen sudah valid dan memadai Cross loadings digunakan untuk mengecek validitas diskriminan yang apabila nilai indikator memiliki korelasi lebih tinggi dengan variabel laten lainnya daripada variabel latennya sendiri maka kecocokan model harus di pertimbangkan (Sarwono dan Narimawati, 2015). Nilai Cross loadings dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Cross Loadings Durasi Faktor Ekonomi Faktor SDM Faktor Teknologi Inovasi 0.203 0.05 0.449 0.931 JL 0.837 0.173 0.256 0.15 Ketersediaan 2 0.134 0.207 0.341 0.875 LL 0.842 0.23 0.169 0.178 Nilai Tukar 0.078 0.608 0.135 0.198 PDB 0.271 0.922 0.315 0.085 Pendidikan 0.247 0.451 0.910 0.445 Pengalaman 0.192 0.172 0.847 0.455 Penyerapan 0.172 0.143 0.551 0.864 Suku Bunga 0.126 0.788 0.411 0.126 Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai pada setiap variabel indikator berada pada variabel latennya, sehingga konstruk dari pemodelan PLS-SEM ini dapat digunakan. Selain pengecekan validitas diskriminan dengan menggunakan cross loadings, pengecekan juga dilakukan menurut kriteria Fornell-Larcker yang mengharuskan nilai AVE setiap variabel laten harus lebih besar dari nilai R 2 (Sarwono dan Narimawati, 2015). Perbandingan nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Perbandingan AVE dan R 2 Durasi Faktor Ekonomi Faktor SDM Faktor Teknologi AVE 0.705 0.773 0.794 0.614 R 2 0.075 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai AVE lebih besar daripada nilai R 2 dan menunjukan bahwa kriteria Fornell-Larcker terpenuhi. ## Inner Model Inner Model merupakan model parameter yang menilai korelasi antar variabel laten. Penilaian ini dapat dilihat pada nilai R 2 , f 2 dan korelasi variabel laten. Nilai R 2 dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Nilai R 2 Durasi Faktor Ekonomi Faktor SDM Faktor Teknologi R 2 0.075 Nilai R 2 pada penelitian ini adalah 0.075. Hal ini menunjukan hubungan antar variabel laten dalam penelitian ini lemah. (Chin, 1988). Setelah melihat nilai R 2 dilanjutkan dengan melihat nilai pengaruh f 2 yang dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Nilai f 2 Durasi Faktor Ekonomi Faktor SDM Faktor Teknologi Durasi F. Ekonomi 0.012 F. SDM 0.023 F. Teknologi 0.002 Nilai f 2 0.02 dikategorikan lemah. Pada penelitian ini nilai f 2 dikategorikan sebagai pengaruh lemah variabel laten prediktor (variabel laten eksogenus) pada tataran struktural. Setelah didapat dua faktor diatas maka dicari faktor korelasi seperti pada berikut tabel 12. Tabel 12. Korelasi variabel laten Durasi Faktor Ekonomi Faktor SDM Faktor Teknologi Durasi 1.000 F. Ekonomi 0.189 1.000 F. SDM 0.252 0.371 1.000 F. Teknologi 0.161 0.137 0.535 1.000 Dari hasil korelasi diatas didapat bahwa nilai korelasi antar dua variabel terbilang kuat karena nilai tersebut mendekati 1. Pada penelitian ini terlihat bahwa : 1. Korelasi variabel laten lemah. 2. Korelasi variabel SDM dan Faktor Teknologi yang dapat dikategorikan sedang. ## 5. KESIMPULAN Analisis faktor memiliki sifat eksploratori. Analisis melakukan pengelompokkan dengan menggunakan program SPSS. Analisis faktor akan mereduksi data yang memiliki loading factor di bawah 0.5. Variabel yang tersisa tidak boleh saling berkorelasi sehingga bisa membuat penelitian tersebut objektif. PLS SEM memiliki sifat konfirmatori. Pengelompokkan variabel dilakukan sendiri secara manual tanpa bantuan program. PLS SEM. memiliki sifat konfirmatori untuk melihat apakah suatu variabel sudah cukup kuat atau tidak melalui dilakukannya uji iterasi. Reduksi variabel dilakukan jika hasil iterasi pada model menunjukkan bahwa loading factor di bawah 0.5. a. Faktor yang paling Berpengaruh: Menurut metode Analisis faktor, Faktor yang paling berpengaruh adalah Penyerapan Teknologi (0.854) dan Inflasi Ekonomi (0.854). Sedangkan menurut metode PLS SEM, faktor yang paling berpengaruh adalah PDB (0.922) dan Inovasi (0.931) b. Faktor yang paling tidak berpengaruh: Menurut metode PLS SEM, faktor yang tidak signifikan adalah Inflasi, Harga Material, Kesehatan, Ketersediaan tenaga kerja, Ketersediaan teknologi dan Penyerapan teknologi. Menurut analisis faktor, faktor yang tidak signifikan adalah nilai tukar dan ketersediaan SDM. Faktor yang dihilangkan baik menggunakan analisis faktor maupun PLS SEM adalah faktor Ketersediaan SDM ## DAFTAR PUSTAKA Charith, K. F., et.al. (2017). “Managing the financial risks affecting construction contractors: implementing hedging in Sri Lanka ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Ghanim, Bekr. (2016). ”Study of significant factors affecting labor productivity at construction sites in jordan: site survey ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro; Semarang. Jonathan, S., Narimawati, U. (2015). Membuat Skripsi, Tesis, dan Disertasi dengan Partial Least Square SEM (PLS – SEM) . Yogyakarta: Penerbit Andi. Khalid, S. Al Gathani, Satish B Mohan. (2011). ”Delay analysis techniques comparison ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Mahmoud, El-Gohary Khaled, Fayek A.R. (2013). “Factors influencing construction labor productivity in egypt ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Mohamed, K., Ahmed H. M. (2014). ”Identifying the latest risk probabilities affecting construction projects in Egypt according to political and economic variables from January 2011 to January 2013 ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Mohamed, S. B., et.al. (2015). ”Identification and assessment of risk factors affecting construction projects ” . Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Mohammed A. H., et.al. (2016). ”Factors affecting construction labour productivity: a case study of Jordan ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Mohamed M. M., Tarek I. El-Rasas. (2012). ”Analyzing delay causes in Egyptian construction projects ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Qi, W., Maoshan Q., Nan An. (2016). ”Collaborating with construction management consultants in project execution: responsibility delegation and capability integration ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce. Santoso, S. (2015). Menguasai Statistik Multivariat . PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Sherif M. H., et.al. (2014). ”Critical factors affecting construction labor productivity in Egypt ”. Journal Of Construction Engineering And Management © Asce.
c3e79fff-6956-4b64-b108-705847f0f1c3
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/2697/1964
## PENGARUH PEMIKIRAN ISLAM TERHADAP KESEHATAN MENTAL PADA MASYARAKAT: A SYSTEMATIC REVIEW Daryanto*, Rizki Aqsyari D, Aris Widiyanto, Joko Tri Atmojo Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mamba’’ul ‘Ulum Surakarta, Jl. Ring road Utara Km.0,3 Tawangsari, Mojosongo, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah 57127, Indonesia *[email protected] ## ABSTRAK Kesehatan mental berarti menghindari keluhan dan gangguan mental, seperti neurosis atau psikosis. Pemikiran islam atau agama sangat terkait dengan kesehatan mental karena keduanya terkait dengan ketenangan jiwa dan hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi pengaruh pemikiran islam terhadap kesehatan mental pada masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian systematic review dengan menggunakan diagram PRISMA. Pencarian artikel dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan Model PICO. P= Masyarakat; I= Menerapkan pemikiran islam; C= Tidak menerapkan pemikrian islam; O= Kesehatan mental. Artikel yang digunakan berasal dari 1 database, yaitu: Google Scholar. Dengan kata kunci antara lain "Pemikiran islam" AND “Kesehatan mental” AND “Masyarakat”. Pada 4 artikel penelitian mengenai pengaruh pemikiran islam terhadap kesehatan mental pada masyarakat, Menunjukan bahwa dengan menerapkan pemikrian islam meningkatkan kemungkinan kesehatan mental pada masyarakat. Kata kunci: kesehatan mental; masyarakat: pemikiran islam ## THE INFLUENCE OF ISLAMIC THOUGHT ON MENTAL HEALTH IN THE COMMUNITY SYSTEMATIC REVIEW ## ABSTRACT Mental health means avoiding mental complaints and disorders, such as neurosis or psychosis. Islamic or religious thought is closely related to mental health because both are related to peace of mind and heart. This research aims to estimate the influence of Islamic thought on mental health in society. This research is a systematic review research using the PRISMA diagram. Article searches were carried out based on the PICO Model eligibility criteria. P= Society; I= Applying Islamic thought; C= Does not apply Islamic thinking; O= Mental health. The articles used come from 1 database, namely: Google Scholar. With keywords including "Islamic thought" AND "Mental health" AND "Society". In 4 research articles regarding the influence of Islamic thought on mental health in society, it shows that applying Islamic thought increases the possibility of mental health in society. Keywords: mental health; society; Islamic thought ## PENDAHULUAN Kesehatan mental masyarakat semakin meningkat, yang menghasilkan berbagai reaksi (Sulistianingsih et al., 2022; Widiyanto et al., 2023). Berita tentang siswa yang bunuh diri karena masalah asmara atau stres, bencana alam di berbagai tempat, dan pasien rumah sakit jiwa. Tidak boleh diabaikan beberapa kasus gangguan mental. Semua orang bisa mengalami ketidaksehatan mental, terutama siswa yang hidup dalam lingkungan yang tidak mendukung (Thursina, 2023). Selain itu, ada masalah lain yang dihadapi siswa. Ada pertentangan internal antara keinginannya dan tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan norma-norma lingkungan dan kelompok (Kalimatusyaro et al., 2021). Menyesuaikan diri dengan kelompoknya sangat penting bagi mahasiswa untuk bertahan hidup dalam kelompok. Jika ## Jurnal Penelitian Perawat Profesional Volume 6 Nomor 3, Juni 2024 e-ISSN 2715-6885; p-ISSN 2714-9757 http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP ## Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni 2024 siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mereka akan mengalami banyak masalah, termasuk gelisah, ketakutan, gangguan tidur, kurangnya nafsu makan, dan masalah lainnya (Munir & Herianto, 2020). Agama sangat terkait dengan kesehatan mental karena keduanya terkait dengan ketenangan jiwa dan hati. Kesehatan mental adalah bagian yang menyenangkan dan penting dari kehidupan karena memungkinkan kehidupan yang lancar dan wajar, termasuk kehidupan pribadi, keluarga, karir, dan aspek lainnya (Susanti, 2019). Kesehatan mental (hygen mental) adalah keadaan di mana seseorang tidak memiliki gejala gangguan jiwa (neurose) atau penyakit jiwa (psychose) (Ikhwan Fuad, 2019). Menurut tasawuf, kekosongan spiritual, gaya hidup konsumtifisme, dan individualisme, yang semakin umum di banyak masyarakat modern, adalah penyebab utama ganguan dan penyakit kejiwaan dalam diri manusia (Puspita, 2019). Orang-orang yang mengalami kehampaan spiritual dapat mengalami gangguan kejiwaan seperti stres dan galau. Pada umumnya, penyembuhan medis tidak dapat menyembuhkan penyakit ini. Pastinya penyakit batin hanya dapat disembuhkan melalui pendekatan rohaniah atau pengobatan sufistik (Fabriar, 2020). Tasawuf, melalui ajarannya, merupakan terapi untuk mengatasi gaya hidup materialis, konsumtif, individualis, dan berbagai penyimpangan lainnya yang menyebabkan gangguan mental (Pradityas et al., 2015). Tasawuf menghasilkan kesehatan mental dengan mengembalikan orang ke keadaan tenang dan bersih, yang menyejukkan dan menenangkan jiwa. Orang-orang di sekitar seseorang sering memberikan tanggapan negatif terhadap masalah kejiwaan mereka (Mahfud et al., 2017). Ini karena masyarakat kurang memahami gangguan jiwa. Tradisi dan budaya menghubungkan kasus gangguan jiwa dengan keyakinan masyarakat setempat, membuat sebagian masyarakat tidak terbuka terhadap penjelasan yang lebih ilmiah dan memilih untuk tidak menerima perawatan medis dan psikiatris untuk gangguan jiwa. Para ahli kesehatan mental umumnya tidak setuju dengan perspektif Islam tentang gangguan jiwa (Suhaimi, 2015). Berdasarkan latar belakang di atas dan beberapa temuan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh pemikiran islam terhadap kesehatan mental pada masyarakat, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan menggunakan review sistematis, yang dapat menggabungkan hasil studi primer atau penelitian sebelumnya dengan pencarian sistematis untuk mendapatkan perkiraan yang lebih tepat untuk menghasilkan kesimpulan baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi pengaruh pemikiran islam terhadap kesehatan mental pada masyarakat. ## METODE Penelitian ini merupakan penelitian systematic review dengan menggunakan diagram PRISMA. Pencarian artikel dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan Model PICO. P= Masyarakat; I= Menerapkan pemikiran islam; C= Tidak menerapkan pemikrian islam; O= Kesehatan mental. Artikel yang digunakan berasal dari 1 database, yaitu: Google Scholar. Dengan kata kunci antara lain "Pemikiran islam" AND “Kesehatan mental” AND “Masyarakat”. ## HASIL Pencarian artikel dalam penelitian ini melalui database yang meliputi Google Scholar. Dengan kata kunci antara lain: "Pemikiran islam" AND “Kesehatan mental” AND “Masyarakat”. Proses review artikel terkait dapat dilihat dalam PRISMA flow diagram pada Gambar 1. Penelitian terkait pengaruh pemikiran islam terhadap kesehatan mental pada ## Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni 2024 masyarakat dari 4 artikel dari proses pencarian awal memberikan hasil 119 artikel, setelah proses penghapusan artikel yang terpublikasi didapatkan 79 artikel dengan 24 diantaranya memenuhi syarat untuk selanjutnya dilakukan review full text sebanyak 4 artikel. Dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa artikel penelitian yang berasal dari 4 dari benua Asia (Indonesia). Gambar 1. Diagram flow chat Gambar 2. Peta wilayah penelitian Artikel yang teridentifikasi melalui pencarian database (n= 119 ) Artikel setelah duplikasi dihapus (n=79) Artikel yang tersaring (n= 40 ) Artikel yang dikeluarkan (n=16 ) Full text articles yang dinilai layak/eligible (n= 24 ) Artikel yang diikutkan dalam sintesis kualitatif (n= 20 ) Artikel yang diikutkan dalam sintesis meta analisis (n= 5 ) Id en ti fi ca ti o n S cr ee n in g E li g ib li ty Inclu -ded 4 penelitian dari benua Asia Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni 2024 Global Health Science Group ## Tabel 2. ## Deskripsi studi primer Judul dan Penulis Metode Penelitian Hasil Agama Dan Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi Agama (Hamid, 2022) Kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensinya semaksimal mungkin untuk mencapai ridho Allah SWT, dan dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi, maupun kecerdikan. Dalam hal hubungan antara kejiwaan dan agama, seperti halnya hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada bagaimana seseorang menyerahkan dirinya kepada kuasa Yang Maha Tinggi. Perasaan positif seperti kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, kesuksesan, rasa dicintai, atau rasa aman diharapkan muncul sebagai hasil dari sikap pasrah yang seruapa. Dengan kata lain, kondisi ini menempatkan manusia dalam kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, dalam keadaan sehat jasmani dan ruhani. Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam (Ariadi, 2019) Dari perspektif Islam, kesehatan mental didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, serta kemampuan untuk menyesuaikan diri secara dinamis dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Kesehatan mental berarti menghindari keluhan dan gangguan mental, seperti neurosis atau psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial). Orang yang sehat mental juga akan merasa aman dan bahagia dalam situasi apa pun. Mereka juga akan melakukan introspeksi tentang apa yang mereka lakukan sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan diri mereka sendiri. Pengaruh Agama Islam Terhadap Kesehatan Mental Penganutnya (Salji et al., 2022) Dalam penelitian ini, teknik purposive sampling digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agama islam dan kesehatan mental memiliki korelasi yang baik dalam menangani masalah emosional. Ajaran islam adalah dasar dari ilmu psikologi, agama memiliki dampak besar pada kesehatan mental. Karena itu, agama Islam sangat berkaitan dengan kesehatan mental manusia. Kegiatan penghambaan dan kesehatan mental berkorelasi positif. Agama: Jika diterapkan, nilai-nilai agama akan membentuk gaya hidup yang baik untuk kesehatan mental. Dengan demikian, sikap takut untuk melakukan kesalahan, seperti dosa, akan muncul dan meningkatkan kewaspadaan. Keseimbangan Emosi Dan Kesehatan Mental Manusia Dalam Persfektif Psikologi Agama (Fitrianah, 2018) Seseorang mengalami perasaan. Kestabilan emosi adalah sifat seseorang yang dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Ini dikenal sebagai keseimbangan emosi. Terkadang juga disebut sebagai kematangan emosi, yang berarti kematangan yang dicapai melalui perkembangan emosi. Kesehatan jiwa dalam kehidupan manusia sangat penting karena berkaitan dengan kualitas dan kebahagiaan manusia. Konsep Islam tentang kesehatan mental unik. Prinsip-prinsip keagamaan dan falsafah yang ditemukan dalam ajaran-ajaran Islam menentukan perspektif Islam tentang kesehatan jiwa. Berdasarkan pemikiran di atas, konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa didasarkan pada setidaknya enam konsep keagamaan dan pemikiran filsafat. Ada keyakinan yang kuat bahwa iman dan takwa sangat terkait dengan masalah kejiwaan. Dalam Islam, iman dan takwa adalah definisi kesehatan mental dan psikologis manusia. ## PEMBAHASAN Kesehatan mental berarti menghindari keluhan dan gangguan mental, seperti neurosis atau psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial). Orang yang sehat mental juga akan merasa aman dan bahagia dalam situasi apa pun (Azisi, 2020). Mereka juga akan melakukan introspeksi tentang apa yang mereka lakukan sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan diri mereka sendiri. Ada hubungan antara agama dan kehidupan manusia. Faktor-faktor tertentu, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun lingkungan mereka, dapat menyebabkan orang menentang agama (Andini et al., 2021). Menurut fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia diciptakan ## Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni 2024 untuk memiliki naluri beragama, atau agama tauhid. Jika seseorang tidak beragama, itu tidak wajar atau hanya karena lingkungannya. Namun, dalam banyak kasus, agama membantu banyak penderita kejiwaan (Prasetyo, 2021). Rasa tidak tenang, tidak aman, penurunan fungsi mental, dan perilaku yang tidak masuk akal adalah tanda gangguan kesehatan mental. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran, terapi agama dapat digunakan untuk mengatasi gangguan mental (Sulaiman, 2022). Pendekatan diri kepada Tuhan, berdzikir lebih banyak, dan berbuat kebaikan adalah cara terbaik untuk menangani gangguan mental (Radiani, 2019). Semakin dekat seseorang dengan Tuhan dan beribadah lebih banyak, jiwanya akan menjadi lebih tenang dan ia akan lebih kuat untuk menghadapi kekecewaan dan kesulitan dalam hidup. Dan demikian pula, semakin jauh seseorang dari agama, semakin sulit baginya untuk menemukan ketenangan batin (Waston & Rois, 2017). Islam juga memiliki peran secara medis dalam membantu pelayanan kejiwaan dengan membuat terapi yang didasarkan pada ajarannya. Terapi ini dapat dilakukan pada orang lain atau pada diri sendiri, seperti bersikap sabar, membiasakan diri untuk melakukan dan mendisiplinkan kebiasaan baik, melakukan kegiatan positif, meningkatkan keyakinan pada nilai-nilai tertentu seperti kebenaran, keindahan, kebajikan, keimanan, dll, membaca doa, ayat-ayat Alquran, zikir, dan hadis nabi, melakukan shalat malam, bergaul dengan orang baik atau salih, berpuasa, dan mengikuti kursus pengobatan islami (Djayadin & Munastiwi, 2020). Dari sudut pandang pendidikan Islam, salah satu masalah kesehatan mental remaja adalah jika remaja benar-benar memahami nilai-nilai ajaran Islam, seperti shalat khusus, yang akan membuat mereka merasa lebih tenang. Ini dapat membantu mereka menghindari perasaan cemas, was-was, dan lainnya, yang merupakan ciri-ciri gangguan kesehatan mental remaja. Selain itu, pendidikan Islam diharapkan dapat membantu remaja mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan mereka (Nihayah et al., 2021). Saat ini, sehat dan sakit secara fisik sangat erat terkait dengan kesehatan mental. Studi tentang hubungan antara kesehatan fisik dan mental manusia telah banyak dilakukan (Septiana, 2021). Kesehatan fisik dipengaruhi oleh penyakit medis yang menunjukkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Kesehatan dan penyakit juga merupakan kondisi kompleks yang mencakup tubuh biologis, psikologis, dan sosial individu. Kecemasan dan ketakutan mengganggu pikiran manusia di tengah pandemi saat ini (Fajrussalam et al., 2022). Individu harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri jika mereka ingin menjalani kehidupan yang sehat secara fisik dan mental. Kesehatan mental berarti bahwa orang dengan kondisi luar biasa dapat mengembangkan bakat batin, menahan stres, dan bahkan membantu orang lain bersosialisasi (Safitri, 2021). ## SIMPULAN Berdasarkan hasil systematik review pada 4 database dapat disimpulkan bahwa mengenai pengaruh pemikiran islam terhadap kesehatan mental pada masyarakat, Menunjukan bahwa dengan menerapkan pemikrian islam meningkatkan kemungkinan kesehatan mental pada masyarakat. ## DAFTAR PUSTAKA Andini, M., Aprilia, D., & Distina, P. P. (2021). Kontribusi Psikoterapi Islam bagi Kesehatan Mental. Psychosophia: Journal of Psychology, Religion, and Humanity , 3 (2), 165–187. https://doi.org/10.32923/psc.v3i2.2093 Ariadi, P. (2019). Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam. Syifa’ MEDIKA: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan , 3 (2), 118. https://doi.org/10.32502/sm.v3i2.1433 Azisi, A. M. (2020). Peran Agama dalam Memelihara Kesehatan Jiwa dan Kontrol Sosial Masyarakat. Al-Qalb : Jurnal Psikologi Islam , 11 (2), 55–75. Djayadin, C., & Munastiwi, E. (2020). Pola komunikasi keluarga terhadap kesehatan mental anak di tengah pandemi Covid-19. Pendidikan Islam Anak Usia Dini , 4 (2), 160–180. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/raudhatulathfal/article/view/6454 Fabriar, S. R. (2020). Agama, Modernitas Dan Mentalitas: Implikasi Konsep Qana’ah Hamka Terhadap Kesehatan Mental. MUHARRIK: Jurnal Dakwah Dan Sosial , 3 (02), 227–243. https://doi.org/10.37680/muharrik.v3i02.465 Fajrussalam, H., Hasanah, I. A., Asri, N. O. A., & Anaureta, N. A. (2022). Peran Agama Islam dalam Pengaruh Kesehatan Mental Mahasiswa. Al-Fikri: Jurnal Studi Dan Penelitian Pendidikan Islam , 5 (1), 22. https://doi.org/10.30659/jspi.v5i1.21041 Fitrianah, R. D. (2018). Keseimbangan Emosi Dan Kesehatan Mental Manusia Dalam Persfektif Psikologi Agama. Jurnal Ilmiah Syi’ar , 18 (1), 91. https://doi.org/10.29300/syr.v18i1.1285 Hamid, A. (2022). Agama Dan Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi Agama. Jurnal Forum Kesehatan : Media Publikasi Kesehatan Ilmiah , 12 (1), 1–8. https://doi.org/10.52263/jfk.v12i1.240 Ikhwan Fuad. (2019). Menjaga Kesehatan Mental Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi , 31–50. Kalimatusyaro, M., Pengaruh, [, Mental…, K., Al-Khoziny, I., & Sidoarjo, B. (2021). Pengaruh Kesehatan Mental, Motivasi Belajar dan Kedisiplinan Belajar Terhadap Prestasi Belajar. PEDIR: Journal Elmentary Education P.Issn , 1 (1), 48–63. http://pedirresearchinstitute.or.id/index.php/Pedirjournalelementaryeducation/ Mahfud, D., Mahmudah, M., & Wihartati, W. (2017). Pengaruh Ketaatan Beribadah Terhadap Kesehatan Mental Mahasiswa Uin Walisongo Semarang. Jurnal Ilmu Dakwah , 35 (1), 35–51. https://doi.org/10.21580/jid.v35.1.1251 Munir, M. B., & Herianto, H. (2020). Tingkat Pemahaman Moderasi Beragama Serta Korelasinya Terhadap Pengaruh Kesehatan Mental, Keaktifan Berorganisasi dan Prestasi Akademik. Prosiding Nasional , 3 , 146. http://prosiding.iainkediri.ac.id/index.php/pascasarjana/article/view/46 Nihayah, U., Pandu Winata, A. V., & Yulianti, T. (2021). Penerimaan Diri Korban Toxic Relationship dalam Menumbuhkan Kesehatan Mental. Ghaidan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam Dan Kemasyarakatan , 5 (2), 48–55. https://doi.org/10.19109/ghaidan.v5i2.10567 Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni 2024 Global Health Science Group Pradityas, Y. B., Hanafi, I., & Zaduqisti, E. (2015). Maqamat Tasawuf dan Terapi Kesehatan Mental (Studi Pemikiran Amin Syukur). Religia , 18 (2), 187. https://doi.org/10.28918/religia.v18i2.627 Prasetyo, A. E. (2021). Edukasi Mental Health Awareness Sebagai Upaya Untuk Merawat Kesehatan Mental Remaja Dimasa Pandemi. Journal of Empowerment , 2 (2), 261. https://doi.org/10.35194/je.v2i2.1757 Puspita, S. M. (2019). Kemampuan Mengelola Emosi Sebagai Dasar Kesehatan Mental Anak Usia Dini. Jurnal Program Studi , 5 , 82–92. Radiani, W. A. (2019). Kesehatan Mental Masa Kini dan Penanganan Gangguannya Secara Islami. Journal of Islamic and Law Studies , 3 (1), 87–113. https://jurnal.uin-antasari.ac.id Safitri, M. (2021). Pengaruh Masa Transisi Remaja Menuju Pendewasaan Terhadap Kesehatan Mental Serta Bagaimana Mengatasinya. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial , 30 (1), 21–26. https://doi.org/10.17509/jpis.v30i1.29495 Salji, I., Fauziah, I. D., Putri, N. S., & Zuhri, N. Z. (2022). Pengaruh Agama Islam Terhadap Kesehatan Mental Penganutnya. Islamika , 4 (1), 47–57. https://doi.org/10.36088/islamika.v4i1.1598 Septiana, N. Z. (2021). Dampak Peggunaan Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental Dan Kesejahteraan Sosial Remaja Dimasa Pandemi Covid-19. Nusantara of Research : Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Universitas Nusantara PGRI Kediri , 8 (1), 1–13. https://doi.org/10.29407/nor.v8i1.15632 Suhaimi. (2015). Gangguan jiwa dalam perspektif kesehatan mental islam. Risalah , 26 (4), 197–205. Sulaiman. (2022). Penerapan Pendidikan Islam Bagi Anak di Usia Emas Menurut Zakiah Dradjat. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 6 (5), 3953–3966. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.2418 Sulistianingsih, Paizin, A. T., Mubarok, S., Fitriyah, T., & Prasetya, Y. Y. (2022). Pengaruh Agama Terhadap Kesehatan Mental . 01 (01), 18–23. Susanti, S. S. (2019). Kesehatan Mental Remaja Dalam Perspektif Pendidikan Islam. As- Salam , 7 (Vol 7 No 1 (2018): PENDIDIKAN, HUKUM & EKONOMI SYARIAH), 1– 20. http://ejournal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/view/101 Thursina, F. (2023). Pengaruh Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental Siswa Pada Salah Satu SMAN di Kota Bandung. Jurnal Psikologi Dan Konseling West … , 1 (01), 19–30. https://wnj.westscience- press.com/index.php/jpkws/article/view/180%0Ahttps://wnj.westscience- press.com/index.php/jpkws/article/download/180/88 Waston, W., & Rois, M. (2017). Pendidikan Anak Dalam Perspektif Psikologi Islam (Studi Pemikiran Prof. Dr. Zakiyah Daradjat). Profetika: Jurnal Studi Islam , 18 (1), 27–35. https://doi.org/10.23917/profetika.v18i1.6298 Widiyanto, A., Arianti, A. N., Febriana, E., Afrilia, L. C., & Saputri, A. D. (2023, October). Pendidikan Kesehatan Pengaruh Media Sosial dalam Kesehatan Mental pada Remaja di Dusun Sugihwaras, Wonorejo, Gondangrejo, Karanganyar. In Prosiding Seminar Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni 2024 Global Health Science Group Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat: Peduli Masyarakat (Vol. 3, No. 2, pp. 119- 126).
ff2d173b-baaf-4a6b-973f-abf586840814
https://ejournal.polbeng.ac.id/index.php/ISI/article/download/3751/1616
## Sistem Monitoring Keselamatan Kapal Nelayan Berbasis Internet Of Things Fajar Ratnawati 1 , M. Asep Subandri 2 , M. Afridon 3 Politeknik Negeri Bengkalis, Bengkalis, Riau, Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract – This research develops an Internet of Things (IoT) based fishing vessel safety monitoring system that focuses on detecting the tilt and location of the vessel. The fishing industry in Bengkalis Regency faces challenges in fishermen's safety and resource sustainability due to a lack of real-time monitoring. The proposed system uses a SIM808 GSM module and an MPU6050 sensor, integrated with an Arduino platform, to monitor in real-time and accurately the ship's position and inclination. Ship tilt information is very critical in preventing ship accidents which often occur due to ship instability in the middle of the sea. This system provides fishermen with early warning of potentially dangerous conditions, allowing them to take corrective action before an accident occurs. In addition, monitoring vessel location ensures that vessels are in safe fishing zones and comply with fisheries regulations, while enabling authorities to carry out rapid rescue in cases of emergency. The system also supports fishermen in optimizing fishing routes to increase fuel efficiency and catch. Thus, this research not only contributes to fishermen's safety but also operational efficiency and sustainability of fisheries resources in Bengkalis. Keywords - Internet of Things, Ship Safety, Tilting, Location Intisari – Penelitian ini mengembangkan sebuah sistem monitoring keselamatan kapal nelayan berbasis Internet of Things (IoT) yang berfokus pada deteksi kemiringan dan lokasi kapal. Industri perikanan di Kabupaten Bengkalis menghadapi tantangan dalam keselamatan nelayan dan keberlanjutan sumber daya akibat kurangnya pemantauan real-time. Sistem yang diusulkan menggunakan modul GSM SIM808 dan sensor MPU6050, terintegrasi dengan platform Arduino, untuk memonitor secara real-time dan akurat posisi kapal serta kemiringannya. Informasi kemiringan kapal sangat kritikal dalam mencegah kecelakaan kapal yang sering terjadi karena ketidakstabilan kapal di tengah laut. Sistem ini memberikan peringatan dini kepada nelayan tentang kondisi yang berpotensi berbahaya, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan korektif sebelum terjadi kecelakaan. Selain itu, pemantauan lokasi kapal memastikan bahwa kapal berada dalam zona penangkapan yang aman dan mematuhi regulasi perikanan, sekaligus memungkinkan pihak berwenang untuk melakukan penyelamatan secara cepat dalam kasus darurat. Sistem juga mendukung nelayan dalam mengoptimalkan rute penangkapan untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar dan hasil tangkapan. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berkontribusi terhadap keselamatan nelayan tetapi juga efisiensi operasional dan keberlanjutan sumber daya perikanan di Bengkalis. Kata Kunci - Internet of Things, Keselamatan Kapal, Kemiringan, Lokasi ## I. P ENDAHULUAN Pulau Bengkalis, terhampar di perbatasan strategis dengan Selat Malaka dan berdekatan dengan Malaysia, merupakan pusat kegiatan ekonomi dan kebudayaan di Provinsi Riau[1], Indonesia. Keunikan geografis dan ekologisnya menjadikan pulau ini kunci dalam dinamika ekonomi regional, di mana perikanan tangkap tidak hanya berperan sebagai pilar ekonomi tetapi juga sebagai elemen penting dari warisan budaya yang turun-temurun[2]. Para nelayan di pulau ini, dengan keahlian mendalam yang dibentuk oleh lingkungan laut yang dinamis dan beragam, menghadapi tantangan modern yang memerlukan solusi inovatif. Lokasi Pulau Bengkalis yang strategis menawarkan peluang ekonomi yang luas melalui akses ke jalur pelayaran internasional dan sumber daya perikanan yang melimpah. Namun, ini juga datang dengan serangkaian tantangan yang kompleks, seperti risiko kecelakaan maritim yang tinggi, dampak perubahan iklim pada migrasi ikan, overfishing, dan tantangan lingkungan seperti polusi laut. Kesulitan ini diperparah oleh keterbatasan infrastruktur dan teknologi yang membatasi kemampuan nelayan dalam mengoptimalkan hasil tangkapan dan menjamin keselamatan mereka di laut. Dalam konteks ini, penelitian ini mengusulkan Sistem Monitoring Keselamatan Kapal Nelayan[3] Berbasis Internet Of Things[4] sebagai solusi yang berpotensi mengatasi beberapa tantangan ini. Sistem ini dirancang untuk meningkatkan keselamatan nelayan melalui pemantauan real-time terhadap lokasi dan kemiringan kapal[5], memungkinkan respon cepat terhadap kondisi berbahaya dan menyediakan data yang penting untuk pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Dengan pendekatan ini, nelayan Bengkalis dapat memanfaatkan keahlian tradisional mereka sambil mengadopsi teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi, keberlanjutan, dan keselamatan operasi perikanan, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada perekonomian lokal dan kehidupan sosial masyarakat pesisir. Tujuan utama dari teknologi IoT ini adalah untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional kapal di industri perikanan[6]. Sistem ini dirancang untuk meminimalkan risiko kecelakaan dan kerusakan pada kapal yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan laut yang buruk. Ini dilakukan melalui penggunaan sensor dan teknologi canggih yang dapat memprediksi dan merespons secara proaktif terhadap perubahan kondisi laut. Implementasi teknologi IoT memberikan nilai tambah bagi industri maritim[7]. ## II. S IGNIFIKANSI S TUDI Studi ini memiliki signifikansi yang luar biasa terhadap peningkatan keselamatan dan efisiensi operasional dalam industri perikanan di Pulau Bengkalis, yang terletak di jalur vital Selat Malaka. Dengan mengembangkan Sistem Monitoring Keselamatan Kapal Nelayan Berbasis Internet of Things (IoT)[8], penelitian ini berpotensi mengatasi tantangan yang dihadapi oleh nelayan lokal, yang berkisar dari risiko kecelakaan maritim hingga dampak perubahan iklim dan overfishing. ## A. Studi Literatur Keselamatan kapal nelayan merupakan prioritas yang tidak terpisahkan dari industri perikanan. Setiap hari, nelayan menghadapi laut lepas yang tidak terprediksi[9], di mana risiko kecelakaan dan bahaya alam dapat mengancam nyawa dan mata pencaharian mereka. Keberadaan kapal yang aman tidak hanya esensial untuk melindungi kehidupan nelayan, tetapi juga menjamin kelanjutan operasional yang berkelanjutan bagi komunitas yang bergantung pada hasil laut. Kapal nelayan yang selamat dari badai dan arus kuat di lautan menjadi simbol ketahanan dalam menghadapi tantangan alam[10]. Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik kapal itu sendiri, melainkan juga tentang sistem pendukung yang memastikan kapal dapat beroperasi dalam kondisi terburuk. Dengan sistem pemantauan yang efisien, nelayan dapat menerima peringatan dini tentang cuaca buruk, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan pencegahan dan menghindari kerugian besar, baik terhadap kapal maupun nyawa[11]. Di samping itu, keselamatan kapal juga berkaitan dengan keberlanjutan sumber daya perikanan. Kapal yang terawat dengan baik dan dilengkapi dengan teknologi pemantauan canggih lebih mungkin untuk mengikuti praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab, yang mengurangi risiko overfishing dan kerusakan ekosistem laut. Dengan demikian, keselamatan kapal menjadi kunci dalam memastikan bahwa sumber daya laut dapat dinikmati oleh generasi masa depan. Lebih dari itu, kapal yang aman memberikan rasa percaya diri kepada nelayan untuk menjelajahi lautan dan mencari daerah penangkapan yang baru, memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan pola migrasi ikan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Ini tidak hanya meningkatkan kemungkinan hasil tangkapan yang lebih besar tetapi juga memungkinkan nelayan untuk beroperasi dengan lebih efisien dan mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas mereka. Dengan pemantauan real-time terhadap lokasi dan kemiringan kapal, sistem ini dapat memberikan peringatan dini terhadap kondisi berbahaya, seperti cuaca buruk atau pendekatan kapal besar, yang sering terjadi di Selat Malaka. Dalam memastikan keselamatan kapal nelayan, peranan teknologi tidak dapat diabaikan. Tiga komponen teknologi utama yang menjadi tulang punggung sistem keselamatan maritim adalah Modul GSM SIM808, Sensor MPU6050, dan Antena GPS[12]. Masing-masing memainkan peran kritikal dalam mendeteksi dan mengkomunikasikan informasi yang vital untuk navigasi dan stabilitas kapal. Modul GSM SIM808 adalah komponen komunikasi kunci yang menghubungkan kapal dengan dunia luar. Modul ini memungkinkan transmisi data dua arah antara kapal dan pusat pemantauan. Dalam konteks keselamatan, modul GSM mengirimkan koordinat GPS dan informasi penting lainnya ke basis data pantai, memungkinkan tim darurat untuk melacak kapal secara real-time. Dalam situasi darurat, kemampuan untuk berkomunikasi ini bisa berarti perbedaan antara penyelamatan yang berhasil dan tragedi. Sensor MPU6050 adalah sensor inersia yang mengukur dan melaporkan perubahan kemiringan, orientasi, dan gerakan mendadak kapal. Sensor ini sangat sensitif dan mampu mendeteksi perubahan yang tidak dapat dirasakan oleh manusia, memberikan peringatan dini jika kapal mulai kehilangan stabilitasnya[13]. Dengan memberi tahu nelayan tentang kemiringan yang berpotensi berbahaya, sensor ini memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan korektif sebelum gelombang atau angin kencang menyebabkan kapal terbalik. Antena GPS adalah mata dan telinga sistem navigasi kapal[14]. Menggunakan sinyal satelit, antena GPS menentukan lokasi kapal dengan presisi tinggi. Informasi ini tidak hanya esensial untuk navigasi dan penentuan rute tetapi juga menjadi vital ketika kapal memerlukan bantuan. Dalam kondisi cuaca buruk atau saat terjadi kegagalan mesin, lokasi yang akurat yang disediakan oleh GPS dapat mempercepat respon dari tim penyelamat. Ketika berbicara tentang keselamatan kapal nelayan, interaksi antara Modul GSM SIM808, Sensor MPU6050, dan Antena GPS menciptakan sistem pertahanan yang kuat melawan ketidakpastian di laut. Data yang dikumpulkan dan dikirimkan oleh komponen-komponen ini menghasilkan lapisan keselamatan yang terintegrasi, memastikan bahwa kapal tidak hanya terhubung tetapi juga terlindungi dari potensi bahaya. Ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi nelayan dan memberikan ketenangan pikiran bagi keluarga mereka di darat, mengetahui bahwa teknologi sedang bekerja untuk menjaga orang yang mereka cintai di tengah laut. ## B. Prinsip Kerja Alat Sistem terdiri dari beberapa komponen utama yang bekerja bersama untuk memastikan keamanan dan efisiensi dalam operasional kapal. Berikut adalah penjelasan mengenai komponen-komponen utama tersebut. Setiap komponen ini memiliki peran khusus dalam sistem, yang secara keseluruhan berkontribusi pada peningkatan keselamatan kapal dan efisiensi operasional, khususnya dalam industri perikanan. Langkah pertama adalah pengambilan data pergerakan kemiringan kapal menggunakan modul sensor yang menggabungkan accelerometer dan gyro. Sensor ini mampu mendeteksi perubahan posisi dan orientasi kapal dalam tiga dimensi (sumbu X, Y, dan Z). Data yang diambil oleh sensor tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan informasi tentang kemiringan kapal pada sumbu X dan sumbu Y, yang merupakan sumbu horizontal dan vertikal kapal. Informasi kemiringan yang telah diolah ditampilkan secara visual pada sebuah aplikasi, yang kemungkinan besar merupakan dashboard yang memudahkan pengguna untuk memantau status kapal. Sistem kemudian memutuskan apakah akan mengirim data GPS dan GPRS. Jika sistem mendeteksi bahwa kemiringan kapal melebihi 25 derajat, yang merupakan ambang batas yang ditetapkan untuk kondisi yang tidak aman, maka sistem akan menyalakan buzzer sebagai peringatan dini. Dari proses ini, kita dapat melihat bahwa sistem dirancang untuk secara aktif memonitor kemiringan kapal dan memberikan tanda peringatan jika kapal berada dalam kondisi yang berpotensi berbahaya. Sistem ini juga mampu mengkomunikasikan data penting ke pihak- pihak yang berkepentingan untuk tindakan lebih lanjut, memastikan keselamatan nelayan dan kapal. ## C. Perancangan Mekanik Perancangan mekanik dari sistem yang ditunjukkan dalam gambar melibatkan pemasangan dan integrasi berbagai komponen elektronik untuk menciptakan unit pemantauan keselamatan kapal nelayan yang berbasis Internet of Things (IoT). Sistem ini dirancang untuk secara otomatis memonitor kondisi kapal dan menyediakan data real-time kepada nelayan dan pusat pemantauan. Berikut adalah penjelasan perancangan mekanik berdasarkan gambar 1. Rangkaian alat : Modul GSM SIM808: Ini adalah modul komunikasi yang memiliki kemampuan GSM/GPRS. Modul ini biasanya memiliki port serial yang terhubung ke mikrokontroler, dalam hal ini, Arduino. Modul GSM diletakkan pada bagian atas sistem, dilengkapi dengan antena eksternal untuk memperkuat sinyal komunikasi seluler yang digunakan untuk mengirim dan menerima data. Antena GPS: Terhubung ke Modul GSM SIM808, antena GPS ini bertugas menangkap sinyal dari satelit GPS untuk menentukan posisi geografis kapal. Antena ini harus diposisikan sedemikian rupa sehingga memiliki pandangan yang tidak terhalang ke langit, memastikan akurasi data posisi yang dikirimkan ke pengguna dan pusat pemantauan. Sensor MPU6050: Pengukuran Pergerakan dan Kemiringan Kapal: Modul sensor accelerometer dan gyro pada alat bekerja secara sinergis untuk mengukur pergerakan dan kemiringan kapal. Sensor accelerometer mengukur akselerasi atau perubahan kecepatan kapal, memberikan data mengenai gerakan linier. Sensor gyro, di sisi lain, mengukur rotasi atau perubahan orientasi kapal, memberikan informasi tentang gerakan angular.Olahan Data Sumbu X dan Y: Data dari kedua sumbu (X dan Y) dikumpulkan untuk menentukan posisi sebenarnya kapal terhadap permukaan laut. Sumbu X biasanya mengacu pada gerakan kapal dari sisi ke sisi (roll), sedangkan sumbu Y mengacu pada gerakan naik-turun kapal (pitch). Data ini sangat penting untuk menentukan apakah kapal berada dalam kondisi yang stabil atau mengalami kemiringan berbahaya. Arduino Uno R3: Ini adalah papan mikrokontroler yang berfungsi sebagai otak dari sistem. Arduino mengumpulkan data dari sensor MPU6050 dan GPS melalui Modul GSM SIM808, memproses data tersebut, dan mengeksekusi perintah yang diperlukan berdasarkan algoritma yang diprogram. Arduino ditempatkan di lokasi yang aman dan kering untuk menghindari kerusakan oleh elemen laut. Kabel dan Koneksi: Sistem menggunakan berbagai kabel untuk menghubungkan komponen. Kabel-kabel ini harus dipilih dan dikelola dengan hati- hati untuk memastikan integritas sinyal dan mengurangi risiko gangguan elektromagnetik. Selain itu, kabel harus dipasang dengan rapi untuk mencegah kerusakan fisik atau korsleting akibat kondisi lembab atau getaran kapal. Secara keseluruhan, perancangan mekanik harus memperhatikan faktor-faktor seperti resistensi terhadap kondisi laut yang keras, kemudahan perawatan, dan keandalan jangka panjang. Semua komponen harus dipasang dengan cara yang memungkinkan komunikasi efisien antar-komponen dan akses mudah untuk pemeliharaan atau penggantian jika diperlukan. Sistem harus dirancang untuk tahan terhadap kondisi maritim seperti kelembapan, garam, dan suhu ekstrem, memastikan keandalan dan durabilitas dalam lingkungan yang keras. ## III. H ASIL DAN P EMBAHASAN Pemasangan Modul GSM SIM808, Sensor MPU6050, dan Antena GPS pada platform Arduino Uno berhasil dilakukan. Konektivitas antara komponen-komponen ini terbukti stabil dan dapat diandalkan selama fase pengujian. Modul GSM SIM808 berhasil mengirim dan menerima data ke pusat monitoring. Pesan yang berisi koordinat GPS, status kemiringan kapal, dan informasi penting lainnya berhasil ditransmisikan tanpa gangguan yang signifikan. Sensor MPU6050 menyediakan data yang akurat tentang orientasi kapal. Sistem berhasil mendeteksi dan merekam kemiringan kapal yang melebihi ambang batas keamanan yang ditetapkan, yang menunjukkan potensi risiko kecelakaan. Antena GPS menyediakan lokasi kapal dengan presisi tinggi. Data yang diperoleh sesuai dengan lokasi yang diketahui selama pengujian, menunjukkan keandalan sistem dalam pemetaan geografis. ## Gambar 3. Tampilan hasil Gambar 3 menyajikan skenario hasil yang mana sebuah kapal dalam keadaan bahaya atau miring lebih dari 25 Derajat. Representasi visual dari kapal yang berwarna merah dan berkedip adalah alarm visual untuk pengguna bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kapal yang bersangkutan. Warna merah secara tradisional dianggap sebagai warna peringatan, dan fungsinya di sini adalah untuk menarik perhatian pengguna segera. Ketika sensor gyro kapal mendeteksi kemiringan yang melebihi batas aman yang telah ditentukan, sistem dengan otomatis mengubah ikon kapal menjadi merah dan berkedip di peta web. Keandalan sistem dalam mengirimkan data real-time adalah aspek kritis yang mendukung keselamatan nelayan. Diskusi dapat diarahkan pada efisiensi sistem dalam kondisi yang beragam, termasuk cuaca buruk dan area dengan sinyal seluler yang lemah. Pembahasan tentang tantangan yang dihadapi selama fase pengujian, termasuk interferensi elektromagnetik atau masalah teknis lainnya. Ini juga dapat mencakup batasan dari perangkat keras yang digunakan dan bagaimana masalah tersebut dapat diatasi di masa depan. Analisis bagaimana sistem dapat mengurangi kecelakaan laut dengan memberikan peringatan dini tentang kondisi berbahaya. Ini bisa meliputi contoh situasi nyata di mana sistem tersebut mungkin telah mencegah insiden. Diskusi tentang bagaimana sistem dapat ditingkatkan, termasuk penambahan sensor cuaca, integrasi dengan peta bahari digital, atau peningkatan algoritma untuk deteksi risiko. Pembahasan tentang bagaimana sistem dapat mempengaruhi praktik perikanan yang berkelanjutan, termasuk pemanfaatan data untuk pengelolaan sumber daya dan pengambilan keputusan berbasis bukti oleh para nelayan. ## IV. K ESIMPULAN Berdasarkan studi yang dilakukan terkait dengan pengembangan Sistem Monitoring Keselamatan Kapal Nelayan Berbasis Internet of Things (IoT), dapat disimpulkan bahwa pengintegrasian teknologi canggih seperti Modul GSM SIM808, Sensor MPU6050, dan Antena GPS pada platform Arduino Uno R3 memiliki potensi signifikan dalam meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional kapal nelayan di Pulau Bengkalis. Sistem ini memungkinkan pemantauan real-time atas kondisi kemiringan kapal dan lokasi kapal, memberikan data yang dapat diandalkan dan akurat untuk mendukung keputusan yang berkaitan dengan navigasi dan keselamatan di laut. Implementasi sistem ini berkontribusi pada pengurangan risiko kecelakaan maritim dengan menyediakan peringatan dini melalui visualisasi data dan peringatan buzzer jika kemiringan kapal melebihi batas keamanan yang ditentukan. Selain itu, kemampuan untuk mengirimkan data lokasi secara real-time melalui jaringan GSM memperkuat sistem respons darurat untuk situasi yang memerlukan intervensi cepat. Secara keseluruhan, penggunaan sistem pemantauan berbasis IoT seperti yang dirancang dalam studi ini menawarkan peningkatan keamanan yang substansial bagi nelayan, yang mana tidak hanya mengurangi kemungkinan kecelakaan tetapi juga memungkinkan pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan teknologi ini, nelayan dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan lebih aman, efisien, dan menguntungkan, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pesisir Bengkalis. ## R EFERENSI [1] A. Novizantara, A. Mulyadi, U. M. Tang, and R. M. Putra, “Calculating Economic Valuation of Mangrove Forest in Bengkalis Regency, Indonesia,” International Journal of Sustainable Development and Planning , vol. 17, no. 5, pp. 1629–1634, Aug. 2022, doi: 10.18280/ijsdp.170528. [2] “DESIGN OF FISHING SHIP MONITORING INFORMATION SYSTEM CASE STUDY IN THE MARINE AND FISHERY RESOURCES SUPERVISION UNIT”. [3] U. Wulandari, M. N. Kholis, R. S. Putri, and S. Syafiq, “Identifikasi Alat Keselamatan Kerja Nelayan Kapal Purse Seine (Studi Kasus KM PIPOSS BERAU) yang Berpangkal di PPI Sambaliung,” Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan , vol. 12, no. 1, pp. 38–46, Apr. 2021, doi: 10.35316/jsapi.v12i1.1084. [4] M. Ragab, “IOT based Smart Irrigation System,” International Journal of Industry and Sustainable Development , vol. 0, no. 0, pp. 0–0, Aug. 2022, doi: 10.21608/ijisd.2022.148007.1021. [5] G. Elidolu, S. I. Sezer, E. Akyuz, O. Arslan, and Y. Arslanoglu, “Operational risk assessment of ballasting and de-ballasting on-board tanker ship under FMECA extended Evidential Reasoning (ER) and Rule-based Bayesian Network (RBN) approach,” Reliab Eng Syst Saf , vol. 231, p. 108975, Mar. 2023, doi: 10.1016/j.ress.2022.108975. [6] S. Jennings and J. Lee, “Defining fishing grounds with vessel monitoring system data,” ICES Journal of Marine Science , vol. 69, no. 1, pp. 51–63, Jan. 2012, doi: 10.1093/icesjms/fsr173. [7] A. G. Hagargund, P. Shreya, N. Spandana, D. Varsha, and V. S. Vishrutha, “Implementation of Global Ship Tracking And Monitor System,” in 2022 IEEE North Karnataka Subsection Flagship International Conference (NKCon) , IEEE, Nov. 2022, pp. 1–6. doi: 10.1109/NKCon56289.2022.10126872. [8] C. Bayılmış, M. A. Ebleme, Ü. Çavuşoğlu, K. Küçük, and A. Sevin, “A survey on communication protocols and performance evaluations for Internet of Things,” Digital Communications and Networks , vol. 8, no. 6, pp. 1094–1104, Dec. 2022, doi: 10.1016/j.dcan.2022.03.013. [9] J. V. Kramer and S. Steen, “Simplified test program for hydrodynamic CFD simulations of wind-powered cargo ships,” Ocean Engineering , vol. 244, p. 110297, Jan. 2022, doi: 10.1016/j.oceaneng.2021.110297. [10] Q. Chen, W. Wu, Y. Guo, J. Li, and F. Wei, “Environmental impact, treatment technology and monitoring system of ship domestic sewage: A review,” Science of The Total Environment , vol. 811, p. 151410, Mar. 2022, doi: 10.1016/j.scitotenv.2021.151410. [11] L. Zhao, G. Shi, and J. Yang, “Ship Trajectories Pre-processing Based on AIS Data,” Journal of Navigation , vol. 71, no. 5, pp. 1210–1230, Sep. 2018, doi: 10.1017/S0373463318000188. [12] I. Salamah, N. Nasron, and D. Azzahra, “Teknologi GPS NEO-6 Untuk Tracking Kapal Penumpang Secara Real Time dengan Fitur Tombol Emergency SOS,” SMATIKA JURNAL , vol. 12, no. 02, pp. 146–155, Dec. 2022, doi: 10.32664/smatika.v12i02.692. [13] A. Mujib, R. Ramiati, and R. Vitria, “Pelacakan Perahu Masyarakat Yang Mengalami Kondisi Darurat Di Perairan Sipora Utara Kab. Kepulauan Mentawai Berbasis Internet Of Things,” Elektron : Jurnal Ilmiah , pp. 7–12, Jun. 2022, doi: 10.30630/eji.14.1.244. [14] M. Maradona and Y. Dwi Atma, “Analisis Penerapan Framework Cobit 5.0 Untuk Analisis Desain Sistem Monitoring Pelacakan Kapal Keluar Masuk Inaportnet,” METIK JURNAL , vol. 5, no. 2, pp. 49–54, Dec. 2021, doi: 10.47002/metik.v5i2.220.
57a8fefe-267d-4bc4-a158-29dbc151684e
https://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/istighna/article/download/19/20
Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid ESENSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF KH. ABDURRAHMAN WAHID ## Deden Saeful Ridhwan MZ ([email protected]) Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village Tangerang Abstrak: Pembaharuan pendidikan Islam dan modernisasi pendidikan Islam, dalam bahasa Arab taj’did al-tarbiyah al-Islamiah dan al-hadasah , dalam liputan istilah pertama, tentu saja ajaran-ajaran formal Islam harus diutamakan, dan kaum muslimin harus dididik mengenai ajaran-ajaran agama mereka. Yang diubah adalah cara penyampaiannya kepada peserta didik, sehingga mereka akan mampu memahami dan mempertahankan “kebenaran”. Bahwa hal ini memiliki validitas sendiri, dapat dilihat pada kesungguhan anak-anak muda muslimin terpelajar, untuk menerapkan apa yang mereka anggap sebagai “ajaran-ajaran yang benar” tentang Islam, Kata Kunci: Gagasan, Metodologi, Strategi Pendidikan Islam ## A. Pendahuluan Pendidikan Islam tidak hanya disampaikan dalam ajaran-ajaran formal Islam di sekolah-sekolah agama/madrasah belaka, melainkan juga melalui sekolah-sekolah non-agama yang berserak diseluruh penjuru dunia. Demikian juga, “semangat menjalankan ajaran Islam”, datangnya lebih banyak dari komunikasi di luar sekolah, antara berbagai komponen masyarakat Islam. Hal lain yang harus diterima sebagai kenyataan hidup kaum muslimin di mana-mana, adalah respon umat Islam terhadap “tantangan modernisasi” 204 , seperti pengentasan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya, adalah respon yang tak kalah bermanfaatnya bagi pendidikan Islam, yang perlu kita renungkan secara mendalam. 205 Pendidikan Islam memiliki begitu banyak model pengajaran baik yang berupa pendidikan sekolah, maupun “pendidikan non-formal” seperti pengajian, 204 Endang Turmudi (ed), Nahdlatul Ulama Ideoligy Politics and the Formation of Khaira Ummah (Jakarta: The Central Board of The Ma’arif Education Institution of NU, 2004), h. 123 205 Aceng Abdul Aziz (ed), Performa Masa Depan Ma’arif NU (Jakarta: PP Ma’arif NU, 2009), h. 10, Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid arisan dan sebagainya. 206 Tak terhindarkan lagi, keragaman jenis dan corak pendidikan Islam terjadi seperti kita lihat di tanah air kita dewasa ini. Ketidakmampuan memahami kenyataan ini, yaitu hanya melihat lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan madrasah di tanah air sebagai sebuah institusi pendidikan Islam, hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan satu sisi belaka dari pendidikan Islam, dan melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. 207 Tentu saja menjadi berat tugas para perencana pendidikan Islam, kenyataan ini menunjukkan disinilah terletak lokasi perjuangan pendidikan Islam. 208 Dalam tulisan ini akan mencoba menganalisa pemikiran KH. Abdurrahman Wahid yang memang dikategorikan sebagai “Guru Bangsa” 209 yang memiliki pemikiran yang futuristik khususnya dalam bidang pendidikan Islam. ## B. Konsepsi Pendidikan di Indonesia Dalam pandangan K.H. Abdurrahman Wahid tentang pendidikan di Indonesia, menurutnya konsepsi pendidikan di Indonesia berjalan di atas konsepsi yang salah. Konsepsi yang salah tersebut tidak mampu membebaskan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan. Letak kesalahannya adalah karena pendidikan kita ini menekankan pada ijazah formal, bukan pada substansinya untuk memanusiakan manusia. Dengan sistem pendidikan yang menekankan pada ijazah formal seperti sekarang, jabatan seseorang di masyarakat ditentukan oleh ijazah yang dimilikinya. Bukan ditentukan oleh kompetensi dan kualitas riilnya. Intinya, jika memiliki ijazah formal, orang tersebut dapat meraih jabatan-jabatan penting di pemerintahan dan kedudukan bergengsi di tengah-tengah masyarakat yang biasanya dimasuki oleh seseorang dengan ukuran ijazah tertentu. Akibat dari 206 Chairul Fuad Yusuf (ed), Karakteristik Majlis Taklim (Jakarta: GP Press, 2007), h. 2. Lihat juga, A. Munir Sonhadji, Pesantren as a Model of Non Formal Islamic Education (International Journal of Pesantren Studies, Volume 1, Number 1, 2007), h. 1. 207 Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiyah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006), h. 27. 208 Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif , (Jogjakarta: LKiS, 2008), h. 171. Bandingkan dengan Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga, tt), h. i. 209 Bahtiar Effendy, Gus Dur dan Pupusnya Dwi Tunggal. Retaknya Hubungan NU, Presiden, dan Negara (Jakarta: Ushul Press, 2005), h. viii. Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid konsepsi pendidikan tersebut, di negara kita banyak orang yang memburu ijazah formal hanya karena ingin gengsi-gengsian dan mendapat jabatan resmi semata. Orang belajar ke sekolah atau ke kampus bukan untuk mencari ilmu, tetapi untuk mencari ijazah demi syarat formal untuk mendapat kedudukan. Pendidikan yang berorientasi pada formalitas ijazah hanyalah pendidikan tipu-tipuan. 210 Ketika menjadi dosen, sempat bingung menghadapi absen. Ketika selesai perkuliahan, mahasiswa Jurusan Sejarah Fakultas Adab IAIN Jakarta menyodorkan absen, Gus Dur terperangah. “Apa ini?” Gus Dur bertanya. Mahasiswa tersebut menjawab, “Ini daftar hadir dosen”. Gus Dur pun menolak untuk menandatanganinya. Hal yang ditunjukkan oleh Gus Dur ini merupakan bentuk keseriusan dan konsistensi Gus Dur dengan konsepsi pendidikan yang diinginkannya, yakni pendidikan yang berfokus pada pembentukan akhlak peserta didik, bukan pada perburuan ijazah formal atau pencarian gelar belaka. 211 Gus Dur mengatakan salah satu ajaran yang dengan sempurna menampilkan universalisme Islam adalah lima buah jaminan dasar yang diberikan agama samawi terakhir ini kepada warga masyarakat, baik secara perorangan maupun sebagai kelompok. Lima jaminan dasar tersebut adalah: Agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Untuk menyelamatkan akal Islam mewajibkan belajar disepanjang hayatnya, demi kelancaran proses tersebut dibutuhkan lembaga pendidikan sekaligus melarang hal-hal yang merusak akal seperti minuman keras. Upaya untuk mewujudkan pendidikan sebagai sarana untuk melindungi akal menjadi wajib dilakukan, karena ini merupakan salah satu bentuk pribumisasi Islam. Dengan cara yang demokratis, semua bisa ikut serta dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran serta menghargai pendapat orang lain dan melihat perbedaan sebagai kemajemukan. 212 Hal ini sesuai dengan jawaban Gus Dur dalam wawancaranya mengenai pendidikan yang diberikan kepada anak-anaknya: 210 Sulton Fatoni, The Wisdom of Gus Dur, (Depok: Imania, 2014), Cet.1, h. 288-289 211 E. Kosasih, Hak Gus Dur untuk Nyleneh, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000). Cet. ke-1. h. 258 212 Lihat Nandirotul Umah, Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAIN Salatiga, 2013. h. 21 Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid “Saya menanamkan tanggung jawab. Jadi terserah mereka mau jadi apa. Dari satu segi, anak saya kan perempuan semua. Saya cukup realistis. Kalau saya tanamkan supaya mereka bercita-cita, pertama, kan itu memaksakan kehendak kepada mereka. Kedua, toh mereka kawin dan nanti harus menyesuaikan diri dengan suami , Jadi sudah saya tekankan rasa tanggung jawab itu saja. Saya ingin memperingatkan kepada orang tua yang ingin anaknya berprestasi. Menurut saya, kita tidak boleh mendera mereka. Biar dia muncul dari kebutuhan mereka sendiri. Karena itu saya nanti saja kalau mengajarkan disiplin, tapi bukan supaya mereka mengejar angka-angka di kelas, misalnya. Umumnya, orang tua kalau anaknya tidak masuk rangking sepuluh, lalu kecewa. Saya nggak ada itu, karena saya dulu pernah nggak naik kelas, Jadi bagi saya itu bukan apa- apa. Dan saya juga biasa-biasa saja, bukan orang yang punya prestasi hebat.” Dalam wawancara tersebut, Gus Dur menjadi contoh sosok pendidik yang berani dalam menerapkan kebebasan bagi kemajuan pendidikan anak-anaknya. Gus Dur menerapkan kebebasan dalam mendidik anak-anaknya, Gus Dur menghargai hak dan kewajiban setiap anaknya. Memberikan ruang sebebas- bebasnya dalam mengekspresikan pemikirannya masing-masing. ## C. Gagasan Pendidikan Islam Gagasan K.H. Abdurrahman Wahid tentang pendidikan Islam secara jelas terlihat pada gagasannya tentang pembaharuan pesantren. Menurutnya, semua aspek pendidikan Islam mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, manajemen dan kepemimpinannya harus diperbaiki dan disesuaikan dengan perkembangan zaman era globalisasi. Meski demikian, menurut Gus Dur pendidikan Islam khususnya di pesantren juga harus mempertahankan identitas dirinya sebagai penjaga tradisi keilmuan klasik, dalam arti tidak larut sepenuhnya dengan modernisasi, tapi mengambil sesuatu yang dipandang manfaat positif untuk perkembangan disamping itu pendidikan Islam harus lepas dari dikotomi pengetahuan. Hal ini Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid dimaksudkan supaya peserta didik memiliki ilmu agama yang kuat sekaligus juga memiliki ilmu yang kuat secara seimbang. 213 Dalam sebuah dialog tentang pendidikan Islam, berlangsung di Beirut (Lebanon) tanggal 13-14 Desember 2002 yang diselenggarakan oleh Konrad Adenauer Stiftung, ternyata disepakati adanya berbagai corak pendidikan agama, hal ini juga berlaku untuk pendidikan Islam. Walaupun ada beberapa orang yang terus terang mengakui, maupun yang menganggap pendidikan Islam yang benar haruslah mengajarkan “ajaran formal” tentang Islam. Termasuk dalam barisan ini adalah dekan-dekan Fakultas Syari’ah dan Perundang-undangan dari Universitas al-Azhar Kairo. Diskusi tentang mewujudkan “pendidikan Islam yang benar“ memang terjadi, tapi tidak ada seorang peserta-pun yang menafikan dan mengingkari peranan berbagai corak pendidikan Islam yang telah ada. Gus Dur sendiri membawakan makalah tentang pondok pesantren sebagai bagian dari pendidikan Islam. 214 Dalam makalah tersebut, Gus Dur melihat pondok pesantren dari berbagai sudut. Pondok pesantren sebagai (lembaga kultural) yang menggunakan simbol- simbol budaya jawa; sebagai “agen pembaharuan” yang memperkenalkan gagasan pembangunan pedesaan ( rural development ), sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat ( centre of community learning ), dan juga pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang bersandar pada silabi, yang dibawakan oleh Imam al-Suyuti lebih dari 500 tahun yang lalu, dalam Itman al-dirayah . Silabi inilah yang menjadi dasar acuan pondok pesantren tradisional selama ini, dengan pengembangan “kajian Islam” yang terbagi dalam 14 macam disiplin ilmu yang kita kenal sekarang ini, dari nahwu/ tata bahasa arab klasik hingga tafsir al-Qur’an dan teks hadis Nabi, semuanya dipelajari dalam lingkungan pondok pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam. Melalui pondok pesantren juga nilai ke-Islam-an ditularkan dari generasi ke generasi. 215 213 Lihat Abdul Manab, Pendidikan Islam dalam Membangun Budaya Kosmopolitan Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel_skripsi, 2012), h. 21 214 KH. Abdurrahman Wahid, Pendidikan Islam Harus Beragam, Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 2002. (sumber: Kedaulatan Rakyat, Jumat 21/12/2002) 215 Ibid. Lihat juga Amin Haedari (ed), Khazanah Intelektual Pesantren II (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), h. xiii. Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid Sudah tentu, cara penularan seperti itu merupakan titik sambung pengetahuan tentang Islam secara rinci, dari generasi ke generasi. Di satu sisi, ajaran-ajaran formal Islam dipertahankan sebagai sebuah “keharusan” yang diterima kaum muslimin diberbagai penjuru dunia. Tetapi, disini juga terdapat “benih-benih perubahan”, yang membedakan antara kaum muslimin di sebuah kawasan dengan kaum muslimin lainnya dari kawasan yang lain pula. Tentang perbedaan antara kaum muslimin di suatu kawasan ini, Gus Dur pernah mengajukan sebuah makalah kepada Universitas PBB di Tokyo pada tahun 1980- an. Tentang perlu adanya “study kawasan” tentang Islam di lingkungan Afrika Hitam, budaya Afrika Utara dan negeri-negeri Arab, budaya Turki-Persia-Afghan, budaya Islam di Asia Selatan, budaya Islam di Asia Tenggara dan budaya minoritas muslim di kawasan-kawasan industri maju. Sudah tentu, kajian kawasan ( area study's ) ini diteliti bersamaan dengan kajian Islam klasik ( classiccal Islamic study’s ). 216 Gus Dur memberikan tawaran terhadap pendidikan Islam dengan cara tajdid tarbiyah al-Islamiyah (pembaharuan pendidikan Islam) yaitu dengan memberikan pemahaman yang benar kepada peserta didik, sehingga mereka mampu memahami dan mempertahankan keyakinan mereka dan menghargai keyakinan orang lain tanpa harus melakukan suatu tindak anarkisme dalam rangka menghilangkan suatu perbedaan tersebut. 217 Pendidikan Islam tidak hanya disampaikan dalam ajaran-ajaran formal Islam di sekolah-sekolah agama/madrasah belaka, melainkan juga melalui sekolah-sekolah non-agama yang berserak diseluruh penjuru dunia. Demikian juga, “semangat menjalankan ajaran Islam”, datangnya lebih banyak dari komunikasi di luar sekolah, antara berbagai komponen masyarakat Islam. Hal lain yang harus diterima sebagai kenyataan hidup kaum muslimin di mana-mana, adalah respon umat Islam terhadap “tantangan modernisasi”, seperti pengentasan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya, adalah respon yang tak 216 Ibid. 217 Lihat Abdul Manab, Pendidikan Islam dalam Membangun Budaya Kosmopolitan Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid,, Op.cit. h. 78 Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid kalah bermanfaatnya bagi pendidikan Islam, yang perlu kita renungkan secara mendalam. Pendidikan Islam, tentu saja harus sanggup “meluruskan” responsi terhadap tantangan modernisasi itu, namun kesadaran kepada hal itu justru belum ada dalam pendidikan Islam di mana-mana. Hal inilah yang merisaukan hati para pengamat seperti Gus Dur, karena ujungnya adalah diperlukan jawaban yang benar atas pernyataan berikut: Bagaimanakah caranya membuat kesadaran struktural sebagai bagian natural dari perkembangan pendidikan Islam? Dengan ungkapan lain, kita harus menyimak perkembangan pendidikan Islam di berbagai tempat, dan membuat peta yang jelas tentang konfigurasi pendidikan Islam itu sendiri. Ini merupakan pekerjaan rumah, yang mau tak mau harus ditangani dengan baik. Jelas dari uraian di atas, pendidikan Islam memiliki begitu banyak model pengajaran baik yang berupa pendidikan sekolah, maupun “pendidikan non- formal” seperti pengajian, arisan dan sebagainya. Tak terhindarkan lagi, keragaman jenis dan corak pendidikan Islam terjadi seperti kita lihat di tanah air kita dewasa ini. Ketidakmampuan memahami kenyataan ini, yaitu hanya melihat lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan madrasah di tanah air sebagai sebuah institusi pendidikan Islam, hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan satu sisi belaka dari pendidikan Islam, dan melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja menjadi berat tugas para perencana pendidikan Islam, kenyataan ini menunjukkan di sinilah terletak lokasi perjuangan pendidikan Islam. 218 Karenanya, peta “keberagaman” pendidikan Islam seperti dimaksudkan di atas, haruslah bersifat lengkap dan tidak mengabaikan kenyataan yang ada. Lagi- lagi kita berhadapan dengan kenyataan sejarah, yang mempunyai hukum- hukumnya sendiri. Perkembangan keadaan, yang tidak memperhitungkan hal ini, mungkin hanya bersifat menina-bobokan kita belaka, dari tugas sebenarnya yang harus kita pikul dan laksanakan. Sikap untuk mengabaikan keberagaman ini, 218 KH. Abdurrahman Wahid, Pendidikan Islam Harus Beragam, Loc.cit. Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid adalah sama dengan sikap burung onta yang menyembunyikan kepalanya di bawah timbunan pasir tanpa menyadari badannya masih tampak. Jika kita masih bersikap seperti itu, akibatnya akan menjadi sangat besar bagi perkembangan Islam di masa yang akan datang. Karenanya jalan terbaik adalah membiarkan keaneka-ragaman sangat tinggi dalam pendidikan Islam dan membiarkan perkembangan yang akan menentukan. 219 Gus Dur menginginkan, agar di samping mencetak ahli ilmu agama Islam, pendidikan Islam juga mampu mencetak orang yang memiliki keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya berguna untuk perkembangan masyarakat itu sendiri. Dengan itu Gus Dur menginginkan ada perubahan pada kurikulum dalam dunia pendidikan Islam menurutnya selain harus kontekstual dengan kebutuhan zaman juga harus mampu merangsang daya intelektual kritis anak didik. Dalam menghantarkan peserta didik menjadi manusia yang utuh, mandiri dan bebas dari belenggu penindasan. Atau dengan kata lain adalah pendidikan yang memerdekakan manusia. 220 ## D.. Pondok Pesantren Menurut “Gus Dur” Dalam prolog atau pengantar sebuah buku yang berjudul “Pesantren Masa Depan: Wacana pemberdayaan dan Transformasi Pesantren” karya Said Aqil Siradj, dkk., Gus Dur menyatakan bahwa pondok pesantren dalam bacaan teknis yang dihuni oleh para santri. Pernyataan ini menunjukkan makna pentingnya ciri- ciri pondok pesantren sebagai sebuah lingkungan pendidikan yang integral. Sistem pendidikan pondok pesantren sebetulnya sama dengan sistem yang dipergunakan Akademi Militer, yakni dicirikan dengan adanya sebuah bangunan beranda yang di situ seseorang dapat mengambil pengalaman secara integral. Dibandingkan dengan lingkungan pendidikan parsial yang ditawarkan sistem pendidikan sekolah umum di Indonesia saat ini, sebagai budaya pendidikan nasional, pondik pesantren mempunyai kultur yang unik. Karena keunikannya, pondok pesantren digolongkan ke dalam subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Lima ribu buah pondok pesantren yang tersebar di enam puluh delapan 219 Ibid. 220 Lihat Abdul Manab, Pendidikan Islam dalam Membangun Budaya Kosmopolitan Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, Op.cit. h. 22 Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakannya sebagai sebuah subkultur. 221 Menurut Gus Dur, ada tiga elemen yang mampu membentuk pondok pesantren sebagai sebuah subkultur: 1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi dengan negara. 2. Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad dan, 3. Sistem nilai ( value system ) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. 222 ## E. Tujuan Pendidikan Islam Adapun tujuan pendidikan Islam dalam perspektif K.H. Abdurrahman Wahid adalah sebagai berikut: 223 ## 1. Pendidikan Islam Berbasis Neomodernisme Pendidikan Islam dalam perspektif Gus Dur, tidak lepas dari peran pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang menjadi wahana resistensi moral dan budaya atau pewaris tradisi intelektual Islam tradisional. Dalam perjalanan historisnya, pesantren muncul sejak awal abad hijriyah, hingga masa-masa paling akhir dari imperium Utsmaniyah di Turki pada awal abad ke-20. Dan sampai kini keberadaan pesantren masih sedemikian penting dalam pemberdayaan masyarakat. 224 Neomodernisme merupakan bentuk hasil dari pemikiran yang sudah mapan dengan adanya proses perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini. Nurcholis Madjid menyatakan bahwa 221 Said Aqil Siradj, et.al., Pondok Pesantren Modern “Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet.1, h. 13. Lihat juga Martin Van Brinessen, Kitab Kuning dan Nilai-Nilai Tradisi (Bandung: Mizan, 1995), h. ii. 222 Amin Haedari, Panorama Pesantren Dalam Cakrawala Modern, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), Cet.1, h. 1 223 http://media.kompasiana.com/buku/2012/11/23/resensi-buku-gus-dur-dan-pendidikan- islam-upaya-mengembalikan-esensi-pendidikan-di-era-global-505496.html, diunduh pada 15 April 2015 pukul 01.25 WIB. 224 Ibid. Lihat juga, Deden Saeful Ridhwan, Madrasah di Indonesia Dinamika dan Eksistensinya dalam Jurnal Ma’arif NU (Jakarta: LP Ma’arif NU, 2017), h. 42. Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid pembaharuan merupakan proses perombakan pola pikir dan tata kerja lama yang tidak rasional untuk diganti dengan yang rasional. 225 Pada hakikatnya pembaharuan pemikiran Islam merupakan suatu hasil sintesa antara pengetahuan Islam klasik dan Islam Modern. Gus Dur mencoba untuk melakukan pengkombinasian antara hal yang baik dari modernisme dan tradisionalisme untuk menghasilkan suatu yang baru, suatu yang dapat melampaui batas-batas tradisonalisme dan modernisme. Gagasan Gus Dur ini sangat kuat dan banyak mempengaruhi terhadap paradigma pendidikan khususnya dalam dunia pesantren. 226 Maksud dari neomodernisme yang dimaksudkan oleh Gus Dur yaitu berdasarkan pemikirannya di atas bahwa hal yang harus bersifat neomodernis atau diperbaharui terutama adalah dari segi pemikiran, agar tidak jumud atau memacu hal yang bersifat permusuhan. Gus Dur atas pemikirannya tersebut mengajak untuk bersikap fleksibel dan luwes serta terbuka dalam beragama karena walau bagaimanapun agama tidak akan pernah terlepas dari keberadaan budaya yang sudah ada dan melekat di masyarakat luas. 2. Pendidikan Islam Berbasis Pembebasan Dalam pandangan Gus Dur pembelajaran yang membebaskan dari belenggu-belenggu tradisionalis yang kemudian ingin dikonstruk ulang dengan melihat kepada pemikiran kritis yang terlahir oleh Barat modern. 227 Dengan demikian akan memunculkan suatu term pembebasan dalam pendidikan Islam dalam koridor Islam harus dipahami secara komprehensif, bukan suatu pemahaman yang parsial yang malah akan menimbulkan suatu pandangan terhadap Islam yang pesimis. 228 ## 3. Pendidikan Islam Berbasis Multikulturalisme 225 Lihat Abdul Manab, Pendidikan Islam dalam Membangun Budaya Kosmopolitan Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, Op.cit. , h. 65-66 226 Ibid., h. 65 227 Ibid., h. 69 228 Ibid. Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid Menurut Azyumardi Azra mengenai pengertian multikulturalisme, bahwa multikulturalisme merupakan sebuah pandangan dunia yang pada akhirnya diimplementasikan dalam kebijakan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, bahasa, dan agama. 229 Pendekatan yang dilakukan KH. Abdurrahman Wahid ini lebih mementingkan aktifitas budaya dalam konteks pengembangan lembaga- lembaga yang dapat mendorong transformasi sistem sosial secara evolutif dan gradual. Pendekatan seperti ini dapat mempermudah masuknya “agenda Islam” ke dalam “agenda nasional” bangsa secara inklusifistik. ## F. Kurikulum Pendidikan Islam Di samping memberi pendapat atau pandangan mengenai tujuan pendidikan Islam. KH. Abdurrahman Wahid pun berpendapat mengenai kurikulum pendidikan Islam, yakni sebagai berikut: 230 1. Orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psikomotorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus mereka tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan daripada hanya sekadar mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan). 2. Dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik. 3. Guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan 229 Azyumardi Azra, “ Keragaman Indonesia: Pancasila dan Multikulturalisme ”, makalah yang disampaikan pada Semiloka Nasional “Keragaman Suku, Agama, Ras, Gender sebagai Modal Sosial untuk Demokrasi dan Masyarakat Madani: Resiko, Tantangan dan Peluang”. Diselenggaran oleh Fakultas Psikologi UGM dengan Institute for Community Behavioral Change (ICBC) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) di Yogyakarta 13 Agustus 2007. 230 http://media.kompasiana.com/buku/2012/11/23/resensi-buku-gus-dur-dan-pendidikan- islam-upaya-mengembalikan-esensi-pendidikan-di-era-global-505496.html , diunduh pada 15 April 2015 pukul 01.25 WIB. Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer of knowledge tapi pembelajaran harus meliputi transfer of value and skill , serta pembentukan karakter ( character building ). 4. Perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar yang tinggi. 5. Harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses ( process oriented ), di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus berjalan di atas rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya pada dunia pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar atau titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang harus dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian yang dimilikinya. 6. Sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan pada sekolah-sekolah umum. Yaitu dengan menyeimbangkan antara teori dengan praktik dalam implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami titik kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya dalam masyarakat dan dunia kerja. Salah satu cara paling efektif menerapkan kurikulum yang dapat menunjang proses belajar siswa menjadi manusia yang demokratis, pluralis artinya peserta didik dapat menerima dan mampu mengembangkan pluralisme dengan kesadaran diri, menurut Gus Dur, hendaknya peserta didik mampu belajar dari penerimaan secara terbuka terhadap pluralisme makanan. Siapapun yang memahami realitas keragaman masakan yang hampir dimiliki oleh setiap daerah di seluruh pelosok negeri ini, maka pemahamannya terhadap pluralisme justru akan semakin kokoh. Keragaman masakan yang kita miliki sebenarnya merupakan unsur kekuatan, bukan unsur ancaman. Makanan yang begitu banyak aneka ragamnya telah Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid menjadi fakta bahwa pluralisme atau kebhinekaan merupakan rahmat Tuhan yang harus didayagunakan untuk kemajuan bangsa. 231 ## G. Metodologi atau Strategi Pendidikan Islam Ada pula metodologi atau strategi dalam pendidikan Islam perspekif KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yaitu sebagai berikut: 232 ## 1. Strategi Politik Gus Dur mengambil sikap dan langkah yang berbeda dengan mayoritas aktivis Islam karena ia memiliki dasar yang kuat. Wawasannya sangat luas karena ia memahami dengan baik teks-teks keagamaan dan khazanah intelektual Islam, baik klasik maupun kontemporer. Pemahamannya terhadap banyak khazanah intelektual Islam dan juga khazanah intelektual secara umum membuatnya menjadi pribadi yang memiliki pandangan komprehensif terhadap berbagai persoalan yang ada. Dan karena itulah, Gus Dur memandang keberagaman harus mendapat perlindungan dan tak ada yang memiliki hak untuk menindas apalagi meniadakan sesuatu karena alasan perbedaan, walaupun yang berbeda secara numerik hanya sejumlah kecil saja. Strategi ini merupakan priorotas yang harus dilaksanakan sebelum melaksanakan strategi yang lain, sebab pendidikan Islam memerlukan suatu naungan politik eksplisit Islam yang akan memproklamirkan adanya pendidikan Islam tersebut. 233 2. Strategi Kultural Pondok pesantren sebagai lembaga kultural yang menggunakan simbol-simbol budaya jawa, sebagai agen pembaharuan yang memperkenalkan gagasan pembangunan pedesaan (rural development) , sebgai pusat kegiatan belajar masyarakat (centre of community learning) 231 Lihat Achmad Mustholih, Konsep Pendidikan Pluralisme Menurut Abdurrahman Wahid Perspektif Pendidikan Islam, (Semarang: IAIN Walisongo_skripsi, 2011), h. 166. 232 http://media.kompasiana.com/buku/2012/11/23/resensi-buku-gus-dur-dan-pendidikan- islam-upaya-mengembalikan-esensi-pendidikan-di-era-global-505496.html, diunduh pada 15 April 2018 pukul 13:25 WIB. 233 Lihat Resdhia Maula Pracahya, Konsep K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Multikultural, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013), h. 52 Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid dan juga pondok pesantren yang bersandar pada silabi yang dibawakan oleh Imam al-Suyuti lebih dari 500 tahun-nan lalu, dalam itmam al-dirayah. silabi inilah yang menjadi dasar acuan pondok pesantren tradisional selama ini, dengan pengembangan kajian Islam yang terbagi dalam 14 macam disiplin ilmu yang kita kenal sekarang ini, dari nahwu atau tata bahasa arab klasik hingga tafsir al-qur’an dan teks hadis nabi, semuanya dipelajari dalam lingkungan pondok pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam. 234 3. Strategi Sosio-Kultural Strategi ini menekankan bahwa pendidikan Islam perlu mengembangkan nilai-nilai keislaman yang tidak harus dilembagakan. Artinya pendidikan Islam lebih bisa diterima masyarakat melalui lembaga- lembaga umum. Dengan demikian Gus Dur menempatkan pesantren pada sebuah tempat eksklusif dalam transformasi ajaran Islam. Pemikiran- pemikiran Gus Dur masih terbuka bagi siapa saja yang ingin memperebut dan memperjuangkan budaya-budaya Islam tradisional, khususnya budaya pesantren, namun tidak menutup mata terhadap kondisi dan perkembangan zaman yang terus berevolusi. 235 ## 4. Strategi Paedagogis Titik tekan terhadap keberhasilan penerapan pendidikan Islam mengarah pada pendidik (guru) yang berkompeten, profesional, berwawasan luas, serta karismatik. Karismatik menurut Gus Dur ialah nilai lebih dalam membangun spiritualitas antara pendidik dan peserta didik di samping pendidik juga memiliki wawasan luas tentang harmonisasi dan humanisasi yang tinggi dalam menciptakan pendidikan yang multikultural. Menurut Ainun Naim dan Achmad Syauqi penanaman nilai-nilai spiritual dan kultur sejak dini merupakan langkah yang paling efektif dalam membentuk karakter peserta didik di masa depan. 236 Kehidupan beragama semua umat dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek perorangan dan aspek kemasyarakatannya. Kedua aspek tersebut 234 Ibid., h. 53 235 Ibid. 236 Ibid., h. 54 Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid berkaitan sangat erat, tetapi pada saat yang sama dapat dibedakan dengan jelas satu dari yang lainnya. 237 Proses belajar mengajar di lingkungan pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam bukanlah sekedar menguasai ilmu-ilmu keagamaan semata, melainkan juga proses pembentukan pandangan hidup dan perilaku para santri itu yang nantinya setelah kembali dari pondok pesantren ke dalam kehidupan masyarakat. 238 Pendidik dituntut untuk sebisa mungkin menjadi mediator (mengembalikan fungsi utama pendidik), karena yang dapat mengetahui kondisi kapan menggunakan metode pembelajaran partisipatif atau kapan murid sebagai subyek sehingga nantinya diharapkan anak didik dapat memunculkan kreatifitasnya. Karena yang dapat mengetahui kebutuhan anak didik adalah para pendidik. Sehingga nantinya dapat terjadi kondisi kelas yang sangat kondusif dan ideal sehingga diharapkan dengan penerapan seperti ini anak didik akan merasa lebih siap dalam menerima pelajaran dan memunculkan kreatifitasnya. 239 Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat kompleks, menantang, dan mulia. Kompleks, karena spektrumnya sangat luas, menantang karena menentukan masa depan bangsa, dan mulia karena memanusiakan manusia. Kompleksitas tersebut dapat teratasi jika guru yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pendidikan bisa memahami peran dan fungsinya sebagai pendidik. 240 Dalam hal pendidikan, yang benar-benar Gus Dur rasakan adalah generasi muda memerlukan contoh yang baik, atau sosok yang dapat ditauladani dalam kehidupan. Bukan hanya didoktrinasi saja, tetapi perlu seorang figur yang dapat menjadi tauladan, tumpuan hati, dan harapan 237 Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta: Leppenas, 1983), Cet.2, h. 46-47 238 Abdurrahman Wahid, Gusdur Menjawab Kegelisahan Rakyat, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007). Cet. ke-1. h. 134 239 Lihat Nandirotul Umah, Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, Op.cit., h. 75 240 Ibid. secara nyata. Masalah generasi muda di Indonesia sekarang berarti hilangnya mereka figur yang menjadi contoh. 241 Kehadiran pendidik yang berkualitas baik segi intelektual maupun spiritual sangatlah didambakan bagi lajunya pendidikan. Karena maju mundurnya pendidikan di sebuah Negara juga difaktori oleh kredibilitas seorang pendidik. 242 Pendidikan kita sudah kehilangan akhlak/etika. Buktinya, banyak orang pintar tetapi mencuri harta rakyat (korupsi). 243 Hal tersebut merupakan cerminan dari kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. ## H. Penutup Peta “keberagaman” pendidikan Islam seperti dimaksudkan di atas, haruslah bersifat lengkap dan tidak mengabaikan kenyataan yang ada. Lagi-lagi kita berhadapan dengan kenyataan sejarah, yang mempunyai hukum-hukumnya sendiri. Perkembangan keadaan, yang tidak memperhitungkan hal ini, mungkin hanya bersifat menina-bobokan kita belaka, dari tugas sebenarnya yang harus kita pikul dan laksanakan. Sikap untuk mengabaikan keberagaman ini, adalah sama dengan sikap burung onta yang menyembunyikan kepalanya di bawah timbunan pasir tanpa menyadari badanya masih tampak. Jika kita masih bersikap seperti itu, akibatnya akan menjadi sangat besar bagi perkembangan Islam di masa yang akan datang. Karenanya jalan terbaik adalah membiarkan keaneka-ragaman sangat tinggi dalam pendidikan Islam dan membiarkan perkembangan yang akan menentukan. Sebuah hal yang sulit dilakukan, namun gampang dirumuskan. Nyatanya memang benar demikian. ## DAFTAR PUSTAKA Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif (Jogjakarta: LKiS, 2008) Aziz, Aceng Abdul (ed), Performa Masa Depan Ma’arif NU (Jakarta: PP Ma’arif NU, 2009) 241 Ibid. 242 Ibid., h. 76 243 Sulton Fatoni, The Wisdom of Gus Dur, Op.cit , h. 293 Deden Saeful Ridhwan MZ Esensi Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid Azra, Azyumardi, “ Keragaman Indonesia: Pancasila dan Multikulturalisme ”, makalah yang disampaikan pada Semiloka Nasional “Keragaman Suku, Agama, Ras, Gender sebagai Modal Sosial untuk Demokrasi dan Masyarakat Madani: Resiko, Tantangan dan Peluang”. Diselenggaran oleh Fakultas Psikologi UGM dengan Institute for Community Behavioral Change (ICBC) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) di Yogyakarta 13 Agustus 2007. Brinessen, Martin Van, Kitab Kuning dan Nilai-Nilai Tradisi (Bandung: Mizan, 1995) Effendy, Bahtiar, Gus Dur dan Pupusnya Dwi Tunggal (Jakarta: Ushul Press, 2005) E. Kosasih, Hak Gus Dur untuk Nyleneh, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000) Fatoni, Sulton, The Wisdom of Gus Dur (Depok: Imania, 2014) Haedari, Amin, Panorama Pesantren dalam Cakrawala Modern, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004 -------, Khazanah Intelektual Pesantren II (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010) http://media.kompasiana.com/buku/2012/11/23/resensi-buku-gus-dur-dan- pendidikan-islam-upaya-mengembalikan-esensi-pendidikan-di-era-global- 505496.html , diunduh pada 15 April 2018 pukul 13:25 WIB. Kartanegara, Mulyadhi, Reaktualisasi Tradisi Ilmiyah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006) Manab, Abdul, Pendidikan Islam dalam Membangun Budaya Kosmopolitan Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012) Mustholih, Achmad, Konsep Pendidikan Pluralisme Menurut Abdurrahman Wahid Perspektif Pendidikan Islam, (Semarang: IAIN Walisongo, 2011) Pracahya, Resdhia Maula, Konsep K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Multikultural, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013) Siradj, Said Aqil, et.al., Pondok Pesantren Modern “Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) Ridhwan, Deden Saeful, Madrasah di Indonesia Dinamika dan Eksistensinya dalam Jurnal Ma’arif NU (Jakarta: LP Ma’arif NU, 2017), h. 42. Sonhadji, A. Munir, Pesantren as a Model of Non Formal Islamic Education (International Journal of Pesantren Studies, Volume 1, Number 1, 2007) Qomar, Mujamil, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga, tt) Turmudi, Endang (ed), Nahdlatul Ulama Ideoligy Politics and the Formation of Khaira Ummah (Jakarta: The Central Board of The Ma’arif Education Institution of NU, 2004) Umah, Nandirotul, Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid, Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAIN Salatiga, 2013. Wahid, Abdurrahman, Pendidikan Islam Harus Beragam, Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 2002. (Jogja: Kedaulatan Rakyat, Jumat 21/12/2002) ------, Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta: Leppenas, 1983) ------, Gusdur Menjawab Kegelisahan Rakyat, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007) Yusuf, Chairul Fuad (ed), Karakteristik Majlis Taklim (Jakarta: GP Press, 2007)
d08c4427-35e4-4589-9084-ae46c9b9568b
https://jurnal.unimor.ac.id/index.php/JIE/article/download/7184/1833
## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen ## ACCOUNTING ANALYSIS OF TRADE INVENTORY BASED ON PSAK No. 14 ## ANALISIS AKUNTANSI PERSEDIAAN DAGANG BERDASARKAN PSAK No. 14 1 Lailatus Sa’adah [email protected] 2 Siti Mayasaroh [email protected] 3 Triana Murtiningtyas [email protected] 1,2,3 STIE Malangkuçeçwara Malang ## Abstract The purpose of this research is to determine the suitability of the application of Accounting Standards regulated in PSAK No. 14 with the company. The type of research used in this research is comparative qualitative descriptive research with three stages, namely (a) interviews, (b) observations and (c) documents. The results of this research show that when recording inventory the company uses a perpetual system, meaning that every transaction that occurs is recorded in a journal. The inventory valuation method uses FIFO (First In First Out), which is a method of recording according to the goods entered first, then those goods will be used or issued or sold first. The company has presented inventory information in financial reports, namely in the balance sheet and profit and loss report, so it can be concluded that the implementation of inventory accounting in the company is in accordance with PSAK no. 14. Keywords: Inventory Accounting, Perpetual System, FIFO Method, PSAK 14 ## Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuian penerapan Standar Akuntansi yang diatur dalam PSAK No. 14 dengan perusahaan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitan deskriptif kualitatif komparatif dengan tiga tahapan, yaitu (a) wawancara, (b) observasi dan (c) dokumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mencatat persediaan perusahaan menggunakan sistem perpetual, artinya setiap transaksi yang terjadi dicatat dalam jurnal. Metode penilaian persediaan menggunakan FIFO (First In First Out) yaitu metode pencatatan sesuai dengan barang masuk yang pertama, maka barang itu yang akan digunakan atau dikeluarkan atau dijual pertama. Perusahaan telah menyajikan informasi persediaan di laporan keuangan, yaitu di neraca dan laporan laba rugi, sehingga dapat disimpulkan penerapan akuntansi persediaan di perusahaan telah sesuai PSAK no. 14. Kata Kunci : Akuntansi Persediaan, Sistem Perpetual, Metode FIFO, PSAK 14 ## PENDAHULUAN Dalam upaya untuk mencapai tujuannya, maka perusahaan akan menggunakan sebagai sumber daya yang dimilikinya seefisien dan seefektif mungkin untuk mencapai hasil optimal. Salah satunya sumber daya perusahaan adalah persediaan yang informasinya sangat diperlukan oleh pihak manajemen dalam pengambilan keputusan agar tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan persediaan . Persediaan merupakan barang yang disimpan kemudian dijual kembali atau barang dalam proses yang digunakan dalam proses produksi kemudian dijual dalam kegiatan bisnis perusahaan (Lestari, 2017). Dalam perusahaan persediaan mempengaruhi laba rugi dan neraca. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, maka perlu adanya pengawasan serta membantu tercapainya tingkat efisien biaya pada persediaan (Ivantry, 2016). Dalam sistem perpetual, setiap perubahan yang terjadi atas persediaan ## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen langsung dicatatkan pada perkiraan persediaan, sehingga setiap saat perusahaan bisa mengetahui jumlah dan harga perolehan persediaan barang yang ada digudang (Saputra, 2013). Akuntansi persediaan harus diaplikasikan dengan standar akuntansi persediaan agar perusahaan tidak mengalami kendala dan gangguan dalam beroperasi. Pelaku usaha harus mampu menggunakan akuntansi sebagai kontrol dan juga berfungsi sebagai alat ukur tingkat keberhasilan perusahaan dlam mengelola persediaan. Persediaan yang menumpuk akan mengakibatakan bertambahnya biaya penyimpanan di gudang dan juga kualitas barang yang ada akan semakin berkurang. Penerapan akuntansi persediaan sangat penting daalam kegiatan perekonomian, dengan akuntansi kita dapat mengetahui kondisi perkembangan perusahaan, khususnya keadaan persediaan perusahaan dan langkah apa selanjutnya yang kita lakukan untuk memajukan dan kelangsungan perusahaan (Harahap, 2012). Sistem persediaan yang baik yaitu penilaian terhadap persediaan akan menjadi suatu sarana untuk memberikan informasi yang bisa digunakan dalam mengevaluasi perusahaan, juga bisa sebagai alat untuk pengendalian intern yang baik. Perusahaan diharuskan untuk mampu menerapkan kebijakan akuntansi perusahaan dengan baik supaya bisa memberikan informasi yang akurat, sehingga bisa memperlancar aktivitas perusahaan. Untuk itulah perusahaan wajib mengikuti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu tepatnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14 Revisi Tahun 2014 yang menjelaskan tentang hal yang berkaitan dengan persediaan, diantaranya penilaian persediaan, metode yang digunakan dalam pencatatan persediaan serta pelaporan persediaan dalam laporan keuangan. Menurut (Samryn, 2015), metode pencatatan dan metode penilaian merupakan hal yang penting diselenggarakan dalam pengelolan persediaan untuk tujuan pelaporan dan untuk mengatasi masalah akuntansi persediaan. Metode penilaian persediaan berkaitan dengan prosedur alokasi harga perolehan persediaan sebagai alat persediaan akhir dan pembebanannya sebagai harga pokok penjualan. Berdasarkan latar belakang tersebut , maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pencatatan, perlakuan dan penerapan akuntansi persediaan sesuai dengan PSAK No.14 di CV. Kinarya Berkah Abadi Malang. ## Pengertian Persediaan Bagi perusahaan, persediaan merupakan aset yang sangat penting, karena akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Persediaan merupakan aset lancar yang memiliki skala besar atas perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk persediaan tersebut, sehingga perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimilikinya. Menurut PSAK 14, persediaan adalah aset: a. Tersedia untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan; b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau c. Dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan (supplies) yang digunakan pada proses produksi atau pemberian jasa (IAI, 2013). Menurut (Sartono, 2019) persediaan merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan hal ini mudah dipahami karena persediaan merupakan faktor penting dalam menentukan kelancaran operasi perusahaan ditinjau dari segi neraca persediaan adalah barang-barang atau bahan yang masih tersisa pada tanggal neraca, atau barang-barang yang akan segera dijual, digunakan atau diproses dalam periode normal perusahaan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 14 (PSAK No.14) tentang Persediaan ## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen Tujuan pernyataan ini adalah untuk merumuskan perlakuan akuntansi untuk persediaan menurut sistem biaya historis. Permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan adalah jumlah biaya yang harus diakui sebagai aktiva dan konversi selanjutnya sampai pendapatan yang bersangkutan diakui (IAI, 2013). ## Sistem Pencatatan Persediaan Menurut (Santoso, 2013) menjelaskan sistem pencatatan pengelolaan persediaan yang dimaksud dapat dilakukan dengan dua cara yakni: a. Sistem persediaan periodik/fisik ( periodical physical Inventory system ). Suatu sistem pengelolaan persediaan di mana dalam penentuan persediaan dilakukan melalui perhitungan secara fisik ( physical counting ) yang lazim dilakukan pada setiap akhir periode akuntansi dalam rangka penyiapan laporan keuangan. Melalui perhitungan fisik ini, jumlah kuantitas persediaan ( inventory quantity ) akan diketahui (misalnya dalam berat, meter, kilogram, gallon dan sebagainya) sehingga nilai persediaan ( inventory value ) dapat dihitung dengan mengalikan jumlah kuantitas persediaan dengan suatu harga yang sesuai dengan metode penilaian persediaan yang dipilih perusahaan. b. Sistem persediaan terus-menerus ( perpetual inventory system ) Merupakan suatu sistem pengelolaan persediaan di mana pencatatan mutasi persediaan dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga mutasi persediaan selama satu periode termonitor dan setiap saat jumlah maupun nilai persediaan dapat diketahui tanpa melakukan perhitungan secara fisik. Dengan sistem ini, maka seluruh mutasi persediaan selama satu periode akan dicatat dalam akun persediaan ( inventory account ). PSAK No.14 menyatakan dalam sistem persediaan perpetual ( perpetual inventory system ), biaya persediaan akhir dan harga pokok penjualan selama tahun berjalan dapat ditentukan secara langsung dari catatan akuntansi. Namun,jika ada ketidakcocokan antara biaya persediaan pada catatan akuntansi dan nilai persedian yang ditentukan melalui pemeriksaan stock fisik, maka jumlah persediaan pada catatan akuntansi harus disesuaikan. Harga pokok penjualan pada catatan akuntansi juga harus disesuaikan. Jurnal dalam mencatat transaksi pembelian dan penjualan persediaan dengan menggunakan sistem persediaan perpetual , yaitu: ## Tabel 1. Jurnal Untuk Mencatat Pembelian Persediaan Barang Dagang Keterangan Debet Kredit Persediaan Barang Dagangan Rp xxx Hutang Usaha/Kas Rp xxx Tabel 2. Jurnal Untuk Mencatat Penjualan Persediaan Barang Dagang Keterangan Debet Kredit Piutang Dagang/ Kas Rp xxx Penjualan Rp xxx Harga Pokok Penjualan Rp xxx Persediaan Barang Dagangan Rp xxx Sistem persediaan perpetual dalam perusahaan dagang menghasilkan alat pengendalian persediaan yang efektif, pada buku besar persediaan menjaga kuantitas persediaan pada tingkat tertentu, memungkinkan pemesanan kembali tepat pada waktunya dan mencegahpemesanan kembali dalam jumlah yang berlebihan (Reeve, 2013) ## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen ## Biaya–Biaya Persediaan Penilaian persediaan membutuhkan penilaian yang cermat dan sewajarnya untuk dimasukkan sebagai harga pokok dan mana saja yang dibebankan pada tahun berjalan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2013) mengatakan bahwa biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya produksi dan biaya lain-lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi siap untuk dijual/dipakai. Biaya persediaan yang sering dikaitkan atau diartikan sebagai harga pokok penjualan dalam perusahaan dagang yaitu biaya pembelian yang meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya. ## Metode Penilaian Persediaan Ada beberapa macam metode penilaian persediaan yang umum digunakan yaitu: biaya rata-rata (Average), masuk pertama keluar pertama (FIFO) dan masuk terakhir keluar pertama (LIFO) yaitu : a. Metode Rata-Rata Tertimbang mengasumsikan bahwa seluruh barang akan tergabung sehingga sulit dalam menentukan barang yang terjual dan barang yang masih dalam bentuk persediaan. Harga persediaan (dan barang terjual) dengan demikian ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang dibayarkan untuk barang tersebut, yang ditimbang menurut jumlah yang dibeli (Bahtiar, 2017). Metode rata-rata mengutamakan yang mudah terjangkau untuk dilayani, tidak peduli apakah barang tersebut masuk pertama atau masuk terakhir. b. Metode FIFO mengasumsikan item persediaan pertama kali yang dibeli akan terlebih dahulu dijual atau digunakan sehingga item yang tersisa masuk ke dalam persediaan akhir yaitu yang diproduksi maupun dibeli kemudian. Dengan demikian, barang yang lebih dulu masuk atau diproduksi terlebih dahulu, dianggap terlebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri dari barang yang terakhir masuk atau yang terakhir diproduksi (Lulianto & Sari, 2016). FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik dari barang yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk memanipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, di dalam FIFO unit yang tersedia pada persediaan akhir adalah unit yang paling terakhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian diakhir periode. c. Metode LIFO mengangsumsikan bahwa item persediaan yang dibeli terakhir akan dijual lebih dahulu. Metode LIFO sering dikritik secara teoritis tetapi metode ini adalah metode yang paling baik dalam pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan. Apalagi metode LIFO digunakan selama periode inflasi atau harga naik, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, jumlah laba kotor yang lebih rendah dan persediaan akhir yang lebih rendah. ## METODE Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitan deskriptif kualitatif pendekatan komparatif . Kualitatif komparatif adalah analisis yang membandingkan keadaan satu variabel atau lebih dengan dua atau lebih sampel yang berbeda (Sugiyono, 2012). Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di CV. Kinarya Berkah Abadi perusahaan manufaktur yang memproduksi air minum yang berada di Kabupaten Malang . Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah penerapan PSAK No. 14 dalam perlakuan akuntansi persediaan pada ## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen CV. Kinarya Berkah Abadi. Penelitian dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu (a) wawancara, (b) observasi dan (c) dokumen. ## Teknik Analisis Data Adapun teknik analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: a. Mengumpulkan data-data keuangan yang berhubungan dengan penelitian. b. Menelusuri proses pencatatan dan sistem penilaian persediaan barang pada subjek penelitian ini. c. Membandingkan hasil yang diperoleh dari perusahaan dengan PSAK No.14 untuk dijadikan dasar acuan dalam menganalisa permasalahan yang ada. d. Menarik kesimpulan ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian CV. Kinarya Berkah Abadi adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak pada produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan brand Q Mas-M. Perusahaan ini didirikan sejak tahun 2012 di Kota Malang. Pada awal berdirinya CV. Kinarya Berkah Abadi hanyalah sebuah Home Industri yang hanya bisa memproduksi AMDK dalam ukuran 240 ml sebanyak 30 dus per hari. Dengan pangsa pasar awal hanya para pengurus panti, serta untuk kebutuhan air minum panti yang ada di Kota Malang. Setelah semakin berkembang, CV. Kinarya Berkah Abadi ini berpindah lokasi di kabupaten Malang dengan lokasi yang cukup besar. ## Metode Penilaian Persediaan Barang Jadi CV. Kinarya Berkah Abadi Dalam mencatat persediaanya CV. Kinarya Berkah Abadi menggunakan metode FIFO (First In First Out) yaitu metode pencatatan sesuai dengan barang masuk yang pertama, maka barang itu yang akan digunakan atau dikeluarkan pertama. Metode penilaian ini yang dinilai bukan dari fisik barangnya melainkan dari harga perolehan barangnya. Informasi tentang jumlah pembelian, penjualan atau harga pokok barang dijual setiap transaksi terdapat di dalam rekening pembukuan. Pada sistem persediaan secara perpetual, pembelian barang dagang dari setiap pemasok dicatat oleh perusahaan dengan cara mendebet akun persediaan barang dagang pada akun kas atau utang dagang. Transaksi atas setiap penjualan barang dagang kepada pelanggan, harga pokok atas barang yang akan dijual dicatat dengan mendebet akun harga pokok penjualan pada akun persediaan barang dagang. Sistem pencatatan perpetual akan terus-menerus terlihatnya perubahan akun persediaan. ## Pengukuran Persediaan Barang Jadi CV. Kinarsih Berkah Abadi CV. Kinarya Berkah Abadi mengukur persediaan barang jadi dengan membandingkan biaya-biaya dengan pendapatan yang nantinya menghasilkan pendapatan bersih. Penentuan perhitungan pendapatan bersih ini berdasarkan pada pendapatan pada saat penjualan, dan perlu adanya alokasi biaya pada saat pendapatan bersih tersebut dilaporkan pada periode tertentu. Dalam hal ini persediaan barang jadi yang belum terjual akan menjadi persediaan periode yang akan datang. Biaya persediaan barang jadi CV. Kinarya Berkah Abadi meliputi semua biaya pembelian, dan biaya lain-lain. Biaya pembelian CV. Kinarya Berkah Abadi meliputi harga beli, pajak lainnya, biaya angkut, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diditribusikan pada perolehan barang jadi, potongan dagang dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian. ## Pengungkapan Persediaan Barang Jadi CV. Kinarya Berkah Abadi Dalam CV. Kinarya Berkah Abadi telah menyajikan informasi persediaanya di dalam laporan rugi laba dan laporan neraca sebagai harta lancar yang disusun perbulan dan pertahunan oleh bagian kuntansi keuangan. Penyajian dalam laporan keuangan pada PSAK ## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen No.14 diuraikan bahwa laporan keuangan mengungkapkan informasi sebagai biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan dan biaya operasional yang dapat diaplikasikan pada pendapatan. Analisa Akuntansi Persediaan Barang Menurut PSAK No. 14 Tabel 3. Perbandingan Pencatatan Persediaan Perusahaan dan PSAK No 14. Analisis Perusahaan PSAK No. 14 Keterangan Pencatatan Persediaan Mencatat Pembelian Persediaan (D) Kas/Hutang (K) Persediaan (D) Kas/Hutang (K) Telah sesuai Mencatat Penjualan Kas/Piutang (D) Penjualan (K) Hg. Pokok Pers (D) Persediaan (K) Kas/Piutang (D) Penjualan (K) Hg. Pokok Pers (D) Persediaan (K) Telah sesuai Pengukuran Persediaan Mencatat semua yang menyangkut biaya pembelian dan biaya lain- lain Biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain- lain Telah sesuai Pengakuan Sebagai Beban Hg. Pokok Pers (D) Persediaan (K) Hg. Pokok Pers (D) Persediaan (K) Telah sesuai Pengungkapan Persediaan Diungkapkan dalam laporan keuangan (neraca dan laporan laba-rugi) Diungkapkan dalam laporan keuangan (neraca dan laporan laba- rugi) Telah sesuai ## Sumber : data diolah Dari Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa CV. Kinarya Berkah Abadi menggunakan sistem perpetual dengan metode FIFO ( First In First Out ), informasi tentang pembelian, penjualan atau harga pokok penjualan dalam setiap transaksi terlihat di dalam pembukuan. Kuantitas barang yang tersedia untuk dijual, kuantitas barang yang tersedia untuk dijual dan kuantitas persediaan ditentukan pada saat yang bersamaan yaitu pada setiap kali terjadi transaksi yang mempengaruhi secara langsung terhadap masing-masing elemen ataupun komponen aliran persediaan tersebut. Dengan demikian, penilaian dan pencatatan persediaan CV. Kinarya Berkah Abadi dinilai sudah baik. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai penerapan akuntansi persediaan pada CV. Kinarya Berkah Abadi adalah sebagai berikut : a. CV. Kinarya Berkah Abadi dalam mencatat persediaan menggunakan metode FIFO (First In First Out) yaitu metode pencatatan sesuai dengan barang masuk yang pertama, maka barang itu yang akan digunakan atau dikeluarkan atau dijual pertama. b. CV. Kinarya Berkah Abadi dalam mengukur persediaannya dengan membandingkan biaya-biaya dengan pendapatan yang nantinya menghasilkan pendapatan bersih. Mencatat semua biaya yang menyangkut biaya pembelian dan biaya lain-lain c. CV. Kinarya Berkah Abadi telah menyajikan informasi persediaanya di dalam laporan rugi laba dan laporan neraca sebagai harta lancar yang disusun perbulan dan pertahunan oleh bagian akuntansi keuangan ## Inspirasi Ekonomi : Jurnal Ekonomi Manajemen ## DAFTAR PUSTAKA Bahtiar Misbah Aji. (2017). Analisis Penerapan Akuntansi Persediaan Bahan Baku Berdasarkan PSAK No. 14 Tahun 2015 Pada CV Aneka Ilmu. Repositori Semarang, FE Universitas Muhammadiyah Semarang . Harahap, S. S. (2012). Teori akuntansi : Edisi revisi 2011 (Ed. Revisi). Jakarta : RajaGrafindo Persada. IAI. (2013). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ED PSAK 14) Standar Akuntansi (Dewan Standar Akuntansi Keuangan (ed.)). Ivantry, R. (2016). Analisis Metode Penilaian Persediaan dan pengaruhnya Terhadap Laporan Laba Rugi Pada PT Sumber Pangan Nusantara Tahun 2013-2015 . Universitas Nusantara Persatuan Guru Republik Indonesia. Lestari, S. N. M. (2017). Penerapan Sistem Pencatatan Dan Metode Penilaian Persediaan (Pada UKM Deden Batik dan Nanda batik Tasikmalaya) . 02 (01), 145–149. Lulianto, D. S. C., & Sari, A. R. (2016). Analisis Metode Pencatatan dan Penilaian Persediaan Sesuai PSAK No.14 pada PT Toeng Makmur. Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi Unikama , 4 (1), 1–10. Reeve, James M. Duchac, J. E. (2013). Pengantar akuntansi adaptasi indonesia = Principles of accounting - Indonesia adaptation, Buku 1 (D. D. Amir Abadi Jusuf [et al.] (ed.)). Salemba Empat. Samryn. (2015). Pengantar Akuntansi (Buku 2) (PT. Raja Grafindo Persada (ed.)). Santoso, I. (2013). Akuntansi Keuangan Menengah 1 (Cetakan II). PT. Rafika Aditama. SAPUTRA, O. (2013). Analisis Akuntansi Persediaan Barang Dagang Pada PT. Inti Kreasi Kantor Wilayah Pekanbaru Riau . UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU. Sartono, A. (2019). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi Edisi 4 (4th ed.). BPFE. Saksono, dkk. (2023). MANAJEMEN KEUANGAN (P. T. Cahyono (ed.)). Yayasan Cendikia Mulia Mandiri. Kota Batam Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . ALFABETA.
15f863c8-c8c8-4874-b9c0-f64f36f638b1
https://iptek.its.ac.id/index.php/jmaif/article/download/6829/4503
## Evaluasi Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah dengan Analisis Cost and Benefit (CBA) pada Stadion Mandala Krida Yogyakarta Utilization Evaluation of Regional Property Assets Using the Cost and Benefit Analysis (CBA) at Mandala Krida Stadium Yogyakarta Sri Wahyuni 1,a ) , Rifki Khoirudin 2,b ) Novi Irawati 1,c ) & Ariyanto Adhi Nugroho 3,d ) 1) Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM), Yogyakarta. 2) Ekonomi Pembangunan, FEB, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. 3) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Koresponden : a) [email protected], b) [email protected], c) [email protected] & d) [email protected] ## ABSTRAK Pada penelitian ini, akan dilihat hasil dari Evaluasi Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah Pada Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Evaluasi pemanfaatan aset pada Stadion Mandala Krida Yogyakarta ini dilakukan dengan menggunakan analisis CBA ( Cost and Benefit Analysis ) dan SWOT ( Strenghts, Weakness, Opportunity and Threats ). Penelitian ini menggunakan data survey lapangan pada bulan Desember 2018. Perbandingan antara pendapatan dan biaya adalah lebih besar biaya sehingga menimbulkan net income yang negatif, sehingga Net Present Value (NPV) juga akan negatif. Pemanfaatan yang ideal dari hasil analisis SWOT adalah sebagai sarana olahraga. Hasil dari evaluasi pemanfaatan aset pada Stadion Mandala Krida Yogyakarta mengindikasikan bahwa untuk pengelolaan dari pemanfaatan aset tersebut, sebaiknya dilakukan melalui Badan Layanan Umum. Kata Kunci : manajemen fasilitas, cost and benefit analysis , pemanfaatan aset, evaluasi aset stadion, Barang Milik Daerah. ## PENDAHULUAN Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat serta dapat diukur dalam satuan yang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang diperlihara karena alasan sejarah dan budaya. Infrastruktur dan Fasilitas sebagai Barang Milik Daerah adalah asset yang harus dikelola dengan baik, agar selalu bisa berfungsi dengan baik secara ekonomis, fektif dan efisien. Untuk itu, Infrastruktur dan Fasilitas Milik Daerah haruis selalu dievaluasi unutk menyempurnakan Sistem Pengelolaanya (Suprayitno & Soemitro, 2018). Barang Milik Daerah (BMD) merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah Daerah harus melakukan pengelolaan atas BMD agar dapat berguna bagi pemerintah dan masyarakat. Pengelolaan BMD adalah suatu proses dalam mengelola kekayaan yang telah ada sebelumnya atau yang diperoleh dari beban APBD atau perolehan lainnya yang sah yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintah maupun masyarakat Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas – Vol. 4, No. 1, Januari 2020 Pengelolaan barang milik daerah masih menjadi permasalahan di berbagai daerah. Ketidakpedulian terhadap pengelolaan dan pemeliharaan barang milik daerah yang tidak teratur, tertib dalam melaksanakan ketentuan pengelolaan barang milik daerah dapat terlihat dari catatan atas opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan pemerintah daerah yang hampir setiap tahun masih didominasi masalah penyajian aset tetap. Begitu pentingnya peran BMD dalam mendukung jalannya tatakelola pemerintah daerah, membuat pengelolaan BMD menjadi pada salah satu indikator keberhasilan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DIY tahun 2017-2022 dengan indikator: optimalisasi aset-aset pemerintah daerah dengan peningkatan efektifitas pengelolaan asset daerah melalui pemanfaatan dan kerjasama pihak ketiga. Atas hal tersebut, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah. Sebagai langkah strategis dalam upaya optimalisasi dan peningkatan efektifitas pengelolaan BMD tersebut, diperlukan adanya kajian yang komprehensif terhadap BMD yang telah dilakukan pemanfaatan maupun BMD idle milik Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) khususnya pada BMD strategis. Bedasarkan pertimbangan hal tersebut diatas, dipandang perlu melakukan penelitian tentang Evaluasi Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah Stadion Mandala Krida Yogyakarta dengan Cost and Benefit Analysis . ## STUDI PUSTAKA Menurut David (2011), “ Strategic management can be defined as the art and science of formulating, implementing, and evaluating cross-functional decisions that enable an organization to achieve its objectives ”. David (2011) menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan, yaitu: memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi strategi. ## Analisis Cost and Benefit Analisis biaya manfaat adalah suatu alat analisis dengan prosedur yang sistematis untuk membandingkan serangkaian biaya dan manfaat yang relevan dengan sebuah aktivitas atau proyek. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah secara akurat membandingkan kedua nilai, manakah yang lebih besar. Selanjutnya dari hasil pembandingan ini, pengambil keputusan dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan suatu rencana atau tidak dari sebuah aktivitas, produk atau proyek, atau dalam konteks evaluasi atas sesuatu yang telah berjalan, adalah menentukan keberlanjutannya. Adapun ciri khusus dari analisis biaya manfaat yaitu sebagai berikut: 1. Analisis biaya manfaat berusaha mengukur semua biaya dan manfaat untuk masyarakat yang kemungkinan dihasilkan dari program publik, termasuk berbagai hal yang tidak terlihat yang tidak mudah untuk diukur biaya danmanfaatnya dalam bentuk uang. 2. Analisis biaya manfaat secara tradisional melambangkan rasionalitas ekonomi, karena kriteria sebagian besar ditentukan dengan penggunaan efisiensi ekonomi secara global. Suatu kebijakan atau program dikatakan efisien jika manfaat bersih (total manfaat dikurangi total total biaya) adalah lebih besar dari nol dan lebih tinggi dari manfaat bersih yang mungkin dapat dihasilkan dari sejumlah alternatif investasi lainnya di sektor swasta dan publik. 3. Analisis biaya manfaat secara tradisional menggunakan pasar swasta sebagai titik tolak di dalam memberikan rekomendasi program publik. 4. Analisis biaya manfaat kontemporer, sering disebut analisis biaya manfaat sosial, dapat juga digunakan untuk mengukur pendistribusian kembali manfaat. Analisis Biaya Manfaat mengandung beberapa kekuatan. Kekuatan Analisis Biaya Manfaat tersebut adalah sebagai berikut. 1. Biaya dan manfaat diukur dengan nilai uang, sehingga memungkinkan analis untuk mengurangi biaya dari manfaat. 2. Analisis biaya manfaat memungkinkan analis melihat lebih luas dari kebijakan atau program tertentu, dan mengaitkan manfaat terhadap pendapatan masyarakat secara keseluruhan. 3. Analisis biaya manfaat memungkinkan analis membandingkan program secara luas dalam lapangan yang berbeda. Sebaliknya, Analisis Biaya Manfaat juga mengandung beberapa keterbatasan. Keterbatasan Analisis Biaya Manfaat adalah sebagi berikut. 1. Tekanan yang terlalu eksklusif pada efisiensi ekonomi, sehingga kriteria keadilan tidak dapat diterapkan 2. Nilai uang tidak cukup untuk mengukur daya tanggap ( responsiveness ) karena adanya variasi pendapatan antar masyarakat. 3. Ketika harga pasar tidak tersedia, analis harus membuat harya bayangan ( shadow price) yang subyektif sifatnya. Menurut Lawrence & Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisis biaya manfaat secara umum meliputi: 1. Penetapan tujuan analisis dengan tepat. Sebelum data dikumpulkan, penentuan tujuan analisis menjadi vital. Misalnya apakah yang akan dievaluasi nantinya hanya satu proyek/aktivitas atau beberapa. 2. Penetapan perspektif yang dipergunakan (identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat). Penetapan perspektif dalam memperhitungkan biaya dan manfaat perlu dilakukan dari awal untuk mempertimbangkan sensitivitas hasilnya. 3. Mengidentifikasi biaya dan manfaat Tahapan selanjutnya yang penting adalah mengidentifikasi semua manfaat dan biaya. Secara umum dalam memperhitungkan manfaat terdapat dua komponen yaitu (i) manfaat langsung dan (ii) manfaat tidak langsung 4. Menghitung, mengestimasi, menskalakan dan mengkuantifikasi biaya dan manfaat Setelah komponen biaya dan manfaat diidentifikasi pada tahap sebelumnya mengkuantifikasikan dalam satuan moneter (jika memungkinkan) atau menskalakan beberapa item yang tidak memiliki satuan kuantitiatif dan selanjutnya dihitung untuk seluruh nilai yang satuannya sama menjadi total biaya dan manfaat. 5. Memperhitungkan jangka waktu ( discount factor ) Discount factor adalah nilai pengurang dalam masa sekarang dari manfaat dan biaya yang akan terjadi pada periode masa yang akan datang. Penggunaan discount factor sangat penting jika benefit dan biaya yang muncul lebih dari satu periode dan untuk memperhitungkan ketidakpastian. 6. Menguraikan keterbatasan dan asumsi Karena pada tahap kedua perspektif menjadi penentu lingkup manfaat dan biaya yang diperhitungkan, maka keterbatasan atas tidak dimasukkanya hal- hal yang jauh kaitannya adalah bagian dari keterbatasan dan asumsi yang harus dijelaskan agar pengguna informasi analisis CBA memahami batasan perhitungannya. Biaya (Cost) Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu Biaya Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan. 1. Biaya Persiapan Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan benar- benar dilaksanakan. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas – Vol. 4, No. 1, Januari 2020 2. Biaya Investasi atau Modal Biaya investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik dari dalam negeri atau luar negeri. 3. Biaya Operasional Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan telekomunikasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya. 4. Biaya Pembaharuan atau Penggantian Pada awal umur proyek biaya ini belum muncul tetapi setelah memasuki usia tertentu, biasanya pada bangunan mulai terjadi kerusakan- kerusakan yang memerlukan perbaikan. Manfaat ( Benefit ) Manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait, Kadariah (1999). 1. Manfaat Langsung Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya. 2. Manfaat Tidak Langsung Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek. (sulit diukur) 3. Manfaat Terkait Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi. ## Metode CBA Cambell & Ricard (2003) menyatakan “ Social benefit-cost analysis is a process of identifying, measuring and comparing the social benefits and costs of an investment projector program .” Social benefit-cost analysis atau analisis biaya sosial. Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah :  Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan  Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang  Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang Cambell & Ricard B. (2003) menyatakan ada 3 teknik analisis yang biasa digunakan dalam Cost Benefit Analysis (CBA) yakni Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost Ratio (BCR), dan Payback Period (PP). Metode Payback Period (PP). Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan persentase. Tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Karena model ini mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas ( cash flow ). Metode NPV (Nilai Bersih Sekarang). Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang inventasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di massa yang akan datang.untuk mengitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Analisis ini dapat dihitung menggunakan rumussebagai berikut (Mangkoesoebroto, 1994). (1) …(1) Dimana : NB = Net Benefit = Benefit – Cost C = Biaya Investasi + Biaya Operasi B = Benefit yang telah di diskon C = Cost yang telah di diskon i = Tingkat diskonto n = Tahun (waktu ekonomis). Metode NPB ( Net Present Benefit ) Proyek yang efisien adalah proyek yang manfaatnya lebih besar dari pada biaya yang diperlukan. Nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 1994). …(2) Metode IRR ( Internal Rate of Return ). Dengan metode ini tingkat diskonto dicari sehingga menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Soeharto, 1999). ## …(3) Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Suatu proyek akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat diskonto merupakan biaya pinjaman modal yang harus diperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semua proyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi pada proyek yang harga IRR < i. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas – Vol. 4, No. 1, Januari 2020 ## Metode Perbandingan Manfaat dan Biaya (BCR) Dengan kriteria ini maka proyek yang dilaksanakan adalah proyek yang mempunyai angka perbandingan lebih besar dari satu. Rumus perhitungan disampaikan sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 1994). ## …(4) Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPD, apabila BCR > 1 berarti pula NPB > 0. Analisis SWOT ( Strengths, Weaknesses, Oportunities, Threaths) Analisis SWOT yang merupakan singkatan dari Strengths, Weaknesses, Oportunities and Threats adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek/tugas. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dengan mengindetifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Alat yang digunakan untuk memetakan faktor -faktor tersebut adalah matrik SWOT, matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Menurut Rangkuti (2011), analisis SWOT dalam hal ini diarahkan untuk dapat memberikan arahan bagi pengembangan strategi positioning melalui SWOT Matrix, yang dapat dilihat pada Tabel 1. 1. External Factor Analysis Summary (EFAS): rangkuman keseluruhan faktor eksternal yang mempengaruhi yang terdiri dari opportunities dan threats , yang diberikan bobot skala melalui EFE Matrix. 2. Internal Factor Analysis Summary (IFAS): rangkuman keseluruhan faktor internal yang mempengaruhi yang terdiri dari stregths dan weaknesses , setelah diberikan bobot skala melalui IFE Matrix. 3. Strategic Factor Analysis Summary (SFAS) : merupakan rangkuman baik faktor eksternal maupun internal, kemudian dilakukan cross analysis dan diberikan pembobotan. Tabel 1 . Matriks SWOT IFAS EFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) OPPORTUNITIES (O) STRATEGI S-O : strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI W-O : strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) STRATEGI S-T : strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman STRATEGI W-T : strategi meminimalkan kelemahan menghindari ancaman ## METODOLOGI Penelitian Evaluasi Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah Stadion Mandala Krida Yogyakarta dilakukan dengan metodologi dan pendekatan yang dipergunakan dalam Kajian Pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) memperhatikan kesesuaian terhadap kondisi nyata di lapangan berdasarkan survey dan diinput dari data sekunder. Pendekatan masalah terkait dengan metodologi adalah dengan pendekatan Cost and Benefit Analysis (CBA) dan SWOT ( Strengths, Weaknesses, Oportunities & Threats) untuk mengetahui strategi pemanfaatannya. ## PEMBAHASAN Dalam analisis ini terdapat pembahasan mengenai analisa perbandingan terhadap pendapatan dan biaya, yang kemudian langkah berikutnya adalah mencari Net Present Value (NPV) dan Internal Rate Return (IRR). Untuk mencari NPV atau IRR tersebut maka diperlukan pengukuran mengenai tingkat resiko yang sesuai dengan karakteristik dari operasional aset. Aset yang dilakukan analisis cost and benefit dalam penelitian ini adalah Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Berikut adalah detail perhitungan dari tingkat resiko dan analisis cost and benefit dari masing – masing aset. ## Tingkat Diskonto Tingkat diskonto ditentukan dengan menggunakan metode Cost of Equity , dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hanafi & Halim, 2016). Ke = Rf + (β x( RPm-Rbds)) … (5) Dimana : ke = Biaya Modal Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko β = Beta Rpm = Risk Premium Market Rbds = Risk based default spread Pada Tabel 2 disampaikan asumsi yang digunakan dalam perhitungan tingkat diskonto adalah sebagai berikut. Tahun 2015 2016 2017 2018 Pendapatan Kotor 188.185.000 203.700.000 267.800.000 320.974.892 Biaya Operasional Telepon 1.825.591 1.921.675 2.022.816 2.129.280 Listrik 76.471.995 80.496.837 84.733.512 89.193.171 Kebersihan 312.802.153 329.265.425 346.595.184 364.837.036 Keamanan 123.250.306 129.737.165 136.565.436 143.753.091 Pemeliharaan Bangunan 75.000.000 84.000.000 7.149.382 45.520.400 Instalasi Air Bersih 845.181 889.664 936.489 985.778 Instalasi Listrik 676.145 711.732 749.191 788.622 Instalasi Air Limbah 836.729 880.768 927.124 975.920 Instalasi Telepon 676.145 711.732 749.191 788.622 Instalasi Jaringan Komputer 836.729 880.768 927.124 975.920 Pemeliharaan Alat Berat 1.690.362 1.779.329 1.872.978 1.971.556 Jumlah 514.350.046 541.421.101 583.228.427 651.919.395 Net Income -326.165.046 -337.721.101 -315.428.427 -330.944.503 Growth 3,5% -6,6% 4,9% Terminal Value -3.316.668.851 Cash Flow -3.647.613.354 Discount Factor 0,8735 PV -3.186.324.931 NPV -3.186.324.931 Tabel 2. Tingkat Diskonto Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan kekuatan / kelebihan serta risiko yang dihadapi, maka kami diambil tingkat diskonto yang digunakan adalah sebesar 14.48%. Perhitungan Analisis Keuangan dari Stadion Mandala Krida, disampaikan dan dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Analisis Cost and Benefit Stadion Mandala Krida Dari data Tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa perbandingan antara pendapatan dan biaya adalah lebih besar biaya sehingga menimbulkan net income atau pendapatan yang negatif atau dengan kata lain mengalami kerugian dari sisi keuangan. Karena net income yang dihasilkan adalah negatif, maka Net Present Value (NPV) juga akan negatif, sehingga tidak diperlukan Keterangan Angka Sumber Cost of Debt = 10,07% Bank Indonesia Risk Free = 8,78% www.investing.com per 18 juli 2018 Bond Tenor 30 T Beta = 1,06 Aswath Damoradan (2018) Risk Premium Market = 7,62% Aswath Damoradan (2018) Risk Based Default Spread = 2,26% Aswath Damoradan (2018) Equity Ratio = 100% Cost of equity = Risk Free + (Beta x Risk Premium Market) = 14,48% Discount Rate = Risk Free + (Beta x Risk Premium Market) = 14,48% ## Perhitungan Discount Rate Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas – Vol. 4, No. 1, Januari 2020 pembuktian lagi melalui IRR. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa aset Stadion Mandala Krida tidak menguntungkan untuk penggunaan saat ini jika dilihat dari segi keuangan. Kemudian, Cost and Benefit Analysis, dilanjutkan dengan Analisis Pemanfaatan dan Pembobotan dengan menggunakan SWOT. Analisis ini disampaikan dan dapat dilihat pada Tabel 4. dan Tabel 5. Tabel. 4 . Analisis Pemanfaatan SWOT Analisa SWOT faktor internal strategi Strength Weakness Kondisi gedung baru dan megah Belum selesainya renovasi secara menyeluruh Memiliki kelebihan fasilitas lintasan atletik dengan 2 warna Fasilitas kantong parkir terbatas dan jauh Memiliki fasilitas olahraga yang lengkap Lahan pengembangan terbatas Daya tampung diatas 30.000 penonton termasuk dalam kategori tipe A Belum tersedianya fasilitas kuliner mengakibatkan pedagang yang sembarangan berjualan Ikon olah raga di Yogyakarta Belum berfungsinya semua toilet di stadion Adanya aktivitas latihan rutin bola voli pasir, panjat tebing, sepatu roda,bola basket dan balap motor Fasilitas lampu penerangan masih sangat minim Adanya pemanfaatan lain seperti event- event temporer (musik/konser, kuliner, pameran/bazar dan lain-lain) Pedagang kaki lima yang sulit diatur Adanya perencanaan kegiatan baru setelah renovasi selesai seperti latihan rutin atletik, latihan bola basket dimalam hari dan pertandingan bola baik skala lokal maupun nasional Jalur aksesibilitas disekitar area sempit dan padat Informasi hanya didapat melalui website BPO Disdikpora DIY Pembatasan aktivitas segmen pasar pelajar untuk menghindari tindakan kriminalitas Belum adanya perencanaa perluasan kerjasama Wewenang sebatas pengguna dan pemelihara Menjadi satu-satunya gedung termegah untuk kategori stadion olahraga di Yogyakarta Pesaing fasilitas olah raga baru milik swasta Sebagai pusat sarana edukasi,rekreasi,hiburan, public space dan olah raga Hilangnya target pasar utama dan pasar potensial Menjadi lokasi penyelenggaraan laga-laga berskala internasional Ketidakcocokan kerjasama antar instansi terkait Peningkatan jejaring kerjasama/ BUMD Tidak adanya ketertarikan investor dalam pengembangan dan pengelolaan aset Peningkatan kesejateraan dan partisipasi masyarakat Peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kawasan rendah ## Analisis Pembobotan SWOT Stadion Mandala Krida Setelah perhitungan aspek finansial bisa diselesaikan, analisis sampai pada Aspek Penentuan Strategi Penanganan Stadion Mandala Krida. Penentuan Langkah Strategi Pelaksanaan dilakukan dengan menggunakan Teknik Analisis SWOT. Analisis Pembobotan Atribut SWOT disampaikan pada Tabel 5 sebagai berikut. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas – Vol. 4, No. 1, Januari 2020 Tabel 5. Nilai Persepsi dan Ekspetasi SWOT Stadion Mandala Krida No Atribut X persepsi Y ekspektasi 1 Kondisi fisik bangunan 4,5 5 2 Karakteristik lingkungan 4 5 3 Sistem pengelolaan 4,2 4,5 4 Manajemen keuangan 4,3 4,8 5 Sistem pemasaran 4 5 6 Nilai pemanfaatan 4,5 5 7 Sistem kerjasama 3 5 Hasil Penilaian Atribut Stadion Mandala Krida dalam aspek Persepsi dan Ekspetasi bisa dipetakan pada Segi Empat Kwadran Pemetaan Persepsi dan Ekspetasi. Pemetaan tersebut disampaikan pada Gambar 1 sebagai berikut. Harapan High Y ̅ Y ̿ Low Prioritas Utama A 7 Pertahankan Prestasi B 1,2,4,5,6 C Prioritas Rendah - D Berlebihan 3 High X ̿ X ̅ Pelaksanaan (Kinerja/kepuasan) Gambar 1 . Segi Empat Pemetaan Kwadran Persepsi dan Ekspetasi Pemetaan Persepsi dan Ekspetasi disusun lebih rinci pada Gambar 2 Atribut pada keempat Kwadran. Perincian letak bisa disampaikan sebagai berikut.  Atribut Sistem Kerjasama Atribut ini berkoordinat Persepsi 3, Ekspetasi 5. Atribut ini berada pada Kwadran A, berarti bersifat Prioritas Utama.  Atribut Sistem Pengelolaan Atribut ini berkoordinat Persepsi 4,2, Ekspetasi 4,5. Atribut ini berada pada Kawasan Kwadran Berlebihan.  Atribut Kondisi Fisik Bangunan, Karakteristik Lingkungan, Manajemen Keuangan, Sistem Pemasaran, Nilai Pemanfaatan. Kelima atribut ini berada pada Kwadran Pertahankan Prestasi. Diantara kelima atribut diatas, atribut Karakteristik Lingkungan dan Sistem Pemasaran perlu mendapat dikembangkan lebih dibanding tiga atribut yang lain. Gambar 2 . Analisis Kuadran Kartesius Stadion Mandala Krida Gambar 2 diatas menunjukkan perlunya peningkatan kinerja untuk atribut Sistem Kerjasama. Atribut sistem pengelolaan masuk dalam Kuadran D dimaksudkan kinerja yang berlebihan namun belum diperlukan oleh pasar. Sedangkan untuk atribut yang lain diperoleh kinerja berprestasi maka diperlukan penguatan dan pengembangan lanjutan. Sehingga dari pembobotan tersebut didapatkan matriks strategi, yang disampaikan dibawah ini pada Tabel 6. Tabel 6. Matriks Analisis SWOT IFAS EFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) OPPORTUNITIES (O) STRATEGI S-O : 1. Pengembangan wisata minat khusus “sport tourism” 2. Penyelenggaran Big Sport Even dan Sporting Tourism of the practicioners 3. Pengembangan fasilitas untuk MICE bertema “ sport tourism” 4. Perluasan jejaring kerjasama dengan pihak luar negeri 5. Menjalin perluasan kerjasama dengan investor swasta, dan institusi dalam dan luar negeri STRATEGI W-O : 1. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan 2. Pengembangan promosi dan informasi pelayanan melalui penyelenggaraan MICE 3. Perekayasaan jalur aksesibilitas disaat event berlangsung 4. Bekerja sama dengan pihak swasta dan keamanan dalam event THREATS (T) STRATEGI S-T : 1. Perencanaan konsep marketing secara matang dan tersasar 2. Penguatan brand Stadion Mandala Krida 3. Penguatan koordinasi antar instansi pemerintah dan swasta 4. Membuka peluang bagi sektor swasta untuk berinvestasi 5. Penguatan pemberdayaan masyarakat sekitar ## STRATEGI W-T : 1. Peningkatan pengawasan terhadap pemeliharaan Stadion Mandala Krida 2. Peningkatan skill SDM dalam hal pengembangan pemasaran 3. Menjaga komunikasi yang efektif dan tetap kondusif antar instansi terkait 4. Melakukan sosialisasi & pelatihan pelayanan untuk masyarakat Aset Stadion Mandala Krida bahwa, secara keuangan memang terdapat kerugian. Akan tetapi bahwa Stadion Mandala Krida merupakan fasilitas publik yang terdapat unsur pembinaan olahraga untuk bibit-bibit muda. Oleh karena itu, bentuk pemanfaatan sekarang yang dikelola oleh Balan Pemuda Olahraga sebaiknya dipertahankan dengan tambahan inovasi tertentu. ## KESIMPULAN Pemanfaatan Stadion Mandala Krida sudah sesuai dengan Peraturan Tata Kota, dan peruntukan yang ideal yaitu sebagai sarana olahraga. Guna peningkatan manfaat dan meningkatkan profesionalitas dalam pengelolaan, peneliti merekomendasikan pengelolaan dilakukan melalui Badan Layanan Umum. Pengelolaan melalui BLU lebih fleksibel di dalam pengelolaan, efisiensi, dan optimalisasi produktifitas tetapi juga tetap mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. ## DAFTAR PUSTAKA Campbell, H. & Ricard B. (2003). Benefit-Cost Analysis Financial and Economics Apraisal Using Spreadsheet . Cambrige Press. New York. David, F.R. (2011). Manajemen Strategis: Konsep-Konsep . Edisi Duabelas. Salemba Empat. Jakarta. Hanafi, M.M. & Abdul Halim. (2016). Analisis Laporan Keuangan . Edisi Kelima. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Kadariah (1999). Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi . Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Lawrence, Sarah & Daniel P. Mears (2004). Benefit-Cost Analysis of Supermax Prisons: Critical Steps and Considerations . The Urban Institute. Washington D.C. Mangkoesoebroto, G. (1994). Ekonomi Publik . BPFE – Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Rangkuti, F. (2011). SWOT Balance Scorecard . PT Gramedia Pustaka. Jakarta. PemProv DIY (2017). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017-2022. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Soeharto, I. (1999). Manajemen Proyek: dari Proyek Konseptual sampai Operasional . Jilid I & II. Erlangga. Jakarta. Suprayitno, H. & Soemitro, R.A.A. (2018). “Preliminary Reflexion on Basic Principle of Infrastructure Asset Management”. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas, Vol. 2, No. 1, Maret 2018, Hal. : 1-10 .
cbce77ea-b395-4a8f-bbc9-8d05d1347771
https://e-journal.ivet.ac.id/index.php/matematika/article/download/688/711
Journal of Medives : Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang Volume 3, No. 1, 2019, pp. 97-107 https://doi.org/10.31331/medivesveteran.v3i1.688 ## Identifikasi Kemampuan Metakognisi Siswa SD dalam Pemecahan Masalah Berdasarkan Disposisi Matematis ## Qurrotul Aini Universitas Muhammadiyah Sidoarjo [email protected] Diterima: September 2018. Disetujui: Oktober 2018. Dipublikasikan: Januari 2019. ## ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi kemampuan metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah berdasarkan disposisi matematis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan eksploratif. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 siswa kelas V yang masing-masing memiliki disposisi matematis rendah, disposisi matematis sedang, dan disposisi matematis tinggi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket/kuisioner, Tes Kemampuan Metakognisi (TKM), pedoman wawancara, dan lembar observasi. Teknik analisis data menggunakan model Milles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan trianggulasi teknik yaitu dengan cara mengambil data yang sama dengan teknik yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dengan disposisi matematis rendah kurang mampu merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi. Subjek dengan disposisi matematis sedang mampu merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi. Subjek dengan disposisi matematis tinggi sangat mampu merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkan disposisi matematis siswa mempengaruhi kemampuan metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah. Kata kunci: metakognisi, pemecahan masalah, disposisi matematis. ## ABSTRACT The objective of this study is to identify the metacognition abilities of elementary school students in problem solving based on mathematical dispositions. This research is a qualitative research with an explorative approach. The subjects in this study were 3 students from 5 th grade with a low, medium, and high mathematical disposition. Questionnaire, Metacognition Ability Test (MAT), interview guidelines, and observation sheets are used in this study to get the data. Data analysis techniques used is the Milles and Huberman models, which are data reduction, data presentation, and conclusions. The data validity is checkec by using technical transcription by taking the same data with different techniques. The results are subject with low mathematical dispositions is not able to plan, monitor, and evaluate. Subject with mathematical dispositions is able to plan, monitor, and evaluate. Subject with high mathematical dispositions is very capable in planning, monitoring, and evaluating. The conclusion of this study is student’s mathematical disposition affects the ability of elementary school students in problem solving. Keywords: metacognition, problem solving, mathematical dispositions. How to Cite: Aini, Q. (2019). Identifikasi Kemampuan Metakognisi Siswa SD dalam Pemecahan Masalah Berdasarkan Disposisi Matematis. Journal of Medives : Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang, 3 (1), 97-107. ## PENDAHULUAN Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari matematika. Matematika termasuk salah satu ilmu universal sebagai dasar perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai displin ilmu pengetahu- an khususnya untuk memajukan daya pikir manusia. Tujuan pembelajaran matematika adalah agar peserta didik dapat berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama serta kemampuan memecahkan masalah. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan dalam memecah- kan pemecahan masalah, yang secara eksplisit tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) tingkat SD/MI dalam kurikulum tersebut yaitu sebagai kompetensi dasar yang harus sejumlah materi yang sesuai. Mengingat pentingnya kemampuan menyelesaikan masalah tersebut, Nasional Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2010) menempat- kan kemampuan pemecahan masalah sebagai tujuan jangka panjang dari pendidikan matematika. Dengan kata lain, pemecahan masalah menjadi inti kurikulum matematika. Polya mengemukakan 4 langkah pemecahan masalah yaitu, memahami masalah, memikirkan rencana, melaksanakan rencana, melihat kembali (Ayala-Peña, 2015). Memecahkan masalah matemati- ka memerlukan kemampuan berpikir kompleks, yaitu kemampuan kognitif dan kesadaran siswa akan proses kognitifnya tersebut (Hutauruk, 2016). Kesadaran siswa dalam menggunakan pemikirannya untuk merencanakan, memantau apa yang dikerjakan, dan menilai terhadap proses dan strategi kognitif milik dirinya disebut dengan metakognisi (Livingston, 1997). Badan Nasional Standar Pendidik- an (BNSP, 2016) menjelaskan penting- nya kemampuan metakognisi sebagai kompetensi dasar untuk lulusan siswa sekolah dasar di Indonesia, yang secara eksplisit dalam standar kompetensi disebutkan bahwa lulusan sekolah dasar diharapkan memiliki pengetahuan di antaranya: pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi. Jika ditinjau dari struktur pengetahuannya, maka pengetahuan metakognisi mencakup pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Dalam artian kemampuan metakognisi merupakan tingkat kemampuan tertinggi yang dimiliki siswa dan menjadi standar kompetensi lulusan pada tingkat sekolah dasar (Amir & Wardana, 2018a). Menurut Hofer & Pintrih, Perkins, Schneider & Lockl, semakin banyak siswa tahu tentang proses berpikir dan belajarnya, maka semakin baik proses belajar dan prestasi yang mungkin mereka capai (Chairani, 2016a). Pemaparan pentingnya metakognisi para ahli tersebut akan lebih baik jika kemampuan metakognisi siswa dilatih sedini mungkin dari tingkat sekolah dasar kelas tinggi, karena sudah mampu mengoprasikan kaidah-kaidah logika yang bersifat konkrit (Ngalimun, 2014). Kemampuan metakognisi anak akan berkembang karena anak mulai terbiasa merencanakan apa yang dikerjakan, memantau setiap tahap yang dikerjakan, dan mengevaluasi apa yang dikerjakan. Metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dipengaruhi oleh sikap atau pandangan positif siswa terhadap matematika (Asmarani & Sholihah, 2016). Sikap kegigihan atau pandangan positif siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya disebut disposisi matematis. Dengan memiliki disposisi matematis, siswa senantiasa berusaha dan berupaya mencari jalan keluar dari suatu masalah yang dihadapinya. Salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan dalam belajar matematika yaitu disposisi matematis (Mahmuzah, et al., 2014). Pentingnya kemampuan tersebut, bertolak belakang dengan kondisi kemampuan efektif siswa saat ini. Hal tersebut telihat dari hasil laporan TIMSS tahun 2011 pada Gambar 1 (Mullis, et al., 2012). Hasil laporan TIMSS 2011 menunjukkan bahwa siswa yang menyukai belajar matematika masih di bawah rata-rata internasional. Begitu pun ketika peneliti melakukan observasi di SDN Dukuh Tengah Buduran Sidoarjo terlihat sebagian siswa selama ini kurang dapat merencanakan, memantau, dan mengevaluasi soal yang dikerjakan. Hal ini menunjukkan bahwa metakognisi siswa masih rendah. Metakognisi siswa merupakan salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan siswa dalam belajar dan menjadi tolak ukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi mulai dari merencanakan, memonitoring, dan mengevaluasi terutama pada materi pecahan. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi kemampuan metakog- nisi siswa SD dalam pemecahan masa- lah berdasarkan disposisi matematis. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan eksploratif. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 siswa kelas V SDN Dukuh Tengah Buduran Sidoarjo tahun pelajaran 2017-2018 yang masing- masing memiliki kemampuan disposisi matematis rendah, sedang, dan tinggi. Gambar 1. Persentase Sikap Siswa Terhadap Matematika pada TIMSS 2011 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Indonesia Malaysia International Average Like Learning Mathematics Somewhat Like Learning Mathematics Do not Like Learning Mathematics Pemilihan subjek penelitian menggunakan angket atau kuisioner untuk mengetahui kemampuan disposisi matematis siswa. Kuisioner atau angket tingkat kemampuan disposisi matematis mengacu pada teori Sumarmo. Disposisi matematis dalam penelitian ini terdapat sikap positif dan negatif. Terdapat 7 indikator yang dijadikan 15 butir pertanyaan. Tingkatan disposisi matematis diperoleh peneliti dari mengkonversi data kualitatif ke bentuk data kuantitatif. Data hasil angket berupa kualitatif yang berupa pernyataan siswa dengan menggunakan skala likert. Tabel 1. Indikator Kemampuan Metakognisi (Amir & Wardana, 2018b) Diadaptasikan dari Schraw dan Dennison (1994) Aktivitas Metakognisi Indikator Deskripsi Merencanakan Memahami masalah  Memikirkan cara memahami masalah.  Memikirkan untuk membaca masalah lebih dari 1 kali.  Memikirkan cara mengumpulkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dari masalah yang diberikan. Memikirkan representasi dan mengingat kembali materi prasyarat yang dapat membantu menyelesaikan tugas.  Memikirkan cara memodelkan masalah dalam bentuk gambar.  Memikirkan cara memberikan keterangan pada pemodelan gambar.  Memikirkan konsep prasyarat yang digunakan ketika memahami soal. Strategi penyelesaian yang digunakan  Memikirkan untuk mengingat-ingat apakah pernah menyelesaikan masalah ini sebelumnya.  Memikirkan cara menyusun langkah-langkah pengerjaan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.  Memikirkan strategi atau cara yang berbeda apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Memantau Memantau keterlaksanaan aktivitas menyelesaikan masalah  Memikirkan untuk memeriksa kesesuaian keterangan gambar yang digunakan dari informasi yang diketahui.  Memikirkan untuk memeriksa kesesuaian konsep prasyarat (misalkan penjumlahan pecahan dan pengurangan pecahan) yang diguanakan untuk menyelesaikan masalah.  Memeriksa perhitungan tahap demi tahap.  Memikirkan untuk memeriksa setiap langkah penyelesaian dan memberikan tanda cek list pada bagian yang telah diperiksa dan dianggap benar. Mengevaluasi Strategi perbaikan jika terdapat kesalahan  Memikirkan untuk mengulang kembali beberapa langkah yang telah dikerjakan, jika menemukan kesalahan.  Memikirkan untuk mencoba cara lain, jika menemukan kesalahan pengerjaan. Mengevaluasi hasil yang diperoleh  Memikirkan cara memeriksa kesesuaian jawaban dengan yang ditanyakan.  Memikirkan bagaimana mengecek kembali cara yang digunakan untuk memastikan jawaban sudah benar.  Memikirkan kembali apakah jawaban yang diperoleh merupakan sesuatu yang baru. Mengevaluasi cara/strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah  Memikirkan untuk menerapkan apakah cara yang digunakan dapat pula digunakan untuk masalah lain.  Memikirkan cara/strategi lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Pernyataan kuisioner disposisi matematis ini berjumlah 15 item dengan jumlah skor maksimum 75 dan skor minimum 0, Mt=37, SD=12. Penghi- tungan skor pemerolehan dari angket disposisi matematis diadopsi dari Sugiyono yaitu jawaban memiliki nilai tertinggi 5 jika dalam pernyataan positif siswa memilih “sangat setuju”, dan juga berlaku sebaliknya pada pernyataan negatif memiliki nilai 1 jika siswa memilih “sangat setuju”. Nilai 0 diberikan ketika siswa tidak mengisi pernyataan yang sudah diberikan. Kemudian dengan data yang telah dikonversikan data kualitatif ke data kuantitatif akan direpresentasikan sesuai kategori tingkat disposisi matematis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, wawancara, dan observasi. Tes yang digunakan meliputi tes kemampuan metakognisi. Sedangkan wawancara yang digunakan yaitu wawancara terstruktur. Tes, wawancara, dan observasi yang berpedoman pada indikator Scraw dan Dennison yaitu, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi. Instrumen utama dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri sedangkan instrumen bantu yang digunakan adalah angket/kuisioner, tes kemampuan meta- kognisi (TKM), pedoman wawancara dan lembar observasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan trianggulasi teknik dan trianggulasi sumber dengan melakukan pengecekan data pada sumber yang sama tetapi menggunakan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2017). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Instrumen bantu yang digunakan adalah lembar angket disposisi mate- matis, tes kemampuan metakognisi (TKM), wawancara, dan observasi. Angket atau kuisioner untuk mengetahui tingkat disposisi matematis siswa yang meliputi disposisi matematis rendah, sedang, dan tinggi . Dari hasil angket atau kuisioner yang diberikan pada 28 siswa kelas V diperoleh presentase penggolongan disposisi matematis siswa yang disajikan dalam Gambar 2. Berdasarkan diagram pada Gambar 2 diperoleh siswa dengan disposisi matematis rendah sebanyak 9 siswa, banyaknya siswa dengan disposisi matematis sedang sebanyak 11 siswa, sedangkan siswa dengan Diagram 2. Persentase Disposisi Matematis Siswa disposisi matematis tinggi sebanyak 8 siswa. Dari hasil angket atau kuisioner di atas diperoleh subjek terpilih yang disajikan dalam Tabel 2. Dengan demikian 3 siswa yang menjadi subjek penelitian adalah DCH dengan disposisi matematis rendah, MFR dengan disposisi matematis sedang, dan QAP dengan disposisi matematis tinggi. Hasil aktivitas metakognisi siswa dalam memecahkan masalah pecahan berdasarkan indikator Scraw dan Dennison dapat dilihat pada Tabel 3. ## Tabel 3. Kemampuan Metakognisi Siswa dengan Disposisi Matematis Rendah, Sedang, dan Tinggi Aktivitas Metakognisi Subjek dengan Disposisi Matematis Rendah (DCH) Subjek dengan Disposisi Matematis Sedang (MFR) Subjek dengan Disposisi Matematis Tinggi (QAP) Perencanaan  Subjek memikirkan cara memahami masalah yaitu dengan membaca, namun tidak memikirkan untuk membaca masalah lebih dari 1 kali, dan memikirkan cara mengumpulkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dari masalah yang diberikan yaitu dengan memberi keterangan diketahui bagian coklat yang telah dimakan 3 anak tersebut dan ditanyakan berapa sisa coklat yang belum dimakan 3 anak.  Subjek memikirkan cara memahami masalah dengan membaca secara berkali-kali, namun memikirkan untuk membaca masalah lebih dari 1 kali yaitu 2 kali, dan memikirkan cara mengumpulkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dari masalah yang diberikan yaitu dengan memberi keterangan diketahui bagian coklat yang telah dimakan 3 anak tersebut dan ditanyakan berapa sisa coklat yang belum dimakan 3 anak.  Subjek memikirkan cara memahami masalah dengan membaca secara berkali-kali, memikirkan untuk membaca masalah lebih dari 1 kali yaitu 3 kali, dan memikirkan cara mengumpulkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dari masalah yang diberikan yaitu dengan memberi keterangan diketahui bagian coklat yang telah dimakan 3 anak tersebut dan ditanyakan berapa sisa coklat yang belum dimakan 3 anak.  Subjek tidak memikirkan cara memodelkan masalah dalam bentuk gambar ilustrasi coklat, tidak memikirkan cara memberikan keterangan pada pemodelan gambar  Subjek memikirkan cara memodelkan masalah dalam bentuk gambar ilustrasi coklat, memikirkan cara memberikan keterangan pecahan pada pemodelan  Subjek memikirkan bagaimana memodelkan masalah dalam bentuk ilustrasi gambar coklat, memikirkan bagaimana memberikan keterangan pecahan pada Tabel 2. Subjek Terpilih Kode Nama Respons Siswa Jumlah Kategori Jawaban Positif (+) Jawaban Negatif (-) DCH 32 9 40 Sedang MFR 31 27 54 Tinggi QAP 40 35 75 Sangat Tinggi Aktivitas Metakognisi Subjek dengan Disposisi Matematis Rendah (DCH) Subjek dengan Disposisi Matematis Sedang (MFR) Subjek dengan Disposisi Matematis Tinggi (QAP) karena tidak membuat gambar ilustrasi coklat, dan memikirkan konsep prasyarat yang digunakan ketika memahami soal yaitu penjumlahan pecahan. gambar ilustrasi coklat, dan memikirkan konsep prasyarat yang digunakan ketika memahami soal yaitu penjumlahan pecahan. pemodelan gambar ilustrasi coklat yang telah dibuat, dan memikirkan konsep prasyarat yang digunakan ketika memahami soal yaitu penjumlahan pecahan.  Subjek memikirkan untuk mengingat-ingat apakah pernah menyelesaikan masalah ini sebelumnya, memikirkan cara menyusun langkah- langkah pengerjaan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu dengan memberikan keterangan diketahui dan ditanyakan, namun tidak menggunakan strategi/cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah karena subjek hanya mampu mengerjakan dengan satu cara saja.  Subjek memikirkan untuk mengingat-ingat apakah pernah menyelesaikan masalah ini sebelumnya, memikirkan cara menyusun langkah- langkah pengerjaan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu dengan memberikan keterangan diketahui dan ditanyakan, namun tidak tidak menggunakan strategi/cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah karena subjek hanya mampu mengerjakan dengan satu cara saja.  Subjek memikirkan untuk mengingat-ingat apakah pernah menyelesaikan masalah ini sebelumnya, memikirkan cara menyusun langkah- langkah pengerjaan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu dengan memberikan keterangan diketahui dan ditanyakan, dan menggunakan strategi/cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yaitu dengan cara panjang dan pendek. Memonitor  Subjek tidak memikirkan untuk memeriksa kesesuaian keterangan gambar coklat digunakan dari informasi yang diketahui, memikirkan untuk memeriksa kesesuaian konsep prasyarat yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu penjumlahan pecahan, tidak memantau perhitungan tahap demi tahap yang dikerjakan sehingga ada sedikit kesalahan ketika mengerjakan nomer 3  Subjek memikirkan untuk memeriksa kesesuaian keterangan gambar coklat digunakan dari informasi yang diketahui, memikirkan untuk memeriksa kesesuaian konsep prasyarat yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu penjumlahan pecahan, memantau perhitungan tahap demi tahap yang dikerjakan, dan tidak memikirkan untuk memberikan tanda cek list pada bagian yang telah diperiksa dan telah  Subjek memikirkan untuk memeriksa kesesuaian keterangan gambar coklat digunakan dari informasi yang diketahui, memikirkan untuk memeriksa kesesuaian konsep prasyarat yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu penjumlahan pecahan, memantau perhitungan tahap demi tahap yang dikerjakan dengan membaca dan menghitung secara Aktivitas Metakognisi Subjek dengan Disposisi Matematis Rendah (DCH) Subjek dengan Disposisi Matematis Sedang (MFR) Subjek dengan Disposisi Matematis Tinggi (QAP) poin c dan d, dan tidak memikirkan untuk memberikan tanda cek list pada bagian soal yang telah diperiksa dan telah dianggap benar. dianggap benar. berkali-kali, dan tidak memikirkan untuk memberikan tanda cek list pada bagian yang telah diperiksa dan telah dianggap benar. Mengevaluasi  Subjek tidak memikirkan untuk mengulang kem- bali beberapa langkah yang dikerjakan, jika menemukan kesalahan, dan tidak memikirkan untuk mencoba cara lain, jika menemukan kesalahan pengerjaan, subjek hanya terpaku dengan satu cara saja.  Subjek memikirkan untuk mengulang kembali beberapa langkah yang dikerjakan, jika menemukan kesalahan, dan tidak memikirkan untuk mencoba cara lain, jika menemukan kesalahan pengerjaan, subjek hanya terpaku dengan satu cara saja.  Subjek memikirkan untuk mengulang kembali beberapa langkah yang dikerjakan, jika menemukan kesalahan, dan memikirkan untuk mencoba cara lain, jika menemukan kesalahan pengerjaan yaitu dengan dua cara yang berbeda.  Subjek memikirkan cara memeriksa kesesuaian jawaban dengan yang ditanyakan yaitu dengan membaca, tidak memikirkan bagaimana mengecek kembali cara yang digunakan untuk memastikan jawaban sudah benar, dan memikirkan kembali apakah jawaban yang diperoleh merupakan sesuatu yang baru.  Subjek memikirkan cara memeriksa kesesuaian jawaban dengan yang ditanyakan yaitu dengan membaca secara berulang kali, memikirkan bagaimana mengecek kembali cara yang digunakan untuk memastikan jawaban sudah benar, dan memikirkan kembali apakah jawaban yang diperoleh merupakan sesuatu yang baru.  Subjek memikirkan cara memeriksa kesesuaian jawaban dengan yang ditanyakan yaitu dengan membaca dan menghitung secara berulang kali, memikirkan bagaimana mengecek kembali cara yang digunakan untuk memastikan jawaban sudah benar, dan tidak memikirkan kembali apakah jawaban yang diperoleh merupakan sesuatu yang baru.  Subjek memikirkan untuk menerapkan apakah cara/strategi yang digunakan dapat pula digunakan untuk masalah lain, dan tidak memikirkan cara/strategi lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah terlihat ketika subjek hanya mampu menger- jakan satu cara saja.  Subjek tidak memikirkan untuk menerapkan apakah cara/strategi yang digunakan dapat pula digunakan untuk masalah lain, dan tidak memikirkan cara/strategi lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah terlihat ketika subjek hanya mampu menger- jakan satu cara saja.  Subjek tidak memikirkan untuk menerapkan apakah cara/strategi yang digunakan dapat pula digunakan untuk masalah lain, dan memikirkan cara/strategi lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah terlihat ketika subjek mampu mengerjakan beberapa cara. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh bahwa pada saat merencanakan ( planning ), subjek dengan disposisi matematis tinggi dan sedang sudah mampu memahami masalah dan memikirkan representasi dan mengingat kembali materi prasyarat yang dapat membantu menyelesaikan tugas. Sedangkan subjek dengan disposisi matematis rendah masih kurang mampu. Subjek dengan disposisi matematis tinggi mampu menggunakan strategi penyelesaian yang tepat, sedangkan subjek dengan disposisi matematis sedang dan rendah kurang mampu. Pada saat memantau ( monitoring ), subjek dengan disposisi matematis tinggi dan sedang memiliki kesamaan yaitu, kurang mengontrol keterlaksanaan aktivitas menyelesaikan masalah, namun lebih baik jika dibandingkan subjek dengan disposisi matematis rendah. Pada saat mengevaluasi ( evalua- tion ), subjek dengan disposisi matematis tinggi mampu menggunakan strategi perbaikan jika terdapat kesalahan, sedangkan subjek dengan disposisi matematis sedang dan rendah kurang mampu, namun subjek dengan disposisi matematis sedang lebih baik dari subjek disposisi matematis rendah. Subjek dengan disposisi matematis sedang mampu mengevaluasi hasil yang diperoleh, sedangkan subjek dengan disposisi matematis tinggi dan rendah kurang mampu, namun subjek dengan disposisi matematis tinggi lebih baik dari subjek disposisi matematis rendah. Subjek dengan disposisi matematis tinggi, sedang, dan rendah kurang mampu mengevaluasi cara/strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, namun subjek dengan disposisi matematis tinggi dan rendah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan disposisi matematis sedang. Sebagaimana menurut Yong & Kiong (2017), proses investigasi aktif yang dilakukan siswa membawanya ke solusi/jawaban yang benar. Siswa yang memahami sebuah konsep belum tentu memiliki perasaan nyaman belajar dan ketertarikan dalam mempelajari sesuatu. Jadi dapat disim- pulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematis tinggi belum tentu memiliki disposisi yang tinggi, begitu pula sebaliknya (Maxwell, K. (2001). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan disposisi matematis tinggi, sedang, dan rendah baik setelah diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan meta- phorical thinking maupun pembelajaran konvensional (Widyasari, et al., 2016). Kemampuan metakognisi yang dimiliki siswa dapat membantu mem- perkuat pemahaman secara menyeluruh pada masalah beserta solusinya dengan argumen yang logis, sehingga keperca- yaan diri siswa akan tumbuh ketika memecahkan masalah (Barbacena & Sy, 2015). Menurut Amir & Wardana (2018c), terlihat kemampuan meta- kognisi siswa ketika diterapkan pembelajaran berbasis masalah konteks- tual menunjukkan kesadaran siswa dalam memecahan masalah mulai dari merencanakan ( planning ), memantau ( monitoring ), dan mengevaluasi ( evaluation ) yang lebih baik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustamin Anggo, keterlaksanaan aktivitas metakognisi mempunyai dinamika yang lebih tinggi, lebih lengkap, dan lebih dinamis ketika memecahkan masalah matematika formal khususnya pada kelompok kemampuan tinggi dibandingkan dengan kelompok subjek yang berasal dari kelompok kemampuan rendah (Chairani, 2016b). Hal ini selaras dengan penelitian tentang metakognisi juga dilakukan oleh Nugrahaningsih, siswa perlu membiasakan diri memecahkan masalah dengan mengikuti 4 (empat) langkah Polya, karena dapat mengembangkan kemam- puan metakognisi siswa, sehingga siswa memupuk sifat teliti, kritis, dan trampil dalam mengambil keputusan (Chairani, 2016c). Dari pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa metakognisi siswa sangat penting untuk diperhatikan keterlaksanaannya dalam melakukan pemecahan masalah, meta- kognisi seseorang dapat dikembangkan dan dilatih secara individual untuk melakukan aktivitas pemantauan atau kontrol terhadap proses berpikirnya sendiri sehingga menjadi individual yang senantiasa memiliki keterampilan dalam melakukan kontrol terhadap proses berpikirnya terutama dalam pemecahan masalah. ## PENUTUP Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan mengenai kemampuan metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah berdasarkan disposisi matematis tinggi lebih baik dari subjek dengan disposisi matematis sedang dan rendah. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar guru-guru ditingkat sekolah dasar khususnya guru kelas V SDN Dukuh Tengah Buduran Sidoarjo menggunakan strategi, model, ataupun metode yang memperhatikan kemampu- an metakognisi dan tidak menyamarata- kan cara pengajaran atau pembelajaran bagi siswa dengan disposisi matematis rendah, sedang, dan tinggi agar siswa memiliki kemampuan metakognisi yang baik dalam pemecahan masalah matematika sesuai dengan disposisi matematis yang berbeda-beda. ## DAFTAR RUJUKAN Ayala-Peña. A. (2015). Intelligent Systems Reference Library 76 Metacognition : Fundaments , Applications , and Trends . Amir, M. F., (2015). Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan Masalah Bentuk Soal Cerita Matematika Berdasarkan Gaya Belajar. Amir, M. F., & W, M. D. K. (2018). MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN kompetensi Badan Nasional Standar, 2 (1), 117–128. Asmarani, D., & Sholihah, U., (2016). Karakterisitik Metakognisi Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Dan De Corte . Barbacena, L. B., & Sy, N. R. (2015). Metacognitive Model in Mathematical Problem Solving. BU Faculty e-Journal , 12(1), 16-22. BNSP. (2016). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta: Depdiknas. Chairani, Z. (2016). Metakognisi Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika. Hutauruk, A. J. B. (2016). Pendekatan Metakognitif dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Cirebon 6 Februari 2016. Hal 176-190. Is, W., With, T., & Solving, P. (2010). Research Brief, (703). Isi, S., & Dasar, S. P. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Livingston, J. a. (1997). Metacognition: an overview. Psychology . https://doi.org/10.1080/09500690320 00119401 Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy P., Arora, A. (2012). TIMSS 2011 International Result in Mathematics . Netherlands: IEA. Ngalimun. (2014). Bimbingan Konseling di SD / MI Suatu Pendekatan Proses. Mahmuzah, R., Ikhsan, M., & Yusrizal. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing. Maxwell, K. (2001). Positive Learning Dispositions in Mathematics . Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Widyasari, N., Dahlan, J. A., & Dewanto, S. (2016). Meningkatkan Kemampuan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorikal Thinking . Yong, H.T., and Kiong, L.N. (2017). Metacognitive Aspect of mathematics Problem Solving.
8441c18d-974f-4c0c-a98c-7d3499a17bb3
http://www.societasdei.rcrs.org/index.php/SD/article/download/206/122
Societas Dei: Jurnal Agama dan Masyarakat Vol. 08, No. 1 (April 2021): 31-55 http://societasdei.rcrs.org/index.php/SD/issue/archive p-ISSN: 2407-0556; e-ISSN: 2599-3267 DOI:10.33550/sd.v8i1.206 Received: 15 December 2020 Revised: 19 January 2021 Accepted: 02 March 2021 ## TEOLOGI FILANTROPI SEBAGAI BASIS PERSAHABATAN ANTARPENGANUT AGAMA: SEBUAH ANALISIS BIBLIKA TERHADAP KISAH PARA RASUL 28:1-2, 7-10, DAN TITUS 3:1-10 ## THEOLOGY OF PHILANTHROPY AS A BASIS OF INTERRELIGIOUS FRIENDSHIP: A BIBLICAL ANALYSIS OF ACTS 28:1-2; 7-10, AND TITUS 3:1-10 ## Christanto Sema Rappan Paledung Fakultas Teologi, Universitas Kristen Indonesia Toraja [email protected] ## SOCIETAS DEI: JURNAL AGAMA DAN MASYARAKAT ## Abstract: Today philanthropy is always understood as the charity acts towards the poor. Many social organizations are active in the philanthropy field. However, these philanthropic acts only represent charitable or charity acts. Therefore, this paper intends to explore the biblical meaning of philanthropy itself. It will construct a theology of philanthropy according to the inter­ pretation of Acts 28:1­2, 7­10 and Titus 3:1­10. The main author’s argument in this paper is that philanthropic theology is an act of friendship between God and humans also human to human which is the church basis and character, in relationships with other religions. This research process will use library research and hermeneutical processes to explore the meaning of the philanthropy concept. In the end, I will propose the implication of philanthropy theology in daily life with other religions. Keywords: Philanthropy; Friendship; God; Human; Life With Other Religions. ## Abstrak: Filantropi dewasa ini umumnya dipahami sebagai tindakan karitatif ter­ hadap orang­orang miskin. Tidak sedikit lembaga sosial yang bergerak di bidang filantropi. Namun, tindakan filantropi tersebut hanya menunjukkan tindakan karitatif. Sebab itu, makalah ini merupakan upaya untuk memba­ ngun sebuah teologi tentang filantropi berdasarkan penafsiran atas Kisah Para Rasul 28:1-2, 7-10, dan Titus 3:1-10. Argumen utama penulis dalam makalah ini adalah bahwa teologi filantropi sebagai tindakan persahabatan antara Allah dengan manusia dan manusia dengan manusia merupakan dasar dan karakter gereja dalam perjumpaan dan relasinya dengan penganut agama­agama lain. Proses penelitian ini akan menggunakan penelitian pus­ taka dan proses hermeneutika untuk menggali makna dari konsep filantropi. Pada akhirnya, penulis akan menegaskan implikasi teologi filantropi dalam percakapan kehidupan bersama dengan agama­agama lain. Kata-kata kunci: Filantropi; Persahabatan; Allah; Manusia; Kehidupan Bersama Agama-Agama Lain. ## Pendahuluan Tema persahabatan dalam teologi Kristen telah menjadi tren dalam diskursus teologi, setidaknya dalam satu dekade terakhir. Salah satu teolog Indonesia yang memperkenalkan konsep ini secara serius adalah Joas Adiprasetya. Misalnya, dalam Pastor as Friend, Adiprasetya meng­ usulkan konsep philiarchy atau kepemimpinan persahabatan sebagai model kepemim pinan di dalam gereja. 1 Percakapan yang dibangun oleh Adiprasetya berada dalam kerangka kepemimpinan. Sebab itu, lingkupnya adalah relasi internal sebuah komunitas. Atau, dalam A Compassionate Space- making, Adiprasetya bersama dengan Nindyo Sasongko dengan kreatif menggunakan teologi persahabatan ( philia ) Trinitaris untuk mengembang­ kan cara kreatif dan imajinatif dalam mengonstruksi teologi persahabatan dalam konteks sosial. Mereka menawarkan teologi persahabatan yang memungkinkan gereja berpartisipasi di dalam relasi persahabatan yang Trinitaris dengan menyediakan ruang dan bersahabat dengan sang liyan. 2 Setelah itu, muncul beberapa penulis yang juga berupaya untuk menga­ plikasikan teologi persahabatan dalam disiplin atau aspek studi lain dalam teologi. 3 Dalam makalah ini, penulis berupaya untuk menambah diskur­ sus tentang teologi persahabatan dengan mengkaji konsep persahabatan, dalam hal ini filantropi, dari sisi Perjanjian Baru (PB) sebagai basis bagi gereja dalam perjumpaannya sekaligus membangun persahabatan dengan penganut agama­agama lain. Penulis memusatkan kajian ini pada konsep filantropi ( philanthropy ) yang digunakan di dalam Kisah Para Rasul 28:1-2, 7-10 dan Titus 3:1-10. Konsep filantropi umumnya dipahami sebagai tindakan karitatif kepada kelompok masyarakat miskin. Oxford Dictionaries , misalnya, mendefinisikan filantropi sebagai “ The desire to promote the welfare of others, expressed especially by the generous donation of money to good causes. ” 4 Sementara Cambridge Dictionary mendefinisikan filantropi sebagai “ the activity of helping the poor, especially by giving them money. ” 5 Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia men­ 1 Joas Adiprasetya, “Pastor as Friend: Reinterpreting Christian Leadership,” Dialog 57, no. 1 (2018): 47–52, https://doi.org/10.1111/dial.12377. 2 Joas Adiprasetya and Nindyo Sasongko, “A Compassionate Space­making: Toward a Trinitar­ ian Theology of Friendship,” The Ecumenical Review 71, no. 1–2 (2019): 21–31, https://doi.org/ 10.1111/ erev.12416. 3 Yohanes Krismantyo Susanta, “‘Menjadi Sesama Manusia’ ­ Persahabatan sebagai Tema Teolo­ gis dan Implikasinya bagi Kehidupan Bergereja,” Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 2 (2018): 103, https://doi.org/10.30648/dun.v2i2.169; Besly Yermy Tungaoly Messakh, “Menjadi Sahabat bagi Sesama: Memaknai Relasi Persahabatan dalam Pelayanan Pastoral,” Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontek- stual Dan Filsafat Keilahian 5, no. 1 (2020): 1, https://doi.org/10.21460/ gema.2020.51.497. 4 Oxford Dictionaries, “Philanthropy,” Oxford Dictionaries , 2018, https://en.oxforddictionaries. com/ definition/philanthropy. 5 Ibid. SOCIETAS DEI: JURNAL AGAMA DAN MASYARAKAT definisikan filantropi sebagai cinta kasih (kedermawan an dan sebagainya) kepada sesama. 6 Emmie Martin dan Tanza Loudenbeck mengutip Andrew Carnegie, seorang filantropis asal Amerika, yang mengatakan bahwa ses ­ eorang tidak akan bisa menjadi kaya tanpa ia mendermakan hartanya ( enriching ) bagi orang lain. 7 Berdasarkan sejumlah definisi di atas, tampaknya filantropi dipahami sebagai tindakan karitas atau semacam sedekah bagi orang­orang miskin. Bahkan dalam beberapa situs filantropi, kebaikan seseorang atau tingkat filantropisnya diukur dari jumlah donasinya kepada orang miskin. Secara etimologis, kata filantropi berasal dari dua kata Yunani, yaitu φίλους ( phi- lous -persahabatan) dan ἄνθρωπος ( anthrōpos -manusia). Maka secara harfiah filantropi berarti persahabatan dengan manusia. Namun, mengapa dewasa ini istilah ini justru digunakan sebagai penanda karitas atau donasi kepada orang miskin? Sebab itu, makalah ini akan melakukan penafsiran pada istilah philanthrōpia di dalam PB. Argumen utama penulis dalam makalah ini adalah bahwa teologi filantropi berdasarkan penafsiran atas Kisah Para Rasul 28:1-2, 7-10 dan Titus 3:1019 sebagai tindakan persahabatan antara Allah dengan manusia dan manusia dengan manusia merupakan dasar dan karakter gereja dalam perjumpaan dan relasinya dengan agama­agama lain. Penulis membagi makalah ini ke dalam empat bagian. Bagian pertama akan memaparkan definisi filantropi kontemporer. Bagian kedua akan mengeksplorasi peng ­ gunaan kata filantropi dalam masyarakat Yunani kuno. Bagian ketiga akan dibagi menjadi dua subbagian, yakni pemaparan konteks penulisan dua surat dalam Perjanjian Baru, yakni Kisah Para Rasul dan Surat Paulus kepada Titus. Hanya kedua teks ini yang menggunakan kata filantropi, dan akan dilakukan penafsiran atas kedua teks tersebut. Pada bagian terakhir, penulis akan menawarkan teologi filantropi sebagai basis bagi gereja dalam per ­ jumpaannya dengan agama­agama lain berdasarkan hasil penafsiran yang telah dilakukan. ## Metode Penelitian Artikel ini akan menggunakan penelitian kepustakaan ( library research ), yakni mengumpulkan dan mempelajari data­data kepustakaan seperti buku­buku, jurnal­jurnal, dan sumber­sumber daring. Proses ini meliputi eksplorasi atas kata filantropi dalam masyarakat Yunani Kuno dan relevansi 6 KBBI, “Filantropi,” KBBI , https://kbbi.web.id/filantropi, diakses 10 November 2018. 7 Emmie Martin & Tanza Loudenbeck, “The 20 Most Generous People in the World,” The Independent (2015), http://www.independent.co.uk/news/people/the-20-most-generous-people-in-the-world-a6757046. html. penggunaannya dalam Kisah Para Rasul 28:1-2, 7-10 dan Titus 3:1-10. Selanjutnya, penulis akan mengidentifikasi, menganalisis, dan me nawar ­ kan sebuah teologi persahabatan dalam rangka kehidupan bersama dengan agama­agama lain. ## Diskusi ## Pandangan Umum tentang Filantropi Seperti telah dijelaskan secara singkat pada bagian Pendahuluan, filantropi seringkali dipahami sebagai tindakan karitatif atau tindakan menyalurkan donasi kepada masyarakat miskin. Robert L. Payton dan Michael Moody menjelaskan filantropi sebagai tindakan voluntary service , yakni ketika seseorang mendedikasikan waktu dan talenta. Dalam konteks yang lebih luas; definisi ini mereka sebut sebagai voluntary association , yaitu kegiatan voluntarisme yang terorganisasi. 8 Tujuan dari filantropi sendiri menurut Payton dan Moody mencapai kebaikan publik, meskipun bukan bagian dari karya pemerintah. 9 Dalam konteks Indonesia, terdapat sejum­ lah organisasi filantropi yang bergerak di bidang kemanusiaan, misalnya Mien R. Uno Foundation, Rumah Zakat, Yayasan Adaro Bangun Negeri, Yayasan Indocement, dan sebagainya. 10 Sementara dalam konteks Islam di Indonesia, beberapa orang telah berupaya untuk menggali konsep filantropi dalam khazanah teologi Islam. Anang Wahyu, misalnya, mengatakan bahwa konsep filantropi sangat kuat dalam Islam dan telah dipraktikkan dalam zakat, infak, sedekah, dan wakaf. 11 Bahkan, ada juga yang telah mengusul­ kan filantropi sebagai alternatif efektif untuk mengentaskan orang miskin. Tak lupa, mereka mendorong pentingnya peranan organisasi filantropi dalam upaya tersebut. 12 Namun, sekalipun telah ditelusuri secara teologis, tampaknya pandangan umum bahwa filantropi masih dimaknai dalam kerangka derma. Sementara itu, tradisi Kekristenan tampaknya tidak terlalu akrab dengan istilah filantropi. Sekalipun ide atau wawasan filantropi sudah mengakar kuat di dalam tradisi Kekristenan sendiri. Jika definisi filantropi 8 Robert L. Payton dan Michael P. Moody, Understanding Philanthropy: Its Meaning and Mission. Philanthropy and nonprofit studies (Bloomington, IN: Indiana University Press, 2008), 6. 9 Payton dan Moody, 29. 10 Filantropi Indonesia, “Filantropi,” diakses 10 November 2018, http://filantropi.or.id/ organisasi. 11 Anang Wahyu Eko, “Filantropi Islam sebagai Stabilitas Kehidupan,” Jurnal Sosiologi Islam 10, no. 1 (2017): 35–58. 12 Imron Hadi Tamim, “Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di Dalam Komunitas Lokal,” Jurnal Sosiologi Islam 1, no. 1 (2011): 35–58, http://jsi.uinsby.ac.id/index.php/jsi/article/view/4; Abdiansyah Linge, “Filantropi Islam sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi,” Jurnal Perspektif Ekonomi Dar- rusalam 1, no. 2 (2017): 154–71, https://doi.org/10.24815/jped.v1i2.6551. adalah tindakan karitatif, maka umumnya gereja akan merujuk pada diako­ nia. 13 Dalam pencarian singkat dan terbatas, penulis menemukan beberapa literatur teologi yang membahas wawasan filantropi meskipun tidak secara spesifik menggunakan istilah filantropi. Sejauh ini penulis menemukan buku Robert Whytehead yang berjudul The Claims of Christian Philanthropy (1893). Whytehead mengatakan bahwa filantropi merupakan tindakan ilahi untuk mengasihi umat manusia. Tindakan ilahi tersebut dimaksudkan untuk kemaslahatan publik serta mengurangi penderitaan dan kemiskinan. 14 Jika dibandingkan dengan tren di atas, maka Whytehead jelas sudah melampaui kerangka derma. Meskipun, jika kita menelusuri sejarah Kekristenan global, terdapat beberapa pemikir Kristen abad ke­19 yang telah mengemukakan pandangan teologis yang memiliki karakter filantropi. Misalnya, Charles Kingsley seorang teolog Anglikan, yang mengusulkan Sosialisme Kristen ( Christian Socialism ). 15 Contoh lain, misalnya Hermann Kutter (1863-1931) dan Leonhard Ragaz (1868-1945), teolog asal Swiss, yang mengemukakan gagasannya tentang Sosialisme Religius ( Religious Socialism ). 16 Jauh sebelumnya, percakapan dan praktik filantropi dapat dideteksi di zaman bapa-bapa gereja. Basilius Agung (330-379 ZB) merupakan salah satu bapa gereja yang secara spesifik mempercakapkan dan mempraktikkan filan ­ tropi meski tanpa menggunakan istilah tersebut. Demetrios J. Constantelos, seorang teolog Ortodoks Timur, mengatakan bahwa konsep dan praktik filantropi Basilius didasarkan pada liturgi. Liturgi bagi Basilius merupakan undangan bagi umat untuk berpartisipasi melakukan perubahan dalam masyarakat. Sementara itu, Ekaristi adalah representasi persekutuan dengan ilahi­manusia. Sebab itu, liturgi sebagai persekutuan ilahi dengan manusia melahirkan solidaritas terhadap mereka yang menderita. 17 Bapa gereja lain yang membahas filantropi adalah Yohanes Krisostomus (347-407 ZB). Sebagian besar teks-teks homilinya bertemakan filantropi, meskipun ia tidak pernah menggunakan istilah filantropi. Beberapa teolog Ortodoks kemu ­ dian menafsirkan teks-teks Krisostomus sebagai basis tindakan filantropi dengan penekanan pada persoalan ketimpangan sosial. 18 Dari bapa­bapa 13 Johanes L. Ch. Abineno, Diaken, Diakonia dan Diakonat Gereja , cet ke­7. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 7. 14 Robert Whytehead, The Claims of Christian Philanthropy; or The Duty of a Christian Government with Respect to Moral and Religious Education (London: Simpkin, Marshall & Co., Stationers’ Court, 1893), 209. 15 Frederick Denison Maurice, The Kingdom of Christ: Or, Hints Respecting the Principles, Constitution, and Ordinances of Catholic Church (New York, NY: JF Throw Printer, 1843). 16 Lihat Hans Schwarz, Theology in a Global Context: The Last Two Hundred Years (Eerdmans, 2005), 169. 17 Demetrios J. Constantelos, “Basil the Great’s Social Tought and Involvement,” The Greek Orthodox Theological Review 26, no. 2 (1981): 81–86; bdk. Olga A. Druzhinina, The Ecclesiology of St. Basil the Great: A Trinitarian Approach to the Life of the Church (Eugene, OR: Pickwick Publications, 2016), 43–58. 18 Nikoletta Tsitsanoudis-Mallidis dan Ch. Stergioulis, “Rhetorical Texts of the 4 th Century A.D. about Wealth and Its Loss,” American Journal of Educational Research 2, no. 10 (2014): 959–61, https://doi. gereja sangat tampak bahwa konsep filantropi tidak melulu menyangkut tindakan karitatif atau kedermawanan. Setelah penulis melakukan penjelajahan singkat terkait istilah filantropi dalam dunia Hellenis, maka penulis akan melakukan proses hermeneutika terhadap teks-teks tertentu di dalam Kisah Para Rasul dan Surat Titus. Tesis sementara penulis adalah bahwa percakapan dan praktik tentang filantropi tidak hanya menyangkut perkara karitatif, melainkan juga sebuah proses yang menyahabati sesama manusia. Pada bagian berikutnya, penulis akan melacak akar penggunaan kata filantropi dalam masyarakat Yunani Kuno. ## Filantropi dalam Hellenisme Ulrich Luck, seorang ahli Perjanjian Baru dari Jerman, mengatakan bahwa kata philanthrōpia (φιλανθρωπία) pertama kali dipakai pada abad ke-5 SZB. Kata tersebut memiliki pengertian yang komprehensif tentang hubungan persahabatan. Selain itu, kata ini juga digunakan untuk merujuk pada pertolongan para dewa kepada manusia, sehingga Aristophanes (446­ 386 SZB) memperluasnya ke dalam relasi raja-raja dan orang-orang luar biasa. Namun, pada akhirnya filantropi lebih banyak digunakan dalam konteks relasi antar manusia dengan maksud kebaikan yang bersifat melindungi. Beberapa pemikir Yunani lainnya, seperti Polibios (hidup sekitar abad ke-3 SZB) memperluas penggunaan filantropi menjadi lebih bermakna keramahtamahan ( hospitality ), kelemahlembutan di dalam men­ jatuhkan hukuman, dan pertolongan pada saat diperlukan. 19 Dalam dunia Hellenistik, kata filantropi disematkan kepada dewa-dewa. Misalnya, Xenophon (430-350 SZB), seorang filsuf Yunani kuno dan juga adalah murid Socrates (470-399 SZB), dalam karyanya The Expedition of Cyrus mengelab­ orasi nilai konkret filantropi dengan menggunakannya pada figur ilahi. 20 Plutarch (hidup sekitar abad ke-2 SZB) juga mengasosiasikan philanthrōpia dengan dewa-dewa. Tampaknya, ia masih mempertahankan gagasan filan ­ tropia yang paling kuno. Plutarch juga menegaskan bahwa pada dasarnya manusia juga meniru kebaikan ilahi tersebut. Sebab itu, ia juga menggu­ nakannya dalam konteks hukum pengadilan. Grasi atau pengampunan di dalam tatanan hukum, politik, dan ekonomi harus diatur berdasarkan nilai-nilai filantropi. 21 org/10.12691/education­2­10­16. 19 Ulrich Luck, “Φιλανθρωπία, Φιλανθρώπως,” in Theological Dictionary of the New Testament Volume IX, ed. Gerhard Kittel, transl. Geoffrey William Bromiley (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing, 1974), 107. 20 John Dillery, “Xenophon: The Small Works,” in The Cambridge Companion to Xenophon (Cambridge: Cambridge University Press, 2017), 215. 21 Luck, “Φιλανθρωπία, Φιλανθρώπως,” 109. Selain itu, Aeschylus (525/524-456/455 SZB) memuji pencurian api Zeus oleh Protomeus sebagai bentuk persahabatannya dengan manu ­ sia. Namun, Cyrop menegaskan philanthrōpia merupakan ekspresi dari hospita litas dalam relasi dengan orang lain, seperti pengampunan dan sebagainya. Pada dasarnya, philanthrōpia merupakan nilai persahabatan. 22 Sementara itu, dalam teks­teks Yudaisme, philanthrōpia hanya ditemukan di dalam teks­teks Apokrif yang pada dasarnya memiliki makna yang sama dengan pemahaman Hellenist . Bahkan, kerajaan yang pernah berkuasa atas orang­orang Yahudi, seperti Seleucid dan Ptolemaik, sangat menekankan nilai-nilai filantropi dalam ketetapan-ketetapannya. Misalnya, kebaikan mereka dan pengampunan kepada orang yang terkena hukuman 23 dan lain sebagainya. Pemikir lain, misalnya Philo dari Alexandria (20 SZB-50 ZB), sangat dipengaruhi oleh nilai­nilai filantropi, sehingga ia mengintegrasikan nilai­nilai tersebut ke dalam karya­karyanya. Menurutnya, nilai yang paling sempurna mungkin terjadi karena ada cinta antara Allah dan manusia. Dengan demikian, orang yang mencintai Allah adalah seorang filantropis. Nilai tersebut dapat dimanifestasikan dalam rupa kesalehan, bahkan dimanifestasikan di dalam keadilan terhadap orang lain. 24 William D. Mounce, seorang pengajar Perjanjian Baru di Gordon­ Conwell Theological Seminary, menegaskan bahwa kata philanthrōpia merupakan kata yang umum digunakan di dalam masyarakat sekular Yunani kuno. Kata ini dapat diterjemahkan sebagai goodness, kindness, uprightness , dan generosity . Secara etimologis, philanthrōpia berarti persa­ habatan terhadap manusia. Kata tersebut sangat umum digunakan di dalam pemikiran Hellenist tentang kasih yang ditunjukkan kepada manusia oleh figur ilahi atau orang yang kedudukannya lebih tinggi, seperti kaisar. Ketika subjeknya manusia, maka kata tersebut merujuk kepada kebaikan yang diwujudkan kepada seseorang yang sedang kesusahan. Bahkan kata tersebut dapat digunakan di dalam konteks pembebasan seorang budak. Ketika figur ilahi yang menjadi subjeknya, maka kata tersebut merujuk kepada kasih yang umum. 25 Pengaruh konsep filantropi kepada orang-orang Yahudi 22 Luck, 108. 23 Hal tersebut tercatat di dalam beberapa teks apokrif seperti 3 Makabe 3:15, 20 (15. and we consid- ered that we should not rule the nations inhabiting Coele-Syria and Phoenic′ia by the power of the spear but should cherish them with clemency and great benevolence, gladly treating them well. 20 . But we, when we arrived in Egypt victorious, accommodated ourselves to their folly and did as was proper, since we treat all nations with benevolence .), 2 Makabe 9:27 ( For I am sure that he will follow my policy and will treat you with moderation and kindness .), dan 2 Makabe 14:9 ( Since you are acquainted, O king, with the details of this matter, deign to take thought for our country and our hard-pressed nation with the gracious kindness which you show to all. ) 24 Peder Borgen, Philo of Alexandria: An Exegete for His Time (Leiden: Brill, 1997), 199. 25 William D. Mounce, Pastoral Epistles , ed. Ralph P. Martin dan Lynn Allan Losie (Grand Rapids, MI: Zondervan Academic, 2016), 447. dapat dilihat dari tulisan-tulisan Philo atau Josephus (37-100 ZB). Mereka mengatakan bahwa orang­orang Yahudi mengejek penganut­penganut pagan dan meninggikan filantropi Allah Israel. Mereka memuja Allah yang mengasihi atau menyahabati ( phileō ) manusia. 26 Berdasarkan pemaparan di atas, percakapan tentang nilai-nilai filan ­ tropi dapat ditemukan di dalam dua ranah yang saling berkaitan. Ranah pertama adalah ranah religius. Nilai-nilai filantropi menjadi percakapan yang sangat bersifat religius, bahkan disebut sebagai nilai yang sempurna di dalam relasi kasih antara Allah dan manusia. Ranah kedua adalah ranah publik. Filantropi sebagai sebuah nilai diintegrasikan ke dalam seluruh aspek ruang publik. Keduanya menjadi sangat berkaitan, karena peserta dalam ruang publik adalah orang­orang yang secara religius meyakini nilai-nilai filantropi. Singkatnya, gagasan filantropi sangat dekat dengan masyarakat Yunani kuno dan Yahudi. Selanjutnya, penulis akan menelusuri dan menafsirkan penggunaan kata tersebut di dalam Kisah Para Rasul dan Surat Titus. ## Penelusuran Konteks terhadap Kedua Kitab Sebagai permulaan, pada bagian ini, penulis akan memaparkan his­ torisitas Kisah Para Rasul dan Surat Paulus kepada Titus. Pemaparan ini dimaksudkan agar proses hermeneutika terhadap kata filantropi tidak terlepas dari konteks kedua teks, meskipun di bagian lain penulis juga telah memaparkan konteks yang lebih luas, terutama penggunaan kata filantropi dalam konteks Yunani-Romawi yang sangat mungkin memengaruhi peng ­ gunaan filantropi dalam Perjanjian Baru. ## Kisah Para Rasul: Konteks, Historisitas, dan Visi Teologis Pada umumnya, para sarjana Biblika PB meyakini bahwa naskah Kisah Para Rasul ditulis oleh seorang bernama Lukas, penulis yang sama dengan Injil Lukas. Naskah Injil Lukas dan Kisah Para Rasul juga ditemukan bersama-sama pada akhir abad ke-2 ZB. Dugaan tersebut diyakini benar berdasarkan beberapa naskah Kristen lainnya yang mencatatnya, seperti tulisan Irenaeus (± 130 - ± 200 ZB), Against Heresies 3.14.1; Clemens dari Alexandria (150-215 ZB), Miscellantes 5:12; Eusebius, Church History 3.4, dan beberapa tulisan Hieronimus (347-419 ZB): Commentary on Isaiah 3.6, Epistle 53.9 , dan Lives of Illustrious Men 7 . Selain itu sejumlah naskah­naskah karya Paulus juga merujuk kepada naskah Kisah Para Rasul, seperti Kolose 4:14, 26 Jerome D. Quinn, The Letter to Titus: A New Translation with Notes and Commentary and an Introduc - tion to Titus, I and II Timothy, the Pastoral Epistles (New York, NY: Doubleday, 1990), 215. ## 2 Timotius 4:11, dan Filemon 24, 27 . Sementara itu penanggalannya sedikit sulit untuk dideteksi. Dugaan sementara, naskah ini ditulis pada awal tahun 60 ZB. Charles H. Talbert, seorang guru besar dari Baylor University, mengemukakan sejumlah pan­ dangan bahwa naskah­naskah Kekristenan mula­mula, seperti tulisan Yustinus Martir (100-165 ZB), sedikit banyak mengindikasikan waktu, meskipun penanggalannya masih tetap diragukan. Dugaan lainnya adalah bahwa Lukas adalah murid dari Paulus. 28 Terkait tujuan naskah ini dituju­ kan, awalnya diduga ditujukan kepada seseorang yang bernama Teofilus, nama yang disebutkan di Lukas 1:1. Namun, Donald A. Carson, seorang guru besar emeritus PB Trinity Evangelical Divinity School, mengatakan bahwa penggunaan nama tersebut hanya sebagai simbol dan tidak merujuk kepada pribadi tertentu. 29 Carl R. Holladay, seorang guru besar Perjanjian Baru, Kekristenan Mula­mula, dan Yudaisme Hellenist di Emory University, mengatakan bahwa sebagai lanjutan dari Injil Lukas, Kisah Para Rasul juga memiliki sebuah visi teologis yang kuat. Naskah tersebut sebagian besar merupakan narasi para rasul pasca kenaikan Yesus. Konstruksi narasi­narasi ini hendak menunjukkan hubungan teologis yang kuat tentang hubungan Yesus dan gereja. Di dalam narasi-narasi Kisah Para Rasul terdapat beberapa visi teologis. Pertama, kebangkitan Yesus merupakan kehadiran Allah di dalam gereja, atau yang disebut Holladay sebagai absence-presence . Tema ini men­ jadi sangat penting karena narasi tersebut merupakan jembatan dari kisah Yesus ke kisah para rasul. Kebangkitan Kristus menemukan kelanjutan yang serius dan menyejarah sekaligus menegaskan dimulainya misi gereja. 30 Kedua, Sang Proklamator (Yesus Kristus)lah yang diproklamasikan untuk menegaskan klaim Injil tentang Yesus dan bahkan bergerak melampaui klaim­klaim tersebut. Ketiga, gerejalah yang menubuhkan visi mesianik dari Kerajaan Allah. Berbagai bagian dalam naskah ini melakukan proklamasi Kerajaan Allah (8:12, 28:23, 31). Dengan kata lain, para rasul menghidupi visi Kerajaan Allah. 31 27 Charles H. Talbert, Reading Acts: a literary and theological commentary on the Acts of the Apostles , Rev. ed, Reading the New Testament (Macon, Ga: Smyth & Helwys Pub, 2005), xiii. 28 Charles H. Talbert, xv. 29 Donald Arthur Carson dan Douglas J. Moo, An Introduction to the New Testament , 2 nd ed. (Grand Rapids, MI: Zondervan, 2005), 117. 30 Carl R. Holladay, A Critical Introduction to the New Testament: Interpreting the Message and Meaning of Jesus Christ (Nashville, TN: Abingdon Press, 2005), 343; Carl R. Holladay, “Interpreting Acts,” Interpreta- tion: A Journal of Bible and Theology 66, no. 3 (2012): 245–58, https://doi.org/10.1177/ 0020964312443187. 31 Holladay, A Critical Introduction to the New Testament , 343–45. ## Tafsiran Kisah Para Rasul 27:3; 28:1-2, 7-10 [27:3] Pada keesokan harinya kami singgah di Sidon. Yulius memperlakukan Paulus dengan ramah dan memperbolehkannya mengunjungi sahabat­sa­ habatnya, supaya mereka melengkapkan keperluannya. [28: 1] Setelah kami tiba dengan selamat di pantai, barulah kami tahu, bahwa daratan itu adalah pulau Malta. [2] Penduduk pulau itu sangat ramah terhadap kami. Mereka menyalakan api besar dan mengajak kami semua ke situ karena telah mulai hujan dan hawanya dingin, [7] Tidak jauh dari tempat itu ada tanah milik gubernur pulau itu. Gubernur itu namanya Publius. Ia menyambut kami dan menjamu kami dengan ramahnya selama tiga hari. [8] Ketika itu ayah Publius terbaring karena sakit demam dan disentri. Paulus masuk ke kamarnya; ia berdoa serta menumpangkan tangan ke atasnya dan menyembuhkan dia. [9] Sesudah peristiwa itu datanglah juga orang­orang sakit lain dari pulau itu dan mereka pun disembuhkan juga. [10] Mereka sangat menghormati kami dan ketika kami bertolak, mereka menye­ diakan segala sesuatu yang kami perlukan. Seperti yang telah dipaparkan pada beberapa bagian sebelumnya, kata filantropi tidak terlalu menonjol di dalam PB. Dalam Kisah Para Rasul, kata philanthrōpia hanya muncul tiga kali dalam dua bentuk, yakni φιλανθρώπως ( philanthrōpos ) (27:3 dan 28:7) dan φιλανθρωπίαν ( philanthrōpian ) (28:2). Pada ayat 27:3 subjek philanthrōp ōs adalah Yulius. Kisah Para Rasul menceritakan bahwa Yulius, petugas pengawal tahanan, bersama dengan Paulus dalam perjalanan ke Roma memperlakukan Paulus secara filantropis. Misalnya, ketika ia memperbolehkan Paulus mengunjungi sahabat­sahabatnya di Sidon (Kis. 27:3, “Pada keesokan harinya kami singgah di Sidon. Yulius memperlakukan Paulus dengan sangat ramah (φιλανθρώπως) dan memperbolehkannya mengunjungi sahabat­sahabatnya, supaya mereka melengkapkan keperluannya”). Penulis tidak akan memberi perhatian pada ayat ini karena subjeknya adalah orang Yunani dan dilakukan kepada orang yang juga memiliki keturunan Yunani (Paulus). Penulis akan lebih memberikan perhatian kepada dua ayat lainnya. Pada pasal 28 kapal yang membawa Paulus dan tahanan­tahanan lain terdampar di pulau Malta. Penafsiran atas ayat 2 tidak dapat dilepaskan dari kata yang menjadi subjeknya, yakni penduduk pulau Malta. Kata Yunani yang digunakan untuk subjek tersebut adalah βὰρβαροι ( barbaroi bentuk jamak dari barbaros ). Penggunaan dasar kata tersebut dalam masyarakat Yunani dianggap sangat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat, yang berarti stammering , stuttering , atau “pengucapan suara atau bahasa yang tidak dapat dimengerti”. Namun, kata tersebut mengalami perkem­ bangan dalam penggunaannya. Kata tersebut merujuk kepada orang yang SOCIETAS DEI: JURNAL AGAMA DAN MASYARAKAT bahasanya atau orang yang tidak berbahasa Yunani. 32 Di PB kata barbaros digunakan sebanyak empat kali, yakni Kisah Para Rasul 28:2, Roma 1:14, 1 Korintus 14:11, dan Kolose 3:11. Penulis hendak memberikan perhatian secara khusus pada Kisah Para Rasul 28:2. Perikop ini menarasikan bahwa Paulus dan sahabat­sahabatnya tiba di Malta. Mereka disambut baik oleh masyarakat di sana. Malta dalam hal ini juga diang­ gap sebagai barbar, karena mereka bukan ras Yunani yang menggunakan bahasa Yunani. 33 Dari arti kata yang menjadi “orang yang berbahasa asing”, pengertian dan penggunaan katanya menjadi berkembang juga secara geografis dan etnografis. Orang yang dianggap barbar adalah orang non-Yunani atau bangsa­bangsa lain. Secara kultural, mereka dianggap tertinggal dan bahkan tidak berbudaya. Secara politis, kata ini juga dipakai oleh raja Yunani, seperti Aleksander, untuk menegaskan perbedaan mereka dengan bangsa­bangsa lain. 34 Frederick F. Bruce, seorang guru besar PB asal Inggris, mengatakan bahwa penggunaan kata barbaros ini mengindikasikan penulis naskah Kisah Para Rasul adalah orang yang berbahasa Yunani. 35 Istilah ini sangat berkai­ tan dengan “keliyanan” etnis dalam dunia Yunani-Romawi kuno, meski hanya muncul dalam jumlah yang sangat sedikit dalam Alkitab. Dalam dunia Yunani-Romawi istilah tersebut dapat berfungsi untuk menunjuk ­ kan perbedaan hierarkis antara kelompok masyarakat, atau menegaskan inferioritas kultural terhadap bangsa non­Yunani. 36 Ronald H. van der Bergh, seorang pengajar di University of Pretoria, mengatakan bahwa belum tampak dengan jelas alasan penulis Kisah Para Rasul menggunakan kata barbaros untuk orang Malta. Van der Bergh pun mengusulkan beberapa argumen dalam memahami penggunaan kata ini. Pertama, sebaiknya penggunaan kata ini hanya dipandang sebagai penggunaan bahasa belaka. Kedua, penggunaan kata ini dimaksudkan sebagai kontras terhadap kata kunci lainnya, yakni φιλανθρωπία. Ketiga, penggunaan kata ini justru menegaskan sebuah keterbukaan terhadap keliyanan. 37 32 Hans Windisch, “Βάρβαρος,” in Theological Dictionary of the New Testament Volume I, 546. 33 Windisch, 551. 34 Windisch, 547. 35 Frederick Fyvie Bruce, The Book of the Acts , (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 2008), 531. 36 Ronald H. van der Bergh, “The Use of the Term Βάρβαρος in the Acts of the Apostles: A Probleman- zeige ,” Neotestamentica 47, no. 1 (2013): 70. 37 Van der Bergh, 79–82. Menarik juga untuk melihat penelitian dari Ekaputra Tupamahu. Ia ber­ pendapat bahwa penggunaan kata βάρβαρος merupakan bagian dari perjuangan politik melawan tindakan agresif dari suku bangsa yang mengatasnamakan dirinya lebih tinggi dari bangsa lain; Ekaputra Tupamahu, “Language Politics and the Constitution of Racialized Subjects in the Corinthian Church,” Journal for the Study of the New Testament 41, no. 2 (2018): 5, https://doi.org/ 10.1177/0142064X18804438. Menurut Luke T. Johnson, seorang pengajar PB di Emory University, penggunaan kata filantropi kepada barbaros seharusnya tidak mengejutkan. Walaupun pandangan umum pada masa itu mengatakan bahwa kebudayaan Yunani lebih unggul, faktanya orang­orang Yunani kerapkali terpesona dan terkesan oleh orang asing yang menyahabati orang yang mereka anggap bukan bagian dari mereka sendiri. 38 Bukan hanya itu, penulis Kisah Para Rasul juga menegaskan kebaikan orang Malta dengan menggunakan kata τυχοῦσαν ( tuchousan ). Berbagai terjemahan berbahasa Inggris tidak seragam menerjemahkannya. Misalnya, New Revised Standard Version dan King James Version menerjemahkannya dengan unusual . Terjemahan lain menerjemah­ kannya dengan kata extraordinary, sementara New Testament American Bible Union menggunakan kata no little , dan American Standard Version menggu­ nakan kata no common . Terjemahan Indonesia menggunakan kata sangat untuk mempertegas kata ramah. Pada dasarnya, terjemahan­terjemahan tersebut hendak menegaskan tindakan filantropi orang Malta. Kata tuchou- san berarti sesuatu yang sangat baik ( excellent ) atau bahkan sempurna. Dengan demikian, penulis Kisah Para Rasul hendak menegaskan bahwa filantropi dari penduduk Malta kepada tamu mereka sungguh luar biasa, sekalipun mereka dipandang lebih rendah. Pada ayat kedua itu juga filantropi dijelaskan dalam bentuk yang konkret, yakni “Mereka menyalakan api besar dan mengajak kami semua ke situ karena telah mulai hujan dan hawanya dingin.” (ἀψαντες γὰρ πυρὰν προσελάβοντο πάντας ἡμᾶς διὰ τὸν ὑετὸν τὸν ἐφεστῶτα καὶ διὰ τὸ ψῦχος). Api yang dinyalakan orang Malta diperuntukkan bagi tamu mereka yang baru saja terdampar di pulau mereka. Kata προσελάβοντο berarti accept, accepted, received, taken, taking along, took , atau took aside . Terjemahan Baru Indonesia menggunakan kata mengajak . Johnson mengatakan bahwa Lukas beberapa kali menggunakan kata ini dengan pengertian yang sedikit berbeda dalam Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul (bdk. Kis. 17:5; 18:26; 27:33). Kata itu dapat berarti “mengumpulkan” atau “menyambut”. Namun Johnson juga menegaskan bahwa dalam dua naskah yang ditulis oleh Lukas sangat ditonjolkan tema hospitalitas, terutama tentang penerimaan terhadap kunjungan Allah (bdk. Luk. 5:29; 7:36­50; 9:4­5; 10:1­16; 19:1­10; Kis. 10:24; 16:11­15). 39 Tindakan filantropis berikutnya terjadi di dalam ayat 7 (Ἐν δὲ τοῖς περὶ τὸν τόπον ἐκεῖνον ὑπῆρχεν χωρία τῷ πρώτῳ τῆς νήσου ὀνόματι Ποπλίῳ, ὃς ἀναδεξάμενος ἡμᾶς τρεῖς ἡμέρας φιλοφρόνως ἐξένισεν), 38 Luke Timothy Johnson, The Acts of the Apostles , ed. Daniel J. Harrington (Collegeville, MN: Litur­ gical Press, 1992), 461. 39 Johnson, The Acts of the Apostles . ketika Publius, gubernur Pulau Malta menyambut Paulus dan kawan­kawan dan menjamunya dengan ramah selama tiga hari. Di dalam ayat ini dimensi dari filantropi ditunjukkan kembali, yakni menyambut dan menjamu. Kata Yunani yang digunakan untuk menyambut adalah ἀναδεξάμενος, yang berarti to receive atau menerima. Sementara, kata Yunani untuk menjamu adalah ἐξένισεν, yang berarti menjamu. Namun, kata ini lebih umum digu ­ nakan untuk tamu atau orang asing yang berkunjung ke rumah. 40 Pada ayat 8 terjadilah tindakan filantropi resiprokal atau timbal-balik. Paulus menyembuhkan ayah Publius yang terjangkit penyakit deman dan disentri. Ia masuk ke dalam kamarnya, berdoa, menumpangkan tangan, dan menyembuhkannya. Johnson mengatakan bahwa pelayanan penyembuhan di dalam Lukas dan Kisah Para Rasul selalu diasosiasikan dengan prokla ­ masi Kerajaan Allah. 41 Namun, penegasan Johnson tidak perlu dipahami sebagai tindakan untuk mengonversi agama Publius, melainkan sebagai tindakan persahabatan terhadap orang asing. Bahkan pada ayat­ayat sebe­ lumnya penduduk Malta justru membuka ruang yang ramah sekaligus riskan bagi orang­orang yang tidak mereka kenal. Jika tindakan penyem­ buhan Paulus adalah upaya mengonversi, maka penggunaan kata filantropi pada barbaros (ayat 2) menjadi tidak bermakna. Sebab, kebaikannya terhadap orang lain menjadi tidak tulus, melainkan ada intensi konversi di baliknya. Yang terjadi justru adalah tindakan superioritas terhadap suku bangsa lain dan justru semakin menegaskan posisi orang Malta sebagai barbaros . Penulis justru memahami bahwa tindakan penyembuhan yang dilakukan Paulus adalah proklamasi persahabatan Allah dengan manusia. Pada bagian penafsiran Titus, penulis akan lebih mengelaborasi gagasan filantropi Allah. Ayat 9 menceritakan bahwa peristiwa penyembuhan tersebut membuat orang­orang sakit lainnya datang untuk disembuhkan. Ayat 10 kemudian menunjukkan persahabatan (baca: filantropi) yang autentik antara Paulus dan kawan­kawan dengan penduduk Malta. Mereka sangat menghormati Paulus dan kawan­kawan. Johnson menegaskan lagi bahwa sharing of phy- sical possessions merupakan simbol sharing in the good news . 42 Visi teologis dari surat ini juga menjadi sangat penting untuk meli­ hat alasan kata filantropi dikenakan justru kepada barbaroi . Visi filantropi dalam teks ini juga tampaknya menegaskan sebuah relasi persahabatan yang melampaui identitas etnik atau kultural. Penggunaan barbaros sebagai subjek filantropi semakin menandaskan persahabatan atau filantropi. Udo Schnelle, seorang guru besar PB di University of Halle-Wittenberg Jerman, 40 Johnson, 462–63. 41 Ibid ., 463. 42 Johnson, The Acts of the Apostles , 463. mengatakan bahwa salah satu visi teologis Kisah Para Rasul adalah pem ­ beritaan berita tentang Yesus Kristus kepada seluruh bangsa. Sebagian besar surat ini pun memberikan perhatian yang cukup besar pada narasi Paulus yang mengabarkan Injil ke berbagai tempat. 43 Dengan kata lain, penulis Kisah Para Rasul tidak lagi meninggikan sebuah suku bangsa atas suku bangsa lain, melainkan sebuah proklamasi cinta persahabatan Allah kepada seluruh bangsa. Tindakan filantropi dalam teks ini hendak me nerobos batas­batas relasi kuasa, etnik, dan kultural terhadap bangsa lain. Selain itu, Colin H. Yuckman, seorang pengajar di Duke Divinity School, menekankan aspek gamblangnya pertautan antara Kristologi dan praktik misi atau yang disebutnya sebagai Kristologi kesalingbergantung an ( Christology of intercultural interdependence ). 44 Kesalingbergantungan antara kisah Paulus dan orang Malta menandaskan sebuah kebergantungan ter­ hadap sang liyan. Dalam hal ini yang dipertontonkan adalah tindakan filantropi. Tindakan tersebut juga menjadi sebuah kesaksian di dalam ruang publik tentang Yesus Kristus. 45 ## Surat Paulus kepada Titus: Historisitas dan Visi Teologis Surat Paulus kepada Titus dikategorikan oleh para sarjana PB sebagai surat­surat Pastoral bersama dengan surat 1 dan 2 Timotius. Ketiga naskah tersebut dikategorikan sebagai surat Pastoral, sebab Paulus mengalamatkan surat­surat tersebut kepada dua anak rohani/murid dan sahabatnya, yakni Timotius dan Titus. 46 Pengategorian tersebut salah satunya juga didasarkan pada kesamaan dalam penggunaan kosakata, kesamaan dalam menekankan kepemimpinan, dan penentuan beberapa kualifikasi yang juga sama. 47 Alasan lainnya adalah bahwa naskah­naksah ini sifatnya merupakan nasi­ hat praktis. 48 Penerima surat ini diyakini adalah Titus. Ia adalah seorang murid Paulus dari kalangan non­Yahudi dan pernah dibawa ke sidang di Yerusalem (Gal. 2:1­3; Kis. 15:1­35). Ia juga pernah disebutkan sembilan kali di dalam surat 2 Korintus sebagai utusan Paulus kepada jemaat di Korintus (7:6­14; 8:6, 16, 23). Baik Kisah Para Rasul maupun surat-surat PB lainnya tidak 43 Udo Schnelle, Theology of the New Testament (Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2009), 470. 44 Colin H. Yuckman, “Mission and The Book of Acts in a Pluralist Society,” Missiology: An Interna- tional Review 47, no. 2 (2019): 2, https://doi.org/10.1177/0091829619830423. 45 Bdk. C. Kavin Rowe, “The Ecclesiology of Acts,” Interpretation: A Journal of Bible and Theology 66, no. 3 (2012): 259–69, https://doi.org/10.1177/0020964312443192; Jason J. Ripley, “‘Those Things that Jesus Had Begun to Do and Teach’: Narrative Christology and Incarnational Ecclesiology in Acts,” Biblical Theol- ogy Bulletin 44, no. 2 (2014): 87–99, https://doi.org/10.1177/0146107914526525. 46 Gordon D. Fee, 1 and 2 Timothy, Titus (Peabody, MA: Hendrickson Publishers, 2000), 1. 47 Mounce, Pastoral Epistles , lx. 48 Quinn, The Letter to Titus , 1. memberikan informasi tentang pekabaran Injil di Kreta dan peran Paulus atau Titus di sana. Namun demikian, ada asumsi bahwa surat kepada Titus ini sebagai surat pastoral merupakan surat asli dari Paulus dan ia juga mendirikan komunitas Kristen di Kreta, kemungkinan setelah di Efesus. 49 Surat kepada Titus merupakan instruksi Paulus kepada Titus untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa (Tit. 1:5). Paulus menunjukkan perhatiannya kepada gereja yang ditinggalkannya, maka kepada Titus dinasihatkan untuk menjaga stabilitas jemaat tersebut. Dengan kata lain, surat ini memuat nasihat kepada seorang pemimpin, dalam hal ini Titus. Stabilitas sebuah komunitas ditentukan oleh peran pemimpin yang berkual­ itas (1: 5­9). ## Tafsiran Titus 3:1­4 [3:1] Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang­ orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik. [2] Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendak ­ lah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. [3] Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai­bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci. [4] Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih­Nya kepada manusia, Philip H. Towner mengatakan bahwa kata filantropi dalam ayat 4 ini secara kuat mengacu pada pasal 2:11, “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah menjadi nyata.” Kata “nyata”, Yunani επεφάνη ( epephanē ), dalam ayat ini termanifestasi dalam cinta Allah kepada manusia ( philanthropy ). Howner berpendapat bahwa kata filantropi merupa ­ kan karakter ilahi, yang artinya hanya ada pada Allah sendiri. 50 Tampaknya, Paulus sendiri mempertahankan penggunaan asli kata filantropi dalam surat ini, yakni kasih persahabatan para dewa kepada manusia. 51 Hanya saja, ia dengan sangat radikal menggeser subjeknya menjadi Allah di dalam Yesus Kristus. Bahkan epephanē cinta Allah kepada manusia pun dengan kuat menampilkan makna filantropi yang dikemukakan oleh Plutarch bahwa implikasi praktis dari filantropi bagi manusia adalah proses imitasi karakter filantropi Allah. Jika manifestasinya dalam konteks masyarakat Yunani kuno adalah grasi atau pengampunan hukum, 52 maka dalam konteks surat Titus 49 George T. Montague, First and Second Timothy, Titus (Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2008), 211. 50 Philip H. Towner, The Letters to Timothy and Titus (Grand Rapids, MI: William B. Eeerdman Pub ­ lishing Company, 2006), 778. 51 Luck, “Φιλανθρωπία, Φιλανθρώπως,” 107; Gustaf W. Henriksson, “Grace in action: Exploring the intersection of soteriology and ethics in the letter to Titus,” Scottish Journal of Theology 73, no. 4 (2020): 331, https://doi.org/10.1017/S0036930620000666. 52 Ibid., 109. hal ini adalah pengampunan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Tidak seperti Kisah Para Rasul, subjek filantropi dalam Surat Titus adalah Allah sendiri. Paulus menegaskan bahwa Allah sebagai subjek filan ­ tropi bertindak di dalam peristiwa Kristus sebagai karya filantropi ilahi. Menurut Luck, penggunaan kata filantropi pada Allah dipengaruhi oleh penggunaannya dalam masyarakat Hellenist , yakni penyematan kepada dewa-dewa. Allah yang telah menyatakan dunia dalam filantropi-Nya untuk menegaskan bahwa ia bukanlah Allah yang jauh atau asing. Di sisi lain, kehidupan yang taat kepada Allah merupakan tugas manusia. Pekerjaan penyelamatan­Nya atas manusia juga menuntut perilaku hidup yang benar. 53 Penggunaan kata philanthrōpia dalam surat ini merujuk pada tindakan penebusan Kristus, yakni kelahiran­Nya, kematian, dan kebang­ kitan-Nya. Rujukan tersebut merupakan penegasan terhadap identitas komunitas Kristen yang menggunakannya. Sebabnya, dalam Titus 3:4, Paulus menggunakan Allah dan Juruselamat sebagai subjek. Penggunaan ini dimaksudkan Paulus sebagai perlawanan terhadap filantropi yang umumnya disematkan kepada figur ilahi dalam pemikiran Hellenist . Upaya teologis Paulus tersebut selain menjadi isu teologis, juga sekaligus menjadi tindakan politis. Tindakan politis yang penulis maksud adalah upaya untuk menata dan merawat ruang publik. Dengan demikian, karakter filantropi Allah menjadi dasar “keutamaan” ( virtue-based ) bagi Titus. Ayat 2a pun menunjukkan berbagai macam karakter negatif yang harus dilawan dengan karakter filantropi. Sebab itu, karakter filantropi menjadi sebuah upaya politis untuk menjaga dan merawat ruang publik. Gordon Fee, guru besar emeritus di bidang Perjanjian Baru di Regent College Vancouver, mengatakan jika istilah filantropi umumnya disematkan kepada dewa­dewa Yunani, maka dengan sengaja Paulus menyematkan kata filantropi kepada Allah untuk menegaskan bagi bangsa Kreta bahwa inkar ­ nasi Allah di dalam Kristus merupakan tindakan filantropi Allah kepada manusia. 54 Schnelle mengatakan bahwa Surat Titus sebagai salah satu dari surat­surat pastoral memaparkan sebuah Kristologi yang sangat mutakhir di zamannya, yakni kristologi filantropi atau tindakan penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus untuk semua manusia. 55 Lebih lanjut lagi, Schnelle menegaskan bahwa penggunaan ini sangat tepat ditujukan kepada semua komunitas yang menjadi bagian kecil dari sebuah peradaban besar, yakni Yunani. Tidak semua masyarakat pada masa itu terdidik dengan baik. Sebab itu, surat ini ditujukan, selain berfungsi sebagai penegasan dimensi teologis, 53 Ibid. , 111. 54 Fee, 1 and 2 Timothy, Titus , 300. 55 Schnelle, Theology of the New Testament , 585. ## juga memiliki fungsi edukasi dengan Kristus sebagai titik berangkatnya. Misalnya, dalam ayat 1­3: Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang­ orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik. Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hen ­ daklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, men­ jadi hamba berbagai­bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci. Universalitas tindakan penyelamatan Allah merupakan ekspresi dari filantropi ilahi, sebab itu, umat Kristen dinasihatkan untuk mengasihi semua orang. Maka, filantropi ilahi telah dimanifestasikan. Schnelle juga menegas ­ kan bahwa percakapan kristologi merupakan konsep yang tidak terlepas dari penghargaan dan integrasi terhadap kultur lain. 56 Penggunaan kata filantropi dalam teks ini sangat unik. Di sini bukan kebaikan dan cinta yang diberikan kepada penguasa duniawi yang memuji orang­orang yang dihujani, pujian yang hampir tidak pantas diterimanya; tetapi di sini adalah kebaikan atau toleran terhadap orang lain ( benignity ) dan kasih. Singkatnya, filantropi adalah cinta terhadap manusia ( love-toward- man ) dan bukan tindakan karitas. 57 Orang­orang Kristen Yahudi sangat dekat dan bahkan juga dipengaruhi oleh filantropi. Sebab itu, mereka menam ­ bahkan Yesus, Sang Penyelamat, yang menjelma dan menyatakan karya filantropis Allah secara historis. Bahasa dan konseptualisasi pengakuan iman pada waktu baptisan bahkan menggunakan filantropi. Penggunaan kata ini merupakan antitesis terhadap komunitas Yahudi ekstrem yang menganggap Yahudi­Kristen bidat, terutama menggunakan frasa “pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, melainkan karena rahmat­Nya.” 58 Selanjutnya, ayat 5-8 merupakan kualitas ilahi dari filantropi. Pertama, Allah menyelamatkan manusia bukan karena perbuatan manusia, melain­ kan karena rahmat­Nya. Penyelamatan tersebut dialami manusia melalui baptisan dan pembaruan oleh Roh Kudus (ay. 5-7). Kualitas tersebut bersifat vertikal. Artinya, dari Allah kepada manusia. Karya penyelamatan Allah dimaksudkan agar manusia dibenarkan dan mendapatkan hidup yang kekal (ay. 7). Kualitas kedua, manusia yang telah menerima dan meyakini karya ilahi tersebut agar berusaha melakukan pekerjaan yang baik serta berguna bagi semua orang (ay. 8). Sebab itu, Schnelle mengatakan bahwa Paulus 56 Ibid. , 585. 57 William Hendriksen, I & II Timothy and Titus (Carlisle, PA: Banner of Truth Trust, 1972), 389. 58 Quinn, The Letter to Titus , 215. mengusulkan gambaran universal tentang Allah, bahkan secara sadar ber­ dialektika dengan gagasan Yunani-Romawi, dan menggambarkan Allah sebagai Penguasa ideal yang pemerintahannya datang tanpa kekuatan dan kekerasan, tetapi melalui wawasan dan pendidikan. Ia juga memberitakan Allah sebagai penguasa yang lembut, murah hati, menyembuhkan dan menyelamatkan, menegakkan tatanan kehidupan baru, dan keselamatan di dalam Yesus Kristus. 59 Menurut penulis, penggunaan kata filantropi memiliki dimensi publik sekaligus juga politis. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian filantropi di dalam masyarakat Yunani, selain disematkan kepada dewa-dewa, filantropi juga nilai dipraktikkan di dalam ruang publik. Mounce mengatakan bahwa pada pasal 2, Paulus menasihatkan agar umat tidak melupakan kewajiban sosialnya kepada pemerintah dan kepada sesama. 60 Dengan kata lain, per­ cakapan tentang filantropi juga adalah tindakan yang berwatak politis atau tindakan untuk menata dan merawat kehidupan di dalam ruang publik. ## Teologi Filantropi Filantropi merupakan sebuah konsep yang dipinjam penulis Lukas dan Paulus dari tradisi Hellenist . Sebagai kata khas dari tradisi Hellenist , filantropi juga adalah nilai yang dipakai oleh dan untuk orang-orang Yunani sendiri. Namun, kata ini justru disematkan pada dua figur non-Yunani, yakni penduduk Malta dan Allah Kristen. Penggunaannya dalam Kisah Para Rasul menjadi diksi yang unik, karena kata itu justru disematkan pada orang yang dianggap barbar. Tampaknya Lukas bermaksud untuk melawan superioritas masyarakat Yunani terhadap suku bangsa lain. Penggunaan kata tersebut menjadi sangat Kristiani karena sangat menunjukkan cinta persahabatan dengan orang­orang asing. Dengan kata lain, penggunaan kata filantropi merupakan bentuk perlawanan terhadap hegemoni bangsa Yunani. Isu lain yang kemudian diangkat adalah sebuah ruang persahabatan yang terbuka sekaligus riskan. Kedua, penggunaan dan penyematan kata filantropi kepada Allah me rupakan penggunaan yang sangat teologis sekaligus politis. Penggunaannya menjadi sangat teologis karena merujuk kepada Allah Kristen, dan menjadi sangat politis karena Paulus meminjam istilah terse­ but dari tradisi Hellenist untuk menegaskan pemisahan kekristenan dari Yudaisme. Menurut penulis, Paulus tidak memisahkan dimensi teol­ ogis dengan politik. Ia justru sangat menegaskan kesatuannya dengan 59 Schnelle, Theology of the New Testament , 581–82. 60 William D. Mounce, Word Biblical Commentary: Pastoral Epistles , ed. oleh Bruce M. Metzger, David A. Hubbard, dan Glenn W. Barker (Grand Rapids, MI: Zondervan Academic, 2000), 455. menasihatkan agar jemaat Kreta tetap percaya kepada Kristus, tetapi juga tidak melupakan kewajiban mereka di ruang publik dan dalam perjum­ paannya dengan sang liyan. Bahkan, kepercayaan kepada Kristus sebagai wujud filantropi ilahi, tidak terlepas dari peran dan kehadiran jemaat Kreta di ruang publik. Penulis hendak kembali mengangkat percakapan di awal tentang filantropi dewasa ini. Seperti yang telah dikemukakan, filantropi selalu dipahami sebagai tindakan karitas kepada masyarakat miskin. Namun, berdasarkan penelitian ini, penulis hendak mengusulkan dan menegaskan bahwa percakapan filantropi, baik di dunia Yunani maupun penggunaan ­ nya di dalam Alkitab, melampaui percakapan tentang tindakan karitatif sebagaimana yang kini dipahami. ## Kesimpulan: Filantropi, Persahabatan, dan Agama-Agama Berdasarkan percakapan di atas, penulis akan menyodorkan teologi filantropi sebagai basis persahabatan dengan penganut agama-agama lain. Penganut agama­agama lain, selain Kristen, dapat dikategorikan sebagai sang liyan. Dengan segera kita juga dapat menyatakan bahwa sang liyan adalah barbaros. Dalam pengertian Hellenis, sebagaimana yang dijelaskan di atas, barbaros merupakan orang yang lebih rendah secara kultural bahkan religius. Adiprasetya mengatakan bahwa adanya subjek liyan disebabkan oleh tidak adanya dasar bersama. Sebabnya, ketidaksamaan menempat­ kan sang liyan menjadi subversif. 61 Uraian tersebut menjadi sangat tepat melihat barbaros dengan meminjam istilah dari Peter Berger dalam The Sacred Canopy, yakni structure of plausibility . Menurutnya, setiap komunitas, termasuk komunitas agama, memiliki sebuah structure of plausibility atau keberterimaannya. Struktur keberterimaan merupakan sistem nilai yang dibentuk secara objektif terhadap individu­individu yang tinggal dalam sebuah komunitas. 62 Dengan jelasnya sebuah struktur keberterimaan, maka sudah jelas komunitas (agama) lain dipandang sebagai sang liyan. Konteks munculnya kata filantropi dalam kedua teks yang telah ditelu ­ suri di atas, menunjukkan sebuah situasi kultural dan religius yang berbeda dan bahkan mungkin tidak berterima satu sama lain. Sebab itu, terhadap sang liyan inilah filantropi dipersaksikan. World Council of Churches menan­ daskan bahwa keterbukaan kepada sang liyan didasarkan pada kenosis . 63 61 Joas Adiprasetya, “Berteologi dalam Perjumpaan dengan Sang Lain,” Jurnal Proklamasi 2, no. 1 (2002): 45. 62 Peter L. Berger, The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion (New York, NY: Anchor Books, 1990), 24. 63 Oikoumene, “Preparatory Paper No. 13: Religious Plurality and Christian Self-Under ­ standing,” World Council of Churches (2005), https://www.oikoumene.org/resources/documents/ Dengan demikian, teologi filantropi dapat mengambil tempat di dalam ujaran ini, keterbukaan terhadap sang liyan menjadi pemenuhan terha­ dap perintah Allah dan membuka kemungkinan untuk menjumpai­Nya dalam cara yang baru. Meskipun penggunaannya di dalam PB terbilang sangat sedikit, tetapi kehadirannya memiliki peran yang sangat signifikan, terutama bagi komunitas penerima Kisah Para Rasul dan Titus. Penulis akan mengusulkan dua kerangka teologi filantropi pada bagian ini, yakni persahabatan kepada manusia ( love-toward-man ) dan persahabatan antara manusia ( love-between-man ). Pertama, persahabatan kepada manusia ( love-toward-man ) merupakan filantropi Allah kepada manusia. Berkaca dari teologi yang dimuat Paulus di dalam suratnya kepada Titus, maka Yesus Kristus merupakan manifes­ tasi filantropi Allah. Ia menyahabati manusia melalui Yesus Kristus dan sekaligus menegaskan, rahmat Allah­lah yang menyelamatkan manusia. Kerangka kedua, persahabatan kepada manusia ( love-between-man ), merupa­ kan kerangka yang tidak terpisahkan dari kerangka pertama. Paulus sangat menegaskan nasihatnya kepada jemaat di pulau Kreta agar tidak absen dalam kehidupan dan tanggung jawab di dalam ruang publik. Menurut penulis, Paulus justru meminjam filantropi dalam rangka menegaskan watak publik kehidupan Kristen. Dengan demikian, filantropi juga adalah persahabatan antara manusia di ruang publik. Sementara itu, filantropi dalam Kisah Para Rasul juga mengusul ­ kan satu dimensi yang berbeda, tetapi penulis memasukkannya ke dalam kerangka kedua. Penulis Kisah Para Rasul juga menyediakan sebuah basis persahabatan dengan sang liyan atau dengan orang­orang yang tidak dili­ yankan secara kultural maupun religius. Dimensi ini penulis kategorikan sebagai kerangka kedua karena filantropi di ruang publik juga semestinya membuka ruang­ruang pada sang liyan atau barbaros . Percakapan di ruang publik juga tidak terlepas dari tujuan Paulus meminjam istilah filantropi. Melalui filantropi, Paulus hendak menegaskan dimensi edukatif dari iman Kristen. Sebab itu, Paulus menasihatkan agar jemaat Kreta menjadi komu­ nitas yang terus meneladani Kristus, sekaligus menjadi komunitas yang menyahabati sang liyan sebagai karakter keteladanannya di ruang publik. Pada akhirnya, diskursus filantropi merupakan percakapan tentang persa ­ habatan­kepada­manusia sekaligus persahabatan­sesama­manusia. Dalam implikasinya terhadap relasi dengan penganut agama­agama lain, maka penulis mengusulkan agar dalam perjumpaannya dengan penga­ nut agama­agama lain, alih­alih menunjukkan superioritasnya, Kekristenan preparatory­paper­ndeg­13­religious­plurality­and­christian­self­understanding. ## justru harus memproklamasikan dan mempraktikkan filantropi kepada mereka. Filantropi semestinya menjadi ekspresi cinta persahabatan Allah kepada manusia. Ekspresi tersebut sedapat mungkin dipraktikkan dalam perjumpaan dengan penganut agama­agama lain. Gereja semestinya mene­ gaskan kembali karakter filantropisnya. Dengan demikian, kehadirannya di ruang publik mampu melampaui relasi yang berbasis materi (sumbangan, derma, bantuan sosial, dan lain sebagainya), menjadi sebuah relasi yang berbasis persahabatan terhadap sang liyan. ## Daftar Pustaka ———. Word Biblical Commentary: Pastoral Epistles. ed. Bruce M. Metzger, David A. Hubbard, & Glenn W. Barker. Grand Rapids, MI: Zondervan Academic, 2000. Abineno, Johanes L. Ch. Diaken Diakonia dan Diakonat Gereja. cet. ke 7. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Adiprasetya, Joas, & Nindyo Sasongko. “A Compassionate Space­making: Toward a Trinitarian Theology of Friendship.” The Ecumenical Review 71, no. 1–2 (2019): 21–31. https://doi.org/10.1111/erev.12416. Adiprasetya, Joas. “Berteologi dalam Perjumpaan dengan Sang Lain.” Jurnal Proklamasi 2, no. 1 (2002): 45–54. Adiprasetya, Joas. “Pastor as Friend: Reinterpreting Christian Leadership.” Dialog 57, no. 1 (2018): 47–52. https://doi.org/10.1111/dial.12377. Berger, Peter L. The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion. New York, NY: Anchor Books, 1990. Bergh, Ronald H. van der. “The Use of the Term βάρβαρος in the Acts of the Apostles: A Problemanzeige.” Neotestamentica 47, no. 1 (2013): 69–86. Borgen, Peder. Philo of Alexandria: An Exegete for His Time. Leiden: Brill, 1997. Bruce, Frederick Fyvie. The Book of the Acts. Grand Rapids, MI: William B. Eerdmans, 2008. Carson, Donald Arthur, & Douglas J. Moo. An Introduction to the New Testament. 2nd ed. Grand Rapids, MI: Zondervan, 2005. Constantelos, Demetrios J. “Basil the Great’s Social Thought and Involvement.” The Greek Orthodox Theological Review 26, no. 2 (1981): 81–86. Dillery, John. “Xenophon: The Small Works.” In The Cambridge Companion to Xenophon. Cambridge: Cambridge University Press, 2017. Druzhinina, Olga A. The Ecclesiology of St. Basil the Great: A Trinitarian Approach to the Life of the Church. Eugene, OR: Pickwick Publications, 2016. Eko, Anang Wahyu. “Filantropi Islam sebagai Stabilitas Kehidupan.” Jurnal Sosiologi Islam 10, no. 1 (2017): 35–58. Fee, Gordon D. 1 and 2 Timothy, Titus. Peabody, MA: Hendrickson Publishers, 2000. Filantropi. “Filantropi.” Filantropi Indonesia. Diakses 10 November 2018. http://filantropi.or.id/organisasi. Hendriksen, William. I & II Timothy and Titus. Carlisle, PA: Banner of Truth Trust, 1972. Henriksson, Gustaf W. “Grace in action: Exploring the intersection of soteriology and ethics in the letter to Titus.” Scottish Journal of Theology 73, no. 4 (2020): 330–339. https://doi.org/ 10.1017/ S0036930620000666. Holladay, Carl R. “Interpreting Acts.” Interpretation: A Journal of Bible and Theology 66, no. 3 (2012): 245–258. https://doi. org/10.1177/0020964312443187. Holladay, Carl R. A Critical Introduction to the New Testament: Interpreting the Message and Meaning of Jesus Christ. Nashville, TN: Abingdon Press, 2005. Johnson, Luke Timothy. The Acts of the Apostles. ed. Daniel J. Harrington. Collegeville, MN: Liturgical Press, 1992. KBBI. “Filantropi.” KBBI. Diakses 10 November 2018. https://kbbi.web.id/ filantropi. Linge, Abdiansyah. “Filantropi Islam sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi.” Jurnal Perspektif Ekonomi Darrusalam 1, no. 2 (2017): 154–171. https:// doi.org/10.24815/jped.v1i2.6551. Luck, Ulrich. “ Φιλανθρωπία , Φιλανθρώπως .” In Theological Dictionary of the New Testament IX, ed. Gerhard Kittel, transl. Geoffrey William Bromiley. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing, 1974. Martin, Emmie & Tanza Loudenbeck. “The 20 Most Generous People in the World.” The Independent (2015). http://www.independent.co.uk/ news/people/the­20­most­generous­people­in­the­world­a6757046. html. Maurice, Frederick Denison. The Kingdom of Christ: Or, Hints Respecting the Principles, Constitution, and Ordinances of Catholic Church. New York, NY: JF Throw Printer, 1843. Messakh, Besly Y. T. “Menjadi Sahabat Bagi Sesama: Memaknai Relasi Persahabatan dalam Pelayanan Pastoral.” Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian 5, no. 1 (2020). https://doi. org/10.21460/gema.2020.51.497. Montague, George T. First and Second Timothy, Titus. Grand Rapids, MI: SOCIETAS DEI: JURNAL AGAMA DAN MASYARAKAT ## Baker Academic, 2008. Mounce, William D. Pastoral Epistles. ed. Ralph P. Martin & Lynn Allan Losie. Grand Rapids, MI: Zondervan Academic, 2016. Oikoumene World Council of Churches. “Preparatory Paper No. 13: Religious Plurality and Christian Self­understanding,” World Council of Churches (2005). https://www.oikoumene. org/resources/documents/preparatory­paper­ndeg­13 religious­plurality­and­christian­self­understanding. Oxford Dictionaries. “Philanthropy.” Oxford Dictionaries, 2018. https:// en.oxforddictionaries.com/definition/philanthropy. Payton, Robert L. & Michael P. Moody. Understanding Philanthropy: Its Meaning and Mission. Philanthropy and nonprofit studies. Bloomington, IN: Indiana University Press, 2008. Quinn, Jerome D. The Letter to Titus: A New Translation with Notes and Commentary and an Introduction to Titus, I and II Timothy, the Pastoral Epistles. New York, NY: Doubleday, 1990. Ripley, Jason J. “‘Those things that jesus had begun to do and teach’: Narrative Christology and Incarnational Ecclesiology in Acts.” Biblical Theology Bulletin 44, no. 2 (2014): 87–99. https://doi. org/10.1177/0146107914526525. Rowe, C. Kavin. “The Ecclesiology of Acts.” Interpretation: A Journal of Bible and Theology 66, no. 3 (2012): 259–269. https://doi. org/10.1177/0020964312443192. Schnelle, Udo. Theology of the New Testament. Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2009. Schwarz, Hans. Theology in a Global Context: The Last Two Hundred Years. Eerdmans, 2005. Susanta, Yohanes Krismantyo. “'Menjadi Sesama Manusia’ Persahabatan Sebagai Tema Teologis Dan Implikasinya Bagi Kehidupan Bergereja.” Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 2 (2018). https://doi.org/10.30648/dun.v2i2.169. Talbert, Charles H. Reading Acts: A Literary and Theological Commentary on the Acts of the Apostles. Macon, GA: Smyth & Helwys Publisher, 2005. Tamim, Imron Hadi. “Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal.” Jurnal Sosiologi Islam 1, no. 1 (2011): 35–58. http://jsi.uinsby.ac.id/index.php/jsi/article/view/4. Towner, Philip H. The Letters to Timothy and Titus. Grand Rapids, MI: William B. Eerdmans Publishing Company, 2006. Tsitsanoudis-Mallidis, Nikoletta, & Ch. Stergioulis. “Rhetorical Texts of the 4th Century A.D. about Wealth and Its Loss.” American Journal of Educational Research 2, no. 10 (2014): 955–962. https://doi. org/10.12691/education­2­10­16. ## Tupamahu, Ekaputra. “Language Politics and the Constitution of Racialized Subjects in the Corinthian Church.” Journal for the Study of the New Testament 41, no. 2 (2018): 223–245. https://doi. org/10.1177/0142064X18804438. Whytehead, Robert. The Claims of Christian Philanthropy; or The Duty of a Christian Government with Respect to Moral and Religious Education. London: Simpkin, Marshall & Co., Stationers’ Court, 1893. Windisch, Hans. “ Βάρβαρος .” In Theological Dictionary of the New Testament Volume I, ed. Gerhard Kittel & Geoffrey William Bromiley, transl. Geoffrey William Bromiley. Grand Rapids, MI: William B. Eerdmans, 2006. Yuckman, Colin H. “Mission and The Book of Acts in a Pluralist Society.” Missiology: An International Review 47, no. 2 (2019): 104–120. https:// doi.org/10.1177/0091829619830423.
fb61432e-e9b3-462b-bb57-81291dbe6991
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jkp/article/download/9594/9172
## HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI CARDIOVASKULAR AND BRAIN CENTER RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Josua Edison Mangole Sefty Rompas A. Yudi Ismanto Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email : [email protected] ABSTRACT: Documentation is the responsibility and duty nurse after nursing interventions. Incomplete documentation can degrade the quality of nursing care. This research was known to conduct relations with the documentation of nursing care nurse. The study design was a descriptive study Analytical approach Cross Sectional. Total number of samples using a sampling technique is a way of collecting a sample based on the overall population of 40 respondents. The results show that good behavior with complete documentation is 20 (66%) and respondents who have good behavior with the documentation is not complete as many as 10 people (33.3%), the behavior is less well with the complete documentation as much as 2 people (20%) and documentation is not complete as many as 8 people (80%). Based on the results of statistical tests, the chi-square p value = 0.025. And with OR 8.000. Conclusions there is a significant relationship with the nurses conduct nursing care documentation. Picture of the behavior of the nurses in the department of CVBC BLU Prof. Dr. R.D Kandou Manado .. Recommendation researchers that the nurses have to make the practice of nursing care documentation, as consideration for improving the appearance of the nurses in the face of the demands of the development of services. Keywords: Documentation of Nursing, nurses Behavior ABSTRAK: Dokumentasi merupakan tanggung jawab dan tugas perawat setelah melakukan intervensi keperawatan. Pendokumentasian yang tidak lengkap dapat menurunkan mutu pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah diketahui hubungan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Desain penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Analitik melalui pendekatan Cross Sectional. Jumlah sampel menggunakan teknik Total sampling yaitu cara pengumpulan sampel berdasarkan keseluruhan populasi 40 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang baik dengan pendokumentasian lengkap adalah 20 orang (66%) dan responden yang memiliki perilaku baik dengan pendokumentasian tidak lengkap sebanyak 10 orang (33,3%), perilaku kurang baik dengan pendokumentasian lengkap sebanyak 2 orang (20%) dan pendokumentasian yang tidak lengkap sebanyak 8 orang (80%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square maka didapatkan nilai p = 0,025 dan dengan OR 8,000. Simpulan ada hubungan signifikan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Gambaran perilaku perawat di CVBC BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. . Rekomendasi peneliti yaitu para perawat harus menjadikan praktek pendokumentasian asuhan keperawatan, sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki penampilan kerja perawat dalam menghadapi tuntutan perkembangan pelayanan. Kata Kunci : Dokumentasi Asuhan Keperawatan, Perilaku perawat, ## PENDAHULUAN Salah satu bagian dari ilmu kesehatan ialah ilmu keperawatan. Ilmu keperawatan berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sesuai dengan perkembangan jaman. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakan didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki kertampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2011). Praktik keperawatan di masa mendatang harus dapat berorientasi pada klien. Hal ini berdasarkan tren perubahan dan persaingan yang semakin ketat saat ini. Perawat Indonesia di masa depan harus dapat memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang berkembang, agar tingkat profesionalitas keperawatan itu semakin nampak (Nursalam, 2008). Sejak zaman Florence Nightingale, perawat telah menganggap dokumentasi sebagai bagian yang vital dari praktik professional. Pada tulisan awalnya Nightingale menggambarkan tentang perlunya perawat untuk mencatat “penggunaan yang tepat dari udara segar, cahaya, kehangatan, kebersihan, serta pemilihan dan pemberian diet yang tepat,” dengan tujuan mengumpulkan ,menyimpan dan mendapatkan kembali data untuk menatalaksanakan pasien secara cerdas (Camp, 2004). Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik ,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Salah satu bagian yang terpenting dari asuhan keperawatan ialah dokumentasi. Dokumentasi merupakan tanggung jawab dan tugas perawat setelah melakukan intervensi keperawatan. Tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah. Oleh karena perubahan tersebut, maka perawat perlu menyusun suatu dokumentasi yang efisien dan lebih bermakna dalam pencatatannya dan penyimpanannya (Nursalam, 2008). Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Camp, 2004). Dokumentasi ini penting karena pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien membutuhkan catatan dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah yang dialami klien baik masalah kepuasan maupun ketidak puasan terhadap pelayanan yang diberikan. (Nursalam, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan di lrina Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden sebanyak 87,5% responden berpengetahuan tinggi tentang empati, 95,5% respoden memiliki sikap yang positif dalam berempati, 67,5% pasien menilai tindakan empati responden kurang baik, 92.5% pasien tidak puas terhadap asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat (Amelia, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Ardiana pada tahun 2010 di RSUD Dr. H. Koesnadi Bondowoso dari jumlah sampel sebanyak 92 pasien, diperoleh hasil sebanyak 54 % perawat berperilaku caring menurut persepsi pasien (Gaghiwu, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan Lidia Gaghiwu di Irina E BLU . RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 ditemukan bahwa perilaku caring perawat baik yang menyebabkan anak usia toddler stres 13,3 % dan yang tidak stres 60 % dan perilaku perawat yang kurang baik menyebabkan anak usia toddler stres 16, 7% dan yang tidak stres 10 %(Gaghiwu, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Niken Sukesi diruang rawat inap RS permata medika Semarang tahun 2013 mengenai perilaku caring perawat, presentase puas sebesar 44,2% dan yang tidak puas 55,8%, artinya hampir separuh pasien merasakan tidak puas pada tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Sukesi, 2013). Kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatan di RS kurang baik sebesar 54,7%. Penyebab kurang baiknya dokumentasi asuhan keperawatan adalah pengetahuan dan pemahaman perawat yang kurang, perawat lebih memprioritaskan tindakan langsung dan kekurangan tenaga keperawatan (Cahyani, 2008). Perawat melakukan pendokumentasian tidak dirumuskan berdasarkan problem, etiologi, dan symptom (89,6%) dan tidak dirumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial (51,0%). Tahap perencanaan tidak disusun menurut urutan prioritas (95,3%), tujuan tidak mengandung komponen pasien, perubahan perilaku, kondisi pasien (93,4%). Tahap implementasi perawat mengobservasi respons pasien (58,5%), revisi tindakan tidak berdasarkan hasil evaluasi (56,6%) (Retyaningsih, 2013). Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti dari instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Oktober 2014 ditemukan bahwa ada 40 perawat pelaksana yang bekerja di instalasi CVBC dan dari 100 Asuhan Keperawatan ada 55% Asuhan Keperawatan (ASKEP) belum sesuai dengan syarat pendokumentasian askep yang benar dengan kelengkapan pengisian pengkajian 10 berkas tidak terisi lengkap, diagnosa keperawatan ada 10 berkas tdak diisi atau diisi namun belum lengkap dan tidak sesuai dengan Problem Etiologi Sign and symptom (PES) , lembar perencanaan ada 10 berkas tidak lengkap atau tidak diisi, dan lembar integrasi yang berisi implementasi dan evaluasi ada 25 lembar yang tidak dilengkapi. Berdasarkan data diatas sehingga penulis akan memulai penelitian mengenai hubungan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Cardio Vaskular and Brain Center (CVBC) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Tujuan penelitian ini adalah diketahui hubungan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Perilaku perawat (Videbeck, 2008) (Burnard, 2008) (Gunarsa, 2008) adalah perilaku terapeutik yang melibatkan semua unsur. Semua catatan keperawatan adalah dokumentasi keperawatan, tanpa memperhatikan tipe atau lokasi dalam catatan. Apapun jenis system pendokumentasian yang digunakan, pendokumentasian harus mengkomunikasikan status pasien, pemberian perawatan spesifik, dan respons pasien terhadap perawatan (Marrelli, 2008). ## METODE PENELITIAN Desain atau rancangan Penelitian ini merupakan kerangka acuan bagi peneliti untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Analitik melalui pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, dimana observasi dan pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto.A,2011). Penelitian ini dilaksanakan pada 1 Februari 2015 sampai 5 maret 2015 selama 1 bulan dan dilakukan di CardioVaskular and Brain Center (CVBC) RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. populasi dalam penelitian ini sesuai data yang di dapatkan dari CVBC RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado adalah 40 perawat. Pengambilan sampel menggunakan teknik Total sampling . Setelah data terkumpul selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut :Persiapan, Editing , Coding, Processing, Cleaning dan Penyajian data ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. Hasil Penelitian ## Karakteristik Responden Tabel 5. 1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur perawat pelaksana di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Umur n % 21-30 14 35 31-40 20 50 >40 6 15 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 5. 2 Distribusi frekuensi berdasarkan Jenis Kelamin perawat pelaksana di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Jenis Kelamin n % Laki-Laki 20 50 Perempuan 20 50 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 5. 3 Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja perawat pelaksana di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Masa Kerja n % < 3tahun 20 50 >3tahun 20 50 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan perawat pelaksana di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tingkat Pendidikan n % DIII 18 45 S.Kep Ns 22 55 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer, 2015 Analisis Univariat Tabel 5. 5 Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku perawat, perawat pelaksana di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Perilaku n % Baik 30 75 Kurang Baik 10 25 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 5. 6 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan perawat pelaksana di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Pendokumentasian n % Lengkap 22 55 Tidak Lengkap 18 45 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer, 2015 ## Analisis Bivariat Tabel 5. 7 Distribusi hubungan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Peri laku Pera wat Pendokumentasian Askep Total P Value Lengkap Tidak Lengkap n % 0,025 n % n % Baik 20 66,7 10 33,3 30 100 Kur ang Baik 2 20 8 80 10 100 Jum lah 22 55 18 45 40 100 ## B. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Februari 2015 mengenai hubungan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil analisis karateristik responden menurut usia adalah rentang usia 21-30 tahun adalah 14 perawat dengan persentase 35%, usia 31-40 tahun adalah 20 perawat dengan persentase 50% serta usia lebih dari 40 tahun 6 perawat dengan persentase 15%. Pada tahapan dewasa muda individu telah mulai menata kehidupannya untuk mencapai kestabilan. Hal senada diungkapkan pula oleh Potter dan Perry (2005) bahwa seseorang yang telah memasuki tahap dewasa muda diharuskan untuk menentukan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam hal pekerjaan, dan memiliki hubungan dalam tahap yang lebih intim. Oleh karena itu pada tahap usia dewasa muda seharusnya perawat memiliki perilaku yang stabil dan pencapaian perilaku baik. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan jenis kelamin perempuan sama banyak dengan responden dengan jenis kelamin laki-laki. Dimana responden berjenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki berjumlah 20 perawat dengan persentase masing-masing 50%. Hasil penelitian menunjukkan responde n dengan masa kerja kurang dari 3 tahun be rjumlah 20 orang dan masa kerja lebih dari 3 tahun berjumlah 20 orang dengan persent ase masing-masing 50%. Hasil penelitian menunjukkan responde n dengan tingkat pendidikan DIII keperawat an berjumlah 18 orang dengan persentase 4 5% dan S.Kep Ns berjumlah 22 orang deng an persentase 55%. Menurut Notoatmodjo, (2007) Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku perawat menurut Videbeck (2008), Burnard( 2008) dan Gunarsa, (2008) adalah perilaku terapeutik yang melibatkan semua unsur. Perilaku perawat menurut Kusnanto, (2004) harus dilandasi oleh aspek moral yang meliputi hal-hal berikut : Beneficience yang berarti sebagai profesional perawat harus selalu mengupayakan tiap keputusan yang dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. Adil yang berarti tidak mendiskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, sosial budaya, keadaan ekonomi, dan sebagainya tetapi memperlakukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki. Fidelity yang berarti bahwa perilaku caring , selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan yang memadai, memiliki komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien. Menurut teori perubahan perilaku yang dikembangkan oleh Lawrence Green dalam Noorkasiani (2009) menyebutkan bahwa perubahan perilaku disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor perilaku dan faktor non-perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor, yaitu; faktor predisposisi (predispocing factor), faktor pendukung (enabling factor),dan faktor penguat (reinforcing factor). Sikap perawat merupakan salah satu elemen yang berpengaruh pada faktor predisposisi dan menjadi gambaran dari perilaku perawat dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan. Proses keperawatan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat bagi perawat dan klien. Perawat dan klien membutuhkan proses asuhan keperawatan, merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil dari asuhan keperawatan. Semua itu memerlukan pendokumentasian sehingga perawat mendapatkan data klien dengan sistematis (Hidayat, 2000). Menurut Potter & Perry (2005), sebagai anggota dari tim perawatan kesehatan, perawat harus mengkomunikasikan informasi tentang klien secara akurat. Kualitas perawatan klien bergantung pada kemampuan pemberi perawatan untuk berkomunikasi satu sama lain. Dokumentasi merupakan salah satu sarana komunikasi antar petugas kesehatan dalam rangka pemulihan kesehatan klien. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam pencatatan tindakan keperawatan. Tanpa dokumentasi yang benar dan jelas, kegiatan pelayanan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh seorang perawat tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan perbaikan status kesehatan klien. Asuhan keperawatan profesional merupakan kegiatan melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat “ humane”, dengan pendekatan holistik, mencakup bio- psiko-sosial/kultural dan spiritual, serta orientasi kebutuhan objektif klien, dalam bentuk praktik keperawatan ilmiah (Kusnanto, 2004). Perawat dan praktik keperawatan tergambar setiap hari bagi yang membaca catatan pasien. Data keperawatan yang terdapat dalam catatan merefleksikan standar asuhan keperawatan.dan anggota tim kesehatan lain membuat keputusan perawatan berdasarkan catatan keperawatan. Pencatatan telah dipandang sebagai riwayat sekunder untuk perawatan pasien (Marrelli, 2008). Menurut Brian Gugerty, et all dalam Challenges and Opportunities in Documentation of the Nursing Care of Patients Report of the Maryland Nursing Documentation Work Group (2007), perawat setiap harinya dalam melakukan rutinitas menghabiskan 15-25 % waktunya digunakan untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan. Tetapi perawat menganggap bahwa dokumentasi tidak penting atau berlebih-lebihan, sehingga sebagian besar waktunya dipakai untuk melakukan tindakan keperawatan secara langsung kepada pasien. Dokumentasi keperawatan merupakan suatu yang mutlak harus ada untuk perkembangan keperawatan khususnya proses profesionalisasi keperawatan serta mempertahankan keperawatan sebagai suatu profesi yang luhur dan terpandang di masyarakat, karena dengan dokumentasi dapat tercermin mutu suatu asuhan keperawatan yang diberikan Hal ini menyebabkan masalah penting bagi praktisi keperawatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan kepada pasien. Handayaningsih (2007) menyebutkan bahwa standart dokumentasi menjadi hal yang penting dalam setiap tindakan keperawatan, namun hal ini kadang tidak disadari oleh perawat. Beberapa hal yang sering menjadi alasan antara lain banyak kegiatan-kegiatan di luar tanggung jawab perawat menjadi beban dan harus dikerjakan oleh tim keperawatan, sistem pencatatan yang diajarkan terlalu sulit dan banyak menyita waktu, tidak semua tenaga perawat yang ada di institusi pelayanan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama untuk membuat dokumentasi keperawatan sesuai standar yang ditetapkan dan dikembangkan oleh tim pendidikan keperawatan sehingga mereka tidak mau membuatnya. Tenaga keperawatan yang ada berasal dari berbagai jenjang pendidikan keperawatan dan dari rentang waktu lulusan yang sangat berbeda tetapi mempunyai tugas yang cenderung sama dalam pelayanan klien di ruang rawat inap, serta perawat lebih banyak mengerjakan pekerjaan koordinasi dan limpahan wewenang. Kondisi ketidaklengkapan tersebut banyak ditemukan di Puskesmas, Rumah Sakit ataupun Rumah Bersalin walaupun format dokumentasi sudah disediakan. Menurut Ermawati, (2011), ada faktor yang mempengaruhi pendokumentasian asuhan keperawatan selain faktor perilaku yaitu Peningkatan Kesadaran Konsumen, Konsumen mengharapkan perawat yang cerdas, kompeten, dan peduli pada pendekatan yang digunakan saat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi, Peningkatan Keakutan Pasien Yang Dihospitalisasi, Dokumentasi harus menegaskan bahwa pasien dan keluarganya siap untuk menerima tanggung jawab dan perawatan di rumah dan Peningkatan Penekanan Pada Hasil. Sesuai dengan hasil penelitian saya responden yang memiliki perilaku yang baik dengan pendokumentasian lengkap adalah 20 orang (66%) dan responden yang memiliki perilaku baik dengan pendokumentasian tidak lengkap sebanyak 10 orang (33,3%) sedangkan responden yang memiliki perilaku kurang baik dengan pendokumentasian lengkap sebanyak 2 orang (20%) dan pendokumentasian yang tidak lengkap sebanyak 8 orang (80%) menunjukkan adanya hubungan antara perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan dimana diperoleh nilai p < 0,05 yaitu 0,025. Di dukung oleh hasil penelitian Amril. (2005) yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di instalasi rawat inap RSUD Pariaman ditemukan perilaku perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik sebesar 62,9%. Hasil analisis bivariat, yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan perilaku perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah pengetahuan, beban kerja, SOP keperawatan. Hasil analisis multivariate regresi logistik, variabel pengetahuan merupakan variabel yang secara statistik paling signifikan berhubungan dengan perilaku perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di instalasi rawat inap RSUD Pariaman, dengan Odds Ratio 4,96 (95% CI: 1,55-15,86), artinya perawat yang pengetahuannya baik mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan kepemwatan sebesar 4,96 kali dibanding perawat yang mempunyai pengetahuan kurang setelah dikontrol variabel beban kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Angganis (2012) yang berjudul Hubungan Sikap Perawat Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Umum Rs. Dr Sitanala di Tangerang menunjukkan bahwa sebesar 70.2 % perawat memiliki sikap sangat baik, sedangkan 29.8 % perawat memiliki sikap baik. Hasil evaluasi dokumentasiasuhan keperawatan di 6 ruang rawat inap umum didapatkan hasil sebesar 83.3% memiliki dokumentasi cukup dan sebesar 16.7% memiliki dokumentasi asuhan keperawatan kurang. Hasil analisis variabel sikap perawat dengan dokumentasi asuhan keperawatan diruang rawat inap umum RSK Dr Sitanala Tangerang didapatkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan (p value= 1,000). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku perawat yang baik dapat membuat dokumentasi asuhan keperawatan yang lengkap, dan juga dapat dikatakan bahwa jika seorang perawat yang memiliki perilaku yang kurang baik tidak memiliki atau membuat dokumentasi asuhan keperawatan yang lengkap. Adapun keterbatasan penelitian diantaranya sebagai berikut :Waktu dinas perawat yang berbeda-beda tiap perawat. Keterbatasan peneliti mengatur kontrak waktu dengan responden karena peneliti juga memiliki jadwal dinas yang berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan bagi dunia kesehatan terutama pada dunia keperawatan. Kiranya hasil penelitian ini bisa memberi masukan bahwa perilaku perawat memiliki hubungan yang erat dengan dokumentasi keperawatan. ## SIMPULAN Perilaku perawat di CVBC BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sebagian besar yang memiliki perilaku baik. Pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat di CVBC BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sebagian besar memiliki pendokumentasian askep yang lengkap. Sehungga ada hubungan signifikan perilaku perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. di CVBC BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. ## DAFTAR PUSTAKA Amelia, R. G. (2010). Hubungan Perilaku Empati Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Dengan Kepuasan Pasien Di IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. Dr. M. Djamil Padang . Amril. (2005) Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di instalasi rawat inap RSUD Pariaman . Jurnal Keperawatan, volume 1, hal 3. Angganis F, A. dkk. (2012). Hubungan Sikap Perawat Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Umum Rs. Dr Sitanala di Tangerang. Jurnal keperawatan, Volume 1, hal. 12 . Arezes, P. M. (2014). Occupational Safety And Hygiene II. London: Balkema Book. Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. Burnard, P. M. (2008). Caring & Communicating Hubungan Interpersonal Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Camp, P. W. (2004). Dokumentasi Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Chandra, B. (2008). Metodologi Penelitiian Kesehatan. Jakarta: EGC. Danim, S. (2003). Riset Keperawatan. Jakarta: EGC. Effendy, N. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Ermawati. (2011). Dokumentasi Keperawatan Dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Trans Info Media. Gulo, W. (2000). Metodologi Penelitian. Grasindo. Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK GM. Djaali. (2007). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Hidayat, A. A. (2011). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hikmawati, I. (2012). Ilmu Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC. Lidia G, Y. I. (2013). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Toddler Di Irina E BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . E-Jurnal Keperawatan , Volume 1 No 1. Marrelli, T. M. (2008). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Moeljono, D. (2007). Corporate Culture Challenge To Excellence. Jakarta: Elex Media Computindo. Miftahul U, R. D. (Agustus 2013). Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Kepatuhan Milgram. Jurnal Administrasi Kesehatan , Volume 1 No 3. Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2008). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik. Surabaya: Salemba Medika. Parkinson, M. (2004). Personality Questionnaire Memahami Kuesioner Kepribadian. Solo: Tiga Serangkai. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Praktik . Jakarta: EGC. Retyaningsih I Y, B. E. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat, Motivasi, Dan Supervisi Dengan Kualitas Dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan . Jurnal Manajemen Keperawatan , Volume 1, No. 2. Sudarma, M. (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Sukesi, N. (2013). Upaya Peningkatan Caring Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Diruang Rawat Inap RS Permata Medika Semarang . Jurnal Managemen Keperawatan , Volume 1, No. 1,Pages 15-24. Ulum, M. M. (2013). Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Volume1 Nomor3. Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Zulfan S, M. S. (2013). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
28c8507a-9fc3-4de2-9bb4-3f1956995960
https://journal.uim.ac.id/index.php/equilibrium/article/download/272/295
Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 17 ## BOOK TAX DIFFERENCES, WORKING CAPITAL TO TOTAL ASSET DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PERUSAHAAN Astri Furqani Aqidatul Imamah Moh. Faisol ## [email protected] ## Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wiraraja ## ABSTRACT This study aims to examine the effect of book tax differences by (permanen differences and temporary differences) and working capital to total assets (WCTA) on profit growth in 2012 to 2016. Research conducted on the company go public who joined in the Sock Exchange Indonesia by using purposive sampling method and obtained 36 companies intto the sample research. Techniques used in this study is a panel data regression testing. The result of the study show that together permanent differences, temporary defferences, and working capital to total assets (WCTA) affect the profit growth. In parsial variable of permanent differences does not affect to profit growth, temporary differences variable have a significant positive effect to profit growth, and variable working capital to total assets (WCTA) have no effect to profit growth. Keywords : profit growth, permanent differences, temporary differences, and working capital to total assets ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh book tax differences yang diproksi oleh (perbedaan permanen, dan perbedaan temporer) dan working capital to total asset (WCTA) terhadap pertumbuhan laba pada tahun 2012 sampai 2016. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan go public yang tergabung di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh 36 perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Teknik pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset (WCTA) berpengaruh terhadap terhadap pertumbuhan laba. Secara parsial variabel perbedaan permanen tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba, variabel perbedaan temporer berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan laba, dan variabel working capital to total asset (WCTA) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Keywords : pertumbuhan laba, perbedaan permanen, perbedaan temporer, working capital to total asset (WCTA) Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 18 ## PENDAHULUAN Laba perusahaan yang disajikan di dalam laporan keuangan merupakan hal penting yang menjadi pusat perhatian bagi para pemakai laporan keuangan. Laba usaha dinilai dapat menggambarkan kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan. Laba usaha dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan manajemen. Perolehan laba akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Oleh sebab itu, Maka tak jarang perusahaan melakukan manajemen laba untuk menutupi target laba yang tidak tercapai agar pertumbuhan laba tetap terlihat baik. Menurut Saputro (dalam Brolin, 2014) pertumbuhan laba adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba perusahaan ialah book tax differences, yaitu perbedaan besaran laba akuntansi (komersial) dengan laba fiskal. Book tax differences dinilai relevan sebagai salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan karena dapat mencerminkan jenis kegiatan manajemen laba. Apabila nilai book tax differences semakin besar, dapat diartikan bahwa besar pula tingkat manajemen laba yang dilakukan manajemen. Book tax differences terjadi karena adanya perbedaan pengakuan antara pendapatan dan beban menurut akuntansi dan fiskal. Hal itu disebabkan karena akuntansi dan perpajakan mempunyai tujuan dan prinsip yang berbeda. Oleh sebab itu penyusunan laporan keuangan di Indonesia dilakukan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Sedangkan untuk kepentingan perpajakan perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan peraturan undang-undang perpajakan. Komponen yang terkandung di dalam book tax differences meliputi perbedaan tetap ( permanent differences ) dan perbedaan waktu ( temporery differences ). Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan laba ialah working capital to total asset yang merupakan proksi dari rasio likuiditas. W orking capital to total asset dapat menunjukkan posisi modal kerja dan total aset perusahaan. Penambahan modal kerja yang didapatkan dari pinjaman perusahaan, dapat digunakan sebagai kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian aset perusahaan menjadi bertambah dan kegiatan operasional bisa berjalan lebih baik. Apabila kegiatan operasional perusahaan berjalan baik, penjualan akan meningkat dan akan berdampak pada laba yang dihasilkan. Seperti yang kerap terjadi perusahaan- perusahaan seringkali mengalami pertumbuhan laba yang tidak teratur. Hal tersebut bisa saja dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti book tax differences dan working capital to total asset. Logika yang mendukung ialah jika semakin besar book tax differences , semakin banyak pula terjadi koreksi fiskal, laba fiskalpun akan bertambah dan pajak yang dibayarkan menjadi besar. Sehingga menghasilkan laba bersih yang kecil maka pertumbuhan laba menjadi kurang baik, begitu juga sebaliknya. Pertumbuhan laba yang dipengaruhi oleh working capital to total asset ialah dengan adanya penambahan modal yang didapatkan dari pinjaman perusahaan menjadikan kegiatan operasional perusahaan berjalan lebih baik dan dapat meningkatkan penjualan sehingga kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga akan meningkat. Beberapa penelitian tentang hal tersebut, Riyana (2015) menunjukkan bahwa perbedaan permanen dan perbedaan temporer berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Selanjutanya Agung (2014) menunjukkan bahwa book tax differences dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Selain itu Brolin (2013) menunjukkan bahwa perbedaan temporer berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Perbedaan permanen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Penelitian Febriyanto (2014) menunjukkan bahwa perbedaan permanen dan perbedaan temporer berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Penelitian ini mengkaji apakah book tax differences yang meliputi perbedaan permanen dan perbedaan temporer, dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Book tax differences dijadikan sebagai indikator pertumbuhan laba karena dinilai dapat mencerminkan jenis kegiatan manajemen laba, dan menunjukkan sejauh mana laba yang Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 19 dilaporkan manajemen menyimpang dari tingkat konistensi perusahaan. Rasio working capital to total asset dipilih karena untuk menghasilkan laba, perusahaan membutuhkan modal kerja. Penelitian ini mengambil perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai objek penelitian karena perusahaan manufaktur memiliki jumlah yang lebih banyak, memiliki komponen dan perhitungan yang lebih rumit. Oleh sebab itu perusahaan manufaktur dianggap dapat menggeneralisasi karakteristik perusahaan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah perbedaan permanen antara laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh terhadap pertumbuhan laba? 2. Apakah perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh terhadap pertumbuhan laba? 3. Apakah working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba? 4. Apakah perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba? Adapun penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh perbedaan permanen antara laba akuntansi dengan laba fiskal terhadap pertumbuhan laba. 2. Untuk menguji pengaruh perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal terhadap pertumbuhan laba. 3. Untuk menguji pengaruh working capital to total asset terhadap pertumbuhan laba. 3. Untuk menguji pengaruh perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset terhadap pertumbuhan laba. ## TINJAUAN TEORETIS Teori agensi menurut Anthony dan Govindarajan,2005 (dalam Brolin, 2014) merupakan kontrak antara principal dan agent di mana diasumsikan bahwa tiap–tiap individu semata–mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent . Dalam suatu perusahaan, pemegang saham merupakan principal, sedangkan agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Rajan dan Saouma, 2006 (dalam Rosanti, 2013) menyatakan bahwa besarnya kompensasi yang diterima oleh pihak manajemen tergantung pada besarnya laba yang dihasilkan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati dengan pihak pemilik atau principal . Besarnya laba yang terdapat pada laporan keuangan berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang dibuat oleh manajemen. Teori akuntansi positif merupakan teori yang memprediksi tindakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer akan merespon kebijakan akuntansi baru yang diusulkan, Scott, 2006 (dalam Brolin, 2014). Teori akuntansi positif bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi, Watt dan Zimmerman, 1986 (dalam Brolin, 2014). Penjelasan yang dimaksud adalah memberikan alasan terhadap praktik akuntansi yang dilakukan. Sedangkan prediksi yang dimaksud adalah teori berusaha memprediksi fenomena yang diamati, Ghozali dan Chariri, 2007 (dalam Brolin, 2014). Penjelasan dan prediksi teori akuntansi positif berdasarkan pada proses kontrak atau hubungan keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal, dan institusi pemerintah Watts dan Zimmerman, 1986 (dalam Brolin, 2014). Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan tujuan antara akuntansi komersial dan fiskal. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, wajib pajak harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang berdasarkan SAK harus disesuaikan atau dibuat rekonsiliasi (koreksi) fiskal terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak (Suandi, 2016:96). Menurut Agoes dan Trisnawati (2010:218) rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 20 menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka WP tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan sebagai dasar penghitungan PPh. Perbedaan-perbedaan antara akuntansi dengan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap ( permanent differences ) dan beda waktu/sementara ( timing differences ). Perbedaan antara standar akuntansi dengan ketentuan pajak mengharuskan manajemen untuk menyusun dua macam laporan keuangan pada setiap akhir periode, laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan penghitungan laba/rugi suatu entitas yang pada akhirnya akan menimbulkan jumlah laba yang berbeda antara laba akuntansi dengan laba fiskal atau yang dikenal dengan istilah book tax differences . Perbedaan permanen terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya (Agoes dan Trisnawati, 2010:218). Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal. Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai ketentuan perundang- undangan perpajakan termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan menurut komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya. Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal bertikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak (Suandi, 2016:92). Menurut Poernomo (dalam Lestari, 2011) perbedaan permanen terdiri dari : Penghasilan yang telah dipotong PPh final; Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak; dan Pengeluaran yang termasuk dalam non deductible expense dan tidak termasuk dalam deductible expense. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan permanen dapat mempengaruhi pertumbuhan. H 1 : Perbedaan permanen berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Perbedaan temporer dimaksudkan sebagai perbedaan antara dasar pengenaan pajak ( tax base ) dari suatu aset atau kewajiban dengan nilai tercatat pada aset atau kewajiban yang berakibat pada perubahan laba fiskal periode mendatang (Waluyo, 2010:233). Perbedaan temporer merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara pajak dan akuntansi sehingga mengakibatkan besarnya laba akuntansi lebih tinggi daripada laba pajak atau sebaliknya dalam suatu periode, Deviana (dalam Nugroho, 2010). Perbedaan waktu sifatnya hanya sementara, terjadi karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan SAK. Perbedaan waktu dapat dibagi menadi perbedaan waktu posotif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positf terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari penggakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak (Suandi, 2016:96). Contoh perbedaan temporer adalah penyusutan, di mana dalam akuntansi pembebanan biaya penyusutan berdasarkan pada umur ekonomis suatu aset, sedangkan dalam perpajakan dilakukan berdasarkan golongan kelompok. Dengan demikian perbedaan temporer dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan laba Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 21 H 2 : Perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Working capital to total Asset merupakan proksi dari likuiditas. Menurut Muhdi (dalam Agung, 2015) working capital to total asset menunjukkan ketersediaan modal kerja bersih dari total aset lancar perusahaan dalam rangka mendukung operasional perusahaan. Rasio ini menunjukkan proporsi modal kerja dari total aset perusahaan. Untuk menghasilkan laba perusahaan membutuhkan modal kerja, dan modal kerja sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan laba. H 3 : Working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan, Saputro (dalam Brolin, 2014). Variabel dalam penelitian ini yaitu perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset . Di mana dua diantaranya merupakan komponen dari book tax differences (perbedaan permanen, perbedaan temporer). Kedua komponen ini muncul akibat dari dilakukannya penyesuaian yang dilakukan perusahaan atas laporan keuangan komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal, guna menentukan penghasilan kena pajak. Sedangkan w orking capital to total Asset di dalamnya menunjukkan ketersediaan modal kerja bersih dari total aset lancar perusahaan dalam rangka mendukung kegiatan operasional perusahaan. Dengan modal kerja yang besar perusahaan dapat meningkatkan aset yang dimiliki perusahaan sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan baik dan akan berdampak pada perolehan laba yang didapat.sehingga dengan demikian perbedaan permanen, perbedaan temporer dan WCTA secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan laba H 4 : Perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka-angka. Populasi yang akan menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2016. Memilih perusahaan manufaktur sebagai sampel karena dianggap dapat menggeneralisasi karakteristik perusahaan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pemilihan rentan waktu penelitian lima tahun yaitu agar penelitian diharapkan dapat memperoleh hasil yang maksimal. Dalam menentukan/ memilih sampel penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, di mana sampel yang dipilih dilakukan secara sengaja dengan beberapa persyaratan (kriteria) sampel yang akan diperlukan. Di bawah ini merupakan beberapa kriteria yang telah ditentukan dan harus dipenuhi dalam pengambilan sampel penelitian ini: a. Perusahaan manufaktur yang listing di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan per 31 Desember secara konsisten dari tahun 2012- 2016. b. Perusahaan yang dipilih menjadi sampel menggunakan mata uang rupiah. c. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama tahun pengamatan. Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2016 adalah sebanyak 144 perusahaan dan perusahaan yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sebanyak 36 perusahaan, sebagaimana tersaji dalam tabel berikut : Insert Tabel 1 ## Kriteria Pengambilan Sampel No Keterangan Jumlah Sampel 1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2016. 144 2 Perusahaan yang tidak konsisten dalam pelaporan keuangan selama periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. (37) 3 Perusahaan yang tidak menggunakan mata uang rupiah. (32) Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 22 4 Perusahaan yang mengalami rugi selama periode pengamatan dari tahun 2012 sampai tahun 2016. (39) 5 Total perusahaan (Sampel) 36 ## Sumber: Data Diolah Jenis data dalam penelitian ini merupakan data dokumentasi, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari informasi maupun data-data yang relevan diperlukan dan dengan penelitian ini. Data dalam penelitian ini yaitu berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2012- 2016. Sumber data berupa laporan keuangan Perusahaan Manufaktur yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2016 yang diperoleh dari www.idx.co.id diperoleh dengan cara mendownload laporan keuangan Perusahaan Manufaktur yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2016 dari www.idx.co.id . Pertumbuhan laba bersih sebagai variabel dependen, perbedaan permanen, perbedaan temporer dan working capital to total asset sebagai variabel independen. Berikut definisi operasional masing-masing variabel. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yatu pertumbuhan laba, yang pengukurannya menggunakan perubahan laba bersih ( ). Perubahan laba bersih ( dalam penelitian ini meggunakan rentan waktu satu periode kedepan dengan alasan untuk dapat memberikan informasi yang tepat, akurat serta tepat waktu sehigga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak investor maupun kreditor. Pertumbuhan laba bersih/ net income ( dalam penelitian ini merupakan penghasilan /laba sebelum pos luar biasa yang diperoleh dari laporan laba rugi perusahaan, Jacson (dalam Loesiana, 2013). Keterangan : = pertumbuhan laba = laba bersih perusahaan i pada periode t = laba bersih perusahaan i pada periode t-1 Variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan perbedaan permanen, perbedaan temporer dan working capital to total asset . Beda tetap terjadi karena adanya pendapatan dan biaya yang diakui menurut akuntansi dan tidak diakui menurut fiskal. Sebagai contoh bunga deposito diakui sebagai pendapatan dalam laba akuntansi, tetapi tidak diakui dalam laba fiskal. Setiap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan termasuk dalam pasal 4 ayat (3) UU No.36 Pajak Penghasilan harus dikeluarkan dari laporan laba rugi komersial untuk meperoleh laba fiskal. Menurut Rosanti (dalam Agung, 2015) perbedaan permanen diperoleh dari jumlah perbedaan permanen yag tersaji pada catatan laporan laba rugi dibagi dengan total aset, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Perbedaan permanen = Perbedaan temporer atau perbedaan waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban antara akuntansi dengan fiskal. Perbedaan temporer timbul karena standar akuntansi dan peraturan pajak mencatat dan mengakui transaksi pendapatan dan beban pada waktu yang berbeda. Perbedaan temporer diperoleh dari jumlah perbedaan temporer yang terdapat pada catatan laporan laba rugi dibagi dengan total aset, Rosanti (dalam Agung, 2015). Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Perbedaan Temporer = Working capital to total asset (WCTA) merupakan salah satu rasio dari likuiditas. Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset lancar perusahaan, Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 23 sehingga mampu membayar utang lancar tepat waktu. Menurut Muhdi (dalam Agung, 2015) working capital to total asset menunjukkan ketersediaan modal kerja bersih dari total aset lancar perusahaan dalam rangka mendukung operasional perusahaan. Lukman (dalam Agung, 2015) merumuskan Working capital to total asset sebagai berikut,: WCTA = Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi data penel yang digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel bebas. Maka penelitian ini dilakukan dengan metode statistik dan menggunakan program EVIEWS 8. Analisis statistik deskriptif mempunyai tujuan untuk mengetahui gambaran umum dari semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dengan cara melihat tabel statistik deskriptif yang menunjukkan hasil pengukuran mean, nilai minimal dan maksimal serta standar deviasi semua variabel tersebut. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas. Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dalam model dapat digunakan uji correlation matrix pada program olah data Eviews versi 8.0. Apabila variasi antar variabel independen kurang dari 0,9 (Gujarati, 2006) maka dapat dikatakan tidak terjadi masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas, Ghozali (dalam Brolin, 2011). Cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas: 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik- titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Model persamaan data panel yang merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, persamaannya adalah sebagai berikut: Y it = α + β 1 X1 it + β 2 X2 it + … + β n X nit + eit Keterangan: Y it = variabel terikat (dependent) X it = variabel bebas (independent) i = entitas ke-i t = periode ke-t Persamaan di atas merupakan model regresi data panel dari beberapa variabel bebas dan satu variabel terikat. Menurut Widarjono (2007:251), untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat tiga teknik (model) yang sering ditawarkan, yaitu: Pertama Model Commont Effect Di mana pendekatan yang sering dipakai adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Kedua Model fixed effect Pendekatan model Fixed Effect mengasumsikan bahwa intersep dari setiap individu adalah berbeda sedangkan slope antar individu adalah tetap (sama). Teknik ini menggunakan variable dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep antar individu. Ketiga adalah model Random effect pendekatan yang dipakai dalam Random Effect mengasumsikan setiap perusahaan mempunyai perbedaan intersep, yang mana intersep tersebut adalah variabel random atau stokastik. Menurut Widarjono (2007: 258), ada tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel. Pertama, uji statistik F (uji chow) digunakan untuk memilih antara metode Commom Effect atau metode Fixed Effect . Kedua, Uji Hausman yang digunakan untuk memilih antara metode Fixed Effect atau metode Random Effect . Ketiga, uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk memilih antara metode Commom Effect atau metode Random Effect . Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 24 Uji hipotesis berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi yang didapat. Uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan, yaitu: pertama Koefisien Determinasi (Goodness of Fit) dinotasikan dengan R-squared yang merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Kedua yaitu pengujian hipotesis yang dilakukan dengan membandingkan nilai t yang diperoleh dengan T tabel atau pengujian ma s i ng - ma s i ng koef i s i en r egr es i u nt u k m eng et a hu i t i ngka t signifikasinya. Setelah itu Uji F yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi koefisien regresi yang pengujiannya bersama-sama. Uji F ini menunjukkan apakah semua variabel independen dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. ## ANALISIS DAN PEMBAHASAN Di bawah ini adalah tabel statistik deskriptif secara umum dari seluruh data yang digunakan yang diolah dengan Eviews 8: Insert Tabel 2 Tabel Statistik Deskriptif X1 X2 X3 Y Mean -4.720568 -4.753082 -1.592982 -1.459002 Maximu m -1.339654 -2.282596 1.332896 3.965158 Minimum -9.221441 -10.93925 -7.863375 -6.198458 Std. Dev. 1.445207 1.314582 1.246076 1.461434 Probabilit y 0.014298 0.000000 0.000000 0.000000 Observati ons 180 180 180 180 Sumber: data diolah dengan Eviews 8 (2017) Hasil analisis deskriptif pada tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa observetion (banyaknya data) sebanyak 180. Variabel perbedaan permanen (X1) mempunyai nilai rata-rata -4,720568 dengan standar deviasi 1,445207. Dimana nilai minimunya sebesar -9,221441 dan nilai maksimumnya sebesar -1,339654. Variabel perbedaan temporer dalam penelitian ini mempunyai nilai rata-rata sebesar - 4,753082 dan standar deviasi sebesar 1,314582. Dimana nilai minimum X2 sebesar -10,93925 dan nilai maksimum sebesar -2,282596. Variabel working capital to total asset (X3) dalam penelitian ini mempunyai nilai rata- rata -1,592982 dengan standar deviasi sebesar 1,246076. Di mana nilai minimumnya sebesar - 7,863375 dan nilai maksimum sebesar 1,332896. Variable pertumbuhan laba sebagai variabel dependen dalam penelitian ini mempunyai nilai rata-rata sebesar -1,459002 dengan standar deviasi 1,461434. Di mana nilai minimumnya sebesar -6,198458 dan nilai maksimumnya sebesar 3,965158. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini ialah uji multikolinieritas, uji heterokedastistas, dan uji autokorelasi. Tabel 3 Uji Multikolinieritas X1 X2 X3 1.000000 0.286178 0.351210 0.286178 1.000000 0.106057 0.351210 0.106057 1.000000 Sumber: data diolah dengan eviews 8. Berdasarkan tabel di atas hasil regresi multikolinieritas variabel-variabel menunjukkan nilai lebih kecil dari 0,90. Jadi kesimpulannya ialah bahwa tidak terjadi korelasi antar variabel independennya, karena variabel bebas lebih kecil dari 0.90. -4 -2 0 2 4 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 1 - 12 2 - 13 3 - 14 4 - 15 5 - 16 7 - 12 8 - 13 9 - 14 1 0 - 1 5 1 1 - 1 6 1 3 - 1 2 1 4 - 1 3 1 5 - 1 4 1 6 - 1 5 1 7 - 1 6 1 9 - 1 2 2 0 - 1 3 2 1 - 1 4 2 2 - 1 5 2 3 - 1 6 2 5 - 1 2 2 6 - 1 3 2 7 - 1 4 2 8 - 1 5 2 9 - 1 6 3 1 - 1 2 3 2 - 1 3 3 3 - 1 4 3 4 - 1 5 3 5 - 1 6 Residual Actual Fitted ## Sumber: data diolah dengan eviews ## Gambar 1 Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskesdastisitas berarti varian variabel gangguan yang tidak konstan. Sedangkan homoskedastisitas berarti semua Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 25 varian variabel gangguan memiliki varian yang konstan. Ada beberapa cara untuk menguji apakah model regresi yang kita pakai lolos heteroskesdastisitas. Dalam mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas penelitian yang kita pakai ini menggunakan uji glejser yakni meregresikan nilai mutlaknya. Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa variabel-variabel gangguan atau variabel- variabel bebas tidak konstan atau acak sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebelum memilih/ menetukan model mana yang cocok untuk penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji seperti berikut: Dalam uji chow dapat menentukan model yang paling tepat antara fixed effect dengan random effect. Hipotesis dalam pengujian uji chow adalah: H o = Common Effect Model H 1 = Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas dengan melihat prob cross-section F. jika hasil prob< α maka H0 di tolak, artinya model yang paling tepat digunakan ialah Fixed Effect Model , dan sebaliknya jika prob> α maka H0 diterima, model yang paling tepat digunakan ialah Commont Effect Model. ## Tabel 4 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 2.660126 (35,141) 0.0000 Cross-section Chi- square 91.261311 35 0.0000 Sumber: data diolah dengan Eviews 8.1 Berdasarkan data yang dihasilkan pada tabel di atas nilai Prob sebesar 0.0000 dalam cross-section F, berarti kurang dari 0,05 hasil tersebut menolak H 0 dan menerima H 1 . Jadi keputusannya ialah Fixed Effect Model lebih baik dari pada Common effect Model. Setelah melakukan uji chow selanjutnya adalah uji hausman, pengujian ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat antara Fixed Effect Model dengan Random Effect Model. Hipotesis dalam uji husman ialah sebagai berikut: H 0 = Random Effect Model H 1 = Fixed Effect Model Pada hipotesis tersebut keputusan yang dapat diambil ialah dengan melihat prob cross- section random< artinya model yang paling tepat digunakan ialah Fixed Effect Model dan jika prob cross-section random> maka H 0 diterima, dan model yang paling tepat digunakan ialah Random Effect Model. Tabel 5 ## Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 11.8675 07 3 0.0079 Sumber :data diolah dengan Eviews 8.1 Berdasarkan hasil pengujian Uji Husman tersebut diketahui bahwa prob cross-section random sebesar 0.0079< 0,05. Sehingga hasil ini menyatakan bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima, jadi keputusannya ialah model yang paling tepat menggunakan Fixed Effect Model. Analisis regresi data panel dalam penelitian ini yang terpilih yaitu menggunakan Fixed Effect Model. Di bawah ini adalah hasil uji menggunakan Fixed Effect Model. Tabel 6 Fixed Effect Model Dependent Variable: Y Method: Panel Least Squares Date: 06/19/17 Time: 11:25 Sample: 2012 2016 Periods included: 5 Cross-sections included: 36 Total panel (balanced) observations: 180 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.508956 0.865067 1.744323 0.0833 X1 0.153526 0.127700 1.202240 0.2313 X2 0.455522 0.168961 2.696025 0.0079 X3 0.049024 0.154422 0.317470 0.7514 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 26 R-squared 0.410454 Mean dependent var -1.459002 Adjusted R- squared 0.251570 S.D. dependent var 1.461434 S.E. of regression 1.264314 Akaike info criterion 3.496073 Sum squared resid 225.3871 Schwarz criterion 4.187880 Log likelihood -275.6466 Hannan-Quinn criter. 3.776571 F-statistic 2.583347 Durbin-Watson stat 2.037424 Prob(F-statistic) 0.000030 Sumber: data diolah dengan Eviews 8 Dari perhitungan diperoleh model regresi sebagai berikut : Estimation Command: ========================= LS(CX=F) Y C X1 X2 X3 Estimation Equation: ========================= Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 + C(4)*X3 + [CX=F] Substituted Coefficients: ========================= Y = 1.50895597447 + 0.153525974841*X1 + 0.455522017381*X2 +0.049024167689*X3 +[CX=F] Dimana : Koefisien = Angka koefisien konstanta pada hasil pengujian di atas ialah sebesar 1.508956, yang berarti bahwa nilai Pertumbuhan Laba (Y) sebesar 1.508956 pada saat beda temporer (X 1 ), beda permanen (X 2 ), dan WCTA (X 3 ) adalah konstan. Koefisien X 1 = 0.153526 merupakan besarnya koefisien dari hasil pengujian fixed effect model untuk beda permanen (X 1 ), dengan t hitung sebesar 0,2313 yaitu lebih besar dari t tabel. Sehingga pertumbuhan laba (Y) tidak mengalami peningkatan. Dengan asumsi faktor faktor lain adalah konstan. Koefisien X 2 = Kofisien regresi untuk (X 2 ) beda temporer ialah sebesar 0.455522 yang mempunyai arah positif, dan t- hitung sebesar 0,0079 yaitu lebih kecil dari t-tabel, yang berarti setiap kenaikan BT sebesar 0.455522, akan menaikkan pertumbuhan laba sebesar 1%. Koefisien X 3 = Nilai koefisien untuk WCTA (X 3 ) yaitu sebesar 0.049024, di mana t-hitung pada variabel ini sebesar 0,7514 yaitu lebih besar dari t-tabel. Sehingga pertumbuhan laba tidak mengalami peningkatan. Untuk melihat model persamaan regresi diatas, apakah tergolong baik atau tidak, maka dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi ( Goodness and Fit) atau R 2 . Pengujian ini dapat mengukur seberapa besar kontribusi variabel bebas secara keseluruhan dalam pembentukkan model. Berdasarkan tabel 4.7 di mana adjusted R-squared sebesar (0.251570) atau (25,2%), berdasarkan ketentuan yang ditetapkan bahwa keberadaan variabel perbedaan permanen (X1), perbedaan temporer (X2), dan WCTA (X3) sebesar 25,2% memberikan kontribusi terhadap variabel (Y) pertumbuhan laba. Dan sisanya sebesar 74,8% dikontribusi oleh variabel lain di luar model. Koefisien regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel X secara parsial terhadap Y (pertumbuhan laba). Untuk menguji signifikansi koefisien regresi tersebut digunakan t hitung. Apabila probabilitas kesalahan dari t hitung lebih kecil dari tingkat signifikan tertentu (signifikan 5%), maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil pengujian regresi data panel menggunakan program eviews 8.1 adalah sebagai berikut. Tabel 7 Hasil Uji Parsial Variable Coefficie nt Std. Error t-Statistic Prob. C 1.508956 0.865067 1.744323 0.0833 X1 0.153526 0.127700 1.202240 0.2313 X2 0.455522 0.168961 2.696025 0.0079 X3 0.049024 0.154422 0.317470 0.7514 Effects Specification Sumber : data diolah dengan eviews 8 Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 27 Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa Pengujian pengaruh perbedaan permanen (BP) terhadap pertumbuhan laba menghasilkan koefisien regresi sebesar 0.153526, diperoleh juga t hitung sebesar 1.202240 dengan probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0.2313 lebih besar dari taraf signifikan yang diharapkan (23%>5%), maka hipotesis pertama “perbedaan permanen berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” ditolak. Hasil analisis menyatakan tidak adanya pengaruh dan signifikan perbedaan permanen terhadap pertumbuhan laba. Kemudian dapat dismpulkan bahwa perbedaan permanen tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan listing tahun 2012-2016. Selanjutnya pengujian pengaruh perbedaan temporer (BT) terhadap pertumbuhan laba menghasilkan koefisien regresi sebesar 0.455522, diperoleh pula t hitung sebesar 2.696025 dengan probabilitas 0.0075, yaitu lebih kecil dari taraf signifikan yang diharapkan (0,7%<5%), maka hipotetsis kedua yaitu “perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” diterima. Hasilnya menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan perbedaan temporer (BT) terhadap pertumbuhan laba, yang berarti semakin tinggi perbedaan temporer, maka pertumbuhan laba juga ikut meningkat. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan temporer berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan listing pada tahun 2012- 2016. Setelah pengujian pengaruh working capital to total asset (WCTA) terhadap pertumbuhan laba menghasilkan koefisien regresi sebesar sebesar 0.049024, t hitung yang diperoleh sebesar 0.317470 dengan probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0.7514, yaitu lebih besar dari taraf signifikan yang diharapkan (75%>5%), maka hipotesis ketiga “ working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” ditolak. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh dan signifikan working capital to total asset terhadap pertumbuhan laba. Dapat dismpulkan bahwa working capital to total asset tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan listing tahun 2012-2016. Uji F simultan digunakan untuk mengetahui kemampuan pengaruh variabel- variabel independen yaitu beda permanen (X1), beda temporer (X2), dan WCTA (X3) terhadap variabel dependennya yaitu pertumbuhan laba (Y). Apabila uji F-hitung lebih kecil dari tingkat signifikan tertentu (signifikan 5%), maka yang di uji adalah signifikan. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, maka disajikan dalam tabel berikut: Tabel 8 Hasil uji F (simultan) Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.410454 Mean dependent var -1.459002 Adjusted R-squared 0.251570 S.D. dependent var 1.461434 S.E. of regression 1.264314 Akaike info criterion 3.496073 Sum squared resid 225.3871 Schwarz criterion 4.187880 Log likelihood - 275.6466 Hannan- Quinn criter. 3.776571 F-statistic 2.583347 Durbin- Watson stat 2.037424 Prob(F- statistic) 0.000030 Sumber : data diolah dengan eviews 8 Dari tabel di atas menunjukkan nilai F sebesar 0.000030 dengan probabilitas tingkat signifikan yang diharapkan (0,003%<5%), artinya hipotesis empat yaitu “perbedaan permanen, perbedaan temporer dan working capital to total asset (WCTA) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset (WCTA) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan listing tahun 2012-2016. Hasil pengujian pada tabel 6 di atas menunjukkan bahwa secara statistik variabel Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 28 perbedaan permanen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Dimana nilai koefisien regresi 0.153526 dengan nilai probabilitas sebesar 0.2313. Dilihat dari taraf signifikan yang diharapkan yaitu (23%>5%), maka hipotesis pertama “perbedaan permanen berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” ditolak. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal. Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan menurut komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya. Hal ini dapat berbeda karena adanya perbedaan ketentuan, tujuan dan kepentingan antara akuntansi dengan peraturan perpajakan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa perbedaan permanen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hal ini disebabkan karena jumlah perbedaan permanen yang terdapat dalam laba fiskal jumlahnya terlalu kecil sehingga mengakibatkan hasil yang tidak signifikan. Dalam penelitian ini perbedaan permanen didominasi oleh koreksi fiskal positif yang menyebabkan laba fiskal bertambah. Apabila laba fiskal bertambah, pajak yang akan dibayarkan juga besar, maka laba yang dihasilkan akan sedikit, pertumbuhan laba menjadi menurun. Perbedaan permanen tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba dapat dilihat pada perusahaan sampel yaitu PT Kalbe Farma Tbk, dimana pada tahun 2015 perbedaan permanen perusahaan sebesar 0,034229 dan tahun 2016 yaitu sebesar 0,044567. Akan tetapi laba yang diperoleh pada tahun tersebut relatif tetap, perubahannya sangat kecil yaitu tahun 2015 sebesar -0,06088 dan pada tahun 2016 sebesar -0,07982. Hal tersebut dikarenakan perbedaan permanen yang terdapat dalam perusahaan jumlahnya juga sedikit jadi tidak terlalu mempengaruhi perolehan laba yang didapat, dan karena perubahan pertumbuhan labanya terlalu kecil maka pada saat penelitian memperoleh hasil yang tidak signifikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lestari (2011) yang menyatakan bahwa perbedaan permanen tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hasil pengujian pada tabel 6 menunjukkan bahwa secara statistik perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Dimana nilai koefisien 0.455522 dengan nilai probabilitas 0.0075 lebih kecil dari taraf signifikan yang diharapkan (0,0075%<5%), maka hipotetsis kedua yang menyatakan “ perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” diterima. Nilai koefisien menunjukkan 0.455522, yang berarti bahwa perbedaan temporer berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan laba. Itu artinya semakin besar perbedaan temporer maka pertumbuhann labapun ikut meningkat. Perbedaan temporer merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara pajak dan akuntansi sehingga mengakibatkan besarnya laba akuntansi lebih tinggi daripada laba pajak atau sebaliknya dalam suatu periode. Hal tersebut terjadi karena perbedaan tujuan antara akuntansi dengan perpajakan. Di dalam laporan keuangan komersial perbedaan temporer tercermin dalam akun pajak tangguhan. Besarnya pajak tangguhan bersih berpengaruh terhadap pembayaran pajak masa depan yang tercermin pada pajak kini di tahun mendatang. Beban pajak yang akan dibayar perusahaan akan berpengaruh pada laba bersih yang dihasilkan. Semakin besar beban pajak yang harus dibayarkan, maka semakin kecil laba bersih yang dihasilkan. Sebaliknya semakin kecil beban pajak perusahaan, maka laba bersih perusahaan semakin besar. Perbedaan temporer dapat mempengaruhi pertumbuhan laba karena dapat memberikan informasi mengenai kinerja ekonomi masa depan melalui diskresi akrual yang digunakan perusahaan untuk memanipulasi laba yang tercermin dari beban pajak tangguhan. Manipulasi laba yang dilakukan akan menghasilkan laba bersih yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan teori Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 29 keagenan bahwa principal dan agent mempunyai hubungan dan termotivasi oleh kepentingannya sendiri, Anthony dan Govindarajan (dalam Brolin, 2014). Di mana yang dibutuhkan pihak principal ialah laba yang terus bertumbuh dengan baik, dan agent membutuhkan kompensasi. Oleh karena itu agent atau menajemen selaku pengelola perusahaan akan melakukan praktik manipulasi laba demi kepetingannya sendiri. Sebab besarnya kompensasi yang akan diterima oleh pihak manajemen tergantung pada besarnya laba yang dihasilkan sesuai dengan kontrak yang telah mereka sepakati. Maka sebelum itu principal dan agent terlebih dahulu membuat kesepakatan, misalnya melakukan rencana bonus. Seperti salah satu asumsi tentang teori akuntansi positif, di mana manajer perusahaan lebih memilih metode yang meningkatkan laba periode berjalan dengan rencana bonus tertentu. Jika perusahaan memiliki rencana pemberian bonus maka manajer termotivasi untuk menggeser laba periode yang akan datang ke periode berjalan. Pergeseran ini dapat dilakukan dengan memilih metode tertentu yang dapat meningkatkan laba periode berjalan, Ghozali dan Chariri, 2007 (dalam Brolin, 2014). Dalam penelitian ini hasilnya menyatakan bahwa perbedaan temporer dapat mempengaruhi pertumbuhan laba perusahaan. Maka pihak manajemen akan lebih fokus pada perbedaan temporer dalam memilih kebijakan dalam memanipulasi labanya. Perbedaan temporer pada penelitian ini memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba dengan arah positif, yaitu semakin besar jumlah perbedaan temporer akan menyebabkan tingginya pertumbuhan laba suatu perusahaan. Pada penelitian ini perbedaan temporer didominasi oleh koreksi fiskal negatif, yang menyebabkan laba fiskal berkurang, sehingga pajak yang dibayarkan semakin kecil yang mengakibatkan pertumbuhan laba meningkat. Perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba juga dapat terlihat pada salah satu perusahaan sampel PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk, dimana pada tahun 2015 dan 2016 perbedaan temporer perusahaan masing- masing sebesar 0,011539 dan 0,035042. Pertumbuhan laba bersih yang didapat perusahaan pada tahun 2015 sebesar 0,33319, kemudian pada tahun 2016 meningkat yaitu sebesar 0,40956. Dari hal itu dapat diartikan bahwa perbedaan temporer berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba perusahaan. Karena pada saat perbedaan temporer naik, pertumbuhan laba ikut naik. Hasil penelitian ini didukung oleh peneliti terdahulu Riyana (2015) yang menyatakan bahwa perbedaan temporer berpengaruh posistif terhadap pertumbuhan laba. Hasil pengujian pada tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien 0.049024 dengan probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0.7514 lebih besar dari taraf signifikan yang diharapkan (75%>5%), maka hipotesis ketiga ditolak, yang berarti working capital to total asset tidak berpengrauh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Dengan meningkatnya WCTA perusahaan, laba yang dihasilkan belum tentu ikut naik disebabkan kebutuhan perusahaan lebih tinggi, seperti kebutuhan untuk kegiatan kinerja perusahaan, membayar hutang dan kebutuhan lainnya.Pada penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa variabel working capital to total aaset tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba perusahaan. Dimungkinkan karena perusahaan mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi, sehingga peningkatan WCTA tidak dapat menutupi seluruh kebutuhan perusahaan akibatnya pertumbuhan laba perusahaan tidak ikut meningkat. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur, jadi mungkin saja keuntungan yang didapat dari aktivitas penjualan perusahaan lebih dipergunakan untuk membayar hutang jangka panjangnya, seperti aset tetap perusahaan. Dengan begitu meskipun angka WCTA perusahaan tinggi, yang berarti bahwa perusahaan mengalami peningkatan modal kerja bersih, dan berasumsi bahwa dengan modal kerja bersih yang cukup besar perusahaan dapat peroperasi dengan seekonomis mungkin, tetapi nyatanya tidak diikuti oleh meningkatnya pertumbuhan laba yang dihasilkan, dikarenakan kebutuhan perusahaan yang lebih tinggi, kebutuhan hutang dan untuk kegiatan kinerja perusahaan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 30 variabel working capial to total asset tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba perusahaan. Salah satu contoh wprking capital to total asset tidak dapat mempengaruhi pertumbuhan laba bisa dilihat pada perusahaan sampel yaitu PT Indal Aluminium Industry Tbk, dimana pada tahun 2013 working capital to total asset nya mengalami kenaikan yaitu 0,366394 dari sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 0,297863. Namun nyatanya pertumbuhan laba yang didapat relatif tetap, perubahannya kecil yaitu pada tahun 2012 sebesar 0,11338 dan pada di tahun 2013 pertumbuhan labanya sebsar 0,10099. Hal tersebut dimungkinkan karena keuntungan yang didapat perusahaan digunakan untuk kebutuhan kewajiban perusahaan dan untuk operasional lainnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Purnama (2015) yang menyatakan bahwa working capital to total asset tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Hasil uji simultan menunjukkan bahwa perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Di mana nilai F- hitung sebesar 0,00003 yaitu lebih kecil dari taraf signifikan yang diharapkan (0,003%<5%), artinya menolak H 0 dan terima H 1 yaitu secara simultan perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Dalam hal ini bahwa perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset dapat mempengaruhi pertumbuhan laba, karena adanya koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif yang terdapat dalam book tax differences dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai strategi dalam hal memperoleh laba yang baik. Perusahaan cenderung melakukan strategi dengan memperbanyak koreksi fiskal negatif yang mengakibatkan laba fiskal berkurang dan pajak yang dibayarpun juga kecil, sehingga laba bersih yang didapat akan tinggi. Sedangkan pada working capital to total asset (WCTA) ialah pada saat (WCTA) mengalami peningkatan maka kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar dan berdampak pada peningkatan penjualan, otomatis laba bersih akan meningkat. Sebab untuk menghasilkan laba perusahaan membutuhkan modal kerja, dan modal kerja sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan laba ## SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis pengaruh book tax differences dan working capital to total asset terhadap pertumbuhan laba, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Hipotesis pertama yaitu “perbedaan permanen berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” ditolak. Dikarenakan bahwa pada pengujian regresi data panel dengan eviews diperoleh hasil nilai koefisien regresi sebesar 0.153526, dengan nilai signifikan sebesar 0.2313 lebih besar dari taraf signifikan yang diharapkan (23%>5%). Maka diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan permanen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hipotesis kedua yaitu “perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” dapat diterima, karena pada hasil uji statistik menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0.455522, dimana nilai signifikan sebesar 0.0075 lebih kecil dari taraf signifikan yang diharapkan (0.75%<5%) dengan begitu dapat disimpulkan bahwa perbedaan temporer berpengaruh secara signifikan positif terhadap pertumbuhan laba. Pada hipotesis ketiga “ Working capital to total asset (WCTA) berpengaruh secara terhadap pertumbuhan laba” ditolak, karena hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikan pada variabel ini sebesar 0.7514 lebih besar dari taraf signifikan yang diharapkan (75%>5%) dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.049024. Maka diperoleh kesimpulan bahwa Working capital to total asset (WCTA) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hipotetsis empat yang menyatakan “perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba” diterima. Karena pada hasil uji F regresi data panel nilai signifikan F sebesar 0,00003 yaitu lebih kecil Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 31 dari taraf signifikan yang diharapkan (0,003%<5%). Maka diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini seperti perbedaan permanen, perbedaan temporer, dan working capital to total asset agar dapat dijadikan sebagai acuan dan perhatian bagi para investor untuk keandalan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasinya agar lebih menjamin deviden yang diharapkan di masa depan. Bagi perusahaan ialah agar lebih meningkatkan kinerja perusahaan supaya pertumbuhan labanya dapat bertumbuh dengan baik. Karena pada hasil statistik deskriptif rata- rata pertumbuhan labanya menunjukkan angka minus, dimana laba yang diperoleh perusahaan selalu menurun dan lebih memperhatikan lagi modal kerja yang didapat perusahaan ( working capital to total asset ), agar keuntungan yang diperoleh dapat dipergunakan seekonomis dan seefisen mungkin. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel yang berbeda ataupun memperluas sampel. Dan pada penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menggunakan atau menambahkan variabel-variabel yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan dengan pertumbuhan laba, sehingga dapat diketahui faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba. ## DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno., & Trisnawati, Estralita. (2010). Akuntansi Perpajakan (Rev. ed). Jakarta: Salemba Empat Brolin, Rico Amos. (2014). Analisis Pengaruh Book Tax Differences Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008- 2012) . Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Febiyanto, Pradipta. (2014). Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal (Book Tax Differences) Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Tahun 2009- 2011). Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang Gujarati, Damodar. (2003). Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga. Hery, (2009). Teori Akuntansi. Edisi 1. Jakarta: Kencana. http://www.idx.co.id Hutabarat, Loesiana Maulina. (2013). Pengaruh Book Tax Differences Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Food and Beverages Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012). Jurnal Akuntansi. Universitas Negeri Gorontalo Ikatan Akuntansi Indonesia. (2015). Pernyataan Standar akuntansi keuangan, penyajian laporan keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Lestari, Budi. (2011). Pengaruh Book Tax Differences Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2007-2009) . Skripsi. Program Studi Akuntasi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Nurjanti, Takarini. (2013). Pengaruh Working Capital To Total Asset Dan Net Profit Margin Perumbuhan Laba Pada Perusahaan Perusahaan Makanan Yang Ada Di Indonesia . Unimal, Vol 4. No 8. (2013) Persada, Eka Aulia. (2010). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Book Tax Differences Dan Pengaruhnya Terhadap Persistensi Laba (pada perusahaan manufaktur yang terdaftar du bursa efek indonesia selama tahun 2001-2007). Jurnal Akuntansi Keuangan Indonesia. Vol. 7 – No. 2, Desember 2010. Book Tax Differences, Working Capital To Total Asset dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan – Astri Furqani, Aqidatul Imamah 32 Riyana. (2015). Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Terhadap Perubahan Laba. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 4 No. 11 (2015) Riyanto, Bambang. (2008). Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: GPFE Rosanti, Aini Nur. (2013). Pengaruh Book Tax Differences Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Saputro, Nugroho Adi. (2011). Pengaruh Book Tax Differences Terhadap Pertumbuhan Laba (Perusahaan Maufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009) . Jurnal Akuntansi. Universitas Negeri Gorontalo Suandi, Erli. (2016). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabet. Suwandika, Andi. (2013). Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Pada Persistensi Laba (studi pada perusahaan perbankan di BEI tahun 2007-2011) . E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana S.1 (2013): 196- 214. Waluyo. (2010). Akuntansi Pajak (3rd.). Jakarta: Salemba Empat Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia FE UII.
c95f714c-6214-416b-ad7c-e3c56d426524
https://journalstkippgrisitubondo.ac.id/index.php/PKWU/article/download/818/578
## Jurnal Pendidikan dan Kewirausahaan Volume 11 Issue 2 2023 Pages 888 - 900 website : https://journalstkippgrisitubondo.ac.id/index.php/PKWU/index Kajian Etnomatematika pada Aktifitas Tengkulak dalam Sistem Tebas Padi Petani di Desa Suboh Situbondo Zainul Munawwir 1 , Lisma Dian Kartika Sari 2 , Fredi Yatmo Dwi Harjo 3 , Anisyah Aulia Masruro 4 . 1,2,3,4 STKIP PGRI Situbondo, Indonesia Email: [email protected] Abstract: As the rice harvest approaches, most of the farmers in Suboh Village, Suboh District, and Situbondo Regency are still very dependent on the slashing system by middlemen. However, there is something that makes researchers interested, namely when middlemen carry out calculations to determine price bids to farmers with special tricks. Researchers believe that these activities are full of mathematical concepts that the middlemen themselves may or may not be aware of. The purpose of this study is to examine the relationship between mathematics and culture, especially in the activities of middlemen in the farmer's rice harvest slash system. This research is classified as qualitative research with an ethnographic research design. The research subjects in this study were 3 middlemen who were selected by purposive sampling area and used to buy agricultural commodities from rice farmers using the slashing system in the fields. The data in this study are data taken or collected directly by researchers from research subjects/informants, including observation data and (semi-structured) interview data. Data analysis techniques go through the stages of data reduction, data presentation, conclusion, and verification. The results showed that there were some fundamental mathematical activities carried out by middlemen, namely measuring, designing, locating, playing, counting, and explaining. While the mathematical concepts seen in this activity include the concepts of length and width, the area of a rectangle, arithmetic sequences and series, profit and loss, and logic. Keywords: Ethnomathematics, middlemen, slashing system, Fundamental mathematical activity, mathematical aspects Abstrak: Ketika hampir memasuki masa panen padi, sebagian besar petani di desa Suboh, Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo masih sangat bergantung pada system tebas oleh tengkulak. Namum ada hal yang membuat peneliti tertarik yaitu ketika tengkulak melakukan perhitungan untuk menentukan tawaran harga kepada petani dengan trik-trik khusus. Peneliti meyakini bahwa pada kegiatan tersebut sarat akan konsep matematika yang mungkin disadari atau tidak oleh tengkulak itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji hubungan matematika dengan budaya khususnya pada aktifitas tengkulak dalam sistem tebas panen padi petani. Penelitian ini tergolong menjadi penelitian kualitatif dengan desain penelitian etnografi. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 3 orang tengkulak yang dipilih secara purposive sampling area yang biasa membeli komoditas pertanian padi petani dengan sistem tebas di sawah. Data dalam penelitian ini yaitu data yang diambil atau dikumpulkan secara langsung oleh peneliti kepada subjek penelitian/narasumber, antara lain data observasi dan data hasil wawancara (semi terstruktur). Teknik analisis data melewati tahap reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa aktifitas fundamental matematis yang dilakukan tengkulak yaitu measuring, designing, locating, playing, counting, explaining . Sedangkan konsep matematis yang terlihat pada kegiatan itu antara lain konsep panjang dan lebar, luas persegi panjang, barisan dan deret aritmetika, untung rugi, logika. Kata kunci: etnomatematika, tengkulak, system tebas, aktifitas fundamental matematis, aspek matematis Copyright (c) 2023 The Authors. This is an open access article under the CC BY-SA 4.0 license ( https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ ) ## PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang sangat luas yang terdiri dari banyak pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Bahkan indonesia disebut sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (Fatchiya & Susanto, 2018; Sunaryo, 2019) dengan kurang lebih sebanyak 17.500 pulau, baik yang telah bernama maupun yang belum meiliki nama, baik yang berpenghuni maupun yang belum berpenghuni. Di antara pulau-pulau yang berpenghuni misal pulau jawa, pulau madura, pulau kalimantan, dan lain sebagainya. Pulau Jawa dihuni oleh mayoritas suku jawa, pulau madura dihuni oleh suku madura, pulau kalimantan dihuni oleh suku dayak dan suku lainnya. Berbagai suku yang berbeda-beda tersebut memiliki budaya atau kearifan lokal yang tentunya juga berbeda-beda. Sesuai dengan pernyataan KI Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa budaya merupakan hasil jerih payah atau perjuangan masyarakat terhadap kondisi alam dan zaman yang menunjukkan kemakmuran dan kejayaan hidup masyarakat dalam bersikap ketika berhadapan dengan kesulitan atau rintangan untuk mencapai keselamatan, kemakmuran dan bahkan kebahagiaan hidup (Tisngati, 2019). Dengan demikian keanekaragaman budaya merupakan potensi sosial yang sangat penting karena merupakan citra budaya dan karakteristik tersendiri pada masing-masing daerah serta berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan negara Indonesia sehingga harus dijaga dan dilestarikan. Salah satu cara melestarikan kearifan local yaitu melalui dunia pendidikan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB X pasal 36 ayat (3) butir c dinyatakan bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada BAB III pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Dengan demikian, upaya yang dapat ditempuh adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan, misalnya pada pembelajaran matematika. Matematika memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir setiap aktifitas dan interaksi, bahkan budaya atau kearifan lokal tertentu mengandung unsur matematika. Budaya atau kearifan lokal yang mengandung unsur matematika sering disebut sebagai matematika berbasis kearifan lokal atau etnomatematika (Albanese dan Perales, 2015 dan Hia, et al., 2020). Untuk dapat mengintegrasikan budaya dan kearifan lokal pada dunia pendidikan, khususnya pada bidang matematika, maka perlu adanya kajian khusus terlebih dahulu. Berbagai penelitian sebelumnya yang meneliti terkait etnomatematika telah banyak dilakukan. Misalnya studi tentang etnomatematika pada rumah tradisional Ammu Rukoko di propinsi Nusa Tenggara Timur (Hia, et al., 2020) yang menghasilkan suatu kajian matematika yaitu (1) kegiatan matematis yang dilakukan oleh masyarakat pada proses pembuatan Ammu Rukoko , yakni: kegiatan mengukur dan menghitung. (2) konsep- konsep matematis pada Ammu Rukoko , yakni: konsep segitiga pada Ketangarohe , persegi panjang pada bagian pintu dan Papa Kelila , setengah lingkaran pada Baja Duru dan Baja Wui , kekongruenan pada Kijuaga dan translasi pada Gela Mone dan Gela Banni. Selain itu, penelitian tentang etnomatematika lainnya yaitu konsep geometri pada kerajinan tradisional Sasak (Fauzi & Setiawan, 2020) yang menghasilkan konsep- konsep matematika khususnya konsep geometri yaitu pada motif kerajinan tradisional tenun sesekan Sasak mengandung unsur bangun datar berupa persegi, persegi panjang, layang-layang, jajargenjang, segitiga, belah ketupat, konsep sudut, dan konsep kesebangunan. Dengan kajian ini maka dengan mudah seorang pendidik dapat mengintegrasikan nilai budaya kerajinan tradisional Sasak pada konsep-matematika pada topik geometri di sekolah. Selain kedua penelitian tersebut, masih banyak penelitian lain yang mengkaji tentang etnomatematika pada berbagai budaya di berbagai daerah. Sebagian besar kajiannya terkait bangunan adat, pakaian adat, kerajinan tradisional, dan lain sebagainya. Namun peneliti masih jarang menemui kajian etnomatematika pada aktifitas pertanian, khususnya pada kegiatan tawar menawar hasil pertanian oleh tengkulak di sawah. Ketika memasuki masa panen, khususnya padi, biasanya di daerah-daerah tertentu, di daerah peneliti sendiri, yaitu desa Suboh, Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo, petani tidak perlu repot tentang penjualan hasil pertaniannya. Biasanya ada tengkulak yang terjun langsung ke lahan-lahan pertanian atau sawah untuk membeli hasil panen petani dengan sistem tebas. Jadi petani dapat langsung menjual hasil pertaniannya tanpa memanen terlebih dahulu. Biasanya komoditas yang sering menggunakan sistem seperti itu adalah tembakau, padi, jagung, semangka, melon, dan lain sebagainya. Di daerah peneliti, metode jual beli hasil pertanian seperti itu sudah biasa dilakukan oleh para petani. Namum ada hal yang membuat peneliti tertarik yaitu ketika tengkulak melakukan perhitungan untuk menentukan tawaran harga kepada petani. Metode yang dilakukan oleh tengkulak cukup beragam dan memiliki trik khusus tertentu yang tentunya hanya tengkulak yang mengetahui. Peneliti meyakini bahwa pada kegiatan tersebut sarat akan konsep matematika yang mungkin disadari atau tidak oleh tengkulak itu sendiri. Metode yang dilakukan para tengkulak bisa jadi akan berbeda dengan tengkulak di daerah lainnya. Untuk itulah peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Kajian Etnomatematika Pada Aktifitas Tengkulak Dalam Sistem Tebas Panen Padi Petani Di Sawah Di Desa Suboh, Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo”. ## METODE Penelitian ini tergolong menjadi penelitian kualitatif dengan desain penelitian etnografi dengan tujuan untuk memperoleh kajian dan analisis mendalam tentang suatu objek penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah aktifitas tengkulak dalam menaksir harga panen padi petani di sawah di Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo yang dikaji untuk memperoleh gambaran yang jelas terkait aktifitas fundamental matematis dan aspek matematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian menggunakan latar alamiah, yaitu peneliti masuk langsung pada lingkungan alamiah subjek penelitian dan tidak ada perlakuan khusus pada subjek penelitian serta instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 3 orang tengkulak yang dipilih secara purposive sampling area yang biasa membeli komoditas pertanian padi petani dengan sistem tebas di sawah. Data dalam penelitian ini yaitu data yang diambil atau dikumpulkan secara langsung oleh peneliti kepada subjek penelitian/narasumber, antara lain data observasi dan data hasil wawancara (semi terstruktur). ## HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Data Subjek/Narasumber Penelitian Narasumber yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 orang tengkulak yang biasa beroperasi di Desa Suboh dengan data sebagai berikut: Tabel 1. Data Narasumber No. NAMA KODE USIA JENIS KOMODITAS PERTANIAN 1 Suyono S 47 th Padi, Jagung, dan Tembakau 2 Ridho R 36 th Jagung dan Padi 3 Abdur Razak AR 28 th Padi dan Tembakau ## B. PEMBAHASAN Selain dipengaruhi oleh lingkungan sistem biofisik, para petani juga dapat dipengaruhi oleh sistem sosial, misalnya harus bekerja sama atau berkompetisi dengan anggota petani lainnya. Kompleksifitas kegiatan petani tidak hanya sebatas itu, selain berjuang demi kualitas komoditas pertaniannya, petani juga harus berjuang dalam memasarkan hasil pertaniannya. Pemasaran menjadi aspek yang sangat penting bagi petani sebagai penentu dan keberlanjutan kegiatan pertaniannya. Pemasaran yang saat ini berlangsung masih bersifat tradisional serta memunculkan adanya orang ketiga sehingga merugikan petani (Trymastuty et al., 2020). Hal itu juga masih terjadi di daerah peneliti yaitu di Desa Suboh, Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Sebagian besar petani masih bergantung pada pemasaran hasil pertanian dengan model tradisional yaitu dengan menunggu tengkulak. Pada saat memasuki masa panen, petani menunggu tengkulak untuk terjun ke lahan pertaniannya untuk proses penjualan hasil pertaniannya atau yang sering dikenal dengan sebutan sistem Tebas. Model tersebut kurang menguntungkan para petani karena sangat terlihat bahwa pemegang kuasa atas harga adalah tengkulak. Petani tidak terlalu leluasa mengendalikan harga karena sangat bergantung dengan tawaran tengkulak. Terlebih lagi jika yang terjun ke lahan bukan tengkulaknya langsung, melainkan orang ketiga sebagai kaki tangan tengkulak yang dapat dengan mudah mempermainkan harga yang terkadang antara tengkulak yang satu dengan tengkulak lainnya bekerjasama untuk mempermainkan atau mengendalikan harga komoditas hasil panen petani. Bahkan salah satu narasumber yaitu S, ketika diwawancarai oleh peneliti, S terang terangan membenarkan hal tersebut. Narasumber S mengatakan bahwa sebagian besar para petani di Suboh tidak mau dipusingkan dengan serentetan pengolahan komoditas panennya melainkan langsung mengandalkan atau menunggu para tengkulak untuk menjual hasil sawahnya, sehingga sampai saat ini sebagian besar para petani menjual hasil taninya ke tengkulak dengan system tebas. Sesuai dengan hasil observasi dan wawancara, seluruh responden atau narasumber dalam penelitian ini secara umum hampir sama dalam hal melakukan penaksiran dan tawaran harga yang diajukan kepada petani. Untuk komoditas pertanian padi, para tengkulak memiliki beberapa patokan dalam menaksir harga tebasan. Untuk komoditas padi, beberapa aspek yang harus dilakukan untuk menaksir harga tebasan yaitu: a. Harga pengepul/gudang/selep padi b. Ukuran luas lahan/sawah c. Ketebalan atau kualitas komoditas Sebelum sampai pada kegiatan tawar-menawar antara tengkulak dengan petani, sebenarnya tengkulak telah melewati serentetan aspek-aspek fundamental matematis. Setelah tengkulak sampai pada lokasi sawah, tengkulak harus memastikan ukuran luas lahan atau sawah petani. Untuk itu biasanya tengkulak bertanya kepada petani tentang ukuran luas sawah. Setelah petani mengatakan ukuran luas lahan/sawahnya, tengkulak tidak langsung percaya dengan petani karena terkadang ukuran sertifikat dengan ukuran real sawah terkadang berbeda. Untuk itu tengkulak kemudian harus mengukur ( Counting ) sendiri dengan teknik yang tengkulak yakini. Hal ini merupakan aktifitas fundamental matematik Counting yaitu salah satu aktivitas berkaitan dengan banyaknya sesuatu, ukuran, berkaitan dengan angka atau bilangan (Fitriyah, 2021; Gunawan, 2019; Gunawan & Suwarsono, 2019; Puspasari et al., 2021) Sebelum memulai melakukan aspek fundamental matematis Counting, tengkulak membandingkan setiap sisi/pinggir sawah/tabun di sawah tersebut. Kegiatan ini disebut juga sebagai Measuring , yang sesuai dengan penjelasan oleh Bishop (Thiel et al., 2020) bahwa Measuring berkaitan dengan kegiatan membandingkan dan mengurutkan berdasar kriteria/kualitas tertentu. Dalam hal ini tengkulak akan melihat dan membandingkan mana sisi/tabun yang memiliki panjang terpanjang sehingga disebut sebagai panjang sawah dan yang lebih pendek disebut sebagai lebar sawah. Setelah melakukan hal tersebut, tengkulak kemudian mendesain ( Designing ) bagaimana cara menghitung ( Counting ) berapa panjang dan lebar sawah, dalam hal ini tengkulak memiliki standar khusus dalam melakukan perhitungan, yaitu menggunakan “langkah kaki”. Tengkulak meyakini bahwa teknik ini memiliki keakuratan yang cukup tinggi dalam mengukur ukuran luas sawah. Tengkulak menyusun strategi mulai dari titik mana dia akan melakukan perhitungan hingga sampai di titik mana hitungan langkah kaki akan selesai. Dalam hal tersebut, tengkulak telah melaksanakan salah satu aktifitas fundamental matematis Designing yaitu membuat desain untuk melakukan sesuatu (Fitriyah, 2021; Gunawan, 2019; Gunawan & Suwarsono, 2019; Puspasari et al., 2021; Thiel et al., 2020) Setelah desain yang muncul sudah cukup matang, maka langkah selanjutnya yaitu sesuai desain, tengkulak akan menempatkan diri untuk memulai perhitungan yang menandakan bahwa tengkulak telah menjelajahi suatu lingkungan spasial dan mengkonseptualisasikannya ( Locating ) (Fitriyah, 2021; Gunawan, 2019; Gunawan & Suwarsono, 2019; Puspasari et al., 2021; Thiel et al., 2020). Misalnya akan mengukur panjang sawah, mulai titik awal (titik pangkal panjang sawah) sesuai desain perhitungan, tengkulak akan berjalan ( Playing ) dan memulai melakukan perhitungan dengan konsep menghitung langkah kaki hingga titik akhir (titik ujung panjang sawah). Setiap satu langkah, tengkulak meyakini bahwa panjang dari satu langkah tersebut adalah 0,5 m, sehingga jika 2 langkah maka jarak yang sudah ditempuh adalah 1 m, begitu seterusnya yang dalam matematika merupakan konsep deret aritmetika karena setiap langkah disumsikan konstan yaitu 0,5 m. Missal panjang sawah terhitung sebanya 100 langkah, maka ukuran panjang sawah menurut tengkulak adalah 50 m ( Counting ). Misal ketika mengukur lebar sawah terdapat 80 langkah, maka ukuran lebar sawah menurut tengkulak adalah 40 m. Dari ukuran panjang dan lebar yang tengkulak peroleh tersebut kemudian tengkulak mengalikan antara ukuran panjang dan lebar sawah sehingga jika panjang 50 m dan panjang 40 m, maka luasnya yaitu 50 x 40 = 200 ( Counting ). Dalam konsep matematika, sebenarnya yang dilakukan oleh tengkulak tersebut adalah aplikasi dari perhitungan luas bangun datar persegi panjang (hampir sebagian besar sawah petani berbentuk persegi panjang) yaitu dengan cara mengalikan ukuran panjang dan lebarnya (Daswarman, 2017; Wahyuningtyas, 2014). Tetapi hal ini tidak disadari oleh tengkulak, sesuai dengan pernyatannya pada saat waancara bahwa konsep yang dilakukan tengkulak tersebut murni dari hasil pengalaman selama menjadi tengkulak, bahkan salah mereka mengakatan bahwa konsep ini “tadek sakola’anna” yang berarti tidak diajarkan di bangku sekolah. Teknik penghitungan luas sawah yang dilakukan oleh tengkulak tersebut hanya digunakan ketika pertama kali menebas di sawah petani tersebut. Ketika sudah periode tanam atau panen selanjutnya, tengkulak biasanya sudah hafal tentang luas sawah yang sudah berkali-kali di tebas hasil panennya sehingga ketika berkeliling sawah petani tersebut hanya akan mengecek kualitas atau grade dari padi petani. Perlu diketahui juga bahwa ukuran sawah yang masih berlaku dan digunakan oleh masyarakat desa Suboh dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Satuan Luas Sawah di Desa Suboh, Kec. Suboh NO SATUAN LUAS SAWAH UKURAN (m 2 ) 1 Sacetet (1 cetet) 100 2 Saedu (1 edu) 200 3 Saereng (1 ereng) 400 4 Saereng Loar (1 ereng loar) 500 5 Salopet (1 lopet) 800 6 Sahektar (1 hektar) 1000 Kegiatan Counting yang dilakukan petani kemudian dilanjutkan dengan salah satu patokan lainnya yaitu kualitas atau isi gabah tersebut. Kegiatan ini dilakukan berbarengan dengan ketika mengukur luas sawah dengan berkeliling sawah/lahan petani tersebut. Ketika mengelilingi lahan tersebut, tengkulak akan mengecek kualitas gabah/padi di sekeliling sawah. Dalam penentuan kualitas padi/gabah, tengkulak memiliki memiliki kualifikasi kualitas gabah tertentu yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya. Para tengkulak yang menjadi narasumber dalam penelitian ini memiliki kualifikasi kualitas padi yang hampir sama. Tengkulak S menggolongkan kualitas gabah menjadi 5 golongan, mulai golongan (grade) 1 (paling buruk), 2, 3, 4, dan 5 (paling bagus). Sedangkan tengkulak R dan AR menggolongkan grade gabah menjadi 3 golongan, yaitu grade 1, 2, dan 3. Setelah tengkulak mengukur luas lahan petani, maka langkah selanjutnya tengkulak harus bias memastikan kualitas atau grade dari gabah petani. Hal ini adalah factor yang sangat penting karena akan sangat menentukan untung ruginya tengkulak nantinya setelah gabah masuk gudang. Dalam ha menentukan grade atau kualitas gabah petani, pera tengkulak akan mengaca pada pengalaman dan jam terbang selama menjadi tengkulak. Mereka akan membandingkan dengan ciri-ciri atau kondisi gabah milik petani lain yang mereka tebas sebelumnya ( Measuring ). Setelah memperoleh data luas dan kualitas gabah petani, kemudian tengkulak akan kembali menghitung perkiraan kuantitas gabah nantinya setelah dipanen. Dalam hal ini terjadi perbedaan antar tengkulak yang peneliti temui. Tengkulak S langsung mengalikan antara ukuran luas yang dihitung dengan grade gabah, misalnya luas lahan yang dihitung yaitu 200 dengan grade 4, maka perkiraan kuantitas gabah setelah panen yaitu 200 x 4 = 800 ( Counting ). Satuan dari hasil perhitungan ini sesuai dengan pernyataan S yaitu kg sehingga 800 kg = 8 kuintal gabah. Sedangkan tengkulak R dan AR tidak mengalikan seperti yang dilakukan S, melainkan langsung menaksir kuantitas panen sesuai pengalaman selama menjadi tengkulak ( Measuring ). Setelah menaksir kuantitas panen, counting yang dilakukan tengkulak belum berakhir. Ada sesuatu yang sangat menarik dalam system panen di desa suboh yang masih tetap berlaku hingga hari ini yaitu ada istilah “Bhebun”. Ketika panen, gabah akan dihitung menggunakan “gembreng” (1 gembreng kurang lebih 8 kg gabah) dimana setiap 5 ghembreng maka 1 ghembreng itu adalah hak petani atau pemilik sawah, jadi 4 gembreng masuk ke tengkulak dan 1 gembreng masuk ke petani. Hak yang diberikan kepada petani inilah yang disebut dengan “bhebun”. Menurut pengakuan para tengkulak yeng menjadi narasumber mengatakan bahwa konsep ini tetrap dilakukan karena sebagian besar para pemilik sawah/lahan di desa suboh tidak menggarap sendiri lahannya, melainkan ada pekerja khusus (Bhettonan) yang mengelola tanaman padi, mulai dari mengairi, memupuk, membersihkan gulma, dsb. Oleh karena itu, sebagai bentuk upah khusus yang diperoleh pengelola padi tersebut, maka diberikanlah “Bhebun” Karena masih dipotong “bhebun”, maka perkiraan kuantitas gabah panen nanti harus dikurangi “bhebun” dulu sehingga hasil dari pengurangan inilah yang kemudian akan dikalkulasi berdasarkan harga pengepul/gudang dimana tengkulak tersebut bermitra ( Counting ). Misalnya perkiraan gabah panen totalnya 800 kg, maka 20% dari 800 kg akan masuk sebagai “bettonan” kepada petani/pengelola sawah yaitu sebesar 160 kg sehingga yang akan masuk ke tengkulak hanya 800 – 160 = 640 kg. kuantitas ini kemudian oleh tengkulak akan dikalikan dengan harga gabah gudang, missal harga gudang 5000/kg, maka 640 x 5000 = Rp. 3.200.000,00. ( Counting ) Panen yang akan dilaksanakan membutuhkan biaya, mulai dari transportasi, upah buruh angkut, dll, sehingga dari nominal terakhir tadi, tengkulak akan mengurangi 3.200.000 tadi dengan biaya panen dan dikurangi juga dengan keuntungan yang diinginkan tengkulak. Missal biaya panen Rp. 500.000,00 dan keuntungan yang diinginkan tengkulak adalah Rp. 500.000,00, maka 3200000 − 500000 − 500000 = 2200000 Tawaran maksimal yang akan ditawarkan pada petani yaitu sebesar Rp. 2.200.000,00 ( Counting ). Itulah hitungan kasar yang dilakukan oleh tengkulak ketika menaksir dan melakukan penawaran harga kepada petani di sawah. ## SIMPULAN Penelitian ini menghasilkan kajian tentang etnomatematika pada aktifitas tengkulak dalam menebas padi petani di sawah di Desa Suboh, Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo. Dalam aktifitas tengkulak tersebut terdapat informasi tentang aktifitas fundamental matematis dan konsep matematika yang dilakukan oleh tengkulak yaitu: Tabel 3. Bentuk Aktifitas Fundamental Matematis Yang Dilakukan Oleh Tengkulak No Aktifitas Fundamental Matematis Bentuk Aktifitas Oleh Tengkulak Konsep/aspek Matematis 1 Measuring 1. tengkulak melihat dan membandingkan mana sisi/tabun yang memiliki panjang terpanjang sehingga disebut sebagai panjang sawah dan yang lebih pendek disebut sebagai lebar sawah 2. Tengkulak menentukan kualitas gabah dengan membandingkan dengan ciri-ciri atau kondisi gabah milik petani lain yang mereka tebas sebelumnya • Konsep panjang dan lebar • Logika dan statistik 2 Designing Tengkulak mendesain bagaimana cara menghitung berapa panjang dan lebar sawah, dalam hal ini tengkulak memiliki standar khusus dalam melakukan perhitungan, yaitu menggunakan “langkah kaki” mulai dari titik mana dia akan melakukan perhitungan hingga sampai di titik mana hitungan langkah kaki akan selesai. • Barisan dan Deret aritmetika 3 Locating Tengkulak menempatkan diri untuk memulai perhitungan di pangkal sisi/tabun yang akan diukur panjangnya • Konsep pengukuran 4 Playing Tengkulak berjalan dan memulai melakukan perhitungan dengan konsep menghitung langkah kaki (1 langkah No Aktifitas Fundamental Matematis Bentuk Aktifitas Oleh Tengkulak Konsep/aspek Matematis adalah 0,5 m) hingga titik akhir (titik ujung panjang sawah). 5 Counting 1. Tengkulak menghitung banyak langkah kaki ketika mengukur panjang sisi/tabun sawah dan mengalikan dengan 0,5 m 2. Menghitung luas sawah dengan mengalikan ukuran panjang dan lebar sawah 3. Tengkulak mengalikan luas sawah yang telah dihitung dengan kualitas atau grade gabah/padi sehingga ditemukan perkiraan kuantitas gabah ketika panen 4. Tengkulak mengurangi hasil perkiraan kuantitas gabah ketika panen dengan banyaknya “bhebun” sehingga diperoleh perkiraan kuantitas gabah yang akan masuk ke tengkulak. 5. Tengkulak mengalikan perkiraan kuantitas gabah yang akan masuk ke tengkulak dengan harga gabah di gudang yang hasilnya akan dikurangi biaya panen dan keuntungan yang direncanakan sehingga muncul harga penawaran maksimal yang dapat diajukan tengkulak ke petani. • Barisan dan Deret aritmetika • Luas Persegi Panjang • Perhitungan untung rugi 6 Explaining tengkulak menjelaskan secara singkat tentang kondisi gabah petani yang mempengaruhi harga tawaran tengkulak ## UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dilakukan peneliti tidak dengan tanpa sumbangsi orang atau pihak- pihak lain, antara lain lembaga STKIP PGRI Situbondo dan pemerintah desa Suboh, yang telah memberikan kemudahan terkait dokumen perizinan untuk melaksanakan penelitian di lembaga tersebut. Dengan demikian, peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini. ## DAFTAR RUJUKAN Daswarman, R. A. (2017). Pengembangan Modul Luas Dan Keliling Bangun Datar Yang Valid Dengan Pendekatan Kontekstual Berbasis Keunggulan Lokal Di Sekolah Dasar. Jurnal LEMMA , 3 (1), 1–12. https://doi.org/10.22202/jl.2017.v3i1.1209 Fatchiya, A., & Susanto, D. (2018). Program Studi Agribisnis FMIPA, Universitas Terbuka, Tangerang Selatan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembagan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor . 14 (2). Fauzi, A., & Setiawan, H. (2020). Etnomatematika: Konsep Geometri pada Kerajinan Tradisional Sasak dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Didaktis: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan , 20 (2), 118–128. https://doi.org/10.30651/didaktis.v20i2.4690 Fitriyah, A. (2021). Kajian Etnomatematika terhadap Tradisi Weh-wehan di Kecamatan Kaliwungu Kendal. Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia , 06 (01), 50–59. https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jpmr Gunawan, F. I. (2019). Kajian Etnomatematika Serta Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop Pada Industri Kain Cual Bangka Belitung . 392. https://repository.usd.ac.id/36257/2/181442001_full.pdf Gunawan, F. I., & Suwarsono, S. (2019). Kajian Etnomatematika Terhadap Permainan Tradisional Di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Sendika , 5 (1), 458. Hia, J. J. J., Rowa, Y. R., Lakapu, M., & Bria, K. (2020). Musamus Jurnal of Mathematics Education . 2 (April), 92–101. Puspasari, R., Rinawati, A., & Pujisaputra, A. (2021). Pengungkapan Aspek Matematis pada Aktivitas Etnomatematika Produksi Ecoprint di Butik El Hijaaz. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika , 10 (3), 379–390. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v10i3.851 Sunaryo, T. (2019). Indonesia Sebagai Negara Kepulauan. Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional , 2 (2), 97–105. Thiel, O., Severina, E., & Perry, B. (2020). Mathematics in early childhood: Research, reflexive practice and innovative pedagogy. In Mathematics in Early Childhood: Research, Reflexive Practice and Innovative Pedagogy (Issue November). https://doi.org/10.4324/9780429352454 Tisngati, U. (2019). Pembelajaran Matematika Berbasis Kearifan Lokal Menggunakan Model AKIK. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FIKIP Muhammadiyah Ponorogo , November , 159–167. http://research- report.umm.ac.id/index.php/semnasmat/article/view/2940 Trymastuty, B., Alfannisa, H. R., & Dianastiti, F. E. (2020). Pemasaran Produk Hasil Pertanian Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan Melalui Media Sosial: Strategi Pendampingan Terstruktur. ABDIPRAJA (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat) , 1 (1), 116. https://doi.org/10.31002/abdipraja.v1i1.3148 Wahyuningtyas, D. T. (2014). Modul Bangun Datar dan Bangun Ruang. In Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents . https://repository.unikama.ac.id/797/1/MODUL BANGUN DATAR DAN BANGUN RUANG.pdf
f0f84d80-a1d6-44c3-8570-c63a98914448
https://e-journal.unair.ac.id/JD/article/download/29817/15539
Karakteristik Penagihan Secara Bertanggung Jawab Yang Dilakukan Oleh Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ## Brahmantyo Aryo Suseno [email protected] Universitas Airlangga ## Abstract Over time, information technology-based lending and borrowing services emerged. This technology-based money lending and borrowing service is not much different from banks, both of which provide money lending and borrowing services. The difference is the emergence of legal subjects and new legal relationships. To find out the legal subject and legal relations in information technology based lending and borrowing services, researchers conducted legal research with Normative research type. Namely by examining and analyzing applicable laws and regulations, explaining and predicting future developments. This research results in the finding that information technology based lending and borrowing services differ from banks due to new parties called Organizers. In addition, the precautionary principle applied to technology-based lending and borrowing services is not the same. This is because the structure of banks with lending and borrowing services based on information technology is not the same. Keywords: Information Technology-Based Lending and Borrowing Services; Billing; Legal Relationship, Principles in Billing. ## Abstrak Seiring dengan berjalannya waktu muncul layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi ini tidak jauh berbeda dengan bank, dimana keduanya menyediakan jasa pinjam meminjam uang. Hal yang menjadi pembeda ialah munculnya subjek hukum dan hubungan hukum baru. Untuk mengetahui subjek hukum dan hubungan hukum dalam layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, peneliti melakukan penelitian hukum dengan tipe penelitian Normatif. Yaitu dengan menelaah dan menganalisis peraturan perundang- undangan yang berlaku, menjelaskan dan memprediksi perkembangan yang akan datang. Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi berbeda dari bank dikarenakan adanya pihak baru yang disebut dengan Penyelenggara. Selain itu, prinsip kehati-hatian yang diterapkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi tidaklah sama. Hal ini dikarenakan struktur bank dangan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi tidaklah sama. Kata Kunci: Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; Penagihan; Hubungan Hukum; Prinsip Dalam Penagihan. ## Jurist-Diction Volume 4 No. 5, September 2021 How to cite: Brahmantyo Aryo Suseno, ‘Karakteristik Penagihan Secara Bertanggung Jawab Yang Dilakukan Oleh Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi’ (2021) Vol. 4 No. 5 Jurist- Diction. Histori artikel: Submit 11 Juli 2021; Diterima 15 Agustus 2021; Diterbitkan 1 September 2021. DOI: 10.20473/jd.v4i5.29817 p-ISSN: 2721-8392 e-ISSN: 2655-8297 Copyright © 2021 Brahmantyo Aryo Suseno ## 1740 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... ## Pendahuluan Menurut Bank Sentral Indonesia, Teknologi Finansial adalah hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja. 1 Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/17/PBI/2017 Tentang tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (selanjutnya disebut PBI 19/2017), Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran. 2 Teknologi Finansial di kategori pembiayaan dan investasi pun berkompetisi dengan menggunakan inovasi teknologi dalam menjual produk dan jasa keuangannya. Jenis-jenis Teknologi Finansial di sektor ini di antaranya seperti Peer-to-Peer ( P2P) Lending, Crowdfunding, Supply Chain Finance , dan lain-lain. 3 peer – to – peer (P2P) lending , merupakan jenis yang paling banyak di minati oleh masyarakat Indonesia karena, Teknologi Finansial dengan jenis peer – to – peer (P2P) lending memfasilitasi pihak yang membutuhkan dana pinjaman dengan pihak yang ingin berinvestasi dengan cara memberikan pinjaman yang jenisnya bervariasi seperti, pinjaman modal usaha, Kredit Tanpa Anggunan (KTA), Kredit Perumahan Rakyat, pinjaman biaya pernikahan, biaya pinjaman persalinan, pinjaman umroh, dan lain sebagainya. 4 Istilah peer – to – peer (P2P) lending di Indonesia, di serap menjadi kegiatan pinjam meminjam, dimana peminjam mendapatkan dana dari satu orang atau lebih 1 Bank Sentral Republik Indonesia, “ Edukasi Financial Technology “, https://www.bi.go.id/ id/edukasi-perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-sp/Teknologi Finansial/Pages/default. aspx , accesed 9 Agustus 2019. 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 245. 3 S.Napitupulu, A.Rubini, K.Khasanag, et al. Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Teknologi Finansial (Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan 2017).[10]. 4 ibid. [29]. melalui dari lembaga tertentu secara online seperti e-commerce atau melalui website lembaga tersebut. Istilah ini berubah setelah Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 menjadi LPMUBTI, yang selanjutnya akan disebutkan sebagai POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI. 5 Layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang selanjutnya akan di sebut sebagai LPMUBTI, di atur dalam Pasal 1 angka 3 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI yang menjelaskan bahwa, LPMUBTI adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. 6 Berbeda dengan penyelenggaraan, dalam Pasal 1 angka 6 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang selanjutnya disebut sebagai penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPMUBTI 7 Dari penjelasan di atas, kegiatan pinjam-meminjam uang melalui Teknologi Finansial, merupakan kegiatan yang mempermudah hidup masyarakat luas untuk meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik secara finansial. Namun dari banyak kemudahan pinjaman online yang diberikan oleh Teknologi Finansial menimbulkan banyak kerugian bagi konsumen, hal yang paling merugikan dapat dirasakan di segi perlindungan konsumennya. Jika kita melihat berita mengenai pinjaman online, banyak Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi yang menjatuhkan denda keterlambatan pembayaran yang tinggi, pengenaan bunga ( Interest ) yang cukup tinggi, dan penagihan utang yang semena-mena. 5 Koin Works, Pusat Informasi Mengenai P2PL, https://koinworks.com/id/education-center/ industri-peer-to-peer-lending, accesed 12 Oktober 2019. 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang LPMUBTI Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 324. Ps.1 angka 3. 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang LPMUBTI, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 324. Ps.1 angka 6. ## 1742 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... Sejauh ini regulasi yang mengatur mengenai perlindungan konsumen dalam hal pinjam meminjam uang hanya mengatur mengenai lembaga keuangan konvensional. Namun walaupun belum ada regulasi dari OJK, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia telah mengeluarkan pedoman perilaku pemberian LPMUBTI secara bertanggung jawab atau code of conduct yang memuat etika dan moral bukan hanya dalam hal penagihan namun berkaitan juga tentang transparansi produk dan metode penawaran produk layanan serta pencegahan pinjaman berlebih. Tiga hal tersebut merupakan prinsip dasar yang dipegang teguh oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia. Dalam hal penagihan, Perkumpulan Teknologi Finansial Indonesia menekankan pada prinsip itikad baik. Dalam prinsip itikad baik yang di muat dalam prosedur atau code of conduct menjabarkan mengenai kesalahan baik dalam kepengurasan, pegawai serta sistem elektronik, itikad baik dalam penangan data pribadi, itikad baik dalam penagihan pinjaman gagal, itikad baik dalam penggunaan pihak ke-3, larangan penggunaan kekerasan fisik dan mental, penyelesaian atas pihak yang meninggal dunia, serta kewajiban untuk mendukung program literasi dan inklusi keuangan. 8 ## Metode Penelitian Metode yang digunkan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif, 9 yaitu suatu penelitian yang menekankan pada dokumen-dokumen tertulis sebagai sumber hukum yang paling utama, misalnya, Peraturan Perundang-undangan, Putusan Pengadilan, Teori Hukum serta Pendapat Para Sarjana. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Perundang-undangan ( Statute approach ) 10 dan pendekatan konseptual ( Conceptual approach ). 11 8 Asosiasi Teknologi Finansial Indonesia, Pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab (2018).[13-15]. 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum “Edisi Revisi” (Kencana 2017).[55]. 10 ibid. [94]. 11 ibid .[95]. ## Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi (LPMUBTI) LPMBUTI, merupakan bagian dari TekFin dengan jenis Peer-to-Peer ( P2P) Lending . Dikatakan demikian karena sistem kerja LPMUBTI sama seperti kinerja dari layanan pinjaman Peer To Peer Lending . Peer To Peer Lending merupakan sebuah sistem dimana Penyelenggra memfasilitasi pihak yang membutuhkan dana pinjaman dengan para pihak yang ingin berinvestasi dengan cara memberikann pinjaman. 12 Peer To Peer Lending mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Dari pernyataan tersebut dapat di simpulkan bahwa LPMUBTI memiliki sistem yang sama dengan Peer To Peer Lending. 13 Hal ini sesuai dengan aturan yang mengatur mengenai LPMUBTI yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.1/2016 tentang LPMUBTI, yang selanjutnya akan di sebut POJK 77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI. Dalam LPMUBTI ada beberapa pihak yang terlibat dalam penyelenggraanya. Tertuang dalam POJK 77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, dalam penyelenggaraan LPUMBTI ada 3 pihak yang ikut andil yaitu Penyelenggara LPMUBTI, Pemberi Pinjaman, Dan Penerima Pinjaman. 14 Selain 3 pihak tersebut POJK 77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI menambahkan 2 pihak yaitu Bank dan OJK sebagai lembaga pengawas. LPUMBTI sebagaimana diatur di dalam POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, ada 3 pihak yaitu Penyelenggara, Pemberi Pinjaman, dan Penerima Pinjaman. Dalam Pasal 5 Ayat (1) POJK 77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI menjelaskan bahwa, Penyelenggra LPMUBTI menyediakan, mengelola, dan mengoprasikan LPMUBTI, yang dananya berasal dari Pihak Pemberi Pinjaman dan disalurkan oleh Penyelenggara kepada Penerima Pinjaman. 15 Secara rinci keberadaan para pihak tersebut sebagai berikut: 12 S.Napitupulu, A.Rubini, K.Khasanag, et al, Op.Cit .[29]. 13 ibid. [28-29]. 14 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang LPMUBTI, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 324. Ps.1 angka 6, Ps. 1 angka 7, Ps.1 angka 8. 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang LPMUBTI, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 324. Ps.5 ayat (1). ## Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... 1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi “Penyelenggara LPMUBTI yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPMUBTI,” termuat dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01.2016 tentang LPMUBTI. Dari ketentuan tersebut, penyelenggara haruslah badan hukum, berarti Persekutuan Perdata ( Maatschap ). Membahas penyelenggara LPUMBTI, maka erat kaitannya dengan pendirian perusahaan LPMUBTI. Dikatakan demikian karena LPMUBTI akan ada jika penyelenggara melakukan pendirian perusahaan LPMUBTI ini. Menurut Pasal 11 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, pendirian perusahaan tersebut wajib memperhatikan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar karena perusahaan yang bergerak dalam LPMUBTI paling tidak dalam Akta Pendirian dan Anggaran Dasarnya memuat kegiatan usaha sebagai perusahaan yang menjalankan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Walaupun perusahaan berstatus sebagai Penyelenggara Jasa LPMUBTI, namun sesuai dengan Pasal 43 ayat (1) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI perusahaann tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan menerbitkan surat utang, memberikan rekomendasi kepada pengguna, mempublikasikan informasi fiktif atau memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain. 16 Modal bagi perusahaan LPMUBTI diatur dalam Pasal 4 ayat (1) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI adalah sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dalam bentuk modal disetor pada saat pendaftaran. Sedangkan pada saat perusahaan tersebut mengajukan permohonan izin minimal memiliki modal di setor sebesar Rp 2.500.000.000.00 (dua milyar limaratus juta rupiah). 17 16 Easyhelps group, “Fintech di Indonesia : Syarat-Syarat Pendirian Perusahaan Baik PMA ataupun PT Lokal Termasuk KBLI yang Sesuai dan Formulir Persyaratan dari OJK”, https:// catherineary.com/fintech-di-indonesia-syarat-syarat-pendirian-perusahaan-baik-pma-ataupun-pt- lokal-termasuk-kbli-yang-sesuai-dan-formulir-persyaratan-dari-ojk/, accesed 20 November 2019. 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang LPMUBTI, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 324. Ps.4. ## 2. Pemberi Pinjaman “Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian LPMUBTI.” Termuat dalam Pasal 1 angka 8 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI. Dari peraturan tersebut dapat dilihat bahwa ruang lingkup pemberi pinjaman jauh lebih luas dibandingkan penyedia LPMUBTI. Jika menurut Pasal 1 angka 6 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, Penyedia Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi terbatas pada badan hukum yang ada di Indonesia. Sedangkan pemberi pinjaman diatur dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI menjelaskan bahwa Pemberi Pinjaman dapat berasal dari perseorangan baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing, atau badan hukum baik badan hukum Indonesia atau badan hukum asing, serta lembaga internasional. Namun ada hal yang perlu diperhatikan yang berkenaan dengan asas kepastian hukum, yaitu tindak pencucian uang, tindak pencucian uang tersebut dapat di antisipasi dengan pemberlakuan sistem “ Know Your Customer ”. 18 Selain prinsip Know Your Costumer ada pula prinsip Costumer Due Diligence yang selanjutnya disebut sebagai CDD. Prinsip CDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan Bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil calon nasabah, WIC ( walk in customer ), atau nasabah. Lebih lanjut prinsip CDD akan dibahas di Bab 2 sub bab 2 dengan judul Prinsip Dalam Penagihan / Tata Cara Penagihan Yang Harus Diterapkan Penyelenggara LPMUBTI. 3. Penerima Pinjaman “Penerima Pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian LPMUBTI.” Hal tersebut tercantumm dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam Pasal 15 ayat (1) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, mengatur bahwa “Penerima Pinjaman harus ## Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... berasal dan berdomisili di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dalam Pasal 15 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menjelaskan bahwa “Penerima Pinjaman sebagai mana di maksud dalam ayat (1) terdiri dari orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia”. Dari ketentuan-ketentuan tersebut dapat di simpulkan bahwa status penerima pinjaman hanya dapat di sandang oleh subjek hukum yang kedudukannya di Indonesia, dengan perikatan utang piutang. Selain ke-3 pihak di atas, ada beberapa pihak yang terlibat dalam skema Layanan Pinjam Meminjam Unag Berbasis Teknologi Informasi yaitu Bank dan Otoritas Jasa Keuangan. Peranan Bank dalam kegiatan LPUMBTI sebagai Penyedia Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Bebrasis Teknologi Informasi sesuai Pasal 24 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI harus menggunakan escrow account dan virtual account dalam rangka penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Bebrasis Teknologi Informasi. Escrow Account dan Virtual Account sendiri merupakan tata cara pembayaran virtual. Escrow account adalah rekening yang dibuka secara khusus untuk tujuan tertentu guna menampung dana yang dipercayakan kepada Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis. 19 Sedangkan virtual account adalah nomor identifikasi pelanggan perusahaan ( end user ) yang dibuat oleh bank untuk selanjutnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya (perorangan maupun non perorangan) sebagai identifikasi penerimaan ( collection ). 20 ## Hubungan Hukum Para Pihak Dalam LPMUBTI Konsep hubungan hukum yang lebih sederhana menurut Peter Mahmud Marzuki, hubungan hukum adalah hubungan yang di atur oleh hukum. Hal itu 19 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/11/PBI/2001 tentang Perubahan Atas Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern. 20 ‘Mandiri Virtual Account’, http://www.bankmandiri.co.id/article/commercial-virtual- account.asp, accesed 5 November 2019. berarti hubungan yang tidak diatur oleh hukum bukan merupakan hubungan hukum. 21 Sebelum terjadinya hubungan hukum, akan didahului dengan adanya peristiwa hukum. Secara sederhana, peristiwa hukum dapat dijelaskan sebagai suatu peristiwa yang menimbulkan akibat hukum. Contoh dari peristiwa hukum yaitu: kelahiran, kematian, perjanjian dan lain sebagainya. Suatu perjanjian juga mengandung hubungan hukum. Sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dari definisi ini, dapat ditarik unsur-unsur dari perjanjian yaitu: 1. Suatu perbuatan; 2. Mengikatkan diri; dan 3. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih. Merujuk Pasal 18 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI diatur mengenai 2 hubungan hukum yaitu, antara Penyelenggara LPMUBTI dengan Pemberi Pinjaman dan antara Penerima Pinjaman dengan Pemberi Pinjaman. Selanjutnya, dalam Pasal 19 ayat (1) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI menjelaskan bahwa, Perjanjian penyelenggaraan LPMUBTI antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman dituangkan dalam Dokumen Elektronik. Peraturan tersebut merupakan dasar atas kewajiban pembentukan perjanjian bagi Penyedia Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang. Karakteristik dari perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penyelenggara LPUMBTI diklasifikasikan sebagai perjanjian pemberian kuasa karena sesuai dengan Pasal 1792 sampai dengan pasal 1819 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hal tersebut juga diatur dalam Bagian III angka 4 huruf e Rancangan Regulasi Surat Edaran OJK No.XX/SEOJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Hubungan hukum antara Pemberi Pinjaman dengan Penyelenggara LPUMBTI dibedakan menjadi perjanjiann pemberian kuasa karena Penyedia Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi bukanlah 21 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Prenada Media 2005).[216]. ## 1748 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... bank yang menjalankan fungsi intermediasi. Ketika ada perusahaan yang melaksanakan fungsi intermediasi namun perusahaan tersebut bukanlah bank, perusahaan tersebut akan dianggap menyelenggarakan bank gelap ( shadow banking ) yang dilarang dalam Undang-undang Perbankan. 22 Sedangkan dalam Pasal 19 ayat (2) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI menjelaskan bahwa: “Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) wajib paling sedikit memuat: nomor perjanjian; tanggal perjanjian; identitas para pihak; ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; jumlah pinjaman; suku bunga pinjaman; besarnya komisi; jangka waktu; rincian biaya terkait; ketentuan mengenai denda(jika ada); mekanisme penyelesaian sengketa; dan mekanisme penyelesaian dalam hal Penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya”. Peraturan tersebut mengatur mengenai isi dari perjanjian yang mengikat antara pihak Penyelenggara Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dengan Pemberi Pinjaman. Selanjutnya, hubungan antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman di atur di Pasal 20 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI. Walaupun antara Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman tidak bertemu secara langsung namun Penyedia Jasa LPMUBTI memiliki kewajiban dalam Pasal 20 Ayat (3) POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, yaitu “ Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima Pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima ”. Jika dalam dunia perbankan perjanjian pinjam meminjam uang mengikat antara Penerima Pinjaman dengan Bank, hal tersebut merujuk dalam pengertian kredit di Pasal 1 angka 11 Undang-undang No 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menjelaskan bahwa: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Berbeda dengan perjanjian antara Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman di dalam LPMUBTI. Perjanjian pinjam meminjam mengikat pihak Penerima Pinjaman dengan Pemberi Pinjaman. Hal tersebut karena penyaluran dana dilakukan sebetulnya langsung antara Penerima Pinjaman dan Pemberi Pinjaman. Demi terwujud nya hal ini, Pemberi Pinjaman harus dengan tegas memberikan kuasa kepada Penyelenggara LPMUBTI untuk menyalurkan dananya kepada Penerima Pinjaman melalui escrow account dan virtual account . 23 Selain hubungan hukum antara Pemberi Pinjaman dengan Penyedia Jasa LPMUBTI dan hubungan antara Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjamn, dalam Pasal 24 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, Penyedia Jasa LPUMBTI harus menggunakan escrow account dan virtual account . Dari kewajiban yang termuat dalam Pasal 24 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, terbentuklah hubungan hukum antara Penyedia Jasa LPMUBTI dengan Bank, karena hanya Bank yang dapat menmbentuk sistem escrow account dan virtual account. Dari Rancangan Regulsi Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor XX/ SEOJK.05/2017 tentang Penyelenggara LPMUBTI, dalam ketentuan umum angka 17 menjelaskan bahwa “Bank Penyedia Jasa adalah bank umum yang menyediakan jasa pembukaan dan pengelolaan rekening escrow account berdasarkan kesepakatan dengan Penyelenggara”. ## Prinsip Dalam Penagihan / Tata Cara Penagihan Yang Harus Diterapkan Oleh Penyelenggara LPMUBTI. Dalam hal pinjam meminjam uang, penagihan adalah hal yang tidak dapat dihindari. Dalam proses penagihan tersebut, terkadang Penyedia Jasa LPMUBTI mengalami sedikit kesulitan. Kesulitan yang dimaksud adalah Penerima Pinjaman yang gagal bayar, baik disebabkan karena kelalaian Penerima Pinjaman, Force Majeur , serta itikad buruk Penyedia Jasa LPMUBTI. Selain hal tersebut, Penerima Pinjaman juga memiliki itikad buruk yaitu lari dari tanggung jawab untuk melunasi utangnya. Dilansir dari Bisnis.com, kemudahan LPMUBTI terkadang membuat Penerima Pinjaman menjadi lupa diri, dimana mereka melakukan pinjaman dari beberapa ## 1750 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... Penyelenggara LPMUBTI tanpa mempertimbangkan kapasitas mereka sendiri serta minimnya pengetahuan atau informasi yang dimiliki Penerima Pinjaman yang menyebabkan mereka gagal bayar. Ketidakpahaman terhadap risiko ini menyebabkan kasus peminjam yang terjerat hingga puluhan apilikasi fintech lending sangat jamak terjadi akhir-akhir ini. Konflik pun tak terhindarkan. LBH Jakarta mengaku sudah menerima 4.600 aduan dari peminjam selama Mei 2018 – Juni 2019. 24 Dari berita tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa gagal bayar yang sering terjadi dalam LPMUBTI diakibatkan oleh kurang jelasnya informasi yang diberikan Penyelenggara Jasa LPMUBTI diperparah oleh cara penagihan yang dilakukan tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Penagihan yang terkesan semena-mena ini di akibatkan atas belum terbentuknya regulasi mengenai prosedur penagihan yang seharusnya diterbitkan oleh OJK, walaupun dalam Pasal 26 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI sudah mengatur kewajiban Penyelenggara terutama dalam data nasabah atau Penerima Pinjaman dan Asosiasi FinTech Indonesia sudah membentuk aturan mengenai Pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab. Hal tersebut dirasa kurang berpengaruh karena tetap saja banyak Penyelenggara LPMUBTI yang kerap melakukann penagihan dengan sewenang-weannag. Dalam pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab yang di terbitkan oleh baik Asosiasi FinTech Indonesia telah memuat prinsip- prinsip serta tata cara untuk memberikan layanan pinjaman uang berbasis teknologi informasi yang baik serta tata cara penagihan yang baik dan benar. Selain itu OJK dapat melihat Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 17 /DASP Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu yang selanjutnya akan di sebut sebagai SEBI No.14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK, guna mengatur Penyelenggara yang kerap menggunakan pihak ke-3 yaitu Penyedia Jasa Penagihan. 24 Emanuel B Caesario, KETERBATASAN DATA : Akar Persoalan Fintech Lending , https:// finansial.bisnis.com/read/20191119/89/1172044/keterbatasan-data-akar-persoalan-fintech-lending , accesed 18 Januari 2020. Dalam pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab yang diterbitkan oleh baik Asosiasi FinTech Indonesia yang selanjutnya akan di sebut sebagai pedoman perilaku Penyelenggara LPMUBTI, tidak hanya mengatur mengenai tata cara penagihan saja, namun juga mengatur permasalahan pemberian pinjaman. Pemberian pinjaman juga diatur karena masalah juga terjadi pada kerahasiaan data Penerima Pinjaman yang bocor dan penyampaian informasi oleh Penyelenggara LPMUBTI yang kurang jelas yang menyebabkan Penerima Pinjaman tidak sanggup melunasi pinjamannya. Ada 3 prinsip yang perlu diperhatikan dalam Penyelenggara LPMUBTI yaitu: a) Transparansi Produk Dan Layanan produk Transparansi atas produk dan metode penawaran produk bertujuan untuk memberdayakan pengguna yang mengajukan, memberikan, menerima, dan mengelola pinjaman secara sadar, memahami seluruh risiko yang terkait, dan secara bertanggung jawab. 25 Dalam hal ini Penyelenggara diwajibkan untuk menginformasikan kepada Penerima Pinjaman mengenai seluruh biaya yang mungkin timbul dari utang. Biaya yang dimaksud adalah biaya yang timbul di awal (biaya administrasi), besaran bunga, denda keterlambatan dan lain sebagainya. 26 Prinsip transparansi produk dan layanan produk juga di atur dalam Pasal 30 POJK 77/2016 tentang LPMUBTI yang menjelaskan bahwa Penyelenggara LPMUBTI wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi terkini mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. Transparansi data dan layanan produk merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan mengenai pertimbangan atas kemampuan Penerima Pinjaman dalam melunasi pinjaman atau hutangnya, jika data mengenai layanan dan produk 25 Pedoman Perilaku Pemberi Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Infor - masi Secara Bertanggung Jawab (Asosiadi FinTech Indonesia 2018). [6]. 26 Desy Setyowati, “Kode Perilaku Fintech Memuat 5 Larangan Saat Menagih Utang”, https://katadata.co.id/berita/2018/08/23/kode-perilaku-fintech-memuat-5-larangan-saat-menagih- utang, accesed 7 Desember 2019. ## 1752 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... yang disajikan oleh Penyelenggara LPMUBTI tidak lengkap atau tidak jujur, kemungkinan besar Penerima Pinjaman melakukan kesalahan dalam perhitungan yang menyebabkan gagal bayar. ## b ) Pencegahan Dari Pinjaman Berlebih Setiap pinjaman wajib ditawarkan dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan kemampuan ekonomi Penerima Pinjaman untuk mengembalikan pinjaman. Pemberian pinjaman secara berlebihan diluar kemampuan membayar Penerima Pinjaman dianggap sebagai praktik yang tidak bertanggung jawab. 27 Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi Penerima Pinjaman, karena jika prinsip ini tidak di terapkan kemungkinan Penerima Pinjaman gagal bayar sangat besar. 28 Prinsip pencegahan dari pinjaman berlebih diatur dalam Pasal 34 POJK 77/2016 tentang LPMUBTI yang menjelaskan bahwa Penyelenggara wajib memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan Pengguna dengan layanan yang ditawarkan kepada Pengguna. Prinsip pencegahan pinjaman berlebih sangat berkaitan dengan prinsip Know Your Customer dan CDD serta berlaku pula asas kehati-hatian, karena kewajiban Penyelenggara LPMUBTI dalam hal melaksanakan analisa latarbelakang Penerima Pinjaman dengan tujuan Penerima Pinjaman tidak mengalami gagal bayar. c) Penerapan Prinsip Itikad Baik Prinsip itikad baik termuat dalam Pasal 1338 ayat (3) BW yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus di laksanankn dengan itikad baik, dalam kamus besar bahasa indonesia itikad baik adalah keyakinan yang teguh, kepercayaan, maksud, dan kemauan. 29 Bahwa dalam memfasilitasi kegiatan penawaran dan pemberian pinjaman 27 Asosiadi FinTech Indonesia, Op.Cit. [6]. 28 Thareq Akmal Hibatullah, “Tiga Prinsip Penyelenggaraan dan Tata Cara Penagihan Utang Online”, https://smartlegal.id/smarticle/2018/12/28/tiga-prinsip-penyelenggaraan-dan-ta- ta-cara-penagihan-utang-online/, accesed 7 Desember 2019. 29 Agus Y Hernoko, Op.Cit. [134]. sebagai platform atau marketplace , setiap Penyelenggara tetap wajib menerapkan prinsip itikad baik dengan memperhatikan kepentingan seluruh pihak yang terlibat, serta tanpa merendahkan harkat dan martabat pengguna. Prinsip ini berlaku untuk kedua belah pihak, apabila sudah jatuh tempo Penerima Pinjaman harus segera membayar cicilan beserta bunganya. 30 Bagi penyelenggara, penagihan yang dilakukan tidak boleh menggunakan kekerasan fisik maupun kekerasan non-fisik seperti, penghinaan secara verbal, cyber bullying seperti penyebaran data pribadi yang memalukan, melakukan teror kepada Penerima Pinjaman maupun kerabatnya. Dalam pedoman ini, Penyelenggara diijinkan untuk menggunakan pihak ketiga namun seyogyanya Penyelenggra menggunakan pihak ketiga untuk melakukan penagihan yang memiliki kredibilitas baik. 31 Prinsip itikad baik dalam penagihan oleh Penyelenggara LPMUBTI ini tercermin dalam Pasal 30 sampaidengan Pasal 36 POJK 77/2016 tentang Penyelenggaraan LPMUBTI dimana dalam pasal – pasal tersebut mencerminkan kewajiban Penyelenggara LPMUBTI dalam hal transparansi data, penggunaan kalimat yang mudah di mengerti dalam penyajian data, kewajiban untuk pelaksanaan literasi bagi Penerima Pinjaman, hingga penyusunan perjanjian baku. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang selanjutnya disebut sebagai UU Perbankan, ada beberapa prinsip yang dimuat yaitu, prinsip kepercayaan ( fiduciary relation principle ) yang diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan, prinsip kehati-hatian ( prudential principle ) yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU Perbankan, prinsip kerahasiaan ( secrecy principle ) yang diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47A UU Perbankan. 30 Asosiadi FinTech Indonesia, Op.Cit. [6]. 31 Desy Setyowati, “Kode Perilaku Fintech Memuat 5 Larangan Saat Menagih Utang”, https://katadata.co.id/berita/2018/08/23/kode-perilaku-fintech-memuat-5-larangan-saat-menagih- utang, accesed 7 Desember 2019. ## Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... Khusus untuk prinsip mengenal nasabah ( know your costumer principle ) tidak diatur dalam UU Perbankan namun diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/10/ PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang diubah menjadi Peraturan Bank Indonesia No.5/21/PBI/2003. Prinsip mengenal nasabah tersebut berkaitan dengan tindakan keuangan ilegal seperti pendanaan terorisme, tindak pencucian uang, dan lain sebagainya yang belum diatur dalam UU Perbankan. 32 Namun dalam perkembangan prinsip mengenal nasabah ( know your costumer principle ) mulai digantikan dengan prinsip costumer due diligence yang selanjutnya disebut CDD , perubahan tersebut didasari atas rekomendasi serta standar internasional yang di tetapkan oleh Financial Action Task Force (FATF) yang dikenal dengan Rekomendasi 40 FATF yang di tetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, yang diperbahuri dengan Peraturan Bank Indonesia No. 14/27/PBI/2012. 33 Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia No. 14/27/PBI/2012, CDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan Bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil calon nasabah, WIC (walk in customer), atau nasabah. Perbedaan antara prinsip know your costumer dengan prinsip CDD terlihat dari fokusnya, fokus dari prinsip know your costumer adalah transaksinya, sedangkan prinsip CDD tergantung pada kecocokan antara kegiatan nasabah dengan nasabahnya. 34 Diluar itu ada pula prinsip dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu prinsip privity of contract yang dapat dilihat di Pasal 1315 jo. 1340 Kitab Undang- 32 Abdul Rasyid, “Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Perbankan”, https://business-law.binus. ac.id/2016/12/29/prinsip-mengenal-nasabah-dalam-perbankan/, accesed 7 Desember 2019. 33 Kartini Laras Makmur, “Apa Bedanya Due Diligence dan Know Your Customer? Ini Penjelasannya”,https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a02f3158ea17/apa-bedanya-due- diligence-dan-know-your-customer-ini-penjelasannya/, accesed 7 Desember 2019. 34 ibid. Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja. 35 ## Prosedur Penagihan Yang Baik Dan Benar Jika kita melihat kembali ke POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI, belum dijelaskan mengenai prosedur penagihan seperti, siapa yang melakukan penagihan?, bolehkah Penyelenggara melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk menggantikan pihak Penyelenggara dalam melakukan penagihan atau jika Penyelenggara diperbolehkan menyerahkan tanggungjawab penagihan ke pihak ketiga, pihak ketiga yang seperti apa yang boleh melakukan penagihan terhadap Penerima Pinjaman? Jika kita melihat kembali kasus-kasus yang sudah di sebutkan sebelum ini, penagihan yang dilakukan oleh Penyelenggara LPMUBTI baik yang dilakukan sendiri maupun menggunakan pihak ketiga banyak menimbulkan masalah, baik penagihan dengan kekerasan verbal seperti kalimat cacian dan makian, menggunakan teror yang tidak ditujukan hanya pada Penerima Pinjaman namun juga orang di sekitarnya, hingga mempermalukan Penerima Pinajamn di media sosial. Beberapa permasalahan tersebut dapat dipecahkan melaui prinsip itikad baik yang ada di dalam pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab yang di terbitkan oleh baik Asosiasi FinTech Indonesia. Adapun langkah- langkah penagihan yang dapat dilakukan oleh penyelenggara fintech antara lain sebagai berikut: 1. Pemberian surat peringatan; 2. Persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman; 3. Korespondensi dengan Penerima Pinjaman secara jarak jauh (desk collection), termasuk via telepon, email, atau bentuk percakapan lainnya; 4. Pemberitahuan terkait jadwal kunjungan atau komunikasi antara tim penagihan dengan Penerima Pinjaman; 5. Penghapusan pinjaman. 36 35 Mochamad Isnaeni, Selintas Pintas Hukum Perikatan (Revka Petra Media 2017).[44]. 36 Asosiadi FinTech Indonesia, Pedoman Perilaku Pemberi Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab (2018).[14]. ## 1756 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... Dalam pedoman perilaku Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dijelaskan dalam penghapusan pinajaman, bahwa Penyelenggara LPMUBTI tidak boleh menagih secara langsung, apabila setelah 90 hari ditagih namun Penerima Pinjaman gagal bayar terhitung sejak jatuh tempo. 37 Jika pihak penyelenggara fintech menggunakan jasa pihak ketiga dalam hal penagihan pinjaman, maka harus menggunakan jasa pihak yang tidak masuk di dalam daftar hitam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau yang disarankan dari Aftech. 38 Pemberian surat peringatan, persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman, korespondensi dengan Penerima Pinjaman secara jarak jauh (desk collection), termasuk via telepon, email, atau bentuk percakapan lainnya, pemberitahuan terkait jadwal kunjungan atau komunikasi antara tim penagihan dengan Penerima Pinjaman, dan penghapusan pinjaman. Dalam hal-hal yang tidak boleh di lakukan oleh Penyedia Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, dilansir dari Katadata.co.id ada 5 hal yang tidak boleh di lakukan oleh Penyedia Jasa yaitu, dilarang menagih dengan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, menagih secara provokatif, agresif, menghina, intimidiasi, dan sejenisnya terhadap peminjam dan pihak terkait. Ketiga menyebarkan informasi terkait data pribadi peminjam. Keempat, mengaku sebagai orang lain atau pihak penegak hukum. Terakhir, pengembalian penagihan pinjaman di luar perjanjian awal. 39 Dalam hal penggunaan pihak ketiga dalam penagihan, hanya di bahas sedikit dalam pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab yang di terbitkan oleh baik Asosiasi FinTech Indonesia, maka dari itu pembahasan mengenai pihak ketiga dalam penagihan akan menggunakan sudut pandang dari segi perbankan yaitu SEBI No.14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK. 37 Yuni Riadi, “OJK: Masa Penagihan Pinjaman Online P2P Lending Berlaku 90 Hari”, https://selular.id/2019/02/ojk-masa-penagihan-pinjaman-online-p2p-lending-berlaku-90-hari/, ac- cesed 11 Desember 2019. 38 Asosiadi FinTech Indonesia, Op.Cit. [15]. 39 Pingit Aria, “Kode Perilaku Fintech Memuat 5 Larangan Saat Menagih Utang”, https:// katadata.co.id/berita/2018/08/23/kode-perilaku-fintech-memuat-5-larangan-saat-menagih-utang , accesed 10 November 2019. Bisa kita lihat dalam ketentuan VII.D No.4 SEBI No.14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK menjelaskan bahwa, penagihan kartu kredit dapat di lakukan melalui pihak ke-tiga dengan syarat: 1. Tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku; 2. Identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit Kartu Kredit; 3. Tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut: a) Menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; b) Penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit; c) Penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; d) Penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit; e) Penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; f) Penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili Pemegang Kartu Kredit; g) Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit; dan h) Penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/ atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Selain memenuhi pokok-pokok etika penagihan sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf h), Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa penagihan yang bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK. Berkaitan dengan penagihan yang tidak patut karena mengambil data Penerima Pinjaman dan melakukan teror dengan cara menyebarkan informasi pribadi atau aib Penerima pinjaman ke sosial media, atau mengambil data kontak Penerima Pinjaman lalu melakukan teror kepada kontak kontak tersebut baik ## Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... melalui WhatsApp , SMS, ataupun telepon. Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 26 POJK No.77 Tahun 2016 tentang LPMUBTI yaitu kewajiban Penyelenggara LPMUBTI dalam menjaga kerahasiaan data pribadi Penerima Pinjaman, selain itu diatur juga dalam pedoman Perilaku Pemberian LPMUBTI Secara Bertanggung Jawab yang diterbitkan oleh Asosiasi FinTech Indonesia, dalam prinsip itikad baik diatur mengenai itikad baik Penyelenggara yaitu itikad baik dalam penanganan data pribadi dimana Penyelenggara harus mendapat persetujuan terlebih dahulu untuk mengakses data pribadi Penerima Pinjaman. ## Penerpan Mitigasi Resiko Oleh Penyelenggra Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi OJK memang belum membuat regulasi mengenai standar operasional untuk melaksanakan penagihan menggunakan pihak ke tiga namub OJK dapat menggunakan kode etik yang dibuat oleh Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), namun OJK pernah mengeluarkan pernyataan bahwa Penyelenggara LPMUBTI haru bekerjasama dengan pihak asuransi, sehingga jika ada kredit macet lebih dari 3 bulan perusahaan asuransi akan menanggung kerugian atas kredit macet. 40 Selain itu OJK juga mengatur bahwa bunga maksimal yang dapat dikenakan adalah 0,8% per hari dan batas maksimal pinjaman 90 hari, mengenai biaya biaya lain tidak boleh melebihi 100% dari jumlah utang pokok. 41 Namun belakangan ini OJK mengeluarkan pernyataan yang kurang menguntungkan baik bagi Penyelenggara LPMUBTI dan Pemberi Pinjaman yaitu setelah 90 hari ditagih namun Penerima Pinjaman tidak membayar, maka Penyelenggara LPMUBTI tidak boleh menagihnya lagi. 42 Pernyataan ini di pertegas dalam prinsip itikad baik milik Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia 40 Desy Setyowati, “Cegah Bunuh Diri Nasabah Fintech, OJK Atur Bunga hingga Asuransi”, https://katadata.co.id/berita/2019/02/15/cegah-bunuh-diri-nasabah-fintech-ojk-atur-bunga-hing - ga-asuransi accesed 11 Desember 2019. 41 ibid. 42 Admin Fintech Media, “Dalam Waktu 90 Hari Menunggak Maka Fintech Tidak Boleh Lagi Menagih Nasabahnya”, http://fintekmedia.id/post/dalam-waktu-90-hari-menunggak-maka-fin - tech-tidak-boleh-lagi-menagih-nasabahnya, accesed 11 Dsember 2019. (AFPI), dalam penghapusan pinjaman diterangkan bahwa penyelenggara tidak boleh melakukan penagihan secara langsung kepada Penerima Pinjaman gagal bayar setelah melewati batas keterlambatan yaitu sembilan puluh hari di hitung dari tanggal jatuh temponya. Pada 6 Maret 2019 CNBC Indonesia memberitakan pernyataan OJK bahwa setelah 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal jatuh tempo pinjaman, Penerima Pinjaman tidak dapat melunasi pinjamannya maka Penyelenggara tidak boleh lagi melakukan penagihan. Namun Penerima Pinjaman tidak lepas begitu saja, OJK mengizinkan Penyelenggara LPMUBTI untuk menjatuhkan denda 100% yang dihitung dari pokok pinjamannya serta OJK melakukan black list terhadap akun Penerima Pinjaman supaya Penerima Pinjaman tersebut tidak dapat melakukan kegiatan pinjam meminjam uang melalui LPMUBTI. 43 Dari pernyataan di atas, tidak ada perlindungan bagi Pemberi Pinjaman yang telah memberikan uangnya kepada Penerima Pinjaman melalui Penyelenggara LPMUBTI. Ditambah lagi LPMUBTI tidak memiliki lembaga penjamnin layaknya Lembaga Penjamin Simpanan yang menjamin simpanan nasabah di Bank. Solusi atas permasalahan tersebut adalah kerjasama antara Penyelenggara LPMUBTI dengan penyedia jasa asuransi kredit. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso yang di wawancarai oleh pihak CNN Indonesia yang mengatakan bahwa demi perlindungan para pihak, LPMUBTI harus dijamin oleh asuransi kredit. 44 Selain itu dalam Pasal 21 POJK 77/2016 tentang LPMUBTI menjelaskan bahwa Penyelenggara LPMUBTI wajib melaksanakan mitigasi resiko, kerjasama antara Penyelenggara LPMUBTI dan perusahaan asuransi merupak tindakan mitigasi resiko. 43 Bernhart Farras, “90 Hari Nunggak, Fintech Tak Boleh Lagi Tagih Nasabah”, https://www. cnbcindonesia.com/tech/20190306144020-37-59229/90-hari-nunggak-fintech-tak-boleh-lagi-tagih- nasabah, accesed 19 Januari 2020. 44 Yuli Y Fauzie, “OJK: Pinjaman Fintech Perlu Dijamin Asuransi”, https://www.cnnindo- nesia.com/ekonomi/20180214143153-78-276185/ojk-pinjaman-fintech-perlu-dijamin-asuransi , ac- cesed 19 Januari 2020. ## 1760 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... Asuransi kredit merupakan proteksi yang diberikan asuransi kepada bank atau lembaga keuangan non-bank atas resiko gagal bayar debitur atau Penerima Pinjaman. Subjek tertanggung dalam asuransi ini adalah bank atau lembaga keuangan non-bank yang mengajukan permintan asuransi kredit bukan debitur atau Penerima Pinjaman, dengan demikian asuransi kredit merupakan bi party agreement dimana hanya ada dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan bank atau lembaga non-bank. 45 Sedangkan objek asuransinya adalah resiko kerugian yang dialami oleh bank atau lembaga keuangan non-bank yang ditimbulkan karena kredit macet atau Penerima Pinjaman gagal bayar. 46 ## Kesimpulan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dalam rangka pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang dalam mata uang Rupiah melalui sistem elektronik berbasis internet. Pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjam meminjam uang adalah Penyelenggara LPMUBTI, Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinajman, di luar itu ada Bank sebagai penyedia jasa escrow account dan virtual account serta OJK sebagai lembaga pengawas. terdapat 2 hubungan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam uang dalam LPMUBTI yaitu hubungan hukum antara Pemberi Pinjaman dengan Penyelenggara LPMUBTI dan Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. LPMUBTI memiliki beberapa prinsip dalam pelaksanaan penagihan utang, untuk Penerima Pinjaman prinsip yang diterapkan adalah transparansi produk dan layanan, hal tersebut berguna sebagai pertimbanagn dan sarana edukasi supaya Penerima Pinjaman dapat memperhitungkan biaya yang akan di keluarkan untuk melunasi kewajibannya. prinsip itikad baik, prinsip know your costumer atau prinsip CDD dapat disosialisasikan agar Penerima Pinjaman tidak menggunakan uangnya untuk kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Bagi 45 Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi (Medpress Digital 2016).[113]. 46 ibid. Pemberi Pinjaman prinsip yang diterapkan sama dengan Penerima Pinjaman karena Pemberi Pinjaman berhak tau apa produk yang ditawarkan Dalam penyelenggaran pengawasan terkait penagihan OJK sudah di bantu dengan Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam hal pengaduan, karena pengaduan masyarakat dapat disampaikan bisa secara online baik melalui website, email, maupun telfom melalui call center yang telah disediakan. ## Daftar Bacaan ## Buku Agus Y Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil (Kencana 2014). Mochamad Isnaeni, Selintas Pintas Hukum Perikatan (Revka Petra Media 2017). Napitupulu, S., A.Rubini, K.Khasanag, et al. Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Teknologi Finansial , (Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan 2017). Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Kencana 2005). Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Prenada Media 2005). R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Sinar Grafika 2015). Rudy Saleh Susetyo, et al ., Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Perlindungan Konsumen pada Fintech (Departemen Perlindungan Konsumen – Otoritas Jasa Keuangan 2017). Trisadini P Usanti dan Abdul Shomad, Hukum Perbankan (Fakultas Hukum Universita Airlangga dan Lutfansah Mediatama 2015). Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi (Medpress Digital 2016). ## Jurnal Hartanto, Ratna dan Juliyani P Ramli, ‘Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Peer to Peer Lending’ (2018) 25 Jurnal Hukum Ius Quia Iustum. ## 1762 Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... Raditia, Candika, ‘Tanggung Gugat Penyelenggara Peer to Peer Lending Jika Penerima Pinjaman Melakukan Wanprestasi’ (2018) 1 Jurist-Diction. I Wayan B Pramana, Ida Bagus P Atmadja, Ida Bagus P Sutama, ‘Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technology Jenis Peer To Peer Lending’ (Fakultas Hukum Universitas Udayana) ## Laman Abdul Rasyid, “Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Perbankan”, https://business- law.binus.ac.id/2016/12/29/prinsip-mengenal-nasabah-dalam-perbankan/, accesed 7 Desember 2019. Admin Fintech Media, “Dalam Waktu 90 Hari Menunggak Maka Fintech Tidak Boleh Lagi Menagih Nasabahnya”, http://fintekmedia.id/post/dalam-waktu- 90-hari-menunggak-maka-fintech-tidak-boleh-lagi-menagih-nasabahnya, accesed 11 Dsember 2019. Aktivaku, “ Supply Chain Financing ”, https://aktivaku.com/produk/supply-chain- financing-scf/, accesed 5 Desember 2019. Bank Mandiri, “Mandiri Virtual Account”, http://www.bankmandiri.co.id/article/ commercial-virtual-account.asp, accesed 5 November 2019. Bank Sentral Republik Indonesia, “Edukasi Financial Technology”, https://www. bi.go.id/id/edukasi-perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-sp/ Teknologi Finansial/Pages/default.aspx , accesed 9 Agustus 2019. Christine N Nababan, “Jerat Mematikan Bunga Pinjaman Online”, https://www. cnnindonesia.com/ekonomi/20190622223308-78-405569/jerat-mematikan- bunga-pinjaman-online/2, 24 Juni 2019, dikunjungi pada 21 Januari 2020. Dea Chadiza Syafina, “Kasus RupiahPlus, Saat Urusan Utang Meneror Data Pribadi”, https://tirto.id/kasus-rupiahplus-saat-urusan-utang-meneror-data- pribadi-cNVl, accesed 8 Oktober 2019. Desy Setyowati, “Cegah Bunuh Diri Nasabah Fintech, OJK Atur Bunga hingga Asuransi”,https://katadata.co.id/berita/2019/02/15/cegah-bunuh-diri- nasabah-fintech-ojk-atur-bunga-hingga-asuransi, accesed 11 Desember 2019. Desy Setyowati, “Kode Perilaku Fintech Memuat 5 Larangan Saat Menagih Utang”, https://katadata.co.id/berita/2018/08/23/kode-perilaku-fintech-memuat-5- larangan-saat-menagih-utang, accesed 7 Desember 2019. Easyhelps group, “Fintech di Indonesia: Syarat-Syarat Pendirian Perusahaan Baik PMA ataupun PT Lokal Termasuk KBLI yang Sesuai dan Formulir Persyaratan dari OJK”, https://catherineary.com/fintech-di-indonesia-syarat- syarat-pendirian-perusahaan-baik-pma-ataupun-pt-lokal-termasuk-kbli- yang-sesuai-dan-formulir-persyaratan-dari-ojk/, accesed 20 November 2019. Emanuel B Caesario, “KETERBATASAN DATA : Akar Persoalan Fintech Lending”, https://finansial.bisnis.com/read/20191119/89/1172044/keterbatasan-data- akar-persoalan-fintech-lending, 19 November 2019, di kunjungi pada 18 Januari 2020. Ferrika Sari, “OJK resmikan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)”. Fitri Novia Heriani, “Persoalan Perlindungan Konsumen di Industri Teknologi Finansial”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c9b2d59c6c3e/ persoalan-perlindungan-konsumen-di-industri-Teknologi Finansial/, accesed 10 Agustus 2019. Herdaru Purnomo, “Indonesia Kini Punya Payung Hukum Aturan Fintech”, https:// www.cnbcindonesia.com/tech/20180901144740-37-31329/indonesia-kini- punya-payung-hukum-aturan-fintech, accesed 24 November 2019. https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-resmikan-asosiasi-fintech- pendanaan-bersama-indonesia-afpi, accesed 10 Desember 2019 Kartini Laras Makmur, “Apa Bedanya Due Diligence dan Know Your Customer? Ini Penjelasannya”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt5a02f3158ea17/apa-bedanya-due-diligence-dan-know-your-customer-ini- penjelasannya/, accesed 7 Desember 2019. Koin Works, Pusat Informasi Mengenai P2PL, https://koinworks.com/id/education- center/industri-peer-to-peer-lending, accesed 12 Oktober 2019. Ning Rahayu dan Kumairoh, “KoinWorks Klaim Jadi Teknologi Finansial Pertama di Indonesia”, https://www.wartaekonomi.co.id/read221414/koinworks- klaim-jadi-Teknologi Finansial-pertama-di-indonesia.html, accesed 9 Agustus 2019. Otoritas Jasa Keuangan, “Siaran Pers OJK Terbitkan Aturan Inovasi Keuangan Digital Payung Hukum Pengembangan Fintech”, SP 57/DHMS/OJK/ VIII/2018, https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/ Siaran-Pers-OJK-Terbitkan-Aturan-Inovasi-Keuangan-Digital.aspx, accesed 29 November 2019. Pingit Aria, “Kode Perilaku Fintech Memuat 5 Larangan Saat Menagih Utang”, https://katadata.co.id/berita/2018/08/23/kode-perilaku-fintech-memuat-5- larangan-saat-menagih-utang, accesed 10 November 2019. Sanusi, “Lapor ke Alamat Ini Jika Ada Fintech Pinjaman Online Legal Nakal”, 1764 ## Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... https://www.tribunnews.com/bisnis/2019/02/04/lapor-ke-alamat-ini-jika- ada-fintech-pinjaman-online-legal-nakal, accesed 12 Desember 2019. Simulasi Kredit, “Lembaga Apa Saja Yang di Awasi Oleh OJK?” , http://www. simulasikredit.com/lembaga-apa-saja-yang-diawasi-ojk/, accesed 8 Desember 2019. Sofia Hasanah, “ Dasar Hukum LPMUBTI”, https://www.hukumonline.com/klinik/ detail/ulasan/lt5a8a27073caf8/dasar-hukum-layanan-pinjam-meminjam- uang-berbasis-teknologi-informasi, accesed 24 November 2019. Suut Amdani, “Kronologi Nasabah Pinjaman Online 1 Juta Rupiah , Denda 30 Juta Rupiah Sebulan Hingga Fitnah “Rela Digilir”, https://www.tribunnews.com/ regional/2019/07/25/kronologi-nasabah-pinjaman-online-rp-1-juta-denda-rp- 30-juta-sebulan-hingga-fitnahrela-digilir, accesed 8 Oktober 2019. Thareq Akmal Hibatullah, “Tiga Prinsip Penyelenggaraan dan Tata Cara Penagihan Utang Online”, https://smartlegal.id/smarticle/2018/12/28/tiga- prinsip-penyelenggaraan-dan-tata-cara-penagihan-utang-online/, accesed 7 Desember 2019. Yuni Riadi, “OJK: Masa Penagihan Pinjaman Online P2P Lending Berlaku 90 Hari” , https://selular.id/2019/02/ojk-masa-penagihan-pinjaman-online-p2p- lending-berlaku-90-hari/, accesed 11 Desember 2019. ## Perundang-undangan Burgerlijk Wetboek (BW). Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472). Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502). Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790). Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4765). Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (Lembaran Negara Republik Indonesiia Tahun 2011 Nomor 82). Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5253). Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6142). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5431). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 324, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6005). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6238). Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP Tahun 2012 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. ## Brahmantyo Aryo: Karakteristik Penagihan Secara... --halaman ini sengaja dibiarkan kosong--
038a2437-4549-46fa-92b5-c58b597692c0
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/konversi/article/download/1096/1003
PENGARUH LAMA WAKTU PENGADUKAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN ASAM ASETAT DALAM PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL ( VCO) ## DARI BUAH KELAPA Zeffa Aprilasani 1) , Adiwarna 1) 1) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta 1) chem. [email protected] ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan katalis asam asetat dan waktu pengadukan terhadap rendemen dan beberapa sifat fisikokimia Virgin Coconut Oil (VCO). Pembuatan VCO dengan katalis asam asetat dilakukan dalam erlenmeyer 250 ml.Sampel yang digunakan yaitu VCO yang dibuat dengan penambahan asam asetat konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% dan waktu pengadukan 10 menit, 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Masing-masing sampel dianalisis kualitasnya yang meliputi kadar air, angka asam lemak bebas, angka peroksida, dan rendemen VCO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen VCO yang tertinggi diperoleh melalui penambahan asam asetat sebesar 2% dan lama pengadukan selama 10 menit, yaitu sebesar 18.03% dan volume VCO sebesar 119 ml. Hal ini dikarenakan pada penambahan asam asetat 2% menciptakan kondisi isoelektrik, dimana terbentuk ion zwitter yang akan mendenaturasi protein pada pH optimum 4,5. Kata kunci: Waktu, Asam Asetat, Virgin Coconut Oil, isoelektrik. ## PENDAHULUAN Tanaman kelapa ( Cocos nucifera ) merupakan tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hampir seluruh bagian dari pohon kelapa dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Daging buah kelapa merupakan satu bagian dari kelapa yang bisa diambil santannya untuk dijadikan minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) (Ngatemin dkk., 2013). VCO adalah minyak kelapa yang diproses tanpa pemanasan, sehingga tidak merubah komposisi atau karakteristik minyak. VCO mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya kadar bilangan penyabunan, bilangan peroksida, dan asam lemak bebas yang rendah, dan sifat antibakteri yang lebih tinggi (Rahmadi, dkk., 2013). VCO mempunyai banyak manfaat, selain berfungsi untuk menggoreng makanan, VCO juga berperan membantu mencegah penyakit jantung, kanker, diabetes, memperbaiki pencernaan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah infeksi virus HIV, dan SARS. VCO berisi beberapa senyawa yang berguna bagi tubuh diantaranya asam lemak rantai sedang yang tidak tertimbun karena dicerna oleh tubuh, antioksidan seperti tokoferol dan betakaroten, yang berguna untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006). Komponen utama VCO berdasarkan analisis standar komposisi asam –asam lemak yaitu asam laurat (43 –53%); miristat (16 –21%); palmitat (7,5–10%); kaprat (4,5 –8,0%); oktanoat/kaprilat (5– 10%); oleat (4 –10%); stearat (2–4%); linoleat (1-2,5%) dan kaproat (0,4 –0,6%). Sebagian besar komposisi VCO merupakan Asam lemak jenuh (Asy’ari, 2006). Asam lemak jenuh pada VCO terdiri dari rantai pendek dan menengah, di mana dalam tubuh, asam lemak tersebut mudah dicerna dan diserap oleh usus karena ukuran molekulnya relatif kecil sehingga asam lemak tersebut langsung dibakar oleh tubuh untuk memproduksi energi. Selain itu, VCO mengandung asam laurat yang dapat melarutkan membran virus berupa lipid sehingga akan mengganggu kekebalan virus, sehingga virus inaktif. Oleh karena itu, VCO mempunyai banyak manfaat bagi tubuh, yaitu: (1) Mengatasi penyakit diabetes, jantung, kegemukan, osteoporosis, dan kolesterol; (2) Mengobati penyakit karena mikroba dan jamur seperti keputihan, influenza, herpes, cacar, dan HIV/AIDS; (3) Menghalau penyakit akibat radikal bebas; (4) Untuk anti kerut dan penuaan dini yang dioleskan pada kulit; (5) Menopang pertumbuhan dan perkembangan anak, menambah kecerdasan, daya tahan, dan stamina; (6) Untuk membuat obat-obatan dan kosmetika (Sutarmi, 2005). Beberapa faktor yang berpengaruh pada pembuatan VCO antara lain adalah pengadukan. Pengadukan pada emulsi minyak bertujuan untuk mengganggu kestabilan emulsi agar minyak keluar dari lapisan protein yang menyelimuti minyak. Pada pengadukan terjadi gerakan rotasi antar molekul dan netralisasi zeta potensial, sehingga menurunkan viskositas larutan (Bregas, 2010). Faktor lain yang berpengaruh pada pembuatan VCO adalah penambahan asam asetat. Penambahan asam cuka mengakibatkan krim berada pada suasana asam, sehingga protein terpecah dan minyak keluar dari lapisan pelindungnya (Destialisma, 2005). Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi masyarakat mengenai banyaknya penambahan asam asetat dan pengaruh waktu pengadukan yang dibutuhkan pada proses pembuatan VCO, untuk dapat menghasilkan minyak kelapa dengan sifat organoleptik baik dan rendemen yang tinggi dengan kualitas yang baik serta meningkatkan peluang usaha bagi segmen masyarakat menengah kebawah dengan peralatan dan bahan yang sederhana, serta mudah didapatkan. ## Uji Kualitas VCO ## Sifat Organoleptik Produk pangan di samping mempunyai sifat mutu obyektif, juga mempunyai sifat mutu subyektif yang lebih umum disebut organoleptik atau sifat inderawi karena penilaiannya menggunakan indera manusia. Kadang-kadang disebut sifat sensorik pada organ indera. Sifat-sifat mutu ini banyak ditemukan pada produk pertanian pada umumnya seperti pahit, manis, asam, empuk, renyah, pulen, halus, tengik, dan enak (Muchtadi, 1997). Mutu organoleptik sangat penting untuk produk pangan. Adapun tahapan yang terjadi jika seseorang menilai suatu bahan yaitu : menerima bahan, mulai mengenal bahan, mengadakan klasifikasi sifat-sifat yang dimiliki oleh produk, mengingat-ingat bahan yang diamati, mengurangi sifat inderawi dari bahan tersebut berdasarkan sifat inderawi yang dimiliki. Sifat organoleptik adalah sifat produk atau komoditi yang hanya dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan olehmata, pembauan atau penciuman dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, percobaan dengan ujung jari tangan atau pendengaran dengan telinga (Muchtadi, 1997). Adapun penilaian sifat organoleptik meliputi : 1. Warna Warna merupakan salah satu parameter yang berperan pada produk pangan dan hasil pertanian. Warna digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak (Soekarto, 1990). Pengukuran mutu warna secara langsung adalah pengukuran warna secara subyektif atau visual, karena sangat menguntungkan yaitu di samping dapat menilai mutu warna secara langsung juga karena proses penilaiannya sangat cepat (Soekarto, 1990). 2. Aroma Aroma atau bau makanan menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Dalam hal ini, lebih banyak kaitannya dengan alat panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung lebih banyak merupakan berbagai campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan langu (Winarno, 2002). 3. Rasa Rasa berhubungan dengan perasaan yang dihasilkan oleh sesuatu yang dirasakan oleh mulut (De Man, 1997). Rasa sangat menentukan penerimaan produk pangan. Apabila rasa suatu produk disukai oleh panelis, maka produk pangan tersebut akan dapat diterima , sebaliknya bila panelis tidak menyukai rasa suatu produk maka produk tersebut akan ditolak (Soekarto, 1990). ## Rendemen VCO Faktor-faktor yang memengaruhi rendemen dan mutu minyak adalah : 1. Pemanasan bahan Salah satu perlakuan awal dalam ekstraksi minyak dengan metode perebusan ( rendering ) dan pengepresan ( pressing ) adalah pemanasan, khususnya pada ekstraksi minyak dari biji-bijian, kelapa sawit, dan kelapa (Jamieson, 1943 dalam Palungkun, 2006). Pemanasan digunakan untuk menggumpalkan protein dalam bahan, membunuh mikroorganisme, menghilangkan aktifitas enzim bahan, memudahkan ekstraksi minyak dan menurunkan kandungan air dalam bahan (Jacobs, 1962 dalam Palungkun, 2006). Protein dalam minyak merupakan makanan bagi mikroorganisme yang bertugas mengubah minyak menjadi asam lemak bebas. Pemanasan bahan mengkoagulasikan protein, sehingga pada waktu pengepresan protein tetap berada di dalam bungkil. Minyak di dalam bungkil merupakan campuran emulsi minyak dan protein, sehingga penggumpalan protein menyebabkan pecahnya emulsi sehingga memudahkan keluarnya minyak (Bailey,1945; Fincher, 1953 dalam Palungkun, 2006). Teknik pemanasan ini boleh dilakukan dengan panas kurang dari 60 derajat celcius (SNI 7381:2008). ## 2. Pengepresan Beberapa variabel yang memengaruhi jumlah minyak hasil pengepresan adalah tekanan, lama pengepresan, temperatur dan viskositas minyak. Makin tinggi tekanan maka minyak yang dihasilkan semakin banyak (Thieme, 1968 dalam Palungkun, 2006). Metode Pembuatan VCO dengan Metode Pengasaman dengan VariasiLama Pengadukan. Pembuatan VCO dapat dilakukan dengan cara kering dan cara basah. Salah satu metode yang biasa dipakai pada cara basah adalah metode pengasaman, yaitu didahului dengan pembuatan santan dalam suasana asam. Asam akan memutuskan ikatan antara lemak dengan protein dalam santan, sehingga minyak dapat dipisahkan. Asam yang ditambahkan pada pembuatan VCO, akan bereaksi optimal pada kondisi pH yang sesuai, yaitu 4.3 (Susanto, 2013). Pengadukan bisa mengakibatkan hilangnya kestabilan protein dalam santan atau terjadi denaturasi sehingga kelarutannya berkurang. Lapisan dalam protein yang bersifat hidrofobik keluar dan bagian luar yang bersifat hidrofilik masuk ke dalam. Hal ini menyebabkan protein terkoagulasi dan mengendap sehingga lapisan minyak dan air terpisah (Winarno, 2002). Penelitian mengenai pemecahan emulsi santan buah kelapa menjadi VCO dengan pengadukan telah banyak dilakukan. Hariyani (2006) meneliti perbedaan mutu VCO yang dihasilkan dengan variabel waktu pengadukan. Semakin besar waktu pengadukan, maka kandungan air semakin besar, densitas semakin besar, bilangan asam semakin besar, bilangan penyabunan semakin kecil. ## Tahapan Pembuatan VCO (Metode Cuka) Dalam pembuatan VCO digunakan alat dan bahan dalam kondisi higienis untuk meminimalisir cemaran mikroba pada produk yang akan dihasilkan. Alat dicuci sebelum digunakan , lalu disemprot alkohol dan dikeringkan dengan lap bersih. Selain itupersonel yang membuat harus menggunakan sarung tangan, topi serta masker penutup mulut.Adapun tahapan atau proses pembuatan dari VCO adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan Santan Kelapa dikupas, dibelah, dan air kelapa dapat ditampung untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata de coco . Daging kelapa dicungkil dari tempurung kemudian diparut oleh mesin pemarut. Santan diperoleh dengan memeras parutan kelapa yang telah ditambahkan air sebelumnya. Air yang digunakan untuk memperoleh santan dengan kelapa sebanyak 660 gram adalah 330 ml yang dibagi dalam 2x kali pemerasan.Air yang digunakan adalah air yang diproses secara higienis untuk meminimalisir cemaran mikroba. 2. Pemisahan Krim dengan Skim dan Air Santan yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik transparan sehingga diperoleh wadah yang terisi santan. Selain wadah plastik transparan juga dapat digunakan baskom/ember plastik besar dengan warna yang cerah. Santan kemudian didiamkan selama ±2 jam pada suhu ruang. Santan akan terpisah menjadi tiga bagian yaitu santan kental (krim), skim dan air. Pisahkan krim dengan menggunakan sendok secara perlahan ke dalam wadah lainnya. 3. Penambahan Asam Asetat 20% ke dalam Krim Santan kental yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik transparan. Untuk setiap 660 gram kelapa diperoleh ± 489 ml krim santan kemudian ditambahkan cuka (konsentrasi 20%) sebanyak 1%, 2%, 3% dan 4% dari berat krim ke dalam santan kental, aduk merata dengan hand mixer pada kecepatan maksimum selama 5, 10, 15 dan 20 menit. Lalu disimpan pada suhu ruang selama 12 jam hingga diperoleh minyak, blondo dan air. 4. Pemanenan dan Pengemasan Pisahkan blondo dan minyak, diusahakan blondo tidak terikut dalam minyak. Minyak yang didapatkan selanjutnya disaring dengan penyaring kapas dilanjutkan dengan penyaringanmemakai kertas saring. Minyak dari penyaringan kedua ini, siap dikonsumsi dan dikemas. Kemasan yang digunakan adalah kemasan botol Polietilena tereftalat (PET). ## METODOLOGI PENELITIAN ## Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa yang sudah tua, yang dibeli dari pasar tradisional, asam asetat 20%, air, alkohol 96% untuk mensterilkan alat, bahan kimia untuk pengujian rendemen VCO. Alat-alat yang dogunakan dalam penelitian ini adalah neraca digital, corong dan desikator, oven dan inkubator, labu Erlenmeyer 250 ml, pengaduk magnetik, labu Erlenmeyer 250 ml bertutup, wadah plastic (baskom dan gelas), pendingin tegak, hand mixer , botol timbang, kasa steril dan penyaring, buret mikro 10 m, labu ukur, statif dan klem, botol PET, penangas air. ## Metode Penentuan Objek Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah VCO yang dibuat dengan penambahan konsentrasi asam asetat dengan variabel-variabel yang telah ditentukan. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah VCO yang dibuat dengan berbagai penambahan konsentrasi asam asetat dan lamanya waktu pengadukan. ## Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah cara pembuatan VCO, yaitu VCO yang dibuat dengan variasi penambahan Asam Asetat dan lama pengadukan. 2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah mutu VCO, yang ditentukan melalui kadar air, angka peroksida, kadar asam lemak bebas, dan komposisi VCO. 3. Variabel Terkendali Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah asal, jenis dan umur kelapa. ## Metode Penelitian Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang bersifat eksperimental. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan untuk membuat VCO dengan perlakuan penambahan Asam asetat (1%, 2%, 3% dan 4% dari volume krim santan) serta variasi lama pengadukan (5, 10, 15 dan 20 menit) seperti terdapat pada Gambar 1. ## Gambar 1.Diagram Alir Pembuatan VCO ## Metoda Analisa Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sifat fisika yaitu organoleptik yang meliputi warna, aroma dan rasa Kelapa yang sudah tua Proses Pemarutan Direndam dengan air Proses pemerasan dan penyaringan Air Skim Krim VCO Blondo VCO siap untuk digunakan Dibuang dibuang Asam Asetat Didiamkan selama +2 Jam Santan Proses penamba han asam asetat 20% dengan komposis i 1%, 2%, 3% dan 4 % lalu di mixer dengan kecepatan maximum selama 5, 10, 15 dan 20 menit Didiamkan selama 4 Jam Proses penyaringan dengan kapas dan kertas saring VCO, serta rendemen VCO. Sifat kimia berupa data bilangan peroksida, data kadar air dan asam lemak bebas dari virgin coconut oil . HASIL PENELITIAN DAN ## PEMBAHASAN ## Sifat Organoleptik Sifat Organoleptik yang meliputi warna, aroma dan rasa dilakukan dengan uji organoleptik metode hedonik dengan skala 1-6, terdapat 5 orang panelis yang handal yang selanjutnya melakukan uji organoleptik (hedonik) untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan asam asetat terhadap warna, aroma dan rasa Virgin Coconut Oil (VCO) dengan standar pembanding VCO bermerek yang dijual di pasaran. Untuk hasil lengkap uji organoleptik dapat dilihat dalam lampiran 1. Tabel 1. Kode sampel dari variabel variasi kadarasam asetat dan lama pengadukan Kadar asam asetat (20%) Lama Pengadukan 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 1% V5.1 V10.1 V15.1 V20.1 2% V5.2 V10.2 V15.2 V20.1 3% V5.3 V10.3 V15.3 V20.3 4% V5.4 V10.4 V15.4 V20.4 Tabel 2. Hasil uji organoleptik metodehedonic Keterangan arti skor : Skor 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak suka 4 = Suka 5 = Sangat suka 6 = Sempurna Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata uji organoleptik VCO berkisar antara 3.4 sampai 4.4 yang artinya hasil para panelis agak menyukai sampai dengan menyukai. ## Rendemen VCO Rendemen adalah hasil produksi berbanding dengan bahan baku yang digunakan. Rendemen sangat penting dalam produksi, semakin banyak kuantitas rendemen, semakin menguntungkan. Namun harus disertai kualitas yang memenuhi standar agar memiliki nilai jual yang tinggi. Dalam penelitian ini, rendemen virgin coconut oil menjadi patokan untuk menyeleksi virgin coconut oil yang diperoleh dari variabel lama pengadukan dan konsentrasi asam asetat. Dengan diketahuinya rendemen, maka uji kualitas akan dilanjutkan hanya untuk rendemen-rendemen tertinggi sebagaimana tercantum dalam tabel 3. Parameter Kode Perlakuan V5.1 V5.2 V5.3 V5.4 V 10.1 V10.2 V10.3 V10.4 Warna 3.7 3.7 3.7 3.9 4.1 4.3 4.1 4.1 Aroma 4.2 4.2 4 4 4.2 4.4 3.8 3.9 Rasa 4.1 3.9 4.3 4 4.1 4.1 4.1 4.1 Parameter Kode Perlakuan V15.1 V15.2 V15.3 V15.4 V 20.1 V 20..2 V20.3 V20..4 Warna 3.9 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.7 3.8 Aroma 4.2 3.9 3.7 3.9 3.7 3.8 3.5 3.6 Rasa 4 4.1 4 4.1 4 3.4 3.6 3.5 Gambar 2. Hubungan Waktu pengadukan dan Penambahan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Rendemen VCO Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa penambahan asam asetat memengaruhi rendemen yang diperoleh. Perbedaan rendemen yang dihasilkan terutama disebabkan karena adanya perbedaan volume penambahan asam asetat (Destialisma, 2005). Virgin Coconut Oil merupakan hasil ekstraksi minyak dari krim santan dalam bentuk emulsi minyak dalam air dan dilindungi oleh protein. Penambahan asam asetat mengakibatkan keluarnya VCO dari lapisan protein. Penambahan asam asetat mengakibatkan kondisi krim menjadi asam dengan pH 4,5. Pada keadaan ini protein berada pada titik isoelektrik, sehingga terpecah dan minyak keluar dari lapisannya (Mulyaningsih, 2004). Penambahan asam asetat sebesar 1% dan 2% menghasilkan rendemen VCO yang paling besar sehingga diduga pada kondisi penambahan cuka 1-2% dapat menyebabkan kondisi mencapai pH isoelektrik yaitu mencapai pH 4,5 di mana ekstraksi minyak berlangsung secara optimal. Berdasarkan pengukuran pH yang telah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, diketahui bahwa krim santan yang ditambahkan asam asetat, kemudian didiamkan beberapa jam memiliki pH 3-4 (suasana asam), di mana pada perlakuan penambahan asam asetat 1% dan 2% adalah yang paling mendekati pH isoelektrik yaitu mempunyai pH 4. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rendemen tertinggi sebesar 18.03% didapatkan melalui penambahan asam asetat sebesar 2% dan lama pengadukan 10 menit. Berdasarkan tabel 3, maka uji kualitas VCO akan dilanjutkan untuk peringkat 1 sampai dengan 4 dengan jumlah rendemen terbanyak, yaitu Tabel 3 . Hasil Rendemen Tertinggi Peringkat Kode VCO, ml 1 V10.2 119 2 V15.2 106.4 3 V10.1 105.8 4 V15.1 105.4 Gambar 3. Hasil Rendemen Tertinggi Maka, dari 4 (empat) kode ; V10.2, V15.2, V10.1, V15.1 akan ditentukan variabel paling optimum berdasarkan uji kualitas VC O meliputi; bilangan peroksida, kadar air, dan asam lemak bebas. ## Bilangan Peroksida Bilangan Pperoksida digunakan untuk mengetahui derajat kerusakan minyak. Asam lemak dengan ikatan rangkap dapat bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida. Semakin besar peroksida mutu VCO semakin jelek. (Hariyani, 2006). Bilangan peroksida dari VCO harus tidak lebih dari 2,0 meq/kg untuk memenuhi Persyaratan Mutu VCO (SNI 7381 : 2008). Hasil tertera pada tabel 4. Tabel 4 . Hasil Angka Peroksida Kode Bilangan Peroksida (meq/kg) V10.2 0.52 V15.2 0.49 V10.1 0.33 V15.1 0.64 0 5 10 15 20 1% 2% 3% 4% 5 Menit 10 Menit y = 3.05x 2 - 19.39x + 134.75 R² = 0.9464 100 105 110 115 120 0 1 2 3 4 5 R e n d e m en (% ) Nomor Produk % Rendemen VCO Gambar 4 . Hasil Angka Peroksida Berdasarkan tabel 4, maka dapat diketahui bahwa angka peroksida dari ke- empat sampel memenuhi persyaratan dengan angka terkecil yaitu 0.33 meq/kg pada kode V10.1 dan angka terbesar yaitu 0.64 meq/kg pada kode V15.1. Maka dapat disimpulkan pada penambahan asam asetat 1% dengan lama pengadukan 15 menit, ternyata menghasilkan produk VCO yang memiliki bilangan peroksida tertinggi, proses penanganan yang kurang baik selama proses produksi menyebabkan adanya kontak VCO dengan udara selama proses pemanenan (penyaringan) VCO yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya oksidasi pada minyak, selain itu penyimpanan juga cenderung dapat meningkatkan bilangan peroksida pada VCO akibat adanya autooksidasi. Oksidasi terhadap ikatan karbon rangkap dalam asam lemak. Pada temperatur ruang sampai dengan 100 o C, setiap ikatan karbon rangkap akan menyerap 2 atom oksigen, sehingga terbentuk senyawa peroksida yang dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida (Siswati, 2013). Adapun sampel VCO telah disimpan terlebih dahulu selama ± 1 minggu sebelum dianalisa sehingga mempengaruhi kadar bilangan peroksida pada VCO. ## Kadar Air Kadar air dalam virgin coconut oil tidak boleh lebih dari 0,2%, semakin sedikit air yang terkandung, semakin baik. Hal ini dikarenakan kehadiran air dapat menimbulkan reaksi hidrolisis yang akan menimbulkan ketengikan pada minyak. Hasil kadar air dapat dilihat pada tabel.6. Tabel 6 . Hasil Kadar Air Kode Kadar Air (%) V10.2 0.1956 V15.2 0.1721 V10.1 0.2064 V15.1 0.1892 Gambar 5 . Hasil Kadar Air Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa k adar air VCO pada V10.1 belum memenuhi syarat mutu produk VCO berdasarkan Standar Nasional Indonesia, yang seharusnya yaitu maksimal 0,2 % (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Masih tingginya kadar air VCO yang dihasilkan dikarenakan proses penyaringan yang belum sempurna karena masih menggunakan kain kasa dan kapas serta kertas saring, massa krim santan yang berbentuk slurry dan kental, sehingga saat pengambilan minyak, maka keikutsertaan air bersama minyak tidak dapat dihindarkan, akibatnya kadar air VCO meningkat (Rahayu, 2006). Semakin besar kadar air dalam minyak, maka minyak makin rentan mengalami kerusakan. Trigliserida dalam lemak akan terhidrolisis menjadi gliserol dan asam y = 0.085x 2 - 0.405x + 0.87 R² = 0.6319 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0 1 2 3 4 5 B il. P ero ks id a (m eq /k g) Nomor Product Bilangan Peroksida (meq/kg) y = 0.0016x 2 - 0.0064x + 0.1949 R² = 0.0345 0.17 0.18 0.18 0.19 0.19 0.20 0.20 0.21 0.21 0 1 2 3 4 5 % Ka d ar A ir Nomor Product % Kad ar Air lemak karena adanya asam, basa, enzim. Proses hidrolisis mudah terjadi pada bahan dengan kadar air yang besar. VOC dengan kadar air rendah akan semakin baik mutunya.(Syah. 2005) ## Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas adalah asam yang dilepas ketika terjadi reaksi hidrolisa, dihitung sebagai asam laurat, dengan syarat tidak boleh lebih dari 0.2%. Hasil uji asam lemak bebas dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Asam Lemak Bebas Kode Asam Lemak Bebas (Sebagai Asam Laurat) V10.2 0.195 V15.2 0.185 V10.1 0.211 V15.1 0.189 Gambar 6 . Hasil Uji Asam Lemak Bebas Berdasarkan tabel 7 diatas, dapat diketahui kadar asam lemak terendah diperoleh pada sampel dengan kode V15.2, sedang tertinggi diperoleh pada kode 10.1 yaitu 0.211% dan tidak memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Semakin lamanya pengadukan, maka semakin besar daya tumbuk dan daya gesek antar molekul yang menyebabkan terjadinya penguapan dari rendemen yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian, lama pengadukan optimum diperoleh pada 10 menit. Semakin besar konsentrasi Asanm asetat, maka semakin mempercepat proses denaturasi protein menjadi minyak. Namun perlu diperhatikan pada penambahan asam asetat dibutuhkan pengendalian terhadap pH, dikarenakan kondisi isoelektrik untuk terbentuknya ion zwitter yang akan mendenaturasi protein. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pH optimum untuk terbentuknya kondisi isoelektrik adalah pada pH 4,5 dan untuk konsentrasi optimum diperoleh pada 2%. Kecepatan reaksi optimum diperoleh pada lama pengadukan 10 menit, sebagaimana gambar. 7. Gambar 7 . Pengaruh Penambahan Lama Waktu Pengadukan Terhadap Kecepatan Reaksi ## KESIMPULAN DAN SARAN 1. Tidak ada pengaruh yang signifikan dalam penambahan asam asetat terhadap sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma dan rasa VCO. 2. Ada pengaruh yang signifikan dalam penambahan asam asetat terhadap y = -0.003x 2 + 0.0158x + 0.178 R² = 0.1 0.18 0.185 0.19 0.195 0.2 0.205 0.21 0.215 0 1 2 3 4 5 % A sa m L e m ak B e b as Nomor Product % Asam Lemak … y = 1E-04x 2 - 0.0048x + 0.2066 R² = 0.0782 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0 5 10 15 20 25 Ko n st an ta R e ak si Lama Waktu Pengadukan (Menit) Konstant a Reaksi rendemen dan kualitas VCO (Jumlah Rendemen, Kadar Air, Bilangan Peroksida, Asam Lemak Bebas). 3. Tidak ada pengaruh yang signifikan dalam lamanya pengadukan asam asetat terhadap sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma dan rasa VCO. 4. Ada pengaruh yang signifikan dalam lamanya pengadukan asam asetat terhadap rendemen dan kualitas VCO (Jumlah Rendemen, Kadar Air, Bilangan Peroksida, Asam Lemak Bebas). 5. Kadar air terendah pada VCO diperoleh melalui penambahan asam asetat sebesar 2% yaitu sebesar 0,1721%, sedangkan bilangan peroksida yang terendah diperoleh melalui penambahan asam asetat sebesar 1% yaitu sebesar 0,33 meq/kg. 6.Rendemen VCO yang tertinggi yaitu sebesar 18.03% dan volume VCO sebesar 119 ml diperoleh melalui penambahan asam asetatsebesar 2% dan lama pengadukan selama 10 menit. Hal ini dikarenakan pada penambahan asam asetat 2% menciptakan kondisi isoelektrik dimana terbentuk ion zwitter yang akan mendenaturasi protein pada pH optimum 4,5. Pengadukan optimum pada 10 menit, pada lama pengadukan diatas sepuluh menit, terjadi penurunan rendemen VCO karena VCO menguap, karena semakin lamanya pengadukan, maka semakin besar daya tumbuk dan daya gesek antar molekul yang menyebabkan terjadinya penguapan rendemen. Pada lama pengadukan dibawah 10 menit, dikhawatirkan tumbukan dan gesekan antar molekul belum sempurna sehingga memperlambat proses denaturasi. 7. Dari hasil analisa kadar air dan bilangan peroksida VCO, ternyata kadar yang diperoleh masih ada yang belum memenuhi persyaratan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu pada kadar air yang masih berada diatas standar yang seharusnya, yaitu 0,2064% dalam penambahan asam asetat 1% dan lama pengadukan 10 menit (SNI sebesar 0,2%), sedangkan bilangan peroksida sudah memenuhi persyaratan SNI yaitu maksimal 2,0 meq/ kg. 8. Dari hasil penelitian ternyata penambahan asam asetat dari kadar 1% - 4% masih dapat diterima baik dari sifat kimia, sifat organoleptik maupun rendemen. ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Asy’ari, M., Cahyono, B.2006. Pra Standarisasi: Produksi dan Analisis Minyak Virgin Coconut Oil (VCO ). JSKA, IX(3) 8. Bregas, ST., Sembodo, Noorlyta, A., Laila, N.E. 2010. Pengaruh Kecepatan Putar Pengaduk Proses Pemecahan Emulsi SantanBuah Kelapa menjadi Virgin Cocunut Oil (VCO) . Ekuilibrium. 9(1). 17. Badan Standarisasi Nasional, 2008. DeMan, M.J. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah K. Padmawinata. ITB- Press. Bandung. Destialisma. 2005. Pengaruh Penggunaan Asam Cuka Terhadap Rendemen Minyak Kelapa Murni . Bali, Artikel : BPTP, Bali. Hariyani, S. 2006. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap KualitasVirgin Coconut Oil (VCO) . Semarang:Skripsi FMIPA UNNES. Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan . Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Mulyaningsih, S. 2004. Pembuatan Minyak Kelapa Dari Santan Dengan Asam Cuka Sebagai Pengendap Protein. Semarang. Ngatemin, Nurrahman, Isworo, J.T., 2013. Pengaruh Lama Fermentasi Pada Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik. Jurnal Pangan dan Gizi 04(8), 9. Palungkun, R., 2006, Aneka Produk Olahan Kelapa , Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya, Jakarta. Rahayu, T., 2006. Kualitas VCO Berdasarkan Kadar Protein, Kadar Air, dan Logam Berat (Fe dan Pb) Berbagai Produk VCO (Virgin Coconut Oil. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 7(1): 3. Rahmadi, A., 3Abdiah, I., Sukarno, M.D., Ningsih, T.P., 2013. Karakteristik Fisikokimia dan Antibakteri Virgin Coconut Oil Hasil Fermentasi Bakteri Asam Laktat. J. Teknol. dan Industri Pangan 24 (2), 151-152, Versi Online: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Setiaji, B. dan Prayugo, S., 2006. Membuat VCO berkualitas Tinggi . Penebar Swadaya. Jakarta. Siswati, N.D., Juni, S.U., Junaini. 2013. Pemanfaatan Antioksidan Alami Flavonol untuk Mencegah Proses Ketengikan Minyak Kelapa . http://download.portalgaruda.org/arti cle.php Soekarto, 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan . Penerbit IPB Press. Bogor. SNI7381: 2008. Susanto, T. 2013. Perbandingan Mutu Minyak Kelapa yang Diproses melalui Pengasaman dan Pemanasan sesuai SNI 2902-2011 . Jurnal Hasil Penelitian Industri, 26(1) 1. Sutarmi dan Hartin.2005. Taklukkan Penyakit dengan VCO (Virgin Coconut Oil) . Penebar Swadaya. Jakarta, Syah,A.N.A, 2005. Virgin coconut oil: minyak penakluk aneka penyakit . Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta. Winarno, F.G., 2002 . Kimia pangan dan Gizi, EdisiTerbaru. Bogor, Gramedia, Cetakan 1.
dcb2330f-1d51-434b-9895-5a8930605116
https://ojs.umrah.ac.id/index.php/zarah/article/download/3544/1496
## PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS LITERASI TEKS INFORMASI PADA MATA PELAJARAN KIMIA ## DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEETS BASED ON INFORMATION TEXT LITERACY IN CHEMISTRY COURSES Sonny Rohimat 1* 1 SMA Negeri 6 Kota Serang Jln. Raya Serang – Petir km. 4, Cipocok Jaya, Kota Serang, 42121 *e-mail korespondensi: [email protected] ## Abstrak Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Peserta Didik dengan didasari literasi membaca teks informasi. Literasi teks informasi merupakan salah satu konten yang dinilai pada Asesmen Kompetensi Minimum sebagai pengganti Ujian Nasional. Metode yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan ( research and development ) dengan model 4D yaitu Define, Design, Develop and Disseminate . Tahap pendefinisian dilakukan melalui kegiatan analisis kurikulum, analisis karakteristik peserta didik, analisis materi, dan perumusan tujuan. Tahap perancangan dilakukan melalui penyusunan Lembar Kerja Peserta Didik berbasis literasi teks informasi pada materi minyak bumi. Tahap pengembangan dilakukan melalui kegiatan validasi komponen isi, komponen penyajian, komponen kegrafikan, komponen kebahasaan, dan komponen literasi teks informasi; uji coba terbatas; dan revisi. Tahap penyebarluasan dilakukan melalui pendistribusian Lembar Kerja Peserta Didik kepada guru-guru kimia di Provinsi Banten. Hasil validasi dan uji coba terbatas menunjukkan bahwa Lembar Kerja Peserta Didik layak dan sangat digunakan dalam pembelajaran dengan skor validasi komponen isi 3,80 (sangat valid), komponen penyajian 3,67 (sangat valid) komponen kegrafikan 4,00 (sangat valid), komponen kebahasaan 3,90 (sangat valid), serta komponen teks informasi 3,51 (sangat valid). Kata kunci: lembar kerja peserta didik, model 4D, literasi teks informasi ## Abstract This research is one of the efforts to develop learning tools in the form of Student Worksheets based on literacy in reading information texts. Information text literacy is one of the content assessed in the Minimum Competency Assessment as a substitute for the National Examination. The method used is research and development with a 4D model, namely Define, Design, Develop and Disseminate. The definition stage is carried out through curriculum analysis activities, student characteristics analysis, material analysis, and goal formulation. The design stage is carried out through the preparation of Student Worksheets based on information text literacy on petroleum materials. The development stage is carried out through the validation of content components, presentation components, graphic components, linguistic components, and information text literacy components; limited trial; and revision. The dissemination phase is carried out through the distribution of Student Worksheets to chemistry teachers in Banten Province. The results of the validation and limited trial show that the Student Worksheet is feasible and highly used in learning with a content component validation score of 3.80 (very valid), the presentation component of 3.67 (very valid), the graphic component 4.00 (very valid), the linguistic component is 3.90 (very valid), and the information text component is 3.51 (very valid). Keywords: student worksheets, 4D models, information text literacy ## PENDAHULUAN Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 menjadi awal dihapusnya pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat sekolah menengah. Hal pertama yang diatur dalam Surat Edaran tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) tersebut adalah Ujian Nasional. Berdasarkan surat tersebut, secara resmi Ujian Nasional tahun 2020 ditiadakan, termasuk Uji Kompetensi Keahlian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2020). Pada tahun berikutnya, wabah Covid-19 belum berakhir sehingga pada tahun 2021 pun Ujian Nasional kembali ditiadakan. Peniadaan Ujian Nasional tahun 2021 diatur dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2021). Walaupun alasan peniadaan Ujian Nasional tahun 2020 adalah wabah Covid-19, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI juga menyiapkan jenis penilaian lain yang berlaku secara nasional. Penilaian yang dimaksud adalah Asesmen Nasional yang merupakan pengganti Ujian Nasional untuk menilai mutu satuan pendidikan pada jenjang dasar dan menengah. Akan tetapi, Asesmen Nasional tidak digunakan sebagai penilaian hasil belajar peserta didik secara individu. Subjek Ujian Nasional adalah seluruh peserta didik tingkat akhir pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan yang sederajat, sedangkan subjek Asesmen Nasional adalah sampel peserta didik kelas V, VIII, dan XI pada jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan yang sederajat (Pusat Asesmen dan Pembelajaran, 2020). Asesmen Nasional terdiri dari tiga instrument yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Asesmen Kompetensi Minimum digunakan untuk mengukur literasi membaca yang meliputi teks informasi dan teks fiksi, serta literasi matematika (numerasi) yang meliputi bilangan, pengukuran dan geometri, data dan ketidakpastian, serta aljabar. Survei karakter digunakan untuk mengukur karakteristik peserta didik meliputi sikap, keyakinan, nilai, perilaku, serta kebiasaan dengan acuan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang dimaksud terdiri dari enam karakter yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, begotong royong, bernalar kritis, mandiri, serta kreatif. Adapun survei lingkungan belajar digunakan untuk mengukur kualitas lingkungan pembelajaran di kelas maupun di sekolah dari aspek input dan proses pembelajarannya (Pusat Asesmen dan Pembelajaran, 2020). Salah satu tujuan diselenggarakannya Asesmen Nasional adalah memberikan gambaran kualitas pembelajaran di satuan pendidikan. Gambaran yang didapatkan akan dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki proses dan iklim pembelajaran di sekolah sehingga kualitas pembelajaran di satuan pendidikan tersebut mengalami peningkatan (Pusat Asesmen dan Pembelajaran, 2020). Hal itu pula yang mendasari pemilihan subjek Asesmen Nasional adalah peserta didik di tingkat pertengahan, bukan di tingkat akhir seperti halnya subjek Ujian Nasional. Menyikapi hal itu, maka diperlukan berbagai upaya yang dapat mendukung peningkatan kualitas pembelajaran sesuai dengan kebijakan Asesmen Nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru atau pendidik dalam mendukung peningkatan kualitas pembelajaran adalah mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan Asesmen Nasional. Perangkat pembelajaran yang dimaksud bisa berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, bahan ajar, Lembar Kerja Peserta Didik, media pembelajaran, instrumen penilaian, dan perangkat pendukung lainnya. Perangkat pembelajaran tersebut disesuaikan dengan komponen-komponen Asesmen Nasional, termasuk di dalamya adalah AKM. Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan salah satu komponen AKM. Perangkat pembelajaran yang dipilih berupa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dikarenakan perangkat ini bisa berupa tugas yang dilengkapi dengan petunjuk dan langkah- langkah pengerjaannya serta menuntun peserta didik dalam menemukan konsep yang dipelajari (Muthoharoh, Kirna & Indrawati, 2017). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa LKPD dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Hidayah, 2019), kemampuan berpikir kreatif (Sabaniah, Winarni & Jumiarni, 2019), meningkatkan pemahaman konsep (Apriani, 68 | Jurnal Zarah , Vol. 9 No. 2 (2021) Hakim & Sulistiawati, 2020), kemampuan literasi matematis (Prabawati, Herman & Turmudi, 2019), ataupun kemampuan membaca (Purnami, 2020). Dasar pengembangan LKPD yang dipilih adalah literasi membaca karena merupakan salah satu komponen yang diukur dalam AKM. Komponen literasi membaca pada AKM terdiri atas teks fiksi dan teks informasi. Teks informasi merupakan teks yang digunakan untuk menyampaikan data, fakta, dan informasi yang dapat mengembangkan wawasan yang bersifat ilmiah dalam bentuk wacana ataupun infografik (Pusat Asesmen dan Pembelajaran, 2020). Literasi teks informasi dipilih menjadi dasar pengembangan LKPD karena ada kesesuaian dengan beberapa materi pada mata pelajaran kimia. Saat ini telah banyak LKPD yang dikembangkan dengan berbagai acuan sesuai dengan kebutuhan atau tujuan. Beberapa model LKPD pada mata pelajaran kimia yang telah dikembangkan adalah LKPD berbasis Problem Based Learning pada materi Kesetimbangan Kimia (Astuti, Danial & Anwar, 2018), LKPD berbasis karakter (Sari, Syamsurizal & Asrial, 2016), LKPD berbasis contextual teaching and learning (Hidayah, 2019), dan LKPD berbasis keterampilan generik sains (Sarita & Kurniawan, 2020). Adapun LKPD berbasis literasi teks informasi belum ada yang mengembangkan pada mata pelajaran apa pun. ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan ( research and development ) dengan model 4D. Metode penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang menghasilkan suatu produk tertentu yang memiliki efektivitas (Saputro, 2016) melalui proses pengembangan (Mulyatiningsih, 2014). Model 4D merupakan singkatan dari Define, Design, Develop and Disseminate adalah salah satu model penelitian dan pengembangan dalam bidang pembelajaran yang dikembangkan oleh Thiagarajan (Mulyatiningsih, 2014). Adapun produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) mata pelajaran kimia berbasis literasi teks informasi. Pengembangan LKPD berbasi informasi ini dilakukan melalui empat tahap. Pertama, define (pendefinisian) dilakukan melalui kegiatan analisis kurikulum, analisis karakteristik peserta didik, analisis materi, dan perumusan tujuan. Kedua, design (perancangan) dilakukan melalui pembuatan LKPD dengan kerangka isi hasil kegiatan tahap pertama. Ketiga, develop (pengembangan) dilakukan melalui kegiatan validasi oleh ahli, revisi berdasarkan hasil validasi ahli, uji coba tebatas, serta revisi hasil uji coba terbatas. Validasi ahli dilakukan pada komponen isi, komponen penyajian, komponen kegrafikan, dan komponen kebahasaan, sesuai dengan standar buku ajar dan modul ajar dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2016) serta komponen literasi teks informasi sebagai ciri khas LKPD yang dikembangkan. Uji coba terbatas dilakukan pada tujuh peserta didik SMA Negeri 6 Kota Serang. Peserta didik dipilih secara acak dari lima kelas pada tingkat XII program peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) tahun ajaran 2020/2021. Masing- masing peserta didik diberi LKPD hasil revisi pertama kemudian diminta untuk mengisi angket berisi pernyataan yang berkaitan dengan aspek- aspek pada komponen literasi membaca teks informasi. Keempat, disseminate (penyebarluasan) dilakukan melalui kegiatan pendistribusian LKPD mata pelajaran kimia berbasis literasi teks informasi kepada guru-guru kimia di Provinsi Banten. Instrumen validasi ahli dan uji coba terbatas yang digunakan adalah angket dengan pedoman skor ditunjukkan pada Tabel 1 (Supardi, Rakhmawati & Rinaldi, 2018). ## Tabel 1 Skor Validasi Ahli dan Uji Coba Terbatas Skor yang didapatkan dari hasil validasi ahli dan uji coba terbatas diinterpretasikan sebagai kualitas LKPD yang dikembangkan dengan kriteria kelayakan berdasarkan nilai kuantitas rata-rata skor pengolahan data dan kepraktisan (Dewi, Sadia & Ristiati, 2013) ditunjukkan pada Tabel 2. Kriteria kelayakan pada tabel tersebut menunjukkan validitas untuk komponen isi, penyajian, kebahasaan, komponen kegrafikan dan literasi teks informasi. Skor Pilihan Jawaban Kelayakan 4 Sangat Valid 3 Valid 2 Kurang Valid 1 Sangat Kurang Valid Tabel 2 Kriteria Kelayakan Skor Validasi Ahli dan Uji Coba Terbatas ## HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pertama yang dilakukan pada pengembangan LKPD berbasis literasi teks informasi pada mata pelajaran kimia ini adalah proses define (pendefinisian). Kegiatan yang dilakukan pada proses ini meliputi analisis kurikulum, analisis karakteristik peserta didik, analisis materi, dan perumusan tujuan. Kurikulum yang dianalisis adalah Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran kimia kelas XI SMA. Karakteristik peserta didik yang dianalisis adalah pengalaman belajar sebelumnya yang berkaitan dengan literasi teks informasi pada mata pelajaran kimia. Analisis materi dilakukan berdasarkan silabus mata pelajaran kimia kelas XI pada kompetensi dasar 3.2. dan 4.2. serta pedoman literasi membaca teks informasi untuk kelas XI dan XII. Kegiatan terakhir pada tahap define adalah merumuskan tujuan berdasarkan analisis-analisis yang telah dilakukan. Mata pelajaran kimia kelas XI SMA pada Kurikulum 2013 terdiri atas masing-masing 14 kompetensi dasar pengetahuan dan keterampilan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2016). Hasil analisis didapatkan adanya beberapa pasangan kompetensi dasar yang sangat memungkinkan untuk pengembangan LKPD berbasis literasi membaca teks informasi. Pasangan kompetensi dasar tesebut menuntut kompetensi literasi tanpa adanya tuntutan kompetensi numerasi. Pasangan kompetensi dasar dipilih pada semester ganjil yaitu kompetensi dasar 3.2. dan 4.2. Pasangan kompetensi dasar yang dipilih adalah kompetensi dasar 3.2 untuk ranah pengetahuan dan kompetensi dasar 4.2. untuk ranah keterampilan pada kelas XI. Hal ini dikarenakan di dalam pasangan kompetensi dasar tesebut menuntut kompetensi literasi tanpa adanya tuntutan kompetensi numerasi. Kompetensi dasar 3.2 yaitu menjelaskan proses pembentukan fraksi-fraksi minyak bumi, teknik pemisahan serta kegunaannya. Adapun kompetensi dasar 4.2 yaitu menyajikan karya tentang proses pembentukan dan teknik pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi beserta kegunaannya. Materi pembelajaran pada kompetensi dasar tersebut adalah minyak bumi. Berdasarkan hasil analisis peserta didik, pada pembelajaran kimia sebelumnya peserta didik belum memiliki pengalaman yang berkaitan dengan literasi membaca teks informasi. Selama ini pembelajaran kimia di sekolah-sekolah negeri di Provinsi Banten umumnya belum disesuaikan dengan tuntutan AKM yang baru diluncurkan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan belum adanya panduan atau perangkat pembelajaran, termasuk LKPD, yang mengacu pada AKM. Tahap kedua adalah design atau perancangan LKPD berdasarkan hasil pendefinisian. Format LKPD yang dirancang terdiri atas petunjuk penggunaan LKPD, standar kompetensi, indikator pencapaian kompetensi, dua kegiatan belajar yang masing-masing meliputi ringkasan materi dan diskusi, evaluasi, serta daftar pustaka. Selain itu, LKPD juga dilengkapi dengan sampul depan dan belakang, serta daftar isi. Petunjuk penggunaan merupakan penjelasan singkat dan cara penggunaan LKPD. Penjelasan singkat berisi tentang ciri khas dan cakupan materi LKPD. Cara penggunaan LKPD berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peserta didik dalam menyelesaikan LKPD tersebut. Tahap ketiga adalah develop atau pengembangan LKPD hasil perancangan. Tahap ini terdiri atas kegiatan validasi oleh ahli, revisi berdasarkan hasil validasi ahli, uji coba tebatas, serta revisi hasil uji coba terbatas. Komponen validasi ahli dilakukan sesuai dengan standar buku ajar dan modul ajar dari Badan Standar Nasional Pendidikan yaitu komponen isi, komponen penyajian, komponen kegrafikan, dan komponen kebahasaan (BSNP, 2016) serta komponen literasi teks informasi berdasarkan pedoman AKM. Validasi komponen isi melibatkan dua orang ahli materi pembelajaran kimia. Kedua ahli tersebut terdiri atas satu orang dosen pendidikan kimia serta satu orang guru mata pelajaran kimia dari Provinsi Banten. Aspek yang divalidasi pada komponen isi adalah kesesuaian cakupan materi dengan kompetensi dasar, keakuratan materi, kemutakhiran materi, mendorong keingintahuan, dan mengembangkan keragaman. Hasil validasi komponen isi yang dilakukan oleh kedua ahli materi tersebut disajikan pada tabel 3. Skor Kualitas Kriteria Kelayakan 3,50 ≤ Skor < 4,00 Sangat Layak 2,50 ≤ Skor < 3,50 Layak 1,50 ≤ Skor < 2,50 Tidak Layak 1,00 ≤ Skor < 1,50 Sangat Tidak Layak 70 | Jurnal Zarah , Vol. 9 No. 2 (2021) ## Tabel 3 Hasil Validasi Komponen Isi Hasil validasi komponen isi menunjukkan bahwa seluruh komponen isi LKPD sudah sangat valid. Tidak ada saran perbaikan yang disampaikan oleh kedua validator dari segi komponen isi. Dengan demikian maka tidak ada revisi yang dilakukan terhadap komponen LKPD yang sudah dirancang. Validasi komponen penyajian melibatkan dua orang ahli materi pembelajaran kimia. Keduanya merupakan ahli yang sama dengan validator komponen isi. Aspek yang divalidasi pada komponen penyajian meliputi teknik penyajian, pendukung penyajian, dan penyajian pembelajaran. Hasil validasi yang dilakukan oleh kedua ahli materi tersebut disajikan pada tabel 4. ## Tabel 4 Hasil Validasi Komponen Penyajian Hasil validasi komponen penyajian menunjukkan bahwa komponen penyajian sudah valid atau sangat valid. Saran perbaikan dari validator adalah penambahan ruang pada LKPD untuk meletakkan hasil penugasan peserta didik. Berdasarkan saran tersebut maka revisi yang dilakukan pada LKPD adalah penambahan satu halaman sebagai tempat untuk mengerjakan atau menempelkan tugas yang diberikan kepada peserta didik pada Kegiatan Belajar 2 bagian Diskusi. Validasi komponen kegrafikan melibatkan satu orang ahli media. Ahli media tersebut merupakan dosen yang mengampu mata kuliah desain grafis di salah satu peguruan tinggi di Provinsi Banten. Aspek yang divalidasi pada komponen kegrafikan adalah ukuran LKPD, bagian sampul LKPD, dan bagian isi LKPD. Hasil validasi oleh ahli media tersebut disajikan pada tabel 5. ## Tabel 5 Hasil Validasi Komponen Kegrafikan Hasil validasi kegrafikan menunjukkan bahwa ukuran dan bagian isi LKPD sudah sangat valid sedangkan bagian sampul tidak valid. Saran dari validator ahli media bahwa ukuran LKPD tidak memerlukan revisi, bagian isi bisa ditambahkan infografis yang banyak dirilis oleh lembaga resmi, sedangkan bagian sampul harus diganti desainnya. Berdasarkan hasil validasi dan saran validator ahli media, maka desain sampul diganti. Penggantian desain sampul menggunakan aplikasi Canva dan dilakukan dengan bantuan ahli agar hasilnya lebih baik. Hasil penggantian sampul divalidasi kembali kegafikannya oleh ahli media. Hasil validasi tersebut disajikan menunjukkan bahwa komponen kegrafikan sudah sangat valid sehingga bisa langsung dipergunakan. Hasil validasi kedua komponen kegrafikan disajikan pada Tabel 6. ## Tabel 6 Hasil Validasi Kedua Komponen Kegrafikan Validasi komponen kebahasaan dilakukan oleh dua orang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kedua orang ahli tersebut masing- masing berasal dari Sekolah Menengah Atas di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Aspek yang divalidasi pada komponen kebahasaan adalah kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, komunikatif, dialogis dan interaktif, lugas, serta kesesuaian dengan kaidah bahasa. Hasil validasi yang dilakukan oleh dua ahli bahasa disajikan pada tabel 7. Aspek Skor Rata- Rata Kriteria Kesesuaian cakupan materi dengan kompetensi dasar 4,00 Sangat Valid Keakuratan materi 3,50 Sangat Valid Kemutakhiran materi 4,00 Sangat Valid Mendorong keingintahuan 4,00 Sangat Valid Mengembangkan keragaman 3,50 Sangat Valid Aspek Skor Rata- Rata Kriteria Teknik Penyajian 3,00 Valid Pendukung Penyajian 4,00 Sangat Valid Penyajian Pembelajaran 4,00 Sangat Valid Aspek Skor Rata-Rata Kriteria Ukuran LKPD 4,00 Sangat Valid Bagian Sampul LKPD 2,00 Tidak Valid Bagian Isi LKPD 4,00 Sangat Valid Aspek Skor Rata-Rata Kriteria Ukuran LKPD 4,00 Sangat Valid Bagian Sampul LKPD 4,00 Sangat Valid Bagian Isi LKPD 4,00 Sangat Valid ## Tabel 7 Hasil Validasi Komponen Kebahasaan Hasil validasi komponen isi menunjukkan bahwa komponen kebahasaan yang digunakan pada LKPD sudah sangat valid. Saran yang diberikan oleh validator berkaitan dengan efektivitas beberapa kalimat yang digunakan. Berdasarkan hal itu maka beberapa kalimat disesuaikan sesuai dengan saran dari validator. Validasi komponen literasi membaca teks informasi dilakukan oleh dua orang guru ahli AKM. Kedua orang ahli tersebut berasal dari Sekolah Menengah Atas di Provinsi Banten serta telah lulus dalam kegiatan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar Seri Asesmen Kompetensi Minimum yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Komponen yang divalidasi pada komponen literasi teks informasi adalah mengakses dan mencari informasi dalam teks, mencari dan memilih informasi yang relevan, memahami teks secara literal, menyusun inferensi serta membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak, menilai kualitas dan kredibilitas konten pada teks informasi tunggal maupun jamak, menilai format penyajian dalam teks, serta merefleksi isi wacana untuk pengambilan keputusan, menetapkan pilihan, dan mengaitkan isi teks terhadap pengalaman pribadi. Hasil validasi yang dilakukan oleh dua ahli AKM disajikan pada tabel 8. ## Tabel 8 Hasil Validasi Komponen Literasi Teks Informasi Hasil validasi komponen literasi teks informasi menunjukkan bahwa seluruh aspek pada komponen tersebut sudah valid atau sangat valid. Hasil ini berarti komponen literasi teks informasi pada LKPD yang dirancang sudah bisa diterapkan di lapangan tanpa memerlukan banyak revisi. Walaupun demikian, validator ahli AKM memberikan saran agar dilakukan perbaikan-perbaikan kecil untuk meningkatkan kualitas LKPD tersebut. Saran dari validator ahli adalah memberikan lebih banyak variasi bentuk soal sesuai dengan pedoman AKM dari Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI RI. Berdasarkan saran dari validator ahli AKM, bagian diskusi dan evaluasi pada LKPD mengalami beberapa revisi. Revisi dilakukan dengan cara menambah atau mengubah bentuk soal agar lebih variatif. Variasi bentuk soal pada AKM adalah pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, menjodohkan, isian singkat, dan uraian. Pada awalnya bentuk soal di LKPD hanya berupa soal isian singkat dan uraian sehingga bentuk soal yang ditambahkan pada proses revisi adalah pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, dan menjodohkan. Aspek Skor Rata- Rata Kriteria Kesesuaian dengan pekembangan peserta didik 4,00 Sangat Valid Komunikatif 4,00 Sangat Valid Dialogis dan Interaktif 4,00 Sangat Valid Lugas 4,00 Sangat Valid Kesesuaian dengan kaidah bahasa 3,50 Sangat Valid Aspek Skor Rata- Rata Kriteria Mengakses dan mencari informasi dalam teks 4,00 Sangat Valid Mencari dan memilih informasi yang relevan 4,00 Sangat Valid Memahami teks secara literal 3,50 Sangat Valid Menyusun inferensi serta membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak 3,00 Valid Menilai kualitas dan kredibilitas konten pada teks informasi tunggal maupun jamak 3,00 Valid Menilai format penyajian dalam teks 3,00 Valid Merefleksi isi wacana untuk pengambilan keputusan, menetapkan pilihan, dan mengaitkan isi teks terhadap pengalaman pribadi 3,50 Sangat Valid 72 | Jurnal Zarah , Vol. 9 No. 2 (2021) Kegiatan selanjutnya pada tahap develop adalah uji coba tebatas LKPD hasil revisi pertama. Uji coba terbatas dilakukan pada tujuh peserta didik kelas XII MIPA tahun ajaran 2020/2021 di salah satu SMA Negeri di Kota Serang yang dipilih secara acak. Uji coba ini dilakukan untuk menguji komponen literasi membaca teks informasi pada LKPD sehingga benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna (Mulyatiningsih, 2014). Kegiatan ini dilakukan dengan pendistrubusian LKPD dalam format PDF kepada responden untuk dipelajari. Setelah mempelajari LKPD, responden diminta untuk mengisi angket yang berisi penyataan yang berkaitan dengan komponen literasi membaca teks informasi pada LKPD. Selain itu, responden juga diminta untuk memberikan tanggapan secara umum terhadap LKPD yang sedang dikembangkan. Pengisian angket tersebut dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Form. Aplikasi Google Form merupakan salah satu aplikasi yang cocok digunakan untuk berbagai keperluan pengumpulan data secara daring (Rohimat, 2021). Jawaban peserta didik terhadap angket tersebut disajikan pada Tabel 9. ## Tabel 9 Hasil Uji Coba Terbatas Berdasarkan hasil uji coba terbatas, LKPD sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hasil uji coba terbatas menunjukkan bahwa aspek- aspek literasi teks informasi sudah valid dan sangat valid. Hal itu dapat diartikan bahwa LKPD memiliki tingkat keterbacaan yang baik atau sangat baik dilihat dari sudut pandang peserta didik sebagai pengguna. Selain itu, responden memberikan tanggapan bahwa LKPD yang dikembangkan sudah baik dan mudah dipahami. Tahap terakhir pada proses pengembangan LKPD ini adalah disseminate . Pada tahap ini, LKPD didistribusikan kepada guru-guru kimia yang ada di Provinsi Banten. Pendistribusian dilakukan secara daring melalui grup Whatsapp Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia SMA Kota Serang dan Provinsi Banten, serta Perkumpulan Pendidik Sains Kimia Indonesia (PPSKI) Provinsi Banten. File LKPD dalam format PDF bisa diunduh pada tautan https://bit.ly/3lPD9sa . Model LKPD berbasis literasi teks informasi ini bisa langsung digunakan oleh guru-guru yang membutuhkan. Guru-guru kimia juga bisa melakukan perbaikan-perbaikan terhadap LKPD tersebut. Selain itu, penyebaran LKPD ini diharapkan dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkannya pada materi yang lain atau mencoba mengembangkan LKPD dengan ciri khas yang lain. Bahkan, guru-guru dapat mengembangkan perangkat pembelajaran lainnya seperti rencana pelaksanaan pembelajaran, modul, media pembelajaran, atau instrumen penilaian yang sesuai dengan tuntutan asesmen kompetensi minimum. ## KESIMPULAN Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis literasi teks informasi pada materi minyak bumi telah selesai dikembangkan dengan model 4D. Berdasarkan berbagai analisis pada tahap define , LKPD dirancang dengan ciri khas literasi teks informasi pada materi minyak bumi. Rancangan LKPD divalidasi oleh ahli pada komponen isi, komponen penyajian, komponen kegrafikan, komponen kebahasaan, dan komponen literasi teks informasi. Hasil validasi digunakan sebagai masukan untuk proses revisi sebelum dilakukan uji coba terbatas. Hasil uji coba terbatas menunjukkan bahwa LKPD sudah layak digunakan tanpa memerlukan revisi. Tahap terakhir pada pada proses pengembangan LKPD adalah menyebarluaskan LKPD kepada guru-guru kimia di Provinsi Banten. Penyebarluasan LKPD kimia berbasis literasi teks informasi ini diharapkan dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan berbagai perangkat pembelajaran sesuai dengan tuntutan asesmen kompetensi minimum. Pengembangan LKPD Aspek Skor Rata- Rata Kriteria Mengakses dan mencari informasi dalam teks 3,86 Sangat Baik Mencari dan memilih informasi yang relevan 3,86 Sangat Baik Memahami teks secara literal 3,43 Baik Menyusun inferensi serta membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak 3,57 Sangat Baik Menilai kualitas dan kredibilitas konten pada teks informasi tunggal maupun jamak 3,57 Sangat Baik Menilai format penyajian dalam teks 3,43 Baik Merefleksi isi wacana untuk pengambilan keputusan, menetapkan pilihan, dan mengaitkan isi teks terhadap pengalaman pribadi 3,43 Baik berbasis literasi teks informasi ini bisa dilakukan untuk materi yang lain pada mata pelajaran kimia atau mata pelajaran yang lainnya. ## DAFTAR RUJUKAN Apriani, N., Hakim, L., & Sulistiawati, S. (2021). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis Guided Discovery untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Sifat Elastisitas Bahan. Jurnal Pendidikan Fisika , 9(1), 55-65. Retrivied from: http://dx.doi.org/10.24127/jpf.v9i1.3393 Astuti, S., Danial, M., & Anwar, M. (2018). Pengembangan LKPD Berbasis PBL (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Materi Kesetimbangan Kimia. Chemistry Education Review (CER) , 1(2) , 90-114. Retrivied from: https://doi.org/10.26858/cer.v0i1.5614 Badan Standar Nasional Pendidikan. (2016). Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0041/P/BSNP/VIII/2016 tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan Penilaian Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Pola “Inisiatif Masyarakat” . Jakarta: BSNP. Dewi, K., Sadia, W., & Ristiati, N. P. (2013). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu dengan Setting Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kinerja Ilmiah Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran IPA Indonesia, 3(1) . Retrivied from: https://ejournal- pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_ipa/ article/view/548/340 Hidayah, R. (2019). Efektivitas Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis Contextual Teaching and Learning untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Jurnal Zarah, 7(2), 35-39. Retrivied from: https://doi.org/10.31629/zarah.v7i2.1328 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020). Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid- 19) . Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2021). Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) . Jakarta. Prabawati, M. N., Herman, T., & Turmudi, T. (2019). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Masalah dengan Strategi Heuristic untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika , 8(1), 37-48. Retrivied from: https://doi.org/10.31980/mosharafa.v8i1.38 3 Purnami, K. R. (2020). Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Bahasa Inggris Melalui Pendekatan Saintifik Berbantuan LKS pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Rendang Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2019/2020. Media Bina Ilmiah , 14(12), 3625-3630. Retrivied from: https://doi.org/10.33758/mbi.v14i12.604 Pusat Asesmen dan Pembelajaran. (2020). AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran . Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Asesmen dan Pembelajaran. (2020). Asesmen Nasional Lembar Tanya Jawab . Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mulyatiningsih, E. (2014). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan . Bandung: Alfabeta. Muthoharoh, M., Kirna, I. M., & ayu Indrawati, G. (2017). Penerapan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis Multimedia untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Kimia. Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, 1(1), 13-22. Retrivied from: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/J PK/article/view/12805/8066 Rohimat, S. (2021). Penggunaan Google Form dalam Penilaian Harian Kimia di SMAN 6 Kota Serang pada Awal Pandemi Covid- 19. Indonesian Journal of Mathematics 74 | Jurnal Zarah , Vol. 9 No. 2 (2021) and Natural Science Education, 2(1), 1-8. https://doi.org/10.35719/mass.v2i1.55 Sabaniah, N., Winarni, E. W., & Jumiarni, D. (2019). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis Creative Problem Solving. Diklabio: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Biologi , 3(2), 230-239. Retrivied from: https://doi.org/10.33369/diklabio.3.2.230- 239 Saputro, B. (2016). Manajemen Penelitian Pengembangan (Research & Development) Bagi Penyusun Tesis dan Desertasi . Sleman: Aswaja Pressindo. Sari, E., Syamsurizal, S., & Asrial, A. (2016). Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) Berbasis Karakter Pada Mata Pelajaran Kimia SMA. Edu-Sains: Jurnal Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 5(2) . Retrivied from: https://doi.org/10.22437/jmpmipa.v5i2.338 8 Sarita, R., & Kurniawati, Y. (2020). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Kimia Berbasis Keterampilan Generik Sains. Journal of The Indonesian Society of Integrated Chemistry, 12(1), 31-39. Retrivied from: https://doi.org/10.22437/jisic.v12i1.7846 Supardi, N., & Rinaldi, A. (2018). Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis Kegiatan Transaksi Kewirausahaan Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Desimal: Jurnal Matematika, 1(1) , 49-55. Retrivied from: https://doi.org/10.24042/djm.v1i1.2012
2d7b61fd-9c7c-4f49-98f0-8635a36853f2
http://journal.wima.ac.id/index.php/KOMUNIKATIF/article/download/1584/1472
## MOTIVASI RADIO KOMUNITAS DALAM DAKWAH AGAMA ## Redi Panuju Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas dr Soetomo Jl. Semolowaru no. 84 Surabaya, 60118 Email : [email protected] ## Abstrak Dalam penelitian untuk disertasi penulis tahun lalu diketahui sistem radio komunitas berada pada bagian yang ambigu pada sistem penyiaran. Di satu sisi oleh undang undang diharapkan dapat berfungsi sebagai media penghubung antar warga masyarakat dan negara dalam proses sosial dan pembangunan, namun dalam prakteknya radio untuk masyarakat ini mengalami perlakuan diskriminatif. Perlakuan diskriminatif tersebut dapat dilihat dari minimnya frekwensi yang diberikan, jangkauan siaran yang terbatas, serta banyaknya larangan dan kewajiban untuk radio komunitas. Namun demikian, diskiminasi tersebut tidak membuat para pengelola radio komunitas putus asa. Realitasnya justru antusiasme menggunakan radio komunitas sangat tinggi, bahkan melebihi quota frekwensi yang diberikan negara, sehingga menimbulkan banyak radio komunitas yang tidak berizin. Fokus penelitian ini pada motivasi yang melatar belakangi pegiat radio komunitas khususnya di jaringan radio komunitas Madu FM di Tulungagung Jawa Timur. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan observasi langsung ke lapangan (field research) dan wawancara mendalam terhadap pengelola, manajer, dan penyiar Madu FM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi dakwah agama mengalahkan diskriminatif yang lakukan negara kepadanya. Kata Kunci : Komunitas Radio, dakwah agama, diskriminasi, motivasi, inovasi ## Abstract In a research for dissertation last year's author known community radio system is on the ambiguous part of the broadcasting system. On the one hand, the law is expected to serve as a medium of liaison between citizens and states in social and development processes, but in practice the radio for this community is discriminated against. Discriminatory treatment can be seen from the lack of frequency given, limited broadcast coverage, and the number of prohibitions and obligations for community radio. However, the discrimination did not make the community radio managers desperate. The reality is that the enthusiasm of using community radio is very high, even exceeding the quota of frequency given by the state, thus causing a lot of unlicensed community radio. The focus of this research on the motivation behind the community radio activist, especially in the radio network of Madu FM community in Tulungagung, East Java. Using a qualitative approach by doing field observation (field research) and in-depth interviews of managers, managers, and broadcasters Madu FM. The results of this study indicate that the motivation of religious dakwah defeats the discriminatory state to him. Key words : Radio Community, religious dakwah, discrimination, motivation, innovation ## PENDAHULUAN Secara historis kehadiran radio komunitas (rakom) dalam sistem penyiaran Indonesia diterima dengan senang hati oleh masyarakat, namun menimbulkan rasa was was karena pengalaman penggunaan frekwensi radio yang dapat memicu disintegrasi sosial pada masa Orde Baru. Masduki (2006) menjelaskan bahwa radio komunitas adalah istilah termutakhir yang dipergunakan kalangan aktivis, akademisi komunikasi dan resmi diadopsi parlemen Indonesia ketika merumuskan UU No. 32/2002. Cikal bakal radio komunitas adalah radio yang di era rezim Orde Baru mendapat stigma sebagai radio gelap, radio ilegal dan sebagainya. Ketika akan dilegalisir oleh DPR, pihak pemerintah melalui Departemen Perhubungan mencoba menghambat radio komunitas melalui dua argumen utama. Pertama, Secara politis keberadaan lembaga penyiaran komunitas khususnya radio dinilai akan mendorong disintegrasi bangsa. Argumen ini diangkat dari kasus sebuah radio di Ambon yang dianggap” menyulut konflik agama. Kedua, Secara ekonomis dinilai memboroskan frekuensi. Memberian izin penggunaan frekuensi radio komunitas mengkhawatirkan pemerintah karena mengurangi potensi komersial dari transaksi frekuensi. Setelah radio komunitas secara resmi diadopsi dalam Undang Undang Penyiaran (UU No.32/2002) dengan nama Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), skema eksistensinya menunjukkan profil yang minimalis dibandingkan dengan profil Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) ataupun Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Profil minimalis tersebut dapat diduga sebagai kelanjutan sikap “negara” dalam menerima radio komunitas dengan rasa kawatir. Akibatnya radio komunitas menjadi termarginalisasi dalam sistem penyiaran. Indikator marginalisasi tersebut antara lain : Indikator penyediaan kanal atau frekwensi untuk bersiaran. Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.76 tahun 1999, kanal yang diperuntukan LPK jauh lebih sedikit ketimbang yang disediakan untuk LPS. Pada setiap wilayah layanan untuk LPS bisa mencapai 10 kanal, sedangkan untuk LPK Radio hanya tiga kanal di frekwensi 107.7 FM, 107.8 FM, 107.9 FM; Indikator layanan wilayah ( service area ). Untuk LPS diberi keleluasaan hingga radius 12,5 KM dari pusat siaran, sementara untuk LPK Radio hanya 2,5 Km dari pusat siaran; Indikator akses terhadap sumber dana. LPS dan LPP diberi keleluasaan mendapatkan iklan. Pada UU 32 tahun 2002 pasal 46 ayat 8 dinyatakan waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran swasta paling banyak 20% (dua puluh per seratus) sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran. Sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Komunitas diatur dalam UU nomor 32 tahun 2002 pasal 23 ayat (2) Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat. Dipertegas pasal 21 ayat 1 (b) lembaga penyiaran komunitas diselenggarakan tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata. Ironisnya, dalam PermenKominfo Nomor 28 tahun 2008 tentang Tatacara dan Persyaratan Perizinan penyelenggaraan Penyiaran, radio komunitas dipersyaratkan untuk melampirkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) kelembagaan; Indikator power yang diperbolehkan. Dalam Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No.15 tahun 2003 penggunaan power (listrik) dibagi menjadi 4 : Kelas A, yakni Siaran Radio yang berada di DKI Jakarta, diberi keleluasaan menggunakan power sebesar 15.000 watt- 63.000 Watt maksimum layanan siaran maksimal 30 KM. Kelas B, yakni Siaran radio yang berada di ibu kota provinsi. Diberi keleluasaan memancarkan 2.000 watt-15.000 watt dengan wilayanan layanan maksimum 20 KM Kelas C, yakni penyiaran di ibukota Kabupaten/kota. Diberi keleluasaan memencarkan power maksimal 4.000 watt dengan wilayah layanan maksimal 12 KM Kelas di luar A,B,C yakni untuk radio komunitas, diberi maksimal bersiaran dengan 50 watt dengan wilayah layanan 2,5 KM Indikator persyaratan Perizinan. Meskipun LPK mendapat batasan batasan (restriksi) dari regulasi penyiaran, prosedur dan mekanisme perizinan sama peliknya dengan LPS. Dalam Permen Kominfo no 28/P/M.Kominfo/09/2008 pasal 8 ayat 1 disebutkan persyaratan Pendirian dan Perizinan LPK sebagai berikut : a. Oleh warga negara Indonesia (WNI) b. Berbentuk badan hukum koperasi atau perkumpulan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang c. Merupakan lembaga penyiaran non-partisan yang keberadaan organisasinya; (1) tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta bukan komunitas internasional,(2) tidak terkait dengan organisasi terlarang, (3) tidak untuk kepentingan propaganda bagi kelompok atau golongan tertentu, (4) kegiatannya khusus menyelenggarakan siaran komunitas yang disebutkan dalam akte pendirian, (5) pengurusnya berkewarganegaraan Republik Indonesia; dan (5) seluruh modal awal berasal dari anggota komunitas. d. Bagi daerah yang jumlah penduduknya tidak padat LPK didirikan dengan persetujuan tertulis dari paling sedikit 51% orang dewasa yang berdomisili dalam radius 2,5 Km dari rencana stasiun radio LPK, yang dibuktikan dengan identitas diri dan/ atau bagi kelompok komunitas tertentu dibuktikan dengan tanda pengenal keanggotaan komunitasnya. e. Bagi daerah yang jumlah penduduknya padat persetujuan tertulis dari sekurang kurangnya 250 orang dewasa yan g berdomisili dalam radius 2,5 Km dari rencana stasiun LPK. f. Persaratan pada butir (d) dan (f) dikuatkan dengan persetujuan tertulis aparat Pemerintah setingkat Kepala Desa/Lurah setempat. Indikator Prosedur Perizinan. Proses permohonan LPK sama dengan LPS melalui tahapan tahapan yang panjang. Permohonan dilampiri proposal ditujukan melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) setempat, kemudian dilanjutkan verifikasi administrasi, verifikasi faktual (lapangan), Evaluasi Dengar pendapat (EDP), kemudian bila memenuhi persyaratan mendapatkan Rekomendasi Kelayakan (RK). Dari RK ini dibawa dalam Forum Rapat Bersama (FRB) yang diadakan oleh Kominfo di Jakarta. Barulah bila lolos mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Bayangkan, hanya untuk bersiaran 2,5 Km dan tidak boleh mendapat Iklan, prosedurnya sampai ke menteri. Masih ditambah syarat mendapat Rekomendasi Kelayakan aspek administrasi dan teknis dari Pemerintah daerah setempat. Pengurusan izin ini sangat berbelit (apalagi di daerah yang dekat dengan penerbangan) dan membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Keberadaan rakom yang termarginalisasi tersebut merupakan korban politik media yang dijalankan pemerintah pasca Orde Baru, ada kegamangan untuk menguatkan demokrasi dan kekawatiran demokrasi akan menyebabkan negara kehilangan kontrol terhadap masyarakat. Konsep politik media sebagai kebijakan negara sangat berkait dengan horizon nilai yang terkandung dalam sebuah penataan media, yang pada akhirnya menentukan orientasi makro kebijakan media. Hermin Indah Wahyuni mengutip Gehard Vowe merumuskan 3 horizon nilai dominan dalam penataan media (Wahyuni, 2007:16), yaitu : 1. Nilai keamanan ( security ) politik media seharusnya mampu menjamin terciptanya rasa aman dalam masyarakat. Melindungi masyarakat dari bahaya yang mengancam akibat keterbukaannya dan kebebasan menyampaikan informasi melalui media massa, banyak dipraktekkan di negara negara yang menggunakan tradisi etatisme dan korporatisme (contoh: Jerman, Austria). 2. Nilai kebebasan ( freedom ) politik media seharusnya menjamin terwujudnya media massa sebagai sebuah arena publik yang dapat digunakan oleh seluruh kelompok kelompok dalam masyarakat untuk menyampaikan ide dan pemikiran mereka yang terkait dengan kepentingan publik. Banyak dipraktekkan oleh negara negara Anglo Saxon (Amerika, Kanada, Australia, dan Inggris). 3. Nilai keadilan ( equality ) politik media sehatusnya dapat dirasakan pengaruhnya oleh seluruh kelompok kelompok dalam masyarakat secara optimal, media diharapkan memperkecil kesenjangan dalam masyarakat. Banyak dipraktekkan di negara negara skandinavia. Menurut Wahyuni (2007), dalam kasus Indonesia yang sedang bertransisi dari politik autoritarian menuju demokrasi, media massa akan berusaha mencari format yang tepat untuk menjalankan fungsinya di masyarakat. Menurut penulis, radio komunitas justru berada di persimpangan jalan antara peran yang diharapkan oleh regulasi menjadi penopang kohesivitas sosial dengan kontrol yang kuat dari pemerintah (negara) dalam urusan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dan kontrol dari Komisi Penyiaran dalam urusan isi siaran ( content ), sementara dirinya sendiri harus berjuang secara mandiri menghidupi organisasinya dan komunitasnya. Kehadiran radio komunitas di tengah masyarakat pedesaan dapat menjadi sarana komunikasi antar komunitas, maupun dengan kalangan luar, bahkan bisa menjadi medium mengintegrasikan kelompok kelompok masyarakat untuk melakukan kegiatan kegiatan bersama atau mencapai tujuan tujuan tertentu. Meskipun radio komunitas memiliki keterbatasan keterbatasan sosiologis maupun yuridis, namun perkembangan teknologi dewasa ini dapat menutupi kekurangan kekurangan tersebut. Perkembangan teknologi informasi dan komputer memberi kesempatan anggota masyarakat menciptakan model komunikasinya melalui perangkat teknologi yang disinergikan. Dewasa ini di radio radio komunitas sudah memadukan antara teknologi audio yang berbasis frekwensi dengan teknologi internet yang berbasis cyber optic, yakni memanfaatkan teknologi konvergensi seperti radio streaming. Sehingga model komunikasi yang tercipta atau diciptakan oleh radio komunitas bisa mewadahi komunikasi antar pribadi ( interpersonal communication ) bermedia, komunikasi kelompok ( group communication ), maupun komunikasi massa ( mass communication ). Dalam fenomena penyelenggaraan radio komunitas, disamping memadukan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa, bahkan memungkinkan dirajut dengan komunikasi menggunakan media sosial ( social media ), dan melibatkan warga dalam produksi pesan serta penyebarluasannya. Pada fenomena media sosial, saat ini bukan hal sulit lagi, sebab dengan perangkat telepon genggam ( celular phone ) saja sudah dapat memproduksi pesan dan menyebarkannya ke seluruh anggota komunitas. Sedangkan fenomena keterlibatan warga masyarakat dalam mencari informasi ( news gathering ), menyusun pesan ( news writing ), dan sekaligus exposing sering disebut dengan “jurnalisme warga” ( citizen journalism ). Term citizen jorunalism dipakai untuk menjelaskan keterlibatan warga (audiences) dalam memproduksi dan mendistribusikan berita. Beberpa literatur menyebutkan bahwa aktivitas warga dalam mempublikasikan informasi tersebut bisa diwakili oleh term seperti public journalism, civic journalism, grassroots jounarlism, participatoru journalism, street journalism hingga audience journalism. Keterlibatan warga ini tak terlepas dari kemajuan teknologi komunikasi yang memungkinkan siapa pun terlibat di dalam produksi, konsumsi berita, didukung pula dengan munculnya beberapa fasilitas dalam internet seperti mailing list, weblog, social networking sites atau website itu sendiri (Nasrullah, 2014: 148-149). Pembatasan terhadap radio komunitas ini bertolak belakang dengan fungsi demokrasi media massa, sebagaimana ditulis Mc. Quail (2002:144) diantaranya media memiliki jangkauan yang luas ( extensive reach ). Keberpihakan Undang Undang Penyiaran No.32/2002 yang diakomodir pada pasal 5, bahwa penyiaran diarahkan untuk menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta lingkungan hidup, kemudian dikerdilkan melalui Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) tanggal 28 Juli 2004, dimana kewenangan regulasi teknis penyiaran banyak dikembalikan pada pemerintah. Akibatnya dalam Peraturan Pemerintah (PP No.51 tahun 2005) dan lebih tereduksi lagi pada aturan yang dikeluarkan oleh kementerian Komunikasi dan Informatika, yang condong berpihak pada Lembaga Penyiaran Swasta dan memarginalkan Lembaga penyiaran Komunitas (Panuju, 2015:100). Menariknya, meskipun radio komunitas memiliki banyak kesulitan dan keterbatasan, masyarakat tidak surut menyelenggarakan siaran radio melalui radio komunitas. Data yang berhasil penulis himpun dari Kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, sudah ada 22 Rakom yang telah memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) prinsip dari Kominfo, terdapat hampir 30 lembaga yang telah memperoleh Rekomendasi Kelayakan (RK) dari KPID Jatim, 26 lembaga yang telah di EDP (Evaluasi Dengar Pendapat), yang telah diverifikasi faktual sebanyak 42 lembaga, serta yang pada taraf baru mendaftar sehingga hanya diberi surat tanda terima sementara sebanyak 24 lembaga. 1 Dari keseluruhannya data tersebut tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota yang ada di Jatim. Dari fenomena penggunaan radio komunitas di Jawa Timur menarik untuk diteliti adalah penggunaan rakom untuk kegiatan sosial di Kabupaten Tulungagung. Di Kabupaten ini seluruh frekwensi yang tersebar di seluruh kecamatan telah terisi atau dimanfaatkan untuk siaran radio komunitas. Penulis akan fokus mengamati fenomena di Radio Madu FM Campurdarat yang dikelola oleh komunitas pesantren Madinul Ulum untuk kegiatan dakwah. Banyak inovasi dilakukan oleh kominitas ini untuk mengatasi hambatan hambatan regulatif, keterbatasan jangakauan siaran, maupun keterbatasan pendanaan. Dalam disertasi penulis (2016) diketahui inovasi yang dilakukan tidak dimaksudkan melanggar hukum tetapi mensiasatinya. Misalnya dengan membangun jaringan radio kominitas di seluruh Jatim. Dalam regulasi penyiaran jaringan radio komunitas belum diatur, yang sudah diatur oleh kementerian Kominfo adalah SSJ (Sistim Siaran ber-Jaringan) untuk televisi swasta. Sedangkan Madu FM mengembangkan jaringan rakom dengan membentuk kelembagaannya secara resmi, yakni menguruskan izin penyiarannya satu demi satu. Kemudian memanfaatkan teknologi streaming sehingga siarannya bisa ditangkap sampai ke luar Jatim dan bahkan luar negeri. Dengan demikian komunitas rakom ini sudah melapaui gorgrafis komunitasnya. Inovasi yang lain Madu mendirikan Radio swasta dan TV swasta yang tujuannya untuk mendapatkan laba. Dari laba tersebut digunakan untuk mensubsidi silang kegiatan dakwah melalui jaringan rakomnya. ## TEMUAN DAN ANALISIS Keberadaan radio komunitas di Tulungagung diwarnai dengan kompetisi. Kompetisi berasal dari maraknya penyelenggaraan radio swasta. Seluruh frekwensi yang disediakan mulai dari 88.8 M.Herz sampai 107.9 Mherz sudah terisi semua. Demikian juga dengan radio 1 Data diambil 20 Agustus 2016 komunitas. Dalam satu kecamatan bisa terdapat 2-3 radio komunitas. Secara regulatoris, dalam satu kecamatan hanya bisa ditempati 2 radio komunitas, tetapi faktanya bisa mencapai 4-5 radio. Hal itu mengindikasikan ada rakom yang mengudara dengan izin resmi dan ada yang tidak resmi alias ilegal. Ali Masjkur, ketua perkumpulan rakom Madu FM mengilustrasikan persaingan radio di Tulugnagung sebagai berikut : “ Situasinya sudah tidak sehat. Ternjadi persaingan yang tidak terkendali. Ada radio yang nekad menaikkan power hingga satu kilo (1000 watt). Secara hitung hitungan bisnis mereka pasti rugi, tapi mereka tidak peduli karena tujuannya memang untuk mengacau. Sudah begitu mereka tidak kreatif membuat acara sehingga tambah jenuh. Semua bermain di dangdut campur sari. Mereka juga banting harga iklan, hingga mematikan pasaran iklan. Bayangkan satu spot iklan dijual dua puluh ribu, kadang diputar sampai lima kali....” Menurut Ali Masjkur, situasi tersebut termasuk yang tidak sehat, paling tidak dari segi kualitas suara (auditif) menyebabkan terjadinya intereferensi antar gelombang radio. Dari segi kualitas isi terjadi duplikasi siaran (hampir semua bermain di campursari/Dangdut). Dari segi bisnis menjadi tidak sehat karena masing masing banting harga siaran iklan. Menurut Gus Ali (panggilan akrabnya), situasi tidak sehat lebih parah di kalangan radio komunitas. “ Bayangkan, dalam satu kecamatan bisa mengudara lima radio komunitas. Padahal idealnya hanya satu radio saja, sebab frekwensi yang disediakan pemerintah untuk radio komunitas sangat terbatas. Anehnya, banyak radio komunitas yang tidak berizin seenaknya mengudara, sementara yang berizin malah sering ketumpu’an.” Gus Ali tidak salah mengenai keterbatasan frekwensi yang disediakan pemerintah untuk radio komunitas. Berdasarkan PP No.51 tahun 2005, radio komunitas hanya menempati frekwensi 107.7 MHz, 107.8 MHz, dan 107.9 MHz. Jaringan Radio Komunitas Demokrasi (JRK-Dem) sudah sejak tahun 2009 menuntut kepada pemerintah untuk merevisi PP No.51 tahun 2005, karena dipandang tidak berpihak pada penyampaian dan penerimaan informasi yang luas bagi masyarakat pinggiran (Sumber : www.radiokoncodewe.com ). Untuk mengatasi ketersediaan kanal/frekwensi tersebut, selain mengudara dengan tanpa Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), juga melakukan “inovasi” berupa memanfaatkan teknologi internet untuk mendukung perluasan jangkauan siaran, dengan teknologi radio on-line yang memanfaatkan teknologi streaming misalnya. Beberapa radio di Tulungagung yang memanfaatkan teknologi streaming antara lain : Tebel Radio yang Memanfaatkan Streaming di Tulungagung (Radio on-line streaming) No Nama Radio Tipe Streaming 1 Nizar FM MP3 2 Liur FM AAC+ 3 Anglingdarma FM AAC+ 4 Arzaquna FM AAC+ 5 Suara Madu FM MP3 Sumber : www.radiostreaming.com Menurut pendapat Gus Ali, teknologi ini sangat murah dan mudah diaplikasikan oleh khalayak, sehingga akan menjadi alternatif mengatasi media penyiaran yang semakin jenuh. Pendapat Gus Ali yang penting mengenai pemanfatan teknologi streaming sebagai berikut : “ Mumpung masih belum ada aturannya. Jadi belum perlu mengurus izin dan tidak perlu membayar pajak....” Bila dikemudian hari muncul aturan sementara sudah terlanjur investasi di streaming bagaimana? Gus Ali menyatakan,” Ah, niku urusan mburi...peraturan pasti wonten celahipun. Pasti ada jalan keluarnya...” (itu urusan belakangan, peraturan pasti ada celahnya...maksudnya untuk dilanggar) Dalam hal ini, yang perlu dijelaskan soal jenis radio on-line streaming adalah tentang pengertian audio streaming, MP3 dan AAC. Yang dimaksud dengan Audio Streaming : istilah yang dipergunakan untuk mendengarkan siaran secara live melalui Internet. Berbeda dengan cara lain, yakni men-download file dan menjalankannya di komputer kita bila download-nya sudah selesai, dengan streaming kita dapat mendengarnya langsung tanpa perlu mendownload file-nya sekaligus. Ada bermacam-macam audio streaming, misalnya Winamp (mp3), RealAudio (ram) dan liquid radio. Yang dimaksud dengan MP3 adalah proses digitalisasi terhadap format rekaman musikanalog, lagu atau musik. MP3 (MPEG, Audio Layer 3) menjadi format paling populer dalam musik digital. Hal ini dikarenakan ukuran filenya yang kecil dengan kualitas yang tidak kalah dengan CD audio. Format ini dikembangkan dan dipatenkan oleh Fraunhofer Institute . Dengan bitrate 128 kbps, file MP3 sudah berkualitas baik. Namun MP3 Pro-format penerus MP3-menawarkan kualitas yang sama dengan bitrate setengah dari MP3. MP3 Pro kompatibel dengan MP3. Pemutar MP3 dapat memainkan file MP3 Pro-namun kualitas suaranya tidak sebagus peranti yang mendukung MP3 Pro. (www.wirdaturrmh.blogspot.com). Sebagai pengasuh pondok pesantren Ma’adul’ulum, Ali Masjkur merasa bahwa dakwah agama membutuhkan media agar ruang lingkup kegiatannya bisa lebih luas. Dakwah secara konvensional, yang cenderung mengandalkan pengajaran klasikal, memang tetap penting, sebab dalam komunikasi tatap muka, pengajaran bisa lebih mendalam, lebih detail, dan interaktif, sehingga para guru (ustadz/ustadza) bisa mengetahui respons dari pesan yang disampaikan, tetapi hal tersebut kurang bisa menjangkau masyarakat di luar pondok. Ali Masjkur menambahkan, “ berkat adanya radio komunitas terjadi pelipat gandaan jamaah. Dulu (maksudnya sebelum ada radio), kegiatan seperti shalawatan, pengajian, dan ngaji tarekat, hanya diikuti oleh santri saja, dan jumlahnya tak sampai telungpuluhan (30an), namun sekarang (maksudnya setelah ada radio komunitas), kegiatan semacam itu bisa diikuti jamaah dari luar, bahkan dari luar kecamatan Campur Darat, dan jumlahnya bisa ratusan, bahkan sempat sampai ribuan.” Pengalamannya berdakwah menggunakan radio komunitas yang berhasil memperluas medan dakwahnya itu, menurut Ali Masjkur, sangat membantu logistiknya. Kalau sebelumnya, seluruh pembiayaan dibebankan pada sumbangan santri (sumbangan penyelenggaraan pendidikan atau SPP) dan memgandalkan harta pribadi dan sodakoh donatur, maka setelah ada radio komunitas, pembiayaannya bisa ditanggung bersama dari iuran anggota komunitas. “Bahkan kalau ada pengajian akbar iuran komunitas sukarela itu bisa mencapai ratusan juta” aku Ali Masjkur Berkat radio komunitas tampilan dakwah menjadi lebih kredibel (lebih wah, istilahnya Ali). Masyarakat lebih percaya pada keberadaan pesantren. Maka, mereka (masyarakat sekitar) tidak segan segan ikut berpartisipasi dan bahkan terketuk hatinya untuk menyumbangkan harta bendanya demi dakwah. Salah satu alasan Beni Setiawan (30th) bergabung di Madu FM karena ia percaya pada Ma’dinul’ulum. Percaya bahwa dakwahnya tulus, amal sosialnya ikhlas, dan punya visi ke depan. Sebelumnya Beni Setiawan bekerja sebagai pedagang sembako, kemudian bergabung ke Madu FM sebagai penanggung jawab siaran dan marketing. “Terus terang, penghasilan saya sebelum di sini bisa mencapai tiga jutaan per bulan, sekarang tinggal separohnya, tetapi saya bahagia bergabung di komunitas ini. Rasanya adem. Saya percaya sabda Nabi SAW bahwa khoirunnas anfauhum linnasi (sebaik baiknya manusia adalah yang dapat memberikan manfaat pada orang disekitarnya). Saya merasa di sini menjadi manusia yang bermanfaat melalui amal sosial menggerakkan partisipasi masyarakat melalui rakom. Melalui radio ini setidaknya aspirasi masyarakat bisa terangkat.” Kata Beni Setiawan. Ali Masjkur mengakui bahwa tenaga baru yang bergabung ke Madu FM kemungkinannya karena iikhlas ingin beramal soleh. Ali mengatakan demikian : “Wonten mriku mboten wonten gaji tetap, wontenipun mung ‘bisharah’ lan sekedik” (di sini --maksudnya di Rakom Madu FM—tidak ada gaji tetap, yang ada bisharah dan jumlahnya sedikit”. Bisharah berasal dari kata bahasa Arab yang artinya kurang lebih “uang bensin”. Hal senada diperkuat oleh pengakuan Levi Fitrianindah (17th). Levi adalah sisiwi SMK 1 Boyolangu Tulungagung yang sedang kerja magang di Madu FM. “Saya memilih magang di sini karena saran orang tua. Orang tua saya sangat bangga pada radio ini karena siaran dakwahnya yang bagus. Bisa mengajak masyarakat pada kegiatan yang positif. Guru guru saya juga menyarankan demikian, katanya suara saya bagus bisa diasah lagi dengan bersiaran di madu FM. Saya sendiri punya cita cita kelak bisa bekerja di radio atau TV....” “ Setelah saya magang di sini saya merasa nyaman. Saya mendapat teman teman yang baik. Kelihatannya masyarakat sekitar juga wellcome. Beberapa kali warga yang ngadain hajat matenan minta tolong kita jadi MC dan woro woro melalui Madu FM. Tidak ada bayarannya sih, sifatnya saling membantu. Balasannya, saat tertentu mereka nganterin makanan ke sini. Gedang goreng he..he..he” Ali Masjkur mengakui bahwa partisipasi masyarakat yang makin luas dalam kegiatan komunitasnya bukan lagi dalam konteks memberi sumbangan ala kadarnya. Ia berusaha mengubah image bahwa pesantren identik dengan pengemis, karena itu harus ada hubungan “take and gave”. Ali Masjkur mengatakan, “ Saya ciptakan jargon bermitra sambil beramal. Saya siarkan terus menerus melalui siaran. Alhamdulillah masyarakat percaya. Sekarang sudah banyak yang mengiklankan usahanya di sini. Sebetulnya, tak usah beriklan pun usaha mereka sudah jalan, tetapi mereka tersugesti pada jargon masang iklan untuk beramal.” Menurut Beni Setiawan, penanggung jawab bidang siaran dan pemasaran Radio Madu FM, iklan yang masuk mulai dari Warung makan, obat-obatan herbal, pengobatan tradisional, toko bangunan, toko HP, dan berita mantenan dan pengumuman. Ali Masjkur mengakui bahwa partisipasi itu bukan hanya datang dari masyarakat awam, namun kini sudah datang dari instansi pemerintahan dan lainnya. Ali Masjkur menyebutkan radionya punya program talk show dengan kepolisian, Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS, bahkan juga dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Dinas Pariwisata, dan Dinas Pertanian. Kerjasama itu berupa siaran bersama maupun seminar seminar dalam rangka sosialisasi program yang mengundang masyarakat luas (dalam dunia penyiaran kegiatan seperti ini disebut kegiatan off air ). “Menurut pendapat saya madu FM ini siaran dan kegiatannya bukan lagi sekedar dari bawah ke atas ( bottom-up, Pen!) tetapi juga sudah dari atas ke bawah ( top-down )” ujar Ali. Dari pengalamannya berkomunitas dengan memanfaatkan radio tersebut ia berpendapat, “Saya yakin betul bahwa media massa dapat merubah pikiran masyarakat, bahkan bisa merubah masyarakat. Saya berpendat ini bisa menjadi model dakwah yang efektif dan mempunyai sasaran yang lebih luas.” Kemudian Ali Masjkur mengakui mengambil sikap untuk terus memajukan radio komunitas dalam lingkup lintas daerah. Maka ide pun muncul membuat jaringan radio komunitas, meskipun tidak ada atau belum ada peraturan perundangan yang membolehkan radio komunitas berjaringan. “ Pesantren niku pusate politik. Jalan terus mawon, mangke parturane kan mengikuti kito he he he .” (terjemahannya : Pesantren itu pusatnya politik. Semua jalan saja dulu, nanti peraturannya akan mengikuti). Ide atau harapan Ali Masjkur tercapai. Kemudian ia bersama teman temannya yang tergabung dalam Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), mendirikan LPK Radio Komunitas di kabupaten kabupaten lainnya. Tetap dengan menggunakan nama udara ( call sign ) Radio Komunitas Madu FM atau Madu FM (saja). Kini jumlahnya sudah lebih dari sepuluh yang tersebar di seluruh Jawa Timur. “Ibaratnya sapu lidi, bila hanya satu atau dua batang akan mudah patah untuk menyapu, tapi bila banyak lidi dijadikan satu akan menjadi kuat. Bersatu kita teguh....beban bisa dipikul bersama,” ujarnya. Rupanya jaringan radio komunitas ini mendapat perhatian dari industri jamu. Ali Masjkur mencontohkan Jamu BIO HSA. Bersama sama dengan perusahaan ini, Ali memadukan kegiatan siaran dengan kegiatan lapangan (off air). Kemudian yang terjadi, BIO HSA mengontrak publikasi selama satu tahun lewat jaringan radionya. Dari kegiatan ini, Ali mengakui kontribusi yang diberikan kepada kelompok Madu tiap bulannya mencapai Rp.80 jt. Disinggung soal larangan Undang Undang terhadap Rakom menyiarkan iklan komersial, Ali mengaku bahwa bentuk kerjasamanya bukan berupa iklan komersial tetapi siaran informasi, seperti Talk show. Tidak heran bila potensi komunikasi pembangunan yang berhasil dibangun oleh radio komunitas ini mengundang kalangan pemerintah untuk bekerjasama. Ali mengakui ada program khusus dengan Dinas Sosial dan Dinas Pekerjaan Umum khususnya Bina Marga dan Cipta Karya. Dari sini Madu mendapat insentif Rp.9 jt/tiga bulan. Untuk apa dana besar yang masuk ke lembaga peyiaran komunitas ini? “Semua kembali ke komunitas. Prinsipnya radio komunitas harus mampu memberdayakan komunitasnya,” demikian Ali berpendapat. Pendapat Ali tidak salah, sebab menurut Arifatul Umroh (30th), selaku penanggung jawab bidang keuangan (Bendahara), dana dana yang berhasil dihimpun melalui siaran Rakom itu digunakan untuk membiayai : (1) biaya listrik, (2) sunatan massal, (3) pengobatan gratis, (4) santunan anak yatim. Ali Masjkur menambahkan dana tersebut juga digunakan untuk meningkatkan kualitas SDM LPK Madu FM. Misalnya melakukan studi banding ke radio lain di luar jatim, mengirim SDM mengikuti Sekolah Fund Raising yang diadakan oleh LSM PIRAC Jakarta selama 1 minggu, mengirim SDM mengikuti pelatihan yang didakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), mengirim SDM mengikuti pelatihan Jurnalistik, Editor, dan kreator, yang diadakan oleh Kantor berita ANTARA. Ali Masjkur merasa belum puas dengan capaiannya, karena melihat masih ada celah yang bisa diikembangkan: “Saya punya ide memanfaatkan semua jenis media komunikasi massa untuk kegiatan terpadu. Meskipun mahal dan butuh waktu mendirikan kelembagaannya, tetapi ini harus terlaksana. Sebab, teknologi itu terus berkembang. Yang lama akan hilang ditinggal atau ketinggalan zaman dan berganti dengan yang baru....” “Saya harus berubah karena model siaran saya ditiru oleh Rakom yang lain. Sebelum mereka menyaingi Madu FM, saya harus mencari hal baru, agar mereka tak mampu menyaingin saya,” kata Ali. Tiga tahun terakhir Ali Masjkur dan komunitasnya bekerja keras membangun infrastruktur untuk memodifikasikan siaran Rakomnya yang semula hanya mengandalkan pancaran frekwensi dengan teknologi internet, yang kemudian dikenal dengan istilah radio on-line. Radio on-line mengandalkan teknologi penyimpanan dalam bentuk web yang bisa diakses dari seluruh penjuru dunia. Itulah yang disebut radio streaming. “Radio streaming jauh lebih murah dibandingkan dengan siaran analog, meskipun keduanya mengantungkan pada daya listrik. Tapi steaming dapat menjangkau layanan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan radio komunitas yang hanya boleh bersiaran dalam diagonal 5 Km. Berkat siaran streaming ini, pendengar Madu FM sudah sampai ke Timur Tengah (Yaman, Sudan, Syiriah, Saudi Arabia, bahkan Amerika Serikat). Secara ekonomis hal itu sangat menguntungkan Madu FM, sebab para TKI dari luar negeri sering mengirimkan infak melalui rekening kami yang jumlahnya kadang tidak terduga, besarlah...yang paling besar kiriman dari Yaman. Baru baru ini Dubes Amerika menyatakan tertarik pada pola pemberdayaan komunitas melalui siaran radio, itu juga tahunya dari streaming. Mereka ngasih komputer 20 unit dan uang Rp.250 jt. Yang tidak terduga, ada permintaan dari sekolah di Belanda yang mengirimkan siswanya untuk magang di sini,” kata Ali Komunitas Madu termasuk yang mengikuti pemerintah. Ali mengutip ayat dalam al-Qur’an , yang artinya “taatilah apa yang diperintahkan Tuhan, taatilah yang dicontohkan Rosul, dan taatilah pemerintah. Pandangan Ali Masjkur ini dalam konteks bahwa pemerintah telah membuat aturan lain untuk menyelenggarakan penyiaran, karena itu sebisa mungkin Ali mengikutinya. Ia mencontohkan soal larangan bagi Rakom memutar iklan komersial, yang berarti Rakom tidak boleh mencari untung (profit). “Saya harus mencari jalan keluarnya supaya tidak terjebak dalam dosa. Maka timbul ide dalam pikiran saya, mengapa tidak mendirikan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) untuk mencari duit? Kemudian dari keuntungan tersebut bisa untuk mensulpay komunitasnya,” aku Ali. Gagasan tersebut betul betul dilaksanakan dengan mendirikan radio komunitas. Ali tetap konsisten dengan nama Madu FM sebagai icont komunitas di pesantrennya. Maka ketika mengajukan IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) ke kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Komisi penyiaran Indonesia, nama Madu FM tetap dipilih. IPP itu pun sudah turun. Maka, kini kelompok komunitas ini mempunyai dua radio , satu Rakom dan satu LPS. Rakomnya bersiaran di gelombang 107.7 Merz sedangkan LPSnya di gelombang 91.3 M.Herz . Menurut Ali, dua lembaga dalam satu komunitas ini tetap bersiaran sendiri sendiri meskipun pada saat tertentu bersiaran bersama. Misalnya, untuk siaran livee (seperti pengajian) mereka bersiaran bersama, selebihnya tetap mengikuti model yang diatur dalam Peraturan pemerintah. LPS mengikuti PP No.50 tahun 2005 sedangkan LPS mengikuti PP 51 tahun 2005. Bayangan Ali akan mendatangkan profit dengan mendirikan LPS Radio, ternyata tidak sepenuhnya benar. Semula diharapkan LPS ini akan membiyayai Rakom, ternyata dalam prakteknya justru sebaliknya. Ali mengatakan, “Lembaga Penyiaran Swasta justru membutuhkan biaya yang besar untuk operasional, mulai dari gaji pegawai, pemeliharaan infrastruktur, bayar listrik, dan lain lain. Belum lagi masalah pajak. Kalau rakom tidak ditarik pajak, sementara untuk LPS ada banyak pajak, mulai pajak frekwensi, biaya mengurus ISR (Izin Siaran radio), biaya mengurus sertifikasi teknis, juga pajak iklan (PPN). Kalau dihitung hitung impas. Malah sering ruginya. Jadi, menurut saya andalannya tetap pada komunitasnya. Alhamdulillah komunitas kita sudah pasti, sehingga relasi datang ke sini karena kepastian pendengarnya.” Pengalamannya mengelola LPS ini menyebabkan Ali mengaku berubah pemahamannya. Semula menganggap bahwa LPS akan mendapatkan untung sehingga dapat mensubsidi Rakom, ternyata justru sebaliknya. LPS lebih banyak ruginya, sehingga justri disubsidi komunitas. Ali memberi istilah “tombok” dalam kasus ini. Ia berpendapat bahwa LPS terlalu banyak dibebani struktur pembiayaan, khususnya biaya pajak. “Pemerintah harus meninjau kembali tata niaga dalam bisnis penyiaran swasta ini, mengingat sumber ekonomi radio sudah mulai digerogoti media on-line. Dan untuk iklan lokal banyak yang tersedot ke penyiaran pusat. Jadi, PP 50 tahun 2005 harus direvisi,” ujar Ali. “Saya jadi sadar bahwa rejeki itu betul betul Alloh yang mengatur. Kadang kita merasa yakin sumber rejeki kita di jalan itu, ternyata sebenarnya ada di jalan lain. Hikmahnya, kita tidak boleh meremehkan sesuatu yang kelihatan sepele. Seperti Rakom misalnya, ternyata meski hanya bersiaran dengan 50 watt dapat mendatangkan untung. Bukan karena radionya yang menjadi sebab, tapi kebaikan komunitasnya. Karena itu, menurut pendapat saya Rakom itu barokah. Akhirnya saya tetap mengandalkan Rakom karena dapat bersinergi langsung dengan komunitas. Sedangkan LPSnya saya gunakan untuk memperkuat. Manfaatnya, meski pun kita merugi dari LPS, tapi kehadiran LPS membuat kredibilitas lembaga menjadi lebih kuat. Sehingga masyarakat tetap percaya pada kita,” kata Ali Oleh Ali masjkur Rakom dan LPS tetap disatukan dengan Streaming sehingga makin menambah kridibilitas. Pada tahun 2014 pemerintah menerbitkan peluang usaha untuk Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) jasa penyiaran televisi. Kementerian Kominfo menerbitkan Permen 31 tahun 2014 tetang peluang usaha LPS-TV dan Kepmen No.1017 tahun 2014 tentang tatacara permohonan IPP analog TV. “Menurut saya itu adalah peluang, jalan lurus yang datang dari langit. Maka saya bersama teman teman mengajukan IPP LPS TV dengan nama yang sama Madu (MaduTV),” ujar Ali. “Kelak antara Rakom, LPS Radio, dan LPS TV akan saya padukan dengan streaming...” Meskipun Madu TV waktu itu belum mendapat izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), demi alasan kemaslahatan umat, tetap melaksanakan siaran, bahkan menayangkan iklan produk lokal mulai dari pengomatan alternatif sampai jamu herbal. Keberanian Ali Masjkur mengudara tanpa izin dilandasi oleh keyakinannya bahwa pemerintah masih tetap mentolelir pelanggaran pelanggaran asal ada manfaat bagi masyarakat sekitar. “Saya rasa pemerintah tidak kaku dalam menegakkan aturan. Buktinya banyak radio komunitas yang tidak berizin dibiarkan mengudara, asal tidak menganggu frekwensi radio lain atau menganggu frekwensi yang dipergunakan navigasi penerbangan, dan yang pasti bermanfaat bagi masyarakat sekitar,” kata Ali PJ Walikota Blitar (pada waktu itu Oktober 2015) Supriyanto, menyatakan bahwa hukum bukan kitab suci, bukan wahyu. Undang Undang saja bisa di judisial review, UUD 1945 bisa diadendum, kenapa undang undang penyiaran tidak bisa direvisi? Saat ini masalah perizinan di bidang penyiaran sangat ruwet, karena itu harus direvisi. Pendapat ini dilontarkan pada saat forum Sosialisasi Penggunaan Frekwensi Radio dalam Penyelenggaraan Penyiaran”, di Blitar tanggal 7 Oktober 2015. Sebagaimaa Ali dan Supriyanto yang mempersepsi aturan penyiaran sebagai hal yang tidak boleh kaku dalam pelaksanaannya karena bisa menyulitkan masyarakat. Hal senada juga diungkapkan oleh penegak hukum sendiri. Wayan Sulandra, SH, MH (Kasi Korwas PPNS Polda Jatim) mengungkapkan pandangannya tersebut dengan kalimat : “kalau tidak merugikan orang lain aku merem !” (disampaikan di Blitar, tgl 7 Oktober 2015). Kata merem mengandung makna menutup mata, artinya penegak hukum frekwensi tidak akan menindak bila tidak merugikan pihak lain. Wayan menegaskan tidak ada ampun bila frekwensi yang dipergunakan mengganggu penerbangan. Bimo Walgito (1990: 56-57) menyebutkan persepsi sosial ditentukan oleh harapan harapan (ekspektasi), pengalaman pengalaman tertentu, kepentingan tertentu, dan sebagainya. Hasil penelitian ini juga mendukung teori ini, bahwa karena faktor harapan (ekspektasi)lah yang menyebabkan Rakom Madu FM tidak surut dalam kontestasi yang tidak berimbang tersebut. Mereka sangat berharap bahwa dengan media radio komunitas, MaduFM dapat membangun kepercayaan ( trust ) masyarakat sekitar. Mereka berpendapat bahwa media radio masih mempunyai kridibilitas, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan. Dengan radio komunitas, Rakom Madu FM dapat menjadi penghubung antara masyarakat dengan pemerintah, ormas, dan lainnya. Posisi ini disebut Mc Quail sebagai “mediasi media”. Radio menjadi jembatan (bridg) diantara kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, melalui pemanfaatan radio komunitas Madu FM berharap dapat memperkuat dan memperluas medan dakwah. Meskipun kontestasi menyebabkan Madu FM termarginalisasi, harapan harapan ini menyebabkan mereka optimis dan kreatif dalam memikirkan solusinya. ## KESIMPULAN Keterbatasan kanal untuk Radio Komunitas tidak membuat LPK Radio Madu FM menyerah pada keadaan. Justru menimbulkan motivasi untuk tetap eksis. Banyak ide yang muncul, seperti membuat jaringan radio komunitas, mendirikan Radio Swasta, dan bahkan TV Swasta lokal, menjadikan Rakom bermanfaat untuk masyarakat melalui peran serta pemerintah di dalamnya, sehingga Rakom bisa menjadi kanal untuk program pembangunan serta pendidikan formal di sekolah sekolah. Sikap optimis ini yang menyebabkan komunitas Rakom mampu berpikir maju sehingga melahirkan ide ide yang konstruktif dalam rangka keluar dari ketermarginalannya itu. Ide ide tersebut berupa merekayasa teknologi internet sehingga bisa bersiaran menggunakan teknologi streaming. Melalui teknologi ini (yang kemudian dikenal dengan nama radio on-line), siaran Madu FM bisa meluas, melampaui jangkauan wilayah layanan yang diberikan oleh undang undang. Ide ide kreatif yang lain adalah membuat rakom di luar wilayahnya, yang kemudian disatukan dalam siaran berjaringan. Meskipun sistem berjaringan untuk radio belum diatur dalam undang undang, LPK Rakom Madu FM menganggap bahwa sesuatu yang tidak diatur bukan berarti tidak boleh dilakukan, mereka berpendapat bahwa sepanjang ide ide tersebut bermanfaat bagi masyarakat maka maka apa salahnya untuk dicoba. Dalam istilah merek disebut istihaj. Rakom Madu FM berhasil mengatasi kesulitan dalam siaran akibat keterbatasan jangkauan siaran yang diperbolehkan pemerintah, yakni dengan menggunakan teknologi streaming dan membuat jaringan. Karena itu, diusulkan agar dua hal tersebut masuk dalam revisi undang undang penyiaran. ## DAFTAR PUSTAKA Arifin, A. 1984. Komunikasi Sebuah pengantar, Rajawali Press, jakarta Littlejohn, S. 1999. Theories Human Communication, 5th edition, Wadswort Publishing Compony, California Masduki, Perkembangan dan Problematika Radio Komunitas di Indonesia, Jurnal Ilmu Komunikasi, volume 1, nomor 1, Juni 2006 (ISSN : 1829-6564). Nasrullah, R. 2014. Komunikasi Antar Budaya: Di Era Budaya Siber, Kencana, Jakarta Panuju, R.2015. Sistem Penyiaran Indonesia: Sebuah Kajian Strukturalisme Fungsional, Kencana-Prenada Media Group, Jakarta. Wahyuni, H.2007. Politik Media dalam Transisi Politik : dari Kontrol Negara Menuju Self Regulation Mechanism, Jurnal ilmu Komunikasi (ISSN 1829- 6564) Volume 4, Nomor 1, tahun 2007 Wright, C.1959. Mass Communication : Sociological Perspective, Random House, New York
5d970fae-c389-4012-b414-6ed327e55f05
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/article/download/753/625
Pengembangan Sikap Belajar Peserta Didik Kelas VIII Melalui Layanan Konseling Kelompok oleh Guru Bimbingan dan Konseling Di SMPN 30 Padang Apriana Nofriastuti Rasdiany & Jum Anidar Email : [email protected], [email protected] Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang Abstrak : Penelitian ini dilatarbelakangi adanya peserta didik yang belum mempunyai sikap belajar yang baik. Rumusan masalah penelitian bagaimana pengembangan sikap belajar peserta didik kelas VIII melalui layanan konseling kelompok oleh guru bimbingan dan konseling di SMPN 30 Padang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan perencanaan, tahap dan hasil dari layanan konseling kelompok yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam mengembangkan sikap belajar peserta didik kelas VIII di SMPN 30 Padang. Jenis penelitian ini adalah Field Research dengan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Sedangkan teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menemukan, 1) Perencanaan layanan konseling kelompok dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: membentuk kelompok, meyakinkan peserta didik dalam mengembangkan sikap belajar melalui layanan konseling kelompok, menetapkan jumlah peserta layanan konseling kelompok sebanyak 8 orang serta kegiatan layanan konseling kelompok diadakan setelah pulang sekolah di ruang yang nyaman seperti di ruang kelas yang kosong, melengkapi administrasi pelaksanaan konseling kelompok.; 2) Tahap pelaksanaan layanan konseling kelompok dilakukan melalui empat tahap yaitu: tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran; 3) Hasil pelaksanaan layanan konseling kelompok yaitu sudah ada perubahan peserta didik dari cara menghargai dan memperhatikan guru saat menerangkan pelajaran, segan bersikap tidak baik dan diberikan tindak lanjut berupa pemanggilan ke ruang guru bimbingan dan konseling secara individual. Kata Kunci: Pengembangan, Sikap Belajar, Konseling Kelompok ## A. PENDAHULUAN Sikap belajar positif peserta didik akan terwujud dalam bentuk perasaan senang, setuju dan suka terhadap hal-hal tersebut. Sikap seperti itu, akan ber- pengaruh terhadap proses dan hasil belajar yang diperolehnya. Sesuatu yang menim- bulkan rasa senang cenderung untuk di- ulang (menurut hukum belajar law of effect yang dikemukakan Thorndike). Sikap belajar ikut menentukan intensitas kegiat- an belajar. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sikap belajar yang negatif (Djali, 2013: 115). Menurut LaPiere (dalam Saifuddin Azwar, 1995: 5) mengatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Menurut Bimo Walgito (2003: 127) sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif tidak berubah, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang/ peserta didik tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu bentuk pola perilaku yang didahului oleh perasaan yang terorganisasi dalam hu- bungan dengan situasi sosial untuk mem- buat respon atau perilaku dengan cara ter- tentu yang dipilihnya sehingga dapat di- nilai oleh orang lain. Kata belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku atau perilaku berkat pengalaman dan latihan (M.Alisuf Sabri, 2007: 55). Sedangkan pengertian belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut: ArnoF. Witing “Learning can be defined as any delalively permament change in an organism behavioral reportoire that occurs as a result of experience”. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan relatif tetap dalam suatu tingkah laku manusia yang muncul sebagai hasil dan pengalaman (Muhibbin Syah, 2003: 66). Pengertian belajar di atas dapat dipahami bahwa sesuatu perubahan yang terlihat jelas pada seseorang yang bersifat relatif tetap pada setiap tingkah lakunya yang sesuai dengan apa yang dipelajarinya dan dari pengalaman yang dirasakan sendiri. Belajar adalah berubah. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Jelas- nya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku seseorang. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psiko- motor. Menurut Djaali, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar antara lain yaitu motivasi, sikap, minat dan kebiasaan belajar dan konsep diri. Menurut Yusuf (2006: 136) keberhasilan belajar seseorang juga dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal (berasal dari diri sendiri) seperti: fisik yang sehat, memiliki motivasi atau minat yang kuat untuk belajar, kebiasaan belajar yang positif, sikap yang positif terhadap materi pelajaran, kecerdasan, tidak mudah frustasi dalam menghadapi kegagalan. Sementara itu, faktor eksternal yang mendukung ke- berhasilan belajar diantaranya: lingkungan keluarga yang harmonis, perhatian orang tua, fasilitas belajar yang memadai dan iklim kehidupan sekolah yang kondusif. Salah satu faktor internal yang diperma- salahkan yaitu sikap belajar yang tidak baik. Seperti sering menunda-nunda tugas, tidak menghargai dan memperhatikan guru saat menjelaskan pelajaran, sering keluas masuk pada jam pelajaran, bercanda dan mengobrol dengan teman saat guru menerangkan, suka diam di kelas/ tidak berani menjawab pertanyaan dari guru, dan menganggu teman saat pelajaran berlangsung. Apabila peserta didik tidak memiliki sikap belajar yang positif, maka di khawatirkan peserta didik yang bersangkutan tidak akan mencapai hasil belajar yang baik. Menurut Slameto (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2011: 13) juga menya- takan bahwa belajar ialah proses usaha yang dilaksanakan seseorang untuk mem- peroleh suatu perubahan tingkah laku se- cara keseluruhan, sebagai hasil penga- lamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psiko- motorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Sikap belajar dapat diartikan yaitu adanya kesediaan untuk merespon ter- hadap situasi pembelajaran. Semua kepu- tusan untuk menentukan sikap belajar tidak ditentukan oleh tindakan khusus oleh paksaan orang lain melainkan sikap diten- tukan oleh individu bersangkutan. Dalam keseluruhan proses belajar mengajar ter- jadilah interaksi antara berbagai kom- ponen, sehingga masing-masing kompo- nen saling mempengaruhi, baru memberi- kan rangsangan kepada siswa untuk belajar dan siswa merespon dengan sikap sehing- ga terjadi timbal balik antar komponen yang membentuk sikap belajar siswa. Jadi sikap belajar merupakan suatu bentuk pola perilaku yang didahului oleh perasaan yang terorganisasi dalam hu- bungan dengan situasi sosial untuk mem- buat respon atau perilaku dengan cara ter- tentu yang dipilihnya sehingga dapat di- nilai oleh orang lain serta hal ini diperoleh juga oleh individu melalui latihan dan pe- ngalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Berdasarkan observasi pada tanggal 8-14 November 2017 yang penulis temu- kan bahwa ada beberapa sikap belajar yang peserta didik perlihatkan pada waktu proses belajar, yaitu ada yang bercanda dengan temannya ketika guru sedang me- nerangkan pelajaran, suka ngobrol dengan teman saat guru menerangkan pelajaran, peserta didik yang sering keluar masuk saat proses pembelajaran berlangsung, suka diam di kelas/ tidak berani menjawab pertanyaan dari guru, menganggu teman dalam belajar, meribut di kelas ketika ada guru di kelas, bahkan ada peserta didik yang suka menunda-nunda mengerjakan tugas dari guru. Berdasarkan data di ruangan bim- bingan dan konseling SMPN 30 Padang, sekolah ini memiliki lima guru pembim- bing yang menangani 780 peserta didik. Kelima guru pembimbing ini adalah guru yang profesional yang berlatarbelakang pendidikan bimbingan dan konseling serta sudah berpengalaman. Untuk lebih jelas- nya bisa kita lihat tabel di bawah ini. No Nama Jabatan 1 Dian Putra, S.Pd.I Koordinato r guru BK 2 Tia Yurasnita, S.Pd Anggota 3 Rahmat Fajri Asy Syauqi, S.Pd.I Anggota 4 Mutia Aria Widiastuti, S.Pd.I Anggota 5 Drs. Lukas Anggota Sumber data : Koordinator BK SMPN 30 Padang Dari wawancara pada tanggal 30 Januari 2018 dengan ibu Tia Yurasnita adalah seorang guru pembimbing di SMPN 30 Padang menjelaskan bahwa ada beberapa masalah yang didapatkan pada sikap belajar peserta didik, beliau men- jelaskan bahwa, banyak peserta didik kita yang memiliki sikap belajar yang tidak se- suai dengan seperti apa yang diharapkan, sehingga banyak laporan dari guru yang mengajar kepada ibu Tia terhadap lokal- lokal tertentu dan saya pun memperhatikan langsung fakta tersebut di lapangan. Beri- kut ini pendapat beliau : “Saya perhatikan belakangan ini dari perkembangan peserta didik kita, banyak diantara mereka itu memiliki sikap dalam belajar tidak baik bah- kan bisa dikatakan mereka itu me- miliki sikap belajar yang buruk. Mengapa ini saya katakan, sebab se- banyaknya informasi yang saya te- rima dari guru bidang studi tentang bagaimana sikap belajar peserta di- dik di dalam lokal yang tidak men- cerminkan cara belajar yang baik, sehingga terbukti peserta didik yang tidak memiliki sikap belajar yang baik itu contohnya bercanda dengan temannya ketika guru sedang mene- rangkan pelajaran, keluar masuk saat proses pembelajaran berlangsung, suka ngobrol dengan teman saat guru menerangkan pelajaran, menganggu teman dalam belajar, meribut di kelas ketika ada guru di kelas, suka diam di kelas/ tidak berani men- jawab pertanyaan dari guru, menun- da-nunda mengerjakan tugas dari guru pada akhirnya nilai akademik mereka menurun”. Dari data-data yang ada di ruangan bimbingan konseling SMPN 30 Padang untuk peserta didik kelas VIII yang inisialnya AH, FF, VD, FR, GG, AS, KV dan MB, ditemukan memiliki masalah pada sikap belajar peserta didik yang tidak baik dan guru pembimbing harus lebih banyak memantau sikap belajar peserta didik agar sikap dalam belajar lebih baik dari sebelumnya. Berikut ini penuturan dari hasil wawancara dengan siswa yang bernama AS kelas VIII.3, dia mengatakan bahwa : “Ibu, bisa memperhatikan bagaimana sikap kami dalam belajar sehari- harinya, ketika guru sudah masuk dan mengajar di lokal kami, maka ada beberapa teman-teman saya keluar masuk kelas ketika guru me- nerangkan pelajaran, suka ngobrol dengan teman saat guru menerang- kan pelajaran, meribut di dalam kelas, menganggu teman ketika belajar dan menunda-nunda menger- jakan tugas dari guru. Semua sikap belajar seperti inilah yang membuat pandangan guru pada intinya tidak baik sama kami bu. Sikap teman saya ini juga membuat saya tergang- gu dengan dalam belajar bu.” Dari teori dan gambaran masalah yang diuraikan di atas terlibat jelas bahwa peserta didik yang memasuki lingkungan pendidikan sering bermasalah dengan ke- adaan dan lingkungan dalam belajar, untuk mengurangi terjadi masalah terhadap kon- disi sikap belajar peserta didik yang seka- rang masih banyak yang negatif sehingga guru pembimbing dapat mengembangkan sikap belajar yang lebih positif maka perlu diselenggarakan layanan konseling ke- lompok. Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002: 49) layanan konseling kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan pe- serta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya mela- lui dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang bergerak, yang berkem- bang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Dari pendapat di atas bahwa kon- seling kelompok merupakan layanan bim- bingan dan koseling yang dilakukan dalam suasana kelompok dan ditandai dengan berinteraksi antar anggota kelompok. Layanan konseling kelompok dimaknai sebagai upaya pemberian ban- tuan kepada individu yang mengalami masalah pribadi melalui kegiatan ke- lompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Fokusnya adalah sikap dan pe- rasaan serta pemilihan dan nilai-nilai yang terlibat dalam hubungan antarpribadi De- ngan berinteraksi satu sama lain, para ang- gota membentuk hubungan yang bersifat membantu dan memungkinkan mereka untuk dapat mengembangkan pemahaman, penilaian, dan kesadaran terhadap dirinya (Mochammad Nursalim, 2015: 113). Menurut Gazda (dalam Rasimin 2018: 6) menyatakan bahwa konse- ling kelompok merupakan suatu sistem layanan bantuan yang amat baik untuk membantu pengem- bangan kemampuan pribadi, pen- cegahan, dan menangani konflik- konflik antarpribadi atau pemecahan masalah. Pandangan tersebut diper- tegas oleh Rasimin di dalam buku Bimbingan dan Konseling Kelom- pok menyatakan bahwa “Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana ke- lompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertum- buhannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa kon- seling kelompok adalah upaya bantuan yang bersifat pencegahan dan pengem- bangan kemampuan pribadi sebagai pe- mecahan masalah secara kelompok atau bersama-sama dari seorang konselor kepada klien. Dalam hal ini sikap belajar yang buruk yang ingin dikurangi dan kemudian diarahkan agar terbentuk sikap belajar yang baik. Tujuan dalam layanan konseling kelompok adalah upaya peme- cahan masalah seperti terkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang terarah kepada tingkah laku khususnya bersosialisasi dan berkomuni- kasi. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa tujuan konseling kelompok yaitu membantu peserta didik mengembangkan sikap yang tidak terarah menjadi sikap yang positif sekaligus mengentaskan masalah-masalah yang dialaminya. Menurut Prayitno (1999: 280) me- nyatakan peserta didik yang memiliki sikap belajar yang tidak baik memerlukan bantuan untuk mampu melihat secara kritis sikap-sikap yang mereka miliki dan itu juga merupakan masalah belajar bagi pe- serta didik karena akan mempengaruhi hasil belajarnya. Melalui bantuan itu mereka diharapkan dapat menemukan kelemahan-kelemahan mereka dalam be- lajar dan selanjutnya berusaha mengubah atau memperbaiki kelemahannya tersebut. Berkaitan dengan hal ini, perlu adanya usaha layanan yang diberikan untuk pe- serta didik baik dari keluarga dan guru BK. Menurut Permendikbud RI No. 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kuri- kulum, bahwa Guru Bimbingan dan Kon- seling adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan pelayanan bim- bingan dan konseling terhadap sejumlah siswa. Guru pembimbing berperan dalam mengetahui sebab-sebab yang melatar- belakangi sikap dan tindakan siswa. Dalam hal ini guru pembimbing bertugas mem- bantu menangani masalah siswa dengan meniliti latar belakang tindakan siswa me- lalui serangkaian wawancara dan in- formasi dari sejumlah sumber data, setelah wali kelas merekomendasikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa guru/ konselor adalah seorang yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan kon- seling di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu siswa dalam memahami, memandirikan dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik secara optimal sehingga dapat bersikap dengan baik dalam hidupnya. Dengan demikian perlu bantuan untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalahnya, misalnya melalui konseling. Melalui konseling, guru BK dapat memberikan petunjuk atau arahan kepada peserta didik untuk memahami potensi dalam dirinya dan dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Peran bimbingan dan kon- seling di sekolah sangat diperlukan untuk membantu peserta didik. Kerjasama dari seluruh pihak akan sangat membantu, terutama guru BK sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi pribadi dan membantu setiap permasalahan peserta didik. Konseling kelompok tidak hanya menyangkut aspek efisien dalam hal waktu dan tenaga saja, tetapi dalam konseling kelompok interaksi antar anggota merupakan suatu yang khas yang tidak mungkin terjadi dalam konseling per- orangan (Prayitno, 2004: 307). Untuk menuju pada harapan yang telah ditentukan saat kegiatan konseling kelom- pok, tentunya konseling kelompok mem- punyai beberapa tahapan tersendiri yang telah diolah sedemikian rupa oleh guru BK sehingga kegiatan konseling kelompok dapat berjalan dengan baik dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Jadi dapat disimpulkan dalam pe- nelitian ini bahwa pengembangan sikap belajar peserta didik melalui konseling kelompok merupakan suatu proses atau cara perbuatan yang dilakukan oleh guru pembimbing di SMPN 30 Padang dalam mengembangkan sikap belajar peserta didik yang memiliki sikap belajar yang tidak baik. Dalam pengembangan sikap belajar ini sangat dibutuhkan bimbingan dari seorang pembimbing dalam me- mecahkan masalah belajar yakninya dalam hal sikap belajar yang tidak terarah. Bim- bingan dalam hal ini mencerminkan sikap dan cara belajar yang baik oleh peserta didik. Hal ini yang menjadi permasalahan dalam penelitian yaitu bagaimana pengem- bangan sikap belajar peserta didik kelas VIII melalui layanan konseling kelompok oleh guru pembimbing di SMPN 30 Pa- dang. Dalam penelitian ini mengenai usaha membantu peserta didik yang ter-gabung dalam kelompok kecil untuk memecahkan masalah sikap belajar yang tidak baik de- ngan menggunakan prinsip-prinsip dina- mika kelompok dan mem-berikan umpan balik secara terencana yang dilakukan oleh guru BK di SMPN 30 Padang, sehingga penulis tertarik untuk melakukan pe- nelitian dan mengumpulkan data-data yang relevan serta mengolahnya ke dalam skripsi yang berjudul “Pengem-bangan Sikap Belajar Peserta didik Kelas VIII Melalui Layanan Konseling Ke-lompok oleh Guru Bimbingan dan Kon-seling di SMPN 30 Padang.” B. PEMBAHASAN 1. Sikap Belajar a) Pengertian Sikap Belajar Sikap merupakan suatu bentuk pola perilaku yang didahului oleh pe- rasaan yang terorganisasi dalam hu- bungan dengan situasi sosial untuk membuat respon atau perilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya se-hingga dapat dinilai oleh orang lain. Belajar adalah suatu usaha sadar yang di- lakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperolah tujuan tertentu. Menurut Djali (2013: 115) sikap belajar dapat diartikan sebagai ke- cenderungan perilaku seseorang tatkala ia mempelajari hal-hal yang bersifat akademik. Sikap belajar dapat diartikan yaitu adanya kesediaan untuk merespon terhadap situasi pembelajaran. Semua keputusan untuk menentu-kan sikap belajar tidak ditentukan oleh tindakan khusus oleh paksaan orang lain melainkan sikap ditentukan oleh indi- vidu bersangkutan. Berdasarkan pengertian sikap belajar menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sikap belajar adalah suatu bentuk pola perilaku yang dida- hului oleh perasaan yang terorganisasi dalam hubungan dengan situasi sosial untuk membuat respon atau perilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya sehingga dapat dinilai oleh orang lain serta hal ini diperoleh juga oleh individu melalui latihan dan pengala- man yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. b) Ciri-ciri Sikap Belajar Adapun ciri-ciri dari sikap belajar, antara lain (Bimo Walgito, 2003: 131) : 1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir 2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap 3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek. 4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar 5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi c) Fungsi Sikap Belajar Sikap-sikap yang telah terbentuk tersebut mempunyai berbagai fungsi, diantaranya (Abu Ahmadi, 1979: 55) : sikap berfungsi sebagai alat instrumen atau untuk menyesuaikan diri, sikap berfungsi sebagai pertahanan ego, sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku, sikap berfungsi sebagai alat peng- atur pengalaman-pengalaman, sikap berfungsi sebagai pernyataan kepri- badian. d) Faktor-Faktor Yang Mem- pengaruhi Sikap Belajar Alex Sobur (2004: 244-251) ber- pendapat bahwa, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar individu atau peserta didik dapat dibagi dua bagian: (a) Faktor endogen Yaitu faktor yang berada dalam diri individu meliputi : 1) Faktor fisik 2) Faktor psikis Di antara begitu banyak faktor psikis, yang paling banyak atau paling sering disoroti pada saat ini adalah faktor-faktor sebagai berikut ini ialah faktor inteligensi dan bakat, faktor perhatian dan minat, faktor bakat, faktor motivasi, faktor kematangan, faktor kepribadian. (b) Faktor eksogen Faktor eksogen yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak. Secara garis besar faktor eksogen yaitu faktor ke- luarga. Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar dapat dibagi tiga aspek, yaitu : kondisi ekonomi keluarga, hubungan emosional antara orang tua dan anak, cara mendidik anak, faktor sekolah, faktor lingkungan lain. 2. Konseling Kelompok a) Pengertian Konseling Kelompok Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan yang bersifat pencegahan dan pengembangan kemam- puan pribadi sebagai pemecahan masalah secara kelompok atau bersama-sama dari seorang konselor kepada klien. Dinamika kelompok adalah sekumpulan dua orang atau lebih melalui interaksi dengan ang- gota yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya dan keadaan kelompok dari waktu ke waktu sering berubah- ubah/ bergerak atau pengarahan yang dapat digerakkan dalam kelompok itu. b) Tujuan Konseling Kelompok Tujuan konseling kelompok dapat dipahami bahwa dengan pelaksanaan layanan konseling kelompok maka pe- serta didik diharapkan mampu berbicara dengan baik, menyampaikan ide dan pen- dapat kepada orang lain, menghargai pendapat orang lain, bertanggung jawab atas pendapat sendiri dan mampu mem- bantu mengentaskan masalah diri sendiri dan orang lain. c) Fungsi Konseling Kelompok Fungsi layanan konseling kelompok sebagai berikut (dalam M. Edi Kurnanto, 2014: 9) : Pertama, sifat pen- cegahan, dalam arti bahwa individu yang dibantu mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar di masya- rakat. Kedua, sifat Penyembuhan, dalam arti bahwa membantu individu untuk dapat keluar dari persoalan yang dialami- nya dengan cara memberikan dorongan. d) Pelaksanaan Konseling Kelom- pok Sebagaimana layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok juga menempuh tahap-tahap sebagai berikut : 1. Perencanaan yang mencakup kegiatan: (1) membentuk kelom- pok. Ketentuan membentuk kelom- pok sama dengan bimbingan ke- lompok. Jumlah anggota kelompok dalam konseling kelompok antara 8-10 orang (tidak boleh melebihi 10 orang), (2) mengidentifikasi dan meyakinkan klien (siswa) tentang perlu masalah dibawah kedalam layanan konseling kelompok, (3) menempatkan klien dalam ke- lompok, (4) menyusun jadwal kegiatan, (5) menetapkan fasilitas layanan, (6) menyiapkan keleng- kapan administrasi. 2. Pelaksanaan yang mencakup ke- giatan: (1) mengomunikasikan rencana layanan konseling kelom- pok, (2) mengorganisasikan ke- giatan layanan konseling kelom- pok, (3) menyelenggarakan layanan konseling kelompok melalui tahap- tahap  (a) pembentukan, merupa- kan tahap awal yang sangat ber- pengaruh dalam proses konseling selanjutnya. Persiapan yang harus dilakukan oleh seorang konselor adalah menjelaskan tujuan umum yang ingin dicapai dalam kegiatan konseling kelompok, menjelaskan cara-cara yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan, mem- perkenalkan diri agar kegiatan kelompok berjalan dengan lancar, memperlihatkan komunikasi yang menghargai konseli dan me- nampilkan ketulusan hati, ke- hangatan dan empati kepada para konseli. (b) peralihan, merupakan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap berikutnya, meningkatkan keikutsertaan anggota. (c) ke- giatan, bertujuan membahas suatu masalah atau topik yang relevan dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas dan (d) pengakhiran, merupakan penilaian dan tindak lanjut, adanya tujuan terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan, terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas, terumuskan rencana kegiatan lebih lanjut, tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri (dalam M. Edi Kurnanto, 2014:136-171). 3. Evaluasi mencakup kegiatan  (1) menetapkan materi evaluasi, (2) menetapkan prosedur evaluasi, (3) menyusun instrumen evaluasi, (4) mengoptimalisasikan instrumen evaluasi, (5) mengolah hasil aplikasi instrumen. 4. Analisis hasil evaluasi yang mencakup kegiatan  (1) menetap- kan norma atau standar analisis, (2) melakukan analisis, dan (3) menaf- sirkan hasil analisis. 5. Tindak lanjut yang mencakup kegiatan  (1) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, (2) mengomuni- kasikan rencana tindak lanjut ke- pada pihak-pihak terkait, (3) melaksanakan rencana tindak lanjut. 6. Laporan yang mencakup kegiatan  (1) menyusun laporan layanan konseling kelompok, (2) menyam- paikan laporan kepada kepala sekolah atau madrasah dan kepada pihak-pihak lain yang terkait, (3) mengomunikasikan laporan la- yanan (Tohirin, 2011: 177-178). Menurut M. Edi Kurnanto (2014: 136-171) mengatakan bahwa terdapat tahap-tahap dalam pelaksanaan konseling kelompok yaitu : a. Tahap pembentukan kelompok , merupakan tahap awal yang sangat berpengaruh dalam proses konseling selanjutnya. b. Tahap peralihan , merupakan jembatan dari tahap pembentukan ke tahap kegiatan. c. Tahap kegiatan , bertujuan membahas suatu masalah atau topik yang relevan dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas. d. Tahap pengakhiran , merupakan penilaian dan tindak lanjut, adanya tujuan terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelak- sanaan kegiatan, terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah di- capai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas, terumuskan rencana kegiatan lebih lanjut, tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri. 3. Guru Bimbingan dan Konseling Guru bimbingan dan konseling adalah seorang yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu siswa dalam memahami, me- mandirikan dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik secara optimal sehingga dapat bersikap dengan baik dalam hidupnya. 4. Layanan Konseling Kelompok Mengurangi Sikap Belajar yang ## Tidak Baik Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibanding dengan sikap belajar yang negatif (Djali,2013: 116). Sikap belajar positif peserta didik dapat me- nentukan keberhasilan belajarnya. Setiap individu memiliki sikap belajar yang berbeda-beda karena masing-masing in- dividu unik dan memiliki cara berfikir yang berbeda dalam melakukan suatu hal. Ada siswa yang sikap belajar positif dan ada yang sikap belajarnya negatif/ buruk. Sikap positif disini dimaksudkan menolak hal-hal yang salah/ buruk/ negatif dan mendukung hal-hal benar/ baik/ positif. Sikap positif ini lebih jauh diharapkan dapat merangsang para peserta didik untuk menyusun program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik. Lebih jauh lagi, program-program kegiatan itu diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk melaksanakan ke- giatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana mereka programkan semula yaitu untuk mengurangi sikap belajar yang tidak baik. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field research) , di mana maksud dari penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan di suatu lokasi ditengah-tengah masyarakat untuk memberikan gambaran yang leng- kap tentang suatu keadaan (Sumardi Syuryabrata , 1991: 24). Penulis meng- gunakan pendekatan kualitatif dengan metode yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesa me- lainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel- variabel yang diteliti dan bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada (Mardalis, 2014: 26). Sumber data penelitian terbagi dua yaitu Pertama, sumber data primer : Guru BK SMPN 30 Padang dan peserta didik VIII yang terlibat dalam kegiatan layanan konseling kelompok di SMPN 30 Padang. Kedua, sumber data sekunder Guru wali kelas, Guru mata pelajaran pendidikan agama Islam dan teknologi informasi komputer SMPN 30 Padang. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama observasi partisipatif (berperan serta) dalam metode pengumpulan data, karena peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dalam observasi ini penulis melakukan dengan cara langsung melihat, mengamati pelaksanaan layanan konseling kelompok dalam pengembangan sikap belajar peserta didik. Kedua wawancara secara langsung dengan guru BK, wali kelas, guru mata pelajaran pendidikan agama Islam dan teknologi informasi komputer dan peserta didik yang ikut serta dalam kegiatan konseling kelompok. Ketiga dokumentasi penulis menggunakan untuk mencari data dari dokumen resmi pengembangan sikap belajar peserta didik kelas VIII melalui layanan konseling kelompok di SMPN 30 Padang. ## D. HASIL PENELITIAN DAN PEM- BAHASAN 1. Perencanaan Layanan Konseling Kelompok dalam Mengem- bangkan Sikap Belajar Peserta Didik Kelas VIII Oleh Guru Bim- bingan dan Konseling di SMPN 30 ## Padang Dalam perencanaan guru bimbingan dan konseling harus melalui beberapa tahapan, tahapan tersebut sebagai berikut: a. Membentuk Kelompok Peserta didik telah dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 4-8 orang anggota kelompok. Setiap kelas memiliki kelompok aktif yang akan mengikuti layanan konseling ke- lompok, dengan anggota kelompok yang memiliki kelebihan atau keahlian masing- masing tentunya akan mempengaruhi ke- efektifan atau kelancaran dari pelaksanaan layanan konseling kelompok. b. Mengidentifikasi dan Meyakinkan Klien Hasil wawancara dengan guru pembimbing dan peserta didik bahwa perencanaan layanan konseling kelompok dalam mengembangkan sikap belajar pe- serta didik kelas VIII terkait dengan cara meyakinkan peserta didik dalam pengem- bangan sikap belajar melalui layanan konseling kelompok berdasarkan cara guru pembimbing menyampaikan layanan konseling kelompok ini dengan baik agar pelaksanaan layanan konseling kelompok dengan topik yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, bermanfaat dan menarik. c. Menempatkan Klien Dalam Kelompok Menempatkan peserta didik dalam kelompok di SMPN 30 Padang ber- dasarkan kebutuhan peserta didik dan sesegera mungkin mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling dari guru pem- bimbing. d. Penyusunan Jadwal Perencanaan penyusunan jadwal kegiatan layanan konseling kelompok dalam mengembangkan sikap belajar peserta didik kelas VIII di SMPN 30 Padang sudah terorganisir dengan baik walaupun waktu yang diberikan hanya 1 jam. e. Menetapkan Fasilitas Layanan Hasil dari observasi dan wawancara fasilitas yang diberikan oleh guru bim- bingan dan konseling di SMPN 30 Padang dalam pelaksanaan layanan sudah efektif mulai dari tempat pelaksanaan layanan yaitu di ruangan yang nyaman seperti di lokal yang kosong. ## f. Menyiapkan Kelengkapan Admi- nistrasi Hasil wawancara dengan guru pem- bimbing dan peserta didik diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa admini- strasi guru bimbingan dan konseling di SMPN 30 Padang telah memberikan dengan sangat efektif karena guru bimbingan dan konseling telah menye- diakan perlengkapan berupa RPL, (Ren- cana Pelaksanaan Layanan) dan daftar hadir peserta didik. 2. Tahap Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok dalam Mengembangkan Sikap Belajar Peserta Didik Kelas VIII Oleh Guru Bimbingan dan Konseling di SMPN 30 Padang a. Tahap pembentukan kelompok , merupakan tahap awal yang sangat berpengaruh dalam proses konseling selanjutnya. b. Tahap peralihan , merupakan jembatan dari tahap pembentukan ke tahap kegiatan. c. Tahap kegiatan , bertujuan membahas suatu masalah atau topik yang relevan dengan ke- hidupan anggota secara men- dalam dan tuntas. d. Tahap pengakhiran , merupakan penilaian dan tindak lanjut, adanya tujuan terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan, ter- ungkapnya hasil kegiatan ke- lompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas. 3. Hasil dan Tindak Lanjut Layanan Konseling Kelompok dalam Mengembangkan Sikap Belajar Peserta Didik Kelas VIII Oleh Guru Bimbingan dan Konseling di SMPN 30 Padang a. Evaluasi Kegiatan Hasil wawancara penulis dengan guru pembimbing dan peserta didik maka penulis simpulkan bahwa penilaian segera (laiseg), penilaian jangka pendek (laijapen), serta penilaian jangka panjang (laijapang) sudah di- lakukan dengan cermat oleh guru pembimbing dari pelaksanaan layanan konseling kelompok yang diadakan sebelumnya. b. Hasil Kegiatan Hasil yang diperoleh peserta didik setelah guru pem- bimbing melaksanakan layanan konseling kelompok dalam me- ngembangkan sikap belajar pe- serta didik yakninya sudah lebih baik seperti dari cara menghargai dan memperhatikan guru saat me- nerangkan pelajaran, segan ber- sikap tidak baik dan ini memang membutuhkan waktu serta ko- mitmen dalam menerapkan hasil yang telah disepakati saat pelak- sanaan layanan. c. Tindak Lanjut Berdasarkan hasil wawan- cara penulis dengan guru pem- bimbing dan peserta didik maka dapat disimpulkan bahwa tindak lanjut yang telah dilakukan oleh guru pembimbing yaitu melak- sanakan konseling individual. ## E. PENUTUP Hasil penelitian adalah: Perencanaan layanan konseling kelompok adalah di- lakukan dengan beberapa tahap yaitu: membentuk kelompok, meyakinkan pe- serta didik dalam mengembangkan sikap belajar melalui layanan konseling ke- lompok, menetapkan jumlah peserta layanan konseling kelompok sebanyak 8 orang serta kegiatan layanan konseling kelompok diadakan setelah pulang sekolah di ruang yang nyaman seperti di ruang kelas yang kosong, melengkapi admini- strasi pelaksanaan konseling kelompok.; Tahap pelaksanaan layanan konseling ke- lompok dilakukan melalui empat tahap yaitu: tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran; Hasil pelaksanaan layanan konseling ke- lompok yaitu dengan cara menanyakan secara langsung kepada peserta didik, kepada temannya dan kepada guru agama dan teknologi informasi komputer melalui wawancara , perubahan peserta didik dari cara menghargai dan memperhatikan guru saat menerangkan pelajaran, segan bersikap tidak baik dan diberikan tindak lanjut berupa pemanggilan ke ruang guru bimbingan dan konseling secara indi- vidual. F. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 1979. Psikologi Sosial . Surabaya : PT Bina Ilmu Azwar, Saifuddin . 1995. Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Djali. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar . Jakarta : PT Rineka Cipta. Kurnanto, M.Edi. 2014. Konseling Kelompok .Bandung: Alfabeta. Mardalis,. 2014. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal . Jakarta : Bumi Aksara. Nursalim, Mochammad. 2015. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Erlangga. Prayitno, 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta: Asdi Mahasatya. Rasimin. 2018. Bimbingan dan Konseling Kelompok . Jakarta:Bumi Aksara. Sabri, M. Alisuf. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya Sobur, Alex. 2004. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia. Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Syah, Muhibin. 2003. Psikologi Belajar . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Syuryabrata , Sumardi. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Press. Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Grafindo Persada. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta : CV Andi Offset. Yusuf, Syamsul dan Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling . Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
80324fc4-aa2a-4846-a748-a6470b762b9e
https://e-journal.unair.ac.id/JISEBI/article/download/156/29
## SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE (STUDI KASUS : POLI GIGI RSU DR. ## WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO) Delia Putri Fardani 1) , Eto Wuryanto 2) , Indah Werdiningsih 3) 1)2)3) Program Studi S1 Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Kampus C.Mulyorejo, Surabaya 2) [email protected] Abstrak— Penelitian ini bertujuan merancang dan membangun sistem pendukung keputusan untuk meramalkan jumlah kunjungan pasien RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto dengan menggunakan metode Extreme Learning Machine (ELM). Dengan adanya sistem pendukung keputusan ini direktur Rumah Sakit dapat meramalkan jumlah kunjungan pasien dan membantu dalam pembuatan kebijakan rumah sakit, mengatur sumber daya manusia dan keuangan, serta mendistribusikan sumber daya material dengan benar khususnya pada poli gigi. Dalam rancang bangun sistem pendukung keputusan ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap yang pertama, pengumpulan data untuk mengidentifikasi inputan yang dibutuhkan dalam penghitungan metode ELM. Tahap kedua, pengolahan data, data dibagi menjadi data training dan data testing dengan komposisi data training sebanyak 80% (463 data) dari total 579 data dan 20% (116 data) sisanya sebagai data testing yang kemudian di normalisasi. Tahap ketiga, peramalan jumlah kunjungan pasien menggunakan metode ELM. Tahap terakhir, perancangan sistem menggunakan sysflow dan pembangunan sistem berbasis desktop serta evaluasi sistem. Hasil penelitian berupa aplikasi sistem pendukung keputusan untuk meramalkan jumlah kunjungan pasien. Dan melalui uji coba menggunakan 116 data testing berdasarkan fungsi aktivasi sigmoid biner dengan jumlah hidden layer sebanyak 7 unit dan Epoch 500 diperoleh hasil optimal MSE sebesar 0.027 ## Kata Kunci— Sistem Pendukung Keputusan, Peramalan, Jaringan Syaraf Tiruan, Extreme Learning Machine Abstract— In this research, a decision support system to predict the number of patients visit RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto was designed and developed using Extreme Learning Machine (ELM) method which aims to assist director in making decision for the hospital, managing human and financial resource, as well as distributing material resource properly especially in the Department of Dentistry. The design of this decision support system to predict the number of patients visit with ELM method is divided into several stages. The first stage is to identify the input data collection needed in the calculation method of ELM. The next stage is processing the data; the data is divided into training data and testing data and then normalized, in which training data is 80% (452 data) and testing 579 data 20% (116 data). The third stage is problem solving using ELM. The last stage is the design and development of systems using sysflow and desktop-based system that includes the implementation and evaluation of the system. The result of this research is an application of decision supporting system to predict number of patients. By using 116 testing data based on the binary sigmoid activation function using 7 units of hidden layer and 500 Epoch then Optimal MSE value that was obtained is 0.027. Keywords— Decision Supporting System, Prediction, Artificial Neural Network, Extreme Learning Machine ## I. PENDAHULUAN Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat (UU Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009). Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto adalah badan pelayanan kesehatan milik pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Mojokerto. Pada pelayanan rawat jalan ada beberapa poliklinik, diantaranya Poli THT, Poli Mata, Poli Rehab Medik, Poli Gigi, Poli Paru, Poli Urologi, Poli Anak, Poli Penyakit dalam, dan Poli Bedah. Poli Gigi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang ditujukan kepada masyarakat, keluarga maupun perorangan baik yang sakit maupun yang sehat meliputi peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan pencegahan penyakit gigi Ketersediaan sumber daya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan, karena kurangnya sumber daya dapat mengurangi kepedulian dan kualitas pelayanan terhadap pasien. Sumber daya yang ada khususnya sumber daya material harus dipersiapkan atau direncanakan untuk menjaga kualitas dari pelayanan pihak rumah sakit. Saat ini pihak manajemen poli gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto sering mengalami kesulitan dalam melakukan persiapan dan perencanaan. Fluktuatif dan ketidakpastian jumlah kunjungan pasien di masa mendatang pada poli gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto menyebabkan pihak perencanaan kesulitan untuk memprediksi berapa jumlah pasien yang akan datang sehingga sering terjadi sumber daya yang telah disediakan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Teknik peramalan (Forecasting) merupakan alat atau teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data atau informasi masa lalu maupun data atau informasi saat ini. Peramalan terdiri atas suatu kerangka kerja atau teknik kuantitatif yang baku dan kaidah kaidah yang dapat dijelaskan secara matematis. Peramalan merupakan bagian vital bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan manajemen yang sangat signifikan karena peramalan dapat menjadi dasar bagi perencanaan jangka panjang perusahaan (Nachrowi, 2004). Dalam Artificial Intellegence yang dapat digunakan untuk memprediksi adalah jaringan syaraf tiruan (JST). Kelebihan JST ini adalah pada control area, prediksi dan pengenalan pola serta mampu menghasilkan output yang mampu mendekati nilai sebenarnya. Sebuah metode pembelajaran baru dalam JST bernama Extreme Learning Machine (ELM) merupakan JST feedforward dengan single hidden layer atau biasa disebut dengan Single Hidden Layer Feedforward Neural Networks (SLFNs). Selain itu ELM juga memiliki kelebihan dalam learning speed, serta mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik. Sehingga diharapkan dengan metode ini output yang dihasilkan mampu mendekati kenyataan dan penyelesaian yang optimal serta waktu komputasi yang relatif singkat. Berdasarkan kebutuhan dan kesulitan yang ada di poli gigi di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto dalam meramalkan jumlah kunjungan pasien dan kemampuan metode ELM maka perlu kiranya dilakukan penelitian tentang penggunaan metode ELM dalam meramalkan jumlah kunjungan pasien di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto beserta aplikasi SPK-nya. ## II. T INJAUAN P USTAKA Menurut (Suryadi, 1998), dalam sistem pendukung keputusan, proses pengambilan keputusan terdiri dari 3 fase : Intelligence, tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkungan problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasi masalah. Design, tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan dan meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi ndan menguji kelayakan solusi. Choice, tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan. Tahap desain atau perancangan sistem mempunyai dua tujuan yaitu untuk : memenuhi kebutuhan pemakai system dan memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang jelas lengkap untuk nantinya digunakan untuk pembuatan program komputernya (Hartono, 2005). Salah satu cara penggambaran alur system (System Flow) dapat menggunakan flowchart yang merupakan suatu diagram yang menampilkan aliran data dan rangkaian tahapan operasi dalam suatu sistem (Widjajanto, 2001). JST atau Artifcial Neural Network adalah upaya untuk memodelkan pemrosesan informasi berdasarkan kemampuan sistem syaraf biologis yang ada pada manusia. Jadi JST merupakan jaringan syaraf biologis dipandang dari sudut pandang pengolahan informasi. Hal ini dimungkinkan untuk merancang model yang dapat disimulasikan dan dianalisis. Dalam JST neuron neuron dikelompokkan dalam lapisan-lapisan (layer). Umumnya, neuron-neuron yang terletak pada layer yang sama akan memiliki keadaan yang sama. Faktor terpenting dalam menentukan kelakuan suatu neuron adalah fungsi aktivasi dan pola bobotnya. Pada setiap layer yang sama, neuron-neuron akan memiliki fungsi aktivasi yang sama. Dalam (Siang, 2005) dijelaskan bahwa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam JST adalah Jaringan Layar Tunggal (single layer network) dan Jaringan Layar Jamak (multi layer network). Selain itu diterangkan juga tentang fungsi aktivasi yang merupakan aturan yang memetakan penjumlahan input elemen pemroses terhadap outputnya. Fungsi ini adalah fungsi umum yang akan digunakan untuk menentukan keluaran suatu neuron. Tujuan lain dari fungsi ini adalah untuk memodifikasi output kedalam rentang nilai tertentu. Fungsi-fungsi aktivasi yang biasanya digunakan dalam sistem Jaringan Syaraf : Fungsi Step Biner, Fungsi Sigmoid Biner dan Fungsi Sigmoid Bipolar (Huang, 2006) mengemukakan bahwa metode pelatihan ELM merupakan salah satu metode pelatihan yang relative baru di JST dan termasuk metode pelatihan terawasi. Metode-metode JST yang telah ada memiliki kelemahan dalam hal learning speed karena semua parameter pada jaringan ditentukan secara iteratif dengan menggunakan suatu metode pembelajaran. Parameter yang dimaksud adalah bobot input dan bias yang menghubungkan antara layer satu dengan layer yang lain. Pada metode ELM, bobot input dan bias mula-mula ditentukan secara random. Setelah itu, untuk mencari bobot akhir menggunakan Moore-Penrose Generalized Invers. Matriks yang digunakan dalam perhitungan bobot akhir adalah matriks yang beranggotakan jumlahan atau keluaran dari masing-masing input ke layer tersembunyi. Sehingga ELM memiliki learning speed yang cepat. Penelitian yang dilakukan (Agustina, 2010) diketahui bahwa ELM memiliki kelebihan dari metode yang sudah ada seperti Backpropagation (BP) dan Support Vector Machine (SVM) terutama dalam hal konsumsi waktu dan performa. ## III. M ETODE P ENELITIAN ## A. Pengumpulan dan Pengolahan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara : Studi literatur, Wawancara dan Observasi. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis, diolah dan dijadikan input dalam sistem ELM guna menghasilkan peramalan jumlah kunjungan pasien poli gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto. ## B. Peramalan Jumlah Kunjungan Pasien dengan Menggunakan Metode ELM Langkah-langkah yang dilakukan dalam peramalan ini adalah sebagai berikut: 1) Pembagian data training dan testing : Data akan dibagi dua bagian, bagian pertama digunakan sebagai data training sebanyak 80% dari total data dan yang lainnya untuk data testing sebesar 20% (Zhang, 1998). Gambar 1. Rancangan arsitektur Extreme Learning Machine yang akan digunakan 2) Desain Arsitektur Jaringan : Arsitektur jaringan yang akan digunakan terdiri dari 3 layer yaitu input layer, hidden layer, dan output layer. Sebelum masuk pada input layer, data yang dimasukkan dinormalisasi terlebih dahulu. Rancangan arsitektur jaringan dapat dilihat pada gambar 1. 3) Pelatihan (Training) : Pelatihan dilakukan guna memperoleh bobot yang sesuai untuk digunakan pada testing. Langkah-langkah training yang dapat dilihat pada gambar 2 adalah sebagai berikut a) Langkah 1: Inisialisasi bobot dan bias dengan bilangan acak yang kecil, tergantung fungsi aktivasi yang digunakan. b) Langkah 2: Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, maka lakukan langkah 3 sampai langkah 7 Fase I : Propagasi Maju (feedfoward) c) Langkah 3: Setiap unit input (x 1 , … , x n ) menerima sinyal input dan meneruskan sinyal tersebut pada seluruh unit lapisan di atasnya (unit hidden). d) Langkah 4 : Menghitung semua keluaran di unit tersembunyi dengan menggunakan fungsi aktivasi ( , , ) = ∑ + (1) e) Langkah 5 : Menghitung bobot akhir dari hidden layer ke output layer (β) = (2) Dimana H + merupakan matriks Moore-Penrose Generalized Invers dari matriks H sedangkan matriks H merupakan matriks yang tersusun dari output masing-masing Hidden Layer dan T adalah matriks target. f) Langkah 6 : Menghitung semua keluaran di unit output dengan menggunakan fungsi aktivasi. ( ) = (3) g) Langkah 7: Menghitung nilai Error disetiap unit output Fase II : Perubahan (update) bobot dan bias h) Langkah 8 : Menghitung semua perubahan bobot. Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi (hidden) W j(baru) = W j(lama) + I j *Error i) Langkah 9 : Memeriksa kondisi penghentian. Data dinormalisasi terlebih dahulu dalam rentang [0,1] jika fungsi aktifasi yang digunakan sigmoid biner. Sedangkan jika fungsi aktivasi adalah sigmoid bipolar, maka data akan dinormalisasi dalam rentang [-1,1]. Parameter yang akan diinputkan antara lain yaitu jumlah hidden, max epoch dan target error. Untuk stopping condition, yaitu iterasi = maksimal epoch atau MSE ≤ target error. Satu epoch mewakili satu kali perhitungan untuk semua data pada data training. Start Input Data Training Normalisasi Data Inisialisasi Bobot dan Bias Proses Feedforward Stopping condition MSE < 10 -4 atau epoch max Bias dan Bobot Akhir End Ya Input Parameter Gambar 2. Flowchart Algoritma Training C. Rancang Bangun Sistem Dalam perancangan sistem akan menggunakan alur sistem yang menggambarkan alur sistem SPK penentuan jumlah kunjungan pasien di poli gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto. Implementasi sistem pendukung keputusan untuk meramalkan jumlah kunjungan pasien menggunakan metode jaringan syaraf tiruan Extreme Learning Machine akan dibangun dengan bahasa pemrograman JAVA serta database MySQL. Evaluasi sistem bertujuan untuk mengetahui akurasi kinerja metode jaringan syaraf tiruan sebagai sistem pendukung keputusan peramalan jumlah kunjungan pasien poli gigi. Evaluasi sistem akan dilakukan berdasarkan hasil dari testing data, dengan membandingkan antara data sebenarnya dengan data hasil peramalan. T ABEL 1. D ATA J UMLAH K UNJUNGAN No Tanggal Kunjungan Pasien 1. 2 Januari 2012 2. 3 Januari 2012 3. 4 Januari 2012 . . . . . . 579. 31 Desember 2013 ## IV. H ASIL DAN P EMBAHASAN A. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan di Poli Gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Sistem Pendukung Keputusan Peramalan Jumlah Kunjungan Pasien Menggunakan Metode Extreme Learning Machine (Studi Kasus : Poli Gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto) Tidak Training Dalam perancangan sistem akan menggunakan alur sistem yang menggambarkan alur sistem SPK penentuan jumlah kunjungan pasien di poli gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Implementasi sistem pendukung keputusan untuk meramalkan jumlah kunjungan pasien menggunakan metode jaringan syaraf tiruan akan dibangun dengan bahasa pemrograman JAVA serta database Evaluasi sistem bertujuan untuk mengetahui akurasi kinerja metode jaringan syaraf tiruan ELM sebagai sistem pendukung keputusan peramalan jumlah kunjungan pasien poli gigi. Evaluasi sistem akan dilakukan berdasarkan hasil dari ngkan antara data sebenarnya dengan data hasil peramalan. UNJUNGAN P ASIEN P OLI G IGI Jumlah Kunjungan Pasien 29 24 17 . . . 21 ## EMBAHASAN ## Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan di Poli Gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi literatur, wa observasi. Studi literatur, dilakukan untuk mengetahui dan memahami penggunaan metode Extreme Learning Machine peramalan jumlah kunjungan pasien. dengan Administrasi poli gigi mendapatkan informasi mengenai kunjungan pasien. Melakukan observasi terhadap dokumen untuk memperoleh data sekunder T ABEL 2. D ATA J UMLAH K UNJUNGAN T ERNORMALISASI No Tanggal 1. 2 Januari 2012 2. 3 Januari 2012 3. 4 Januari 2012 . . . . . . 579. 31 Desember 2013 Data sekunder yang diperoleh langsung dari sumber data RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto adalah jumlah kunjungan pasien pada poli gigi pada Januari 2012 Banyaknya data yang diperoleh adalah 579 data yang akan dibagi dua : data 80% dari total 579 data atau 463 data dan data testing sebesar 20%-nya atau 116 data. T ABEL 3. C ONTOH D ATA Sebagian Data sekunder dapat dilihat pada tabel 1. Untuk keperluan pengolahan data maka data di tabel 1 dinormalisasi berdasarkan fungsi Aktivasi Sigmoid Biner dan hasil normaliasinya dapat dilihat pada tabel 2. T ABEL 4. C ONTOH D ATA Rentang normalisasi data akan dilakukan sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan Dinormalisasi dalam rentang [0,1] untuk contoh Sistem Pendukung Keputusan Peramalan Jumlah Kunjungan Pasien Menggunakan Metode Extreme Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto) melakukan studi literatur, wawancara, dan observasi. Studi literatur, dilakukan untuk mengetahui dan memahami penggunaan metode dalam melakukan peramalan jumlah kunjungan pasien. Wawancara dengan Administrasi poli gigi dengan tujuan mengenai kunjungan . Melakukan observasi terhadap dokumen memperoleh data sekunder. UNJUNGAN P ASIEN YANG ERNORMALISASI Jumlah Kunjungan Pasien 0.872 0.734 0.541 . . . 0.616 Data sekunder yang diperoleh langsung dari sumber data RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto adalah jumlah kunjungan pasien pada poli gigi pada Januari 2012-Desember 2013. Banyaknya data yang diperoleh adalah 579 data yang akan dibagi dua : data training sebanyak 80% dari total 579 data atau 463 data dan data nya atau 116 data. ## ATA T RAINING Sebagian Data sekunder dapat dilihat pada tabel 1. Untuk keperluan pengolahan data maka data di tabel 1 dinormalisasi berdasarkan fungsi dan hasil normaliasinya ATA T ESTING normalisasi data akan dilakukan sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan. Dinormalisasi dalam rentang [0,1] untuk contoh data training terdapat pada tabel 3 dan contoh data testing yang telah pada tabel 4. B. Peramalan jumlah kunjungan pasien dengan menggunakan metode ELM Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelatihan sesuai dengan gambar 2 Setelah melakukan input data dan normalisasi, langkah selanjutnya adalah inisialisasi bobot dan bias yang ditentukan secara random. Fungsi aktivasi yang akan digunakan adalah fungsi Sigmoid Biner sehingga nilai bobot awal input dan bias degenerate secara random dalam rentang 0 sampai 1 seperti pada tabel 5. Karena menggunakan 6 unit input dengan 6 unit hidden, maka akan terdapat 36 w ij (bobot antara input layer dan hidden layer), 6 b i (bias antara input layer dan hidden layer), 6 β jk (bobot antara Hidden Layer dan output layer). T ABEL 5. B OBOT AWAL INPUT DAN BIAS Bobot Input (w ij ) Bias (b i ) w 11 0.20 w 41 0.05 b 1 0.24 w 12 0.22 w 42 0.06 b 2 0.08 w 13 0.40 w 43 0.91 b 3 0.11 w 14 0.43 w 44 0.08 b 4 0.76 w 15 0.47 w 45 0.35 b 5 0.41 w 16 0.84 w 46 0.08 b 6 0.65 w 21 0.60 w 51 0.32 w 22 0.15 w 52 0.04 w 23 0.75 w 53 0.15 w 24 0.49 w 54 0.12 w 25 0.01 w 55 0.24 w 26 0.52 w 56 0.72 w 31 0.36 w 61 0.12 w 32 0.81 w 62 0.45 w 33 0.32 w 63 0.67 w 34 0.45 w 64 0.06 w 35 0.09 w 65 0.81 w 36 0.28 w 66 0.88 Bobot output β dari Hidden Layer ke output layer dihitung menggunakan Equation 2. Epoch yang akan digunakan pada perhitungan MSE ≤ target error dengan target error sebesar 10 -4 atau Epoch = Epoch Max. Selanjutnya dilakukan Proses propagasi maju, langkah pertama yang akan dilakukan pada fase ini adalah menghitung semua keluaran pada unit hidden G(x i ) yang tertera di-Equation 1 dengan nilai sebagai berikut: G(x 1 ) = (w 11 . x 1 + b 1 ) + (w 12 .x 2 +b 1 ) + …+ (w 16 .x 6 +b 1 ) = 2,7023 G(x 2 ) = (w 21 . x 1 + b 2 ) + (w 22 .x 2 +b 2 ) + …+ (w 26 .x 6 +b 2 )= 1,9543 G(x 3 ) = (w 31 . x 1 + b 3 ) + (w 32 .x 2 +b 3 ) + …+ (w 36 .x 6 +b 3) = 2.1359 G(x 4 ) = (w 41 . x 1 + b 4 ) + (w 42 .x 2 +b 4 ) + …+ (w 46 .x 6 +b 4 )= 5,3891 G(x 5 ) = (w 51 . x 1 + b 5 ) + (w 52 .x 2 +b 5 ) + …+ (w 56 .x 6 +b 5 )= 3,2192 G(x 6 ) = (w 61 . x 1 + b 6 ) + (w 62 .x 2 +b 6 ) + …+ (w 66 .x 6 +b 6 )= 5,3609 Setelah mendapatkan nilai G(x i ), dapat dihitung g(x i ) dengan mengunakan Equation 3 sebagai berikut :     937 . 0 1 1 7023 . 2 1 1     e x g     876 . 0 1 1 9543 . 1 2 2     e x g     894 . 0 1 1 1359 . 2 3 3     e x g     995 . 0 1 1 3891 . 5 4 4     e x g     962 . 0 1 1 2192 . 3 5 5     e x g     995 . 0 1 1 3609 . 5 6 6     e x g ## Berikutnya menghitung bobot output β dari Hidden Layer ke output layer, dengan Equation 2, 0.41 0.40 0.45 0.50 0.48 0.44 0.60 0.19 0.48 0.38 0.08 0.20 H= 0.42 0.70 0.28 0.39 0.15 0.18 0.80 0.80 1.25 0.81 0.94 0.78 0.68 0.43 0.49 0.48 0.53 0.58 0.75 0.98 1.01 0.68 1.06 0.86 0.597 0.597 T = 0.541 0.431 0.514 0.348 Berdasarkan perhitungan menggunakan Matlab (Siang, 2005), maka Moore-Penrose Generalized Invers dari matriks H adalah sebagai berikut : 4.92 11.26 -3.9 -11.5 -8.48 11.90 -3.45 -3.70 2.88 3.22 2.93 -2.87 H + = -5.60 -4.57 1.70 7.47 4.25 -6.07 7.52 2.20 -0.5 -2.45 -3.99 0.67 15.56 20.31 -9.0 -23.1 -21.9 24.94 -19.1 -27.21 9.81 28.24 29.50 -30.3 2.332 -0.817 dan β = H + . T = -1.857 2.644 3.958 -5.542 Hasil g(x i ) yang sudah dihitung akan dipergunakan untuk menghitung y ,       731 . 0 . ... . . 6 6 6 2 2 2 1 1 1      x g x g x g y    Selanjutnya hitung keluaran di unit output Y menggunakan fungsi aktivasi diperoleh   6750 . 0 1 1 731 . 0      e Y kemudian menghitung nilai error, Error = 0.597 – 0.675 = 0.078 Langkah terakhir adalah melakukan pembaharuan nilai bobot yang selanjutnya digunakan untuk menghitung bobot output yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 6. T ABEL 6 B OBOT B ARU Bobot Input (w ij ) Bias (b i ) w 11 0.27 w 41 0.12 b 1 0.31 w 12 0.28 w 42 0.12 b 2 0.14 w 13 0.44 w 43 0.95 b 3 0.15 w 14 0.48 w 44 0.13 b 4 0.81 w 15 0.51 w 45 0.39 b 5 0.45 w 16 0.86 w 46 0.10 b 6 0.67 w 21 0.67 w 51 0.39 Bobot Output w 22 0.21 w 52 0.10 β 1 2.33 w 23 0.79 w 53 0.19 β 2 -0.82 w 24 0.54 w 54 0.17 β 3 -1.86 w 25 0.05 w 55 0.28 β 4 2.64 w 26 0.54 w 56 0.74 β 5 3.96 w 31 0.43 w 61 0.19 β 6 -5.54 w 32 0.87 w 62 0.51 w 33 0.36 w 63 0.71 w 34 0.50 w 64 0.11 w 35 0.13 w 65 0.85 w 36 0.30 w 66 0.90 Setelah mendapatkan bobot dan bias yang baru, maka langkah berikutnya adalah memeriksa Epoch. Karena data training yang sudah dilakukan perhitungan masih satu kali dan menghasilkan nilai error = 0,078 maka MSE > 0,00001, maka semua Epoch tidak terpenuhi. Oleh karena itu dilanjutkan perhitungan kembali secara berulang dari awal menggunakan bobot terakhir yang sudah didapat. Perhitungan berhenti ketika Epoch telah terpenuhi. Pengujian dilakukan jika telah mendapatkan bobot yang sesuai dari perhitungan Training. Bobot akhir pada Training merupakan bobot yang digunakan untuk perhitungan Testing. Langkah- langkah Testing sama seperti proses feedforward pada Training yaitu diawali dengan menghitung semua keluaran pada unit hidden G(x i ) sebagai berikut: G(x 1 ) = (w 11 . x 1 + b 1 ) + (w 12 .x 2 +b 1 ) + …+ (w 16 .x 6 +b 1 ) = 2.9262 G(x 2 ) = (w 21 . x 1 + b 2 ) + (w 22 .x 2 +b 2 ) + …+ (w 26 .x 6 +b 2 ) = 1.8998 G(x 3 ) = (w 31 . x 1 + b 3 ) + (w 32 .x 2 +b 3 ) + …+ (w 36 .x 6 +b 3) = 1.8735 G(x 4 ) = (w 41 . x 1 + b 4 ) + (w 42 .x 2 +b 4 ) + …+ (w 46 .x 6 +b 4 ) = 5.5146 G(x 5 ) = (w 51 . x 1 + b 5 ) + (w 52 .x 2 +b 5 ) + …+ (w 56 .x 6 +b 5 ) = 3.3913 G(x 6 ) = (w 61 . x 1 + b 6 ) + (w 62 .x 2 +b 6 ) + …+ (w 66 .x 6 +b 6 ) = 5.1723 Dan nilai g(x i ) dapat diperoleh seperti berikut:     051 . 0 1 1 9262 . 2 1 1     e x g     870 . 0 1 1 8998 . 1 2 2     e x g     867 . 0 1 1 8735 . 1 3 3     e x g     996 . 0 1 1 5146 . 5 4 4     e x g     967 . 0 1 1 3913 . 3 5 5     e x g     994 . 0 1 1 1723 . 5 6 6     e x g Hasil g(x i ) akan dipergunakan untuk menghitung y dan didapat :       250 . 1 . ... . . 6 6 6 2 2 2 1 1 1       x g x g x g y    Selanjutnya hitung keluaran di unit output Y menggunakan fungsi aktivasi diperoleh :   2227 . 0 1 1 250 . 1      e Y Hasil keluaran unit output kemudian di denormalisasi untuk mengkonversi kembali nilai yang sama dengan asalnya dihasilkan nilai 5 yang merupakan peramalan pada hari senin. T ABEL 7. A RSITEKTUR DARI T RAINING DENGAN MSE TERKECIL PADA FUNGSI AKTIFASI SIGMOID BINER ## C. Rancang Bangun Sistem Perancangan sistem digambarkan dengan menggunakan sysflow seperti yang terlihat pada gambar 4. T ABEL 8. A RSITEKTUR DARI T RAINING DENGAN MSE TERKECIL PADA FUNGSI AKTIFASI SIGMOID BIPOLAR Setelah melakukan perancangan sistem, proses selanjutnya adalah implementasi sistem yang berupa GUI (Graphical User Interface) untuk sistem pendukung keputusan peramalan jumlah kunjungan pasien poli gigi di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto. Antarmukanya terdiri dari lima halaman yaitu halaman halaman menu user, halaman master data, halaman training data dan halaman ## PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN User MULAI Input : Jumlah Pasien Membagi data training dan Normalisasi Data Training Input : -Parameter Inisialisasi bobot dan bias Menyelesaikan penghitungan Normalisasi Data Testing Menyelesaikan penghitungan Hasil : Peramalan jumlah kunjungan pasien SELESAI Denormalisasi Data Gambar 4. Sysflow Sistem Evaluasi sistem yang dilakukan dalam penelitian ini didapat melalui trial and error. coba dilakukan berdasarkan jumlah dan fungsi aktivasi untuk mendapatkan hasil akurasi yang optimal. Hasil akurasi didapatkan dari mencocokkan output data asli dengan dari sistem menggunakan data testing Gambar 5. Grafik MSE Hasil Training Layer dan Epoch 500 pada Fungsi Aktifasi Decision Support System of Forecasting the Number of Visits Patients Using Extreme Learning Machine Method (Case Study : Poly Dental of Dr. Wahidin Sudiro Husodo Hospital at Mojokerto) terdiri dari lima halaman yaitu halaman login, , halaman master data, data dan halaman testing data. ## PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN Sistem Membagi data training dan data testing Normalisasi Data Training Inisialisasi bobot dan bias Menyelesaikan penghitungan training data MSE 10-4? Simpan Bobot dan bias Ya Normalisasi Data Testing Menyelesaikan penghitungan data testing Denormalisasi Data Evaluasi sistem yang dilakukan dalam trial and error. Uji coba dilakukan berdasarkan jumlah hidden layer, dan fungsi aktivasi untuk mendapatkan hasil akurasi yang optimal. Hasil akurasi didapatkan data asli dengan output testing. dengan 7 unit Hidden pada Fungsi Aktifasi Sigmoid Biner Hasil uji coba yang telah dilakukan menggunakan kombinasi jumlah fungsi aktivasi hasil akurasi paling optimal pada setiap fungsi aktivasi dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8. Pada fungsi aktivasi dengan 7 hidden layer menghasilkan MSE paling kecil yaitu sebesar 0.0270084757911657  0.027 (lihat gambar 5). ## V. K ESIMPULAN Dalam merancang dan membangun sistem pendukung keputusan untuk meramalkan jumlah kunjungan pasien menggunakan gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto, Evaluasi sistem dilakukan dengan mencocokan hasil yang terdapat pada data asli dengan hasil yang dikeluarkan oleh sistem. Evaluasi dilakukan beberapa kali menggunakan 116 data testing melalui uji coba berdasarkan fungsi aktivasi dan jumlah hidden layer. optimal didapat nilai MSE yang dicapai sebesar 0.027 pada fungsi aktifasi sigmoid biner jumlah hidden layer sebanyak 7 unit serta 500. Dari hasil penelitian ini, diperlukan pengembangan algoritma pelatihan Jaringan Syaraf tiruan ELM dengan melakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode jaringan syaraf tiruan yang lainnya seperti metode Extreme Learning Machine dapat di hybrid dengan beberapa algoritma pelatihan lain dalam jaringan syaraf tiruan seperti Backpropagation (BP), Radial Basis Function (RBF), Lerning Vector Quantitation Support Vector Machine(SVM) dan algoritma pelatihan lainnya untuk me kemampuan jaringan dalam mengenali pola data jumlah kunjungan pasien. ## D AFTAR P USTAKA Agustina, I. (2010). Penerapan Metode Extreme Learning Machine untuk Peramalan Permintaan, Skripsi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November. Hartono, J. (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur, Teori, dan Praktik Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi. Huang, G. B. (2006). Extreme learning machine: Theory and application. Neurocomputing, 70 501. Nachrowi, N. (2004). Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Grasindo. Rojas, R. (1997). Neural Network : A Systematic Introduction. Berlin: Springer Siang, J. (2005). Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Andi. Suryadi, K. a. (1998). Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Business Intelligence Vol. 1, No. 1, April 2015 Decision Support System of Forecasting the Number of Visits Patients Using Extreme Learning Machine Method (Case Study : Poly Dental of Dr. Wahidin Sudiro Husodo Hospital at Mojokerto) 39 Hasil uji coba yang telah dilakukan menggunakan kombinasi jumlah hidden layer, dan fungsi aktivasi hasil akurasi paling optimal pada setiap fungsi aktivasi dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8. Pada fungsi aktivasi sigmoid biner hidden layer dan Epoch 500 menghasilkan MSE paling kecil yaitu sebesar 0.027 (lihat gambar 5). ## ESIMPULAN Dalam merancang dan membangun sistem pendukung keputusan untuk meramalkan jumlah kan ELM pada poli gigi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto, Evaluasi sistem dilakukan dengan mencocokan hasil yang terdapat pada data asli dengan hasil yang dikeluarkan oleh sistem. Evaluasi dilakukan beberapa kali menggunakan alui uji coba berdasarkan hidden layer. Hasil optimal didapat nilai MSE yang dicapai sebesar sigmoid biner dan sebanyak 7 unit serta Epoch Dari hasil penelitian ini, diperlukan pengembangan algoritma pelatihan Jaringan Syaraf tiruan ELM dengan melakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode jaringan syaraf tiruan yang lainnya seperti Optimally Pruned metode Extreme Learning Machine (OPELM) atau dengan beberapa algoritma pelatihan lain dalam jaringan syaraf tiruan seperti Radial Basis Function Lerning Vector Quantitation (LVQ), (SVM) dan algoritma pelatihan lainnya untuk meningkatkan kemampuan jaringan dalam mengenali pola data ## USTAKA Penerapan Metode Extreme Learning Machine untuk Peramalan Permintaan, Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur, Teori, dan Yogyakarta: Andi. Huang, G. B. (2006). Extreme learning machine: Neurocomputing, 70 , 789- Teknik Pengambilan Keputusan. Neural Network : A Systematic Berlin: Springer-Verlag. Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Widjajanto, N. (2001). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Erlangga. Zhang, G. P. (1998). Forecasting with Artificial Neural Networks : The State of the Art. . Elsevier International Journal of Forecasting, 14 , 35-62.
75207edf-27b7-4e4a-bc1d-c77b0e435ccd
https://jurnal.unpad.ac.id/jkip/article/download/9492/4709
 ABSTRACT – This research examines about user information literacy community Reading Park. Community Reading Park that made the sample in this study is the community Reading Park in the city of Semarang, represented by the community Reading Park in Semarang Semarang, North West and South Semarang. The reason for the election of three sub- this is because in three sub-this is the many community Reading Park active, besides keterbatasn research time. Information Literacy at TBM there is very important to be examined because the user community Reading Park is most is the karanng taruna who have dropped out of school and the mother of the housewife, which is difficult to get the reading in school library. This research uses the Literature Review or reviews the literature as a method of research types of research is qualitative research with the data type also qualitative data and data collection methods using the document. Data analysis used Qualitative analysis. Research results show that many developed countries that use Information Literacy to improve the quality of education in the community. There are some models of Information Literacy is applied. In Indonesia, the government based the development of slimming education with developing community Reading Park (TBM). From some of the community Reading Park has examined, most of the user community Reading Park in Semarang City Sub-district have been implementing Information Literacy, proved that they be aware of the information needed and they know how to search for and use it. They use the information they can according to their needs. There are used to working on the task to develop business and the household business them. ## Keywords: Information Literacy, User studies, Community Reading Park ABSTRAK - Penelitian ini mengkaji tentang literasi informasi pemakai TBM. TBM yang dijadikan sampel dalam kajian ini adalah TBM di kota Semarang, yang diwakili TBM di daerah Semarang Utara, Semarang Barat dan Semarang Selatan. Alasan pemilihan tiga kecamatan ini adalah karena di tiga kecamatan inilah banyak TBM yang aktif, disamping keterbatasn waktu penelitian. Literasi informasi di TBM sangat penting untuk dikaji, karena pemakai TBM ini sebagian besar adalah para karanng taruna yang telah putus sekolah dan ibu-ibu rumah tangga, yang sulit mendapatkan bacaan di perpustakaan sekolah. Penelitian ini menggunakan Literature Review atau tinjauan literature sebagai metode penelitiannya Jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif dengan jenis data juga data kualitatif, dan metode pengumpulan data menggunakan dokumen. Analisis data yang digunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak negara-negara maju yang menggunakan Literasi Informasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakatnya. Ada beberapa model Literasi Informasi yang diterapkan. Di Indonesia, pemerintah memprogramkan pengembangan progarm pendidikan dengan mengembangkan Taman Baca Masyarakat (TBM). Dari beberapa TBM yang telah diteliti, sebagian besar pemakai TBM di kecamatan Kota Semarang telah menerapkan Literasi Informasi, terbukti bahwa mereka menyadari akan informasi yang dibutuhkannya, dan mereka tahu bagaimana cara mencari serta menggunakannya. Mereka menggunakan informasi yang telah mereka dapat sesuai dengan kebutuhan mereka Kata kunci: Literasi Informasi, Kajian Pemakai, Taman Bacaan Masyarakat Sri Ati Suwanto 1 1 Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro 1 [email protected] ## ANALISIS LITERASI INFORMASI PEMAKAI TAMAN BACAAN MASYARAKAT ## PENDAHULUAN Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) telah ditekankan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 melalui pendidikan. Pendidikan dapat diperoleh melaui jalur formal dan nonformal. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak dari globalisasi terutama yang terkait dengan teknologi informasi. Meningkatkan kualitas masyarakat baik dari segi ekonomi, pendidikan dan kesehatan merupakan tugas Pendidikan Luar Sekolah baik secara konseptor maupun praktik langsung. Dalam hal ini perlu adanya pengidentifikasian secara dini demi menemukan potensi yang dapat diangkat untuk meningkatkan kualitas masyarakat tersebut dan sudah barang tentu diperlukan instrumen yang sangat penting bagi setiap bangsa untuk meningkatkan daya saingnya dalam tatanan masyarakat dunia global. Banyak negara maju yang selalu membangun dunia pendidikannya tanpa henti. Amerika Serikat, misalnya selama bertahun-tahun sangat gencar memikirkan peningkatan kualitas pendidikan. Negara adidaya ini sadar bahwa kualitas pendidikan sangat menentukan masa depan bangsanya (Suyanto, ## Kompas, 2 Maret 2003). Salah satu program pendidikan sebagai tindak lanjut dan implementasi program pemerintah yang turut mendukung keberhasilan pembangunan dunia pendidikan adalah adanya pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Pengembangan program pendidikan berupa program Pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) adalah salah satu program pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4), tercantum bahwa satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dengan kegiatan TBM diharapkan pula dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan memperluas wawasan bagi mereka yang telah melek aksara, serta bagi mereka yang putus sekolah atau tamat sekolah tetapi tidak melanjutkan sebagai bekal untuk mengembangkan diri, bekerja atau berusaha secara mandiri dalam setiap aktivitas mereka dalam kehidupan di masyarakat. Tercatat sekitar 5.000 taman bacaan masyarakat (TBM) di seluruh Indonesia berpotensi mengembangkan program literasi lokal dari komunitas lokal. Selama ini, sejumlah fasilitas membaca, seperti perpustakaan, terasa menakutkan karena terkesan hanya orang sekolahan yang masuk ke dalam. TBM bisa berada di garda depan pemberantasan buta aksara dan menumbuhkan minat baca karena mudah diakses masyarakat, tidak eksklusif, dan membumi. Pada TBM, warga setempat dapat mengakses berbagai referensi, sekaligus menjadi wadah bagi komunitas untuk beraktivitas sesuai karakter dan potensi daerah tersebut. Supaya masyarakat yang ikut dalam proses pembelajaran tersebut terus belajar membaca, maka keberadaan TBM sangat diperlukan sekali. Dengan adanya TBM, masyarakat bisa mendapatkan kesempatan belajar mandiri atau mendapatkan informasi- informasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Peningkatan kualitas sumber daya masyarakat dalam bentuk program taman bacaan ini telah dirintis sejak tahun lima puluhan berupa program kegiatan Taman Pustaka Rakyat (TPR), kemudian diperbaharui pada tahun 1992/1993 dengan adanya program kegiatan TBM. Dengan Program kegiatan TBM ini diharapkan nantinya dapat mewujudkan masyarakat gemar belajar (learning society) dengan salah satu indikatornya berupa masyarakat gemar membaca (reading society). Selain itu, dengan kegiatan TBM ini diharapkan pula dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan memperluas wawasan bagi mereka yang telah melek aksara, serta bagi mereka yang putus sekolah atau tamat sekolah tetapi tidak melanjutkan sebagai bekal untuk mengembangkan diri, bekerja atau berusaha secara mandiri dalam setiap aktivitas mereka dalam kehidupan di masyarakat. Melek informasi sama artinya dengan literasi informasi. Pengertian Literasi informasi dalam penelitian ini adalah seperangkat keterampilan untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan, baik itu untuk kepentingan akademisi ataupun pribadi, termasuk lingkup tempat kerja; melalui proses pencarian, penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber; serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efektif dan efisien. Karena adanya keterkaitan antara TBM dan Literasi Informasi, maka muncul permasalahan bagaimana literasi Informasi pemakai TBM. Oleh karena itu, maka penelitian ini akan menganalisisi literasi informasi pemakai TBM. Pemakai TBM dalam penelitian ini dibatasi hanya di tiga kecamatan di Kota Semarang.Tujuan dari penelitian ini adalah agar dapat diketahui oleh masyarakat luas literasi informasi pemakai TBM yang akhirnya dapat meningkatkan TBM tersebut. Penelitian ini sangat penting dilakukan, karena pemakai TBM sebagian besar adalah para karang taruna yang sudah putus sekolah dan ibu-ibu rumah tangga yang tidak dapat atau sulit meminjam di perpustakaan-perpustakan sekolah ataupun perpustakaan umum, karena asumsi mereka perpustakaan hanya untuk orang yang sekolah, dismping penulis sangat sulit menemukan artikel tentang literasi informasi pemakai TBM. Oleh karena itu penulis mencoba menggalinya dari beberapa sumber. ## TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Literasi Informasi dapat diterjemahkan menjadi melek informasi, atau ada yang menyebutnya sebagai keberinformasian (Bahtar, dkk. 2009 dan Soedarsono 2007). Sedangkan menurut Wesleyan University literasi informasi adalah: “ a crucial skill in the pursuit of knowledge. It involves recognizing when information is needed and being able to efficiently locate, accurately evaluate, effectively use, and clearly communicate information in various formats .” Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah keterampilan penting dalam pencarian pengetahuan, yang meliputi menyadari kapan informasi dibutuhkan dan dapat ditemukan secara efisien, dievaluasi, digunakan secaraefektif, dan dikomunikasikan dengan jelas di lingkungannya. Senada dengan pengertian literasi informasi dari Universitas Wesleyan, UNESCO mendeskripsikan bahwa Literasi informasi mengarahkan pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi; juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat (US National Commission on Library and Information Science, 2003). Sementara itu Komisi literasi informasi American Library Association (ALA) yang bertugas mengkaji peran informasi di dunia pendidikan, bisnis, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari dalam laporan akhirnya pada tahun 1989 menyimpulkan bahwa: “Information literate people are those who have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand. (ALA, 1989, p.1)” Artinya yaitu orang yang berinformasi (literate) adalah mereka yang telah belajar bagaimana belajar. Mereka mengetahui bagaimana harus belajar karena mereka mengetahui organisasi pengetahuan, memahami cara menemukan informasi, dan menggunakan/ memanfaatkan informasi sehingga pihak lain dapat belajar darinya. Mereka adalah orang yang disiapkan untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu dapat menemukan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan. Senada dengan definisi dari ALA, dari Pusat Pengembangan Bahasa menjabarkan bahwa Literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan orang untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan; mengetahui di mana informasi tersebut bisa didapatkan; mengevaluasi dan menggunakan informasi yang diperlukan tersebut seefektif mungkin. Dari definisi-definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi informasi adalah seperangkat keterampilan untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan, baik itu untuk kepentingan akademisi ataupun pribadi, termasuk lingkup tempat kerja; melalui proses pencarian, penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber; serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efektif dan efisien. Secara umum, pemahaman yang terkandung dalam makna literasi informasi adalah: a. Literasi informasi merupakan proses belajar bagaimana caranya belajar b.Keterampilan literasi informasi mencakup pemahaman dan kemampuan seseorang untuk: 1) Menyadari kapan informasi itu diperlukan 2) Menemukan informasi 3) Mengevaluasi informasi 4) Menggunakan informasi yang diperoleh dengan efektif 5) Mengkomunikasikannya dengan etis Dari definisi tersebut kemudian muncul pilar- pilar literasi informasi yang menunjukkan kemampuan yang harus dimiliki untuk menjadi orang yang literate. The SCONUL working group on Information Literacy (2006) mendeskripsikan 7 pilar literasi informasi, yaitu: 1.Kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi; 2.Kemampuan untuk membedakan cara memenuhi kesenjangan informasi; 3.Kemampuan untuk membangun strategi menemukan informasi; 4.Kemampuan untuk mendapatkan dan mengakses informasi; 5.Kemampuan untuk membandingkan dan mengevaluasi informasi yang didapatkan dari berbagai sumber; 6.Kemampuan untuk mengorganisisr, menerapkan dan mengkomunikasikan informasi kepada sesama teman dengan cara yang tepat, dan 7.Kemampuan untuk memadukan dan membangun informasi yang ada, dan mengkontribusikan menjadi pengetahuan baru. ## Model Literasi Informasi Di samping 7 pilar literasi informasi yang menyampaikan urutan keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat menjadi orang yang literate, ada berbagai macam model literasi informasi. British Model yang dikembangkan oleh Michael Marland pada tahun 1981. dalam bukunya yang berjudul Information Skills in the Secondary Curriculum merumuskan sembilan langkah dalam memecahkan masalah yaitu: a. Memformulasikan dan menganalisa kebutuhan b. Mengidentifikasi dan memeriksa sumber- sumber informasi c. Menelusur dan menemukan sumber-sumber informasi d. Menguji, memilih sumber-sumber informasi e. Mengintegrasikan sumber-sumber informasi tersebut f. Menyimpan dan mensortir informasi g. Menginterpretasikan, menganalisa, mensintesiskan dan mengevaluasi informasi h. Mempresentasikan atau mengkomunikasikan informasi i. Mengevaluasi. ## Model the Big 6™ Dari Amerika Serikat, sebuah model yang cukup terkenal dan banyak digunakan di sekolah adalah Big 6™ yang dikembangkan oleh Michael B.Eisenberg and Robert E. Berkowitz dari Amerika Serikat. Enam langkah ini adalah: 1. Penentuan tugas atau masalah 2. Strategi pencarian informasi 3. Pencarian sumber informasi yang diperlukan 4. Pemanfaatan informasi yang sudah diperoleh 5. Pengintegrasian informasi yang diperoleh dari sumber-sembert tersebut 6. Pengevaluasian terhadap hasil informasi yang diperoleh dan proses pemecahan masalahnya. Model The Big 6™ sangat populer di Amerika Serikat dan di negara-negara yang sudah menyadari pentingnya implementasi literasi informasi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Selain itu kedua pengembangnya secara aktif dan berkelanjutan mengembangkan model ini dengan mengeluarkan terbitan-terbitan yang bermanfaat bagi pemakainya. ## Model Empowering8 Empowering 8 adalah sebuah model yang dirancang khusus untuk kepentingan orang-orang Asia dirumuskan dalam sebuah pertemuan International Workshop on Information Skills for Learning yang diselenggarakan oleh IFLA/ALP dan NILIS di University of Colombo, Sri Lanka pada tahun 2004 dengan peserta dari negara- negara Asia. Model ini dipercaya sebagai salah satu model yang dapat langsung diimplementasikan oleh negara-negara di Asia dan juga dianggap memiliki pendekatan yang memberikan sebuah lingkungan pembelajaran yang lebih aktif, melibatkan siswa dan mengandung keterampilan superior. Ke delapan langkah tersebut adalah (Perpusnas, 2012): 1. Mengidentifikasi masalah; 2. Mengeksplorasi sumber informasi 3. Memilih sumber informasi 4. Menyusun informasi yang diperoleh 5. Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang terkumpul sebagai jawaban dari masalah 6. Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta 7. Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut 8. Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut. Dari beberapa model literasi informasi tersebut di atas, maka tampak jelas bahwa literasi informasi penting untuk siswa, maupun masyarakat lain pada umumnya untuk mengenali informasi yang dibutuhkan, menemukan informasi tsb. dan akhirnya menjadikannya pengetahuan baru. Literasi informasi juga sangat penting untuk masyarakat pemakai TBM, karena pemakai TBM tsb sebagian besar adalah siswa sekolah dasar dan karang taruna di perkampungan-perkampungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka sebagian besar tidak dapat mengakses perpustakan-perpustakaan, karena pada umumnya perpustakaan berdiri di lembaga pendidikan, dan pemakainya adalah orang-orang yang berada di lingkup lembaga pendidikan tersebut. ## METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah tinjauan literatur dari para pakar dan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Jurusan Ilmu Perpustakaan UNDIP. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan data yang didapat juga data kualitatif yang berasal dari sumber primer dan sekunder, yaitu hasil penelitian dan artikel-artikel dari para pakar. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dokumen, dan analisis data dilakukan secara kualitatif. ## HASIL PENELITIAN Pengembangan program pendidikan berupa program Pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) adalah salah satu program pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4), tercantum bahwa satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Melalui kegiatan membaca maka masyarakat dapat belajar dan memperluas wawasan, memperoleh berbagai informasi yang bermanfaat, dan dapat menghibur diri. Salah satu cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan menggalakkan budaya membaca. Selain itu, dengan kegiatan TBM ini diharapkan pula dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan memperluas wawasan bagi mereka yang telah melek aksara, serta bagi mereka yang putus sekolah atau tamat sekolah tetapi tidak melanjutkan sebagai bekal untuk mengembangkan diri, bekerja atau berusaha secara mandiri dalam setiap aktivitas mereka dalam kehidupan di masyarakat ( Hamid, 2008). Taman bacaan masyarakat adalah lembaga untuk melayani kepentingan penduduk yang tinggal di sekitarnya. Mereka terdiri atas semua lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, agama, adat istiadat, tingkat pendidikan, umur dan lain sebagainya (Pustakaindonesia, 2012) Tujuan dari kegiatan ini adalah mewujudkan masyarakat gemar belajar (learning society), salah satu indikatornya terlihat dari masyarakat yang gemar membaca (reading society). Salah satu instrumen untuk membangkitkan budaya gemar belajar melalui masyarakat gemar membaca adalah dengan tersedianya Taman Bacaan Masyarakat (TBM). TBM adalah suatu lembaga/tempat yang menyediakan bahan bacaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan sebagai tempat penyelenggaraan program pembinaan kemampuan membaca dan belajar masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 1989). Tujuan diselenggarakannya taman bacaan selain untuk mewujudkan masyarakat gemar membaca, juga dimaksudkan untuk mendukung pendidikan keaksaraan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Keaksaraan menurut H.S Bhola dikatakan sebagai instrumental yang terkait dengan peradaban manusia berupa kemampuan baca-tulis sebagai induk bahasa yang digunakan oleh setiap bangsa di dunia. Kemampuan keaksaraan juga sangat berhubungan dengan pengembangan budaya, termasuk ikteraksi semua faktor yang menunjang keaksaraan itu sendiri (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Taman Bacaan Masyarakat merupakan salah satu sarana dan program dampingan yang pada intinya berupaya menstimulasi dan mendukung ke arah keberlanjutan Program Pendidikan Keaksaraan. Untuk memelihara keberlangsungan penyelenggaraan TBM diperlukan berbagai alternatif dalam pengelolaannya, sehingga warga belajar dapat memanfaatkan TBM secara maksimal (Hatimah, Ihat, dkk, 2007). Tercatat sekitar 5.000 taman bacaan masyarakat (TBM) di seluruh Indonesia berpotensi mengembangkan program literasi lokal dari komunitas lokal. Selama ini, sejumlah fasilitas membaca, seperti perpustakaan, terasa menakutkan karena terkesan hanya orang sekolahan yang masuk ke dalam. TBM bisa berada di garda depan pemberantasan buta aksara dan menumbuhkan minat baca karena mudah diakses masyarakat, tidak eksklusif, dan membumi. Pada TBM, warga setempat dapat mengakses berbagai referensi, sekaligus menjadi wadah bagi komunitas untuk beraktivitas sesuai karakter dan potensi daerah tersebut. ## Latar belakang berdirinya TBM Bangsa yang maju adalah bangsa yang berbudaya. Tidak disangkal lagi bahwa, bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan aneka ragam budaya yang mengagumkan. Akan tetapi, budaya luhur yang telah diwariskan itu seperti habis ditelan roda zaman peradaban, salah satu penyebabnya adalah karena generasi penerusnya tidak gemar membaca dan mempelajari sejarah.Oleh karena itu, salah satu cara untuk mempertahankan budaya luhur bangsa adalah dengan melahirkan generasi senang baca. Ada semacam hubungan yang kuat antara bangsa yang maju dengan tingginya minat baca. Artinya semakin tinggi kebiasaan membaca masyarakatnya maka semakin maju pula bangsanya.Jika ada pertanyaan, bagaimana sebuah bangsa masuk kategori maju atau terpuruk? Jawabannya, lihatlah mentalitas belajar masyarakatnya, dan buku merupakan jendela yang dapat membuka wawasan dan menciptakan perubahan.Untuk melahirkan generasi seperti itu diperlukan sarana pendukung, dan program pengadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) adalah solusi terbaik yang bisa dilakukan.(Pemustaka, 2013). Munculnya TBM diawali dengan runtuhnya rezim ord baru. Di awal tahun 1990 merupakan perubahan kala besar di Indonesia. Dimasa orde baru beberapa organisasi sosial kemasyarakatan, kepemudaan dan organisasi keagamaan pun dibatasi ruang geraknya. Akibatnya dengan lengsernya Presiden Suharto membuka kran reformasi di Indonesia dan membuka jalan yang lebih dinamis bagi masyarakat sipil di Indonesia. Akibat dampak dari krisis moneter yang terjadi tahun 1996 – 1998, menyebabkan banyak anak putus sekolah, bahkan menjadi anak jalanan. Dengan adanya reformasi, organisasi-organisasi sosial lebih leluasa bergerak, termasuk menyediakan layanan-layanan sosial. Banyak organisasi yang mendukung berdirinya Taman Bacaan. Haklev (2008) menybutkan bahwa mulai tahuntahun 2000 Taman Bacaan menjadi gerakan yang populer, dan pada 2001 Taman Bacaan tumbuh dengan pesat. ## Fungsi Taman Bacaan Masyarakat Fungsi dari Taman Bacaan Masyarakat adalah: 1. Sarana Pembelajaran bagi masyarakat. 2. Sarana hiburan (rekreasi) dan pemanfaatan waktu secara efektif dengan memanfaatkan bahan bacaan dan sumber informasi lain sehingga warga masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi baru guna meningkatkan kehidupan mereka. 3. Sarana informasi berupa buku dan bahan bacaan lain yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat setempat (Kusnadi, 2008). Dari fungsi ini dapat dilihat bahwa secara fisik maupun psikologis keberadaan TBM sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama oleh masyarakat yang tidak mampu menyediakan bahan bacaan sendiri. ## Tujuan penyelenggaraan TBM TBM yang diselenggarakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat bertujuan untuk memberi kemudahan akses kepada warga masyarakat untuk memperoleh bahan bacaan. Di samping itu, TBM berperan dalam meningkatkan minat baca, menumbuhkan budaya baca dan cinta buku bagi warga belajar dan masyarakat. Secara khusus TBM dimaksudkan untuk mendukung gerakan pemberantasan buta aksara yang antara lain karena kurangnya sarana yang memungkinkan para aksarawan baru dapat memelihara dan meningkatkan kemampuan baca tulisnya. TBM juga ditujukan untuk memperluas akses dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat mendapatkan layanan pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). ## Literasi Informasi Pemakai (Pemustaka) TBM Bertolak dari pengertian Literasi informasi yang mengacu pada kemampuan mengenali kapan informasi dibutuhkan, dimana dan bagaimana mencarinya serta digunakan untuk apa, maka berikut ini akan dipaparkan literasi informasi pemakai TBM di kota Semarang. Dari hasil penelitian perilaku masyarakat pesisir di kota Semarang (Sri Ati, dkk, 2013) dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut: 1) Pengetahuan tentang Kebutuhan Informasi. Pengetahuan tentang kebutuhan informasi pemakai TBM di kecamatan Semarang Utara (TBM Bangun Bangsa), cukup beragam sesuai dengan jenis pemakainya. Pemakai sebagian besar siswa kejar paket A, B, dan C. Mereka sebagian besar sudah mengetahui apa yang mereka butuhkan, karena mereka mencari informasi yang terkait dengan kegiatan pembelajaran mereka. Sedangkan sebagian lain adalah ibu-ibu yang menunggu anaknya belajar di PAUD. Sehingga mereka kurang mengerti kebutuhan mereka. Mereka mencari informasi hanya sekedar menghilangkan rasa jenuh dan untuk menghabiskan waktu. Untuk kebutuhan informasi pemakai TBM di Semarang Selatan (TBM Mortir, Anggrek dan Ken Maos) sangat beragam. Mereka ada yang sudah kuliah (mahasiswa), karangtaruna, bapak- bapak, dan juga ibu-ibu orang tua siswa yang menunggu anak-anak nya sekolah di PAUD sehingga sebagian besar belum mengetahui apa yang mereka butuhkan, karena mereka membaca hanya menunggu waktu saja.. Untuk kelompok mahasiswa sebagian besar sudah mengetahui informasi yang dibutuhkan, sedangkan bapak- bapak dan ibu-ibu masih belum jelas apa yang mereka butuhkan. Mereka mencari informasi ke TBM hanya untuk mengisi waktu senggang saja dengan mencari Koran, buku-buku fiksi dan buku-buku tentang keterampilan. Pemakai TBM di Semarang Barat (TBM Sasana Wiyata), sebagian besar telah mengetahui apa yang mereka butuhkan, karena didasarkan pada tugas yang diberikan oleh guru-guru sekolah mereka. Hal ini disebabkan karena pemakai di TBM- TBM tersebut sebagian besar adalah siswa Kejar Paket, Siswa SMU dan SMP dan SD. Tetapi ada juga ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok keterampilan bekerjasama dengan PKK setempat, seperti pelatihan membuat baki lamaran, membuat tas mote, dan lain-lain. Kelompok ibu-ibu ini sebagian besar juga sudah mengetahui apa yang mereka butuhkan. Disamping itu banyak juga Karang Taruna yang datang ke TBM yang juga telah mengetahui apa yang mereka butuhkan, mereka mencari buku-buku keterampilan. Jenis informasi yang dicari para Karang Taruna ini sebagian besar yang terkait dengan peningkatan pengetahuan mereka tentang keterampilan, berkebun dan memasak. Sedangkan para siswa sebagian besar mencari informasi tentang tokoh-tokoh kepahlawanan dan sejarah perjuangannya, dan yang lainnya fiksi dan hiburan. Sementara ibu-ibu mencari jenis informasi tentang keterampilan dan masak memasak, kesehtan dan ada juga tentang bisnis.. Bentuk atau media informasi yang dibutuhkan para pemakai TBM sebagian besar berupa buku dan majalah, yang lain ada beberapa yang mencari tabloid dan koran. Untuk pemakai TBM di Semarang Barat sebagian besar mencari jenis informasi berbentuk buku dan majalah, dan beberapa diantaranya ada yang mencari dari CD- ROM. 2) Perilaku Pencarian Informasi Untuk mengetahui di mana dan bagaimana mencari informasi, maka dikaji tentang perilaku pencarian informasi. Dalam mencari koleksi mayoritas pemakaiTBM di Semarang Utara melakukannya dengan dua cara, yakni: 1. Langsung datang ke rak buku untuk mencari buku yang diinginkan. 2. Dibantu petugas TBM. Prosedurnya mereka menyampaikan kebutuhan informasi yang dibutuhkan lalu petugas mengambil di rak. Apabila buku atau koleksi lain yang dicari tidak ditemukan di TBM, pemakai yang TBM Sasana Wiyata, yang sebagian besar siswa sekolah, mencarinya ke Perpustakaan Keliling yang datang ke sekolah mereka, dan jika masih belum menemukannya mereka mencari ke toko buku (membeli). Sedangkan pemakai di TBM. Sedangkan pemakai TBM Semarang Selatan (TBM Mortir, Anggrek dan Ken Maos)juga langsung ke rak buku atau Tanya ke petugas dulu baru ke rak buku. Tetapi mereka tidak ada yang mengatakan membeli ke toko buku, tetapi sebagian yang lain yang statusnya mahasiswa, mereka mencari informasi ke perpustakaan di kampusnya atau ke Perpustakaan Daerah. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka sebagian besar karang taruna, dan yang mahasiswa, mereka datang dari golongan menengah ke bawah.Untuk pemakai TBM di Semarang Barat (TBM Sasana Wiyata), cara mereka mencari informasi juga sama, yaitu langsung ke rak buku atau Tanya petugas. Jika tidak ketemu, para pemakai TBM Sasana Wiyata ini mencarinya ke Perpustakaan keliling yang datang secara berkala di sekolah mereka, dan sebgain kecil diantaranya membeli ke took buku. 3) Penggunaan Informasi. Informasi yang sesbagian sudah diketahui oleh para pemakai TBM kemudian mereka gunakan untuk berbagai keperluan. Untuk pemakai TBM di Semarang Utara, yang statusnya mahasiswa, sebagian besar digunakan untuk mengerjakan tugas dari dosesn mereka; Sedangkan pemakai yang statusnya karang taruna informasi yang didapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan mereka, dan untuk hiburan. Pemakai TBM yang statusnya ibu-ibu rumah tangga, informasi yang didapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang bisnis dan hiburan. Pemakai di TBM Semarang Barat, informasi yang mereka dapatkan sebagian besar digunakan untuk menambah pengetahuan mereka, baik untuk membuat keterampilan, maupun untuk kegiatan bisnis. Sedangkan pemakai siswa sekolah, sebagian besar informasi yang didapat digunakan mengerjakan tugas dari guru sekolah mereka. Pemakai TBM yang statusnya ibu-ibu rumah tangga, informasi yang didapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang masak memasak dan meningkatkan keterampilan. Informasi yang didapat oleh pemakai TBM di Semarang Selatan (TBM Mortir, Anggrek dan Ken Maos) digunakan untuk berbagai keperluan. Pemakai di TBM ini sebagian besar digunakan untuk menambah pengetahuan, dan untuk mengerjakan tugas dari dosen atau guru. Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa pemakai dari kelompok siswa dan mahasiswa mengatakan bahwa informasi yang didapat digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah atau kampus; Sedangkan para karang taruna dan ibu-ibu menyatakan bahwa informasi tsb digunakan untuk mengembangkan usha bisnis kelak seperti untuk bisnis perikanan, atau untuk membuat usaha katering. ## SIMPULAN Literasi informasi adalah seperangkat keterampilan untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan, baik itu untuk kepentingan akademisi ataupun pribadi, termasuk lingkup tempat kerja; melalui proses pencarian, penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber; serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efektif dan efisien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak negara maju yang menggunakan Literasi Informasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakatnya. Ada beberapa model Literasi Informasi yang diterapkan di Indonesia, pemerintah memprogramkan pengembangan progarm pendidikan dengan mengembangkan Taman Baca Masyarakat (TBM). Dari beberapa TBM yang telah diteliti, sebagian besar pemakai TBM di kecamatan Kota Semarang telah menerapkan Literasi Informasi, terbukti bahwa mereka menyadari akan informasi yang dibutuhkannya, dan mereka tahu bagaimana cara mencari serta menggunakannya. Mereka menggunakan informasi yang telah mereka dapat sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada yang digunakan untuk mengerjakan tugas, mengembangkan bisnis, dan usaha rumah tangga mereka. Akan tetapi sebgian besar dari mereka tidak menguji dan memilih sumber informasi, karena keterbatasn sumber inforamsi yang tersedia. ## DAFTAR PUSTAKA Bahtar, Murni A, Arifah Sasmita, Sri Purnomowati. (2009). Literasi Informasi tenaga pendidik dan kependidikan Pendidikan Non Forma (PNF) di Provinsi DKI Jakarta. Baca, vol.30, no.2. Departemen Pendidikan Nasional, Undang- Undang No. 2/1989, Pasal 4. Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Naskah Akademik Pengelola TamanBacaan ## Masyarakat (TBM). Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nonformal, Jakarta. Guahira. or. id. Minat Baca di Indonesia Buruk. 21 Oktober 2007. Haklev, Stian. (2008). Mencerdaskan bangsa – Suatu pertanyaan: Fenomena Taman Bacaan di Indonesia. Advanced Seminar in international Development Studies, IDSD01Y, Internatinal Development Studies, University of Toronto at Scarborough. Hakley, Stian. (2008). Mencerdaskan Bangsa – Suatu pertnyaan fenomena Taman Bacaan di Indonesia. Disampaikan pada Advanced Seminar in International Development Studies, IDSD01, International Development Studies, University of Toronto at Scarborough. Hatimah, Ihat, dkk, (2007). Pengembangan Model Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat Dengan Sistem Sircle Time Sebagai Upaya Pelestarian Program Keaksaraan Fungsional. Data Penelitian UPI, Bandung. Kusnadi, dkk. (2005). Pendidikan Keaksaraaan, Filosofi, Strategi, Implementasi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Pemustaka, (2013). http://www.pemustaka.com/1000-taman- bacaan-masyarakat-tbm-untukrakyat. html . [15 AGUSTUS, 2013] Suwanto, Sri Ati, Yuli Rohmi, Heriyanto, Diah Setiyorini. (2013). Perilaku informasi pada masyarakat pesisir Kota Semarang: Studi kasus di Taman Bacaan Masyarakat di 3 kecamatan Kota Semarang. The ALA/ACRL/STS Task Force on Information Literacy for Science and Technology. Information literacy standards for science and engineering/technology. (http://www.ala.org/ala/acrl/acrlstandards/i nfolitscitech.htm, diakses 26 Maret 2007). UNESCO, (2007). Information for All Programme: “Understanding Information Literacy: A Primer ”. Paris: UNESCO. US National Commission on Library and Information Science, (2003). Information Literacy. http://www.nclis.gov/libinter/infolitconf& meet/post- infolitconf&meet/PragueDeclaration .pdf. [2 Agustus 2013] Wesleyan University, home. (2013). Information Literacy. http://www.wesleyan.edu/libr/ guides/infolitdef.html [2 Agustus, 2013].
fe55eb71-273e-4299-a608-f91927b186b6
https://journal.ubm.ac.id/index.php/psibernetika/article/download/491/463
## HUBUNGAN LIMA TIPE KEPRIBADIAN OCEAN DAN ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ## HUMANIORA DI UNIVERSITAS X Juliadi Stefani Virlia ## ABSTRACT The implementation of higher education is expected to create the outstanding young generation. Therefore, success in the academic field to be relevant and important for students. However, the process of achieving success is not easy; some students got through well, but the others finally decided to escape. This research uses a quantitative approach and included in the correlational research. The sample in this study were selected using purposive sampling techniques and amounted to 162 students in the Faculty of Social Sciences and Humanities at University X. The results of this research are there is no relationship between Openness, Conscientiousness, Ekstraversion, and Agreableness personality types with adversity quotient (p> 0.05). Neuroticism personality type has a relationship with adversity quotient (p <0.05). Someone who gave negative responses to difficult situations often followed by setbacks in the different aspects of life. Some people can slowly to revive, but the others can’t. Keywords : Adversity Quotient, OCEAN Personality, Students ## A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, kualitas pendidikan di Indonesia cenderung rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Hal ini terlihat dalam survey Ekonomi dan Sosial Asia dan Pasifik tahun 2014 yang dilakukan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan bahwa Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara di ASEAN dari sisi kualitas pendidikan (UNESCO, 2014). Pendidikan merupakan salah satu prioritas penting bagi sebagian besar negara, termasuk Indonesia. Hal ini selaras dengan pernyataan dari Stefan Koerbele, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, bahwa perguruan tinggi yang menyelenggarakan keterampilan dan penelitian yang tepat dapat membantu Indonesia untuk menjadi lebih produktif, lebih inovatif dan lebih mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan di suatu lingkungan global yang kompetitif (Salim, 2011). Peningkatan mutu pendidikan selalu menjadi isu sentral dalam penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan ini menjadi salah satu strategi pokok selain pemerataan kesempatan dan akses pendidikan serta peningkatan relevansi dan efisiensi (Natsir, 2002; Mulyasa, 2009). Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan Nasional adalah dengan penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi. Pendidikan perguruan tinggi diharapkan dapat menjadikan generasi muda bangsa sebagai generasi yang unggul, berprestasi, dan mampu bersaing dalam kancah internasional. Menurut Semiawan (1998), pendidikan tinggi berfungsi untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang berlaku sehingga mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup bangsa. Seseorang yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dikenal dengan sebutan mahasiswa/i. Mahasiswa/i sebagai salah satu bagian dari masyarakat memiliki peran untuk membantu mengembangkan dan memajukan bangsa ini. Oleh karena itu, mahasiswa/i diharapkan memiliki pengetahuan yang luas dan mempunyai keterampilan ( skill ), visi, karakter yang lebih maju dibandingkan masyarakat pada umumnya (Ilham, 2011). Mahasiswa/i adalah individu yang umumnya berada dalam rentang usia 18 sampai 22 tahun. Tahap perkembangan tersebut adalah tahap peralihan dari masa remaja ke masa dewasa awal, di mana pada tahap ini mereka akan mengalami tuntutan dan tugas perkembangan yang baru, seperti mengambil keputusan sendiri, mandiri, bertanggung jawab, memiliki pemikiran yang lebih realistis, emosi yang lebih stabil dan lebih matang serta adanya pencapaian keberhasilan (Gunawati & Hartati, 2006; Hurlock, 2007). ## PSIBERNETIKA Berkaitan dengan tuntutan pencapaian keberhasilan yang telah disebutkan di atas, keberhasilan dalam bidang akademik menjadi relevan dan penting bagi mahasiswa/i. Namun, proses pencapaian keberhasilan tersebut tidaklah mudah dan tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dirinya sendiri sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekitar individu, misalnya keluarga, teman, dan masyarakat (Slameto, 2003). Salah satu faktor internal yang penting adalah faktor kepribadian. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggali faktor kepribadian dengan pendekatan Big Five Personalities dari Mc Crae dan Costa yang kemudian pendekatan ini dikenal dengan lima tipe kepribadian OCEAN , karena kepribadian dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism (dalam Pervin dkk, 2014). Faktor kepribadian tersebut yang kemudian ingin dihubungkan dengan faktor internal lainnya, yaitu faktor daya juang seseorang dalam mengatasi tantangan hidupnya atau yang dikenal dengan adversity quotient (AQ) . Peran adversity quotient adalah untuk mengukur satu konsep diri, kepercayaan diri dalam satu kemampuan dan keberanian untuk menghadapi situasi yang merugikan. Individu yang tidak memiliki adversity quotient yang cukup berakibat pada ketidakmampuan untuk mengatasi masalah (Widyaningrum & Rachmawati, 2007). Adversity quotient mengukur suatu kemampuan untuk menang dalam menghadapi kesulitan. Ini menjelaskan bagaimana seseorang merespons situasi yang merugikan mereka, dan bagaimana seseorang bertahan dari kesulitan. Stoltz mengatakan bahwa hidup ini seperti mendaki gunung dan bahwa orang dilahirkan dengan dorongan inti yang manusiawi untuk naik, yang berarti bergerak menuju satu tujuan (Stoltz, 2007). Menurut Santrock (1995) ketakutan akan kegagalan dalam mencapai kehidupan yang sukses seringkali menjadi alasan munculnya stres dan depresi pada mahasiswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk melihat ―Apakah ada hubungan antara lima tipe kepribadian OCEAN dengan adversity quotient (AQ) pada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISH) Universitas X ?‖ ## B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui gambaran lima tipe kepribadian OCEAN pada mahasiswa FISH Universitas X. 2. Untuk mengetahui tingkat adversity quotient pada mahasiswa FISH Universitas X. 3. Untuk mengetahui hubungan antara lima tipe kepribadian OCEAN dengan adversity quotient mahasiswa FISH Universitas X. ## C. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Adversity Quotient (AQ) Adversity quotient adalah kemampuan dan ketahanan seseorang dalam menghadapi kesulitan, kegagalan, hambatan, tantangan sekaligus mengubah kesulitan atau kegagalan menjadi peluang untuk meraih tujuan dan keberhasilan (Stoltz, 2007). ## 2. Aspek-aspek Adversity Quotient (AQ) Stoltz (2007) menyatakan komponen dari AQ yaitu : ## Control Kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan mengelola sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan di masa mendatang. Origin dan Ownership Aspek origin adalah sejauh mana seseorang mempermasalahkan dirinya ketika mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal dari dirinya atau orang lain/lingkungan yang menjadi sumber kesulitan atau kegagalan seseorang. Vol. 8 No. 2 Oktober 2015 ## PSIBERNETIKA Sedangkan ownership mengacu pada sejauh mana seseorang mengakui akibat- akibat kesulitan dan kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan tersebut. ## Reach Merupakan aspek untuk melihat sejauh mana kesulitan akan menyebar dalam kehidupan seseorang dan juga menunjukkan bagaimana suatu masalah menganggu aktivitas lainnya, sekalipun tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. ## Endurance Merupakan sejauh mana kecepatan dan ketepatan seseorang dalam memecahkan masalah, sehingga dapat dilihat berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. ## 3. Tingkatan Adversity Quotient (AQ) Ada 3 tingkatan AQ, yaitu : (Stoltz, 2007) ## Quitters Banyak orang yang memilih untuk keluar menghindari kewajiban dan mundur dari usahanya. Mereka adalah orang-orang yang berhenti untuk melanjutkan usahanya. ## Campers Mereka adalah orang-orang yang mudah puas dengan hasil yang diperolehnya. Mereka tidak ingin melanjutkan usahanya untuk mendapatkan lebih dari yang didapatkan sekarang. ## Climbers Mereka yang dengan segala usaha keberaniannya menghadapi setiap resiko, hambatan, dan tantangan untuk melanjutkan usaha hingga tujuan tercapai. Mereka selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan segala hambatan menghalangi usahanya. ## 4. Pengertian Lima Tipe Kepribadian OCEAN Kepribadian yang dikembangkan oleh McCrae & Costa yang memiliki lima dimensi kepribadian yang mendasari perilaku individu (dalam Pervin, 2014), di antaranya adalah : Openness to New Experience (O) Merujuk kepada bagaimana seseorang berbudaya, bijak, dan menerima ide-ide baru. Conscientiousness (C) Menggambarkan seseorang yang rajin, bisa dipercaya, bercita-cita tinggi, bertanggungjawab, dan gigih. Extraversion (E) Menggambarkan hubungan sosial seseorang dan responsif terhadap lingkungannya. Agreeableness (A) Merujuk kepada bagaimana seseorang menjadi penurut, patuh, lembut hati, mempercayai, tidak curiga. Neuroticism (N) Menggambarkan orang-orang yang kerap bermasalah dengan emosi negatif seperti bimbang, takut, dan cemas. ## D. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe penelitian korelasional. Subjek penelitian dalam penelitian ini diambil dari mahasiswa/i angkatan 2012 sampai 2014 di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISH) Universitas X di Jakarta Utara. Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial & Humaniora yang masih aktif menjalani proses perkuliahan dan minimal berada di semester 3. Jumlah sampel dalam Vol. 8 No. 2 Oktober 2015 ## PSIBERNETIKA penelitian ini sebanyak 162 orang yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling , yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti (Arikunto, 2010). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua instrumen. Instrumen pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen adversity quotient (AQ) yang dikembangkan oleh Stoltz (Stoltz, 2007). Instrumen ini terdiri dari 30 nomor dimana setiap nomor terdiri dari dua pernyataan (A dan B) sehingga totalnya menjadi 60 aitem. Aitem-aitem tersebut disusun berdasarkan dimensi adversity quotient , yaitu control, origin & ownership, reach , dan endurance . Skala adversity quotient disusun menggunakan skala semantic diferensial , yang dimulai dari skala 1 ( unfavorable ) hingga 5 ( favorable ). Instrumen AQ ini sudah diujicobakan oleh peneliti kepada 100 orang mahasiswa dan diperoleh 35 aitem yang valid dengan reliabilitas sebesar 0.798. Instrumen kedua yaitu instrumen lima tipe kepribadian OCEAN yang telah diujicobakan pada mahasiswa/i oleh Widhiarso (dalam Widhiarso, 2012). Instrumen ini terdiri dari 44 aitem. Aitem-aitem tersebut disusun berdasarkan dimensi OCEAN, yaitu openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism . Skala OCEAN disusun menggunakan model skala rating, yang dimulai dari skala 1 (sangat tidak sesuai) hingga 5 (sangat sesuai). Instrumen lima tipe kepribadian OCEAN ini sudah diujicobakan oleh peneliti kepada 100 orang mahasiswa dan diperoleh 38 aitem yang valid dengan reliabilitas pada dimensi Openness sebesar 0.790; dimensi Conscientiousness sebesar 0.553; dimensi Extraversion sebesar 0.577; dimensi Agreableness sebesar 0.571; dimensi Neuroticism sebesar 0.516. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik statistika korelasi pearson product moment . ## E. HASIL ## 1. Gambaran Adversity Quotient Untuk mengetahui gambaran tingkat adversity quotient (AQ) pada subjek penelitian, peneliti menggunakan norma kelompok persentil. Berikut adalah gambaran norma AQ : ## Tabel 1. Norma Adversity Quotient Kategori Nilai AQ Sangat Rendah Rendah <103 103-111 Sedang 112-119 Tinggi 120-147 Sangat Tinggi >147 Tabel 2. Jumlah Subjek Berdasarkan Tingkat Adversity Quotient Kategori Nilai AQ Jumlah Persentase (%) Sangat Rendah Rendah <103 103-111 36 48 22.22 29.63 Sedang 112-119 39 24.07 Tinggi 120-147 37 22.84 Sangat Tinggi >147 2 1.23 Total 162 100 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek memiliki adversity quotient yang rendah (29.63%). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa/i dalam penelitian ini cenderung kurang tahan menghadapi kesulitan atau tantangan yang ditemuinya, mudah menyerah dan pesimis ketika menghadapi tugas yang semakin sulit bahkan menghindari tugas yang sulit sedapat mungkin. Mereka juga kurang memanfaatkan potensi dirinya sehingga tidak gigih dan antusias dalam mengejar cita-cita atau tujuan hidup mereka. ## PSIBERNETIKA ## 2. Gambaran Lima Tipe Kepribadian OCEAN Sebagian besar subjek dalam penelitian ini menunjukkan kepribadian yang dominan adalah tipe Openness (35.18 %), yang artinya mahasiswa/i dalam penelitian ini mau terbuka dan belajar akan hal-hal yang baru, memiliki rasa ingin tahu untuk mencoba ide-ide yang baru, serta memiliki fleksibilitas dalam berpikir (tidak kaku pada satu perspektif saja). Sisanya dominan pada tipe Agreableness (20.99%), Extraversion (17.28%), Conscientiousness (14.20 %), Neuroticism (3,70%), dan 8,65% sisanya memiliki kombinasi tipe kepribadian. Tabel 3. Penyebaran Instrumen Lima Tipe Kepribadian OCEAN Dominan Jumlah Persentase (%) Openness 57 35.18 Conscientiousness 23 14.20 Extraversion 28 17.28 Agreableness 34 20.99 Neuroticism 6 3.70 Kombinasi 14 8.65 Total 162 100 3. Hubungan Lima Tipe Kepribadian OCEAN dan Adversity Quotient (AQ) Peneliti juga mendapatkan hasil bahwa korelasi antara tipe kepribadian Openness dan adversity quotient menunjukkan nilai p = 0.926 (p > 0.05), yang artinya tidak terdapat hubungan antara tipe kepribadian Openness dan adversity quotient . Hal ini menunjukkan keterbukaan terhadap ide-ide baru tidak membuat seseorang menjadi lebih memiliki kemampuan untuk bertahan atau tidak. Tipe kepribadian Conscientiousness juga tidak memiliki hubungan dengan adversity quotient dengan nilai p = 0.753 (p > 0.05). Tipe kepribadian Ekstraversion (p = 0.369; p > 0.05) dan Agreableness (p = 0.984; p > 0.05) juga tidak memiliki hubungan dengan adversity quotient . Berbeda dengan keempat tipe lainnya, tipe kepribadian Neuroticism memiliki hubungan dengan adversity quotient dengan nilai p = 0.010 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian yang lebih banyak didominasi dengan emosi negatif cenderung berhubungan dengan daya tahan seseorang dalam menghadapi situasi sulit. Seseorang yang pencemas akan cenderung menghindari situasi yang sulit karena takut gagal dan kurang berjuang untuk meraih tujuan atau impiannya. ## F. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran adversity quotient (AQ) mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora di Universitas X cenderung rendah yaitu sebanyak 48 subjek atau sebesar 29.63% dari total 162 mahasiswa/i yang menjadi subjek penelitian. Stoltz (2007) menyatakan bahwa mereka yang memiliki AQ cenderung rendah dikenal dengan sebutan “Quitters” yaitu mereka cenderung menyerah dan tidak ingin melanjutkan usahanya ketika menemui hambatan-hambatan yang semakin menumpuk dan sulit diatasi. Hal ini disebabkan perasaan pesimis dan ketidakyakinan untuk dapat menyelesaikannya.Rendahnya AQ dapat dikarenakan faktor-faktor lain, seperti daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, dan sebagainya (Stoltz, 2007). Berdasarkan penelitian Mubarak (2008) tentang AQ dan konsep diri menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan daya juang dengan nilai r = 0.538, p = 0.000, (p < 0.05). Hal ini menunjukkan perlu dijadikan pertimbangan bahwa semakin baik konsep diri seseorang, maka AQ yang dimilikinya juga akan meningkat. Kreativitas dan sikap optimis juga ikut mempengaruhi AQ, terdapat hubungan yang positif antara kreativitas terhadap daya juang siswa (r = 0,328 dan p < 0,01) dengan sumbangan efektif sebesar 10.7% sedangkan sikap optimis memberikan peran yang positif terhadap daya juang siswa (r = 0.237 dan p < 0,05) dengan sumbangan efektif sebesar 5.6% (Putro, 2008). Kesehatan fisik dan emosi juga ikut mempengaruhi AQ. Seseorang yang berada pada kondisi-kondisi yang sehat baik secara fisik dan emosi cenderung lebih tahan dalam menghadapi Vol. 8 No. 2 Oktober 2015 ## PSIBERNETIKA masalah. Begitu juga karakter yang positif, sangat perlu diajarkan dalam membentuk perilaku yang memperkuat AQ. Disamping itu, bakat dan kemauan juga turut menentukan AQ (Stoltz, 2007). Berdasarkan pemaparan di atas, melalui penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana gambaran AQ pada mahasiswa/i di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas X serta bagaimana kaitannya dengan kepribadian yang mereka miliki di mana kepribadian dikaji berdasarkan teori lima tipe kepribadian OCEAN. Sekalipun individu memiliki tipe kepribadian yang berbeda, namun jika faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya ada dan mendukung pembentukan AQ dalam dirinya, sangat dimungkinkan dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Sebagaimana yang disebutkan bahwa keberhasilan seseorang tergantung pada usaha yang ia lakukan, apakah menuju hal yang lebih baik atau sebaliknya. Pada penelitian ini, hanya dimensi neuroticism yang memiliki hubungan dengan AQ. Stoltz (2007) menyatakan bahwa setiap orang akan mengalami stres dalam hidup yang bisa bersumber dari pengalaman-pengalaman hidupnya, seperti kehilangan orang-orang yang dicintai, putusnya suatu hubungan, tidak lulus di mata kuliah tertentu, sakit/cedera, merasa kesepian, dan kemunduran-kemunduran lainnya. Seseorang yang memberikan respon negatif terhadap situasi sulit tersebut seringkali akan diikuti oleh kemunduran- kemunduran lainnya dalam berbagai aspek kehidupan. Ada yang perlahan-lahan dapat bangkit kembali namun ada juga yang tidak akan pernah bangkit lagi. ## G. SIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Mahasiswa/i di Fakultas Sosial dan Humaniora Universitas X memiliki tingkat adversity quotient yang cenderung rendah. 2. Tidak ada hubungan antara tipe kepribadian Openness , Conscientiousness , Ekstraversion , dan Agreableness dengan adversity quotient 3. Ada hubungan antara tipe kepribadian Neuroticism dan adversity quotient . ## H. SARAN Berdasarkan hasil kesimpulan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan saran- saran kepada layanan SAC ( Student Advisory Center ) di Universitas X, dapat memberikan intervensi konseling untuk meningkatkan adversity quotient pada mahasiswa dengan menerapkan prinsip LEAD ( Listen, Explore, Analyze, Do ) sehingga dapat membantu mahasiswa/i menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang sedang dihadapinya. ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik . Jakarta: PT Rineka Cipta Boeree, G. (2008). Personality Theories , Melacak kepribadian anda bersama psikologi dunia . Yogyakarta: Prismasohie. Chamorro, T.P., & Furnham, A. (2005). Personality and intellectual competence. London: Lawrence Erlbaum Associates. Conny R. S. (1998). Perkembangan dan belajar peserta didik . Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar Creswell, J.C. (2012). Education research, planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative Research (4 th ed) . Boston: Pearson Damanik, Caroline (2014). ―Skripsi tak kunjung rampung, Isnaini gantung diri‖. Kompas, 14 April 2014. Feist, J, & Feist, G.J. (2013). Theories of personality (8 th ed) . New York: McGraw Hill. Ghozali, I. (2001). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS (Edisi Kedua), Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gravetter, F.J. dan Forzano, L.B. (2012). Research methods for the behavioral sciences (4th Edition). Canada: Cengage Learning Hadi, S. (2004). Metodologi research jilid 3. Yogyakarta : Andi. Hurlock, E. B. (2007). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). (alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo). Jakarta: PT Erlangga. Ilham, R.M. (2011). Pengaruh pendekatan taktis terhadap sikap belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani di SMP 1 Bungbulang. Skripsi FPOK UPI Bandung. Diunduh dari http://repository.upi.edu/4656/9/S_PEA_0807052_Bibliography.pdf Vol. 8 No. 2 Oktober 2015 ## PSIBERNETIKA Kumar, R. (1999). Research methology : A step-by-step guide for begginner. London : Sage Publications. Lim & Melissa (2012). Hubungan antara adaptabilitas karir dan prestasi akademik pada mahasiswa universitas indonesia . Skripsi Universitas Indonesia. Diunduh dari http://lib.ui.a.id/file?file=digital/20319699-S- ## Melissa%20Angelia.pdf Mardani, Andi (2015). ―Mahasiswa IPB selesai kuliah lebih cepat, Raih IPK 4,0‖. Pojok satu, 19 Juni 2015. Mubarak. (2008). Thesis : Hubungan antara konsep diri dan ketrampilan sosial dengan daya juang pada siswa pesantren. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Mulyasa, E. (2009). Menjadi guru profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan . Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslimah, Salmah (2015). ―Pemulung 'Mas Ganteng' Wahyudin kini kuliah S2 di ITB‖ Detik, 22 Juni 2015. Natsir, N. F. (2002). Strategi pembangunan pendidikan di Indonesia , Jakarta: Balitbang Dikdasmen. Nunnally, J.C., dan Bernstein, I.H. (1996). Psychometric theory, (3 rd edition), New York : McGraw-Hill. Pervin, L A., Cervone, D. (2014). Personality psychology: International student (12 th ed). New York : John Wiley & Sons, Inc. Putro, A.Y. (2008). Peran kreativitas dan sikap optimis terhadap kecerdasan adversity siswa SMA Plus Pembangunan Jaya , Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Rachman, Taufik (2011). ―Mahasiswa UBM bunuh diri di mal emporium?‖. Republika, 28 September 2011 Rachmawati, J. Widyaningrum. (2007). Adversity intelligence dan prestasi belajar siswa. Jurnal psikologi proyeksi, 2, 2 . Fakultas Psikologi Unissula. Robins, R. W., Noftle, E. E., Trzesniewski, K. H., & Roberts, B. W. (2005). Do people know how their personality has changed? Correlates of perceived and actual personality change in young adulthood. Journal of personality , 73, 489 –521. Salim, Randy ( 2011) . “Pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan”. Reportase Indonesia, 13 Oktober 2011. Santrock, J. W. (1995). Life-span development perkembangan masa hidup . Jakarta: Erlangga. Sesanti, D.M. (2012). Hubungan antara tipe kepribadian Carl Gustaf Jung dengan Adversity Quotient mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Diunduh dari http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=08410095 Siswandi, Anwar (2012). “ Pelaku Bunuh Diri Kuliah di ITB Dua Semester‖. Tempo.co nasional, 19 Februari 2012. Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Stolz P.G. dan Weihenmayer E. (2007). Mengubah masalah menjadi berkah. : Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Sugiyono (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D , Bandung :Alfabeta Surekha (2001). Adversity intelligence . Pustaka Umum: Jakarta Wagerman, S. A., & Funder, D. C. (2007). Acquaintance reports of personality and academic achievement: A case for conscientiousness. Journal of Research in Personality , 41, 221-229. Wahyu, Widhiarso (2012). Penerapan analisis kelas laten untuk mengeksplorasi tipologi kepribadian. Pengarang Banten, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Yazid (2005). Pemasaran jasa , Yogyakarta : Ekonisia. Vol. 8 No. 2 Oktober 2015 PSIBERNETIKA
95444d1f-337d-4b1b-afe3-0a4182342ff0
https://tunasbangsa.ac.id/pkm/index.php/kesatria/article/download/184/183
Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 ## Model Mekanisme Patahan Gempa Bumi Tarutung 2022 Mw 5.8 Endah P. Sari 1 , Resa Idha 1 , Hendro Nugroho 1 , Syahrul Humaidi 1 , Andrean V. H Simanjuntak 2,3* , Umar Muksin 3 1 Pascasarjana Fisika, Universitas Sumatra Utara, Medan, Sumatra Utara, Indonesia 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Medan, Sumatra Utara, Indonesia 3 Tsunami and Disaster Mitigation Research Center, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh, Indonesia E-mail: [email protected] ## Abstract On October 1, 2022, an earthquake with a magnitude of 5.8 shook the Tarutung area which was generated by an active fault at a shallow depth of 10 km. In this study, relocating the hypocenter and determining the mechanism of the earthquake was carried out to understand the active tectonic structure. The distribution of hypocenter relocation figures a pull-apart pattern at shallow depths. The earthquake mechanism shows a dextral pattern in the Southwest – Southeast direction with a strike of 138º – 158º. The aftershocks are more dominantly distributed in the pull-apart system in the southeastern part and show the greater part of the transfer of seismic static stress to the southeastern side of the Toru fault. The pull-apart tectonic system scheme in the Tarutung basin with secondary faults as extensional faults is proposed to be a fault source model that forms a negative-flower structure geological pattern. The results of this study can be used as a reference for studying the Tarutung tectonic system and applied as a mitigation study. Keywords: Earthquake, Magnitude, Hypocenter, Fault, Seismic, Geology, Tectonic ## Abstract Pada 01 Oktober 2022, gempa bumi magnitudo M 5.8 mengguncang wilayah Tarutung yang dibangkitkan oleh aktivitas sesar aktif pada kedalaman dangkal 10 km. Pada penelitian ini, relokasi hiposenter dan penentuan mekanisme gempa bumi dilakukan untuk memahami struktur tektonik aktif. Distribusi relokasi hiposenter membentuk pola pull- apart pada kedalaman dangkal. Mekanisme gempa bumi menunjukkan pola dekstral pada arah Barat Daya – Tenggara dengan strike 138º – 158º. Gempa susulan terdistribusi lebih dominan di sistem pull-apart pada bagian Tenggara dan menunjukkan sebagian besar transfer stress statis seismik lebih besar ke sisi tenggara sesar Toru. Skema sistem tektonik pull-apart pada basin Tarutung dengan sesar sekunder sebagai sesar ekstensional diusulkan menjadi model sumber patahan yang membentuk pola geologi negative-flower structure. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mempelajari sistem tektonik Tarutung dan diterapkan sebagai studi mitigasi. Keywords: Gempa, Magnitudo, Hiposenter, Sesar, Seismik, Geologi, Tektonik ## 1. Pendahuluan Pulau Sumatera terletak pada pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia [1,2]. Aktifitas tektonik ini menghasilkan sistem tektonik kompleks seperti zona subduksi dan sesar aktif seperti pada Gambar 1. Aktivitas tektonik yang kompleks mempengaruhi proses seismisitas di wilayah Sumatera Utara. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat lebih dari 1000 kejadian gempa bumi setiap tahun terjadi di wilayah Sumatera Utara dan terakhir yaitu gempa merusak Tarutung pada tahun 2022. Pada 1 Oktober 2022, sesar aktif Sumatera kembali menimbulkan gempa cukup besar ## KESATRIA: Jurnal Penerapan Sistem Informasi (Komputer & Manajemen) Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 yang mengguncang wilayah Tapanuli Utara dan sekitarnya. Menurut BMKG, episenter berada pada koordinat 2.13 LS – 98.89 BT yang berjarak 15 km Barat Laut dari Kabupaten Tapanuli Utara. BMKG melakukan update parameter dari yang semula kekuatan M6.0 menjadi M5.8. Guncangan gempa dirasakan di wilayah Tarutung, Sipahutar, Gunung Sitoli, hingga wilayah Aceh meliputi Singkil dan Tapaktuan. Gambar 1. Peta kegempaan Provinsi Sumatera Utara katalog lima tahun (2017 – 2022) dengan gempa bumi Tarutung 2022 Mw 5,8 (bintang putih dengan mekanisme fokus dextral). Garis hitam adalah sesar aktif Sumatera sedangkan segitiga hijau adalah stasiun seismik jaringan BMKG. Peta inset menunjukkan sistem tektonik di Pulau Sumatera dimana terjadi subduksi di lepas pantai barat dan patahan aktif di daratan. Tarutung sebagai ibukota Kabupaten Tapanuli Utara menjadi salah satu wilayah terdampak yang paling dekat dengan pusat gempa bumi karena dilalui oleh sesar Toru [3, 4]. Selain itu, karakteristik gempa Tatutung dikategorikan sebagai tipe I karena didahului oleh gempa utama ( mainshock ) tanpa gempa pendahulu ( foreshock ) dan diikuti dengan serentetan gempa bumi susulan ( aftershock ) [5, 6]. Studi seismisitas seperti penentuan hiposenter dan mekanisme patahan gempa bumi sangat penting untuk memberikan informasi yang struktur bawah permukaan. Salah satu kendala dalam studi seismisitas adalah ketidakpastian lokasi hiposenter berada jauh dari jalur sesar, sehingga sulit untuk menginterpretasi struktur geologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan relokasi yang akurat harus untuk meningkatkan kualitas hiposenter. Pada penelitian ini, metode Double-difference digunakan untuk merelokasi rangkaian gempa Tarutung. Beberapa studi relokasi telah dilakukan seperti, relokasi seismisitas Danau Toba [7], statistic seismisitas Sumatra [8], seismisitas Aceh Tengah [9], model seismic hazard Sumatra [10] namun belum dilakukan pada wilayah Tarutung. Selain itu, mekanisme patahan ( strike, dip , dan rake ) ditentukan untuk mendukung hasil relokasi Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 hiposenter. Penentuan mekanisme patahan menggunakan prinsip inversi secara simultan dengan pendekatan probabilistik yang dapat menghitung bidang geometri patahan sekaligus memperbaiki parameter-parameter gempa bumi. Hasil relokasi dan model patahan gempa bumi Tarutung dapat menjadi referensi geologi terbarukan dan pertimbangan dalam upaya penanggulan bencana di wilayah penelitian. ## 2. Metodologi Penelitian ## 2.1. Relokasi Double-Difference Metode Double-Difference merupakan salah satu metode relokasi gempa bumi secara relatif dengan menginversi lokasi hiposenter dari suatu cluster . Dalam metode ini, gempa bumi utama atau master event tidak dibutuhkan. Hal tersebut yang menjadikan metode ini digunakan secara simultan untuk merelokasi gempa bumi dalam jumlah besar. Terdapat syarat yang harus dipenuhi pada metode ini, yaitu jarak antara dua kejadian gempa bumi yang direlokasi harus sangat kecil jika dibandingkan dengan jarak antara kedua gempa bumi tersebut terhadap stasiun yang merekam. Gambar 2. Ilustrasi algoritma relokasi gempa bumi double-difference yang menggambarkan lingkaran hitam dan putih sebagai sebaran hiposenter yang dihubungkan oleh gempa bumi dengan cross-correlation (garis tegas) atau katalog (garis putus-putus). Gempa bumi i dan j terekam pada stasiun yang sama k dan l dengan selisih waktu tempuh dan . Karena posisi kedua gempa bumi berdekatan, maka bentuk raypath (sumber ke stasiun) cenderung sama yang berarti melalui medium dengan slowness hampir sama. Tujuan algoritma Double-Difference adalah untuk meminimalisasi perbedaan waktu tempuh residual untuk pasangan gempabumi pada stasiun yang sama, sehingga diharapkan hasil penyelesaian ini akan bebas dari kesalahan waktu tempuh yang berkaitan dengan keberagaman kecepatan, meskipun masih akan menyisakan kesalahan acak yang terdapat pada lokasi awal [7, 9]. Perbedaan antar selisih waktu tempuh observasi dan kalkulasi dari dua data gempa ( ) [11] pada Gambar 2 diatas dapat didefenisikan sebagai persamaan berikut: (1) Persamaan (1) mengekspresikan waktu tempuh residual ( ) dari dua gempa bumi i dan j di stasiun pengamat k berdasarkan perbedaan waktu tempuh observasi dan kalkulasi untuk dua gempa. Pada Gambar 2, adalah waktu tempuh gempa i ke stasiun k , sedangkan adalah waktu tempuh gempa j ke stasiun k . Jika slowness tidak konstan ## KESATRIA: Jurnal Penerapan Sistem Informasi (Komputer & Manajemen) Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 akibat hubungan antara waktu tempuh dan lokasi gempa bumi tidak linier, Persamaan (1) dapat dilinierkan menggunakan ekspansi Taylor orde pertama sebagai berikut: (2) Parameter-parameter hiposenter direpresentasikan oleh x, y, z, dan yang merupakan posisi dan waktu awal. Waktu tempuh residual ditentukan oleh perubahan ke-4 parameter untuk setiap 2 gempa yang terlibat dalam pasangan gempa bumi. Distribusi hiposenter gempa bumi yang berkelompok (klaster) pada umumnya memberikan informasi penting terkait keberadaan suatu patahan. Klaster-klaster hiposenter didapatkan dengan relokasi sehingga diperoleh hasil relokasi yang baik dan nilai galat yang kecil. Setiap gempa bumi memiliki informasi waktu tempuh yang saling terhubung satu sama lain dan tercatat pada stasiun yang sama, sehingga dapat dikoreksi secara silang antara waktu dan tempat. Hal ini bermaksud mengukur tingkat kemiripan banyak gempa bumi yang terekam pada satu stasiun. Kemiripan tersebut akan mempengaruhi klaster-klaster hiposenter setelah relokasi. Algoritma pada program HypoDD menggunakan metode inversi least-square . Error hiposenter pada program HypoDD menggunakan metode trial and error sehingga didapatkan residual waktu tempuh terkecil. ## 2.2. Inversi Momen Tensor Mekanisme sumber gempa bumi dapat digambarkan secara konvensional dengan analisis polaritas gelombang P yang terekam pada seismometer, melalui teknik trial-error tetapi terlalu subjektif. Cara yang lebih obyektif yaitu dengan moment tensor pada sinyal displacement . Displacement memiliki hubungan linier terhadap moment tensor sehingga memungkinkan untuk inversi gelombang seismik. Aki dan Richard [12] menyatakan moment tensor didefinisikan oleh pasangan gaya ( force couples ) dan dipol gaya ( force dipole ) yang dalam bentuk matriks dalat dinyatakan pada persamaan (3). (3) Sembilan komponen dasar pada tensor momen di tunjukan dengan matrik 3x3. Inversi yang digunakan adalah jenis inversi linier yang bersifat over determined , dimana jumlah data jauh lebih banyak daripada jumlah parameter model. Faktor sumber diindikasikan oleh tensor ( m ), Green function dinyatakan bentuk seismogram yang dihasilkan oleh sumber m , sedangkan respon instrumen dihilangkan, sehingga displacement ( u ) pada suatu stasiun pengamat di permukaan bumi dinyatakan sebagai persamaan (4). (4) Apabila dinyatakan dalam bentuk matriks, persamaan (4) menjadi sebagai berikut. (5) u = G m (6) Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 dimana u adalah jumlah data, m adalah parameter model, dan G adalah matriks (NxM). Parameter model tidak dapat diperoleh langsung dari inversi matriks G karena ordo matrik tidak sama (N  M) sehingga solusi persamaan menjadi sebagai berikut. m = (G T G) -1 G T u (7) Arah bidang patahan yang diperoleh dari hasil inversi momen tensor memerlukan semua komponen yang terekam pada setiap stasiun yang diinversi. Sinyal yang teramati akan disesuaikan dengan bentuk sinyal sintetis dengan cara mengatur domain frekuensi. ## 3. Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini, model kecepatan seismik 1-Dimensi dari Simanjuntak dkk [7] digunakan untuk proses komputasi pada HypoDD untuk merelokasi hiposenter gempa. Relokasi final diperoleh dengan pengaturan parameter yaitu jarak separasi antar hiposenter 40 km, jumlah maksimum gempa sebanyak 10, jarak maksimum pasangan gempa dalam 20 km dan hiposenter dan centroid 0 – 80 km. Hiposenter katalog BMKG masih banyak membentuk suatu solusi yang dibuat fix dan terperangkap pada kedalaman 10 dan 33 km sehingga perlu direlokasi untuk membuat variasi kedalaman lebih baik. Gambar 3. Perbandingan sebelum (kiri) dan hasil relokasi HypoDD pada wilayah Tarutung (kanan). Beberapa gempa dengan magnitudo yang kecil tereduksi karena total stasiun observasi yang sedikit tidak memenuhi kriteria. Selain itu, hiposenter yang terlalu menyebar dan sangat lemah untuk dianggap sebagai pasangan juga akan tereduksi. Sebanyak 124 gempa bumi berhasil direlokasi dengan nilai RMS seperti pada Gambar 3. Pada Gambar 3, distribusi hiposenter gempa bumi menyebar sebelum diterapkan komputasi HypoDD dengan nilai kedalaman yang berpola fix-depth pada nilai 5 km. Perubahan terlihat setelah relokasi HypoDD dengan distrubusi yang lebih terkonsentrasi pada kelurusan atau lineasi sesar, meskipun beberapa gempa masih ada yang berada di luar garis sesar. Perubahan nilai kedalaman hiposenter juga bisa dilihat secara jelas pada penampang vertikal. Gempa-gempa lebih dominan berada pada kedalaman < 8 km, serta pola fix- depth sudah tidak lagi terlihat. Pembobotan secara apriori diberikan dengan nilai bobot < 0.5 yang berarti data observasi sudah sangat bagus dan sesuai dengan perhitungan. Waktu jeda ( delay ) antara waktu observasi dan perhitungan sudah mendekati 0 (mirip) dan hasil relokasi bisa dikatakan baik. Selain itu, hasil relokasi menunjukkan rms yang sangat baik dengan jarak klaster- centroid tidak terlalu jauh. Mekanisme sumber gempa bumi ## KESATRIA: Jurnal Penerapan Sistem Informasi (Komputer & Manajemen) Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 didapatkan dari pencocokan dan inversi gelombang badan ( body-wave ) dan permukaan ( surface-wave ) secara terpisah atau yang lebih dikenal dengan perangkat yang mampu mengkarakterisasi mekanisme sumber gempa kuat bernama Grond [13]. Gambar 4. Contoh rekaman sinyal salah satu gempa pada jaringan stasiun BMKG (IA) untuk komponen vertikal. Pada bagian kiri, rekaman asli gempa bumi Tarutung, dan bagian tengah merupakan hasil envelope untuk melihat dominan amplitudo gelombang dan bagian kanan merupakan proses smoothing untuk melihat durasi waktu gempa. Gelombang permukaan lebih mudah untuk dibuat model sintetiknya, dikarenakan gelombang permukaan memiliki amplitudo yang besar dan durasi yang panjang sehingga sering digunakan dalam proses inversi mekanisme gempa bumi. Perangkat Grond mampu banyak data kejadian seismik secara paralel, sehingga mempunyai tingkat efektifitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk mendapatkan mekanisme sumber yang representatif, diperlukan rekaman gelombang seismik yang baik sebagai data masukannya. Gelombang yang dipakai yaitu rekaman pada setiap stasiun dengan jarak 0 – 4° seperti pada Gambar 4 yang masih dalam satuan kecepatan. Pada proses inversi ini, data velocity dari setiap sensor seismometer harus diintegral untuk mendapatkan sinyal displacement . Sinyal displacement kemudian dianalis secara inversi untuk mendapatkan model patahan yang sesuai. Selain itu, sinyal displacement diberikan koreksi respon instrumen untuk mendapatkan sinyal seismik yang asli berasal dari sumber. Gambar 5. Dua contoh hasil inversi sinyal untuk event terbesar (gempa utama M5.8) dan error nilai. Kedalaman gempa bumi berubah dari yang sebelumnya 10 km menjadi ~6- 7km setelah inversi. Model patahan yang diperoleh yaitu pola menganan (dekstral). Koreksi instrumen diberikan untuk menghindari sinyal seismik dari beberapa stasiun yang telah mengalami atenuasi dan amplifkasi. Proses inversi moment tensor menggunakan sinyal displacement lebih mempresentasikan proses sumber gempa bumi seperti ditunjukkan pada gambar 5. Hasil pencocokan sinyal seismik observasi (garis hitam) dan sintetik (garis merah) pada Gambar 5 menunjukan hasil yang dominan mirip pada kasus gempa bumi M5.8. Gelombang permukaan yang dimodelkan dari 12 (duabelas) stasiun pada gempa bumi utama M5,8, terdapat 3 (tiga) stasiun yakni stasiun MNSI, PABI, PLSI tampak paling bersesuaian mendekati 100% kecocokannya, selain itu stasiun lainnya juga mempunyai kecocokan yang bisa diandalkan. Grafik probality density function (PDF) menunjukkan unsur kedalaman sumber gempa bumi pada Gambar 5 menunjukan bahwa nilai tertinggi terlihat pada kedalaman sekitar 6 – 7 km yang artinya gempa bumi bersumber dari kerak bumi yang dangkal, atau biasanya akibat aktivitas persesaran. Hal ini sebagai bukti bahwa gempa bumi Tarutung 2022 dibangkitkan oleh gerakan persesaran dangkal yang berada di sekitar wilayah Tapanuli Utara – Sumatra Utara. Hasil analisis bootstrap berhasil memperbaharui parameter hiposenter, yang mana lokasi episenter gempa bumi utama bergeser ~15 km ke arah Tenggara, sementara kedalaman sumber gempa menuju kedalaman ~6 km. Momen seismik untuk gempa utama ( main-shock ) adalah 1.2 x 10 16 Nm, sedangkan 6.4 x 10 15 Nm dan 3.2 x 10 15 Nm masing-masing untuk Mw 5.3 dan Mw 5.1. Parameter mekanisme sumber yang diperoleh dari hasil inversi sinyal gempa bumi atau waveform dengan menggunakan durasi gempa 20 - 50 detik, yaitu arah garis sesar atau strike berkisar 138° - 158°, dip 51° - 85° dan rake 146° - 172° pada bidang nodal 1. Untuk bidang nodal 2, parameter sesar yang dihasilkan dari inversi berupa strike antara 233° - 250°, dip 57° - 83° dan rake 5° - 39°. Skala kekuatan magnitudo momen terbesar Mw 5.8 yang terjadi pada saat gempa utama, sedangkan yang lain bervariasi antara 4.50 – 5.30 yang merupakan rangkaian gempa susulan dengan kategori cukup kuat yang bersumber pada kedalaman 6.0 – 10.5 km seperti pada Gambar 6. ## KESATRIA: Jurnal Penerapan Sistem Informasi (Komputer & Manajemen) Gambar 6. (a) Solusi mekanisme patahan dari gempa bumi utama dan gempa susulan terpilih M  4,5; (b) Seismisitas gempa bumi dan solusi mekanisme gempa bumi pada pull- apart system di sebelah selatan segmen sesar Toru; (c) Penampang vertikal distribusi A- A’ menggambarkan sistem lokal yang disebut struktur bunga negative ( negative flower structure ) yang berada di bawah sistem tarik-menarik ( pull-apart system ). Gambar 6 (a) dan (b) menggambarkan sebaran gempa susulan (M4,5 – M5,3) terkonsentasi pada zona dimana segmen Toru dan segmen Renun bertemu. Arah strike menunjukan pola yang seragam yaitu arah Barat Daya – Tenggara sesuai dengan pergeseran sesar Sumatera. Dari hasil yang diperoleh, sistem tektonik menggambarkan suatu pull-apart basin. Selain itu, hasil relokasi hiposenter mengkonfirmasi keberadaan pull-apart . Klaster gempa dan mekanisme patahan gempa bumi membentuk struktur sesar pada arah barat laut (NW) – tenggara (SE) yang berlokasi di zona ekstensional sesar Toru dan Renun. ## 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, beberapa kesimpulan dapat dirumuskan sebagai berikut. Distribusi hiposenter rangkaian gempa Tarutung Mw 5,8 sebelum direlokasi dengan HypoDD memiliki pola menyebar dengan kedalaman dominan fix- depth pada 5 km. Lokalisasi yang dilakukan kembali lebih meningkatkan kualitas distribusi hiposenter gempa Tarutung dengan rms < 0.5 s. Solusi mekanisme sumber gempa bumi menunjukkan pola mekanisme sesar dekstral pada arah Barat Daya – Tenggara (NW – SE) dengan strike 138º – 158º. Gempa susulan terdistribusi lebih dominan di sistem pull-apart pada bagian Tenggara dan menunjukkan sebagian besar transfer stress statis seismik lebih besar ke sisi tenggara sesar Toru. Skema sistem tektonik pull-apart pada basin Tarutung dengan sesar sekunder sebagai sesar ekstensional diusulkan menjadi model sumber patahan yang membentuk pola geologi negative-flower structure . Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mempelajari sistem tektonik Tarutung dan diterapkan sebagai studi mitigasi. ## References [1] S. Kerry and D. Natawidjaja, "Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia", Journal of Geophysical Research: Solid Earth, vol. 105.B12 (2000) : pp 28295-28326. Terakreditasi Nomor 204/E/KPT/2022 | Vol. 4, No. 2, April (2023), pp. 478-486 [2] R. McCaffrey, “The tectonic framework of the Sumatran subduction zone”, Annual Review of Earth and Planetary Sciences, vol. 37, (2009) , pp 345-366. [3] K. E. Bradley, L. Feng, E. M. Hill, D. Natawidjaja, and K. Sieh, “Implications of the diffuse deformation of the Indian Ocean lithosphere for slip partitioning of oblique plate convergence in Sumatra.” Journal of Geophysical Research: Solid Earth, vol. 122(1), (2017) , pp 572-591. [4] M. Nukman and I. Moeck, “Structural controls on a geothermal system in the Tarutung Basin, north central Sumatra.” Journal of Asian Earth Sciences, vol. 74, (2013) , pp 86-96. [5] S. Pasari, A.V. Simanjuntak, A. Mehta, N. Neha, and Y. Sharma, “The current state of earthquake potential on Java Island, Indonesia.” Pure and Applied Geophysics, vol. 178, (2021) , pp 2789-2806. [6] S. Pasari, A.V. Simanjuntak, A. Mehta, N. Neha, and Y. Sharma, “Nowcasting earthquakes in Sulawesi island, Indonesia.” Geoscience Letters, vol. 8, (2021) , pp 1- 13. [7] A. Simanjuntak, U. Muksin, Y. Asnawi, S. Rizal, and S. Wei, “Recent Seismicity and Slab Gap Beneath Toba Caldera (Sumatra) Revealed Using Hypocenter Relocation Methodology.” Geomate Journal, vol. 23 no. (99), (2022) , pp 82-89. [8] S. Pasari, A.V. Simanjuntak, A. Mehta, N. Neha, and Y. Sharma, “A synoptic view of the natural time distribution and contemporary earthquake hazards in Sumatra, Indonesia. Natural Hazards, 108, 309-321. [9] U. Muksin, A. Arifullah, A. V. Simanjuntak, N. Asra, M. Muzli, Wei, S., ... & Okubo, M. (2023). Secondary fault system in Northern Sumatra, evidenced by recent seismicity and geomorphic structure. Journal of Asian Earth Sciences, 105557. [10] A.V. H. Simanjuntak, A. Khalqillah, N. Asra, A. A. Rusdin, N. Sihotang, A.V. Simagnunsong, ... & U. Muksin, “A preliminary study of seismic hazard condition for recent earthquake activities on Sumatra Island” In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Vol. 1109, No. 1, (2022) , p. 012033. [11] F. Waldhauser, and W. L. Ellsworth, “A double-difference earthquake location algorithm: method and application to the Northern Hayward fault, California”, Bulletin of the Seismological Society of America, vol. 90, (2000) , pp 1353–1368. [12] Aki, Keiiti, and Paul G. Richards. Quantitative seismology. 2002. [13] S. Heimann, M. Isken, D. Kühn, H. Sudhaus, A. Steinberg, S. Daout, ... & Dahm, T. (2018) . Grond: A probabilistic earthquake source inversion framework .
109b56f8-18d1-4860-8079-3294507a544f
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/download/370/321
## PERANAN SUBAK PULAGAN-KUMBA DALAM PENANGGULANGAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI DESA TAMPAKSIRING, KECAMATAN TAMPAKSIRING, KABUPATEN GIANYAR, BALI ARTIKEL ## OLEH I NYOMAN DARMANTA 0914041002 JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA ## PERANAN SUBAK PULAGAN-KUMBA DALAM PENANGGULANGAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI DESA TAMPAKSIRING, KECAMATAN TAMPAKSIRING, KABUPATEN GIANYAR, BALI Oleh: I Nyoman Darmanta Drs. I Ketut Sudiatmaka, M.Si Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan e-mail: [email protected] ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) Bentuk-bentuk alih fungsi lahan pertanian (2) Fungsi dan peranan Subak Gede Pulagan-Kumba dalam menanggulangi alih fungsi lahan pertanian (3) Kendala-kendala yang dihadapi Subak Gede Pulagan-Kumba dalam menjalankan fungsi dan peranan yang dimilikinya dalam pananggulangan alih fungsi lahan pertanian. Penelitian ini dilakukan di Subak Gede Pulagan-Kumba di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Tipe penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Penentuan subjek penelitian ini ditentukan dengan teknik Purposive Sampling , sehingga yang menjadi subjek penelitian yaitu : (1) Prajuru (pengurus) subak Gede Pulagan-Kumba, (2) Krama (anggota) subak Gede Pulagan Kumba dan (3) orang yang memiliki lahan pertanian tetapi tidak termasuk sebagai krama subak yang ada di Desa Tampaksiring. Data penelitian ini dikumpulkan dengan: metode wawancara dan metode dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif-kulitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di wilayah subak Gede Pulagan-Kumba telah mencapai angka 5,47 hektar dari luas keseluruhan wilayah subak Gede Pulagan-Kumba seluas 205 hektar atau 2,7% dari luas keseluruhan wilayah subak Gede Pulagan-Kumba. Bentuk alih fungsi yang terjadi terdiri dari: perumahan pribadi, pertokoan, tempat usaha, klinik swasta, sekolah dan kandang ternak dan bentuk alih fungsi yang paling domin adalah perumahan pribadi. Subak Gede Pulagan-Kumba memiliki fungsi dan peranan sebagai lembaga adat yang diharapkan dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan dengan segala bentuk aturan hukum yang dimiliki oleh organisasi ini. Kendala-kendala subak Gede Pulagan-Kumba dalam menanggulangi alih fungsi lahan terdiri dari dua kategori, yakni kendala intern yang terlihat dari lemahnya legitimasi yang dimiliki subak untuk menekan alih fungsi dan otoritas yang lebih luas dimiliki oleh krama subak selaku pemilik lahan untuk mengelola lahan miliknya. Serta kendala ekstern yakni pertumbuhan penduduk dan ekonomi serta tingginya nilai jual lahan pertanian. ## Kata kunci: Subak, Alih fungsi lahan, Pertanian ## ABSTRACT This current study aimed at describing : ( 1) Forms of agriculture shift land (2) The role and function of Subak Gede Pulagan-Kumba to reduce agriculture land shifted (3) The difficulties faced by Subak Gede Pulagan-Kumba in running owned role and function of Subak Gede Pulagan-Kumba to reduce shifted agriculture land. This sdudy was done in Subak Gede Pulagan-Kumba in Tampaksiring village, Tampaksiring District, Gianyar regency, Bali. The study was designed in form of descriptive-qualitative. The subjek of this study were used purposive sampling technique, and the informant of this study were : (1) Prajuru (Broad) of subak Gede Pulagan-Kumba, (2) Krama (members) of subak Gede Pulagan Kumba and (3) and peoples in Tampaksiring village which have agriculture land but do not the including as membersof subak. The data gathered in this study namely interview and documentation method. Technique analyse data which is used in this study is data analysis of descriptive-qualitative. Based on date found by researcher on 2007 until 2012 the shifted agriculture land that happened in region of subak Gede Pulagan-Kumba have reached number 5,47 hectare from wide of the overall of region of subak Gede Pulagan-Kumba for the width of 205 hectare or 2,7% from wide of the overall of region of subak Gede Pulagan-Kumba. The shifted agriculture land consist of several forms such as: housing of person, shop, place of effort, private sector clinic, livestock cage and school. Most dominating form is housing of person. Subak Gede Pulagan-Kumba have role and function as a traditional institution which hoped to reduce shifted agriculture land with the various law that this organitation have. The difficulties faced by Subak Gede Pulagan-Kumba to reduce shifted agriculture land were consist of two categories such as intern problem showed from the weakly legitimation that subak has to reduce shifted function and the wider authority which is members have as the owner of the land to manner their own. Then extern problems were growth of society development and economy also the higher of agriculture land sold. Key words: Subak, Shifted agriculture land function, Agriculture. ## 1. PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan sektor pertanian di Bali tidak dapat dilepaskan dari peranan subak yang begitu besar sebagai sebuah organisasi yang mengelola air irigasi. Subak merupakan masyarakat hukum adat Bali yang mengatur di bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu wilayah. Sutawan dkk (dalam Pitana,1993) memberikan definisi bahwa Subak adalah organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan), serta pempunyai kebebasan dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam hubungannya dengan pihak luar. Selain itu, subak juga dipimpin oleh ketua adat yang dikenal dengan sebutan Pekaseh , Subak memiliki sistem pengairan (irigasi), dan dengan menggunakan teknologi tersendiri yang kemudian menjadi sebuah kebudayaan Bali. Pada hakekatnya subak adalah lembaga masyarakat adat yang bersifat otonom. Yang berarti masyarakat yang tergolong ke dalam suatu masyarakat subak tertentu memiliki kebebasan dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam hubungannya dengan pihak luar. Namun sifat otonom yang dimiliki oleh subak tidak serta merta menjadikan lembaga ini sebagai lembaga yang steril tanpa ada interaksi dengan lembaga pemerintahan lainnya. Malahan kini banyak dikenal berbagai program pemerintah yang memanfaatkan subak sebagai sasaran prigramnya. Suyatna (dalam pitana,1993) menyatakan bahwa peranan kelompok tradisional di Bali, khususnya banjar dan subak dalam menunjang program-program pembangunan sangat besar. Dengan demikian, maka wajar bila pemerintah memanfaatkan lembaga ini untuk ikut mensukseskan program-programnya. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti di daerah Gianyar, khususnya di Desa Tampaksiring, pertumbuhan penduduk yang cepat yang diikuti pula dengan kebutuhan akan perumahan yang kian meningkat menjadikan lahan- lahan pertanian berkurang. Lahan pertanian semakin sempit akibat terjadinya alih fungsi lahan untuk kebutuhan perumahan dan lahan industri. Kecenderungan yang ada saat ini adalah petani lebih memilih bekerja di sektor informal dari pada bertahan di sektor pertanian. Selain itu daya tarik sektor pertanian yang terus menurun juga menjadikan petani cenderung melepas kepemilikan lahannya. Pemilik lahan mengalihfungsikan lahan pertaniannya untuk kepentingan nonpertanian karena ia mengharapkan keuntungan lebih. Secara ekonomis, lahan pertanian terutama sawah harga jualnya tinggi karena berada dilokasi yang berkembang, seperti sawah yang berada di seputaran jalan Ir. Soekarno Tampaksiring, Gianyar. Dengan harga jual yang tinggi itu, akan menggiurkan petani untuk mengalihfungsikan lahan pertaniannya ke dalam bentuk lain yang apabila dibandingkan dengan pengahasilannya menggarap sawah begitu jauh perbandingan ekonomisnya. Selain itu bagi petani penggarap dan buruh tani, alih fungsi lahan menjadi bencana karena mereka tidak bisa beralih pekerjaan. Para petani semakin terjebak dengan semakin sempitnya kesempatan kerja sehingga akan menimbulkan masalah sosial yang pelik di masyarakat. Terlebih lagi bagi subak sebagai organisasi masyarakat tradisional Bali yang berkecimpung dalam dunia pertanian akan menghadapi masalah serius. Eksistensi subak akan dipertanyakan apabila lahan pertanian sebagai ranah kerja subak sudah tidak ada lagi. Selain itu gelar yang telah diperoleh subak sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia ( world heritage ) oleh UNESCO akan percuma saja seiring dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian. Berdasarkan latar belakang seperti yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu (1) Bagaimana bentuk-bentuk alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba di Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali?, (2) Bagaimana fungsi dan peranan Subak Gede Pulagan-Kumba dalam menanggulangi alih fungsi lahan pertanian di Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali?, (3) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Subak Gede Pulagan-Kumba dalam menjalankan fungsi dan peranan yang dimilikinya dalam pananggulangan alih fungsi lahan pertanian di Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali? ## 2. METODE PENELITIAN Tipe penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling , dan yang menjadi subjek penelitian yaitu : (1) Prajuru (pengurus) subak Gede Pulagan-Kumba, (2) Krama (anggota) subak Gede Pulagan-Kumba dan (3)orang yang memiliki lahan pertanian tetapi tidak termasuk sebagai krama subak yang ada di Desa Tampaksiring. Untuk dapat dipilih menjadi informan tentunya harus memiliki persyaratan tersendiri, terutama dilihat dari segi pengetahuan yang dimiliki terkait dengan masalah yang dikaji. Berkenaan dengan itu maka informan kunci penelitian ini adalah prajuru subak Gede Pulagan-Kumba. Janis data dalam penelitian ini adalah data Kualitatif, yakni data yang berwujud nonangka. Sumber data dalam penelitian ini telah ditetapkan yakni prajuru subak dan krama subak Gede Pulagan-Kumba serta orang yang memiliki lahan pertanian tetapi tidak termasuk sebagai krama subak yang ada di Desa Tampaksiring. Mantra (2004:130) menjelaskan tentang sumber data dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari lokasi penelitian dan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan masalah dalam penelitian. Sumber data sekunder merupakan data yang bersumber dari literatur, jurnal, dan referensi- referensi lain yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini, kedua sumber data diatas sangat diperlukan dalam menjawab seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini. Data primer akan diperoleh secara langsung di lokasi penelitian yaitu di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Pengambilan data dilakukan melalui studi dokumentasi dan wawancara mendalam dengan sejumlah informan yang telah ditetapkan. Sedangkan data sekunder akan diperoleh dari berbagai sumber yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan deskriftif kualitatif. Pengambilan data diolah sedemikian rupa sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Analisis data merupakan rangkaian kegiatan penelahaan, pengelompokan, sitematis, penafsiran, verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akomodasi, dan ilmiah (Mantra, 2004:132). Semua data yang diperoleh dari studi dokumentasi dan wawancara mendalam, dideskripsi, diklasifikasi, dianalisis dan diinterpretasi sesuai dengan topik, tema penelitian. Metode analisis data yang digunakan yakni teknik induktif. Malalui teknik ini penulis bermaksud mengangkat fakta-fakta yang bersifat khusus atau peristiwa-peristiwa kongkrit, kemudian dari fakta yang khusus tersebut ditarik kesimpulan yang bersifat umum. ## 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Bentuk-bentuk Alih Fungsi Lahan di Wilayah Subak Gede Pulagan- Kumba Subak Gede Pulagan-Kumba yang terdiri dari dua kelompok subak, yakni subak Pulagan dan subak Kumba dalam perkembangannya memiliki perbedaan yang sangat jelas dalam kaitannya dengan terjadinya alih fungsi lahan pertanian di wilayah subaknya masing-masing. Wilayah subak Pulagan yang berada di sisi timur Desa Tampaksiring menjadikan wilayah subaknya sedikit jauh dari jalan Ir. Soekarno sebagai jalan utama Desa Tampaksiring, hal ini membawa keuntungan tersendiri bagi subak Pulagan terutama dalam kaitannya dengan terjadinya alih fungsi lahan. Berdasarkan data yang disampaikan Pekaseh Pulagan Ida Bagus Made Artya berdasarkan perhitungan dari tahun 2007 sampai dengan 2012, dari total 103 hektar wilayah subak Pulagan, alih fungsi lahan pertanian baru terjadi seluas 50 are atau 0,5% dari luas wilayah subak Pulagan. Hal ini membuktikan kelestarian subak masih terjaga dengan sangat baik. Kelestarian subak Pulagan ini pula telah berhasil menjadikan DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan yang berada di wilayah subak Pulagan sebagai Warisan Budaya Dunia ( world heritage ) UNESCO. Sementara itu subak Kumba yang berada satu rumpun bersama subak Pulagan dalam satu subak Gede mengalami hal yang berbeda. Wilayah subak Kumba yang berada di sekitaran jalan utama Desa Tampaksiring mengalami godaan yang lebih untuk beralih fungsi ke nonpertanian. Berdasarkan data yang di sampaikan Pekaseh Kumba Dewa Nyoman Yadnya berdasarkan perhitungan dari tahun 2007 sampai dengan 2012, dari total 95 hektar wilayah subak Kumba sampai saat ini telah terjadi alih fungsi lahan seluas 4,97 hektar atau 5,2% dari luas wilayah subak Kumba. Harga jual yang tinggi telah menggoda banyak petani yang memiliki sawah di dekat akses jalan Desa untuk mengalih fungsikan lahan pertaniannya. Alih fungsi yang terjadi di wilayah subak Gede Pulagan-Kumba dapat kita amati dalam beragam bentuk. Bentuk umum yang dapat dijumpai adalah menjadi kawasan pemukiman atau perumahan pribadi dan tempat usaha, tapi kawasan perumahan pribadi terlihat lebih mendominasi bentuk alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah subak Gede Pulagan-Kumba. Tabel 1. Bentuk dan jumlah alih fungsi lahan di wilayah subak Gede Pulagan- ## Kumba No Subak Bentuk Subak Pulagan Subak Kumba Jumlah Jumlah (buah) Jumlah (buah) 1 Perumahan Pribadi - 39 39 2 Pertokoan 2 9 11 3 Tempat Usaha 2 13 15 4 Klinik swasta - 1 1 5 Sekolah - 1 1 6 Kandang ternak 7 9 16 TOTAL 12 73 85 Sumber : Pekaseh subak Pulagan dan Pekaseh subak Kumba Secara umum faktor yang menyebabkan banyak petani di subak Gede Pulagan-Kumba mengalih fungsikan lahannya disebabkan oleh faktor-faktor berikut: A. Faktor Internal Faktor internal ini lebih melihat pada kondisi sosial-ekonomi petani. Karena banyak petani yang secara ekonomi masih kurang mapan yang disebabkan kurangnya penghasilan yang didapatkan dari hasil bertani. Hal ini menjadi dasar keinginan petani untuk mengalih fungsikan lahannya atau bahkan menjual lahannya agar mendapat modal untuk membuka usaha lain. B. Faktor Eksternal Faktor ekternal ini lebih melihat pada kondisi-kondisi tertentu yang berasal dari luar diri petani yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Faktor-faktor ekternal yang mempengaruhi tersebut seperti: 1) Kepadatan penduduk yang terus meningkat di Desa Tampaksiring manjadikan lahan pekarangan rumah yang dihuni oleh keluarga besar menjadi penuh sesak. Sehingga tidak ada pilihan lain selain menggunakan tanah warisan leluhur yang dalam hal ini didominasi lahan sawah untuk dijadikan sebagai tempat untuk membangun rumah. Tapi bagi keluarga besar yang memiliki modal tetapi tidak memiliki lahan sawah akan memilih untuk membeli lahan yang strategis untuk dijadikan sebagai lahan untuk membangun rumah. 2) Harga tanah yang semakin tinggi terutama lahan yang letaknya strategis sangatlah menggiurkan bagi petani yang memiliki lahan strategis. Karena jika dibandingkan dengan penghasilan ia mengolah lahan tersebut sangatlah jauh, maka penawaran tersebut memiliki kecenderungan untuk diterima oleh petani 3) Ketiadaan tempat untuk mengembangkan suatu usaha menjadi permasalahan tersendiri bagi masyarakat Desa Tampaksiring. Hal ini pula mendorong mereka untuk memanfaatkan lahan sawah yang ada untuk dijadikan tempat untuk mengembangkan usahanya 4) Tingginya biaya produksi pertanian seperti biaya untuk menyewa traktor, harga bibit dan pupuk yang dirasa kurang seimbang dengan hasil panen juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi petani untuk mengalih fungsikan lahan pertaniannya ke dalam bentuk lain yang dirasa akan memberikan nilai ekonomis yang lebih. 5) Minat masyarakat terutama generasi muda untuk terjun dibidang pertanian sangat rendah. Banyak masyarakat yang memilih bekerja disektor lain yang dipandang lebih menjanjikan penghasilannya, seperti di sektor pariwisata, dagang, dan di bidang kerajinan tangan yang kini berkembang pesat di Desa Tampaksiring ## 3.2 Fungsi dan Peranan Subak Gede Pulagan-Kumba dalam Menanggulangi Alih Fungsi Lahan Sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan, subak Gede Pulagan-Kumba memiliki tata aturan hukum yang jelas dalam menjalankan organisasinya. Aturan hukum yang dijadikan pedoman dasar bagi subak Gede Pulagan-Kumba terdiri dari dua macam, yakni hakum yang tertulis dan yang tidak tertulis. Aturan yang tertulis ini adalah awig-awig , Perarem dan Pasuara, aturan hukum yang tidak tertulis norma-norma yang hidup dalam masyarakat subak. Meskipun secara umum kita ketahui di masyarakat adat Bali perarem dan pasuara merupakan aturan hukum yang tidak tertulis, namum dalam organisasi subak Gede Pulagan- Kumba ataupun dua subak di bawahnya Perarem dan pasuara telah dibukukan sehingga termasuk kedalam aturan hukum subak yang tertulis. Di dalam aturan hukum di atas dimuat berbagai ketentuan yang mengikat seluruh anggota subak, maka dari itu setiap orang yang termasuk kedalam anggota subak Gede Pulagan-Kumba wajib mematuhi segala ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam aturan-aturan hukum diatas. Dalam kaitannya dengan bagian konsep Tri Hita Karana terutama pada konsep palemahan khususnya yang berkaitan dengan terjadinya alih fungsi lahan di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba, awig-awig subak Gede Pulagan-Kumba menyebutkan bahwa: Sape sire sane ngadol utawi numbas carik ring wewidangan subak Pulagan- Kumba patut: 1. Mesadok ring prajuru subak utawi Pekaseh Gede 2. Patut nginutin sepopa-pali pemargin Subak Gede Pulagan-Kumba sane sampun memargi 3. Yening wenten salah sinungil carik krama Subak Gede Pulagan-Kumba magentos wiguna ayahan lan pola-pali ring kahyangan mangda kasungkemin Artinya: Siapapun yang menjual atau membeli sawah di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba wajib: 1. Melapor kepada prajuru (pengurus) atau Pekaseh (ketua) Gede 2. Wajib mematuhi aturan yang sudah disepakati Subak Gede Pulagan- Kumba yang telah berjalan 3. Jika ada salah satu sawah krama Subak Gede Pulagan-Kumba beralih fungsi terkait dengan kewajiban dan aturan di Khayangan (Pura/Tempat suci) agar disepakati Dari kutipan di atas terlihat bahwa Prajuru subak dan Pekaseh Gede Subak Gede Pulagan-Kumba memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan terjadinya alih fungsi lahan di wilayah subak. Keharusan untuk melapor terlebih dahulu menjadi mekanisme yang harus ditempuh bagi krama subak yang akan menjual sawahnya serta bagi masyarakat di luar krama Subak Gede Pulagan- Kumba yang ingin membeli sawah di wilayah ini. Ataupun bagi masyarakat yang akan mengalih fungsikan lahan sawahnya menjadi nonpertanian. Seperti yang disebutkan di atas untuk menjual atau membeli sawah di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba atau mengalih fungsikan suatu lahan sawah harus bedasarkan syarat-syarat tertentu terutama dalam hal ayah-ayahannya (kewajiban) harus tatap dipenuhi seperti pengadaan bangunan-bangunan subak, pelaksanaan upacara keagamaan serta kewwajiban lainya. Selain aturan berupa awig-awig, perarem dan pasuara subak dikeluarkan pula himbauan dari parajuru subak Pulagan khusunya untuk sebisa mungkin meminimalisir terjadinya alih fungsi lahan di wilayah subak Pulagan seiring telah diakuinya DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan yang berada di sisi timur wilayah subak Pulagan sebagai Warisan Budaya Dunia ( world heritage ) oleh UNESCO pada tahun 2011 lalu. Dengan status sebagai Warisan Budaya Dunia, kelestarian wilayah subak Pulagan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik itu Krama subak maupun Prajuru subak. Himbauan ini disampaikan oleh prajuru subak Pulagan disela-sela paruman subak Pulagan. Himbauan ini bertujuan untuk mendekati krama subak secara intensif agar mau tetap mempertahankan lahan pertaniannya tetap pada fungsi awalnya sebagai lahan pertanian produktif. Akan tetapi untuk menciptakan situasi tertib hukum di masyarakat tidak hanya diperlukan aturan itu semata, sangat diperlukan penerimaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Dalam hal ini peneliti sangat mengapresiasi keteguhan yang dimiliki oleh mayoritas krama Subak Gede Pulagan-Kumba yang hingga kini tetap mempertahankan lahan sawahnya untuk tidak beralih fungsi. Terutama krama subak Pulagan yang sangat menghargai status DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan sebagai Warisan Budaya Dunia. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh salah satu Krama Subak Pulagan I Wayan Supat yang menyatakan: “Pengakuan Sungai Pakerisan sebagai Warisan Budaya Dunia adalah salah satu bentuk perhatian dunia pada ajegnya subak di Bali, saya selaku krama merasa berkewajiban untuk turut menjaga kelestarian sawah saya khususnya” Selain itu, I Kutut Runtun selaku krama subak Pulagan sekaligus Bendesa Adat Tampaksiring berpendapat sebagai berikut: “Sawah saya adalah warisan penglingsir keluarga, saya merasa bersalah jika saya mengabaikan warisan ini apalagi menjualnya, semampunya akan saya kelola sebaik mungkin untuk kepentingan keluarga saya sekala dan niskala ”. Dua pendapat krama subak Pulagan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat subak masih kuat untuk mempertahankan sawah milik mereka sampai saat ini. Mayarakat subak yang beragama Hindu tetap memegang teguh kepercayaan bahwa ada dunia sekala dan niskala (dunia nyata dan dunia kasat mata) yang memberikan pengaruh pada kehidupan manusia. Masyarakat tetap mempertahankan lahannya sebagai salah satu bentuk tanggungjawab kepada leluhur mereka yang merupakan dimensi dunia niskala yang dipercayai oleh masyarakat subak Gede Pulagan-Kumba. Himbauan dari Prejuru subak Pulagan diterima oleh krama subak dengan Baik. Dengan keteguhan seperti itu maka kelestarian subak Pulagan untuk mempertahankan statusnya sebagai Warisan Budaya Dunia akan dapat terjaga. 3.3 Kendala-kendala yang Dihadapi Subak Gede Pulagan-Kumba dalam Menjalankan Fungsi dan Peranannya dalam Penanggulangan Alih Fungsi Lahan Keberhasilan dan efektivitas penerapan suatu bentuk produk hukum layaknya awig-awig, perarem , serta pasuara Subak Gede Pulagan-Kumba jelas hanya dapat dicapai dengan dukungan dari seluruh pihak terkait dalam hal ini prajuru subak dan krama subak. Begitu pula dalam usaha untuk menanggulangi alih fungsi lahan di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba perlu sinergi antara dua komponen tersebut untuk satu komitmen yakni menjaga kelestarian lingkungan dan subak itu sendiri. Kendala-kendala yang dihadapi Subak Gede Pulagan-Kumba dalam mewujudkan sinergi untuk bersama-sama menanggulangi alih fungsi lahan di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba dapat digolongkan menjadi dua yakni kendala intern dan ektern. Kendala intern merupakan kendala-kendala yang terdapat di dalam tubuh organisasi Subak Gede Pulagan-Kumba itu sendiri, kendala-kendala itu antara lain: 1) Lemahnya legitimasi yang dimiliki oleh Subak Gede Pulagan-Kumba dalam kaitannya dengan adanya jual-beli tanah di wilayah subaknya maupun dalam kaitannya dengan terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini menyebabkan ketidakberdayaan subak untuk melarang krama subaknya untuk mengalihfungsikan lahannya ataupun yang akan menjual tanah sawahnya 2) Krama subak yang memiliki suatu lahan yang berada di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba memiliki hak penuh terhadap pengelolaan tanahnya. Apakah tanah tersebut akan di kelola sendiri, dikelola orang lain, dialih fungsikan atau bahkan dijual menjadi kewenangan pemilik lahannya. Dengan catatan tidak menimbulkan suatu bentuk kerugian apapun pada tetangga di sekitar sawahnya ataupun terhadap subak 3) Kondisi sosial-ekonomi krama subak pemilik lahan biasanya menjadi patokan pengelolaan yang akan dilakukan terhadap lahan miliknya. Jika kondisi sosial-ekonominya stabil maka akan ada kecenderungan untuk tetap membertahankan lahannya untuk dikelola sendir. Namum jika berada dalam kondisi yang sebaliknya, dalam artian kondisi sosial-ekonominya tidak stabil dan bahkan cenderung berada pada titik rendah maka akan muncul keinginan untuk mengalihfungsikan lahan atau bahkan lahan miliknya akan berpindah tangan. 4) Dengan lemahnya legitimasi yang dimiliki subak serta hak pengelolaan lahan yang penuh berada pada pemilik lahan menjadikan pemilik lahan sawah yang pada umumnya adalah krama Subak Gede Pulagan-Kumba menjadi faktor kunci dalam kaitannya dengan upaya menanggulangi alih fungsi lahan Sementara itu kendala ektern merupakan kendala yang berasal dari luar tubuh organisasi subak, kendala-kendala itu antara lain: 1) Meningkatnya jumlah penduduk Desa Tampaksiring menjadikan kebutuhan akan lahan tempat tinggal menjadi semakin meningkat, hal ini menjadi salah satu pendorong masyarakat untuk memanfaatkan laha sawah yang ada di sekitar pemukiman kini sebagi tempat tinggal baru. 2) Pertumbuhan laju perekonomian masyarakat yang senantiasa berkembang telah mendorong masyarakat untuk mengembangkan suatu usaha yang dapat menopang kehidupan mereka dalam kaitannya dengan perekonomian keluarga, hal ini menjadikan lahan pertanian yang berlokasi strategis menjadi tempat pengembangan usaha yang tepat mengingat ketersedian lahan yang terbatas sehingga tiada pilihan lain selain melakukan alih fungsi terhadap lahan yang sebenarnya masuh sangat produktif. 3) Mobilitas yang tinggi dari konsumen lahan akan menjadi godaan besar bagi petani pemilik lahan. Karena biasanya mereka akan diberikan penawaran yang menggiurkan sebagai nilai tukar lahan miliknya. ## 4. PENUTUP Alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah Subak Gede Pulagan-Kumba dihitung dari tahun 2007 sampai pada tahun 2012 telah mencapai luas 5,47 hektar atau 2,7% dari 205 hektar luas keseluruhan wilayah subak Gede Pulagan-Kumba. Alih fungsi lahan yang terjadi ke dalam bentuk perumahan pribadi, pertokoan, temapat usaha, klinik swasta, sekolah dan kandang ternak. Bentuk yang paling mendominasi adalah perumahan pribadi sebagai gambaran meningkatnya kepadatan penduduk dan kebutuhan lahan yang meningkat di Desa Tampaksiring. Subak Gede Pulagan-Kumba memiliki fungsi dan peranan sebagai lembaga adat yang diharapkan dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan dengan segala bentuk aturan hukum yang dimiliki oleh organisasi ini serta melalui himbauan dan pendekatan yang intensif. Kehidupan masyarakat subak yang berlandasakan Tri Hita Karana diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dan keteguhan krama subak untuk tidak mengalihfungsikan lahannya yang akan berhimbas pada terciptanya kelestarian lingkungan dan kelestarian subak itu sendiri. Kendala-kendala Subak Gede Pulagan-Kumba dalam menanggulangi alih fungsi lahan terdiri dari dua kategori, yakni kendala intern seperti lemahnya legitimasi subak, krama subak memegang otoritas penuh dalam pengelolaan lahan mereka dan kondisi sosial-ekonomi krama subak yang tidak stabil. Serta kendala ekstern seperti meningkatnya jumlah penduduk, perkembangan perekonomian masyarakat dan harga tanah yang tinggi Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dilapangan, maka ada beberapa saran yang penulis kemukakan yaitu : Subak Gede Pulagan-Kumba agar mampu bersinergi dengan krama nya untuk bersatu padu mengusahakan agar alih fungsi lahan tidak terus-menerus terjadi dan tetap menjaga lahannya untuk tidak beralih fungsi apalagi berpindah tangan untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kelestarian Subak Gede Pulagan-Kumba, serta untuk menjawab kepercayaan Dunia bahwa kita bisa menjaga kelestarian subak. Selain itu instansi pemerintahan dalam hal ini pemerintah Kabupaten Gianyar dan Instansi di Kecamatan dan Desa Tampaksiring agar membuat suatu kebijakan terkait alih fungsi lahan sebagai bentuk tindak lanjut penanganan masalah alih fungsi lahan agar lahan pertanian tidak terlanjur habis beralih fungsi. Pemerintah juga perlu memberikan rangsangan yang lebih kepada petani agar mereka tetap mengelola tanah mereka seperti dengan meningkatkan subsidi bibit dan pupuk serta pengurangan biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang selama ini sedikit dikeluhkan oleh petani subak Gede Pulagan-Kumba. Dan untuk mengatasi permasalahan ketersediaan tempat tinggal sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk, pemerintah diharapkan mampu menyediakan lahan untuk membangun tempat tinggal bagi masyarakat tanpa harus mengalih fungsikan lahan pertanian yang masih produktif. ## DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1972. Peraturan Daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972. Tentang Irigasi. Dh, Prov. Bali Anonim. 2010. Awig-awig subak Gede Pulagan-Kumba . Tampaksiring. Gianyar: TP Mantra, Ida Bagus. 2004. Filsafat di Penelitian dan Metode Penelitian Sosial . Yogyakarta: Pustaka Pelajar Pitana, I Gede. 1993. Subak sistem Irigasi Tradisional di Bali Sebuah Canang Sari. Denpasar: Upada Sastra. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian kuantitatife, Kualitatife, dan R & D . Bandung: ALFABETA.
e41db383-8a73-4b11-a35d-5f3a4503971e
http://jurnal.feb.unila.ac.id/index.php/jak/article/download/289/165
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan p-ISSN 1410 – 1831; e-ISSN 2807-9647 ## JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN (JAK) Volume 26 Nomor 2, Juli 2021 http://jurnal.feb.unila.ac.id/index.php/jak ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PADA PT MANDOM Tbk. TAHUN 2016-2020 Wulan Damayanti 1 , Ari Nurul Fatimah 2 1 Fakultas Ekonomi, Universitas Tidar 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Tidar ## Informasi Naskah ## Abstract ## Update Naskah: Dikumpulkan: 5 Mei 2021 Diterima: 27 Juni 2021 Terbit/Dicetak: 30 Juli 2021 This study analyzes the financial performance of PT Mandom Tbk. This study aims to determine how the financial performance of PT Mandom Tbk. during the 2015 - 2020 reporting year. The data and information used in this study were obtained from the Indonesia Stock Exchange. The test is carried out based on four categories of financial ratios, namely, Profitability Ratios, Liquidity Ratios, Solvency Ratios, and Activity Ratios. The study was conducted using a descriptive quantitative approach and the data is secondary data in the form of financial statements of income and statements of financial position obtained from the Indonesia Stock Exchange (IDX). Based on the results of research analysis using the profitability ratios of the company's financial performance, the condition is not good. Based on the liquidity ratio analysis, the company's financial performance shows a good condition. Based on the analysis of the solvency ratio, the company's financial performance shows a good condition. Based on the activity ratio analysis of the company's financial performance, it shows good conditions for receivable activities and not good for inventory activities and fixed asset activities. Keywords: Financial Performance, Profitability Ratios, Liquidity Ratios, Solvency Ratios, and Activity Ratios. ## A. PENDAHULUAN Perusahaan didirikan dengan tujuan memperoleh laba atau keuntungan. Dalam memperoleh laba kinerja keuangan perusahaan hendaknya dalam kondisi sehat dan efisien agar dapat mencapai keuntungan maksimal. Kondisi kinerja keuangan pada perusahaan menjadi hal yang penting dalam mencerminkan keseluruhan perusahaannya. Perusahaan yang sehat dapat dilihat dari kinerja keuangannya yang baik pula. Para stakeholder melakukan penilaian terhadap suatu perusahaan dengan memperhatikan laporan keuangan yang dihasilkan. Laporan keuangan memberi jasa kepada pemakainya berupa informasi keuangan yang diperlukan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Subramanyan, 2017). Laporan keuangan disusun sebagai sarana pemberi informasi kepada para pemangku kepentingan dan berbagai pihak yang memerlukan informasi seputar keuangan perusahaan. Selain itu laporan keuangan juga berguna sebagai alat untuk memantau perkembangan usaha yang dijalankan perusahaan tersebut. Pihak di luar perusahaan seperti investor maupun kreditur akan memperhatikan laporan keuangan perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk menanamkan modal atau meminjamkan dananya. Menurut PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan komponen pada laporan keuangan lengkap terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam memahami laporan keuangan yang dihasilkan suatu perusahaan, perlu dilakukan adanya analisis terhadap laporan keuangan tersebut. Analisis terhadap laporan keuangan dapat mengurangi firasat, tebakan, dan intuisi dalam pengambilan keputusan bisnis yang dapat mengurangi ketidakpastian keputusan bisnis. Agar dapat mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan yang baik, salah satu caranya adalah dengan menerapkan analisis rasio pada laporan keuangan perusahaan dengan rentang jangka waktu tertentu yaitu lebih dari 2 (dua) tahun. Rasio keuangan adalah kegiatan membandingkan angka – angka pada laporan keuangan yang kemudian dihitung dengan cara membagi angka yang satu dengan yang lainnya. Analisis laporan keuangan juga dapat dipergunakan untuk mengetahui bagaimana perkembangan suatu perusahaan dari tahun ke tahun apakah meningkat atau menurun kinerjanya. Adanya penilaian kinerja juga ditujukan untuk mengetahui tingkat efektivitas perusahaan atau organisasi dalam meraih tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Dhita, 2018). Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan, pada penelitian ini penulis menggunakan laporan keuangan PT Mandom Tbk. dengan periode pelaporan 2016-2020 yang data dan informasinya didapat dari website BEI ( www.idx.co.id ). PT Mandom Tbk. adalah perusahaan manufaktur yang mengkhususkan diri pada bidang pembuatan dan perdagangan parfum, kosmetik, bahan pembersih, dan wadah plastik termasuk bahan dasar, mesin dan peralatan untuk pembuatan serta kegiatan pendukung usaha seperti perdagangan impor kosmetik, parfum, dan bahan pembersih. ## B. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ## Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi di suatu perusahaan. Laporan keuangan memuat transaksi – transaksi yang terjadi pada suatu perusahaan baik secara operasional maupun non operasional. Laporan keuangan berisi hasil akhir dari suatu proses pencatatan, pengelolaan dan pemeriksaan dari transaksi keuangan pada suatu badan usaha yang dirancang untuk pembuatan keputusan baik dalam maupun luar perusahaan mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan (Priyanti, 2013). Laporan keuangan disusun pada periode akuntansi yang ditentukan oleh perusahaan. Menurut PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan komponen laporan keuangan secara lengkap terdiri dari laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode, laporan perubahan ekuitas selama periode, laporan arus kas selama periode, catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya. Pengguna laporan keuangan diantaranya meliputi pihak internal perusahaan, investor, kreditor, karyawan, pemerintah, dan masyarakat yang berkepentingan. Menurut (Martani, 2012) laporan keuangan memiliki beberapa tujuan diantaranya selain memberikan informasi keuangan, laporan keuangan juga bertujuan menggambarkan apa yang telah dikerjakan oleh manajemen dan pertanggungjawaban sumber daya yang dikelolanya. Selain itu laporan keuangan juga dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai menyediakan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu. Karakteristik yang harus dimiliki pada suatu laporan keuangan diantaranya, laporan keuangan yang baik ialah laporan keuangan yang dapat dengan mudah dipahami oleh para pemakainya. Laporan keuangan juga harus relevan, yaitu adanya kesesuaian antara keadaan yang sebenarnya pada perusahaan dan yang tertuang pada laporan. Laporan keuangan juga harus bersifat netral dengan menginformasikan laporan berdasarkan kebutuhan umum pemakainya. Karakteristik yang terakhir yaitu laporan keuangan dapat dibandingkan antar periode sehingga dapat dievaluasi oleh internal perusahaan (Mulyawan, 2015). ## Penilaian Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan analisis yang digunakan untuk dapat mengetahui sejauh mana suatu perusahaan sudah melaksanakan kinerja dengan menggunakan aturan – aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. (Fahmi, 2012). Penilaian kinerja keuangan ditujukan untuk menilai keberhasilan manajemen dalam menjalankan dan mengelola suatu usaha. Kinerja keuangan menjadi penentu ukuran - ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Penilaian kinerja menjadi poin penting bagi perusahaan dalam proses menyusun perencanaan dan pengendalian, dengan ini perusahaan dapat memilih strategi yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutomo, 2014). Penilaian kinerja dapat dilakukan dalam berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menganalisis laporan keuangan yang tersedia. Tujuan dari adanya penilaian kinerja ini diantaranya dapat memotivasi bagi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi dan memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu penilaian kinerja perusahaan dapat menjadi sarana untuk mengetahui tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas, tingkat profitabilitas, dan mengetahui stabilitas usaha. Penilaian kinerja perusahaan juga bermanfaat sebagai dasar penentuan strategi perusahaan dimasa mendatang dan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. ## Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan adalah analisis tentang kondisi keuangan pada suatu perusahaan yang mencakup isi dalam neraca dan laba rugi. Analisis laporan keuangan menjelaskan mengenai posisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu maupun hasil operasionalnya pada periode sebelumnya. Tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan adalah untuk menggali dan memperoleh informasi yang lebih luas dibandingkan dengan yang terdapat pada laporan keuangan biasa. Selain itu dapat pula menjadi pembanding kondisi perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dalam melakukan analisis laporan keuangan memerlukan pemahaman yang cukup tentang laporan keuangan. Hal yang dianalisis salah satunya adalah tentang kinerja perusahaan. Dari sisi analis, dalam melakukan analisa laporan keuangan melalui enam langkah, yaitu menetapkan tujuan dan konteks analisis, mengumpulkan data, memproses data, menganalisis dan menginterpretasikan data yang diproses, mengembangkan dan mengomunikasikan kesimpulan (dengan laporan), melakukan tindak lanjut (Prihadi, 2019). ## Analisis Rasio Menurut Kasmir (2018:104) Rasio keuangan yaitu kegiatan membandingkan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya, perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen lain dalam satu laporan keuangan atau antara komponen yang ada diantara laporan keuangan. Hanafi dan Halim (2018:74) mengungkapkan bahwa pada dasarnya analisis rasio dapat dikategorikan ke dalam lima jenis, yaitu: (1) Rasio Profitabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham yang tertentu. (2) Rasio Likuiditas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aset lancar pada perusahaan relatif terhadap utang lancarnya, (3) Rasio Solvabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban – kewajiban jangka panjangnya, (4) Rasio Aktivitas, yaitu rasio yang digunakan untuk menilai berapa tingkat aktivitas aset – aset tersebut pada tingkat kegiatan tertentu, dan yang terakhir adalah (5) Rasio Pasar, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. ## C. METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis data, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu dengan melakukan pengumpulan data, mengolah, dan menginterpretasikan data yang telah diperoleh sehingga menghasilkan gambaran yang jelas terkait keadaan yang diteliti. Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu laporan keuangan milik PT Mandom Tbk. tahun 2016 – 2020 yang diperoleh melalui website BEI. Data dan informasi yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Prosedur analisis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ## 1. Rasio Profitabilitas 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑅𝑂𝐴) = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 ## 2. Rasio Likuiditas 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 ## 3. Rasio Solvabilitas 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 ## 4. Rasio Aktivitas 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 ## 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = 365 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝐻𝑃𝑃/365 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 D. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ## HASIL PENELITIAN ## 1. Rasio Profitabilitas ## Net Profit Margin Tabel 1. Perhitungan Rasio Net Profit Margin Keterangan Penjualan Laba Bersih Net Profit Margin Hasil 2016 Rp 2.526.776.164.168 Rp 162.059.596.347 6,41% Turun 2017 Rp 2.706.394.847.919 Rp 179.126.382.068 6,62% Naik 2018 Rp 2.648.754.344.347 Rp 173.049.442.756 6,53% Turun 2019 Rp 2.804.151.670.769 Rp 145.149.344.561 5,18% Turun 2020 Rp 1.989.005.993.587 Rp (54.776.587.213) -2,75% Turun Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Hasil perhitungan dari data yang telah diolah tahun 2016 net profit margin PT Mandom Indonesia Tbk. sebesar 6,41%, kemudian meningkat pada tahun selanjutnya yaitu 2017 sebesar 6,62%, pada tahun 2018 profit margin turun menjadi 6,53%. Selanjutnya pada 2019 profit margin PT Mandom Indonesia Tbk. mengalami penurunan dengan hasil sebesar 5,18%. Tahun 2020 profit margin mengalami penurunan yang signifikan, profit margin pada 2020 menunjukkan angka -2,75%. Profit margin yang tinggi menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan dalam menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu, sedangkan jika profit margin rendah menunjukkan penjualan yang terlalu rendah pada tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi diantara keduanya. Pada tahun 2020 PT Mandom Indonesia Tbk. mengalami kerugian usaha sebesar Rp. 54.776.587.213 dikarenakan pada tahun 2020 perusahaan berada dalam tahap adaptasi menghadapi adanya pandemi Covid – 19 yang juga berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mencapai minus 2,07%, pertama kalinya setelah krisis moneter di tahun 1998. Di Indonesia khususnya, konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tercatat menurun sebesar 2,63% yang tentunya berdampak pada penjualan perusahaan. ## Return on Total Aset (ROA) Tabel 2. Perhitungan Return On Total Aset Keterangan Laba Bersih Total Aset ROA Hasil 2016 Rp 162.059.596.347 Rp 2.185.101.038.101 7,42% Turun 2017 Rp 179.126.382.068 Rp 2.361.807.189.430 7,58% Naik 2018 Rp 173.049.442.756 Rp 2.445.143.511.801 7,08% Turun 2019 Rp 145.149.344.561 Rp 2.551.192.620.939 5,69% Turun 2020 Rp (54.776.587.213) Rp 2.314.790.056.002 -2,37% Turun Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Hasil perhitungan nilai ROA PT Mandom Indonesia Tbk. pada 2016 menunjukkan sebesar 7,42% yang artinya setiap Rp 1 laba bersih yang diperoleh berasal dari total aset sebesar 0,742. Pada tahun 2017 rasio yang diperoleh perusahaan sebesar 7,58% yang artinya setiap Rp 1 laba bersih yang diperoleh berasal dari total aset sebesar 0,758. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya ROA mengalami peningkatan sebesar 0,16%. Tahun 2018 rasio ROA perusahaan sebesar 7,08% yang berarti setiap Rp 1 laba bersih yang diperoleh perusahaan berasal dari total aset sebesar 0,708. Dibandingkan dengan tahun 2017 ROA mengalami penurunan sebesar 0,50%. Pada tahun 2019 nilai rasio ROA perusahaan sebesar 5,69% yang berarti setiap Rp 1 laba bersih yang diperoleh perusahaan berasal dari total aset sebesar 0,569. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya ROA mengalami penurunan sebesar 1,39%. Tahun 2020 nilai ROA perusahaan sebesar -2,37% yang berarti setiap Rp 1 laba bersih yang diperoleh perusahaan berasal dari total aset sebesar -2,37. Pada tahun 2020 ROA mengalami penurunan hingga -3,76 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada tahun 2020 perusahaan mengalami kerugian. ## Return on Equity (ROE) Tabel 3. Perhitungan Return on Equity Keterangan Laba Bersih Modal Saham ROE Hasil 2016 Rp 162.059.596.347 Rp 1.783.158.507.325 9,09% Turun 2017 Rp 179.126.382.068 Rp 1.858.326.336.424 9,64% Naik 2018 Rp 173.049.442.756 Rp 1.972.463.165.139 8,77% Turun 2019 Rp 145.149.344.561 Rp 2.019.143.817.162 7,19% Turun 2020 Rp (54.776.587.213) Rp 1.865.986.919.439 -2,94% Turun Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Nilai ROE PT Mandom Indonesia Tbk. pada 2016 menunjukkan hasil sebesar 9,09%. Pada 2017 ROE perusahaan sebesar 9,64%. Dibandingkan dengan tahun 2016 nilai ROE mengalami kenaikan sebesar 0,55% dipengaruhi oleh meningkatnya laba bersih perusahaan. Pada tahun 2018 nilai ROE sebesar 8,77%, ROE mengalami penurunan sebesar 0,87% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2019 ROE yang diperoleh perusahaan sebesar 7,19%, pada tahun ini kembali menurun sebesar 1,58% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 nilai ROE perusahaan sebesar -2,94%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya nilai rasio menurun sebesar -10,13%. Hal ini diakibatkan oleh perusahaan yang mengalami kerugian selama tahun 2020. ## 2. Rasio Likuiditas Current Ratio Tabel 4. Perhitungan Current Ratio Keterangan Aset Lancar Utang Lancar Current Ratio Hasil 2016 Rp 1.174.482.404.487 Rp 220.580.384.140 5,32% Normal 2017 Rp 1.276.478.591.542 Rp 259.806.845.843 4,91% Normal 2018 Rp 1.333.428.311.186 Rp 231.533.842.787 5,76% Normal 2019 Rp 1.428.191.709.308 Rp 260.244.280.265 5,49% Normal 2020 Rp 1.343.961.709.769 Rp 131.087.175.475 10,25% Normal Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Dari perhitungan di atas pada tahun 2016 memperoleh hasil 5,32% yang berarti pada Rp 1 utang dijamin oleh Rp 5,32 aset lancar. Tahun 2017 memperoleh hasil 4,91% yang berarti setiap Rp 1 utang dijamin oleh Rp 4,91 aset tetap. Dibandingkan dengan tahun 2016 terjadi penurunan terhadap current ratio sebesar 0,41%. Tahun 2018 current ratio menunjukkan hasil 5,76% yang berarti setiap Rp 1 utang dijamin oleh Rp 5,76 aset lancar. Dibandingkan dengan tahun 2017, terjadi kenaikan sebesar 0,85%. Pada tahun 2019 dan 2020 memperoleh hasil 5,49% dan 10,25% yang artinya setiap Rp 1 utang dijamin oleh Rp 5,49 aset lancar pada 2019, dan Rp 10,25 aset lancar pada 2020. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya perhitungan current ratio mengalami penurunan 0,27% sebesar pada 2019, dan kenaikan sebesar 4,76% pada 2020. ## Quick Ratio Tabel 5. Perhitungan Quick Ratio Keterangan Aset Lancar Utang Lancar Persediaan Quick Ratio Hasil 2016 Rp 1.174.482.404.487 Rp 220.580.384.140 Rp 492.740.699.381 3,09 Normal 2017 Rp 1.276.478.591.542 Rp 259.806.845.843 Rp 422.625.745.680 3,29 Normal 2018 Rp 1.333.428.311.186 Rp 231.533.842.787 Rp 542.466.904.015 3,42 Normal 2019 Rp 1.428.191.709.308 Rp 260.244.280.265 Rp 677.051.920.275 2,89 Normal 2020 Rp 1.343.961.709.769 Rp 131.087.175.475 Rp 527.537.794.084 6,23 Normal Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Perhitungan quick ratio untuk tahun 2016 menunjukkan angka 3,09% yang berarti bahwa Rp 1 utang lancar yang ada dijamin dengan Rp 3,09 aset lancar di luar persediaan. Pada tahun 2017 quick ratio menunjukkan hasil 3,29% yang berarti Rp 1 utang lancar yang ada dijamin dengan Rp 3,29 aset lancar di luar persediaan. Dibandingkan dengan tahun 2016, quick ratio mengalami kenaikan sebesar 0,20%. Pada tahun 2018 menunjukkan hasil sebesar 3,42% yang artinya setiap Rp 1 utang lancar dijamin dengan Rp 3,42 aset lancar di luar persediaan. Jika dibandingkan dengan tahun 2017 quick ratio mengalami kenaikan sebesar 0,13%. Pada tahun 2019 menunjukkan bahwa setiap Rp 1 utang lancar dijamin dengan 2,89% aset lancar di luar persediaan. Quick ratio mengalami penurunan sebesar 0,53% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2018. Tahun 2020 menunjukkan hasil 6,23% yang berarti setiap Rp 1 utang lancar dijamin dengan Rp 6,23 aset lancar di luar persediaan. ## 3. Rasio Solvabilitas ## Rasio Total Utang terhadap Total Aset ## Tabel 6. Perhitungan Rasio Total Utang terhadap Total Aset Keterangan Total Utang Total Aset Rasio Total Utang Thd Total Aset Hasil 2016 Rp 401.942.530.776 Rp 2.185.101.038.101 18,39% Naik 2017 Rp 503.480.853.006 Rp 2.361.807.189.430 21,32% Naik 2018 Rp 472.680.346.662 Rp 2.445.143.511.801 19,33% Turun 2019 Rp 532.048.803.777 Rp 2.551.192.620.939 20,85% Naik 2020 Rp 448.803.136.563 Rp 2.314.790.056.002 19,39% Turun Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Berdasarkan perhitungan rasio di atas pada tahun 2016 rasio total utang terhadap total aset PT Mandom Indonesia Tbk. sebesar 18,39% yang berarti perusahaan mampu menutupi kewajibannya sebesar 18,39% dari aset yang dimilikinya. Pada tahun 2017 rasio yang diperoleh sebesar 21,32% yang berarti perusahaan mampu menutupi kewajibannya sebesar 21,32% dari aset yang dimilikinya. Pada tahun ini rasio bertambah sebesar 2,93% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 rasio yang diperoleh sebesar 19,33% yang artinya perusahaan mampu menutupi kewajibannya sebesar 19,33% dari aset yang dimilikinya. Dibandingkan dengan tahun 2017 pada tahun ini rasio mengalami penurunan sebesar 1,99%. Tahun 2019 rasio total utang terhadap total aset perusahaan sebesar 20,85% yang artinya perusahaan mampu menutupi kewajiban sebesar 20,85% dari aset yang dimilikinya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2019 ini rasio mengalami kenaikan sebesar 1,52%. Pada tahun 2020 rasio yang diperoleh adalah 19,39%, yang berarti perusahaan mampu menutupi kewajiban sebesar 19,39% dari aset yang dimilikinya. Pada tahun ini rasio mengalami penurunan sebesar 1,46%. ## 4. Rasio Aktivitas ## Rasio Aktivitas Piutang ## Tabel 7. Perhitungan Rasio Aktivitas Piutang Keterangan Penjualan Piutang Perputaran Piutang Rata - Rata Umur Piutang Hasil 2016 Rp 2.526.776.164.168 Rp 220.580.384.140 11,46 31,86 2017 Rp 2.706.394.847.919 Rp 259.806.845.843 10,42 35,04 Naik 2018 Rp 2.648.754.344.347 Rp 231.533.842.787 11,44 31,91 Turun 2019 Rp 2.804.151.670.769 Rp 260.244.280.265 10,78 33,87 Naik 2020 Rp 1.989.005.993.587 Rp 131.087.175.475 15,17 24,06 Turun Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Pada tahun 2016 perputaran piutang pada perusahaan sebanyak 11,46 kali dan diperlukan waktu selama 31,86 hari dari piutang menjadi kas. Tahun 2017 perputaran piutang pada perusahaan sebanyak 10,42 kali dan memerlukan waktu selama 35,04 hari dari piutang menjadi kas. Jika dibandingkan dengan tahun 2016, pada 2017 mengalami penurunan dalam perputaran dan peningkatan pada rata – rata piutangnya. Pada tahun 2018 piutang perusahaan berputar sebanyak 11,44 kali dan memiliki rata – rata piutang selama 31,91 kali. Dibandingkan dengan tahun 2017 perputaran piutang meningkat 1,02 kali dan waktu rata – rata piutang menurun 3,03 hari. Tahun 2019 aktivitas perputaran piutang mengalami penurunan menjadi 10,78 kali dan rata – rata piutangnya meningkat menjadi 33,87 hari. Pada tahun 2020 perputaran piutang pada perusahaan sebanyak 15,17 kali dan rata – rata piutang selama 24,06 hari dari piutang menjadi kas. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 2019, perputaran dan rata – rata piutang mengalami penurunan. ## Rasio Aktivitas Persediaan ## Tabel 8. Perhitungan Rasio Aktivitas Persediaan Keterangan Persediaan HPP Perputaran Persediaan Rata - Rata Umur Persediaan 2016 Rp 492.740.699.381 Rp 1.582.456.317.914 3,21 113,65 2017 Rp 422.625.745.680 Rp 1.699.417.758.295 4,02 90,77 2018 Rp 542.466.904.015 Rp 1.685.791.739.001 3,11 117,45 2019 Rp 677.051.920.275 Rp 1.873.937.759.675 2,77 131,87 2020 Rp 527.537.794.084 Rp 1.534.276.464.935 2,91 125,50 Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Perputaran persediaan pada PT Mandom Indonesia Tbk. pada tahun 2016 menunjukkan 3,21 kali dalam satu tahun dengan rata – rata umur persediaannya 113,65 hari. Pada tahun 2017 rasio perputaran persediaan perusahaan sebanyak 4,02 kali dalam satu tahun dengan rata – rata umur persediaannya 90,77 hari. Dibandingkan dengan tahun 2016, pada tahun ini perputaran persediaan menunjukkan peningkatan sebesar 0,81 kali. Tahun 2018 perputaran persediaan sejumlah 3,11 kali dalam satu tahun dengan rata – rata umur persediaan 117,45 hari. Jika dibandingkan dengan tahun 2017 perputaran persediaan mengalami penurunan sebanyak 0,91 kali. Pada tahun 2019 rasio perputaran persediaan perusahaan menunjukkan 2,77 kali dalam satu tahun dan rata – rata umur persediaannya 131,87 hari. Dibandingkan dengan tahun 2018, pada tahun ini perputaran persediaan menunjukkan penurunan sebesar 0,34 kali. Pada tahun 2020 perputaran persediaan menunjukkan 2,91 kali dengan rata – rata umur persediaan 125,50 hari. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 2019, pada tahun ini perputaran persediaan mengalami kenaikan sebesar 0,14 kali. ## Perputaran Aset Tetap Tabel 9. Perhitungan Perputaran Aset Tetap Keterangan Penjualan Total Aset Perputaran Aset Tetap 2016 Rp 2.526.776.164.168 Rp 2.185.101.038.101 1,16 2017 Rp 2.706.394.847.919 Rp 2.361.807.189.430 1,15 2018 Rp 2.648.754.344.347 Rp 2.445.143.511.801 1,08 2019 Rp 2.804.151.670.769 Rp 2.551.192.620.939 1,10 2020 Rp 1.989.005.993.587 Rp 2.314.790.056.002 0,86 Sumber: Data diolah berdasarkan laporan keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. Berdasarkan perhitungan di atas, perputaran aset tetap PT Mandom Indonesia Tbk. pada 2016 sebesar 1,16 kali yang artinya setiap Rp 1 aset dapat menghasilkan Rp 1,16 penjualan. Pada tahun 2017 perputaran aset tetap perusahaan sebesar 1,15 kali yang artinya setiap Rp 1 aset dapat menghasilkan Rp 1,15 penjualan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya perputaran aset mengalami penurunan. Pada tahun 2018 perputaran aset tetap perusahaan sebesar 1,08 kali yang berarti setiap Rp 1 aset dapat menghasilkan Rp 1,08 penjualan. Dibandingkan dengan tahun 2017 perputaran aset tetap kembali mengalami penurunan. Tahun 2019 perputaran aset tetap perusahaan sebesar 1,10 kali artinya setiap Rp 1 aset dapat menghasilkan Rp 1,10 penjualan. Dibandingkan dengan tahun 2018 mengalami kenaikan. Pada tahun 2020 perputaran aset tetap perusahaan sebesar 0,86 kali yang artinya setiap Rp 1 aset dapat menghasilkan Rp 0,86 penjualan. Pada tahun ini perputaran aset tetap perusahaan mengalami penurunan. ## PEMBAHASAN ## 1. Rasio Profitabilitas ## Net Profit Margin Net Profit Margin menghitung seberapa baik kemampuan perusahaan dapat menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu (Hanafi & Halim, 2018). Berdasarkan perhitungan rasio net profit margin perusahaan mengalami peningkatan dan penurunan. Pada tahun 2016 mengalami penurunan karena penjualan yang diperoleh menurun dari tahun sebelumnya. Pada 2017 mengalami peningkatan karena penjualan dan laba tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya, hal ini berarti bahwa kinerja perusahaan sedang dalam keadaan baik karena dapat meningkatkan laba bersihnya. Pada tahun 2018 sampai dengan 2020 net profit margin terus mengalami penurunan dikarenakan laba bersih dan penjualan perusahaan yang terus menurun. Terutama pada 2020 perusahaan mengalami kerugian sehingga berpengaruh pada hasil profit margin. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan sedang dalam keadaan yang tidak baik, karena perusahaan tidak dapat mempertahankan laba bersih untuk mengalami peningkatan. ## Return on Total Aset (ROA) Rasio Return On Total Aset merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. Semakin besar hasil ROA maka semakin efisien perusahaan dalam mengelola penggunaan asetnya atau dapat dikatakan dengan jumlah aset yang sama dapat memperoleh laba yang lebih besar. Begitupun sebaliknya jika nilai ROA yang diperoleh semakin rendah maka perusahaan dikatakan tidak efisien dalam menggunakan asetnya. Berdasarkan perhitungan ROA perusahaan pada 2016 menunjukkan keadaan yang tidak baik karena mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 kinerja perusahaan dikatakan baik karena dapat meningkatkan nilai ROA dengan meningkatkan nilai laba. Tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 kinerja perusahaan dalam keadaan tidak baik dikarenakan nilai laba yang terus menurun dan tentunya mempengaruhi perolehan ROA yang menjadi menurun. ## Return on Equity (ROE) Return On Equity adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan membandingkan antara laba bersih dengan modal saham. Berdasarkan hasil tersebut kinerja perusahaan pada tahun 2016 dalam keadaan tidak baik karena mengalami penurunan pada nilai laba. Tahun 2017 kinerja perusahaan dalam keadaan baik karena perusahaan mampu meningkatkan perolehan laba dan meningkatkan nilai ROE. Pada tahun 2018 sampai dengan 2020 kinerja perusahaan berada dalam keadaan tidak baik karena nilai laba terus mengalami penurunan yang mengakibatkan turunnya nilai ROE. Terutama pada 2020 perusahaan tidak dapat mempertahankan dan meningkatkan laba sehingga mengalami kerugian. ## 2. Rasio Likuiditas ## Current Ratio Hasil pengolahan data untuk current ratio PT Mandom Indonesia Tbk. periode 2016 sampai tahun 2020 masuk dalam kriteria normal. Secara teoritis tidak ada ukuran baku untuk besaran current ratio . Menurut Hanafi dan Halim, rasio lancar untuk perusahaan yang normal berkisar antara angka 2. Rasio lancar yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas yang tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan current ratio perusahaan memiliki kemampuan dalam melunasi kewajiban – kewajiban jangka pendek atau hutang lancarnya dengan baik. Pada tahun 2016 – 2020 current ratio perusahaan tidak kurang dari 2%. Hal tersebut menunjukkan kinerja perusahaan dalam keadaan baik. ## Quick Ratio Hasil quick ratio yang terlalu tinggi pada persediaan mengindikasikan adanya kelebihan kas atau piutang, sedangkan jika hasilnya terlalu rendah menunjukkan likuiditas yang tinggi. Standar quick ratio yang umumnya digunakan perusahaan adalah 100% atau bernilai 1. Jika hasil quick ratio menunjukkan di bawah angka standar maka perusahaan dianggap tidak efisien dalam melunasi kewajibannya. Hasil yang rendah berarti perusahaan dalam keadaan yang tidak baik yang mengakibatkan perusahaan menjual persediaannya untuk dapat melunasi utang lancarnya. Quick ratio pada perusahaan menunjukkan hasil di atas standar, yang artinya kinerja perusahaan dalam keadaan baik. ## 3. Rasio Solvabilitas ## Rasio Total Utang terhadap Total Aset Rasio ini mengukur perbandingan antara total utang dengan total aset. Rasio total utang terhadap total aset yang bernilai tinggi berarti pendanaan dengan utang semakin banyak, maka bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman akan semakin sulit. Dikhawatirkan perusahaan tidak dapat menutupi utang – utangnya menggunakan aset yang dimiliki. Jika hasil rasio rendah artinya semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang. Berdasarkan perhitungan rasio solvabilitas total utang terhadap total aset kinerja perusahaan dapat dikatakan dalam keadaan baik, karena hasil rasio berada di bawah standar. Menurut Kasmir (2015) nilai standar untuk rasio solvabilitas menurut Rasio Standar Industri yaitu 35%. ## 4. Rasio Aktivitas ## Rasio Aktivitas Piutang Menurut Hanafi & Halim (2018) rata – rata umur piutang digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi kas. Semakin lama rata – rata piutang artinya semakin besar dana yang tertanam pada piutang. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa modal kerja yang tertanam dalam piutang semakin rendah sehingga kondisi ini semakin baik untuk perusahaan, sebaliknya jika rasio ini semakin rendah artinya terdapat over investment (Dhita, 2018). Nilai rata – rata piutang yang terlalu tinggi mengindikasikan kemungkinan tidak kembalinya piutang yang lebih tinggi. Sebaliknya jika nilai rata – rata terlalu rendah kemungkinan dapat menjadi indikasi kebijakan piutang yang terlalu ketat, dan dapat menurunkan penjualan dari yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Pada perusahaan ini jika diamati dari perputaran piutang dan rata – ratanya dapat dikategorikan baik. Hal ini dikarenakan aktivitas piutangnya berada dalam keadaan normal. Sehingga kinerja perusahaan pada aktivitas piutang tergolong baik. ## Rasio Aktivitas Persediaan Perputaran persediaan merupakan rasio untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan berputar dalam satu periode (Kasmir, 2011). Perputaran persediaan juga dapat didefinisikan sebagai rasio yang menunjukkan jumlah persediaan yang diganti dalam satu tahun. Rasio perputaran persediaan yang tinggi berarti bahwa perusahaan bekerja secara efisien dan likuid persediaan perusahaan semakin baik. Sebaliknya jika rasio perputaran persediaan rendah menunjukkan perusahaan tidak efektif dan memiliki barang persediaan yang menumpuk. Dilihat dari perhitungan perputaran rasio di atas pada tahun 2016 sampai dengan 2020 aktivitas persediaan perusahaan mengalami peningkatan dan penurunan. Aktivitas persediaan perusahaan termasuk dalam kategori tidak baik. Meskipun pada tahun 2017 mengalami peningkatan, namun untuk tahun selanjutnya terus mengalami penurunan pada 2018 dan 2019. Pada tahun 2020 mengalami peningkatan namun tidak signifikan. ## Perputaran Aset Tetap Perputaran aset merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung berapa kali dana yang tertanam dalam aset berputar dalam satu periode, atau dapat diartikan rasio untuk mengukur apakah perusahaan sudah benar – benar menggunakan kapasitas aset sepenuhnya atau belum (Kasmir, 2011). Perputaran aset tetap yang dihasilkan perusahaan selama 2016 sampai dengan 2018 terus mengalami penurunan, sehingga perusahaan dalam keadaan tidak baik. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan namun tidak signifikan dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2020. ## E. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengolahan data, analisis penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis rasio profitabilitas menggunakan Net Profit Margin, Return On Total Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) pada PT Mandom Indonesia Tbk. dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan pada Net Profit Margin, Return On Total Asset (ROA), dan Return On Equity (ROE) dalam keadaan tidak baik karena perusahaan tidak dapat mempertahankan dan meningkatkan perolehan laba sehingga terus mengalami penurunan. 2. Berdasarkan analisis rasio likuiditas menggunakan Current Ratio dan Quick Ratio pada PT Mandom Indonesia Tbk. dapat disimpulkan pada Current Ratio menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan baik, karena besar rasio tidak kurang dari 2 yang menunjukkan perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan baik. Pada Quick Ratio kinerja keuangan perusahaan menunjukkan dalam keadaan baik, karena besar rasio berada di atas standar yaitu 2 yang menunjukkan perusahaan sudah efisien dalam memenuhi kewajibannya. 3. Berdasarkan analisis rasio solvabilitas menggunakan Rasio Utang Terhadap Total Aset dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. menunjukkan perusahaan dalam keadaan baik karena besar rasio utang terhadap total aset berada di bawah standar yang menunjukkan perusahaan mampu memenuhi kewajibannya dengan aset yang dimiliki. 4. Berdasarkan analisis rasio aktivitas menggunakan Rasio Aktivitas Piutang, Rasio Aktivitas Persediaan, dan Rasio Perputaran Aset Tetap dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. pada Rasio Aktivitas Piutang dalam keadaan baik karena aktivitas perputaran dan rata – rata piutang perusahaan dalam keadaan normal. Pada Rasio Aktivitas Persediaan kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan tidak baik karena rasio perputaran persediaannya rendah. Hal ini menunjukkan perusahaan tidak efektif dalam mengelola persediaan dan mempunyai barang persediaan yang menumpuk. Pada Rasio Perputaran Aset Tetap kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan tidak baik karena besaran rasio terus menurun. Hal ini menunjukkan perusahaan tidak efektif dalam menggunakan aset tetap. Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas dapat diajukan beberapa saran berikut: 1. Saran bagi peneliti yang akan datang agar dapat memperluas metode penelitian sehingga dapat menghasilkan informasi yang lebih mendetail dan rinci mengenai kondisi kinerja keuangan PT Mandom Indonesia Tbk. 2. Saran bagi perusahaan agar dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan utamanya dalam hal menghasilkan laba dan pengelolaan modal serta menggunakan aset dengan lebih efektif lagi untuk memaksimalkan laba bersih yang dihasilkan untuk setiap tahunnya. ## REFERENSI (IAI), I. A. (2021). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) . From iaiglobal.or.id: http://iaiglobal.or.id/v03/standar- akuntansi-keuangan/sak-efektif-18-sak-efektif-per-1-januari-2020 Arisasmita, N. N. (2020). Analisis Rasio Profitabilitas Untuk Menilai Kinerja PT Bentoel International Investama Tbk pada Periode 2014 - 2018. Ummat Repository . Dhita, I. (2018). Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan PT. Mandom Indonesia Tbk. Periode 2021-2016. Fahmi, I. (2012). Analisis Kinerja Keuangan. Bandung : Alfabeta. Fernos, J. (2017). Analisis Rasio Profitabilitas untuk Mengukur Kinerja PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat. Jurnal Pundi , 107 - 118. Kasmir. (2011). Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mahmud M Hanafi, A. H. (2018). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Maith, H. A. (2013). Analisis Laporan Keuangan dalam Mengukur Kinerja Keuangan pada PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Jurnal EMBA , 619 - 628. Martani, D. (2012). Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta: Salemba Empat. Maulan Irwadi, M. D. (2017). Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan pada PT Sarwa Karya Wiguna Palembang. Jurnal Akuntanika , 43-54. Mulyawan, S. (2015). Manajemen Keuangan. Bandung: Pustaka Setia. Prihadi, T. (2019). Analisis Laporan Keuangan, Konsep & Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Priyanti, N. (2013). Pengantar Akuntansi. Jakarta: Permata Puri Media. Sriwati, N. K. (2013). Analisis Rasio Keuangan Sebagai Alat Penilaian Kinerja Keuangan pada SPBU Tabatoki Kabupaten Poso. Jurnal EKOMEN . Subramanyan, K. (2017). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Sutomo, I. (2014). Analisis Rasio Profitabilitas untuk Menilai Kinerja Keuangan pada PT Niagara Kreasi Lestari Banjarbaru. Jurnal Kinai 4 . Tbk, P. M. (2016 - 2020). Laporan Keuangan. Bekasi: PT Mandom Indonesia Tbk.
498cf294-cb6e-49e9-8fb5-7938c54e25ea
https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab/article/download/1849/1497
## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo ## Sulam IAIN Sultan Amai Gorontalo [email protected] ## Abstract Academic Performance and Internal Oversight is something that needs to be examined, in the analysis whether there is a correlation with Academic Performance. The purpose of this study was to determine: (1) Correlation between Budgeting and Academic Performance, (2). Correlation of Internal Oversight with Academic Performance and (3) Joint correlation between Budgeting and Internal Oversight with Academic Performance at IAIN Sultan Amai Gorontalo. This thesis writing method uses a quantitative method in which all data are analyzed using the SPSS Application program in partial analysis using simple regressions and for two variables together between Budgeting and Internal Oversight with Academic performance analyzed by using multiple regression analysis (multiple regression). The results of the study show that the dependent variable of Budgeting (X1) partially has a very strong influence on the improvement of Academic Performance. It is shown that from the value of r table with data significance at the 0.05 level of 1.669 after calculated, the death correlation using tcount = 4.158 while t table = 1.669 with a significance value of 4.158> 1.669, the results of the hypothesis regressions are accepted. As for testing the dependent variable (X2) / Internal Oversight with academic performance of the r table determined at 0.05 on the r table value of 1.669 after calculated with the regressions formula produces a t count of 1.00, the value of r table is smaller than the value of t count : Ha 1.00 ≤ Hi 1.669, this means that partially there is no relationship between internal supervision with academic performance. While Hypothesis Test dependent variable jointly between Budgeting and Internal Oversight with Academic Performance there is a strong influence is shown by the results of the calculation of r table 0.05 of 1.669 greater with t count of 0.19 in accordance with the calculation of multiple regression. The conclusion in this thesis is that partially (person test) Budgeting has a positive effect on improving Academic Performance, and Internal Oversight partially has no effect on improving academic performance, but jointly between budgeting and Internal Supervision is very influential on improving academic performance at IAIN Sultan Amai Gorontalo. Keyword : Budgeting, Internal Control, Academic Performance ## A. PENDAHULUAN Anggaran merupakan suatu elemen penting dalam sistem pengendalian manajemen karena anggaran tidak saja sebagai alat perencanaan keuangan, tetapi juga sebagai alat pengendalian, koordinasi, komunikasi, evaluasi kinerja dan motivasi. Anggaran sebagai managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Untuk mencapai tata kelola yang baik, maka organisasi atau lembaga harus menerapkan asas transparansi (Mardiasmo, 2021). ## Volume 18 Nomor 1, Juni 2022 ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Penyusunan anggaran terkait dalam proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penyusunan anggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Dalam proses perencanaan terhadap program pendidikan yang akan dilaksanakan, khususnya dalam lembaga pendidikan Islam, maka prinsip perencanaan harus mencerminkan terhadap nilai-nilai islami yang bersumberkan pada al-Qur'an dan al-Hadits. Dalam hal perencanaan al-Qur'an mengajarkan kepada manusia, dalam Quran Surat Al-Hajj ayat 77: Terjemahannya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Penjelasan ayat diatas diharapkan dalam proses perencanaan terhadap program pendidikan yang akan dilaksanakan, khususnya dalam lembaga pendidikan Islam, maka prinsip perencanaan harus mencerminkan terhadap nilai-nilai islami yang bersumberkan pada al-Qur'an dan al-Hadits. Proses penyusunan anggaran merupakan proses penetapan peran ( role setting ) dalam usaha pencapaian tujuan suatu lembaga dan penetapan sumber dana yang tersedia bagi pemegang anggaran serta memungkinkan pelaksanaaan rencana program berjalan sesuai rencana (Martono, 2012). Anggaran menjadi alat untuk mencegah informasi asimetri atau informasiyang kurang sempurna dan perilaku disfungsional berdasarkan agen atau pemerintahan serta merupakan proses akuntabilitas publik. Menurut Mardiasmo anggaran telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dimulai dari anggaran tradisional (konvensional) hingga anggaran dengan pendekatan baru (New Public Management atau NPM) (Mardiasmo, 2021). New Public Management (NPM) merupakan praktik-praktik manajemen yang menekankan pada privatisasi, komersialisasi, desentralisasi, dan orientasi pada output (Connolly danHyndman, 2006); dan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan (Osborne danGaebler, 1992), meningkatkan kontrol terhadap operasi (Burchell et al., 1980) Penerapan New Public Management di sektor keuangan negara di Indonesia diawali dengan lahirnya tiga paket undang-undang, yaitu Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaaraan Negara, dan Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Ketiga Undang-Undang tersebut menjadi dasar bagi reformasi di bidang keuangan negara, yaitu ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo dari administrasi keuangan menjadi pengelolaan keuangan ( financial management ) (Indonesia, 2014) Mardiasmo juga mengungkapkan bahwa anggaran juga berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian yang berfungsi sebagai instrument akuntabilitas public atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan dana publik sebagai alat akuntabilitas public, penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan hasil penggunaan dana tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai kinerja instansi yang bersangkutan dalam penggunaan dana publik dan bisa dipertanggung jawabkan melalui media pelaporan yang dilaksanakan dalam waktu satu tahun anggaran (Mardiasmo, 2021). Keberhasilan sebuah organisasi tidak dapat diukur semata-mata dari perspektif keuangan. Surplus atau defisit dalam laporan keuangan tidak dapat menjadi tolok ukur keberhasilan. Karena sifat dasarnya yang tidak mencari profit, keberhasilan sebuah oragnisasi diukur dari kinerjanya. Sehingga diperlukan pengawasan. Pengawasan pada hakikatnya adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Menurut Henry pengawasan intern adalah seperangkat kebijakan dan prosedur untuk melindungi asset atau kekayaan perusahaan organisasi dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi yang akurat serta memastikan bahwa ketentuan (peraturan) hukum/ perundang undangan serta kebijakan manajemen telah dipatuhi atau dijalankan sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan organisasi. Semakin komplek permasalahan yang dihadapi, maka keberadaan lembaga-lembaga pengawasan semakin diperlukan (Mardiasmo, 2021). Pengawasan internal masih lemah disebabkan belum optimalnya pencapaian kinerja. Kemudian perencanaan kinerja dan penganggaran yang belum terlaksana dengan baik sehingga masih dilakukan penyesuaian (revisi) yang berdampak pada keterlambatan penyerapan anggaran. Bastian mengungkapkan sistem penyusunan anggaran yang berbasis kinerja ( Performance Based Budgetin g) merupakan sistem yang saat ini berkembang pesat dan banyak dipakai oleh negara- negara maju di dunia sebagai pengganti sistem penyusunan anggaran lama yaitu sistem Line Item Budgeting . Robinson dan Last (2009) menyatakan anggaran yang berbasis kinerja bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengeluaran publik dengan mengaitkan pendanaan lembaga dengan hasil yang dicapai dengan penggunaan informasi kinerja secara sistematik. Penyusunan anggaran dapat menggambarkan hubungan antara misi, tujuan dan sasaran dalam suatu organisasi dengan berapa jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendanai program-program guna mencapai tujuan lembaga (Robinson, 2002). ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Kementerian Negara/Lembaga sebagai perangkat pemerintahan pusat memiliki satuan kerja (satker) yang berada di bawahnya. Masing-masing satuan kerja memperoleh dana dari pemerintah pusat melalui kementerian negara/ lembaga. Selanjutnya satker mengelola pendanaan tersebut secara desentralisasi bersama-sama dengan unit-unit kerja (subsatker) di bawahnya. Karena dana yang diberikan kepada satuan kerja adalah dana dari pemerintah, maka setiap satker harus menggunakan dan mempertanggungjawabkannya secara akuntabel, transparan, efektif dan efisien. Dalam al quran surat Al-Isra’ ayat 27 jelas mengajarkan kepada umat islam untuk tidak melakukan pemborosan : Terjemahannya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya . Sebagai instansi pemerintah, Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo harus melaksanakan penyusunan anggaran berbasis kinerja sesuai dengan yang diamanatkan Undang- undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Adapun faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut Edward III ada 4 (faktor) yaitu (1) Komunikasi (2) Sumberdaya (3) Disposisi atau Sikap Pelaksana (4) Struktur Birokrasi. Keempat faktor pendukung implementasi pengganggaran berbasis kinerja pada penyusunan anggaran yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini mencakup: (1). Komunikasi, meliputi upaya yang dilakukan dalam memberikan kejelasan petunjuk dan konsistensi dalam penyusunan anggaran dengan metode penyusunan anggaran berbasis kinerja. (2).Sumber daya, meliputi ketersediaan sumber daya manusia, kelengkapan sarana prasarana, dan pemanfaatan biaya. (3). Sikap, meliputi perspektif dan tingkah laku para pegawai dalam menjalankan penggaran berbasis kinerja pada penyusunan anggaran. (4). Struktur Birokrasi, meliputi adanya prosedur tetap bagi para pegawai dalam melaksanakan kegiatan dan pemisahan tanggung jawab. Saat ini, Perguruan Tinggi Agama Islam sebagai wadah untuk mendidik dan membina kader-kader pemimpin Agama dan Bangsa memerlukan suatu cara pengelolaan yang baru dan berbeda dengan pengelolaan instansi non pendidikan pada umumnya. Lembaga pendidikan adalah lembaga akademik bukan lembaga kantoran. Oleh karena itu, tata kelola/manajemen yang digunakan oleh perguruan tinggi berbeda dengan manajemen yang digunakan di perkantoran biasa. Manajemen yang digunakan di perguruan tinggi diatur selain harus rapi, efisien dan transparan juga harus berorientasi pada pemenuhan kebutuhan akademik, seperti adanya prioritas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Secara normatif, peraturan-peraturan akademik dan administrasi mempunyai tata kerja yang dapat membentuk suatu sistem tertentu yang harus ditaati dengan penuh disiplin dan dedikasi dari semua pihak. Dengan sistem seperti ini maka ada jaminan penuh bahwa perguruan tinggi akan berkembang ke arah yang sudah ditentukan walaupun sering berganti pimpinan. Prasarana dan sarana akademik harus diprioritaskan daripada sarana dan prasarana non akademik, seperti perpustakaan, laboratorium, internet, note book dan buku-buku yang sangat dibutuhkan oleh para tenaga pengajar agar senantiasa meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya sehingga kualitas mutu akademik dapat tercapai. (Fadjar, 2005: 284). Untuk mencapai tujuan diatas yaitu kualitas mutu akademik tentunya berhubungan dengan penganggaran. Sehingga responden dalam penelitian ini adalah pihak terlibat khusus dalam penyusunan anggaran yakni Rektor, Warek II, Kepala Biro, Kabag Perencanaan dan Keuangan dan Kasubag Keuangan serta pengambil kebijakan fakultas yakni Dekan, Wadek I dan II, Kabag Fakultas, Pengendali Mutu Akademik yakni LPM, LP2M, Pusat Bahasa, Pustipad dan Satuan Pengawasan Internal (SPI). Penyusunan anggaran dan pengawasan internal terhadap kinerja akademik ini menarik karena penulis merasakan bahwa pelaksanaan anggaran dan pengawasan internal terhadap kinerja akademik pada satuan kerja atau Satker IAIN Sultan Amai Gorontalo belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja dan observasi yang diperoleh di tingkat fakultas, Bagian Perencanaan, mengindikasikan masih banyak pelaksanaan anggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan, seringnya revisi dokumen pelaksanaan anggaran, serta lemahnya daya serap anggaran, tidak adanya pengawasan internal terhadap dana yang dihandle oleh masing-masing satker. Hal ini menyebabkan kegiatan akademik yang sesuai standar mutu sangat jauh dari yang diinginkan. Untuk itu penulis melakukan penelitian yang hanya difokuskan pada penyusunan anggaran, pengawasan internal yang berpengaruh pada kinerja akademik. Sehingga pemerolehan data hanya diperoleh dari para pejabat yang berkenaan langsung dengan pengambil kebijakan penyusunan anggaran, pengawasan internal serta kegiatan akademik dilingkungan fakukltas.” ## B METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu jenis penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan memerlukan analisis data dengan prosedur statistik. Penelitian kuantitatif juga disebut sebagai penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kontinjensi ( contingency approach) yang mengevaluasi berbagai faktor kondisional atau variabel yang dapat mempengaruhi penyusunan anggaran dan pengawasan internal terhadap peningkatan kinerja akademik. Dimana pendekatan ini memberi gagasan bahwa indikator yang ada dalam penyusunan anggaran dan pengawasan internal dengan kinerja akademik harus sesuai dengan aspek-aspek organisasi dan berbeda bagi setiap situasi. Adanya kemungkinan linearitas penyusunan anggaran dan pengawasan internal terhadap kienrja akademik dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang bertindak sebagai variabel intervening atau moderating. ## C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## Analisis Hasil Penelitian Pengujian persyaratan analisis mencakup analisis korelasi dan regresi. Sebagai persyaratan dari penggunaan dari analisis ini data harus berdistribusi normal, linear dan signifikan. Sehingga asumsinya dilakukan uji normalitas, uji linearitas dan uji signifikansi regresi. Untuk lebih jelasnya pengujian persyaratan analisis tersebut diuraikan sebagai berikut: ## 1. Uji Normalitas. Uji normalitas ini digunakan dalam menguji kenormalan data yang diperoleh dari data sampel yang berkaitan dengan kegiatan penelitian yang meliputi variabel X 1 , variabel X 2 , dan variabel Y dengan menggunkana uji galat taksiran. Hiptesis statistik yang diuji dinyatakan sebagai berikut: H 0 : Populasi berdistribusi normal H 1 : Populasi tidak berdistribusi normal. Kriteria pengujian adalah H 0 diterima jila L hitung ≤ L tabel dan H 0 Kriteria pengujian adalah jika H 0 diterima jika L hitung ≤ L tabel . Dan H 0 ditolak bila Nilai L hitung > L tabel pada taraf nyata α yang dipilih. Dalam penelitian ini n = 30 sehingga untuk α = 0,05 maka nilai L tabel = 0,111625508. Berdasarkan perhitungan normalitas data sebagaimana tertera pada lampiran diperoleh hasil pengujian sebagai berikut a. Hasil Pengujian Normalitas Galat Penyusunan Anggaran (X 1 ) atas Kinerja Akademik (Y). 69 ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan Aplikasi statistic versi 16 maka diperoleh nilai L hitung = 0,04112 (hasil perhitungan statistik disajikan pada lampiran dan L tabel = 0,11163 maka H 0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa data penyusunan anggaran (X 1 ) atas Kinerja akademik (Y) berdistribusi normal. b. Hasil pengujian normalitas galat Pengawasan Internal (X 2 ) atas Kinerja Akademik (Y). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan maka diperoleh nilai L hitung = 0,04332 < dari L tabel = 0,11163 maka H 0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa data Pengawasan Internal (X 2 ) atas kinerja akademik (Y) berdistribusi normal. Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data variabel X 1 , X 2 , dan Y berdistribusi normal dan dapat dilanjutkan untuk pengujian linearitas dan signifikansi regresi. 2. Uji Linearitas dan Signifikansi Regresi. Pengujian linearitas ditunjukan untuk menguji keliniearan model atau persamaan regresi Y atas X 1 , Y atas X 2 dan X 2 atas X 1 , yang berkenaan dengan pengujian hipotesis asosiatif yaitu hipotesis yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Formula yang digunakan adalah uji –F. a. Kinerja Akademik (Y) Atas Penyusunan Anggaran (X 1 ). Persamaan regresi yang akan diuji adalah Y = 12.22 + 0.41 X 1 . Untuk uji linearitas persamaan regresi kinerja akademik atas Penyusunan Anggaran dari kinerja akademik perhitungan diperoleh Fhitung = 12,43 dengan tarif nyata ɑ = 0,05 dan db (39 : 24) diperoleh Ftabel F_((1-α);(1,61)) = 3,9985 maka F (hitung) > F( tabel) artinya H 0 ditolak dan terima Ha yang berarti ada pengaruh signifikan antara X 1 terhadap Y Tabel 4.5. Anava untuk Pengujian Signifikansi dan Linearitas Regresi Ŷ =12.22 + 0.41 X 1. Sumber varians DK JK RjK F hitung F tabel Total 30 2.236541 Koefisien (a) 1 0.433011 0.433011 Regresi (b|a) 1 0.779 0.779 8,43332 3,9985 Residu 61 1.2749 1.625370 ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Keterangan: JK = Jumlah Kuadrat Dk = Derajat Kebebasan RJK = Rerata Jumlah Kuadrat b. Kinerja Akademik (Y) atas Pengawasan Internal (X 2 ). Persamaan regresi yang akan diuji adalah Y = 12.22 + 0.41. Untuk uji linearitas persamaan regresi Kinerja Akademik atas Pengawasan Internal hasil perhitungan diperoleh F hitung = 2.86777 dengan tarif nyata ɑ = 0,05 dan db (39 : 24) diperoleh F tabel F_((1-α);(1,61)) = 3,9985 maka F (hitung) ≤ F( tabel) artinya H 0 diterima dan menolak Ha yang berarti tidak ada pengaruh signifikan antara X 2 terhadap Y. untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada tabel Anava betrikut ini: Tabel 4.6. Anava untuk Pengujian Signifikansi dan Linearitas. Regresi Ŷ = 12.22 + 0.47 X 2 . Sumber Variasi dk Jk Rjk F hitung Ftabel Total 30 2.236541 Regresi (a) 1 0.834011 0.695656 Regresi (bIa) 1 1.779 3.236401 2.86777 3,9985 Residu / sisa 61 0.7492 0.30753 Keterangan: JK = Jumlah Kuadrat Dk = Derajat Kebebasan RJK = Rerata Jumlah Kuadrat c. Kinerja Akademik atas Pengawasan internal (X 2 ) dan Penyusunan Anggaran (X 1 ). Persamaan regresi uji signifikansi koefisien regresi ganda (multiple) dengan galat baku taksiran Y atas X 1 dan X 2 yang akan diuji adalah Y = 0.165 + 0.76 X 1 + 0.01 X 2 . Nilai koefisien korelasi ganda (r) = 0,182 dengan korelasi parsial antara X 1 dan X 2 dengan variable Y dianggap tetap. r_tabel Y diperoleh adalah 0,479. t_hit = 0,019 t tabel 1.669 . Dengan demikian korelasi antara X 1 dan Y dimana variabel X 2 dianggap tetap. Dengan demikian ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo variable X 1 dan X 2 secara bersama-sama dengan variable Y artinya r_Y. = 0.165. Analisisnya semakin tinggi X 1 dan X 2 maka akan semakin tinggi pula nilai Y. Untuk uji linearitas persamaan regresi Kinerja Akademik atas Penyusunan Anggaran dari Pengawasan Internal diperoleh F hitung = 5.3115 dengan tarif nyata ɑ = 0,05 diperoleh F tabel F_((1-α);(1,61)) = 2,2113 maka F (hitung) > F( tabel) artinya H 0 ditolak dan terima H a yang berarti ada pengaruh signifikan antara X 2 terhadap Y. Dapat disimpulkan bahwa F hitung > F tabel atau 2.2113 > 5.3115 artinya H 0 ditolak dan terima H a yang berarti ada pengaruh signifikan antara X 1 dan X 2 terhadap Y. ## 3. Penyebaran Data Sebaran Data di gunakan dengan pendekatan Mean, Median, Modus serta Standar Deviasi. Ukuran Frekuensi Rerata, Mean, Median dan Modus masing masing diolah berdasarkan variable dependen ( X 1 ) Penyusunan Anggaran dan (X 2 ) serta vaiabel Independen (Y) Kinerja Akademik. Hasil Sebaran tersebut di tampilkan dalam bentuk tabel /grafik Histogram serta hasil sebaran Frekuensi masing masing variable dicari deviasinya, analisisnya terlampir. 4. Pengujian Hipotesis. Berdasarkan hasil pengujian bahwa persyaratan analisis korelasi dan regresi sederhana yaitu pengujian nomalitas data penelitian telah dipenuhi. Dengan demikian data yang telah dikumpul dalam penelitian ini layak menggunakan analisis korelasi person (parsial) dan regresi berganda. a. Hipotesis pertama. Rumusan hipotesis berbunyi “ terdapat hubungan posistif dan signifikan antara Penyusunan Anggaran (X 1 ) dengan Kinerja Akademik (Y) di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Untuk itu disusun hiptesis statistika seperti berikut: Ho : ρyx1 ≤ 0 Ho : ρyx1 > 0 Berdasarkan perhitungan nilai ttabel signifikansi ɑ = 0,05 diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,380. Koefisien korelasi sederhana ini ternyata berarti (siginifikan) setelah dilakukan pengujian keberartian koefisien korelasi dengan menggunakan uji-t pada ɑ ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo = 0,05 diperoleh nilai thitung = 4,158 > ttabel = 1.669. Ini berarti bahwa koefisien korelasi Bimbingan Efektif guru (X 1 ) dengan hasil belajar siswa (Y) adalah sangat signfikan(analisis uji signifikansi koefisien korelasi disajikan pada lampiran. Dengan demikian Ho ditolak dan menerima (Ha) yaitu terdapat hubungan positif antara Penyusunan Anggaran (X 1 ) dengan Kinerja Akademik (Y), yaitu semakin baik dan terencana tingkat Penyusunan Anggaran maka akan semakin tercapai output kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Penyusunan Anggaran memberikan kontribusi terhadap Kinerja Akademik (r2) sebesar 0, 2489 . b. Hipotesis Kedua. Rumusan hipotesis berbunyi “ tidak terdapat hubungan posistif dan signifikan antara Pengawasan Internal (X 2 ) dengan Kinerja Akademik (Y) di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Untuk itu disusun hiptesis statistika seperti berikut: Ho : ρyx2≤ 0 ## Ho : ρyx2> 0 Berdasarkan perhitungan nilai ttabel signifikansi ɑ = 0,05 diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,300. Koefisien korelasi sederhana ini ternyata berarti (siginifikan) setelah dilakukan pengujian keberartian koefisien korelasi dengan menggunakan uji-t pada ɑ = 0,05 diperoleh nilai thitung = 0.122, ≤ ttabel = 1.669 . Ini berarti bahwa koefisien korelasi Pengawasan Internal (X 2 ) dengan Kinerja Akademik (Y) adalah tidak signfikan (analisis uji signifikansi koefisien korelasi disajikan pada lampiran. Dengan demikian Ho ditolak dan menerima (Ha) yaitu tidak terdapat hubungan positif antara Pengawasan Internal (X 2 ) dengan Kinerja Akademik (Y), yaitu semakin tidak akurat sistem pengawasan secara internal maka, akan semakin tidak teratur kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Pengawasan Internal tidak memberikan kontribusi terhadap Kinerja Akademik (r_2) sebesar 1.547. c. Hipotesis Ketiga. Rumusan hipotesis berbunyi “ terdapat hubungan posistif dan signifikan antara Penyusunan Anggaran (X 1 ) dan Pengawasan Internal (X 2 ) dengan Kinerja Akademik (Y) di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Untuk itu disusun hiptesis statistika seperti berikut: Ho : ρyx1 ≤ 0 ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo ## Ho : ρyx2> 0 Berdasarkan perhitungan nilai ttabel signifikansi ɑ = 0,05 diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,556. Dengan nilai koefisien korelasi tersebut menunjukan bahwa hubungan Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Akademik adalah signifikan. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Akademik teruji kebenarannya. Hubungan berarti (siginifikan) setelah dilakukan pengujian keberartian koefisien korelasi dengan menggunakan uji-f padaɑ = 0, 05 diperoleh nilai fhitung = 2.40 > ttabel = 1.669. Ini berarti bahwa koefisien korelasi Penyusunan Anggaran (X 1 ) dan Pengawasan Internal (X 2 ) terhadap Kinerja Akademik (Y) adalah sangat signfikan (analisis uji signifikansi koefisien korelasi disajikan pada lampiran. Dengan demikian Ho ditolak dan menerima (Ha) yaitu terdapat hubungan positif antara Penyusunan Anggaran (X 1 ) dengan Pengawasan Internal (X 2 ), yaitu semaikin baik dan teratur penyusunan anggaran semakin baik dan tercapai sasaran outpot program kegiatan kinerja akademik. Teruji kebenaranya hubungan yang positif antara penyusunan anggaran dan pengawasan internal memberikan kontribusi yang baik terhadap kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0,74465 % ## C. Pembahasan. ## 1. Hubungan Penyusunan Anggaran dan Kinerja Akademik. Menentukan hubungan Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Akademik tentunya didasarkan data yang ada dimana hubungannya ditentukan nilai persamaan regresi yang diperoleh. Adapun persamaan regresi pada tabel pengujian hipotesis diperoleh dimana dengan memasukan harga a dan b kedalam persamaan regresi diperoleh kenaikan Penyusunan Anggaran diikuti oleh naiknya skor Kinerja Akademik. Dari data perolehan diperoleh Ŷ = 12.221 + 0.35 X 1 . Ditinjau dari koefisien determinasi (r²) = 0,2208. 3Dari Hasil penelitian tersebut mencerminkan bahwa Penyusunan Anggaran mempengaruhi peningkatan Kinerja Akademik . Keberatian korelasi dengan menggunakan thitung = 4.158 sedangkan ttabel = 1,669 dengan nilai signifkansi adalah 4,158 > 1,669. Bedasarkan hasil uji korelasi di atas maka Kinerja Akademik erat kaitannya dengan Penyusunan Anggaran. Bila Unsur pimpinan Institut, Fakultas, Lembaga Unit Pelaksana Teknis (UPT) merencanakan program dengan anggaran yang terukur secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan seperti penyusunan anggaran berorientasi pada ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo output, outcome dan benefit yang direncakan dengan tepat dan benar berhubungan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan akan member dampak positif terhadap Kinerja Akademik. Pemangku dan Pengambilan kebijakan kampus menyusun program akademik sudah saatnya melakukan re orientasi dengan masyarakat luar pengguna alumni IAIN Sultan Amai Gorontalo. Pasar dan dunia kerja butuh apa terhadap output (luaran) sarjana IAIN. Penyusunan anggaran berbasis program dan kegiatan harus benar-benar sesuai dengan tuntutan masyarakat. Jika semua program kegiatan Institu, Fakultas lembaga penunjang akademik maupun unit pelaksana teknis kampus mengunakan analisis SWAT dalam penyusunan anggaran tentuntnya memberi penguatan terhadapt Kinerja Akademik Semakin baik dan terencana penyusunan anggaran yang efektif efektif dan efisien maka akan semakin tercapai tujuan dan sasaran kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo . Penyusnan Anggaran yang Efektif dan efisien dengan berbasis output, outcome dan beneffit sesuai sesuai dengan perencanaan dan pelaksanaan dengan menggunakan peluang analisis SWOT, yang dikembangkan oleh semua lembaga, unit, bagian, fakultas dan prodi di lingkungan IAIN Sultan Amai Gorontalo maka dapat meningkatkan kinerja akademik yang sangat baik sehinggannya Institusi kampus dimatan publik menjadi kebanggaan umat dan kampus dapat mencapai nila akreditasi yang unggul. Keseluruhan indikator yang diterapkan dalam pelaksanaan Penyusunan Anggaran dapat mempengaruhi Kinerja Akademik. Dengan demikian bahwa perencanaan dan prioritas penyusunan program kegiatan akademik dapat meningkatkan kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo. ## 2. Hubungan Pengawasan Internal dan Kinerja Akademik. Menentukan hubungan Pengawasan Internal dan Kinerja Akademik.tentunya didasarkan data yang ada dimana hubungannya ditentukan nilai persamaan regresi yang diperoleh. Adapun persamaan regresi pada tabel pengujian hipotesis diperoleh dimana dengan memasukan harga a dan b kedalam persamaan regresi diperoleh kenaikan Pengawasan internal diikuti oleh naiknya skor kinerja akademik. Dari data perolehan diperoleh Ŷ = 12.221 + 0.35 X 2 . Ditinjau dari koefisien determinasi (r²) = 0,2208. Berdasarkan perhitungan nilai ttabel signifikansi ɑ = 0,05 diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,300. Koefisien korelasi sederhana ini ternyata berarti (siginifikan) setelah dilakukan pengujian keberartian koefisien korelasi dengan menggunakan uji- t pada ɑ = 0,05 diperoleh nilai thitung = 0.122, ≤ ttabel = 1.669 . Ini berarti bahwa koefisien korelasi ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Pengawasan Internal (X 2 ) dengan Kinerja Akademik (Y) adalah tidak signfikan (analisis uji signifikansi koefisien korelasi disajikan pada lampiran. Bedasarkan korelasi dari hasil uji korelasi di atas maka kinerja akademik tidak ada kaitannya dengan Pengawasan internal. Bila program kegiatan tidak diawasi di institusi kampus, misalnya melaksanakn audit secara berkala, member masukkan terhadap penggunaan anggaran yang berbasis kinerja untuk melahirkan output yang tepat sasaran dengan selisih atau deviasi yang sangat kecil bahkan tidak ada temuan, namun auditor internalnya juga tidak memahami substansi yang akan diaudit ini mengakibatkan lahirnya kesalahan administrasi, pekerjaan program yang tidak sesuai dengan tujuan dan bahkan berpeluang pada penyimpangan anggaran dan penyalah gunaan wewenang. Seorang yang menggunakan anggaran tentunya bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan sampai dengan pemasukkan laporan kegaiatan tepat waktu. Jika Audit ini tidak dilaksanakan secara berkala minimal sebulan sekali maka pasti akan menimbulkan penggunaan anggaran yang keliru. Sehingga hasil audit internal tidak dapat memberikan sistem pengawasan kinerja akademik yang baik Pengawasan internal merupakan proses pelaksanaan, evaluasi serta perbaikan system pengendalian keuangan yang telah terprogram. Oleh karena seorang auditor internal kampus harus memahami substansi dan tugas tentang system pengendalian dan audit keuangan. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan anggaran di masing-masing program kegiatan dapat dikelola secara transfaransi tanpa menimbulkan dugaan negative atas penggunaan keuangan yang tertutup. Misalnya pergeseran anggaran, Rencana Kegiatan Alokasi Anggaran (RKAA) harus di jurnalkan secara terbuka hingga serapan anggaran dan dan progress realisasi angaran dapat di ketahui oleh civitas akademika. Jika system Pengawasan ini tidak dikelola dengan baik, ini berarti memberi efek ketidak ada hubungan terhadap kinerja akademik bahkan member citra buruk atas pengelolaan keuangan kampus. Sementara saat ini era terbuka semua pengelolaan keuangan sudah dilakukan secara sistemik transparan dengan menggunakan aplikasi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa semakin tidak teratur sistem Pengawasan internal kampus, dan kemampuan auditor kampus yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan mengaudit semakin rendah Pengawasan kinerja akademik. Artinya asal program terlaksana outputnya lemah dan pengelolaan anggaran dimasing-masing program tidak dapat dikendalikan sesuai tujuan dan sasaran dalam lingkungan IAIN Sultan Amai Gorontalo. 3. Hubungan Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal dengan Kinerja Akademik. ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Merujuk pada persamaan regresi yang diperoleh Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal maka dapat dikatakan bahwa memiliki pengaruh yang positif dan signifikan dengan kinerja akademik. Untuk menentukan pengaruh hubungan tersebut maka dapat diperoleh persamaan regresi muliple yaitu Ŷ = 12.2116 + 0.18 X 1 + 0.34 X 2 . dengan harga Fhitung = 13,437 dengan tingkat signifikansi probabilitas koefisien determinasi R²y.12 = 0,10556. Dari Hasil penelitian tersebut mencerminkan bahwa penyusunan anggaran dan Pengawasan internal dapat mempengaruhi peningkatan kinerja akademik. Gabungan dari analisis penyusunan anggaran dan Pengawasan internal menunjukkan koefisien yang lebih baik yaitu mencapai 0,153 serta nilai signifikansi adalah 0,235. Artinya kedua factor yaitu penyusunan anggaran dan Pengawasan internal secara bersama-sama dapat mempengaruhi kinerja akademik. Hasil perhitungan tersebut mencerminkan terdapat hubungan yang positif antara penyusunan anggaran dan Pengawasan internal dengan kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Artinya semakin tinggi skor penyusunan anggaran dan Pengawasan internal maka semakin tinggi pula hasil kinerja akademik dan sebaliknya semakin rendah skor penyusunan anggaran dan Pengawasan internal maka semakin rendah pula kinerja akademik. Upaya untuk memaksimalkan kinerja akademik dalam hal ini pengetahuan, sikap, motivasi dan keterampilan maka dibutuhkan penyusunan anggaran yang efektif dan efisien serta Pengawasan internal secara berkala (kontinu). Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, motifasi dan keterampilan menyusun anggaran yang tepat sasaran maka dibutuhkan pelatihan atau workshop penyusunan anggaran berbasis kinerja dan berorientasi pada output, outcome dan beneffit setiap tahun sebelum program kegiatan itu disusun oleh masing unit, serta hal-hal yang mendukung Pengawasan internal unit pengawas internal (SPI) harus mengangkat menetapkan tim audit internal yang dapat bekerjasama dengan lembaga Pengawasan internal (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan atau lembaga pengawas eksternal lainnya milik pemerintah.. Semakin baik tersusunnya anggaran berbasis kinerja dengan berorientasi pada output, outcome dan benefit serta semakin baik system Pengawasan internal maka, akan semakin baik pula kinerja akademik. Artinya kinerja akademik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah segala bentuk kegiatan kerja civitas akademika dalam merencanakan, mengelola dan melaksanakan serta mengevaluasi semua program kegiatan akademik. ## 1. Keterbatasan Penelitian ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Walaupun penelitian ini telah diupayakan secara maksimal, namun masih terdapat beberapa keterbatasan yang harus diakui dan dikemukakan sebagai bahan pertimbangan dalam menggeneralisasikan hasil yang telah dicapai. Keterbatasan peneliti yang dimaksud terutama berkenaan dengan pelaksanaan penelitian yaitu penerapan rancangan eksperimen dan instrumen pengumpul data yang digunakan. Keterbatasan penelitan dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Dalam penelitian lapangan pengendalian variabel bebas di luar variabel yang diteliti harus dilakukan secara ketat. Namun karena penelitian dilakukan dalam aktifitas kerja sehari-hari maka pelaksanaan pengambilan data perlu menyesuaikan dengan waktu dan kesemptan responden di kampus, sehingga pengaruh intensitas pekerjaan dengan berbagai proses yang dihasilkan di luar konteks penelitian tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. 2. Hasil penelitian ini hanya mengungkapkan pada hasil kinerja akademik IAIN Sultan Amai Gorontalo. Oleh sebab itu, masih perlu ada variabel lain yang di teliti. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan adanya variabel lain yang berfungsi variabel kontrol. 3. Penelitian dengan populasi yang terbatas pada 30 orang saja, maka generalisasi yang diperoleh hanya terbatas pada populasi yang karakteristiknya sesuai dengan kondisi yang sama pula. 4. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini bukan instrumen baku walaupun alat pengumpul data yang digunakan telah dikembangkan dengan mengikuti prosedur metodologi yang dipersyaratkan mulai dari pengkajian teori, penerjemahan konstruk ke dalam dimensi dan indikator, mengembangkan dalam bentuk instrumen, melakukan uji coba, menguji validitas butir, menghitung reliabilitas, masih tidak lepas dari keterbatasan dan kekurangan. Dengan demikian hasil pengukuran yang dicapai melalui instrumen pengumpul data pada penelitian ini dapat dikatakan sepenuhnya menggambarkan atribut yang sebenarnya ada atau dimiliki oleh subyek penelitian. 5. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja Akademik hanya membatasi pada tingkatan pemahaman interpretatif, sementara untuk tingkat evaluatif tidak diberikan. 6. Untuk menilai kinerja akademik sendiri, seharusnya dengan satu riset tersendiri untuk mendapatkan hasil yang optimal. 7. Kinerja akademik secara empirik dapat dipotret dari tiga dimensi. Dimensi mahasiswa, mencakup aspek tangibles (sarana prasarana pendidikan), reliability (kehandalan dosen dan staf akademik), resposiveness (sikap tanggap), assurance (perlakuan pada mahasiswa) dan emphaty (pemahaman terhadap kepentingan mahasiswa). Dimensi prodi , mencakup aspek kurikulum, pembelajaran dan suasana akademik, mahasiswa dan kelulusan, mahasiswa dan kelulusan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana akademik, penelitian, ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo pengabdian kepada masyarakat dan kerjasama, sistem pengelolaan. Dimensi lembaga , mencakup aspek standar mahasiswa dan lulusan, standar kurikulum, pembelajaran dan suasana akademik, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dan penjaminan mutu. Untuk itu penelitian ini menetapkan sasaran pada tiga dimensi tersebut meliputi seluruh aspek yang tercakup di dalamnya. 8. Kegiatan mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang memberikan sumbangan besar terhadap kinerja akademik dalam penyelenggaraan pendidikan di IAIN Sultan Amai Gorontalo dan akan memberikan gambaran secara lebih jelas kondisi kinerja akademik. Pada penyelenggaraan pendidikan di IAIN Sultan Amai Gorontalo , permasalahan kinerja akademik merupakan aspek penting sehingga dalam penyelenggaraannya harus direncanakan secara baik untuk selanjutnya dapat diimplementasikan sebagai sebuah output dalam bentuk layanan akademik kepada stakeholders (mahasiswa, dosen, dan masyarakat). Hasil yang diharapkan adalah deskripsi tentang dimensi dan aspek-aspek yang memberikan pengaruh terhadap kinerja akademik IAIN Sultan Amai Gorontalo. Dengan demikian, berkenaaan dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, diharapkan kepada pengamat atau peneliti-peneliti yang akan mengembangkan lebih jauh agar dapat memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. ## D. KESIMPULAN . Kesimpulan dari penelitan ini adalah: 1. Terdapat hubungan posistif dan signifikan antara penyusunan anggaran dan kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo 2. Secara parsial teruji bahwa tidak terdapat hubungan Pengawasan internal dengan kinerja akademik karena factor utama hal tersebut tidak tenaga audit internal (auditor) di IAIN Sultan Amai Gorontalo. 3. Hubungan antara penyusunan anggaran dan Pengawasan internal secara bersama-sama memiliki hubungan positif dan signifikan. Hal ini disebabkan karena factor determinan penyusunan pengelolaan dan pengunaan anggaran harus dibarangi dengan system Pengawasan yang dilaksanakan secara berkala. Dengan demikian bahwa dengan penyusunan anggaran yang baik dan Pengawasan internal secara kontinu akan meningkatkan kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo E. IMPLIKASI. ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Berdasarkan hasil kesimpulan pada penelitian ini maka implikasi penelitian ini adalah dimana penyusunan anggaran mempengaruhi kinerja akademik. Sehingganya bila anggaran tersusun secara efektif dan efisien lebih baik maka akan mengakibatkan peningkatan kinerja akademik di AIAN Sultan Amai Gorontalo. Adapun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja akademik di IAIN Sultan Amai Gorontalo adalah dengan meningkatkan pelaksanaan penyusunan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada output, outcome dan beneffit. Penyusnan anggaran dan system Pengawasan yang kontinu dilengkapi dengan tenaga auditor yang terlatih akan menghasilkan system kerja akademik yang terukur dan berkualitas. ## DAFTAR PUSTAKA Antarat, C. dan P. Siribanpitak. 2012. An Integrated Performance-Based Budgeting Model for Thai Higher Education. Research in Higher Education Journal, 17(1), p. 1-12 Bambang K. 2010. Audit Mutu Internal Perguruan Tinggi. Tersedia: www. kinerja perguruan tinggi. (diunduh, 8-10-2018) Bastian, I. 2016. Akuntansi Sektor Publik . Jakarta: Erlangga. Besterfield, H. D. Besterfield-Michna, C. Besterfield, H.G. & Besterfield-Sacre, M. (1999). Total Quality Management (2nd ed). London : Prentice Hall Buchner, T. W. (2010). Performance management theory: A look from the performer's perspective with implications for HRD. Human Resource Development International, 10(1), 59-73 Broadbent, J. dan J. Guthrie. 2011. Public sector to public services: 20 years of “contextual” accounting research. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 21 (2), 129-169. Bowerman, M., Raby, H., & Humphrey, C. (2012). In search of the audit society: Some evidence from healthcare, police and schools. International Journal of Auditing, 4(1), 71–100 Connolly, C. dan N. Hyndman. 2010. The actual implementation of accruals accounting: caveats from a case within the UK public sector. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 19(2), p. 272-290. Chammoro-Premuzic,T., & Furnham,A. (2003), Personality predicts academic performance : Evidence from two longitudinal university samples. Journal of Research in Personality. 37,p 319-338 Dwiyanto Agus, (2015), Mewujudkan Good Governance melalui pelayanan public, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dollinger, SJ., & Orf, L.A.,( 1991) Personality and performance in "personality": Conscientiousness and Openness. Journal of Research in Personality, 25, p. 276-284 Edward, G. C. 2000. Implementing Public Policy. Washington DC: Congresional Quartely Press Eko Nur Wahyudi & Arif Jananto ( 2013) Final Report Penilaian Kinerja Dosen oleh Mahasiswa pada Satu Periode Tahun Akademik menggunakan Teknik Klustering (Studi Kasus : Universitas Stikubank Semarang). Jurnal Tekologi DINAMIK. Volume 18. Nomor 2. p. 101- 111. ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Eysenck, Hesel. N. (2001). The structure of human persoanality (4ed Edition), London: Methuen Frunham, A. (2009). Performance management systems, European Business Journal, 83-94 Haksever, C. et al. (2010). Service Management and Operations. New Jersey : Prentice-Hall, Inc Haryanto, dkk. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Herdiansyah, H. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Hood, C. 2000. A public management for all seasons. Public administration, 69(1), 3-19. Hood, C. 1995. The “New Public Management” in the 1980s: variations on a theme. Accounting, organizations and society, 20(2), 93-109. Indriani Yulia Friska. 2013. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap AkuntabiKinerja dengan Komitmen Organisasi sebagai Variable Moderating (Studi pada Satuan Perangkat Daerah Provinsi Jambi). Jurnal,Hal 75-81. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UniveJambi. (http//:online-journal.unja.ac.id › article › view). Diakses tanggal 10 April 2018. Kemenkeu. 2014. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor136/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Kruck, S.E. & Lending, U. (2009). Predicting Academic Performance in an Introductory College-Level IS Course. Information Technology, Learning, and Performance Journal, Vol. 21, No.2, 9 -15 Lapsley, I. 1999. Accounting and the new public management: instruments of substantive efficiency or a rationalising modernity finanacial Lewis, Ralph G dan Smith, Douglas H. (1994). Total Quality in Higher Education. Florida: St Lucie Press, Florida Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi. Andi.Yogyakarta Mangkunegara, Anwar A.A.P.2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, perusahaan, cetakan kelima, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Moleong. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif (Revisi ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyasa E.(2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya Mulyadi (2007). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat Okland, J.S., 2003. Statistical Process Control Fifth Edition. Butterworth Heinemann, Oxford. Osborne, D. dan T. Gaebler. 1992. Reinventing Government: How the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. 1992. HARV. Black Letter J., 9, 163. Parzinger, M.a. (2000). A Study of the Relationship between Quality Management Implementation Factors and Software Quality. Total Quality Management, 11 (3): 353-371 Payne, Adrian. (2000). Service Marketing. Yogyakarta: Andi Phillips, P., Abraham, C., & Bond, R. (2003), Personality, cognition, and university students' examination performance. European Journal of Personality, 17, '13') p. 448 Rahayu, S., dkk. 2007. Studi Fenomenologis terhadap Proses Penyusunan Anggaran Daerah Bukti ## Penyusunan Anggaran dan Pengawasan Internal, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Akedemik di IAIN Sultan Amai Gorontalo Empiris Dari Satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Provinsi Jambi. Paper presented at the Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanudin Makasar. Robinson, M. 2002. Best Practice in Performance Budgeting Paper presented at the Discussion Papers in Economics, Finance, and International Competitiveness, Queensland University of Technology Robbins, Stephen P., (1995). Perilaku Organisasi Alih Bahasa Hadayana Pujaatmaka, Jakarta, Prenhalindo. Roth, J. 2012. “Adding Value: Seven Roads to Success,” The Institute of Internal Auditors Research Foundation, Altamonte Springs, FL. Sabur A(1998) Pengendalian Mutu Pendidikan Tinggi, Thesis Tidak Diterbitkan IKIP Bandung Sadulloh.Uyoh,2010. Pedagogik .Bandung : Alfabeta Sancoko, B. 2008. Kajian terhadap Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia”,Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Sallis, E. (2000). Total Quality Management in Education. London: Corgan. Sanusi, A., 2000. Pendidikan alternatif: Menyentuh azas dasar persoalan pendidikan dan kemasyarakatan. Bandung: PT. Grafindo media pratama. Schick, A. 2009. Twenty five Years of Budgeting Reform. OECD Journal on Budgeting, 4(1) Senthil, V.S. & Selladurai, V.a. (2001). Integration of BPR and TQM, past, present, and future trends, Production Planning & Control, 12(7) : 680- 688 Sinambela, L.P.( 2010). Reformasi Pelayanan Publik;Teori,Kebijakan dan Implementasi, cetakan kelima Jakarta: PT. Bumi Aksara Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : C.V Alfabeta. Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sudjarwo, H. 2001. “ Metodologi Penelitian Sosial”. Bandung : Mandar Maju Suyadi Prawirosentono. (2006) Sikap tidaklah cukup: How Personality and Behaviour Predict Academic Performance, Journal of Research in Personality. 40, 339-346 Thompson, J.D. (1967), Organizations in Action, McGraw-Hill, New York, NY. Tjiptono, F. dan Diana, A. (2002). Total Quality Managemen, Andi Offset Yogyakarta Ulum, Ihyaul. 2009. Audit Sektor Publik Suatu Pengantar. Jakarta : Bumi Widjaja, Gunawan. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom . Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. -----------------------. 2002. Pengelolaan Harta Kekayaan Negara . Jakarta: Raja Grafindo Persada
5d69bcbf-7c99-43bb-874c-5138591fdcc0
https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jpmpi/article/download/6846/4561
## Original Research Paper PKM Pembuatan Kemasan, Peningkatan Produksi Dan Perluasan Pemasaran Keripik Singkong Di Desa Cot Keutapang Bireuen Rahmi 1 , Sufritayati 2 , Nelly 3 , Sutoyo 4 , Mulyadi 5 , Hayanuddin Safri 6 , M Yusuf 7 , Agustina Nurhayati 8 1,4,5,7,8 Program studi Manajemen, Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, Bireuen, Indonesia; 2 Program Studi Akuntansi, Universitas Serambi Mekah, Bireuen, Indonesia. 3 Program Studi Manajemen Universitas Serambi Mekah, Bireuen, Indonesia 6 Program Studi Manajemen Pascasarjana, Universitas Labuhanbatu, Labuhanbatu, Indonesia DOI : https://doi.org/10.29303/jpmpi.v6i4.6846 Sitasi: Rahmi., Sufritayati., Nelly., Sutoyo., Mulyadi., Safri, H., Yusuf, M., & Nurhayati, A. (2023). PKM Pembuatan Kemasan, Peningkatan Produksi Dan Perluasan Pemasaran Keripik Singkong Di Desa Cot Keutapang Bireuen. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 6 (4) ## Article history Received: 13 November 2023 Revised: 23 Desember 2023 Accepted: 28 Desember 2023 *Corresponding Author: Rahmi, Program Studi Manajemen, Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, Bireuen, Indonesia; Email: [email protected] Abstract: In an innovation business, increasing production and marketing is very important in the progress of a company. Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) are the most strategic sector of the national economy and concern the livelihoods of many people, making them the backbone of the national economy. However, the problem currently faced by small businesses or industries is industrial management and marketing. With community service related to assisting MSMEs in the traditional type of cassava chips food, it is hoped that it can provide a solution in improving the welfare of MSMEs. The problem solving method used is based on a management approach in increasing production results and sales results with 4 (four) stages of program implementation, namely preparation, implementation, monitoring and evaluation and reporting. The community service program carried out is through packaging innovation in accordance with the regulations of the Bireuen City Health Service, increasing production with a management approach and expanding marketing on social media and modern markets . Keywords: Innovation, Production, Marketing ## Pendahuluan Desa Cot Keutapang merupakan salah satu Desa yang terletak di Kabupaten Bireuen. Desa Cot Keutapang termasuk wilayan Kabupaten Bireuen terdiri atas dataran tinggi/pegunungan yang sangat luas tanah pertaniannya. Menurut (Asmara Ariga et al., 2021) Secara spesifik bahwa sebagian besar wilayah pada bagian selatan Kabupaten Bireuen berupa perkebunan, baik perkebunan negara maupun perkebunan rakyat, hutan dan lokasi pariwisata. Wilayah Kabupaten Bireuen. Selain itu juga banyak terdapat area pertanian tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu yang sangat luas. Sehingga mata pencaharian utama masyarakat Subang wilayah Bireuen adalah bertani. Sebagai salah satu area komoditas pertanian tanaman pangan, merupakan daerah yang paling banyak memproduksi ubi kayu sebagai hasil pertaniannya yaitu pada tahun 2017 dengan luas panen 507 hektar memproduksi ubi kayu sebanyak 9.527,44 ton. Penyumbang terbesar adalah dari Desa Cot Keutapang (Ulumi & Sukirno, 2022). Selain bertani, mata pencaharian lain yang menjadi usaha turun temurun di Desa Cot Keutapang adalah pembuat keripik (Pratiwi et al., 2021). Namun saat ini usaha keripik singkong rumah di Desa Cot keutapang sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena usaha keripik singkong ini, dianggap kurang menguntungkan karena besarnya biaya produksi dan minimnya tempat pemasaran Rahmi, et al , . Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1453-1458 keripik singkong (Winarso & Kusumawati, 2019). Sehingga pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini berupaya membantu pengembangan usaha keripik singkong. (Sari & Widodo, 2021) Pengabdian masyarakat merupakan tridharma yang harus dilakukan oleh seorang dosen. Oleh karena itu, pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam upaya mendampingi usaha keripik singkong di Desa Cot Keutapang Bireuen. Permasalahan Mitra Kondisi eksisting mitra saat ini, adalah sebagai berikut: a. Usaha mitra belum memiliki P-IRT, b. Mitra mengalami kendala dalam melakukan proses pengurusan P-IRT karena kondisi tempat produksi usaha yang tidak memenuhi syarat. c. Mitra tidak memiliki kemasan yang memadai untuk dijual lebih luas. d. Minimnya pengetahuan akan pemanfaatan manajemen dalam proses produksi e. Rendahnya pengetahuan untuk memasarkan produk, akibat ketidakmampuan memahami dunia teknologi dapat menghambat kemajuan usaha. f. Tempat pemasaran yang sangat minim Solusi PKM 1. Membantu pengurusan ijin usaha dan P-IRT sehingga keripik singkong dapat dijual lebih luas lagi. 2. Memperbaiki kemasan produk keripik singkong dengan membuat kemasan didesain sesuai dengan standar yang telah di tetapkan Dinas Kesehatan dan agar lebih menarik. 3. Menerapkan manajemen pada proses produksi UMKM keripik singkong. Luaran PKM 1. Menumbuhkan inovasi dalam menjalankan usaha. 2. Meningkatkan etos kerja dengan pendekatan manajemen. 3. Meningkatkan pengetahuan mengenai pemasaran konvensional maupun online. 4. Meningkatkan Pendapat UMKM ## Metode Metode dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat dalam mendampingi UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang dilakukan dengan beberapa tahapan pelaksanaan program, yaitu sebagai berikut : 1. Tahapan awal a. Tahapan ini dilakukan dengan menyiapkan data-data yang dibutuhkan terkait UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen. Hal ini dibutuhkan untuk memastikan pendampingan sepertiapa yang tepat dengan juga melihat kultur di Desa yang bersangkutan sebagai pertimbangan dalam proses pendampingan. b. Menyiapkan program-program pengabdian masyarakat untuk di sosialisasikan kepada UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen dengan design utama adalah pembuatan kemasan baru dan peningkatan produksi keripik singkong. c. Menyiapkan peralatan, sarana-prasarana pendukung untuk pelaksanaan program dan formula strategi pelaksanaan program secara tahap demi tahap berdasarkan prioritas program pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen. ## Tahapan pelaksanaan a. Mengemukakan strategi proses pelaksanaan program pendampingan UMKM Keripik Singkong untuk menerapkan pola manajemen terhadap mitra sehingga diharapkan memberikan dampak dan perubahan terhadap mitra sasaran program sesuai dengan tujuan pengabdian masyarakat pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen. b. Tahapan pelaksanaan ini merupakan adanya komunikasi sinergi dengan mitra terkait keaktifan, peran dan kontribusi mitra sasaran pelaksanaan program pengabdian masyarakat pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen. c. Dalam proses pengabdian masyarakat pendampingan UMKM Keripik Singkong akan dilakukan terus koordinasi terkait progres dari pengabdian masyarakat pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen ini baik berupa data kuantitatif yang diukur selama pelaksanaan program. Rahmi, et al , . Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1453-1458 d. Data kuantitatif ini merupakan referensi yang terus dipantau oleh Dosen pengabdi yang dihasilkan pada mitra sasaran sebagai data hasil kegiatan, baik data secara kuantitatif (misalnya jumlah produksi, jumlah omzet, jumlah kader masyarakat, luasan lahan, jumlah tanaman dll) maupun data kualitatif (misalnya kualitas produk, jenis produk, diversifikasi produk, perubahan perilaku masyarakat, keberadaan manajemen usaha/manajemen sosial dan sebagainya). Tahapan monitoring dan evaluasi a. Proses monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dilakukan setiap minggu dalam 3 (tiga) bulan masa pengabdian masyarakat pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen. b. Metode evaluasinya yang digunakan menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian lapangan (Field Research) dengan penyelidikan mendalam yang dilakukan dengan suatu prosedur penelitian lapangan. Penelitian ini juga menggunakan data deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia 4. Tahap pelaporan Pada tahapan ini, dilaporkan semua proses rangkaian kegiatan pengabdian dan output dari kegiatan ini ## Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil dari pengabdian masyarakat dengan program pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen dapat dijelaskan hasil dan luaran program serta dampaknya terhadap perubahan mitra selama proses pendampingan menghasilkan inovasi kemasan Keripik Singkong dan mengalami peningkatan secara signifikan secara produksi. Dampak dari program pengabdian masyarakat dengan program pendampingan UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen terhadap mitra sangat besar terkait peningkatan penjualan dari produksi berdasar data setiap bulan dengan rentang waktu pendampingan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Januari, Februari dan Maret tahun 2023. Perlu diketahui bahwa dalam penyelenggaraan produksi ini melibatkan 5 (lima) orang pekerja pada UMKM Keripik Singkong Desa Cot Keutapang Bireuen. Program yang dilakukan adalah pendekatan manajemen pemasaran pola pemasaran dan produksi Keripik Singkong. Hal ini merupakan perubahan dari kemasan Keripik Singkong dan peningkatan produksi yang dihasilkan untuk dipasarkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tahapan pengabdian masyarakat yang dilakukan yakni sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini dilaksanakan observasi ke lokasi mitra dan wawancara dengan pemilik usaha. Dari hasil observasi dan wawancara dengan mitra ditemukan permasalahan yang dialami oleh mitra sebagai berikut: a. Usaha mitra belum memiliki P-IRT b. Mitra mengalami kendala dalam melakukan proses pengurusan P-IRT karena kondisi tempat produksi usaha yang tidak memenuhi syarat. c. Mitra tidak memiliki kemasan yang memadai untuk dijual lebih luas. Permasalahan– permasalahan di atas perlu diatasi agar usaha mitra dapat lebih berkembang lagi. Mengembangkan usaha kecil menengah dalam masyarakat merupakan salah satu upaya penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan permasalahan yang ditemui di atas maka solusi yang ditawarkan pengabdian kepada masyarakat pada UMKM Keripik Singkong sebagai mitra dalam kegiatan pengabdian ini terbagi pada aspek produksi dan pemasaran produk, yaitu: Aspek Produksi Solusi dari aspek produksi yang ditawarkan oleh dosen pendamping dalam pengabdian ini adalah Membantu pengurusan ijin usaha dan P-IRT sehingga keripik singkong dapat dijual lebih luas lagi, Memperbaiki kemasan produk Keripik singkong dengan membuat kemasan didesain sesuai dengan standar yang telah di tetapkan Dinas Kesehatan dan agar lebih menarik, Menerapkan manajemen pada proses produksi UMKM keripik singkong. Rahmi, et al , . Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1453-1458 Aspek Pemasaran Keripik Singkong berkualitas yang telah dihasilkan dapat memperluas tempat pemasaran. Pasar yang dipilih untuk pemasaran juga harus tepat karena pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli hingga terjadi suatu transaksi. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa transaksi yang terjadi dalam pasar tersebut merupakan kegiatan jual beli produk. Solusi dari permasalahan pemasaran yang ditawarkan dalam Program Kemitraan Masyarakat ini adalah memperluas pemasaran ke pasar modern dan pemasaran secara online. Tahap Pelaksanaan Solusi yang ditawarkan pada tahap persiapan baik aspek produksi maupun aspek pemasaran dilaksanakan pada tahap pelaksanaan ini, kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah sebagai berikut : ## Aspek Produksi Meningkatkan kualitas produksi Dalam produksi mitra mengalami masalah karena proses produksi dilakukan tanpa pendekatan manajemen. Hal ini terlihat dari jam kerja yang tidak jelas, perencanaan produksi yang belum ada dan capaian produksi yang tidak jelas Gambar 1 Pengerjaan Keripik Singkong Mengurus Sertifikat Industri Rumah Tangga Pangan (P-IRT) dan izin usaha. Sertifikat Industri Rumah Tangga Pangan (P-IRT) dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bireuen setelah melalui beberapa proses. Tim pengabdian masyarakat mendampingi mitra untuk mengurus izin usaha dan PIRT. Sebagian besar masyarakat pemilik UMKM termasuk mitra merasakan kesulitan dalam mengurus PIRT karena mereka tidak mengerti dengan proses yang harus dilewati padahal sesungguhnya prosesnya sangat mudah dan jelas di Dinas Kesehatan. Tim pengabdian masyarakat mendampingi mitra dalam setiap proses mendapatkan sertifikat P- IRT. Ada beberapa berkas yang harus dipersiapkan oleh mitra sebagai pengajuan awal yaitu Mengisi formulir yang telah disediakan, Fotokopi Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), Fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik perusahaan, Fotokopi hasil pemeriksaan air atau bukti pembayaran rekening PDAM, Denah lokasi industry, Denah ruang produksi, Rancangan label pangan, Daftar produk yang diajuakan dan Nomor induk berusaha (Izin Usaha). Berkas-berkas yang dibutuhkan dipersiapkan dan di serahkan ke Dinas kesehatan Kota Bireuen. Dinas Kesehatan Kota Bireuen melakukan visitasi ke lokasi produksi keripik singkong untuk melihat kelayakan tempat produksi dan kelayakan produknya sendiri untuk mendapatkan sertifikat PIRT. Bahan dasar yang digunakan serta proses pengolahan produk juga menjadi sorotan utama dari tim visitasi Dinas Kesehatan. Dari hasil kunjungan tim visitasi Dinas Kesehatan Kota Subang terdapat beberapa masukan yang harus dipenuhi oleh mitra agar proses pengurusan PIRT dapat dilanjutkan. Masukan dari Dinas Kesehatan tersebut adalah menyediakan sabun cuci tangan dan cuci piring yang berbeda dan juga ada lap kering, membuat catatan penjualan dan segera membuang sampah limbah produksi. Mitra diberikan waktu 10 hari untuk memperbaiki lokasi produksi dan hal-hal lainnya sesuai dengan saran dari tim visitasi Dinas kesehatan Kota Bireuen Gambar 2 Pengurusan PIRT Rahmi, et al , . Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1453-1458 Tim pengabdian masyarakat mendampingi mitra untuk melengkapi ataupun memperbaiki sarana dan prasarana proses produksi sesuai dengan saran dari tim visitasi Dinas Kesehatan Kota Bireuen. Semua perbaikan yang dilakukan sesuai dengan saran dari tim visitasi Dinas Kesehatan Kota Bireuen dilaporkan dan berkas–berkas yang harus dilengkapi diserahkan kembali ke bagian pengurusan PIRT di Dinas Keseshatan Kota Bireuen. Setelah melewati semua proses untuk mendapatkan sertifikat P-IRT, akhirnya keripik singkong berhasil memiliki sertifikat Industri Rumah Tangga Pangan (P-IRT) yang berlaku selama 4 tahun dan siap untuk dikunjungi lagi sewaktu–waktu. Desain Kemasan Pada tahapan ini dihasilkan desain kemasan yang lebih baik dari sebelumnya. Kemasan didesain sesuai syarat yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bireuen yaitu minimal memuat nama pangan, merk, netto/berat bersih, komposisi, tanggal kadarluarsa, kode produksi, nama dan alamat IRTP (minimal kabupaten, Indonesia, kode pos), nomor PIRT, serta tidak mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi. Kemasan produk didesain sesuai produk keripik singkong yang dibuat. Gambar 3 Kemasan Keripik Singkong Aspek Pemasaran Pemasaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh produsen sebagai upaya menjual produk yang dihasilkan kepada konsumen. Mitra didampingi tim pengabdi mengembangkan pemasaran melalui dua cara pemasaran. Pengembangan pemasaran ke pasar modern Saat ini banyak konsumen yang memilih berbelanja di pasar modern. Pada pasar modern, penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung. Pengembangan pemasaran ditargetkan dapat menembus ke toko–toko yang lebih besar (toko modern). Mitra didampingi tim pengabdi melakukan survey ke beberapa toko, minimarket dan supermarket untuk dapat memperluas pemasaran. Toko–toko modern tersebut memiliki beberapa standar produk yang dapat dijual ditokonya. Minimal produk telah memiliki sertifikat PIRT yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat. Setelah sertifikat nomor PIRT didapat, tim pengabdi mendampingi mitra dalam upaya memasarkan produknya ke toko–toko modern. Mitra perlu didampingi dalam memperkenalkan produknya ke toko–toko modern karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pengalaman mitra membuat mitra merasa kurang percaya diri untuk memasarkan produknya ke toko– toko besar yakni supermarket. Beberapa minimarket telah menerima produk keripik singkong untuk dipasarkan disana. Sebagian masih proses penyeleksian oleh toko. Pengembangan pemasaran secara online bahwa untuk memperluas pemasaran dan menjangkau konsumen lebih banyak lagi dapat dilakukan dengan pemasaran secara online. Website dan media sosial lainnya seperti facebook dan instagram dapat digunakan sebagai tempat promosi dan transaksi jual beli. Tim pengabdian masyarakat mendampingi mitra dalam menggunakan sosial media untuk memasarkan produknya. Mitra memerlukan pelatihan dan pendampingan secara terus menerus. Keterbatasan ibu–ibu mitra dalam menggunakan teknologi menyulitkan mitra dalam menjual produk secara online. Mitra terus berlatih untuk menggunakan sosial media untuk berjualan online. Gambar 4 sosialisasi Penggunaan Medoa Sosial Rahmi, et al , . Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1453-1458 ## Kesimpulan Kesimpulan dari program pengabdian masyarakat dengan program pendampingan UMKM Untuk terus konsisten dalam menjalankan UMKM keripik singkong dibutuhkan pendekatan manajemen yang konsekuen sehingga perbaikan bukan saat pendampingan saja tetapi juga menjadi budaya baru UMKM keripik singkong. , Dibutuhkan semangat terus belajar guna terus berinovasi dalam pengembanag usaha ke depan agar bisa bersaing dengan usaha yang lain. Adanya kesamaan tujuan antara pemilik dan karyawan agar UMKM keripik singkong ini bisa mensejahteraan kehidupan semuanya. ## Daftar Pustaka Asmara Ariga, R., Nasution, S. Z., Siregar, C. T., Lufthiani, L., & Ariga, F. A. (2021). Jajanan Sehat Dan Bahaya Junk Food Pada Orang Tua Dan Sekolah Dengan Metode Digital. Jurnal Pengabdian Masyarakat , 2 (1), 15–24. Pratiwi, L. P. S., Edwar, E., & Suniantara, I. K. P. (2021). Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Laporan Keuangan Usaha Jasa Penjahit Kebaya di Kecamatan Belahbatuh, Bali. Community Empowerment , 6 (3), 426– 431. Sari, D. A., & Widodo, A. (2021). PENDAMPINGAN MANAJEMEN DAN PENGUATAN USAHA PADA TKM GANGSAR DESA KUMENDUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG. Buletin Abdi Masyarakat , 2 (1). Ulumi, H. F. B., & Sukirno, A. (2022). PEMBERDAYAAN PEREMPUAN RAWAN SOSIAL EKONOMI (PRSE) MELALUI PROGRAM PENDAMPINGAN KELOMPOK USAHA MENJAHIT DI KELURAHAN PAGADUNGAN, KECAMATAN KARANG TANJUNG, KABUPATEN PANDEGLANG. Lembaran Masyarakat: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam , 8 (2), 324–345. Winarso, W., & Kusumawati, R. (2019). Pendampingan Manajemen Usaha Penjahit “Atmia Karya.” Prosiding Seminar Nasional Program Pengabdian Masyarakat .
c1674405-3345-420e-a2a2-a72f518ba134
https://ejournal.uas.ac.id/index.php/falasifa/article/download/96/65
Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… ## EFEKTIFITAS PENGGUNAAN VIDEO DALAM PEMBELAJARAN ISTIMA' BAHASA ARAB Model Penerapan Student Center Learning (SCL) dalam Pembelajaran Istima’ Fina Aunul Kafi Dosen Tetap PBA INAIFAS Kencong Jember ## ABSTACT Listening is one of four competencies in language. Heading competence should be mastered by students in learning Arabic. The use of instructional media certainly provides convenience for teachers to hear Arabic. Use of media in the lesson istima' is very important because the oral should be played first from the original Arabic. Istima' learning requires the use of audiovisual as a medium of learning. The use of this video will be greeted enthusiastically by the students. With the use of this video the students listen carefully which is contained in the video in the form of Arabic conversations. After the spectacle was over, the class was divided into two groups or more for content questioning that was watched earlier. It is concequences for SCL type. From the process, there arise communicative interaction between students so they will continue try to listen more Arabic communication via video and understand it well. Keywords : istima’ , competencies, video, learning SCL ## PENDAHULUAN Dalam pembelajaran bahasa Arab terdapat empat kompetensi yang harusnya dikuasai oleh mahasiswa, yaitu mendengar ( istima’ ), berbicara ( kalam ), membaca ( qira’ah ), dan menulis ( kitabah ). Empat kompetensi tersebut digunakan oleh manusia secara bertahap menurut tahapan pemerolehan bahasa. Bahasa Arab untuk orang Indonesia posisinya sebagai bahasa kedua, atau juga disebut sebagai bahasa asing. 1 Pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing ini berbeda dari pembelajaran bahasa pertama (bahasa ibu). Jika pada bahasa pertama, anak mendapatkan bahasanya dari sekitarnya dan mendapatkan reward dan panishment secara langsung dari sekitarnya berupa pujian atau koreksi terhadap kesalahan. Sedangkan bahasa Arab sebagai bahasa asing mau tidak mau dilaksanakan dalam suatu kelas pembelajaran yang pelaksanaannya tertata menurut domain tujuan pembelajaran, capaian pembelajaran, dan evaluasinya. Pembelajaran bahasa 1 Umar ash Shadiq Abdullah, Ta’lim al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin Bighairiha , (Al Khurtum : Dar al Alamiyah, 2008) hal., 172. ## Fina Aunul Kafi asing melalui kelas ini membutuhkan usaha yang sangat matang baik dari kurikulum, pengajar, buku ajarnya, dan lain sebagainya yang saling menguatkan antara satu dan lainnya. Yang tidak kalah penting lagi adalah faktor pelajar (mahasiswa). Rerata usia mereka sudah dewasa. Ini adalah masalah besar bagi pemerolehan bahasa. Bukannya tidak mungkin mahasiswa dapat menerima bahasa dengan baik dan cepat layaknya mereka mendapatkan bahasa pertama mereka, tapi faktor usia tersebut membutuhkan usaha yang sangat keras karena otak kiri-kanan usia dewasa sudah terpilah. Usia matang mempelajari bahasa apapun adalah usia 0-11 tahun. Setelah itu elemen otak yang berhubungan dengan bahasa terpilah dan harus bersusah-payah untuk mempelajarinya. Lebih jauh George Yule menyimpulkan bahwa selama masa kanak-kanak, ada masa ketika pemerolehan bahasa terjadi. Selama masa kanak-kanak, ada masa ketika otak manusia berada dalam keadaan yang paling siap untuk menerima input dan mempelajari bahasa tertentu. 2 Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa pada usia dewasa rerata berlangsung lama sehingga diperlukan terobosan agar tahap pertama dalam memperoleh bahasa yaitu istima’ bisa berjalan dengan cepat dan dapat membantu mahasiswa dalam memperolehnya. Penggunaan video dianggap jalan yang paling pas untuk menerapkan pembelajaran istima’ . Sayangnya praktik pembelajarannya masih dalam kerangka dominasi dosen dan posisi ruang yang tidak fleksibel menyulitkan mahasiswa bergerak untuk berinteraksi seperti yang terjadi pada lab bahasa pada umumnya. Interaksi dalam pembelajaran istima’ ini penting untuk menunjang kompetensi bahasa. Istima’ adalah kompetensi reseptive yang pasti membutuhkan kompetensi ranah produktif, yaitu kompetensi kalam . Dengan pertalian kompetensi ini mahasiswa akan mampu untuk menguji apa yang didengarnya dari video yang kemudian dicoba untuk diucapkan, diulang, dan didengar kembali dari lidah mahasiswa sekitarnya. Memperlakukan bahasa dengan cara tersebut efektif melekatkan bunyi kosakata pada otak mahasiswa dan bisa digunakan kemudian hari. Dosen perlu pertimbangan matang sebelum mengambil video untuk disajikan kepada mahasiswanya, tidak sekadar faktor lucu atau menarik saja, tapi yang disesuaikan dengan tujuan dan capaian pembelajarannya. Terkadang video kartun juga turut memberikan kesan menarik, namun terkadang suara yang 2 George Yule, The Studi of Language , (Cambridge : Cambridge University, 1985), pp., 132. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… dimunculkan tidak selalu sama persis suara orang Arab asli. Ini tentunya menjadi pertimbangan tersendiri untuk menyajikannya. Selain itu kelas perlu di- setting sedemikian rupa agar memudahkan mahasiswa untuk berinteraksi. Kelas yang baik mengandung unsur perangkat pembelajaran yang dibutuhkan untuk mengajarkan istima’ secara audiovisual. Bangku dan kursi bisa dipindah dengan mudah yang nantinya akan dipakai untuk pengelompokan antar mahasiswa. Penerapan dalam pembelajaran, karena kompetensi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa terhadap suatu materi, terpusat pada mahasiswa. Model ini disebut dengan SCL karena menempatkan dosen sebatas fasilitator. Diharapankan dari model ini mahasiswa lebih berperan aktif untuk berpartisipasi dalam pembelajaran istima’ . ## PEMBAHASAN 1. Penggunaan video dalam pembelajaran Menurut bahasa video adalah the process of recording 3 (proses rekaman). Sedangkan menurut istilah video adalah salah satu sarana yang menggabungkan antara gambar dan indra pendengaran serta penglihatan. Media ini sangat berpengaruh dalam pembelajaran bahasa. 4 Penggunaan media berjenis audiovisual ini lazim pada abad ke-20 ketika perkembangan pembelajaran mulai tampak dengan sederet teknologi yang menyertainya. Penggunaan media ini menjadi salah satu faktor munculnya metode yang populer dalam pembelajaran bahasa, yaitu metode audiolingual. Perkembangan yang terjadi dalam teknik pembelajaran, khususnya di lab bahasa dan perangkat pemutar video dan lain sebagainya, menambah efektifitas teknik pembelajaran dalam metode audiolingual. 5 Metode ini mempercayai bahwa mempelajari ungkapan-ungkapan yang umum digunakan suatu komunitas bahasa akan memupuk perbendaharan bahasa pelajar dari waktu ke waktu. Video merupakan instrumen menentukan dalam kesuksesan sebuah pembelajaran. Ini merupakan salah satu media efektif yang bisa mengantarkan mahasiswa menguasai bahasa Arab dengan baik. Karena dari media ini, mahasiswa 3 AS Hornby, Oxford Advance Learner’s Dictionory of Current English (Oxford: Oxford University Press, 1995), p., 1327. 4 Umar ash Shadiq Abdullah, Ta’lim al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin Bighairiha , p., 238. 5 Abdul Aziz bin Ibrahim Ushaily, Tharaiq Tadris al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin bi Lughat Ukhra (Riyadl : Jami‟ah al Imam Muhammad bin Saud al Islamiyah, 2002), hal., 92. ## Fina Aunul Kafi mampu melihat tampilan aktor sehingga mereka seakan-akan berada dalam lingkungan Arab. Selain termotivasi memperagakan bahasa, mahasiswa juga terdorong untuk ikut serta menyimak apa yang sedang dibicarakan dalam video tersebut. Video pada dasarnya adalah tampilan visual yang terdapat suara, sehingga penonton seakan-akan melihat kejadian aslinya secara langsung. Memanfaatkan media ini dalam pembelajaran kompetensi menyimak dapat meningkatkan indra dengar mahasiswa dan membiasakannya agar lebih sering menerima input bahasa laiknya anak-anak ketika mendapatkan bahasa pertama mereka. Menurut kalangan behavioris, mengasah kemampuan indra dengar ini tak ubahnya menempatkan pembelajar (mahasiswa) pada posisi di mana manusia berproses memperoleh bahasanya secara alami. Pada video tersebut terdapat tontonan, misalnya film, sebagai bahan untuk mempelajari istima’ bahasa Arab. Umar Shadiq menjelaskan, film ini adalah salah satu media audio yang populer penggunaannya dalam bidang pengajaran bahasa tujuan dan khususnya yang digunakan metode audiolingual dalam pengajaran bahasa. Pembelajaran melalui film tidak ditentukan oleh satu teknik saja, tapi bergantung pada tujuan pengajar, pengetahuan pelajar, dan faktor-faktor lainnya. Oleh sebab itu terdapat langkah-langkah umum yang dianjurkan agar diikuti untuk menambah manfaat penggunaan film sebagaimana berikut: 1. Dikembalikan kepada pengajar sendiri sebelum melaksanakan pengguanaan film. 2. Mempersiapkan pelajar melalui: a. Menyebutkan judul film dan sinopsisnya. b. Menjelaskan hubungan film dengan tema yang akan dipelajari. c. Membuat daftar poin penting yang disukai pengajar yang bisa menarik perhatian pelajar dan begitu juga pertanyaan yang akan dijawab dalam film sesuai tema, seperti mempersiapkan daftar kosakata baru. d. Memperhatikan dalam mengadakan diskusi atau melaksanakan tes begitu juga apa yang diharapkan dari mahasiswanya. 3. Memotivasi pelajar untuk berpikir dan mengambil sisi positifnya. 4. Ada kelanjutan setelah menonton sekiranya pelajaran tidak hanya menonton saja karena itu tidak menunjukkan pembelajaran yang baik. 6 Model pembelajaran dengan menerapkan penggunaan video ini beragam. Di antara yang sering terjadi dalam kelas adalah: 6 Umar ash Shadiq Abdullah, Ta’lim al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin Bighairiha , p., 190-1. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… 1. Jam pelajaran dimulai. Mahasiswa duduk manis di bangku masing-masing dalam lab sedangkan dosen menyiapkan alat pemutar video. 2. Dosen menyajikan sebuah film pendek, biasanya film kartoon, tentang situasi tertentu. 3. Para mahasiswa mendengarkan dengan seksama sambil mencatat kosakata yang sulit. 4. Seusai sajian video, dosen menanyakan kosakata yang sulit untuk ditulis di papan tulis. 5. Video diputar untuk kedua kalinya, biasanya setiap satu video diputar sebanyak tiga kali. 6. Setelah itu dosen menguji mahasiswa satu per satu dengan pertanyaan tertentu yang tidak bisa didengar mahasiswa lainnya melalui headset . 7. Keesokan harinya materi pelajaran berganti. Proses pembelajaran dilakukan seperti sebelumnya. Penggunaan video ini memilki sejumlah kelebihan, di antaranya adalah : 1. Menghadirkan situasi komunikatif secara sempurna. 2. Memperjelas konteks situasi yang dilakukan dalam komunikasi. 3. Memudahkan mengetahui unsur-unsur situasi komunikatif 4. Mengenal pribadi seseorang yang berpartisipasi dalam proses komunikasi dalam segi usia, jenis, dan hubungan di antara mereka. 5. Pelajar mampu mengenal partisipan dalam proses komunikasi terkait status sosial, pekerjaan, dan kondisi psikologis mereka. 6. Pelajar mampu memahami matari bahasa yang baru melalui indikator non linguistik, seperti gerakan tangan, mimik wajah, dan informasi visual lainnya. 7. Memperjelas situasi komunikatif di mana pelajar mampu melihat peristiwa pelajaran yang tampak pada layar di depannya. 7 ## 2. Pembelajaran istima’ Istima’ , sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, merupakah salah satu dari empat jenis keterampilan agar dikuasai pelajar bahasa. Munculnya empat kompetensi ini dilatari temuan psikolinguis di abad ke-20 yang menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa dimulai dari mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Pandangan mereka bahwa mempelajari bahasa bisa dilakukan dengan cara seperti proses pemerolehan bahasa tersebut. 7 Umar ash Shadiq Abdullah, Ta’lim al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin Bighairiha , p., 239. ## Fina Aunul Kafi Pandangan tersebut dikritik oleh linguis lain bahwa ada beberapa perbedaan mendasar terkait bahasa pertama dan bahasa asing, yang membuat mempelajari bahasa asing harus mendapat perhatian tersendiri. Di antara perbedaan itu adalah: a. Ketika anak mulai belajar bahasa ibu, dia tidak memiliki bahasa lain kecuali kemampuan innateness terhadap pemerolehan bahasa. Adapun pelajar bahasa kedua, dia mulai belajar bahasa ketika dalam dirinya sudah terdapat bahasa ibu dan pengalaman tentangnya. b. Perbedaan umur pelajar. Kebanyakan pelajar bahasa kedua sudah dewasa. Kemampuan mereka dalam memahami, menganalisis, dan abstraksi berbeda dengan anak-anak, khususnya dalam kompetensi membaca, menulis, sintaksis, dan memahami konsep abstrak. c. Anak-anak mampu menerima pengetahuan dan konsep kebudayaan dalam bahasa ibu, sementara para pelajar bahasa kedua kesulitan menerima apapun yang mereka saksikan dan yang mereka dengar dari bahasa tujuan. d. Ada banyak waktu yang bisa digunakan anak-anak dalam mempelajari bahasa ibu dan mempraktekkannya untuk dihubungkan dengan kehidupan mereka. Kelebihan ini tidak terdapat pada pelajar bahasa kedua. 8 Dari perbedaan tersebut dapat ditengarai bahwa mempelajari istima’ membutuhkan asupan pengalaman, pemahaman, konsep kebudayaan, dan waktu yang banyak. Umar Shadiq Abdullah menjelaskan kompetensi menyimak adalah salah satu kompetensi linguistik yang pokok dalam pembelajaran bahasa. Kompetensi tersebut membutuhkan usaha intensif seorang pengajar (dosen) sehingga para mahasiswa mampu mencapai pada tingkatan di mana membuat mereka dapat mengikuti dan memahami apa yang mereka dengarkan. 9 Dalam hal metodologi, konsentrasi dalam urutan pembelajaran bahasa ini digawangi oleh metode audiolingual. Teknik pembelajarannya pun diatur sedemikian rupa agar mencapai tingkatan yang mirip seperti anak memperoleh bahasa ibunya secara alami. Dalam hal pengajaran, metode audiolingual menekankan agar materi pembelajaran bahasa—termasuk istima’ —disajikan secara bertingkat, dari mudah ke sulit, dari konkrit ke abstrak, dari yang diketahui ke yang belum diketahui, dan seterusnya. Tingkatan dalam proses pembelajaran ini dapat memberikan kemudahan bagi pelajar bahasa dan dapat menerima hasilnya dengan baik. 8 Ushaily, Tharaiq tadris al lughah al arabiyah li an nathiqin bi lughat uhkra (Riyadl: al Jami‟ah al Imam Muhammad bin Su‟ud al Islamiyah, 2002), p., 57. 9 Umar ash Shadiq Abdullah, Ta’lim al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin bi Ghairiha , p., 181. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… Aspek-aspek materi dalam pembelajaran istima’ ini memiliki cakupan luas, seperti mengenal perbedaan huruf, 10 kosakata, sintaksis, semantik, hingga aspek pragmatiknya. Perbedaan huruf berarti pendengar menyimak karakteristik huruf bahasa Arab dan kemiripannya. Kosakata berkaitan dengan kata yang digunakan dalam suatu percapakan dalam video. Terkadang pendengar mendengarkan kosakata namun mirip dengan perbendaharaan kosakata yang dimilikinya sehingga bisa terjadi kesalahan persepsi dalam menyimak lalu berdampak pada pemahaman yang keliru. Sintaksis merupakan susunan kata yang membentuk kalimat dan memiliki masing-masing fungsi yang menggerakkan makna. Dalam suatu percakapan bisa diungkapkan dengan beragam sintaksis dengan makna yang sama. Oleh karana itu memperhatikan sintaksis dalam percakapan sangat perlu sekali. Semantik berurusan dengan makna, karena hasil pertalian sintak kemudian mengandung unsur makna yang dipertukarkan. Dan yang terakhir adalah pragmatik yang menjadi fungsi bahasa itu sendiri sebagai alat komunikasi yang disesuaikan dengan situasi-situasi tertentu. Istima’ selalui dikaitkan dengan ikhwal pertama yang dilakukan manusia dalam memperoleh bahasa. Rerata anak-anak mendengar bahasa dari lingkungannya. Kita dapat menganalogikan bahwa film pada video merupakan input yang akan dipelajari dan ditiru oleh penontonnya. George Yule menjelaskan, anak-anak tersebut secara aktif membangun, dari apa yang dikatakan kepada mereka dan di sekitar mereka, cara-cara yang bisa digunakan untuk menggunakan bahasa. Produksi linguistik anak tampaknya berkaitan dengan percobaan untuk membangun dan menguji apakah bahasa mereka berhasil atau tidak. 11 Istima’ ketika dilakukan pada lingkungan penurut bahasa asli akan berbeda bentuknya ketika dijadikan sebagai pembelajaran. Kesulitan dalam istima’ mencakup: 1. Bukan bahasa pelajar (sebagai bahasa asing) 2. Tidak didengar setiap waktu 3. Pengalaman bahasa yang berbeda 4. Perbedaan huruf mencolok antara pelajar dan bahasa asing, dan 5. Struktur kalimat berbeda Maka menarik sekali apa yang telah diteliti oleh kalangan linguis behavioris bahwa dengan menginput bahasa terus-menerus akan membuat pelajar terbiasa dengan bahasa tersebut. Film yang digunakan untuk mempelajari istima’ akan 10 Mahmud Ahmad as Sayyid, Fi Tharaiq Tadris al Lughah al Arabiyah (Damaskus: Jam‟ah Damask, 1997), hal., 740. 11 George Yule, Kajian Bahasa (Yogyajarta: Pustaka Pelajar, 2015), p., 261. ## Fina Aunul Kafi mampu mengkomunikasikan makna dari apa yang dilihat dan didengar, karena audiovisual menawarkan kehadiran film pada imajinasi penontonnya. Oleh sebab itu perlu rencana dan capaian belajar yang jelas menimbang pembelajaran istima’ akan mudah diserap oleh mahasiswa. Maka ada langkah- langkah yang harus dipenuhi untuk menerapkan pembelajaran istima’ ini. Di antaranya adalah: 1. Menyiapkan pelajar untuk mempelajari istima’ . Paling tidak di sini dosen memberikan motivasi kepada mahasiswa terkait pentingnya istima’ . 2. Penyajian materi pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Seperti harus melambatkan speed suara jika yang diharapkan adalah mengembangkan kompetensi. Atau mempercepat speed -nya jika yang diharapkan adalah untuk melatih mahasiswa. 3. Dosen harus menyediakan hal-hal yang sekiranya wajib dipenuhi untuk memberikan pemahaman materi pelajaran yang diperdengarkan. Apabila dalam percakapan terdapat beberapa orang, dosen bisa menulis nama-nama orang tersebut di papan tulis sehingga mereka bisa merujuknya ketika digunakan percakapan. 4. Adanya diskusi para mahasiswa terkait materi melalui mengajukan pertanyaan tertentu yang berhubungan dengan apa yang diperdengarkan. 5. Meminta kepada sebagian mahasiswa untuk menyimpulkan apa yang diucapkan dan memberikan laporan lisan kepada teman-teman mereka. 6. Mahasiswa tampil dengan melemparkan pertanyaan yang lebih dalam dan dekat dengan tujuan yang diperdengarkan. 12 Ada enam tujuan dalam pembelajaran istima’ . Tu‟aimah menjelaskan: 1. Mahasiswa mengetahui unsur-unsur pokok dalam komunikasi lisan. 2. Menumbuhkan kemampuan mahasiswa mengimajinasikan situasi yang terdapat dalam percakapan. 3. Para mahasiswa memahami sejumlah makna kosakata dan cara menggunakannya dalam suatu kalimat. 4. Para mahasiswa mengambil unsur-unsur pokok dalam percakapan. 5. Para mahasiswa bisa mengikuti pembicaraan dan mengaitkan unsur-unsurnya. 6. Para mahasiswa bisa mengingat apa yang diucapkan. 13 12 Rusydi Ahmad Tuaimah, Al Marja’ fi Ta’limi al Lughah al ‘Arabiyah (Makkah: Jami‟ah Ummil Qura, 1986), p., 428-429. 13 Rusydi Ahmad Tuaimah, Al Marja’ fi Ta’limi al Lughah al ‘Arabiyah, p., 429- 433. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… Hal yang paling penting lagi dalam pembelajaran istima’ adalah mendahulukan apa yang mudah bagi mahasiswa dan mengakhirkan yang sulit, sebagaimana yang telah menjadi prinsip linguis behavioris dalam pembelajaran bahasa. ## 3. Paradigma SCL Student Center Learning (SCL) adalah sebuah pendekatan pendidikan yang berfokus pada kebutuhan peserta didik, bukan orang lain yang terlibat dalam proses pendidikan. Benih Student Center Learning (SCL) sebagai pendekatan dalam pembelajaran sudah tertanam pada masa Pencerahan (Enlightment) di Inggris dan pengembangan gagasan pendidikan dalam lingkaran liberal pada akhir abad ke-18. Pendekatan SCL ini kemudian mengkristal dalam rahim kontruktivisme, terutama melalui tangat Piaget, yang berpandangan bahwa pada dasarnya peserta didik secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dalam dunia fisik dan sosial serta membangun pengetahuan, kecerdasan serta moralitas mereka sendiri. 14 SCL merupakan pembalikan dari gaya mengajar lama yang cenderung terpusat pada dosen yang diistilahkan dengan TCL ( Teacher Center Learning ). Dosen menerangkan pelajaran atau memonipoli seluruh kegiatan di kelas menjadi ciri khasnya. Alhasil pembelajaran dengan gaya klasik ini dinilai tidak membawa perubahan apapun bagi perkembangan belajar mahasiswa karena gaya klasik tersebut mereduksi nilai mahasiswa sebagai pembelajaran yang seharusnya lebih aktif. SCL menandakan gerbang humanisasi dalam pembelajaran telah terbuka lebar. Dalam segi praktiknya, pembelajaran istima’ selalu dikaitkan dengan adanya lab bahasa yang secara umum bentuknya seperti yang dikenal pada umumnya. Umar Shadiq Abdullah menjelaskan, lab adalah ruang yang diatur secara khusus untuk mempelajari bahasa asing yang para pelajar duduk di bilik kecil yang terpisah antara satu dengan lainnya, dindingnya kedap suara, dan pelajar tidak bisa mendengarkan apa yang diucapkan pelajar sampingnya. 15 Di dalam lab bahasa terdapat layar LCD berikut tempat duduk khusus bagi dosen dan ada tempat duduk privasi bagi mahasiswa yang dibatasi dengan papan. 14 Muqarramah, Pendekatan Student Center Learning; Desain Pembelajaran Akidah Akhlaq untuk MI, Jurnal Tarbiyah, Vol. 5, No. 2, Juli-Desember, p., 30-1) 15 Umar ash Shadiq Abdullah, Ta’lim al Lughah al Arabiyah li an Nathiqin bi Ghairiha , p., 166. Pada masing-masing tempat duduk terdapat monitor dan headset . Diharapkan dalam situasi tersebut mahasiswa mampu menangkap percakapan dengan baik. Namun hasilnya, kelas terkesan mengarah pada satu arah, yaitu antara dosen dan mahasiswa saja. Jarang ditemukan percakapan antar mahasiswa sebagai hasil dari apa yang didengarkan. Biasa evaluasi dilakukan dengan tanya jawab antara dosen dan mahasiswa. Ini menggambar pembelajaran satu arah. Sedangkan SCL mengharapkan adanya interaksi nyata antara mahasiswa dengan mahasiswa baik antara dua orang atau kelompok kecil untuk mencek pemahaman mereka melalui komunikasi. Menurut Sutrisno dan Suyadi, ciri dari pembelajaran SCL sebagai berikut: 1. Dosen harus mampu menjadi inspirator, motivator, dan fasilitator. Dosen sebagai inspirator berarti dosen yang dapat menjadi sumber ide dan gagasan bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan dirinya secara cemerlang. Dosen sebagai motivator berarti dosen yang mampu membangkitkan semangat mahasiswa agar tidak mudah menyerah dan terus memperbaiki setiap kesalahan yang dibuanya. Dosen sebagai fasilitator berarti dosen yang selalu siap mendampingi mahasiswa dalam belajar. 2. Mahasiswa, harus mampu menunjukkan kinerja yang bersifat kreatif dan inovatif yang mengintegrasikan kemampuan kognitif, afektif, dan psikimotorik, termasuk hard skill dan soft skill. 3. Proses pembelajaran atau perkuliahan harus menitik beratkan pada “ method of inquiry dan discovery ” secara interaktif. Artinya, penggunaan strategi pembelajaran hendaknya mengakomodasi dosen dan mahasiswa bekerja bersama atau bersinergi menemukan solusi atas masalah yang dikaji atau dibahas. 4. Sumber belajar harus bersifat multidimensi, termasuk multimedia, sehingga mahasiswa dapat mengaksesnya di mana saja dan kapan saja sehingga mahasiswa belajar tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. 5. Lingkungan belajar harus terancang dan kontekstual. Artinya lingkungan belajar harus didesain secara khusus agar mahasiswa kondusif dalam belajar, tetapi tidak boleh dipaksakan memenuhi unsur-unsur tertentu sehingga lebih fleksibel, dapat dilakukan di mana saja, asalkan dirancang dengan seksama. 16 Sutrisno berpendapat bahwa perubahan paradigma pembelajaran di perguruan tinggi harus dibalik, yakni dari satu arah ke multi arah atau setidaknya berpusat pada mahasiswa. Dengan pola ini, capaian pembelajaran dapat dicapai 16 Sutrisno & Suyadi, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi (Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2016), p., 121-2. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… secara terukur. 17 TCL untuk zaman ini tetap ada bentuknya dengan model yang bervariasi, padahal pembelajaran berbasis TCL sudah banyak ditentang karena memperlambat kemampuan mahasiswa dalam belajar kompetensi bahasa Arab. Selanjutnya, Sutrisno dan Suyadi menuturkan bahwa perubahan pendekatan dalam pembelajaran dari TCL menjadi SCL adalah perubahan paradigma, yaitu perubahan dalam cara memandang beberapa hal dalam pembelajaran, yakni a) pengetahuan, dari pengetahuan yang dipandang sebagai sesuatu yang sudah tinggal ditransfer dari dosen ke mahasiswa, menjadi pengetahuan yang dipandang sebagai hasil konstruksi atau hasil transformasi oleh pembelajaran, b) belajar, dari menerima pengetahuan (pasif-reseptif) menjadi belajar sebagai mencari dan mengkonstruksi pengetahuan (aktif dan spesifik), c) pembelajaran, dari dosen menyampaikan pengetahuan menjadi dosen berpartisipasi bersama mahasiswa membentuk pengetahuan. Perubahan paradigma tersebut membawa konsekuensi terhadap perubahan prinsip-prinsip pembelajaran, yang di antaranya adalah : (1) memandang pengetahuan sebagai satu hal yang belum lengkap, (2) memandang proses belajar sebagai proses untuk merekonstruksi dan mencari pengetahuan yang akan dipelajari; serta (3) memandang proses pembelajaran bukan sebagai proses pengajaran (teaching) yang dapat dilakukan secara klasikal, dan bukan merupakan suatu proses untuk menjalankan sebuah intruksi buku yang telah dirancang. 18 Mencemati paparan di atas sudah jelas kiranya bahwa pembelajaran kompetensi bahasa membutuhkan cara terbaru sehingga dapat mendongkrak kemampuan mahasiswa. Perubahan model pembelajaran dari TCL ke SCL dalam mempelajari kompetensi bahasa Arab dapat membuat mahasiswa mampu memaksimalkan potensinya. Diharapkan dari perubahan model tersebut mahasiswa memposisikan dirinya menjadi pelajar yang aktif untuk memperoleh kompetensi bahasa Arab dan mampu mengaplikasikannya dalam komunikasi. ## 4. Perangkat Pembelajaran Perangkat pembelajaran yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan menyaksikan video adalah tersedianya LCD dengan kualitas yang baik. Selain itu tersedianya sound yang bisa didengar dengan baik oleh paling banyak 30 mahasiswa di dalam kelas. Kondisi kelas harus steril dari suara bising dari luar atau kelas dibuat kedap suara. Tempat duduk fleksibel untuk dipindah dan tidak berat, namun alangkah baiknya kelas dibuat lesehan agar lebih leluasa untuk mahasiswa 17 Sutrisno & Suyadi, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi, p., 115. 18 Sutrisno & Suyadi, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi , p., 143. apabila perlu bergerak. Memang ini terkasan aneh, tapi perlu pertimbangan matang untuk menempatkan benda apapun dalam kelas bahasa karena kebutuhan untuk interaksi sangatlah penting. ## 5. Model Pembelajaran Istima’ Berbasis SCL Pada model pembelajaran istima’ ini tidak akan menjelaskan semua pertemuan, tapi cukup satu pertemuan saja yang sekiranya mewakili gambaran umum pembelajaran istima’ menggunakan video. Video yang dimaksud di sini adalah film pendek yang merepresentasikan materi pelajaran istima’ yang berbeda pada masing-masing pertemuannya. Untuk memperjelasnya perlu kiranya mengklasifikasi kegiatan pembelajaran dalam kelas yang terbagi dalam dua tahap : (1) pengatar isi video; (2) proses pembelajaran istima’. Adapun model pembelajaran yang akan dibahas di sini adalah pada pertemuan pertama yang membahas tentang ممعنا ةصرف (lowongan kerja). a. Pengantar isi video Di sini dosen memberikan pengantar apa yang terjadi dalam video. Adalah station televisi Aljazira di Qatar sedang membutuhkan tenaga wartawan. Namanya Adam Genus. Dia pria berpengalaman bidang wartawan. Di video dia diterima resepsionis dan diminta untuk mengisi blangko yang sudah disediakan. Selain itu, dia juga diminta untuk menulis CV dalam bahasa Arab dan dikirm ke email Aljazira. Pada sesi ini diharap mahasiswa sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi sehingga mereka mudah mengikuti cerita. b. Proses pembelajaran istima’ 1. Pada sesi ini para mahasiswa mendengarkan dengan seksama percakapan dalam video. 2. Para mahasiswa diberi kesempatan mencatat kosakata sulit untuk kemudian ditanyakan. 3. Video diputar sebanyak tiga kali agar mahasiswa mendapat banyak input bahasa. 4. Kemudian dosen membagi mereka menjadi dua atau tiga kelompok dengan memberikan soal terkait kata yang menekankan makharij al huruf . Pengelompokan ini memberikan peluang kepada mereka untuk tukar pendapat apa yang mereka dengar dari percakapan dalam video, sehingga dosen tidak perlu mengkoreksi, tapi koreksi dilakukan teman sekelompok mereka sendiri. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… Contoh pada sesi ini adalah mahasiswa memilih kata yang tepat di antara huruf a, b, c, dan d yang sesuai dalam video dan yang menekankan makharij al huruf . Masing-masing kelompok mendiskusikan jawaban tersebut. a. ممع b. ممأ c. ممآ d. ممعأ jawab: (a) a. عهمإ b. علامإ c. لأما d. لأمع jawab: (c) Dan seterusnya yang sekiranya dianggap oleh dosen kosakata yang penting untuk diketahui mahasiswa dan dapat diterapkan dalam percakapan kemudian. 5. Dosen juga memberikan soal agar tiap kelompok memilih kosakata yang terdapat dalam percakapan. Contoh pada sesi ini adalah mahasiswa memilih kata yang tepat di antara huruf a, b, c, dan d yang sesuai dalam video. Masing-masing kelompok mendiskusikan jawaban tersebut. a. رودص b. رارسأ c. رٌرس d. رورس jawab: (d) b. ةرم b. ةرامتسا c. ةرامح d. ةواعتسا jawab: (b) Dan seterusnya yang sekiranya dianggap oleh dosen kosakata yang penting untuk diketahui mahasiswa dan dapat diterapkan dalam percakapan kemudian. 6. Dosen juga memberikan pertanyaan tentang fahmul masmu‟ dengan menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan isi video. Masing-masing kelompok mendiskusikan jawaban tersebut. Misalnya pertanyaan? a. ؟ ةثداحمنا نوكت هٌأ b. ؟ مجر مسا ام c. ؟ مجر لأس امع d. ؟ مجر ىهع ةأرم ترمأ ام e. ؟ ةرامتسا ًف يوتحٌ ام 7. Setelah itu dosen memberikan kesempatan waktu bagi mahasiswa untuk bertanya terkait kosakata yang sulit. 8. Selanjutnya, dosen memanggil dua mahasiswa yang dianggap pintar untuk maju ke depan agar memperagakan percakapan singkat dalam video tersebut. Dosen mengamati cara bicaranya dan kelancaran dalam mengungkapkan. 9. Kemudian dosen meminta mahasiswa untuk mencari lawan bicara pada kelompoknya dan memperagakan percakapan tersebut. 10. Sambil berjalan dosen mengamati percakapan mereka. ## 11. Di akhir jam, dosen memberikan komentar dan saran. ## PENUTUP Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan video efektif untuk pembelajaran istima’ pada perguruan tinggi yang ditopang dengan pendekatan SCL. Karena dengan SCL, pembelajaran istima’ yang pada mulanya monoton dan linier menjadi interaktif-kooperatif menimbang peran dosen tereduksi dengan terfokusnya pembelajaran istima’ pada mahasiswa. Maka tak ayal kesan ada tekanan semakin minim daripada pembelajaran istima’ dilakukan dengan model klasik. Saran yang didapat dari penelitian ini antara lain: 1) materi yang disajikan dalam istima’ sedapat mungkin sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dan kebutuhan ini mungkin berbeda antara kelas satu dengan kelas lainnya, 2) perlu evaluasi berkala menyangkut kurikulum, fasilitas, dan komponen lainnya yang terkait dengan pembelajaran istima’ , 3) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengambilan data secara kuantitatif mengenai pembelajaran istima’ dengan pendekatan SCL. ## DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Umar Shadiq. 2008. Ta’lim al Lughah al ‘Arabiyah li an Nathiqin bi Ghairiha . Al Khurtum: Ad Dar al „Alamiyah Best, W., John. 1982. Metode Penelitian Pendidikan . Surabaya: Usaha Nasional Creswell, W., John. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hornby, AS. 1995. Oxford Advance Learner’s Dictionory of Current English. Oxford: Oxford University Press. Muqarramah, 2016, Pendekatan Student Center Learning; Desain Pembelajaran Akidah Akhlaq untuk MI , Jurnal Tarbiyah, Vol. 5, No. 2, Juli-Desember. Naqah, Mahmud Kamil, an & Rusydi Ahmad Tu‟aimah. 1983. Al Kitab al Asasi li Ta’limi al Lughah al ‘Arabiyah li an Nathiqin bi Lughati al Ukhra. Makkah: Jami‟ah Ummi al Qura Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D) . Bandung: Alfabeta Sutrisno & Suyadi. 2016. Desain Kurikulum Perguruan Tinggi. Bandung: PT Remaja Rosydakarya. Efektifitas Penggunaan Video dalam Pembelajaran Istima’ Bahasa Arab… Sayyid, Mahmud Ahmad. 1997. Fi Tharaiqu Tadrisi al Lughah al ‘Arabiyah. Damaskus: Jami‟ah ad Damask Tu‟aimah, Rusydi Ahmad. 1985. Dalil ‘Amali fi I’dadi al Mawad at Ta’limiyah li Baramij Ta’limi al Arabiyah. Makkah: Jami‟ah Ummi al Qura ___________ . 1985. Al Marja’ fi Ta’limi al Lughah al ‘Arabiyah . Makkah: Jami‟ah Ummi al Qura „Ushaily, al, Ibrahim. 2002. Taraiq at Tadris al Lughah al ‘Arabiyah li an Natiqin bi Lughati al Akhar. Riyadl: Jami‟ah al Imam Muhammad bin Sa‟ud al Islamiyah Yule, George, 1985. The Study of Language . Cambridge: Cambridge University. Yule, George. 2015. Kajian Bahasa. Terjemah, Yogyajarta: Pustaka Pelajar. 16 | Falasifa , Vol. 9 Nomor 1 Maret 2018
c00ca2b2-fce9-4d1d-90f3-a38a63c6fc95
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/5509/3935
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 5 Tahun 2023 Page 6134-6147 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Analisis Penentuan Harga Air Pamsimas Tirta Bening, di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah Diva Wahyu Pratama 1 ✉ , Yusman Syaukat 2 , Arini Hardjanto 3 Department of Resource and Environmental Economics, Faculty of Economics and Management, IPB University Email : [email protected] 1 ✉ ## Abstrak Program PAMSIMAS merupakan salah satu program penyediaan air bersih yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak kepada masyarakat pedesaan. Penetapan harga air yang tidak mencerminkan nilai ekonomi air menimbulkan potensi terjadinya penggunaan yang berlebihan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis perbandingan pengeluaran masyarakat pengguna air PAMSIMAS dan non-PAMSIMAS (PDAM), (2) Mengestimasi harga air PAMSIMAS, (3) Mengestimasi nilai WTP masyarakat Desa Semayu terhadap keberadaan program PAMSIMAS, dan (4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi WTP masyarakat Desa Semayu terhadap keberadaan program PAMSIMAS. Metode analisis yang digunakan yaitu adalah yaitu analisis affordability threshold, penentuan harga full cost recovery, struktur tarif air increasing block tariff, analisis WTP, dan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pendapatan masyarakat dan UMR/UMP setempat maka harga air PAMSIMAS masih cukup terjangkau. Nilai tarif dasar adalah sebesar Rp1.364; tarif rendah Rp955; dan tarif penuh Rp1.727. Sementara itu, nilai rata-rata nilai WTP adalah sekitar Rp455 per meter kubik penggunaan. Kata kunci: alokasi air, kesediaan membayar, pembangunan berkelanjutan, tarif progresif. ## Abstract The PAMSIMAS program is one of the clean water supply programs launched by the Indonesian government in order to increase access to clean water and proper sanitation for rural communities. Setting water prices that do not reflect the economic value of water creates the potential for excessive use. The objectives of this research are (1) Analyzing the comparison of expenditure between PAMSIMAS and non-PAMSIMAS (PDAM) water users, (2) Estimating the price of PAMSIMAS water, (3) Estimating the WTP value of the Semayu Village community for the existence of the PAMSIMAS program, and (4) Identifying factors that influence the WTP of the Semayu Village community towards the existence of the PAMSIMAS program. The analytical methods used are affordability threshold analysis, full cost recovery pricing, increasing block tariff water tariff structure, WTP analysis, and multiple linear regression analysis. The results of this research show that compared to community income and local UMR/UMP, the price of PAMSIMAS water is still quite affordable. The basic tariff value is IDR 1,364; low fare IDR 955; and the full rate is IDR 1,727. Meanwhile, the average WTP value is around IDR 455 per cubic meter of use. Keywords: water allocation, willingness to pay, sustainable development, progressive tariffs. ## PENDAHULUAN Sebagai sumber kehidupan, air menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari alam sebagai keberlangsungan hidup manusia dan lingkungannya. Penyediaan dan pemenuhan akan air bersih sebagai kebutuhan bagi masyarakat, menjadi sangat penting seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perluasan pembangunan sebagai upaya pemerataan ekonomi, yang berakibat pada berkurangnya sumber daya air yang mengganggu dari segi supali dimana permintaan akan air bersih te rus meningkat (Deyà - Tortella et al. 2017; Grafton et al. 2011). Menurut Suryani (2020) di lingkup negara-negara ASEAN, Indonesia menduduki peringkat terakhir dalam masalah akses air bersih dan sanitasi di perkotaan, diperkirakan sekitar dari 137.400.000 jiwa penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan hanya 33 persen saja yang terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi perpipaan. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan target bahwa pada tahun 2030, sebesar 100 persen penduduk Indonesia dapat mengakses air minum yang layak serta sebesar 45 persen untuk akses air minum yang aman sesuai dengan target Suistannable Development Goals (SDGs) on Clean Water and Sanitation pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024 dan RPJMN periode 2025-2029. Oleh karena itu, pada tahun 2019 pemerintah meluncurkan program nasional Akses Universal Air Minum dan Sanitasi tahun 2019 dengan capaian target 100% akses air minum dan sanitasi bagi seluruh penduduk Indonesia. Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) telah menjadi salah satu program nasional (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) untuk meningkatkan akses penduduk pedesaan terhadap fasilitas air minum dan sanitasi yang layak dengan pendekatan berbasis masyarakat. Pada tahun 2018, akses air minum layak di Indonesia sudah mencapai 87,75 persen dari populasi, namun yang menikmati akses perpipaan baru sekitar 20,14 persen (BPS 2020). Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur air bersih perlu ditingkatkan untuk menghindari kelangkaan dan kesulitan akses air selama musim kemarau (Klassert et al. 2018). Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia pada tahun 2019, sebesar 84,91 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki akses terhadap sumberdaya air yang layak dan berkelanjutan. Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi dengan persentase yang cukup besar dengan akses rumah tangga terhadap sumberdaya air yang layak dan berkelanjutan yaitu sebesar 90,86 persen. Akan tetapi, menurut Kementerian PUPR tahun 2019, jumlah penduduk yang terlayani oleh jaringan air minum PDAM di Provinsi Jawa Tengah hanya sekitar 6.259.005 jiwa dari total penduduk Provinsi Jawa Tengah yang berjumlah 34.718.204 jiwa. Sementara itu, penduduk yang memiliki akses air minum perpipaan baru sekitar 23,83 persen. Merujuk pada Buku Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2021 sumber air perpipaan adalah bila air yang digunakan dalam rumah tangga disalurkan menggunakan pipa dari sumber air sampai ke rumah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Provinsi Jawa Tengah masih mengandalkan sumber air non-perpipaan seperti sumur, mata air, sungai, danau dan sumber air lainnya. Dalam hal produksi air, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat dua sebagai provinsi dengan produksi air bersih terbesar setelah Provinsi Jawa Timur dengan total produksi air bersih sebesar 728.692 m 3 tahun 2020. Program PAMSIMAS dilaksanakan dengan pendekatan berbasis masyarakat dan pendekatan yang berbasis kebutuhan masyarakat (demand responsive approach). Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan cakupan pelayanan program PAMSIMAS yang cukup tinggi. Pada periode tahun 2008 – 2019, program PAMSIMAS di Kabupaten Wonosobo telah tersebar di 15 kecamatan di Kabupaten Wonosobo yang terdapat di 170 desa/kelurahan dari 265 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Wonosobo. Pada tahun 2021 terdapat 23 desa yang menjadi sasaran program PAMSIMAS di Kabupaten Wonosobo dengan jumlah layanan mencapai 19.609 jiwa (Dinas PUPR Kabupaten Wonosobo 2021). Program PAMSIMAS Tirta Bening yang dimulai pada tahun 2019, dengan jumlah rumah tangga sebagai pelanggan berjumlah sekitar 65 rumah tangga yang merupakan warda Desa Semayu. Pada dasarnya penduduk di Desa Semayu sebagian besar telah memiliki akses terhadap sumber air bersih yang berasal dari sumur, PDAM, dan mata air sebelum menjadi menggunakan air dari program PAMSIMAS ini sebagai sumber air alternatif kebutuhan rumah mereka. Hal tersebut karena harga air PAMSIMAS yang relatif lebih murah dan untuk antisipasi jika sumur atau mata air berkurang debitnya ketika musim kemarau. Dengan semakin berkembangnya cakupan program PAMSIMAS namun tidak diiringi dengan water pricing yang sesuai, yang berpotensi terjadinya overused pada sumberdaya air pada program tersebut. Oleh karena itu, strategi penentuan harga air (water pricing strategy) diperlukan pada program penyediaan air minum agar tidak berdampak negatif pada lingkungan terutama sumber daya air (Chu et al. 2021). Menurut Graftton et al. (2011) harga air yang tidak sesuai dapat menimbulkan perilaku tidak hemat dalam penggunaan air akibat adanya eksternalitas negatif pada penggunaan air. Dipandang dari sisi lingkungan, tidak adanya harga air yang sesuai dapat mengurangi jumlah potensial air yang tersedia untuk digunakan di masa depan sehingga dapat mengganggu keberlanjutan dari program penyediaan air (Chu et al. 2021). Penelitian ini bertujuan untuk menghitung harga air PAMSIMAS dilihat dari pengeluaran masyarakat sebagai pelanggan pengguna PAMSIMAS dengan pelanggan non-PAMSIMAS dalam hal ini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). ## METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kabupaten Wonosobo ditentukan secara purposive sampling (secara sengaja), pada awal bulan Januari 2022 sampai dengan Februari 2022. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden yang berjumlah 90 orang responden, yang terdiri dari 42 pelanggan PAMSIMAS dan 48 sebagai pelanggan PDAM, dengan menggunakan kuesioner. Data primer juga diperoleh secara langsung melalui wawancara terstruktur terhadap pengelola (pegawai) PAMSIMAS, perangkat desa, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Wonosobo, dan pihak-pihak terkait yang dianggap layak untuk dijadikan sumber informasi terkait program PAMSIMAS Tirta Bening. Data sekunder berupa data pendapatan PAMSIMAS, data pembangunan yang bersifat Proyek penyediaan air bersih pada program PAMSIMAS, serta data pendukung lain didapat dari studi literatur dan dari instansi terkait yang terkait dengan program PAMSIMAS seperti BPS, Dinas PUPR,dan sumber lain yang relevan. ## Analisis Proporsi Penggunaan Air Analisis proporsi penggunaan air digunakan untuk mengetahui proporsi atau rasio alokasi untuk biaya konsumsi air bersih pada pelanggan PAMSIMAS dan PDAM berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga pengguna. Analisis proporsi penggunaan air juga sering dinyatakan sebagai affordability threshold (AT) atau ambang batas keterjangkauan konsumsi air terhadap tingkat pendapatan. Hal ini, biasanya terkait dengan beban biaya yang tidak proporsional pada sistem penyediaan air berskala kecil di pedesaan (Schneemann, 2019). Nilai affordability threshold (AT) dapat dihitung menggunakan rumus: 𝐴𝑓𝑓𝑜𝑟𝑑𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑇ℎ𝑟𝑒𝑠ℎ𝑜𝑙𝑑 (𝐴𝑇) = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐴𝑖𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 × 100 Schnemann (2019) menyatakan jika nilai affordability threshold (AT) adalah 2,5 persen atau kurang maka sistem penyediaan air minum dapat dikatakan terjangkau. Sementara itu, menurut Yustiana et al. (2015) tarif dikatakan terjangkau apabila nilai AT tidak lebih dari 4 persen dari rata-rata pendapatan rumah tangga dari kelompok pemanfaat yang bersangkutan atau 4 persen dari upah minimum provinsi (UMP) Jawa Tengah. ## Penentuan Harga Air Pamsimas dengan Metode Full Cost Recovery (FCR) Menurut Istichori et al. (2018) metode penetapan harga air dengan full cost recovery (FCR) atau pemenuhan harga air penuh diperoleh dari hasil perhitungan tarif rata-rata minimal sama dengan perhitungan biaya usaha yang meliputi biaya sumber air, biaya pengolahan air, biaya transmisi dan distribusi, biaya kemitraan, biaya umum dan administrasi, dan biaya keuangan serta pendapatan meliputi pendapatan penjualan air, pendapatan non-air, dan pendapatan kemitraan. Pada metode full cost recovery memperhitungkan biaya langsung (direct cost), biaya lingkungan (environmental cost), dan dan biaya sumber daya air (resource cost). Akan tetapi, dalam praktiknya masih banyak perusahaan air yang mengabaikan hal ini dengan menetapkan harga air secara lokal seperti menetapkan harga air flat rate, tidak mempertimbangkan lingkungan (misalnya neraca air daerah aliran sungai) atau masalah ekonomi, misalnya alokasi biaya air yang adil secara sosial (Kanakoudis et al. 2016). Dengan metode FCR harga air yang dibebankan kepada konsumen adalah sama dengan biaya produksi air bersih yang mencakup biaya tetap dan biaya variabel. Kanakoudis et al. (2016) menjelaskan bahwa biaya tetap yang adil secara sosial seharusnya hanya mewakili biaya peluang/akses karena baik utilitas air maupun infrastruktur yang dikelolanya sehari-hari hanya ada untuk memasok pelanggannya dengan kuantitas air berkualitas baik yang memadai. Biaya tetap yang adil secara sosial seharusnya hanya mencakup biaya tetap yang tidak terkait dengan volume air yang dikonsumsi pelanggan (yaitu biaya pemeliharaan meter air dan pipa servis, biaya sambungan air, pemadam kebakaran, biaya penggunaan umum, dsb). Sementara itu, biaya lain yang termasuk kedalam biaya variabel seperti biaya perbaikan saluran air (bukan servis rutin), biaya pembersihan pipa dan bak penampungan harus dimasukkan secara proporsionla ke dalam harga jual satuan penggunaan air. Berdasarkan Kanakoudis et al (2016) dan Yustiana et al. (2015) untuk mengestimasi harga air yang adil secara sosial berdasarkan metode FCR, menggunakan formula sebagai berikut: 1) Estimasi FCR; 2) Estimasi biaya unit air (UWC) berdasarkan FCR (Persamaan I). 𝑈𝑊𝐶 = 𝑊𝑃 0 = 𝑇𝐶 𝑆𝐼𝑉 ………………(i) Keterangan: UWC = Unit Water Cost (biaya unit air) (Rp/m 3 ) WP 0 = Water Price (harga air) TC = Total Cost (biaya total) (Rp) SIV = System Input Volume (m 3 ) 3) WP 0 adalah harga air rata-rata per unit air jika seluruh SIV (produksi air) dijual ke konsumen. Pada prakteknya tidak semua SIV dijual ke konsumen akibat kebocoran pipa dan inefisiensi, maka biaya unit baru harus dihitung. Biaya satuan unit air yang baru (WP 1 ) baru dihitung dengan membebankan seluruh biaya kepada konsumen berdasarkan konsumsinya. Jika pendapatan PAMSIMAS adalah x% dari SIV, maka biaya yang harus dibayarkan oleh konsumen adalah: 𝑊𝑃 1 = 𝑇𝐶 𝑆𝐼𝑉 × 1 𝑥 = WP 0 × 1 𝑥 ……….(ii) 4) Penentuan Tarif Dasar (TD) TD = WP 1 5) Penentuan Tarif Rendah (TR) - Besaran subsidi (Sb) Sb = a% x TD - Total Subsidi TSb = Sb x VTTR Keterangan: TSb = Total subsidi (Rp/tahun) Sb = Subsidi (Rp/m 3 ) VTTR = Volume terjual kepada pelanggan tarif rendah (m 3 /tahun) - Rata-rata subsidi RSb = 𝑇𝑆𝑏 𝑉𝑇𝑇𝑅 - Tarif Rendah (TR) ## TR = TD – RSb Keterangan: TR = Tarif rendah (Rp/m 3 ) 6) Penentuan Tarif Penuh (TP) - Aktiva Produktif (AP) AP = Aset PAMSIMAS + Investasi jangka Panjang + Pendapatan (Rp/tahun) - Tingkat keuntungan (TK) TK = 10% x AP - Rata-rata Tingkat Keuntungan (RTK) RTK = 𝑇𝐾 𝑉𝑇𝑇𝑃 Keterangan: VTTP = Volume Air Terjual Kepada Kelompok Tarif Penuh (m 3 /tahun) - Rata-rata Subsidi Silang (RSbS) RSbS = 𝑇𝑆𝑏 𝑉𝑇𝑇𝑃 - Tarif Penuh (TP) TP = TD + RTK + RSbS ## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proporsi Penggunaan Air (Affordability Threshold) Analisis proporsi penggunaan air (Affordability Threshold) didapatkan dari data rata- rata konsumsi air per bulan dan rata-rata pendapatan rumah tangga setiap bulan. Adapun rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan untuk pelanggan PAMSIMAS adalah sekitar Rp3.507.143 per bulan sedangkan untuk pelanggan PDAM adalah sekitar Rp4.212.500 per bulan. Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan bahwa perbandingan nilai AT pada PAMSIMAS dan PDAM adalah sebagai berikut: Tabel 1 Analisis Proporsi Penggunaan Air Pamsimas dan PDAM Rata-rata Biaya Konsumsi Air (Rp) Rata-rata Volume Konsumsi Air (m 3 ) Nilai Rata-rata Affordability Threshold (%) PAMSIMAS PDAM PAMSIMA S PDAM PAMSIMA S PDA M Rp 10.000 Rp 79.063 15 22 0,29 1,88 Sumber: Data Primer diolah 2023 Ketika dilakukan skenario perubahan tarif pada pelanggan PAMSIMAS yaitu sebesar Rp15.000 per bulan dan Rp20.000 per bulan nilai AT berubah menjadi 0,43 persen dan 0,57 persen. Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pendapatan RT responden pelanggan PAMSIMAS di Desa Semayu dengan pengeluaran untuk membayar tarif PAMSIMAS, maka tarif PAMSIMAS di Desa Semayu cukup terjangkau. Nilai affordability threshold (AT) juga dapat menggunakan pendekatan upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMR) setempat. Menurut Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/50 Tahun 2022 Tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2023, nominal UMP Provinsi Jawa Tengah adalah Rp. 1.958.169,69 sedangkan nominal upah minimum regional (UMR) Kabupaten Wonosobo pada tahun 2023 adalah Rp. 2.076.208,98. Dengan menggunakan pendekatan tersebut maka diperoleh nilai AT sebagai berikut: Tabel 2 Nilai AT dengan pendekatan nominal UMP Jawa Tengah dan UMR Kabupaten Wonosobo Tahun 2022 Jenis Penggunaan Air Nilai AT Berdasarkan UMP Jawa Tengah (%) Nilai AT Berdasarkan UMR Kabupaten Wonosobo (%) 1. PAMSIMAS a) Jika harga Rp10.000 b) Jika harga Rp15.000 c) Jika harga Rp20.000 0,51 0,77 1,02 0,48 0,72 0,96 2. PDAM 4,04 3,81 Sumber: Data primer dan skunder diolah 2023 Analisis Harga Air PAMSIMAS Tirta Bening Menurut Massarutto (2007) metode full cost recovery juga digunakan untuk menjamin adanya pemasukan pada sistem penyediaan air bersih baik itu yang bersifat privat maupun publik. Estimasi harga air dengan menggunakan metode full cost recovery (FCR) menggunakan pendekatan biaya produksi air bersih sama dengan tarif biaya rata-rata minimal atau tarif dasar. Berikut adalah rincian pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dalam pembangunan program PAMSIMAS Tirta Bening Desa Semayu pada tahun 2019. Tabel 3 Rincian biaya pembangunan PAMSIMAS Tirta Bening tahun 2019. N o Sumber Dana Jumlah (Rp) 1. DAK Air Minum Rp. 125.934.000 2. APB Desa Rp. 20.000.000 3. Masyarakat (in-cash) Rp. 8.000.000 Total Rp. 153.934.000 Sumber: Data Skunder diolah 2023 Pada perhitungan biaya variabel, data diperoleh dari perkiraan dana yang digunakan selama satu tahun masa operasional PAMSIMAS. Berikut adalah rincian biaya variabel pada program PAMSIMAS Tirta Bening Desa Semayu. Tabel 4 Rincian biaya variabel pada program PAMSIMAS Tirta Bening N o Kategori Biaya Jumlah (Rp/tahun) 1. Biaya Pemeliharaan Rp. 2.400.000 2. Biaya Pengembangan Rp. 1.200.000 3. Biaya Tenaga Kerja Rp. 9.600.000 4. Biaya Penyusutan Rp. 17.561.633 Total Rp. 30.761.633 Sumber: Data Skunder diolah 2023 Dengan asumsi bahwa program PAMSIMAS telah berjalan efektif selama 3 tahun dari tahun 2020 hingga tahun 2022 maka biaya variabel tersebut selama tiga tahun menjadi Rp39.600.000,00. Oleh karena itu, total biaya pada program PAMSIMAS Tirta Bening adalah sekitar Rp. 193.534.000,-, dengan debit air yang dihasilkan sekitar 1,5 liter per detik. Diasumsi semua debit air ditampung dan teralirkan dengan baik maka total volume air yang dihasilkan oleh PAMSIMAS sejak beroperasi berjumlah sekitar 141.912 m 3 . ` ## Tabel 5 Rincian perhitungan tarif dasar (TD) N o Deskripsi Satuan Notasi Keterangan Hasil Perhitungan 1. Tarif Dasar Rp/m 3 TD TD = 𝑇𝐶 𝑆𝐼𝑉 Rp. 1.735/m 3 a) Total Biaya Rp TC Data primer Rp. 246.218.899 b) Sistem Input Volume M 3 SIV Data historis 141.912 m 3 ## Sumber: Data primer diolah 2023 Perhitungan tarif rendah (TR) adalah perhitungan tarif air dengan mempertimbangkan adanya subsidi pada pelanggan yang memiliki taraf ekonomi kurang mampu. Pelanggan PAMSIMAS Tirta Bening yang dikenakan tarif rendah berdasarkan pada data warga dengan tingkat ekonomi kurang mampu yang bersumber dari data kependudukan Desa Semayu pada tahun 2019. Menurut pengelola, jika akan menggunakan subsidi maka persentase subsidi maksimal yang diberikan kepada pelanggan tersebut adalah sekitar 30 persen per meter kubik. Maka, nilai subsidi yang dihasilkan adalah sekitar Rp. 409,13 per m 3 . Jumlah pelanggan PAMSIMAS Tirta Bening yang termasuk kategori kurang mampu adalah 16 SR dengan volume air yang terjual sekitar 6.914 m 3 . Total subsidi yang diberikan kepada pelanggan untuk setiap tahun adalah sekitar Rp. 2.828.710,99. Oleh karena itu, nilai tarif rendah yang dihasilkan adalah sekitar Rp. 954,633 per m 3 . Tabel 6 Rincian perhitungan tarif rendah (TR) N o Deskripsi Satuan Notasi Keterangan Hasil Perhitungan 1. Tarif Rendah Rp/m 3 TR TR = TD - Rsb Rp. 1.214/m 3 a) Subsidi Persen (%) - Data primer 30% b) Jumlah subsidi Rp/m 3 Sb Sb = 30% x TD Rp. 521/m 3 c) Volume terjual kepada pelanggan tarif rendah M 3 VTTR Data primer 6.914 m 3 d) Total subsidi Rp/tahu n Tsb TSb = Sb x VTTR Rp. 3.602.194 e) Rata-rata Subsidi Rp RSb RSb = TSb/VTTR Rp. 521 ## Sumber: Hasil primer diolah 2023 Perhitungan tarif penuh menggunakan data primer yang didapatkan dari BPSPAMS Tirta Bening berdasarkan data historis yang tersedia. Pendapatan pada program PAMSIMAS Tirta Bening diperkirakan adalah sebesar Rp. 9.600.000,00 per tahun dengan depresiasi asset sebesar Rp. 17.561.633,00 sehingga menghasilkan nilai total aktiva produktif (AP) sebesar Rp. 27.161.633,00 per tahun. Tingkat keuntungan pada sistem penyediaan air bersih paling minimal adalah sekitar 10 persen dari AP sehingga tingkat keuntungan minimal yang seharusnya didapatkan adalah sekitar Rp. 2.716.163,30 sehingga program PAMSIMAS Tirta Bening belum memiliki tingkat keuntungan yang sesuai karena biaya operasional yang lebih besar dibanding dengan pendapatan yang dihasilkan. Jumlah pelanggan dengan taraf ekonomi mampu adalah sekitar 12 orang dari kuota sebanyak 15 orang dengan volume yang terjual adalah sekitar 15.264 meter kubik. Rata-rata tingkat keuntungan adalah Rp. 177,946 per meter kubik dan rata-rata subsidi silang adalah Rp. 185,319. Oleh karena itu, nilai tarif penuh yang dihasilkan adalah sekitar Rp. 1.726,996 per meter kubik. Perhitungan pada tarif khusus tidak memiliki formula tertentu karena ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat dan pengelola. Beberapa tempat seperti sekolah, madrasah, dan tempat ibadah memiliki sambungan PAMSIMAS yang digunakan untuk mendukung aktivitas masyarakat di tempat tersebut. Tabel 7 Rincian perhitungan tarif penuh (TP) N o Deskripsi Satuan Notasi Keterangan Hasil Perhitungan 1. Tarif Penuh Rp/m 3 TP TP = TD + RTK + RSbS Rp2.149/m 3 a) Pendapatan Rp/tahun TR Data primer Rp9.600.000 b) Depresiasi Aset Rp/tahun DA Data primer Rp17.561.633 c) Aktiva Produktif Rp/tahun AP AP = TR + DA Rp27.161.633 d) Tingkat Keuntungan Rp/tahun TK TK = 10% x AP Rp2.716.163,3 ## e) Volume Terjual ## Kepada f) Rata-rata Tingkat keuntungan Rp/m 3 RTK RTK = TK/VTTP Rp178/m 3 g) Rata-rata Subsidi Silang Rp/m 3 RSbS RSbS = TSb/VTTP Rp236/m 3 ## Sumber: Data primer diolah 2023 ## SIMPULAN 1. Nilai affordability threshold penggunaan air berdasarkan penghasilan rata-rata per bulan untuk tiap rumah tangga adalah 0,29 persen untuk pelanggan PAMSIMAS dan 1,88 persen untuk pelanggan PDAM. Jika berdasarkan UMP Jawa Tengah nilai afordability threshold adalah sekitar 0,51 persen untuk pelanggan PAMSIMAS dan 4,04 persen untuk pelanggan PDAM. Jika berdasarkan UMR Kabupaten Wonosobo maka nilai affordability threshold untuk PAMSIMAS adalah 0,48 persen dan pelanggan PDAM 3,81 persen. Harga air PAMSIMAS di Desa Semayu untuk saat ini sudah cukup terjangkau dibandingkan dengan rata-rata harga air PDAM yang saat ini dibayarkan oleh pelanggan PDAM. 2. Hasil perhitungan harga air PAMSIMAS dengan menggunakan metode full cost recovery didapatkan hasil untuk nilai tarif dasar (TD) adalah sebesar Rp1.363,761; nilai tarif rendah (TR) sebesar Rp954,633; dan nilai tarif penuh (TP) sebesar Rp1.726,996. Penerapan golongan tarif berdasarkan metode full cost recovery berdasarkan perhitungan biaya investasi pada tahun 2019 dan perkiraan biaya operasional pada tahun 2020 – 2022. Penerapan metode full cost recovery berguna untuk menjamin keberlangsungan sistem penyediaan air bersih di pedesaan khususnya di Desa Semayu. 3. Skema penentuan struktur tarif air berdasarkan tipe rumah tangga pengguna menggunakan metode increasing block tariff berdasarkan pada perhitungan dengan metode full cost recovery. Penentuan struktur tarif air menggunakan acuan PERBUP Kabupaten Wonosobo Nomor 11 Tahun 2016. Berdasarkan hasil perhitungan skor mayoritas responden termasuk ke dalam tipe rumah tangga III yaitu sebanyak 23 pelanggan. Sebanyak 14 pelanggan termasuk ke dalam tipe rumah tangga IV. Kemudian, empat pelanggan termasuk ke dalam tipe rumah tangga II dan satu pelanggan termasuk tipe rumah tangga I. 4. Perhitungan nilai WTP menunjukkan bahwa rata-rata nilai WTP untuk penggunaan air PAMSIMAS per meter kubik adalah sebesar Rp455,00 dengan modus nilai WTP sebesar Rp500,00. 5. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai WTP air PAMSIMAS di Desa Semayu antara lain pendapatan rumah tangga, usia, jenis kelamin, kualitas air, dan tingkat Pendidikan. Berdasarkan hail uji asumsi klasik maka dapat disimpulkan bahwa model sudah memenuhi kaidah “Goodness of Fit” dan sudah memenuhi kaidah uji asumsi klasik. ## DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2006. Pedoman Pelaksanaan Pamsimas di Tingkat Masyarakat. Jakarta: BAPPENAS. _________________________________________________________. 2020. Metadata Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia: Pilar Pembangunan Lingkungan. Jakarta: BAPPENAS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2021. Kecamatan Selomerto Dalam Angka 2021. Wonosobo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. Bartoszczuk P, Nakamori Y. 2004. Handbook of Sustainable Development Planning: Modelling Sustainable Water Prices. Quaddus MA dan Siddique MAB, editor. Northampton (MA): Edward Elgar Publishing. Bupati Wonosobo. 2016. Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 11 Tahun 2016. Wonosobo: Pemerintah Daerah Wonosobo. Chu L, Grafton R. 2021. Dynamic Water Pricing and the Risk Adjusted User Cost (RAUC ). Water Resources and Economics. 35 (1) : 1 – 12. doi: 10.1016/j.wre.2021.100181. Coase, RH. 1960. The Problem of Social Cost. The Journal of Law and Economics. 3 (1) : 1 – 44. Deyà -Tortella B, Garcia C, Nilsson W, Tirado D. 2017. Analysis of Water Tariff Reform on Water Consumption in Different Housing Typologies in Calvià (Mallorca). Water Journal. 9 (6) : 1 – 14. doi: 10.3390/w9060425. Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fauzi, A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor: IPB Press. Grafton R, Ward M, To H, Kompas T. 2011. Determinants of Residential Water Comsumption: Evidence and Analysis from a 10-country Household Survey. Water Resources Research. 47 (8) : 1 – 14. doi: 10.1029/2010WR009685 Gulö, W. 2002. Metodologi Penelitian [terjemahan]. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. [GWP] Global Water Partnership. 2016. Beyond Increasing Block Tariff. Stockholm: Gobal Water Partnership. Istichori, Wiguna IPA, Masduqi A. 2018. Analisis Penentuan Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Lamongan Berdasarkan Prinsip Full Cost Recovery. ITS Journal of Civil Enginering. 33 (1) : 10 – 19. [KEMENPUPR] Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2019. PDAM Sehat dan Mandiri Melalui Kerjasama Investasi. Jakarta: Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum. ____________________________________________________________. 2020. Buku Kinerja BUMD Air Minum 2020. Jakarta: Direktorat Air Minum Dirjen Cipta Karya. Kanakoudis V, Tsitsifli S, Gonelas K, Papadopoulou A, Kouziakis C, Lappos S. 2016. Determining a Socially Fair Drinking Water Pricing Policy: The Case of Kozani, Greece. Procedia Engineering. 54 (8) : 486 – 493. doi: 10.1016/j.proeng.2016.11.092. Massarutto A. 2007. Water Pricing and Full Cost Recovery of Water Services: Economic Incentive or Instrument of Public Finance?. Water Policy. 9 (1): 591 – 613. doi: 10.2166/wp.2007.024. [PEMPROV JATENG] Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 2022. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/50 Tahun 2022 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2023. Semarang: Gubernur Jawa Tengah. [PEMPROV JATENG] Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 2022. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/54 Tahun 2022 tentang Upah Minimum pada 35 (Tiga Puluh Lima) Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2023. Semarang; Gubernur Jawa Tengah. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). 2016. Pedoman Umum Program Pamsimas. Jakarta: Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Republik Indonesia. Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Jakarta: Presiden Republik Indonesia, Republik Indonesia. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Schneemann, M. 2019. Defining and Measuring Water Affordability: A Literature Review. Champaign-Urbana (IL): University of Illinois. Sutomo S, Sagala S, Sutomo B, Wrinarti S, Sanjaya G. 2021. Accelerating the Provision of Safe Water Supply in Urban and Rural Areas of Indonesia. National Public Health Journal. 16 (3): 137 – 144. doi: 10.21109/kesmas.v16i3.5225. [WB] World Bank. 2000. The Political Economy of Water Pricing Reforms. Dinar, Ariel [editor]. New Yustiana Y, Hernawan E, Ramdan H. 2015. Penentuan Model Tarif Sumber Daya Air Sebagai Kompensasi Jasa Ekosistem Kawasan Hutan. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1 (7) : 1735 – 1740. doi: 10.13057/psnmbi/m010737.
3652513c-3dae-41de-9f14-10e4f39197b9
https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/boga/article/download/34947/16237
## Jurnal Sains Boga Vol. 6 No. 2, 2023 Page 52-18 DOI: https://doi.org/10.21009/JSB.006.2.02 E-ISSN: 2622-5557 Journal homepage: https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/boga ## Pengembangan Media Pembelajaran Wondershare Filmora Food Photography Pada Mata Kulia Seni ## Kuliner Universitas Negeri Medan Yarisya Ferika 1, a) , Esi Emilia 2, b) , Fatma Tresno Ingtyas 3, c) , Ana Rahmi 4, d) , Cucu Cahyana 5, e) , Rachmat Mulyana 6, f) 1,2,3,4,6 Universitas Negeri Medan, Jalan Willem Iskandar Psr.V – Kotak Pos No.1589 – Medan 20221 5 Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka Raya, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta 13220 Email: a) [email protected], b) [email protected], c) [email protected] , d) [email protected], e) [email protected], f) [email protected] ## Abstract This research aims to: (1) Produce Wondershare Filmora-based learning media in Culinary Arts Subject; (2) Test the feasibility of Wondershare Filmora-based learning media in Culinary Arts Subject according to material experts and media experts. The research location was conducted at the Culinary Education Study Program at Medan State University. The research time was November 2022 - January 2023. This research uses the ADDIE development model which is limited to 3 steps, namely (1) Analysis (needs analysis); (2) Design (making storyboards and making learning media); (3) Development (validation by material experts and media experts). The research subjects consisted of one material expert, one media expert, and 30 students of the Cosmetology Education Study Program. The data collection technique used a questionnaire to capture material quality data and media quality data. The data analysis technique was descriptive. Based on the results of this study, the results of the analysis of the needs of lecturers and students that all lecturers and students need Wondershare Filmora learning media, each score ≥ 50 percent. This media can be disseminated and implemented in the Culinary Arts course. The results of the material expert validation obtained a feasibility of 95.38 percent with the criteria "Very Feasible", and the results of the media expert validation obtained a feasibility of 94.12 percent with the criteria "Very Feasible" so that Wondershare Filmora media learning in the Culinary Arts course Food Photography material is included in the "Very Feasible" category with an average value of 94.75 percent. The results of student assessment of student response trials of Wondershare FIlmora learning in Culinary Arts courses Food Photography material are very high with a score of 4.63. Keywords: Learning Media; Wondershare Filmora; Food Photography; Culinary Arts. ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menghasilkan media pembelajaran berbasis Wondershare Filmora pada Mata Kuliah Seni Kuliner; (2) Menguji kelayakan media pembelajaran berbasis Wondershare Filmora pada Mata Kuliah Seni Kuliner menurut ahli materi dan ahli media. Lokasi penelitian dilakukan di Program Studi Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Medan. Waktu penelitian pada November 2022 – Januari 2023. Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE yang dibatasi menjadi 3 langkah, yaitu (1) Analysis (analisis kebutuhan); (2) Design (membuat storyboard dan pembuatan media pembelajaran); (3) Development (validasi oleh ahli materi dan ahli media). Subjek penelitian terdiri dari satu orang ahli materi, satu orang ahli media, dan 30 mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Boga. Teknik pengumpulan data menggunakan angket untuk menjaring data kualitas materi dan data kualitas media. Teknik analisis data secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini, hasil analisis kebutuhan dosen dan mahasiswa bahwa seluruh dosen dan mahasiswa membutuhkan media pembelajaran Wondershare Filmora, masing-masing skor ≥ 50 persen. Media ini dapat disebarluaskan dan di implementasikan pada mata kuliah Seni Kuliner. Hasil validasi ahli materi memperoleh kelayakan sebesar 95,38 persen dengan kriteria “Sangat Layak”, dan hasil validasi ahli media memperoleh kelayakan sebesar 94,12 persen dengan kriteria “Sangat Layak” sehingga pembelajaran media Wondershare Filmora pada mata kuliah Seni Kuliner materi Food Photography termasuk kategori “Sangat Layak” dengan nilai rerata 94,75 persen. Hasil penilaian mahasiswa terhadap uji coba respon mahasiswa pembelajaran Wondershare FIlmora pada mata Kuliah Seni Kuliner materi Food Photography termasuk sangat tinggi dengan skor 4,63. P0-op Kata-kata Kunci: Media Pembelajaran; Wondershare Filmora; Food Photography; Seni Kuliner. ## PENDAHULUAN Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan oleh pendidik untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan merangsang minat belajar peserta didik (Hasan 2021). Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mentransformasikan ilmunya kepada peserta didik dalam lingkungan belajar, maka dibutuhkan faktor pendukung dalam pembelajaran, yaitu media pembelajaran (Purba 2020). Pentingnya media pembelajaran sebagai alat untuk mengajar menjadi keharusan pendidik untuk memasukkan ke dalam focus perencanaan dari proses pembelajaran. Karena dengan adanya media dapat membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan dengan mudah. (Soesana 2022) Salah satu mata kuliah di Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Medan yang dapat menggunakan media pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar yaitu Seni Kuliner, khususnya pada materi Food Photography. Pentingnya mempelajari Food Photography adalah mampu mengabadikan makanan menjadi lebih indah dan menarik, serta mampu menjadi strategi marketing penjualanan suatu produk makanan. Memotret makanan dapat dikatakan seni karena yang dihasilkan merupakan suatu karya yang bernilai tinggi. (Andina 2022) Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada Februari (2022), maka terdapat kendala- kendala yang ditemukan pada Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) pada mata kuliah Seni Kuliner, mahasiswa masih belum memahami dan belum mampu menganalisis lebih terkait pembelajaran Food Styling dan Food Photography . Kegiatan belajar mengajar juga masih menggunakan metode dan media pembelajaran seperti ceramah, powerpoint, bahan ajar, mengamati video dari youtube dan lainnya, namun belum pernah menggunakan media pembelajaran video berbasis aplikasi. Maka dari itu, peneliti mengembangkan media pembelajaran berbasis wondershare filmora ini untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami materi dan media yang berupa video dapat diputar berulang-ulang untuk mendalami materi tersebut. Wondershare Filmora adalah sebuah software atau program yang dirancang untuk mengedit video dengan mudah dan sederhana, tapi memiliki kualitas yang sangat powerfull. Keunggulan dari Software ini adalah media berbasis audio visual bergerak (gambar dan suara), aplikasinya sangat ringan, proses editing yang mudah dan cepat, serta menampilkan fitur yang menarik di dalamnya (Kurniawan 2020). Dengan demikian, proses pembelajaran yang akan berlangsung dapat meningkatkan pemahaman belajar bagi mahasiswa. Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana hasil produk, kelayakan, dan uji coba respon mahasiswa terhadap media pembelajaran berbasis Wondershare Filmora pada Mata Kuliah Seni Kuliner. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan media, menguji kelayakan, dan mengetahui hasil uji coba respon mahasiswa terhadap media pembelajaran berbasis Wondershare Filmora pada Mata Kuliah Seni Kuliner. ## METODE Penelitian ini dilakukan di Fakultas Teknik Program Studi Tata Boga Universitas Negeri Medan. Waktu penelitian dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran 2022/2023 pada bulan November 2022 – Januari 2023. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah ADDIE, yaitu Analyze (Analisis), Design (Perancangan), Development (Pengembangan), Implementation (Penerapan), dan Evaluation (Penilaian). Penelitian ini dibatasi pada tahap Development (Pengembangan). Tahapan pengembangan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Analyze (analisis). Pada tahap pertama ini dilakukan analisis guna mengetahui tingkat kebutuhan dosen dan mahasiswa terhadap media pembelajaran Wondershare Filmora . Kuesioner angket analisis kebutuhan berbasis ini diberikan kepada 4 tim dosen pengampu mata kuliah Seni Kuliner dan 30 mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah Seni Kuliner; 2) Design (perancangan). Pada tahap ini, dimulailah pembuatan media pembelajaran berbasis Wondershare Filmora yang diawali dengan merancang tampilan media yang akan dibuat dengan story board . Story board yang dirancang disusun secara berurutan lembar demi lembar serta dilengkapi dengan penjelasan dan spesifikasi dari setiap gambar; 3) Development (pengembangan). Pada tahap ini, media yang telah selesai dibuat maka dilakukan uji kelayakan oleh satu validator ahli materi dan satu validator ahli media. Setelah melakukan tahap validasi, peneliti melakukan uji coba respon mahasiswa. Uji coba ini dimaksudkan untuk menilai tingkat penerimaan atau respon oleh mahasiswa terhadap media pembelajaran Wondershare Filmora baik panduan, isi materi media, evaluasi, disain dan fasilitas media serta dampak pedagogi. Uji coba respon media dilakukan pada 30 mahasiswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket. Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden yang dijawab (Sugiyono 2018). Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Data analisis kebutuhan diperoleh berdasarkan angket kebutuhan yang diberikan kepada dosen dan mahasiswa. Data yang diperoleh menggunakan teknik analisis deskriptif dengan hasil data berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berisi masukan dan saran dari ahli materi dan ahli media yang selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk perbaikan media pembelajaran berbasis Wondershare Filmor a pada mata kuliah Seni Kuliner yang telah dibuat. Sedangkan data kuantitatif berisi data berupa skor penilaian yang diperoleh dari angket validasi ahli materi dan ahli media. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut. Keterangan : P = Skor persentase yang dicari f = Perolehan skor oleh validator n = Skor maksimal. Perhitungan interpretasi jawaban mahasiswa terhadap akseptansi media dilakukan dengan rumus perhitungan (Sriadhi, 2018) Adapun langkah dan rumus yang digunakan sebagai berikut. Keterangan : x = Interpretasi ∑x = Jumlah perolehan skor n = Jumlah butir item. ## HASIL PENELITIAN ## 1) Analyze (Analisis) Tahap pertama dalam pengembangan media ini adalah melakukan analisis kebutuhan dengan cara menyebar angket melalui g-form untuk 4 orang tim dosen pengampu dan 30 orang mahasiswa. Berdasarkan hasil perolehan data angket analisis kebutuhan dosen pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa dosen Program Studi Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Medan membutuhkan Wondershare FIlmora sebagai media dalam menyampaikan pembelajaran. TABEL 1. Sebaran Responden Berdasarkan Analisis Kebutuhan Dosen. No Skor % Kriteria 1. ≥ 50% 92,86 Butuh 2. ≤ 50% 7,14 Tidak Butuh Total 100 Butuh Berdasarkan hasil perolehan data angket analisis kebutuhan dosen pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Medan membutuhkan media Wondershare FIlmora sebagai sarana pembelajaran. TABEL 2. Sebaran Responden Berdasarkan Analisis Kebutuhan Mahasiswa No Skor % Kriteria 1. ≥ 50% 87,62 Butuh 2. ≤ 50% 12,38 Tidak Butuh Total 100 Butuh 2) Design (Perancangan) Perancangan produk dilakukan berdasarkan storyboard yang telah dibuat. Hasil akhir dari media yang dikembangkan ini adalah media Wondershare Filmora yang telah di validasi oleh satu ahli materi dan satu ahli media. Media pembelajaran Wondershare Filmora ini memuat teks, gambar, audio dan video. Tampilan awal media pembelajaran ini dilengkapi dengan logo Universitas Negeri Medan dan judul besar. Gambar tampilan awal media pembelajaran Wondershare Filmora dapat dilihat pada Gambar 1. GAMBAR 1 . Desain Tampilan Awal Media Pembelajaran Wondershare Filmora. Tampilan profil pada media pembelajaran Wondershare Filmora berisi tentang biodata penulis media pembelajaran yaitu Nama, NIM, Fakultas, Jurusan, Program Studi, Angkatan, Dosen Pembimbing, serta Foto Pengembang. Gambar tampilan profil dapat dilihat pada Gambar 2. ## GAMBAR 2 . Desain Tampilan Profil. Untuk tampilan halaman Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan indicator pembelajaran berisi tentang sub-CPMK serta indicator pembelajaran, yaitu CPMK-6 dan CPMK-7 yang diambil sesuai dengan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah Seni Kuliner yang digunakan. Desain tampilan CPMK dan indikator pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 3. (a) (b) GAMBAR 3 . Desain Tampilan CPMK Untuk desain tampilan materi pokok CPMK-6 dan CPMK-7 yang berisikan tentang judul materi yang akan dibahas pada media pembelajaran, Desain tampilan materi pokok dapat dilihat pada Gambar 4. (a) (b) GAMBAR 4 . Desain Tampilan Materi Pokok CPMK-6 dan CPMK-7. Untuk tampilan video cara menata makanan dan cara memotret makanan berisikan tentang video berdurasi 5 menit 32 detik pada media pembelajaran mengenai cara menata makanan dan cara memotret makanan yang sesuai dengan materi pokok bahasan sebelumnya. Tampilan video cara menata makanan dan cara memotret makanan dapat dilihat pada Gambar 5. (a) (b) GAMBAR 5. Tampilan Video Cara Menata dan Memotret Makanan. 3) Development (Pengembangan) Wondershare Filmora yang telah dikembangkan selanjutnya melalui tahap validasi dan revisi.Validasi bertujuan untuk menilai kesesuaian media pembelajaran dengan kebutuhan dan revisi bertujuan untuk memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai menurut penilaian para ahli. Berdasarkan hasil perolehan data validasi ahli materi dan ahli media tahap 1 dan 2 pada Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa menurut ahli materi media yang telah dikembangkan termasuk kedalam kategori “Sangat Layak”. TABEL 3. Hasil Penilaian Menurut Ahli Materi dan Ahli Media. No Tahap Nilai per Aspek (%) Rerata (%) Kategori Mater i Media 1. Tahap I 87,69 88,24 87,97 Sangat Layak 2. Tahap II 95,38 94,12 94,75 Sangat Layak Materi pada media Wondershare Filmora telah divalidasi memiliki beberapa saran dan masukan sehingga perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada produk yang dikembangkan diantaranya sebagai berikut. ## a. Ahli Materi Saran dari ahli materi mengenai materi food styling dan food photography yang tercantum pada media Wondershare Filmora antara lain: 1) Definisi konsep pada menata makanan dan konsep kitchen (dapur) kurang tepat dan lengkap, 2) Tambahkan contoh pengambilan gambar yang menampilkan makanan dengan background suasana street foodnya, 3) Ada beberapa judul pada tips yang kurang tepat, sehingga harus diganti menjadi lebih tepat, 4) Ada hal penting yang belum tercover dalam pembahasan berikut, yaitu istilah HERO, Mock Up, dan bahan pengganti visual pada pemotretan makanan, 5) bagian properti, beberapa poin kurang tepat fungsi dan gambarnya, dan informasi terkait properti sebaiknya dibagi menjadi 3 bagian, dan 6) Pada video praktik, croissant yang digunakan terlihat seperti roti manis berbentuk croissant. ## b. Ahli Media Saran dari ahli media Wondershare Filmora pada materi food styling dan food photography antara lain: 1) Menambahkan waktu jeda pada materi yang membutuhkan membaca dengan penjelasan yang banyak serta dubbing setiap materi, dan 2) Transisi antar gambar pada bagian properti diperbaiki (gambar dan suara yang keluar harus bersamaan, tidak dengan sekaligus). ## c. Hasil Uji Coba Respon Media Wondershare Filmora Berdasarkan hasil penelitian ini, pada Tabel 4 dapat dilihat hasil penilaian Uji Coba Respon oleh mahasiswa terhadap media pembelajaran Wondershare Filmora pada mata kuliah Seni Kuliner materi Food Styling dan Food Photography diperoleh skor sebesar 4,63 dengan kategori “Sangat Tinggi”. TABEL 4. Hasil Uji Coba Respon Mahasiswa. No Indikator Jumlah Skor Mea n Kategori 1. Panduan dan Informasi 277 4,62 Sangat Tinggi 2. Materi Multimedia 1381 4,60 Sangat Tinggi 3. Evaluasi 419 4,66 Sangat Tinggi 4. Disain dan Fasilitas Media 1398 4,66 Sangat Tinggi 5. Efek Pedagogi 691 4,61 Sangat Tinggi TOTAL 4166 4,63 Sangat Tinggi ## PEMBAHASAN Pengembangan media pembelajaran Wondershare Filmora pada mata kuliah Seni Kuliner merupakan pengembangan media pembelajaran yang telah dikembangkan dengan memperhatikan aspek pembelajaran. Penelitian pengembangan produk yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk berupa media pembelajaran yang nantinya akan digunakan para dosen pengampu di Program Studi Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Medan. Model penelitian yang digunakan adalah model pengembangan ADDIE, meliputi Analysis (Analisis) , Design (Perancangan) , Development (Pengembangan) , Implementation (Penerapan) , dan Evaluation (Penilaian). Penelitian ini meliputi tahap Analyze (Analisis) , Design (Perancangan) , dan Development (Pengembangan). Pada tahap Analyze (Analisis), dilakukan analisis kebutuhan dengan membagikan kuesioner secara online melalui google form kepada tim dosen pengampu mata kuliah Seni Kuliner dan kepada mahasiswa Pendidikan Tata Boga angkatan 2021. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan dosen, dosen membutuhkan media pembelajaran Wondershare Filmora pada materi food photography sebanyak 92,86 persen media pembelajaran Wondershare Filmora dapat digunakan dosen sebagai media pembelajaran dalam menyampaikan materi pada kegiatan belajar mengajar sehingga pembelajaran menarik. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan mahasiswa, menyatakan bahwa 87,62 persen mahasiswa menyatakan membutuhkan media pembelajaran Wondershare Filmora pada materi food photography agar dapat mereka jadikan sebagai sarana pembelajaran. Menurut (Anisa, et al 2022) mengatakan bahwa kehadiran media ajar ternyata menjadi metode yang paling penting dalam pembelajaran dan bahkan diperlukan untuk mendorong penyebaran pengetahuan atau transfer pengetahuan kepada siswa, karena jika hanya metode ceramah dapat melemahkan motivasi siswa untuk belajar. Pada tahap Design (Perancangan), dilakukan beberapa hal, yaitu merancang storyboard sebagai pedoman dalam mengembangkan tampilan Wondershare Filmora agar proses pembuatan media terstruktur dengan baik. Aplikasi yang digunakan dalam pembuatan media Wondershare Filmora adalah Wondershare Filmora, Canva, dan Animaker. Media berbasis Wondershare Filmora ini memuat teks, gambar, audio, dan video. Media ini diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam mempelajari mata kuliah Seni Kuliner khususnya pada materi food photography. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Anggraeni, et al., 2021) di ketahui hasil penelitian nya menunjukkan bahwa penerapan aplikasi Wondershare Filmora ini sangat membantu pendidik dalam menyampaikan materi sangat mudah dan cendrung membuat suasana pembelajaran sangat antusias. Pada tahap Development (Pengembangan), dihasilkan media Wondershare Filmora yang divalidasikan oleh satu orang ahli materi dan satu orang ahli media. Para ahli mencermati media yang telah dikembangkan kemudian memberikan penilaian, komentar, masukan, dan saran perbaikan. Setelah produk dinyatakan valid oleh validator, maka media siap digunakan nantinya oleh dosen dalam proses belajar mengajar mata kuliah Seni Kuliner di Program Studi Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Medan. Sebagaimana dijelaskan (Sukardi 2010) bahwa “kevalidan suatu instrumen penelitian, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur”. Berdasarkan hasil penelitian ini, menurut validasi ahli materi pada Tahap I kelayakan materi media pembelajaran Wondershare Filmora ini diperoleh nilai rerata 87,69% termasuk kategori Sangat Layak. Setelah dilakukan revisi, hasil validasi ahli materi pada Tahap II kelayakan materi media pembelajaran Wondershare Filmora ini diperoleh nilai rerata 95,38% termasuk kategori Sangat Layak digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Yunita Bouato (2020) bahwa hasil penelitian sebesar 94,9% dari rata-rata validasi materi dan media dan termasuk kategori sangat layak. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian oleh Putri Nur Rohmah (2021) bahwa penelitian dari validasi kepada ahli materi yaitu 85,3% dengan kriteria sangat layak. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Alif Mardiana (2022) bahwa Hasil angket validasi ahli materi sangat layak dengan presentase 95%. Berdasarkan hasil validasi ahli media pada Tahap I diperoleh nilai rerata kelayakan media pembelajaran Wondershare Filmora ini diperoleh nilai rerata 88,24% termasuk kategori Sangat Layak. Setelah dilakukan revisi, hasil validasi ahli media pada tahap II kelayakan media pembelajaran Wondershare Filmora ini diperoleh nilai rerata 94,12% termasuk kategori Sangat Layak digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Yunita Bouato (2020) bahwa hasil penelitian sebesar 94,9% dari rata-rata validasi materi dan media dan termasuk kategori sangat layak. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian oleh Putri Nur Rohmah (2021) bahwa penelitian dari validasi kepada ahli materi yaitu 92,1% dengan kriteria sangat layak. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Alif Mardiana (2022) bahwa Hasil angket validasi ahli materi sangat layak dengan presentase 95%. Berdasarkan hasil penilaian menurut ahli materi dan ahli media pembelajaran Wondershare Filmora pada mata kuliah Seni Kuliner materi Food Styling dan Food Photography dapat diimplementasikan oleh dosen pada pembelajaran Seni Kuliner dengan nilai rerata 94,75 persen. Berdasarkan hasil penelitian ini, uji coba respon mahasiswa terhadap media Wondershare Filmora pada Mata Kuliah Seni Kuliner Universitas Negeri Medan ini diperoleh skor sebesar 4,63 dengan kriteria “Sangat Tinggi”. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yunita Bouato (2020) menunjukkan hasil uji coba skala general sebesar 84,59% termasuk kedalam kategori sangat setuju. Hasil penelitian ini sesuai juga dengan hasil penelitian Putri Nur Rohmah (2021) menunjukkan nilai 97,6% dengan kategori sangat layak. Hasil penelitian ini sesuai juga dengan hasil penelitian Alif Mardiana (2022) menunjukkan bahwa uji coba respons siswa dengan persentase 92% termasuk kategori sangat baik. ## KESIMPULAN Media pembelajaran Wondershare Filmora pada mata kuliah Seni Kuliner materi Food Styling dan Food Photography dapat diimplementasikan oleh dosen pada pembelajaran Seni Kuliner. Hasil kelayakan media pembelajaran Wondershare Filmora pada materi food styling dan food photography menurut ahli materi sebesar 95,38 persen dan termasuk kategori Sangat Layak. Menurut ahli media sebesar 94,12 persen termasuk kategori Sangat Layak, Sehingga hasil penelitian menurut ahli materi dan ahli media termasuk kategori Sangat Layak dengan nilai rerata 94,75 persen. Berdasarkan hasil penilaian uji coba respon mahasiswa terhadap media pembelajaran Wondershare Filmora pada mata Kuliah Seni Kuliner materi Food Styling dan Food Photography termasuk kategori “Sangat Tinggi” dengan skor 4,63. ## UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada pembimbing skripsi, pembimbing akademik, dan penguji yang telah memberi arahan dan bimbingan dari awal sampai akhir penulisan skripsi, kepada pihak Jurusan PKK Universitas Negeri Medan yang telah membantu penelitian, dan kepada keluarga dan rekan seperjuangan yang telah mendukung dan membantu dalam diskusi penulisan skripsi. ## REFERENSI Andina, Y., 2022. Pentingnya Food Photography untuk Promosi Restoran. [Online] Available at: https://kreativv.com/promosi-restoran/[Accessed 21 Maret 2021]. Anggraeni, Y., Arifin, Z., Kurniawan, D. & Wahyuningsih, T., 2021. Pengembangan Video Pembelajaran Menggunakan Software Wondershare Filmora pada Pelajaran Matematika Materi Nilai Mutlak Kelas X di Sekolah Menengah Kejuruan Pada Masa Covid-19 Tahun Ajaran 2020/2021. Teknologi Pendidikan Madrasah, 4(1), pp. 80-90. Anisa, M., Putri, R. N., Regina, Y. & Nugraha, D., 2022. Pengembangan Media Tiktok pada Mata Pelajaran IPS Perubahan Sosial Budaya Sebagai Modernisasi Bangsa di Sekolah Dasar. Journal Basicedu, 6(4), pp. 6998-7006. Buoato, Y., 2020. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Sparkol Videoscribe yang Diintegritaskan dengan Wondershare Filmora pada Mata Pelajaran Geografi Materi Mitigasi Bencana Alam. Jambura Geo Education Journal, 1(2), pp. 71-79. Hasan, M., 2021. Media Pembelajaran. Klaten: Tahta Media Group. Kurniawan, D., 2020. Edit Video Youtube dengan Filmora. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Mardiana, A., 2022. Pengembangan Video Pembelajaran Berbantu Wondershare Filmora Berbasis Kearifan Lokal pada Materi Getaran, Gelombang, dan Bunyi Kelas VIII SMP/MTs, Jember: Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq. Purba, R. A., 2020. Pengantar Media Pembelajaran. Medan: Yayasan Kita Menulis. Rohmah, P. N., 2021. Pengembangan Video Pembelajaran Stop Motion dengan Aplikasi Wondershare FIlmora pada Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, 6(2), pp. 233-240. Soesana, A., 2022. Pengembangan Media Pembelajaran di Era Society 5.0. Medan: Yayasan Kita Menulis. Sriadhi, 2018. Instrumen Penilaian Multimedia Pembelajaran. Medan: Universitas Negeri Medan. Sugiyono, 2018. Metode Penilaian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta. Sukardi, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
291de295-be8e-47e1-b363-fc4f88b7c122
https://jurnal.pnj.ac.id/epigram/article/download/5496/3148
PENGARUH AKSESIBILITAS DAN HARGA PRODUK TERHADAP PENJUALAN UMKM KABUPATEN EMPAT LAWANG MELALUI PLATFORM E-COMMERCE Revita Desi Hertin 1 ✉ , Ahmad Pitra 2 1 Faculty of Economy and Business, Jakarta Global University, Indonesia 2 Faculty of Economy and Business, Jakarta Global University, Indonesia ✉ email: [email protected] 1 , [email protected] 2 ## Abstract Digital transformation is currently spreading widely in the world and occurs in all sectors including education, banking, health, economics, etc. This also has an impact on the business world in Indonesia, among the transformed aspects, namely the method of transactions and purchases, from conventional to digital, from conventional/direct purchases to online purchases using social media platforms or e- commerce platforms. Of course, this must be in line with the product/service marketing strategy in Indonesia. New marketing strategies must be implemented by business people in the industrial era 4.0. The large number of competitors encourages all business players to provide new breakthroughs in the buying and selling process, including marketing products/services on e-commerce platforms and social media. market place. This research is quantitative research, and uses multiple linear regression statistical tools as an analytical tool. In this study, the questionnaire respondents numbered 100 MSMEs from the total MSMEs in Empat Lawang Regency. In data analysis, the author uses SPSS 22.0 as a data processing tool. This research aims to examine the influence of accessibility (store location) and product prices on interest in purchasing MSME products in Empat Lawang via e-commerce. The results of this research show that product price and accessibility influence MSME sales in Empat Lawang and show the importance of using new methods in sales. In future research, it is hoped that we can add several variables to see the sales relationship using e-commerce. ## Keywords: E Commerce, Accessibility, MSMEs, Product prices ## Abstrak Transformasi digital saat ini menyebar luas di dunia dan terjadi di semua sektor termasuk pendidikan, perbankan, kesehatan,ekonomi, dll.. Hal ini juga berdampak pada dunia bisnis di Indonesia diantara aspek yang bertransformasi yaitu cara transaki dan pembelian, dari yang konvensional menjadi digital, dari pembelian konvensional/langsung menjadi pembelian online baik menggunakan platform media sosial maupun menggunakan platform e-commerce. Tentunya hal ini harus sejalan dengan strategi pemasaran produk/jasa di Indonesia. Strategi pemasaran baru harus dilakukan oleh para pelaku bisnis di era industri 4.0. Banyaknya pesaing mendorong semua pelaku bisnis untuk memberikan terobosan baru dalam proses jual beli, termasuk memasarkan produk/jasa di platform e-commerce dan media sosial. tempat pasar. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dan menggunakan alat statistik regresi linear berganda sebagai alat analisis. Pada penelitian ini responden kuesioner berjumlah 100 UMKM dari total UMKM yang ada di Kabupaten Empat Lawang. Dalam analisis data, penulis menggunakan SPSS 22.0 sebagai Alat pengolahan data. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh aksesibilitas (lokasi toko) dan harga produk terhadap minat pembelian produk UMKM di Empat Lawang melalui e commerce. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga produk dan aksesibilitas berpengaruh terhadap penjualan UMKM di Empat Lawang dan menunjukkan pentingnya penggunaan metode baru dalam penjualan. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan beberapa variabel untuk melihat hubungan penjualan dengan menggunakan e-commerce. Kata Kunci: UMKM, E Commerce, Aksesibilitas, Harga produk ## Pendahuluan Pada masa ini digitalisasi dalam berbagai aspek kehidupan sudah menjadi hal yang sangat biasa dalam proses aktivitas sehari hari. Perubahan ini juga berdampak secara langsung pada dunia bisnis di Indonesia, khususnya cara bertransaksi dan pembelian konvensional/langsung menjadi pembelian online menggunakan platform media sosial dan platform e- commerce di Indonesia. Saat ini masyarakat lebih memilih membeli barang secara online karena dianggap lebih efisien dan menghemat waktu, apalagi di awal tahun 2020 saat terjadi pandemi Covid-19 dimana pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan termasuk kebijakan mengenai tempat berbelanja dan pengurangan kontak fisik yang terjadi dalam setiap kegiatan. Menggunakan platform ini juga mudah karena kebanyakan orang sudah memiliki smartphone dan layanan internet untuk mengakses e-platform perdagangan di mana saja. Penggunaan internet di berbagai daerah di Indonesia menjadi alasan pesatnya perkembangan kemajuan di bidang tersebut. Proses jual beli digital di Indonesia. Berdasarkan data statistik dunia internet, pengguna internet di Indonesia mencapai 212,35 juta pada Maret 2021, Dengan jumlah ini, Indonesia menjadi pengguna internet terbanyak ketiga di Asia. Penggunaan smartphone yang tinggi juga menjadi salah satu alasan mengapa bisnis harus menerapkan e-commerce , termasuk pasar media sosial. Perdagangan elektronik yang merupakan bagian dari ini bisnis digital adalah proses yang terjadi dalam jual beli barang/jasa di masyarakat. Selain itu, strategi pemasaran baru juga harus dilakukan oleh para pelaku bisnis di era industri 4.0. Banyak pesaing mendorong bisnis untuk menerapkan metode jual beli baru, seperti memasarkan barang dan jasa di platform e-commerce dan media sosial. Ini adalah platform yang bagus untuk pembeli yang ingin membeli barang secara online dengan cara yang lebih efisien dan produktif. Ini karena fitur e-commerce seperti harga yang lebih murah, review yang memudahkan untuk melihat kualitas produk, dan deskripsi yang lebih lengkap. Kabupaten Empat Lawang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu. Dengan banyaknya sumber daya yang ada di kabupaten ini, UMKM berkembang pesat di berbagai jenis usaha dari makanan, kerajinan, otomotif, pendidikan dll. Pada tahun 2020, menurut data Dinas Koperasi, UKM dan Tenaga Kerja, jumlah UKM di Empat Lawang akan mencapai 8.000 UKM. UMKM ini juga mendapatkan bantuan dari pemerintah yaitu berupa dana pembangunan yang disebut juga Bantuan dari Pusat Usaha Mikro (BUPM). BUPM digunakan baik dalam hal pengembangan kualitas produk, distribusi, maupun proses pemasaran. Masalah pemasaran juga menjadi masalah yang harus ditekankan dalam pengembangan UMKM di Empat Lawang. Pemanfaatan teknologi merupakan salah satu langkah yang harus dilaksanakan oleh para pelaku UMKM. Penggunaan internet kini sudah masuk ke berbagai daerah termasuk Empat Lawang, hal ini berbanding lurus dengan penggunaan smartphone yang kini juga menjadi trend di Empat Lawang. Hal ini harus dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM di Indonesia untuk melakukan terobosan dalam strategi pemasaran produk dan jasa yang mereka tawarkan. Electric Commerce ( E-commerce ) adalah konsep yang digambarkan sebagai proses jual beli barang di internet atau proses jual beli atau pertukaran produk, layanan, informasi melalui jaringan informasi termasuk internet. Berdasarkan data Global Web Index dalam digital 2019 Spotlight: E-commerce in Indonesia, disebutkan bahwa tingkat aktivitas terkait internet juga aktif dalam penggunaan e- commerce mencapai 90% baik untuk konsumen maupun produsen (Unggul et al., 2020). Hal ini harus dimanfaatkan oleh para pelaku usaha yaitu pelaku UMKM di kawasan Empat Lawang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah keunggulan e-commerce seperti akses real-time, harga, informasi produk yang lebih lengkap menjadikan strategi pemasaran ini banyak dipilih oleh konsumen. E-commerce untuk strategi pemasaran ini juga berbentuk berbagai platform, seperti Shopee, Tokopedia, Facebook marketplace. Penggunaan e- commerce dan media sosial dalam proses jual beli menjadi trend di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Harga yang lebih rendah adalah salah satu alasan kuat untuk berbelanja online. Proses jual beli online ini juga mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurangi interaksi dan kontak fisik dalam kondisi Covid-19 ini. Selain itu, banyaknya UMKM di Empat Lawang menjadi tantangan tersendiri untuk memanfaatkan teknologi dalam memasarkan produk dan jasa. Harga yang kompetitif, kualitas produk yang diprioritaskan dan aksesibilitas menjadi fokus penelitian ini. Pada akhirnya tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran ketiga variabel diatas dalam penggunaan e-commerce yang nantinya akan mempengaruhi penjualan dan keberhasilan UMKM di Kabupaten Empat Lawang. ## E-commerce dan Bisnis Digital E-commerce merupakan tempat jual beli secara online, dimana di dalamnya terdapat berbagai barang yang dibutuhkan oleh masyarakat. E- commerce merupakan salah satu bentuk pemanfaatan teknologi informasi untuk kegiatan pemasaran dan penjualan (Rizaldi et al., 2017). Dalam dunia e- commerce terdapat dua pelaku yaitu pedagang yang menyediakan barang/jasa (penjual) dan pembeli/pelanggan yang melakukan transaksi pembelian (pembeli). Secara singkat, model ini sama dengan transaksi pada umumnya yang melibatkan penjual dan pembeli. Pemenuhan kebutuhan memang sangat penting untuk mengantarkan individu pada kehidupan yang selaras dengan lingkungannya. Pada umumnya setiap orang akan melakukan aktivitas konsumsi dan menyukai hal-hal yang bersifat konsumtif seperti berbelanja, apalagi jika kebutuhan tersebut tersedia secara online seperti di e-commerce , maka hal ini dapat menjadi magnet yang kuat bagi setiap orang untuk mengaksesnya. E-commerce sebenarnya bisa menjadi bisnis yang menjanjikan di Indonesia, hal ini tidak lepas dari potensi berupa jumlah penduduk yang besar dan jarak fisik yang jauh (Nur, 2020). ## Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan fasilitas yang diberikan untuk melihat sejauh mana segmen pasar dapat dijangkau oleh pelaku usaha (Rao & Srinivasu, 2013). Aksesibilitas berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur mampu mendorong aktivitas kewirausahaan sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui tindakan kompetitif (Rao & Srinivasu, 2013).Era ekonomi global telah menjadikan usaha kecil dan menengah (UKM) sebagai pelaku utama dalam persaingan pasar bebas.Peran pemerintah dalam konteks ini sangat besar. penting sebagai bentuk dukungan terhadap UKM, salah satunya adalah aksesibilitas (Andrevski et al., 2016). Lokasi toko merupakan aspek penting dalam saluran distribusi. Penempatan atau distribusi adalah mekanisme distribusi yang digunakan untuk mengantarkan produk dari produsen ke titik konsumen. Lokasi toko adalah yang paling dapat diandalkan yang terlihat dari rata-rata jumlah penonton yang melewati toko tersebut setiap harinya, dan presentasi penonton mampir ke toko. Presentasi mampir dan kemudian membeli serta membeli per nilai penjualan. Tentang keputusan. Itu Pemilihan lokasi berdampak luas dan berjangka panjang bagi masa depan UMKM. ## Harga Produk Seperti yang kita ketahui bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan sumber daya alam terbatas. Keadaan ini sudah terjadi sejak adanya manusia, sejak zaman barter. Maka dalam sistem ekonomi ini ada yang disebut medium sebagai alat tukar. Harga adalah sesuatu atau nilai yang dipertukarkan untuk memperoleh barang atau jasa yang diinginkan dan dijadikan hak milik, dimana melalui harga perusahaan memperoleh pendapatan (Muhammad, 2016). Dalam proses jual beli salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membeli barang adalah harga. Perbandingan harga di berbagai platform e-commerce memungkinkan pelanggan untuk membandingkan dan lebih mudah menentukan produk/layanan mana yang akan dibeli. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh e-commerce terhadap perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Empat Lawang pada masa pandemi Covid-19. Menggunakan beberapa variabel yaitu aksesibilitas, harga, dan kualitas barang dimasukkan dalam kuesioner yang dibagikan kepada pelaku UMKM di Kabupaten Empat Lawang. Pada penelitian ini peneliti bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh aksesibilitas dan harga produk terhadap penjualan pada UMKM di Kabupaten Empat Lawang. ## Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data primer diperoleh melalui kuesioner sebagai instrumen penelitian. Analisis data pada penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS 22.0. Hipotesis diukur dengan Korelasi regresi linear berganda untuk mengukur hubungan antar variabel. Selain itu Uji Validitas dan Realibilitas juga diukur dalam penelitian ini. Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku UMKM di Kabupaten Empat Lawang khususnya yang telah menggunakan e-commerce sebagai cara pemasaran produknya. Dari 17.700 (3) populasi yang ada, maka jumlah sampel sebanyak 100 responden dihitung dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: 𝑁 1+ 𝑁𝑒 2 Informasi: n : jumlah minimum sampel N : jumlah penduduk e: persentase akurasi karena kesalahan sampel (10%) (4) Penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen), variabel intervening dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas penelitian ini adalah e-commerce dan inovasi produk. Variabel intervening adalah keunggulan kompetitif. Akhirnya, kinerja pemasaran adalah variabel dependen dalam penelitian ini. Kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 1. Conceptual Framework ## Gambar 2. Research Flow Dari gambar flowchart penelitian di atas, sampai dengan dibuatnya laporan kemajuan ini, hasil pelaksanaan penelitian selama ini telah mencapai tahap nomor 7 dari 9 proses yaitu Data Retrieval. Pengumpulan data dilakukan dengan dua pilihan yaitu secara langsung dan online melalui google form kepada responden. Sehingga peneliti baru dapat menampilkan hasil pengujian instrumen penelitian yaitu uji angket pilot yang meliputi uji validitas dan uji reliabilitas. ## Hasil dan Pembahasan ## Uji validitas Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment, dengan membandingkan nilai signifikan dengan alpha (0,05). Instrumen dikatakan valid jika nilai signifikansinya kurang dari 0,05 (5). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan program aplikasi SPSS 22.0, dan menghasilkan instrumen penelitian sebagai berikut: ## Tabel 1. Item Kuesioner PERTANYAAN VARIABEL Aksesibilitas 5 Harga Produk 5 Kualitas produk 5 E-commerce 5 Penjualan 5 ## Uji Realibilitas Dalam melakukan pengukuran suatu instrumen diperlukan konsistensi dan ketelitian (Tirtana et al., 2020). Uji reliabilitas dilakukan dengan menguji nilai Cronbach Alpha. Instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,70 (5). Hasil uji reliabilitas disajikan dalam tabel berikut: ## Tabel 2. Result Reliability test Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .854 .866 5 Source: Analysed Primary data, 2022 1. Hypothesis Test 1-tailed significance digunakan sebagai tolak ukur untuk menolak/menerima hipotesis (Arif, 2020). 1-tailed digunakan untuk menguji hipotesis terarah. Tabel di atas menunjukkan keenam hipotesis yang masing-masing variabel mempunyai korelasi positif. Berdasarkan tabel korelasi diatas, nilai korelasi aksesibilitas mempengaruhi e- commerce yaitu sebesar 0,002 menunjukkan adanya hubungan yang positif dan hipotesis 1 diterima, untuk harga produk dan e-commerce mempunyai nilai sebesar 0,000, kualitas produk dan e-commerce memiliki nilai 0,000. -commerce sebesar 0,000, aksesibilitas berpengaruh positif terhadap e-commerce , dengan nilai sebesar 0,000 kualitas produk berpengaruh positif terhadap e-commerce dengan nilai sebesar 0,000, untuk e-commerce terhadap penjualan yaitu sebesar 0,002 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini diterima. H1 Aksesibilitas berpengaruh positif terhadap e commerce Diterima H2 Harga Produk berpengaruh positif terhadap e commerce Diterima H3 Kualitas Produk berpengaruh positif terhadap e commerce Diterima H4 Aksesibilitas berpengaruh positif terhadap penjualan Diterima H5 Harga Produk berpengaruh positif terhadap penjualan Diterima Berdasarkan data yang diolah, hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa adanya pengaruh positif dari harga produk dan aksesibilitas terhadap penjualan UMKM di Kabupaten Empat Lawang. Berdasarkan hasil ini sangat penting bagi UMKM untuk menggunakan metode baru dalam penjualan produk ini yaitu dengan penggunaan e commerce. Terbukti dengan menggunakan e commerce masalah aksesibilitas pembeli terhadap penjual bisa diminimalisir karena penggunaan pengiriman ke berbagai daerah dan berpengaruh kepada jangkauan penjualan produk UMKM. Sama halnya dengan Harga produk, Dengan menggunakan e commerce, UMKM bisa menekan pengeluaran dengan tidak harus memiliki toko fisik sehingga harga yang ditawarkan bisa lebih murah. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan beberapa variabel untuk melihat hubungan penjualan dengan menggunakan e-commerce . Variabel lain yang diukur dalam penelitian ini yaitu Kualitas Produk dimana hasilnya menyatakan bahwa benar adanya hubungan positif terhadap pembelian melalui e commerce. Begitu juga dengan Aksesibilitas dan harga produk terhadap e commerce, kedua variable tersebut benar memberikan dampak pembelian pembeli pada UMKM di Empat Lawang. ## Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab apa yang ditanyakan dalam tujuan penelitian dan hipotesis tentang pengaruh aksesibilitas, harga produk dan kualitas produk mempengaruhi penggunaan E-commerce dan berpengaruh positif terhadap penjualan dan kesuksesan UMKM di Empat Lawang. Pemilik UMKM dapat mengoptimalkan dan meningkatkan kinerja pemasaran dengan meningkatkan penggunaan e-commerce dan mengoptimalkan harga produk, kualitas produk dan aksesibilitas yang akan mempengaruhi penjualan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini belum sempurna, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kinerja pemasaran UMKM di Empat Lawang. Oleh karena itu, diharapkan akan semakin banyak peneliti yang tertarik untuk menganalisis topik yang sama. Menambahkan lebih banyak faktor yang mungkin mempengaruhi keunggulan kompetitif dan kinerja bisnis mungkin perlu dilakukan untuk melengkapi hasil dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak terkait, serta dapat mendorong peningkatan penggunaan e-commerce dan peningkatan kualitas produk pada UMKM di Empat Lawang guna meningkatkan keunggulan bersaing dan kinerja pemasaran. ## Daftar Pustaka Andrevski, G., Brass, D. J., & Ferrier, W. J. (2016). Alliance Portfolio Configurations and Competitive Action Frequency. Journal of Management, 42 (4), 811–837. https://doi.org/10.1177/014920631 3498901 Arif, M. (2020). Product Quality, Influence Of Price And E- commerce On People’ S Buying Interest On Umkm. 104–111. Muhammad, F. (2016). Pengaruh Harga Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Surat Kabar Tribun Medan. Nur, I. K. (2020). Dampak Covid-19 Terhadap Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Umkm)( Studi Kasus Umkm Ikhwa Comp Desa Watesprojo, Kemlagi, Mojokerto. Rao, P. S., & Srinivasu, B. (2013). Infrastructure Development and Economic growth: Prospects and Perspective. Journal of Business Management & Social Sciences Research, 2 (1). www.borjournals.com Rizaldi, T., Arief, H., & #2, P. (2017). Pemanfaatan E-commerce sebagai Strategi Peningkatan Pemasaran UMKM. Tirtana, A., Zulkarnain, A., Kristomoyo Kristanto, B., & Azrul Hamzah, M. (2020). Rancang Bangun Aplikasi E-commerce Guna Meningkatkan Pendapatan UMKM. Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi Asia, 14 (2). Unggul, S., Prakasa, W., & Supriyo, A. (2020). Pendampingan Hukum Umkm Berbasis E-commerce Di Desa Jarak, Kec.Wonosalam, Jombang. 1 (1). http://journal.um- surabaya.ac.id/index.php/HMN ## Lampiran Correlations Aksesibilita s Harga Kualitas Produk Ecommer ce Penjualan Aksesibilitas Pearson Correlation 1 .257 ** .211 * .293 ** .371 ** Sig. (1- tailed) .005 .018 .002 .000 N 100 100 100 100 100 Harga Pearson Correlation .257 ** 1 .764 ** .659 ** .728 ** Sig. (1- tailed) .005 .00 .000 .000 N 100 100 100 100 100 Kualitas Produk Pearson Correlation .211 * .764 ** 1 .779 ** .776 ** Sig. (1- tailed) .018 .000 .000 .000 N 100 100 100 100 100 Ecommerce Pearson Correlation .293 ** .659 ** .779 ** 1 .798 ** Sig. (1- tailed) .002 .000 .000 .002 N 100 100 100 100 100 Penjualan Pearson Correlation .371 ** .728 ** .776 ** .798 ** 1 Sig. (1- tailed) .000 .000 .000 .000 N 100 100 100 100 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
926e9b30-bcaf-4321-a677-58fae185b9b0
http://eksis.unbari.ac.id/index.php/EKSIS/article/download/242/125
Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) ## Tunggul Priyatama*, Eka Pratini Fakultas Ekonomika Dan Bisnis, Universitas Wijayakusuma Purwokerto * correspondence email: [email protected] Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengalaisis pengaruh struktur modal, profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan infrastruktur, utilitas dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia per iode 2015-2018. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling , sampel perusahaan yang diperoleh terdiri dari 24 perusahaan infrastruktur, utilitas dan transportasi yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018. Metode penelitian menggunakan regresi linier berganda dengan pendekatan data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur modal dan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan infrastruktur, utilitas dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2018. Likuiditas dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan infrastruktur, utilitas dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2018. Implikasi dari penelitian ini antara lain bahwa tambahan hutang pada struktur modal perusahaan dapat menjadi sinyal positif bagi investor yang dapat meningkatkan nilai perusahaan karena tambahan hutang pada suatu perusahaan dapat digunakan untuk tambahan dana investasi dan penghematan pajak perusahaan. Kemudian peningkatan nilai profitabilitas dapat menunjukkan prospek perusahaan yang baik bagi investor karena banyak investor yang tertarik pada perusahaan yang memiliki profitabilitas yang baik, dan berdampak pada peningkatan permintaan saham dan nilai perusahaan. Kata kunci : Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Nilai Perusahaan. Abstract. The purpose of this study was to determine the effect of capital structure, profitability, liquidity, and firm size on firm value of the company on infrastructure, utilities and transportation companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2015- 2018. The sampling technique used was purposive sampling, the sample of companies obtained consisted of 24 infrastructure, utilities and transportation companies listed on the Stock Exchange in 2015-2018. The research method uses multiple linear regression with a panel data approach. The results show that capital structure and profitability have a significant positive effect on the firm value of infrastructure, utilities and transportation companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2015-2018. Liquidity and firm size have a significant negative effect on the firm value of infrastructure, utilities and transportation companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2015-2018. The implications of this study include that additional debt in the company's capital structure can be a positive signal to investors that can increase company value because additional debt in a company can be used for additional investment funds and corporate tax savings. Then, an increase in the value of profitability can show investors good prospects for the company because many investors are attracted to companies that have good profitability, and have an effect on increasing share demand and company value. Keywords: capital structure, profitability, liquidity, firm size, firm value. ## PENDAHULUAN Perusahaan merupakan lembaga ekonomi yang memiliki tujuan jangka panjang yaitu untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang baik dapat menjadi sesuatu yang menarik bagi para pemangku kepentingan untuk dapat memulai atau mengembangkan investasi pada perusahaan tersebut. Disamping itu, pemangku kepentingan juga dapat menerima sinyal bahwa perusahaan telah menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan nilai perusahaan yang baik dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Perusahaan mengharapkan manajer keuangan dapat melakukan peningkatan kinerja yang lebih baik bagi perusahaan untuk menciptakan kemakmuran bagi pemilik dan pemegang saham. Kinerja perusahaan yang baik akan mencerminkan nilai perusahaan yang baik juga, hal tersebut dapat tercermin dari harga sahamnya (Anisyah dan Purwohandoko, 2017). Nilai perusahaan dapat dikatakan sebagai pemahaman investor mengenai seberapa besar tingkatan keberhasilan suatu perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham perusahaan (Fauzi dan Aji, 2018). Berkaitan dengan perihal nilai perusahaan, ada suatu kondisi yang menarik pada sektor usaha infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang ada di bursa efek. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 9 Maret 2015, sektor saham infrastruktur, utilitas, dan transportasi turun 2,37 % (Deil, 2015). Koreksi indeks saham sektor ini berlanjut pada periode berikutnya yang nampaknya dipicu oleh turunnya harga saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TLKM) (Kevin, 2018). Mengutip publikasi dari halaman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasar TLKM Tunggul Priyatama dan Eka Pratini, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) per akhir 2017 adalah sebesar Rp 447,5 triliun atau setara dengan 55 % dari total kapitalisasi pasar sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi (Kevin, 2018). Hal tersebut mengakibatkan pergerakan saham TLKM akan sangat mempengaruhi pergerakan indeks sektoralnya. Sepanjang kuartal 1, saham TLKM turun sebesar 18,92 % (Kevin, 2018). Fenomena yang ditemui pada perusahaan di sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi menunjukkan adanya penurunan nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. Karena pentingnya nilai perusahaan ini bagi para pemangku kepentingan untuk melihat kinerja perusahaan dan prospek ke depannya, penurunan nilai saham yang terjadi di sektor tersebut menjadi perhatian penulis untuk menggali lebih dalam mengenai berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Berdasarkan pengamatan beberapa literatur, penulis melihat ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan antara lain; struktur modal, profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan. Struktur modal menjadi faktor pertama yang diduga dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Struktur modal merupakan perimbangan antara modal asing dengan modal sendiri (Riyanto, 2008). Nilai perusahaan bagi perusahaan yang melibatkan hutang akan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahan yang tanpa hutang (Dewi dan Wirajaya, 2013). Hal tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak yang terjadi, sehingga laba bersih yang menjadi hak pemegang saham akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Dewi dan Wirajaya, 2013). Penelitian terdahulu yang menyatakan struktur modal berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Asif dan Aziz (2016), Kamila dan Yuniati (2017), Chasanah dan Adhi (2017), Utami, Santoso, dan Pranaditya (2017), dan Mawarni dan Triyonowati (2017). Sedangkan penelitian terdahulu yang menyatakan struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Fauzi dan Aji (2018), Utomo dan Christy (2017) dan Kurniasih, dan Ruzikna (2017). Kemudian ada juga penelitian terdahulu yang menyatakan struktur modal tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan adalah Suranto, Nangoi dan Walandouw (2017). Faktor kedua yang diduga dapat mempengaruhi nilai perusahaan diperankan oleh profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan (Wiagustini, 2010). Profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan di masa mendatang akan menguntungkan bagi investor sehingga investor akan tertarik, yang mengakibatkan nilai perusahaan meningkat (Kusumayanti, 2016). Penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Sabrin, Sarita, Takdir dan Sujono (2016), Sucuahi dan Cambarihan (2016), Sari dan Priyadi (2016), Chasanah dan Adhi (2017), dan Oktaviarni, Murni dan Suprayitno (2019). Sedangkan penelitian terdahulu yang menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Fauzi dan Aji (2018) dan Utami, Santoso, dan Pranaditya (2017). Kemudian ada juga penelitian terdahulu yang menyatakan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan adalah Kamila dan Yuniati (2017). Likuiditas juga diduga sebagai faktor ketiga yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Chasanah dan Adhi, 2017). Perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik maka dianggap memiliki kinerja yang baik oleh investor. Hal ini dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan (Putra dan Lestari, 2016). Penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Oktaviarni, Murni dan Suprayitno (2019), Putra dan Lestari (2016), Deli dan Kurnia (2017) dan Gunawan, Pituringsih, Widyastuti (2018). Sedangkan hasil penelitian Wijaya dan Purnawati (2013), Yuliana (2016), dan Andriani dan Rudianto (2019) menunjukkan pengaruh negatif signifikan. Kemudian, ada juga hasil penelitian yang menyatakan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan anara lain Chasanah dan Adhi (2017). Ukuran perusahaan muncul sebagai faktor keempat pada penelitian ini yang diduga dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan pada total aktiva, jumlah penjualan, dan rata-rata penjualan (Riyanto, 2008). Semakin besar ukuran perusahaan yang dimiliki maka akan semakin banyak investor yang menaruh perhatian pada perusahaan (Kamila dan Yuniati, 2017). Hal tersebut, dikarenakan perusahaan mencerminkan perkembangan dan pertumbuhan yang baik sehingga meningkatkan nilai dari suatu perusahaan. Penelitian terdahulu yang menyatakan ukuran perusahaan positif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Tui, Nurnajamuddin, Sufri dan Nirwana (2017), Mawarni dan Triyonowati (2017), Sari dan Priyadi (2016) dan Oktaviarni, Murni dan Suprayitno (2019). Sedangkan penelitian terdahulu yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan antara lain Kamila dan Yuniati (2017), Utomo dan Christy (2017), Panggabean (2018), dan Ramdhonah, Solikin, dan Sari (2019). Kemudian ada juga penelitian terdahulu yang menyatakan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dari peneliti Fauzi dan Aji (2018) dan Utami, Santoso, dan Pranaditya (2017). Adanya fenomena penurunan harga saham pada Tunggul Priyatama dan Eka Pratini, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2018 dan hasil penelitian terdahulu yang masih kontradiktif menjadi poin penting diperlukannya penelitian lebih lanjut. Penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian yang diteliti dan periode yang digunakan. Subjek penelitian ini adalah perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan periode pengamatan dilakukan pada tahun 2015- 2018. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh struktur modal, profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan yang ada pada perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2018. Penelitian ini dilandasi dengan teori sinyal ( signaling theory ) yang dipelopori oleh Spence (1973), dalam essay yang berjudul Job Market Sinaling . Secara singkat, Spence (1973), mengungkapkan bahwa teori ini membahas mengenai isyarat atau sinyal dari pihak pemilik informasi (dalam hal ini adalah manajemen perusahaan) yang berusaha memberikan informasi yang relevan kepada pihak penerima (dalam hal ini investor). Pihak penerima informasi kemudian dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menyesuaikan perilakunya sesuai dengan informasi yang dipahaminya. Ross (1977), mengembangkan teori sinyal tersebut dengan mengungkapkan bahwa teori sinyal dibangun berdasarkan adanya informasi asimetris antara informasi dari manajemen dan informasi dari investor. Teori ini berdasarkan pemikiran bahwa manajemen akan mengiformasikan kepada investor ketika ada informasi baik yang berkaitan dengan perusahaan seperti peningkatan nilai perusahaan. Widiastari dan Yasa (2018), teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan didorong untuk dapat memberikan informasi laporan keuangannya kepada pihak eksternal (investor dan kreditor) untuk mencegah ataupun mengurangi terjadinya asimetri informasi. Untuk menghindari asimetri informasi, pihak internal mengeluarkan laporan tahunan sebagai sinyal kepada para investor mengenai prospek perusahaan kedepannya dan berpengaruh pada keputusan investasi dari para investor (Sari dan Priyadi, 2016). Contoh kabar baik ( good news ) dalam laporan tahunan adalah ketika berbagai indikator kebijakan ataupun indikator kinerja dipandang ideal dan prospektif bagi para investor. Katakanlah profitabilitas, ketika profitabilitas perusahaan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, maka hal tersebut akan dapat memberikan sinyal baik kepada publik dan akan mempengaruhi fluktuasi harga saham perusahaan ke arah positif. Jika sinyal perusahaan menginformasikan kabar baik maka harga saham akan naik, namun sebaliknya jika perusahaan menginformasikan kabar buruk maka saham akan turun (Sari dan Priyadi, 2016). ## METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Objek penelitian ini adalah struktur modal, profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, dan nilai perusahaan pada perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2018. Data diperoleh melalui laporan tahunan perusahaan yang dapat diakses di website resmi idx. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode purposive sampling. Jumlah tahun penelitian adalah 4 tahun, maka total data penelitian adalah 96 perusahaan. Tabel 1 . Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Satuan 1 Nilai Perusahaan, Menggunakan proksi Rasio Price to Book Value (PBV) PBV = Kali 2 Struktur Modal, Menggunakan proksi Debt to Equity Ratio (DER) DER = x 100% Persen 3 Profitabilitas, Menggunakan proksi Rasio Return On Assets (ROA) ROA = x 100% Persen 4 Likuiditas, Menggunakan proksi Rasio Current Ratio (CR) CR = x 100% Persen 5 Ukuran Perusahaan, Menggunakan proksi nilai logaritma natural dari total aset Ukuran Perusahaan = Ln. Total Aset Satuan Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel. Regresi data panel dipakai karena data yang Tunggul Priyatama dan Eka Pratini, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan antara data time series (runtun waktu) dan data cross section (data silang). Uji regresi data panel digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yang terdiri dari struktur modal, profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan terhadap variabel dependen nilai perusahaan. Proses analisis regresi data panel pada penelitian ini menggunakan software eviews 9. Adapun persamaan regresi data panel pada penelitian ini adalah sebagai berikut, Keterangan : Y = Nilai perusahaan a = Konstanta X 1 = Struktur modal X 2 = Profitabilitas X 3 = Likuiditas X 4 = Ukuran perusahaan b 1 ,b 2 ,b 3 ,b 4 = Koefisien Regresi e = Standard eror i = Unit perusahaan ( cross section) t = Periode Waktu ( time series ) Teknik analisis data panel dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan metode common effect, fixed effect dan random effect , sedangkan untuk menentukan metode mana yang lebih sesuai dengan penelitian ini maka digunakan Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier (Gujarati dan Porter, 2010). Uji asumsi klasik terhadap model regresi yang digunakan, dilakukan agar dapat mengetahui apakah model regresi tersebut merupakan model regresi yang baik atau tidak, model penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, multikolineritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi (Gujarati dan Porter, 2010). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam membentuk persamaan regresi linear, perlu dilakukan analisis dengan menggunakan tiga metode yaitu metode Common Effect Model , Fixed Effect Model dan Random Effect Model . Dari ketiga metode selanjutnya akan dipilih satu dari tiga metode yang terbaik untuk analisis data ini. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal, profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan digunakan model regresi data panel dengan pengolahan program Eviews- 9. Berdasarkan analisis regresi liner berganda dan uji kecocokan model dengan menggunakan program Eviews 9, model yang dipilih adalah Common Effect Model sehingga diperoleh hasil persamaan berikut ini: Y= 𝖺 + b1X1it + b2X2it + b3X3it + b4X4it + b5X5it Y= 5,479206+ 0,459304X 1it + 0,062007X 2it - 0,003185X 3it – 0,126623 X 4it Persamaan model regresi tersebut memberikan arti sebagai berikut: 𝖺 = 5,479206 menunjukkan bilangan konstanta bernilai positif yang berarti apabila variabel struktur modal, profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan bernilai nol (0), maka nilai perusahaan sebesar 5,479206 %. Nilai konstanta yang positif menunjukkan nilai perusahaan baik. b 1 = 0,459304 menunjukkan koefisien regresi struktur modal bernilai positif terhadap nilai perusahaan. Artinya apabila variabel struktur modal meningkat sebesar satu %, maka nilai perusahaan akan meningkat sebesar 0,459304 % dengan asumsi variabel profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan konstan. Nilai regresi yang positif tersebut berarti terdapat pengaruh antara struktur modal terhadap nilai perusahaan, atau semakin tinggi struktur modal maka nilai perusahaan akan semakin meningkat. b 2 = 0,062007 menunjukkan koefisien regresi profitabilitas bernilai positif terhadap nilai perusahaan. Artinya apabila variabel profitabilitas meningkat sebesar satu %, maka nilai perusahaan akan meningkat sebesar 0,062007 % dengan asumsi variabel struktur modal, likuiditas, dan ukuran perusahaan konstan. Nilai regresi yang positif tersebut berarti terdapat pengaruh antara profitabilitas terhadap nilai perusahaan atau semakin tinggi profitabilitas maka nilai perusahaan akan semakin meningkat. b 3 = - 0,003185 menunjukkan koefisien regresi likuiditas bernilai negatif terhadap nilai perusahaan. Artinya apabila variabel likuiditas meningkat sebesar satu %, maka nilai perusahaan akan berkurang 0,003185 % dengan asumsi variabel struktur modal, profitabilitas, dan ukuran perusahaan konstan. b 4 = - 0,126623 menunjukkan koefisien regresi ukuran perusahaan bernilai negatif terhadap nilai perusahaan. Artinya apabila variabel ukuran perusahaan meningkat sebesar satu satuan, maka nilai perusahaan akan menurun sebesar 0,126623 satuan dengan asumsi variabel struktur modal, profitabilitas, dan likuiditas konstan. 1. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Nilai t hitung > t tabel (5,450062>1,66177) dan nilai probabilitas < 0,05 yaitu 0,0000, berarti variabel struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka hipotesis pertama pada penelitian ini diterima secara statistik. Semakin besar struktur modal maka nilai perusahaan juga semakin baik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa adanya kebijakan penambah hutang akan berpengaruh positif bagi persepsi dan langkah inverstor terhadap nilai Tunggul Priyatama dan Eka Pratini, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) perusahaan karena adanya penghematan pajak di dalamnya. Dengan memasukkan pajak penghasilan perusahaan, maka penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (Utami, Santoso, dan Pranaditya, 2017). Hutang yang tinggi dapat memperbesar risiko perusahaan mengalami kebangkrutan, akan tetapi selama tingkat penggunaan hutang tersebut masih dalam batas optimal maka penggunaan hutang masih dalam kondisi aman (Ramdhonah, Solikin, dan Sari, 2019). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Asif dan Aziz (2016), Kamila dan Yuniati (2017), Chasanah dan Adhi (2017), dan Utami, Santoso, dan Pranaditya (2017). 2. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Nilai t hitung > t tabel (3,730883 1,66177) dan nilai probabilitas 0,05 yaitu 0,000, berarti variabel profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka hipotesis kedua yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada penelitian ini diterima secara statistik. Semakin tinggi profitabilitas maka, nilai perusahaan juga semakin baik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa tingginya profitabilitas dapat menunjukkan prospek perusahaan yang baik kepada para investor karena para investor akan tertarik pada perusahaan yang memiliki profitabilitas yang baik, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan permintaan saham (Chasanah, dan Adhi, 2017). Banyaknya permintaan investor akan saham perusahaan memicu kenaikan pada harga saham perusahaan tersebut. Tinggi rendahnya harga saham yang terbentuk mempengaruhi nilai dari perusahaan (Sari dan Priyadi, 2016). Hasil penelitian ini sejalan dengan Sabrin, Sarita, Takdir S. dan Sujono (2016), Sucuahi dan Cambarihan (2016), Sari dan Priyadi (2016), dan Oktaviarni, Murni dan Suprayitno (2019). 3. Pengaruh Likuiditas Terhadap Nilai Perusahaan Nilai t hitung < t tabel (-2,140257 1,66177) dan nilai probabilitas 0,05 yaitu 0,0350, berarti variabel likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada penelitian ini ditolak secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi likuiditas, maka nilai perusahaan akan menurun. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan membuat perusahaan lebih mengalokasikan dananya pada pelunasan kewajiban jangka pendek sehingga dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham akan rendah (Yuliana, 2016). Tingkat likuiditas yang tinggi pada perusahaan infrastruktur, utilitas, dan transportasi akan menjadi sinyal negatif untuk para investor yang membuat investor tidak tertarik untuk melakukan investasi. Dengan begitu permintaan saham akan menurun, harga saham akan semakin rendah sehingga berdampak pada nilai perusahaan yang menurun (Yuliana, 2016). Hasil penelitian ini sejalan dengan Wijaya dan Purnawati (2013), Yuliana (2016), dan Andriani dan Rudianto (2019). 4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Nilai t hitung < t tabel (-2,095404 1,66177) dan nilai probabilitas 0,05 yaitu 0,0389 berarti ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka hipotesis keempat yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada penelitian ini ditolak secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka nilai perusahaan semakin menurun. Hal tersebut dapat dijelaskan karena investor yang menganggap bahwa perusahaan yang memiliki total aset besar cenderung menetapkan laba ditahan lebih besar dibandingkan dengan dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham. Perusahaan tidak selalu membagikan dividen kepada para pemegang saham tetapi mengalokasikan laba ditahan untuk digunakan sebagai modalnya kembali, hal ini terkait dengan kebijakan dividen perusahaan. Perusahaan yang mempertahankan laba daripada membaginya sebagai dividen dapat mempengaruhi harga saham dan nilai perusahaannya (Ramdhonah, Solikin, dan Sari, 2019). Kondisi tersebut dapat mengurangi minat investor pada saham perusahaan terkait, sehingga turunnya demand (permintaan) saham perusahaan akan mengarahkan pada turunnya nilai perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamila dan Yuniati (2017), Utomo dan Christy (2017), Panggabean (2018), dan Ramdhonah, Solikin, dan Sari (2019). ## SIMPULAN Hasil penelitian ini membuktikan bahwa struktur modal dan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Penambahan hutang dalam struktur modal perusahaan tidak selalu berdampak negatif, karena dapat digunakan sebagai tambahan dana investasi maupun penghematan pajak perusahaan . Penghematan pajak bagi perusahaan yang melakukan hutang akan meningkatkan laba bersih yang menjadi hak pemegang saham menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Dewi dan Wirajaya, 2013) . Sehingga, penambahan hutang menjadi hal yang menarik bagi investor dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Kemudian, Tunggul Priyatama dan Eka Pratini, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) peningkatan nilai profitabilitas dapat menunjukkan prospek perusahaan yang baik kepada para investor karena mereka tertarik pada perusahaan yang memiliki profitabilitas yang baik, dan berpengaruh pada peningkatan permintaan saham dan nilai perusahaan. Sementara itu, likuiditas dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan tingkat likuiditas yang tinggi akan membuat perusahaan lebih mengalokasikan dananya pada pelunasan kewajiban jangka pendek sehingga dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham akan rendah. Ukuran perusahaan yang terlalu besar dianggap akan menetapkan laba ditahan lebih besar dibandingkan dengan dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham . Penelitian ini menghasilkan implikasi manajerial yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi perusahaan di sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Perusahaan sektor tersebut agar dapat menentukan kebijakan selanjutnya mengenai pentingnya hutang dalam struktur modal, serta profitabilitas bagi perusahaan. Hutang boleh dilakukan selama tingkat penggunaan hutang tersebut masih dalam batas optimal, yaitu kondisi yang masih menjaga keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembaliannya (Ramdhonah, Solikin, dan Sari, 2019). Pihak perusahaan perlu memahami bahwa adanya hutang dapat menimbulkan biaya bunga hutang yang dapat mengurangi pembayaran pajak. Biaya pajak dihitung dari laba operasi setelah dikurangi bunga hutang. Sehingga, laba bersih yang menjadi hak pemegang saham akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Dewi dan Wirajaya, 2013) . Hal tersebut menjadi menarik bagi para investor dan dapat menjadikan nilai perusahaan meningkatkan. Profitabilitas tidak bisa dikesampingkan dari salah satu tujuan penting pencapaian kinerja perusahaan. Karena mayoritas stakeholder , khususnya investor menitikberatkan perhatian pada profitabilitas ini. Perusahaan tetap harus berusahan untuk menjaga agar profitabilitas berada pada kondisi yang baik. Hal tersebut berperan untuk dapat meningkatkan performa dan nilai perusahaan. Pada poin ini, ditunjukkan bahwa suatu kebijakan dapat mengarahkan persepsi dan penilaian dari para investor yang nampaknya selaras dengan teori sinyal yang dikembangkan oleh (Ross, 1997). Perusahaan ada kalanya harus dapat memahami dan memainkan sudut pandang dari pihak eksternal, khususnya investor untuk dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan harapan mereka. Penelitian ini masih ada beberapa keterbatasan, oleh karena itu, masih ada celah untuk dapat dilakukan penelitian selanjutnya. Adapun saran yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya adalah dengan mempertimbangkan penggunaan variabel lain dari sudut pandang kepemilikan saham, tata kelola perusahaannya, dan berbagai aspek lain untuk dapat melihat sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai perusahaan pada perusahaan di sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Rentang waktu penelitian dapat dikaji dengan lebih lama untuk dapat memberikan hasil penelitian yang lebih kuat, dengan menggunakan tahun terbaru. ## DAFTAR PUSTAKA Andriani, P. R., & Rudianto, D. (2019). Pengaruh Tingkat Likuiditas, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan pada Subsektor Makanan dan Minuman yang Tercatat di BEI (BEI) Periode 2010-2017. Journal of Entrepreneurship, Management and Industry (JEMI) , 2(1), 48-60. Anisyah & Purwohandoko. (2017). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan pada Sektor Pertambangan yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2015 . Jurnal manajerial bisnis , 1(1), 34-46. Asif, A. & Aziz, B. (2016). Impact of Capital Structure on Firm Value Creation- Evidence from the Cement Sector of Pakistan. International Journal of Research in Finance & Marketing, 6(6), 2231- 5985. Bursa Efek Indonesia. (2019). Data Pasar. https://www.idx.co.id/data-pasar/data- saham/daftar-saham/, Diakses pada tanggal 4 Oktober 2019. Chasanah, A. N. & Adhi, D. K. (2017). Profitabilitas, Struktur Modal Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Real Estate yang Listed di BEI Tahun 2012-2015. Fokus Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ekonomi , 12(2), 109-128. Deil, S. (2015). Investor Masih Tergila-gila dengan Sektor Saham Infrastruktur RI. https://www.liputan6.com/bisnis/read/2188583/in vestor-masih-tergila-gila-dengan- sektor-saham- infrastruktur-ri. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020. Deli, E. P. I. N. & Kurnia. (2017). Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Growth Opportunity dan Likuiditas Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi , 6(7). Dewi, A. S. M., & D. Wirajaya. (2013). Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan pada nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi, 4(2). Fauzi, M. S. & Aji, T. S. (2018). Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Sektor Agriculture Tahun 2012-2015. Jurnal Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya , 6(1). Gujarati, D. N. & Porter, D. C. (2010). Dasar-Dasar Tunggul Priyatama dan Eka Pratini, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018) Ekonometrika . Edisi 5, Buku 2. Jakarta; Salemba Empat. Kamila, D. R., & Yuniati, T. (2017). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabilitas dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal ilmu dan riset manajemen , 6(3). Kevin, A. (2018). Kinerja Sektoral Kuartal I, Pertambangan Naik Paling Tinggi. https://www.cnbcindonesia.com/market/20180402 161126-17-9383/kinerja- sektoral-kuartal-i- pertambangan-naik-paling-tinggi. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020. Kurniasih, B., & Ruzikna. (2017). Pengaruh Struktur Modal dan Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan pada Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bei. JOM FISIP , 4(2). Mawarni, P. I., & Triyonowati. (2017). Pengaruh Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan Food and Beverages. Jurnal ilmu dan riset manajemen , 6(6). Oktaviarni, F., Murni, Y., & Suprayitno, B. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Kebijakan Dividen dan Ukuran Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan Sektor Real Estate, Properti, dan Konstruksi Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016). Jurnal Akuntansi , 9(1), 1-16. Panggabean, M. R. (2018). Pengaruh Corporate Social Responsibility, Ukuran Perusahaan, Struktur Modal dan Tax Avoidance terhadap Nilai Perusahaan (Pada Perusahaan Manufaktur yang Masuk dalam Lq45 di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2017). Jurnal Kajian Bisnis , 26(1). Putra, A. A. N. D. A. & Lestari P. V. (2016). Pengaruh Kebijakan Dividen, Likuiditas, Profitabilitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan. E-Jurnal Manajemen Unud , 5(7), 4044 – 4070. Ramdhonah, Z. I. S., & Sari, M. (2019). Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2017). Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan , 7(1). Riyanto, B. (2008). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan . BPFE. Yogyakarta. Ross, S. A. (1977). The Determination of Financial Structure: The Incentive-Signalling Approach. The Bell Journal of Economic s, 8(1), 23-40. Sabrin., Sarita, B., Syaifuddin, D. T., & Sujono. (2016). The Effect of Profitability on Firm Value in Manufacturing Company at Indonesia Stock Exchange. The International Journal of Engineering and Science , 5(10), 81-89. Sari, R. A. I. & Priyadi, M. P. (2016). Pengaruh Leverage, Profitabilitas, Size, Dan Growth Opportunity Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen , 5(10). Spence, M. (1973) “Job Market Signaling”. The Quarterly Journal of Economics , 87(3), (Aug., 1973), pp. 355-374. The MIT Press. Sucuahi, W. & Cambarihan, J. M. (2016). Influence of Profitability to the Firm Value of Diversified Companies in the Philippines. Accounting and Finance Research, 5(2). 149-153. Suranto, V. A. H. M., Nangoi, G. B., & Walandouw, S. K. (2017). Pengaruh Struktur Modal dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA , 5(2), 1031-1040. Tui, Sutardjo., Nurnajamuddin, M., Sufri, M., & Nirwana, A. (2017). Determinants of Profitability and Firm Value: Evidence from Indonesian Banks. International Journal of Management & Social Sciences, 7(1), 84-95. Utami, D., Santoso, E. B., & Pranaditya, A. (2017). Pengaruh Struktur Modal, Pertumbuhan Perusahaan, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Kinerja Keuangan Perusahaan, Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Sektor Aneka Industri yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015). Journal of Accounting, 3(3). Utomo, N. A. & Christy, N. N. A. (2017). Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Lq 45 Di Bursa Efek Indonesi. Bima Bingkai Manajemen, STIE Dharmaputra Semarang. Wiagustini, Ni Luh Putu. (2010). Manajemen Keuangan . Udayana University Press. Denpasar. Widiastari, P. A., & Yasa, G. W. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow dan Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 23(2), 957-981. Wijaya, I. B. N. P., & Purnawati, N. K. (2013). Pengaruh Likuiditas dan Kepemilikan Institusional derhadap Nilai Perusahaan Dimoderasi Oleh Kebijakan Dividen. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana . Yuliana, S. R. (2016). Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Perusahaan (Growth), Leverage dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015). Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .
f622b1eb-b385-4b3e-a97c-8e7e15bc3cc7
https://journal.trunojoyo.ac.id/jsmb/article/download/1499/1286
Analisa Statistik Drop Box Sebagai Inovasi Peningkatan Pelayanan Pelaporan SPT Tahunan Untuk Wajib Pajak Thina Ardliana Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) E-mail: [email protected] ## ABSTRAK Drop Box merupakan salah satu inovasi pelayanan publik dalam penerimaan SPT atau e-SPT Tahunan yang dicetuskan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak mulai tahun 2009. Fasilitas ini digunakan untuk memudahkan wajib pajak dalam melakukan pelaporan SPT Tahunan, dimana ditempatkan pada lokasi strategis yang dijangkau oleh masyarakat umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan jumlah wajib pajak sebelum dan setelah diterapkan drop box. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis statistik dengan mengambil pengukuran data jumlah wajib pajak di KPP Pratama Surabaya Wonocolo selama kurun waktu 5 tahun sebelum (tahun 2003 – 2007) dan setelah (tahun 2008 – 2012) drop box. Penelitian ini bersifat perbandingan kuantitatif, dimana hasil pengujian hipotesis menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap jumlah wajib pajak sebelum dan setelah drop box. Dengan ditolaknya H o membuktikan peningkatan optimal jumlah wajib pajak dalam kurun waktu total 10 tahun. Berdasarkan hal tersebut, inovasi penerapan drop box ternyata mampu meningkatkan pelayanan pelaporan SPT Tahunan untuk wajib pajak. Kata Kunci: drop box, wajib pajak, dan inovasi ## ABSTRACT Drop Box is one of the innovations of public services in the tax return (SPT) or electronic tax return (e-SPT) which was initiated in 2009 by the Directorate General of Taxation. This facility, which is placed at strategic locations accessible by public, is used to facilitate the taxpayer in reporting SPT. The purpose of this study is to determine differences in the increase in the number of taxpayers before and after the implementation of the drop box. This research was conducted by using statistical analysis and used data measurement of the taxpayer in Tax Office (KPP ) Pratama Surabaya Wonocolo over a period of 5 years before (2003-2007) and after (2008-2012) utilizing drop box. This study is a quantitative comparison, where the results of hypothesis testing showed a significant change in the number of taxpayers before and after the the implementation of drop box. The rejection of H o proves the optimal increase in the number of taxpayers in a total period of 10 years. It leads to the fact that the innovation of drop box can increase the annual tax return service for the taxpayers . Keywords: drop box, taxpayers, and innovation ## PENDAHULUAN Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk melaporkan dan menghitung sendiri besamya pajak yang terutang melalui Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai Undang-Undang Perpajakan. Hal ini dikarenakan Indonesia menganut self assessment system , dimana wajib pajak memiliki kesadaran penuh dan secara mandiri melaporkan pajaknya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Self assessment system menuntut kesadaran tinggi dari wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, namun pada kenyataannya kesadaran tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari rasio kepatuhan wajib pajak yang hanya mencapai 62% dari target 65%. Rasio kepatuhan ini memang selalu meningkat dari tahun ke tahun, namun angka di kisaran 60% belum termasuk membanggakan. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak dituntut selalu berinovasi untuk dapat meningkatkan rasio kepatuhan tersebut dalam rangka memaksimalkan pelayanan publik. Misalnya dengan perbaikan kualitas layanan perpajakan, karena kualitas layanan berkorelasi positif dengan kepuasan konsumen maka diharapkan dengan semakin membaiknya layanan perpajakan akan meningkatkan rasio kepatuhan wajib pajak dalam hal penyampaian Surat Pemberitahuan. Wajib pajak akan merasakan kemudahan dan kenyamanan layanan perpajakan, serta kepastian hukum. Kemudahan pemenuhan perpajakan ini dapat dilihat dari fasilitas drop box dalam hal penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan yang mulai dilaksanakan pada pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan sejak tahun pajak 2009. Sehingga tak ada kesulitan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan. Drop box adalah tempat dimana Surat Pemberitahuan Tahunan dapat diterima dan ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak itu sendiri, pusat-pusat perbelanjaan atau tempat strategis umum lainnya. Drop box memberikan kemudahan bagi wajib pajak terutama yang memiliki keterbatasan waktu dan tenaga. Wajib pajak tidak perlu datang dan mengantri ke Kantor Pelayanan Pajak, akan tetapi dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilannya dimana saja. Kualitas pelayanan drop box yang semakin baik dari tahun 2010 diharapkan mampu mendongkrak kepatuhan wajib pajak secara formal yaitu wajib pajak lebih tertib dalam menyampaikan SPT dengan tidak melebihi batas waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang. ## TINJAUAN PUSTAKA ## Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Surat Pemberitahuan ini merupakan alat komunikasi antara fiskus dan wajib pajak untuk memenuhi hak dan kewajiban pajak. Penyampaian Surat Pemberitahuan ini dilakukan secara rutin dalam masa pajak tertentu, dalam jangka waktu bulanan maupun tahunan. Surat Pemberitahuan harus disampaikan dengan benar, lengkap, jelas dan tepat waktu untuk menghindari sanksi perpajakan baik administratif maupun pidana. Selain itu, pelaporan Surat Pemberitahuan ini juga berfungsi untuk menilai tingkat kepatuhan wajib pajak baik kepatuhan formal maupun material. Tingkat kepatuhan wajib pajak berkorelasi positif terhadap penerimaan perpajakan, artinya semakin baik tingkat pelaporan Surat Pemberitahuan maka semakin baik pula penerimaan perpajakan. Kepatuhan formal dinilai dari batas pelaporan Surat Pemberitahuan, dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhimya tahun pajak, sedangkan untuk Wajib Pajak Badan selambat-lambatnya empat bulan setelah berakhimya tahun pajak. Sedangkan untuk kepatuhan material, dinilai dari isi Surat Pemberitahuan, apakah sudah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau masih belum sesuai Kepatuhan material ini dapat diketahui melalui pemeriksaan pajak terlebih dahulu. Surat Pemberitahuan Tahunan yang dimaksud adalah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (1771), Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (1770, 1770 S dan 1770 SS), juga Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pembetulan. Drop box sendiri sudah diterapkan mulai tahun 2009 yaitu untuk penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan tahun pajak 2008, sedangkan pada tahun 2010 adalah implementasi di tahun kedua. Terdapat perbedaan antara drop box dari tahun 2009 dan 2010 yang tentunya mengarah kepada efektivitas pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Terlebih di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I, KPP Pratama Surabaya Wonocolo salah satunya yang menerapkan sistem one day done yang artinya pengolahan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan dapat selesai diolah dalam satu hari yang bersangkutan. ## Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pernyataan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Pasal 1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak mempunyai 2 fungsi utama yakni (Mardiasmo, 2004) : 1. Fungsi Penerimaan ( Budgetair ), yakni pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya yaitu belanja pegawai, pemerintah, modal, maupun investasi. Hal ini dapat dilihat dari komposisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana pajak merupakan tumpuan utamanya. 2. Fungsi Pengaturan ( Regulerend ), yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dimana ada pengenaan tarif pajak yang berbeda dengan memperhatikan aspek sosial dan ekonomi. Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sektor pajak memberikan kontribusi terbesar sebagai penerimaan negara. ## Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang disebut wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Sedangkan, Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk араpun, firma, kongsi, koperasi, politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. ## Drop Box Drop box merupakan wadah berbentuk kotak yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menerima pelaporan SPT Tahunan. Drop box ditempatkan di lokasi yang strategis, misalnya fasilitas umum, pusat perbelanjaan atau pusat keramaian seperti terminal, stasiun, bandara, sehingga wajib pajak tidak perlu lagi mendatangi Kantor Pelayanan Pajak. Drop box ini digunakan untuk memangkas waktu dan jarak antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak, sehingga penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dapat lebih praktis, efisien dan efektif. ## METODE PENELITIAN ## Populasi dan Sampel Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang terstruktur dan mengkuantitatifkan data untuk dapat digeneralisasikan (Anshori dan Iswati, 2009). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Pengambilan populasi dalam penelitian yaitu jumlah wajib pajak KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Sedangkan sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002). Oleh karena itu, sampel dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak KPP Pratama Surabaya Wonocolo mulai periode tahun pajak 2003 hingga tahun pajak 2012. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pemilihan sampel secara tidak acak ( purposive sampling ). Sedangkan spesifikasi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data dokumenter berupa laporan jumlah wajib pajak KPP Pratama Surabaya Wonocolo, dimana memuat jumlah wajib pajak terdaftar, jumlah wajib pajak efektif, dan jumlah wajib pajak non efektif selama 5 tahun sebelum pelaksanaan drop box dan 5 tahun setelah pelaksanaan drop box . Data dokumenter merupakan jenis data penelitian berupa arsip yang memuat “apa” dan kapan atau transaksi serta siapa yang terlibat dalam suatu kejadian. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk laporan jumlah wajib pajak KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Menurut Idrus (2009), data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua, bukan informan asli yang memiliki informasi atas data tersebut. Dalam hal ini, data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber selain responden yang menjadi sasaran penelitian. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang terpublikasi dan yang tidak terpublikasi. ## Perumusan Uji Hipotesa Penelitian ini diukur secara kuantitatif dari pelayanan publik, sehingga hal ini berkaitan dengan jumlah wajib pajak. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan perumusan hipotesis sebagai berikut: H o : Tidak terdapat perbedaan jumlah wajib pajak KPP Pratama Surabaya Wonocolo Sebelum dan Setelah Pelaksanaan Drop Box H 1 : Terdapat perbedaan jumlah wajib pajak KPP Pratama Surabaya Wonocolo Sebelum dan Setelah Pelaksanaan Drop Box Teknik pengolahan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan metoda penelitian dan sifat data, termasuk mengkaji apakah akan digunakan analisis statistik atau tidak. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah statistik parametrik yang merupakan penelitian yang berhipotesis statistik dengan menggunakan sampel (Anshori dan Iswati, 2009). Alasan menggunakan jenis analisis statistik ini karena pada penelitian ini menggunakan skala interval (baik interval tahun maupun interval kuantitas), sehingga analisis yang sesuai yakni analisis parametrik. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Menurut Wibisono (2000:141), uji normalitas merupakan suatu jenis uji statistik untuk menentukan normal atau tidak normalnya distribusi dalam suatu populasi. Dalam penelitian ini analisis data menggunakan statistik deskriptif dan uji hipotesis menggunakan uji beda Paired Sample T Test . Langkah-langkah pengujian tersebut, yaitu: 1. Menghitung selisih (d) antara pengamatan sebelum dan setelah drop box. 2. Menghitung d rata-rata, kemudian mengkuadratkan selisih tersebut dan menghitung total selisih kuadrat. 3. Mencari standar deviasi (sd) dengan rumus: s=√ ∑ (Xi-X 2 ) ( n-1 ) 4. Menghitung t hitung dengan rumus: t= d S/√n 5. Menentukan H o dan H 1 (data berupa jumlah wajib pajak) 6. Menentukan taraf signifikansi (α = 5%) 7. Kriteria pengambilan keputusan untuk pengujian hipotesis adalah jika probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima (artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah pelaksanaan drop box ) dan apabila probabilitas < 0,05 maka H 0 ditolak (artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah pelaksanaan drop box ). ## ANALISA DAN PEMBAHASAN ## Analisa dan Pengolahan Data Variabel penelitian berupa data jumlah wajib pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo dari mulai tahun pajak 2003 sampai dengan 2012. Deskripsi variabel tersebut meliputi mean atau rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum. Di luar kriteria wajib pajak non efektif maka wajib pajak termasuk wajib pajak efektif. Wajib pajak terbagi atas 3 jenis yakni terdaftar, efektif dan non efektif. Wajib pajak terdaftar merupakan jumlah seluruh wajib pajak yang tercatat di Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Wonocolo dalam suatu tahun pajak. Wajib pajak terdaftar dapat dikatakan sebagai wajib pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dari ketiga jenis wajib pajak, selanjutnya dikelompokkan dalam kategori perorangan, badan dan bendahara seperti yang termuat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, didapatkan 8 jenis kategori wajib pajak yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu wajib pajak terdaftar perorangan, wajib pajak terdaftar wajib pajak badan usaha, wajib pajak terdaftar bendahara, wajib pajak efektif perorangan, wajib pajak efektif badan usaha, wajib pajak efektif bendahara, wajib pajak non efektif perorangan serta wajib pajak non efektif badan. Terkait jenis wajib pajak non efektif bendahara karena tiap tahun menunjukkan tidak adanya wajib pajak pada kategori ini (bernilai nol), maka kategori ini tidak dimasukkan dalam data penelitian. Pengkategorian ini didasarkan pada jenis wajib pajak berdasarkan subjeknya yaitu orang pribadi, badan, dan bendahara, sedangkan berdasarkan pemenuhan kewajiban perpajakan dibagi menjadi wajib pajak terdaftar, efektif dan non efektif. Untuk melakukan perbandingan antara sebelum dan sesudah drop box , maka dibuat rata-rata data jumlah wajib pajak dalam kurun 5 tahun sebelum dan setelah pelaksanaan drop box . Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1 dimana masing-masing jenis wajib pajak menunjukan perbedaan yang sangat signifikan. Tabel 1 ## Rata-Rata Jumlah Wajib Pajak Sebelum dan Setelah Drop Box ## Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Berdasarkan data yang ada pada Tabel 1, dibuat sebuah grafik perbandingan jumlah wajib pajak sebelum dan setelah drop box yang diperlihatkan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan antara perbandingan rata-rata jumlah wajib pajak selama 5 tahun sebelum dan sesudah pelaksanaan drop box . Peningkatan tajam terjadi pada jenis wajib pajak OPT (orang pribadi terdaftar) dan wajib pajak OPE (orang pribadi efektif). Hal ini dikarenakan wajib pajak perorangan tersebut dengan mudah menjangkau melaporkan pajak melalui fasilitas drop box . Gambar 1 ## Grafik Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Sebelum dan Setelah Drop Box Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Jenis Wajib Pajak Sebelum drop box (tahun 2003 – 2007) Setelah drop box (tahun 2008 – 2012) OPT 15119 56680 BT 6743 10175 BENDT 543 703 OPE 14702 55984 BE 6684 10060 BENDE 552 702 OPNE 417 696 BNE 58 115 0 20000 40000 60000 80000 OPT BT BENDT OPE BE BENDE OPNE BNE th 2003 - th 2007 th 2008 - th 2012 ## Uji Normalitas Statistik Uji normalitas data dalam analisis statistik mempunyai tujuan untuk menguji apakah dalam variabel terikat dan variabel bebas berdistribusi normal atau tidak. Model regresi data statistik yang baik adalah memiliki data yang terdistribusi normal . Sebelum hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data secara normal ataupun tidak normal. Untuk mengetahui uji ini, dapat dilihat dengan membandingkan nilai Asymp.Sig. (2- tailed) dengan level significane (a) . Apabila nilai yang terbaca menunjukkan Asymp.Sig. (2-tailed) > level of significane (a) , maka data variabel tersebut berdistribusi secara normal. Tahapan selanjutnya, apabila data terdistribusi normal, pengujian hipotesis berlanjut menggunakan paired sample t-test. Namun, untuk data yang tidak terdistribusi normal, pengujian hipotesis berikutnya menggunakan uji data berperingkat Wilcoxon . Berikut merupakan hasil output kolmogorov-smirnov yang ditunjukkan pada Tabel 2. ## Tabel 2 Hasil Pengujian Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov Th. 2003-2007 Th. 2008-2012 N 8 8 Normal Parameters a Mean 201.6560 293.6124 Std. Deviation 254.11464 338.38688 Most Extreme Differences Absolute .339 .326 Positive .339 .326 Negative -.221 -.258 Kolmogorov-Smirnov Z .959 .923 Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .362 a. Test distribution is Normal. Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Dari Tabel 2 diketahui bahwa data terdistribusi secara normal karena memiliki signifikansi atau p value yang dilambangkan dengan asymp. Sig (2-tailed) lebih dari 5% (0.05). Hal ini ditunjukkan rata-rata jumlah wajib pajak dalam kurun waktu lima tahun sebelum adanya drop box pada tahun 2003 hingga tahun 2007 mempunyai signifikansi 0.317; sedangkan rata-rata jumlah wajib pajak dalam kurun waktu lima tahun sesudah adanya drop box pada tahun 2008 hingga tahun 2012 signifikansinya 0.362. Semuanya menunjukkan signifikansi lebih dari 5% atau 0.05. Dari hasil pengujian tersebut terbukti bahwa data terdistribusi normal, maka pengujian hipotesis selanjutnya menggunakan paired sample t-test. ## Pembahasan dan Analisa Pengujian Hipotesa selanjutnya dilakukan dengan menggunakan paired sample t-test. Dalam pengujian ini akan dilihat perbedaan sebelum dan setelah drop box apakah mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Berikut ini pada Tabel 3 menunjukkan hasil output Paired Sample t-test data penelitian, yaitu: Tabel 3 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Paired Sample t-test Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 VAR0001 1 2.0166E 2 8 254.11464 89.84309 VAR0001 2 2.9361E 2 8 338.38688 119.63783 Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 VAR00011 & VAR00012 8 .987 .000 Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Berdasarkan Tabel 3 hasil pengujian di atas dengan level kepercayaan 95%, diketahui bahwa perbandingan jumlah wajib pajak sebelum dan setelah pelaksanaan drop box yakni tahun 2003-2007 (sebelum) dan tahun 2008-2012 (setelah) menunjukkan sig (2-tailed) 0.031 < 0.05 (kurang dari 5%), maka H 0 ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan signifikan sebelum dan setelah pelaksanaan dropbox dalam hal jumlah wajib pajak. Drop box merupakan inovasi Direktorat Jenderal Pajak di bidang pelayanan perpajakan untuk menjawab tantangan bahwa pelaporan pajak sulit adalah tidak benar. Drop box mulai diterapkan pada tahun 2009 untuk pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2008 dan terus dilaksanakan di tahun- tahun berikutnya dengan sejumlah perbaikan. Secara signifikan drop box berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak. Sistem perpajakan yang menganut self assessment system sangat membutuhkan kesadaran yang tinggi bagi Paired Samples Test Paired Differences t df Sig. (2- tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 VAR0001 1 - VAR0001 2 - 9.19564E 1 96.36011 34.06844 - 172.5154 4 -11.39731 -2.699 7 .031 masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Setelah memperoleh NPWP dilanjutkan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya yaitu membayar pajak dan melaporkannya dengan surat pemberitahuan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan paired sample t- test dari Tabel 3, ditunjukkan bahwa H o ditolak dan H 1 diterima yang artinya terdapat perbedaan jumlah wajib pajak sebelum dan setelah pelaksanaan drop box . Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan signifikan jumlah wajib pajak antara kurun waktu 10 tahun sebelum dan setelah pelaksanaan drop box , yakni tahun pajak 2003 hingga tahun pajak 2012. Adanya perbedaan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan drop box mempunyai dampak efektivitas yang cukup besar, terutama dalam hal peningkatan jumlah wajib pajak yang menyampaikan pajaknya kepada KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Drop box merupakan sebuah solusi yang efektif untuk memberikan dampak perkembangan yang baik bagi kantor pelayanan pajak. Hal ini disebabkan oleh adanya salah satu reformasi perpajakan yakni adanya fasilitas kemudahan dan kenyamanan pelayanan perpajakan. Sasaran dan target kinerja KPP Pratama Surabaya Wonocolo yang meningkat tajam dari segi jumlah wajib pajak selama kurun waktu 5 tahun tersebut akan memberikan dampak yang positif baik kepada wajib pajak terhadap pelayanan instansi, kepada pemerintah untuk memberikan kontribusi pemasukan APBN, maupun kepada KPP Pratama Surabaya Wonocolo sendiri ataupun Dirjen Pajak. Oleh karena itu, adanya fasilitas drop box ternyata mampu mencapai sasaran KPP dan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan jumlah wajib pajak, maka inovasi penerapan drop box mampu membuktikan keberhasilan inovasi pelayanan publik yang dicapai oleh KPP Pratama Surabaya Wonocolo. ## SIMPULAN DAN SARAN ## Simpulan Drop box merupakan layanan satu atap bagi calon wajib pajak untuk mendapatkan informasi perpajakan, mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, untuk selanjutnya melaporkan pajak. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif kuantitatif yakni penelitian yang bersifat membandingkan dalam segi kuantitas. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan paired sample t- test diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan jumlah wajib pajak sebelum dan setelah pelaksanaan drop box . Hal ini dibuktikan dengan ditolaknya H o dan diterimanya H 1 yang mengindikasikan adanya peningkatan signifikan jumlah wajib pajak selama kurun waktu 5 tahun setelah pelaksanaan drop box . Adanya perbedaan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan drop box mempunyai dampak efektivitas yang cukup besar, terutama dalam hal peningkatan jumlah wajib pajak yang menyampaikan pajaknya kepada KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Drop box merupakan sebuah inovasi yang solutif untuk memberikan dampak perkembangan pelayanan publik yang baik bagi kantor pelayanan pajak. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur efektivitas penerapan drop box secara kuantitatif dengan objek penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Madya, atau lebih luas lagi misalnya dalam lingkup satu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Dapat juga dilakukan penelitian kualitatif dengan mengkaji faktor- faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan drop box , serta penelitian dari aspek lain. ## DAFTAR PUSTAKA ______ ,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. ______ ,Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. ______ ,Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ______ ,Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan. Anshori, M. dan Iswati. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif . Bahan Ajar. Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Surabaya. Idrus, M. (2009). Metode Pendekatan Ilmu Sosial . Penerbit Erlangga. Yogyakarta. Indriantoro, N. dan B. Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama . BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Mardiasmo. (2004). Akuntansi Sektor Publik . Penerbit Andi. Yogyakarta. . (2009). Perpajakan.Edisi Revisi 2009 . Penerbit Andi. Yogyakarta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R & D. Penerbit Alfabeta. Bandung. Wibisono, M. S. (2000). Pengantar Ilmu Kuliah . PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
91221e3f-e92e-42d0-b0c9-203462d9a540
https://akuntansi.pnp.ac.id/jam/index.php/jam/article/download/134/99
ERROR: type should be string, got "https://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 37\n\n## Akuntansi dan Manajemen\nVol. 16, No. 1, 2021, Hal.37-53\nPengaruh CAR, ROA, BOPO, dan NIM Terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank BUMN\nFitra Syafaat 1\n1 Program Studi Manajemen Pajak, Universitas Pakuan Email: [email protected]\n\n## ABSTRACT\nThis study aims to examine and analyze the effect of financial ratios on profit growth in banking companies. The financial ratios used are the Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Assets (ROA), Operations Expenses Operations Income (BOPO), and Net Interest Margin (NIM) toward the profit growth of state- owned banks. The research period is 2011 to 2020, using secondary data obtained from annual reports. Data processing using SPSS version 25, with multiple linear regression testing. The results showed that partially, the variables CAR, ROA, BOPO, and NIM did not have a significant effect on profit growth of state- owned banks. While simultaneously testing, the independent variables have an effect on the profit growth of state-owned banks. Profit growth at state-owned banks for the 2011-2020 period was influenced by the CAR, ROA, BOPO, and NIM variables of 23.8%. While the remaining 76.2% is explained by other variables outside of this research model.\nKeywords: Capital Adequacy Ratio, Return on Assets, Operations Expenses Operations Income, Net Interest Margin, Profit Growth\n\n## ABSTRAK\nPenelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh rasio keuangan terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan. Rasio keuangan yang digunakan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Assets (ROA), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), dan Net Interest Margin (NIM) terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN. Periode penelitian adalah tahun 2011 hingga 2020, menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan ( annual report ). Pengolahan data menggunakan SPSS versi 25, dengan pengujian regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, variabel CAR, ROA, BOPO, dan NIM tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN. Sementara pengujian secara simultan, variabel independen berpengaruh terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN. Pertumbuhan laba pada Bank BUMN periode 2011-2020 dipengaruhi oleh variabel CAR, ROA, BOPO, dan NIM sebesar 23,8%. Sedangkan sisanya sebesar 76,2% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.\nKata kunci : Capital Adequacy Ratio , Return on Assets, Beban Operasional Pendapatan Operasional, Net Interest Margin , Pertumbuhan Laba\n\n## PENDAHULUAN\nIndustri perbankan pada tahun 2020 di Indonesia menghadapi tantangan yang luar biasa. Hal ini terutama disebabkan munculnya pandemik Covid-19 serta segala pembatasan yang mengikutinya. Selain itu hal-hal terkait dengan persaingan antar bank, perkembangan keuangan digital serta perubahan perilaku ekonomi masyarakat akan berpengaruh terhadap kemampuan perbankan di dalam mengantisipasi dan berinovasi agar tetap bisa menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 38\nAktivitas perbankan dianggap sebagai salah satu dasar yang penting bagi perekonomian suatu negara untuk mendukung investasi. Fungsi dasar dari bank umum di antaranya sebagai intermediasi keuangan dengan cara menjembatani simpanan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali sesuai dengan kebijakan kredit [1].\nTujuan utama dari sebuah perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba. Besar atau kecilnya laba yang diperoleh, sangat bergantung kepada pengukuran atas pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan. Dalam menghasilkan laba yang maksimal, pelaku perbankan terus berupaya melakukan berbagai aktivitas, kemudian menjaga konsistensinya setiap tahun agar tidak mengalami kerugian. Akan tetapi untuk dapat mencapai tujuan perusahaan memperoleh laba setinggi-tingginya bukanlah pekerjaan yang mudah. Hambatan dalam hal operasional dan persaingan antar bank, merupakan potret industri perbankan di dalam menjaga pangsa pasarnya. Kendala-kendala tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan laba, bahkan ada juga yang sampai mengalami kerugian [2].\nBank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Tabungan Negara merupakan Bank BUMN (Badan Umum Milik Negara) yang berhasil menunjukkan pengelolaan operasional dan kinerja yang baik dengan berhasil membukukan laba. Namun dari sisi pertumbuhan laba selama 10 tahun terakhir, justru trennya menunjukkan penurunan. Perbandingan pertumbuhan laba pada tahun 2020 yang dialami oleh Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI mengalami penurunan yang sangat drastis dalam kondisi negatif. Sementara kondisi pertumbuhan laba pada tahun 2020 yang dialami oleh Bank BTN justru berlawanan tumbuh secara positif, dengan pencapaian yang meningkat dibandingkan sembilan tahun sebelumnya. Penurunan pertumbuhan laba perusahan-perusahaan sepanjang tahun 2020 ini juga dipengaruhi oleh dampak pandemik COVID-19, di mana membuat pertumbuhan ekonomi secara nasional turun secara signifikan.\n\n## Tabel 1. Pertumbuhan Laba (%) Bank BUMN Tahun 2011– 2020\nTahun Bank Mandiri Bank BNI Bank BRI Bank BTN 2011 35.51 41.55 31.52 22.13 2012 26.37 21.35 23.85 21.93 2013 17.37 28.52 14.27 14.53 2014 9.69 19.55 13.45 -26.67 2015 2.41 -15.59 4.89 61.57 2016 -30.74 24.82 3.22 41.49 2017 46.37 20.69 10.74 15.6 2018 20.56 9.59 11.61 -7.15 2019 10.07 2.76 6.16 -92.55 2020 -37.99 -78.59 -45.78 665.71\nSumber: Laporan Tahunan, hasil olah data (2021)\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam e-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\n39\nLaporan keuangan menjadi penting ketika digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Untuk menilai kinerja sebuah perusahaan itu baik atau tidak, maka perlu dilakukan sebuah pengukuran kinerja, salah satunya dengan melakukan analisis rasio keuangan [3]. Perhitungan rasio keuangan yang dilakukan pada industri perbankan dan non perbankan sebenarnya tidak terlalu berbeda. Perbedaannya terletak pada jumlah rasio yang lebih banyak. Hal ini dikarenakan komponen laporan keuangan pada industri perbankan sedikit berbeda. Bank merupakan sebuah bisnis yang mengutamakan kepercayaan dari para nasabahnya, sehingga risiko yang dihadapi oleh bank menjadi lebih besar [4].\nPada penelitian sebelumnya, Rusiyati pernah melakukan kajian mengenai pertumbuhan laba pada Bank Persero di Indonesia dengan menggunakan variabel independen Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Return on Assets (ROA). Di mana LDR secara parsial tidak berpengaruh signifikan, sementara ROA secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba [5]. Kemudian Nurwita melakukan kajian yang serupa dengan menggunakan variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Di mana keempat variabel tersebut secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba Bank milik Pemerintah [6]. Selanjutnya Paramaiswari juga meneliti mengenai tingkat kesehatan Bank terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN. Variabel yang digunakan yaitu Non Performing Loans (NPL), Interest Rate Risk (IRR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return on Assets (ROA), Net Interest Margin (NIM), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Hasil dari uji t, menunjukkan bahwa seluruh variabel independen yang diuji tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba pada Bank BUMN [7].\nBerdasarkan uraian pada pendahuluan di atas dan juga berdasarkan hasil uji penelitian sebelumnya yang tidak konsisten, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul Pengaruh CAR, ROA, BOPO, dan NIM Terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank BUMN.\n\n## LANDASAN TEORI Laba\nLaba adalah selisih dari hasil penjualan barang atau jasa yang diperoleh perusahaan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi [8]. Laba dapat dijadikan sebagai ukuran secara ringkas untuk menilai kinerja sebuah perusahan dalam satu periode tertentu [9].\n\n## Pertumbuhan Laba\nPertumbuhan laba digunakan untuk membandingkan seberapa besar peningkatan atas penerimaan laba pada periode sekarang terhadap penerimaan laba periode yang lalu [10]. Data pertumbuhan laba ini dianggap penting bagi pihak-pihak pengguna laporan keuangan, untuk menilai kinerja keuangan sebuah perusahaan. Hal ini juga dapat digunakan apakah perusahaan berhasil mencapai tujuannya [11].\nPertumbuhan Laba = Laba bersih tahun ini − Laba bersih tahun sebelumnya Laba bersih tahun sebelumnya x 100%\n(1)\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 40\n\n## Laporan Keuangan\nLaporan keuangan adalah laporan sebuah perusahaan mengenai kondisi dan kinerja keuangan yang disusun berdasarkan standar atau aturan tertentu. Laporan keuangan menyajikan informasi atas kejadian dari transaksi yang terjadi, di mana pengaturannya mengikuti klasifikasi sesuai data akuntansi [8]. Dengan laporan keuangan yang disajikan secara terperinci, maka investor dan kreditor dapat menggunakannya di dalam melakukan pengambilan keputusan terkait keputusan investasi ataupun keputusan kredit [9].\n\n## Analisis Laporan Keuangan\nAnalisis laporan keuangan merupakan tahapan untuk melihat lebih dalam lagi atas informasi-informasi yang tersaji di dalamnya, sehingga didapatkan pemahaman yang baik dari hasil laporan tersebut. Untuk dapat menilai kinerja dan perkembangan perusahaan, maka dalam menganalisis juga dilakukan perbandingan secara internal maupun secara eksternal. Selain itu, dengan menganalisis laporan keuangan pihak manajemen dapat mengetahui kekurangan apa saja yang dapat diidentifikasi sehingga proses pengambilan keputusan dapat lebih baik [9].\n\n## Analisis Rasio Keuangan\nAnalisis rasio keuangan merupakan perbandingan antara angka-angka yang terdapat di dalam laporan keuangan. Perbandingan tersebut bisa dilakukan dalam satu periode maupun beberapa periode. Perusahaan dapat dinilai dari kemampuannya dalam memberdayakan sumber daya yang ada, ataupun pencapaian target yang telah ditetapkan [4]. Meskipun di dalam melakukan analisis rasio keuangan ini menggunakan operasi perhitungan matematika yang sederhana, tetapi dalam mengintepretasikan hasilnya bukan merupakan hal yang mudah. Sehingga seorang analis harus dapat mengintepretasikan secara hati-hati, agar perhitungan rasio tersebut dapat bermanfaat [9].\n\n## Capital Adequacy Ratio (CAR)\nCapital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja bank berdasarkan kecukupan modal yang dimiliki oleh sebuah bank. Rasio ini menggambarkan bagaimana perusahaan perbankan dapat membiayai aktivitas kegiatannya dengan kepemilikan modal yang dimilikinya [12]. Saat ini penggunaan rasio CAR sudah disesuaikan menjadi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPPM). Hal ini tercantum pada Pasal 2 ayat 2 Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Nomor 11/POJK.3/2016. Batasan paling rendah ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko [13].\nCAR = Modal ATMR x 100% (2)\n\n## Return on Assets (ROA)\nReturn on Assets (ROA) adalah rasio yang sering digunakan untuk mengukur kinerja dari sebuah perusahaan, guna mendapatkan laba bersih dari jumlah aset perusahaan [14]. Jika rasio ROA semakin tinggi artinya perusahaan berhasil memanfaatkan aset yang dimiliki untuk dipergunakan dan memperoleh laba [15].\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 41 ROA = 𝐸𝐴𝑇 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 x 100% (3)\n\n## Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)\nBeban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja sebuah bank ketika menghasilkan laba. Semakin kecil nilai BOPO, maka bank semakin efisien dalam menjalankan aktivitasnya. Rasio ini digunakan untuk membandingkan antara beban operasional dengan pendapatan operasional [7].\nBOPO = Beban Operasional Pendapatan Operasional x 100%\n(4)\n\n## Net Interest Margin (NIM)\nNet Interest Margin (NIM) adalah rasio yang digunakan untuk menganalisis perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan aset produktif perusahaan. Jika rasio NIM meningkat, maka menunjukkan bahwa bank menghasilkan jumlah pendapatan yang lebih besar dibandingkan dari aset produktif yang dimilikinya [16].\nNIM = Pendapatan Bunga Bersih\nAset Produktif x 100%\n(5)\n\n## Kerangka Berpikir\nUntuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis, maka dapat dibuat suatu kerangka berpikir dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba pada gambar berikut ini:\n\n## Gambar 1. Kerangka Berpikir\n\n## Hipotesis\nBerikut hipotesis yang diajukan:\nH1: CAR berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba pada Bank BUMN H2: ROA berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba pada Bank BUMN H3: BOPO berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba pada Bank BUMN H4: NIM berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba pada Bank BUMN\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam e-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\n42\nH5: CAR, ROA, BOPO, dan NIM, secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba pada Bank BUMN\n\n## METODE PENELITIAN Jenis Penelitian\nJenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Dengan menjelaskan hubungan kausal (sebab akibat) antara variabel yang satu dengan variabel yang lain melalui serangkaian pengujian hipotesis.\n\n## Populasi dan Sampel\nPopulasi dalam penelitian ini adalah keempat Bank BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan juga terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Teknik sampel yang digunakan adalah teknik sensus, di mana seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian [17].\n\n## Jenis dan Sumber Data\nData yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh dari laporan tahunan 2011-2020 ( annual report ) Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, dan Bank BTN yang diunduh dari situs resmi masing-masing bank tersebut.\n\n## Variabel Penelitian\nVariabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan laba, sedangkan variabel independennya adalah CAR, ROA, BOPO, dan NIM.\n\n## Tabel 2. Definisi Operasional Variabel\nVariabel Definisi Parameter Skala Pengukuran Pertumbuhan Laba Rasio antara selisih laba tahun ini dengan tahun sebelumnya dibagi dengan laba tahun sebelumnya Laba bersih tahun ini − Laba bersih tahun sebelumnya Laba bersih tahun sebelumnya x 100% Rasio Capital Adequacy Ratio Rasio antara modal dengan aset tertimbang menurut risiko Modal ATMR x 100% Rasio Return on Assets Rasio antara laba bersih dengan jumlah aset 𝐸𝐴𝑇 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 x 100% Rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional Rasio yang membandingkan antara beban operasional dengan pendapatan operasional Beban Operasional Pendapatan Operasional x 100% Rasio Net Interest Margin Rasio antara pendapatan bunga bersih dengan aset produktif Pendapatan Bunga Bersih Aset Produktif x 100% Rasio\nSumber: hasil olah data (2021)\n\n## Teknik Analisis Data\nPengolahan data statistik menggunakan SPSS versi 25. Untuk analisis data dilakukan statistik deskriptif, uji asumsi klasik, regresi linier berganda ( multiple linier\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\n43\nregression ), serta pengujian hipotesis (uji t, uji F, dan koefisien determinasi). Model regresi linier berganda penelitian ini adalah sebagai berikut:\nPL = a + β 1 CAR + β 2 ROA + β 3 BOPO + β 4 NIM + e (6)\nDi mana:\nPL = Pertumbuhan Laba a = Konstanta\nβ 1… β 4 = Koefisien regresi masing-masing variabel independen CAR = Capital Adequacy Ratio\nROA = Return on Assets\nBOPO = Beban Operasional Pendapatan Operasional\nNIM = Net Interest Margin e = error\n\n## HASIL DAN PEMBAHASAN\nBerdasarkan hasil analisis deskriptif statistik, data-data yang disajikan dalam tabulasi meliputi jumlah sampel (N), selisih nilai tertinggi dan terendah ( range) , nilai terendah ( minimum ), nilai tertinggi ( maximum ), jumlah ( sum ), nilai rata-rata ( mean ), standar deviasi, varians, Skewness, dan Kurtosis.\nTabel 3. Hasil Uji Statistik Deskriptif\nSumber: hasil olah data (2021)\nPada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 sampel, yang diambil selama periode tahun 2011 hingga 2020. Nilai Capital Adequacy Ratio terendah sebesar 14,64% merupakan rasio Bank BTN yang terjadi pada tahun 2014, sementara nilai Capital Adequacy Ratio tertinggi sebesar 22,96% merupakan rasio Bank BRI pada tahun 2017. Nilai rata-rata CAR sebesar 18,41% dengan standar deviasi sebesar 2,43. Nilai Skewness yang positif sebesar 0,180 menunjukkan ujung dari arah kecondongan ke nilai positif (arah kanan). Sementara nilai Kurtosis sebesar -1,002 menunjukkan distribusi yang relatif rata ( flatness ).\nUntuk pengukuran Return on Assets diperoleh rata-rata ( mean ) sebesar 2,78%, sementara nilai standar deviasi sebesar 1,22. Nilai Skewness ROA negatif sebesar - 0.066 menunjukkan ujung dari arah kecondongan ke nilai negatif (arah kiri). Sementara nilai Kurtosis sebesar -0,304 menunjukkan distribusi yang relatif rata.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 44\nRasio ROA terendah sebesar 0,13% milik Bank BTN pada tahun 2019 dan data tertinggi sebesar 5,15% merupakan rasio ROA milik Bank BRI pada tahun 2012.\nBeban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) memiliki angka tertinggi sebesar 98,12% yang merupakan rasio dari Bank BTN pada tahun 2019, sementara nilai terendah sebesar 59,93% yang merupakan rasio dari Bank BRI pada tahun 2012. Nilai Kurtosis BOPO yang negatif sebesar -0,172 menunjukkan distribusi yang relatif rata, sementara nilai Skewness positif sebesar 0.729 menunjukkan ujung dari arah kecondongan ke nilai positif (arah kanan). Nilai rata-rata ( mean ) sebesar 74,19%, sementara nilai standar deviasi sebesar 9,38.\nSementara nilai terendah NIM sebesar 3,06% merupakan rasio dari Bank BTN pada tahun 2020, sedangkan nilai tertingginya sebesar 9,58% yang merupakan rasio dari Bank BRI pada tahun 2011. Untuk nilai mean sebesar 5,98% dan nilai standar deviasi 1,44. Nilai Skewness sebesar 0,544 menunjukkan ujung dari arah kecondongan ke nilai positif (arah kanan). Nilai Kurtosis NIM yang positif sebesar 0,271 menunjukkan distribusi yang relatif runcing ( peakedness ).\nTren rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang ditunjukkan pada gambar 2 untuk keempat Bank BUMN ini menunjukkan pergerakan yang hampir serupa. Terjadi fluktuasi peningkatan dan penurunan level pada tahun-tahun tertentu. Selama 10 tahun ini, tren rasio CAR Bank Mandiri cenderung mengalami peningkatan. Di mana level tertinggi rasio CAR ditunjukkan pada tahun 2017 sebesar 21,64%. Namun pergerakan ini diakhiri dengan level rasio CAR yang menurun sebesar 19,90% di tahun 2020. Sementara rasio CAR Bank BNI justru mengalami peningkatan tertinggi di level 19,7% pada tahun 2019, kemudian terjadi penurunan tajam menjadi 16,8% pada tahun 2020. Level rasio ini bahkan lebih rendah dari level rasio CAR di tahun 2011 sebesar 17,6%. Untuk rasio CAR Bank BRI menunjukkan tren peningkatan sejak tahun 2011 hingga tahun 2017, dari level 14,96% ke 22,96%. Kemudian mulai mengalami penurunan hingga tahun 2020 menjadi level 20,61%. Pergerakan rasio CAR Bank BTN sejak tahun 2011 hingga 2020 juga mengalami peningkatan dan penurunan, layaknya pergerakan rasio CAR Bank BNI. Namun perbedaannya adalah level rasio CAR Bank BTN di tahun 2020 lebih besar dibandingkan level rasio CAR di tahun 2011 sebesar 15,03%. Di tahun 2019 dan tahun 2020, rasio CAR Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI menunjukkan penurunan, sementara hanya Bank BTN saja yang menunjukkan peningkatan.\nGambar 2. Capital Adequacy Ratio Bank BUMN Tahun 2011– 2020 Sumber: Laporan Tahunan, hasil olah data (2021) 13 15 17 19 21 23 25 2 0 1 1 2 0 1 2\n2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 20 17 20 18 20 19 20 20 CAR Mandiri BNI BRI BTN\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam e-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\nGambar 3. Return on Assets Bank BUMN Tahun 2011– 2020 Sumber: Laporan Tahunan, hasil olah data (2021)\nSecara garis besar tren rasio Return on Assets (ROA) untuk keempat Bank BUMN ini menunjukkan tren yang menurun pada gambar 3. Selama tahun 2011 hingga 2013, rasio ROA Bank Mandiri menunjukkan peningkatan secara perlahan, namun kemudian cenderung mengalami penurunan hingga mencapai level 1,64% di tahun 2020. Rasio ROA Bank BNI juga mengalami tren penurunan. Level rasio ROA tertinggi terjadi di tahun 2014 sebesar 3,5%. Setelahnya mengalami penurunan hingga ke level rasio 0,5% di tahun 2020. Rentang level rasio ROA Bank BRI selama 10 tahun ini berada di level 5,15% hingga 1,98%. Rentang rasio ini lebih besar dibandingkan dengan rentang rasio ROA yang dialami oleh ketiga bank lainnya. Rasio ROA Bank BTN memperlihatkan tren penurunan. Selain itu juga menunjukkan level rasio terendah di antara ketiga bank lainnya. Rentang tertinggi untuk level rasio ROA pada Bank BTN hanya sebesar 2,03% yang terjadi di tahun 2011, dan level rasio ROA terendahnya berada di level 0,13% di tahun 2019.\nGambar 4. BOPO Bank BUMN Tahun 2011– 2020\nSumber: Laporan Tahunan, hasil olah data (2021)\nBerdasarkan gambar 4, maka tren pergerakan rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) menunjukkan peningkatan untuk keempat bank BUMN. Level rasio BOPO tertinggi untuk Bank Mandiri terjadi pada tahun 2016 sebesar 80,94%. Setelah itu mengalami penurunan, namun akhirnya kembali meningkat\n0 1 2 3 4 5 6 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 20 15 2 0 1 6 2 0 1 7 20 18 2 0 1 9 2 0 2 0 ROA Mandiri BNI BRI BTN\n55 65 75 85 95 105 2 0 1 1 2 0 1 2 20 13 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9 2 0 2 0 BOPO Mandiri BNI BRI BTN\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 46\nkembali ke level 80,03% pada tahun 2020. Sementara level rasio BOPO Bank BNI selama tahun 2011 hingga tahun 2019, hanya berada di rentang 67,1% hingga 75,7%. Peningkatan tertinggi terjadi di level 93,3% pada tahun 2020. Untuk pergerakan rasio BOPO Bank BRI menunjukkan tren peningkatan sejak tahun 2012 di level 59,93% hingga level 81,22% yang terjadi di tahun 2020. Sementara pergerakan rasio BOPO untuk Bank BTN mengalami fluktuasi selama 10 tahun terakhir. Namun Bank BTN menunjukkan konsistensi menjaga level rasio BOPO di kisaran level 80-an% sejak tahun 2011 hingga tahun 2018. Peningkatan tertinggi level BOPO untuk Bank BTN terjadi di tahun 2019 dengan level BOPO sebesar 98,12%. Level ini merupakan level tertinggi untuk rasio BOPO dibandingkan dengan ketiga bank lainnya.\nGambar 5. Net Interest Margin Bank BUMN Tahun 2011– 2020 Sumber: Laporan Tahunan, hasil olah data (2021)\nTren grafik untuk rasio Net Interest Margin (NIM) keempat Bank BUMN mengalami penurunan. Meskipun tren rasio NIM Bank Mandiri mengalami penurunan, namun sempat mengalami kenaikan hingga level 6,29 pada tahun 2016. Level rasio NIM terendahnya terjadi di tahun 2020 sebesar 4,48. Sementara pergerakan grafik untuk rasio NIM Bank BNI juga mengalami penurunan, di mana proses penurunan itu terjadi sejak tahun 2015 hingga tahun 2020. Di antara bank BUMN lainnya, level rasio NIM Bank BRI menunjukkan angka yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lain. Namun sangat disayangkan bahwa sejak tahun 2011, rasio NIM Bank BRI terus mengalami penurunan secara konsisten hingga tahun 2020. Dari level 9,58 hingga level 6,00. Jika melihat grafik yang ditunjukkan di gambar 5, level rasio NIM Bank BTN merupakan level yang paling rendah dibandingkan ketiga bank yang lain. Trennya juga menunjukkan penurunan selama 10 tahun terakhir, di mana level rasio NIM sebesar 3,06 pada tahun 2020 merupakan level yang terendah.\n2 4 6 8 10 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9 2 0 2 0 NIM Mandiri BNI BRI BTN\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam e-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\n\n## Tabel 4. Hasil Uji Normalitas\nSumber: hasil olah data (2021)\nDalam pengujian normalitas, maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) seperti yang ditunjukkan pada tabel 4. Untuk variabel CAR, diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed ) sebesar 0,200. Variabel ROA nilai Asymp. Sig (2-tailed ) sebesar 0,103. Variabel BOPO nilai Asymp. Sig (2-tailed ) sebesar 0,51. Variabel NIM nilai Asymp. Sig (2-tailed ) sebesar 0,135. Dan variabel pertumbuhan laba nilai Asymp. Sig (2-tailed ) sebesar 0,200. Dari empat variabel independen serta satu variabel dependen yang diuji, semuanya memiliki nilai signifikansi di atas 0,050. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data dalam penelitian ini adalah normal.\n\n## Tabel 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas\n\n## Sumber: hasil olah data (2021)\nUntuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam penelitian ini, maka dapat dilihat untuk nilai signifikansi variabel CAR sebesar 0,256. Untuk variabel ROA, nilai signifikansinya menunjukkan angka sebesar 0,311. Sementara variabel BOPO nilai signifikansinya sebesar 0,302 dan variabel NIM nilai signifikansinya sebesar 0,187. Dari keempat variabel yang diuji, semua nilai signifikansinya menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dalam penelitian ini tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam e-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\nGambar 6. Scatterplot Sumber: hasil olah data (2021)\nSelain itu, untuk uji heteroskedastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan grafik Scatterplot (digram pencar). Pada gambar 6, menunjukkan bahwa titik-titik yang menyebar, baik di atas maupun di bawah dari angka 0 pada sumbu Y, tidak terdapat pola yang jelas. Hal ini juga bisa disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.\n\n## Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi\nSumber: hasil olah data (2021)\nDari hasil uji autokorelasi, nilai Durbin-Watson (D-W) sebesar 1,946. Dengan melihat jumlah variabel independen (k) sebanyak 4 dan jumlah sampel (N) sebanyak 40 serta tingkat signifikansi (α) sebesar 5%, maka ditemukan nilai dL sebesar 1,2848 dan nilai dU sebesar 1,7209. Jika menghitung nilai 4-dU, maka diperoleh nilai sebesar 2,2791. Dalam penelitian ini, nilai Durbin-Watson sebesar 1,946 terletak di antara nilai dU, yaitu 1,7209 dan nilai 4-dU, yaitu 2,2791. Dengan demikian, maka disimpulkan dalam penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam e-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\n\n## Tabel 7. Hasil Uji Regresi Linier\nSumber: hasil olah data (2021)\nBerdasarkan hasil dari uji regresi linier pada Tabel 7, maka diperoleh persamaan regresi:\n\n## PL = -54,768 + 0,161CAR + 1,093ROA + 48,032BOPO – 2,853NIM\nMakna konstanta (a) dari model regresi memiliki nilai koefisien regresi sebesar -54,768. Jika dari rasio CAR, ROA, BOPO, dan NIM bernilai nol (0), maka nilai pertumbuhan laba sebesar -54,768.\nVariabel Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,161, artinya jika variabel independen lain nilainya tetap atau tidak berubah, maka setiap kenaikan 1% dari variabel CAR akan meningkatkan nilai pertumbuhan laba sebesar 0,161. Koefisien variabel CAR bernilai positif (+), artinya terdapat hubungan positif antara variabel CAR dengan pertumbuhan laba. Semakin meningkat nilai CAR, maka akan meningkatkan nilai pertumbuhan laba.\nVariabel Return on Assets (ROA) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1,093, artinya jika variabel independen lain nilainya tetap atau tidak berubah, maka setiap kenaikan 1% dari variabel ROA akan meningkatkan nilai pertumbuhan laba sebesar 1,093. Koefisien variabel ROA bernilai positif (+), artinya terdapat hubungan positif antara variabel ROA dengan pertumbuhan laba. Semakin meningkat nilai ROA, maka akan meningkatkan nilai pertumbuhan laba.\nVariabel Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 48,032, artinya jika variabel independen lain nilainya tetap atau tidak berubah, maka setiap kenaikan 1% dari variabel BOPO akan meningkatkan nilai pertumbuhan laba sebesar 48,032. Koefisien variabel BOPO bernilai positif (+), artinya terdapat hubungan positif antara variabel BOPO dengan pertumbuhan laba. Semakin meningkat nilai BOPO, maka akan meningkatkan nilai pertumbuhan laba.\nVariabel Net Interest Margin (NIM) memiliki nilai koefisien regresi sebesar - 2,853, artinya jika variabel independen lain nilainya tetap atau tidak berubah, maka setiap kenaikan 1% dari variabel NIM akan menurunkan nilai pertumbuhan laba sebesar -2,853. Koefisien variabel NIM bernilai negatif (-), artinya terdapat hubungan negatif antara variabel NIM dengan pertumbuhan laba. Semakin meningkat nilai NIM, maka akan menurunkan nilai pertumbuhan laba.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 50\n\n## Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Pertumbuhan Laba\nPada tabel 7, hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung CAR sebesar 1,558 < nilai t tabel sebesar 2,03011 dan nilai signifikansi-nya lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,131. Dapat disimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Priandini [18], Bahri [19], Rahmadani [11], serta Suryadi & Djuniar [20] yang menunjukkan bahwa variabel CAR secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.\n\n## Pengaruh Return on Assets terhadap Pertumbuhan Laba\nHasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung ROA sebesar 0,537 < nilai t tabel sebesar 2,03011 dan nilai signifikansi-nya lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,596. Dapat disimpulkan bahwa Return on Assets (ROA) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mulyana [21], Fitriana, Hanum, & Alwiyah [22], serta Natalia [2] juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu variabel ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.\n\n## Pengaruh Beban Operasional Pendapatan Operasional terhadap Pertumbuhan Laba\nHasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung BOPO sebesar 0,807 < nilai t tabel sebesar 2,03011 dan nilai signifikansi-nya lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,427. Dapat disimpulkan bahwa Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Variabel BOPO yang secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba, juga ditemukan dari hasil penelitian Bahri [19], Natalia [2], dan Doloksaribu [23].\nPengaruh Net Interest Margin terhadap Pertumbuhan Laba\nHasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung NIM sebesar - 0,882 < nilai t tabel sebesar 2,03011 dan nilai signifikansi-nya lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,385. Dapat disimpulkan bahwa Net Interest Margin (NIM) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hasil pengujian variabel NIM ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Paramaiswari [7], Rahmadani [11], serta Rodiyah & Wibowo [24] bahwa variabel NIM secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.\nPengaruh Capital Adequacy Ratio, Return on Assets, Beban Operasional Pendapatan Operasional, dan Net Interest Margin terhadap Pertumbuhan Laba Pada tabel 8, dalam uji F menunjukkan bahwa nilai signifikasi sebesar 0,022. Ketika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka disimpulkan dalam penelitian ini bahwa seluruh variabel independen (CAR, ROA, BOPO, dan NIM) secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687\nTabel 8. Hasil Uji F\nSumber: hasil olah data (2021)\nTabel 9. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 )\nSumber: hasil olah data (2021)\nNilai adjusted R square sebesar 0,238 artinya kemampuan variabel independen (CAR, ROA, BOPO, dan NIM) menjelaskan variabel dependen (pertumbuhan laba) sebesar 23,8%. Sedangkan sisanya sebesar 76,2% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.\n\n## KESIMPULAN DAN SARAN\nCapital Adequacy Ratio (CAR) secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN pada tahun 2011-2020. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPPM) yang melebihi 8% (delapan persen) dari masing- masing Bank BUMN tersebut, ternyata tidak cukup signifikan di dalam mempengaruhi jumlah peningkatan laba dari tahun ke tahun. Tentunya dengan penyediaan modal yang sudah memadai, Bank BUMN dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan laba secara konsisten.\nReturn on Assets (ROA) secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN pada tahun 2011-2020. Jumlah pengelolaan aset besar yang dimiliki oleh masing-masing bank BUMN, ternyata belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperoleh laba secara keseluruhan. Hal ini berdampak terhadap pengaruh laba yang diperoleh. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan Bank BUMN dapat lebih memperhatikan pengelolaan aset yang dimiliki agar dapat mengoptimalkan perolehan laba.\nBeban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN pada tahun 2011- 2020. Dengan banyaknya cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, Bank BUMN harus dapat menekan beban operasional. Selain itu, potensi-potensi untuk memperoleh pendapatan operasional harus lebih dioptimalkan. Manajemen Bank BUMN harus lebih kreatif lagi di dalam upaya meningkatkan margin pendapatan operasional terhadap beban operasionalnya.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 52\nNet Interest Margin (NIM) secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba Bank BUMN pada tahun 2011-2020. Data rasio NIM Bank BUMN secara garis besar selama 10 tahun ini menunjukkan tren penurunan. Hal ini harus segera diwaspadai oleh pihak manajemen Bank BUMN agar dapat mencari solusi untuk dapat meningkatkan margin bunga bersih.\nPenelitian ini memiliki keterbatasan yang menggunakan variabel independen, seperti: CAR, ROA, BOPO, dan NIM, ternyata belum cukup maksimal menggambarkan variabel-variabel apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan laba. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat diukur dengan menggunakan variabel- variabel lain dan menambahkan jumlah sampel, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih akurat.\n\n## REFERENSI\n[1] M. K. Blaao, “Financial Analysis by Using Profitability Ratios and Its Role in Evaluating the Performance of Commercial Banks a Sample Study Of Commercial Banks in Libya,” IOSR J. Econ. Financ. , vol. 7, no. 3, pp. 40–51, 2016, doi: 10.9790/5933-0703024051.\n[2] E. Y. Natalia, “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI,” J. Account. Manag. Innov. , vol. 1, no. 2, pp. 129– 142, 2017, doi: 10.47335/ema.v2i1.11.\n[3] T. Yuliarni, U. Maryati, and H. Ihsan, “Analisis Kinerja Perusahaan Sebelum Dan Sesudah Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Studi Kasus Pada Perusahaan Non Keuangan yang IPO Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2012 Dan 2013),” J. Akunt. dan Manaj. , vol. 11, no. 1, pp. 25–37, 2016, doi: 10.30630/jam.v11i1.97.\n[4] Kasmir, Analisis Laporan Keuangan , Edisi Revisi. Depok: RajaGrafindo Persada, 2019.\n[5] S. Rusiyati, “Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Bank Persero di Indonesia,” Cakrawala , vol. 18, no. 1, pp. 37–42, 2018.\n[6] Nurwita, “Analisis Pengaruh CAR, LDR, NIM, dan BOPO Terhadap Pertumbuhan Laba Bank-Bank Umum Pemerintah Periode 2010-2015,” Mandiri , vol. 2, no. 1, pp. 43–64, 2018.\n[7] N. D. Paramaiswari, “Pengaruh Rasio Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Bank Umum (Studi pada Bank BUMN di Indonesia Tahun 2008-2017),” Universitas Airlangga, 2019.\n[8] Rudianto, Akuntansi Intermediate . Jakarta: Erlangga, 2018.\n[9] Hery, Analisis Laporan Keuangan - Integrated and Comprehensive Edition . Jakarta: Grasindo, 2016.\n[10] S. Ginting, “Analisis Pengaruh CAR, BOPO, NPM dan LDR Terhadap Pertumbuhan Laba dengan Suku Bunga Sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016,” J. Wira Ekon. Mikroskil , vol. 9, no. 1, pp. 97–106, 2019.\n[11] T. Rahmadani, “Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL Dan Bopo Terhadap Perubahan Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2013-2016,” J. Ilm. Bid. Akunt. dan Manaj. , vol. 6, no. 6, 2017.\n[12] I. Fahmi, Manajemen Perbankan Konvensional & Syariah . Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015.\nhttps://akuntansi.pnp.ac.id/jam\ne-ISSN 2657-1080, p-ISSN 1858-3687 53\n[13] OJK, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.3/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum . 2016.\n[14] J. P. Sitanggang, Manajemen Keuangan Perusahaan , Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014.\n[15] N. Mawarsih, “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014),” J. Akunt. dan Manaj. , vol. 11, no. 2, pp. 76–92, 2016, doi: 10.30630/jam.v11i2.94.\n[16] S. Chandra and D. Anggraini, “Analysis of the Effect of CAR, BOPO, LDR, NIM and NPL on Profitability of Banks Listed on IDX for the Period of 2012-2018,” Bilancia J. Ilm. Akunt. , vol. 4, no. 3, pp. 298–309, 2020.\n[17] Sugiyono, Statistik Nonparametris Untuk Penelitian . Bandung: Alfabeta, 2018.\n[18] M. Priandini, “Analis Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba dengan Menggunakan Pendekatan Risk Based Bank Rating (RBBR),” STIE Putra Bangsa Kebumen, 2020.\n[19] M. B. Bahri, “Pengaruh CAR, FDR, dan BOPO Terhadap Pertumbuhan Laba Bank Umum Syariah Tahun 2015-2017,” Universitas Islam Indonesia, 2018.\n[20] B. Suryadi and L. Djuniar, “Pengaruh Rasio Capital Adequacy, Loan to Deposit, Net Interest Margin Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Kasus Pada Bank Umum Konvensional Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia),” Akuntabilitas J. Penelit. dan Pengemb. Akunt. , vol. 11, no. 2, pp. 115–126, 2017.\n[21] Y. Mulyana, “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Pada BPR di Jawa Tengah,” Permana J. Perpajakan, Manajemen, dan Akunt. , vol. 10, no. 1, pp. 153–169, 2018, doi: 10.24905/permana.v10i2.88.\n[22] E. Fitriana, A. N. Hanum, and Alwiyah, “Faktor –Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2017),” Pros. Semin. Nas. Mhs. Unimus , vol. 1, pp. 425–431, 2018.\n[23] T. A. Doloksaribu, “Pengaruh Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Go Public (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2009-2011),” vol. 1, no. 2, pp. 1–15, 2012.\n[24] Rodiyah and H. Wibowo, “Pengaruh Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Periode Tahun 2009-2013,” J. Ilm. Akunt. KOMPARTEMEN , vol. XIV, no. 1, pp. 39–57, 2016.\n"
9cd79dfa-672c-41fa-9b89-82a06946a207
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/MKG/article/download/11430/7326
Pengembangan Wisata Alam dalam Perspektif Otonomi Daerah dan Dampak Lingkungan Yang Ditimbulkannya Oleh Made Suryadi Jurusan Pendidikan Geografi, FIS, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja-Bali. ## ABSTRAK Indonesia kaya akan obyek-obyek wisata alam yang potensial untuk dikembangkan yang merupakan aset daerah yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, lebih-lebih setelah diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. walaupun demikian pada kenyataannya masih banyak obyek wisata yang belum dapat dikembangkan karena ada kendala-kendala seperti kurang dikenalnya obyek wisata , kurangnya sarana dan prasarana pendukung. Di sisi lain terdapat juga obyek wisata alam yang sudah berkembang sedemikian jauh sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pengembangan obyek wisata alam hendaknya harus mengkaji berbagai macam aspek, dan dapat melihat pada pengalaman yang lalu terhadap obyek wisata alam yang telah berkembang. Pengembangan obyek wisata walaupun pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mealui peningkatan pendapatan asli daerah, tetapi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang harus mendapatkan kajian secar cermat. Kata kunci : Pengembangan Wisata alam, Perspektif otonomi Daerah, Dampak lingkunkungan yang ditimbulkan, ## I. PENDAHULUAN Semenjak krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dimulai tahun 1997, diikuti dengan perubahan situasi politik yang sangat signifikan, dirasakan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia turun dengan sangat tajam pula. Dengan demikian devisa negara yang berasal dari sektor ini mengalamio penurunan yang tajam pula. Sampai saat ini pun kunjungan wisata Ke Indonesia belum kembali seperti sebelum tahun 1997, lebih-lebih dengan situasi keamanan yang belum sepenuhnya mendukung. Berbagai upaya untuk mengmbalikan citra Indonesia di luar negeri telah diupayakan dengan berbagai promosi, tetapi situasinyapun belum dapat pulih. Diberlakukannya UU no. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah memberikan peluang kepada kabupaten dan kota untuk mengelola sumberdaya alamnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sekaligus mencoba untuk melepaskan ketergantungan pada pemerintah pusat untuk bidang-bidang tertentu. Semenjak itu berbagai cara ditempuh oleh kabupaten dan kota untuk mendapatkan income daerahnya. Salah satu aspek yang dikembangkan adalah untuk mendapatkan income bagi daerahnya adalah meningkatkan income dari sektor pariwisata. Banyak hal yang dapat digarap dari sisi ini, antara lain dengan mengembangkan wisata budaya dan wisata alam. Dengan kekayaan sumberdaya alam dan keunikan semberdaya alam yang dimiliki, maka terbuka peluang untuk meningkatkan PAD yang berasal dari bidang pariwisata dengan obyek wisata alam seluas-luasnya. Berbagai keuntungan dapat ditawarkan apabila dapat memasarkan obyek wisata wisata alam sebagai aset daerah yang ditawarkan untuk konsumsi wisata nasional maupun internasional. Namun demikian ternyata dalam kenyataannya belum seperti yang diharapkan. Banyak daerah yang mempunyai potensi wisata alam yang baik, tetapi belum dapat dikembangkan untuk dapat dijadikan obyek wisata yang banyak mendapat kunjungan wisatawan. Beberapa tempat yang mempunyai obyek wisata yang sudah dapat dikembangkan mempunyai masalah yang lain setelah daerah tersebut dikenal dan banyak mendapat kunjungan wisatawan. Banyak dampak lingkungan negatif yang timbul dari adanya wisata alam tersebut. ## II. DAYA TARIK OBYEK WISATA ALAM DAN DAMPAK LINGKUNGAN PENGEMBANGANNYA ## 1. Daya Tarik Obyek Wisata Alam Sebagai negara yang terletak di daerah tropis, ternyata Indonesia mempunyai begitu banyak sumberdaya alam yang dapata menopang kehidupan masyarakat banyak terdapat pada berbagai bentuk, baik sebagai bahan yang dapat digunakan secara langsung maupun yang harus diolah melalui berbagai macam proses. Bahan tambang dan bahan galian dapat digunakan untuk berbagai produk dengan berbagai macam proises. Air dan tanah yang tersedia menopang usaha pertanian yang merupakan sumber pangan bagi masyarakatnya. Selain itu banyak pula potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata karena kekhasannya dan keunikannya. Keunikan yang dimiliki antara lain adalah pantai, yang memungkinkan untuk kegiatan selancar air, renang dan menikmati pemandangan yang indah seperti sunrise dan sunset. Terkait ini juga kegiatan menyelam untuk melihat keunikan terumbu karang dan biota laut lainnya juga banyak dijumpai. Taman laut di Indonesia sudah banyak dikenal, seperti contohnya Taman Laut Bunaken. Wisata alam hutan, banyak dikenal dengan demikian banyak dapat mengenal berbagai flora dan fauna yang dapat diamati di daerah cagar alam. Wisata arung jeram, wisata goa karst menawarkan berbagai macam tantangan untuk berpetualang alam. Bagi pecinta alam hal ini sangat menyenangkan walaupun penuh dengan resiko. ## 2. Dampak Lingkungan Pengembangan Wisata Alam Berikut ini dikemukakan dampak lingkungan yang sudah dan mungkin timbul di dalam pengembangan wisata alam. Sumber alam yang tidak dibaharukan apabila dieksploitir suatu saat akan habis dan tidak dapat terpulihkan lagi. Apabila sumberdaya alam seperti ini yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata , maka tidak akan pernah habis dan akan selalu mendatangkan income bagi daerah yang bersangkutan. Daerah pantai yang indah, daerah karst yang utnuk wisata gunungapi dan wisata seperti arung jeram yang menawarkan keunikan sumberdaya alam adalah sangat potensi untuk dikembangkan di Indonesia, dan ini merupakan suatu peluang bagi daerah-daerah kabupaten dan kota. Untuk dapat mengembangakan daerah yang berpotensi untuk wisata alam memang perlu dikaji secara seksama. Dapat terjadi suatau daerah yang mempunyai potensi sumberdaya alam untuk wisata alam tidak atau belum mendudkung. Oleh sebab itu persiapan pendukung seperti infrastruktur mestinya disiapkan sebaik-baiknya. Pengalaman menunjukkan apabila daerah wisata semacam itu sudah dibuka, berbagai segi mengalami perubahan yang mendasar sehingga menimbulkan dampak lingkungan yang sangat serius. Ketika daerah itu berkembang menjadi daerah wisata terjadilah perubahan lingkungan di daerah itu, bahkan juga daerah di sekitar obyek wisata. Hasil pengamatan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut. a. Tumbuh dan Berkembang sarana pendukung Bila daerah wisata itu tumbuh, maka sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan tersebut akan tumbuh . hotel dan tempat-tempat penginapan akan tumbuh dengan segala dampak positif dan negatifnya. Dengan tambahnya hotel dan tempat-tempat penginapan tersebut dimungkinkan untuk meningkatnya kegiatan lkain, seperti rumah makan dan sebagainya. Jalan, tempat parkir, perkantoran juga akan tumbuh dan berkembang di daerah itu. Dengan tumbuhnya sarana pendukung ini maka lahan yang terbangun akan menjadi semakin bertambah luas dan dapat memberikan dampak lingkungan pada daerah itu. b. Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk dan tumbuhnya permukiman liar Tidak jarang terjadi dengan berkembangnya daerah wisata alam, diikuti pula dengan tumbuhnya permukiman liar, warung, pedagang kai lima, di daerah sekitarnya, yang mungkin akan menyebabkan pandangan menjadi kurang enak. Lebih-lebih apabila tidak ada aturan yang emngaturnya dengan baik. Tempat parkir, warung, kios dan sejenisnya merupakan tempat aktivitas penduduk sehingga penduduk semakin bertambah jumlahnya. c. Peningkatan penggunaan air untuk berbagai keperluan Air sangat diperlukan untuk pengembangan daerah wisata, sehingga dengan berkembangnya daerah wisata, dengan sendirinya kebutuhan akan air untuk berbagai keperluan akan meningkat, termasuk kebutuhan air untuk keperluan domestik maupun air untuk keperluan umum. Air yang terdapat di daerah tersebut belum tentu mencukupi untuk kebutuhan tersebut, sehingga dimungkinkan mendapatkan air dari daerah lain. Tidak jarang terjadi bahwa pengambila air diusahakan dari air tanah dan apabila pengambilan dilakukan di daerah pantai dapat mengakibatkan intrusi air asin ke akuifer pantai. d. Pencemaran udara Dengan berkembangnya daerah wisata, maka akan bertambah pula kemungkinan pencemaran udara untuk terjadi. Pencemaran tersebut dap[at disebabkan oleh karena bunyi dan getaran yang berasal dari kendaraan, dapat juga menurunnya kualitas udara yang disebabakan adanya emisi gas buang dari sarana transportasi, atau bahkan dari sumber lain. Contoh adalah kotoran kuda dapat menyebabkan tercemarnya udara di daerah wisata alam, seperti yang terjadi di Gunung Bromo, Jawa Timur, atau mungkin di daerah yang menggunakan kuda sebagai alat transportasi. Debu yang bercampur dengan kotoran kuda diterbangkan angin yang mencemari udara di sekitarnya. e. Pencemaran air Kegiatan wisata dapat menyebabkan pencemaran air. Aktivitas penduduk tidak mungkin tiodak diikuti oleh limbah yang dihasilkan, baik padat, cair, dan gas. Limbah yang dibuang ke dalam lingkungan tersebut, dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air, baik air tanah, maupun air perkmukaan. Wisata alam yang berkembang yang kemudian diikuti dengan kegiatan lain dapat menyebabakan pencemaran air, baik pada air permukaan maupun air tanah. Hal ini dapat dilihat antara lain pencemaran air tanah di daerah obyek wisata Pangandaran yang dipadati dengan hotel dan permukiman, dan pencemaran air di daerah-daerah wisata alam. Yang ditandai dengan berubahnya warna dan bau pada sungai-sungai yang mengalir pada daerah tersebut. f. Limbah padat dan gas Limbah padat merupakan sampah yang berasal dari para pengunjung maupun masyarakat setempat seringkali di buang di tempat-tempat yang tidak semestinya. Pencemaran oleh limbah padat yang berlanjut kepada pencemaran udara, tanah dan air seringkali terjadi. Pada saaatnya nanti maka obyek-obyek wisata tidak akan menarik lagi dengan adanya sampah yang tidak tertangani dengan baik. Sampah padat berupa plastik, kaleng bekas akan sangat lama terdegradasi, dan akan tinggal di lingkungan akibat kurang sedapnya dipandang. Kebiasaan sebagai pengunjung untuk mencoret obyek-obyek di daerah wisata juga merupakan hal yang sering dilihat, menyebabakan pemandangan di daerah itu menjadi tidak nyaman lagi. g. Bencana alam Hal yang perlu juga diperhatikan adlah dengan berkembangnya wisata alam adalah bencana alam yang terjadi yang langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan perbuatan manusia, seperti terjadinya tanah longsor, kebakaran hutan dan sebagainya yang menyebabklan daerah wisata alam akan menjadi tidak lagi menarik untuk dikunjungi dan menelan korban jiwa yang tidak sedikit jumlah dan harganya. Semuanya ini menimbulkan dampak yang akumulatif sehingga daerah tersebut tidak dapat mendukungnya lagi dari berbagai aspek, pada gilirannya akan menyebabkan obyek wisata tersebut tidak lagi menarik. Hal ini terkait erat dengan pemahaman dan prilaku masyarakat baik pengunjung atau wisatawan maupun pendatang yang menetap di sana. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa di suatui wilayah mungkin ada obyek wisata alam yang belum berkembang secara optimal berbagai macam hal, antara lain adalah a) kurang promosi yang disampaikan pada masyarakat luas , baik di dalam maupun di luar negeri yang menyebabakan obyek wisata tersebut belum dikenal b) dapat dijangkau oleh pengunjung c) belum mempunyai sarana dan prasarana yang memadai untuk dapat dikembangkan sebagai obyek wisata yang menjanjikan. Di lain pihak ada pula obyek wisata alam yang telah dikembangkan sedemikian jauh yang menyebabkan daerah sekitarnya menjadi over capacity. Sarana pendukung seperti hotel, fasilitas-fasilitas lain di daerah sekitarnya menyebabkan daerah sekitar obyek wisata menjadi over capacity. Tumbuhnya hotel, permukiman liar pedagang yang menyebabklan wisata tersebut mempunyai kesan semrawut dan ruwet. Pencemaran lingkungan di daerah tersebut mungkin sudah hampir tidak dapat diatasi karena begitu banyak volume limbah dan sampah yang dibuang di sekitarnya. Obyek wisata alam seperti ini akan tidak lagi dapat dipertahankan dalam waktu yang panjang. Ada pula obyek wisata alam yang dalam pengembangannya telah kalah bersaing dengan kepentingan lain. Sehingga sulit untuk dipertahankan lagi kembali. Sebagai contoh kawasan wisata Dieng, Jawa Tengah, yang sekarang sudah kalah dengan usaha tnaman kentang yang secara otonomi lebih menjanjikan, tetapi secara ekologi sangat merugikan. Daerah kawasan karst yang ditinjau dari segi wisata mungkin dapat dikembangkan dan menjanjikan untuk jangka panjang bila dikelola dengan baik akan kalah dengan usaha pembuatan pabrik semen yang memerlukan obyek wisata alam harus dikaji secara menyeluruh dan cermat termasuk tata ruang dan pengembangan wilayah sekitarnya dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. ## III. PENUTUP Mendasarkan kepada apa yang telah disampaikan di atas beberapa hal perlu dikemukakan. 1. Potensi wisata alam perlu dilihat dan dikaji untuk dapat dikembangkan, yang menjanjikan berdasarkan kepada karakteristik dan kekhasan obyek wisata alam tersebut. otonomi daerah merupakan peluang yang sanagt baik untuk dapat mengembangkan obyek wisata sebagai aset daerah yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. 2. Masalah promosi perlu ditingkatkan untuk menunjukkanobyek-obyek wisata alam yang akan dikembangkan agar dikenal di tingkat nasional bahkan internasional. 3. Masalah pengelolaan perlu dilakukan secara profesional agar terjalin suatu sinergi antara kepentingan-kepentingan yang berorientasi kepada aspek- aspek ekonomi untuk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta aspek lingkungan agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat dicegah atau ditanggulangi. 4. Perlu kajian secara menyeluruh dari segi ekonomi dan lingkungan, manfaat dari segi ekonimi untuk mensejahterakan masyarakat dan dampak serta risiko lingkungan termasuk pencemaran lingkungan dan bencana alam. 5. Kajian sosial budaya di daerah obyek wisata alam, baik menyangkut para pengunjung (wisatawan) maupun masyarakat setempat. ## REFERENSI Dix, H.M. 1981. Environmental Pollution . John Wiley & Sons, New Delhi Edyanto, H. 2001. Pedoman Penataan Ruang wilayah Pesisir, Alami , Vol 6 No. 3, Hal 41-54. Hall, C.M. and SJ Page, 1999. The Geographicy of Tourism and Recreation . Routledge, Publ. New York. Sudarmadji. 2002. Threats of Globalization on the Indonesian’s Environment . Paper Presented on Int. Seminar of Globalization, Brunei Darussalam. Sudarmadji dan Djati Mardiatno. 2001. Laboratorium Alam Parangtritis untuk Konservasi Gumuk Pasir, Alami , Vol. 6 No. 3, Hal 1-6 Sunarto, 2001. Geomorfologi Kepesisiran dan Peranannya dalam Pembangunan Nasional Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala pada Fak Geografi UGM. Sunaedi, N., Simoen, S dan Sudarmadji. 1998. Pengaruh Kegiatan Pariwisata Terhadap Kualitas Air Tanah Bebas di Daerah Beting Gesik Pangandaran, Jawa Barat. Berkala Penelitian Pascasarjana . Jilid 11 No. 3c Hal 267-279. Supriharyono, 200. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis . PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
550b3880-a76b-4f71-bfd2-e35e6c505319
https://ejournal.unp.ac.id/index.php/jtev/article/download/113484/105409
JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) h t t p : / / e j o u r n a l . u n p . a c . i d / i n d e x . p h p / j t e v Vol. 7 No. 2 (2021) E-ISSN: 2302-3309 P-ISSN: 2746-6086 ## Efektifitas Pembelajaran Daring Menggunakan Aplikasi Google Classroom Pada Mata Pelajaran Instalasi Tenaga Listrik Fandi Pratama 1 , Sukardi 2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang *Corresponding author, e-mail: [email protected] ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan media google classroom pada pembelajaran daring ditinjau dari hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran instalasi tenaga listrik kelas XII TITL 2 di SMK Negeri 5 Padang. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa pemberian materi 2 kali pertemuan dengan satu kompetensi dasar dan memberikan evaluasi. Setelah melakukan pembelajaran nantinya peserta didik akan diberikan soal posttest untuk mengetahui efektifnya pembelajaran tersebut dengan cara membandingkan hasil belajar dengan kkm disekolah. Hasil penelitian yang telah dilakukan ketika pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom pada mata pelajaran instalasi tenaga listrik di SMK Negeri 5 Padang mendapatkan hasil yang baik. Penelitian ini dilakukan pada kelas XII TITL 2 dengan jumlah peserta didik sebanyak 30 orang dan diperoleh hasil belajar peserta didik dengan rata-rata nilai 87,33 dengan jumlah persentase yang tuntas 93,33% setelah melakukan pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom, disimpulkan bahwa pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom itu efektif untuk digunakan sebagai media pembelajaran daring. ## Keyword: efektifitas pembelajaran, pembelajaran daring, aplikasi google classroom, instalasi tenaga listrik ## Abstract This study aims to determine the effectiveness of using google classroom media in online learning in terms of student learning outcomes in the subject of electrical power installation class XII TITL 2 at SMK Negeri 5 Padang. This type of research is descriptive research. This study uses quantitative research methods. The research instrument used in this study was the provision of material in 2 meetings with one basic competency and providing an evaluation. After learning, students will be given posttest questions to determine the effectiveness of the learning by comparing learning outcomes with the KKM at school. Based on the description of the data and the previous discussion, it can be concluded that there are good student learning outcomes when learning online using the Google Classroom application on the subject of electrical power installation at SMK Negeri 5 Padang. This research was conducted in class XII TITL 2 with a total of 30 students and obtained student learning outcomes with an average value of 87.33 with a total percentage of completion of 93.33% after doing online learning using the google classroom application, it was concluded that online learning using the google classroom application is effective for use as an online learning medium. ## Keywords: learning effectiveness, online learning, google classroom application, electric power installation ## PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat sekarang ini memang sudah tidak diragukan lagi. Perkembangan teknologi saat ini dapat dirasakan oleh semua manusia tanpa terkecuali pada bidang Pendidikan. Teknologi dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran untuk orang dapat belajar dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Saat ini masyarakat sudah tidak asing lagi dengan internet sebagai salah satu teknologi informasi dan komunikasi yang sangat bermanfaat, seperti media sosial yang merupakan media komunikasi online. Teknologi informasi dan komunikasi adalah suatu interaktif yang digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh untuk mendapatkan ## Fandi Pratama, Sukardi, JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) Vol 7 No 2 (2021), page: 305-312 informasi. Jika teknologi ini dikaitkan dengan pendidikan maka dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif dan mudah digunakan bagi peserta didik[1]. Pembelajaran yang menggunakan perkembangan teknologi Sekarang ini, memberikan kesempatan bagi guru untuk dapat meningkatkan kompetensinya. Penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengatasi kurang efektifnya pembelajaran dalam kelas karena kurangnya pemanfaatan teknologi dalam dunia Pendidikan. Pada awal tahun 2020 ini masyarakan Indonesia dikejutkan dengan adanya pandemi Covid-19. Pandemi ini berdampak pada seluruh bidang termasuk pada bidang pendidikan. Pendidikan yang biasanya dilakukan tatap muka disekolah masing-masing kini harus terkendala dengan adanya pandemi Covid-19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang himbauan proses pembelajaran yang semula dilakukan di sekolah dengan tatap muka kemudian dialihkan kerumah masingmasing secara virtual. Dengan keadaan ini maka semua guru mata pelajaran diharapkan memiliki kreativitas sendiri dalam penyampaikan materi pelajaran secara daring. Pembelajaran daring disebut juga dengan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran online adalah pembelajaran yang dilakukan di Internet, dan guru dan peserta didik tidak perlu berkomunikasi secara tatap muka. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pembelajaran online menggunakan teknologi dan koneksi internet yang dapat dilakukan kapan saja, di mana saja[2]. Dengan adanya peraturan baru dari pemerintah, maka peserta didik dan guru tidak dianjurkan untuk belajar secara tatap muka dan mulai diganti dengan belajar dari rumah. Hal ini tentu saja diperlukan pemahaman ilmu teknologi bagi guru dan peserta didik agar pembelajaran jarak jauh tetap berjalan dengan efektif ditengah masa pandemi ini. Guru diminta agar pembelajaran Sekarang menggunakan media pembelajaran yang menggunakan teknologi digital berbasis e-learning. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMK Negeri 5 padang, bahwasannya pembelajaran daring di sekolah menggunakan aplikasi whatsapp. Banyak permasalahan yang menghambat jalannya pembelajaran seperti peserta didik yang tidak memiliki paket internet dan juga kurangnya partisipasi peserta didik dalam pembelajaran menggunakan whatsapp ini. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru di SMK Negeri 5 padang, mengungkapkan bahwa pembelajaran daring ini memiliki berbagai masalah yang terjadi seperti peserta didik bersikap pasif terhadap pembelajaran, kurangnya motivasi saat pembelajaran, dan banyak hal lainnya yang berakibat rendahnya pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut dan hasil belajar yang tidak memuaskan. Selain itu media pembelajaran yang digunakan berupa whatsapp kurang efektif untuk pembelajaran daring sehingga membuat hasil belajar peserta didik menjadi rendah. Terbukti pada data yang diambil pada ulangan harian, hanya 12 orang peserta didik dengan persentase 40% yang mencapai nilai di atas KKM yang telah ditetapkan yaitu 80, sedangkan sebanyak 18 orang peserta didik dengan persentase 60% yang tidak memenuhi nilai diatas KKM ## METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini mencoba memberikan gambaran sistematis tentang fakta dan sifat sebenarnya dari populasi tertentu. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk memecahkan masalah aktual yang sedang dihadapi dan mendeskripsikan situasi atau peristiwa yang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa pemberian materi 2 kali pertemuan dengan satu kompetensi dasar dan memberikan evaluasi. Setelah melakukan pembelajaran nantinya peserta didik akan diberikan soal posttest untuk mengetahui efektifnya pembelajaran tersebut dengan cara membandingkan hasil belajar dengan kkm disekolah. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI TITL 2 SMK Negeri 5 Padang. Persyaratan responden yang akan dijadikan subjek pada penelitian ini adalah peserta didik yang sudah mengikuti ## Fandi Pratama, Sukardi, JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) Vol 7 No 2 (2021), page: 305-312 pembelajaran daring menggunakan media online instalasi tenaga listrik (ITL). Jumlah peserta didik kelas XII TITL 2 di SMK Negeri 5 Padang pada tahun ajaran 2020/2021 jurusan Teknik instalasi tenaga listrik adalah sekitar 30 orang. Metode yang digunakan dengan cara menguji coba soal postest terlebih dahulu dengan Teknik analisis data yaitu uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda soal. Sebelum soal postest di uji coba,terlebih dahulu soal divalidasi oleh ahli materi dan guru mata pelajaran. Dari hasil validasi nanti didapatkan hasil butir soal yang valid dan tidak valid,maka butir soal yang valid digunakan untuk uji coba. Setelah itu baru lah soal postest digunakan untuk melihat hasil belajar peserta didik yang melakukan pembelajaran daring menggunakan aplikasi classroom dengan Teknik analisis data ketuntasan klasikal. Setelah peserta didik selesai menjawab soal postest, peserta didik dan guru diminta untuk mengisi lembaran praktikalitas guna mengetahui apakah pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom ini praktis dan cocok digunakan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan cara meminta pendapat ahli dan guru mata pelajaran mengenai soal postest dan bahan ajar untuk mengetahui layak atau tidaknya digunakan untuk penelitian. Setelah itu soal postest yang sudah di validasi oleh ahli selanjutnya di uji coba kan guna untuk mengetahui berapa soal yang valid atau layak digunakan dalam penelitian. Subjek yang dipakai untuk uji coba yaitu peserta didik kelas XII TITL1 di SMK Negeri 5 Padang tahun ajaran 2021/2022 dengan jumlah peserta didik 30 orang dengan analisi data sebagai berikut: 1. Validasi Ahli Teknik analisis ini dilakukan untuk melihat data validasi pada bahan ajar dan soal posttest yang digunakan dalam pembelajaran. Data hasil validasi ini yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis terhadap segala aspek yang disajikan. Penilaian validitas dilakukan dengan pemberian angka dari 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju). Skor yang diperoleh dari validator tersebut kemudian dijumlahkan dan dianalisis untuk melihat hasil nilai validitas yang diperoleh. Dalam penelitian ini, bahan ajar dan soal postest divalidasi oleh 2 orang validator ahli dengan kriteria pemilihan validator,yaitu dosen yang ahli dalam materi tersebut dan guru yang mengajar mata pelajaran tersebut. Adapun hasil validasi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil Validasi Bahan Ajar dan Soal Postest No Instrumen Yang Dinilai Validasi Dari Ahli Materi Validasi Dari Guru Mata Pelajaran Total Persentase Rata-Rata Persentase 1. Instrument Bahan Ajar 88% 78% 166% 83% 2. Instrumen Soal Postest 89% 76% 165% 82,5% Berdasarkan data pada tabel 1 didapatkan hasil validasi bahan ajar dari ahli materi sebesar 88% dengan kategori valid dan dari guru mata pelajaran sebesar 78% dengan kategori cukup valid. Sedangkan untuk validasi soal postest dari ahli materi sebesar 89% dengan kategori valid dan dari guru mata pelajaran sebesar 76% dengan kategori cukup valid. Hasil ini sejalan dengan penelitian Sa’idah, Yulistianti, & Megawati (2018) yang menunjukkan bahwa item tersebut terlebih dahulu dianalisis berdasarkan hasil uji tuntas ahli (expert review) sebelum memberikannya untuk penelitian. Hal ini bertujuan untuk memverifikasi kualitas produk dan menyempurnakannya berdasarkan rekomendasi para ahli. [3]. 2. Uji Validitas Soal Uji validitas berfungsi untuk mengukur kevalidan tingkat-tingkat suatu instrumen. Suatu soal yang diberikan dapat dikatakan valid apabila soal tersebut dapat mengukur atau memberikan suatu nilai terhadap apa yang hendak diukur[4]. Berdasarkan hasil analisis, butir soal dapat dikategorikan ## Fandi Pratama, Sukardi, JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) Vol 7 No 2 (2021), page: 305-312 valid apabila nilai Ypbi > 0,361 dan soal dikategorikan tidak valid apabila nilai Ypbi < 0,361[5]. Indek korelasi point biserial ( Ypbi) yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan r tabel dengan taraf signifikansi 5% sesuai dengan jumlah peserta didik yang diteliti [6]. Adapun distribusi soal yang dibagi berdasarkan indeks validitas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Distribusi soal berdasarkan indeks validitas No Indeks Validitas No Butir Soal Jumlah Persentase 1 Soal Valid (Ypbi > 0,361) 1, 2, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30 25 83% 2 Soal Tidak Valid (Ypbi < 0,361) 3, 5, 7, 13, 23 5 17% Jumlah Total 30 100% Berdasarkan gambar tabel 2, diketahui bahwa dari total 30 soal pilihan ganda terdapat 25 soal yang masuk dalam kategori “Valid” dengan persentase sebesar 83%, sedangkan 5 soal masuk pada kategori “Tidak Valid” dengan persentase sebesar 17%. Menurut Setiawaty,Sulistyorini, Margono, & Rahmawati (2018) menjelaskan bahwa suatu instrumen dapat digunakan jika instrumen tersebut mampu menghasilkan hasil yang sama untuk mengevaluasi suatu pengukuran [7]. 3. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila digunakan pada subjek yang sama. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf ketetapan tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang konstan. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat ketetapan suatu tes apabila dilakukan pada subjek yang sama. Hasil analisis pengujian reliabilitas soal pilihan ganda yang menggunakan teknik Cronbach's Alpha . Sementara itu, hasil uji reliabilitas butir soal postest uji coba dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items 0, 832 30 Dari hasil uji pada Tabel 3 di atas, diketahui bahwa soal memiliki reliabilitas yang tinggi ( reliable ) . Apabila r11 ≥0,70 berarti hasil belajar yang sedang diuji memiliki reliabilitas tinggi dan jika r11 ≤ 0,70 berarti nilai reliabilitas uji coba soal nya rendah [8]. Berdasarkan uji reliabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha diperoleh nilai r11 = 0,823 , maka disimpulkan instrument soal tinggi. Hasil penelitian ini berkesimpulannya pada ketiga kelompok yang mengikuti tes, nilai Cronbach Alpha masing-masing kelompok adalah 0,7, 0,8, dan 0,9. Hasil ini menunjukkan hasil yang baik, karena perbedaan Cronbach's Alpha antara ketiga kelompok tersebut berselisih kecil [9]. 4. Tingkat kesukaran soal Tingkat kesukaran soal merupakan angka yang menunjukkan proporsi peserta didik yang menjawab betul dalam satu soal yang dilakukan dengan menggunakan tes objektif. Soal yang terlalu sulit dapat dihilangkan Antusiasme dan motivasi peserta didik untuk memecahkan masalah, karena Soal itu di luar kemampuannya, dan soal yang terlalu sederhana tidak akan membangkitkan minat peserta didik untuk berfikir.Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar [10]. Untuk mengetahui tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal, perlu adanya suatu pengujian pada soal. Tingkatan kesukaran pada setiap butir soal dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mudah, sedang, dan sukar [11]. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk ## Fandi Pratama, Sukardi, mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Adapun analisis tingkat kesukaran soal dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Distribusi Soal Berdasarkan Indeks Tingkat Kesukaran No Indeks Tingkat Kesukaran No Butir Soal Jumlah Persentase 1. Mudah ( 0,70 - 1) 1, 7, 8, 10, 13, 14, 17, 24, 25 9 30% 2. Sedang (0,30 – 0,69) 2, 3, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 27, 28, 30 20 67% 3. Sukar (0 – 0,29) 29 1 3% Jumlah Total 30 100% Berdasarkan data pada Tabel 4 didapatkan indeks tingkat kesukaran yang menunjukkan bahwa dari total keseluruhan soal postest uji coba, soal dengan kategori “Mudah” memiliki persentase 30% sejumlah 9 soal. Sedangkan soal dengan kategori Sedang” memiliki persentase 67% sejumlah 20 soal dan soal dengan kategori “Sukar” memiliki persentase 3% sejumlah 1 soal. Hasil ini sesuai dengan teori yaitu lebih tepat sasaran pada 3-5-2 atau 30% item kategori sederhana, 50% item kategori sedang dan 20% item kategori sulit [12]. 5. Daya Pembeda Daya pembeda yaitu salah satu analisis kuantitatif soal untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang di ukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Indeks ini digunakan untuk membedakan peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Dalam penelitian ini kemampuan daya pembeda dibagi dalam empat kategori, diantaranya: (1) baik sekali; (2) baik; (3) cukup; (4) jelek [13]. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi tes secara keseluruhan. Berikut merupakan penjabaran butir soal berdasarkan indeks daya pembeda pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Distribusi Soal Berdasarkan Indeks Daya Beda No Daya Beda No Butir Soal Jumlah Persentase 1. Baik Sekali ( 0,71 - 1) 12 1 3% 2. Baik (0,41 – 0,70) 2, 4, 6, 7, 9, 15, 16, 17, 20, 21, 27, 28, 30 13 43% 3. Cukup (0,21 – 0,40) 1, 8, 11, 14, 18, 19, 24, 25, 26 9 30% 4 Jelek (0,00 – 0,20) 3, 5, 10, 13, 22, 23, 29 7 24% Jumlah Total 30 100% Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa dari total keseluruhan soal postest uji coba maka didapatkan hasil dengan kategori “ Baik Sekali” memiliki persentase sebesar 3%. Sedangkan soal dengan kategori “Baik” memiliki kontribusi yang cukup singnifikan dengan persentase sebesar 43%, soal dengan kategori “Cukup” memiliki persentase sebesar 9%, dan soal dengan kategori “Jelek” memiliki persentase sebesar 24%. Kategori daya pembeda soal dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu 0,00 – 0,20 tergolong jelek ; 0,21 – 0,40 tergolong cukup ; 0,41 – 0,70 tergolong baik dan 0,71 ## Fandi Pratama, Sukardi, JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) Vol 7 No 2 (2021), page: 305-312 – 1,00 tergolong baik sekali [14 ]. Menurut Sidabutar, Putrayasa, & Martha (2017) Melalui hasil penelitiannya, ditemukan setidaknya ada tiga faktor penyebab masalah tidak bisa dibedakan dengan kualitas. Pertama, kualitas soal rendah, yaitu soal-soal yang terlalu sulit untuk dijawab oleh siswa kelas atas dan bawah. Kedua, adanya penyimpangan antara materi yang diujikan dengan isi yang diajarkan, yang membuat siswa merasa bingung ketika menjawab soal dengan benar. Ketiga, kemampuan, kedewasaan dan semangat siswa kelompok atas lebih baik daripada kelompok bawah, sehingga nilai yang diperoleh kelompok atas seringkali lebih baik daripada kelompok bawah [15]. 6. Uji Efektifitas Analisis efektifitas hasil belajar peserta didik bertujuan untuk mengetahui tingat ketuntasan nilai peserta didik yang diperoleh sehingga dapat mengetahui efektif atau tidaknya pembelajaran yang dilakukan. Untuk mengukur ketuntasan dapat digunakan rumus ketuntasan klasikal. Untuk melihat hasil belajar peserta didik dilakukan dengan cara pemberian soal postest. Hasil dari postest nantinya akan dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 80. Hasil postest peserta didik kelas XII TITL 2 dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Distribusi Hasil Belajar Berdasarkan Soal Postest Jumlah Peserta didik Jumlah Peserta didik Diatas KKM Jumlah Peserta didik Di Bawah KKM Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) 30 28 93,33% 2 6,66% Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa peserta didik yang memiliki nilai KKM adalah sebanyak 28 orang peserta didik dengan persentase 93,33%. Sedangkan peserta didik yang memiliki nilai dibawah KKM adalah sebanyak 2 orang peserta didik dengan persentase 6,66%. Hal ini menunjukan bahwasannya ketuntasan klasikal peserta didik berkategori sangat tinggi, berarti peserta didik sudah memiliki pemahaman yang baik akan materi yang dipelajari 7. Uji Praktikalitas Teknik analisis praktikalitas ini dilakukan untuk melihat data analisis dari hasil pengamatan penggunaan aplikasi google classroom dalam pembelajaran, angket respon peserta didik, dan angket respon guru. Data respon peserta didik dan guru terhadap pembelajaran dilakukan dengan pengisian angket menggunakan Skala Likert dengan indikator variabel 5 (sangat setuju) sampai dengan 1 (sangat tidak setuju). Uji praktikalitas pembelajaran menggunakan aplikasi google classroom dapat diketahui berdasarkan instrument praktikalitas yang diisi oleh guru dan peserta didik. Uji praktikalitas dibatasi kepada 1 orang guru dan 5 orang peserta didik di SMK Negeri 5 Padang. Aspek yang dinilai dalam lembar praktikalitas terdiri 3 aspek, yaitu kemudahan penggunaan aplikasi, penyajian materi dan manfaat. Berikut hasil praktikalitas terhadap guru dan peserta didik pada tabel 7 berikut. Tabel 7. Distribusi Hasil Praktikalitas Pembelajaran Oleh Guru Dan Peserta didik No Aspek Yang Dinilai Praktikalitas Dari Guru Praktikalitas Dari Peserta didik 1. Kemudahan penggunaan aplikasi 80% 76% 2. Penyajian materi 76% 78% 3. Manfaat aplikasi 80% 73% Total Persentase 236% 227% Rata-Rata Persentase 78,66% 75,66% Rata-Rata Persentase Keseluruhan Aspek 77,16% ## Fandi Pratama, Sukardi, JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) Vol 7 No 2 (2021), page: 305-312 Berdasarkan data pada Tabel 7 didapatkan hasil praktikalitas pembelajaran rata-rata dari guru dan peserta didik sebesar 77,16% dengan kategori praktis. Hasil praktikalitas tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom memiliki kemudahan penggunaan aplikasi, penyajian materi, dan manfaat aplikasi yang layak untuk digunakan. ## PENUTUP Penelitian ini memaparkan tentang efektivitas pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom pada mata pelajaran instalasi tenaga listrik kelas XII dengan jumlah peserta didik 30 orang. Untuk melihat efektifnya pembelajaran tersebut diketahui melalui hasil belajar peserta didik yang dilihat dari soal postest. Sebelum memberikan soal postest, peserta didik diberikan materi pembelajaran serta evaluasi melalui aplikasi google classroom. Setelah peserta didik melakukan pembelajaran serta mengerjakan evaluasi di aplikasi google classroom, peserta didik langsung mengerjakan soal postest yang diberikan dalam aplikasi google classroom berbasis google form. Sebuah pembelajaran dikatakan efektif dalam meningkatkan kompetensi peserta didik jika terjadi peningkatan kemampuan kognitif peserta didik yang dapat dilihat dari ketuntasan klasikal. Ketuntasan klasikal berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam satu kelas yang dapat dilihat dari perbandingan peserta didik yang tuntas atau memiliki nilai diatas KKM secara individual dengan total peserta didik keseluruhan. Pembelajaran dikatakan efektif jika ketuntasan klasikal peserta didik ≥80%. Berdasarkan hasil analisis data yang bersumber dari soal postest peserta didik yang berjumlah 30 orang didapatkan rata rata nilai postest 87,33 dengan jumlah peserta didik yang tuntas adalah 26 orang peserta didik dan 2 orang peserta didik yang memiliki nilai dibawah KKM. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh ketuntasan klasikal peserta didik dengan persentase 93,33% dengan 26 peserta didik yang nilainya diatas KKM. Sehingga dari aspek ketuntasan klasikal pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom dikatakan efektif dengan kategori sangat tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka peneliti dapat memberi saran sebagai masukan sebagai berikut: (1)Peserta didik di sarankan agar dapat meningkatkan lagi hasil belajarnya berdasarkan materi yang sudah di berikan oleh pihak sekolah maupun sumber belajar lainnya seperti buku, dan sebagainya, sehingga hasil belajar dapat dicapai dengan maksimal; (2) Guru diharapkan mampu melanjutkan pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classroom sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik secara optimal; (3) Pihak sekolah diharapkan dapat memfasilitasi dan mendukung proses pembelajaran daring menggunakan aplikasi google classrrom mengingat pentingnya dan bergunanya media pembelajaran dalam proses belajar mengajar karena dapat membantu peserta didik dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. ## DAFTAR PUSTAKA [1] Prawiradilaga, Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013. [2] P. A. Efendi, Konsep Pembelajaran Daring Berbasis Pendekatan Ilmiah . Jawa Tengah: CV Sarnu Untung, 2020. [3] N. Sa’idah, H. D. Yulistianti, and E. Megawati, “Analisis Instrumen Tes Higher Order ThinkingMatematika SMP,” J. Pendidik. Mat , vol. 13, no. 1, pp. 41–54, 2018. [4] Tilaar, A. L, “Analisis Butir Soal Semester Ganjil Mata Pelajaran Matematika pada Sekolah Menengah Pertama,” vol 8, no 1, pp. 57-68, 2019. [5] Arikunto, Suharsimi, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012. [6] Purwanti, Muslikah, “Analisis Butir Soal Ujian Akhir Mata Pelajaran Akuntansi Keuangan Menggunakan Microsoft Office Excel 2010," Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, vol 12, no. 2. 2014. [7] R. Setiawaty, T. B. Sulistyorini, Margono, and L. . Rahmawati, “Validity Test and Reliability of Indonesian Language Multiple Choice in Final Term Examination,” KnE Soc. Sci , vol. 3, no. 9, pp. 43. 2018. [8] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011 [9] Warju, W., Ariyanto, S. R., Soeryanto, S., & Trisna, R. A, “Analisis Kualitas Butir Soal Tipe Hots pada Kompetensi JTEV (Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) Vol 7 No 2 (2021), page: 305-312 Sistem Rem di Sekolah Menengah Kejuruan,” Jurnal Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan , vol. 17 no. 1, pp. 95- 104. 2020. [10] Mania, S., Fitriani, F., Majid, A.F., Ichiana, N.N. and Abrar, A.I.P, “Analisis Butir Soal Ujian Akhir Sekolah,” Journal of Islamic Education , vol. 2, no. 2, pp. 274-284. 2019. [11] A. M. Al-Osail et al , “Is Cronbach’s alpha sufficient for assessing the reliability of the OSCE for an internal medicine course?,” BMC Res. Notes , vol. 8, pp. 582, Oct. 2015. [12] I. Pistol, D. Trandabăț, and M. Răschip, “Medi-Test: Generating Tests from Medical Reference Texts,” Data , vol. 3, no. 4, pp. 70, Dec. 2018. [13] N. Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar . Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017. [14] Wijaya, I.K.W.B. and Darmayanti, N.W.S, “Analisis Butir Soal Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Mapel SD Matematika I Tahun Akademik 2018/2019,” Jurnal Pendidikan Dasar , vol. 4, no. 2, pp. 103-109. 2019. [15] G. D. U. Sidabutar, I. B. Putrayasa, and I. N. Martha, “Kualitas Butir Soal Ulangan Akhir Semester Ganjil Bahasa Indonesia Kelas IX SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran 2016 / 2017 Ditinjau Dari Segi Taraf Kesukaran, Daya Beda, Dan Fungsi Pengecoh,” e-Journal Jur. Pendidik. Bhs. dan Sastra Indones. Undiksha , vol. 7, no. 2, 2017. ## Biodata Penulis Fandi Pratama, dilahirkan di Padang, 16 agustus 1999. Menyelesaikan studi S1 Pendidikan Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Sukardi, dilahirkan di Semerap Kerinci, 10 mei 1961. Menyelesaikan S1 pada jurusan Pendidikan Teknik Elektro di IKIP Padang dan pendidikan Pascasarjana (S2) Magister Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung dan menyelesaikan program Doktor (S3) bidang Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Universitas Negeri Yogyakarta. Saat ini bertugas sebagai dosen dan menekuni riset bidang Pendidikan teknologi dan kejuruan ketenagalistrikan (TVET).
e3a00b1e-b831-4504-8418-b0f25012f4db
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/teknosains/article/download/17945/10402
## EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KELAYAKAN JALUR EVAKUASI BENCANA DI MAL PANAKKUKANG KOTA MAKASSAR Mayyadah Syuaib*, Nuryuningsih, Rohana Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Jl. Sultan Alauddin No. 63, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. 92113 *E-mail: [email protected] Abstrak: Sistem evakuasi yang baik menunjukkan bahwa kesiapsiagaan bencana memiliki peran penting khususnya pada bangunan publik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana ketersediaan dan kelayakan jalur evakuasi dalam menghadapi kondisi darurat Mal Panakkukang Makassar. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, observasi dan wawancara di lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur evakuasi di Mal Panakkukang Makassar tersedia tetapi belum sepenuhnya memenuhi standar desain yang sesuai. Hal ini terlihat pada beberapa komponen di pintu keluar yang tidak sesuai dengan SNI 03-1746-2000. Tidak ada cukup titik pertemuan di luar gedung serta kurangnya tanda atau informasi tentang jalan keluar darurat. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pertimbangan perancangan bangunan publik agar memenuhi standar keamanan bangunan dan memenuhi hak masyarakat sebagai pengguna bangunan. Kata Kunci: evakuasi, bencana, mal ## PENDAHULUAN ota Makassar merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1607. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2019 Kota Makassar pernah mengalami bencana banjir, yang terakhir tepatnya 22 Januari 2019 dan berdasarkan data BNPB dalam buku Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2018, Sulawesi Selatan memiliki potensi ancaman bencana yang tinggi dengan nilai indeks risiko bencana 160,05. Untuk itu kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat dari segala jenis bencana harus diupayakan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang membahas mengenai Penanggulangan Bencana mendefenisikan bencana sebagai suatu kejadian atau keadaan yang mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang dipicu oleh kondisi alam dan non alam. Menimbulkan kerusakan jiwa manusia, kehilangan harta benda dan kerugian psikologis. Kedatangan bencana seringkali tidak dapat diprediksi sehingga masyarakat perlu memiliki pengetahuan untuk menghadapi situasi darurat. Salah satu bencana alam yang dapat menimbulkan bahaya lain yang akan mengikutinya adalah gempa bumi. Gempa bumi terkadang memakan korban lebih banyak, dibandingkan akibat gempa itu sendiri. Beberapa efek berbahaya lainnya yang biasanya terjadi setelah gempa bumi yaitu antara lain: (1) Tsunami; (2) Bangunan yang roboh; (3) Kebakaran; (4) K Longsor; (5) Puing-puing bangunan; (6) Retakan tanah; (7) Kecelakaan industri seperti di Fukushima Jepang; dan (8) Banjir akibat runtuhnya bendungan dan tanggul serta pembatas lainnya (BNPB, 2012). Ragam jenis kondisi darurat dalam suatu bangunan, dibedakan dalam 3 kondisi, yaitu kondisi darurat karena alam (contoh: gempa bumi, banjir, badai dsb) kondisi darurat disebabkan oleh manusia (contoh: kebakaran, terorisme dll), dan kondisi darurat yang timbul karena pemasalahan teknis (contoh: runtuhnya bangunan karena usia, dsb). Kondisi dan jenis keadaan darurat yang berbeda ini mempunyai efek terhadap sarana jalur evakuasi bangunan (Sumardjito, 2010) Menurut Peraturan Menteri Umum Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2008 tentang persyaratan teknis bangunan gedung wajib dilengkapi dengan sarana pelarian yang dapat digunakan oleh penghuni gedung agar mempunyai waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan selamat tanpa terhalang oleh hal-hal yang disebabkan oleh keadaan darurat. Kesiapsiagaan merupakan rangkaian upaya yang dilakukan untuk menganatisipai bencana melalui pengorganisasian dan tindakan yang efektif dan efisien (UU R.I No. 24 Tahun 2007). Memiliki kesiapan dan keterampilan dalam menghadapi kondisi darurat dapat mengurangi dampak risiko yang mengancam keselamatan manusia. Sikap dan tindakan masyarakat saat keadaan darurat yang umumnya muncul saat keadaan darurat terjadi adalah panik dan menjadi sulit untuk berkonsentrasi, bahkan sebagian orang melampiaskan kepanikan dengan teriakan yang mengakibatkan keadaan semakin kacau dan biasanya tindakan yang timbul adalah mengikuti gerak-gerik yang paling banyak. orang-orang. Salah satu bangunan publik yang perlu mendapat perhatian terkait ketersediaan sistem evakuasi yang baik adalah Pusat Perbelanjaan atau mal. Perkembangan mal di Kota Makassar sangat pesat, berbagai fasilitas yang baik untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada di dalamnya. Tidak hanya transaksi jual beli saja namun berbagai jenis atau aktivitas lainnya dapat ditemukan di dalamnya sehingga masyarakat cenderung menjadikan mal sebagai tempat tujuan rekreasi pada akhir pekan dan hari kerja, baik masyarakat yang berasal dari Kota Makassar maupun yang luar kota makassar. Mal Panakkukang didirikan pada tahun 1998 dengan konsep mal keluarga yang hingga saat ini masih dalam proses renovasi. Menurut makassartoday.com jumlah karyawan Mal Panakkukang Makassar berkisar 1500-3000 orang, dengan jumlah pengunjung diperkirakan setiap hari bisa mencapai 30.000 orang dan jumlah tersebut meningkat pada akhir pekan, terlebih pada saat sebelum dan setelah hari raya lebaran, natal atau hari vakansi lainnya. Kesiapan Mal Panakkukang dalam menghadapi kondisi darurat perlu diperhatikan terutama dalam hal ketersediaan pintu keluar atau jalur evakuasi bagi karyawan, pengelola dan pengunjung. Ketersediaan pintu keluar atau jalur evakuasi yang tepat memiliki peran penting dalam membangun sistem keselamatan, guna memenuhi hak pengguna atas keselamatan bangunan terkait. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah 2205 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 membahas mengenai Bangunan Gedung. Jumlah pengunjung di Mal Panakkukang cukup tinggi. ditambah dengan situasi darurat yang datang selalu tidak terduga. Seperti teror bom yang terjadi pada 13 Mei 2019 yang terungkap hoax yang sempat bikin heboh dan mengakibatkan pengunjung mal berhamburan. Untuk itu diperlukan studi evaluatif mengenai jalur evakuasi di dalam gedung, dan penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat tentang sistem keselamatan bangunan tersebut. Ketika pemahaman masyarakat tentang sistem keamanan gedung masih minim, kemungkinan besar akan menghambat proses evakuasi saat keadaan darurat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi evaluatif mengenai ketersediaan dan kelayakan jalur evakuasi di Mal Panakkukang Makassar dan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat (pengunjung dan pekerja) terkait kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat. ## METODE PENELITIAN Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan sistem jalur evakuasi yang terdapat di Mal Panakkukang kemudian mengkomparasikan kondisi eksisting dengan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 dan/atau SNI 03-1746- 2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalur evakuasi di dalam gedung. Adapun sumber lain yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang umumnya sama dengan yang tertulis dalam buku SNI. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Mal Panakkukang adalah salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Makassar yang terletak di Kecamatan Panakkukang, Desa Masale, di antara Jalan Boulevard dan Jalan Pengayoman. Sebuah bangunan terdiri dari 4 lantai, berdampingan dengan Hotel Myko yang berdiri pada tahun 2016 hingga saat ini masih dalam proses renovasi, penataan dan perluasan ruang dan penambahan gedung parkir ## Sirkulasi Interior dan Eksterior Penataan sirkulasi di dalam dan di luar gedung tentunya berpengaruh pada kelancaran proses evakuasi. Sirkulasi di mal Panakkukang terbagi menjadi koridor utama berukuran 8-12 m yang terletak di gedung B, berupa kawasan melingkar dengan diameter 19 m dan koridor tambahan berukuran 2-4 m. Koridor utama ditemukan saat memasuki gedung mal di pintu utama dari area utara dan selatan. Koridor tambahan terletak di sebelah barat dan timur yang merupakan pintu samping tepat bersebelahan dengan tangga darurat. Ruang luar Mal Panakkukang memiliki sistem sirkulasi linier, dengan 3 titik akses dan 5 titik akses, tidak terdapat papan petunjuk atau informasi mengenai posisi titik kumpul. salah satu ketentuan tempat berkumpulnya adalah cukup untuk menampung seluruh pengunjung agar terlindung dari hal-hal yang menimbulkan kepanikan namun kondisi eksisting menunjukkan tempat parkir memenuhi hampir semua lokasi ruang luar Mal Panakkukang. ## Analisis Fasilitas Jalur Evakuasi Koridor Jalur evakuasi adalah jalur penyelamatan yang menerus termasuk dan mengarah ke jalan ke luar selasar dari setiap bagian bangunan gedung ke tempat yang aman (Fattah et al., 2017) . Sesuai Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum No. 26-prt-m- tentang sirkulasi yang dimanfaatkan sebagai pintu keluar akses dalam suatu kawasan yang memiliki jumlah pengunjung lebih dari 30 orang, harus didesain terpisah dari bagian lain bangunan dengan material dinding yang memiliki tingkat ketahanan api selama 1 jam dan sesuai dengan ketentuan penghalang api. Pada Mal Panakkukang lantai satu koridor keluar mengarah ke pintu darurat barat, sisi kanan dinding bangunan cukup tahan api karena berada tepat di sebelah inti bangunan. Dinding kiri tidak memiliki ketahanan api karena menggunakan material calsieboard . Di bagian timur Mal Panakkukang koridor pintu keluar memiliki lebar 6 m melewati big tenant dan beberapa retail. Koridor memasuki akses pintu darurat, memiliki ketahanan yang cukup terhadap api karena berbatasan langsung dengan bangunan inti. Pada setiap koridor ada akses langsung ke ruang luar. Dalam hal ini Mal Panakkukang dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kondisi eksisting dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Sirkulasi menuju tangga darurat (Dokumentasi Pribadi, 2020) ## Akses Keluar Bangunan Akses keluar dari Mal Panakkukang dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu melalui sisi barat, sisi timur, sisi selatan, dan sisi utara. Pintu keluar utara terdiri dari dua pintu utama yaitu pintu masuk dan pintu keluar. Satu pintu keluar melewati loket ATM, lima pintu keluar yang dapat diakses melalui beberapa restoran antara lain: Maxx Café, Texas Fried Chiken, Mama Hot Coated, dan Meet Ball Senayan. Pintu keluar bagian barat terdiri dari satu pintu utama dan satu pintu darurat. Akses tersebut adalah pintu masuk dan keluar, satu pintu untuk karyawan Lotte, serta empat pintu yang berfungsi sebagai aksesibilitas Lotte big tenant . Akses keluar di bagian utara terdiri dari satu pintu darurat untuk big tenant (Hypermart), satu pintu karyawan Hypermart, satu pintu darurat tepat di sebelah pintu masuk utama yang buka setiap jam operasional. Hal ini menunjukkan bahwa akses keluar Mal Panakkukang telah tersedia dari semua sisi, baik dari pintu darurat, pintu karyawan maupun umum. Gambar 2. Pintu darurat Mal Panakkukang (Dokumentasi Pribadi, 2020) ## Ketinggian Ruang Pada Akses Pintu Keluar Ketinggian ruangan pada akses keluar yang juga merupakan lobi lift Mal Panakkukang semuanya memiliki ketinggian yang sama yaitu tiga meter, telah melebihi ketinggian yang ditentukan dalam SNI 03-1746-200 yaitu 2,3 m (7ft, 6 inci). Hal ini menunjukkan bahwa ketinggian pintu keluar akses Mal Panakkukang sudah sesuai dengan standar yang ditentukan. ## Keandalan Akses Keluar Bangunan Sesuai ketentuan SNI 03-1746-2000 fasilitas jalan keluar bangunan harus dijaga secara berkesinambungan, bebas dari segala halangan untuk digunakan secara penuh saat terjadi kebakaran atau kondisi mendesak/darurat lainnya. Kondisi eksisting di Mal Panakkukang menunjukkan jalur evakuasi berupa beberapa pintu darurat dan tangga darurat digunakan sebagai tempat penyimpanan barang atau gudang, hal ini menunjukkan bahwa secara realibilitas jalan keluar Mal Panakkukang belum memenuhi ketentuan SNI. 03-1746-2000. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Keandalan akses keluar bangunan (Dokumentasi Pribadi, 2020) ## Komponen Fasilitas Jalan Keluar Pintu Fasilitas bukaan pintu jalan keluar berukuran lebar 1 m dan tinggi 2 m. Hal ini sesuai dengan ketentuan SNI 03-1746-2000 yang mengatur bahwa ukuran pintu harus mempunyai lebar minimal 80 cm (32 inci). Pintu darurat Mal Panakkukang didesain dengan warna mencolok sehingga mudah ditemukan. Menurut SNI 03-1746-2000 level lantai pada kedua sisi pintu tidak boleh berbeda lebih dari 12 mm (1/2 inch). Secara umum akses pintu keluar di Mal Panakkukang telah memenuhi standar yang ditetapkan namun masih terdapat beberapa pintu keluar yang memiliki ketinggian lantai yang berbeda pada kedua sisi pintu, seperti pada pintu darurat lantai dasar terdapat perbedaan ketinggian sekitar 5 cm, dapat memperlancar proses evakuasi. ## Gaya Membuka Pintu, Kunci dan Grendel Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 prt-m-2008 pintu tahan api yang dibutuhkan dari jenis engsel atau jenis bukaan harus terbuka ke arah luar. Kondisi Pintu darurat Mal Panakkukang yang ada dengan material baja berukuran lebar 1 m dengan ukuran tinggi 2,5 m, memiliki tipe poros ayun yang membuka keluar gedung. Dalam hal ini pintu darurat Mal Panakkukang telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Berdasarkan SNI 03-1746-2000, pintu darurat harus diatur agar siap dibuka dari sisi pintu keluar pada saat bangunan ditempati, tidak memerlukan kunci, tersedia alat pembuka dari dalam gedung. Kondisi pada bangunan Mal Panakkukang telah memenuhi standar meskipun masih terdapat pintu darurat yang mengalami kerusakan pada bagian kunci dan grendel. Gambar 4. Pintu dan grendel pintu darurat Mal Panakkukang (Dokumentasi Pribadi, 2020) ## Tangga Darurat Tangga yang digunakan sebagai komponen jalan menuju luar wajib memenuhi persyaratan umum tangga pada Tabel 1 yang merupakan tabel analisis kesesuaian tangga darurat dengan SNI 03-1746-2000. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tangga darurat di Mal Panakkukang telah memenuhi sebagian besar ketentuan yang tercantum dalam SNI 03-1746-2000 walaupun masih ada yang tidak memenuhi bahkan tidak tersedia. Tabel 1. Analisis kesesuaian tangga darurat Mal Panakukang dengan SNI 03-1746-2000 No Persyaratan Tidak ada dan tidak memenuhi Ada dan tidak memenuhi Ada dan memenuhi 1 Tangga terbuat dari kostruksi beton/baja yang memiliki tahan api selama ± 2 jam √ 2 Memiliki tebal dinding beton minimum 15 cm serta memiliki tahan api selama 2 jam √ 3 Maksimum ketinggian anak tangga 19-20 cm √ 4 Bahan bahan finishing seperti lantai dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak licin √ 5 Tangga dan ram harus mempunyai rel pegangan tangan pada kedua sisinya √ 6 Rel pegangan tangan pada tangga harus paling sedikit 86 cm (34 inci) dan tidak lebih dari 96 cm (38 inci) di atas permukaan anak tangga √ 7 Lebar minimum 120 cm √ 8 Di dalam dan di depan tangga diberi alat penerangan sebagai penunjuk arah ke tangga dengan daya otomatis atau emergency . √ Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa tangga darurat pada Mal Panakkukang telah memenuhi sebagian besar ketetentuan yang dituliskan di dalam SNI 03-1746-2000, meskipun masih terdapat beberapa komponen yang masih belum memenuhi dan bahkan belum tersedia. ## Pelepasan Dari Eksit Eksit pelepasan adalah salah satu komponen penting dalam proses evakuasi, antara batas pintu eksit dan menuju jalan umum dengan posisi di luar bangunan gedung untuk kelancaran evakuasi ketika terjadi kondisi darurat. Pintu Eksit harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Semua eksit harus berujung langsung pada jalan umum atau pada bagian luar lepas eksit. Site , halaman luas, open space , atau bagian-bagian lain dari lepas eksit harus memiliki luasan dan ukuran sesuai yang ditentukan untuk menyediakan akses yang aman ke jalan umum bagi pengunjung atau penghuni. Pelepasan eksit pada Mal Panakkukang berakhir pada site Mal panakkukang. Eksit pelepasan dari pintu darurat bagian barat berjarak 7 m dari jalan umum, eksit pelepasan dari pintu darurat bagian utara bertemu langsung dengan site mal dan berjarak 5 m dari jalan. Dalam hal ini pelepasan eksit Mal Panakkukang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI 03-1746-2000. ## Penanda Sarana Evakuasi Akses eksit pintu darurat dan jalur evakuasi selayaknya dipasang penanda dan pengarah yang mudah dibaca dan jelas. Hal ini telah diatur dalam UU No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung serta Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005. Dalam hal penanda pada sarana evakuasi Mal Panakkukang masih belum sepenuhnya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2. ## Tabel 2. Penanda sarana evakuasi Mal Panakkukang Elemen Penanda Sarana Evakuasi Existing Condition Typography (teks) Menggunakan jenis teks yang mudah terlihat dan mudah dibaca Warna Elemen warna cukup berperan dalam kemudahan menemukan keberadaan suatu penanda Pintu darurat berwarna hijau cukup mudah ditemukan, berwarna menonjol di antara dinding yang berwarna krem Simbol Sebuah sign yang merupakan representasi atau cara menyampaikan informasi yang mungkin terhalang oleh bahasa yang berbeda Kondisi eksisting Mal Panakkukang, tidak ditemukan penanda atau papan informasi mengenai peta jalur evakuasi Panah Panah berfungsi untuk mengarahkan dan memperjelas arti sebuah tanda, atau menunjukkan suatu tempat Kondisi eksisting pada Mal Panakkukang belum tersedia penanda yang mengarahkan ke jalur evakuasi. ## Titik Kumpul (Assembly Point) Titik berkumpul merupakan sarana bagi pengunjung atau penghuni bangunan gedung untuk berkumpul setelah proses evakuasi. Desain dan perencanaan titik berkumpul harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: a. Ketepatan sebagai titik akhir dituju pada jalur evakuasi; b. Kemudahan dan keamanan bagi pengunjung/pengguna bangunan gedung untuk mengakses; c. Posisi aman dari kemungkinan terjadi runtuhan bangunan gedung, ledakan dan lain- lain; d. Memungkinkan untuk dimanfaatkan secara komunal oleh seluruh pengunjung/penghuni gedung. Pada area site Mal Panakkukang belum tersedia papan informasi untuk area titik kumpul dan belum tersedia ruang terbuka yang cukup memadai sebagai assembly point ketika terjadi kondisi darurat. Hampir sebagian besar area site Mal Panakkukang dimanfaatkan sebagai lahan parkir. Dalam hal ketersediaan titik kumpul, Mal Panakkukang belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam SNI 03-1746-2000. Gambar 5. Site plan Mal Panakkukang (Dokumentasi Pribadi, 2020) ## Pemahaman Pengunjung dan Karyawan Mal Panakkukang Pengunjung dan karyawan Mall Panakkukang sebagian besar telah mengetahui keberadaan jalur evakuasi, tetapi berdasarkan hasil wawancara (Gambar 6), mereka belum mengetahui posisi tangga darurat, serta belum memahami penanda/ sign yang memberikan informasi tetang jalur evakuasi. Harapan mereka adalah ketika kondisi darurat terjadi di saat yang sama ada pengarahan dari petugas keamanan untuk menunjukkan pintu darurat. Gambar 6. Grafik pemahaman pengunjung dan karyawan tentang rute evakuasi Mal Panakukang 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 memahami jalur evakuasi ragu-ragu tidak memahami Pemahanan Pengunjung dan karyawan Mall Panakkukang mengenai jalur evakuasi dan penanganan bencana ## KESIMPULAN Sarana jalur evakuasi pada Mal Panakkukang telah tersedia dan beberapa bagian telah memenuhi Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 dan atau SNI 03-1746-2000, namun di beberapa bagian lain masih ada yang belum memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan antara lain pada komponen jalan keluar yang terdiri atas: (a) Perbedaan ketinggian lantai pada akses eksit pintu darurat; (b) Belum tersedia penanda yang cukup jelas mengenai informasi jalur evakuasi dan assembly point (titik kumpul). Kelayakan jalur evakuasi Mal Panakkukang dapat dikatakan belum berjalan dengan baik dan dinilai belum siap menghadapi kondisi darurat. Hal ini terlihat pada keandalan sarana jalan keluar yang tidak sesuai dengan SNI 03-1746-2000, dimana area jalur evakuasi dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan barang. Pengunjung Mal Panakkukang pada umumnya telah mengetahui keberadaan jalur evakuasi namun belum sepenuhnya memahami penanda yang bisa mengarahkan pengunjung pada posisi tersebut, berbeda halnya dengan karyawan dan SPG yang lebih banyak mengetahui akses eksit pada Mal Panakkukang. ## DAFTAR PUSTAKA Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2018). Indeks risiko bencana Indonesia. Jakarta: BNPB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2018). Panduan kesiapsiagaan bencana. Jakarta: BNPB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2012). Buku pedoman latihan kesiapsiagaan bencana tanggap tangkas tangguh menghadapi bencana. Jakarta: BNPB. Bpbdkotamakassar.com diakses 17juli 2020. Fattah, M. A., Afifuddin, M., Munir, A., Teknik, M., Program, S., Universitas, P., Kuala, S., Aceh, B., Sipil, J. T., Teknik, F., & Kuala, U. S. (2017). Evaluasi jalur evakuasi di Bappeda Aceh. Jurnal Teknik Sipil , 6(2), 195–204. Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum No. 26 PRT M 2008, Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan 2008. Sumardjito. (2010). Emergency exit sebagai sarana penyelamatan penghuni pada bangunan-bangunan skala besar. Inersia , 6(1), 24–32. SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. www.bnpd.go.id diakses 17 juli 2020.
49551677-ea3d-4816-bc5e-939bf2c72dfe
https://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei/article/download/3995/1241
Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei ## ANALISIS PUBLIKASI DAN LAPORAN KEUANGAN LAZISMU BERDASARKAN PSAK NO. 45 (STUDI KASUS LAZISMU MENTENG JAKARTA PUSAT) Agung Haryanto 1 , Fatma Yeni 2 Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA. Indonesia [email protected] 1 , [email protected] 2 ## ABSTRACT This study aims to conduct an analysis related to the publication and preparation of financial statements of LAZISMU based on Statement of Financial Accounting Standards (PSAK) No. 45. The method used in this study is descriptive quantitative. Based on the results of the interview, it was reported that the financial statements were published in a comparative way, the aim being that users of financial statements could compare performance of LAZISMU with the previous year. The researcher found that the annual report was still a general description related to the amount of fund distribution and the parties receiving the funds. Published reports should be in the form of nominal of each fund channeled. Furthermore, based on the explanation from the financial manager, it was stated that financial statements of LAZISMU were no longer using PSAK No. 45 but have already switched to PSAK No. 109. This means that the preparation of financial statements of LAZISMU has used the most appropriate standard of preparation. Keyword: Financial Report, Zakat Institution, PSAK No.109 ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait publikasi dan penyusunan laporan keuangan LAZISMU berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuantitatif deskriptif. Berdasarkan hasil wawancara disampaikan bahwa laporan keuangan dipublikasikan dengan cara komparatif, tujuannya agar pengguna laporan keuangan dapat membandingkan kinerja LAZISMU dengan tahun sebelumnya. Peneliti menemukan bahwa laporan tahunan masih berupa gambaran umum terkait jumlah penyaluran dana dan pihak-pihak penerima dana. Seharusnya laporan yang dipublikasikan berupa nominal dari setiap dana yang disalurkan. Selanjutnya berdasarkan pemaparan dari pengelola keuangan menyatakan bahwa penyusunan laporan keuangan LAZISMU tidak lagi menggunakan PSAK No. 45 namun sudah beralih kepada PSAK No. 109. Hal ini berarti bahwa penyusunan laporan keuangan LAZISMU telah menggunakan standar penyusunan yang paling tepat. Kata Kunci: Laporan Keuangan, Lembaga Zakat, PSAK No.109 Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei ## PENDAHULUAN ## Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan suatu dokumen yang berisi informasi mengenai kinerja keuangan, posisi keuangan dan perubahan posisi keuangan dari suatu entitas untuk para pengambil keputusan ekonomi (E. Adewale dan M. Babajide, 2019). Hasil penelitian Heitzman and Huang (2018) menemukan bahwa kualitas informasi yang disediakan oleh pihak internal suatu lembaga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam mempengaruhi keputusan seseorang. Laporan keuangan dapat meningkatkan kepercayaan dan keputusan pendanaan bagi pihak eksternal (e.g., Graham, Hanlon, and Shevlin, 2011; Cho, 2015; Shroff, 2017). Laporan keuangan seringkali menjadi basis atau dasar seseorang dalam pengambilan keputusan karena laporan keuangan dapat berperan sebagai media informasi bagi pihak- pihak yang berkepentingan. Semakin berkualitas laporan yang disajikan maka tingkat relevansi dalam pengambilan keputusan juga semakin baik dan sebaliknya. Penelitian yang membahas mengenai kualitas laporan keuangan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sanchez and Ferrero (2016) menyatakan bahwa kualitas laporan keuangan akan berdampak pada reputasi suatu lembaga. E. Adewale dan M. Babajide (2019) menambahkan bahwa kualitas dari laporan keuangan yang disajikan dapat dipengaruhi oleh tata kelola suatu lembaga. Pendapat di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safkaur dkk ( 2019) yang menemukan bahwa tata kelola yang baik dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. Wang, Cao dan Ye (2016) didalam penelitian menemukan bahwa kewajiban pengungkapan CSR dapat meningkatkan kualitas dari laporan keuangan. Selanjutnya Cheng, Cho and Yang (2017) menemukan bahwa pada penyediaan laporan keuangan bagi pihak eksternal dapat mengarahkan tindakan suatu lembaga untuk mengelola dengan baik sehingga menimbulkan dampak pada lingkungan internal. Pernyataan diatas didukung oleh Dewi, Azam, dan Yusoff (2019) yang menyatakan bahwa Sistem pengendalian internal dan kompetensi sumber daya manusia mempengaruhi kualitas dari laporan keuangan dan pertanggungjawaban keuangan. Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei Penelitian terkait laporan keuangan juga dilakukan oleh McGuire et al . (2012), Grullon et al. (2010), dan Dyreng et al . (2012) yang menyatakan bahwa perusahaan yang berada di wilayah yang religius, akan memiliki kualitas laporan keuangan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya tuntunan norma etika dan norma etika inilah yang kemudian menuntun manager untuk mengungkapkan kebenaran (jujur). Berdasarkan pernyataan di atas peneliti tertarik untuk meniliti lebih lanjut mengenai publikasi dan laporan keuangan yang disajikan atau dibuat oleh LAZISMU. Pemilihan LAZISMU sebagai objek penelitian karena LAZISMU merupakan salah satu lembaga filantropi islam yang memiliki tanggungjawab sebagai organisasi pengelola zakat (OPZ). Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Analisis Publikasi dan laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Berdasarkan PSAK No. 45 (Studi Kasus LAZISMU Menteng Jakarta Pusat)” Rumusan Masalah 1. Apakah LAZISMU Menteng Jakarta Pusat mempublikasikan laporan keuangannya? 2. Apakah LAZISMU Menteng Jakarta Pusat menggunakan PSAK No. 45 pada saat menyusun laporan keuangannya? ## Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk : 1. Melihat dan menganalisis laporan keuangan yang dipublikasikan oleh LAZISMU 2. Melihat dan menganalisis Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan LAZISMU dalam menyusun laporan keuangannya. ## Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada LAZISMU dalam meningkatkan publikasi laporan keuangan yang berkualitas. Hal ini tentunya akan semakin menambah kepercayaan para Muzakki/Donatur dan memilih LAZISMU menjadi lembaga yang mengelola dan menyalurkan dana yang dipercayakan mereka untuk diberikan kepada pihak yang membutuhkan. Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei ## TINJAUAN PUSTAKA Dalam buku A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) , seperti yang dikutip dan diterjemahkan oleh Harahap (2007) merumuskan empat tujuan dari laporan keuangan : a. Membuat keputusan yang menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan untuk mencapai tujuan. b. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya. c. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan d. Membantu fungsi dan pengawasan sosial Sedangkan didalam SFAC 4 tujuan laporan keuangan dari organisasi nirlaba adalah sebagai berikut: a. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam pembuatan keputusan yang rasional mengenai alokasi sumber daya organisasi. b. Memberikan informasi untuk membantu para penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh organisasi nonbisnis serta kemampuannya untuk melanjutkan memberi pelayanan tersebut. c. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam menilai kinerja manajer organisasi non bisnis atas pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan serta aspek kinerja lainnya. d. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, data kekayaan bersih organisasi, serta pengaruh dari transaksi, peristiwa dari kejadian ekonomi yang mengubah sumber daya dan kepentingan sumber daya tersebut. Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei e. Memberikan informasi mengenai kinerja organisasi selama satu periode. f. Memberikan informasi mengenai bagaimana organisasi memperoleh dan membelanjakan kas. g. Memberikan penjelasan dan interpretasi untuk membantu pemakai dalam memahami informasi keuangan yang diberikan. ## Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Komponen laporan keuangan berdasarkan PSAK No.45 a. Laporan posisi keuangan b. Kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan c. Likuiditas d. Laporan aktivitas Kualitas laporan keuangan harus memenuhi lima karakteristik berikut: 1. Relevan Relevansi berarti bahwa informasi yang disajikan dapat mempengaruhi hasil keputusan dan pengevaluasian kejadian di masa lalu (Martani, 2012) 2. Penyajian jujur ( representational faithfulness) Menurut Suwardjono (2006) representational faithfulness merupakan kesesuaian antara aktifitas yang dilakukan dengan pengukuran yang digunakan. 3. Dapat dibandingkan (comparability) Informasi laporan keuangan dapat dikatakan berkualitas apabila informasi tersebut dapat dibandingkan antar periode maupun antar entitas. 4. Ketepatan waktu (timeliness) 5. Dapat dipahami ( understandability) ## METODE Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data kuantitatif berupa laporan keuangan perusahaan dan informasi tambahan lainnya yang terdapat di dalam laporan tahunan LAZISMU. Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam mengumpulan segala informasi yang menunjang hasil penelitian ini yaitu dengan cara sebagai berikut: Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei 1. Wawancara ( Interview ), yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dan diperoleh dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan bagian-bagian yang terlibat langsung dalam pengelolaan keuangan LAZISMU. 2. Analisis dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan data penelitian dari dokumen laporan tahunan yang telah tersedia di website LAZISMU. 3. Studi kepustakaan, untuk mendapatkan data yang sifatnya teoritis melalui penelaahan teori-teori yang telah dipelajari. Penelitian ini dilakukan di LAZISMU Menteng Jakarta Pusat. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) berlokasi di Jl. Menteng Raya No. 62, RT 3/ RW 9 Kota Jakarta Pusat Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10340. Teknik analisis data yang digunakan peneliti merupakan metode kuantitatif deskriptif yaitu metode yang sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan suatu data dan keadaan serta menerangkan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) berlokasi di Jl. Menteng Raya No. 62, RT 3/ RW 9 Kota Jakarta Pusat Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10340. LAZISMU merupakan lembaga nirlaba tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. LAZISMU dikatakan sebagai organisasi nirlaba karena tujuan utamanya bukan untuk mencari laba (non profit oriented) namun lebih ke arah kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Berdirinya LAZISMU dilatarbelakangi oleh dua faktor. Pertama, melihat kondisi Indonesia yang mayoritas masih berada di garis kemiskinan, kebodohan dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Kedua, zakat dinilai mampu memberikan sumbangsih untuk mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia tentunya memiliki potensi yang cukup tinggi atas pengumpulan zakat, infaq dan wakaf. Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei Berdirinya LAZISMU sebagai Organisasi Pengelola Zakat yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesaian atau pemberi solusi atas masalah dari kondisi kebangsaan yang terus berkembang. Dengan penuh amanah, bersifat professional dan terbuka (transparan), LAZISMU terus berusaha mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat yang terpercaya. Seiring berjalannya waktu, kepercayaan publik semakin menguat hal ini tentunya juga mendorong LAZISMU untuk semakin menjaga amanah yang telah diberikan. Adapun cara yang dapat dilakukan LAZISMU untuk meningkatkan kepercayaan publik yaitu dengan membuat laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan kemudian melaporkan atau mempublikasikan laporan keuangan tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban atas amanah yang diberikan dalam mengelola dana sosial. ## Hasil Penelitian dan Pembahasan Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan teknik wawancara dan analisis dokumentasi dari laporan tahunan maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: a) pihak keuangan mengungkapkan bahwa laporan keuangan disajikan atau dipublikasikan secara komparatif antara tahun sebelumnya dengan tahun sekarang dengan tujuan agar pembaca laporan keuangan dapat membandingkan kinerja dari kedua tahun tersebut. Tindakan tersebut dimaksudkan agar dapat meminimalisir respon negatif dari pembaca terhadap kinerja keuangan LAZISMU dari tahun sebelumnya dengan menampilkan peningkatan kinerja keuangan pada tahun sekarang. Berdasarkan analisis publikasi laporan tahunan 2018 (Januari–Oktober) pihak LAZISMU tidak mempublikasikan laporan keuangan sebagaimana yang dikatakan. Pihak LAZISMU hanya memberikan laporan pertanggungjawaban secara umum, dimana di dalam laporan tahunan tersebut LAZISMU hanya memberikan informasi terhadap pengalokasian atau pendistribusian atas dana yang dihimpun namun sumber-sumber tidak dijelaskan. Hal ini tentunya menjadi kendala bagi peneliti untuk menganalisis dan mengukur kinerja dari LAZISMU. Apakah laporan keuangan pada tahun yang bersangkutan mengalami defisit atau surplus , dan hal tersebut sama sekali tidak terlihat pada laporan tahunan yang disajikan. Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei Berikut merupakan hasil analisis dari publikasi laporan tahunan yang disajikan di website LAZISMU. Di dalam laporan tahunan dinyatakan bahwa LAZISMU telah mendistribusikan dana sebesar Rp. 17.563.792.856., dengan rincian sebagai berikut: No Asnaf Prosentase (%) No Asnaf Prosentase (%) 1 Fakir 45,11 5 Ibnu Sabil 7,75 2 Sabillillah 18,39 6 Gharim 2,01 3 Riqab 16,86 7 Muallaf 0,02 4 Miskin 9,86 ## Sumber : laporan tahunan LAZISMU 2018 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase tertinggi penyaluran dana antara 7 Asnaf di atas yaitu fakir sebesar 45,11% dan persentase penyaluran dana terendah kepada muallaf sebesar 0,02%. Di bawah ini merupakan beberapa bentuk-bentuk penyaluran dana yang dikelola oleh LAZISMU 1. Respon Bencana Adapun jumlah masyarakat yang menerima bantuan bencana sebanyak 156.382 jiwa diantaranya sebagai berikut: No Bencana Lokasi Jiwa 1 Banjir, tanah bergerak dan longsor Sumedang,cirebon dan kab. kuningan 5.977 2 Erupsi DIY 4.602 3 Banjir dan kebakaran DKI jakarta 3.822 4 Banjir Singaraja bali 2.340 5 Banjir Brebes Jawa tengah 887 6 Gempa bumi Banten dan jawa barat 388 7 Erupsi gunung sinabung 300 Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei Masyarakat lombok yang terkena gempa menerima bantuan sebanyak 41.006 jiwa dengan total relawan 1.156 orang dengan rincian sebagai berikut: No Kegiatan Penerima manfaat (jiwa) 1 Pelayanan psikososial 17.373 2 Pelayanan kesehatan 11.153 3 Distribusi food dan non food item 6.213 4 Pembuatan MCK darurat, distribusi air bersih 3.550 5 Pendirian hunian darurat 2.716 6 Balai kampung 1.864 Respon gempa dan tsunami yang terjadi di PASIGALA (Palu, Sigli Dan Donggala). Adapun jumlah penerima bantuan sebanyak 97.060 jiwa dan total relawan sebanyak 553 orang. Berikut merupakan rinciannya: No Kegiatan Jiwa No Kegiatan Jiwa 1 Distribusi food dan non food item 28.301 6 Pelayanan kesehatan 7.664 2 Pelayanan dapur relawan 18.316 7 Pendirian hunian darurat 6.684 3 Pelayanan psikososial 14.844 8 Pembuatan MCK darurat dan distribusi air bersih 2.034 4 Pelayanan pendidikan darurat 14.844 9 Nutrisi anak 278 5 Hygiene kit 8.868 ## 2. IMC IMC merupakan layanan kesehatan untuk masyarakat miskin di wilayah jakarta. Masyarakat penerima layanan kesehatan keliling ini sebanyak 2.843 jiwa. Disamping itu LAZISMU juga memberikan bantuan santunan biaya pengobatan dan alat penunjang kesehatan kepada 33 jiwa sehingga total penerima manfaat ada sebanyak 2.876 jiwa. Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei ## 3. Pemberdayaan Ekonomi No Program Kegiatan Lokasi Jumlah Tahu n 1 Tani bangkit Pendampingan dan penyediaan pupuk Bandung dan klaten 30 orang dan 80 petani 2018 2 Peternakan masyarakat mandiri Pemberdayaan peternakan sapi Gunung kidul Pemberdayaan peternakan kambing wonosobo Pembuatan pakan ternak lampung 3 1000 umkm Pemberdayaan ekonomi melalui pemberian modal usaha dengan skema kemitraan 16 orang dan 2 pesantren 2018 ## 4. Program pendidikan Program pendidikan yang disalurkan oleh LAZISMU diberi nama Beasiswa Sang Surya dan Beasiswa Mentari. Penerima beasiswa Sang Surya dikhususkan untuk pelajar yang menempuh pendidikan tinggi sedangan beasiswa Mentari diperuntukan bagi anak yatim dan pelajar yang kurang mampu yang masih berada pada pendidikan TK hingga Menengah Atas. Di bawah ini merupakan rincian dan jumlah mahasiswa yang menerima beasiswa sang surya yaitu sebanyak 344 orang yang tersebar sampai keluar negeri dan rincian jumlah anak yatim dan pelajar dari keluarga yang kurang mampu yang menerima beasiswa Mentari yaitu sebanyak 311 pelajar. Berikut merupakan rinciannya: no Mahasiwa/si Jumlah (orang) lokasi 1 D3 73 Bengkulu, DKI Jakarta, Jateng, Sumbar, Aceh, Sulteng, Jambi, Kalteng, Riau, Maluku, NTT, Sulsel, Turki dan Mesir. 2 S1 240 3 S2 30 4 S3 1 No Siswa/wi Jumlah Lokasi 1 TK 1 Bengkulu, DIY, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Sumbar,Sumut, Maluku dan NTT. 2 SD 106 3 SMP 213 Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei 4 MI 16 5 MTS 15 6 MA 26 7 SMK 28 8 SMA 74 9 No Data 10 Selain pemberian beasiswa Sang Surya dan Mentari kepada pelajar, LAZISMU juga memberikan bantuan berupa peduli guru yang disalurkan kepada 231 guru dan gerakan penyelamatan sekolah-sekolah yang rusak secara fisik dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan . kegiatan ini diberi nama save our school. Adapun daerah penerima bantuan ini yaitu: Sleman Yogyakarta, Padang Panjang Sumatera Barat, DKI Jakarta, Depok Jawa Barat, Mburak NTT, Mbeliling NTT, Mantrijeron Yogyakarta, Bukit Kemuning Lampung, Dan Kagean Madura. ## 5. Indonesia Terang LAZISMU ikut serta menyaluran bantuan berupa penerangan kepada 4 juta rumah tangga di indonesia belum memperoleh sambungan listrik, 2 juta untuk rumah tangga miskin dan 555 paket tenaga surya. b) Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak keuangan, panduan yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan LAZISMU menggunakan PSAK No.109. Meskipun penyusunan laporan keuangan LAZISMU tidak menggunakan PSAK No.45 (panduan penyusunan laporan keuangan organisasi yang bersifat nirlaba atau organisasi non profit oriented) hal ini berarti bahwa LAZISMU telah menerapkan panduan yang lebih tepat karena PSAK No.109 merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan untuk organisasi yang bergerak di bidang sosial seperti zakat, sedekah dan sebagainya. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa pengakuan dan pengukuran pada saat zakat, infaq dan sadaqoh diterima dari muzakki akan diakui sebagai penambah dana ZIS sedangkan penyaluran dana diakui sebagai pengurang dana ZIS. Sebagaimana yang tertuang dalam PSAK No.109, LAZISMU mengakui dana zakat ketika muzakki telah mengisi form pembayaran zakat dan menyerahkan sejumlah uang. Hal ini berarti bahwa metode pencatatan Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei akuntansi yang dilakukan oleh LAZISMU menggunakan cash basis yaitu mengakui transaksi ketika kas sudah diterima atau dibayarkan. Adapun komponen penyajian laporan keuangan LAZISMU berdasarkan hasil wawancara terdiri dari laporan posisi keuangan (neraca), laporan perubahan dana, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1. Publikasi berupa laporan keuangan yang disusun sesuai standar yang berlaku belum dilakukan oleh LAZISMU sehingga hal ini menyebabkan kurangnya keterbukaan (transparansi) mengenai pengelolaan dana yang menjelaskan sumber dana yang dihimpun dan berapa dana yang telah disalurkan. Laporan tahunan yang saat ini dipublikasikan masih berupa penjabaran dari pengalokasian penerima dana yang umumnya masih berupa jumlah penerimanya yang seharusnya adalah rincian jumlah dana yang disalurkan. Hal ini tentunya belum bisa dikatakan sebagai publikasi laporan keuangan dari LAZISMU. 2. Berdasarkan informasi yang didapatkan melalui wawancara dengan pihak pengelola keuangan bahwa penyusunan laporan keuangan LAZISMU tidak lagi menggunakan pedoman PSAK No. 45 namun sudah beralih dan mengunakan PSAK No. 109. Pengakuan dan pengukuran pada saat zakat, infaq dan sadaqoh diterima dari muzakki akan diakui sebagai penambah dana ZIS sedangkan penyaluran dana diakui sebagai pengurang dana ZIS. Adapun komponen penyajian laporan keuangan LAZISMU terdiri dari Laporan Posisi Keuangan atau Neraca, laporan perubahan dana, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. ## Saran Sebaiknya akses pengambilan data terkait laporan keuangan lebih mudah, karena pada dasarnya penelitian bukanlah wadah untuk menunjukan kelemahan tetapi lebih kepada wadah untuk melakukan perbaikan suatu lembaga ke depannya. Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar LAZISMU pusat dapat mempublikasikan laporan keuangannya yang Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei disusun berdasarkan PSAK No.109 secara transparan kepada publik. Sehingga publik atau pihak-pihak yang berkepentingan dapat menganalisa laporan keuangan yang disajikan mulai dari sumber-sumber dana hingga pengalokasian dana tersebut. ## Keterbatasan Adapun keterbatasan dari penelitian ini yaitu Peneliti tidak dapat menganalisis secara langsung laporan keuangan yang dibuat oleh LAZISMU karena sulitnya akses terhadap laporan keuangan. Data terkait penyusunan laporan keuangan LAZISMU hanya diperoleh melalui wawancara dengan pihak keuangan sehingga informasi yang diserap tentunya jauh dari kesempurnaan. ## DAFTAR PUSTAKA Cheng, Q., Y. Cho, and H. Yang. Financial reporting changes and the internal information environment: Evidence from SFAS 142 . Review of Accounting Studies 23: 347-83. 2018. Cho, Y. J., Segment disclosure transparency and internal capital market efficiency: Evidence from SFAS No. 131 , Journal of Accounting Research 53: 669-723. 2015, Dewi, N F, Azam dan Yusoff., Factors influencing the information quality of local government financial statement and financial accountability. Management Science Letters. 2019. E, Adewale dan M. Babajide., corporate governance and quality of financial reporting; nigeria perspective . International Journal of Education Humanities and Social Science. 2019. Graham, J., M. Hanlon, dan T. Shevlin, Real effects of accounting rules: Evidence from multinational firms’ investment location and profit repatriation decisions , Journal of Accounting Research 49: 137-18. 2011 Harahap, Sofyan Syahri. A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT). Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2007 Heitzman,Shane, dan Huang., Internal Information Quality and the Sensitivity of Investment to Market Prices and Accounting Profits. 2018. Martani, Dwi, et al., Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK . Jakarta: Salemba Empat. 2012 Safkur, dkk., The Effect of Quality Financial Reporting on Good Governance : 2146-4138. 2019 Available at: http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei Sanchez dan Ferrero .,Corporate Reputation As A Consequence Of Financial Reporting Quality. International Management & Economics Frontiers. 2016 Shroff, N., Corporate investment and changes in GAAP , Review of Accounting Studies 22: 1-63. 2017 Suwardjono. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta. 2006. Wang, Cao dan Ye. Mandatory Corporate Social Responsibility (CSR) Reporting and Financial Reporting Quality: Evidence from a Quasi-Natural Experiment. 2016
a6687176-2345-462a-8371-9b544b8d6e6a
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKG/article/download/146/91
Jurnal Kesehatan Masyarakat & Gizi,e-ISSN:2655-0849 Vol. 1 No.2 Edisi November 2018-April 2019 https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKG =========================================================================================== Received: 18 April 2019 :: Accepted: 27 April 2019 ::Published:29 April 2019 ## Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan Kadar LDL PJK 1 Wira Maria Ginting, ² Ika Juita Sembiring INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM Jl. Sudirman No.38 lubuk pakam Telp. (061) 7952234: 7952262 Kab. Deli Serdang – Sumatera Utara e-mail : [email protected] DOI : https://doi.org/10.35451/jkg.v1i2.146 ## Abstract Heart disease results from a continuous process, the heart gradually loses its ability to function normally. Early in the heart disease compensates for its inability to function and maintains normal blood circulation through an enlarged and increased pulse (compensated heart disease) (Inayati, 2014).The aim of the study was to determine the relationship between vitamin B6 intake and LDL levels in patients with coronary heart disease. This study was observational with a cross sectional design. Data on vitamin B6 intake obtained by the food recall method for 3 days. Data processing is done by person correlation test. The results showed that vitamin B6 intake of coronary heart disease (CHD) patients in hospitals. Dr. Pringadi Medan is 60% good and 35% is not good. Chronic LDL levels vary, 10% are normal, 65% are mid and 25% are high. The results of statistical tests showed that there was no relationship between vitamin B6 intake and LDL levels. Keywords : Vitamin B6, LDL, CHD. ## 1. PENDAHULUAN Vitamin merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan, yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Walaupun dibutuhkan dalam jumlah kecil, peranan vitamin sangat vital bagi pertumbuhan dan perkembangan, pencegahan penyakit dan mencapai kehidupan yang sehat dan optimal. Vitamin sebagai zat gzi mikro tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan (WHO, 2016). Fungsi vitamin B6 membantu proses pembentukan energi, hematopoetik, mengatur aktivitas lain dalam tubuh. Vitamin B6 disimpanan dalam tubuh dalam bentuk yang umum piridoksal fosfat dan disimpan di hati, ginjal dalam jumlah sangat kecil. Bentuk ekskresi vitamin B6 melalui urine adalah piridoksol, piridoksal, piridoksamin dan fospat (Ahmad, 2014). Fungsi metabolik vitamin B6 dalam tubuh metabolisme asam amino (aminotransferase, deaminase, dekarboksilase, desulfidatase), porfirin, glikogen dan epinefrin dan fungsi spesifik vitamin B6 koenzim dalam metabolisme asam amino dan glikogen modulasi dari aktivitas hormon steroid (Ahmad, 2014). Salah satu resiko penting terjadinya hiperhomosistein adalah rendahnya asupan vitamin yang berperan pada Jurnal Kesehatan Masyarakat & Gizi,e-ISSN:2655-0849 Vol. 1 No.2 Edisi November 2018-April 2019 https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKG =========================================================================================== Received: 18 April 2019 :: Accepted: 27 April 2019 ::Published:29 April 2019 metabolisme homosistein yaitu asam folat, vitamin B12 dan vitamin B6. Telah dilakukan penelitian deskriptif analisi terhadap 70 sub PJK sebagai kasus dan 36 subjek sebagai kontrol di RSJHK dengan tujuan mengetahui gambaran homosistein plasma pada penderita PJK dan kontrol serta hubunganyya dengan asam folat dan vitamin B12 yang diketahui berperan mempengaruhi kadar homosistein plasma. Berdasarkan data diatas rendahnya asupan vitamin B6 serta dampak negatifnya terhadap tingginya kadar LDL sehingga mengakibatkan tingginya angka kematian akibat penyakit jantung koroner, maka penulis tertarik unt uk meneliti mengenai “ Hubungan asupan vitamin B6 dengan kadar LDL penderita jantung koroner di RSU. Dr. Pringadi Medan” ## 2. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 mei 2009 sampai dengan 8 juni 2009 di poli penyakit dalam RSUD. Dr. Pringadi Medan. Jenis penelitian ini bersifat observasional dengan desain cross sectional dan Analisis data menggunakan uji korelasi. 3. HASIL Penelitian ini berlangsung pada tanggal 8 mei sampai dengan 8 juni 2009 di poli penyakit dalam di RSU. Dr. Pringadi Medan. Sampel yang diperoleh selama penelitian sebanyak 20 orang yang terdiri dari 6 orang laki-laki dan 14 orang perempuan berusia 31-70 tahun. Tabel 1. Asupan vitamin B6 As. Vit B6 n % Baik Tidak baik 13 7 65% 35% Total 20 100 Dari tabel 1 diketahui sampel dengan tingkat asupan vitamin B6 yang baik ada 13 orang dari 20 orang sampel (65%), sedangkan tingkat asupan vitamin B6 yang tidak baik hanya 7 orang (35%). Dari penelitian ini diketahui bahwa asupan vitamin B6 sampel sudah baik. Tabel 2. Kadar LDL Kadar LDL n % Normal Pertengahan Tinggi 2 13 5 10% 65% 25% Total 20 100 Dari tabel 2 terlihat bahwa sampel mempunyai kadar LDL normal 2 orang dari 20 orang (10%), sebanyak 13 orang (65%) mempunyai kadar LDL pertengahan dan 5 orang (25%) mempunyai kadar LDL tinggi. ## Hubungan asupan vitamin B6 dengan kadar LDL PJK Hasil uji statistik korelasi person diperoleh nilao koefisien korelasi (r=0,202) kekuatan hubungan antara dua variabel dengan nilai r: 0,00 – 0,25 adalah tidak ada hubungan. Hasil ini juga didukung dengan nilai p > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B6 dengan kadar LDL PJK (p=0,460 > 0,05). Makan tidak ada hubungan antara asupan vitamin B6 dengan kadar LDL sampel, secara statistik hubungan tidak bermakna. ## 4. PEMBAHASAN Penelitian-penelitian berbasis komunitas menemukan adanya hubungan yang bermaksa antara kadar vitamin B dengan menurunnya resiko penyakit jantung. Rendahnya kadar asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 terbukti selaras dengan Jurnal Kesehatan Masyarakat & Gizi,e-ISSN:2655-0849 Vol. 1 No.2 Edisi November 2018-April 2019 https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKG =========================================================================================== Received: 18 April 2019 :: Accepted: 27 April 2019 ::Published:29 April 2019 meningkatnya resiko manifestasi PJK maupun stroke (Rumawas, 2002). Hal ini mungkin karena pada saat penelitian, sampel sudah mendapat konsultasi tentang makanan penderita jantung koroner. Karena pada umumnya pasien yang datang ke poli rawat jalan adalah pasien yang datang kunjungan berulang Hal ini mungkin karena selain intake vitamin B6 ada berbagai faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya kadar LDL pada penderita jantung koroner. Seperti penggunaan obat- obatan akibat adanya komplikasi yang akan mempengaruhi system metabolisme didalam tubuh. Sehingga asupan vitamin B6 sudah baik tetapi apabila ada gangguan pada metabolismenya tidak mempengaruhi kadar LDL. ## 5. KESIMPULAN 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan vitamin B6 Penderita Jantung Koroner (PJK) di RSU. Dr. Pringadi Medan yaitu 65% baik dan 35% tidak baik. 2. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B6 dengan kadar LDL. 3. Responden dalam penelitian ini sudah mendapat pendidikan tentang pola makan penderita Jantung Koroner di poli rawat jalan. ## DAFTARPUSTAKA Djohan, Bahri Anwar 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi. Universitas Sumatera Utara. Rumawas, Marcella. 2002. Asam Folat, B12 dan B6 Cegah Penyakit Jantung. Krisnatuti dan Rina Yenrina, 1999. Perencanaan Menu Bagi Pengidap Jantung Koroner. Trubus Agriwidya. Jakarta. Yahya, A. Fauzi. 2005. Pilihan Terapi Penyakit jantung Koroner.
b9ba5ef7-b51e-4d0c-9f0b-5b854a78d24c
https://jurnal.lp2msasbabel.ac.id/index.php/edu/article/download/2468/1005
## Review: Integrasi Media Pembelajaran pada Kurikulum Merdeka Belajar di Lingkungan Siswa SMK ## Dian Puspita Eka Putri Fakultas Tarbiyah IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung Bangka, Indonesia [email protected] ## Djumanto Teknik Bngunan SMKN 2 Pangkalpinang Bangka, Indonesia [email protected] ## Suti Mayanti Fakultas Tarbiyah IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung Bangka, Indonesia [email protected] ## Abstract This study aims to obtain the results of heritage analysis regarding the integration of learning media in the independent learning curriculum in vocational students. The method used is a literature review. Of the three keywords that became the focus of the discussion, 150 related articles were found. Of the 150 that have been obtained, another filtering is carried out to see whether the articles of the three variables are related to each other or not. Based on these provisions, 23 articles were found. 23 is what is used as a review study in writing this article. The results of the review that have been carried out are that the Independent Learning Curriculum has four programs. The programs are (1) USBN replaced with an assessment (assessment), (2) 2021 UN replacement, (3) shortened RPP, (4) more flexible PPDB zoning. This program provides opportunities for schools, students, teachers, etc. to develop the learning process. Learning media can be one way to realize the success of this program is by integrating learning media based on technology and computer information Keywords: ( Learning Media, Independent Learning Curriculum, Vocational High School Abstrak Penelitian ini bertujuan memperoleh hail analisis pustaka mengenai pengintegrasian media pembelajaran pada kurikulum merdeka belajar di lingkungan siswa SMK. Adapun metode yang digunakan adalah literatur review. Dari tiga kata kunci yang menjadi fokus pembahasan, ditemukan sebnanyak 150 artikel yang terkait. Dari 150 yang sudah diperoleh dilakukan lagi penyaringan dengan melihat apakah artikel ketiga variabel tersebut terkait satu sama lain atau tidak. Berdasarkan ketentuan tersebut ditemukan 23 artikel. 23 inilah yang digunakan untuk menjadi studi review dalam penulisan artikel ini. Adapaun hasil review yang telah dilakukan adalah Kurikulum merdeka belajar memiliki empat program.program tersebut adalah (1) USBN diganti ujian (assement), (2) 2021 UN diganti, (3) RPP dipersingkat, (4) zonasi PPDB lebih flexsibel. Dengan adanya program tersebut memberikan peluang bagi sekolah,siswa, guru dll mengembangkan proses pembelajaran. Media pembelajaran dapat menjadi salahsatu cara mewejudkan keberhasilan program ini adalah dengan pengintegrasian media pembelajaran berbasis teknologi dan informasi komputer Kata Kunci: Media Pembelajaran, Kurikulum Merdeka Belajar, SMK ## A. Pendahuluan Pendidikan merupakan suatu usaha yang dapat digunakan untuk membentuk dan melatih sikap para generasi penerus bangsa. Didalamnya terdapat berbagai pembelajaran. Secara garis besar pembelajaran dilakukan untuk dapat merubah kualitas kognitif, afektif, psikomotor seseorang menjadi lebih baik. Proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang ahli dan memiliki keterampilan dibidangnya. Sumber daya yang berpotensi diharapkan dapat mengimbangi laju perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Media pembelajaran merupakan salah satu bentuk pengintegrasian Teknologi pada dunia Pendidikan. Media penmbelajaran merupakan perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid. Sedangkan menurut Djamarah media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Jadi media pembelajaran adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh guru dalam mendukung proses pembelajaran dan dapat membantu siswa dalam menerima materi. Media pembelajaran merupakan perantara komunikasi antara guru dan siswa dan dapat memudahkan interaksi antara keduanya Kemampuan utama pada pendidikan 4.0, adalah berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis serta berpikir kreatif. Menurut Muhammad Nurizal, dosen Universitas Gadjah Mada (UGM)/ pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), kompetensi pengetahuan yang dibutuhkan di era Revolusi Industri hanya 10%. Yang terbesar adalah kompetensi memecahkan persoalan nyata yang kompleks (36%), kompetensi social skill seperti kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja sama, dan lainnya EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 3 (16%), kemampuan berpikir logic atau critical thinking atau berpikir kritis (17%), dan me-monitoring diri sendiri dan membuat keputusan-keputusan sendiri secara efisien dan efektif (17%). Hal ini mendorong setiap individu semestinya mendapatkan kebebesan untuk belajar. Hal ini pulang yang menjadi salah satu tercetusnya kurikulum merdeka belajar. Ada empat pokok kebijakan dalam Merdeka Belajar, yakni mereformasi sektor Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. USBN digantikan dengan ujian asesmen. UN dihentikan dan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum, RPP dipersingkat menjadi satu halaman, dan zona PPDB dibuat lebih fleksibel. Terbentuknya suatu kurikulum baru tentu memiliki kekurangan. Adapun kekurangan kurikulum merdeka belajar ini adalah menjadi kendala dan tangan bagi kurikulum merdeka belajar. Ada beberapa kendala atau tantangan yang harus dihadapi. Berikut ini merupakan 5 tantangan program merdeka belajar bagi guru, di antaranya yaitu: a) Keluar dari Zonasi Nyaman Sistem Pembelajaran; b) Tidak Memiliki Pengalaman Program Merdeka Belajar; c) Keterbatasan Referensi; d) Keterampilan Mengajar; e) Minim Fasilitas dan Kualitas Guru. Adapun kelebihannya. Pertama, implementasi merdeka belajar tidak terbatas ruang dan waktu, dengan mengunjungi tempat wisata, museum dan lain-lain. Kedua, berbasis pada proyek, dengan menerapkan keterampilan yang telah dimiliki. Ketiga, pengalaman di lapangan dengan kolaborasi antara dunia pendidikan dan dunia industri, peserta didik diarahkan untuk terjun ke lapangan untuk menrapkan soft skill dan hard skill agar mereka siap memasuki dunia kerja. Praktik ini merupakan ciri-ciri dan tujuan dari pendidikan jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK juga sering disebut dengan Pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan khusus yang program-programnya dapat dipilih untuk siapapun yang tertarik untuk mempersiapkan diri dalam bekerja. Hal ini di dukung Thomas H. Arcy yang menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan program pendidikan yang terorganisasi yang berhubungan langsung dengan persiapan individu untuk bekerja. Selain itu, Bradley. Curtis H. dan Friendenberg, mengartikan pendidikan kejuruan adalah training atau EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 5 retraining mengenai persiapan siswa dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan untuk dapat kerja. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan SMK adalah sekolah yang mengembangkan dan mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat bekerja sesuai bidangnya masing-masing. Sekolah kejuruan memiliki tujuan utama yaitu menyiapkan siswanya untuk memasuki lapangan kerja. Peserta didik lulusan SMK diharapkan dapat menjadi tenaga kerja siap pakai, dengan kata lain SMK menghasilkan lulusan yang siap kerja. Selain itu, UUSPN No.20 tahun 2003 pasal 15, menyatakan bahwa pendidikan menengah kejuruan memliki tujuan menyiapkan peserta didik terutama untuk 21 bekerja dalam bidang tertentu. Menurut Dikmenjur 2003 terdapat beberapa tujuan dari sekolah menengah kejuruan yaitu : a. Menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang keahlian yang diminati b. Membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati c. Membekali peserta EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 6 didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu mengembagkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan sekolah menengah kejuruan SMK mempersiapkan peserta didik dengan membekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat sesuai dengan keahlian daya saing yang tinggi untuk memasuki dunia kerja. Dengan diterapkannya kurikulum merdeka belajar, Pendidikan kejuruan juga harus mampu beradaptasi dengan kebijakan ini. Kurikulum merdeka belajar kebijakan ini, sekolah bisa lebih mengembangkan perangkat pembeljaran yang sesuai dengan visi misi sekolah. Karena sudah tidak terikat lagi dengan tujuan akhir UN dan USBN. Guru pun lebih merdeka dalam menentukan pilihan materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Merdeka dalam memilih media pembelajaran yang cocok untuk menunjang potensi dan kebutuhan peserta didik. Artikel ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagaimana media pembelajaran dapat diintegrasikan pada kurikulum merdeka di lingkungan siswa SMK. EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 7 Literatur Review adalah metode yang digukana dalam penulisan artikel ini. Dari tiga kata kunci yang menjadi fokus pembahasan, ditemukan sebnanyak 150 artikel yang terkait. Dari 150 yang sudah diperoleh dilakukan lagi penyaringan dengan melihat apakah artikel ketiga variabel tersebut terkait satu sama lain atau tidak. Berdasarkan ketentuan tersebut ditemukan 23 artikel. 23 inilah yang digunakan untuk menjadi studi review dalam penulisan artikel ini. ## B. Pembahasan Merdeka Belajar diinisiasi Nadiem Makarim menjadi suatu kebijakan pertama kali disampaikan pada Hari Guru, 25 November 2019. Merdeka Belajar adalah belajar yang leluasa, bebas tidak terikat, yang menggerakan peserta didik agar mengembangkan seluruh potensi mereka agar mencapai kapabilitas intelektual, moral, dan keterampilan lainya. Ada tiga aspek dalam belajar. Yaitu (1) adanya perubahan perilaku akibat adanya pendidikan dan latihan serta pengalaman, (2) adanya pendidikan dan latihan, (3) adanya pengalaman Gagne menyatakan, belajar merupakan aktivitas mental intelektual yang bersifat internal Aktivitas belajar aktualisasinya adalah proses beroperasinya mental-intelektual anak. Dengan Merdeka Belajar ini EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 8 diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang bahagia, baik bagi murid maupun para guru. Guru menciptakan proses pembelajaran yang bisa membuat siswa lebih kreatif untuk menimba ilmu secara mendalam dan menciptakan suasana belajar yang membahagiakan. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk media pembelajaran mempunyai tujuan dan manfaat memudahkan penyerapan informasi dari guru ke siswa. Widianto dkk menyatakan bahwa pemanfaatan media dalam pembelajaran mempunyai beberapa fungsi utama yang meliputi: (1) Media mempunyai fungsi sebagai alat yang berarti teknologi bisa digunakan untuk membantu prosespembelajaran peserta didik maupun pendidik. Misalnya dalam membuat program administratif, membuat grafik dan membuat database; (2) Media mempunyai fungsi sebagai ilmu pengetahuan, yang berarti media dapat digunakan untuk memperoleh segala macam informasi dan menjadi bagian dari disiplin ilmu yang harus dikuasai siswa. (3) Media mempunyai fungsi dalam pembelajaran sebagai sumber belajar dan media belajar untuk membantu proses pembelajaran peserta didik dan pendidik. EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 9 Sedangkan menurut Hasrah menyatakan bahwa pemanfaatan media pada proses pembelajaran mempunyai beberapa manfaat yaitu: (1) menambah mutu kegaiatan pembelajaran; (2) meningkatkan akses pada pembelajaran dan pendidikan; (3) mengembangkan pengambaran dari gagasan-gagasan yang bersifat abstrak; (4) mempermudah memahami materi pembelajaran yang sedang didalami; (5) membuat penampilan dari materi pembelajaran menjadi lebih menarik; dan (6) menjadi penghubung antara materi dengan pembelajaran. Fungsi dan pemanfaatan media pembelajaran tersebut mendukung empat program kebijakan merdeka belajar. adapun empat program tersebut adalah (1) USBN diganti ujian (assement), (2) 2021 UN diganti, (3) RPP dipersingkat, (4) zonasi PPDB lebih flexsibel. Dari kebijakan tersebut sangat jelas bahwa pemerintah dalam hal ini memberikan kebebasan bagi pihak sekolah dalam mencapai tujuan Pendidikan. Maka kedudukan media pembelajaran ini sangat berperan dalam pengimplementasian kurikulum merdeka belajar. Pengintegrasian media pembelajaran pada kurikulum merdeka belajar pada lingkungan SMK berbentuk sistem gabungan antara teknologi informasi dan komunikasi, prinsip pedagogic dan tujuan pembelajaran. Pengintegrasian ini dapat berupa media pembelajaran yang mendukung siswa untu merdeka belajar sesuai dengan cara belajar masing-masing. Pengitegrasian ini juga tak lepas dari hubungan jarak, jaringan dan jenis media yang akan digunakan. Adapaun hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Dalam pengembangan pemanfaatan TIK sebagai media pembelajaran terdapat beberapa prinsip dasar yaitu: (1) segala proses rancangan pembelajaran memerlukan pendekatan sistem dengan melakukan prosedur yang meliputi identifikasi masalah, analisis masalah, pengelolaan proses belajar, serta penetapan metode dan evaluasi belajar; (2) proses pembelajaran yang berlangsung harus menyesuaikan kebutuhan peserta didik; (3) pengembangan sumber belajar agar dapat dengan mudah diakses oleh peserta didik. Salah satu jenis media pembelajaran yang mendukung kebijakan kurikulum merdeka belajar adalah media pembelajaran berbasis Teknologi informasi dan teknologi (TIK) Media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan penggunaan media pembelajaran lainnya. Kelebihan pemanfaatan media belajar berbasis TIK bagi peserta didik yaitu: (1) memberikan kemampuan siswa untuk belajar secara mandiri. Notabenennya pada saat melakukan pembelajaran tatap muka secara langsung (offline) banyak proses pembelajaran kelas yang menunjukkan bahwasannya pendidik lebih berperan aktif dari pada peserta didik. saat pendidik menyampaikan materi pembelajaran, maka peserta didik hanya berusaha mendengar dan mencatat atau malah kadangkala peserta didik sibuk dengan kegiatan masing-masing seperti bercanda, tidur dan lain sebagainya. Alhasil ilmu yang disampaikan tidak terserap dan membuang banyak waktu serta tenaga. Dengan adanya media TIK memungkinkan segala informasi dan komunikasi bisa didapatkan dan dilaksanakan dengan cepat dan mudah. Sehingga dalam hal ini pendidik tidak perlu repot menjelaskan secara rinci materi pembelajaran yang dibahas, cukup memberikan tanggung jawab kepada peserta didik untuk melakukan akses atau Browsing melalui laman web maka segala sumber pembelajaran bisa didapatkan secara lengkap dan rinci baik berupa modul, buku elektronik, maupun video pembelajaran. Selain itu dengan tersediannya media pembelajaran berbasis TIK menjadikan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan potensi dan pengetahuannya dengan berbagai sumber informasi yang didapatkan. Jadi tidak selalu fokus dan bertumpu pada materi pembelajaran yang ada di kelas saja. peran seorang pendidik dalam hal ini hanyalah berusaha menjadi fasilitator yang baik yaitu berusaha mengarahkan dan mendukung peserta didik dalam berproses sesuai dengan kemampuan intelektual serta ketrampilan dalam mengkritisi suatu topik pembelajaran; (2) waktu dan tempat belajar bersifat fleksibel. Artinya segala aktivitas belajar dan pembelajaran bisa dilaksanakan kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun dengan perantara memanfaatkan media elektronik; (3) meningkatkan keaktifan dan kreaatifitas siswa dalam mengembangkan pemikirannya. Seperti halnya pada kurikulum K13 yang mengharuskan peserta didik mengembangkan topik pembelajaran yang disampaikan baik berupa praktek atau hasil karya. Maka dalam hal ini keberadaan Media TIK berupaya dalam memupuk jiwa aktif, terampil, kreatif, serta kritis pada individu peserta didik. Peserta didik adalah sosok parsitipan yang mana seorang partisipan selalu berpartisipasi. Bentuk partisipasi bukanlah kepasifan yang hanya diam dan mendengar tanpa bersuara sebagai wujud kemonotonan diri, akan tetapi partisipasi diwujudkan dengan usaha berani berpendapat berdasarkan pemikiran yang bersifat kritis sekaligus berupaya dalam mewujudkan pemikiran yang telah ia susun dalam bentuk karya dan praktek dikehidupan sehari-hari; dan (4) memberikan pengetahuan lebih kepada peserta didik. Namun ada berbagai topik pembahasan ilmu dengan berbagai sumber-sumber baik dalam negeri maupun luar negeri. Sifatnya EDUGAMA Volume 8 no 2 Juni 2022 | 14 yang global memudahkan peserta didik dalam menemukan suatu hal yang ingin mereka pelajari sesuai kepeminatan masing-masing. Sementara manfaat bagi pendidik yaitu: (1) pendidik bukan satu- satunyasum ber belajar karena meluasnya sumber informasi pada TIK. Sifat TIK yang global menjadikannya basis yang meringankan beban pendidik menghadapi peserta didik. Jika seorang pendidik memiliki Batasan dalam keilmuwan yang hanya bertumpu pada bidang studi yang dulu pernah ia pelajari dan dikatamkan dengan gelar strata, maka TIK bisa lebih meluas pada segala bidang keilmuwan yang bersifat global; (2) membantu menguatkan kegiatan belajar sehingga dapat merangsang dan memotivasi peserta didik. Peran pendidik sejak adanya media TIK berubah peran menjadi fasilitator yang bertugas memfasilitasi sekaligus memberikan pengarahan kepada peserta didik atas topik pembahasan materi yang sedang terjadi; (3) membantu proses interaksi guru atau tutor dengan peserta didik. Dengan kedatangan Media pembelajaran TIK menjadikan proses pembelajaran yang terlaksana bisa berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang maksimal. Hal ini terutama berdampak pada pendidik dan peserta didik yang tetap dapat melakukan interaksi baik asingkronus maupun singkronus dengan melalui perantara media ; dan (4) pengaturan proses belajar lebih efektif. Dalam hal ini keberadaan media TIK berusaha dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik dan memudahkan pendidik dalam mentransferkan pengetahuan baik langsung ataupun tidak langsung. Keefisiensian Media TIK yang dapat diakses kapanpun dimanapun dan bagaimanapun menjadi landasan efektifitas proses belajar peserta didik. Karena bagaimanapun ada waktu di jam tertentu dimana peserta didik mengalami masa produktif dalam belajar dan ada masa dimana peserta didik mengalami kejenuhan dalam melakukan kegiatan pembelajaran. ## C. Penutup/ Kesimpulan Kurikulum merdeka belajar memiliki empat program.program tersebut adalah (1) USBN diganti ujian (assement), (2) 2021 UN diganti, (3) RPP dipersingkat, (4) zonasi PPDB lebih flexsibel. Dengan adanya program tersebut memberikan peluang bagi sekolah,siswa, guru dll mengembangkan proses pembelajaran. Media pembelajaran dapat menjadi salahsatu cara mewejudkan keberhasilan program ini adalah dengan pengintegrasian media pembelajaran berbasis teknologi dan informasi komputer Arafah, K. (2016). Evaluasi Sistem Penilaian Pembelajaran Produktif Di SMK Negeri 4 Bantaeng. Ariyana, A., Ramdhani, I. S., & Sumiyani, S. (2020). Merdeka Belajar melalui Penggunaan Media Audio Visual pada Pembelajaran Menulis Teks Deskripsi. Silampari Bisa: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Indonesia, Daerah, Dan Asing, 3(2). https://doi.org/10.31540/silamparibisa.v3i2.1112 Chahyanti, D. (2021). Pembelajaran di Era Merdeka Belajar. Https://Www.Timesindonesia.Co.Id/Read/News/341708/Pembelajaran-Di- Era-Merdeka-Belaja Dewi, S. Z, dkk. (2018). ‘Penggunaan TIK sebagai Sumber dan Media Pembelajaran Inovatif di Sekolah Dasar’, Indonesian Journal of Primary Education Huda, I.A. (2020). ‘Perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Terhadap Kualitas Pembelajaran Di Sekolah Dasar’, ## JURNAL PENDIDIKAN ## Dan KONSELING Kusmana , A. (2011). ‘E - Learning Dalam Pembelajaran’, Jurnal Lentera ## Pendidikan Lestiyani, P. (2020). Analisis Persepsi Civitas Akademika Terhadap Konsep Merdeka Belajar Menyongsong Era Industri 5.0. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran, 6(3), 365-372. doi:https://doi.org/10.33394/jk.v6i3.2913 Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1 SE- Articles), 141 – 147. Retrieved from https://e- journal.my.id/jsgp/article/view/248 usilawati, N. (2021). Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Humanisme. Jurnal Sikola: Jurnal Kajian Pendidikan Dan Pembelajaran, 2(3), 203 – 219. https://doi.org/10.24036/sikola.v2i3.10 Putry, H. M. E, dkk. (2020). ‘Video Based Learning Sebagai Tren Media Pembelajaran Di Era 4.0’, Jurnal Pendidikan Ilmiah Widiyono, A., & Irfana, S. (2021). Implementasi Merdeka Belajar melalui Kampus Mengajar Perintis di Sekolah Dasar. Metodik Didaktik : Jurnal Pendidikan Ke-SD-An, 16(2), 102 – 107. https://doi.org/10.17509/md.v16i2.30125 Yamin, M., & Syahrir, S. (2020). Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar (Telaah Metode Pembelajaran). Jurnal Ilmiah Mandala Education, 6(1), 126 – 136. https://doi.org/10.36312/jime.v6i1.1121
66825b26-d9c0-48a5-bff9-bdf7136fc97a
https://ejurnal-unespadang.ac.id/index.php/EJPP/article/download/92/195
DOI: https://doi.org/10.31933/ejpp.v1i1 Received: 26/09/2020, Revised: 31/10/2020, Publish: 22/11/2020 ## VALIDITAS ANGKET FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECANDUAN GAME ONLINE PADA SISWA SMA SWASTA SE- KOTA PADANG Nela Sari Yolanda 1 , dan Yessy Marzona 2 1) Program studi Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Ekasakti Padang. Email: [email protected] 2) Program studi Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP Universitas Ekasakti Padang. Email: [email protected] ## ABSTRAK Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan bermain game online. Melihat perkembangan game online saat ini, dampak negatifnya yaitu kecanduan. Oleh karena itu dibuatlah angket untuk melihat tingkat kecanduan siswa SMA swasta se-kota Padang. Sebelum angket disebarkan maka perlu diperlukan validasi terhadap angket. Angket di validasi oleh 3 validator yaitu 2 ahli matematika dan 1 ahli Bahasa. Aspek- aspek yang dinilai oleh validator adalah aspek Bahasa, aspek permasalahan dan aspek tujuan. Hasil validasi menunjukkan bahwa angket sudah valid dari setiap aspek yang dinilai. Kata Kunci: Kecanduan, Game Online, Angket, Aspek, Validitas ## ABSTRACT This study aims to find out the factors that influence addiction to playing online games. Realizing the development of online games which has a results as an addiction. Therefore a questionnaire was constructed to see the addiction level of private high school students in the city of Padang. Before the questionnaire is distributed it is necessary to validate the questionnaire. The questionnaire was validated by 3 validators, 2 mathematicians and 1 linguist. The aspects assessed by the validator are aspects of language, aspects of problems and aspects of objectives. The results of the validation has shown that the questionnaire was valid for every aspect assessed. Keywords: Addiction, Online Game, Questionnaire, Aspects, Validit ## PENDAHULUAN Salah satu kemajuan dari teknologi di era globalisasi ini yaitu internet. Pengguna internet mayoritas merupakan penduduk berusia muda dan produktif. Horrigan (2002) mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan pengguna internet salah satunya adalah aktivitas kesenangan dan hiburan. Game online sebagai salah satu aktivitas kesenangan dimainkan dengan menggunakan jaringan internet. Salah satu pengguna yang muda dan produktif adalah siswa. Siswa pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Atas. Dampak negatif dari game online bagi siswa adalah siswa akan malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk bermain game online, siswa akan mencuri curi waktu dan jadwal belajar mereka untuk bermain game online, waktu untuk belajar dan membantu orang tua sehabis jam sekolah akan hilang karena main game (Masya dan Candra, 2016). Game online merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan bisa menyebabkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat tinggi. Sedangkan kecanduan merupakan perasaan yang sangat kuat terhadap sesuatu yang diinginkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengertian kecanduan game online adalah suatu keadaan seseorang terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tidak bisa lepas untuk bermain game online. Menurut Saputra (2016), faktor yang mempengaruhi remaja kecanduan game online yaitu gender, kondisi psikologis, dan jenis game. Smart (Kusumawati, 2017), menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami kecanduan game online karena merasa kurang perhatian dari orang-orang terdekat termasuk orang tua. Sedangkan menurut Yuniar (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan game online yaitu penyediaan sarana internet, faktor individu, kelompok usia, dan alasan bermain. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kecanduan game online yaitu: waktu, aspek kurangnya kontrol, aspek biaya, aspek pertahanan, dan aspek perasaan. ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan yaitu menerapkan suatu permasalahan ke dalam kehidupan sehari-hari yang diawali dengan analisis teori dan diikuti dengan pengambilan data. Pada penelitian ini, data yang diperoleh dideskripsikan setelah dilakukan penerapan dari analisis regresi logistik terhadap data tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMA swasta se-Kota Padang yang sedang bermain game online di smartphone mereka. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA swasta se-Kota Padang yang sedang bermain game online di smarphone. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan metode accidental sampling. Teknik non probability sampling adalah metode pengambilan sampel yang memberi peluang tidak sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel karena pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket yang disusun dengan menggunakan skala Likert. Menurut Arikunto (2010), kuesioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Angket yang telah disusun kemudian dilakukan dahulu validasi angket. Validasi angket adalah prosedur untuk memastikan apakah angket yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak. Valid berarti kuesioner tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Angket ada yang sudah baku, karena telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku. Jika kita menggunakan angketyang sudah baku, tidak perlu dilakukan uji validitas lagi, sedangkan kuesioner yang belum baku perlu dilakukan validasi. Angket di validasi oleh 3 validator yaitu 2 ahli matematika dan 1 ahli Bahasa. Aspek- aspek yang dinilai oleh validator adalah aspek Bahasa, aspek permasalahan dan aspek tujuan. Data yang dihasilkan tersebut dianalisis secara deskriptif. Data yang ada dihitung menggunakan rumus yang ada di dalam Muliyardi (2006) yaitu: = ∑ (1) Keterangan R : rerata hasil penilaian dari para validator, Vi : Skor penilaian ahli ke-i dan N = jumlah validator. Kemudian rerata yang didapatkan dikonfirmasikan dengan kriteria yang ditetapkan. Cara mendapatkan kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rentangan skor mulai dari 0 – 4 2. Kriteria dibagi atas lima tingkatan. Istilah yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik aspek-aspek yang dinilai. 3. Rentangan rerata dibagi menjadi lima kelas interval. Misalnya, untuk aspek rumusan kompetensi digunakan kriteria dengan istilah sebagai berikut: 1). Jika rerata > 3,20 maka aspek yang dinilai dikategorikan sangat valid; 2). 2,40 < rerata ≤ 3,20 valid; 3). 1,60 < rerata ≤ 2,40 cukup valid; 4). 0,80 < rerata ≤ 1,60 kurang valid; dan 5). Jika rerata ≤ 0,80 maka aspek yang dinilai dikategorikan tidak valid. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Angket yang telah dirancang dan didiskusikan dengan anggota penelitian, selanjutnya divalidasi oleh pakar matematika yang terdiri dari 2 orang dosen pendidikan matematika FKIP Universitas Ekasakti (UNES) yaitu Khurnia Budi Utami, S.Pd., M.Pd, Yuliani Fitri, S.Pd.I., M.Pd, dan 1 orang dosen pendidikan bahasa FKIP Universitas Ekasakti yaitu Eva Fitrianti, S.S., M.Pd selama dua minggu. Berdasarkan saran-saran dari validator dilakukan revisi tehadap angket dan kembali didiskusikan dengan validator. Dari hasil diskusi, validator menyetujui bahwa angket tersebut telah dapat di ujicobakan. Secara garis besar hasil validasi angket aspek Bahasa dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil Validasi Angket dari Aspek Bahasa No. Indikator Penilaian Validator Kesimpulan 1 2 3 Jumlah Rata- rata 1. Menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar 3 3 4 10 3,3 Sangat valid 2. Kalimat disusun dengan jelas, sederhana, dan tidak menimbulkan penafsiran ganda 3 3 3 9 3 valid 3. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami 4 3 3 10 3,3 Sangat valid 4. Kalimat yang digunakan mewakili permasalahan 4 3 4 11 3,67 Sangat valid 5. Menggunakan peristilahan yang sesuai dengan konsep pada pokok permasalahan 3 3 3 9 3 valid 6. Kalimat yang digunakan tepat sasaran 4 3 3 10 3,3 Sangat valid Jumlah 21 18 20 59 19,67 Rata-rata 3,3 Sangat valid Hasil yang disajikan dalam Tabel 1 menggambarkan bahwa hasil validasi angket untuk aspek bahasa yang dirumuskan tergolong sangat valid dengan rata-rata 3,3. Dapat disimpulkan bahwa tuntunan yang terkandung didalamnya jelas sekali. Dapat disimpulkan bahwa kalimat yang digunakan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia, melibatkan kemampuan berpikir logis, struktur kalimat sesuai dengan intelektual siswa, kalimat digunakan dengan menggunakan ejaan yang baku, komunikatif. Rekapitulasi hasil validasi angket untuk aspek permasalahan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. ## Tabel 2. Aspek Permasalahan No. Indikator Penilaian Validator Kesimpulan 1 2 3 Jumlah Rata- rata 1. Permasalahan yang digunakan cukup jelas dan spesifik 3 4 3 10 3,33 Sangat valid 2. Permasalahan yang digunakan berkaitan dengan bidang peneliti 4 4 3 11 3,67 Sangat valid 3. Permasalahan kecanduan media sosial cocok dianalisis menggunakan analisis regresi logistik ordinal 3 4 4 11 3,67 Sangat valid 4. Instrumen yang digunakan sudah dapat menjelaskan permasalahan secara rinci 4 3 4 11 3,67 Sangat valid 5. Lokasi dan objek penelitian sesuai dengan permasalahan yang digunakan 4 3 4 11 3,67 Sangat valid Jumlah 18 18 18 54 18 Rata-rata 3,6 Sangat valid Hasil yang disajikan dalam Tabel 2 menggambarkan bahwa hasil validasi angket untuk aspek permasalahan yang dirumuskan tergolong sangat valid dengan rata-rata 3,6. Dapat disimpulkan bahwa permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam angket sesuai dengan tujuan penelitian. Rekapitulasi hasil validasi angket untuk aspek tujuan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. ## Tabel 3. Validasi angket Aspek Tujuan No. Indikator Penilaian Validator Kesimpulan 1 2 3 Jumlah Rata- rata 1. Analisis yang digunakan dapat menjelaskan permasalahan secara jelas dan rinci 3 3 3 9 3 Valid 2. Penelitian yang dilakukan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi 2 3 3 8 2,67 Valid 3. Penelitian yang dilakukan dapat digunakan sebagai contoh pembelajaran dari analisis Regresi Logistik 4 4 3 11 3,67 Sangat Valid 4. Penelitian yang digunakan dapat menjadi pedoman atau panduan bagi orang lain untuk mengatasi permasalahan kecanduan game online 3 3 3 9 3 Valid Jumlah 12 13 12 37 12,33 Rata-rata 3,08 Valid Pada Tabel 3 dilihat bahwa hasil validasi angket untuk aspek tujuan yang dirumuskan tergolong valid dengan rata-rata 3,08. Dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini tergambar dalam angket yang telah disusun. Untuk itu perlu perbaikan pada angket yang telah dirancang dengan menyesuaikan saran- saran dari validator. Saran-saran yang diberikan didiskusikan terlebih dahulu bersama validator. Menurut Trianto (2010:255), valid berarti bahwa penilaian sudah memberikan informasi yang akurat tentang media yang dikembangkan. Dari hasil penilaian angket oleh validator, telah memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh siswa untuk materi bangun datar. ## KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan bermain game online pada siswa SMA se-Kota Padang. Dari pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Validitas angket telah dinilai oleh para validator dari berbagai bidang kajiannya, yaitu dari aspek bahasa sebesar 3,3 dengan nilai sangat valid, aspek permasalahan sebesar 3,6 dengan nilai sangat valid, dan aspek tujuan sebesar 3,08 dengan nilai valid. Dapat disimpulkan angket dapat digunakan untuk mengukur semua nilai yang diinginkan dalam penelitian ini. ## UCAPAN TERIMA KASIH Tim Peneliti berterimakasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Diputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional yang telah membantu mendanai pelaksanaan penelitian ini sesuai dengan Kontrak Pelaksanaan Penelitian dengan LLDIKTI Wilayah X Nomor : 077/LL10/PG/2020. ## REFERENSI Agresti, Allan. 2002. Categorical Data Analysis. New York: John Wiley and Sons. Aji, Candra Zebeh. 2012. Berburu Rupiah Lewat Game Online. Yogyakarta: Bounabooks. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Bumi Aksara. Badudu dan Zain. 2005. Pengertian Pengaruh Kecanduan Game Online pada Remaja. htpp://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/1037/bab2.apdf?sequence=4. [14 Agistus 2020]. Beranuy, M., Carbonell, X., & Griffiths, M. D. 2013. A Qualitative Analysis Of Online Gaming. International Journal of Mental, 11, 149-161. Brian, D., & Wiemer-Hastings, J. (2005). Addiction To The Internet And Online Gaming. Journal cyberpsychology and behavior, 8, 2. Budiman, H. P. 2009. Dunia Mewaspadai Game Online, Indonesia Kapan?. Psikologi Plus (Majalah). Vol I Edisi Maret. 39-43. Gunarsa, S.D., dan Gunarsa, Y.S.D. 1998. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Erlangga : Gelora Aksara Pratama. Hosmer and Lemeshow, W. 1989. Applied Logistic Regression. Canada: A Wiley Interscience Publication. Kartasasmita, Sandi dan Nirmala, Carana. 2012. Gambaran Mindfulness pada Remaja yang Kecanduan Bermain Game Online. https://www.researchgate.net/publication/264550255. [14 Agistus 2020]. Kusumawati, Rosi., Irna Aviani, Yolivia., & Molina, Yosi. 2017. Perbedaan Tingkat Kecanduan (Adiksi) Games Online Pada Remaja Ditinjau Dari Gaya Pengasuhan. Journal psikologi, 89. Makridarkis, Spyros. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta : Binarupa Aksara. Masya, Hardiyansyah., & Candra, Adi Dian. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Gangguan Kecanduan Game Online Pada Remaja Peserta Didik Kelas X di Madrasah Aliyah Al Furqoon Prabumuluh Tahun Pelajaran 2015/2016. Journal Bimbingan dan Konseling, 03, 153-159. Montgomery, Douglas, Peck, Elizabeth, dan Vining, Geoffrey. 2006. Introduction to Linear Regression Analysis, Fourth Edition, USA: Wiley-Intersicience Publication. Monks, F. J, Knoers, A.M.P, & Haditono, S.R. 1982. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbegai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Muhidin, Sambas Ali, dkk. 2007. Analisis korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. Rini, A. 2011. Menanggulangi Kecanduan Game Online Pada Anak. Jakarta. Pustaka Mina. Saputra, Rahmadi. 2016. Hubungan Kecanduan Game Online Clash of Clans Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univesitas Riau. JOM FISIP Vol. 3 No. ,. 5-6 Singarimbuan, Masri dan Effendi, Sofian. 2011. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung. Surya, Yuyun W.I, 2002, Pola Konsumsi dan Pengaruh Internet sebagai Media Komunikasi Interaktif pada Remaja (Studi Analisis Persepsi pada Remaja di Kotamadya Surabaya), Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya. Suryabrata, Sumadi. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Susanti, Y. 2008. Ketergantungan pada internet: game online, Video games dan sejenisnya. Anima: Indonesian psychological journal, 23, 180-183. Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Yanto, Riki, 2001. Pengaruh Game Online Terhadap Perilaku Remaja. Skripsi. Padang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas. Yuniar, S. 2008: Ketergantungan Pada Internet : Game Online, Video Game, dan sejenisnya. Anima : Indonesia Psychological Journal. Vol. 23, No.2 (180-183). Ziqri, Aulia. 2010: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat Kecamatan Koto Tangah dalam Pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Padang Tahun 2013 Menggunakan Analisis Regresi Logistik. Tugas Akhir. Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA UNP.
9437a1ab-a8e1-4d30-bf88-99e8872fb8ff
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jmi/article/download/254/233
## ANALISA PERBANDINGAN PERFORMANSI RSA ( RIVEST SHAMIR ## ADLEMAN ) DAN ECC ( ELLIPTIC CURVE ) PADA PROTOKOL SECURE SOCKET LAYER (SSL) ## Niko Adianson, Yupianti, Adhadi Kurniawan Program Studi Sistem Komputer Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dehasen Bengkulu Jl. Meranti Raya No. 32 Kota Bengkulu 38228 Telp. (0736) 22027, 26957 Fax. (0736) 341139 ABSTRACT Algoritma RSA (Rivest Shamir Adleman) ditemukan tahun 1978 Len Adleman, Ron Rivest dan Adi Shamir dengan ketentuan C = M e mod n sedangkan Algoritma ECC ditemukan tahun 1985 oleh Victor Miller dengan ketentuan P + O = O + P = P untuk setiap P € ∑ (Fp). Dimana dalam algoritma RSA pemaktoran nilai kunci menjadi tingkat kerumitan dan pemecahannya dari pada algoritma ini sedangkan algoritma ECC tingkat kerumitan menentukan titik-titik kurvanya, dimana semakin banyak titik-titik pada kurvanya maka semakin sulit menentukan titik temunya. Algoritma ECC ini banyak diterapkan pada tanda tangan digital. Dari hasil pengujian dilakukan melakukan analisa perbandingan kerumitan dari pada masing-masing algoritma tersebut dan juga tingkat kesulitan dalam pemecahannya. Dan didapatkan hasil algoritma RSA dalam penerapannya membutuhkan sepesifikasi hardware yang tinggi dari pada ECC karena nilai pembentukan kunci RSA lebih besar. Kata Kunci : RSA, ECC dan SSL ## ABSTRACT RSA (Rivest Shamir Adleman) was found in 1978 Len Adleman, Ron Rivest, Adi Shamir and with the provisions of the C = M e mod n while the ECC algorithm was found in 1985 by Victor Miller with the provisions of P + O = O + P = P untuk setiap P € ∑ (Fp). Where in the RSA algorithm pemaktoran key value into the complexity and the solution of the algorithm while the ECC algorithm determines the level of complexity of the points the curve, where the more points on the curve, the more difficult to determine the meeting point. ECC algorithms are widely applied to digital signatures. From the results of tests carried out comparative analysis on the complexity of each algorithm and also the level of difficulty in solving them. And the results obtained in the RSA algorithm implementation requires high hardware specs of the ECC for RSA key value greater formation. Keywords: RSA, ECC dan SSL ## I. PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat telah memberi pengaruh yang baik serta manfaat yang besar bagi manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Keunggulan tersebut tidak lepas dari hasil penelitian dan percobaan oleh para ilmuwan dan engineer, yang selalu mencari terobosan dan temuan baru untuk menciptakan sesuatu yang baru bermanfaat dan berguna bagi kehidupan manusia. Salah satu bidang yang berkembang dengan pesat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bidang penyampaian media informasi baik secara lisan mau tulisan. Kini cara berkomunikasi, bertransaksi yang kita telah mengalami banyak perubahan, dari yang semula hanya bisa berkomunikasi atau bertransaksi saat bertemu muka saja, kini manusia sudah dapat berkomunikasi menggunakan teknologi jaringan ( network technology ) yang menghubungkan dua atau lebih komputer Teknologi jaringan tersebut memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah cepat dan mudah kita melakukan komunikasi, transaksi dan lain sebagainya karena sudah tidak terbatas oleh ruang dan waktu lagi. Sedangkan untuk dampak negatifnya dapat dilihat dari semakin meningkatnya tingkat kejahatan di internet, seperti hacking, cracking, carding, phising, spamming , dan defacing . Dengan latar belakang inilah maka kemudian disiasati bagaimana cara menjaga kerahasian dan mendeteksi keaslian dari informasi yang dikirim atau diterimanya. Untuk menyiasati hal ini,munculah sebuah ilmu yang disebut dengan kriptografi. Dari berbagai kelompok kriptografi, terdapat beberapa algoritma kriptografi yang dikenal seperti blowfish, twofish, MARS, IDEA, 3DES, AES, RSA, Diffie-Hellman, MD5, SHA-256, SHA-512, ECC dan lain-lain. Namun diantara kriptografi yang telah disebutkan, terdapat 2 kriptografi yang paling terkenal dan paling sering dibahas saat ini, yaitu RSA ( Rivest Shamir Adleman ) dan ECC ( Elliptic Curve Cryptgraphy ). Kedua algoritma ini memiliki tingkat keamanan yang cukup tinggi, apalagi ditambah digunakan pada pada protocol SSL ( Secure Sockets Layer ). Yang mana Protokol SSL ini sendiri sudah memberikan fasilitas enkripsi data, autentikasi server, integritas pesan dan juga pilihan untuk autentikasi client seperti pada e-commerce, jaringan telekomunikasi dan lain sebagainya. ## II. TINJAUAN PUSTAKA ## A) Pengertian Analisa Menurut Supriyono (2003:89) analisa adalah penelusuran kesempatan atau tantangan atau sumber. Analisa juga melibatkan pemecahan suatu keseluruhan kedalam bagian-bagian untuk mengetahui sifat, fungsi dan saling berhubungan antar bagian tersebut. Analisa sangat diperlukan atau penting karena sifat dari lingkungan sangat dinamis dan berubah dengan cepat. Analisa adalah menguraikan suatu pokok menjadi beberapa bagian dan menelaah bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Analisa merupakan suatu proses kerja dari rentetan tahapan pekerjaan sebelum riset didokumen- tasikan melalui tahapan penulisan laporan (Umar, 2002:42). Berdasarkan pengertian analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa analisa adalah menyelidiki, menguraikan, menelaah suatu permasa- lahan untuk mengetahui pemahaman yang tepat. ## B) Pengertian Performansi atau kinerja Menurut Mangkunegara (2005 : 67), mengemu- kakan bahwa “kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Dan kinerja juga merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan di konfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapian hasil suatu instansi yang dihubungkan dengan visi yang digunakan suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kegiatan operasional. Menurut Sutalaksana (1979:42) Perancangan sistem kerja menghasilkan beberapa alternatif sehingga harus dipilih alternatif terbaik. Pemilihan alternatif rancangan sistem kerja ini harus berlandaskan 4 kriteria utama, yaitu: kriteria waktu, kriteria fisik, kriteria psikis,dan kriteria sosiologis. Berdasarkan ke-4 kriteria tersebut suatu sistem kerja dipandang terbaik jika memberikan waktu penyelesaian pekerjaan dengan wajar dan normal serta menggunakan tenaga fisik paling ringan, sehingga memberi dampak psikis dan sosiologis paling rendah. Berdasarkan pengertian oleh para ahli diatas, maka penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu, yang di akibatkan oleh kemampuan dia sendiri atau kemampuan yang di peroleh dari proses penambahan beberapa fitur baik itu sebagian maupun secara keseluruhan sehingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan. ## C) Pengertian Kriptografi Menurut Kromodimoeljo (2010:297) Dalam kriptografi klasik (simetris), jika seseorang mengetahui cara mengenkripsi naskah asli menjadi naskah acak, maka orang tersebut juga mengetahui cara mendekripsi naskah acak yang dihasilkan. Demikian juga jika seseorang mengetahui cara mendekripsi naskah acak, maka orang tersebut juga mengetahui cara mengenkripsi naskah asli untuk menghasilkan naskah acak. Sekitar pertengahan tahun 1970an, muncul konsep baru dalam kriptografi yaitu kriptografi public key (asimetris). Seseorang yang mengetahui cara mengenkripsi naskah asli belum tentu mengetahui juga cara mendekripsi naskah acak yang dihasilkan. Demikian juga seseorang yang mengetahui cara mendekripsi naskah acak belum tentu mengetahui juga cara mengenkripsi naskah asli untuk menghasilkan naskah acak tersebut. Enkripsi dan dekripsi dalam kriptografi public key menggunakan sepasang kunci yaitu kunci publik ( public key ) dan kunci privat ( private key ). Naskah yang telah dienkripsi menggunakan kunci privat hanya dapat didekripsi menggunakan kunci publik dan naskah yang dapat didekripsi menggunakan kunci publik dapat dipastikan telah dienkripsi menggunakan kunci privat. Sebaliknya, naskah yang telah dienkripsi menggunakan kunci publik hanya dapat didekripsi menggunakan kunci privat. Mekanisme ini memungkinkan berbagai aplikasi, dua yang terpenting diantaranya adalah distribusi kunci sesi dan tanda tangan digital ( digital signature ). ## D) Algoritma secara umum Kata algoritma diambil dari nama ilmuwan muslim dari Al-Khuwārizmi (780-846M), sebagaimana tercantum pada terjemahan karyanya dalam bahasa latin dari abad ke-12 "Algorithmi de numero Indorum". Pada awalnya kata algorisma adalah istilah yang merujuk kepada aturanaturan aritmetis untuk menyelesaikan persoalan dengan menggunakan bilangan numerik arab (sebenarnya dari India, seperti tertulis pada judul di atas). Pada abad ke-18, istilah ini berkembang menjadi algoritma, yang mencakup semua prosedur atau urutan langkah yang jelas dan diperlukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pemecahan sebuah masalah pada hakekatnya adalah menemukan langkah-langkah tertentu yang jika dijalankan efeknya akan memecahkan masalah tersebut (Wahid, 2004:1). Algoritma adalah urutan langkah-langkah yang dinyatakan dengan jelas dan tidak rancu untuk memecahkan suatu masalah (jika ada pemecahannya) dalam rentang waktu tertentu. Artinya, setiap langkah harus dapat dikerjakan dan mempunyai efek tertentu (Wahid, 2004:2). Arti yang modern untuk algoritma agak mirip kepada kata resep, proses, metode, teknik, prosedur, rutin, kecuali bahwa kata “algoritma” itu sendiri memiliki arti sesuatu yang sedikit berbeda. Ada 5 komponen utama dalam algoritma yaitu finiteness, definiteness, input, output dan effectiveness : 1) Finiteness. Sebuah algoritma harus selalu berakhir setelah sejumlah langkah berhingga. 2) Definiteness. Setiap langkah dari sebuah algoritma harus didefinisikan secara tepat, tindakan yang di muat harus dengan teliti dan sudah jelas ditentukan untuk setiap keadaan. 3) Input. Sebuah algoritma memiliki nol atau lebih masukan, sebagai contoh, banyaknya masukan diberikan di awal sebelum algoritma mulai. 4) Output. Sebuah algoritma memiliki satu atau lebih keluaran, sebagai contoh, banyaknya keluaran memiliki sebuah hubungan yang ditentukan terhadap masukan. 5) Effectiveness. Pada umumnya sebuah algoritma juga diharapkan untuk efektif. ## E) Pengertian Algoritma RSA (Rivest Shamir Adleman) Menurut Sentot Kromodimoeljo (2010:298), pada tahun 1978, Len Adleman, Ron Rivest dan Adi Shamir mempublikasikan sistem RSA (lihat [adl78]). Semula sistem ini dipatenkan di Amerika Serikat dan seharusnya masa paten habis tahun 2003, akan tetapi RSA Security melepaskan hak paten setelah 20 September 2000. Sebetulnya sistem serupa telah dilaporkan oleh Clifford Cocks tahun 1973 meskipun informasi mengenai ini baru dipublikasi tahun 1997 karena merupakan hasil riset yang diklasifikasikan sangat rahasia oleh pemerintah Britania Raya (Clifford Cocks bekerja untuk GCHQ, suatu badan di Britania Raya yang fungsinya serupa dengan fungsi NSA di Amerika Serikat), jadi validitas paten patut dipertanyakan karena adanya prior art . Kita jelaskan secara garis besar bagaimana cara kerja RSA. Setiap pengguna memilih, menggunakan random number generator , dua bilangan prima yang sangat besar p dan q (masing-masing lebih dari 200 digit) RSA (Rivest Shamir Adleman) adalah sebuah algoritma pada enkripsi publik key . RSA merupakan salah satu metode enkripsi yang paling banyak digunakan. Metode mengambil dua bilangan secara acak yang akan dijadikan kunci sehingga didapat dua kunci yaitu kunci publik dan kunci private. Algortima RSA dijabarkan pada tahun 1977 oleh tiga orang : Ron Rivest, Adi Shamirdan Len Adlemandari Massachusetts Institute of Technology. Huruf RSA itu sendiri berasal dari inisial nama mereka (Rivest— Shamir—Adleman). Algoritma tersebut dipatenkan oleh Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1983di Amerika Serikatsebagai U.S. Patent 4405829. Paten tersebut berlaku hingga 21 September 2000. Semenjak Algoritma RSA dipublikasikan sebagai aplikasi paten, regulasi di sebagian besar negara-negara lain tidak memungkinkan penggunaan paten. Hal ini menyebabkan hasil temuan Clifford Cocks di kenal secara umum, paten di Amerika Serikat tidak dapat mematenkannya (Wikipedia Indonesia). Proses enkripsi dan dekripsi untuk plaintext blok M dan ciphertext blok C dapat digambarkan sebagai berikut : C = M e mod n M = C d mod n = (M e ) d mod n = M ed mod n Kedua belah pihak (pengirim dan penerima) harus mengetahui nilai dari n. Pengirim mengetahui nilai e dan hanya menerima yang tahu nilai d . Jadi, dapat disimpulkan bahwa kunci publik dari algoritma ini adalah KU = {e,n} dan kunci pribadinya adalah KR = {d,n}. Untuk penentuan kunci ini juga tidaklah bebas, harus melalui rumus tertentu. Secara lengkap, langkah-langkahyang dilakukan di dalam algoritma RSA adalah sebagai berikut : 1) Pilih 2 bilangan p dan q 2) Cari n = pq 3) Hitung (n) = (p-1)(q-1), sebagai euler’s totient function 4) Pilih kunci publik e secara acak sehingga e adalah bilangan prima dari GCD (e, Φ(n)) =1, yang didapat dengan menggunakan algoritma euclidean. 5) Hitung kunci pribadi dengan kombinasi linier dari e dari Φ(n) berdasarkan algoritma euclidean yang diperoleh dari langkah ke empat sehingga mendapatkan bentuk akhir d = d+Φ(n) 6) Untuk mengenkripsi plaintext M , 0 ≤ M ≤ n-1, dilakukan perhitungan C = M e (mod n) Untuk mengetahui dengan lebih jelas prinsip kerja algoritma RSA ini, kita Penentuan kunci publik dan kunci pribadi : 1) Pilih 2 bilangan prima p = 29 dan q = 31 2) Cari n = pq = 29 x 31 = 899 3) Hitung Φ(n) = (p-1)(q-1) = (29-1)(31-1) = 840 4) GCD (e, Φ(n)) = 1 840 = (13)64+8 13 = (8)1+5 8 = (5)1+3 5 = (3)1+2 3 = (2)1+1 2 = (1)2+0 GDC(13,840) =1 Jadi e = 13 telah memenuhi syarat, karena GCD (e, Φ(n))=1 5) Kombinasi linier dari 13 dan 840 adalah : 1 = λ Φ (n) –e.d 1 = 3 –2(1) 1 = 3 – (5-(3)) = (3) 2 –(5)1 1 = (8 –(5)1) 2 –(5) 1 = (8) 2 –(5) 3 1 = (8) 2 –(13 –(8)1)3 = (8)5 –(13)3 1 = (840 –(13)64) 5 –(13) 3 = (840) 5 –(13) 323 6) Plaintext M = 123, 0 ≤ m ≤ n-1 enkripsi plaintext M : C = M e (mod n) = 123 13 mod 899 = 402 7) dekripsi ciphertext C : M = C d (mod n) = 402 517 (mod 899) = 123 Dari hasil yang dperoleh terlihat bahwa pesan yang telah dienkripsi tersebut dapat didekripsi kembali menjadi pesan yang asli. Dalam memecahkan algoritma RSA ini, seorang cryptanalyst dapat melakukan pendekatan sebagai berikut : 1) Brute force : mencoba semua kemungkinan kunci pribadi 2) Mencoba mencari faktor p dan q, sehingga dapat dihitung (n). Dengan mengetahui (n), maka dapat ditentukan faktor d. 3) Menentukan (n) secara langsung tanpa menentukan p dan q. Hal ini juga dapat menetukan hasil perhitungan dari faktor d. 4) Menentukan d secara langsung, tanpa menetukan (n). ## F) Pengertian Algoritma ECC (Elliptic Curve Cryptgraphy) Menurut Sentot Kromodimoeljo (2010:315), Sistem kriptografi public key yang berbasis pada sukarnya mengkomputasi logaritma diskrit seperti Diffie-Hellman, DSA dan ElGamal bekerja menggunakan suatu multiplicative group GF(q). Suatu elliptic curve over a finite field juga memberikan Abelian group yang dapat digunakan untuk mekanisme kriptografi yang serupa dengan sistem berbasis logaritma diskrit. Lebih menarik lagi, elliptic curve over a finite field memberikan lebih banyak eksibilitas dibandingkan finite field yang terbatas pada GF(p) dan GF(p n ). Algoritma ECC memiliki kepanjangan dari Elliptic Curve Cryptpgraphy ini ditemukan pada tahun 1985 oleh Victor Miller dan Neil Koblitz sebagai mekanisme alternatif untuk implementasi kriptografi asimetris. Algoritma ECC dibuat berdasarkan logaritma diskrit yang lebih menantang pengerjaannya pada kunci yang memiliki panjang yang sama. Pada Februari 2005 National Security Agency (NSA) mempresentasikan strategi dan rekomendasi untuk mengamankan jalur komunikais pemerintahan Amerika dan jaringan komunikasi yang tidak diketahui.Protocol yang dipakai adalah Suite B, yang terdiri dari Elliptic Curve Diffie-Hellman (ECDH), Elliptic Curve MenezesQu-Vanstone (ECMQV) untuk pertukaran dan persetujuan kunci ; Elliptic Curve Digital Signature Algorithm (ECDSA) untuk digital signatures; the Advanced Encryption Standard (AES) untuk symmetric encryption and the Secure Hashing Algorithm (SHA). Secara umum, algoritma ECC memiliki kemanan yang kuat, efisien, skalabilitasnya di atas algoritma kriptografi lainnya. Untuk membentuk elliptic curve cryptoystem (ECC) diperlukan aturan penjumlahan dua titik pada kurva elips E(Fp) yang menghasilkan titik ke tiga pada kurva elips. Aturan ini dapat dijelaskan secara geometris sebagai berikut: 1) P + O = O + P = P untuk setiap P € ∑ (Fp) 2) Jika P = (x,y) € ∑ (Fp) maka (x,y) + (x,-y) = O (titik (x,-y) dinyatakan dengan –P dan disebut negative P. tentunya –P merupakan sebuah titik dalam kurva). 3) Diberikan P = (x1,y1) € ∑ (Fp) dan Q = (x2,y2) € ∑ (Fp), dimana P= -Q. maka P + Q = (x3,y3) diperoleh dengan mengambil garis L yang melewati titik P dan Q atau garis singgung L untuk P=Q. ## G) Pengertian SSL (Socket Secure Layer) Menurut Sentot Kromodimoeljo (2010:335), SSL adalah singkatan dari Secure Socket Layer , suatu defacto standard yang dibuat oleh Netscape, perusahaan pembuat web browser terpopuler tahun 1995. Ada dua versi SSL yang digunakan secara umum, yaitu SSL2 dan SSL3. Tahun 1999, standard SSL diambil alih oleh Internet Engineering Task Force (IETF) dan namanya diubah menjadi TLS, yang merupakan singkatan dari Transport Layer Security (SSL3 menjadi TLS versi 1). Perubahan nama ini mungkin agar nama menjadi lebih netral karena soket adalah istilah Unix. Versi terbaru dari TLS adalah versi 1.2. Karena nama SSL sudah sangat melekat, meskipun nama sudah berganti, disini kita menyebutnya sebagai SSL/TLS. ## H) Standart SSL/TLS Menurut Sentot Kromodimoeljo (2010:335), Dalam sesi menggunakan SSL/TLS, proses yang disebut client berkomunikasi dengan proses yang disebut server. Secara garis besar, sesi antara client dan server diamankan dengan, pertama melakukan handshake, lalu mengenkripsi komunikasi antara client dan server selama sesi berlangsung. Tujuan dari handshake adalah: 1) Server authentication (optional). 2) Menentukan parameter enkripsi. 3) Client authentication (optional). Bagian handshake mungkin merupakan yang terpenting dalam sesi SSL/TLS. Yang jelas handshake merupakan bagian paling rumit dari segi protokol. Secara garis besar, protokol handshake adalah sebagai berikut : 1) Client mengirim ke server : nomor versi SSL/TLS yang digunakan client , parameter enkripsi, data yang dibuat secara acak, dan informasi lain yang dibutuhkan oleh server untuk berkomunikasi dengan client . Jika dibutuhkan, client juga meminta server certificate . 2) Server mengirim ke client : nomor versi SSL/TLS yang digunakan server , parameter enkripsi, data yang dibuat secara acak, dan informasi lain yang dibutuhkan oleh client untuk berkomunikasi dengan server . Jika diminta dalam langkah 1, server juga mengirim server certificate . Jika dibutuhkan, server juga meminta client untuk mengirim client certificate . 3) Jika client meminta server certificate dalam langkah 1, client melakukan server authentication , menggunakan server certificate dan informasi lain yang didapat. Jika authentication sukses, server certificate tidak diminta, atau pengguna mengizinkan, client meneruskan ke langkah 4. Jika tidak, sesi dihentikan. 4) Menggunakan data yang telah didapat, client membuat suatu premaster secret untuk sesi. Tergantung jenis enkripsi yang digunakan, ini dapat dilakukan dengan partisipasi server. Premaster secret dienkripsi menggunakan kunci publik server (diambil dari server certificate ), lalu dikirim ke server . 5) Jika server meminta client certificate pada langkah 2, client menandatangan secara digital data yang unik untuk sesi yang diketahui oleh client dan server . Data berikut digital signature dan client certificate dikirim oleh client ke server . 6) Jika server meminta client certificate pada langkah 2, server melakukan client authentication . Jika authentication diminta dan gagal, maka sesi dihentikan. 7) Client dan server membuat master secret menggunakan premaster secret . Master secret digunakan oleh client dan server untuk membuat kunci sesi yang merupakan kunci enkripsi simetris. 8) Client memberi tahu server bahwa kunci sesi akan digunakan untuk mengenkripsi komunikasi lebih lanjut. Client kemudian mengirim pesan yang dienkripsi ke server yang mengatakan bahwa ia selesai dengan handshake . 9) Server memberi tahu client bahwa kunci sesi akan digunakan untuk mengenkripsi komunikasi lebih lanjut. Server kemudian mengirim pesan yang dienkripsi ke client yang mengatakan bahwa ia selesai dengan handshake . 10) Handshake selesai. Server authentication dilakukan dengan memeriksa server certificate . Dalam server certificate terdapat informasi antara lain : a) kunci publik server, b) masa berlaku certificate, c) domain name untuk server, dan d) domain name untuk pembuat certificate (biasanya certificate dibuat oleh suatu certificate authority) ## I) Penggunaan SSL/TLS Masih dalam buku Sentot Kromodimoeljo (2010:339), Seperti dikatakan sebelumnya, penggunaan terbesar SSL/TLS adalah untuk secure web browsing. Semua web browser yang populer mendukung secure web browsing menggunakan SSL/TLS. Biasanya pengguna web browser tidak perlu mengetahui SSL/TLS. Saat web browser akan menampilkan web page dengan prefix https (jadi bukan http), maka web browser secara otomatis akan memulai sesi SSL/TLS. Dalam melakukan handshake SSL/TLS, web browser akan melakukan server authentication dengan memeriksa certificate untuk web server. Web browser biasanya sudah memiliki daftar certificate authority yang dapat dipercaya, dan ada web browser yang memperbolehkan pengguna untuk menambah pembuat sertifikat yang dipercaya kedalam daftar. Jika ada masalah dalam authentication maka web browser biasanya memberi tahu pengguna dan menanyakan pengguna apakah sesi diteruskan atau tidak. Biasanya ada juga opsi untuk menambah sertifikat yang bermasalah ke daftar pengecualian dimana sertifikat yang ada dalam daftar tidak perlu diperiksa. Jika handshake SSL/TLS berhasil maka web page dapat ditampilkan setelah terlebih dahulu didownload dengan proteksi sesi SSL/TLS. Karena web browser dan web server mendukung SSL/TLS, maka semua sistem informasi client-server yang berbasis web dapat menggunakan fasilitas SSL/TLS dengan mudah. Buku ini sangat merekomendasikan pendekatan client-server yang berbasis web untuk suatu sistem informasi. Penggunaan sistem informasi akan sangat fleksibel karena pengguna dapat berada dimana saja asalkan ada koneksi TCP/IP dengan server, contohnya: 1) di komputer yang sama dengan server 2) di komputer lain yang terhubung dengen server melalui local area network, atau 3) di lokasi lain, bahkan di negara yang berbeda waktu 12 jam dengan server, asalkan ada koneksi internet ke server. ## III. METODOLOGI PENELITIAN A) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Adapun instrumen perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Komputer dengan spesifikasi sebagai berikut : 1) Processor Intel Pentium Core 2 Duo 2) Memory 4 GB 3) HDD 320 GB 4) Monitor 18” 5) Keyboard + Mouse Perangkat lunak yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Sistem Operasi Windows XP SP 3 2) Browser Mozilla dan chrome ## B) Metode Pengumpulan Data Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah : 1) Metode eksperimen terhadap keamanan suatu situs yaitu dengan cara mengamati tingkat keamanannya. 2) Metode wawancara yaitu melakukan proses tanya jawab yang dilakukan secara langsung pada beberapa orang pakar mau non pakar IT yang penulis ketahui. 3) Studi Pustaka adalah suatu metode pengumpulan data yang diambil dari perpustakaan atau instansi yang berupa karya ilmiah, jurnal, buku-buku serta dari internet yang berhubungan dengan penulisan ini. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk mendalami dan memperoleh keterangan yang lengkap terhadap obyek yang diteliti. ## C) Metode Perancangan Sistem ## 1) Blok Diagram Global Blok diagram global dari sistem ini adalah mengetahui tingkat keamanan dengan menerapkan metode argoritma RSA dan algoritma ECC pada protocol SSL. ## Gambar 1. Blok Diagram Global ## Keterangan 1) User 1 ingin berkomunikasi dengan user 2 2) User 1 mengirim kunci (password) public ke user 2 untuk keamanan berkomunikasi. Pada proses inilah dilakukan proses algoritma RSA dan algoritma ECC sesuai dengan kesepakatan antara user 1 dengan user 2. Agar komunikasi mereka aman dari proses penyadapan atau dengan kata lain aman dari pencurian pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. ## 2) Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem disini bertujuan untuk memfokuskan kerja sistem yang akan di gunakan dari rancangan blok diagram yang akan dibuat dan di implementasikan sesuai dengan rancangan blok diagram dengan pokok kerja sistem. Sistem pengujian yang akan di lakukan melalui proses persiapan alat alat yang di butuhkan, pemasangan infrastruktur jaringan, pengujian konektifitas jaringan. Sampai pada akhir mendapat kesimpulan berupa tingkat keamanan dari RSA dan ECC serta waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses enkripsi. ## 3) Rencana Kerja Perancangan rencana kerja tidak terlepas dari blok diagram yang merupakan suatu pernyataan gambar yang ringkas, dari gabungan sebab dan akibat antara masukkan dan keluaran dari suatu sistem. Gambar 2. Rencana Kerja Keterangan : a) Indentifikasi Masalah. Indentifikasi masalah di sini untuk melakukan indentifikasi masalah masalah yang ada dan sebagai bahan acuan pada tujuan penelitian yang diangkat yaitu tingkat perbandingan algoritma RSA dan ECC. b) Analisa Kebutuhan. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut penulis menganalisa kebutuhan-kebutuhan yang penulis perlukan baik itu dari buku-buku, artikel dan lain sebagainya. c) Pengumpulan Data. Aktivitas pada tahap ini yaitu mengumpulkan data dengan teknik wawancara, observasi serta dokumentasi baik itu dari internet, buku-buku, Tanya jawab lansung, dan dari eksperimen penulis sendiri, dimana pengumpulan data ini akan menjadi landasan pedoman dalam membantu kegiatan analisa perbandingan performansi RSA dan ECC pada protokol SSL. d) Analisa Data Untuk Menentukan perbandingan performansi RSA dan ECC pada protokol SSL. Setelah data didapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya menganalisa data tentang perbandingan algoritma RSA dan ECC. e) Pengujian Menggunakan Komputer Notbook. Pada tahap kerangka kerja ini penulis melakukan pengujian dengan penerapan metode yang digunakan untuk melihat hasil sebuah sistem yang telah diimplementasikan apakah sudah sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan dalam melakukan perbandingan performansi RSA dan ECC pada protokol SSL untuk mengetahui tingkat keamanan. f) Kesimpulan. Pada akhir pembahasan dilakukan pengambilan kesimpulan sehingga didapatkan informasi tentang hasil perbandingan performansi RSA dan ECC pada protokol SSL. ## 4) Rencana Pengujian Pengujian sistem dilakukan menggunakan metode black box , yaitu dengan menguji kemampuan sistem berdasarkan spesifikasi yang telah ditentukan. Dimana penulis mengambil atau menjalan file multimedia dari sumber yang sama, maka penulis akan mendapatkan hasil seperti dapat dilihat pada Table 1. Tabel 1. Rencana Pengujian Instrumen RSA ECC Tingkat kerumitan algoritma Besar ukuran kunci publik Kecepatan ## IV. PEMBAHASAN ## A) Hasil Dari serangkaian penelitian yang penulis lakukan dalam membanding algoritma RSA dan ECC, yaitu mulai dari pengumpulan bahan, data, analisa data sampai pada hasil. Adapun hasil pengujian dapat dilihat pada gambar Dari gambar diatas dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk Algoritma RSA lebih Cepat dibandingkan dengan ECC. ## B) Algoritma RSA ## 1) Mekanisme dasar kerja RSA Tingkat keamanan algoritma penyandian RSA sangat bergantung pada ukuran kunci sandi tersebut (dalam bit), karena makin besar ukuran kunci, maka makin besar juga kemungkinan kombinasi kunci yang bisa dijebol dengan metode mengencek kombinasi satu persatu kunci atau lebih dikenal dengan istilah brute force attack. Jika dibuat suatu sandi RSA dengan panjang 256 bit, maka metode brute force attack akan menjadi tidak ekonomis dan sia-sia dimana para hacker pun tidak mau/sanggup untuk menjebol sandi tersebut. ## 2) Kekuatan Algoritma RSA Jika nilai N berjumlah kecil, maka nilai factor p dan q akan mudah diterka oleh parahacker. Maka untuk membuat nilai N sukar untuk dijebol oleh para hacker kita perlu nilai factor p dan q yang besar. Misalkan, dibandingkan kita memilih nilai 5 dan 11, lebih baik kita pilih bilangan prima yang besar, seperti 673 dan 24971, yang akan menghasilkan nilaid = 16805483 dan nilai e = 16779840. Tetapi jika dihitung dengan suatu perangkat lunak ataupun suatu program yang kita buat yang dapat menghitung faktor-faktor dari suatu nilai. Angka- angka di atas dapat dengan mudahnya didapatkan faktor-faktornya. Sehingga hal ini menyimpulkan bahwa kita membutuhkan nilai p dan q yang sangat besar. ## C) Algoritma ECC ## 1) Mekanisme Dasar Algoritma ECC Dalam suatu sistem kriptografi diperlukan suatu langkah-langkah yang digunakan guna mempermu- dah pada saat proses implementasi. Proses penjumlahan titik merupakan inti dari kriptografi kunci publik berdasarkan kurva eliptis. Oleh karena itu, perlu dirumuskan langkah-langkah untuk melakukan proses penjumlahan titik. ## 2) Contoh Penerapan ECC Sebuah kurva elips E pada Z p didefinisikan dalam persamaan : y 2 = x 3 + ax + b , (1) dimana a,b  Z p dan 4 a 3 + 27 b 2 ≠ 0 (mod p ), dan sebuah titik O yang disebut dengan titik infinity . Himpunan E ( Z p ) adalah semua titik (x,y), untuk x,y  Z p , yang memenuhi persamaan (1) pada titik O . Untuk menjelaskan uraian di atas, berikut ini diberikan contoh pencarian himpunan E ( Z p ). Diberikan persamaan kurva elips E : y 2 = x 3 + x + 1 dengan p = 23, yaitu grup Z 23 ( pada persamaan (1) a = b = 1 ). Maka untuk nilai 4 a 3 + 27 b 2 = 4 + 27 ≠ 0, sehingga E ada dalam kurva elips. Titik-titik dalam E ( Z 23 ) adalah : (0,1) (6,4) (12,19) (0,22) (6,19) (13,7) (1,7) (7,11) (13,16) (1,16) (7,12) (17,3) (3,10) (9,7) (17,20) (3,13) (9,16) (18,3) (4,0) (11,3) (18,20) (5,4) (11,20) (19,5) (5,19) (12,4) (19,18) Gambar 4. Sebaran Titik-titik pada Kurva Elips E ( Z 23 ) Aturan Penjumlahan Dua Titik Kurva : mod p , untuk P ≠Q mod p , untuk P = Q maka diperoleh ( x 3 , y 3 ) sebagai berikut : ) ( 2 1 2 3 x x x     mod p 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20            ) 2 3 ( ) ( 1 2 1 1 2 1 2 y a x x x y y  ) ) ( ( 1 3 1 3 y x x y     mod p Gambar 5 . Penjumlahan Dua Titik Berbeda Contoh P ≠ Q , untuk P =(3,10) dan Q =(9,7), maka P + Q =( x 3 , y 3 ) diperoleh melalui : 23 11 3 9 10 7 Z       x 3 = 11 2 – 3 – 9 = 109 = 17 (mod 23) y 3 = 11(3 – 17) – 10 = (– 164) = 20 (mod 23) Jadi P + Q = (17,20) ## 3) Penerapan Kunci RSA dan ECC Untuk melakukan perbandingan algoritma RSA dan ECC. Penulis menggunakan jsbn library, Jsbn adalah library Big Integer untuk bahasa pemrograman javascript, Untuk pengujian kali ini menggunakan aplikasi berbasis web. Pengujian penulis lakukan pada web dengan alamat http://www-cs- students.stanford.edu/~tjw/jsbn/. Library Jsbn adalah library BigNum pada javascript yang tercepat sampai saat ini. Karena jsbn merupakan pure javascript, kinerjanya tergantung dengan perangkat keras yang digunakan. ## D) Hasil Pengujian Dari serangkaian analisa dan pengujian yang penulis lakukan penulis dapatkan hasil seperti table berikut ini : Tabel 4.9 Hasil Pengujian Instrumen RSA ECC Tingkat kerumitan algoritma Pemaktoran bilangan (kunci) Penentuan titik kurva Besar ukuran kunci publik Lebih Besar Lebih Kecil Dan hasil dari jsbn library javascript adalah : ## V. PENUTUP ## A) Kesimpulan Dari pembahasan skripsi tentang perbandingan Perbandingan Performansi RSA dan ECC dan setelah dilakukan penelitian dan analisa terhadap kedua algoritma tersebut. Maka penulis dapat disimpulkan: 1) Algoritma RSA kekuatannya ditentukan oleh pemaktoran nilai-nilai yang ditentukan. Dimana semakin besar nilai pemaktornya maka semakin lama proses pemecahannya. 2) Algoritma ECC sebaiknya digunakan dalam pengiriman atau persandian data-data digital seperti tanda tangan dan lain sebagainya. 3) Dalam penerapan algoritma RSA lebih membutuhkan spesifikasi hardware yang lebih baik dari pada ECC. Karena jika nilai pemaktorannya besar maka akan membutuhkan kinerja dari pada hardware yang bagus ## B) Saran Dari pengumpulan bahan dan sampai pada hasil pengujian, maka penulis dapat menyarankan: 1) Dalam pengunaan algoritma sebaiknya menentukan dulu angarannya. Karena penerapan algoritma ECC lebih membutuhkan biaya yang lebih tinggi dari pada RSA. 2) Dan dalam penggunaannya hendaknya disesuaikan dengan keperluan kita. ## DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Sumber Daya Manusia perusahaan . Remaja Rosdakarya: Bandung Anggawisastra, R., Sutalaksana, I. Z, dan Tjakraatmadja, J. H, (1979). Teknik Tata Cara Kerja . Departemen Teknik Industri ITB: Bandung Sentot Kromodimoeljo, 2010, Teori dan Aplikasi Kriptografi , SPK IT Consulting: Jakarta Sofana, Iwan. 2008. Membangun Jaringan Komputer . Informatika. Bandung. Syafrizal, Melwin. 2005. Pengantar Jaringan Komputer . ANDI, Yogyakarta. Tanenbaum, A. S. 2003. Computer Networks , Fourth Edition. Prentice-Hall International, Inc. Wahid Sulaiman. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS . Yogyakarta: Andi.
a5f8f941-5f29-4516-8011-f2c22a2b410a
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jisep/article/download/7359/6903
## ANALISIS KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH AGRIINDUSTRI MANISAN PALA UD PUTRI DI KOTA BITUNG Eyverson Ruauw Th. M. Katiandagho Priska A.P.Suwardi ## ABSTRACT This study aims to determine how much profit and value added processing business candied nutmeg. The research was carried out on an industrial UD Women in the Village District Girian Weru Girian Bitung City. The primary data obtained through interviews with the owners daughter UD production period in March 2011. Descriptive analysis of data presented in tabular form, and to know the profit and value-added use profit and loss analysis of value-added analysis. The results showed that profits candied nutmeg on UD daughter of Rp14,983,402.8. Value-added meat processing nutmeg candied nutmeg to Rp45,070 per kilogram of meat nutmeg, with a ratio of 95 percent. Keywords : profit analysis, value added, candied nutme ## PENDAHULUAN ## Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan, yaitu pertama, pilar pertanian primer ( on-farm agriculture/agribusiness ) yang merupakan kegiatan usahatani yang menggunakan sarana dan prasarana produksi ( input factors ) un- tuk menghasilkan produk pertanian primer; ke- dua, pilar pertanian sekunder ( down-stream agri- culture/agribusiness ) sebagai kegiatan mening- katkan nilai tambah produk pertanian primer me- lalui pengolahan (agriindustri) beserta distribusi dan perdagangannya (Napitupulu, 2000). Pertanian yang sebagian besar diusahakan dilahan sempit yang menggunakan teknologi modern, produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi, produk yang dijual sebaiknya produk dari upaya diversifikasi produk yang vertikal maupun yang horisontal (misalnya: tanaman ubi- kayu tidak dijual umbinya, namun produk deriva- tive-nya, yaitu keripik singkong ( cassava creek- ers ), dan produk pertanian yang menguntungkan dan mempunyai prospek pasar (Soekartawi, 2005). Simatupang dan Purwoto (1990) menye- butkan, pengembangan agriindustri di Indonesia mencakup berbagai aspek, diantaranya mencipta- kan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa, pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangu- nan sektor pertanian sebagai sektor penyedia ba- han baku. Tujuan dari setiap usaha yang didirikan pada umumnya adalah untuk memperoleh keun- tungan yang semaksimal mungkin, dimana keun- tungan yang diperoleh akan dapat digunakan oleh suatu industri untuk mengembangkan usaha yang dijalankan. Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam agriindustri adalah pala. Daging buah pala yang merupakan bagian terbesar dari hasil panen buah pala merupakan suatu potensi bahan baku yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan. Salah satu upaya pemanfaatan daging buah pala adalah pem- buatan manisan pala, yang umumnya dilaksana- Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah ................................... (Eyverson Ruauw, Th.M. Katiandagho, Priska Suwardi) kan oleh usaha kecil rumah tangga. Manisan pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang tergolong dalam kelompok manisan buah-buahan. Manisan pala mempunyai nilai tambah tersendiri, dimana aspek itu bisa dilihat dari segi fisik, eko- nomi, maupun sosial. Kebutuhan terhadap produk manisan pala masih cukup besar, pangsa pasarnya masih cukup luas dan beragam. Berdasarkan fe- nomena tersebut di atas maka permasalahan yang muncul adalah berapa besar keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh melalui usaha pengolahan manisan pala. ## Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan manisan pala. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membe- rikan informasi kepada pemilik industri manisan pala tentang besarnya keuntungan dan nilai tam- bah yang diperoleh pada satu bulan produksi, ser- ta dapat memberikan informasi kepada masyara- kat tentang peluang usaha manisan pala. ## TINJAUAN PUSTAKA ## Pengertian Nilai Tambah Definisi nilai tambah menurut Wurgler (2000) sebagai berikut: Nilai tambah menggam- barkan sebagai nilai pengiriman barang-barang memproduksi (keluaran) kurang ongkos barang- barang intermediate/antara dan memerlukan jasa ( tetapi belum termasuk bekerja keras), dengan pe- nyesuaian. Menurut Biro Pusat Statistik (2005), nilai tambah sebagai selisih antara nilai output produksi yang dihasilkan perusahaan dengan in- put (biaya antara) yang dikeluarkan. Konsep nilai tambah ini menjadi sangat ter- gantung dari permintaan yang ada dan seringkali mengalami perubahan sesuai dengan nilai-nilai dalam suatu produk yang diinginkan oleh konsu- men, pendapatan dan lingkungan banyak menjadi faktor yang merubah preferensi konsumen akan suatu produk, demkian halnya di sektor pertanian. Sumber-sumber nilai tambah adalah manfaat fak- tor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen. Faktor-faktor yang mendorong terciptanya nilai tambah (Anderson and Hatt, 1994) yaitu. 1. Kualitas artinya produk dan jasa yang dihasil- kan sesuai atau tebih dari ekspektasi yang di- harapkan oleh konsumen. 2. Fungsi, dimana produk dan jasa yang dihasil- kan sesuai dengan fungsi yang diminta dari masing-masing pelaku. 3. Bentuk, produk yang dihasilkan sesuai dengan bentuk yang diinginkan konsumen. 4. Tempat, produk yang dihasilkan sesuai den- gan tempat 5. Waktu, produk yang dihasilkan sesuai dengan waktu 6. Kemudahan, dimana produk yang dihasilkan mudah dijangkau oleh konsumen. Pengertian nilai tambah ( value added ) ada- lah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Da- lam proses pengolahan nilai tambah dapat didefi- nisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup kompo- nen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al, 1987). Analisis nilai tambah melalui metode Hayami ini dapat meng- hasilkan beberapa informasi penting, antara lain berupa : a) Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah b) Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen c) Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah d) Bagian tenaga kerja, dalam persen e) Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah ## ASE – Volume 8 Nomor 1, Januari 2012: 31 - 44 f) Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen Analisis nilai tambah menurut Hayami (1989) sebagai berikut: Faktor Konversi = Hasil produksi dari sekali proses produksi Jumlah bahan baku sekali proses produksi Nilai produk = Faktor Konversi x Harga proses ## Koefisien Tenaga Kerja = Jumlah tenaga kerja sekali proses produksi Jumlah bahan baku dalam sekali proses produksi Nilai tambah = Nilai produk − Harga Bahan Baku – Sumban- gan Input Lain * Ratio Nilai tambah (%) = Nilai tambah Nilai produk x 100% Imbalan tenaga kerja = koefisien tenaga kerja x upah rata-rata Bagian tenaga kerja (%) = Imbalan tenaga kerja Nilai tambah x 100% Keuntungan ** = Nilai tambah – Imbalan tenaga kerja Tingkat Keuntungan (%) = Keuntungan Nilai tambah x 100% Keterangan: * = Bahan penolong ** = Imbalan bagi modal dan manajemen ## Pengertian Agriindustri Agriindustri merupakan industri pengolahan yang mengolah bahan baku hasil pertanian. Agriindustri pertama kali diungkapkan oleh Aus- tin (1981) yaitu perusahaan yang memproses ba- han nabati (yang berasal dari tanaman) atau he- wani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawe- tan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyim- panan, pengemasan dan distribusi. Menurut Hicks (1995), agriindustri adalah kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai tambah, (b) menghasil- kan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan pro- dusen. Agriindustri sebagai salah satu subsistem penting dalam sistem agribisnis, memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena pangsa pasar dan nilai tambah yang relatif besar dalam produk nasional. Agriindutri juga dapat menjadi wahana bagi usaha mengatasi kemiskinan karena daya jangkau dan spektrum kegiatannya yang sangat luas (Saragih, 2001). Agriindustri pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya saing, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produ- sen. Pembangunan industri hasil-hasil perta- nian/agriindustri akan meningkatkan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian dan menciptakan ke- sempatan kerja. Melalui proses pengolahan, pro- duk-produk pertanian akan menjadi lebih beragam kegunaannya (Soekartawi, 1993). ## Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian Pengembangan industri pengolahan hasil pertanian sangat penting untuk dilakukan agar produk yang dihasilkan dapat disesuaikan dengan tuntutan pasar. Produk yang dihasilkan tersebut mengharuskan komoditi pertanian untuk diolah menjadi produk baru. Faktor-faktor yang mendu- kung pengembangan pengelolaan hasil pertanian yaitu: ## 1. Bahan Baku Bahan baku adalah faktor yang sangat me- nunjang dan proses produksi suatu industri. Per- sediaan bahan baku yaitu persediaan dari barang- barang berlanjut yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku industri ini diperlukan oleh suatu industri untuk di olah, yang setelah melalui Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah ................................... (Eyverson Ruauw, Th.M. Katiandagho, Priska Suwardi) beberapa proses diharapkan menjadi barang jadi (Assauri, 1998). ## 2. Tenaga Kerja Soekartawi (1991) menjelaskan bahwa te- naga kerja dalam pengembangan industri pengelo- laan hasil pertanian harus diperhatikan baik dalam ketersediaannya maupun kualitas dan ketrampilan kerja. ## 3. Modal Menurut Mubyarto (1989), modal adalah barang atau uang yang dipakai untuk menghasil- kan suatu produk. Barang dapat berupa produksi yang digunakan, bangunan pabrik dan bahan- bahan yang dapat dipakai utuk menghasilkan pro- duk sedangkan uang adalah alat tukar yang digu- nakan untuk memperoleh sesuatu yang dibutuh- kan seperti membeli mesin atau alat-alat keper- luan produksi dan membayar upah tenaga kerja. ## 4. Manajemen Peranan manajemen dalam pelaksanaan sis- tem produksi yaitu agar dapat dicapainya tujuan yang diharapkan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah dan waktu yang telah ditetapkan dan direncanakan (Assauri, 1998). ## 5. Teknologi Mubyarto (1989), mengungkapkan bahwa teknologi sebagai ilmu pengetahuan yang berhu- bungan dengan ketrampilan di bidang industri. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ke- tat maka teknologi sangat dibutuhkan oleh suatu perusahaan di dalam menghasilkan suatu produk sehingga dapat meningkatkan mutu produk, bisa unggul dalam bersaing dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan oleh perusahaan lain. ## 6. Pemasaran Menurut Winardi (1989), pemasaran terdiri dari pelaksanaan aktivitas bisnis yang mengalih- kan barang dan jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen atau pemakai. Kegiatan pemasaran yang diklasifikasikan sebagai berikut : (1) produc , (2) price , 3 promotion, dan 4. place . ## 7. Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara hasil pen- jualan dan biaya yang dikeluarkan (Rp/bulan). ## Konsep Biaya Menurut Ahyari (1980), biaya merupakan nilai dari barang dan jasa untuk menghasilkan produk tertentu. Biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang se- lalu tetap jumlahnya dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya tingkat produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah seesuai dengan tingkat produksi perusahaan. ## Konsep Laba Menurut Munansa (1994) laba adalah se- lisih antara pendapatan yang diperoleh perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mempro- duksi suatu barang. Rusue dan Pitoyo (1995) juga mengemukakan bahwa laba merupakan kelebihan penghasilan dari semua biaya suatu usaha. ## Konsep Rugi Laba Menurut Djahidin (1983) laporan rugi la- ba merupakan laporan tentang keuangan yang be- rasal dari kegiatan operasi keuangan. Hasil kegia- tan operasi keuangan diukur dari selisih antara penjualan yang diperoleh perusahaan dengan bi- aya yang dikeluarkan. Apabila hasil penjualan tersebut memperoleh laba dan sebaliknya jika ha- sil penjualan yang diterima lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan maka perusahaan tersebut men- derita kerugian. ## METODOLOGI PENELITIAN ## ASE – Volume 8 Nomor 1, Januari 2012: 31 - 44 ## Metode Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus pada UD Putri di Kota Bitung. Pengumpulan data dilakukan dengan mengguna- kan data primer. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dengan melakukan wa- wancara dengan pemilik UD Putri. ## Konsep Pengukuran Variabel Variabel yang di ukur dalam penelitian ini adalah : 1. Harga jual, adalah harga manisan pala yang ditetapkan oleh industri (Rp/bungkus) 2. Volume produksi, adalah jumlah produksi manisan pala yang dinyatakan dalam ukuran kemasan (bungkus) 3. Biaya produksi, yaitu besarnya biaya yang dikeluarkan pada pengolahan manisan pa- la,yang di bagi atas : (a) biaya tetap terdiri da- ri pajak dan penyusutan dinyatakan dalam ru- piah; dan (b) biaya variabel, terdiri dari: ba- han baku, peralatan dan perlengkapan, tenaga kerja dan transportasi dinyatakan dalam ru- piah. 4. Bahan baku adalah jumlah bahan baku daging buah pala yang dipakai dalam produksi dan bahan penolong (kg). 5. Modal adalah sarana atau peralatan yang di- gunakan dalam pengolahan industri manisan pala dalam pengolahan industri manisan pala (Rp) 6. Pemasaran yaitu teknik atau tata cara penyalu- ran barang dari produsen ke konsumen,yang meliputi: (a) saluran pemasaran adalah proses penyaluran manisan pala dari produsen ke konsumen; (b) lokasi pemasaran adalah tem- pat dimana produsen/penghasil manisan pala menjual produknya 7. Keuntungan yaitu selisih antara hasil penjua- lan dan biaya yang dikeluarkan (Rp/bulan) 8. Nilai tambah yaitu pertambahan nilai pada komoditas yang telah mengalami proses pen- golahan, pengemasan, pengangkutan maupun penyimpanan sehingga menjadi suatu produk yang akan dipasarkan atau dijual ke konsu- men. ## Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam pene- litian ini adalah analisis data secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian diguna- kan perhitungan rugi laba industri manisan pala disajikan dalam bentuk laporan rugi-laba dan nilai tambah sebagai berikut: No. Variabel (Output, Input, Harga) Notasi 1. Hasil/ produksi (kg/proses) a 2. Bahan baku (kg/proses) b 3. Tenaga kerja (orang/proses) c 4. Faktor konversi (1/2) d = a/b 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) e = c/b 6. Harga produk rata-rata (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata (Rp/orang) 1 x produksi g Pendapatan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) h 9. Sumbangan input lain (Rp/kg)* I 10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) j = d × f 11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) k = j – h − i b. Ratio nilai tambah (%) (11a/10) l (%) = k/jx100% 12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/hk) (5x7) m = e × g b . Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) n (%) = m/kx100% 13. a. Keuntungan (Rp) (11a – 12a)** o = k – m b. Tingkat keuntungan (%) (13a/11a) p(%) = o/kx100% 14. Margin (10-8) (Rp) q = j − h a. Pendapatan tenaga kerja (%) (12a/14) r (%) = (m/q)x100% b. Sumbangan input lain (%) (9/14) s (%) = (i/q)x100% c. Keuntungan perusahaan (%) t (%) = Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah ................................... (Eyverson Ruauw, Th.M. Katiandagho, Priska Suwardi) (13a/14) (o/q)x100% Keterangan: * = Bahan penolong ** = Imbalan bagi modal dan manajemen ## Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mu- lai dari persiapan hingga penyusunan laporan yai- tu mulai dari bulan Februari sampai April 2011. Penelitian berlokasi di UD Putri Kecamatan Gi- rian Kota Bitung. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Deskripsi Umum Industri ## A. Keadaan Umum Industri Rumah Tangga Manisan Pala Industri UD Putri masih tergolong sebagai industri rumah tangga. Usaha industri rumah tangga merupakan usaha rumah tangga yang mengolah bahan hasil pertanian menjadi produk baru dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang termasuk pengusaha. Selain dilihat dari jumlah pekerjanya, yang tergolong dalam industri rumah tangga juga dapat dilihat dari jumlah produksi yang dihasilkan, modal yang terbatas, teknologi yang masih sederhana serta strategi pemasaran. Pemilik industri rumah tangga UD Putri adalah Nur Ain Tahir, berumur 39 tahun dan pen- didikan terakhirnya adalah SMA. Awal berdirinya Industri UD Putri ini yaitu pada tahun 1992 yang dimulai dengan usaha manisan pala, karena per- kembangan usaha tersebut semakin maju , maka industri ini kemudian membuka usaha sampingan seperti usaha keripik pisang, kue kacang vernis, dan kue kering lainnya sejak tahun 2000. Telah terdaftar pada departemen perindustrian dan per- dagangan dengan No.07/IKAH/2000 dan pada Departemen Kesehatan RI No.SP.1229/18.04/2000. B. Struktur Organisasi Berdasarkan hasil penelitian, struktru orga- nisasi dari industri rumah UD Putri ini sangat se- derhana. Struktur organisasi UD Putri tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. ## Gambar 1. Struktur Organisasi Industri Ru- mah Tangga UD Putri Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa struktur organisasi industri rumah tangga UD Putri ini termasuk dalam struktur pengendalian langsung dimana pimpinan merupakan pemilik industri ju- ga sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga. Pe- laksana dalam kegiatan produksi yaitu pemilik industri itu sendiri juga sebagai penentu segala kebijakan dan bertanggung jawab terhadap selu- ruh kegiatan dalam perusahaan ditambah dengan 4 orang tenaga kerja yang berasal dari luar ke- luarga. Tenaga kerja pada industri ini bekerja se- bagai tenaga borongan, sedang pelaksana dalam kegiatan pemasaran dilakukan oleh pemilik indus- tri, sehingga semua kegiatan dalam industri terse- but dikendalikan langsung oleh pemilik industri. ## C. Lokasi Perusahaan Industri UD Putri berlokasi di Kelurahan Girian Weru Kecamatan Girian Kota Bitung. Le- tak lokasi industri UD Putri berhadapan dengan jalan raya Girian dan dekat dengan pasar Girian. Produk yang dihasilkan dari suatu perusahaan atau industri akan tercipta karena adanya Pimpinan Bagian Produksi Bagian Pemasaran ASE – Volume 8 Nomor 1, Januari 2012: 31 - 44 ketersediaan dan penggunaan bahan baku. Buah pala yang digunakan diperoleh dari pemasok luar daerah, sedangkan gula pasir diperoleh dari peda- gang yang berada dekat dengan lokasi industri. Serta garam yang menjadi bahan penolong dipe- roleh juga dari pedagang yang berada dekat den- gan lokasi industri. Selain itu, UD Putri menjalin hubungan kerjasama dengan pemasok dan peda- gang tersebut, sehingga kebutuhan bahan baku selalu tersedia. Penggunaan bahan baku dan ba- han penolong dalam pengolahan manisan pala selama 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 1. Penggunaan bahan baku oleh UD Putri untuk periode Maret 2011 selama empat kali produksi adalah daging buah pala sebanyak 480kg dan gula pasir sebanyak 90kg, serta garam sebagai bahan penolong sebanyak 60kg. ## Peralatan Peralatan yang di perlukan dalam pengola- han manisan pala seperti pisau kupas dan pisau potong yang digunakan untuk mengiris dan men- gupas buah pala, papan pres dingunakan untuk proses pencucian daging buah pala dimana untuk disisihkan airnya sampai agak kering, loyang yang digunakan untuk tempat untuk menaruh ma- nisan pala yang telah jadi, dan alat lem plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas mani- san pala. Gambar 2. Proses Pengolahan Manisan Pala Industri UD Putri Pemilihan buah pala Perendaman dengan air garam Pengupasan Pengirisan dan penumbukan daging buah pala Pencucian (di tiriskan airnya sampai agak kering, Perendaman dengan gula pasir secara bertahap Manisan pala Pengemasan Persiapan alat dan bahan Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah ................................... (Eyverson Ruauw, Th.M. Katiandagho, Priska Suwardi) ## Modal Usaha dalam Industri Rumah Tangga UD. Putri Berdasarkan hasil penelitian pada industri rumah tangga manisan pala UD Putri ini, modal yang digunakan berasal modal sendiri atau modal keluarga. Jenis dan nilai modaltetap dalam usaha usaha manisan pala ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai modal te- tap sebesar Rp1.800.000. Total penyusutan sebe- sar Rp11597,2 untuk 47 unit jenis modal tetap. Jenis dan nilai modal tidak tetap sebesar Rp2.035.000 seperti ditunjukkan pada Tabel 3. ## Tenaga Kerja Setiap proses produksi selalu melibatkan te- naga kerja untuk menghasilkan barang jadi. Oleh karena itu faktor tenaga kerja begitu penting da- lam pencapaian tujuan produksi. Berdasarkan pe- nelitian terhadap penggunaan tenaga kerja pada industri UD Putri untuk pengolahan manisan pala menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi yaitu mulai dari pemilihan buah pala hingga perendaman dengan gula pasir dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja dan untuk pengemasan serta pemasaran dilakukan oleh 2 orang. Pembagian upah tenaga kerja yang terjadi pada industri UD Putri yaitu mulai dari kegiatan pemilihan buah pala hingga perendaman dengan gula pasir dilakukan setiap selesai melakukan pe- kerjaan dengan sistem borongan dimana upah yang dibayar dihtung berdasarkan banyaknya penggunaan bahan yaitu untuk setiap 30 kg buah pala yang digunakan upahnya sebesar Rp75.000 ## Tabel 1. Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Manisan Pala Selama Periode Maret 2011 No Jenis bahan 1 kali produksi (Kg) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Jumlah (4 kali produksi) (Kg) Nilai (Rp/bulan) 1 Daging buah pala 120 5.000 600.000 480 2.400.000 2 Gula pasir 90 11.000 990.000 360 3.960.000 3 Garam 15 2.000 30.000 60 120.000 Sumber : Diolah dari data primer, 2011 Tabel 2. Jenis dan nilai modal tetap serta biaya penyusutan pada indus- tri UD Putri No Jenis peralatan Jumlah (Unit) Har- ga/unit (Rp) Total Har- ga (Rp) Umur pemakaian (minggu) Penyusutan 1 2 3 4 5 Pisau kupas Pisau potong Papan pres Loyang Alat Perekat 3 4 1 36 2 10.000 7.500 50.000 40.000 150.000 30.000 30.000 50.000 1.440.000 300.000 48 48 144 192 96 312,5 312,5 347,2 7.500 3.125 Total 47 1.800.000 11.597,2 Sumber: Diolah dari data primer, 2011 per orang. Untuk kegiatan pengemasan dan pema- saran, upahnya sebesar Rp250.000. untuk setiap satu kali proses produksi, sehingga digolongkan menjadi upah tenaga kerja langsung. ## Tabel 3. Jenis dan nilai modal tidak tetap selama satu kali produksi pada industri Manisan Pala UD Putri ## Sumber : di olah dari data primer, 2011 ## Volume Produksi Produksi merupakan kegiatan inti dari in- dustri pengolahan, dimana dalam kegiatan pro- duksi semua bahan-bahan yang diperlukan disatu- kan atau di kombinasikan, sehingga meng- hasilkan suatu barang jadi. Kegiatan produksi manisan pala UD Putri dilakukan secara teratur dalam setiap kali produksi, seperti pada Tabel 4. ## Tabel 4. Volume Produksi Manisan Pala selama Periode Satu Bulan Maret pada industri UD. Putri Periode Proses Produksi Volume produksi 500 gram (kemasan) 250 gram (kemasan) 100 gram (kemasan) I 140 280 700 II 140 280 700 III 140 280 700 IV 140 280 700 Jumlah(kemasan) 560 1120 2800 Harga Jual (Rp/kemasan) 15.000 8.000 4.000 Nilai Produksi (Rp) 2.100.000 2.240.000 2.800.000 Total Nilai Produksi (Rp) 7.1400.000 Sumber: diolah dari data primer, 2011 No Jenis Bahan Kebutuhan Unit Harga satuan (Rp) Total Biaya (Rp/) 1 Daging buah pala (kg) 120 5.000 600.000 2 Gula pasir (kg) 90 11.000 990.000 3 Garam (kg) 15 2000 30.000 4 5 15 × 26 200𝑔𝑟𝑎𝑚 Plastik (kg) : 12 × 22 (100𝑔𝑟𝑎𝑚 ) Toples mika (buah) 1 0,7 140 30.000 30.000 2200 30.000 21.000 308.000 5 Label (buah) 1120 50 56.000 Jumlah modal 2.035.000 Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah ................................... (Eyverson Ruauw, Th.M. Katiandagho, Priska Suwardi) Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa produksi yang dihasilkan pada bulan Maret 2011 yaitu untuk ukuran 500gram dengan harga jual Rp15.000 produksi yang dihasilkan sebanyak 140 bungkus dengan nilai produksi sebesar Rp2.100.000. untuk ukuran 250 gram dengan harga jual Rp8.000 produksi yang dihasilkan sebanyak 280 bungkus dengan nilai produksi sebesar Rp2.240.000. untuk ukuran 100 gram dengan harga jual Rp4.000 produksi yang dihasilkan sebanyak 700 bungkus dengan nilai produksi sebesar Rp2.800.000. ## Biaya Produksi Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan untuk mempro- duksi manisan pala pada industri UD Putri. Be- sarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh in- dustri UD Putri dapat dilihat pada Tabel 5. Total biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan mani- san pala selama periode Maret 2011 sebesar Rp. 12.976.597,2. Tabel 5. Biaya Produksi Pembuatan Manisan Pala Selama Periode Maret 2011 Jenis Biaya Jumlah (Rp) Biaya Tetap Biaya penyusutan Biaya pajak (retribusi) ## Biaya Variabel Biaya bahan baku Biaya bahan penolong Biaya tenaga kerja Biaya perlengkapan  Label  Toples Mika  Plastik 2 × 22 (100𝑔𝑟𝑎𝑚 ) 15 × 26 200𝑔𝑟𝑎𝑚 Biaya transportasi Biaya listrik 11.597.2 25.000 6.360.000 120.000 3.200.000 224.000 1.232.000 120.000 84.000 1.200.000 400.000 TOTAL BIAYA 12.976.597,2 Sumber : di olah dari data primer, 2011 ## Pemasaran Pemasaran merupakan pemindahan produk dari pihak produsen ke konsumen. Saluran pemasaran dari produk manisan pala dapat dilihat pada Gambar 3. Pola 1 : Pola 2 : ## Gambar 3. Saluran Pemasaran Produk Manisan Pala UD Putri Saluran pemasaran produk manisan pala pola 1 merupakan saluran pemasaran tanpa tingkat ( a zero level channel ) atau secara langsung yaitu produk manisan pala dijual langsung pada kon- sumen dari lokasi industri UD Putri itu sendiri. Dalam hal ini yang bertindak sebagai produsen adalah industri UD Putri. Sedang saluran pemasa- ran pola 2 merupakan saluran pemasaran satu tingkat ( a one level channel ) atau secara tidak langsung dimana produk tersebut dari produsen (industri UD Putri) dijual melalui pedangan pen- gecer dengan harga yang telah di tetapkan oleh industri UD Putri. Adapun cara pemasarannya yaitu industri UD Putri, menjual produknya pada pedagang pengecer (toko-toko) untuk kemasan 500gram harganya Rp15.000; 250 gram harganya Rp8.000, dan untuk 100 gram harganya Rp4.000. Distribusi produk dari industri ke pedagang pengecer dilakukan dengan cara mengantar lang- sung ke toko swalayan/supermarket. Perjanjian antara industridan swalayan/ supermarket dalam hal pembayaran yaitu pembayaran tunai ( cash ) ditentukan oleh pihak industri berdasarkan jumlah produk yang diminta. Perjanjian antara industri dan pedagang pengecer untuk produk tidak ter- Produsen Konsumen Produsen Pedagang Pengecer Konsumen jual, yang ditarik kembali oleh pihak industri dan diganti dengan yang baru. ## Perhitungan Rugi Laba Setiap perusahaan ingin mendapatkan keun- tungan dari produk yang dihasilkannya bila ingin mendapatkan keuntungan maka total penjualan harus lebih besar dari total biaya yang dikelua- rkan. Namun bila ternyata total penjualan yang diterima lebih kecil atau lebih sedikit dari total biaya yang dikeluarkan maka perusahaan tersebut mengalami kerugian. Hasil kegiatan operasi keu- angan dari industri Manisan Pala pada UD Putri dapat dilihat pada Tabel 6. Keuntungan yang di- peroleh UD Putri dari industri manisan buah pala per satu bulan produksi adalah Rp 14.983.402,8. Perhitungan rugi-laba menunjukkan bahwa pada bulan Maret 2011 pihak industri memulai pengo- lahan manisan pala dengan bahan baku dan bahan penolong yang baru. Tabel 6. Perhitungan rugi laba industri manisan pala UD. Putri periode Maret 2011(dalam rupiah) Penjualan Biaya Produksi : - Bahan baku - Tenaga kerja - Biaya over head pabrik : Bahan penolong Listrik Telepon Pajak Penyusutan Barang dalam proses awal Barang dalam proses akhir Harga pokok produksi Persediaan barang jadi awal Persediaan barang jadi akhir Harga pokok penjualan Laba kotor Beban operasi : - Biaya transportasi - Biaya perlengkapan - Biaya pemeliharaan Beban-beban operasi 6.360.000 3.200.000 120.000 400.000 300.000 25.000 11.597.2 1.200.000 1.660.000 300.000 28.560.000 10.416.597,2 0 0 18.143.402,8 0 0 18.143.402,8 18.143.402,8 3.160.000 Laba bersih 14.983.402,8 Sumber : diolah dari data primer, 2011 Selama periode bulan Maret 2011 penjua- lan manisan pala sangat lancar, sehingga produk yang tersedia diproduksi cepat terjual, produk di- jual ke 4 lokasi penjualan yaitu Bitung, Manado, Kotamobagu dan Gorontalo dengan sistem pem- bayarannya secara tunai. ## Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan ini, sehingga menimbulkan nilai tambah yang dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam proses pengola- han. Adapun analisis nilai tambah pengolahan Pala menjadi manisan pala dapat dilihat pada Ta- bel 7. ## Tabel 7. Analisis Nilai Tambah Industri Manisan Pala UD. Putri No Variabel (Output, Input, Harga) Notasi 1. Hasil/ produksi (kg/proses) 210 2. Bahan baku (Kg/proses) 120 3. Tenaga kerja (orang/proses) 4 4. Faktor konversi (1/2) 1,75 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,03 6. Harga produk rata-rata (Rp/kg) 34.000 7. Upah rata-rata (Rp/proses produksi/orang) 75.000 Pendapatan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) 5.000 9. Sumbangan input lain (Rp/kg)* 9.430 10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 59.500 11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 45.070 b. Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 75 12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/hk) (5 x 7 ) 2.250 b . Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 5 13. a. Keuntungan (Rp) (11a – 12a)** 42.820 b. Tingkat keuntungan (%) (13a/11a) 95 14. Margin (10-8) (Rp) 54.500 a. Pendapatan tenaga kerja (%) (12a/14) 4 b. Sumbangan input lain (%) (9/14) 17 c. Keuntungan perusahaan (%) (13a/14) 78 Sumber : diolah dari data primer, 2011 Tabel 7 menunjukkan bahwa produksi se- tiap kali proses pengolahan sebanyak 210 kg den- gan harga Rp34.000/kg dalam kemasan (0,5kg; Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah ................................... (Eyverson Ruauw, Th.M. Katiandagho, Priska Suwardi) 0,25kg; 0,1kg). Menggunakan 120 kg daging buah pala sebagai bahan baku dengan harga Rp5000/kg, 4 orang tenaga kerja dengan upah rata-rata/proses produksi/orang Rp75.000. Proses produksi dilakukan 1 kali dalam 1 minggu. Nilai tambah sebesar Rp 45.070 jadi semakin banyak bahan baku yang dibutuhkan dalam setiap proses semakin banyak bahan modal dan manajemen yang dalam hal ini dilakukan sekaligus oleh pemi- lik industri. Proses pengolahan dilakukan hanya satu kali dalam seminggu. ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan Biaya produksi industri manisan pala UD Putri untuk bulan Maret 2011 sebesar Rp 12.976.597,2 dengan keuntungan selama 1 bu- lan periode Maret 2011 sebesar Rp14.983.402,8. Nilai tambah pengolahan daging buah pala men- jadi manisan pala sebesar Rp 45.070 /kg daging buah pala, dengan rasio sebesar 95 persen. ## Saran Pihak industri disarankan untuk menambah variasi model kemasan dan jenis rasa manisan pala. Perluasan kerjasama dengan pihak lain un- tuk meningkatkan produksi dan perluasan pasar. Produk manisan pala terus dikembangkan karena dapat mendatangkan keuntungan yang cukup be- sar. Berdasarkan nilai tambah yang diperoleh, maka diharapkan pemilik industri mampu mem- pertahankan atau meningkatkannya di masa akan datang. Dan untuk wilayah penghasil pala diha- rapkan memperbanyak produk daging buah pala menjadi manisan pala dan produk turunan lain- nya. ## DAFTAR PUSTAKA Ahyari, 1980. Profil Usaha Industri Kue Kacang Vernis UD. Putri di Kelurahan Aertembaga Kecamatan Bitung Timur Kota Bitung. Skrip- si Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratu- langi, Manado. Anonimous. 2008. Tentang Manisan Pala. ( http://jenizjamure.blogspot.com/2008/11/tent ang-manisan-pala-definisipengertian.html ) diakses pada tanggal 18 November 2010. Djahidin, 1985. Analisa Laporan Keuangan. Gha- lia Indonesia, Jakarta. Jumingan, 2006. Analisis Laporan Keuangan . Bumi Aksara, Jakarta. Hayami, Y et. AL, 1987. Analisis Nilai Tambah Dan Distribusi kripik Nangka . Lembaga Pe- nelitian Universitas Muhammadiyah Malang. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian . LP3S. Jakarta. Munansa, 1999. Kamus Istilah Ekonomi dan Pa- sar Modal . Arikha Media Cipta, Jakarta. Mulawarman, Aji, 2009. KONSEP NILAI TAM- BAH SYARIAH: Pengertian dan Definisi Nilai Tambah (62-konsep-nilai-tambah-syariah- pengertian-dan-definisi-nilai-tambah-bagian- pertama.htm) di akses pada tanggal 27 Mei 2010 Napitupulu, 2000. Analisis Nilai Tambah Dan Distribusi kripik Nangka. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang. Riwayati, Hedwigis Esti. Dan Markonah. 2008. Matematika Ekonomi Bisnis . Gramedia Wi- diasarana Indonesia, Jakarta. Rusue A dan Pitoyo H, 1995. Kamus Istilah Keu- angan dan Perbankan PT. Halirang, Jakarta. Simatupang, P dan A. Purwoto. 1990. Pengem- bangan Agro Industri Sebagai Penggerak Pembangunan Desa. Dalam P. Simatupang, E. Pasandaran, F. Kasryno, dan A. Zulham (Pe- nyunting) Agro Industri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian Indonesia. Pusat Pe- nelitian Agro Ekonomi. Bogor, pp. 1-20. Soekartawi, 2001. Pengantar Agroindustri . Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori Dan Aplika- sinya . Raja Grafindo Persada, Jakarta. Winardi. 1989. Profil Usaha Industri Kue Pia Boulevard Manado. Skripsi Fakultas Perta- nian Universitas Sam Ratulangi, Manado. www.jimmykurniaindradjaya.com/2008/03/26/fak tor-kali-dan-nilai-tambah-dalam- bisnis/+nilai+tambah.com di akses pada tang- gal 6 Desember 2009 www.jabar.bps.go.id/web2007/update2007/.../ nila i output2.html di akses pada tanggal 6 De- sember 2009 www.wikipedia.com di akses pada tanggal 10 Mei 2010 pukul 17.39 Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) ## HUBUNGAN ANTARA ETOS KERJA, MOTIVASI, SIKAP INOVATIF DAN PRODUKTIVITAS USAHATANI (Studi Kasus Pada Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan) Vicky R.B. Moniaga Jelly Memah Christy Rondonuwu ## ABSTRACT This study aims to (a) describe these three psychological factors and productivity of rice farming, and (b) to study whether there is a significant relationship between these psychological factors (work ethic, achievement motivation and innovative attitude) with farm productivity. Based on the analysis of descriptions of the main variables of the study, then through the method of "Likert's Summated Ratings" in the measurement of psychological variables in the know that the three psychological variables were in levels of "High" (from 5 measurement scales: from very low to very high). relatively variable work ethic scores 79.4 percent, 71.1 percent motivation, and innovative attitude of 78.4 percent.While for the variable productivity of rice varies from 1163.64 to 3030.30 kg / ha with an average of 2042.30 kg / ha of rice equivalent. In the method of Pearson correlation analysis then known that the variable work ethic and innovative attitude variables are very significant berhubingan with rice productivity, which in this case addressed by the magnitude of correlation coefficient (r = 0.67, p = 0.00) for variable ethos employment and productivity, and (r =0.696, p =0.00) for variable innovative attitude and productivity. this means that the size of the productivity of paddy rice farming posiyif no relationship with work ethic and innovative attitude of the farmers. while the motivation is not there a significant relationship with lowland rice farming productivity variable (r = 0.21, p =0.27). This means that farmers in increasing their business productivity is not driven by emotional intelligence but more driven olek because of necessity (there is no other choice) in developing rice farming. so that the size of the productivity is not determined by the high and low motivation of farmers. Keywords: Work ethic, achievement motivation, innovative attitude, farm productivity ## PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan dan strategi pembangunan pertanian di Sulawesi Utara merupakan perpaduan antara kebijakan pembangunan pertanian nasional dan perencanaan pembangunan pertanian daerah. Secara umum kebijakan pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Utara didasarkan atas Dokumen perencanaan pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Utara berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2005-2010 dan Grand Design Revitalisasi Pertanian Provinsi Sulawesi Utara. Dari dua dokumen tersebut secara tegas dan jelas mengamanatkan komitmen pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam membangun Sektor Pertanian dan Peternakan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan tujuan untuk : a) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, b) Menurunkan kemiskinan dan pengangguran, c) Meningkatkan produksi dan mutu hasil pertanian, d) Meningkatkan akses petani, ke sentra produksi, sumber permodalan, pengolahan dan pemasaran dan sumber teknologi (Dinas Pertanian & Peternakan Prov. Sulut, 2009) Program Revitalisasi Pertanian merupakan kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah provinsi Sulawesi Utara dalam rangka mengatasi masalah: a). Kemiskinan, b). Pengangguran, c), Ketahanan Pangan, d) Pelestarian Lingkungan Hidup , untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama petani dan peternak di pedesaan. Untuk mempercepat penanggulangan masalah ketahanan pangan khususnya, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Utara juga telah mencanangkan suatu gerakan swasembada beras yang ditargetkan tercapai pada tahun 2010 ini. Untuk itu, setiap daerah (kabupaten/kota) berupaya mendukung program peningkatan pangan, khususnya beras melalui berbagai pendekatan dan strategi pembangunan. Meskipun berbagai kebijakan, strategi dan program telah digalakkan oleh pemerintah selama ini, tetapi nampaknya belum dapat memberikan perubahan yang berarti terhadap kinerja pembangunan pertanian. Khususnya untuk komoditas padi sebagai sumber karbohidrat utama bahan pangan penduduk masih dijumpai banyak masalah, antara lain masih rendahnya produksi akibat rendahnya tingkat produktivitas. Tahun 2009 ditargetkan produksi padi di Sulawesi Utara sebesar 546.825 ton tetapi realisasinya hanya 461.450 ton atau sekitar 84 persen dan produktivitas padi sawah baru sekitar 5 ton per hektar (BPS Sulut, 2008), sementara untuk mencapai swasembada beras, produktivitasnya sekitar 6 ton per hektar, dengan asumsi luas lahan dan kondisi lainnya tetap (Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, 2009). Masalah lainnya adalah semakin menyusutnya lahan sawah akibat peralihan fungsi (menjadi lahan pemukiman, industri, penggembalaan ternak, dan lainnya), sementara bangunan irigasi untuk pengairan sawah tidak ada peningkatan; semakin meningkatnya jumlah penduduk yang akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap beras; adanya kendala dalam distribusi sarana produksi pertanian (terutama pupuk dan benih); serta lemahnya kelembagaan petani. Tabel 1. Luas Tanam. Luas Panen dan Produksi Padi Sawah di Kabupaten ## Minahasa Selatan No. Kecamatan Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Modoinding 23 33 158,2 4,79 2 . Tompaso Baru 2 083 2 087 0 034,3 4,81 3 . Maesaan 1 983 2 018 9 700,5 4,81 4 . Ranoyapo 2 287 2 321 1 157,0 4,81 5 . Motoling 240 226 1 084,3 4,80 6 . Kumelembuai 39 40 191,2 4,78 7 . Motoling Barat *) *) *) *) 8 . Motoling Timur *) *) *) *) 9 . Sinonsayang 538 557 2 674,7 4,80 10 . Tenga 1 729 800 8 668,8 4,82 11. Amurang 17 22 105,4 4,79 12 . Amurang Barat 178 183 875,7 4,79 13 . Amurang Timur 315 303 452,9 4,80 14. Tareran 719 567 721,0 4,80 15 . Sulta *) *) *) *) 16. Tumpaan 853 771 704,7 4,81 17 . Tatapaan 879 763 663,2 4,80 Jumlah/ Total 11 883 11 691 56 191,9 4,81 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Minahasa Selatan (2010) Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) Dari fakta di atas dapat menjelaskan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian, khususnya peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah tidak saja teretak pada peran pemerintah melalui rumusan kebijakan dan strategi pembangunannya serta jajaran operasionalnya (para petugas penyuluhan pertanian); dan tidak pula tergantung semata pada penggunaan teknologi produksi yang teredia. Tetapi keberhasilan pembangunan pertanian sangat tergantung pada peran serta petani. Menurut Tuyuwale (2008), untuk mengoptimalkan peran serta petani ada dua aspek yang berperan, pertama , aspek keperilakuan ( behavioral ) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap ( afektif ); dan kedua , aspek kepribadian ( personality) yang meliputi etos kerja, motivasi dan sikap mental ( attitude) . Menurut Iskandar (2002), untuk meningkatkan produktivitas petani khususnya dalam meningkatkan produksi beras maka diperlukan tidak hanya dari peningkatan produktivitas melalui pengelolaan lahan pertanian dan sarana produksi seperti penggunaan pupuk, penggunaan varietas baru dan perluasan areal irigasi seperti telah diuraikan sebelumnya, akan tetapi perlu dicari upaya lain untuk meningkatkan produksi pertanian yaitu melalui peningkatan managemen usaha para petani itu sendiri yang menyangkut faktor-faktor psikologis dari petani seperti, etos kerja, motivasi keberhasilan dan sikap inovatif mereka dalam bidang pertanian khususnya usahatani padi sawah. Sehubungan dengan fenomena di atas maka menarik untuk diteliti aspek psikologis petani tersebut yang meliputi etos kerja, motivasi kerja ( achievement motivation ) dan sikap inovatif petani dikaitkan dengan produktivitas usahatani padi sawah dengan mengambil kasus di salah satu daerah sentra produksi padi sawah di daerah Kabupaten Minahasa Selatan, yaitu Kecamatan Tumpaan. Mengapa di Kecamatan Tumpaan? Seperti diketahui bahwa di Kabupaten Minahasa Selatan ada upaya untuk memacu pembangunan pertanian melalui pengembangan kawasan cepat tumbuh ”TURANGA” (Tumpaan, Amurang dan Tenga). Kawasan pengembangan ini memiliki luas panen padi sawah sebesar 3.842 hektar dengan tingkat produktivitas di antara 4,7 – 4,8 ton per hektar (BPS Minsel, 2008) dan Kecamatan Tumpaan sendiri memiliki luas tanam dan luas panen berturut-turut sebesar 853 ha dan 771 ha dengan jumlah produksi pada tahun 2007 sebesar 704,7 ton dan produktivitas 4,81 ton/ha. ## Perumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang diatas maka masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Seberapa tinggi etos kerja, motivasi kerja dan sikap inovatif petani dalam hubungan dengan pengembangan usahataninya serta seberapa tinggi produktivitas usahatani padi sawah yang digarap petani?; b. Apakah terdapat hubungan antara etos kerja petani dengan produktivitas usahatani padi sawah? c. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja petani dengan produktivitas usahatani padi sawah? d. Apakah terdapat hubungan antara sikap inovatif petani dengan produktivitas usahatani padi sawah? e. Dan apakah ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan produktivitas usahatani padi sawah? ## Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Untuk mendeskripsikan etos kerja petani, motivasi kerja petani dan sikap inovatif petani serta produktivitas petani (dalam hal ini produktivitas usahatani padi sawah yang digarap petani); b. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara etos kerja petani dan produktivitas usahatani padi sawah; c. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan produktivitas usahatani padi sawah; dan d. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap inovatif petani dan produktivitas usahatani padi sawah. e. Untuk mengetahui apakah ada faktor-faktor lain yang memiliki hubungan signifikan dengan produktivitas usahatani padi sawah di Kecamatan Tunpaan? Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Dapat memberikan informasi bagi petugas penyuluh pertanian dalam menyusun dan mengembangkan strategi penyuluhan pertanian; b. Bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi dan penyuluhan pertanian. ## METODOLOGI PENELITIAN ## Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah survei. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung menggunakan Instrumen Penelitian berupa Angket, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu instrumen pengumpul data etos kerja, instrumen pengumpul data motivasi keberhsilan, dan instrumen pengumpul data sikap inovatif. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. ## Metode Pengambilan Sampel Penentuan lokasi (Desa) sampel dilakukan secara sengaja yaitu tiga desa yang memiliki areal sawah yang luas di Kecamatan Tumpaan. Adapun sampel yang dijadikan responden dari penelitian ini diambil secara acak sederhana ( Simple Random Sampling ) dari populasi petani padi sawah di tiga desa tersebut. Jumlah sampel yang diambil 10 petani padi sawah di setiap desa terpilih, sehingga jumlah sampel penelitian ini sebanyak 30 petani padi sawah. ## Variabel dan Konsep Pengukuran Variabel-variabel yang diukur pada penelitian ini terdiri dari 4 variabel yaitu: Produktivitas padi sawah, etos kerja petani, motivasi keberhasilan petani, dan sikap inovatif petani. ## a. Produktivitas padi sawah Produktivitas padi sawah merupakan perbandingan antara totalitas produuksi padi sawah dengan luas lahan yang akan diusahakan pada musim tanam terakhir, yang diukur dalam kg/ha eq. Beras. ## b. Etos kerja petani Etos kerja petani adalah semangat dan mentalitas petani yang berwujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang positif. Pengukurannya melalui penilaian petani sendiri terhadap beberapa ”item” yang merujuk pada semangat dan mentalitas petani dalam bekerja dengan cara memberikan skor 1 s/d 5 pada setiap item, dimana : - Skor 1 : sangat rendah - Skor 2 : rendah - Skor 3 : ragu-ragu - Skor 4 : tinggi - Skor 5 : sangat tinggi - ## c. Motivasi kerja Motivasi yang dimaksud adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan atau tingkahlaku dalam hubungan dengan pencapaian tujuan yang diharapkan. Pengukuran motivasi didasarkan atas tiga komponen yang membentuknya yaitu: motif, pengharapan (expectation), dan insentif. Motif adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. Dorongan- dorongan tersebut berupa alasan-alasan yang menjadi dasar seseorang melakukan sesuatu. Pengharapan (expectation) merupakan keyakinan terhadap keberhasilan yang dicapai Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pengharapan dapat diukur melalui hal-hal yang menyangkut keyakinan akan keberhasilan dari usahanya, harapan akan adanya jaminan masa depan, harapan akan jaminan kesejahteraan, harapan akan adanya perlindungan pemerintah. Insentif merupakan perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada seseorang agar dapat berperilaku sesuai yang diharapkan. Pengukurannya didasarkan atas hal-hal yang memberikan daya tarik seperti adanya jaminan pemasaran produk yang dihasilkan, adanya bantuan permodalan, tersedianya fasilitas produksi yang memadai adanya kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Pengukuran variabel motivasi adalah seberapa besar dorongan, harapan dan insentif yang diraakan petani dalam hubungan dengan kegiatan usahataninya. Besarnya motivasi diukur melalui pemberian skor 1 s/d 5 terhadap item-item yang merujuk pada ketiga aspek motivasi tersebut (motif, harapan dan insentif), dimana : - Skor 1 : sangat rendah - Skor 2 : rendah - Skor 3 : ragu-ragu - Skor 4 : tinggi - Skor 5 : sangat tinggi - ## d. Sikap Inovatif Sikap inovatif adalah derajat kesetujuan seseorang terhadap sesuatu inovasi sebagai obyek yang disikapi (given object). Untuk mengukur derajat kepositifan seseorang terhadap ionovasi disusunlah seperangkat pernyataan (item) yang berhubungan dengan kemanfaatan dari inovasi tersebut. Pengukuran sikap menggunakan metode Likert’s Summated Ratings (LSR) dengan skala yang terdiri dari 5 tingkatan (skor 1 s/d skor 5) (Riduwan 2002). Untuk item-item positif nilai skor berlaku seperti berikut ini: - Skor 1 sangat tidak setuju - Skor 2 tidak setuju - Skor 3 ragu-ragu - Skor 4 setuju - Skor 5 sangat setuju Sedangkan untuk item-item negatif nilai skor sebaliknya, yaitu: - Skor 1 sangat setuju - Skor 2 setuju - Skor 3 ragu-ragu - Skor 4 tidak setuju - Skor 5 sangat tidak setuju ## Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Analisis deskriptif, yaitu untuk menggambarkan keadaan aktual dari setiap variabel penelitian; dan b. Analisis korelasi dari Pearson (Pearson’s correlation) yang digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan yang signifikan antara etos kerja, motivasi kerja dan sikap inovatif dengan produktivitas padi sawah, Adapun rumus korelasi yang akan digunakan mengikuti formula yang dikemukakan oleh Daniel (2001) : ## Di mana: R adalah koefisien korelasi x adalah variabel etos kerja/ motivasi/ sikap inovatif y adalah variabel produktivitas usahatani padi sawah Nilai R di uji tingkat signifikansi pada α =0,1. Jika nilai t hitung > t tabel maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-variabel yang di korelasikan dan sebaliknya, jika nilai t hitung < t tabel maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-variabel yang di korelasikan. ∑ x i y i R xy = √ ( ∑ x i 2 ) ( ∑ y i 2 ) ## Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan Mei 2010 sampai dengan buan Juli 2010, mulai dengan persiapan, pengumpulan data, sampai penyusunan laporan penelitian. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Faktor-Faktor Psikologis Dalam penelitian ini faktor-faktor psikologis yang diteliti adalah (1) etos kerja petani, (2) motivasi berprestasi ( achievement motivation ), dan sikap inovatif petani. Hasil penelitian ini pertama-tama mendeskripsikan keberadaan (eksistensi) dari ketiga faktor psikologis tersebut kemudian selanjutnya menganalisis keterkaitannya dengan kinerja petani dalam mengembangkan usahatani padi sawah, dalam hal ini produktivitas usahatani). Secara operasional ketiga faktor (variabel) psikologis tersebut diukur melalui penilaian sendiri ( self evaluation ) oleh petani responden terhadap seperangkat item yang merujuk pada indikator masing-masing faktor psikologis tersebut. Hasil pengukuran diberikan dalam 5 skala (skor) yang menunjukkan derajat dari masing-masing faktor, yaitu : - Skor 1 : sangat rendah/sangat tidak setuju - Skor 2 : rendah/tidak setuju - Skor 3 : netral/sedang/cukup - Skor 4 : tinggi/setuju - Skor 5 : sangat tinggi/sangat setuju Untuk mendeskripsikan ketiga variabel psikologis tersebut dilakukan dalam dua cara, yaitu: pertama secara kumulatif, yaitu dengan menghitung secara relatif total skor yang diperoleh semua responden terhadap total yang seharusnya dari setiap variabel psikologis. Perhitungannya mengikuti konsep yang dikemukakan oleh Riduwan, 2002, seperti berikut ini : - SR = 1 x ∑I x ∑R - ST = 5 x ∑I x ∑R - Derajat/Tingkat dari setiap variabel dihitung sebagai berikut: (TS : ST) x 100% (Dimana: SR = Skor Terendah; ST = Skor Tertinggi; ∑I = jumlah Item alat ukur; ∑R = jumlah Responden; 1= skala terendah dari setiap Item alat ukur; dan 5 = skala tertinggi dari setiap Item alat ukur, dan TS = Total Skor yang diperoleh responden). Atau, dapat dengan secara langsung melihat letak total skor yang diperoleh semua responden pada skala kategori (0 s/d 100%). Kedua , dengan cara menghitung frekuensi sebaran normatif, dengan cara sebagai berikut: Jika, SR adalah skor terendah yang diperoleh responden; ST adalah skor tertinggi yang diperoleh responden; L adalah lebar kelas = (ST-SR)/K dan K adalah banyaknya kelas, maka : - Kelas/kategori I = SR + L; - Kelas/Kategori II = batas atas kelas I+L; - Kelas/Kategori III = batas atas kelas II + L; - Kelas/Kategori IV = batas atas kelas III + L; - Kelas/kategori V = batas atas kelas IV + L ## 1. Etos Kerja Petani Etos kerja petani adalah semangat dan mentalitas petani yang berwujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang positif. Hasil penelitian menunjukkan skor terendah (SR) yang diperoleh petani responden sebesar 450 (1x15x30), sementara skor tertinggi (ST) yang diperolah petani responden sebesar 2250 (5x15x30). Dengan demikian derajat Etos Kerja Petani adalah total skor (TS) dari semua responden (1787) dibagi dengan skor tertinggi (ST) dari semua item alat ukur (2250) dikalikan dengan 100 persen, maka diperoleh: (1787/2250) x 100% = 79,42 persen. Angka ini terteltak pada skala kriteria ’tinggi’. Dengan demikian, etos kerja petani padi sawah di Kecamatan Tumpaan tegolong ’tinggi’. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1. Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) Kriteria menurut Persentase: Kriteria menurut Skor: Gambar 1. Posisi Derajat Etos Kerja Petani dalam Skala Persentase dan Nilai Skor Berdasarkan tabel frekuensi, maka dapat dikemukakan bahwa 50 persen responden telah memiliki etos kerja yang tinggi sampai sangat tinggi, sedangkan responden yang memiliki etos kerja ”rendah’ dan ’sangat rendah’ hanya sekitar 23 persen. ## Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Derajat Etos Kerja Derajat Etos Kerja Jumlah Resp. (org) Persentase Sangat Rendah (40-46) 2 6.67 Rendah (47-53) 5 16.67 Netral (54-60) 8 26.67 Tinggi (61-67) 10 33.33 Sangat Tinggi 68+) 5 16.67 Jumlah 30 100 2. Motivasi Berprestasi ( Achievement Motivation ) Secara teori, motivasi berprestasi dibentuk oleh tiga komponen, yaitu: motif, pengharapan ( expectation ), dan insentif. Pengukuran variabel motivasi dikembangkan dari 3 komponen tersebut melalui pengembangan suatu instrumen (alat ukur) penelitian yang terdiri dari 16 item yang merujuk pada indikator-indikator motivasi kerja (motivasi berprestasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : SR = 1 x 16 x 30 = 480; ST = 5 x 16 x 30 = 2400; TS = 1706 (total skor kumulatif yang diperoleh dari 30 responden) Dengan demikian motivasi berprestasi dari petani responden adalah (TS/ST) x 100% = (1706/2400) x 100% = 71,1 persen. Angka ini berada pada skala persentase yang ’tinggi’. Hasil penelitian dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 3). Dilihat dari frekuensi sebaran jumlah responden menurut skala motivasi maka dapat dijelaskan bahwa perolehan skor oleh petani responden berkisar antara 49 s/d 71. Derajat Etos Kerja (1787=79,4) Sgt Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi 0% 20% 40% 60% 80% 100% Sgt Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi 0 450 900 1350 1800 2250 ## ASE – Volume 8 Nomor 1, Januari 2012: 45 - 58 Kritria menurut Persentase: Kriteria menurut Skor: Kriteria menurut Skor: Gambar 2. Posisi Derajat Motivasi Berprestasi Petani dalam Skala Persentase dan Nilai Skor Berdasarkan sebaran data tersebut motivasi berprestasi dikategorikan kedalam 5 kelas dan hasilnya diperoleh 43,3 persen responden memiliki motivasi yang ”tinggi” dan ”sangat tinggi” (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden menurut Derajat Motivasi Derajat Motivasi Jumlah (Org) Persentase Sgt Rendah (49-53) 4 13,33 Rendah (54-57) 8 26,67 Sedang (58-61) 5 16.67 Tinggi (62-65) 9 30,00 Sgt Tinggi (66-71) 4 13,33 Jumlah 30 100 ## 3. Sikap Inovatif Sikap inovatif adalah derajat kesetujuan seseorang terhadap sesuatu inovasi sebagai obyek yang disikapi ( given object ). Untuk mengukur derajat sikap inovatif petani dilakukan dengan meggunakan instrumen pengukuran sikap yang terdiri dari 21 item. Setiap item merupakan pernyataan yang berhubungan dengan inovasi dan disikapi oleh petani responden dalam 5 skala, yaitu: sangat tidak setuju; setuju; tidak memberikan respon (netral); setuju; dan sangat setuju. Untuk item pernyataan positif diberi skor 1 untuk sangat tidak setuju dan skor 5 untuk sangat setuju. Sebaliknya, untuk item pernyataan negatif diberi skor 1 untuk sangat setuju dan skor 5 untuk sangat tidak setuju. Dengan cara perhitungan seperti yang dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa: - SR = 1 x 21 x 30 = 630 - ST = 5 x 21 x 30 = 3150 - Total Skor yang diperoleh keseluruhan responden (TS) = 2407 Maka derajat sikap petani responden adalah: (2407/3150) x 100 = 76,41%. Perolehan nilai skor dari semua responden menunjukkan bahwa sikap inovatif petani responden berada dalam kategori ’tinggi’ (Gambar 3) Sgt Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi 0% 20% 40% 60% 80% 100% Sgt Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi 0 480 960 1440 1920 2400 Derajat Motivasi (1706 = 71,1%) Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) Kriteria menurut Skala Persentase: Kriteria menurut Skala Skor: Gambar 3. Posisi Derajat Sikap Inovatif Petani dalam Skala Persentase dan Nilai Skor Berdasarkan perolehan skor masing-masing responden, maka skor terendah adalah 49 dan skor tertinggi 71. Jika dikategorikan dalam 5 skala maka sebagian besar responden (36,67%) memiliki motivasi ”tinggi” dan 20 persen memiliki motivasi ”sangat tinggi” (Tabel 4). Dari hasil analisis data ketiga variabel psikologis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut tergolong tinggi (menurut 5 skala yang ditetapkan). Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden menurut Derajat Motivasi Derajat Motivasi Jumlah (Org) Persentase Sgt. Rendah (49-53) 4 13.33 Rendah (54-57) 5 16.67 Menengah (58-61) 4 13.33 Tinggi (62-65) 11 36.67 Sgt. Tinggi (66-71) 6 20.00 Jumlah 30 100 Tabel 5. Rekapitulasi Derajat Ketiga Faktor Psikologi Faktor Psikologis SR ST TS % Derajat Etos Kerja 450 2250 1787 79,4 Tinggi Motivasi Berprestasi 480 2400 1706 71,1 Tinggi Sikap Inovatif 630 3150 2407 76,41 Tinggi Keterangan: - SR = Skor Terendah dari semua Item Instrumen Pengumpul Data - ST = Skor Tertinggi dari semua Item Instrumen Pengumpul Data - TS = Total Skor yang diperoleh semua responden dari hasil penelitian Sgt Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi 0 630 1260 1890 2520 3150 Sgt Rendah Rendah Sedang Tinggi Sgt Tinggi 0% 20% 40% 60% 80% 100% Derajat Sikap (2407 = 76,41%) ## Kinerja Petani (Produktivitas Usahatani) Kinerja petani diukur dari produktivitas usahatani yang dikembangkannya, yaitu usahatani padi sawah. Besarnya produktivitas diukur dari perbandingan antara total produksi padi sawah yang dihasilkan dengan luas tanam padi sawah. Karena kebanyakan petani menjual produknya dalam bentuk beras maka produktivitas padi sawah diukur dalam equivalen beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa poduktivitas padi sawah di tingkat petani bervariasi antara 1.163,64 sampai dengan 3.030,30 kg/ha dengan rata-rata 2.042,30 kg/ha setara beras. Jika dikonversi ke dalam gabah kering giling (GKG), dimana rendemen 1:0,6 maka produktivitas rata-rata di tingkat petani responden sebesar 34,04 kw/ha. Jika dibandingkan dengan angka produktivitas padi sawah di tingkat nasional maupun di tingkat Provinsi Sulawesi Utara, maka angka produktivitas rata-rata di tingkat petani sampel masih jauh lebih kecil. Untuk jelasnya dapat dilihat perbandingan angka produktivitas padi sawah dalam satuan gabah kering giling (GKG) seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Di Beberapa Daerah dan Petani Sampel Daerah Luas Panen Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha) Nasional 1) - - 44,00 Prov. Sulut 2) 94.523 473.940 50,14 Kab. Minsel 2) 16.346 63.959 39,13 Kec. Tumpaan 3) 771 3.704,7 48,10 Rata2 Sampel 4) - - 34,04 Sumber: 1) Vitriani, Vina (2009); 2) BPS Sulut (2008); 3) BPS Minsel (2008) 4) Petani Sampel Selanjutnya, jika sebaran angka produktivitas padi sawah di tingkat petani sampel dikelompokkan ke dalam kelas tingkat produktivitas (dalam satuan eq. Beras) maka dapat dilihat seperti pada Tabel 7 berikut ini. Berdasarkan tabel frekuensi maka dapat dilihat bahwa sebagaian besar (21%) petani responden angka produktivitas usahatani padi sawah berada di antara 1.786 s/d 2.408 kilogran per hektar setara beras. Sedangkan produktivitas di atas 2.408 kg/ha hanya 13 persen dan masih cukup banyak petani (16,67%) yang produktivitasnya di bawah 1.786 kg/ha. Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden menurut Produktivitas Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Tumpaan Produktivitas (Kg/Ha) *) Jumlah (Org) Persentase 1164 - 1786.0 5 16.67 1786.1 - 2408.0 21 70.00 > 2408 4 13.33 Jumlah 30 100 *) Equivalen beras ## Analisis Hubungan Sebagaimana yang menjadi salah satu tujuan penelitian ini, yaitu mencari hubungan antara variabel-variabel psikologis dengan kinerja usahatani yang dalam hal ini adalah besarnya produktivitas usahatani padi sawah, maka pada bagian ini akan dikemukakan hasil analisis hubungan antar variabel-variabel tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah analisis korelasi product moment dari Pearson (Pearson’s Correlation). Dengan bantuan program ”Minitab” makadapat diketahui besaran koefisien korelasi antar variabel yang dianalisis. ## 1. Etos Kerja dan Produktivitas Usahatani Padi Sawah Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson (Pearson’s Correlation) maka antara variabel Etos Kerja dan variabel Produktivitas memiliki hubungan yang sangat signifikan (r=0,67; p=0,00). Artinya makin tinggi etos kerja petani, maka makin tinggi produktivitas usahatani padi sawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tasmara dalam Iskandar (2002), etos kerja yang tinggi mempunyai makna bersungguh-sungguh menggerakkan seluruh potensi dirinya untuk mencapai sesuatu, dan juga orang yang mempunyai etos kerja tinggi sangat menghargai waktu, tidak pernah merasa puas, berhemat dan memiliki semangat kerja yang tinggi. Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) Adanya hubungan yang berarti antara etos kerja dan produktivitas memberi pengertian bahwa etos kerja merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan dalam menjelaskan veriabel produktivitas petani dalam menggarap lahan pertanian. Banyak cara yang dapat diterapkan untuk mengembangkan dan meningkatkan etos kerja, karena etos kerja adalah sikap mendasar terhadap diri, serta merupakan aspek evaluatif yang bersifat menilai (Morgan 1961), diantaranya adalah membangkitkan kesadaran, agar etos kerja petani meningkat sehingga akan meningkatkan pendapatan dan mensejah-terakan kehidupan petani. ## 2. Motivasi dan Produktivitas Usahatani Padi Sawah Hasil analisis menunjukkan bahwa anatara variabel motivasi berprestasi dan produktivitas usahatani tidak terdapat hubungan yang berarti. Hal ini dapat diliht dari besarnya koefisien korelsi (r=0,21; p=0,27). Secara teoritis motivasi banyak dipengaruhi oleh emosi. Seseorang yang memilki kecerdasan emosional akan mengarahkan emosinya menjadi motivasi yang mengarah kepada keberhasilan prestasi kerjanya. Motivasi dapat juga disebut sebagai dorongan, hasrat atau kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan tertentu (Rogers 1971). Tabel 8. Koefisien Korelasi dari Pearson dan Derajat Signifikansi Antar Beberapa Variabel Penelitian X1 X2 X3 Y X4 X5 X6 X7 X2 0.377 0.040 X3 0.461 0.143 0.010 0.451 Y 0.668 0.206 0.696 0.000 0.274 0.000 X4 0.064 -0.141 0.033 -0.082 0.738 0.458 0.861 0.666 X5 -0.001 -0.021 0.099 0.348 -0.416 0.997 0.912 0.604 0.060 0.022 X6 0.062 -0.072 0.040 -0.162 0.632 -0.486 0.743 0.706 0.835 0.393 0.000 0.006 X7 -0.216 -0.032 -0.045 -0.030 -0.170 0.233 -0.439 0.251 0.867 0.813 0.875 0.369 0.215 0.015 Cell Contents: Pearson correlation P-Value ## Keterangan: X1 = Variabel Etos Kerja X2 = Variabel Motivasi Berprestsi X3 = Variabel Sikap Inovatif X4 = Umur (thn) X5 = Tingkat Pendidikan X6 = Pengalaman berusahatani (thn) X7 = Jumlah tanggungan keluarga (org) Y = Produktivitas usahatani padi sawah (kg/ha eq. beras) Tidak adanya hubungan yang signifikan antara motivasi dan produktivitas dapat dijelaskan bahwa petani dalam meningkatkan produktivitas usahanya bukan didorong oleh kecerdasan emosionalnya tetapi lebih banyak didorong oleh karena adanya keharusan (tidak ada pilihan lain) dalam mengembangkan usahatani padi sawah. Sehingga besar kecilnya produktivitas tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya motivasi petani. ## 3. Sikap Inovatif dan Produktivitas Usahatani Padi Sawah Sikap inovatif merupakan salah satu unsur kepribadian yang dimiliki seseorang dalam menentukan tindakan dan bertingkah laku terhadap suatu obyek disertai dengan perasaan positif dan negatif. Sikap inovatif mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan produktivitas petani (r=0,696; p=0,00). Oleh sebab itu variabel sikap inovatif petani merupakan variabel penting untuk diperhatikan, karena sikap sebagai suatu sistem yang memiliki tiga komponen yang saling tergantung yakni kognisi, afeksi dan konasi (Simanjuntak, 1995). Kognisi menyangkut keyakinan terhadap obyek sikap, afeksi menyangkut perasaan dan konasi menyangkut kecenderungan untuk berbuat (Suriasumantri 1989). Sedang menurut Gagne (1985), sikap adalah predisposisi untuk merespon, tetapi berbeda dengan kecenderungan terhadap suatu respon evaluasi, seseorang cenderung untuk memilih tindakan dalam rangka meningkatkan rasa senang terhadap obyek tertentu. ## 4. Hubungan antar Variabel Psikologis Hasil analisis korelasi antar bariabel- variabel psikologis: etos kerja, motivasi berprestasi dan sikap inovatif, menunjukkan bahwa yang memiliki hubungan signifikan adalah antara variabel etos kerja dan motivasi berprestasi (r=0,38; p=0,04) dan antara variabel etos kerja dan variabel sikap inovatif (r=0,46; p=0,01). Sementara antara variabel motivasi dan variabel sikap inovatif tidak menunjukkan adanya hubungan yang berarti. Hal ini menjelaskan bahwa variabel etos kerja memiliki hubungan yang luas sehingga keberadaannya sebagai variabel psikologis begitu penting dan utama dalam meningkatkan kinerja usahatani. 5. Hubungan antara Variabel-Variabel Karakteristik Petani dan Variabel- ## Variabel Psikologis Ternyata dari hasil analisis korelasi tidak ada satupun variabel karakteristik petani yang memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel-variabel psikologis (etos kerja, motivasi berprestasi dan sikap inovatif). Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya etos kerja, motivasi berprestasi dan sikap inovatif petani tidak ada hubungannya dengan karakteristik petani (umur (X4), Tingkat Pendidikan (X5), Pengalaman berusahatani (X6), dan jumlah tanggungan keluarga (X7). ## 6. Hubungan antara Variabel Karakteristik Petani dan Produktivitas Variabel-variabel karakteristik petani yang diteliti adalah umur (X4), Tingkat Pendidikan (X5), Pengalaman berusahatani (X6), dan jumlah tanggungan keluarga (X7). Setelah dikorelasikan dengan variabel produktivitas usahatani padi sawah maka hanya variabel tingkat pendidikan yang berhubungan signifikan dengan variabel produktivitas usahatani (r=0,35;p=0,06). Hal ini dapat menjelaskan bahwa petani yang berpendidikan formal yang tinggi cenderung memiliki produktivitas usahatani yang tinggi pula. Sementara variabel-vriabel karakteristik lainnya tidak menunjukkan adanya hubungan yang berarti. ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan (1) Ketiga variabel psikologis yang diteliti (etos kerja, motivasi berprestasi dan sikap inovatif tergolong dalam kategori ”tinggi” (dalam lima skala kategori) pada petani padi sawah di Kecamatan Tumpaan (2) Produktivitas padi sawah sebagai wujud kinerja petani dalam mengelola usahatani padi sawah bervariasi antara 1.163,64 sampai dengan 3.030,30 kg/ha dengan rata-rata 2.042,30 kg/ha setara beras atau 34,04 kw/ha GKG. (3) Variabel-variabel psikologis yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kinerja usahatani padi sawah adalah variabel etos kerja dan variabel sikap inovatif. Sedangkan variabel motivasi tidak nyata hubungannya dengan variabel kinerja usahatani padi sawah. Artinya, variabel etos kerja dan variabel sikap inovatif dapat menjelaskan besar kecilnya produktivitas usahatani padi sawah di Kecamatan Tumpaan. (4) Variabel etos kerja memiliki peran penting karena memiliki hubungan yang luas dengan variabel psikologis lainnya, yaitu dengan variabel motivasi dan variabel sikap inovatif (5) Variabel-variabel karkteristik petani tidak ada kaitan sama sekali dengan variabel-variabel psikologis, artinya tinggi fendahnya etos kerja, motivasi berprestasi dan sikap inovatif petani tidak tergantung pada variabel-variabel karakteristik petani. (6) Dari semua variabel karakteristik petani, hanya variabel tingkat pendidikan formal petani yang berhubungan positif dengan produktivitas usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal masih berperan penting dalam mewujudkan kinerja bagi petani. Hubungan antara Etos Kerja, Motovasi, Sikap, …...................( Vicky R.B. Moniaga, Jelly Memah, Christy Rondonuwu) ## Saran (1) Jika selama ini penyuluhan pertanian lebih diarahkan pada aspek fisik-teknis ( hard skill ) saja, maka sekarang dianjurkan agar bersamaan dengan spek teknis tersebut aspek non-teknis ( soft skill) juga termasuk etos kerja, motivasi dan sikap inovatif) perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan penyuluhan bagi para petani. (2) Perlu adanya penelitian lanjutan yang sama yang dilakukan lebih komprehensif lagi pada cakupan wilayah dan populasi yang lebih besar, guna mendapatkan pembuktian yang lebih valid bahwa aspek psikologis itu sangat penting bagi petani dalam upaya meningkatkan kinerja usahanya. ## DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2009. Sulawesi Utara Dalam Angka, BPS Sulut Manado Anonimous, 2009. Kabupaten Minahasa Selatan Dalam Angka, BPS Minsel 2009. Daniel, Moehtar, 2001. Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Bumi Aksara, Jakarta. Fitriani, Vina, 2009 . Era Bercocok Tanam Padi Sawah, http://nirhono.wordpress.com/ 2009/06/28/era-bercocok-tanam-padi- sawah/ Iskandar, Otto, 2002, Etos Kerja, Motivasi, dan sikap Inovatif Terhadap Produktivits Petani. Jurnal Makara, Sosial Humaniora Vol.6 No.1, Juni 2002. Kerlinger Fred dan E. J. Pedhazur,1987. Korelasi dan Analisis Regresi Ganda , Nur Cahaya. Mardikanto. T. S dan S. Sutarni, 1992. Pengantar Penyuluhan Pertanian, Surakarta. Margono S, 1978. Kumpulan Bacaan Penyuluhan Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Maslow, Abraham H. 1954. Motivation and Personality . New York: Harver & Raw Publisher. Morgan, T. Clifford. 1961. Introduction to Psychology. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc. Nur Cahaya, 1987. Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan, Komunikasi dan Kondisi Fisik Tempat Kerja terhadap Semangat Kerja Pegawai dalam Kerlinger & Pedhazur: Korelasi dan Analisis Regresi Berganda, UGM Yogyakarta Riduwan, 2002. Skala Pengukuran Variabel- Variabel Penelitian, Alfabeta Bandung Rafael L, 1996. Komunikasi Penyuluhan Pertanian . PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Rogers, E.M dan Flloyd Shoemaker, 1971. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach, McGraw-Hill New York Siahaan. S. M, 1991. Komunikasi, Pemahaman dan Penerapannya. PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta. Simanjuntak, P. J. (ed). 1995. Peningkatan Produktivitas dan Mutu Pelayanan Sektor Pemerintah. Jakarta: Dewan Produktivitas Nasional. Sinamo, Jansen, 2009. Etos Kerja. http://de- kill.blogspot.com/2009/01/etos-kerja.html Suprapto T dan Fahrianoor, 2004. Komunikasi Penyuluhan . Arti Bumi Intaran, Yokyakarta. Suriasumantri, Jujun S. 1989. Berpikir Sistem. Konsep, Penerapan Teknologi dan Strategi Implementasi . Jakarta: FPS IKIP Jakarta. Suriatna S, 1988. Metode penyuluhan pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Tampubolon, Biatna Dulbert, 2007, Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi Vol.9 No.3 2007. Tri Gunarsih, Binawan Nur Tjahjono,(?). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Dilingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah . Tuyuwale, John A., 2008. Dasar Penyuluhan Pertanian, Bahan Ajar Fakultas Pertanian Unsrat, Manado Wright. Ch . R, 1988. Sosiologi Komunikasi Massa . Remaja Karya CV, Bandung. http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/07/pr oduktivitas-kerja-definisi-dan.htm. Senin 8 Maret 2010, Pukul 11.45. Hubungan Karateristik Sosial Ekonomi Padi Sawah dengan .....................................................(Welson Marthen Wangke) ## HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADI SAWAH DENGAN KEI- KUTSERTAAN DALAM PENYULUHAN PERTANIAN DI DESA KAMANGA KECAMATAN TOMPASO KABUPATEN MINAHASA ## Welson Marthen Wangke ## ABSTRACT This study aims to analyze the relationship between socio-economic characteristics rice farmers in participat- ing in agricultural extension in the Village District of Tompaso Kamanga. The method used in this research is quantitative method. The research was conducted in the Village District of Tompaso Kamanga Minahasa regency. The number of respondents were 30 farmers: Simple Random Sam- pling. By using questionnaires. The variables measured were: age is measured in (year), education is formal education (elementary Graduate, Graduate from junior high school, go to college, PT), revenue is measured from the income of the paddy rice farming (USD), the status of land ownership (see from their own land and tenants and or penyakap), participation in agricultural extension (seen from the frequency of attendance). To determine the socio-economic factors that influence the selection of a variety of extension methods used Spearman Rank correlation formula (Siegel, 1997). The results showed that the characteristics of the mem- bers of the real touch with the level of participation and vice versa if the value of the probability (P)> α, mean that there is no real relationship between the characteristics of the members of the participation rate. Keywords : Relationship, Characteristics, Farmers, Agricultural Extension ## PENDAHULUAN Penyuluhan pertanian diartikan sebagai proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dirinya dalam mengakses informasi, teknologi, permoda- lan, dan sumber lainnya sebagai upaya untuk me- ningkatkan produktivitas, efisiensi usaha penda- patan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesa- tuan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Jadi, petani dibantu agar dapat membantu diri sendiri, dididik agar dapat mendidik diri sendiri (UU no.16/2006) . Menurut Dahama dan Bhatnagar (Departemem Pendidikan Nasional: 2006), prinsip-prinsip pe- nyuluhan itu adalah: a) minat dan kebutuhan ar- tinya penyuluhan pertanian akan efektif jika sela- lu mengacu kepada minat dan kebutuhan masya- rakat mengenai hal ini harus dikaji secara menda- lam apa yang harus menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu mau- pun segenap masyarakatnya, b) organisasi masya- rakat bawah artinya penyuluhan pertanian akan efektif jika mampu melibatkan/membentuk orga- nisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluar- ga/kekerabatan, c) keragaman budaya artinya pe- nyuluh pertanian harus memperhatikan adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan per- tanian harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang neraga, d) perubahan budaya artinya setiap kegiatan penyuluhan pertanian mengaki- batkan perubahan budaya yang harus dilaksana- kan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Jalan yang diyakini dapat mengatasi per- masalahan (ketidakberdayaan) petani dan mem- bebaskan manusia petani dari kemiskinan adalah melalui pendidikan. Yang menjadi pertanyaan pendidikan seperti apakah yang dibutuhkan petani untuk membebaskan, memanusiakan dan pada akhirnya mengubah situasi hidupnya. Karakteristik sasaran termasuk salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam kegiatan penyuluhan agar mendukung efektivitas penyampaian pesan pembangunan. Beberapa hasil penelitian tentang karakteristik keinovatifan antara lain dilakukan oleh Subagiyo (2005), di mana karakteristik yang berkaitan dengan keinovatifan petani dalam menerima informasi dan inovasi antara lain umur, tingkat pendidikan dan pengalaman bekerja, motivasi, terhadap informasi dari media, kekosmopolitan, serta keterlibatan dalam organisasi. ## Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan masalah yaitu bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi petani padi sawah dengan keikutsertaan dalam penyuluan pertanian di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso. ## Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani padi sawah dengan keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso. ## METODOLOGI PENELITIAN ## Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso Kabupaten Mina- hasa pada bulan Oktober 2011. Jumlah responden sebanyak 30 petani secara: “ Simple Random Sampling ”. Dengan menggunakan daftar pertyanyaan. ## Metode Analisis Data Untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap pemilihan ragam metode penyuluhan digunakan rumus kore- lasi Rank Spearman (Siegel, 1997), yaitu : rs = ) 1 ( 1 2 2     n n d Dimana : n : jumlah responden Rs : koefisien korelasi rank spearman d 2 : selisih ranking  : angka konstan, α=0,05 Hipotesis Berasarkan latar belakang perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustakan dan kerangka pemikiran maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ada hubungan nyata antara umur petani dengan keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Makin muda umur petani semakin tinggi keikutsertaannya dalam penyuluhan perta- nian. Ada hubungan nyata antar tingkat pendidikan pe- tani dengan tingkat keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian. Makin tinggi tingkat pen- didikan semakin tinggi keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian.. Ada hubungan nyata antara tingkat pendapatan petani dengan keikutsertaan petani dalam penyuluhan pertanian. Makin tinggi pendapatan petani makin tinggi keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian. Ada hubungan nyata antara status pemilikan tanah petani dengan keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian. Status pemilikan milik sendiri keikutsertaannya lebih tinggi daripada petani penggarap dan atau penyakap. ## Konsepsi Pengukuran Variabel Dari hipotesis yang telah dirumuskan, maka definisi operasionalnya dan pengukuran masing-masing variabel adalah sebagai berikut: Umur adalah usia petani pada saat wawancara yang dinyatakan dalam tahun. Dikategorikan se- bagai berikut: Umur muda = ≤ 46 tahun Umur sedang = 47 – 60 tahun Umur tua = ≥ 61 tahun Tingkat pendidikan adalah tingkat pendi- dikan formal tertinggi yang pernah dicapai oleh petani, dikategorikan ke dalam tiga golongan: Rendah = Tamat SD Sedang = Tamat SMP Tinggi = Tamat SMA ke Atas (Diploma dan S1) Tingkat pendapatan adalah total pendapa- tan yang diperoleh rumah tangga petani dari usa- hatani maupun luar usahatani per satuan waktu. Kategori: Rendah = ≤ 1.000.000 Hubungan Karateristik Sosial Ekonomi Padi Sawah dengan .....................................................(Welson Marthen Wangke) Sedang = 1.500.000 – 4.500.000 Tinggi = ≥5.000.000 Status kepemilikan lahan dibagi atas 2 (dua) kategori kedudukan petani sebagai pemilik dan kategori petani sebagai penyewa dan atau penyakap. Kategori pemilik lahan skore =1 dan penggarap, dan atau penyakap skore =2. Keikutsertaan petani dalam penyuluhan pertanian adalah keterlibatan petani dalam kegia- tan-kegiatan yang diselenggarakan oleh penyuluh pertanian (kegiatan penerapan teknologi kegiatan mencari informasi, kegiatan perencanaan dan eva- luasi). Kategori: Rendah = jumlah skor 17 – 24 Sedang = jumlah skor 25 - 32 Tinggi = jumlah skor 33 - 39 ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## Umur dan Tingkat Partisipasi Anggota Ke- lompok Tani Umur anggota kelompok tani dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu umur muda ( ≤46 tahun), umur sedang (47 – 60 tahun) dan umur tua (≥61 tahun). Sebaran anggota menurut tingkat umurnya dapat dilihat pada Tabel 1. Distribusi tingkat umur petani sebagian besar berusia sedang yaitu sebanyak 43,33 %, Sedangkan yang beru- sia muda dan tua masing-masing sebanyak 23,33 % dan 33,33 %. Tabel 1. Distribusi Tingkat Umur Petani Respon- den di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso Tingkat Umur Jumlah Presentase(%) Muda (≤ 46 ta- hun) 7 23,33 Sedang (47 – 60 tahun) 13 43,34 Tua (≥ 61 tahun) 10 33,33 Jumlah 30 100 Dalam hipotesis dinyatakan bahwa umur mempengaruhi tingkat partisipasi petani, yaitu semakin muda umur, tingkat partisipasinya sema- kin tinggi. Hal ini disebabkan karena kelompok umur muda memiliki wawasan dan pandangan ke depan yang lebih baik dibandingkan dengan ke- lompok umur tua(Lalaenoh, 1994). Dan sejalan dengan itu Tamadi (1994) menyatakan bahwa pe- tani yang sudah tua cenderung daya tahan tubuh- nya sudah berkurang, dengan demikian kemam- puannya untuk berpartisipasi dalam berbagai ke- giatan akan berkurang. Dari hasil penelitian ditemukan pada ke- lompok umur muda, kelompok umur sedang dan kelompok umur tua, cenderung berpartisipasi pa- da tingkat sedang yaitu masing-masing sebesar 66,67% ; 61,54%. Dan 70% Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Jadi dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi anggota pada setiap kelompok umur cenderung sedang. Hal ini disebabkan karena anggota menyadari pentingnya kelompok tani se- bagai wadah kerjasama dalam melaksanakan ke- giatan usahatani mereka tanpa memandang umur mereka. Tabel 2. Distribusi Anggota Menurut Tingkat Umur dan Tingkat Partisipasi Pada Ke- lompok Tani Desa Kamanga Kecama- tan Tompaso Tingkat Par- tisipasi Tingkat Umur Muda Sedang Tua Rendah 1 (16,67) 2 (15,38) 1 (10) Sedang 4 (66,67) 8 (61,54) 7 (70 ) Tinggi 1 (16,67) 3 (23,08) 2 (20) Jumlah 6 13 10 Keterangan :angka pada ( ) adalah persentase Hal ini diperkuat dengan uji Korelasi Spearman yang menunjukkan tidak ada hubungan yang nya- ta antara umur dengan tingkat partisipasi anggota. Dari hasil analisis diperoleh nilai P = 0,29 > α = 0,05. Hal ini menunjukkan karakteristik umur tidak mempengaruhi tingkat partisipasi petani da- lam kelompok tani. ## Pendidikan dan Keikutsertaan dalam Penyu- luhan Pertanian Pendidikan seseorang mempunyai penga- ruh terhadap keikutsertaan dalam penyuluhan. Makin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka makin tinggi keikutsertaan dalam penyulu- han pertanian. Karena dengan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk diberi pengertian dan pembinaan(Ajiswarman, 1996). Tingkat pendidikan dalam penelitan ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan tinggi. Kelompok tingkat pendidikan rendah adalah kelompok petani yang tamat SD. Kelom- pok tingkat pendidikan sedang adalah petani yang tamat SMP dan tingkat pendidikan tinggi yaitu petani yang tamat SMA ke atas. Pada Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat sebaran anggota menurut tingkat pendidikanya. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar petani yaitu 53,33 % tergolong dalam kategori pendidikan rendah yaitu menempuh pendidikan hanya sampai SD. Sedang yang menempuh pendidikan SMP sebesar 26,67 %, serta yang tergolong pendidikan tinggi yaitu SMA ke atas hanya 20%. Tabel 3. Distribusi Petani Menurut Tingkat Pendidikan di desa Kamangan Keca- matan Tompaso Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase (%) Rendah (Tamat SD) 16 53,33 Sedang (Tamat SMP) 8 26,67 Tinggi (Tamat SMA ke Atas) 6 20 Jumlah 30 100 Sebaran responden menurut pendidikan dan kei- kutsertaan dalam penyuluhan pertanian, dapat di- lihat bahwa kecenderungan sedang, lihat Tabel 4. Tabel 4. Hubungan Pendidikan Petani dan Kei- kutsertaan dalam Penyuluhan Pertanian Tingkat Par- tisipasi Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Rendah 6 (42,86) 2 (40) 0 (0) Sedang 7 (50) 2 (40) 3 (27,27) Tinggi 1 (7,14) 1 (20) 8 (72,73) Jumlah 14 (100) 5 (100) 11 (100) Dari Tabel 4 terlihat petani yang berpen- didikan rendah sebagian besar (50%) berpartisi- pasi sedang. Pada kelompok anggota yang ber- pendidikan sedang sebagian berpartisipasi sedang. Terli pula bahwa pada tingkat pendidikan tinggi, anggota yang berpartisipasi tinggi, lebih besar dari kelompok lainnya yaitu sebesar 72,73%. Hal ini disebabkan karena anggota yang berpendidi- kan tinggi mudah untuk diberi pengertian dan pembinaan. Mereka aktif dalam mencari infor- masi mengenai kegiatan usahataninya, karena me- reka mengetahui bahwa hal itu penting dalam rangka peningkatan produksi mereka. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmen juga me- nunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi. Hasil uji ini menghasilkan P = 0,020 < α = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi partisipasi anggota kelompok tani, yaitu makin tinggi tingkat pendi- dikan petani maka semakin tinggi tingkat partisi- pasinya dalam kelompok tani. ## Pendapatan dan Keikutsertaan dalam Penyu- luhan Pertanian Pendapatan petani mempunyai pengaruh terhadap keikutsertaan petani dalam penyuluhan pertanian. Makin tinggi tingkat pendapatan, se- makin tinggi keikutsertaannya dalam penyuluhan pertanian. Distribusi pada tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar ( 50%) anggota kelompok tani mempunyai pendapatan sedang. Tabel 5. Distribusi Petani Menurut Pendapatan Hubungan Karateristik Sosial Ekonomi Padi Sawah dengan .....................................................(Welson Marthen Wangke) Tingkat Pendapatan Jumlah Presentase (%) Rendah 7 23,33 Sedang 15 50 Tinggi 8 26,67 Jumlah 30 100 Hubungan antara tingkat pendapatan ang- gota kelompok tani dengan keikutsertaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hubungan Petani Menurut Pendapatan dan Keikutsertaan dalam Penyuluhan Pertanian Keikutsertaan Dalam Penyu- luhan Perta- nian Tingkat Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Rendah 6 ( 28,57) 0 (0)) 0 (0) Sedang 10 (47,62) 1 (20) 2 (50) Tinggi 5 (23,80) 4 (80) 2 (50) Jumlah 21 (100) 5 (100) 4 (100) Pada Tabel 6 terlihat bahwa petani yang mempunyai tingkat pendapatan sedang dan tinggi, tidak ada yang berpartisipasi rendah. Namun pa- da kelompok tingkat pendidikan rendah ada 23,80% yang berpartisipasi rendah. Hal ini ber- hubungan dengan kemampuan petani, dalam hal ini modal berusahatani, dalam hal ini modal beru- sahatani, dimana petani yang mempunyai tingkat pendapatan rendah tidak mampu untuk membeli sarana produksi usahataninya sehingga mereka tidak dapat menerapkan teknologi. Sebaliknya pada anggota yang mempunyai tingkat pendapa- tan sedang dan tinggi, lebih mampu untuk mem- beli sarana produksi untuk usahataninya. Hal ini didukung dengan uji Korelasi Spearmen, di mana diperoleh hasil P = 0.00 < α = 0,05. Hal ini berarti ada hubungan yang nyata atau positif antara status sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi, yaitu makin tinggi status sosial ekonomi petani, maka semakin tinggi tingkat par- tisipasinya sebagai anggota kelompok tani. Luas Lahan dan Keikutsertaan dalam Penyu- luhan Pertanian Luas Lahan dibagi atas 3 (tiga) kategori yaitu <0,5 Ha (Kecil); 0,5-1 Ha (Sedang) dan >1 Ha (Besar). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Luas Lahan dan Jumlah Petani Luas Sawah (ha) Jumlah Presentase (%) <0,5 12 40 0.5 – 1 17 56,67 >1 1 3,33 Jumlah 30 100 Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa, persen- tase jumlah petani yang mempunyai luas lahan 0,5-1 Ha adalah yang paling tinggi yaitu 56,67% dan diikuti oleh luas <0,5 Ha atau 40% dan luas lahan >1 Ha hanya 3,33%. Hubungan luas lahan dengan keikutser- taan dalam penyuluahn pertanian, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Lahan dan Jumlah Petani Keikutsertaan Dalam Penyu- luhan Perta- nian Luas Lahan (Ha) Rendah Sedang Tinggi Rendah 6 ( 28,57) 0 (0)) 0 (0) Sedang 10 (47,62) 1 (20) 2 (50) Tinggi 5 (23,80) 4 (80) 2 (50) Jumlah 21 (100) 5 (100) 4 (100) Pada Tabel 8 terlihat bahwa petani yang mempunyai luas lahan rendah keikutsertaan pada penyuluhan pertanain persentase yang paling tinggi pada criteria sedang (4,62%), petani yang mempunyai luas lahan sedang keikutsertaannya dalam penyuluhan pertanian sangat tinggi (80%), dan petani yang mempunyai luas lahan yang crite- ria tinggi keikutsertaan dalam penyuluhan perta- nian sedang (50%) dan tinggi (50%). Hal ini didukung dengan uji Korelasi Spearmen, di mana diperoleh hasil P = 0.00 < α = 0,05. Hal ini berarti ada hubungan yang nyata atau positif antara luas lahan dan keikutsertaan dalam penyu- luhan pertanian, yaitu makin tinggi (makin luas lahan pertanian), maka semakin tinggi kecende- rungan keikutsertaan dalam penyuluhan perta- nian. ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan  Karakteristik umur petani tidak mempenga- ruhi keikutsertaan petani dalam penyuluhan pertanian.  Karakteristik pendidikan petani tidak mem- pengaruhi keikutsertaan petani dalam penyu- luhan pertanian. Karakteristik pendapatan pe- tani mempengaruhi keikutsertaan petani da- lam penyuluhan pertanian.  Karakteristik luas lahan petani mempengaru- hi keikutsertaan petani dalam penyuluhan pertanian. ## Saran Disarankan kepada para penyuluh dan in- stansi terkait untuk dapat memperhatikan petani yang keikutsertaannya tinggi dalam penyuluhan pertanian, agar supaya penyuluhan itu dapat ber- hasil dan selalu memberi dampak positif bagi pe- tani dan masyarakat pada umumnya. ## DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengu- kurannya . Pustaka pelajar. Yogyakarta. Gerungan, D. P. 1996. Psikologi Sosial . PT. Eres- co Bandung. Bandung. Hawkins, H. S. dan A. W. Van den Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian . Kanisius. Yogya- karta zwar, S. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengu- kurannya . Pustaka pelajar. Yogyakarta. Gerungan, D. P. 1996. Psikologi Sosial . PT. Eres- co Bandung. Bandung. Hawkins, H. S. dan A. W. Van den Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian . Kanisius. Yogya- karta Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian . Sebelas Maret University Press. Surakarta. Mardikanto, T. dan Sutarni, S. 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teori dan Praktek . Hapsara. Surakarta. Sajogyo, E dan Sajogyo, P. 1991. Sosiologi Pede- saan Jilid 1 (edt). Gadjah Mada Universi- ty Press. Yogyakarta. Siegel, S. 1997. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial . Gramedia. Jakarta. Singarimbun, M dan soffan, E. I. 1981. Metode Penelitian Survey . LP3ES. Jakarta Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian . Indonesia university Press. Ja- karta. Surakhmat, W. 1994. Pengantar Penelitian Il- miah : Dasar Metode Teknik. Penerbit Tarsito. Bandung. Suriatna, S. 1988. Metode Penyuluhan Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Winarni, S. 2001. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani dengan Pemilihan Ragam Metode Penyuluhan . Sebelas Maret Uni- versity Press. Surakarta.
645b1720-b072-43d7-ae30-76e1e50933b5
https://ejournal.uby.ac.id/index.php/jitu/article/download/1376/490
User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa Arief Rais Bahtiar a,1,* , Rima Dias Ramadhani b,2 , Novri Anto a,3 , Bunga Laelatul Muna a,4 a Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Jl. DI Panjaitan No.128, Kec. Purwokerto Sel., Kabupaten Banyumas, 53147, Indonesia b Universitas Muhammadiyah Semarang, Jl. Kedungmundu No.18 Kec. Tembalang, Kota Semarang 50273, Indonesia 1 [email protected] *; 2 [email protected] ; 3 [email protected] ; 4 [email protected] * Korespondensi penulis Submission: 18/05/2024, Revision: 24/06/2024, Accepted: 29/05/2024 ## Abstract Gender equality is a complex issue that is difficult to eliminate in a society with a strong patriarchal culture. The Gender Empowerment Index (IDG) of Kebumen Regency decreased from 66.89% in 2021 to 66.86. The Kebumen Regency Government together with Institut Teknologi Telkom Purwokerto adopted the Si Cantik Bangsa Platform to support the activities of WANI LEmPER program cadres. This study aims to test the SI CANTIK BANGSA Mobile Application for recording gender equality in village development using the User Acceptance Test (UAT) method, namely alpha testing and beta testing. The results of alpha testing with the black box method show that all application modules are functioning properly. Beta testing using the System Usability Scale (SUS) resulted in an average score of 78.25, which means the application is acceptable with a grade C and an adjective rating of "Good". In conclusion, the Si Cantik Bangsa Mobile Application can be accepted by users, but it needs system improvement. The analysis showed the 6th question had the lowest score of 2.9 and the 9th question a score of 3.1, indicating areas in need of improvement. Keywords: User Acceptance Test, Mobile Application, Recording, Gender Equality, Village Development ## Abstrak Kesetaraan gender adalah masalah kompleks yang sulit dihilangkan dalam masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kabupaten Kebumen turun dari 66,89% pada tahun 2021 menjadi 66,86. Pemerintah Kabupaten Kebumen bersama Institut Teknologi Telkom Purwokerto mengadopsi Platform Si Cantik Bangsa untuk mendukung kegiatan kader program WANI LEmPER. Penelitian ini bertujuan menguji Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk pencatatan kesetaraan gender dalam pembangunan desa menggunakan metode User Acceptance Test (UAT), yaitu alpha testing dan beta testing . Hasil alpha testing dengan metode black box menunjukkan semua modul aplikasi berfungsi dengan baik. Hasil beta testing menggunakan System Usability Scale (SUS) menghasilkan skor rata-rata 78,25, yang berarti aplikasi dapat diterima dengan baik ( acceptable ) dengan grade C dan adjective rating "Good". Kesimpulannya, Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa dapat diterima oleh pengguna, namun perlu peningkatan sistem. Analisis menunjukkan pertanyaan ke-6 memiliki skor terendah 2,9 dan pertanyaan ke-9 skor 3,1, mengindikasikan area yang memerlukan perbaikan. Kata kunci: User Acceptance Test, Aplikasi Mobile, Pencatatan, Kesetaraan Gender , Pembangunan Desa This is an open access article under the CC BY-SA license. ## 1. Pendahuluan Kesetaraan gender menjadi masalah yang sangat kopleks untuk di hilangkan dalam kehidupan sosial masyarakat disaat budaya patriarki yang masih kuat di Dunia [1]. Permasalahan kesetaraan gender juga terjadi di Indonesia. Salah satunya Kabupaten yang mengalami permasalahan ini adalah Kabupaten Kebumen. Tepatnya pada tahun 2021, berdasarkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Tahun 2021, Kabupaten Kebumen mengalami penurunan dari 66,89% menjadi 66,86 [2]. Tentu akan menjadi tantangan JITU : Journal Informatic Technology And Communication yang besar bagi pemerintah kabupaten kebumen untuk mengatasi dampak nyata dari penurunan diwilayahnya. Salah satu antisipasinya dengan membentuk program inovatif WANI LEmPER melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa [3]. Program ini harapannya akan meningkatkan partipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa. Selain itu program ini juga mendukung prioritas nasional dalam Pembangunan berkelanjutan (SDG’s) point ke-5 dalam mencapai kesetaraan gender [4][5][6]. Program WANI LEmPER ini melatih Perempuan desa khususnya emak-emak (Ibu-ibu) dalam Menyusun rencana Pembangunan desa kepada pemerintah desa setempat. Output dari program ini diharapkan Perempuan desa jadi melek perencanaan dalam Pembangunan Desa. Terbukti dengan adanya program ini berdasarkan evaluasi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kebumen muncul keberanian dari kader WANI LEmPER dalam mengawal usulan yang telah di rumuskan Bersama di Tingkat MusDus (Musyawarah Dusun). Berdasarkan evaluasi ternyata muncul masalah baru terutama dalam hal pencatatan dan monitoring usulan baik bagi kader WANI LEmPER dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kebumen. Hal ini sangat penting karena masih adanya factor-faktor penghambat dilapangan. Salah satunya adalah masih kuatnya budaya patriarki dan resistensi dari beberapa pihak dari Lembaga desa dan Pemerintah Desa menjadi tantangan tersendiri [1]. Seperti yang dijelaskan sebelumnya metode yang dilakukan kader WANI LEmPER dalam pemberdayaan Perempuan terdiri dari beberapa tahap yaitu, tahap perencanaan awal, penguatan kepercayaan diri, komunikasi yang efektif, musyawarah dusun dan pendampingan dalam forum perencanaan desa [7]. Metode ini tentu belum dapat menjamin keberlanjutan program WANI LEmPER akibat adanya hambatan eksternal [8]. Berdasarkan kelemahan metode yang berjalan penerapan teknologi informasi menjadi Solusi yang efisien dalam monitoring dan mengawal usulan yang telah di susun kader WANI LEmPER [3]. Pengunaan teknologi informasi yang canggih tentu sangat dibutuhkan saat banyak desa sudah menerapkan program WANI LEmPER [9]. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Kebumen berkolaborasi dengan Institut Teknologi Telkom Purwokerto mengadopsi platfom teknologi informasi dengan nama Si Cantik Bangsa. Si Cantik Bangsa ini merupakan platform yang terdiri dari website dan mobile apps . Platform berbasis website ini digunakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemerintah kecamatan dan Perangkat Desa. Sedangkan platform mobile apps digunakan oleh koordinator WANI LEmPER, kader WANI LEmPER, dan Masyarakat. Fungsi platform website digunakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kebumen dalam monitoring dan administrator kegiatan Pembangunan Desa yang menerapkan adanya kesetaraan gender. Kemudian dalam platform mobile digunakan dalam mencatat dan mengawal usulan yang telah di catat sampai forum tertinggi di musyawarah Desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa berbasis User Acceptance Test . Aplikasi ini digunakan di Kabupaten Kebumen sebagai pilot projek untuk menunjang monitoring kesetaraan gender yang dimulai dari Tingkat Desa. Jenis User Acceptance Test yang digunakan dalam penelitian ini adalah alpha testing dan beta testing . Adapun kebaharuan jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah pengunaan metode black box pada alpha testing dan system usability scale pada beta testing . Pemilihan system usability scale jika dibandingan metode Scala Linkert karena menjadi alat yang sangat berguna dan efektif dalam memahami dan meningkatkan pengetahuan penguna secara keseluruhan. User Acceptance Test sudah banyak digunakan diterapkan untuk menguji beberapa aplikasi atau software di bidang administrasi pembayaran SPP [10]. Selain itu User Acceptance Test juga digunakan pada pengujiam aplikasi dibidang Artificial Intelligence dalam pelayanan informasi akademik [11]. Proses User Acceptance Test dimulai dengan penyediaan dokumentasi kebutuhan bisnis. Setelah itu, dilanjutkan dengan menyusun proses bisnis (alur kerja) atau skenario, dan diakhiri dengan pengujian menggunakan data [12]. Efektivitas dan efisiensi dalam pengujian sangat diperlukan dalam pengembangan suatu aplikasi atau software agar produk dapat sampai kepada pengguna sesuai kebutuhan pengguna [13]. ## 2. Metode Penelitian Metode Penelitian yang dilakukan dalam User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa di bagi menjadi 3 tahapan besar yaitu melakukan alpha testing, beta testing kemudian evaluasi dan analisis seperti Gambar 1. Alpha testing dan Beta testing ini merupakan jenis dari User Accptance Test yang dipilih dalam penelitian ini. Alpha testing menggunakan metode black box sedangkan Beta Testing menggunakan System Usability Scale . Hasil dari testing ini akan di evaluasi dan dianalisis. Evaluasi dan analisis ini untuk mengetahui apakah Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa sudah berjalan sesuai dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan user . e-ISSN 2620-5157 Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 2.1. Alpha Testing dengan Metode Blackbox Tahap Alpha Testing Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa ini menggunakan metode black box dibagi menjadi 3 tahapan yaitu scenarios, application testing , dan result . Scenarios yang dilakukan pada penelitan ini dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Scenario Activity Mengunakan Metode Black Box Test Component Scenario Activity Type of Testing Acces Menu System Akses Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa Black Box Akses Form Login Akses Button Login Akses Presentase Wanita Akses Jumlah Usulan Akses Jumlah Wani Lemper Akses Jumlah Desa Akses Button Tambah Aspirasi Akses Lihat Aspirasi Akses Button Tambah Usulan Akses Daftar Usulan Akses Lupa Password Akses Button Registrasi Akses Form Notulensi Akses Button Panduan Akses profil Desa Akses halaman update usulan Kelola Data Input Aspirasi Black Box Input Usulan Registrasi user Tambah notulensi Update Usulan Upload Foto Pilih Foto Black Box Upload Foto Help Download User Guide Black Box Berdasarkan Tabel 1, scenario yang dilakukan selanjutnya adalah membuat Expected Realization dan Test Result dari masing-masing scenario activity . Tahap selanjutnya application testing yaitu melakukan JITU : Journal Informatic Technology And Communication testing dengan scenario activity yang telah dibuat ke responden. Responden yang akan diminta untuk melakukan alpha testing adalah koordinator WANI LEmPER Kabupaten Kebumen sebagai role tertinggi dalam Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa. Responden diminta untuk menjalankan Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa berdasarkan item scenario activity dan memberi jawaban diterima atau ditolak. Tahapan terakhir adalah result , kegiatan yang dilakukan adalah merekap apakah seluruh item scenario activity yang telah dibuat diterima semua atau ada yang ditolak yang akan di nyatakan dalam Tabel Result Scenario Activity . Hasil pengujian alpha testing menggunakan metode black box digunakan untuk mencari kesalahan serta bugs yang ada pada proses system , upload foto dan fitur help dari Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa. 2.2. Beta Testing dengan System Usability Scale Tahap Beta Testing Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa ini menggunakan system usability scale ini sama seperti alpha testing dibagi menjadi 3 tahapan yaitu scenarios, application testing , dan result . Scenarios yang dilakukan pada penelitan ini adalah penentuan responden. Responden dalam beta testing ini menggunakan metode sampling data yaitu non purpose sampling dengan menggunakan 30 responden. 30 responden ini terdiri dari kader WANI LEmPER dan Masyarakat Kebumen. Responden diminta menjawab 10 pertanyaan dalam Skala Linkert dari 1 sampai dengan 5. Adapun pilihannya antara lain Sangat Tidak Setuju (VNA), Tidak Setuju (NA), Netral (N), Setuju (A), dan Sangat Setuju (VA). Nilai jawaban 1 artinya Sangat Tidak Setuju sampai dengan nilai 5 yang artinya Sangat Setuju. Setelah menentukan responden maka perlu disiapkan pertanyaan kuesioner system usability scalen ya seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Kuesioner System Usability Scale Indonesia Version [14] No Pertanyaan STS TS N S SS 1 Saya berfikir akan menggunakan sistem ini lagi 2 Saya merasa sistem ini rumit untuk digunakan 3 Saya merasa sistem ini mudah untuk digunakan 4 Saya membutuhkan bantuan dari orang lain atau teknisi dalam menggunakan sistem ini 5 Saya merasa fitur-fitur sistem ini berjalan dengan semestinya 6 Saya merasa ada banyak hal yang tidak konsisten (tidak serasi) pada sistem ini 7 Saya merasa orang lain akan memahami cara menggunakan sistem ini dengan cepat 8 Saya merasa sistem ini membingungkan 9 Saya merasa tidak ada hambatan dalam menggunakan sistem ini 10 Saya perlu membiasakan diri terlebih dahulu sebelum menggunakan sistem ini Tahap selanjutnya adalah application testing yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara ke responden sesuai kriteria yang ada pada tahap scenarios . Ketika mendapatkan calon responden Langkah pertama adalah menjelaskan tujuan dan konfirmasi kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini. Jika calon renponden setuju maka Langkah selanjutnya adalah mengarahkan responden untuk mencoba Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa. Setelah responden mencoba Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa, responden diminta menjawab pertanyaan kuesioner yang telah disiapkan. Tahap terakhir adalah result . Pada tahp ini mengolah hasil jawaban seluruh responden dalam bentuk Tabel Kalkulasi Kuesioner menggunakan system usability scale untuk mendapatkan skor rata-rata system usability scale . Namun sebelum menghitung skor rata-rata ada beberapa aturan dalam pengolahan jumlah skor per responden yaitu pada pernyataan dengan nomor ganjil, nilai penilai dikurangkan 1. Kemudian pada pernyataan dengan nomor genap, nilai penilai dikurangkan dari 5. Selanjutnya Skor berkisar antara 0 hingga 4, dengan 4 mencerminkan penilaian tertinggi. Setelah itu menjumlah skor 1 responden dalam menjawab 10 pertanyaan. Hasil Total skor penilai dikalikan dengan 2.5. Berdasarkan hasil yang didapat maka dapat dilakukan perhitungan skor rata-rata system usability scale dengan Persamaan 1 [15]. 𝑥̅ = ∑ 𝑥 𝑛 (1) ## 2.3. Evaluasi dan Analisis Tahap ini akan dilakukan analisis hasil dari tahapan User Acceptance Test jenis alpha dan beta testing . Alpha testing menggunakan metode black box dan beta testing menggunakan system usability scale . Hasil dari 2 testing disimpulkan apakah fungsionalitas serta kebergunaan aplikasi apakah sudah dapat diterima user atau belum. Cara menyimpulkan alpha testing berdasarkan hasil keberhasilan black box . Cara menyimpulkan e-ISSN 2620-5157 Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) beta testing dengan menginterpretasikan hasil rata-rata skor system usability scale dalam acceptability range, grade scale dan adjective rating seperti pada Gambar 2. Selain menyimpulkan hasil alpha testing dan beta testing akan dilakukan analisis pertanyaan apa saja yang hasilnya kurang sebagai temuan yang dapat digunakan di penelitian selanjutnya. Gambar 2. Interpretasi Skor System Usability Scale [16] ## 3. Hasil dan Pembahasan Tahap ini menyajikan hasil dari metode penelitian yang telah dilaksanakan. Pada bagian ini akan dijelaskan hasil mekanisme pengujian yang telah diterapkan pada aplikasi mobile Si Cantik Bangsa, yang dikembangkan menggunakan metode black box dan pengujian langsung pada pengguna. Pengujian dengan metode black box terbatas pada pengujian fungsional setiap komponen aplikasi, sementara pengujian dengan pengguna bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan pengguna terhadap aplikasi tersebut. 3.1. Alpha Testing dengan Metode Black box Hasil alpha testing yang dilakukan pada aplikasi mobile Si Cantik Bangsa di google playstore . Scenarios pengujian menggunakan alpha testing dengan metode black box untuk memeriksa fungsionalitas fitur-fitur yang terdapat pada aplikasi mobile Si Cantik Bangsa [17]. Tabel 3 menunjukkan hasil scenarios pengujian black box yang dilakukan pada aplikasi mobile Si Cantik Bangsa. Tabel 3. Result Scenario Activity Mengunakan Metode Black Box Expected Realization Test Result Conclusion Akses Aplikasi Mobile Si Cantik Bangsa Pengguna menginstall aplikasi dan membuka dialihkan ke halaman home Aplikasi menampilkan halaman home [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Form Login Pengguna dialihkan ke halaman login Aplikasi menampilkan halaman login [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Button Login Penguna masuk menggunakan akun yang terdaftar a) Data Benar - muncul notifikasi berhasil. b) Data Tidak Benar - muncul notifikasi gagal login muncul [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Presentase Wanita Pengguna dialihkan ke halaman persentase partisipasi wanita Aplikasi menampilkan daftar persentase partisipasi wanita masing-masing Desa [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Jumlah Usulan Pengguna dialihkan ke halaman jumlah usulan Aplikasi menampilkan halaman jumlah usulan untuk masing-masing Desa [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Jumlah Wani Lemper Pengguna dialihkan ke halaman yang menampilkan list Wani Lemper Aplikasi menampilkan halaman list kader Wani Lemper untuk seluruh Desa [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Jumlah Desa Pengguna dialihkan ke halaman list Desa Aplikasi menampilkan halaman list Desa [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Button Tambah Aspirasi Pengguna dialihkan ke halaman tambah aspirasi untuk input Aspirasi Aplikasi menampilkan Form Tambah Aspirasi [ X ] Diterima [ ] Ditolak JITU : Journal Informatic Technology And Communication Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) Akses Lihat Aspirasi Pengguna dialihkan ke halaman list aspirasi yang ada di desa pengguna tersebut Aplikasi menampilkan halaman list aspirasi sesuai dengan desa pengguna [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Button Tambah Usulan Pengguna dialihkan ke halaman untuk menambah usulan baru Aplikasi menampilkan halaman tambah usulan baru [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Daftar Usulan Pengguna dialihkan ke halaman list usulan dari desa yang dipilih Aplikasi menampilkan halaman list usulan dari Desa pengguna [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Lupa Password Pengguna dialihkan halaman reset password yang berisi form dengan inputan email yang didaftarkan pengguna Aplikasi menampilkan halaman reset password yang berupa form dengan inputan email yang didaftarkan pengguna [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Button Registrasi Pengguna dialihkan ke halaman registrasi pengguna Aplikasi menampilkan halaman registrasi pengguna [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Form Notulensi Pengguna dialihkan ke halaman input notulensi kegiatan Desa Aplikasi menampilkan halaman input notulensi [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses Button Panduan Pengguna dialihkan ke halaman bantuan yang isinya berupa tentang aplikasi SiCantikBangsa, cara mendaftar, cara reset password, dan penjelasan masing-masing role pengguna aplikasi SiCantikBangsa Aplikasi menampilkan halaman bantuan yang isinya berupa tentang aplikasi SiCantikBangsa, cara mendaftar, cara reset password, dan penjelasan masing-masing role pengguna aplikasi SiCantikBangsa [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses profil Desa Pengguna dialihkan ke halaman profil Desa yang dipilih Aplikasi menampilkan profil desa dari desa yang diklik pengguna. [ X ] Diterima [ ] Ditolak Akses halaman update usulan Pengguna dialihkan ke halaman update usulan dan hanya bisa mengupdate isian yang tidak disable Aplikasi menampilkan halaman update usulan dan menyimpan perubahan yang dirubah [ X ] Diterima [ ] Ditolak Input Aspirasi a) Simpan data jika inputan aspirasi benar b) Memberikan notifikasi kesalahan input jika salah a) Simpan data user dan redirect ke halaman home b) Memberikan pemberitahuan kesalahan input [ X ] Diterima [ ] Ditolak Input Usulan a) Simpan data jika inputan usulan benar b) Memberikan notifikasi kesalahan input jika salah a) Simpan data user dan redirect ke halaman daftar usulan b) Memberikan pemberitahuan kesalahan input [ X ] Diterima [ ] Ditolak Registrasi user a) Simpan data jika inputan benar b) Memberikan notifikasi kesalahan input jika salah a) Simpan data user dan redirect ke halaman login b) Memberikan pemberitahuan kesalahan input [ X ] Diterima [ ] Ditolak Tambah notulensi a) Simpan data jika inputan benar b) Memberikan notifikasi kesalahan input jika salah a) Simpan notulensi b) Memberikan pemberitahuan kesalahan input [ X ] Diterima [ ] Ditolak Update Usulan Data usulan berhasil diupdate dan pengguna dialihkan ke halaman list usulan Aplikasi berhasil memperbarui usulan sesuai data inputan, dan pengguna dialihkan ke halaman list usulan [ X ] Diterima [ ] Ditolak Pilih Foto Format dan berkas ukuran menurut peraturan (jpg format dan maks ukuran 10MB) a) Data Valid -Sistem menerima upload foto b) Data Tidak Valid - sistem memberikan pemberitahuan [ X ] Diterima [ ] Ditolak Upload Foto a) Simpan data jika upload benar b) Memberikan notifikasi kesalahan upload jika salah a) Simpan data b) Memberikan pemberitahuan kesalahan upload [ X ] Diterima [ ] Ditolak e-ISSN 2620-5157 Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) Download User Guide Ada tombol download user guide di halaman login Tombol download user guide tidak ada di halaman login [ X ] Diterima [ ] Ditolak Hasil alpha testing dengan metode black box menunjukkan bahwa semua modul pada aplikasi mobile Si Cantik Bangsa berfungsi dengan baik. Pengujian ini juga mengungkap bahwa tidak ada bug atau kendala dalam mengakses menu-menu dalam sistem, melakukan upload foto, serta menggunakan fitur bantuan dari aplikasi mobile Si Cantik Bangsa. 3.2. Beta Testing dengan System Usability Scale Beta testing dengan system usability scale dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan dan dukungan dari calon pengguna aplikasi mobile Si Cantik Bangsa. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner system usability scale terhadap 30 calon pengguna dengan 10 pernyataan yang mencakup aspek usability sistem, yaitu effectiveness , efficiency dan satisfaction [18]. Berdasarkan Persamaan 1, hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Kuesioner System Usability Scale Indonesia Version Pertanyaan RAW Skor Final Skor (RAW Skor x 2,5) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 4 1 4 4 4 3 4 4 3 4 35 87,5 4 2 4 2 4 2 4 2 2 2 28 70 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 28 70 4 2 4 2 4 3 4 2 4 2 31 77,5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 75 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 34 85 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 29 72,5 4 3 4 3 4 2 4 3 2 3 32 80 3 3 3 3 4 2 4 3 3 3 31 77,5 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 21 52,5 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 29 72,5 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 29 72,5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 39 97,5 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 32 80 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 75 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 37 92,5 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 32 80 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 35 87,5 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 24 60 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 32 80 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 27 67,5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 100 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 36 90 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 28 70 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 35 87,5 3 2 3 3 3 2 3 3 4 3 29 72,5 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 28 70 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 37 92,5 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 26 65 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 35 87,5 3,33 2,96 3,36 2,96 3,4 2,9 3,4 2,96 3,1 3 JITU : Journal Informatic Technology And Communication Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) Jumlah Skor 2347,5 Skor Rata-Rata SUS 78,25 Hasil beta testing menggunakan System Usability Scale (SUS) menunjukkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh adalah 78.25, berdasarkan tanggapan dari 30 responden. 3.3. Evaluasi dan Analisis Evaluasi yang telah dilakukan berdasarkan User Acceptance Test dari tahapan alpha testing diketahui bahwa secara fungsionalitas sudah berjalan dengan scenario yang telah dibuat. Sedangkan hasil evaluasi beta testing menunjukan skor rata-rata dari kuesioner System Usability Scale adalah 78.25. Skor rata-rata tersebut jika di interpretasikan dalam acceptability range berarti acceptable. Kemudian grade scale -nya adalah C dan adjective rating- nya adalah Good . Maka diketahui ada hasil yang kurang maksimal saat user menggunakan aplikasi ini berdasarkan hasil beta testing. Maka langkah selanjutnya adalah menganalisis lebih lanjut dengan cara mencari nilai terkecil dari feedback yang diberikan responden yang dapat dilhat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Hasil Kuesioner System Usability Scale Indonesia Version No Pertanyaan Jenis Rata-rata Skor Feedback (0.00-4.00) 1 Saya berfikir akan menggunakan sistem ini lagi Pertanyaan Positif 3,33 2 Saya merasa sistem ini rumit untuk digunakan Pertanyaan Negatif 2,97 3 Saya merasa sistem ini mudah untuk digunakan Pertanyaan Positif 3,37 4 Saya membutuhkan bantuan dari orang lain atau teknisi dalam menggunakan sistem ini Pertanyaan Negatif 2,97 5 Saya merasa fitur-fitur sistem ini berjalan dengan semestinya Pertanyaan Positif 3,40 6 Saya merasa ada banyak hal yang tidak konsisten (tidak serasi) pada sistem ini Pertanyaan Negatif 2,90 7 Saya merasa orang lain akan memahami cara menggunakan sistem ini dengan cepat Pertanyaan Positif 3,40 8 Saya merasa sistem ini membingungkan Pertanyaan Negatif 2,97 9 Saya merasa tidak ada hambatan dalam menggunakan sistem ini Pertanyaan Positif 3,10 10 Saya perlu membiasakan diri terlebih dahulu sebelum menggunakan sistem ini Pertanyaan Negatif 3,00 Hasilnya diketahui bahwa ada permasalahan dibagian system . Tepatnya yang dirasakan user ada banyak hal yang tidak konsisten (tidak serasi) pada sistem ini. Pernyataan ini sesuai dengan hasil rata-rata skor feedback responden sebesar 2.90 pada pertanyaan ke-6. Pertanyaan ke-6 ini merupakan jenis pertanyaan negatif dengan skor terkecil. Sedangkan pertanyaan ke-9 yang merupakan jenis pertanyaan positif memiliki skor terkecil yaitu 3.10. Dimana user merasa tidak ada hambatan dalam menggunakan sistem ini. User juga menyampaikan hambatan atau ketidakonsistenan system pada form yang telah diberikan. Diketahui hambatannya ada user mudah lupa password setelah melakukan register. Hal ini mungkin terjadi karena responden kita adalah ibu-ibu yang kurang dalam penggunaan teknologi informasi mahir. Sehingga untuk pengembangan selanjutnya diharapkan ada fitur registrasi yang flexible dengan menyambungkan aplikasi login atau register dengan media social atau gmail yang Masyarakat punyai. Sedangkan ketidakosistenan ini muncul saat proses input usulan baru. Saat user ingin mengirim usulan tidak adanya notifikasi atau proses penyimpanan terdapat 2x input usulan yang sama. Saran untuk mengatasi ini adalah dengan membuatkan popup notifikasi saat user menekan tombol submit usulan. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan dapat dilihat pada Gambar 3. e-ISSN 2620-5157 Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) Gambar 3. Rekomendasi Perbaikan Aplikasi ## 4. Kesimpulan Berdasarkan evaluasi User Acceptance Test , hasil alpha testing menunjukkan bahwa aplikasi mobile Si Cantik Bangsa telah berfungsi sesuai dengan skenario yang dirancang. Beta testing menghasilkan skor rata- rata System Usability Scale sebesar 78,25, yang berada dalam kategori " acceptable " dengan grade C dan adjective rating "Good". Namun, hasil beta testing juga mengungkapkan beberapa masalah yang mempengaruhi pengalaman pengguna. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi masalah yang ditemukan, terutama yang ditunjukkan oleh skor rendah pada pertanyaan ke-6 (2,90) dan pertanyaan ke-9 (3,10). Pertanyaan ke-6, sebuah pertanyaan negatif, mengindikasikan adanya ketidakonsistenan sistem yang dirasakan oleh pengguna. Pertanyaan ke-9, meskipun positif, menunjukkan bahwa pengguna merasa tidak ada hambatan dalam menggunakan sistem, namun ada catatan mengenai ketidakonsistenan pada form input. Masalah spesifik yang ditemukan termasuk pengguna yang mudah lupa password setelah registrasi, yang kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan dalam keterampilan teknologi informasi, terutama di kalangan ibu-ibu. Disarankan untuk mengembangkan fitur registrasi yang lebih fleksibel, seperti menghubungkan login dengan media sosial atau Gmail. Selain itu, masalah ketidakonsistenan dalam proses input usulan baru, di mana tidak ada notifikasi saat usulan dikirim, menyebabkan duplikasi input. Disarankan untuk menambahkan popup notifikasi saat tombol submit ditekan. ## Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang sudah memberikan dana melalui program Hibah Matching Fund Kedaireka, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinas PMD) Kabupaten Kebumen, dan Institut Teknologi Telkom Purwokerto yang telah mendanai keberlangsungan Program penelitian dan publikasi jurnal ini. ## 5. Daftar Pustaka [1] L. R. Halizah and E. Faralita, “Budaya Patriarki Dan Kesetaraan Gender,” Wasaka Huk. , vol. 11, no. 1, pp. 19–32, 2023, [Online]. Available: https://www.ojs.stihsa- bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/84 [2] B. P. S. P. J. Tengah, “[IDG] Indeks Pemberdayaan Gender 2020-2022,” Indeks Pemberdayaan Gender 2020-2022 Jawa Tengah. [Online]. Available: https://jateng.bps.go.id/indicator/40/164/1/- idg-indeks-pemberdayaan-gender-.html [3] R. D. Ramadhani, A. Hikmaturokhman, A. R. Bahtiar, N. A. S. Nugraha, B. L. Muna, and P. A. Raharja, “Penguatan Kapasitas Peran Aktif Perempuan Melalui Program Wanita Melek Perencanaan Desa) (Wani Lemper) Berbasis Teknologi Informasi Di Desa Logede, Kabupaten Kebumen,” J. Hilirisasi Technol. Kpd. Masy. , vol. 4, no. 2, pp. 96–105, 2023, doi: 10.32497/sitechmas.v4i2.4965. [4] G. Amannullah et al. , “Laporan Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) Tahun 2021,” Jakarta, Indonesia, 2022. [Online]. Available: https://sdgs.bappenas.go.id/website/wp-content/uploads/2023/11/LAPORAN-SDGS- 2021.pdf [5] A. Munasaroh, “Problematika Kekerasan Berbasis Gender Dan Pencapaian Gender Equality Dalam Sustainable Development Goals Di Indonesia,” IJouGS Indones. J. Gend. Stud. , vol. 3, no. 1, pp. 1– 20, 2022, doi: 10.21154/ijougs.v3i1.3524. JITU : Journal Informatic Technology And Communication Vol. 8, No. 1, Mei 2024, pp. 1-10 Arief Rais Bahtiar et.al (User Acceptance Test Aplikasi Mobile SI CANTIK BANGSA untuk Pencatatan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Desa) [6] S. Mustika, T. Corliana, A. Tiara, and Y. Amir, “Penguatan Pemahaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) Bagi Guru-Guru SMA Muhammadiyah 3 Jakarta Selatan,” War. LPM , vol. 26, no. 1, pp. 68–74, 2023, doi: 10.23917/warta.v26i1.800. [7] I. D. Alaudin, A. N. Vianto, A. P. Susanto, F. R. Pangestu, G. E. Risti, and A. A. Suryaningtyas, “Laras Desa: Rancangan Konsep Media Komunitas Pemberdayaan Keluarga,” J. Surya Masy. , vol. 3, no. 2, p. 104, 2021, doi: 10.26714/jsm.3.2.2021.104-108. [8] H. Febri, “Persepsi Masyarakat terhadap Kesetaraan Gender dalam Keluarga Di Desa Krandegan Madiun,” IJouGS Indones. J. Gend. Stud. , vol. 3, no. 2, pp. 11–24, 2022, doi: 10.21154/ijougs.v3i2.4366. [9] M. Alamsyah, T. Widjajanto, and F. Damayanti, “Processing of Lanting Production Waste as Economic Strengthening for IKM Lanting, Kuwarasan District, Kebumen,” Din. J. Pengabdi. Kpd. Masy. , vol. 7, no. 1, pp. 10–19, 2023, doi: 10.31849/dinamisia.v7i1.9486. [10] S. Adhariah, E. F. Ripanti, and M. Muthahhari, “Aplikasi Administrasi Pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) Berbasis Progressive Web Apps (Studi Kasus: SMA Taman Mulia Kubu Raya),” J. Sist. dan Teknol. Inf. , vol. 12, no. 2, pp. 292–301, 2023, doi: 10.26418/justin.v12i2.74375. [11] B. Prasojo, M. Huda, I. N. Khasanah, and E. Wahyuningsih, “Aplikasi Chatbot Berbasis Telegram untuk Universitas Ma ’ Arif,” J. Inform. dan Tek. Elektro Terap. , vol. 12, no. 2, pp. 893–902, Apr. 2024, doi: 10.23960/jitet.v12i2.4013. [12] H. K. N. Leung and P. W. L. Wong, “A Study of User Acceptance Tests,” Softw. Qual. J. , vol. 6, no. 2, pp. 137–149, 1997, doi: 10.1023/A:1018503800709. [13] Y. W. Setiya Putra and M. F. Adhim, “Sistem Informasi Presensi Online Menggunakan Teknologi Face Recognition dan GPS,” J. Tekno Kompak , vol. 16, no. 1, p. 149, 2022, doi: 10.33365/jtk.v16i1.1470. [14] Z. Sharfina and H. B. Santoso, “An Indonesian adaptation of the System Usability Scale (SUS),” 2016 Int. Conf. Adv. Comput. Sci. Inf. Syst. ICACSIS 2016 , pp. 145–148, 2017, doi: 10.1109/ICACSIS.2016.7872776. [15] A. R. Bahtiar and M. A. Gustalika, “Penerapan Metode System Usability Scale dalam Pengujian Rancangan Mobile Apps Gamification Tari Rakyat di Indonesia,” J. Media Inform. Budidarma , vol. 6, no. 1, pp. 491–499, 2022, doi: 10.30865/mib.v6i1.3510. [16] I. Umami, A. N. Bin, C. Pee, H. Asyrani, B. Sulaiman, and A. Khaerudin, “Designing a Mobile Application to Assist Micro-Entrepreneurs in Understanding the Food Business Legality Process,” Regist. J. Ilm. Teknol. Sist. Inf. , vol. 9, no. 1, pp. 68–85, 2023, doi: 10.26594/REGISTER.V9I1.3061. [17] V. F. Fuadiah, T. Yuniati, and C. Ramdani, “Rancang Bangun E-Katalog Pada Perusahaan Distributor Produk Periklanan Menggunakan Metode Rapid Application Development,” Jutisi J. Ilm. Tek. Inform. dan Sist. Inf. , vol. 11, no. 3, pp. 665–678, 2022, [Online]. Available: http://ojs.stmik- banjarbaru.ac.id/index.php/jutisi/article/view/919%0Ahttp://ojs.stmik- banjarbaru.ac.id/index.php/jutisi/article/download/919/609 [18] R. Rumini and N. Norhikmah, “Evaluasi System Usability Scale Pada Sistem Presensi Pengunjung Resource Center,” JURIKOM (Jurnal Ris. Komputer) , vol. 9, no. 4, pp. 1145–1150, 2022, doi: 10.30865/jurikom.v9i4.4721.
976dd94a-4a84-4a05-9ab5-d292be7ea332
https://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JEE/article/download/20133/10205
## JURNAL EKONOMI EFEKTIF ISSN : 2622 – 8882, E-ISSN : 2622-9935 Jurnal Ekonomi Efektif, Vol. 4, No. 3, April 2022 @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang ## PENGARUH PELATIHAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT PRATAMA ABADI INDUSTRI DI TANGERANG Guruh Dwi Pratama 1* , N. Lilis Suryani 2 , Reni Hindriari 3 Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia [email protected] 1* Manuskrip: Maret -2022; Ditinjau: Maret: -2022; Diterima: Maret-2022; Online: April-2022; Diterbitkan: April-2022 ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Pratama Abadi Industri di Tangerang. Metode yang digunakan adalah explanatory research dengan teknik analisis menggunakan analisis statistik dengan pengujian regresi, korelasi, determinasi dan uji hipotesis. Hasil penelitian ini pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 47,6%, uji hipotesis diperoleh t hitung > t tabel atau (8,317 > 1,992). Disiplin Kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 50,2%, uji hipotesis diperoleh t hitung > t tabel atau (8,755 > 1,992). Pelatihan dan disiplin kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan persamaan regresi Y = 8,834 + 0,354X1 + 0,432X2 dan kontribusi pengaruh sebesar 58,6%, uji hipotesis diperoleh F hitung > F tabel atau (53,022 > 2,730). ## Kata Kunci: Pelatihan, Disiplin Kerja, Kinerja Karyawan ## ABSTRACT This study aims to determine the effect of training and work discipline on employee performance at PT. Pratama Abadi Industri in Tangerang. The method used is explanatory research with analytical techniques using statistical analysis with regression, correlation, determination and hypothesis testing. The results of this study that training has a significant effect on employee performance by 47.6%, hypothesis testing is obtained t count > t table or (8.317 > 1.992). Work discipline has a significant effect on employee performance by 50.2%, hypothesis testing is obtained t count > t table or (8.755 > 1.992). Training and work discipline simultaneously have a significant effect on employee performance with the regression equation Y = 8.834 + 0.354X1 + 0.432X2 and the contribution of the effect is 58.6%, hypothesis testing is obtained F count > F table or (53,022 > 2,730. ## Keywords: Training, Work Discipline, Employee Performance ## I. PENDAHULUAN Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat strategis dalam menyelenggarakan dan menjalankan bisnis dalam suatu organisasi. peran karyawan sangat penting karena unsur manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas kegiatan perusahaan dan berperan aktif dalam kebijakan dan pencapaian tujuan organisasi. Dengan sumber daya manusia yang handal maka kegiatan operasional perusahaan akan berjalan dengan lancar. Dalam dunia bisnis disektor industri manufaktur telah diatur dalam Udang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 yang mengatur tentang industri manufacturer menyeburkan bahwa industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, setengah jadi menjadi barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi. Kemudian dalam skala nasional dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional dimana pengembangan industri nasional bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri, memiliki struktur persaingan yang sehat, memiliki kinerja yang baik serta mampu memperkokoh ketahanan industri nasional. PT. Pratama Abadi Industri sebagai salah satu pelaku usaha manufacturer di industri sepatu dimana pasarnya disamping didalam negeri juga di eksport ke beberapa Negara. Hal ini seorang karyawan tentunya harus memiliki cukup kemampuan dalam menerapkan konsep kualitas produk prime. Dengan kualitas produk yang baik tidak hanya mampu menciptakan image yang secara substansi juga dapat menciptakan nilai bagi perusahaan namun juga memiliki implikasi pada terciptanya pelanggan yang setia dan produk yang sesuai standar yang ditetapkan. PT. Pratama Abadi Industri bertekad untuk menjadi perusahaan PMA yang konsisten dengan menjaga kualitas sumber daya manusianya sehingga semua aspek yang diperlukan dapat menunjang kinerja yang baik. Guna menyelaraskan visi dan misi, PT. Pratama Abadi Industri harus terus berusaha memperbaiki kemampuan sumber daya manusia sehingga mampu mewujudkan tujuan perusahaan dengan baik. Dalam menjalankan aktivitas kerjanya, karyawan dituntut memiliki disiplin kerja yang baik, karena mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini dapat mendorong gairah kerja, semangat kerja, efisiensi, serta efektivitas kerja karyawan dan hal ini akan berimbas pada output hasil kerjanya. PT. Pratama Abadi Industri menilai kinerja karyawan terjadi dari hasil produksi dengan membandingkan jumlah target produksi dengan realisasi produk setiap tahun. Evaluasi kerja merupakan upaya untuk mengetahui kondisi pencapaian kerja sehingga dapat diketahui apakah ada kemajuan dan kendala sehingga dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan di masa mendatang Disisi lain Evaluasi kinerja merupakan aktivitas analisis sistimatik, pemberian solusi atas masalah yang ditemukan untuk tujuan peningkatan kinerja. Dalam berbagai hal evaluasi dilakukan melalui monitoring terhadap sistim yang ada.namun adakalanya evaluasi tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan informasiyang dihasilkan oleh sistim informasi yang ada pada unit kerja ,Data dari luar unit kerja juga sangat penting sebagai bahan analisis yang dapat dipakai dalam mengukur kinerja karyawan. Penurunan pencapaian produksi berdasar pada tabel di atas, disinyalir disebabkan adanya karyawan yang kurang mendapatkan kesempatan yang proporsional terkait dengan pelatihan yang diadakan perusahaan. Untuk meningkatkan kemampuan kerja yang optimal, diperlukan pengelolaan sumber daya manusia yang baik, salah satu cara yang umum dilakukan perusahaan adalah melalui pelatihan. Pelatihan akan memberikan kesempatan karyawan untuk dapat mengembangkan keahlian kemampuan dalam bekerja, dan untuk menambah pengetahuan sehingga karyawan dapat mengerti, memahami, dan menguasai apa yang harus dikerjakan dan mengapa harus dikerjakan, apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana melakukannya. Diharapkan melalui program pelatihan yang sudah dilaksanakan dalam perusahaan akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan keahlian, wawasan, pengetahuan, dan perilaku karyawan pada tugas-tugasnya sehingga kinerja karyawan perusahaan tersebut dapat meningkat. Terkait dengan adanya jumlah karyawan yang sudah dilakukan program pelatihan dan karyawan yang belum mendapatkan kesempatan pelatihan, Kondisi ini juga diikuti dengan pemberian materi pelatihan dan metode pelatihan yang seringkali kurang sesuai dengan kebutuhannya. Selain pelatihan yang kurang maksimal, penurunan kinerja juga disinyalir dari kurang disiplinnya karyawan dalam bekerja. Disiplin kerja yang tidak berjalan dengan baik akan berdampak pada kemajuan organisasi. Tanpa disiplin yang baik pada karyawan, sulit bagi organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Tindakan tidak disiplin (Indisipliner) akan berdampak pada pertumbuhan organisasi perusahaan. Disiplin dikatakan juga sebagai sarana untuk melatih dan mendidik karyawan agar patuh dan tertib pada aturan yang berlaku dalam organisasi. Peraturan perusahaan dibuat agar dapat dipatuhi oleh karyawan baik dari ketaatan karyawan dalam menepati waktu bekerja, ketaatan dalam mematuhi semua aturan yang ada dalam perusahaan, ketaatan terkait perilaku karyawan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, ketaatan karyawan dalam menjunjung tinggi norma hukum dan aturan lainnya. Menegakkan kedisiplinan penting bagi perusahaan, sebab kedisiplinan berisikan peraturan yang harus ditaati karyawan. Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Karyawan juga harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi menunjukkan kedisiplinan kita dalam bekerja, seperti mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan menyelesaikannya tepat waktu. Pekerja yang disiplin bukan hanya selalu menerima tugas yang diberikan, menyelesaikan tugas dengan sempurna juga merupakan bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaan. Perusahaan juga penting mensosialisasikan semua ketentuan dan peraturan perusahaan agar dapat dipahami oleh karyawan dan diawasi, dilakukan kontrol dengan baik sehingga tidak terjadi hambatan yang dapat memperlambat tercapainya tujuan perusahaan. Dengan demikian, karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: "Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Pratama Abadi Industri di Tangerang". ## II. TINJAUAN PUSTAKA ## 1. Pelatihan Menurut Veithzal Rivai (2015:240) yang dimaksud pelatihan dalam penelitian ini “Proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkatian dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan”. ## 2. Disiplin Kerja Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2017:86), menyatakan bahwa “Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma- norma peraturan yang berlaku disekitarnya.”. ## 3. Kinerja Karyawan Mangkunegara (2016:75) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya). ## III. METODE PENELITIAN ## 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini berjumlah 78 responden PT. Pratama Abadi Industri di Tangerang. ## 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini berjumlah 78 responden. ## 3. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai adalah asosiatif, dimana tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat baik parsial maupun simultan. ## 4. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data digunakan uji instrumen, uji asumsi klasik, regresi, koefisien determinasi dan uji hipotesis. ## IV. HASIL PENELITIAN ## 1. Analisis Deskriptif Pada pengujian ini digunakan untuk mengetahui skor minimum dan maksimum, mean score dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Adapun hasilnya sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Analisis Descriptive Statistics Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pelatihan (X1) 78 32 48 38.37 4.071 Disiplin Kerja (X2) 78 30 46 38.17 3.808 Kinerja Karyawan (Y) 78 32 47 38.90 3.688 Valid N (listwise) 78 Pelatihan diperoleh varians minimum sebesar 32 dan varians maximum 48 dengan mean score sebesar 3,837 dengan standar deviasi 4,071. Disiplin kerja diperoleh varians minimum sebesar 30 dan varians maximum 46 dengan mean score sebesar 3,817 dengan standar deviasi 3,808. Kinerja karyawan diperoleh varians minimum sebesar 32 dan varians maximum 47 dengan mean score sebesar 3,890 dengan standar deviasi 3,688. ## 2. Analisis Verifikatif Pada analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun hasil pengujian sebagai berikut: a. Analisis Regresi Linier Berganda Uji regresi ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan variabel dependen jika variabel independen mengalami perubahan. Adapun hasil pengujiannya sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 8.834 2.934 3.010 .004 Pelatihan (X1) .354 .091 .390 3.890 .000 Disiplin Kerja (X2) .432 .097 .446 4.448 .000 a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan (Y) Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh persamaan regresi Y = 8,834 + 0,354X1 + 0,432X2. Dari persamaan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Konstanta sebesar 8,834 diartikan jika pelatihan dan disiplin kerja tidak ada, maka telah terdapat nilai kinerja karyawan sebesar 8,834 point. 2) Koefisien regresi pelatihan sebesar 0,354, angka ini positif artinya setiap ada peningkatan pelatihan sebesar 0,354 maka kinerja karyawan juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,354 point. 3) Koefisien regresi disiplin kerja sebesar 0,432, angka ini positif artinya setiap ada peningkatan disiplin kerja sebesar 0,432 maka kinerja karyawan juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,432 point. ## b. Analisis Koefisien Korelasi Analisis koefisien korelasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkt kekuatan hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Adapun hasil pengujian sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Pengujian Koefisien Korelasi pelatihan Terhadap kinerja karyawan. Correlations b Pelatihan (X1) Kinerja Karyawan (Y) Pelatihan (X1) Pearson Correlation 1 .690 ** Sig. (2-tailed) .000 Kinerja Karyawan (Y) Pearson Correlation .690 ** 1 Sig. (2-tailed) .000 Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi sebesar 0,690 artinya pelatihan memiliki hubungan yang kuat terhadap kinerja karyawan. Tabel 4. Hasil Pengujian Koefisien Korelasi Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Correlations b Disiplin Kerja (X2) Kinerja Karyawan (Y) Disiplin Kerja (X2) Pearson Correlation 1 .709 ** Sig. (2-tailed) .000 Kinerja Karyawan (Y) Pearson Correlation .709 ** 1 Sig. (2-tailed) .000 Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi sebesar 0,709 artinya disiplin kerja memiliki hubungan yang kuat terhadap kinerja karyawan. Tabel 5. Hasil Pengujian Koefisien Korelasi Pelatihan dan Disiplin Kerja secara simultan Terhadap Kinerja Karyawan. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .765 a .586 .575 2.405 a. Predictors: (Constant), Disiplin Kerja (X2), Pelatihan (X1) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi sebesar 0,765 artinya pelatihan dan disiplin kerja secara simultan memiliki hubungan yang kuat terhadap kinerja karyawan. ## c. Analisis Koefisien Determinasi Analisis koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui besarnya persentase pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Adapun hasil pengujian sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .690 a .476 .470 2.686 a. Predictors: (Constant), Pelatihan (X1) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai determinasi sebesar 0,476 artinya pelatihan memiliki kontribusi pengaruh sebesar 47,6% terhadap kinerja karyawan. Tabel 7. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .709 a .502 .496 2.619 a. Predictors: (Constant), Disiplin Kerja (X2) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai determinasi sebesar 0,502 artinya disiplin kerja memiliki kontribusi pengaruh sebesar 50,2% terhadap kinerja karyawan. Tabel 8. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .765 a .586 .575 2.405 a. Predictors: (Constant), Disiplin Kerja (X2), Pelatihan (X1) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai determinasi sebesar 0,586 artinya pelatihan dan disiplin kerja secara simultan memiliki kontribusi pengaruh sebesar 58,6% terhadap kinerja karyawan, sedangkan sisanya sebesar 41,4% dipengaruhi faktor lain. ## d. Uji Hipotesis Uji hipotesis Parsial (Uji t) Pengujian hipotesis dengan uji t digunakan untuk mengetahui hipotesis parsial mana yang diterima. Hipotesis pertama: Terdapat pengaruh yang signifikan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Hipotesis kedua: Terdapat pengaruh yang signifikan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan. Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 14.905 2.901 5.138 .000 Pelatihan (X1) .625 .075 .690 8.317 .000 a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan (Y) Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,317 > 1,992), dengan demikian hipotesis pertama yang diajukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atara pelatihan terhadap kinerja karyawan diterima. Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 12.709 3.006 4.228 .000 Disiplin Kerja (X2) .686 .078 .709 8.755 .000 a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan (Y) Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,755 > 1,992), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan diterima. ## Uji Hipotesis Simultan (Uji F) Pengujian hipotesis dengan uji F digunakan untuk mengetahui hipotesis simultan yang mana yang diterima. Hipotesis ketiga Terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan. Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 613.372 2 306.686 53.022 .000 b Residual 433.807 75 5.784 Total 1047.179 77 Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai F hitung > F tabel atau (53,022 > 2,730), dengan demikian hipotesis ketiga yang diajukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atara pelatihan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan diterima. ## PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ## 1. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan korelasi sebesar 0,690 atau memiliki hubungan yang kuat dengan kontribusi pengaruh sebesar 47,6%. Pengujian hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,317 > 1,992). Dengan demikian hipotesis pertama yang diajukan bahwa terdapat berpengaruh signifikan antara pelatihan terhadap kinerja karyawan diterima. ## 2. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Disiplin Kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan korelasi sebesar 0,709 atau memiliki hubungan yang kuat dengan kontribusi pengaruh sebesar 50,2%. Pengujian hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,755 > 1,992). Dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa terdapat berpengaruh signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan diterima. ## 3. Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pelatihan dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan diperoleh persamaan regresi Y = 8,834 + 0,354X1 + 0,432X2, nilai korelasi sebesar 0,765 atau memiliki hubungan yang kuat dengan kontribusi pengaruh sebesar 58,6% sedangkan sisanya sebesar 41,4% dipengaruhi faktor lain. Pengujian hipotesis diperoleh nilai F hitung > F tabel atau (53,022 > 2,730). Dengan demikian hipotesis ketiga yang diajukan bahwa terdapat berpengaruh signifikan antara pelatihan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan diterima. ## V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan kontribusi pengaruh sebesar 47,6%. Uji hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,317 > 1,992). b. Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan kontribusi pengaruh sebesar 50,2%. Uji hipotesis diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,755 > 1,992). c. Pelatihan dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan kontribusi pengaruh sebesar 58,6% sedangkan sisanya sebesar 41,4% dipengaruhi faktor lain. Uji hipotesis diperoleh nilai F hitung > F tabel atau (53,022 > 2,730). 2. Saran a. Perusahaan harus scara periodik melakukan pelatihan kepada karyawan guna menambah kemampuan kerjanya shingga dapat lebih meningkat b. Perusahaan harus menegakkan peraturan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku guna menjamin karyawan diperlakukan dengan adil. c. Kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan memberdayakan karyawan dengan menegakkan peraturan yang baik dan pemberian Disiplin Kerja yang lebih inten lagi. ## VI. DAFTAR PUSTAKA Agung Nugroho (2014). Strategi Jitu Dalam Memilih Metode Statistik Peneltian , Andi, Yogyakarta. Alfarisi, M. S., Haryadi, R. N., & Sunarsi, D. (2022). Moslem Consumer Behavior on Buying Ticket Decision at Halal Tourism Fruit Garden Mekarsari Cileungsi. International Journal of Sharia Business Management, 1(1), 17-26. Anwar Prabu Mangkunegara, “ Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan” . Remaja Rosdakarya. Bandung, 2015. Danang Sunyoto, “Metodologi Penelitian Akuntansi” . PT Refika Aditama, Bandung, 2016 Edwin B Flippo, “Prinsip-Prinsip Sumber Daya Manusia”, Edisi ke Duabelas, Erlangga, Jakarta, 2014. Edy Sutrisno “ Sumber Daya Manusia”, PT. Gramedia, Surabaya, 2016. Eli Yulinti, Jurnal Administrasi Bisnis, 2015, 3 (4): ISSN: 2355-5408, Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Setelah diadakan pelatihan pada Karyawan Grand Fatma Hotel di Tenggarong. G.R. Terry, and Rue, Leslie W. Rue, “Dasar-dasar Manajemen”, Bumi Aksara, Jakarta 2015. Ghozali “ Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi Kelima, Badan Penerbit Undip, Semarang, 2016 Gitosudarmo Indriyo. “Manajemen” Edisi kedua, cetakan kedua. Penerbit : BPFE – Yogyakarta, 2013. Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Andi Offset, 2014 Handoko, “Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia”, Edisi Kelima, BPFE UGM, Yogyakarta, 2012. Hasibuan, SP, “ Dasar-dasar Perbankan” , Haji Masagung, Jakarta, 2016. Husein Umar, “Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis” . PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2015 I Ardana, I Komang dkk. “ Manajemen Sumber Daya Manusia”. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012. Imam Ghozali (2017). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Kelima. Semarang: Badan Penerbit Undip. Istijanto (2014) Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka John R. Schermerhorn, Jr, “Manajemen” , edisi kelima, Andi, Yogyakarta, 2013 Jonathan Sarwono “Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif” , Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012 Keith Davis dan William B. Wether “Perilaku Dalam Organisasi” Jilid I, Terjemahan Agus Dharma, Erlangga, Jakarta, 2014. Nurjaya, N., Erlangga, H., Jasmani, J., Sunarsi, D., Rifuddin, B., & Mujahidin, M. (2020). Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Starbucks Di Wilayah Cianjur. Jurnal Ekonomi Efektif, 2(4), 637-643. Singgih Santoso (2015). Menguasai Statistik Multivariat . Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Siregar, Syofian, “Metode Penelitian Kuantitatif” . PT Fajar Interpratama Mandiri, Jakarta, 2015 Sudjana (2014) Metode Statistika , Bandung: Tarsido. Sugiyono (2017), Metode Penelitian Administrasi : dilengkapi dengan Metode R & D, Bandung : Alfabeta. Suharsimi Arikunto “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek” , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2015. Sutrisno, Edy, “Sumber Daya Manusia”, PT. Gramedia, Surabaya, 2016. Syofian Siregar, “Statistika Deskriptif Untuk Penelitian” , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015. Thoha, Miftah, “Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya”, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2015 Veithzal Rivai, , “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015.
1aac7f41-dc5a-48fd-b5d8-1d0b8db27830
http://journal.uad.ac.id/index.php/AdMathEdust/article/download/22508/11065
## PENGARUH JENIS KELAMIN DAN GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP Linda Nurhidayah 1 , Uus Kusdinar 2 1,2 Universitas Ahmad Dahlan 2 Universitas Negeri Semarang 1 [email protected] , 2 [email protected] ## ABSTRAK Pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat merespon kebutuhan khusus siswa. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan individual pada siswa, diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin dan perbedaan gaya belajar. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika, (2) Mengetahui pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika, dan (3) Mengetahui pengaruh interaksi jenis kelamin dan gaya belajar terhadap hasil belajar matematika. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan populasi penelitian yaitu siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di kabupaten Bantul. Pengambilan sampel dilakukan dengan Random Sampling terhadap kelas dan didapatkan kelas VIII A sebagai kelas sampel dan kelas VIII D sebagai kelas uji coba. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan tes. Uji instrumen yang digunakan adalah uji validitas, daya pembeda, taraf kesukaran, dan uji reliabilitas. Teknik analisis data menggunakan uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas, dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh: (1) Nilai 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,0043 dan 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 4,26 sehingga 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , artinya tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika. (2) Nilai 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5170 dan 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,40 sehingga 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , artinya tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika. (3) Nilai 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5163 dan 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,40 sehingga 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , artinya tidak ada pengaruh interaksi jenis kelamin dan gaya belajar terhadap hasil belajar matematika. Kata kunci : gaya belajar, hasil belajar matematika, jenis kelamin. ## PENDAHULUAN Salah satu karakteristik pembelajaran yang efektif adalah jika pembelajaran dapat merespon kebutuhan khusus siswa (Sugihartono dkk, 2007). Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan individual di antara siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan individual adalah faktor bawaan (genetik) dan faktor lingkungan. Meskipun setiap individu memiliki gen yang hampir sama dengan saudara kandungnya, kepribadian setiap individu tetap akan berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan setiap individu tidak pernah berada di lingkungan yang sama persis. Perbedaan individual yang ada pada siswa diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin dan perbedaan gaya belajar. Jenis kelamin dan gender sering kali dianggap sama. Jenis kelamin (bahasa inggris: sex ) adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu (Khoirunnisa, 2016). Baron dan Bryne (2004) mendefinisikan jenis kelamin ( sex ) sebagai istilah biologis berdasarkan perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan. Krutetskii (dalam Nafi’an, 2011) menyebutkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan mekanika yang lebih baik daripada perempuan. Sedangkan Maccoby dan Jacklin (dalam Santrock, 2007) menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan visuospasial yang lebih baik daripada perempuan. Gaya belajar adalah cara lebih disukai oleh individu dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi (Gunawan, 2004). DePorter dan Hernacki (2005) mengatakan bahwa gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar berdasarkan preferensi sensori dibagi menjadi tiga yaitu gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Setiap individu dapat menggunakan ketiga gaya belajar tersebut, tetapi kebanyakan individu cenderung menggunakan salah satu dari ketiganya. Dan hal yang perlu diingat adalah ketiga gaya belajar tersebut tidak bisa dibandingkan antara yang satu dengan yang lain untuk menentukan gaya belajar yang paling baik. Karena jika dalam suatu pembelajaran, siswa disarankan untuk menggunakan salah satu gaya belajar maka gaya belajar tersebut bisa jadi lebih efektif atau bisa jadi mempersulit siswa dalam pembelajaran. Dari hasil pengamatan di kelas dan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII Di salah satu SMP Negeri di kabupaten Bantul masih sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai Penilaian Tengah Semester (PTS) matematika pada semester ganjil. Rendahnya hasil belajar matematika dikarenakan adanya hal-hal yang menghambat pembelajaran, diantaranya yaitu terdapat perbedaan antusias belajar matematika antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari banyaknya siswa laki-laki yang tidak membawa peralatan belajar, hal itu menjadikan pembelajaran kurang efektif karena adanya kegiatan saling pinjam antar siswa. Sebagian siswa laki-laki juga lebih sering terlihat mengobrol dengan teman semejanya, dan bahkan ada siswa laki-laki yang tidur saat proses pembelajaran berlangsung. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika adalah adanya ketidakcocokan antara gaya belajar siswa dengan gaya mengajar guru. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa sebaiknya mengenali gaya belajarnya masing-masing. Dengan mengenali gaya belajarnya, siswa dapat menemukan cara yang paling disukai dan cara yang dianggap paling mudah dalam belajar. Begitu juga dengan guru, setelah mengenali gaya belajar siswa, guru dapat menentukan cara mengajar yang tepat sehingga cocok untuk setiap siswa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Ada atau tidak adanya pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. 2) Ada atau tidak adanya pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. 3) Ada atau tidak adanya pengaruh interaksi jenis kelamin dan gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian yang dirancang dengan faktorial 2 × 3 . Desain penelitian ini disajikan pada gambar 1. (Budiyono, 2017: 211) Gambar 1. Desain Penelitian Keterangan: 𝐴 1 𝐵 1 = Jenis kelamin laki-laki dan gaya belajar visual 𝐴 1 𝐵 2 = Jenis kelamin laki-laki dan gaya belajar auditorial 𝐴 1 𝐵 3 = Jenis kelamin laki-laki dan gaya belajar kinestetik 𝐴 2 𝐵 1 = Jenis kelamin perempuan dan gaya belajar visual 𝐴 2 𝐵 2 = Jenis kelamin perempuan dan gaya belajar auditorial 𝐴 2 𝐵 3 = Jenis kelamin perempuan dan gaya belajar kinestetik Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul tahun ajaran 2017/ 2018. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Random Sampling terhadap kelas dan diperoleh kelas VIII A sebagai kelas sampel dan kelas VIII D sebagai kelas uji coba. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2015). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah angket gaya belajar dan tes hasil belajar matematika yang berbentuk pilihan ganda. Uji coba instrumen yang dilakukan adalah uji validitas, daya pembeda, taraf kesukaran, dan uji reliabilitas.Teknik analisa data menggunakan uji prasyarat terlebih dahulu yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada tes hasil belajar matematika. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi data jenis kelamin diperoleh dari data responden kelas sampel yaitu siswa kelas VIII A. Deskripsi data jenis kelamin disajikan pada tabel 1. Tabel 1 . Deskripsi Data Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 16 53,33% Perempuan 14 46,67% Jumlah 30 100% Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 16 siswa laki-laki atau 53,33% dari total responden dan 14 siswa perempuan atau 46,67% dari total responden. Jadi, responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari responden berjenis kelamin perempuan. Deskripsi data gaya belajar diperoleh dari skor angket gaya belajar yang diberikan kepada siswa kelas VIII A. deskripsi data gaya belajar disajikan pada tabel 2. Tabel 2 . Deskripsi Data Gaya Belajar Gaya Belajar Jumlah Persentase Visual 16 53,33% Auditorial 9 30,00% Kinestetik 5 16,67% Jumlah 30 100% Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 16 siswa dengan gaya belajar visual atau 53,33% dari total responden, 9 siswa dengan gaya belajar auditorial atau 30% dari total responden, dan 5 siswa dengan gaya belajar kinestetik atau 16,67% dari total responden. Jadi, siswa dengan gaua belajar visual lebih banyak dari siswa dengan gaya belajar auditorial dan kinestetik. Deskripsi data hasil belajar matematika diperoleh dari tes hasil belajar matematika yang diberikan kepada siswa kelas VIII A. Deskripsi data hasil belajar matematika disajikan pada tabel 13. Tabel 3. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kategori Nilai 𝒇 Persentase Tinggi 𝑋 > 80,64 9 30,00% Sedang 62,88 ≤ X ≤ 80,64 16 53,33% Rendah 𝑋 < 62,88 5 16,67% Jumlah 30 100% Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII Di salah satu SMP Negeri di kabupaten Bantul termasuk dalam kategori sedang, karena frekuensi paling besar terletak pada interval 62,88 ≤ 𝑋 ≤ 80,64 sebanyak 16 siswa atau 53,33% dari total responden. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors . Rangkuman uji normalitas hasil belajar matematika disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Rangkuman Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Sampel 𝑳 𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝑳 𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 N Ket Laki-laki 0,1480 0,213 16 Normal Perempuan 0,1291 0,227 14 Normal Visual 0,1800 0,213 16 Normal Auditorial 0,2090 0,271 9 Normal Kinestetik 0,2129 0,337 5 Normal Kriteria sebuah data berdistribusi normal jika 𝐿 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐿 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan, terlihat bahwa: a) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑛 = 16 , diperoleh nilai 𝐿 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,1480 dan 𝐿 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,213 sehingga 0,1480 ≤ 0,213 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika siswa dengan jenis kelamin laki- laki berdistribusi normal. b) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑛 = 14 , diperoleh nilai 𝐿 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,1291 dan 𝐿 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,227 sehingga 0,1291 ≤ 0,227 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika siswa dengan jenis kelamin perempuan berdistribusi normal. c) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑛 = 16 , diperoleh nilai 𝐿 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,1800 dan 𝐿 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,213 sehingga 0,1800 ≤ 0,213 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika siswa dengan gaya belajar visual berdistribusi normal. d) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑛 = 9 , diperoleh nilai 𝐿 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,2090 dan 𝐿 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,271 sehingga 0,2090 ≤ 0,271 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika siswa dengan gaya belajar auditorial berdistribusi normal. e) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑛 = 5 , diperoleh nilai 𝐿 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,2129 dan 𝐿 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,337 sehingga 0,2129 ≤ 0,337 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika siswa dengan gaya belajar kinestetik berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu data mempunyai variansi yang sama atau tidak. Uji homogenitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji Bartlett . Rangkuman uji homogentitas hasil belajar matematika disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Rangkuman Uji Homogenitas Hasil Belajar Matematika Sampel 𝝌 𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝟐 𝝌 𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 𝟐 𝒅𝒌 Ket Jenis kelamin 1,7244 3,8415 1 Homogen Gaya Belajar 1,1598 5,9915 2 Homogen Kriteria sebuah data homogen jika χ ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2 ≤ χ 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 2 . Berdasarkan uji homogenitas yang telah dilakukan, terlihat bahwa: a) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑑𝑘 = 1 , diperoleh nilai χ ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2 = 1,7244 dan χ 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 2 = 3,8415 sehingga 1,7244 ≤ 3,8415 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan memiliki variansi yang homogen. b) Dengan taraf signifikansi 5% dan 𝑑𝑘 = 2 , diperoleh nilai χ ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2 = 1,1598 dan χ 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 2 = 5,9915 sehingga 1,1598 ≤ 5,9915 . Artinya nilai tes hasil belajar matematika antara siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik memiliki variansi yang homogen. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada nilai tes hasil belajar matematika. Rangkuman hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama hasil belajar matematika disajikan pada tabel 6. Tabel 6. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Hasil Belajar Matematika 𝑭 𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝑭 𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 𝒅𝒌 Ket 0,0038 4,26 1 dan 24 𝐻 0 diterima 1,8388 3,40 2 dan 24 𝐻 0 diterima 1,4851 3,40 2 dan 24 𝐻 0 diterima Kriteria sebuah hipotesis diterima jika 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Berdasarkan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama yang telah dilakukan, terlihat bahwa: 1) Dengan taraf signifikansi 5%, 𝑑𝑘 pembilang = 1 , dan 𝑑𝑘 penyebut = 24 , diperoleh nilai 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,0043 dan 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 4,26 . Karena 0,0043 ≤ 4,26 , maka 𝐻 0𝐴 diterima dan 𝐻 1𝐴 ditolak. Artinya tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. Hasil penelitian ini dapat membuktikan bahwa anggapan tentang siswa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan mekanika yang lebih baik daripada perempuan adalah salah. Mufida (2013) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh metode jenis kelamin terhadap hasi belajar matematika. Perbedaan kemampuan dan karakteristik yang ada diantara siswa laki-laki dan perempuan lebih disebabkan oleh perlakuan dari lingkungannya, dalam hal ini orangtua maupun guru di sekolah (Sugihartono dkk, 2007). Tidak adanya pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar dalam penelitian ini, dimungkinkan karena guru memberikan kesempatan yang sama baik kepada siswa laki- laki maupun perempuan dalam berbagai aktifitas pembelajaran. 2) Dengan taraf signifikansi 5%, 𝑑𝑘 pembilang = 2 , dan 𝑑𝑘 penyebut = 24 , diperoleh nilai 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,8388 dan 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,40 . Karena 1,8388 ≤ 3,40 , maka 𝐻 0𝐵 diterima dan 𝐻 1𝐵 ditolak. Artinya tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. Sari (2013) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh gaya belajar siswa yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika. Tidak semua siswa mempunyai gaya belajar yang sama dengan guru, akibatnya banyak siswa yang tidak cocok dengan gaya mengajar guru (Gunawan, 2007). Tidak adanya perbedaan hasil belajar ini dimungkinkan karena kemampuan guru yang dapat menyesuaikan gaya mengajar dengan gaya belajar masing-masing siswa, sehingga menyebabkan adanya kecocokan antara gaya belajar 3) Dengan taraf signifikansi 5%, 𝑑𝑘 pembilang = 2 , dan 𝑑𝑘 penyebut = 24 , diperoleh nilai 𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,4851 dan 𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,40 . Karena 1,4851 ≤ 3,40 , maka 𝐻 0𝐴𝐵 diterima dan 𝐻 1𝐴𝐵 ditolak. Artinya tidak ada pengaruh interaksi jenis kelamin dan gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII Di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. Interaksi dalam hal ini adalah kerjasama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi suatu variabel terikat. Interaksi terjadi jika variabel bebas memiliki efek-efek yang berbeda terhadap suatu variabel terikat. Berdasakan hasil dari uji hipotesis pertama mengatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika dan dari hasil uji hipotesis kedua juga mengatakan bahwa tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika. Maka dapat dikatakan bahwa jenis kelamin dan gaya belajar secara bersama-sama tidak mempengaruhi hasil belajar matematika. ## KESIMPULAN 1. Tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. 2. Tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. 3. Tidak ada pengaruh interaksi jenis kelamin dan gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul semester genap tahun ajaran 2017/2018. ## DAFTAR PUSTAKA Baron, Robert A. dan Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial Jilid 1 . Jakarta: Erlangga. Budiyono. (2017). Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki (2005). Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Gunawan, Adi W. (2004). Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Khoirunnisa, Nikki. (2016). Pengaruh Urutan Kelahiran dan Jenis Kelamin Terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMP AN-NUR Bululawang. (Skripsi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016). Diakses dari http://etheses.uin-malang.ac.id/4940/ Mufida, Siti Iva. (2013). Pengaruh Metode Pembelajaran Mind Mapping Dan Jenis Kelamin Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung. (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung, 2013). Diakses dari http://repo.iain- tulungagung.ac.id/400/ Sari, Nuniek Pradita. (2013). Pengaruh Gaya Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 5 Yogyakarta. (Skripsi, Universitas Ahmad Dahlah, 2013). Diakses dari http://digilib.uad.ac.id/penelitian/Penelitian/detail/64897/pengaruh-gaya-belajar-siswa- terhadap-prestasi-belajar-matematika-siswa-kelas-xi-sma-negeri-5-yogyakarta Sugihartono, et al. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: CV Alfabeta.
0415b84c-4065-471d-96c3-b52064e52db3
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/prolife/article/download/5579/3015
## Jurnal Pro-Life, Volume 11 Nomor 2, Juli 2024 Formulasi Sabun Transparan Berbahan Dasar Minyak Kelapa dengan Penambahan Ekstrak Buah Pepaya dan Scrub Kunyit Andrew Setiawan Rusdianto 1* , Andi Eko Wiyono 2 , Shanya Widyan Firdaus 3 1,2,3 Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Jember *Corresponding author : [email protected] ## Article History Received : 30 Januari 2024 Approved : 17 Juli 2024 Published : 19 Juli 2024 Keywords transparent soap, papaya extract, turmeric scrub, effectiveness index ## ABSTRACT Soap is one of the cosmetic products used daily that continues to undergo development by adding organic and inorganic ingredients that contain supporting ingredients according to their function. The potential of papaya and turmeric fruit is combined to make transparent, solid soap with the addition of fruit extract and scrub. Papaya fruit contains vitamin C, which functions as an antioxidant and can be beneficial for reducing free radicals that can damage skin DNA. Turmeric also contains fiber, which functions as an abrasive to remove dead cells from the skin and does not cause irritation. This research aims to determine an effective formulation for making transparent soap based on coconut oil with the addition of papaya extract and turmeric scrub. This study used a completely randomized design consisting of two factors, six treatments, and three replications. The parameters used are organoleptic, water content, degree of acidity (pH), ethanol-insoluble ingredients, free fatty acids, vitamin C content, foam stability, and hardness. Based on research that has been carried out, the addition of papaya vitamin C extract and turmeric scrub affects water content, free fatty acids, vitamin C content, foam hardness and stability, as well as the organoleptic color, aroma, transparency, and overall acceptability of the soap preparation. The characteristics of the ethanol-insoluble material and the pH value were only influenced by papaya vitamin C extract. The best transparent soap treatment based on the de Garmo method effectiveness index test is the A3B1 treatment. ## PENDAHULUAN Sabun merupakan salah satu produk kosmetik yang dibutuhkan untuk keperluan membersihkan tubuh pada kehidupan sehari- hari. Salah satu jenis sabun adalah sabun mandi. Jumlah konsumen sabun akan terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tingkat konsumsinya mengalami peningkatan sebesar 3,8% per tahun dengan © 2024 Universitas Kristen Indonesia Under the license CC BY-SA 4.0 ## Pro-life ## Jurnal Pendidikan Biologi, Biologi, dan Ilmu Serumpun ejo pertambahan konsumsi sabun mandi sebesar 3,4% di Indonesia (Adhitya, 2013). Penggunaan sabun digunakan sebagai alat untuk membersihkan tubuh sehingga dapat merawat, melembabkan, dan menutrisi kulit. Perkembangan sabun mengalami peningkatan, seperti banyaknya sabun yang terbuat dari bahan organik maupun anorganik yang memiliki kandungan yang baik untuk kulit. Tanaman pepaya menjadi komoditas buah-buahan yang memiliki banyak peminat. Buah pepaya dihasilkan di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur dengan nilai produktivitas pada tahun 2020 yaitu 1,2 kw/pohon (BPS Kabupaten Jember, 2021). Buah pepaya merupakan bahan alami yang seringkali digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan sabun karena kandungan buah pepaya yang bermanfaat bagi tubuh, seperti vitamin C. Kandungan antioksidan seperti senyawa fenol dan vitamin C pada buah pepaya matang lebih tinggi dibandingkan dengan pepaya mentah (Mayawati et al., 2014). Selain itu, kandungan vitamin C buah pepaya (78 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk (49mg/100g) (Mayawati et al., 2014). Daging pepaya memiliki kandungan antioksidan, seperti saponin dan flavonoid yang berfungsi untuk meregenerasi kulit, mensintesis kolagen dan membentuk jaringan baru melalui fibroblast yang berdampak terhadap kondisi kulit yang semakin baik (Syah et al., 2022). Antioksidan adalah komponen yang dapat mengurangi aktivitas radikal bebas perusak DNA kulit yang mengakibatkan kulit kering dan keriput (Marpaung et al., 2019). Penelitian lain juga mengembangkan pembuatan sabun menggunakan bahan alami, yaitu seperti minyak kelapa. Minyak kelapa berfungsi untuk melembabkan kulit serta mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan dan asam laurat yang berfungsi untuk mempercepat proses penyembuhan luka, melembabkan dan menghaluskan kulit (Marpaung, et al., 2019). Perkembangan fungsi produk sabun juga dilakukan dengan penambahan scrub . Salah satu bahan pertanian yang sering dimanfaatkan sebagai scrub yaitu bubuk kunyit. Keunggulan pemilihan kunyit sebagai scrub karena mengandung serat sebagai pengampelas untuk mengangkat sel- sel mati pada kulit tetapi tidak menimbulkan iritasi, harga bahan terjangkau dan mudah didapatkan (Megayanti dan Wrasiati 2021). Kunyit mengandung kurkumin sebesar 3-5% serta merupakan komposisi terbesar dari pigmen dalam rimpang kunyit yang mempunyai peran aktivitas biologis seperti antioksidan, antiinflamasi, dan antineoplastik (Suprihatin, et al., 2020). Potensi bahan alami dari buah pepaya, kunyit, dan minyak kelapa dalam pembuatan sabun padat transparan dengan penambahan ekstrak buah dan scrub diharapkan dapat menghasilkan produk sabun yang popular di kalangan para remaja wanita yang seringkali mengalami permasalahan iritasi kulit. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui formulasi yang efektif dalam pembuatan sabun transparan berbahan dasar minyak kelapa dengan penambahan ekstrak pepaya dan kunyit. Selain itu, untuk menganalisis sabun berdasarkan sifat organoleptik dan fisikokimianya yang ditentukan perlakuan terbaiknya menggunakan indeks efektivitas. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu tentang inovasi pembuatan sabun dengan penambahan bahan alami yang lebih baik untuk kulit dan tidak berbahaya untuk kesehatan kulit. ## METODE PENELITIAN ## Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Manajemen Agroindustri Program Studi Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2022 hingga Mei 2023. ## Alat dan Bahan Alat yang digunakan, yaitu wadah atau baskom, beaker glass , sendok, pipet, pisau, juicer , saringan, sentrifuge (CL5R), oven (LDO-080N), ayakan 40 mesh, hotplate , magnetic stirrer , termometer, timbangan digital, labu ukur 100ml, cetakan sabun, pH meter, cawan petri, desikator, kertas saring, rangkaian alat refluks, erlenmeyer, rangkaian alat titrasi, dan pnemometer. Bahan penelitian yang digunakan, yaitu minyak kelapa murni, buah pepaya california tingkat kematangan 95%, rimpang kunyit, NaOH, etanol 96%, asam stearat, asam sitrat, NaCl, gula pasir, gliserin, aquades , DEA (dietanolamida), larutan buffer pH 7 dan pH 4, etanol netral, indikator fenolftalein 1%, larutan HCl 0,1N, larutan amilum, larutan iodin 0,01N. ## Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor yaitu konsentrasi ekstrak buah pepaya dan konsentrasi scrub kunyit dengan enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Jumlah bahan perlakuan yaitu persentase dari massa sabun (300g) yang akan dibuat. Penambahan sejumlah bahan lain diantaranya minyak kelapa murni 60 g, NaOH 30% 60,9 g; asam stearat 21 g; gliserin 39 g; etanol 96% 45 g; gula pasir 45 g; NaCl 0,6 g; asam sitrat 0,3 g; DEA 3 g dan aquades yang disesuaikan. Adapun rancangan penelitian kombinasi perlakuan kedua faktor dapat dilihat pada Tabel 1 . Tabel 1 . Kombinasi perlakuan faktor 1 dan 2* Ekstrak Buah Pepaya (A) Scrub Kunyit (B) Penambahan 0,05% (B1) Penambahan 0,1% (B2) Penambahan 1,5% (A1) A1B1 A1B2 Penambahan 3% (A2) A2B1 A2B2 Penambahan 4,5% (A3) A3B1 A3B2 *Sumber: (Widyasanti et. al. , 2016) ## Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan 4 tahapan yaitu pembuatan ekstrak buah pepaya, persiapan scrub kunyit, pembuatan sabun transparan, penentuan formulasi terbaik. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptik, kadar air, derajat keasaman (pH), bahan tak larut etanol, asam lemak bebas, kadar vitamin C, stabilitas busa dan kekerasan. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Diagram alir penelitian ## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Organoleptik Sabun Transparan Ekstrak Pepaya dan Scrub Kunyit ## Tingkat Kesukaan Warna Panelis lebih menyukai sabun dengan penambahan ekstrak pepaya yang lebih banyak dan scrub kunyit yang lebih sedikit, yaitu pada perlakuan A3B1 dan perlakuan A2B1. Penambahan ekstrak buah pepaya menyebabkan warna sabun semakin oranye disebabkan kandungan senyawa bernama karotenoid sebagai pigmen warna (Shen et al., 2019). Penambahan scrub kunyit cenderung kurang disukai oleh panelis. Berdasarkan penelitian Megayanti and Wrasiati (2021), semakin banyak bubuk kunyit yang ditambahkan, maka warna sediaan krim body scrub yang dihasilkan memiliki warna kuning gelap atau kuning kecoklatan. Nilai rata-rata hedonik warna sabun transparan ditunjukkan pada Gambar 1 . dan kenampakan warna sabun transparan dapat dilihat pada Gambar 2 . Gambar 1 . Grafik nilai hedonik warna Gambar 2. Penampakan warna sabun transparan ## Tingkat Kesukaan Aroma Panelis lebih menyukai sabun dengan penambahan ekstrak pepaya yang lebih banyak, yaitu perlakuan A3B1. Pembuatan sabun tidak menggunakan pewangi sehingga aroma sabun, yaitu khas VCO dan ekstrak pepaya. Scrub kunyit dinilai kurang mempengaruhi aroma sabun karena jumlahnya yang sedikit dalam formulasi. Pepaya memiliki kandungan senyawa volatil berupa linalool dan benzyl isothiocynate yang dominan sehingga dapat berpengaruh terhadap aroma pepaya. Semakin banyak ekstrak pepaya maka semakin banyak aroma pepaya karena senyawa volatil yang terdapat pada buah pepaya (Wijaya and Feng, 2013). Nilai rata-rata hedonik aroma sabun ditunjukkan pada Gambar 3 . ## Tingkat Kesukaan Transparansi Panelis lebih menyukai sabun dengan penambahan ekstrak pepaya yang lebih banyak dan scrub kunyit yang lebih sedikit, yaitu perlakuan A2B1 dan A3B1. Peningkatan jumlah bubuk kunyit yang ditambahkan menyebabkan warna sabun transparan semakin buram. Hal ini didukung penelitian Lestari et al. (2020) yang menyatakan bahwa penurunan jumlah serbuk arang aktif cangkang sawit yang ditambahkan berpengaruh terhadap peningkatan intensitas warna dan transparansi sediaan sabun yang dihasilkan. Nilai rata-rata hedonik transparansi sabun ditunjukkan pada Gambar 4 . ## Tingkat Kesukaan Kekerasan Penambahan ekstrak pepaya mempengaruhi penurunan kekerasan sediaan sabun sehingga lebih disukai oleh panelis. Penurunan kekerasan sabun dikarenakan kadar air pada ekstrak pepaya yang masih tergolong tinggi, yaitu pada A2B2 (Marpaung et al., 2019). Peningkatan kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh peningkatan persentase penambahan scrub yang dilakukan. Hal ini didukung dengan penelitian Lestari et al . ( 2020) bahwa semakin tinggi konsentrasi bubuk yang ditambahkan maka kekerasan sabun yang dihasilkan semakin meningkat. Nilai rata- rata hedonik kekerasan sabun ditunjukkan pada Gambar 5 . Tingkat Kesukaan Penerimaan Keseluruhan Secara keseluruhan, panelis lebih menyukai sabun dengan penambahan ekstrak pepaya yang lebih banyak dan scrub kunyit yang lebih sedikit, yaitu pada perlakuan A3B1 dan A2B1. Analisis tersebut sesuai dengan hasil pada parameter hedonik warna, aroma, transparansi, dan kekerasan, dengan kenampakan sabun berwarna oranye cukup pekat, beraroma sabun dengan aroma khas pepaya, memiliki transparansi dan kekerasan yang cukup yang telah dilakukan sebelumnya. Nilai rata-rata hedonik kekerasan sabun ditunjukkan pada Gambar 6 . Gambar 3 . Grafik nilai hedonik aroma Gambar 5 . Grafik nilai hedonik kekerasan Gambar 4 . Grafik nilai hedonik transparansi Gambar 6 . Grafik nilai hedonik penerimaan keseluruhan ## Analisis Fisiko-Kimia Sabun Transparan Ekstrak Pepaya dan Scrub Kunyit Kadar Air Penambahan ekstrak buah pepaya dan scrub kunyit berpengaruh terhadap nilai kadar air sabun. Hal tersebut dikarenakan ekstrak buah pepaya berupa supernatan hasil sentrifugasi memiliki kadar air cukup tinggi. Purbasari et al. (2023) menyatakan bahwa nilai kadar air tepung kunyit, yaitu 8,93– 10,41% yang dipengaruhi sifat higroskopis kunyit, serta volume dan luas permukaan tepung kunyit. Nilai kadar air sabun padat menurut SNI adalah kurang dari 15%, sehingga hasil penelitian yang sesuai hanya perlakuan A1B1 dengan nilai 14,07%. Hasil penelitian kadar air sabun transparan tertinggi yaitu 21,17% pada perlakuan A3B2, sedangkan yang terendah yaitu 14,07 pada perlakuan A1B1. Hasil pengujian kadar air dapat dilihat pada Gambar 7. ## Nilai pH Penambahan ekstrak buah pepaya memiliki pengaruh terhadap nilai pH sabun. Ekstrak buah pepaya memiliki nilai pH yang asam, sehingga dapat menurunkan nilai pH sabun yang dihasilkan. Menurut Neswati (2013) nilai derajat keasaman sari buah pepaya California matang sebesar 5,9. Penambahan scrub kunyit dan interaksi antara dua faktor berpengaruh tidak nyata terhadap nilai pH sabun. Nilai pH sabun yang aman digunakan yaitu sebesar 9-11 pada suhu ruang (Widyasanti et al . , 2016), sehingga nilai pH sabun hasil penelitian telah sesuai dengan standar yang ada. Nilai pH tertinggi yaitu 10,17 pada perlakuan A1B1, sedangkan pH terendah yaitu 9,87 pada perlakuan A3B2. Hasil pengujian nilai pH dapat dilihat pada Gambar 8 . Gambar 7 . Grafik nilai kadar air sabun Gambar 9. Grafik nilai bahan tak larut etanol Gambar 8. Grafik nilai pH sabun Gambar 10. Grafik nilai asam lemak bebas sabun ## Bahan Tak Larut Etanol Peningkatan ekstrak buah pepaya yang ditambahkan menyebabkan nilai bahan tak larut etanol sabun semakin besar. Buah pepaya memiliki kandungan pektin sebesar 0,73% - 0,99% (Ikram et al., 2015) yang bersifat larut dalam air, namun tidak larut dalam etanol (95%) dan pelarut organik lain (Husni et al., 2021). Hasil analisis sidik ragam faktor penambahan scrub kunyit dan interaksi antara dua faktor yaitu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bahan tak larut etanol sabun padat transparan. Menurut SNI bahwa nilai bahan tak larut etanol sabun padat kurang dari 5%, sehingga hasil penelitian pada seluruh perlakuan telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Bahan tak larut etanol terbesar yaitu 1,90% pada perlakuan A3B2, sedangkan bahan tak larut etanol terkecil yaitu 1,37% pada perlakuan A1B1. Hasil pengujian bahan tak larut etanol dapat dilihat pada Gambar 9 . ## Asam Lemak Bebas Penambahan ekstrak buah pepaya dan scrub kunyit berpengaruh terhadap penurunan asam lemak bebas sabun. Senyawa antioksidan pada ekstrak pepaya akan mendonorkan atom hidrogen sehingga asam lemak dengan ikatan rangkap akan bereaksi dengan asam lemak bebas hasil hidrolisis karena kondisinya yang tidak stabil. Penambahan kunyit dapat menghambat peningkatan asam lemak bebas dalam minyak karena kandungan kurkumin yang memiliki banyak ikatan rangkap akan teroksidasi dahulu saat minyak mengalami oksidasi. Nilai asam lemak bebas sabun padat menurut SNI yaitu kurang dari 2,5%, sehingga hasil penelitian seluruh perlakuan telah sesuai dengan standar (Nirmala, 2020). Nilai asam lemak bebas terbesar yaitu 0,86% pada perlakuan A1B1, sedangkan bahan tak larut etanol terkecil yaitu 0,54% pada perlakuan A3B2. Hasil pengujian asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 10 . ## Kadar Vitamin C Peningkatan ekstrak buah pepaya yang ditambahkan menyebabkan nilai kadar vitamin C sabun semakin tinggi. Menurut Malo (2017), buah pepaya memiliki kandungan vitamin C sebanyak 60,9mg/100g, bahkan menurut Mayawati et al . (2014) kandungan vitamin C buah pepaya sebanyak 78mg/100g. Penambahan scrub kunyit juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai kadar vitamin C sabun. Kandungan vitamin C pada rimpang kunyit yaitu sebanyak 26mg/100g (Wulandari, 2018). Kadar vitamin C terbanyak yaitu 48,72% pada perlakuan A3B2, sedangkan kadar vitamin C terkecil yaitu 44,30% pada perlakuan A1B1. Hasil pengujian kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 11 . ## Kekerasan Peningkatan ekstrak buah pepaya yang ditambahkan mengakibatkan nilai kekerasan sabun semakin tinggi artinya sabun semakin lunak. Ekstrak pepaya yang digunakan dalam penelitian berupa supernatan yang memiliki nilai kadar air yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi penurunan kekerasan sabun. Penambahan scrub kunyit juga berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun. Hal ini sesuai dengan penelitian Lestari et al. (2020) yang menunjukkan bahwa nilai kekerasan sabun padat arang aktif cangkang sawit (22,06 N/cm 2 ) lebih tinggi dibandingkan dengan sabun arang komersil (16,85 N/cm 2 ). Penambahan serbuk dinilai dapat meningkatkan kepadatan atau kekerasan sediaan sabun. Kekerasan terbesar yaitu 0,19 pada perlakuan A3B2, sedangkan kekerasan terkecil yaitu 0,09 pada perlakuan A1B1. Hasil pengujian kekerasan s dapat dilihat pada Gambar 12 . ## Stabilitas Busa Penambahan ekstrak buah pepaya dan scrub kunyit berpengaruh terhadap nilai stabilitas busa sabun semakin tinggi. Buah pepaya mengandung senyawa saponin yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofob. Gugus hidrofilik akan berikatan dengan air Gambar 11. Grafik nilai kadar vitamin c sabun Gambar 12. Grafik nilai kekerasan sabun Gambar 13. Grafik nilai stabilitas busa sabun sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan udara saat larutan yang mengandung saponin dikocok sehingga larutan tersebut akan membentuk busa (Suleman et al., 2022). Menurut penelitian Ikpeama et al. (2014) kunyit mengandung senyawa saponin sebanyak 0,45% dan memiliki hasil positif terhadap kestabilan emulsi buih yang dihasilkan. Standar mutu stabilitas busa pada penelitian terdahulu yaitu 60-70% setelah lima menit, sehingga hasil penelitian melebihi standar. Stabilitas busa tertinggi yaitu 84,62% pada perlakuan A3B2, sedangkan kekerasan terendah yaitu 76,85% pada perlakuan A1B1. Hasil pengujian stabilitas busa dapat dilihat pada Gambar 13 . ## Penentuan Perlakuan Terbaik Parameter uji yang memiliki syarat mutu (SNI) dan tidak memiliki rentang nilai tertentu akan direkapitulasi. Penentuan perlakuan terbaik sabun transparan ekstrak pepaya dan scrub kunyit dilakukan dengan uji indeks efektivitas metode de Garmo (Nafi et al., 2015). Setiap parameter kemudian diberikan nilai bobot variabel (BV) dengan skala 0-1 sesuai dengan tingkat kepentingan parameter dalam mempengaruhi kualitas karakteristik fisiko- kimia sabun dan tingkat kesukaan konsumen pada sabun. Setelah dilakukan pembobotan, dilanjutkan dengan menghitung nilai efektivitas (NE) dan nilai hasil (NH). Dari perhitungan tersebut diketahui total nilai hasil tertinggi merupakan perlakuan terbaik. Hasil uji efektivitas dapat dilihat pada Tabel 3 . Hasil pengujian indeks efektivitas metode de Garmo pada formulasi sabun transparan menunjukkan bahwa A3B1 (penambahan ekstrak pepaya 4,5% dan scrub kunyit 0,1%) merupakan perlakuan terbaik dengan jumlah nilai hasil (NH) tertinggi. Tabel 3 . Hasil Uji Indeks Efektivitas Parameter NBk NBr BNP BN Sampel A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 NH NH NH NH NH NH Kadar air 14,07 21,17 0,9 0,158 0,16 0,12 0,09 0,06 0,03 0,00 Kekerasan 0,09 0,19 0,6 0,105 0,11 0,08 0,07 0,06 0,01 0,00 Kadar vitamin C 48,72 44,30 1 0,175 0,00 0,03 0,07 0,11 0,15 0,18 Org. warna 4,03 2,63 0,9 0,158 0,09 0,07 0,14 0,00 0,16 0,01 Org. aroma 3,30 2,77 0,7 0,123 0,00 0,02 0,08 0,04 0,12 0,04 Org. transparansi 3,90 2,73 0,9 0,158 0,09 0,07 0,16 0,00 0,15 0,00 Org. kekerasan 3,70 3,37 0,7 0,123 0,07 0,05 0,05 0,00 0,12 0,09 Total 5,70 1,00 0,52 0,44 0,65 0,27 0,74 0,31 Keterangan: NBk = Nilai Terbaik, NBr = Nilai Terburuk, BNP = Bobot Nilai Parameter, BN = Bobot Normal, NE = Nilai Efektivitas, NH = Nilai Hasil Penelitian menunjukkan bahwa scrub yang ditambahkan ke dalam sabun masih belum bisa membaur dengan sempurna karena terakumulasi di satu sisi bagian sabun. Proses penambahan bahan scrub ke dalam bahan pembuat sabun perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat menemukan proses pencampuran tepat sehingga scrub dapat terdistribusi merata. ## SIMPULAN Penambahan ekstrak vitamin C pepaya dan scrub kunyit memiliki pengaruh terhadap kadar air, asam lemak bebas, kadar vitamin C, kekerasan, dan stabilitas busa, serta organoleptik warna, aroma, transparansi dan penerimaan keseluruhan sediaan sabun. Karakteristik bahan tak larut etanol dan nilai pH hanya dipengaruhi oleh ekstrak vitamin C pepaya. Perlakuan sabun transparan terbaik adalah perlakuan A3B1 dengan nilai parameter kadar air 19,80%, pH 9,90, bahan tak larut etanol 1,78%, asam lemak bebas 0,6%, kadar vitamin C 48,10mg/100g, dan tingkat kekerasan 0,19/100mm, serta nilai hedonik pada parameter warna 4,03, aroma 3,30, transparansi 3,83 kekerasan 3,70 dan penerimaan keseluruhan 4,07. ## DAFTAR PUSTAKA Aditya, D.P. (2013). Faktor-Faktor yang Berperan dalam Keputusan Pembelian Produk Sabun Mandi (Studi Etnografi Tentang Faktor-Faktor yang Berperan dalam Keputusan Pembelian Produk Sabun Mandi Di Kalangan Seminaris Seminari Menengah Mertoyudan). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. (2021). Jumlah Tanaman Menghasilkan, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Buah- buahan Menurut Jenis Buah di Kabupaten Jember, 2020 . Jember: BPS Jember. Dalimunthe, G. I., Sutrisna, B., Rani, Z., & Ginting, O. S. (2024). Formulasi dan Evaluasi Sediaan Sabun Sari Pepaya (Carica papayaL) sebagai Pelembab. Forte Jurnal, 4 (1), 251-260. Husni, P., Ikhrom, U. K., dan Hasanah, U. (2021). Uji dan Karakterisasi Serbuk Pektin dari Albedo Durian sebagai Kandidat Eksipien Farmasi. Majalah Farmasetika 6(3): 202–212. https://doi.org/10.24198/mfarmasetik a.v6i3.33349 Ikpeama, A., Onwuka, G. I., dan Nwankwo, C. (2014). Nutritional composition of Tumeric ( Curcuma longa ) and its Antimicrobial Properties. International Journal of Scientific & Engineering Research , 5(10): 1085– 1089. Ikram, E. H. K., Stanley, R., Netzel, M., dan Fanning, K. (2015). Phytochemicals of Papaya and its Traditional Health and Culinary Uses – A Review. Journal of Food Composition and Analysis 41: 201–211. https://doi.org/10.1016/j.jfca.2015.02. 010 Lestari U., Syamsurizal, S., dan Handayani, W. T. (2020). Formulasi dan Uji Efektivitas Daya Bersih Sabun Padat Kombinasi Arang Aktif Cangkang Sawit dan Sodium Lauril Sulfat. JPSCR: Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research 5(2): 136-150. https://doi.org/10.20961/jpscr.v5i2.39 869 Malo, O. O. I. (2017). Pengaruh Perbandingan Sari Buah Pepaya Jurnal Pro-Life, 11(2): 142-153, Juli 2024 California dan Pisang Ambon Lumut terhadap Cita Rasa, Kadar Etanol dan Metanol Wine Palisangbon (Pepaya California dan Pisang Ambon). Skripsi . Yogyakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Marpaung, J. J. A., D. F. Ayu, dan R. Efendi. (2019). Sabun Transparan Berbahan Dasar Minyak Kelapa Murni dengan Penambahan Ekstrak Daging Buah Pepaya. Jurnal Agroindustri Halal 5(2): 161–170. Mayawati, E., Pratiwi, L. , dan Wijianto, B. (2014). Uji Efektivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Pepaya ( Carica papaya L.) Dalam Formulasi Krim terhadap DPPH (2, 2-diphenyl-1- picrylhydrazil). Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura 1(1): 1–11. Megayanti SJ, N. K., dan Wrasiati, L. P. (2021). Pengaruh Konsentrasi Penambahan Bubuk Kunyit ( Curcuma domestica Val.) sebagai Pengampelas dan Antioksidan terhadap Karakteristik Krim Body Scrub. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri 9(4): 514–525. https://doi.org/10.24843/jrma.2021.v0 9.i04.p08 Nafi, A., Diniyah, N., dan Hastuti, F. T. (2015). Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Teknis Tepung Koro Kratok ( Phaseolus lunatus L.) Termodifikasi yang Diproduksi Secara Fermentasi Spontan. AGROINTEK 9(1): 24–32. Neswati. (2013). Characteristics of jelly candy of papaya ( Carica papaya L.) with addition of cow gelatin. Jurnal Agroindustri 3(2): 105–115. https://doi.org/10.31186/j.agroind.3.2. 105-115 Nirmala, Y. (2020). Studi Literatur: Peluang Penambahan Antioksidan dari Cengkeh ( Syzygium aromaticum ) dan Kunyit ( Curcuma longa ) untuk Mengatasi Ketengikan pada Minyak Nabati. Skripsi . Semarang: Fakultas Teknologi Pertanian: Universitas Katolik Soegijapranata. Purbasari, D., Lestari, N.P., dan Hidayat, F. R. (2023). Mutu Fisik Bubuk Kunyit ( Curcuma domestica Val.) Hasil Pengeringan Microwave Berdasarkan Proses Blanching yang Berbeda. Jurnal Agroteknologi 17(1): 1–15. Rusdianto, A. S., Nizhomia, F., Giyarto dan Wiyono, A. E. (2022). The Characteristics of Liquid Soap with Varied Additions of Moringa Leaf Extract ( Moringa oleifera L.). International Journal on Food, Agriculture, and Natural Resources 3(1): 33-39. https://doi.org/10.46676/ij- fanres.v3i1.38 Shen, Y. H., Yang, F. Y., Lu, B. G., Zhao, W. W., Jiang, T., Feng, L., Chen, X. J., dan Ming, R. (2019). Exploring the Differential Mechanisms of Carotenoid Biosynthesis in the Yellow Peel and Red Flesh of Papaya. BMC Genomics 20(1): 1–11. https://doi.org/10.1186/s12864-018- 5388-0 Suleman, I. F., Sulistijowati, R., Manteu, S. H., dan Nento, W. R. (2022). Identifikasi Senyawa Saponin dan Aktioksidan Ekstrak Daun Lamun ( Thalassia hemprichii ). Jambura Fish Processing Journal 4(2): 94–102. Suprihatin, T., Rahayu, S., Rifa'i, M., & Widyarti, S. (2020). Senyawa pada Serbuk Rimpang Kunyit (Curcuma longa L.) yang Berpotensi sebagai Antioksidan. Buletin Anatomi dan Fisiologi , 5 (1), 35-42. Syah, A., Dianita, P. S., Agusta, H. F. (2022). Efektivitas Tanaman Pepaya ( Carica papaya L.) terhadap Penyembuhan Lika: A Narrative Review. Jurnal Farmagazine 9(1): 1-9. http://dx.doi.org/10.47653/farm.v9i1. 540 Widyasanti, A., Farddani, C. L., dan Rohdiana, D. (2016). Pembuatan Sabun Padat Transparan Menggunakan Minyak Kelapa Sawit Jurnal Pro-Life, 11(2): 142-153, Juli 2024 (Palm Oil) dengan Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih ( Camellia sinensis ). Jurnal Teknik Pertanian Lampung 5(3): 125–136. Wijaya, C. H., dan Chen, F. (2013). Flavour of Papaya ( Carica papaya L.) Fruit. Biotropia 20(1): 50–71. https://doi.org/10.11598/btb.2013.20. 1.50 Wiyono, A.E., Herlina, A. S. Rusdianto dan M. D. Safitri. (2021). Karakteristik kimia dan mikrobiologi sediaan opaque soap dengan penambahan ekstrak etanol tembakau. Jurnal Agroteknologi 15(1): 1-10. https://doi.org/ 10.19184/j- agt.v15i01.17068 Wulandari, L. A. (2018). Pengaruh Gel Kunyit ( Curcuma domestica Val.) terhadap Peningkatan Kekerasan Enamel Gigi Sulung secara in vitro. Skripsi . Malang: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya.
e642db56-4b4d-4966-a7b7-df9ce67ee163
https://jos.unsoed.ac.id/index.php/api/article/download/2359/1515
## Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat dan Kualitas Hidup Pasien Rawat Jalan Strok Iskemik di RSUD Banyumas The Relationship Between Patient Characteristics with Medication Adherence and the Quality of Life of Ischaemic Stroke Outpatients in RSUD Banyumas Nindita Rachmania, Nia Kurnia Sholihat*, Esti Dyah Utami Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Dr. Soeparno Karangwangkal, Purwokerto, Indonesia 53122 *E-mail: [email protected] ## Abstrak Pasien strok iskemik memiliki risiko tinggi pada terjadinya strok berulang sehingga perlu diberikan terapi pencegahan yaitu obat antiplatelet. Kualitas hidup pada pasien pasca strok iskemik dapat membantu mengevaluasi terapi yang telah diterapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien apa saja yang berhubungan terhadap kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien strok iskemik di RSUD Banyumas. Jumlah sampel penelitian sebanyak 44 orang dan menggunakan teknik total sampling. Kepatuhan minum obat diukur menggunakan kuesioner MARS 5 sedangkan kuesioner WHOQOL-Bref digunakan untuk mengukur kualitas hidup. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara karakteristik pasien yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan status tinggal terhadap kepatuhan minum obat antiplatelet. Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien yaitu usia (p=0,004), pendidikan (p=0,000), pekerjaan (p=0,013), dan status tinggal (p=0,042) terhadap kualitas hidup pasien strok iskemik . Kata kunci: strok, kepatuhan minum obat, kualitas hidup . ## Abstract Stroke patients have a high risk of recurrent strokes, so stroke patients need to be given preventative therapy, namely antiplatelet drugs. Quality of life in post-stroke patients can help evaluate the therapy that has been applied. The purpose of this study is to determine the characteristics of any patient-related to medication adherence and the quality of life of ischemic stroke patients in RSUD Banyumas. The number of samples was 44 people and used a total sampling technique. Compliance with treatment was measured using the MARS 5 questionnaire while the WHOQOL-Bref questionnaire was used to measure quality of life. There was no relationship between patient characteristics such as sex, age, education, occupation and status of residence to adherence to taking antiplatelet drugs. Age (p=0,004), education (p=0,000), occupation (p=0,013), and residence status (p=0,042) have significant relationship to the quality of life of ischemic stroke patients. Keywords: stroke, medication adherence, quality of Life ## Artikel Penelitian ## PENDAHULUAN Berdasarkan data WHO 2017, Indonesia termasuk dalam peringkat pertama sebagai negara dengan kejadian strok terbanyak dengan presentase 186,29% (WHO, 2017). Pasien strok memiliki risiko tinggi mengalami strok berulang yaitu 1 dari 4 pasien yang pernah mengalami strok dapat mengalami strok berulang dalam kurun waktu 5 tahun (Mohan et al., 2011). Berdasarkan American Heart Association, strok berulang bisa diminimalisasi menggunakan terapi antiplatelet/ antikoagulan, antihipertensi dana gen penurun lipid (Goldstein et al., 2011). Kombinasi penggunaan obat tersebut telah terbukti memberikan efikasi yang baik serta mengurangi angka kejadian strok dengan kumulatif penurunan resiko mencapai 80% (Prabhakaran dan Ji, 2014). Putra et al. (2016) menyatakan bahwa pasien strok iskemik dengan tingkat kepatuhan minum obat antiplatelet yang rendah memiliki risiko terjadinya strok berulang sebesar 28 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien strok dengan kepatuhan minum obat yang tinggi. Kepatuhan minum obat yang rendah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik pasien, faktor sosioekonomi, dan faktor terapi seperti polifarmasi (Al-alshaikh et al., 2016). Pasien yang mengalami strok berulang dapat memengaruhi kualitas hidup (Al-alshaikh et al., 2016). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Muflihatin et al. (2018) yang meneliti hubungan kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup di Samarinda dan didapatkan hasil dari 19 responden dengan kepatuhan minum obat rendah terdapat 13 responden (68,4%) yang memiliki kualitas hidup dengan kategori buruk. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun berbagai uji klinis telah berhasil membuktikan efektivitas obat dalam mengatasi penyakit kronis, tetapi kepatuhan termasuk salah satu faktor yang penting dalam menentukan tercapai atau tidaknya luaran sebuah terapi yang dijalani oleh pasien (Osterberg dan Blaschke, 2005). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien apa saja yang berhubungan terhadap kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien strok iskemik di RSUD Banyumas. ## METODE ## Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu kami ingin mencari hubungan antara karakteristik pasien dengan kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien rawat jalan strok iskemik. Penelitian ini akan dilaksanakan di Poli Saraf 1, 2, dan 3 RSUD Banyumas dan pada bulan Agustus-September 2019. ## Instrumen penelitian Kepatuhan minum obat diukur menggunakan kuesioner MARS-5 yang dikembangkan oleh Horne (2004) yang terdiri dari 5 pernyataan dimana setiap pertanyaan mewakili perbedaan aspek dalam menggunakan obat. Pengukuran kepatuhan menggunakan skala 1-5 (1: selalu; 5: tidak pernah). Skor yang didapat dijumlah dan dipresentasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 5-9 (tidak patuh), 10-14 (jarang patuh), 15-19 (kadang-kadang patuh), 20-24 (sering patuh), 25 (selalu patuh). Kualitas hidup pasien strok iskemik diukur menggunakan kuesioner WHOQOL- Bref. WHOQOL-Bref merupakan versi pendek dari kuesioner WHOQOL 100 yang terdiri dari 26 pertanyaan (Anonim, 1997). Selain itu, alat ukur ini telah diadaptasi oleh berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. WHOQOL-Bref terdiri dari 26 pertanyaan yang meliputi empat dominan yang dinilai yaitu nilai domain fisik, domain psikologis, domain sosial dan domain lingkungan. Skor tiap dimensi yang didapat dari alat ukur WHOQOL-BREF ditransformasikan sebagai berikut: 76-100% (kualitas hidup baik), 56-75% (kualitas hidup cukup), < 56% (kualitas hidup kurang). ## Analisis data Analisis univariat dilakukan pada setiap karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status tinggal). Dilakukan uji normalitas sebelum dilakukan uji analisis bivariat pada kuesioner MARS dan WHOQOL-REF. Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan tingkat significancy ditentukan pada p-value < 0.05. Setelah dilakukan uji normalitas maka dilakukan analisis bivariat sebanyak dua kali untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan tingkat kepatuhan minum obat serta karakteristik pasien dengan kualitas hidup pasien strok iskemik. Uji analisis yang dilakukan adalah uji analisis Pearson correlation untuk menguji hubungan karakteristik dan kepatuhan. Sedangkan uji Spearman rank digunakan untuk menguji hubungan karakteristik dan kualitas hidup. ## HASIL ## Karakteristik pasien Terdapat 55 pasien yang memiliki riwayat strok, tetapi hanya 44 pasien yang bisa dijadikan responden. Hal ini disebabkan pasien yang menolak untuk diwawancara (4 orang), pasien yang mengalami strok hemoragik (3 orang), pasien tidak mendapatkan obat antiplatelet (3 orang), dan pasien sulit diajak berkomunikasi (1 orang). Responden penelitian ini adalah seluruh pasien strok iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tabel 1: Karakteristik pasien strok iskemik Karakteristik pasien n % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 27 17 61,4 38,6 Usia Muda (25-44 thn) Pertengahan (45-60 thn) Lanjut (61-70 thn) Tua (71-90) 2 18 16 8 4,5 40,9 36,4 18,2 Tingkat Pendidikan Pendidikan rendah Pendidikan tinggi 25 19 56,8 43,2 Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja 17 27 38,6 61,4 Status tinggal Tinggal sendiri Bersama keluarga 3 41 6,8 93,2 ## Kepatuhan minum obat antiplatelet Kepatuhan minum obat pasien strok iskemik diukur menggunakan kuesioner MARS 5 yang terdiri dari 5 pernyataan. Distribusi jawaban kuesioner MARS pada pasien strok iskemik dapat dilihat pada Tabel 2: Tabel 2: Distribusi jawaban kuesioner MARS pada pasien strok iskemik No Pernyataan kuesioner Skor rata-rata per item pernyataan 1 Saya lupa minum obat 3,9 2 Saya minum obat lebih banyak dari yang diinstruksikan 4,8 3 Saya berhenti minum obat untuk beberapa saat 4,5 4 Saya memutuskan untuk satu kali tidak meminum obat saya 4,9 5 Saya minum obat lebih sedikit dari yang diinstruksikan 4,4 Skor rata-rata total 22,5 Berdasarkan Tabel 2, skor rata-rata total kepatuhan minum obat pasien strok iskemik yang didapat 22,5. Nilai tersebut diartikan sebagai pasien strok iskemik di RSUD Banyumas tergolong dalam kategori sering patuh. Hasil yang didapat sesuai dengan penelitian yang dilakukan O’Carroll et al. (2011) yang meneliti kepatuhan pengobatan pada pasien strok berulang yang diukur menggunakan kuesioner MARS dimana hasil yang didapat adalah pasien yang diteliti termasuk dalam kategori sering patuh meminum obat dengan skor rata-rata 23,9. Hubungan karakteristik responden dengan kepatuhan minum obat dapat dilihat pada Tabel 3: Tabel 3: Hubungan Karakterisktik responden dengan kepatuhan minum obat Karakteristik pasien p- value Jenis Kelamin 0,670 Usia 0,698 Pendidikan 0,991 Pekerjaan 0,923 Status tinggal 0,168 ## Kualitas hidup pasien strok Kualitas hidup pasien strok iskemik diukur menggunakan kuesioner WHOQOL- Bref. Kuesioner yang telah diisi oleh responden, kemudian dilakukan perhitungan total pada tiap domain kualitas hidup untuk mengetahui domain mana yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup pasien strok iskemik di RSUD Banyumas. Hasil rata-rata tiap domain dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi jawaban pada domain WHOQOL-Bref pada pasien strok iskemik No Domain Persentase rata-rata skor 1 Fisik 64,2% 2 Psikologis 62,2% 3 Sosial 66,7% 4 Lingkungan 66,4% Rata-rata seluruh domain 64,87% Berdasarkan Tabel 4, presentase rata-rata skor kualitas hidup pasien strok iskemik adalah 64,87%. Nilai tersebut diartikan sebagai pasien strok iskemik di RSUD Banyumas tergolong dalam kategori kualitas hidup cukup. Hasil yang didapat sesuai dengan penelitian Juniastira (2018) yang meneliti tentang kualitas hidup pasien strok yang diukur menggunakan kuesioner WHOQOL-Bref dan didapatkan hasil bahwa dari 46 responden yang diteliti 31 (67,39%) diantaranya termasuk dalam kategori kualitas hidup cukup. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bariroh et al. (2016) tentang kualitas hidup pasien strok di RS Tugurejo yang diukur menggunakan kuesioner SF-36 dimana hasilnya adalah terdapat 44 orang (67,7%) pasien strok yang masuk dalam kategori kualitas hidup buruk. Penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan kualitas hidup. Berikut hubungan karakteristik pasien dengan kualitas hidup pasien strok yang dapat dilihat pada Tabel 5: Tabel 5. Hubungan karakteristik responden dengan kualitas hidup Karakteristik pasien p-value Jenis kelamin 0,346 Usia 0,004 Pendidikan 0,000 Pekerjaan 0,013 Status tinggal 0,042 ## PEMBAHASAN Seluruh faktor karakteristik pasien tidak memiliki hubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien rawat jalan strok iskemik di RSUD Banyumas. Sementara itu, faktor karakteristik pasien yang berhubungan terhadap kualitas hidup pasien rawat jalan strok iskemik di RSUD Banyumas yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, dan status tinggal. ## Kepatuhan minum obat antiplatelet Jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan minum obat antiplatelet. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani dan Martini (2015) dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kepatuhan pasien strok dalam meminum obat. Berbeda dengan penelitian Cheiloudaki dan Alexopoulo (2019) dan Ji et al. (2013) yang menyatakan bahwa pasien laki-laki memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang lebih rendah dibanding dengan pasien perempuan. Jenis kelamin bukan termasuk faktor yang mutlak memengaruhi kepatuhan karena beberapa penelitian menyimpulkan secara tidak konsisten, maksudnya adalah tidak semua penelitian menyebutkan bahwa jenis kelamin memengaruhi tingkat kepatuhan individu (Cheiloudaki dan Alexopoulos, 2019). Usia tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan minum obat antiplatelet pasien strok iskemik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian meta-analisis yang dilakukan Al-alshaikh et al. (2016) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat pada pasien strok atau Transiaent Ischaemic Attack (TIA) diantaranya adalah usia (OR 1.04, 95% CI 0.96–1.14 (p: 0.34)). Pengukuran hubungan antara kepatuhan minum obat dengan faktor demografi pasien yaitu usia agak sulit dilakukan karena mungkin faktor tersebut bukanlah faktor yang benar-benar independent terhadap kepatuhan pengobatan. Selain itu, demografi pasien juga berhubungan dengan berbagai budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien (Jin et al., 2008). Tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan minum obat pasien strok iskemik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cholisoh et al. (2018) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan pasien strok dalam menggunakan terapi pencegahan sekunder. Pengetahuan merupakan faktor predisposisi pada pembentukan perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2009). Pengetahuan dan informasi pada era sekarang sudah mulai terbuka, setiap orang dapat menerima informasi dari mana saja baik media sosial, media elektronik maupun media massa, sehingga meskipun sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan rendah tetapi mereka berusaha mencari informasi terkait penyakit strok yang dialaminya baik melalui media maupun melalui tenaga kesehatan (Biantoro, 2007). Pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan minum obat pasien strok iskemik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wardhani dan Martini (2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat pada pasien strok iskemik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Suzuki et al. (2017) yang menyatakan bahwa pekerjaan memiliki hubungan yang kuat terhadap kepatuhan minum obat. Jenis pekerjaan dapat memengaruhi tingkat ekonomi seseorang. Seseorang yang bekerja akan memiliki tingkat ekonomi atau pendapatan yang lebih baik daripada yang tidak bekerja (Levine et al., 2013). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2003, sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan pasien (Anonim, 2003). Teori ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anggleni (2010) bahwa tingkat ekonomi berhubungan dengan kepatuhan pasien strok dalam mengikuti rehabilitasi medik. Choi-Kwon, et al. (2005) juga menyebutkan bahwa pasien dengan tingkat pendapatan rendah dan tidak memiliki asuransi kesehatan cenderung tidak patuh dalam menjalani pengobatan atau terapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis pekerjaan tidak terlalu berpengaruh pada kepatuhan individu, namun kondisi ekonomi atau pendapatan individu yang berpengaruh pada kepatuhan (Laily, 2017). Status tinggal tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan minum obat pasien strok iskemik karena nilai p-value 0,168 (>0,05). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Dewi et al. (2018) yang menyebutkan bahwa status tinggal memengaruhi kepatuhan pasien dalam meminum obat. Pasien yang tinggal bersama keluarga akan mendapatkan dukungan keluarga. Dukungan keluarga yang baik pada pasien penderita penyakit strok adalah pasien yang mendapat dukungan dalam bentuk informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional (Potter dan Perry, 2005). Bentuk dukungan informasi yang diperoleh pasien penderita strok seperti: keluarga memberitahukan bahwa serangan strok dapat terjadi kembali dan dapat dicegah apabila pasien berobat secara rutin, keluarga mengingatkan pasien untuk berobat dan keluarga menganjurkan pasien untuk minum obat. Dukungan penilaian yang diperoleh pasien penderita strok seperti: keluarga mendengar keluh-kesah pasien setelah minum obat, keluarga mengontrol pasien dalam minum obat dan keluarga memberi dukungan pasien untuk melakukan kontrol (berobat secara rutin). Dukungan instrumental yang diberikan keluarga kepada pasien penderita strok, seperti: keluarga mendampingi pasien berobat ke rumah sakit, keluarga memperhatikan pola makan pasien dan keluarga memberikan motivasi bagi pasien untuk melakukan aktivitas fisik. Dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada pasien penderita strok seperti: keluarga menanyakan perasaan pasien ketika minum obat, keluarga peduli dengan keadaan pasien dan keluarga selalu memberikan motivasi bagi pasien untuk mengkonsumsi obat. ## Kualitas hidup pasien strok Jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien strok iskemik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmi (2011) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita pasca strok. Chen et al. (2015) juga menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan domain fisik, psikologis, sosial, maupun lingkungan dalam pengukuran kualitas hidup pasien pasca strok iskemik. Kesejahteraan laki- laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik (Brillianti, 2016). Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Ningrum dan Martini (2016) yang menyatakan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan terhadap perubahan kualitas hidup pasien strok iskemik (p: 0,017). Usia memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien strok iskemik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmi (2011) dan Hafdia et al. (2018) serta Ningrum dan Martini (2016) yang menyatakan bahwa usia memengaruhi kualitas hidup penderita pasca strok. Semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin besar pula risiko terkena strok, sehingga strok termasuk dalam penyakit degeneratif (Mulyatsih dan Ahmad, 2010). Hasil penetian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien strok iskemik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ningrum dan Martini (2016) yang menyatakan bahwa pasien pasca strok dengan tingkat pendidikan tidak sekolah dan SD – SMP, keduanya sebagian besar memiliki status kualitas hidup yang rendah sedangkan pasien pasca strok dengan tingkat pendidikan SMA – Perguruan tinggi, sebagian besar memiliki status kualitas hidup yang tinggi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rahmi (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup penderita pasca strok. Pendidikan berkorelasi kuat dengan kesehatan seperti perilaku sehat, pengetahuan tentang faktor risiko serta pencegahannya, dan penggunaan pelayanan kesehatan dengan baik (Anonim, 2015). Oleh karena itu, seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu memahami informasi kesehatan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Bariroh et al., 2016). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien strok iskemik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaidy dan Surjaningrum (2014) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup secara signifikan antara individu yang bekerja dengan individu yang tidak bekerja. Wahl et al. (2004) juga menyatakan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada laki-laki maupun perempuan. Pasien pasca strok iskemik yang kembali bekerja dapat membantu dalam meningkatkan penyembuhan fungsi fisik, meningkatkan prestasi di bidang pekerjaan serta dapat mengurangi perasaan depresi (Jun et al., 2015). Pasien strok iskemik yang sudah tidak bekerja disebabkan oleh adanya gangguan pada fisik dan diperparah oleh adanya penyakit penyerta (Brillianti, 2016). Kecacatan fisik yang diakibatkan oleh strok dan perasaan tidak berdaya akibat tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga dapat berdampak pada risiko depresi. Oleh karena itu, pasien pasca strok iskemik yang tidak bekerja kembali berisiko memiliki kualitas hidup rendah (Chang et al., 2016). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status tinggal memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien strok iskemik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hamalding dan Muharwati (2017) serta Hafdia et al. (2018) yang menyatakan bahwa tinggal bersama keluarga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien pasca strok. Rahman et al. (2017) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tinggal bersama keluarga dengan perubahan kualitas hidup pasien strok dimana hubungannya bersifat positif, yang berarti semakin meningkat nilai dukungan keluarga sebanyak satu kali maka akan meningkatkan kualitas hidup penderita strok pada fase pasca akut sebanyak 13,8%. Dukungan keluarga terhadap salah satu anggota keluarga yang sakit sangat penting dalam proses penyembuhan dan pemulihan (Safitri, 2012). Hamalding dan Muharwati (2017) juga menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan merupakan salah satu dari 5 fungsi keluarga yang bertujuan untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. ## KESIMPULAN Seluruh faktor karakteristik pasien yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan status tinggal tidak memiliki hubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien rawat jalan strok iskemik di RSUD Banyumas. Sementara itu, faktor karakteristik pasien yang berhubungan terhadap kualitas hidup pasien rawat jalan strok iskemik di RSUD Banyumas yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, dan status tinggal. ## REFERENSI Al-alshaikh, S., Quinn, T., Dunn, W., et al., 2016, Predictive Factors of Non-adherence to Secondary Preventative Medication After Stroke or Transient Ischaemic Attack: A Systematic Review and Meta-Analyses, European Stroke Journal, 1(2): 65-75. doi: 10.1177/2396987316647187 Anggleni, T., 2010, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Klien Pasca Stroke dalam Mengikuti Rehabilitasi di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang, Skripsi, Padang, Universitas Andalas. Anonim, 1997, WHOQOL Measuring Quality of Life, Division of Mental health and Prevention of Substance Abuse World Health Organization, Switzerland, 6-7. Anonim, 2003, Adherence to Long-Term Therapies-Evidence to Action, World Health Organization (WHO), Switzerland, 22-23. Anonim, 2015, Quality of Life Facts and Views, 2015 Edition. Eurostat Statistical Books, ISBN 978- 92-79-43616-1. Retrieved from http://ec.europa.eu.pdf diakses pada 14 Oktober 2019. doi: 10.2785/59737 Bariroh, U., Susanto H.S., Adi, M.S., 2016. Kualitas hidup berdasarkan karakteristik pasien pasca stroke: Studi di RSUD Tugurejo Kota Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 4(4): 486-95. Biantoro, T.T., 2007, Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Depresi pasca Stroke di Poliklinik Syaraf RS Rajawali Bandung, Skripsi, Stikes Jenderal Achmad Yani, Yogyakarta. Brillianti, P.A., 2016, Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pasca Stroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat, Skripsi, Jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN), Jakarta. Chang, W.H., Sohn, M.K., Lee, J., et al., 2016. Return to Work after Stroke: The KOSCO Study. Journal of Rehabilitation Medicine, 48 (3): 273-279 . doi: 10.2340/16501977-2053 Cheiloudaki E, Alexopoulos EC. 2019. Adherence to Treatment in Stroke Patients. Int J Environ Res Public Health. 16(2):196. doi: 10.3390/ijerph16020196 Chen, C.M., Tsai, C.C., Chung, C.Y., et al., 2015. Potential Predictors for Health-related Quality of Life in Stroke Patients Undergoing Inpatient Rehabilitation, Health Qual Life Outcomes. 13(1): 118. doi: 10.1186/s12955-015-0314-5 Choi-Kwon, S., Kwon, SU., Kim, JS. 2005. Compliance with Risk Factor Modification: Early-onset versus late- onset stroke patients. Eur Neurol, 54: 204-11. doi: 10.1159/000090710 Cholisoh. Z., Karuniawati. H., Azizah. T., et al., 2018, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan dalam Melakukan Terapi Pencegahan Sekunder pada Pasien Stroke Iskemik, JMPF (8) 2: 90-99. doi: 10.22146/jmpf.34434 Goldstein LB, Bushnell CD, Adams RJ, et al., 2011, Guidelines for the primary prevention of stroke: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 42(2):517 ‐ 584. doi: 10.1161/STR.0b013e3181fcb238 Hafdia, A.N.A., Arman, A., Alwi, M.K. et al., 2018, Analisis Kualitas Hidup Pasien Pasca Stroke di RSUD Kabupaten Polewali Mandar, Prosiding Seminar Nasional Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SMIPT), 1: 111-118. Hamalding, H., dan Muharwati, M., 2017, Hubungan dukungan Keluarga dengan Quality of Life (QOL) pada Kejadian Stroke, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2): 146-152. doi : 10.31934/promotif.v7i2.88 Horne, R., 2004, Measuring Adherence: The Case for Self-Report, Intl J Behavioral Med,11:75. Ji , R., Liu, G., Shen, H., Wang, Y., Li, H., Peterson, E. dan Wang, Y., 2013. Persistence of Secondary Prevention Medications After Acute Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack in Chinese Population: data from China National Stroke Registry. Neurological research, 35 (1): 29-36. doi: 10.1179/1743132812Y.0000000107. Jin, J., Sklar, G.E., Oh, V.M.S., Li, S.C., 2008, Factors Affecting Therapeutic Compliance: A Review from the Patient’s Perspective, Therapeutics and Clinical Risk Management, 4(1): 269. doi: 10.2147/tcrm.s1458 Jun, H.J., Kim, K.J., Chun, I.A., Moon, O.K., 2015, The Relationship Between Stroke patients’ Socio-economic Conditions and Their Quality of Life: the 2010 Korean community health survey. Journal of Physical Therapy Science, 27 (3): 781-784. doi: 10.1589/jpts.27.781 Juniastira, S., 2018, Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup pada Pasien Stroke, Skripsi, Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia: 44-45. Laily, S.R., 2017. Hubungan Karakteristik Penderita dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Iskemik. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(1): 48-59. doi: 10.20473/jbe.v5i1. Levine, D.A., Morgenstern, L.B., Langa, K.M., Piette, J.D., Rogers, M.A. and Karve, S.J., 2013. Recent trends in cost ‐ related medication nonadherence among stroke survivors in the United States. Annals of neurology, 73 (2): 180-188. doi: 10.1002/ana.23823. Mohan, K.M., Wolfe, C.D., Rudd, A.G., Heuschmann, P.U., Kolominsky, P.L., Grieve, A.P., 2011, Risk and Cumulative Risk of Stroke Recurrence: A Systematic Review and Meta-Analysis, Stroke, 42:1489-1494. doi: 10.1161/STROKEAHA.110.602615. Muflihatin, S.K., Milkhatun, M., dan Hardianti, H., 2018, Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja PUSKESMAS Segiri Samarinda. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK), 6 (2): 141-151. Mulyatsih, E., Ahmad, A., 2010, Stroke Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1-7. Notoatmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta. O’Carroll, R., Whittaker, J., Hamilton, B., Johnston, M., Sudlow, C., dan Dennis, M., 2010, Predictors of Adherence to Secondary Preventive Medication in Stroke Patients, The Society of Behavioral Medicine, 41 (3): 383-390. doi: 10.1007/s12160-010-9257-6. Osterberg, L., dan Blaschke, T., 2005. Adherence to Medication. New England journal of medicine, 353(5): 487-497. doi: 10.1056/NEJMra050100 . Potter, P.A., Perry, A.G., 2005, Buku Ajar Fundamental: Konsep, Proses dan Praktik. EGC, Jakarta. Prabhakaran, S., dan Ji, Y.C., 2014, Risk Factor Management for Stroke Prevention, American Academy of Neurology, 20(2): 296-308. doi : 10.1212/01.CON.0000446102.82420.64 Rahman, R., Dewi, F.S.T. dan Setyopranoto, I., 2017, Dukungan Keluarga dan Kualitas Hidup Penderita Stroke pada Fase Pasca Akut di Wonogiri, Berita Kedokteran Masyarakat, 33 (8): 383-390. doi: https://doi.org/10.15294/kemas.v15i2.16845 Rahmi, U., 2011, Pengaruh Discharge Planning Terstruktur terhadap Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik di RSUD Al-Ihsan dan RS Al-Islam Bandung, Tesis, Program Megister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. Safitri, F.N., 2012. Resiko stroke berulang dan hubungannya dengan pengetahuan dan sikap keluarga. Students e-Journal, 1(1): 29. Akses Terbuka Artikel ini dilisensikan di bawah Creative Commons Lisensi Internasional Attribution 4.0, yang memungkinkan penggunaan, berbagi, adaptasi, distribusi, dan reproduksi dalam media atau format apa pun, selama Anda memberikan kredit yang sesuai kepada penulis asli dan sumbernya, memberikan tautan ke lisensi Creative Commons, dan menerangkan jika perubahan telah dilakukan. Gambar atau materi pihak ketiga lainnya dalam artikel ini termasuk dalam lisensi Creative Commons artikel, kecuali dinyatakan sebaliknya dalam batas kredit untuk materi tersebut. Jika materi tidak termasuk dalam lisensi Creative Commons artikel dan penggunaan yang Anda maksudkan tidak diizinkan oleh peraturan perundang-undangan atau melebihi penggunaan yang diizinkan, Anda harus mendapatkan izin langsung dari pemegang hak cipta. Untuk melihat salinan lisensi ini, kunjungi https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/deed.id . © The Author(s) 2020
c8d560a3-8a03-4957-bbbf-96a1eac6db0d
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi/article/download/45249/26158
Karakteristik yoghurt rumput laut, Fauziah et al. ## KARAKTERISTIK YOGHURT RUMPUT LAUT DENGAN KONSENTRASI Gracilaria sp. YANG BERBEDA MENGGUNAKAN KOMBINASI BAKTERI Lactobacillus plantarum DAN Streptococcus thermophilus Alifa Nur Fauziah, Eko Nurcahya Dewi*, Lukita Purnamayati Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Jalan Prof. H. Soedarto, SH Tembalang, Semarang 50275 Diterima: 3 Januari 2023/Disetujui: 27 Maret 2023 *Korespondensi: [email protected] Cara sitasi (APA Style 7 th ) : Fauziah, A. N., Dewi, E. N., & Purnamayati, L. (2023). Karakteristik yoghurt rumput laut dengan konsentrasi Gracilaria sp. yang berbeda menggunakan kombinasi bakteri Lactobacillus plantarum dan Streptococcus thermophilus . Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 26(2), 280-290. http://dx.doi.org/10.17844/jphpi.v26i2.45249 Abstrak Gracilaria sp. merupakan salah satu jenis rumput laut yang diproduksi secara luas dengan hasil melimpah dan kurang termanfaatkan dengan baik. Yoghurt menjadi salah satu produk pangan hasil fermentasi bakteri Lactobacillus plantarum dan Streptococcus thermophilus , namun dewasa ini banyak pengembangan terkait yoghurt dengan kombinasi beberapa bahan selain sumber nabati. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan Gracilaria sp. terhadap karakteristik yoghurt Gracilaria sp. hasil fermentasi bakteri L. plantarum dan S. thermophilus . Metode penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan penambahan Gracilaria sp. 30%, 40%, dan 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan Gracilaria sp. yang berbeda pada pembuatan yoghurt memengaruhi parameter kadar protein, kadar lemak, total asam, nilai pH, total BAL dan organoleptik. Konsentrasi penambahan Gracilaria sp. terbaik pada yoghurt hasil fermentasi L. plantarum dan S. thermophilus yaitu konsentrasi 30%, karena memiliki nilai total bakteri asam laktat sebesar 6,29 Log (CFU/mL) dan hasil uji organoleptik lebih disukai konsumen selang kepercayaan sebesar 6,50<µ<6,55. Kata kunci: bakteri asam laktat, Gracilaria sp., L. plantarum , S. thermophillus , yoghurt Characteristics of Seaweed Yoghurt with Different Concentration of Gracilaria sp. Using A Combination of Lactobacillus plantarum and Streptococcus thermophilus Abstrak Gracilaria sp. is a widely produced red alga that can be cultivated. Yoghurt is a healthy food fermented by Lactobacillus plantarum and Streptococcus thermophilus , but currently, there are many ways to produce yoghurt with a combination of several ingredients from another animal source. This study aimed to determine the effect of Gracilaria sp. addition to the characteristics of seaweed yoghurt fermented by L. plantarum and S. thermophilus bacteria. The research used a completely randomized design (CRD) with the addition of Gracilaria sp. at different concentrations (30%, 40%, and 50%). The results showed that the addition of different Gracilaria sp. concentrations affect protein content, fat content, total titratable acidity value, pH value, total LAB, and hedonic value. The best concentration in Gracilaria sp. addition was 30%, because it had a total LAB 6.29 Log (CFU/mL) and hedonic test preferred by consumers in the interval 6.50<µ<6.55. Keyword: Gracilaria sp., lactic acid bacteria, L. plantarum , S. thermophillus , yoghurt Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi ## PENDAHULUAN Yoghurt merupakan produk hasil fermentasi satu atau lebih bakteri asam laktat (BAL) yang dikonsumsi secara luas. Jenis BAL yang sering digunakan yaitu Streptococcus thermopilus dan Lactobacillus plantarum (Arini, 2017; Rahman et al ., 2016). Yoghurt komersial pada umumnya terbuat dari susu sapi segar tanpa penambahan komponen nabati yang mengandung lemak yang relatif cukup tinggi. Anggraini et al . (2018) menyatakan yoghurt susu sapi memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yoghurt kombinasi dengan bahan nabati, sehingga terdapat kalangan tertentu yang tidak bisa mengonsumsi yoghurt yang terbuat dari susu sapi. Namun, dewasa ini beberapa penelitian mengembangkan yoghurt nabati dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis dan meningkatkan konsumsi produk fermentasi. Menurut Hanzen et al . (2016), bahan nabati berpotensi menjadi alternatif lain selain sumber hewani untuk dijadikan yoghurt, karena lebih murah, mudah, dan gizi yang tidak kalah dengan yoghurt susu hewani. Permasalahannya ekstrak bahan nabati belum bisa 100% digunakan sebagai bahan baku pembuatan yoghurt karena kandungan substrat untuk BAL yang kompleks. Salah satu bahan nabati yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan yoghurt yaitu Gracilaria sp. karena mengandung nutrisi yang cocok untuk BAL, meliputi protein, lemak, karbohidrat, asam askorbat, glutation, karotenoid, mikosporin- asam amino, dan phlorotannin . Menurut Arachchi et al. (2017), yoghurt rumput laut dikembangkan sebagai salah satu pemanfaatan rumput laut untuk meningkatkan nilai ekonomis dengan memanfaatkan hasil fermentasi. Gracilaria sp. merupakan salah satu jenis alga merah yang tersebar di hampir semua perairan tropis dengan produksi yang sangat banyak mencapai 16.000 ton/tahun dalam bentuk segar. Torres et al. (2019) menyatakan Indonesia merupakan pemasok Gracilaria nomor 2 setelah Cina yaitu sebesar 28%. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan Gracilaria sp. menjadi produk yoghurt untuk meningkatkan nilai ekonomis Gracilaria sp. serta sebagai upaya untuk memaksimalkan potensi yang ada. Proses pembuatan yoghurt dari Gracilaria sp. yaitu melalui proses fermentasi. Fermentasi mengubah senyawa kompleks yang terdapat dalam bahan baku menjadi lebih sederhana dengan melibatkan enzim dan mikroorganisme. Faktor yang memengaruhi fermentasi di antaranya adalah jenis bahan, starter yang digunakan, waktu fermentasi, dan pH. Perbedaan konsentrasi Gracilaria sp. yang ditambahkan juga dapat berpengaruh terhadap beberapa parameter mutu yang disyaratkan, serta dapat meningkatkan daya terima produk yoghurt. Penelitian terkait konsentrasi terbaik penambahan Gracilaria sp. pada pembuatan yoghurt berbasis rumput laut belum pernah dilaporkan. Yoghurt dengan penambahan 30% konsentrasi ekstrak nabati menurut Aguilar-Raymundo & Velez- Ruiz (2019), memiliki nilai nutrisi yang lebih baik dengan pH berkisar antara 4,25-4,75 yang mengindikasikan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan gula sederhana seperti pentose dan maltose secara optimum dan lebih disukai oleh konsumen, sedangkan menurut Purwanti (2019), yoghurt dengan penambahan konsentrasi bahan nabati sebanyak 40% memberikan efek terhadap pembentukan padatan susu yang berpengaruh pada tekstur dan warna yang lebih gelap, sedangkan penambahan bahan nabati pada yoghurt sebesar 50% memberikan hasil total asam dan pH lebih tinggi serta kurang disukai konsumen karena tekstur yang dihasilkan cenderung kental. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan Gracilaria sp. pada yoghurt dan penambahan konsentrasi Gracilaria sp. terbaik. ## BAHAN DAN METODE Pembuatan Yoghurt Rumput Laut Pembuatan yoghurt dilakukan berdasarkan Turchi et al. (2017) dengan modifikasi. Bahan baku Gracilaria sp. direndam selama 6 jam, selanjutnya dilakukan pencucian, bleaching (75 o C, 5 menit), dan dihaluskan menggunakan blender dengan menambahkan air mineral (1:9). Jumlah rumput laut yang ditambahkan sesuai dengan perlakuan yaitu 0%, 30%, 40%, dan Karakteristik yoghurt rumput laut, Fauziah et al. 50%. Proses tersebut dilanjutkan dengan penambahan susu full cream 40% dan sukrosa 5%, kemudian dilakukan pasteurisasi 63 o C selama 30 menit. Yoghurt didinginkan pada suhu 4 o C, kemudian ditambah dengan 4% bakteri L. plantarum dan 1% S. thermophilus. Proses fermentasi dilakukan selama 6 jam pada suhu 37 o C. Uji pH (Badan Standardisasi Nasional [BSN], 2004) Pengujian pH (derajat keasaman) menggunakan pH meter mengacu pada metode pengukuran pH SNI 06-6989-11-2004. Alat pH meter dikalibrasi dengan larutan bufer standar pH 4 dan pH 7 selama 15-30 menit. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Sampel sebanyak 5 mL dipersiapkan, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan sampel dan pengukuran pH dimulai. Elektroda dibiarkan tercelup hingga diperoleh data yang stabil, kemudian dicatat hasil pembacaan dari tampilan pH meter. ## Uji Jumlah Total Bakteri Asam Laktat (Fardiaz, 1993) Penumbuhan bakteri asam laktat dilakukan menggunakan metode lempeng tuang dengan media agar-agar MRS (MRSA+CaCO 3 0,80%+Na-azida 0,01%). Sampel sebanyak 1 mL diberi larutan NaCl 0,85% steril sebanyak 9 mL dan dihomogenisasi dalam vorteks selama 1 menit menjadi 10 -1 . Selanjutnya sampel yang telah homogen diambil 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer (0,85%) steril menjadi 10 -2 , dilakukan hingga tingkat pengenceran 10 -7 dan selalu dilakukan homogenisasi menggunakan vorteks. Tahap berikutnya dari setiap tiga seri tingkat pengenceran terakhir diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril (setiap pengenceran dilakukan 3 kali ulangan). Kemudian dituang 10-12 mL agar-agar MRS dengan suhu 45 o C. Homogenisasi dilakukan dengan menggeser cawan petri membentuk angka delapan. Tahap selanjutnya menunggu hingga media memadat, setelah media memadat, cawan dibalik dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 48-72 jam dalam posisi terbalik. Jumlah koloni yang terbentuk dihitung dengan alat cacah koloni. Koloni yang dihitung adalah yang tampak membentuk zona jernih dengan bentuk spesifik. Uji Kadar Lemak (Association of Official Analytical Chemists [AOAC], 2005) Pengujian kadar lemak dilakukan dengan sampel sebanyak 1-2 g yang dimasukkan ke dalam thimble y ang terbuat dari kertas saring. Bagian atas ditutup menggunakan kapas bebas lemak dan ujung thimble dilipat rapat lalu dimasukkan ke dalam tabung mikro soxhlet dengan labu lemak yang sudah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Bagian atas ekstraktor mikro soxhlet dengan pendingin balik yang sudah dirangkai. Setelah itu dituangkan N-hexane kurang lebih 2 kali volume tabung dan dialirkan lewat ujung pendingin balik. ## Uji Kadar Protein (AOAC, 2012) Sampel ditimbang seberat 2 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 5 g K 2 SO 4 , 200 mg CuSO 4 dan 30 mL H 2 SO 4 pekat, dikocok sampai rata. Sampel dipanaskan dalam ruang asam hingga warna berubah menjadi hijau jernih. Setelah sampel jernih, lalu didiamkan dan ditambahkan 150 mL akuades beserta larutan NaOH 50% hingga larutan basa. Sampel dipanaskan hingga ammonia menguap sempurna. Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang sudah diisi larutan baku HCl 0,1 N sebanyak 50 mL dan 3 tetes indikator PP 1% ujung pipa kaca destilator dipanaskan dan dipastikan masuk ke dalam larutan HCl 0,1 N. Hasil destilat ditambah 3 tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan larutan baku standar NaOH 0,1 N dengan titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna merah muda konstan. Kadar lemak (%)= x 100% A-B C Keterangan: A:berat akhir (g) B:berat botol (g) C:berat sampel (g) %= (mL titran sampel– mL titran blangko) x 100% x 14,008 gram contoh x 1.000 Keterangan:%Protein=% N x Faktor Konversi; FK:6,25 Uji Organoleptik (BSN, 2006) Pengujian dilakukan menggunakan uji hedonik mengacu pada SNI 01-2346- 2006. Panelis diminta memberikan tanggapan mengenai nilai tingkat kesukaan yang dinamakan dengan skala hedonik. Skala penilaian yang digunakan yaitu dari 1 sampai 9. Kriteria penilaiannya terdiri dari 1 amat sangat tidak suka, 2 sangat tidak suka, 3 tidak suka, 4 agak tidak suka, 5 biasa atau netral, 6 agak suka, 7 suka, 8 amat suka, dan 9 amat sangat suka. Uji Total Asam (Legowo et al., 2009) Sampel sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, lalu diteteskan 3 tetes indikator PP 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang terstandar hingga terbentuk warna merah muda yang merupakan tanda titik akhir titrasi telah tercapai. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut. % Total asam = mL NaOH x N NaOH x 90x 100 V sampel x 1.000 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi Gracilaria sp dengan tiga level yaitu 0%, 30%, 40%, dan 50%. Analisis data menggunakan SPSS versi 16. Data pengujian parametrik yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitas, kemudian dilanjutkan ANOVA serta uji beda nyata jujur (BNJ) untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata. Analisis data nonparametrik dilakukan menggunakan uji Kruskal Wallis. Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Protein Hasil analisis kadar protein yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda ditunjukkan pada Figure 1. Berdasarkan hasil analisis kadar protein, diketahui bahwa kadar protein sampel yoghurt A, B, C sudah memenuhi SNI yoghurt 2981:2009 yaitu memiliki nilai minimal 2,7%. Hasil uji kadar protein terendah terdapat pada K dan A. Hal ini karena kandungan protein Figure 1 Protein content of yoghurt with different Gracilaria sp. addition; K (control yoghurt); (A) yoghurt with 30% addition; (B) 40%; (C) 50%; different superscripts showed a significant difference at the level of 5%. Gambar 1 Kadar protein yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda; K (yoghurt kontrol); yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. 30% (A), (40%) (B), dan 50% (C); huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% Karakteristik yoghurt rumput laut, Fauziah et al. dalam Gracilaria sp. meski dalam jumlah yang sedikit cukup membantu meningkatkan nilai protein yoghurt. Menurut Kazir et al. (2018), Gracilaria sp. dan makroalga yang bisa dimakan lainnya memiliki kisaran kandungan protein dalam berat kering sebesar 50%. Namun terjadi penurunan setelah dilakukan proses lainnya seperti pemanasan, sehingga protein stabil pada rumput laut Gracilaria sp. yang dapat diaplikasikan hanya sebesar 11%. Kadar protein yoghurt yang meningkat karena adanya penambahan bakteri L. plantarum dan S. thermophilus . Dua jenis bakteri asam laktat ini berperan untuk memecah kasein pada susu dan protein pada Gracilaria sp. sehingga dapat meningkatkan tekstur pada produk yang dihasillkan. Hal ini diperkuat oleh Yulianawati & Isworo (2012), bahwa bakteri asam laktat dapat membentuk protein, meningkatkan daya ikat air sehingga dapat memengaruhi tekstur menjadi sedikit lebih kental. Kadar Lemak Hasil analisis kadar lemak yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda ditunjukkan pada Figure 2 . Kadar lemak yoghurt berkisar antara 0,44-0,88%. Kadar lemak tertinggi terdapat pada yoghurt tanpa penambahan Gracilaria sp. Hal ini karena persentase susu yang digunakan lebih tinggi dibandingkan sampel perlakuan lainnya sehingga lemak total yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan rumput laut. Peningkatan konsentrasi Gracilaria sp. dapat menurunkan kadar lemak pada yoghurt. Menurut Torres et al. (2019), pada dasarnya kadar lemak dalam rumput laut jumlahnya sangat kecil (1-5%) yang didominasi oleh lemak netral dan glikolipid. Jumlah asam lemak esensial dari rumput laut lebih tinggi dibandingkan tumbuhan daratan, karena rumput laut dapat membentuk rantai panjang Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Alga merah misalnya Gracilaria sp. mengandung EPA, asam palmitat, asam oleat, dan asam arakidonat yang lebih tinggi dibanding jenis alga cokelat. Kadar lemak yoghurt rumput laut dengan perlakuan A, B, dan C tidak masuk ke dalam standar yang ditentukan oleh SNI yoghurt 2981:2009. Kadar lemak yoghurt yang bahan penyusunnya terdapat susu yaitu minimal 3,0% sedangkan untuk perlakuan A, B, dan C hasil kadar lemak kurang dari Figure 2 Lipid content of yoghurt with different Gracilaria sp. addition; K (control yoghurt); (A) yoghurt with 30% addition; (B) 40%; (C) 50%; different superscripts showed a significant difference at the level of 5%. Gambar 2 Kadar lemak yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda; K (yoghurt kontrol); yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. 30% (A), (40%) (B), dan 50% (C); huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% 3,0%. Hasil lemak yang kurang dari yang dipersyaratkan SNI karena lemak menjadi salah satu nutrien yang digunakan BAL saat berlangsung fermentasi. Menurut Guruh et al. (2017), BAL membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan. Semakin meningkatnya jumlah BAL, maka nutrisi misalnya lemak yang dibutuhkan juga semakin banyak. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) Hasil analisis total bakteri asam laktat (BAL) yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda ditunjukkan pada Figure 3 . Berdasarkan hasil analisis total BAL menggunakan metode TPC didapatkan rataan total bakteri asam laktat untuk perlakuan K, A, B, dan C masing-masing yaitu 3,83x10 7 CFU/ mL, 1,08x10 7 CFU/mL, 1,01x10 7 CFU/mL, dan 4,14x10 5 CFU/mL. Perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan K, dan tidak berbeda nyata pada perlakuan B dan C. Gracilaria sp. pada perlakuan C ditambahkan sebanyak 50% sehingga menyebabkan kandungan polisakarida, protein, serat, dan lemak yang lebih banyak. Hal tersebut menyebabkan BAL memerlukan waktu maupun nutrien yang lebih banyak untuk mendegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses pertumbuhan bakteri starter pada pembuatan yoghurt Gracilaria sp. diawali dengan peningkatan laju pertumbuhan S. thermophilus yang dapat memproduksi asam laktat lalu menurunkan pH untuk mengoptimalkan pertumbuhan dari L. plantarum sebagai bakteri kelompok II berdasarkan jalur metabolismenya. Menurut Baguna et al. (2020), starter S. thermophilus memiliki sifat menyukai suasana asam (pH 4,5). Starter ini dapat menstimulasi pertumbuhan starter lain yang ditambahkan untuk meningkatkan fungsi produk. Bakteri S. thermophilus ditambahkan pada proses pengolahan yoghurt Gracilaria sp. bertujuan untuk mereduksi pH media dari beberapa karbohidrat misalnya glukosa, fruktosa, dan manosa hingga 4,0 dalam bentuk cair. Sedangkan untuk penambahan L. plantarum memiliki fungsi lain yaitu memecah beberapa komponen serat yang terdapat pada Gracilaria sp. sehingga didapat yoghurt dengan rasa yang sesuai. Selain itu, kombinasi dua bakteri asam laktat tersebut Figure 3 Total Lactic Acid Bacteria (LAB) of yoghurt with different Gracilaria sp. addition; K (control yoghurt); (A) yoghurt with 30% addition; (B) 40%; (C) 50%; different superscripts showed a significant difference at the level of 5% Gambar 3 Total BAL yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda; K (yoghurt kontrol); yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. 30% (A), (40%) (B), dan 50% (C); huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% Karakteristik yoghurt rumput laut, Fauziah et al. juga untuk meningkatkan viabilitas koloni bakteri dalam rangka memperpendek waktu fermentasi. Nilai total BAL yoghurt rumput laut dengan perlakuan K, A, dan B masuk ke dalam standar SNI yoghurt 2981:2009 yaitu minimal 1,0x10 7 CFU/mL, sedangkan pada perlakuan C nilai total bakteri asam laktat yang dihasilkan sebesar 4,14 x1x10 5 CFU/ mL yaitu di bawah standar yang ditentukan oleh standar SNI yoghurt 2981:2009. Baguna et al. (2020) menyatakan bahwa faktor yang dapat memengaruhi jumlah total BAL salah satunya adalah adanya penambahan sukrosa. Penggunaan sukrosa dimaksudkan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan bakteri asam laktat yang digunakan, selain tujuan penambahan rasa pada yoghurt. Total Asam Hasil analisis total asam yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda ditunjukkan pada Figure 4. Hasil uji total asam yoghurt rumput laut dengan perbedaan konsentrasi Gracilaria sp. dengan kombinasi bakteri L. plantarum dan S. thermophilus untuk perlakuan K, A, B, dan C sebesar 0,62-0,84%. Nilai total asam ini telah memenuhi SNI yoghurt 2981:2009, yaitu berkisar antara 0,5-2,0%. Fermentasi yoghurt merupakan proses pemecahan laktosa dan komponen lainnya pada substrat menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma beserta cita rasa. Menurut Pratiwi et al. (2020), S. thermophilus memecah laktosa pada susu menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida) dengan cara membuat lingkungan menjadi asam. Hal ini diperkuat oleh Sopandi & Wardah (2014), bahwa L. plantarum menurut jalur metabolisme heksosa dan pentosa masuk ke dalam kategori kelompok II, yaitu dapat memfermentasikan jenis karbohidrat yang tersedia (polisakarida). Perpaduan antara dua atau lebih jenis bakteri asam laktat berfungsi untuk mengoptimalkan proses fermentasi produk olahan, contohnya yoghurt dengan kombinasi sayuran. Kombinasi antara bakteri asam laktat kelompok I dan II dapat memfermentasi heksosa, disakarida, dan karbohidrat yang tersedia untuk memproduksi asam laktat, asetat, format, dan CO 2 . Yoghurt kontrol tidak mengandung penambahan Gracilaria sp. yang menyebabkan Figure 4 Acid total of yoghurt with different Gracilaria sp. addition; K (control yoghurt); (A), yoghurt with 30% addition; (B) 40%; (C) 50%; different superscripts showed a significant difference at the level of 5%. Gambar 4 Total asam yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda; K (yoghurt kontrol); yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. 30% (A), (40%) (B), dan 50% (C); huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% tingginya total asam. Nilai total asam pada yoghurt berbanding terbalik dengan pH, semakin tinggi nilai total asam maka semakin rendah nilai pH. Menurut Erniati et al . (2016), proses fermentasi asam laktat merupakan pemecahan glukosa dalam sel bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat akan keluar dan terakumulasi dalam cairan fermentasi sehingga menyebabkan penurunan pH dan peningkatan keasaman produk yang dapat dihitung sebagai nilai total asam. Nilai pH Hasil analisis pH yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda ditunjukkan pada Figure 5 . yang menunjukkan bahwa rata-rata nilai pH rendah diperoleh oleh perlakuan tanpa penambahan Gracilaria sp. Nilai pH dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam laktat yang ditambahkan untuk membantu memecah senyawa kompleks. Saat fermentasi bakteri asam laktat akan memproduksi asam laktat, asam sitrat, dan asam asetat yang akan menyebabkan pH yoghurt turun. Menurut Rasbawati et al. (2019), asam organik yang terbentuk pada proses fermentasi yoghurt merupakan asam- asam yang terdisosiasi dalam bentuk ion H + . Semakin banyak asam yang dihasilkan, maka semakin banyak pula ion H + yang terbentuk sehingga pengukuran pH oleh elektroda pH meter menunjukkan nilai yang semakin menurun. Semakin tinggi konsentrasi Gracilaria yang ditambahkan maka semakin tinggi pula pH yang dihasilkan. Hal ini karena pH rumput laut, gula, dan air yang netral sehingga membuat kondisi lingkungan menjadi kurang asam untuk kondisi optimum bakteri asam laktat tumbuh. Menurut Geraldine et al. (2015), semakin tinggi nilai total asam, pH semakin kecil, dan kandungan asam laktat yang dihasilkan semakin banyak. Pada sampel rumput laut, fermentasi dihentikan ketika pH maksimal 4-4,5 yang ditandai dengan perubahan aroma, rasa, tekstur, dan ketampakan. Uji Hedonik Hasil uji hedonik yoghurt dengan penambahan rumput laut Gracilaria sp. dengan konsentrasi yang berbeda ditunjukkan pada Table 1 . Karakteristik organoleptik yoghurt mengalami perubahan seiring dengan Figure 5 pH of yoghurt with different Gracilaria sp. addition; K (control yoghurt); (A), yoghurt with 30% addition; (B) 40%; (C) 50%; different superscripts showed a significant difference at the level of 5% Gambar 5 Nilai pH yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. yang berbeda; K (yoghurt kontrol);; yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. 30% (A), (40%) (B), dan 50% (C); huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% Karakteristik yoghurt rumput laut, Fauziah et al. bertambahnya konsentrasi Gracilaria sp. dan penggunaan bakteri selama proses fermentasi. Menurut Li et al. (2019), bahwa kombinasi antara S. thermophilus dan L. plantarum dapat memengaruhi karakteristik dari yoghurt yang dihasilkan misalnya ketampakan, aroma, dan tekstur terutama setelah dilakukan fermentasi. Ketampakan yoghurt Gracilaria sp. hasil fermentasi bakteri L. plantarum dan S. thermophilus dengan konsentrasi 30% sedikit kental dengan larutan homogen, berbeda dengan penambahan Gracilaria sp. 40% yang lebih kental dengan larutan tetap homogen. Yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. 50% memiliki ketampakan yang lebih kental, sedikit padat, dan homogen. Semakin tinggi Gracilaria sp. yang ditambahkan maka yoghurt yang dihasilkan semakin kental dan tetap homogen. Hal ini dipengaruhi oleh komponen hidrokoloid yang terdapat pada Gracilaria sp. yaitu agar. Menurut Grasso et al. (2020), agar digunakan secara luas sebagai agen pengental dan penstabil pada yoghurt karena kemampuannya membentuk gel yang kuat pada konsentrasi yang sedikit dan mudah untuk dimasukkan ke dalam formulasi yoghurt karena tidak memerlukan atau terganggu oleh beberapa kation bahan. Yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. dengan konsentrasi 30% lebih disukai oleh panelis dibandingkan yoghurt perlakuan konsentrasi 40% dan 50%, dengan karakteristik aroma asam segar khas yoghurt dengan sedikit aroma amis. Aroma yang muncul pada yoghurt Gracilaria sp. hasil fermentasi L. plantarum dan S. thermophilus disebabkan karena adanya proses penguraian sumber polisakarida oleh kedua jenis bakteri asam laktat. Hasil fermentasi kedua bakteri tersebut menghasilkan aroma asam segar khas yoghurt dan sedikit aroma amis Gracilaria sp. Menurut Basuki et al . (2018), peran kombinasi dua jenis bakteri asam laktat dari jenis Lactobacillus dan Streptococcus adalah sebagai penghasil aroma serta cita rasa khas pada yoghurt serta bersinergi dalam proses fermentasi karena Lactobacillus mengondisikan lingkungan agar pH turun sehingga bakteri Streptococcus dengan mudah mengubah sumber karbohidrat. Aroma khas yoghurt disebabkan adanya produksi asam laktat, asetaldehida, dan senyawa volatil yang dihasilkan saat fermentasi. Perlakuan yoghurt Gracilaria sp. konsentrasi 30% memiliki tekstur paling disukai oleh panelis, dengan karakteristik kental sedikit padat. Semakin tinggi konsentrasi Gracilaria sp. yang ditambahkan maka semakin padat tekstur yang dihasilkan, karena Gracilaria sp. mengandung agar yang dapat mengeras pada pH rendah. Menurut Hardjani et al. (2017), agar terdiri dari campuran agarosa dan agaropektin. Agarosa merupakan polimer galaktosa yang netral, sedangkan agaropektin merupakan polisakarida tersulfonasi (polimer galaktosa dan galakturonat yang teresterifikasi sulfat). Kedua bahan penyusun tersebut membuat agar dapat menghasilkan gel pada pendinginan pada maksimal pH larutan 2. Perlakuan yoghurt Gracilaria sp. konsentrasi 30% memiliki warna paling disukai oleh panelis, dengan karakteristik warna merah muda yang muncul dalam jumlah sedikit. Menurut Geraldine et al . (2015), semakin muda warna yang dihasilkan pada produk fermentasi rumput laut maka Tabel 1 Hasil uji hedonik yoghurt Gracilaria sp. Treatment Hedonic score Confidence interval Appearance Aroma Texture Color K 5.47±0.68 a 5.67±0.88 b 5.47±0.77 a 5.40±0.67 b 5.47<µ<5.52 A 6.54±0.57 a 6.70±0.65 b 6.47±0.62 a 6.43±0.37 a 6.50<µ<6.55 B 5.37±0.71 a 5.50±0.90 b 5.57±0.81 a 5.17±0.75 a 5.37<µ<5.43 C 5.40±0.62 a 5.47±0.80 a 5.57±0.63 a 5.14±0.35 a 5.36<µ<5.41 K (control yoghurt); (A) yoghurt with 30% addition; (B) 40%; (C) 50%; data showed as mean±SD Table 1 Hedonic test of yoghurt with different Gracilaria sp. addition semakin tinggi tingkat kesukaan konsumen. Hal ini karena warna muda pada produk yoghurt lebih menyerupai yoghurt komersial yang berbahan dasar susu hewani. ## KESIMPULAN Penambahan Gracilaria sp. pada fermentasi yoghurt berpengaruh terhadap kadar protein, lemak, total BAL, total asam dan pH dibandingkan dengan yoghurt tanpa penambahan Gracilaria sp. Yoghurt terbaik adalah yoghurt dengan penambahan Gracilaria sp. sebanyak 30% dengan kadar protein, lemak, dan total asam yang memenuhi SNI dan dapat diterima panelis dengan selang kepercayaan 6,50<µ<6,55. ## UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibiayai oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro melalui sumber dana Selain APBN FPIK UNDIP 2020. ## DAFTAR PUSTAKA Aguilar-raymundo, V. G., & Velez-Ruiz, J. F. (2019). Yoghurt-type beverage with partial substitution of milk by a chickpea extract : Effect on physicochemical and flow properties. International Journal of Diary Technology , 70, 1–9. https://doi. org/10.1111/1471-0307.12581 Anggraini, E. K., Kiranawati, T. M., & Mariana, R. R. (2018). Analisis kualitas yoghurt dengan variasi rasio susu kacang tolo ( Vigna unguiculata (L.) walp sp) dan susu sapi. Jurnal Teknologi Pangan , 1(1), 16–20. Arachchi, M. A. J. D. M., Kumari, A. G. D., Wickramasinghe, R., Kuruppu, N. R., & Madhavi, A. V. P. (2017). Stigmatization in Leprosy : A descriptive study from patients ’ perspective in Sri Lanka. Scientific Research Journal , V(IX), 10– 13. Arini, L. D. D. (2017). Pemanfaatan bakteri baik dalam pembuatan makanan fermentasi yang bermanfaat untuk kesehatan. Biomedika , 10(1), 1–11. Association of Official Analytical Chemists. (2005). Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. AOAC. Association of Official Analytical Chemists. (2012). Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. AOAC. Badan Standardisasi Nasional. (2004). Cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. SNI-06- 6989.11-2004. Badan Standardisasi Nasional. (2006). Petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori. SNI-01-2346-2006. Badan Standardisasi Nasional. (2009). Yoghurt. SNI-2981. Baguna, R., Yelnetty, A., Siswosubroto, S. E., & Lontaan, N. (2020). Pengaruh penggunaan madu terhadap nilai pH, sineresis, dan total bakteri asam laktat yoghurt sinbiotik. Zootec , 40(1), 214– 222. Basuki, E. K., Nurismanto, R., & Suharfiyanti, E. (2018). Kajian proporsi kacang merah ( Phaseolus vulgaris l.) dan ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas ) pada pembuatan yoghurt. Jurnal Teknologi Pangan , 12(2), 72–81. Erniati, Zakaria, F. R., Prangdimurti, E., & Adawiyah, D. R. (2016). Potensi rumput laut: Kajian komponen bioaktif dan pemanfaatannya sebagai pangan fungsional. Acta Aquatica , 3(1), 12–17. Fardiaz. (1993). Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Geraldine, V. C., Herpandi, & Nopianti, R. (2015). Karakteristik kimia dan organoleptik rumput laut ( Eucheuma cottonii ) fermentasi dengan perbedaan lama waktu fermentasi dan jenis gula. FishtecH Jurnal Teknologi Hasil Perikanan , 4(1), 86–94. Grasso, N., Alonso-miravalles, L., & Mahony, J. A. O. (2020). Composition, physicochemical and sensorial properties of commercial plant-based yogurts. Foods , 9(252), 1–11. Guruh, Karyantina, M., & Suhartatik, N. (2017). Karakteristik yoghurt susu wijen ( Sesamun indicum ) dengan penambahan ekstrak buah bit ( Beta vulgaris ). Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan , 2(1), 39–45. Karakteristik yoghurt rumput laut, Fauziah et al. Hanzen, W. F. E., Hastuti, U. S., & Lukiati, B. (2016). Kualitas yoghurt dari kulit buah naga berdasarkan variasi spesies dan macam gula ditinjau dari tekstur, aroma, rasa dan kadar asam laktat. Proceeding Biology Education Conference , 13(1), 849–856. Hardjani, D. K., Suantika, G., & Aditiawati, P. (2017). Nutritional profile of red seaweed Kappaphycus alvarezii after fermentation using Saccharomyces cerevisiae as a feed supplement for white shrimp Litopenaeus vannamei nutritional profile of fermented red seaweed. Journal of Pure and Applied Microbiology , 11(4), 1637–1645. Kazir, M., Abuhassira, Y., Robin, A., Nahor, O., & Luo, J. (2018). Extraction of proteins from two marine macroalgae, Ulva sp. and Gracilaria sp., for food application, and evaluating digestibility, amino acid composition and antioxidant properties of the protein concentrates. Food Hydrocolloids , 1–11. https://doi. org/10.1016/j.foodhyd.2018.07.047 Legowo, A.M., Kusraayu, & Mulyani, A. (2009). Teknologi pengolahan susu. Universitas Diponegoro. Li, S., Tang, S., He, Q., Hu, J., & Zheng, J. (2019). Changes in proteolysis in fermented milk produced by Streptococcus thermophilus in co- culture with lactobacillus plantarum or Bifidobacterium animalis subsp. lactis during refrigerated storage. Molecules , 24(3699), 1–13. Pratiwi, I. S. E., Darusman, F., Shalannandia, W. A., & Lantika, U. A. (2020). Review: Peranan probiotik dalam yogurt sebagai pangan fungsional terhadap kesehatan manusia. Prosiding Farmasi , 6(2), 1119–1124. Purwanti, H. (2019). Pengaruh penambahan koro benguk terhadap sifat organoleptik soyghurt (yoghurt susu kedelai). Journal of Food and Culinary , 2(2), 47–54. Rahman, S. R., Alam, M. Z., & Mukta, S. (2016). Studies on yogurt production using Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus isolated from market yogurt. Journal of the Sylhet Agricultural University , 3(2), 307–313. Rasbawati, Irmayani, Novieta, I. D., & Nurmiati. (2019). Karakteristik organoleptik dan nilai ph yoghurt dengan penambahan sari buah mengkudu ( Morinda citrifolia L). Jurnal Ilmu Produksi Dan Teknologi Hasil Peternakan , 07(1), 41–46. Sopandi, T., & Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Maya(ed). Andi. Yogyakarta Torres, P., Nagai, A., Inácio, D., Teixeira, A., Marinho-soriano, E., & Chow, F. (2019). Brazilian native species of Gracilaria (Gracilariales, Rhodophyta) as a source of valuable compounds and as nutritional supplements. Journal of Applied Phycology , 31, 3163–3173. https://doi.org/10.1007/s10811-019- 01804-x Turchi, B., Torracca, B., Fratini, F., Pedonese, F., Nuvoloni, R., Galiero, A., Montalbano, B., & Cerri, D. (2017). Lactobacillus plantarum and Streptococcus thermophilus as starter cultures for a donkey milk fermented beverage. International Journal of Food Microbiology , 256, 54-61. https://doi. org/10.1016/j.ijfoodmicro.2017.05.022 Yulianawati, T. A., & Isworo, J. T. (2012). Perubahan kandungan beta karoten, total asam, dan sifat sensorik yoghurt labu kuning berdasarkan lama simpan dan pencahayaan. Jurnal Pangan Dan Gizi , 03(06), 37–48.
57ab468f-0833-44fc-9333-1d5c7822dff0
https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/malia/article/download/1438/1193
..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. ## ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus KSPPS Dana Ukhuwah) Anton Hiondardjo, Waffa Mutia Mutafannin [email protected], [email protected] Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Abstract: This study aims to find out how the influence of organizational culture and satisfaction on the performance of employees at KSPPS Dana Ukhuwah. This study uses correlative or correlational models with the quantitative type of qualitative research. Based on the primary data in the form of questionnaires distributed to employees and secondary data in the form of journals, books and etc. By using Multiple Linear Regression analysis, it can be seen the effect of each independent variable on the dependent variable partially and the effect of independent variables on the dependent variable simultaneously. Based on the results of the analysis of this study, organizational culture variables have a positive and significant influence on employee performance partially and conversely the satisfaction variable does not have a positive and significant effect on employee performance. However, simultaneously organizational culture and satisfaction have sufficient influence on employee performance. Keywords: Organizational Culture, Satisfaction, Employee Performance ## PENDAHULUAN Salah satu aspek yang sangat penting. Bukan hanya dalam kuantitasnya namun juga dari segi kualitasnya. Jumlah sumber daya manusia di Indonesia yang besar, apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang laju pembangunan nasional yang berkelanjutan. Agar dalam masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial dan lapangan pekerjaan yang memadai. Tantangan utama yang sesungguhnya adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan kinerja optimal untuk mencapai tujuan suatu perusahaan atau organisasi. MALIA: Jurnal Ekonomi Islam Program Studi Ekonomi Syariah Universitas Yudharta Pasuruan P-ISSN (Cetak) : 2477-8338 http://yudharta.ac.id/jurnal/index.php/malia E-ISSN (Online) : 2548-1371 (Terakreditasi) Volume 10, Nomor 2, Juni 2019 ## 256 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. Douglas menjelaskan bahwa perusahaan membutuhkan karyawan yang mempunyai kinerja (job performance) yang tinggi. Memiliki sebuah sumber daya manusia yang berkualitas dan kinerja tinggi merupakan sebuah keuntungan besar bagi perusahaan. Sumber daya manusia yang memiliki kinerja yang tinggi dapat membantu perusahaan dalam menggapai tujuan perusahaan tersebut. 1 Susanto mengatakan untuk menciptakan kinerja karyawan yang efektif dan efisien demi kemajuan organisasi maka perlu adanya budaya organisasi sebagai salah satu pedoman kerja yang bisa menjadi acuan karyawan untuk melakukan aktivitas organisasi. Setiap organisasi maupun perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Banyak perusahaan atau organisasi yang mencoba berbagai cara untuk meningkatkan kinerja karyawan menjadi lebih efektif dan efisien, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi dan motivasi, serta menciptakan lingkungan kerja yang baik. Menurut Sarplin dalam Susanto Budaya oganisasi adalah suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Menurut Ivancevich budaya organisasi yang kuat dicirikan dengan adanya karyawan yang memiliki nilai inti bersama. Semakin banyak nilai berbagi dan menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar pengaruhya terhadap perilaku organisasi. Budaya organisasi meresap dalam kehidupan organisasi dan selanjutnya mempengaruhi setiap kehidupan organisasi. Oleh karena itu, budaya organisasi berpengaruh sangat besar pada aspek-aspek fundamental dari kinerja organisasi. Pernyataan tersebut telah diterima dengan luas dan didukung oleh beberapa penelitian yang menghubungkan kinerja dengan budaya organisasi. Jika budaya organisasi merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja maka budaya organisasi harus dikelola dengan baik. 2 Selain budaya organisasi kepuasan kerja menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi kinerja karyawan. Sikap merupakan salah satu komponen dari modal manusia. Oleh karena itu, dalam menganalisis pegawai, aspek sikap ini harus diperhitungkan. Salah satu sikap pegawai 1 Alindra, A. I. (2015). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Depok Sports Center. 86. 2 Sarwono, J. (2006). korelasi . Dipetik Februari 1, 2019, dari www.jonathansarwono.com: http://www.jonathansarwono.info/ korelasi/korelasi.htm. ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. dalam hubungannya adalah kepuasan kerja (job satisfaction) . Menurut Husain, menyatakan bahwa: Kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian seorang atas pekerjaannya, khususnya menegenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya. 3 Kreitner dan Kinicki berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah respons afektif atau emosional terhadap berbagai macam segi dari suatu pekerjaan. Ivancevich, Konopaske, dan Matteson Kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki orang-orang tentang pekerjaan mereka. 4 Menurut Marihot Tua Effendi Hariandja berpendapat bahwa: Kepuasan kerja adalah merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini di sebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain – lain, atau mempunyai hubungan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi . Menurut T.Hani Handoko, menyatakan bahwa : Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memanadang pekerjaan mereka. 5 Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Salah satunya adalah budaya organisasi dan kepuasan. KSPPS Dana Ukhuwah merupakan KSPPS yang telah berdiri sejak November 1996. Dalam perjalanannya KSPPS Dana Ukhuwah ini telah memiliki satu kantor pusat dan empat kantor cabang. Kantor pusat KSPPS Dana Ukhuwah berada di kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dan sebaran cabangnya berada di Subang, Cicalengka dan Kota Bandung. KSPPS Dana Ukhuwah memiliki Produk simpanan, Produk pembiayaan dan layanan payment point. Untuk membangun citra dan pelayanan yang maksimal, maka dibutuhkan karyawan yang berkualitas pula. Budaya organisasi dan kepuasan menjadi salah satu aspek penting pembangunan kualitas karyawan. Bila budaya organisasi suatu perusahaan kuat dan karyawan memiliki kepuasan atas pekerjaannya, hal tersebut akan meningkatkan kinerja karyawan. 3 Sayekti, W. D. (2011). Kompetensi, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional, Motivasi dan Kinerja . Unpad Press. 213. 4 Wibowo, T. A. (2008). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Kantor Unit Cabang BRI Pattimura Semarang), 221 5 Riani, A. L. (2011). Budaya Organisasi. Graha Ilmu. 16 ## 258 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. ## LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 1. Kinerja Karyawan Mangkunegara Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 6 Sedarmayanti Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan). 7 Henry Simamora Kinerja karyawan adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Rivai dalam Muhammad Sandy memberikan definisi bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Abdullah Standar kinerja merupakan yang diharapkan suatu organisasi, dan merupakan pembanding (benchmark) tujuan atau target tergantung pada pendekatan yang diambil. Standar kinerja yang baik harus realistis, dapat diukur dan mudah dipahami dengan jelas sehingga bermanfaat bagi organisasi maupun para karyawan. Wilson Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding (benchmark) atas tujuan atau target yang ingin dicapai, sedangkan hasil pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh seorang karyawan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kinerja. Menurut Mathis dan Jakson, Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu karyawan, yaitu: Kemampuan mereka, Motivasi, Dukungan yang diterima, Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan Hubungan mereka dengan organisasi. Menurut Husein, Kinerja karyawan dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu : Kesetiaan, Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan tanggung jawabnya dalam 6 Prof. Dr. Lijan Poltak Sinambela, M. M. (2012). Kinerja Pegawai. Graha Ilmu. 211. 7 Mokodampit, W. (2016). Pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pt. Pos indonesia (persero) cabang makassar. Ekonomi . 21. ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. organisasi. kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan, menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Prestasi Kerja, Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang karyawan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesanggupan karyawan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kedisiplinan, Sejauhmana karyawan dapat mematuhi peraturan- peraturan yang ada dan melaksanakan intruksi yang diberikan kepadanya. Kreatifitas, Merupakan kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas dan mengeluarkan potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdayaguna dan berhasil guna. Kerjasama, Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan karyawan untuk bekerjasama dengan karyawan lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik. Kecakapan, Dapat diukur dari tingkat pendidikan karyawan yang disesuaikan dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya. Tanggung jawab , Yaitu kesanggupan seorang karyawan menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko pekerjaan yang dilakukan. Maka dari pendapat Husein diatas, Kinerja karyawan dapat dikatakan baik atau dapat dinilai melalui tujuh aspek diatas. Semakin banyak aspek yang dipenuhi karyawan maka kinerja karyawan semakin baik. Begitupun sebaliknya, bila hanya sedikit aspek yang dapat dipenuhi, maka kinerja karyawan semakin rendah. 8 ## 2. Budaya Organisasi Secara komprehensif budaya organisasi didefinisikan sebagai sebuah corak dan asumsi-asumsi dasar-ditemukan, atau dikembangkan oleh sebuah kelompok tertentu untuk belajar mengatasi problem-problem kelompok dari adaptasi eksternal dan integrai internal-yang telah bekerja dengan baik, cukup relevan untuk dipertimbangkan sebagai sesuatu yang yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan dalam hubungannya dengan problem-problem tersebut. 8 Dani Rizki Pratama, S. D. (2014). Analisis pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan bagian marketing Bank Panin Pekanbaru. 87. ## 260 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. Luthans dalam Susanto mengemukakan bahwa, budaya organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang akan berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Dalam pendapatnya Sarplin dalam Susanto menyatakan budaya organisasi adalah suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dengan struktur formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Menurut Sondang budaya organisasi adalah penggabungan antara gaya kepemimpinan manajemen puncak dan norma-norma serta sistem nilai keyakinan para anggota organisasi. Sedangkan menurut Deddy Mulyadi budaya organisasi adalah apa yang karyawan rasakan dan bagaimana persepsi ini menciptakan suatu pola teladan kepercayaan, nilai-nilai dan harapan. Dengan demikian, kinerja karyawan perusahaan akan membaik seiring dengan internalisasi budaya organisasi. Karyawan yang sudah memahami nilai – nilai organisasi akan menjadikan nilai – nilai tersebut sebagai salah satu kepribadian organisasi. 9 ## 3. Kepuasan Kerja Luthans mendifinisikan kepuasan kerja sebagai hasil persepsi pegawai tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan sesuatu yang dianggap penting. Sedangkan menurut Minner (1988:90), kepuasan kerja seringkali disamakan dengan sikap seseorang terhadap pekerjaan. Hampir sama dengan pengertian Minner, Robbins (1996:90), menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai sikap secara umum dan tingkat perasaan positif seseorang terhadap pekerjaannya. 10 Menurut Sutrisno kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaaan seseorang terhadap pekerjaanya dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan 9 Dimyati, M. R. (2011). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Komitmen Organisasial Sebagai Variabel Pemedias. jurnal Bisnis Strategi . 91. 10 Dimyati, M. R. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Komitmen Organisasial Sebagai Variabel Pemedias. jurnal Bisnis Strategi . (2011) 90 ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. timbul sikap atau tingkah laku negatif dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan frustasi. Sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif, dan dapat berprestasi lebih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja dapat menjadi salah satu gambaran dari perusaan karyawan terhadap pekerjaannya. Hal ini kan tampak pada karyawan yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi akan memperlihatkan sifat positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, katyawan yang memiliki tingkat kepuasan yang rendah, akan memperlihatkan sifat negatif terhadap pekerjaannya. 11 Menurut Danfar kepuasan kerja merupakan sikap positif menyangkut penyesuaian karyawan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, meliputi: Faktor Kepuasan Finansial , yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi : sistem, besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, dan fasilitas yang diberikan serta promosi. Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi: jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur. Faktor Kepuasan Sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antar sesama karyawan dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi beberapa hal, yakni : rekan kerja, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar. Faktor Kepuasan Psikologi, yaitu berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi: minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. Dalam bukunya menyatakan bahwa tidak diragukan lagi bahwa kepuasan kerja berhubungan signifikan terhadap kinerja pegawai. Davis dan Newstrom mengemukakan bahwa sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan kerja yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi 11 Pirzada Sami Ullah Sabri, dkk. (2011). Organizational Culture and Its Impact on the Job Satisfaction of the University Teachers of Lahore. International Journal of Business and Social Science . ## 262 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. yang tinggi, tetapi asumsi ini tidak benar, bukti yang memberi kesan menjadi lebih akurat bahwa produktivitas itu mungkin menimbulkan kepuasan. Dalam kasus tertentu, ada kemungkinan terjadinya kepuasan yang tinggi namun kinerja tidak memenuhi standar. Hal ini menandakan bahwa kinerja karyawan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tunggal yakni kepuasan. Namun ada variabel lain yang juga mempengaruhi tingkan kinerja karyawan. Hipotesis 1 : Budaya Organisasi secara Parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada KSPPS Dana Ukhuwah Hipotesis 2 : Kepuasan Kerja secara parsial memiliki berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada KSPPS Dana Ukhuwah Hipotesis 3 : Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja secara simultan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada KSPPS Dana Ukhuwah ## METODOLOGI PENELITIAN ## 1. Populasi dan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki karakter & kualitas tertentu yang ditetapkan oleh seorang peneliti untuk dipelajari yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan KSPPS Dana Ukhuwah yang berjumlah 31 orang. Sampel adalah suatu himpunan bagian ( subset ) dari unit populasi. Sampel adalah bagian dari suatu subjek atau objek yang mewakili populasi. Pengambilan sampel harus sesuai dengan kualitas dan karakteristik suatu populasi. Pengambilan sampel yang tidak sesuai dengan kualitas dan karakteristik populasi akan menyebabkan suatu penelitian akan menjadi biasa, tidak dapat dipercaya dan kesimpulannya pun bisa keliru. Hal ini karena tidak dapat mewakili populasi. Sampel dari penelitian kali ini adalah 29 orang karyawan KSPPS Dana Ukhuwah. ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. ## 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dengan membagikan kuisioner kepada karyawan dengan mengambil jumlah sample dari populasi yang ditentukan. Kuesioner, yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada responden. Pada penelitian ini, kuesioner dibagikan kepada responden. Jenis kuesioner yang akan digunakan adalah kuesioner tertutup dimana responden diminta untuk menjawab pertanyaan dengan memilih jawaban yang telah disediakan dengan Skala Likert. ## 3. Teknik Analisis Data Berdasarkan variabel – variabel indikator di atas, penulis kemudian mengembangkan menjadi instrumen penelitian yang dalam hal ini adalah pertanyaan-pertanyaan di dalam kuisioner penelitian. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dam persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Sehingga untuk mengetahui pengukuran jawaban responden pada penelitian ini yang mana menggunakan instrument penelitian berupa kuisioner, penulis menggunakan metode skala likert ( Likert’s Summated Ratings ). Dalam pengukuran jawaban responden, pengisian kuesioner tentang pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan diukur dengan menggunakan skala likert , dengan tingkatan sebagai berikut: Jawaban Sangat Setuju diberi bobot 4, Jawaban Setuju diberi bobot 3, Jawaban Tidak Setuju diberi bobot 2, Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi bobot 1 Instrumen penelitian (kuisioner) yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu valid dan reliabel. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner perlu dilakukan pengujian atas kuisioner dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Karena validitas dan reliabilitas ini bertujuan untuk menguji apakah kuesioner yang disebarkan untuk mendapatkan data penelitian adalah valid dan reliabel, maka untuk itu, penulis juga akan melakukan kedua uji ini terhadap instrumen penelitian (kuisioner). Dalam mengolah data kuesioner, penulis menggunakan Software SPSS , yaitu sebuah program komputer yang digunakan untuk menganalisis data statistik. Keunggulan program ini adalah dapat ## 264 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. mempercepat perhitungan secara akurat. Hasil pengolahan data kuesioner melalui SPSS tersebut, akan menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari pernyataan setiap indikator/pernyataan. ## ANALISIS DATA Sejarah Singkat KSPPS Dana Ukhuwah Kelahiran KSPPS Dana Ukhuwah berawal dari akan diadakannya pelatihan calon pengurus KSPPS se Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk)Jawa Barat bekerjasama dengan Pemda Provinsi Jawa Barat pada tanggal 18-28 Juli 1996 di Wisma Kartini Bandung. Salah seorang pengurus Pinbuk yang berdomisili di Kecamatan Lembang, menyadari bahwa pada saat itu belum ada satu pun KSPPS di kecamatan Lembang. Maka muncul ide untuk mendirikan sebuah KSPPS di Lembang, ide tersebut kemudian disosialisasikan kepada rekannya. Pada akhirnya KSPPS Dana Ukhuwah ini berdiri dengan inisiasi: Imas Masitoh, S,Pd, Eri Endriyali. Dra , Marsadi, Drs, Eman Sulaeman, S.Ag dan Muhammad Rizani, S.Sos. Setelah segala persiapan dirasa mencukupi, maka diputuskan bahwa KSPPS yang kemudian diberi nama KSPPS Dana Ukhuwah akan diresmikan pada tanggal 10 November 1996. Dengan harapan mampu diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat. Namun dengan segala kondisi yang ada, tidak memungkinkan untuk diresmikan oleh Gubernur. Maka peresmian KSPPS Dana Ukhuwah dilandasi dengan syukur atas kelahirannya sebagai KSPPS pertama di kecamatan Lembang. Pada awalnya Kelompok Swadaya Masyarakat merupakan payung yang dipilih untuk memulai aktivitas KSPPS, karena bentuk organisasi ini dirasakan tidak terlalu sulit dalam proses pembentukannya. Namun dikarenakan semakin banyak kegiatan-kegiatan yang dalam pelaksanaannya mensyaratkan adanya suatu badan hukum yang diakui oleh pemerintah, maka pada mulai tanggal 20 Februari 1999 KSPPS Dana Ukhuwah mengenakan baju Koperasi KSPPS sebagai badan hukum dengan No. 54/BH/518- KOP/II/1999. Alhamdulillah, saat ini KSPPS Dana Ukhuwah telah memiliki 2 (dua) kantor Cabang di Cicalengka dan Subang serta 1 (satu) kantor kas di Panyileukan, kabupaten Bandung. Hingga akhir tahun 2018 total asset KSPPS Dana Ukhuwah hamper menyentuh angka Rp. 20.000.000.000,00 (Dua puluh milyar rupiah). ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. Visi Misi KSPPS Dana Ukhuwah Visi KSPPS Dana Ukhuwah : Menjadi Lembaga Keuangan Makro yang Kokoh dan Berskala Makro. Misi : Mensosialisasikan prinsip-prinsip ekonomi syari’ah, Menguatkan ekonomi anggota melalui pemberian modal usaha dengan menerapkan sistem keuangan syariah sehingga pada gilirannya akan dapat menumbuh kembangkan ekonomi ummat dan Menumbuhkembangkan ekonomi ummat. ## PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa budaya organisasi dan kepuasan secara simultan memiliki pengaruh korelasi yang cukup terhadap kinerja karyawan sebesar 40,3 %. Budaya organisasi dalam uji parsial nya memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dipengaruhi dengan budaya organisasi yang dimiliki perusahaan sangat kuat, dinamis dan adaptif dapat dilihat dari hasil kuisioner, bahwa budaya organisasi di KSPPS Dana Ukhuwah diterapkan dengan sangat baik. Sedangkan, sebaliknya kepuasan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan namun tidak terlalu signifikan. Hal ini dipengaruhi dengan faktor kepuasan karyawan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban karyawan. Dari hasil yang didapatkan, memang budaya organisasi dan kepuasan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan, seperti yang dijelaskan dengan wawancara oleh HRD KSPPS Dana Ukhuwah, pengaruh terhadap kinerja karyawan dapat dilihat dalam berbagai faktor, yakni: 1. Faktor kesetiaan Dari sisi retensi keluar masuk karyawan di BMT Dana Ukhuwah sangat kecil sekali hal ini dapat dibuktikan dengan lama kerja karyawan di BMT Dana ukhuwah sampai dengan saat ini rata-rata diatas 5 tahun bahkan ada yang sampai puluhan tahun ( seusia dengan BMT Dana Ukhuwah saat ini 23 tahun), tentunya hal itu menunjukan kecintaan dan loyalitas karyawan terhadap lembaga ini 2. Faktor Prestasi kerja, faktor kreatifitas dan faktor kecakapan Kami mencoba menyandingkan antara faktor kecakapan, faktor kreatifitas dan dan factor prestasi kerja, mengapa demikian karena melihat fakta kondisi dilapangan dan ketiga faktor tersebut saling berkaitan: a. Jenjang pendidikan karyawan di BMT Dana Ukhuwah adalah 95 % SMA, namun demikian kami melihat bahwa setiap karyawan yang ## 266 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. bekerja di BMT Dana Ukhuwah memiliki kesempatan yang sama untuk belajar meningkatkan kualitas kerja dan mengembangkan kemampuan dirinya b. Sosialisasi mengenai SOP dan aturan kebijakan lainnya dilakukan secara berkala agar karyawan memahami mengenai job description , tugas, wewenang hak dan kewajibannya c. Melalui evaluasi kerja personal yang dikoordinir oleh masing-masing bagian akan memberikan masukan kepada manajemen mengenai kekurangan dan kelebihan ataupun potensi karyawan sehingga hal ini merupakan upaya agar karyawan/ti tersebut berada dibagian posisi yang tepat dan sesuai dengan kemampuannya d. Dalam rencana kerja setiap tahunnya manajemen merencanakan peningkatan kapasitas staf melalui pelatihan – pelatihan internal maupun eksternal, ( In House Training, Seminar, workshop), ataupun kegiatan untuk meningkatkan ruhiyah karyawan, bahkan menyekolahkan karyawan yang memiliki potensi dan kinerja yang baik e. Melibatkan karyawan dalam setiap even, untuk menambah wawasan , pengalaman dan mengembangkan kreatifitasnya f. Hal-hal tersebut diatas merupakan upaya kami agar kami memilki karyawan yang berkualitas. 3. Faktor kedisiplinan Faktor kedisiplinan mungkin belum bisa dikatakan ideal, namun sdh lebih dari cukup baik karena ada hal – hal tertentu yang lembaga terapkan yang masih bersifat flexible, kami lebih menekankan upaya kesadaran diri dalam bekerja sehingga karyawan diharapkan dapat memposisikan atau menempatkan dirinya dengan baik. 4. Faktor Kerjasama Memberikan pemahaman kepada karyawan bahwa bekerja di BMT adalah membangun sebuah sistem yang berarti suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain, memilki visi dan misi yang sama untuk mencapai tujuan bersama, sehingga kami menyadari bahwa kami harus bekerjasama secara tim, harus berkoordinasi, menjaga komunikasi yang baik, dengan rekan kerja, atasan , stake holder ( lembaga mitra, anggota) dan masyarakat sehingga keberhasilan yang kami dapatkan adalah hasil kerjasama tim. ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. ## 5. Faktor tanggung Jawab Karyawan sudah terbiasa melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi,berdasarkan ketepatan waktu dan target karena hal tersebut dilakukan monitoring dan evaluasi oleh kepala bagiannya masing – masing dengan penuh tanggung jawab dan konsekuensi atas setiap pekerjaan. ## KESIMPULAN Budaya organisasi dan kepuasan karyawan memiliki pengaruh yang sangat penting bagi kinerja karyawan. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian terhadap pengaruh budaya organisasi dan kepuasan terhadap kinerja karyawan di KSPPS Dana Ukhuwah. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Budaya organisasi (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) secara parsial. Dengan nilai sig dari variabel budaya organisasi (X1) adalah 0,006 atau < dari 0,05. Dan nilai thitung sebesar 2.997 > ttabel yakni 2.056. Kepuasan (X2) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) secara parsial. Dengan nilai sig dari variabel kepuasan (X2) adalah 0,240 atau > dari 0,05. Nilai thitung sebesar 1.202 < ttabel yakni 2.056. Budaya organisasi (X1) dan Kepuasan (X2) memiliki pengaruh yang cukup terhadap kinerja karyawan secara simultan. Dengan nilai sig adalah 0,001 atau lebih kecil dari < 0.05 dan nilai dari Fhitung adalah 8.780 > Ftabel yaitu 3.35. ## DAFTAR PUSTAKA Alindra, A. I. (2015). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Depok Sports Center. Dani Rizki Pratama, S. D. (2014). Analisis pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan bagian marketing Bank Panin Pekanbaru. Dimyati, M. R. (2011). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Komitmen Organisasial Sebagai Variabel Pemedias. jurnal Bisnis Strategi . 268 }{ Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Mabrur ..::: Malia : Jurnal Ekonomi Islam, Volume 10 Nomor 2 Juni 2019 :::.. Mokodampit, W. (2016). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Pos Indonesia (persero) cabang Makassar. Ekonomi . Pirzada Sami Ullah Sabri, dkk. (2011). Organizational Culture and Its Impact on the Job Satisfaction of the University Teachers of Lahore. International Journal of Business and Social Science . Prof. Dr. Lijan Poltak Sinambela, M. M. (2012). Kinerja Pegawai. Graha Ilmu. Prof. Dr. Sondang P. Siagian, M. (2004). Manajemen Internasional. Bumi Aksara. Riani, A. L. (2011). Budaya Organisasi. Graha Ilmu. Sarwono, J. (2006). korelasi . Dipetik Februari 1, 2019, dari www.jonathansarwono.com: http://www.jonathansarwono.info/ korelasi/korelasi.htm Sayekti, W. D. (2011). Kompetensi, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional, Motivasi dan Kinerja . Unpad Press. Taurisa, C. M. (2012). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Sido Muncul Kaligawe Semarang). Wibowo, T. A. (2008). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Kantor Unit Cabang BRI Pattimura Semarang).
84755595-a602-4d28-9f3f-b22b9b816caa
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jhs/article/download/336/304
## KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN ## Oleh M Jeffri Arlinandes Chandra 1 ## Abstract Bank Indonesia is the central bank of Indonesia which has the authority as the monetary authority (monetary authority) and to supervise and regulate banking institutional. To keep the independency of Bank Indonesia, based on Bank Indonesia Law 23/99 Article 34 paragraph (1) and (2) then formed the Financial Services Authority (OJK) on 22 November 2011, the OJK has the function of regulation and supervision of banking in Indonesia. Banking regulation by the OJK considered not have the legal basis for the establishment OJK formed to the banking supervision is considered that Bank Indonesia has failed to carry out these functions while the banking arrangements are retained by Bank Indonesia in accordance with the explanation of Article 34 paragraph (2) of the Act of Bank Indonesia, not only that delay the establishment of the OJK also considered unconstitutional by some parties that the filing of a lawsuit to download the OJK Act judicial review to the Constitutional Court (MK). Establishment of the OJK that no delay occurs then make FSA unconstitutional but the OJK when examined under Law 12/11 on the establishment of legislation, the OJK is a constitutional institution but when examined the substance of the Act OJK then indeed there is debate as function settings question will cause the function to implement and establish a system of payment by Bank Indonesia smoothness will automatically fall under the authority of the OJK for implementing and applying the regulatory function of the payment system is one of the activities in the regulation and supervision of banks that will lead to the health of financial institutions, especially banks can be controlled and detected earlier if there are indications of deterioration of the financial condition of banking which will lead to a suspension / closure of banking activities Keywords: Bank Indonesia, Law No 21 Year 2011 Regarding The Financial Services Authority , Regulatory Authority And Banking Supervision 1 M Jeffri Arlinandes Chandra, Dosen Fakultas Hukum Universitas Dehasen Bengkulu ## A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang menyebabkan banyak faktor yang mendukung dalam perkembangannya negara ini antara lainnya Bank. Bank mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian nasional. jika di lihat dari kondisi masyarakat sekarang, jarang sekali orang yang tidak mengenal dan tidak berhubungan dengan Bank. Hampir semua orang berkaitan dengan lembaga keuangan. Dari pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. 2 Pengawasan yang dilakukan secara impicit (Perlindungan yang 2 Undang- Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan . dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif ) yang dapat kita lihat dengan lahirnya Undang – Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU Otoritas Jasa Keuangan) yang disahkan pada tanggal 22 November 2011, dengan adanya lembaga OJK diharapkan akan memecahkan masalah mengenai pengawasan yang selama ini di lakukan oleh Bank Indonesia akan beralih ke OJK berdasarkan Undang-Undang tersebut. Undang – Undang OJK timbul akibat adanya amanat Undang – Undang Nomor 7 tahun 1997 jo Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang – Undang No 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang bahwa pada pasal 34 Ayat (1) dan (2). Dengan adanya OJK timbul pro dan kontra yang ada di kalangan masyarakat perbankan maupun pelaku dunia usaha dan pakar hukum pada utamanya yang mempertanyakan konstitusionalitas Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) karena dalam pembentukannya OJK mempunyai landasan pembentuk Undang-Undang tersebut dalam konsideran mengingatnya hanya mengacu pada Undang-Undang tentang Bank Indonesia saja akan tetapi peralihan hak dan kewenangan yang dimilikinya tidak hanya mengatur dalam sektor perbankan akan tetapi juga mengatur dalam sektor perasuransian, sektor pasar modal, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lalinya berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga ada yang berpendapat bahwa OJK telah melebihi kewenangan yang telah diamanatkan Undang-Undang Bank Indonesia sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) dan (2). Menurut Rimawan Pradiptyo, pengawasan terhadap lembaga keuangan ( LK ) dilakukan oleh tiga institusi, yaitu Kementrian Koperasi, Bapepam-LK dan Bank Indonesia. Pengawasan lembaga keuangan bank (LKB), mencakup bak umum,BPR dan bank syariah, dilakukan oleh Bank Indonesia. pengawasan lembaga keuangan non-bank (LKNB ) dipecah menjadi dua, yaitu LKNB non Koperasi diawasi oleh Bapepam-LK, sementara LKNB koperasi diawasi oleh Kementrian Koperasi 3 .sehingga OJK 3 Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia ditinjau menurut Undang- Undang No 7 tahun 1992 tentang telah mengambil kewenangan 3 institusi sekaligus yang menyebabkan keberadaan OJK dipertanyakan. Selain itu masalah pengaturan juga tidak disebutkan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Bank Indonesia akan tetapi perpindahan kewenangan yang dimiliki OJK merupakan pengawasan dan pengaturan terhadap perbankan sehingga menyebabkan override kewenangan yang diberikan kepada OJK yang menyebabkan pengaturan perbankan oleh OJK dipertanyakan, selain itu tentang jangka waktu pembentukan lembaga yang diberikan Undang-Undang Bank Indonesia dalam pembentukan OJK juga telah melebihi batas waktu yang ditentukan yaitu dalam pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa “ Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002” akan tetapi realisasi pembentukan lembaga OJK pada 22 November 2011 dan peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan ke OJK pada tanggal 31 perbankan,sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 10 tahun 1998, dan Undang-Undang No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia , serta Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ),Edisi Kedua, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2011, Hal. 214. Desember 2013 sehingga kurang lebih memerlukan 9 tahun dalam realisasi pembentukan dan 2 tahun masa peralihan ke Bank Indonesia yang pengaturan tentang jangka waktu tersebut tidak diatur dalam ketentuan lain, sehingga menjadi pertanyaan yang kompleks ketika apakah OJK merupakan lembaga yang konstitusional berdasarkan pembentukan dan kewenangan yang dimilikinya? Selain konstitusionalitas lembaga OJK, kelembagaan antara OJK dan Bank Indonesia juga masih diperdebatkan karena apabila kita lihat dalam pembentukan lembaga OJK tersebut berdasarkan tata urut peraturan perundang – undangan maka Otoritas Jasa Keuangan seharusnya lembaga yang menjalankan fungsi koordinasi yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan yang penuh terhadap pengendalian fungsi Moneter dan Fungsi kelancaran pembiayaan sehingga OJK seharusnya merupakan pelaksana dari fungsi Bank Indonesia tersebut akan tetapi apabila kita lihat dalam tataran kewenangan yang dimiliki oleh OJK posisi tersebut malahan terbalik seakan-akan OJK merupakan lembaga yang super power yang cakupannya tidak hanya pengawasan sektor perbankan saja akan tetapi sektor – sektor lain yang menjadi tugas OJK membuat lembaga tersebut menjadi lembaga yang menjadi koordinator dari lembaga – lembaga yang dibawahinya termasuk dalam perbankan yaitu Bank Indonesia, sehingga menimbulkan suatu perdebatan saat dipertanyakan masalah posisi siapa yang menjadi leader dalam sektor perbankan di Indonesia. Saat ini OJK telah digugat oleh kelompok yang menyebutkan tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa dengan mempersoalkan fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu dikarenakan fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan di OJK tak diatur dalam konstitusi. Permintaan tersebut ditandai dengan adanya pengajuan permohonan uji materi UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK ke Mahkamah Konstitusi dengan No Reg Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa Salamuddin Daeng juang mempermasalahkan, kata “independen' dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK bertentangan dengan ketentuan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945. Menurutnya, kata “independen” dalam konstitusi hanya dimungkinkan dengan melalui bank sentral, bukan OJK. Atas dasar itu, kata “independen” dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK dicangkok secara utuh dari Pasal 34 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI). “Independensi itu hanya dikenal melalui turunan regulasi yang merujuk dan mengacu pada ketentuan Pasal 23D UUD 1945, yang dapat dimungkinkan adanya bank sentral yang independen,” 4 Maka melihat berbagai masalah yang dikemukakan di atas maka penulis bermaksud akan mengangkat penulisan tesis dengan Judul “ Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengaturan dan Pengawasan Perbankan di Indonesia Setelah terbitnya Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang OJK”. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, dalam tulisan ini dikaji dua isu hukum yaitu: 1. Bagaimana kedudukan Bank Indonesia dalam sistem lembaga keuangan di Indonesia setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan ? 2. Bagaimana Kewenangan Bank Indonesia dalam Mengatur dan Mengawasi perbankan di Indonesia 4 Hukum Online/mk-diminta-cabut- pengawasan-perbankan-ojk.htm, Diposting hari selasa 16 September 2014. Jam 16.00 WIB. ## setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan? ## B. METODE PENELITIAN ## 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian Yuridis Normatif. Penelitian ini tidak hanya menggunakan pendekatan Yuridis Normatif, Tetapi juga menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan ( Statute Approce), pendekatan historis karena akan dilihat dari dasar pembentukan peraturan perundang-undangan dan lembaga yang dibentuk dan pendekatan koperatif karena akan dilihat perbandingan antara lembaga negara yang berhubungan ( Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia ). ## 2. Bahan Hukum Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Bahan Hukum Primer, yang berupa peraturan perundang-undangan, khususnya penelitian hukum Normatif, maka kajian dalam penelitian ini sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan data sekunder, berdasarkan kekuatan mengikatnya, maka bahan hukum (bahan pustaka di bidang hukum) sebagai data sekunder yang dipergunakan dalam kajian penelitian ini Sumber bahan hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan Sumber data Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. ## 3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum. Dalam Penelitian Hukum dikenal tiga alat pengumpul (bahan hukum), yaitu studi dokumen 5 Data- data yang didapatkan dari pengumpulan studi dokumen digunakan sebagai bahan hukum sekunder dan sekaligus bahan hukum primer. Menyangkut pengumpulan bahan hukum sekunder dilaksanakan dengan melakukan studi dokumen dan dengan memilih bahan-bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian yang diajukan dengan prosedur sebagai berikut: Terhadap bahan hukum primer, sekunder dan tertier prosedur pengumpulannya dilakukan dengan menempatkan kategorisasi hukum terhadap mengkualifikasi hukum yang ditentukan dalam usulan penelitian seperti bahan hukum menyangkut pengertian kewenangan, pertanggungjawaban hukum atas 5 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum ,UI Press, Jakarta , 2006,Halaman 201. kewenangan yang dimiliki, status kewenangan yang dimikili. ## 4. Analisis bahan Hukum Keseluruhan data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis secara kualitatif dan diberikan penggambaran mengenai bagaimana koordinasi dan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap lembaga perbankan di Indonesia. Berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. ## C. PEMBAHASAN 1. Kedudukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam sistem lembaga keuangan di indonesia. Selain peralihan kewenangan yang secara jelas diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, diatur pula hubungan kelembagaan dan kerjasama antar lembaga mengingat terdapat beberapa masalah yang sangat signifikan terkait proses peralihan ini. Sebagaimana dianut oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan juga merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. 6 Pengecualian ini sekalipun, seharusnya tidak mengurangi independensi Otoritas Jasa Keuangan. Pengawasan terhadap bank pada dasarnya dibangun atas tiga pilar: regulasi, monitoring dan sanksi. Jika dianalogikan sebagai manusia: regulasi itu adalah badan, monitoring itu sebagai kepala (akal, mata dan telinga), dan penegakan hukum (sanksi) menjadi hati nuraninya. Agar efektif, kondisi ketiga elemen yang terintegrasi tersebut harus senantiasa dipelihara agar sehat (sound) dan difungsikan secara tepat (proper) . Sistem perbankan itu sendiri dapat diibaratkan sebagai suatu bangunan yang bersendikan ketiga pilar tersebut. Jika salah satu pilarnya lemah atau kurang kukuh, maka dia akan mudah roboh dan mudah dimasuki atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Keberhasilan sebagai lembaga pengawas bank tidak akan berjalan dengan sendirinya hanya dengan re-organisasi atau pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral. Keberhasilan itu merupakan produk yang dikembangkan dari suatu filosifi yang orientasi pasar yang fleksibel. 6 Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Hanya dengan menjadi suatu lembaga yang berintegritas tinggi, dinamis, policy-driven, berkemampuan riset yang kuat, forward looking, dan market friendly serta senantiasa belajar (learning organization) pada akhirnya akan berhasil melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh rakyat dan menjadi lembaga yang kompeten dan independen. 7 Dalam Pasal 8 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dijelaskan mengenai kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang berkaitan dengan fungsi Otoritas Jasa Keuangan mengenai tugas kerja yang berhubungan dengan pengawasan dan pengaturan yang bersifat microprudential 8 . Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga baru dianggap sebagai kebutuhan untuk mengatasi permasalahan keuangan yang terfokus pada lembaga keuangan untuk menghindari penanganan yang tidak transparan terhadap pengelolaan dan 7 S. Batunanggar, 1999, Strategi Pengawasan Bank Yang Efektif di Indonesia , Institusi bankir Indonesia, Edisi Nomor 78, Juli- Agustus 1999. 8 Microprudential adalah analisis yang mengarah pada perkembangan dalam individu lembaga keuangan dan lebih menaruh pada menghindari problem individual lembaga untuk melindungi kepentingan deposan. Sumber: http://gagasanhukum.com/2013/02/11/bank- indonesia-ojk-dan-basel-iii-bagian-i/ di Akses Tanggal 10 Februari 2015 Jam 02.00 permasalahan keuangan, lahirnya Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen yang menjadi pengawas perbankan dan lembaga pembiayaan, menjadikan kewenangan pengawasan perbankan yang dimiliki Bank Indonesia beralih ke Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan pengawasan perbankan diamanatkan oleh Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan ini meliputi kewenangan pengawasan, pengaturan dan mengenai kesehatan bank; 9 Pengawasan dan pengaturan yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebelumnya adalah pengawasan universal yang bersifat macroprudential 10 dan microprudential keberadaan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai lembaga yang 9 Undang – Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 7. 10 Macroprudential memfokuskan analisisnya pada sistem keuangan secara menyeluruh yaitu dengan memperhatikan yang terjadi di balik suatu kejadian, baik yang diakibatkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Analisis macroprudential belum menjadi macroprudential supervision sebelum hasil analisis tersebut disebut dengan soft law atau soft macroprudential supervision. Tujuan dasar macroprudential supervision mengembangkan pendekatan supervisi yang difokuskan pada stabilitas sistem keuangan. Secara lebih praktis, macroprudential supervision melibatkan kegiatan monitoring resiko sistemik dan segera merancang langkah pengawasan yang diperlukan untuk mengurangi atau mengatasi resiko sistemik tersebut. melakukan pengawasan di bidang microprudential, pemisahan kewenangan ini bertujuan untuk semakin mengefisiensikan kinerja lembaga keuangan agar tidak terjadi benturan kepentingan, benturan kepentingan yang dimaksud adalah adanya penggabungan 2 (dua) fungsi yang berbeda di dalam satu lembaga merupakan suatu pengalaman dan kenyataan yang terjadi di beberapa negara saat ini, misalnya pengaturan pengawasan yang dilaksanakan bank sentral yang sekaligus berperan sebagai otoritas moneter. Benturan kepentingan yang dimaksud mengakibatkan berkurangnya efektifitas pengaturan dan pengawasan perbankan yang seharusnya lebih menekankan pada pendekatan prudensial. Penggunaan instrumen- instrumen moneter berupa likuiditas untuk menyehatkan kondisi bank yang diawasinya cenderung lebih dipilih oleh bank sentral daripada menggunakan pengaturan dan pengawasan yang mengedepankan peraturan kehati-hatian (prudential regulator). Hal ini dilakukan karena bank sentral ingin menutupi potensi kegagalannya dalam melakukan fungsi pengawasannya terhadap bank yang bersangkutan yang mendorong digunakannya instrumen moneter (lender of last resort) yang pada dasarnya tidak menyelesaikan inti kelemahan bank sebagai akibat pelanggaran terhadap prudential regulator. Adanya benturan kepentingan antara bank sentral sebagai otoritas moneter dan bank sentral sebagai pengawas perbankan inilah yang perlu dihindari dengan cara memisahkan fungsi pengawasan bank dari bank sentral yang fungsi utamanya adalah otoritas moneter. Fungsi masing – masing lembaga yang diharapkan agar dapat memisahkan antara pengaturan dan pengawasan baik secara makcoprudential yang di lakukan oleh bank Indonesia dan microprudential yang dilakukan oleh otoritas jasa keuangan. Pembentukan otoritas jasa keuangan sebagai penerima delegasi kewenangan yang pada mulanya merupakan kewenangan bank Indonesia menjadi acuan dasar menentukan apakah suatu lembaga yang dibentuk secara hukum ( Konstitusional atau Inkonstitusional ) dikarenakan pelimpahan kewenangan yang diberikan tidak boleh melebihi yang diamanatkan dalam oleh pemberi delegasi tersebut. Menurut pengamatan penulis bahwa pembentukan otoritas jasa keuangan merupakan delegasi kewenangan dari bank indonesia yang berarti bahwa terjadi perpindahan/pelimpahan kewenangan dari satu lembaga kepada lembaga lain yang berakibat terjadi perpindahan secara mutlak 11 . Kontitusionalitas otortitas jasa keuangan ( OJK ) menjadi dipertanyakan karena kewenangan tersebut mulanya dimiliki oleh bank indonesia adalah mandat langsung dari UUD NRI 1945 berdasarkan pasal 23 D yaitu : “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang- undang.” 12 , dari isi undang- undang tersebut maka Undang-Undang Bank Indonesia merupakan Undang-Undang yang bersifat antribusi ( diperintahkan langsung untuk diatur langsung dengan Undang-Undang) sehingga dapat dilihat dari yang menghendaki adanya Undang- Undang Bank Indonesia tersebut adalah UUD NRI 1945 itu sendiri 13 . Konstitusional atau tidak konstitusional suatu produk hukum secara bisa dikaji dalam 2 aspek yaitu aspek formil dan aspek materiilnya, pengkajian masing-masing aspek suatu produk hukum itu dalam hal konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap undang-undang dasar maka pengujian formil kepada MK dapat diajukan sendiri dan bersamaan dengan 11 Jimly Asshiddiqie,Prihal Undang- Undang, Rajawali Pers,Jakarta,2014. Hal 264 12 Lihat Pasal 23D UUD NRI 1945 13 Op Cit, Hal 189. pengujian formal. Pasal 4 ayat (1) PMK nomor 006/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam perkara pengujian Undang-Undang mengatur. “permohonan pengujian UU meliputi pengujian formil dan /atau pengujian materil”. Pengajuan bersamaan pengujian formil dan materil didasarkan pada alasan selain pembentuk undang- undang berdasarkan UUD 1945,juga didasarkan terdapat materi muatan ayat,pasal dan/atau bagian dari undang- undang dimaksud bertentangan dengan UUD 1945 14 . Pembentukan lembaga OJK merupakan mandat dari Undang – Undang Nomor 7 tahun 1997, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 Ayat (1) dan (2) yang mengharuskan adanya suatu lembaga yang independen untuk mengawasi bidang perbankan di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Bank Indonesia melahirkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Secara formil dalam pembentukan Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang OJK mempunyai kedudukan yang sama karena merupakan produk hukum yang baik perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan telah berdasarkan kepada asas pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik 15 dan telah sesuai dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan maka dapat diartikan bahwa Undang-Undang OJK adalah undang-undang yang konstitusional berdasarkan pembentukan peraturan perundang- undangan dan tidak menyalahi prosedur dalam pembentukannya. Kejadian tersebut berbanding terbalik dengan materi muatan dalam UU OJK yang sebagian pasal dalam UU OJK tidak sesuai/bertentangan dengan kehendak UUD NRI 1945. Ketidak sesuaiannya kewenangan dalam mengatur dan mengawasi bank oleh OJK dapat dilakukan uji materi terhadap undang-undang tersebut karena OJK dianggap mempunyai kewenangan melebihi yang didelegasikan oleh pasal 34 ayat (1) dan (2) UU Bank Indonesia. OJK memiliki fungsi bukan hanya pengawasan akan tetapi juga fungsi pengaturan dalam perbankan, dalam penjelasan pasal 34 ayat (1) bahwa tugas pengaturan masih dilakukan oleh Bank Indonesia dan bukan merupakan domain dari tugas dan fungsi OJK. Tidak hanya itu OJK juga memegang fungsi dan tugas kewenangan mengatur dan mengawasi lembaga keuangan Bank yaitu pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang secara peraturan perundang- undangan pasar modal dan lembaga keuangan lain bukan merupakan ruang lingkup dari Bank Indonesia dan lembaga-lembaga tersebut mempunyai peraturan perundang-undangan yang tersendiri. Walaupun Undang–Undang OJK menganut dan dibenarkan dengan asas posterior ( hukum baru ) maka tidak serta merta bahwa Undang- Undang BI tidak berlaku lagi dan dapat dikesampingkan oleh UU OJK karena Bank Indonesia masih diakui dan memiliki kewenangan dalam pengaturan inflasi dan moneter dalam tugasnya, Bank Indonesia menurut UU OJK mempunyai protokol koordinasi dengan Bank Indonesia dan hanya sebagian saja kewenangan BI yang didelegasikan Ke OJK. Delegasi kewenangan yang dimaksud “het overdragen door een bestuursorgan van zijn bevoeggheid tot hen nemen van besuiten aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid uitoefent” yang berarti delegasi merupakan pemberian,pelimpahan,atau pengalihan kewenangan oleh suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. 16 . sehingga kewenangan tersebut beralih dari Bank Indonesia kepada OJK. akan tetapi materi Undang-Undang dalam OJK menurut penulis bertentangan dengan UUD NRI 1945 karena Undang-Undang Bank Indonesia walaupaun susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan indepedensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang 17 maka tidak dapat ditafsirkan bahwa undang- undang Bank Indonesia bukan merupakan patokan oleh hakim dalam terjadinya perselisihan antar lembaga yang mengatur hal yang sama, karena kedudukan Undang-Undang Bank Indonesia yang merupakan atribusi UUD NRI 1945 pasal 23 ayat (1) dan penjabaran lebih lanjut dari UUD NRI 1945 ( karena sifat dari UUD/Konstitusi adalah prinsipil dan tidak mengatur secara jelas, sehingga perlu ada penjabaran yang dapat dijadikan tolok ukur ) 18 awal dalam pelaksanaan tugas dan fungsi bank Indonesia dalam 16 Jimmly Asshidiqie, Prihal Perundang- Undangan,Rajawali Pers,Jakarta,2014 lihat dalam hal. 264 Lihat Algemene Wet Besturuursrecht ( AWB),1992/1993, artikel 1.A.1.2.1. dan Artikel 1.A.1.1. 17 Lihat Pasal 23 D UUD NRI 1945 18 Bayu Dwi Anggoro, Perkembangan pembentukan Undang-Undangan di Indonesia, KONpress,Jakarta 2014 Hal. 156. kewenangannya menjadi tolok ukur dalam pendelegasian oleh undang- undang tersebut maka menurut penulis harus sesuai dengan mandat dari Undang-Undang Bank Indonesia maka tidak boleh terjadi penyelundupan kewenangan maupun tugas dari Undang-Undang yang dibentuk secara atribusi merupakan kehendak langsung oleh UUD NRI 1945 sehingga bisa dilakukan pengujian materiil dari Undang – Undang OJK tersebut dengan UUD NRI 1945 dengan pelanggaran pasal 23 D tentang pembentukan UU BI. Konstitusionalnya UU OJK berdasarkan pembentukan peraturan perundang- undangan maka sebelum adanya uji materi Undang-Undang OJK yang menurut penulis bertentangan dengan UUD NRI 1945 maka Bank Indonesia harus menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai bank sentral Indonesia yang mempunyai kewenangan berdasarkan UU Bank Indonesia, sehingga kedudukan Bank Indonesia dalam lembaga keuangan di Indonesia adalah sebagai koordinator dalam pelaksanaan penyelengaraan stabilitas keuangan negara yang tugas dan fungsinya merupakan suatu tindakan prefentif ( tindakan pencegahan ) terhadap upaya – upaya yang dapat mengancam stabilitas keuangan negara sesuai dengan kewenangan yang ada pada UU Bank Indonesia itu sendiri. 2. Kewenangan Pengaturan dan ## Pengawasan Perbankan oleh Bank Indonesia Kewenangan yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan terdapat merupakan pendelegasian kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia yang termasuk pada pasal 34 ayat (1) dan (2) UU BI. Pada mulanya Bank Indonesia memiliki tugas dan wewenang berdasarkan UU BI yaitu terdapat pada pasal 8 : Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. Mengatur dan mengawasi Bank. Lahirnya Undang – Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebabkan adanya pendelegasian kewenangan dari bank Indonesia menuju otoritas jasa keuangan, kewenangan yang dimaksud merupakan kewenangan pengawasan terhadap perbankan oleh otoritas jasa keuangan. Dengan lahirnya OJK maka terdapat perselisihan penafsiran mengenai pelaksanaan tugas pengawasan oleh OJK sehingga timbullah anggapan bahwa OJK mempunyai kewenangan yang yang tidak sesuai dengan amanat pasal 34 UU BI sehingga OJK dianggap menguasai kewenangan secara sebagian besar Bank Indonesia. Kewenangan OJK berdasarkan UU no 21 Tahun 2013 tentang OJK antara lain terdapat pada pasal 4 – pasal 9. Dari uraian kewenangan OJK diatas bahwa OJK mempunyai beberapa perselisihan kewenangan dengan Bank Indonesia,pasar modal dan lembaga keuangan Non Bank sebagai pembentuk OJK dan lembaga keuangan lainnya yaitu : a) Otoritas Jasa Keuangan bukan hanya lembaga pengawasan perbankan akan tetapi juga merupakan lembaga pengatur perbankan sehingga tidak sesuai dengan UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 34 ayat (1) dan (2). Berdasarkan amanat dari pasal 34 ayat (1) dan (2) UU BI, dalam pembentukan OJK, OJK hanya mempunyai kewenangan pengawasan dalam perbankan. Akan tetapi dalam kenyataannya dianggap tidak sesuai berdasarkan pasal pembentuk UU OJK tersebut, dari kewenangan yang diamanatkan berdasarkan pendelegasian kewenangan, OJK hanya memiliki fungsi pengawasan dalam sistem perbankan sesuai dengan penjelasan pasal 34 ayat (1) dan (2) yaitu : 19 “Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadapBank dan perusahaan- perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, danapensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yangmenyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluarpemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan danDewan Perwakilan Rakyat.Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini ( supervisory board ) melakukan koordinasi dankerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang- undangpembentukan lembaga pengawasan dimaksud.Lembaga 19 Penjelasan Pasal 34 Ayat (1) dan (2), Undang – Undang No 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaantugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasandari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.Adapun tugas mengatur akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia.” Dari penjelasan pasal diatas secara terang bahwa OJK seharusnya hanya memiliki kewenangan dalam pengawasan perbankan saja sedangkan pengaturan tentang perbankan tetap berada dalam kewenangan Bank Indonesia, sehingga tugas mengatur perbankan tetap berada ditangan lembaga bank Indonesia sedangkan otoritas jasa keuangan juga dapat mengeluarkan pengaturan yang bersifat entern dalam tugas pengawasan secara langsung (Represif ) dan Bank Indonesia berperan sebagai petugas pengawasan secara tidak langsung ( Prepentif ) terhadap perbankan sesuai dengan tugas dan fungsi bank Indonesia dalam undang-undang BI, sehingga untuk mengembalikan kewenangan Bank Indonesia tersebut dapat menempuh tinjauan materiil ( Judicial Review ) dari MK mengenai kewenangan Bank Indonesia yang diambil secara paksa dengan adanya UU OJK. 3. Pedelegasian kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK juga menyebabkan fungsi mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran oleh Bank Indonesia secara otomatis beralih ke OJK walapun secara the jure masih dipegang oleh Bank Indonesia akan tetapi secara the facto Bank Indonesia hanya mempunyai fungsi dan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Pendelegasian kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK menyebabkan fungsi Bank Indonesia dalam pengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran menjadi bukan lagi merupakan ranah/tugas fungsi dari Bank Indonesia karena menjaga dan mengatur sistem pembayaran merupakan suatu usaha dalam perbankan untuk mengelola agar dalam sistem pengelolaan data penyelenggaraan sistem pembayaran. Adapun tugas dan wewenang Bank Indonesia dalam menjaga sistem kelancaran pembayaran adalah terdapat dalam pasal 15 – pasal 23 Undang- Undang Bank Indonesia serta penjelasan pasal yang telah dijelaskan dalam kewenangan Bank Indonesia diatas, penjelasan pasal mengenani kelancaran pembayaran merupakan suatu porsi dalam pelaksanaan sistem perbankan yang tugas dan pengawasannya telah beralih ke OJK 20 . Adapun penjelasan kewenangan mengenai pengawasan dan pengaturan dalam sistem pembayaran maka dapat kita lihat pada penjelasan pasal 15-23 UU BI. Dengan Penjelasan Pasal : Pasal 15 Ayat (1) ## Huruf a Jasa sistem pembayaran yang dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia antara lainadalah jasa transfer dana nilai besar. Adapun persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaranoleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi. ## Huruf b Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistempembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantaupenyelenggaraan sistem 20 Lihat Pasal dan Penjelasan Pasal 15- 23 Undang – Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. pembayaran. Informasi yang diperoleh dari penyelenggaraan sistem pembayaran itu juga diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas BankIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. ## Huruf c Penetapan penggunaan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna. Dalamwewenang ini termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangkaprinsip kehati-hatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pada ayat (1) ini, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran. Dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) huruf c didapatkan bahwa dalam melaksanakan kewenangan pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran yang mana objeknya merupakan perbankan adalah dalam pengawasan OJK seharusnya Bank Indonesia meminta persetujuan mengenai kegiatan yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut. Ayat (2) dalam penjelasan mengenai kewenangan Bank Indonesia dalam menjaga sistem pembayaran yaitu Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. Jenis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang memerlukan persetujuan BankIndonesia dan prosedur pemberian persetujuan oleh Bank Indonesia; b. Cakupan wewenang dan tanggung jawab penyelenggara jasa sistem pembayaran, termasuk tanggung jawab yang berkaitan dengan manajemen risiko; c. Persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; d. Penyelenggara jasa sistem pembayaran yang wajib menyampaikan laporan kegiatan; e. Jenis laporan kegiatan yang perlu disampaikan kepada Bank Indonesia dan tata cara pelaporannya; f. Jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat termasuk alatpembayaran yang bersifat elektronis seperti kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu pra bayar dan uang elektronik; g. Persyaratan keamanan alat pembayaran; h. Sanksi administratif berupa denda bagi pelanggaran ketentuan pada huruf a, huruf d dan huruf f tersebut di atas. i. Mengawasi dan mengatur sistem kliring antar bank, kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang- undangan atau ketentuan lain yang berlaku, yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. Ketentuan pasal dan penjelasan pasal tentang kewenangan pengelolaan sistem kelancaran pembayaran yang merupakan wewenang Bank Indonesia tersebut diatas apabila kita bandingkan dengan kewenangan serta tugas dan fungsi OJK dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pengaturan perbankan akan berbenturan karena perbankan yang merupakan objek dari pelaksanaan sistem kelancaran pembayaran merupakan domain dari OJK. Untuk kewenangan Bank Indonesia dalam perbankan terdapat pada pasal 40 UU OJK yaitu : a. Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. b. Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. c. Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah- langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. Penjelasan : Ayat (2) Yang dimaksud dengan “langkah-langkah sesuai kewenangan Bank Indonesia” adalah pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek dalam menjalankan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of last resort . Dalam menjalankan fungsi dimaksud, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK. Sehingga apabila kita melihat penjelasan pasal demi pasal tersebut diatas bahwa kewenangan Bank Indonesia dalam sistem kelancaran pembayaran yang ada diperbankan tidak dimiliki oleh Bank Indonesia, disini bank Indonesia merupakan otoritas fiskal dan moneter 21 , sehingga seharusnya kewenangan dalam sistem kelancaran pembayaran,kliring antar bank merupakan tugas dari OJK karena bila kita lihat secara seksama bahwa kewenangan tersebut seperti pelaksanaan kliring,pengawasan sistem kelancaran harusnya Bank Indonesia berkoordinasi dengan OJK karena domain pelaksanaan kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan telah di kelola oleh OJK secara utuh dan protokol koordinasi mengenai hubungan antar lembaga pada pasal 40 dan 41 UU OJK bahwa Bank Indonesia mempunyai kewenangan pengawasan dalam perbankan akan tetapi harus melalui prosedur pengajuan ke OJK sebagai pemegang kewenangan mengenai perbankan dan penilaian terhadap suatu perbankan harus dilaporkan ke OJK dan Bank Indonesia tidak mempunyai kewenangan dalam pemberian status mengenai kondisi bank yang telah diawasi sehingga yang mempunyai otoritas penuh masalah perbankan adalah OJK.. 21 Penjelasan mengenai ketentuan umum dalam Undang‐Undang OJK Penulis berpendapat bahwa adanya OJK merupakan suatu pengawasan sistem keuangan yeng terpadu dengan sistem pada pola OJK sebagai koordinator pengaturan dan pengawasan sistem keuangan (Perbankan,Pasar Modal,Perasuransian,Dana Pensiun dan Lembaga Pembiayaan) dengan sistem koordinasi kepada otoritas fiskal dan moneter yaitu Bank Indonesia. Ex- officio yang merupakan perwakilan dari Bank Indonesia,Bappepam – LK dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan 22 . Maka dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang OJK bertentangan dengan UUD 1945 karena UU OJK mereduksi kewenangan Bank Indonesia yang merupakan UU Organik berdasarkan amanat langsung dari UUD NRI 1945, sehingga apabila OJK ingin mengambil kewenangan Bank Indonesia tersebut haruslah sesuai dengan kewenangan yang telah dimandatkan oleh UU BI yaitu sesuai dengan pasal 34 ayat (1) dan (2) serta penjelasannya. Maka bila terjadi suatu kewenangan yang pengaturan kewenangan yang berlebih dan penyelundupan kewenangan dalam pembentukan OJK. Penyelundupan yang dimaksud adalah pengaturan perbankan bukan merupakan domain dari OJK melainkan masih kewenangan Bank Indonesia secara utuh berdasarkan penjelasan pasal 34 ayat (1) ,sedangkan pengawasan atas perbankan merupakan domain dari OJK secara keseluruhan. Karena pengaturan yang dimasukkan dalam kewenangan OJK mengakibatkan fungsi pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia menjadi lumpuh karena sistem pembayaran merupakan sistem yang terdapat dalam perbankan ( kegiatan perbankan ) sehingga seharusnya dalam pelaksanaan pengaturan dan pengawasan sistem tersebut Bank Indonesia harus meminta izin kepada OJK sebagai pemegang domain terhadap pengawasan dan pengaturan dalam perbankan karena kegiatan tersebut dapat mempengaruhi kedudukan OJK, dalam arti luas bahwa OJK memiliki kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran dan pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia sehingga bila merujuk dari pembentukan perundang-undangan maka UU OJK dapat dimintakan uji materiil ke MK sebagai UU yang bertentangan dengan UUD NRI 1945 sehingga hakim dapat memahami dan menyelaraskan kembali mengenai kehendak dari pembentukan OJK tersebut ## D. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Kedudukan Bank Indonesia dalam sistem lembaga keuangan di indonesia setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Kedudukan OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas lembaga keuangan baik perbankan,pasar modal,perasuransian dan lembaga pembiayaan menyebabkan OJK harus mempunyai landasan yang kuat dalam konstitusi Indonesia yaitu dalam UUD NRI 1945, tidak adanya landasan tersebut menyebabkan konflik dalam pengaturan dan pengawasan oleh OJK. Pertama, Undang-Undang OJK bertentangan dengan UUD 1945 karena UU OJK mereduksi kewenangan Bank Indonesia yang merupakan UU Organik berdasarkan amanat langsung dari UUD NRI 1945, sehingga apabila OJK ingin mengambil kewenangan Bank Indonesia tersebut dan menempatkan OJK sebagai koordinator lembaga keuangan maka UUD NRI 1945 harus direvisi dan dimasukkan OJK sebagai lembaga negara seperti Bank Indonesia dalam UUD NRI 1945 agar mempunyai cantolan yang kuat dalam konstitusi karena OJK mengelola seluruh kegiatan keuangan yang akan berdampak pada negara pada umumnya,maka belum adanya cantolan tersebut maka OJK dianggap Inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD NRI 1945 b. Kewenangan Bank Indonesia dalam Mengatur dan Mengawasi perbankan di Indonesia setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan yang dimiliki OJK dianggap melebihi yang ditentukan oleh pasal 34 ayat (1) dan (2) Undang- Undang BI karena seharusnya pengaturan perbankan bukan merupakan domain dari OJK melainkan masih kewenangan Bank Indonesia secara utuh,sedangkan pengawasan atas perbankan merupakan domain dari OJK secara keseluruhan. Pembentukan Undang-Undang OJK dianggap melebihi kewenangan Bank Indonesia sebagai sumber pembentukan OJK itu sendiri karena Bank Indonesia tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan pasar modal pensiunan dan lembaga keuangan sehingga kewenangan OJK dalam pengawasan dan pengaturan di lembaga tersebut batal demi hukum. Kewenangan OJK dalam mereduksi kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan mengakibatkan fungsi pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia menjadi lumpuh karena sistem pembayaran merupakan sistem yang terdapat dalam perbankan sehingga seharusnya dalam pelaksanaan pengaturan dan pengawasan sistem tersebut Bank Indonesia harus meminta izin kepada OJK sebagai pemegang domain terhadap pengawasan dan pengaturan dalam perbankan sehingga Bank Indonesia hanya memiliki fungsi menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, sehingga dengan inkosntitusionalnya OJK maka semua kewenangan yang direduksi OJK terhadap Bank Indonesia merupakan wewenang dan tanggung jawab Bank Indonesia secara penuh sebelum adanya upaya hukum dengan produk hukum OJK tersebut. Hak Prerogatif yang dimiliki Presiden sekarang, mempunyai pengaruh terhadap kedudukan Presiden dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Hak prerogatif Presiden yang dilaksanakan bukan murni untuk melaksanakan kewajiban Konstitusional Presiden, tetapi adanya keterlibatan lembaga lain dalam pelaksanaan hak prerogatif dalam hal pengangkatan Calon Kapolri harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat hal ini tentu saja tidak selaras dengan cabang kekuasaan eksekutif yang dijalankan oleh Presiden dimana dalam melaksanakan tugasnya sebagai alat negara Kepolisian Republik Indonesia berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden apabila pengangkatan Kapolri masih harus menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kinerja Presiden dalam melaksanakan tugas eksekutifnya sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara ## 2. Saran Kesimpulan dari permasalahan yang diangkat tersebut diharapkan agar dalam penyelesaian hukum tersebut penulis menyarankan beberapa masukan dalam penyelenggaraan negara yaitu : 1. Inkonstitusionalnya OJK karena bertentangan dengan UUD NRI 1945 maka disarankan agar OJK dapat menjalankan tugasnya sebagai peran pengawas lembaga keuangan di Indonesia agar mempunyai sumber hukum yang jelas dan kuat dengan adanya amandemen UUD NRI 1945 dengan memasukan OJK sebagai lembaga pengawas keuangan di Indonesia. 2. Tugas pengaturan perbankan yang saat ini merupakan tugas OJK agar dikembalikan kembali ke Bank Indonesia.Sehingga OJK mempunyai otoritas khusus dalam pengawasan lembaga keuangan saja dan tidak memiliki tugas pengaturan dalam lembaga keuangan supaya tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga ## E. DAFTAR PUSTAKA ## Buku Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum , Jakarta : Sinar Grafika 2009. Amiruddin dan Asikin , Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum , Matraman :Rajawali pers, 2003. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Pengkajian Hukum Tentang Kemandirian Bank Sentral , Jakarta : Departemen Hukum dan Perundangaundangan,2000. Bank Indonesia, Studi Hukum Bantuan Likuiditas Bank Indonesia , Jakarta : Penerbit Bank Indonesia, 2002. Darwam, M. Rahardjo, dkk: Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa ,Jakarta: LP3ES, 1995 Darwam, M. Rahardjo dkk, Independesi BI Dalam Kemelut Politik , Jakarta :Cidesindo, 2001 Ganda, Permadi Praja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank , Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 2004. Ismail, Maqdir, Skandal Bank Bali , Perkara Hukum atau Politik , Jakarta :Alvabet, 1999 Ismail, Maqdir, Bank Indonesia Indepedensi, Akuntabilitas dan Transparansi ,Jakarta : Fakultas Hukum, Universitas Al-Azhar Indonesia,2007. ____________, Bank Indonesia Dalam Perdebatan Politik dan Hukum , Jakarta :Navila Idea, 2009. Kaligis , O.C., Antologi Tulisan Ilmu Hukum , Bandung : Alumni 2009 Rachbini, Didik J. Suwidi ToNomor, dkk, Bank Indonesia : Menuju IndependensiBank Sentral, Jakarta: PT. Mardi Maluyo, 2000 Napitupulu, Ria Diana Winanti, Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia ,Jakarta: BIS, 2010. Sitompul, Zulkarnain, Problematika Perbankan , Bandung : Penerbit Book Terraceand Library, 2005. Husein, Yunus , dkk, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan, (UU Nomor. 7 Tahun 1992 Jo. UU Nomor. 10 Tahun 1998), Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan Ham,2007. ## Artikel/Makalah Harian Umum Kompas tanggal 26 Agustus 2010. Naskah akademik pembentukan otoritas jasa keuangan Pandangan Fraksi-franksi, Dalam Rapat Pembahasan RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan. Kiryanto, Ryan, Otoritas Jasa Keuangan dan Kepentingannya, Kompas, 14 Juni2003. S. Batunanggar, Strategi Pengawasan Bank Yang Efektif, Jakarta: Institusi BankirIndonesia, edisi Nomormor 78 Juli-Agustus 1999 Syahdeini, Sutan Remy, beberapa pokok pemikiran mengenai reformasi hukumperbankan di Indonesia, Makalah yang tidak diterbitkan, tahun 2001. Tim Penelitian UGM dan UI, Kajian Akademik, Alternatif Struktur Otoritas Jasa Keuangan yang Optimum, 2010 Sitompul, Zulkarnain, Artikel yang berjudul “Menyambut Khadiran OtoritasJasaKeuangan (OTORITAS JASA KEUANGAN)”, Pilars Nomor.02/Th. VII/12-18 Januari 2004. Sitompul, Zulkarnain, Memberantas Kejahatan Perbankan : tantangan PengawasanBank, Jurnal Hukum Bisnis vol. 24-Nomor.1-Tahun 2005 ## Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PembentukanPeraturanPerundan g-undangan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. ## Internet Bank Indonesia, Peran Bank Indonesia dalam stabilitas keuangan, http://www.bi.go.id/w eb/id/Perbankan/Stabilitas+Siste m+Keuangan/Peran+Bank+Indo nesia/Peran+BI/ . Bank Indonesia, Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank, http://www.bi.go.id/web/id /Perbankan/Ikhtisar+Perbankan/ Pengaturan+dan +Pengawasan+B ank/Tujuan+dan+Kewenangan/ Bank Indonesia, Transparasi dan akuntabilitas kebijakan moneter. http://www.bi.go.id/we b/id/Moneter/Transparansi+dan+ Akuntabilitas/ Independensi Bank Indonesia (perspektif historis), http://matakuliah . files.wordpress.com/2007/09/ind ependensi-bank-indonesia.pdf Nasution, Marah Sutan, Berharap Pada OTORITAS JASA KEUANGAN, http://hukumonline.com/ berita/b aca/lt4eb0a7465d187/berharap- pada-otoritas jasa keuangan. Trilogi pembangunan pada masa orde baru, http://londo43ver .blogspot.com/ 2010/11/trilogi- pembangunan.html Sitompul, Zulkarnain, Menyambut Kedatangan Otoritas Jasa Keuangan, http://www.sippm.unas.ac.id . http://www.hukumonline.com/berita/ba ca/lt530f2cdb0765c/mk-diminta- cabut-pengawasan-perbankan- ojk.
2a97d0bd-0f15-4fdc-9f32-8ff57391f269
https://jurnal.fkip-uwgm.ac.id/index.php/pendasmahakam/article/download/269/173
## MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT BERBANTU MEDIA RELIEF EXPERIENCE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Wahyu Bagja Sulfemi 1 , Zulaicha Desmiati 2 1 STKIP Muhammadiyah Bogor Komplek Perguruan Muhammadiyah Jln. Raya Leuwiliang No.106, Bogor. [email protected] 2 SDN Baktijaya 3 Kota Depok Jalan Rasamala Raya Depok [email protected] ## ABSTRAK Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan pada peserta didik kelas V SDN Baktijaya 3 yang berjumlah 32 orang, terdiri dari 13 orang perempuan dan 19 orang laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas V SDN Baktijaya 3 dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dan media relief experience. Berdasarkan hasil pada pembelajaran prasiklus dengan KKM 70, diperoleh rata-rata kelas 57,6. Peserta didik yang tuntas dalam belajar hanya 8 orang (25%) dan dapat menjawab pertanyaan guru 10 orang (31, 3%). Sedangkan peserta didik yang tidak dapat menjawab pertanyaan guru berjumlah 22 orang (68,8%). Pada siklus 1, rata-rata kelas adalah 68,4. Peserta didik yang belajarnya tuntas sebanyak 15 orang (47%) dan berdasarkan hasil pengamatan, hanya 21 orang (65,6%) yang dapat menjawab pertanyaan guru. Pada siklus 2, nilai rata-rata kelas sebesar 83,6. Peserta didik yang tuntas dalam belajar sebanyak 27 orang (84,4%). Sedangkan pada hasil pengamatan, didapat 28 orang (87,5%) dapat menjawab pertanyaan guru. Dengan demikian, pembelajaran menggunakan model MMP dengan media relief experience dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi peserta didik, materi yang disampaikan dapat lebih mudah mereka pahami. Tanggung jawab peserta didik terhadap tugas yang diberikan juga meningkat, serta membantu mereka untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kata-Kata Kunci : Missouri Mathematics Project, relief experience, Belajar dan Matematika ## ABSTRACT This research is a Class Action Research which was carried out on the fifth grade students of Baktijaya 3 Elementary School, totaling 32 people, consisting of 13 women and 19 men. This study aims to improve the learning outcomes of fifth grade students of Baktijaya 3 Elementary School with the Missouri Mathematics Project (MMP) learning model and media relief experience. Based on the results of pre-cycle learning with a Maximum Completeness Criteria of 70, an average grade of 57.6 was obtained. Students who complete the study are only 8 people (25%) and can answer the teacher's questions 10 people (31, 3%). While students who could not answer the teacher's questions totaled 22 people (68.8%). In cycle 1, the average class is 68.4. Students who study completely are 15 people (47%) and based on observations, only 21 people (65.6%) can answer teacher's questions. In cycle 2, the average grade is 83.6. Students who complete learning are 27 people (84.4%). Whereas in the observation, 28 people (87.5%) were able to answer the teacher's questions. Thus, learning to use the MMP model with media relief experience can improve student learning outcomes and motivation, the material presented can be more easily understood by them. The responsibility of students for the assignments given also increases, and helps them to actively participate in learning activities. Keywords : Mathematics, Missouri Mathematics Project, relief experience, Learn, and Mathematics ## PENDAHULUAN Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Seiring dengan hal ini, komitmen pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermutu dan berkualitas ditandai dengan lahirnya UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Th 2005 tentang UU Guru dan Dosen, dan PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam UU dan PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan kompetensi sesuai dengan bidangnya. Pada undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa yang dimaksud guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik Sulfemi, Wahyu Bagja. (2016 : 86). Berbicara tentang kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini mencakup konsep kesiapan mengajar, yang ditunjukkan dengan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan mengajar. Mengajar merupakan perkerjaan yang kompleks dan sifatnya multidimensional. Oleh karena itu, guru sangat memerlukan beraneka ragam pengetahuan dan ketrampilan yang memadai yakni sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan sains dan teknologi Sulfemi, Wahyu Bagja. (2017 : 342-357). Matematika merupakan mata pelajaran yang penting di Sekolah Dasar (SD) karena termasuk mata pelajaran yang di Ujian Nasional-kan. Untuk itu, peserta didik perlu menguasai pelajaran matematika dengan baik. Namun, banyak dari mereka yang mengalami kesulitan dalam pelajaran ini. Berdasarkan observasi, penggunaan metode ceramah dan media pembelajaran yang hanya berupa buku pelajaran pada siswa kelas 5 SDN Baktijaya 3 tidaklah efektif, karena hasil belajar siswa belum memuaskan. Dari kegiatan pra pembelajaran diperoleh nilai rata-rata kelas 57,63, hanya 8 peserta didik (25%) yang mencapai ketuntasan belajar, sedangkan 24 peserta didik (75%). Berdasarkan hasil pengamatan, peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru hanya 10 orang (31,25%), sedangkan 22 orang (68,75%) tidak dapat menjawab pertanyaan guru. Oleh karena itu, perlu digunakan model dan media pembelajaran yang lebih variatif bagi para peserta didik. Rendahnya hasil belajar matematika pada peserta didik kelas kelas V SDN Baktijaya 3 dapat di sebabkan penggunaan metode belajar yang kurang sesuai yaitu lebih dominannya aktifitas guru dalam kegiatan belajar mengajar dibandingkan dengan aktivitas peserta didik. Guru hanya memberikan penjelasan materi pembelajaran yang bersifat teoritis, sedangkan peserta didik diminta untuk duduk diam dan mendengarkan penjelasan materi dari guru. Setelah itu, peserta didik di minta untuk mengerjakan soal yang guru tulis di papan tulis maupun mengerjakan soal yang ada di buku latihan. Dengan kata lain, guru kurang membimbing peserta didik untuk membangun pengetahuan, melainkan hanya menirukan dan menghafal apa yang di jelaskan guru sebelumnya serta mengerjakan soal latihan yang guru minta. Faktor lainnya adalah penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika yang tidak konkret, tidak bervariasi, dan tidak menarik dalam menyajikan materi pembelajaran di kelas. Penggunaan media atau alat peraga seperti buku paket, papan tulis, spidol dan jari tangan akan membuat peserta didik jenuh dan menjadi kurang fokus dengan pelajaran. Hal ini tentu saja membuat pembelajaran kurang bermakna bagi peserta didik. Untuk memperbaiki pembelajaran dan meningkatkan pencapaian hasil pembelajaran yang diharapkan, peneliti merasa perlu melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan merefleksi bersama antar guru maka akan teridentifikasi akar permasalahan. Proses pembelajaran yang selama ini hanya didominasi guru, monoton hanya menggunakan metode ceramah diubah menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik yaitu dengan mencoba menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP). Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran matematika karena melalui model pembelajaran ini peserta didik lebih banyak memperoleh penjelasan materi dan lebih terampil dalam mengerjakan berbagai soal. Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih tepat digunakan dalam pembelajaran matematika dibandingkan dengan metode yang umum diterapkan guru, yaitu metode ceramah atau konvensional. Metode ceramah memang paling praktis dan ekonomis untuk digunakan. Namun, metode ini memiliki beberapa kekurangan, antara lain menyebabkan peserta didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru. Mereka seringkali bosan dan mengantuk di kelas. (Alba, dan Junaedi, 2014: 108). Dalam penelitian ini akan diupayakan peningkatan pemahaman peserta didik tentang pelajaran matematika melalui beberapa siklus yang setiap siklusnya melalui beberapa langkah yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan atau observasi dan refleksi pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai model dan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi. Akan lebih menyenangkan bila didukung oleh seorang guru yang aktif dan berkompeten. Strategi pembelajaran yang digunakan guru yang aktif itu senantiasa disesuaikan dengan materi pelajaran, proses pembelajaran serta situasi, dan kondisinya, tidak monoton, sehingga tujuan dan hasil pembelajaran dapat dicapai dengan baik. (Sulfemi, 2018 : 166-178) Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah yang penulis sampaikan adalah Bagaimana meningkatkan hasil belajar peserta didik dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project melalui media relief experience pelajaran matematika kelas V SDN Baktijaya 3? ## METODE Subjek penelitian dari penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas V SDN Baktijaya 3 Kota Depok yang berjumlah 32 orang peserta didik, terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang peserta didik dan perempuan sebanyak 13 orang peserta didik. Peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran di kelas ini dengan alasan sebagian besar peserta didik kurang memahami materi tentang volume balok sehingga hasil evaluasi mereka seringkali rendah. Motivasi penulis pun lahir untuk melakukan penelitian agar dapat ditemukan langkah-langkah pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan mulai hari tanggal Selasa, 14 Agustus 2018 sampai dengan Senin, 27 Agustus 2018. Prasiklus dilaksanakan hari Selasa, 14 Agustus 2018 jam 10.00 – 11.10 Wib yang merupakan awal pembelajaran. Siklus 1 yang dilaksanakan hari Senin, 20 Agustus 2018 jam 10.00 – 11.10 Wib. yang menjadi fokus perbaikan dalam meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar peserta didik melalui pengamatan. Siklus 2 dilaksanakan hari Senin, 27 Agustus 2018 jam 10.00 – 11.10 Wib utuk meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar peserta didik melalui pengamatan. Teknik persentase digunakan untuk menganalisis secara deskriptif data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan penelitian dari pelaksanaan siklus penelitian untuk melihat hasil yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran matematika. Dibutuhkan dua siklus perbaikan untuk pelajaran matematika dalam pelaksaan penelitian ini. Peneliti melakukan tiga tahapan pada proses perbaikan pembelajaran, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis berbentuk isian singkat sebanyak 5 soal dan uraian sebanyak 5 soal pada prasiklus. Penulis melakukan diskusi tentang keberhasilan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui metode ceramah dengan teman sejawat pada kegiatan prasiklus. (Wardani, 2017: 1.19 & 1.20), Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 10 soal pada siklus pertama. Pada kegiatan ini penulis melakukan diskusi dengan teman sejawat tentang keberhasilan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran MMP pada siklus 1. Pada siklus kedua, teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis berbentuk isian singkat sebanyak 5 soal dan uraian sebanyak 5 soal. Diskusi dengan teman sejawat tentang keberhasilan dan kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran MMP dan media relief experince dilakukan. Selain itu, refleksi hasil setiap siklus untuk perbaikan-perbaikan aktivitas dan praktik pembelajaran yang akan datang juga dilakukan pada siklus kedua ini. Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan pembelajaran dari pelaksanaan siklus penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat peningkatan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran matematika. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pemaparan data hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan pelajaran peserta didik kelas V SDN Baktijaya 3 Kota Depok mata pelajaran Matematika yang dibantu dengan supervisor dalam menemukan kelemahan guru dan peserta didik sehingga dapat memberikan masukan terhadap perbaikan pelaksanaan pembelajaran. Selain melaksanakan observasi, peneliti juga melaksanakan refleksi pada proses belajar mengajar untuk menemukan langkah-langkah perbaikan pembelajaran. Dari hasil refleksi, ditemukan kekurangan peneliti dalam pembelajaran yang kurang tepatnya metode pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Kegiatan pembelajaran Prasiklus yang dilaksanakan hari Selasa, 14 Agustus 2018 jam 10.00 – 11.10. Wib pada peserta didik kelas V SDN Baktijaya 3 Kota Depok yang berjumlah 32 orang peserta didik, terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang peserta didik dan perempuan sebanyak 13 orang peserta didik, Pada Pemelajaran Prasiklus digunakan metode pembelajaran ceramah. Seperti yang disampaikan Novita, (2014 : 192-204) berikut kegiatan pembelajarannya: Pertama, Perencanaan. Pada tahap ini Kegiatan dilakukan: a) Menyusun rencana pembelajaran, b) Menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, c) Menentukan langkah- langkah pembelajaran. d) Menentukan materi yang akan disampaikan pada prasiklus ini adalah tentang ciri-ciri pasar tradisional, pasar modern, warung dan koperasi, e) Menentukan alat dan media pembelajaran, dan f) Menyiapkan lembar kerja peserta didik dan menyusun evaluasi belajar peserta didik. Kedua, kegiatan pelaksanaan. Pada tahap ini dibagi menjadi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Pada pendahuluan dilakukan tindakan sebagai berikut: a) Memberi salam dan mengejak doa bersama, b) Memeriksa kehadiran peserta didik, c) Mengkondisikan peserta didik dengan “tepuk fokus”, d) Melakukan tanya jawab e) Menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti dilakukan kegiatan sebagai berikut a) menjelaskan materi pembelajaran b) Peserta didik memperhatikan penjelasan guru tentang materi, c) Bersama Peserta didik melakukan tanya jawab, d) Peserta didik menyelesaikan lembar kerja, e) Bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui peserta didik, f) Memberikan penguatan meteri serta motivasi. Pada kegiatan terakhir yaitu penutup dilakukan kegaiatan sebagai berikut: a) Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya hal- hal, b) Peserta didik bersama guru menyimpulkan materi pelajaran, c) Peserta didik mengerjakan evaluasi (kejujuran), d) Penilaian hasil evaluasi, e) Pemberian umpan balik, dan f) menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. Hasil kegiatan prasiklus diperoleh hanya 8 peserta didik (25%) yang mencapai ketuntasan belajar, sedangkan 24 peserta didik (75%) hasil belajarnya belum tuntas. Berdasarkan hasil evaluasi, jumlah nilai keseluruhan adalah 1.844, dengan nilai tertinggi 90 yang diperoleh oleh Raka Ega Ramadhan dan Diana Anis. Sedangkan nilai terendah adalah 20 yang diperoleh oleh Velisia dan Bintang Al Afghani. Dari rata-rata kelas 57,63, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta didik nilainya tidak memenuhi KKM yang ditentukan, yaitu 70. Berdasarkan data interval seperti yang disampaikan Suryanto, (2014: 4.25-4.26) diperleh Rentang 70, banyaknya kelas interval 5,95 dibulatkan menjadi 6. panjang kelas interval (p) 11,67 dibulatkan menjadi 12. Berikut Interval Hasil Evaluasi nilai Matematika peserta didik yang berada pada rentang nilai 20 – 32 ada 4 orang, 33 – 44 ada 3 orang, 45 – 56 ada 3 orang, 57 – 68 ada 13 orang, 69 – 80 ada 6 orang, dan 81 – 92 ada 3 orang. Berdasarkan hasil pengamatan, peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru hanya 10 orang (31,25%), sedangkan 22 orang (68,75%) tidak dapat menjawab pertanyaan guru. Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik skornya di bawah KKM. Jadi berdasarkan nilai rata-rata kelas, sebagian besar peserta didik belum memhami materi pelajaran. Untuk itu maka dilakukan perbaikan pembelajaran pada siklus 1. Pada kagiatan pembelajaran Siklus 1, peneliti mencoba mencoba untuk mendesain proses pembelajaran agar peserta didik memahami dengan menggunakan metode Missouri Mathematics Project yang disusun dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut : pada kegiatan Pendahuluan dengan alokasi waktu 10 Menit dilakukan 1) mengajak peserta didik berdoa, mengisi daftar kelas, menulis hari dan tanggal di papan tulis dan mempersiapkan materi ajar, 2) Guru memperingatkan peserta didik cara duduk yang baik ketika menulis, membaca dan meluruskan barisan meja dan kursi mereka, 3) Guru memberikan motivasi belajar kepada para peserta didik melalui “tepuk semangat” dan menyanyikan Pada Hari Minggu” , 4) Guru memperlihatkan contoh Matematika dengan volume balok, 5) diikuti tanya jawab untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik tentang apa yang akan dipelajari, 6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran setelah pembelajaran peserta didik dapat menyebutkan peristiwa yang pernah di alami, 7) Guru menyampaikan topik yang akan dipelajari yaitu volume balok, dan 8) Mengaitkan tofik dengan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan inti selama 45 Menit dilakukan dengan cara seagai berikut :1) Guru menjelaskan cara menghitung volume balok, 2) Guru bertanya jawab dengan peserta didik berkaitan dengan menghitung volume balok,, 3) Peserta didik dibagi ke dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6/7 orang, 4) Setiap kelompok menerima lembar kerja yang berisi 10 soal berkaitan dengan volume balok, 4) Peserta didik bekerjasama mengerjakan soal. Guru memonitor dan menilai pastisipasi peserta didik dalam kelompoknya, 5) Peserta didik, dengan dibimbing guru, membahas hasil kerja kelompok. Perwakilan masing-masing kelompok melaporkan hasil kerja kelompok. Kelompok lain mendengarkan atau memberikan tanggapan. Guru dan peserta didik bersama-sama memberikan koreksi pada jawaban yang kurang tepat, 6) Setiap kelompok mengumpulkan lembar kerja yang telah dikerjakan, 7) Guru bertanya jawab dengan peserta didik untuk meluruskan kesalahpahaman, dan 8) Guru memberikan penguatan dan motivasi Kegiatan Penutup dengan waktu 15 Menit dilakukan dengan cara 1) Guru membimbing peserta didik merangkum pelajaran, 3) Guru memberikan tes tertulis secara individu kepada peserta didik, 4) Guru memberikan apresiasi bagi peserta didik yang hasil tes tertulisnya bagus, dan 5) Guru mengakhiri kegiatan dengan mengucapkan salam ( Isrok’atun & Rosmala, 2018: 124) dan (Widyawati, 2017:15) Pada siklus 1, hasil belajar dari sebagian besar peserta didik yang ada di kelas 5 masih belum memuaskan. Dari hasil evaluasi, jumlah nilai keseluruhan adalah 2.189 dengan rata-rata kelas 68,4 dengan rincian nilai tertinggi 100 yang diperoleh oleh Endah Juniarti Lubis, Pelangi Marisa Nasution, dan Raka Ega Ramadhan. Sedangkan nilai terendah adalah 30, diperoleh oleh Habibi Apriliansyah dan Bintang Al Afghani. Skor siklus 1 yang tuntas 15 peserta didik (47%) dan yang tidak tuntas 17 peserta didik (53%). Dari data di atas, dapat dibuat daftar distribusi frekuensi dengan nilai rentang 70, banyaknya kelas interval 5,95 dibulatkan menjadi 6, panjang kelas interval (p) 11,67 dibulatkan menjadi 12. Berdasarkan atas, dapat diketahui bahwa jumlah peserta didik yang hasil belajarnya berada pada rentang nilai 30 – 41 ada 3 orang, 42 – 53 ada 3 orang, 54 – 65 ada 10 orang, 66 – 77 ada 7 orang, 78 – 89 ada 3 orang, dan 90 – 100 ada 6 orang. Berdasarkan hasil pengamatan, peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan pada siklus 1, hanya 21 peserta didik (65,6%) yang dapat menjawab pertanyaan guru, sedangkan yang tidak dapat menjawab pertanyaan guru 11 orang dari 32 peserta didik Berdasarkan deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta didik mendapat nilai di bawah KKM. Dengan demikian, berdasarkan nilai rata-rata kelas, belum 100% peserta didik mencapai KKM, Sehingga dilanjutkan ke perbaikan pemelajaran berikutnya siklus 2. Pada kagiatan pembelajaran Siklus 2, peneliti mencoba mencoba untuk mendesain proses pembelajaran agar peserta didik memahami dengan menggunakan Missouri Mathematics Project Berbantu Media Relief Experience yang disusun dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut : Pada kegiatan pendahuluan hamper sama dengan pada siklus 1 hanya saja pada siklus 2 coba membawa media relief. Seperti yang Zainal Aqib (2013: 55):Relief experience merupakan media pembelajaran yang berasal dari benda asli, sehingga dapat dikategorikan sebagai benda konkret yang dapat membantu peserta didik usia sekolah dasar untuk lebih memahami materi pelajaran matematika yang sulit bagi usia mereka. Pada Kegiatan inti dengan waktu 45 Menit dilakukan 1) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya kepada peserta didik “Anak - anak, apakah kalian pernah membeli minuman atau makanan kemasan? Apa bentuk kemasannya?” , 2) Peserta didik mengamati kardus kue berbentuk balok yang diperlihatkan guru, 3) Peserta didik mendengarkan tujuan pembelajaran yang disampaikan guru, 4) Peserta didik memperhatikan kotak berisi minuman, 5) Peserta didik dengan bimbingan guru membuktikan bahwa di dalam kotak terdapat isi/volume Salah satu peserta didik menggunting bagian atas kotak minuman dan menuangkan isinya ke dalam gelas plastik transparan, 6) Salah satu peserta didik membantu guru menempelkan di papan tulis penjelasan tentang cara menghitung volume balok yang ditulis di belakang kalender, 7) Peserta didik mendengarkan penjelasan guru tentang cara menghitung volume balok, 7) Peserta didik dibagi ke dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6/7 orang, 8) Setiap kelompok menerima lembar kerja yang berisi 5 soal berkaitan dengan volume balok, 9) Peserta didik bekerjasama mengerjakan soal. Guru memonitor dan menilai pastisipasi peserta didik dalam kelompoknya, 9) Peserta didik, dengan dibimbing guru, membahas hasil kerja kelompok. Perwakilan masing-masing kelompok melaporkan hasil kerja kelompok. Kelompok lain mendengarkan atau memberikan tanggapan. Guru dan peserta didik bersama-sama memberikan koreksi pada jawaban yang kurang tepat, 10) Setiap kelompok mengumpulkan lembar kerja yang telah dikerjakan., 11) Guru memberikan penguatan atas materi yang disampaikan, dan 12) Peserta didik dengan dibimbing guru menyimpulkan materi pelajaran. Kegiatan Penutup selama 5 Menit dilakukan kegiatan 1) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami, 2) Peserta didik mengerjakan soal evaluasi yang diberikan guru, 3) Guru dibantu peserta didik melakukan penilaian hasil evaluasi. 4) Guru memberikan umpan balik dan 5) Guru menutup pelajaran. Kegiatan pembelajaran Siklus 2 dilaksanakan hari Senin, 27 Agustus 2018 jam 10.00 – 11.10 Wib. pada peserta didik kelas V SDN Baktijaya 3 yang berjumlah 32 orang peserta didik, terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang peserta didik dan perempuan sebanyak 13 orang peserta didik. Hasil belajar peserta didik pada siklus 2 cukup memuaskan peneliti. Dari hasil evaluasi, jumlah nilai yang diperoleh peserta didik adalah 2.675 dengan rata-rata kelas 83,59 dengan rincian nilai tertinggi 100 yang diperoleh oleh 9 peserta didik, diantaranya Pelangi Marisa Nasution, Endah Juniarti Lubis, dan Muhammad Ibnu Zaky. Sedangkan nilai terendah 55, diperoleh oleh Andira Saputra dan Prabu Arif Dermawan. Dengan demikian terlihat bahwa nilai sudah mengalami peningkatan yang terlihat dari rata-rata kelas yang sudah di atas KKM. Peserta didik yang tuntas 27 orang atau (84,4%) sedangkan yang belum tuntas 5 atau (15,6%). Berdasarkan data interval diperleh Rentang 45, banyaknya kelas interval 5,95 dibulatkan menjadi 6. panjang kelas interval (p) 7,5 dibulatkan menjadi 8. Berikut Interval Hasil Evaluasi nilai Matematika peserta didik yang berada pada rentang nilai 55 – 62 ada 5 orang, 63 – 70 ada 4 orang, 71 -78 ada 1 orang, 79 – 85 ada 6 orang, 86 – 92 ada 6 orang, dan 93 – 100 ada 10 orang. Pada siklus 2, 28 peserta didik (87,5%) dapat menjawab pertanyaan guru, sedangkan 4 (12,5%) peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Dengan demikian, sebagian besar peserta didik dapat mencapai KKM. Berikut rangkuman Hasil Belajar Peserta Didik dan Hasil pengamatan Belajar Peserta Didik setiap siklus yang disajikan dalam tebel dan grafik berikut in Tabel 1 Rangkuman Hasil Belajar Persentase Keberhasilan Hasil Belajar Peserta Didik No. Kriteria Prasiklus Siklus 1 Siklus 2 Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Tuntas 8 25 15 47 27 84 2 Belum Tuntas 24 75 17 53 5 16 3 Rata-Rata 57,6 68,4 83,6 Berdasarkan tabel 1 rangkum data Hasil Belajar Persentase Keberhasilan Hasil Belajar Peserta Didik pada setiap siklus dapat di buat grafik berikut ini Grafik 1 ## Ketuntasan Belajar Peserta Didik pada Setiap Siklus Berdasarkan data tabel dan grafik rekapitukasi nilai matematika maka dapat dijelaskan Prasiklus jumlah nilai keseluruhan adalah 1.844, dengan nilai tertinggi 90, sedangkan nilai terendah adalah 20, rata-rata kelas 57,63, 8 peserta didik (25%) yang mencapai ketuntasan belajar, sedangkan 24 peserta didik (75%) hasil belajarnya belum tuntas. Siklus 1 maka dapat dijelaskan jumlah nilai keseluruhan adalah 2.189, dengan rincian nilai tertinggi 100, nilai terendah adalah 30, dengan rata- rata kelas 68,4 dan yang tuntas 15 peserta didik (47%) dan yang tidak tuntas 17 peserta didik (53%). Siklus 2 maka diperoleh jumlah nilai keseluruhan 2.675 nilai tertinggi, nilai terendah 55, dan rata-rata kelas 83,59. Peserta didik yang tuntas 27 orang atau 0 5 10 15 20 25 30 Tuntas Belum Tuntas (84,4%) sedangkan yang belum tuntas 5 atau (15,6%). Dengan melihat tabel diatas perbandingan perolehan nilai ketuntasan belajar pada prasiklus, siklus I dan siklus II terus mengalami peningkatan. Demikian pula dengan pengamatan guru yang mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran meningkat pula. Berikut rangkuman Hasil Belajar Peserta Didik dan Hasil pengamatan Belajar Peserta Didik setiap siklus yang disajikan dalam tebel dan grafik Tabel 2 ## Rangkuman Hasil Belajar Hasil Pengamatan Belajar Peserta Didik No. Kriteria Prasiklus Siklus 1 Siklus 2 Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Dapat Menjawab 10 31 21 66 28 88 2 Tidak Dapat Menjawab 22 69 11 34 4 12 3 Jumlah 32 100 32 100 32 100 Berdasarkan tabel 2 rangkum data pengamatan guru terhadap peserta didik yang dapat menjawab dan tidak menjawab pada setiap siklus dapat di buat grafik berikut ini Grafik 2 Pengamatan Guru terhadap Peserta Didik yang dapat Menjawab dan Tidak Dapat Menjawab Pertanyaan Berdasarkan table dan grafik maka pada Prasiklus dari 32 peserta didik, hanya 10 orang (31,25%) yang dapat menjawab pertanyaan guru, sedangkan 22 orang (68,75%) tidak dapat menjawab pertanyaan. Siklus terdapat 21 peserta didik (65,6%) yang dapat menjawab pertanyaan guru, sedangkan yang tidak dapat menjawab pertanyaan guru 11 orang dari 32 peserta didi Pada siklus 2, terdapat 28 peserta didik (87,5%) dapat menjawab pertanyaan guru, sedangkan 4 (12,5%) peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Perbaikan pembelajaran ini dianggap berhasil oleh peneliti dan supervisor 2. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan media relief experience dengan tepat pada materi volume balok memberikan semangat belajar pada peserta didik sehingga hasil belajar mereka lebih baik. Pada siklus 2, peneliti tetap menggunakan metode model pembelajaran 0 5 10 15 20 25 30 Dapat Menjawab Tidak Dapat Menjawab Pertanyaan Missouri Mathematics Project (MMP). Model MMP merupakan suatu desain pembelajaran matematika yang memfasilitasi peserta didik dengan adanya suatu penugasan proyek yang diselesaikan secara individu dan kelompok yang berupa soal-soal latihan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh ( Isrok’atun & Amelia Rosmala: 2018: 124). Dapat peneliti simpulkan bahwa MMP adalah metode pembelajaran matematika melalui penugasan berupa soal-soal latihan yang diselesaikan baik secara individu maupun kelompok untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat peserta didik sehingga dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam mengerjakan latihan-latihan soal. Selain itu, peneliti juga menggunakan media relief experience berupa bahan bekas yang dapat meningkatkan ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran matematika, Pada Kegiatan pembelajaran siklus 2 yang hasilnya cukup memuaskan berdasarkan hasil evaluasi, nilai keseluruhan yang diperoleh peserta didik adalah 2.675 dengan rata-rata kelas 83,59 yang dapat diperinci nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 55. Walaupun masih ada 5 peserta didik yang nilainya di bawah KKM, namun nilai rata-rata kelas sudah di atas KKM yaitu sudah lebih dari 70. Pada siklus 2, dari 32 peserta didik, sebagian besar hasil belajarnya telah mencapai KKM, yaitu 84%. Hasil ini sesuai dengan keunggulan metode pembelajaran MMP yaitu materi yang diterima peserta didik lebih banyak, dan peserta didik terampil dalam berbagai soal (Alba, Chotim, dan Junaedi (2014: 108). Dengan demikian, metode Missouri Mathematics Project dan penggunaan media relief experience dapat meningkatkan hasil belajar, minat, perhatian dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran matematika. Dengan metode MMP, peserta didik dapat lebih banyak berlatih soal, baik secara individu maupun berkelompok. Demikian pula penggunaan media relief experience yang berupa bahan bekas dapat membuat peserta didik lebih tertarik untuk belajar matematika karena mereka dapat melihat langsung dan mengamati bangun ruang balok. Keunggulan Media Relief experience sesuia sepertyi yang disampaikan Harjanto (1997: 245) yaitu: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (tahu kata- katanya, tetapi tidak tahu maksudnya), 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, 3) Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif peserta didik dan 4) dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah. Dengan penggunaaan metode Missouri Mathematics Project dan penggunaan media relief experience mata pelajaran matematika menurut Yuhasriati (2012: 82) dan Russefendi, (2006: 134-147) bahwa siswa SD yang perkembangan berpikirnya masih pada tahap konkret, baik menggunakan benda-benda konkret dalam memahami pelajaran, ataupun berpikir mengenai sesuatu yang terdapat di kehidupan nyata, Kajian atau materi matematika terdiri dari objek abstrak yang sulit untuk dipelajari. Objek abstrak matematika meliputi fakta, konsep, operasi, dan prinsip anak usia 7 sampai 11 atau 12 tahun berada pada tahap operasi konkret sehingga siswa mampu memahami pelajaran dengan baik. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan mulai dari prasiklus sampai dengan siklus 2 pada pelajaran matematika, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Pada pembelajaran prasiklus dengan KKM 70, diperoleh rata-rata kelas 57,63. Peserta didik yang tuntas dalam pembelajaran hanya berjumlah 8 (25%) orang dan yang dapat menjawab pertanyaan guru 10 (31,25%) orang. Sementara pada siklus 1, rata-rata kelas adalah 68,4. Jumlah yang tuntas sebanyak 15 (47%) orang dan yang dapat menjawab pertanyaan 21 (65,6%) orang. Sedangkan pada siklus 2, nilai rata-rata kelas 83,59. Peserta didik yang tuntas dalam pembelajaran sebanyak 28 (87,5%) orang dan yang dapat menjawab pertanyaan guru 30 (94,75%) orang, 2) Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik sampai 47% pada siklus 1. Melalui pola belajar yang lebih aktif dan interaktif, motivasi belajar peserta didik menjadi lebih meningkat, 3) Media relief experience berupa barang bekas yang digunakan guru dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik hingga mencapai KKM, dan 4) Guru dapat mengembangkan model-model pembelajaran baru dan media pembelajaran yang lebih menarik untuk lebih meningkatkan minat belajar peserta didik. Berdasarkan pada kesimpulan diatas ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar peserta didik yaitu 1) Agar peserta didik terbiasa dan terlatih menghitung volume balok, guru hendaknya terampil memberikan banyak contoh dan latihan soal, 2) Agar proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas, guru sebaiknya melakukan perbaikan dalam pengajaran dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), 3) Perbaikan pembelajaran perlu terus dilakukan agar dapat menjadi masukan bagi sekolah, 40 Para pendidik hendaknya dapat menggunakan model-model pembelajaran yang variatif, seperti penulis melakukan model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) sehingga kegiatan belajar mengajar lebih interaktif dan motivasi peserta didik meningkat dalam pembelajaran matematika. ## DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. (2013). Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya Alba, F.M, Chotim, M. dan Junaedi, I. (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Generatif dan Missouri Mathematics Project terhadap kemampuan Pemecahan Masalah. Unnes Journal of Mathematics Education. Harjanto. (1997). Sains Untuk SD Kelas 1 ## Sekolah Dasar. Jakarta: Erlangga Isrok’atun dan Amelia Rosmala. (2018). Model-Model Pembelajaran Matematika. Jakarta: Bumi Aksara. Novita, Resmi. 2014. Efektivitas Penggunaan Metode Ceramah Bervariasi Dalam Meningkatkan Operasi Perkalian Bagi Anak Berkesulitan Belajar. E-Jupekhu. 3 (3). 192-204. Russefendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Suryanto, Adi. (2014). Evaluasi Pembelajaran di SD. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Sulfemi, Wahyu Bagja. (2017). Analisis Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Terhadap Kinerja Guru (Studi Kasus Di Sma Negeri 1 Pamijahan Kabupaten Kabupaten Bogor), Prosiding Seminar Nasonal STKIP Muhammadiyah Bogor 1 (1), 342-357. Sulfemi, Wahyu Bagja. (2016). Perundang- Undangan Pendidikan. Bogor : Program Studi Administrasi Pendidikan STKIP Muhammadiyah Bogor. Sulfemi, Wahyu Bagja. (2018). Pengaruh Disiplin Ibadah Sholat, Lingkungan Sekolah, dan Intelegensi Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan 16 (2), 166-178 Wardhani, IGAK. (2017). Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Widyawati, N. (2017). Applying Missouri Mathematics Project Model in Enhancing Math Learning Outcomes. International Journal of Managerial Studies and Research. Yuhasriati. (2012). Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Peluan
a9e47b3a-bac7-43a1-8620-fc6cbf17e5bd
https://ejournal.kesling-poltekkesbjm.com/index.php/JKL/article/download/66/45
## PERBEDAAN RISIKO LINGKUNGAN PEKERJAAN DI KAWASAN HUTAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DIANTARA PASIEN PUSKESMAS BINUANG Maharso, Noraida, Jumiatul Aulia Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Jl. H. Mistar Cokrokusumo No.1A Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714 E-mail: [email protected] Abstract: Environmental Risk Differences Occupations In Forest Areas Against Malaria Incidence Among Binuang Puskesmas Patient. Tapin district in South Kalimantan also has forest areas and is malaria endemic. Binuang District is an area with the most malaria cases. In 2012 clinical malaria was found in 364 cases with 197 positive cases. The objective of this research is to know the difference of work environment risk in the historic area against malaria incidence. The study material was the medical record of all patients at Binuang Public Health Center of Tapin District, in the first tier of year 2016. The results showed that not every exposure with vector habitat (forest area) acted as risk factor to malaria disease status. Through Chi Square test, it is not proven that the type of forest encroachment work is related to malaria incidence, X 2 count value is 1.875 smaller than X 2 table (= 3,841), is at the acceptance of H 0 . However, gold miners (in forest areas) have a risk of contracting malaria by 29.13 times greater than non-gold counterparts. The calculation result of X 2 is 41,76 bigger than X 2 table (= 3,841), reject H 0 . For gold pending workers it is advisable to use insect repellent (repelent) and other mosquito-bitten protective gear while inside the gold repeating area. Keywords: Malaria risk; Gold pending; Malaria forest area. Abstrak: Perbedaan Risiko Lingkungan Pekerjaan Di Kawasan Hutan Terhadap Kejadian Malaria Diantara Pasien Puskesmas Binuang. Kabupaten Tapin di Kalimantan Selatan juga mempunyai kawasan hutan dan merupakan endemis malaria. Kecamatan Binuang merupakan daerah dengan kasus malaria terbanyak. Pada tahun 2012 ditemukan malaria klinis sebanyak 364 kasus dengan 197 kasus positif. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan risiko lingkungan pekerjaan di kawasan hutaan terhadap kejadian malaria. Bahan penelitian adalah catatan medik dari seluruh pasien di Puskesmas Binuang Kabupaten Tapin, pada tribulan I tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan tidak setiap paparan dengan habitat vektor (kawasan hutan) berperan sebagai faktor risiko terhadap status sakit malaria. Melalui uji hubungan Chi Square tidak terbukti jenis pekerjaan perambah hutan berhubungan dengan kejadian malaria, nilai hitung X 2 sebesar 1,875 lebih kecil dari X 2 tabel (=3,841), berada pada penerimaan H 0. Akan tetapi pekerja pendulang emas (di kawasan hutan) mempunyai risiko tertular malaria sebesar 29,13 kali lebih besar dibanding pekerja bukan pendulang emas. Hasil perhitungan X 2 sebesar 41,76 lebih besar dari X 2 tabel (=3,841), menolak H 0. Bagi para pekerja pendulang emas disarankan menggunakan zat penolak serangga (repelent) dan alat pelindung gigitan nyamuk lainnya selama berada di dalam areal pendulangan emas. Kata Kunci: Risiko malaria; pendulang emas; malaria kawasan hutan PENDAHULUAN Secara spesifik, Kementerian Kesehatan menetapkan empat prioritas kesehatan dalam RPJMN, pada kurun waktu 2015–2017, yaitu : 1) menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi; 2) menurunkan prevalensi balita stunting; 3) menanggulangi penyakit menular HIV–AIDS, Tuberculosis, dan Malaria; dan 4) menanggulangi penyakit tidak menular Hipertensi, Diabetes, Obesitas, Kanker, dan gangguan jiwa [1]. Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria setiap tahun dan 30.000 diantaranya meninggal dunia. Dari 293 kabupaten/kota di Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria. Mengingat keberadaan habitat vektor malaria tidak sama rata antara daerah urban, sub urban, maupun daerah rural, maka dapat diperkirakan bahwa perbedaan paparan (karena perbedaan cluster, geografis, dan topografis) menyebabkan risiko tertular malaria juga menjadi berbeda pula. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria [2]. Kecamatan Binuang merupakan daerah dengan jumlah penderita terbanyak di Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 535 kasus dengan 332 kasus positif. Pada tahun 2012 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 364 kasus dengan 197 kasus positif [3]. ## BAHAN DAN CARA PENELITIAN Bahan penelitian berasal dari catatan medik dari seluruh pasien yang terdaftar dalam catatan rekam medik Puskesmas Binuang Kabupaten Tapin, pada tribulan I tahun 2016. Kelompok kasus adalah seluruh penderita positif malaria yang terdaftar dalam catatan rekam medik Puskesmas Binuang. Sedangkan kelompok kontrol adalah seluruh pasien yang didiagosa selain malaria yang terdaftar dalam catatan rekam medik Puskesmas Binuang. Jenis penelitian ini termasuk tipe observasional, karena tidak dilakukan manipulasi buatan pada faktor yang diteliti. Sedangkan sub tipe penelitian ini bersifat analitik, karena hasilnya dapat untuk merumuskan hipotesa tindakan yang dapat dilakukan untuk tindakan pencegahan potensial [4]. Pencuplikan sampel dilakukan secara purposive sampling, kelompok kontrol dipilih dari semua pasien yang didiagnosa malaria, yaitu sebanyak 16 orang, dan kelompok kontrol dipilih sebanyak 2 kali jumlah kasus (32 orang) dengan memilih subyek yang match dengan subyek kasus. Data yang dikumpulkan kemudian ditabulasi silang, dengan menempatkan variabel risiko (jenis pekerjaan) disebebah kiri, dan variabel outcome (status kesakitan) disebelah kanan. Tabel deskriptif tersebut kemudian disederhanakan menjadi tabel silang antara tingkat keterpaparan faktor risiko dengan status kesakitan. Faktor risiko adalah perambah hutan, yaitu kelompok yang karena perkerjaan dituntut memasuki kawasan hutan (endemis malaria) setiap harinya; dan bukan perambah hutan, yaitu kelompok yang jenis pekerjaannya tidak mengharuskan memasuki kawasan hutan setiap harinya. Analisis dilanjutkan dengan menghitung risiko berdasarkan ukuran epidemiologi Odds dan Odds Ratio. Tidak dilakukan perhitungan ukuran Relative Risk (Risk Ratio), karena tidak tersedia data tentang Cummulative Incidence Rate kelompok terpapar faktor risiko maupun kelompok tidak terpapar faktor risiko [5]. Dengan demikian ukuran risiko hanya dilakukan pada probabilitas Odds, sebagai berikut: 1). Probabilitas (Odds) terserang malaria diantara para pekerja perambah hutan [5,6], 2). Probabilitas (Odds) terserang malaria diantara pekerja bukan perambah hutan [5,6], 3). Odds Ratio (Relative Odds), yaitu Odds terserang malaria diantara perambah hutan dibandingkan Odds terserang malaria diantara bukan perambah hutan [5,6] dan 4). Dilakukan uji statistik dengan menggunakan rumus empiris Chi-Square untuk menguji ada tidaknya bukti secara statistik hubungan/asosiasi antara jenis pekerjaan perambah hutan dengan kejadian malaria [7]. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Demografi Jumlah penduduk Kecamatan Binuang berdasarkan data Profil Kecamatan tahun 2014 adalah 27.940 jiwa. Dengan luas wilayah 218,10 Km2. Dengan perincian jumlah penduduk Laki- laki 14.117 jiwa dan penduduk perempuan 13.823 jiwa . Jumlah KK sebanyak 7.636 KK , dengan rata-rata 4 jiwa / KK , sedangkan kepadatan penduduknya adalah 228 / Km persegi Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui bahwa semua jenis kelamin responden adalah laki-laki dan umur responden yang termuda adalah 16 tahun dan responden tertua berumur 51 tahun dan diketahui bahwa keseluruhan responden pada kelompok kasus dan kelompok kontrol berada pada kelompok umur produktif, golongan umur responden adalah berkisar antara umur 15-54 tahun. ## B. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Pada tabel 1 distribusi kasus dan kontrol berikut ini, terlihat bahwa jenis pekerjaan terbanyak pada kelompok kasus adalah sebagai pendulang emas 87,5% dan pada kelompok kontrol adalah sebagai petani karet 21.875%. Sedangkan kawasan lokasi pendulangan emas ternyata berada di kawasan hutan endemis malaria [8]. Dengan demikian nampak bahwa pasien Puskesmas Binuang yang didiagnosa malaria, sebagian besar mempunyai jenis pekerjaan di kawasan hutan endemis malaria. Meskipun tidak seluruh pekerja yang lingkungan kerjanya berada di kawasan hutan endemis malaria yang berobat ke Puskesmas Binuang, didiagnosa sebagai penderita malaria. Tabel 1. Distribusi Kasus dan Kontrol Menurut Jenis Pekerjaan No Jenis Pekerjaan Kasus Kontrol Responden % Responden % 1 Pegawai Pemerintah 1 6,25 4 12,5 2 Pedagang 0 0 2 6,25 3 Buruh Batubara 0 0 5 15,625 4 Buruh Kelapa Sawit 0 0 5 15,625 5 Petani Karet 1 6,25 7 21.875 6 Petani Padi 0 0 2 6,25 7 Pendulang Emas 14 87,5 6 18,75 8 Buruh Bangunan 0 0 1 3,125 Total 16 100 32 100 Pada tabel deskriptif diatas tampak bahwa kelompok kasus malaria didominasi oleh responden dengan jenis pekerjaan pendulang emas (87,5%). Tabel tersebut juga mendeskripsikan bahwa pada kelompok kontrol kasus malaria yang mempunyai proporsi terbesar adalah dari kelompok dengan jenis pekerjaan petani karet (21,88%) dan pendulang emas (18,75%). Tabel 1 diatas juga menjelaskan bbahwa tidak semua jenis pekerjaan yang bersinggungan dengan hutan di Kecamatan Binuang merupakan kawasan endemis malaria. Pada tabel tersebut ada beberapa jenis pekerjaan Responden yang berada di kawasan hutan sebagai habitat Anopheles konvensional, namun hanya lokasi tambang emaslah yang berada di kasawan hutan endemis malaria. Dengan demikian probabilitas para pekerja tambang emas untuk tertular malaria dapat dianalisis melalui tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Probabilitas Kejadian Malaria Menurut Jenis Pekerjaan Pendulang Emas No. Pekerjaan Kasus Kontrol Total Odds OR (Odds Ratio) 1. Pendulang emas 14 (70%) 6 (30%) 20 (100%) 2,33 29,13 2. Bukan pendulang emas 2 (7,1%) 26 (92,9%) 28 (100%) 0,08 Jumlah 16 32 48 Tabel probabilitas kejadian malaria diatas mendeskripsikan pola kejadian sebagai berikut: 1). Probabilitas (Odds) terserang malaria diantara para pekerja pendulang emas sebesar 2,33 kali dibandingkan tidak terserang malaria, 2). Probabilitas (Odds) terserang malaria diantara pekerja bukan pendulang emas sebesar 0,08 kali dibanding tidak terserang malaria dan 3). Odds Ratio, yaitu Odds terserang malaria diantara pendulang emas adalah sebesar 29,13 kali dibandingkan Odds terserang malaria diantara bukan pendulang emas. Pada kasus yang disajikan pada tabel.2 diatas tidak dapat ditentukan ukuran hubungan Relative Risk (Risk Ratio). Hal itu disebabkan untuk menghitung ukuran Relative Risk diperlukan data tentang seluruh insidens malaria (seluruh kasus baru) dan data individu dalam kelompok risiko seluruhnya (dalam suatu tempat dan waktu tertentu). Sedangkan pada tabel.2 diatas, banyaknya kasus ditentukan terlebih dahulu pada saat perencanaan menentukan besarnya sampel. Demikian halnya jumlah kontrol juga ditentukan pada tahap perencanaan, yang pada kajian ini ditentukan sebanyak 2 kali jumlah kasus. Oleh karena itu jumlah responden sebanyak 48 orang tidak sama dengan population at risk, dan nilai hubungan Relative Risk tidak pada tempatnya untuk dipaksakan dihitung. Selanjutnya untuk menguji apakah fenomena probabilitas dan risiko terserang malaria yang dideskripsikan pada tabel 2 terjadi secara kebetulan atau memang berpola seperti itu, maka dilakukan pembuktian ada tidaknya bukti secara statistik hubungan/asosiasi antara jenis pekerjaan sebagai pendulang emas dengan kejadian malaria. Pengujian dilakukan dengan rumus empiris uji Chi Square (Fisher Exact) sebagai berikut. Tabel 3. Tabel Kerja Uji Beda Chi Square Pendulang Emas O E 0 – E (O – E) 2 (O – E) 2 / O 14 6,67 7,33 53,78 3,84 6 13,33 – 7,33 53,78 8,96 2 9,33 – 7,33 53,78 26,89 26 18,67 7,33 53,78 2,07 X 2 = 41,76 df α 0,99 0,95 0,90 0,50 0,10 0,05 0,01 0,001 1 ,00157 ,00393 ,0158 ,455 2,706 3,841 6,635 10,827 2 ,0201 ,103 ,211 1,386 4,605 5,991 9,210 13,815 .... .... .... .... .... .... .... .... .... dst dst dst dst dst dst dst dst dst Reject H o Do not reject H o X2 (tabel) = 3,841 Gambar 1. Batas Penerimaan dan Penolakan Hipotesa Hasil perhitungan X2 hitung ternyata menghasilkan nilai sebesar 41,76. Nilai ini lebih besar dibanding batas penolakan Ho untuk derajat kemaknaan 95% dan degree of freedom (df) = 1, yaitu 3,841. Dengan demikian cukup bukti secara statistik untuk menyatakan bahwa jenis pekerjaan penambang emas mempunyai risiko berbeda dengan bukan pendulang emas untuk menderita malaria. Dengan kata lain para pendulang emas di wilayah Puskesmas Binuang diyakini mempunyai risiko terserang (tertular) malaria sebesar 29,13 kali dibanding bukan penambang emas. Fakta lapangan yang disajikan dalam tabel 1 memberikan informasi bahwa ada pula penderita malaria yang bekerja di kawasan hutan, atau setiap hari memasuki hutan dan berperilaku sebagai perambah hutan tetapi bukan pendulang emas. Probilitas kelompok ini untuk terserang malaria dianalisis melalui tabel berikut ini. Tabel 4. Probabilitas Kejadian Malaria Menurut Jenis Pekerjaan Perambah Hutan No. Pekerjaan Kasus Kontrol Total Odds OR (Odds Ratio) 1. Perambah hutan 15 (37,5%) 25 (62,5%) 40 (100%) 0,60 4,29 2. Bukan perambah hutan 1 (12,5%) 7 (87,5%) 8 (100%) 0,14 Jumlah 16 (33,3%) 32 (66,7%) 48 (100%) Tabel probabilitas kejadian malaria diatas mendeskripsikan pola kejadian sebagai berikut: 1). Probabilitas (Odds) terserang malaria diantara para pekerja perambah hutan sebesar 0,6 kali dibandingkan tidak terserang malaria, 2). Probabilitas (Odds) terserang malaria diantara pekerja bukan perambah hutan sebesar 0,14 kali dibanding tidak terserang malaria dan 3). Odds Ratio, yaitu Odds terserang malaria diantara perambah hutan adalah sebesar 4,29 kali dibandingkan Odds terserang malaria diantara bukan perambah hutan. Selanjutnya untuk menguji apakah fenomena probabilitas dan risiko terserang malaria yang dideskripsikan pada tabel 4 terjadi secara kebetulan atau memang berpola seperti itu, maka dilakukan pembuktian ulang seperti hubungan pekerjaan pendulang emas dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Binuang. Mengingat nilai exoected pada tabel tersebut yang mempunyai nilai kurang dari 5 sebesar 25% ( > 20%), maka digunakan rumus Yate’s Correction dalam menentukan nilai X2 hitung. Tabel 5. Tabel Kerja Uji Beda Chi Square Perambah Hutan O E 0 – E (O – E) 2 (O – E) 2 / O 15 13,3333333 1,66666667 2,777778 0,20833333 25 26,6666667 -1,6666667 2,777778 0,10416667 1 2,66666667 -1,6666667 2,777778 1,04166667 7 5,33333333 1,66666667 2,777778 0,52083333 X 2 = 1,875 Oleh karena ada nilai Expected yang < 5 sebesar 25%, maka dipergunakan rumus Yates Correction untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara jenis pekerjaan perambah hutan dengan kejadian malaria diantara pasien Puskesmas Binuang. Hasil perhitungan dengan X2 hitung ternyata menghasilkan nilai sebesar 1,875. Nilai ini lebih kecil dibanding batas penolakan Ho untuk derajat kemaknaan 95% dan degree of freedom (df) = 1, yaitu 3,841. Dengan demikian cukup bukti secara statistik untuk menyatakan bahwa jenis pekerjaan perambah hutan tidak mempunyai risiko berbeda dengan bukan perambah hutan untuk menderita malaria. Dengan kata lain pola probabilitas dan risiko yang digambarkan pada tabel 4. terjadi karena faktor kebetulan. ## KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis dan uji hubungan probabilitas kejadian malaria diatas, baik menurut jenis pekerjaan pendulang emas mupun menurut jenis pekerjaan perambah hutan dapat disimpulkan sebagai berikut : Cukup bukti secara statistik untuk menyatakan bahwa perbedaan derajat paparan faktor risiko malaria (jenis pekerjaan) menyebabkan perbedaan probabilitas status kesakitan malaria di antara pasien Puskesmas Binuang. Tidak cukup bukti secara statistik untuk menyatakan setiap paparan dengan habitat vektor (kawasan hutan) di wilayah kerja Puskesmas Binuang berperan sebagai faktor risiko terhadap status sakit malaria. Nilai hitung X2 sebesar 1,875 lebih kecil dari X2 tabel (=3,841) atau berada pada penerimaan H0. Probabilitas (Odds) risiko terserang malaria diantara para pekerja pendulang emas sebesar 2,33 kali dibandingkan tidak terserang malaria. Para pekerja penambang emas mempunyai risiko tertular malaria sebesar 29,13 kali lebih besar dibandingkan para pekerja bukan pendulang emas. Cukup bukti secara statistik dengan hasil perhitungan X2 menghasilkan nilai sebesar 41,76 atau lebih besar dari X2 tabel (=3,841) atau menolak H0. Ukuran asosiasi Odds Ratio diperlukan untuk mengukur besarnya kekuatan hubungan, dan uji Fisher Exact diperlukan untuk membuktikan kemaknaan hubungan secara statistik. Bagi para pekerja pendulang emas disarankan untuk menggunakan zat penolak serangga (repelent) dan alat pelindung gigitan nyamuk lainnya selama berada di dalam areal pendulangan emas. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbedaan dinamika para pekerja penambang emas dengan kelompok dengan jenis pekerjaan lainnya yang sama-sama masuk dan bekerja dikawasan hutan. Faktor-faktor yang diteliti antara lain mobilitas pekerja (lama tinggal dalam hutan), penggunaan repelent, dan penggunaan pelindung spesifik lainnya. ## KEPUSTAKAAN 1. Kemenkes; RPJMN Bidang Kesehatan; 2015; 2. Sucipto, Cecep Dani; Manual Lengkap Malaria; 2015; Penerbit Gosyen Publishing, Yogyakarta Kawasan Hutan Terhadap Kejadian Malaria Diantara Pasien Puskesmas Binuang 473 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin; Profil Kesehatan Kabupaten Tapin; 2014; Pemerintah Kabupaten Tapin, Rantau 4. David G. Kleinbaum, Lawrence L. Kupper; ,Epidemiologic Research Principles And Quantitative Methods; 1982; Hal Morgenstern, Van Nostrand Reinhold Company; New York 5. John M.Last, A Dictionary of Epidemiology, 2nd Ed, 1988; Oxford University Press, 6. Leon Gordis;, Epidemiology; 1996; W.B.Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania, 7. Anwar Hidayat, Tutorial Rumus Chi Square Dan Metode Hitung, 2012; https://www.statistikian.com/2012/ 11/rumus-chi-square.html, 8. Jumiatul Aulia, Hubungan Pekerjaan Dengan Kejadian Malaria Pada Pasien Yang Didiagnosa Positif Malaria Di Puskesmas Binuang Kabupaten Tapin Triwulan I Tahun; 2016; Skripsi, Poltekkes Banjarmasin.
646f05b8-01d5-42d3-a713-ec578dbff962
http://journal.unublitar.ac.id/jppnu/index.php/jppnu/article/download/153/125
JPPNu (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Nusantara) Vol. 4 ● No. 2 ● Desember-2022 E-ISSN: 2685-3884, P-ISSN: 2685-4783 Available online at http://journal.unublitar.ac.id/jppnu BIMBINGAN TEKNIS PEMERIKSAAN ANTEMORTEM DAN POSTMORTEM SERTA PENYEMBELIHAN SECARA SYARIAT BAGI PANITIA PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN DI UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR Nanang Zamroji 1 , Tika Fitria Wulan Afrilia 2 , Umi Nahdiyah 3 Universitas Nahdlatul Ulama Blitar, Indonesia 1 [email protected] , 2 [email protected], 3 [email protected] ## ABSTRAK Hari raya agama Islam dilaksanakan dua kali dalam setahun, yaitu saat hari raya Idul Fitri yang dirayakan sehabis puasa bulan ramadhan serta saat Idul Adha atau biasa disebut hari raya Idul Qurban. Saat Idul Adha bagi setiap muslim yang memiliki dan memenuhi ketentuan-ketentuan atau syarat yang telah ditetapkan oleh agama atau syariat Islam. Bimbingan Teknis ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan Panitia Penyembelihan. Hewan Qurban di UNU Blitar tentang Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan hewan Qurban yang secara syariat. Bimbingan ini sangat dibutuhkan sebab untuk menyediakan pangan asal hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal) bagi masyarakat. Metode ini dilaksanakan dengan survei, wawancara, sosialisasi,dan diskusi. Kegiatan diawali dengan pre-test yang berupa kuisioner. dilaksakannya posttest untuk mengevaluasi peningkatan pengetahuan pemeriksaan antemortem dan postmortem serta penyembelihan hewan Qurban yang secara syariat. Selanjutnya data dianalisis dan disajikan secara deskriptif berdasarkan hasil analisis data diharapkan ada peningkatan pengetahuan pada Panitia Penyembelihan Hewan Qurban di UNU Blitar tentang. Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan hewan Qurban yang secara syariat. Hasil Bimbingan Teknis ini dapat meningkatkan pengetahuan Panitia Penyembelihan Hewan Qurban di UNU Blitar tentang Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan hewan Qurban yang secara syariat 30%. Yang semula tingkat pengetahuannya 40% dan setelah mengikuti pelatihan menjadi 70% untuk penguasaan tentang Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan hewan Qurban yang secara syariat Islam. Kata Kunci : antemortem; postmortem ## PENDAHULUAN Hari raya agama Islam dilaksanakan dua kali 0 dalam setahun, yaitu saat hari raya Idul Fitri yang dirayakan sehabis puasa bulan ramadhan serta saat Idul Adha atau biasa disebut hari raya 0 idul qurban. Saat i Idul i Adha bagi i setiap i muslim i yang memiliki i dan memenuhi i ketentuan-ketentuan i atau i syarat i yang i telah i ditetapkan oleh i agama i atau syariat i Islam. i Syarat-syarat i tersebut i antara i lain i yaitu i muslim atau i beragama i Islam, mampu i secara i finansial, i berakal, i dan i dewasa i atau i baligh. Orang i yang i dikatakan mampu i adalah i orang i dengan i harta i benda i yang i cukup untuk i dirinya i maupun keluarganya.(Caniago, i F., i & i Ganesha, i 2019) Dalam ilmu fiqih, i qurban mempunyai i arti i ritual, i yaitu i menyembelih hewan ternak yang i telah i memenuhi i kriteria i tertentu i serta i pada i waktu i tertentu, i yaitu pada tanggal i 10 i Dzulhijah i dan i hari i tasyrik tanggal i 11-13 i Dzulhijah. i Ibadah i qurban harus i dengan i hewan i qurban, i seperti sapi, kambing, i atau i unta, i dan i tidak i boleh diganti i dengan i lainnya, i seperti i uang i atau i beras. Di i dalam i Ash i Shihah i fi i Al Lughah i 2/28, i Al i Jauhari, i menerangkan i bahwa i secara i etimologis, i qurban i berasal dari i kata i qaruba-yaqrubu-qurban-qurbanan, i dengan i huruf i qaf i didhammahkan bermakna i mendekat. i Qaruba i ilaihi i artinya i mendekat i kepada-Nya, i seperti i dalam firman i Allah i Ta’ala: i “Inna i Rahmatallahi i Qariibun i Minal i Muhsinin” (Sesungguhnya i rahmat i Allah i dekat i dengan i orang-orang i yang i berbuat i baik). Sedangkan i secara i terminologis i (Syar’an), i qurban i bermakna i menyembelih i hewan tertentu i dengan i niat i qurbah i (mendekatkan i diri) i kepada i Allah i Ta’ala i pada i waktu tertentu (Mulyana, i A, i 2016). Binatang i yang i digunakan i sebagai i hewan i kurban i harus i memenuhi i beberapa persyaratan. i Persyaratan i tersebut i meliputi: i (1) i merupakan i hewan i ternak i (unta, sapi, i kambing, i domba), i (2) i usia i hewan i kurban i mencapai i umur i minimal i yang ditentukan i oleh i syariat i Islam i (gigi i sudah i tanggal), i (3) i sehat i tanpa i cacat, i dan i (4) penyembelihan i sesuai i dengan i syariat i Islam. i Sehingga, i perlu i diadakannya bimbingan i teknis i pemotongan i hewan i kurban i supaya i panitia i yang i dalam i hal i ini adalah i Panitia i Penyembelihan i Hewan i Qurban i UNU i Blitar i diharapkan i peka terhadap i gejala i umum i adanya i penyakit i pada i ternak i yang i bisa i berbahaya i bagi lingkungan i ataupun i bagi i masyarakat i yang i mengkonsumsi i daging i yang i berasal i dari peyembelihan i hewan i kurban. Daging yang sudah disembelih akan dibagikan pada 0 masyarakat. Sebelum dibagikan, daging harus 0 memunuhi syarat, yaitu (1) aman, (2) sehat, (3) utuh, dan (4) halal. Empat syarat tersebut disingkat ASUH. i Aman i berarti i tidak i ada i bibit i penyakit i pada i daging kurban. i Sehat i berarti i daging i tidak i mengandung i zat i yang i berbahaya i bagi i manusia yang i mengonsumsi. i Utuh i berarti i daging i tidak i ditambah i dan i dikurangi i dengan i zat lain. i Halal i berarti i penyembelihan i telah i dilakukan i sesuai i dengan i syariat i Islam i dan tidak i bersentuhan i dengan i zat i yang i diharamkan. I Daging qurban yang ASUH sangat perlu i adanya i pengawasan i dalam penyembelihan hingga dibagikan ke masyarakat. Pengawasan tersebut dilakukan dengan i pemeriksaan antemortem i dan i postmortem. Antemortem merupakan pemeriksaan Kesehatan 0 yang dilakukan sebelum 0 hewan disembelih. Sedangkan, postmortem merupakan pemeriksaan yang dilakukan setelah hewan disembelih. Postmortem dilakukan dengan memeriksa karkas dan organ. Penanganan daging segar perlu dilakukan agar terhindar dari food born disease (penyakit menular melalui makanan) yang dapat membahayakan manusia (Afrilia, i 2022). i Oleh i karena i itu, i perlu dilakukan bimbingan i teknis i pemotongan hewan i kurban i yang i bertujuan i agar i daging i yang sampai i pada i masyarakat memenuhi i syarat i ASUH i (Aman, i Sehat, i Utuh i dan Halal). ## METODE PELAKSANAAN Bimbingan i teknis i ini i telah i dilaksanakan i di i UNU i Blitar i yang i diikuti sebanyak 15 i orang i panitia i penyembelihan i hewan i Qurban i UNU i Blitar. i Metode ikegiatan dalam pelaksanaan i dengan i menggunakan i metode workshop i dan i Diskusi. i Dengan tahapan i kegiatan diantaranya: i (1) i melakukan i survei i serta i koordinasi i dengan i mitra terkait i peserta i Bimbingan i teknis i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta penyembelihan i secara i Syariat, i (2) i melaksanakan i program i Bimbingan i teknis pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan i secara i Syariat, i (3) Evaluasi i kegiatan. i Sebelum i pelaksanaan i bimbingan i teknis i diadakan i pre i test i untuk mengetahui i dan i mengukur i pengetahuan i panitia i penyembelihan i hewan i Qurban UNU i Blitar i Blitar i tentang i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta penyembelihan i secara i Syariat. Kemudian i setelah i dilaksanakanya i bimbingan i teknis diadakan i post i test i untuk i mengetahui i tingkat i pengetahuan i dan i penguasaan i panitia penyembelihan i hewan i Qurban i UNU i Blitar i Blitar i tentang i pemeriksaan i Antemortem dan i Postmortem i serta i penyembelihan i secara i Syariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Tata cara memotong hewan kurban ini perlu diikuti oleh setiap muslim agar ibadah kurban diterima oleh Allah SWT.. i Berikut i ini i merupakan i adab i tata i cara menyembelih i hewan i kurban i yang i dibenarkan i yang i perlu diketahui i bersama i (Cnn Indonesia, i 2021) i yaitu: i perlakukan i hewan i kurban i dengan i lembut i agar i hewan tetap tenang; i tidak i menyakiti i hewan i dan i berlaku i kasar i kepada i hewan; i tidak i melukai hewan i dengan i sengaja; i tidak i menghardik i hewan i seperti i mendorong i atau menggusur; i merobohkan i hewan i kurban i yang i akan i disembelih i secara i hati-hati; tidak i mengasah i pisau i atau i alat i tajam i di i hadapan i hewan i yang i akan i disembelih; membaringkan i hewan i di i sisi i kiri; i mengucap i takbir i sebelum i menyembelih i hewan; hadapkan i hewan i ke i arah i kiblat; i sembelih i pada i tiga i bagian i saluran i yaitu i saluran napas, i saluran i makan, i saluran i darah; i dan i lakukan i penyembelihan i maksimal i 3 kali iris i dan i tidak i boleh i diangkat i saat i pengirisan. I Rukun i menyembelih i hewan i qurban menurut i (Solek, i M, i 2018) i yaitu: penyembelih i harus i beragama i Islam; i binatang i yang i disembelih i harus i halal i dan didapatkan i dengan i halal; i menggunakan i alat i potong i yang i tajam i agar i hewan kurban i tidak i menderita i atau i kesakitan i saat i disembelih; i dan i meniatkan i qurban karena i Allah i semata. Selain i memperhatikan i adab, i tata i cara i penyembelihan i hewan i kurban i saat i Idul Adha i pun i tak i sembarangan. i Penyembelihan i kurban i harus i mengikuti i syariat i Islam sebagai i berikut. (1) i membaringkan i hewan i yang i akan i dikurbankan; (2) i ikat i kaki hewan i supaya i mudah i disembelih; (3) i petugas i penyembelih i dan i hewan i kurban menghadap i kiblat; (4) i sebelum i menyembelih, i petugas i membaca i bismillah; (5) i membaca takbir i 3 i kali i dan i tahmid: i Allahu i akbar, i Allahu i akbar, i Allahu i akbar, Walillahil i hamd i (Allah i yang i Maha i Besar, i Allah i yang i Maha i Besar, i Allah i yang Maha i Besar, i segala i puji i bagi-Mu); (6) i melantunkan i shalawat i nabi: Allahumma shalli ala i sayyidina i Muhammad, i wa i ala i ali i sayyidina i Muhammad i (Ya i Allah, i limpahkan rahmat i untuk i Nabi i Muhammad i dan i keluarganya); (7) i membaca i doa i menyembelih hewan i kurban: i Allahumma i hadzihi i minka i wa i ilaika, i fataqabbal i minni i ya i karim (Ya Allah, i hewan i ini i adalah i nikmat-Mu, i dan i dengan i ini i aku i berkurban i kepada-Mu, karenanya i Tuhan i yang i maha i pemudah i terimalah i kurbanku); (8) i menyembelih i urat nadi i dan i kerongkongan i hewan i kurban i hingga i putus i atau i sembelih i dari i pangkal leher; i dan (9) i setelah i benar-benar i mati, i hewan i kurban i baru i boleh i dikuliti i (A, Wijinindyah, i 2020). Penyakit i pada i hewan kurban sama dengan hewan yang lain, keberadaan mereka dapat menjadi media langsung atau perantara penularan penyakit yang bersifat zoonosis yaitu i penyakit i yang i dapat i ditularkan i dari i hewan i ke i manusia i atau i sebaliknya. Beberapa i contoh i penyakit i yang i bersifat i zoonosis i yang i dapat i ditularkan i oleh hewan i kurban i diantaranya i yaitu i penyakit i Anthrax , i Penyakit i mulut i dan i kuku (PMK), Brucellosis , i Tripanosomiasis , i Taeniasis i dan i lain-lain. i Penyakit i tersebut i dapat ditularkan ke i manusia i setelah i manusia i mengkonsumsi i jeroan i atau i daging i dari i hewan i yang terinfeksi i penyakit i zoonosis.(Darmoyono, i 2001). i Mengingat i hal i tersebut i tindakan pemeriksaan i hewan i kurban i perlu i dilakukan i untuk i mengantisipasi i adanya i penyakit tersebut. Daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH), selayaknya penyediaan daging perlu mendapatkan perhatian. Daging hewan kurban yang diterima oleh masyarakat tidak hanya dalam keadaan ASUH, namun juga terbebas dari penyakit menular yang bersifat zoonosis, untuk keperluan tersebut maka perlu diadakan pemeriksaan terhadap hewan yang akan dipotong ( ante mortem ) dan hewan sesudah dipotong ( post mortem ). Pada tahapan survei serta koordinasi bersama mitra tentang peserta Bimbingan teknis pemeriksaan Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan secara Syariat diketahui berdasarkan analisa kebutuhan masih sangat rendah pengetahuan panitia terkait pemeriksaan Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan secara Syariat. Bimbingan ini menjadi sangat penting bagi panitia untuk mewujudkan daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) bermanfaat bagi panitia penyembelihan hewan qurban dan masyarakat. Berdasarkan analisis diatas panitia penyembelihan hewan qurban di UNU Blitar perlu diadakan Bimbingan teknis pemeriksaan Antemortem dan Postmortem serta penyembelihan secara Syariat sebagai solusi atas kendala tersebut. Gambar I 1. I Dokumentasi I Kegiatan I Bimbingan Bimbingan i teknis i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan secara i Syariat i Islam i untuk i panitia i penyembelihan i hewan i qurban i di i UNU i Blitar tersebut i berlangsung i mulai i pukul i 08.00 i sampai i 11.00 i WIB. i Bimbingan i teknis dihadiri i oleh i ketua i kegiatan i pengabdian i kepada i masyarakat i Nanang i Zamroji, M.Pd.I i dan, i drh. i Tika i Fitria i Wulan i Afrilia,M.Si, i sebagai i pemateri. i Bimbingan teknis i juga i dihadiri i oleh i 15 i panitia i penyembelihan i hewan i qurban i di i UNU i Blitar. i ## Gambar I 2. I Dokumentasi I Kegiatan I Bimbingan Dalam i pelaksanaan i bimbingan i teknis i ini i fokus i pada i dua i materi i yaitu pemeriksaan Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan i secara i Syariat i Islam. Pada i gambar 2, i materi i pertama i disampaikan i oleh i ketua i kegiatan i pengabdian kepada i masyarakat Nanang i Zamroji, i M.Pd.I. i Materi i yang i diberikan i tentang penyembelihan i hewan kurban i sesuai i syariat i Islam. i Materi i kedua i diberikan i oleh drh. i Tika i Fitria i Wulan Afrilia, i M.Si. i tentang i pemeriksaan i Antemortem i dan Postmortem i pada i hewan i kurban untuk i menghasilkan i daging i yang i ASUH. i Sebelum menyampaikan i materi, i terlebih dahulu i dilaksanakan i pretest i dalam i bentuk penyebaran i angket i kepada i peserta i untuk mengetahui i pemahaman i awal i peserta terhadap i pemotongan i hewan i kurban. i Setelah pretest , i materi disampaikan i yang dilanjutkan i dengan i kegiatan i disksui. i Kegiatan diakhiri i oleh i pemateri dengan i posttest untuk i mengetahui i pemahaman i peserta terhadap i pemotongan i hewan kurban i setelah bimbingan i teknis. Secara i sederhana i peningkatan i pengetahuan i panitia i penyembelihan i hewan i qurban i UNU i Blitar i melalui i Pre-test i dan i Post-test i dapat i dilihat i gambar i 3 i sebagai i berikut. Gambar i 3. i Peningkatan i Pengetahuan i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan i secara i Syariat i Islam Berdasarkan i gambar i 3 i diatas i menunjukan i perbandingan i pengetahuan i peserta bimbingan i teknis i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan secara i Syariat i Islam i mengalami i peningkatan i 30%, i sebelum i mengikuti i bimbingan teknis i tingkat i pengetahuannya i 40% i dan i setelah i mengikuti i pelatihan i menjadi i 70% untuk i penguasaan i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan secara i Syariat i Islam. i Sehingga i terjadi i peningkatan i pengetahuan i panitia penyembelihan i hewan i qurban i di i UNU i Blitar i tentang i pemeriksaan i Antemortem i dan Postmortem i serta i penyembelihan i secara i Syariat i Islam. ## SIMPULAN Kegiatan i Bimbingan i teknis i ini i dilaksanakan i selama i satu i hari i mulai i pukul 08.00-11.00 i wib i dapat i meningkatkan i pengetahuan i panitia i penyembelihan i hewan kurban i di iUNU i Blitar i tentang i pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta penyembelihan i secara i Syariat i Islam i 30%. i Yang i semula i tingkat i pengetahuannya 40% i dan i setelah i mengikuti i Bimbingan i teknis i menjadi i 70% i untuk i penguasaan pemeriksaan i Antemortem i dan i Postmortem i serta i penyembelihan i secara i Syariat i Islam. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Sebelum Sesudah ## Grafik Peningkatan Pengetahuan Peserta Antemortem dan Postmortem Penyembelihan secara Syariat ## DAFTAR RUJUKAN A, i Wijinindyah. i (2020). i Potret i Penyembelihan i Hewan i Qurban i Pada i Era i New i Normal i di i Kabupaten i Kotawaringin i Barat. i Applied i Animal i Science i Proceeding i Series . Afrilia, i T. i F. i W. i (2022). i Sosialisasi i Pemotongan i Hewan i Kurban i Bagi i Pengurus i Takmir i Di i Kecamatan i Udanawu i Kabupaten i Blitar. i JPPNu i (Jurnal i Pengabdian i Dan i Pemberdayaan i Nusantara) , i 4 (1). Caniago, i F., i & i Ganesha. i (2019). i Upaya i Takmir i Masjid i Al-Muhajirin i Dalam i Meningkatkan i Semangat i Berkurban i Di i Masyarakat. i Jurnal i Textura . Cnn i Indonesia. i (2021). i Adab i dan i Tata i Cara i Penyembelihan i Hewan i Kurban i Saat i Idul i Adha . i https://www.cnnindonesia.com/gayahidup/20210706171702-284- 663992/adab-dan-tata-cara-penyembelihan-hewan-kurban-saatidul-adha Darmoyono. i (2001). i 15 i Penyakit i Menular i dari i Binatang i ke i Manusia . i Milinea i Populer. Mulyana, i A. i (2016). i Qurban: i Wujud i kedekatan i seorang i hamba i dengan i tuhannya. i Jurnal i Pendidikan i Agama i Islam , i 16 . Solek, i M. i (2018). i Juru i Sembelih i Halal i Berbasis i Pada i Walisongo i Halal i Research i Center i (WHRC). i Dimas: i Jurnal i Pemikiran i Agama i Untuk i Pemberdayaan , i 17 (2).
6c53c46e-7761-46b1-9f42-65434e503296
https://journal.lembagakita.org/jtik/article/download/1511/1696
## Rancang Bangun Sistem Monitoring Kualitas Air Sungai Berbasis Aplikasi Smartphone Gifford Jesaya Latukolan 1* , Adi Widiatmoko Wastumirad 2 1*,2 Program Studi Instrumentasi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, I ndonesia. ## a r t i c l e i n f o Article history: Received 25 August 2023 Received in revised form 11 December 2023 Accepted 15 March 2024 Available online April 2024 DOI: https://doi.org/10.35870/jti k.v8i2.1511. Keywords: River Water Quality; Monitoring System; Blynk; Telegram Bot. Kata Kunci: Kualitas Air Sungai; Sistem Monitoring; Blynk; Telegram Bot. ACM Computing Classification System (CCS) Communication and Mass Media Complete (CMMC) ## a b s t r a c t Rivers have an important role in the lives of Indonesian people, as they function as resources that are used for various purposes. When rivers are utilized wisely and accompanied by awareness of protecting the environment, the water quality can be maintained properly. This study aims to monitor river water quality in the Pesanggrahan river basin. The river water samples are then analyzed using various water quality parameters so that the resulting data is expected to help the Indonesian people understand the condition and quality of river water and optimize efforts to protect the environment. In this research, the designed tool includes several sensors and other components. DS18B20 sensor is used to measure water temperature, analog pH meter sensor is used to measure pH levels, TDS meter sensor is used to measure water salinity, and analog turbidity sensor is used to measure water turbidity. In addition, the ESP32 wireless communication module and Arduino ATMega2560 microcontroller are used to process and transmit data generated by these sensors. This system can be monitored remotely through a smartphone using the internet of things through the Blynk application in real-time. In addition, the data can also be disseminated through Telegram Bot so that users can easily access and monitor water quality data through smartphones. ## a b s t r a k Sungai memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena berfungsi sebagai sumber daya yang digunakan untuk berbagai keperluan. Ketika sungai dimanfaatkan dengan bijaksana dan diiringi dengan kesadaran menjaga lingkungan, maka kualitas airnya dapat dipertahankan dengan baik. Studi ini bertujuan untuk melakukan monitoring kualitas air sungai di aliran sungai Pesanggrahan. Sampel air sungai tersebut kemudian dianalisis menggunakan berbagai parameter kualitas air sehingga data yang dihasilkan diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia memahami kondisi dan kualitas air sungai dan mengoptimalkan upaya menjaga lingkungan. Dalam penelitian ini, alat yang dirancang meliputi beberapa sensor dan komponen lainnya. Sensor DS18B20 digunakan untuk mengukur suhu air, sensor analog pH meter digunakan untuk mengukur kadar pH, sensor TDS meter digunakan untuk mengukur salinitas air, dan sensor analog turbidity digunakan untuk mengukur kekeruhan air. Selain itu, digunakan pula modul komunikasi wireless ESP32 dan mikrokontroler Arduino ATMega2560 untuk mengolah dan mengirimkan data yang dihasilkan oleh sensor-sensor tersebut. Sistem ini dapat dipantau dari jarak jauh melalui smartphone menggunakan internet of things melalui aplikasi Blynk secara real-time. Selain itu, data juga dapat disebarluaskan melalui Telegram Bot sehingga pengguna dapat dengan mudah mengakses dan memantau data kualitas air melalui smartphone. *Corresponding Author. Email: [email protected] 1* . © E-ISSN: 2580-1643. Copyright @ 2024 by the authors of this article. Published by Lembaga Otonom Lembaga Informasi dan Riset Indonesia (KITA INFO dan RISET). This work is licensed under a Creative Commons Attribution- NonCommercial 4.0 International License. ## Jurnal JTIK (Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi) Journal Homepage: http://journal.lembagakita.org/index.php/jtik (2) 2024, 255-264 ## 1. Latar Belakang Sesuai dengan sifat air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah, sungai dapat diartikan sebagai aliran air di permukaan dengan bentuk memanjang dan mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara) sehingga menjadi tempat berkumpulnya air dari suatu kawasan. Sungai menjadi salah satu hal yang penting bagi masyarakat Indonesia karena sering dimanfaatkan untuk keperluan masyarakat seperti tempat wisata, penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan, keperluan industri, perumahan, dan lain-lain. Pemanfaatan sungai untuk keperluan sehari-hari jika diimbangi dengan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sungai, maka kualitas air akan terjaga dan relatif baik. Namun sebaliknya, jika tidak diimbangi dengan kesadaran yang tinggi serta lemahnya pengawasan dari pemerintah tanpa sadar hal tersebut akan menjadi pemicu terjadinya pencemaran lingkungan sungai dan kualitas air. Umumnya pencemaran yang terjadi berasal dari limbah domestik ataupun non- domestik karena minimnya fasilitas pengolahan air limbah buangan dan kemampuan daya tampung sungai terhadap limbah yang tidak memadai. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam hal bencana hidrometeorologi turut mengawasi aktivitas sungai. Kualitas air merupakan salah satu komponen lingkungan yang sangat penting dan sebagai indikator sehatnya suatu daerah aliran Sungai [1]. Hal ini menjadikan kualitas air sungai sebagai salah satu hal yang perlu dimonitoring sebagai tambahan informasi sehingga dapat diberikan kepada masyarakat sekitar. Air dapat dikatakan aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif [2]. Umumnya pemonitoran dilakukan dengan cara mengecek keadaan air dengan pengujian di laboratorium. Walaupun dikatakan efektif tetapi memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan kondisi air dapat berubah setiap saat. Mengikuti perkembangan teknologi yang begitu cepat dari tahun ke tahun, maka dibuatlah sistem monitoring dengan memanfaatkan Internet of Things (IoT). Internet of Things (IoT) adalah suatu jaringan yang menghubungkan berbagai objek yang memiliki identitas pengenal serta Internet Protocol (IP) Address, sehingga dapat saling terhubung dan bertukar informasi terkait dirinya dan juga lingkungan yang di inderanya [3]. Dengan sensor yang terhubung ke internet, pengguna dapat dengan mudah memantau kualitas air sungai selama lokasi penerapan teknologi terhubung dengan jaringan internet yang memadai. Penelitian ini merancang sistem monitoring kualitas air sungai berbasis aplikasi smartphone untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai dengan mengukur parameter-parameter yang dianggap penting seperti suhu, pH, TDS, dan kekeruhan sehingga dapat digunakan untuk mengumpulkan data kualitas air secara real-time dan menyediakan informasi kualitas air yang dapat diakses oleh masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pemanfaatan sistem IoT yang dapat melakukan monitoring pencemaran dan kualitas air sungai di lingkungan masyarakat sehingga data monitoring yang dihasilkan dapat dijadikan informasi tambahan terkait kondisi air sungai. Sungai merupakan bagian dari ekosistem yang terbentuk secara alami mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir dan dipengaruhi oleh banyak faktor [4]. Berdasarkan fungsinya untuk mengalirkan air, sungai dapat disebut juga dengan drainase alam. Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan pengolahan secara sederhana. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari tiap kelas, yang nantinya menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air [5]. Setiap kelas air mempersyaratkan mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan dalam hal tertentu. Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan penggunaannya. 1) Kelas satu, merupakan air yang dapat digunakan untuk air minum, dan untuk pemanfaatan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) Kelas dua, merupakan air yang dapat digunakan untuk sarana atau prasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan untuk pemanfaatan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) Kelas tiga, merupakan air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan pemanfaatan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4) Kelas empat, merupakan air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan untuk pemanfaatan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Suatu sumber air dinyatakan tercemar jika tidak memenuhi persyaratan pemanfaatan di tiap kelasnya. Suhu merupakan besaran yang menyatakan ukuran derajat dingin dan panas suatu benda yang dapat dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif. Persetujuan internasional menyatakan bahwa standar acuan suhu dinyatakan berada pada tepat di tiga titik fase air dengan nilai Triple Point Water (TPW) = 273,16 K. Suhu pada air sangat mempengaruhi sifat kimia perairan serta merupakan faktor eksternal yang penting bagi organisme di perairan yang mudah untuk diteliti dan ditentukan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 tahun 2017, batas maksimal suhu air bersih adalah ±3º dari suhu udara (27ºC) [2]. Suhu air yang melebihi batas normal menunjukan indikasi terdapat bahan kimia (misalnya, fenol atau belerang) yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar atau sedang terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Derajat keasaman atau lebih sering disebut pH ( Potencial of Hydrogen ) merupakan nilai matematis yang digunakan untuk menyatakan jumlah ion-ion hidrogen yang terlepas pada suatu larutan atau menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh larutan tersebut. Parameter ini menjadi salah satu parameter kimia yang sangat penting untuk memantau kestabilan pada perairan [6]. pH yang dibolehkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 tahun 2017 adalah 6,5 – 8,5. Tingkat pH 7,0 pada 25°C didefini sikan sebagai “netral” karena konsentrasi H3O+ sama dengan konsentrasi OH− dalam air murni [2]. Larutan dinyatakan bersifat asam jika pada 25°C memiliki pH kurang dari 7, sedangkan larutan akan dinyatakan basa atau alkali jika pada 25°C memiliki pH lebih dari 7. Salinitas merupakan tingkat keasinan berdasarkan nilai kosentrasi ion-ion yang terlarut pada air dengan satuan ppt ( part per thousand ) atau ppm ( part permillion ). Salinitas menjadi salah satu kontributor penentu aspek kimia dan biologis perairan dan membantu mengatur karakter fisik air bersama dengan suhu dan tekanan. Salinitas terdiri atas tujuh ion utama, yaitu natrium (Na), klorida (Cl), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3). Kekeruhan air merupakan standar tingkat transparansi suatu keadaan air dan merupakan salah satu parameter kesesuaian air yang baik. Kekeruhan air menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU ( Nephelometrix Turbidity Unit ) atau JTU ( Jackson Turbidity Unit ) atau FTU ( Formazin Turbidity Unit ). Kekeruhan dapat timbul akibat adanya kandungan partikel terlarut yang bersifat organik maupun anorganik di dalam air [7]. Kekeruhan akan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga penetrasi cahaya ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung efektif karena adanya material tersuspensi di dalam air. Cahaya yang dihamburkan dan dibiaskan dari arah asalnya akan sedikit apabila level kekeruhan rendah, sebaliknya semakin tinggi kekuatan cahaya yang tersebar, maka semakin tinggi level kekeruhan air. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 tahun 2017, kualitas air bersih memiliki tingkat kekeruhan paling tinggi adalah 25 NTU [2]. ## 2. Metode Penelitian ## Blok Diagram Blok diagram merupakan sebuah diagram berbentuk kotak yang menjelaskan proses kerja sistem sehingga memudahkan dalam memahami cara kerja sistem secara keseluruhan. Gambar 1. Blok diagram (2) 2024, 255-264 Pada gambar 1 ditampilkan blok diagram sistem yang terdiri dari bagian input , proses, dan output . 1) Input : Input terdiri dari sensor yang mengukur masing-masing parameter, yaitu DSB18B20 untuk mengukur suhu air, SEN0161 untuk mengukur pH air, SEN0244 untuk mengukur salinitas air, dan sensor TDS (SEN0189) untuk mengukur kekeruhan serta terdapat juga RTC untuk mencatat waktu. Nilai hasil pengukuran kemudian akan diproses oleh mikrokontroler. 2) Proses : Berupa pemrosesan nilai hasil pembacaan sensor dan dilakukan akuisisi data oleh mikrokontroler ATMega 2560. NodeMCU digunakan sebagai sistem komunikasi dan pengirim data. Data yang telah diolah akan dikirimkan ke database , setelah itu data akan ditampilkan pada output . 3) Output : Output berupa nilai pengukuran dari masing-masing sensor yang akan ditampilkan pada LCD, aplikasi Blynk, dan Telegram Bot. ## Perancangan Rangkaian Sistem Perancangan rangkaian sistem dilakukan untuk merealisasikan perancangan sistem komponen elektronika pada Printed Circuit Board (PCB). Komponen yang digunakan pada sistem adalah sensor suhu (DS18B20), sensor ph (SKU: SEN0161), sensor salinitas (SKU: SEN0244), sensor kekeruhan (SKU: SEN0189), RTC, dan NodeMCU ESP32. Skema rangkaian dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Skema Rangkaian System Komponen pada skema rangkaian memiliki tugasnya masing- masing. Sensor akan memberikan input berupa sinyal analog dan diproses oleh mikrokontroler. Sinyal analog akan diubah menjadi sinyal digital dengan fitur ADC yang ada pada mikrokontroler. Sensor yang memberikan sinyal digital akan langsung dibaca mikrokontroler kemudian data hasil pengukuran tiap sensor akan ditampilkan. ## Diagram Alir Diagram alir merupakan suatu gambaran penyelesaian masalah untuk mempermudah proses pemrograman yang dilakukan. Proses inisialisasi data sampai tahap tampilan data akan dijelaskan pada diagram alir berikut. Gambar 3. Diagram Alir System Proses diagram alir sistem sebagai berikut: 1) Sistem mulai dinyalakan 2) Program melakukan inisialisasi hardware untuk mulai beroperasi 3) Proses peninjauan inisialisasi 4) Program membaca output dari masing-masing sensor 5) Pemrosesan oleh mikrokontroler. Sensor dengan output analog akan dikonversi menjadi data digital 6) Data yang diterima adalah data dari tiap sensor serta pewaktuan dari RTC 7) Hasil output dari mikrokontroler ditampilkan pada LCD 8) Pengiriman data ke server menggunakan NodeMCU ESP32 9) Data disimpan pada Blynk Cloud 10) Data ditampilkan pada Blynk, dan Telegram Bot 11) Sistem monitoring akan membaca data selama 24 jam 12) Alur algoritma akan selesai jika sistem dimatikan ## Rancangan Tampilan LCD Rancangan tampilan LCD bertujuan untuk menampilkan informasi dari parameter yang diukur. LCD yang digunakan adalah LCD 20x4 yang memiliki 20 karakter dan 4 baris. Baris pertama menampilkan informasi hari, tanggal, bulan, dan tahun. Baris kedua memberikan informasi waktu berupa jam, menit, dan detik. Baris ketiga menampilkan informasi suhu dan pH air. Baris terakhir menampikan informasi salinitas dan kekeruhan air. ## Gambar 4. Desain tampilan LCD ## Rancangan Tampilan Aplikasi Smartphone Rancangan tampilan aplikasi smartphone akan menampilkan data pengukuran real-time dari sensor suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan. Data akan ditampilkan dalam bentuk gauge dari masing-masing parameter yang akan ditampilkan pada aplikasi Blynk. Gambar 5. Desain tampilan aplikasi Blynk ## Rancangan Tampilan Telegram Bot Rancangan tampilan pada Telegram Bot sama dengan tampilan pada LCD dan Blynk. Bot akan memberikan informasi terkait parameter yang di ukur yaitu suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan pada air sungai. Namun, pada Telegram Bot akan ditampilkan juga status kualitas air sungai yang dimonitoring. Status kualitas air sungai yang dimonitoring akan ditampilkan sesuai dengan rentang nilai yang ditentukan pada program. Jika nilai yang dikirimkan oleh sensor berada dalam rentang "Aman", maka status yang ditampilkan pada pesan Telegram adalah "Aman" begitupun dengan kondisi lainnya sesuai dengan program yang telah dirancang. ## Gambar 6. Desain tampilan pesan Telegram Bot ## Rancangan Tampilan Keseluruhan Sistem Desain keseluruhan sistem merupakan gabungan dari semua alat yang digunakan untuk melakukan kegiatan penelitian. Semua komponen terdiri dari casing, solar panel, tiang penyangga, dan penempatan sensor. Desain sistem keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Desain sistem keseluruhan (2) 2024, 255-264 ## 3. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan akan digunakan untuk menyempurnakan kinerja sistem dan juga untuk mengembangkan sistem tersebut lebih lanjut. ## Implementasi Desain Fisik Penelitian dan implementasi sistem merupakan langkah yang dilakukan untuk menguji efektivitas dan kesesuaian sebuah sistem yang telah dirancang sebelum diimplementasikan secara menyeluruh. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dan fungsionalitas sistem terhadap perancangan yang telah dibuat. Implementasi terhadap rangkaian sistem dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Implementasi rangkaian system Proses implementasi sistem dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul, dan mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi sistem. Hasil dari penelitian ini akan menjadi dasar penting dalam menyempurnakan rancangan awal sehingga sistem dapat berfungsi optimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Implementasi sistem secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Implementasi sistem secara keseluruhan Penelitian tentang implementasi sistem ini juga melibatkan pengumpulan data dan informasi. Informasi tersebut nantinya akan dianalisis dan digunakan untuk melakukan penyesuaian dan peningkatan pada sistem yang sudah ada. Dengan melakukan penelitian berdasarkan implementasi sistem, diharapkan hal ini dapat mengidentifikasi kelemahan dan potensi sistem yang dapat dioptimalkan. Setelah proses penelitian ini selesai, sistem diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi para penggunanya dan lingkungan sekitar. ## Implementasi Tampilan Blynk Pengujian tampilan aplikasi Blynk dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kondisi secara umum dari antarmuka pengguna serta untuk memastikan bahwa data yang dipantau oleh sistem monitoring dapat terkirim dengan baik dan ditampilkan dengan benar di dalam aplikasi. Pengujian tampilan aplikasi Blynk bertujuan untuk memastikan pengguna mendapatkan informasi yang jelas dan dapat mengambil tindakan yang tepat berdasarkan data yang ditampilkan. Selain itu, pengujian ini membantu mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang mungkin timbul dalam tampilan aplikasi, sehingga meningkatkan pengalaman pengguna dan efektivitas sistem monitoring secara keseluruhan. Gambar 10. Tampilan aplikasi Blynk Pada tahap pengujian tampilan aplikasi Blynk, data dapat ditampilkan sesuai dengan setiap parameter yang akan diukur nilainya. Delay waktu penampilan data ±2 menit dimana waktu penampilan data juga disesuaikan dengan waktu parsing data dari ATMega 2560 ke NodeMCU ESP32. Dalam aplikasi Blynk, status air ditunjukkan sesuai dengan nilai parameter yang relevan yang sejalan dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 [2]. Nilai-nilai ini menjadi panduan untuk mengelola dan menampilkan kondisi air melalui program yang telah diatur. Pengelompokan kondisi air dapat ditemukan dalam tabel 1. Tabel 1. Pengkondisian Kondisi Air pada aplikasi Blynk Kondisi Air Parameter pH Kekeruhan (NTU) Sangat Kotor ≥7,5 & ≤6,5 ≥50 Kotor ≥7,5 & ≤6,5 ≥50 Bersih ≥6,5 10 - 50 Sangat Bersih ≥6,5 ≤10 Berdsarkan tabel 1, diharapkan pengguna dapat memahami visualisasi kondisi air, termasuk suhu, pH, dan kekeruhan. Program menggunakan data tiap parameter untuk mengambil keputusan dalam mengkondisikan air sesuai standar. Pengguna dapat dengan mudah mengakses informasi real-time dan mengambil tindakan yang sesuai untuk menjaga kondisi air tetap optimal. ## Implementasi Tampilan Telegram Bot Pengujian tampilan Telegram Bot dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah tampilan secara keseluruhan sesuai dengan data yang dipantau oleh sistem monitoring sehingga dapat terkirim dan ditampilkan dengan benar. Tujuan dari pengujian tampilan Telegram Bot adalah untuk memverifikasi bahwa pengguna menerima informasi yang jelas dan dapat mengambil tindakan yang sesuai berdasarkan data yang ditampilkan oleh bot. Pengujian juga dapat membantu dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang mungkin muncul dalam tampilan bot, sehingga dapat meningkatkan pengalaman pengguna dan efektivitas bot dalam memberikan informasi yang relevan. Gambar 11. Tampilan Telegram Bot dan notifikasi Telegram Bot Pada tahap pengujian tampilan Telegram Bot, data dapat ditampilkan sesuai dengan setiap parameter yang nilainya akan diukur. Terdapat delay waktu sekitar ±2 menit dalam penampilan data, yang disesuaikan dengan waktu parsing data dari ATMega 2560 ke NodeMCU ESP32. Hal ini memungkinkan waktu yang cukup untuk proses pengiriman dan pengolahan data sehingga data yang ditampilkan dalam bot adalah yang terbaru. Dalam Telegram bot, kondisi air ditampilkan dengan mempertimbangkan nilai parameter yang relevan yang sejalan dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017. Informasi-nilai ini menjadi acuan dalam mengatur dan mengolah tampilan kondisi air melalui program yang telah dirancang. Pengelompokan atau klasifikasi kondisi air dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Pengkondisian Kondisi Air pada Telegram Bot Kondisi Air Parameter pH Kekeruhan (NTU) Sangat Kotor ≥7,5 & ≤6,5 ≥50 Kotor ≥7,5 & ≤6,5 ≥50 Bersih ≥6,5 10 - 50 Sangat Bersih ≥6,5 ≤10 Berdasarkan tabel 2, pengguna diharapkan dapat dengan jelas memahami visualisasi kondisi air, termasuk suhu, pH, dan kekeruhan air. Program menggunakan data dari setiap parameter untuk mengambil keputusan dalam mengkondisikan air sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengguna dengan mudah dapat menerima dan mengakses informasi real-time dan mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga kondisi air tetap optimal sesuai kebutuhan. Pengujian Lapangan Terhadap Keseluruhan Sistem Pengujian lapangan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengevaluasi kinerja sistem yang telah dirancang sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sistem beroperasi di lingkungan nyata dan apakah sistem dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 12. Penempatan alat di lokasi pengujian Pengujian dilakukan di tepian sungai Pesanggrahan selama 3 hari, dimulai pada Senin, 03 Juli 2023 hingga Rabu, 05 Juli 2023, dari pukul 13.00 hingga 18.00 WIB. Pengujian ini melibatkan pengambilan data untuk parameter suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan. Hasil pengujian tersebut akan ditampilkan pada layar LCD, Telegram Bot, dan aplikasi Blynk. Selain itu, data hasil pengujian juga akan disimpan pada Blynk Cloud untuk keperluan penyimpanan dan analisis data selanjutnya. Gambar 13. Tampilan Blynk saat pengujian lapang Gambar 13 menampilkan pengujian tampilan sistem keseluruhan Blynk di lapangan. Terdapat beberapa bagian dalam tampilan tersebut yang mencakup parameter suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan. Melalui tampilan ini, pengguna dapat dengan mudah memantau nilai-nilai tersebut dan melakukan analisis terhadap kondisi lingkungan yang sedang diuji. Data hasil monitoring juga akan ditampilkan dalam Telegram Bot sehingga informasi dapat tersebar lebih luas. Data yang ditampilkan akan sesuai dengan parameter yang sedang dimonitoring, yaitu suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan. Selain itu, informasi tentang kondisi air juga akan ditampilkan berdasarkan kondisi yang telah diatur dalam program. Program akan menganalisis kondisi air berdasarkan keempat parameter yang dimonitoring, dan akan menampilkan informasi kondisi air dalam rentang Sangat Kotor, Kotor, Bersih, atau Sangat Bersih. Pengujian lapangan tampilan Telegram Bot dapat dilihat pada Gambar 14. Melalui tampilan ini, pengguna dapat dengan mudah melihat data pemantauan dan melihat status kondisi air dengan jelas. Gambar 14. Tampilan Telegram Bot saat pengujian lapangan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama tiga hari, diperoleh rata-rata data sebagai berikut: Tabel 3. Rata-rata data hasil pengamatan selama tiga hari Parameter Pengujian Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Suhu (ºC) 28.8 28.6 28.5 pH 11.9 11.3 12.1 Salinitas (ppm) 172.1 178.1 223.3 Kekeruhan (NTU) 57.2 66 66 Tabel 3 menyajikan rata-rata hasil pengamatan selama tiga hari. Data yang telah diolah oleh ATMega 2560 dapat dipantau secara real-time melalui tampilan Blynk yang menampilkan parameter suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan. Pengiriman data ke tampilan Blynk dan informasi melalui Telegram Bot dilakukan dengan interval delay sekitar ±2 menit. Delay ini tidak mengganggu hasil pengamatan, sehingga data masuk dan ditampilkan dengan baik. Pengamatan dilakukan selama 5 jam dengan data yang masuk setiap 2 menit. Hasil pengamatan pada hari pertama menunjukkan rata-rata deteksi suhu sebesar 28,8°C, pH sebesar 11,9, salinitas sebesar 172,1 ppm, dan kekeruhan sebesar 57,2 NTU. Pada hari kedua, hasil pengamatan menunjukkan rata-rata deteksi suhu sebesar 28,6°C, pH sebesar 11,3, salinitas sebesar 178,1 ppm, dan kekeruhan sebesar 66 NTU. Sedangkan pada hari terakhir atau hari ketiga, hasil pengamatan menunjukkan rata-rata deteksi suhu sebesar 28,5°C, pH sebesar 12,1, salinitas sebesar 223,3 ppm, dan kekeruhan sebesar 66 NTU. Untuk melihat perbandingan nilai rata-rata tiap harinya dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Rata-rata data pengamatan selama tiga hari Berdasarkan data penelitian selama tiga hari, nilai rata-rata suhu tertinggi tercatat pada hari pertama dengan nilai 28,8°C. Meskipun nilai suhu rata-rata berbeda setiap harinya, namun selama tiga hari pengukuran, rentang suhu cenderung sama dan terjadi penurunan suhu pada rentang jam 16.00 - 18.00 WIB. Untuk parameter pH, terjadi lonjakan nilai pada hari ketiga sehingga nilai rata-rata yang diperoleh adalah 12,1. Sedangkan pada parameter salinitas, nilai rata-rata tertinggi tercatat pada hari ketiga dengan nilai 223,3 ppm. Penyebabnya adalah adanya aktivitas pembersihan di sekitar bantaran sungai yang mempengaruhi beberapa parameter dalam melakukan pengukuran. Pada parameter kekeruhan, terjadi kendala pada hari pertama dimana sensor mengalami error dalam pembacaan karena sensor yang seharusnya mengapung ikut tenggelam ke dalam air karena arus sungai yang deras. Meskipun demikian, secara keseluruhan nilai pengukuran memiliki konsistensi yang hampir sama dengan perbedaan pada angka desimal. Penting untuk dicatat bahwa data yang tersimpan di Blynk Cloud tidak menampilkan angka desimal dari nilai pengukuran sehingga hasil yang didapatkan tidak terlalu detail. ## 4. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut: 1) Sistem monitoring kualitas air sungai yang telah dirancang berhasil melakukan pemantauan data secara real-time dengan menggunakan mikrokontroler ATMega 2560 dan modul Wi-Fi. Data yang terpantau dapat diakses melalui aplikasi Blynk dan juga melalui Telegram Bot. 2) Sistem monitoring dengan menggunakan mikrokontroler dapat mengolah, mengirim, dan menampilkan data keluaran dengan baik, serta data monitoring berhasil tersimpan pada Blynk Cloud sehingga memudahkan pemantauan kualitas air sungai secara efisien. 3) Proses penampilan data yang telah diproses pada sistem monitoring, baik melalui LCD secara real- time dengan delay selama 3 detik maupun pada aplikasi Blynk dan Telegram Bot dengan delay 2 menit, berjalan dengan lancar dan dapat menampilkan data secara akurat. 4) Kalibrasi dan komparasi sensor (suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan) berhasil dilakukan dan menunjukkan nilai koreksi dalam batas toleransi normal sesuai spesifikasi sensor. Sensor DS18B20 memiliki nilai koreksi rata-rata 0,024ºC, sensor pH meter analog 0,023, dan sensor turbidity analog 0,5 NTU. Semua nilai koreksi berada dalam batas toleransi yang diperlukan untuk mengukur parameter dengan akurasi yang memadai. ## 5. Daftar Pustaka [1] Roy, R. (2019). An introduction to water quality analysis. ESSENCE Int. J. Env. Rehab. Conserv , 9 (1), 94-100. Gifford Jesaya Latukolan, Adi Widiatmoko Wastumirad / Jurnal JTIK (Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi) 8 (2) 2024, 255-264 [2] Aqua, S. P. (2017). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 32 tahun 2017 tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk keperluan higiene sanitasi, kolam renang. Kolam renang . [3] Kumar, S., Tiwari, P., & Zymbler, M. (2019). Internet of Things is a revolutionary approach for future technology enhancement: a review. Journal of Big data , 6 (1), 1-21. [4] Indra, S., Aditama, V., & Yuwono, E. (2022). Penataan Kawasan Daerah Aliran Sungai Brangbiji Sumbawa Sebagai Sarana Wisata Kota Untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat. Prosiding SEMSINA , 3 (1), 31-36. DOI: https://doi.org/10.36040/semsina.v3i1.4874. [5] Indonesia, P. R. (2001). Peraturan pemerintah tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Peratur. Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendali. Pencemaran Air , 1-22. [6] Simanjuntak, M. (2009). Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap distribusi plankton di perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada , 11 (1), 31-45. [7] Saputra, A., & Umifadlilah, S. T. (2016). Pengukur kadar keasaman dan kekeruhan air berbasis arduino (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
993c66f7-e6a6-4833-bedd-61e267778899
https://j-cup.org/index.php/cendekia/article/download/878/450
## Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada Materi Bangun Datar Ganung Suko Saputro 1 , Hikmatul Khusna 2 1, 2 Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jl. Tanah Merdeka, Rambutan, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia [email protected] ## Abstract This research is motivated because mathematics is abstract in the explanation of concepts and the lack of availability of teaching materials about PMRI. The researcher develops Indonesian realistic mathematics learning book products in flat shapes. The method used by ADDIE is analysis, design, develop, implementation, and evaluation. Validation was obtained through validation experts including materials, media, and mathematics teachers. The results of the material expert validation study obtained a calculation of 93.6% in the valid category without revision and the media expert validation obtained a calculation of 79% in the valid category with revision. An assessment was also obtained from the mathematics teacher by giving the calculation 96.66% valid without revision. The conclusion is that the Indonesian realistic mathematics learning book product in flat shapes is valid and feasible to use. Keywords: ADDIE, RME, Bangun Datar ## Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi karena matematika bersifat abstrak pada penjelasan konsep dan kurang tersedianya bahar ajar tentang PMRI. Peneliti melakukan pengembangan produk buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada bangun datar. Metode yang digunakan ADDIE adalah analysis, design, develop, implementation, dan evaluation. Validasi diperoleh melalui ahli validasi antara lain materi, media, dan guru matematika. Hasil dari penelitian validasi ahli materi memperoleh perhitungan 93,6% berkategori valid tanpa revisi dan validasi ahli media memperoleh perhitungan 79% berkategori valid dengan revisi. Penilaian juga diperoleh dari guru matematika dengan memberi perhitungan 96,66% valid tanpa revisi. Kesimpulannya adalah produk buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada bangun datar valid dan layak digunakan. Kata kunci: ADDIE, PMRI, Bangun Datar Copyright (c) 2021 Ganung Suko Saputro, Hikmatul Khusna  Corresponding author: Hikmatul Khusna Email Address: [email protected] (Jl Tanah Merdeka, Rambutan, Pasar Rebo, Jakarta Timur) Received 14 July 2021, Accepted 22 July 2021, Published 08 August 2021 ## PENDAHULUAN Matematika mendapatkan peran penting dalam menentukkan kehidupan nyata. Beberapa peserta didik masih menyatakan bahwa mata pelajaran matematika adalah yang tersulit. Hal tersebut disetujui oleh (Sholihah & Afriansyah, 2018) matematika mempunyai peranan krusial pada kehidupan, pada praktik pembelajarannya sebagian peserta didik masih menduga matematika menjadi mata pelajaran yang sulit. Matematika dikatakan sulit dikarenakan sifatnya abstrak sehingga siswa mengalami kesulitan menyelesaikan masalah. Siswa mengalami kesulitan menyelesaikan masalah pada aspek konsep matematika. Menurut (Maryamah et al., 2019) salah satu aspek kunci yang mendasari penyelesaian masalah adalah keuletan siswa untuk memahami konteks masalah, terutama konsep matematika. Pemahaman konsep matematika menjadi dasar utama dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematika. Karena merupakan ilmu mendasar yang diterapkan secara luas di semua bidang kehidupan, matematika memainkan peran yang sangat penting (Masfingatin, 2014). Pembelajaran matematika yakni pola berpikir yang logis dan jelas sehingga membutuhkan konsep yang terperinci untuk menyelesaikan persoalan pada kejadian yang nyata (Pangestu et al., 2019). Untuk memecahkan permasalahan matematika yang bersifat abstrak dapat diselesaikan dengan menggunakan kehidupan sehari-hari. Menurut (Afriansyah, 2016) pandangan pertama bahwa matematika itu wajib dekat dengan peserta didik dan terkait dengan situasi kehidupan sehar-hari peserta didik. Matematika akan menjadi lebih mudah karena siswa sering menghadapi situasi yang mereka kenal. Menurut (Rofiroh, 2019) sifat abstrak matematika bisa diatasi menggunakan penerapan pendekatan realistik dalam bahan ajar matematika. Menjelaskan sifat keabstrakan itu salah satunya dapat dideskripsikan dengan cara melihat langsung secara konkret, ini sesuai dengan hakikat dari realistik tersebut yang mana mengharuskan siswa ikut serta aktif dalam melihat objek yang dituju. Hal ini sudah dibuktikan melalui jurnal berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel” oleh (Mahmudah & Fathani, 2019) menyatakan bahwa matematika realistik pada bahan ajar dapat membantu menjelaskan kepada peserta didik sesuatu abstrak menjadi konkret. Pembelajaran matematika realistik muncul dilatarbelakangi oleh pendapat Hans Freudenthal bahwasannya matematika merupakan aktivitas manusia, dan dirasa sangat cocok untuk diadopsi dan diterapkan di Indonesia, sehingga diberi nama pendekatan matematika realistik Indonesia atau disingkat PMRI (Ulya et al., 2019). Menurut (Marlinda & Wijaya, 2018) pembelajaran yang mengutamakan inovasi kembali, pengertian konsep melalui permasalahan kontekstual, dan hal yang konkrit yakni pembelajaran yang mengadaptasi PMR, sehingga lingkungan peserta didik menggunakan proses matematisasi oleh peserta didik mengkonstuksikan idenya sendiri. Pembelajaran berorientasi PMR mengenalkan konsep melalui pertanyaan kontekstual, objek konkret, atau merumuskan ide di lingkungan siswa, mengenalkan konsep melalui proses komputasi siswa, dan mengutamakan ekspresi. Pembelajaran matematika realistik selayaknya dimulai dari sesuatu yang nyata atau kegiatan yang dekat dengan peserta didik (Ahmad & Nasution, 2018). PMRI menjadi dobrakan baru untuk meningkatkan prestasi siswa pada pembelajaran matematika. (Marlinda & Wijaya, 2018) menyebut Nugra-heni & Sugiman (2013) menyatakan untuk perbaikan kualitas pendidikan matematika pada Indonesia adalah dengan pendekatan matematika realistik. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) mengutamakan tata cara peserta didik menemukan kembali konsep dalam matematika dalam permasalahan yang nyata bagi peserta didik (Ja’far et al., 2014). Matematika dengan mudah dipahami oleh siswa dikarenakan permasalahan langsung mereka hadapi dan mereka dapat berkreasi menyelesaikannya. Disampaikan juga bahwa matematika merupakan respon kegiatan manusia artinya peserta didik berupaya menemukan kembali konsep matematika dengan mandiri (Ja’far et al., 2014). Materi bangun datar yakni materi yang penting dalam pembelajaran matematika. Salah satu materinya yaitu tentang sifat, luas, dan kelilung pada persegi, persegi panjang, segitiga, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang (Sandri, 2018). Tidak sedikit peserta didik mengalami kesulitan belajar matematika pada materi bangun datar seperti yang diungkapkan oleh (Lisnani & Asmaruddin, 2018) bangun datar membutuhkan pendalaman konsep yang mendalam untuk peserta didik karena cenderung Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada Materi Bangun Datar, Ganung Suko Saputro, Hikmatul Khusna abstrak pada soal-soal pemecahan masalah. Penjelasan tersebut jelas bahwa kesulitan yang banyak dialami siswa karena matematika pada materi bangun datar bersifat abstrak. Dijelaskan juga oleh (Mayani & Rizki, 2016) salah satu tantangan yang didapati peserta didik dalam menyelami ilmu matematika adalah cangkupan materi matematika yang jauh dari aktivitas yang sebenarnya. Maka perlu adanya pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal tersebut. PMRI merupakan pembelajaran yang mengarahkan permasalahan matematika dengan kehidupan nyata. Menurut (Fitria Herliani & Wardono, 2019) pendekatan pembelajaran matematika realistik menumpu dalam matematisasi pengalaman konkret keseharian peserta didik dan bisa dikaitkan menggunakan lingkungan sekitar sehingga metematika menjadi kegiatan peserta didik. PMRI membuat siswa dapat memahami dengan mudah materi bangun datar karena sesuai dengan pengalaman mereka pada kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan hal tersebut diharuskan bahan ajar yang mampu mengakomodasi pembelajaran PMRI pada materi bangun datar. Menurut (Mahmudah & Fathani, 2019) dengan pendekatan PMRI adalah solusi yang ditawarkan peserta didik pada membentuk pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Bahan ajar yang tersedia di sekolah belum sepenuhnya melibatkan kehidupan sehari-hari karena guru masih berpatokan pada buku yang disediakan sekolah. Dengan demikian perlu adanya bahan ajar yang mengakomodasi PMRI. Menurut (Mayani & Rizki, 2016) solusi dalam menyelesaikan permasalahan konkrit adalah dengan menggunakan pembelajaran yang berbasis realistik. Berdasarkan latar belakang, materi bangun datar pada pelajaran matematika masih bersifat abstrak. Maka penelitian ini difokuskan pada model bahan ajar buku tentang pembelajaran matematika realistik Indonesia guna lebih memahami materi bangun datar pada peserta didik. ## METODE Penelitian ini disusun pada metode pengembangan Research dan Development (R&D). Menurut Gay, penelitian pengembangan merupakan menciptakan suatu produk untuk menjadi yang lebih efisiensi digunakan pada peserta didik (Baiq Hana Susanti, Fransisca, 2016). Pada penelitian ini peneliti menggunakan model ADDIE. ADDIE merupakan tahapan yang terdiri dari Analysis , Design , Develop , Implementation , dan Evaluation . Bahan ajar yang telah dirancang akan dinilai oleh validasi ahli. Pada tahap validasi ahli ini dilakukan 3 validasi yaitu media, materi, dan guru matematika untuk memvalidasi bahan ajar yang dikembangkan. Validasi ahli dan guru dimasukkan ke dalam analisis menggunakan skala likert. Tabel 1. Skala Likert (Ihsan, 2019). Skor (%) Pilihan Jawaban 81,0% – 100,0% Sangat valid, digunakan tanpa revisi 61,0% – 80,0% Cukup valid, digunakan perlu revisi 41,0% – 60,0% Netral, digunakan perlu revisi 21,0% – 40,0% Kurang valid, perlu revisi 0,0% – 20,0% Tidak valid, tidak digunakan Pada tahap implementasi bahan ajar ini, peneliti melakukan penyebaran pada bahan ajar yangs sudah di validasi oleh ahli. Penyebaran ini bersifat terbatas yaitu kepada guru matematika yang mengajar di sekolah. Setelah melakukan implementasi, masuk ke dalam tahap evaluasi yaitu menganalisis hasil validasi ahli dan juga penilaian dari guru matematika apakah produk bahan ajar yang dibuat peneliti di terima oleh peserta didik secara umum atau tidak. ## HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan penelitian tersebut pengembangan produk buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada bangun datar yang telah dilakukan, diperoleh hasil dengan model penelitian ADDIE. ## Analisis Pada tahap analisis, peneliti menganalisis permasalahan pada materi bangun datar pada kelas VII dengan menganalisis berbagai buku dengan materi bangun datar. Peneliti menganalisis bahwa bahan ajar materi bangun datar masih terkesan abstrak pada penjelasan konsep. Sehingga peneliti mengadopsi materi bangun datar kepada pembelajaran matematika realistik Indonesia sebagai salah satu solusi penyelesaian. Dengan mengadopsi pembelajaran matematika realistik Indonesai pada bangun datar, peserta didik akan dibawa eksperimen dengan penemuan kembali, lalu menemukan fenomena didaktik, dan peserta didik menemukan model penyelesaian yang dbangun sendiri. ## Desain Tahap desain, peneliti membuat bahan ajar ini sesuai tahap analisis. Peneliti melakukan penyusunan peta konsep kebutuhan bahan ajar dan melakukan penilain kevalidan kepada para ahli. Dalam penyusunan bahan ajar ini peneliti memperhatikan silabus tentang bangun datar yaitu segiempat dan segitiga. Selanjutnya, peneliti melakukan kolaborasi antara bangun datar dengan matematika realistik Indonesia. hal ini untuk memudahkan peneliti untuk menyajikan buku sesuai dengan relevansi peserta didik. Pada bahan ajar ini menyajikan tentang keliling dan luas bangun datar melalui pembuktian realistik. Peneliti juga mengacu pada struktur bahan ajar. Hasil rancangan buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada bangun datar diperlihatkan pada gambar sebagai berikut. Gambar 4. Daftar Isi Gambar 5. Peta Konsep Gambar 7. Soal ## Pengembangan Tahap pengembangan, Bahan ajar akan dilakukan uji kevalidan pada produk buku yang sudah dirancang. Produk buku yang telah dirancangkan akan dinilai oleh penilaian ahli. Penilaian validasi pada buku ini terbagi menjadi dua validasi yaitu materi dan media. Penilaian pada validasi ahli materi mengenai aspek kesesuaian materi, petunjuk belajar, dan evaluasi pada bahan ajar. Sedangkan penilaian pada validasi ahli media mengenai aspek tampilan, petunjuk, warna, dan kejelasan bentuk yang sesuai materi bahan ajar. Hasil penilaian dari ahli materi tentang produk buku pembelajaran matematika realistik pada materi bangun datar menyatakan sangat valid dengan presentase 93,6%. Sedangkan, hasil penilaian dari ahli media pada bahan ajar menyatakan cukup valid dengan presentase 79%. Walaupun bahan ajar memilki tingkat validasi yang cukup valid, terdapat beberapa catatan menurut ahli materi dan menurut ahli media. Ahli materi memberi saran untuk memunculkan 5 karakteristik PMRI dalam aktivitas belajar dan perlu konsisten dalam menyediakan ruang siswa dalam menjawab pertanyaan dalam bahan ajar. Sedangkan ahli media memberi saran tentang cover terlihat sangan kaku, kurang menarik dan tidak ada gambar bangun datar realistik dan warna gradasi pada bahan ajar kurang menarik. ## Implementasi Tahap implementasi, penerapan buku tentang Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada bangun datar dilakukan dengan cara penelitian terbatas yaitu di uji dengan respon guru matematika. Berdasarkan hal tersebut, respon guru terhadap produk buku Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada bangun datar mencapai presentase 96,66% dan masuk dalam kategori sangat valid bahwa produk buku ini tidak perlu adanya perubahan dan dapat digunakan oleh peserta didik. Walaupun memberikan penilaian validasi sangat valid, guru matematika juga memberikan saran terhadap bahan ajar yaitu tulisan judul dan cover yang terlalu monoton dan kaku. ## Evaluasi Terakhir tahap evaluasi, berdasarkan seluruh penilaian validasi oleh kedua ahli dan respon guru matematika terhadap buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada bangun datar rata-rata mendapatkan tingkat validasi yang cukup valid, walaupun masih ada revisi untuk menyempurnakan bahan ajar. Peneliti melakukan perbaikan terhadap cover bahan ajar yang menjadi sorotan terlihat kaku dan monoton. Sebelum → Sesudah Gambar 8. Revisi cover bahan ajar → Gambar 9. Revisi bahan ajar Produk buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada materi bangun datar ini diharapkan menjadi pedoman belajar para peserta didik. Pada bahan ajar buku ini peserta didik diajak menemukan konsep bangun datar dengan pembelajaran matematika realistik, menemukan keliling dan luas bangun datar dengan pembelajaran matematika realistik, sehingga peserta didik lebih memahami konteks pada bangun datar secaraa konkret. ## KESIMPULAN Produk buku Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada bangun datar telah memenuhi kevalidan dengan beberapa yang harus diperbaiki. Bahan ajar memenuhi aspek kevalidan dari ahli materi dan ahli media yang menyatakan bahwa produk tersebut layak digunakan. Penilaian materi memberikan penilaian dengan presentase 93,6% dan penilaian media menyampaikan penilaian dengan presentase 79%. Penilaian selanjutnya dengan guru matematika dengan memberikan penilaian validitas 96,66% sehingga buku pembelajaran matematika realistik Indonesia pada bangun datar layak digunakan ke peserta didik. Berlandaskan hasil pembahasan penelitian dan analisis yang telah dipenuhi, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia Pada Bangun Datar dikategorikan valid dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi guru dalam mengajar tentang Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia. ## UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemajuan dalam penyelesaian artikel ini. Kami juga mengucapkan Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasa syukur dan semangat. Selanjutnya, kami mengucapkan rasa terima kasih banyak kepada orang tua yang telah memberikan kebulatan hati sehingga dapat menyelesaikan artikel ini. Dan terakhir saya mengucapkan rasa banyak terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu Hikmatul Khusna yang telah memberikan ilmu dan waktunya. ## REFERENSI Afriansyah, E. A. (2016). Makna Realistic dalam RME dan PMRI. Lemma , II (2), 96–104. Ahmad, M., & Nasution, D. P. (2018). Analisis Kualitatif Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Diberi Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Gantang , 3 (2), 83–95. https://doi.org/10.31629/jg.v3i2.471 Baiq Hana Susanti, Fransisca, S. S. R. (2016). Pengembangan Dan Implementasi Program Perkuliahan Vertebrata Berbasis Learning Object Dengan Sistem E- Learning Di Program Studi Pendidikan Biologi Fitk Uin Jakarta . 554–563. Fitria Herliani, E., & Wardono. (2019). Perlunya Kemampuan Literasi Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif dalam Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika , 2 , 234–238. Ihsan, M. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Realistik berbasis Alquran Pokok Bahasan Pecahan. Suska Journal of Mathematics Education , 5 (1), 39. https://doi.org/10.24014/sjme.v5i1.6824 Ja’far, M., Sunardi, & Indah, A. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Karakter Konsisten dan Teliti Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada Bab Kesebangunan dan Kekongruenan Bangun Datar Kelas IX SMP. Jurnal Edukasi UNEJ , 1 (3), 29–35. Lisnani, L., & Asmaruddin, S. N. (2018). Desain Buku Ajar Matematika Bilingual Materi Bangun Datar Menggunakan Pendekatan PMRI Berkonteks Kebudayaan Lokal. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika , 7 (3), 345–356. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v7i3.134 Mahmudah, K. S., & Fathani, A. H. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada Materi Bangun Datar, Ganung Suko Saputro, Hikmatul Khusna Development of Mathematics Teaching Materials with Indonesian Realistic Mathematics Education Approach on Linea. Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol.3 No.1, 2019 , 3 (1). http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/komdik/article/view/230 Marlinda, I., & Wijaya, A. (2018). Pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik berorientasi pada minat dan prestasi. Pythagoras: Jurnal Pendidikan Matematika , 13 (1), 76–87. https://doi.org/10.21831/pg.v13i1.21171 Maryamah, I., Anriani, N., & Fathurrohman, M. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Materi Pythagoras yang Berorientasi pada Kompetensi Abad 21 untuk Guru SMP. SJME (Supremum Journal of Mathematics Education) , 3 (1), 67–77. https://doi.org/10.31235/osf.io/9z27d Masfingatin, T. (2014). Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama Dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Teori Van Hiele. JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika) , 3 (1). https://doi.org/10.25273/jipm.v3i1.496 Mayani, S., & Rizki, S. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Pada Materi Program Linear. Aksioma , 5 (17 (59)), 25–39. Pangestu, R., Netriwati, & Putra, R. W. Y. (2019). PENGEMBANGAN BAHAN AJAR GAMIFIKASI BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING LEARNING ( CTL ) PADA MATERI PELUANG menggambarkan suatu kurikulum sebagai kombinasi yang membentuk kerangka isi materi. Prima: Jurnal Pendidikan Matematika , 3 (1), 45–56. Rofiroh. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Realistik Pada Pokok . 3 (1), 1–8. Sandri, M. (2018). Pengaruh Media Lagu Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Sifat-Sifat Bangun Datar Siswa Kelas 5 SD Negeri 5 Kota Bengkulu. JNPM (Jurnal Nasional Pendidikan Matematika) , 2 (1), 1. https://doi.org/10.33603/jnpm.v2i1.698 Sholihah, S. Z., & Afriansyah, E. A. (2018). Analisis Kesulitan Siswa dalam Proses Pemecahan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Berpikir Van Hiele. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika , 6 (2), 287–298. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v6i2.317 Ulya, M. R., Isnarto, Rochmad, & Wardono. (2019). Efektivitas Pembelajaran Flipped Classroom dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia terhadap Kemampuan Representasi Ditinjau dari Self- Efficacy. Jurnal PRISMA , 2 , 116–123.
569fbe07-b978-4e01-b91e-015ef72a2232
https://jurnal.plb.ac.id/index.php/JRAK/article/download/1755/815
## PENGARUH BIAYA PROMOSI TERHADAP PENJUALAN PRODUK PADA PT ASURANSI ASEI INDONESIA Nicky Inca Syafira 1 , Meigia Nidya Sari 2 Akuntansi, Fakultas Sosial - Sains, Universitas Pembangunan Panca Budi [email protected] , [email protected] ## ABSTRACT This research aims to analyze the effect of promotional costs on increasing product sales at PT. Asei Indonesia Insurance. The research was carried out in October 2023. Library research method for data collection. The analysis method uses Descriptive analysis, Simple Regression Test and T Test. The results of SPSS data processing regarding promotional costs and sales volume show that promotional costs (X1) have a calculated t value of 3,153 > from t table 1.65291. Judging from the sig t value (0.034) < 0.05. As a result, Ha is accepted and H0 is rejected, testing the research hypothesis. This shows how promotional costs affect product sales at PT. Asei Indonesia Insurance. The results of the coefficient of determination test provide meaning, that 71.3% is influenced by the promotional cost variable while 8.7% is influenced by other variables outside this research based on interval criteria where the coefficient of determination results is at a value of 0.60 - 0.799, which means it has a strong relationship. strong relationship between promotional costs and sales . Keywords: promotion costs, sales. ## Pendahuluan Pengertian penjualan menurut Sumiyati dan Yatimatun (2021 : 2), adalah pembelian suatu (barang atau jasa) dari satu pihak kepada pihak lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut. Penjualan merupakan sumber dari pendapatan perusahaan, semakin besar penjualan, semakin besar pula pendapatan yang diserima perusahaan. Jadi konsep penjualan adalah cara untuk mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Pada PT. Asuransi Asei Indonesia penjualan cendrung flukuatif dijelaskan melalui data penjualan dari tahun 2017 – 2022 adapaun datanya seperti terlihat pada Tabel 1. ## JRAK ## Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis (e-journal) p–ISSN: 2407-828X e-ISSN: 2407-8298 Vol. 10, No. 1, Januari 2024 https://jurnal.plb.ac.id/index.php/JRAK/index ## Tabel 1. Penjualan Pada tahun 2017 Nilai Penjualan sebesar Rp. 383.933.463.649 Lalu turun di 2018 menjadi Rp. 358.321.101.605 Lalu naik di 2019 menjadi Rp. 415. 862.217.752 lalu turun di 2020 menjadi Rp. 318.440.066.264 lalu naik di 2021 menjadi Rp. 376.362.653.344 lalu naik di 2022 menjadi Rp. 491.394.274.544 Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Penggunan biaya promosi yang sangat optimal terhadap kegiatan promosi yang dilakukan disebabkan keadaan pangsa pasar yang sangat bagus, kondisi kemampuan penjual yang sangat optimal dalam berkerja serta terdapat kebijakan dari perusahaan yang tidak terlalu membatasi untuk mengeluarkan seluruh biaya termasuk biaya promosi. Kenaikan penjualan dapat meningkatkan keuntungan, untuk mencapai keuntungan perusahaan harus seefesien mungkin dalam menekan semua biaya. PT. Asuransi Asei Indonesia merupakan hasil transformasi dari PT Asuransi Ekspor Indonesia (persero) adalah salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang Asuransi. PT. Asuransi Asei Indonesia memiliki produk yang bervariatif yang menjadi tujuh kelompok yaitu: Asuransi Ekspor, Asuransi kredit perdagangan, Asuransi pembiayaan, Asuransi peminjeman suretyship, Asuransi Umum dan Syariah. PT. Asuransi Asei Indonesia merupakan perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan kepada tertanggung resiko gagal bayar yang dihadapi baik perorangan maupun risiko yang dihadapi perusahaan. Perusahaan mengeluarkan biaya promosi untuk menyalurkan informasi produknya kepada konsumen guna meningkatkan penjualan. Semakin besar biaya yang dikeluarkan diharapkan semakin besar pula meningkatnya penjualannya. Dalam arti semakin besar biaya promosi perusahaan maka diharapkan tingkat penjualan akan naik. Oleh sebab itu sukses atau tidaknya suatu perusahaan yang beroperasi selalu dihadapkan dengan biaya, biaya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Biaya promosi membawa dampak pada tingkat konversi penjualan produk pada PT. Asuransi Asei Indonesia, seperti terlihat pada tabel 2. Situasi ini memotivasi pemimpin atau manajer untuk berusaha melakukannya dapat bersaing dan meningkatkan pasar perusahaan dengan menerapkan strategi pemasaran yang tepat tergantung pada kondisi pasar yang dihadapi (Rezeki dan Rahayu 2018). Tabel 2. Biaya promosi Berdasarkan Tabel 2 biaya promosi mengalami ketidakstabilan selama 5 tahun terakhir dari tahun 2017 sampai 2022. Hal ini berdampak pada kegiatan promosi yang tidak maksimal sehingga mengakibatkan hasil penjualan yang juga ikut tidak stabil. Total reveneu penjualan produk setiap tahunnya dimulai dari tahun 2017 sebesar Rp 2.642.113.958 lalu naik di 2018 yaitu sebesar Rp 2.876.534.114, tahun 2019 mengalami kenaikan sekitar Rp 3.827.037.864, pada tahun 2020 biaya promosi kembali mengalami penurunan sebesar Rp 2.950.897.922, dan pada tahun 2021 biaya promosi mengalami kenaikan kembali sebesar Rp 3.395.586.435 dan 5 tahun terakhir yaitu pada tahun 2022 biaya promosi kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan dan kenaikannya lebih besar dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 7.202.345.551. Pada tahun 2022 adalah tahun yang mengeluarkan biaya promosi terbesar dan mendapatkan juga penjualan terbesar. Hal iini disebabkan PT. Asuransi Asei Indonesia melakukan kegiatan promosi terbesar yang dilaksanakan setiap bulannya. Artinya bahwa semakin tinggi biaya promosi yang dikeluarkan oleh perusahaan maka akan diikuti dengan peningkatan volume penjualan. Pengaruh biaya promosi ini diharapkan menjadi landasan untuk pengambilan keputusan yang lebih cerdas dan efektif dalam meningkatkan penjualan produk pada PT Asuransi ASEI Indonesia maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai besaran biaya promosi yang dikeluarkan oleh PT. Asuransi Asei Indonesia Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti menyusun Tugas Akhir dengan judul “ Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Penjualan Produk Pada PT Asuransi Asei Indonesia ”. ## Metode Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data sekunder yang berasal dari data laporan kuangan perusahaan PT Asuransi ASEA Indonesia pada periode 2017 - 2022. Teknik sampel menggunakan sampling jenuh , Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang diambil dengan jumlah produk analisis pada sampel penelitian ini adalah sebanyak 6 laporan tahunan biaya promosi dan penjualan selama 6 tahun yaitu dimulai dari tahun 2017- 2022 pada PT. Asuransi Asei Indonesia. ## Hasil dan Pembahasan Berdasarkan kriteria pada pengambilan sampel penelitian ada sebanyak 6 data dalam kurun waktu 6 tahun pada pada PT. Asuransi Asei Indonesia. PT Asuransi Ekspor Indonesia (persero) didirikan pada tnggal 30 November 1985, berdasarkan peraturan pemerintah No.20 Tahun 1983. Perusahaan ini bergerak dibidang asuransi dan juga sebagai realisasi komitmen pemerintah untuk mendukung ekspor non-migas. Pada tahun 2002, seiring dengan perkembangan dan dinamika bisnis. PT asuransi Ekspor Indonesia (persero) , membangun identitas korporasi baru dengan perubahan logo perusahaan dan membangun kultur perusahaan yang siap menghadapi tantangan dan persaingan yang semakin ketat. ## Statistik Deskriptif Penelitian ini menggunakan pengolahan data statistic seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation BIAYA PROMOSI 6 21,67 22,02 21,8017 ,13273 PENJUALAN 6 26,49 26,92 26,6800 ,14560 Valid N (listwise) 6 ## Sumber: Data yang diolah (2023) Hasil dari statistik deskriptif pada tabel 3 bahwa biaya promosi minimum sebesar 21,67 dan biaya promosi maksimum sebesar 22,02 dengan biaya promosi rata-rata sebesar 21,8017 sedangkan untuk standar deviasinya sebesar 0,13273. Nilai standar deviasi pada variabel biaya promosi mendekati nilai mean. Dalam tabel tersebut di atas juga terlihat volume penjualan minimum sebesar 26,49 dan penjualan maksimum sebesar 26,92 dengan rata-rata atau mean sebesar 26,6800 dan standar deviasi jauh dari nilai mean yakni sebesar 0,145560. ## Uji Regresi Linear Sederhana Hasil uji regresi linier sederhana seperti terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana Sumber: Data yang diolah (2023) Dari tabel 4 di atas, dapat diketahui hasil model persamaan untuk variabel biaya promosi (X) dan penjualan produk (Y) yang diperoleh adalah seperti terlihat pada persamaan 1. Y = 6.483 + 0.926 (X) +  (1) Berdasarkan hasil persamaan yang diperoleh dapat dijelaskan makna dan arti dari koefisien biaya promosi (X) dan penjualan produk (Y) adalah sebagai berikut : a. Nilai konstanta (c) sebesar 6,483 hal ini berarti menunjukkan bahwa Jika variabel biaya promosi (X) sama dengan nol maka penjualan produk pada PT. Asuransi Asei Indonesia sama dengan bernilai – 6,483 dengan asumsi variabel lain konstan. b. Nilai biaya promosi (X) 0.926 menunjukkan bahwa jika biaya promosi naik 1% penjualan produk pada PT. Asuransi Asei Indonesia akan naik -0,926 % . ## Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis seperti terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Uji T-Statistik ## Sumber: Data yang diolah (2023) Biaya promosi (X1) memiliki nilai t hitung 3.153 > dari t tabel 1,65291 Dilihat dari nilai sig t (0,034) < 0,05. Akibatnya, H a diterima dan H 0 ditolak, menguji hipotesis penelitian. Hal ini menunjukkan bagaimana biaya promosi berpengaruh terhadap penjualan produk pada PT. Asuransi Asei Indonesia. ## Uji R-Square Hasil uji R-Square seperti terlihat pada tabel 6. Tabel 6. Uji R-Square Sumber: Data yang diolah (2023) Hasil uji koefisien determinasi tersebut memberikan makna, bahwa 71,3% dipengaruhi oleh variabel biaya promosi sedangkan 8,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini berdasarkan kriteria interval yang hasil koefesien deteriman berada pada nilai 0,60 – 0,799 yang artinya memilki hubungan yang kuat antara biaya promosi dengan penjualan. ## Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Penjualan Produk Pada Pt Asuransi Asei Indonesia Biaya promosi (X1) memiliki nilai t hitung 3.153 > dari t tabel 1,65291 Dilihat dari nilai sig t (0,034) < 0,05. Akibatnya, H a diterima dan H 0 ditolak, menguji hipotesis penelitian. Hal ini menunjukkan bagaimana biaya promosi berpengaruh terhadap penjualan produk pada PT. Asuransi Asei Indonesia . Biaya promosi adalah semua biaya yang meliputi semua hal dalam rangka pelaksanaan kegiatan promosi. Menurut M Nafarin Penjualan (selling) berarti proses kegiatan menjual, yaitu dari kegiatan penetapan harga jual sampai produk didistribusikan ke tangan konsumen (pembeli). Semakin tinggi biaya promosi maka Artinya bahwa semakin tinggi biaya promosi yang dikeluarkan oleh perusahaan maka akan diikuti dengan peningkatan volume penjualan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh L Sulistiawati) bahwa biaya promosi berpengaruh signifikan positif terhadap penjualan. Namun penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh E Sulistiawati (2021) bahwa biaya promosi tidak nerpengaruh terhadap penjualan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang menyimpulkan bahwa biaya promosi berpengaruh positif terhadap penjualan hal ini berarti biaya promosi dapat meningkatkan penjualan dengan adanya promosi investor dapat mengenal produk yang ada pada perusahaan PT Asuransi ASEI Indonesia sehingga dengan terkenalnya produk dapat meningkatkan kepercayaan investor dalam menginvestasikan uangnya untuk membeli produk asuransi dari PT Asuransi ASEI Indonesia. Adapun bentuk promosi PT Asuaransi ASEI Indonesia yaitu dengan konsep pemasaran yang telah dibangun pada perusahaan tentunya dengan pendekatan langsung, serta menggali kebutuhan nasabah yang nantinya berjalan dengan tetap menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan nasabah. Penggalian kebutuhan dilkukan dengan detail guna meminimalisir dan menghindari misseling terhadap nasabah. Sehingga konsep utamanya ialah nasabah tetap merasa nyaman dan terarah secara planning financial dalam jangka panjangnya maupun proteksi. Sejalan dengan teori signaling bahwa biaya promosi sebagai signal bagi investor untuk mengenal produk yang ada pada PT. Asuaransi ASEI Indonesia dan hasil dari peningkatan penjualan yang akan menghailkan laba dapat mempercayai investor untuk menginvestasikan uangnya pada PT. Asuaransi ASEI Indonesia. ## Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Biaya promosi (X1) memiliki nilai t hitung 3.153 > dari t tabel 1,65291 Dilihat dari nilai sig t (0,034) < 0,05. Akibatnya, H a diterima dan H 0 ditolak, menguji hipotesis penelitian. Hal ini menunjukkan bagaimana biaya promosi berpengaruh terhadap penjualan produk pada PT. Asuransi Asei Indonesia . 2. Hasil uji koefisien determinasi tersebut memberikan makna, bahwa 71,3% dipengaruhi oleh variabel biaya promosi sedangkan 8,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini berdasarkan kriteria interval yang hasil koefesien deteriman berada pada nilai 0,60 – 0,799 yang artinya memilki hubungan yang kuat antara biaya promosi dengan penjualan. ## Ucapan Terimakasih Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orang tua saya atas cinta dan dukungannya. ## DAFTAR PUSTAKA Al Hayek, M. A. (2018). The relationship between sales revenue and net profit with net cash flows from operating activities in Jordanian industrial joint stock companies. International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences, 8(3), 149-162. Alma, Buchari. (2021). Manajemen Pemasaran & Pemasaran Jasa. Bandung: CV. Alfabeta. Agryani, T. (2020). The Effect Of Promotion Costs On Car Sales at PT. Auto 1000 Bintaro. HUMANIS (Humanities, Management and Science Proceedings), 1(1). Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Transportasi Udara 2020. Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis multivariete dengan program IBM SPSS 23 (Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 96 Hansen, D. R., Mowen, M. M., & Heitger, D. L. (2021). Cost management. Cengage Learning. Kotler, P. and Keller, K. L. (2016) Marketing Management. fifteenth. England: Pearson Education Limited. Kotler, P. et al. (2017) Principles of Marketing An Asian Perspective. Fourth Edition. Edited by S. Wall. Pearson. Kusumo, D. H. N. (2020). The Influence Of Service And Promotion On Consumer Interest In Private Brand. HUMANIS (Humanities, Management and Science Proceedings), 1(1). Massie, N. I. K., Saerang, D. P., & Tirayoh, V. Z. (2018). Analisis Pengendalian Biaya Produksi Untuk Menilai Efisiensi Dan Efektivitas Biaya Produksi. Going Concern: Jurnal Riset Akuntansi, 13(03). Mulyadi, (2014). Auditing, Buku Dua, Edisi keenam, Salemba Empat. Jakarta. Masruroh, D., Widodo, J., & Zulianto, M. (2019). Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Volume Penjualan Motor Pada Sentral Yamaha Jember Tahun 2016- 2018. Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi dan Ilmu Sosial, 13(2), 49-54 Ndidi, H., & Etebo, Z. (2021). The Effect of Promotion Costs in Increasing Sales in GN Electric Appliance Business. Journal Dimensie Management and Public Sector, 2(1), 15-22. Pauwels, K., Silva-Risso, J., Srinivasan, S., & Hanssens, D. M. (2018). New products, sales promotions, and firm value: The case of the automobile industry. In Long-Term Impact Of Marketing: A Compendium (pp. 287- 324). Rezeki, K. S., & Rahayu, S. (2018). Pengaruh Biaya Promosi Dan Biaya Distribusi Terhadap Penjualan (studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2016). eProceedings of Management, 5(2). Salam, et al. (2021). Promotion Costs Analysis To Increased Volume Sales In The Convection Companies. International Journal of Science, Technology & Management, 2(5), 1542- 1551. Sari, M., Saribanon, E., & Ghafar, A. (2020). Kartel dan Tarif Tiket Perusahaan Penerbangan Terhadap Persaingan Usaha Penerbangan di Indonesia. Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan Logistik, 6(2), 145- 152. Setiawan, H. (2020). Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Peningkatan Penjualan PT. Djarum Tbk. ATRABIS: Jurnal Administrasi Bisnis (e-Journal), 6(1), 144- 153. Sugiyono (2017) Metode Penelitian Bisnis. Edited by S. Y. Suryandari. Bandung: ALFABETA Susilawati, E. (2015). Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Tingkat Penjualan Pada Dealer Putra Rama Jaya Honda Kota Ponorogo. EQUILIBRIUM: Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Pembelajarannya, 3(2). Sumiyati, Yatimatun N. (2021), Akuntansi Keuangan SMK/MAK Kelas XI, Edisi ke-2, Jakarta : PT Gramedia. Syaharuddin, A. (2015). Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Peningkatan Penjualan Rumah Pada Perumahan Grand Aroepala Di Makassar. Jurnal Iqtisaduna, 1(2), 1-17. Usmadi, U., 2020. Pengujian persyaratan analisis (Uji homogenitas dan uji normalitas). Inovasi Pendidikan, 7(1). Wardana, M. I., & Maulana, M. I. (2019). Pengaruh Biaya Promosi Terhadap Penjualan Mobil Merek Toyota Yaris (Studi Kasus: PT Hadji Kalla Makassar). Economix, 4(2). Yowanda, H. B., & Mawardi, M. K. (2017). Strategi Pemasaran Penerbangan Berkonsep Low Cost Carrier (Lcc) dan Daya Saing Perusahaan (Studi pada Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia Citilink) (Doctoral dissertation, Brawijaya University) Yowanda, H. B., & Mawardi, M. K. (2017). Strategi Pemasaran Penerbangan Berkonsep Low Cost Carrier (Lcc) dan Daya Saing Perusahaan (Studi pada Maskapai Penerbangan PT. Garuda Indonesia Citilink) (Doctoral dissertation, Brawijaya University) Tjiptono, F., & Diana, A. (2017). Strategi pemasaran. Andi. Pengarang Tunggal : Safitri, S. (2022) Analisis Biaya promosi terhadap peningkatan Penjualan Tiket pada PT. Garuda Indonesia (persero) TBK Branch Office Lampung . Universitas Lampung Ariani. (2017) Analisis biaya promosi terhadap peningkatan penjualan pada PT. Toyota Hadji Kalla Makasar Cabang hertasning . Universitas Makasar ## Sumber lain Asei.co.id ## Copyright holder: Nicky Inca Syafira, Meigia Nidya Sari (2024) ## First publication right: JRAK: Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis (e-journal) This article is licensed under:
1f25b2bf-50d8-46b8-bf94-fb8722e77a4a
https://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/yuridika/article/download/2188/1520
Volume 4, Nomor 1, Juni 2021 licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/yuridika/ ## ANALISIS KESEJAHTERAAN HAK PENYANDANG DISABILITAS : SITUASI, KONDISI, PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENYANDANG DISABILITAS DI LINGKUNGAN SEKITAR DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN Fardan Kristiandy Teknik Pemasyarakatan, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, email: [email protected] ## ABSTRAK ## ARTICLE INFO Penyandang disabilitas kerap kali disebut dengan orang yang cacat dengan bahasa sehari-hari, kehidupan penyandang disabilitas juga tidak seperti masyarakat normal pada sehari-harinya, seringkali hak-hak penyandang disabilitas ini disalah gunakan oleh oknum-oknum masyarakat tertentu entah dengan sengaja maupun tidak sengaja. Seringkali juga fasilitas-fasilitas yang dibangun untuk para penyandang disabilitas ini dipakai oleh masyarakat normal sehingga para penyandang disabilitas masih banyak yang belum terpenuhi haknya. Maka dari itu, pentingnya pengawasan sarana dan prasarana baik fasilitas umum maupun khusus untuk para penyandang disabilitas ini supaya mereka tidak merasa terpinggirkan dan pentingnya juga kesadaran masyarakat normal untuk lebih mendahulukan sesuatu hal untuk kaum penyandang disabilitas. Dapat dikatakan kebutuhan sarana prasarana penyandang disabilitas harus lebih spesial dibandingkan dengan masyarakat normal pada umumnya, baik dari segi fasilitas, perlakuan, dan tindakan. Namun penyandang disabilitas juga harus mempunyai hak yang sama dengan masyarakat normal lainnya, Narapidana berhak mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan Pasal 11 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan jika dikaitkan dengan narapidana penyandang disabilitas maka hak-hak khusus yang akan diberikan ketika penyandang disabilitas menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan yakni tercantum dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kata Kunci: Disabilitas; Hak-Hak; Lembaga Pemasyarakatan; Narapidana; Undang- Undang. Cite this paper: Kristiandy, F., 2021. Analisis Kesejahteraan Hak Penyandang Disabilitas : Situasi, Kondisi, Permasalahan Dan Solusi Penyandang Disabilitas Di Lingkungan Sekitar Dan Lembaga Pemasyarakatan. Widya Yuridika: Jurnal Hukum, 4(1). ## PENDAHULUAN Lembaga Pemasyarakatan yang dapat dikenal dengan sebutan LAPAS merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang berfungsi sebagai wadah pembinaan warga binaan pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan ini berfungsi sebagai tempat untuk menyembuhkan para pelanggar hukum, tidak sebagai ajang untuk pembalasan / penyiksaan, Pandangan ini menjadi dasar bagi Lapas, yakni griya winaya jammnaa miwarga laksa dharmmesti ii , berarti sebagai rumah untuk mendidik manusia yang salah jalan agar patuh kepada hukum dan berbuat baik. Lambang Pemasyarakatan ini ditetapkan dalam Kep.Menkeh RI No.M.09. KP.10.10 Tahun 1997. Dapat kita ketahui bahwa pancasila lah sebagai dasar negara kita yang berarti disini bahwa pancasila itu adalah pedoman bagi kita, pedoman bagi seluruh masyarakat indonesia, dimana masyarakat dalam bertingkah laku harus tetap mengedepankan nilai yang terkandung dalam sila-sila di pancasila tersebut. Dimana sila yang saya fokuskan untuk menjadi pembahasan disini merupakan sila ke 2 & ke 5 yang dimana artinya manusia tidak membeda-bedakan satu sama lain dan harus saling tolong antar sesama manusia . dapat di-ketahuipun sudah banyak masyarakat umum sudah sadar akan pentingnya saling tolong antar sesama manusia di lingkungannya seperti memberikan tempat duduk di kereta commuterline ketika gerbong penuh dan ada penyandang Disabilitas ada baiknya kita yang terlahir normal tidak berkebutuhan khusus memberikan tempat duduknya kepada penyandang disabilitas, hal seperti ini dilakukan jika masyarakat sudah paham betul apa arti nilai dari sila-sila pancasila ke-3 dan ke-5. Tetapi dengan sila yang sudah terkandung di dalam Pancasila apakah masyarakat sudah betul memahami nilai-nilai yang terkandung atau hanya tau kata-kata nya saja ? dan sudah ada peraturan yang mengatur tentang Hak-Hak Disabilitas apakah juga masyarakat mengetahui hal tersebut bahkan bisa juga Penyandang Disabilitas tidak mengetahui adanya Hak-Hak khusus yang bisa ia dapatkan di tengah masyarakat yang sudah tertuang dalam Undang-Undang dan peraturan lainnya, Maka dari itu pentingnya pembahasan ini agar Penyandang Disabilitas dan Masyarakat umum lebih dapat mengetahui Hak-Hak penyandang Disabilitas. Tetapi kenyataanya banyak masalah yang saat ini masih masih dijumpai di tengah masyarakat seperti ke-tidakpedulan akan kehadiran kaum penyandang disabilitas ini, masih banyak masyarakat yang memandang remeh dan tidak memperdulikan kaum ini dan menggolong-golongkan tidak mau bergaul dengan kaum disabilitas karena terpaut gengsi yang tinggi sehingga hanya mau bergaul dengan yang normal dan sederajat dengannya, padahal selayaknya penyandang disabilitas di Indonesia selayaknya harus memperoleh perlakuan yang sama untuk dihormati, dijunjung harkat martabatnya serta dilindungi dan dipenuhi hak asasinya seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 1 , Menyebutkan : ## Bab II Pasal 3 1. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. 2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bab II Pasal 3 3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. Karena kurangnya perhatian dari masyarakat setempat terhadap penyandang disabilitas maka bisa timbulah kejahatan yang dilakukan penyandang disabilitas karena merasa dirinya dikucilkan bahkan sampai ada yang mengejek maka hal itulah pendorong bagi kaum penyandang disabilitas untuk melakukan tindak kejahatan yang tanpa ia sadari bisa membuat penyandang disabilitas ini mendapat hukuman hilang kemerdekaan atau dapat dikenal dengan masuk penjara. Untuk hal ini bagi penyandang disabilitas yang menjalani hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) / Rumah Tahanan Negara (RUTAN) mempunyai hak-hak yang wajib di sediakan melalui Unit Layanan Disabilitas seperti yang sudah diatur sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Pasal 37: a. Menyediakan layanan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas mental. b. Menyediakan pelayanan masa adaptasi bagi tahanan Penyandang Disabilitas selama 6 (enam) bulan, dan c. ( Soekanto & Mamuji, 2001)Penyediaan kebutuhuan khusus, diantara lainnya obat-obatan yang wajib dikonsumsi oleh kebutuhan Penyandang Disabilitas dalam pembinaan (obat wajib). 2 Tujuan penelitian ini agar masyarakat di kalangan umum baik diluar Lembaga Pemasyarakatan / di lingkungan sekitar dapat memahami pentingnya untuk bisa mendahulukan Hak-Hak yang melekat pada kaum Disabilitas yang tentunya sudah diatur dalam Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, dengan begini kaum Disabilitas dapat lebih merasakan Hak-Haknya karena diperlakukan lebih spesial dibanding masyarakat normal pada umumnya. Tanpa disadari juga ini bertujuan untuk Menumbuhkan Rasa Kesadaran dan Peduli Satu Sama Lain antar masyarakat Negara Indonesia. ## METODE Penyusunan tulisan ini mengunaakan metoda Yuridis Normatif yang ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis tentang norma-norma hukum yang berlaku di berbagai peraturan tentang penyandang disabilitas seperti perundang-undangan baik tentang disabilitas maupun bukan tentang disabilitas namun tetap mempengaruhi pada pokok pembahasan seperti Undang-Undang Pemasyarakatan dengan dikaitkanya bagaimana jika nanti penyandang Disabilitas menjalani hukuman hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan maupun di Rumah Tahanan Negara. Dapat diketahui bahwa dalam pendekatan metode hukum normatif ini ada 5 metode pendekatan yakni : pendekatan perundang-undangan (statute approach) , pendekatan konseptual (conceptual approach) , pendekatan historis (historical approach) , pendekatan kasus (case approach) , dan pendekatan perbandingan (comparative approach 3 ) Di penulisan tersebut metode pendekatan yang digunakan lebih dari satu 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016, tentang Penyandang Disabilitas Pasal 37 angka 1 & 2 3 Soerjono Soekanto, Sri Mamuji 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat) , Rajawali Pers, Jakarta, Hlm 14 karena melihat peraturan tertulis kemudian dibandingkan atau dilihat juga secara kenyataan bagaimana peraturan ini apakah berlaku pada kehidupan secara langsung atau seberapa signifikan peraturan ini untuk menjamin kehidupan penyandang disabilitas tanpa dikucilkan dari masyarakat normal. Metode pendekatan pertama diigunakan adalah, pendekatan Perundang- undangan disebut juga (statute approach) yang digunakan untuk menelaah Peraturan Perundang-undangan yang sangkut pautnya dengan kaum disabilitas seperti Undang- undang No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas: Pasal 2 Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berasaskan: a. Penghormatan terhadap martabat. b. otonomi individu. c. tanpa Diskriminasi. d. partisipasi penuh. e. keragaman manusia dan kemanusiaan. f. Kesamaan Kesempatan. g. Kesetaraan. h. Aksesibilitas. i. kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak. j. inklusif; dan k. perlakuan khusus dan Pelindungan lebih 4 dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bagaimana untuk mempelajari kesetaraan jika nanti ada kaum penyandang disabilitas yang menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) tetap mendapatkan hak-haknya sebagai berikut 5 : BAB II Pasal 5 Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas : a. Pengayoman. b. Persamaan perlakuan dan pelayanan. c. Pendidikan. d. Pembimbingan . e. Penghormatan harkat dan martabat manusia. f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan. g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. 4 Undang-undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Pasal 2 5 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Bab II Pasal 5 Kemudian konsep pendekatan kedua yang digunakan ialah, Pendekatan konseptual (conceptual approach) dimana digunakan untuk memahami masalah yang sedang berlangsung atau berjalan dengan dilihat dari nilai-nilai atau konsep-konsep hukum yang melatar belakangi masalah tersebut. Jadi mempelajari apakah pelaksanaan- nya sesuai dengan latar belakang dasar hukum yang mengaturnya, dan memperjelas hak- hak yang seharusnya diberikan dengan berpedoman pada dasar-dasar hukum atau peraturan hukum yang melatar belakangi masalah tersebut atau kaum yang berkaitan dengan masalah tersebut. 6 ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kesejahteraan secara definitif adalah sebuah tatanan penghidupan dan kehidupan baik secara material, sosiial, dan spiritualnya kemudian diikuti dengan adanya rasa kesusilaan, keselamatan, serta ketentraman diri, yang dapat memungkinkan bagi setiap warga negara Indonesia agar dapat melakukan kebutuhan pemenuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi. 7 Jadi disabilitas konseptual disini dimaksudkan sebuah konsep yang berkembang dan mengalami pergerakan agar disabilitas dapat memenuhi hak-haknya baik secara medis dan secara sosial, dari yang awalnya hanya pergerakan-pergerakan pasif menjadi aktif sehingga disabilitas dapat mempunyai dan dipenuhi hak-haknya serta mengemangkan hak-haknya agar bisa dapat memenuhi kebutuhan nya baik jasmani maupun rohani. Gambar 1 Data Populasi Penyandang Disabilitas Berdasarkan Provinsi Di Indonesia 6 Bachtiar 2019. Metode Penelitian Hukum, Tangerang Selatan: Unpam Press, Hlm 82 - 84 7 Ainur Rahmah 2020, Konsep Kesejahteraan Masyarakat Sosial Indonesia , Hlm 31 ## (Sumber : https://simpd.kemensos.go.id/ ) Berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Sosial RI memperkirakan populasi penyandang disabilitas diberbagai provinsi yang tersebar di Indonesia mencapai 1.893,834 Juta Penyandang Disabilitas yang terdiri dari 43,4% perempuan dan 56,6% laki-laki dan data dari 268.583.016 Juta Jiwa penduduk yang ada di Indonesia yang dengan format : 135.821.768 jiwa pennduduk laki-laki dan 132.761.248 jiwa penduduk perempuan menurut sumberdata Kementerian Dalam Negeri yang terkandung dalam situs Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. 8 Perlunya kewenangan-kewenangan agar disabilitas juga mendapatkan hak sebagaimana yang sudah diatur, sebelum itu Kewenangan sendiri adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang- Undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administrative. Teori kewenangan sendiri merupakan sebuah dasar atau landasan yang di dalamnya memuat ajaran tentang jenis dan sumber kewenangan. Jenis kewenangan meliputi kewenangan terikat dan kewenangan bebas. Sedangkan sumber-sumber teori kewenangan, antara lain: atribusi, delegasi dan mandat. Atribusi sendiri merupakan kewenangan mandiri dan bukan putusan kewenangan sebelumnya, Delegasi merupakan kewenangan atribusi dari badan administrasi satu ke yang lainnya, dan Mandat memberikan kewenangan kepada badan lain untuk membuat suatu tindakan serta keputusan atas namanya dengan kata lain kewenangan ini bersumber dari prosedur serta proses pelimpahan wewenang dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepaada pejabat atau badan yang lebih rendah. Kerap kali penyandang disabilitas merasa dikucilkan dan tidak mempunyai teman, ditambah sangat jarang kita temui bahwa kaum penyandang disabilitas mempunyai pekerjaan tetap maupun kontrak, hal tersebut dikarenakan kurangnya kepercayaan sebuah perusahaan atau orang kepada hasil yang dikerjakan kaum penyandang disabilitas tersebut. Banyaknya tingkat pengangguran yang diderita oleh kaum disabilitas inilah yang menyebabkan penyandang disabilitas ini dapat melakukan tindak kriminal dan menyebabkan ia menjalani hukuman akibat salah jalan dan kurangnya lapangan pekerjaan. Padahal sudah jelas dijelaskan kalau seorang disabilitas juga rakyat masyarakat Indonesia yang seharusnya memiliki kedudukan, hak kesempatan serta kewajiban yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Penyandang disabilitas juga diperlakukan khusus agar menunjang kehidupannya seperti yang tertuang dalam aturan Undang-undang No. 8 Tahun 2013, sebagai berikut : 1. Pemerintah Kota, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara wajib paling sedkit mmpekerjakan 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai dan karyawannya. Dimana disini artinya semakin besar perusahaan tersebut semakin banyak pegawai yang bekerja maka semakin banyak pula penyandang disabilitas yang dipekerjakan di perusahaan tersebut seharusnya jika kita mengacu pada pasal nomor 1 tersebut. 8 Sistem Informasi Management Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Republik Indonesia 2. Kemudian Perusahaan swasta wajib pekerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai / pekerja. Perusahaan yang tidak mengindahkan peraturan tersebut maka ada sanksi yakni akan dibelakukannya ancaman pidana maksimal 6bulan dan atau denda maksimal 200 juta rupiah. 9 Karena banyaknya masyarakat memandang penyandang disabilitas sebagai obyek maka dilahirkannya Konvensi Hak Disabilitas atau Convention on the Rights Person with Disabilities (CRPD), Gerakan yang awalnya melihat para penyandang disabilitas sebagai "obyek" amal, pengobatan dan perlindungan sosial (charity atau social based) telah berubah menjadi gerakan berbasis hak asasi manusia (human rights based). Menariknya Indonesia menjadi Negara ke-9 yang menandatangani Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD) dan meratifikasinya secara resmi pada 10 November 2011, Dengan paradigma baru penyandang disabilitas diposisikan sebagai "subyek" yang memiliki hak, yang mampumengklaim hak-haknya, dan mampu membuat keputusan untuk kehidupan mereka secara merdeka berdasarkan kesadaran sendiri serta menjadi anggota masyarakat secara aktif, Hal tersebut menegaskan bahwa semua kategori Hak Asasi Manusia berlaku juga pada masyarakat disabilitas agar dapat juga menikmati haknya secara umum. 10 Penyandang disabilitas lebih sering terlibat hukum baik dari korban maupun dari pelaku ataupun yang awalnya menjadi korban kini menjadi seorang pelaku pelanggar hukum tersebut, karena penyandang disabilitas banyak ragamnya seperti disabilitas intelektual ataupun disabilitas mental. Penyandang disabilitas rentan sekali menjadi tersangka karena ketidak mampuannya ia mengatasi masalah-masalah yang ada karena gangguan fungsi intelektualnya hal ini yang menyebabkan mereka tidak dapat berpikir dahulu sebelum bertindak dan dianggap masyarakat hal yang menyimpang dan dianggap memiliki keterbelakangan mental sehingga dapat melakukan tindak kejahatan jika tidak diawasi dan dapat menyebabkan ia masuk dan menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) atau Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dengan penyebab yang tidak dengan sengaja ia lakukan karena adanya gangguan intelekual tersebut. Warga Binaan Pemasyarakatan / Narapidana Disabilitas merupakan orang yang saat ini sedang menjalani hukuman pidana hilang kemerdekaan di dalam lapas dengan segala keterbatasan baik mental dan jasmani, seperti yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dengan Warga Binaan Pemasyarakatan / Narapidana yang menyandang Disabilitas perlu pula diperhatikan hal- hal khusus sebagaimana dasar hukum yang mengatur. ## PENUTUP Dilihat dari riset yang dilakukan Kementerian Sosial bahwa penyandang disabilitas mencapai angka cukup besar, pentingnya perhatian khusus dari pemerintah dan pemahaman dari masyarakat umum untuk memperhatikan kaum penyandang 9 Geminasti Purinami A, Nurliana Cipta Apsari, Nandang Mulyana 2018, Penyandang Disabilitas Dalam Dunia Kerja (Vol. 1 No: 3), Jurnal Pekerjaan Sosial, Bandung, Hlm 234 - 235 10 Supriyadi Widodo Eddyono, Ajeng Gandini Kamilah, 2015, Aspek-Aspek Criminal Justice Bagi Penyandang Disabilitas, Institue for Criminal Justice Reform, Jakarta, Hlm III - 2 disabilitas ini agar tidak salah jalan dan melakukan hal-hal yang tidak di inginkan sehingga dapat membawanya ke Lembaga Pemasyarakatan / Rumah Tahanan Negara. Hak-hak penyandang disabilitas juga sudah diatur kuat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan supaya Penyandang disabilitas ini juga mempunyai pekerjaan dan diperhatikan kembali agar memiliki kesibukan dan hidup yang cukup sejahtera hal ini juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahtearaan Penyandang Cacat. Dengan lebih diperhatikannya hal berikut maka angka kejahatan yang dilakukan oleh penyandang disabilitas yang dengan tidak sengaja ia lakukan hanya karena gangguan mental dapat teratasi supaya tidak menambah beban penyandang disabilitas yang harus menjalani masa hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Maka lebih diperlukan perhatian lebih masyarakat umum dan pemerintah dalam mempekerjakan disabilitas terhadap perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang sudah datur Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2013 meliputi presentase lapangan kerja bagi Disabilitas. ## DAFTAR PUSTAKA ## Buku Eddyono, S. W. & Kamilah, A. G., 2015. Aspek - Aspek Criminal Justice Bagi Penyandang Disabilitas. Dalam: Widiyanto, penyunt. Jakarta Selatan: Institute for Criminal Justice Reform, pp. III-2. Soekanto, S. & Mamuji, S., 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Dalam: Jakarta: Rajawali Pers, p. 14. Bachtiar, 2018. METODE PENELITIAN HUKUM. Dalam: A. Muhidin, A. Madinsyah & U. A. Faruq, penyunt. Tangerang Selatan: UNPAM PRESS, pp. 82-84. Rahman, A., 2020. Konsep Kesejahteraan Masyarakat Sosial Indonesia. s.l.:Ardi Gunawan. Alfaris, M. R., 2018. Payung Hukum Penyandang Disabilitas Dalam Konteks Dukungan Dan Aksesibilitas Terhadap Pembangunan Sosial Berkelanjutan. Widya yuridika: Jurnal Hukum, 1(2). ## Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan ## Jurnal A, G. P., Apsari, N. C. & Mulyana, N., 2018. PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA. Jurnal Pekerjaan Sosial, 1(3), pp. 234-244. ## Website Indonesia, K. S. R., 2018. Sistem Informasi Management Penyandang Disabilitas. [Online] Available at: https://simpd.kemensos.go.id/ [Diakses 10 November 2020].
9ecda98f-8169-4644-bc62-7083fd337590
https://www.jurnal.gentiaras.ac.id/index.php/Gema/article/download/200/185
## ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN RESTORAN BUKIT RANDU DI BANDAR LAMPUNG Helmita 1 , Koriyangga 2 1,2 Fakultas Ekonomi Universitas Mitra Lampung Email: [email protected] ## [email protected] ABSTRACT Product and service quality is a determinant of the level of satisfaction obtained by the customer after making a purchase and the use of the product to buy back or not. Bukit Randu Restaurant also serves dishes and drinks with a variety of menus. Customers are the parties who play an important role in assessing the quality of products and food and beverage services. The results of data analysis were obtained; product quality variable, service affect the consumer satisfaction of Bukit Randu Bandar Lampung Resto by 83.34%. Product quality and service partially have a positive effect on customer satisfaction. The quality of products and services together has a positive influence on customer satisfaction in Bukit Randu Bandar Lampung restaurant. Keywords : Product quality, service, customer satisfaction ## I. PENDAHULUAN ## 1.1 Latar Belakang Makanan khas suatu daerah juga mempunyai peringkat bagi perusahaan yang bergerak dibidang kuliner, kualitas produk ( product quality ), pelayanan servis ( service ) menjadi suatu hal yang penting. Kualitas produk dan pelyanan yang baik merupakan harapan para pelanggan. Kualitas produk dan pelayanan merupakan faktor penentu tingkat kepuasan yang diperoleh pelanggan setelah melakukan pembelian dan pemakaian terhadap produk untuk melakukan pembelian kembali atau tidak. Usaha restoran yang saat ini banyak bermunculan melakukan pengolahannya untuk dapat memperkirakan perilaku pelanggan sehingga dapat mencapai tujuannya yaitu mendapatkan pelanggan dan menjamunya sebagi pelangganpotensial. Menurut Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2010 :106) mengatakan bahwa “Kualitas produk adalah proses produksi suatu barang, dimana kualitas produk yang diberikan oleh perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap perusahaan dan menghasilkan suatu kepuasan serta loyalitas pelanggan”. Lampung merupakan salah satu Provinsi yang menjadi tempat berkembangnya restoran Bukit Randu Bandar Lampung, yang beralokasikan di Jalan Kamboja nomor 1-2 A, Kebon Jeruk, Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung. Restoran Bukit Randu yang bernuansa alami, berdiri diatas lahan 1,2 Ha, dengan berbagai fasilitas yang ada seperti gedung utama, ruang karoke, ruang rapat atau ruang pertemuan, taman bermain anak dan didukung oleh lahan parkir yang cukup luas. Restoran Bukit Randu ini juga merupakan tempat yang ideal untuk bersantap santai dengan kerabat, keluarga, relasi bisnis serta dapat untuk jamuan resmi seperti pernikahan. Restoran Bukit Randu juga menyajikan masakan dengan berbagai menu yang bervariasi seperti sop buntut, sapo tahu, pindang iga, nasi timbel, bakmi goreng serta menyajikan berbagai minuman seperti juice, lemon tea, dan ice coffee. Kualitas produk dan pelayanan makanan dan minuman yang baik akan mempengaruhi tingkat kepuasan para pelanggan, dan jika kualitas produk dan pelayanan makanan dan minuman tidak diperhatikan maka tingkat kepuasan pelanggan akan buruk. Pelanggan merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam menilai kualitas produk dan pelayanan makanan dan minuman. ## 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah kualitas produk dan pelayanan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan? 2. Apakah kualitas produk dan pelayanan secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan? ## 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengukur besarnya pengaruh kualitas produk dan pelayanan secara parsial terhadap kepuasan pelanggan. 2. Untuk mengukur besarnya pengaruh kualitas produk secara simultan terhadap kepuasan pelanggan. ## II. TINJAUAN PUSTAKA ## 2.1 Dimensi Kualitas Produk Sifat khas mutu suatu produk yang handal harus mempunyai dimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2013: 65), kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri atas aspek- aspek sebagai berikut : a. Perfomance , Kinerja di sini merujuk pada karakter produk inti yang meliputi merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu. Kinerja produk biasanya didasari oleh preferensi subjektif pelanggan yang pada dasarnya bersifat umum. b. Featurs , yaitu aspek yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. c. Reliability , hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan. d. Canformance , hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. e. Durability , yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang. f. Servieability . yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang. g. Asthetics, merupakan karakterisitik yang bersifat subyektif mengenai nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual. h. Percived quality, Konsumen tidak selalu memiliki informasi lengkap mengenai atribut-atribut produk. Namun demikian, biasanya konsumen memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung. ## 2.2 Indikator Kualitas Produk Indikator indikator kualitas produk pada penelitian ini ditentukan empat indikator dari variabel kualitas produk menurutW.Stanton (2010: 12) dimensidar ikualitas produk terbagi menjad idelapan yaitu performa ( Performance ), keistimewaan ( feature ), kehandalan ( reliability ), kesesuaian dengan spesifikasi ( conformance to specification , daya tahan ( durability ), kemampuan pelayanan ( service ability ), estetika ( Eastherics ), kualitas yang dipersepsikan ( perceived qualit), dari dimensi tersebut dipilih empat indikator yang sesuai dengan penelitian yaitu: 1). Kesesuaian dengan spesifikasi ( conformance to specification ). 2) Keistimewaan ( Feature ). 3) Estetika ( aestethic ). 4) Kualitas yang dipersepsikan ( perceived quality ) ## 2.3 Pelayanan Menurut Moenir (2010 : 26) pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materei melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Pelayanan hakikatnya adalah seramgkaian kegiatan, karena itu pelayanan merpakan sebuah proses. Kepuasan pelanggan ini sangat penting karena akan berdampak pada kelancaran bisnis. Menurut Zeithhaml, Parasuraman & Berry (dalam Hardiansyah 2011:46) untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator kualitas pelayanan yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu: a) Tangible (berwujud) b) Reliability (kehandalan) c) Responsiviness (ketanggapan) d) Assurance (jaminan) e) Emphaty (Empati). Menurut Fandhi Tjiptono (2008,p.30) ada empat karakteristik jasa/layanan yang membedakannya dari barang yaitu: 1. Intangbility ( tidak berwujud) ; Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja atau usaha. 2. Inseparability (tidak terpisah antara produksi dan konsumsi) barang biasanya di produksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. 3. Variability (output nya tidak tersetandar); Jasa bersifat sangat variabel yang memiliki variasi bentuk, kuaalitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana saja jasa tersebut dihasilkan. Para konsumen sangat peduli akan Variability yang tinggi dan sering kali mereka meminta pendapat kepada orang lain sebelum memutuskan untuk memilih. 2.4 Kepuasan pelanggan Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin “satin” (artinya cukup baik, memadai) dan “ facio ” (melakukan atau membuat). Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu. Menurut Supranto (2010 : 56), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Harapan konsumen dapat dibentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabatnya serta janji dan infromasi pemasar dan saingannya. Konsumen yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberikan komentar yang baik terhadap perusahaan. Enam konsep/indikator inti mengenai objek pengukuran kepuasan pelanggan: 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan ( overall customer satisfaction ) 2. Dimensi kepuasan pelanggan 3. Konfirmasi harapan ( confirmation of expectation ) 4. Niat beli ulang ( repurchase intention ) 5. Kesediaan untuk merekomendasi ( willingness to recommend ) 6. Ketidakpuasan pelanggan Fandhi Tjiptono (2012: 85) ada tiga konsep inti yang memiliki kesamaan diantara beragamnya cara mengukur kepuasan konsumen, yaitu: 1. Konfirmasi harapan ( confirmation of expectations ) Konfiramasi harapan yaitu kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja aktual produk perusahaan. Dalam hal ini akan lebih ditekankan pada service quality yang memiliki komponen berupa harapan konsumen akan pelayanan yang diberikan seperti: Atmosfer tempat, kecepatan pelayanan, keramahan/kesopanan pengelola dan karyawan, dan sifat pertemanan dari karyawan). 2. Minat pembelian ulang Kepuasan konsumen diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah konsumen akan berbelanja menggunakan jasa perusahaan lagi. Pelayanan yang berkualitas dapat menciptakan kepuasan konsumen dimana mutu pelayanan tersebut akan masuk kebenak konsumen sehingga dipersepsikan baik. 3. Ketidakpuasan konsumen ( customer dissatisfaction ) Yaitu menelaah aspek-aspek yang digunakan untuk mengetahui ketidak puasan pelangan, meliputi: komplain, pengembalian produk ( retur ), biaya garansi, recall. 2.5 Hipotesis H1 : Diduga kualitas produk dan pelayanan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. H2 : Diduga kualitas produk dan pelayanan secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. ## III. METODOLOGI PENELITIAN ## 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Bukit randu yang terletak JL. Jalan Kamboja No I-2 A, Tanjung Karang Timur, Kebon. Jeruk, Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung, ## 3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini sebesar 669 orang. Sampel dihitung menggunakan rumus slovin karena jumlah populasi sudah diketahui sebelumnya. Penetapan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Keterangan : n = Jumlah elemen/anggota sampel N = Jumlah elemen/anggota populasi e = Elemen level (Tingkat Kesalahan) Taraf signifikansi (10% atau 0,1) maka, nilai n adalah : n = )) n = ) n = ) =86,99 n=di bulatkan menjadi= 87 Responden. ## 3.3 Jenis Dan Sumber Data Pengumpulan data yang bisa diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian, dengan cara mengunakan teknik survei dimana peneliti menyebar kuesioner yang di beri langsung kepada para responden (Pengunjung resoran Bukit Randu ) . 3.4 Teknik Pengumpulan Data Peneliti menggunakan beberapa cara untuk mendapatkan informasi yang diperlukan yaitu melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik kuesioner.Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan terlutis kepada responden untuk menjawab. ## 3.5 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel dependen (Kepuasan Pelanggan) dan variabrel independen (Kualitas Produk dan Pelayanan). 3.6 Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda. Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolonieritas dan uji heteroskedastisitas. Apabila uji asumsi klasik terpenuhi, maka analisis regresi bisa dilakukan. Uji Asumsi Klasik terdiri dari: 1) Uji Normalitas, 2) Uji MultikolinearitaS, 3) Uji Autokorela 4) Uji Heteroskedastisitas. ## 3.7 Uji Hipotesis 1. Uji t digunakan untuk menguji signifikan Kualitas Produk (X1) dan Pelaayanan (X2), Terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) pada peneliti ini, untuk menguji hipotesis sebagai berikut : 2. Uji Statistik F digunakan untuk menguji signifikan Kualitas (X1), dan Produk (X2) secara menyeluruh atau simultan terhadap Kepuasan Pelanggan (Y), untuk menguji hipotesis sebagai berikut : 3.8 Uji Kooefisien Determinasi (R2) Koofisen determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi independen. Nilai koofisien determinasi adalah antara nol. Nilai R2 yang kecil berarti kemapuan variabel- variabel independen dalam menjelaskan variasi 𝑛 = 𝑁 1 + 𝑁𝑒 2 ) variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi hampir variabel dependen. ## 3.9 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan dari variabel kualitas dan produk terhadap kepuasan pelanggan. Model dari regresi linier berganda yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ## IV. HASIL ANAISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Validitas Tabel 1. Hasil Uji Validitas Name R hitung R tabel Keterangan Item1 0,664 0,177 Valid Item2 0,337 0,177 Valid Item3 0,440 0,177 Valid Item4 0,360 0,177 Valid Item5 0,568 0,177 Valid Item6 0,639 0,177 Valid Item7 0,544 0,177 Valid Item8 0,674 0,177 Valid Item9 0,759 0,177 Valid Item10 0,680 0,177 Valid Item11 0,649 0,177 Valid Item12 0,615 0,177 Valid Item13 0,472 0,177 Valid Item14 0,291 0,177 Valid Item15 0,661 0,177 Valid Item16 0,339 0,177 Valid Item17 0,639 0,177 Valid Item18 0,674 0,177 Valid Item19 0649 0,177 Valid 4.2 Uji Reabilitas Tabel 2. Hasil Uji reabilitas Cronbach's Alpha N of Items ,878 19 Sumber: Spss 23 Y=a+b 1 X 1 +b 2 X 2 +e ## 4.3 Uji Normalitas Tabel 3. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kualitaspelayanan N 87 Normal Parameters a,b Mean 19,79 Std. Deviation 2,754 Most Extreme Differences Absolute ,183 Positive ,183 Negative -,180 Kolmogorov-Smirnov Z 1,704 Asymp. Sig. (2-tailed) ,076 Sumber: Spss23 4.4 Uji Multikolinearitas Tabel 4. Hasil Uju Multikolineritas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 4,201 1,612 2,606 ,011 Kualitas produk ,327 ,070 ,346 4,665 ,000 ,656 1,524 Kualitas pelayanan ,527 ,067 ,583 7,845 ,000 ,656 1,524 Sumber: Spss23 4.5 Uji Autokorelasi Tabel 5. Hasil Uji Autokorelasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 ,834 a ,696 ,689 1,391 1,635 Sumber: Spss23 4.6 Uji Heteroskedastisitas Gambar 1. Scatterplot ## 4.7 Uji t ( Persial) Tabel 6. Hasil Uji t Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 4,201 1,612 2,606 ,011 kualitasproduk ,327 ,070 ,346 4,665 ,000 kualitaspelayanan ,527 ,067 ,583 7,845 ,000 Sumber :Spss23 4.8 Uji Statistik F Tabel 7. Hasil Uji F ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 371,996 2 185,998 96,195 ,000 b Residual 162,418 84 1,934 Total 534,414 86 Sumber: Spss23 4.9 Uji R 2 Determinasi Tabel 8. Uji R2 Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,834 a ,696 ,689 1,391 ## Sumber: Spss23 Dari tabel model summary di atad dapat diketahui bahwa nilai R adalah 0,834, sedangkan nilai determinasi berganda ini diperoleh dari perhitungan regresi linear berganda, maka koefisien determinasi sebesar 0,834 atau R2x 100% sebesar 83,.34 %. Kebermaknaan dari nilai tersebut memiliki implikasi bahwa variabel kualitas produk, pelayanan berpengaruh terhadap Kepuasan konsumen Resto Bukit Randu Bandar Lampung sebesar 83,34 %, dan sisanya 16,,66% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain 4.10 Analisis Regresi Linier Berganda Model dari regresi linier berganda yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 4.11 Pembasan Uji Uji 1. Variabel Kualitas Produk (X1 ); Diperoleh t hitung sebesar 4,665 dan t tabel dengn df= 87 yaitu 1,662 maka Ho ditolak dan Ha diterima X1 berpengaruh terhadap Y 2. Variabel Pelayanan (X2) ; Diperoleh t hitung sebesar 7,845 dan t tabel dengan df=70 yaitu 1,662 Ho ditolak dan Ha diterima Maka X2 Berpengaruh terhadap Y, hasil pengujian nilai F Sebesar : 96,195 dengan F tabel 3,10 dengan signifikan sebesr 0,000 oleh karna itu F hitung > F tabel ( 75,936> 3,10 ) dengan nilai signifikan ( 0,000< 0,05) Maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel X1 dan X2 mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel Y. Y=4,201+0,327X 1 +0527X ## V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 1. Kualitas Produk dan pelayanan secara parsial berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan 2. Kualitas produk dan pelayanan secara bersama sama memiliku pengaruh positif terhadap Kepuasan pelanggan di restoran Bukit Randu Bandar Lampung hal ini dibuktikan berdasarkan uji F hitung > F tabel dengan nilai 96,195 > 3.10 dengan signifikan 0,00 < 0,05 5.2. Saran Mengingat bahwa kualitas produk mempunyai pengaruh yang paling signifikan pada penelitian ini maka restoran Bukit Randu diharapkan mampu membuat konsumen lebih dapat menikmati sajian di restoran Bukit Randu Bandar Lampung karena akan membangun suatu citra yang baik dan menjadikan kualitas produk dimata konsumen dan mempertahankan serta meningkatkan daya pembelian ulan di restoran Bukit Randu Bandar Lampung. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Narbuko cholid, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara,2013. Anwar Sanusi, Metode Penelitian Bisnis , Selemba empat, Jakarta,2011. Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta, 2010. Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan:Kuantitatif dan Kualitatif, 2010 George, R, Terry. Dasar-Dasar Manejemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010 Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011. Hamdani. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia, 2011 Haryadi,dan Winda. SPSS VS LISREL : Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset. Jakarta : Penerbit Selemba Empat. 2013. Hardiyansyah. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media, 2011. Hasibuan, Malayu. “ Manajemen Sumber Daya manusia”. Jakarta: PT Bumi Aksara,2012. Kotler,Philip and Gary Armstrong. Prinsip- prinsip Pemasaran . Edisi 13 . Jilid 1. Jakarta: Erlangga,2012. Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. Marketing Management 13 .New Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc, 2011. Kotler, Philip dan Gary Armstrong. Principles Of Marketing, Edisi 14, New Jersey: Prentice-Hall Published, 2012. Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2011. Kotler Philip dan Kevin L. Keller. Marketing Management . Edisi ke 15. Penerbit Pearson Education Limited, 2012 Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2011. K.L dan Keller. Manajemen Pemasaran, Edisi 12. Penerbit : Erlangga, 2009. Lupiyoadi, Rambat, Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba Empat, 2013. Moenir. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara, 2010. Rambat Lupiyoadi dan A Hamdani. Kualitas Produk , Jakarta: Selemba Empat, 2010. Stanton, William J. Prinsip – Prinsip Pemasaran. Alih Bahasa oleh Buchari Alma. Jilid Satu. Edisi 8 . Jakarta : Erlangga, 2010. Swastha,Basu. 2010. Manajemen Penjualan : Pelaksanaan Penjualan. Yogyakarta BPFE, 2010. Sugiyono. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. (Bandung: ALFABETA), 2013. Suriasumantri. Kajian Teori dan Kerangka pemikiran , Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2011. Supranto. Limakrisna, Nandan, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran . Jakarta, Mitra Wacana Media, 2010. Suriasumantri. Kajian Teori dan Kerangka pemikiran , Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2011. Tjiptono. Pemasaran Jasa , Malang , Banyumedia, 2011. Tjiptono, F. Service Qualiy and Satisfaction .Edisi kedua. Yogya karta: Penerbit Andi, 2008. Tjiptono, Fandy. Pemasaran Jasa – Prinsip, Penerapan, dan Penelitian. Yogyakarta. Andi Offset, 2014.
45afe42d-de1a-414f-bf56-94a89852d13f
http://jurnal-pharmaconmw.com/jmpm/index.php/jmpm/article/download/334/250
## Pengolahan Teh Herbal Kulit Buah Naga Sebagai Sumber Antioksidan Alami Pencegah Penyakit Degenerative ## Dragon Fruit Peel Herbal Tea as a Potent Source of Natural Antioxidants to Prevent Degenerative Diseases ## Ida Adhayanti, Muli Sukmawaty*, Azmilah Amier Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar ## ABSTRAK Kulit buah naga memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan buahnya, bahkan kandungan antioksidan p ada kulit lebih tinggi dibanding pada buahnya. Kulit buah naga seringkali hanya menjadi limbah. Telah dilakukan pengabdian masyarakat program pembinaan desa mitra yang melatih para kader pada wilayah kerja kelurahan Tello Baru Kota Makassar dalam mengolah kulit buah naga menjadi teh sebagai sumber antioksidan alami pencegah penyakit degeratif. Kegiatan dimulai dengan pre test lalu edukasi interaktif, praktik pembuatan simplisia kulit buah naga menggunakan metode pengeringan dengan food dehydrator, pembuatan teh kulit buah naga, pelatihan proses pengemasan dan labelling. Kegiatan pengabdian masyarakat ini berhasil meningkatkan pengetahuan serta keterampilan khalayak sasaran dari sebelum kegiatan dilakukan sebesar 49,5 % meningkat menjadi 94,5% setelah kegiatan. Produk akhir yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah modul pengolahan teh, video tutorial pengolahan serta teh herbal kulit buah naga yang telah terkemas. Kata kunci: Kulit Buah Naga, Teh Herbal, Antioksidan ## ABSTRACT Dragon fruit peels have nutritional content that is not inferior to the fruit, even the antioxidant content in the skin is higher than in the fruit. Dragon fruit skin often only becomes waste. Community service has been carried out in the partner village development program which trains cadres in the working area of Tello Baru village, Makassar City in processing dragon fruit peels into tea as a source of natural antioxidants to prevent degenerative diseases. The activity began with a pre-test and then interactive education, the practice of making dragon fruit peel simplisia using the drying method with a food dehydrator, making dragon fruit peel tea, and product packaging process. This community service activity succeeded in increasing the knowledge and skills of the target audience from 49.5% before the activity was carried out to 94.5% after the activity. The final products produced from this activity are tea processing modules, processing videos, and packaged dragon fruit peel herbal tea. Keywords: Dragon Fruit Peel, Herbal Tea, Antioxidant ## PENDAHULUAN Kota Makassar merupakan kota terbesar keenam di Indonesia. Kota ini merupakan ibukota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah penduduk yang mendiami kota Makassar pada tahun 2021 sekitar 1,4 juta jiwa jumlah ini telah menurun bila dibandingkan dengan data tahun 2018 sekitar 1,6 juta. Luas wilayah kota Makassar yakni selias 175,55 km persegi yang terdiri atas 15 kecamatan dan 153 kelurahan. Luas wilayah kota makassar ini memiliki porsi sebesar 0,38% dari luas keseluruhan provinsi Sulawesi Selatan. Mesko demikian, sebagai ibukota provinsi maka Kota Makassar memegang peranan terbesar dalam hal perekonomian dan Kesehatan (BPS Kota Makassar, 2022). Kelurahan Tello Baru merupakan desa binaan Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar. Desa binaan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pada desa binaan baik aspek kesejahtraan maupun Kesehatan. Kelurahan Tello Baru Kecamatan Panakkukang dengan jumlah penduduk sebanyak 11.459 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 2755 dengan rata-rata masyarakat wanita sebagai ibu rumah tangga dan pengusaha skala rumah tangga seperti penjual minuman instan, jus dan jajanan pasar (BPS Kota Makassar, 2020). Vol. 5 No. 1, Juni 2024 ## 10.35311/jmpm.v5i1.334 Informasi artikel: ## *Penulis Korespondensi : Muli Sukmawaty Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar E-mail: muli.sukmawaty@poltekkes- mks.ac.id No. Hp : 08114602257 Cara Sitasi: Adhayanti, I., Sukmawaty, M., & Amier, A. (2024). Pengolahan Teh Herbal Kulit Buah Naga Sebagai Sumber Antioksidan Alami Pencegah Penyakit Degenerative. Jurnal Mandala Pengabdian Masyarakat, 5(1), 1- 4. https://doi.org/10.35311/jmpm. v5i1.334 DOI : Submitted: 15 November 2023 Accepted: 24 Maret 20 24 Buah naga dengan nama ilmiah Hylocereus Sp merupakan tanaman dari Afrika dan mulai popular di Indonesia sejak tahun 2000. Buah ini kategorikan sebagai buah super karena memiliki nutrisi yang bermanfaat juga memiliki sifat antioksidan. Buah naga yang populer di indonesia adalah buah naga yang berwarna merah. Buah ini bisa langsung dikonsumsi ataupun diolah menjadi produk olahan pangan. Daging buah dari buah naga dapat diolah menjdi selai, jeli, permen, sirup jus dan anggur (Kakade et al, 2020) Selain buahnya, pada dasarnya kulit buah naga juga dapat dimakan, namun lebih banyak yang menganggap bahwa kulit buah naga merupakan sampah yang tidak perlu lagi diolah. Padahal, penelitian Nurliyana et al. (2010) membuktikan bahwa kandungan antioksidan yang terdapat pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan pada daging buahnya. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Adhayanti & Ahmad (2021) nilai IC50 untuk kulit buah naga segar adalah 140,12 ± 5,76 mg/ml. Ekstrak etanol dari kulit buah naga super merah memiliki nilai IC50 sebesar 15,83 mg/ml (Niah & Baharsyah, 2018), penelitian lain oleh (Meidayanti Putri et al, 2015) menunjukkan aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah naga adalah sebesar 73,27 mg/L. Data-data ini telah menunjukkan potensi kulit buah naga sebagai antioksidan. Sayangnya di masyarakat, kulit buah naga ini seringkali berakhir di tempat sampah sebagai sampah organik. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai tata cara pengolahan kulit buah naga. Salah satu alternatif yang digunakan untuk mendapatkan manfaat dari kulit buah naga adalah dengan menjadikannya teh herbal. Untuk menguatkan rasa maka dapat ditambahkan Jahe sehingga rasa langu dari kulit buah naga dapat tertutupi. Metode Pengolahan kulit buah menjadi teh herbal merupakan teknologi yang belum banyak diketahui oleh masyarakat. Pengolahan yang tepat akan mempertahankan aktivitas antioksidan dari kulit buah naga sehingga dapat memberikan manfaat kesehatan bagi yang meminumnya. Sebaliknya pengolahan yang tidak tepat akan merusak kandungan antioksidan sehingga produk yang dihasilkan nantinya tidak dapat memberikan efek yang optimal. Sebagaimana yang telah di paparkan di atas, kulit buah naga memiliki kandungan fitokimia yang bermanfaat bagi kesehatan, sehingga sangat disayangkan bila akhirnya berakhir di tempat sampah. Oleh karena itu dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini akan dilakukan transfer pengetahuan mengenai teknik pengolahan kulit buah naga menjadi teh herbal sehingga dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam menghasilkan produk yang lebih tahan lama dan dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. ## METODE Alat dan bahan Alat yang digunakan yaitu food dehydrator, drip bag coffee, ziplock alumunium, dan impulse sealer. Sedangakan bahan yang digunakan yaitu kulit buah naga dan buah naga segar yang dikeringkan. Khalayak sasaran Pengabdian masyarakat ini dilakukan pada khalayak sasaran ibu-ibu kader Posyandu, warga masyarakat kelurahan Tello Baru yang berprofesi sebagai penjual jus buah dan minuman instan sebanyak 30 orang. Metode pengabdian masyarakat 1. Edukasi sumber antioksidan alami Sebelum memulai tahap edukasi pertama- tama dilakukan pre test berupa kusioner untuk mengukur pengetahuan awal khalayak sasaran terkait antioksidan alami dan cara pengolahan teh herbal. Edukasi berupa ceramah interaktif tentang sumber-sumber antioksidan alami dan ragam pengolahannya. 2. Pelatihan pembuatan simplisia kulit buah naga Buah naga dibersihkan dengan cara dicuci pada air mengalir lalu disisihkan bagian kulitnya lalu dikeringkan menggunakan food dehydrator selama 3 jam. Simplisia kulit buah naga lalu disimpan dalam wadah tertutup. 3. Pelatihan pembuatan teh herbal Simplisia kulit buah naga ditimbang per 3 gram lalu dimasukkan dalam drip bag coffee sebagai kemasan primer. Selanjutnya di segel menggunakan impulse sealer. Kantong teh yang sudah disegel selanjutnya dimasukkan ke dalam ziplock alumunium. Metode evaluasi Pada sesi akhir kegiatan pengabdian dilakukan evaluasi berupa post test untuk mengukur peningkatan kemampuan serta pengetahuan khalayak sasaran. Untuk memastikan telah terjadi alih teknologi penilaian dilakukan secara langsung terhadap kemampuan khalayak sasaran mengadopsi pengolahan teh herbal. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan sumber-sumber antioksidan alami yang mudah diperoleh dari lingkungan khalayak sasaran, pilihan pengolahan kulit buah naga yang berbeda dari yang umumnya diketahui oleh khalayak sasaran. Buah naga merupakan buah yang umum tidak sulit ditemukan di kota Makassar, sehingga aplikasi keterampilan dan alih teknologi relatif tidak mengalami kendala keterampilan dan kesejahtraan masyarakat di wilayah sasaran. Kegiatan pengabdian yang dimulai dengan pre test didapatkan hasil 49,5%. Pre tes bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal khalayak sasaran tentang sumber antioksidan alami. Umumnya masyarakat mengetahui suatu tanaman memiliki manfaat bagi kesehatan namun tidak semua paham jenis tanaman yang berkhasiat antioksidan. Pengolahan buah naga telah banyak dikembangkan namun masyarakat umumnya hanya mengkonsumsi secara konvensiao (dimakan langsung). Pre dan post test juga bertujuan untuk mengetahui wawasan khalayak sasaran tentang cara mengolah buah naga. Indikator keberhasilan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat diukur dari hasil pre dan post test seperti yang tersaji dalam Tabel 1. Sesi pemberian edukasi/penyuluhan tentang antiokasidan terbukti meningkatkan pengetahuan khalayak sasaran tentang aneka sumber antioksidan yang bisa didapatkan secara alami. Pengetahuan khalayak sasaran meningkat signifikan dari 55% menjadi 92%. Jus buah naga, salad buah naga dan aneka jenis kue adalah contoh olahan buah naga yang umum diketahui oleh masyarakat, namun dengan adanya kegiatan pengabdian masyarakat ini menambah wawasan masyarakat tentang aneka olahan buah naga seperti keripik buah naga, minuman instan, es krim bahkan teh buah naga. Bagian yang dioalah pun tidak terbatas hanya buah namun pada bagian kulit. Pengetahuan tentang olahan buah naga ini meningkat signifikan dari 52% menjadi 96%. Teh kulit buah naga adalah salah satu produk yang dihasilkan kegiatan pengabdian masyarakat kali ini. Teh kulit buah naga adalah hal yang baru bagi khalayak sasaran. Cara pembuatan teh kulit buah naga yang cukup sederhana dan mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari menjadi hal yang menarik bagi khalayak sasaran kegiatan pangabdian. Meskipun sederhana namun hanya 41,5% khalayak sasaran yang mengetahui hal ini. Terlaksananya kegiatan pelatihan pembuatan teh kulit buah naga berhasil meningkatkan proses alih teknologi kepada masyarakat dengan peningkatan keterampilan sebesar 95,5%. Tabel 1 : Hasil penilaian pre dan post test (n=30) No. Kriteria Penilaian Hasil Penilaian ( % ) Pre Test Post Test 1 Sumber antioksidan alami 55 92 2 Olahan buah naga 52 96 3 Cara pembuatan teh kulit buah naga 41,5 95,5 4 Rerata 49,5 94,5 Produk yang dihasilkan pada kegiatan pengabdian masyarakat ini berupa teh herbal kulit buah naga yang berdaya nilai ekonomi seperti pada Gambar 1 yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa binaan dan meningkatkan taraf hidup kesehatan masyarakat secara luas. Gambar 1. Teh herbal kulit buah naga Gambar 2. Modul pengolahan teh herbal kulit buah naga Selain teh herbal kulit buah naga produk luaran lain yang dihasilkan oleh kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah tersusunnya modul pelatihan cara mengolah teh kulit buah naga seperti pada Gambar 2 dan video tutorial pembuatan teh kulit buah naga yang dapat diakses oleh masyarakat desa lainnya pada link berikut : Video Turorial Pengolah Teh Herbal Kulit Buah Naga ## KESIMPULAN Kegiatan pengabdian ini berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khalayak sasaran pada desaan binaan Kelurahan Tello Baru dari 49,5% menjadi 94,5%. Kegiatan ini menghasilkan produk berupa teh herbal yang bernilai ekonomis bagi masyarakat wilayah binaan dan modul pelatihan. ## UCAPAN TERIMA KASIH Tim pengabdian masyarakat mengucapkan terima kasih kepada Poltekkes Kemenkes Makassar yang telah memberikan dana hibah pengabdian melalui SK No: Dp.04.03/4.3/1512/2023 dan Kelurahan Tello Baru Kota Makassar yang telah berkenan menjadi mitra pada kegiatan pengabdian masyarakat ini ## DAFTAR PUSTAKA Adhayanti, I., & Ahmad, T. (2021). Kadar Vitamin C dan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Naga Segar (Hylocereus S). Media Farmasi, 17(2). BPS Kota Makassar. (2020). Kecamatan Panakkukang Dalam Angka 2020. Badan Pusat Statistik. https://makassarkota.bps.go.id/publication/202 0/10/26/1421cf4aead061141ad6542e/kecamata n-panakkukang-dalam-angka-2020.html BPS Kota Makassar. (2022). Kota Makassar Dalam Angka 2022. Badan Pusat Statistik. https://makassarkota.bps.go.id/publication/202 2/02/25/d5c371153380b16eae186479/kota- makassar-dalam-angka-2022.html Kakade, V., Jinger, D., Dayal, V., Chavan, S., & Nangare, D. D. (2020). Dragon Fruit : Wholesome and remunerative fruit crop for India. December. Meidayanti Putri, N., Gunawan, I., & Suarsa, I. (2015). Aktivitas Antioksidan Antosianin Dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus Costaricensis) Dan Analisis Kadar Totalnya. Jurnal Kimia, 9(2), 243–251. https://doi.org/10.24843/JCHEM.2015.v09.i02.p 15 Niah, R., & Baharsyah, R. N. (2018). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah Super (Hyclocereus costaricencis). Jurnal Pharmascience, 5(1), 14–21. https://doi.org/10.20527/jps.v5i1.5781 Nurliyana, R., Zahir, I., Suleiman, K., Rehan, A., & Kamarudin, K. R. (2010). Antioxidant study of pulps and peels of dragon fruits: A comparative study. International Food Research Journal, 17, 367–375.
81ca5948-5eb9-4093-808d-04d6db49ed62
https://jurnal.usk.ac.id/JSU/article/download/9652/7628
Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi BABAK BARU METODE PENELITIAN GEOGRAFI MANUSIA ## Dr. Alamsyah Taher, M,Si ## Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Unsyiah ## Pendahuluan Geografi sebagai disiplin ilmiah telah sejak lama dipaparkan oleh Immanuel Kant (1724 - 1804). Geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fakta – fakta dalam ruang. Sebagai suatu disiplin ilmiah, para ahli geografi memandang adanya tiga elemen penciri utama, pertama, Geografi adalah ilmu pengetauhan bumi ( earth science ) dengan mengaji permukaan bumi sebagai lingkungan hidup manusia. Pengertian lingkungan hidup manusia adalah suatu lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan tempat manusia dapat mengubah dan membangunnya. Kedua, Geografi memperhatikan unsur-unsur utama seperti jarak, unsur interaksi, unsur gerakan, dan unsur penyebaran dalam melakukan analisis. (Bintarto & Hadisumarno, 1987). Defenisi Geografi dari waktu ke waktu telah mengalami perkembangan. Hartshorne (1959) Memberikan defenisi Geography is concerned to provide an accurate, orderly, and rational description of the fariable character of the earth surface. Ackerman (1963) menjelaskan “ the goal of Geography is nothing less than an understanding of the vast, interacting system comprising all humanity and its natural envirotment on the surface of the earth. Menurut Ad Hoc Committee on Georaphy (1965), Geography seeks to explain how the subsystems of the physical earth in relation to physical features and to other men. Taaffe (1970) menjelaskan Geography is concerned with giving man an orderly description of his world, as the study of spatial organization expressed as patterns and process. Yeates (1968) berpandangan bahwa Georaphy as a science concerned with the rational development, and location of various characteristic of the surface of the earth. Sementara itu, Haggett (1965) memberikan pengertian yang lebih kamprehensif tentang Geografi. “ It is relevant to note that Geography enquires in recent years concern mainly with; (a) the ecological system and (b) the spatial system. The first relates man to his environment while the second deal with lingkages between regions in a complex interchange of flows. In both systems,movemenst and contacts are of fundamental importance. Pertanyaannya adalah dimana sesungguhnya disiplin ilmu Geografi Manusia, apakah Geografi Manusia itu eksis, dan bagaimana kondisi Geografi Manusia saat ini, berkembangkah atau lenyap di telan bumi. Tulisan ini bermaksud mengurai metode penelitian Geografi Manusia dengan fokus perhatian pada: (1) Linkungan dan Perkembangan Penelitian Geografi Manusia; (2) Perbedaan membuat Geografi Manusia Dinamis; (3) Hermoni Kuantitatif dan Kualitatif; dan (4) Pemanfaatan statistik dalam studi Geografi Manusia. ## Perkembangan Bidang Kajian Geografi Manusia “ physical and human geography are two great branches of the discipline, but environmental geography is emerging as a link between the two” “The National Geography Society in the 1980s poposed a useful five- theme framework for geography; focused on the concepts of location, interaction between humans and the envirotment, regions, place, and movement” “Maps are used to portray the distinctive character of place; their relationship to environmental issues; the movements of people, goods, and ideas;and regions of various types” (De Blij & Murphy, 1999:3) Petikan pertama dan kedua di atas menyadarkan kepada kita bahwa ilmu Geografi terus berkembang seiring berjalannya waktu dengan tidak dapat dibedakan hanya geografi fisik dan dan geografi manusia, tetapi sebagai ilmu dinamis yang berinteraksi dengan ilmu lain. Lebih lanjut disebut bahwa Geografi yang awalnya adalah studi tentang letak/lokasi ( study of place ) telah berkembang menjadi studi yang analisisnya didahului oleh variable lokasi. Ini berarti lokasi bahwa lokasi hanyalah digunakan sebagai awal untuk menganalisis apa yang terjadi pada jaman dahulu, saat ini, dan masa yang akan dating. Termasuk didalamnya adalah bagaimana lokasi yang satu berhubungan dengan lokasi yang lain. Perkembangan ilmu Geografi tidak saja terjadi pada ranah materi yang dikaji, tetapi cara pandang para ahli geografi pada tingkat para digma ilmu dan hubungan dengan disiplin ilmu yang lain. Dalam hal ini, bidang kajian Geografi manusia telah merambah, berintegrasi, dan bersinergi dengan berbagai disiplin ilmu yang lain (Agnew et al., 1999; Castee et al., 2005). Masalahnya apakah kajian yang telah banyak merambah pada disiplin ilmu lain tersebut masih dapat dibilang sebagai bidang ilmu ## 3 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi Geografi. Lebih jauh lagi, geografi sosial dewasa ini telah banyak berintegrasi dengan ilmu lain, apakah petikan ketiga tentang pentingnya peta masih dapat dipertahankan. Untuk menjawabnya tentu saja tidak mudah, diperlukan kajian hati-hati dengan melihat kompleksitas masalah seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh manusia telah menjadi pemercepatan perubahan paradigm dalam studi Geografi Manusia. Paragdima Geografi tradisional memandang geografi adalah ilmu yang mempelajari ruang, disubut juga dengan ilmu tentang ruang, ilmu tentang proses keruangan, dan ilmu tentang fenomena keruangan secara umum. Geugrafi selanjutnya dikenal dengan ilmu tentang permukaan bumi ( the science of earth’s surface ) (Sauer, 1925). Pradigma baru geografi, terutama Geografi Manusia, berpendapat bahwa geografi tidak hanya didefinisikan sebagai ilmu tentang ruang, tetapi sebagai ilmu yang selalu mendengan dan perhatian pada epistimologi modern yang menaruh perhatian pada aktifitas manusia (Zierhofer, 2004; Andrei, 2006). Pendekan baru pada kajian geografi sosial tidak membatasi konsep ruang sebagai bentang lahan tetapi telah jauh merambah pada ruang sosial, ruang masyarakat, ruang keluarga, ruang individu, bahkan ruang tentang tubuh mansui (Rose,1993; McKittrick and Peake, 2005). Geografi manusia tidak lagi membatasi pada hal-hal yang kasat mata secara keruangan, telah mencoba memahami ruang manusia secara detail, mencari jawaban dengan mempertanyakan, melakukan konfirmasi ketika terdapat elemen – elemen baru penyusun. Ahli geografi memulai pengamatan dengan pertanyaan mengapa dapat terjadi, dapatkah penjelasan matematis dan statistik mengurai, apakah ada kaitannya dengan lingkup persoalan, budaya, relasi sosial, publik dalam arti luas (Cox, 1999). Perbedaan perpsektif tentang ruang ilmiah yang kemudian oleh banyak pakar dijadikan dalih eksistensi peta dalam kajian geografi manusia, termasuk terhadap perpaduan antara geografi manusia dengan geografi fisik (Harley, 1999; Hickey & Lawson, 2005) (lihat Tabel 1). Berbicara perpaduan Geografi fisik dan geografi manusia adalah dua sisi dari sekeping mata uang, dua hal yang berbeda tetapi dalam satu kesatuan. Seperti diungkap oleh Cox (1999) perbedaan perspektik selalu dilandasi oleh dominasi geografi fisik pada aspek alamiah ( nature ) sementara geografi manusia lebih berbicara pada aspek yang mudah berubah ( culture ). Geografi fisik dipandang sebagai ilmu yang berpaham obyektif karena banyak didasarkan oleh prilaku manusia ( Subjectivist appoaches ). Pertanyaannya adalah apakah ketika manusia telah berbudaya tidak akan menginjak tanah sebagai sesuatu yang alami, atau tanah sebagai sesuatu yang alami akan tetap alami ketika budaya manusia berubah. Tepat disebutkan bahwa manusia bermukimdi bumi dan bumi sebagai tempat tinggal manusia akan terus seiring sejalan dengan peradaban manusia. Dengan perkataan yang lain, geografi fisik dan manusia tidak dapat dipisahkan secara dualistik, tetapi sebagai dua hal yang selalu sinergis dan terintegrasi satu sama lain (Proctor, 1998). Lebih lanjut disebutkan bahwa jika geografi selalu berkutat pada diskursus yang mengarah kepada paradosk anta geografi fisik dengan geografi manusia ini sama artinya dengan membiarkan geografi terperangkap pada lingkaran debat yang tidak berujung pangkal. Atas dasar itu, berkembanglah bidang kajian perpaduan antara geografi fisik dengan geografi manusia (lihat Tabel 1). Dalam perspektif geografi manusia, kajian tentang ruang saat ini sedikit banyak telah terpengaruh oleh adanya modernisasi dan globalisasi. Konsep ruang yang selama ini dihayati oleh paradigm geografi tradisonal, bahwa ruang adalah ruang fisik sebagai material pada muka bumi, telah berubah menjadi kesadaran wilayah ( regional consciousness ) yang dibentuk oleh aktifitas manusia. Dalam hal ini ruang adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia termasuk diri manusia itu sendiri. Ruang manusia telah membebaskan pemikiran manusia sampai pada tingkat epistimologi geografi modern dalam memaknai ruang muka bumi (Morikawa, 2002). ## Perbedaan Membuat Geografi Manusia Dinamis Pepatah mengatakan perbedaan adalah persaman yang tertunda. Perbedaan ini yang membuat hidup dinamis dan penuh makna. Ada banyak cara untuk mendekati konsep perbedaan. Para ahli geografi memahami perbedaan melalui fenomena sosial seperti ras, perbedaan kelas, gender, dan seksualitas. Hasilnya adalah bermunculan ahli geografi pada isu – isu spesifik seperti aliran geografi kesejarahan (geografi colonial dan geografi pasca-kolonial), patriarkhal geografi, feminis geografi, geografi geografi kulit putih, geografi kulit hitam, geografi lintas budaya, dan sebagainya). Sayangnya, hubunagan antara indicator-indikator sosial dengan aliran geografi bersifat dialektikal. Ini berarti masing-masing aliran ## 5 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi berbeda yang ditentukan oleh dinamika sosial bidang kajian yang ditekuni. Selain perbedaan dari sisi isu, perbedaan juga terjadi sebagai akibat variasi tingkat analisis, apakah fenomena sosial tersebut dianalisi, apakah fenomena sosial tersebut dianalisis pada tingkat individu, rumah tangga, atau sosial (Scott, 1988). ## Tabel 1. Bidang Kajian Geografi Human Geography Physical Geography Mixed Human and Physical Geography Other Cultural Geography Economic Geography - Employment - Location theory - Manufacturing - Marketing - Retailing - Services - Trade Gender Studies Soil Agricultural Geography - Agricultural policy - Agricultural systems Development studies - Agrarian - Urban planning - Policy studies Applied geography Climatology - Aplied climatology - Climate change - Microclimatology - Synoptic climatology Ecology Education geography and Regional Geography Resources Geography - Energy - Fishing and forestry - Mineral resources - Water resources Theoretical geography Geography thought - History - Methodology - Philosophy Runal geography - Rural economy - Rural planning - Rural population Quarternary envirotment - Archeology - Landform evolution - Paleocology - Sediments Hydrology - Aplied - Run off - Water Quality Planning - Economic - Environmental - Regional - Urban planning Quantitative methods - Computers Hazards Environmental Studies - Conservation -Environmental change - Mineral resources -Environmental impact assessment -Environmental menagemant -Environmental quality Environmental system Industrial Geography - Location - Organisation - Regional development - Technological change - Mathemataical techniques - Statistical techniques Geography Information System (GIS) - Certography - Image analisys - Photogramme try - Remote sensing Medical Geography Urban Geography - Urban economy - Urban housing - Urban morphologi - Urban politics - Urban population Meteorologhy Geomorfologhy - Aplied geomorfologhy - Arid - Coastal - Fluvial - Urban renewal - Urban retailing - Urban sociology - Urban theory, models, systems. - Glacial - Karst - Slopes - Weathering Political Geography - Electoral geography - Geopoliticd - Population - Geography - Demografy - Population change - Population migration Biogeogrphy - Vegetation Studies - Zoogeography Recreational Geography - Leisure - Sport - Tourism Historical Geography - Countryside - Industry - Population - Towns Social Geography - Enthnicity - Social theory - Socio-economic status Transport geography Sumber: Kitchin & Tate, 2000; De Blij & Murphy, 1999. Feminis geografi berpendapat bahawa dominasi wujid kajian geografi selama ini terjadi karena pakar geografi melakukan analisis dengan paradigm maskulinis. Disebutkan bahwa cara pandang ini terus berkembang hingga tahun 1970-an, dengan mengesampingkan studi dan aktivitas perempuan ( study of women and women’s activities ). Biasa kajian ini terjadi berkepanjangan dengan mengesampingkan isu seksualitas sampai akhir tahun 1980-an, bahkan mengesampingkan isu non-human sampai tahun 1990 (Rose, 1993). ## 7 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi Bahkan David Delaney (2002) mengilustrasikan geografi sebagai perusahaan kulit putih, merupakan kerajaan dan music barat, dominasi oleh bingkai kehidupan Amerika.Pendapat tersebut didukung 90 persen darianggota departemen geografi di Amerika adalah orang kulit putih, begitu pula yang terjadi di Inggris, Kanada, Selandia Baru, Australia, dan Eropa (Puildo 2002). Pakar feminis geografi lain seperti Donna Haraway (1991) menyebutkan bahwa supremasi “maskulitas dan kulit putih” dalam disiplin geografi dapat melemahkan pada apa yang oleh disebut sebagai “ situated knowledges”. Menurutnya bahawa ilmu pengetahuan bersifat local, khusus dan melekat, dan merumuskan sebuah cara utama agar perbedaan dapat dipahami. Itulah sebab ruang dan tempat mempunyai kaitan yang erat dengan ras, gender, perbedaan klas, seksualitas dan sebagainya. Hal lain yang juga kurang mendukung perkembangan adalah semua pemahaman geografi terkait dengan lokasi. Padahal, perbedaan tidak selalu mengaju pada lokasi , tetapi dapat berujud materi kajian, dapat juga berupa tempat didalam dan sekitar lokasi pengetahuan. ( stituated knowledges ). Banyak konsep pokok dalam studi geografi manusia yang bermunculan demi mengkaji tentang perbedaan. Konsep-konsep tersebut antara lain konsep nature-culture, konsep human spesies, konsep uneven development, konsep the body, dan konsep tentang ras, gender dan seksualitas sebagai hasil dari kunstruksi sosial. Dua konsep pokok yang akhir-akhir ini dibicarakan adalah konsep nature- culture dan konsep the body, walaupun saat ini masih dipertanyakan apakah kedua konsep tersebut adalah konsep geografi atau bukan (Castree et al.,2005). Konsep nature-culture dari beberapa studi yang dilakukan cendrung dibedakan, dalam arti dikaji sendiri-sendiri dan terpisah. Beberpa ahli geografi lain mengkritik bahwa kajian tentang konsep nature-culture tidak dapat dilakukan sendir-sendiri, tetapi harus dilakukan secara padu. David Herley (2000) menjelaskan bahwa diskusi terhadap “ species bing ” harus dikaitkan dengan “ human nature ”, dari pada hanya berbicara tentang human differences. Ini berarti bahwa analisis terhadap human beings tidak dapat dipisahkan dari konsep nature. Konsep narure-culture membedakan feminism dan maskulin., rasional dan tidak rasional, baik dan buruk, alamiah dan budaya. Ahli geografi sampai tahun 1990 tidak memfokuskan kajia pada konsep the Volume 11, Nomor 1, Juni 2017 body, begitu juga dengan dengan konsep seksualitas dan gender. Mereka beragumentasi bahwa isi seksualitas terkain dengan displin ilmu biologi, dan bukan bidang kajian geografi. Namun demikian, sejumlah geografiwan mutakhir menaruh perhatian terhadap isi-isi yang terkait dengan konsep the body. Dijelaskan bahwa konsep the body tidak hanya mempelajari identitas individu, tetapi terkait juga dengan tempat, lokasi, dan ruang dari individu berada. Hal ini di dukung oleh pakar feminist Judith Butler (1990) dan Nail Smith (1993) melalui penjelasan bahwa konsep the body tidak lah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses komunitas, regional, nasional, dan global. ## Membangun Kemesraan Metode Kuantitatif Dan Kualitatif Tujuan dari penelitian ilmia adalah menjawab pertanyaan atau masalah penelitian dengan berbagai tata cara ilmiah secara terstruktur dan terencana. Peneliti dalam hal ini mendekati masalah dengan metode, prosedur, dan pendekatan yang berbeda satu sama lain. Metode penelitian dapat diartikan sebagai rancang bangun penelitian, berupa rencana dan struktur penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban atas pertanyaan- pertanyaan peneliti (Kerlinger, 1986). Leedy (1980) menjelaskan metode penelitian adalah kerangka operasional terhadap fakta sehingga lebih mudah untuk dipahami maknanya. Disebut bahwa metode penelitian mencakup tiga aspek mendasar, yakni terkait dengan populasi, objek, dan analisis. Ini berarti metode penelitian adalah rancang bangun penelitian yang tersusun oleh tiga pilar dasar saling terkait satu sama lain yaitu pilar populasi, pilar objek, dan pilar analisis (lihat bagan 1). Terkait dengan cara mendekati objek penelitian dapat memilih apakah menggunakan survey, studi eksperimen, atau studi sejarah. Untuk cara analisis, peneliti dapat menggunakan metode kuantitatif, metode kualitatif , atau gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Sementara itu, terkait dengan populasi yang hendak diteliti, peneliti dapat menggunakan sensus, sampling, atau studi kasus. Sebagai suatu rancangan bangun yang terintegrasi satu sama lain, sudah semestinya jika diharuskan adanya kesesuaian anatara pilar populasi, pilar objek, dan pilar analisis. Sebagai contoh, tidak mungkin seseorang peneliti melakukan analisis kuantitatif apabila obyeknya studi sejarah dan pilar populasinya studi kasus. Ini juga ## 9 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi berarti bahwa pilar populasi, pilar objek, dan pilar analisis tidak boleh digunakan secara tumpeng tindih. Perlu diketahui bahawa dalam ranah filsafah ilmu pengetahuan perkembangan metode penelitian merupakan tururnan dari paradigama besar memayungi. Peneliti berparadigma positivis cendrung menggunakan metode kunatitatif dan uji hipotesis dalam menjawab permasalahan peneliti. Sementara itu, peneliti berparadigma konstruktivis akan memilih metode kualitatif dalam memahami realitas sosial (Ragin, 1994; ihalauw, 2004; Slim, 2006). Seperti telah diketahui bahwa paradigm adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang bertindak. Philips (1974) menjelaskan bahwa paradigma adalah seperangkat asumsi baik yang tersurat maupun yang tersirat sebagai dasar gagasan ilmiah. Dalam konteks ilmu pengetahuan, paradigma adalah suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mengapstraksikan realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu pengetahuan tertentu (Kuhn, 1974; Wallace, 1971). Dengan demikian dapat disampaikan bahwa perbedaan metode penelitian bukan lah membedakan kebenaran, tetapi perbedaan asumsi untuk menjawab realitas. Realitas sendiri adalah kata yang sarat akan interpretasi. Itulah makanya, makna realitas sangat ditentukan oleh cara pandang penafsir, dan tentu saja terkait dengan paradigama yang melekat dalam diri penafsir. Tsunami yang terjadi di Banda Aceh adalah sebuah realitas, Gempa di Bantul adalah realitas, begitu juga dengan lumpur Lapindo. Kemiskinan adalah realitas, pengangguran adalah realitas, dan masih banyak lagi realitas dalam kehidupan manusia.Dua contoh besar tentang realitas tersebut Nampak sama nyata beda, dalam arti ada realitas yang bersifat alamiah karena terjadi karena proses alam dan ada realitas yang bersifat sosial karena terjadi proses hubungan antarmanusia. Pemisahan secara jelas realitas tersebut melahirkan du acara pandang “dualistik” yaitu positivis dan konstruktivis, alamiah ( nature ) dan kualitatif (Hardiman, 2003; Newman & Benz, 1998). Geografi Manusia sebagai salah satu ilmu pengetahuan juga tidak lepas dari diskursus metode penelitian apa yang tepat digunakan untuk mengungkapkan realitas sosial. Pada tingkat paradigm, utamanya tataran ontologis dan epistemologis, metode kuantitatif yang berakar dari paradigma positivis jelas berbeda dengan metode kuntitatif dengan perspektif konstruktivis (lihat Tabel 2). Walaupun demikian tidak begitu halnya pada tataran operasional, ternyata perpaduan antara dua metode penelitian tersebut berjalan cukup harmonis (Brannen, 2005). Selain itu, Kompleksitas pendekatan dalam studi Geografi Manusia saat ini tidak terlepas dari sejarah panjang cara mendekati realitas (lihat Tabel 3). Sejarah geografi mencatat betapa perjalanan diskursus cara pandang dalam mendekati relaitas adalah sangat panjang mulai dari geografi tradisional kemudian revolusi kuantitatif kemudian post-kunatitatif sampai pada munculnya telaah geografi kritis ( critical geography ) dengan metode kompleks yang tidak lagi mempedulikan apakah berparadigma kuantitatif atau kualitatif (Peet, 1975; Hervey, 1984; Johnston, 1986;Kitchin& Tate, 2000). Tidak berlebihan apabila diungkap bahwa studi Geografi Manusia berkembang begitu pesat dengan sebab tidak terpaku pada pembedaan metode penelitian yang bersifat dualistik. ## Pemanfaatan Statistik Dalam Studi Geografi Manusia Segera setelah terjadi revolusi kuantitatif, para ilmuan geografi memasukkan statistik dan perhitungan matematis dalam mendukung berbagai analisis (Hagget, 1965; Haynes et al., 1984; Odland, 1988; Morrill et al., 1988). Tahap berikutnya, ststistik banyak digunakan oleh para geograf berparadigma positivis dalam menguji dan mendukung hipotesis yang diungkap. Berikut ini adalah beberapa statistik pokok relevan dengan bersumber dari Blalock (1960); Kerlinger (1992); Sceaffer (1996); Bluman (2001) dan Branen, 2005). ## Tabel 2 Pebedaan Metode Kuantitatif dan Kualitatif dalam Studi geografi Manusia Apek Pembeda Kuantitatif Kualitatif Paradigma Dimensi Ontologis Positivis Realisme, kebenaran bersifat universal konstruktifis Kebenaran bersifat ganda, setiap individu memiliki kebenaran Dimensi Epistimologis Ada jarak dengan obyek Menyatu dengan obyek Perspektif Etic, perspektif orang luar Emic, perspektif orang dalam Sumber: Leedy, 1980; Newman& Benz, 1998; Kitchin& Tate, 2000 Tabel 3 Pendekatan Dalam Penelitian geografi Manusia fakta dialami n dan terukur Tipe Ilmu Paham, Pemikiran Deskripsi Contoh Studi Metode Utama Empirical -Analytical (technical, work, material production ) Empiricism Pemahaman empiris percaya bahwa fakta harus diungkapka n dengan penjelasan teoritis. Ilmu pengetahua n bersumber dari obyek nyata Kemiskinan adalah fakta yang harus diungkapkan dan diinterpretasika seperti indeks kemiskinan, indeks kualitas rumah, dll Presenta si fakta- yang Positivism Paham Positivis mengungka pkan bahwa prediksi dan penjelasan perilaku manusia Kemiskinan dijelaskan melalui pembuktian hipotesis. Pembuktian tersebut didahuli Survey kuesion er, pembuk tian statistik. Validitas realibilitas Obyektif, kenyataan itu tunggal Subyektif, kenyataan itu banyak Generalisasi Universal Konstekstual Jenis data Angka, numeric Kata-kata, penejelasan, gambar Alat pencakupan Dan Unit kajian Teknologi, kuisioner Makro, luas Peneliti sendiri, wawancara mendalam Mikro, kasus Proses penalaran Deduktif Induktif Tujuan kajian Penjelasan, prediksi Makna, Pemehaman dapat dilakukan secara kasual melalui hokum sebab akibat. Prediksi dan penjelasan tersebut dapat dilakukan dengan baik jika data diperoleh secara hati- hati dan obyektif. dengan pencakupan dan pengetesan data kemiskinan secara ilmiah Hisyorical hermeuneti c (practical, language, communica tion) Behaviour alism Paham behavioura lis mengakui bahwa setiap tindakan didahului oleh proses informasi kognitif yang ada pada tiap- tiap individu. Prilaku manusia secara keruangan adalah wujud dari Kemiskinan dijelaskan melalui hipotesis ilmiah terkait perilaku pembuatan kepuasan penduduk miskin. Sebagai contoh, uji statistic yang menjelaskan apakah orang menjadi miskin karena adanya harga diri yang rendah. Jika ya, apakah rrndahnya harga diri ini terkait dengan Survey kueisioner , pembuktia n statistic 13 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi kemampua n manusia untuk mengingat, memproses dan mengevalu asi informasi. prilaku mencari pekerjaan. Phenomen ology Paham fenomenolo gi menolak prinsip kuantitas yang disampaika n oleh paham positivis dan behavioralis. Disebutkan kebenaran adalah milik tiap-tiap individu sehingga ilmuan lebih fokus pada pemahaman dari pada penjelasan. Tujuan paham fenomenolo gi adalah mengendali kan pemahaman untuk Untuk memahami kemiskinan maka perlu disusun kembali dunia oran miskin. Ini berarti bahwa kemiskinan harus dipahami dari cara pandang orang miskin itu sendiri terhadap kemiskinan. Wawanc ara mendala m ednogra fi. Volume 11, Nomor 1, Juni 2017 mengkaji prilaku individu tampa harus berdasarkan teori-teori tertentu. Existentialis m Paham eksistensial menyatakan bahwa realitas sosial tercipta melalui kebebasan tindakan manusia dalam membuat perubahan. Paham fenomenolo gi lebih menekanka n pada arti, seangkan paham eksistensial lebih menekanka n pada nilai. Paham eksistensial menitik beratkan pada bagaimana individu bertindak Kemisnikan dipahami melalui upaya memperoleh cara pandang bagaimana orang miskin menyadari, memaknai arti, dan berinteraksi dalam kemiskinan. Ini dilakukan melalui wawancara bagaimana mereka memutuskan berapa banyak uang yang dibelanjakan untuk berbagai kebutuhan. Wawanc ara mendala m, etnograf i, observa si partisip atif. 15 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi dan memaknai nilai tindakan tersebut. Idealisim Paham idealis mengangga p bahwa fakta sosial tidak aka nada tanpa observasi dan representasi individu. Berbeda dengan paham eksistensiali s yang menekanka n realitas ada dengan sendirinya karena memang ada, paham idealis memandang bahwa realitas itu ada karena konstruksi pemikiran manusia. Kemiskinan dipahami melalui upaya memperoleh cara pandang bagaimana orang miskin berpikir tentang kemiskinan dan dunia tempat mereka hidup Ini dilakukan melalui wawancara apa yang dirasakan dengan kemiskinan, mengapa mereka berpikir bahwa,mereka miskin, dan bagaimana mereka mereka melihat diri mereka sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat lain. Wawanc ara mendala m etnograf i Pragmatism Paham pragmatis menganjurk Kemiskinan dimengerti melalui an dari pada memfokusk an kajian pada sisi individu, perhatian harus lebih ditekankan pada sosial masyarakat dan interaksi anatar- individu dalam masyarakat. Paham pragmatis mengangga p bahwa kebenaran itu berasal dari perilaku kehidupan sosial masyarakat, bukan dari pengetahua n. Oleh karenanya, pengetahua n harus bersumber dari esensi dasar berbagai kepercayaan dan sikap yang observasi bagaimana individu dimasyarakat saling berinteraksi sehingga menghasilkan kondisi-kondisi tertentu. Sebagai contoh, penduduk miskin tetap miskin karena mereka berada pada siklus kehidupan kriminal, Pendidikan rendah, merasa rendah diri, dan sebagainya. 17 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi membentuk masyarakat. Critical (emancipat ory, power relations, of dominatio n and constraint) Historical materialism Paham marxis menyatakan bahwa modus produksi capital telah melahirkan kompleksita s kelas dalam masyarakat sosial Kemiskinan terjadi karena penduduk miskin dieksploitasi oleh kaum kapitalis Dialectic s; observa si, interpre tasi data sekunde r. Realism Paham realis bermaksud mengungka pkan mekanisme dan struktur sosial dalam masyarakat. Paha realis ingin mencapai penyebab dari perubahan, apa yang membuat sesuatu terjadi,dana pa yang berpengaru h terhadap agen pengubah. Kemiskinan dapat dikaji melalui akar masalah dan mekanisme yang menyebabkan orang menjadi miskin Gabung an kualitati f dan kuntitati f Sumber: Kitchin & Tate, 2000. Statistik merupakan ilmu dalam kegiatan penelitian untuk mengumpulkan, mengorganisir, meringkaskan, menganalisa dan menarik kesimpulan dari rata-rata. Data adalah nilai-nilai (pengukuran-pengukuran atau observasi-observasi) sehingga variable-variabelnya dapat dinilai. Statistik secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu statistic deskriptif dan statistik inferensial. 1. Statistik deskriptif adalah koleksi, organisasi, peringkasan, dan presentasi, atas data-data. 2. Statistic inferensial adalah statistik yang menggunakan inferensi-inferensi dari sample dan populasi. Statistik inferensial biasanya digunakan untuk uji hipotesis berdasarkan probabilitas dari sebuah peristiwa yang terjadi. Para pakar geografi dengan paham positivis percaya bahwa populasi yang terdiri dari semua subyek dapat dikaji dengan cara mempelajari sebagian saja dari populasi yaitu sampel. Melalui sampel ini dapat ditentukan hubungan-hubungan diantara variable. Hasil dari uji statistic tersebut selanjutnya digunakan untuk penjelasan dan prediksi masa depan. Agar penjelasan dan prediksi dapat dilakukan dengan baik, maka data harus diambil sesuai dengan kondisi Feminist criticues Feminis mengangga p bahwa fenomena dan masalah sosial terjadi karena dominansi laki-laki terhadap perempuan. Diperlukan negosiasi kembali terhadap peran dan struktur yang saat ini eksis. Kemiskinan dapat diatasi dengan melakukan emansipasi dan pemberdayaan Gabung an kualitati f dan kuantita tif. ## 19 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi populasi Hal ini hanya dapat dilakukan jika sampel yang diambil adalah valid reliabel menggambarkan populasi. Untuk tujuan tersebut, beberapa teknik sampling yang sering digunakan adalah sampling random, sampling sistematis sampling stratifikasi, dan sampling kluster. Data yang diperoleh dari sampling tersebut selanjutnya dapat dianalisis secara statistik baik deskriptif maupun inferensial. Contoh statistic deskriptif yang sering digunakan adalah angka rata-rata, nilai tengah, persentase, dan rasio. Sementara itu, uji t-test, korelasi, dan regresi berganda adalah jenis statistic inferensial yang banyak dipakai. ## Penutup Ruang lingkup kajian geografi saat ini telah mengalami persinggungan, bahkan terintegrasi dengan disiplin ilmu lain. Perubahan ini tidak saja pada materi kajian, tetapi juga telah sampai pada level paradigm. Geografi tidak lagi dimaknai sebagai ilmu tentang ruang secara fisik. Geografi adalah ilmu tentang runag secara fisik dan ilmu tentang ruang manusia. Kajian geografi tradisional telah bergeser pada isu-isu yang tidak hanya di dominasi oleh isu fisik dan maskulitas semata. Perbedaan fenomena di bidang geografi telah memungkinkan studi geografi lebih maju dan mumpuni dalam menjawab isi yang ada. Berawal dari berbagai perbedaan, geografi dikenal sebagai studi yang mengkaji ketidak seimbangan suatu wilayah ( spatial enevennes ). Seiring dengan perjalanan waktu kajian geografi manusia terus berkembang, mengalami perubahan dari geografi berpaham positivis menuju geografi berpaham kritis seperti marxis dan feminis. Isu telah bergeser dari isu maskulin menuju kajian yang berkaitan dengan isu gender. Konsep nature-culture dan konsep the body yang sampai akhir tahun 1990 tidak banyak disentuh, saat ini menjadi bidang kajian yang mengemuka dibidang geografi. Berapa pakar geografi dengan paham feminis telah membuka wacana betapa konsep the body tidaklah berdiri sendiri melekat dalam tubuh individu, tetapi merupakan bagian proses komunis, regional, rasional, dan bahkan global. ## Daftar Pustaka Agen, Jhon; David N. Livingstone; Alisdair Rogers. 1999. Human Geography: An Essential Anthology, (Eds), Oxford: Balckwell Publisher Ltd Babbie, Earl, 2001. The Practice of Sosial Research, Belmont: Wadsworth. Bintarto, R dan Hadisumarno, Surastopo. 1987. Metode Analisis Geografi, Jakarata Barat: LP3ES Blalock, Hubert M., 1960. Social Statistics, London: McGraw-Hill Book Company Bluman, Allan GI, 2001. Elementary Statistics, London: A Step by Approach, London: The McGraw-Hill Company Butler, J. 1990, Gender Trouble , Routledga, London Bungin, Burhan. 2007. Metode Pnelititian Kuantitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah ragam Varian Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Noel; Alisdair Rogers; Douglas Sherman. 2005. Questioning Geography: Fundamental Debates. (Eds), Oxford: Blackwell Publisher Ltd. H.J. & Alexander B. Murphy. 1998. Human Geography: Cultur, Society, and Space, New York: Jhon Wiley & Sons, Inc. Castree, De Blij, Delaney, D. 2002. “The Space that race Makes”, The Professional Geographer, Denzim, Norman K. and Lincoln, yvonna S. 1994. Handbook of Qualitative Reserach, Thousand Oaks, California: Sage Publication Inc. De Vaus, David, 2002. Analyzing Soscial Science Data: 50 Key Problems in Data Analysis, London: Sage Publications Ltd Gilmore, R.W. (2002), “ Fatal counplings of power and difference: notes on racism and geography ”. The Professional Geographer, Haraway, D.J. (1991), Simians, Cyborgs and Women: The Reinvention of Nature, Rountledge, New York and London Hardiman, F Budi. 2003. Melampaui positivism dan Modernitas: Diskursus Filosofis tentang metode Ilmiah dan Problem Modernitas, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Harley, J.B. 1999. “Deconstructing The Map”, in Jhon Agnew, David N. Livingstone; Alisdair Rogers (eds), Human Geography: An Essential Anthology, Oxford: Blackwell Publisher Ltd. Hagget, peter. 1965. Locational Analysis in human Geography, London: Edward Arnold Publisher Ltd ## 21 | Alamsyah Taher Babak Baru Metode Penelitian Geografi Manusi . 1970. Locational Analysis in Human Geography, London: Edward Arnold Publisher Ltd . 1972. Geography: A Modern Synthesis, London: Harper and Row. Hartshorne, R. 1959. Perspective on the Nature of geography, Chicago: Rand McNally Harvey, D. 1984. “On the History and Present Condition of Geography: An Historical Materialist Manifesto ”, The Professional geographer . 2000, Spaces of Hope, Blackwell, Oxford Haynes, Kingsley E; A.Stewart; Fotheringham. 1984. Gravity and Spatial Interaction Models, Newbury Park, California: Sage Publication. Hickey, Maureen & Vicky Lawson. 2005. “Beyond Science ? Human Geogrphy, Interpretation and Criptique”, in Noel Castree; Alisdair Rogers; Douglas Sherman (eds) ., Questioning Geography: Fundamental Debates, Oxford: Blackwell Publisher Ltd Ihalauw, John. J.O.I., 2004. Bangunan Teori, Salatiga Wacana University Press Johston, R.J. 1986. Philosophy and Human Geography: An Introduction to Contemporary Approaches, London: Edward Arnold Publisher Ltd. Kerlinger, Fred N., 1992. Asas-Asas Penelitian Behavioural, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kitchin Rob and Nicholas J. Tate. 2000. Conducting Research in Human Geography: Theory, Methodology, and Practice, United Kingdom: Pearson Education Limited. Kuhn, Thomas. 1974. The Structure of Scientific Revolution, Chocago: The University of Chicago Press. Leedy, Paul D. 1980. Practical Reseach: Planning and Design, New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Morikawa, H. 2002. “ Reconsidering the Space Concept in Human Geography: With Special Reference to German-Speaking Countries ” , in Geographical Sciences, Morril, Richard; Garry L.Gaile; Grant Ian Thall. 1988. Spatial Diffusion, Newbury Park, California: Sage Publication. Newman, Isadore & Carolyn R. Benz. 1998. Qualititive – Quantitative Reseach Methodology, Carbondale: Southern Illionis University Press Odland, Jhon. 1988. Spatial Autocorrelation, Newbury Park, California: Sage Publication Peet, J.R. 1975. “ Inequality and Poverty: A Marxist Geographic Theory” , in Annals of Association of American Geographers, Phillips, Bernard S., 1971. Social Reseach: Strategy and Tactics, New York: MacMillan
f69917dd-8e00-4a79-b495-cc67844e499e
https://jurnalp4i.com/index.php/educational/article/download/1574/1512
EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pengajaran Vol. 2 No. 3 Agustus 2022 E-ISSN : 2775-2593 P-ISSN : 2775-2585 ## PENERAPAN MODEL INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI PENGGOLONGAN HEWAN DI KELAS IV SD TELOK BULAN ERLAN HARTAWAN 1 & LALU MUHAMAD NASIR 2 1 SD Negeri Telok Bulan, Indonesia, 2 SD Negeri Teratak, Indonesia Email: [email protected] ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Telok Bulan pada mata pelajaran IPA pokok bahasan Menggolongkan Hewan dengan menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri. Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas IV SD Negeri Telok Bulan yang berjumlah 34 orang yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 19 siswi perempuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu 1) Perencanaan, 2) Tindakan, 3) Observasi, dan 4) Refleksi. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yaitu Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi yang dilakukan oleh guru dan supervisor 2. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat adanya peningkatan hasil belajar siswa dari setiap siklus. Pada pelaksanaan pra siklus, nilai rata-rata hasil belajar siswa 64,47 dengan ketuntasan 35,29%. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa 77,25 dengan ketuntasan 41,18%. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa 87,25 dengan ketuntasan 100%. Dari hasil penelitian perbaikan pembelajaran ini terlihat bahwa penerapan Model Pembelajaran Inkuiri pada mata pelajaran IPA pokok bahasan Menggolongkan Hewan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Telok Bulan . Kata Kunci: Model Inkuiri: IPA; Hasil belajar; Penggolongan Hewan. ## ABSTRACT This study aims to determine the increase in learning outcomes of fourth grade students at SD Negeri Telok Bulan in the science subject subject of Classifying Animals by using the Inquiry Learning Model. The research subjects were fourth grade students of SD Negeri Telok Bulan, totaling 34 people consisting of 15 male students and 19 female students. This type of research is classroom action research. This research consists of three stages, namely 1) Planning, 2) Action, 3) Observation, and 4) Reflection. This research was conducted in three cycles, namely Pre-Cycle, Cycle I, and Cycle II. The data collection technique was carried out by making observations made by teachers and supervisors 2. From the results of the research conducted, it was seen that there was an increase in student learning outcomes from each cycle. In the pre- cycle implementation, the average value of student learning outcomes was 64.47 with a completeness of 35.29%. In the first cycle, the average value of student learning outcomes was 77.25 with 41.18% completeness. In cycle II the average value of student learning outcomes is 87.25 with 100% completeness. From the results of this learning improvement research, it can be seen that the application of the Inquiry Learning Model in the science subject of Classifying Animals can improve the learning outcomes of fourth grade students at SD Negeri Telok Bulan. Keywords : Inquiry Model: Science; Learning outcomes; Animal Classification. ## PENDAHULUAN Peningkatan mutu pendidikan haruslah dilakukan dengan menggerakkan seluruh komponen yang menjadi subsistem dalam suatu sistem pendidikan. Subsistem yang pertama dan utama dalam peningkatan mutu pendidkan adalah faktor guru. Di tangan gurulah hasil pembelajaran yang merupakan salah satu indikator mutu pendidikan lebih banyak ditentukan. Menurut Desi & Wasitohadi (2015), pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik yang bersifat interaktif dan komunikatif antar guru dengan siswa, sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar siswa. Rendahnya pembelajaran IPA juga berkaitan erat dengan adanya kesenjangan antara pembelajaran IPA yang diterapkan disekolah dengan tuntutan Programme for International Student Assessment (PISA), karena itu perkembangan kurikulum juga sangat berperan, yakni mementingkan kegiatan saintifik (Dewi, 2016). Dalam proses pembelajaran yang baik, guru harus mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti rencana pembelajaran, alat peraga, metode, alat evaluasi, dan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik siswanya. Sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Pembelajaran IPA harus mampu mengambil keputusan yang tepat saat menggunakan konsep ilmiah, selama ini faktor kreatifitas dan motivasi yang perlu ditingkatkan, adalah satu alternatif yang paling efektif dengan inquiry (Dewi, 2016; Rizkiana, et al., 2016; Suarni, 2019). Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan melibatkan siswa secara aktif. Hal ini berkaitan dengan ketepatan penggunaan metode dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar. Dari hasil observasi awal, didapati bahwa pembelajaran IPA di kelas IV SDN Telok Bulan masih berpusat pada guru, guru hanya menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran, dan pemanfaatan alat peraga sebagai media pembelajaran masih belum maksimal. Sehingga dalam prosesnya, pembelajaran berlangsung membosankan dan kurang menarik bagi siswa. Siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran dikarenakan siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan metode yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, dimana siswa dapat menemukan sendiri data, fakta dan informasi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan tuntutan tersebut, maka penulis memutuskan untuk menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam penelitian yang akan dilakukan. Model pembelajaran inkuiri merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan dapat merangsang siswa untuk berpikir dan menemukan sendiri jawaban atas pertanyaaan-pertanyaan yang diberikan kepadanya maupun pertanyaan- pertanyaan yang timbul dari dalam dirinya sendiri mengenai lingkungan sekitarnya, terutama mengenai hewan dan tumbuhan. Tujuan perbaikan pembelajaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Telok Bulan pada pokok bahasan “Penggolongan Hewan“ melalui penerapan model pembelajaran inkuiri. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian terdiri dari siswa kelas IV yang berjumlah 34 orang dengan 15 laki-laki dan 19 perempuan. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, angket, dan tes hasil belajar. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dengan memberikan latihan kepada siswa adalah soal-soal yang berhubungan dengan materi yang disampaikan. Soal-soal tersebut berupa soal pilihan ganda dan soal isian ataupun uraian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pengajaran Vol. 2 No. 3 Agustus 2022 E-ISSN : 2775-2593 P-ISSN : 2775-2585 ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini dilaksanakan selama tiga tahap yaitu prasiklus, siklus I, dan siklus II. masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, obsevasi, dan refleksi. 1. Prasiklus Pra siklus merupakan tahapan pembelajaran sebelum diterapkannya model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas IV SDN Telok Bulan pada pokok bahasan “Menggolongkan Hewan“. Dari hasil pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan pada pembelajaran pra siklus ini nilai yang didapat masih jauh dari kriteria pencapaian yang harus dicapai. Rincian hasil belajar siswa disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Belajar Pra Siklus Interpal Nilai Kategori Hasil Jumlah Persentase (%) 90-100 Sangat Baik 2 5,88 70-89 Baik 10 29,41 50-69 Cukup 9 26,47 49≤ Kurang 13 38,24 Jumlah 34 100 Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil belajar siswa pada tahap pra siklus ini sebesar 38,24% dari keseluruhan siswa memperoleh nilai dibawah 49 (Kategori Kurang), sebesar 26,47% siswa yang memperoleh nilai 50-69 (Kategori Cukup), sebesar 29,41% siswa memperoleh nilai 70- 89 (Kategori Baik), dan hanya 5,88% dari keseluruhan siswa yang memperoleh nilai 90-100 (Kategori Sangat Baik). Selanjutnya, berdasarkan ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Ketuntasan Belajar Kategori Hasil Jumlah Persentase (%) Tuntas 12 35,29 Tidak Tuntas 22 64,71 Jumlah 34 100 Berdasarkan table 2, diperoleh hasil bahwa sebanyak 12 siswa dengan persentase sebesar 35,29% memperoleh nilai diatas KKM atau tuntas, sedangkan sebanyak 22 siswa dengan persentase sebesar 64,77% memperoleh nilai dibawah KKM atau tidak tuntas. 2. Siklus I Siklus I materi yang diajarkan adalah “Berbagai Jenis Maknan Hewan “. Pada Siklus I ini dilakukan perlakuan yaitu pembelajaran menggunakan model inkuiri. Berdasarkan penilaian pada siklus ini, nilai yang didapat lebih baik dari para siklus namun masih ada siswa yang belum mencapai kriteria yang harus dicapai. Rincian hasil belajar siswa disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Belajar Siklus I Interpal Nilai Kategori Hasil Jumlah Persentase (%) 90-100 Sangat Baik 4 11,76 EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pengajaran Vol. 2 No. 3 Agustus 2022 E-ISSN : 2775-2593 P-ISSN : 2775-2585 70-89 Baik 10 29,41 50-69 Cukup 9 26,47 49≤ Kurang 11 32,35 Jumlah 34 100 Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil belajar siswa pada siklus I ini yaitu sebesar 32,35% dari keseluruhan siswa memperoleh nilai dibawah 49 (Kategori Kurang), sebesar 26,47% siswa yang memperoleh nilai 50-69 (Kategori Cukup), sebesar 29,41% siswa memperoleh nilai 70- 89 (Kategori Baik), dan hanya 11,76% dari keseluruhan siswa yang memperoleh nilai 90-100 (Kategori Sangat Baik). Selanjutnya, berdasarkan ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Ketuntasan Belajar Kategori Hasil Jumlah Persentase (%) Tuntas 14 41,18 Tidak Tuntas 19 55,88 Jumlah 34 100 Berdasarkan table 4, diperoleh hasil bahwa sebanyak 14 siswa dengan persentase sebesar 41,18% memperoleh nilai diatas KKM atau tuntas, sedangkan sebanyak 19 siswa dengan persentase sebesar 55,88% memperoleh nilai dibawah KKM atau tidak tuntas. 3. Siklus II Dari hasil evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I, masih ada siswa yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Oleh sebab itu, dilakukan perlakuan kembali pada siklus II dengan materi pada pokok bahasan “Menggolongkan Hewan“. Setelah diberikan penilaian, diperoleh data bahwa tidak ada lagi siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM. Rincian hasil belajar siswa disajikan pada tabel 5. ## Tabel 5. Hasil Belajar Siklus II Interpal Nilai Kategori Hasil Jumlah Persentase (%) 90-100 Sangat Baik 11 32,35 70-89 Baik 23 67,65 50-69 Cukup - - 49≤ Kurang - - Jumlah 34 100 Berdasarkan table 5 diperoleh data bahwa 67,65% siswa memperoleh nilai 90-100 dengan kategori sangat baik dan sebesar 32,35% siswa memperoleh nilai 70-89 dengan kategori baik. Dari data ini juga dapat disimpulkan bahwa 100% siswa telah mencapai nilai KKM. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 1 berikut. EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pengajaran Vol. 2 No. 3 Agustus 2022 E-ISSN : 2775-2593 P-ISSN : 2775-2585 Gambar 1. Perbandingan hasil belajar siswa pada pra siklus, Siklus I, dan Siklus II ## Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan melalui penerapan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA dengan pokok bahasan “Menggolongkan Hewan “di kelas IV SD Negeri Telok Bulan, aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas siswa dan peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Dimana hasil belajar siswa pada setiap siklusnya selalu mengalami peningkatan, dan pada siklus II hasil belajar siswa mencapai ketuntasan 100%. Inkuiri terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Amin, et al., 2018; Putra, et al., 2018; Rusmansyah, et al., 2019). Pada tahap pra siklus hasil belajar siswa memperoleh nilai rata-rata sebesar 64,75, sedangkan pada siklus I hasil belajar siswa memperoleh nilai rata-rata sebesar 77,25 dan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata sebesar 87,25. Sehingga dengan demikian pada setiap siklus terjadi peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya adalah sebagai berikut : ( a ) dari tahap pra siklus ke siklus I terjadi peningkatan sebesar 5,89%, dan( b ) dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 58,82%. Metode inkuiri yang diterapkan juga memiliki sedikit pengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa, karena siswa mengalami sintaksis mengamati, mencoba, dan mengeksekusi dan mengkomunikasikan hasil percobaan penggolongan hewan ini dengan menggunakan media. Sintaksis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hamdani, 2017; dan Zai, 2019). ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode inquiry di kelas IV SD Negeri Telok Bulan dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPA. Meningkatnya pemahaman siswa kelas IV SD Negeri Telok Bulan pada mata pelajaran IPA dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar siswa. Pada setiap siklus pembelajaran hasil belajar siswa selalu meningkat. Pada tahap Pra Siklus ke Siklus I terjadi peningkatan sebesar 5,89%, dan dari Siklus I ke Siklus II terjadi peningkatan sebesar 58,82%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Telok Bulan pada pokok bahasan “Penggolongan Hewan”. ## DAFTAR PUSTAKA Amin, A., Wiwinda, W., Alimni, A., & Yulyana, R. (2018). Pengembangan Materi Pendidikan Agama Islam Berbasis Model Pembelajaran Inquiry Training Untuk Karakter 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Per sen tase ( % ) Kategori Pra Siklus Siklus I Siklus II EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pengajaran Vol. 2 No. 3 Agustus 2022 E-ISSN : 2775-2593 P-ISSN : 2775-2585 Kejujuran Siswa Sekolah Menengah Pertama. At-Ta’lim : Media Informasi Pendidikan Islam , 17 (1). Calista, V., Kurniah, N., & Ardina, M. (2019). hubungan Reinforcement Terhadap Disiplin Anak Usia Dini Di PAUD Pembina 1 Kota Bengkulu (Studi Deskriptif Kuantitatif Di PAUD Pembina 1 Kota Bengkulu). Jurnal Ilmiah POTENSIA , 4 (1), 13–17. https://doi.org/10.33369/jip.4.1.13-17 Desi Putrianasari, D., & Wasitohadi, W. (2015). Pengaruh Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SD Negeri Cukil 01 Kecamatan Tengaran - Kabupaten Semarang. Scholaria : Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan , 5 (1), 57. https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2015.v5.i1.p57-77 Dewi, P. S. (2016). Kemampuan Proses Sains Siswa Melalui Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran IPA Terpadu Pada Tema Global Warming. EDUSAINS , 8 (1). https://doi.org/10.15408/es.v8i1.1564 Dewi, P. S. (2016). Perspektif Guru Sebagai Implementasi Pembelajaran Inkuiri Terbuka dan Inkuiri Terbimbing terhadap Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains. Tadris: Jurnal Keguruan Dan Ilmu Tarbiyah , 1 (2), 179. https://doi.org/10.24042/tadris.v1i2.1066 Hamdani, H. (2017). Deskripsi Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Calon Guru Fisika. Jurnal Pendidikan Matematika Dan IPA , 8 (1), 43. https://doi.org/10.26418/jpmipa.v8i1.18423 Hanik, U., Wulan, N., & Mutmainah, M. (2018). Apersepsi Dalam Pembelajaran Kaitannya Dengan Kesiapan Dan Hasil Belajar. Edu Math Journal Prodi Pendidikan Matematika , 6 (2), 53–59. Rusmansyah, Yuanita, L., Ibrahim, M., Isnawati, & Prahani, B. K. (2019). Innovative chemistry learning model: Improving the critical thinking skill and self-efficacy of pre-service chemistry teachers. Journal of Technology and Science Education , 9 (1), 59–76. https://doi.org/10.3926/jotse.555. Prasetyaningtyas, F. D. (2019). Inovasi Model Quantum Learning Menggunakan Teori Apersepsi Berbasis Karakter untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matakuliah Pendidikan IPS SD. ELSE (Elementary School Education Journal) : Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Sekolah Dasar , 3 (2). https://doi.org/10.30651/else.v3i2.2682 Putra, B. K. B., Prayitno, B. A., & Maridi. (2018). The effectiveness of guided inquiry and instad towards students’ critical thinking skills on circulatory system materials. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia , 7 (4), 476–482. https://doi.org/10.15294/jpii.v7i4.14302 Ristiyani, E., & Bahriah, E. S. (2016). Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa Di SMAN X Kota Tangerang Selatan. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran IPA , 2 (1), 18. Suarni, E. (2019). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas III Dengan Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Di SDN 05 Kota Mukomuko. IJIS Edu : Indonesian Journal of Integrated Science Education , 1 (1), 63–70. https://doi.org/10.29300/ijisedu.v1i1.1406 Supardi, K. I., & Putri, I. R. (2011). Pengaruh Penggunaan Artikel Kimia Dari Internet Pada Model Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia , 4 (1), 574–581. Tiswarni, T. (2019). Usaha Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Guru (Studi Deskriptif Kualitatif di SMP N 1 Argamakmur Kabupaten Bengkulu utara). At- EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pengajaran Vol. 2 No. 3 Agustus 2022 E-ISSN : 2775-2593 P-ISSN : 2775-2585 Ta’lim : Media Informasi Pendidikan Islam , 18 (1), 261. https://doi.org/10.29300/attalim.v18i1.1650. Widianawati, N. (2011). Pengaruh Pembelajaran Gerak dan Lagu dalam Meningkatkan Kecerdasan Musikal dan Kecerdasan Kinestetika Anak Usia Dini. Jurnal Penelitian Pendidikan , 2 (Edisi Khusus), 220–228. Wiyoko, T. (2019). Analisis Profil Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD Dengan Graded Response Models Pada Pembelajaran IPA. Indonesian J. Integr. Sci. Education (IJIS Edu) , 1 (1), 25–32. https://doi.org/10.29300/ijisedu.v1i1.1402 Zai, J. (2019). Pengukuran Tingkat Keterampilan Proses Sains Mahasiswa pada Praktikum Gaya Gerak Listrik Induksi di Laboratorium Fisika Dasar Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Jupiter : Jurnal Pendidikan Teknik Elektro , 04 (1), 1–6.
4770ca7b-eb95-4588-9d7a-672a5a870f5b
https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/sport/article/download/1698/1130
## PENDEKATAN TAKTIS DITERAPKAN DALAM PEMBELAJARAN AKTIVITAS PERMAINAN BOLA VOLI DI SD NEGERI 1 TUK KARANG SUWUNG KECAMATAN LEMAH ABANG KABUPATEN CIREBON Rahmat rahmat 1) , dan Anggi Anggara 2) 1 Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Universitas Islam Al-Ihya Kuningan 2 Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Universitas Islam Al-Ihya Kuningan e-mail: [email protected] 1 , [email protected] 2 ## Abstrak Dilingkungan persekolahan permainan bolavoli merupakan salah satu aktivitas pembelajaran Pendidikan Jasmani, yaitu: dalam ruang lingkup materi permainan dan olahraga. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (2006:195). Dengan dimasukannya permainan bolavoli ke dalam kurikulum Pendidikan Jasmani, sebagai salah satu aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani maka guru dan sekolah berkewajiban untuk menjadikan permainan bolavoli menjadi salah satu aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa standar kompetensi yang di ajarkan guru kepada siswa setelah mengikuti pelajaran tersebut adalah sebagai berikut : Mempraktikkan gerakan dasar ke dalam permainan sederhana dan olahraga serta dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang terdiri dari tiga kompetensi dasar, yaitu (1) Mempraktikkan permainan bola kecil sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerjasama tim, sportivitas, dan kejujuran; (2) Mempraktikkan gerak dasar atletik sederhana, serta semangat, percaya diri dan disiplin; (3) Mempraktikkan gerak dasar permainan bola besar sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerjasama, sportivitas dan kejujuran. Masalah dan batasan masalah, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaiaman pola pembelajarn dengan menggunakan pendekatan taktis pada siswa di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung?. 2) Bagaimana pendekatan taktis diterapkan dalam pembelajaran aktivitas permainan bolavoli di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung?. 3) tujuan penelitian ini adalah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu atau kualitas pembelajaran permainan bolavoli di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung kec.Lemah Abang Kab.Cirebon. Kesimpulan pembahasan pendekatan taktis dalam proses pembelajaran keterampilan bermain adalah sebagai berikut : 1) Melalui latihan yang mirip dengan permainan yang sesungguhnya, minat dan kegembiraan siswa akan meningkat. 2) Peningkatan pengetahuan taktik, penting bagi siswa untuk menjaga konsistensi keberhasilan pelaksanaan keterampilan gerak teknik yang sudah dimiliki. 3) Memperdalam pemahaman bermain dan meningkatkan kemampuan pemahaman secara lebih efektif dari penampilan dalam satu permainan ke dalam permainan lainnya. Kata kunci : Pendekatan Taktis, Pembelajaran, Permainan Bola Voli ## Abstract The environment of volleyball game schooling is one of the physical education learning activities, namely: within the scope of the game and sports material. In the Minister of National Education Regulation No. 22/2006 concerning Content Standards for primary and secondary education units (2006: 195). With the inclusion of volleyball games in the Physical Education curriculum, as one of the physical education learning activities, teachers and schools are obliged to make volleyball games one of the physical education learning activities. Furthermore, in the Minister of National Education Regulation it is explained that the competency standards taught by teachers to students after attending the lessons are as follows: Practicing basic movements in simple games and sports as well as in the values contained therein, which consists of three basic competencies, namely (1) Practicing simple little ball games with modified rules, and the value of teamwork, sportsmanship, and honesty; (2) Practicing simple athletic basic movements, as well as enthusiasm, self-confidence and discipline; (3) Practicing the basic motion of a simple big ball game with modified rules, as well as the value of cooperation, sportsmanship and honesty. Problems and limitations of the problem, the problems examined in this study can be formulated as follows: 1) How are learning patterns using a tactical approach to students at SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung ?. 2) How is the tactical approach applied in learning volleyball game activities at SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung ?. 3) the purpose of this study is in order to improve and improve the quality or quality of learning volleyball games at SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung kec.Lemah Abang Kab. Cirebon. The conclusion of the discussion of tactical approach in the learning process of playing skills is as follows: 1) Through exercises that are similar to the real game, students' interest and excitement will increase. 2) Increased knowledge of tactics, it is important for students to maintain consistency in the successful implementation of the technical movement skills they have. 3) Deepening understanding of play and increasing the ability to understand more effectively from the appearance in one game to another. Keywords: Tactical Approaches, Learning, Volleyball Games ## I. PENDAHULUAN Perkembangan olahraga permainan bola voli di masyarakat sangat pesat, terbukti dengan sering diadakan pertandingan yang pesertanya tidak hanya dari kalangan orang dewasa, tetapi anak-anak dan remaja baik pria maupun wanita. Mereka yang menyenangi olahraga permainan bolavoli sebagai ajang rekreasi, tidak akan melewatkan olahraga ini untuk mengisi waktu luang mereka sebagai pelepas beban pikiran yang menjenuhkan selama bekerja. Mereka yang memiliki bakat dan minat bermain bola voli dapat memfokuskan diri ke tingkat keterampilan yang lebih tinggi sebagai atlet untuk mencapai prestasi setinggi-tinginya. Sejalan dengan pemaparan di atas, menurut Subroto dan Yudiana dalam bukunya yang berjudul “Permainan Bola Voli” (2010:26) adalah sebagai berikut : Tujuan orang bermain bolavoli berawal dari tujuan yang bersifat rekreatif, kemudian berkembang ke arah tujuan- tujuan yang lain seperti mencapai prestasi yang tertinggi, meningkatkan prestise diri atau bangsa dan Negara, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani, bahkan dalam konteks pendidikan kedudukan dan fungsi permainan ini adalah sebagai salah satu alat atau sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Dilingkungan persekolahan permainan bolavoli merupakan salah satu aktivitas pembelajaran Pendidikan Jasmani, yaitu: dalam ruang lingkup materi permainan dan olahraga. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (2006:195). Dengan dimasukannya permainan bolavoli ke dalam kurikulum Pendidikan Jasmani, sebagai salah satu aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani maka guru dan sekolah berkewajiban untuk menjadikan permainan bolavoli menjadi salah satu aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa standar kompetensi yang di ajarkan guru kepada siswa setelah mengikuti pelajaran tersebut adalah sebagai berikut : Mempraktikkan gerakan dasar ke dalam permainan sederhana dan olahraga serta dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang terdiri dari tiga kompetensi dasar, yaitu (1) Mempraktikkan permainan bola kecil sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerjasama tim, sportivitas, dan kejujuran; (2) Mempraktikkan gerak dasar atletik sederhana, serta semangat, percaya diri dan disiplin; (3) Mempraktikkan gerak dasar permainan bola besar sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerjasama, sportivitas dan kejujuran. Merujuk kepada rumusan standar kopetensi di atas, maka standar kompetensi yang harus dicapai oleh aktivitas pembelajaran permainan bolavoli dapat dirumuskan sebagai berikut, “Mempraktikkan gerakan dasar ke dalam permainan bolavoli sederhana (modifikasi) serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya, seperti kerjasama, sportivitas dan kejujuran”. Merujuk kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dilingkungan Sekolah Dasar (SD) permainan bolavoli mulai dapat diajarkan pada kelas IV dalam ruang lingkup materi permainan dan olahraga. Permainan bolavoli menjadi materi pembelajaran di SD yang kemudian disebut sebagai permainan bolavoli. Permasalahan umum yang sering terjadi dalam praktik pembelajaran aktivitas permainan bolavoli diantaranya ketersediaan sarana dan prasarana, peralatan, karakteristik siswa dan kemampuan siswa. Sarana dan Prasarana Yang dimaksud dengan permasalahan sarana dan prasarana dalam penelitian ini adalah rasio antara jumlah siswa dengan sarana dan prasarana yang kurang. Ketersediaan sarana dan prasarana dibeberapa Sekolah Dasar masih dikatakan sangat mengkhawatirkan. Keterbatasan baik dari sarana maupun prasarana dapat terlihat dengan lahan yang begitu sempit untuk pelaksanaan pembelajaran Penjas. Terbukti dengan ditemukannya lapangan yang luasnya hanya sebesar lapangan bulutangkis di beberapa Sekolah Dasar, tidak adanya sporthall, dan tidak adanya ruang olahraga. Namun ada juga yang ukuran lapangan bolavolinya untuk orang dewasa yang berukuran 18 m x 9 m tidak disesuaikan dengan siswa Sekolah Dasar yaitu menggunakan lapangan bolavoli mini (12 m x 6 m). Dijelaskan dalam naskah lokakaraya prototype sarana dan prasarana olahraga tahun 1978-1979, bahwa Standar umum prasarana sekolah olahraga dan kesehatan, ”...jumlah kelas 6-10 kelas kebutuhan prasarana olahraganya 1.400 M2 dengan jenis prasarana olahraga yang tersedia adalah lapangan olahraga serbaguna (15 x 30) M2, atletik (500 M2), dan bangsal terbuka (12,5 x 25) M2 tinggi 6 M...” (Depdiknas, 2003:24) Peralatan. Yang dimaksud permasalahan keterbatasan peralatan dalam penelitian ini adalah rasio jumlah siswa dengan peralatan. Bola yang digunakan adalah bola ukuran dewasa yang dianggap keras oleh siswa Sekolah Dasar tidak menggunakan bolavoli mini (ukuran nomor 4) yang ukurannya lebih kecil dan ringan. Tinggi net yang juga untuk ukuran orang dewasa (putra 2,43 m dan putrid 2,24 m) tidak menggunakan peraturan permainan bolavoli mini dengan ukuran tinggi net 2,10 m untuk putra dan 2,00 m untuk putri dan ada juga guru sebagai guru pengajar olahraga yang jarang membawa stopwatch dan peluit. Pada kenyataannya dengan bola satu buah dan lapangan bolavoli yang ada hanya satu buah, siswa yang tidak mendapat giliran bermain bolavoli hanya berdiam diri, mengobrol dengan teman, bermain permainan lain, dan pergi ke warung untuk jajan. Karakteristik Siswa. Siswa yang begitu banyak dengan tingkat kecerdasan yang berbeda-beda, menjadikan guru Penjas harus lebih kreatif dan inovatif untuk menjaga waktu aktif belajar siswa seoptimal mungkin. Tingkat kecerdasan siswa yang berbeda-beda akan terlihat dengan jelas pada saat pembelajaran permainan bolavoli, seperti adanya perbedaan pemahaman siswa antara satu dengan yang lainnya mengenai konsep dasar permainan bolavoli. Siswa memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda terbukti dengan ditemukannya terdapat perbedaan berbagai teknik dasar permainan bolavoli yang dilakukan siswa. Bisa dilihat dari ada yang senang dengan permainan bolavoli dan ada juga yang kurang menyukainya. Sebagai contoh pada siswa di Sekolah Dasar ada yang aktif dalam mengikuti aktivitas permainan bolavoli dan ada siswa yang hanya diam saja. Namun demikian siswa yang kurang aktif hanya melihat dan malah melakukan aktivitas diluar permainan bolavoli, biasanya siswa mengobrol, jajan, dll. Keterampilan/Kemampuan Siswa. Siswa yang begitu banyak dengan tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Tingkat kecerdasan siswa yang berbeda- beda akan terlihat dengan jelas pada saat pembelajaran permainan bolavoli, seperti adanya perbedaan pemahaman siswa antara satu dengan yang lainnya mengenai konsep dasar passing. Siswa memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda terbukti dengan ditemukannya terdapat perbedaan berbagai teknik dasar passing yang dilakukan siswa. Dengan kurangnya penguasaan materi gerak dasar permainan bolavoli yang dimiliki oleh guru penjas di sekolah tersebut, maka siswa mendapatkan cara-cara sendiri untuk melakukan gerak dasar permainan bolavoli dari hasil pengalaman mereka diluar sekolah. Secara khusus permasalahan yang terjadi dalam Proses Belajar Mengajar permainan bolavoli di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung adalah Berdasarkan hasil pengamatan penulis bahwa sekolah tersebut memiliki fasilitas satu buah lapangan bolavoli ukuran dewasa (18 m X 9 m) dan area taman bermain yang cukup luas (± 8 m X 8 m). Peralatan dan perlengkapan permainan bolavoli, yaitu satu buah bolavoli yang rusak yang tidak dapat dipergunakan dan satu buah net. Lapangan yang berdebu yang dapat merusak pernapasan serta terkadang menjadi licin karena kerikil kecil yang berserakan dimana-mana. Dengan satu buah lapangan bolavoli dan area bermain yang cukup luas. Bola yang digunakan adalah bola ukuran dewasa dan hanya ada satu buah bola yang dianggap keras oleh siswa SD. Lapangan bola voli merupakan lapangan untuk orang dewasa yang berukuran 18 m x 9 m. Tinggi net yang juga untuk ukuran orang dewasa (putra 2,43 m dan putrid 2,24 m). Dijelaskan dalam naskah lokakaraya prototype sarana dan prasarana olahraga tahun 1978-1979, bahwa Standar umum prasarana sekolah olahraga dan kesehatan, ”...jumlah kelas 6-10 kelas kebutuhan prasarana olahraganya 1.400 M2 dengan jenis prasarana olahraga yang tersedia adalah lapangan olahraga serbaguna (15 x 30) M2, atletik (500 M2), dan bangsal terbuka (12,5 x 25) M2 tinggi 6 M...” (Depdikas, 2003:24). Perhatian dari pihak sekolah terhadap perbaikan fasilitas untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam pembelajaran permainan bolavoli harus disesuaikan dengan alokasi dana yang ada di sekolah tersebut. Pembelajaran permainan bolavoli dengan lapangan yang seadanya dan bola satu buah menurut pihak sekolah sudah cukup untuk pembelajaran Penjas. Menurut pengakuan dari beberapa SD khususnya di Kecamatan Pabuaran bahwa alokasi dana yang ada sangatlah terbatas untuk melengkapi sarana dan prasarana Penjas khususnya untuk pembelajaran permainan bolavoli. Berdasarkan pengamatan dalam proses pembelajaran permainan bolavoli di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung, siswa lebih banyak menunggu giliran mendapatkan bola ketika guru Penjas menginstruksikan kepada siswa untuk bermain bolavoli tanpa menjelaskan atau memberikan materi apa yang akan diajarkan. Siswa hanya disuruh langsung bermain bolavoli dalam waktu 2 x 30 menit sesuai dengan jadwal mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Pada kenyataannya dengan bola satu buah dan lapangan bolavoli yang ada hanya satu buah, siswa yang tidak mendapat giliran bermain bolavoli hanya berdiam diri, mengobrol dengan teman, bermain permainan lain, dan pergi ke warung untuk jajan. Terkadang guru Penjas menggunakan metode yang membuat anak menjadi menunggu terlalu lama untuk mendapat kesempatan mendapatkan bola. Siswa yang tidak mendapat bola, mereka akan menunggu dan berdiam diri atau ngobrol dengan temannya untuk mendapatkan gilirannya. Hal-hal tersebut diatas akan mengakibatkan sasaran dari konsep Pendidikan Jasmani dengan memanfaatkan waktu aktif belajar yang optimal menjadi tidak tercapai. Pihak sekolah yang telah berusaha meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan mengenai masalah yang terjadi di sekolah tersebut khususnya dalam penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk pembelajaran permainan bolavoli. Akan tetapi menurut pihak sekolah yang menjadi kendala adalah alokasi dana untuk itu sangat terbatas. Berdasarkan penjelaskan Kepala Sekolah SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung yang baru menjabat 2 tahun, bahwa ”adanya peningkatan terhadap perbaikan prasarana yang dulunya tidak ada sama sekali dan sekarang menjadi lebih baik. Penggunaan model pendekatan taktis dalam pembelajaran olahraga bolavoli (Penelitian Tindakan Kelas) diharapkan mampu meminimalisir masalah- masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran aktivitas permainan bolavoli di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung Kec.Lemah Abang, Cirebon, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal adalah hal-hal yang menyangkut pada diri siswa itu sendiri, yaitu faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), hal ini sangat berkaitan dengan keterampilan teknik dan bermain aktivitas permainan bolavoli, karena kemampuan fisik dan kesehatan pada diri siswa itu sendiri akan menopang keberhasilan siswa tersebut dalam intensitas dan aktivitas pembelajaran siswa, selain itu juga kesempurnaan fisik akan lebih membantu siswa itu tersebut dalam melakukan olahraga, dibandingkan dengan siswa yang kurang sempurna keadaan fisiknya, seperti kekurangan anggota badan yang diakibatkan bawaan (haritage) atau turunan dari orang tua siswa tersebut atau yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan dimasa lalu. Berdasarkan pada karakteristik kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran aktivitas permainan bolavoli, serta kurangnya motivasi dan pemahaman gerak siswa tentang bermain dan belajar aktivitas permainan bolavoli yang mendorong penulis untuk melakukan perubahan melalui Model Pendekatan Taktis dalam mengembangkan keterampilan gerakan dasar dan keterampilan yang dimiliki siswa sebelum masuk ke dalam proses pembelajaran, dalam hal ini penulis menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yang dilakukan oleh guru atau peneliti di dalam kelasnya sendiri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru. Dengan diadakannya penelitian ini penulis berharap agar keterampilan gerakan dasar dan keterampilan bermain siswa lebih meningkat dan siswa lebih tertarik terhadap pembelajaran permainan bolavoli. Selain dapat menyalurkan dan mengembangkan keterampilan gerakan dasar dan keterampilan aktivitas permainan bolavoli, penulis berharap siswa dapat menerapkannya di dalam permainan yang sebenarnya. ## II. BAHAN DAN METODE/ METODOLOGI Setelah proses penelitian berlangsung terdapat pemfokusan masalah di sekitar penerapan pendekatan taktis dalam pembelajaran aktivitas permainan bolavoli. Melalui pemfokusan permasalahan ini maka tujuan operasional dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model-model pembelajaran aktivitas permainan bolavoli melalui pendekatan taktis yang dapat diterapkan di SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung terutama untuk kelas IV. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas. Langkah-langkah Penelitian Merujuk kepada langkah-langkah penelitian yang di bahas secara mendalam di dalam BAB II, maka dalam penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam sekolah yang bersangkutan yang terkait dengan fokus penelitian yang meliputi masalah-masalah yang terkait dengan masalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Berdasarkan masalah yang teridentifikasi, selanjutnya diikuti observasi awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan (aksi), refleksi, dan perencanaan ulang yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Observasi Awal Observasi dilakukan pada awal peneliti turun kelapangan. Fokus masalah yang akan diteliti atau diobservasi dengan cara dokumentasi. Maksud observasi adalah mengidentifikasi permasalahan- permasalahan pembelajaran yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Observasi awal dilakukan terhadap dokumen RPP (Rencana Program Pembelajaran) yang dibuat oleh guru, melihat relevansi antara pelaksanaan pembelajaran dengan RPP yang dibuat, melihat relevansi antara model/ metode/ strategi/ pendekatan yang direncanakan dengan pelaksanaannya, kemudian melihat hasil belajar untuk mengevaluasi proses pembelajaran. Berdasarkan masalah-masalah pembelajaran yang teridentifikasi pada tahap observasi awal, selanjutnya peneliti membuat suatu perencanaan perbaikan pembelajaran. Semua informasi yang diperoleh dari hasil observasi awal tersebut dijadikan landasan untuk membuat suatu perencanaan pembelajaran untuk tindakan selanjutnya. 2. Perencanaan (planning) Berdasarkan hasil observasi tersebut di atas, semua permasalahan hasil observasi awal dijadikan landasan untuk membuat suatu perencanaan tindakan. Perencanaan tindakan berikutnya dibuat berdasarkan hasil refleksi dari tindakan pelaksanaan pertama begitu seterusnya sampai permasalahan terpecahkan. 3. Pelaksanaan Tindakan (action) Setelah perencanaan pertama dibuat, selanjutnya dilaksanakan tindakan pertama. Sesuai dengan langkah-langkah dalam penelitian tindakan kelas bahwa hasil tindakan pertama harus dilakukan kegiatan refleksi. Hasil refleksi dijadikan sebagai dasar untuk membuat perencanaan tindakan kedua dan pelaksanaan tindakan kedua 3. Refleksi (reflection) Merefleksikan permasalahan yang sudah teridentifikasi pada pemecahan masalah sebelum perencanaan dibuat atau mengidentifikasi masalah-masalah yang baru muncul pada saat pembelajaran itu diluar apa yang sudah direncanakan. Hasil refleksi ini selanjutnya dibuatkan suatu perencanaan kedua untuk tindakan- tindakan perbaikan pertama. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber data : a. Siswa-siswi kelas IV SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung yang mengikuti pembelajaran aktivitas permainan bolavoli dengan menggunakan pendekatan taktis. b. Guru/peneliti yang mengajar permainan bolavoli menggunakan pendekatan taktis. c. Lingkungan sekolah SD Negeri 1 Tuk Karang Suwung yang dijadikan tempat penelitian. 2. Jenis data : data yang didapatkan adalah data kualitatif yang terdiri dari : a. RPP (Rencana Program Pembelajaran) b. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran c. Catatan lapangan d. Dokumentasi (photo/camera) ## Cara pengambilan data 1. Data hasil belajar didapat dari RPP. 2. Data tentang situasi belajar mengajar pada saat pelaksanaannya tindakan diambil dengan menggunakan catatan lapangan. 3. Data tentang keterampilan antara perencanaan dengan pelaksanaan didapat dari RPP dan catatan lapangan. 4. Data dokumentasi dilakukan pada proses belajar mengajar berlangsung. ## Teknik Analisa Data Meleong (2002:110) mengemukakan “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat dikemukakan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data”. Proses analisis dimulai dari awal sampai akhir pelaksanaan tindakan. Data yang terkumpul dapat dianalasis dari tahap orientasi sampai tahap akhir dalam pelaksanaan tindakan dengan disesuaikan pada karakteristik, fokus masalah serta tujuan. Setelah data terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik kualitatif supaya diperoleh data yang sesuai dengan fokus masalah. Data tersebut meliputi perkataan, tindakan, peristiwa yang diamati (observasi) selama proses pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani berlangsung. Secara garis besar analisis data dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut : 1. Menelaah seluruh data yang dikumpulkan. Penelaahan dilakukan dengan cara menganalisis, mensistensis, memaknai, menerangkan dan menyimpulkan. 2. Mereduksi data yang di dalamnya melibatkan kegiatan pengkatagorian dan mengklasifikasikan. Hasil yang diperoleh berupa pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan yang berlaku dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani. ## III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil temuan peneliti menerapkan pembelajaran pendekatan taktis dalam pembelajaran aktivitas permainan bolavoli di SDN I Tuk Karang Suwungadalah sebagai berikut : 1. Guru belum mampu menyajikan model pembelajaran pendidikan jasmani dalam bentuk permainan secara sistematis. 2. Minat dam motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani masih rendah. 3. Guru harus bisa mengawasi seluruh siswa, apabila terjadi masalah dalam setiap kelompok, maka guru harus bisa memberikan arahan. 4. Permasalah yang terjadi pada pelakanaan siklus 1 dan siklus 2 sudah dapat dipecahkan dengan penerapan pembelajaran pendekatan taktis. Oleh karena itu, pengamat meneliti terhadap penerapan pendekatan taktis dalam pembelajaran aktivitas permainan bolavoli di akhiri. Ketika murid melakukan kegiatan aktivitas permainan dengan menggunakan pendekatan taktis siswa dapat meningkatkan pemahamannya sendiri mengenai tugas gerak dengan cara berkontribusi untuk meningkatkan praktek ketika melakukan permainan dengan menggunakan pendekatan taktis. Pendekatan taktis memiliki potensi untuk meningkatkan waktu belajar atau berlatih siswa dalam proses pembelajaran selain itu siswa belajar disiplin, kerjasama, berkomunikasi dan menumbuh kembangkan rasa percaya diri murid dalam pembelajaran pendidikan jasmani. ## IV. KESIMPULAN Secara keseluruhan dengan diberikan model latihan, kesalahan siswa dalam menggunakan keterampilan taktis dapat diminimalkan serta kemampuan mereka dalam menggunakan pemahaman pola- pola permainan bolavoli menjadi lebih baik dan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman pola-pola permainan bolavoli melalui pembelajaran pendekatan taktis terdapat perbandingan antara siswa yang berkemampuan awal tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Dengan demikian, pemahaman pola-pola permainan bolavoli tersebut dapat digunakan sebagai alternatif untuk memilih dan memantapkan pemahaman yang digunakan dalam mengajar permainan bolavoli. Jika dilihat dan karakteristik klasifikasi pemahaman siswa kelas IV, karakteristik pembelajaran aktivitas permainan bolavoli termasuk ke dalam karakteristik keterampilan bolavoli melalui pendekatan taktis. Oleh karena itu, pengamatan peneliti terhadap pelaksanaan proses pembelajaran permainan di SDN I Tuk Karang Suwung, ditemukan masalah- masalah yakni ketidakseimbangan antara penguasaan keterampilan teknik dengan proses pembelajaran yang menekankan pada peningkatan performa atau penampilan bermain. Sebagai kesimpulan pembahasan pendekatan taktis dalam proses pembelajaran keterampilan bermain adalah sebagai berikut : 1. Melalui latihan yang mirip dengan permainan yang sesungguhnya, minat dan kegembiraan siswa akan meningkat. 2. Peningkatan pengetahuan taktik, penting bagi siswa untuk menjaga konsistensi keberhasilan pelaksanaan keterampilan gerak teknik yang sudah dimiliki. 3. Memperdalam pemahaman bermain dan meningkatkan kemampuan pemahaman secara lebih efektif dari penampilan dalam satu permainan ke dalam permainan lainnya. ## DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 . Jakarta: Depdiknas. Lutan Rusli. (1998). Asas-Asas Pendidikan Jasmani Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Kerjasama dengan Dirjen Oleharaga. Angga (1986:13), Teknik Dasar dan Kombinasi Bola Voli. Bandung. FPOK IKIP Bandung. Bonnie Robison (1991:12), Bimbingan Petunjuk dan Teknik Bermai Bola Voli. Jakarta CV. Dahara Prize. BSNP (2006:195) Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Depdiknas. Mahendra Agus. (2007). Teori Belajar Mengajar Motorik . Bandung: FPOK UPI. Nasution. (1996). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar . Jakarta: Bumi Aksara. Sagala Syaiful. (2010). Kosep dan Makna Pembelajaran (Cet. 8). Bandung: CV Alfabeta. Sanjaya Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Ed. 1 Cet. 6). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Seba Lauren dan Hendrayana Yudi. (2005). Perencanaan Pengajaran Pendidikan Jasmani . Bandung: FPOK UPI. Subroto Toto dan Yudiana Yunyun. (2010). Modul Permainan Bola Voli . Bandung: FPOK UPI. Subroto (2001) Pembelajaran Keterampilan dan Konsep Olahraga di Sekolah Dasar. Depdiknas. Jakarta Sudjana Nana. (2000). Penelitian dan Penilaian Pendidikan . Bandung: Sinar Baru Algensindo. Suherman Adang. (1998). Revitalisasi Ketelantaran Pengajaran Dalam Pendidikan Jasmani . Bandung: IKIP Bandung Press. Supandi. (1991). Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Susilana Rudi, et al. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran . Bandung: FIP UPI. Tim Abdi Guru. (2007). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Untuk SD Kelas IV . Jakarta: Erlangga. Wiriaatmadja Rochiati. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas . Bandung: Kerjasama PPS UPI Bandung dengan PT. Remaja Rosdakarya.
e410a9ba-518b-47b7-8a9a-f7fc93c4b488
https://journal.universitasbumigora.ac.id/index.php/target/article/download/2520/1207
## Analisis Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Pegawai BPKPD Kota Pariaman Yulina Eliza [email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “KBP” Yenni Resvianti [email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “KBP” Yudha Eka Saputra [email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “KBP” Yuharmen [email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “KBP” ## Abstract This study aims to see the effect of (1) work placement on the work motivation of BPKPD Kota Pariaman employees, (2) work ability on the work motivation of BPKPD Kota Pariaman employees, (3) career development on the work motivation of BPKPD Kota Pariaman employees, (4) promotion on the work motivation of BPKPD Kota Pariaman employees and (5) work placement, work ability, career development and promotion simultaneously on the work motivation of BPKPD Kota Pariaman employees. The sample is all employees at BPKPD Kota Pariaman as many as 60 people. Data processing uses Multiple Linear Regression using the SPSS 25 application program. The results of this study indicate that (1) Work placement has a significant positive effect on work motivation (2) Work ability has a positive influence on work motivation (3) Career development has a positive influence positive effect on employee motivation (4) Promotion has a positive effect on work motivation and (5) Work placement, work ability, career development and promotion simultaneously affect employee motivation in BPKPD Kota Pariaman. Keywords: career development, promotion, work ability, work motivation, work placement ## 1. Pendahuluan Keberhasilan organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktornya yaitu sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan pelaku dari keseluruhan tingkat perencanaan sampai dengan evaluasi yang mampu memanfaatkan sumber daya-sumber daya lainnya yang dimiliki oleh organisasi atau organisasi. Keberadaan sumber daya manusia didalam suatu organisasi memegang peranan sangat penting pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu pengelolaan sumber daya manusia ini adalah motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan salah satu faktor keberhasilan tercapainya sebuah tujuan organisasi. Organisasi harus menjaga dan terus memotivasi pegawainya agar memiliki motivasi kerja yang postif. Jika pegawai sudah merasa demotivasi maka akan berdampak pada pegawai lainnya, sehingga menggangu kelangsungan organisasi tersebut. Salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Pariaman yang menghadapi permasalah kelelahan emosional pegawai Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD). OPD ini mempunyai tugas dan kewajiban melaksanakan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah di Pengelolaan Keuangan, bidang Pendapatan dan Aset Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota. Untuk melihat apakah pegawai BPKPD Kota Pariaman ini mempunyai motivasi kerja yang tinggi dalam bekerja sehari-hari, penulis melakukan wawancara awal yang dilakukan penulis kepada 20 orang pegawai BPKPD Kota Pariaman seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1. Motivasi Kerja Pegawai BPKPD Kota Pariaman No Pernyataan Setuju Tidak Setuju Total 1 Honorarium tambahan yang diberikan sesuai dengan apa yang saya kerjakan 45 % 55 % 100 % 2 Instansi memberikan bonus untuk memotivasi diri saya 35 % 65 % 100 % 3 Adanya pemberian penghargaan yang diberikan oleh instansi 30 % 70 % 100 % 4 Menurut saya organisasi selalu memberikan kesempatan untuk meningkatkan prestasi kerja 25 % 75 % 100 % 5 Menurut saya instansi ini selalu memberikan kesempatan untuk berkreatifitas sendiri 35 % 65 % 100 % Sumber: Survei awal (data diolah penulis, 2021). Berdasarkan wawancara awal tersebut terlihat bahwa justru banyak pegawai yang menjawab pernyataan tidak setuju. Ini artinya pegawai tidak mempunyai motivasi kerja yang tinggi dalam implementasi tugas dan fungsi kerja sehari-hari. Sebagai contoh misalnya pada pernyataan 1, Honorarium tambahan yang diberikan sesuai dengan apa yang saya kerjakan, dijawab oleh pegawai tidak setuju sebanyak 55 %. Pada pernyataan 3, adanya pemberian penghargaan yang diberikan oleh instansi, terlihat bahwa 70 % pegawai menjawab tidak setuju. Begitu juga dengan pernyataan terakhir 5, menurut saya instansi ini selalu memberikan kesempatan untuk berkreatifitas sendiri, dijawab oleh pegawai tidak setuju sebanyak 65 %. Tinggi rendahnya motivasi kerja pegawai tentu ada beberapa faktor penyebabnya. Berdasarkan beberapa literatur yang ada faktor-faktor tersebut adalah penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir dan promosi jabatan. Handoko (2013) mengindikasikan bahwa pengembangan karir yang baik yang diberikan oleh organisasi secara tidak langsung mempengaruhi loyalitas pegawai. Dengan adanya pengembangan karir yang baik maka karyawan akan merasa termotivasi sehingga menciptakan rasa puas dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan adanya program pengembangan karir, dapat lebih meningkatkan dorongan atau motivasi kepada karyawan untuk lebih berprestasi dan memberikan kontribusi yang maksimal kepada perusahaan. Hal ini terjadi dikarenakan bahwa motivasi seseorang akan timbul apabila pengembangan karir yang ada disebuah instansi sudah ada dan jelas untuk dapat dilaksanakan (Lisdiani and Ngatno 2017). Selain meningkatkan motivasi kerja pegawai, promosi jabatan bagi pegawai yang berprestasi juga perlu dilakukan, hal tersebut sangatlah penting. Adanya promosi jabatan pada suatu perusahaan pada dasarnya digunakan untuk memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik dan berprestasi. Dalam melaksanakan program promosi jabatan maka perlu diadakan kriteria-kriteria terlebih dahulu. Kriteria tersebut hendaknya dijadikan sebagai standar dalam menetapkan siapa yang berhak untuk dipromosikan. Dengan pelaksanaan promosi jabatan, kebutuhan akan adanya jenjang karir yang lebih baik akan terwujud (Khotimah 2015). Faktor penempatan kerja pegawai menjadi hal yang sangat penting dalam hal keberlangsungan kinerja instansi. Bagi Pegawai Negeri Sipil, perihal penempatan kerja dan mutasi kerja diatur dalam, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, Badan Kepegawaian Negara telah menerbitkan peraturan baru perihal mutasi atau perpindahan tugas PNS. Hal mengenai mutasi PNS ini diatur dalam Peraturan BKN nomor 5 tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi. Juknis Peraturan BKN nomor 5 tahun 2019 sendiri diatur lewat Surat edaran Nomor 3/SE/VIII/2019 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan BKN nomor 5 tahun 2019 tentang tata cara pelaksanaan Mutasi PNS. Faktor lain yang diduga mempengaruhi motivasi kerja pegawai BPKPD Kota Pariaman adalah kemampuan kerja. Kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku dan motivasi kerja individu. Pegawai dalam suatu organisasi meskipun dimotivasi dengan baik, tetapi tidak semua memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan kinerja individu. Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat. ## 2. Tinjauan Pustaka ## 2.1. Penempatan Kerja Penempatan karyawan merupakan salah satu tugas dari Departemen Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut Riani (2013), penempatan yang tepat merupakan faktor strategis bagi perusahaan yang hasilnya dapat dilihat dari kinerja karyawan maupun kinerja organisasi tersebut. Menurut Mathis & Jackson (2006), penempatan karyawan adalah menempatkan posisi seseorang ke posisi pekerjaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaannya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan. Menurut Satrohadiwiryo dalam Suwatno (2003), penempatan pegawai adalah untuk menempatkan pegawai sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan keahliannya. Sementara menurut Ardana dkk (2012), penempatan karyawan adalah proses kegiatan yang dilakukan manajer SDM dalam suatu perusahaan untuk menentukan lokasi dan posisi seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Tujuan penempatan kerja seorang karyawan atau calon karyawan antara lain agar karyawan tersebut lebih berdaya guna dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan serta untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan sebagai dasar kelancaran tugas. Menurut Sastrohadiwiryo (2005), maksud diadakan penempatan karyawan adalah untuk menempatkan karyawan sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Rivai (2011) membagi penempatan kerja menjadi beberapa jenis, antara lain: 1) Promosi Promosi terjadi apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab atau level. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah (reward system) atas usaha dan prestasi dimasa lampau. 2) Transfer Transfer terjadi jika seorang pegawai dipindahkan dari suatu bidang ke bidang tugas lainnya yang tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji, tanggung jawab, maupun tingkat strukturalnya. 3) Demosi Demosi terjadi apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu posisi ke posisi lainnya yang lebih rendah tingkatannya, baik tingkat gaji, tanggung jawab, maupun tingkat strukturalnya. ## 2.2. Kemampuan Kerja Kemampuan kerja adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2015). Pengertian kemampuan kerja ( ability ) adalah kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Pengertian ini dikuatkan oleh Dessler (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan dan latihan, inisiatif, dan pengalaman kerja mencerminkan ketrampilan kerja karyawan. Pernyataan tersebut dibuktikan oleh penelitian Puspita, dkk. (2014) yang menyatakan bahwa kemampuan kerja identik dengan ketrampilan kerja ( skill ) yang terbentuk dari pendidikan dan latihan, inisiatif serta pengalaman kerja. Kemampuan kerja merupakan suatu keadaan yang ada pada diri pekerja yang secara sungguh-sungguh berdaya guna dan berhasil guna dalam bekerja sesuai bidang pekerjaannya (Blanchard dan Hersey, 1995). Dalam pembentukannya, kemampuan kerja mengacu kepada beberapa indikator (Blanchard dan Hersey, 1995), antara lain sebagai berikut: 1) Kemampuan teknis, dengan sub-sub indikator penguasaan terhadap peralatan kerja dan sistem komputer, penguasaan terhadap prosedur dan metode kerja, memahami peraturan tugas atau pekerjaan. 2) Kemampuan konseptual dengan sub-sub indikator memahami kebijakan perusahaan, memahami tujuan perusahaan, memahami target perusahaan. 3) Kemampuan sosial dengan sub-sub indikator mampu bekerjasama dengan teman tanpa konflik, kemampuan untuk bekerja dalam tim, kemampuan untuk berempati. ## 2.3. Pengembangan Karir Pengembangan karir adalah suatu usaha yang dilakukan oleh karyawan dalam meningkatkan kinerjanya dan dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan apresiasi kenaikan jenjang jabatan yang diberikan oleh perusahaan (Kudsi, et al., 2017). Sedangkan menurut Cederyana, et al., (2018), pengembangan karir adalah suatu langkah yang bisa digunakan perusahaan demi menjaga dan menaikkan produktivitas karyawan dan untuk mempersiapkan karir masa depan seorang karyawan. Menurut Nasution, et al., (2018), pengembangan karir adalah proses yang berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan individu yang dimiliki oleh seorang karyawan guna mencapai karir yang di inginkan sesuai dengan ketentuan dalam suatu organisasi. Menurut Rivai dan Sagala (2010), pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Menurut Notoatmodjo (2009), ada beberapa variabel atau indikatorindikator yang perlu diperhatikan dalam pengembangan karir, antara lain sebagai berikut: 1) Kinerja Pengembangan karir yang selalu dikaitkan dengan kinerja seorang pegawai dalam organisasi. Apabila pegawai mempunyai kinerja baik, maka ia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan karirnya. 2) Loyalitas Loyalitas atau integritas yang tinggi seseorang pegawai akan menjadi acuan pimpinan dalam pengembangan karirnya. Apabila loyalitas pegawainya rendah/tidak mempunyai integritas, maka karirnya pasti akan terhambat. 3) Dikenal Pegawai yang kinerjanya baik, loyalitasnya tinggi, sudah barang tentu akan lebih dikenal oleh atasan, sehingga faktor ini akan mempengaruhi pengembangan karirnya. 4) Bawahan Peran bawahan juga ikut menentukan dalam pengembangan karir. Oleh sebab itu pimpinan harus pandai dalam memanfaatkan bawahannya, terutama bawahan yang mempunyai keterampilan tertentu. 5) Kesempatan pengembangan Selain hal-hal tersebut, pegawai juga harus pandai memanfaatkan waktu, keterampilan, mengikuti seminar yang terkait dengan pekerjaan atau tugas yang diembannya. ## 2.4. Promosi Jabatan Pengertian promosi jabatan sebagaimana yang dikemukakan oleh Khadarisman (2012) yaitu suatu proses kegiatan perpindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status serta tanggung jawab yang lebih tinggi. Pada umumnya promosi ini diikuti dengan peningkatan kompensasi (gaji dan lain-lain), walaupun tidak selalu demikian. Hal ini berarti bahwa kompensasi (penerimaan upah/gaji dan sebagainya) menjadi lebih tinggi bila disbanding dengan jabatan lama. Untuk promosi tersebut perlu ditetapkan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut pada umumnya ditetapkan untuk promosi, antara lain prestasi kerja, pengalaman, pendidikan, kemampuan, kompetensi, dan lainnya. Menurut Hasibuan (2017), promosi jabatan memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, promosi akan memberikan status sosial, wewenang ( authority ), tanggung jawab ( responsibility ), serta penghasilan ( outcomes ) yang semakin besar bagi karyawan. ## 2.5. Motivasi Kerja Menurut Robbins (2014), motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi menurut Munandar (2006) adalah suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah terpenuhi maka akan dicapai suatu kepuasan. Sekelompok kebutuhan yang belum terpuaskan akan menimbulkan ketegangan, sehingga perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk mencari pencapaian tujuan khusus yang dapat memuaskan kelompok kebutuhan tadi, agar ketegangan menjadi berkurang. Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu (Rivai dan Sagala, 2010). Menurut Abraham Maslow yang dikutip oleh Sedarmayanti (2011), manusia itu mempunyai lima tingkat kebutuhan, antara lai : 1) Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan tingkat dasar (makan, minum, pakaian, dan perumahan) 2) Kebutuhan keamanan, yaitu kebutuhan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3) Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan kasih sayang, dimiliki, diterima baik dan persahabatan. 4) Kebutuhan Penghargaan, yaitu kebutuhan rasa hormat, harga diri, otonomi, prestasi, pengakuan dan perhatian. 5) Kebutuhan Aktualisasi diri, yaitu dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri. ## 2.6. Kerangka Konseptual ## H 5 H 1 H 2 H 3 H 4 ## Gambar 1. Kerangka Konseptual Penempatan Kerja (X 1 ) ## Kemampuan Kerja (X 2 ) Pengembangan Karir (X 3 ) Motivasi Kerja (Y) Promosi Jabatan (X 4 ) ## 3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan asosiatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengambarkan kondisi data penelitian. Sedangkan penelitian asosiatif adalah penelitian yang melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Teknik dalam pengambilan sampel ini menggunakan teknik total sampling (sampel keseluruhan) (Sugiyono 2017). Responden adalah pegawai BPKPD Kota Pariaman. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan program aplikasi SPSS berupa IBM SPSS Statistics Versi 26. Analisis regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kausal antara variabel yang mempengaruhi dengan variabel yang dipengaruhi. Untuk itu model persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + e Di mana: Y = Motivasi kerja; X 1 = Penempatan kerja; X 2 = Kemampuan kerja; X 3 = Pengembangan karif; X 4 = Promosi Jabatan; a = Konstanta; b 1 , b 2 , b 3 , b 4 = Koefisien masing-masing variabel; e = error 4. Analisis Data dan Pembahasan 4.1. Analisis Data ## 4.1.1. Regresi Linear Berganda Dalam pengujian hipotesis penelitian ini, digunakan uji regresi linear berganda, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 2. Persamaan Regresi Linear Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) .195 3.716 .053 .958 Penempatan Kerja .356 .110 .305 3.220 .002 Kemampuan Kerja .249 .099 .240 2.521 .015 Pengembangan Karir .227 .088 .254 2.586 .012 Promosi Jabatan .163 .061 .259 2.675 .010 F = 29.854 Adjusted R Square = .662 .000 a. Dependent Variable: Motivasi kerja ## Sumber : hasil pengolahan data SPSS Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dianalisis model estimasi sebagai berikut: Y = 0.195 + 0.356 (X 1 ) + 0.249 (X 2 ) + 0.227 (X 3 ) + 0.163 (X 4 ) Berdasarkan persamaan terasebut dapat dijelaskan bahwa: 1) Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa terdapat nilai konstanta sebesar 0.195 yang berarti bahwa jika penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir, promosi jabatan, adalah nol, maka nilai variabel motivasi kerja berada pada 0,195. Hal ini berarti bahwa variabel penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir, promosi jabatan, memberikan kontribusi terhadap peningkatan motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman . 2) Nilai koefisien regresi penempatan kerja bernilai positif 0.356. Hal ini berarti jika penempatan kerja naik satu satuan akan mengakibatkan peningkatan motivasi kerja sebesar 0.356 satuan. 3) Nilai koefisien regresi kemampuan kerja bernilai positif yaitu 0.249. Hal ini berarti bahwa jika kemampuan kerja meningkat satu satuan akan mengakibatkan kenaikan motivasi kerja pegawai sebesar 0.249 satuan. 4) Nilai koefisien regresi pengembangan karir bernilai positif yaitu 0.227. Hal ini berarti bahwa jika pengembangan karir meningkat satu satuan akan mengakibatkan kenaikan motivasi kerja pegawai sebesar 0.227 satuan. 5) Nilai koefisien regresi promosi jabatan bernilai positif yaitu 0.163. Hal ini berarti bahwa jika promosi jabatan meningkat satu satuan akan mengakibatkan kenaikan motivasi kerja pegawai sebesar 0.163 satuan. ## 4.1.2. Uji Koefisien Regresi (Uji t) 1) Pengujian Hipotesis 1 Hipotesis pertama yang diajukan, bahwa penempatan kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel penempatan kerja sebesar 0,002 < dari nilai signifikansi (0.05). Artinya terdapat pengaruh yang signifikan positif antara penempatan kerja terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman . 2) Pengujian Hipotesis 2 Hipotesis kedua yang diajukan, bahwa kemampuan kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel kemampuan kerja sebesar 0,015 < dari nilai signifikansi (0.05). Artinya terdapat pengaruh yang signifikan positif antara kemampuan kerja terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. 3) Pengujian Hipotesis 3 Hipotesis ketiga yang diajukan, bahwa pengembangan karir secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel pengembangan karir sebesar 0,012 < dari nilai signifikansi (0.05). Artinya terdapat pengaruh yang signifikan positif antara pengembangan karir terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. 4) Pengujian Hipotesis 4 Hipotesis keempat yang diajukan, bahwa promosi jabatan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel promosi jabatan sebesar 0,010 < dari nilai signifikansi (0.05). Artinya terdapat pengaruh yang signifikan positif antara promosi jabatan terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. 5) Pengujian Hipotesis 5 (Uji F) Hipotesis kelima yang diajukan, bahwa penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir, promosi jabatan secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Berdasarkan hasil analisis dari uji F, diketahui bahwa tingkat signifikansi semua variabel bebas sebesar 0,000 yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir dan promosi jabatan terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. ## 4.1.3. Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi bertujuan untuk melihat atau mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen, dimana nilai R square digunakan untuk penelitian dengan 2 variabel dan nilai Adjusted R Square digunakan untuk penelitian lebih dari 2 variabel. Nilai koefisien determinasi pada penelitian ini diambil dari nilai Adjusted R Square yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: ## Tabel 3. Hasil Uji Adjusted R Square Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .827 a .685 .662 2.216 a. Predictors: (Constant), Promosi Jabatan, Penempatan Kerja, Kemampuan Kerja, Pengembangan Karir b. Dependent Variable: Motivasi Kerja Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS 25, n = 60 Berdasarkan hasil analisis Adjusted R square adalah 0,662 hal ini berarti 66,2% motivasi kerja pegawai dipengaruhi oleh variabel independen penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir dan promosi jabatan. Sedangkan sisanya 33,8% dipengaruhi oleh variabel yang lain diluar model. ## 4.2. Pembahasan 1) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penempatan kerja terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Ayuningtyas, et al. (2021), serta penelitian dari Permana (2020) dan peenelitian Agustini (2019) yang menemukan bahwa penempatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja. Hal ini berarti bahwa dengan semakin efektif penempatan maka dapat meningkatkan motivasi kerja Pegawai. 2) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan kerja terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Darmawan (2013) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh positif kemampuan kerja terhadap motivasi kerja. Serta mendukung penelitian Sobar et al. (2016) yang juga menemukan bahwa terdapat pengaruh positif kemampuan kerja terhadap motivasi kerja. 3) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pengembangan karir terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kurniawan, et al. (2017) yang menemukan bahwa pengembangan karir mempengaruhi motivasi secara signifikan, serta penelitian Lisdiani and Ngatno (2017) yang juga menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pengembangan karir terhadap motivasi kerja. 4) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara promosi jabatan terhadap motivasi kerja pegawai di BPKPD Kota Pariaman. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Khotimah (2015) dan penelitian Prabowo, et al. (2016) yang menemukan bahwa promosi jabatan karyawan berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. ## 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan hipotesis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel penempatan kerja sebesar 0,002 < dari nilai signifikansi (0.05). Dengan demikian penempatan kerja memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi kerja pegawai BPKPD Kota Pariaman. Peningkatan penempatan kerja akan mendorong naiknya motivasi kerja pegawai. Dengan demikian hipotesis pertama (H 1 ) diterima. 2) Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel kemampuan kerja sebesar 0,015 < dari nilai signifikansi (0.05). Dengan demikian kemampuan kerja memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi kerja pegawai BPKPD Kota Pariaman. Artinya kemampuan kerja yang meningkat akan dapat berdampak pada peningkatan motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis kedua (H 2 ) diterima. 3) Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel pengembangan karir sebesar 0,012 < dari nilai signifikansi (0.05). Dengan demikian pengembangan karir memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi kerja pegawai BPKPD Kota Pariaman. Artinya pengembangan karir yang meningkat akan dapat berdampak pada peningkatan motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis kedua (H 3 ) diterima. 4) Berdasarkan hasil analisis dari uji t, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel promosi jabatan sebesar 0,010 < dari nilai signifikansi (0.05). Dengan demikian promosi jabatan memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi kerja pegawai BPKPD Kota Pariaman. Artinya promosi jabatan yang meningkat akan dapat berdampak pada peningkatan motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis kedua (H 4 ) diterima. 5) Berdasarkan hasil analisis dari uji F, diketahui bahwa tingkat signifikansi variabel penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir dan promosi jabatan sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian penempatan kerja, kemampuan kerja, pengembangan karir dan promosi jabatan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai BPKPD Kota Pariaman. ## Referensi Agustini, Fauziah. 2019. “Penempatan Karyawan Dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada Pt. Jamsostek Medan.” Niagawan 8(2):95. doi: 10.24114/niaga.v8i2.14257. Ardana. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta: Graha Ilmu. Arep, Ishak, and Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Universitas Trisakti. Ayuningtyas, Dilla Virna, Survival, and Tuti Hastuti. 2021. “Pengaruh Penempatan Pegawai Terhadap Motivasi Kerja Yang Dimediasi Komitmen Organisasi.” The 2nd Widyagama National Conference on Economics and Business (WNCEB 2021) (WNCEB):25 – 37. Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Erlangga. Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok . Jakarta: PT Rineka Cipta. Dessler, Gary. 2019. Human Resource Management . United States America: Pearson. Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Rineke Citra. Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM. SPSS 25 . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hadari, Nawawi. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia : Untuk Bisnis Yang. Kompetitif . Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Haandoko, T. Hani. 2013. Manajemen Personalia Dan Sumberdaya Manusia . Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Malayu S. .. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: PT Bumi Aksara. Imelda, Imanuel Tarigan, and Syawaluddin. 2021. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Promosi Jabatan Terhadap Motivasi Kerja PT. Naga Hari Utama Medan.” Jurnal Bisnis Kolega 7(2):30 – 39. Kadarisman. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Khotimah, Khusnul. 2015. “Pengaruh Promosi Jabatan Dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja. (Studi Pada Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Malang).” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 25 No. 1 Agustus 2015 25(1):1 – 7. Kreitner, R. 2014. Perilaku Organisasi . Jakarta: Salemba Empat. Kumala, A. .., and Sumarji. 2014. “Pengaruh Iklim Organisasi, Motivasi, Dan Kemampuan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas K ehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kediri.” Jurnal Ilmu Manajemen, 2(2), 63-75 . Kurniawan, Afriaddie, Mukhlis Yunus, and M. Shabri ABD Majid. 2017. “Pengaruh Kompensasi Dan Pengembangan Karir Terhadap Motivasi Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan Pt. Bank Syariah Mandiri Cabang Banda Aceh.” Jurnal Manajemen Dan Inovasi 8(2):119 – 33. Lisdiani, Vendriana, and Ngatno. 2017. “Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Melaui Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening.” Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis 1 – 8. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Perusahaan . Bandung: Remaja Rosdakarya. Mangkuprawira, Sjafri, and Aida Vitayala Hubeis. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia . Bogor: Ghalia Indonesia. Mathis, Robert L., and John Jackson. 2011. Human Resource Management (Edisi 10) . Jakarta: Salemba Empat. Natalina, Eva Varida. 2018. “Pengaruh Peran Kepemimpinan Dan Promosi Jabatan Terhadap Motivasi Kerja Yang Berdampak Pada Peningkatan Kinerja Karyawan Perum Peruri Karawang.” Jurnal Manajemen & Bisnis Kreatif, 3(2) . Permana, Rizky. 2020. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Penempatan Pegawai, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Dimediasi Motivasi Rizky Permana.” Jurnal Agriwidya 1(3):140 – 55. Prabowo, Bastian, Mochammad Al Musadieq, and Ika Ruhana. 2016. “Pengaruh Promosi Jabatan Terhadap Motivasi Kerja Dan Prestasi Kerja (Studi Pada Karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang).” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 32 No. 1 Maret 2016 . Praskova, A., P. A. Creed, and M. H ood. 2015. “Self -Regulatory Processes Mediating between Career Calling and Pe rceived Employability and Life Satisfaction in Emerging Adults.” Journal of Career Development, 42, 86-101 . Putri, Winda Annisa, and Agus Frianto. 2019. “Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Motivasi Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Di PT. Barata Indonesia (Persero) Gresik).” Jurnal Ilmu Manajemen 7(2):1 – 10. Rivai, Veithzal, and Jauvani Sagala. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik . Jakarta: Rajawali Press. Robbins, Stephen P., and Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi . Jakarta: Salemba Empat. Siagian, Sondang P. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Bumi Aksara. Sihombing, S. Gultom, and Sonya Sidjabat. 2015. Manajemen Sumber. Daya Manusia Edisi Revisi . Bogor: In Media. Simamora, Henry. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta: STIE YKPN. Simamora, Henry. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Gramedia. Snell, Scott, and George W. Bohlander. 2013. Managing Human Resources . United Kingdom: South Western Learning Cengage. So bar, Ahmad Kahfi, Syamsul Hadi Senen, and Eded Tarmendi. 2016. “Implikasinya Pada Produktivitas Kerja Karyawan PT Pindad Bandung.” Journal of Business Management Education 1(3):6 – 11. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D . Bandung: Alfabeta, CV. Sumadi, Suryabrata. 2014. Metodologi Penelitian Cetakan Ke 25 . Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Suwanto. 2017. Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik Dan Bisnis . Bandung: Alfabeta. Wahyudi, Bambang. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama . Bandung: SULITA. Wursanto, Ignasius. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Organisasi. Edisi Dua . Yogyakarta: ANDI. Zainun, Buchari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia . Jakarta: Gunung Agung.
554ddf7f-26e4-4aa9-95c5-1a94e682bba6
https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/pasti/article/download/14085/5570
## PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP KEINGINAN MEMBELI PRODUK OTOMOTIF DI ERA PANDEMI COVID-19 DENGAN PROMOSI DAN BRAND IMAGE SEBAGAI VARIABEL MODERATING Muhammad Ibrahim Ats-Tsauri 1* , M. Syahri Nur Afif 2 , Yulizan Rizki 3 , dan Alfa Firdaus 4 1,2,3) Master Teknik Industri, Fakultas Pascasarjana, Univeritas Mercu Buana 4) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Univeritas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat 11650 Email: [email protected] ## Abstrak Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak besar pada penjualan produk otomotif. Kontribusi industri manufaktur mobil terhadap PDB pada 2020 tercatat mengalami penurunan sebesar 14,10% atau setara Rp 23,7 triliun. Hal ini karena penjualan mobil mengalami penurunan 48.4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas terhadap keinginan membeli produk otomotif di era pandemi COVID- 19 dengan promosi dan brand image sebagai variabel moderating . Variabel yang dipilih adalah persepsi kualitas produk dan keinginan membeli, dengan promosi dan brand image sebagai variabel moderating . Uji statistik dan pengolahan data dilakukan dengan metoda SEM-PLS pada software SmartPLS 3.0 , disertai dengan bootstrapping . Temuan penelitian menunjukan bahwa: (1) Persepsi kualitas berpengaruh secara moderat terhadap promosi; (2) Persepsi kualitas berpengaruh secara moderat terhadap keinginan membeli; (3) Persepsi kualitas tidak berpengaruh terhadap brand image; (4) Promosi berpengaruh secara moderat terhadap brand image; (5) Promosi tidak memiliki pengaruh terhadap keinginan membeli; dan (6) Brand image berpengaruh secara moderat terhadap keinginan membeli. Kata kunci: Otomotif; covid-19; SEM-PLS; persepsi kualitas; brand image; keinginan membeli ## Abstract The COVID-19 pandemic has a massive impact on automotive products sales. The contribution of car manufacturing industry to GDP in 2020 was recorded to have decreased by 14.10% or equivalent to Rp. 23.7 trillion, this is because car sales decreased by 48.4%. This study aims to determine the effect of perceived quality on the buying intention of automotive products in covid-19 pandemic era with promotion and brand image as moderating variables. Statistical tests and data processing were carried out using SEM-PLS method on SmartPLS 3.0, accompanied by bootstrapping. The research findings show that: (1) Perceived quality has moderate influence on promotion; (2) Perceived quality has moderate influence on buying intention; (3) Perceived quality has no influence on brand image; (4) Promotion has moderate influence on brand image; (5) Promotion has no influence on buying intention; and (6) Brand image has moderate influence on buying intention. Keywords: Automotive; covid-19; SEM-PLS; perceived quality; brand image; buying intention ## PENDAHULUAN Dampak pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi semua bidang termasuk sosial dan ekonomi. Pada tahun 2020, terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,9% seperti yang terlihat pada Gambar 1. Penurunan kinerja ekonomi yang drastis ini telah menggerus potensi keuntungan dunia usaha sekitar Rp 230,2 triliun. Kontribusi industri manufaktur mobil terhadap PDB Indonesia pada tahun 2020 tercatat mengalami penurunan sebesar -14,10% atau setara dengan Rp 23,7 triliun seperti terlihat pada Gambar 2. Gaikindo mencatat bahwa penjualan mobil di tingkat wholesale pada tahun 2020 mencapai 532.027 unit, lebih rendah 48,4% dibandingkan tahun 2019 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Gaikindo optimis penjualan mobil pada tahun 2022 akan mencapai 900.000 unit (Ihsan, 2021), namun tentunya akan diperlukan strategi yang tepat guna untuk mencapai target, mengingat Indonesia masih dalam kondisi pandemi dan masyarakat cenderung menahan belanja kebutuhan tersier. Gambar 1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 – 2021 Sumber: bps.go.id, 2021 Gambar 2. Kontribusi berbagai industri terhadap PDB 2020 Sumber: bps.go.id, 2021 Gambar 3. Pertumbuhan penjualan mobil 2011 – 2021 (% yoy) Sumber: gaikindo.or.id, 2021 Penelitian terkair berbagai variabel yang dapat mempengaruhi keinginan membeli sudah semakin banyak, namun masih sedikit dilakukan untuk produk otomotif, terutama pada era COVID-19. Penelitian ini akan menganalisa berbagai variabel yang dapat mempengaruhi keinginan membeli mobil. Akan digunakan metode SEM-PLS yang dewasa ini banyak diminati peneliti karena tidak terlalu bergantung pada skala pengukuran, ukuran sampel, dan distribusi residual. Selain itu, SEM-PLS juga dapat mengakomodasi indikator baik secara reflektif maupun formatif. Pengujian variabel penelitian akan dilakukan pada software SmartPLS 3.0. Penelitian ini bertujuan untuk: a) Menganalisa hubungan dan pengaruh variabel persepsi kualitas terhadap keinginan membeli mobil, dengan promosi dan brand image sebagai variabel moderating . b) Membuat usulan strategi untuk meningkatkan penjualan produk otomotif mobil di era pandemi. ## TINJAUAN PUSTAKA Persepsi kualitas Persepsi kualitas ( perceived quality ) merupakan persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk/jasa apabila diukur secara relatif terhadap alternatif lainnya. Persepsi kualitas relatif sulit untuk ditentukan dengan objektif karena merupakan persepsi konsumen. Setiap konsumen memiliki kepentingan yang beragam terhadap fungsi dan kualitas suatu produk/jasa, sehingga persepsi kualitas harus melibatkan kepentingan konsumen secara personal. Persepsi kualitas, baik mengenai produk/jasa maupun mengenai pelayanan konsumen, adalah salah satu variabel penting yang dapat mempengaruhi keinginan membeli suatu barang/jasa (Dam & Dam, 2021; Irhandi et al., 2021; Putra et al., 2020; Widayati, 2020; Widayati et al., 2021; Wilson, 2019). ## Promosi Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pada suatu program pemasaran (Irhandi et al., 2021). Betapapun baiknya kualitas produk, jika konsumen belum mengetahuinya dan mengetahui apakah produk tersebut dapat memberikan manfaat bagi merek, maka kemungkinan besar mereka tidak akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Kegiatan promosi dilakukan untuk memberi daya tarik mengenai produk pada konsumen dengan berbagai cara baik moneter maupun non-moneter. Dengan demikian, konsumen akan tertarik untuk mencari tahu lebih banyak mengenai produk tersebut (Alhaddad, 2015). Penelitian yang dilakukan Irhandi et al. (2021) dengan variabel promosi sebagai variabel bebas dapat menunjukan bahwa kegiatan promosi berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen anggur Hatten Wines. ## Brand Image Brand image adalah keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Produsen dan pemasar suatu produk tidak hanya dituntut untuk menciptakan produk yang berkualitas, tetapi juga dituntut untuk menjaga dan meningkatkan citra merek produk tersebut agar baik dimata konsumen sehingga dapat meningkatkan keinginan membeli. Peneliti Irhandi et al. (2021) menjadikan brand image sebagai variabel moderasi dan menemukan bahwa promosi berpengaruh positif signifikan terhadap brand loyalty yang sebagian dimediasi oleh brand image hatten wines. Beberapa penelitian lain juga menyimpulkan bahwa brand image produk dapat mempengaruhi keinginan membeli konsumen (Djatmiko & Pradana, 2016; Harwani & Pradita, 2017; Maharani & Wahyuni, 2021; Purwanto et al., 2021; Widayati, 2020; Widayati et al., 2021; Wilson, 2019). ## Structural Equation Modeling – Partial Least Square (SEM-PLS) Metode SEM-PLS dewasa ini banyak diminati peneliti karena tidak terlalu bergantung pada skala pengukuran, ukuran sampel, dan distribusi residual. Selain itu, SEM-PLS juga dapat mengakomodasi indikator baik secara reflektif maupun formatif. Metode untuk estimasi parameter pada SEM-PLS adalah Ordinary Least Square (OLS). Model struktural SEM-PLS mengilustrasikan hubungan antara variabel laten independen (eksogen) dengan variabel laten dependen (endogen) sesuai persamaan berikut (Wold, 1982): η (eta) : vektor random variabel laten endogen dengan ukuran mx1. ξ (xi) : vektor random variabel laten eksogen dengan ukuran nx1. B : matriks koefisien variabel laten endogen berukuran mxm. Г : matriks koefisien variabel laten eksogen. ζ (zeta) : vektor random error berukuran mx1. Model pengukuran merupakan bagian dari suatu model persamaan struktural yang dapat mengilustrasikan hubungan antara suatu variabel laten dengan berbagai indikatornya. Secara umum, model pengukuran dimodelkan sesuai persamaan berikut (Wold, 1982): Λy : matriks loading antara variabel endogen dengan indikatornya. Λx : matriks loading antara variabel eksogen dengan indikatornya. ε : vektor pengukuran galat indikator variabel endogen. δ : vektor pengukuran galat indikator variabel eksogen. p : jumlah variabel laten endogen. q : jumlah variabel laten eksogen. m : jumlah indikator variabel endogen. n : jumlah indikator variabel eksogen. Selain itu, pada SEM-PLS juga terdapat weight relation (hubungan bobot) yang mengilustrasikan bobot yang menghubungkan inner model dengan outer model untuk membentuk suatu estimasi variabel laten, baik eksogen maupun endogen. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS dengan persamaan seperti yang dijelaskan Wold (1982) : w kb : weight ke-k yang digunakan untuk mengestimasi variabel laten ξ b . w ki : weight ke-k yang digunakan untuk mengestimasi variabel laten η i . ## Evaluasi model SEM-PLS Evaluasi suatu model pada SEM-PLS meliputi tahapan evaluasi model pengukuran dan tahapan model struktural. Evaluasi model pengukuran dilakukan sesuai kriteria berikut: 1. Indicator reliability, yang menunjukkan varian indikator yang dapat dijelaskan oleh variabel laten dengan memperhatikan nilai loading . Apabila nilai loading suatu indikator lebih kecil dari 0,4 maka indikator tersebut harus dieliminasi dari model. 2. Internal consistency atau construct reliability, yang dievaluasi dengan nilai composite reliability ( ρˆ ) lebih dari 0,6 sesuai persamaan berikut: ## (Wold, 1982) 3. Convergent validity , yang dievaluasi dengan nilai average variance extrcted (AVE) yang dapat dihitung sesuai persamaan berikut: Nilai AVE harus lebih tinggi dari 0,5 untuk menunjukkan ukuran convergent validity yang baik (Wold, 1982). 4. Discriminant validity , yang dievaluasi dengan membandingkan nilai akar AVE. Discriminant validity harus lebih tinggi daripada korelasi antar konstruk, atau nilai AVE lebih tinggi dari kuadrat korelasi antar konstruk. Adapun evaluasi model struktural SEM-PLS dapat dilakukan sesuai kriteria berikut: 1. R 2 , menyatakan persentase varian yang daat dijelaskan oleh variabel laten endogen sesuai persamaan berikut (Wold, 1982): 2. Path coefficient, yang dapat mengilustrasikan kekuatan hubungan antar konstruk. 3. Effect size f 2 , menunjukkan apakah variabel laten endogen memiliki pengaruh besar terhadap variabel laten eksogen dengan dihitung sesuai persamaan berikut: R 2 include adalah R 2 yang dihitung dengan melibatkan variabel laten eksogen sedangkan R 2 exclude dihitung tanpa melibatkan variabel laten eksogen. Interpretasi nilainya yaitu 0,02 (pengaruh variabel laten eksogen lemah), 0,15 (pengaruh variabel laten eksogen moderat) dan 0,35 (pengaruh variabel laten eksogen kuat) (Wold, 1982). 4. Nilai stone Geisser Q 2 yang menunjukkan kapabilitas prediksi model apabila berada di atas 0, yang dapat dihitung melalui persamaan berikut: (Wold, 1982) 5. Goodness of Fit (GoF) Index , digunakan dalam mengevaluasi model struktural dan pengukuran secara keseluruhan yang dapat dihitung melalui persamaan berikut: Adapun nilai communalities dapat dihitung dengan menguadratkan nilai loading dengan kriteria 0,1 (GoF small ), 0,25 (GoF moderat ), dan 0,36 (GoF large ) (Wold, 1982). ## Penelitian terdahulu Kajian penelitian terdahulu yang relevan dan memakai pendekatan SEM-PLS disajikan pada Tabel 1. Dapat dilihat bahwa hanya ada satu penelitian mengenai produk otomotif, itu pun sebelum pandemi Covid-19. Tabel 1. Penelitian Terdahulu dengan Pendekatan SEM-PLS No. Referensi Tahun Obyek Kriteria Penelitian (diadaptasi) 1 (Mya Thwe et al., 2021) 2021 Produk kosmetik persepsi kualitas , csr , brand image, brand trust, keinginan membeli 2 (Purwanto et al., 2021) 2021 Produk makanan brand image, keamanan pangan, halal awareness 3 (Widayati et al., 2021) 2021 Jasa perhotelan promosi , brand image, persepsi kualitas, keinginan membeli 4 (Irhandi et al., 2021) 2021 Produk minuman persepsi kualitas, promosi , brand image, brand loyalty 5 (Dam & Dam, 2021) 2021 Jasa perdagangan retail persepsi kualitas, brand image, kepuasan konsumen, brand loyalty 6 (Juliana et al., 2021) 2021 Jasa restoran brand trust, brand image, harga, persepsi kualitas, keinginan membeli 7 (Usman & Aryani, 2019) 2020 Produk elektronik brand ambassador, brand image, persepsi kualitas, harga, keinginan membeli 8 (Graciola et al., 2020) 2020 Jasa perdagangan retail brand image, brand awareness, persepsi kualitas, keinginan membeli 9 (Widayati, 2020) 2020 Jasa restoran brand awareness, brand image, persepsi kualitas, kepuasan konsumen 10 (Sutiyati et al., 2020) 2020 Jasa wisata promosi , brand image , ketertarikan membeli, keinginan membeli 11 (Falsafani, 2020) 2020 Produk elektronik brand image, persepsi kualitas, brand trust, brand loyalty 12 (Sanny et al., 2020) 2020 Produk kosmetik promosi , brand image , band trust, keinginan membeli 13 (Simamora et al., 2020) 2020 Produk kosmetik brand ambassador, brand image , keinginan membeli 14 (Putra et al., 2020) 2020 Produk elektronik brand awareness, brand image, persepsi kualitas, keinginan membeli 15 (Wilson, 2019) 2019 Jasa transportasi persepsi kualitas, brand image, brand loyalty 16 (Wahyuni & Ghozali, 2019) 2019 Jasa keuangan brand image , persepsi kualitas , brand loyalty 17 (Setio Putri & Tiarawati, 2021) 2019 Produk kosmetik brand ambassador, brand image , keinginan membeli 18 (Mabkhot et al., 2017) 2017 Produk otomotif brand image, brand personality, brand trust, brand loyalty 19 (Harwani & Pradita, 2017) 2017 Jasa restoran brand image, harga, keinginan membeli 20 (Djatmiko & Pradana, 2016) 2016 Produk elektronik brand image, harga, keinginan membeli ## METODE PENELITIAN Pemilihan variabel penelitian Setelah mengkaji penelitian terdahulu, dilakukan pemilihan variabel laten berikut indikator yang mewakilinya seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar Variabel Laten, Indikator yang Digunakan, dan Pertanyaan yang Mewakili Variabel Laten Indikator Pertanyaan Promosi (P) Ketertarikan terhadap promosi (P1) Penggambaran fitur produk (P2) Penggambaran keunggulan produk (P3) (P1) Konsep promosi merek ini sangat menarik (P2) Fitur produk dapat terlihat dari promosi (P3) Keunggulan produk dapat terlihat dari promosi Persepsi kualitas (PK) Daya tahan produk (PK1) Atribut fungsional produk (PK2) Keunggulan kompetitif produk (PK3) (PK1) Produk ini nyaman dipakai dan tahan lama (PK2) Produk ini memiliki fitur yang baik dan lengkap (PK3) Produk ini lebih baik dibandingkan produk serupa dari merek lain Brand image (BI) Merek mudah diingat (BI1) Keunggulan merek (BI2) Keyakinan terhadap merek (BI3) (BI1) Merek ini mudah diingat (BI2) Merek ini menawarkan pelayanan aftersales yang baik (BI3) Merek ini menawarkan pelayanan perawatan yang baik Keinginan membeli (KM) Keinginan membeli produk (KM1) Preferensi membeli apabila dibandingkan dengan produk lain (KM2) (KM1) Produk ini sesuai dengan kebutuhan Anda (KM2) Anda akan memilih membeli produk ini dibandingkan produk serupa dari merek lain ## Kerangka pemikiran Berdasarkan kajian penelitian terdahulu dan pengembangan model penelitian, maka disusunlah kerangka pemikiran dalam bentuk model konseptual yang dapat mengilustrasikan pengaruh antar variabel dalam penelitian ini. Usulan model konseptual penelitian disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Usulan model konseptual ## Hipotesa penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan usulan model konseptual penelitian diatas, dapat dirumuskan hipotesa berikut: H1 H2 H3 H4 H5 H6 ## Tabel 3. Daftar hipotesa penelitian ## Hipotesa Penelitian H1 Persepsi kualitas berpengaruh terhadap promosi H2 Persepsi kualitas berpengaruh terhadap keinginan membeli H3 Persepsi kualitas berpengaruh terhadap brand image H4 Promosi berpengaruh terhadap brand image H5 Promosi berpengaruh terhadap keinginan membeli H6 Brand image berpengaruh terhadap keinginan membeli ## Sumber data Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan kuesioner tertutup. Sampel yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Populasi sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 110 responden dengan kondisi ekonomi menengah yang sudah memiliki pengetahuan mengenai produk otomotif yang akan disurvey. ## Metode analisa Penelitian ini mengunakan analisa statistik deskriptif dan SEM-PLS. Metode deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran secara komprehensif mengenai responden, yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan skala Likert dengan angka 5. Penelitian ini menggunakan metode SEM-PLS pada software Smart-PLS 3.0. Analisa model struktural pada penelitian ini dilakukan sesuai tahapan berikut: 1. Merumuskan teori ke dalam suatu model struktural (model konseptual). 2. Analisa outer model . 3. Analisa inner model . 4. Uji hipotesis. ## Pengambilan data Pengambilan data dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada 110 responden, sesuai dengan aturan kecukupan data metode SEM-PLS yaitu 10 kali jumlah indikator reflektif yang digunakan (Leguina, 2015). Penyebaran kuesioner dilakukan secara acak melalui google form yang mudah diisi oleh responden. Kuesioner dirancang pada google form untuk tidak dapat dikumpulkan apabila ada indikator yang belum terisi sehingga dapat dipastikan semua indikator terisi sempurna tanpa ada data yang kurang atau hilang. Kuesioner hanya dapat diisi satu kali saja sehingga tidak terjadi bias pada pengumpulan data. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Statistik dan Simulasi Usulan Model Konseptual Setelah didapatkan responden yang memadai, data dari kuesioner dirapikan kemudian diuji secara statistik pada program Smart-PLS untuk validitas dan kelayakan data yang diperoleh, seperti disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kemudian dilakukan simulasi usulan model konseptual pada program Smart-PLS seperti pada Gambar 7, dengan hasil uji kriteria seperti disajikan pada Tabel 6. Tabel 4. Hasil Uji Statistik Umum Pada Program Smart-PLS Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Pada Program Smart-PLS Gambar 7. Hasil simulasi usulan model konseptual pada program Smart-PLS Tabel 6. Hasil Uji Kriteria Usulan Model Konseptual Pada Smart-PLS Kriteria Internal Consistency Reliability dan Convergent Validity Variabel Laten Indikator Reflektif (IR) Outer Loading Composite Reliability AVE Promosi (P) P1 0,866 0,80 0,58 P2 0,846 P3 0,759 Persepsi kualitas (PK) PK1 0,652 0,93 0,87 PK2 0,798 PK3 0,801 Tabel 6. Hasil Uji Kriteria Usulan Model Konseptual Pada Smart-PLS (Lanjutan) Kriteria Internal Consistency Reliability dan Convergent Validity Brand image (BI) BI1 0,811 0,80 0,57 BI2 0,787 BI3 0,679 Keinginan membeli (KM) KM1 0,935 0,86 0,68 KM2 0,933 ## Kriteria Discriminant Validity: Kriteria Fornell-Lacker Variabel Laten BI KM PK P BI 0,76 KM 0,43 0,93 PK 0,32 0,47 0,75 P 0,44 0,32 0,53 0,82 Kriteria Discriminant Validity: HTMT Variabel Laten BI KM PK P BI KM 0,58 PK 0,50 0,64 P 0,63 0,39 0,78 Kriteria Kolinieritas: Inner VIF Variabel Laten BI KM PK P BI 1,26 KM PK 1,39 1,41 1,00 P 1,39 1,58 Kriteria Kolinieritas: Outer VIF Promosi (P) IR P1 P2 P3 Outer VIF 1,85 1,67 1,39 Persepsi kualitas (PK) IR PK1 PK2 PK3 Outer VIF 1,09 1,49 1,44 Brand image (BI) IR BI1 BI2 BI3 Outer VIF 1,42 1,27 1,2 Keinginan membeli (KM) IR KM1 KM2 Outer VIF 2,25 1,67 ## Bootstrapping dan Pengujian Model Konseptual Akhir Indikator reflektif dengan nilai outer loading kurang dari 0,70 dikeluarkan dari model konseptual. Setelah itu dilakukan bootstrapping , yang menyatakan bahwa pengaruh H 3 dan H 5 sangat kecil sehingga perlu dikeluarkan dari model konseptual sementara, sehingga dihasilkan model konseptual akhir. Kemudian dilakukan uji pengaruh model konseptual akhir seperti disajikan pada Tabel 7, serta hasil uji kriteria model konseptual akhir seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 7. Hasil Uji Pengaruh Model Konseptual Akhir Pada Smart-PLS Uji pengaruh: f square Variabel Laten BI KM PK P BI 0,15 KM Tabel 7. Hasil Uji Pengaruh Model Konseptual Akhir Pada Smart-PLS (Lanjutan) Uji pengaruh: f square Variabel Laten BI KM PK P PK 0,26 1,60 P 0,22 Uji pengaruh: R square Variabel Laten R square R square adjusted BI 0,18 0,17 KM 0,35 0,34 P 0,14 0,13 Tabel 8. Hasil uji kriteria model konseptual akhir pada Smart-PLS Kriteria Internal Consistency Reliability dan Convergent Validity Variabel Laten Indikator Reflektif (IR) Outer Loading Composite Reliability AVE Promosi (P) P1 0,876 0,84 0,73 P2 0,717 P3 0,867 Persepsi kualitas (PK) PK1 - 0,93 0,87 PK2 0,854 PK3 0,904 ## Kriteria Internal Consistency Reliability dan Convergent Validity Variabel Laten Indikator Reflektif (IR) Outer Loading Composite Reliability AVE Brand image (BI) BI1 0,833 0,87 0,77 BI2 0,873 BI3 - Keinginan membeli (KM) KM1 0,934 0,86 0,68 KM2 0,933 ## Kriteria Discriminant Validity: Kriteria Fornell-Lacker Variabel Laten BI KM PK P BI 0,85 KM 0,42 0,93 PK 0,23 0,50 0,88 P 0,42 0,32 0,37 0,82 Kriteria Discriminant Validity: HTMT Variabel Laten BI KM PK P BI KM 0,57 PK 0,32 0,63 P 0,58 0,39 0,52 Kriteria Kolinieritas: Inner VIF Variabel Laten BI KM PK P BI 1,05 KM PK 1,05 1,00 P 1,00 Tabel 8. Hasil uji kriteria model konseptual akhir pada Smart-PLS (Lanjutan) Kriteria Kolinieritas: Outer VIF Promosi (P) IR P1 P2 P3 Outer VIF 1,85 1,67 1,39 Persepsi kualitas (PK) IR PK2 PK3 Outer VIF 1,43 1,43 Brand image (BI) IR BI1 BI2 Outer VIF 1,26 1,26 Keinginan membeli (KM) IR KM1 KM2 Outer VIF 2,25 2,25 Sesuai dengan tujuan penelitian, uji hipotesis disajikan pada Tabel 8 sedangkan hubungan dan pengaruh variabel persepsi kualitas terhadap keinginan membeli dengan promosi dan brand image sebagai variabel moderating diilustrasikan pada Gambar 8. Tabel 9. Hasil Uji Hipotesa Model Konseptual Akhir Hipotesa Definisi Kesimpulan H1 Persepsi kualitas berpengaruh terhadap promosi Pengaruh moderat H2 Persepsi kualitas berpengaruh terhadap keinginan membeli Pengaruh moderat H3 Persepsi kualitas berpengaruh terhadap brand image Ditolak H4 Promosi berpengaruh terhadap brand image Pengaruh moderat H5 Promosi berpengaruh terhadap keinginan membeli Ditolak H6 Brand image berpengaruh terhadap keinginan membeli Pengaruh moderat Gambar 8. Model konseptual akhir pada program Smart-PLS ## PENUTUP Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisa hubungan dan pengaruh variabel persepsi kualitas terhadap keinginan membeli mobil, dengan promosi dan brand image sebagai variabel moderating : a. Persepsi kualitas berpengaruh secara moderat (0,160) terhadap promosi (H1). b. Persepsi kualitas berpengaruh secara moderat (0,265) terhadap keinginan membeli (H2). c. Persepsi kualitas tidak memiliki pengaruh terhadap brand image (H3). d. Promosi berpengaruh secara moderat (0,220) terhadap brand image (H4). e. Promosi tidak memiliki pengaruh terhadap keinginan membeli (H5). f. Brand image berpengaruh secara moderat (0,153) terhadap keinginan membeli (H6). H1 H2 H4 H6 2. Usulan strategi untuk meningkatkan penjualan produk otomotif mobil di era pandemi adalah dengan meningkatkan persepsi kualitas konsumen seperti atribut fungsional produk (indikator PK2) dan keunggulan kompetitif produk (indikator PK3). Selain itu, perlu juga meningkatkan brand image produk melalui promosi keunggulan merek (indikator BI2) dan keyakinan terhadap merek (indikator BI3). ## DAFTAR PUSTAKA Alhaddad, A. (2015). Perceived Quality, Brand Image and Brand Trust as Determinants of Brand Loyalty. Journal of Research in Business and Management , 3 (4), 1–8. Dam, S. M., & Dam, T. C. (2021). Relationships between Service Quality, Brand Image, Customer Satisfaction, and Customer Loyalty. Journal of Asian Finance, Economics and Business , 8 (3), 585–593. https://doi.org/10.13106/jafeb.2021.vol8.no3.0585 Djatmiko, T., & Pradana, R. (2016). Brand Image and Product Price; Its Impact for Samsung Smartphone Purchasing Decision. Procedia - Social and Behavioral Sciences , 219 , 221–227. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.009 Falsafani, M. (2020). Pengaruh Self-Image Congruence Terhadap Brand Association, Perceived Quality, Brand Trust, dan Brand Loyalty Pada Milenial Di Indonesia. Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia , 6 (1), 1–11. Graciola, A. P., De Toni, D., Milan, G. S., & Eberle, L. (2020). Mediated-moderated effects: High and low store image, brand awareness, perceived value from mini and supermarkets retail stores. Journal of Retailing and Consumer Services , 55 (April), 102117. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2020.102117 Harwani, Y., & Pradita, S. (2017). Effect of Brand Image and Perceived Price Towards Purchase Decision in Kentucky Fried Chicken (KFC). Journal of Marketing and Consumer Research , 36 . Ihsan, M. A. F. (2021). Gaikindo Optimistis Tahun 2022 Penjualan Mobil Baru Tembus 900.000 Unit . Kompas. Irhandi, I., Agung, A. A. P., & Sapta, I. (2021). The Effect on Product Quality and Promotion on the Brand Image in Realizing the Brand Loyalty Hatten Wines in Denpasar. INTERNATIONAL JOURNAL OF SUSTAINABILITY , EDUCATION, AND GLOBAL CREATIVE ECONOMIC , 4 (2), 58–72. https://doi.org/https://doi.org/10.1234/ijsegce.v4i2.174 Juliana, Pramono, R., Maleachi, S., Bernarto, I., & Djakasaputra, A. (2021). Investigation Purchase Decision Through Brand Trust, Brand Image, Price, Quality of Product: A perspective Service Dominant Logic Theory. Kontigensi: Jurnal Ilmiah Manajemen , 9 (1), 51–59. Leguina, A. (2015). A primer on partial least squares structural equation modeling (PLS- SEM). International Journal of Research & Method in Education , 38 (2), 220–221. https://doi.org/10.1080/1743727X.2015.1005806 Mabkhot, H. A., Hasnizam, & Salleh, S. M. (2017). The Influence of Brand Image and Brand Personality on Brand Loyalty, Mediating by Brand Trust: An Empirical Study (Pengaruh. Jurnal Pengurusan , 51 (1), 1–8. https://doi.org/10.17576/pengurusan- 2017-50-07 Maharani, T., & Wahyuni, S. (2021). The Effect of Service Quality and Brand Image in the Air Cargo Industry on Customer Satisfaction and Loyalty of PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Proceedings of the International Conference on Business and Engineering Management (ICONBEM 2021) , 177 , 71–83. https://doi.org/10.2991/aebmr.k.210522.011 Mya Thwe, S., Nezakati, H., Augustine Lafontaine, M., & Hossein Nezakati, A. (2021). Proposing Influencing Factors to Increase Purchase Intention Through Sustainable Brand Trust in the Green Cosmetics Context. Journal of Marketing Management and Consumer Behavior , 3 (3), 59–72. Purwanto, A., Haque, M. G., Sunarsih, D., & Asbari, M. (2021). The Role of Brand Image, Food Safety, Awareness, Certification on Halal Food Purchase Intention: An Empirical Study on Indonesian Consumers. Journal of Industrial Engineering & Management Research (JIEMAR) , 2 (3), 42–52. https://doi.org/https://doi.org/10.7777/jiemar.v2i3.144 Putra, F. S. P., Qomariah, N., & Cahyono, D. (2020). Impact of Brand Awareness and Brand Image, Perceptions of Quality on Purchasing Decisions. Jurnal Sains Manajemen Dan Bisnis Indonesia , 10 (2), 271–278. Sanny, L., Arina, A. N., Maulidya, R. T., & Pertiwi, R. P. (2020). Purchase intention on Indonesia male’s skin care by social media marketing effect towards brand image and brand trust. Management Science Letters , 10 , 2139–2146. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.3.023 Setio Putri, F. E. V., & Tiarawati, M. (2021). The Effect of Social Media Influencer and Brand Image On Online Purchase Intention During The Covid-19 Pandemic. Ilomata International Journal of Management , 2 (3), 163–171. https://doi.org/10.52728/ijjm.v2i3.261 Simamora, V., Studi, P., Bisnis, A., Pembelian, K., & Image, B. (2020). Pengaruh Celebrity Endorsement Terhadap Keputusan Pembelian Melalui Brand Image Skincare Nature. Journal for Business and Entrepreneurship , 4 (2), 22. Sutiyati, S., Welsa, H., & Lukitaningsih, A. (2020). Pengaruh Social Media dan Brand Image Terhadap Purchase Decision Melalui Buying Interest. Jurnal Ecodemica: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Dan Bisnis , 4 (2), 264–274. https://doi.org/10.31294/jeco.v4i2.8223 Usman, O., & Aryani, Y. (2019). The Effect of Brand Ambassador, Brand Image, Product Quality, and Price on Purchase Intention. SSRN Electronic Journal . https://doi.org/10.2139/ssrn.3511672 Wahyuni, S., & Ghozali, I. (2019). The Impact of Brand Image and Service Quality on Consumer Loyalty in the Banking Sector. International Journal of Economics and Business Administration , VII (Issue 4), 395–402. https://doi.org/10.35808/ijeba/352 Widayati, C. C. (2020). The Influence of Brand Awareness, Brand Image, and Service Quality Inflight Catering on Saudi Consumer Satisfaction Arabian Airlines. Journal of Marketing and Consumer Research , 71 , 1–11. https://doi.org/10.7176/JMCR/71-01 Widayati, C. C., Widjaja, P. H., Ernawati, E., Buana, U. M., Tarumanagara, U., Sultan, U., & Tirtayasa, A. (2021). The Effect of Green Marketing, Brand Image, And Service Quality on The Decision to Stay at Greenhost Boutique Prawirotaman Yogyakarta. New Media and Mass Communication , 99 , 38–46. https://doi.org/10.7176/NMMC/99- 05 Wilson, N. (2019). The Impact of Service Quality and Brand Image Toward Customer Loyalty in the Indonesian Airlines Industry. Jurnal Manajemen Indonesia , 18 (3), 222. https://doi.org/10.25124/jmi.v18i3.1734 Wold, H. (1982). Evaluation of Econometric Models. Southern Economic Journal , 48 (3), 841. https://doi.org/10.2307/1058696
8554cabf-d9ff-46ca-b742-b2f244c12736
https://journal.uhamka.ac.id/index.php/jpi/article/download/7931/2603
## IMPLEMENTASI PENILAIAN AFEKTIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Heru Wibowo 1 , Ade Putri Muliya 2 1,2 Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. ## HAMKA Email: [email protected] HP ; 081316016100 ## ABSTRACT This research was aimed to described how to implemented affective assessment in islamic educational subject in SMA N 1 Pariangan. This research used collecting dat technigue through interviewed method, observated and studied of documantation. In this research we knowed that implemented affective assessment of Islamic Educational subject has run well, marked by making lesson plan as well as possible and making instrumants of affective assessment to maesured behavior that would evaluate also giving appropriate score in student affective aspect evaluation in learning process. Teacher of Islamic educational subject in SMA N 1 Pariangan has begun affective assessment by making assessment lattice. Teacher used observtion paper which used for measuring spriritual behavior and social behavior of students. Affective assessment through observation did by the teacher when the students did group discussion in learning process. Keywords : Implementation, Affective Assessment, Studying, Islamic education . ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana impelementasi penilaian afektif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Pariangan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa implementasi penilaian afektif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam sudah berjalan sebagaimana mestinya, ditandai dengan pembuatan rencana program pengajaran (RPP) yang dirancang dengan baik dan pembuatan instrumen penilaian afektif untuk mengukur tingkah laku yang akan dinilai serta pemberian skor yang tepat dalam mengevaluasi aspek afektif siswa pada proses pembelajaran. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Pariangan telah memulai penilaian sikap dengan terlebih dahulu membuat kisi- kisi penilaian. Guru menggunakan lembar observasi yang digunakan untuk mengukur sikap spritual dan sikap sosial siswa. Penilaian sikap melalui observasi dilakukan guru saat siswa melaksanakan kegiatan diskusi kelompok dan sepanjang pembelajaran berlangsung. Kata Kunci : Implementasi, Penilaian afektif, Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam. ## PENDAHULUAN SMA Negeri 1 Pariangan turut berkontribusi pada berbagai ajang kompetisi termasuk dalam bidang keagamaan dan pendidikan Agama ditingkat Kabupaten hingga Provinsi. Evidensi keaktifan SMA Negeri 1 Pariangan Kab. Tanah Datar diketahui secara langsung melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan pihak sekolah pada 22 Desember 2019 lalu. Bersumber pada kondisi di atas, dapat diasumsikan bahwa implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Pariangan berjalan dengan baik. Selaras dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam terkait Pendidikan Agama Islam (PAI) beserta aspek pembelajaran dan aspek penilaiannya. Topik terkait tujuan intelektual diperkenalkan oleh Bloom, et al. melalui taksonominya di tahun 1956 pada pengkategorian tiga domain mengajar, yaitu: 1) Domain Afektif; 2) Domain Psikomotorik; dan 3) Domain Kognitif. Domain kognitif adalah domain yang paling sering diaplikasikan oleh beberapa guru dalam proses penilaian diantara dua domain lainnya. Aspek penilaian dengan mengutamakan domain kognitif mungkin dikarenakan intensi yang difokuskan pada domain tersebut terletak pada kemajuan intelektual peserta didik melalui klasifikasi pengetahuan dan proses kognitif taksonomi Bloom Revisi (Anderson, 2001). Aspek kognitif melibatkan pengetahuan metakognitif, pengetahuan konseptual, pengetahuan faktual, dan pengetahuan prosedural. Proses kognitif meliputi kegiatan mengingat, memahami, mengimplemetasikan, menelaah, menilai, dan mencipta atau mengkreasikan. Penentuan pencapaian target domain kognitif ditunjang dengan pemanfaatan model pembelajaran yang mampu memberi kemudahan dan memfasilitasi tataran operasional seperti penerapan metode ekspositori. Adapun pemanfaatan domain psikomotorik ialah sebagai sasaran hasil kinerja peserta didik yang dapat diterapkan pada model pembelajaran praktek, misalnya kegiatan belajar mengajar di laboratorium. Aktivitas pembelajaran dengan praktek laboratorium jarang dilakukan oleh guru karena membutuhkan persiapan yang matang, waktu yang lama, dan biaya yang cukup besar. Penerapan domain kognitif dan psikomotorik dapat dijumpai pada beberapa guru dengan kreativitas tinggi dalam mengajar. Adapun intensi domain afektif mencakup aspek ketelitian serta kemampuan dalam memecahkan masalah dengan logis dan sistematis. Domain ini mencakup perilaku yang berkaitan dengan hal-hal emosional seperti perasaan, kepedulian, minat, motivasi, nilai-nilai, dan sikap. Krathwohl (1964) memperkenalkan tingkatan dalam taksonomi domain afektif diatur dalam hirarki berdasarkan kompleksitasnya. Tingkatan taksonomi domain afektif tersebut ialah sebagai berikut. Tingkat pertama pada taksonomi afektif disebut “menerima”. Pada tingkat ini, dijumpai proses penerimaan peserta didik terhadap informasi baru yang didukung dengan kemampuan menyeleksi rangsangan/stimulus yang diterima. Contoh umum adalah ketika peserta didik menghadiri kegiatan belajar mengajar dikelas dan memperhatikan materi yang dijelaskan oleh dosen/teman sejawat. Tingkat kedua dari taksonomi Bloom ialah “menanggapi” berupa kepatuhan respon sukarela untuk memenuhi kebutuhan rasa puas terhadap apa yang dilakukan. Sebagai contoh, berpartisipasi aktif dalam forum diskusi di kelas. Tingkat ketiga yaitu “menghargai”. Pada tahap ini, peserta didik memanifestasikan perilaku yang konsisten secara sukarela dengan keyakinan tertentu. Misalnya, ketika seorang pelajar melakukan gerakan yang menyimbolkan tanda persetujuan terhadap argumen atau pendapat orang lain dan dapat memberikan umpan balik terhadap penjelasan atau pendapat tersebut. Tingkat keempat, “organisasi” atau “konseptualisasi nilai”. Tahap ini berupa proses pengelolaan seperangkat nilai-nilai ke dalam sistem nilai untuk merespons beragam situasi. Gronlund (Olatunji, 2013) memandang fenomena peningkatan kompleksitas bentuk pembelajaran dalam pengamatan sebagai hasil afektif dari yang sederhana hingga yang kompleks. Mereka semakin menjadi terintegrasi dan terinternalisasi pada pola perilaku dalam pembentukan sistem nilai yang kompleks. Contoh konseptualisasi nilai adalah mampu memadukan lebih dari satu opini dan mengkomparasi lebih dari satu opini umen yang lebih baik. Tingkat kelima dan merupakan tahap tertinggi dalam hirarki taksonomi afektif yaitu “karakterisasi nilai”. Pada level ini, karakterisasi nilai teraktualisasikan ketika siswa berperilaku konsisten dan dapat diprediksi seolah-olah perilaku tersebut merupakan gaya hidup dan mencirikan kepribadian seseorang. Karakterisasi nilai dapat dipahami dengan permisalan peserta didik mampu memperbaiki apabila terjadi perbedaan pendapat dalam diskusi dan mengungkap ide-ide baru. Bloom (1956) menerangkan bahwa tujuan afektif merupakan sarana tujuan kognitif dalam pembelajaran yang diwujudkan dengan pengembangan minat dan motivasi. Motivasi berperan penting dalam pembelajaran dan merupakan cara utama penerapan domain afektif sebagai sarana domain kognitif. Peserta didik perlu memperhatikan situasi tempat belajar untuk dapat meningkatkan minat dan motivasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kognitif dapat dicapai dengan difasilitasi pencapaian tujuan afektif. Domain secara otomatis dijumpai pada setiap pembelajaran baik disadari ataupun tidak, namun jarang ditemukan dalam penilaian seorang guru. Penilaian komprehensif adalah elemen penting yang sangat dibutuhkan pada setiap substansi program pendidikan. Hal ini bertujuan untuk menemukan peserta didik yang intelektual dalam klasifikasi pengetahuan kognitif dan proses kognitif, memiliki kinerja yang baik, mampu berkerja dengan teliti, tekun, dan cakap dalam memecahkan masalah secara sistematis dan logis dalam tingkatan yang sederhana hingga yang terintegrasi dan terinteenalisasi dengan pola perilaku. Penilaian sebagai komponen proses pembelajaran dan pendidikan hendaknya dilakukan sesuai dengan rancangan pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru/pengajar sebelum memulai aktivitas pembelajaran. Permendikbud No. 104 Tahun 2014 menjelaskan bahwa “Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran.” Selanjutnya diberi penegasan bahwa “Penilaian Autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya” (Permendikbud No 104: 2014). Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa suatu proses pembelajaran tidak dapat diketahui capaian tingkat keberhasilannya tanpa melakukan penilaian atau evaluasi, baik dalam bentuk penilaian afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Hingga saat ini, banyak dijumpai bentuk evaluasi yang digunakan oleh guru hanya berpusat pada domain kognitif dan psikomotoriknya saja. Banyak dari para pengajar atau guru yang mengesampingkan penilaian yang menitikberatkan domain afektif. Menurut Wina Sanjaya (2006:31) kecacatan dalam realitas evaluasi pembelajaran hanya ditentukan berdasarkan nilai tes tertulis siswa, sehingga aspek yang dinilai hanya berfokus pada segi kognitifnya saja dan mengesampingkan capaian kemampuan siswa dalam segi afektif. Ketiga aspek penilaian tersebut perlu diperhatikakan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai mata pelajaran wajib di SMA selaras dengan tujuan pendidikan Nasional (U.U No 20:2003) untuk mengembangkan potensi peserta didik guna menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi akhlak mulia, berilmu, sehat, cakap, mandiri, kreatif, serta mampu menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Penelitian ini dirasa sangat penting untuk dilakukan dengan mempertimbangkan realitas saat ini untuk mengamati sejauh mana penilaian afektif di SMA Negeri 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar diterapkan. ## METODE Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kualitatif. Creswell (2010), menjelaskan bahwa penelitian kualitatif ialah metode yang digunakan untuk menyelidiki dan memahami makna yang berasal dari problematika kemanusiaan atau sosial. Penelitian kualitatif menghasilkan data atau informasi deskriptif berupa kata-kata bukan angka yang diperkaya dengan latar alamiah, keterpaduan teori, dan beragam metode. Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 1 Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Objek dari penelitian yang akan dilakukan ialah implementasi penilaian afektif Pendidikan Agama Islam . Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tahapan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Stewart & Cash (2008) dalam Haris Hardiansya mendefinisikan wawancara melalui kutipan berikut: “An interview is interactional because there is an exchanging, or sharing of roles, responsibilities, feelings, beliefs, motives , and information. If one person does all of the talking and the other all of the listening, a speech to an audience of one, not an interview, is talking place”. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa wawancara merupakan sebuah interaksi yang dalam prosesnya terjadi pertukaran informasi, kepercayaan, motif, aturan, perasaan, dan tanggung jawab. Wawancara merupakan proses dialog dimana seseorang berbicara, bertanya, dan memberikan umpan balik kepada lawan bicaranya, sehingga kepentingan yang hendak dituju dapat tercapai. Sutrisno Hadi (2006; 151) memandang observasi sebagai metode ilmiah yang mencakup kegiatan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti secara sistematis. Penerapan metode observasi bertujuan untuk mengetahui secara langsung bagaimana implementasi penilaian afektif di SMA Negeri 1 Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Suharsimi Arikunto (2004: 231) mendefinisikan metode dokumentasi sebagai metode yang dilakukan melalui proses pencarian data mengenai hal-hal yang berupa buku, transkrip, surat kabar, catatan, notulensi rapat, majalah, agenda, legger, dan prasasti. Penerapan metode dokumentasi ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait topik kajian yang diperoleh dari kumpulan arsip penilaian guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Pariangan. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari lembar observasi, pedoman wawancara, dan checklist dokumen. Metode wawancara yang dilakukan pada penelitian ini bersifat wawancara semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur bertujuan untuk memperoleh permasalahan sacara luas dan mendalam, agar lawan bicara dapat memaparkan pendapat dan ide-idenya dengan lebih terbuka. Pedoman wawancara pada penelitian ini berisi uraian penelitian yang memuat daftar pertanyaan. Pengimplementasian metode observasi pada penelitian ini berupa penilaian afektif yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik. Data penelitian yang dikumpulkan berbentuk dokumen perencanaan penilaian yang dianalisis secara deskriptif. Dokumen yang dimaksud ialah RPP dan instrumen penilaian yang dimiliki guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Spradley (2007) mengklasifikasikan analisa data penelitian ke dalam empat model analisis, yaitu analisis taksonomi, analisis domain, analisis tema budaya, dan analisis komponensial, dan. Analisis taksonomi merupakan analisis yang menguraikan domain secara detail dan dilakukan pemilahan pada penelitian agar menjadi lebih rinci, sehingga dapat diketahui struktur internalnya. Analisis domain ialah analisis yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan umum terkait situasi sosial atau objek penelitian. Analisis tema budaya berupaya menemukan keterkaitan antar domain, hubungan dengan keseluruhan isi, lalu dituangkan ke dalam tema/judul penelitian. Sedangkan analisa komponensial bertujuan menemukan ciri spesifik dari setiap struktur internal dengan mengontraskan setiap elemen. Dalam teknik analisis data Miles and Huberman (2007), diketahui bahwa aktivitas analisis data kualitatif berlangsung secara terus-menerus hingga tuntas dan dilakukan secara interaktif, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak ada lagi data atau informasi baru yang dapat diperoleh. Analisis data meliputi seluruh aktivitas yang berkaitan dengan reduksi data ( data reduction ), penyajian data ( data display ), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi ( conclusion drawing / verification ). Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini berlandaskan pada teknik analisis data Miles dan Hubberman. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kegiatan observasi yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa pelaksanaan penilaian Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Pariangan berlangsung dengan baik, hal ini dapat diamati melalui studi dokumentasi pada instrumen penilaian dan perangkat pembelajaran yang dirancang oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada semester 1 tahun ajaran 2019/2020. Perencanaan penilaian afektif tertuang secara langsung dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. RPP tersebut telah merujuk pada standar isi dan standar penilaian pendidikan. Hasil data perencanaan penilaian afektif yang dilakukan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 1 Pariangan dapat diketahui melalui tabel berikut: Tabel 1. Perencanaan Penilaian Afektif Perencanaan Penilaian Temuan Data Pelaksanaan Kesesuaian penilaian pada RPP dengan silabus Terdapat kesesuaian penilaian pada RPP dengan penilaian yang ada pada silabus. ya Membuat kisi-kisi Penilaian afektif Pengajar telah membuat kisi-kisi ya Penilaian dilakukan pada saat pembelajaran (awal- inti-akhir PBM) Pengajar melakukan penilaian pada saat pembelajaran ya Cakupan Penilaian terhadap aspek afektif yang direncanakan Penilaian dilakukan pada aspek yang telah direncanakan ya Kesesuaian teknik penilaian dengan aspek yang dinilai Dalam penilaian sikap pengajar memakai penilaian obesrvasi yang telah dirancang . ya Ketepatan instrumen penilaian dengan teknik penilaian yang dipilih Terdadapat kesesuaian penilaian dengan instrumen penilaian. ya Menentukan skor Pengajar melakukan penskoran ya Ketepatan pemberian skor dan penilaian Pengajar memberikan skor dan nilai sesuai keadaan sebenarnya ya Hasil penilaian terhadap perencanaan penilaian afektif secara terperinci dapat dideskripsikan sebagai berikut: Penilaian yang dibuat guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) telah sesuai dengan format penilaian yang terdapat pada silabus. Guru mata pelajaran PAI di SMA Negeri 1 Pariangan memulai penilaian terhadap sikap peserta didik menyiapkan kisi-kisi penilaian terlebih dahulu Teknik penilaian yang digunakan sesuai dengan sebagian instrumen penilaian yang dirancang oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Guru mata pelajaran memakai lembar observasi untuk mengukur sikap sosial dan spiritual siswa. Perencanaan penilaian yang dibuat guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) telah memuat pedoman penskoran penilaian. Penilaian sikap melalui metode observasi dilakukan guru ketika siswa berada dalam kegiatan diskusi kelompok dan selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dapat disimpulkan bahwa banyak dari para pengajar yang hingga saat ini hanya berfokus pada penilaian kognitif dan mengesampingkan penilaian afektif terhadap para siswa, namun para guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Pariangan telah menerapkan penilaian berbasis penilaian afektif. Hal ini dapat ditemukan pada instrumen penilaian afektif yang telah dirancang oleh para pengajar mata pelajaran tersebut. Karena proses penilaian adalah otonomi pengajar mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat İbrahim Hakkı Öztürk (2011) dalam atikel yang berjudul: Curriculum Reform And Teacher Autonomy Inturkey: The Case Of The History Teaching yang menyebutkan bahwa “ This study examines the curriculum reform in terms of teacher autonomy, a key-concept for the comprehension and improvement of the teachers’ role in education. The study aims to analyze whether the change in the curriculum has brought any significant innovation regarding the teacher autonomy” Hasil penelitian di atas memaparkan bahwa perencanaan penilaian afektif secara langsung termaktub dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang oleh guru mata pelajaran. Perencanaan penilaian afektif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Pariangan berkategori “baik”. Hal ini mengindikasikan bahwa para guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam telah menerapkan penilaian afektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang tertera pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penerapan penilaian afektif diawali dari proses pembelajaran hingga tahap evaluasi hasil pembelajaran terlaksana dengan baik. Pelaksanaan penilaian afektif ini juga didukung oleh penelitian relevan lainnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Diyah Lusiana & Wahyu Lestari (2013) dengan judul Instrumen Penilaian Afektif Pendidikan Karakter Bangsa Mata Pelajaran PKn SMK, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: Sistem penilaian pendidikan karakter yang terintegrasi dengan mata pelajaran yang diterapkan di sekolah saat ini masih belum menunjukkan hasil optimal. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sejenis yang dilakukan oleh Yuni Pantiwati (2014) dengan judul penelitian “Hakekat Asessmen Autentik dan Penerapannya dalam pelajaran Biologi” yang menyebutkan bahwa: Asesmen autentik merupakan suatu penilaian yang dilakukan melalui penyajian atau penampilan oleh siswa dalam bentuk pengerjaan tugas-tugas atau berbagai aktivitas tertentu yang langsung mempunyai makna pendidikan. Denise Whitelock and Simon Cross (2012) dengan judul Authentic assessment: What does it mean and how is it instantiated by a group of distance learning academics? Mengatakan: The findings revealed that authentic assessment is not only a difficult notion to define but it is also problematic to collate features within an assessment task that define it as authentic assessment. SherAzim dan Mohammad Khan (2012) Yang Berjudul Authentic Assessment: An Instructional Tool To Enhance Students Learning. Dalam penelitiannya menemukan bahwa “ Study finding also reveal considerable improvement in high order skills of the students. They were actively engaged in planning, collecting information and disseminating it to the community. Use of rubric for assessment was found to be very effective in determining a pathway for both the teachers and the students to look for and get to the desirable results .” Selain pelaksanaan penilaian juga masih jauh dari kata sempurna. Seperti yang terdapat dalam penelitian “Analisis Penilaian Pengajar Matematika di Sekolah Naungan Ma’arif Surabaya dalam Konteks Kurikulum 2013” bahwa fakta dilapangan menunjukkan beberapa pengajar masih belum melaksanakan teknik penilaian secara keseluruhan. Masih belum melaksanakan cara pelaksanaan penilaian sesuai dengan tuntutan kurikulum. Dalam kenyataannya penilaian yang dilakukan belum melaksanakan semua teknik penilaian yang menjadi tuntutan semestinya. Mungkin dikarenakan pemahaman atau untuk mempraktekkan di kelas sedikit mengalami kesulitan. Masa transisi pun dapat menyebabkan peserta didik maupun pengajar membutuhkan proses untuk bisa mengimplementasikan teknik penilaian di dalam kelas. Selain itu hal yang menjadi kendala dalam penilaian adalah keterbatasan waktu yang menyebabkan totalitas pengajar kurang maksimal dalam melaksanakan penilaian. ## KESIMPULAN Berdasarkan paparan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pelaksanaan penilaian afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Pariangan sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari persiapan pengajar dalam merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah mencantumkan teknik penilaian di dalamnya dan disertai dengan kemahiran pengajar dalam mendisain format penilaian afektif dalam pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan menggunakannya dalam proses belajar mengajar dan menjadikan penilaian afektif sebagai bagian dari sistem evaluasi pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan (1) Pengajar diharapkan dapat melakukan penilaian sesuai dengan 3 ranah pembelajaran tanpa mengesampingkan satu sama lainnya. (2) kepada pengajar Pendidikan Agama Islam disarankan agar melakukan penilaian afektif seperti yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Pariangan.(3) Disarankan pada peneliti lain untuk melakukan uji empiris di sekolah lain sehingga informasi hasil penelitian ini semakin diperkaya dan dapat dipercaya serta dipertangung jawabkan secara ilmiah. ## DAFTAR PUSTAKA Alim, Muhammad (2011), Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim,Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Anderson, Lorin. W. (1981). Assessing affective characteristic in the schools . Boston: Allyn and Bacon. Arikunto, Suharsimi. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Azim, Sher and Khan, Mohamad. (2012). “Authentic Assessment: An Instruction Tool to Enchance Student Learning”. Academic Research International, Vol 3, No.1, 2012. Creswell W. Jhon. (2010). Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed . Pustaka Pelajar. Yogyakarta Denise Whitelock and Simon Cross (2012), Authentic assessment: What does it mean and how is it instantiated by a group of distance learning academics?. http://oro.open.ac.uk/33622/1/Whitelock_&_Cross_IJEAVol2.pdf Diyah Lusiana dkk, (2013), Instrumen Penilaian Afektif Pendidikan Karakter Bangsa Mata Pelajaran PKn SMK, / Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang Journal of Educational Research and Evaluation 2 (1) (2013) Haris Herdiansyah.(2011), Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial , Jakarta: Salemba Humanika Krathwohl, D.R , B.S. Blom and B.B. Masia,(1964), Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goal. Handbook II, Affective domain . New York: David McKay Co, Inc. Kunandar.(2014), Penilaian Autentik (Penilaian Hasil belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013 , Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mattew B Milles.A Michael Huberman ( 2007), Analisis Data Kualitatif , UI Press Nata, Abuddin. (2005). Filsafat pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. Olatunji, M.O. (2013). International Journal On New Trends In Educational And Their Implications;Teaching and Assessing of Affective Characteristics: A Critical Missing Link In Online ijonte.org//?pnum=30&pt=2013 Volume 4 Number 1/file/09. on-line:13/12/2015 ) Oxford Learners Pocket Dictionari (new edition ), Oxford University Press, 1995 Ozturk, Ibrahim Hakki. (2011). “Curriculum Reform and Teacher Autonomy In Turkey: the Case of the History Teaching”. International Journal of Instruction. July 2011. Vol. 4. www.e-iji.net Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah, 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Putri, Ratu II. (2010). Assessment Mathematics Education . Palembang : Unit Perpustakaan PPS Universitas Sriwijaya. Ramayulis. (2011). Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 9/Edisi Revisi). Jakarta: Kalam Mulia. Riskan, Qadar (2015), Mengakses Aspek Afektif Dan Kognitif Pada Pembelajaran Optika Dengan Pendekatan Demonstrasi Interaktif, Prodi Pendidikan IPA SPs Universitas Pendidikan Indonesia Jurnal Inovasi Dan Pembelajaran Fisika, Volume 2, Nomor 1, Mei 2015 . Sanjaya, Wina ( 2006). Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar Proses Pendidikan , Jakarta: Fajar Interpratama Offset. Spradley P. James. (2007). Metode Etnografi . Tiara Wacana. Yogyakarta Sutrisno, Hadi. (2006), Metodologi Reseach Jilid 2, edisi 2, Yogyakarta: Andi Publisher Tim Pengembangan dan Penelitian Kurikulum, 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa . Jakarta: Depdiknas Tim Pengembangan MKDK. 199 Twersky, Fay and Karen Lindblom. (2012). Evaluation Principles and Practices Journal . http://www.hewlett.org/uploads/documents/EvaluationPrinciples- FINAL.pdf Tyler RalpW.,(1949). Basic Principles of Curiculum and Instruction, Chicago: The University Of Chicago Press. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wahyuningsih, Rini (2015), Analisis Penilaian Pengajar Matematika di Sekolah Namungan Ma’arif Surabaya dalam Konteks Kurikulum 2013, Tesis . Wall, Janet E. (2004). Program Evaluation Model 9-Step Process . http://region11s4.lacoe.edu/attachments/article/34/%287%29%209%20Step%2 0Evaluation%20Model%20Paper.pdf Yuni Pantiwati, (2014). Hakekat Asesmen Autentik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Biologi, Universitas Muhammadiyah Malang Jurnal Edukasi Matematika dan Sains, Vol. 1 No.1
555457f4-86b3-4332-9b6b-bb182a19884a
http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkse/article/download/8349/6848
## KONSTITUSIONALITAS PERLINDUNGAN PETAMBAK GARAM MELALUI REGULASI DAERAH ## Constitutionality of Salt Farmer’s Protection Through Local Regulation *Encik Muhammad Fauzan, Indra Yulianingsih, dan Azizah Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang, Perumahan Telang Inda, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur 69162, Indonesia Diterima tanggal: 29 November 2019; Diterima setelah perbaikan: 29 Mei 2020; Disetujui terbit: 25 Juni 2020 ## ABSTRAK Pemerintah telah membentuk peraturan terkait perlindungan dan pemberdayaan petambak garam melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016. Undang-undang ini perlu ditindak lanjuti dalam bentuk produk hukum dan kebijakan daerah agar petambak garam dapat merasakan manfaat dari peraturan- peraturan tersebut. Pada kenyataannya masih sangat sedikit daerah yang membentuk peraturan daerah (perda) untuk mewujudkan amanat undang-undang ini. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan memberikan dasar perlindungan secara konstitusional bagi petambak garam dan mengetahui regulasi yang harus dibentuk pada tingkat daerah. Kajian ini menggunakan metoda penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan. Pola analisis yang digunakan dengan cara deduktif yang dimulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Hasil penelitian ini adalah perlindungan dan pemberdayaan petambak garam telah ada secara tersirat dalam UUD NRI Tahun 1945 sebagai bentuk konstitusionalitas. Bentuk regulasi yang harus dibentuk oleh pemerintah daerah yaitu peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan kebijakan lain. Penelitian ini merekomendasikan daerah-daerah yang mempunyai tambak garam untuk membentuk regulasi tersebut yaitu peraturan daerah terkait perlindungan dan pemberayaan petambak garam dan peraturan kepala daerah seperti peraturan bupati terkait pedoman teknis pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan petambak garam, dan optimalisasi industri garam lokal serta kebijakan daerah terkait tim pelaksana pemberdayaan petambak garam. Kata Kunci: konstitusionalitas; perlindungan; pemberdayaan; petambak garam; regulasi ## ABSTRACT The government has established regulations related to the protection and empowerment of salt farmers through Law Number 7 of 2016. This law needs to be realized in the form of regional legal and other regional policies in order that salt farmers can benefit from this regulation. In fact, very few regions have formed local laws (perda) to realize the mandate of this law. The purpose of this study is to analyze and provide a basis for constitutional protection for salt farmers and determine the regulations that must be established at the regional level. This study uses doctrinal legal research with a statutory approach. The pattern of analysis used in a deductive way starting with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD NRI Tahun 1945). The results in this study are the protection and empowerment of salt farmers already implied in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as a form of constitutionality. The form of regulations that must be formed by the regional government are regional regulations, regional head regulations and other policies. This study recommends areas that have salt ponds to form such regulations, namely local laws related to the protection and empowerment of salt farmers and regional head regulations such as regent regulations related to technical guidelines for the implementation of protection and empowerment of salt farmers, and optimization of the local salt industry and regional policies related to the team executor of empowering salt farmers. Keywords: constitutionality; protection; empowerment, salt farmers; regulation * Korespodensi Penulis: email: [email protected] DOI: http://dx.doi.org/10.15578/jksekp.v10i1.8349 ## PENDAHULUAN Indonesia mempunyai panjang pantai sepanjang 95.181 km dan memiliki potensi air laut yang baik sebagai bahan dasar pembuatan garam (natrium klorida). Potensi ini masih belum dimaksimalkan sehingga Indonesia masih mengimpor garam dari negara lain. Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri di Indonesia (Rusiyanto, Soesilowati, & Jumaeri, 2013). Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kebutuhan garam industri tahun 2018 mengalami kelonjakan jumlah kebutuhannya yang mencapai 3.700.000 juta ton naik 76,19% dari kebutuhan tahun 2017 yang jumlahnya 2.100.000 (Pangestu, 2018). Impor garam merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan itu. Ketergantungan impor terparah dialami oleh garam industri karena spesifikasi yang dibutuhkan belum dapat dipenuhi oleh sentra-sentra produksi garam di dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan garam nasional memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah karena sampai dengan hari ini, pemenuhan kebutuhan garam nasional belum dapat dilakukan secara swasembada (Pangestu, 2018). Pemerintah mengeluarkan regulasi terkait impor garam melalui Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Garam (Permendag RI No.63/2019). Berdasarkan Pasal 2 sampai Pasal 5 Permendag RI No. 63/2019, dijelaskan bahwa garam yang dapat diimpor merupakan garam untuk pemenuhan bahan baku dan bahan penolong industri dan memiliki standar mutu berupa kandungan natrium klorida 97% atau lebih tetapi kurang dari 100%, dihitung dari basis kering dan hanya dapat diimpor oleh perusahaan pemilik NIB (Nomor Induk Berusaha) yang berlaku sebagai API-P (Angka Pengenal Importir Produsen) yang telah mendapat persetujuan impor garam dari Menteri. Berdasarkan jenisnya, garam dibagi dalam dua kelompok besar, yakni garam konsumsi dan garam industri, sedangkan berdasarkan pada kandungan natrium klorida (NaCl), garam dibagi dalam empat kelompok, yakni menjadi garam pengawetan ikan, garam konsumsi, garam industri, serta garam farmasi (untuk keperluan infus, shampo, dan cairan dialisat) (Mustofa, 2015). Garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi di sejumlah sektor bisnis, antara lain industri kimia, aneka pangan, farmasi, perminyakan, penyamakan kulit, dan pemeliharaan air. Oleh karena itu, garam merupakan salah satu komoditi yang secara terus menerus dibutuhkan oleh seluruh masyarakat. Fungsinya dalam memberi cita rasa asin pada makanan tidak dapat digantikan sehingga garam, khususnya garam konsumsi, menjadi produk yang memiliki sifat strategis. Hal ini yang menjadi penyebab bahwa garam konsumsi menjadi sensitif secara politis karena dapat mempengaruhi ketahanan nasional, sehingga hampir seluruh negara berusaha mencukupi sendiri kebutuhan garam konsumsi walaupun tidak layak secara ekonomi (Herman, Noor, & Mulyadi, 2014). Oleh karena itu, kebutuhan garam yang semakin meningkat setiap tahunnya ini menjadi kesempatan bagi industri garam untuk meningkatkan produksinya sehingga mampu juga meningkatkan perekonomian dan status sosial para petambak garam. Petambak garam belum mampu menghasilkan garam secara maksimal, sehingga perlu dukungan pemerintah melalui kebijakan- kebijakan pemerintah baik tingkat pusat dan tingkat daerah. Pemerintah juga sudah mengeluarkan peraturan perundang-undangan terkait garam seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (UU No. 7/2016), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Pergaraman, dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Selain itu, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pergaraman antara lain Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan perundang-undangan yang telah ada ternyata belum mampu mengeluarkan Indonesia dari permasalahan garam. Salah satu penyebab hal ini adalah kurangnya kepedulian pemerintah daerah terhadap potensi garam yang ada di daerahnya. Hal ini dapat dilihat dari minimnya produk hukum daerah dan kebijakan- kebijakan daerah terkait garam yang dibentuk oleh pemerintah daerah yang memiliki tambak garam. Seperti di Pulau Madura yang dikenal sebagai Pulau Garam, ternyata sangat minim produk hukum daerah dan kebijakannya terkait garam dibentuk. Oleh karena itu riset ini mengambil studi kasus di empat kabupaten yang ada di Pulau Madura, yang merupakan sentral garam Indonesia. Sebagian besar lahan tambak garam yang tersebar di Pulau Jawa, hampir 95%-nya berada di Madura (Prihantini, Syaukat, & Fariyanti, 2016). Minimnya regulasi dan kebijakan yang terbentuk di daerah yang mempunyai tambak garam merupakan pengabaian atas hak petambak garam yang dilindungi oleh Undang- Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Berdasarkan hal tersebut maka memunculkan pernyataan masalah bagaimanakah UUD NRI Tahun 1945 dalam menjamin dan melindungi hak-hak petambak garam dan bagaimanakah bentuk penerapan produk hukumnya di daerah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan memberikan dasar perlindungan secara konstitusional bagi petambak garam dan dan mengetahui regulasi yang harus dibentuk pada tingkat daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal yang merupakan penelitian dengan memberikan paparan yang sistematis tentang peraturan yang mengatur pada kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan, menjelaskan pada bidang yang sulit serta memprediksi perkembangan pada masa depan (Hutchinson, 2006). Penelitian ini mencari suatu asas hukum, kaedah hukum dalam arti nilai (norm), peraturan hukum konkrit dan sistem hukum (Mertokusumo, 2001). Tujuan dari penelitian hukum doktrinal adalah mengkaji apakah suatu kaidah hukum dianggap sudah cukup mewadahi aspirasi masyarakat yang ada, mengkaji instrumen hukum yang diperlukan masyarakat, menguji keberlakukan jalannya suatu peraturan perundang- undangan. Manfaat dari penelitian hukum doktrinal antara lain: memberikan masukan berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang ada serta diharapkan dapat menjadi sarana kontrol atau perubahan perilaku. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian perundangan-undangan yaitu merupakan penelitian yang mencoba menggali apakah perundang-undangan yang ada telah dilaksanakan secara baik dan benar oleh pihak pihak pemegang peran dalam perundang-undangan tersebut (Yaqin, 2007). Selain itu pendekatan ini pun bertujuan mengidentifikasi permasalahan yang muncul ketika secara normatif telah diatur namun masih sukar untuk melaksanakan nilai-nilai normatif tersebut, sehingga dapat menentukan apakah perundang-undangan tersebut perlu direvisi atau tidak (Yaqin, 2007). Perundang-undangan yang digunakan untuk analisis adalah UUD NRI Tahun 1945. Undang Undang Dasar ini sebagai bahan hukum primer untuk memecahkan masalah atas konstitusionalitas perlindungan petambak garam melalui produk hukum daerah dan kebijakan daerah. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaedah dasar, yaitu Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, Peraturan Dasar yaitu batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, dan yuriprudensi (Amiruddin & Zainal, 2012). Selain UUD NRI Tahun 1945, bahan hukum primer yang digunakan dalam analisis ini adalah berbagai peraturan perundang–undangan lainnya yang kedudukannya di bawah UUD NRI Tahun 1945 yaitu undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan daerah. Selain bahan hukum primer, penelitian ini pun menggunakan bahan hukum sekunder dalam analisis riset. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum (Amiruddin & Zainal, 2012). Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam riset ini berasal dari jurnal-jurnal ilmah terkait dengan kebijakan pergaraman. Analisis dalam penelitian ini menggunakan pola deduktif yaitu membahas dari aspek konstitusi terlebih dahulu terhadap hak perlindungan petambak garam. Pola analisis deduktif ini merupakan penalaran hukum bertolak dari aturan hukum yang berlaku umum ke aturan hukum yang berlaku khusus (Suratman & Dillah, 2012). Hasil analisis tersebut dituangkan dalam suatu pembahasan yang sistematis sehingga menghasilkan suatu kajian penelitian yang dapat memberikan solusi atas perlindungan petambak garam. Setelah menganalisis dari aspek konstitusionalitasnya, maka dilakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk oleh pemerintah baik pada tingkat pusat maupun daerah. ## KONSTITUSIONALITAS ... PERLINDUNGAN PETAMBAK GARAM UUD NRI Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis di Indonesia untuk menyelenggarakan kekuasaan negara. Penyelenggaraan kekuasaan negara merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi negara dan pemerintahan negara yang telah diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Selain itu, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi mengatur hubungan di antara lembaga-lembaga negara, antara lembaga negara dengan rakyatnya, dan rakyat dengan rakyatnya dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat telah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Negara dalam membentuk konstitusi selain melaksanakan kedaulatan rakyat juga untuk memberikan dasar tujuan negara yang ada dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Tujuan pembentukan negara tersebut salah satunya adalah mewujudkan kesejahteraan umum. Keberadaan konstitusi yang harus ada pada setiap negara mempunyai tujuan, yaitu: (1) Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang; (2) Adanya perlindungan hak asasi manusia, dan; (3) Pedoman penyelengaraan negara untuk mengatur tata tertib bernegara terkait dengan berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, hubungan antarlembaga negara, dan hubungan lembaga negara dengan warga negara (Fauzan, 2016). Ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945, wajib dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di dalam negara termasuk pemerintah daerah dan petambak garam. Ketentuan-ketentuan ini menjadi dasar terlaksananya perlindungan bagi warga negara yang disebut sebagai konstitutisionalitas terhadap semua unsur yang ada dalam negara. Menurut Hans Kelsen, konstitusionalitas adalah keabsahan berdasarkan prosedur konstitusi (Arato, 2012) atau merupakan validitas norma-norma sesuai dengan konstitusi. Hal ini dapat dimaknai lebih lanjut bahwa konstitusionalitas merupakan keabsahan berdasarkan prinsip, makna dan prosedur berdasarkan konstitusi. Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang bercirikan Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 ini kemudian melahirkan dua undang-undang yang dibentuk oleh pemerintah, yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (UU No. 43/2008) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU No. 32/2014). Lahirnya UU No. 43/2008, dengan beberapa pertimbangan yakni: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya dan kewenangan tertentu lainnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI Tahun 1945; (2) Pengaturan mengenai wilayah negara meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya, dan; (3) Pengaturan wilayah negara tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah negara, dan hak–hak berdaulat. Berdasarkan pertimbangan tersebut negara berkepentingan untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional (Zein, 2016). Lahirnya UU No. 32/2014 mempertimbangkan, yaitu: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Wilayah laut sebagai bagian terbesar dari wilayah Indonesia yang memiliki posisi dan nilai strategis dari berbagai aspek kehidupan yang mencakup politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan merupakan modal dasar pembangunan nasional, dan; (3) Pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan melalui sebuah kerangka hukum untuk memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara (Magdalena, 2018). Pertimbangan lahirnya kedua undang-undang di atas selain memperhatikan dasar konstitusional juga mempertimbangkan fakta geografis dan sumber daya yang dimiliki Indonesia. Hal ini sangat penting untuk menjadi dasar pengelolaan sumber daya kelautan dan alamnya bagi pemerintah maupun pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan di dalamnya. Pasal 9 UU No. 43/2008 menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, dan Pasal 14 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2014 yang menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengelolaan kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru. Kedua undang-undang ini mempertegas adanya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan kelautan. Pasal 14 ayat (2) juga menjelaskan bahwa pemanfaatan sumber daya kelautan ini meliputi perikanan, energi dan sumber daya mineral, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, dan sumber daya non konvesional. Pada penjelasan Pasal 14 ayat (1) UU No. 32/2014, menjelaskan bahwa ekonomi biru merupakan sebuah pendekatan untuk meningkatkan pengelolaan kelautan berkelanjutan serta konservasi laut dan sumber daya pesisir beserta ekosistemnya dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi dengan prinsip-prinsip antara lain keterlibatan masyarakat, efisiensi sumber daya, meminimalkan limbah, dan nilai tambah ganda (double value added). Ketentuan ini mempunyai arti bahwa dalam pengelolaan sumber daya kelautan perlu memperhatikan faktor lingkungan dan peran serta masyarakat. Uraian di atas, menegaskan bahwa Indonesia telah mendeklarasikan diri sebagai negara kepulauan yang mempunyai luas wilayah laut hampir 2/3 dari seluruh wilayah Indonesia. Laut yang kaya dengan sumber daya kelautannya perlu untuk dikelola secara baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah berdasarkan kewenangan yang diberikan berdasarkan perundang-undangan. Adapun tujuan pengelolaan sumber daya kelautan ini adalah untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sumber daya laut (hayati dan non hayati) terbagi atas menjadi 2 yaitu sumberdaya terbarukan ( renewable resources ), seperti perikanan dan hutan mangrove, dan sumberdaya tidak terbarukan ( non renewable resources ), seperti batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan tambang. Garam merupakan salah satu sumberdaya non hayati terbarukan. Pada air laut mengandung 86% natrium klorida (NaCl) yang mempunyai peran penting dalam keseimbangan cairan, kontraksi otot, sistem saraf, dan berperan dalam distribusi cairan tubuh (Paweka, 2017). Pengelolaan kelautan harus menggunakan prinsip ekonomi biru guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi para pengelola sumber daya kelautan yaitu para nelayan dan petambak garam. Pengelolaan kelautan yang bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan ini selaras dengan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 yang memberikan kewenanga kepada negara untuk mengelola sumber daya yang ada di bumi dan air untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Pada pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kedua ayat ini memberikan isyarat bahwa kekayaan alam baik di darat maupun di laut harus dikelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh negara atas segenap sumber daya yang terdapat di dalam bumi, air, wilayah udara Indonesia serta segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, haruslah dipergunakan hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan hanya kemakmuran untuk orang per orang. Tujuan akhir dari kegiatan ekonomi yang paling pokok, justru adalah terwujudnya ide masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Manfaat dari adanya usaha pemanfaatan kekayaan alam yang tersedia itu adalah seluruh rakyat, rakyat banyak, dan termasuk rakyat setempat (Asshiddiqie, 2010). Pada sisi yang lain pengelolaan sumber daya ini harus dikelola dengan mendasarkan pada demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dalam menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional ini selaras dengan Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 dimana satuan-satuan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia harus dilihat sebagai unit-unit yang terintegrasi secara nasional berdasarkan keadilan dan keselarasan satu dengan yang lain (Asshiddiqie, 2010). Artinya bahwa perkembangan setiap daerah tidaklah sama sehingga dalam penyusunan kebijakan ekonomi harus menyesuaikan dan melihat perkembangan perekonomian di masing- masing daerah atau wilayah tersebut. Pulau Madura yang terkenal sebagai pulau garam merupakan area garam nasional dan penyumbang stok garam nasional terbesar, namun petambak garam belum dapat menikmati hasil dari garam tersebut. Beberapa kendala yang terus terjadi dari waktu ke waktu adalah rendahnya harga garam. Meskipun kondisi tersebut berlangsung sampai saat ini, pembuatan garam merupakan salah satu budaya masyarakat, sehingga mereka tidak pernah ingin berhenti memproduksi garam (Zainuri, Anam, & Susanti, 2016). Salah satu kabupaten di Pulau Madura yaitu Kabupaten Pamekasan saat ini telah menjadi kawasan industri dari skala rumah tangga maupun multinasional. Kawasan tersebut terletak di Kecamatan Tlanakan, Galis, Pademawu, Pasean dan Batumarmar , dimana dalam proses pembuatan garam masih menggunakan cara tradisional dan memanfaatkan sinar matahari untuk proses penguapan yang terdiri dari tiga tahapan: pra produksi, proses produksi dan pasca produksi. Penanganan yang kurang baik pada daerah tersebut selama proses pembuatan garam akan menghasilkan garam dengan kualitas rendah. Pada saat pra produksi, tata lahan penggaraman perlu diperhatikan untuk menjamin hasil garam terbebas dari polutan (Samsiyah, Moelyaningrum, & Ningrum, 2019). Di Pulau Madura terdapat 4.572 tambak garam yang tersebar di tiga kabupaten yaitu: di Sampang terdapat 1.377 tambak garam, di Pamekasan 1.547 tambak garam, dan di Sumenep 1.648 tambak garam. Tambak ini membentang di sepanjang pantai selatan Madura dan di lokasi tersebut didirikan gudang-gudang garam yang namanya sesuai nama desanya. Sampang mempunyai gudang-gudang garam berada di daerah Pragung, Dangpandang, Pangarengan, dan Apaan. Pamekasan terdapat gudang garam yang terlentak di Mangunan, dan Capak. Sementara gudang garam di Sumenep terletak di Marengan, Palebunan, Pinggir Papas, dan Sarokan. Daerah pembuatan garam di pantai selatan itu di dukung oleh faktor alam yang hasil produksi garam memiliki kualitas baik. Pertama, air laut di pantai selatan mengandung kadar garam yang sangat tinggi. Kedua, daerah pantai selatan dilalui oleh angin gending (angin kencang tipe fohn yang berembus pada musim kemarau dan sifatnya panas serta kering). Oleh karena itu pengkristalan garam berlangsung sangat cepat (Parwoto, 2018). Permasalahan yang muncul bahwa potensi garam yang besar pada wilayah Madura belum mampu menunjukkan perkembangan perekonomian yang signifikan dan bahkan nasib petambak garam juga kurang sejahtera. Contoh Kabupaten Pamekasan yang mempunyai produktivitas garam cukup tinggi, namun keuntungan yang diterima oleh petani garam masih rendah. Rendahnya pendapatan petani garam ini menyebabkan kurang sejahteranya petani. Penyebab utama rendahnya keuntungan yang diterima oleh petani garam karena masih banyaknya usaha garam yang dijalankan dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil yang umum dijalankan yaitu pola bagi dua ( merdua ) dan pola bagi tiga ( mertelu ). Kedua pola ini dijalankan dengan melihat kondisi lahan tambak garam yang dikerjakan oleh petani penggarap. Kebiasaan bagi hasil pada lahan garam yang kurang produkti dengan pola bagi hasil dua yaitu pembagian keuntungan dibagi dua antara pemilik dan penggarap lahan. Kesepakatan pola ini pun tidak tertulis hanya kesepakatan lesan tanpa diawali diskusi terlebih dahulu. Kondis lahan garam yang dikerjakan semakin baik, maka pola bagi hasil akan berubah secara sepihak dari pemilik lahan menjadi pola bagi hasil tiga (perbandingan 2:1) dari keuntungan (Prihantini, Syaukat, & Fariyanti , 2017). Pola bagi hasil dan mekanisme kontrak yang tidak tertulis ini tidak berdasarkan prinsip keadilan. Dalam laporan yang disampaikan oleh Bupati Pamekasan, terdapat sekitar 70,5 % petani garam di Kabupaten Pamekasan menerapkan sistem bagi hasil atau dikenal dengan istilah mantong . Sistem bagi hasil membuat pemilik lahan atau pemodal menjadi dominan dalam hal pemasaran dan permodalan. Hal inilah yang membuat sistem bagi hasil kurang memberikan keadilan kepada petani penggarap (Prihantini et al., 2016). Petani garam atau petambak garam harus mendapat perlindungan akan hak-haknya. Ketidakadilan bagi petambak garam bertentangan dengan nilai-nilai konstitusional dalam UUD NRI Tahun 1945. Adapun nilai-nilai konstitusional dalam UUD NRI Tahun 1945 bagi petambak garam tersebut yaitu: a. Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan hak pengelolaan laut berdasarkan aspirasi masyarakat dan adanya kewenangan pengelolaan laut oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. b. Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Berdasarkan hal ini, sistem bagi hasil yang merugikan petambak garam jelas bertentangan dengan pasal ini. Hak bagi hasil harus didasarkan pada penghidupan yang layak. c. Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Ini berarti hak untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil merupakan bagian dari hak petambak garam yang harus dilindungi. Petambak garam harus mendapat bagi hasil yang adil antara pemilik lahan dan petambak garam. d. Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, ayat (2) menyatakan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Ayat (3) menyatakan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat”. Pada ayat (4) menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Ini berarti pemerintah harus menggunakan segala potensi sumber daya alam termasuk dari sumber daya kelautan untuk kemakmuran masyarakat. Petambak garam sebagai bagian dari masyarakat tentunya juga berhak mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Oleh karena itu, negara yang mempunyai kewenangan mengelola sumber daya yang terkandung dalam bumi harus mengelola dengan baik demi kepentingan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan yang khusus melindungi petambak garam melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 (UU No. 7/2016) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Undang-undang ini disusun dengan tujuan untuk: a. Menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; b. Memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan; c. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam; menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan; d. Menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; e. Melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan f. Memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum. Berdasarkan tujuan pembentukan UU No. 7/2016 ini, memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk penyelenggaraan perlindungan bagi petambak garam. Pasal 16 ayat (1) UU No. 7/2016, menyatakan “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam”. Pelaksanaan perlindungan ini dilakukan dengan beberapa strategi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) UU No. 7/2016. Adapun strategi perlindungan tersebut dilakukan melalui: a. Penyediaan prasarana usaha pergaraman; b. Kemudahan memperoleh sarana usaha pergaraman; c. Jaminan kepastian usaha; d. Jaminan risiko pergaraman; e. Penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; f. Pengendalian impor komoditas pergaraman; g. Jaminan keamanan dan keselamatan; dan h. Fasilitasi dan bantuan hukum. Pada Pasal 12 ayat (3) UU No. 7/2016, diuraikan juga tentang strategi pemberdayaan dilakukan melalui: a. pendidikan dan pelatihan; b. penyuluhan dan pendampingan; c. kemitraan usaha; d. kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan e. penguatan Kelembagaan. Pengaturan perlindungan terhadap petambak garam sebagaimana dijelaskan diatas yang telah diatur dalam UU No. 7/2016 menunjukkan kepedulian pemerintah akan nasib petambak garam. Berdasarkan undang-undang ini pula, diatur penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi dan pengendalian impor komoditas pergaraman. Pada Pasal 36 UU No. 7/2016, diatur terkait penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi dilakukan dengan (1) membebaskan biaya penerbitan perizinan yang terkait dengan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan, dan pemasaran; dan (2) usaha pergaraman bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, atau petambak garam kecil, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran, membebaskan pungutan usaha perikanan atau usaha pergaraman, baik berupa pajak maupun retribusi bagi nelayan kecil, pembudi daya Ikan Kecil, atau petambak garam kecil, termasuk keluarga nelayan dan pembudi daya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran. Pengendalian impor diatur dalam Pasal 37 UU No. 7/2016, bahwa pemerintah pusat mengendalikan impor komoditas pergaraman. Pengendalian komoditas pergaraman tersebut dilakukan melalui penetapan tempat pemasukan, jenis dan volume, waktu pemasukan, serta pemenuhan persyaratan administratif dan standar mutu. Kebijakan pemerintah terkait impor garam dapat dilihat juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Pemerintah sudah saatnya untuk membentuk kebijakan-kebijakan lain dalam meningkatkan industri garam lokal dan kesejahteraan petambak garam sebagai implementasi dari UUD NRI Tahun 1945 dan UU No. 7/2016. Kebijakan ini berupa peraturan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Peraturan pemerintah berguna sebagai aturan pelaksana dari UU No. 7/2016. Peraturan presiden memberikan ketentuan tentang pola peningkatan industri garam lokal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemeritah daerah juga perlu untuk membentuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah sebagai perwujudan hak-hak konstitusional bagi petambak garam. Hak-hak ini dapat terimplementasi jika ada regulasi seperti peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dalam melindungi dan memberdayakan petambak garam. ## PENTINGNYA REGULASI PADA TINGKAT DAERAH Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola daerahnya berdasarkan potensi lokal yang ada. Dalam otonomi daerah terdapat kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat lokal atau masyarakat daerah itu sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan amanah dari Pasal 18, 18A dan 18B UUD NRI Tahun 1945. Pasal-pasal terkait otonomi daerah memberikan makna antara lain bawah pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dapat membentuk peraturan daerah dan peraturan lainnya, pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya perlu dilakukan secara adil dan selaras antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dan negara mengakui serta menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa serta mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Namun dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintahan daerah harus menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang dibentuk pemerintah. Peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk terkait otonomi daerah ini adalah Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari 2 (dua) undang-undang tentang Pemerintahan Daerah sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kedua undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah ini sudah tidak berlaku karena adanya perkembangan dan evaluasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Salah satu perubahan yang signifikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini adalah dalam pengelolaan laut di mana Pemerintah Pusat telah telah menghilangkan pengelolaan laut pada tingkat daerah kabupaten/kota sehingga kewenangan ini berada pada Pemerintah Pusat. Perubahan yang sangat drastis terjadi pada sektor kelautan di mana UU Pemerintahan Daerah tidak menyisakan satu kewenanganpun kepada kabupaten/kota untuk pengelolaan sumber daya laut. Desentralisasi pengelolaan sumber daya laut hanya sampai di tingkat provinsi. Kabupaten/ kota memiliki kewenangan pada sektor perikanan seperti urusan pemberdayaan nelayan kecil. Urusan lainnya adalah pengelolaan dan penyelanggaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan menerbitkan izin perikanan budidaya. Kewenangan yang diberikan ke provinsi banyak menyangkut perizinan selain pengawasan sumber daya perikanan (Dapu, 2016). Kewenangan pengelolaan sumber daya kelautan pada pemerintah provinsi dapat menyebabkan pemerintah kabupaten/kota tidak maksimal dalam memberdayakan petambak garam. Pemerintah kabupaten/kota dapat saling menunggu kebijakan dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Pada sisi lain, kondisi petambak garam sangat memprihatinkan dan tidak dapat memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Petambak garam pada umumnya menggantungkan hidup pada aktivitas pemanfaatan sumber daya laut dan pantai, dimana dalam pengelolaannya memerlukan investasi yang cukup besar. Selain itu, kondisi cuaca dan iklim yang tidak bersahabat serta mekanisme harga pasar yang tidak menentu. Perlu dicatat bahwa usaha produksi garam ini adalah paling lama 6 bulan dalam setahun namun rata-rata berjalan 5 bulan dalam setahun, tergantung kondisi cuaca yang ada (Ihsanudin, 2012). Produksi garam tergantung pada cuaca khususnya pada musim kemarau, sehingga tidak dapat memberikan kontribusi yang maksimal sepanjang tahun. Artinya selama satu tahun garam hanya dapat diproduksi selama musim kemarau saja. Sementara pada musim penghujan para petambak garam tidak dapat menghasilkan garam secara maksimal atau bahkan para petambak garam akan kehilangan pekerjaan mereka. Menurut Ihsanuddin (2012), bagi hasil pendapatan petambak garam biasanya terdiri dari 30% untuk petambak garam dan 70% untuk pemilik lahan dari total jumlah produksi yang diperoleh. Ada pula pembagiannya mencapai 50% untuk petambak dan 50% untuk pemilik lahan, hal ini terjadi ketika semua alat-alat produksi berasal dari petambak garam selaku penggarap (Ihsanudin, 2012). Kebijakan yang dapat dibentuk oleh pemerintah daerah yaitu terkait penataan niaga garam yang selama ini mata rantai tata niaga garam rakyat dinilai sangat panjang dan justru menempatkan posisi petambak garam pada posisi yang lemah. Ketidakberdayaan petambak garam ini menimbulkan keprihatinan yang harus segera ditangani oleh pengambil kebijakan pada tingkat pusat sampai daerah. Posisi petambak garam dalam struktur pasar berada di antara dengan para perlaku usaha lainnya seperti pengepul, makelar, pemilik lahan serta distributor langsung. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan petambak garam atas sarana dan prasarana pengangkutan saat panen (Pangestu, 2018). Petambak garam sebagai orang yang bekerja pada tambak-tambak garam perlu perlindungan yang nyata dari pemerintah daerah. Secara konstitusional sudah diuraikan diatas bahwa petambak garam mempunyai hak untuk mendapatkan bagian kesejahteraan dari hasil garam yang diolahnya, yaitu hasil kekayaan alam digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945) serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak hubungan kerja (Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945). UU No. 7/2016 telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membentuk peraturan daerah sebagai tidak lanjut aturan dibawah peraturan perundang-undangan ini. Adapun kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016, yaitu: • Perencanaan dan penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan terhadap petambak garam (Pasal 11 dan Pasal 16); • Menyediakan prasarana usaha pergaraman yang meliputi lahan, saluran pengairan, jalan produksi, tempat penyimpanan garam, dan kolam penampung air (Pasal 18 ayat (6)); • Memberikan kemudahan petambak garam dalam memperoleh sarana pergaraman paling sedikit melalui penjaminan ketersediaan sarana usaha pergaraman (Pasal 21 ayat (1)); • Memberikan subsidi bahan bakar minyak atau sumber energi lainnya kepada petambak garam kecil (Pasal 24); • Berkewajiban memberikan jaminan kepastian usaha dengan menciptakan kondisi yang menghasilkan harga garam yang menguntungkan bagi petambak garam yang dilakukan dengan mengembangkan sistem pemasaran komoditas pergaraman, jaminan pemasaran ikan melalui resi gudang, menyediakan sistem informasi harga garam secara nasional maupun international dan mengembangkan sistem rantai dingin (Pasal 25); • Mengembangkan sistem pemasaran komoditas pergaraman melalui penyimpanan, transportasi, pendistribusian, dan promosi (Pasal 27); • Berkewajiban memberikan pendampingan kepada penggarap tambak garam dalam membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil (Pasal 28 ayat (3)); • Memberikan perlindungan petambak garam atas risiko yang dihadapi saat melakukan usaha pergaraman (Pasal 30 ayat (1)); • Memberikan fasilitas akses penjaminan kepada petambak garam guna peningkatkan kapasitas usaha pergaraman melalui perusahaan penjaminan (Pasal 31); • Memberikan tugas kepada badan usaha milik daerah di bidang asuransi untuk melaksanakan asuransi pergaraman (Pasal 32) dan memfasilitasi setiap petambak garam menjadi peserta asuransi pergaraman (pasal 33); • Bertanggung jawab memberikan jaminan keamanan bagi usaha pergaraman (Pasal 39 ayat (2)); • Berkewajiban melakukan fasilitasi dan memberikan bantuan hukum kepada petambak garam sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 41); • Bertanggung jawab atas pemberdayaan petambak garam (Pasal 44); • berkewajiban memfasilitasi kemitraan usaha pergaraman (Pasal 50); • berkewajiban memberikan kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi (Pasal 52); • melakukan pembinaan untuk pengembangan kelembagaan yang telah terbentuk. berkewajiban memfasilitasi bantuan pendanaan dan bantuan pembiayaan bagi petambak garam kecil, dan penggarap tambak garam (Pasal 61); • Memberikan tugas kepada badan usaha milik daerah di bidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan kredit dan penjaminan pembiayaan terhadap petambak garam (Pasal 69); dan • Melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan pelaporan dengan memberdayakan potensi yang ada (Pasal 70 ayat (4)). Kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah di atas seharusnya menjadi acuan pemerintah daerah dalam membentuk peraturan daerah terkait dengan pemberdayaan dan perlindungan petambak garam. Peraturan daerah ini merupakan suatu peraturan yang dibentuk pada tingkat daerah untuk melaksanakan kewenangan yang telah diatur dalam undang-undang dan dalam hal tertentu dapat mengatur sendiri hal-hal yang tidak secara langsung diatur dalam undang- undang (Fauzan, 2016). Pengaturan yang tidak diamanahkan langsung oleh undang-undang harus sesuai dengan kebutuhan dan karakter daerah masing-masing yang tetap tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pulau Madura yang terdiri dari empat kabupaten hanya dua kabupaten yang memiliki peraturan daerah berkaitan dengan perlindungan petambak garam yaitu Kabupaten Sampang dan Pamekasan. Kedua kabupaten tersebut masing- masing memberikan perlindungan kepada petambah garam melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sampang Nomor 1 Tahun 2016 (Perda Kabupaten. Sampang, No. 1/2016) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petambak Garam dan Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2019 (Perda Kabupaten. Pamekasan, No. 5/2019) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Dua kabupaten lainnya yaitu Bangkalan dan Sumenep belum mempunyai produk hukum daerah berupa peraturan daerah yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan petambak garam. Kedua peraturan daerah yang melindungi petambak garam ini pun baru terbentuk dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir ini. Pembentukan peraturan daerah ini pun seakan- akan hanya memenuhi formalitas pembentukan untuk menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016. Pada kedua kabupaten ini juga tidak ditemukan peraturan pelaksana sebagai bagian dari produk hukum daerah dan kebijakan- kebijakan lainnya untuk melaksanaan kedua peraturan daerah tersebut yaitu berupa peraturan bupatinya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum memprioritaskan industri garam sebagai salah satu skala prioritas di daerahnya. Pentingnya produk hukum daerah yaitu peraturan daerah dan peraturan kepala daerah serta kebijakan daerah lainnya dalam melindungi petambak garam karena perlindungan dan pemberdayaan petambak garam perlu tindakan yang nyata dan konkrit dari pemerintah daerah. Tindakan nyata dan konkrit ini diawali dengan pembentukan peraturan daerah dan peraturan pelaksananya seperti peraturan gubernur dan/atau peraturan bupati/wali kota. Peraturan daerah yang dibentuk oleh DPRD dan Pemerintah Daerah hanya mengatur hal-hal umum saja dan bukan teknis pelaksanaan. Peraturan kepala daerah merupakan peraturan yang berisi hal-hal teknis, detail dan dapat berupa pedoman dalam perlindungan dan pemberdayaan petambak garam. Perwujudan regulasi-regulasi ini, juga perlu dukungan sumber daya manusia dan anggaran. Sumber daya manusia diperlukan untuk memberdayakan petambak garam dan mengolah potensi sehingga lebih mengoptimalkan potensi sumber daya kelautannya. Anggaran digunakan untuk mendukung langkah-langkah strategis pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan produksi garam lokal. Perda Kabupaten Sampang, No. 1/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petambak Garam dan Perda Kabupaten Pamekasan, No. 5/2019 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan, dan Petambak Garam belum disertai dengan peraturan pelaksananya yaitu peraturan bupati atau pedoman pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan petambak garam. Peraturan pelaksana ini akan menjadi pedoman bagi dinas terkait seperti dinas perikanan pada daerah tersebut . Kedua peraturan daerah yang telah terbentuk yaitu Perda Kabupaten Sampang, No. 1/2016 dan Perda Kabupaten Pamekasan, No. 5/2019 hampir mempunyai tujuan yang sama dengan UU Nomor 7 Tahun 2016. Adapun tujuan dari kedua peraturan daerah ini adalah: • Mewujudkan kedaulatan dan kemandirian petambak garam dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik; • Menyediakan prasarana dan sarana petambak yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha Petambak garam; • Memberikan kepastian usaha petambak garam; melindungi petambak dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen; • Meningkatkan kemampuan dan kapasitas petambak serta kelembagaan petambak garam dalam menjalankan usaha petambak garam yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan; dan • Menumbuh kembangkan kelembagaan pembiayaan petambak yang melayani kepentingan usaha petambak garam. Khusus pada Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan di tambahkan pada tujuannya yaitu untuk melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum. Kedua peraturan daerah tersebut berisikan muatan materi yang tidak jauh berbeda dengan UU No. 7/2016. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas terkait kewenangan pemerintah daerah dalam perlindungan dan pemberdayaan petambak garam, maka peraturan daerah tersebut hampir sama dalam tujuan dan ruang lingkup pengaturan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016. Oleh karena itu, kedua peraturan daerah ini masih berisikan materi muatan yang umum dan tentunya tidak dapat diterapkan jika tidak ada peraturan kepala daerah. Peraturan kepala daerah ini sangat penting sebagai peraturan pelaksana agar norma- norma dalam kedua peraturan daerah tersebut dapat dilaksanakan. Peraturan kepala daerah tentunnya berisi ketentuan-ketentuan teknis yang merupakan penjabaran dari norma yang umum dalam peraturan daerah. Pasal 13 Perda Kabupaten Sampang No. 1/2016 menyatakan bahwa “Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggungjawab atas Perlindungan Petambak Garam”. Adapun terkait kewenangan bertanggung jawab atas perlindungan petambak garam tidak diuraikan lebih lanjut. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan bentuk dan mekanisme tanggung jawab tersebut. Demikian juga pada Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2019, pada bab penyelenggaraan perlindungan yang dimulai dari Pasal 8 sampai Pasal 21 sama dengan Bab IV Penyelenggaraan Perlindungan dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2016. Artinya peraturan daerah ini belum menjabarkan lebih rinci dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dalam pembentukan peraturan daerah tidak sekedar mengadopsi secara harfiah yang diperintahkan oleh peraturan di atasnya namun perlu untuk diterjemahkan apa yang dimaksud daeri kewenangan yang diberikan oleh peraturan yang lebih tinggi tersebut. Selain itu, peraturan daerah yang telah terbentuk masih memelurkan peraturan pelaksana seperti peraturan bupati sebagai pedoman operasional fungsional yang dilakukan oleh dinas terkait atau dalam rangka optimalisasi industri garam lokal. Kebijakan daerah juga diperlukan sebagai serangkaian kegiatan yang sadar, terarah, dan terukur yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam bidang-bidang tertentu yang mengarah pada tujuan tertentu. Kebijakan ini dapat berbentuk pembentukan tim pemberdayaan petambak garam atau tim-tim lain yang terkait dalam mewujudkan amanah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, untuk efektivitas kebijakan publik diperlukan kegiatan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan (Ramdhani & Ramdhani, 2017). Kebijakan daerah yang nantinya terbentuk harus dapat dirasakan dampaknya secara nyata oleh petambak garam maupun pelaku usaha industri garam. Pentingnya peraturan daerah tentang perlindungan dan pemberdayaan petambak garam, peraturan bupati/ wali kota terkait pedoman pelaksana perlindungan dan pemberdayaan petambak garam, dan pembentukan tim pemberdayaan petambak garam dikarenakan bahwa: 1. Pengaturan perlindungan petambak melalui Undang-Undang dan Peraturan Daerah masih bersifat umum karena fungsi dari Undang- Undang dan Peraturan Daerah memang tidak mengatur secara teknis; dan 2. Untuk meningkatkan kualitas garam dengan alih teknologi dari negara-negara yang telah berhasil mengembangkan industri garam. ## IMPLIKASI KEBIJAKAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlindungan dan pemberdayaan petambak garam telah tersirat dalam UUD NRI Tahun 1945 dan telah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya yaitu UU No. 7/2016. Undang-undang ini masih perlu dijabarkan dalam peraturan lainnya seperti peraturan menteri dan peraturan daerah. Peraturan menteri yang ada pun hanya terkait dengan ketentuan impor garam seperti Peraturan Menteri Perdagangan No. 63/2019 tentang Ketentuan Impor Garam, Peraturan Menteri Perindustrian nomor 34 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Pada tingkat daerah, pemerintah daerah perlu membentuk peraturan daerah tentang perlindungan dan pemberdayaan petambak garam juga perlu membentuk peraturan kepala daerah seperti peraturan bupati tentang pedoman pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan petambak garam. Pembentukan regulasi pada tingkat daerah tersebut juga perlu didukung kebijakan dari pemerintah daerah sebagai bentuk aksi dan pengawasan pelaksanaan regulasi tersebut. Adapun regulasi yang diperlukan di daerah yaitu regulasi tentang perlindungan dan pemberdayaan petambak garam dan regulasi tentang optimalisasi industri garam lokal serta dapat pula pembentukan tim dalam melaksanakan pemberdayaan petambak garam di daerah. ## UCAPAN TERIMA KASIH Pertama, kami mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Trunojoyo Madura yang telah memberikan dana hibah penelitian Tahun 2019 sehingga sebagian hasil penelitian dapat kami tuangkan dalam artikel ini. Kedua, kami mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mempresentasikan sebagian hasil penelitian kami dalam Seminar Nasional Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2019. ## PERNYATAAN KONTRIBUSI PENULIS Encik Muhammad Fauzan merupakan konstributor utama dalam penulisan ini menganalisis dari aspek konstitusi dan evaluasi kebijakan yang ada di daerah. Indra Yulianingsih sebagai anggota berkonstribusi memberikan analisis dari aspek pemerintahan daerah dan kebijakan laut/maritim dan Azizah sebagai anggota berkonstribusi dalam menganalisis dari aspek kepentingan petambak garam. ## DAFTAR PUSTAKA Amiruddin. & Zainal, A. (2012). Pengantar Metode Penelitian Hukum (Cetakan ke-6). Jakarta, ID: PT. Rajagrafindo. Arato, J. (2012). Constitutionality and constitutionalism beyond the state: Two perspectives on the material constitution of the United Nations. International Journal of Constitutional Law , 10 (3), 627–659. DOI: https://doi.org/10.1093/ icon/mor079. Asshiddiqie, J. (2010). Konstitusi Ekonomi . Jakarta, ID: Kompas. Fauzan, E. M. (2016). Hukum Tata Negara Indonesia . Malang, ID: Setara Press. Herman, S., Noor, E., & Mulyadi, D. (2014). Identifikasi Faktor Kunci Krisis Pada Tataniaga Garam Konsumsi Di Indonesia Menggunakan Proses Jejaring Analitik (Analytic Network Process). Journal of Industrial Research (Jurnal Riset Industri) , 8 (3), 205–214. Hutchinson, T. (2006). Researching and Writing In Law (second). Sydney, AUS: Thomson Legal & Regulatory Limited. Ihsanudin. (2012). Pemberdayaan Petani Penggarap Garam Melalui Kebijakan Berbasis Pertanahan. Activita , 2 (1). DOI: https://doi.org/10.4018/978-1- 4666-8342-6.ch010. Magdalena, D. (2018). Dinamika Hukum Perikanan Indonesia (Damai magdalena & Fransisca Adelina Sinaga) . 233 , 251–262. Mertokusumo, S. (2001). Penemuan Hukum Sebuah Pengantar . Yogyakarta, ID: Liberty. Mustofa, E. T. (2015). Analisis Optimalisasi Terhadap Aktivitas Petani Garam Melalui Pendekatan Hilir Di Penambangan Probolinggo. Wiga , 5 (1), 46–57. Pangestu, R. G. (2018). Perlindungan Hukum terhadap Petambak Garam Rakyat Dikaitkan dengan Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor untuk Komoditas Perikanan dan Pegaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong I ndustri (Law Protecti. Dialogia Iuridica , 10 (1), 77–95. DOI: https://doi.org/10.28932/ di.v10i1.1064. Parwoto, P. (2018). Dampak Monopoli Garam Di Madura Pada Abad Xx. MOZAIK: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora , 7 (1), 33–42. DOI: https://doi. org/10.21831/moz.v7i1.6182. Paweka, Y. M. (2017). Analisis Natrium Dalam Air Laut Di Sekitar Pesisir Pantai Papua Dengan Metode Spektroskopi Serapan Atom. Indonesian Journal of Applied Sciences , 7 (2), 19–24. DOI: https://doi. org/10.24198/ijas.v7i2.14987. Peraturan Daerah Kabupaten Sampang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petambak Garam. Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Garam. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Penolong Industri. Prihantini, C. I., Syaukat, Y., & Fariyanti, A. (2016). Pola Bagi Hasil Usaha Garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Jurnal Agribisnis Indonesia. Journal of Indonesian Agribusiness , 4(1),1-16.DOI:https://doi.org/10.29244/ jai.2016.4.1.1-16. Prihantini, C. I., Syaukat, Y., & Fariyanti, A. (2017). Perbandingan Pola Bagi Hasil Dalam Usaha Garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan , 7 (1), 77-90. DOI: http://dx.doi. org/10.15578/jksekp.v7i1.4997. Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017). Konsep umum pelaksanaan kebijakan publik. Jurnal Publik , 11 (1), 1-12. DOI: https://doi.org/10.1109/ ICMENS.2005.96. Samsiyah, N., Moelyaningrum, A. D., & Trirahayu Ningrum, P. (2019). Garam Indonesia Berkualitas: Studi Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Garam [The Quality of Indonesia Salt: Study of Heavy Metal Lead (Pb) Levels in the Salt]. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan , 11 (1), 43. DOI: https://doi.org/10.20473/jipk. v11i1.11058. Soesilowati, E., & Garam, P. (2013). Penguatan Industri Garam Nasional Melalui Perbaikan Teknologi Budidaya Dan Diversifikasi Produk. Sainteknol , 11 (2), 129–142. DOI: https://doi.org/10.15294/ sainteknol.v11i2.5572. Suratman, & Dillah, P. (2012). Metode Penelitian Hukum . Alfabeta. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Yaqin, A. (2007). Legal Research and Writing . Lexis Nexis. Dapu, Y. M. (2016). Implikasi UU No. 23 Tahun 2014 Terhadap Kewenangan Urusan Pemerintahan Daerah Di Bidang Kelautan Dan Perikanan. Lex Et Societatis , 4 (8). Zainuri, M., Anam, K., & Susanti, A. P. (2016). Hubungan Kandungan Natrium Chlorida (NaCl) dan Magnesium (Mg) dari Garam Rakyat di Pulau Madura. Prosiding Seminar Nasional Kelautan , 167–172. Zein, Y. A. (2016). Politik Hukum Pengelolaan Wilayah Perbatasan Berbasis Pemenuhan Hak Konsti- tusional Warga Negara. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM , 23 (1), 97–122. DOI: https://doi. org/10.20885/iustum.vol23.iss1.art6.